الحمد لله الذي جعل العلم أرفع الصفات
Segala puji bagi Allah yang menjadikan ilmu sifat yang paling luhur

وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذي خص من شاء من عباده بالمآثر الحكمية
Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, maha esa Allah, tiada sekutu baginya, yang mengkhususkan orang yang Ia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dengan hikmah pilihan

وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الذي خصه الله تعالى بجميع كمالات العبودية
Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusannya yang Allah khususkan dengan seluruh kesempurnaan kehambaan

وصلى الله على سيدنا محمد الذي ملا الله تعالى قلبه صلى الله عليه وسلم من جلاله الأعلى وعلا
Dan rahmat Allah semoga bagi junjungan kita Muhammad yang Allah telah memenuhi hati beliau dengan keagungan-Nya yang maha tinggi dan luhur

وعينه صلى الله عليه وسلم من جماله الأسنى
Dan mata beliau dari keindahan-Nya yang luhur

فصار صلى الله عليه وسلم مسرورا منصورا
Maka beliau menjadi orang yang bahagia dan tertolong

وعلى آله وأصحابه والسالكين على منهجه فنالوا خيرا وافرا
Dan bagi keluarga beliau dan sahabat-sahabat beliau dan orang-orang yang berjalan di jalanya, maka mereka kebagusan yang banyak

أما بعد فيقول المرتجى غفر المساوي محمد نووي بن عمر الجاوي
Setelah itu, berkata seorang yang mengharap ampunan dosa-dosa, yaitu Muhammad Nawawi ibn Umar al jawi

هذا شرح وضعته على الكتاب المشتمل على المواعظ للعلامة الحافظ الشيخ شهاب الدين أحمد بن على بن محمد بن أحمد الشافعي الشهير بابن حجر العسقلاني ثم المصري
Ini adalah penjelasan yang aku letakkan atas kitab yang mengandung mauizah milik Al allamah Al hafiz as syekh syekh Syihabuddin Ahmad ibn ali ibn Muhammad ibn Ahmad as Syafii yang terkenal dengan sebutan ibn hajar Al asqolani Al misri

تغمد الله تعالى برحمته آمين
Semoga Allah menyelimutinya dengan rahmatnya , amin

وسميته نصائح العباد في بيان ألفاظ منبهات على الاستعداد ليوم المعاد
Dan aku namakan nashoihul ibad tentengn penjelasan lafaz-lafaz kitab muunabbihan ala istidad li yaumil ma’ad

وأسأل لله الكريم أن ينفع به المسليمن وأن يجعله دخيرة إلى يوم الدين آمين
Dan aku meminta kepada Allah yang murah agar memberi manfaat kitab ini kepada orang-orang islam, dan menjadikanya sebuah simpanan sampai hari kiamat. amin

BAB I
NASIHAT YANG BERISI DUA PERKARA
Bab ini terdiri atas tiga puluh nasihat, yaitu empat khabar dan selebihnya adalah atsar. Khabar adalah sabda Nabi saw., sedangkan atsar adalah perkataan para sahabat dan tabiin

Nabi saw. bersabda:

 

“Ada dua perkara yang tiada sesuatu pun melebihi keunggulannya, yaitu: Iman kepada Allah dan membuat manfaat untuk kaum muslimin.”

 

Nabi saw. bersabda: .

 

“Barangsiapa bangun di pagi hari tidak berniat aniaya kepada seseorang, maka diampuni dosanya yang dia perbuat. Dan-barangsiapa bangun di pagi hari dengan niat menolong orang yang dianiaya dan mencukupi kebutuhan orang muslim, maka memperoleh pahala seperti pahala haji mabrur.”

 

Nabi saw. bersabda lagi:

 

“Hamba-hamba yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia, perbuatan yang paling utama ialah memasukkan (menghadirkan) rasa senang ke dalam hati orang mukmin berupa membasmi kelaparan, menyingkap kesulitan atau membayar utangnya. Dan dua hal yang tiada sesuatu pun melebihi jahatnya ialah menyekutukan Allah dan mendatangkan bahaya kepada kaum muslimin.”

 

Membahayakan orang-orang muslim dapat berupa membahayakan badan dan hartanya. Segala perintah Allah swt. mengacu pada dua perkara, yaitu mengagungkan Allah swt. dan kasih sayang kepada makhluk-Nya, sebagaimana firman Allah:

 

“Tunaikanlah salat dan bayarlah zakat”

 

“Hendaklah engkau bersyukur kepadaKu dan berterima kasih kepada kedua orangtuamu.”

 

Diriwayatkan dari Al-Qarni, beliau berkata: Aku bersua dalam suatu perjalananku dengan seorang pendeta, lalu aku bertanya kepadanya: Wahai, Pendeta! Perkara apakah yang menaikkan derajat seseorang?

 

Pendeta itu menjawab: Mengembalikan hak-hak orang lain yang dianiaya olehnya dan meringankan punggung dari tanggung jawab, karena amal perbuatan hamba tidak akan naik (ke sisi Tuhan), jika dia masih : mempunyai tanggungan atau dia berbuat zalim.

Nabi saw. bersabda:

 

“Hendaklah kalian bergaul dengan ulama dan mendengarkan ucapan hukama, karena Allah Ta’ala menghidupkan kembali hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghijaukan tanah gersang dengan air hujan.”

 

Hikmah adalah ilmu yang bermanfaat, sedang hukama adalah orangorang ahli hikmah. Dalam hadis ini hukama ialah ahli hikmah yang. mengetahui Dzat Allah Ta’ala, selalu tepat ucapan dan perbuatannya. Sedangkan ulama, adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya. 

 

Dalam riwayat Ath-Thabrani dari Abi Hanifah disebutkan:

 

“Hendaklah kalian bergaul dengan para pemimpin, bertanyalah kalian kepada para ulama dan bergaullah kalian dengan hukama.”

 

Menurut riwayat lain:

 

“Bergaullah dengan ulama, bersahabatlah dengan. hukama dan bercampurlah dengan kubara.”

 

Ulama itu terbagi tiga, yaitu:

 

  1. Ulama, yaitu orang yang alim tentang hukum-hukum Allah swt., mereka berhak memberikan fatwa. .
  2. Hukama, yaitu orang-orang yang mengetahui Zat Allah saja. Bergaul dengan mereka ini membuat perangai menjadi terdidik, karena dari hati mereka bersinar cahaya makrifat (mengenali Allah dan rahasiarahasia) dan dari jiwa mereka membias sinar keagungan Allah.
  3. Kubara, yaitu orang yang diberi anugerah keduanya.

 

Bergaul akrab dengan ahli Allah akan mendatangkan tingkah laku yang baik. Hal ini karena mengambil manfaat dengan pengawasan itu lebih baik daripada dengan lisan. Jadi, seseorang yang pengawasannya bermanfaat kepadamu, niscaya bermanfaat pula ucapannya bagimu. Sebaliknya, jika pengawasannya tidak bermanfaat, maka tidak bermanfaat pula ucapannya.

 

As-Sahrawardi meliput ke sebagian mesjid AlKhaif di Mina sambil memandang wajah orang-orang yang ada di sana. Beliau ditanya oleh seseorang: Mengapa tuan memandang wajah-wajah orang lain!

 

Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah memiliki beberapa orang yang jika memandang orang lain maka mendatangkan kebahagiaan bagi yang dipandang dan aku mencari orang yang demikian itu.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Akan datang suatu zaman kepada umatku, “mereka lari dari para ulama dan fukaha, maka Allah akan menurunkan tiga macam bencana kepada mereka: Pertama, dicabut kembali berkah dari usahanya, kedua, dia kuasakan penguasa zalim atas mereka, ketiga, mereka meninggal dunia tanpa membawa iman.”

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mengatakan: ‘

 

“Barangsiapa yang masuk ke kubur tanpa membawa bekal, maka seolah-olah ia mengarungi lautan tanpa bahtera.”

 

Dia akan tenggelam dan tidak akan selamat, kecuali jika diselamatkan oleh Allah swt.

 

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw.:

 

 “Mayat di alam kuburnya, seperti orang yang tenggelam yang meminta pertolongan.”

Mengutip dari Syekh Abdul Mur’thi As Samlawi, diriwayatkan dari Umar r.a., sesungguhnya Nabi saw. bertanya kepada Malaikat Jibril a.s.:

 

“Kemukakan kepadaku tentang kebaikan Umar, lalu Jibril menjawab: Andaikata lautan menjadi tintanya dan pohon-pohon menjadi penanya, niscaya aku tidak akan mampu menghitungnya. Lalu Nabi bertanya lagi kepadanya: Sekarang, kemukakanlah kebaikan Abu Bakar! Berkata Jibril: Umar adalah salah satu kebaikan dari beberapa kebaikan “Abu Bakar.”

 

Dalam hal ini dinyatakan sebagai berikut:

 

“Keluhuran dunia dicapai dengan harta, sedang keluhuran akhirat dicapai dengan amal saleh.”

 

Urusan dunia tidak akan menjadi kuat dan maslahat melainkan dengan harta, seperti halnya urusan akhirat akan menjadi kuat dan maslahat hanya jika dicapai dengan amal saleh.

Dari Utsman r.a.:

 

“Bingung memikirkan dunia akan menjadikan hati gelap, sedangkan bingung memikirkan akhirat akan menjadikan hati terang.”

Dari Ali r.a.: ,

 

“Barangsiapa mencari ilmu, maka surgalah yang dicari dan barangsiapa mencari maksiat, maka nerakalah yang dicarinya.”

 

Maksudnya, barangsiapa yang sibuk mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu pengetahuan-pengetahuan yang harus diketahui orang dewasa, maka pada hakikatnya dia tengah mencari surga dan rida Allah. Sebaliknya, siapa yang ingin melakukan maksiat, pada hakikatnya dia ingin menuju neraka dan murka Allah.

“Orang mulia tidak berani berbuat maksiat kepada Allah dan orang yang bijaksana tidak akan mementingkan dunia atas akhirat.”

 

Orang yang mulia adalah orang yang baik perbuatannya, yang memuliakan dirinya dengan cara mempertebal ketakwaan dan kewaspadaan – dalam menghadapi maksiat.

 

Sedangkan orang bijaksana adalah orang yang tidak mendahulukan mengutamakan dunia dan yang menahan nafsunya dari perbuatan yang menyeleweng dari petunjuk akalnya yang sehat.

Dari Al-A’masyi r.a.

 

“Barangsiapa yang modal pokoknya takwa, maka lidah-lidah menjadi kelu untuk menyifati keuntungan agamanya. Dan barangsiapa yang modal pokoknya dunia, maka lidah juga tidak mampu menjumlah kerugian agamanya.”

 

Orang yang memegangi prinsip ketakwaan, menjunjung tinggi perintah Allah dan menjauhi laku-durhaka, serta segala perbuatannya berasaskan norma syariat, maka akan memperoleh kebajikan yang tiada terhingga banyaknya. Sedangkan yang memegangi norma-norma yang berselisih dengan syarak akan memperoleh kerugian yang banyak, sehingga sulit dibilang berapa jumlahnya.

Dari Bufyan Ats-Tsauri r.a.:

 

“Setiap maksiat yang timbul dari syahwat dapatlah diharapkan ampunannya, tapi setiap durhaka yang timbul dari sikap sombong tidak. dapat diharap ampumannya: karena kedurhakaan iblis itu berpangkal dari kesombongan, sedangkan kesalahan Adam a.s. berpangkal dari syahwat.”

 

Sufyan Ats-Tsauri r.a. adalah guru besar Imam Malik. Maksud hadis diatas: Setiap maksiat yang timbul dari keinginan nafsu, yaitu keinginan untuk berbuat sesuatu, maka ada harapan untuk diampuni. Sebaliknya, setiap maksiat yang timbul karena kesombongan,maka tidak ada harapan untuk diampuni. Karena maksiat yang dilakukan dari kesombongan berasal dari iblis, dia menganggap dirinya lebih baik daripada junjungan kita Nabi Adam a.s. Sedangkan kesalahan junjungan kita Nabi Adam a.s., berasal dari keinginan, yaitu keinginan beliau untuk mencicipi buah pohon yang dilarang-Nya.

Sebagian dari ahli zuhud berkata:

 

“Barangsiapa berbuat dosa sambil tertawa, maka Allah akan melempar dia ke neraka dalam keadaan menangis. Dan barangsiapa dengan menangis berbuat taat, maka Allah akan memasukkannya ke surga dalam keadaan tertawa.”

 

Ahli Zuhud, yaitu orang-orang yang tidak mempedulikan dunia. Mereka mengambilnya untuk sekadar keperluan yang sangat dibutuhkan saja. Maksud hadis di atas, barangsiapa yang berbuat suatu dosa dengan tertawa, yakni menanggung dosa dengan perasaan gembira atas dosanya itu, maka sesungguhnya Allah akan memasukkan dia ke neraka dalam keadaan menangis. Seharusnya dia bersedih dan beristigfar kepada Allah Swt., agar diampuni dosanya. Dan barangsiapa yang taat sambil menangis, – yakni takut kepada Allah swt. karena merasa telah menyepelekan kewajibannya, maka kelak dia akan masuk surga dengan penuh kegembiraan. Orang seperti ini sekaligus telah berbuat dua kebajikan: Kebajikan taat itu sendiri dan kebajikan penyesalannya terhadap dosa yang telah dia lakukan.

Sementara hukama menyatakan:

 

“Janganlah meremehkan dosa: dosa kecil karena dari situlah bersemi dosa-dosa besar.”

 

Di samping itu, kadang-kadang kemurkaan Allah swt. timbul karena dosa-dosa yang kecil.

 

 Nabi saw. bersabda:

 

“Dosa kecil tidaklah dipandang kecil jika terus-menerus dilakukan dan dosa besar tidak dipandang besar jika disertai memohon ampunan.”

 

Dosa kecil yang terus-menerus dilakukan akan menumpuk menjadi dosa besar, dengan adanya kehendak untuk melakukan terus-menerus, berarti suatu dosa telah membesar karena niat melakukan maksiat itu merupakan perbuatan maksiat tersendiri. Dosa besar tidak dipandang besar, jika disertai senantiasa memohon ampunan kepada Allah, maksudnya, bertobat kepada Allah swt. disertai syarat-syaratnya. Tobat akan menghapus segala kesalahan, walaupun kesalahan itu besar.

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ad-Dailami dari Ibnu Abbas dengan susunan mendahulukan kalimat akhir dari kalimat awal.

Ada yang mengatakan:

 

“Kemauan orang arif itu memuji, sedang kemauan orang zahid itu berdoa, karena keinginan orang arif memperoleh pahala Allah, sedang kernginan orang zahid kemanfaatan dirinya.”

 

Orang yang arif selalu memuji keagungan sifat-sifat Allah swt. Orang yang Zuhud (berpaling dari keinginan dunia), selain berdoa, dia bertawaduk kepada Allah swt. memohon kebaikan dari-Nya.

 

Orang arif bertujuan memikirkan Tuhannya, bukan memikirkan pahala dan surga. Sedangkan orang yang zuhud bertujuan memikirkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, yaitu pahala dan surga. Jadi, perbedaan antara keduanya, tujuan orang yang zuhud adalah memikirkan agar dia mendapatkan bidadari, sedangkan tujuan orang yang arif ialah memikirkan agar dihilangkan tirai-tirai dari dirinya.

“Barangsiapa mengira, bahwa mempunyai penolong yang lebih mumpuni dibanding Allah, maka baru sedikit ia mengenali Allah dan barangsiapa mengira mempunyai musuh yang lebih kejam dibanding nafsunya, berarti baru sedikit ia mengetahui terhadap dirinya sendiri.”

 

Barangsiapa yang menduga.adanya seorang penolong yang lebih dekat kepada dirinya daripada Allah dan lebih banyak pertolongannya, berarti . dia tidak mengetahui Allah swt. Sedang orang yang belum mengetahui keganasan hawa nafsu sendiri yang selalu mempengaruhinya ke arah . kejahatan, berarti dia tidak mengetahui bahwasanya nafsu itu musuh yang paling jahat.

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, tentang tafsiran ayat:

 

“Tampaklah kerusakan di daratan na di lautan ttu, lantaran perbuatan tangan-tangan manusia sendiri.”  .

 

Beliau mengemukakan:

 

“Daratan adalah lisan, sedangkan lautan adalah hati: Maka, apabila lisan rusak, maka pribadi-pribadi manusia menangisinya dan apabila hati rusak, maka para malaikat menangisinya.”

 

Lisan rusak misalnya dengan memaki dan hati rusak umpamanya dengan sikap pamer. .

 

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa hikmah lidah diciptakan hanya satu, untuk mengingatkan hamba Allah swt., bahwa janganlah dia mengatakan sesuatu selain perkataan yang penting dan baik. Pendapat lain mengatakan, bahwa sesungguhnya ucapan berzikir dalam berbagai bahasa hanya ditujukan kepada Aliah Yang Maha Esa. Begitu pula dengan hati, dia diciptakan: tunggal, sedangkan mata dan telinga jumlahnya berpasangan. Selain itu, pendapat lain mengatakan lagi bahwa: Kebutuhan pendengaran dan penglihatan lebih banyak daripada kebutuhan lisan. –

 

Lautan diibaratkan dengan hati, karena sama-sama sangat dalam dan – luas.

Ada yang mengatakan:

 

“Sesungguhnya syahwat itu dapat mana raja menjadi hamba dan kesabaran dapat mengubah hamba menjadi raja, bukankah anda melihat kisah Yusuf dan Zulaikha?”

 

Syahwat adalah keinginan dan kesenangan, padahal orang yang senang terhadap sesuatu, maka di saat itulah telah menjadi hamba sesuatu yang disenangi itu. Kesabaran adalah ketabahan, di mana dengan ketabahan inilah orang dapat menggapai yang dimaksud.

 

Dalam kisahnya: Zulaikha yang permasuri raja itu amat mencintai Yusuf, namun dengan penuh kesabaran si Yusuf mampu menghadapi segala bujuk rayu dan tipu daya Zulaikha. Akhirnya, Yusuf si budak itu menjadi raja.

Ada yang mengatakan:

 

“Berbahagialah orang yang akalnya menjadi pemimpin dan hawa nafsunya menjadi tawanan dan celakalah orang yang hawa nafsunya menjadi pemimpin sedang akalnya menjadi tawanan.”

 

Orang yang akalnya menjadi pemimpin dan hawa nafsunya menjadi tawanan, adalah orang yang mengikuti kehendak akalnya yang lurus dan nafsunya enggan melakukan larangan Allah swt., yaitu perkara-perkara yang tidak sesuai dengan syarak. Maksud orang yang hawa nafsunya menjadi pemimpin dan akalnya menjadi tawanan, adalah orang yang akatnya tidak lagi berfungsi untuk bertafakur mengenali Allah dengan segala kenikmatan dan keagungannya.

Ada yang mengatakan:

 

“Barangsiapa meninggalkan dosa-dosa, niscaya lembutlah hatinya, dan barangsiapa meninggalkan perkara yang haram dan makan makanan yang halal, maka jernihlah pikirannya.”

 

Hati yang lembut adalah yang dengan tulus menerima nasihat agama dan mematuhinya, serta melaksanakan dengan khusyuk. Pikiran yang jernih ialah dengan cemerlang mampu memikirkan ciptaan Allah, dengan meyakini bahwa Allah swt. itu Maha Kuasa, di antaranya membangkitkan kembali manusia setelah mati nanti. 

 

Keyakinan tersebut dapat diperoleh dengan merenungkan melalui pikiran dan akal, bahwa sesungguhnya Allah menciptakan manusia bermula dari setetes air mani yang menyatu di dalam rahim, berubah menjadi segumpal darah, kemudian menjadi daging, tulang, otot, saraf sampai terbentuknya telinga, mata serta anggota badan lainnya. Selain itu Allah juga memudahkan janin keluar dari rahim, serta memberitahukan bagaimana menyusui bayi. Bayi yang baru lahir belum memiliki gigi, atas kuasa Allah swt. ditumbuhkan dan ditanggalkan gigi-giginya ketika berumur tujuh tahun, kemudian ditumbuhkan lagi pada waktu yang lain.

 

Allah swt. menjadikan keadaan manusia berubah dari kecil menjadi dewasa, kemudian tua dan dari sehat menjadi sakit. Dia menjadikan pula semua makhluknya tidur dan bangun setiap hari, rambut dan kuku rontok, kemudian tumbuh kembali. Malam dan siang silih berganti melalui perubahan peredaran matahari dan bulan, yang kesemuanya datang dan pergi silih berganti pula. Setiap bulan terbenam dan timbul ‘dengan sempurna. Ketika terjadi gerhana sinar matahari hilang. Dari tanah yang basah Allah menyuburkan tanaman.

 

Berdasarkan itu semua, maka jelaslah, bahwa Yang Maha Kuasa atas semua itu adalah Allah swt. yang mampu menghidupkan semua yang telah mati, setelah mereka rusak di alam kubur. Oleh sebab itu, wajib bagi hamba Allah memperbanyak tafakur untuk menambah kuat keyakinan-nya tentang adanya kebangkitan setelah mati. Selain itu, harus pula mengakui adanya kebangkitan serta perhitungan seluruh perbuatannya selama di dunia. Jadi, sesuai dengan kekuatan imannya, niscaya akan timbul semangat dan kesungguhan-untuk menjunjung tinggi perintah Allah dan menyingkiri larangan-Nya.

Sebuah wahyu telah diturunkan kepada sebagian Nabi:

 

“Taatlah kamu pada perintah-Ku dan janganlah kamu mendurhakai segala nasihat-Ku.”

 

“Di dalam perintah Allah terdapat petunjuk menuju maslahat dan di dalam larangan Allah terdapat jalan menuju kerusakan.

Ada yang mengatakan:

 

“Kesempurnaan akal itu mengikuti keridaan Allah swt. dan menjauhi murka-Nya.”

 

Karena itu, mengembangkan akal dengan cara yang bertolak belakang lengan hal itu menuju kegilaan.

Ada yang mengatakan:

 

“Tiada pengasingan bagi orang mulia (berilmu) dan tiada tanah air bagi orang yang bodoh.”

 

Orang yang mulia ialah orang yang berilmu serta beramal, dia selalu dimuliakan dan dihormati orang lain di mana saja berada, sebab selalu dihormati dan diperlukan kehadirannya. Karena itu, walaupun di negeri asing, ia tetap hidup seperti di rumah sendiri. Sebaliknya, adalah nasib orang bodoh.

Ada yang mengatakan:

 

“Barangsiapa karena berbuat taat menjadi dekar kepada Allah, maka dia merasa asing hidup di tengah manusia.”

 

Orang yang telah mampu merasakan kenikmatan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, maka tidak lagi merasa nikmat hidup bergaul di tengah-tengah manusia. :

Ada yang mengatakan:

 

“Gerak seseorang berbuat taat itu menunjukkan adanya makrifat, sebagaimana gerakan organ tubuh menunjukkan adanya hidup.”

 

Makrifat adalah mengenal Allah dengan segala macam keagungan, kebesaran dan kekuasaan-Nya. Jika seorang hamba melakukan perbuatan taat kepada Allah, berarti itu bukti bahwa dia telah mengenali Allah. Jika semakin banyak perbuatan taat dilakukan, maka semakin dalam pula dia mengenali Allah. Demikian pula sebaliknya, jika semakin sedikit perbuatan taat, maka akan sedikit pula kemakrifatannya. Hal itu karena perbuatan lahir adalah merupakan cerminan dari sikap batinnya.

Nabi saw. bersabda:

 

“Pangkal segala kesalahan adalah cinta dunia, sedangkan pokok segala fitnah adalah enggan membayar zakat dan sepersepuluh hasil bumi.”

 

Yang dimaksud cinta dunia di sini, adalah mencintai dunia lebih dari keperluannya (bermewah-mewah).

Ada yang mengatakan:

 

“Orang yang mengakui kelemahan diri akan terpuji selamanya dan pengakuan adanya kekurangan itu tanda diterima amalnya.”

 

Pengakuan adanya kekurangan pada diri sendiri itu menjadi isyarat, bahwa tidak bersikap sombong dan congkak.

 

Ada yang mengatakan:

 

“Ingkar nikmat adalah kehinaan dan bersahabat dengan orang tolol adalah si,

 Orang yang tidak mensyukuri nikmat Allah swt. merupakan pertanda dirinya hina, begitu juga bersahabat dengan orang yang tolol, yakni orang yang selalu meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, meskipun dia mengetahui kejelekannya.

 

Dalam masalah ini, Ath-Thabrani meriwayatkan dari Basyir, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Janganlah engkau bersahabat dengan si tolol.”

 

Yakni memutuskan hubungan dengan orang yang tidak memberikan manfaat. Maksudnya, tidak bersahabat dengan orang yang bertingkah laku jelek untuk menghindari kejelekan wataknya, karena watak seseorang dapat mempengaruhi orang lain.

 

At-Tirmidzi meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Dua hal, jika keduanya dimiliki seseorang, maka Allah mencatatnya sebagai orang yang syukur dan sabar, sedang orang yang tidak memiliki kedua-duanya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan tidak sabar, ialah: Barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang berkualitas lebih tinggi dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih rendah, kemudian memuji Allah atas kelebihan yang dimilikinya itu, maka Allah akan  mencatatnya sebagai orang yang tahu syukur dan sabar, dan barangsiapa membandingkan kualitas agama dirinya dengan orang yang lebih rendah dan membandingkan dunianya dengan orang yang lebih tinggi, kemudian merasa gundah karena belum memperoleh setinggi (dunia orang itu), maka Allah tidak’mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan tidak sabar.”

 

Hadis ini mencakup segala kebaikan.

Seorang penyair berkata:

 

“Hai, orang yang sibuk mengurusi dunia!

Sungguh, engkau telah tertipu oleh angan-anganmu yang panjang.

Mengapa senantiasa lupa?

Hingga datang kepadamu. ajal.

Maut itu akan datang kepadamu dengan tiba-tiba.

dan kubur itu adalah peti segala amal.

Sabarlah terhadap ketakutan-ketakutan yang ada di dunia.

Tiada kematian, melainkan ajalnya kan tiba.”

 

Ad-Dailami meriwayatkan hadis, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Meninggalkan dunia itu lebih pahit daripada jadam dan lebih pedih daripada goresan pedang di medan sabilillah dan tiada bagi yang mau meninggalkannya, melainkan Allah memberi orang itu seperti yang dignugerahkannya kepada para syuhada. Meninggalkan dunia adalah dengan cara mempersedikit makan dan kenyang dan tidak suka dipuji manusia, karena barangsiapa suka dipuji manusia, berarti ia suka dunia dan nikmatnya. Barangsiapa suka memperoleh kenikmatan yang paling nikmat, maka hendaklah meninggalkan dunia dan pujian dari manusia.”

 

Ibnu Majah meriwayatkan, sesungguhnya Nabi-saw. bersabda:

 

“Barangsiapa berniat untuk memperoleh akhirat, maka Allah menghimpunkan potensinya, membuatnya kaya jiwa dan dunia pun datang padanya dengan melimpah. Tetapi, barangsiapa berniat memperoleh dunia, maka Allah menceraiberaikan urusannya, membuat kemelaratan di depan matanya dan tidak memperoleh dunia, kecuali apa yang telah ditentukan untuknya.”

Abu Bakar Asy-Syibli r.a. berkata dalam suatu munajatnya:

 

“Wahai Tuhanku, sungguh aku senang menghaturkan kepada-Mu seluruh kebajikanku berikut kemelaratan dan kelemahanku, maka bagaimana lagi Engkau oh Tuhanku, tidak suka menganugerahkan kepadaku seluruh kejelekanku berikut kemahakayaan-Mu untuk tidak menyiksa aku.”

 

Kemelaratan di sini diartikan dengan keperluan untuk memperoleh kebajikan dan kelemahan dimaksudkan dengan kelemahan untuk memperbanyak ibadah. Sedang permohonan agar tidak disiksa, karena sesungguhnya kejelekan hamba itu tidak merugikan Allah sebagaimana kebajikan juga tidak menguntungkan-Nya.

 

Abu Bakar Dalf bin Jahdar Asy-Syibli r.a. termasuk tokoh makrifat kepada Allah swt., dilahirkan di Baghdad dan bermazab Maliki, hidup selama 87 tahun. Pada masa mudanya beliau menemui Al-Junaidi dan orang-orang yang semasa dengannya. Beliau wafat pada tahun 334 H. dan dimakamkan di Baghdad.

 

Sebagian orang yang mulia telah memberikan ijazah kepadanya agar membaca tujuh kali tiga bait Bahar Wafir setelah salat Jumat sebagai berikut:

 

“Wahai, Tuhanku!

Aku bukan ahli Firdaus.

Namun aku tidak kuat dengan neraka Jahim.

Maka terimalah tobatku dan ampunilah dosasdosaku.

Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun dosa yang besar.

Perlakukanlah diriku dengan perlakuan orang yang mulia.

Dan tetapkanlah aku di jalan yang lurus.”

 

Sebuah hikayat:

Asy-Syibli datang kepada Ibnu Mujahid. Ibnu Mujahid seraya merangkulnya dan mencium kening di antara kedua matanya. Asy-Syibli bertanya kepada Ibnu Mujahid: Mengapa kamu melakukan hal itu?

 

Ibnu Mujahid menerangkan: Ketika sedang tidur aku bermimpi melihat Nabi saw., beliau berdiri menghampirimu dan mencium kening antara kedua matamu. Aku bertanya kepada beliau: Ya, Rasulullah, mengapa Tuan melakukan hal ini kepada Asy-Syibli? Beliau saw. menjawab: Aku melakukan itu karena setiap dia selesai salat fardu, dia selalu membaca:

 

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu “Sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan keselamatan bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orangorang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia, dan hanya kepada-Nya aku berserah diri dan Dia-lah Tuhan pemilik Arsy yang agung.” (Q.S. At-Taubah: 128-129).

 

Dilanjutkan dengan membaca:

 

“Semoga salawat Allah dilimpahkan kepadamu, wahai, Muhamamd.”

 

Selanjutnya Ibnu Mujahid menyatakan, telah bertanya kepada AsySyibli tentang bacaan setelah salat fardu, dan ternyata Asy-Syibli menjawab seperti dalam impian tersebut di atas.

 

Asy-Syibli berkata:,

 

 “Jika kamu ingin bersenang-senang kepada Allah, maka patahkanlah kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.”

 

Maksud pernyataan di atas: Jika hatimu merasa senang kepada Allah dan tidak lari darinya, maka kamu harus memutuskan kecintaanmu terhadap dirimu sendiri.

 

Setelah Asy-Syibli wafat, pernah dalam suatu impian ditanyai tentang keadaan nasib dirinya. Beliau menjelaskan dan katanya: Allah menanyai aku dengan firman-Nya:

 

“Wahai, Abu Bakar, mengapa Aku mengampunimu?

Aku pun menjawab: “Dengan amal salehku.”

Allah berfirman: “Bukan.”

Lalu aku berkata: “Dengan keikhlasan ibadahku.”

“Allah berfirman: “Tidak juga.”

Aku berkata: “Dengan haji, puasa dan salatku.” ‘

Allah berfirman: “Juga bukan.”

Aku berkata: “Dengan kepergianku kepada orang saleh dan mencari ilmu.”

Allah tetap berfirman: “Tidak.”

Kemudian aku ganti bertanya: “Oh, Tuhanku, lantas dengan apakah itu?”

Allah berfirman: “Ingatkah kamu di kala tengah berjalan menelusuri Baghdad, lalu kamu temukan seekor kucing yang tidak berdaya lantaran menggigil kedinginan, kemudian karena kasihan kamu pungut ia dan kamu selamatkan di dalam kehangatan jubah tebalmu itu!”

Aku pun menjawab: “Benar Tuhan, aku ingat!”

Allah pun berfirman lagi: “Lantaran kasih sayangmu terhadap kucing itu, Aku pun kasih sayang kepadamu.”

Asy-Syibli berkata:

 

“Apabila kamu telah mencicipi manisnya dekat dengan Allah, niscaya kamu mengetahui tentang pahitnya putus hubungan.”

 

Maksudnya, seandainya kita telah merasakan nikmatnya dekat kepada Allah swt., maka kita akan merasakan betapa pahitnya jika kita jauh dari Allah swt. Memang, menurut ahli Allah jauh dari Allah itu merupakan siksaan yang cukup berat.

 

Di antara doa yang’dipanjatkan oleh Nabi saw.:

 

“Ya Allah, anugerahilah kami kelezatan memandang wajah-Mu Yang Maha Mulia dan kelezatan rasa rindu bertemu dengan Engkau.”

BAB II
NASIHAT YANG TERDIRI DARI TIGA PERKARA
Bab ini memuat lima puluh nasihat, tujuh di antaranya berupa hadis, sedangkan selebihnya berupa atsar

Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa di pagi hari mengadukan kesulitan hidup, sama halnya ia mengeluh kepada Tuhannya. Barangsiapa di pagi hari merasa susah karena urusan duniawi, berarti di pagi itu juga benci kepada Allah. Dan barangsiapa merendah diri kepada orang kaya karena hartanya, niscaya benar-benar telah sirna dua pertiga agamanya.”

 

Memang pengaduan hanya layak disampzikan kepada Allah, sebab mengeluh kepada-Allah itu merupakan doa. Sedang pengaduan kepada sesama manusia, adalah menjadi alamat bahwa tidak rela dalam menerima bagian dari Allah. Dalam sebuah hadis Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda:

 

“Bukankah aku belum mengajarkan kepada kalian kalimat yang diucapkan oleh Nabi Musa a.s. ketika menyeberangi laut bersama Bani Israil?”

Kami menjawab: “Benar, ya, Rasulullah!”

Beliau bersabda: “Ucapkanlah: Ya, Allah, hanya untuk-Mu segala buji, hanya kepada-Mu-lah tempat mengadu, Engkau-lah tempat minta pertolongan dan tiada daya upaya dan kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung.”

 

Al-A’masy berkata: “Setelah aku mendengar kalimat-kalimat itu dari Syaqiq Al-Asadi bangsa Kufah, dan dia menerimanya dari Abdullah r.a., maka aku tidak meninggalkannya.”

 

Kemudian dia berkata: “Telah datang kepadaku seseorang yang datang ketika aku sedang bermimpi, dia berkata: Hai, Sulaiman, tambahlah kalimat-kalimat itu dengan:

 

“.. dan kami mohon pertolongan kepada-Mu atas kerusakan yang menimpa kami dan mohon kepada-Mu kemaslahatan dalam seluruh urusanku.”

 

Barangsiapa yang sedih karena perkara-perkara dunia, maka dia sungguh-sungguh marah kepada Allah, karena tidak rela Qadha dari Allah dan tidak sabar atas bencana dari-Nya serta tidak iman pada Qadar dari-Nya. Hal ini karena segala yang terjadi di dunia itu adalah berdasar (adha dan Qadar-Nya.

 

Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya kepada orang kaya karena kekayaannya, maka sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya.

 

Syariat hanya membolehkan memuliakan manusia karena kebaikan dan ilmunya, bukan karena kekayaannya. Oleh sebab itu, barangsiapa yang memuliakan harta kekayaan berarti telah menghina ilmu dan kebaikan. Sayid Syekh Abdul @adir Al-Jailani -Qaddasa sirrahumengatakan: “Segala tingkah laku setiap orang mukmin harus berdasarkan pada tiga perkara: Melaksanakan segala perintah, menjauhi larangan dan meridai gadar. Paling tidak keadaan orang mukmin itu tidak lepas dari salah satunya. Oleh sebab itu, setiap orang mukmin harus tetap memperhatikan hatinya dan seluruh anggota badannya untuk melaksanakan ketiga hal itu.”

Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.:

 

“Tiga perkara tidak dapat dicapai dengan tiga cara: kekayaan tidak tercapai dengan lamunan,.kemudaan tidak tercapai dengan rambut semiran dan sehat tidak tercapai dengan obat-obatan.”

 

Kekayaan tidak akan berhasil dengan angan-angan, tetapi dengan bagian dari Allah swt. Kemudaan tidak akan dapat diperoleh dengan menyemir rambut dan kesehatan tidak bisa diperoleh dengan obatobatan, tetapi dengan kesembuhan dari Allah swt.

Dari Umar r.a.:

 

“Kasih sayang yang baik terhadap manusia adalah setengah akal, kebaikan pertanyaan itu setengah ilmu dan kebaikan pengaturan itu adalah sebagian penghidupan.”

 

Tentang baiknya kasih sayang, memang sesuai dengan hadis riwayat Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Al-Baihaqi, dari Jabir bin. Abdullah, sesungguhnya Nabi saw., bersabda: ,

 

“Ramah tamah terhadap manusia adalah sedekah.”

 

Ramah tamah di sini dapat dengan ucapan maupun perbuatan. Hal itu akan mendatangkan pahala seperti halnya sedekah. Sebagian keramahtamahan Nabi saw. adalah beliau tidak pernah mencela sesuatu makanan, tidak menghardik pelayan dan tidak pernah memukul seorang wanita. Kebalikan dari ramah tamah adalah menjilat atau mengambil muka.

 

Bertanya dengan baik kepada para ulama, adalah setengah dari ilmu, karena ilmu dapat dihasilkan dari sana. Sedang pengaturan urusan yang baik, yaitu menjalankan urusan dengan mengetahui akibat-akibatnya, adalah sebagian penghidupan, yakni usaha manusia untuk kelangsungan hidupnya. ,

Dari Utsman r.a.:

 

“Barangsiapa meninggalkan dunia, maka disenangi Allah, siapa meninggalkan dosa, niscaya disenangi malaikat dan barangsiapa yang mencegah tamak terhadap orang-orang muslim, maka dia dicintai kaum muslimin”

 

Meninggalkan dunia artinya mengurangi makan dan tidak senang pujian dari manusia. Orang yang meninggalkan dunia disenangi Allah, karena tidak riya dan tidak congkak. .

 

Orang yang meninggalkan dosa disenangi malaikat, karena tidak menambah kesibukan malaikat yang bertugas mencatat kejelekan.

 

Sedang orang yang tidak tamak, disenangi kaum muslimin, karena tidak mengotori hati mereka.

Dari Ali r.a.:

 

“Di antara kenikmatan dunia cukuplah untukmu kenikmatan Islam. Di antara kesibukan, cukuplah untukmu kesibukan berbuat taat. Dan di antara pelajaran, cukuplah kematian sebagai pelajaran bagimu.”

 

 Kenikmatan terbesar yang oleh Allah dianugerahkan kepada hamba, adalah pada saat Dia mengeluarkan hamba-Nya dari yang tiada menjadi ada, dari kegelapan kufur menuju cahaya Islam.

 

Taat kepada Allah merupakan kesibukan yang paling besar. Sesungguhnya maut itu sebuah peringatan yang cukup untuk menjadi pelajaran bagimu. Adapun kematian, adalah nasihat yang paling besar bagi manusia. –

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:

 

“Banyak orang yang hanyut terbuai kenikmatan, banyak orang yang termakan fitnah oleh pujian dan banyak juga orang yang tertipu oleh tutup keaiban.”

 

Banyak orang yang lupa daratan karena diberikan banyak kenikmatan. Karena banyak mendapat pujian, orang dapat masuk dalam jaringan fitnah dan bencana. Banyak orang teperdaya dan lupa akhirat, lantaran aib dirinya selalu tertutup.

Dari Nabi Dawud a.s., beliau berkata: “Telah diwahyukan dalam kitab Zabur sebagai berikut:

 

“Huk atas orang yang berakal adalah jangan sibuk, melainkan dengan tiga perkara: Menghimpun bekal untuk akhirat, mencari biaya hidup dam mencan kelezatam dengan cara halal.”

 

Bekal akhurat dihimpun dengan melakukan perbuatan yang saleh, karena biaya hidup di sini meliputi kecukupan pembiayaan untuk sarana ibadah dan kemaslahatan. Adapun dalam mencari sesuatu, maka wajib mencari yang halal dan dengan cara halal pula.

 

Dari Abdurrahman bin Shakhr, Abi Hurairah r.a., dia berkata: Nabi saw. bersabda:

 

“Tiga faktor penyelamat, tiga faktor perusak, tiga faktor derajat dan tiga faktor penebus dosa. Adapun tiga faktor penyelamat adalah: Takwa kepada Allah di kesepian dan di depan umum, sederhana, baik dalam kefakiran dan kecukupan dan bersikap adil di waktu senang dan marah. Tiga faktor perusak adalah: Teramat kikir, menuruti hawa nafsu dan membanggakan diri sendiri. Kemudian tiga faktor derajat adalah: Menyebarkan salam, memberi makan dan salat malam ketika orang-orang sedang tidur.

Adapun tiga faktor penebus dosa adalah: Menyempurnakan wudu dalam keadaan cuaca dingin, melangkahkan kaki menuju jamaah salat, menunggu salat berikutnya setelah salat yang dilakukan.”

 

Ada tiga perkara yang akan menyelamatkan manusia dari siksa, yaitu pertama, takut kepada Allah, baik secara sembunyi maupun terbuka di depan umum, takwa secara sembunyi lebih tinggi derajatnya daripada takwa secara terbuka. Kedua, hidup’sederhana dengan tidak melewati batas (haram) dan rela dengan keadaan. Ketiga, berbuat marah dan rela karena Allah swt.

 

Tiga perkara yang mencelakakan, yaitu pertama, kikir yang sangat, yakni tidak menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak makhluk-Nya. Yang dimaksud kikir di sini, adalah kikir yang ditaati oleh manusia. Adapun kikir yang berada dalam diri manusia jika tidak ditaati, maka tidak akan mencelakakan, karena kikir itu adalah suatu sifat yang berada dalam diri manusia. Kedua, tidak menuruti keinginan nafsunya: dan ketiga, tidak memandang dirinya lebih sempurna ketimbang orang lain.

 

Tiga perkara yang menaikkan derajat: Pertama, mengucapkan salam antarmuslim, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Kedua, memberi makan kepada tamu dan orang yang lapar. Ketiga, salat Tahajud pada malam hari ketika orang lain tidur lelap.

 

Tiga perkara yang mampu menghapus dosa: Pertama, menyempurnakan wudu dalam cuaca yang sangat dingin: Kedua, melangkahkan kaki ke mesjid guna melaksanakan salat: Ketiga, menanti di mesjid untuk melaksanakan salat atau menanti untuk melakukan kebaikan yang lain.

Jibril a.s. berkata:

 

“Wahai, Muhammad! Hiduplah sekehendakmu, karena engkau akan mati, Cintailah orang yang kamu kehendaki, karena engkau akan berpisah dengannya: Dan berbuarlah sekehendakmu, namun sesungguhnya kamu akan menerima balasannya.”

 

Akhir kehidupan adalah kematian dan kematian akan memisahkan orang yang saling menyayangi. Segala amal hamba-hamba Allah swt.bakan dibalas, jika baik, maka dibalas kebaikan dan jika jelek, maka akan dibalas dengan kejelekan.

Nabi saw. bersabda:

 

“Tiga golongan akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan ArasyNyaydi saat tempat bernaung selain naungan-Nya, yaitu orang yang berwudu di waktu dingin, orang yang jalan ke mesjid di waktu gelap gulita dan memberi makan orang yang kelaparan.”

 

Yang dimaksud dengan hari di mana tiada teduhan selain teduhan dari Allah, adalah hari Kiamat.

Nabi Ibrahim a.s. pernah ditanya:

 

“Gerangan apakah yang menyebabkan Allah menjadikan engkau kekasih-Nya?” Nabi Ibrahim menjawab: “Sebab tiga hal: yaitu, saya memilih urusan Allah ketimbang urusan yang lam, saya tidak pernah gundah terhadap apa-apa yang telah ditanggung oleh Allah untukku dan saya tidak pernah makan malam maupun makan siang, melainkan bersama tamu.”

 

Dalam suatu riwayat dinyatakan, bahwa Nabi Ibrahim sering pergi sejauh satu-dua mil hanya untuk mencari orang yang diajak makan bersama (di rumahnya).

Dari sebagian hukama:

 

“Tiga hal dapat menghilangkan kegalauan, yaitu: Menginga Allah Ta’ala, menemui wali-wali Allah dan ucapan hukama.”

 

Mengingat Allah dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya membaca Tahlil, Haugalah, atau Munajat.

 

Dalam munajat dapat membaca:

 

“Wahai, Tuhan, Penolong setiap orang yang merana, yang menyeru kepada-Nya. Wahai, Tuhan yang mengabulkan setiap doa orang sengsara, wahai, Tuhan Yang Maha Bijaksana terhadap setiap orang yang bersalah dan durhaka, wahai, Tuhan yang mencukupi setiap orang yang mementingkan-Mu ketimbang dunianya, aku mohon kepada-Mu untuk dapat mencapai sesuatu yang tidak dapat aku gapai tanpa pertolongan-Mu, dapat menolak sesuatu yang tidak mampu aku menolak tanpa kekuatan-Mu dan aku memohon kepada-Mu kebaikan yang penuh sejahtera dan kesejahteraan yang penuh kebaikan, wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas semua yang mempunyai belas kasih.”

 

Adapun para wali Allah, ialah ulama dan salihin. Ucapan hukama ialah petuah mereka yang berisi petunjuk untuk memperoleh kebaikan dunia akhirat.

Dari Al-Hasan Al-Basri, salah seorang ulama besar generasi tabiin menyatakan:

 

“Barangsiapa tidak beradab, maka tidak berilmu: barangsiapa tidak punya kesabaran, berarti ia tidak punya agama, dan barangsiapa tidak punya warak, berarti dia tidak mempunyai kedudukan di dekat Tuhan.”

 

Adab di sini, meliputi adab (sopan santun) terhadap Allah dan adab terhadap sesama manusia. Orang tidak beradab itu tidak berilmu, artinya ilmunya tidak berfungsi lagi.

 

Kesabaran di sini adalah ketabahan dalam menghadapi bencana dan kezaliman sesama manusia, juga ketabahan dalam menyingkirkan maksiat dan dalam melaksanakan perintah agama.

 

Warak adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan sesuatu yang haram dan sesuatu yang tidak jelas halal-haramnya.

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari Bani Israel telah pergi menuntut ilmu keluar negeri. Berita itu pun telah sampai kepada Nabi mereka saat itu. Kemudian ia pun dipanggil dan setelah menghadap, lalu sang Nabi itu bersabda:

 

“Wahai, pemuda, sesungguhnya aku akan menasihatimu dengan tiga perkara yang di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang zaman akhir, yaitu kamu harus takut kepada Allah, baik secara rahasia maupun secara terang-terangan, tahanlah lisanmu dari menjelekkan makhluk, janganlah kamu menceritakan mereka selain kebaikannya dan lihatlah rotimu yang akan kamu makan, sehingga jelas kehalalannya.”

 

Setelah itu, ternyata pemuda tersebut mengurungkan kepergiannya menuntut ilmu di luar negeri.

Diriwayatkan, bahwa seseorang dari kaum Bani Israel telah mengumpulkan buku sebanyak delapan puluh peti yang berisi ilmu, namun tidak bermanfaat baginya, maka Allah swt. memberi wahyu . kepada Nabi mereka, agar menasihati orang tersebut:

 

“Apabila kamu mengumpulkan lebih daripada itu pun, niscaya tidak akan bermanfaat kepadamu selain kamu mengerjakan tiga perkara: yaitu kamu mencintai dunia karena dunia itu bukanlah balasan bagi orang-orang mukmin, janganlah kamu berteman dengan setan karena dia bukanlah teman orang-orang mukmin dan janganlah kamu menyakiti seseorang karena hal itu bukanlah perbuatan orang-orang mukmin.”

 

Tempat kesenangan orang mukmin itu bukanlah dunia, tapi akhirat. Sedang yang dimaksud dengan menemani setan, adalah mengikuti ajakan dan bujukarinya, sehingga akan menyelisihi aturan syarak.

Dari Abdurrahman bin Athiyah, Abu Sulaiman Ad-Darani r.a., dalam munajat beliau berkata:

 

“Wahai, Tuhanku! Apabila Engkau menuntutku karena dosaku, tentu aku pun akan menuntut ampunan-Mu. Apabila engkau menuntutku karena kekikiranku, tentu aku akan menuntut kedermawanan-Mu. Dan apabila Engkau memasukkanku ke neraka, tentu aku pun akan memberitakan kepada ahli neraka bahwa sesungguhnya aku mencintai-Mu.”

 

Aku menuntut-Mu dengan ampunan, karena ampunan-Mupasti lebih luas dibanding dosaku. Kata kekikiran di sini, dimaksudkan dengan kekikiran memberikan sedekah dan kekikiran mengabdikan diri untuk menunaikan perintah Allah. .

 

Daran adalah nama sebuah kota di Damaskus. Abdurrahman Ad Darani wafat tahun 215 H.

Ada yang mengatakan:

 

“Orang yang paling berbahagia adalah orang yang mempunyai hati alim, badan sabar dan paus dengan apa yang ada di tangannya.”

 

Hati alim, adalah yang menyadari bahwa Allah senantiasa menyertainya di mana saja dia berada.

 

Badan sabar, adalah sabar dalam menunaikan perintah agama dan dalam menghadapi bencana.

 

Puas dalam menerima apa adanya, adalah sikap puas yang mendasar di kala tidak melihat harapan yang lain.

 Dari Ibrahim An-Nakha’i r.a.:

 

“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu itu celaka hanya lantaran tiga perkara, yaitu kelewat banyak bicara, kelewat banyak makan dan kelewat banyak tidur.”

 

Bicara dianggap kelewat batas, jika membicarakan sesuatu yang tidak menyangkut kebaikan agama maupun dunia. Berlebihan dalam makan, yaitu memakan makanan yang tidak mengakibatkan beribadah kepada Allah. Berlebihan dalam tidur, yaitu setelah tidur tidak digunakan untuk beribadah.

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razi:

 

“Amatlah beruntung orang yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya, orang yang membangun kuburan sebelum ia memasukinya dan orang yang mendatangkan rida Tuhannya sebelum ia menemui-Nya.”

 

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, ialah seorang penasihat yang dapat diharapkan, baik secara lisan maupun ucapannya tentang makrifat. Beliau . pergi ke Balgi dan tinggal di sana selama setahun. Lalu pergi ke Naisabur dan meninggal.dunia di sana pada tahun 258 H.

 

Beliau mengatakan, bahwa suatu kebahagiaan bagi orang yang meninggalkan dunia (harta), sebelum dunia meninggalkannya, yakni dengan cara membelanjakan harta kekayaan dalam bermacam-macam kebaikan sebelum dia meninggal dunia atau sebelum dunia itu habis dari dirinya. Misalnya, dirampas. Mendirikan kuburan sebelum memasukinya dengan cara beramal dengan amalan-amalan yang akan menyenangkannya di dalam kubur. Melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya sebelum dia mati, agar dia mendapatk4n rida dari-Nya.

Dari Ali r.a.:

 

“Barangsiapa tidak ada padanya Sunah Allah, Sunah Rasulullah dan Sunah Wali-wali Allah, maka dia tidak mempunyai sesuatu pun di tangannya.”

 

Selanjutnya, ditanyakan kepada Sayidina Ali:

 

“Apakah Sunah Allah itu?” Ali menjawab: “Ialah menyimpan rahasia.” Ditanyakan lagi: “Apakah Sunah Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu berbuat ramah terhadap sesama manusia.” Dan ditanyakan lagi: “Apakah Sunah wali-wali Allah?” Beliau pun menjawab: “Memikul beban penderitaan dari para manusia.”

 

Rahasia, adalah sesuatu yang harus disembunyikan, agar orang lain tidak mengerti. Menyembunyikan rahasia orang lain adalah wajib. Tentang sifat ramah, sebagaimana disebutkan dalam syair:

 

“Berbuatlah terhadap mereka selagi engkau berada di rumah mereka, dart buatlah hati mereka puas, selama engkau berada di bumi mereka.”

 

Dalam hubungan ini orang-orang sebelum kita saling berwasiat dengan tiga hal dan saling menyurati dengannya, yaitu:

 

“Barangsiapa yang beramal untuk akhiratnya, maka Allah mencukupi agama dan dunianya. Barangsiapa membina batiniahnya, niscaya Allah membaguskan lahiriahnya. Dan barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan Allah, maka Allah memperbaiki hubungannya dengan – sesama manusia.”

 

Maksud kalimat “Allah mencukupi kebutuhan agama dan dunia”, adalah bahwa segala hal ihwal orang itu selalu berada di dalam pemeliharaan Allah. Untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah, maka dengan cara mempertulus perbuatannya, tidak mendemonstrasikan juga tidak mengagumi kemampuan sendiri. Orang yang memperbaiki hubungannya dengan Allah itu akan diperbaiki oleh Allah hubungannya dengan sesama manusia. Karena orang yang dicintai Allah itu juga akan dicintai makhluk-Nya.

Dari Ali r.a.:

 

“Jadilah engkau orang yang paling bagus menurut Allah dan orang yang paling jelek di matamu sendiri dan jadilah orang sewajarnya di mata orang lain.”

 

Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Asy-Syekh Abdul Qadir AlJailani -qaddasa sirrahu- sebagai berikut:

 

“Apabila engkau menjumpai seseorang yang lebih utama darimu, maka berucaplah: Bisa jadi ia menurut Allah lebih bagus daripada aku dan lebih tinggi derajatnya. Jika orang itu lebih kecil, maka ucapkanlah: Anak ini belum durhaka kepada Allah, tapi aku sudah, maka jelas dia lebih bagus daripada aku. Jika orang itu besar, maka katakanlah: Orang ini sudah mengabdi kepada Allah sejak sebelum aku. Jika orang itu alim, maka ucapkanlah: Orang ini dianugerahi ilmu yang belum aku ketahui dan mencapai sesuatu yang belum aku capai juga mengetahui sesuatu yang aku belum tahu dan dia pun berbuat atas dasar ilmunya itu. Jika orang itu bodoh, maka ucapkanlah: Orang ini durhaka kepada Allah, karena belum tahu, sedangkan aku mendurhakai-Nya justru aku dalam keadaan sudah tahu. Aku pun tidak tahu bagaimana nanti akhir hayatku dan akhir hayatnya. Jika orang itu kafir, maka katakanlah: Saya tidak tahu pasti, boleh jadi dia masuk Islam dan mati husnul khatimah, bisa jadi pula aku kafir dan mati suul khatimah.”

