Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

 

Segala puji bagi Allah Swt atas segala hal yang telah disyariatkan oleh-Nya dalam agama ini dan atas segala hal yang telah ditunjukkan oleh-Nya untuk menuju jalan yang terang. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasul yang bergelar “Al-Amin” (Orang yang dapat dipercaya), yaitu junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarganya yang suci, dan para sahabatnya, semuanya. Amma Ba’du.

 

Sungguh, telah mengisyaratkan kepadaku seseorang yang tidak dapat aku tentang, dan tak ada jalan bagiku untuk menghindar, melainkan menuruti isyaratnya (yaitu: isyarat dari guru beliau, Al-Habib Abdullah bin Umar As-Syathiriy), agar aku menulis sebuah buku fiqih ringkas sesuai dengan Madzhab Al-Imam AsSyafi’i, yang mana buku tersebut mencakup berbagai definisi, rukun, syarat dan contoh dalam berbagai macam permasalahan fiqih, semata-mata untuk membantu para pelajar pemula dan meringankan beban para pengajar.

 

Maka, aku pun bersegera. untuk memenuhinya dengan segala keterbatasanku. Dan aku kumpulkan segala permasalahan fiqih yang dapat aku rangkum dalam lembaran-lembaran kecil ini, yang aku beri nama:

 

Al-Yaqut An-Nafis fi Madzhabi Ibn Idris (Permata Mulia dalam Madzhab Ibn Idris)

 

Harapanku kepada para pembaca agar dapat menerima buku ini dan memaafkan kesalahan yang tak sengaja tertulis di dalamnya. Dan, aku berharap kepada Allah Swt untuk memberiku pahala serta menerima amal-ku ini.

 

PENDAHULUAN Ketahuilah, bahwa setiap orang yang ingin memulai untuk mempelajari suatu bidang keilmuan, hendaknya ia mengetahui Sepuluh prinsip, yaitu:

 

  1. Definisinya. .
  2. Objeknya.
  3. Faidah mempelajari imu tersebut.
  4. Masalah-masalah yang dibahas.
  5. Namanya.
  6. Sumbernya.
  7. Hukum mempelajari ilmu tersebut.
  8. Keterkaitan ilmu tersebut dengan ilmu-ilmu yang lain.
  9. Keutamaannya.
  10. Siapa pencetus pertama ilmu tersebut.

 

Adapun bidang ilmu yang sedang kita pelajari sekarang adalah ilmu figih. Maka:

 

  1. Definisinya: Ilmu. yang mempelajari hukum-hukum syar’i terkait dengan amalan keseharian, yang diambil dari dalil-dalil terperinci.

 

  1. Objeknya: Perbuatan orang mukallaf.

 

  1. Faidah mempelajari ilmu tersebut: agar dapat menjalankan perintah Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya.

 

  1. Masalah-masalah yang dibahas: yaitu seluruh perkara yang akan disebutkan di dalam ilmu figih tersebut.

 

  1. Namanya: IImu fiqih.

 

  1. Sumbernya: Al-Kitab (Al-Quran), As-Sunnah (Hadits), Ijma’ (kesepakatan para Ulama), dan Qiyas.

 

  1. Hukum mempelajari ilmu tersebut:

 

  1. Wajib:

1) Fardhu ‘ain, yaitu -mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan keabsahan ibadah, muamalah (jual-beli), dan munakahat (pernikahan).

 

2) Fardhu kifayah, yaitu mempelajari masalah-masalah lain, selain yang telah disebutkan, sampai pada derajat fatwa.

 

  1. Sunnah, yaitu mempelajari selebihnya dari hal-hal tersebut.

 

  1. Keterkaitan ilmu tersebut terhadap ilmu-ilmu yang lain: IImu figih berbeda dari ilmu-ilmu yang lain.

 

  1. Keutamaannya: Ilmu Figih lebih unggul, daripada ilmu-ilmu yang lain. :

 

  1. Pencetus pertama ilmu tersebut: Para imam mujtahid.

 

 

THAHARAH 

(BERSUCI)

 

Thaharah: menurut bahasa, ; yaitu: “membersihkan dan menghilangkan kotoran-kotoran, baik dari kotoran yang kasat mata, seperti benda-benda najis, maupun yang sifatnya batin (tak terlihat), seperti penyakit-penyakit hati”.

