الحد لله الذي وفقنا لأداء أفضل العبادات وأوقفنا على كيفية اكتساب بأكمل السعادات
Segala puji bagi Allah yang menunjukkan kirab untuk melaksanakan ibadah yang paling mulia, dan memberhentikan kita kepada tata cara kemuliaan yang paling sempurna
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له رب الأرضين والسموات
Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, maha esa Allah, tiada sekutu baginya, Tuhan seluruh bumi dan langit
وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله المؤيد بأفضل الأْيات والمعجزات
Dan saya bersaksi bahwa junjungan kita Muhammad itu hamba Allah yang dikuatkan dengan bukti kebesaran Allah dan mukjizat yang paling utama
صلى الله وعلى أله وأصحابه بحسب تعاقب الأوقات والساعات
Semoga Allah memberi rahmat dan bagi keluarganya dan para sahabatnya seiring bergantinya waktu dan masa
وبعد فيقول العبد الفقير إلى رحمة ربه الغني أحمد بن حجازي الفشني رحمه الله تعالى له ذنوبه وستر في الدارين عيوبه
Setelah itu, lalu berkata seorang hamba yang butuh kepada rahmat tuhannya yang kaya yaitu Ahmad ibnu Hijazi Al Fasyni semoga Allah mengampuni dosa-dosanya, dan menutup di dua alam cacat-cacatnya
هذه مجالس سنية في الكلام على الأربعين النووية وضعتها لتكون تذكرة لنفسي وللقاصرين مثلى من أبناء جنسي
Ini adalah Kitab Majalisu saniyyah tentang penjelasan kitab Arbain nawawiyah, aku tulis agar sebagai pengingat diriku dan orang-orang yang kurang sepertiku yang dari anak bangsaku
ضاما إليها من الفوائد الظريفة والمواعظ الشريفة والنكت اللطيفة
Seraya menambahkan faedah yang bagus dan ceramah yang mulia dan faedah yang lembut
والنوادر والحكايات ما تقر به أعين أولى الرغبات
Dan keanehan dan cerita berupa sesuatu yang di inginkan orang-orang yang menyukai
خاتما لها بما يحتاج إلها قارس الميعاد وتشتاق إليه العين ويشتاق إله الفؤاد
Seraya mengakhiri dengan sesuatu yang dibutuhkan pengembara hari kebangkitan, dan yang dirindukan mata , dan dirindukan hati
من مجلس يتعلق بالختام ليكون كفاية للواعظ في الرقائق والمواعظ
Berupa majelis yang sesuai dengan akhir, agar menjadi kecukupan bagi penceramah dalam tasawuf dan nasehat
وأرجوا من الله تعالى أن يكون خالصا لوجهه الكريم وسببا للفوز بالنعيم الأبد المقيم
Dan aku berharap kepada Allah agar ikhlas untuk dzat-Nya yang mulia dan sebab memperoleh kenikmatan yang selamanya dan menetap
فإنه إلى ما يشاء قدير وبالإجابة جدير أمين
Karena Allah kepada sesuatu yang ia kehendaki itu maha kuasa, dan layak untuk memenuhi. amin
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki aku dan kalian untuk taat kepada-Nya, bahwa bismillaahirrahmaanirrahiim itu adalah kalimat yang jika seseorang meyakininya niscaya ia akan memperoleh pahala yang besar, dan jika ia menyebutnya niscaya akan memperoleh seluruh cita-citanya. Itulah kalimat yang pada zaman dahulu, Nabi Nuh telah bertawassul dengannya. Dan telah berkata Ratu Balgis: “Wahai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Seungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya (isinya) “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Dan tidaklah Nabi Sulaiman membacanya, melainkan tunduklah segala sesuatu kepadanya.
An Nasafi telah mengatakan di dalam kitab tafsirnya bahwa, kitabkitab yang diturunkan dari langit ke bumi ada seratus empat buah. Nabi Syits mendapat enam puluh suhuf, Nabi Ibrahim mendapat tiga puluh suhuf, Nabi Musa (sebelum Taurat) mendapat sepuluh suhuf, kemudian Taurat, Zabur, Injil dan Furgan (Alguran). Semua makna kitab tersebut terkumpul dalam Alguran, dan semua makna Alguran terkumpul di dalam surah Alfatihah, dan makna Alfatihah terkumpul di dalam basmalah, dan makna basmalah terkumpul di dalam huruf ba-nya, yang maknanya “Karena Akulah semua yang sudah ada dan yang akan ada”. Dan sebagian ulama menambahkan, bahwa makna ba terkumpul pada titiknya, yang menunjukkan kepada tunggal dan tiada berbilang. Dialah Yang Esa, tiada bandingan-Nya. Dan jumlah huruf basmalah itu ada sembilan belas huruf, sedangkan Jumlah malaikat penjaga neraka pun ada sembilan belas malaikat, sebagaimana firman Allah dalam Alguran,
“Neraka itu dijaga oleh sembilan belas malaikat.” (QS. 74: 30)
Ibnu Mas’ud ra. berkata: “Barangsiapa ingin diselamatkan oleh Allat dari malaikat zabaniyah (penjaga neraka) tersebut maka hendaklah ia membacanya, supaya setiap satu hurufnya dapat menjadi perisainya dan melindunginya dari satu malaikat zabaniyah tersebut.”
Dan Abubakar Al Warrag rahimahullah berkata: “Bismillaahirrah. maanirrahiim merupakan satu taman dari taman-taman surga. Dan setiap hurufnya mempunyai tafsir tersendiri.”
At Tabrani meriwayatkan bahwa, orang tidak akan masuk ke surga kecuali dengan paspor (surat jalan) yang berbunyi: “Bismillaahirrahmaanirrahiim Ini surat dari Allah untuk fulan bin fulan, masukkanlah ia oleh kalian ke dalam surga yang tinggi yang pohon buah-buahannya mudah dipetik.”
Dan diriwayatkan bahwa apabila ahli surga telah masuk ke dalam surga, mereka mengatakan: “Bismillaahirrahmaanirrahiim, segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memben kepada kami tempat ini sedang kami diperkenankan menempati tempat dalam surga di mana saja yang kami kehendaki, maka surga itulah sebaikbaik balasan bagi orang-orang yang beramal.” Dan apabila ahli neraka telah masuk ke dalam neraka, mereka mengatakan: “Bismillaahirrahmaanirrhiim, Tuhan kami tidak menganiaya kami tetapi kami sendirilah yang telah menganiaya diri kami.”
Di dalam akhbar diceritakan bahwa, Nabi bersabda, yang artinya: “Ketika aku di-isra-kan ke langit, maka diperlihatkan kepadaku seluruh surga. Di dalamnya, aku lihat ada empat macam sungai. Satu sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, satu sungai dari susu yang tidak berubah rasanya, satu sungai dari arak yang lezat diminum dan satu sungai dari madu yang jernih. (Sebagaimana disebutkan dalam Alguran:
“.. yang di dalamnya ada sungai-sungai air yang tiduk berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari arak yang lesat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring (QS. 47:15)
Kemudian aku bertanya kepada Jibril: “Dari mana sungai-sungai ini datang dan ke mana perginya?” Jibril menjawab: “Perginya ke telaga Kautsar, dan saya tidak tahu dari mana datangnya. Mohonlah kepada Allah supaya Dia memperlihatkannya kepadamu.” Maka Beliau pun lalu berdoa kepada Tuhannya. Lalu datang satu malaikat seraya memberi salam kepada Beliau, kemudian ia berkata: “Ya Muhammad, pejamkan matamu.” Rasulullah bersabda: “Maka aku pun lalu memejamkan mataku. Kemudian malaikat itu berkata pula, “Sekarang, bukalah matamu.’ Maka aku pun lalu membukakan mataku kembali. Ternyata aku tclah berada di sebuah pohon yang besar. Dan aku lihat ada sebuah kubah terbuat dari mutiara putih. Kubah itu mempunyai daun pintu yang terbuat dari emas kuning, dalam riwayat lain dari zamrud hijau, yang seandainya seluruh manusia dan jin yang ada di dunia berdiri di atas kubah tersebut, maka mereka itu hanya seperti seekor burung yang bertengger di atas sebuah gunung, atau seperti sebuah bola yang dilemparkan ke lautan. Aku lihat keempat anak sungai tadi mengalir dari bawah kubah itu. Ketika aku hendak berbalik kembali, malaikat yang membawaku tadi berkata: “Mengapa Tuan tidak masuk ke dalam kubah itu?’ Aku menjawab: “Bagaimana saya masuk ke dalamnya sedangkan di pintu itu ada gembok terbuat dari emas, dan saya tidak tahu cara membukanya?” Malaikat itu berkata: “Kuncinya ada di tangan Tuan.’ Aku bertanya: “Mana kuncinya? Malaikat itu menjawab: “Kuncinya adalah bismillaahirrahmaanirrahiim. Setelah aku mendekati gembok itu, maka aku ucapkan: bismillaahirrahmaanirrahiim. Maka terbukalah gembok itu lalu aku pun masuk ke dalam kubah tersebut. Aku lihat keempat anak sungai tersebut mengalir dari bawah keempat tiang kubah itu. Ketika aku hendak keluar kembali, malaikat tadi berkata: “Apakah sudah Tuan lihat, Ya Muhammad.?’ Aku jawab: “Sudah saya lihat.” Malaikat itu berkata kembali: “Coba lihat sekali lagi.” Ketika aku lihat kembali, ternyata pada keempat tiang itu tertulis kalimat bismillaahirrahmaanirrahiim. Aku lihat sungai air mengalir dari huruf mim bismi sungai susu mengalir dari huruf ha Allah, sungai arak keluar dari huruf mim arrahmaan, dan sungai madu mengalir dari huruf mim arrahiim. Maka tahulah aku sekarang bahwa keempat sungai tersebut berasal dari kalimat basmalah. Allah berfirman: “Ya Muhammad, barangsiapa di antara umatmu menyebut-Ku dengan asma ini, dan mengucapkan dengan hati yang tulus bismillahirrahmaa-nirrahiim, niscaya Aku beri ia minum dari keempat sungai ini.”
Dari Amirilmukminin Abu Hafs Umar bin Khattab , ia berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang akan memperoleh menurut apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa yang (niat) hijrahnya itu menuju kepada (keridaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang (niat) hijrahnya itu menuju kepada (keinginan) dunia yang hendak diperolehnya atau wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanya sebatas apa yang ia niatkan itu saja.
Hadis ini diriwayatkan oleh dua imam ahli hadis, yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah, Al Bukhari, dan Abul Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi Annaisaburi, di dalam kitab hadis mereka yang sahih, yang keduanya merupakan kitab hadis yang paling sahih di antara seluruh kitab hadis yang pernah disusun orang.
PENJELASAN:
Sebagian ulama mengatakan bahwa poros agama Islam itu adalah pada hadis innamal a’maal bin niyyaat dan hadis al halaalu bayyinun wal haraamu bayyinun dan hadis man ‘amila “amalan laisa “alaihi amrunaa fahuwa raddun dan hadis min husni islaamil mar-i tarkuhu maa laa ya’niihi, masing-masing hadis tersebut merupakan seperempat Islam.
Ulama lainnya mengatakan: “Seandainya saya menyusun seratus kitab, tentu setiap kitab itu akan saya mulai dengan hadis innamal a’maal bin niyyaat. Ia merupakan hadis agung. Dahulu para salaf yang salih suka membuka tulisan mereka dengan hadis ini untuk memperingatkan kepada para pelajar supaya memperhatian niat yang baik. Karena niat itu merupakan amal hati yang paling besar. Sedangkan perbuatan taat pun tergantung kepadanya dan pada niatlah porosnya.” Dan Abu Ubaidah berkata: “Tidak ada akhbar Nabi yang lebih sempurna, lebih mencukupi, lebih banyak faedah dan lebih menyampaikan daripada hadis ini.
(Innamal a’maal bin niyyaat) Jumhur ulama mengatakan bahwa kata innamaa digunakan untuk “membatasi’ terhadap apa yang disebutkan saja, dan meniadakan yang selainnya. Jadi maksud hadis ini adalah bahwa amal itu akan diperhitungkan kalau disertai dengan niat dan tidak akan diperhitungkan kalau tidak disertai dengan niat. Jadi, tidak ada amal tanpa niat. Dengan demikian maksud dari sabda Nabi innamal amaal itu adalah bahwa syariat yang berkaitan dengan badan, baik berupa perbuatan maupun ucapan, yang keluar dari seorang yang mukmin, haruslah disertai dengan niat.
Niat menurut bahasa artinya gashdun (bermaksud), sedangkan menurut syariat artinya: bermaksud mengerjakan sesuatu yang disertai dengan mengerjakannya. Jika tidak langsung dikerjakan maka ia disebut “azman. Pembicaraan mengenai niat ini telah dikupas secara panjang lebar di dalam ilmu fikih.
Perlu diketahui bahwa kata innamaa yang berfungsi untuk membatasi tadi maksudnya tidak secara keseluruhan (kulli) tetapi kebanyakan saja (aktsari), sebab adakalanya ada amal yang tetap sah tanpa niat, seperti azan dan membaca Alguran. Begitu pula sah meninggalkan sesuatu perbuatan tanpa disertai niat, seperti meninggalkan perbuatan zina. Dalam kaitan ini para ulama telah membahasnya secara panjang lebar.
(Wa innama likullim-ri-in maa nawaa) maksudnya adalah ganjarannya. Jika perbuatan tersebut dilandasi oleh niat yang baik maka baik pula ganjarannya dan jika buruk maka buruk pula ganjarannya. Dengan demikian niat seseorang mukmin itu lebih baik daripada amalnya. Niat yang ikhlas semata-mata karena Allah itu selalu disyariatkan secara umum kepada umat-umat sebelum kita. Allah berfirman,
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh. (QS. 42: 13)
Abul “Aliyah berkata: “Allah telah mewasiatkan kepada mereka agar beribadat dengan ikhlas semata-mata karcna Allah , tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Scyogianya bagi scscorang yang hendak melakukan suatu perbuatan taat agar dia menghadirkan niat lebih dahulu. Dia harus berniat dengan ikhlas semata-mata untuk Allah . Niat merupakan pokok amal seluruhnya, dan ia adalah asas, di atas asas itulah tiang-tiang bangunan dipancangkan. Barangsiapa membukakan bagi dirinya satu pintu kebaikan, maka Allah akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kepada taufik, dan barangsiapa membukakan bagi dirinya satu pintu keburukan, maka Allah akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kepada kehinaan. Pintu kebaikan itu berasal dari niat yang baik, dan pintu keburukan itu berasal dari niat yang buruk pula.
Apabila seseorang hamba berniat untuk melakukan sesuatu kebaikan, ia akan diberi pahala sekalipun tidak sampai dikerjakannya. Sebagaimana disebutkan dalam Musnad Abi Ya’la, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya: “Pada hari kiamat, Allah berfirman kepada malaikat hafazhah “Tuliskanlah buat hamba-Ku sekian-sekian pahala,” mereka menjawab, “Oh Tuhan kami, kami tidak mengingatnya dan juga tidak tertulis di lembaran amalnya?’ Allah berfirman: “Dia telah berniat untuk melakukannya.’”
HIKAYAT:
Ada dua orang bersaudara, yang satu abid yang lain fasik. Si abid tadi berangan-angan ingin melihat Iblis. Maka pada suatu hari, Iblis benarbenar menampakkan diri kepadanya. Iblis berkata kepadanya: “Sungguh sayang, engkau telah membuang-buang waktumu selama empat puluh tahun dengan mengekang dirimu dan memayahkan badanmu. Umurmu masih tersisa seperti yang sudah terbuang itu, maka pergunakanlah untuk bersenang-senang mengikuti keinginan nafsumu.”
Si abid lalu berkata dalam hatinya: “Saya akan turun menemui saudaraku di bawah rumah untuk menemaninya makan minum dan bersenang-senang selama dua puluh tahun, kemudian saya akan bertobat dan kembali beribadat kepada Allah selama dua puluh tahun sisa umurku tersebut.” Maka ia pun lalu beranjak turun dengan niat demikian itu. Sedangkan saudaranya si fasik, baru saja tersadar dari mabuknya. Didapatinya dirinya dalam keadaan yang sangat buruk, ia telah mengencingi pakaiannya dan tubuhnya terkapar di atas tanah dalam kegelapan. Maka berkatalah ia dalam hatinya: “Aku telah menghabiskan umurku dalam perbuatan maksiat, sedangkan saudaraku bersenang-senang dalam perbuatan taat kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya. Maka kelak ia akan masuk ke dalam surga dengan berkat taatnya kepada Tuhannya, sedangkan aku dengan perbuatan maksiat yang telah kulakukan akan masuk ke dalam neraka.” Kemudian ia bertekad untuk bertobat dan berniat untuk melakukan kebaikan dan ibadat kepada Allah. Maka ia pun naik menuju ke tempat saudaranya untuk mengerjakan ibadat bersamasama saudaranya itu. Si fasik naik dengan niat ibadat sedangkan si abid turun dengan niat maksiat. Ketika sedang turun itu, si abid tergelincir hingga jatuh menimpa saudaranya yang sedang naik. Karena ajal sudah sampai, keduanya akhirnya meninggal dunia. Si abid kelak pada hari kiamat dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan maksiat, sedangkan si fasik dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan perbuatan taat.
Karenanya, hendaklah setiap orang senantiasa berniat yang baik-baik saja.
HIKAYAT:
Pada hari kiamat kelak, seorang hamba dibawa menghadap ke hadirat Allah sambil membawa amal baiknya yang banyaknya laksana sebuah gunung. Kemudian diserukan: “Barangsiapa mempunyai hak pada si fulan maka hendaklah 1a datang kepadanya dan mengambil haknya itu.” Maka berdatanganlah orang-orang menemui si hamba tadi lalu mengambil kebaikan-kebaikannya yang seperti gunung tadi hingga habis tidak tersisa sama sekali. Orang itu menjadi kebingungan, lantas Allah berfirman kepadanya: “Hai hamba-Ku, engkau masih memiliki perbendaharaan di sisi-Ku yang tidak terlihat oleh seorang pun dari makhluk-Ku.” Si hamba bertanya: “Apakah itu, wahai Tuhanku?” Allah menjawab: “Niatmu, yang dahulu engkau pernah berniat untuk melakukan kebaikan. Aku catatkan pahalanya di sisi-Ku tujuh puluh kali lipat.”
HIKAYAT:
Pada hari kiamat kelak seorang hamba dihadapkan ke hadirat Allah, lalu diserahkan kitab amalnya kepadanya, yang diambilnya dengan tangan kanannya. Si hamba tadi melihat di dalam catatan amalnya itu pahala haji, jihad dan sedekah yang belum pernah dilakukannya. Maka ia pun berkata: “Oh Tuhanku, ini bukan catatan amalku, karena dahulu aku tidak pernah melakukan itu semua.” Allah menjawab: “Itu adalah benar-benar catatan amalmu. Dahulu engkau hidup panjang umur, dan engkau sering berniat baik. Engkau berkata, “Kalau aku punya uang aku akan naik haji, kalau aku ada uang aku akan bersedekah,” Maka Aku ketahui niatmu yang tulus itu, lalu Aku beri engkau pahala atas niatmu tersebut.”
Wahai saudaraku, dari kisah-kisah tadi jelas, bahwa orang yang berniat melakukan sesuatu kebaikan dia akan memperoleh ganjarannya. Dalam hadis, Nabi pernah bersabda yang artinya: “Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya.” Konon, sebab disabdakannya hadis tersebut adalah bahwa, Nabi pernah menjanjikan pahala bagi orang yang mau menggali sebuah sumur. Maka Utsman berniat akan menggalinya. Namun ia didahului oleh seorang kafir, orang kafir inilah yang menggalinya. Maka Nabi bersabda: Niat seorang mukmin (maksudnya Utsman) lebih baik daripada amalnya (yakni si kafir). Dan konon, niat semata-mata dari seorang mukmin adalah lebih baik daripada amalnya yang tidak disertai niat.
Sebagian ulama mengatakan bahwa, niat seorang mukmin dapat mencapai apa yang tidak bisa dicapai oleh amal. Karena niatnya akan beribadat kepada Allah andaikata umurnya sampai seribu tahun, sedangkan amalnya tidak bisa mencapai umur demikian itu. Hadis ini diriwayatkan oleh At Tabrani di dalam Al Mu’jam.
(Faman kaanat hijratuhu ilallaahi wa rasuulihi) yaitu niat dan tujuannya.
(Fahijratuhu ilallaahi wa rasuulihi) yaitu menurut hukum dan syariatnya.
(Waman kaanat hijratuhu lidunyaa) Dunia adalah tempat yang kita diami sckarang. Ia dinamakan dunia karena hinanya dan karcna lebih dahulu daripada akhirat. Dunia adalah tempat kesusahan, kesedihan, kekeruhan, kepayahan dan kelelahan. Ia juga mengangkat derajat orang yang bodoh dan merendahkan orang yang berilmu. Seperti kata penyair:
Aku cela dunia karena teluh memuliakan orang bodoh dan merenduhkan orang alim, lalu ia menjawab “Maaf, orang-orang bodoh itu aduluh anuk-anukku muka aku muliakan mereka dan orang-orang takwa itu anuk-anuk maduku yang lain Muka apukuh pantas aku biarkan anak-anakku mati secara sia-sia dan uku menyusui anak-anak maduku yang lain?”
(Yushiibuhaa) yakni yang akan diperolehnya. Seluruh keinginan duniawi yang hendak diraihnya dengan hijrah tersebut.
(Awim-ra-atin yankihuhaa) atau wanita yang akan dinikahinya, sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat. Wanita khusus disebutkan di sini padahal ia sudah termasuk bagian dari dunia, karena ja merupakan fitnah yang maha besar. Dalam hadis disebutkan bahwa, Nabi bersabda, yang artinya: “Tidaklah aku tinggalkan sesuduhku suatu fitnah yang lebih banyuk membawa bencana kepada kaum lelaki melebihi fimuh yang datangnya dari perempuan.”
Di samping itu, ada kejadian lain, yaitu ada seorang laki-laki yang melakukan hijrah ke Madinah karena ingin menikahi seorang wanita bernama Ummu Qais. Karena itulah ia discbut Muhajir Ummi Oais (orang yang hijrah karena Ummu Qais). Pada lahirnya ia tampak melakukan hijrah, tetapi pada batinnya ia berniat untuk menikahi scorang wanita. Karena ia memendam tujuan lain yang berbeda dengan apa yang ia tampakkan, maka ia pantas untuk dicela, dan dijadikan perumpamaan bagi orang yang melakukan hal yang serupa dengan apa yang dilakukannya itu.
(Fahijratuhu ilaa maa haajara ilaihi) scbagai jawab dari kata man.
Hijrah adalah suatu perbuatan yang berasal dari kata hajara, yang artinya menurut bahasa adalah meninggalkan. Sedangkan yang dimaksudkan di sini adalah meninggalkan negeri asal pindah ke negeri lain. Sebab tujuan hijrah yang mula-mula adalah hijrah dari Mckah ke Madinah.
Secara umum hukum hijrah dari negen kafir ke negeri Islam tetap berlaku sampai kapan pun sebagaimana diuraikan dalam kitab-kitab fikih secara rinci. Adakalanya hijrah juga diartikan meninggalkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah, seperti yang discbutkan dalam salah satu hadis yang artinya: Mujahid (pejuang yang sebenarnya) adaluh orang yang berjuang melawan hawa nafsunya, dun muhajir (orang yang berhijrah yang sebenarnya) adalah orang yang meninggulkan apa-apa yang dilarang oleh Allah atasnya.
Maka seseorang bisa dikategorikan juga sebagai orang yang hijrah apabila ia meninggalkan negeri yang penduduknya sudah terbiasa makan haram, atau hijrah meninggalkan negeri yang di situ para ulama dan orang-orang salihnya dicaci maki.
PENUTUP:
Wahai saudaraku, orang yang berakal dan tahu bahwa dia akan mati, tentu akan rela dengan dunia ala kadarnya saja, sebaliknya dia akan giat beramal untuk akhiratnya. Sebab akhirat itu adalah tempat kediaman yang abadi, sedangkan dunia adalah tempat kediaman sementara. Imam Ali bin Abithalib Karamallaahu wajhah berkata: “Dunia telah berada di belakang sedang akhirat menyongsong di hadapan, maka jadilah kalian sebagai anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Karena sekarang hanya ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan esok hanya ada hisab dan tidak ada amal.”
Diriwayatkan, bahwa ketika Nabi sedang duduk-duduk di dalam masjid, tiba-tiba masuk seorang laki-laki yang berkulit putih, bagus rambutnya dan berpakaian warna putih. Laki-laki itu memberi salam kepada Nabi, dan Beliau membalas salamnya. Kemudian laki-laki itu bertanya kepada Beliau tentang dunia, lalu dijawab oleh Baginda: “Dunia itu seperti mimpi yang dialami oleh orang yang sedang tidur, dan penghuninya akan diberi pahala atau disiksa.” Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Dan apakah akhirat itu?” Nabi menjawab sambil menyitir firman Allah:
yang artinya: Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka. (QS. 42:7) Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Ya Rasulullah, apakah yang harus dilakukan untuk memperoleh surga itu?” Nabi menjawab: “Hendaklah engkau tinggalkan dunia guna memperoleh kenikmatan surga yang abadi.” Tanya: “Siapakah orang yang terbaik dari umat ini?” Jawab: “Ialah orang yang berbuat taat kepada Allah.” Tanya: “Bagaimana keadaan orang di dalamnya?” Jawab: “Bersungguh-sungguh seperti orang yang mencari kafilah.” Tanya: “Berapa yang tinggal di dalamnya?” Jawab: “Seperti yang ketinggalan kafilah.” Tanya: “Berapa jarak antara dunia dan akhirat?” Jawab: “Sekejap mata.” Kemudian laki-laki itu pergi, dan tidak ada seorang pun yang melihatnya lagi. Lalu Rasulullah berkata: “Tadi itu adalah Jibril yang datang untuk menjadikan kalian supaya suhud terhadap dunia.”
Ibnu Abbas berkata: “Pada hari kiamat kelak, dunia akan ditampilkan dalam rupa seorang perempuan tua yang renta dan jelek, yang taring-taringnya menjulur keluar. Tidak ada yang melihatnya, melainkan ia akan membencinya. Lalu ditanyakan kepada khalayak: “Tahukah kalian siapakah ini?” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari orang ini!” Kemudian dijelaskan: “Inilah dunia yang dahulu kalian bangga-banggakan dan berbunuh-bunuhan di atasnya.”
Dan di dalam kitab Al Manhiyyaat disebutkan: “Janganlah kalian mencintai dunia, karena ia bukan tempat kaum mukminin. Jangan bersahabat dengan setan, karena ia bukan teman kaum mukminin. Jangan menyakiti hati orang, karena ia bukan pekerjaan kaum mukminin. Wahai orang yang di hadapannya ada huru-hara hisab dan sirat. Wahai orang yang kurang setia. Wahai orang yang banyak tipu dan bersuka ria. Wahai orang yang malas berbuat taat kepada Tuhannya, dan rajin mengikuti hawa nafsunya. Wahai orang yang menantang Tuhannya dengan perbuatan maksiat, engkau telah melampaui batas dalam melakukan pelanggaran. Angkatlah kedua belah tanganmu bersamaku dan marilah berdoa: “Ilaahi, berkat kemurahan-Mu mudahkanlah kami untuk berbuat taat kepada-Mu, dan tunjukilah kami kepada apa yang Engkau sukai dan Engkau ridai dalam setiap waktu. Ampunilah segala dosa kami dengan berkat kemurahan-Mu wahai Tuhan Yang Maha Pemurah. Bangunkanlah kami dengan berkat kedudukan Nabi-Mu Muhammad dari lelapnya kelalaian. Anugerahilah kami kesadaran terhadap apa yang tersisa, dan ingatkanlah kami terhadap apa yang sudah luput. Dan selamatkanlah kami di dunia dan di akhirat dari segala bencana. Amin…amin…amin. Walhamdu lillaahi rabbil aalamiin.
Dari Sayyidina Umar bin Khattab. Ia berkata:
Artinya:
Pada suatu hari, ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah &, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan pakaian yang sangat putih dun rambutnya hitam sekali. Tidak kelihatan pada dirinya bekas dari perjalanan jauh, sedang kami tidak ada yang mengenalnya. Kemudian laki-laki itu duduk di hadapan Nabi sambil menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di kedua puhanya, lalu bertanya: “Ya Muhammad, beritahukanlah kepada saya tentang agama Islam?”Rasulullah menjawab: “Agama Islam itu adalah engkau harus bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah: mendirikan salat, menunaikan zakat: berpuasa di bulan Ramadan, dan naik haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.” Laki-laki itu berkata:“Tuan benar.” Kami merusa heran kepada orang itu, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkan. Kemudian laki-laki itu bertanya kembali: “Beritahukanlah kepadaku tentang iman?” Beliuu menjawab: “Iman itu adalah engkau harus percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada hari kiamat, serta engkau harus percaya kepada (adanya) takdir baik dan buruk.” Orang itu berkata: “Tuan benar.”
Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Beritahukanlah kepadaku tentang ihsan?” Beliau menjawab: “Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, sebab sekalipun engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu.”
Kemudian laki-laki itu bertanya kembali: “Sekarang, beritahukanlah kepadaku tentang hari kiamat?” Rasulullah menjawab: “Orang yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.” “Beritahukanlah kepadaku tentang tanda-tandanya saja?” Tanya lakilaki itu pula.Beliau menjawab:“Apabila ada seorang budak wanita melahirkan tuannya, dan apabila ada seorang yang asalnya hidup melarat, berpakaian compang-camping dan tanpa mengenakan alas kaki, sebagai pengembala kambing, kemudian menjadi kaya raya hingga berlomba-lomba dalam membangun rumah mewah.” Kemudian laki-laki itu pergi. Nabi diam sejenak, lalu Nabi bertanya kepadaku: “Hai Umar, tahukah engkau siapakah yang bertanya tadi?” Saya menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau lalu menjelaskan: “Itulah Jibril, yang datang kepada kalian untuk mengajarkan kalian tentang agama kalian.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepada kalian supaya dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz di atas, dan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah ra. dengan maknanya. Di dalamnya tercakup seluruh peribadatan baik yang lahir maupun yang batin.
(Bainamaa nahnu juluusun ‘inda rasuulullaahi && dzaata yaumin idz thala’a ‘alainaa rajulun syadiidu bayaadhits tsiyaabi syadiidu sawaadisy sya’rilaa yuraa alaihi atsarus safari, wa laa ya’rifuhu minnaa ahadun) Dari penampilan laki-laki yang datang dengan rupa yang baik itu dapat ditarik kesimpulan sunnahnya berpenampilan yang baik dalam menuntut ilmu dan menemui orang lain. Nabi bersabda, yang artinya: Sebaik-baik pakaian yang kalian kenakan untuk berziarah kepada Allah di kuburan kalian dan masjid-masjid kalian adalah yang berwarna putih.” Dan Ibnu Abdissalam berkata: “Tidak mengapa mengenakan pakaian yang menjadi ciri seorang ulama, supaya dikenal orang dan ditanyai. Karena saya dahulu sewaktu sedang melaksanakan ihram, saya pernah menegur sekelompok orang yang tidak kenal pada saya, yang juga sedang ihram, karena kesalahan mereka dalam adab tawaf, namun mereka tidak mempedulikan teguran saya tersebut. Kemudian ketika saya mengenakan pakaian fukaha, saya kembali menegur mereka, dan ternyata mereka mau mendengarkan dan menuruti saya.” Apabila seseorang mengenakan pakaian tersebut untuk hal seperti itu, maka dia akan memperoleh pahala. Karena dia menjadi sebab diturutinya perintah Allah dan dijauhinya larangan-Nya.
Ulama berkata: “Dimakruhkan mengenakan pakaian yang kasar tanpa ada tujuan yang dibolehkan oleh syariat.” Konon Alhasan pernah mencopot pakaian yang dikenakan oleh Farqad, seraya berkata kepadanya: “Hei Farqad, bakti itu bukan dengan mengenakan pakaian seperti ini, tetapi apa yang ada di dalam dada dan dibuktikan oleh amal perbuatan.”
(Hattaa jalasa) maksudnya, ia datang lalu duduk di dekat Nabi .
(Ilan Nabiyyi ) adapun sebab tidak dikatakan baina yadaihi adalah konon karena keadaannya menunjukkan bahwa dia datang bukan untuk belajar, melainkan untuk mengajar.
(Fa asnada rukbataihi ilaa rukbataihi) Jelasnya, ia duduk di hadapan Nabi , sebab kalau ia duduk di samping Baginda Nabi tentu ia tidak mungkin dapat menyandarkan kedua lututnya ke lutut Baginda Nabi. Namun ini bukan duduk seperti duduknya seorang murid di hadapan gurunya untuk belajar. Jibril melakukan itu hanyalah untuk memperingatkan apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang penanya berupa kekuatan batin dan tidak malu dalam mengajukan pertanyaan sekalipun orang yang ditanyanya itu adalah orang yang dihormati dan diseganinya. Juga sikap apa yang harus dimiliki oleh orang yang ditanya berupa sifat rendah hati dan pemaaf terhadap si penanya sekalipun si penanya kurang memperhatikan sikap hormat dan etika dalam mengajukan pertanyaan.
(Wa wadha’a kaffaihi ‘alaa fakhidzaihi) maksudnya, laki-laki itu meletakkan kedua tangannya di kedua paha Nabi . Dia melakukan itu adalah untuk menunjukkan keakraban, karena pada prinsipnya antara keduanya telah terjalin hubungan yang erat pada saat disampaikannya wahyu. Hal ini telah dinyatakan dengan jelas dalam hadis yang diriwayatkan oleh An Nasaai dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Dzarr , yang artinya: hingga dia melatakkan kedua tangannya di atas lutut Nabi .
(Wa gaala yaa Muhammad) Di sini Jibril memanggil Baginda dengan menyebutkan namanya saja sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-orang Baduwi (orang Arab pedalaman) padahal ini hukumnya haram. Itu tidak lain adalah karena keadaannya menunjukkan kepada keakraban, dia datang bukan untuk belajar namun untuk mengajar, seperti yang telah kami kemukakan di muka, atau boleh jadi itu dilakukan sebelum adanya pengharaman.
(Akhbirnii Qanil islaam) yakni tentang hakikatnya.
(Faqaala rasulullah ) menjawab pertanyaan tersebut.
(Al Islaamu an tasyhada al-laa ilaaha illallaah) yakni, engkau tahu bahwa tidak ada Tuhan yang pantas untuk disembah dengan benar di dalam alam ini selain hanya Allah yang wajib ada-Nya.
(wa anna muhammadar rasuulullaah) yakni, dan engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan engkau membenarkan yang demikian itu.
(wa tuqiimash shalaata) yakni, engkau dirikan salat itu dengan melengkapi rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, dan engkau lakukan secara teratur pada waktu-waktunya.
(wa tu’tiyaz zakaata) yakni, engkau tunaikan sesuai dengan apa yang disyariatkan.
(wa tashuumu ramadhaana) dinamakan ramadhaana karena udara pada saat itu sangat panas. Dari sabda Beliau yang hanya menyebutkan ramadhaana tanpa didahului oleh kata syahru dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak makruh menyebutkan ramadhaan saja tanpa syahru.
(wa tahujjul baita) yakni, pergi ke Baitullah untuk melaksanakan manasik haji dengan cara-cara yang tertentu.
(inis-tatha’ta ilaihi sabiilaa) yang dimaksud dengan mampu di sini adalah adanya bekal dan kendaraan serta lain-lain yang diperlukan dalam perjalanan haji tersebut. Adapun sebab hanya ibadat haji saja yang dikaitkan dengan kemampuan, sedang ibadatibadat lain sebelumnya tidak disyaratkan yang demikian itu, padahal ibadat-ibadat lain juga disyaratkan dalam haji adalah karena terdapatnya kesulitan yang besar di dalamnya yang tidak dijumpai dalam ibadat-ibadat yang lain.
Peringatan:
Lahir hadis ini menunjukkan bahwa seseorang disebut sebagai orang Islam adalah jika ia mengucapkan dua kalimat syahadat hingga kalau dia menyingkat hanya mengucapkan satu kalimat saja, itu masih belum cukup. Dan sebab mengucapkan dua kalimat syahadat ini disebut lebih dahulu dari yang lain adalah karena dengan keduanya itu dapat diperoleh iman, yang merupakan pokok. Semua ibadat dibangun di atasnya dan disyaratkan harus beriman, serta dengan iman pula akan diperoleh keselamatan dunia akhirat. Kemudian salat, karena ia merupakan tiang agama, dan juga salat itu menjadi pembeda antara seorang mukmin dan kafir, dan karena salat itu sangat dibutuhkan, serta karena salat itu dikerjakan berulang-ulang lima kali dalam sehari. Kemudian zakat, karena ia merupakan pasangan salat di dalam kebanyakan ayat Alguran, dan karena kewajiban zakat itu pada harta orang yang mukallaf dan lainnya menurut sebagian besar ulama. Kemudian puasa di bulan Ramadan, karena berulang-ulang dalam setiap tahunnya serta banyaknya orang yang melakukannya, bcrbcda dengan ibadat haji. Kemudian ibadat haji, karena adanya ancaman terhadap orang mampu yang tidak melakukannya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
yang artinya: Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Muhakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. 3: 97) Dan seperti sabda Nabi , yang artinya: Maka ia boleh memilih mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani. Hal ini akan kita bahas lagi secara lebih luas setelah ini.
(Qaala) yakni, orang yang bertanya kepada Nabi itu berkata.
(Shadaqta) yakni, jawaban yang Tuan berikan itu adalah benar. Sayyidina Umar berkata: (fa ‘ajabna minhu yas-aluhu wa yushaddiquhu) yakni, kami heran karena pembenarannya itu, sebab itu menunjukkan bahwa ia telah mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukannya itu. Padahal ia tidak tahu kecuali dari penjelasan yang diberikan oleh Nabi tersebut. Atau bisa juga dikatakan bahwa, pertanyaannya itu menunjukkan bahwa dia tidak tahu, sedangkan pembenarannya itu menunjukkan bahwa dia sudah tahu. Yang jelas keadaannya itu adalah bahwa sebelumnya memang dia sudah tahu, bukan dari sebab mendengarkan penjelasan Nabi terebut. Keheranan para sahabat tadi akhirnya lenyap setelah diberitahu oleh Nabi bahwa lelaki itu sebenarnya adalah Jibril yang hendak mengajarkan ajaran agama mereka kepada mereka. Dengan demikian jelas, bahwa dia adalah seorang alim yang menyamar sebagai pelajar untuk mengajar dan mengingatkan mereka.
(Qaala fa akhbirnii anil iimaani, gaala an tu’minu billaahi) yakni, supaya engkau mempercayai wujud dan sifat-Nya yang tidak sempurna ketuhanan itu kecuali dengannya. Para ulama berkata: “Iman kepada Allah Jalla Jalaaluh itu mengandung dua makna (1) iman kepada Dzat-Nya dan (2) iman kepada wahdaniyah (keesaan)-Nya. Adapun iman kepada Dzat-Nya yang mulia itu adalah bahwa Anda harus tahu dengan yakin bahwa Dzat Allah itu tidak sama dengan dzat-dzat makhluk sebagaimana sifat-Nya juga tidak sama dengan sifat-sifat makhluk. Apa saja yang Anda bayangkan tentang Allah dalam benak Anda maka Allah berbeda dengan semuanya itu. Karena Anda adalah makhluk, dan semua yang Anda bayangkan itu juga adalah makhluk seperti Anda. Sebab Allah Mahasuci dari menyusup pada makhluk atau makhluk menyusup pada-Nya. Anda adalah jisim dan materi sedangkan Allah bukan. Anda memiliki jenis dan bentuk, sedangkan Allah tidak Adapun iman kepada wahdaniyah (keesaan) Allah itu adalah Anda harus tahu dengan yakin bahwa Dia tunggal dalam kekuasaan dan perencanaan, satu dalam Dzat-Nya, satu dalam sifat-Nya, satu dalam perbuatan-Nys dan satu dalam firman-Nya.
(Wa malaaikatuhu) malaikat adalab kata jamak dari malak, yaitu makhluk halus yang dapat berganti rupa sesuai dengan kehendaknya. Adapun iman kepada malaikat itu artinya adalah membenarkan keberadaan mercka dan bahwa mereka itu adalah seperti yang digambarkan olch Allah 4& dalam firman-Nya,
(malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (QS. 21: 26).
(Wa kutubihi) makna iman kepada kitab-kitab adalah membenarkan bahwa Kitab-Kitab tersebut merupakan Kalam Allah yang diturunkan kepada rasul-rasul-Nya alaihimus salaatu wassalam dan seluruh isinya adalah benar belaka.
(Wa rusulihi) makna iman kepada para rasul itu adalah membenarkan apa yang dibawa oleh para rasul tersebut adalah dari Allah.
(Wal yaumil aakhiri) yaitu hari kiamat. Makna iman kepada hari akhir adalah membenarkan akan adanya hari kiamat dengan segala hal yang berkaitan dengannya. Ia disebut hari akhir sebab ia merupakan hari terakhir dari hari-hari dunia dan akhir dari masa yang terbatas.
(Wa tu’minu bil qadari khairihi wa syarrihi) makna iman kepada qada dan qadar ini adalah meyakini bahwa Allah telah menakdirkan baik dan buruk sebelum penciptaan makhluk, dan bahwa seluruh alam semesta ini terwujud dengan gada dan gadarNya, dan Dia berkehendak untuknya. Keyakinan yang mantap terhadap hal ini telah cukup tanpa harus disertai dengan bukti. Adapun arti takdir baik dan buruk itu adalah bahwa, perbuatan taat dan semua amal salih itu merupakan takdir baik, sedangkan kufur dan seluruh perbuatan maksiat itu merupakan takdir buruk. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa, takdir baik itu adalah semua yang menyenangkan jiwa seperti, makan minum yang enak, badan yang schat, kawin dan lain-lain. Sedangkan takdir buruk itu adalah semua yang tidak menyenangkan jiwa, seperti penyakit, lapar, dahaga, takut dan lain-lain.
(Qaala shadata) maksudnya telah disebutkan di muka.
(Qaala fa akhbirnii nil ihsaan) yakni ikhlas.
(Qaala an ta’budallaaha ka annaka taroohu fa in lam takun taroohu fa innahu yarooka) ini merupakan kesempurnaan ucapan nabi , karena mencakup magam musyahadah dan magam muragabah. Penjelasannya adalah, bahwa seorang hamba dalam ibadatnya itu mempunyai tiga magam: (1) ja melakukan ibadat itu dari segi menggugurkan kewajiban yaitu dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya, (2) selain memenuhi syarat dan rukun tadi, ia juga tenggelam dalam lautan mukasyafat hingga seolah-olah ia melihat Allah. Ini merupakan magam Nabi , seperti sabda Beliau yang artinya: Dan dijadikan salat itu sebagai kesenanganku. (3) ia melaksanakan salat seperti tadi, memenuhi syarat dan rukunnya, kemudian ia dikuasai oleh perasaan bahwa Allah menyaksikan salatnya itu. Ini merupakan magam muragabah. Sabda beliau sekalipun engkau tidak melihat-Nya turun dari magam mukasyafat (seolah-olah engkau melihat-Nya) ke magam muragabah (sekalipun engkau tidak melihat-Nya, Dia melihatmu), yakni sekalipun engkau menyembah-Nya tidak seperti ahli rukyah (yang merasa melihat-Nya), maka sembahlah Dia dengan keyakinan seolah-olah Dia melihatmu. Ketiga magam ini semuanya dinamakan ihsan. Karena ihsan yang menjadi syarat sahnya ibadat itu adalah magam yang pertama, sedangkan kedua magam yang lainnya itu merupakan sifat orang-orang khas yang kebanyakan orang sulit melakukannya.
(Fa akhbirnii “anis saa’ah) yakni tentang waktu kiamat. Dinamakan kiamat karena cepat qiyumnya. Dan dinamakan saa’ah karena di sisi Allah terjadinya itu hanya seperti satu saat saja. Pertanyaan ini sengaja diberikan untuk memberitahukan bahwa kepastian tentang kapan terjadinya hari kiamat itu hanya diketahui oleh Allah, dengan demikian orang-orang tidak akan bertanya-tanya lagi. Sebab pertanyaan tentang kiamat ini sering diajukan orang, seperti firman Allah,
yang artinya: (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kiamat, bilakah terjadinya? (QS. 79: 42). Setelah adanya jawaban bahwa yang tahu tentang hari kiamat itu hanya Allah, maka orang-orang pun akhirnya tidak bertanya-tanya lagi.
(Mal mas-uulu ‘anhaa ) yakni tentang waktu kiamat itu.
(Bi a’lama minas saa-ili) yakni engkau tidak mengetahuinya dan aku pun tidak mengetahuinya. Maksud persamaan tidak lebih mengetahui antara keduanya adalah menafikan pengetahuan tentang kapan terjadinya hari kiamat, dan bukan sama-sama mengetahuinya.
(Qaala fa akhbirnii an amaaratihaa) yakni tentang tanda-tandanya. Yang dimaksudkan di sini adalah tanda-tanda yang mendahului terjadinya hari kiamat itu, bukan tanda-tanda yang menyertai datangnya hari kiamat, seperti terbit matahari dari barat, dan keluarnya binatang dari perut bumi.
(Qaala an talidal amatu robbatahaa) dalam riwayat lain robbahaa, ada beberapa perbedaan pendapat mengenai artinya, yang paling sahih adalah bahwa hadis ini memberitahukan akan banyaknya sahaya-sahaya wanita dan anak-anaknya. Anak yang diperoleh seorang sahaya wanita dari tuannya akhirnya akan menjadi tuannya pula. Sebab harta seseorang itu akan menjadi milik anaknya.
Ulama lain mengatakan bahwa, karena banyaknya negeri-negeri orang kafir yang berhasil ditaklukkan kaum muslimin, maka bertambah banyak pula sahaya-sahaya wanita. Dan anak yang diperoleh para sahaya wanita tersebut dari tuannya akhirnya menjadi tuannya pula, karena kemuliaan bapaknya.
(Wa an tarol hufaata) yakni orang yang tidak mengenakan sandal di kakinya.
(Al “Uraata) yakni orang yang tidak mengenakan pakaian apaapa di badannya.
(Al Aalata) yakni orang yang sangat melarat.
(ri’aa-asy syaa-i) yakni pengembala kambing.
(Yatathaawaluuna fil bun-yaan) yakni, mereka berlomba-lomba membangun rumah mewah. Tujuan dari hadis ini adalah untuk memberitahukan bahwa akan terjadi perubahan yang sangat menyolok di mana orang-orang yang asalnya hina dan melarat akan berhasil menguasai kekayaan yang berlimpah sehingga mereka berlombalomba untuk membangun gedung-gedung dan rumah-rumah mewah. Hal ini sesuai pula dengan bunyi hadis lain yang artinya: Kiamat belum akan terjadi sampai tiba suatu masa di mana orang yang paling senang hidupnya di dunia ini adalah lukak bin lukak (orang yang hina dan rendah). Kondisi seperti yang disebutkan dalam hadis ini sekarang sudah menjadi kenyataan.
(Tsumman-thalaqo) yakni laki-laki yang bertanya tadi.
(Falabitstu) yakni untuk beberapa lama Nabi diam tidak membicarakan masalah ini.
(Maliyyan) yakni waktu yang lama. Lama di sini menurut riwayat Abu Daud dan Tirmidzi adalah lebih dari tiga. Dalam riwayat lain, kata labitsa mendapat tambahan ta fail sehingga menjadi labits-tu maka artinya, Umar sendirilah yang memberitahukan tentang hal itu.
(Qaala yaa “umaru atadrii manis-saail? Qultu Allaahu wa rasuuluhu a’lamu, qaala fainnahu Jibriilu ataakum ywallimukum diinakum) yakni pokok-pokok agama kamu. Di dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa agama itu mencakup tiga nama: Islam, Iman dan Ihsan.
PENUTUP:
Ketahuilah bahwa, Jibril adalah malaikat perantara antara Allah dan rasul-Nya. Jibril berasal dari bahasa Suryani artinya Abdullah. Di dalam khabar disebutkan bahwa Allah membentuk rupa para malaikat menurut apa yang dikehendaki-Nya. Jibril pernah datang menemui Nabi. dalam rupa Dahyah Alkalabi. Dan dalam salah satu riwayat disebutkan, yang artinya: Tidaklah Jibril datang kepadaku dalam rupa yang tidak aku kenal, melainkan pada kali ini.
Ibnu Adil rahimahullah berkata: “Diriwayatkan bahwa Jibril. turun kepada Adam sebanyak duabelas kali, kepada Idris empat kali, kepada Nuh lima kali, kepada Ibrahim empat puluh dua kali, kepada Musa empat ratus kali, kepada Isa sepuluh kali, dan kepada Nabi Muhammad seribu dua puluh empat kali. “
Malaikat Jibril merupakan sosok makhluk yang sangat kuat. Kekuatannya yang sangat besar itu dibuktikannya ketika ia mengangkat negeri kaum Luth ke langit dengan sayapnya, kemudian dibalikkannya. Juga ketika ia memekik terhadap kaum Tsamud, sehingga mereka semuanya mati terkapar. Dan naik turunnya menemui para nabi hanya dalam tempo sekejap mata. Ia juga dinamakan An Naamus, sebagaimana disebutkan dalam hadis Bukhari dan Muslim.
Sebagian ulama menceritakan dalam karangannya, bahwa Allah mewahyukan kepada malaikat Jibril supaya turun ke negeri anu dan balikkan atasnya ke bawah dan bawahnya ke atas, karena, firman Allah, Aku sudah sangat murka kepada mereka. Jibril bertanya: “Mahasuci Engkau Ya Rabb, apa dosa yang telah mereka perbuat?” Allah menjawab: “Pada malam ini telah terjadi tujuh puluh ribu perzinahan.” Maka pergilah Jibril ke negeri itu, di sana terdapat tujuh kota. Kemudian diangkatnya negeri itu seluruhnya dengan sayapnya hingga ke langit, dan hendak dibalikkannya kembali ke bumi. Pada saat itu ada seorang perempuan sedang memasak adonan makanan buat bayinya. Ketika ia sedang memasak, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayinya karena terjatuh dari ayunannya. Perempuan itu menjadi bingung hingga tak terasa tangannya menyentuh api tungku hingga terbakar, lalu ia berkata kepada bayinya: “Hai nak, Tuhanku di antara kemurahan-Nya adalah Dia Maha Penyantun, Dia tidak akan menyegerakan azab kepada orang yang durhaka kepada-Nya.” Ketika perempuan itu mengatakan hal itu, maka menjadi redalah kemurkaan Allah, lalu Dia berfirman kepada Jibril: “Letakkan kembali negeri itu di tempatnya, sebab kemurkaan-Ku telah hilang karena perkataan perempuan itu kepada anaknya. Aku Maha Penyantun, dan tidak akan menyegerakan siksa kepada orang yang durhaka kepada-Ku.” Maka bayi itu menjadi sebab syafaat bagi orang-orang yang sudah sepantasnya mendapatkan azab, sedang mereka tidak mengetahuinya.
