Kitab Mabadiul Fiqhiyah Juz 3 Dan Terjemah [PDF]

الإسلاَمُ هُوَ: الانقِيَادُ لِمَا جَاءَ بِه النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآله وَسَلَّم بِاتِّبَاعِ الأوَامِرِ وَاجتِنَابِ النَّوَاهي
Islam ialah mematuhi apapun yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan jalan mengikuti segala perintahnya serta menjauhi semua larangannya.

أُصُوْلُ الإسْلامِ أرْبَعَةٌ: القُرْآنُ وَالحَدِيْثُ والإجْمَاعُ وَالقِيَاسُ
Pokok-pokok dasar islam itu ada empat yaitu: Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas.

القُرْآنُ هُوَ: كِتابُ اللهِ المُنَزَّلُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِإصْلَاحِ النَّاسِ فِي دِيْنِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ وَآخِرَتِهِمْ
Al-Qur’an ialah kitab Allah SWT. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk membimbing umat manusia dalam beragama, dunia dan akhiratnya.

الحَدِيْثُ هُوَ: أقْوَالُ النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأعْمَالُهُ الَّتِي بَيَّنَتْ أحْكَامَ الإسْلَام وَأرْشَدَتْ النّاسَ إلِيْهَا
Hadits ialah sabda-sabda Nabi Muhammad SAW. Serta perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Nabi, yang dapat menjelaskan hukum-hukum islam serta memberi petunjuk kepada seluruh manusia mengenai hukum-hukum islam.

الإجْمَاعُ هُوَ: اتِّفاقُ مُجْتَهِدِي الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا مُحمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ فِي عَصْرٍ مِنَ الأعْصَرِ عَلَى أيِّ أَمْرٍ كَانَ
Ijma’ ialah kesepakatan para ahli ijtihat umat islam, sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Dalam menghadapi permasalahan yang berkenaan dengan apapun juga.

القِياسُ هُوَ: تَطْبِيْقُ أَمْرٍ لَمْ يُوْجَدْ لَهُ دَلِيْلٌ عَلَى نَظِيْرِهِ لِاْشتِراكِهِمَا في عِلَّةِ الحُكْمِ
Qiyas ialah menyesuaikan suatu permasalahan yang tidak terdapat dalilnya atas permasalahan yang menyamainya, yang mana kedua permasalahan itu bersesuaian mengenai sebab hukumnya.

أسئلة: ما الإسلام؟ ما أصوله؟ ما القرآن؟ ما الحديث؟ ما الإجماع؟ ما القياس؟

أَحْكَامُ الإسْلَامِ خَمْسَةٌ: الفَرْضُ وَالسُّنَّةُ وَالحَرَامُ وَالْمَكْرُوْهُ والْمُبَاحُ
Hukum-hukum islam itu ada lima yaitu: Fardhu, Sunnah, Haram, Makruh dan Mubah.

الفَرْضُ: هُوَ مَا يُثَابُ فَاعِلُهُ وَيُعاقَبُ تَارِكُهُ (وَهُوَ وَالواجِبُ بِمَعْنَى وَاحِدٍ إلَّا في بَابِ الحَجِّ
Fardhu ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi siapa yang melakukan, dan disiksa bagi siapa yang meninggalkan. (Fardhu dan Wajib mempunyai satu makna kecuali dalam hal ibadah haji)

السُّنَّةُ هُوَ: مَا يُثَابُ فَاعِلُهَا وَلَا يُعَاقَبُ تَارُكُهَا. وَهِيَ وَالمَنْدُوْبُ وَالمُسْتَحَبُّ بِمَعْنى وَاحِدٍ
Sunnah ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi siapa yang melakukan, dan tidak disiksa bagi siapa yang meninggalkan. (Sunnah, Mandub dan Mustahab itu  mempunyai satu arti)

الحَرَامُ هُوَ: مَا يُثَابُ تَارِكُهُ ويُعَاقبُ فَاعِلُهُ
Haram ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi siapa yang meninggalkan, dan disiksa bagi siapa yang melakukan.

المَكْرُوْهُ هُوَ: مَا يُثَابُ تَارِكُهُ وَلَا يُعاقَبُ فَاعِلُهُ
Makruh ialah suatu bentuk amal yang diberikan pahala bagi siapa yang meninggalkan, dan tidak disiksa bagi siapa yang melakukan.

المُبَاحُ هُوَ: مَا لَا يُثَابُ فَاعِلُهُ وَلا يُعَاقَبُ تَارِكُهُ
Mubah ialah suatu bentuk amal yang tidak diberikan pahala bagi siapa yang melakukan, dan tidak pula disiksa bagi siapa yang meninggalkan.

أقْسامُ الفَرْضِ: الفَرْضُ قِسْمَانِ: فَرْضُ عَيْنٍ وَفَرْضُ كِفَايَةٍ
Pembagian Fardhu, Fardhu itu ada dua bagian, yaitu: Fardhu ’Ain dan Fardhu kifayah.

فَرْضُ العَيْنِ هُوَ: الوَاجِبُ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ فِعْلُهُ وَإذَا فَعَلَهُ البَعْضُ لَا يَسْقُطُ عَنِ البَاقِيْنَ
Fardhu ’Ain ialah sesuatu yang diwajibkan atas setiap pribadi orang mukallaf untuk melakukannya, dan tidak dapat gugur kewajibannya walaupun orang lain sudah melakukannya.

فَرْضُ الكِفَايَةِ هُوَ: الوَاجِبُ فِعْلُهُ عَلَى جَمِيْعِ المُكَلَّفِيْنَ وَلَكِنْ إذَا فَعَلَهُ بَعْضُهُمْ سَقَطَ عَنِ البَاقِيْنَ كَصَلَاةِ الجَنَازَةِ
Fardhu Kifayah ialah sesuatu yang diwajibkan atas seluruh orang mukallaf untuk melakukannya, tetapi apabilah sebagian orang telah melakukan, maka gugurlah kewajiban atas orang lain. Seperti: sholat jenazah.

المُكَلَّفُ هُوَ: البَالِغُ العَاقِلُ
Mukallaf adalah orang yang sudah dewasa (baligh) serta berakal sempurna (tidak gila)

أسئلة: كم أحكام الإسلام؟ ما الفرض؟ ما الحرام؟ ما المكروه؟ ما المباح؟ كم قسما للفرض؟ ما الفرض العيني؟ ما الفرض الكفائي؟ من المكلف؟

الطَّهَارَةُ هِيَ: فِعْلُ مَا لَا تَصِحُّ الصَّلَاةُ إلَّا بِهِ 
Thoharoh ialah mengerjakan sesuatu yang tidak sah sholat seseorang kecuali dengan melakukan bersuci.

وَهِيَ نَوْعَانِ طَهَارَةٌ مِنَ الحَدَثِ وَطَهَارَةٌ مِنَ الخَبَثِ
Thoharoh itu ada dua macam yaitu: Thoharoh dari hadats dan Thoharoh dari kotoran.

الطَّهَارَةُ مِنَ الحَدَثِ هِيَ: الوُضُوْءُ والغُسْلُ والتَّيَمُّمُ بَدَلًا مِنْهُمَا
Thoharoh dari hadats ialah bersuci dengan cara berwudhu’, mandi dan tayamum (pengganti wudhu dan mandi).

الطَّهَارَةُ مِنَ الخَبَثِ هِيَ: الاسْتِنْجَاءُ وإزَالَةِ النَّجَاسَةِ عَنِ البَدَنِ وَالثَوْبِ وَالمَكَانِ
Thoharoh dari kotoran ialah bersuci dengan cara istinja’ (sesudah buang air kecil atau air besar), dan menghilangkan najis dari tubuh, pakaian serta tempat.

أَنْوَاعُ المُطَهِّرَاتِ أرْبَعَةٌ: المَاءُ وَالتُّرَابُ وَالحَجَرُ وَالدَبْغُ
Macam-macam benda yang dapat mensucikan itu ada empat, yaitu: air, debu, batu dan menyamak (untuk kulit binantang).

أقْسَامُ المِيَاهِ ثَلَاثَةٌ: طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ طَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ مَاءٌ مُتَنَجِّسٌ
Pembagian air itu ada tiga, yaitu: 1. Air yang suci yang dapat mensucikan, 2. Air yang suci yang tidak dapat mensucikan, 3. Air yang terkena najis.

الْمَاءُ الطَّاهِرُ المُطَهِّرُ هُوَ: كُلُّ مَا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أوْ نَبَعَ مِنَ الأرْضِ وَلَمْ يَتَغَيَّرْ بَعْضُ أوْصافِهِ بِمَا يُغَيِّرُ طَهُوْرِيَّتَهُ
Air yang suci yang dapat mensucikan yaitu: semua air yang berasal dari langit atau yang bersumber dari bumi, dan tidak merubah sifat-sifatnya dengan sebab adanya benda yang dapat merubah kesucian air tersebut.

كَمَاءِ السَّمَاءِ وَمَاءِ البَحْرِ وَمَاءِ المَطَرِ وَمَاءَِ النَّهْرِ وَمَاءِ الثَّلْجِ وَمَاءِ البَرْدِ
 Seperti: air hujan, air laut, air sungai, air es dan air embun.

المَاءُ المُتَغَيِّرُ البَاقِي عَلَى طَهُوْرِيَّتِهِ، هُوَ مَا تَغَيَّرَتْ بَعْضُ أوْصَافِهِ أوْ كُلُّهَا بِمَا لَا يُغَيِّرُ طَهُوْرِيَّتَهُ
Air yang berubah tapi masih tetap suci, yaitu: air yang sebagian atau seluruh sifat-sifatnya berubah disebabkan adanya sesuatu, namun tidak dapat merubah kesuciannya.

وَهُوَ خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ 
 Air seperti ini ada lima macam

الماءُ المُتَغَيِّرُ بِطُوْلِ مُكْثِهِ أوْ بِمَا تَوَلَّدَ فِيْهِ مِنْ سَمَكٍ أوْ طُحْلَبٍ
Air yang berubah disebabkan karena lama didiamkan atau disebabkan adanya sesuatu yang timbul dari dalam air itu, baik dikarenakan ikan atau lumut

المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمَا اسْتَقَرَّ فِي مَحَلِّهِ أوْ مَمَرِّهِ كتُرَابٍ أوْ نُوْرَةٍ أوْ مِلْحٍ
Air yang berubah disebabkan karena sesuatu yang menetap ditempat air itu atau ditempat mengalirnya air itu. Seperti kejatuhan debu, kapur barus atau garam

المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمَا يَعْسُرُ الاحْتِرَازُ مِنْهُ كَوَرَقِ الشَّجَرِ الَّتِي تُلْقِيْهِ الرِّيَاحُ
Air yang berubah disebabkan karena adanya sesuatu yang menjatuhi air dan sulit untuk menghindarinya. Seperti: dedaunan pohon yang jatuh dikarenakan tiupan Angin

المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمَا طُلِيَ بِهِ إنَاؤُهُ كَقَطْرَانٍ
Air yang berubah disebabkan karena tempat air itu diberi lapisan cat

المَاءُ المُتَغَيِّرُ بِمَا يُجَاوِرُهُ كَجِيْفَةٍ بِشَاطِئِ المَاءِ تَغَيَّرَ المَاءُ بِرِيْحِهَا الّذِي حَمَلَهُ الهَوَاءُ إلَيْهِ
Air yang berubah disebabkan karena sesuatu yang berdekatan dengan air itu. Seperti: bangkai yang berada ditepi air, sehingga air itu berubah karena bau bangkai yang dibawa oleh angin,

أوْ بِمَا لَا يُمْكِنُ فَصْلُهُ مِنَ المَاءِ كَزَيْتٍ أوْ شَحْمٍ
 atau karena adanya sesuatu yang bercampur dan tidak dapat dipisahkan seperti minyak dan gajih.

الْمَاءُ الطَّاهِرُ غَيْرُ المُطَهِّرِ ثَلَاثَةُ أنْوَاعٍ: (1) المَاءُ المُتَغَيِّرُ كَثِيْرًا بِمُخَالَطَةِ طَاهِرٍ يَسْتَغْنِى عَنْهُ المَاءُ وَلَمْ يَكُنْ مُجَاوِرًا لَهُ كَسُكَرٍ وَعَسَلٍ. (2) المَاءُ القَلِيْلُ وَالمُسْتَعْمَلُ لِرَفْعِ حَدَثٍ أوْ إزَالَةِ نَجْسٍ. (3) المَاءُ المُسْتَخْرَجُ مِنْ نَبَاتِ الأرْضِ بِعَصْرٍ أوْ طَبْخٍ أوْ نَحْوِهِ كَمَاءِ الوَرَدِ وَمَاءِ النَّارَجِيْلِ.

Air yang suci yang tidak dapat mensucikan itu ada tiga macam, yaitu: 1. Air yang banyak yang berubah karena bercampur dengan benda suci yang tidak diperlukan oleh air itu dan tidak pula berdekatan dengan air tersebut. Seperti gula dan madu. 2. Air yang hanya sedikit yang mustakmal (air yang habis dipakai untuk bersuci), yang dipakai untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan najis. 3. Air yang dikeluarkan dari hasil tanaman dengan cara diperas atau di masak atau dengan cara lain. Seperti: air bungah mawar dan air kelapa.
الماءُ المُتَنَجِّسُ نَوْعَانِ: (1) مَا وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ غَيَّرَتْ أَحَدَ أوْصَافِهِ قَلِيْلًا كَانَ أوْ كَثِيْرًا. (2) الماءُ القَلِيْلُ إذَا وَقَعَتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ وَإنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ أحَدُ أوْصَافِهِ.

Air yang terkena najis itu ada dua macam, yaitu: 1. Air yang kejatuhan najis didalamnya dan merubah salah satu sifat-sifatnya baik air itu sedikit maupun banyak. 2. Air yang hanya sedikit yang kejatuhan najis didalamnya, walaupun tidak merubah salah satu dari sifat-sifatnya.

أسئلة: ما الطهارة؟ ما الطهارة من الحدث؟ ما الطهارة من الخبث؟  كم أنواع المطهرات؟ ما الماء الطاهر المطهر؟ ما الماء المتغير الباقي على طهوريته؟ ما الماء الطاهر غير المطهر؟ ما الماء المتنجس؟

النَّجَاسَاتُ ثَلَاثَةُ أنْوَاعٍ: مُغَلَّظَةٌ وَمُخَفَّفَةٌ وَمُتَوَسِّطَةٌ.

  • Najis-najis itu ada 3 macam, yaitu: 1. Mughalladhah (Najis yang berat), 2. Mukhaffafah (Najis yang ringan), 3. Mutawassithah (Najis pertengahan).

النَّجَاسَةُ المُغَلَّظَةُ هِيَ: نَجَاسَةُ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ وَلُعَابِهِمَا وَمَخَاطِهِمَا وَعَرَقِهِمَا وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أحَدِهِمَا وَلَوْ مَعَ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ.

  • Yang termasuk najis mughalladhah, yaitu: Najisnya anjing dan babi, termasuk pula air liur, igus dan keringatnya, demikian hasil penyilangan yang dilahirkan oleh kedua hewan tersebut, sekalipun penyilangan itu dengan binantang yang suci. Misalnya: anjing atau babi yang dikawinkan dengan kambing, lalu melahirkan anak, maka anak hasil perkawinan itu termasuk najis mughalladhah juga.

طَهَارَةُ النَّجَاسَةُ المُغَلَّظَةِ: يُغْسَلُ مَوْضِعُهَا سَبْعَ مَرَّاتٍ بِمَاءٍ طَهُوْرٍ إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ طَهُوْرٍ بَعْدَ زَوَالِ عَيْنِ النَّجَاسَةِ.

  • Cara mensucikan najis mughalladhah, yaitu: Dengan membasuh tempat yang terkena najis sebanyak 7 kali siraman, yang mana salah satunya dicampur dengan debu (tanah) yang suci sampai tidak nampak lagi najisnya.

النَّجَاسَةُ المُخَفَّفَّةُ هِيَ: بَوْلُ الصَّبِيِّ الَّذِي لَمْ يَتَغَذَّ إلَّا بِاللَّبَنِ وَلَمْ يَبْلُغْ الحَوْلَيْنِ.

  • Yang termasuk najis mukhaffafah, yaitu: Air kencing balita yang belum kemasukan makanan selain air susu dan belum mencapai usia 2 tahun.

طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ المُخَفَّفَةِ: يُرَشُّ عَلَى مَحَلِّهَا مَاءٌ حَتَّى يَبْتَلَّ.

  • Cara mensucikan najis mukhaffafah, yaitu: Cukup dengan memercikkan air diatas tempat yang terkena najis hingga tempat itu menjadi basah.

النَّجَاسَةُ المُتَوَسِّطَةُ نَوْعَانِ: حُكْمِيَّةٌ وَعَيْنٍيَّةٌ:

  • Najis mutawassithah itu ada 2 macam, yaitu: 1. Hukmiyyah (Segi hukumnya) 2. ’Ainiyyah (Segi kenyataannya).

النَّجَاسَةُ الحُكْمِيَّةُ هِيَ: الَّتِي لَيْسَ لَهَا جِرْمٌ وَلَا طَعْمٌ وَلَا لَوْنٌ وَلَا رِيْحٌ كَبَوْلِ غَيْرِ الصَّبِيِّ إذَا جَفَّ وَلَمْ تَظْهَرْ لَهُ صِفَةٌ.

  • Najis Hukmiyyah ialah najis yang tidak nampak kenyataannya, tidak ada rasanya, warna dan baunya. Seperti: Air kencing selain kencingnya anak kecil yang apabilah air kencingnya telah mengering yang sifatnya sudah hilang sama sekali.

طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ الحُكْمِيَّةِ: تَطْهُرُ بِغُسْلِهَا بِالمَاءِ وَلَوْ مَرَّةً وَاحِدَةً.

  • Cara mensucikan najis hukmiyyah, yaitu: Cukup membasuh dengan air walaupun hanya dengan satu kali siraman saja.

النَّجَاسَةُ العَيْنِيَّةُ هِيَ: الَّتِي لَهَا جِرْمٌ أوْ طَعْمٌ أوْ لَوْنٌ أوْ رِيْحٌ كَالغَائِطِ وَالرَّوْثِ والدَّمِ وَالقَيْحِ وَالقَيْءِ وَالمُسْكِرِ المَائِعِ وَالمَذِيِّ والوَدِيِّ وَالمَيْتَةُ بِجَمِيْعِ أجْزَائِهَا (إلَّا مَيْتَةَ الأدَمِيِّ وَالسَّمَكِ وَالجَرَادِ) وَلَبَنِ حَيٍّ لَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ (غَيْرَ الأدَمِيِّ) وَالجُزْءِ المُنْفَصِلِ مِنَ الحَيَوَانِ الحَيِّ (غَيْرَ الأدَمِيِّ وَالسَّمَكِ وَالجَرَادِ).