Dikatakan, bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi Uzair a.s. Dia berfirman:

 

“Wahai, Uzair, apabila kamu berbuat suatu dosa kecil, maka janganlah kamu melihat kecilnya, namun kepada Tuhan yang kamu berbuat dosa kepada-Nya! Apabila kamu mendapatkan yang sedikit, janganlah kamu .melihat kecilnya, namun kamu harus melihat siapakah yang memberi rezeki kepadamu. Apabila kamu ditimpa suatu bencana, janganlah kamu mengadukan-Ku kepada makhluk-Ku, sebagaimana Aku pun tidak mengadukan kepada para malaikat-Ku bila kejelekankejelekanmu dilaporkan kepada-Ku.”

 

Imam Ibnu Uyainah berkata: Orang yang mengadu kepada manusia, tapi hatinya sabar dan rela dalam menerima takdir, maka dia tidak termasuk orang yang berkeluh kesah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi dalam menjawab pertanyaan Jibril ketika beliau sedang sakit. Jibril bertanya: “Apakah yang kamu rasakan terhadap dirimu?” Beliau bersabda:

 

“Ya, Jibril, aku merasakan gelisah dan sedih.”

Dari Hatim Al-A’sham:

 

“Tiada suatu pagi pun berlalu melainkan setan bertanya kepadaku: Apakah yang akan kamu makan! Apakah yang akan kupakai? Dan .. di manakah kamu akan tinggal? Kemudian aku menjawab kepadanya: “Aku akan memakan maut, aku akan memakai kafan dan aku akan tinggal di kubur. Kemudian setan itu lari dariku.”

 

Hatim Al-A’sham ialah Abu Abdurrahman Hatim bin Alwan: Pendapat lain mengatakan Hatim bin Yusuf. Beliau termasuk Syekh besar daerah Khurasan, Hatim juga, murid Syaqiq.

 

Diriwayatkan: seorang wanita pernah datang kepadanya dan bertanya tentang suatu hal. Pendapat itu juga wanita tersebut kentut, sehingga : tampak malu dan tersipu. Lalu Hatim berkata: “Keraskanlah suaramu sedikit!”, untuk bergura-pura tuli. Wanita itu pun gembira dan tidak lagi merasa malu atas kentutnya tersebut. Malah wanita itu bilang: “Tuan Hatim tidak lagi mendengar suara.” Mulai saat inilah, Hatim digelari “Al-Asham” (yang tuli).

Dari Nabi saw.:

 

“Barangsiapa keluar dari kehinaan maksiat menuju kemuliaan taat, maka Allah akan menjadikan ia kaya tanpa harta, kuat tanpa tentara dan menang tanpa bala.”

 

Maksudnya, orang yang sudi meninggalkan maksiat dan melakukan taat, maka Allah memberinya tiga sifat yang terpuji:

 

  1. Ia kaya tanpa harta, sebab mempunyai hati yang tenang walau tanpa kekayaan.
  2. Ia kuat tanpa tentara, karena mendapat kekuatan dari Allah swt.
  3. Ia dapat mengalahkan musuhnya tanpa bantaun orang lain, sebab dibantu oleh Allah secara langsung.

 

Diriwayatkan, bahwa suatu hari Nabi saw. menemui para sahabatnya, beliau bertanya:

 

“Bagaimana keadaanmu di pagi mi?” Para sahabat menjawab: “Di pagi ini kami tetap beriman kepada Allah swt.” Nabi saw. bertanya lagi: “Apakah tanda iman kalian?” Mereka menjawab: “Kami bersabar atas musibah, bersyukur atas kelapangan dan rida dalam menerima gadha (ketetapan).” (adha adalah ketentuan Allah yang ditetapkan sejak azali (sebelum terjadi sesuatu) dan berlaku selamanya. Sebagian orang yang telah makrifat kepada Allah berkata: Sabar itu ada tiga tingkatan:

 

  1. Tidak mungkin, tingkatan ini adalah tingkatan tabiin.
  2. Rida menerima takdir, tingkatan ini adalah tingkatan orang-orang zuhud (orang-orang yang menjauhkan diri dari kesenangan dunia untuk beribadah).
  3. Senang menerima cobaan, tingkatan ini adalah tingkatan Shiddiqin (orang-orang yang berbakti serta selalu mempercayai).

Nabi saw. bersabda:

 

“Kalian adalah benar-benar orang yang beriman, demi Allah, Tuhan Ka’bah.”

 

Dalam suatu hadis dikatakan:

 

“Beribadahlah kamu kepada Allah dengan ikhlas, apabila kamu tidak mampu, maka bersabarlah kamu terhadap perkara yang tidak kamu sukai, karena dalam hal itu terdapat kebaikan yang banyak.”

Allah telah menurunkan wahyu kepada sementara para Nabi:

 

“Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan cinta kepada Ku, maka Aku masukkan dia ke surga-Ku. Barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dalam keadaan takut kepada-Ku, maka Aku jauhkan dia dari neraka-Ku. Dan barangsiapa yang bertemu kepada-Ku sebab ia mati dalam keadaan malu kepada-Ku, maka Aku jadikan malaikat (pencatat amal) lupa terhadap dosa-dosa orang itu.”

 

Yang dimaksud “cinta kepada-Ku”, yaitu rindu untuk menghadap Allah dan senang memperoleh pahala-Nya. Takut kepada Allah ialah takut terkena siksa-Nya. Sedang malu kepada Allah, karena merasa membawa beban dosa. Adapun yang dimaksud dengan menemui Allah di sini, adalah mati.

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a.:

 

“Tunaikanlah apa yang telah difardukan oleh Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah, jauhilah larangan-larangan Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling zuhud dan puaslah dalam menerima bagianmu dari Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.”

 

Shaleh Al-Marqidi r.a. suatu hari lewat pada suatu daerah yang telah tiada penduduknya, lalu dia bertafakur mengenang-mengenang daerah tersebut:

 

“Wahai, perkampungan! Di manakah para penghunimu dahulu, di manakah orang-orang yang membangunmu dahulu dan di manakah penduduk-penduduk yang terdahulu? Kemudian ada yang bersuara: Jejak mereka telah terputus, jasad-jasad di dunia, segala amal yang kita lakukan selalu menemani kita, sekalipun dunia telah hancur.” .

Dari Ali r.a.

 

“Berikanlah jasa kepada siapa saja, maka engkau pun menguasainya, mintalah kepada siapa saja, niscaya engkau pun dikuasainya dan cukuplah dirimu sendiri dari siapa saja, maka engkau seimbang dengannya.”

 

Apabila anda berbuat baik kepada seseorang, maka anda akan menguasai orang itu. Sebaliknya, apabila anda justru minta sesuatu kepada orang lain, baik harta maupun jasa, maka anda akan dikuasainya. Karena jiwa seseorang itu mempunyai pembawaan untuk selalu menyenangi kepada orang yang berbuat baik kepadanya. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

 

“Barangsiapa mencintai sesuatu, maka orang itu menjadi tawanannya.”

 

Sayidina Ali r.a. pernah berkata:

 

“Aku adalah budak seseorang yang mengajarku satu huruf, terserah dia akan menjual aku atau memerdekakanku.”

 

Kesanggupan untuk membatasi kecukupan diri dengan apa yang dimilikinya dan tidak memerlukan lagi pada milik orang lain, adalah merupakan kekayaan diri. Jika anda tidak lagi memerlukan milik orang lain, maka berarti anda telah sebanding dengannya.

Dari Abu Zakaria, Yahya bin Mu’adz r.a.:

 

“Meninggalkan dunia seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa meninggalkannya seluruhnya, berarti mengambil akhirat semuanya. Barangsiapa mengambil dunia seluruhnya, berarti ia meninggalkan akhirat semuanya. Maka pengambilan akhirat berada dalam meninggalkan dunia dan meninggalkan dunia berada dalam pengambilan akhirat.”

 

Memang demikian, sebab dunia dan akhirat itu ibarat dua hal yang masing-masing saling bertentangan. Oleh karena itu, barangsiapa yang berpaling dari dunia dengan sepenuhnya, maka dia mencintai akhirat: dengan sepenuhnya. Barangsiapa mencintai dunia dengan sepenuhnya, berarti dia juga dengan sepenuhnya berpaling dari akhirat.

Dari Ibrahim bin Asham r.a. Beliau ditanya oleh seseorang: “Bagaimana kamu mendapatkan zuhud?” Dia menjawab:

 

“Dengan tiga perkara: Saya melihat kuburan itu mengerikan, sedang belum kudapati pelipur: saya melihat jalan yang panjang, padahal belum kumiliki bekal: dan saya melihat Allah Yang Maha Perkasa akan mengadili, padahal saya belum mempunyai hujah (argumen).”

 

Yang dimaksudkan dengan jalan yang panjang di sini, adalah jarak perjalanan menuju akhirat. Oleh karena itu, bekalnya berupa amal kebajikan.

 

Zuhud adalah meninggalkan kebahagiaan dunia dalam rangka menggapai kebahagiaan abadi di akhirat.

 

Diriwayatkan, Ibrahim bin Ad-ham adalah seorang sultan di negaranya, lalu ia meninggalkannya dan beribadah dengan sungguh-sungguh di : Mekah dan di kota-kota lainnya. Dalam kitab Ar-Risaalah Qusyairiyah disebutkan, bahwa beliau adalah Abu Ishaq Ibrahim bin Manshur, dari sebuah daerah Balqi, keturunan para raja.

 

Pada suatu hari beliau keluar untuk berburu seekor rubah atau kelinci. Ketika sedang mencarinya, tiba-tiba dia mendengar seseorang berteriak: Hai, Ibrahim! Apakah untuk ini kamu diciptakan, ataukah kamu memang diperintahkan untuk berbuat ini?

 

Kemudian ada yang berteriak dari sisi pelana kudanya: Demi Allah! Kamu bukan diciptakan untuk ini dan bukan diperintahkan untuk berbuat ini.

 

Lalu dia turun dari kudanya dan berjumpa dengan seorang pengembara. Dia mengambil jubah kepunyaan pengembara itu dan memakainya, kemudian memberikan kuda dan semua yang dibawanya kepada orang itu.

 

Beliau kemudian masuk ke hutan dan sampailah ke Mekah. Di sana beliau berteman dengan Sufyan Ats-Tsauri dan Fudhail bin Iyadh. Dia makan dari hasil tangannya sendiri, seperti buruh mengetam, menjaga kebun-kebun dan sebagainya.

Dari Sufyan Ats-Tsauri r.a., beliau ditanya tentang apa dan bagaimana bersikap ramah terhadap Allah, lalu. dia menjawab

 

“Bahwa dak harus ramah terhadap setiap wajah ceria, terhadap setiap suara yang manis dan terhadap ucapan yang indah.”

Ibnu Abbas r.a. berkata:

 

“Kata Zuhud terdiri atas tiga huruf, yaitu Zay, Ha’ dan Dal. Zay menunjukkan Zaadun Lil Ma’aad (bekal menuju akhirat). Ha’ menunjuk hidayah menuju agama: dan huruf dal menunjuk Dawaam ‘alath thaa’ah (konsis melakukan taat).” .

 

-Bekal menuju akhirat, adalah takwa kepada Allah swt.

– Hidayah menuju agama, adalah bimbingan agar berada pada jalan agama Islam.

 

Langgeng berada pada ketaatan, adalah senantiasa berada dalam keadaan taat kepada Allah dan menjauhi segala larangannya.

Di tempat lain Ibnu Abbas r.a. berkata:

 

“Huruf Zay menunjukkan meninggalkan Zimah (perhiasan), huruf Ha’ menunjukkan meningggalkan Hawa dan huruf Dal menunjukkan meninggalkan dunia.”

 

Dunia di sini mencakup: pujian orang, berfoya-foya dan glamor dalam berpakaian.

Dari Hamid Al-Laggaf, bahwa kepadanya dimohon wasiat oleh seseorang, lalu pesannya:

 

“Kamu harus menjadikan sampul untuk agamamu seperti sampul mushaf.” Kemudian ditanyakan juga: Apakah sampul agama itu? Beliau menjawab:

 

“Tidak berbicara kecuali dalam pembicaraan penting, meninggalkan dunia selain apa-apa yang diperlukan dan tidak bergaul dengan agama manusia, selain dalam pergaulan yang penting.”

 

Syariat itu disebut pula agama yang fungsinya sebagai aturan yang harus ditaati. Dalam fungsinya yang lain syariat disebut juga Millah, yaitu sebagai kumpulan peraturan. Juga dalam fungsinya sebagai dasar dan sumber pegangan hukum, maka syariat disebut Mazhab.

 

Dalam hubungannya dengan tidak berbicara kecuali pembicaraan yang penting, Sulaiman atau Luqman a.s. berkata:

 

“Apabila berbicara tentang kebaikan itu bagus seperti berak, maka diam dari membicarakan kejelekan itu pun bagus seperti emas.”

 

Dalam hubungannya dengan meninggalkan bergaul kecuali yang harus dipergauli, yaitu pergaulan-pergaulan yang jika ditinggalkan, maka tujuan agama tidak dapat tercapai.

 

Manusia terbagi menjadi empat bagian, sebagaimana yang pernah diterangkan oleh Sayid Abdul Qadir Al-Jailani:

 

  1. Manusia yang tidak mempunyai ucapan dan hati, suka berbuat maksiat, menipu serta tolol. Berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah berada di dalamnya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapatkan siksa.

 

  1. Manusia yang mempunyai lisan, namun tidak mempunyai hati. Dia berbicara tentang hikmah atau ilmu, namun tidak mengamalkannya, mengajak manusia kepada Allah, namun dia lari dari-Nya. Jauhi mereka, agar kamu tidak terpikat dengan kelezatan lisannya, sehingga kamu tidak terbakar-oleh maksiat-maksiatnya dan tidak akan terbunuh oleh bau busuk hatinya.“

 

  1. Manusia yang mempunyai hati, namun tidak mempunyai ucapan. ” Mereka adalah orang mukmin yang ditutupi oleh Allah dari makhlukNya, diperlihatkan aib-aib dirinya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya bahaya-bahaya bergaul dengan sesama manusia dan kesialan ucapan mereka. Mereka tergolong orang yang menjadi wali Allah (kekasih Allah) yang dipelihara dalam tirai Allah swt. dan memiliki segala kebaikan. Maka bergaullah dan layanilah dia, niscaya kamu dicintai Allah swt.

 

  1. Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui Allah swt. dan ayat-ayat-Nya. Allah menitipkan ilmuilmu asing kepadanya dan Dia melapangkan dadanya untuk menerima ilmu-ilmu. Maka, kamu harus takut menyalahi, menjauhi dan meninggalkan nasihat-nasihatnya.

 

Selanjutnya Hamid Al-Laqqaf mengemukakan:

 

“Pangkal Zuhud adalah menjauhi larangan Allah, yang kecil maupun besar, menunaikan seluruh kefarduan Allah, yang ringan maupun yang berat dan meninggalkan dunia yang berada di tangan pecintanya, baik sedikit maupun dalam jumlah besar.”

 

Salah satu pangkal zuhud adalah menjauhi larangan Allah, baik kecil maupun besar, sebab orang yang tidak wira’i tidak sah berbuat zuhud.

 

Pangkalnya lagi, yaitu menunaikan seluruh kefarduan, karena orang yang tidak tobat, tidak sah baginya untuk kembali pada fitrahnya. Tobat adalah menunaikan seluruh hak Allah dan melakukaninabah (kembali). Inabah adalah menyingkirkan diri dari kegelapan-kegelapan subhat (sesuatu yang belum jelas halal-haramnya).

 

Pangkal zuhud ketiga adalah meninggalkan dunia, baik sedikit maupun banyak. Karena orang yang tidak bersikap qanaah (puas dalam menerima bagian dari Allah) tidak sah berbuat tawakal dan orang yang — tidak tawakal itu tidak sah berbuattaslim. Tawakal adalah percaya dengan penuh mantap terhadap: segala yang di sisi Allah serta sama sekali tidak mengharapkan apa pun di tangan manusia. Taslim adalah taat dan tunduk terhadap perintah Allah serta menghindar dari perbuatan berpaling menuju hal-hal yang tidak sepatutnya.

Luqman Al-Hakim berkata kepada anaknya:

 

“Wahai, anakku! Sesungguhnya manusia itu tiga pertiga: Sepertiga untuk Allah, sepertiga untuk dirinya dan sepertiga untuk cacing. Adapun yang untuk Allah adalah rohnya, yang untuk dirinya adalah amalnya dan yang untuk cacing adalah jasadnya.”

 

Salah satu wasiat Lugman Al-Hakim kepada anaknya, dia mengatakan bahwa dalam diri manusia ada tiga, yaitu roh, perbuatan dan jasad.

 

Roh akan kembali kepada Allah, perbuatannya akan bermanfaat untuk dirinya, atau akan mudarat atas dirinya sesuai dengan perbuatan yang telah dia lakukan dan jasad akan dimakan oleh cacing, jika telah mati.

 

Dari Ali r.a., dia berkata:

 

“Tiga hal dapat menambah kekuatan hafalan dan menghilangkan lendir (dahak), yaitu: Bersiwak, puasa dan membaca Alqur-an

 

Lendir dahak adalah salah satu dari empat macam unsur temperamen yang membentuk watak manusia, yaitu: Lendir dahak, darah, empedu hitam dan empedu kuning.

Ka ab Al-Ahbar berkata:

 

“Benteng kaum mukminin dari godaan setan ada tiga, yaitu mesjid, zikir kepada Allah dan membaca Alqur-an.”

 

Mesjid menjadi benteng, sebab di situ terdapat para malaikat dan orang-orang yang beribadah.

 

Zikrullah (menyebut Asma Allah) juga menjadi benteng pertahanan, terutama dengan membaca Hauqalah:

 

“Tiada daya upaya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.” Membaca Alqur-an juga benteng, terutama membaca ayat Kursi (surah Al-Bagarah ayat 255), sebagaimana yang telah nyata mujarab.

 

Ka’ab Al-Ahbar masuk Islam di masa pemerintahan sahabat Umar. Dia adalah seorang ulama tempat mengadu orang Yahudi (yang beragama Islam).

Segolongan hukama berkata:

 

“Tiga hal 2 simpanan Allah Ta’ala, yaitu: kefakiran, sakit, dan sabar.”

 

Menurut sebagian hukama, ada tiga gudang, yakni sesuatu yang disimpan oleh Allah, yang tidak akan diberikannya selain kepada orangorang yang dicintai-Nya, yaitu:

 

  1. Kepada orang fakir atau tidak punya.
  2. Sakit, yaitu penyakit yang menimpa pada badan, sehingga dirasakan tidak enak olehnya.
  3. Sabar, yaitu tidak mengeluh ketika ditimpa kecuali kepada Allah swt. dengan cara berdoa. Mengeluh kepada Allah dengan cara berdoa tidak mengatakan, bahwa dirinya itu tidak rida terhadap musibah yang menimpa dirinya.

 

Seorang hamba sahaya harus rida dengan ketentuan tuannya, sebagaimana tercantum di dalam kitab At-Ta’rifat, karangan Sayid Ali Al Juri ani.

Dari Ibnu Abbas r.a. pada waktu ditanyakan kepadanya: “Hari apakah yang baik? Bulan apakah yang terbaik? Dan amal apakah yang terbaik?

 

Beliau menjawab:

 

“Hari ‘yang paling baik adalah hari Jumat, bulan yang paling baik adalah bulan Ramadan dan amal yang paling baik adalah salat lima waktu yang dikerjakan pada waktunya.”

 

Hari Jumat menjadi hari baik, sebab itulah disebut hari pemuka segala hari, yang oleh Allah dianugerahkan kepada umat Muhammad.

 

Ramadan adalah bulan yang paling baik, karena pada bulan itulah pertama kali Alqur-an diturunkan, juga di dalamnya terdapat Lailatul @adar, dalam bulan itu pula puasa diwajibkan dan pada bulan itu pahala ibadah sunah sama dengan pahala ibadah fardu.

 

Abu Bakar Al-Warrag berkata: Rajab adalah bulan musim tanam, Sya’ban adalah musim mengairi dan Ramadan adalah musim mengetam hasilnya.

 

Salat fardu menjadi amal terbaik, karena salat adalah pintu amal saleh. Jika pintu salat terbuka, maka terbuka pula pintu amal-amal saleh lainnya.

 

Ibnu Abbas r.a. wafat pada hari Jumat, kemudian tiga hari berikutnya berita tentang pertanyaan dan jawaban Ibnu Abbas tersebut sampai kepada Ali bin Abi Thalib dan beliau berkata: Jika semua ulama, hukama dan fukaha dari barat sampai timur ditanya tentang hal itu, mereka akan menjawab dengan jawaban yang sama dengannya. Hanya saja aku akan menjawab:

 

“Sesungguhnya sebaik-baik amal adalah amalmu yang diterima oleh Allah swt., sebaik-baik bulan adalah bulan di mana kamu bertobat kepada Allah dengan tobat Nasuha dan hari paling baik adalah hari di mana engkau meninggal dunia dengan membawa iman kepada Allah.”

 

Taubatan Nasuha, menurut Ibnu Abbas adalah tobat yang berada pada cara hati menyesali dosa, lisan memohon ampunan mengakhiri perbuatan dosa dan bertekad untuk tidak mengulang dosa lagi.

 

Pendapat lain mengatakan: Tobat nasuha adalah tidak meninggalkan bekas maksiat atas amalnya, baik secara rahasia maupun terang-terangan.

 

Pendapat yang lain lagi mengatakan: Tobat yang membawa kebahagiaan pelakunya di dunia dan akhirat.”

 

Seorang penyair mengatakan dalambahar basith (istilah notasi Arab):

 

Tidakkah kamutahu bagaimana siang dan malam menguji kita tapi kita bermain-main melulu baik secara diam-diam maupun terang-terangan.

Janganlah kamu teperdaya pada dunia dan segala isinya karena tanah air dunia bukan tanah air yang sebenarnya.

Dan berbuatlah untuk dirimu selagi belum datang kematian jangan sampai kamu tertipu oleh banyak sahabat dan teman

 

Kemudian berikut ini beberapa syiir Imam Al-Ghazali dalam bahar wafir:

 

Adakah engkau ingin banyak harta dan didengarkan omongmu dalam forum bicara

Juga beroleh cinta yang menyejukkan hati dari setiap wanita dan kaum lelaki

Dikaruniai kaya raya dan hidup bahagia juga berwibawa, dihormati dan banyak harta

Engkau tumpas setiap bencana. dan tipu daya dari musuh dan penguasa

Maka bacalah Yaa Hayyu Yaa Qayyuumu seribu kali boleh malam atau siang hari,

Niscaya akan memudahkan setiap kesulitan biasakan ucapan itu

Jangan kau tinggal dan jangan lalai karena dengan itu kau akan menggapai derajat yang tinggi.

 

Ada yang mengatakan:

 

“Apabila Allah menghendaki hamba-Nya menjadi orang baik, maka Dia menjadikan hamba itu mengerti agama, menjadikan dia zuhud terhadap dunia dan menjadikan dia menyadari aib-aib dirinya.”

 

Maksudnya, jika Allah menghendaki seorang hamba menjadi manusia yang seutuhnya, yakni yang baik menurut Allah dan menurut sesama manusia, maka orang-itu dikehendaki oleh Allah mengerti di dalam agama, dari mulai pokok sampai ke cabang-cabangnya. Hatinya dijadikan tenang, walau tidak ada rezeki yang ada padanya. Orang itu dijadikan Allah mampu melihat aib-aib yang ada pada dirinya,

Dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Di antara duniamu, ada tiga hal yang dititahkan menyenangkan kepadaku, yaitu bau harum, wanita dan dibuat kesejukan mataku justru dalam salat.”

 

Tiga hal ini kalau ternyata berada pada Rasulullah saw. bukanlah semata-mata dunia, karena sesungguhnya setiap perkara yang disertai niat karena Allah swt. bukanlah dunia semata, seperti bekal untuk kekuatan, tempat tinggal dan pakaian yang diperlukan, sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Khalil Ar-Rasyidi dalam kitab Al-Majaalisi Ar-Raaiqah.

 

Ketika Rasulullah saw. menyampaikan sabda tersebut di atas, terdapat para sahabat sedang duduk mengerumuni beliau, Abu Bakar mengatakan:

 

“Betul engkau, wahai, Rasulullah, di antara dunia ada tiga hal yang menyenangkan kami, yaitu: Melihat wajah Rasulullah, membelanjakan hartaku untuk Rasulullah dan putriku menjadi istri Rasulullah saw.”

 

Sayidina Umar berkata:

 

“Betul engkau, wahai, Abu Bakar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, yaitu: Amar makruf, nahi mungkar dan pakaian. yang usang.”

 

Selanjutnya Sayidina Utsman berkata:

 

“Betul engkau, wahai, Umar! Di antara dunia, ada tiga hal yang menyenangkan aku, ialah: Memberi makan orang kelaparan sampai kenyang, memberi pakaian orang yang tidak berpakaian dan membaca Alqur-an.

 

Diriwayatkan, bahwa Utsman r.a. telah mengkhatamkan Alqur-an dalam dua rakaat salat sunah malam hari.

 

Lalu Sayidina Ali berkata:

 

“Betul engkau, wahai, Utsman, yang aku senangi dari dunia ada tiga, yaitu: melayani tamu, puasa pada waktu cuaca panas dan mengangkat pedang terhadap musuh-musuh.”

 

Ketika mereka sedang berdialog mengenai hal tersebut, tiba-tiba datang Jibril a.s. kepada Nabi saw. seraya berkata: “Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi telah mengutusku ketika Dia mendengar ucapan kamu sekalian. Dia memerintahkan kepadamu, agar bertanya kepadaku tentang perkara yang aku senangi andaikata aku menjadi penduduk bumi.” Kemudian Nabi bertanya: “Wahai, Jibril, apakah yang kamu ‘ senangi andaikata kamu menjadi penduduk dunia?”

 

Jibril menjawab:

 

“Memberi petunjuk orang-orang yang sesat pada jalan yang lurus, ramah terhadap orang-orang yang mengembara, yang taat kepada Allah swt. dan khusyuk kepada-Nya serta menolong kerabat yang sengsara.”

 

Lebih lanjut Jibril mengatakan:

 

“Tuhan, Pemilik keagungan, mencintai tiga perkara dari hamba-hambaNya, yaitu: Mengerahkan segala kekuatan untuk taat kepada Allah swt., menangis ketika sedih karena telah melakukan maksiat dan sabar ketika miskin.”

Dari sebagian hukama:

 

“Barangsiapa berpegang teguh bada akalnya, niscaya dia sesat, barangsiapa mencari kecukupan melalui harta bendanya, niscaya dia akan melarat dan barangsiapa yang mencari kemuliaan dan makhluk, niscaya dia hina.”

 

Berlindung pada akal itu sesat, jika tidak dibarengi berpegang kepada Allah dan mohon bimbingan-Nya menuju kebenaran. Merasa cukup dengan hartanya saja akan melarat, jika tidak menyadari bahwa sesungguhnya yang memberi kecukupan adalah Allah. Bahkan dalam hadis disebutkan:

 

 “Barangsiapa merasa cukup dengan Allah, maka Dia akan memberinya kekayaan.”

 

Kemudian barangsiapa yang mengandalkan kekuatan makhluk, maka dia menjadi hina di hadapan Allah.

Dari sebagian hukama:

 

“Buah makrifat (mengenali Allah) ada tiga: Malu terhadap Allah, cinta kepada Allah dan rindu dengan-Nya.”

 

Hukama ialah orang-orang yang ucapan dan pekerjaannya sesuai dengan sunah. Buah rnakrifat kepada Allah swt. itu ada tiga perkara: Malu kepada Allah swt. karena banyak melakukan maksiat kepada-Nya, mencintai segala sesuatu yang ada di sisi Allah, yaitu pahala serta ridaNya dan rindu kepada Allah swt. karena keagungan Allah swt. berbekas . dalam hatinya.

Nabi saw. bersabda:

 

“Cinta kepada Allah itu adalah asas makrifat, iffah (enggan) itu tanda yakin, sedang pangkal yakm adalah takwa dan rela dengan takdir Allah.”

 

Cinta kepada Allah swt. dengan cara beribadah kepada-Nya, adalah asas makrifat. Sesungguhnya bagi orang Sufi ada tiga derajat:

 

  1. Syariat (ibadah kepada Allah swt.) menurut para fukaha, ialah hukumhukum yang diterangkan Allah swt. kepada umat-Nya.
  2. Thariqat, yaitu jalan menuju Allah swt. yang disertai ilmu dan amal.
  3. Makrifat (mengetahui), yaitu mengetahui perkara-perkara batin, yang merupakan buah dari syariat.

 

Enggan (iffah), yakni menahan diri dan meminta-minta kepada manusia, adalah berkeyakinan bahwa sesungguhnya Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Dia yang memberi rezeki kepada semua makhluknya disertai keyakinan, bahwa sesungguhnya rezeki itu tidak akan sampai kepadanya tanpa kehendak Allah swt.

 

Pokok yakin adalah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dan hati merasa senang (rida) terhadap takdir Allah swt. kepadanya, baik yang pahit maupun yang manis.

Dari Sufyan bin Uyainah r.a. ia berkata:

 

“Barangsiapa cinta kepada Allah, maka cinta kepada orang yang dicintai Allah: barangsiapa cinta terhadap orang yang dicintai Allah, maka cinta perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah: Barangsiapa cinta terhadap perbuatan yang dilakukan karena cinta Allah, maka cinta melakukan perbuatan itu tanpa diketahui manusia.”

 

Al-Asqalani menukilkan: Bahwa mahabbah (cinta kepada Allah) itu ada dua macam:

 

  1. Mahabbah Fardu, Yaitu mahabbah yang mendorong dilakukannya perintah-perintah Allah dan dijauhi larangan-larangan-Nya.
  2. Mahabbah Sunah, Yaitu mahabbah yang mendorong dibiasakannya melakukan ibadah sunah dan dijauhinya hal-hal yang subhat.

 

Ash-Shiddiq mengatakan: Barangsiapa telah merasakan Mahabbah Allah yang murni, maka apa yang dia rasakan itu dapat melupakannya dari keinginan dunia dan membuatnya merasa asing dari seluruh manusia.

Nabi saw. bersabda:

 

“Kebenaran cinta berada pada tiga hal: Memilih ucapan kekasih ketimbang ucapan orang lain: memilih duduk bersama kekasih ketimbang bersama orang lain, dan memilih kerelaan kekasih ketimbang kerelaan orang lain.”

 

Yahya bin Mu’adz berkata: “Sekecil apa pun cintaku kepada Allah itu lebih aku sukai daripada beribadah selama tujuh puluh tahun.”

Dari Wahab bin Munabbih Al-Yamani r.a.:

 

“Ada tertulis dalam Taurat: Orang yang tamak adalah melarat, walaupun memiliki dunia, orang yang taat kepada Allah adalah disenangi, walaupun dia seorang hamba sahaya dan orang yang qanaah (merasa cukup dengan seadanya) adalah kaya, walaupun kelaparan.”

 

Orang yang mencari sesuatu dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkannya, adalah orang yang kehilangan segala sesuatu yang diperlukannya, walaupun dia memiliki semua yang berada di antara langit dan bumi. Orang yang taat kepada Allah swt., adalah orang yang disegani manusia, walaupun dia seorang hamba sahaya. ‘

 

Orang yang qanaah, yaitu orang yang tenteram hatinya (puas) dengan segala sesuatu yang dimilikinya serta rida atas bagiannya yang diterima dari Allah swt., adalah orang yang kaya, walaupun dia orang yang lapar.

 

Ada seorang tawanan perempuan lari dari daerah orang-orang kafir, dia berjalan menempuh jarak dua ratus pos, dalam keadaan tidak makan suatu makanan pun. Dia ditanya oleh seseorang: Bagaimana kamu kuat berjalan tanpa makan? Dia menjawab: Apabila aku lapar, aku membaca surah Al-Ikhlas tiga kali, lalu aku merasa kenyang.

Dari sebagian hukama r.a.:

 

“Barangsiapa yang makrifat kepada Allah, maka tidak ada suatu kenikmatan baginya bersama makhluk, barangsiapa yang mengetahui dunia, maka tidak ada suatu kecintaan baginya mengenai dunia dan barangsiapa yang mengetahui keadilan Allah swt., maka tidak akan didatangi musuh.”

 

Orang yang makrifat kepada Allah itu tidak merasakan kelezatan bersama makhluk, sebab ia tidak akan senang kepada selain Allah. Orang yang mengenali dunia itu tidak akan senang padanya, sebab ia akan memilih kebahagiaan abadi di akhirat. Dan orang-orang yang mengenali keadilan Allah tidak akan didatangi lawan, sebab ia tidak pernah menimbulkan percekcokan.

 

Sebagaimana Al-Hasan r.a. berkata:

 

“Barangsiapa yang mengetahui Allah, maka Allah mencintainya dan . barangsiapa yang mengetahui dunia, maka ia membenci dunia itu.”

 

Selain itu Imam Syafii juga mengatakan dalam puisinya:

 

“Tiada lain, dunia itu bangkai yang membusuk diatasnya terdapat anjing-anjing yang ingin memperolehnya.

Bila kamu menjauhinya, niscaya kamu selamat dari ahlinya jika kamu menariknya, niscaya kamu disenangi anjing-anjingnya

Dari Dzin Nun Al-Misri:

 

“Setiap orang yang takut akan lari, setiap orang yang suka akan mencari dan setiap orang yang jenak dengan Allah akan merasa asing dengan makhluk.”

 

Orang yang takut akan lari, maksudnya menjauh dari yang ditakutinya itu. Maka, orang yang takut siksa, hendaknya berbuat kebajikan agar terjauh dari siksa itu.

 

Orang yarig suka akan mendekati, maksudnya mencari sesuatu yang disukainya itu. Maka, orang yang suka surga, hendaklah melakukan kebajikan agar dapat memperolehnya.

 

Orang yang jenak terhadap Allah akan merasa asing bersama sesama manusia. Dalam naskah lain justru disebutkan ” merasa asing bersama dirinya sendiri”.

 

Dzin Nun adalah Abdul Faidh, si Tsauban bin Ibrahim, pendapat lain mengatakan Al-Faidh bin Ibrahim. Ibrahim ini adalah seorang yang berbangsa Sudan (Nubiy). Dzin adalah orang satu-satunya kala itu, baik ilmu, warak, tingkah laku maupun adabnya. Dzin Nun-yang berbadan kurus berkulit agak kemerahan dan berjenggot yang tidak memutih itu, wafat tahun 245 Hijriah.

Dzin Nun Al-Misri berkata:

 

“Orang yang makrifat kepada Allah adalah yang jiwanya tertambat kepada Allah, hatinya melihat dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.”

 

Orang yang makrifat kepada Allah swt. berarti ia terikat oleh kecintaan kepada-Nya, hatinya dihiasi dengan Muraayabah (merasa dekat dengan Allah) dan lahirnya dihiasi dengan Muhaasahah (mengoreksi diri sendiri) dan amalnya banyak semata-mata karena Allah.

Dzin Nun Al-Misri berkata:

 

“Orang yang makrifat kepada Allah swt. adalah orang yang memenuhi janjinya, hatinya cerdas dan amalnya bersih.”

 

Orang yang makrifat kepada Allah swt., ialah orang yang memenuhi janji kepada Allah swt., dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya, hatinya cepat menerima nasihat yang baik dan amalnya bertambah dari hari ke hari.

 

Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:

 

“Pangkal setiap kebajikan di dunia dan akhirat adalah takut kepada Allah, kunci dunia adalah perut kenyang, sedangkan kunci akhirat adalah perut lapar.”

 

Rasa takut Allah dapat mengubah letak buku catatan perbuatan manusia, suatu ketika digeser ke kanan setelah berada di tangan kiri.

 

Pangkal segala kebaikan menurut Abu Sulaiman ada tiga, yaitu: Takut kepada Allah, menjauhi keduniaan dan mengejar pahala akhirat.

 

Jadi, bagi hamba Allah ketika sehat harus merasa takut dan selalu ‘ mengharapkan kepada Allah-swt., agar rasa takut tersebut dapat mencegahnya dari perbuatan maksiat. Sedangkan harapannya kepada Allah dapat membangkitkan semangat untuk mengerjakan amal saleh.

 

 Ibadah orang yang berharap kepada Allah swt. lebih utama, karena dalam dirinya terdapat rasa cintanya kepada Allah, melebihi orang yang takut. Seorang raja akan membedakan antara seorang pelayan yang melayaninya karena takut akan siksanya, seorang yang melayani karena mengharapkan kebaikan hatinya dan pelayan yang melayaninya tanpa mengharapkan sesuatu pun. Perkara-perkara dunia akan terbuka sebab adanya kenyang. Sedangkan perkara-perkara akhirat akan terbuka sebab adanya lapar.

 

Ada yang mengatikan:

 

“Ibadah adalah kesempatan kerja, kiosnya menyepi diri dan modalnya adalah takwa.”

 

Menyepi diri, yaitu konsentrasi di kesepian untuk dapat dengan tenang hatinya berhadapan langsung dengan Allah.

 

Modal ibadah yaitu takwa, ini berarti tanpa takwa, maka ibadah tidak akan membawa untung besar. Takwa di sini adalah dalam arti menjaga diri agar tidak melakukan sesuatu yang mendatangkan siksa, baik sesuatu itu berwujud perbuatan maupun meninggalkan perbuatan.

Malik bin Dinar r.a. berkara:

 

“Agar anda termasuk kaum mukmin, cegalah tiga sikap dengan tiga cara: Cegahlah sikap sombong dengan tawaduk, cegahlah sikap rakus dengan qanaah dan cegahlah sikap dengki dengan nasihat.”

 

Manusia harus menolak tiga perkara yang dicela dengan tiga perkara yang dipuji, agar tersifati oleh hakikat iman yang sebenarnya seperti orangorang mukmin. –

 

Sombong ialah memandang dirinya sendiri dengan pandangan mulia dan memandang orang lain dengan pandangan rendah. Kebalikan sombong adalah tawaduk. Sombong terjadi akibat kedudukan, sedangkan ujub terjadi akibat keutamaan.”

 

Rakus adalah merasa tidak puas dengan apa adanya. Sedangkan qanaah adalah rida atas segala yang ada.

 

Dengki (hasud) adalah mengharapkan hilangnya kenikmatan orang yang didengkinya, agar berpindah pada dirinya.

 

Nasihat yaitu: Mendorong berbuat kebaikan dan melarang berbuat kerusakan.

 

Dalam sebuah hadis disebutkan:

 

“Iman dan dengki tidak akan dapat bersatu di dalam rongga seorang hamba.”

 

Maksudnya iman dalam hadis tersebut, adalah iman kepada takdir Allah.

 

Mu’awiyah berkata: Aku mampu untuk menjadikan semua orang rida kepadaku, kecuali orang yang dengki terhadap nikmatku, sesungguhnya orang yang dengki masih belum merasa puas, kecuali jika nikmat itu hilang dariku.

 

Sebagaimana seorang penyair menyatakan.dari bahar Thawil:

 

Setiap orang dapat kubuat puas

Tetapi orang dengki kepadaku

sulitlah membuat ia puas

dan berat mencapai kepuasan itu

Bagaimana seseorang dapat membuat puas

Orang yang dengki terhadap nikmatnya,

jika si dengki itu sendiri memang tak pernah puas

sebelum nikmat itu hilang dari pemiliknya.

BAB III
NASIHAT TENTANG EMPAT PERKARA
Pada bab ini terdapat tiga puluh tujuh nasihat, yang terdiri dari delapan hadis dan selebihnya adalah atsar

Diriwayatkan dari Rasulullah saw., sesungguhnya beliau pernah bersabda kepada Jundub bin Junadah, yang bergelar Abu Dzar Al-Ghifaari:

 

“Wahai, Abu Dzar, pugarlah kapalmu, karena lautnya dalam, bawalah bekal sempurna, karena perjalananmu jauh, peringanlah beban, karena rintangan-rintangannya berat sekali, ikhlaskanlah beban, karena sesungguhnya Yang Maha Meneliti, Maha Melihat.”

 

Memugar di sini dalam arti memperbaiki niat, agar semua perbuatan atau penghindaran melakukan perbuatan dapat berfungsi ibadah serta mendapat pahala guna keselamatan dari azab Allah.

 

Al-Imam Umar bin Khattab Al-Farug mengirim surat kepada Abu Musa Al-Asy’ari -semoga Allah meridai mereka berdua-: Barangsiapa niatnya tulus, maka Allah mencukupi keperluannya yang berada antara dia dan orang lain.

 

Salim bin Abdullah bin Umar Al-Khattab mengirim surat kepada Umar bin Abdul Aziz r.a.: Ketahuilah, wahai, Umar, sesungguhnya pertolongan dari Allah kepada seorang hamba, sesuai dengan kadar niatnya. Barangsiapa yang niatnya tulus, maka pertolongan dari Allah sempurna baginya dan barangsiapa yang niatnya kurang, maka per. tolongan dari Allah pun kurang baginya, sesuai dengan kadar niatnya itu.

 

Perjalanan jauh di sini, dimaksudkan dengan perjalanan menuju akhirat. Sedang beban muatan adalah beban pertanggungjawaban urusan duniawi. Justru perjalanan menuju akhirat diumpamakan dengan laut yang dalam, perjalanan jauh dan bukit terjal, karena sama-sama banyak kesulitan dan rintangannya. Ikhlaskanlah amal, karena sesungguhnya Allah swt. Yang Maha Meneliti, meneliti secara cermat perbuatan baik dan buruk.

 

Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: Kebahagiaan tetap bagi orang yang tidak melangkah satu langkah pun, selain kepada Allah swt. Perkataan ini berdasarkan sabda Nabi saw.:

 

“Ikhlaskanlah perbuatanmu, maka yang sedikit pun darinya akan mencukupimu.”

 

Seorang penyair mengatakan:

 

Wajib bertobat bagi manusia

namun meninggalkan dosa-dosa lebih wajib

Sabar menghadapi musibah adalah berat

tapi hilang pahala lebih berat

Perubahan dalam setiap zaman selalu aneh

namun manusia lupa bahwa dirinya aneh

Setiap yang akan datang dekat

namun maut lebih dekat dari itu.

 

Diriwayatkan dari Anas, bahwa suatu hari Nabi saw. keluar sambil memegang tangan en Abu Dzar, seraya bersabda:

 

“Wahai, Abu Dzar, apakah kamu telah mengetahui, bahwa sesungguhnya di hadapan kita terbentang suatu jalan di bukit yang sangat rumit, yang tidak akan dapat didaki selain oleh orang-orang yang meringankan bebannya?” Seseorang bertanya: “Wahai, Rasulullah! Apakah aku ini tergolong orang-orang yang meringankan atau memberatkan bebannya?” Beliau bersabda: “Adakah engkau punya makanan hari mi?” Dia menjawab: “Ya, punya.” Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu mempunyai makanan untuk besok?” Dia menjawab: “Ya, punya.” Rasulullah saw. bersabda: “Apakah kamu punya makanan untuk besok lusa?” Dia menjawab: “Tidak punya.” Lalu Rasulullah mengatakan: “Andaikata engkau telah punya jatah makanan untuk tiga hari, maka engkau tergolong orang-orang yang memberatkan bebannya.”

Sementara hukama berkata:

 

“Empat hal berikut adalah baik, namun yang empat lainya lebih baik daripadanya, yaitu rasa malu dan laki-laki uu lebih baik, namun bagi wanita lebih baik,sikap adil dari seuap orang wu baik, namun dan para pemimpin lebih baik: tobat dilakukan oleh orang tua itu baik, tapi dilakukan orang muda lebih baik, dan kedermawanan bagi diri orang kaya itu baik, namun bagi diri orang fakir lebih baik.”

 

Baik di sini adalah suatu tingkat kualitas, di mana terpuji di dunia dan mendapat pahala di akhirat. Malu adalah merendahnya hati karena khawatir tercela. Adil adalah sikap yang tepat secara proporsional, tidak terlalu lebih dan tidak terlalu kurang. Tobat adalah kembali kepada Allah, menanggalkan setiap ikatan dosa untuk kemudian menunaikan seluruh hak Allah (ibadah). Kedermawanan adalah memberikan sesuatu yang sebaiknya, tanpa mengharap imbalan.

Dari sebagian para hukama:

 

“Empat hal berikut adalah jelek, tapi empat hal lagi lebih jelek, ialah: Dosa itu jelek pada diri pemuda, tapi lebih jelek pada diri orang tua: kesibukan duniawi pada diri orang bodoh itu jelek, tapi lebih jelek pada diri orang alim: malas beribadah pada setiap orang itu jelek, tapi lebih jelek pada diri ulama dan para penuntut ilmu, sombong itu jelek pada diri orang kaya, tapi lebih jelek pada diri orang fakir.”

 

Jelek adalah tingkat kualitas di mana tercela di dunia dan mendapat siksa di akhirat. Adanya kesibukan duniawi itu lebih jelek pada diri orang alim, sebagaimana disebutkan dalam hadis:

 

“Barangsiapa bertambah ilmunya tapi tidak tambah Zuhudnya maka hanya bertambah jauh dari Allah saja.”

Nabi saw. bersabda:

 

“Bintang-bintang adalah keamanan bagi penduduk langit, apabila ia telah bertaburan, maka terjadilah gadha atas penduduk langit. Ahli baitku adalah keamanan bagi umatku, apabila ahli baitku telah tiada, maka itulah putusan Allah atas umatku. Aku adalah keamanan bagi para sahabatku, jika saya mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku. Dan gunung-gunung adalah keamanan bagi penduduk bumi, jika ia musnah, maka itulah keputusan Allah atas penduduk bumi.”

 

Apabila bintang-bintang keamanan bagi penduduk langit bertaburan, maka terjadi ketentuan Allah bagi penduduk langit, yaitu terbelah dan terlipat langit dan matinya para malaikat. Apabila telah tiada ahli baitku, maka itulah putusan Allah atas umat Islam, yaitu dapat berupa timbulnya bid’ah, kalahnya dkal oleh hawa nafsu, timbulnya perbedaan dalam kepercayaan (akidah), kemenangan bangsa Romawi dan sebagainya. Apabila aku telah mati, maka itulah putusan Allah atas para sahabatku, yaitu timbulnya fitnah, peperangan, kembalinya orang-orang menjadi murtad dan orang-orang menjadi berbeda-beda hatinya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:

 

“Empat perkara dapat sempurnakan dengan empat perkara, yaitu: kesempurnaan salat dengan dua sujud sahwi, kesempurnaan puasa dengan zakat fitrah, kesempurnaan haji dengan fidyah dan kesempurnaan iman dengan jihad.” .

 

Empat perkara menjadi sempurna dengan empat perkara lagi, yaitu salat dengan sujud sahwi. Menurut Ahmad An-Nahrawi, sujud sahwi dilakukan bila memindahkan bacaan dari tempatnya, baik berupa rukun, sunah Ab’ad, maupun sunah hai’at. Apabila hal itu termasuk rukun, mutlak melakukan sujud karena memindahkannya. Apabila sunah Ab’ad, jika tasyahud awal, mutlak melakukan sujud. Jika gunut serta bermaksud gunut, maka bersujudlah. Kecuali jika hanya zikir. Apabila sunah hai’at, janganlah bersujud, selain memindahkan surah dari tempatnya.

 

Puasa pada bulan Ramadan akan sempurna bila telah melakukan zakat fitrah, sebagaimana firman Allah swt.:

 

“.. dan bagi mereka yang mampu membayar aa yaitu memberi makan orang miskin ….” (Q.S. Al-Baqarah: 184).

 

Yang dimaksud Fidyah dalam ayat ini, adalah zakat fitrah, sebab ayat ini masih bersangkutan dengan ayat-ayat sebelumnya (ayat 183 surah Al-Baqarah) yang memuat perintah puasa Ramadan. Demikian dalam Fathul Kabir.

 

Ibadah haji akan sempurna bila diiringi dengan fidyah, yaitu menyembelih hewan atau mengeluarkan beberapa mud (nama takaran), jika memang terdapat hal-hal yang mewajibkan atau menyunahkannya. Boleh juga fidyah dibayarkan tanpa ada hal-hal tersebut. Dalam hal ini dilakukan untuk lebih berhati-hati (ikhriyath).

 

Menurut Sayid Ali Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat: Jihad sebagai penyempurna iman, dapat berbentuk ajakan memeluk agama Islam.

Dari Abdullah biri Al-Mubarak:

 

“Barangsiapa melakukan salat dua belas rakaat setiap hari, maka telah memenuhi hak salat: Siapa yang telah berpuasa tiga hari setiap bulan, maka telah memenuhi hak puasa: Siapa yang telah membaca seratus ayat setiap hari, maka telah memenuhi hal Qiraah,: Dan siapa yang telah bersedekah satu dirham, maka telah memenuhi hak sedekah.”

 

Abdullah bin Al-Mubarak adalah cucu Al-Oadhi Nouh Al-Marwarzi.

 

Salat dua belas rakaat, yaitu dua rakaat sebelum Subuh, dua rakaat sebelum Zhuhur, empat rakaat sebelum Asar dan dua rakaat setelah Magrib. Nabi saw. bersabda:

 

“Allah berkenan melimpahkan rahmat kepada orang yang salat empat rakaat sebelum salat Asar.”

 

Nabi sendiri melakukan salat ini, dalam dua kali salam masing-masing dua rakaat. Dalam hadis lain, yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani disebutkan sebagai berikut:

 

“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat sebelum salat Asar, maka Allah mengharamkan badan orang itu masuk neraka.”

 

Syekh Khalil Ar-Rasyidi menukil hadis dari Ad-Dimyati dalam Al. Muttajir Ar-Rabih sebagai berikut:

 

“Tiada lain bagi hamba yang melakukan dua belas rakaat salat sunah di setiap hari, kecuali Allah membangun gedung untuknya di surga.” (H.R. Muslim).

 

Dalam riwayat dari At-Tirmidzi ada tambahan, yaitu: Empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Magrib, dua rakaat setelah Isyak dan dua rakaat sebelum Subuh.

 

Dalam riwayat lain, Imam Ath-Thabrani meriwayatkan sebagai berikut:

 

“Barangsiapa melakukan salat empat rakaat sebelum Zhuhur, maka seperti ia melakukan salat Tahajud empat rakaat di malam harinya: dan barangsiapa melakukan salat empat rakaat setelah salat Isyak, maka seperti saja ia melakukan salat empat rakaat di malam Lailatul Qadar.”

 

Sehubungan dengan hadis ini, Ibnu Mas’ud mengatakan: “Tidak ada salat siang yang membandingi salat malam, selain empat rakaat sebelum Zhuhur dan keutamaannya dibanding salat siang lainnya, adalah seperti salat jamaah dibanding salat sendirian.” |

 

Kemudian Ibnu Mas’ud menyatakan, bahwa Rasulullah saw. selalu melaksanakannya, serta melamakan rukuk dan sujudnya, beliau bersabda:

 

“Sesungguhnya saat ini adalah saat dibukakan pintu-pintu langit, oleh sebab itu, aku ingin agar amal salehku diangkat di saat mi.”

 

Barangsiapa yang berpuasa setiap bulan pada hari-hari bidh (hari-hari malam purnama), yaitu tanggal 13, 14 dan 15, kecuali pada bulan haji (Zulhijah) pada tanggal enam belas atau setelahnya, sebagai pengganti tanggal tiga belas, maka dia telah menunaikan hak puasa. Hikmah tiga kali berpuasa pada tiap bulan, adalah sesungguhnya satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kebaikan. Jadi, puasa tiga hari itu sama dengan puasa sebulan penuh. Oleh karena itu, cukuplah asal berpuasa tiga hari mana saja dalam setiap bulan, sebagaimana diterangkan dalam kitab AtTuhfah.

 

Barangsiapa telah membaca seratus ayat setiap hari, maka dia telah menunaikan hak membaca Alqur-an. Tentang bacaan Alqur-an yang lebih utama, adalah membaca Al-Munjiyat As-Sab’ah (tujuh surah penyelamat), yaitu: Surah As-Sajdah, Yaa Siin, Fushshilat, Ad-Dukhan, al-Waqiah, Al-Hasyr dan Al-Mulk. Hendaknya setiap pagi dan sore, juga membaca masing-masing tiga kali: Surah Al-Hadiid ayat: 1-3, AlHasyr ayat: 22-23, Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas.

 

Bersedekah satu dirham pada hari Jumat atau dengan sesuatu yang mengimbanginya, artinya telah menunaikan hak sedekah.

Umar r.a. berkata:

 

“Lautan-lautan itu ada empat, yaitu: Hawa nafsu adalah lautan dosa: Nafsu adalah lautan syahwat (keinginan): Maut adalah lautan umur dan kubur adalah lautan penyelasan.”

 

Hawa nafsu adalah kecenderungan nafsu untuk memenuhi keinginannya yang di luar perintah syarak. Hawa nafsu adalah menjadi sumber pangkal) perbuatan dosa.

 

Nafsu adalah elemen jiwa yang berpotensi mendorong pada hasrat biologis dan mengajak diri pada berbagai kelezatan. Nafsu adalah menjadi sumber (pangkal) kejelekan dan perangai tercela.

 

Kematian adalah lautan umur, artinya bahwa kematian itu menghimpun seluruh umur. Dalam naskah lain disebutkan ‘amal’ bukan ‘umur’, adalah seperti dikatakan orang, bahwa kematian adalah peti amal.

 

Kubur itu lautan penyesalan, artinya bahwa di alam kuburlah terjadi berbagai penyesalan seluruhnya.

Dari Utsman bin Affan r.a.:

 

“Saya temui manisnya ibadah dalam empat hal: Pertama, dalam menunaikan fardu-fardu Allah: Kedua, dalam menjauhi larangan-larangan Allah, Ketiga, dalam amar makruf dan mencari pahala Allah: Keempat, dalam nahi mungkar dan memelihara diri dari murka Allah.”

 

Keterangan:

Menurut Utsman r.a., manisnya ibadah terletak dalam:

  1. Mengerjakan perintah-perintah Allah, baik yang kecil maupun yang besar. ,
  2. Menjauhi larangan-larangan Allah, baik yang kecil maupun yang besar.
  3. Memerintah pada yang makruf, yaitu segala perkara yang dianggap baik oleh syarak.
  4. Melarang dari yang mungkar, yaitu segala perkara yang tidak diridai Allah swt., baik ucapan maupun perbuatan dan menjaga kemarahan Allah swt.