Ya Allah, ridailah kami dan janganlah Engkau murka kepada kami. Amin…amin Ya Arhamar raahimiin. Walhamdu lillaahi rabbil “aalamun. Wa shallallaahu alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin.
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda:
lArtinya:
Agama Islam dibangun atas lima perkara: pengakuan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, mengeluarkan zakat, naik haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan Ramadan,
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepada kalian untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Iman dan Tafsir, dan Imam Muslim di dalam Iman dan Haji. Hadis ini berisikan rukun-rukun Islam yang merupakan pokok-pokok agama yang besar.
(Buniyal Islaam) yakni didirikan atas. Kata buniya berasal dari kata bina yang artinya bangunan, yang menunjukkan kepada sesuatu yang bisa dirasakan (kongkrit). Penggunaan kata ini untuk sesuatu yang bersifat makna (abstrak) adalah dari sisi majas. Hal ini merupakan suatu susunan kalimat yang sangat indah dalam ilmu balaghah, karena telah menjadikan agama Islam mempunyai pokok-pokok yang dapat dirasakan, dan menjadikannya berdiri di atasnya.
(Alaa khomsin) yakni lima kerangka atau fondasi.
(Syahandati an Ian ilaaha illallaah wa anna muhammadan rasuulullah) ini adalah rukun pertama dani rukun-rukun Islam yang lima. Karena iman merupakan pembenaran dalam hati yang tidak bisa diketahui dari luar, maka Allah lalu mewajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
yang artinya: Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman kepada Allah…(QS.2: 136) Dan sabda Nabi yang artinya: Aku diperintahkan supaya memerangi manusia hingga mereka mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah (HR. Bukhari dan Muslim).
(Wa iqaamish shalaati) Ini adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam. Salat menurut bahasa artinya doa memohon kebaikan, sedangkan menurut syariat artinya perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam serta dengan syarat-syarat yang khusus. Ada lima kali salat dalam sehari semalam yang diketahui dari ajaran agama sebagai suatu keharusan. Adapun kewajiban salat lima waktu itu didasarkan atas firman Allah
yang artinya: Dirikanlah salat. Sesungsuhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. 4: 103) Dan sabda Nabi 85 yang artinya: Allah telah memfardukan atas umatku pada malam Isra lima puluh kali salat, kemudian aku terus meminta keringanan kepada-Nya hingga akhirnya ditetapkan-Nya lima kali salat dalam sehari semalam.
Konon salat Subuh adalah salat Nabi Adam : salat Zhuhur adalah salat Nabi Daud : salat Asar adalah salat Nabi Sulaiman : salat Magrib adalah salat Nabi Yakgub : dan salat Isyak adalah salat Nabi Yunus . Ini didasarkan pada riwayat khabar. Kemudian dikumpulkan Allah semua salat tadi untuk Nabi kita Muhammad dan umatnya, sebagai penghormatan kepada Beliau.
Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam sahihnya dari sahabat Abdullah bin Umar marfu, disebutkan bahwa, apabila seorang hamba berdiri untuk mengerjakan salat, maka dosa-dosanya diletakkan di atas kepalanya dan pundaknya. Kemudian setiap kali dia rukuk atau sujud maka berguguranlah dosa-dosanya tersebut hingga akhirnya habis tidak tersisa sama sekali.
(Wa itaaiz zakaati) Ini adalah rukun ketiga dari rukun-rukun Islam. Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, berkat dan bertambahnya kebaikan. Sedangkan menurut syara” adalah nama tertentu dari harta tertentu yang dinafkahkan untuk golongan-golongan tertentu dan dengan syarat-syarat tertentu. Adapun sebab ia dinamakan zakat adalah karena dengan berkat mengeluarkan zakat itu harta seseorang menjadi berkembang, juga karena doa orang yang menerima zakat itu dan juga karena zakat itu mensucikan orang yang mengeluarkannya dari segala dosa.
Kewajiban zakat itu didasarkan pada firman Allah ,
yang artinya: Tunaikanlah zakat (QS.2:43, 83, 110: 4:76: 22: 78: 24: 56, 58: 13 dan 73:20), dan firman Allah ,
yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka..(QS. 9:103). Dan juga didasarkan pada hadis yang sangat banyak jumlahnya. Orang yang tidak mau membayar zakat boleh diperangi dan diambil zakat
darinya dengan paksa sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Abubakar Assiddiq. .
Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah sesudah zakat fitrah. Zakat wajib atas delapan macam harta, yaitu: unta, sapi, kambing, emas, perak, hasil pertanian (makanan pokok), kurma dan anggur. Adapun penjelasannya telah disebutkan secara rinci di dalam kitab-kitab fikih.
(Wa hajjil baiti ) Ini adalah rukun keempat dari rukunrukun Islam. Haji menurut bahasa artinya adalah maksud atau tujuan, sedangkan menurut syara” artinya pergi menuju ke Kakbah untuk melaksanakan ibadat. Hukum naik haji adalah fardhu atas orang yang mampu. Hal ini didasarkan pada firman Allah
yang artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah….(QS. 3:97). Dan juga didasarkan pada hadis-hadis Nabi di antaranya adalah: Naik hajilah kaliun sebelum kalian tidak bisa naik haji….. (alhadis).
Kewajiban haji ini telah diketahui hukumnya dengan jelas dalam agama sehingga orang yang mengingkarinya dianggap telah kafir, kecuali jika ia baru saja masuk Islam atau tinggal di pelosok yang jauh dari ulama. Ibadat haji ini sudah disyariatkan sejak dahulu kala, pada umat-umat para rasul sebclum Nabi Muhammad .
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Adam naik haji, malaikat Jibril berkata kepadanya: “Dahulu para malaikat melakukan tawaf mengelilingi Baitullah sebelum Tuan selama tujuh ribu tahun.” Pengarang kitab Ta’jiz mengatakan bahwa, orang yang pertama-tama naik haji adalah Nabi Adam . Beliau naik haji selama empat puluh tahun dari India dengan berjalan kaki. Konon, tidak ada seorang nabi pun, melainkan ia naik haji. Dan Abu Ishak berkata: “Allah tidak mengutus seorang nabi pun sesudah Nabi Ibrahim , melainkan semuanya naik haji. Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu mula-mula diwajibkannya ibadat haji ini. Ada yang mengatakan pada tahun kelima Hijriah, ada pula yang mengatakan pada tahun keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan Hijriah. Pada tahun kesepuluh Hijriah Rasulullah melakukan haji wada’ dan dinamakan haji Islam. Setelah hijrah, Rasulullah tidak pernah melaksanakan ibadat haji selain dari haji wada’ tersebut. Adapun sebelum hijrah dan sesudah Beliau diangkat menjadi Nabi, Beliau pernah melakukan beberapa kali ibadat haji yang jumlah tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Dan sesudah hijrah, Beliau melaksanakan umrah sebanyak empat kali. Menurut syara”, ibadat haji itu hanya wajib dikerjakan satu kali saja seumur hidup. Karena Nabi tidak melaksanakan ibadat haji sesudah ia diwajibkan kecuali hanya satu kali saja, yaitu pada haji wada” seperti yang telah kami sebutkan di atas. Dan juga didasarkan pada hadis Muslim yang artinya: “Para sahabat bertanya, “Haji kita ini khusus untuk tahun ini saja atau untuk selama-lamanya?” Beliau menjawab, “Untuk selama-lamanya.’” Adapun yang dikemukakan dalam hadis Baihagi yang menyatakan bahwa diperintahkan naik haji setiap lima tahun sekali, boleh jadi maksudnya adalah sunnah, sesuai dengan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa naik haji satu kali, maka ia telah melaksanakan kewajibannva. Barangsiapa naik haji dua kali, ia telah mengutangi Tuhannya. Dan barangsiapa nuik haji tiga kali, maka Allah mengharamkan rambut dan kulitnya duri api neraka. Dari Aisyah radiyallaahu anha, bahwa ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau menjawab: “Ya, jihad tanpa berperang di dalamnya, yaitu naik haji dan umrah. Tidak wajib sepanjang umur kecuali hanya satu kali.”
Keutamaan haji dan umrah ini banyak disebutkan dalam hadis, di antaranya adalah sabda Nabi yang artinya: “Barangsiapa keluar dengan niat untuk naik haji dan umrah lalu ia mati, maka Allah akan memberikan baginya pahala haji dan umrah hingga hari kiamat.” Dan sabda Nabi yang artinya: “Sesungguhnya ada beberapa dosa yang tidak bisa dihapus kecuali dengan wukuf di padang Arafah.” Dan sabda Nabi yang artinya: “Orang yang paling besar dosanya ialah orang yang wukuf di Arafah lalu ia menyangka bahwa Allah tidak mengampuninya.” Dan sabda Nabi yang artinya: “Barangsiapa naik haji ke Baitullah tanpa mengucapkan perkataan keji dan tidak melakukan perbuatan durhaka maka ia akan keluar dari dosadosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya.” “Dari satu umrah ke umrah berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang terjadi antara keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada ganjarannya kecuali surga.” “Umrah yang dikerjakan di bulan Ramadan menyamai haji.”
Diceritakan, bahwa Muhammad bin Munkadar telah melaksanakan ibadat haji sebanyak tiga puluh tiga kali. Pada hajinya yang terakhir, ia berdiri di Arafat seraya berdoa: “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku telah berdiri di tempat ini sebanyak tiga puluh tiga kali , yang satu adalah untuk kewajiban hajiku, yang kedua adalah untuk ayahku, dan yang ketiga untuk ibuku. Aku saksikan kepada-Mu oh Tuhanku, sisanya yang tiga puluh kali itu aku berikan kepada orang yang berdiri di tempatku ini tetapi amalnya tidak diterima.” Ketika beliau meninggalkan Arafah, tiba-tiba terdengar suara yang berseru kepadanya: “Hai Ibnu Munkadar, engkau sok dermawan kepada Sang Pencipta sifat dermawan dan murah hati.
Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku telah mengampuni orang yang berdiri di Arafah sebelum Aku menciptakan Arafah itu sendiri selama seribu tahun.”
(Wa shaumi ramadhaan) ini merupakan rukun kelima dari yukun-rukun Islam. Dalam riwayat lain, puasa Ramadan ini didahulukan menyebutkannya dari haji.
Shaum menurut bahasa artinya Imsaak (menahan diri), sebagaimana bunyi firman Allah yang berkaitan dengan cerita Siti Maryam, yang artinya: (Siti Maryam berkata), “Sesungguhnya aku telah bernasar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah…” Yakni, menahan diri tidak berbicara. Sedangkan arti shaum menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan secara khusus disertai dengan niat.
Adapun kewajiban puasa ini didasarkan pada firman Allah,
yang artinya: Ilai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah 2: 183). Dan sabda Nabi , yang artinya: Islam didirikan atas lima dasar ………… dan berpuasa di bulan Ramadan.
Puasa Ramadan mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah. Rukun puasa ada tiga:
- Orang yang berpuasa.
- Niat.
- Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa di siang hari.
Kewajiban puasa mulai berlaku dengan dua perkara: (1) menggenapkan bulan Syakban tiga puluh hari, atau (2) melihat bulan sabit.
Orang yang menentang kewajiban puasa ini, ia menjadi kafir, kecuali bila ia baru masuk Islam atau tinggal jauh dari ulama. Sedangkan orang yang tidak mau berpuasa tctapi tidak menentang kewajibannya, dan tanpa uzur yang membolehkan tidak puasa seperti sakit atau dalam perjalanan jauh, misalnya ia berkata: “Puasa itu memang wajib, tetapi saya tidak mau berpuasa.” Maka orang tersebut dimasukkan dalam tahanan serta dicegah dari makan dan minum sepanjang hari itu, supaya dengan begitu diperoleh gambaran puasa.
Banyak hadis yang mengemukakan keutamaan puasa itu, di antaranya adalah sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa yang mengetahui akan keberuntungan dan keberkatan yang ada dalam puasa itu, niscaya mereka akan mengharap semoga satu tahun penuh itu adalah puasa.
Dan sabda Beliau pula, yang artinya:
Barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap ganjaran, niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu. (dalam riwayat lain: dan yang akan datang).
Dan sabdanya:
Orang yang berpuasa itu memperoleh dua kegembiraan, gembira ketika berbuka dan gembira ketika berjumpa Tuhannya.
Dan banyak lagi yang lainnya.
Adapun sebab diringkaskannya rukun Islam itu hanya lima rukun seperti yang disebutkan dalam hadis di atas adalah karena ibadat itu ada yang gauliah (berupa ucapan) seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, dan ada pula yang bukan gauliah. Yang bukan gauliah ini ada yang berupa ‘meninggalkan’ yaitu puasa, dan ada pula yang “mengerjakan”, dan yang “mengerjakan” ini juga ada yang berupa badani (dengan fisik) yaitu salat, dan ada pula yang maali (dengan harta) yaitu zakat, dan ada pula yang mencakup keduanya, yaitu haji.
Apabila ditanyakan, mengapa jihad itu tidak dimasukkan ke dalam bagian dari rukun Islam? Jawab: jihad itu fardhunya adalah fardhu kifayah, sedangkan kelima rukun tersebut adalah fardhu ain. Maka hanya inilah yang menjadi rukun Islam.
PENUTUP:
Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa, Nabi bersabda, yang artinya: Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang hambaNya, maka Dia akan menunamkan ke dalam hati si hamba tersebut keyakinan dan tasdig: dan jika Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia akan menanamkan ke dalam hatinya keraguan.
Sebagaimana firman Allah :
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (QS. Al An’am 6: 125)
Para ulama ahli sunnah, baik dari kalangan ahli hadis, ahli fikih maupun ahli kalam, telah sepakat bahwa seorang mukmin yang dihukumi sebagai ahli kiblat dan tidak kekal di dalam neraka itu adalah orang yang meyakini agama Islam dalam hatinya dengan keyakinan yang mantap tanpa dicampuri keraguan sedikit pun, serta mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah.
Dihikayatkan dari Abdulwahid bin Zaid, katanya: “Saya pernah melewati seorang laki-laki di sebuah gunung, matanya buta, telinganya fuli, kedua tangan dan kakinya terpotong, ditimpa oleh kelumpuhan dan setiap waktu tak sadarkan diri, serangga-serangga menggigitinya dan ulat-ulat berjatuhan dari kedua sisi badannya. Walaupun keadaan Orang itu demikian menyedihkan, namun kudengar ia mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari cobaan yang menimpa kebanyakan makhluk-Nya.’ Mendengar ucapannya itu, saya lalu mendekatinya seraya berkata kepadanya: “Hai sobat, apa yang telah diselamatkan Allah dari dirimu itu? Sebab kulihat semua bencana itu telah menimpamu,’ Orang itu mengangkat kepalanya lalu memandang saya dcnyan tajam sambil berkata: “Hai orang yang mengecilkan nikmat Allah, menyingkurlah dariku. Dia benar-benar telah mensejahterahkan aku, dijadikannya lisanku untuk mengesakan-Nya, hatiku mengenal-Nya dan setiap saat mengingat-Nya.’”
Ya Allah, tutuplah usia kami dengan kebaikan dari-Mu dalam kesejahteraan tanpa disertai cobaan. Amin wal hamdu lillaahi rabbil aalmiin,
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Masud ,ia berkata:
Artinya:
Rasulullah telah mengatakan kepada kami, sedang Beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan,”Sesungguhnya tiap-tiap orang di antara kamu dikumpulkan pembentukan (kejadian)nya di dalam rahim ibunya dalam 40 hari berupa nutfah (sperma). Kemudian menjadi sesumpal darah selama itu pula (40 hari), lalu menjadi gumpalan seperti sekerat daging, selama itu pula. Setelah itu (selewat 120 hari) diutuslah kepadanya satu malaikat, maka malaikat itu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan (ditetapkan) dengan empat perkara: (1) rezekinya, (2) ajalnya, (3) amalnya, (4) celaka atau bahagia.
Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada di antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada antara dia dan surga itu kecuali hanya tingsal sehasta lagi, maka menduhuluiluh atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan amalan ahli neraka maka akhirnya ia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya ada di antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli neruka sehingga tidak ada di antura dia dan neraka kecuali hanya tingsa sejengkal lugi, maka mendahulullah atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan amalan ahli Surga, maka akhirnya ia pun masuk surga.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki aku dan kalian kepada ketaatan, bahwasanya hadis ini merupakan hadis yang agung yang keluar dari bibir Nabi .
Ibnu Mas’ud berkata: (haddatsanaa rasuulullah shallallaahu alaihi wasallam) yakni, Rasulullah mengatakan kepada kami suatu berita yang baru.
(wa huwash shaadiqu) yakni, dalam apa yang disampaikannya.
(al mashduuqu) yakni, selalu dibenarkan atau dipercayai orang lain. Beliau adalah orang yang selalu benar ucapan dan wahyu yang disampaikannya. Karena Allah sendirilah yang membenarkan Beliau dalam apa-apa yang dijanjikannya.
(inna ahadakum) yakni, seseorang di antara kamu.
(yujma’u) yakni, dikumpulkan.
(kholquhu fii bathni ummihi arba’iina yauman authfatan) yakni, disimpan dan dipelihara air penciptaannya, yaitu air yang dengannya ia diciptakan, selama masa tersebut.
(tsumma yakuunu) yakni, sesudah ia dahulu berupa nuthfah (sperma).
(alagotan) yaitu segumpal darah yang beku.
(tsumma yakuunu mudhghatan) yakni sekerat daging yang kecil.
(mitslu dzaalika) yakni, seperti waktu yang sudah disebutkan (yaitu 40 hari). Dan pada masa ini pula Allah membentuk rupanya, dan menjadikan padanya mulut, telinga, mata, usus dan seluruh organ tubuh lainnya. Kemudian setelah genap berusia 120 hari, maka….
(yursalu ilaihil malaku) diutuslah satu malaikat, yaitu malaikat penjaga rahim, seperti yang disebutkan dalam hadis Anas.
Catatan:
Ibnu Yunus memfatwakan bahwa, seorang perempuan tidak halal menggunakan obat anti hamil. Demikian disebutkan dalam kitab Al Ajjaalah.
(fayanfakhu fiihir ruuha) mayoritas ulama ahli kalam menyatakan bahwa, ruh adalah jisim halus yang menempel di badan seperti menempelnya air pada kayu yang hijau. Dan sebagian lainnya mengatakan bahwa, ruh itu adalah kehidupan yang dengan adanya ruh itu badan menjadi hidup. Dan menurut ahli sunnah, ruh itu kekal, tidak binasa.
(wa yu’maru) dan malaikat itu diperintahkan supaya mencatatkan.
(bi arba’i kalimaatin) yakni, mencatatkan empat perkara. Lantas Beliau menjelaskan tentang keempat perkara tersebut.
(bi katbi) yakni, ditentukan.
(rizqihi) yaitu semua yang diperoleh manusia dari perkara makanan, pakaian dan lain-lain, sedikit atau banyak, halal atau haram.
(wa ajalihi) yaitu saat di mana dalam ilmu Allah orang itu harus mati di situ, atau lama hidupnya.
(wa amalihi) yakni, amal baik atau buruknya.
(wa syaqiyyun) karena durhaka kepada Allah.
(au sa’iidun) karena taat kepada-Nya.
Diperintahkannya malaikat untuk mencatatkan keempat perkara tersebut adalah disebabkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh malaikat tersebut, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Umar , dari Nabi bahwasanya apabila nuthfah itu telah berada di dalam rahim seorang wanita, maka malaikat mengambilnya dengan telapak tangannya seraya berkata: “Ya Rabb, apakah ia laki-laki atau perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana ajalnya? Di mana matinya?” Lantas dikatakan kepadanya: “Pergilah ke Lauh Mahfuz.” Maka malaikat itu menemukan di sana catatan hidup orang itu dengan lengkap. Dan apabila ajal orang itu telah tiba, maka ruhnya akan dicabut dan dikuburkan di tempat yang telah ditentukan untuknya.
Dalam salah satu hadis, Nabi bersabda, yang artinya: Apabila Allah telah menentukan seseorang mati di suatu daerah, maka dijadikannya orang itu memerlukan datang ke daerah tersebut.
Atturmidzi dan Alhakim meriwayatkan dalam kitab Nawaadirul Ushuul, dari Abu Hurairah katanya: “Kami keluar bersama-sama Rasulullah mengelilingi kota, hingga akhirnya tiba di tepi kota Madinah. Tampak sebuah kuburan sedang digali. Kemudian Beliau mendekati kuburan itu dan berhenti di sana seraya bertanya kepada orang yang ada di situ: “Kuburan siapa ini? Dijawab: “Kuburan seorang lelaki dari Etiopia.” Beliau mengucap Laa Ilaaha Illallah, seraya berkata: “Orang ‘ ini telah digiring dari bumi dan langitnya hingga akhirnya dikebumikan di tanah tempat asal ia diciptakan.”
Konon, pada suatu hari malaikat maut masuk ke tempat Nabi Sulaiman , kemudian ia memelototi seorang laki-laki, sahabat Nabi Sulaiman , Setelah itu ia keluar kembali. Orang itu menjadi ketakutan, lalu ia bertanya kepada Nabi Sulaiman: “Baginda, siapakah orang itu tadi?” Nabi Sulaiman menjawab: “Dia adalah malaikat maut.” Orang itu berkata pula: “Wahai Nabiyallah, saya lihat tadi dia memelototi saya, saya khawatir dia mau mencabut nyawa saya. Tolong Baginda selamatkan saya darinya.”
“Bagaimana saya menolongmu?” Tanya Nabi Sulaiman.
Orang itu menjawab: “Tolong Baginda perintahkan kepada angin supaya membawa saya ke negeri India. Mudah-mudahan dia kehilangan jejak saya dan tidak menemukan saya.”
Maka Nabi Sulaiman lalu memerintahkan kepada angin agar membawa orang itu ke ncgeri India. Pada saat itu juga angin membawa orang itu ke India. Begitu sampai di India, malaikat maut pun lalu mencabut nyawanya.
Setelah itu, malaikat maut kembali ke tempat Nabi Sulaiman Nabi Sulaiman lalu bertanya kepadanya: “Apa sebab engkau memelototi orang itu?” Malaikat itu menjawab: “Saya heran melihat orang itu. Karena saya diperintahkan mencabut nyawanya di negeri India, padahal letaknya sangat jauh dari sini. Hingga akhirnya ia dibawa terbang oleh angin ke sana sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah . Maka saya pun mencabut nyawanya di sana.
b (fawallahilladzii laa ilaaha ghoiruhu inna ahadakum laya’ malu bi ‘amali ahlil jannati) yakni, dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
(hattaa maa yakuuna bainahu wa bainahaa illaa dziroo’un) ini merupakan penggambaran betapa sangat dekatnya dengan surga itu.
(fayasbiqu ‘alaihil kitaabu) yakni, ketetapan Allah yang dicatatkan baginya ketika ia masih di dalam rahim ibunya, atau di Lauh Mahfuz, berdasarkan ilmu-Nya yang gadim.
(faya’malu bi “amali ahlin naari) yakni, dengan melakukan perbuatan maksiat.
(fayadkhuluhaa. Wa inna ahadakum laya’malu bi ‘amali ahlin naari hattaa maa yakuuna bainahu wa bainahaa illaa dziroo’un, fayasbiqu :laihil kitaabu faya’malu bi “amali ahlil jannati, fayadkhuluhaa) dengan ketetapan takdir yang berlaku atasnya. Jadi, barangsiapa yang telah ditetapkan oleh Allah akan berbahagia maka Allah akan mencondongkan hatinya untuk berbuat kebaikan, dan barangsiapa yang telah ditetapkan celaka, kita berlindung kepada Allah daripadanya, maka sebaliknya.
Ada beberapa riwayat lainnya yang berkaitan dengan hadis di atas, antara lain: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada penutupnya. Beramallah kalian, sesungguhnya setiap orang itu akan dimudahkan melakukan apa yang telah ditetapkan baginya. Jika ia termasuk golongan ahli bahagia, ia akan dimudahkan melakukan amalan ahli bahagia. Dan jika ia termasuk ke dalam golongan ahli celaka, maka ia akan dimudahkan melakukan amalan ahli celaka.
Kita patut bersyukur, bahwa karcna kelembutan Allah, jarang ada orang yang berbalik dari baik menjadi jahat, yang banyak adalah kebalikannya.
Mukallaf (orang yang dibebani kewajiban) itu terbagi empat macam:
- Golongan yang diciptakan Allah untuk berbakti kepada-Nya dan mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah para anbia dan aulia, serta orang-orang mukmin dan orang-orang salih.
- Golongan yang diciptakan Allah untuk mendapatkan surga-Nya dan tidak untuk berbakti kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang yang selama hidupnya dalam keadaan kafir lalu mati dalam keadaan beriman. Atau, orang yang sepanjang hidupnya bergelimangan maksiat, kemudian Allah memberinya tobat di saat menjelang ajalnya hingga ia mati dalam keadaan husnul khatimah, seperti golongan tukang-tukang sihir Firaun.
- Golongan yang diciptakan Allah tidak untuk berbakti kepada-Nya dan tidak pula untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah orangorang kafir dan mati dalam keadaan tetap kafir, sehingga mereka tidak pernah merasakan kemanisan iman selama di dunia dan kelak di akhirat akan disiksa dalam keadaan terhina.
- Golongan yang diciptakan Allah hanya untuk berbakti kepada-Nya tetapi tidak untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah orang-orang yang pada mulanya rajin berbuat bakti kepada Allah, kemudian berbalik menjadi durhaka, sehingga akhirnya terusir dari pintu rahmat Allah dan mati dalam keadaan kafir.
Dahulu, Sufyan Ats Tsauri sering menangis dan ketakutan, lalu ada yang berkata kepadanya, “Wahai Aba Abdillah, berharaplah kepada Allah, karena ampunan-Nya lcbih besar dari dosa Anda.” Beliau menjawab: “Apakah saya menangisi dosa-dosaku? Andaikata aku tahu bahwa aku kelak mati dalam tauhid, aku tidak akan peduli dengan dosa-dosaku.”
PENUTUP:
Sebagai penutup majlis ini, berikut ini akan dikemukakan sebuah kisah nyata tentang seorang abid di masa Bani Israil dahulu, yang akhirnya mati kafir. Dengan tujuan supaya kisah ini dapat dijadikan ibrah.
Pada zaman dahulu, hidup seorang abid di kalangan Bani Israil, namanya Barshisha. Ia mempunyai enam puluh ribu murid, yang semuanya bisa terbang di awang-awang. Pada mulanya Barshisha adalah seorang abid yang rajin beribadat schingga para malaikat merasa kagum dengan ibadatnya itu. Kemudian Allah berfirman kepada malaikatNya: “Kalian jangan kagum dulu kepadanya, karena Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dalam ilmu-Ku yang gadim, ia akan mati kafir dan kekal dalam neraka.”
Firman Allah tersebut terdengar oleh Iblis. Maka tahulah ia bahwa kebinasaan Barshisha itu ada di tangannya. Maka ia pun mendatangi biara tempat Barshisha beribadat dengan menyamar sebagai seorang abid.. Setelah bertemu dengan Barhisha, Barshisha bertanya kepadanya: “Siapa Anda, dan ada perlu apa?” Iblis menjawab: “Saya seorang abid. Saya ingin membantu Tuan beribadat kepada Allah.”
Barshisha berkata: “Barangsiapa mau beribadat kepada Allah, ia tidak perlu kawan.”
Kemudian Iblis tinggal bersama Barshisha di biara itu. Selama tiga hari tiga malam, Iblis tidak makan, tidak minum dan tidak tidur, kerjanya hanya beribadat. Maka Barshisha pun menjadi heran kepadanya, lalu ia berkata: “Saya sudah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh tahun, namun saya tidak bisa meninggalkan makan dan minum seperti Anda. Bagaimana caranya supaya saya bisa menjadi seperti Anda?”
Iblis menjawab: “Lakukanlah maksiat lalu bertobatlah, karena Dia Maha Penyayang. Dengan demikian Tuan akan merasakan manisnya ibadat.”
Barshisha berkata: “Bagaimana mungkin saya akan berbuat maksiat kepada-Nya, sedangkan saya sudah melakukan ibadat selama sekian-sekian tahun?!” Iblis menjawab: “Manusia jika berbuat dosa, ia membutuhkan pengampunan.”
“Dosa apa yang Anda sarankan saya melakukannya?” Tanya Barshisha.
Iblis menjawab: “Berbuat zina.”
“Tidak, saya tidak akan melakukannya,” kata Barshisha.
“Membunuh orang mukmin,” kata Iblis pula.
“Tidak, saya tidak akan melakukannya!” jawab Barshisha dengan tegas.
Iblis berkata: “Bagaimana kalau minum arak?. Ini lebih ringan bagi Tuan, dan yang Tuan hadapi hanya Allah sendiri.”
Barshisha menyetujui, lalu ia bertanya: “Di mana saya bisa memperolehnya?”
“Di desa anu.” Jawab Iblis.
Maka pergilah Barshisha menuju ke desa tersebut. Di sana ia bertemu dengan seorang wanita cantik, pedagang minuman keras itu. Lalu Barshisha membeli minuman keras dari wanita tersebut dan meminumnya hingga mabuk. Kemudian ia memperkosa wanita itu. Ketika suami wanita itu datang, maka lelaki itu pun dibunuhnya. Dalam waktu hampir bersamaan, ia telah melakukan tiga dosa besar sekaligus.
Kemudian Iblis menyamar sebagai polisi, lalu Barshisha ditangkapnya dan dibawanya menghadap raja. Maka Barshisha pun dijatuhi hukuman cambuk delapan puluh kali untuk minuman keras, dan seratus kali cambuk untuk perbuatan zina, serta hukum mati untuk pembunuhan yang dilakukannya.
Ketika Barshisha disalib, maka Iblis datang menemuinya dalam rupa orang abid dahulu. Lalu ia berkata kepada Barshisha: “Bagaimana keadaanmu sekarang?” Barshisha menjawab: “Barangiapa menuruti teman jahat, maka beginilah keadaannya.” Iblis berkata pula: “Dahulu, engkau telah beribadat selama dua ratus dua puluh tahun, lalu sekarang engkau di salib. Kalau kau mau, aku bisa melepaskanmu.”
Barshisha berkata: “Kalau kau bisa melepaskanku, aku akan memberikan apa yang kaupinta.”
Iblis berkata: “Sujudlah kepadaku satu kali saja.”
“Bagaimana saya bisa sujud dalam keadaan terikat di palang kayu ini?” kata Barshisha.
“Tundukkan saja kepalamu,” jawab Iblis.
Maka Barshisha pun menundukkan kepalanya sebagai tanda sujud kepada Iblis, sehingga menjadi kafirlah ia. Semoga Allah melindungi kita semua dari hal demikian. Setelah Barshisha kafir, Iblis lalu berkata: “Aku berlepas diri darimu, aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam.”
Dari Ummul mukminin Ummu Abdillah Aisyah radiyallaahu anha, katanya: “Rasulullah bersabda:
Artinya:
Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (bid’ah)dalam urusan (agama) kami ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dan dalam riwayat Imam Muslim, berbunyi:
Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak cocok dengan syariat kami, maka ia ditolak.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwasanya hadis ini merupakan salah satu pokok agama Islam yang terbesar. Dan menjadi ciri sabda Nabi $ yang singkat padat namun memiliki makna yang luas. Hadis ini dengan jelas menolak bid’ah dan segala hal yang baru diadakan dalam urusan agama. Sudah selayaknya hadis ini dihafalkan dan digunakan dalam membasmi segala bentuk kemungkaran. Ia termasuk hadis-hadis yang menjadi poros agama Islam.
Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita tentang hadis ini, ada baiknya kita mengupas sedikit tentang riwayat Siti Aisyah radiyallaahu anha dan keutamaannya, supaya memperoleh berkat dengannya.
Aisyah radiyallaahu anha adalah seorang wanita siddigah puteri dari seorang laki-laki siddig (yaitu Abubakar Assiddiq. ). Dan ia adalah ibu dari seluruh kaum muslimin, dari segi penghormatan dan pengagungan, bukan dari segi muhrim. Begitu pula dengan semua isteri Nabi . Ia dijuluki dengan Ummu Abdillah. Inilah julukan yang diberikan Nabi kepadanya ketika ia minta dijuluki dengan putera saudara perempuannya Asma, yaitu Abdullah bin Zubeir. Menurut riwayat yang paling sahih, ja tidak mempunyai anak. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa, ia pernah hamil, tetapi keguguran. Tetapi riwayat ini tidak pasti.
Ia dinikahi oleh Nabi sebelum hijrah. Diriwayatkan bahwa, ketika Rasulullah hendak melamarnya dari ayahnya Abubakar, Abubakar berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya ia belum begitu baik buat Baginda karena masih terlalu kecil. Namun saya akan menyuruhnya menemui Baginda, kalau Baginda anggap baik buat Baginda, maka itu merupakan kebahagiaan yang sempurna.” Rasulullah menjawab: “Jibril datang menemuiku dengan membawa gambarnya yang terlukis di atas daun dari dalam surga, Jibril berkata, “Allah telah menikahkan Tuan dengan wanita ini.”
Abubakar pulang ke rumahnya lalu mengisi sebuah talam dengan buah kurma dan ditutupnya dengan kain. Kemudian Abubakar memanggil Aisyah dan berkata kepadanya: “Ya Aisyah, pergilah ke rumah Rasulullah dan serahkan ini kepada Beliau dan katakana, “Ya Rasulullah, inilah yang Baginda sebutkan pada ayahku, kalau Baginda anggap baik, maka semoga Allah memberikan berkat-Nya kepada Baginda.”
Ketika itu usia Aisyah adalah enam tahun.
Maka pergilah Aisyah sambil membawa talam itu ke rumah Rasulullah . Ia menyangka bahwa yang dimaksudkan oleh Abubakar itu adalah tentang kurma tersebut. Aisyah bercerita: “Maka saya pun pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan pesan ayah saya tersebut kepada Beliau. Lalu Beliau menjawab: “Aku terima wahai Aisyah.” Kemudian saya pulang dan menceritakan jawaban Rasulullah itu kepada ayah saya. Ayah saya berkata: “Engkau beruntung wahai anakku, karena Allah telah menikahkan engkau dengan Beliau di atas tujuh petala langit, dan aku telah menikahkan engkau dengan Beliau di bumi.”
Aisyah melanjutkan: “Saya tidak pernah gembira melebihi ketika mendengar perkataan ayahku “aku telah menikahkan engkau dengan Rasulullah’ tersebut.”
Aisyah radiyallaahu anha adalah satu-satunya isteri Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Beliau , yaitu sebanyak 1210 hadis.
Mari kita lanjutkan pembicaraan tentang hadis ini:
(Qaala rasuulullaahi shallallaahu ‘alaihi wasallam man ahdatsa) yakni, mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan agama, yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah sallallaahu alaihi wa sallam, yaitu yang dinamakan bid’ah.
(fii amrinaa) yakni, dalam urusan agama dan syariat kami.
(haadzaa) yakni, isyarat kepada apa yang telah disebutkan, yaitu agama Nabi
(maa laisa minhu) yakni, yang tidak disandarkan pada dalil-dalil syara’.
(fahuwa roddun) yakni, tertolak. Artinya, hal tersebut batil.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dan dalam nwayat Muslim discbutkan:
(man ‘amila amalan) yakni, mengada-adakan sesuatu yang baru, baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain.
(laisa “alaihi amrunaa) yakni, tidak didasarkan pada dalil-dalil syariat kami.
, (fahuwa roddun) yakni, maka ia tertolak.
Dalam riwayat ini terkandung bantahan terhadap orang yang melakukan bid’ah yang beralasan bahwa bukan dia yang mengadakan bid’ah tersebut, tetapi orang lain sebelumnya. Hadis ini dengan jelas menerangkan bahwa tidak ada perbedaan antara perbuatan bid’ah yang diada-adakannya sendiri atau diada-adakan oleh orang lain sebelumnya, karena semua perbuatan yang tidak diperintahkan syara’ maka pelakunya berdosa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi yang artinya: “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru atau mendukung ahli bid’ah, maka laknat Allah tertimpa kepadanya.” Masuk ke dalam hadis ini semua akad yang rusak, atau menetapkan hukum atas dasar kebodohan dan kezaliman, dan sebagainya, yang tidak sesuai dengan syariat.
Ibnu Abdissalam membagi bid’ah itu ke dalam lima hukum:
- Wajib.
Yaitu seperti mempelajari ilmu nahu, ilmu Alguran dan Assunnah yang pelik-pelik, yang dapat membantu dalam pemahaman ilmu syariat.
- Haram.
Seperti mazhab Qadariah, Jabbariah, dan Mujassamah.
- Sunnah.
Seperti mendirikan pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah.
- Makruh.
Seperti menghias masjid-masjid dan mushaf-mushaf.
- Mubah.
Seperti berjabatan tangan sesudah salat Subuh dan Asar.
Ketahuilah bahwa, hadis ini menganjurkan agar kita mengikuti sunnah Nabi dan memperingatkan bahaya bid’ah yang tidak sesuai dengan syariat. Konon, Allah mewahyukan kepada Nabi Musa : “Jangan bergaul dengan pengikut hawa nafsu agar mereka tidak menanamkan ke dalam hatimu hal-hal baru ke dalam hatimu sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ada.”
Sahl bin Abdullah berkata: “Barangsiapa mengambil muka kepada para ahli bid’ah, maka Allah akan mencabut manisnya sunnah dari dirinya.”
Addaqqaq berkata: “Barangsiapa meremehkan salah satu etika Islam, maka ia akan dihukum dengan tidak mendapatkan sunnah. Dan barangsiapa meninggalkan sunnah maka ia akan dihukum dengan tidak mendapatkan fardu. Dan barangsiapa meremehkan fardhu, maka Allah akan mendatangkan padanya tukang bid’ah yang akan mengatakan kepadanya hal-hal yang batil, sehingga akan muncul di dalam hatinya kesangsian.”
Dalam hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa mencintai sunnahku berarti ia cinta kepadaku, dan barangsiapa cinta kepadaku maka ia akan bersama aku di dalam surga.” Dan berkaitan dengan tafsir firman Allah , yang artinya: Dan Dia mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Alhikmah. Yang dimaksud dengan Alhikmah adalah Asunnah.
HIKAYAT:
Dihikayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal , beliau berkata: “Dahulu, suatu hari saya bersama kawan-kawan ke tempat pemandian. Mereka semua mandi dengan telanjang, sedangkan saya tidak telanjang karena mengamalkan hadis Rasulullah , yang artinya: Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kiumat, muka henduklah ia tiduk masuk ke tempat pemandian kecuali dengan mengenakan kuin. Malamnya saya bermimpi ada yang berkata kepada saya, “Bergembiralah hai Ahmad, Allah telah mengampunimu karena engkau telah mengamalkan sunnah.’ Saya bertanya, “Anda siapa?” Jawab, “Saya Jibril. Allah telah menjadikan engkau scbagai imam yang diikuti orang.”
Dan dihikayatkan pula dari ulama lainnya, ia berkata: “Saya bermimpi Nabi , lalu saya berkata kepada Beliau, “Ya Rasulullah, semoga Baginda memberikan syafaat untuk saya.’ Beliau menjawab: “Sudah aku berikan.” Saya bertanya, “Kapan?’ Beliau menjawab, “Di hari engkau hidupkan sunnahku di kala ia sudah dimatikan orang.”
Ibnu Abbas berkata: “Tidaklah datang suatu tahun baru kepada manusia kecuali di dalamnya diadakan orang bid’ah dan dimatikan sunnah hingga akhirnya bid’ah itu menjadi hidup dan sunnah mati.” Dan dalam salah satu hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa berjalan kepada ahli bid’ah maka ia telah membantu merobohkan Islam. Karenanya, wajib atas setiap orang Islam untuk menjauhi jalan tukang bid’ah dan berpegang teguh pada Alguran, Asunnah dan ijmak.”
PENUTUP:
Almaliqi menceritakan di dalam kitab Syarah-nya, bahwa Harun Arrasyid (khalifah Abbasiah di kala itu) meminta izin kepada Imam Syafii radiyallahu anhu agar ia diperkenankan menikahi jariyah (sahaya perempuan) yang ditinggalkan oleh saudaranya Musa Alhadi. Dahulu, saudaranya itu telah meminta ia bersumpah, jika jabatan khalifah itu jatuh ke tangannya, ia tidak akan mendekati sahaya itu. Maka Harun Arrasyid pun bersumpah dengan berbagai sumpah, di antaranya, kalau ia sampai melanggar sumpahnya maka ia akan berjalan ke tanah suci Mekah dengan berjalan kaki tanpa alas kaki. Kisah ini cukup terkenal di kalangan para ahli sejarah.
Ketika Musa Alhadi meninggal dunia, maka Harun Arrasyid minta izin kepada Imam Syafii supaya dapat menikahi sahaya tersebut. Namun Imam Syafii tidak mengizinkannya. Maka Harun lalu mengancam beliau. Imam Syafii pulang dengan hati yang gundah. Malam itu beliau salat terus hingga akhirnya tertidur di tempat salatnya. Dalam tidur itu, beliau bermimpi seakan-akan berada di hadirat Allah , lalu terdengar seruan: “Ya Muhammad (Imam Syafii), tetaplah pada agama Muhammad, dan jangan sekali-kali menyimpang darinya yang akibatnya engkau akan menjadi sesat dan menyesatkan orang banyak. Bukankah engkau seorang imam yang memimpin umat. Jangan takut darinya (Harun Arrasyid). Bacalah: innaa ja’alnaa fii ‘naagihim aghlaalan fahiya ilal adzgaani fahum mugmahuun.”
Imam Syafii berkata: “Maka saya pun terbangun dari tidur sambil membaca ayat tersebut. Ketika masuk salat Subuh, saya kerjakan salat fardu Subuh. Usai salat saya merasakan agak malas hingga akhirnya saya tidur-tiduran. Antara sadar dan tidak, saya dengar suara mengatakan: “Harun Arrasyid menyuruh orang untuk menjemputmu maka engkau jangan takut. Jika engkau dalam perjalanan menemuinya, bacalah dalam hatimu doa orang takut, nicaya engkau tidak akan menjumpai kecuali hal-hal yang baik saja. Kemudian saya terjaga, lalu saya pun membaca doa tersebut: Allaahumma innii asykuu ilaika dha’fa quwwatii wa qillata hiilatii wa hawaanii alan naas, yaa arhamar raahimiin. Anta rabbal mustadh’afiina wa anta rabbi, ilaa man takilunii a-ilaa aduwwin ba’iidin yatajahhamunii am ilaa shadiigin gariibin mallaktahu amrii, in lam yakun alayya ghadhabun famaaa ubaalii, walaakin ‘aafryaatuka ausa’ulii. A’uudzu binuuri wajhikal ladzii ayragat bihizh zhulmaatu wa shaluha “alaihi amrud dunyaa wal aakhirati min an yanzila bii ghadhabuka au yahilla “alayya sakhathuka, lakal hamdu hattaa tardhaa, walaa haula walaa guwwata illaa bika.”
Imam Syafii melanjutkan: “Baru saja saya selesai membaca doa itu, tiba-tiba ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu saya buka, saya lihat Rabi, perdana menteri Harun Arrasyid, berdiri di sana. Ia berkata: “Tuan, khalifah meminta tuan datang menemuinya.” Maka saya pun pergi bersamanya menemui khalifah. Ketika kami sampai di hadapan khalifah, ia bangkit dari tempat duduknya menyambut saya sambil tersenyum ia berkata, “Anda memang seorang muslim yang baik dan imam teladan. Orang seperti Anda ini tidak takut akan celaan orang dalam menegakkan agama Allah. Ketahuilah wahai fakih, tadi malam saya mendapat teguran berkaitan dengan dirimu. Maka pulanglah dalam keadaan terpelihara.”
Kemudian Harun Arrasyid memberi beliau hadiah uang sebanyak 10 ribu dinar. Lalu uang tersebut dibagi-bagikan oleh Imam Syafii di hadapan khalifah, kemudian beliau pulang. Semoga Allah merahmati dan meridai beliau, amin.
Ini semua adalah berkat berpegang teguh pada sunnah penghulu para rasul . Mudah-mudahan Allah mewafatkan kita atas sunnah tersebut. Segala puji hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.
Dari Abi Abdillah Nu’man bin Basyir. Ia berkata: ” Saya mendengar Rasulullah. Bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas dan di antara keduanya ada perkara yang syubhat (tidak jelas), yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara syubhat itu berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa jatuh ke dalam perkara syubhat itu berarti ia telah terjatuh kedalam perkara yang haram. Seperti seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan (halaman orang), lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ingatlah, bahwa tiap-tiup raja itu ada lurangannya. Ingatlah bahwa larangan Allah itu adalah apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada sekerat daging, jika ia baik maka baiklah jasad itu seluruhnya, dan jika ia rusak maka rusaklah jasad itu seluruhnya. Ingatlah, itu adalah hati.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung. Ia termasuk salah satu hadis yang menjadi poros agama Islam. Sebagian ulama mengatakan bahwa hadis ini merupakan sepertiga Islam. Karena Islam itu berputar padanya dan pada hadis innamal a’maal bin niyaat dan hadis min husni islaamil mar-i tarkuhu maa laa ya’niihi.
(Alhalaalu bayyinun) yakni, halal itu tampak jelas, tidak terdapat pada zatnya sifat-sifat barang yang diharamkan. Menurut Imam Syafii, halal itu ialah segala sesuatu yang tidak ada dalil yang meriwayatkan keharamannya, yaitu apa-apa yang tidak dilarang oleh syariat, baik diriwayatkan dalil tentang kehalalannya atau didiamkan. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi seperti disebutkan dalam hadis tsalaatsiin, yang artinya: Dan Allah mendiamkan mengenai hukum beberapa perkara sebagai rahmat untuk kalian, bukan karena Dia lupa, maka janganlah kalian membuhasnya. Karena kalau hal itu haram, tentu akan dijelaskan-Nya.
(Wa innal haraama) yakni, ada dalil yang melarangnya, demikian menurut Mazhab Imam Syafii, sedangkan menurut Mazhab Imam Hanafi, tidak ada dalil mengenai halalnya.
(Bayyinun) yakni, diketahui oleh setiap orang akan keharamannya, karena tidak hilang sifat haramnya dari zatnya, yaitu semua yang dilarang oleh syariat secara muttafagun alaih, baik yang nyata pada zatnya, seperti racun dan candu dan sebagainya, atau tidak nyata, seperti haramnya sebagian binatang: maupun karena ada cacat dalam keharamannya, seperti barang rampasan, menipu dalam jual beli, dan riba.
(Wa bainahumaa umuurun musytabihaat, laa ya “lamuhunna batin minan naas) yakni, karena tersembunyi hukumnya atas mereka., sedangkan ulama mengetahui hukumnya dengan nas atau kias atau istish-hab atau yang serupa dengan itu
(Famanit-taqaa) yakni, barangsiapa meninggalkan.
(Asysyubuhaati) yakni, kata jamak dari syubhat.
(faqad istabra-a) yakni, ia telah membersihkan.
(lidiinihi) yakni, dari celaan syara”.
(wa’irdhihi) yakni, dijaganya dari omongan orang. Maksudnya adalah nafsu, karena ia merupakan tempat celaan dan pujian. Dalam salah satu atsar disebutkan: “Barangsiapa berada di suaru tempat yang mencurigakan, maka ia tiduk boleh menyalahkan orang yang berburuk sangka kepadanya,”
Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud syubhat yang disebutkan dalam hadis di atas. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hal itu haram, didasarkan pada sabda Nabi barangsiapa menjaga dirinya dari syubhat maka berarti ia teluh membersihkan agama dan kehormatannya. Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa syubhat itu halal, mereka mendasarkan pendapat tersebut pada sabda Nabi seperti seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan (halaman orang lain), lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ini menunjukkan bahwa hal itu adalah haram, dan bawa meninggalkan perbuatan itu termasuk warak. Inilah yang benar.
(Wa man waqa’a fisy syubuhaati) yakni, tidak meninggalkan perbuatan syubhat tersebut.
(Waqaa fil haraam) yakni, haram murni atau yang mendekati haram. Maksudnya, barangsiapa sering melakukan sesuatu yang syubhat maka ia akan terjerumus kepada hal yang haram, meskipun tidak disengajanya. Terkadang ia berdosa dengan perbuatan tersebut, jika ja menggampangkan hukumnya. Orang yang suka menggampangkan dan berani melakukan perbuatan syubhat, kemudian melakukan syubhat yang lebih berat dan lebih berat, demikian seterusnya, sehingga akhirnya ia melakukan perbuatan haram dengan sengaja. Dalam banyak hadis telah disebutkan bahwa, perbuatan maksiat itu bisa menyeret kepada kekafiran. Semoga Allah melindungi kita darinya.
(Kar-ras’i yar’aa haulal himaa, yuusyaku an yaga’u fiihi), yakni, ibarat seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar daerah larangan, seperti halaman orang, dikuatirkan ternaknya akhirnya memakan rumput dari daerah yang terlarang tadi,
(Alaa wa inna likulli malikin himaan) yakni, apa-apa yang diberi pagar untuk mengembalakan ternaknya sendiri, seperti kuda atau lainnya, dan terlarang untuk orang lain mengembalakan ternaknya di situ.
(Alaa wa inna himallaahi mahaarimuhu) yakni, ini merupakan perumpamaan yang dapat dirasakan, supaya jiwa yang cerdas dapat menangkap maksudnya sehingga ia dapat beradab kepada Allah seperti beradabnya kepada para pembesar itu. Karena setiap raja itu mempunyai daerah terlarang yang orang lain tidak boleh memasukinya, kalau dilanggar maka akan mendapat hukuman dari sang raja. Begitu juga Allah , mempunyai larangan-larangan. Dan larangan Allah adalah semua yang diharamkannya.
(Alaa wa inna fil jasadi mudhghatan idzaa shaluhat shaluhal jasadu kulluhu wa idzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wa hiyal qalbu). Ketahuilah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita, bahwa kalbu itu merupakan organ batin di dalam jasad manusia, dan padanyalah poros manusia, dan di dalamnya terdapat akal yang merupakan organ manusia yang paling mulia. Ia dinamakan kalbu (dalam bahasa Arab artinya berbolak balik) adalah karena cepatnya ia berbolak-balik (berubah-ubah). Sebagaimana dikatakan oleh penyair:
Tidaklah manusia dinamakan manusia, kecuali karena ia suka lupa,
Dan tidaklah kalbu dinamakan kalbu, kecuali karena ia suka berubah-ubah.
Adapun sebab kebaikan dan kerusakan jasad itu tergantung kepada kebaikan dan kerusakan kalbu adalah karena ia merupakan permulaan gerakan badan dan kemauan jiwa. Jika muncul dari kalbu itu keinginan yang baik karena ia selamat dari penyakit-penyakit batin seperti, dengki, kikir, dendam, sombong dan lain-lain, atau muncul keinginan yang merusak karena ia tidak selamat dari penyakit-penyakit batin tadi, maka akan bergeraklah badan mengikuti gerakan kalbu tersebut. Kalbu itu laksana seorang raja sedangkan badan dan seluruh anggotanya adalah rakyat, ia akan baik dengan baiknya sang raja dan menjadi rusak dengan rusaknya sang raja.