  • Najis ’Ainiyyah ialah najis yang nampak kenyataannya atau rasanya, warna serta baunya. Seperti: Kotoran manusia, benda cair yang memabukkan, air madzi, air wadi, bangkai beserta seluruh bagian-bagiannya (kecuali mayat manusia, bangkai ikan, bangkai belalang), susu binantang hidup yang dagingnya haram dimakan (selain susu manusia) dan anggota yang terpisah dari binantang yang hidup (selain anggota yang berasal dari manusia, ikan, belalang).

طَهَارَةُ النَّجَاسَةِ العَيْنِيَّةِ: يُغْسَلُ مَحَلُّهَا بِالمَاءِ حَتَّى يَزُوْلَ طَعْمُ النَّجَاسَةِ وَرِيْحُهَا وَلَوْنُهَا، وَلَا يَضُرُّ بَقَاءُ الطَّعْمِ وَحْدِهِ أوِ الرِّيْحِ وَالَّلوْنِ مَعًا عَسُرَ ذَلِكَ.

  • Cara mensucikan najis ’Ainiyyah, yaitu: Dengan membasuh tempat yang terkena najis dengan air sampai hilangnya rasa, bau dan warnanya, tetapi tidak mengapa kalau yang tertinggal hanya rasa dan warna yang merupakan noda yang sulit dihilangkan.

طَهَارَةُ الخَمْرِ: تَطْهُرُ الخَمْرُ إذَا صَارَتْ خَلًّا بِنَفْسِهَا.

  • Cara mensucikan Khamar (tuak, arak atau minuman keras lainnya), yaitu: dapat menjadi suci apabilah sudah berubah menjadi cukak dengan sendirinya (tidak karena diolah atau diberi campuran obat agar bisa menjadi cukak, kalau perubahan itu karena diolah atau dicampur dengan sesuatu, maka khamar itu tetap nijis).

طَهَارَةُ جِلْدِ المَيْتَةِ: يَطْهُرُ جِلْدُ المَيْتَةِ بِالدَّبْغِ إلَّا جِلْدَ مَيْتَةِ الكَلْبِ وَالخِنْزِيْرِ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أحَدِهِمَا مَعَ حَيَوَانٍ طَاهِرٍ.

  • Cara mensucikan kulit bangkai dengan cara disamak, kecuali kulit anjing, babi dan binantang hasil perkawinan dari kedua binantang itu, walaupun dikawinkan dengan binantang yang suci.
 

أسئلة: كم نوعا النجاسات؟ ما النجاسة المغلظة؟ كيف تطهر؟ ما النجاسة المخففة؟ كيف تطهر؟ كم نوعا النجاسة المتوسطة؟ ما النجاسة الحكمية؟ كيف تطهر؟ ما النجاسة العينية؟ كيف تطهر؟ كيف تطهر الخمر؟ كيف تطهر جلد الميتة؟

 

الاِستِنْجَاءُ هُوَ: إزَالَةُ مَا تَلَوَّثَ بِهِ المَخْرَجُ بِمَاءٍ أوْ حَجَرٍ أوْ نَحْوِهِ.

  • Istinja’(Cebok) ialah menghilangkan kotoran dari tempat keluarnya dengan air atau batu atau yang lainnya.

كَيْفِيَةِ الاسْتِنْجَاءِ: يُمْسَحُ الخَارِجُ بِثَلَاثَةِ أحْجَارٍ حَتَّى يَزُوْلَ عَيْنُ النَّجَاسَةِ ثُمَّ يُغْسَلُ بِالمَاءِ لِيَزُوْلَ أثَرُ النَّجَاسَةِ، وَيَجُوْزُ الاقتِصَارُ عَلَى أحَدِهِمَا، وَالمَاءُ أفْضَلُ.

  • Cara beristinja’ yaitu: apapun yang keluar dari qubul dan dubur, diusap dengan tiga buah batu sehingga hilanglah najisnya lalu basuhlah dengan air untuk menghilangkan bekas-bekas yang dapat dilihat dari najis itu. Dan boleh hanya menggunakan batu saja atau air saja, tapi lebih utama menggunakan air.

شُرُوْطُ الاسْتِنْجَاءِ بِالحَجَرَ: (1) أنْ لَا يَجِفَّ النَّجَسُ وَلَا يَنْتَقِلَ. (2) أنْ لَا يَخْتَلِطَ بِنَجَسٍ آخَرَ. (3) أنْ لَا يَتَجَاوَزَ المَخْرَجَ. (4) أنْ يَكُوْنَ الحَجَرُ أوْ مَا يَقُوْمُ مَقَامَهُ جَافًّا طَاهِرًا قَالِعًا للنَّجَاسَةِ.

  • Syarat-syarat beristinja’ dengan batu, yaitu: 1. Najis itu belum sampai kering dan belum menjalar ke tempat lain (masih berada disekitar qubul atau dubur), 2. Jangan sampai najis itu tercampur dengan najis lainnya, 3. Najis itu tidak menjalar dari tempat keluarnya semula, 4. Batu yang dipakai untuk beristinja’ itu batu yang kering yang suci dan mampu menghilangkan najis.

مَا يَقُوْمُ مَقَامَ الحَجَرِ: يَقُوْمُ مَقَامَ الحَجَرِ كُلُّ جَامِدٍ طَاهِرٍ غَيْرِ مُحْتَرَمٍ كَوَرَقٍ وَخَشَبٍ.

  • Batu yang dipakai untuk beristinja’ itu dapat diganti dengan benda lain yang sifatnya keras, suci, tidak dihormati, Misalkan: kertas atau kayu.

سُنَنُ الاسْتِنْجَاءِ: (1) تَقْدِيْمُ الرِّجْلِ اليُسْرَى عِنْدَ الدُّخُوْلِ وَاليُمْنَى عِنْدَ الخُرُوْجِ. (2) أنْ يَقُوْلَ المُسْتَنْجِي عِنْدَ دُخُوْلِهِ (بِسْمِ اللهِ أعُوْذُ بِاللّهِ مِنَ الخَبَثِ والخَبَائِثِ) وَعِنْدَ خُرُوْجِهِ (الحَمْدُ لله الَّذِي أذْهَبَ عَنِّي الأذَى وَعَافَانِي). (3) أنْ يَبْتَعِدَ عَنْ أعْيُنِ النَّاسِ حَتَّى لَا يَرَاهُ أحَدٌ وَلَا يَسْمَعَ صَوْتَ مَا يَخْرُجُ مِنْهُ وَلَا يَشَمَّ رِيْحَهُ. (4) أنْ يَسْتَنْجِيَ بِيِدِهِ اليُسْرَى وأنْ يَغْسِلَهَا قَبْلَ الاسْتِنْجَاءِ وبَعْدَهُ. (5) أنْ يَسْتَبْرَئَ مِمَّا خَرَجَ مِنْهُ.

  • Sunnah-sunnahnya beristinja’, antara lain: 1. ketika masuk ke kamar mandi supaya mendahulukan kaki kiri dan ketika keluar dengan mendahulukan kaki kanan. 2. Orang yang hendak beristinja’ ketika masuk terlebih dulu mengucapkan: ”Bismillah a’udzu billahi minal khubutsi wal khobaaits”. Artinya: ” Dengan nama Allah SWT. saya berlindung kepada Allah SWT. dari godaan setan laki-laki dan setan perempuan”. Kemudian setelah keluar, hendaknya mengucapkan: ”Alhamdulillahil ladzi adhaba ’annil adzaa wa’aafani”. Artinya: ” Segala puji bagi Allah SWT. yang telah menyingkirkan bahaya dan menyehatkan tubuhku”. 3. Menjauh dari pandangan orang atau ditempat yang tertutup yang tiada seorang pun dapat melihatnya, tidak pula dapat mendengar bunyi dari apa yang dikeluarkan dan juga tidak tercium baunya. 4. Melakukan istinja’ itu dengan tangan kiri dan sebelum beristinja’ tangannya supaya dibasuh dan juga sesudahnya. 5. Apa yang dikeluarkan supaya benar-benar tuntas.

مَكْرُوْهَاتُ الاسْتِنْجَاءِ: (1) البَوْلُ فِي المَاءِ الكَثِيْرِ. (2) حَمْلُ مَا فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ. (3) اسْتِقْبَالُ القِبْلَةِ أوِ اسْتِدْبَارُهَا. (4) مُقَابَلَةُ مَهَبِّ الرِّيْحِ. (5) التَّكَلُّمُ لِغَيْرِ طَلَبِ مَا يُزِيْلُ بِهِ النَّجَاسَةَ. (6) البَصْقُ وَالتَّمَخُّطُ بِلَا حَاجَةٍ. رَفْعُ البَصَرِ إلَى السَّمَاءِ. (7) قَضَاءُ الحَاجَةِ تَحْتَ شَجَرَةٍ مُثْمِرَةٍ أوْ ظِلٍّ تَجْتَمِعُ فِيْهِ النَّاسُ.

  • Beberapa hal yang dimakruhkan ketika beristinja’, yaitu: 1. Kencing didalam air yang tenang (air yang tidak mengalir),  2. Membawa sesuatu yang ada tulisannya “Allah SWT”, 3. menghadap kearah kiblat atau membelakangi kiblat, 4. Menghadap kearah bertiupnya angin, 5. Berbicara selain untuk hal yang diperlukan untuk menghilangkan najis, 6. Menengadah (mengankat) pandangan kearah langit, 7. Meludah dan beringus yang tidak ada keperluannya dalam beristinja’, 8. Kencing atau berak dibawah pohon yang berbuah atau disuatu naungan yang digunakan orang banyak untuk berkumpul dan berteduh.
 

أسئلة: ما الاستنجاء؟ ما كيفيته؟ ما شروط الاستنجاء بالحجر؟ ما سنن الاستنجاء؟ ما مكروهاته؟

شُرُوْطُ الوُضُوْءِ خَمْسَةٌ: (1) أنْ يَكُوْنَ المُتَوَضِّئُ مُسْلِمًا. (2) أنْ يَكُوْنَ مُمَيِّزًا. (3) أنْ لَا يَكُوْنَ عَلَى أعْضَاءِ الوُضُوْءِ حَائِلٌ يَمْنَعُ وُصُوْلَ المَاءِ البَشَرَةَ كَشَمْعٍ وَشَحْمٍ وَغَمْضِ عَيْنٍ. (4) أنْ لَا يَعْتَقِدَ فَرْضًا مِنْ فُرُوْضِهِ سُنَّةً.

  • Syarat-syaratnya wudhu itu ada 5, yaitu: 1. Orang yang melakukan wudhu’ itu adalah seorang islam, 2. Hendaknya ia seorang yang mumayyiz, 3. Jangan sampai ada lapisan penghalang yang mencegah sampainya air pada kulit, seperti: lapisan lilin, lemak, tahi mata dll, 4. Agar orang yang berwudhu itu jangan sampai menyangka apa yang difardhukan adalah sunnah, 5. Air yang suci.

فَرَائِضُ الوُضُوْءِ سِتَّةٌ، وَهِيَ: (1) النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ أوَّلِ جُزْءٍ مِنَ الوَجْهِ. (2) غَسْلُ الوَجْهِ مِنْ مَنْبَتِ شَعْرِ الرَأْسِ إلَى مُنْتَهَى الذَّقَنِ وَمِنَ الأُذُنِ إلَى الأُذُنِ. (3) غَسْلُ اليَدَيْنِ مَعَ المِرْفَقَيْنِ وَمَا تَحْتَ الأظَافِرِ الطَوِيْلَةِ الّتي تَسْتُرُ الأَنَامِلَ. (4) مَسْحُ بَعْضَ الرَّأْسِ وَإنْ لَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ شَعْرٌ، وَلَا يَكْفِي مَسْحُ شَعْرٍ طَالَ عَنْ حَدِّ الرَّأسِ. (5) غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إلَى الكَعْبَيْنِ، وَيَجِبُ غَسْلُ العَقِبَيْنِ وَشُقُوْقِهِمَا. (6) التَّرْتِيْبُ بَيْنَ الأعْضَاءِ الأرْبَعَةِ.

  • Fardhu-fardhunya wudhu itu ada 6, yaitu: 1. Niat, ketika pertama kali membasuh pertama dari wajah, 2. Membasuh muka, dari mulai tumbuhnya rambut (atasnya kening) sampai ujung dagu, dari telinga yang satu sampai ke telinga yang lain, 3. Membasuh kedua tangan sampai siku dan apa yang menutupi kuku yang panjang (ujung-ujung jari di bawah kuku), 4. Mengusap sebagian kepala, sekalipun tidak ada rambut yang tumbuh, dan tidak cukup dengan mengusap rambut yang panjangnya melebihi batas kepala, 5. Membasuh dua kaki sampai matakaki, juga wajib membasuh kedua tumit dan sela-sela kulit yang retak di bawah kedua tumit, 6. Tertib (urut).

سُنَنُ الوُضُوْءِ كَثِيْرَةٌ، مِنْهَا: (1) التَّسْمِيَةُ. (2) غَسْلُ الكَفَّيْنِ قَبْلَ إدْخَالِهِمَا الإنَاءَ. (3) السِوَاكُ. (4) المَضْمَضَةُ. (5) الاسْتِنْشَاقُ. (6) مَسْحُ جَمِيْعَ الرَّأْسِ. (7) مَسْحُ الأُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا. (8) تَخْلِيْلُ أصَابِعِ اليَدَيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ. (9) تَخْلِيْلُ اللِّحْيَةِ الكَثِيْفَةِ. (10) تَحْرِيْكُ الخَاتَمِ. (11) تَقْدِيْمُ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى. (12) التَّثْلِيْثُ. (13) المُوَالَاةُ. (14) الدَّلْكُ. (15) الدُّعَاءُ بَعْدَهُ.

  • Sunnah-sunnah wudhu’ itu banyak sekali, diantaranya: 1. membaca basmallah, 2. kedua telapak tangan dibasuh lebih dulu sebelum dimasukkan kedalam jading, 3. bersiwak, 4. berkumur, 5. menghisab air kedalam hidung lalu dikeluarkan kembali, 6. mengusap seluruh kepala, 7. mengusap kedua daun telinga baik bagian luar atau bagian dalamnya, 8.membasuh sela-sela kedua jari tangan dan jari kaki, 9. membasuh sela-sela jenggot yang lebat, 10. menggerak-gerakkan cincin agar airnya merata ke jari-jari, 11. mendahulukan anggota yang kanan dari yang kiri, 12. serba tiga kali, 13. secara berturut-turut jangan sampai dipisah antara fardhu yang satu dengan fardhu yang lain, 14. tidak hanya sekedar membasuh tetapi disertai menggosok, 15. membaca do’a setelah selesai wudhu’.

مَكْرُوْهَاتُ الوُضُوْءِ أرْبَعَةٌ: (1) الإسْرَافُ فِي المَاءِ. (2) الاستِعَانَةُ عَلَيْهِ بِآخَرَ، إلَّا لِعُذْرٍ. (3) الزِّيَادَةُ عَلَى ثَلَاثٍ. (4) تَنْشِيْفُ الأعْضَاءِ.

  • Makruhnya wudhu’ itu ada 4, yaitu: 1. memakai air secara berlebih-lebihan, 2. minta bantuan orang lain kecuali jika ada halangan, 3. melebihi dari tiga kali, 4. mengelapi (dengan handuk) bekas wudhu’nya agar cepat kering.

مُبْطَلَاتُ الوُضُوْءِ أَرْبَعَةٌ: (1) كُلُّ مَا خَرَجَ مَنَ السَّبِيْلَيْنِ. (2) زَوَالُ العَقْلِ بِسُكْرٍ أوْ مَرَضٍ أوْ جُنُوْنٍ أوْ إغْمَاءٍ أوْ نَوْمٍ غَيْرِ مُمَكِّنٍ مَقْعَدَهُ مِنَ الأرْضِ. (3) لَمْسُ بَشَرَةِ امْرَأةٍ غَيْرِ مَحْرَمٍ بِغِيْرِ حَائِلٍ. (4) مَسُّ فَرْجِ آدَمِيٍّ بِبَاطِنِ الكَفِّ، لَا بِظَاهِرِهَا وَحَرْفِهَا وَلَا بِرُؤُوْسِ الأصَابِعِ.

  • Perkara yang membatalkan wudhu’ ada 4, yaitu: 1. segala apa yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur), 2. hilangnya akal disebabkan mabuk, sakit, gila, pingsan atau disebabkan tidur yang tidak menetap tempat duduknya dari tanah, 3.menyentuh seseorang yang bukan mahramnya tanpa lapisan penghalang, 4. menyentuh kemaluan orang dengan telapak tangan bagian dalam.
 

أسئلة: كم شروط الوضوء؟ كم فروضه؟ كم سننه؟ كم مكروهاته؟ كم مبطلاته؟

مُوْجِبَاتُ الغُسْلِ خَمْسَةٌ، وَهِيَ: (1) دُخُولُ الحَشَفَةِ في فَرْجٍ. (2) نُزُوْلُ المَنِيِّ. (3) مَوْتُ مُسْلِمٍ غَيْرِ شَاهِدٍ. (4) الحَيْضُ. (5) النِّفَاسُ. (6) الوِلَادَةُ.

Perkara yang mewajibkan mandi itu ada 6, yaitu: 1. masuknya hasyafah kedalam farji, 2. keluarnya air mani, 3. jenazah muslim selain orang yang mati syahid, 4. Haid, 5. Nifas, 6. melahirkan anak.

فُرُوْضُ الغُسْلِ: (1) النِّيَّةُ عِنْدَ غَسْلِ أوَّلِ جُزْءٍ مِنَ البَدَنِ. (2) إيْصَالُ المَاءِ إلَى جَمِيْعِ البَشَرَةِ وَمَا تَحْتَ الشَعْرِ.

Fardhunya mandi itu ada 2, yaitu: 1. niat ketika pertama kali membasuh sebagian badan, 2. meratakan air keseluruh kulit dan juga apa yang ada di bawah rambut (kulit kepala).