Utsman bin Affan berkata:

 

“Empat perkara yang lahirnya keutamaan (fadhilah) dan batinnya kewajiban (faridhah): Bergaul akrab dengan orang-orang saleh itu fadhilah dan mengikuti jejak mereka adalah kewajiban, membaca Alqur-an itu keutamaan, sedang melaksanakan isinya adalah kewajiban: ziarah kubur itu keutamaan, sedang mempersiapkan diri menuju kubur adalah kewajiban: dan menjenguk orang sakit itu keutamaan, sedang berwasiat di kala sakit adalah kewajiban.”

 

Faridhah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan, fadhilah adalah keutamaan-keutamaan yang dilakukan orang-orang saleh, yaitu orangorang yang mengerjakan hak-hak Allah swt. dan hak-hak hamba-Nya. Bergaul dengan mereka adalah fadhilah, sedangkan mengikuti segala perbuatan mereka adalah faridhah. Alqur-an adalah firman Allah swt. yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Membacanya adalah fadhilah, sedangkan mengamalkannya adalah faridhah. Mempersiapkan bekal untuk di sana, maksudnya persiapan dalam kubur dengan mengerjakan amal yang saleh termasuk faridhah. Ziarah artinya berkunjung ke kuburan mengingatkan kita akan maut dan akhirat. Disunahkan melihat kuburankuburan yang tidak diketahui penghuninya, sekalipun kuburan-kuburan orang kafir, untuk berdoa atau bertabaruk (memohon berkah kepada Allah), berkunjung ke kuburan adalah termasuk fadhilah, mengunjungi orang sakit adalah fadhilah, sedangkan membuat wasiat adalah faridhah.

 

Tentang wasiat menjelang kematian, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang dihalangi dari kebajikan, ialah orang yang enggan mengeluarkan wasiat.”

 

Di hadis lain beliau bersabda:

 

“Barangsiapa mati dengan meninggalkan wasiat, maka dia mati pada jalan Allah, sunah, takwa dan syahadat, juga mati dengan memperoleh ampunan Allah.”

Ali r.a. berkata:

 

“Barangsiapa yang rindu akan surga, maka harus cepat-cepat pada kebaikan-kebaikan, barangsiapa yang takut neraka, maka supaya mencegah diri dari keinginan-keinginan, barangsiapa yang yakin pada maut, maka habislah semua kelezatan atasnya dan barangsiapa yang mengetahui dunia, maka rendah musibah atasnya.”

 

Seseorang yang rindu akan surga, bergegaslah melaksanakan kebaikankebaikan. Siapa yang takut neraka, maka harus menghindarkan diri dari gerakan-gerakan nafsunya. Siapa yang yakin pada maut, maka rusak kelezatan-kelezatan atau terputuslah segala kelezatan darinya.

 

Barangsiapa yang mengetahui dunia bahwa dunia itu adalah tempat ujian dan berbagai kekotoran, maka dia akan merasa ringan atas musibahmusibah yang menimpa dirinya.

Nabi saw. bersabda:

 

“Salat itu tiang agama, sedang sikap diam itu lebih utama: Sedekah itu dapat memadamkan murka Tuhan, sedang diam lebih utama, Puasa itu benteng neraka, sedang diam itu lebih utama: Dan jihad itu adalah puncak agama, sedangkan diam itu lebih utama.”

 

Agama tidak akan berdiri tanpa salat, seperti tidak akan berdiri sebuah rumah tanpa disertai tiang-tiangnya. Salat merupakan pernyataan sebenarnya dari sifat kehambaan dan menunaikan hak ketuhanan. Sedang seluruh ibadah itu justru merupakan sarana menuju substansi pengabdian yang sebenarnya tersebut. Tentang diam itu lebih utama daripada salat, dapat didasarkan pada sabda Nabi saw.:

 

“Diam adalah ibadah tingkat tertinggi.” (H.R. Ad-Dailami dari Abu Hurairah).

 

Yang dimaksud diam di sini ialah tidak mengucapkan segala sesuatu yang tidak bermanfaat untuk agama dan dunia, juga tidak usah membantah orang yang menentang. Justru diam termasuk ibadah tingkat tinggi, karena kebanyakan kesalahan-kesalahan itu timbul dari lisan.

 

Karena itu, jika orang hidup sendirian, maka diamnya tidak termasuk fbadah.

 

Diam lebih utama daripada sedekah, Nabi bersabda:

 

“Diam itu hiasan bagi orang alim dan penutup bagi orang bodoh.” (H.R. Abusy Syekh dari Al-Mihrari).

 

Diam dapat menambah kewibawaan yang hal ini pertanda adanya ilmu. Sesungguhnya orang yang bodoh itu tidak akan diketahui bodohnya, jika dia tidak berbicara.

 

Diam lebih utama daripada puasa, sebagaimana sahda Nabi saw.:

 

“Diam adalah pimpinan akhlak.” (H.R. Ad-Dailami dari Anas).

 

Dari hadis tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa diam dari perkara yang tidak ada pahalanya, adalah pimpinan akhlak mulia, karena menye. lamatkan pelakunya dari ghibah dan sebagainya. Adapun memperbanyak melakukan perkara yang mendatangkan pahala, misalnya zikir, membaca Alqur-an dan ilmu, lebih utama daripada diam. Jihad itu adalah puncak agama, namun diam lebih utama, yaitu yang paling tinggi nilainya jika dilihat. Hal itu karena jihad bisa diketahui dari tempat jauh, seperti kuduk unta bisa dilihat dari kejauhan. Nabi saw. bersabda:

 

“Diam adalah hikmah, namun sedikit orang yang melakukannya.” (H.R. Al-Qadhai dari Anas dan Ad-Dailami, dari Ibnu Umar).

 

Diam itu hikmah dan tidak banyak yang melaksanakannya, karena belum mengetahui hal itu. Memang, tidak banyak orang yang mau diam diri dari mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya menyebabkan kehinaan dirinya sendiri. Dalam hal ini seorang penyair mengatakan dari bahar Khalif

 

Wahai, orang yang banyak bicara tak berarti,

Kurangilah,

Sesungguhnya kau telah menghamparkan omongan yang tak berarti dengan panjang dan lebar

Telah kau ambil bagian

dari bidang kejelekan,

Maka diamlah kini

jika kebaikan yang kau kehendaki

 

Dalam hadis lain, ada diriwayatkan Nabi bersabda:

 

“Jihad yang paling utama adalah memerangi nafsu serta keinginanmu, karena Zat Allah (semata-mata karena Allah).” (H.R. Ad-Dailami).

Ada dikatakan: Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada salah seorang dari Bani Israel dan firman-Nya:

 

“Diammu dari yang batil karena-Ku adalah puasa, menjaga anggotaanggotamu dari perkara-perkara yang haram karena-Ku adalah salat, memutuskan dirimu dari makhluk karena-Ku adalah sedekah dan menahan dirimu dari menyakiti orang muslim karena-Ku adalah jihad.”

 

Menjauhi perkara-perkara yang batil karena Allah swt., pahalanya seperti pahalasaum (puasa), Menjaga pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan anggota badan dari perkara-perkara yang diharamkan karena-Ku, pahalanya seperti pahala salat. Memutuskan ketamakan dari makhluk karenaKu, pahalanya seperti pahala sedekah, Tidak menyampaikan perkara yang tidak diingini orang-orang muslim semata-mata karena Allah Swt., pahalanya seperti pahala jihad.

“Empat faktor yang menyebabkan gelapnya hati, yaitu: Perut kenyang tak berukuran, bersahabat dengan orang-orang zalim, melupakan dosadosa yang lewat dan lamunan melantur. Empat faktor penyebab bercahayanya hati: Perut yang lapar karena berhati-hati, bersahabat dengan orang-orang saleh, mengingat dan menyesali dosa-dosa yang telah lewat dan pendek angan-angan.”

 

Ukuran kekenyangan perut menurut batas syariat, adalah sepertiga selera makan. Lamunan melantur yaitu, lamunan yang mengawang jauh sampai melamunkan hal-hal yang mustahil terjadi. Sehubungan dengan ini semua, ada sebuah hadis riwayat dari Ali, bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya perkara yang sangat aku khawatirkan atasmu, adalah dua perkara, yaitu mengikuti hawa dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa adalah menyimpang dari hak dan panjang angan-angan adalah cinta pada dunia.” “H.R. Ibnu Abu Dunya).

 

Abu Thayyib berkata: “Barangsiapa yang duduk bersama delapan golongan, maka Allah menambah kepadanya delapan perkara, yaitu barangsiapa duduk bersama orang-orang kaya, maka Allah menambah kepadanya cintanya pada’dunia, barangsiapa yang duduk bersama-sama orang fakir, maka baginya akan bersyukur danrida pada bagian dari Allah swt. yang diberikan kepadanya, barangsiapa yang duduk bersama sultan (penguasa), maka Allah menambah kepadanya kekerasan hati dan sombong, barangsiapa yang duduk bersama para wanita, maka Allah menambah kepadanya bodoh dan syahwat, barang-siapa yang duduk bersama anak-anak, maka dia bertambah gemar bermain-mainnya: barangsiapa yang duduk bersama-sama orang fasik, maka dia bertambah berani berbuat dosa dan menunda-nunda tobat, barangsiapa yang duduk bersama orang-orang saleh, maka dia bertambah cinta melakukan taatnya: dan barangsiapa yang duduk bersama para ulama, maka dia bertambah ilmu dan amalnya.”

Dari Hatim Al-Asham r.a., dia berkata:

 

“Barangsiapa mengaku empat perkara tanpa empat bukti, maka pengakuan itu dusta: Barangsiapa mengaku cinta kepada Allah tapi tidak meninggalkan larangan-larangan Allah, maka pengakuannya itu dusta, Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi tapi benci kepada orangorang fakir miskin, maka pengakuannya itu dusta: barangsiapa mengaku cinta surga tapi tidak mau bersedekah, maka pengakuannya itu dusta, dan barangsiapa mengaku takut neraka tapi tidak meninggalkan dosa-dosa, maka pengakuannya itu dusta. “

 

Orang yang mengaku cinta kepada Allah, namun melakukan perkaraperkara yang dilarang-Nya, pengakuannya adalah bohong. Orang yang mengaku cinta kepada Nabi, namun membenci orang-orang fakir dan miskin yang dicintai oleh Nabi, pengakuannya adalah dusta. Orang yang mengaku ingin masuk surga, namun dia tidak mau bersedekah dengan perkara yang mudah baginya, pengakuannya adalah bohong. Orang yang takut masuk neraka, namun dia tetap melakukan dosa, pengakuannya adalah dusta. Sebagaimana sebagian penyair mengatakan dalam bahar Khafif:

 

Jika engkau penunggang kuda,

jadilah seperti tuan Ali

dan jika engkau penyair,

jadilah seperti Ibnu Hani.

Siapa pun yang mengaku

secara tidak sebenarnya,

maka bukti-bukti ujian pun tahu bahwa ia berdusta

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Neraka itu dibentengi dengan halhal yang menyenangkan, sedang surga dibentengi dengan hal-hal yang menjemukan.”

(H. R. AlBukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

 

Hadis ini merupakan salah satu kumpulan kalimat yang disabdakan Nabi saw. tentang kecaman terhadap keinginan-keinginan syahwat dan dorongan untuk menaati kewajiban-kewajiban, seolah-olah Nabi mengatakan: “Tidak akan sampai ke surga, selain dengan menempuh kesulitan-kesulitannya dan tidak akan ke neraka, selain dengan melakukan keinginan-keinginan syahwatnya, maka barangsiapa yang dapat menerobos rintangan-rintangan, maka dia masuk ke dalamnya.”

Nabi saw. bersabda:

 

“Gejala terjadinya kecelakaan ada empat: Melupakan dosa-dosa yang telah lewat, padahal semua itu tercatat di sisi Allah, bernostalgia dengan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, padahal ia tidak mengetahui, apakah kebajikan tersebut diterima atau ditolak, memandang orang . yang lebih tinggi dalam bidang duniawi dan memandang orang yang lebih rendah dalam bidang keagamaan, dalam hal ini Allah berfirman: ‘Aku hendak menolongnya, tapi dia tidak berkeingman kepada-Ku, maka aku urungkan.’ Sedang gejala terjadinya kebahagiaan juga ada empat: Merenungi dosa-dosa yang telah lewat, melupakan kebajikan-kebajikan yang telah lewat, memandang orang yang lebih tinggi kualitas agamanya dan memandang orang yang lebih rendah tingkat keduniaannya.”

 

Tanda-tanda orang yang celaka:

 

  1. Orang yang peduli dengan dosa (melupakan) serta tidak ada perasaan menyesal, padahal dosa-dosa itu dicatat bilangan, waktu dan tempat melakukannya pleh Allah swt.
  2. Orang yang menyebut kebaikankebaikan dirinya, padahal dia belum . tahu apakah kebaikan-kebaikan itu diterima Allah swt. atau tidak.
  3. Orang yang berambisi untuk bisa memperoleh dunia sebanyakbanyaknya serta tidak merasa puas terhadap bagian dari Allah swt. kepadanya.
  4. Orang yang melihat kepada orang yang lebih rendah amal salehnya ‘serta tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya.

 

Tanda-tanda orang yang bahagia:

 

  1. Orang yang selalu mengingat-ingat dosanya disertai rasa penyesalan dan permohonan ampunan kepada Allah.

2.- Orang yang tidak mengingat-ingat kebaikan dirinya, seolah-olah dia tidak pernah melakukannya, karena kebaikan tersebut tidak lepas dari penyakit-penyakit (hal-hal yang dapat merusak).

  1. Orang yang selalu melihat kepada orang yang lebih tinggi dalam amal salehnya agar bisa mengikutinya.
  2. Orang yang selalu bersyukur atas karunia Allah swt. yang telah diberikan kepadanya dan selalu melihat kepada orang lain yang lebih rendah kekayaannya (fakir miskin).

Segolongan para hukama mengatakan: ‘

 

“Sesungguhnya panji-panji keimanan ada empat: Takwa, rasa malu, syukur dan sabar.”

 

Takwa adalah taat dan ikhlas melaksanakan segala perintah Allah swt. dan menjauhi maksiat. Ada yang mengatakan, takwa adalah memelihara kesopanan-kesopanan menurut syarak.

Malu terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

 

  1. Malu jenis kejiwaan, yakni malu yang diciptakan Allah swt. dalam semua jiwa, seperti malu karena terbuka aurat atau bersetubuh di hadapan orang banyak.”
  2. Malu jenis iimaani (berdasarkan keimanan), yakni seorang mukmin mencegah dirinya berbuat maksiat, karena takut kepada Allah swt.

 

Syukur yaitu memuji kepada yang berbuat kebaikan dengan menyebut-nyebut kebaikannya. Dengan demikian seorang hamba harus bersyukur kepada Allah swt. 

 

Sabar yaitu tidak mengeluh kepada selain Allah swt. bila ditimpa bencana. Dalam hal ini kita perlu berdoa dengan doa Tamiim Ad-Daari bin Habib yang telah diajarkan Nabi Khidhir ketika kembali dari dasar tanah, karena diculik jin ke Madinah Musyarofah, sebagai berikut:

 

“Ya, Allah, semoga Engkau memberi nikmat kepadaku dengan rezeki dari Engkau, semoga Engkau menjagaku dari perkara-perkara yang Engkau larang, semoga Engkau tidak menjadikan aku butuh kepada orang yang Engkau jadikan tidak memerlukan kami. Semoga Engkau mengumpulkan aku dalam rombongan umat: junjunganku, Nabi Muhammad saw., semoga Engkau memberi minum kepadaku dengan gelasnya, semoga Engkau menjauhkanku dari maksiat-maksiat kepadaMu, semoga Engkau mematikanku dalam keadaan takwa, semoga Engkau menunjukkan agar aku selalu mengingat-Mu, semoga Engkau menjadikanku pewaris-pewaris surga tempat kenikmatan, semoga Engkau menjadikanku orang yang bahagia dan tidak menjadikanku orang yang celaka, wahai, Yang Mempunyai keagungan dan kemuliaan.”

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. telah bersabda:

 

“Puncak iman ada empat hal: Sabar menerima keputusan Allah, rela menerima takdir, ikhlas bertawakal dan pasrah sepenuh diri kepada Allah.” (H.R. Abu Nu’aim).

Nabi saw. bersabda:

 

“Induk ada empat: induk obat, induk tata adab, induk ibadah dan induk harapan, Induk obat adalah sedikit makan, induk tata adab adalah sedikit bicara, induk ibadah adalah sedikit dosa dan induk harapan adalah sabar menanti.”

 

Sedikit makan menjadi induk segala obat, sebab memantang makanan yang dapat membahayakan kesehatan itu lebih baik daripada memakan makanan itu, lalu berobat untuk menawarkannya.

 

Sedikit dosa menjadi induk ibadah, sebab memang dosa itu dapat menggusur pahala ibadah. Sabar itu lebih pahit daripada jadam, sebagaimana diungkapkan:

 

“Dengan kesabaran anda akan memperoleh apa-apa yang kamu kehendaki dan dengan takwa anda dapat melunakkan besi.”

Nabi saw bersabda:

 

“Empat macam permata yang terdapat pada tubuh anak Adam akan hilang oleh empat perkara. Adapun permata-permata itu adalah akal, agama, malu dan amal saleh: Marah akan menghilangkan akal, hasud akan menghilangkan agama, tamak akan menghilangkan malu dan mengumpat akar menghilangkan amal saleh.” 

 

Empat perhiasan yang ada pada watak manusia yang berharga, akan hilang oleh sifat-sifat yang tercela. Akal adalah suatu mutiara bersifat rohani, yang berhubungan dengan jasmani, yang diciptakan Allah swt. dan akan hilang oleh marah.

 

Agama, yakni suatu perkara yang mengajak orang-orang berakal untuk menerima segala sesuatu yang datang dari Rasul saw. dan akan hilang oleh hasud. Sedang, amal saleh akan hilang dengan mengumpat.

 

Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Wahai, Mu’awryah, janganlah marah-marah, karena kemarahan dapat merusak keimanan, seperti jadam merusak madu.” (H.R. Al-Baihaqi).

 

Hasud akan menghilangkan agama, yakni mengharapkan hilangnya kenikmatan orang lain, diin dalam hadis ini artinya syariat.

 

Diriwayatkan Nabi saw. bersabda:

 

“Hati-hatilah kalian pada hasud (dengki), karena kedengkian itu dapat melalap habis kebijak-kebijkan, sebagaimana api melalap kayu bakar”

 

Dalam Bahar Mutaqarab, seorang penyair mengatakan:

 

Ahai….!

katakan kepada orang yang dengki kepadaku

tahukah kamu kepada siapa sesungguhnya engkau bersikap jahat?

kamu telah berbuat jahat

kepada Allah terhadap takdir-Nya

ketika kamu tidak senang

melihat nikmat yang diberikan oleh-Nya kepadaku,

maka Tuhankulah yang membalasmu

dengan cara menambah kenikmatan kepadaku

dan menutup seluruh jalanmu,

ya, jalan pencarianmu.

 

Tamak, yakni ingin selalu mendapatkan sesuatu lebih banyak untuk dirinya sendiri dan tamak akan menghilangkan malu.

 

Mengumpat (menggunjing) ialah menceritakan kejelekan-kejelekan orang lain yang benar-benar terjadi. Kalau kejelekan yang diceritakan itu tidak nyata terjadi, maka perbuatan. itu disebut buhtan (memfitnah). Dan jika penyebutan tersebut dilakukan di depan orang yang bersangkutan, maka disebut caci maki.

Nabi saw. bersabda:

 

“Empat yang berada di surga lebih baik daripada surga, yaitu: Kekal di dalam surga lebih baik daripada surga, pelayanan para malaikat di surga lebih baik daripada surga, bertetangga dengan para nabi di surga lebih baik daripada surga dan keridaan Allah swt. di surga lebih baik daripada surga.”

 

Hadis di atas selanjutnya:

 

“Empat yang berada di neraka lebih jelek daripada neraka, yaitu: Kekal di neraka lebih jelek daripada neraka, celaan para malaikat pada orangorang kafir di neraka lebih jelek daripada neraka, bertetangga dengan setan di neraka lebih jelek daripada neraka dan kemurkaan Allah swt. lebih jelek daripada neraka.”

 

Berdekatan dengan para nabi di dalam surga, lebih baik daripada surga itu sendiri, sebagaimana dalam firman Allah:

 

“Dan mereka, para nabi itulah teman yang und bagus.”

 

Para ahli Allah tidak memikirkan lagi, apakah ia akan masuk neraka, sebab yang penting, asal telah memperoleh rida Allah. Dengan rida Allah inilah, walaupun mereka di neraka misalnya, maka ular dan kalajengking neraka yang melalap kulit mereka tidak lagi merasa sakit.

Dari sebagian hukama, ketika dia ditanya: “Bagaimana keadaan tuan?” Dia menjawab:

 

“Saya selalu taat kepada Tuhan, terhadap hawa nafsu selalu menentang, terhadap makhluk selalu memberi nasihat dan terhadap perkara duniawi hanya sebatas keperluan darurat.”

 

Maksud hadis di atas, para hukama berpendapat, bahwa beserta Zat Yang Maha Pengatur ada kecocokan untuk mengerjakan perintahperintah-Nya. Beserta nafsu ada perbedaan dengan perkara-perkara yang dikehendaki oleh nafsu. Beserta makhluk ada nasihat, yaitu mengajak mereka untuk melakukan kebaikan dan melarangnya dari kejelekan beserta dunia juga terdapat keperluan yang tidak dapat ditolak.

Segolongan hukama telah memilihkan empat kalimat dari dalam empat kitab, yaitu

 

“Dari kitab Taurat ialah kalimat: Barangsiapa yang rida atas apaapa yang diberikan Allah swt. kepadanya, maka dia beristirahat di dunia dan akhirat.’ Dari kitab Injil ialah kalimat: ‘Barangsiapa yang telah merobohkan syahwatnya, maka dia kuat di dunia dan akhirat.’ Dari kitab Zabur ialah kalimat: ‘Barangsiapa yang menyendiri dari manusia, maka dia selamat.’ Dan dari Al-Furgaan (Alqur-an): ‘Barangsiapa yang memelihara ucapannya, maka dia selamat di dunia dan akhirat.”  (H.R. Al-Baihaqi).

 

Tentang memelihara lisan, Nabi saw. bersabda:

 

“Amal (perbuatan) yang paling disukai Allah, adalah memelihara ksan.” (H.R. Al-Baihaqi).

 

Dalam hadis lain Nabi bersabda: .

 

“Kesejahteraan ada sepuluh bidang: Sembilan pada diam dan bidang kesepuluh pada pengasingan diri dari manusia.” (H.R. Ad-Dailami).

Dari Umar r.a., dia berkata:

 

“Demi Allah, setiap kali aku tertimpa bencana, maka di situ selalu terdapat empat nikmat dari Allah, yaitu: Satu, karena bencana itu tidak mengenai agamaku, Dua, karena bencana itu tidak lebih berat daripadanya: Tiga, karena bencana itu tidak menghalangi rida Allah: Dan empat, lantaran bencana itu aku dapat mengharap pahala dari Allah.”

 

Menurut Umar r.a., bahwa di dalam ujian (cobaan) yang menimpa pada dirinya, terkandung empat kenikmatan: ‘

 

  1. Cobaan itu tidak menimpa terhadap agamanya, karena cobaan yang menimpa agama lebih berat daripada cobaan yang menimpa pada badan dan harta kekayaan.
  2. Cobaan tidak lebih berat daripada cobaan yang menimpa dirinya pada zaman dahulu (sebelum Islam).
  3. Cobaan tidak menghalangi keridaan Allah swt. kepadanya.
  4. Besar harapan mendapatkan pahala karena ujian tersebut.

Dari Abdullah bin Mubarak, dia berkata:

 

“Ada seorang bijaksana yang telah mengumpulkan beberapa hadis dan memilih empat puluh ribu hadis dari hadis tersebut. Lalu dia memilih darinya empat ribu hadis, lalu dia pilih lagi empat ratus hadis. Dari empat ratus, ia pilih lagi empat puluh hadis dan dari empat puluh hadis, dia pilih empat kalimat saja.”

 

Adapun empat kalimat tersebut adalah:

 

“Kalimat kesatu, yaitu “kamu jangan mempercayakan segala sesuatu separonya kepada perempuan.” Kalimat kedua: “Kamu jangan teperdaya oleh harta benda atas segala sesuatu.” Kalimat ketiga: Janganlah kamu membebani perut dengan perkara yang di luar batas’ dan kalimat keempat: Janganlah kamu mengumpulkan ilmu yang tidak bermanfaat

bagimu’.”

 

Ada empat intisari dari empat puluh ribu hadis, sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, yaitu:

 

  1. Jangan mempercayakan sepenuhnya semua urusan kepada wanita.
  2. Jangan menduga tidak tertipu dengan harta kekayaan, tetapi harus : berhati-hati dengan diberikannya harta kekayaan kepada kita.
  3. Jangan memasukkan makanan atau minuman yang perut kita tidak kuat menerimanya.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

“Semua asal penyakit, adalah kurang baiknya pencernakan makanan.” (H.R. Daruguthni).

 

Hadis di atas diriwayatkan Anas dan Ibnu As-Suni dan Abu Nu’aim dari Ali, dari Ibnu Sa’id dan dari Aj-Juhri. Artinya: Asal setiap penyakit berhubungan dengan perut.

 

Selain menumpuk makanan dalam perut, termasuk pangkal segala penyakit juga adalah minum setelah -atau di tengahmakan sebelum makanan yang telah masuk diproses pencernakan. Mestinya penyakit yang menyangkut organ perut.

 

Tentang mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, ada seorang yang bertanya kepada Abu Hurairah: Saya ingin belajar, tapi khawatir ilmuku nanti sia-sia belaka, lalu jawabnya: Dengan engkau meninggalkan ilmu itu berarti telah menyia-nyiakan ilmu.

 

Imam Syafi’i berkata: Termasuk tipu muslihat setan, yaitu meninggalkan perbuatan karena khawatir orang lain menganggap riya, karena menyucikan perbuatan sampai 10096 terlepas dari unsur setan secara keseluruhan itu sulit. Andaikata kita memahami ibadah secara sempurna, kita akan sulit melakukan satu ibadah pun. Hal tersebut menimbulkan pengangguran, sedangkan pengangguran itu merupakan akhir tujuan setan.

 

Oleh karena itu, sebagian ulama mengatakan, “Berjalanlah kamu kepada Allah, sekalipun dalam keadaan pincang dan terseok-seok.”

 

Imam Syafii r.a. berkata:

 

“Barangsiapa yang belajar Alqur-an, besarlah harga dirinya, barangsiapa yang belajar fikih, mulialah kedudukannya: barangsiapa yang menulis hadis, kuatlah hujahnya: barangsiapa yang belajar hisab (hitungan), sehatlah pikirannya, barangsiapa yang belajar bahasa Arab, haluslah tabiatnya: dan barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, ” tidaklah bermanfaat ilmu baginya.”

Dari Muhammad bin Ahmad r.a., dia berkomentar mengenai firman Allah Azza wa Jalla:

 

“…. menjadi ikutan, menahan diri dan seorang Nabi dari keturunan orang-orang saleh.” (Q.S. Aali Imran: 39).

 

Beliau berkomentar:

 

“Allah menyebutkan, bahwa si hamba bernama Yahya menjadi ikutan, karena kemenangannya atas empat hal: Hawa nafsu, iblis, lisan dan kemarahan.”

Sayidina Ali r.a., dia berkata:

 

“Agama dan dunia senantiasa akan tetap berdiri tegak, selama ada empat perkara: Yaitu selama orang-orang kaya tidak kikir dengan apaapa yang telah diberikan kepadanya, selama para ulama masih mengamalkan apa-apa yang diketahuinya, selama orang-orang bodoh tidak sombong dari perkara yang tidak diketahuinya dan selama orangorang fakir tidak menjual akhiratnya dengan dunia.”

 

Jadi, agama dan dunia akan tetap utuh selama orang-orang kaya tidak menahan untuk memberi kepada orang yang meminta sebagian rezeki rang telah diberikan Allah swt. kepada mereka dan mereka tidak menahan kewajiban atas mereka, selama para ulama memerintahkan yang makruf dan mencegah yang mungkar, selama orang-orang bodoh tidak merintangi orang yang belajar tentang sesuatu yang tidak mereka ketahui dan selama orang-orang fakir tidak meninggalkan agama dengan mengambil perkara-perkara dunia.

 

Nabi Dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah swt. berhujah pada hari Kiamat dengan empat orang atas empat orang lain, yaitu: Terhadap kaum hartawan, Allah mengemukakan Nabi Sulaiman bin Dawud: terhadap hamba sahaya, Allah mengemukakan Nabi Yusuf, terhadap orang-orang sakit, Allah mengemukakan Nabi Ayub: dan atas orang-orang fakir, Allah mengemukakan Nabi Isa.”

 

Misalnya, Allah menanyai orang kaya tentang sebab dia meninggalkan ibadah, lalu dia menjawab: “Kami sibuk dengan urusan harta dan kerajaan kami”, maka Allah membantah: “Lebih besar mana dengan kerajaan Sulaiman dan lebih banyak mana dibanding harta Sulaiman, toh, dia tidak meninggalkan ibadah.”

 

Terhadap hamba sahaya yang meninggalkan ibadah dengan alasan ‘ karena sibuk melayani tuannya, Allah membantah: “Hamba-Ku, si Yusuf, juga menjadi hamba yang melayani penguasa tinggi Mesir sekalian, tapi dia tidak meninggalkan ibadah.”

 

Terhadap orang fakir yang meninggalkan ibadah, Allah membantah: Hamba-Ku Isa adalah orang melarat di dunia, ia tak punya rumah, harta juga istri, tapi ia tidak meninggalkan ibadah. .

Dari Sa’d bin Hilal r.a., dia menyatakan:

 

 

“Sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa, maka Allah swt. tetap memberinya empat perkara, yaitu rezeki tidak akan dihalangi darinya, kesehatan tidak akan dihalangi darinya, dosa tidak ditampakkan kepadanya dan siksaan tidak akan ditimpakan kepadanya dengan cepat.”

 

Seorang hamba jika dia menjadi orang yang selalu berbuat dosa, maka Allah telap memberi kenikmatan kepadanya dengan empat perkara, yaitu Allah tidak menahan rezeki untuknya, Allah akan memberikan kesehatan baginya, Allah menutupi dosa-dosanya dan siksaan tidak akan ditimpakan kepadanya dengan tepat, yakni pada waktu dia sedang melakukannya, namun Allah swt. memberi tempo kepadanya, tetapi tidak akan membiarkannya.

 

Dihikayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi Adam a.s. berkata: Sesungguhnya Allah memberikan kepada umat Muhammad empat kehormatan yang tidak diberikan-Nya kepadaku. Pertama, tobatku diterima di Mekah, sedangkan umat Muhammad bertobat di mana saja, niscaya tobat mereka diterima. Kedua, sesungguhnya aku berpakaian, namun ketika aku berbuat maksiat, Dia menjadikanxu telanjang, sedangkan ketika umat Muhammad berbuat maksiat dalam keadaan telanjang, justru Dia memberikan pakaian kepada mereka. Ketiga, ketika aku berbuat maksiat, Dia memisahkanku dengan istriku, sedang umat Muhammad jika berbuat dosa, Allah tidak memisahkan mereka dari istriistrinya. Keempat, aku telah berbuat dosa di surga, maka Dia mengusirku darinya,.sedangkan bila umat Muhammad berbuat maksiat kepada Allah di luar surga, justru Dia memasukkannya ke surga, jika mereka bertobat.”

Dari Hatim Al-Asham – semoga Allah merahmatinyakatanya:

 

“Barangsiapa berpaling dari empat hal untuk menuju empat yang lain, maka menemukan surga: Berpaling dari tidur untuk menuju kubur, berpaling dari kesombongan untuk menuju timbangan, berpaling dari pengangguran menuju titian dan berpaling dari syahwat menuju surga.”

 

Berpaling dari tidur menuju kubur, artinya ialah mengurangi tidur untuk memperbanyak amal-amal perbuatan yang dapat digunakan bekal kelak di alam kubur.

 

Berpaling dari kesombongan menuju timbangan, artinya mengakhiri sikap sombong dan congkaknya untuk memperbanyak amal-amal kebajikan yang dapat menambah bobot timbangan amalnya kelak.

 

Berpaling dari pengangguran menuju titian, artinya pada saat-saat senggang dipenuhi dengan amal perbuatan yang dapat mempercepat masa tempuh pada titian kelak.

 

Berpaling dari syahwat untuk menuju surga, artinya meninggalkan ajakan hawa nafsu untuk kemudian bersusah payah menunaikan perintah-perintah agama. Memang, menurut hadis, surga itu diliputi oleh hal-hal yang tidak diinginkan bagi hawa nafsu dunia.

Dari Hamid Al-Laffaf -semoga Allah merahmatinya-, dia berkata:

 

“Empat hal telah saya cari pada empat jalan dan ternyata keliru, kemudian saya temukan dalam empat yang lain: saya mencari kekayaan. dalam harta, ternyata saya temukan dalam gana’ah: mencari kesenggangan. dalam kemewahan, ternyata saya temukan dalam sedikitnya harta: saya mencari kelezatan-kelezatan dalam kenikmatan, ternyata saya temukan dalam badan yang sehat’ dan saya mencari ilmu dengan perut yang kenyang, ternyata saya temukan dalam keadaan perutlapar.”

 

Menurut Hamid Al-Lafaf, kekayaan itu berada dalam gana’ah: yaitu perasaan puas dalam menerima bahagian dari Allah swt. Yang dimaksud dengan kelezatan di sini ialah, kelezataan indrawi. Selanjutnya dalam naskah lain dikatakan: “Dan saya mencari rezeki di bumi, ternyata saya temukan di langit.” Maksudnya, rezeki itu telah ditentukan pembagiannya di langit yaitu di Lauh Mahfudh.

Ali r.a. berkata:

 

“Empat perkara yang sedikit saja terjadi sudah dihitung banyak yaitu sakit, fakir, api dan permusuhan.”

 

 Empat perkara yang menyakiti manusia walaupun sedikit, yaitu fakir, yakni tidak memiliki segala yang dibutuhkan, api dan permusuhan, yakni berharap agar orang lain berada dalam bahaya.

 

Tentang permusuhan Nabi bersabda:

 

 “Pangkal akal setelah iman kepada Allah swt., adalah kasih sayang kepada sesama manusia.”

 

Selain itu, Nabi Sulaiman a.s. juga bersabda kepada putranya:

 

“Janganla kamu menda banyak mempunyai seribu sahabat, seribu sahabat itu sedikit dan janganlah kamu menganggap sedikit mempunyai seorang musuh, karena seorang musuh itu berarti banyak.”

Hatim Al-Asham -semoga Allah memberikan rahmat kepadanyaberkata:

 

“Empat hal yang tidak diketahui nilainya kecuali oleh empat orang, yaitu: Kemudaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang tua, , kebahagiaan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang yang tertimpa ..bencana, kesehatan, nilainya hanya bisa diketahui oleh orang-orang sakit, dan kehidupan, nilainya diketahui oleh orang yang telah mati.”

 

Segala sesuatu tidak dapat diketahui selain oleh lawannya. Kemudian tidak dapat diketahui nilainya selain oleh orang-orang yang telah lanjut usia. Kebahagiaan tidak dapat diketahui nilainya selain oleh orang-orang yang ditimpa bencana. Sehubungan dengan h hal ini, Imam Al-Ghazali berkata:

 

. “Tidak dapat mengetahui nilai kekayaan, kecuali orang fakir.”

 

Penyair Abu Nuwas menggubah puisi dalam Bahar Thawil sebagai berikut:

 

Dosa-dosaku

Jika aku pikirkan itu banyak

namun rahmat Tuhanku

lebih luas daripada dosadosaku

Aku tidak tamak

tentang kebaikan yang telah aku kerjakan .

namun aku tamak kepada rahmat Allah

Dia adalah Allah Tuhanku

yang menciptakan ku

sedang aku adalah hamba-Nya

aku mengakui dan tunduk

Apabila dosa-dosaku diampuni

maka itulah rahmat

Namun jika selain itu,

maka tak ada yang dapat aku lakukan

 

Nabi saw. bersabda:

“Barangsiapa yang tidak ingin amal-amal jeleknya dihisab dan catatan amal keburukannya dibeberkan, maka seusai salat hendaklah berdoa dengan doa ini:

 

“Wahai, Allah, sesungguhnya ampunan-Mu lebih diharapkan ketimbang perbuatanku dan rahmat-Mu lebih luas ketimbang dosaku. Ya, Allah, jika diriku sepatutnya menggapai rahmat-Mu, namun rahmat-Mu lebih patut menjangkau diriku, karena bentangan rahmatMu meratai segala sesuatu: wahai, Tuhan Yang Maha Pengasih di atas segala-galanya.”

Dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Apabila telah terjadi hari Kiamat, maka timbangan diletakkan, lalu ahli salat didatangkan? maka dipenuhi pahala-pahala mereka sesuai perhitungan-mizan, lalu didatangkan orang-orang yang berpuasa dan diterimakan pahala mereka sesuai dengan perhitungan mizan: dan akhirnya didatangkan orang-orang yang tertimpa bencana, untuk mereka tidak diperhitungkan dengan mizan dan tidak pula dibentangkan kepada mereka catatan amalnya, lalu diberi pahala sepenuhnya tanpa hitungan, sehingga orang-orang yang selamat mengharapkan beroleh kedudukan seperti mereka karena banyaknya pahala dari Allah swt.”

 

Sabda Nabi di atas menerangkan bahwa amal salat, puasa dan haji, semuanya akan ditimbang. Namun ada amal yang tidak akan ditimbang, yaitu orang-orang yang sewaktu di dunia ditimpa musibah. Mereka sabar menghadapinya, sehingga pada hari Kiamat, orang-orang yang sewaktu di dunianya senantiasa berada dalam kesenangan, kemudahan dan kekayaan, mereka mengharapkan dapat seperti orang-orang yang ditimpa musibah, karena banyaknya pahala yang diberikan kepada mereka.

Sebagian hukama mengatakan:

 

“Anak cucu Adam akan menghadapi empat macam renggutan: Malaikat maut akan merenggut nyawanya, ahli waris akan merenggut hartanya, ulat akan merenggut daging tubuhnya dan para penuntut akan merenggut pahala amalnya.”

 

Empat yang akan merenggut manusia, yaitu:

  1. Malaikat maut akan merenggut roh anak Adam dengan paksa.
  2. Ahli waris merampas harta bendanya setelah anak Adam meninggal “dunia.
  3. Ulat akan menggerogoti jasadnya di dalam kubur.
  4. Penuntut atau lawan-lawan yang mempunyai hak menuntut orang yang lupa kepada mereka, dengan c cara menyita harta si alim mengumpat atau memukulnya dan sebagainya, merampas amal salehnya jika si zalim mempunyai amal saleh. Apabila tidak ada ama salehnya, maka dosa si teraniaya dilimpahkan kepada si zalim.

Sebagian hukama mengatakan:

 

“Barangsiapa yang sibuk dengan hawa nafsunya, maka pasti mam perempuan, barangsiapa yang sibuk mengumpulkan harta benda, maka pasti terjerumus ke barang haram: barangsiapa yang sibuk mengurus kemaslahatan arang-orang muslim, maka harus. ramah tamah, dan barangsiapa yang sibuk dengan ibadah, maka harus punya ilmunya.”

 

Orang yang sibuk dengan keinginan-keinginan syahwat, maka akan terjerumus main perempuan. Orang yang sibuk mengumpulkan harta, maka akan terlibat barang haram. Orang yang sibuk mengurus manfaat bagi orang-orang muslim, maka harus bersikap lemah lembut kepada mereka dalam ucapan dan perbuatan. Orang yang sibuk dengan ibadah,

 

Apabila tidak mengetahui tata caranya, maka ibadahnya tidak akan sah. Jadi, ibadah tidak dapat dilepaskan dari ilmu.

Sayidina Ali r.a, berkata:

 

“Amal perbuatan yang sungguh paling berat ada empat: Memberi ampun di saat marah, suka berderma di saat melarat, berbuat iffah (enggan) ketika sendirian dan berkata benar terhadap orang yang ditakuti atau diharapkan jasanya.”

 

Menurut Ali -karrama wajhahu-, amal yang paling berat ada empat perkara:

 

  1. Memaafkan seseorang jika kita sedang marah. Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa menghentikan marahnya, maka Allah menghentikan siksa atasnya.”

 

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang mencegah marahnya, melapangkan kerelaannya, mendermakan kebaikannya, menghubungkan kerabatnya dan menunaikan amanatnya, maka Allah Azza wa Jalla memasukkan dia pada hari Kiamat dalam cahaya-Nya Yang Maha Agung.”  (H.R. Ad-Dailami).

  1. Dermawan, walaupun sedang susah, yakni memberikan harta benda ‘ kepada yang membutuhkannya.
  2. Enggan melakukan hal yang haram, sekalipun sedang sendirian. Orang yang afif ialah orang yang mengurus perkara-perkara yang sesuai dengan syarak dan kepribadian.
  3. Ucapan yang hak kepada orang yang ditakutinya, misalnya kepada sultan yang zalim atau diharapkan, yakni orang yang diharapkan ampunan atau pemberiannya.

Dalam kitab Zabur disebutkan, Allah swt. memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s.:

 

“Sesungguhnya orang yang berakal yang cerdik-pandai itu tidak akan lepas dari empat saat: Saat di mana dia menghadap Tuhannya, saat di mana dia membuat perhitungan atas dirinya, saat di mana dia pergi menemui para teman yang menunjukkan aib-aib dirinya dan saat di mana dia memisahkan diri dari kelezatan hidup yang halal.”

 

Dalam rangka menghadap Tuhan dapat dilakukan dengan cara berzikir, membaca firman-Nya, mengadukan hal ihwal hidupnya dan sebagainya.

 

Dalam rangka membuat perhitungan, dapat dilakukan dengan cara mencatat semua perbuatannya, kemudian dilakukan perhitungan pada ujung siang dan malam. Dengan begini, akan jelas yang ia lakukan, bersyukur atau justru istigfar.

Segolongan hukama berkata:

 

“Seluruh badah berpangkal pada empat pengabdian: Setia memenuhi janji, melestarikan pelaksanaan segala hukum, sabar menghadapi ketiadaan sesuatu yang diharapkan dan rela dengan apa yang ada.”

 

Setia memenuhi janji, artinya setia dalam menunaikan fardu-fardu Allah. Melestarikan hukum, artinya menjauhi larangan-larangan Allah. Dan rela dengan apa adanya, baik sandang pangan, maupun papan.

BAB IV
NASIHAT TENTANG LIMA PERKARA
Pada bab ini terdapat dua puluh tujuh nasihat, terdiri atas enam hadis dan selebihnya atsar

Diriwayatkan dari Nabi saw.:

 

“Barangsiapa yang meremehkan lima perkara, maka dia rugi lima perkara, yaitu barangsiapa yang meremehkan para ulama, maka rugi agamanya: Barangsiapa yang meremehkan umara (para pemimpin) maka rugi dunianya, barangsiapa yang meremehkan tetangga-tetangga, maka rugi manfaat-manfaatnya, barangsiapa yang meremehkan kerabat-kerabatnya, maka rugi kecintaannya, dan barangsiapa yang meremehkan ahlinya, maka rugi kemanisan hidupnya.”

 

Mengabaikan ulama dapat mengakibatkan kerugian agama, sebab para ulama adalah sumber pengetahuan agama. Sedang mengabaikan pejabat (penguasa) dapat mengakibatkan rugi dunia, sebab di tangan merekalah urusan dunia dan kendali menanganinya. 

 

Tentang mengabaikan tetangga, Nabi bersabda:

 

“Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya. Tidak beriman seorang hamba, sehingga ia menyukai tetangganya, seperti dia menyukai dirinya sendiri.” (H.R. Muslim).

 

Dalam hadis lain Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya menyukai orang yang mempunyai tetangga jahat dan karena Allah ia tetap bersabar menghadapi gangguan kejahatannya itu, sehingga Allah beri imbalan secukupnya, dengan tetap hidup atau mematikannya.”

 

Barangsiapa yang meremehkan saudara atau famili, maka merusak kecintaan mereka. Barangsiapa yang meremehkan istrinya, maka rugi kemanisan hidupnya.

Nabi saw. bersabda:

 

“Bakal datang suatu masa di mana umatku menyukai lima hal dan melupakan lima lainnya: Mereka suka dunia dan lupa akhirat, suka rumah dan melupakan kubur, suka harta dan melupakan perhitungannya, suka keluarga serumah dan lupa bidadari surga, suka dirinya sendiri dan lupa Allah, mereka adalah orang-orang yang berlepas diri dariku dan aku pun berlepas diri dari mereka.”

 

Maksud hadis di atas, jika orang-orang telah mencintai lima hal dan melupakan lima perkara sebagai bandingannya, maka mereka adalah orang-orang yang jauh dari Nabi saw., dan Nabi saw. pun jauh dari mereka. Lima hal yang dimaksud yaitu:

 

  1. Sibuk dengan dunia dan melupakan amal untuk bekal di akhirat.
  2. Menghias rumah-rumah dan meninggalkan amal yang akan digunakan untuk menerangi kuburnya.
  3. Sibuk mengumpulkan harta benda dan melupakan perhitungan Allah swt. untuk harta benda mereka. Sesungguhnya dari harta benda itu, yang halal akan dihisab dan yang haram akan menjadi siksa.
  4. Mencintai istri dan anak-anaknya, melupakan pahala yang ada di surga. ,

5. Mengikuti kehendak dirinya sendiri dan meninggalkan perintahperintah Allah swt.

Nabi saw. bersabda:

 

“Allah tidak memberikan lima kepada seseorang, melainkan telah mempersiapkan lima hal yang lain, yaitu Dia tidak memberikan syukur kepadanya, melainkan telah menyediakan untuknya tambahan, Dia tidak memberikan doa kepadanya, melainkan telah menyediakan untuknya ijabah, Dia tidak memberikan kepadanya istigfar, melainkan telah menyediakan untuknya ampunan, Dia tidak memberikan untuknya tobat, melainkan telah menyediakan penerimaan tobat, dan Dia tidak memberikan kepadanya sedekah, melainkan Dia telah menyediakan untuknya menerima (sedekah itu).” –

 

Allah telah mempersiapkan tambahan kenikmatan sebelum seseorang berbuat syukur, seperti dalam firman Allah:

 

“…. jika kalian bersyukur, niscaya aku menambah (nikmat) untuk kalian ….”

 

Tentang ijabah doa, Allah berfirman:

 

“Berdoalah kalian kepada-Ku, maka Aku berkenan mengabulkan doa kalian.”

 

Dalam suatu hadis Nabi berdoa:

 

“Ya, Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu jiwa yang tenang serta mengimankan terjadinya perjumpaan dengan Engkau, rela menerima keputusan-Mu dan qanaah pada pemberian-Mu.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Tentang ampunan yang telah disediakan sebelum istigfar dipanjatkan, Allah berfirman:

 

“Bacalah istigfar kepada Tuhanmu, Sesungguhnya Dia Maha. Pemberi Ampun.”

 

Dalam sebuah hadis Nabi bersabua.

 

“Andaikata kamu membuat kesalahan hingga kesalahan-kesalahanmu itu mencapai langit, kemudian kamu bertobat, niscaya Allah menerima tobatmu.” — (H.R. Ibnu Majah).

 

Tentang diterimanya tobat, Nabi bersabda:

 

“Sebelum dunia diciptakan empat ribu tahun lagi, di sekeliling Arasy ditulis: ‘Sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, kemudian dia mendapatkan petunjuki’.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Tentang diterimanya sedekah, Nabi bersabda:

 

“Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya, hingga hisab antara sesama manusia selesai.” . (H.R. Imam Ahmad).

 

Selain itu dalam hadis lain diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Tidaklah seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah semaramata mengharapkan rida Allah, melamkan Allah berfirman pada hari Kiamat: Har, hamba-Ku! Kamu mengharapkan pahala-Ku, maka Aku tidak akan merendahkanmu, Aku mengharamkan neraka atas tubuhmu dan masuklah kamu ke surga dari pintu mana saja yang kamu inginkan.” (H.R. Ibnu Laal).

 Dari Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.:

 

“Gelap ada lima dan lampu penerangnya pun ada lima, yaitu cinta pada dunia adalah gelap, lampunya adalah takwa, dosa adalah gelap, lampunya adalah tobat: kubur adalah gelap, lampunya adalah bacaan: ‘Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah’, akhirat adalah gelap, lampunya adalah amal saleh: jembatan di atas neraka adalah gelap, lampunya adalah yakin.”

 

Cinta dunia menjadi kegelapan, karena kecintaan di sini dapat menjebak pada hal-hal subhat (diragukan halal-haramnya), perkaraperkara makruh, kemudian ke perkara-perkara haram.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Cinta pada dunia adalah pangkal semua kesalahan.” (H.R. Al-Baihaqi dari Hasan Basri).

 

Sehubungan dengan hal ini Imam Al-Ghazali berkomentar: Kalau cinta pada dunia menjadi pangkal segala kesalahan, maka benci pada dunia menjadi pangkal segala kebajikan. Takwa, yaitu menjaga diri dari siksaan Allah dengan taat kepada-Nya, dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya kamu tidaklah meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah -Azza wa Jalla-, melainkan Dia memberikan kepadamu sesuatu yang lebih baik daripadanya.” (H.R. Imam Ahmad dan An-Nasai).

 

Tentang tobat berfungsi sebagai lampu penerang terhadap kegelapan dosa, sebagaimana Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya seorang hamba apabila telah berbuat suatu dosa, maka diukirkan setitik noda hitam di dalam hatinya, apabila dia menghentikannya dan beristigfar serta bertobat, maka hatinya jernih. Tetapi apabila dia kembali pada dosa, maka ditambah noda hitam di dalam hatinya, hingga noda-noda hitam itu menentukan hatinya dan nodanoda itulah yang oleh Allah dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka’.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 14) (H.R. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasai, Ibnu Hibban dan Al-Hakim).

 

Tentang kalimat ‘Laa ilaaha illallah’ berfungsi sebagai lampu penerang bagi kegelapan kubur, sebagaimana sahda Nabi:

 

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan pada neraka orang yang mengucapkan ‘Laa ilaaha illaallah’ semata-mata mengharapkan rida Allah swt.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Selain itu, diriwayatkan bahwa sesungguhnya beliau saw. juga bersabda:

 

“Barangsiapa yang mengucap ‘Laa Ilaaha Illallaah’ dengan ikhlas, maka dia masuk surga. Para sahabar bertanya: ‘Ya, Rasulullah, bagaimanakah ikhlasnya itu?’ Beliau saw. bersabda: “Bila kalimat iru mencegahmu dari setiap perkara yang diharamkan Allah kepadamu’.” (H.R. Al-Khathib).

 

Ada yang mengatakan: “Tujuh perkara yang akan menerangi kubur, – yaitu ikhlas dalam ibadah, berbuat baik kepada kedua orangtua, silaturahmi, tidak menyia-nyiakan umurnya dengan melakukan maksiat, tidak menuruti hawa nafsunya, bersungguh-sungguh menaati segala perintah Allah dan banyak zikir kepada Allah.”

 

Adapun amal saleh berfungsi sebagai lampu penerang terhadap kegelapan akhirat, sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

“Sesungguhnya Allah mencintai, jika kemurahan-kemurahan-Nya diambil sebagaimana jika fardu-fardunya dilaksanakan. SesungguhnyaAllah mengutusku untuk menyampaikan agama yang lurus lagi murah, yaitu agama Ibrahim.” (H.R. Ibnu Asaakir).

 

Dalam hadis lain Nabi bersabda:

 

“Kerjakanlah hal-hal yang fardu, terimalah kemurahan-kemurahanNya dan biarkanlah orang-orang, maka sungguh kamu dipelihara dari gangguan mereka.” (H.R. Al-Khathib).

 

Diriwayatkan juga, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang tidak menerima kemurahan Allah, maka berat dosa yang ditanggungnya, seperti gunung-gunung di Arafah.” (H.R. Ahmad).

 

Yakin yang berfungsi sebagai lampu penerang kegelapan jembatan di atas neraka, ialah mempercayai hal yang gaib dengan menghilangkan keragu-raguan.

Umar r.a. berkata:

 

“Seandainya tiada kekhawatiran dituduh mengetahui hal yang gaib, niscaya aku bersaksi bahwa golongan berikut adalah penghuni surga, yaitu fakir yang mempunyai keluarga, istri yang diridai suaminya dan istri yang menyedekahkan mahar kepada suaminya, orang yang diridai kedua orangtuanya dan orang yang bertobat dari dosa.”

 

Hadis di atas adalah hadis mauguf. Hadis mauquf adalah hadis yang diriwayatkan sahabat, namun tidak sampai kepada Rasulullah saw., sedang hadis marfu’ adalah hadis yang diberitakan oleh para sahabat dari sabda Rasulullah saw.

 

Tentang tobat dosa, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang bertobat dari dosa, seperti orang yang tidak mempunyai dosa.” (H.R. Al-Baihaqi).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Setiap anak Adam banyak berbuat dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa, adalah orang-orang yang bertobat.” (H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

 

Dalam hadis lain Nabi juga bersabda:

 

“Sungguh Allah lebih gembira dengan tobat seseorang daripada gembiranya orang yang sangat haus datang ke tempat air, orang mandul yang beranak dan orang sesat di perjalanan yang bisa menemukan jalan yang benar. Dan barangsiapa yang bertobat kepada Allah dengan tobat Nasuha, maka Allah menjadikan para malaikat pencatat amal, anggota badannya dan tempat-tempat yang digunakan berbuat dosa lupa akan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya.” (H.R. Abul Abbas).

Dari Utsman r.a.:

 

“Lima tanda orang yang bertakwa, yaitu pertama, tidak duduk bersama selain dengan orang yang menjadi baik agamanya bila bersama orang tersebut dan bisa menahan kemaluan dan ucapannya: kedua, apabila – ditimpa sesuatu yang berat di dunianya, dia melihat akan bahayanya: ketiga, apabila ditimpa sedikit saja dari agamanya, dia menjadikan hal itu sebagai sesuatu yang menguntungkan: keempat, tidak memenuhi perutnya dengan barang halal karena takut bercampur dengan barang haram, kelima, memandang bahwa orang lain selamat dan memandang dirinya sendiri celaka.”