TANBIH:
Konon, kebaikan kalbu itu dalam enam perkara: (1) membaca Alguran dengan merenungkan maknanya, (2) perut kosong, (3) bangun malam, (4) berdoa dengan khusyuk di waktu sahur, (5) bersahabat dengan orangorang salih, (6) makan dari barang yang halal, dan ini (makan halal) adalah pokoknya. Ulama mengatakan, makanan itu adalah benih perbuatan, kalau masuk barang halal maka keluarnya juga halal, kalau masuk barang haram maka keluarnya juga haram, dan kalau masuknya barang syubhat maka keluarnya juga syubhat.
Salah seorang ulama berkata: “Saya pernah minta minum kepada seorang tentara, kemudian watak kerasnya itu menetap di kalbu saya selama empat puluh hari.”
Ketahuilah bahwa, hadis ini juga merupakan landasan sifat warak, yaitu meninggalkan segala barang yang syubhat dan beralih ke lainnya yang halal.
Hasan Albashri rahimahullah berkata: “Kami jumpai satu kaum yang meninggalkan tujuh puluh pintu yang halal, karena takut jatuh ke dalam yang haram.”
Suatu hari Abubakar Assiddiq. makan sesuatu yang di dalamnya ada syubhat, sedang beliau tidak mengetahuinya. Ketika beliau tahu barang yang dimakannya itu syubhat, maka beliau lalu memasukkan tangannya ke dalam mulutnya lalu memuntahkan makanan tersebut.
Ibrahim bin Adham rahimahullah pernah ditanya, mengapa Anda tidak minum dari air zamzam itu? Beliau menjawab, kalau saya punya timba tentu saya akan meminumnya.
Sebagai isyarat bahwa timba itu dari uang sultan, sedangkan uang sultan itu syubhat.
Zaid bin Tsabit berkata: “Tidak ada yang lebih gampang melakukannya dibandingkan sifat warak. Jika ada sesuatu yang meragukan Anda maka tinggalkan, dan ini gampang bagi orang yang dimudahkan oleh Allah dan berat bagi kebanyakan manusia lebih berat daripada gunung.”
Di antara keistimewaan hadis ini pula adalah: bahwa ia menganjurkan kepada yang halal dan menjauhi yang haram, menahan diri dari barang yang syubhat, menjaga agama dan kehormatan serta tidak melakukan halhal yang akan menimbulkan kecurigaan orang dan jatuh kepada perbuatan yang dilarang. Dan di antaranya pula adalah, pengagungan kalbu dan usaha untuk memperbaikinya. Dan di dalam hadis ini juga terkandung beberapa perumpamaan bagi makna-makna syariat, dan bahwa amal-amal yang berkaitan dengan kalbu itu lebih utama daripada yang berikatan dengan badan. Sebab badan tidak akan baik kecuali dengan kalbu.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini, baiklah kita kupas firman Allah yang artinya:
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah…… (QS. Alhadiid 57:16)
Ibnu Mas’ud berkata: “Kami ditegur Allah dengan ayat ini sesudah kami masuk Islam selama tujuh tahun.”
Diriwayatkan bahwa ada sebagian orang ditimpa rasa lemah dalam hati mereka, maka Allah lalu menurunkan ayat ini.
Sebagian ahli Ma’ani mengatakan bahwa, firman Allah ini merupakan teguran terhadap sifat lengah seseorang. Maksud ayat ini adalah: Bukankah telah tiba waktunya untuk khusyuk? Bukankah telah tiba waktunya untuk kembali? Bukankah telah tiba waktunya bagi orang yang melampaui batas untuk mencucurkan air mata? Bukankah ini waktu untuk menghinakan dan merendahkan diri?
Disinggungnya kata iman di awal ayat ini adalah untuk menganalkan karunia Allah (sebab iman merupakan karunia Allah yang paling besar), dan mengingatkan lambatnya muncul buah dari iman itu. Dan buahnya iman itu adalah an takhsya’a guluubukum (tunduknya hati kamu dengan iman tersebut, dan buah iman itu juga adalah an tabkuu ‘alaa maa salafa min dzunuubikum (kamu tangisi dosa-dosamu yang telah lampau).
Rasulullah bersabda, yang artinya: Sesungguhnya Allah mempunyai bejana-bejana, yaitu kalbu-kalbu. Kalbu-kalbu yang paling dekat dengan Allah adalah kalbu yang lembut, bersih dan kuat. Abu Abdillah Atturmidzi berkata: “Kalbu yang lembut itu adalah kalbu yang takut kepada Allah , yang bersih itu adalah untuk sahabat di jalan Allah, dan yang kuat itu adalah dalam memegang agama Allah.
Dikatakan, kalbu itu mirip bejana, kalbu orang kafir ibarat bejana yang pecah dan terbalik sehingga tidak bisa dimasuki kebaikan sama sekali: kalbu orang munafik ibarat bejana yang bocor, apa saja yang masuk dari atas maka segera keluar dari bawahnya, dan kalbu orang mukmin itu ibarat bejana yang bagus, jika diisi kebaikan ia akan tersimpan di dalamnya.
Konon, kalbu itu menjadi keras adalah karena penyimpangannya dari muragabah kepada Tuhan. Dan ada pula yang mengatakan, kalbu itu menjadi keras karena ia mengikuti dorongan-dorongan hawa nafsu. Sebab syahwat (dorongan hawa nafsu) dan shafwah (kebersihan hati) itu tidak bisa bersatu.
Pertama-tama yang muncul dalam kalbu itu adalah sifat lalai, kalau tidak disadarkan Allah maka ia akan menjadi bisikan hati. Kalau bisikan hati ini tidak ditolak Allah maka ia akan menjadi pikiran buruk. Jika pikiran buruk ini tidak dipalingkan Allah maka ia akan menjadi keinginan kuat untuk melakukan perbuatan buruk. Kalau keinginan buruk ini tidak dibendung Allah maka ia akan jatuh ke dalam perbuatan maksiat. Jika perbuatan maksiat itu tidak diselamatkan Allah dengan tobat maka ia akan menjadi keras. Jika kekerasan kalbu itu tidak dilembutkan Allah maka ia akan menjadi watak dan titik hitam dalam kalbu. Allah berfirman di dalam Alguran,
yang artinya: Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. (OS. 83: 14)
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata: “Kalbu orang mukmin itu ibarat cermin yang bersih, jika setan datang ia akan kelihatan. Kalau pemilik kalbu itu melakukan dosa maka di dalam kalbunya akan muncul sebuah titik hitam. Jika ia bertobat, maka titik hitam itu akan hilang. Jika ia kembali melakukan dosa dan tidak bertobat, dan titik hitam itu akan bertambah terus hingga akhirnya kalbunya menjadi hitam pekat. Kalau sudah demikian, maka tidak ada lagi nasihat yang mempan terhadapnya.
Hasan Albashri rahimahullah berkata: “Dosa di atas dosa akan menggelapkan kalbu hingga akhirnya ia menjadi hitam pekat.”
Atturmidzi rahimahullah berkata: “Hidupnya kalbu itu adalah karena iman, matinya adalah karena kufur, sehatnya adalah karena taat, sakitnya adalah karena terus menerus berbuat maksiat, sadarnya adalah karena zikir, dan tidurnya adalah karena lalai.
Dalam salah satu khabar disebutkan: Jangan banyak berbicara selain dengan sikrullah, supaya kalbumu tidak menjadi keras.
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Addaari , ia berkata: “Nabi bersabda:
Artinya:
Agama itu adalah nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa ya Rasulullah? Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan masyarakat muslimin umumnya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, yang juga menjadi porosnya agama Islam, disebabkan oleh luasnya makna yang terkandung di dalamnya.
(Ad-diinu) yakni, seperti yang telah disebutkan dalam hadis Jibril , bahwa ia mencakup tiga unsur yaitu, Islam, Iman dan Ihsan.
Dan sebagian ulama mengatakan bahwa, Addiin itu adalah hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah buat hamba-hamba-Nya.
(An-nashiihatu) ini mirip dengan perkataan ulama al-hajju “araafah.
(Qulnaa liman? Qaala lillaahi) dalam arti bahwa, iman dan taat kepada Allah dengan kalbu dan badan dan lain-lain seperti yang telah disebutkan di atas pada hakikatnya adalah kembali kepada hamba itu sendiri. Karena Allah tidak membutuhkan semuanya itu.
(Wa likitaabihi) yakni, dengan mengagungkannya, percaya kepadanya dan mengamalkan isinya, dan yang serupa dengan itu.
(Wa lirasuulihi) yakni, membenarkan apa-apa yang diajarkannya, menolongnya dalam menegakkan perintah Tuhannya, dengan ucapan, perbuatan dan keyakikan.
(Wa li-aimmatil muslimiin) yakni, para pemimpin mereka, yaitu dengan jalan mematuhui mereka, memperingatkan mereka dengan apa yang bisa membuat mereka baik, serta mendoakan mereka agar diberi taufik. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya di sini adalah para ulama, yaitu dengan jalan menerima apa yang mereka riwayatkan dan mengikuti mereka dalam hukum agama, serta berbaik sangka terhadap mereka.
(Wa ‘aammatihim) yakni, dengan jalan menyukai buat mereka apa-apa yang ia sukai buat dirinya sendiri, dan tidak suka buat mereka apa yang tidak disukainya buat dirinya sendiri.
CATATAN:
Asnawi rahimahullah berkata di dalam sebagian kitabnya berkaitan dengan hadis ini: “Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba maka Dia akan mengirimkan kepadanya orang yang akan mengingatkannya bila ia lalai: dan jika Dia menghendaki keburukan pada seorang hamba maka Dia akan mengirimkan kepadanya teman jahat yang akan melarangnya mendengarkan nasihat.”
Ketika Harun Arrasyid memegang tampuk pemerintahan, maka Ia mengadakan sidang umum untuk orang banyak. Kemudian datang Bahlul Almajnun seraya berkata: “Wahai amirilmukminin, hati-hati terhadap teman jahat dan bersahabatlah dengan teman yang salih, yang akan mengingatkan Tuan dengan akhlaknya yang baik jika Tuan lalai dan dengan memandang mereka jika Tuan lengah. Karena ini lebih bermanfaat bagi Tuan dan orang banyak serta lebih besar ganjarannya dibandingkan dengan puasa sunnah, salat sunnah, membaca Alguran dan haji sunnah. Karena jika seseorang menyampaikan suatu perkataan yang tidak baik kepada sultan lalu dikerjakan oleh sultan itu, maka akan meratalah kerusakan di muka bumi ini. Nabi sallallaahu alaihi waallam bersabda, yang artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki akan dijebloskan ke dalam neraka selama tujuh puluh tahun akibat perkataannya yang tidak berguna. Dan janganlah Tuan, wahai amirilmukminin, menjadi seperti orang yang disinggung Allah dalam firman-Nya,
Dan apabila dikatakan kepadanya, “bertakwalah kepada Allah.’ bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah balasannya neraka Jahannam. Dan sesungguhnya neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. 2: 206)
Kemudian Harun Arrasyid berkata: “Tambahlah nasihatmu!”
Bahlul menjawab: “Wahai amirilmukminin, sesungguhnya Allah telah menundukkan orang banyak buatmu dan menjadikan perintah Tuan harus ditaati oleh mercka, itu tidak lain agar Tuan membawa mereka kepada mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, memberikan dari harta ini kepada anak-anak yatim, janda-janda, dan orang-orang tua yang tak berdaya serta para musafir kelana. Wahai amirilmukminin, fulan bin fulan telah memberitahukan kepada saya, dari Rasulullah , bahwa Beliau bersabda, yang artinya: Jika hari kiamat telah bangkit dan Allah telah mengumpulkan seluruh umat manusia di suatu tanah lapang yang luas, maka didatangkanlah para raja dan para pemimpin orang banyak, kemudian Allah berfirman kepada mereka: “Bukankah Aku telah memberikan kekuasaan kepada kamu di negeriKu dan menjadikan hamba-hamba-Ku patuh kepada kamu, itu bukan supaya kamu mengumpulkan harta dan pasukan, tetapi supaya kamu mengumpulkan mereka agar taat kepada-Ku dan menerapkan pada mereka perintah dan larangan-Ku, memuliakan para wali-Ku dan menghinakan para musuh-Ku, serta menolong orang-orang yang teraniaya dari penindasan orang-orang yang lalim. Wahai Harun, pikirkanlah, apa jawaban yang akan Tuan berikan atas semua pertanyaan tentang hamba-hamba Allah yang akan diajukan kepada Tuan kelak di tempat tersebut, pada saat Tuan dihadirkan dalam keadaan kedua tangan Tuan terikat dengan rantai di leher Tuan, neraka Jahannam ada di depan Tuan, dan malaikat Zabaniah mengelilingi Tuan, sambil menunggu apa yang akan diperintahkan terhadap Tuan?!”
Harun pun menangis dengan terisak-isak. Sebagian orang yang hadir berkata kepada Bahlul: “Anda telah merusak suasana sidang ini!” Lalu Harun berkata kepada mereka: “Celaka kalian, orang yang tertipu itu ialah orang yang kalian tipu, dan orang yang beruntung ialah orang yang jauh dari kalian.”
Kemudian Bahlul pergi meninggalkan tempat tersebut. Perhatikan saudara, betapa agungnya nasihat ini.
Dahulu, Rasulullah sering memberikan wasiat dan nasihat kepada para sahabat Beliau yang bermanfaat buat mereka dan buat orang-orang sesudah mereka. Di antara nasihat-nasihat Beliau itu adalah seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Anas radiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah telah memberikan wasiat kepadaku, Baginda bersabda kepadaku, “Sempurnakanlah wudu maka itu akan menambah umurmu, berilah salam kepada orang yang engkau jumpai maka akan menjadi banyaklah kebaikanmu, jika engkau masuk ke rumahmu ucapkanlah salam kepada keluargamu maka akan menjadi banyaklah kebaikan rumahmu: kerjakanlah salat Dhuhaa karena ia merupakan salat orang-orang yang awwab sebelummu: serta sayangi orang yang lebih muda dan hormati orang yang lebih tua maka engkau akan menjadi temanku di hari kiamat kelak.”
Di antara nasihat Rasulullah kepada sebagian keluaga Beliau: Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun sekalipun engkau dipotong dan dicincang, dan jangan meninggalkan salat fardu dengan sengaja, sebab orang yang meninggalkan salat fardu dengan sengaja itu terlepas dari jaminan Allah, serta jauhilah maksiat, sebab maksiat bisa mendatangkun murka Allah.
Wasiat dan nasihat Rasulullah tak terhingga banyaknya.
PENUTUP:
Dari Umar bin Khattab berkata kepada sebagian saudaranya: “Aku wasiatkan engkau dengan enam perkara: (1) Jika engkau ingin mencela seseorang maka celalah dirimu lebih dahulu, karena engkau tidak tahu orang yang lebih banyak aibnya darinya, (2) Jika engkau hendak memusuhi seseorang maka musuhilah perutmu, karena tidak ada musuh yang lebih besar bagimu darinya, (3) Jika engkau hendak memuji seseorang maka pujilah Allah lebih dahulu, karena tidak ada yang lebih banyak karunia dan kelembutannya kepadamu melebihi Dia, (4) Jika engkau hendak meninggalkan sesuatu maka tinggalkanlah dunia, karena jika engkau meninggalkannya maka engkau akan terpuji, kalau tidak engkau akan ditinggalkannya sedang engkau tercela, (5) Jika engkau hendak bersiapsiap untuk sesuatu maka bersiap-siaplah untuk mati, karena jika engkau tidak bersiap-siap untuknya maka engkau akan merugi dan menyesal, (6) Jika engkau hendak menuntut sesuatu maka tuntutlah akhirat, karena engkau tidak akan mendapatkannya kecuali jika engkau menuntutnya.
Kiranya cukup sampai di sini, semoga Allah memberi kita afiat dan inayah-Nya. Amin, walhamdu lillaahi rabbil “aalamiin.
Dari Ibnu Umar , bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah: dan mendirikan salat serta mengeluarkan sakat. Maka apabila mereka mengerjakan yang demikian, terpeliharalah dariku darah dan harta mereka, kecuali menurut hukum Islam dan perhitungan amal mereka terserah pada Allah .
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, termasuk salah satu pokok dari pokok-pokok agama Islam.
(Umirtu) dalam bentuk maf’ul, artinya aku diperintahkan oleh Tuhanku, karena tidak ada yang memerintah Rasulullah kecuali Dia.
(An uqaatilan naasa) yang dimaksud di sini adalah memerangi manusia saja, walaupun kata an naas mencakup juga bangsa jin, karena tidak ada riwayat bahwa Beliau pernah memerangi bangsa jin. Meskipun ada bangsa jin yang masuk Islam di tangan Beliau. Risalah Beliau memang bersifat umum, baik golongan manusia maupun jin. Ada yang mengatakan bahwa maksud ‘manusia” dalam hadis ini adalah para penyembah berhala saja, tidak termasuk golongan ahlulkitab (Nasrani dan Yahudi), karena perang terhadap mereka menjadi gugur dengan diterimanya jizyah. Ulama lain mengatakan, boleh jadi diterimanya jizyah dari mereka ini adalah sesudah perintah memerangi mereka juga.
(Hattaa yasyhadu an Jaa ilaaha illallaah wa anna muhammadan rasuulullaah) dalam riwayat lain hattaa yaguuluu laa ilaaha illallaah tanpa syahadat rasul, sekalipun disertai dengan pengakuan terhadapnya, yakni sehingga mereka percaya bahwa Allah itu Esa tidak ada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah utusan-Nya.
(Wa yuqiimush shalaata wa yu’tuz zakaata) yakni, dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun keduanya. Puasa dan haji tidak disebutkan dalam hadis ini, boleh jadi karena keduanya belum diwajibkan pada saat itu, atau boleh jadi karena orang yang meninggalkan keduanya tidak harus diperangi. Karena orang yang meninggalkan puasa hanya dihukum kurungan dan dilarang makan minum pada siang harinya, sedangkan haji waktunya panjang (tidak bersegera).
(Fa-idzaa fa’aluu dzaalika) yakni, apa-apa yang telah disebutkan di muka.
(Ashamuu) yakni, tercegah dan terpelihara.
(Minnii dimaa-ahum wa amwaalahum) yaitu barang-barang berupa ternak, uang dan lain-lain.
(Illaa bihaqqil islaam) yakni, seperti kisas dalam pembunuhan dan rajam dalam perzinahan, tetapi orang yang membunuh dan berzina tidak dihalalkan harta mereka, berbeda dengan orang kafir.
(Wa hisaabuhum ‘alallaah ta’aala) yakni, urusan isi hati mereka terserah kepada Allah, sedangkan kita memperlakukan mereka menurut yang tampak dari perkataan dan perbuatan mereka. Boleh jadi orang yang pada lahirnya ahli maksiat namun di batinnya ahli taat, maka dia akan menjumpai kebaikan di sisi Allah, dan sebaliknya. Kami telah mengemukakan pengucapan syahadat ini di tempat lain, harap dicek kembali.
PERHATIAN,
Syaikh Islam Al Asqalani telah meriwayatkan beberapa hadis yang membicarakan hal ini, yang sebagian mendapat pengurangan dan sebagian mendapat tambahan. Seperti dalam hadis Abu Hurairah . Hanya disingkat pada kalimat Jaa ilaaha illallaah saja. Dan dalam hadis lain disebutkan hattaa yasyhaduu an laa ilaaha illallaah wa anna muhammadan rasuulullaah. Dan dalam hadis Ibnu Umar ada tambahan igaamush shalaati wa iitaauz zakaati. Dan dalam hadis Anas ra. Fa idzaa shalluu was-tagbaluu wa akaluu dzabiihatanaa. Qurtubi dan ulama lainnya berkata: “Sabda yang pertama tadi diucapkan oleh Beliau ketika sedang memerangi para penyembah berhala yang tidak mengakui keesaan Tuhan. Sabda yang kedua disabdakan Beliau kepada ahlulkitab yang mengakui keesaan Tuhan namun tidak mengakui nubuwah Nabi . Dan sabda yang ketiga disabdakan Beliau untuk mereka yang telah masuk Islam, mengakui keesaan Tuhan dan nubuwah Nabi , tetapi tidak melaksanakan ketaatan, maka hukum mereka ini juga harus diperangi hingga tunduk dan patuh melaksanakan syariat Islam. Karena itulah sabda Beliau yang pertama hanya menyebutkan kalimat laa ilaaha illallaah saja, tanpa menyebutkan risalah.
PASAL:
Keutamaan kalimat Laa Ilaaha illallaah.
Ketahuilah bahwa, Allah telah memerintahkan kepada hambahamba-Nya supaya mempercayai dan mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah itu, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
yang artinya: Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah (QS. 47: 19). Dan Dia mencela kaum musyrikin Arab dalam firman-Nya,
yang artinya: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka ‘laa ilaaha illallaah (tidak ada tuhan selain Allah), mereka menyombongkan diri. (QS. 37: 35)
Dalam hadis Utsman , ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda, “Aku tahu satu kalimat yang tidaklah ia diucapkan oleh seorang secara benar dari dalam kalbunya kecuali ja akan diharamkan oleh Allah dari api neraka.”” Lalu sahabat Umar . Berkata: “Aku akan memberitahukan kepada kalian kalimat apa itu. Itulah kalimat ikhlas yang ditetapi oleh Muhammad dan para sahabatnya.”
Sahl Attusturi berkata: “Tidak ada pahala bagi orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah itu, melainkan memandang wajah Allah , sedangkan surga itu adalah pahala amal.”
Konon, apabila kalimat tauhid itu dikatakan oleh seorang kafir, maka akan sirnalah kegelapan kufurnya, dan menetaplah cahaya tauhid di dalam kalbunya. Dan apabila ia diucapkan oleh seorang mukmin, setiap hari seribu kali, maka dalam setiap kalinya ia menghapus dari dalam kalbunya sesuatu yang belum dihapus pada kali pertama. Dan kalimat ini merupakan zikir yang paling utama.”
Dari sahabat Ibnu Abbas , ia berkata: “Allah membuka pintupintu surga, kemudian berseru penyeru dari bawah Arsy, “Wahai surga, engkau dan seluruh kenikmatan yang ada padamu, untuk siapa?” Surga menjawab, “Kami adalah untuk ahli laa ilaaha illallaah, kami hanya menuntut ahli laa ilaaha illallaah, yang memasuki kami hanya ahli laa ilaaha illallaah, dan kami haram bagi orang yang tidak mengucapkan laa ilaaha illallaah.” Pada saat itu neraka dan seluruh azab yang ada di dalamnya berkata, “Tidak akan memasuki aku kecuali orang yang mengingkari kalimat laa ilaaha illallaah: aku tidak menuntut kecuali terhadap orang yang mendustakan kalimat laa ilaaha illallaah, aku haram bagi orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah, tidak akan memenuhi aku kecuali orang yang menentang kalimat laa ilaaha illallaah: kejengkelanku dan kedahsyatanku hanyalah untuk orang yang mengingkari kalimat laa ilaaha illallah.’”
Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan: “Maka datanglah rahmat dan ampunan Allah seraya berkata, “Aku adalah untuk ahli laa ilaaha illallaah, aku penolong orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: aku cinta kepada orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: surga mubah bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: neraka haram bagi orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: ampunan dari setiap dosa adalah hanya ahli laa ilaaha illallaah, rahmat dan ampunan tidak tertutup dari ahli Jaa ilaaha illallaah”
Dalam atsar disebutkan, bahwa apabila seseorang hamba mengucapkan kalimat Jaa ilaaha illallaah, Allah akan memberikan pahala kepadanya sebanyak bilangan orang-orang kafir laki-laki dan perempuan. Konon sebabnya adalah bahwa ketika ia mengucapkan kalimat tersebut, seolah-olah ia telah membantah setiap orang kafir laki-laki dan perempuan, maka tidak aneh ia pantas mendapatkan pahala sebanyak bilangan mereka.
Sebagian ulama pernah ditanyai tentang makna firman Allah : wa bi’rin mw’aththalatin wa qashrin musyayyadin (dan berapa banyak gumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tingsi) maka dijawab oleh ulama tersebut: “Sumur yang ditinggalkan itu adalah kalbu orang kafir yang kosong dari kalimat laa ilaaha illallaah: dan istana yang tinggi itu adalah kalbu orang mukmin yang penuh berisi kalimat syahadat laa ilaaha illallaah.”
Dan ada yang mengatakan bahwa firman Allah : wa quuluu qaulan sadiidan (dan katakanlah perkataan yang benar) maksudnya adalah Diriwayatkan bahwa Nabi berjalan di jalan-jalan seraya mengatakan: Katakanlah oleh kalian laa ilaaha illallaah, maka kalian akan selamat.”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Tidak ada satu nikmat pun yang diberikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang lebih utama daripada dikenalkannya kepada mereka kalimat laa ilaaha illallaah. Sesungguhnya laa ilaaha illallaah itu bagi mereka di akhirat adalah seperti air bagi mereka di bumi.”
Dalam salah satu khabar disebutkan bahwa Allah berfirman: “Laa Uaaha illallaah itu adalah benteng-Ku, barangsiapa masuk ke dalam benteng-Ku maka ta akan selamat dari siksa-Ku.”
Dikatakan: Kalimat Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasuulullah itu terdiri dari tujuh kala, dan manusia mempunyai tujuh anggota badan, sedangkan neraka mempunyai tujuh pintu, maka setiap kata dari ketujuh kata tadi akan menutup setiap pintu dari ketujuh pintu neraka dari setiap anggota badan yang tujuh tersebut.
Imam Arrazi menceritakan bahwa, ada seorang laki-laki berdiri di padang Arafah, di tangannya ada tujuh buah batu. Kemudian ia berkata: “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Setelah itu ia tertidur. Di dalam tidurnya ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, dan laki itu dihisab, ternyata ia harus masuk ke neraka. Ketika malaikat menyeretnya ke salah satu pintu dari neraka Jahannam, tiba-tiba datang sebuah batu dari batu yang tujuh tadi, lalu batu itu menutup pintu neraka. Malaikat azab berusaha menyingkirkan batu itu, namun mereka tidak berhasil. Kemudian laki-laki itu dibawa ke pintu neraka yang kedua, maka terjadi pula kejadian seperti yang disebutkan di muka. Akhirnya ia dibawa oleh malaikat ke Arsy, maka Allah berfirman: “Hai hamba-Ku, engkau telah minta kesaksian batu-batu itu dan mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Sedangkan Aku menyaksikan syahadatmu yang mengesakan Aku itu. Masuklah ke dalam surga.” Ketika laki-laki itu sudah dekat dengan pintu surga, ternyata pintu-pintunya tertutup, lalu datang syahadat laa ilaaha illallaah, maka terbukalah pintu-pintu surga itu, lalu ia pun masuk ke dalam surga.
Dalam salah satu hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa di akhirnya hayatnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah, maka ia pasti masuk surga.
Dan banyak lagi hadis-hadis lainnya yang menyebutkan keutamaan kalimat laa ilaaha illallaah ini.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis kita kali ini, maka berikut ini kami kemukakan sebuah riwayat dari Albaihagi, dari Bakar bin Abdullah Almazani rahimahullah.
Konon, ada seorang raja yang sangat sombong kepada Tuhannya. Kemudian kaumnya melakukan pemberontakan terhadapnya. Dan mereka berhasil menangkapnya hidup-hidup. Kemudian mereka berunding cara apa sebaiknya yang digunakan untuk membunuh si raja sombong itu. Akhirnya mereka sepakat untuk memasukkan raja itu ke dalam sebuah guci tembaga yang besar dan mengurungnya di dalamnya. Lantas di bawah guci itu mereka nyalakan api. Raja itu memohon kepada sesembahannya satu persatu minta supaya diselamatkan dari siksaan yang menyakitkan itu. Ketika dirasanya tidak ada satu pun sesembahannya itu menolong melepaskannya, maka ia lalu mengangkat kepalanya ke arah langit sambil berkata: “Laa ilaaha illallaah tidak ada Tuhan selain Allah.” Kemudian ia mengiba-iba kepada Allah sambil terus mengucapkan kalimat tauhid tersebut. Maka akhirnya Allah menurunkan hujan dari langit hingga api itu padam. Setelah itu berhembus angin kencang yang menerbangkan guci itu hingga melayang-layang antara langit dan bumi, sedangkan si raja terus mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Akhirnya guci itu jatuh ke tengah-tengah suatu kaum yang tidak mengenal Allah sama sekali. Mereka lalu mengeluarkan si raja dari dalam guci itu, sedangkan ia terus mengucapkan laa ilaaha illallaah. Mereka lalu menanyainya, mengapa ia sampai begitu. Raja itu menceritakan kisahnya dari awal sampai akhir. Setelah mendengar kisah sang raja, kaum itu semuanya akhirnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Wallaahu a’lam.
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr , ia berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda:
Artinya:
Apa-apa yang aku larang terhadap kalian maka jauhilah ia: dan apa-apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampumu. Karena sesungguhnya yang telah mencelakakan orangorang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita agar dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung, yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga oleh Imam Muslim dengan redaksi yang agak panjang dan ditambah pada permulaannya dengan kalimat: Rasulullah berpidato di hadapan kami, sabda Beliau: “Wahai saudara-saudara, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas kalian, maka berhajilah.” Kemudian seorang laki-laki bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kewajiban haji itu setiap tahun? Rasulullah hanya diam hingga orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali. Maka Rasulullah menjawabnya, “Seandainya aku jawab ya, maka ia akan menjadi wajib, sedangkan kamu pasti tidak akan mampu melakukannya.’ Setelah diam sejenak, Beliau melanjutkan, “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan buat kalian, karena sesungguhnya yang telah mencelakakan orang-orang sebelum kamu adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Apa yang aku perintahkan kepada kalian maka lakukanlah semampu kalian, dan apa yang aku larang maka jauhilah.?”
(Maa nahaitukum ‘anhu) yakni, apa yang aku larang kalian terhadapnya.
(Fajtanibuuhu) yakni, dalam riwayat lain fada’uuhu, yakni seluruhnya, sebab tidak dianggap mengikuti perintah kecuali dengan menjauhi secara keseluruhan.
(Wa maa amartukum bihi) yakni, yang wajib maupun yang sunnah.
(fa’tuu minhu) dalam riwayat lain faf’aluu minhuu.
(Masta-that’tum) yakni sekuat kemampuanmu. Ketahuilah bahwa, hadis ini termasuk kalimat sempurna yang disabdakan oleh Nabi , dan merupakan salah satu pokok dari pokokpokok agama Islam. Banyak hukum Islam yang masuk ke dalam cakupan hadis ini, seperti salat dan semua hukum yang berkaitan dengannya. Sebab apabila seseorang merasa tidak sanggup memenuhi sebagian rukun, atau sebagian syaratnya, atau berhalangan membasuh sebagian anggota wudu, atau hanya berhasil mendapatkan sebagian air untuk bersuci atau menghilangkan najis, dan sebagainya yang serupa dengan itu, atau ja hanya mampu menutupi sebagian auratnya, atau hanya hafal sebagian surah Alfatihah, maka ia dibolehkan melakukan itu semua sesuai dengan kemampuannya. Dan banyak lagi contoh-contoh seperti ini yang disebutkan di dalam kitab-kitab fikih. Di sini kita hanya menyinggungnya secara singkat sekedar untuk mengingatkan saja.
Hadis ini dibenarkan oleh firman Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesangsupanmu. (QS. 64: 16) ,
(Fa-innamaa ahlakal ladziina min qablikum katsratu masaa-ilijim) yakni, pertanyaan yang tidak penting.
, (Wakhtilaafihim “alaa anbiyaa-ihim) karena perselisihan itu membawa kepada perpecahan. Sedangkan tujuan pembuat syara’. adalah persatuan.
PERHATIAN:
Dalam kesempatan ini ada baiknya kita kemukakan apa yang disebutkan oleh para ahli tafsir mengenai firman Allah ,
yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi.” (QS. 2: 67) dan seterusnya.
Seandainya mereka langsung mencari sapi mana saja lalu menyembelihnya, maka selesailah urusannya. Namun mereka berulah dan banyak mengajukan pertanyaan yang tidak penting seputar sapi itu hingga mereka akhirnya kesulitan sendiri dan hampir saja tidak bisa melakukannya.
Kisah ini dikemukakan oleh Imam Baghawi dan lainnya sebagai berikut:
Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan bangsa Bani israil ada seorang laki-laki kaya raya, dan ia mempunyai seorang saudara sepupu yang miskin, satu-satunya pewarisnya. Ketika kematian yang diharapkan saudara sepupunya yang miskin itu tidak juga merenggutnya, maka akhirnya ia pun dibunuh oleh saudara sepupunya yang miskin itu, demi merebut warisannya. Kemudian jenazahnya dibawa oleh saudara sepupunya itu ke desa lain lalu dibuangnya di suatu tanah kosong di sana. Keesokan harinya, ia bersandiwara seakan-akan hendak menuntut balas kematian saudaranya itu. Maka orang-orang pun pergi menemui Nabi Musa untuk melaporkan kasus pembunuhan tersebut. Mereka meminta kepada Nabi Musa agar berdoa memohon kepada Allah supaya Allah menjelaskan siapa sebenarnya si pembunuh itu.
Lalu Nabi Musa menyuruh mereka supaya menyembelih seekor sapi. Kata Nabi Musa (sebagaimana disebutkan dalam Alguran): “Allah menyuruh kamu supaya kamu menyembelih seekor sapi!” Mereka menjawab: “Apakah Tuan mau mengolok-olok kami?” (Kami menanyakan tentang siapa pembunuhnya, malah disuruh menyembelih seekor sapi). Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah dari termasuk ke dalam golongan orang-orang jahil.” Yakni, jahil karena menjadikan orang mukmin sebagai buah ejekan: ada pula yang mengatakan maksudnya adalah, jahil karena memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan permintaan.
Ketika orang banyak mengetahui bahwa perintah menyembelih sapi betina itu benar-benar merupakan suatu perintah yang pasti datangnya dari Allah , maka mereka pun lalu meminta penjelasan tentang sifat-sifat sapi yang harus disembelih itu. Di balik kejadian ini ada hikmat yang sangat besar, yaitu: Dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang lakilaki salih. Laki-laki itu mempunyai seorang anak yang masih bayi, dan ia juga mempunyai seekor anak sapi. Kemudian anak sapi dibawanya ke hutan lalu dilepasnya sambil berdoa: “Ya Allah, aku titipkan anak sapi ini kepada-Mu untuk anakku apabila ia sudah besar kelak.” Tak lama setelah itu, laki-laki salih tersebut meninggal dunia. Maka tinggallah anak sapi itu di hutan tersebut. Apabila ada orang yang melihatnya, ia pun lari ke tengah hutan.
Anak lelaki salih itu akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang bakti kepada ibunya. Ia membagi waktu malamnya menjadi tiga, sebagian untuk beribadat kepada Tuhannya, sebagian untuk tidur, dan sebagian untuk duduk di dekat kepala ibunya. Apabila tiba waktu pagi, maka ia berangkat mencari kayu bakar, lalu dibawanya ke pasar dan dijualnya di sana. Uang hasil penjualan kayu bakar itu dibaginya tiga, sepertiga disedekahkannya, sepertiga untuk makannya dan sepertiga lagi diberikannya kepada ibunya.
Pada suatu hari ibunya berkata kepadanya: “Ayahmu mewariskan untukmu seekor anak sapi yang dititipkannya kepada Allah di tengah hutan anu, maka pergilah ke sana lalu memohonlah kepada Ailah dengan berkat Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Ishak supaya Dia mengembalikan anak sapi itu kepadamu. Ciri-ciri anak sapi itu adalah apabila engkau melihatnya maka kulitnya akan tampak kuning keemas-emasan.”
Maka berangkatlah anak muda itu ke hutan yang dimaksud. Di sana dilihatnya ada seekor sapi yang ciri-cirinya persis seperti yang digambarkan oleh ibunya. Lantas anak muda itu berkata: “Aku mengundangmu dengan nama Tuhan Ibrahim, Ismail, Ishak dan Yakgub.” Maka sapi itu pun mendekati pemuda itu lalu berdiri di depannya. Pemuda itu memegang leher sapi itu dan menuntunnya sambil berjalan pulang: Dengan kuasa Allah, sapi itu berbicara: “Wahai pemuda yang bakti kepada ibunya, tunggangilah saya karena itu akan lebih menyenangkan bagimu,” Pemuda itu menjawab: “Ibuku tidak menyuruhku melakukan itu, ia hanya mengatakan supaya aku memegang lehermu.” Sapi itu lalu berkata: “Demi Tuhan Bani israil, kalau kau menunggangiku maka engkau tidak akan bisa lagi menguasaiku selama-lamanya. Mari pergi, seandainya engkau menyuruh gunung supaya lepas dari bumi dan berjalan mengikutimu, niscaya Ia akan melakukan itu, karena baktimu kepada ibumu.” Maka berjalanlah pemuda itu sambil menuntun sapi tersebut hingga akhirnya sampai di rumahnya.
Ibunya lalu berkata kepadanya: “Anakku, engkau adalah seorang yang miskin dan tak berharta sama sekali. Sungguh berat bagimu mencari kayu bakar di waktu siang dan beribadat di waktu malam. Karena itu, bawalah sapi ini ke pasar dan juallah di sana.” Anak muda itu menjawab: “Berapa harus saya jual?” Ibunya menjawab: “Tiga dinar. Dan jangan dijual kecuali sesudah berunding denganku!” Harga sapi di kala itu memang tiga dinar.
Maka berangkatlah pemuda itu ke pasar sambil menuntun sapi tersebut. Lalu Allah mengirim seorang malaikat untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada makhluk-Nya, dan untuk menguji kebaktian pemuda itu kepada ibunya, padahal Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Malaikat itu lalu bertanya kepada si pemuda: “Berapa kau jual sapi ini?” Pemuda itu menjawab: “Tiga dinar, dengan syarat saya harus minta keridaan ibuku dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan membayarmu enam dinar, tapi engkau jangan minta keridaan ibumu lagi.” Pemuda itu menjawab: “Biar saya dibayar emas seberat badan sapi ini, saya tidak akan menjualnya kecuali dengan rida ibuku.” Kemudian pemuda itu pulang dan memberitahukan kepada ibunya tentang tawaran malaikat tersebut. Ibunya lalu berkata: “Juallah dengan harga enam dinar, dengan syarat aku rida.”
Ketika pemuda itu kembali ke pasar, malaikat bertanya: “Apakah kau sudah minta keridaan ibumu?” Pemuda itu menjawab: “Sudah. Beliau menyuruhku agar tidak menjualnya kurang dari enam dinar, dengan syarat saya harus minta ridanya dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan membayarmu dua belas dinar.” Pemuda itu tidak mau menerimanya, ia lalu pulang untuk memberitahukan hal itu kepada ibunya. Ibunya lalu berkata: “Sebenarnya orang itu adalah seorang malaikat yang menyamar sebagai manusia, dikirim Allah untuk mengujimu. Jika engkau bertemu lagi dengannya maka katakana kepadanya, “Apakah Tuan suruh saya menjual sapi ini atau tidak?” Pemuda itu pergi lagi ke pasar. Ketika ia bertemu kembali dengan malaikat itu, maka disampaikannya pesan ibunya kepada malaikat itu. Malaikat itu lalu berkata: “Sampaikan kepada ibumu supaya dia menahan sapi ini, karena Musa bin Imran akan membelinya dari kalian untuk kasus pembunuhan yang terjadi di kalangan Bani Israil. Jangan kalian jual kecuali dengan harga emas seberat timbangan sapi itu.“ Maka sapi itu pun akhirnya tidak jadi mereka jual. Allah menakdirkan Bani Israil menyembelih sapi itu sendiri, bukan yang lain. Kaum Bani israil terus minta penjelasan tentang sifat-sifat sapi yang harus mereka sembelih itu, hingga akhirnya Allah menetapkan supaya mereka menyembelih sapi dengan sifat seperti sifat sapi yang dimiliki oleh pemuda tersebut. Sebagai ganjaran atas bakti dan kasih sayangnya kepada ibunya. Kejadian ini disebutkan dalam firman Allah di dalam surah Albagarah (2) ayat 67 sampai 74.
Kaum Bani Israil berkeliling mencari sapi seperti yang disifatkan Allah itu, mereka tidak menemukannya kecuali pada sapi milik anak muda itu. Akhirnya mereka terpaksa membelinya dengan harga emas seberat timbangan sapi tersebut. Kemudian sapi itu mercka scmbclih dan potongan daging sapi itu, mereka pukulkan ke mayit yang terbunuh tersebut. Maka dengan izin Allah, mayit itu kembali hidup dengan urat leher berlumuran darah, seraya berkata: “Pembunuhku adalah si fulan.” Setelah itu ia mati kembali.
Maka saudara sepupunya itu akhirnya tidak memperoleh warisan apa-apa.
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin (serupa) dengan apa yang diperintuhkan-Nya kepada para rasul Allah berfirman: “Wahai rasul-rasul, makanluh dari segala sesuaty yang baik dan bekerjaluh kamu dengan pekerjaan yang baik.” Dan firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah dari apa. apa yang baik yang telah Kami rezekikan kepadamu. “Kemudian Beliay menceritakan seorang laki-laki yang banyak melukukan perjalunan jauh, berambut kusut dan berdebu. Orang itu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Oh Tuhan…oh Tuhan!” Sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan barang yang haram, maka bagaimana akan dikabulkan doanya?!” Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita perbuatan taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan salah satu landasan tempat berdirinya pokok-pokok agama Islam dan bangunan hukum-hukum. Di dalamnya terkandung beberapa faidah, yaitu:
(Innallaaha ta’aalaa thayyibun) yakni, bersih dari segala bentuk kekurangan dan keburukan, yang maknanya adalah Mahasuci. Ada juga yang mengatakan bahwa kata thayyib itu adalah pujian, dengan demikian ia menjadi salah satu nama-nama Allah yang indah (Asma-ul Husna) yang diambil dari sifat-Nya seperti kata jamiil menurut gaul yang menyatakan kesahannya.
(Laa yaqbalu illaa thayyiban) yakni, Dia tidak menerima amal perbuatan, baik amal yang dilakukan dengan anggota badan maupun amal harta, kecuali yang baik-baik. Harta yang baik itu pada asalnya adalah yang menyenangkan, seperti arti inilah firman Allah yang berbunyi: fankihuu maa thooba lakum minan nisaa-i (QS. 4: 3). Dan bisa juga diartikan suci, seperti dalam firman Allah: sha’iidan thoyyibaa. (QS..4: 42). Dan Allah itu adalah thayyiban (baik) dalam arti ini (yakni suci), Dia tidak menerima amal-amal kecuali yang suci dari segala bentuk yang merusak, seperti riyak, ujub, dan yang serupa dengan itu. Dan Dia tidak menerima amal harta kecuali yang berasal dari harta yang bersih dari barang haram. Sebab yang dimaksud baik di sini adalah yang dianggap baik oleh syara”, bukan yang dianggap baik oleh rasa jika ia bukan dari yang mubah dan pelakunya mendapat siksa yang pedih.
Dalam salah satu khabar disebutkan, yang artinya: Barangsiapa melakukan suatu amal salih yang ia jadikan selain-Ku sebagai sekutu dalam amal tersebut, maka Aku biarkan amal itu untuk dia dan sekutunya tersebut. (Artinya, tidak Aku perdulikan dan tidak Aku diterima). Dan dalam khabar lainnya disebutkan: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih pantas untuknya.”
(Wa innallaaha) yakni, tatkala Dia telah menciptakan bagi hamba-hamba-Nya apa-apa yang ada di muka bumi ini seluruhnya, dan dimubahkan-Nya buat mereka selain dari apa yang diharamkan-Nya.
(Amaral mu’miniina) yakni, khusus kaum mukminin di antara seluruh manusia tadi.
(Bimaa amara bihil mursaliin) yakni, Allah menyamakan perintah-Nya di antara mereka supaya mereka memilih makanan yang halal dan membiasakan amal salih. Karena mereka semua adalah hamba-hamba-Nya dan diperintah supya beribadat kepada-Nya.,kecuali ada dalil khusus buat para nabi itu dan tidak untuk umat mereka.
(Faqaala ta’aala yaa ayyuhar rusulu kuluu minath thayyibaati wa’maluu shaalihaa, wagaala yaa ayyuhal-ladziina aamanuu kuluu min thayyibaati maa razaqnaakum ) yakni, Allah memerintahkan kepada kaum mukminin supaya memilih makanan yang halal, sebagaimana mereka diperingatkan supaya menegakkan hak-hak Allah . Firman-Nya, yang artinya:
Bersyukurlah kamu kepada Allah (yakni atas apa-apa yang dihalalkan. Nya buat kamu), jika kamu benar-benar beribadat kepada-Nya. (yakni jika kamu benar-benar mengkhususkan ibadat itu untuk-Nya, kareng ibadat kalian tidak sempurna kecuali dengan syukur).
TANBIH:
Sruan dengan menggunakan kata seru untuk seluruh nabi ini bukan berarti mereka diseru sekaligus pada waktu yang sama, sebab masa mereka itu berbeda-beda. Dan dikhususkannya para rasul di sini adalah untuk memuliakan mereka. Dalam ayat ini terkandung peringatan bahwa dibolehkannya makanan yang baik-baik buat mereka itu adalah syariat yang lama, dan untuk membantah paham para rahib yang menolak makanan yang baik-baik, dan bahwa seseorang akan diberi pahala jika ia makan yang baik dengan maksud agar kuat ibadat dan untuk menghidupi dirinya. Berbeda jika ia makan hanya untuk memenuhi selera atau untuk kenikamatan belaka.
(Tsumma dzakara) yakni, Abu Hurairah , yaitu setelah mengemukakan hadis tersebut di atas, katanya:
(Arrajula yuthiilus safara) yakni, perjalanan taat, seperti naik haji, jihad dan lain-lain.
(Asy’atsa) yakni, kepalanya berdebu.
(Aqhbara) yakni, badan dan pakaiannya juga berdebu.
(Yamuddu) yakni, pada waktu berdoa.
(Yadaihi ilas samaa-i) yakni, ke arah langit.
(Yaa rabb Yaa Rabb) yang disebutkan di atas adalah termasuk adab berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadis lain bahwa, Nabi mengangkat kedua belah tangannya dalam doa istisga hingga tampak putih kedua ketiak Beliau. Dan juga berdasarkan sabda Nabi yang artinya: Sesungguhnya Allah Maha Hidup lugi Maha Pemurah, Dia malu terhadup hamba-Nya yang teluh berdoa sambil mengangkat kedua tangannya kemudian kembali dengan tangun hampa.
(Wa math’amuhu haraamun, wa masyrabuhu haraamun, wa malbasuhu haraamun, wa qhudziya bil haraam, fa annaa) yakni, bagaimana.
, (Yustajaabu lahu) yakni, tidak mungkin orang yang memiliki ciri-ciri demikian ini doanya akan terkabul.
Dalam hadis ini terkandung beberapa faedah, di antaranya adalah: penjelasan tentang syarat-syarat berdoa, larangan-larangannya dan adabadabnya. Tidak berdoa untuk kemaksiatan atau sesuatu yang mustahil. Harus dengan hati yang hadir, karena ada larangan berdoa dalam keadaan hati lalai. Berperasangka baik bahwa doanya akan dikabulkan Allah. Tidak terburu-buru doanya ingin cepat-cepat dikabulkan, dengan mengatakan, “Saya sudah sering berdoa tapi belum juga dikabulkan.” Ini merupakan adab yang buruk, yang akan mengakibatkan ia terputus dari doa dan tidak diijabahi doanya. Nabi bersabda, yang artinya: Orang yang paling besar dosanya adalah orang yang berdiri di Arafah dan dia menyangka bahxya Allah tidak mengampuni dosanya.” Dan tidak boleh juga berdoa untuk meminta sesuatu yang menyalahi adat (khawariqul “aadah), sebab hal ini menyalahi takdir (seperti minta supaya batu berubah menjadi emas dll.) kecuali berdoa dengan menggunakan Ismul A’zham, yang didasarkan pada kejadian di masa Nabi Sulaiman , di mana ada seorang alim yang bisa memindahkan tahta Ratu Balgis dalam sekejap mata.
Di samping itu, makanan, minuman dan pakaian juga harus dari yang halal, dan bukan syubhat. Wahab bin Munabbih menceritakan bahwa, pada zaman Nabi Musa dahulu ada seorang laki-laki berdiri memanjatkan doa sambil mengiba-iba. Nabi Musa melihatnya, Kemudian Beliau berkata: “Ya Rabb, apakah Engkau tidak mau mengabulkan doa hamba-Mu itu!” Allah mewahyukan kepada Beliau: “Wahai Musa, walaupun orang itu menangis sampai jiwanya melayang, atau menengadahkan tangannya sampai ke langit sekalipun, niscaya Aku tidak akan mengabulkan doanya!” Musa bertanya: “Sebab apa Ya Rabb?” Allah menjawab: “Karena di dalam perutnya ada barang haram, di punggungnya ada barang haram dan di rumahnya pun ada barang haram!”
Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham berjalan di pasar kota Basrah, lalu orang-orang berkerumun mengelilingi beliau. Mereka berkata kepada beliau: “Wahai Aba Ishak, mengapa kami berdoa tidak dikabulkan?” Ibrahim bin Adham menjawab: “Karena kalbu-kalbu kalian telah mati oleh sepuluh perkara, (1) Kalian mengenal Allah namun kalian tidak memenuhi hak-hak-Nya, (2) Kalian mengaku mencintai Rasulullah , namun kalian tinggalkan sunnah-sunnah Beliau, (3) Kalian membaca Alguran namun kalian tidak mengamalkan isinya, (4) Kalian memakan rezeki Allah namun kalian tidak menunaikan syukurnya, (5) Kalian mengatakan bahwa setan adalah musuh kalian namun kalian menyetujuinya dan tidak menenantangnya, (6) Kalian mengatakan bahwa surga itu benar namun kalian tidak beramal untuk mendapatkannya, (7) Kalian mengatakan bahwa neraka itu benar adanya namun kalian tidak melarikan diri darinya, (8) Kalian mengatakan bahwa mati itu benar adanya namun kalian tidak bersiap sedia menghadapinya, (9) Begitu kalian bangun tidur kalian sibuk mencari-cari aib orang lain dan melupakan aib kalian sendiri, (10) Kalian menguburkan orang mati namun kalian tidak menarik pelajaran darinya.”
Imam Ghazali berkata: “Jika dikatakan, apa gunanya berdoa kalau takdir tidak bisa ditolak? Ketahuilah bahwa, termasuk takdir adalah menolak bencana dengan doa. Jadi doa itu merupakan sebab tertolaknya bencana dan adanya rahmat, sebagaimana perisai menjadi sebab untuk menolak senjata dan air menjadi sebab keluarnya tanaman dari dalam tanah.”
Dari Abi Muhammad Hasan bin Ali bin Abithalib , cucu Rasulullah , beliau berkata: “Saya hafal satu kalimat dari Rasulullah :
Artinya:
Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu dan lakukanlah apa yang tidak meragukan kamu.