 

Sedangkan menurut syariat, Thaharah adalah: melakukan hal-hal yang mana diperbolehkan-nya melalukan suatu ibadah bergantung kepadanya (seperti: basuhan pertama dalam mengangkat hadats ataupun najis), meskipun dalam beberapa sisi saja (seperti: tayammum), atau melakukannya sekadar untuk mendapatkan pahala (seperti: memperbaharui wudhu’, dan basuhan kedua serta ketiga).

 

Bersuci mempunyai empat sarana dan empat tujuan

 

Adapun sarana-sarana yang digunakan untuk bersuci, adalah:

  1. Air
  2. Debu.
  3. Penyamak.
  4. Batu untuk istinja.

 

Hanya saja, air dapat digunkan untuk bersuci jika air tersebut berupa air mutlak. Dan debu bisa digunakan, jika debunya murni dan tidak musta’mal (bekas digunakan bersuci). Juga samak, dapat digunakan untuk menyamak, jika ia bersifat pedas sehingga dapat menghilangkan sisa lemak pada kulit dan bau busuknya, seperti daun akasia dan kotoran burung. Adapun, batu dapat digunakan untuk beristinjak, jika ia suci, dapat membersihkan najis, dan bukan benda mulia. Adapun wadah dan ijtihad (yang bermakna: Mengerahkan upaya untuk mendapatkan apa yang dimaksud), maka keduanya termasuk media dari sarana bersuci. 

 

Sedangkan tujuan-tujuan Thaharah, adalah:

  1. Wudhu,
  2. Mandi,
  3. Tayamum,
  4. Menghilangkan najis.

 

WUDHU’

 

Wudhu’ secara bahasa, adalah: “Nama untuk pembasuhan beberapa anggota badan”. Adapun secara syar’i, wudhw’ yaitu: sebutan untuk pembasuhan anggota-anggota badan tertentu dengan niat tertentu.

 

Fardhu-fardhu Wudhu’

 

Fardhu-fardhunya Wudhu

  1. Niat
  2. Membasuh wajah.
  3. Membasuh kedua tangan sampal kedua siku.
  4. Mengusap kepala.
  5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki.
  6. Tertib.

 

Mengusap Dua Khuf.

 

Diperbolehkan mengusap bagian luar khuf (kaos kaki kulit) ‘yang atas, sebagai pengganti dari membasuh kedua kaki ketika berwudhu, berlaku selama: sehari semalam: bagi orang muqim (menetap di satu daerah), dan tiga hari tiga malam bagi musafir (bepergian). Waktunya dihitung sejak berakhirnya hadats, setelah seseorang memakai khuf.

 

Syarat diperbolehkan mengusap khuf

 

Akan tetapi disyaratkan agar boleh mengusap khuf, tujuh syarat:

 

  1. Memakai kedua khuf dalam keadaan suci yang sempurna.
  2. Kedua khuf itu kuat (kuat untuk dipakai berjalan jauh).
  3. Kedua khuf tersebut mampu menghalangi sampainya air ke kaki, kecuali dari lubang jahitan
  4. Keduanya dapat menutupi anggota fardhu (kedua kaki sampai mata kaki), dari arah samping dan bawah.
  5. Orang yang memakainya tidak berhadats besar.
  6. Tidak kelihatan bagian yang wajib ditutupi (kaki sampai mata kaki).
  7. Tali kedua khuf tidak terlepas (meskipun bagian yang wajib ditutupi tidak tampak).