وسُنَنُ الغُسْلِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا: (1) الاسْتِنْجَاءُ. (2) الوُضُوْءُ قَبْلَهُ. (3) الدَّلْكُ. (4) الابْتِدَاءُ بِالشِّقِّ الأيْمَنِ مِنَ البَدَنِ. (5) التَثْلِيْثُ. (6) المُوَالَاةُ

Sunnah-sunnah mandi itu ada banyak, antara lain: 1. beristinja’, 2. berwudhu’ lebih dulu sebelum mandi, 2. menggosok semua kulit, 4. memulai dari belahan tubuh sebelah kanan, 5. serba tiga kali, 6. muwalat.

شُرُوْطُ الغُسْلِ وَمَكْرُوْهَاتُهُ: شُرُوْطُهُ شُرْوْطُ الوُضُوْءِ، وَمَكْرُوْهَاتُهُ مَكْرُوْهَاتُ الوُضُوْءِ.

Syarat-syarat mandi itu sama dengan syarat-syaratnya wudhu’, sedangkan yang memakruhkan mandi itu sama dengan yang memakruhkan wudhu’.

 

أسئلة: ما موجبات الغسل؟ ما فروضه؟ ما سننه؟ ما شروطه؟ ما مكروهاته؟

 

التَّيَمُّم هُوَ: مَسْحُ الوَجْهِ وَاليَدَيْنِ بِتُرَابٍ طَهُوْرٍ عَلَى وَجْهٍ مَخْصُوْصٍ بَدَلًا عَنِ الوُضُوْءِ وَالغُسْلِ.

  • Tayammum adalah mengusap wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci sesuai dengan ketentuan sebagai pengganti wudhu’ dan mandi.

أسْبَابُ التَّيَمُّمِ: (1) فَقْدُ المَاءِ. (2) أوْ خَوْفُ استِعْمَالِهِ. (3) أوْ الاحتِيَاجُ إلَيْهِ لِعَطْشِ حَيَوَانٍ مُحْتَرَمٍ.

  • Sebab-sebab yang membolehkan tayammum, antara lain: 1. karena tiadanya air (sudah dicari tapi tidak ketemu), 2. takut menggunakan air, 3. air hanya cukup untuk mengatasi dahaganya binatang yang dihomati.

شُرُوْطُ التَّيَمُّمِ: (1) البَحْثُ عَنِ المَاءِ قَبْلَ التَّيَمُّمِ. (2) قَصْدُ تُرَابٍ طَاهِرٍ لَهُ غُبَارٌ. (3) التَّيَمُّمُ بَعْدَ دُخُوْلِ الوَقْتِ. (4) التَّيَمُّمُ لِكُلِّ فَرْضٍ.

  • Syarat-syarat tayammum: 1. Berusaha mencari air lebih dulu sebelum melakukan tayammum, 2. yang digunakan untuk bertayammum adalah debu yang suci lagi kering, bukan yang basah dan melekat, 3. memperbarui tayammum setiap kali mengerjakan shalat fardhu.

فُرُوْضُ التَّيَمُّمِ: (1) نِيَّةُ اسْتِبَاحَةِ فَرْضِ الصَّلَاِة. (2) مَسْحُ الوَجْهِ وَاليَدَيْنِ مَعَ الِمرْفَقَيْنِ بِضَرْبَتَيْن. (3) نَقْلُ التُّرَابِ إلَى العَضْوِ المَمْسُوْحِ. (4) التَّرْتِيْبُ.

  • Fardhu-fardhunya tayammum: 1. Niat melakukan tayammum agar diperkenankan mengerjakan shalat fardhu, 2.mengusap wajah dan kedua tangan sampai kesiku dengan dua kali tepukan telapak tangan, 3. meratakan debu pada anggota yang diusap, 4. tertib.

مُبْطِلَاتُ التَّيَمُّمِ: (1) كُلُّ مَا يُبْطِلُ الوُضُوْءَ. (2) رُؤْيَةُ المَاءِ قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِي الصَّلَاةِ. (3) الرِّدَّةُ.

  • Hal-hal yang membatalkan tayammum: 1. Apapun yang membatalkan wudhu’ juga membatalkan tayammum, 2. melihat air sebelum mengerjakan shalat, 3. menjadi murtad.

الجَمْعُ بَيْنَ الوُضُوْءِ وَالتَّيَمُّمِ: مَنْ كَانَ بِهِ جُرْحٌ أوْ دَمَامِلُ غَسَلَ الصَّحِيْحَ وَتَيَمَّمَ عَنِ الجُرْحِ أوِ الدُّمَّلِ.

  • Menghimpun (mengumpulkan) tayammum dengan wudhu’: siapapun yang pada dirinya terdapat luka atau bisul, maka orang itu wajib membasuh anggota badannya yang sehat (di waktu wudhu’) yang tidak terkena luka atau bisul, kemudian bertayammum untuk anggota yang terkena luka atau bisul.

صَاحِبُ الجَبِيْرَةِ: يَتَيَمَّمُ وَيَمْسَحُ عَلَيْهَا، وَلَا يُعِيْدُ إنْ وَضَعَهَا عَلَى طُهْرٍ وَكَانَتْ في غَيْرِ أعْضَاءِ التَّيَمُّمِ، وإلَّا فَيُعِيْدُهَا.

  • Bagi orang yang luka memakai perban: Orang yang berada dalam keadaan dibalut hendaklah bertayammum dan mengusap pembalutnya dengan air dan tidak perlu mengulangi shalatnya manakala sewaktu dibalut orang tersebut dalam keadaan suci; lagi pula letak pembalut bukan ditempat yang menjadi kewajiban diusap waktu bertayammum, kalau orang itu tidak demikian halnya, maka wajib mengulangi shalatnya.
 

أسئلة: ما التيمم؟ ما أسبابه؟ ما شروطه؟ ما فروضه؟ ما مبطلاته؟ من الذي يجوز له الجمع بين التيمم والوضوء؟ ما ذا يفعل صاحب الجبيرة؟

دِمَاءُ المَرْأَةِ ثَلَاثَة: (1) دَمُ الحَيْضِ. (2) دَمُ النِّفَاسِ. (3) دَمُ استِحَاضَةٍ.

  • Darah yang dikeluarkan wanita itu ada 3, yaitu: 1. darah haid, 2. darah nifas, 3. darah istihadhah.

دَمُ الحَيْضِ هُوَ: الدَّمُ الَّذِي يَخْرُجُ مِنْ رَحِمِ المَرْأَةِ بَعْدَ تِسْعِ سِنِيْنَ عَلَى سَبِيْلِ الصِّحَّةِ وَالعَادَةِ.

  • Darah haid yaitu: darah yang keluar dari rahim wanita sesudah ia berusia 9 tahun dalam keadaan sehat dan menurut keadaan yang biasa.

دَمُ النِّفَاسِ هُوَ: الدَّمُ الذِي يَخْرُجُ مِنْ رَحِمِ المَرْأَةِ عَقِبَ الوِلَادَةِ.

  • Darah nifas yaitu: darah yang keluar dari rahim wanita sehabis melahirkan anak.

دَمُ الاسْتِحَاضَةِ هُوَ: الدَّمُ الذِي يَخْرُجُ مِنْ رَحِمِ المَرْأةِ بِسَبَبِ مَرَضٍ.

  • Darah istihadhah yaitu: darah yang keluar dari rahim wanita disebabkan karena sakit.

زَمَنُ الحَيْضِ: أقَلُّ زَمَنِ الحَيْضِ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَأَكْثَرُهُ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا بِلَيَالِيْهَا، وَمَا زَادَ فَهُوَ اسْتِحَاضَةٌ.

  • Masa haid: Sesingkat-singkatnya wanita haid itu sehari semalam dan yang paling lama dua minggu (15 hari/malam) kalau lebih dari dua minggu berarti termasuk darah istihadhah.

زَمَنُ الحَمْلِ: أقَلُّ زَمَنِ الحَمْلِ سِتَّةَ أشْهُرٍ وَغَالِبُهُ تِسْعَةَ أشْهُرٍ.

  • Masa hamil: Secepat-cepatnya masa hamil adalah enam bulan dan biasanya sembilan bulan.

زَمَنُ النِّفَاسِ: أقّلُّ زَمَنِ النِّفَاسِ لَحْظَةٌ، وَغَالِبُهُ أرْبَعُوْنَ يَوْمًا بِلَيَالِيْهَا، وَأكثَرُهُ سِتُّوْنَ يَوْمًا، وَمَا زَادَ فَهُوَ استِحَاضَةٌ.

  • Masa nifas: Sesingkat-singkatnya waktu nifas itu hanya sebentar saja, dan yang menjadi kebiasaan 40 hari/malam, dan yang terlama 60 hari /malam. Kalau lebih dari batas yang terlama belum berhenti, maka darah tersebut adalah darah istihadhah.

مَا يَحْرُمُ عَلَى المُحْدِثِ حَدَثًا أصْغَرَ: (1) الصَّلَاةُ. (2) وَالطَّوَافُ.

(3) مَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ.

  • Hal-hal yang diharamkan atas orang yang berhadats kecil: 1. Shalat, 2. thawaf, 3. menyentuh dan membawa Al-Qur’an.

مَا يَحْرُمُ عَلَى الجُنُبِ: (1) الصَّلَاةُ. (2) وَالطَّوَافُ. (3) وَمَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ. (4) وَقِرَاءَةُ القُرْآنِ. (5) وَالمُكْثُ في المَسْجِدِ.

  • Hal-hal yang diharamkan atas orang yang junub: 1. Shalat, 2. thawaf, 3. menyentuh dan membawa Al-Qur’an, 4.membaca Al-Qur’an, 5. berdiam diri di dalam masjid.

مَا يَحْرُمُ عَلَى الحَائِضِ وَالنُّفَسَاءِ: (1) الصَّلَاةُ. (2) وَالطَّوَافُ. (3) وَمَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ. (4) وَقِرَاءَةُ القُرْآنِ. (5) وَالمُكْثُ في المَسْجِدِ. (6) وَالصَّوْمُ وَالاسْتِمْتَاعُ بِمَا بَيْنَ السُّرَّةِ والرُّكْبَةِ.

  • Hal-hal yang diharamkan atas wanita yang sedang haid dan nifas: 1. Shalat, 2. thawaf, 3. menyentuh dan membawa Al-Qur’an, 4. membaca Al-Qur’an, 5. berdiam diri di dalam masjid, 6. puasa, 7. bermain birahi (antara laki-laki dan perempuan) dengan anggota badan yang ada diantara pusar dan lutut.
 

أسئلة: كم دما للمرأة؟ ما دم الحيض؟ ما دم النفاس؟ ما دم الاستحاضة؟ ما زمن الحمل؟ ما زمن النفاس؟ ماذا يحرم على المحدث حدثا أصغر؟ ماذا يحرم على الجنب؟ ماذا يحرم على الحائض والنفساء؟

الصَّلَوَاتُ الخَمْسِ فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُكَلَّفٍ، فَمَنْ أنْكَرَ وُجُوْبَهَا فَهُوَ كَافِرٌ. وَيُؤْمَرُ الصَّبِيُّ بِهَا لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَيُضْرَبُ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ.

  • Shalat lima waktu: Hukum shalat lima waktu adalah fardhu ’ain atas pribadi orang mukallaf , maka siapa yang menolak kewajiban shalat lima waktu, mereka adalah orang kafir. Bagi anak-anak supaya diperintahkan setelah mencapai umur 7 tahun dan hendaklah dipukul kalau meninggalkan setelah berusia 10 tahun.

شُرُوْطُ صِحَّةِ الصَّلَاةِ: (1) الطَّهَارَةُ مِنَ الحَدَثَيْنِ. (2) طَهَارَةُ الثَّوْبِ وَالمَكَانِ مِنَ النَّجَاسَاتِ. (3) سَتْرُ العَوْرَةِ. (4) استِقْبَالُ القِبْلَةِ. (5) دُخُوْلُ الوَقْتِ.

  • Hal-hal yang menjadi syarat sahnya shalat: 1. Thaharaah (bersuci) dari kedua hadats (hadats kecil atau besar), 2.Thaharaah (bersuci) badannya, pakaian dan tempatnya shalat dari semua benda najis, 3. menutup aurat, 4. menghadap ke kiblat, 5. waktu shalat telah masuk.

العَوْرَةُ: عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ، وَعَوْرَةُ المَرْأَةِ الحُرَّةِ جَمِيْعُ بَدَنِهَا إلَّا الوَجْهَ وَالكَفَّيْنِ.

  • Aurat; yang termasuk aurat bagi orang laki-laki ialah anggota badan antara pusar sampai lutut, dan bagi perempuan merdeka (bukan hamba sahaya) ialah seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan.

أوْقَاتُ الصَّلَاةِ: وَقْتُ الصُّبْحِ: مِنْ طُلُوْعِ الفَجْرِ الصَّاِدقِ إلَّى طُلُوْعِ الشَّمْسِ. وَقْتُ الظُّهْرِ: مِنْ زَوَالِ الشَّمْسِ إلى أنْ يَصِيْرَ ظِلُّ كُلُّ شَيْءٍ مِثْلُهُ غَيْرَ ظِلِّ الاسْتِوَاءِ. وَقْتُ العَصْرِ: مِنْ خُرُوْجِ وَقْتِ الظُّهْرِ إِلَى غُرُوْبِ الشَّمْسِ. وَقْتُ المَغْرِبِ مِنْ غُرُوْبِ الشَّمْسِ إلى مَغِيْبِ الشَفَقِ الأحْمَرِ. وَقْتُ العِشَاءِ مِنْ مَغِيْبِ الشَّفَقِ الأحْمَرِ إِلى طُلُوْعِ الفَجْرِ.

  • Waktu-waktunya shalat: 1. waktu shubuh: dimulai dari menyingsingnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari, 2. waktu dhuhur: dimulai dari tergelincirnya matahari hingga bayangan satu benda sama panjangnya dengan benda itu sendiri; selain bayangan istiwa’, 3. waktu ashar: dimulai dari habisnya waktu dhuhur hingga terbenamnya matahari, 4. waktu maghrib: dimulai dari terbenamnya matahari hingga hilangnya awan merah, 5. waktu isya’: dimulai dari hilangnya awan merah hingga menyingsingnya fajar shadiq.

الأوْقَاتُ التي تُكْرَهُ فِيْهَا صَلَاةُ النَّافِلَةِ: تُكْرَهُ صَلَاةُ النَّافِلَةِ الّتي لَا سَبَبَ لَهَا في خَمْسَةِ أوْقَاتٍ في غَيْرِ مَكَّةَ: (1) بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ. (2) عِنْدَ طُلُوْعِهَا حَتَى تَرْتَفِعَ قَدْرَ رُمْحٍ. (3) وَعِنْدَ الاسْتِوَاءِ حَتَى تَزُوْلَ إِلَا في يَوْمِ الجُمْعَةِ. (4) وَبَعْدَ صَلَاةِ العَصْرِ حَتَى تَغرِبَ الشَمْسُ. (5) وَعِنْدَ الغُرُوْبِ حَتَّى يَتَكَامَلَ غُرُوْبُهَا.

  • Waktu-waktu yang dimakruhkan melakukan shalat sunnah: Di makruhkan melakukan shalat sunnah tanpa sebab tertentu adalah ada 5 waktu selain dimekkah, yaitu: 1. sesudah shalat subuh hingga terbitnya matahari, 2. ketika terbitnya matahari hingga naik setinggi tombak, 3. ketika istiwa’ (matahari tepat berada ditengah-tengah) kecuali pada hari jum’at, 4. sesudah shalat ashar hingga terbenamnya matahari, 5. ketika menguningnya sinar matahari hingga terbenam.
 

أسئلة: ما حكم الصلوات الخمس؟ ما شروط صحتها؟ ما العورة؟ أذكر أوقات الصلوات الخمس؟ ما الأوقات التي تكره فيها صلاة النافلة؟

أرْكَانُ الصَّلَاةِ ثَلَاثَةَ عَشَرَ: (1) النِّيَّةُ مَقْرُوْنَةً مَعَ تَكْبِيْرَةُ الإحْرَامِ. (2) القِيَامُ لِلقَادِرِ فِي الفَرْضِ. (3) تَكْبِيْرَةُ الإحْرَامِ. (4) قِرَاءَةُ الفَاتِحَةِ. (5) الرُّكُوْعُ مَعَ الطُّمَأْنِيْنَةِ. (6) الاعْتِدَالُ مَعَ الطُمَأنِيْنَةِ. (7) الجُلُوْسُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ مَعَ الطُّمَأنِيْنَةِ. (8) الجُلُوْسُ الأخِيْرُ. (9) التَّشَهُّدُ في الجُلُوْسِ الأخِيْرِ. (10) الصَّلَاةُ عَلَى النَّبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ في الجُلُوْسِ الأخِيْرِ. (12) تَرْتِيْبُ الأرْكَانِ. (13) التَّسْلِيْمَةُ الأوْلى.

  • Rukun-rukun shalat itu ada 13, yaitu: 1. Niat, diiringi dengan mengucapkan takbirotul ihram, 2. berdiri, bagi orang yang mampu melakukan dalam shalat fardhu, 3. takbirotul ihram, 4. membaca Al-Fatihah, 5. ruku’ dengan tuma’ninah, 6.i’tidal dengan tuma’ninah, 7. sujud dua kali dengan tuma’ninah, 8. duduk antara dua sujud dengan tuma’ninah, dengan tuma’ninah, 9. duduk terahir, 10 membaca tasyahud dalam duduk yang terahir, 11. membaca shalawat atas nabi muhammad SAW. dalam duduk yang akhir, 12. mentertibkan semua yang menjadi rukun-rukun shalat, 13. mengucapkan salam yang pertama.

شُرُوْطُ النِّيَّةِ: (1) إنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ فَرْضًا وَجَبَ القَصْدُ وَالتَّعْيِيْنُ وَنِيَّةُ الفَرْضِيَّةِ. (2) إنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ نَفْلًا لَهُ وَقْتٌ أوْ سَبَبٌ وَجَبَ القَصْدُ وَالتَّعْيِيْنُ. (3) وَإنْ كَانَتْ نَفْلًا مُطْلَقًا وَجَبَ القَصْدُ فَقَطْ.

  • Syarat-syarat niat: 1. Jika shalat itu shalat fardhu, maka wajib adanya: Qashad (kesengajaan), Ta’yin (ketentuan), niat mengerjakan fardhunya, 2. jika shalat itu shalat sunnah yang ditentukan waktunya atau ada sebabnya, maka wajib adanya: Qashad dan Ta’yin, 3. jika shalat itu shalat sunnah mutlak, maka wajib adanya: Qashad saja.