Diriwayatkan oleh Atturmidzi dan Annasaa-i, dan kata Atturmidzi, ini adalah hadis Hasan Sahih.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita untuk berbuat taat kepada-Nya, ini merupakan hadis yang agung, maknanya adalah tinggalkanlah apa-apa yang kehalalannya meragukan kamu kepada yang tidak meragukan kamu, demi menjaga agama dan kehormatanmu. Dan makna hadis ini juga juga bisa kembali kepada hadis innal halaala bayyinun wa innal haraama bayyinun…..seperti yang telah dikemukakan di bagian depan, apa yang dibicarakan di sana sama dengan yang dibicarakan di sini.
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Di antara kebagusan Islam seseorang itu adalah meninggalkan apa yang tak berguna baginya.
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Atturmidzi dan lainnya demikian.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita supaya dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung yang termasuk salah satu daripada pokok agama Islam.
(Min husni islaamil mar-i tarkuhu maalaa ya’niihi) maknanya adalah apa-apa yang tidak berkaitan dengan perhatiannya. Adapun hal-hal yang berguna bagi manusia itu adalah yang berkaitan dengan kepentingan hidupnya, seperti masalah penghidupan dan kesclamatannya di akahirat. Hal ini sedikit bila dibandingkan dengan apa-apa yang tidak berguna baginya. Apabila manusia membatasi dirinya pada hal-hal yang berguna saja, niscaya ia akan selamat dari keburukan yang besar. Dan selamat dari keburukan itu adalah kebaikan yang banyak. Di antara perkataan ulama salaf dahulu adalah: “Barangsiapa mengetahui bahwa perkataannya termasuk amalnya (yang akan dipertanggung jawabkannya di akhirat kelak), niscaya akan berkuranglah perkataannya kecuali perkataan yang berguna baginya saja. Dan barangsiapa menanyakan apa yang tidak berguna baginya niscaya ia akan mendengar apa yang tidak menyenangkannya.”
Ibnu Abdilbarr berkata: “Sabda Nabi ini termasuk kalam jami’ yaitu perkataan ringkas padat namun mengandung makna yang luas, yang belum pernah diucapkan oleh seorang pun sebelum Beliau.”
TANBIH:
Seyogianya manusia menyibukkan dirinya hanya dengan hal-hal yang berguna, seperti membaca Alguran, istighfar dan berzikir serta yang serupa dengan itu. Karena setan senang apabila ia menyia-nyiakan umurnya tanpa faedah, sebab ia tahu bahwa umur itu merupakan permata yang berharga, setiap napas darinya tak ternilai harganya. Jika manusia menggunakan umurnya untuk berbuat taat maka ia akan selamat dan beruntung.
Telah diriwayatkan bahwa, setiap satu tasbih itu sama dengan sedekah, dan bahwa orang yang membaca surah Al-Ikhlas sepuluh kali, akan dibangunkan baginya mahligai di dalam surga. Dan orang yang membaca subhaanallaahi wal hamdulilluahi dan seterusnya, maka akan ditanamkan pepohonan baginya di dalam surga.
Dalam hadis Ibnu Umar disebutkan: Jangan banyak bicara selain dari zikrullah, supaya hatimu tidak menjadi keras. Sebab hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, pelayan Rasulullah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia menyukai buat saudaranya Seperti apa yang ia sukai buat dirinya sendri. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan salah satu pokok di antara pokok-pokok agama Islam, yang diwasiatkan Allah dalam firmanNya, yang artinya: Berpegangteguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai. Tidak diragukan lagi bahwa jiwa yang mulia itu suka akan kebaikan dan menjauhi gangguan. Jika hal itu dilakukan maka akan terciptalah keharmonisan dan tertiblah keadaan.
(Laa yu minu ahadukum) yakni, iman yang sempurna.
(Hattaa yuhibbu li akhiihi) yakni, saudara seiman, tanpa mengkhususkan antara yang satu dengan yang lain. Hal ini didasarkan pada firman Allah , yang artinya: Sesungguhnya kaum mukminin itu bersaudara. Dan lagi pula kata mufrad yang di-mudhaf’kan itu menjadi umum.
(Maa yuhibbu linafsihi) yakni, apa yang ia sukai buat dirinya. Yang dimaksudkan di sini adalah hal-hal yang baik dan berguna., karena orang tidak suka buat dirinya selain dari yang baik-baik. Dalam riwayat Annasaa-i disebutkan, hattaa yuhibba li akhiihi minal khairi maa yuhibbu linafsihi (sehingga ia menyukai kebaikan buat saudaranya seperti yang ia sukai buat dirinya sendiri). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan: walladzii nafsii biyadihi, laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba li akhiihi au gaala lijaarihi maa yuhibbu linafsihi (Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, tidak sempurna iman seseorang di antara kamu kecuali jika ia menyukai buat saudaranya, atau Sabdanya buat tetangsanya, seperti apa yang ia sukai buat dirinya sendiri).
Ketahuilah bahwa kebaikan adalah isim jaamik, yang mencakup semua perbuatan taat dan yang mubah, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat.
HIKAYAT:
Berikut ini akan dikemukakan sebuah anekdot yang berkaitan dengan sifat mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Sifat mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri ini merupakan sifat yang sangat mulia, sehingga Allah memujinya dalam Alguran,
yang artinya: Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 59: 9)
Ulama berkata: “Sifat mengutamakan orang lain itu ada beberapa macam, ada yang lebih mengutamakan orang lain dalam masalah makanan, ada yang dalam masalah minuman, jiwa dan hidup.
Adapun contoh dalam masalah makanan, telah diriwayatkan bahwa salah seorang sahabat Nabi diberi hadiah daging panggang, lalu ia berkata: “Saudaraku si fulan dan keluarganya lebih membutuhkan ini daripada kita.” Kemudian daging panggang itu dikirimkannya ke rumah saudara yang dimaksudkannya itu. Orang itu mengirimkannya kembali kepada saudaranya yang lain yang dianggapnya lebih membutuhkan dari dirinya, begitu seterusnya sampai beredar di tujuh rumah, dan akhirnya daging panggang itu kembali ke tempat orang yang pertama-tama menerima hadiah tersebut. Maka turunlah firman Allah seperti yang telah disebutkan di atas.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis kali ini, akan kami kemukakan sebuah cerita menarik dalam masalah berbuat kebajikan, dan bahwa perbuatan kebajikan itu tidak akan sia-sia sekalipun diberikan kepada orang yang bukan ahlinya.
Alkisah, ada seorang laki-laki yang salih bernama Ibnu Hamir, siang ia berpuasa dan malam beribadat. Pada suatu hari, ia pergi berburu ke hutan. Tiba-tiba ada seekor ular datang mendekatinya seraya berkata: “Tolonglah aku, semoga Allah menolong tuan pula.” Ibnu Hamir lalu bertanya kepada ular itu: “Menolongmu dari siapa?” Ular itu menjawab:”Dari musuh yang telah menganiayaku.”
“Mana musuhmu itu?”
“Ada di belakangku.:
“Engkau umat siapa?”
“Saya dari umat Muhammad .”
Ibnu Hamir berkata: “Lalu saya bentangkan sorbanku dan saya suruh ular itu bersembunyi di dalamnya. Ular itu menolak dengan alasan musuhnya masih dapat melihatnya. Lantas saya bertanya kepadanya: “Apa yang bisa saya lakukan buat menolongmu?”
Ular itu menjawab: “Jika tuan benar-benar mau berbuat kebajikan, maka bukalah mulut tuan supaya saya bisa bersembunyi di dalamnya.”
“Saya takut engkau nanti membunuhku.”
“Tidak, demi Allah, saya tidak akan membunuh tuan. Allah menjadi saksinya, juga para malaikat, nabi-nabi, rasul-rasul dan pemanggul Arsy, semuanya menjadi saksi kalau saya sampai membunuh tuan.”
Ibnu Hamir berkata: “Maka saya pun membuka mulut saya, lalu ular itu masuk ke dalamnya. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang memagang sebatang tombak kecil. Orang itu bertanya: “Apakah tuan melihat musuhku?’ Saya balik bertanya: “Siapa musuh Anda?” Orang itu menjawab: “Seekor ular.” Saya jawab: “Tidak.” Kemudian saya membaca istighfar seratus kali atas perkataan saya mengatakan tidak itu, padahal sebenarnya saya tahu di mana ular itu berada. Setelah orang itu pergi, ular itu mengeluarkan kepalanya seraya berkata: “Lihat, apakah orang itu benar-benar telah pergi!” Saya lalu menengok ke kiri dan kanan, ternyata memang sudah tidak tampak lagi bayangan orang itu. Lalu saya berkata kepada ular tersebut: “Sekarang kau boleh keluar, karena saya sudah tidak melihat lagi seorang pun di sini.’
Ular itu berkata: “Tuan, sekarang pilihlah, tuan mau mati dengan cara bagaimana, saya hancurkan jantung tuan atau saya lobangi hati tuan.”
“Subhanallah, mana janji yang telah engkau ucapkan tadi. Cepat sekali engkau telah melupakan sumpahmu sendiri!” kata saya dengan perasaan terkejut.
Ular itu menjawab: “Mengapa tuan melupakan permusuhan antara saya dengan datuk tuan Adam yang telah saya keluarkan dari dalam surga. Salah tuan sendiri mengapa tuan berbuat kebajikan kepada yang bukan ahlinya. |
“Apakah engkau benar-benar mau membunuhku?’
“Pasti,” jawab ular itu.
“Kalau begitu, beri saya tempo sebentar supaya saya bisa mencari tempat yang baik buat saya.’
“Terserah tuan.”
Maka saya pun berjalan tanpa tau harus ke mana, tipis sudah harapan untuk dapat hidup. Akhirnya saya menengadahkan tangan ke langit seraya berdoa: Ya lathiif yaa lathiif ulthuf bii biluthfikal khofiyyi, yaa lathiif, bil qudratil-latii istawaita bihaa ‘alal ‘arsyi, falam ya’lamil ‘arsyu aina mustagarraka minhu, illaa maa kafaitanii haadzihil hayyata.’ Kemudian saya berjalan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang laki-laki yang tampan wajahnya, harum badannya dan bersih pakaiannya. Orang itu memberi salam kepada saya, “Assalamu alaika.’ Saya jawab, “Wa “alaikassalaam, hai saudaraku.
Kemudian orang itu bertanya kepada saya: “Mengapa saya lihat wajah Anda berubah?” Saya jawab: “Karena ulah musuh yang telah menzalimi saya.”
“Di mana musuh Anda itu?
“Di dalam perut saya, “jawab saya.
“Coba Anda buka mulut Anda,” katanya.
Maka saya buka mulut saya, lalu orang itu meletakkan sehelai daun di dalam mulut saya, mirip dengan daun zaitun berwarna hijau. Kemudian ia berkata, “Kunyahlah lalu telanlah.’Saya pun lalu mengunyah dan menelannya. Baru saja saya menelannya, tiba-tiba perut saya terasa mulas, kemudian saya keluarkan ular itu dalam keadaan sudah mati terpotongpotong. Saya bertanya kepada orang itu, “Anda sebenarnya siapa?” Orang itu tertawa lalu menjawab: “Anda tidak kenal sama saya?” Saya jawab: “Tidak.”
Orang itu menjelaskan: “Ketika terjadi peristiwa antara Anda dengan ular tadi, lalu Anda berdoa dengan doa itu, maka para malaikat di tujuh petala langit menjadi gempar. Mereka mengadukan hal itu ke hadirat Allah. Allah menjawab: “Aku tahu apa yang telah dilakukan oleh ular itu kepada hamba-Ku tersebut.” Kemudian Allah memerintahkan kepadaku datang menolongmu. Aku adalah malaikat yang bernama Alma’ruf, tempatku di langit keempat. Allah berfirman kepadaku, “Pergilah ke dalam surga dan ambillah daun yang berwarna hijau, Kemudian tolonglah hambaKu Muhammad bin Hamir.’ Wahai Muhammad bin Hamir, berbuatlah kebajikan, karena ia dapat menjaga dari mati buruk. Kebajikan itu tidak akan sia-sia di sisi Allah, sekalipun ia disia-siakan oleh orang yang diben kebajikan itu.
Dari Ibnu Mas’ud , katanya: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Tidak halal darah seseorang muslim kecuali disebabkan oleh salah satu dari tiga perkara: (1) Duda janda yang berzina, (2) Pembumuhan dibalas bunuh, (3) Orang yang meninggalkan Agamanya, memisahkan diri dari jamaah (murtad).
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwasanya membunuh manusia dengan sengaja tanpa alasan yang benar itu termasuk dosa besar setelah dosa kufur kepada Allah. Rasulullah pernah ditanya, dosa apa yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, engkau sekutukan Allah dengan sesuatu padahal Dialah yang telah menciptakanmu. Kemudian Beliau ditanya kembali, lalu apa? Beliau menjawab, engkau bunuh anakmu karena takut ia makan bersamamu. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Jauhi olehmu tujuh perkara yang membinasakan! Para sahabat bertanya: Apakah itu Ya Rasulullah? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syara’, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri duri medan perang, dan menuduh wanita baik-baik berbuat mesum. Dan dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Barangsiapa membantu membunuh orang Islam sekalipun dengan sebaris kalimat, maka pada saat berjumpa Allah di dahinya tertulis kalimat “Inilah orang yang putus asa dari rahmat Allah’.Hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini sangat banyak jumlahnya.
TANBIH:
Sebelum kita melanjutkan pembicaraan tentang hadis ini, baiklah kita ketahui bahwa orang yang membunuh dengan sengaja apabila ia bertobat maka tobatnya sah, karena orang kafir pun tobatnya sah. Hanya saja ia berada dalam dua kemungkinan masyiatullah artinya, kalau Allah menghendaki maka ia diampuni-Nya dan kalau Allah menghendaki, ia disiksa-Nya. Namun ja tidak kekal dalam siksa, seperti orang-orang yang kafir. Adapun firman Allah,
yang artinya: Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya. (QS. 4: 93) Maksud “kekal di sini adalah tinggal dalam waktu yang lama dan bukan selamanya.
(Laa yahillu damu-mri-in) yakni, tidak halal menumpahkan darahnya. Karena pada dasarnya dalam masalah darah ini adalah harus dilindungi, baik menurut syara’ maupun menurut akal.
(Illaa bi ihdaa tsalaatsin: atstsayyibuz zaanii) yakni, duda atau janda. Yang dimaksudkan di sini adalah merajamnya dengan batu sampai mati. Karena duda/janda yang berbuat zina itu telah membuka aib yang ditutupi oleh Allah maka darahnya menjadi halal. Dan juga di dalam perbuatan tersebut ada kerusakan yang besar, sehingga perlu dibendung.
Perlu diketahui bahwa zina merupakan dosa besar sesudah pembunuhan, karena itulah Allah 48 menggabungkannya dengan dosa syirik dan membunuh, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak bersina, barangsiapa melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina., kecuali orang-orang yang bertobat. (QS. 25:68-70).
Dalam salah satu hadis disebutkan, Nabi bersabda, yang artinya: Takutilah oleh kalian akan perbuatan zina itu, sebab di dalamnya terdapat enam pekerti, tisa di dunia dan tiga di akhirat. Adapun tiga di dunia itu adalah: (1) melenyapkan kewibawaan, (2) mendatangkan kemiskinan, (3) dan mengurangi umur. Sedangkan yang tiga di akhirat adalah: (1) mendapat kemurkaan Allah, (2) hisab yang berat, dan (3) mendapat azab neraka.
Dan perlu diketahui juga bahwa, hukuman pezina itu, kalau ia masih bujang, adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan ke luar kota selama satu tahun. Sedangkan untuk orang yang sudah pernah menikah, hukumannya adalah dirajam dengan batu sampai mati, sebagaimana telah disebutkan di atas.
(Wan nafsu bin nafsi) yakni, membunuh dengan cara aniaya dan permusuhan.Syarat-syarat hukum kisas ini telah disebutkan dengan jelas di dalam kitab-kitab fikih.
(Wat taariku lidiinihi) yakni, murtad, sepanjang ia tidak kembali ke Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi dalam hadis lain, yang artinya: Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia. Murtad ini termasuk jenis kufur yang paling buruk.
(Almufaariqu lil jamaa’ati) ini merupakan sifat umum bagi orang yang meninggalkan agamanya.
PENUTUP:
Imam Ghazali rahimahullah, berkata: “Jika ada orang mengaku bahwa telah gugur atas dirinya kewajiban salat, halal baginya minum arak dan makan harta sultan, sebagaimana suka diakui oleh sebagian orang yang mengaku dirinya sufi. Maka tidak diragukan lagi orang seperti itu wajib dibunuh, dan membunuh orang seperti ini lebih utama daripada membunuh seratus orang kafir, sebab mudarratnya lebih besar.”
Dari sahabat Abu Hurairah , dari Rasulullah , bahwa Beliau bersabda:
Artinya:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik atau hendaklah ia diam: dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian maka hendaklah ia menghormati tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia menghormati tamunya.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung dan semua adab yang baik bercabang darinya, scbagaimana disebutkan oleh sebagian ulama rahimahumullaah.
(Man kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri) yakni, hari kiamat. Ia dinamakan hari akhir karena tidak ada lagi malam sesudahnya. Yang dimaksudkan di sini adalah kesempurnaan iman,
(Falyaqul khairan) yakni, perkataan yang berpahala.
(Au liyashmut) yang dimaksud diam di sini adalah diamnya orang yang mampu berbicara, bukan diamnya orang yang tidak mampu berbicara atau alat bicaranya rusak (bisu). Allah berfirman,
yang artinya: Dan katakanluh perkataan yang benar.(QS. 33: 70) Dan Allah juga berfirman,
yang artinya: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 18) Dan sabda Nabi bersabda, yang artinya: Tahanlah lidahmu, sebab tidaklah manusia merangkak di atas wajah mereka atau di atas cingur mereka melainkan karena ulah lidah mereka. Dan sabda Nabi , yang artinya: Semua perkataan manusia itu menjadi tanggung jawabnya, kecuali zikrullah, menyuruh kebaikan dan melarang kejahatan. Dan banyak lagi hadis lainnya yang membahas masalah ini.
Wahai saudaraku, betapa banyak bencana yang ditimbulkan oleh lidah itu, saya sendiri telah menghitungnya ada lebih dari dua puluh macam bencana. Imam Syafii rahimahullaah berkata: “Jika seseorang ingin berbicara, maka hendaklah ia memikirkannya sebelum ia berbicara dan memikirkan isi pembicaraannya itu.”
(Waman kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim jaarahu) Allah berfirman, yang artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baikluh kepada dua orang ibubapa, karib kerabut, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh….(QS. 4: 36) Dan telah diriwayatkan banyak khabar mengenai hak-hak tetangga ini, salah satu di antaranya adalah hadis ini. Dan sabda Nabi , yang artinya: Demi Allah, tidaklah beriman: Demi Allah tidaklah beriman: Demi Allah, tidaklah beriman. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, sungguh merugi sekali orang itu, siupakah dia? Beliau menjawab: Orang yang tetanggunya tidak merasa aman dari kejahatannya. (Hadis ini riwayat Imam Bukhari)
Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa menyakiti tetangganya berarti ia teluh menyakiti aku, dun barangsiapa menyakiti aku berarti ia telah menyakiti Allah. Dun barangsiapa memerangi tetangganya berarti ia telah memerangiku, dan barangsiupa memerangiku berarti ia telah memerangi Allah . (Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh).
Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , katanya: “Rasulullah pernah keluar untuk sutu peperangan, lalu Beliau berkata, “Orang yang pernah menyakiti tetangganya, jangan menemani kami.’ Seseorang menjawab, “Saya pernah mengencingi pagar tetanggaku.’ Maka Beliau bersabda, “Hari ini engkau jangan menemani kami.” Diriwayatkan oleh Attabrani.
Dan Rasulullah bersabda: “Barangsiapa belajar kalimat-kalimat ini dariku maka hendaklah diamalkannya, atau diajarkannya kepada orang yang mau mengamalkannya.” Abu Hurairah berkata: “Saya menjawab, “Saya Ya Rasulullah.’ Lantas Rasulullah memegang tangan saya seraya menyebutkan lima kalimat itu, sabda Beliau: “Jagalah dirimu dari hal-hal yang diharamkan maka engkau akan menjadi manusia yang paling abid, relalah terhadap apa yang dibagikan Allah untukmu maka engkau akan menjadi manusia yang paling kaya, berbuat baiklah kepada tetanggamu niscaya engkau akan menjadi seorang mukmin sejati, sukailah buat orang lain apa yang engkau sukai buat dirimu niscaya engkau menjadi seorang muslim sejati, dan jangan banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu dapat mematikan hati.” Diriwayatkan oleh Atturmidzi dan lainnya.
Nabi bersabda, yang artinya: Tetangga itu ada tiga macam: (1)Tetangga yang hanya mempunyai satu hak, (2) Tetangga yang mempunyai dua hak, dan (3) Tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang mempunyai satu hak saja itu ialah orang kafir simmi, ia hanya mempunyai hak ketetangsan saja. Tetangga yang mempunyai dua hak itu ialah tetangga muslim, ia mempunyai hak ketetanggaan dan hak Islam. Tetangga yang mempunyai tiga hak itu ialah tetangga muslim yang masih kerabat, ia mempunyai hak ketetanggaan, hak Islam dan hak kekerabatan.
Ketahuilah bahwa, tetangga yang lebih dekat rumahnya itu lebih ditekankan daripada yang lainnya, hal ini didasarkan pada hadis yang dikemukakan oleh Bukhari , dari Aisyah radiyallaahu anha, katanya: “Saya bertanya kepada Rasulullah , “Ya Rasulullah, saya mempunyai dua tetangga, kepada siapa hadiah saya berikan? Beliau menjawab, “Yang paling dekat pintu rumahnya denganmu.”
Di antara penghormatan terhadap tetangga adalah seperti yang disebutkan dalam hadis riwayat Muslim, dari sahabat Abu Dzarr , bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya: ” Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya, dan cicipilah tetunggamu.” Dalam hadis ini Rasulullah menganjurkan supaya berakhlak dengan akhlak mulia, karena dalam perbuatan tadi terkandung rasa cinta, baik dalam pergaulan, menutupi kebutuhan dan menolak kerusakan. Karena tetangga akan merasa terganggu dengan bau masakan dari rumah tetangganya. Barangkali ia mempunyai anak-anak yang masih kecil, yang ketika tercium bau masakan itu menjadi rewel ingin merasakan masakan tersebut. Hal ini tentu saja akan merepotkannya, sebab ia terpaksa membelikan masakan seperti itu buat meredakan kerewelan anak-anaknya tersebut. Apalagi kalau tetangganya itu orang miskin atau janda yang mempunyai anak-anak yatim.
Seyogianya apabila tetangga Anda, sahabat Anda atau kerabat Anda memberikan hadiah kepada Anda, hendaklah Anda menerimanya dengan baik dan tidak melecehkannya, sesuai dengan sabda Nabi , yang artinya: Wahai para wanita kaum mukminin, dalam riwayat lain, wahai para wanita Ansar, jangan sekali-kali kamu menghina pemberian tetanggamu, walaupun itu hanya berupa kaki kambing.
(Waman kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim dhaifahu) yakni, karena ia merupakan akhlak para nabi dan orang-orang salih serta adab Islam. Dahulu, Nabi Ibrahim sampai dijuluki Bapaknya tamu (Abudh Dhaifan). Karena Beliau suka mencari tamu sampai-sampai harus berjalan satu dua mil, untuk diajak makan siang bersama Beliau.
Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai keutamaan menghormati tamu ini, salah satu di antaranya adalah yang mengatakan bahwa, tamu itu masuk dengan membawa rahmat dan keluar dengan membawa dosa-dosa penghuni rumah tersebut.
PENUTUP:
Kita tutup majelis ini dengan suatu riwayat tentang anjuran supaya mencintai dan menyayangi kaum papa.
Atturmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Anas radiyallahu anhu, katanya: “Dahulu, Rasulullah suka berdoa, “Ya Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, dan bangkitkanlah aku dalam rombongan orang-orang miskin. Aisyah bertanya: “Mengapa demikian, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Karena mereka masuk surga sebelum orang kaya selama empat puluh tahun. Wahai Aisyah, janganlah engkau menolak permintaan orang miskin walaupun hanya dengan sebutir kurma. Wahai Aisyah, cintailah orang-orang miskin dan dekatilah mereka, niscaya engkau akan dekat dengan Allah pada bari kiamat kelak.”
Dan dalam hadis lain, juga diriwayatkan oleh Atturmidzi, dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Kaum fakir miskin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya selama lima ratus tahun dan setengah hari.
Dikisahkan bahwa, Nabi Sulaiman , sekalipun telah diberi oleh Allah kerajaan yang besar, jika Beliau masuk ke dalam masjid dan dilihatnya ada orang-orang miskin, maka Beliau lalu duduk bersama-sama mereka seraya berkata, “Orang miskin duduk bersama orang miskin.”
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya:
Artinya:
Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi : “Berilah wasiat kepadaku.” Beliau menjawab: “Jangan suka marah.” Maka diulanginya berkali-kali, Beliau tetap menjawab: “jangan suka marah”
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung, karena ia mengandung cara menolak sebagian besar kejahatan manusia. Dalam hidupnya, manusia hanya mengenal dua kondisi, perasaan enak dan perasaan sakit. Perasaan enak penyebabnya bergejolaknya syahwat makan, minum, jimak dan yang serupa dengan itu. Perasaan sakit penyebabnya adalah bergejolaknya amarah. Jika marah itu dijauhi maka akan tertolaknya separuh kejahatan, bahkan sebagian besarnya. Karena itulah, para malaikat selamat dari seluruh kejahatan kemanusiaan, sebab mereka tidak memiliki nafsu amarah dan syahwat.
Para ulama berbeda pendapat tentang lelaki yang bertanya kepada Nabi itu, ada yang mengatakan ia adalah Haritsah bin Quddamah, atau Abud Darda, atau Abdullah bin Umar atau lainnya. Ketika laki-laki itu bertanya kepada Rasulullah, Rasulullah menjawabnya: “Jangan marah.”
(Laa taqhdhab, faraddada) yakni, laki-laki itu lalu mengulangi pertanyaannya.
(Miraaran) yakni, dengan mengatakan, “Berilah saya wasiat, Ya Rasulullah!” Karena rupanya ia belum puas dengan jawaban Beliau “Jangan marah,” yang dianggapnya terlalu singkat. Maka ia lalu meminta wasiat yang lebih banyak dari itu.
(Qaala laa taqhdhab) namun Beliau tidak menambah lebih dari itu, karena Beliau mengetahui keumuman manfaatnya. Yang mirip dengan ini adalah apa yang terjadi pada Abbas , ketika ia berkata kepada Nabi : “Ajarilah saya doa supaya saya dapat berdoa dengannya, Ya Rasulullah.” Beliau menjawab: “Mintalah kepada Allah afiat.” Abbas lalu mengulangi perkataannya berkali-kali, maka akhirnya dijawab oleh Nabi : “Wahai Abbas, wahai paman Rasulullah, mohonlah kepada Allah afiat di dunia dan akhirat. Sebab jika paman diberi afiat (kesejahteraan), maka berarti paman telah diberi semua kebaikan.”
Marah yang menimpa manusia adalah bergejolak dan mendidihnya darah kalbu ketika menghadapi sesuatu yang tidak disukai kepada seseorang. Dalam hadis disebutkan bahwa, marah itu adalah bara api yang menyala di dalam kalbu manusia. Bukankah orang yang marah itu urat nadi di lehernya membesar dan matanya menjadi merah? Marah itu tercela apabila bukan karena Allah, sebaliknya marah karena Allah adalah terpuji. Karena itulah, Rasulullah dahulu sangat marah apabila larangan Allah dilanggar. Di antara doa Rasulullah dahulu adalah: Ya Allah, aku memohon kalimat yang benar dalam kondisi marah atau rela.
CATATAN:
Di antara sebab yang paling kuat untuk menghilangkan dan menolak kemarahan itu adalah tauhid yang hakiki, yaitu percaya bahwa tidak ada pelaku yang sebenarnya di dalam hidup ini kecuali hanya Allah , dan bahwa makhluk itu hanyalah alat dan perantara belaka. Barangsiapa menghadapi sesuatu yang tidak disukainya dari orang lain, lalu ia menyaksikan tauhid hakiki itu dengan hatinya maka akan tersingkirlah pengaruh marah itu darinya. Sebab marah, boleh jadi kepada Khaliq, ini merupakan kelancangan yang buruk yang dapat menafikan ubudiah. Dan bisa juga kepada makhluk, ini merupakan syirik yang dapat menafikan tauhid tersebut. Karena itulah Anas melayani Rasulullah selama sepuluh tahun, namun ia tidak pernah melihat Rasulullah mengucapkan kata-kata yang mengandung kemarahan, seperti mengapa kaulakukan Itu? Untuk hal-hal yang ia lakukan, dan mengapa tidak kaulakukan itu? Untuk hal-hal yang tidak dilakukannya. Beliau hanya mengucapkan: Qadarallaahu maa syaa-a, wamaa syaa-a fa’ala, walau gadarallaahu lakaana (Semuanya adalah menurut kehendak Allah, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi). Ini semua adalah karena kesempurnaan makrifat Beliau , bahwa tidak ada pelaku, pemberi dan pencegah selain Allah .
OBAT MARAH:
Obat marah yang tercela itu adalah mengucapkan kalimat isti’adzah, mohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk, dan berwudu. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi , yang artinya: Jika Seseorang marah, maka hendaklah ia berwudu dengan air, karena marah itu berasal dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Dalam riwayat lain disebutkan: Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api. Sedangkan api itu hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka jika seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudu.
Di antara obat marah lainnya adalah pindah dari tempat munculnya kemarahan itu ke tempat lainnya, sambil merenungkan firman Allah yang memuji orang yang mampu menahan amarahnya: Wal kaahimiinal ghizha wa ‘aafiina ‘anin naas (Dan orang-orang yang mampu menahan amarahnya dan suka memaafkan manusia). (QS. 3: 134) Dan ayatayat lainnya yang berkaitan dengan masalah ini. Dalam hadis disebutkan, Nabi bersabda, yang artinya: Barangiapa menahan amarahnya maka Allah pun akan menahan siksa-Nya terhadapnya.
Dalam hadis lain disebutkan: Allah berfirman, “Wahai anak cucu Adam, jika engkau mengingat-Ku ketika engkau sedang marah, Aku akan mengingatmu pula ketika Aku marah maka Aku tidak akan membinasakanmu bersama orang-orang yang binasa.
Dan sabda Nabi , yang artinya: Orang pemberani itu bukanlah orang yang jago bergulat, tetapi pemberani yang sebenarnya itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah.
Dan sabdanya, yang artinya: Barangsiapa menahan kejengkelannya sedangkan ia bisa membalasnya, maka Allah akan memenuhi kalbunya dengan rasa aman dan iman.
Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa ingin dibangunkan mahligai dan ditinggikan derajatnya maka hendaklah ia memaafkan orang yang menganiayanya, memberi kepada orang yang tidak memberi kepadanya, dan menghubungkan orang yang memutuskan hubungannya dengannya. Dan sabdanya, yang artinya: Kelak pada hari kiamat, akan ada penyeru yang menyerukan: “Mana orang-orang yang suka memaafkan manusia, segeralah temui Tuhanmu dan ambillah upahmu. Hak setiap orang muslim apabila ia memaafkan adalah masuk ke dalam surga.
Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang hal ini cukup banyak jumlah.
HIKAYAT:
Seorang laki-laki disuguhi oleh pelayannya makanan dalam sebuah nampan, tiba-tiba si pelayan tergelincir hingga seluruh isi nampan itu tumpah ke tanah. Maka rona wajah laki-laki itu berubah jengkel, lantas si pelayan berkata: “Tuan, terapkanlah firman Allah.” Laki-laki itu bertanya: “Firman Allah apa?” Pelayan itu menjawab: “Allah berfirman, “Wal kaazhimiinal ghaizha (Dan orang-orang yang menahan kejengkelannya).” Laki-laki itu menjawab: “Saya sudah menahan kejengkelan saya.” Pelayan itu berkata: “Wal ‘aafiina ‘anin naas (Dan mereka yang memaafkan manusia).” Laki-laki itu menjawab: “Engkau sudah kumaafkan.” Pelayan itu berkata pula: “Wallaahu yuhibbul muhsinii (Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan).” LakiJaki itu berkata: “Engkau kumerdekakan karena Allah dan uang seribu dinar ini sebagai hadiah untukmu.”
PENUTUP:
Wahab bin Munabbih berkata: “Dahulu, di Bani Israil ada seorang abid. Setan mau menyesatkannya namun tidak berhasil. Pada suatu hari, si abid keluar untuk memenuhi hajatnya. Setan ikut keluar bersamanya untuk mencari kesempatan menyesatkannya. Setan berusaha menggodanya dari segi syahwat dan amarah, namun tidak berhasil sama sekali. Kemudian dicobanya lagi dari segi takut, setan menjatuhkan sebongkah batu yang besar dari atas gunung, ketika batu itu hampir mengenai si abid, ia lalu berzikir menyebut asma Allah, maka batu itu tidak mengenainya sama sekali. Setelah itu, setan mencoba kembali dengan menyamar sebagai ular. Ketika si abid sedang salat, maka ular itu melilit kaki dan badannya hingga sampai ke kepalanya. Ketika si abid hendak sujud, maka ular itu berbelit di kepalanya, dan ketika ia sujud, ular itu mengangakan mulutnya hendak menelannya. Si abid mengusir ular itu hingga akhirnya ia bisa sujud.
Ketika si abid selesai salat, setan datang menemuinya dan berkata: “Aku telah menggodamu dengan berbagai-bagai cara, namun tidak ada Satu pun yang mempan. Sejak saat ini, aku tidak mau lagi menyesatkanmu, aku memilih menjadi sahabatmu saja.” Si abid menjawab: “Hari ketika engkau menakut-nakutiku itu aku alhamdulillah, tidak takut sama sekali kepadamu. Dan sekarang, aku tidak membutuhkan persahabatan denganmu.”
Dengan jengkel setan berkata: “Apakah sekarang engkau tidak mau bertanya tentang keluargamu, apa yang akan menimpa mereka sepeninggalmu?”
“Mereka semua mati sebelum aku,” jawab si abid tenang.
Setan bertanya kembali: “Tidakkah engkau mau bertanya, bagaimana aku menyesatkan manusia?”
“Ya, bagaimana cara engkau menyesatkan manusia?” Setan menjawab:
“Dengan tiga jalan: kikir, marah dan mabuk. Jika seseorang kikir, maka kami sedikitkan hartanya dalam pandangannya, sehingga ia menahan hak-hak yang harus dipenuhinya dan menginginkan harta orang lain. Kalau ia pemarah, maka kami permainkan ia sebagaimana bocah memainkan bola. Walaupun ia bisa menghidupkan orang mati dengan doanya, kami tidak akan putus asa darinya. Karena kami membangun dan merobohkan hanya dengan satu kata saja. Dan kalau ia mabuk, maka kami seret ia kearah kejahatan sebagaimana kalian menyeret seekor kambing ke mana kalian suka.”
Setan memberitahukan bahwa orang yang marah itu menjadi barang permainannya seperti bola di tangan bocah. Semoga Allah melindungi kita dari hal itu.
Dari sahabat Abu Ya’la Syaddaad bin Aus , dari Rasulullah , Beliau bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan perlakuan baik terhadap segala sesuatu. Jika kamu membunuh, maka hendaklah membunuh dengan cara yang baik: dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan sembelihan itu (jangan diinjak atau dibanting).
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung yang mengumpulkan pokok-pokok agama secara umum, sebagaimana yang akan kami jelaskan berikut ini:
(Innallaaha katabal ihsaan) yakni, Allah memerintahkannya dan menganjurkannya. Maksudnya adalah mengerjakan dengan sempurna.
(Alaa kulli syai-in) yakni, mewajibkan perlakuan baik dalam kekuasaan atas segala sesuatu.
(Fa-idzaa qataltum fa-ahsinul qitlata) bisa dibaca gitlah dan gatlah. Jika dibaca gitlah maka itu menunjukkan kepada kondisi, dan jika dibaca gatlah maka itu menunjukkan kepada perbuatan.
(Wa idzaa dzabahtum fa-ahsinudz dzibhata) dalam riwayat lain: fa-ahsinudz dzibha.
(Walyuhidda ahadukum syafratahu) yakni, pisau besar yang biasa digunakan untuk menyembelih.
(Walyurih dzabiihatahu) yakni, hewan sembelihannya., dengan pisau tajam dan cara yang cepat.
Telah disebutkan di atas bahwa, hadis ini menghimpun pokok-pokok agama secara umum, penjelasannya adalah sebagai berikut:
Berlaku baik dalam perbuatan itu adalah yang sesuai dengan syariat dan akal. Dan ini berkaitan dengan kehidupan si pelaku di dunia dan akhiratnya. Yang pertama adalah kebijakan terhadap dirinya, badannya, keluarganya, saudaranya, miliknya dan orang-orang. Yang kedua adalab iman, yaitu amal kalbu, dan Islam, yaitu amal anggota badan.
Adapun sebab dikeluarkannya hadis ini adalah untuk mengoreksi perbuatan kaum Jahiliah yang biasanya berlaku kejam dalam membunuh, yaitu dengan memotong hidung, tangan dan kaki, dan yang serupa dengan itu. Dan mereka dahulu kalau menyembelih menggunakan pisau tumpul, atau tulang atau bambu dan yang serupa dengan itu, yang dapat menyakiti hewan sembelihan tersebut. Karena itulah, Rasulullah lalu memerintahkan supaya bersikap lembut dalam segala sesuatu.
Wahai saudaraku, bersikap lembutlah kalian, karena tidaklah ia ada dalam sesuatu melainkan akan membuatnya bagus, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali akan menjadikannya buruk.
CATATAN:
Coba Anda renungkan hikmat Allah dalam menetapkan hukum syariat. Mengapa fardu salat itu tidak diwajibkan pada permulaan Islam, tetapi baru diwajibkan setelah malam Mikraj. Begitu juga puasa, yang baru diwajibkan sesudah tahun kedua Hijriah. Begitu pula pengharaman minuman keras baru diberikan sesudah perang Uhud. Semua itu sebagai pengajaran kepada hamba-hamba-Nya akan sikap santun dan sabar, dan supaya melakukan sesuatu secara bertahap, dan supaya mereka tidak tergesa-gesa dalam segala urusan mereka. Sebab sikap tergesa-gesa itu bisa menimbulkan penyesalan.
HIKAYAT:
Dari Abu Sulaiman Addarani rahimahullaah, katanya: “Pada suatu kali, saya menunggang keledaiku, lalu saya memukulnya dua atau tiga kali pukulan. Tiba-tiba keledai itu mendongakkan kepalanya ke arah saya sambil berkata: “Hai Sulaiman, ingatlah akan kisas di hari kiamat nanti. Terserah dirimu, mau memilih sedikit atau banyak.” Ini merupakan peringatan keras bagi orang yang suka menyakiti ternaknya dengan pukulan, atau membebaninya dengan beban berat, atau mengurangi makannya, dan yang serupa dengan itu. Dan bahwa ia akan ditanya mengenai hal itu di hari kiamat kelak, maka hendaklah ia takut kepada Allah, Tuhannya, dan hendaklah ia berlaku baik sebagaimana Allah telah berlaku baik kepadanya, dan hendaklah ia takut akan kisas di hari kiamat nanti antara dirinya dan hewan yang dianiayanya itu. Wahai saudaraku, takutlah kepada Allah dan janganlah mendurhakai-Nya.
Dari Wahab bin Munabbih, katanya: “Allah di dalam sebagian firman-Nya kepada Bani Israil mengatakan: “Jika Aku ditaati maka Aku akan rida: jika Aku rida maka Aku akan memberkati, dan berkat-Ku itu tidak ada batasnya. Jika Aku didurhakai maka Aku akan murka, dan jika Aku murka maka Aku akan melaknat, dan laknat-Ku itu akan berlanjut sampai anak cucunya yang ketujuh.”” Ini merupakan keburukan maksiat Itu.
PENUTUP:
Diriwayatkjan oleh Ibnu Asaakir di dalam kitab Tarikh-nya, dari sebagian sahabat Asysyibli, ia berkata: “Saya bermimpi melihat Assyibli sesudah beliu meninggal dunia, saya lalu bertanya kepadanya, “Apa yang dilakukan Allah terhadap tuan?” Beliau menjawab: “Saya dihadapkan ke hadirat-Nya yang mulia, lalu ditanya: “Hai Abubakar, tahukah engkau mengapa Aku mengampunimu?’ Saya jawab, “Karena amal salihku?”
“Bukan.’
“Karena keikhlasanku dalam ubudiahku?’ kataku pula.
“Bukan.
“Karena haji, puasa dan salatku?’
“Aku mengampunimu bukan karena itu.”
Karena hijrahku kepada orang-orang salih dan perjalananku yang sering untuk menuntut ilmu,” kataku pula.
“Bukan.”
“Ya Rabb, ini adalah munjiyat yang aku yakini bisa mendapatkan ampunan-Mu.”
“Bukan karena semua ini, Aku mengampunimu.’
“Kalau begitu, karena apa? Tanyaku.
Allah berfirman:
“Ingatkah engkau ketika engkau sedang berjalan di sebuah lorong kota Bagdad, lalu engkau temukan seekor anak kucing yang kecil yang berlindung di balik tembok karena kedinginan oleh salju. Kemudian engkau ambil karena merasa kasihan terhadapnya, lalu engkau masukkan kesdalam mantelmu untuk menjaganya dari hawa dingin?
“Ya, saya ingat.”
“Karena belas kasihmu kepada anak kucing itulah, Aku pun mengasihimu. ‘”
Semoga Allah menyayangi kita semua dengan berkat rahmat-Nya, amin.
Dari sahabat Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’az bin Jabal , dari Rasulullah , Beliau bersabda:
Artinya:
Takutlah engkau kepada Allah di mana saja engkau berada, dan iringilah perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya ia akan menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengam budi pekerti yang baik.. Diriwayatkan oleh Atturmidzi, dan ia berkata: “Ini adalah hadis hasan,” dan dalam sebagian kitab disebutkan: “Hasan Sahih.”
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung, yang meliputi tiga hukum sckaligus: hak Allah, hak mukallaf, dan hak hambahamba. Adapun hak Allah itu adalah di mana saja Anda berada maka Anda harus bertakwa (takut) kepada-Nya. Karena Dia selalu melihat dan mengawasi Anda. Dan hak mukallaf itu ialah dihapuskannya amal yang buruk oleh amal yang baik. Sedangkan hak hamba-hamba itu adalah mempergauli mereka dengan akhlak yang mulia. Sebagaimana akan dijelaskan semuanya berikut ini:
NASIHAT:
Ibunda Abu Dzar, perawi hadis ini, pernah ditanya orang tentang ibadat puteranya itu, ia menjawab: “Sepanjang siang ia duduk di pojok sambil berpikir.”
Dari Sufyan Atstsauri , katanya: “Abu Dzarr datang lalu disambut orang banyak, lantas beliau bertanya: “Tidakkah kalian lihat jika ada seseorang hendak melakukan perjalanan jauh, ia lalu menyiapkan bekal yang cukup untuk sampai ke tempat tujuannya? Mereka menjawab, “Ya, benar.’ Beliau berkata: “Perjalanan menuju akhirat itu adalah perjalanan terjauh yang kalian tuju, maka persiapkanlah bekal yang cukup untuknya!’ Mereka bertanya, “Apa bekalnya?’ Beliau menjawab, “Kerjakanlah ibadat haji untuk menghadapi perkara-perkara besar di hari kiamat nanti. Berpuasalah di hari yang sangat panas untuk menghadapi lamanya hari kebangkitan. Kerjakanlah salat dua rakaat di tengah malam untuk menghadapi keseraman dalam kubur. Perkataan baik yang Anda ucapkan dan perkataan buruk yang tidak jadi Anda ucapkan akan menjadi bekal dalam menghadapi hari di mana semua manusia berdiri di padang Mahsyar. Dan bersedekahlah dengan harta Anda, semoga Anda selamat.”
NASIHAT LAINNYA:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Mu’az bin Jabal masuk menemui Rasulullah , lalu Rasulullah bertanya kepadanya: “Bagaimana keadaanmu?” Mu’az menjawab: “Saya berada dalam keadaan beriman kepada Allah.” Rasulullah berkata pula: “Setiap perkataan itu harus ada bukti, apa bukti ucapanmu itu?” Mu’az menjawab: “Ya Rasulullah, tidaklah saya berada di waktu pagi kecuali saya menyangka tidak akan bisa hidup sampai sore. Dan tidaklah saya berada di waktu sore, melainkan saya menyangka bahwa saya tidak akan hidup sampai pagi. Dan tidaklah saya melangkahkan satu kaki kecuali saya menyangka tidak akan diikuti oleh kaki lainnya. Dan seolah-olah saya melihat setiap umat datang pada hari kiamat masing-masing disertai kepada kitab (catatan amal)nya, ada yang disertai nabi-nabinya, dan ada pula yang disertai berhala-berhala yang disembahnya selain Allah. Dan seolah-olah saya melihat hukuman ahli neraka di neraka dan pahala ahli surga di surga.” Nabi berkata: “Engkau memang benar-benar telah mengetahui, maka peganglah itu.”
Kembali kepada penjelasan tentang hadis di atas:
(Ittaqillaaha haitsumaa kunta) sebabnya adalah bahwa Abu Dzarr , ketika telah masuk Islam di kota Mekah. Nabi lalu berkata kepadanya: “Temuilah kaummu, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada mereka dengan perantaraanmu.” Ketika Beliau melihat keinginannya yang kuat untuk tetap bersama Beliau di kota Mekah, dan Beliau tahu bahwa ia tidak mampu melakukan itu, maka Beliau lalu bersabda: “Takutlah kepada Allah di mana saja engkau berada…(Alhadits) Sesungguhnya itu lebih utama bagimu daripada tetap tinggal di kota Mekah..
Hadis ini tidak khusus untuk Abu Dzarr, namun bisa untuk siapa saja. Maksudnya adalah: Laksanakanlah wahai mukallaf segala perintah Allah dan jauhilah segala larangan-Nya, di setiap tempat dan masa. Karena Dia senantiasa ada bersamamu di mana saja engkau berada, melihat kepadamu dan mengawasimu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat dan hadishadis.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa takwa adalah kata yang singkat padat yang menghimpun bagi segala kebaikan. Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah , lalu berkata: “Berilah saya wasiat.” Rasulullah menjawab: “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah karena ia mengumpulkan segala kebaikan, dan hendaklah engkau berjihad karena ia merupakan rahbaniah (kerahiban) kaum muslimin, dan hendaklah engkau banyak berzikir menyebut Allah karena itu merupakan cahaya bagimu di muka bumi dan sebutanmu di langit, dan jagalah lisanmu kecuali untuk mengatakan yang baik saja, karena dengan itu engkau dapat mengalahkan setan.
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Barangsiapa bertakwa kepada Allah maka ia akan menjadi kuat dan berjalan dimuka bumi dengan aman. Takwa itu banyak manfaatnya, di antaranya adalah:
- Penjagaan dan pemeliharaan terhadap musuh.
Hal ini didasarkan pada firman Allah ,
Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. (QS. 3: 120)
- Bantuan dan pertolongan dari Allah.
Hal ini didasarkan pada firman Allah,
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat kebaikan. (QS. 16: 128)
- Selamat dari marabahaya dan mendapat rezeki yang halal.
Hal ini didasarkan pada firman Allah
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (dari setiap kesulitannya), dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. 65: 2-3)
- Perbaikan amal dan pengampunan dosa.
Hal ini didasarkan pada firman Allah ,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. (QS. 33: 70-71)
Dan banyak lagi manfaat lainnya.
(Wa atbi’is sayyiatal hasanata tamhuhaa) yang dimaksud dengan hasanah dalam hadis ini adalah salat lima waktu. Hal ini didasarkan pada firman Allah yang artinya: Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (QS. 11: 114) Ayat ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang mencium wanita lain.
Nabi bersabda, yang artinya: Salat lima waktu, salat Jumat ke salat Jumat lainnya, dan puasa Ramadan ke puasa Ramadan berikutnya, menjadi penebu dosa-dosa yang terjadi di antaranya, asalkan dosa-dosa besar dijauhi. Dan dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Apa pendapat kalian seandainya di muka pintu rumah seseorang mengalir sebuah anak sungai, dia mandi di situ lima kali setiap hari, apakah masih tersisa kotoran di tubuhnya? Para sahabat menjawab: Tidak. Beliau lalu berkata: Nah, begitu juga salat lima waktu, Allah menghapuskan dengannya segala dosa. (Dikeluarkan oleh imam-imam ahli hadis).
Diriwayatkan dari Abu Umamah Albahili , ketika Rasulullah sedang duduk di dalam masjid, dan kami duduk pula bersama Beliau, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata: “Ya Rasulullah, saya terkena hukum had, maka hukumlah saya.” Rasulullah hanya diam saja. Kemudian orang itu mengulangi perkataannya, “Ya Rasulullah, saya terkena hukum had, maka hukumlah saya.” Rasulullah tetap diam tak menjawab. Kemudian orang itu mengulangi perkataannya untuk yang ketiga kalinya, namun Beliau tetap tak menjawab. Kemudian dikumandangkan iqamat untuk salat. Selesai salat, Rasulullah pulang. Abu Umamah berkata: “Ketika Rasulullah pulang, laki-laki itu mengikuti Beliau, dan saya pun mengikuti pula untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh Rasulullah kepada orang itu. Setelah dekat, orang itu berkata: “Ya Rasulullah, saya terkena hukum had, maka hukumlah saya.” Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menjawab: “Apakah engkau sudah berwudu dengan baik?” Orang itu menjawab: “Sudah, Ya Rasulullah.” Rasulullah bertanya kembali: “Kemudian engkau tadi ikut salat bersama kami?” Orang itu menjawab: “Benar, Ya Rasulullah.” Maka bersabdalah Rasulullah kepadanya: “Sesungguhnya Allah telah mengampuni hukum hadmu (dalam riwayat lain: dosamu).”
Dari hadis-hadis di atas jelaslah bahwa hasanaat itu adalah salat lima waktu, sedangkan sayyi-aat adalah dosa-dosa kecil. Dan boleh jadi juga ia adalah kebaikan secara mutlak, dan penghapusan itu menurut hakikatnya seperti yang nyata pada hadis tersebut. Karunia Allah itu sangat luas, dan khabar Abi Umamah tadi mendukung hal itu.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa hasanaat itu adalah kalimat: subhaanallaah, walhamdu lillaah, walaa ilaaha ilallaah, wallaahu ‘kbar, walaa haula walaa quwwata Iaa billaahil “aliyyil “ashiim. Imam Al Qusyairi rahimahullaah mengatakan, “Seyogianya seorang hamba ‘engisi seluruh waktunya dengan ibadat. Karena sedikit saja waktunya kosong dari amalan fardu atau sunnah, maka itu merupakan suatu penyesalan yang besar dan kerugian yang nyata. “
Assalmi berkata: “Kata Alwaasithi, cahaya taat melenyapkan kegelapan maksiat.”