 

Syarat-syarat Wudhu’

 

Syarat-syarat wudhu’ ada lima belas:

  1. Islam,
  2. Tamyiz,
  3. Suci dari haid dan nifas,
  4. Tidak ada sesuiatu yang menghalangi sampainya air pada kulit,
  5. Tidak terdapat sesuatu pada anggota wudhu’ yang dapat mengubah – sifatnya air (warna, rasa, dan baunya),
  6. Mengetahui kefardhuannya wudhu’,
  7. Tidak meyakini fardhunya wudhu sebagai sunnah,
  8. Menggunakan air yang suci mensucikan,
  9. Menghilangkan najis yang terlihat,
  10. Mengalirkan air ke seluruh anggota wudhu’,
  11. Memastikan dirinya (bahwa ia berhadats) jika kondisi-nya jelas,
  12. Senantiasa menghadirkan niat secara hukum,
  13. Tidak mengkaitkan niat wudhu’ dengan suatu hal,
  14. Berwudhu setelah masuk waktu shalat, dan
  15. Berkesinambungan, khusus bagi orang yang selalu berhadats.

 

(Ket: dua syarat terakhir, khusus bagi orang yang selalu berhadats, seperti orang yang sakit beser atau wanita yang sedang istihadhah)

 

Sunnah-sunnah Wudhu’

 

Sunnah-sunnah wudhu ada banyak, di antaranya:

 

Bersiwak, Membaca basmalah, Membasuh kedua telapak tangan, Berkumur, Intinsyaq (Menghirup air ke dalam hidung), At-Tatslits (Membasuh masing-masing anggota wudhu sebanyak tiga kali), Mengusap seluruh kepala, Mengusap kedua telinga, Menyelahnyelahi jari-jemari kedua tangan dan kedua kaki, Berkesinambungan, Mendahulukan anggota yang kanan ‘(saat membasuhnya), dan melebihkan basuhan dari batas wajah (Ghurrah), Melebihkan basuhan dari batas tangan dan kaki (Tahjil), Berdoa setelah wudhu. 

 

Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Wudhu’

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam wudhu’ ada banyak, di antaranya:

  1. Tidak mendahulukan anggota wudhu yang kanan.
  2. Meninggalkan berkumur dan Instinsyaq (menghirup air ke dalam hidung).
  3. Lebih dari tiga kali basuhan.
  4. Kurang dari tiga kali basuhan.
  5. Berwudhu’ dari air yang menggenang/tidak mengalir.
  6. Berwudhu’ dengan menggunakan air sisa wudhuw’nya wanita.
  7. Berlebihan saat menggunakan air.

 

Hal-hal yang Membatalkan Wudhu’

 

Hal-hal yang membatalkan wudhu’ ada empat:

 

  1. Sesuatu yang keluar dari dua jalan (qubul/kemaluan depan dan dubur), kecuali mani.

 

  1. Hilangnya akal, terkecuali tidur dengan posisi duduk yang menetap diatas tempat duduknya.

 

  1. Tersentuhnya kulit laki-laki dengan kulit wanita, sementara keduanya telah dewasa, bukan mahram, dan bersentuhan tanpa penghalang.

 

  1. Menyentuh qubul/kemaluan depan manusia atau lubang duburnya dengan telapak tangan atau dengan jari-jemari bagian dalam.

 

Hal-hal yang Diharamkan Bagi Orang yang Batal Wudhuw’nya 

 

Diharamkan bagi orang yang, batal wadhu’nya, melakukan empat hal

 

1.Shalat,

  1. Thawaf,
  2. Menyentuh Al-Quran:
  3. Membawa Al-Quran.

 

MANDI

 

Al-Ghusl (Mandi) menurut bahasa adalah: “Mengalirkan air”, Sedangkan menurut Syariat, Al-Ghusl (Mandi) adalah: Mengalirkan air ke seluruh tubuh dengan niat tertentu.

 

Hal-Hal yang Mewajibkan Mandi

 

Hal-hal yang mewajibkan mandi besar ada enam:

  1. Memasukkan kepala dzakar ke dalam kemaluan wanita (Jima’),
  2. Keluar mani,
  3. Haid, .
  4. Nifas,
  5. Melahirkan (bersalin),
  6. Meninggal dunia.