 

Menurut Utsman, ada lima tanda orang yang bertakwa:

  1. Berteman dengan orang yang saleh dan menjaga dirinya dari kebinalan nafsu seks dan ucapannya.
  2. Jika ditimpa musibah mengenai dunia, maka dia melihat akibat buruknya,
  3. Jika ditimpa sedikit mengenai akhirat, maka dia berkeyakinan bahwa hal itu suatu keuntungan yang besar.
  4. Perutnya tidak dipenuhi dengan perkara yang halal karena takut dicampuri yang haram.
  5. Melihat bahwa orang lain selamat dari kecelakaan karena mereka beribadah kepada Allah swt. dengan baik, namun dia melihat dirinya sendiri berada dalam kecelakaan karena dosa yang timbul dari kejelekan ibadahnya kepada Allah swr. Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Seorang hamba tidak dapat mencapai tingkat orang-orang takwa sampai ia mau meninggalkan sesuatu yang tidak berbahaya bagi dirinya, karena khawatir jangan-jangan berbahaya.” (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim).

 

Dari Ali r.a.:

 

“Andaikan tiada lima perkara, niscaya seluruh manusia itu saleh, yaitu puas dengan kebodohannya, rakus terhadap dunia, kikir memberikan kelebihan yang ada, riya. dalam beramal dan membanggakan kehebatan akalnya.”

 

Kebodohan di sini, adalah kebodohan dalam pengetahuan agama. Tentang puas menjadi orang bodoh, Nabi bersabda:

 

“Allah murka terhadap setiap ilmuwan dunia, tetapi bodoh ilmu-ilmu akhirat.” (H.R. Al-Hakim).

 

Dalam hadis lain Nabi bersabda:

 

“Dosa orang alim satu, tapi dosa orang bodoh terhitung dua.” (H.R, Ad-Dailami).

 

Tentang rakus terhadap dunia, Nabi saw. bersabda:.

 

“Zuhud terhadap dunia akan menjadikan hati dan badan enak,: sedang cinta padanya akan menjadikan hati dan badan lelah.”

 

Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya beliau saw. juga bersabda:

 

“Alangkah baiknya dunia bagi orang yang menjadikannya bekal untuk akhiratnya, hingga dia diridai Tuhannya dan alangkah jeleknya dunia bagi orang yang dihalangi olehnya dari akhiratnya dan dicegah dari rida Tuhannya.” (H.R. Al-Hakim).

 

Yang dimaksud dengan riya dalam beramal, ialah berbuat yang tanpa didasari ikhlas, atau berbuat karena mengharapkan sesuatu dari selain Allah Ta’ala. Dalam hai ini Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang paling dahsyat siksanya di hari Kiamat, ialah orang yang memberitahukan kepada orang, bahwa dalam dirinya ada kebaikan, padahal tidak ada.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang pamer diri kepada orang lain tentang ketakwaan lebih dari yang ada pada dirinya, maka dia adalah orang yang munafik.” (H.R. Bukhari)

 

Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah mengharamkan surga bagi semua orang yang riya.” (H.R. Abu Nu’aim).

Dari jumhur ulama -semoga rahmat Allah dilimpahkan kepada mereka-:

 

“Sesungguhnya Allah memuliakan Nabi-Nya, yaitu Muhammad saw. dengan lima kemuliaan, yaitu Dia memuliakannya dengan nama, jasmani, pemberian, kesalahan dan keridaan. Kemuliaan dengan nama, ialah Dia menyerunya dengan sebutan Rasul, tidak dengan namanya, sebagaimana Dia menyeru nabi yang lain, seperti Adam, Nuh, Ibrahim dan lain-lainnya. Kemuliaan dengan jasmani, ialah apabila Nabi memohon sesuatu, maka Dia mengabulkannya secara langsung dan hal itu tidak Dia lakukan kepada para nabi lain. Kemuliaan dengan pemberian, ialah Dia memberi kepadanya tanpa permintaan darinya. Kemuliaan dengan kesalahan, ialah Dia telah memaafkannya sebelum berbuat dosa. Dan kemuliaan dengan keridaan, ialah Dia tidak menolak fidyah, sedekah dan nafkahnya, sebagaimana Dia menolak hal itu dari nabi lain.”

 

Para nabi selain Muhammad, selalu dipanggil dengan menyebut namanya, semacam Nabi Adam, Nuh, Ibrahim dan lainnya. Tapi Muhammad tidak pernah dipanggil namanya, melainkan dengan sebutan Rasul, sebagaimana dalam ayat:

 

“Wahai, Rasul, tabligkanlah apa-apa yang diturunkan kepadamu.”

 

Demikian dalam saat turun wahyu. Datam waktu perjuangan pernah beliau dipanggil dengan sebutan namanya, yaitu di kala Mikraj, Allah berfirman:

 

“Wahai, Muhammad, mintalah engkau pasti akan diberi.”

 

Kemuliaan dengan jasmani, ialah apabila Nabi saw. memohon sesuatu, maka Allah swt. menjawabnya dengan Zat-Nya dan itu tidak Dia lakukan terhadap para nabi lain, seperti Nabi saw. mengembalikan mata Qatadah setelah matanya itu jatuh ke pipinya, Nabi memohon kepada Allah swt. agar mata Qatadah yang jatuh ke pipinya dikembalikan lagi seperti semula, dan Allah mengabulkan permintaannya itu.

 

Kemuliaan dengan pemberian, ialah Nabi dikarunia anugerah tanpa memintanya, sebagaimana Allah swt. berfirman:

 

“Sesungguhnya Kami memberi kepadamu anugerah yang besar.” (Q.S. Al-Kautsar: 1). .

 

Dalam firman-Nya yang lain:

 

“Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu hatimu menjadi puas.” : (Q.S. Adh-Dhuha: 5).

 

Kemuliaan dengan kesalahan, ialah Allah swt. telah memaafkannya sebelum berbuat dosa. Allah telah memaafkan segala sesuatu yang terjadi padanya, yaitu meninggalkan yang lebih utama dan lebih pantas dan bukan dosa seperti yang kita lakukan.-Allah berfirman:

 

“Allah mengampuni kesalahan darimu. “

 

Tentang tidak bakal ditolaknya fidyah maupun sedekah dan nafkah Nabi, sebagaimana terbukti pada binatang kurban yang beliau keluarkan atas nama segenap umatnya, juga pernah membayar kafarat untuk umatnya, karena bersetubuh pada siang hari di bulan Ramadan.

Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ashr.a.:

 

“Lima hal, jika dimiliki seseorang, maka ia berbahagia di dunia dan di akhirat, yaitu pertama, menyebut ‘Laa Ilaaha Illallaah Muhammadur Rasuulullaah’ dari waktu ke waktu: kedua, jika diterima bencana, menyebut: ‘Innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun, wa laa haula wa laa guwwata illaa billaa hil ‘aliyyil ‘azhiim: ketiga, jika dianugerahi nikmat, menyebut: ‘Alhamdu lillaahi Rabbil ‘aalamiin’ sebagai mensyukuri nikmat tersebut: keempat, bila memulai sesuatu, mengucap: ‘Bismillaahir rahmaanir rahiim’: dan kelima, jika terlanjur berbuat dosa, mengucap ‘Astaghfirullaahal ‘azhiim wa atuubu ilaih’.”

 

Tentang kalimat:

 

“Tiada Tuhan melamkan Allah Muhammad adalah utusan Allah”,

 

adalah sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

“Perbanyaklah zikir kepada Allah -Azza wa Jallapada setiap keadaan, karena tidak ada amal yang paling disukai oleh Allah dan lebih dapat menyelematkan hamba dari kejelekan di dunia dan akhirat, selam zikir kepada Allah.”  (H.R. Ibnu Sharshari).

 

Tentang kalimat:

 

“Sesungguhnya kita semua milik Allah dan kepadanya kita akan kembali: Tiada daya upaya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung”,

 

adalah sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

“Janganlah memperbanyak ucapan. selain zikir kepada Allah, karena sesungguhnya banyak ucapan yang bukan zikir kepada Allah itu akan menjadikan hati keras dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang hatinya keras.” (H.R. At-Tirmidzi). .

Tentang kalimat:

 

“Segala puji bagi Aliah Tuhan semesta alam”, . sebagaimana dinyatakan dalam hadis Nabi saw.:

 

“Ucapan yang paling disukai Allah ada empat, yaitu: ‘Subhaanallaah’, ‘walhamdu lillaah’, ‘wa laa ilaaha illallaah’, ‘wallaahu akbar’ dan boleh saja kamu mulai membacanya dari mana pun.” (H.R. Muslim dan An-Nasai).

Dalam hadis lain Nabi bersabda:

 

“Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah wallaahu akbar’, ucapkanlah:. ‘Subhaanallaah walhamdu lillaah’ dan ucapkanlah “Tabaarakallaah’.

 

Maka sesungguhnya kelima kalimat ini tiada sesuatu pun yang menandinginya.” (H.R. Ibnu Sharshari).

 

Adapun mengucapkan “Bismillaahir rahmaanir rahiim” apabila memulai sesuatu perbuatan, Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda:

 

“Setiap perkara yang mempunyai tingkah yang baik, jika tidak dimulai dengan menyebut asma Allah, maka perkara itu terputus (tidak membawa berkah).” (H.R. Ibnu Hibban). ‘

 

Adapun mengucapkan ‘Astaghfirullaahal ‘azhiim wa atuubu ilaihi’, apabila terlanjur berbuat dosa. Anas bin Malik r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda:

 

“Apakah aku perlu memberitakan kepadamu penyakitmu dan obat ‘ untukmu? Sesungguhnya penyakitmu adalah dosa-dosa, dan obat untukmu adalah istigfar.” | (H.R. Ad-Dailami).

 

Pada hadis lain, Ibnu Abbas r.a. menyatakan, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang membiasakan istigfar, maka Allah menjadikan baginya keluar dari setiap kesempitan, terbuka dari setiap kesusahan, dan Dia memberi rezeki kepadanya dengan tidak disangka-sangka.” (H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

 

Dari Abu Bakar r.a. juga, dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Kamu harus selalu membaca ‘Laa ilaaha illallaah’ dan istigfar, perbanyaklah itu, karena sesungguhnya iblis berkata: Aku telah merusak manusia dengan dosa-dosa, namun mereka telah merusakku dengan ‘Laa ilaaha illallaah’ dan istigfar, ketika aku melihat hal itu, maka aku merusak mereka dengan keinginan-keinginan nafsunya, dan mereka menduga bahwa mereka mendapatkan petunjuk.” (H.R: Imam Ahmad dan Abu Ya’!a).

 

Al-Faqiih Abu Laits berkata: “Barangsiapa yang memelihara tujuh kalimat, maka di sisi Allah dan para malaikat-Nya, dia adalah orang yang mulia, dan Allah mengampuni dosa-dosanya, walaupun keadaan dosa itu laksana buih lautan, dia akan menemukan manisnya taat, dan keadaan hidup serta matinya menjadi kebaikan.” Kalimat tersebut adalah:

 

1.Ketika memulai sesuatu dia membaca Basmalah.

2.Ketika selesai melakukan sesuatu, dia membaca Hamdalah.

3.Ketika terlanjur mengucapkan perkataan yang tidak berguna, dia membaca Astaghfirullah.

4.Jika dia ingin melakukan sesuatu, dia mengucapkan insya Allah.

  1. Jika dia ditimpa suatu perbuatan yang tidak disukai, dia mengucapkan ‘Laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim’.
  2. Manakala terkena musibah, dia mengucapkan ‘Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’.
  3. Pada waktu malam dan siang, lisannya senantiasa membaca kalimat ‘Laa ilaaha illallaah Muhammadur rasuulullaah’.

Dari Al-Hasan Al-Bashri -semoga Allah memberi rahmat kepadanya-, dia berkata:

 

“Ditulis dalam kitab Taurat lima huruf, yaitu sesungguhnya kecukupan berada dalam qanaah, sesungguhnya keselamatan berada dalam ‘Uzlah, sesungguhnya kehormatan berada dalam meninggalkan syahwat, sesungguhnya kenikmatan berada dalam hari-hari yang panjang, dan sesungguhnya kesabaran berada dalam hari-hari yang sedikit.”

 

Qanaah, ialah puas dengan bagian dari Allah, dan tetap seperti itu jika tidak mendapat sesuatu yang diharapkan. Uzlah, ialah sengajz mengasingkan diri dari pergaulan manusia. Sedangkan sabar di sini, ialah ketabahan dalam menanggung beban selagi menunaikan perintah agama, dirundung musibah dan beban selagi menghindari larangan agama.

Dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Ambillah kesempatan yang lima, sebelum (datang) yang lima: Masa mudamu sebelum datang masa tuamu: Sehatmu sebelum sakitmu, Kayamu sebelum fakirmu, Hidupmu sebelum matimu: Dan masa senggangmu sebelum kesibukanmu.” (H.R. Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

 

Hadis di atas menerangkan lima kesempatan yang baik, yang harus kita pergunakan sebelum datangnya lima perkara, yaitu:

  1. Masa muda sebelum masa tua, yaitu kita harus taat ketika kita masih kuat sebelum datang masa tua kita.
  2. Sehat sebelum sakit, yaitu kita rnelakukan amal saleh ketika kita sehat, sebelum datang sakit.
  3. Kaya sebelum fakir, yaitu kita melakukan sedekah dengan perkara yang selebihnya dari keperluan orang yang harus kita beri nafkah,

sebelum datang musibah yang merusak harta kita, maka jika kita tidak bersedekah dengan hal itu, niscaya kita menjadi orang yang fakir di dunia dan akhirat.

  1. Hidup sebelum datang kematian, yaitu kita harus menjadikan sesuatu yang bermanfaat setelah kita mati, karena sesungguhnya orang yang telah mati itu terputus segala amalnya.

 

  1. Waktu senggang sebelum datang kesibukan, yakni jadikanlah keuntungan masa libur kita di dunia ini, sebelum kita sibuk dengan ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat yang tempat pertamanya adalah kubur.

 

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Raazi -semoga Allah memberi rahmat kepadanya-:

 

“Barangsiapa yang banyak kenyangnya, maka banyak dagingnya, barangsiapa yang banyak dagingnya, maka besar syahwatnya: barangsiapa yang besar syahwatnya, maka banyak dosanya: barangsiapa yang banyak dosanya, maka keras hatinya: dan barangsiapa yang keras hatinya, maka dia tenggelam dalam bahaya-bahaya dunia dan hiasannya.”

 

Barangsiapa yang banyak kenyangnya, maka banyak dagingnya. Berbeda dengan orang yang banyak makan sebab ketajaman zikir. Hal ini tidak akan membahayakan, karena sebagian dari para wali, tarekatriya adalah banyak makan, karena cepat tercernanya makanan dengan panasnya bekas zikir. Sesungguhnya bekas zikir itu laksana api, berbeda dengan bekas salawat kepada Nabi, yaitu sejuk.

 

Siapa saja yang banyak dagingnya, maka besar syahwatnya. Sedang perkara yang dapat memadamkan syahwat adalah lapar. Orang yang banyak syahwatnya, maka banyak dosanya, karena syahwat dapat menghalanginya dari Allah swt. Orang yang banyak dosanya, pasti keras hatinya, sehingga tidak dapat menerima nasihat-nasihat. Barangsiapa yang keras hatinya, maka dia tenggelam ke dalam bahaya dunia dan hiasannya.

Sufyan Ats-Tsauri berkata:

 

“Orang-orang yang fakir memilih lima dan orang-orang yang kaya memilih lima. Orang-orang fakir memilih ketenteraman jiwa, kesenggangan hati, mengabdi kepada Tuhan, ringan hisab, dan derajat yang tinggi. Sedangkan orang-orang yang kaya memilih lelah jiwa, sibuk hati, penghambaan pada dunia, beratnya hisab dan derajat yang rendah.”

 

Tentang kesenggangan jiwa dan hati, Nabi bersabda:

 

“Ya, Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau kehidupan yang mulia dan hati yang tenteram.”

 

Orang hartawan selalu resah dan gelisah, karena selalu mengurus dan memikir hartanya, karena itu, ia telah mengabdi pada dunia. Hisabnya juga akan berat, terutama yang menyangkut harta bendanya. Dia akan dimintai pertanggungjawaban secara mendetail sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, karena itu, ia akan merasa tersiksa karena menghadapi hisab tersebut.

 

Orang hartawan memilih derajat yang hina, sebab derajat keduniaan akan tidak berarti jika dibanding derajat akhirat.

Dari Abdullah Al-Anthaki -semoga Allah merahmatinya katanya:

Lima macam obat hati, yaitu: Bergaul dengan orang-arang saleh, membaca Alqur-an, melaparkan perut, salat di malam hari, dan bersembah sujud di waktu menjelang Subuh.”

 

Lima perkara termasuk obat hati ketika hati keras, yang lima diambil dari perkataan Sayid Jallil Ibrahim Al-Khawas, sebagaimana yang telah dikemukakan An-Nawawi dalam kitab At-Tibyan. Sebagian ulama menambah yang lima ini dengan perkara-perkara yang banyak, tetapi sebagian dari perkara-perkara tersebut dimasukkan pada yang lainnya. Lima perkara itu adalah:

 

  1. Bergaul dengan orang-orang yang saleh, yaitu dengan cara menghadiri majelis-majelis dan cerita orang-orang saleh, juga di dalamnya termasuk diam dan menjauhi orang-orang yang tenggelam dalam kesalahan (kebatilan).
  2. Membaca Alqur-an disertai menafsirkan maknanya dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Mengosongkan perut dengan cara mengambil sedikit saja dari yang halal, karena sesungguhnya makan yang halal itu merupakan pokok segalanya, sehingga akan menyinari hati, maka cermin mata hati akan menjadi bersih dari karat yang menyebabkan hati menjadi keras. Dalam sebuah hadis marfu’ dikatakan:

 

“Tiga perkara akan menjadikan hati menjadi keras, yaitu suka makan, suka tidur dan suka istirahat.”

  1. Salat malam, yaitu salat sunah setelah bangun tidur di malam hari.
  2. Bersembah sujud di waktu menjelang Subuh, karena dalam waktu ini terdapat ketenangan dan di sinilah waktu diturunkan rahmat dari Allah swt.

Dari jumhur ulama:

 

“Sesungguhnya pemikiran itu pada lima sasaran: Berpikir tentang bukribukti kebesaran Allah, hal ini dapat menimbulkan tauhid dan yakin, Berpikir tentang anugerah-anugerah Allah, hal ini dapat menimbulkan mahabbah dan syukur: Berpikir tentang janji-janji Allah, hal ini menimbulkan kecintaan hari Akhirat: Berpikir tentang ancaman Allah, hal ini menimbulkan rasa gentar bermaksiat, Dan berpikir tentang . kekurangan diri sendiri dalam mengabdi, padahal terlalu banyak Allah telah memberi kebaikan, hal ini akan membuahkan rasa malu terhadap Allah. “

 

Sayidina Ali -kartamallaahu wajhahuberkata: “Tidak ada ibadah (yang lebih sempurna) seperti berpikir.”

 

Sebagian orang yang makrifat mengatakan: “Bertafakur itu lampu hati, jika dia hilang, maka hatinya tidak bersinar.” Dalaim “sebuah ‘hadis dikatakan:

 

“Berpikir satu jam, lebih baik daripada ibadah enam puluh tahun.”

 

Syekh Al-Hafni berkata: “Berpikir mengenai perkara-perkara yang diciptakan Allah, sakratulmaut, siksa kubur dan ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat, itu lebih baik daripada banyak beribadah, karena dengan cara itu kebaikan akan menjadi teratur.”

 

Khalik Ar-Rasyidi berkata: “Tafakur (berpikir) tidak akan berhasil, selain dengan senantiasa berzikir dengan ucapan yang disertai hati, sehingga zikir tetap berada dalam hatinya. Keberhasilan kedudukan ini menunggu kemakrifatannya, karena jika tidak makrifat kepada Allah, bagaimana zikirnya itu akan bisa tetap berada dalam hati dan lisannya.”

 

Makrifat, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ibrahim, ialah kenaikan, yakni menetapkan Yang Maha Benar di atas segala yang dikuasainya serta Dia itu berbeda dengan segala yang dipahamkan. Objekobjek tafakur itu banyak, berbagai bukti kebesaran Allah adalah merupakan sasaran (objek) pemikiran yang paling mulia. Dimaksudkan di sini, adalah berpikir tentang berbagai keajaiban dalam titah-titah Allah, bukti-bukti kekuasaan Allah, baik batiniah maupun lahiriah dalam segala benda yang tersebar di jagad raya ini, juga berpikir tentang berbagai keistimewaan yang ada dalam diri kita masing-masing. Allah berfirman:

 

 “Perhatikanlah apa yang ada di langit dan bumi.” (Q.S. Yunus: 101).

 

Allah swt. juga berfirman:

 

“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tada memperhatikan?” . (Q.S. Adz-Dzaariyat: 20-21).

 

Dengan bertafakur pada ayat-ayat Allah, maka akan melahirkan tauhid dan yakin. Tafakur semacam ini akan menambah kemakrifatan kepada Zat Allah, sifat-sifat dan nama-nama-Nya. Allah swt. berfirman:

 

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di setiap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Alqur-an itubenar.” ”—(.S. Fushshilat: 53).

 

Selanjutnya, yakin yang merupakan buah pemikiran itu sendiri akan menghasilkan kegunaan lagi, antara lain: Tenteram dalam mengharapkan janji Allah, mantap terhadap jaminan Allah, menghadapkan seluruh minat dirinya kepada Allah dengan menghindari segala sesuatu yang dapat memalingkannya dari Allah dan kembali kepada Allah dalam segala halnya, dan akhirnya mencurahkan segala kemampuan untuk mencapai rida Allah.

 

Adapun berpikir tentang anugerah-anugerah Allah, adalah sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat berikut:

 

“… maka ingatkan nikmat-nikmat Allah, agar kalian beruntung.” (Q.S. Al-A’raf: 69).

 

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya.” | (Q.S. Ibrahim: 34).

 

 “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allah-lah (datangnya).” (Q.S. An-Nahl: 53).

 

Dengan berpikir semacam ini, maka cinta dan syukur, yaitu buah . dari tafakur ini akan menimbulkan kecintaan kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya lahir-batin, sebagaimana Dia mencintai dan meridai kita.

 

Berpikir tentang janji-janji Allah, maksudnya ialah janji-janji-Nya yang berhubungan dengan berbagai amal perbuatan yang menjadi kegemaran para kekasih Allah, juga berbagai amal perbuatan yang dijanjikan sebagai sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam hal ini Allah berfirman:

 

“Maka, apakah orang-orang yang beriman seperti orang yang fasik (kafir)? Mereka tidak sama.” (Q.S. As aidah 18).

 

“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa serta membenarkan adanya pahala yang terbaik ( surga), maka kelak Kami akan menyiapkan baginya yang mudah.” . (Q.S. Al-Lail: 5-7)

 

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang beramal saleh, bahwa Dia sungguhsungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia

)telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa.” -:. (Q.S. An-Nuur: 55):

 

Juga Allah swt. berfirman:

 

“Sesungguhnya mereka yang banyak berbakti, benarbenar berada di dalam surga yang penuh nikmat.” (Q.S. Al-Infithar: 13).

 

Berpikir seperti ini, maka akan menimbulkan cinta pada akhirat. Buah tafakur ini, adalah mencintai orang-orang bahagia, beramal seperti amalamal mereka, dan berakhlak seperti akhlak-akhlak mereka.

 

Berpikir tentang ancaman-ancaman Allah swt. dengan jalan menjauhi akhlak-akhlak yang disifati oleh Allah kepada musuh-musuh-Nya dan perkara-perkara yang telah disiapkan oleh-Nya untuk mereka, yaitu siksa dan bencana Allah SWT, berfirman:

 

“Pan sesungguhnya orang-otang yang durhaka, benar-benar berada dalam neraka.” (Q.S. Al-Infithar: 14).

 

Allah swt. juga berfirman:

 

“Maka, masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Q.S. Al-Ankabut: 40).

 

Berpikir seperti ini akan melahirkan takut berbuat maksiat kepada Allah swt.

 

Tentang berpikir mengenai kekurangan diri sendiri dalam taat kepada Allah, padahal Dia telah banyak memberikan anugerah, maka ditunjuk-. kan oleh firman Allah:

 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).

 

Allah swt. juga berfirman:

 

“Maka, apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami, menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahwa kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.S. Al-Mukminun: 115).

 

Berpikir dalam sasaran tersebut akan melahirkan rasa malu, maksudnya akan menambah rasa takut kepada Allah swt., sehingga menyalahkan diri sendiri dan mencacinya, menjauhi kelalaian dan menggiatkan ibadah.

 

Selain itu, sebagian dari objek berpikir itu adalah berpikir tentang ilmu dan pandangan Allah. Allah swt. berfirman:

 

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” —(Q.S. Qaaf: 16).

 

Pada ayat lainnya Allah swt. berfirman:

 

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hadiid: 4).

 

Selain itu Allah swt. berfirman: –

 

“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.” (Q.S. Al-Mujaadilah: 7).

 

Buah dari berpikir ini ialah melahirkan perasan malu dilihat oleh Allah, jika melakukan perkara yang dilarang-Nya. Di antara objek berpikir adalah berpikir mengenai dunia ini, kesibukan-kesibukannya dan hilangnya kesibukan-kesibukan tersebut. Selain itu, juga berpikir mengenai akhirat, kenikmatan dan kekekalannya. Allah swt. berfirman:

 

“Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, supaya kamu berpikir, tentang dunia dan akhirat.” (Q.S. Al-Bagarah: 219-220).

 

Pada ayat lain terdapat firman Allah Swt.:

 

“Tetapi kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” — (QS. Al-A’la: 16-17).

 

Selain itu Allah swt. juga berfirman:

 

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melamkan senda gurau dan mainmain. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Q.S. Al-Ankabut: 64).

 

Sasaran pemikiran lain lagi, ialah memperhatikan saat datang kematian, terjadi kerugian dan penyesalan jika tidak semaksimal mungkin dalam memanfaatkan kesempatan hidup. Sasaran ini dapat membuahkan berkurang lamunan yang bukan-bukan, untuk selanjutnya memperbanyak amal saleh dan lebih gigih lagi dalam menghimpun bekal menuju akhirat. Dalam masalah kematian ini, Allah berfirman:

 

“Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kematian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (Q.S. Al-Jumuah: 8),

 

“Hai, orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S. Al-Munafiqun: 9).

 

Di dalam ayat 11 surah yang sama, disebutkan:

 

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang, apabila telah datang waktu kematiannya…”

 

Dalam pelaksanaan pemikiran-pemikiran pada kerangka sasaran di atas, hendaklah mencanangkan juga petunjuk-petunjuk ayat, hadis maupun atsar.

 

Supaya disingkiri adanya pemikiran yang menyangkut Zat dan sifat Allah, juga pemikiran tentang proses terjadinya hakikat yang seperti itu. Dalam suatu hadis, Nabi bersabda:

 

“Berpikirlah kalian tentang tanda-tanda kebesaran Allah, dan jangan berpikir tentang Zat Allah, karena kalian tidak akan mampu mengetahui kedudukan yang sebenarnya.”

Dari sebagian bukama rahimakumullah:

 

“Di hadapan takwa ada lima jenjang, siapa yang berhasil melintasi seluruhnya, maka dia memperoleh ketakwaan yang sempurna, yaitu: Pertama memilih kesukaran atas kenikmatan: Kedua memilih kesungguhan atas kebebasan, Ketiga memilih kelemahan atas keperkasaan, Keempat memilih diam atas bicara yang tidak berguna, Kelima memilih maut atas kehidupan.”

 

Di hadapan takwa terbentang lima jenjang, seperti jalan-jalan di atas bukit. Barangsiapa yang dapat melewati jenjang tersebut, maka dia memperoleh ketakwaan yang sempurna, yaitu dengan cara meninggalkan perbuatan yang dikehendaki nafsu dan menjauhi larangan Allah swt.:

 

  1. Memilih kesukaran atas kenikmatan, yaitu dengan cara memilih beban ibadah untuk meninggalkan segala sesuatu yang menyenangkan.
  2. Memilih kesungguhan atas kebebasan, maksudnya kesungguhan dalam beribadah dengan cara meninggalkan kesenangan dunia.
  3. Memilih kelemahan atas keperkasaan, yaitu bersikap tawadhu’.
  4. Memilih diam atas kelebihan bicara, yaitu meninggalkan ucapan yang di dalamnya tidak mengandung kebaikan.
  5. Memilih maut atas kehidupan.

 

Menurut pandangan ahli Allah, maut adalah mengekang keinginan nafsu. Barangsiapa keinginan nafsunya mati, maka dia hidup. Maut terbagi empat bagian:

 

  1. Maut merah, yaitu menentang ajakan hawa nafsu.
  2. Kematian putih, yaitu perut lapar, karena lapar itu dapat menerangi batin dan memutihkan hati nurani: Barangsiapa tidak pernah kenyang, maka hiduplah kecerdasannya.
  3. Kemarian hyau, yaitu memakai pakaian usang penuh tambalan yang telah afkir dan tidak berharga, demi memenuhi sikap zuhud dan qanaah.

4. Kemauan hitam, yaitu memikul penderitaan dari perbuatan orang lain yang disebut Fanaa billah (merasa lenyap dirinya, karena tenggelam kepada Allah), yaitu menyadari penderitaan itu pada hakikatnya berasal dari Allah swt., sebab melihat lenyapnya semua perbuatan tenggelam dalam perbuatan yang sangat dicintainya.

Dari Nabi saw.:

 

“Munajat dapat melindungi rahasia-rahasia, sedekah dapat melindungi harta, ikhlas dapat melindungi amal perbuatan, kejujuran dapat melindungi ucapan, dan musyawarah dapat melindungi pendapatpendapat.”

 

Munajat dapat melindungi rahasia-rahasia, sedang menyimpan rahasia itu menjadi sebab terpenting untuk mencapai kesuksesan. Dalam sebuah hadis Nabi saw. bersabda:

 

“Mainta bantuanlah dengan merahasiakan untuk meraih keperluan-keperluan, karena sesungguhnya bagi setiap orang yang memperoleh kenikmatan, ada orang yang hasud.”

 

Tentang sedekah dapat melindungi harta, seperti riwayat dari Abu Darda’ dan Nabi saw., sabdanya:

 

“Tiada hari yang telah terbenam mataharinya, melainkan ada dua malaikat yang menyeru atau mendoakan: ‘Ya, Allah, berilah pengganti bagi orang yang menginfakkan dan berilah kerugian kepada orang yang menahan’.

 

Sehubungan dengan hal itu telah diturunkan ayat Alqur-an: ‘Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah, bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. (Q.S. Al-Lail: 5-7)’.”

 

Tentang ayat ini, Ibnu Abbas r.a. berkata: Siapa yang memberikan sedekah sesuai dengan yang diperintahkan dan bertakwa dalam menangani apa yang ada, serta membenarkan adanya pengganti dari apa yang telah diberikannya itu, maka Allah akan mempersiapkannya menuju tempat yang penuh dengan kesenangan.

 

Adapun keikhlasan sebagai pelindung amal perbuatan, maka perlulah kiranya diketahui tingkat-tingkat keikhlasan tersebut:

 

  1. Tingkat tertinggi, yaitu memurnikan amal perbuatan dari campuran makhluk, dalam arti melakukan ibadah semata-mata dengan menjunjung tinggi perintah Allah dan memenuhi hak pengabdian, tanpa ada maksud mencari jasa dari sesama manusia, baik berupa simpati, pujian, sumbangan materiil maupun yang lain.
  2. Tingkat menengah, yaitu melakukan sesuatu karena Allah, dengan maksud agar memperoleh imbalan di akhirat, misalnya dijauhkan dari neraka, dimasukkan surga dan menerima berbagai kenikmatan di surga.

 

  1. Tingkat terendah, yaitu melakukan sesuatu karena Allah, dengan maksud agar memperoleh imbalan duniawi, semacam lapang rezekinya, tertolaknya berbagai mara bahaya dan sebagainya.

 

Kejujuran dapat melindungi ucapan, karena orang yang berdusta tidak dapat diterima ucapannya, baik oleh Allah maupun di depan manusia. Dalam hal ini Ibnu Abbas mengatakan mengenai firman Allah swt.:

 

“Dan jaganlah kamu. mencampuradukkan yang hak dengan y yang baca.” (Q.S. Al-Baqarah: 42).

 

Maksudnya, tidak mencampuradukkan ucapan yang benar dengan yang bohong. Sagian hukuma mengatakan!

 

“Membasi lebih baik daripada dusta dan kejujuran lisan itu awal dari kebahagiaan.” | –

 

Sebagian pujangga mengatakan:

 

“Orang yang jujur dilindungi dan disukai, sedangkan orang yang bohong ucapannya direndahkan dan dihinakan”

 

Tentang musyawarah, Nabi bersabda:

 

“Musyawarah itu benteng penangkal penyesalan, juga pengaman dari cercaan.”

 

“Sebaik-baik gotong royong adalah musyawarah, dan seburuk-buruk persiapan adalah kesewenang-wenangan.”

Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya terdapat lima perkara tercela dalam kegiatan pengumpulan harta, yaitu sengsara dalam mengumpulkan, terlupa mengingat Allah dalam mengelola harta, khawatir perampokan dan pencurian, karena harta, maka seseorang dapat disebut kikir dan demi harta, maka seseorang dapat berpisah dari orang-orang saleh. Dan terdapat lima perkara terpuji dalam melepas harta, yaitu kesenggangan diri dari kesibukan mencarinya, karena tidak mengelola harta, maka banyak kesempatan untuk mengingat Allah, aman dari perampokan dan pencurian, karena melepas harta, maka seseorang dapat disebut orang mulia dan karenanya pula, maka orang dapat bersahabat dengan orang-orang saleh,” .

 

Segolongan orang-orang fasih berkata:

 

“Kemurahan seseorang itu dapat membuatnya dikasihi oleh lawanlawannya, sedang kekikiran seseorang dapat membuatnya dibenci oleh putra-putrinya.”

 

Kata mereka pula:

 

“Sebaik-baik harta adalah yang dapat membuat orang merdeka dikuasainya dan sebaik-baik amal adalah yang berhak disyukuri.”

 Sufyan Ats-Tsauri r.a.:

 

“Pada zaman ini, tiada harta pada seseorang, melainkan dibarengi oleh lima hal tercela, yaitu: Lamunan melantur, tamak yang menguasainya, kikir yang sangat, menipisnya wira’i, dan lupa akhirat.”

 

Dalam mengumpulkan harta pada zaman ini, terdapat lima sifat yang tercela, yaitu:

 

  1. Menantikan perkara yang sulit diperolehnya.
  2. Dikuasai oleh sifat tamak. Orang yang mencintai dunia dicela, sedangkan orang yang mencari kelebihannya dikritik. Mencintai dunia dikhususkan pada segala hal yang melewati batas keperluan, sedangkan kelebihan dunia ialah merasa gembira dengan segala hal yang melebihi ukuran keperluannya. Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak termasuk yang lebih baik di antara kamu, orang yang meninggalkan dunia karena akhirat saja, begitu pula orang yang meninggalkan akhirat karena dunia saja. Tetapi yang lebih baik di antara kamu adalah orang yang mengambil ini dunia dan ini akhirat (pertengahan).”

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa sesungguhnya beliau bersabda:

 

“Sebaik-baik tunggangan adalah dunia, maka naikilah ia, ia akan menyampaikan kamu ke akhirat.”

 

Ali bin Abi Thalib “karramallahu wajhahu-mengatakan:

 

“Dunia itu tempat kebenaran bagi orang yang membenarkannya, tempat keselamatan bagi orang yang memahaminya dan tempat kecukupan bagi orang yang menjadikannya sebagai bekal.”

 

  1. Dikuasai oleh kekikiran.
  2. Hilang sifat waraknya. Warak ialah menjauhi perkara-perkara ydng subhat, karena takut jatuh ke dalam perkara-perkara yang haram. Menurut pendapat lain, warak ialah selalu melakukan amal yang baik.
  3. Lupa pada akhirat. Seorang penyair menyatakan:

 

Wahai, peminang dunia untuk diri sendiri

sungguh menjadi kekasihnya di setiap hari. Dunia minta agar suami segera menikahi

dan sebenarnya ia telah digauli.

Di tempat lain ia punya ganti suami

Aduhai, dunia pun menerima para peminangnya,

tiada lain untuk membunuh mereka

dan mereka pun terbunuh semua

Sungguh aku telah tertipu

dan sungguh petaka menjebak diriku sedikit demi sedikit

Himpunlah bekal untuk mari

bekal, sungguh bekal!

 

Karena pengundang telah menyeru

Berangkarlah, ayo berangkat

Dari Hatim Al-Asham r.a., dia berkata:

 

“Terpesa-gesa itu dari setan, selain dalam lima tempat, maka sesungguhnya tergesa-gesa dalam hal itu termasuk sunah Rasulullah saw., yaitu: Memberi makan kepada tamu, jika menginap, mengurusi mayat orang yang mati, mengawinkan anak perempuan jika telah balig: membayar utang jika telah jatuh tempo pembayarannya, dan tobat dari dosa jika terlanjur mengerjakannya.”

 

Bergegas-gegas dalam segala perkara itu timbul dari setan, namun tergesa-gesa dalam lima tempat termasuk sunah Rasulullah saw., yaitu:

  1. Memberi makan kepada tamu dengan makanan seadanya, jika tamu telah datang. Abu Hurairah r.a. mengatakan, bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memberi makan kepada saudaranya yang muslim dengan makanan seleranya, maka Allah swt. mengharamkan dia ke neraka.”

 

Pada hadis lain diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a., bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memberi roti saudaranya yang muslim hingga merasa kenyang dan memberi air hingga merasa segar, maka dijauhkan dari neraka -yang jarak antara keduanyatujuh parit, jarak tiap parit ke parit yang lain adalah perjalanan tujuh ratus tahun.”

(H.R. An-Nasai, Ath-Thabrani, Al-Hakim dan Al-Baihagi).

 

  1. Mengurusi mayat, yaitu memandikan, mengafani, menyalati dan menguburkan jika yakin telah mati. Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya imbalan orang mukmin yang diberikan pertama kali setalah ia mati, ialah diampuninya dosa seluruh orang yang mengantarkan jenazahnya.” (H.R. Al-Baihaqi).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda:

 

“Apabila seorahg warga surga meninggal dunia, maka Allah merasa malu menyiksa orang yang memikul jenazahnya, orang yang mengantarkan jenazahnya dan orang yang menyalatinya.”

(H.R. Ad-Dailami).

 

  1. Tergesa-gesa mengawinkan anak perempuan jika telah balig.

Dari Aisyah r.a., bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:

 

“Barangsiapa mengawinkan anak perempuannya, maka Allah memakaikan mahkota kepadanya dengan mahkota raja-raja.” (H.R. Ibnu Syahin).

 

  1. Membayar utang jika telah datang waktu untuk membayarnya.

 

5, Bertobat, didapat dari riwayat Ibnu Umar r.a., yang menyatakan bahwa la sempat menghitung, Rasulullah saw. dalam satu majelis mengucap. kan seratus kali sebagai berikut:

 

“Wahai, Tuhanku, ampunilah aku dan terimalah tobatku, sesungguhnya Engkau Tuhan Yang Maha Menerima tobat dan Maha Pengampun.” (H.R. Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Muhammad bin Dauri -rahimahullah-berkata-:

 

“Iblis celaka sebab lima perkara, yaitu tidak mengakui dosa, tidak bersedih, tidak mencela dirinya sendiri, tidak mengazam berniat tobat, dan putus asa dari rahmat Allah. Sedangkan Adam a.s. bahagia karena lima perkara, yaitu mengakui dosa, menyesali atas dosanya, menyalahkan dirinya sendiri, segera bertobat dan tidak putus asa dari rahmat Allah.”

 

Nabi Adam a.s. bahagia karena mengakui dosanya, sebagaimana dalam pengakuan beliau termuat dalam sebuah ayat Alqur-an:

 

“Wahai, Tuhan kami, kamu telah berbuat zalim serhadap dm kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami, dan tidak memberi rahmat kepada kami, niscaya kamu termasuk orang-orang yang merugi.”

 

Dari Aisy r.a.: 250

 

“Sesungguhnya hamba, jika mau mengakui dosanya kemudian bertobat, maka Allah berkenan menerima tobatnya.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).

 

Dari riwayat Abdullah bin Mas’ud, mengatakan: Nabi saw. “bersabda:

 

“Barangsiapa berbuat kesalahan atau berbuat dosa, kemudian menyesalinya perbuatan itu, maka penyesalan itulah tebusannya.” . (H.R. Al-Baihaqi).

Dari guru Syekh Hatim Al-Asham, yaitu Syaqiq Al-Balkhi mengatakan:

 

“Laksanakanlah lima perkara ini: beribadalah kepada Allah sebanyak apa yang kamu perlukan dari-Nya: berdosalah kepada Allah sejauh kamu mampu memikul siksa-Nya: Himpunlah bekal di dunia sebanyak usiamu di dunia, dan berbuatlah derni surga, seukur kedudukan surga yang kamu kehendaki.”

 

Warga surga itu bertingkat-tingkat, sesuai dengan banyak-sedikit amal kebajikannya. Untuk yang tertinggi kebajikannya, maka tingkatan surganya juga paling tinggi.

 

Dalam kesempatan lain Syaqiq Al-Balkhi mengatakan: “Saya mencari lima hal, kemudian saya temukan pada lima perkara, yaitu: Saya mencari kesanggupan meninggalkan dosa, lalu saya temukan pada salat Dhuha: saya mencari pancaran sinar dalam kubur, lalu saya temukan pada salat Lail (salat malam): saya mencari jawaban terhadap Mungkar dan Nakir, kemudian saya temukan pada pembacaan Alqur-an, saya mencari kemampuan melintasi titian, lalu saya temukan pada puasa dan sedekah: dan saya mencari teduhan Arasy, ternyata saya temukan dalam mengasingkan diri.

 

Syaqiq Al-Balkhi ialah anak seorang hartawan. Dalam suatu perjalanan siaganya ke Turki, sempat memasuki sebuah rumah penyembahan berhala. Di samping banyak terdapat berhala, diketahui juga banyak pendeta yang berkepala gundul dan tidak berjenggot. Kepada seorang pelayan di situ Syagig berkata: “Anda diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Sembahlah kepada-Nya, tidak perlu lagi menyembah pada berhala-berhala yang tidak berbahaya juga tidak berguna!” Dengan diplomatis pelayan itu menjawab: “Jika benar, apa yang kamu katakan, bahwa Tuhan Maha Kuasa memberi rezeki kepadamu di negerimu sendiri, mengapa Tuan dengan susah payah datang kemari untuk berniaga?” Maka terketuklah hati Syagig dan untuk selanjutnya menempuh kehidupan Zuhud.

 

Kisah lain tentang kezuhudan Syagig, menuturkan jalan cerita yang berbeda. Bermula dia melihat seorang hamba bermain-main, sementara kehidupan perekonomian mengalami paceklik, yang melanda manusia secara merata. Kepada hamba itu Syaqiq bertanya: “Apakah kerja Anda, bukankah Anda tahu orang-orang sedang menderita karena paceklik?” Si hamba itu menjawab: “Saya tidak mengalami paceklik, karena majikanku memiliki perkampungan subur yang hasilnya mencukupi keperluan kami.” Di sinilah Syaqiq mulai terketuk hatinya dan berkata: “Jika hamba tersebut tidak memikirkan rezeki karena majikannya memiliki . perkampungan yang subur, toh si majikan itu sendiri adalah makhluk yang melarat, maka bagaimana bisa patut jika orang muslim memikirkan rezekinya, sedang Tuhannya Maha Kaya?”

Umar r.a. berkata:

 

“Aku melihat semua teman karib, maka aku tidak melihat teman karib yang lebih utama daripada memelihara ucapan: aku melihat semua pakaian, maka aku tidak melihat pakaian yang utama daripada wira, aku melihat semua harta benda, maka aku tidak melihat harta benda yang lebih utama daripada qanaah, aku melihat semua kebaikan, maka aku tidak melihat kebaikan yang lebih utama daripada nasihat: dan aku melihat semua makanan, maka aku tidak melihat makanan yang lebih lezat daripada sabar.”

 

Maksud dari perkataan Umar r.a. adalah: Teman karib yang lebih utama adalah memeliharan lisan. Banyak perbedaan antara orang yang diam karena menjaga ucapan bohong dan mengumpat dengan orang yang diam agar diberi kehormatan oleh raja.

 

Pakaian yang lebih utama adalah takwa. Menurut Ibrahim bin Adham, warak ialah meninggalkan setiap yang subhat, sedangkan meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat disebut meninggalkan kelebihan-kelebihan.

 

Rasullah saw. bersabda kepada Abi Hurairah:

 

“Lakukanlah wira’i, maka anda menjadi orang yang paling tinggi ibadahnya.”

 

Kekayaan paling utama adalah qanaah. Qanaah adalah tidak melihat perkara yang tidak ada dan merasa cukup dengan perkara yang ada dijelaskan oleh sabda Rasulullah saw.:

 

“Tadilah kamu orang yang warak, niscaya menjadi orang yang palmg beribadah: jadilah kamu orang yang qanaah, niscaya kamu menjadi orang yang bersyukur, cmtailah untuk orang lam apa-apa yang kamu Cintai untuk dirimu sendiri, niscaya kamu menjadi orang mukmin yang paling sempurna, berbuat baiklah dalam bertetangga dengan orang yang menjadi sempurna, berbuat baiklah dalam bertetangga dengan orang yang menjadi tetanggamu, niscaya kamu menjadi orang muslim yang sempurna: dan sedikitlah dalam tertawa, karena banyak tertawa itu akan menjadikan hati mati.”

 

Kebaikan yang utama adalah nasihat-nasihat, yaitu benar dalam perbuatan. Kebaikan terdiri atas dua macam, yaitu pemberian dan makruf (kebajikan). Pemberian adalah berderma dengan mengorbankan harta di jalan yang terpuji tanpa ada maksud agar diganti. Rasulullih saw. bersabda:

 

“Hati tertarik karena cinta kepada orang yang telah berbuat baik kepadanya dan membenci kepada orang yang telah berbuat jelek kepadanya. “

 

Dengan “demikian, di dalam kebaikan itu terdapat kerelaan manusia dan di dalam takwa terdapat kerelaan Allah swt. Barangsiapa yang telah mengumpulkan keduanya, maka kebahagiaanya telah sempurna dan nikmatnya telah meliputi.

 

Makruf (kebajikan) terdiri atas dua macam, yaitu ucapan (manis ucapannya dan baik pribadinya) dan perbuatan (memberikan penghormatan dan menolong orang yang tertimpa bencana).

 

Makanan yang paling lezat adalah sabar. Sabar terdiri atas tiga rukun, yaitu menahan nafsu dan benci pada Qadha (ketentuan), menahan ucapan dari ucapan yang jelek dan menahan anggota badan dari ” menempeleng, merobek-robek saku, menjerit-jerit, mencoreng-coreng muka dan meletakkan tanah di atas kepala.

 

Barangsiapa yang melakukan tiang-tiang ini, maka dia memperoleh keutamaan Sabar, sedangkan sabar merupakan setengah dari iman dan bencananya merupakan pemberian kebaikan semata. Sabar terdiri atas beberapa bagian, yaitu sabar terhadap perkara yang diusahakan, sabar terhadap perintah Allah swt. dan sabar terhadap larangan-Nya. Sabar terhadap perkara yang tidak diusahakan dan menanggung takdir Allah.

Dari segolongan hukama, katanya:

 

“Di dalam zuhud terdapat lima perkara terpuji: Percaya penuh kepada Allah, terbebas diri dari sesama makhluk, tulus ikhas dalam berbuat, kesanggupan memikul kezaliman dan kecukupan diri dengan apa yang ada di tangan.”

 

Menurut sebagian hukama, zuhud itu mengandung lima perkara terpuji, yaitu:

 

Berpegang teguh kepada Allah serta cinta fakir. Seperti yang dikatakan Abdullah bin Al-Mubarak, Syagig Al-Balkhi dan Yusuf bin Asbath: Salah satu tanda zuhud, yaitu tidak akan kuat zuhudnya selain dengan berpegang teguh kepada Allah swt.

 

Terbebas diri dari sesama makhluk, sebagaimana dikatakan oleh Abu Sulaiman Ad-Darani: Zuhud ialah meninggalkan apa-apa yang melalaikan dari Allah swt.

 

Tulus ikhas dalam berbuat, sebagaimana dikatakan oleh Yahya bin Muadz: Seseorang tidak akan sampai pada hakikat zuhud, hingga padanya ada tiga perkara, yaitu amal tanpa iming-iming, ucapan tanpa disertai perasaan tamak dan kemuliaan ‘tanpa kepangkatan.

 

Kesanggupan memikul kezaliman, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi saw.: 

 

“Zuhud di dunia itu bukanlah mengharamkan perkara yang halal dan bukan menyia-nyiakan harta, tetapi kezuhudan di dunia itu janganlah kamu lebih berpegang teguh pada apa-apa yang ada di tanganmu dari apa-apa yang ada di tangan Allah dan jika kamu ditimpa musibah, maka kamu lebih suka andaikan musibah itu tetap ditimpakan kepadamu, karena memandang pahalanya.”  (H.R. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

 

Kecukupan diri dengan apa yang ada di tangan, dikatakan oleh AlJunaidi, “Zuhud ialah mengosongkan hati dari perkara yang tiada di tanganmu.”

 

Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Zuhud di dunia ialah pendek anganangan, bukan dengan makan yang kasar dan bukan pula dengan memakai pakaian yang sejenis mantel, inilah yang termasuk dari tanda-tanda zuhud dan sebab-sebab yang membangkitkannya. Jadi, orang yang zuhud ialah orang yang tidak bergembira atas dunia atau harta yang dimilikinya dan tidak berduka atas dunia atau harta yang tidak dimilikinya.”

Sebagian ahli ibadah mengatakan dalam munajatnya:

 

“Oh, Tuhanku, lamunan yang melantur telah menipu aku, kecintaan terhadap duniawi telah merusak diriku, setan juga menyesatkan jalanku, hawa nafsu pendorong kejahatan itu telah menghalang-halangi aku dari kebenaran, dan teman yang jahat telah membantu aku melakukan maksiat, maka tolonglah aku, wahai, Tuhan, penolong terhadap mereka yang mohon pertolongan dan jika Engkau tidak memberiku rahmat, maka siapa lagi selain Engkau yang dapat merahmati aku.”

 

Lima hal yang dikemukakan oleh sebagian ahli ibadah kepada Allah SWT., yaitu:

 

  1. Lamunan yang melantur telah menipunya, Allah swt. mencela dengan firman-Nya: “

 

“Biarkanlah mereka di dunia mi makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui akibat perbuatan mereka.” (Q.S. Al-Hjjr: 3).

 

  1. Kecintaan terhadap duniawi telah menjerumuskannya ke dalam kecelakaan. Diriwayatkan, bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda: ‘

 

“Barangsiapa hatinya diracuni kecintaan dunia, maka melekat padanya tiga perkara: Sengsara yang tiada akhir deritanya, tamak yang tidak berkepuasan dan lamunan yang berkepanjangan tanpa arah tujuannya.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Setan telah menyesatkannya ke jalan yang menyimpang. Hawa nafsu pendorong kejahatan telah menghalang-halanginya dari kebenaran. Ali r.a. berkata: Aku merasa khawatir terhadap kamu dengari dua perkara, yaitu mengikuti keinginan nafsu dan panjang angan-angan. Sesungguhnya mengikuti keinginan nafsu akan menghalangi dari yang hak (benar) dan panjang angan-angan akan menjadikan lupa akhirat.

 

Sulaiman Ad-Darani berkata: Amal yang utama adalah menyalahi keinginan nafsu.

 

Teman yang jahat telah membantunya melakukan maksiat, Adi bin Zaid mengatakan dalam syairnya dari Bahar Thawil:

 

Janganlah bertanya tentang kelakukan seseorang,

namun bertanyalah tentang kelakuan temannya

Karena setiap manusia

mengikuti kepada yang menemaninya.

Apabila kamu berada dalam suatu kaum,

maka bertemanlah kamu dengan orang-orang pilihan mereka

Janganlah kamu berteman dengan orang yang celaka,

karena engkau akan menjadi celaka bersamanya.

Nabi saw. bersabda:

 

“Akan datang saatnya, di mana umatku menggemari lima hal dan melupakan lima yang lain: Menggemari duniawi dan melupakan ukhrawi, menggemari hidup dan lupa mati, menggemari gedung-gedung bermahligai dan lupa kubur, menggemari harta benda dan melupakan hisab dan mereka mencintai makhluk dan melupakan Khalik, Allah swt.”

 

Di akhir zaman, umat akan mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara, yaitu:

 

Mencintai dunia dan melupakan akhirat. ‘ .

 

Menggemari hidup dan melupakan mati. Dari Aisyah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang membaca ‘Allahamma baarik lii fii mauti wa fiimaa ba’dal maut’ (ya, Allah, berkatilah saya dalam kematian dan sesudahnya) setiap hari dua puluh lima kali, kemudian dia mati di atas tempat tidurnya, maka Allah memberikan kepadanya pahala orang yang mati syahid.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Mencintai gedung-gedung, yakni rumah-rumah yang dibentengi dan melupakan kubur dan kesusahan-kesusahannya.

 

Menggemari harta benda dan melupakan hisab. Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi « saw. bersabda:

 

“Zuhud ialah kamu mencintai apa-apa yang dicintai Penciptamu dan kamu benci terhadap apa-apa yang dibenci Penciptamu, kamu keluar dari dunia yang halal seperti kamu keluar dari dunia yang haram, karena halalnya menjadi hisaban, dan yang haramnya menjadi siksaan, kamu harus menyayangi orang-orang muslim, seperti kamu menyayangi . dirimu sendiri, kamu harus mencegah dari perkataan yang tidak bermanfaat bagimu, seperti kamu mencegah dari perkara yang haram, kamu harus mencegah dari makan yang banyak, seperti kamu mencegah dari harta duniawi dan hiasannya, seperti kamu mencegah dari api dan kamu harus memendekkan angan-anganmu tentang dunia, maka inilah zuhud di dunia.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Mencintai makhluk dan melupakan Khalik, Allah swt. Apabila seseorang berangan-angan, dia lupa akan mati, kesusahan-kesusahan di akhirat, cinta pada dunia dan bergaul dengan makhluk, hatinya menjadi keras, sehingga meninggalkan kewajiban, bermalas-malasan untuk mencari bekal di akhirat dan memperlambat berbuat tobat. Rasulullah saw. melewati suatu majelis yang di dalamnya terdengar suara terbahak-bahak, beliau bersabda:

 

“Kamu harus mencampurkan majelis-majelismu dengan perkara yang mengeruhkan kelezatan-kelezatan.” Mereka bertanya: “Apakah yang mengeruhkan kelezatan-kelezatan itu?” Beliau bersabda: “Maut.”