شُرُوْطُ الفَاتِحَةِ: (1) التَّرْتِيْبُ. (2) المُوَالَاةُ. (3) مُرَاعَاةُ التَّشْدِيْدِ. (4) عَدَمُ اللَّحْنِ المُخِلُّ بِالمَعْنَى. (5) أن يُسْمِعَ نَفْسَهُ قِرَاءَتَهَا. (6) أنْ لَا يَتَخَلَّلَهَا ذِكْرٌ أجْنَبِيٌّ.

  • Syarat-syaratnya membaca al-fatihah: 1. tertib secara berurutan, 2. muwalat, 3. menjaga tasydidnya, 4. tidak boleh lahn (salah mengucapkan bunyi huruf) yang nantinya dapat merubah artinya, 5. setidak-tidaknya bacaan itu dapat didengar oleh pembaca itu sendiri, 6. jangan sampai bacaan al-fatihah itu ditengah-tengahnya diselingi dzikir lain-lainnya.

شُرُوْطُ الرُّكُوْعِ: أنْ تَنَالَ رَاحَتَاهُ رُكْبَتَيْهِ. (2) أنْ لَا يَرْفَعَ أعْلَاهُ وَيَخْفِضَ عَجْزَهُ وَيُقَدِّمَ صَدْرَهُ.

  • Syarat-syarat ruku’: 1. kedua telapak tangannya dapat mendekap kedua lututnya, 2. jangan sampai orang yang ruku’ itu meninggikan kepalanya, leher dan punggungnya serta merendahkan pantatnya dan memajukan dadanya.

شُرُوْطُ السُّجُوْدِ: أنْ يَكُوْنَ عَلَى سَبْعَةِ أعْضَاءٍ (2) أنْ تَكُوْنَ الجَبْهَةُ مَكْشُوْفَةً. (3) أنْ لَا يَسْجُدَ عَلَى شَيْءٍ يَتَحَرَّكُ بِحَرَكَتِهِ.

  • Syarat-syaratnya sujud: 1. orang yang sujud itu mengikutkan 7 anggota badannya (dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut, dan kedua ujung kakinya), 2. dahinya supaya terbuka; tidak terhalang oleh sesuatu, misalnya: rambut, kopyah dan lain-lain, 3. tidak bersujud diatas benda yang bergerak yang gerakannya disebabkan orang yang sedang shalat.
 

أسئلة: كم أركان الصلاة؟ ما شروط النية؟ ما شرط الفاتحة؟ ما شروط الركوع؟ ما شروط السجود؟

سُنَنُ الصَّلَاِة قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِيْهَا: (1) الأذَانُ لِلصَّلَوَاتِ الخَمْسِ في السَفَرِ وَالحَضَرِ بَعْدَ دُخُوْلِ الوَقْتِ إلَّا في الصُّبْحِ فَإنَّهُ يُسَنُّ لَهُ أذَانَانِ أحَدُهُمَا مِنْ نِصْفِ اللَّيْلِ وَثَانِيْهِمَا بَعْدَ طُلُوْعِ الفَجْرِ. (2) الإقَامَةُ مُتَّصِلَةٌ بِالصَّلَاةِ. (3) السِّوَاكُ وَهُوَ سُنَّةٌ في كُلِّ وَقْتٍ إلَّا بَعْدَ الزَّوَالِ لِلصَّائِمِ. (4) اتخَاذُ سُتْرَةٍ لِمَنْعِ مُرُوْرِ أَحَدٍ بَيْنَ يَدَيْهِ.

Sunnah-sunnah shalat sebelum memulainya: 1. Azan, untuk shalat fardhu, baik disaat bepergian atau menetap sesudah masuknya waktu shalat, kecuali shubuh, karena shalat subuh itu disunnahkan memakai dua azan. Azan pertama dipertengahan malam, sedang azan kedua setelah menyingsingnya fajar shadiq yang berarti shalat subuh sudah masuk, 2.iqamah, yang langsung disambung dengan mengerjakan shalat, 3. bersiwak disunnahkan untuk segala waktu, kecuali waktu sesudah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, 4. meletakkan sutra (sajadah) agar jangan ada orang berjalan dimuka orang yang sedang shalat.

سُنَنُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الدُّخُوْلِ فِيْهَا نَوْعَانِ: أبْعَاضٌ وَهَيْئَاتٌ.

Sunnah-sunnah shalat setelah berada dalam keadaan shalat; itu ada 2 macam, yaitu: 1. sunnah ab’ad, 2. sunnah hai’at.

أبْعَاضُ الصَّلَاةِ سَبْعَةٌ، مَنْ تَرَكَ شَيْئًا مِنْهَا يَسْجُدُ لِلسَّهْوِ هِيَ: (1) الجُلُوْسُ الأوَّلُ. (2) وَالتَّشَهُّدَ فِيْهِ. (3) وَالصَّلَاةُ عَلَى النَّبِي فِيْهِ. (4) الصَّلَاةُ عَلَى آل النَّبِيِّ في التَّشَهُّدِ الأخِيْرِ. (5) القُنُوْتُ في صَلَاةِ الصُّبْحِ وَفي الوِتْرِ في النِّصْفِ الأخِيْرِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ. (6) القِيَامُ لِلقُنُوْتِ. (7) الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ واله وَصَحْبِهِ فِيْهِ.

Yang termasuk sunnah ab’adnya shalat: Ada 7 hal, barang siapa meninggalkan salah satu dari padanya, maka hendaklah melakukan sujud sahwi (sujud karena lupa): 1. Duduk tahiyat awal, 2. membaca tasyahud diwaktu duduk tahiyat awal, 3.membaca shalawat atas nabi Muhammad SAW. di waktu duduk tahiyat awal, 4. membaca shalawat yang ditujukan kepada keluarga nabi dalam tasyahhud akhir, 5. membaca qunut diwaktu shalat shubuh dan diwaktu melakukan shalat sunnah witir setelah pertengahan yang akhir dari bulan ramadhan, 6. membaca qunut dengan berdiri, 7. membaca shalawat atas nabi muhammad  SAW. juga atas seluruh keluarga serta para sahabatnya dalam qunut.

سُجُوْدُ السَّهْوِ هُوَ: سَجْدَتَانِ بَعْدَ التَّشَهُّدِ وَقَبْلَ السَّلَامِ.

Sujud sahwi adalah sujud dua kali sesudah tasyahud akhir sebelum mengucapkan salam.

أسْبَابُ سُجُوْدِ السَّهْوِ: (1) تَرْكُ بَعْضٍ مِنْ أبْعَاضِ الصَّلَاةِ. (2) فِعْلُ شَيْءٍ سَهْوًا يُبْطِلُ عَمْدُهُ الصَّلَاةَ كَالكَلَامِ القَلِيْلِ سَهْوًا. (3) الشَّكُّ في الرَّكَعَاتِ، فَلَوْ شَكَّ في عَدَدِ الرَّكَعَاتِ الَّتِي صَلَّاهَا بَنَى عَلَى اليَقِيْنِ وَتَمَّمَ الصَّلَاةَ وَسَجَدَ لِلسَّهْوِ. (4) نَقْلُ رُكْنٍ قَوْلِيٍّ غَيْرِ مُبْطِلٍ في غَيْرِ مَحَلِّهِ كإعَادَةِ الفَاتِحَةِ في الرُّكُوْعِ أوِ السُّجُوْدِ أوِ الجُلُوْسِ.

Sebab-sebab sujud sahwi: 1. dikarenakan meninggalkan sebagaian dari ab’adnya shalat, 2. melkukan sesuatu karena lupa, andaikan disengaja sudah tentu membatalkan shalat, misalnya: berbicara hanya sedikit dan pula disebabkan lupa, 3. ragu-ragu dalam hal raka’atnya, 4. tanpa disengaja orang itu memindahkan ”rukun qauli (ucapan)” walaupun bukan pada tempatnya, tetapi tidak membatalkan shalatnya, misalkan: mengulangi membaca fatihah dalam ruku’, sujud dan duduk.

هَيْئَاتُ الصَّلَاةِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا:(1) رَفْعُ اليَدَيْنِ مُقَابِلَ المَنْكِبَيْنِ عِنْدَ تَكْبِيْرَةِ الإحْرَامِ وَعِنْدَ الرُّكُوْعِ وَعِنْدَ الرَّفْعِ مِنْهُ وَعِنْدَ القِيَامِ مِنَ التَّشَهُّدِ الأوَّلِ. (2) وَضْعُ اليَدِ اليُمْنَى فَوْقَ اليُسْرَى تَحْتَ الصَّدْرِ. (3) دُعَاءُ الافتِتَاحِ. (4) التَّعَوُّذُ. (5) قِرَاءَةُ السُّوْرَةِ بَعْدَ الفَاتِحَةِ لِغَيْرِ مَأمُوْمٍ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ إمَامِهِ. (6) الجَهْرُ في مَوْضِعِهِ وَالإسْرَارُ في مَوْضِعِهِ. (7) تَكْبِيْرَةُ الرَّفْعِ وَالخَفْضِ. (8) التَّسْبِيْحُ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْد. (9) التَّأمِيْنُ. (10) قَوْلُ (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الحَمْدُ) في الاعْتِدَالِ. (11) الافْتِرَاسُ في جَمِيْعِ الجَلَسَاتِ. (12) التَّوَرُّكُ في الجَلْسَةِ الأخِيْرَةِ. (13) وَضْعُ اليَدَيْنِ عَلَى الفَخِذَيْنِ في التَّشَهُّدِ وَبَسْطُ اليُسْرَى وَقَبْضُ اليُمْنَى إلَّا المُسَبِّحَةَ. (14) التَّسْلِيْمَةُ الثَّانِيَةُ.

Sunnah-sunnah hai’ad shalat itu banyak sekali, antara lain: 1. mengankat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu ketika mengucapkan takbirotul ihram, ketika ruku’, ketika bangun dari ruku’ dan ketika berdiri dari tasyahud awal, 2.mendekapkan tangan kanan diatas punggung tangan kiri dibawah dada, 3. membaca doa iftitah, 4. membaca ta’awwudz sebelum al-fatihah dan membaca ta’min (Amin) sesudah al-fatihah, 5. membaca surat sesudah al-fatihah untuk selain makmum yang dapat mendengar apa yang dibaca oleh imamnya, 6. mengeraskan bacaan al-fatihah dan surat pada tempatnya dan memperlahankan pada tempatnya, 7. mengucapkan takbir diwaktu turun dan naik, 8. membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud, 9. mengucapkan: ”sami’Allahu liman hamidah robbana lakal hamdu…..dst” diwaktu i’tidal. 10.mengankat kedua tangan ketika membaca doa qunut, 11. duduk iftirosy dalam semua duduk, 12. duduk tawarrruk dalam duduk yang akhir, 13. meletakkan kedua telapak tangan diatas kedua paha dalam tasyahud; yang kiri ditelengkupkan, yang kanan digenggam kecuali jari telunjuk, 14. mengucapkan salam yang kedua.

فِيْمَا تُخَالِفُ المَرْأَةُ الرَّجُلَ فِي الصَّلَاةِ: تُخَالِفُ الْمَرْأَةُ الرَّجُلَ في أرْبَعَةِ مَوَاضِعَ: يُبَاعِدُ الرَّجُلُ عَنْ مِرْفَقَيْهِ، وَيَرْفَعُ بَطْنَهُ عَنْ فَخِذَيْهِ فِي السُّجُوْدِ وَالرُّكُوْعِ، يَجْهَرُ فِي مَوْضِعِ الجَهْرِ، وَإذَا نَابَهُ شَيْءٌ في الصَّلَاةِ سَبَّحَ. أمَّا المَرْأةُ فَتُضَمُّ بَعْضَهَا إلَى بَعْضٍ، وَتُسِرُّ فِي صَلَاتِهَا كُلِّهَا إنْ كَانَتْ بِحَضْرَةِ أجْنَبِيٍّ، وَإذَا نَابَهَا شَيْءٌ فِي صَلَاتِهَا صَفَقَتْ.

Perbedaan orang perempuan dengan lelaki dalam 4 hal: Bagi Orang lelaki: supaya menjauhkan kedua sikunya dan merenggangkan perutnya dari kedua paha pada saatnya bersujut, mengeraskan suaranya pada tempat yang semestinya dikeraskan, dan bila ada sesuatu hal supaya membaca ”SUBHANAALLAH”. Bagi orang perempuan: merapatkan sebagian anggota dengan anggota yang lain, menahan suaranya dalam bersholat jika disampingnya ada lelaki yang bukan mahramnya (ajnabi), apabila ada sesuatu hal supaya bertepuk tanggan.

 

أسئلة: ما سنن الصلاة قبل الدخول فيها؟ ما سنن الصلاة بعد الدخول فيها؟ ما سجود السهو؟ ما أسبابه؟ كم هيئات الصلاة فيم تخالف المرأة الرجل؟

 

مُبْطِلَاتُ الصَّلَاةِ: تَبْطُلُ الصَّلَاةُ بِالحَدَثِ، وَبِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ إنْ لَمْ تُلْقَ حَالًا، وَبِانْكِشَافِ العَوْرَةِ إن لَمْ تُسْتَرْ حَلًا، وَبِالكَلَامِ العَمْدِ، وَبِمَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ عَمْدًا، وَبِالأَكْلِ الكَثِيْرِ نَاسِيًا، وَبِثَلَاثِ حَرَكَاتٍ مُتَوَالِيَاتٍ وَلَوْ سَهْوًا، وَبِالضَّرْبَةِ المُفْرِطَةِ، وَالوَثْبَةِ الفَاحِشَةِ، وَبِزِيَادَةِ رُكْنٍ فِعْلِيٍّ عَمْدًا، وَبِالقَهْقَهَةِ، وَبِتَغَيُّرِ النِّيَّةِ، وَبِتَرْكِ رُكْنٍ مِنْ أرْكَانِ الصَّلَاِة أوْ شَرْطٍ مِنْ شُرُوْطِهَا.

Sholat itu menjadi batal dikarenakan : 1. Hadats. 2. Kejatuhan benda najis kalau tidak segera dibuang. 3. Terbuka auratnya kalu tidak segera ditutup. 4. Mengerjakan hal-hal yang membatalkan orang berpuasa, sedang mengerjakannya itu dengan sengaja. 5. Banyak makan sekalipun karena lupa. 6. Tiga kali berturut-turut melakukan gerakan, sekalipun lupa. 7. Memukul dengan keras. 8. Melompat dengan lompatan yang kurang patut. 9. Menambah sesuatu fi’li (pekerjaan yang masuk bilangan rukun dengan kesengajaan) misalkan : ruku’, i’tidal, sujud dan lain-lainnya. 10. Tertawa dengan keras. 11. Merubah niat. 12. Meninggalkan salah satu rukun dan syaratnya sholat.

مَكْرُوْهَاتُ الصَّلَاةِ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا: (1) الالْتِفَاتُ بِوَجْهِهِ إلَّا لِحَاجَةٍ. (2) رَفْعُ بَصَرِهِ إلَى السَّمَاءِ. (3) القِيَامُ عَلَى رِجْلٍ وَاحِدَةٍ أوْ تَقْدِيُمُهَا عَلَى الأخْرَى أوْ لَصْقُهَا بِهَا. (4) البَصْقُ. (5) التَّمَخُّطُ. (6) الجَهْرُ وَالإسْرَارُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِمَا. (7) الصَّلَاةُ في المَقْبَرَةِ. (8) صَلَاُة مُدَافِعٍ لِلْبَوْلِ أوِ الغَائِطِ أوِ الرِّيْحِ. (9) كَشْفُ الرَّأْسِ. (10) الصَّلَاُة بِحَضْرَةِ طَعَامٍ تَشْتَهِيْهِ نَفْسُ المُصَلِّي. (11) تَشْبِيْكُ الأصَابِعِ أوْ فَرْقَعَتُهَا.

Hal-hal yang memakruhkan sholat ada banyak, antara lain: 1. Menolehkan wajah, kecuali kalau ada keperluan. 2. Menengok ke atas, menengadah. 3. Berdiri dengan satu kaki atau memajukan kaki yang satu melebihi yang lain atau merapatkan kedua kakinya. 4. Meludah. 5. Beringus. 6. Mengeraskan suara bacaan fathihah atau surat memperlahankan di tempat yang bukan semestinya. 7. Melakukan sholat di kuburan. 8. Menahan kencing, berak dan kentut. 9. Membuka kepala (tanpa memakai tutup kepala). 10. Berdekatan dengan hidangan makanan yang sangat diinginkan. 11. Menyilangkan jari tangan kanan yang satu dengan jari tangan yang lain, merenggangkan jari tangan lebar-lebar atau menekan / membengkokkan jari agar bersuara..

النَّوَافِلُ نَوْعَانِ: رَوَاتِبٌ وَغَيْرُ رَوَاتِبٍ.

  • Sholat-sholat sunnah nawafil itu ada dua macam, yaitu: 1. Sholat sunnah rawatib, 2. Sholat sunnah bukan rawatib.

الرَّوَاتِبُ: هِيَ التَّابِعَةُ لِلصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، وَهِيَ قِسْمَانِ: مُؤَكَّدَةٌ وَغَيْرُ مُؤَكَّدَةٍ.

  • Sholat sunnah rawatib ialah sholat sunnah yang mengiringi sholat fardhu. Sunnah rawatib itu ada dua macam, pertama rawatib mu’akakad, artinya sangat dianjurkan agar dilakukan dan kedua rawatib ghair mu’akkadah (tidak dikokohkan).

الرَّوَاتِبُ المُؤَكَّدَة عَشْرُ رَكَعَاتٍ: رَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ صَلَاةِ المَغْرِبَ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ صَلَاةِ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ.

  • Rawatib mu’akkadah ada sepuluh rakaat, yaitu: Dua rakaat sebelum shalat Dhuhur, Dua rakaat sesudah shalat Dhuhur, Dua rakaat sesudah shalat Maghrib, Dua rakaat sesudah shalat Isya’, Dua rakaat sebelum shalat Shubuh.

الرَّوَاتِبُ غَيْرُ المُؤَكَّدَةِ: رَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهَا، وَأرْبَعُ رَكْعَتَانِ بِتَسْلِيْمَتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ العَصْرِ، وَرَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلَاةِ العِشَاءِ.

  • Rawatib ghair mu’akkadah, yaitu: Dua rakaat sebelum shalat Dhuhur, Dua rakaat sesudah shalat Dhuhur, Empat rakaat sebelum sholat Ashar dengan dua kali salam, Dua rakaat sebelum shalat Maghrib, Dua rakaat sebelum shalat Isya’.