 

Fardhu-Fardhu Mandi

 

Fardhunya mandi ada dua, yaitu:

  1. Niat, dan
  2. Meratakan air ke seluruh anggota badan:

 

Syarat-syarat Mandi

 

Syarat-syaratnya mandi adalah syarat-syarat wudhu’ sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Sunnah-sunnah Mandi

 

Sunnah-sunnah mandi ada banyak, di antaranya: .

 

Berdiri, Menghadap kiblat, Berwudhu’ (sebelum mandi), Membaca basmalah, Memperhatikan lipatanlipatan bagian tubuh (yang sulit terjangkau air), Menggosok badan, Mengulangi siraman hingga tiga kali, Tertib melakukannya, yaitu: dengan membasuh kedua telapak tangan terlebih dahulu, kemudian membersihkan kemaluan dan daerah sekitarnya, berkumur dan menghirup air ke dalam hidung, berwudhu’, membersihkan lipatanlipatan tubuh, mengalirkan air mulai dari kepala, kemudian mengguyur anggota badan sebelah kanan bagian depan, lalu anggota badan sebelah kanan bagian belakang, kemudian anggota badan sebelah kiri bagian depan, lalu anggota badan sebelah kiri bagian belakang.

 

Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Mandi

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam mandi sama seperti halhal yang dimakruhkan dalam wudhu’, yang telah lalu pembahasannya.

 

Mandi-mandi yang Disunnahkan

 

Mandi-mandi yang disunnahkan ada banyak, di antaranya:

 

Mandi untuk shalat Jum’at, mandi di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, mandi setelah memandikan mayit, mandi sebelum shalat Istisqa’, mandi sebelum shalat Kusuf (gerhana | matahari) atau Khusuf (gerhana bulan), mandi ketika orang kafir masuk Islam, mandi ketika sembuhnya orang gila dan ketika sadarnya orang yang pingsan, mandi setelah berbekam, mandi saat hendak masuk masjid, dan mandi setiap malam di bulan Ramadhan.

 

Hal-hal yang Diharamkan Bagi Orang yang Junub

 

Hal-hal yang haram bagi orang yang junub, di antaranya:

  1. Shalat,
  2. Thawaf,
  3. Menyentuh Al-Quran,
  4. Membawa Al-Quran,
  5. Berdiam diri di dalam masjid, dan
  6. Membaca Al-Qur’an dengan niat membaca. (Ket: kecuali jika membacanya untuk perlindungan diri, atau menjaga hapalan-nya, atau selainnya maka tidak diharamkan).

 

NAJIS

 

Najis menurut bahasa, adalah: “Sesuatu yang menjijikkan”. Sedangkan menurut syariat, Najis adalah: Sesuatu yang menjijikkan, yang mencegah sah-nya shalat ketika tidak ada sesuatu yang memperbolehkan-nya. (Ket: Beda halnya, jika ada sesuatu yang memper bolehkan untuk membawa najis, seperti orang yang tak menemukan air dan debu untuk bersuci, maka ia diperbolehkan shalat, namun wajib menqadhanya).

 

Pembagian Najis

 

Najis ada tiga bagian: Najis Mughalladzhah, Mukhaffafah, dan Mutawassithah.

 

  1. Mughalladzhah (najis berat) adalah najisnya anjing atau babi, atau peranakan dari keduanya atau dari salah satunya.

 

2, Mukhaffafah (najis ringan) adalah kencingnya bayi laki-laki yang belum mengkonsumsi apapun untuk makan melainkan Air susu Ibunya, dan usianya belum mencapai 2 tahun.

 

(Ket: jika ta mengkonsumsi selain ASI untuk tujuan berobat, maka tak apa-apa)

 

  1. Mutawassithah (najis sedang) adalah seluruh najis selain mughalladzhah dan mukhaffafah, seperti khamar (arak).

 

Menghilangkan Najis

 

  1. Najis Mughalladzhah dapat dihilangkan dengan cara membasuh bagian yang terkena najis itu sebanyak 7 kali basuhan, salah saty basuhannya dicampur dengan debu yang sah digunakan untuk bertayamum.