Assalmi berkata juga: “Allah tidaklah menghukum seseorang kecuali karena dosa-dosanya. Maka barangsiapa membiasakan diri berbuat salih dan taat. Allah akan melindunginya dari bencana di dunia dan akhirat.” Kaena itulah Allah berfirman yang artinya: Dan Tuhanmu sekalikali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara salim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. 11: 118)
Imam Al Qusyairi rahimahullaahu berkata: “Karena kemurahanNya, Allah tidak membinasakan orang yang berbuat kebaikan, tetapi Dia membinasakan orang yang zalim.”
(Wa khaaliqin naasa bikhuluqin hasanin) yakni, pergauilah mereka dengan budi pekerti yang baik. Yaitu, memperlakukan mereka dengan apa yang Anda sukai mereka memperlakukannya kepada Anda, seperti tidak menyakiti hati, berwajah manis dan sebagainya.
PENUTUP:
Dahulu, Rasulullah sangat lembut terhadap kaum wanita. Beliau bersabda: Lelaki mana saja yang sabar terhadap kelakuan buruk isterinya, maka Allah akan memberinya pahala seperti pahala yang diberikan kepada Nabi Ayyub di dalam bencananya. Dan wanita mana saja yang sabar terhadap kelakuan buruk suaminya maka Allah akan memberinya pahala seperti yang diberikan-Nya kepada Asiah binti Muzahm, isteri Firaun.
Diceritakan bahwa, seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab untuk mengadukan kepada beliau tentang kelakuan buruk isterinya. Lalu ia berdiri di depan pintu rumah Umar untuk menunggu beliau keluar. Lalu didengarnya isteri Umar marah-marah kepada Umar, sedangkan Umar diam saja tidak membalasnya. Maka berkatalah orang itu di dalam hatinya: “Kalau Umar saja keadaannya demikian, apalagi aku.” Maka orang itu akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengadukan halnya kepada Umar. Ketika orang itu hendak pergi, Umar kebetulan membuka pintu dan melihatnya. Kemudian Umar memanggilnya supaya kembali. Lalu ditanyanya: “Anda ada keperluan apa?”
Orang itu menjawab: “Saya sebenarnya ingin mengadukan kelakuan uruk istcri saya kepada Tuan. Tetapi ketika terdengar oleh saya, isteri uan marah-marah dan mengomeli Tuan, maka saya mengurungkan niat ya itu, saya berkata dalam hati, “Kalau keadaan amirilmukminin saja begini, apalagi saya.’”
Umar berkata kepada orang itu: “Saya menanggung semuanya ini adalah karena hak-hak dia atas saya, dialah yang memasakkan makanan buat saya, dialah yang membuatkan roti buat saya, dialah yang mencucikan pakaian saya, dialah yang menyusui anak saya, padahal itu semua tidak wajib atasnya. Dan dia pula yang menenangkan hati saya sehingga saya terhindar dari melakukan perbuatan yang haram. Karena ini semualah, saya menanggung kelakuan buruknya itu.”
Orang itu berkata: “Wahai amirilmukminin, begitu juga isteri saya.”
“Karena itu, tanggunglah kelakuan buruk isteri Anda itu. Ingatlah, ini dak lama.”
Lihatlah wahai saudara-saudaraku akhlak yang mulia ini.
Ya Allah, perbaikilah akhlak kami dan luaskanlah rezeki kami, oh an Yang Maha Pemurah.
Dari Abdul Abbad, Abdullah bin Abbas. , Katanya:
Artinya: ada suatu hari, saya berada di belakang Nabi , lalu Beliau bersabda:”Hai nak! Aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah Allah (yaitu batasan-batasan-Nya) maka pasti ja akan menjagamu pula. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatkan-Nya di hadapanmu.Jika engkau ingin meminta, maka ingatlah kepada Allah. Dan jika engkau mau minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat manusia bersatu padu untuk memberikan manfaat (kebaikan) dengan sesuatu, niscaya mereka tidak dapat melakukan hal itu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah atasmu. Dan jika mereka bersatu padu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah atasmu. Telah diangkat kalam dan telah kering (tinta) lembaran lembaran itu.
Diriwayatkan oleh Imam Atturmidzi, dan ia berkata: Ini adalah Hadis Hasan Sahih. Dan dalam riwayat selain Atturmidzi disebutlkan: Jagalah Allah (yaitu batasan-batasan-Nya), niscaya engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Kenalilah Allah di kala lapangmu niscaya Dia pun akan mengenalmu di kala sempitmu. Ketahuilah bahwa, apa yang menyalahimu tidak akan menimpamu, dan apa yang (seharusnya) menimpamu ta tidak akan menyalahimu. Dan ketahuilah bahwa, beserta kesabaran itu ada kemenangan, beserta kesusahan itu ada alan keluar, dan beserta kesulitan itu pasti ada kemudahan.
PENJELASAN:
Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah itu. Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis merupakan hadis yang sangat besar kesannya dan merupakan pokok yang utama dalam memelihara hakhak Allah dan bergantung kepada-Nya.
(Kuntu khalfan nabiyyi shallallaahu ‘alaihi wasallam) yakni di atas unta, sebagaimana disebutkan dalam nwayat lain, Hadis ini menunjukkan juga bolehnya seseorang membonceng di atas hewan tunggangan jika keadaan memungkinkan.
(Faqaala yaa ghulaam) usianya ketika itu sembilan tahun
(Innii wallimuka kalimaatin) yakni, yang dengan kalimat-kalimat itu, Allah akan memberikan manfaat kepadamu. Sekalipun kalimat-kalimat tersebut ringkas, namun maknanya luas.
(Ihfazhillaah) yakni, dengan jalan memelihara kewajibankewajiban yang diperintahkan-Nya, batasan-batasan-Nya, membiasakan sikap takwa, serta menjauhi larangan-larangan dan apa-apa yang tidak diridai-Nya.
(Yahfazh-ka) yakni, maka Dia pasti akan menjagamu pula dalam urusan dirimu, keluargamu, duniamu dan agamamu, terutama di saat menjelang ajal.
(Ihfazhillaaha tajid-hu tujaahaka) yakni, engkau akan mendapati-Nya bersamamu dengan pemeliharaan, perlindungan dan pertolongan di mana saja engkau berada, sehingga engkau akan merass tenang bersama-Nya dan merasa cukup dari membutuhkan bantuan makhluk-Nya.
(Idzan sa-alta fas-alillaah) yakni, jika Anda hendak meminta sesuatu, maka mintalah kepada Allah supaya Dia memberikannya kepada Anda, dan jangan meminta kepada selain-Nya, Karena Dialah Yang Maha Berkuasa, dan tidak ada yang memberi karunia selain dari Dia. Dia-lah yang pantas untuk dituju. Apalagi Dia telah membagi rezeki dan menetapkannya bagi setiap orang Apa yang dikehendaki-Nya bagi seseorang tidak akan maju dan tidak akan mundur, tidak berlebih dan tidak berkurang, menurut ilmu-Nya yang gadim dan azali.
Dalam hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, Allah murka kepadanya.”
Dan dalam hadis lainnya, disebutkan: Sesungguhnya Allah menyukai orang yang memaksa-maksa dalam doanya.”
(Wa idzas-ta’anta fasta’in billaah) yakni, jika engkau hendak meminta pertolongan untuk urusan dunia dan akhirat, maka minta tolonglah kepada Allah. Karena Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan selain Dia tidak mampu sekalipun hanya untuk kemaslahatan dirinya atau menolak bencana dari dirinya.
Alangkah indahnya jawaban yang diberikan oleh Nabi Ibrahim atas pertanyaan Jibril , “Apakah Anda punya hajat?” Ketika Beliau dilemparkan ke dalam lautan api. Nabi Ibrahim menjawab: “Kepadamu tidak!” Jibril berkata pula: “Mintalah kepada Tuhanmu.” Nabi Ibrahim menjawab: “Aku tidak perlu meminta lagi kepada-Nya, karena Dia mengetahui keadaanku.” Perkataan Nabi Ibrahim ini mengandung makna bahwa, yang menyelamatkan dari marabahaya dan yang memberi permintaan itu hanya Allah, bukan yang lain-Nya.
(Wa’lam annal ummata) yakni, seluruh makhluk.
(lawij-tama’at) yakni, seandainya mereka berkumpul semuanya.
(An yanfa’uuka bisyai-in) yakni, dengan kebaikan dunia. dan Akhirat.
(Lam yanfa’uuka) yakni, mereka tidak akan mampu memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu apa pun.
(Illaa bisyai-in qad katabahullaahu laka) yakni, di dalam mu Nyu ata atau di Lauh Mahfuz.
(Wa inij-tama’uu) yakni, seluruh makhluk.
(Alaa an yadhurruuka bisyai-in) yakni, dengan bencana” dunia dan akhirat.
(Lam yadhurruuka) yakni, mereka tidak akan mampu mencederaimu dengan sesuatu apa pun.
(Illaa bisyai-in qad katabahullaahu ‘alaika) ini dikuatkan oleh firman Allah , yang artinya: Jika Allah menimpakan kemudarratan kepadamu, maka tidak ada yang (mampu) menghilangkannya melainkan hanya Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi-Mu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. (QS. 10: 107) Dalam ayat ini terkandung anjuran supaya bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan dan berpaling dari selain-Nya.
CATATAN
Firman Ailah di atas tidak dinafikan oleh hikayat tentang Nabi Musa yang mengatakan: Muka aku takut mereka akan membunuhku. (QS. 26: 14) Dan: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kumi utau akan bertambah melampaui batas. (QS. 20: 45) Karena manusia diperintahkan supaya melarikan diri dari sebabsebab yang akan mendatangkan bencana kepada sebab-sebab yang akan mendatangkan keselamatan, sekalipun akhirnya ia tidak selamat juga, seperti firman Allah , yang artinya: Bersiup-siagulah kamu! (QS. 4: 71) Dan firman-Nya, yang artinya: Dan janganlah kumu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. 2: 195) Dan perkataan Umar : “Sesungguhnya Jari itu adalah lari dari takdir Allah kepada takdir Allah.”
, (Rufi’atil aglqlaamu) yakni, penulisan di Lauh Mahfuz mengenai apa yang sudah dan akan terjadi hingga hari kiamat telah selesai.
(Wa jaffatish) yakni, telah kering.
(Shuhufu) yakni, yang di dalamnya terkandung takdir seluruh makhluk, seperti Lauh Mahfuz. Maka tidak ada perubahan sesudah itu dan tidak ada pula penghapusan terhadap tulisan yang ada di dalamnya. Terkadang ada juga yang dihapus atau diganti menurut apa yang ada di dalam ilmu Allah . Hal ini dibenarkan oleh firman Allah : Allah menghapuskan upa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehenduki), dan di sisi-Nyulah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfus). (QS: 13: 39)
CATATAN:
Barangsiapa mengetahui hal ini maka akan menjadi mudahlah baginya untuk bersikap tawakkal kepada Sang Penciptanya dan berpaling dari selain-Nya. Ibnu Arabi meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Nabi 35 bersabda, yang artinya: Yang pertama-tama diciptakan Allah adalah Qalam, kemudian Nun yaitu tinza, seperti disebutkan dalam firman Mlah: “Nun, demi Qalam dan apa yang mereka tulis.” (QS. 68: 1) Kemudian Allah berfirman kepada Oalam itu: “Tulislah!” Qalam menjawab: “Apa yang saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa yang Sudah terjadi dan yang akan terjadi hingga hari kiamat berupa amal, ajal, reseki dan bekas-bekas yang ditinggalkan.”Muka bergeraklah Qalam menuliskan apa yang terjadi hingga hari kiamat, kemudian dalam mengakhiri tulisannya.Maka ia tidak lagi menulis, tidak lagi berbicara dan tidak lagi bergerak hingga hari kiamat.
Dalam riwayat Muslim disebutkan: Sesungguhnya Allah telah menetapkan takdir makhluk lima puluh tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
(Wa fi riwanyati ghairi attirmidzi: ihfazhillaaha tajid-hu amaamaka, ta’rif ilallaahi fir rakhaa-i) yakni, carilah kecintaan Allah dengan tekun beribadat hingga Anda dikenal di sisi-Nya.
(Ya’rifka fisy syiddati) yakni, dengan melepaskannya dari Anda dan menjadikan jalan keluar bagi Anda dari sctiap kesempitan dan kesusahan. Konon, jika seorang hamba mengenal Allah di dalam lapangnya, kemudian ia berdoa di saat mengalami kesempitan, maka Allah berfirman: “Suara ini Aku kenal.” Dan kalau tidak, maka Allah menjawab: “Suara ini tidak Aku kenal.”
(Wa’lam maa akhtha-aka) yakni, yang tidak mengenai Anda.
(Lam yakun) yakni, yang tidak ditakdirkan atasmu.
(Liyushiibaka) karena ia tidak ditakdirkan bagi Anda.
(Wa maa ashaabaka) yakni, yang ditakdirkan atasmu. ,
(Lam yakun) tidak diakdirkan atas orang lain.
(liyukhthi-aka) karena manusia tidak ditimpa oleh sesuatu apa pun kecuali apa yang telah ditakdirkan baginya atau atasnya. Sebab takdir itu ibarat anak panah yang tepat sasaran, yang diarahkan dari Azal, maka ia pasti akan mengenai sasaran.
(Wa’lam annan nashra) yakni, pertolongan dari Allah buat hamba dalam menghadapi musuh-musuhnya adalah karena,
(Ma’ash shabri) disertai sabar dalam berbuat taat kepada Allah dan sabar dalam menjauhi maksiat kepada-Nya.
(Wa annal faraji ma’al karbi) yakni, cepat endapatkan jalan keluar, sehingga tidak lama menanggung kesusahan.
(Wa anna ma’al “usri yusran) sebagaimana isebutkan dalam firman Allah surah Alam Nasyrah.
PENUTUP:
Diceritakan tentang sebagian ulama, bahwa jika ia dimintai sesuatu, lalu memasukkan tangannya ke sakunya, kemudian dikeluarkannya pa yang diminta itu. Kawan-kawannya yang menyaksikan hal itu tahu ahwa di sakunya asalnya tidak ada apa-apa, karena itu mereka lalu enanyainya tentang hal itu, maka ia menjelaskan bahwa, Nabi Khidir lah yang memberikan apa yang ia pinta. Maka sangat aneh kalau ada orang yang bertawakkal kepada Allah dalam masalah selamatnya ia dari neraka, melintasi shirat, minum dari telaga Kautsar dan masuk ke dalam surga, namun tidak bertawakkal dalam beberapa potong roti yang akan menegakkan punggungnya dan pakaian yang akan menutupi auratnya?!
Dari Abu Mas’ud, Ugbah bin Amr Al Anshari Albadri katanya: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Seungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tak punya malu, maka berbuatlah apa yang kaumau. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat kepada-Nya, ini merupakan hadis yang agung.
(Inna mimmaa adrakan naasu min kalaamin nubuwwatil uulaa) yakni, yang disepakati oleh syariatsyariat. Karena ia datang pada syariat terdahulu dan diikuti oleh syariat berikutnya. Karena masalah malu itu selalu diajarkan dalam syariatsyariat para nabi terdahulu, dipuji dan diperintahkan, dan tidak pernah dihapus dalam satu syariat pun. Dalam hadis: Manusia tidak mendapatkan dari kata-kata kenabian yang pertama kecuali hanya ini, yaitu ‘jika Anda tak punya malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.’
Para ulama berselisih pendapat tentang maknanya, sebagian mengatakan bahwa maknanya adalah khabar (berita) sekalipun lafaznya dalam bentuk amr (perintah). Seakan-akan Beliau bersabda: Jika malu tidak mencesahmu, maka engkau berbuat semaumu. Jika seseorang tidak dibentengi oleh rasa malu dari apa yang diharamkan Allah, maka sama saja baginya melakukan dosa kecil atau besar.
Ulama lain mengatakan bahwa maknanya adalah wa’iid (ancaman), seperti firman Allah
yang artinya: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki! (QS. 41: 40) Maknanya: Perbuatlah apa yang kaumau, nanti Allah pasti akan membalasmu. Sebagian ulama mengatakan: “Lihatlah apa yang Anda ingin lakukan, jika tidak menimbulkan rasa malu, maka lakukanlah semau
Anda. Karena perbuatan tersebut biasanya berjalan di atas kebenaran. Dan kalau perbuatan itu menimbulkan rasa malu, maka tinggalkanlah.
Dan hadis ini juga mengandung makna peringatan dan ancaman dari kurangnya rasa malu. Dan bahwa malu itu merupakan perilaku yang paling mulia dan hal yang paling sempurna. Karena itulah, Nabi bersabda, yang artinya: Malu itu baik semuanya. Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan. Dan telah disebutkan bahwa, malu itu cabang dari iman. Dan Rasulullah itu lebih pemalu daripada anak perawan di pingitannya. Dalam salah satu hadis disebutkan, bahwa jika Allah menghendaki kehancuran pada diri seseorang hamba, maka Dia cabut rasa malu dari dirinya.
Seyogianya harus diperhatikan antara rasa malu yang sesuai syara” dan rasa malu yang tercela. Karena ada rasa malu yang tercela menurut syariat, seperti malu untuk beramar makruf dan nahi munkar, padahal telah dipenuhi syarat-syaratnya. Ini sebenarnya bukan malu namun penakut. Dan ada pula malu untuk bertanya mengenai urusan agamanya yang penting diketahuinya. Karenanya Aisyah radiyallaahu anha berkata: “Sebaik-baik wanita itu adalah wanita Anshar, karena mereka tidak dicegah oleh rasa malu untuk menanyakan tentang urusan agamanya.”
Dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim disebutkan: dari Ummu Salmah radiyallaahu anha, “Ummu Salim datang menemui Rasulullah lalu berkata: “Allah itu tidak malu dari yang benar, apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mimpi basah? Rasulullah menjawab: “Ya, kalau ia melihat air.” Ummu Salim ini tidak malu untuk menanyakan tentang urusan agamanya.
Rasulullah pernah melihat seseorang sedang memarahi saudaranya karena masalah malu. Lalu Beliau berkata: “Biarkan dia, karena malu itu bagian dari iman.” Yakni dari sebab-scbab asal iman dan akhlaknya, karena ia mencegah dari perbuatan yang keji dan mendorongnya kepada perbuatan kebajikan dan kebaikan, sebagaimana iman mencegah orang yang memilikinya dari melakukan perbuatan keji tersebut.
Malu yang paling utama itu adalah malu kepada Allah, yaitu jangan sampai Dia melihatmu sedang melakukan apa yang dilarangNya dan jangan sampai Dia tidak menemukanmu melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Kesempurnaan malu itu tumbuh dari makrifat kepada Allah dan muragabah-Nya.Rasulullah pernah bersabda kepada para sahabat Beliau: “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenarbenarnya. “Mereka menjawab: “Ya Nabiyallah, kami semua telah malu, alhamdulillah.” Beliau bersabda: “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah yang sebenarnya itu adalah hendaknya engkau menjaga kepala dan muatannya, memelihara perut dan isinya, serta hendaklah engkau mengingat mati dan bangkai-bangkai. Siapa yang melakukan itu maka ia telah malu kepada Allah dengan sebnar-benarnya.”
Ketahuilah bahwa, orang ahli malu itu berbeda-beda tingkatannya menurut perbedaan keadaan mereka. Allah telah mengumpulkan pada pribadi Nabi Muhammad sifat malu naluriah yang lebih besar daripada malunya seorang gadis perawan di dalam pingitannya, dan dalam sifat malu yang diusahakan menyampaikan kepada puncak tujuan.
(Idzaa lam tastahii fashna’ maa syi’ta) mencakup hukum yang lima, Karena itulah hadis ini dikatakan sebagai poros agama Islam.
MASALAH:
Diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak, adapun kalau bukan di hadapan orang banyak maka telah berkata Imam Nawawi rahimahullah di dalam kitab Syarah Muslim: “Boleh membuka aurat di kamar kecil, atau ketika mandi, buang air kecil dan ketika mencampuri isteri. Adapun ketika masuk ke pemandian umum, maka dituntut juga untuk malu. Ulama berkata, “Dibolehkan bagi laki-laki masuk ke pemandian umum, dan mereka wajib memicingkan matanya dari apa-apa yang tidak halal bagi mereka, dan menjaga jangan sampai aurat mereka terbuka di hadapan orang yang tidak halal memandang kepadanya.” Telah diriwayatkan bahwa, apabila seorang laki-laki masuk ke pemandian umum dalam keadaan tanpa busana maka ia dilaknat oleh malaikat.
PENUTUP:
Kita tutup majelis kita kali ini dengan sedikit masalah yang berkaitan dengan adab (etika). Allah berfirman,
yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (OS. 66: 6) Imam Ali berkata: “Maksud ayat ini adalah mendidik dan mengajari mereka budi pekerti.”
Rasulullah bersabda, yang artinya: Muliakanlah anak-anak kalian dan perbaikilah adab mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Dan sabda Nabi yang artinya: Seseorang yang mendidik budi pekerti pada anaknya adalah lebih baik dari bersedekah dengan satu sha makanan. Beliau menjadikan pendidikan budi pekerti bagi anak itu lebih baik daripada bersedekah. Demikian dikatakan oleh Abu Hamzah di dalam kitab Syarah Bukhari.
Dan Abu Ali Arrudzanari berkata: “Seorang hamba itu akan sampai kepada Tuhannya dengan adabnya, dan akan sampai ke surga dengan amalnya.”
Dan Sirri Assagathi rahimahullaahu berkata: “Pada suatu malam, saya salat lalu saya selunjurkan kedua kaki saya di mihrab, lalu dalam hati saya terbetik teguran: “Beginikah engkau duduk di hadapan Maharaja.’ Maka saya jawab dalam hati: “Tidak, demi kemuliaan-Mu, saya tidak akan mengulurkan kaki saya lagi selama-lamanya.”
Salah seorang arif berkata: “Saya pernah mengulurkan kaki saya di Masjidilharam. Lalu seorang budak perempuan berkata kepada saya: “Jangan duduk di hadapan-Nya kecuali dengan etika, kalau tidak maka Dia akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang didekatkan kepadaNya.”
Sebagian sufi mengatakan: “Tidak menggunakan etika bisa menyebabkan terusir. Barangsiapa buruk adabnya di ruang tamu, maka ia akan diusir ke pintu. Barangsiapa buruk adabnya di pintu maka ia akan diusir ke kandang kerbau.”
Abu Yazid Albusthami berkata: “Saya pernah mendengar tentang seorang abid yang sifatnya begini-begini, maka saya tertarik untuk berziarah kepadanya. Ketika saya tiba di tempatnya, saya lihat orang itu meludah ke arah kiblat. Maka saya pun mengurungkan niat berziarah kepadanya. Sebab orang yang tidak bisa dipercaya dalam menerapkan adab syariat, bagaimana mungkin akan dipercaya dalam memegang rahasia Ilahi. Rasulullah $# bersabda, yang artinya: “Barangsiapa meludah kearah kiblat, maka dia akan datang di hari kiamat sedangkan ludahnya itu ada di kedua matanya.” Diriwayatkan oleh Abu Daud.”
Dari Abu Umamah , katanya: Nabi bersabda, yang artinya: Jika seseorang hamba mengerjakan salat maka terbukalah pintu surga untuknya, dan tersingkaplah hijab antara dia dan Tuhannya, dan ia pun disambut oleh para bidadari, sepanjang dia tidak membuang ingus atau dahak. Diriwayatkan oleh Attabrani.
Dan Rasulullah bersabda, yang artinya: Hormatilah majelis-majelis itu dan menghadaplah ke arah kiblat. Dan sabda Beliau jusa: Sesungguhnya segala sesuatu itu ada penghulunya, dan penghulu majelis itu adalah arah kiblat. Dan sabdanya: Sesungsuhnya segala sesuatu itu ada kehormatannya, dan perhiasan majelis itu adalah arah kiblat.
Salah seorang ulama berkata: “Allah tidak membukakan pintu bagi seorang wali, kecuali ketika ia sedang menghadap kiblat.
HIKAYAT:
Ada seorang ustaz mengajarkan Alguran kepada dua orang anak secara bersamaan. Salah seorang dari kedua anak itu membaca Alguran sambil menghadap ke arah kiblat, sedangkan kawannya tidak. Maka ia berhasil menghafalkan Alguran satu tahun lebih cepat dari kawannya itu.
Dari Abu Amrin, dan kata yang lain, Abu Amrah Sufyan bin Abdullah cl, ia berkata:
Artinya:
Saya berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, katakanlah kepada saya tentang Islam, suatu perkataan yang saya tidak dapat menanyakannya kepada orang lain kecuali kepada Baginda.” Beliau menjawab: “Katakanlah olehmu, Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepada kalian untuk dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung.
(Qultu yaa rasulallaah, qul lii fil islaam) yakni, di dalam syariat-syariatnya.
(Qaulan) yakni, perkataan yang mencakup seluruh makna agama dengan jelas sehingga tidak lagi membutuhkan penafsiran dari selain Baginda. Yang akan saya amalkan dan saya cukup dengannya, sekiranya….
(Laa as-alu) saya tidak perlu lagi bertanya tentangnya…..
(Anhu ahadan qhairaka, qaala qul aamantu billaahi) yakni, perbaruilah imanmu dengan hati dan lisanmu, untuk menghadirkan seluruh makna Islam dan iman sesuai dengan syariat.
(Tsummas-taqim) kemudian istiqamah-lah (ajeg) dalam berbuat taat dan mengakhiri dari seluruh pelanggaran. Karena tidak mungkin bisa istigamah kalau ada penyimpangan. Puncak istiqamah itu adalah jika seseorang hamba sudah tidak lagi berpaling kepada selain Allah
Abulqasim Al Qusyairi rahimahullah berkata: “Orang yang tidak bisa istigamah dalam keadaannya maka usahanya lenyap dan kerja kerasnya Sia-sia belaka.” Karena itulah dikatakan, bahwa istigamah itu tidak akan mampu dilakukan kecuali oleh orang-orang besar, sebab ia tidak bisa diperoleh kecuali dengan keluar dari apa yang sudah terbiasa dikerjakan dan berpisah dari adat kebiasaan, serta tegak di hadapan Allah dengan sebenar-benar sidik.
Imam Ahmad mengeluarkan hadis yang artinya: Tidak akan lurus Iman seseorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang hamba sampai lisannya lurus. Ketahuilah bahwa, lisan itu pada sebagian tempat lebih berbahaya daripada pedang yang tajam dan anak panah yang runcing.
Istigamah adalah lebih baik daripada seribu karomah, dan Allah tidaklah memuliakan sescorang dengan suatu kemuliaan yang lebih baik daripada istigamah. Kaena itulah hanya sedikit sekali dinukil adanya keramat dari para sahabat Nabi , sebaliknya pada tokoh-tokoh sufi sesudah mereka lebih banyak adanya. Karena para sahabat. , dengan berkat Nabi dan persahabatan mereka dengan Beliau serta karena seringnya menyaksikan naik turunnya malaikat di hadapan Beliau, maka kalbu-kalbu mereka menjadi bercahaya, jiwa-jiwa mereka menjadi bersih, sehingga mereka mampu menyaksikan akhirat. Dan dengan apa yang sudah diberikan kepada mereka itu, mereka tidak memerlukan lagi untuk menyaksikan karomah. Mereka hanya menyibukkan diri dengan ibadat dan istiqamah serta zuhud terhadap dunia yang hina.
Dalam menafsirkan firman Allah ,
yang artinya: Dan sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan kami ialah Allah,” kemudian mereka istigamah. (QS. 41: 30) Ada ulama mengatakan, bahwa maksudnya adalah bahwa mereka mengucapkan perkataan itu dengan lisan mereka dan kemudian istigamah, yaitu membenarkan dengan hati mereka. Ada pula yang menafsirkannya begini: Mereka membenarkan dengan lisan mereka, kemudian mereka istigamah, maksudnya tetap teguh dalam pembenaran itu, sehingga akhirnya mereka meninggal dunia dalam keadaan Islam. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksudnya adalah: mereka mengatakannya dengan iman, kemudian mereka istigamah, yakni meneguhkannya dengan taat dan perbuatan baik. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya orang yang taat kepada Allah niscaya akan ditaati pula oleh segala sesuatu, dan orang yang takut kepada Allah niscaya akan ditakuti pula oleh segala sesuatu.
HIKAYAT:
Auf bin Abi Syaddad Al “Abdi berkata: Ketika Hajjaj bin Yusuf mendengar tentang Said bin Jubair, maka diutusnya seorang panglima bernama Mutalammis bin Akhwas beserta dua puluh prajurit yang berasal dari negeri Syiria, yang termasuk pengawal pribadinya. Ketika mereka dalam perjalanan mencari Said, mereka sampai di sebuah biara, dan berjumpa dengan seorang rahib. Kemudian mereka bertanya kepada rahib itu tentang Said. Rahib itu berkata: “Coba gambarkan kepada saya ciri-ciri orang yang kalian cari itu.” Mereka lalu menyebutkan ciri-cirinya. Rahib itu lalu menunjukkan tempat orang yang mereka cari itu. Maka mereka pun pergi ke sana dan mendapati Said sedang sujud sambil bermunajat dengan suaranya yang keras. Mereka mendekatinya dan memberi salam kepadanya. Said mengangkat kepalanya dan menyelesaikan salatnya lalu membalas salam mereka. Mereka berkata: “Kami diutus oleh Hajjaj untuk membawamu, maka ikutlah bersama kami.” Said menjawab: “Apakah memang harus?” Mereka menjawab: “Ya, harus.” Kemudian Said memanjatnya pujian kepada Allah dan menyanjung-Nya serta mengucapkan salawat kepada Nabi . Lalu ia berdiri dan berjalan bersama mereka hingga akhirnya tiba di biara rahib tadi.
Rahib itu lalu bertanya: Wahai para penunggang kuda, apakah kalian sudah menemukan orang yang kalian cari?” Mereka menjawab: “Ya, sudah.” Rahib itu berkata pula: “Naiklah ke biara ini, karena hari sudah menjelang malam. Biasanya setiap malam ada singa jantan dan betina berkeliaran di sekitar biara ini.” Maka mereka semua bergegas masuk ke dalam biara itu, hanya Said yang tidak mau masuk. Mereka berkata kepadanya: “Kami kira Anda mau melarikan diri dari kami?!” Said menjawab: “Tidak, tetapi saya tidak mau masuk ke dalam rumah orang musyrik selamanya.” Mereka berkata pula: “Kami tidak akan membiarkanmu, karena binatang buas itu tentu akan memangsamu.” Said menjawab: “Tuhanku bersama aku, Dia akan mengusir binatang buas itu dariku, dan akan mengadakan penjaga di sekitarku yang akan menjagaku dari segala marabahaya, Insya Allah.”
“Apakah engkau nabi?” Tanya mereka.
“Bukan, saya bukan nabi. Tetapi saya seorang hamba yang banyak salah dan dosa.”
“Bersumpahlah bahwa engkau tidak akan melarikan diri,” kata mereka. Said pun lalu bersumpah.
“Cepat masuk ke dalam dan bunyikan lonceng untuk mengusir binatang buas itu dari hamba yang salih itu, karena dia tidak mau masuk ke dalam biara ini.” Kata rahib itu memperingatkan.
Sekonyong-konyong muncullah seekor singa betina dari balik semaksemak lalu mendekati ke tempat Said berada. Singa itu mengendus-endus badan Said sambil mengusap-usapkan kepalanya lalu merebahkan diri di sampingnya. Tak lama kemudian muncul pula seekor singa jantan lalu ja berbuat seperti singa betina tadi, setelah itu ia pun merebahkan diri di samping Said.
Ketika rahib itu menyaksikan hal tersebut, ia menjadi kagum. Maka keesokan harinya, ia segera menemui Said dan menanyakan kepadanya tentang syariat agamanya dan sunnah-sunnah Rasulnya . Said lalu menjelaskan kepadanya dengan memuaskan, sehingga rahib itu akhirnya menyatakan diri masuk Islam dan menjadi baik Islamnya. Sedangkan orang-orang tadi, mereka meminta maaf kepada Said sambil menciumi tangan dan kakinya seraya berkata: “Maafkan kami, karena kami terpaksa membawa Tuan. Karena kami sudah bersumpah kepada Hajjaj dengan kata talak, tidak akan membiarkan Tuan kalau kami berjumpa Tuan, sampai kami membawa Tuan kepadanya. Sekarang Tuan boleh menyuruh kami sekehendak Tuan.”
Said menjawab: “Teruskan tugas kalian itu, karena saya berserah diri kepada Penciptaku, dan tidak ada yang bisa menolak ketentuan-Nya. “
Maka berangkatlah mereka hingga akhirnya tiba di Wasith. Sesampainya di sana, Said berkata kepada mereka: “Wahai saudarasaudara, saya telah bersama-sama kalian dalam perjalanan ini, dan saya tidak ragu lagi bahwa ajal saya sudah dekat, masa hidup saya di dunia in! telah berakhir. Maka biarkanlah saya malam ini untuk menyiapkan diri menghadapi maut dan bersiap-siap untuk menghadapi Munkar dan Nakir, serta mengingat azab kubur. Besok, kita akan bertemu lagi di tempat anu.”
Mereka memandang ke arah Said, tampak matanya menitikkan air mata, wajahnya tampak berubah. Ia tidak pernah makan, minum dan tertawa dari sejak mereka temukan. Maka dengan serentak mereka berkata: “Wahai sebaik-baik penghuni dunia, alangkah baiknya kalau kami tidak mengenalmu dan tidak diutus menemuimu. Celakalah kami, mengapa kami harus membawamu. Maafkanlah kami di hadapan Pencipta kami kelak di hari kebangkitan. Karena Dialah Hakim Yang paling Besar dan Paling Adil yang tidak akan berbuat aniaya.” Kemudian mereka menangis.
Setelah tangis mereka reda, mereka berkata: “Kami minta kepada Tuan, demi Allah, Ya Said, agar Tuan bekali kami doamu dan nasihatmu. Karena tidak mungkin berjumpa lagi dengan orang seperti selamanya.” Maka Said pun lalu mendoakan mereka. Kemudian mereka biarkan Said pergi. Kemudian Said membasuh kepalanya, jubah dan selimutnya.
Keesokan paginya, begitu fajar menyingsing, Said mengetuk pintu tempat mereka menginap. Mereka bertanya: “Siapa?” Said menjawab: “Kawan kalian.” Mereka lalu turun membukakan pintu. Kemudian mereka bertangis-tangisan.
Kemudian mereka bawa Said menghadap Hajjaj. Mutalammis masuk menemui Hajjaj dan memberitahukan kepadanya bahwa mereka berhasil membawa Said bin Jubair. Ketika Said sudah berhadapan dengannya, Hajjaj bertanya: “Siapa namamu?”
“Said bin Jubair,” jawabnya.
Hajjaj berkata: “Engkau Syagi bin Kasir!”
“Ibuku lebih tahu tentang namaku daripada engkau.” Jawab Said.
“Celakalah engkau dan celakalah ibumu!” Kata Hajjaj.
“Urusan gaib itu diketahui oleh selainmu.” Jawab Said.
Hajjaj berkata: “Akan kuganti duniamu dengan neraka Lazo.” Said menjawab: “Kalau aku tahu itu dalam tanganmu, maka aku akan menjadikan engkau sebagai tuhan.”
Hajjaj bertanya: “Apa katamu tentang Muhammad?”
“Beliau adalah nabi pembawa rahmat.” Jawab Said.
“Apa katamu tentang Ali, apakah dia di surga atau di neraka?” Tanya Hajjaj pula.
Said menjawab: “Kalau aku sudah masuk ke dalam keduanya, Maka aku baru akan tahu siapa saja penghuni keduanya itu.”
“Apa katamu tentang para khalifah?” Tanya Hajjaj pula.
“Aku tidak mempunyai kekuasaan atas mereka,” jawab Said.
“Siapa di antara mereka yang lebih mengagumkan?” Tanya Hajjaj.
Said menjawab: “Yang paling diridai oleh Sang Khalig.”
“Siapa yang paling diridai oleh Sang Khalig?” Tanya Hajjaj.
“Hal itu hanya diketahui oleh Tuhan Yang Mengetahui rahasia lahir dan batin mereka.” Jawab Said.
Hajjaj bertanya kembali: “Mengapa kau tidak pernah tertawa?”
“Apakah akan tertawa makhluk yang diciptakan dari tanah dan akan menjadi mangsa api?” jawab Said balik bertanya.
“Dan mengapa kami tertawa?” Tanya Hajjaj.
“Hati manusia tidak sama,” jawab Said.
Kemudian Hajjaj menyuruh keluarkan emas permata lalu diletakkannya di hadapan Said. Lalu Said berkata kepadanya: “Jika engkau kumpulkan ini untuk menebus dirimu dari ketakutan hari kiamat, maka itu adalah baik. Kalau tidak, maka hanya dengan satu ketakutan yang dapat membuat seorang wanita yang sedang menyusui bayinya menjadi lupa kepada bayinya itu. Tidak ada kebaikan pada sesuatu yang dikumpulkan dari dunia kecuali yang baik dan bersih.”
Kemudian Hajjaj menyuruh keluarkan alat-alat musik, Said menangis. Hajjaj lalu berkata: “Celakalah engkau hai Said, dengan cara apa engkau ingin mati?”
“Pilihlah sendiri buat dirimu hai Hajjaj, demi Allah, tidaklah engkau membunuhku dengan suatu cara, melainkan kelak di hari kiamat engkau pun akan dihukum dengan cara itu.”
“Apakah kau mau aku maafkan?” Tanya Hajjaj.
“Kalau maaf itu datangnya dari Allah, kalau darimu aku tidak suka!” jawab Said tegas.
Hajjaj lalu memerintahkan kepada para algojonya: “Bawalah dia dan bunuhlah!”
Ketika Said sudah keluar dari pintu, dia tertawa. Maka hal itu diberitahukan orang kepada Hajjaj. Hajjaj menyuruh membawanya masuk kembali, lalu dia bertanya: “Apa sebab kau tertawa?”
Said menjawab: “Karena kelancanganmu kepada Allah dan kesantunan Allah kepadamu.”
Maka Hajjaj menyuruh bentangkan hamparan pancung di hadapannya, lalu ia berkata: Bunuhlah ia!”
Said berkata: “Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta langit dan bumi dalam keadaan lurus dan menyerahkan diri kepada-Nya.”
“Palingkan dia dari arah kiblat,” kata Hajjaj.
Said berkata: “Ke mana pun kamu menghadap maka di sanalah wajah Allah.”
“Telungkupkan dia!” kata Hajjaj.
Said menjawab: “Darinya Kami ciptakan kamu, dan ke dalamnya Kami kembalikan kamu, serta dari dalamnya Kami keluarkan kamu.”
“Sembelihlah dia!” Teriak Hajjaj.
Said berkata: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.” Kemudian ia berdoa: “Ya Allah, janganlah Engkau berikan kekuasaan kepadanya untuk membunuh seorang pun sepeninggalku.”
Maka Said pun dipancung di hamparan tersebut. Semoga Allah meridainya.
Ketika kepalanya sudah terputus dari badannya, ia mengucapkan kalimat: Laa Ilaaha Illallaah, tidak ada Tuhan selain Allah.
Hajjaj hanya bisa bertahan hidup sesudah pembunuhan itu selama lima belas hari saja. Kejadian itu terjadi pada tahun 95 Hijriah. Dan umur Said ketika itu adalah empat puluh sembilantahun..
Ya Allah, cukupilah apa yang kami inginkan dan janganlah Engkau serahkan kami kepada orang-orang yang tidak menyayangi kami.
Amin, amin, wal hamdu lillaahi rabbil “aalamiin.
Majelis Keduapuluh Dua
Dari Abu Abdullah Jabir bin Abdullah Al Anshari katanya:
Artinya:
Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah , katanya: “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, jika saya melaksanakan salat fardu, berpuasa di bulan Ramadan, serta menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram, dan saya tidak menambah selain itu sedikit pun, apakah saya masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Maksud “mengharamkan yang haram” dalam hadis ini adalah “menjauhinya”, dan maksud “menghalalkan yang halal” adalah “mengerjakannya dengan keyakinan akan halalnya.”
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa orang yang bertanya dalam hadis ini ialah Nukman bin Qauqal.
(Araita) dari kata ra-aa, maksudnya: apa pendapat Baginda….
(Idzaa shallaitul maktuubaati wa shumtu ramadhaana wa ahlaltul halaala wa harramtul haraama) yakni, menjauhinya.
(Walam azid @alaa dzaalika syai-an) dari amalanamalan yang sunnah.
(Adkhulul jannata) yakni, tanpa dihukum. Telah dinyatakan secara sah bahwa ada sebagian dosa besar yang dapat menunda seseorang masuk surga, yaitu: dosa memutuskan tali silaturrahmi, dosa sombong dan dosa hutang, hingga selesai diadili. Dan telah dinyatakan secara sah pula bahwa, kaum muslimin, apabila mereka telah berhasil melintasi sirat (titian di atas neraka), mereka tertahan di gantarah, hingga selesai pengkisasan terhadap perbuatan-perbuatan aniaya di antara mereka di dunia dahulu.
(Qaala na’am) yakni, engkau masuk ke dalamnya. Dalam hadis ini tidak disebut-sebut zakat dan haji, boleh jadi karena ketika itu keduanya belum diwajibkan, atau karena Beliau tidak diajak bicara mengenai keduanya.
Dalam hadis ini ada isyarat bolehnya meninggalkan amalan-amalan sunnah sama sekali, sekalipun dengan meninggalkannya itu berarti kehilangan keuntungan yang besar dan pahala yang banyak. Kecuali kalau meninggalkannya itu dilandasi oleh sebab meremehkannya atau tidak suka kepadanya, maka ini dihukumi kufur.
BEBERAPA HIKMAT SALAT LIMA WAKTU, ,
Adapun hikmat salat fardu itu berjumlah lima adalah, bahwa salat lima waktu itu diwajibkan atas seorang hamba guna mensyukuri nikmat badan, dan nikmat badan itu adalah indera yang lima (pancaindera), yaitu: indera perasa, indera penciuman, indera pendengaran, indera penglihatan, dan indera peraba. Dan dari setiap indera yang lima macam ini, bisa diketahui beberapa perkara sesuai dengan fungsi indera tersebut.
Indera peraba misalnya, nikmat indera peraba ini ada dua, apabila Anda meletakkan tangan pada suatu benda, maka Anda akan tahu apakah benda tersebut kasar atau halus. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah dua rakaat salat Subuh.
Indera pencium, dengan indera ini Anda bisa mencium bau-bauan dari empat arah. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat Zuhur.
Indera pendengar, dengan indera ini Anda bisa mendengar dari empat penjuru. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat Asar.
Indera penglihat, jika Anda berdiri di suatu tempat misalnya, maka Anda bisa melihat kearah depan, kanan dan kiri Anda, dan tidak bisa melihat ke belakang. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah tiga rakaat salat Magrib.
Indera perasa, dengan indera ini Anda bisa merasakan panas, dingin, manis dan kecut. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat Isyak.
Ibnu Athaillah di dalam kitabnya yang berjudul Lathaaiful Minan mengatakan: “Jika seorang mukmin mengerjakan salat dan salatnya itu diterima oleh Allah, maka Allah menciptakan dari salat itu sebuah bentuk Tupa di alam arwah yang melakukan rukuk dan sujud hingga hari kiamat
Dan pahalanya diberikan kepada orang yang salat tersebut..
Lihatlah wahai saudaraku kepada pahala yang besar ini, karenanya laksanakanlah salat lima waktu pada waktunya, Insya Allah Anda akan mendapatkan pahala tersebut.
Kemudian dari bunyi hadis di atas wa shumtu ramadhaana kita memperoleh penjelasan bahwa tidak makruh menyebutkan Ramadan saja tanpa menyebutkan syahr (bulan) lebih dulu. Adapun hadis yang menyebutkan makruhnya, itu adalah hadis dhaif. Ramadan adalah bulan yang paling utama, sebagaimana disebutkan dalam hadis: Ramadan adalah penghulu bulan-bulan. Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa mengerjakan puasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu. Dan dalam riwayat lain: dan yang kemudian. Dalam bulan Ramadan ini juga, Allah menurunkan Alguran. Hadis-hadis yang menyebutkan tentang keutamaan bulan ini sangat banyak sekali, sebagaimana yang dikemukakan di dalam kitab saya Tuhfatul Ikhwan
PENUTUP:
Pengarang kitab Dzakhiiratul “Aabidiin mengatakan: “Saya melihat ada sekelompok orang yang mengingkari hadis-hadis yang diriwayatkan mengenai keutamaan salat lima waktu ini dari segi banyak dan besarnya pahala yang disediakan bagi orang yang salat itu. Mereka mengatakan bahwa, itu adalah terlalu banyak untuk amal yang sedikit.
Mengapa mereka tidak percaya pada pahala yang besar itu, apakah kekuasaan Allah kurang mampu untuk melakukan itu, atau rahmat-Nya yang sangat luas itu sudah sempit. Jika kekuasaan Allah itu meliputi seluruh yang ditakdirkan, dan rahmat-Nya lebih luas dari tinta lautan, maka boleh saja Dia menjanjikan derajat dan pahala yang banyak untuk amal kebaikan yang sedikit, supaya dapat diketahui akan kekuasaan-Nya, keagungan-Nya dan kemurahan-Nya. Betapa tidak, sedangkan di dalam ayat-ayat suci Alguran dan hadis-hadis sahih telah banyak menjelaskan hal itu. Seperti firman Allah
yang artinya: Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS. 7: 156) Dan dalam hadis yang mulia disebutkan, artinya: Sesungguhnya Allah memberikan kepada hamba yang mukmin untuk satu kebaikan pahalanya sejuta kebaikan. Kemudian Beliau membacakan firman Allah
yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun hanya sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar sarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiiNya pahala yang besar. (QS. 4: 40) Kalau Allah sudah mengatakan “pahala yang besar”, maka siapa yang akan mengetahui kadar pahala besar yang diberikan Allah tersebut!
Dari Abu Malik Alharits bin Ashim Al Asy’ari katanya: Rasulullah bersabda:
Artinya: Kebersihan itu adalah sebagian dari iman, dan (zikir) alhamdulillah memenuhi (memberatkan) timbangan, dan (zikir) subhanallah dan alhamdulillah itu keduanya memenuhi ruangan yang ada di antara langit dan bumi. Dan salat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, sabar adalah sinar, dan Alguran adalah hujjah (argumentasi) untuk membelamu atau menentangmu. Setiap orang pergi di waktu pagi, maka ada yang menjual dirinya dengan bekerja yang berat-berat untuk menyelamatkannya atau mencelakakannya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini berisikan hal-hal yang penting dari pokok-pokok agama.
(Ath Thuhuuru syathrul iimaan) yakni, kebersihan itu separuh iman yang sempurna, yang terdiri dari pembenaran dengan kalbu, pengakuan dengan lisan, dan pelaksaan dengan anggota badan.
Ibnu Majah dn Ibnu Hibban meriwayatkan sebuah hadis yang artinya: Wudu yang sempurna itu adalah separuh iman. Sedangkan Atturmidzi meriwayatkan hadis yang artinya: Wudu itu separuh iman.
Para imam mengatakan bahwa, thaharah (bersuci) itu terbagi kepada (1) Wajib, seperti bersuci dari hadats, dan (2) Sunnah, seperti mengulangi wudu dan mandi sunnah. Kemudian thaharah yang wajib itu terbagi lagi menjadi: (a) Badani, dan (b) Qalbi. Thaharah galbi itu adalah seperti membersihkan kalbu dari dengki, ujub, riyak dan sombong. Imam Ghazali berkata: “Mengetahui tentang batas-batasnya, sebab-sebabnya, cara pengobatan dan penyembuhannya adalah fardu ain hukumnya, yang wajib dipelajari oleh setiap muslim.” Adapun thaharah badan itu bisa dengan air dan bisa juga dengan tanah yang suci., atau dengan keduanya, seperti bersuci dari bekas jilatan anjing, atau bisa juga dengan selain dari keduanya, seperti dengan hirrif (sesuatu yang pedas) dalam penyamakan kulit, atau menjadi suci dengan sendirinya, seperti perubahan arak menjadi cuka. Semuanya ini diuraikan dengan jelas dalam kitab-kitab fikih.
BEBERAPA KEUTAMAAN WUDU:
Dikisahkan bahwa, ketika malaikat mengatakan: “Apakah Engkau akan menjadikan di muka bumi itu orang-orang yang hanya akan berbuat kerusakan saja padanya?” Maka Allah menjadi murka, lalu dibinasakan-Nya sebagian dari mereka dan diampuni-Nya sebagian lainnya, di antaranya adalah Munkar dan Nakir. Dan Allah menyuruh mereka supaya berwudu di mata air di bawah Arsy. Lalu Jibril mengimami mereka salat dua rakaat. Inilah asal wudu dan salat berjamaah.
Utsman bin Affan berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda, yang artinya: Tidaklah seseorang hamba menyempurnakan wudunya, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang. (Diriwayatkan oleh Albazzar dengan sanad hasan).
Dan Nabi bersabda, yang artinya: Tidaklah seseorang muslim berkumur-kumur mulutnya kecuali diampuni Allah setiap dosa yang dilakukannya dengan lisannya pada hari itu.Dan tidaklah ia membasuh kedua tangannya, kecuali diampunilah setiap dosa yang dilakukannya dengan kedua tangannya pada hari itu. Dun tidaklah ia mengusap kepalanya, kecuali ia menjadi seperti hari ketika ia baru dilahirkan oleh ibunya. (Diriwayatkan oleh Attabrani)
Dan sabda Nabi , yang artinya: Jika seseorang muslim berwudu, maka keluarlah dosa-dosanya dari pendengarannya, penglihatannya, kedua tangannya dan kedua kakinya. Dan apabila ia duduk, maka ia duduk dalam keadaan sudah diampuni. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Attabrani)
Disunnahkan menjaga wudu, berdasarkan sebuah riwayat dalam khabar, bahwa Allah berfirman, yang artinya: Barangsiapa berhadas dan ia tidak berwudu, maka ia telah berpaling dari-Ku. Barangsiapa berhadas lalu ia berwudu, namun tidak salat, maka ia telah berpaling dari-Ku. Barangsiapa berhadas, lalu ia berwudu dan salat, namun tidak berdoa, maka ia telah berpaling dari-Ku. Dan barangsiapa berhadas, lalu ia berwudu, salat dan berdoa kepada-Ku, tetapi Aku tidak mengabulkannya, maka Aku telah berpaling darinya, sedangkan Aku bukan Tuhan yang suka berpaling dari hamba-Nya.
HIKAYAT:
Diceritakan bahwa Umar bin Khattab mengutus seorang utusan ke negeri Syam (Syria). Orang itu melewati rumah seorang rahib. Lalu ia mengetuk rumah itu. Setelah beberapa saat menunggu, pintu pun akhirnya dibuka sang rahib. Ketika utusan itu menanyakan hal itu, si rahib menjawab: “Allah mewahyukan kepada Nabi Musa , jika engkau takut kepada seorang penguasa, maka berwudulah dan suruh pula keluargamu berwudu. Karena barangsiapa berwudu maka dia akan selamat dari apa yang dia takuti itu. Saya sengaja tidak segera membukakan pintu buatmu, sampai kami semua berwudu lebih dahulu.”