 

Yahya bin Mu’adz Ar-Razi berkata dalam munajatnya:

 

“Oh, Tuhanku, tiada indah suatu malam, kecuali dengan bermunajat kepada-Mu: tiada indah suatu sinar, kecuali berbuat taat kepada-Mu: tiada indah suatu siang, kecuali berbuat taat kepada-Mu: tiada indah dunia ini, kecuali dengan menyebut (berzikir) kepada-Mu, tiada indah akhirat, kecuali bersamaan ampunan-Mu, dan tiada surga, melainkan dengan melihat wajah-Mu.”

 

Tentang keindahan duniawi, secara gamblang dapat dipahami dari Nabi saw.:

 

“Sesungguhnya dunia itu terlaknat, dan terlaknat pula seluruh isinya, kecuali perbuatan mengingat/zikir Allah dan yang sepadan dengannya serta orang alim dan orang belajar.” (H.R. An-Nasai).

 

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

 

“Setelah Allah’menurunkan Nabi Adam dari surga ke arcapada (bumi), maka susahlah segala sesuatu yang semula mendampinginya, kecuali emas dan perak: kemudian Allah berfirman pada benda tersebut: ‘Aku mendampingkan engkau pada hamba-Ku, kemudian hamba itu Aku lepas dari sampingmu dan semua pihak yang semula mendampinginya, merasa susah karenanya kecuali engkau berdua.’ Dua benda itu pun menjawab: “Tuhan kami, Engkau Maha Mengetahui, bahwa Justru membuat kami berdua berdampingan dengannya selagi ia menaatiMu, dan setelah itu ia pun durhaka kepada-Mu, maka kami tidak merasa susah atas nasib selanjutnya.’ Lalu Allah berfirman kepada keduanya: ‘Demi ketinggian-Ku dan Keagungan-Ku, niscaya aku akan .membuat-Mu berharga, sehingga tidak dapat diperoleh segala sesuatu melainkan denganmu berdua’.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Ali -karramallahu wajhahu wa radhiyallaahu ‘anhumengatakan dalam munajatnya, dalam syair dari Bahar Waafir: .

 

Oh……….

Bukankah dengan anugerah-Mu itu

Engkau telah meridengar doa seorang hamba yang lemah dan dirundung petaka

Yang tenggelam di dalam lautan kesusahan karena sedih yang tertawan oleh dosa-dosa dan kesalahan

Aku menyeru setiap hari dengan rendah hati seraya mengagungkan nama-Mu dalam menyanjung dan berdoa kepada-Mu

Sesungguhnya bumi seluruhnya terasa sempit olehku dan seluruh penduduk bumi juga tidak mengetahui obat untukku

Tolonglah daku

Sesungguhnya aku memohon ampun kepada Engkau

Wahai, Zat Yang Maha Agung

Wahai, Zat Yang aku harapkan!

Aku datang kepada Engkau sambil menangis

kasihanilah tangisku

maluku kepada Engkau lebih banyak daripada kesalahanku

Aku mempunyai kesusahan hanya Engkau-lah yang mampu membuka kesusahanku

Aku mempunyai penyakit hanya Engkau-lah obat penyakitku

Aku tergugah oleh harapanku maka kukatakan, wahai, Tuhanku! Harapanku, semoga Engkau mewujudkan harapanku .

Balasan kepadaku adalah siksaan yang Engkau timpakan kepadaku ‘tetapi aku tetap berlindung dengan kebaikan anugerah-Mu

Wahai, Zat, yang aku harapkan ampunilah aku, wahai, Tuhanku, karena cekaman bencana tengah menimpaku.

 

BAB V
NASIHAT TENTANG ENAM PERKARA
Pasa bab ini terdapat tujuh belas nasihat, terdiri dari dua hadis dan” selebihnya adalah atsar.

Nabi saw, bersabda:

 

“Enam hal asing pada enam tempat, yaitu: Mes jid terasing di kalangan masyarakat yang tidak salat di dalamnya, mushaf terasing di rumah mereka yang tidak mau membacanya: ajaran Alqur-dn terasing di dalam hati orang fasik: wanita muslimah yang salehah terasing di tangan laki-laki zalim yang buruk perangai, laki-laki muslim yang saleh terasing di tangan wanita hina yang buruk perangai, ulama terasing di tengah masyarakat yang tidak memperhatikan petuahnya, selanjutnya Nabi . bersabda: Sesungguhnya di-hari Kiamat Allah tidak akan memandang mereka yang mengabaikam ulama dengan pandangan kasih sayang.”

 

Enam perkara yang termasuk asing, jika berada pada enam tempat, yaitu:

 

Mesjid, asing apabila dibangun di antara orang-orang yang tidak melaksanakan salat di mesjid itu.

 

Mushaf, asing apabila berada di rumah orang-orang yang tidak membaca mushaf tersebut.

 

Ajaran Alqur-an, asing jika dihafalkan oleh orang fasik, yaitu orang yang meyakini. Alqur-an dalam hatinya dan tidak mengamalkan kandungannya.

 

Wanita muslimah yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta melaksanakan berbagai kebaikan, merasa asing apabila berada di lindungan suami yang melakukan kebatilan. Nabi saw. bersabda:

 

“Di antara kalian yang paling saya cintai, adalah orang yang bagus akhlaknya, ringan tangan serta murah hati, dapat mengasihi serta dikasihi.”

 

Maksud hadis ini, terletak dalam berperangai yang baik Jemah lembut, wajah ceria, sedikit marah dan perkataannya baik.

 

Rasulullah saw. bersabda: 

 

“Ahli surga adalah setiap orang yang rendah hati, yang lemah lembut, yang murah hati dan yang ceria.”

 

Bandingannya dengan orang yang buruk perangai, adalah sebagaimana dikatakan oleh segolongan pujangga:

 

“Orang yang bagus perangai itu, membawa kesenggangan diri sendiri dan keselamatan orang yang bergaul dengannya, sedang orang buruk perangai membuat kesusahan diri sendiri dan malapetaka orang yang bergaul dengannya.” ,

 

Laki-laki muslim yang saleh merasa asing jika laki-laki itu beristrikan perempuan yang rendah budi pekertinya, hina leluhur dan keturunannya.

 

Orang alim merasa ‘asing jika berada di antara orangorang yang tidak menerima pembicaraannya. .

 

Dalam masalah di atas dinyatakan, bahwa di hari Kiamat Allah tidak menatapkan pandangan kasih sayang kepada mereka. Kata mereka di sini dapat juga diartikan mencakup semua yang disebut sebelumnya, yaitu: Orang yang tidak salah dalam mesjid lingkungannya, tidak membaca mushaf yang tersimpan di rumahnya, orang fasik, wanita buruk perangai, laki-laki buruk perangai dan orang yang tidak memperhatikan petuah ulama.

Nabi saw. bersabda:

 

“Enam orang yang saya laknat, dilaknat juga oleh Allah dan oleh setiap Nabi yang diterima doanya, yaitu: Orang yang menambahi isi kitab Allah, orang yang mendustakan gadar Allah, penguasa yang sewenang-wenang menindas sehingga memuliakan orang yang dihinakan Allah . dan menghinakan orang yang dimuliakan Allah, orang yang menghalalkan perbuatan yang terlarang dilakukan di tanah haram Allah, orang yang menghalalkan perbuatan terlarang terhadap keturunan dan kerabatku, dan orang yang berpaling dari sunahku, sesungguhnya di hari Kiamat Allah swt. tidak memandangi mereka dengan pandangan kasih sayang.” | (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim).

 

Enam orang yang dikutuk oleh Nabi Muhammad saw., Allah swt. dan oleh para nabi yang lain, yaitu:

 

  1. Orang yang menambah isi Kitab Allah, yaitu orang yang memasukkan sesuatu yang tidak ada dalam Alqur-an dan menakwilkannya dengan sesuatu yang tidak benar.
  2. Orang yang mendustakan ketentuan Allah swt., yaitu hubungan kehendak yang bersifat zat dengan beberapa perkara pada waktu tertentu dan sebab tertentu yang merupakan suatu perumpamaan dari gadar.
  3. Penguasa yang sewenang-wenang, yang mengagungkan orang yang telah dihinakan oleh Allah dan menghina orang yang telah diagungkan oleh Allah.
  4. Yang menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah swt., yaitu orang yang melakukan segala sesuatu yang haram dan mengerjakannya di Tanah Haram, Mekah.
  5. Yang melakukan perbuatan terlarang terhadap keturunan dan kerabat Rasulullah saw., yaitu orang yang berlaku maksiat, mendurhakai dan menzalimi keturunan dan kerabat Rasulullah saw.
  6. Orang yang berpaling dari Sunah Rasulullah saw., karena meremehkannya.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

 

“Sesungguhnya iblis itu berada di depanmu, nafsu di sebelah kananmu, hawa di sebelah kirimu, dunia di belakangmu, anggota tubuh di sekelilingmu, dan Yang Maha Perkasa di atasmu, si iblis -semoga tertimpa laknat Allahmengajakmu meninggalkan agama, nafsu mengajakmu berbuat maksiat, hawa memanggilmu menuju syahwat, dunia mengajakmu agar memilihnya melupakan akhirat, anggota tubuh mengajakmu berbuat dosa-dosa, sedang Yang Maha Perkasa mengajakmu menuju surga dan ampunan, sementara Allah berfirman: Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak menuju surga dan ampunan. Barangsiapa menuruti ajakan iblis, maka hilanglah agamanya, siapa menuruti nafsu, maka hilanglah roh insaninya, siapa menuruti hawa, maka hilanglah akalnya, siapa menuruti dunia, maka hilanglah akhiratnya: siapa menuruti ajakan anggota tubuh, maka hilanglah surganya: dan barangsiapa menuruti ajakan Allah swt., maka hilanglah kejelekan-kejelekannya dan memperoleh seluruh kebaikan.”

 

Gambaran yang dikemukakan oleh Abu Bakar r.a. tentang diri kita dengan iblis, nafsu, keinginan (hawa), dunia, anggota badan kita dan Allah, adalah sebagai berikut:

 

  1. Iblis berdiri di depan mata kita, menuntun pada kebatilan.
  2. Nafsu berada di sebelah kanan kita.

3, Hawa berada di sebelah kiri kita.

  1. Dunia berada di belakang kita.
  2. Semua anggota tubuh berada di sekitar kita.

6 . Zat Yang Maha Perkasa berada di atas kita, yakni sesuai dengan kekuasaan-Nya, karena kekuasaan-Nya di atas kekuasaan kita. Allah menundukkanmu pada kehendak-Nya.

 

Masing-masing mengajak ke arah yang berbeda:

  1. Iblis -laknatullahmengajakmu untuk meninggalkan syariat.
  2. Nafsu amarah mengajak kita pada maksiat. Pada suatu hadis diriwayatkan, Nabi saw. Bersabda:

 

– “Allah membuat perumpamaan dengan satu jalur jalan yang lurus, pada dua lambung jalan itu terdapat dua gapura dengan beberapa intu yang terbuka, pada pintu-pintu itu terpandang kelambu yang 601, dan pada pintu jalan terdapat seorang yang menyeru: “Wahai, manusia semua saja, masuklah pada jalan ini, lurus tanpa membelok:’: sementara ada pula pengundang lain dari pintu-pintu tersebut seraya pengundang kedua ini menyeru: ‘Celaka kamu, jangan dibuka itu! Kalau kamu buka, maka kamu harus masuk.’ Jalan dalam kiasan ini – adalah Islam, dua gapura adalah batasan-batasan Allah, pintu-pintu . terbuka ialah larangan-larangan Allah, sedang pengundang pada ujung jalan ialah Kitab Allah dan pengundang dari atas ialah nasihat Allah yang ada dalam hati orang muslim.”  (H.R. Imam Ahmad dan Muslim).

3 Syahwat mengajak kita untuk melampiaskan keinginan kita.

  1. Dunia mengajak kita untuk memilihnya, yakni mendahulukan atas . – akhirat. Seorang penyair berkata dalam Bahar Thawi:

 

Maha suci Zat yang menempatkan hari pada tempatnya, dan yang menjadikan manusia ada yang miskin dan yang kaya

Orang yang berakal cerdik, adakalanya sulit mencari penghidupannya, sedang orang bodoh, adakalanya engkau jumpai mudah mendapat rezeki

Inilah yang membuat hati kebingungan dan seorang yang alim lagi dalam ilmunya pun tak mampu menganalisanya.

 

  1. Anggota tubuh mengajak kita untuk berbuat dosa.
  2. Zat Yang Maha Perkasa mengajak kita ke surga dan ampunan. Penyair lain menggubah puisinya dalam Bahar Kamil sebagai berikut:

 

Manusia itu potret zamannya ,

ukuran sepatu pun sesuai padannya.

Orang-orang di zamanmu,

hidupnya seperti zaman itu:

dalam bertingkah dan meliku-liku

Demikian pula

bila zaman telah rusak

manusia pun ikut rusak.

 

Orang yang memenuhi ajakan iblis, maka hilanglah agamanya, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Orang yang memenuhi ajakan nafsu, maka hilanglah rohnya, yakni hakikat manusianya. Nafsu adalah sesuatu yang lembut yang ditunggangi roh binatang, yaitu iblis yang lembut, yang bersumber di dalam hati dan menjalar ke seluruh bagian dan melalui urat-urat.

 

Orang yang memenuhi hawa, maka hilanglah akalnya, yaitu kekuatan nafsu yang berbicara dan semua individu mengisyaratkan dengan perkataannya. Akal adalah alat bekerja, setaraf dengan pisau jika dinisbat  dengan alat pemotong. Orang yang memenuhi ajakan dunia, maka akan hilang akhiratnya, karena dunia dapat membahayakan akhirat. Orang yang memenuhi ajakan anggota badan, maka hilanglah surga daripadanya.

 

Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

 

“Setiap hamba mempunyai dua rumah, satu rumah di surga dan yang lainnya rumah di neraka. Adapun orang mukmin, dia membangun rumahnya di surga dan dia menghancurkan rumahnya yang ada di neraka. Adapun orang kafir, maka dia menghancurkan rumahnya di surga dan membangunnya di neraka.” (H.R. Dailami).

 

Orang yang memenuhi ajakan Allah, maka hilanglah kejelekannya dan dia mendapatkan semua kebaikan. Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak akan masuk surga seorang pun, melainkan dia akan melihat tempat duduknya di neraka kalau dia berbuat jelek, agar bertambah syukur. Dan tidak akan masuk neraka seorang pun, melainkan dia akan melihat tempat duduknya di dalam surga kalau dia berbuat baik, agar menjadi penyesalan padanya.” (H.R. Bukhari).

Sayidina Umar -semoga Allah meridainyaberkata:

 

“Sesungguhnya Allah Ta’ala menyembunyikan enam perkara di dalam enam hal, yaitu: Menyembunyikan rida-Nya dalam perbuatan taat, menyembunyikan murka-Nya dalam perbuatan maksiat, menyembunyikan Lailatul Dadar dalam bulan Ramadan, menyelinapkan waliwalinya di tengah-tengah manusia, dan menyisipkan kematian di . sepanjang umur, menyembunyikan salat Wustha di salat lima waktu.”

 

Menurut Umar r.a. ada enam perkara yang tersembunyi di dalam enam hal, yaitu:

 

Keridaan dalam ketaatan, maksudnya agar manusia bersungguhsungguh dalam mengerjakan semua ketaatan dengan harapan dapat menemukannya. Kita tidak boleh menghina ketaatan, sekalipun sangat kecil, karena barangkali keridaan Allah ada di dalamnya.

 

Kemurkaan Allah swt. dalam kemaksiatan, maksudnya agar manusia menjauhi kemaksiatan. Kita tidak boleh meremehkan kemaksiatan, sekalipun sangat kecil, karena di dalamnya terdapat kemurkaan Allah.

 

Lailatul Qadar pada bulan Ramadan, maksudnya agar manusia bersungguh-sungguh menghidupkan semua bulam Ramadan dengan beribadah, karena pahala sunah pada bulan Ramadan ini seperti pahala fardu pada bulan selain bulan Ramadan. Hal tersebut seperti terdapat pada hadis, ibadah sunah yang dilakukan tepat di malam Lailatul Jadar itu, bernilai ibadah fardu.

 

Bahkan An-Nakha’i mengatakan:

 

“Satu rakaat salat dalam Lailatul Gadar lebih utama dibanding seribu rakaat di luar Lailatul Qadar dan sekali membaca tasbih di situ lebih utama dibanding seribu kali membacanya di luar malam itu.”

 

Hendaklah bersungguh-sungguh menghidupkan semua malam Ramadan untuk mendapatkan Lailatul Qadar, karena Lailatul Oadar lebih baik daripada seribu bulan, yaitu 83 tahun 4 bulan.

 

Dalam sebuah hadis marfu’ Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa berzina atau minum khamar di bulan Ramadan, maka dia dikutuk Allah swt. dan malaikat yang ada di langit sampai datang tanggal yang sama di tahun depan.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Jadi, orang yang berbuat kejelekan di bulan Ramadan, kemudian mati sebelum mengalami Ramadan berikutnya, tidak mempunyai kebajikan di sisi Allah yang dapat menjaga dirinya dari api neraka. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah Ta’ala di bulan Ramadan, karena pada bulan Ramadan ini kebaikan dilipatgandakan. Begitu pula dengan kejelekan, dilipatgandakan pada bulan Ramadan.

 

Para kekasih Allah diselinapkan di tengah-tengah para manisia: maksudnya agar manusia tidak menghina seorang pun dari wali (kekasih Allah), melainkan memohon doa dengan harapan menemui wali. Oleh sebab itu, seseorang jangan menghina orang lain, karena siapa tahu dia adalah wali Allah.

 

Ajal kematian disisipkan di sepanjang usia, maka hendaklah di setiap denyut jantung selalu digunakan menghimpun bekal untuk mati dengan cara beribadah, karena siapa tahu kematian datang dengan tiba-tiba.

 

Salat Wustha, yakni salat yang paling utama dan istimewa disembunyikan Allah dalam salat lima waktu, maksudnya agar manusia mencarinya pada semua salat. :

 

Selain itu, Allah menyembunyikan nama-Nya yang agung, agar manusia bersungguh-sungguh dapat dikabulkan. Allah menyembunyikan waktu ijabah (dikabulkan doa) pada hari Jumat dan Allah menyembunyikan ayat Sab’ul Matsani, agar manusia bersungguh-sungguh membaca semua ayat Alqur-an.

Utsman r.a. berkata:

 

“Orang mukmin sesungguhnya menghadapi enam macam ketakutan: Pertama, takut kepada Allah, jangan-jangan direnggut imannya: Kedua, takut kepada para malaikat penjaga, jangan-jangan dicatat hal-hal yang dapat menyingkap kejelekannya kelak di hari Kiamat, Ketiga, takut kepada setan, jangan-jangan membatalkan amal perbuatannya: Keempat, takut kepada malaikat maut, jangan-jangan ia merenggut nyawanya di saat dia lengah: Kelima, takut pada dunia, jangan-jangan membuatnya tertipu dan lengah dari akhirat, Keenam, takut kepada keluarga serumah dan para famili, jangan-jangan membuatnya sibuk, sehingga lengah dari mengingat Allah.”

 

Menurut Utsman r.a., enam perkara yang harus ditakuti oleh orang yang beriman, yaitu:

 

  1. Takut dicabut keimanannya oleh Allah waktu dia diambil nyawanya. Diriwayatkan, bahwa Ibnu Mas’ud menunjukkan doa sebagai berikut:

 

“Ya, Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu iman yang tidak kembali murtad, kenikmatan yang tiada habis, bidadari bermata jeli yang tiada hentinya, dan menemani Nabi-Mu, Muhammad saw., di surga yang tertinggi lagi kekal.”

  1. Takut kepada malaikat pencacat amal. Mereka mencatatkan sesuatu yang membuat malu pada hari Kiamat, Nabi saw. bersabda:

 

“Terbuka kejelekan di dunia, lebih ringan daripada terbukanya kejelekan di akhirat.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Manawi berkata: “Noda yang ada pada diri terbuka di dunia, hingga membuat dia dipermalukan, lebih ringan daripada menyembunyikan noda itu sampai hari Kiamat, karena di hari Kiamat akan disebarkan pada semua makhluk.” Oleh karena itu, seorang sahabat mengakui dosanya kepada Nabi saw., agar Nabi saw. berkenan menghukumnya dan dia tidak mencabut pengakuannya, padahal Nabi saw. mengisyaratkan untuk mencabut pengakuannya, karena dia mengetahui terbuka kejelekan di dunia dengan menjalani hukuman, lebih ringan daripada terbuka kejelekan di akhirat.

 

  1. Takut kepada setan, jangan-jangan membatalkan amalnya.
  2. Takut kepada malaikat maut, ketika dalam keadaan lupa dari Allah swt. dengan mendadak tanpa didahului sebab kematian.
  3. Takut pada dunia, yakni ditipu dengan melupakan akhirat dan dia lupa terhadap kedahsyatan akhirat.
  4. Takut kepada keluarga mereka yang wajib dibiayai, yakni takut disibukkan oleh mereka sehingga dia tidak ingat kepada Allah swt. dan tidak taat kepada-Nya.

Sayidina Ali -karramallahu wajhahu-  berkata:

 

“Barangsiapa menghimpun enam hal, berarti dia tidak membiarkan surga untuk dicari dan neraka untuk disingkiri: Pertama, mengenali “Allah swt., kemudian menaati-Nya, Kedua, mengenali setan sebagai musuh Allah, kemudian mendurhakainya, ketiga, mengenali akhirat, kemudian membekali diri untuk menuju ke sana: keempat, mengenali dunia, kemudian meninggalkannya, kelima, mengenali hak, kemudian mengikutinya, keenam, mengenali batil, kemudian menyingkirinya.”

 

Enam hal yang harus dikenal oleh kita, agar kita dapat masuk surga dan dijauhkan dari neraka, yaitu:

 

Pertama: Mengenal bahwa Allah yang menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan yang mematikannya. Kemudian taat kepada-Nya dengan cara menyepakati dan mengerjakan segala perintahNya.

 

Kedua: Mengenal setan sebagai musuh, kemudian membantahnya dengan cara menyalahi perintahnya.

 

Ketiga: Mengenal akhirat sebagai tempat yang kekal, kemudian | mencarinya dengan mempersiapkan bekal untuk akhirat.

 

Kempat: Mengenal bahwa dunia akan hancur dan menuju tempat singgah di akhirat, kemudian meninggalkannya, dia tidak memikirkan dunia, melainkan sekadar bekal untuk akhirat.

 

Kelima: Mengenal hak atau kebenaran berbagai hukum, kemudian mengamalkannya.

 

Keenam: Mengenal kebatilan, yakni sesuatu yang tidak benar, kemudi: an tidak mengamalkannya.

 

Ali r.a. berkata:

 

“Kenikmatan ada enam perkara, yaitu Islam, Alqur-an, Muhammad Rasulullah saw., sehat wal ajiat, tertutup aibnya, d dan tidak butuh kepada manusia.”

 

Tentang Islam, Alqur-an dan Muhammad Rasulullah saw. dianjurkan bagi kita setiap hari membaca sebagai berikut:

 

“Aku rela Allah Tuhanku, Islam agamaku, Muhammad saw. sebagai rasul (urusan) dan Nabiku, Alqur-an menjadi pedoman hukum dan panutanku.”

 

Mengenai ketergantungan diri terhadap orang lain dalam utusan keduniaan, dapat dijelaskan dengan sabda Nabi:

 

“Dalam hadis Qudsi, Tuhanmu berfirman: “Wahai, Bani Adam, habiskanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku penuhi “hatimu dengan kekayaan dan dua tanganmu dengan rezeki, Wahai, Bani Adam, jangan engkau menjauh dari-Ku (jika menjauh), maka Aku penuhi hatimu kefakiran dan dua tanganmu dengan kerepotan’.” (H.R, Al-Hakim dan Ath-Thabrani).

Dari Yahya bin Mu’adz Ar-Razir.a.: ‘ »

 

“Iimu itu penuntun amal perbuatan, kepahaman itu tabung ilmu, akal itu pembimbing ke arah kebajikan, hawa itu kendaraan dosa, harta benda itu busana Orang-orang sombong dan dunia adalah pasar akhirat.” :

 

Menurut Yahya bin Mu’ad:z, ilmu itu adalah petunjuk dan penuntun amal perbuatan. Amal tidak akan ada tanpa ilmu. Kepahaman adalah wadah ilmu. Ilmu tidak akan ada tanpa gambaran arti lafal. Akal adalah penuntun kebaikan. Kebaikan tidak akan terwujud tanpa adanya akal yang mendorong kebaikan. Hawa adalah kendaraan berbagai dosa. Dosa tidak akan terjadi jika tidak disertai hawa. Harta adalah busana orang-orang sombong, laksana selendang.mereka. Dunia adalah pasar akhirat.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang mengambil dunia secara halal, Allah akan menghisabnya. Barangsiapa yang mengambil dunia secara haram, Allah akan menyiksanya.” (H.R. Al-Hakim).

 

Dalam hadis lain, diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Wahai, manusia, sesungguhnya dunia tempat kekacauan, bukan tempat ketenangan, tempat berduka.cita bukan tempat gembira. Maka, barangsiapa yang telah mengetahuinya, niscaya dia tidak gembira karena kesenangan dan tidak sedih karena kesulitan. Ingat! Sesungguhnya Allah menciptakan dunia sebagai tempat cobaan dunia untuk mendapatkan pahala di akhirat dan pahala akhirat karena cobaan dunia sebagai gantinya. Maka,.Allah mengambil untuk memberi dan mencoba untuk memberi pahala. Karena itu, waspadalah terhadap manisnya dunia, jangan teperdaya oleh kepahitan menceraikannya. Dan jauhilah kesenangannya, karena akibatnya tidak menyenangkan. Janganlah berjuang untuk meramaikan tempat yang akan dihancurkan oleh Allah swt. dan janganlah. menghubungi dunia, karena Allah :

 

menghendakimu agar menjauhinya. Jika tidak, kamu akan melihat kemurkaan-Nya dan berhak mendapatkan siksaan-Nya.”  – (H.R. Ad-Dailami).

Bazar Jamhar berkata: .

 

“Enam perkara dapat menandingi dunia seisinya: Makanan lezat, anak yang saleh, istri yang salehah dan taat, perkataan yang berpengaruh, kesempurnaan akal dan kesehatan badan.”

 

Tentang amal yang sempurna, Nabi saw. bersabda:

 

“Setiap amal ada benyangganya, dan penyangga amal manusia adalah akalnya.”

 

Ibadah seseorang kepada-Allah, sesuai dengan kadar akalnya, seperti .yang dikatakan Umar bin Khattab r.a.: Mahkota seseorang adalah akalnya, derajat seseorang adalah agamanya, serta kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.

Hasan Bashri r.a. berkata:

 

“Seandarnya tidak ada para wali abdal, maka meledaklah bumi berikut isinya. Seandainya tidak ada orang-orang saleh, maka binasalah orangorang jahat. Seandainya tidak ada ulama, maka semua manusia seperti binatang. Seandainya tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling membinasakan. Seandainya tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia. Dan seandainya tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.”

 

Menurut Hasan Bashri r.a., ada enam hal sebagai penguat bagi yang lain: 

Pertama: Wali-wali Abdal sebagai penguat bagi dunia.

Tentang jumlah wali Abdal, Nabi saw. bersabda:

 

“Jumlah Abdal adalah empat puluh orang, dua puluh orang ada di Syam dan delapan belas orang ada di Irak. Apabila salah seorang di antara mereka meninggal dunia, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lain pada posisinya. Apabila sudah datang suatu urusan (kiamat), maka semua abdal meninggal dunia, pada waktu itulah akan terjadi kiamat.” :  (H.R. Hakim).

 

Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

 

“Bumi tidak akan sepi dari 40 orang seperti kekasih Allah Maha Penyayang, karena mereka diturunkan air hujan dan karena mereka diberi pertolongan, tiada seorang pun di antara mereka yang meninggal dunia, melainkan Allah menggantikannya denga n yang lain pada bosisinya.”  (H.R. Thabrani).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, Nabi saw. bersabda:

 

“Tiga hal, barangsiapa memilikinya, maka termasuk wali Abdal, yaitu rida menerima ketentuan Allah, sabar dalam menyingkiri laranganlarangan Allah, marah karena Allah.” (H.R. Ibnu Adi).

 

Kedua: Orang-orang yang saleh sebagai penguat bagi orang-orang yang berbuat kerusakan.

 

Ketiga: Ulama sebagai penguat semua manusia, andaikata tidak ada ulama, maka semua manusia seperti binatang.

 

Abu Laits berkata: “Barangsiapa yang duduk di sisi orang alim dan tidak mampu menghafal ilmu sedikit pun, maka dia akan tetap mendapat tujuh keramat, yaitu pertama, mendapat keutamaan orang yang belajar. . Kedua, terpelihara dari dosa. Ketiga, turun rahmat kepadanya ketika dia keluar dari rumahnya. Apabila rahmat turun kepada kelompok tersebut, maka mereka mendapat suatu bagian rahmat. Keempat, akan dicatat sebagai ketaatan, selama dia mendengarkannya. Apabila hatinya sempit karena tidak paham, maka kebingungannya menjadi perantara ke hadirat Allah swt. Kelima, dia akan melihat keagungan orang alim. Keenam, dia akan melihat kehinaan orang fasik, sehingga tabiatnya akan cenderung pada ilmu. Ketujuh, hatinya akan menolak perbuatan fasik.”

 

Keempat: Penguasa sebagai penguat rakyat, karena bila tidak ada penguasa, maka satu sama lain saling membinasakan.

 

Kelima: Orang yang lemah: sebagai penguat isi dunia, andaikan tidak ada orang yang lemah, maka hancurlah dunia.

 

Keenam: Angin sebagai penguat perkara yang akan berbau. Andaikan tidak ada angin, maka semua yang ada berbau busuk.

Sebagian ahli hikmah berkata:

 

“Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah, maka tidak akan selamat dari tergelincir lisan, siapa yang tidak takut bertemu dengan Allah, maka hatinya tidak terelak dari haram dan subhat: siapa yang tidak putus harapannya dari makhluk, maka dia tidak akan selamat dari . kerakusan, barangsiapa yang tidak memelihara amalnya, maka tidak akan selamat dari perbuatan riya. Siapa yang tidak memohon pertolongan kepada Allah, agar dipelihara hatinya, maka tidak akan selamat dari hasud, siapa yang tidak melihat kepada orang yang lebih utama ilmu dan perbuatannya, maka dia tidak akan selamat dari ujub.”

 

Orang yang tidak takut kepada Allah, maka dia tidak akan selamat dari terpelesetnya lidah. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Keuntungan besar bagi orang yang dapat mengendalikan lisannya merasa cukup luas berada di rumah. sendiri, dan menangis karena menyesali kesalahan perbuatannya.” (H.R. Thabrani).

 

Orang yang tidak takut bertemu dengan Allah, maka hatinya tidak akan selamat dari yang haram dan subhat.

 

Tentang haram dan subhat. Haram ada dua macam:

 

  1. Haram karena zatnya, yaitu barang-barang yang zatnya memang – haram, seperti darah, bangkai (selain hati dan limpa dan selain bangkai ikan dan belalang) dan sebagainya. Barang haram dalam kelompok ini bagaimanapun tetap haram. Ia dapat. dihalalkan, jika dimakan sekadar untuk mempertahankan nyawa.
  2. Haram sebab lain, yaitu barang-barang yang zatnya sendiri halal, tetapi ia diharamkan karena ada faktor-faktor dari luar. Misalnya air dan nasi, zat keduanya adalah halal, tetapi bisa menjadi haram karena faktor dari luar, misalnya didapat dari hasil pencurian.

 

Akan halnya subhat, ia ada tiga macam, yaitu:

 

  1. Sesuatu yang diyakini keharamannya, dan masih diragukan apakah ia memang halal. Untuk yang demikian ini, dihukumi haram.
  2. Sesuatu yang diyakini kehalalannya, dan masih diragukan apakah ia memang haram. Untuk yang demikian ini, jika ditinggalkan termasuk perbuatan warak.
  3. Sesuatu yang belum jelas halal-haramnya. Hal yang seperti ini, seyogianya ditinggalkan.

 

Dalam masalah menghadapi subhat, Nabi bersabda:

 

“Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu, ambillah yang tidak meragukanmu, karena benar adalah menenangkan dan dusta adalah meragukan.” (H.R. At-Tirmidzi).

 

Menurut Syekh Hamzawi, maksud hadis ini ialah: Tinggalkanlah segala sesuatu yang masih anda ragukan kehalalannya untuk memungut sesuatu yang lain, yang tidak diragukan lagi kehalalannya.

 

Orang yang tidak putus harapan dari makhluk, niscaya terjerumus ke dalam kerakusan. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Mohonlah olehmu perlindungan kepada Allah dari sikap tamak yang membawa pada kekejian itu, tamak yang menuntun pada sesuatu yang tidak dapat diharapkan, dan tamak yang semestinya tidak usah ditamakkan.” (H.R. Imam Ahmad, Ath-Thabrani dan Al-Hakim).

 

Orang yang tidak memelihara amalnya, maka tidak akan selamat dari perbuatan riya. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:

 

“Janganlah mencampurkan taat kepada Allah dengan menginginkan dipuji oleh manusia, maka rusaklah amalmu.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Orang yang tidak memohon pertolongan kepada Allah untuk menjaga hatinya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan hasud. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Perbuatan dengki dapat merusakkan iman, seperti jadam madu.” (H.R. Dailami).

 

Orang yang tidak melihat kepada orang yang lebih utama ilmu dan amalnya, maka dia tidak akan selamat dari perbuatan sombong. Dalam suatu riwayat Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memuji dirinya melakukan amal saleh, maka sungguh sesatlah syukurnya, dan rusak amalnya.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Bukan perbuatan baik, seseorang menampakkan ucapan dengan lidahnya, sedang ujubnya melekat dalam hatinya.” (H.R. Daruquthni).

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya ujub akan merusak amal selama tujuh puluh tahun.” — (H.R. Dailami).

Dari seorang tabiin terbesar, Hasan Al-Basri r.a., dia berkata:

 

“Sesungguhnya kerusakan hati itu disebabkan oleh enam hal: Pertama, mereka sengaja berbuat dosa dengan harapan dapat tobat: kedua, mereka menuntut ilmu, tapi tidak mengamalkannya: Ketiga, jika mereka mengamalkannya, namun tidak ikhlas: keempat, mereka makan rezeki dari Allah, namun tidak bersyukur, kelima, mereka tidak rela dengan bagian dari Allah, keenam, mereka mengebumikan orang-orang mati, namun tidak mau mengambil pelajaran daripadanya.”

 

Ilmu yang tidak ditindaklanjuti dengan pengamalan, tidak berguna, karena buah ilmu justru pada pengamalannya itu. Tentang pengamalan yang tanpa ikhlas, berarti pengamalan itu bohong, karena ketidak bohongan itu pangkal, sedang ikhlas merupakan cabangnya. Di antara doa Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut:

 

“Wahai, Zat yang menunjukkan kepada orang yang bingung, tunjukkanlah aku ke jalan orang-orang yang benar dan jadikanlah aku ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang ikhlas.”

 

Mengenai syukur terhadap rezeki yang dianugerahkan Allah. Maksud syukur di sini ialah memperlakukan seluruh anggota tubuhnya pada jalan rida Allah dan membelanjakan hartanya pada jalan itu pula.

 

Sehubungan dengan sikap rela menerima bagian dari Allah, Syekh Abdul Oadir Al-Jailani berkomentar: “Relakanlah dirimu dalam menerima sesuatu yang sedikit dan bersungguh hatilah dalam sikap itu, niscaya kamu akan berpindah pada yang.lebih tinggi dan lebih baik, dengan perasaan senang itu, kamu akan bahagia, tenteram dan terpelihara, tidak merasa lelah di dunia dan akhirat, kemudian kamu akan meningkat lagi pada yang lebih kamu senangi.”

 

Tentang mengambil pelajaran dari kematian, Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya kuburan adalah awal tempat akhirat, jika seseorang selamat dari kubur, maka lebih mudah untuk tahap selanjutnya. Jika : seseorang tidak selamat dari kubur, maka untuk tahap selanjutnya lebih susah.” (H.R. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

 

Pada hadis lain, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya mati itu mengejutkan, apabila saudaramu ” mati, ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan kami kembali kepada-Nya, dan sungguh kami kembali kepada Tuhan kami. Ya, Allah, ya, Tuhan kami, catatkanlah dia beserta orang-orang yang berbuat baik di sisi-Mu dan simpanlah bukunya Ji ‘Illiyin dan gantilah keturunannya dengan yang lain. Ya, Allah, ya, Tuhan kami, janganlah Engkau mencegah pahalanya kepada kami dan janganlah Engkau menguji kami setelah kematiannya” ” (H.R. AthThabrani).

 

Selain hadis tersebut, diriwayatkan Nabi saw. “bersabda:

 

“Barangsiapa yang mendengar orang muslim meninggal dunia, kemudian ia mendoakan kebaikan, maka Allah akan mencatat baginya pahala orang yang melayat di waktu hidupnya dan orang yang mengantarkan ke kuburan waktu meninggalnya.” (H.R. Ad-Darugutni).

Hasan Al-Basri berkata:

 

“Barangsiapa yang mengharapkan dunia dan memilih dunia daripada akhirat, maka Allah akan menyiksa dengan enam siksaan, tiga siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia adalah berangan-angan tanpa batas, sangat rakus tanpa kecukupan, dan diambil darinya manisnya ibadah. Adapun tiga siksaan yang ditimpakan di akhirat, yaitu ketakutan pada hari Kiamat, hisab yang sangat dahsyat dan penyesalan yang tidak berkesudahan.”

 

Menurut Hasan Al-Bashri, orang yang memilih dunia dan meninggalkan akhirat, maka baginya ada enam siksaan, tiga siksaan di dunia dan tiga lainnya di akhirat. Adapun tiga siksaan di dunia, yaitu:

 

  1. Berangan-angan yang tanpa ada batasnya. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Kaitan antara manusia, lamunan dan ajal kematian, adalah semisal kematian di sebelahnya dan lamunan ‘di depannya, sementara itu mengejar lamunan di depannya, sekonyong-konyong kematian datang dan menerkamnya.” (H.R. Ibnu Abi Dunya).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Banyak orang yang menghadapi hari depan tidak dapat menyempurnakan dan banyak orang menunggu hari esok tidak dapat sampai. Kalau kamu melihat ajal di perjalanannya, maka kamu akan membenci anganangan dan tipu dayanya.” (H.R. Ad-Dailami).

 

  1. Sangat rakus tanpa pernah merasa cukup. Kerakusan dapat membuang keutamaan jiwa, mencegah kesempurnaan ibadah dan membangkitkan hajat pada yang subhat. Orang yang rakus tidak mempunyai tujuan tertentu yang ditunggu dan tiada ujung yang terbatas dianggap cukup. Karena apabila ia sampai pada anganangannya dengan kerusakan, maka hal itu mendorong untuk lebih rakus dan lebih berangan-angan.

 

  1. Diambil darinya manisnya ibadah, karena dunianya itu menyibukkannya dari akhirat.

 

Adapun tiga siksaan yang ada di akhirat, yaitu:

 

  1. Pada hari Kiamat akan menemukan urusan yang menakutkan dan mengejutkan.
  2. Hisaban yang sangat dahsyat.
  3. Penyesalan yang tidak berkesudahan, artinya kesedihan yang lama.

Ahnaf bin Oais r.a. berkata:

 

“Tidak ada kesengajaan jiwa bagi orang hasud, tidak ada harga diri bagi pendusta, tidak ada tipu muslihat bagi orang kikir, tiada kesetiaan bagi para raja, dan tidda kemuliaan derajat bagi orang yang buruk perangai dan tiada penangkal bagi keputusan Allah.” .

 

Dalam masalah dengki (hasud), Abdul Mu’thi As-Samlawi sebagai menukil dari gurunya, Al-Badr r.a. sebagi berikut: “Orang dengki itu ditimpa lima perkara: Ia dicela orang, perasaan gelisah terus-menerus, pintu taufik tertutup baginya, bencana abadi yang tiada membawa pahala dan akan mendapatkan murka dari Allah swt.”

 

Al-Mawardi berkata: Substansi hasud adalah rasa sangat pedih terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang melebihi dirinya, sedangkan munafasah adalah berusaha untuk-memperoleh keberuntung: an sesuai dengan perkara yang ada pada orang lain tanpa mendatangkan bencana orang tersebut.”

 

Sehubungan dengan ini diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Orang mukmin itu bersikap ghibthah ( persaingan), sedangkan orang munafik selalu berbuat hasud.”

 

Tentang harga diri (muru’ah), dapat dijelaskan sebagai berikut: Memelihara diri, agar senantiasa berada pada sikap-sikap yang luhur, sedemikian rupa hingga tidak pernah sengaja melakukan kejelekan dan melakukan sesuatu yang dapat dicela. Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa yang bergaul dengan orang lain, kemudian tidak bertindak zalim, berkata dengan mereka tanpa berdusta dan berjanji dengan mereka tanpa berkhianat, maka orang itu termasuk orang yang telah sempurna perangainya dan tampak keadilannya serta tetap persaudaraannya.”

 

Adapun orang kikir atau bakhil, dapat dipahami dari batasan pengertian sebagai berikut: Orang dermawan adalah orang yang bersedia menyumbangkan sesuatu berharga, yang diperlukan pada saatnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan diserahkan kepada pihak yang berhak. Orang yang sesuai dengan batasan ini, maka disebut dermawan yang berhak dipuji karena berbudi tinggi. Sedang orang bakhil (kikir), ialah yang tidak mencapai norma tersebut: ia mesti dicela karena kekikirannya.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Makanan orang dermawan menjadi obat, sedangkan makanan orang yang kikir menjadi penyakit.”

 

Segolongan sastrawan berkata Tn | PSA 2 .

 

“Orang kikir tidak bakal punya teman akrab “

 

Shalih bin Abdul Oudus berkata dalam Bahar Thawil:

 

Kekikiran seseorang

akan menampakkan noda di hadapan orang ramai

hanya kemurahanlah

yang dapat menutupi noda dari mereka.

Tutuplah dengan kain kemurahan .

karena semua noda

dapat ditutupi dengan kemurahan

Tiada kesetiaan di hati raja, karena dia tidak pernah merasa takut

khawatir terhadap satu orang rakyat pun.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Dua golongan dari umatku, jika mereka baik, maka baiklah seluruh. umat, yaitu u golongan bejabat dan fukaha (ulama).” (H.R. Abu Nu’ aim).

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda:

 

“Rakyat tidak akan binasa, walaupun zalim dan berbuat jahat, jika pemerintahnya mendapat petunjuk dan menunjukkan (pada kebenaran), akan tetapi rakyat akan binasa meskipun mendapatkan petunjuk dan diarahkan, jika pemerintahnya berbuat zalim dan berbuat jahat.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Abu Bakar membacakan puisi dalam Bahar Basith, sebagai berikut:

 

Jika kamu berharap manusia menjadi mulia perhatikanlah olehmu

seorang raja memakai kain orang miskin

Itulah perbuatan yang baik di hadapan manusia dan baik pula untuk dunia dan agama

 

Orang yang buruk perangainya tidak mempunyai derajat tinggi, sebagaimana sabda Nabi saw.:

 

 

“Perangai buruk itu tercela, dan yang paling buruk di antara kalian adalah yang paling buruk budi pekertinya.” (H.R. Khatib).

 

Selain itu diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sungguh budi pekerti yang buruk, adalah merusak amal perbuatan, seperti cuka merusak madu.” (H.R. Askari).

 

 Nabi saw. juga bersabda:

 

“Hamba Allah yang paling dicintai pleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya.” — (H.R. Ath-Thabrani).

 

Ali bin Abi Thalib menyenandungkan sebuah syair dalam Bahar Basith:

 

Sungguh budi pekerti mulia dan suci,

yaitu pertama, akal: kedua, agama, ketiga, ilmu:

Keempat, rendah hati: kelima, dermawan, keenam, makrifat: Ketujuh, berbuat baik: kedelapan, sabar: kesembilan, bersyukur, dan kesepuluh lemah lembut. ‘” ”

 

Yang dimaksud akal dalam syair.ini adalah seperti dikemukakan dalam hadis, yaitu menjauhi semua yang diharamkan Allah dan menjalankan apa yang difardukan oleh Allah.

“Sementara hukama ditanya: ‘Apakah seorang hamba mengetahui diterima atau tidak tobatnya?’ Ia menjawab: ‘Aku sendiri tidak tahu — bersis tentang hal itu, tetapi masalah itu ada tanda-tandanya, pertama, dia tahu bahwa dirinya tidak dipelihara dari perbuatan maksiat: kedua, dia mengetahui dalam hatinya tidak ada kegembiraan hanya ada . kesedihan, ketiga, ia mendekat kepada orang yang baik dan menjauh dari orang yang jahat: keempat, ia mengetahui, bahwa dunia yang sedikit itu banyak dan menganggap amal akhirat yang banyak itu sedikit. Kelima, hatinya sibuk dengan perkara yang berkenaan dengan perintah Allah dan tenang dengan perkara yang dijamin oleh Allah baginya: keenam, ia menjaga lisan, selalu bertafakur dan sedih serta menyesal.”

 

Menurut sementara Ahli Hikmah, gejala diterima tobat ada enam:

 

  1. Beranggapan, bahwa dirinya tidak dilindungi dari berbuat dosa. .
  2. Hatinya jauh dari kegembiraan dan kesedihan selalu dekat di hatinya.
  3. Mendekati orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang jelek, karena takut jatuh ke dalam maksiat.
  4. Dia memandang rezeki dari Allah banyak, dia mengambil sebagiannya sekadar memenuhi kebutuhannya. Dan beranggpan bahwa amal salehnya sedikit, sehingga ia berusaha menambahnya terus.
  5. Hatinya selalu sibuk dengan macam-macam kewajiban dari Allah, namun tidak ambil pusing menghadapi rezeki, karena sudah dijamin oleh Allah swt.
  6. Senantiasa memelihara lisan.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Amal yang paling dicintai Allah adalah memelihara lidah.”  (H.R. Al-Baihaqi).

 

Dalam hadis lain beliau saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya.manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat, adalah orang yang paling banyak membicarakan hal yang tidak berguna.”  (H.R. Ibnu Nashr).

 

Mengenai memikirkan dan menghayati keagungan Allah, Nabi saw. bersabda:

 

“Berpikir tentang keagungan Allah, surga dan nieraka-Nya, selama – satu jam itu lebih bagus daripada salat sunah di malam hari.”

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Berpikirlah tentang ciptaan Allah, janganlah berpikir tentang Zat Allah, maka kamu akan celaka.”

 

Juga selalu menyesal melakukan maksiat.” –

Yahya bin Mu’adz berkata:

 

“Tipu daya yang paling besar menurutku, ialah: Terus-menerus melakukan dosa dengan mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan, – mengaku dekat kepada Allah Ta’ala tanpa disertai perbuatan taat, mengharapkan menuai kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka, menginginkan rumah orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat, mengharapkan pahala tanpa beramal, dan beranganangan kepada Allah disertai perbuatan melampaui batas.”

 

Menurut Yahya bin Mu’adz, tipu daya yang paling besar ada enam hal:

 

  1. Terus-menerus berbuat dosa dengan mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan.
  2. Menanti agar dekat kepada Allah tanpa melakukan taat.

3 . Mengharap kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka.

  1. Mencari tempat orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat, yakni ingin masuk surga tanpa berusaha menelusuri jalan ke arah sana, bahkan berani melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perintah Allah. Dalam hal ini tidak mungkin ia mampu mendapatinya, sebab imbalan yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan amal perbuatannya.

 

Allah swt. berfirman:

 

“Sungguh Kamu akan dibalas sesuai dengan apa yang kamu perbuat.” (Q. S. Ath-Thuur: 16).

 

  1. Mengharapkan pembalasan sesuatu yang mengakibatkan kesenangan, tanpa melakukan amal saleh.
  2. Mengharapkan rahmat Allah, padahal perbuatannya melampaui batas, juga tidak mungkin berhasil, sebagaimana sindiran seorang penyair . yang didendangkan dalam Bahar Basith:

 

Dia mengharapkan keselamatan, namun dia tidak menempuh jalan keselamatan Sungguh, perahu pun tidak bisa berlayar di atas daratan.

Ahnaf bin Oais pernah berdialog dengan seseorang, di mana Ahnaf selalu ditanya -dan menjawab sebagai berikut:

– Pemberian apa yang terbaik, yang diberikan kepada seorang hamba!

+ Akal tabi’i (yang dibawa sejak lahir)

– Jika tidak ada?

+ Budi pekerti yang baik.

– .Jika tidak ada!

+ Teman yang menolong.

– Jika tidak ada teman-yang menolong!

+ Hati yang tabah.

– Jika tidak ada!

+ Banyak diam.

– Jika tidak ada?

+ Mati dengan segera.

 

 Akal Gharizi, yakni tabiat. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Usaha manusia tidak seperti usaha akal, akal memberikan petunjuk kepada orang yang ditempatinya, atau menolaknya dari yang buruk.”

 

Budi pekerti yang baik, yaitu melakukan segala sesuatu yang dapat menjaga segala kemaksiatan.

 

 Tentang teman yang menolong, Nabi saw. bersabda:

 

“Pemuka akal setelah iman, adalah kasih sayang terhadap sesama manusia dan seseorang memang tidak dapat lepas dari pentingnya musyawarah, dan sungguh, ahli kebaikan di dunia, mereka ahli kebaikan di akhirat, ahli mungkar di dunia, mereka bun ahli mungkar di akhirat.”

 

Hati yang tabah, yakni hati yang sabar terhadap penghinaan orang lain. Tentang hal ini Nabi saw. bersabda:

 

“Andaikan ada seorang mukmin di atas sebilah bambu di tengah lautan, niscaya Allah memberikan kekuatan untuk menghadapi orang yang menyakitinya.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah).

 

Mengenai diam yang lama. Diriwayatkan, bahwa Nabi Saw. bersabda:

 

“Seorang hamba tidak mencapai hakikat iman, sehingga dia sendiri mengendalikan lisannya.” . (H.R. Ath-Thabrani).

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang memelihara isannya, mengenal zamannya dan lempang jalan hidupnya.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Dalam pokok makalah dikatakan “mati segera”, artinya lebih baik mati daripada hidup,jika tidak memperoleh karunia seperti.yang disebutkan dalam makalah sebelumnya.

 

BAB VI
NASIHAT TENTANG TUJUH PERKARA
Dalam bab ini i terdapat sepuluh nasihat, lima di antaranya khabar’ (hadis) dan lima atsar.

Dari Abu Hurairah r.a.: dari Nabi saw., beliau bersabda:

 

“Tujuh golongan, mereka akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan: Arasy kelak di hari tiada naungan melainkan naungan Allah, yaitu: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh beribadah kepada Allah swt., – orang yang zikir kepada Allah swt. di kesepian sampai bercucuran air matanya karena takut kepada Allah, orang yang jiwanya tertambat pada mesjid, bila ia keluar dari mesjid seraya kembali lagi, orang yang. memberikan sedekah secara diam-diam sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya itu, dua orang yang saling menyayangi karena Allah, berkumpul dan berpisah karena Allah, serta laki-laki yang diajak perempuan cantik (untuk berbuat mesum dengannya), maka dia a menolaknya dan mengatakan, sungguh aku takut kepada Allah swt.”

 

Imam yang adil di sini ialah setiap orang yang menangani urusan umat Islam, baik para pejabat maupun hakim.

 

Orang yang beribadah dari usia muda, di sini dikhususkan kepada Pemuda, karena dia tempat bergejolak syahwat.

 

Orang yang ingat kepada Allah dengan lisannya atau dengan har dalam keadaan menyendiri, tidak dilihat selain oleh Allah. Air matany, Meleleh karena takut kepada Allah.

 

Orang yang jiwanya tertambat di mesjid, yakni hatinya sangat menyenangi mesjid, dan selalu berjamaah di mesjid.

 

Orang yang memberikan sedekah secara diam-diam, sehingga seolah. olah tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya, yakni kalau tangan kiri diumpamakan sebagai orang yang bangun, maka dia tidak mengetahui sedekah tangan kanan karena tersembunyi. : Menurut pendapat lain, yang dimaksud adalah manusia.

 

Dua orang yang saling menyayangi karena Allah, bukan karena tujuan duniawi. Mereka menjalin kasih sayang sampai meninggal dunia.

 

Laki-laki yang menolak ajakan perempuan cantik untuk berbuat maksiat, karena takut kepada Allah.

 

Mereka semua itulah yang kelak pada hari Kiamat akan mendapatkan naungan dari Allah swt.

 

Abu Syamah menuturkan tujuh golongan tersebut dalam gubahan nazham pada Bahar Thawil, sebagai berikut:

 

Bersama Nabi yang mulia

Sungguhnya ada tujuh golongan

Allah meletakkan mereka di bawah naungan-Nya

Orang yang menyayangi dan orang yang menjaga diri pemuda (gemar beribadah) dan orang yang suka memberi

orang menangis, dan orang salat (di mesjid Ilahi)

juga pemimpin yang adil.