النَوَافِلُ غَيْرُ الرَّوَاتِبِ: (1) الوِتْرُ بَعْدَ صَلَاةِ العِشَاءِ، وَأقَلُّهُ رَكْعَةٌ وَأكْثَرُهُ إحْدَى عَشَرَةَ رَكَعْةً. (2) التَّرَاوِيْحُ بَعْدَ العِشَاءِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ، وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ. (3) صَلَاةُ الضُّحَى وَأقَلُّهَا رَكْعَتَانِ وَأَكْثَرُهَا ثَمَانٍ، وَوَقْتُهَا مِنِ ارْتِفَاعِ الشَّمْسِ إِلَى الزَّوَالِ. (4) تَحِيَّةُ المَسْجِدِ، وَهَيَ رَكْعَتَانِ لِدَاخِلَ المَسْجِدِ قَبْلَ جُلُوْسِهِ. (5) صَلَاةُ العِيْدَيْنِ (عِيْدُ الفِطْرِ وَعِيْدُ الأَضْحَى). (6) صَلَاةُ الكسُوْفَيْنِ (كُشُوْفُ الشَّمْسِ وَخُسُوْفُ القَمَرِ).

  • Sholat-Sholat Sunnah Selain Rawatib: 1. Sholat witir sesudah sholat Isya’, paling sedikit satu rakaat dan sebanyak-banyaknya sebelas rakaat. 2. Sholat terawih sesudah sholat Isya’ dalam bulan Ramadhan, duapuluh rakaat dengan sepuluh kali salam (tiap 2 rakaat 1 salam). 3. Sholat Dhuha, sedikitnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya delapan rokaat, sedang saatnya pada waktu matahari mulai naik (kira-kira setinggi tombak) sehingga lingsirnya matahari. 4. Sholat tahiyyatul masjid (penghormatan pada masjid), dua rakaat bagi orang yang baru memasuki masjid sebelum duduk. 5. Sholat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). 6. Sholat dua gerhana (gerhana matahari dan gerhana bulan).
 

أسئلة: كم نوعا النوافل؟ ما الرواتب المؤكدة؟ ما الرواتب غير المؤكدة؟ ما النوافل التي غير الراتبة؟

 

صَلَاةُ الجَمَاعَةِ: فَرْضُ كِفَايَةٍ عَلَى الرِّجَالِ المُقِيْمِيْنَ فِي الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ وَفَرْضُ عَيْنٍ فِي الجُمْعَةِ.

  • Sholat berjama’ah hukumnya fardhu kifayah bagi lelaki yang bermukim (bukan musafir) pada setiap sholat lima waktu, sedang sholat jum’at hukumnya fardhu ’ain.

مَا يُشْتَرَطُ عَلَى المَأمُوْمِ: (1) أنْ يَنْوِيَ الاِقْتِدَاءَ. (2) أنْ لَا يَتَقَدَّمَ عَلَى إمَامِهِ فِي المَكَانِ. (3) أنْ يَعْلَمَ بِانْتِقَالَاتِ إمَامِهَ وَلَوْ بِوَاسِطَةٍ. (4) أنْ يَقْرُبَ مِنْهُ فِي غَيْرِ المَسْجِدِ. (5) أنْ لَا يَحُوْلَ بَيْنَهَا حَائِلٌ. (6) أنْ لَا يَسْبِقَهُ أوْ يَتَأَخَّرَ عَنْهُ بِرُكْنَيْنِ فِعْلَيْنِ بِلَا عُذْرٍ. (7) أنْ لَا يَسْبِقَ أوْ يُقَارِنَ إمَامَهُ فِي تَكْبِيْرَةِ الإِحْرَامِ. (8) أنْ يُوَافِقَهُ فِي سُنَنٍ تَفْحُشُ المُخَالَفَةُ فِيْهَا كَالتَّشَهُّدِ الأَوَّلِ وَسُجُوْدِ السَّهْوِ. (9) أنْ لَا يَعْتَقِدَ وُجُوْبَ الإِعَادَةِ عَلَى الإمَامِ.

  • Syarat-Syarat Apa yang Diharuskan Bagi Makmum: 1. Makmum supaya niat mengikuti imam, 2. Tempat makmum tidak boleh lebih maju dari imam, 3. Makmum supaya mengetahui gerak perpindahan imam walaupun dengan perantara orang atau benda, 4. Makmum berusaha agar mendekati imam selain di masjid, 5. Jangan ada penghalang antara makmum dan imam, 6. Makmum jangan mendahului atau melambatkan dari imam dengan dua macam rukun fi’li (gerakan badan) tanpa ada halangan, 7. Makmum jangan mendahului atau bersamaan dengan imam dalam mengucapkan takbiratul ihram, 8. Makmum supaya bersesuaian dalam melakukan hal-hal yang sunnah, dan sangat tercela bila tidak mengikuti, misalnya: tasyahhud awal dan sujud sahwi, 9. Jangan sampai makmum itu mempunyai persangkaan kalau imamnya wajib mengulangi sholatnya, misalnya: berperasangka kalau imam itu batal wudhu’nya dan lain-lainnya.

مَنْ تَصِحُّ القُدْوَةُ بِهِمْ: تَصِحُّ القُدْوَةُ بِكُلِّ مَنْ تَصِحُّ صَلَاتُهُ إلَّا الرَّجُلَ بِالأنْثَى وَالقَارِئَ بِالأُمِّيِّ.

  • Orang-Orang yang Sah Diikuti: Sah sholatnya seseorang bila mengikuti orang yang sah sholatnya, kecuali orang lelaki mengikuti orang perempuan, orang yang baik bacaannya mengikuti orang yang tidak pandai membaca. Juga tidak sah sholatnya orang yang sholat tepat pada waktunya mengikuti orang yang sholat gadha’ (yang waktunya tidak tetap dan dapat ditentukan).

مَنْ تُكْرَهُ القُدْوَةُ بِهِمْ: تُكْرَهُ الصَّلَاةُ خَلْفَ مَنْ يَكْرَهُهُ أكْثَرُ القَوْمِ، وَخَلْفَ الصَّبِيِّ، وَمَنْ يَلْحَنُ لَحْناً لَا يُغَيِّرُ المَعْنَى، وَالأَغْلَفِ وَلَوْ بَالِغًا، وَمَنْ لَا يَحْتَرِزُ عَنِ النَّجَاسَةِ.

  • Orang-Orang yang Makruh untuk Diikuti: Makruh sholatnya seseorang dibelakang orang yang dibenci oleh sebagian kaum (golongan terbanyak), dibelakang kanak-kanak, di belakang orang yang lahin (buruk bacaannya) yang bacaannya dapat merubah arti yang dibaca, di belakang orang yang belum di khitan sekalipun sudah baligh, di belakang orang yang ceroboh yang tidak dapat menjaga najis dengan baik.
 

أسئلة: ما حكم صلاة الجماعة؟ ماذا يشترط على المأموم؟ من الذي تصح القدوة بهم؟ من الذين تكره القدوة بهم.

المَأْمُوْمُ نَوْعَانِ: مَسْبُوقٌ وَمُوَافِقٌ

  • Makmum itu terbagi dua, yaitu: 1. Makmum Masbuq (makmum yang ketinggalan), dan 2. Makmum Muwafiq (makmum yang bertepatan).

المَأمُوْمُ المَسْبُوْقُ: هُوَ الَّذِي لَمْ يُدْرِكْ مَعَ الإمَامِ زَمَناً يَسَعُ قِرَاءَةَ الفَاتِحَةِ.

  • Makmum Masbuq yaitu: makmum yang tidak memperoleh waktu dalam mengikuti imam, yang waktu tadi cukup digunakan untuk membaca Al-Fatihah.

المَأمُوْمُ المُوَافِقُ: هُوَ الَّذِي يُدْرِكُ مَعَ الإِمَامِ زَمَناً يَسَعُ قِرَاءَةَ الفَاتِحَةِ.

  • Makmum Muwafiq yaitu: makmum yang memperoleh waktu bersama imam, yang waktu tadi cukupdigunakan untuk membaca Al-Fatihah.

حُكْمُ المَسْبُوْقِ: (1) إذَا أدْرَكَ الإمَامَ وَهُوَ رَاكِعٌ يَرْكَعُ مَعَهُ وَتَسْقُطُ عَنْهُ الفَاتِحَةُ، وَتُحْسَبُ لَهُ الرَّكْعَةُ إِنِ اطْمَأَنَّ مَعَ الإمَامِ. (2) إذَا أدْرَكَ الإمَامَ فِي القِيَامِ وَلَكِنَّهُ رَكَعَ قَبْلَ أنْ يُتِمَّ الفَاتِحَةَ يَرْكَعُ مَعَهُ إذَا لَمْ يَشْتَغِلْ بِدُعَاءِ الاِفْتِتَاحِ أوِ التَّعَوُّذِ وَيَسْقُطُ عَنْهُ مَا بَقِيَ مِنَ الفَاتِحَةِ. (3) إذَا أدْرَكَ الإمَامَ فِي القِيَامِ وَاشْتَغَلَ بِدُعَاءِ الِافْتِتَاحِ أوِ التَّعَوُّذِ فَرَكَعَ الإمَامُ قَبْلَ أنْ يُتِمَّ الفَاتِحَةَ تَخَلَّفَ بِقَدْرِ الزَّمَنِ الَّذِي صَرَفَهُ فِي قِرَاءَةِ دُعَاءِ الاِفْتِتَاحِ أوِ التَّعَوُّذِ، فَإنْ أدْرَكَ إمَامَهُ فِي الرُّكُوْعِ أدْرَكَ الرَّكْعَةَ وَإنِ اعْتَدَلَ إمَامَهُ قَبْلَ أنْ يَرْكَعَ فَاتَتْهُ الرَّكْعَةَ وَإنْ سَجَدَ إمَامُهُ قَبْلَ فَرَاغِهِ بَطَلَتْ صَلَاتُهُ إنْ لَمْ يَنْوِ المُفَارَقَةَ.

  • Hukum-Hukum Makmum Masbuq: 1. Jika makmum masbuq mendapati imam sedang ruku’, maka makmum tadi hendaklah mengikuti imam yang sedang ruku’, maka gugurlah kewajiban membaca Fatihah bagi dirinya. Hal yang demikian dapat dianggap sudah memperoleh satu rokaat bagi makmum tersebut asalkan ia sempat melakukan tuma’ninah bersama imam. (Penjelasan : Kalau makmum itu tidak memperoleh kesempatan melakukan tuma’ninah bersama imam, disebabkan karena imam terus berdiri disaat makmum mengikuti ruku’, maka makmum tersebut tidak dapat dianggap memperoleh satu rakaat.), 2. Jika makmum masbuq itu mendapatkan imam dalam keadaan masih berdiri, tetapi imam itu lalu ruku’ sedangkan imam tersebut belum sepat menyempurnakan bacaan Fatihah, maka makmum hendaklah mengikuti ruku’ apabila makmum itu tidak sedang menyempurnakan bacaan iftitah atau ta’awwudz. Makmum yang demikian telah gugur dari dirinya mana-mana yang tertinggal dari bacaan Fatihahnya dan sudah dapat dianggap memperoleh satu rakaat. 3. Jika makmum masbuq itu mendapatkan imam dalam keadaan masih berdiri sedang makmum tadi masih sibuk dengan bacaan iftitah atau ta’awwudz, tiba-tiba imam itu ruku’ sedang makmum tadi belum sempat menyempurnakan Fatihah, maka makmum hendaklah sedikit menangguhkansekedar waktu yang cukup untuk membaca do’a iftitah atau ta’awwudz. Jika dengan penangguhan itu makmum memperoleh kesempatan untuk menyertai ruku’ bersama imam, maka makmum tadi dianggap dapat memperoleh satu rakaat. Tetapi apabila imamnya lalu berdiri untuk beri’itidal sebelum makmum itu sempat ruku’, maka makmum tadi berarti tertinggal satu rakaat. Seterusnya apabila imam itu lalu sujud dan makmum masih belum dapat menyelesaikan, maka batallah sholat makmum masbuq itu., jika ia tidak dengan segera niat mufaraqah (berpisah dari imam).

حُكْمُ المُوَافِقِ: (1) يَجِبُ عَلَيْهِ أنْ يُتِمَّ الفَاتِحَةَ وَلَوْ رَكَعَ إمَامُهُ تَخَلَّفَ لِقِرَاءَتِهَا. (2) إذَا تَخَلَّفَ لِقِرَاءَةِ الفَاتِحَةِ يَجُوْزُ لَهُ أنْ يَتَأخَّرَ عَنْ إمَامِهِ بِثَلَاثَةِ أرْكَانٍ بِعُذْرٍ مِنَ الأعْذَارِ الآتِيَةِ: أوَّلًا: إذَا كَانَ المَأمُوْمُ المُوَافِقُ بَطِئَ القِرَاءَةَ (لَا لِوَسْوَسَةٍ) وَالإمَامُ مُعْتَدٍ لَهَا. ثَانِياً: إذَا نَسِيَ الفَاتِحَةَ وَتَذَكَّرَهَا قَبْلَ رُكُوْعِهِ مَعَ إِمَامِهِ فَلَوْ تَذَكَّرَهَا بَعْدَ رُكُوْعِهِ لَا يَأتِي بِهَا بَلْ تَسْتَمِرُّ فِي مُتَابَعَةِ إمَامِهِ وَيَأتِي بِرَكْعَةٍ بَعْدَ السَّلَامٍ. ثَالِثاً: إذَا اشْتَغَلَ بِدُعَاءِ الافْتِتَاحِ أوِ التَّعَوُّذِ ظَانَّا أنَّهُ يُدْرِكُ الفَاتِحَةَ وَلَكِنْ لَمْ يُدْرِكْهَا. أمَّا لَوْ تَحَقَّقَ فَوَاتُهَا وَلَمْ يُدْرِكِ الإمَامَ فِي رُكُوْعِهِ فَاتَتْهُ الرَّكْعَةُ فَيَأتِي بِهَا بَعْدَ السَّلَامِ.

  • Hukum Makmum Muwafiq: 1. Makmum Muwafiq  itu diwajibkan melengkapi bacaan Fatihahnya apabila imamnya melakukan ruku’, maka wajiblah makmum itu surat ke belakang (tidak diperkenankan ruku’ untuk melengkapi bacaan Fatihahnya), 2. Jika makmum itu surat ke belakang untuk menyempurnakan bacaan Fatihahnya, maka dibolehkan mundur dari imam dengan tiga macam rukun sholat, apabila terdapat salah satu uzur dari berbagai uzur yang tercantum dibawah ini, yaitu: Pertama : Apabila makmum muwafiq itu memang lambat bacaannya bukan dikarenakan was-was sedangkan imamnya sedang-sedang saja bacaannya (menurut kebiasaan). Kedua : Apabila makmum muwafiq itu lupa membaca Fatihah dan baru sadar kalau ia lupa sebelum melakukan ruku’ bersama imam, oleh karenanya, andaikan ia sadar bahwa ia kelupaan sesudah ruku’, maka ia tidak perlu lagi menyempurnakan bacaan Fatihahnya, bahkan ia wajib terus mengikuti imam dan makmum muwiq yang demikian wajib menunaikan satu rakaat sesudah salamnya imam (rakaatnya yang pertama tidak dapat dianggap), Ketiga : Apabila makmum muwafiq itu sibuk dengan bacaan iftitah atau ta’awwudz karena menyangka bahwa dia dapat menyempurnakan bacaan Fatihahnya, tetapi kenyataannya ia tidak dapat. Atau kalau ia sudah yakin sebelumnya bahwa ia akan terlambat membaca Fatihah (tetapi masih terus saja dengan membaca do’a iftitah dan ta’awwudz), kemudian tidak dapat menyertai imam di waktu ruku’, maka makmum tersebut kehilangan satu rakaat. Oleh sebab itu wajib menggenapi satu rakaat lagi sesudah salamnya imam.
 

أسئلة: كم نوعا المأموم؟ ما المسبوق؟ ما الموافق؟ ما حكم المسبوق؟ ما حكم الموافق؟

صَلَاةُ المُسَافِرِ: يَجُوْزُ لِلْمُسَافِرِ قَصْرُ الصَّلَاةِ الرُّبَاعِيَّةِ إلَى رَكْعَتَيْنِ، وَيَجُوْزُ لَهُ الجَمْعُ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالعَصْرِ وَبَيْنَ المَغْرِبِ وَالعِشَاءِ تَقْدِيْماً وَتَأْخِيْرًا.

  • Sholatnya Musafir,: Orang musafir (orang yang sedang dalam bepergian) dibolehkan mengqashar (mengurangi bilangan rakaat) dari sholat golongan empat rakaat, juga dibolehkan menjama’ (menghimpun) antara shalat Dhuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan Isya’ baik secara taqdim (mendahulukan : Dhuhur dengan Ashar dikerjakan waktu Dhuhur, Maghrib dengan Isya’ dikerjakan waktu Maghrib) dan boleh secara ta’khir (mengakhirkan : Dhuhur dengan Ashar dikerjakan waktu Ashar, Maghrib dan Isya’ dikerjakan waktu Isya’).

شُرُوْطُ صِحَّةِ القَصْرِ: (1) أنْ يَكُوْنَ السَّفَرُ مَرْحَلَتَيْنِ، وَهِيَ مَسِيْرَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بِسَيْرِ الحَيَوَانَاتِ المُحَمَّلَةِ. (2) أنْ يَقْصِدَ المُسَافِرُ مَكَاناً مُعَيَّناً. (3) أنْ لَا يَكُوْنَ سَفَرُهُ فِي مَعْصِيَةٍ. (4) أنْ يَنْوِيَ القَصْرَ فِي كُلِّ صَلَاةٍ تُقْصَرُ. (5) أنْ لَا يَقْتَدِيَ بِمُقِيْمٍ.

  • Syarat-syarat agar mengqashar menjadi sah : 1. Jarak musafir itu sejauh dua marhalah yang sama dengan perjalanan sehari semalam menurut jalannya binantang yang bermuatan (kurang lebih dua belas mil, yang satu milnya sama dengan 4000 langkah, atau kira-kira 80 kilometer). 2. Orang musafir itu bertujuan pergi ke tempat yang ditentukan. 3.Perginya (safarnya) orang itu bukan untuk bermaksiat. 4. Orang musafir itu supaya berniat mengqashar sholatnya pada setiap melakukan sholat yang diqashar. 5. Orang yang musafir jangan bermakmum kepada orang mukim (orang yang menetap dan tidak musafir).