Di dalam kitab Thabagat Ibni Subki disebutkan:
“Allah berfirman kepada Nabi Musa : “Wahai Musa, berwudulah, karena jika engkau ditimpa oleh sesuatu sedang engkau tidak ada wudu, maka jangan engkau salahkan kecuali dirimu sendiri. ”
Dan Nabi bersabda kepada sahabat Anas : “Hai Anas, kalau kau mampu untuk berada dalam keadaan berwudu selamanya, maka lakukanlah. Karena jika malaikat maut mencabut nyawa seorang hamba, sedangkan ia dalam keadaan berwudu, maka dicatatkan baginya mati syahid.”
HIKAYAT:
Dikisahkan bahwa, pada zaman Nabi Isa dahulu ada seorang wanita salihah, dia meletakkan panci berisi adonan di atas tungku, lalu ia berdiri salat. Kemudian Iblis datang dengan menyamar sebagai seorang wanita, seraya berkata kepadanya: “Adonan itu hangus!” Wanita salihah itu tidak memperdulikannya. Lalu Iblis mengambil anaknya yang masih kecil dan meletakkannya di dalam tungku. Wanita salihah itu tetap tidak menoleh kepadanya. Tak lama kemudian suaminya masuk dan melihat bayinya berada dalam tungku, sedang bermain-main dengan bara api yang semuanya telah berubah menjadi permata berlian. Lalu Suaminya menceritakan kejadian itu kepada Nabi Isa HJ. Nabi Isa berkata: “Panggillah istrimu ke mari!” Ketika wanita salihah itu sudah menghadap, Nabi Isa bertanya kepadanya: “Apa amalmu selama ini?” Wanita itu menjawab: “Ya Ruh Allah, setiap kali saya berhadas, saya lalu berwudu. Setiap kali ada orang yang berhajat kepada saya, saya beri. Dan saya menanggung gangguan dari orang-orang hidup sebagaimana mayat menanggungnya.”
Pada suatu hari Jibril datang menemui Rasulullah di atas sebuah dipan yang terbuat dari emas, kaki-kakinya terbuat dari perak yang bertatahkan mira delima, mutiara dan zabarjad, dengan dihampari sutera halus dan tebal. Lalu ia berhenti di saluran air yang luas dan berpasir di kota Mekah. Kemudian Jibril memberi salam kepada Nabi dan mendudukkan Beliau bersamanya di atas dipan tersebut. Jibril mempunyai empat sayap, yang satu terbuat dari mutiara, yang kedua terbuat dari mira delima, yang ketiga terbuat dari zamrud dan yang keempat terbuat dari cahaya Tuhan semesta alam. Jarak antara masing-masing sayap itu adalah lima ratus tahun perjalanan. Dan di atas kepalanya ada dua jambul, yang satu berwarna seperti matahari dan yang satunya lagi seperti bulan, bertatahkan permata dan berbau misik dan kafur. Bersama Jibril ikut pula tujuh puluh ribu malaikat.
Kemudian Jibril menepukkan sayapnya ke tanah, lalu muncul mata air. Lalu ia berwudu, dan membasuh anggota-anggotanya tigatiga kali, berkumur-kumur tiga kali dan memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali tiga kali. Setelah itu ia berkata: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya, dan bahwa engkau adalah Rasulullah, yang diutus oleh Allah dengan benar sebagai seorang nabi. Ya Muhammad, bangkitlah dan lakukanlah seperti apa yang aku lakukan tadi.” Maka Beliau pun melakukan seperti yang dicontohkan oleh Jibril tersebut. Kemudian Jibril berkata: “Ya Muhammad, Allah telah mengampunimu dari segala dosa baik yang lalu maupun yang kemudian, dan Allah akan mengampuni orang yang berbuat! seperti apa yang kaulakukan ini seluruh dosanya, baik yang baru maupun yang lama, yang dilakukan secara sembunyi atau terang-terangan, yang sengaja atau tidak sengaja, dan Allah akan mengharamkan daging dan darah orang itu dari api neraka.”
Mari kita kembali ke pokok hadis:
(Wal hamdu lillaahi) yakni, lafaz ini sendiri, atau kalimat ini sendiri, atau ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surah Alfatihah.
(Tamla-u) yakni, memenuhi (memberatkan).
(Almiizaana) yakni, bahwa pahala mengucapkan kalimat tersebut sambil menghadirkan maknanya dan tunduk pada dalil-dalilnya, akan memenuhi timbangan kebaikan yang luasnya seperti lapisan langit. Sifat mizaan (timbangan) ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian akhir uraian ini, Insya Allah.
(Wa subhaanallaahi wal hamdulilaahi yamla-aaniau tamla-u) syak dari perawi.
(Maa bainas samaa-i wal ardhi) itu adalah karena apabila seorang hamba mengucapkan tahmid sambil menghadirkan makna pujian dan apa yang terkandung di dalamnya berupa sifat bergantung kepada Allah , maka akan menjadi penuhlah timbangan amalnya dengan kebaikan. Dan jika ditambahnya pula dengan mengucapkan tasbih (subhaanallaah) yang merupakan penyucian Allah dari segala yang tidak layak bagi-Nya maka akan penuhlah kebaikannya sebagai tambahan atasnya sebanyak antara langit dan bumi. Disebutkannya kata “langit dan bumi” di sini adalah sesuai dengan kebiasaan orang-orang Arab untuk menunjukkan sangat banyak. Maksudnya adalah bahwa pahalanya sangat banyak sekali, sehingga kalau digambarkan akan memenuhi antara langit dan bumi,
Diriwayatkan bahwa tasbih (kalimat subhanallah) pahalanya adalah separuh neraca amal (mizan), dan kalimat hamdalah (alhamdulillah) memenuhinya. Dan kalimat Laa Ilaaha Illallaah tidak ada hijab baginya dengan Allah hingga ia sampai kepada Allah, yakni tidak ada penghalang yang menghalangi pengabulannya.
(Wash shalaatu nuurun) yakni, memiliki cahaya, atau bersinar, atau zat salat itu sendiri adalah cahaya, dan ia menerangi wajah orang yang mengerjakannya, sebagaimana bisa disaksikan di dunia, Dalam salah satu hadis disebutkan, bahwa barangsiapa salat di malam hari, wajahnya akan menjadi bagus di siang hari.
Abud Dada berkata: “Kerjakanlah salat dua rakaat di kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan untuk menerangi kalbu dengan cahaya makrifat dan tersingkapnya segala hakikat. Hendaklah dalam salat itu, hati dikosongkan dari semua yang menyibukkannya, berpaling dari segala sesuatu yang akan menyelewengkannya, dan menghadap Allah dengan sepenuh jiwa, sehingga akan memberikan kepadanya penyaksian-Nya, kedekatan-Nya dan kecintaan-Nya.” Karena itulah Rasulullah bersabda, yang artinya: Dan dijadikan kesenanganku itu di dalam salat.” Dan diriwayatkan juga: Sesungguhnya orang lapar bisa kenyang dan orang haus bisa hilang hausnya, namun aku tidak pernah kenyang dari cinta salat.
Dan salat itu menyenangkan hati dan melenyapkan kegundahannya. Karena itulah, dalam salah satu hadis disebutkan, Rasulullah bersabda kepada Bilal: “Ya Bilal, kumandangkanlah iqamat untuk salat dan senangkanlah hati kami dengannya..”
Rasulullah pernah membicarakan tentang salat, Beliau bersabda, yang artinya: Barangsiapa memeliharanya maka baginya cahaya, bukti dan keselamatan di hari kiamat kelak. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka tidak ada baginya cahaya, bukti dan keselamatan. Dan kelak pada hari kiamat ia akan bersama-sama dengan Firaun, Haamaan, Oarun dan Ubai bin Khalaf. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Adapun sebab empat orang itu saja yang khusus disebutkan dalam hadis ini, karena keempatnya adalah tokoh-tokoh kaum kuffar. Orang yang meninggalkan salat karena perniagaannya maka ia akan bersamasama dengan Ubai bin Khalaf. Orang yang meninggalkan salat karena kekuasaannya maka ia akan bersama-sama dengan Firaun. Orang yang meninggalkan salat karena hartanya maka ia akan bersama-sama dengan Oarun. Dan orang yang meninggalkan salat karena politik, maka ia akan bersama-sama dengan Haamaan.
Abul Laits Assamarkandi berkata: “Seorang laki-laki pada zaman dahulu berkata kepada Iblis, “Aku ingin seperti engkau.’ Iblis menjawab, “Tinggalkan salat dan jangan bersumpah benar.”
HIKAYAT:
Alkisah, pada suatu ketika Nabi Isa pernah melewati sebuah negeri yang subur makmur, sungai-sungainya mengalirkan air yang jernih, dan pepohonannya tumbuh subur dan rimbun. Penduduknya ramah tamah, mereka sangat menghormati Beliau. Nabi Isa merasa kagum kepada ketaatan mereka.
Setelah lewat tiga tahun, Nabi Isa kembali melewati negeri tersebut, dilihatnya pepohonannya gundul, sungai-sungainya kering, dan bangunannya banyak yang roboh. Nabi Isa menjadi heran. Kemudian Allah mewahyukan kepada Beliau: “Seorang laki-laki yang meninggalkan salat pernah melewati negeri ini, lalu ia membasuh wajahnya dengan air sumber di situ, maka bekas basuhannya itulah yang menyebabkan air sungai menjadi kering dan pepohonannya menjadi gundul, dan negeri itu pun akhirnya menjadi sunyi tanpa penghuni. Wahai Isa, sebagaimana meninggalkan salat itu menjadi sebab robohnya agama, maka ia juga menjadi sebab hancurnya dunia..”
HIKAYAT LAIN:
Alkisah, seorang pembesar menumpang sebuah kapal. Di tengahtengah laut dilihatnya ikan-ikan saling serang, satu dengan yang lain saling memangsa. Orang itu menyangka bahwa di laut itu sedang terjadi paceklik. Maka terdengar olehnya suara gaib yang mengatakan: “Seorang laki-laki yang meninggalkan salat pernah minum dari air laut itu, ketika dirasanya air itu asin maka dimuntahkannya kembali. Dengan sebab mulutnya yang najis itulah maka terjadi paceklik di laut tersebut.”
Attabrani meriwayatkan hadis, bahwa Nabi bersabda, yang artinya:
Barangsiapa melaksanakan salat lima waktu dengan berjamaah, maka dia akan melintasi sirat laksana kilat yang bercahaya, dalam barisan orang-orang terdahulu. Dan dia akan datang pada hari kiamat dengan wajah cemerlang laksana bulan purnama.
Dan salat itu mencegah perbuatan maksiat dan menghalangi perbuatan keji dan munkar, sebagaimana firman Allah,
Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. (QS. 29: 45)
Berkaitan dengan ayat ini, Atstsa”labi meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Anas , bahwa ada seorang laki-laki selalu ikut salat berjamaah bersama Nabi , tetapi semua perbuatan maksiat masih tetap dilakukannya. Ketika hal itu diberitahukan orang kepada Nabi , Beliau berkata: Suatu hari kelak, salatnya itu akan mencegahnya dari perbuatanperbuatan maksiat tersebut.” Ternyata tak lama setelah itu, orang tersebut bertobat dan menjadi baik keadaannya. Maka Rasulullah lalu berkata: “Bukankah sudah aku katakan bahwa salatnya itu suatu hari kelak akan mencegahnya.”
(Wash shadagatu burhaanun) yakni, zakat, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Ibnu Hibban. Dan boleh juga dianggap umum, sehingga mencakup semua perbuatan tagarrub dengan harta, baik yang wajib maupun yang sunnah
Dalam salah satu hadis disebutkan: Orang yang tidak mau mengeluarkan zakat akan masuk ke dalam neraka.
HIKAYAT:
Pada masa Ibnu Abbas dahulu, ada seorang laki-laki yang kaya raya. Ketika ia mati, digalilah kuburan untuk menguburkannya. Ketika akan mayat orang itu akan dimasukkan ke liang kubur, di dalamnya ada ular yang sangat besar. Maka orang-orang pun lalu memberitahukan hal itu kepada Ibnu Abbas, beliau menyarankan agar menggali lobang lain. Ketika mereka sudah menggali di tempat lain, ternyata di dalamnya juga ada ular, sampai-sampai mereka menggali tujuh kali di tempat yang berbeda-beda, tetap saja ada ularnya. Maka Ibnu Abbas lalu menanyakan kepada keluarganya tentang keadaan orang itu semasa hidupnya, beliau mendapat jawaban, bahwa orang itu dahulu tidak suka mengeluarkan zakat. Akhirnya terpaksalah ia dikuburkan bersama ular tersebut.
HIKAYAT LAIN:
Alkisah, ada seorang laki-laki menitipkan uang sebanyak dua ratus dinar kepada laki-laki lain. Kemudian orang yang menitipkan itu meninggal dunia. Kemudian datang anaknya kepada orang yang dititipi itu meminta uangnya. Si anak menuntut uang itu jumlahnya lebih dari itu hingga akhirnya perkara itu masuk ke pengadilan. Kemudian hakim menyuruh membongkar kembali kuburan si mayit, maka dibongkarlah kuburan itu maka mereka temukan pada si mayit itu cap dari api sebanyak jumlah uang titipan tersebut.. Hakim itu lalu berkata: “Cap ini jumlahnya sebanyak jumlah uang titipan itu, kalau seandainya titipan itu lebih tentu capnya pun akan lebih.”
Adapun mengenai sedekah sunnah, maka banyak sekali riwayatriwayat yang menyebutkan tentang keutamaannya itu. Di antaranya adalah:
“Allah akan menyingkirkan azab dari suatu umat dengan sebab sedekah yang diberikan oleh seorang lelaki di antara mereka.”
“Sesungguhnya seseorang hamba yang bersedekah dengan sepotong roti akan berkembang pahalanya di sisi Allah hingga menjadi sebesar gunung Uhud.”
“Sesungguhnya sedekah rahasia itu akan memadamkan kemurkaan Tuhan.”
HIKAYAT:
Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki abid. Dia telah beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun dan tidak pernah melakukan dosa apa pun. Pada suatu malam, ketika ia sedang berada di tempat ibadatnya, datang seorang wanita yang cantik minta untuk diizinkan tinggal bersamanya. Malam itu udara mendung. Namun abid itu tidak mempedulikan keberadaan wanita itu, ia meneruskan ibadatnya. Maka wanita itu pun pergi meninggalkan tempat tersebut.
Si abid melihat kepergian wanita itu, maka tiba-tiba muncul rasa tertariknya kepada si wanita, lalu ditinggalkannya ibadatnya dan disusulnya wanita itu. Lalu ia bertanya: “Anda mau ke mana?”
“Ke mana saja kakiku akan membawaku,” jawab si wanita. “Ayo ikut bersamaku saja,” kata si abid mengajak wanita itu.
Kemudian dipegangnya tangan wanita itu lalu dibawanya masuk ke rumahnya. Maka wanita itu pun tinggal bersamanya di rumah tersebut. Sudah tujuh hari berlalu, ketika tiba-tiba si abid teringat akan ibadatnya selama ini. Mengapa ia sampai hati mengorbankan ibadat selama tujuh puluh tahun dengan maksiat selama tujuh hari. Maka ia pun menangis menyesali dosa-dosanya hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Ketika ia sadar kembali, wanita itu berkata kepadanya: “Tuan, demi Allah, saya tidak pernah melakukan maksiat kepada Allah dengan selainmu. Saya lihat di wajahmu ada tanda-tanda orang baik. Saya minta dengan nama Allah kepadamu, jika Allah menerima tobatmu maka ingatlah akan diri saya.”
Kemudian orang itu pergi meninggalkan rumahnya tanpa tentu arah tujuannya. Pada suatu malam, ia tiba di sebuah rumah tua yang di dalamnya ada sepuluh orang buta. Setiap malam, orang-orang buta itu mendapat kiriman roti dari seorang rahib yang tinggal tak jauh dari situ. Malam itu pun, sebagaimana biasa, si rahib menyuruh pelayannya untuk mengantarkan sepuluh potong roti ke rumah tua itu. Si abid mengulurkan tangannya mengambil sepotong roti. Maka tinggal seorang buta tidak kebagian roti. Orang buta itu lalu berkata: “Mana rotiku?” Si pelayan menjawab: “Sudah saya letakkan sepuluh potong di situ.” Si buta lalu berkata: “Terpaksa malam ini saya menahan lapar.”
Mendengar perkataan si buta itu, si abid menangis, kemudian diserahkannya roti itu kepada si buta seraya berkata dalam hatinya: “Saya lebih pantas kelaparan, karena saya seorang yang durhaka, sedangkan orang ini taat.” Kemudian ia pun tertidur dalam keadaan kelaparan. Karena ditimpa lapar yang sangat maka akhirnya ia pun meninggal dunia.
Setelah ia meninggal dunia, malaikat rahmat dan malaikat azab bertengkar memperebutkannya. Malaikat rahmat beralasan bahwa, orang ini lari dari dosanya dan datang sebagai orang yang taat. Sedangkan malaikat azab beralasan bahwa, dia adalah orang yang durhaka. Maka Allah lalu mewahyukan kepada keduanya, coba kalian timbang ibadat orang itu selama tujuh puluh tahun dengan dosanya selama tujuh hari, mana yang lebih berat! Ketika ditimbang, ternyata dosa maksiatnya selama tujuh hari itu lebih berat daripada ibadatnya selama tujuh puluh tahun. Kemudian Allah mewahyukan lagi kepada keduanya, sekarang coba kalian timbang antara dosanya selama tujuh hari itu dengan sepotong roti yang diberikannya kepada orang buta sedang ia sendiri rela menahan lapar. Ketika ditimbang, ternyata pahala sepotong roti itu lebih berat dibandingkan dengan dosanya selama tujuh hari itu. Maka ia pun dibawa oleh malaikat rahmat dan Allah pun menerima tobatnya.
(Wash shabru dhiyaa-un) yakni, sabar dalam menahan beratnya ibadat dan sakitnya musibah serta menahan diri dari apa-apa yang dilarang dan lezatnya hawa nafsu. Sabar yang paling utama adalah sabar yang terakhir. Ibnu Abid dunyaa meriwayatkan sebuah khabar, artinya: Sesungguhnya sabar atas musibah itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak tiga ratus derajat. Sabar atas perbuatan taat itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak enam ratus derajat. Dan sabar menahan diri dari perbuatan maksiat itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak sembian ratus derajat.
Nabi Musa berkata: “Ya Rabb, tempat mana di surga yang paling Engkau cintai?” Jawab: “Hazhiratul qudsi.” Musa bertanya: “Siapa yang akan mendiaminya?” Jawab: “Orang-orang yang ditimpa musibah.” Nabi Musa bertanya: “Siapakah mereka Ya Rabb?” Jawab: “Ialah mereka yang bila Aku uji mereka bersabar, dan jika Aku beri nikmat, mereka bersyukur, dan jika Aku timpakan musibah kepada mereka, mereka mengucapkan innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”
(Wal ur-aan) yakni, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sallalaahu alaihi wasallam.
(Hujjatun laka) yakni, di tempat-tempat yang Alguran itu ditanyakan kepada mereka, seperti di dalam kubur, di mizan dan di atas sirat, Alguran itu akan menjadi bukti yang menolong Anda jika Anda dahulu mengikuti segala perintahnya, mengambil petunjuk dengan cahayanya, dan berhias dengan akhlaknya yang mulia.
(Au) yakni, bukti tersebut.
(Alaika) yakni, di tempat-tempat yang telah disebutkan tadi, Alguran itu akan menjadi lawanmu, jika Anda berpaling dari melaksanakan kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya. Salah seorang salaf mengatakan: “Tidaklah sescorang duduk bersama Alguran lalu berdiri, maka boleh jadi ia beruntung dan boleh jadi pula ia merugi. Kemudian ia membacakan firman Allah ,
Dan Kami turunkan dari Alguran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alguran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang salim selain kerugian. (QS. 17:82)
(Kullun naasi yaghduu) yakni, berusaha memperoleh keinginannya, bergegas dalam mencari guna menghasilkan keinginannya.
(Fabaa-i’u nafsahu) yakni, menjual dirinya kepada Allah dengan mencurahkan segenap tenaganya guna membebaskan dirinya dari kemurkaan Allah dan pedihnya siksaan-Nya, sambil menghadapkan dirinya sepenuh hati kepada akhirat dan amal-amalnya, dengan berpaling dari gemerlapan dunia, beribadat dengan adab syara”, baik dalam perbuatan maupun perkataan, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
(Famu’tiquhaa) yakni, membebaskannya dari perbudakan dosa dan pelanggaran, serta dari kemurkaan Allah dan sakitnya hukumanNya.
(Au muubiquhaa) yakni, atau menjual dirinya dengan mencurahkan segenap tenaganya kepada hal-hal yang merusaknya. Dalam hal ini berarti ia membinasakannya atau menjerumuskannya ke dalam azab.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini, akan kami kemukakan tiga faedah.
Pertama, diriwayatakan oleh Attabrani dan Alkharaiti: Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi subhaanallaahi wa bihamdihi seribu kali, maka dia telah membeli dirinya dari Allah. Dan di akhir harinya, dia terbebas dari api neraka.
Kedua, diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Barangsiapa setiap pagi mengucapkan: Allaahumma innii ashbahtu usyhiduka wa usyhidu hamalata ‘arsyika wa malaaikatika wa jamii’I kholqika biannaka antallaahu laa ilaaha illaa anta wahdaka laa syariika lahu, wa anna muhammadan ‘abduka wa rasuuluka 4 kali, maka Allah akan membebaskannya pada hari itu dari api neraka.
Adapun hikmat diulangnya bacaan itu sampai empat kali, menurut salah satu gaul adalah karena dia telah memberikan kesaksiannya kepada Allah, pemanggul Arsy, para malaikat dan seluruh makhluk, maka Allah membebaskannya dengan setiap saksi dari masing-masing kesaksian yang empat tadi. Juga, karena seseorang menjadi halal darahnya dengan kesaksian empat orang dalam zina, maka darahnya pun menjadi terpelihara dari api neraka apabila ada empat saksi atas keimanannya.
Sebagian ulama mengatakan: “Dengan diulang-ulangnya kalimat ini sebanyak empat kali, maka jumlah hurufnya menjadi 360 huruf, sedangkan manusia terdiri dari 360 organ, maka Allah membebaskan dari setiap huruf tadi untuk satu organ tubuhnya.”
Ketiga, para pemuka sufi menyatakan bahwa barangsiapa mengucapkan Laa ilaaha illallaah sebanyak 70 ribu kali, maka Allah akan membebaskan dirinya dan diri orang yang dibacakannya untuknya dari api neraka.
HIKAYAT:
Alkisah, ada seorang pemuda yang salih, yang termasuk golongan ahli kasyaf (mampu menembus alam gaib dengan mata batinnya). Suatu hari ibunya meninggal dunia, maka menjerit lah pemuda itu sambil menangis meraung-raung dan akhirnya jatuh pingsan. Ketika ia sadar kembali, maka ditanyakanlah kepadanya scbab ia berbuat demikian itu. Pemuda itu menjawab, ia melihat ibunya masuk ke dalam neraka. Pada saat itu hadir seorang tokoh habaib, beliau dahulu sudah pernah membaca tahlil 70 ribu kali itu yang disiapkannya buat dirinya. Ketika ia mendengar jawaban pemuda tersebut, maka berkatalah habaib tadi dalam hatinya: “Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku telah membaca tahlil 70 kali yang aku simpan buat diriku. Dan sekarang aku persaksikan kepada-Mu, bahwa aku telah menebus diri ibu pemuda ini dari api neraka.” Baru saja habaib itu menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pemuda itu tampak tersenyum dan bergembira sambil berkata: “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan ibuku telah keluar dari api neraka dan diperintahkan masuk ke dalam surga.” Habaib tadi mengatakan: “Kejadian ini memberika dua faedah sekaligus, pertama kebenaran berita tentang keutamaan tahlil 70 ribu kali untuk menebus diri seseorang dari api neraka itu, dan kedua, kebenaran berita tentang kasyafnya pemuda tersebut.”
Dari sahabat Abu Dzarr Alghaffaari dari Nabi menurut yang diriwayatkan Beliau dari Tuhannya : Sesungguhnya Allah telah berfirman:
Artinya:
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan atas diriKu (perlakuan) salim dan Aku jadikan hal itu sebagai sesuatu yang haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-Ku, sesungsuhnya kamu semua sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, pasti kamu Aku beri petunjuk. Wahai hamba-Ku! Kamu semua lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka mintalah makan kepada-ku, pasti Aku akan memberimu makan. Wahai hamba-Ku!kamu semua telanjang kecuali orang yang telah Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, pasti Aku akan memberimu pakaian. Wahai hamba-Ku!kamu semua melakukan kesalahan di sepanjang malam dan siang hari, sedangkan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kumu tiduk akan sampai memberi mudarrat kepada-Ku dan tiduk akun sumpai memberi manfaat kepada-Ku. Wahai humba-Ku! Seanduinya orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kamu, buik dari golongan manusia maupun jin, memiliki ketakwaan seperti takwanya orang yang paling takwa di antara kamu, maka itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun. Wahai hamba-Ku! Seandainya orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, baik dari golongan manusia maupun jin, memiliki hati yang jahat seperti jahatnya hati orang yang paling jahat di antara kamu, maka itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikit pun. Nahai hamba-Ku! Seandainya orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kamu, baik dari golongan manusia maupun jin, semuanya berkumpul di sebuah tanah lapang yang luas, lalu mereka meminta kepada-Ku, kemudian Aku berikan kepada masing-masing mereka akan permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali sebagaimana sebatang jarum yang dimasukkan ke dalam lautan. Wahai hamba-Ku! Sesungsuhnya itu hanyalah amalmu, yang Aku catat bagimu, kemudian Aku membalasnya. Barangsiapa mendapati kebaikan, maka hendaklah ia memuji kepada Allah, dan barangsiapa mendapati selain itu, maka janganlah ia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat ketaatan kepada-Nya, bahwa hadis ini termasuk hadis Oudsi, merupakan hadis agung ketuhanan. Isinya mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pokok-pokok agama dan cabangcabangnya, adab-adabnya dan rahasia-rahasia kalbu. Imam Nawawi di dalam kitab Adzkar-nya menyebutkan bahwa, perawi hadis ini, yaitu Abu Dzarr, kalau meriwayatkan hadis ini, dia berlutut di atas kedua lututnya sebagai penghormatan dan pengagungan kepadanya.
(Yaa’ibaadii) kata jamak dari abdun, meliputi orang merdeka dan hamba sahaya, baik laki-laki maupun wanita secara umum.
(Innii harramtuzh zhulma) zalim ialah meletakkan Sesuatu bukan pada tempatnya.
(Alaa nafsii) hal ini mustahil pada hak Allah sebagaimana firman-Nya,
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang pun walaupun hanya sebesar atom. (QS. 4: 40)
(Wa jaaltuhu baikum muharraman) dan Aku tetapkan haramnya perbuatan aniaya itu atas kalian. Dan puncak perbuatan aniaya itu adalah syirik, sebagaimana firman Allah :
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. 31: 13)
(Yaa ibaadii, kullukum dhallun) yakni, lupa akan syariat sebelum diutusnya para rasul.
(Illaa man hadaituhu) yakni, orang yang Aku beri petunjuk untuk beriman kepada apa yang dibawa oleh para rasul.
(Fastahduunii) yakni, mintalah petunjuk dari-Ku, maksudnya petunjuk kepada jalan kebenaran dan yang menyampaikan kepadanya, dengan meyakini bahwa itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan kemurahan-Ku dan atas perintah-Ku.
(Ahdikum) yakni, Aku berikan petunjuk itu buat kalian dengan jelas. Adapun hikmat Allah menyuruh kita supaya minta petunjuk kepada-Nya itu adalah sebagai penampakan kebutuhan dan ketundukan, serta untuk memberitahukan bahwa kalau Dia memberi petunjuk kepada kita sebelum kita pinta, dikuatirkan Anda akan menyangka bahwa petunjuk itu Anda dapatkan dengan ilmu Anda, sehingga Anda akan sesat. Jika kita minta petunjuk itu kepada-Nya, maka kita telah mengakui atas diri kita dengan “ubudiyah (penghambaan) dan terhadap Tuhan dengan rububiyah (penuhanan). Ini merupakan magam yang mulia, yang hanya diketahui oleh orang-orang yang arif.
(Yaa ‘ibaadii, kullukum jaa-i-‘un illaaa man ath’amtuhu) ini adalah karena manusia itu semuanya hamba yang pada hakikatnya tidak memiliki apa-apa. Perbendaharaan rezeki itu hanya berada dalam kekuasaan Allah semata. Jika Allah tidak memberi makan dari kemurahan-Nya kepada seseorang maka ia akan tetap tinggal lapar. Karena memberi makan kepada hamba itu bukan merupakan kewajiban atas Allah.
(Fastath’imuunii uth’imukum) yakni, mintalah makanan kepada-Ku, dan jangan tertipu oleh orang yang banyak harta, karena itu bukan diperoleh dengan upaya dan kekuatannya sendiri, namun berkat anugerah dan kemurahan Allah semata. Maka ia tidak boleh lupa memohon kepada Allah agar nikmat itu tetap berada padanya dan tidak lari darinya, maka ia tidak akan kembali lagi kepadanya.
Adapun firman Allah: “Maka Aku akan memberi kamu makan” maksudnya adalah memudahkan sebab-sebab untuk mendapatkannya. Karena seluruh alam ini, baik benda mati maupun benda hidup semuanya tunduk dan patuh kepada perintah Allah , Allah-lah yang menundukkan awan bergerak ke beberapa tempat, dan menundukkan hati manusia supaya memberikan sesuatu kepada si fulan, dan menjadikan si A butuh kepada si B. Dan ini juga merupakan pelajaran bagi orang-orang miskin, seolah-olah Allah berfirman kepada mereka: “Kalian jangan meminta makan kepada selain-Ku, karena Akulah yang memberi makan kepada Orang yang kalian pintai itu, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya akan Aku beri kamu makan.”
Orang yang berakal ialah orang yang berserah diri kepada Allah. Apabila seseorang hamba telah merasa cukup dengan Tuhannya, maka setiap kali dia meminta, maka Allah akan memberinya.
HIKAYAT:
Alkisah, Ashmu’i berkata: “Ketika saya sedang melakukan tawaf di Kakbah, tiba-tiba datang seorang Baduwi, lalu berhenti di pintu Kakbah, seraya berkata: “Ya Rabb, Ya Rabb, Ya Rabb, aku lapar, sebagaimana yang Engkau lihat, untaku lapar sebagaimana yang Engkau lihat, puteriku telanjang sebagaimana yang Engkau lihat, istriku butuh sebagaimana yang Engkau lihat, maka apa yang Engkau lihat di dalam apa yang Engkau lihat, Oh Tuhan yang melihat dan Dia tidak dilihat!”” Ashmw’i melanjutkan: “Kemudian saya mengambil beberapa keping uang dinar yang saya punya, lalu saya berkata kepada orang itu: “Tuan, ambillah ini dan gunakanlah untuk menutupi kemiskinanmu!”” Ashmu’i berkata: “Orang itu melemparkan uang tersebut seraya berkata: “Yang aku pintai itu lebih pemurah daripadamu.’”
Ashmu’i berkata: “Baru saja orang itu selesai berkata, tiba-tiba terdengar suara gaib mengatakan, “Hai fulan, temuilah pamanmu, baru saja dia meninggal, dan meninggalkan empat ratus ekor unta, empat ratus ekor sapi, dan empat ratus kilo emas. Pergilah menemuinya dan ambillah hartanya itu, karena engkau adalah pewaris tunggalnya.”
HIKAYAT LAIN:
Alkisah, seorang sufi menceritakan, bahwa dia pernah mengalami lapar yang sangat, lalu dia memohon kepada Allah dengan sungguhsungguh, lalu terdengar suara gaib mengatakan, “ Engkau mau makanan atau perak?” Orang itu menjawab: “Aku mau perak!” Sekonyong-konyong jatuh di dekatnya sekantong uang berisi empat ribu dirham uang perak.
Catatan:
Seyogianya orang yang berdoa memperhatikan waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa, di antaranya adalah: ketika dikumandangkan azan dan iqamat, pada sepertiga malam terakhir, malam Jumat, waktu sahur, dua malam hari raya, malam nisfu Syakban, permulaan malam bulan Rajab, pada saat memandangan ke Kakbah, dan pada waktu turun hujan.
(Yaa ibaadii kullukum ‘aarrin illaa man kasautuhu fastaksuunii aksukum) mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, karena Dia tidak menjanjikan dengan permintaan itu kecuali untuk memberikannya. Dalam semuanya ini ada peringatan, berupa kebutuhan seluruh makhluk kepada-Nya, dan ketidakmampuan mereka untuk mencari apa yang bermanfaat buat mereka dan menolak apa yang memberi bencana kepada mereka kecuali orang yang dimudahkan Allah untuk hal-hal tersebut.
(Yaa “ibaadii innakum tukhthi-uuna bil laili wan nahaari, wa ana aghfirudz dzunuuba jamii’an) yakni, selain dosa syirik dan apa-apa yang tidak dikehendaki Allah pengampunannya.
(fastaghfiruunii aghfiru lakum) Nabi bersabda, yang artinya: Seanduinya kamu tidak melakukan dosa dan tidak memohon ampun, niscaya Allah akan menggantikan kamu dengan suatu kaum yang melakukan dosa dan mereka minta ampun, lalu Dia mengampuni mereka.
(Yaa’ibaadii innakum lan tablughuu dhurrii fatadhurruunii walan tablughuu naf’ii fatanfa’uunii) ini adalah karena telah dibuktikan secara ijmak bahwa Allah itu Mahasuci tagi Mahakaya dengan Zat-Nya, tidak mungkin dikenai mudarrat atau manfaat.
(Yaa “ibaadii, lau anna awwalakum wa aakhirakum wa insakum wa jannakum ‘alaa atqoo qolbi rajulin waahidin minum maa zaada dzaalika fi mulkii syai-an) Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat bahwa kerajaan Allah itu dalam keadaan sangat sempurna, sehingga tidak akan bertambah dengan adanya ketaatan seluruh makhluk dan tidak akan berkurang dengan kemaksiatan mereka. Karena Allah bersifat Mahakaya secara mutlak baik dalam zat-Nya, perbuatan-Nya, dan sifatsifat-Nya.
(Yaa ‘ibaadii, lau anna awwalakum wa aakhirakum wa insakum wa jinnakum gaamuu fii sha’iidin waahidin) yakni, di suatu tanah lapang yang sangat luas.
(Fa sa-aluunii fa a’thaitu kulla waahidin mas-alatahu maa nagasha dzaalika mimmaa ‘indii illaa kamaa yangushul mikhyathu) yakni, jarum.
(idzaa udkhilal bahra) yakni, dalam pandangan mata, air lautan itu tidak berkurang sama sekali.
(Yaa ‘ibaadii innamaa hiya a’maalukum uhshiiyahaa lakum tsumma uwafhyakum iyyaahaa) yakni, Aku catatkan bagimu dengan ilmu-Ku dan kedua malaikat hafazah. Dijadikan-Nya kedua malaikat ini bersama Dia bukan karena kekuranganmampuan-Nya untuk memerinci, tetapi agar keduanya itu menjadi saksi di antara makhluk dan Khalig. Dan juga ditambahkan kesaksian organ-organ tubuh di samping kesaksian malaikat tadi, supaya bertambah adil.
(Faman wajada khairan) yakni, pahala dan kenikmatan.
(Falyahmadillaaha) atas taufik-Nya, karena telah memberikan ganjaran dan pahala kepadanya. Atturmidzi mengemukakan sebuah hadis, yang artinya: Tidaklah seseorang manusia meninggal dunia kecuali ia menyesal. Jika ia orang baik, maka ia menyesal mengapa dahulu tidak menambah amalnya. Dan jika ia orang jahat, ia menyesal mengapa ja dahulu tidak bertobat.
(Waman wajada ghairo dzaalika) yakni, buruk. Kata buruk ini tidak disebutkan secara terang-terangan dalam hadis ini adalah uantuk mengajarkan kepada kita bagaimana sopan santun dalam berbicara, yaitu dengan menggunakan kata-kata perumpamaan dalam menyatakan hal-hal yang akan menyakitkan hati, atau yang dianggap buruk, atau malu untuk menyebutkannya.
(Falaa yaluumanna illaa nafsahu) yakni, karena dia lebih memilih untuk menurutkan hawa nafsu dan kesenangannya daripada keridaan Tuhan dan Pemberi rezekinya, mengingkari nikmat-nikmatNya dan tidak patuh kepada hukum-hukum-Nya, maka sudah selayaknya Allah memperlakukannya dengan menampakkan keadilan-Nya dan mengharamkannya dari kemurahan-Nya.
PENUTUP
Hadis di atas diriwayatkan pula dengan sedikit tambahan pada redaksinya, yaitu yang dikeluarkan oleh Atturmidzi dari sahabat Abu Dzarr & , bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya: Allah berfirman: Wahai hamba-Ku, kamu semua adalah orang yang sesat kecuali orang yang sudah Aku beri petunjuk, maka mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri kamu petunjuk. Kamu semua adalah orang miskin kecuali orang yang telah Aku beri kekayaan, maka mohonlah kepada-Ku niscaya Aku beri kamu reseki. Kamu semua berdosa kecuali orang yang Aku afiatkan, maka jika seseorang di antara kamu mengetahui bahwa Aku berkuasa memberi ampunan, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuninya dan Aku tidak perduli (akan dosadosanya). Seandainya orang-orang yang terdahulu di antara kamu dan orang-orang yang kemudian, yang hidup dan yang mati, yang basuh dan yang kering, semuanya berkumpul menjadi orang yang bertakwa Seperti takwanya orang yang paling bertakwa di antara hambahamba-Ku, maka itu tidak akan menambah dalam kerajaan-Ku senilai Sayap nyamuk pun. Dan seandainya orang-orang yang terdahulu dan kemudian, yang hidup maupun yang mati, yang basah maupun yang kering, semuanya berkumpul menjudi orang yang celuka seperti celakanya orang yang paling celaka di antara hamba-hamba-Ku, maka itu tidak akan mengurangi dari kerajaan-Ku senilai sayap nyamuk pun. Seandainya orang-orang terdahulu di antara kamu dan orang-orang kemudian, yang hidup maupun yang mati, yang basah maupun yang kering, semuanya berkumpul menjadi satu di suatu tanah lapang yang luas, kemudian masing-masing dari mereka meminta kepada-Ku apa saja yang bisa dibayangkan oleh angan-angannya, lalu setiap orang dari kamu, Aku beri permintaannya, maka itu tidak mengurangi sama sekali dari kerajaan-Ku kecuali seperti seseorang yang lewati di tepi lautan lalu mencelupkan sebuah jarum ke dalamnya kemudian diangkatnya kembali. Karena Aku adalah Maha Pemurah, Maha Mendapatkan apa yang Aku kehendaki, dan Mahaagung dengan kesucian.Aku melakukan apa yang Aku kehendaki. Pemberian-Ku cukup dengan ucapan, azabKu pun cukup dengan ucapan. Sesungguhnya keadaan-Ku apabila Aku menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah,” maka terjadilah ia. Wallaahu a’lam,
Dari sahabat Abu Dzarr. Juga :
Artinya:
Sesungguhnya beberapa orang sahabat Rasulullah berkata kepada Nabi : “Ya Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala. Mereka mengerjakan salat sebagaimana kami salat, berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi menjawab: “Bukankah Tuhan telah menjadikan bagimu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih itu adalah sedekah, tiap-tiap tahmid itu adalah sedekah, dan tiap-tiap tahlil itu adalah sedekah. Dan menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, melarang daripada kemunkaran adalah sedekah, bahkan hubungan intim seseorang dengan istrinya pun adalah sedekah.”Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apakah jika seseorang mengikuti syahwwatnya, ia mendapat pahala karenanya?” Rasulullah menjawab: “Tahukah kamu jika ia menumpahkan syahwatnya itu pada yang haram, bukankah ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia menumpahkan syahwatnya itu pada yang halal, maka ia memperoleh pahala.”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung yang isinya meliputi pokok-pokok agama islam.
(dzahaba ahlud dutsuuri) yakni, orang yang memiliki harta yang banyak.
(Bil ujuuri) yakni, pahala yang banyak, ‘hal itu karena mereka….
(Yushalluuna kama nushalli, wa yashuumuuna kama nashuumu, wa yatashaddaquuna bifudhuuli amwaalihim) yakni, dengan kelebihan harta mereka. Dikaitkannya sedekah dengan kelebihan harta ini adalah karena sedekah yang bukan dari kelebihan hukumnya makruh atau haram. Perkataan mereka ini bukan didasari oleh sifat iri hati, tetapi adalah karena keinginan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab mereka sangat kuat keinginannya untuk melakukan amal-amal yang salih. Dan seperti ini pulalah yang dipahami oleh Nabi dari mereka.
(Qaala) Beliau menjawab sekaligus untuk menentramkan hati mereka.
(Awalaisa) yakni, apakah kamu mengatakan itu, atau janganlah kamu mengatakan itu, karena…
(Qad ja’alallaahu)
(Lakum maa tashaddaguun) yakni, tatashaddaquun.
(inna bikulli tasbiihatin) yakni, kalimat subhaanallaahi.
(Shadaqatun, wa kulli takbiiratin) yakni, kalimat Allaahu akbar.
(Shadaqatun, wa kulli tahliilatin) yakni, kalimat laa ilaaha illallaah.
(Shadaqatun, wa amrin bil ma’ruufi) kata ini (al ma’ruufi) dimakrifatkan adalah sebagai isyarat akan ketetapannya dan kepastiannya, dan bahwa al ma’ruuf itu adalah perbuatan yang biasa dan berlaku.
, (Shadaqatun, wa nahyin an munkarin) kata ini (munkarin) dinakirahkan adalah sebagai isyarat bahwa perbuatan tersebut tidak dikenal dan jiwa tidak terbiasa padanya.
(Shadaqatun) amar makruf dan nahin munkar ini dianggap sedekah apabila disertai dengan syarat-syarat bahwa, perbuatan tersebut telah di-ijmak-kan mengenai wajibnya atau haramnya, dan mengetahui keadaan si pelaku yang meyakini hal itu (wajib dan haramnya) ketika ia melakukan perbuatan tersebut, mampu menghilangkannya baik dengan tangan maupun lisannya, dan tidak dikuatirkan akan timbul kerusakan yang lebih parah.
Ulama berkata: “Tidak disyaratkan bagi orang yang beramar makruf nahi munkar itu untuk melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya, namun ia harus tetap melaksanakan amar makruf dan nahi munkar itu atas dirinya. Apabila salah satunya ada yang dilanggar, maka yang satunya tidaklah menjadi gugur karenanya. Dan tidak pula disyaratkan dalam melakukan amar makruf itu harus orang yang bersikap adil. Bahkan seorang pemabuk harus mengingkari perbuatan temannya pemabuk yang lain.”
Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang amar makruf nahi munkar ini sangat banyak sekali jumlahnya, di antaranya adalah:
Dari Huzaifah katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Demi Tuhan Yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh kepada kebajikan dan melarang daripada kemunkaran, kalau tidak maka Allah pasti akan mengirim kepadamu suatu hukuman, kemudian kamu berdoa namun doamu tidak dikabulkan. Diriwayatkan oleh Imam Atturmidzi.
Dan dari Abdullah bin Umar , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Wahai saudara-saudara, suruhlah kebaikan dan laranglah kemunkaran, sebelum kamu berdoa kepada Allah lalu doamu tidak diperkenankan-Nya, dan sebelum kamu minta ampun kepada-Nya lalu Dia tidak mengampunimu. Sesungguhnya amar makruf dan nahi munkar itu tidak akan menghambat reseki dan tidak pula akan mempercepat ajal. Dan sesungguhnya ketika para pendeta Yahudi dan Nasrani meninggalkan amar makruf nahi munkar, Allah mengutuk mereka melalui lisan nabi-nabi mereka, lalu meratalah bencana atas mereka. Diriwayatkan oleh Imam Al Ashbihaani.
Dan dari sahabat Abu Dzarr , katanya: “Sahabatku Rasulullah telah mewasiatkan kepadaku beberapa perangai yang baik, Beliau mewasiatkan supaya aku tidak takut celaan orang dalam urusan agama Allah, dan mewasiatkan supaya aku mengatakan kebenaran sekalipun pahit.” Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.
(Wa fii budh’i) yakni, jimak.
(Ahadikum shadaqatun) yakni, jika disertai niat yang baik, seperti untuk menjaga dirinya dan istrinya dari memandang, memikirkan atau menginginkan sesuatu yang haram, atau untuk memenuhi hak istrinya dalam kaitan mempergaulinya dengan makruf yang diperintahkan ke atasnya, atau untuk mendapatkan anak yang akan mengesakan Allah dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan sebagainya. Dari sini dapat diketahui bahwa, sesuatu pekerjaan yang mubah bisa menjadi perbuatan taat jika disertai dengan niat yang baik.
(Qaaluu, yaa rasuulallaah aya’tii ahadunaa syahwatahu wa yakuunu lahu ajrun, qaala araitum) yakni, beritahukanlah kepadaku, tidakkah…
(Wadha’ahaa fil haraami akaana ‘alaihi wizrun) yakni, dosa.
(Fakadzaalika idzaa wadh’ahaa fil halaali kaana lahu ajrun) dari lahir kemutlakannya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang akan diberi pahala dalam menikahi istrinya Secara mutlak. Dan hadis ini juga menjadi dalil bolehnya ber-kias. Dan Juga seyogianya menyertakan niat yang baik dalam perbuatan yang mubah Supaya Ia menjadi perbuatan taat.
PENUTUP:
Berikut ini akan dikemukakan sebuah riwayat yang menyebutkan keutamaan zikir melebihi sedekah harta, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Atturmidzi, artinya:
Maukah kamu aku beritahu tentang sebaik-baik amalmu dan paling suci di sisi Tuhanmu dan paling meninggikan di dalam derajatmu dan lebih baik bagimu daripada menafkahkan emas, perak, serta lebih baik bagimu daripada kamu hadapi musuhmu lalu kamu tebas leher mereka atau mereka tebas lehermu? Para sahabat menjawab: Mau, Ya Rasulullah. Beliau menjawab: Zikrullah
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Tiap-tiap angsota badan dari manusia wajib atasnya sedekah setiap hari apabila terbit matahari. Engkau damaikan antura dua orang yang sedang berselisih itu merupakan sedekah, menolong orang berkaitan dengan tunggangannya, engkau bantu mengangkatnya ke atas tunggangannya itu, atau engkau bantu ia mengangkatkan barang-barangnya ke atas tunggangannya itu merupakan sedekah. Perkataan yang baik itu adalah sedekah. Dan setiap langkah menuju ke tempat salat itu merupakan sedekah. Dan menyingkirkan sesuatu gangguan dari jalan itu adalah sedekah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa ini adalah hadis yang agung.
(Kullu sulaama) yakni, seluruh tulang dan persendian yang ada dalam tubuh. Dalam khabar Muslim disebutkan: Manusia diciptakan atas 360 persendian, setiap sendi itu ada sedekahnya.
(Minan naasi ‘alaihi Shadaqatunkulla yaumin tathlu’u fiihisy syamsu) yakni, sebagai pernyataan syukur atas nikmat Allah dalam penciptaan sendi-sendi tersebut. Dalam hadis yang disebutkan dalam kitab Sahihain: Jika dia tidak melakukan itu (bersedekah) maka henduklah ia menahan diri dari perbuatan jahat, maka itu pun dianggap sedekah baginya. Dan ini mengharuskannya juga untuk melaksanakan setiap perbuatan taat dan menjauhi setiap yang diharamkan.
(Ta’dilu) yakni, mendamaikan.
(Baina itsnaini) yakni, dua orang yang berselisih.
, (Shadaqatun) sebagai sedekah atas keduanya. Boleh berbohong dalam mendamaikan antara dua orang yang berselisih, asalkan tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Jibril pernah berangan-angan tinggal di bumi untuk memberi minum orang dan mendamaikan antara kaum muslimin.
(Wa yu’iinur rajula fii dabbatihi fayahmilu ‘alaihaa au yarfa’u “alaihaa mataa’ahu Shadaqatun) yakni, atasnya.
(Wal kalimatuth thayyibatu) dan itu adalah setiap zikir dan doa buat dirinya atau orang lain, memberi salam dan membalas salam, memuji dengan benar dan yang serupa dengan itu yang dapat menyenangkan hati dan merukunkannya yang termasuk dalam memperlakukan manusia dengan akhlak yang mulia dan perilaku yang baik, seperti sabda Nabi yang artinya: walaupun hanya menghadapi saudaramu dengan wajah yang cerah.
(Wa bikulli khathwatin yamsyiihaa ilash shalaati Shadaqatun) di dalamnya terkandung suatu tambahan anjuran yang sangat agar menghadiri salat berjamaah dan memakmurkan masjid, karena jika seseorang salat sendirian maka ia luput dari memperoleh pahala tersebut.
BISYAARAH:
Pada hari kiamat kelak ada suatu kaum yang berdiri di dekat sirath sambil menangis, lalu dikatakan kepada mereka: “Lewatilah sirath itu!” Mereka menjawab: “Kami takut terhadap api neraka.” Jibril lalu bertanya: “Bagaimana kamu melintasi lautan?” Mereka menjawab: “Dengan kapal.” Maka didatangkanlah masjid-masjid yang dahulu mereka salat di dalamnya, lalu mereka pun naik ke atasnya dan berhasil melintasi sirath dengan selamat.
FAEDAH:
Ibnu Atha di dalam kitab Syarah Bukhari menyatakan: “Berhadats di dalam masjid merupakan suatu kesalahan yang dengannya, orang yang berhadats itu diharamkan dari memperoleh istighfar malaikat dan doa mereka, yang diharapkan berkatnya. Ini merupakan hukuman baginya karena telah mengganggu mereka dengan bau yang kurang sedap. Karenanya, barangsiapa ingin mendapatkan keutamaan yang sempurna maka hendaklah ia tinggal di dalam masjid dalam keadaan suci.”
(Wa tumiithul adzaa) yakni, menyingkirkan gangguan dari jalan yang dilalaui orang, seperti batu-batuan, duri, najis dan lain-lain.
(Shadaqatun) atas kaum muslimin. Perbuatan ini disebut terakhir adalah karena ia merupakan yang paling rendah dari yang sebelumnya, sebagaimana diisyaratkan dalam salah satu hadis Nabi , yang artinya: Iman itu ada tujuh puluh sekian cabang, yang paling tingsi adalah ucapan laa ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
Dikatakan, sunnah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah ketika menyingkirkan gangguan dari jalan supaya berkumpul cabang iman yang paling tinggi dengan yang paling rendah. Dan disyaratkan untuk mendapatkan pahala dari amal-amal ini adalah niat yang tulus sematamata karena Allah .
PENUTUP:
Abu Daud dan Annasaa-i mengeluarkan hadis yang artinya: Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi Allaahumma maa ashbaha bii min ni’matin au biahadin min khalgika faminka wahdaka laa syariika laka falakal hamdu wa lakasy syukru maka dia telah menunaikan syukur pada hari itu, dan barangsiapa mengucapkannya di waktu petang, maka dia telah menunaikan syukur pada malam itu.