 

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

 

“Orang bakhil tidak akan terhindar dari tujuh hal: Ia mati, kemudian hartanya diwarisi oleh orang yang membelanjakannya untuk keperluan di luar yang diperintahkan Allah: ia dikuasai oleh penguasa jahat yang merampas hartanya setelah menyakitinya dulu: Allah membangkitkan nafsu syahwatnya, sehingga memusnahkan hartanya: ia sendiri mempunyai kemauan membangun atau memugar bangunan di tempat rawan, yang menyebabkan hartanya musnah, ia tertimpa musibah duniawi semacam kebanjiran, kebakaran atau kecurian dan sebagainya, ia terserang penyakit abadi, hingga habis untuk biaya berobatnya: atau mungkin ia menanam hartanya dalam suatu lokasi, kemudian lupa letak tempatnya dan tidak dapat menemukannya kembali.”

 

Atau mungkin ia mati sebelum sempat memberikan kepada orang lain, di mana letak hartanya itu disimpan, sehingga harta hilang tanpa bekas, karena tiada ahli waris yang mengetahuinya.

 

Demikianlah tujuh kemungkinan yang kenyataannya dapat membuktikan seluruhnya. Semoga Allah melindungi kita dari sikap bakhil.

Umar r.a. berkata:

 

“Siapa banyak tertawa, maka sedikit wibawanya, siapa meremehkan manusia, maka ia diremehkannya: siapa banyak-banyak melakukan sesuatu, maka ia dikenal oleh ahli sesuatu itu: siapa banyak bicaranya, maka banyak pula salahnya, siapa banyak salahnya, maka ‘sedikit perasaan malunya: siapa sedikit perasaan malunya, maka sedikit pula – wira’inya, dan siapa yang sedikit wira’inya, maka matilah hatinya.”

 

Tujuh sebab akibat buruk, yaitu:

 

Pertama, orang yang banyak tertawa, maka hilang wibawanya dan orang lain tidak menghormatinya. Abu Dzar Al-Ghifari berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 

“Janganlah banyak tertawa, karena banyak tertawa akan mematikan hati dan menghilangkan cahaya muka”

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:

 

 “Senda gurau adalah tipu daya dari setan dan tipu muslihat dan hawa nafsu.”

 

Umar bin Abdul Aziz berkata: “Jauhilah bersenda gurau, karena senda gurau adalah pekerjaan orang yang dungu, yang dapat mengakibatkan. iri.

 

Selain itu, Al-Mawardi berkata dalam bait syairnya:

 

Sungguh …..

bergurau itu awal mulanya manis

tetapi pada akhirnya permusuhan

Orang yang mulia akan benci pada senda gurau

sedang orang yang dungu senang melakukannya

 

Kedua, orang yang menyepelekan orang lain, maka dia disepelekan.

 

Ketiga, orang yang berbuat sesuatu, maka akan terkenal, seperti perkataan Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a:

 

“Harga diri seseorang terletak pada keahliannya.”

 

Keempat, orang yang banyak bicara, maka banyak kesalahannya. .Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya manusia yang paling banyak dosanya pada hari Kiamat, adalah yang paling banyak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya”

 

Ibnu Nashr). Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Lisan akan disiksa dengan suatu siksaan yang tubuh pun tidak akan disiksa dengan siksaan itu, lalu lidah berkata: “Wahai, Tuhanku, mengapa Engkau menyiksaku dengan suatu siksaan yang Engkau tidak menyiksa pada tubuh?” Maka dijawab: ‘Karena telah keluar perkataan darimu yang telah sampai ke Timur dan Barat, dengan perkataanmu itu mengalir darah yang haram. Demi kemuliaan-Ku, Aku akan menyiksamu dengan suatu siksaan yang Aku tidak menimpakannya pada tubuh sedikit pun’.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Kelima, orang yang banyak salahnya, maka sedikit malunya. Sebagian hukama berkata:

 

“Barangsiapa yang memakai baju malu, maka orang lain tidak bakal melihat nodanya.”

 

segolongan pujangga berkata:

 

“Hidupnya wibawa dengan punya rasa malu, sebagaimana hidupnya pohon dengan air.”

 

Saleh bin Abd. Qudus mendendangkan syairnya dalam Bahar Thawil sebagai berikut:

 

 “Apabila telah sedikit air mukanya (wibawanya), maka sedikit pula rasa malunya, tidak ada keindahan pada muka jika sedikit air mukanya, Jagalah rasa malumu sungguh rasa malu menunjukkan pekerjaan yang mulia.”

 

Keenam, orang yang sedikit malunya, maka sedikit wira’inya. Wira’i adalah menjauhi perkara yang subhat karena takut terjerumus pada yang haram.

 

Ketujuh, orang yang sedikit wira’inya, maka mati hatinya, yaitu dia tidak akan menerima peringatan. Orang yang paling jauh dari Allah, ialah orang yang keras hatinya.

Allah swt. berfirman:

 

” ternyata di bawahnya terdapat kanzun (simpanan) untuk mereka (dua anak yatim) dan ternyata ayah mereka adalah orang saleh.” (Q.S. Al-Kahfi: 82)

 

Dua anak yatim ini bernama Ashram dan Sharim, sedang ayah mereka yang dinyatakan sebagai orang saleh tersebut, bernama: Kaasyih.

 

Dalam masalah kanzun ini, diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a., beliau menjelaskan:

 

“Kanzun adalah lempengan emas yang tertulis padanya tujuh kalimat:

 

– Saya heran kepada orang yang tahu akan mati, namun dia tertawa.

– Saya heran kepada orang yang tahu bahwa dunia rusak, namun dia menyenanginya.

– Saya heran kepada orang yang tahu bahwa semua urusan sesuai dengan ketetapan Allah, namun dia masih bingung karena urusan – Saya heran kepada orang yang telah mengetahui adanya hisab, namun dia mengumpulkan harta.

– Saya heran kepada orang yang telah mengetahui adanya neraka, tapi ia malah berbuat dosa.

– Saya heran kepada orang yang telah mengetahui secara yakin “adanya surga, tetapi ia bersenang-senang dengan dunia.

– Dan saya heran kepada orang yang telah mengetahui setan sebagai musuh, tetapi ia justru menaati ajakannya.

Kepada Ali bin Abi Thalib -karramallahu wajhahuditanyakan hal-hal sebagai berikut:

 

“Apakah yang lebih berat dibanding langit? Apa yang lebih luas daripada | bumi? Apa yang lebih kaya dibanding laut? Apa yang lebih keras daripada batu? Apa yang lebih panas dibanding api? Apa yang lebih dingin daripada air zamharir? Apa yang lebih pahit dibanding racun?”

 

Kemudian beliau menjawab sebagai berikut: |

 

“Berbuat bohong kepada makhluk lebih berat daripada langit. Yang hak (benar) lebih luas daripada bumi. Hati yang qanaah lebih kaya  daripada laut, hati orang munafik lebih keras daripada batu, penguasa yang zalim lebih panas daripada api, hajat (kebutuhan) terhadap orang jahat itu lebih dingin daripada Zamharir, dan sabar lebih pahit dibanding racun. Pendapat lain menyebutkan: Perbuatan adu domba lebih pahi daripada racun.”

 

Hati orang munafik lebih keras daripada batu, sebab batu dapat pecah ‘ dihantam besi dan dapat mencekung karena tetes air hujan yang cukup lama, tapi hati orang munafik tidak dapat dipengaruhi oleh berbagai nasihat.

 

Mengenai perbuatan adu domba Nabi saw. bersabda:

 

 

“Orang yang gemar berbuat adu domba tidak dapat masuk surga.” (H.R. Al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

 

Selain itu, diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Bukan dari golonganku orang yang hasud orang yang mengadu ‘ domba, dan orang yang suka berdukun, dan saya bukan dari golongan mereka.”

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Dunia adalah tempat orang yang tidak mempunyai tempat, dan hartanya orang yang tidak mempunyai harta, dunia dikumpulkan oleh orang yang tidak mempunyai akal dan disibukkan oleh orang yang tidak memahaminya, orang yang tidak mempunyai pengetahuan akan merasakan sedih dan orang yang tidak mempunyai akan iri dengan dunia dan orang yang tidak punya keyakinan akan memperjuangkan atau mencarinya”

 

Sehubungan dengan ini semua, Nabi saw. bersabda:

 

“Jika ia pergi mencari dunia secukup keperluan anak kecilnya, maka ia berada di jalan Allah, jika ia pergi mencari dunia secukup keperluan kedua orangtuanya yang sudah renta, maka ia berada di jalan Allah: jika ia pergi mencari dunia untuk keperluan diri sendiri agar tidak minta-minta pada orang lain, maka ia berada di jalan Allah, dan jika ia pergi mencari dunia untuk pamer dan kebanggaan, maka ia berada-di jalan – setan.”

(H.R. Ath-Thabrani).

Dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda:

 

“Selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang tetangga, sampai saya kira ia mau menjadikannya ahli waris: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang wanita, sampai saya kira ia akan mengharamkan menalaknya, selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang budakbudak belian, sampai saya kira ia akan menentukan saat kemerdekaan mereka dengan sendirinya, selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang bersiwak, sampai saya kira ia akan menjadi wajib: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku tentang salat berjamaah, sampai saya kira bahwa Allah tidak berkenan menerima salat kecuali dengan berjamaah: selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku agar salat Qiyamul Lail, sampai saya kira tidak boleh tidur di malam hari, dan selalu saja Jibril mewasiatkan kepadaku agar zikir (menyebut) Allah, sampai saya kira suatu ucapan tidak bermanfaat tanpa disertai zikir Allah (menyebut Asma Allah)”

 

Mengenai tetangga, hendaknya seseorang dapat hidup rukun dan membantu mereka, baik berupa nasihat agama maupun sumbangan harta. Tetangga yang lebih dekat hendaknya lebih memperoleh perhatian dibanding tetangga yang jauh. Yang dimaksud tetangga di sini, ialah penghuni rumah-rumah di sekitar rumah kita, tidak termasuk di sini penghuni mesjid, madrasah atau pondokan.

Nabi saw. bersabda:

 

“Tujuh orang yang kelak di hari Kiamat, Allah tidak memandangi mereka dengan pandangan rahmat, tidak pula menyucikan mereka, bahkan memasukkan mereka ke neraka, yaitu: Orang yang mengerjai dan dikerjai (bermain seks sesama jenis kelamin), orang yang nikah dengan tangannya (masturbasi), orang yang menyetubuhi binatang, orang yang menyetubuhi dubur wanita, orang yang mengawini wanita berikut anaknya, orang yang berzina dengan istri tetangga dan orang yang menyakiti tetangga sampai tetangga itu melaknatinya.” Tujuh orang yang dimurkai Allah swt. pada hari Kiamat:

 

  1. Orang yang bermain seks dengan sesama jenis (homoseksual), Nabi saw. bersabda:

 

“Apabila seorang laki-laki melakukan hubungan dengan laki-laki, maka mereka berdua berbuat zina dan apabila seorang wanita melakukan hubungan dengan wanita, maka mereka berdua juga dihukumi berzina.” (H.R. Al-Baihagi).

  1. Orang yang melakukan masturbasi/onani, yakni orang yang berusaha mengeluarkan mani (ejakulasi) memakai perantaraan tangan sendiri.
  2. Orang yang menyetubuhi binatang, misalnya kuda, kambing dan sebagainya. –
  3. Laki-laki yang menyetubuhi istrinya melalui duburnya.
  4. Laki-laki yang mengawini seorang ibu sekaligus anaknya.
  5. Orang yang berzina dengan istri tetangganya.
  6. Orang yang menyakiti tetangganya dengan ucapan atau perbuatan, sehingga tetangganya itu melaknatinya.

Nabi saw. bersabda: :

 

“Selain orang yang gugur dalam perang di jalan Allah, masih ada tujuh orang yang mati syahid, yaitu: Orang mati karena sakit perut, adalah syahid: orang mati tenggelam, adalah syahid: orang mati sakit pinggang, adalah syahid, orang mati karena penyakit tha’un (penyakit menular yang telah mewabah), adalah syahid: orang mati tertimpa bangunan roboh, adalah syahid: dan seorang ibu yang mati karena melahirkan, adalah syahid.”

 

Orang mati tenggelam atau tertimpa bangunan roboh, adalah mati syahid, jika ternyata waktu itu tidak dapat mengelakkan diri dari bencana tersebut. Kalau misalnya mungkin dapat mengelak tetapi ia diam saja, sehingga benar-benar tertimpa dan mati, maka dihukumi mati bunuh diri.

 

Selain itu juga masih ada orang-orang mati syahid lain, yaitu: Orang mati karena sakit paru-paru, tersesat di kesepian, sakit panas, terkena bisa, sakit asma, diserang binatang buas, terjatuh dari tebing, di pembaringan saat berjuang di jalan Allah, membela harta, agama, jiwa atau keluarganya, dalam penjara jika ia dipenj arakan secara zalim, sakit rindu, dan di saat menuntut ilmu.

 

Dari Ibnu Abbas r.a:

 

“Orang yang berbekal harus memilih tujuh (sifat) daripada tujuh (sifat) yang lain, yaitu memilih fakir daripada kaya, memulih hina daripada mulia, memilih tawaduk daripada sombong, memilih lapar daripada kenyang, memilih susah daripada senang, memilih kerendahan daripada ketinggian dan memilih mati daripada hidup.”

 

Mengenai kemelaratan/kefakiran, Nabi saw. bersabda:

 

“Kefakiran itu cela bagi manusia, tapi perhiasan menurut Allah” (H.R. Ad-Dailami)

 

Dalam hadits lain Nabi bersabda:

 

“Wahai, orang-orang fakir, tunjukkanlah sifat rida dari hatimu kepada Allah, maka engkau berhasil memperoleh pahala kefakiran, kalau tidak begitu, maka tidak berhasil guna.”

 

Tentang sikap merendah diri (merasa dirinya rendah), Nabi saw. bersabda:

 

“Orang mukmin yang bercampur dengan manusia dan sabar menerima gangguan mereka, adalah lebih utama dibanding orang mukmin yang tidak bergaul dengan orang lain dan tidak sabar menerima gangguan mereka.” (H.R. Al-Bukhari dan Imam Ahmad).

 

Mengenal sikap sopan atau tawaduk, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa tawaduk karena khusyuk berada Allah, maka Allah mengangkat derajatnya, dan barangsiapa mengunggulkan diri karena sombong, maka Allah menurunkan derajatnya.”

 

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

 

“Tiada seseorang yang membusungkan dadanya dan berjalan berlagak sombong, melainkan ia menemui Allah, sedang Dia murka kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari, Ahmad dan Al-Hakim).

 

Mengenai lapar, Nabi saw. bersabda:

 

 

“Apabila seseorang mengurangi laparnya, maka Allah memenuhi nur dalam perutnya.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Dalam riwayat lain Nabi saw. bersabda:

 

“Di antara kalian yang paling disenangi Allah, ialah siapa saja yang : paling sedikit makannya dan paling ringan badannya.”

 

Dalam riwayat lain lagi Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya adalah termasuk kelewat batas, jika engkau makan segala yang engkau berselera.” (H.R. Ibnu Majah).

 

Memilih susah daripada gembira, diriwayatkan bahwa Nabi saw: bersabda:

 

“Kamu harus bersedih, karena bersedih adalah pintu hati.” Mereka bertanya kepada Rasul, “Wahai, Rasulullah, bagaimana cara bersedihnya?” Rasul menjawab: “Buatlah lapar dan haus pada diri kalian.”

 

Adapun memilih kerendahan daripada ketinggian, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya perbuatan merendahkan diri termasuk sikap yang mulia dalam.majelis.” (H.R. Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban).

 

Pada hadis lain diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa meninggikan diri sendiri di dunia, maka di hari Kiamat Allah akan menjatuhkannya: barangsiapa tawaduk di dunia karena ‘ Allah, maka di hari Kiamat Allah mengutus malaikat kepadanya untuk .. kemudian membangkitkan (mengangkat)nya di antara orang-orang yang berkumpul (di Padang Mahsyar) seraya berkata: “Wahai, hamba. yang saleh, Allah swt. berfirman: Kemarilah bersama-Ku, kemarilah bersama-Ku! Sesungguhnya kamu termasuk golongan mereka yang tidak dicekam ketakutan Jagi pula tidak kesusahan.” (HR, Ibnu Asakir).

 

Maksudnya memilih mati daripada hidup, ialah dengan cara membelanjakan harta bendanya dalam rangka menaati Allah. Jika ia mengutamakan harta sebelum datang-kematian, berarti ia masih suka mendapati hartanya itu: jika sebaliknya, maka berarti ia telah suka terlewat daripada harta tersebut. Lebih suka mati.

BAB VII
NASIHAT TENTANG DELAPAN PERKARA
Bab ini terdiri atas lima nasihat, yaitu satu hadis dan selebihnya atsar.

Nabi saw. bersabda:

 

“Delapan perkara yang tidak pernah merasa kenyang dari delapan hal, yaitu: Mata tidak pernah kenyang dengan melihat, bumi tidak pernah kenyang dari curah hujan, wanita tidak pernah kenyang dari laki-laki, orang alim tidak pernah kenyang dengan ilmu, peminta tidak pernah kenyang dengan permintaan, orang rakus tidak pernah kenyang dengan penumpukan harta, laut tidak pernah kenyang dengan air, dan api tidak pernah kenyang dengan kayu bakar.”

 

Dalam hubungannya dengan pernyataan, bahwa orang alim tidak pernah merasa kenyang dengan ilmu yang dimilikinya, berarti selalu ingin memperoleh ilmu lebih lanjut. Syarat yang dapat menyempurnakan ilmu, yang perlu diperhatikan oleh seorang penuntut ilmu agar sukses citacitanya:

 

  1. Akalnya berkemauan untuk menyingkap hakikat permasalahan.
  2. Kecerdasannya mampu mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan.
  3. Daya ingatan yang kuat untuk menghafal segala sesuatu yang pernah tergores dalam benaknya dan yang dapat dipahami dari ilmunya.
  4. Antusias yang mengabadikan semangat belajar dan tidak merasa bosan.
  5. Membatasi diri pada bahan yang tidak terlalu berat untuk dipelajari.
  6. Memperoleh kesempatan yang memungkinkan dicapai intensifikasi belajar dan kuantitas yang sebanyak-banyaknya.
  7. Terhindar dari rintangan-rintangan yang membuat kendornya belajar, baik berupa keresahan maupun penyakit.
  8. Panjang umur dengan tempo belajar yang luas, sedemikian rupa agar dapat belajar sebanyak-banyaknya untuk mencapai tingkat yang sesempurna mungkin.
  9. Beruntung dapat memperoleh guru alim yang murah hati dengan ilmunya, lagi pula telaten dalam memberikan pelajaran.

 

Apabila sembilan syarat ini sempurna atau terpenuhi, maka dia adalah siswa yang paling sukses. Syekh Iskandar berkomentar dalam hal ini:

 

“Orang yang menuntut ilmu itu membutuhkan empat perkara, yaitu: Waktu, kesungguhan, akal dan minat. Untuk lebih sempurnanya ditambah satu lagi, yaitu guru yang bijaksana.”

 

Tentang kegemaran meminta-minta, Nabi saw. bersama:

 

“Barangsiapa membuka permintaan, maka Allah akan membuka pintu kefakiran baginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang membuka pintu pemberian karena mencari rida Allah, maka Allah akan memberikan kepadanya kebaikan di dunia dan di akhirat.” (H.R. Ibnu Jarir).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tiada seseorang yang membuka pintu permintaan untuk dirinya sendiri di mana ia meminta sesuatu kepada manusia, melainkan Allah membukakan pintu kefakiran buatnya, karena perbuatan menahan diri dari meminta itu lebih bagus.” (H.R. Ibnu Jarir).

 

Orang rakus tidak pernah kenyang dengan tumpukan harta. Perlulah diketahui, bahwa dunia terdiri atas tiga macam, yaitu: Dunia yang mengandung pahala, dunia yang mengandung hisab dan dunia yang mengandung siksa. Dunia yang mengandung pahala, ialah dunia yang menjadi perantara untuk menyampaikan kebaikan dan menyelamatkan dari kejahatan. Dunia semacam itu, adalah pemberian untuk orang mukmin dan merupakan ladang untuk akhirat, itulah dunia yang halal yang mencukupinya. Dunia yang mengandung hisab adalah dunia yang menyibukkan dari melaksanakan perintah Allah, pada waktu mencarinya tidak bercampur dengan perkara yang dilarang. Dunia yang mengandung siksa, adalah dunia yang dapat memutuskan dari melaksanakan perintah Allah, dan menyeret pada pelanggaran larangan-larangan Allah swt.

 

Ketahuilah, bahwa banyak orang yang mencari dunia dengan bermacam-macam cara, antara lain yaitu:

 

  1. Orang mencari dunia (harta) dengan niat menggunakannya nanti untuk menyambungkan tali kerabat dan menyumbang mereka yang kekurangan. Orang terbilang dermawan, ia mendapat pahala jika kenyataan perbuatannya sesuai dengan niat tersebut. Tetapi tidak ada hikmah baginya, karena orang yang bijak bestari itu tidak pernah mencari sesuatu yang belum jelas apa yang terjadi di kala sesuatu tersebut telah diperoleh.
  2. Orang yang mencari dunia (harta) dengan niat memenuhi kehendak seleranya, dan bermewah-mewah dengan berbagai kelezatan. Orang ini terbilang kelompok binatang.
  3. Orang mencari harta dengan niat gagah-gagahan dan persaingan serta kesombongan, maka orang seperti ini dianggap orang yang dungu, yang teperdaya, bahkan orang yang celaka.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

 

“Tidak meminta-minta adalah hiasan kefakiran, bersyukur adalah perhiasan nikmat, sabar adalah perhiasan bencana, tawaduk adalah perhiasan leluhur: sikap penyantun menjadi hiasan ilmu, rendah hati menjadi hiasan penuntut ilmu: meninggalkan pemberian adalah perhiasan kebaikan: dan khusyuk adalah perhiasan salat.”

 

Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., ada delapan perhiasan bagi delapan perkara:

 

Pertama, tidak meminta-minta adalah perhiasan kefakiran. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Bingkisan orang mukmin di dunia adalah kefakiran.” “ (H.R. Ad-Dailami). :

 

Kedua, syukur adalah perhiasan nikmat. Bersyukur penyebab kekalnya berbagai nikmat yang telah ada dan perantara untuk mendapatkan nikmat yang belum ada.

 

Ketiga, sabar adalah perhiasan bencana. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sabar itu menjadi penutup berbagai kebingungan dan menolong berbagai urusan.” Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:

 

“Kesabaran adalah kendaraan yang tidak pernah terjerembab. Dan qanaah adalah pedang yang tidak pernah tumpul.”

 

Keempat, sopan santun adalah hiasan leluhur, yaitu segala sesuatu yang menjadi kebanggan manusia, baik berupa nasab, agama, harta benda, kemurahan hati maupun keberaniannya. Di antara tanda-tanda tawaduk (sopan santun), adalah suka merendahkan diri dan menerima kebenaran dari mana pun-datangnya, baik dari atasan maupun bawahan.

 

Kelima, sikap penyantun, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi saw. sebagai berikut:

 

“Bahwa seorang perempuan dari tawanan berbicara kepada Nabi saw., kemudian Nabi saw. bertanya kepadanya: ‘Siapa kamu?” Dia menjawab: ‘Anak seorang laki-laki yang pemu ‘ah, yaitu Hatim.’ Kemudian Nabi saw: berkata: ‘Kasihanilah kaum yarg mulia, kemudian diajatuh hma, kasihanilah orang yang kaya, kemudi  ia fakir, kasihanilah orang alim yang terlantar di tengah-tengah orang bodoh.”

 

Keenam, rendah hati adalah perhiasan orang yang menuntut ilmu. Mengenai kemuliaan penuntut ilmu, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang keluar untuk mencari ilmu, maka Allah akan membukakan kepadanya pintu ke surga, dan malaikat merentangkan sayapnya, dan untuknya pula para malaikat penghuni langit serta ikanikan di laut memohonkan rahmat kepada Allah.” (H.R. Abu Ya’la).

 

Ketujuh, tidak menerima pemberian adalah perhiasan kebaikan, yakni perbuatan yang baik.

 

Kedelapan, khusyuk adalah perhiasan salat, yaitu rasa takut yang terusmenerus di dalam hati.

Umar r.a. berkata:

 

“Barangsiapa yang menyingkiri berlebih-lebih dalam bicara, maka dianugerahi hikmah. Siapa yang menyingkiri berlebih-lebihan dalam melihat, niscaya dianugerahi hati yang khusyuk. Barangsiapa yang menyingkiri berlebih-lebih dalam makan, niscaya dianugerahi kelezatan ibadah. Barangsiapa menghindari berlebih-lebihan dalam tertawa, maka dianugerahi kewibawaan. Barangsiapa meninggalkan bergurau, niscaya dianugerahi wibawa yang anggun. Barangsiapa menyingkiri cinta dunia, maka dianugerahi kecintaan akhirat. Barangsiapa meninggalkan kesibukan meneliti aib orang lain, niscaya dianugerahi perbaikan aib dirinya sendiri. Dan barangsiapa meninggalkan mengintai-intai keadaan Allah swt., maka dia akan dianugerahi kebebasan dari kemunafikan.”

 

Tentang berbicara terlalu banyak, Nabi saw. bersabda:

 

“Manisnya iman tidak akan masuk ke dalam hati seseorang, hingga dia meninggalkan sebagian pembicaraan karena dikhawatirkan berdusta, walaupun pembicaraannya itu benar, dan meninggalkan sebagian perbuatan yang terlihat, walaupun perbuatan itu benar.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Masalah hati yang khusyuk, di antara gejalanya adalah: Jika seseorang tetap dapat menerima dengan rela bila dimarahi, ditentang atau ditolak.

 

Mengenai meninggalkan makan terlalu banyak, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa menahan diri dari makanan yang sangat berlebihan – dengan kesabaran yang baik, maka Allah akan menempatkannya di dalam surga Firdaus, sesuai dengan kehendak-Nya.” (H R. Abu Syekh). Nabi saw. bersabda lagi:

 

“Siapa saja yang menginginkan syahwatnya, kemudian dia mengekangnya dan melupakan keinginan dirinya, maka dia diampuni dosanya.” (H.R. Darughutni).

 

Tertawa dalam hubungannya dengan kewibawaan, Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya seseorang yang melontarkan kata-kata hanya membuat orang lain tertawa, adalah ia akan menukik lebih jauh dibanding jarak antara langit dan bumi, dan niscaya terpeleset lisan itu lebih dahsyat daripada terpeleset kedua kaki.”

 

Tentang bergurau, Nabi saw, bersabda:

 

“Diam itu menjadi pemuka/rajanya budi pekerti, barangsiapa bergurau maka dha akam diremehkan orang.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Jika terpaksa harus bergurau, maka bagi orang yang berakal selalu berpangkal pada dua hal:

  1. Merindukan orang berteman dan kasih sayang kepada teman bergaul.
  2. Untuk menghilangkan kebosanan dan menghilangkan kebingurigan berbicara. Juga tidak menggunakan hal-hal yang jorok.

 

Tentang kecintaan terhadap dunia atau akhirat, perlulah diketahui, bahwa sesungguhnya dunia dan akhirat itu saling mencari dan dicari. Orang yang selalu mencari dunia, ia pun selalu dikejar akhirat sampai kemarian tiba dan mencekik lehernya.

 

Tentang kegemaran menilai noda orang lain, Nabi saw. tera

 

“Enam perkara dapat membatalkan berbagai amal: Sibuk dengan noda orang lain, mencintai dunia, sedikit malu, panjang angan-angan dan zalim yang tidak henti-hentinya.” . (H.R, Ad-Dailami).

Dari Utsman r.a. ia berkata:

 

“Tanda-tanda orang yang inakrifat ada delapan: Hatinya , penuh rasa takut tapi penuh harapan, lisannya penuh puji dan puja, kedua matanya penuh dengan rasa malu dan tangis, kehendaknya disertai dengan tidak berkehendak sendiri dan senang meninggalkan dunia, dan mencari keridaan Tuhannya.”

 

Rasa takut itu berpangkal pada makrifat hati terhadap keagungan Allah swt., keperkasaan dan kekayaan-Nya dari semua makhluk-Nya dan yang keras siksa-Nya kepada orang yang bermaksiat. Dari pengenalan seperti ini, maka timbullah suatu kondisi mental yang kemudian disebut dengan sikap khauf (takut). Buah yang dikehendaki oleh khauf ini ialah kesanggupan seseorang meninggalkan segala per-buatan maksiat. Sedang rojak (harapan), berpangkal pada pengenalan hati terhadap luas rahmat Allah, agung anugerah dan indah janji Allah, semua itu akan diberikan kepada orang yang taat kepada-Nya. Dari pengenalan ini, maka timbullah suatu kondisi mental gembira, yang kemudian disebut harapan. Sedang buah yang diharapkan ialah semangat untuk melakukan kebajikan.

 

Dalam sebuah hadis diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tiada terkumpul harapan dan rasa takut dalam hati seorang mukmin, melainkan Allah Yang Maha Mulia dan Maha. Agung mengaruniai apa yang diharapkan dan mengamankannya dari ketakutan.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Mengenai tangis penyesalan, Nabi saw. bersabda:

 

“Kalau saja tangis Nabi Dawud dan tangis penduduk bumi dibandingkan dengan tangis Nabi Adam, maka tidak akan membandinginya.” (H.R. Ibnu Asakir).

Dari Sayidina Ali -karramallaahu wajhahu-, dia berkata:

 

“Tiada kebaikan dalam salat tanpa khusyuk, tiada kebaikan dalam berpuasa tanpa menahan pembicaraan yang tidak berguna, tiada kebaikan dalam membaca Alqur-an tanpa memikirkan isinya, tiada” kebaikan dalam ilmu tanpa wira’i, tiada kebaikan dalam harta benda yang tidak dibarengi kedermawanan, tiada kebaikan dalam persahabatan yang tidak diikuti saling menjaga (dari kejelekan), tidak ada kebaikan dalam kenikmatan yang tidak abadi, dan tiada kebaikan  dalam doa yang tidak dipanjatkan dengan ikhlas.”

 

Berbuat khusyuk dalam sebagian salat itu wajib, bukan sekadar menjadi syarat, demikian dikemukakan guru kita Ahmad Ash-Shahrawi. Kepada sebagian para nabi, Allah menurunkan wahyu sebagai berikut:

 

“Wahai, hamba-Ku, berikanlah air mata dari matamu dan khusyuk dari hatimu, kemudian berdoalah, karena Aku mengabulkan doamu, Aku Yang Maha Dekat lagi Maha Memperkenankan doa.”

 

Wira’i dalam berilmu adalah menjaga dari yang subhat dan yang haram, karena sabda Nabi saw. seperti yang tercantum di bawah ini:

 

“Barangsiapa yang menghindari subhat, maka dia membersihkan diri bagi agama dan harga dirinya. Barangsiapa yang terjerumus pada yang subhat, maka dia terjerumus pada yang haram.”

 

Tiada kebaikan dalam harta benda yang tidak dibarengi dengan kedermawanan. Dalam suatu riwayat, Nabi saw. bersabda:

 

“Tiada seorang yang membuka pintu pemberian, baik sedekah atau relasi, melainkan Allah akan menambahnya lebih banyak lagi, dan tiada seseorang yang membuka pintu permintaan agar ia memperoleh lebih banyak lagi, melaikan Allah akan memperbesar kekurangannya.” – (H.R. Al-Baihaqi).

 

Mengenai persahabatan, Nabi saw. bersabda:

 

“Hendaklah kamu bersahabat dengan para kawan yang tulus hatinya, karena mereka menjadi hiasan di kala bahagia dan menjadi perisai di ‘ saat terjadi bencana.”

 

Abu Zubair meriwayatkan dari Sahal bin Sa’d, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Seorang itu banyak temannya, akan tetapi tidak ada kebaikan bersahabat dengan orang yang tidak melihat kebenaran yang ada padamu, seperti engkau melihat kebenaran yang ada padanya.”

 

Tidak ada kebaikan dalam nikmat yang tidak abadi. Sebagian ulama berdoa dengan doa di bawah ini:

 

“Ya, Allah, janganlah Kau hilangkan nikmat-Mu dariku yang telah Engkau berikan kepadaku.”

 

Tiada kebaikan dalam doa yang tidak dipanjatkan dengan ikhlas. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya hati ini adalah wadah, maka sebaik-baik wadah adalah yang dapat menghimpun. Jika kamu sekalian memohon kepada Allah,” maka memohonlah kepada-Nya dengan penuh keyakinan bahwa akan dikabulkan, karena Allah tidak berkenan mengabulkan doa dari orang yang memanjatkannya dengan hati yang lalai.” (H.R. Ath-Thabrani).

BAB VII
NASEHAT TENTANG SEMBILAN PERKARA
Bab ini terdiri atas lima nasehat, yang satu berupa hasis dan yang lainnya adalah atsar

Nabi saw bersabda: Allah telah memberikan hayau kepada musa bin imran di dalam taurat

Sungguh pokok segala kesalahan ada tiga, yaitu satu sombing , dua hasud dan tiga rakus. Dari yang tiga itu muncullah enam macam yang lainnya, sebiggga menjadi sembilan , yaitu kenyang, tidur, bersang sengan mencintai harta, mencintai pujian dan cinta jabatan

Mengenai siakap sombong  itu menolak kebenaran dan meremekan orang lain

Barang siapa merasa dirinya agun dan meilhat orang lain rendah maka ia terbilang orang yang sombong

Tentang haus muawiyah berkata

 

“Tidak ada kejahatan yang lebih parah daripada dengki. Orang yang dengki dapat membunuh sebelum dia sampai orang yang dia dengki.” Rakus dalam menghadapi dunia, Malik bin Dinar r.a. berkata: “Jika badan sakit, maka tidak berguna makanan, minuman, hidup dan kesenangan. Begitu pula jika hati sudah mencintai dunia, maka tidak akan berguna nasihat.”

 

Mencintai harta. Sayid Abdullah Al-Haddad berkata:

 

“Engkau harus mengeluarkan dari hatimu rasa cinta terhadap emas dan perak, sehingga dua benda itu engkau pandang seperti batu dan tanah.”

 

Demikian pula rasa cinta terhadap pujian, hendaknya dapat dihilangkan sesempurna mungkin, sehingga dipuji atau dicela dapat dirasakan sama saja.

 

Akan halnya cinta kekuasaan atau pangkat dan jabatan, hendaknya dapat dihilangkan secara total, sehingga rasanya sama saja antara menjadi perhatian orang atau diabaikan orang. Cinta pangkat atau jabatan itu lebih berbahaya dibanding cinta harta, walaupun kedua-duanya menunjukkan adanya indikasi kecintaan terhadap duniawi. Pangkal kecintaan pangkat atau jabatan adalah cinta keagungan, padahal keagungan itu salah satu sifat Allah. Sedang pangkal cinta harta adalah kegemaran hidup penuh nikmat, di mana kegemaran seperti ini adalah sifat binatang.

Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

 

“Mereka yang beribadah ada tiga golongan, masing-masing mempunyai tanda-tanda untuk dapat diketahui: Golongan pertama, beribadah kepada Allah dalam kerangka takut kepada-Nya. golongan kedua, beribadah kepada Allah dalam kerangka mengharap anugerah-Nya. Golongan ketiga, beribadah kepada Allah dalam kerangka cinta kepadaNya. Golongan pertama ditandai tiga hal: Melihat dirinya hina, merasa kebajikannya sedikit dan merasa kejelekannya banyak. Golongan kedua, ditandai tiga hal: Ia mengikuti semua hal ihwal manusia, ia dermawan kepada orang lain dan zuhud terhadap dunia dan ia berbaik sangka kepada Allah dalam menghadapi semua makhluk. Dan golongan ketiga juga ditandai dengan tiga hal: Ia memberikan sesuatu yang disenangi dan tidak peduli setelah Tuhannya rida, mengerjakan bekerjaan yang membuat benci nafsunya dan: tidak melayaninya sesudah dia beroleh rida Tuhannya, dan di dalam segala hal ihwal hidupnya selalu bersesuaian dengan Tuhannya, baik mengenai perintah maupun apa yang dilarang-Nya.”

 

Orang yang beribadah kepada Allah dalam kerangka cinta kepadaNya, ialah sampai tingkat bahwa Allah merupakan Zat yang paling ia cintai, bahkan tiada kekasih baginya melainkan Allah Ta’ala. Adapun timbul cinta itu sendiri, dapat disebabkan oleh dua hal, jika ditinjau dari pihak yang dicintai:

 

  1. Karena ia sempurna. Bagi orang yang tertarik mencintai sesuatu karena kesempurnaannya, maka kesempurnaan pada makhluk atau juga mungkin mahligai keindahan yang menampak darinya, maka . sesungguhnya Allah saja yang memberinya kesempurnaan dan keindahan itu, karena Dia pulalah yang mewujudkannya.
  2. Karena telah berhasil diperoleh jasa darinya. Bagi orang yang mencintai sesuatu karena keberhasilannya memperoleh jasa dari sesuatu tersebut, hendaknya melihat juga bahwa tiada pemberian kebaikan, penghormatan, tiada pula pemberian nikmat kepadanya dan kepada orang-orang lain, melainkan Allah selalu Maha Pemurah dan mencurahkan semuanya itu sekadar karena pancaran sifat kemurahan-Nya.

 

Sehubungan dengan ini pula, ketahuilah bahwa manusia ada tiga macam:

 

  1. Seorang manusia yang sering bergaul, baginya harus banyak mempunyai rasa takut, agar menjauhi berbagai kemaksiatan, kecuali ketika hendak meninggal dunia, sebaiknya harapannya harus lebih banyak daripada rasa takutnya, Nabi saw. bersabda:

 

“Jangan sampai salah satu dari kalian mati,  melainkan dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah. “

 

  1. Orang yang belum mampu mengamankan dirinya sendiri, karena masih banyak meninggalkan perintah-perintah agama dan tenang-tenang saja dalam menggeluti larangannya. Bagi orang seperti ini, seyogianya mempunyai rasa takut yang sebanding dengan harapannya. Nabi saw. bersabda:

 

“Kalau ditimbang Khauf orang mukmin dan harapannya, maka keduanya akan seimbang.”

Ini adalah sikap kebanyakan orang mukmin.

 

  1. Seorang hamba yang kembali kepada Tuhannya, tenteram jiwanya dan hilang kegelapan syahwatnya, karena terbit cahaya taqarubnya (pendekatan diri kepada Allah). Tidak ada kelezatan baginya, melainkan bermunajat kepada-Nya dan tidak ada kesenangan, melainkan hanya beribadah kepada-Nya, maka harapannya itu menjadi kerinduan dan kecintaan serta rasa takutnya berbentuk penghormatan dan kepatuhan.

 

Hal tersebut di atas dijelaskan oleh Sayid Syekh Abdullah bin Alawi Al-Haddad r.a.

 

Mengenai kesanggupan memberikan sesuatu yang dicintai oleh diri sendiri, Allah berfirman:

 

“Kamu tidak akan mendapatkan kebaikan, hingga kamu menafkahkan harta yang menjadi kesenangan kalian.” ”(Q.S: Aali Imran: 92).

 

Orang yang beribadah karena cinta, di antara tandanya’dia mengamalkan suatu pekerjaan yang membuat benci nafsunya, seperti berbagai amal kebaikan.

 

Kebaikan adalah sumber rida Allah, karena itu maka merupakan sesuatu yang dibenci oleh setan. Disebut dalam hadis:

 

“Aku berlindung kepada Allah dari bayahnya ujian, kecuali ujian yang membawa kemuliaan di sisi Allah.”

 

Umar r.a. berkata:

 

“Sesungguhnya keturunan setan ada sembilan: Zallaitoun, Watsin, Laqous, A’wan, Haffaf, Murrah, Masouth, Dasim dan Walhan. Si Zallaitoun bertugas mengelola penggodaan pasar-pasar, di sinilah ia mengibarkan panji-panji. Si Watsin bertugas mengelola penggodaan pada bencana (musibah). Si A’wan-bertugas menggoda pejabat. Si Haffaf bertugas menggoda pada pemabuk. Si Murrah bertugas menggoda pada permainan seruling. Si Lagous bertugas menggoda orang Majusi. Si Masouth bertugas mengelola pengacauan pada berita-berita, sehingga para penerima berita tidak tahu lagi dari mana sumbernya. Si Dasim bertugas mengelola penggodaan rumah-rumah, sehingga jika suami datang tidak memberikan salam serta tidak pula menyebut Asma Allah, lalu ia kobarkan api pertengkaran sampai akhirnya terjadi talak, khuluk, atau tamparan oleh suami itu kepada istrinya. Dan si Walhan. bertugas menimbulkan was-was dalam wudu, salat, dan ibadah-ibadah lain.”

 

Dimaksud setan di sini adalah iblis, dan anak iblis disebut Izazil. Karena Izazil ada yang bernama Murrah, seperti keterangan yang akan diuraikan di sini, maka iblis juga bergelar Abu Murrah. –

 

Zallatoun dipanggil juga Zallanbour, dalam melaksanakan tugasnya menggoda para pedagang di pasar, agar gemar omong, sumpah palsu, memuji dagangan sendiri, berbohong terhadap takaran dan timbangan. Di dalam sebuah kamus disebutkan, bahwa tugas Zallaitoun atau Zallanbour ini adalah memisahkan antara suami dan istrinya dan membeber aib seorang wanita kepada suaminya.

 

Watsin, selaku pengelola bencana, dalam menunaikan tugasnya ia menggoda agar si korban suka berteriak-teriak, memukul-mukul diri sendiri dan sebagainya. Ada yang mengatakan, bahwa setan bencana adalah Tabar.

 

Sedang si A’wan, dalam menunaikan tugasnya bisa saja dengan mempengaruhi pejabat, agar berbuat aniaya. Dan si Affaf maupun si Murrah, juga bertugas seefektif mungkin.

 

Laqous dipanggil juga Lagis. Ada yang mengatakan bahwa Lagis dan Walhan bersama-sama bertugas melakukan godaan pada thaharah (bersuci) dan salat. Di sini mereka berusaha menimbulkan was-was. Sebagian ulama menyebutkan pengganti Lagous, Murrah dan Haffaf dengan tiga anak iblis lagi, yaitu:

 

  1. A’war, ia bertugas pada perzinaan. Ia meniup kemaluan laki-laki dan pantat wanita.
  2. Wasnan, ia bertugas menggoda orang tidur. Ia membebani kepala dan menarik pelupuk mata, agar tetap tidur dan tidak bangun untuk mengerjakan salat dan yang lainnya. Tapi ia suka membangunkan orang tidur untuk diajak melakukan perbuatan jelek, seperti zina dan yang lainnya.
  3. Abyadh, ia bertugas menggoda para nabi dan wali. Adapun para nabi, mereka selamat daripada godaannya. Sedang para wali, selalu berjuang dalam menghadapi godaannya. Siapa yang diselamat-kan Allah, maka selamatlah. Dan siapa yang tidak diselamatkan, maka terperangkap dalam jaring godaannya.

 

Masouth, dipanggil juga Mathoun. ‘

 

Dasim, dalam menunaikan tugasnya, ia mengobar-ngobarkan api pertikaian antara suami-istri, agar terjadi perceraian di antara keduanya. Pendapat lain mengatakan, Dasim adalah nama untuk setan yang bertugas menggoda pada makanan. Ia masuk rumah dan makan bersama orang yang digoda, jika tidak menyebut Asma Allah di kala masuk rumah dan di kala akan makan. Ia juga tidur bersama, jika alas tidur dan pakaian tidak dilipat rapi dengan dibacakan Basmalah.

 

Adapun Walhan, dalam melaksanakan tugasnya, dia suka mengganggu wudu, salat dan ibadah lainnya. Ada yang mengatakan Walhan adalah yang suka mengganggu ketika bersuci, dia suka menanamkan rasa was-was pada manusia, sehingga dalam bersuci memperbanyak pemakaian air. Dari Ali r.a., dari Rasulullah saw., beliau bersabda:

 

“Dalam berwudu terdapat setan yang menggoda, ia bernama Walhan, maka peliharalah dirimu, atau beliau berkata: Berhati-hatilah kamu.”

 

Adapun setan yang mengganggu dalam salat bernama Khanzab, seperti dijelaskan dalam kamus. –

Utsman r.a. berkata:

 

“Barangsiapa memelihara salat yang lima pada waktunya, dan kontinu dalam melaksanakannya, maka Allah memuliakannya dengan sembilan kemuliaan, yaitu dicintai Allah, badan selalu sehat, dijaga oleh malaikat, turun berkah pada rumahnya, akan tampak pada wajahnya tanda orang yang saleh, Allah akan melembutkan hatinya, akan melewari shirath (titian) secepat kilat, akan diselamatkan oleh Allah dari api neraka, dan Allah akan menempatkannya beserta orang-orang yang tidak takut dan tidak sedih.”

 

Yang dimaksud dengan mereka yang tidak takut dan tidak sedih di sini, ialah para wali yang besar.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Lima salat, barangsiapa yang memeliharanya, maka ia memperoleh nur dan burhan (bukti kebenaran diri), juga keselamatan di hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka tidak akan mempunyai nur (cahaya), burhan dan tidak memperoleh keselamatan. Pada hari Kiamat dia beserta Firaun, Oarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” | (H.R. Ibnu Nashr).

Dari Ali r.a.:

 

“Ada tiga latar belakang menangis: Pertama, menangis karena takur terkena siksa Allah. Kedua, menangis karena takut terkena murka Altah. Ketiga, takut diputuskan dari rahmat-Nya. Menangis yang pertama dapat melebur dosa-dosa, menangis kedua dapat membersihkan berbagai aib, dan adapun menangis ketiga adalah menjadi wali atau kekasih Allah dan beroleh rida yang dikasihi (Allah)…”

 

Komentar selanjutnya:

 

“Peleburan dosa membuahkan keselamatan dari siksa, dan bersih dari berbagai aib membuahkan kenikamatan yang abadi dan derajat yang tinggi (di surga). Kedudukan wali dan rida Allah akan membuahkan kegembiraan yang memuncak dari Allah dengan limpahan rida-Nya, serta beroleh kesempatan melihat langsung Zat Allah, mendapat kunjungan para-malaikat dan bertambah keutamaan.”

 

Menurut Ali r.a., menangis yang baik ada tiga sebab, yaitu:

  1. Sebab takut terhadap siksa Allah.
  2. Sebab takut dari murka Allah swt.
  3. Sebab takut diputuskan, yakni takut jauh dari.Allah dan Allah berpaling darinya.

 

Faedah dari yang pertama, untuk menutupi berbagai dosa, yang kedua untuk membersihkan berbagai noda, yang ketiga untuk berdiri di sisi Tuhannya serta mendapat keridaan yang dicintai, yaitu Allah swt.

 

Adapun buah tertutupi dosa, adalah keselamatan dari siksa di akhirat. Buah membersihkan noda adalah kesenangan yang tetap dan terusmenerus, dan mendapatkan derajat yang tinggi di dalam surga. Buah mendapat keridaan-Nya adalah melihat Zat Allah swt. dan malaikat berkunjung kepadanya serta bertambah keutamaan, yakni kebaikan.

BAB IX
NASIHAT TENTANG SEPULUH PERKARA
Bab ini terdiri atas dua puluh sembilan nasihat, yang sebelas berupa hadis dan selebihnya adalah atsar.

Rasulullah saw. bersabda:

 

“Perhatikan benar-benar bersiwak (membersihkan gigi dengan kayu Arak), karena di situ terdapat sepuluh keutamaan: Membersihkan mulut, mendatangkan rida Allah, menjadikan marah setan, dicintai – Allah Yang Maha Pengasih dan Malaikat Hafadhah, menguatkan gusi, menghentikan dahak, mengharumkan bau pernafasan, memadamkan gejolak temperamen, menajamkan pandangan mata dan menghilangkan bau mulut. Bersiwak itu termasuk sunah Nabi.”

 

Selanjutnya, Nabi saw. bersabda:

 

“Salat sekali dengan bersiwak itu lebih utama dibanding tujuh puluh kali salat tanpa siwak.”

 

 

Hadis ini tidak dapat dipahami dengan asumsi, bahwa bersiwak lebih utama daripada jamaah yang hanya mampu meningkatkan pahala menjadi dua puluh tujuh derajat, karena boleh jadi satu derajat dalam dua puluh tujuh derajat salat jamaah itu mampu menandingi beberapa derajat dalam tujuh puluh derajat pahala salat yang ditunaikan dengan bersiwak.

 

Yang dimaksud dengan temperamen tubuh, ialah campuran dalam perbandingan tertentu berbagai cairan tubuh yang dapat menentukan kondisi tubuh seseorang. Unsur temperamen adalah lendir kubing, lendir hitam, dahak dan darah. Ukuran banyak-sedikitnya bahan-bahan ini dalam percampuran satu sama lainnya, akan menentukan kondisi tubuh seseorang, bahkan kondisi kejiwaannya.

 

Dalam suatu riwayat dikatakan juga, bahwa bersiwak membawa faedah dapat menyehatkan organ-organ dalam perut.

 Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. berkata:

 

“Tidak ada seorang hamba yang dianugerahi sepuluh hal, melainkan ia akan selamat dari berbagai bencana dan penyakit, dia sederajat dengan Mugarraabin serta ia akan mendapatkan derajat orang yang bertakwa, yaitu: Pertama, jujur yang terus-menerus disertai hati yang qanaah (puas dengan apa yang ada). Kedua, kesabaran yang sempurna disertai dengan rasa syukur yang terus-menerus. Ketiga, kefakiran yang abadi yang diikuti dengan sikap zuhud. Keempat, berpikir yang terusmenerus disertai dengan perut lapar. Kelima, keprihatinan yang abadi diikuti dengan takut yang terus-menerus. Keenam, kerja keras yang terus-menerus disertai sikap rendah diri. Ketujuh, keramahan yang terus-menerus disertai dengan kasih sayang. Kedelapan, cinta yang terus-menerus disertai rasa malu. Kesembilan, ilmu yang bermanfaat diikuti dengan pengamalan yang terus-menerus. Kesepuluh, iman yang langgeng yang disertai dengan akal yang kuat.”

 

Yang dimaksud dengan Mugarrabin di sini, ialah orang yang dekat dirinya kepada Allah. Sedang Muttagin (orang yang bertakwa), ialah mereka yang meninggalkan kemauan hawa nafsu dan menyingkiri semua larangan Allah.

 

Kejujuran adalah Permulaan kebahagiaan. Dan ada dikatakan:

 

“Barangsiapa yang sedikit kejujurannya, maka  sedikit temannya.” ..

 

Tentang kesabaran, Nabi saw. bersabda:

 

“Iman yang paling utama, adalah sabar dan murah hati.” (H. R. Ad-Dailami).

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi s: saw. bersabda:

 

“Sebaik-baik senjata orang mukmin, adalah sabar dan doa”

 

Dalam hubungannya dengan sikap puas dan syukur dengan apa yang ada, lebih jauh Sayid Syekh Abdul Qadir berkata: “Bagaimana dapat dibilang baik, jika anda mengagumi amal-amal kebajikan sendiri dan merasa bahwa semua itu karena kesanggupan diri sendiri serta minta pahala untuk itu, padahal semuanya ini karena taufik Allah dan anugerahNya. Kalau toh anda menyingkiri maksiat, maka itu juga karena bimbingan Allah. Kapan lagi anda mau bersyukur atas semua itu, dan kapan pula anda akan mengakui kenikmatan-kenikmatan Allah yang ditumpahkan buat anda. Allah adalah yang menitahkan anda, menitahkan perbuatan anda berikut segala bentuk usaha anda. Anda hanyalah yang berusaha dan Allah-lah Yang Maha Pencipta.”

 

Tentang kefakiran, Nabi saw. bersabda:

 

“Wahai, golongan orang fakir, buatlah hati kalian rela pada (takdir) Allah, maka kalian akan beroleh pahala kefakiran kalian, jika tidak rela, maka tiada pahala bagi kalian.” –

 

Sementara itu, segolongan hukama mengatakan: Kecukupan dirimu dari sesuatu lebih bagus daripada kebutuhanmu kepadanya.

 

Mengenai terus-menerus berpikir, Nabi saw. bersabda:

 

“Berpikirlah tentang segala sesuatu, tapi jangan berpikir tentang Zat Allah, karena terdapat tujuh ribu cahaya di antara langit ke tujuh sampai Kursi Allah dan Allah di atas itu semua.”

 

Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:

 

“Allah menyayangi suatu kaum yang mereka disangka orang lain sakit, “ padahal mereka itu tidak sakit.” (H.R. Ibnu Mubarak).

 

Dalam hubungannya dengan terus-menerus prihatin dan takut kepada Allah, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Seandainya kalian mengetahui apa yang ada pada Allah buat kalian, pasti kalian senang untuk bertambah fakir dan butuh.” (H.R. At-Tirmidizi).

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda: ‘

 

“Telah cukup membuktikan ilmu seseorang bila ia takut kepada Allah, dan cukup membuktikan kebodohannya bila ia mengagumi amal perbuatannya sendiri.” | (H.R. Al-Baihaqi).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya yang masuk ke surga hanyalah: orang yang mengharapkannya dan sesungguhnya orang yang menjauhi neraka hanyalah orang yang takut terhadapnya dan sesungguhnya Allah hanya . merahmati orang yang penyayang.”

 

Adapun tawaduk (rendah hati), diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Bersikap tawaduk dan bergaullah bersama orang-orang miskin, maka anda menjadi.masuk kelompok warga besar Allah dan keluar dari sikap kesombongan.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berkata:

 

“Bila kamu memerangi nafsumu dan kamu membunuhnya dengan senjata yang berupa pembangkangan terhadap ajakannya, maka Allah akan menghidupkan nafsu itu kembali, dan ia pun menyerangmu kembali dan mengajakmu pada berbagai kesenangan dan kelezatan, supaya kamu kembali memeranginya dan Allah mencatat pahala yang terus-menerus bagimu karenanya.”

 

Hal itu sesuai dengan firman Allah swt.:

 

“Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan,” (Q.S. Al-Hijr: 99).

 

Maksud ayat ini ialah: Tentang jiwamu, wahai, makhluk yang paling mulia sampai datang kepadamu mati. Nafsu disebut nafsu, karena bertentangan dengan ibadah, nafsu enggan beribadah dan ia mengharapkan yang bertentangan dengan ibadah.

 

Mengenai sikap kasih sayang, disebutkan dalam hadis:

 

“Sesungguhnya Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada hambahamba-Nya yang penyayang.”