 

  1. Najis Mukhaffafah dapat dihilangkan dengan cara memercikkan air pada bagian yang terkena najis, sehingga airnya merata.

 

  1. Najis Mutawassithah terbagi menjadi 2:

 

  1. ‘Ainiyyah: yaitu najis yang tampak warna, bau, atau rasanya. Maka, cara mensucikannya adalah dengan menghilangkan warna, bau, dan rasanya.

 

  1. Hukmiyah: yaitu najis yang tidak tampak warna, bau dan rasanya. Maka, cara mensucikannya adalah dengan mengalirkan air pada tempat yang terkena najis tersebut.

ISTINJA’

 

Istinja’ menurut bahasa, artinya: “memotong”. Sedangkan menurut syariat, Istinja adalah: membersihkan najis basah yang keluar dari farji (kemaluan), yang ada pada farji (kemaluan), dengan menggunakan air ataupun batu. Adapun yang paling utama adalah: beristinja dengan batu terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan air. Kemudian yang utama berikutnya adalah istinja dengan menggunakan air saja. (yaitu: istinja’ dengan menggunakan air saja, lebih utama daripada berisitinja dengan hanya menggunakan batu)

 

Syarat Istinja dengan batu

 

Boleh beristinja hanya dengan batu, tetapi dengan 9 syarat:

 

  1. Najis belum kering. (sehingga bisa dibersihkan dengan batu)

 

  1. Najis tidak berpindah ke tempat yang lain.

 

  1. Najis tidak terkena benda najis lain atau benda suci lainnya.

 

  1. Tidak melewati area shafhah (lubang dubur) ketika buang air besar dan hasyafah (kepala dzakar). (maka, jika najis keluar dari batas tempat keluarnya, ia harus beristinja menggunakan air)

 

  1. Hendaknya dengan tiga kali usapan.

 

  1. Hendaknya membersihkan tempat keluarnya najis. (hingga tidak tersisa najis sedikit pun, melainkan sisa najis yang hanya bisa dibersihkan dengan air) .

 

  1. Batu/benda yang digunakan untuk istinja adalah benda yang suci.

 

  1. Benda yang digunakan untuk istija, dapat menyerap/membersihkan najis. (seperti: batu, tissue, dan lainlain. Bukan seperti kaca, atau plastik, karena tidak bisa mengangkat najis)

 

  1. Tidak menggunakan benda yang terhormat, seperti yang telah dijelaskan. (terhormat seperti: roti, tulang, ataupun buku)

 

TAYAMUM

 

Menurut bahasa, Tayamum artinya: “Bermaksud’. Sedangkan menurut syariat, Tayamum adalah: mengusapkan debu pada wajah dan kedua tangan dengan dengan niat tertentu.

 

Sebab-sebab diperbolehkan-nya Tayamum

 

Sebab-sebab diperbolehkan-nya tayamum ada tujuh Sebagian Ahli fiqih menyusun-nya dalam sebuah syair yang berbunyi:

 

“Tidak ada air, khawatir, membutuhkan air, kehilangan air, sakit yang parah, menggunakan perban, dan terluka’”. Dengan perincian sebagai berikut:

 

  1. Tidak menemukan air sama sekali.

 

  1. Khawatir terhadap keselamatan nyawa atau hartanya apabila mencari air. (seperti: khawatir terhadap musuh, penjahat, maupun hewan buas)

 

  1. Membutuhkan air untuk minum.

 

  1. Kehilangan air.

 

  1. Sakit parah yang apabila menggunakan air, maka sakitnya akan bertambah atau semakin lama sembuhnya.

 

  1. Perban yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya jika dilepas.

 

  1. Luka yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya jika terkena air.

 

Syarat-syarat Tayamum

 