Dari Annawwaas bin Sam’aan. Dari nabi. Beliau bersabda:
Artinya:
Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu adalah apaapa yang membekas di dalam hatimu dan engkau tidak suka dilihat orang ketika engkau sedang melakukannya
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dan dari Waabishah bin Mabad , ia berkata: Aku datang menemui Rasulullah , lalu Beliau bersabda: “Engkau datang untuk menanyakan tentang kebajikan?” Saya jawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan tentram pula hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang membekas dalam jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun ada orang yang memberikan fatwa kepadamu.
Ini adalah hadis hasan yang yang kami riwayatkan dari dalam dua musnad, yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Musnad Addarimi dengan sanad hasan.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan Anda untuk melakukan perbuatan taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan keistimewaan Nabi dalam mengungkap sesuatu dengan kalimat singkat dan arti luas (jawaami’ul kalimi). Hadis ini sebenarnya terdiri dari dua hadis, namun karena maksudnya sama, maka dianggap sebagai satu hadis saja, dan hadis kedua merupakan penunjang hadis pertama.
(Albirru) yakni, sebagian besarnya, lawannya adalah fujur dan dosa. Karenanya kata birrun (kebajikan) ini dipasangkan dengan kata itsmun (dosa, sebagai lawannya), artinya adalah setiap sesuatu yang dituntut oleh syara’ baik sebagai kewajiban maupun sunnah, sedangkan dosa adalah setiap sesuatu yang dilarang oleh syara”. Adakalanya kata birrun ini lawannya adalah “uguug, artinya menjadi ihsaan (berbuat baik), dan “uguug artinya isaa-atan (berbuat buruk)
(Husnul khalqi) termasuk ke dalamnya: berwajah manis, menahan gangguan, menjamu tamu, suka buat orang lain seperti yang disuka buat dirinya sendiri, baik dalam bergaul, santun dalam berbantah, adil dalam berhukum, berbuat baik dalam rahasia, mementingkan orang fain dalam kesulitan, baik dalam bersahabat, menanggung gangguan, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala yang diharamkan.
TANBIH:
Perbuatan birrun yang paling baik adalah birrul waalidain (bakti kepada kedua orangtua). Allah berfirman,
yang artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. 17: 23) Allah telah menggandengkan penyebutan kedua orangtua dengan penyebutan-Nya, karena itulah ulama mengatakan bahwa, orang yang paling pantas untuk dipatuhi dan disyukuri adalah orang yang digandengkan Allah dengan dalam perbuatan tersebut, yaitu orangtua. Allah berfirman,
yang artinya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu. (QS. 31: 14)
, (Wal itsmu) yakni, dosa.
(Maa haaka) yakni, membekas.
(Fin nafsika) berupa kegoncangan dan kegelisahan, keengganan dan kebencian, tanpa ada ketenangan.
(Wa karihta an yatthali’a ‘alaihin naasu) perbuatan yang tidak disuka untuk dilihat oleh orang lain merupakan tanda bahwa itu adalah perbuatan tidak baik atau dosa, sebab biasanya manusia itu suka dilihat perbuatan baiknya. Karena itulah kebanyakan manusia dibinasakan oleh perbuatan riya (pamer/ingin dipuji orang).
(Ataitu rasuulallaahi shallallaahu “alaihi wasallam, fagoola ji’ta tas-alu ‘anil birri? Qultu na’am) ini merupakan suatu mukjizat besar dari Rasulullah karena telah memberitahukan isi hati orang itu sebelum orang itu memberitahukannya kepada Beliau.
(Istafti qalbaka) dalam riwayat lain jiwamu.
(Albirru mathma-annat ilaihin nafsu) yakni, merasa tentram terhadapnya.
(Wal itsmu maa haaka fin nafsi wa taraddada fish shadri) yakni, hati. Dan penggabungan antara kedua kata ini adalah sebagai penguat.
(Wa in aftaakan naasu) yakni, ulamanya. Maksud dari kalimat ini adalah: Aku telah memberikan tanda-tanda dari dosa itu maka ambillah ia sebagai pelajaran untuk menjauhinya, dan jangan terima fatwa orang lain yang bertentangan dengannya.
PENUTUP:
Allah befirman kepada Nabi-Nya yang mulia , artinya: Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. 68: 4)
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya.
Rasulullah pernah ditanya: “Apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Takwa kepada Allah dan budi pekerti yang baik.”
Dari Ali bin Abithalib Karramallaahu wajhah, katanya: “Barangsiapa memiliki empat macam pekerti, maka Allah akan menggantikan keburukannya dengan kebaikan pada hari kiamat kelak, yaitu: jujur, malu, syukur dan budi pekerti yang baik.”
Dari Aisyah radiyallaahu anha, katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya.”
HIKAYAT:
Alkisah, mengenai diri Syaqiq Albalkhi . Ia mempunyai seorang Istri yang buruk akhlaknya, lalu dikatakan orang kepadanya: “Mengapa tidak Anda ceraikan saja istrimu itu? Padahal ia telah banyak menyakiti Anda dengan akhlaknya yang buruk itu.” Syaqiq menjawab: “Kalau dia berakhlak buruk, maka aku berakhlak baik. Seandainya ia aku ceraikan, maka aku akan sama dengan dia. Dan aku khawatir tidak ada orang yang mau menjadikannya istri karena akhlaknya yang buruk itu.”
Dari Abu Najiihi Al ‘Irbaadh bin Saariyah. Katanya :
Artinya:
Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada kami dengan suatu nasihat yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Maka kami bertanya: “Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat terakhir, maka berilah kami wasiat.” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu supaya bertakwa kepada Allah , dan hendaklah kalian mendengarkan perintah dan bersikap patuh, sekalipun yang memerintah kalian itu adalah seorang budak. Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian nanti akan melihat banyak perselisihan. Maka kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafa arasyidin yang diberi petunjuk oleh Allah, berpesangteguhlah pada Sunnah-summah itu dengan kuat. Dan hendaklah kalian berhatihati terhadap bid’ah, karena bagi tiap-tiap bid’ah itu ada yang sesat. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Atturmidzi, dan ia berkata: Ini adalah hadis hasan sahih.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi kita taufik untuk bisa berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung.
, (Wa’azhanaa rasuulullaahi shallallaahu “alaihi wasallam) yakni, sesudah salat Subuh. Dahulu, Beliau sering memberikan pengajian sesudah salat Subuh, tetapi hanya kadang-kadang, tidak setiap hari, sebagaimana disebutkan di dalam dua kitab hadis yang sahih, karena khawatir mereka menjadi bosan dan jemu. Karena itulah, Ibnu Mas’ud dahulu hanya memberikan ceramah pada hari Kamis saja.
(Maw’izhatan) yaitu, nasihat dan peringatan terhadap hal-hal yang akan datang.
(Wajilat minhal guluubu) yakni, yang karena nasihat itu, hati menjadi gentar ketakutan.
(Wa dzarafat) yakni, mengalir.
(Minhal ‘uyuunu) yakni, air mata.
Seyogianya seorang ulama selalu memberikan petuah, nasihat kepada sahabat-sahabatnya dengan mengingatkan mereka kepada hal-hal yang berguna buat agama dan dunia mereka. Dan hendaklah 1a memberikan nasihat yang dapat menggentarkan hati pendengarnya, karena hal itu lebih cepat kepada ijabah.
HIKAYAT:
Alkisah, dahulu kala ada seorang penceramah yang apabila memberikan ceramah, saking mengesankannya ceramahnya itu, maka tentu ada saja di antara pendengarnya dua atau tiga orang yang meninggal dunia di majelisnya. Dia mempunyai tetangga, seorang wanita salihah yang memiliki keramat. Wanita ini mempunyai seorang anak dan saudara. Wanita salihah ini khawatir, kalau keduanya hadir di majelis itu, akan mengalami nasib yang sama dengan orang-orang yang meninggal terebut. Maka setiap ada majelis tersebut, pintu rumahnya selalu dikuncinya, sehingga keduanya tidak dapat keluar.
Pada suatu hari, ketika ia ada keperluan di luar, ia lupa mengunci pintu rumahnya. Maka keduanya pun pergi menghadiri majelis tersebut. Akhirnya keduanya pun meninggal dunia bersama orang-orang yang meninggal di masjid itu. Ketika wanita itu pulang, didapatnya berita bahwa keduanya sudah meninggal dunia di masjid. Maka wanita itu lalu berdiri di pintu masjid sambil berkata dalam hatinya: “Syeikh ini tidaklah keluar kecuali seperti keluarnya keduanya.”
Ketika syeikh itu selesai memberikan ceramah, dan hendak keluar dari masjid, maka si wanita mencegatnya di pintu masjid seraya membacakan dua bait syair:
Engkau melarang orang namun kausendiri tak berhenti melakukan larangan itu
Bilakah kau akan menyusul kaum itu hai Akwa’
Hai batu asahan, kapan kau akan berhenti mengasah
Kau menajamkan besi namun kausendiri tetap tumpul tak bisa memotong
Ketika syeikh itu mendengar ucapan wanita tersebut, perkataan itu menembus ke kalbunya bak anak panah yang tajam, sehingga ia pun jatuh dan meninggal dunia saat itu juga. Semoga Allah menyayangi mereka semuanya, amin.
(Faqulnaa yaa rasuulallaahi kaannahaa maw’izhatun muwaddi’in) hal itu karena saking sangatnya penakut dan peringatan yang Beliau berikan kepada mereka, sehingga mereka menyangka itu tanda sudah dekatnya ajal Beliau.
(Fa aushinaa) yakni, wasiat yang menyeluruh dan lengkap.
(Qaala ushiikum bitagwallaahi) dalam kalimat ini terkumpul segala yang dibutuhkan dalam urusan akhirat, karena takwa itu merupakan cerminan dari melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan, dan beban syariat itu tidak keluar dari batas-batas tersebut.
(Was sam’u wath thaa’atu) dikumpulkannya kedua kata ini sebagai tanda agar diberikan perhatian yang berlebih.
(Wa in ta-ammara alaikum “abdun) yakni, sebagai perumpamaan, sebab seorang hamba itu tidak mungkin menjadi pemimpin. Tetapi boleh jadi juga Beliau menggambarkan keadaan yang akan datang, yaitu di zaman edan, di mana banyak urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, seperti kepada seorang budak tadi. Maka disarankan supaya taat guna menghindarkan fitnah yang lebih besar. Namun perlu juga diingat bahwa taat ini hanya boleh dalam hal yang tidak bertentangan dengan taat kepada Allah.
(Wa innahu man ya’isy minkum fasayaraa ikhtilaafan katsiiran) ini merupakan mukjizat Nabi , karena Beliau mengetahui apa yang akan terjadi sepeninggal Beliau secara terperinci, berdasarkan hadis sahih bahwa telah disingkapkan bagi Beliau apa yang akan terjadi hingga penghuni surga atau neraka masuk ke dalam tempatnya masing-masing.
(Fa alaikum) yakni, pada waktu itu kamu wajib berpegang teguh.
(Bi sunnatii) yakni, jalanku yang lurus yang aku ada di atasnya, berupa hukum-hukum Y’tikadiah dan amaliah yang wajib dan yang sunnah.
(Alkhulafaa-ir raasyidiinal muhdiyyiina) mereka itu ialah Abubakar, Umar, Utsman, Ali dan Hasan .
(Adhdhuu ‘alaihaa bin nawaajidzi) yakni, gigitlah dengan gigi gerahammu. Ini merupakan kiasan tentang sangatnya berpegangan pada sunnah itu.
(Wa iyyaakum wa muhdatsaaatil umuuri) yakni, jauhilah atau hindarilah dari mengambil perkara-perkara yang baru diada-adakan dalam agama, dan mengikuti selain sunnah khulafaur raasyidin.
(Fa inna likulli bid’atin dhalaalatun) bid’ah menurut bahasa artinya mengadakan sesuatu yang baru tanpa contoh sebelumnya. Sedangkan menurut syara’ artinya, apa-apa yang diadaadakan bertentangan dengan perintah Allah.
Sufyan Ats Tsauri berkata: “Bid’ah itu lebih disukai setan daripada maksiat, sebab perbuatan maksiat itu boleh jadi dimintakan ampun oleb pelakunya, namun perbuatan bid’ah tidak akan dimintakan ampunnya.”
Al Fudhail rahimahullah berkata: “Barangiapa mencintai tukang bid’ah, maka Allah akan menggugurkan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam dari kalbunya.”
Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa mengada-adakan suatu urusan yang baru atau mendukung tukang bid’ah, maka atasnya laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya, dan Allah tidak menerima amalan wajib dan sunnahnya.
Dan sabda nabi , yang artinya: Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk dari golonganku, dan barangsiapa tidak suka akan sunnahku, maka ia bukan dari golonganku.
PENUTUP:
Di antara sunnah-sunnah Nabi adalah mensucikan hati dari tipu, dengki, dan seluruh aib yang ada di dalam kalbu. Ia merupakan ibadat dan tagarrub yang paling besar, dan dengan itu pula diperoleh derajat yang tinggi. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Atturmidzi, bahwa Rasulullah berkata kepada Anas : “Wahai anakku, jika engkau mampu untuk berada di waktu pagi dan sore sedang di dalam hatimu tidak ada tipu daya untuk seseorng pun, maka lakukanlah!” Kemudian Beliau berkata pula: “Wahai anakku, itu adalah sunnahku, barangsiapa suka akan sunnahku berarti ia suka kepadaku, dan barangsiapa suka kepadaku niscaya ia akan bersamaku di hari kiamat kelak di dalam surga.”
Dari sahabat Mu’adz bin Jabal. Katanya :
Artinya:
Saya bertanya: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang amal yang akan memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari neraka!” Beliau menjawab: “Engkau benar-benar telah menanyakan tentang sesuatu yang penting. Namun sebenarnya ia mudah bagi orang yang dimudahkan Allah untuk melakukannya. Engkau sembahlah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Engkau kerjakan salat, engkau berikan zakat, engkau berpuasa di bulan Ramadan, dan engkau naik haji ke Baitullah.” Kemudian Beliau bersabda: “Maukah engkau kutunjukkan pintupintu kebaikan? Puasa itu perisai, sedekah menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan salat seseorang di tengah malam, lalu Beliau membacakan firman Allah: tatajaafa junuubuhum ‘anil madhaaji’i hingga sampai ya’maluun.” (QS. 32: 16-17) Kemudian Beliau melanjutkan:”Maukuh engkau kuberitahu tentang pokok-pokok amal, dan tiang-tiangnya serta puncak-puncaknya? Saya menjawab: “Ya, Wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Pokok amal itu adalah islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.” Kemudian Beliau bersabda: “Maukah engkau kuberitahu tentang sendi semuanya itu?” Saya menjawab: “Mau Ya Rasulullah.” Maka Beliau memegang lidahnya seraya berkata: “Jagalah ini!” Saya bertanya: “Ya Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) kurena apa yang kami ucapkan?” Beliau menjawab: “Semoga engkau selamat, Adukuh yang menjerumuskan orang di atas mukanya (atau, subdanya: ke atas batang hidungnya) ke dalam neraka, selain buah ucapan lidah mereka?”
Diriwayatkan oleh Atturmidzi, dan ia berkata: Ini adalah hadis hasan sahih.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita agar dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan pokok agama yang besar. Dalam kitab Al Jaami’ ada sedikit tambahan kalimat daripada yang disebutkan di sini, yang lafaznya dari Muadz bin Jabal, katanya: “Saya berada bersama-sama Rasulullah dalam perjalanan. Pada suatu hari, saya berada dekat dengan Beliau, dan kami sedang berjalan, lalu saya berkata kepada Beliau: “Beritahukanlah kepada saya tentang amal yang memasukkan saya ke dalam surga…, kemudian Muaz menyebutkan hadis ini.
(Akhbaranii…hingga akhirnya) pertanyaan ini menunjukkan kefasihan sahabat Mu ‘adz, karena ia telah dapat mengajukan pertanyaan yang singkat padat, karenanya Rasulullah memuji pertanyaannya itu dan kagum atas kefasihannya, sabda Beliau:
(Laqad sa-alta ‘an ‘azhiim) yakni, amal yang besar.
(Wa innahu layasiirun ‘alaa man yassarahullaahu alaihi) yakni, dengan taufik-Nya untuk melaksanakan ketaatan dan melapangkan dadanya untuk melakukan apa yang telah dibebankan Allah kepadanya. Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk menunjukinya, maka Dia melapangkan dada orang itu untuk menerima Islam. Kemudian Beliau menjelaskan amal yang besar itu dalam sabdanya:
(Ta’budullaaha) yakni, mengesakan-Nya.
(Laa tusyrikuu bihi syai-an) yakni, melaksanakan segala bentuk ibadat dengan tulus ikhlas.
(Wa tuqiimush shalaata ..hingga wa tahujjul baita) yakni, melaksanakan semua ibadat tersebut jika telah didapati sebab-sebabnya dan tidak ada penghalangnya dengan seluruh kewajibannya.
(Tsumma qaala alaa adulluka ‘alaa abwaabil khairi?) dan di dalam riwayat Ibnu Majah: Maukah engkau kutunjuki pintu-pintu surga?
(Ash shaumu junnatun) yakni, membanyakkan puasa sunnah. Junnah artinya perisai, yakni perisai dari api neraka, dan dari penguasaan syahwat dan lalai. Karena dalam puasa itu ada sifat sabar terhadap kelezatan syahwat dan kebiasaan. Dalam salah hadis, Rasulullah bersabda, yang artinya: Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan menjadikan sebuah parit antara dia dan neraka, yang luasnya seperti langit dan bumi.
(Wash shadaqatu) yakni, mengeluarkannya.
(Tuthfi-u) yakni, menghapuskan.
(Alkhathii-ata kamaa yuthfi-ul maa-un naara) dikhususkannya sedekah di sini adalah karena manfaatnya yang besar, dan karena makhluk itu keluarga Allah, dan sekedah itu berbuat baik kepada mereka. Menurut adat kebiasaan, perbuatan baik kepada keluarga Seseorang itu dapat meredakan kemarahannya.
HIKAYAT:
Dari sahabat Abu Hurairah , bahwa Nabi sallallaahu alaihi bersabda, yang artinya: Pada saman dahulu ada seorang laki-laki Yang suka mendatangi sarang burung dan mengambili anak-anak burung yang baru ditetaskan oleh induknya. Lalu induk burung itu mengadukan halnya kepada Allah tentang perbuatan orang itu, Maka Allah memberitahukan kepadanya, kalau orang itu datang lagi maka ia akan dibinasukan. Ketika induk burung itu menetaskan anak burung lagi, orang itu sebagaimana biasa mendatangi sarang burung itu lagi untuk mengambil anak-anak burung itu. Pada saat berjalan menuju ke sarang burung itu, ia berjumpa dengan seorang pemintaminta, lalu diberinya sepotong roti yang ada padanya. Kemudian ia melanjutkan perjalanannya.
Ketika tiba di pohon tempat sarang burung itu berada, ia memasang tangga lalu memanjatnya, kemudian diambilnya anakanak burung itu dari sarangnya, sedangkan induk burung itu hanya bisa memandanginya saja. Lantas induk burung itu mengadukan hal itu kepada Allah: “Oh Tuhan kami, Engkau tidaklah ingkar janji. Engkau telah berjanji kepada kami akan membinasakan orang itu jika ia kembali. Sekarang dia sudah kembali dan mengambil anakanak kami, namun mengupa tidak Engkau binasakan?” Maka Allah memberitahukan kepadanya, bahwa Aku tidak akan membinasakan orang yang bersedekah pada hari ia bersedekah itu dengan kematian yang buruk.
(Wa shalaatur rajuli) disebutnya orang laki-laki di sini adalah karena penanyanya adalah seorang laki-laki, atau karena kebanyakan perbuatan baik itu pelakunya adalah laki-laki, sebab kaum wanita kebanyakan menjadi penghuni neraka. Namun wanita sama dengan laki-laki dalam masalah salat ini.
(Fii jaufil laili) adapun sebab waktu malam itu lebih utama dari siang adalah karena lebih mudah untuk khusyuk dan tadarruk. Dan yang lebih utama adalah sesudah tidur.
(Tsumma talaa tatajaafa hingga ya’maluun) dalam riwayat Muslim disebutkan:
Sesungguhnya di waktu malam itu ada waktu yang tidaklah seseorang muslim berdoa kepada Allah bertepatan dengan waktu itu meminta kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan memberikan permintaannya itu. Dan itu terjadi setiap malam.
(Alaa ukhbiruka bira’sil amri) yakni, ibadat, atau perkara yang engkau tanyakan tersebut.
(Wa amuudihi wa wa dzarwati sanaamihi) yakni, puncak sesuatu.
(Qultu balaa yaa rasuulallaah. Qaala ra’sul amri al islaamu, wa ‘amuuduhu ash shalaatu, wa dzarwatu sanaamihi al jihaadu) ini tidak dicantumkan dalam naskah pengarang, sedangkan menurut asal riwayat Atturmidzi ada.
(Alaa ukhbiruka bimalaaki dzaalika kullihi) yakni, tujuannya dan yang mengumpulkannya.
(Oultu balaa yaa rasuulallaah, faakhadza rasulullaah shallallaahu “alaihi wasallam bilisaanihi) yakni, Beliau memegang lidahnya sendiri.
(Wa qaala, kuffa’alaika haadzaa) yakni, jagalah ini dari kejahatan.
(Oultu yaa rasuulallaah, wa innaa lamuaakhidzuuna bimaa natakallama bihi?) pertanyaan yang dilandasi oleh perasaan heran.
(Faqaala tsakilatka ummuka, wahal yakubba) yakni, menjerumuskan.
(Annaasu) yakni, kebanyakan manusia.
(Finnaari alaa wujuuhihim, au gaala alaamanaakhirihim, illaa hashaaida alsinatihim) yakni, perkataan buruk yang diucapkannya.
Dalam Alhikmat disebutkan: Lidahmu adalah singamu. Jika kaulepaskan ia akan menerkammu, dan jika engkau tahan ia akan menjagamu.
PENUTUP:
Seyogianya orang yang berakal itu memelihara lidahnya dari semua perkataan kecuali perkataan yang akan mendatangkan kemaslahatan dan kemanfaatan.
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir , dari Rasulullah , Beliau bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu meninggalkannya, dan telah menetapkan beberapa batasan, maka janganlah kamu melampauinya: dan telah mengharamkan beberapa perkara, maka janganlah kamu melanggarnya, dan telah diam dari beberapa perkara sebagai rahmat bagimu bukan karena lupa, maka janganlah kamu membahasnya.
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Addaruqutni dan lain-lain.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, tidak ada satu hadis pun yang menghimpun masalah pokok agama dan cabangnya seperti hadis ini. Assam’ani berkata: “Barangsiapa mengamalkan isi hadis ini, maka ia telah memperoleh pahala dan selamat dari siksa.”
(Innallaaha ta’aala farradha faraaidha) yakni, telah mewajibkannya dan mengharuskan beramal dengannya.
(Falaa tudhayyi’uuhaa) yakni, dengan meninggalkannya atau meremehkannya hingga keluar dari waktunya. Tetapi kerjakanlah sebagaimana ia diwajibkan atasmu.
(Wa hadda huduudan) yakni, menjadikan bagimu batasanbatasan yang membatasimu dari apa yang tidak diridai-Nya.
(Falaa ta’taduuhaa) yakni, jangan menambahnya dari apa yang telah diperintahkan Allah.
(Wa harrama asy-yaa-an falaa tantahikuuhaa) yakni, jangan dilakukan dan jangan didekati.
(Wa sakata ‘an asy-yaa-in rahmatan lakum) yakni, karena kamu.
(Ghaira nisyaanin) yakni, karena dia.
(Falaa tabhatsuu ‘anhaa) karena dengan membahasanya itu akan menjadikan sebab turunnya hukum yang keras, bisa wajib bisa haram.
Ibnu Mas’ud berkata: “Janganlah kamu membahas secara mendalam perkara lain yang kita disuruh mengimaninya, tanpa penjelasan bagaimananya, karena pembahasan yang terlalu dalam itu adakalanya akan menimbulkan kebingungan atau keraguan yang akhirnya membawa kepada pendustaan.” Karena itulah Ibnu Ishak berkata: “Tidak boleh memikirkan tentang Khaliq dan makhluk dengan apa yang tidak pernah didengarnya.” Seperti dalam firman Allah
yang artinya: Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (QS. 17: 44) Lalu ditanyakan: Bagaimana benda mati bisa bertasbih? Karena Allah telah memberitahukan itu, dan Dia menjadikan bagaimana yang Dia kehendaki sebagaimana yang Dia kehendaki, kita hanya wajib percaya.
Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan hadis yang mendukung haramnya berpikir tentang Alkhaliq. Seperti yang dikemukakan oleh Imam Bukhari: Setan datang menemui seseorang di antara kamu lalu ia berkata, “Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini?” Hingga akhirnya ia berkata, “Siapa yang menciptakan Tuhanmu?” Apabila sudah sampai demikian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dan berhentilah dari memikirkan itu lagi.
Dan Imam Muslim mengemukakan hadis yang artinya: Manusia senantiasa bertanya-tanya hingga akhirnya ditanyakan, Allah menciptakan makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah? Barangsiapa mengalami hal itu maka hendaklah ia mengucapkan “Aku beriman kepada Allah,”
Pikirkanlah wahai saudaraku, hanya tentang ciptaan Allah dan jangan Sekali-kali memikirkan tentang Allah. Rasulullah bersabda, yang artinya: Pikirkanlah olehmu tentang ciptaan-ciptaan Allah dan jangan memikirkan tentang Allah, sebab kamu tidak akan bisa mengirakannya dengan benar.
Alhasan berkata: “Berpikir sesaat itu lebih baik daripada ibadat salat Sunnah semalam suntuk.” Dan Ibrahim bin Adham berkata: “Berpikir itu adalah hajinya akal.”
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini, kami akan kemukakan beberapa faedah yang berkaitan dengan tafakkur. Sebagian orang arif mengatakan bahwa, tafakkur itu terbagi dua: (1) tafakkur yang berkaitan dengan Tuhan, (2) tafakkur yang berkaitan dengan si hamba. Adapun tafakkur yang berkaitan dengan hamba itu, seyogianya ia memikirkan apakah ia ada dalam maksiat atau tidak? Jika dilihatnya dirinya berbuat dosa, maka hendaklah ia segera bertobat, kemudian memikirkan menggantikan anggota tubuh yang biasa digunakan untuk maksiat menjadi untuk berbuat taat, dan menjadikan pekerjaan matanya adalah mengambil pelajaran, pekerjaan lisannya adalah zikir, istigfar, tasbih, tahlil dan zikir-zikir lainnya. Begitu juga anggota-anggota tubuh lainnya digunakan untuk berbuat taat di waktu malam dan siang, berbakti kepada Tuhan Yang Tunggal dan Maha Penakluk. Kemudian memikirkan untuk mengisi waktu-waktunya dengan amalan sunnah guna mencari laba di negeri yang berlaba (negeri akhirat). Maka hendaklah ia menambah salat fardunya dengan salat-salat sunnah sesuai dengan kemampuannya.
Begitu juga, ia memikirkan urusan puasa, seperti puasa Senin Kamis dan hari-hari yang mulia serta musim-musim kebaikan dan ketaatan, janganlah itu dilupakannya. Kemudian memikirkan urusan zakat, jika itu wajib atasnya, hendaklah dikeluarkannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Kalau tidak, maka hendaklah ia bersedekah. Kemudian hendaklah ia memikirkan tentang umurnya yang pendek, ia harus menyadari itu sebelum ia pergi untuk selama-lamanya, sedang ia tidak merasa.
Kemudian setelah itu, hendaklah ia memikirkan tentang sifat-sifat batin, maka ia harus meninggalkan semua perilaku yang tercela, seperti sombong, ujub, kikir, dengki dan lain-lain, lalu berperilaku dengan perilaku yang terpuji, seperti jujur, ikhlas, sabar, takut dan lain-lain. Kemudian memikirkan tentang lenyapnya dunia dan kefanaannya, maka ditinggalkannya untuk ahlinya, dan memikirkan kekekalan akhirat dan keabadiannya, maka dituntutnya itu dan diramaikannya. Sebagian orang arif berkata kepada sahabatnya: “Kunjungilah akhirat dengan hatimu setiap hari, dan saksikanlah tempat berdiri di hadapan Allah kelak dengan akalmu, dan bayangkanlah keadaan kuburan dengan pikiranmu, sebab semuanya pasti akan terjadi.
Sedangkan memikirkan Tuhan itu telah dilarang oleh syariat sebagaimana telah disebutkan di muka.
Dari Abul Abbas Sahl bin Saad Assaa’idi , katanya:
Artinya:
Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah lalu berkata: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang jika aku lakukan maka aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia.” Rasulullah menjawab: “Zuhudlah engkau terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu, dan suhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu.”
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lain-lain dengan sannad-sanad yang hasan.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini termasuk salah satu dari empat hadis yang menjadi poros agama Islam.
(Izhad) Zuhud menurut bahasa artinya memalingkan diri dari sesuatu karena menganggapnya remeh tak ada harganya. Sedangkan menurut istilah syara” adalah mengambil yang halal sekedar yang diperlukan saja.
(Fid dunyaa) yakni, dengan jalan merendahkan seluruh keadaannya, karena Allah telah menganggapnya hina dan tak berarti, serta mengingatkan akan tipu dayanya. Para ulama menafsirkan dunia itu bermacam-macam, ada yang mengatakan bahwa dunia adalah apaapa yang ditimpa malam dan siang, dinaungi oleh langit dan dijunjung oleh bumi. Ada pula yang mengatakan, dunia itu adalah uang dinar emas dan dirham perak. Ada yang mengatakan, dunia itu adalah makanan dan minuman, serta pakaian dan tempat tinggal. Yang jelas ia adalah semua kelezatan dan syahwat yang cocok dengan nafsu, sampai-sampai perkataan yang didengar orang banyak jika hal itu bukan karena mengharap rida Allah, juga dianggap masuk ke dalam kategori dunia.
Abu Sulaiman berkata: “Jangan mengatakan seseorang itu zahid (orang yang zuhud), sebab zuhud itu ada di dalam kalbu.”
Alfudhail berkata: “Asal zuhud itu adalah rida terhadap ketentuan Allah.”
Imam Ali Karramallaahu wajhah berkata: “Barangsiapa zuhud terhadap dunia, maka akan menjadi ringanlah segenap malapetaka.”
Pernah seorang ulama salaf ditanya orang: “Jika seseorang banyak hartanya, apakah ia bisa disebut zuhud?” Ulama itu menjawab: “Ya, jika Ia tidak gembira dengan tambahan pada hartanya itu, dan tidak sedih jika kehilangan hartanya itu.”
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa celaan terhadap dunia yang disebutkan dalam beberapa ayat dan hadis itu bukan ditujukan kepada zamannya, yaitu malam dan siang, karena Allah telah menjadikan waktu-waktu tersebut sebagai pergantian bagi orang yang hendak berzikir dan bersyukur. Dan bukan pula celaan itu tertuju kepada tempatnya, yaitu bumi. Karena Allah telah menjadikannya bagi kita sebagai tempat tinggal. Dan juga bukan karena benda-benda dan hewan-hewan yang ada di dalamnya, karena Allah telah menjadikan semuanya itu sebagai nikmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya. Sebab tercelanya dunia itu adalah karena sibuk dengan apa yang ada di dalam dunia itu yang menyebabkan lalai dari tujuan hidup manusia diciptakan, yaitu untuk ibadat kepada Allah .
(Wazhad fiimaa fii aidin naasi yuhibbukan naasu) yakni, karena pada umumnya kalbu itu diciptakan atas cinta dunia, jadi orang yang berusaha mencabut kecintaannya itu maka akan dibencinya, dan orang yang tidak menggugatnya akan dicintainya.
Sebagian ulama berkata: “Saya tidak ragu bahwa orang yang zuhud terhadap dunia tentu akan dicintai oleh jin dan manusia.”
Attabrani mengeluarkan sebuah khabar, artinya: Zuhudlah terhadap apa-apa yang ada pada manusia maka engkau akan menjadi kaya.”
Alhasan berkata: “Orang akan tetap terhormat di mata manusia selama ja tidak diberi dari apa yang ada pada manusia itu, maka ketika itu mereka akan meremehkannya, tidak menyukai omongannya dan membencinya.”
PENUTUP:
Hadis ini berisikan anjuran agar seseorang mengurangi dari dunia sekedar yang dapat menutupi kebutuhannya saja.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Atturmidzi dinyatakan: Seandainya dunia itu berharga di sisi Allah selayaknya sekepak sayap nyamuk, pasti orang kafir tidak akan mendapatkan seteguk air untuk diminum. Maka orang yang berakal sehat tentu tidak akan terpedaya oleh tipu daya dunia yang memikat itu. Karena ia ibarat nenek sihir yang menghiasi lahirnya dengan kebaikan dan menyembunyikan keburukannya, sehingga banyak orang yang tertarik kepadanya.
Nabi bersabda, yang artinya: Hati-hatiluh terhadup dunia, kurena ia lebih jahat sihirnya daripada harut dan Marut.
Dalam sebagian mukasyafatnya, Nabi Isa melihat rupa dunia dalam bentuk seorang perempuan tua renta. Lalu Beliau bertanya kepadanya: “Berapa banyak suamimu?” Jawabnya: “Tidak terhitung banyaknya.”
“Mereka mati meninggalkanmu atau mereka menceraikanmu?” Tanya Nabi Isa pula.
“Akulah yang menceraikan mereka dan membinasakan mereka,” jawabnya.
Kemudian Nabi Isa berkata: “Sungguh aneh orang-orang bodoh yang lain, yang telah menyaksikan apa yang telah dilakukan dunia itu kepada orang-orang, namun mereka masih tetap menginginkannya dan tidak mau mengambil pelajaran!”
Dikisahkan dari Ibrahim bin Adham , bahwa dalam salah satu perjalanannya, beliau tiba di kota Rayy, yaitu salah satu dari daerah Islam. Di sana kebetulan sedang diadakan sebuah majelis taklim, tampak seorang kiai duduk di atas sebuah kursi tinggi sambil memberikan kuliahnya dengan cara yang agak angkuh dan sombong. Ketika kuliah itu selesai, Ibrahimbin Adham mengucapkan ta’awwudz lalu membaca: tabaarakal ladzii biyadihil mulku wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir, alladzii khalagas sariir…
“Keliru!” tegur kiai itu.
Maka Ibrahim bin Adham membetulkannya: Alladzii khalaqol farasa wal lijaama.”
Tunggangan kiai itu sedang tertambat di Juar msjid tersebut. “Masih keliru,” kata kiai itu menegurnya.
“Alladzii khalaqal qashra.”
“Keliru lagi,” kata kiai itu menegurnya.
Maka Ibrahim bertanya: “Kalau begitu, yang betul bagaimana?”
“Alladzii khalaqol mauta wal hayaata…” jawab kiai itu membetulkan.
Ibrahim lalu berkata: “Kalau Anda tahu bahwa Anda diciptakan untuk mati, maka mengapa Anda masih bersikap congkak dan sombong?”
“Anda benar,” kata kiai itu. Kemudian ia turun dari atas kursinya lalu bertobat dan ikut bersama Ibrahim merantau, dan ditinggalkannya semua harta, rumah dan anak istrinya hingga matinya. Semoga Allah merahmati mereka semua.
Dari Abu Said Saad bin Malik bin Sinaan Alkhudri , bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
Janganlah kamu saling memudarratkan.
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Addarugutni serta lainnya dengan sanad, dan diriwayatkan juga oleh Imam Malik di dalam Almuwattha sebagai hadis mursal, dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari Nabi , dan dia meniadakan Abu Said. Hadis ini mempunyai beberapa jalan, antara satu dengan liannya saling menguatkan.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung.
(Laa dharara walaa dhiraara) yakni lawan kata dari manfaat. Yang pertama adalah memberi mudarrat kepada orang lain secara mutlak, dan yang kedua adalah memberi mudarrat kepada orang lain sebagai pembalasan.
CATATAN:
Berikut ini kami kemukakan sedikit riwayat tentang besarnya azab yang akan diterima oleh orang yang menyakiti kaum mukminin..
Mujahid meriwayatkan dengan sanadnya, katanya: “Neraka Jahannam itu mempunyai tepi seperti tepi pantai, di dalamnya penuh dengan binatang melata, seperti ular yang besarnya laksana unta, dan kalajengking yang besarnya laksana bagal. Jika penghuni neraka minta tolong, mereka mengatakan, “Pantai.” Jika mereka sudah dilemparkan ke dalamnya, maka mereka lalu diserbu oleh hewan-hewan berbisa tersebut. Ada yang menggigiti mata mereka, ada yang menggigiti bibir mereka, ada yang menyengat mereka dengan kuat. Kemudian mereka berkata, “Api,,,api..” Ketika mereka dinaikkan kembali ke darat, mereka ditimpa oleh penyakit kudis yang gatalnya tak terperikan, sehingga mereka tak henti-henti menggaruknya sampai menembus ke tulang mereka. Padahal dalamnya tulang mereka itu adalah 40 hasta. Lalu ditanyakan kepada mereka: “Hai fulan, apakah ini menyakitimu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang lebih menyakitkan dari ini!” Kemudian dikatakan: “Inilah akibat engkau telah menyakiti kaum mukminin.” Semoga Allah melindungi kita dari hal yang demikian.
Maka janganlah Anda, wahai saudaraku, menyakiti seseorang atau memudarratkannya. Nabi telah bersabda: Laa dharaar walaa dhiraar (Janganlah kamu saling memudarratkan).
Abu Daud berkata: “Fikih itu beredar pada lima hadis, dan hadis ini dianggap sebagai salah satu dari hadis yang lima itu.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hadis ini mempunyai beberapa jalur yang satu dengan lainnya saling menguatkan.”
Telah disebutkan dalam Alguran dan hadis sahih yang maknanya sama dengan hadis ini, maka pegang teguhlah ia, seperti firman Allah
yang artinya: Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan kezaliman. (QS. 20: 111) Zalim itu adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Barangsiapa memberi mudarrat kepada saudaranya berarti ia telah menzaliminya. Dan sabda Nabi :, yang artinya: Diharamkan dari seorang mukmin itu darahnya, hartanya, kehormatannya, dan hendaklah ia tidak menyangka kepada saudaranya itu kecuali yang baik.
Berikut ini akan kami kemukakan beberapa macam perbuatan yang termasuk perbuatan zalim, di antaranya: cukai, makan harta anak yatim, menunda pembayaran hutang padahal sudah mampu untuk membayarnya, menzalimi wanita dalam masalah mas kawin, nafkah dan pakaian.
Dari Ibnu Mas’ud , katanya: “Nanti pada hari kiamat tangan seorang hamba, baik laki-laki maupun perempuan, akan dicekal lalu berteriaklah penyeru di hadapan khalayak ramai: “Ini adalah fulan bin fulan, barangsiapa mempunyai hak atasnya, maka hendaklah mendatangi kepada haknya.” Maka menjadi gembiralah wanita, karena ia mempunyai hak atas ayahnya, saudara laki-lakinya dan suaminya.” Kemudian Ibnu Mas’ud membacakan firman Allah:
Falaa ansaaba bainahum yaumaidzin walaa yatasaa-aluun (maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.) (QS. 23: 101)
Pada hari itu, Allah mengampuni dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-Nya bagi siapa yang dikchendaki-Nya, dan tidak mengampuni sama sekali terhadap dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Orang yang pernah berdosa terhadap sesama manusia kelak akan dihadapkan kepada orang banyak, kemudian Allah berfirman kepada orang-orang yang mempunyai hak atasnya: “Ambillah hak-hak kalian dari orang ini!” Si hamba berkata: “Ya Rabb, dunia sudah musnah, darimana saya akan membayar hak-hak mereka?” Maka Allah berfirman kepada malaikatNya: “Ambillah dari amal salihnya dan berikanlah kepada orang yang berhak sesuai dengan kezalimannya dahulu.” Apabila si hamba tadi adalah orang yang dikasihi Allah, lalu amalnya baiknya hanya tersisa sebesar atom, maka Allah akan melipatgandakannya hingga akhirnya ia masuk ke dalam surga. Adapun jika si hamba tersebut adalah orang yang celaka, dan amal baiknya tidak tersisa sama sekali, malaikat berkata: “Ya Tuhan kami, kebaikan orang ini sudah habis, sedangkan yang menuntut masih banyak?” Maka Allah berfirman kepada malaikat-Nya: “Ambillah dari kejahatan mereka lalu tambahkan kepada kejahatannya.” Maka bertambah beratnya amal buruknya, hingga akhirnya ia dijebloskan ke dalam neraka.
Di antara perbuatan zalim juga adalah tidak membayar upah buruh sebagaimana mestinya. Dan di antara perbuatan zalim juga adalah mengambil hak non muslim secara paksa, atau menguasai hak orang lain dengan sumpah palsu.
Maka hati-hatilah wahai saudaraku dari perbuatan zalim dan hindarilah doa orang yang teraniaya.
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
Seandainya diberikan kepada orang-orang menurut tuntutan mereka (kalau setiap gugatan diterima begitu saja) tentu akan banyak orang yang menuntut harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi, haruslah ada keterangan (bukti dan saksi) bagi yang menuntut dan sumpah bagi yang mengingkari.
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Imam Albaihaqi dan lainnya demikian. Dan sebagiannya dalam dua kitab hadis yang sahih (yaitu Sahih Bukhari dan Sahih Muslim).
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan pokok agama yang besar.
(Lau yu’than naasu bida’waahum lad-da’aa rijaalun amwaala qaumin wa dimaaahum) yakni, mereka akan menjadikan perbuatan itu sebagai sesuatu yang mubah.
(Lakinil bayyinatu ‘alal mudda’i wal yamiinu ‘alaa man Ankara) artinya adalah bahwa posisi pihak pendakwa itu adalah lemah, karena dakwaannya itu bertentangan dengan asal, maka ia dituntut untuk memberikan bukti yang kuat. Sedangkan pihak yang didakwa, posisinya kuat karena ia menurut yang asal, maka ia cukup memberikan bukti yang lemah saja. Yang dimaksud dengan pendakwa adalah orang yang perkataannya bertentangan dengan yang lahir.
Jika orang yang didakwa itu tidak mau memberikan sumpah, setelah hakim menyuruhnya bersumpah, atau setelah hakim mengatakan kepadanya “Bersumpahlah!” maka sumpah itu diberikan kepada pendakwa, maka ia pun lalu bersumpah. Untuk lebih jelasnya, masalah ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih, karena di sini kita hanya membicarakan sekedar untuk nasihat belaka.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini kami akan ceritakan sebuah anekdot yang terjadi di masa Bani Israil dahulu.
Konon, di zaman Bani israil ada tiga orang hakim yang memutuskan segenap perkara yang terjadi pada masa itu. Kemudian Allah mengutus kepada mereka satu malaikat untuk menguji mereka. Malaikat itu menemui seorang laki-laki yang sedang memberi minum sapinya, sedangkan di belakangnya ada seekor anak sapi. Kemudian malaikat itu, yang sedang menunggang kuda jantan, memanggil anak sapi itu, lalu si anak sapi mengikutinya. Maka pemilik sapi dan malaikat itu lalu bertengkar, masing-masing mengakui bahwa sapi itu adalah miliknya. Akhirnya mereka sepakat memutuskan perkara itu di depan hakim. Maka pergilah mereka menemui hakim.
Ketika berjumpa dengan hakim yang pertama, malaikat itu menyerahkan sekantong mutiara kepadanya seraya berkata: “Putuskanlah bahwa anak sapi itu milikku.” Hakim itu bertanya: “Bagaimana caranya?” Malaikat itu menjawab: “Lepaskanlah sapi, kuda dan anak sapi itu, jika si anak sapi itu mengikuti kuda, maka anak sapi itu milik saya.” Maka dilepaskanlah ketiga hewan itu, ternyata anak sapi itu ikut kepada kuda, maka malaikat itu pun menang.
Kemudian mercka menghadap kepada hakim kedua, maka ia pun memutuskan demikian, setclah disogok oleh malaikat itu. Ketika bertemu dengan hakim ketiga, dan malaikat menyodorkan sekantong mutiara kepadanya, dan berkata seperti perkataannya kepada hakim-hakim terdahulu, maka hakim ketiga itu menjawab: “Maaf, saya sedang haid!” Malaikat itu berkata: “Subhanallah, masa orang laki-laki bisa haid?!” Si hakim menjawab: “Subhanallah, masa kuda jantan melahirkan seekor sapi.”
Dari sahabat Abu Said Alkhudri , katanya: Saya mendengar Rasulullah bersabda:
Artinya:
Barangsiapa di antara kamu melihat suatu kemungkaran maka hendaklah dicegahnya dengan tangannya: jika ia tidak sanggup, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya. Dan ini (dengan hati) adalah selemah-lemah iman.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung.
(Man ra-aa) boleh jadi yang dimaksudkan di sini adalah melihat dengan mata kepala sendiri, tetapi ada juga yang mengatakan bisa juga dengan pemberitahuan.
(Minkum) yang dimaksud adalah seluruh umat yang diajak bicara saja, dan orang yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir.
(Munkaran falyughayyirhu) yakni, menghilangkannya.
(Fain lam yastathi”) menghilangkan seperti apa yang disebutkan.
(Fabilisaanihi fain lam yastathi’ fabiqolbihi wa dzaalika adh’aful iimaan) artinya buah iman yang paling sedikit. Karena padanya hanya ada perasaan tidak suka saja. Dalam riwayat lain ditambahkan: wa laisa waraa-a dzaalika minal jimaan habbata khardalin (dan di balik itu tidak ada lagi iman setimbang biji sawi pun) yakni, tidak ada lagi martabat lain yang tinggal di balik martabat tersebut. Karena jika ia tidak membenci dengan hatinya berarti ia rela dengan perbuatan mungkar tersebut. Dan itu bukan ciri iman.
Dari sini dapat diketahui bahwa, pengingkaran terhadap perbuatan mungkar itu tidak cukup hanya dengan lisan bagi orang yang mampu melakukannya dengan tangannya, dan tidak cukup dengan hati bagi orang yang mampu melakukannya dengan lisannya. Kewajiban amar makruf nahi munkar ini telah sesuai dengan Alkitab, Assunnah dan ijmak, dan ia juga termasuk nasihat yang merupakan agama.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa hadis yang berkaitan dengan amar makruf nahi munkar itu.
Dari Huzaifah radiyallahu anhu, katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kalian menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, atau kalau tidak, niscaya Allah benur-benar ukan mengirimkan asab dari sisi-Nyu kemudian kalian berdoa kepuda. Nya, maka doa kalian tidak lagi akan diterima.” (Diriwayatkan oleh Atturmidz1)
Dari Abdullah bin Umar katanya: Rasulullah bersabda yang artinya: Wahai saudara-saudara, perintahkanlah oleh kalian perbuatan kebajikan dan cegahlah oleh kalian perbuatan kemungkaran, sebelum datang masa di mana kalian berdoa namun doa kalian tiduk dikabulkan, dan sebelum kalian minta ampun numun Allah tidak mengampuni kalian. Sesungguhnya amar makruf nahi munkar itu tidaklah menghambat datangnya rezeki dan tidak pula mempercepat datangnya ajal. Para pendeta Yahudi dan Nasrani dahulu, ketika mereka meninggalkan amar makruf nahi munkar, maka mereka lalu dikutuk oleh Allah melalui lisan para nabi mereka, kemudian turun bencana merata di antara mereka. (Diriwayatkan oleh Al Ashfihaani)
Dari Abu Said Alkhudri , dari Rasulullah , Beliau bersabda yang artinya: Jihad yang paling utama itu adalah mengucapkan kata-kata hak di hadapan raja yang kejam atau penguasa yang lalim. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Dari Abu Dzarr , katanya: Sahabatku Rasulullah mewasiarkan kepadaku beberapa perilaku yang baik. Beliau berwasiat supaya aku tidak takut dalam berjuang di jalan Allah terhadap celaan orang yang mencela, dan Beliau juga berwasiat kepadaku supaya aku mengatukan kebenaran sekalipun pahit. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban)
Dari Abubakar Assiddiq , katanya: Rasulullah bersabda yang artinya: Tiduklah suatu kaum yang di kalangan mereka dilakukun perbuatan maksiat, mereka mampu untuk mengubahnya namun mereka tidak mengubahnya, melainkan akan meratulah siksa Allah atas mereka. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Dari Anas bin Malik , katanya: Rasulullah bersabda yang artinya: Kalimat Laa ilaaha illallaah senantiasa berguna bagi orang yang mengucapkannya, dan akan mengangkat asab dan siksa sepanjang mereka tidak meremehkan haknya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan meremehkan haknya itu? Beliau menjawab: Tampak perbuatan maksiat kepada Allah namun mereka tidak mengingkari dan tidak mengubahnya. (Diriwayatkan oleh Al Ashfihaani)
Rasulullah pernah ditanya tentang orang yang paling baik, Beliau menjawab: Orang yang paling baik itu ialah orang yang paling takwa kepada Tuhan, yang paling banyak menghubungkan tali kekeluargaan, dan yang paling sering melakukan amar makruf dan nahi mungkar. (Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan lainnya)
Amar makruf dan nahi munkar itu hukumnya fardu kifayah. Maksud amar adalah dalam masalah kewajiban-kewajiban syara’, sedangkan nahi adalah hal-hal yang diharamkannya. Apabila sudah ada yang melakukan amar makruf nahi munkar itu maka menjadi gugurlah kewajibannya atas yang lain, namun jika tidak ada seorang pun yang melaksanakan amar makruf nahi munkar, maka semuanya menjadi berdosa.
PENUTUP:
Tidak ada hal yang bertolak belakang antara sabda Nabi man ra-aa minkum munkaran falyughayyirhu biyadihi hingga akhirnya, dengan firman Allah: yaa ayyuhal ladziina aamanuu alaikum anfusukum laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitumilallaahi marji’ukum. Menurut ahli tahkiik maknanya adalah: Jika kamu melaksankan apa yang dibebankan kepadamu itu maka tidaklah merugikan kamu perbuatan orang lain yang tidak mau menjalankannya. Karena ia telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya, karena kewajibannya adalah hanya menyuruh, bukan supaya orang menerimanya.
Dari Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya:
Artinya:
Janganlah kamu satu sama lain saling mendengki, dan janganlah saling bersaing dalam penawaran, jangan saling membenci, dan jangan saling membelakangi (jauh-menjauhi), dan janganlah kamu (merebut) membeli atau menjual (barang) yang sedang hendak dijual atau dibeli oleh orang lain. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim aduluh saudara duri muslim yang lain, ia tidak boleh menganiayanya, menclantarkannya, mendustainya, dan menghinanya. Tukwa itu adaluh di sini -Beliau lulu menunju ke arah dadanya tiga kaliTerlalu jahat orang yang menghina saudaranya sesama muslim. Semua orang Islum harum bagi orang Islam lainnya dalam hal darahnya, hartanya dan kehormatannya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN:
Sungguh benar sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah itu.
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung dan banyak mengandung faedah.