 

– Tentang cinta kepada Allah berikut malu kepadaNya, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Apakah kamu sekalian suka untuk masuk ke surga?” Mereka berkata: “Ya, wahai, Rasulullah.” Rasul bersgbda: “Sedikitkanlah angan-angan kalian dan tetapkanlah ajal kalian di depan mata, dan malulah kalian kepada Allah dengan sebenarnya.” Mereka berkata: “Wahai, Rasulullah, kami semua malu kepada Allah.” Rasulullah saw. bersabda: “Malu kepada Allah bukan begitu, akan tetapi malu kepada Allah tidak lupa pada kuburan dan kehancuran tubuh, tidak melupakan perut dan makanan yang dikandungnya dan kalian jangan melupukan kepala dan apa yang dipikirkannya. Barangsiapa yang menginginkan kemuliaan akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia, saat itulah seorang hamba merasa malu kepada Allah dan di situ pula ia mendapat pertolongan dari Allah.” ‘ (H.R. Abu Nu’aim).

 

Tentang ilmu dan pengamalannya, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Pelajarilah ilmu apa pun yang engkau mau mempelajarinya dan Allah tidak membuat ilmu bermanfaat untukmu sehingga engkau mau mengamalkan ilmu yang telah engkau pelajari itu.” (H.R. Ibnu Adi).

 

Diriwayatkan juga, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Afat kejuaraan adalah aman dipuji secara berlebihan, afat keberanian adalah: kegemaran menyimpang dari kebenaran, afat kemurahan adalah menyebut-nyebut pemberian, afat kecaruikan adalah kesukaan mejeng, afat ibadah ialah menghentikannya, afat omongan ialah dusta, afaz ‘ilmu talah lupa, afat sikap murah haw talah sikap tolol, afat kedudukan adalah kesombongan dan afat kedermawanan adalah pengeluaran secara berlebihan.” (H.R. Al-Baihaqi).

 

Mengenai akal yang kuat/tangguh, hendaklah diketahui bahwa akal itu sumber peradaban. Sebagian sastrawan berkata:

 

“Sebaik-baik anugerah adalah akal dan sejelek-jelek musibah adalah kebodohan.”

 

Sebagian sastrawan berkata pula:

 

“Teman setiap orang ialah akalnya, dan musuhnya ialah kebodoharnya dan sungguh Allah telah menjadikan akal sebagai pokok dan tiang agama.”

Umar r.a. berkata:

 

“Sepuluh hal belum menjadi baik tanpa dibarengi sepuluh yang lain, ialah: Akal belum baik tanpa dibarengi sikap wira’i, amal perbuatan belum baik tampa dibarengi ilmu, keberuntungan belum baik tanpa dibarengi takwa kepada Allah, penguasa belum baik tanpa dibarengi keadilaan, reputasi belum baik tanpa dibarengi adab (kesopanan), kesenangan belum nyaman tanpa dibarengi keamanan, kekayaan belum baik tanpa dibarengi sikap qanaah (menerima apa adanya), ketinggian nasab belum baik tanpa dibarengi sikap tawaduk (rendah hati) dan perjuangan menuju kebenaran belum baik tanpa diiringi taufik Allah.”

 

Akal tanpa sikap wira’i itu belum dinilai baik, sebagaimana Amir bin Qais berkata:

 

“Jika akalmu mengerti tentang sesuatu yang tidak pantas, maka kamu orang yang berakal.”

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda:

 

“Akal adalah cahaya di dalam hati yang dapat membedakan antara hak dan batil.”

 

Mengenai amal perbuatan yang disertai ilmu, Nabi saw. bersabda:

 

“Sebaik-baik amal adalah ilmu mengenai Allah, karena sesungguhnya amal sedikit maupun banyak akan bermanfaat beserta ilmu dan sesungguhnya amal baik sedikit maupun banyak tidak akan bermanfaat beserta kebodohan.” (H.R. Al-Hakim).

 

Keberuntungan belum baik tanpa dibarengi takwa kepada Allah, baik keberuntungan berupa kesuksesan mencapai sesuatu yang dicita-citakan maupun terhindar dari mara bahaya. Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut siksa Allah, sehingga air susu masuk lagi ke dalam teteknya.” (H.R. Abu Hurairah).

 

Mengenai keadilan penguasa, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang paling dicintai Allah swt. dan paling dekat dengan-Nya besok pada hari Kiamat, adalah pemimpin yang adil. Adapun orang yang paling dimurkai Allah swt. dan paling jauh dengan-Nya di hari Kiamat, adalah pemimpin yang berbuat aniaya.”

(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

 

Adapun reputasi, semisal prestasi ilmu atau prestasi keberanian, itu belum baik tanpa dibarengi tata adab: Segolongan ahli hikmah berkata:

 

“Ilmu adalah kemuliaan yang ada tara nilainya dan adab (kesopanan) adalah harta yang tidak dikhawatir .

 

Mengenai kedermawanan, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang dermawan itu-dekat kepada Allah, dekat | kepada manusia, dekat pada surga, dan jauh dari neraka. Orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang bodoh yang pemurah lebih dicintai oleh Allah daripada ahli ibadah yang kikir.”

 

Mengenai qanaah dan wira’i dalam kefakiran, Nabi saw. bersabda:

 

-“Jadilah engkau orang wira’i, maka kamu menjadi orang yang ahli ibadah, dan jadilah kamu orang yang qanaah maka kamu menjadi manusia yang paling bersyukur. Cintailah orang lain seperti engkau . mencintai dirimu sendiri, maka engkaulah orang mukmin, berlaku. baiklah kamu kepada tetangga, maka engkaulah orang muslim, dan kurangilah tertawamu, karena terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati. “

 

Abdullah Ibnul Mubarak berkata:

 

“Menampakkan kecukupan di saat jatuh miskin lebih bagus daripada miskin itu sendiri.”

 

Adapun sikap tawaduk yang harus dilakukan oleh orang yang tinggi nasab dan pangkatnya, adalah menerima kebenaran dan tidak berpaling dari hukum. 

 

Suatu perjuangan dapat dikatakan diiringi taufik Allah, jika ternyata dalam setiap gerak langkah j juangnya itu selalu berada pada jalan Allah yang penuh dengan rida-Nya.

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Perjuangan yang paling utama adalah memerangi hawa nafsumu dalam rangka mencari rida Allah.” (H.R. Ad-Dailami).

Utsman r.a. berkata:

 

“Ada sepuluh perkara yang paling tersia-siakan, ialah: Orang alim yang tidak dapat dijadikan tempat bertanya, ilmu yang tidak diamalkan, pendapat benar yang tidak diterima, senjata yang tidak dipakai, mesjid yang tidak digunakan salat, mushaf (Alqur-an) yang tidak dibaca, harta yang tidak diinfakkan, kuda yang tidak ditunggangi, ilmu zuhud yang ada pada hati orang yang cinta dunia, dan umur panjang yang tidak dipakai bekal untuk kepergiannya (menuju akhirat).”

 

Ilmu Zuhud di hati orang yang mencintai duniawi, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang bertambah pandai ilmunya, kemudian dia tidak bertambah zuhud mengenai dunia, maka hanya akan menambah jauh . dari Allah.”

 

Ali -karramallaahu wajhahuberkata:

 

“Ilmu adalah sebaik-baik warisan, etika itu sebaik-baik pekerjaan, takwa itu sebaik-baik bekal, ibadah adalah sebaik-baik perdagangan, amal saleh adalah sebaik-baik penuntun (menuju surga), perangai terpuji adalah sebaik-baik teman (di dunia dan akhirat), sikap lembah manah adalah sebaik-baik penolong, qanaah adalah sebaik-baik kekayaan, taufik adalah sebaik-baik pertolongan dan kematian itu sebaik-baik pendidik menuju perangai terpuji.”

 

Mengenai ilmu sebagai harta warisan, Nabi saw. bersabda:

 

“Muliakanlah orang-orang yang berilmu, karena mereka pewaris para nabi. Barangsiapa yang memuliakan mereka, berarti memuliakan Allah dan Rasul-Nya.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Tentang takwa sebagai bekal paling berharga menuju akhirat, hendaknya diketahui, bahwa pangkal takwa ialah meninggalkan perbuatan syirik (menyekutukan Allah), kemudian meninggalkan maksiat, kejelekan, menjauhi subhat dan meninggalkan berlebihan, begitulah pengertian takwa dari Abi Ali Daqaq r.a.

 

Adapun sikap qanaah sebagai kekayaan yang paling berharga, dapat dipahami dari firman Allah swt.:

 

“Barangsiapa yang beramal saleh dari lakilaki maupun perempuan dan dia seorang mukmin, kami akan menghidupkannya dengan kehidupan yang baik.” (Q.S. An-Nahl: 97).

 

Kebanyakan ahli tafsir berkata: “Kehidupan yang baik di dunia adalah qanaah.”

Nabi saw. bersabda:

 

“Ada sepuluh orang dari umat ini yang kafir terhadap Allah Yang Maha Agung, namun mereka sendiri merasa mukmin, ialah: Orang yang membunuh orang muslim atau Dzimmi (penduduk non muslim pada negara Islam yang loyal terhadap pemerintah) tanpa hak yang semestinya, orang penyihir, orang bermasa bodoh yang tidak punya cemburu pada keluarganya, orang yang menentang kewajiban zakat, orang yang minum khamar, orang yang telah berkewajiban haji tapi tidak mau menunaikannya, orang yang menyalakan api fitnah, orang yang menjual senjata kepada ahli perang, orang yang menggauli wanita pada duburnya dan orang yang menggauli saudara mahram. Jika dia menduga bahwa perbuatan-perbuatan ini halal, maka dia menjadi kafir.”

 

Termasuk keluarga yang harus dicemburui di sini ialah istri/suami, anak dan saudara. Sedang yang dimaksud dengan cemburu itu sendiri, ialah rasa tidak rela jika mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan kehendak agamanya. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda:

 

“Ada sebagian kecemburuan yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Dan sesungguhnya kesombongannya ada yang dicintai Allah dan ada yang dibenci Allah. Adapun kecemburuan yang dicintai Allah adalah kecemburuan terhadap hal yang mencurigakan. Adapun kecemburuan yang dibenci Allah adalah kecemburuan bukan pada hal yang mencurigakan. Adapun kesombongan yang dicintai Allah adalah kesombongan seseorang dalam perang dan pada waktu bersedekah (supaya diikuti orang lam). Adapun kesombongan yang dibenci Allah adalah kesombongan seseorang dalam kezaliman dan keangkuhan.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Hibban).

 

Diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya di hari Kiamat Allah Tu’ala tidak berkenan menerima pengabdian maupun keadilan dari Ash-Shaggur: Ada yang bertanya: ‘Apakah Ash-Shaggur itu, wahai, Rasulullah? Nabi menjelaskan: AshShaggur ialah orang yang mempersilakan para laki-laki lain untuk masuk kepada keluarganya (istri, anak wanita dan saudara-saudara wanita).” : (H.R. Al-Baihaqi).

 

Mengenai keengganan membayar zakat, Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak ada yang mempunyai emas dan perak yang tidak memberikan haknya, melainkan apabila hari Kiamat dibuatkan baginya lempenganlempengan dari api, lalu dipanaskan dengan api neraka Jahanam, lalu diseterika pinggang, kening dan punggungnya. Jika telah dingin, maka dipanaskan lagi pada suatu hari yang ukurannya 50.000 tahun hingga  semua perkara di antara sesama hamba telah diputuskan, kemudian ia melihat jalannya ke surga atau neraka.”

 

Adapun kejahatan minum khamar, telah disebutkan dalam hadis:

 

“Peminum arak akan dikumpulkan dalam keadaan wadahnya digantungkan pada lehernya, gelas di tangannya, baunya lebih busuk daripada bangkai yang ada di bumi, semua makhluk yang melewati mengutuknya.”

 

Adapun tenggang keengganan menunaikan ibadah haji bagi orang yang telah berkewajiban, Allah berfirman:

 

“… Barangsiapa yang kufur, sesungguhnya Allah Maha kaya dari semua alam.” (Q.S. Aali Imran: 97).

 

Yakni, barangsiapa yang meninggalkannya dengan mengiktikadkan tidak wajib haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. berdoa untuk umatnya pada hari Arafah dan beliau memohonkan ampunan untuk mereka, maka Allah memberikan wahyu kepadanya:

 

“Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka pada dosa-dosa antara Aku dan mereka, tetapi Aku tidak akan mengampuni kezaliman mereka kepada sesamanya.”

 

Kemudian Nabi menambah permohonan ampunan dan berkata:

 

“Sungguh Engkau Maha Kuasa untuk memaafkan permusuhan mereka.”

 

Namun Allah belum mengabulkannya pada malam itu. Maka pada pagi hari di Muzdalifah, Allah memberikan wahyu kepadanya, Dia mengabulkan permohonannya, dan tersenyumlah beliau seraya bersabda:

 

“Saya heran kepada musuh Allah, iblis, ketika Allah mengabulkan doaku, dia menjerit karena kecelakaan dan kehancuran seraya menaburkan tanah di kepalanya.”

Nabi saw. bersabda:

 

“Tidaklah seorang hamba -di langit maupun di bumidisebut seorang mukmin, sebelum ia menjadi orang yang banyak bersilaturahmi, dia ndak menjadi orang yang bersilaturahmi, sebelum dia muslim, dia tidak menjadi orang muslim, sebelum orang lain merasa aman dari tangan dan lidahnya: dia tidak menjadi muslim, sebelum dia alim, dia tidak menjadi alim, sebelum mengamalkan ilmunya, dia tidak mengamalkan ilmunya, sebelum dia bersikap zuhud: dia tidak menjadi orang zuhud, sebelum dia menjadi orang warak, dia tidak akan menjadi orang yang warak sebelum dia bersikap tawaduk, dia tidak menjadi orang yang . tawaduk, sebelum dia mengenal dirinya sendiri, dan dia tidak mampu mengenali dirinya sendiri, sebelum dia berpikir dalam bicaranya.”

 

Tentang menjadi orang yang tawaduk (rendah hati), Anas bin Malik mengatakan:

 

“Rasulullah saw. suka menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi keledai dan menghadiri undangan dari hamba sahaya.”

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang baik rupanya, berkedudukan yang mengharumkannya, serta rendah hati (tawaduk), maka dia termasuk orang yang dekat – dengan Allah pada hari Kiamat.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Menjadi orang yang arif (mengenali) dirinya sendiri, seorang penyair berkata:

 

Wahai, anak cucu Adam

Kesejahteraan hidup jangan menipumu

adalah terbatas umurmu

Tiada lain

engkau bagaikan tanaman yang hijau ranum

setiap perkara akan ditimpa penyakit

Jika kamu selamat dari berbagai penyakit

di saat ajalmu, tiba kamu pasti dituai.

 

Adapun selalu memfungsikan akal dalam berbicara, Bisyr bin AlHarits berkata:

 

“Jika engkau kagum mengapa bicara, diamlah! Dan jika engkau kagum mengapa diam, bicaralah!”

Ada yang mengatakan, suatu ketika Yahya bin Mu:adz Ar Razi r.a. melihat seorang fagih (alim) menyukai duniawi, lalu kepadanya Ar Razi berkata:

 

“Wahai, yang mempunyai ilmu dan sunah, gedung-gedungmu ala Kaisar Romawi, rumah-rumahmu ala Kisra Persia, tempat-tempat tinggalmu ala (Jarun zaman Nabi Musa, gerbang-gerbangmu menjulang tinggi ala raja Thalut, busana-busanamu semewah Jalut, jalan-jalan hidupmu aliran setan, perbuatan-perbuatanmu aliran Marwan, kekuasaanmu macam Firaun, hakim-hakimmu gegabah dalam memutus hukum lagi pula gemar makan suap dan khianat, dan para imammu setolol Jahiliah, kalau begitu di mana pelaksanaan ajaran Muhammad?”

 

Gedung yang bagaikan gedung kaisar, kaisar yaitu gelar untuk rajaraja Romawi. Rumah yang bagaikan rumah Kisra, yakni Raja Persia. Qarun ialah hartawan yang menentang Nabi Musa dan akhirnya ia sendiri ditelan bumi berikut harta kekayaannya. Thalut ialah seorang Raja di masa Nabi Dawud, sedang Jalud adalah raja musuhnya, yang kemudian terbunuh dalam peperangan melawan Nabi Dawud. Marwan bin Hakam, ialah seorang raja dalam Dinasti Umawiyah yang berkuasa setelah Muawiyah II, yaitu tahun 65 H./684 M. Dua orang utra Marwan, Abdul Malik dan Abdul Aziz. Abdul Malik menurunkan Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam, semuanya menjadi raja di Syam berturut-turut. Sedang Abdul Aziz menurunkan Umar, juga menjadi raja di Syam setelah Sulaiman, saudara sepupunya tersebut.

 

Berkata seorang penyair:

 

Wahai, orang yang munajat kepada Tuhannya dengan berbagai macam tutur kata dan orang yang mencari tempat tinggalnya di negeri yang penuh sentosa.

Wahai, orang yang menunda-nunda tobat dan tahun ke tahun  apakah yang membuatmu melihat ada di antara orang yang meluruskan dirimu?

Wahai, orang yang lengah sungguh! kalau saja engkau lakukan puasa di harimu dan engkau semarakkan sepanjang malammu dengan salat

Dan engkau persempit dirimu dengan sedikit makan dan sedikit saja minum, niscaya lebih patut engkau untuk memperoleh kedudukan yang mulia dan memperoleh kemuliaan yang agung dani sisi. Tuhan seluruh manusia beroleh juga keridaan yang agung dari Tuhan Maha Agung lagi Maha Mulia.

 

Penyair lainnya berkata:

 

Pilihlah pekerjaan yang baik untuk kamu kerjakan, sungguh teman seseorang dalam kubur adalah amal perbuatan

Jika engka sibuk dengan sesuatu maka janganlah kesibukan itu berupa sesuatu . yang tidak diridai oleh Allah

Tiada yang menyertai manusia sesudah mati di dalam kubur selain dari amal perbuatannya Ingatlah!

 Sesungguhnya manusia itu hanyalah tamu yang singgah sebentar kemudian pergi.

 

Penyair lainnya mengatakan:

 

Kepada rumah aku bertanya:

Katakan kepadaku sedang apa para kekasih

Kepadaku rumah berkata

Mereka diam sejenak dan telah pergi lagi ‘

Kataku lagi

Hai, rumah ke mana mereka pergi biar aku cari

Hai, rumah tahukah anda? di tempat mana mereka kini berada

Rumah berkata:

Mereka telah menempati kuburan dan telah bertemu dengan teman demi Allah, dengan hasil-yang mereka usahakan

Alangkah buruknya mereka yang teperdaya dan tertipu oleh angan-angan

 Hai, orang yang bertanya kepadaku tentang mereka yang telah direnggut oleh negaranya

Di dalam lembaran-lembaran kaum itu hanya tercatat perbuatan-perbuatan buruk dan kesalahan-kesalahan

Jika mereka meminta tolong | tiada seorang pun yang mampu menolong mereka tiada tempat berlindung bagi mereka di alam kubur dan tidak ada upaya bagi mereka untuk menyelamatkan diri

Kecuali kesedihan dan penyesalan di alam kubur mereka akan tetapi ………..

tiada gunanya penyesalan mereka karena nasi telah menjadi bubur.

 

Sebagian hukama berkata:

 

“Allah swt. memurkai sepuluh hal dari sepuluh orang, ialah: Kekikiran  dari hartawan, kesombongan dari orang fakir, kerakusan dari ulama, tidak punya malu dari wanita, cinta duniawi dari orang tua, malas berbuat bagi pemuda, sikap zalim bagi penguasa, penakut bagi pasukan berang, perasaan superior bagi orang-orang zuhud, dan sikap riya bagi ahli ibadah.”

 

Mengenai kekikiran (bakhil), seorang bijak berkata: “Kikir dapat melebur sifat kemanusiaan dan meneguhkan adat istiadat kebinatangan.”

 

Tentang kesombongan, diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Jika seseorang mengatakan, celakalah manusia, maka dia orang yang paling celaka.” (H.R. Muslim).

 

Larangan ini bagi orang yang mengatakan demikian, karena menyombongkan dirinya dan mengecilkan orang lain, maka ini dilarang.

 

Adapun kerakusan bagi ulama, dapat dihubungkan pemahamannya dengan kisah Nabi Musa dan Nabi Khidhir a.s. Di kala tanpa diketahui alasannya, Nabi Khidhir mengajak Nabi Musa memugar dinding sebuah rumah tak berpenghuni, sementara itu mereka berdua tengah dicekam rasa haus dan lapar. Sekonyong-konyong Nabi Musa berkata:

 

“.. Jika Tuan menghendaki, maka Tuan dapat memungut upah untuk pekerjaan ini…”

 

Nabi Khidhir menjawab:

 

“Saat inilah, tiba perpisahan antara aku dan kamu…”

 

Di kala terjadi dialog yang mengandung unsur tamak ini, datanglah seekor kijang di tengah-tengah mereka berdua: belahan tubuh kijang yang ada di dekat Nabi Musa mentah, sementara belahan yang berada di dekat Nabi Khidhir telah masak.

 

Tentang persamaan malu, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang tidak punya malu, maka dia tidak punya agama, barangsiapa yang tidak punya malu di dunia, maka dia tidak akan masuk surga.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Adapun kecintaan dunia dari orang tua, Abu Bakar Al-Maraghi berkata: “Orang yang berakal, adalah orang yang memikirkan urusan dunia dengan qanaah dan menunda-nunda, terhadap urusan akhirat dengan tamak dan segera, dan terhadap urusan agama dengan ilmu dan bersungguh-sungguh.” Mengenai kezaliman bagi para penguasa, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang rida terhadap penguasa dengan sesuatu yang dibenci oleh Allah, maka dia keluar dari agama Allah.” (H.R. Al-Hakim).

 

Perasaan superior (merasa lebih daripada orang lain), adalah jelas dilarang agama. Bebarapa hadis Nabi menjelaskan hal tersebut, di antaranya Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memuji dirinya sendiri atas amal saleh, maka lenyaplah rasa syukurnya dan amalnya dihapus.” — (H.R. Abu Nu’aim). Diriwayatkan Pula bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak ada seorang pun yang memakai baju untuk kehebatan, kemudian dia dilihat orang lain kecuali Allah tidak melihatnya pada hari Kiamat sebelum ia menaggalkannya.” (H.R. Ath-Thabrani). Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Celakalah anak Adam, mengapa dia sombong, sesungguhnya dia adalah bangkai yang baunya mengganggu orang yang melewatinya, anak Adam diciptakan dari tanah dan dia akan kembali ke tanah.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Adapun riya (pamer), adalah sebagaimana dalam sabda Nabi saw.:

 

“Jauhilah, jangan sampai kamu mencampurkan perbuatan taat kepada Allah dengan kesenangan dipuji manusia, karena akan leburlah amalamal perbuatanmu.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Adanya pujian orang yang datang sendiri tanpa diharapkannya, adalah tidak mengapa, karena hal semacam itu tidak tergolong riya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., dia berkata: “Ada yang bertanya kepada Rasulullah saw.:

 

“Bagaimanakah menurut tuan seseorang yang melaksanakan amal baik, kemudian dia dipuji oleh orang lain?” Beliau menjawab: “Itu adalah berita gembira yang disegerakan bagi orang mukmin.” (H.R. Muslim).

“Kesejahteraan ada sepuluh macam, lima macam di dunia dan lima lagi di akhirat. Lima macam di dunia ialah: Kesejahteraan ilmu, ibadah, rezeki halal, sabar menghadapi bencana, dan syukur menerima nikmat, sedang lima macam di akhirat ialah: Malaikat pencabut nyawa datang dengan kasih sayang dan lemah lembut, kedatangan Malaikat Munkar dan Nakir di kuburnya tidak menggetarkan, ia aman ketika terjadi kegentaran terbesar, kejelekannya dilebur dan amal kebajikannya diterima, dan ia melintasi titian secepat kilat, lalu masuk surga dengan selamat.”

 

Tentang sabar dalam menghadapi bencana, Al-Junaidi berkata: “Menelan pahit tanpa merasakan pahitnya.”

 

Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:

 

“Sabar berkaitan dengan iman, seperti kepala dengan tubuh.”

 

Adapun syukur, substansinya ialah mengucapkan dengan lisan dan mengakui dengan hati terhadap semua nikmat Allah swt.

 

Mengenai kedatangan Malaikat perenggut nyawa yang melakukan . tugasnya dengan kasih sayang dan lernah lembut, yakni dengan perlahanlahan ketika mencabut nyawa, dan keramahan Munkar-Nakir dalam kubur, sebetulnya belum memasuki periode akhirat. Peristiwa pencabutan : nyawa terjadi ketika masih di dunia, sedangkan peristiwa Munkar-Nakir terjadi di alam kubur, yang disebut Barzah. Akan tetapi ketika dia ada pada waktu meninggal, dia sudah mendekati keadaan akhirat. Maka dari itu digolongkan peristiwa akhirat.

 

Dalam sebuah kaidah dikatakan:

 

“Semua yang sudah mendekati sesuatu, maka dia akan diberikan hukum dengannya.”

 

Kegentaran terbesar terjadi pada saat datang perintah kepada orangorang kafir untuk segera menuju neraka, di saat pintu neraka dikunci kembali setelah para penghuninya masuk semua dan tiada harapan dapat keluar kembali. Juga di kala terjadi penyembelihan kematian yang digambarkan dengan penyembelihan seekor gibas mulus di antara surga dan neraka. Sejak saat itulah, kematian tidak lagi terjadi pada siapa pun. Kemudian yang menyeru: ‘Wahai, ahli neraka, kalian kekal dan tidak akan mati!’ Maka putuslah harapan ahli neraka untuk keluar dari neraka.

Abu Al-Fadhal r.a. berkata:

 

“Allah menamai Kitab-Nya dengan sepuluh nama, ialah: Alqur-an, Al-Furqan, Al-Kitab, Al-Tanzil, Al-Huda, An-Nur, Ar-Rahmah, Asy-Syifa’, Ar-Ruh, Adz-Dxzikr.”

 

Adapun untuk penamaannya dengan Alqur-an, Al-Furqan, Al-Kitab dan At-Tanzil, telah masyhur.

 

Sedang untuk nama-nama Al-Huda, An-Nur, Ar-Rahmah dan AsySyifa’ dinyatakan dalam firman Allah swt.:

 

“Wahai, manusia, sungguh telah datang kepada kalian pelajaran dari Tuhan kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang mukmin.” (Q.S. Yunus: 57).

 

Untuk nama An-Nur, Allah berfirman:

 

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan.” (Q.S. Al-Maidah: 15).

 

Ar-Ruh dinyatakan dalam firman Allah:

 

“Dengan demikian Kami telah mewahyukan kepadamu roh (wahyu) dengan perintah Kami.” (Q.S. Asy-Syuura: 52).

 

Adz-Dzikr dinyatakan dengan firman Allah:

 

“Kami telah menurunkan kepadamu Dzikra (Alqur-an), agar kamu menjelaskan kepada manusia.” (Q.S. An-Nahl: 44).

 

 Lugman berpesan kepada Tsaran, putranya, sebagai berikut:

 

“Wahai, Anakku, sesungguhnya letak Al-Hikmah itu berada dalam sepuluh hal: Hendaklah engkau menghidupkan kembali hati yang mati, bergaullah dengan orang-orang miskin, menjauhi bergaul dengan para raja, mengangkat derajat kaum rendahan, memberikan kemerdekaan kepada hamba sahaya, melindungi orang terasing, menolong orang fakir, meningkatkan kemuliaan orang mulia dan hendakrya pula memperkuat kepemimpinan si pemimpin.”

 

Selanjutnya Luqman menyatakan:

 

“Sepuluh hal tersebut lebih berharga daripada harta, ia merupakan benteng dari ketakutan, perlengkapan dalam peperangan, juga dagangan di kala beruntung. Sepuluh itu pula yang dapat menolong di kala kerepotan menimpa, merupakan dalil pegangan di kala nyawa direnggut kematian, dan merupakan penutup di saat kain tidak mampu menutupinya.”

 

Meningkatkan kemuliaan orang mulia dilakukan dengan cara bersikap hormat dan ramah kepadanya. Sedang memperkuat kepemimpinan pemimpin dapat dilakukan dengan menaati dan memuliakannya.

 

Dikisahkan, bahwa Al-Kisa’i dan Az-Zaidi berada di sisi rumah ArRasyidi. Kemudian Al-Kisa’i salat Magrib, dia menjadi imam! Ketika membaca surah Al-Kaafirun, dia gemetaran. Setelah mengucap salam Az Zaidi berkata: “Oari’ ahli Kufah gemetar karena membaca surah AlKaafiruun.” Ketika salat Isya Az-Zaidi menjadi imam. Dia gemetaran ketika membaca surah Al-Fatihah. Setalah salam, Al-Kisa’i bersyair dalam Bahar Thawil:

 

Peliharalah lisanmu dari ucapan, karena kamu akan menerima bencana sesungguhnya bencana itu bersumber dari lisan.

 

Yang dimaksud dengan hari di mana kain tidak mampu menutupi, ialah hari Kiamat. Rasulullah saw. bersabda:

 

“Manusia digiring pada hari Kiamat tidak beralas kaki, telanjang, kehausan, mabuk dan bingung, karena kedahsyatan hari Kiamat. Seorang laki-laki tidak menggauli lagi istrinya dan seorang wanita tidak mengenali lagi suaminya.”

Sebagian ahli Hikmah berkata:

 

“Seyogianya bagi orang berakal yang ingin bertobat hendaknya melaksanakan sepuluh hal: Lisan membaca istigfar, hati menyesali dosa, badan mencabut kembali dosa, bertekad untuk selamanya tidak akan kembali mengulangi perbuatan dosa, cinta akhirat, membenci duniawi, sedikit bicara, menyedikitkan makan dan minum, sehingga dapat mencurahkan untuk ilmu dan ibadah, dan sedikit tidur.”

 

Istigfar ialah pernyataan mohon ampunan dosa kepada Allah, misalnya mengucapkan: dari segala macam dosa dan noda.”

 

Mengenai keutamaan berbicara sesedikit mungkin, Nabi saw. bersabda sebagai berikut:

 

“Barangsiapa yang banyak bicara, berarti banyak tergelincirnya. Siapa yang banyak tergelincirnya, berarti banyak dosanya, siapa yang banyak dosanya, maka api neraka lebih pantas melahap dirinya.” | Mengenai makan minum sesedikit mungkin, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Para wali Allah (kekasih-kekasih-Nya) adalah suka lapar dan haus, barangsiapa yang menyakiti mereka, maka Allah akan menyiksanya, membuka a aibnya dan Allah mengharamkannya tinggal di surga.” (H.R. Ibnu Najar).

 

Berkenaan dengan mengosongkan waktu untuk ilmu dan ibadah, seorang penyair berkata:

 

Hari esok jiwa-jiwa dibalas sesuai usahanya dan para petani akan memanen hasil tanamannya Jika mereka berbuat baik .itulah kebaikan untuk balasan mereka dan jika berbuat jelek itulah sejelek-jelek perbuatan mereka Allah melimpahkan rahmat mencurahkan anugerah bila kita kurang cermat maka kemurahan-Nya akan memadai Wahai, Tuhanku, catatlah aku mulai hari ini mengikuti golongan yang memegangi Al-Kitab serta memetik manfaatnya Cukupilah kami ampunilah kesalahan kami anugerahi kami keamanan sungguh kami amat membutuhkan

 

Adapun tentang keutamaan tidur sesedikit mungkin, Allah berfirman sebagai berikut:

 

 “Mereka (orang-orang yang bertakwa) sedikit sekali dur waktu malam.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 17).

 

Maksudnya, yakni orang-orang yang takwa, orang yang berbuat kebaikan di dunia, baik dengan perkataan maupun perbuatan, mereka tidur hanya sebentar pada waktu malam.

 

Sedang ayat selanjutnya menyebutkan:

 

“Dan di akhir-akhir malam, mereka mohon ampunan.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 18).

 

Seorang penyair berkata dalam Bahar Khafif:

 

Wahai, orang yang banyak tidur dan lupa kebanyakan tidur mengakibatkan penyesalan

Sesungguhnya jika kamu telah masuk kuburan setelah mati maka akan lama tertidur .

Apakah kamu merasa aman dari malaikat maut!

Bukankah telah datang kepadamu juru menyeru dengan membawa bukti-bukti yang jelas.

Berkata Anas bin Malik r.a.:

 

“Sesungguhnya bumi, setiap hari selalu memekikkan sepuluh kalimat, ialah: Wahai, anak cucu Adam, engkau berbuat segala sesuatu di atas punggungku, tapi akan kembali ke dalam perutku. Engkau maksiat di atas punggungku, dan akan disiksa di dalam perutku. Engkau tertawa di atas punggungku, tapi menangis dalam perutku. Engkau bersuka ria di atas punggungku, tapi akan susah payah dalam perutku. Engkau menghimpun harta di atas punggungku, tapi menyesali dalam perutku. Engkau makan barang haram di atas punggungku, tapi engkau dimakan cacing di dalam perutku. Engkau hidup gembira di atas punggungku, ‘ tapi akan hidup merana dalam perutku. Engkau di atas punggungku dapat hidup disinari matahari, bulan dan lampu, tapi di dalam perutku engkau akan kegelapan. Dan engkau dapat menghadiri perkumpulanperkumpulan di atas punggungku, namun kelak engkau di dalam perutku akan sendirian.”

 

Mengenai tertawa, Ali bin Abi Thalib r.a. berkata:

 

“Jika seorang alim tertawa satu kali, berarti ia memuntahkan kembali satu ilmu.”

 

Adapun istilah bersuka ria (Al-Farhu) digunakan pada berbagai makna, yaitu:

 

  1. Bathar (berbangga diri), seperti dalam firman Allah:

 

 “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.” (Q.S. Al-Qashash: 76).

 

  1. Rida (puas/senang), seperti terdapat dalam firman Allah SWT.:

 

“Setiap golongan merasa senang (puas) dengan sesuatu yang ada pada mereka.” (Q.S. Al-Mu’minun: 53).

 

  1. Surur (gembira), seperti pada firman Allah swt.:

 

“Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka.” (Q.S. Aali Imran: 170).

 

  1. Kelezatan hati sebab mendapatkan yang diinginkan, dikatakan dia gembira sebab keberaniannya dan nikmat Allah kepadanya serta gembira sebab musibah yang menimpa atas musuhnya.

 

Mengenai hidup berlagak di atas bumi, Nabi saw. bersabda:

 

“Janganlah kamu menjulurkan kain, maka sesungguhnya menjulurkan .. kam termasuk kesombongan dan Allah tidak menyukainya. Jika seseorang memarahimu dan mempermalukanmu dengan sesuatu perkara yang ada padamu, maka janganlah kamu membalas mempermalukannya dengan sesuatu yang ada padanya, biarkanlah dia, maka akibat kejelekannya akan menimpa kepadanya dan pahalanya bagi kamu, dan janganlah kamu mencaci seseorang.” – (H.R. Ibnu Hibban).

 Bersabda Rasulullah saw.:

 

“Barangsiapa banyak tertawa, maka dig akan disiksa dengan sepuluh siksaan, yaitu hatinya akan mati, tidak punya rasa malu, disenangi setan, dibenci oleh Allah Yang Maha Penyayang, di hari Kiamat ia akan dimunagasyah, Nabi saw. berpaling darinya pada hari Kiamat, dikutuk oleh malaikat, dibenci oleh ahli langit dan ahli bumi, lupa terhadap semua perkara dan dia akan merasa malu.”

 

Seorang ulama berkata: “Tertawanya orang mukmin, adalah suatu kelalaian dari hatinya.”

 

Dalam sebuah hadis, Abu Idris Al-Khaulani meriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, dia berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

 

“Hindarilah terlalu banyak tertawa, karena hal itu dapat mematikan hati, dan menghilangkan sinar wajah.”

Hasan Al-Bashri r.a. berkata: Ketika saya berkeliling di jalan-jalan kota Bashrah dan di pasarnya dengan seorang pemuda ahli beribadah, tiba-tiba saya melihat seorang tabib yang sedang duduk di atas kursi. Dia dikelilingi oleh laki-laki, perempuan dan anak-anak. Di tangan mereka masing-masing terdapat gelas yang berisi air. Mereka meminta resep obat untuk penyakitnya. Kemudian pemuda yang bersamaku maju ke depan tabib, lalu dia berkata: “Wahai, Tabib, apakah kamu punya obat yang mampu membersihkan dosa dan menyembuhkan penyakit hati?” Kemudian si tabib itu menjelaskan:

 

“Ambillah sepuluh macam ramuan. Ambillah akar pohon fakir bersama akar-akar pohon tawaduk (kerendahan hati), jadikanlah/campurkanlah padanya tumbuhan tobat, taruhlah ke dalam lumpang keridaan, tumbuklah dengan penumbuk qanaah, simpan di kuali takwa, lalu tuangkanlah padanya air malu, didihkanlah dengan api mahabbah, tuangkanlah ke gelas syukur, kemudian kipasilah dengan kipas harapan, lalu minumlah dengan sendok pujian, sesungguhnya jika kamu mengerjakan hal itu, maka akan menjadi obat bagimu dari semua penyakit dan bencana di dunia dan akhirat.”

 

Dalam keterangan di atas, tampak kefakiran dan kerendahan hati diserupakan dengan pohon, karena sama-sama menjulang tinggi. Juga disebut akar, karena akar adalah pangkal kehidupan setiap tetumbuhan. Karena itu, kalimat di atas dimaksudkan dengan “Ambillah akar-akar yang menjadi pangkal hakikat kefakiran dan tawaduk (kerendahan hati), dua hal yang menjulang tinggi di sisi Allah.” Ibnu Atha’ mengatakan: Tawaduk adalah menerima hak yang datang dari siapa pun. Ibnu Abbas menyatakan: Termasuk tawaduk ialah seseorang mau minum sisa kawannya.

 

Al-Qusyairi berkata:

 

“Fakir adalah simbol para wali dan perhiasan ahli Sufi, dan pilihan Allah untuk kekasih-kekasih-Nya, yaitu orang-orang yang takwa dan para nabi.”

 

Sedangkan maksud “Ihlij” ialah sejenis tumbuhan yang dapat dipakai membersihkan kotoran. Kata Ihlij tobat, artinya tobat yang serupa dengan Ihlij dalam hal sama-sama berfungsi sebagai pembersih. Ihlij mampu membersihkan kotoran lahiriah, sedang tobat dapat menyapu bersih kotoran batiniah, yaitu dosa-dosa.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang jaga dari dosa, seperti orang yang berdosa.”

 

Rida diserupakan dengan lumpang, karena sama-sama berfungsi sebagai tempat (wadah) menumbuk sesuatu. Menurut Imam Nawawi: Rida adalah kegembiraan hati terhadap pahitnya qadha.

 

Ruwaim berkata: Rida adalah menerima berbagai hukum dengan senang.

 

Qanaah, menurut segolongan ulama adalah membuang harapan terhadap sesuatu yang belum ada dengan mencukupkan diri pada apa yang telah ada di tangan.

 

Menurut Abu Sulaiman Ad-Darani: Qanaah berkaitan dengan rida, setahap dengan warak berkaitan dengan zuhud. Qanaah adalah permulaan rida, warak adalah permulaan zuhud.

 

Tentang takwa, seperti dikatakan oleh Abu Abdillah Ruzabadi: Takwa adalah menjauhi apa-apa yang menjauhkanmu dari Allah.

 

Ibnu Atha’ berkata: Takwa itu mempunyai luar dan dalam. Adapun luarnya adalah memelihara hudud (batas-batas) Allah, sedang dalamnya adalah niat dan ikhlas.

 

Perasaan malu, seperti dikatakan oleh Al-Junaid adalah: Suatu kondisi jiwa yang timbul dari kesadaran akan adanya nikmat dan kekurangan pengabdian diri.

 

Dzun Nun Al-Misri berkata: Malu adalah wujud kehebatan yang ada dalam hati sebagai akibat dari sikap garang kepada Allah yang dilakukan dahulunya.

 

Mengenai Mahabbah (rasa cinta), Abu Yazid Al-Bustami berkata: Mahabbah ialah menganggap sedikit terhadap jasa besar dari diri sendiri dan menganggap banyak terhadap jasa sedikit dari si kekasih. Abu Abdillah Al-Oarsyi berkata: Substansi mahabbah adalah kesanggupan memberikan seluruh dirimu kepada orang yang engkau cintai tanpa ada yang tersisa sedikit pun.

 

Syukur adalah: Pengakuan akan mencurahkan nikmat dari si pemberi dalam kerangka hormat dan merendah diri.

 

Adapun rojak (harapan), menurut Abu Abdillah bin Khafif adalah: Rasa optimis terhadap kemurahan anugerah Allah. Juga ada yang mengatakan: Rojak adalah melihat akan adanya keluasan rahmat Allah.

 

Pernah dikisahkan, bahwa salah seorang raja memanggil lima ahli hikmah supaya berkumpul. Ia meminta agar masing-masing mengemukakan dua kata hikmah, maka jumlah keseluruhan terkumpul sepuluh kata hikmah. Ahli hikmah pertama mengatakan:

 

“Takut kepada Maha Pencipta (Allah) menjadi jaminan keamanan, sedang merasa aman dari siksa Allah menjadi sumber ketakutan. Tidak merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan, sedang merasa takut kepada sesama makhluk itu pangkal kemerdekaan.”

 

Ahli hikmah kedua mengatakan:

 

“Adanya harapan kepada Allah itu merupakan kekayaan yang tidak tergoyahkan oleh kefakiran dan putus asa dari kemurahan Allah itu merupakan kefakiran yang tidak dapat tertutup oleh kekayaan.”

 

Dalam hubungan ini Dzun Nun Al-Misri berkata:

 

“Barangsiapa merasa puas dengan yang dimilikinya, maka ia tidak begitu memerlukan orang-orang yang hidup bersamanya dan dapat melebihi di atas teman-teman sebayanya.”

 

Ada yang mengatakan:

 

“Barangsiapa matanya melotot kepingin terhadap sesuatu yang ada di tangan orang lain, maka kesusahannya tambah panjang.”

 

Segolongan pujangga berkata dalam Bahar Wafir:

 

Kemurahan hati di saat dia sendiri lapar,

dapat menaikkan harga diri pemuda, ,

pada suatu hari ia berbuat cemar

di hari itu pula ia menjadi mulia.

 

Maksudnya, bahwa kesanggupan bermurah hati, di saat diri sendiri tengah kelaparan, dapat menaikkan harga diri. Jika kesanggupan ini dimiliki oleh pemuda, lalu di suatu saat pemuda tersebut berbuat cemar, maka kecemaran itu akan tertutup dan terhapus lantaran kemurahan hatinya. ,

 

Ahli hikmah ketiga mengatakan:

 

“Kemelaratan harta itu tidak berbahaya, selagi dibarengi kekayaan hati dan kekayaan harta tidak bermanfaat, selagi diberengi kemelaratan hati.”

 

Wahab mengatakan: Sesungguhnya kemuliaan dan kekayaan keduanya keluar berjalan sambil mencari teman, kemudian keduanya bertemu dengan qanaah, maka tetaplah mereka berdua.

 

Di dalam Kitab Zabur disebutkan:

 

“Orang yang qanaah itu kaya, walaupun dia kelaparan.”

 

Ahli hikmah keempat mengatakan:

 

“Kekayaan hati hanya akan menambahkan kekayaan bagi dermawan dan kemelaratan hati juga hanya akan menambahkan kemelaratan bagi kekayaan harta.”

 

Dalam hubungan ini Ad-Daqqaq menyatakan:

 

“Barangsiapa yang tidak disertai ketakwaan di dalam kefakirannya, maka dia akan memakan yang haram.”

 

Ahli hikmah kelima mengatakan:

 

“Mengambil kebaikan yang sedikit lebih baik daripada meninggalkan kejelekan yang banyak dan meninggalkan semua kejelekan lebih baik daripada mengambil kebaikan yang sedikit.”

 

Perkataan ahli hikmah kelima ini mendekati perkataan sebagian tabib: “Semua delima itu baik dan semua ikan itu jelek, namun makan ikan sedikit lebih baik daripada delima yang banyak.”

Ibnu Abbas r.a. berkata, dari Nabi saw.:

 

“Sepuluh golongan umatku tidak akan masuk surga, kecuali yang bertobat, ialah: Al-Qalla’, Juyyuf, Qattat, Daibub, Dayyus, pemilik Artabah, pemilik Kubah, ‘Utul, Zanim dan orang yang durhaka kepada kedua orangtuanya.”

 

Selanjutnya, dalam kaitan hadis ini Ibnu Abbas menyatakan:

 

“Lalu ada yang bertanya: Ya, Rasulullah, apa yang dimaksud Al-Qalla’ itu?” Beliau menjawab: “Orang yang berjalan di hadapan para pejabat.” “Apa yang dimaksud Juyyuf?” Beliau menjawab: “Pencuri kuburan.” “Apa yang dimaksud Qattat?” Beliau menjawab: “Orang yang suka mengadu domba.” “Apa yang dimaksud Daibub?” Beliau menjawab: “Orang yang” mengumpulkan pemudi-pemudi di rumahnya berzina.” “Apa yang dimasud Dayyus?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak cemburu terhadap keluarganya.” “Apa yang dimaksud mempunyai Artabah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul drum.” “Apa yang dimaksud mempunyai Kubah?” Beliau menjawab: “Orang yang memukul gendang.” “Apa yang dimaksud ‘Utul?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak memaafkan dosa dan tidak menerima ampunan.” “Apa yang dimaksud Zaniim?” Beliau menjawab: “Orang yang dilahirkan dari zina dan dia duduk di tengah jalan sambil mengumpat orang lain.”

 

Sehubungan dengan penjelasan tentang Jayyuf, segolongan ulama salaf memberikan cerita: Di negeri mereka, hiduplah seorang Jayyuf (pembongkar kuburan untuk dicuri isinya) yang telah dikenal merata. Seorang gadhi yang saleh, di kala merasa telah mendekati ajalnya sempat memanggil si Jayyuf seraya berpesan:

 

“Saya dengar anda suka membongkar kuburan. Tapi di hari ini, saya merasa telah dekat dengan ajal. Untuk biaya kafan dan sebagainya, telah kami persiapkan sebesar sekian: Silakan ini diambil, tapi jangan engkau bongkar kuburku nanti.”

 

“ Kemudian si Jayyuf itu menjawab: “Baiklah.”

 

Maka pulanglah si Jayyuf ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia menceritakan pesan gadhi itu kepada istrinya.

 

“Kalau begitu berhati-hatilah, jangan kau curi,” kata istrinya.

 

Ketika kematian gadhi telah tiba dan dia telah dikuburkan, Jayyuf berkeinginan sekali untuk mencuri kain kafan gadhi tersebut, tetapi istrinya tetap melarangnya. Namun Jayyuf tetap bersikeras tidak mengindahkan larangan istrinya, maka dibongkarlah makam gadhi tersebut. Ketika itu dia melihat mayat gadhi telah duduk dan di sana ada dua malaikat. :

 

Malaikat pertama berkata kepada malaikat kedua! “Ciumlah kedua kakinya.”

 

Malaikat kedua kemudian mencium kaki gadhi, katanya: “Tidak ada sesuatu pada kaki itu.”

 

“Ciumlah kedua tangannya.”

 

Kemudian malaikat kedua mencium kedua tangan gadhi, lalu ia berkata: “Dia tidak melakukan kemaksiatan dengan kedua tangannya.”

 

“Ciumlah kedua matanya.”

 

Kemudian dia menciumnya dan berkata: “Mayat ini tidak melihat yang haram dengan kedua matanya.”

 

“Ciumlah pendengarannya.”

 

Kemudian dia mencium telinganya dan tidak menemukan apa-apa.

 

“Ciumlah telinga yang sebelahnya.”

 

Dia diam setelah mencium telinga yang sebelahnya. “Apa yang kamu temukan!”

 

“Saya menemukan bau.”

 

“Apakah kamu tahu bau apakah itu?”

 

“Sesungguhnya orang tersebut mendengarkan dengan salah satu pendengarannya kepada salah seorang yang bertikai lebih banyak daripada yang lain.”

 

Kemudian telinga gadhi itu membengkak dan menyemburkan api yang menjilat-jilat memenuhi kuburannya. Lalu api itu menyambar mata si Jayuf sehingga matanya buta. Kisah ini dikutip dari kitab Qam’u nufus. — Masih ada kaitannya dengan pokok makalah ini, Mu’adz pernah suatu ketika bertanya kepada Nabi saw. tentang firman Allah:

 

“Yaitu hari ditiup sangkakala, lalu kamu sekalian datang berbondongbondong.” (Q.S. An-Naba’: 18).

 

Kemudian kepada sahabat Mu’adz tersebut Nabi saw. bersabda:

 

“Wahai, Mu’adz kau telah menanyakan sesuatu yang amat besar.”

 

Lebih lanjut, dengan mata berlinangan Nabi menjelaskan sebagai berikut: “Digiring sepuluh kelompok dari umatku dengan bermacam- macam rupa. Mereka dibedakan oleh Allah dari kelompok orang muslim dan Allah menampakkan bentuk mereka, di antara mereka ada yang berbentuk monyet, babi dan ada yang matanya buta berjalan ke sana kemari. Ada juga yang tuli, bisu, tidak mempunyai akal, ada yang menggigit lidahnya sampai menjulur ke dadanya sambil mencucurkan nanah dari mulutnya yang menjijikkan orang banyak. Sebagian lagi ada yang putus tangan dan kakinya, dan sebagian lagi ada yang disalib atau dipasung di atas daripada bau bangkai dan ada yang diberi pakaian berupa aspal cair.

 

Adapun yang berbentuk monyet adalah mereka yang suka mengadu domba. Orang yang berbentuk babi, mereka adalah pemakan riba dan yang haram. Sedangkan yang dibalikkan kaki dan mukanya, mereka adalah pemakan barang riba. Orang yang tuli serta bisu adalah orangorang yang ujub dengan amalnya. Orang yang menggigit lidahnya ialah  para ulama dan ahli bicara yang pembicarannya bertentangan dengan amalnya.

 

Orang yang putus tangan dan kakinya adalah orang yang suka menyakiti tetangga. Orang yang disalib dengan tiang api adalah orang yang mengadukan orang yang tidak bersalah kepada penguasa. Orang yang lebih bau daripada bangkai adalah orang yang bersenang-senang dengan syahwat dan kelezatan, dan mereka tidak mau mengeluarkan hal Allah swt. dari hartanya. Adapun orang yang diberi pakaian dengan aspal adalah orang takabur, sombong dan angkuh. (H.R. Al-Qurthubi).

 

Perbuatan dianggap sebagai kedurhakaan terhadap orangtua adalah setiap perbuatan anak yang menurut ukuran umum dinilai telah menyakitkan hati orangtua, walaupun perbuatan yang dilakukan tidak haram, jika diperlakukan pada orang lain. Misalnya berpaling muka ketika berjumpa, mendahului orangtua di waktu berjalan bersama-sama dalam suatu rombongan, sehingga tampak mengabaikan dan acuh.

Nabi saw. bersabda:

 

“Ada sepuluh golongan yang Allah tidak menerima salat mereka: Orang salat sendirian tanpa membaca surah Al-Fatihah, orang yang tidak menunaikan zakat, orang yang menjadi imam pada suatu kaum yang membencinya, seorang hamba sahaya yang melarikan diri, peminum khamar (arak) yang pemabuk, wanita yang tidur malam membuat jengkel suaminya, wanita dewasa yang salat tanpa memakai kerudung (mukena), pemakan riba, pemimpin yang menyeleweng, dan orang yang salatnya tidak berfungsi nahi mungkar, tidak bertambah dari Allah melamkan jauh.”

 

Tentang bacaan Al-Fatihah dalam salat, Imam Abu Hanifah dan sahabatnya, Imam Malik dan Imam Ahmad Hambali r.a. telah sepakat atas sahnya salat seorang makmum tanpa membaca sedikit pun dari surah Al-Fatihah.

 

Tentang orang yang enggan menunaikan zakat, Allah berfirman:

 

“Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat.” (Q.S. Fushshilat: 6-7).

 

Dalam ayat ini, dengan jelas Allah menyebutkan mereka yang mereka membayar zakat sebagai orang musyrik.

 

Hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan yang kabur dari tuannya, salatnya tidak diterima oleh Allah.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Jika seorang hamba sahaya kabur, maka tidak diterima salatnya, dalam riwayat lam disebutkan: Maka kafirlah ia sampai pulang kembali.” Demikian pula salat orang yang mabuk karena minum arak (khamar), dalam masalah ini Nabi saw. bersabda:

 

“Jauhilah khamar, karena barang itu menjadi induk segala kejahatan.”

 

Mengenai tidak diterimanya salat seorang wanita yang di kala tidur malam membuat sakit hati suaminya, Nabi saw. bersabda:

 

“Tiga golongan, Allah tidak akan menerima salat mereka dan salarnya tidak akan naik ke langit, yaitu orang yang mabuk sampai dia sadar, perempuan yang dibenci suaminya, budak yang kabur dari tuannya, hingga ia pulang dan menyerahkan diri kepada tuannya.”

 

Tentang pemakan riba, sebagaimana diterangkan dalam Az-Zawajir adalah kelak di Padang Mahsyar mereka dihimpun dalam bentuk anjing dan babi. Hal ini sebagai risiko darikhilah yang mereka kemukakan untuk menghalalkan riba, sebagaimana orang Bani Israel (Ashaabus Sabti) kelak juga dijelmakan menjadi anjing dan babi. Ashabus Sabti di kala itu dikenakan larangan mencari ikan di hari Sabtu. Pada mulanya mereka tunduk, sehingga pada setiap hari Sabtu di perairan mereka tampak betapa banyak ikan berkeliaran dengan aman. Kemudian mereka pun berkhilah, yaitu tetap mencari ikan di hari Sabtu, tapi tidak langsung diambil. Ikanikan itu dipindahkan dulu ke dalam kolam yang khusus mereka bikin untuk itu, baru di hari Ahad mereka menangkapnya kembali dari kolam tersebut. Dengan cara khilah seperti ini, mereka beranggapan bahwa tidak melanggar larangan menangkap ikan di atas. Demikian mereka melakukan khilah, sekonyong-konyong Allah -menjelmakan mereka “dalam bentuk anjing dan babi. Begitu juga kelak orang yang berkhilah untuk menghalalkan riba, dengan bentuk khilah apa pun. Allah Maha Mengetahui terhadap segala bentuk khilah.