شُرُوْطُ جَمْعِ التَّقْدِيْمِ: (1) أنْ يَبْتَدِئَ بِصَاحِبَةِ الوَقْتِ. (2) أنْ يَنْوِيَ الجَمْعَ فِي الأُوْلَى. (3) أنْ يُوَالِيَ بَيْنَهُمَا. (4) أنْ لَا يَنْقَطِعَ سَفَرُهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِي الثَّانِيَةِ.

  • Syaratnya jama’ taqdim : 1. Musafir itu melakukan sholat yang memiliki waktu taqdim (yaitu, waktu Dhuhur dan Maghrib). 2. Supaya berniat melakukan jama’ pada saat melakukan sholat yang pertama. 3. Supaya melakukan muwalat antara dua sholat yang di jama’, jadi antara sholat yang pertama dengan sholat yang kedua jarak waktunya jangan terlampau lama dipisahkan (pendek saja). 4. Jangan sampai safarnya terputus sebelum masuk waktu yang kedua.

شُرُوْطُ جَمْعِ التَّأخِيْرِ: (1) نِيَّةُ التَّأخِيْرِ فِي وَقْتِ الأوْلَى. (2) دَوَامُ السَّفَرِ إِلَى تَمَامِ الصَّلَاتَيْنِ.

  • Syaratnya jama’ ta’khir : 1. Niat melakukan jama’ ta’khir pada waktu mengerjakan sholat yang pertama. 2. Masih tetap dalam keadaan musafir hingga selesainya kedua sholat yang di jama’.
 

أسئلة: كيف يصلى المسافر؟ ما شروط القصر؟ ما شروط جمع التقديم؟ ما شروط جمع التأخير؟

صَلَاةُ الجُمْعَةِ: فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ ذَكَرٍ صَحِيْحٍ مُسْتَوْطِنٍ.

  • Hukum Sholat Jum’at, Hukum sholat jum’at adalah fardhu ’ain atas setiap pribadi orang islam, mukallaf, lelaki, sehat badanya lagi pula yang mustauthin (yang menetap di kotanya dan tidak dalam bepergian).

شُرُوْطُ صِحَةِ الجُمْعَةِ: (1) أنْ تَكُوْنَ فِي بَلَدٍ أوْ قَرْيَةٍ. (2) أنْ تَكُوْنَ جَمَاعَةً بِأرْبَعِيْنَ. (3) أنْ تَكُوْنَ كُلُّهَا فِي وَقْتِ الظُّهْرِ. (4) أنْ تَتَقَدَّمَهَا خُطْبَتَانِ. (5) أنْ لَا تَسْبِقَهَا أوْ تُقَارِنَهَا جُمْعَةٌ أخْرَى فِي بَلَدِهَا.

  • Syarat-syarat agar sholat jum’at itu menjadi sah : 1. Sholat jum’at itu agar diadakan di suatu negeri atau desa. 2. Hendaklah dilakukan secara berjama’ah sebanyak 40 orang. 3. Waktu dimulai hingga sholatnya dikerjakan pada waktu Dhuhur. 4. Supaya didahului dengan khutbah dua kali. 5. Jangan sampai didahului atau bersamaan waktunya dengan sholat jum’at lain di negeri itu.
  • Syarat-syaratnya kedua khutbah : 1. Khotib supaya suci dari hadats (besar maupun kecil), 2. Baik pakain, badannya dan tempatnya berkhutbah hendaklah suci dari semua najis. 3. Khatib supaya menutupi aurat. 4. Supaya berdiri dalam berkhutbah kalau kuasa. 5. Diselingi duduk antara dua khutbah dengan kadar dapat tuma’ninah. 6. Mengeraskan suaranya hingga dapat didengar oleh sekurang-kurangnya 40 orang yang hadir. 7. Supaya melakukan muwalat antara dua khutbah, dan antara khutbah dengan sholat.

أرْكَانُ الخُطْبَتَيْنِ: أنْ يَكُوْنَ الخَطِيْبُ طَاهِراً مِنَ الحَدَثَيْنِ. (2) أنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ وَبَدَنُهُ وَمَكَانُهُ طَاهِراً مِنَ النَّجَسَاتِ. (3) أنْ يَكُوْنَ مَسْتُوْرَ العَوْرَةِ. (4) أنْ يَخْطُبَ وَاقِفاً إنْ قَدَرَ. (5) أنْ يَجْلِسَ بَيْنَ الخُطْبَتَيْنِ بِقَدْرِ الطُّمَأْنِيْنَةِ. (6) أنْ يَجْهَرَ بِالخُطْبَةِ لِيَسْمَعَهَا الأرْبَعُوْنَ. (7) أنْ يُوَالِيَ بَيْنَ الخُطْبَتَيْنِ وَبَيْنَهُمَا وَبَيْنَ الصَّلَاةِ.

  • Yang menjadi rukun-rukunnya dua khutbah : 1. Bertahmid ( Mengucapkan Alhamdulillah ). 2. Bersholawat atas Nabi Muhammad saw. 3. Berwasiat dengan taqwa, seperti ucapan Uushikum Waiyyaaya Bitaqwallah ( saya berwasiat kepada saudara-saudara dan kepada diriku sendiri dengan taqwa kepada Allah ) atau : Athie’ullah ( taatlah kamu sekalian kepada Allah ). Wasiat demikian dalam kedua khutbah. 4. Membaca ayat Al-Qur’an dengan sempurna, memahamkan dengan pengertian yang tidak meragukan dalam salah satu dua khutbah. 5. Berdo’a ( berkenaan dengan hal keakhiratan ) juga untuk seluruh kaum mukmin dalam khutbah akhir.
  •  

أعْذَارُ تَرْكِ الجُمْعَةِ: تَسْقُطُ الجُمْعَةُ عَنِ المَرِيْضِ وَالمُقْعَدِ وَالأعْمَى وَبِالمَطَرِ الشَّدِيْدِ.

  • Beberapa uzur meninggalkan sholat jum’at : Sholat jum’at itu gugur dikarenakan orang itu : sakit, lumpuh, buta, juga karena hujan yang lebat.

إدْرَاكُ الجُمْعَةِ: يُدرِكُ الجُمْعَةَ مَنْ أدْرَكَ رَكْعَةً مَعَ الإمَامِ، وَيَأتِي بَعْدَ السَّلَامِ بِرَكْعَةٍ يَجْهَرُ بِهَا، وَمَنْ لَمْ يُدْرِكْ رَكْعَةً يَنْوِي جُمْعَةً وَيُتِمُّ ظُهْراً.

  • Yang dapat dianggap mendapatkan sholat jum’at : Orang dapat dianggap mendapatkan sholat jum’at manakalah memperoleh satu rakaat beserta imam. Yang mana satu rakaat itu imam mengeraskan bacaan Fatihah dan suratnya, tetapi kalau tidak mendapatkan satu rakaat saja, hendaklah orang itu berniat sholat jum’at dengan menyempurnakan sebagaimana sholat Dhuhur (dengan mengerjakan empat rakaat).

سُنَنُ الجُمْعَةِ: (1) الغُسْلُ وَالتَّنْظِيْفُ. (2) تَقْلِيْمُ الأظَافِرِ. (3) التَّطَيُّبُ. (4) لَبْسُ الأبْيَضِ. (5) الإنْصَاتُ فِي الخُطْبَةِ. (6) التَّبْكِيْرُ إلَى المَسْجِدَ لِغَيْرِ الخَطِيْبِ.

  • Sunnah-sunnahnya jum’at : 1. Mandi dan membersikan diri. 2. Memotong kuku. 3. Memakai wangi-wangian. 4. Mengenakan pakain serba putih. 5. Tekun mendengarkan khutbah. 6. Berangkat ke masjid lebih awal (selain yang menjadi khutbah).
 

أسئلة: ما حكم صلاة الجمعة؟ ما شروط صحتها؟ ما أركان الخطبتين؟ ما هي أعذار ترك الجمعة؟ بم تدرك الجمعة؟ ما سنن الجمعة؟

صَلَاةُ العِيْدَيْنِ: سُنَّةٌ مُؤَّكَدَةٌ عَلَى المُقِيْمِ وَالمُسَافِرِ وَالحُرِّ وَالعَبْدِ جَمَاعَةً أوْ فُرَادَى، وَهِيَ رَكْعَتَانِ، وَوَقْتُهَا مِنْ طُلُوْعِ الشَّمْسِ إلَى الزَّوَالِ.

  • Hukumnya sholat dua hari raya : Hukum sholat dua hari raya adalah sunnah mu’akkadah bagi orang yang mukim atau musafir, baik yang merdeka maupun hamba sahaya, cara melakukannya dengan berjama’ah ataupun sendiri-sendiri, sholatnya itu dua rakaat dan waktunya mulai terbitnya matahari hingga lingsir.

كَيْفِيَتُهَا: (1) يُكَبِّرُ تَكْبِيْرَةَ الإحْرَامِ. (2) ثُمَّ يَقْرَأُ دُعَاءَ الافْتِتَاحِ وَالتَّعَوُّذِ. (3) ثُمَّ يُكَبِّرُ سَبْعَ تَكْبِيْرَاتٍ. (4) ثُمَّ يَقْرَأُ الفَاتِحَةَ وَالسُّوْرَةَ جَهْراً. وَفِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ يُكَبِّرُ خَمْساً بَعْدَ تَكْبِيْرَةِ القِيَامِ. (5) ثُمَّ يَخْطُبُ الإمَامُ خُطْبَتَيْنِ يُكّبِّرُ فِي الأوْلَى تِسْعاً وَفِي الثَّانِيَةِ سَبْعاً.

  • Cara melakukan sholat hari raya : 1. Bertakbir yang pertama, yaitu takbiratul ihram. 2. Kemudian membaca do’a iftitah dan ta’awwudz. 3. Kemudian bertakbir tujuh kali. 4. Kemudian membaca Al-Fatihah dan surat dengan mengeraskan suara sedangkan dalam rakaat kedua bertakbir lima kali sesudah takbir berdiri dari sujud. 5. Kemudian imam berkhutbah dua kali khutbah. Dalam khutbah pertama supaya bertakbir sembilan kali dan dalam khutbah kedua bertakbir tujuh kali.

الَّذِي يُسَنُّ يَوْمَ العِيْدَيْنِ: (1) الغُسْلُ. (2) التَّزَيُّنُ بِأجْمَلِ الثِّيَابِ. (3) الجَهْرُ بِالتَّكْبِيْرِ فِي المَنَازِلَ وَالأسْوَاقِ وَالطُّرُقِ مِنْ أوَّلِ لَيْلَةِ العِيْدِ حَتَّى يَشْرَعَ الإمَامُ فِي صَلَاتِهَا. (4) التَّكْبِيْرُ عَقِبَ كُلِّ صَلَاةٍ مِنْ صُبْحِ يَوْمِ عَرَفَةَ إلَى عَصْرِ آخِرِ أيَّامِ التَّشْرِيْقِ.

  • Hal-hal yang disunnatkan pada dua hari raya : 1. Mandi, 2. Berhias dengan menggunakan pakaian yang bagus. 3. Bertakbir dengan mengeraskan suara, baik di rumah, di pasar maupun di jalan raya. Bertakbir itu dimulai sejak permulaan malam hari raya sampai saatnya imam mulai mengerjakan sholat. 4. Untuk hari raya idul Adha, membaca takbir sesudah habis setiap sholat lima waktu, sejak Shubuh hari Arafah hingga Asharnya hari Tasyrik (takbiran ini khusus hari raya idul Adha). Dan semalam suntuk untuk hari raya idul Fitri.
 

أسئلة: ما حكم صلاة العيدين؟ ما كيفيتها؟ ما الذي يسن يوم العيدين؟

الَّذِي يَجِبُ لِلْمَيِّتَ: غَسْلُهُ وَتَكْفِيْنُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ. وَهِيَ فَرْضُ كِفَايَةٍ.

  • Yang wajib dilakukan terhadap orang yang meninggal :        Yang wajib dilakukan adalah memandikan, membalut dengan kain kafan, mensholati serta menguburkan, kesemuannya ini termasuk fardhu kifayah.

غَسْلُ المَيِّتِ: يُغْسَلُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ: الأوْلَى بِسِدْرٍ، وَالثَّانِيَةُ بِمَاءٍ، وَالثَّالِثَةُ بِكَافُوْرٍ. وَيُسَنُّ أنْ يُغسَلَ فِي قَمِيْصٍ وَفِي خَلْوَةٍ وَعَلَى مُرْتَفِعٍ.

  • Memandikan mayat :Memandikan mayat itu dengan tiga kali siraman : Pertama dengan daun bidara, kedua dengan air dan yang ketiga dengan kapur barus. Memandikan mayat itu disunnahkan di tempat yang sunyi, dan memandikannya di tempat yang agak tinggi dari tanah sekitarnya.

تَكْفِينُ المَيِّتِ: يُسَنُّ تَكْفِيْنُهُ بِثَلَاثِ لَفَائِفَ، وَالمَرْأَةُ بِإزَارٍ وَخِمَارٍ وَقَمِيْصٍ وَلَفَافَتَيْنِ.

  • Cara memberi kain kafan : Disunnahkan memberi kain kafan pada mayat dengan tiga lapis kain (bagi mayat lelaki), dan bagi mayat perempuan dengan kain panjang, kerudung, gamis serta dua lapis kain.

فُرُوْضُ الصَّلَاةُ عَلَيْهٍ: (1) النِّيَّةُ. (2) أرْبَعُ تَكْبِيْرَاتٍ. (3) قِرَاءَةُ الفَاتِحَةِ. (4) الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ. (5) الدُّعَاءُ لِلْمَيِّتِ بَعْدَ الثَّالِثَةِ. (6) القِيَامُ للقَادِرِ. (7) السَّلَامُ.

  • Yang difardhukan saat sholat jenazah : 1. Niat. 2. Empat kali takbir. 3. Membaca Al-Fatihah. 4. Membaca sholawat atas Nabi Muhammad saw. 5. Berdo’a untuk mayat sesudah takbir ketiga. 6. Berdiri ketika melakukan sholat bagi orang yang tidak berhalangan. 7. Mengucapkan salam.

دَفْنُ المَيِّتِ: أقَلُّ الدَّفْنِ وَضْعُ المَيِّتِ فِي حُفْرَةٍ تَمْنَعُ ظُهُوْرَ رَائِحَتِهِ وَتَحْفَظُهُ مِنَ السِّبَاعِ، وَيِجبُ دَفْنُهُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ.

  • Menguburkan mayat : Lubang yang digali untuk menguburkan mayat sekurang-kurangnya dapat mencegah menjalarnya bau mayat itu serta dapat melindungngi dari gangguan binatang buas. Mayat yang dikubur, wajib menghadapkan wajahnya ke arah kiblat.

سُنَنُ الدَّفْنِ: أنْ يُوْضَعَ المَيِّتُ فِي قَبْرٍ عُمْقُهُ قَامَةٌ وَبَسْطَةٌ، وَأنْ يُلْصَقَ خَدُّهُ بِالتُّرَابِ بَعْدَ إزَالَةِ الكَفْنِ عَنْهُ، وَأنْ يُوْضَعَ فِي لَحْدٍ يَسُدُّ بِلَبِنٍ أوْ خَشَبٍ، وَأنْ يُلَقَّنَ بَعْدَ دَفْنِهِ.

  • Yang disunnatkan berkenaan dengan penguburan : Mayat itu supaya diletakkan dalam lubang kubur yang dalamnya setinggi orang berdiri dan lebarnya sama dengan orang yang membentangkan tanganya. Pipi mayat itu hendaklah ditempelkan ke tanah setelah kain kafannya dibuka sekedar cukup untuk menempelkan pipinya. Mayat itu supaya dibaringkan di liang lahad yang ditutup dengan batu merah atau kayu, kemudian ditalkinkan selesainya dikubur.

الصَّلَاةُ عَلَى السِّقْطِ: إذَا خَرَجَ مِنْ بَطْنِ أُمِّهِ قَبْلَ تَمَامِ سِتَّةَ أشْهُرٍ يُغْسَلُ وَيُكَفَّنُ وَيُصَلَّى عَلَيْهِ، إنْ صَرَخَ عِنْدَ الوِلَادَةِ أوْ ظَهَرَتْ أمَارَاتُ الحَيَاةِ فِيْهِ كَإنِ اخْتَلَجَ أوْ تَحَرَّكَ، وَإلَّا فَيَجِبُ غَسْلُهَ وَتَكْفِيْنُهُ وَدَفْنُهُ، وَتَحْرُمُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَإنْ بَلَغَ زَمَنَ نَفْخِ الرُّوْحِ فِيْهِ وَهُوَ مِائَةٌ وَعِشْرُوْنَ يَوْماً.

  • Sholat atas bayi yang gugur, Jika anak bayi yang lahir belum sempurna enam bulan dalam kandungan, maka hendaklah dimandikan, diberi kain kafan dan disholati manakalah waktu dilahirkan bayi tadi dapat menjerit atau sudah nampak tanda-tanda hidup, misalkan : nafasnya naik turun atau matanya dapat berkedip atau menggerak-gerakkan tubuhnya. Apabila tanda-tanda hidup seperti di atas tidak ditemui pada anak bayi tadi, maka wajib dimandikan, dikafani, serta dikubur dan haram untuk disholati, sekalipun telah mencapai masa ditiupkannya ruh dalam badan, yakni 120 hari berada dalam kandungan.
 

أسئلة: ما الذي يجب للميت؟ كيف يغسل الميت؟ كيف يكفن؟ ما فروض الصلاة عليه؟ كيف يدفن؟ ما سنن الدفن؟ ما حكم الصلاة على السقط؟

الزَّكَاةُ: فَرْضُ عَيْنٍ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ حُرٍّ مَالِكٍ لِلنِّصَابِ.

  • Zakat : Hukumnya zakat adalah fadhu ‘ain atas setiap pribadi orang islam yang merdeka serta cukup mencapai nishabnya.

الَّذِي يَجِبِ فِيْهِ الزَّكَاةُ: (1) البَقَرُ وَالجَامُوْسُ وَالغَنَمُ وَالإِبِلُ بِشَرْطِ السَّوْمِ وَالنِّصَابِ وَالحَوْلِ. (2) الذَّهَبُ وَالفِضَّةُ (غَيْرُ حُلِيِّ المَرْأةِ المُبَاحِ) وَالتِّجَارَةُ بِشَرْطِ النِّصَابِ وَالحَوْلِ. (3) الأقْوَاتُ وَالثِّمَارِ بِشَرْطِ النِّصَابِ فَقَطْ.