(Laa tahaasaduu) yakni, janganlah kalian saling mendengki. Maksud dengki itu adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain, dan ini hukumnya haram secara ijmak. Banyak hadis yang mengecam sifat hasad ini. Ia adalah penyakit yang tidak ada obatnya, termasuk penyakit kalbu yang besar. Ia merusak agama dan dunia si pendengki itu dan tidak merusak agama dan dunia orang yang didengkinya. Karena kenikmatan itu tidak bisa lenyap sama sekali oleh dengki, kalau tidak tentu tidak tersisa nikmat Allah atas seseorang sampai-sampai imannya sekalipun, sebab orang-orang kafir menginginkan lenyapnya iman dari pemiliknya. Bahkan orang yang didengki itu mendapatkan manfaat dari dengkinya orang yang dengki dari sisi agama, karena dia termasuk orang yang teraniaya dari pihak si pendengki itu. Apalagi kalau si pendengki itu menampakkan kedengkiannya ke luar dengan jalan ngrasaninya atau membuka aibnya, dan lain-lain hal yang menyakitinya. Ini ibarat hadiah untuknya dari kebaikan-kebaikan si pendengki itu hingga akhirnya si pendengki itu menghadap Allah pada hari kiamat kelak dalam keadaan bangkrut, tidak mempunyai kebaikan apa-apa lagi, sebagaimana ia diharamkan mendapatkannya di dunia dahulu.
Nabi bersabda, yang artinya: Sifat dengki itu akan memakan kebaikan sebasuimana api memukan (membukur) kayu.
HIKAYAT:
Pada zaman dahulu, ada seorang salih mendampingi seorang raja sambil memberinya petuah-petuah berharga, di antaranya ia berkata: “Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya, sebab orang yang jahat akan mendapatkan hukuman oleh keburukannya sendiri.”
Melihat kedekatan orang salih itu dengan sang raja, ada orang yang merasa dengki. Orang itu lalu mencari jalan supaya orang salih itu dibunuh oleh raja. Kemudian ia berkata raja: “Orang itu mengatakan bahwa bau mulut baginda busuk. Coba baginda lihat sendiri buktinya, jika baginda dekat dengannya ia pasti menutup mulut dan hidungnya agar tidak tercium bau mulut baginda.”
Mendengar perkataan orang itu, raja itu menjadi sangat murka. Ia ingin membuktikannya.
Setelah keluar dari balai ruang raja, orang itu lalu mengajak makan orang salih tersebut, dan disuguhinya makanan yang banyak bawang putihnya. Ketika orang salih itu menghadap raja, sebagaimana biasa ia lalu menasihati raja, yang di antara nasihatnya itu adalah: Berbuat baiklah kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya….dan seterusnya.
Raja lalu menyuruhnya supaya duduk lebih dekat dengannya. Orang salih itu pun menurut, sambil menutup mulut dan hidungnya karena khawatir bau bawang putih yang dimakannya tercium oleh raja. Raja lalu berkata dalam hatinya: “Si fulan itu rupanya benar.” Kemudian ia lalu menulis sepucuk surat buat petugasnya. Biasanya raja tidak menulis sendiri suatu surat kecuali yang isinya perintah untuk memberikan hadiah. Tetapi kali ini raja menulis: “Jika pembawa surat ini datang menemuimu, maka bunuhlah ia dengan seburuknya, lalu cincang-cincang dan bawa kepadaku.”
Kemudian surat itu diberikannya kepada orang salih tesebut. Ketika orang salih itu keluar sambil membawa surat tadi, ia dicegat oleh si pendengki, lalu ditanyanya: “Apa yang di tanganmu itu?” Orang salih itu menjawab: “Surat raja berisi hadiah.”
“Berikan padaku,” kata si pendengki. Orang salih itu menjawab: “Ambillah.”
Maka surat itu diambil oleh si pendengki dan dibawanya ke petugas raja. Setelah surat itu diberikannya kepada petugas raja dan dibacanya, maka petugas itu berkata: “Dalam surat ini tertulis aku harus membunuhmu dengan seburuk-buruknya, lalu mencincangmu!”
“Oh jangan pak, itu sebenarnya bukan surat saya, tahanlah dulu, biar saya menghubungi raja lagi,” kata si pendengki itu memelas.
Namun petugas menjawab: “Perintah raja tidak bisa ditunda.”
Maka akhirnya si pendengki itu pun lalu dibunuh dan dicincang, kemudian diserahkan kepada raja.
Sedangkan orang salih itu, sebagaimana biasa tetap datang menemui raja, dan memberikan nasihat kepada raja. Raja menjadi heran, lalu bertanya: “Apa yang kaulakukan dengan suratku?” Orang salih itu menjawab: “Surat itu diminta oleh si fulan, lalu saya berikan kepadanya.” Raja bertanya kembali: “Orang itu mengatakan bahwa kau menganggap mulutku bau.”
“Tidak, saya tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya,” bantah orang salih itu.
“Tetapi mengapa kau menutup mulut dan hidungmu ketika berhadapan denganku?”
“Karena dia telah memberiku makan bawang putih, saya tidak mau baginda mencium baunya yang kurang sedap itu.” Jelas si orang salih.
Raja lalu berkata: “Engkau benar, kembalilah ke tempatmu, orang Jahat itu telah mendapatkan balasan dari keburukannya sendiri.”
Maka renungkanlah oleh Anda —semoga Allah menyayangi Andakeburukan sifat dingki itu, nanti Anda akan mengetahui rahasia sabda Nabi yang artinya: Janganlah menampakkan kegembiraan terhadap kesengsaraan saudaramu, maka Allah akan mensejahterakannya dan (berbalik) menguji Anda.
(Walaa tanaajasyuu) artinya menurut bahasa adalah memonopoli, sedangkan menurut syara” artinya adalah menambah harga barang yang akan dijual melebihi dari harga umumnya dengan tujuan supaya ada orang yang membelinya dengan harga mahal. Ini hukumnya haram karena adanya perbuatan yang menyakiti orang lain, dan juga menipu orang lain itu hukumnya haram. Sedangkan jual belinya sendiri adalah sah, karena makna larangan ini adalah di luar jual beli itu, dan tidak ada khiyar bagi si pembeli sebab kelalaiannya. Dan dosa perbuatan ini hanya tertentu bagi orang yang mengetahui akan keharamannya, bukan yang lainnya.
(Walaa tabaaghadhuu) yakni, jangan mencari sebab yang akan mendatangkan kebencian, sebab perbuatan benci itu hukumnya haram kecuali benci karena Allah, maka yang terakhir ini adalah wajib dan menjadi ciri kesempurnaan iman. Sebagaimana sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa mencinta karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka berarti imannya telah sempurna.
(Walaa tadaabaruu) yakni, janganlah kamu saling membelakangi atau saling menjauhi.
Nabi bersabda, yang artinya: Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (memutuskan hubungan) dengan saudaranya melebihi dari tiga hari.
Dalam Sunan Abu Daud disebutkan: Barangsiapa memutuskan hubungannya lebih dari tiga hari lalu ia mati, maka ia akan masuk neraka.
Hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini sangat banyak jumlahnya.
Dibolehkan memutuskan hubungan dengan orang fasik, tukang bid’ah dan yang serupa dengan mereka, dan juga orang yang diharapkan dengan pemutusan hubungan itu akan menjadi baik agamanya, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah terhadap Kaab bin Malik dan dua kawannya.
(Walaa yabi’ badhukum “laa bai’i badhin) Rasulullah melarang (merebut) membeli/menjual (barang) yang hendak dijual atau dibeli oleh orang lain sebelum selesai transaksi antara mereka. Misalnya, seseorang menyuruh pembeli membatalkan transaksinya dengan orang lain lalu ia menjual kepada pembeli itu barang yang sama dengan harga yang lebih murah daripada di tempat penjual pertama tadi. Atau, menyuruh seorang penjual membatalkan barang yang hendak dijualnya kepada orang lain, lalu ia membelinya dengan harga yang lebih mahal.
(Wa kuunuu ‘ibaadallaahi ikhwaanan) yakni, usahakanlah supaya kamu bisa menjadi seperti bersaudara.
(Almuslimu akhul muslim) maksudnya, dalam hal baiknya pergaulan.
(Laa yazhlimuhu) yakni, tidak merugikan dan menyakitinya. Perbuatan zalim kepada orang kafir saja hukumnya haram, apalagi terhadap orang muslim. Kezaliman itu bisa terhadap jiwa, harta dan kehormatan.
Sebagian ulama salaf berkata: “Jangan menganiaya orang lemah, supaya engkau tidak menjadi seburuk-buruk orang yang celaka.”
(Walaa yakhdzuluhu) yakni, tidak mau membantu dan menolongnya untuk hal-hal yang dibolehkan ketika ia sangat membutuhkannya, padahal mampu untuk melakukannya. Karena di antara hak sesama muslim itu adalah bantu membantu dan tolong menolong.
(Walaa yakdzibuhu) yakni, tidak mengatakan kepadanya tentang sesuatu berbeda dengan kenyataannya. Karena perbuatan tersebut merupakan tindakan penipuan dan pengkhianatan yang paling besar mudarratnya. Sebaliknya sifat jujur merupakan perilaku yang palmg banyak manfaatnya. Telah banyak diriwayatkan tentang pujian terhadap sifat jujur dan celaan terhadap sifat dusta itu, sehingga tidak perlu lagi kua bahas secara panjang lebar.
(Walaa yahqiruhu) yakni, dan tidak meretidahkannya. Sebab Allah memuliakannya, dan orang yang dimuliakan Allah udak boleh dihina.
(Attakwaa haahunza, wa yusyiiru ilaa shadrihi tsalaatsa marraatin) karena kalbu itu laksana raya bagi tubuh, kalau ia baik maka seluruh tubuh akan ikut baik. Diulangnya isyarat itu sampai tiga kali menunjukkan pentingnya hal yang diisyaratkan tersebut, yaitu kalbu.
(Bihasbim-ri-in minasy syari an yahqiro akhaahul muslima) dalam kalimat ini terkandung peringatan dari perbuatan menghina orang. Allah berfirman,
yang artinya: Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (QS. 49: 11)
Jangan sekali-kali Anda menghina atau meremehkan orang lain, belum tahu di sisi Allah ia lebih baik, lebih utama dan lebih dekat daripada Anda.
CATATAN:
Orang kafir boleh dihina karena ia tidak mempunyai kemuliaan disebabkan oleh kekafirannya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah
yang artinya: Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya. (QS. 22: 18)
(Kullul muslimi ‘alal muslimi haraamun damuhu wa maaluhu wa ‘irdhuhu) dijadikannya tiga perkara ini haram karena ketiganya merupakan hal yang sangat vital baginya. Darah untuk kehidupannya, harta merupakan materi darah, dan kehormatan adalah tegaknya bentuk maknawinya.
PENUTUP:
Untuk menutup majelis ini, akan kami kemukakan ayat-ayat dan hadis-hadis yang berkaitan dengan celaan terhadap ghibah (ngrasani).
Allah berfirman,
yang artinya: Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. (QS. 49: 12)
Dari Jabir bin Abdullah , katanya: “Kami pernah bersama Rasulullah , tiba-tiba tercium bau bangkai yang sangat busuk, lalu Rasulullah bertanya: “Tahukah kalian bau apa ini?” Kami jawab: “Tidak, Ya Rasulullah.” Beliau menjelaskan: “Ini adalah bau orang yang menggunjingkan orang lain.”
Dari sahabat Jabir pula, katanya: “Rasulullah bersbada: “Janganlah sekali-kali kamu menggunjing orang, sebab ia lebih berat daripada zina.’ Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa ia lebih berat daripada zina? ‘ Jawab: “Karena boleh jadi orang yang berzina itu meminta ampun kepada Allah lalu Allah mengampuninya, sedangkan orang yang menggunjing orang lain itu tidak akan diampuni dosanya sampai orang yang digunjinginya itu memaafkannya.’”
Rasulullah bersabda yang artinya: Ghibah (mengsunjing) itu memang enak di dunia, namun ia akan menyeret pelakukan kelak di akhirat ke dalam neraka.
Dari Ikrimah, bahwa seorang wanita yang bertubuh pendek masuk menemui Nabi . Ketika ia keluar kembali, Aisyah radiyallaahu anha berkata: “Alangkah fasih bicaranya, hanya sayang ia pendek.” Maka Rasulullah menegurnya: “Engkau telah menggunjingnya, wahai Aisyah.” Aisyah menjawab: “Saya mengatakan apa adanya.” Beliau bersabda: “Tetapi engkau telah mengatakan apa yang paling buruk padanya.” Kemudian Beliau bersabda: Barangsiapa menahan lidahnya dari mengganggu kehormatan kaum muslimin maka Allah akan memaafkan kesuluhannya pada hari kiamat kelak: dan barangsiapa membela saudaranya maka Allah benar-benar akan membebaskannya dari api neraka.
Konon pada hari kiamat seorang hamba diberi kitab catatan amalnya, maka ketika dilihatnya ternyata di dalamnya tidak tampak catatan kebaikannya sama sekali, maka ia lalu mengadu kepada Allah: “Ya Rabb, mana salatku, puasaku dan ketaatanku?” Lalu dikatakan kepadanya: “Semua amalmu lenyap disebabkan oleh ghibahmu. Dan ada pula orang yang ketika diberi catatan amalnya dari sebelah kananya, dilihatnya banyak kebaikan yang tidak pernah dilakukannya di dunia, lalu dikatakan kepadanya: “Itu adalah kebaikan-kebaikan dari orang yang menggunjingmu di dunia dahulu sedangkan engkau tidak merasa.”
HIKAYAT:
Alkisah, ada seorang fukaha (ahli fikih) sedang mengajar di hadapan murid-muridnya di madrasahnya, tiba-tiba datang seorang wanita. Wanita Itu berkata: “Saya ingin menanyakan sesuatu kepada kiai, namun saya merasa malu untuk mengatakannya.” Kiai itu menjawab: “Katakan saja, tidak perlu malu dalam masalah ilmu.”
Wanita itu lalu berkata: “Suatu malam, saya sedang tidur, tiba-tiba datang putera saya dalam keadaan mabuk lalu menggauli saya hingga saya hamil dan melahirkan anak.”
Orang-orang yang hadir di sutu merasa heran atas kejadian tersebut, lalu kiai itu berkata: “Apakah kalian merasa heran dengan kejadian ini. Padahal ini lebih ringan dibandingkan ghibah (ngrasani orang), sebab pelaku zina bila bertobat maka Allah akan mengampuninya, namun pelaku ghibah tidak akan diampuni hingga orang yang digunjinginya itu memaafkannya.”
HADIS KE-36
Dari sahabat Abu Hurairah. Dari Nabi. Sabdanya :
Artinya:
Barangsiapa melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan maka Allah pun akan melepaskannya dari satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa memudahkan bagi orang yang kesulitan, maka Allah pun akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah tetap bersedia menolong hamba-Nya selama hamba itu suka menolong saudaranya. Dan barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Dan apabila berkumpul suatu kaum di suatu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) sambil mempelajari Kitabullah dan mendarasnya antara sesama mereka, niscaya turun ke atas mereka ketentraman, dan mereka diliputi oleh rahmat dan dikelilingi oleh malaikat. Dan Allah menyebut-nyebut mereka (membanggakan) kepada malaikat yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa diperlambat oleh amalnya, niscaya tidak akan dipercepat oleh nasabnya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz ini.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung yang mengumpulkan beberapa ilmu, kaidah dan adab.
(Man naffasa ‘an mu’minin kurbatan min kurabi yaumil qiyaamati) yakni, menghilangkan apa yang menyusahkan jiwa.
(naffasallaahu ‘anhu kurbatas min kurabi yaumil giyaamati) yakni, sebagai ganjaran atas apa yang telah dilakukannya itu. Dalam hadis ini dan hadis berikutnya terdapat anjuran agar memenuhi hajat seorang mukmin, membantu mereka dan penghilangkan kesusahan mereka. Adapun pertolongan itu bisa dengar harta dan kedudukan atau lainnya.
Banyak hadis yang memberitakan tentang keutamaan memenuhi hajat seorang mukmin itu, di antaranya adalah sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa memenuhi hajat saudaranya sesama muslim di dunia, maka Allah akan memenuhi hajatnya sebanyak tujuh puluh hajat di antara hajat-hajat akhirat, yang paling ringan adalah ampunan.
(Waman yassara ‘alaa mu’sirin) dengan cara apa saja.”
(yassarallaahu ‘alaihi fid dunyaa wal aakhirati) karena pahala itu sesuai dengan jenis amalnya.
(Waman satara musliman, satarahullaahu fid dunyaa wal aakhirati) yang dimaksud dengan merahasiakan di sini adalah menutupi aib seorang keluarga dan yang serupa dengan itu yang tidak dikenal orang akan kebejadan dan keburukannya.
(Wallaahu fii ‘aunil abdi) yakni dengan jalan menolong dan mendukungnya.
(maa kaanal ‘abdu fii ‘auni akhiihi) yakni, selama si hamba menolong saudaranya itu.
(Waman salaka thariian yaltamisu fiihi “ilman sahhalallaahu lahu bihi thariiqan ilal jannati) yakni, Allah akan menunjukkan kepadanya jalan petunjuk dan taat yang akan menyampaikannya ke surga. Atau, Allah akan mengganjarnya dtas perbuatannya itu dengan memudahkannya masuk ke dalam surga .
(Wamaj-tama’a qaumun) yakni, jamaah.
(Fii baitn min buyuutillashi) yakni, di satu masjid di antara masjid-masjid-Nya.
(Yatluuna kitaaballaahi wa yatadaarasuunahu bainahum illaa nazalat ‘alaihimus sakiinatu) yakni, perasaan aman dan tentram.
(Wa qhasyiyat-humur rahmatu) yakni, merata di antara mereka.
(Wa haffat humul malaaikatu) yakni, malaikat datang dan mengelilingi mereka untuk mendengarkan firman Allah dan mengambil berkatnya serta menghormati kepada orang-orang yang sedang bertadarusan tersebut.
(Wa dzakarahullaahu fiiman ‘indahu) dari golongan.nabi-nabi dan malaikat.
(Wa man abtha-a amaluhu lam yusri’ bihi nasabhu) yakni, tidak akan mencapai martabat orang-orang yang beramal dan sempurna.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini akan dikemukakan beberapa ayat dan hadis yang berkaitan dengan keutamaan zikir.
Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersikirluh (dengan menyebut nama) Allah, sikir yang sebanyakbanyaknya. (QS. 33: 41) Dan firman-Nya, yang artinya: Dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. (QS. 8: 45)
Dan diriwayatkan bahwa, Allah melihat kepada majelis zikir lalu berfirman kepada malaikat-Nya: “Wahai malaikat-Ku dan penghuni langit-Ku, lihatlah kepada hamba-hamba-Ku. Telah berkumpul kepadaKu seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku membacakan ayat-ayat-Ku kepada mereka dan mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Ku, persaksikanlah oleh kalian, bahwa Aku telah mengampuni mereka.”
Dari Ibnu Abbas. Dari Rasulullah Beliau meriwayatkan dari Tuhannya Tabaaraka wa. Sabdanya :
Artinya:
Sesungguhnya Allah teluh menetapkan kebaikan-kebaikan dan kejahatan-kejahatan dan kemudian menerangkannya. Maka orang yang ingin mengerjakan kebaikan namun tidak di kerjakannya, Allah akan mencatutnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia ingin mengerjakan satu kebaikan kemudian dikerjakannya, maka Allah akan mencatutnya di sisi-Nya berlipat-sanda 10 kali lipatnya sampai 700 kali lipat. Dan jika seseorang bermaksud akan melakukan suatu kejahatan namun tidak dikerjakannya, maka Allah akan mencatatkannya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia bermaksud akan melakukan suatu kejahatan kemudian dikerjakannya, maka Allah akan mencatatnya sebagai satu kejahatan saja.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab sahih mereka sebagaimana yang tertulis ini.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, yang menunjukkan kemurahan dan kasih saying Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah, karunianya sangat besar, Dia melipatgandakan kebaikan dan tidak kejahatan.
(Innallaaha ta’aala katabal hasanaati was sayyiaat) yakni, menetapkan nilai kelipatannya di Lauhil mahfuz, yaitu di dalam ilmu-Nya.
(Tsumma bayyana dzaalika) yakni, memerinci apa yang disebutkan itu.
(Faman hamma bihasanatin) yakni, bermaksud akan melakukannya..
(Falam ya’malhaa, katabahallaahu) yakni, dinilai-Nya, atau diperintahkan-Nya kepada malaikat hafazhah untuk mencatatnya.
(‘Indahu) kata ‘inda di sini untuk kehormatan.
(Hasanatan kaamilatan) yakni, tidak kurang sedikit pun.
(Wa in hamma bihaa fa “amilahaa katabahallaahu ‘indahu) sebagai perhatian kepada orang yang melakukan hal tersebut.
(Asyra hasanaatin) ini dibenarkan oleh firman Allah ,
yang artinya: Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (QS. 6: 160) Ini merupakan kelipatan yang paling sedikit.
(Ilan adhanfin katsiiratin) menurutkan niat, keikhlasan dan banyaknya manfaat. Ini didukung oleh firman Allah,
yang artinya: Siapakah yang mau memberi pinjuman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di julun Allah) muka Allah akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (QS. 2: 245)
(Wa in hamma bisayyiatin falam ya’malhaa katabahallaahu “indahu hasanatan kaamilatan) yakni, jika ia meninggalkannya itu karena Allah.
(Wa in ‘amilahaa kataba sayyiatan waahidatan) ini sesuai dengan firman Allah
yang artinya: Dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. (QS. 6: 160)
PENUTUP:
Alwaahidi di dalam tafsirnya mengatakan: Anas meriwayatkan bahwa, Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menugaskan dua malaikat untuk menuliskan amal seseorang hamba. Jika si hamba mati, maka kedua malaikat tesebut berkata: “Ya Rabb, hamba-Mu si fulan telab meninggal dunia, ke mana kami musti membawanya?“ Allah menjawab: “Langit-Ku penuh dengan malaikat yang menyambah-Ku, dan bumi-Ku juga penuh dengan malaikat-Ku yang taat kepada-Ku. Pergilah ke kubur hamba-Ku dan ucapkanlah oleh kalian berdua tasbih, takbir dan tabJil, kemudian tuliskanlah itu di catatan amal hamba-Ku hingga hari kiamat.
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda:
Artinya: Sesungguhnya Allah telah berfirman: Barangsiapa memusuhi wali-Ku maka Kunyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku bertaqarrub (beramal untuk meraih keridaan Allah) kepada-Ku yang lebih Aku sukai seperti bila ia melakukan kewajiban yang Aku perintahkan kepadanya. Dan senantiasalah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku mencinta-nya, muka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan penglihatannya yang ta Bunakan untuk melihat, tangunnva yang ia gunakan untuk menangkap, serta kakinya yang ta gunukan untuk berjalan. Dan apabila ia meminta kepada-Ku pasti Aku beri, dan jika ia meminta perlindungan, pasti Aku lindungi.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, ia adalah pokok bersuluk dan bertagarrub kepada Allah serta sampai kepada makrifat-Nya. Hadis ini termasuk salah satu hadis Oudsi, kaena ia adalah Kalamullah yang diriwayatkan oleh Nabi dari Jibril dari Tuhannya .
(Innallaaha ta’aala gaala man ‘aada lii) yakni, Aku jadikan ia musuh.
(Faqad aadzantuhubilharbi) yakni, Kupermaklumkan perang terhadapnya, artinya Aku akan membinasakannya.
TANBIH:
Alfakihani berkata: “Diperangi Allah artinya dibinasakan Allah.”
Ulama lainnya mengatakan bahwa, orang yang menyakiti aulia Allah merupakan tanda akan mati dalam keadaan suu-ul khatimah (mati tidak membawa iman), sebagaimana orang mati dalam melakukan riba,
(Wamaa taqarraba ilayya ‘abdii) penyandaran ka “abdun dengan ya (menjadi “abdii) di sini adalah sebagai pemuliaan.
(Bisyai-in ahabbu ilayya mimma ftaradhtu alaihi) baik fardu ain maupun fardu kifayah, seperti menunaikan kewajiban, amar makruf nahi mungkar dan lain-lain.
(Walaa yazaalu abdii) dalam riwayat lain maa zaala.
(Yataqarrabu ilayya bin nawaafili) dengan melaksanakan salat sunnah atau lainnya.
(Hattaa uhibbuhu) Alfakihani berkata: “Makna hadis ini adalah jika seseorang melaksanakan yang fardu dan senantiasa melakukan yang sunnah, seperti salat, puasa dan lain-lain, maka hal itu akan membawanya kepada kecintaan Allah.
(Fa idzaa ahbabtuhu kunta sam’ahul ladzii yasma’u bihi wa basharahul ladzii yubshiru bihi wa yadahul latii yabthisyu bihaa wa rijlahul latii yamsyii bihaa) Ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah Aku segera mengabulkan segala hajatnya.
(Wa lain sa-afanii a’thaituhu) yakni, memberikan apa yang ia pinta.
(Wa lainista’aadza nii) yakni, jika ia minta agar Aku melindunginya dari apa yang ia takuti.
(La u’iidzannahu) maksudnya, Allah akan melindungi setiap wali-Nya dalam segala keadaannya.
FAEDAH:
Sebagian ulama mengatakan: “Jika Allah hendak mengangkat seseorang hamba menjadi seorang wali, maka Dia akan membukakan baginya pintu zikir-Nya. Jika ia sudah merasa nikmat dengan zikir itu, maka Allah akan membukakan baginya pintu gurbi (dekat kepada-Nya). Kemudian diangkat-Nya ke Majaalisul Unsi, kemudian didudukan-Nya di Kursi Tauhid, kemudian diangkat hijab darinya dan dimasukkan ke Daarul Ourbi, dan disingkapkan baginya sifat Jalal-Nya dan Azhamah-Nya. Dan jika pandangannya jatuh kepada sifat Jalal dan Azhamah tadi, maka akan keluarlah ia dari perasaannya dan dorongan nafsunya, dan pada saat itu ia memperoleh Magam Ilmu kepada Allah, maka ia tidak perlu belajar lagi kepada makhluk, namun ia akan mendapatkan ilmu langsung dari Allah. Maka ia akan mendengar apa yang tak terdengar, dan memahami apa yang tak dapat dipahami.
PENUTUP:
Sebagian orang arif mengatakan bahwa, tanda cinta kepada Allah itu adalah benci kepada nafsu. Karena nafsu mencegah dari yang dicintai (yaitu Allah). Dan jika nafsunya itu menyepakatinya dari cintanya kepada Allah, maka ia pun akan mencintai nafsunya itu, bukan karena nafsunya itu sendiri, tetapi karena si nafsu mencintai yang dicintainya.
Dari Ibnu Abbas katanya: Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah memaafkan (menghapuskan) -karena akudari umatku (perbuatan-perbuatan yang dilakukan karena) tersalah atau lupa, dan apa-apa yang dipaksakan atasnya.
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaki serta lainnya.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung, yang manfaatnya umum.
(Innallaaha ta’nala tajaawaza) artinya, memaafkan,
(An ummatii) yakni, karena aku,
(Alkhathaa-a) yaitu, lawan dari benar,
(Wan nisyaana) yaitu, tidak ingat akan sesuatu karena Jalai.
(Wamas-tukrihuu ‘alaihi) yakni, dipaksa.
Ketiga perkara tersebut di atas diangkat atau dihapus dari umat ini (Islam) demi kemuliaan Nabi Muhammad .
TANBIH:
Alkalbi rahimahullah berkata: “Dahulu, kaum Bani Israil, jika mereka tupa akan sesuatu dari apa yang diperintahkan kepada mereka, atau keliru dalam melakukan sesuatu, maka discgecrakan hukuman terhadap mereka, Mereka tidak diberi makanan dan minuman menurut dosa mereka tersebut. Kemudian Allah menyuruh kaum muslimin agar meminta kepada-Nya untuk tidak menghukum mereka atas perbuatan tersebut.
PENUTUP:
Wahab bin Munabbih berkata: “Tatkala Nabi Musa membaca Lauh, Beliau menemukan keutamaan umat Muhammad . Beliau lalu bertanya: “Ya Rabb, siapakah umat yang disayangi ini yang saya dapati di dalam lauh?”
“Mereka adalah umat Muhammad. Mereka rela dengan sedikit pemberian-Ku maka Aku pun rela dengan sedikit amal mercka. Aku masukkan mereka dengan ucapan laa ilaaha illallaah.”
“Saya dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada hari kiamat dengan rupa bak bulan purnama, maka jadikanlah mereka sebagai umatku,’
“Mereka adalah umat Muhammad, Aku bangkitkan mereka pada hari kiamat kelak dalam keadaan bercahaya.”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang serempang mereka ada di punggung mereka, pedang-pedang mereka ada di bahu mereka, mereka mengenakan sorban di kepala mereka, mereka berjuang di segenap penjuru hingga mereka bunuh Dajjal, jadikanlah mereka sebagai umatku.’
“Mereka adalah umat Muhammad.
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang mengerjakan salat sehari semalam sebanyak lima kali salat di dalam lima waktu, pintu langit dibukakan buat mereka, dan rahmat turun ke atas mereka, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang bumi dijadikan buat mereka sebagai masjid dan suci, harta rampasan perang halal buat mereka, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.’
Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang berpuasa karena Engkau di bulan Ramadan lalu Engkau ampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu, jadikanlah kiranya mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad. ‘
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang naik haji karena Engkau ke Baitullah. Mereka tidak menunaikannya karena ada hajat. Mereka menangis karena Engkau, dan mengucapkan talbiah, jadikanlah mereka sebagai umatku!”
“Mereka adalah umat Muhammad.”
‘Apa yang Engkau berikan buat mereka karena itu?”
“Aku berikan buat mereka ampunan dan Aku berikan mereka syafaat buat orang-orang di belakang mereka.”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang memberi makan ternak mereka, mereka memohon ampun kepada-Mu. Seseorang dari mereka mengangkat satu suap makanan ke mulutnya, dan belum lagi masuk ke dalam perut mereka, namun mereka sudah diampuni. Mereka memulai makannya dengan menyebut nama-Mu dan mengakhirinya dengan menyebut nama-Mu pula, jadikanlah mereka sebagai umatku.”
“Mcreka adalah umat Muhammad. “Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat kitab suci mereka tertanam di dalam dada-dada mereka, mereka membacanya, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat jika seseorang dari mereka ingin mengerjakan kebaikan namun tidak dikerjakannya maka dicatatkan untuk mereka satu kebaikan, dan jika dikerjakannya maka dicatatkan buatnya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, jadikanlah mereka sebagai umatku!
“Mereka adalah umat Muhammad.
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang jika seseorang dari mereka ingin melakukan kejahatan namun tidak dikerjakannya maka tidak akan dicatatkan buat mereka, dan jika mereka kerjakan maka hanya dicatatkan satu kejahatan saja, jadikanlah mereka sebagai umatku!”
“Mereka adalah umat Muhammad.”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang merupakan sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, mereka menyuruh kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada hari kiamat kelak dalam tiga golongan, satu golongan masuk surga tanpa hisab, satu golongan mendapat hisab yang ringan, dan satu golongan lagi disucikan lebih dahulu lalu mereka pun akhirnya masuk ke dalam surga, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.
Kemudian Nabi Musa berkata: “Ya Rabb, Engkau limpahkan kebaikan ini buat Ahmad dan umatnya, maka jadikanlah aku sebagai umatnya saja.”
Allah berfirman kepada Nabi Musa : “Aku telah memilihmu di antara umat manusia dengan membawa risalah-Ku dan Kalam-Ku, ambillah apa yang telah Kuberikan kepadamu dan jadilah sebagai orangorang yang bersyukur!”
Dari Ibnu Umar , katanya:
Artinya:
Rasulullah memegang pundakku seraya bersabda: “Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau pengembara (musafir)!” Dan Ibnu Umar Jb berkata: “Jika Anda berada di sore hari maka janganlah menunggu tibanya waktu pagi, dan jika Anda berada di pagi hari maka janganlah menunggu tibanya waktu sore. Dan pergunakanlah (beramallah) di waktu sehatmu sebelum Anda sakit, dan pergunakanlah waktu hidup hidupmu sebelum Anda mati.”
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung yang mengumpulkan berbagai-bagai kebaikan, dan pembicaraan ini tidak khusus untuk Ibnu Umar semata.
(Akhadza rasuulullaahi shallallaahu alaihi wasallam bimankibii) yakni, antara lengan dan bahu.
(Faqaala) yakni, Rasulullah .
(Kun fid-dunyaa ka-annaka ghariibun) yakni, jangan tergantung kepadanya dan jangan merasa tenang di dalamnya, karena Anda sedang dalam perjalanan untuk meninggalkannya ke negeri tempat tinggal Anda yang sebenarnya, yaitu akhirat. Sebagaimana orang asing yang tidak menetap di negeri asing dan tidak tenang kepadanya, tetapi selalu rindu kepada kampung halamannya, dan bermaksud akan kembali ke sana.
(Au Aaabiri sabiilin) yakni, pelancong atau perantau.
(Wa kaana ibnu umara yaquulu: idzaa amsaita falaa tantazhirush shabaaha wa idzaa ashbahta falaa tantazhirul masaa-a) yakni, sebab ia tidak tahu kapan akan didatangi maut maka ia akan berangkat ke akhirat, sebagaimana orang asing atau musafir yang tidak tahu kapan akan sampai ke negerinya, pagi atau sore.
(wa khudz min shihhatika limaradhika) dalam riwayat lain lisagamika maksudnya adalah, gunakan kesempatan untuk beramal salih di kala schatmu, karena penyakit akan menghalangimg darinya.
(Wa min hayaatika limautika) yakni, gunakanlah kesempatan selagi hidupmu, janganlah ia dilewatkan begitu saja dalarg kelalaian dan kealpaan, sehingga Anda akan menyesal sesudah matimu d mana penyesalan sudah tidak berguna lagi.
HIKAYAT:
Wahab bin Munabbih berkata: Pada suatu hari seorang raja sedang menunggang kudanya. Ia merasa bangga dengan keadaan dirinya, banyak memiliki hamba sahaya, pengawal, pakaian-pakaian yang indah dam lain-lain barta kekayaan dunia, maka timbullah dalam hatinya perasaa sombong.
Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang seorang laki-lakt yang berpakaian kumal, lalu orang itu memberi salam kepada sang raja, namun sang raja tidak menjawab salamnya. Orang itu lalu memegang tali kendali kuda sang raja. Raja itu berkata kepadanya: “Lepaskan tali kekan kudaku, kau sudah melakukan suatu perbuatan yang besar.”
Orang itu berkata: “Aku punya hajat kepadamu, yang akan aku bisikkan ke telingamu.”
Raja lalu menundukkan kepalanya, lalu orang itu membisikkap kepada sang raja: “Aku adalah malaikat maut!”
Raja itu menjadi pucat pasi dan tubuhnya gemetar ketakutan, lalu ia berkata: “Berilah saya tempo untuk pulang menemui keluargakmrdan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka.”
“Tidak bisa,” kata malaikat maut itu. “Kau tidak bisa berjumpa lagi dengan keluargamu selama-lamanya.”
Kemudian malaikat maut itu mencabut nyawanya, maka jatuhlah ia ibarat sebatang kayu,
Setelah itu, malaikat maut tersebut pergi menemui seorang hamba mukmin yang sedang berjalan di jalan, lalu ia memberi salam kepadanya, yang dijawab oleh si hamba mukmin itu dengan salam pula. Kemudian malaikat maut berkata kepadanya: “Saya punya hajat kepadamu.” Lalu dibisikkannya ke telinga orang salih itu: “Saya adalah malikat maut.”
Orang salih itu menyambut gembira sambil mengatakan: “Selamat datang kepada yang lama ghaibnya dariku. Demi Allah, tidak ada yang ghaib yang lebih saya sukai untuk bertemu dengannya melebihi dirimu.”
Malaikat maut itu berkata: “Selesaikanlah hajatmu yang engkau keluar untuknya.”
Hamba salih itu menjawab: “Demi Allah, tidak ada hajat yang lebih aku sukai melebihi berjumpa dengan Allah .”
“Pilihlah, dengan cara bagaimana engkau ingin aku mencabut nyawamu. Aku telah diperintah demikian?” Tanya malaikat maut itu lembut.
Orang salih itu menjawab: “Biarkan aku mengerjakan salat, lalu cabutlah nyawaku di dalam sujud.”
Kemudian ia pun berdiri salat, lalu nyawanya dicabut oleh malaikat maut ketika ia sedang sujud.
PENUTUP:
Alkisah, pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah mengumpulkan harta benda yang sangat banyak, sehingga ia menjadi seorang yang sangat kaya raya. Pada suatu hari ia mengadakan jamuan makan untuk keluarganya. Ia duduk di atas sebuah dipan sedangkan mereka berada di hadapannya sambil makan-makan. Ia duduk dengan meletakkan kaki kanannya di atas kaki kirinya seraya berkata dalam hatinya: “Nikmatilah hidupmu engkau telah mengumpulkan harta kekayaan yang cukup banyak.
Ketika ia sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba malaikat maut datang kepadanya menyamar sebagai seorang yang miskin, lalu mengetuk pintu. Maka beberapa pelayan keluar membukakan pintu, mereka bertanya: “Apa perlumu?” Malaikat maut itu menjawab: “Panggilkan tuanmu ke sini!”
Mereka lalu mengusirnya sambil mencemoohnya: “Tuan kami akan keluar menemui orang seperti engkau?!”
“Ya,” jawab malaikat maut.
Maka mereka lalu masuk menemui tuan mereka dan memberitahukan hal itu kepadanya. Tuannya berkata: “Kalian pukul saja dia!”
Malaikat maut kembali mengetuk pintu dengan keras, mereka pun berlarian menuju ke pintu. Malaikat maut lalu berkata: “Beritahukan tuanmu aku adalah malaikat pencabut nyawa!”
Ketika mereka mendengar perkataan malaikat maut itu, maka menjadi gemetarlah tubuh mereka dan persendian mereka terasa hampir copot. Mereka menjadi lunglai tak berdaya. Maka masuklah malaikat maut itu ke dalam menemui orang kaya tersebut. Orang kaya itu lalu mengumpulkan seluruh harta bendanya, kemudian dipandanginya dengan mata penyesalan seraya berkata: “Semoga Allah melaknatmu, karena engkaulah aku menjadi lupa mengingat kepada Tuhanku.”
Dengan kuasa Allah, harta itu bisa berbicara dengan suara jelas, katanya: “Jangan engkau mencaciku, kau sudah masuk menemui raja-raja denganku, dan menolak orang-orang takwa. Engkau sudah membelanjakanku di jalan kejahatan dan aku tidak pernah menolaknya. Kalau saja engkau belanjakan aku di jalan kebaikan tentu akan memberi manfaat kepadamu.”
Kemudian malaikat maut itu lalu mencabut nyawanya, lalu pergi.
Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash , katanya: Rasulullah sallallaahuallaihi wasallam bersabda:
Artinya:
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sampai hawa nafsunya tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan.
Hadis Hasan Sahih, telah kami riwayatkan dalam Alhujjah dengan sanad yang sahih.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan badis yang sangat besar manfaatnya.
(Laa yu’minu ahadukum) yakni, tidak sempurna imannya.
(Hattaa yakuuna hawaahu) yakni, apa-apa yang ia sukai dan cenderung kepadanya.
(Taba’an lima ji’tu bihi) yakni, dari syariat yang suci dan sempurna ini, maka imannya tidak sempurna sampai watak dan hatinya cenderung kepadanya.
HIKAYAT:
Alkisah, salah seorang abid dari kalangan Bani Israil pernah digoda oleh seorang wanita cantik. Kemudian abid itu minta air untuk bersuci. Setelah itu, ia lalu naik ketempat yang tinggi di rumah itu lalu terjun ke bawah. Konon dikatakan kepada Iblis, “Coba kau goda ia.” Iblis menjawab: “Aku tidak berdaya menghadapi orang yang telah berhasil melawan hawa nafsunya.”
Almar’asyi berkata: “Pada suatu ketika saya menumpang kapal. Ketika sedang berlayar di tengah lautan, sekonyong-konyong timbul angin topan sehingga kapal yang kami tumpangi hancur berantakan. Kebetulan saya berhasil berpegangan pada sebilah papan bersama seorang wanita. Wanita itu kehausan, lalu saya mohon kepada Allah agar memberinya minum. Maka turun sebuah rantai kearah kami yang di ujungnya ada sebuah kendi berisi air. Kemudian ketika saya menengok ke atas, tampak seorang laki-laki di awang-awang. Lantas saya bertanya kepadanya: “Bagaimana Anda bisa berada di awang-awang ini?”
Orang itu menjawab: “Saya tinggalkan keinginanku untuk keinginanNya, maka Dia tempatkan aku di awang-awang ini.”
Dalam hadis disebutkan, bahwa Nabi bersabda, yang artinya: “Barangsiapa memiliki kemampuan untuk berbuat mesum dengan seorang wanita kemudian ditinggalkannya (tidak dilakukannya) karena takut kepada Allah, niscaya ia akan diselamatkan oleh Allah di hari yang sangat menakutkan kelak (hari kiamat), dan diharamkanNya neraka atas dirinya, serta dimasukkan-Nya ke dalam surga.
Abu Zar’ah berkata: “Saya melihat seorang wanita di jalan, lalu ia berkata kepada saya: “Apakah tuan mau ganjaran dan pahala dengan menengok orang sakit?” Saya menjawab: “Ya.” Wanita itu berkata: “Masuklah ke dalam rumahku.” Maka saya pun masuk ke dalam rumahnya. Setelah saya di dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, maka saya pun mengerti apa maksudnya. Lantas saya berdoa: “Ya Allah, hitamkanlah wajahnya.” Maka seketika itu juga wajah wanita itu berubah menjadi hitam legam. Ia pun menjadi ketakutan, lalu dibukakannya pintu itu. Sesampainya di luar, saya berdoa kembali: “Ya Allah, kembalikanlah wajahnya seperti sediakala.” Dengan izin Allah, wajahnya kembali seperti sediakala.
Konon, Nabi Musa pernah berkata: “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan makhluk, dan Engkau pelihara mereka dengan nikmat-Mu, kemudian di akhirat, Engkau cemplungkan mereka ke dalam neraka?!”
Maka Allah berfirman: “Hai Musa, tanamlah tanaman!”
Musa lalu menanam tanaman, setelah itu dipanennya dan digilingnya. Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Hai Musa, apa yang telah kauperbuat terhadap tanamanmu?”
Musa menjawab: “Sudah saya panen.”
“Apakah ada yang kautinggalkan.”
“Ya ada, yaitu yang sudah tidak berguna lagi.”
“Hai Musa, begitulah, Aku masukkan ke dalam neraka orang yang sudah tidak ada kebaikan lagi padanya.”
PENUTUP:
Alkisah, ada seorang salih yang pekerjaannya sehari-hari adalah menjual gerabah dari tembikar. Pada suatu hari, sebagaimana biasa, ia keluar untuk menjajakan barang dagangannya. Di tengah jalan, ia dicegat oleh seorang wanita. Wanita itu berkata kepadanya: “Masuklah ke rumahku, nanti saya beli barangmu.”
Maka ia pun masuk ke dalam rumah wanita itu. Ketika ia sudah berada di dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, dan memaksa laki-laki sahih itu untuk melayaninya berbuat mesum. Orang salih itu berkata: “Saya minta air untuk bersuci.”
Setelah berwudu, laki-laki salih itu lalu naik ke atas rumah itu lalu menerjunkan dirinya ke bawah, sedang barang dagangannya ditinggalkannya di dalam rumah itu. Maka Allah lalu menyuruh malaikat menahan tubuh orang salih itu dengan sayapnya hingga ia tiba di tanah dengan selamat. Akhirnya orang salih itu pulang ke rumahnya dengan tangan hampa, kemudian ia menceritakan kejadian itu kepada istrinya.
Pada saat itu mercka sedang berpuasa. Istrinya berkata: “Kita patut bersyukur kang mas telah terhindar dari perbuatan maksiat. Malam ini kita gunakan waktu kita untuk beribadat saja. Tetapi karena tetangga kita sudah terbiasa mengambil api dari dapur kita setiap malam, kalau dia tidak melihat kita nanti disangkanya kita dalam keadaan susah.” Maka istrinya pun lalu menyalakan api di dapur, kemudian masuk ke kamar lagi.
Ketika tetangganya, seorang perempuan tuan, hendak mengambil api dari dapurnya, ia berkata: “Hai fulanah, cepat ambil rotimu ini dari atas tungku, nanti hangus terbakar!”
Istri orang salih itu lalu keluar dan dilihatnya di atas tungku ada panci penuh berisi roti. Maka mereka berdua pun makan dengan sukacita. Malam itu mereka isi dengan beribadat kepada
Allah. Mereka berdoa memohon kepada Allah supaya mereka diberi rezeki tanpa harus bekerja lagi. Sekonyong-konyong jatuh di hadapan mereka permata berlian dari atas pian. Mereka pun kegirangan.
Ketika keduanya tidur, istri orang salih itu mimpi seakan-akan ia berada di dalam surga. Di sana dilihatnya mimbar-mimbar milik orangorang yang ahli berbuat taat di dunia dalam rupa yang sangat indah. Hanya mimbar milik suaminya dilihatnya ada beberapa permatanya hilang. Setelah terjaga dari tidur, ia lalu menceritakan mimpinya itu kepada sang suami. Mereka lalu berdoa supaya permata itu dikembalikan ke tempatnya. Maka seketika itu juga, permata tadi lenyap dari hadapan mereka.
Dari sahabat Anas , katanya: Saya mendengar Rasulullah
Artinya:
Allah berfirman: Wahai anak Adam, selama engkau meminta dan berharap kepada-Ku maka Aku akan mengampuni dosa-dosa yang telah terlanjur kaulakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu memenuhi petala langit kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau, Wahai anak Adam, seandainya engkau datang menghadap-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, tetapi engkau tidak menyekutukan Aku dengan yang lain, niscaya Aku akan datang (memberi) padamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dan ia berkata ini adalah hadis hasan sahih.
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, dan termasuk salah satu hadis Oudsi.
(Yabna Aadama) seruan yang ditujukan tidak untuk tertentu, tetapi untuk umum yang sampai kepadanya seruan tersebut.
(Innaka maa da’autanii wa rajautanii) yakni, bahwasanya selama engkau berdoa memohon kepada-Ku dan mengharapkan kebaikan yang ada pada-Ku.
(Ghafartu laka) yakni, Aku rahasiakan dosa-dosamu dan tidak Aku tampakkan dengan menghukumnya.
(Maa kaana minka) yakni, berupa dosa-dosa, dengan berulangnya maksiatmu. Dosa syirik tobatnya adalah dengan beriman, dan dosa selain syirik dengan jalan istighfar.
(Wa laa ubaali) yakni, terhadap dosa-dosamu yang telah kaulakukan, baik yang besar maupun yang kecil. Karena doa itu merupakan otak ibadat, dan Allah menyukai orang berdoa yang setengah memaksa, Sebab harapan itu menunjukkan baik sangka kepada Allah, sedangkan Allah telah menyatakan di dalam salah satu hadis Qudsi yang artinya: Aku menurut apa yang disangka oleh hamba-Ku. Dengan demikian maka rahmat Allah menuju kepada si hamba. Dan jika rahmat itu sudah datang kepada si hamba maka tidak ada lagi yang lebih besar darinya, karena ia meliputi segala sesuatu.
(Yabna aadama lau balaghat dzunuubaka ‘anaanas samaa-i) maksudnya, seandainya dosa-dosamu itu diumpakan materi dan ia memenuhi bumi dan langit, lalu engkau minta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu.
(Yabna aadama, lau ataitanii biquraabil ardhi khathaayaa) yakni, yang meliputi seluruh permukaan bumi.
(Tsumma laqiitanii laa tusyriku bii syaian) yakni, engkau mati dalam keadaan percaya akan keesaan-Ku, yaitu membenarkan apa yang dibawa oleh rasul-Ku.
(La ataituhaa biquraabihaa maghfiratan) yakni, Aku akan mengampuninya buatmu.
Hadis ini menujukkan betapa luasnya rahmat Allah dan kemurahanNya. Allah telah berfirman di dalam Alguran,
Wahai hamba-hamba-Ku yang telah berbuat melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya Allah mengampuni dosa secara total, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39: 53)
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah karena ada satu kaum yang kafir bertanya kepada Rasulullah , apakah jika kami masuk Islam Dia akan mengampuni seluruh dosa kami yang terdahulu berupa pembunuhan, kekufuran dan lain-lain? Maka turunlah ayat ini scbagai jawabannya,
Pengharapan (ar Raja”) adalah prasangka baik kepada Allah dalam hal diterimanya ketaatan yang Anda kerjakan dan diampuninya dosa yang Anda bertobat darinya. Adapun perasaan tenang yang disertai oleh meninggalkan perbuatan taat dan tetap melakukan maksiat, maka itu adalah keadaan orang yang tertipu yang telah dilarang oleh Allah . Karena setan dan balatentaranya menghiasi perbuatan maksiat itu menjadi baik dalam pandangan Anda, dan mungkin juga ia menumbuhkan perasaan harapan di dalam hati Anda terhadap ampunan dan kemurahan Allah.
Dari Umar bin Khattab , bahwa ketika ia masuk menemui Rasulullah , dilihatnya Beliau sedang menangis, kemudian ditanyanya: “Ya Rasulullah, apa yang menyebabkan Baginda menangis?” Rasulullah menjawab: “Tadi Jibril datang menemuiku, lalu mengatakan, bahwa Allah merasa malu untuk menyiksa seseorang yang telah berusia lanjut di dalam Islam, maka betapa tidak malunya orang yang telah berusia lanjut dalam Islam masih tetap berbuat maksiat kepada Allah ?!”
PENUTUP:
Allah berfirman dalam Alguran,
“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya. (QS. 66: 8)
Ubai bin Kaab, Muadz bin Jabal dan Umar bin Khattab mengatakan bahwa, tobat nasuha itu adalah bertobat kemudian tidak kembali mengulangi dosa sebagaimana tidak kembalinya air susu ke dalam payudara.
Imam Alqurtubi berkata: “Tobat nasuha itu terhimpun dalam empat perkara: istigfar dengan lisan, tidak melakukan lagi dosa itu dengan badan, berniat tidak akan mengulangi lagi dalam hati, dan menjauhi teman jahat.”
Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang anak muda yang taat beribadat selama dua puluh tahun. Kemudian selama dua puluh tahun berikutnya ia berbuat maksiat. Pada suatu hari ia memandang dirinya di dalam cermin, dilihatnya pada janggutnya telah tumbuh uban, maka ia menjadi gelisah. Lalu ia berdoa: “Ya Ilahi, aku telah berbuat taat kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian aku berbuat durhaka selama dua puluh tahun pula. Jika aku kembali kepada-Mu, apakah Engkau mau mengampuniku?”
Maka terdengar suara gaib mengatakan: “Engkau pernah mencintai Kami maka Kami pun mencintaimu, lalu engkau meninggalkan Kami maka Kami pun meninggalkanmu. Kemudian engkau mendurhakai Kami, maka Kami beri tempo, jika kau kembali maka Kami akan menerimamu.”