 

Akan halnya pemimpin yang menyeleweng, tersebut dalam hadis Abu Dzar, bahwa ia mendengar Nabi saw. bersabda:

 

“Seorang penguasa akan didatangkan pada hari Kiamat, kemudian dia dilemparkan ke jembatan jahanam, maka guncanglah jembatan itu dengan guncangan yang hebat, hingga tidak ada satu sendi pun melainkan terlepas dari tempatnya. Jika dia taat kepada Allah dalam perbuatannya, maka dia akan lewat dengan selamat. Jika bermaksiat, maka jembatannya terputus karenanya, lalu dia terjatuh ke dalam neraka Jahanam selama lima puluh ribu tahun.”

 

Akhirnya, kami nukilkan dari Al-Arif Al-Mursi sebagai berikut:

 

“Amal perbuatan hamba itu akan tampil dalam bentuk suapan nasi, baik amal kebajikan maupun kejelekan.”

– Nabi saw. bersabda:

 

“Sepatutnya orang yang masuk mesjid, melakukan sepuluh hal, yaitu pertama, membersihkan kedua khuf atau sandalnya dan mulai masuk dengan mendahulukan kaki kanan….”

 

“Kedua, apabila masuk mengucapkan: “Dengan nama Allah, semoga keselamatan terlimpah kepada Rasulullah dan semua malaikat Allah. – Ya, Allah, Tuhan kami, bukakanlah bagi kami pintu rahmat-Mu, – sesungguhnya Engkau Maha Pemberi’.”

 

“Ketiga, memyaca salam kepada ahli mesjid, namun jika tidak ada orang dalam mesjid, maka ucapkanlah: ‘Semoga keselamatan bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh’.”

 

“Keempat, mengucapkan: ‘Aku bersaksi tiada Tuhan selam Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah.”

 

“Kelima, hendaklah tidak menerjang di depan orang yang sedang salat. Keenam, jangan melakukan perkara duniawi. Ketujuh, jangan membicarakan perkara duniawi. Kedelapan, jangan keluar sebelum melaksanakan salat Tahiyatal Mesjid dua rakaat. Kesembilan, jangan masuk kecuali sudah punya wudu.”

 

“Kesepuluh, apabila bangkit hendaknya mengucap: ‘Maha Suci Engkau, ya, Allah, wahai, Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Engkau, aku mohon ampunan kepada-Mu dan aku bertobat kepada-Mu’.”

 

Di kala masuk mesjid, hendaklah mendahulukan kaki kanan, demikian pula masuk ke tempat-tempat yang mulia atau tempat yang belum jelas mulia-tidaknya. Terlebih dahulu melepas alas kaki kiri di depan pintu mesjid, lalu kaki kiri ditumpangkan pada alas tersebut, kemudian baru melepas alas kaki kanan.

 

Doa masuk mesjid dapat pula sebagai berikut:

 

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung dengan Zat-Nya Yang Maha Mulia dan kerajaan-Nya yang kekal abadi dari godaan setan yang terkutuk. Segala puji bagi Allah. Ya, Allah, limpahkanlah salawat buat Muhammad, segenap keluarga beliau dan sahabat beliau.”

 

Bagus juga, sebelum membaca doa seperti dalam awal makalah di atas, terlebih dulu diawali dengan:

 

“Ya, Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah untukku pintu rahmatMu… “

 

Tentang melewati depan orang salat, hukumnya adalah haram,. kendati itu salat sunah dan sah menurut keyakinan orang yang salat tersebut, dan meskipun tidak ditemukan jalan selain menerjang tersebut. Yang dimaksud depan orang salat adalah lokasi dalam batas salat. Diperbolehkan menerjang depan orang salat, jika situasi darurat, misalnya untuk segera bertindak menyelamatkan orang yang tenggelam, demikian menurut pendapat Muktamad (yang bisa dipakai pedoman). Bahkan Imam Syafi’i menukil dari berbagai imam, bahwa menerjang tersebut diperbolehkan, jika ternyata tidak ada jalan lain. Namun pendapat ini dinilai lemah. Adapun jika orang yang salat itu sembarangan saja dalam mengambil tempat, misalnya di tempat yang biasanya menjadi lalu lintas orang di saat itu, seperti jalur tawaf, maka tidak haram menerjang di depannya. Juga misalnya orang salat dalam suatu saf di mana saf depannya diperbolehkan orang lain menerjang depan orang tersebut, walaupun dengan melintasi beberapa saf.

 

Urusan duniawi yang dimaksud dalam makalah ini, ialah semacam transaksi jual beli. Jika mengetahui hal itu terjadi dilakukan orang dalam mesjid, maka disunahkan menegur dengan ucapan:

 

“Semoga Allah tidak memberi keuntungan dagangan anda.”

 

Sedang omongan duniawi yang dimaksud di sini, ialah semisal lagulagu yang sesat itu. Jika melihat hal itu dilakukan orang, disunahkan menegur dengan ucapan:

 

“Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.”

 

Tentang salat Tahiyatul Mesjid, jika yang dimasuki itu Masjidil Haram dan ia bermaksud tawaf juga, maka terlebih dahulu tawaf, kemudian salat dua rakaat dengan niat Tahiyatul Mesjid sekaligus niat salat sunah Tawaf.

 

Bagi orang yang tidak sempat salat Tahiyatul Mesjid, disunahkan membaca empat kali sebagai berikut:

 

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selam Allah dan Allah Maha Agung.”

 

Dengan membaca seperti ini, lepaslah beban memakruhan atasnya. Demikianlah, jika memang tidak dirasa mudah mengambil air wudu terlebih dahulu (bagi orang yang tidak sempat salat karena telah batal wudunya). Kalau dirasa mudah berwudu, tapi tidak mau berwudu sehingga tidak dapat salat Tahiyat dan mencukupkan membaca bacaan di atas, maka kemakruhan belum terlepas darinya, sebab itu berarti ia telah mengabaikan.

 

Tentang doa sewaktu akan keluar dari mesjid, seperti yang termaktub , dalam makalah di atas, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang duduk pada suatu tempat dan pada tempat itu banyak kesalahan, lalu dia mengucapkan sebelum bangkit dari tempatnya: ‘Subhaanaka, Allaahumma wa bihamdika, Asyhadu an laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa.atuubu ilaik’ (Maha Suci Engkau, ya, Allah, dan dengan memuji-Mu aku bersaksi, sesungguhnya tiada Tuhan selai Engkau, aku memohon ampunan-Mu dan bertobat kepada-Mu), tiada lain kecuali Allah mengampuni dosa-dosanya selama di mejelis tersebut.” (H.R. At-Tirmidzi).

 

Adapun riwayat dari Ali, sesungguhnya beliau berkata: “Barangsiapa ingin memperoleh takaran penuh, maka hendaknya di akhir majelisnya atau di kala hendak berdiri mengucapkan sebagai berikut:

 

‘Maha Suci Tuhanmu, Tuhan keluhuran, dari apa pun yang disebutkan oleh orang-orang kafir, semoga salam buat para rasul dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam’.”

Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi saw. bersabda:

 

“Salat adalah tiang agama, barangsiapa menunaikannya, berarti menegakkan agama dan siapa mengabaikannya, berarti menumbangkan agama.”

 

Selanjutnya Nabi saw. bersabda:

 

“Di dalam salat ada sepuluh perkara, yaitu menghiasi muka, menerangi hati, menyenangkan badan, dihibur di dalam kubur, turun rahmat, kunci surga, berat timbangan, disenangi Tuhan, harga surga dan penghalang dari neraka.”

 

Salat dapat menyinari hati, sebagaimana disinyalir dalam sebuah hadis:

 

“Salat seseorang adalah penerang hatinya, barangsiapa di antara kamu yang ingin hatinya diterangi, hendaklah memperbanyak salatnya.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Salat juga mengandung arti kesembuhan badan. Nabi saw. bersabda:

 

“Bangkitlah kamu, lalu salatlah, karena salat adalah obat.” (H.R. Imam Ahmad dan Ibnu Majah).

 

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah apabila menurunkan penyakit dari langit ke ahli bumi, maka Allah memalingkannya dari orang yang meramaikan mesjid. ” (H.R. Al-Asykari).

 

Salatpun mendatangkan rahmat dan kunci langit. Nabi saw. bersabda:

 

“Salat itu menjadi kurban bagi setiap orang yang takwa.” (H.R. Al-Oudha’i, dari Ali).

 

Salat juga menambah berat timbangan amal dan mendatangkan eridaan Allah. Dalam hal ini Nabi saw. bersabda: .

 

“Tidak ada suatu keadaan pun bagi seorang hamba yang lebih dicintai oleh Allah, selain Dia melihatnya dalam keadaan sujud seraya membenamkan mukanya ke tanah.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Salat adalah menjadi penebus surga. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw, bersabda:

 

“Sesungguhnya orang yang salat adalah orang yang mengetuk pintu Maha Raja dan sesungguhnya orang yang senantiasa mengetuk pintu, maka akan cepat dibukakan pintu itu baginya.” (H.R. Ad-Dailami).

 

Salat juga menjadi penghalang dari api neraka. Nabi saw. bersabda:

 

“Salat adalah timbangan, barangsiapa yang memenuhinya, maka dia akan dipenuhi.” (H.R. Al-Baihagi dari Ibnu Abbas).

 

Secara keseluruhan, salat fardu lima kali sehari, adalah seperti yang dijelaskan oleh sabda Nabi saw.:

 

“Lima kali salat, barangsiapa yang memeliharanya, maka baginya menjadi cahaya dan tanda serta keselamatan pada hari Kiamat. Barangsiapa yang tidak memeliharanya, maka baginya tidak mempunyai cahaya, tanda dan keselamatan, dan pada hari Kiamat dia bersama Firaun, Haman, Marun, dan Ubay bin Khalaf.” (H.R. Ibnu Nashr).

 Dari Aisyah r.a., Nabi saw. bersabda:

 

“Apabila Allah berkehendak memasukkan ahli surga ke dalam surga, terlebih dahulu mengutus malaikat-malaikat untuk menemui mereka dengan membawakan hadiah dan busana dari surga, bila nanti mereka akan masuk, maka malaikat berkata kepada mereka: ‘Sesungguhnya aku membawakan hadiah tuan dari Allah Tuhan semesta alam.’ Dan mereka balik bertanya: Hadiah apa itu?”

 

“Malaikat menjawab: ‘Hadiah itu adalah sepuluh bis cincin’.”

 

“Pertama, ditulis: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu, maka masukilah surga, ini untuk selama-lamanya’.”

 

“Kedua, ditulis: Tatan aku sirnakan segala bentuk derita dan kesusahan’.”

 

“Ketiga, ditulis: “Dan. inilah surga yang Aku anugerahkan kepadamu sebagai imbalan dari jerih payah yang kau kerjakan’.”

 

“Keempat, ditulis: ‘Aku memakaikan beraneka ragam busana dan perhiasan kepadamu’.”

 

“Kelima, ditulis: Dan Aku menjodohkan mereka dengan bidadari molek, dan di hari inilah Aku menganugerahi mereka imbalan dari kesabaran mereka, bahwa sesungguhnya mereka beroleh bahagia.”

 

“Keenam, ditulis: ‘Inilah imbalan untukmu di hari ini dari taat yang telah engkau lakukan’.”

 

“Ketujuh, ditulis: “Engkau menjadi pemuda selama-lamanya dan tak akan tua’.”

 

“Kedelapan, ditulis: “Engkau menjadi aman selamanya, tak bakal merasa ketakutan’.”

 

“Kesembilan, ditulis: “Engkau bersama-sama para nabi, orang-orang shiddigin, orang-orang syahid dan orang-orang saleh’.”

 

“Kesepuluh, ditulis: “Engkau bertempat di sisi Ar-Rahman, Pemangku Arasy Yang Maha Mulia’.”

 

“Kemudian para malaikat berkata: “Silakan tuan masuk dengan selamat dan sentosa!’ Kemudian mereka, para penghuni surga masuk seraya berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah melenyapkan kesusahan dari kami, sesungguhnya Tuhan kami Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.’ (Q.S. Faathir: 34).

Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya buat kami dan mewariskan bumi surga untuk kami duduki di sebelah mana pun yang kami inginkan.”

 

“Dan apabila Allah berkehendak memasukkan (calon) penghuni neraka ke dalam neraka, maka terlebih dahulu mengutus malaikat kepada mereka dengan membawa sepuluh biji cincin.”

 

l“Pada cincin pertama, tertulis: ‘Ayolah masuk ke neraka, di situ engkau tidak mati-mati, tidak juga hidup (senang) dan tidak akan keluar’.”

 

“Kedua ditulis: ‘Bergelimanganlah engkau dalam siksaan yang tidak pernah berhenti’.”

 

“Ketiga ditulis: ‘Berputus harapanlah kamu dari rahmat-Ku’.”

 

“Keempat, ditulis: “Masuklah kamu ke dalam neraka dengan penuh kebingungan dan kesedihan selamanya’.”

 

“Kelima ditulis: “Pakaian kamu adalah api, makanan kamu adalah Zaggum, minuman kamu adalah Hamiim (air yang sangat panas), hamparan kamu adalah api dan tempat berteduh Kamus adalah api”

 

“Keenam ditulis: ‘Ini adalah pembalasan bagi kamu, pada hari ini, disebabkdn maksiat yang kamu lakukan’.”

 

“Ketujuh, ditulis: “Kemurkaan-Ku atas kamu di dalam neraka selamanya’.”

 

“Kedelapan, ditulis: ‘Atas kamu kutukan disebabkan dosa besar yang kamu lakukan dengan sengaja dan kamu tidak bertobat dan tidak menyesalinya’.”

 

“Kesembilan, ditulis: “Teman-teman kamu adalah setan di neraka selamanya’.”

 

“Kesepuluh ditulis: “Kamu telah mengikuti setan, kamu mengharapkan dunia dan meninggalkan akhirat, maka inilah pembalasan bagi kamu’.”

 

Surga itu terletak di atas langit ketujuh. Hal ini telah dinyatakan oleh Nabi saw., bahwa surga terletak di atas tujuh langit, namun masih berada di bawah Arasy. Segolongan ulama mengatakan: Pintu surga ada delapan, masing-masing pintu dapat dilewati sekali barisan yang berjumlah 70.000 orang. Dalam kenyataannya, surga itu merupakan bangunan singgasana yang terdiri kamar-kamar dan lobi-lobi juga berbagai panorama, satu sama lain terbuat dari emas, perak, zabarjad, zamrud, mutiara, merjan, kafours anbar dan ratna mutu manikam lain yang indahindah dan bernilai tinggi.

 

Adapun tentang neraka, Ibnu Rajab mengatakan, bahwa neraka itu terletak di bawah tujuh bumi dan sekarang sudah wujud.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya di Jahanam terdapat 70.000 jurang: masing-masing jurang terdapat 70.000 liang (gua): masing-masing liang terdapat 70.000 rumah: masing-masing rumah terdapat 70.000 lokal: masingmasing lokal terdapat 70.000 sumur, masing-masing sumur terdapat 70.000 ekor ular: dan di dalam setiap rongga mulut ular tersebut terdapat 70.000 kalajengking. Orang kafir maupun munafik, tidak berakhir sehingga menghadapi semua itu.”

Dari segolongan Hukama:

 

“Saya mencari sepuluh hal dalam sepuluh tempat, ternyata saya temukan dalam sepuluh tempat yang lain: Saya mencari ketinggian derajat dalam sikap takabur, ternyata saya temukan dalam tawaduk: saya mencari kualitas ibadah tertinggi dalam salat, ternyata saya temukan dalam wira’is saya mencari kesenggangan hidup dalam semangat mencari harta, ternyata saya temukan dalam Zuhud: saya mencari sinar hari dalam salat siang hari yang dilakukan secara terangterangan, ternyata saya temui dalam salat malam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi: dan saya mencari sinar penerang di hari Kiamat dalam kedermawanan dan kemurahan hati, ternyata dalam hausnya puasa, ..”

 

“Saya mencari keselamatan melintasi titian dalam pahala kurban, “ ternyata saya temukan dalam pahala sedekah: saya mencari keselamatan dari neraka dalam pahala mencapai hal-hal yang diperbolehkan dalam agama, ternyata saya temukan dalam pahala meninggalkan keinginan daniawi, saya mencari kasih cinta Allah dalam dunia, ternyata saya temui dalam zikir kepada-Nya: saya mencari kesejahteraan dalam berbagai perkumpulan, ternyata saya temui dalam uzlah, saya mencari sinar hati dalam berbagai nasihat dan membaca Alqur-an, ternyata saya temui dalam tafakur dan ratap tangis.” Takabur ialah merasa tinggi diri. Sedang menurut Al-Fudhail.

 

Tawaduk ialah: Merendah diri di hadapan kebenaran, menaatinya dan menerima dengan rela dari siapa pun datang kebenaran itu.

 

Ibrahim bin Adham berkata: Warak ialah meninggalkan segala yang subhat (belum jelas halal-haramnya) dan segala kelebihan di luar batas kelayakan.

 

Zuhud ialah meninggalkan dinar dan dirham. Demikian dikatakan oleh Abdul Wahid bin Zaid.

 

Tentang salat Lail (salat di malam hari), Nabi saw. bersabda:

 

“Yang paling dekat antara Allah dengan hamba-Nya, adalah di tengah malam. Maka, jika kamu mampu menjadi orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu, maka berziki

(H.R. At-Tirmidii, An-Nasai dan Al-Hakim).

 

Diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Dua sakaat Jang dilakukan oleh anak Adam pada tengah malam itu lebih baik baginya daripada dunia seisinya. Seandainya saya tidak memberatkan terhadap umarku, maka saya perintahkan dua rakaat itu kepada mereka.” (H.R. Ibnu Nashr).

 

Mengetahui keutamaan hausnya puasa, Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang disebut Rayyan, yang dimasuki orang yang berpuasa, pada hari Kiamat tidak ada seorang pun yang memasukinya, kecuali mereka. Dikatakan: Mana orang yang berpuasa? Kemudian mereka berdiri, selain mereka tidak boleh masuk. Jika merekatelah masuk, maka pintu itu dikunci, tidak seorang pun yang dapat memasukinya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

Diriwayatkan dari Abi Sa’id, dia berkata, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak ada seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah, melainkan Allah menjauhkan mukanya dari neraka sejauh tujuh puluh tahun.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

Mengenai pahala sedekah, Imam As-Suyuthi menyebutkan: Sesungguhnya pahala sedekah ada lima macam:

  1. Dibalas sepuluh, yaitu sedekah orang yang sehat badannya.
  2. Dibalas sembilan puluh, yaitu sedekah orang yang buta dan orang yang tertimpa bencana. ,
  3. Dibalas sembilan ratus kali lipat, yaitu sedekah kepada kerabat yang sedang butuh.
  4. Dibalas seratus ribu kali lipat, yaitu sedekah kepada kedua orangtua.
  5. Dibalas sembilan ratus ribu kali lipat, yaitu sedekah kepada orang alim atau orang yang memahami agama.

 

Tentang keutamaan meninggalkan syahwat (keinginan duniawi), Abu Sulaiman Ad-Darani berkata:

 

“Saya meninggalkan sesuap nasi pada waktu makan malam lebih saya sukai daripada salat sunah malam sampai akhir malam.”

Mengenai zikir kepada Allah, Nabi saw. bersabda:

 

“Zikir lebih baik daripada sedekah, zikir lebih baik daripada berpuasa.” (H.R. Abu Syekh dari Abu Hurairah).

 

Maksudnya, zikir kepada Allah seperti membaca tahlil, tasbih, dan tahmid lebih baik daripada sedekah sunah dan zikir lebih banyak pahalanya dan lebih bermanfaat daripada berpuasa.

 

Adapun Uzlah  (mengasingkan diri), Al-Qusyairi berkata:

 

“Uzlah pada hakikatnya adalah menimbulkan perkara-perkara yang tercela. Maka pengaruh uzlah ialah untuk mengubah sifat, bukan untuk menjauhkan diri dari tempat tinggal.”

Abu Ali Ad-Daqaq berkata:

 

“Berpakaianlah kamu dengan pakaian yang dipakai oleh manusia, makanlah makanan yang dimakan mereka, tetapi bersendirilah dalam mengatur sikap hati.”

 

Tafakur ialah menghayati keagungan Allah dengan segala ciptaanNya, menghayati keadaan dunia yang segera rusak dan keresahan terbesar di akhirat kelak dengan segala macam sangkut pautnya, untuk kemudian membatasi diri dan mendidiknya serta membawa pada istikamah (tingkat Spiritual tertentu, di mana merasa puas, tenteram dan tenang hanya jika menunaikan aturan-aturan agama).

 

Sedangkan ratap tangis di waktu sahur, sebagian ulama berkata: Suatu ketika saya melewati orang ahli ibadah yang tengah meratap tangis. Saya bertanya: “Mengapa kamu menangis!” Dia menjawab: “Aku menemukan suatu ketakutan yang ditemukan oleh orang-orang yang takut di dalam hatinya.” Saya bertanya: “Takut apa?” Dia menjawab: “Takut dipanggil untuk dihadapkan kepada Allah swt.”

Allah berfirman:

 

“Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.” (Q.S. Al-Bagarah: 124).

 

Dalam kaitannya ayat ini, Ibnu Abbas memberikan tafsiran tentang: ujian tersebut:

 

“Sepuluh perkara sunah, lima ada di kepala dan lima lainnya di badan. Adapun yang ada di kepala, yaitu siwak, berkumur, menyedot air ke dalam hidung, menggunting kumis dan mencukur rambut kepala. Sedangkan yang ada di badan, yaitu mencabut bulu ketiak, memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, khitan dan beristinja.”

 

Sepuluh materi ujian ini, termuat dalam syair yang didendangkan dengan Bahar Thawil:

 

Berkumurlah, menyedot airlah menggunting kumislah, membiasakan siwaklah dan perhatikan memangkas rambut. Dikhitan, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan jangan lupa istinja dan memotong kuku

 

Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:

 

“Barangsiapa membaca salawat Nabi saw. satu kali, maka Allah menganugerahi salawat untuknya sepuluh kali: danbarangsiapa memaki Nabi satu kali, maka Allah memaki orang itu sepuluh kali. Tidakkah engkau ketahui, firman Allah mengenai Walid bin Mughirah yang dikutuk Allah, ketika dia mencaci Nabi saw. satu kali, maka Allah mencacinya sepuluh kali.”

 

“Untuk itu, Allah swt. berfirman: ‘Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, banyak mencela, yang kian kemari menghambun fitnah, yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang kaku kasar, selain itu yang terkenal kejahatannya karena dia mempunyai (banyak) harta dam anak, apabila dibacakan ayat-ayat Kami kepadanya, dia berkata: (Ini adalah) dongeng-dongeng orang dahulu kala’.” (Q.S. Qalam: 10-15).

 

Yakni, dia yang mendustakan Alqur-an.

 

Namimah (adu domba) ialah menjual atau mengobral omongan dari seseorang untuk diadukan kepada orang lain dengan maksud mengadu antara mereka.

 

Zanim (suka mengaku keturunan orang lain), sebagaimana yang diperbuat oleh Al-Walid. Ia mengaku putra Al-Walid. Ia mengaku putra

 

Al-Mughirah, padahal sesungguhnya putra seorang penggembala dari ‘ hasil perzinaan dengan ibunya.

 

Kesombongan Al-Walid itu timbul karena mengandalkan kekayaan dan anak-anaknya. Ia mempunyai harta mencapai 9000 mitsqal perak dan sepuluh anak laki-laki.

 

Jika mendengar Alqur-an dibaca, Al-Walid selalu berkomentar, bahwa tidak lebih dari dongengan-dongengan zaman kuno. Komentar seperti ” ini dimaksudkan untuk mendustakan (menghina) Alqur-an. Jika dihitung dari depan, maka hal ini merupakan macam ke-10 dari cacian Allah terhadap Al-Walid.

Dari Syaqiq Al-Balkhi, dia berkata: “Ibrahim bin Adam berjalan-jalan di pasar Basrah, lalu orang-orang berkumpul kepadanya. Ibrahim bin Adham berkata ketika mereka menanyakan tentang firman Allah:

 

“Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkan doa kalian.”

 

Padahal kami telah bertahun-tahun berdoa, mengapa Allah belum juga mengabulkan doa kami.

Ibrahim menjawab:

 

“Hatimu telah mati karena sepuluh perkara. Pertama, engkau mengenali Allah, tetapi tidak menunaikan hak-Nya. Kedua, engkau membaca Kitab Allah, tapi tidak mau mengamalkannya. Ketiga, engkau mengaku bermusuhan dengan iblis, tetapi mengikuti tuntunannya. Keempat, engkau mengaku cinta Rasul, tetapi meninggalkan tingkah laku dan sunah beliau. Kelima, engkau mengaku senang surga, tetapi tidak berusaha menuju padanya. Keenam, engkau mengaku takut neraka, tetapi tidak mengakhiri perbuatan-perbuatan dosa. Ketujuh, engkau mengakui bahwa kematian itu hak, tetapi tidak mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kedelapan, engkau asyik meneliti aib-aib orang lain, tetapi melupakan aib-aib dirimu sendiri. Kesembilan, engkau makan rezeki Allah, tetapi tidak bersyukur kepada-Nya. Kesepuluh, engkau menanam orang-orang matimu, tetapi tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu.” |

 

Bersyukur kepada Allah adalah memuji dengan segala kebagusankebagusan-Nya yang telah dianugerahkan, kemudian taat kepada-Nya.

 

Mengambil pelajaran dari peristiwa kematiaan ialah dengan cara meningkatkan kesadaran diri. Jika seseorang telah sadar, bahwa pasti akan mengalami mati, maka timbul kesenangannya terhadap perbuatanperbuatan baik dan takut melakukan perbuatan jelek.

 

Dalam kaitannya dengan masalah doa ini, diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim, sesungguhnya Jibril berkata kepada Nabi sebagai berikut: “Tiada aku diutus menemui seseorang yang lebih menyenangkan kepadaku, kecuali diutus menemui engkau. Tidakkah sebaiknya aku mengajarimu suatu doa yang sengaja kusimpan untukmu dan tidak pernah aku ajarkan kepada seorang pun sebelum engkau. Doa Ini dapat engkau unjukkan di kala senang maupun susah. Ucapkanlah:

 

“Wahai Yang Menerangi langit dan bumi, wahai, Yang Mendirikan langit dan bumi, wahai, Yang Dibutuhkan langit dan bumi, wahai, Yang Menghiasi langit dan bumi, wahai, Yang Memperindah langit dan bumi, wahai, Yang Maha Agung lagi Maha Mulia, wahai, Yang “. Menolong orang yang Memohon pertolongan, dan penghabisan yang dicmtai orang-orang yang beribadah, Yang Melonggarkan kebingungan dari orang-orang yang bingung, Yang Menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, wahai, Penolong orang-orang yang memekikkan rmtihan, dan wahai, Tuhan Yang Mengabulkan permintaan orang-orang yang beribadah.”

 

Kemudian kamu meminta kepada Allah kebutuhan dari berbagai kebutuhan, baik duniawi maupun ukhrawi.

Nabi saw. bersabda: .

 

“Tidaklah seseorang yang berdoa dengan doa ini pada malam Arafah sebanyak seribu kali, yaitu sepuluh kalimat, lalu dia memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan memberi permintaannya, selama dia tidak meminta putus hubungan silaturahmi atau permintaan yang berupa dosa.”

 

Adapun sepuluh kalimat tersebut, seperti dinyatakan Ibnu Abbas lebih lanjut ialah:

 

“Pertama, Maha Suci Tuhan yang Arasy-Nya di langit: Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekuasaan-Nya di bumi: Maha Suci Tuhan yang jalan-Nya di lautan, Maha Suci Tuhan yang roh-Nya di angkasa, Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya di neraka, Maha Suci Tuhan Yang Mengetahui alam rahim: Maha Suci Tuhan yang hukum-Nya di alam kubur: Maha Suci Tuhan yang meletakkan bumi di atas air, lalu menjadi keras: Maha Suci Tuhan yang tidak ada perlindungan maupun keselamatan, melainkan kepada-Nya Yang Maha Mulia.”

 

Kata ‘di langit” maksudnya di atas. Arasy di atas Al-Kursi, di mana yang disebut terakhir ini berada di atas langit (di atasnya atas).

 

Kerajaan dan kekuasaan Allah dikemukakan di bumi, adalah menurut kenyataan yang mampu kita pahami.

 

Jalan Allah berada di laut, maksudnya bahwa laut itu terbentang luas dan dapat membawa orang ke mana saja tujuannya.

 

Roh Allah berada di angkasa, maksud roh di sini adalah angin yang tersimpan di dalam bumi ketiga. Angin. ini diletakkan pada atmosfir antara bumi dan langit.

 

Kekuasaan Allah berada di dalam neraka (api), karena itu siapa pun dilarang membunuh (menyiksa) binatang dengan api.

 

Allah mengetahui alam rahim, tidak ada yang mengetahui apa saja yang ada dalam rahim kecuali Allah swt.

 

Keputusan Allah berada di dalam kubur, artinya tidak ada yang dapat memutuskan bahagia atau celaka bagi orang yang berada dalam kur.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata:

 

“Nabi saw. pada suatu hari menanyai iblis terlaknat: “Berapa kekasihmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Sepuluh golongan, yaitu: Imam (pemimpin) yang menyeleweng, orang yang sombong, orang kaya yang tak peduli dari mana diperoleh kekayaannya dan ke mana ia akan membelanjakan hartanya, orang alim yang mendukung (menyatakan benar) terhadap penyelewengan sang penguasa, pedagang yang curang, penimbun makanan pokok, orang yang berbuat zina, pemakan riba, orang kikir yang tidak peduli dari mana ia peroleh hartanya, dan peminum khamar yang mabuk karenanya’.”

 

“Kemudian Nabi saw. menanyai iblis lagi: ‘Lalu ada berapa musuhmu dalam umatku?’ Iblis menjawab: ‘Ada dua puluh golongan, yaitu: Yang pertama, engkau sendiri, wahai, Muhammad, karena sungguh aku benci kepadamu, orang alim yang mengamalkan ilmunya, orang hafal Alquran yang mengamalkan isinya, orang yang azan dengan lillahi Ta’ala dalam salat fardu yang lima: orang yang menyayangi fakir miskin dan anak yatim, orang yang berhati penyantun, orang yang tunduk terhadap . yang hak, pemuda yang hidup penuh taat kepada Allah, orang yang halal makanannya, dua orang pemuda yang saling mencintai dalam jalan Allah: orang yang semangat dalam salat berjamaah, orang yang melakukan salat di malam hari di saat orang-orang tengah tidur, orang yang mengekang dirinya dari berbuat haram, orang yang menasihati teman-temannya dengan tanpa pamrih, orang yang senantiasa dalam keadaan berwudu (tidak pernah hadas): orang yang dermawan, orang yang bagus perangatnya, orang yang membenarkan Allah dalam bagian rezeki yang dinugerahkan kepadanya, orang yang memberikan jasa baiknya untuk penderitaan-penderitaan janda: dan orang yang mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian.”

 

Mengenai imam/pemimpin yang menyeleweng, Nabi saw. bersabda:

 

 “Barangsiapa mendoakan panjang umur untuk orang yang zalim, maka sesungguhnya ia senang akan terjadinya pendurhakaan Allah di bumiNya.”

 

Tentang orang sombong, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang-orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat, seperti semut kecil dalam bentuk manusia, mereka ditutupi dari semua. tempat, mereka digiring ke penjara jahanam yang disebut Bulus, mereka diberi minum dari perasan keringat ahli neraka.” : (H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).

 

Adapun pemberian dukungan/pembenaran dari orang alim kepada pemerintah yang zalim, diancam oleh sabda Nabi saw.:

 

 “Barangsiapa memberi fatwa tanpa berdasar ilmu (agama), maka mendapat laknat dari malaikat langit dan bumi.” (H.R. Ibnu Asakir).

 

Mengenai kecurangan pedagang, dapat dalam bentuk mengurangi takaran, timbangan dan sebagainya. Sedang yang dimaksud menimbun di sini, ialah membeli bahan makanan pokok atau lauk pauk pokok, semacam daging di saat paceklik, kemudian menimbunnya untuk dijual kembali dengan harga yang lebih mahal di saat dibutuhkan masyarakat.

 

Dalam masalah penimbunan Nabi saw. bersabda:

 

 “Barangsiapa yang menimbun makanan selama 40 hari, maka sungguh ia telah melepaskan diri dari Allah dan Allah pun cuci tangan daribadanya.”

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa menimbun bahan makanan kaum muslimin, maka Allah menimpakan kepadanya penyakit kusta dan kepailitan.”

 

Adapun mengenai orang yang berbuat zina, Nabi saw. bersabda:

 

“Janganlah kalian berzina, karena zina mengandung empat perkara, yaitu hilang wibawa dari mukanya, memutuskan rezeki, membuat Allah Maha Pengasih benci dan mengakibatkan kekal di dalam neraka.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Tentang memakan riba, disinyalir dalam hadis:

 

“Sesungguhnya orang yang memakan riba disiksa ketika dia mari sampai hari Kiamat, dengan berenang di laut yang merah seperti darah dan dia menelan batu, ketika batu itu ditelan, maka ia membawanya berenang dan membuka mulutnya, kemudian kembali menelan batu yang lain, demikian seterusnya sampai saat kebangkitan dari kubur.”

 

Sementara itu Qatadah berkata: “Sesungguhnya pemakan riba itu, kelak di hari Kiamat akan dibangkitkan kembali dalam keadaan gila.”

 

Dalam hubungannya dengan sikap kikir, Nabi saw. bersabda:

 

“Harta di darat dan di laut tidak akan rusak, kecuali dengan menahan zakat.”

 

Adapun tentang minum khamar (arak), Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa meminum arak, maka keluar cahaya iman dari perutnya.” (H.R. Ath-Thabrani).

 

Mengenai orang yang antara Alqur-an, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang-orang yang hafal Alqur-an, mereka menjadi nara sumber ahli surga pada hari Kiamat, para syuhada menjadi penuntun ahli surga dan. para nabi adalah pemimpin ahli surga.”

 

Tentang orang yang azan karena Allah pada salat lima waktu, Nabi saw. bersabda:

 

“Juru azan karena Allah, seperti orang mati syahid yang berlumuran darah, jika ia meninggal, maka tidak akan dimakan ulat di dalam kuburnya.”

 

Adapun mengenai orang yang mencintai fakir miskin dan anak yatim, Nabi saw. bersabda:

 

“Duduk dengan orang fakir dengan tawaduk, termasuk jihad yang paling utama.” : (H.R. Ad-Dailami).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Segala sesuatu mempunyai kunci dan kunci surga adalah mencintai fakir miskin.” , (H.R. Ibnu Laal).

 

Tawaduk menurut Al-Ousyairi ialah: Berserah diri pada hak dan tidak menyimpang dari aturan hukum. Tentang pentingnya makan barang halal, Ibnu Abbas r.a. berkata:

 

“Allah tidak akan menerima salat seseorang yang di dalam perutnya terdapat sesuap barang yang haram”

 

Adapun salat Perjamaah dalam hal ini Nabi saw. bersabda:

 

“”Salatlah kamu di belakang orang yang baik dan orang yang jelek.”

 

Kemudian mengenai orang yang salat pada tengah malam, sementara orang lain sedang tidur, Nabi saw. bersabda: .

 

“Salatlah di malam hari, walaupun sekadar empat rakaat, salatlah walaupun dua rakaat: Tiada bagi penghuni rumah yang diketahui melakukan salat malam, kecuali datang panggilan pada mereka: Wahai, penghuni rumah, bangunlah untuk menunaikan salat.”

 

Nasihat terhadap kawan tanpa pamrih, ialah yang diberikan tanpa dilatarbelakangi rasa dendam, maupun penipuan.

 

Dalam hal ini, Bisyr Ibnil Harits berkata:

 

“Saya melihat Rasulullah saw., lalu beliau bersabda: “Wahai, Bisyr, apakah kau tahu mengapa Allah swt. mengangkatmu di antara temantemanmu?’ Dia menjawab: “Tidak tahu.’ Rasul bersabda: ‘Karena kamu mengikuti sunahku, kamu melayani orang saleh, kemudian menasihati saudara-saudaramu, kamu mencintai sahabatku dan keluarga rumahku. Inilah yang dapat menyampaikanmu pada derajat orang abror yang berbuat kebaikan’.”

 

Lalu mengenai orang yang selamanya selalu punya wudu (tidak pernah hadas), Nabi saw. bersabda: –

 

“Barangsiapa berwudu dalam keadaan masih suci, maka dicatat untuknya sepuluh kebajikan.”

 

Syekh Al-Hifni berkata: Barangsiapa berwudu sekali dalam keadaan masih suci dari hadas, maka untuknya dicatat sepuluh kali wudu, sedang masing-masingnya dinilai tujuh ratus kebajikan. Hal ini karena menurut salah satu pendapat, dinyatakan bahwa kelipatan minimal itu tujuh ratus, sebagai tambahan atas sepuluh yang tersebut dalam firman Allah Ta’ala:

 

“Barangsiapa melakukan satu kebaikan, maka untuknya mendapatkan sepuluh kali lipat.”

 

Menurut salah satu pendapat, satu kali wudu adalah satu kebaikan, maka akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan. Tiap-tiap satu dari sepuluh akan dilipatgandakan dengan tujuh ratus. Oleh karena itu, penting sekali kiranya terus-menerus menggapai pahala yang agung ini.

 

Orang yang murah hati, yakni orang yang memberikan sebagian hartanya dan menyisakan sebagian lagi, maka orang tersebut dapat dikategorikan orang yang pemurah hati. Barangsiapa yang memberikan lebih banyak dan menyisakan sedikit, maka dia adalah orang yang dermawan. Adapun orang yang memprioritaskan kecukupan orang lain, sedang untuk dirinya sendiri hanya dalam batas darurat saja, maka orang tersebut masuk kategori orang yang mempunyai keutamaan. Hal itu, dikemukakan oleh Al-Qusyairi, Adapun ukuran bagusnya perangai seseorang, adalah dengan air muka jernih ia sanggup menolak gangguan dan memberikan jasa baik pada orang lain. Pendapat lain mengatakan: Perangai bagus adalah suatu kondisi jiwa tertentu, yang terbentuk dari dan berpangkal pada perbuatanperbuatan bagus menurut akal maupun syarak dan perbuatan itu dilakukan tanpa beban (perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan).

 

Dalam hubungannya dengan jaminan rezeki dari Allah, dikatakan dalam kitab Ruuhul Bayan: “Semua ulama telah sepakat, bahwa empat perkara tidak akan menerima perubahan, yaitu: umur, rezeki, ajal, kebahagiaan atau kecelakaan.”

 

Orang yang memberikan jasa baik kepada janda yang menutup dirinya, yakni yang berbuat baik dengan pemberian atau dengan yang lain kepada perempuan yang tidak punya suami. Mereka adalah orang fakir yang menutupi dirinya, yang tidak menampakkannya kepada kaum laki-laki. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya orang yang berjuang untuk kepentingan para janda dan orang miskin, seperti orang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang salat di tengah malam dan berpuasa di siang hatinya.” : (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).

Wahab bin Munabbih -semoga Allah merahmatinyaberkata: Tertulis dalam kitab Taurat dua puluh tujuh nasihat sebagai berikut:

 

“Barangsiapa berbekal di dunia, maka pada hari Kiamat dia akan menjadi kekasih Allah.” “

 

“Barangsiapa yang meninggalkan marah, maka ia menjadi tetangga Allah.”

 

“Barangsiapa meninggalkan cinta kehidupan dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang aman.”

 

“Barangsiapa meninggalkan sifat dengki, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang terpuji di hadapan para pemimpin makhluk.”

 

“Barangsiapa yang tidak menyukai jabatan, maka bada hari Kiamat dia menjadi orang yang mulia di sisi Maha Raja lagi Maha Perkasa.”

 

“Barangsiapa yang meninggalkan berlebihan, maka dia menjadi orang yang senang beserta orang yang berbuat kebaikan.”

 

“Barangsiapa yang meninggalkan permusuhan di dunia, maka di hari Kiamat termasuk golongan orang-orang yang beruntung.”

 

“Barangsiapa yang meninggalkan kikir didunia, maka dia menjadi terkenal di depan para pemimpin makhluk.”

 

“Barangsiapa yang meninggalkan kesenangan di dunia, maka pada hari Kiamat dia menjadi orang yang berbahagia.”

 

“Barangsiapa meninggalkan yang haram, maka pada hari Kiamat dia menjadi tetangga para nabi.”

 

“Barangsiapa yang tidak melihat pada yang haram dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakan matanya di dalam surga. Barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan memilih kefakiran, maka pada hari Kiamat Allah membangkitkan dia beserta para wali dan para nabi.”

 

“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan orang lain di dunia, maka Allah memenuhi kebutuhannya di dunia dan akhirat.”

 

“Barangsiapa yang ingin dihibur di kuburnya, maka hendaklah bangun di malam yang gelap dan hendaklah salat sunah, walaupun hanya satu rakaat.”

 

“Barangsiapa yang ingin berada dalam naungan Allah, maka jadilah orang yang zuhud.”

 

“Barangsiapa yang ingin dihisab dengan mudah, maka jadilah orang yang menasihati diri sendiri dan-saudara-saudaranya.”

 

“Barangsiapa yang ingin dikunjungi malaikat, maka jadilah orang yang wira’i.”

 

“Barangsiapa yang ingin tinggal di dalam keluasan surga, maka jadilah orang yang berzikir kepada Allah pada waktu malam dan siang.”

 

“Barangsiapa yang ingin masuk surga tampa hisab, maka hendaklah tobat kepada Allah dengan tobat nasuha.”

 

“Barangsiapa yang ingin kaya, maka jadilah orang yang senang terhadap pemberian Allah baginya dan bagi orang lain yang berupa harta, kedudukan,-dan sebagainya.”

 

“Barangsiapa yang ingin menjadi faqih -orang yang paham- tentang agama Allah, maka jadilah orang khusyuk.”

 

“Barangsiapa ingin menjadi bijaksana, maka jadilah orang alim.”

 

“Barangsiapa yang ingin menjadi orang yang selamat dari manusia, maka janganlah membicarakan seseorang di antara mereka, kecuali pembicaraan yang baik dan ambillah pelajaran dari apa dan untuk apa dirinya diciptakan “

 

“barang siapa yang ingin mulia di dunia dan akhirat maka hendaklah memilih akhirat atas dunia.”

 

“Barangsiapa yang mengharapkan surga Firdaus dan surga Na’im yang tidak rusak, maka janganlah menyia-nyiakan usia dengan membuat kesusahan di dunia.”

 

“Barangsiapa yang ingin surga dunia dan akhirat. maka hendaklah menjadi orang yang murah hati, karena sesungguhnya orang yang murah hati dekat ke surga dan jauh ke neraka.”

 

“Barangsiapa yang ingin diterangi hatinya oleh Allah dengan cahaya yang sempurna, maka hendaknya dia bertafakur dan mengambil pelajaran.”

 

“Barangsiapa yang ingin mempunyai badan yang sabar, lisan yang zikir, dan hati yang khusyuk, maka hendaklah ia banyak beristigfar (memohon ampunan) bagi orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan dan muslim laki-laki maupun perempuan.”

 

Mengenai menyingkir marah, Nabi saw. bersabda:

 

“Orang yang kuat bukanlah diukur dengan kekuatan berkelahi, sesungguhnya orang yang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika marah.”

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi sav saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang mengekang kemarahan maka Allah menahan siksa darinya.”

 

Tentang dengki/hasud, Nabi saw. bersabda:

 

 “Janganlah kalian hasud, sesungguhnya anak Adam, yang satu membunuh yang lamnya itu karena dengki.”

 

Dalam hubungannya dengan cinta jabatan/pangkat duniawi, diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tidaklah seseorang yang merasa besar dirinya dan berbuat congkak, melainkan dia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan Dia murka kepadanya.” (H.R. Al-Bukhari, Al-Hakim dan Ahmad).

 

Tentang berlebihan di sini, yakni berlebihan di dunia dalam berbicara, dalam harta, kedudukan dan yang lain-lainnya. Yaitu berbagai hal yang dibolehkan, yang bisa menjerumuskan ke dalam kemaksiatan dan mengakibatkan lupa kepada Allah swt.

 

Kemudian diterangkan juga, bahwa orang yang meninggalkan permusuhan di dunia, maka pada hari Kiamat ia menjadi orang yang bahagia, yakni orang yang selamat dan beruntung dengan kebaikan. Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa meninggalkan pertengkaran, dalam keadaan ia bersalah, maka untuknya dibangunkan gedung di perkebunan surga, barangsiapa meninggalkannya dalam keadaan benar, maka untuknya dibangunkan gedung di tengah surga, dan barangsiapa meningkatkan kebagusan budi pekertinya, maka untuknya dibangunkan gedung di atas surga.”

 

Mengenai kekikiran di dunia, diriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak akan berkumpul selamanya iman dan kikir di dalam. hari seseorang yang mukmin.” (H.R. Ibnu Sa’ad).

 

Dalam riwayat lain, Nabi saw. bersabda:

 

“Tidak ada penyakit yang lebih parah daripada kikir.” (H.R. Imam Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim).

 

Barangsiapa yang meninggalkan yang haram di dunia, maka pada hari Kiamat Allah menggembirakari kedua matanya di surga dengan melihat sesuatu yang menggembirakan yang belum pernah terlihat oleh mata, ” belum pernah terdengar oleh telinga dan belum tersirat dalam hati. Kemudian, barangsiapa yang meninggalkan kekayaan di dunia dan dia memilih kefakiran, maka pada hari Kiamat Allah membangkitkannya beserta para wali dan nabi. Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Jika engkau mencintai aku, maka siaplah ntuk fakir, karena sesungguhnya kefakiran lebih cepat kepada orang yang mencintaiku daripada air bah menuju ke hilir.”

(H.R. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi). :

 

Mengenai membantu orang lain di dunia, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang berhaji dan berumrah.”

 

Dalam hadis lain Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya yang muslim, maka baginya pahala seperti orang yang mengabdikan dirinya kepada Allah seumur hidupnya.” Menurut Al-Hifni, mengabdikan umur kepada Allah di sini, yakni orang yang taat kepada Allah seumur hidupnya.

 

Menurut Al-Azizi, maksudnya ialah seperti orang yang melakukan salat seumur hidupnya, karena salat merupakan suatu bentuk pengabdian kepada Allah bagi orang yang ada di muka bumi.

 

Sehubungan dengan orang yang zuhud, yakni orang yang berpaling dari dunia dengan hatinya, Nabi saw. bersabda:

 

“Umat ini yang awal telah selamat dengan zuhud dan yakin dan akan rusak umat yang akhir ini dengan ketamakari dan panjang anganangan.”

 

Mengenai kesanggupan menasihati diri sendiri sampai akhir dan selanjutnya meningkatkan kualitas keagamaan, diriwayatkan bahwa Utsman bin Affan r.a. berkata:

 

“Barangsiapa yang dari hari ke hari tidak bertambah kebaikannya maka itulah orang yang berkemas-kemas menuju neraka secara sadar.” , (H.R. Al-Asakir).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

” Apabila salah seorang di antara kamu mempunyai bahan nasihat untuk temannya, maka hendaklah ia menyampaikan kepadanya.” (H.R. Ibnu Adi).

 

Sedangkan wira’i atau warak, adalah menjadi syarat pokok dalam usaha mencapai istikamah dalam beragama. Warak paling rendah adalah menyingkiri penyelewengan, seperti yang disebut dalam masalah persaksian, Warak yang paling tinggi ialah warak para shiddigin (orang-orang yang jujur).

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Sebaik-baik agama kamu adalah perbuatan warak.”

 

Orang yang ingin tinggal di tengah surga, maka jadilah orang yang zikir kepada Allah di waktu malam dan siang hari. Berkata Al-Qusyairi: “Seseorang tidak dapat bersambung kepada Allah, melainkan dengan selalu zikir. Adapun zikir ada dua macam, yaitu zikir dengan lidah dan zikir dengan hati. Zikir dengan lidah ini dapat menyampaikan seseorang pada zikir hati secara konsis, dan untuk mempengaruhi zikir hati. Jika seorang hamba zikir dengan lidahnya sekaligus dengan hatinya, maka inilah yang disebut ‘sempurna’ dalam tingkah perjalanannya kepada Allah.”

 

Adapun tentang tobat, Al-Qusyairi berkomentar: Tobat adalah tempat pertama dari tempat salik dan kedudukan pertama dari kedudukan thalib.

 

Berkata ahli makrifat: “Basuhlah empat bagian tubuhmu dengan empat hal, yaitu wajahmu basuhlah dengan air, mata dan lisanmu basuhlah dengan berzikir kepada Allah, hatimu dengan takwa kepada Allah, dan basuhlah dosamu dengan tobat kepada Tuhanmu.”

 

Barangsiapa yang ingin kaya, maka jadilah orang yang rida (senang/ puas) terhadap pembagian Allah baginya dan bagi orang lain, yaitu harta, kedudukan dan sebagainya. Abdul Wahid bin Zaid berkata: “Keridaan (kepuasan) itu adalah pintu Allah Yang Maha Agung dan merupakan surga di dunia.”

 

Tentang kebijaksanaan bersumber pada ilmu pengetahuan, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa mulai bangun pagi mengajarkan ilmu agamanya, maka ia akan masuk ke surga.” (H.R. Abu Nu’aim).

 

Dalam kaitan ini Syekh Ali Al-Maghribi setiap akan mengakhiri pelajaran/pengajiannya, berdoa sebagai berikut:

 

“Ya, Allah, Tuhan kami, sesungguhnya aku titipkan kepada-Mu apa-apa yang aku telah baca dan kembalikanlah kepadaku ketika aku membutuhkannya. “

 

Orang yang ingin selamat dari orang lain, yakni dari kejahatan mereka, maka janganlah bicara kepada seorang pun di antara mereka, kecuali dengan kebaikan, Nabi saw. bersabda:

 

“Jauhilah api orang mukmin jangan sampai membakarmu, walaupun dia terpeleset tiap hari tujuh puluh kali, karena sumpahnya ada pada tangan Allah. Jika Allah berkehendak mengangkat derajatnya, maka Dia mengangkatnya.” (H.R. Al-Hakim).

 

Tentang kedermawanan, diriwayatkan dari Aisyah r.a., bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Orang dermawan itu dekat kepada Allah Ta’ala, dekat kepada manusia, dekat pada surga dan jauh dari neraka. Sedang orang kikir itu jauh dari Allah Ta’ala, jauh dari sesama manwsia, jauh dari surga dan dekat pada neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih disukai Allah daripada orang ahli ibadah tapi kikir.”

 

Salah satu hikayat orang-orang mulia:

 

“Suatu ketika, Hasan, Husein dan Abdullah bin Ja’far Ath-Thayyar bersama-sama pergi haji. Karena satu dan lain hal, habislah bekal perjalanan mereka. Mereka kelaparan juga kehausan. Sampailah mereka disebuah kemah yang dihuni seorang nenek dan seekor kambing. Mereka meminta kambing tersebut. Lalu diberikan, bahkan si nenek sendiri memerahkan susu kambing itu untuk mereka bertiga, dan akhirnya dia menyembelihnya untuk mereka. Beberapa waktu kemudian, nenek itu – terlihat oleh Hasan di Madinah dan dia mengenalnya, lalu Hasan memberikan seribu kambing dan seribu dinar kepadanya. Kemudian dia membawa nenek itu ke saudaranya, Husein, maka Husein memberinya seperti pemberian Hasan. Lalu Husein membawa nenek itu kepada Ibnu Ja’far Ath-Thayyar, kemudian dia memberikan dua ribu kambing dan dua ribu dinar kepadanya. Nenek itu pun pulang dengan membawa empat ribu kambing dan empat ribu dinar.”

 

Adapun tafakur dan mengambil pelajaran yang dapat mendatangkan sinar hati dari Allah, ialah tafakur mengenai keagungan Allah dan mengambil pelajaran terhadap peristiwa kematian.

 

Mengenai istigfar untuk kaum mukminin dan muslimin, baik lakilaki maupun wanita, Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang mohon ampunan bagi orang mukmin dan mukminat, niscaya Allah mencatatkan baginya kebaikan setiap orang mukmin dan mukminat.” (H.R. Ath-Thabrani, dari ‘Ubadah bin Shamit).

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Barangsiapa yang memohon ampunan bagi orang-orang mukmin dan mukminat setiap hari sebanyak dua puluh tujuh kali, maka orang. tersebut termasuk orang yang dikabulkan doanya dan menjadi penyebab turun rezeki ke ahli bumi.” (H.R. Ath-Thabrani, dari Abi Darda’).

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Sepuluh perkara akan menolak sepuluh macam bencana, yaitu: Surah Al-Fatihah menolak murka Allah, surah Yasin menolak dahaga di hari Kiamat, surah Ad-Dukhan akan mencegah ketakutan di hari Kiamat, surah Al-Wagi’ah akan mencegah kefakiran, surah Al-Mulk akan mencegah siksa kubur, surah Al-Kautsar akan menolak. permusuhan, surah Al-Kafirun menolak datangnya kekafiran ketika dicabutnya nyawa, surah Al-Ikhlas menolak kemunafikan, surah AlFalag akan mencegah perbuatan hasud duri orang yang dengki, surah An-Naas dapat menolak was-was.” 

 

Dalam rangka menutup kitab ini, saya mengemukakan hadis tersebut diatas dengan harapan mendapatkan berkah.

 

Semoga rahmat ta’zhim senantiasa melimpah kepada pemimpin kita, yaitu Nabi Muhammad saw., kepada segenap keluarga dan sahabat beliau seluruhnya, juga semoga tercurah kepada para nabi dan rasul.

 

Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam. Penulisan Kitab ini telah sempurna pada hari Kamis, tanggal 21 Safar 1311 H. Semoga salawat dan penghormatan buat Nabi dan orang-orang yang telah berhijrah bersamanya. Maha Suci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Mulia dari segala yang dikatakan oleh orang-orang kafir. Semoga keselamatan tetap terlimpah kepada para rasul, walhamdulillaahi Rabbil ‘alamin.