  • Yang wajib dikeluarkan zakatnya : 1. Ternak, sapi, kerbau, dan onta, dengan syarat saum (yang makanannya tidak harus membeli), cukup nisab serta haulnya (sesudah menjadi miliknya selama 1 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyah). 2. Emas dan Perak (selain perhiasan wanita yang dimubahkan), harta dagangan, dengan syarat sudah sampai pada nishab dan haulnya. 3. Hasil Bumi yang menjadi makanan pokok dan buah-buahan yang sudah mencukupi nishabnya saja.

نِصَابُ البَقَرِ وَالجَامُوْسِ: إذَا بَلَغَتْ ثَلَاثِيْنَ وَزَكَاتُهَا تَبِيْعٌ (وَهُوَ ابنُ سَنَةٍ) وَإذَا بَلَغَتْ أرْبَعِيْنَ زَكَاتُهَا مُسِنَّةٌ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا سَنَتَانِ) عَلَى هَذَا فَقِسْ.

  • Nishabnya Ternak (Sapi dan Kerbau): Nishabnya apabila telah mencapai jumlah 30 ekor, dan zakat yang dikeluarkan adalah 1ekor tabi’ (anak sapi yang baru berumur 1 tahun), apabila telah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya adalah 1 ekor musinnah (anak sapi yang sudah berumur 2 tahun). Atas perhitungan di atas, maka selabihnya supaya diQiyaskan (diperkirakan) sendiri. Keterangan : Jika ada kelebihan dari jumlah yang diwajibkan, maka hal itu dapat dimaafkan. Misalnya : sapi atau kerbau yang dimiliki sebanyak 39 ekor, berarti lebih 9 ekor dari jumlah 30, maka zakatnya tetap tabi’, yaitu sapi yang berumur 1 tahun. Cara memperhitungkan yang demikian ini berlaku juga untuk ternak lainnya, yaitu kambing dan unta.

نِصَابُ الغَنَمِ: أرْبَعُوْنَ، وَزَكَاتُهَا جَذْعَةُ ضَأْنٍ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا سَنَةٌ) أوْ ثَنِيَّةٌ (الَّتِي عُمْرُهَا سَنَتَانِ)، وَفِي مِائَةٍ وَإحْدَى وَعِشْرِيْنَ شَاتَانِ، وَفِي مِائَتَيْنِ وَوَاحِدَةٍ ثَلَاثُ شِيَاهٍ، وَفِي أرْبَعِمِائَةٍ أرْبَعُ شِيَاهٍ، وَمَا زَادَ عَلَى ذَلِكَ فَفِي كُلِّ مِائَةٍ شَاةٌ.

  • Nishabnya kambing : Nishabnya apabila telah mencapai jumlah 40 ekor, dan zakat yang dikeluarkan adalah jadza’ah (kambing yang berumur 1 tahun) atau staniyah (kambing yang berumur 2 tahun), seterusnya apabila sudah mencapai 121 ekor, maka zakatnya 3 ekor kambing dewasa. Jika sudah lebih dari 4000 ekor, maka tiap 100 ekor zakat yang dikeluarkan berupa 1 ekor kambing dewasa.

نِصَابُ زَكَاةِ الإبِلِ: أوَّلُ مِقْدَارٍ مِنَ الإبِلِ تَجِبُ فِيْهِ الزَّكَاةُ خَمْسٌ، وَفِيْهَا شَاةٌ مِنَ الغَنَمِ، وَفِي عَشْرٍ شَاتَانِ، وَفِي خَمْسَ عَشَرَةَ ثَلَاثُ شِيَاهٍ، وَفِي عِشْرِيْنَ أرْبَعُ شِيَاٍه، وَفِي خَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ بِنْتُ مَخَاضٍ مِنَ الإِبِلِ (وَهِيَ الَّتِي مَضَتْ عَلَى وِلَادَتِهَا سَنَةٌ) وَفِي سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ بِنْتُ لَبُوْنٍ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا سَنَتَانِ) وَفِي سِتٍّ وَأرْبَعِيْنَ حِقَّةٌ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا ثَلَاثُ سَنَوَاتٍ) وَفِي إحْدَى وَسِتِّيْنَ جَذَعَةٌ (وَهِيَ الَّتِي عُمْرُهَا أرْبَعُ سَنَوَاتٍ) وَفِي سِتٍّ وَسَبْعِيْنَ بِنْتَا لَبُوْنٍ، وَفِي إحْدَى وَتِسْعِيْنَ حِقَّتَانِ، وَمَا زَادَ عَنْ ذَلِكَ فَفِي كُلِّ أرْبَعِيْنَ بِنْتَ لَبُوْنٍ وَفِي كُلِّ خَمْسِيْنَ حِقَّةٌ.

  • Nishabnya Unta :    Berlakunya zakat setelah mencapai 5 ekor onta, maka dalam : * 5 ekor onta zakatnya 1 ekor kambing. * 10 ekor onta zakatnya 2 ekor kambing. *  15 ekor onta zakatnya 3 ekor kambing. * 20 ekor onta zakatnya 4 ekor kambing. * 25 ekor onta zakatnya 1 ekor binti madhah (onta betina yang sudah berumur 1 tahun). * 36 ekor onta zakatnya 1 ekor binti labun (onta betina yang sudah berumur 2 tahun). * 46 ekor onta zakatnya 1 ekor hiqqoh (onta betina yang sudah berumur 3 tahun). * 61 ekor onta zakatnya 1 ekor jadza’ah (onta betina yang sudah berumur 4 tahun). * 76 ekor onta zakatnya 2 ekor binti labun * 91 ekor onta zakatnya 2 ekor hiqqoh * 121 ekor onta zakatnya 3 ekor binti labun. * Apabila sudah melibihi 121 ekor, maka setiap 40 ekor zakatnya 1 ekor binti labun dan setiap 50 ekor zakatnya 1 ekor hiqqoh.

نِصَابُ الأقْوَاتِ وَالثِّمَارِ: خَمْسَةُ أوْسُقٍ إذَا كَانَ صَافِياً. وَنِصَابُ الأرُزِّ بِقَشْرِهِ عَشْرَةُ أوْسُقٍ.

  • Nishabnya hasil bumi dan buah-buahan : Nisabnya untuk yang bersih 5 usuq (yakni yang murni, kuning, lepas kulit) sedang yang berupa gabah 10 usuq. Dan zakatnya sebanyak 1/10 (10%) apabila untuk mengairinya tanpa biaya. Apabila untuk mengairi dengan biaya, maka zakatnya 1/20 (5%). Keterangan :      5 usuq itu berat takarannya 956 kati (timbangan jawa) sedang 1 kati sama dengan 6 ons.

نِصَابُ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ: نِصَابُ الذَّهَبِ عِشْرُوْنَ مِثْقَالاً. وَنِصَابُ الفِضَّةِ مِائَتَا دِرْهَمٍ، وَيَجِبُ فِيْهِمَا رُبْعُ العُشُرُ.

  • Nishabnya emas dan perak : Nishabnya emas bila sudah mencapai 20 mitsqal, sedangkan nishabnya perak 200 dirham. Dan untuk kedua benda ini zakatnya 1/40 atau 2,5% dari harga pembelinya. Keterangan : EMAS : 20 mitsqal = ± 80 gram. Jadi untuk emas yang sudah senishab, zakatnya 2 gram. PERAK : 200 dirham = 670 gram. Jadi untuk perak yang sudah senishab, zakatnya ± 13,5 gram. Selanjutnya apabila emas sudah lebih dari 80 gram atau perak sudah lebih dari 670 gram, maka setiap kelebihannya 2,5%.

نِصَابُ التِّجَارَةِ: تُقَوَّمُ آخِرَ الحَوْلِ بِمَا اشْتُرِيَتْ بِهِ مِنْ ذَهَبٍ أوْ فِضَّةٍ فَإنْ بَلَغَتْ نِصَاباً فَيُزَكَّى عَنْهُ رُبْعُ العُشُرِ، وَالزَّوَائِدُ بِحَسَابِهِ.

  • Nishabnya harta perdagangan : Perdagangan artinya apapun yang diperdagangkan dengan perhitungan sejak dimulai kegiatan sampai akhir tahun perhitungan tahunnya wajib menggunakan tahun Hijriyah. Cara membuat penilaiannya adalah harga pembeliannya disesuaikan dengan harga emas dan perak. Jika nilainya telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 1/40-nya atau 2,5%, dan bila ada kelebihannya maka kelebihannya itu dikenai zakat 2,5% juga.
 

أسئلة: ما حكم الزكاة؟ ما الذي تجب فيه؟ ما نصاب البقر والجاموس؟ ما نصاب الغنم؟ ما نصاب الإبل؟ ما نصاب الأقوات والثمار؟ ما نصاب الذهب والفضة؟ ما نصاب التجارة؟

زَكَاةُ الفِطْرِ: تَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ كُلِّ مُسْلِمٍ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ إنْ كَانَ مَعَهُ فَضْلٌ عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ عِيَالِهِ لَيْلَةَ عِيْدِ الفِطْرِ وَيَوْمِهِ.

  • Zakat fithrah :  Zakat fithrah hukumnya wajib atas setiap orang islam yang mukallaf. Kewajiban itu adalah kewajiban pribadi untuk dirinya sendiri dan untuk setiap orang islam yang menjadi tanggungannya, jika keadaan orang itu mampu dan berlebihan untuk yang di makan dan untuk yang dimakan oleh semua keluarga yang menjadi tanggungannya. Kewajiban mengeluarkan zakat fithrah itu ialah pada hari raya idul fitri sebelum melakukan sholat hari raya.

مِقْدَارُ زَكَاةِ الفِطْرِ: أرْبَعَةُ أمْدَادٍ بِمُدِّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ أهْلِ البَلَدِ.

  • Takaran Zakat Fithrah, Setiap pribadi diwajibkan mengeluarkan zakat fithrah sebanyak 4 mud menurut takaran yang digunakan Nabi Muhammad saw (sama dengan 2,5 Kg) berupa bahan makanan pokok yang biasa dimakan penduduk negeri.

وَقْتُ وُجُوْبِهَا: تَجِبُ بِغُرُوْبِ شَمْسٍ آخِرِ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَيَجُوْزُ إخْرَاجُهَا مِنْ أوَّلِ رَمَضَانَ، وَالأفْضَلُ إخْرَاجُهَا بَعْدَ صَلَاةِ الفَجْرِ وَقَبْلَ العِيْدِ، وَيَحْرُمُ تَأْخِيْرُهَا إلَى مَا بَعْدَ صَلَاةِ العِيْدِ.

  • Saat Zakat Fithrah Wajib Dikeluarkan, Saat mengeluarkan zakat fithrah ialah setelah terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan (malam hari raya idul fitri). Saat yang utama mengeluarkan zakat fithrah itu sesudah selesainya sholat fajar (sholat shubuh) dan sebelum sholat hari raya dilakukan. Diharamkan mengakhirkan pengeluaran zakat fithrah sampai sholat hari raya selesai dilaksanakan.

مَنْ تُصْرَفُ لَهُمْ الزَّكَاةُ: تُصْرَفُ لِلْأصْنَافِ الثَّمَانِيَةِ أوْ مَنْ وُجِدَ مِنْهُمْ فِي بَلَدِ المُزَكِّي وَهُمْ الفُقَرَاءُ وَالمَسَاكِيْنَ وَالعَامِلُوْنَ عَلَى الَّزكَاةِ وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَالمُكَاتَبُوْنَ وَالغَارِمُوْنَ وَالمُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَأبْنَاءُ السَّبِيْلِ.

  • Orang-Orang yang Berhak Menerima Zakat, Zakat (baik zakat fithrah maupun zakat harta dan emas, perak, ternak, perdagangan dan lain-lain) hendaknya diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima, yaitu 8 golongan atau siapa saja yang termasuk dalam 8 golongan yang berada di negerinya orang yang mengeluarkan zakat. Yang termasuk dalam 8 golongan adalah : 1. Para Fakir, 2. Para Miskin. 3. Para Amil Zakat (pengumpul dan penyalur zakat). 4. Para Mukallaf (orang yang dilunakkan hatinya-orang yang baru masuk islam). 5. Budak Mukatab (budak yang memperoleh janji dari tuannya akan memperoleh kemerdekaan jika dapat menebus harga dirinya). 6. Orang Ghorim (orang yang mempunyai hutang dan tidak mampu membayar kembali hutangnya). 7. Orang-orang yang berjuang di jalan Allah 8. Ibnu Sabil (perantau yang kehabisan bekal).

الَّذِيْنَ لَا يَجُوْزُ دَفْعُ الزَّكَاةِ لَهُمْ: هُمْ الغَنِيُّ بِكَسْبٍ أوْ مَالٍ وَالعَبْدُ وَالكَافِرُ وَمَنْ تَلْزَمُ المُزَكِّي نَفَقَتُهُ وَبَنُوْا هَاشِمٍ وَبَنُو المُطَّلِبِ، وَمَنْ يَصْرِفُهَا فِي مَعْصِيَةٍ.

  • Orang-orang yang tidak dibolehkan menerima zakat : a). Orang kaya yang memiliki harta dan pekerjaan. b). Hamba sahaya selain mukatab. c). Orang kafir. d). Orang yang ditanggung nafkahnya oleh orang yang mengeluarkan zakat. e)Keturunan Bani Hasyim. f). Keturunan Bani Muthalib. g). Orang yang akan menggunakan zakat untuk bermaksiat (kesemuanya berjumlah 7 golongan).
 

أسئلة: على من تجب زكاة الفطر؟ ما مقدارها؟ متى وقت وجوبها؟ لمن تصرف؟ لمن لا يجوز صرفها؟

الصَّوْمُ: هُوَ الامْتِنَاعُ بِنِيَّةٍ عَنِ المُفْطِرَاتِ جَمِيْعَ النَّهَارِ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ.

  • Puasa, Puasa adalah mencegah diri dengan iringan niat dari melakukan segala hal yang membatalkan sepanjang hari di bulan Ramadhan.

وُجُوْبُ الصَّوْمِ: يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ مُكَلَّفٍ مُطِيْقٍ لَهُ طَاهِرٍ مِنَ الحَيْضِ وَالنِّفَاسِ.

  • Yang Diwajibkan Berpuasa, Puasa itu diwajibkan atas orang mukallaf, kuat melakukan lagi pula suci dari haid dan nifas.

وَقْتُ الوُجُوْبِ: بِاسْتِكْمَالِ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ يَوْماً أوْ بِرُؤْيَةِ هِلَالِ رَمَضَانَ.

  • Saatnya Puasa Diwajibkan, Saat diwajibkan puasa adalah setelah sempurnanya bulan sya’ban yang 30 hari, atau dengan cara melihat masuknya bulan di bulan Ramadhan.

المُفَطِّرَاتُ هِيَ: (1) القَيْءُ عَمْداً. (2) وُصُوْلُ عَيْنٍ إلَى الجَوْفِ مِنْ أحَدِ المَنَافِذِ. (3) الِجمَاعُ. (4) الاسْتِمْنَاءُ. (5) الحَيْضُ. (6) النِّفَاسُ. (7) الرِّدَّةُ.

  • Hal-Hal yang Membatalkan Puasa, Yaitu : 1. Dengan sengaja bermuntah. 2. Memasukkan sesuatu kedalam tubuh melalui anggota yang terbuka (dari mulut, kedua telinga dan dubur), selain yang masuk dari kedua mata, demikian pula suntik tidak membatalkan. 3. Jima’. 4. Mengeluarkan mani dengan sengaja. 5. Haid. 6. Nifas. 7. Murtad (berbalik menjadi murtad).

الَّذِيْنَ يُبَاحُ لَهُمْ الفِطْرُ: (1) المَرِيْضُ إذَا خَافَ الضَّرَرَ. (2) المُسَافِرُ سَفَراً طَوِيْلاً. (3) الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إذَا خَافَتَا عَلَى أنْفُسِهِمَا أوْ عَلَى وَلَدِهِمَا. (4) الشَيْخُ وَالعَجُوْزُ العَاجِزَانِ عَنِ الصَّوْمِ.

  • Orang-Orang yang Dibolehkan Tidak Puasa (Dibolehkan Berpuasa), 1. Orang sakit yang dikuatirkan tambah berbahaya. 2. Orang bepergian dalam jarak perjalanan 80 km, atau lebih. 3. Wanita hamil, wanita yang menyusui anak kalau kuatir membahayakan dirinya atau anak yang disusui.4. Orang yang berusia lanjut, baik lelaki maupun perempuan yang tidak mampu berpuasa.

قَضَاءُ الصَّوْمِ: يَجِبُ عَلَىَ مَنْ يُبَاحُ لَهُ الفِطْرُ القَضَاءُ فَقَطْ، إلَّا الحَامِلُ وَالمُرْضِعُ إذَا خَافَتَا عَلَى الوَلَدِ فَقَطْ، فَيَجِبَ عَلَيْهِمَا القَضَاءُ وَالفِدْيَةُ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدُّ طَعَامٍ، واَلشَّيْخُ وَالعَجُوْزُ وَالمَرِيْضُ الَّذِي لَا يُرْجَى شِفَاؤُهُ يُطْعِمُوْنَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدُّ طَعَامٍ بَعْدَ كُلِّ يَوْمٍ.

  • Qadha’nya Puasa, Orang yang diperkenankan tidak berpuasa, wajib mengqadhai puasanya kecuali :  Wanita hamil dan yang menyusui anak, jika keduannya kuatir membahayakan anaknya saja, maka kedua orang itu wajib mengqadhai puasa dan membayar fidyah, yaitu untuk setiap harinya sebanyak 1 mud berupa makanan (seperti beras). Untuk orang yang berusia lanjut, baik lelaki maupun perempuan, juga orang sakit yang tidak mungkin diharapkan sembuhnya, di wajibkan memberi makan setiap harinya (yang ia tidak berpuasa) satu mud makanan sesudah berlakunya hari itu (saat matahari terbenam). Keterangan: 1 mud = 1,25 kati. 1 kati = 6 ons. Jadi 1 mud = 8 ons

سُنَنُ الصَّوْمِ: (1) تَأْخِيْرُ السَّحُوْرِ وَتَعْجِيْلُ الفِطْرِ. (2) الفِطْرُ عَلَى تَمْرٍ أوْ مَاءٍ. (3) تَرْكُ الكَلَامِ القَبِيْحِ. (4) الإكْثَارُ مِنَ الصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ القُرْآنِ.

  • Sunnah-Sunnahnya Berpuasa: 1. Menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. 2. Berbuka dengan buah kurma atau minum air. 3. Menahan diri dari kata-kata buruk. 4. Memperbanyak bersedekah dan membaca Al-Qur’an.

المُفْطِرُ بِجِمَاعٍ: يَجِبُ عَلَيْهِ القَضَاءُ وَالكَفَارَةُ.

  • Orang yang membatalkan puasanya karena melakukan jima’, Orang tersebut wajib mengqadhai puasanya dan juga diwajibkan membayar fidyah.

الكَفَّارَةُ هِيَ: عِتْقُ رَقَبَةٍ مُسْلِمَةٍ، أوْ صِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ غَيْرَ يَوْمِ القَضَاءِ، أوْ إطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنَ لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ مِنْ غَالِبِ قُوْتِ بَلَدِهِ.

  • Kaffarah Yaitu, denda berupa memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beragama islam, menjalankan puasa berturut-turut selama dua bulan selain hari yang diperuntukkan guna mengqadhai puasanya, atau memberi makan enam puluh orang miskin, yang setiap orangnya 1 mud dari makanan menurut kebiasaan yang di makan oleh orang yang dinegerinya.

الأيَّامُ الَّتِي يَحْرُمُ فِيْهِ الصَّوْمُ: يَوْمُ عِيْدِ الفِطْرِ. (2) يَوْمُ عِيْدِ الأضْحَى وَأيَّامُ التَّشْرِيْقِ، وَهِيَ الثَّلَاثَةُ الَّتِي بَعْدَهُ. (3) يَوْمُ الشَّكِّ وَالنِّصْفِ الثَّانِي مِنْ شَعْبَانَ إلَّا أنْ يَصِلَهُ بِمَا قَبْلَهُ.

  • Hari-Hari yang Diharamkan untuk Berpuasa: 1. Hari raya idul fitri. 2. Hari raya idul adha dan hari tasyrik, yaitu tiga hari sesudah idul adha. 3. Hari syak (hari yang meragukan yakni sehari sebelum masuknya bulan Ramadhan), hari pertengahan bulan sya’ban kecuali untuk menyempurnakan puasa yang dilakukan sebelumnya.

الأيَّامُ الَّتِي يُسَنُّ صَوْمُهَا: هِيَ يَوْمَ الاثْنَيْنِ وَالخَمِيْسِ مِنْ كُلِّ أسْبُوْعٍ، وَالأيَّامُ البِيْضِ وَهِيَ الثَّالِثَ عَشَرَ وَالرَّابِعَ عَشَرَ وَالخَامِسَ عَشَرَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَالسِّتَّةَ الأيَّامِ الَّتِي تَلِيَ عِيْدَ الفِطْرِ، وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ عَاشُوْرَاءَ مِنْ كُلِّ سَنَةٍ.

  • Hari-Hari Disunnahkan untuk Berpuasa, Yaitu hari senin dan kamis dari setiap pekan, hari-hari putih yaitu setiap tanggal 13-14-15 pada setiap bulan (menurut bulan Hijriyah) atau biasa yang disebut Hari Purnama, Enam hari yang berupa kelanjutan hari raya idul fitri (puasa enam syawal), Hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), demikian pula dari Asyura (tanggal 10 Muharram) pada setiap tahun.

الصَّوْمُ عَنِ الْمَيِّتِ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَوْمٌ لَمْ يَقْضِهِ بِغَيْرِ عُذْرٍ يُطْعِمُ عَنْهُ وَلِيُّهُ مُدَّ طَعَامٍ لِكُلِّ يَوْمٍ، أوْ يَصُوْمُ عَنْهُ أحَدُ أقَارِبِهِ، وَيَجُوْزُ لِلْأَجْنَبِيِّ أنْ يَصُوْمَ عَنِ المَيِّت بِإذْنٍ مِنْهُ أوْ مِنْ وَلِيِّهِ.

  • Puasa untuk Orang yang Meninggal, Barangsiapa yang meninggal sedangkan ia masih menanggung hutang puasa yang belum diqadhai, dan bagi orang yang tidak ada alasan yang menyebabkan ia menunda qadha’nya, maka walinya wajib mengeluarkan 1 mud makanan untuk setiap hari yang ia tinggalkan, atau diperbolehkan bagi walinya untuk berpuasa sebagai pengganti atau salah seorang keluarga dari yang meninggal. Bagi orang lain (yang bukan keluarga) juga dibolehkan mengqadhai bila memperoleh wasiat sebelum meninggalnya atau setelah memperoleh izin dari wali yang meninggal.
 

أسئلة: ما الصوم؟ على من يجب؟ متى وقت وجوبه؟ ما المفطرات؟ لمن يباح الفطر؟ على من يجب قضاء الصوم؟ ما سنن الصوم؟ ما حكم المفطر بجماع؟ ما الكفارة؟ ما الأيام التي يحرم فيها الصوم؟ ما الأيام التي يسن فيها الصوم؟ ما حكم الصوم عن الميت؟

الحَجُّ وَالعُمْرَةُ فَرْضَانِ فِي العُمْرِ مَرَّةً عَلَى كُلِّ مُسْلِمِ حُرٍّ مُكَلَّفٍ مُسْتَطِيْعٍ.

  • Haji dan Umrah, Hukum keduanya adalh fardhu dan hanya dilakukan sekali dalam seumur hidup. Keduanya wajib atas setiap orang islam, merdeka mukallaf serta kuat dan sehat, mampu untuk biaya pergi dan ada pula harta yang ditinggalkan, aman dalam perjalanan pulang perginya ke tanah suci.

أرْكَانُ الحَجِّ: (1) النِّيَّةُ. (2) الوُقُوْفُ بِعَرَفَةَ. (3) الطَّوَافُ. (4) السَّعْيُ. (5) الحَلْقُ وَالتَّقْصِيْرُ. (وَهِيَ أرْكَانُ العُمْرَةِ إلَّا الوُقُوْفَ بِعَرَفَةَ).

  • Yang Menjadi Rukunnya Haji, yaitu : 1. Niat. 2. Wuquf di Arafah.3. Thawaf. 4. Sa’i. 5. Mencukur dan memendekkan rambut. Yang tersebut diatas juga menjadi rukunnya umrah kecuali Wuquf di Arafah.

وَاجِبَاتُ الحَجِّ: (1) الإحْرَامُ مِنَ الْمِيْقَاتِ. (2) الْمَبِيْتُ بِمُزْدَلِفَةَ. (3) الْمَبِيْتُ بِمِنَى. (4) رَمْيُ الْجِمَارِ. (5) طَوَافُ الوَدَاعِ لِمَنْ أرَادَ فِرَاقَ مَكَّةَ.

  • Yang Wajib Waktu Berhaji, 1. Ihram dari miqat (tempat ihram dimulai). 2. Bermalam di Muzdalifah. 3. Bermalam di Mina. 4. Melontarkan jumrah (jumrah ula, wushta, dan aqabah). 5. Thawaf wada’ (mohon diri) bagi orang yang hendak pulang ke negerinya.

سُنَنُ الحَجِّ كَثِيْرَةٌ مِنْهَا: الغُسْلُ لِلْإحْرَامِ وَلِلْوُقُوْفِ وَلِرَمْيِ الجِمَارِ أيَّامَ التَّشْرِيْقِ وَالتَّطَيُّبُ قُبَيْلَ الإحْرَامِ وَلَبْسُ إزَارٍ وَرِدَاءٍ جَدِيْدَيْنِ أبْيَضَيْنِ وَالتَّلْبِيَةُ وَالذِّكْرُ وَالوُقُوْفُ وَالدُّعَاءُ بِالْمَشْعَرِ الحَرَامِ.

  • Yang Disunnahkan Waktu Berhaji, yang menjadi sunnahnya haji itu banyak, antara lain ialah : 1. Mandi untuk berihram, berwuquf dan untuk melontar jumrah pada hari-hari tasyrik. 2. Memakai wangi-wangian sebelum berihram. 3. Memakai kain panjang (sebagai penutup tubuh bagian bawah) dan selendang (penutup bagian atas) yang baru dan berwarna putih. 4. Mengucapkan Talbiyah dan dzikir, juga diwaktu wuquf dan diwaktu berdo’a di Masjidil Haram.

مَنْ تَرَكَ رُكْنَا مِنْ أرْكَانِ الحَجِّ: مَنْ تَرَكَ رُكنَا مِنْ أرْكَانِ الحَجِّ أوِ العُمْرَةِ لَا يَحِلُّ مِنْ إحْرَامِهِ حَتَّى يَأتِي بِهِ، إلَّا الوُقُوْفَ فَإنَّهُ إذَا فَاتَهُ يَتَحَلَّلُ بِعَمَلِ عُمْرَةٍ، وَيَجِبُ عَلَيْهِ قَضَاءُ الحَجِّ وَدَمٌ بِالحَرَمِ.

  • Orang-Orang yang Meninggalkan Salah Satu Rukun dari Rukun-Rukunnya Haji. Barangsiapa yang meninggalkan salah satu rukun haji dan umrah, maka tidak diperkenankan melepasakan ihramnya sampai ia menunaikan apa yang ditinggalkan kecuali Wuquf. Bila orang itu terlambat dari saatnya wuquf, mak ia boleh tahallul (melepaskan) dengan jalan berumrah. Orang yang demikian berkewajiban mengqadhai hajinya dan wajib membayar fidyah dam (menyembelih kambing) di tanah suci.

مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا أوْ سُنَّةً: مَنْ تَرَكَ وَاجِبًا يَجِبُ عَلَيْهِ ذَبْحُ شَاةٍ بِالحَرَمِ، فَإنْ عَجَزَ فَصَوْمُ ثَلَاثَةَ أيَّاٍم قَبْلَ النَّحْرِ وَسَبْعَةٍ فِي وَطَنِهِ، وَمَنْ تَرَكَ سُنَّةً لَا يَلْزَمُهُ شَيْءٌ.

  • Orang-Orang yang Meninggalkan Apa yang Diwajibkan atau Disunnahkan ketika Haji. Barang siapa yang meninggalkan kewajiban haji, maka ia wajib menyembelih seekor kambing di tanah suci, sedang kalau tidak mampu maka wajib mengganti dengan berpuasa tiga hari sebelum hari nahar (hari Adha) dan melanjutkan puasanya tujuh hari lagi setelah kembali ketanah airnya. Menggenai orang yang meninggalkan sunnah haji, maka orang itu tidak dikenai kewajiban apa-apa.

مُحَرَّمَاتُ الإحْرَامِ: (1) لُبْسُ الْمُحِيْطِ. (2) سَتْرُ الرَّأْسِ لِلرَّجُلِ وَوَجْهِ الْمَرْأَةِ وَكَفَّيْهَا. (3) التَّطَيُّبُ. (4) تَسْرِيْحُ الشَّعْر بِالدُّهْنِ. (5) حَلْقُ الشَّعْرِ. (6) تَقْلِيْمُ الأظَافِرِ. (7) الجِمَاعُ. (8) عَقْدُ النِّكَاحِ. (9) الصَّيْدُ. (10) قَطْعُ أشْجَارِ الحَرَمِ.

  • Hal-Hal yang Diharamkan Selama Berihram: 1. Memakai pakaian yang ada jahitannya. 2. Menutup kepala bagi lelaki, dan bagi perempuan menutup wajah dan kedua telapak tangan. 3. Memakai wangi-wangian. 4. Menyisir dan berminyak rambut. 5. Mencukur rambut. 6. Memotong kuku. 7. Berjima’. 8. Melaksanakan akad nikah. 9. Berburuh. 10. Memotong pahon di tanah suci.

مَا يَجِبُ بِفِعْلِ مُحَرَّمَاتِ الإحْرَامِ: يَجِبُ بِفِعْلِهَا الفِدْيَةُ بِشَاةٍ تُذْبَحُ وَيُتَصَدَّقُ بِهَا فِي الحَرَمِ أوْ إطْعَامِ ثَلَاثَةِ أصُوْعٍ لِسِتَّةِ مَسَاكِيْنَ، إلّا عَقْدُ النِّكَاحِ فَلَا شَيْءَ فِيْهِ. وَالوَطْءُ عَمْدًا يُفْسِدُ الحّجَّ. أمَّا الصَّيْدُ وَقَطْعُ الأشَجارِ بِالحَرَمِ فَالأوَّلُ فِيْهِ ذَبْحُ نَعَمٍ مِثْلِهِ أوْ إطْعَامٌ بِقِيْمَتِهِ، وَالثَّانِي بَقَرَةٌ لِلشَّجَرَةِ الكَبِيْرَةِ، وَشَاةٌ لِلشَّجَرَةِ الصَّغِيْرَةِ.

  • Hal-Hal yang Menjadi Wajib Karena Pelanggaran Terhadap yang Diharamkan ketika Berihram. Dengan sebab pelanggaran terhadap yang diharamkan ketika ihram, maka wajiblah orang itu membayar fidyah dengan menyembelih kambing dan menyedekahkan di tanah suci, atau memberi makan 3 sha’ untuk orang miskin. Denda dari pelanggaran ini tidak termasuk mereka yang melaksanakan akad nikah (karena memang tidak terkena denda apa-apa). Adapun berjima’ dengan sengaja, maka batallah hajinya. Bagi yang berburu, maka berkewajiban menyembelih binatang yang serupa dengan binatang yang diburu (dalam hal besar dan kecilnya binatang) atau boleh juga dengan memberi makan yang harganya senilai dengan hewan buruannya, kalau menebang pohon, maka diwajibkan menyembelih lembu kalau yang ditebang itu pohon yang besar dan kambing kalau yang ditebang itu pohon kecil.
 

أسئلة: ما حكم الحج؟ ما أركانه؟ ما واجباته؟ كم سننه؟ ما حكم من ترك ركنا من أركانه؟ ما حكم من ترك واجبا أو سنة؟ ما هي محرمات الإحرام؟ ما ذا يجب بفعل محرمات الإحرام؟

شُرُوْطُ الطَّوَافِ
Syarat-Syarat Berthawaf:

الطَّهَارَةُ مِنَ الحَدَثِ وَالخَبَثِ
suci dari hadats dan najis

سَتْرُ العَوْرَةِ
Menutup aurat

الابتِدَاءُ بِالحَجَرِ الأسْوَدِ
Mulainya dari hajar aswad

جَعْلُ الكَعْبَةِ عَنْ يَسَارِهِ
Letak ka’bah supaya berada disisi kirinya orang yang thawaf

أنْ لَا يَقْصِدَ غَيْرَ الطَّوَافِ
Jangan ada tujuan selain melakukan thawaf

 أنْ يَكُوْنَ سَبْعًا
Hendaknya tujuh kali

النِّيَّةُ لِغَيْرِ طَوَافِ النُّسُكِ
Niat untuk selain thawaf nusuk

شُرُوْطُ السَّعْيِ
Syarat-Syaratnya Sa’i:

أنْ يَكُوْنَ بَعْدَ طَوَافٍ صَحِيْحٍ
Sa’i supaya dilakukan sesudah mengerjakan thawaf yang sah.

أنْ يُبْدَأَ بِالصَّفَا وَيُخْتَمُ بِالْمَرْوَةِ
Memulainya dari bukit shafa dan diakhiri di bukit marwa

أنْ يَكُوْنَ سَبْعًا
Hendaklah dilakukan tujuh kali

 

مُبْطِلَاتُ الحَجِّ: يُبْطِلُهُ الجِمَاعُ عَمْدًا، وَيَجِبُ الإتْمَامُ وَالقَضَاءُ وَذَبْحُ بَدَنَةٍ، فَإنْ لَمْ يَجِدْهَا فَبَقَرَةً، فَإنْ لَمْ يَجِدْهَا فَسَبْعَ شِيَاهٍ، فَإنْ لَمْ يَجِدْهَا قَوَّمَ البَدَنَةَ وَاشْتَرَى بِثَمَنِهَا طَعَامًا، فَإنْ لَمْ يَجِدْ صَامَ عَنْ كُلِّ مُدٍّ يَوْمًا.

  • Hal-Hal yang Membatalkan Haji, Hal yang membatalkan haji adalah berjima’ dengan sengaja. Orang yang berbuat demikian wajib menyempurnakan hajinya dan mengqadha’ serta menyembelih seekor onta. Jika tidak mendapatkan, maka menyembelih sapi, kalau masih juga belum diperoleh maka menyembelih 7 ekor kambing. Kalau 7 ekor kambing belum bisa didapatkan, maka wajib membuat penilaian untuk harga seekor onta dan dengan harga taksiran itu digunakan untuk membeli makanan. Kalau usaha terakhir tidak berhasil maka wajib atas orang itu berpuasa dan untuk setiap harinya senilai 1 mud.

الّذِي عَجَزَ عَنِ الحَجِّ: مَنْ عَجَزَ عَنِ الحَجِّ بِسَبَبِ كِبَرِ سِنِّهِ أمْ بِسَبَبِ مَرَضٍ لَا يُرْجَى شِفَاؤُهُ يَجِبُ عَلَيْهِ أنْ يُنِيْبَ غَيْرَهُ.

  • Orang yang Tidak Kuasa Melakukan Ibadah Haji, Barangsiapa yang tidak kuasa disebutkan lanjutnya usia atau karena sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, maka wajiblah mewakilkan kepada orang lain (mengangkat seorang selaku pengganti dirinya).

مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَحُجَّ: يَجِبُ عَلَى وَلِيِّهِ أنْ يُخْرِجَ مِنْ تِرْكَتِهِ أُجْرَةَ مَنْ يَحُجُّ وَيَعْتَمِرُ عَنْهُ.

  • Siapa yang Meninggal Sedang Ia Belum Berhaji, Maka wajiblah atas walinya untuk mengupah orang lain dan harta diwariskan. Orang yang di upah tadi supaya menyempurnakan haji dan umrahnya orang yang meninggal itu.

الإحْصَارُ هُوَ: الْمَنْعُ مِنْ جَمِيْعِ الطُّرُقِ عَنْ إتْمَامِ الحَجِّ وَالعُمْرَةِ، فَيَتَحَلَّلُ الْمَحْصُوْرُ بِدَمٍ فَيَذْبَحُ شَاةً ثُمَّ يَحْلِقُ شَعْرَهُ.

  • Ihshar (Terhalang), Ihshar ialah terhalang atau mencegah dari melaksanakan haji dan umrah. Orang yang demikian boleh bertahallul (lepas diri ihramnya) dengan membayar dam, yaitu menyembelih seekor kambing kemudian mencukur rambutnya.

أسئلة: ما شروط الطواف؟ ما شروط السعي؟ ما مبطلات الحج؟ ما حكم من عجز عن الحج؟ ما حكم من مات ولم يحج؟ ما الاحصار.