Syarat-syarat tayamum ada dua belas:

  1. Bertayamum dengan debu,
  2. Menggunakan debu yang suci (lagi mensucikan),
  3. Bukan debu musta’mal (debu bekas tayamum dari orang lain),
  4. Debu tidak tercampur dengan tepung, atau benda halus semisalnya,
  5. Menyengaja (dalam memindahkan debu),
  6. Mengusap wajah dan kedua tangan dengan dua kali tepukan debu, (tepukan pertama ketika hendak mengusap wajah, tepukan kedua ketika hendak mengusap tangan)
  7. Menghilangkan najis (yang ada dibadan) terlebih dahulu,
  8. Berijtihad (berupaya) menentukan arah kiblat,
  9. Bertayamum setelah masuknya waktu shalat,
  10. Bertayamum setiap kali shalat fardhu,
  11. Tidak mendapatkan air (atau tidak bisa menggunakan air),
  12. Tidak bermaksiat dalam perjalanan-nya, jika yang menjadi penyebab tayamumnya adalah tidak dapat menggunakan air dengan ijin syar’i.

 

(Ket: Tidak dapat menggunakan air dengan ijin syar’i, contohnya: bertayamum sebab masih butuh air untuk minum, atau sebab ada luka yang tidak boleh terkena air. Dan jika bermaksiat dalam perjalanan, ia harus bertaubat lebih dahulu sebelum bertayamum)

 

Fardhu-fardhu Tayamum

 

Fardhu-fardhu tayamum ada lima:

  1. Memindahkan debu (untuk diusap ke wajah dan tangan),
  2. Niat,
  3. Mengusap wajah,
  4. Mengusap kedua tangan sampai kedua siku,
  5. Tertib.

 

Sunnah-sunnah Tayamum

 

Sunnah-sunnah tayamum ada banyak, di antaranya: Bersiwak, membaca basmalah, mendahulukan tangan kanan dari tangan kiri, Muwalah (berkesinambungan), menipiskan debu dari kedua telapak tangan, dan melakukan sunnah-sunnah wudhu yang mungkin dilakukan, kecuali mengusap sebanyak 3 kali.

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam Tayamum.

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam tayamum ada dua, yaitu: Mengulang-ulang usapan dan mempebanyak debu.

 

Hal-hal yang membatalkan Tayamum

 

Hal-hal yang membatalkan tayamum ada banyak, di antaranya: Berhadats, murtad, menduga adanya air ketika di luar shalat, mengetahui keberadaan air, mampu membeli air, hilangnya penyebab yang memperbolehkan seseorang untuk bertayamum, kecuali di dalam shalat yang wajib diulangi pada 3 pembatal terakhir, selama tidak ada penghalang untuk menggunakan air tersebut dalam empat perkara terakhir.

 

HAID DAN NIFAS

 

Haid menurut bahasa berarti: “Mengalir”. Adapun menurut syariat, Haid (Menstruasi) adalah: darah alami yang keluar dari ujung arahim seorang wanita dalam kondisi sehat pada waktu-waktu tertentu. Adapun Nifas adalah: “darah yang keluar setelah melahirkan”.

 

Usia Minimal Haid

 

Usia Minimal yang memungkinkan bagi wanita untuk mengalami Haid (Menstruasi) adalah 9 tahun berdasarkan perhitungan kalender Qamariyah/Hijriyyah, atau kurang lebih usia 9 tahun. Dan umumnya haid terjadi pada usia 20,tahun. Dan usia haid tiada batas akhirnya.

 

Minimal, Umum dan Maksimalnya masa Haid

 

Masa haid minimal adalah sehari semalam (24 jam). Sedangkan pada umumnya masa haid adalah: enam atau tujuh hari. Dan maksimal masa haid adalah: lima belas hari.

 

Minimal, Umum, dan Maksimalnya Masa Suci Antara Dua Haid

 

Minimal masa suci antara dua haid adalah: lima belas hari. Sedangkan pada umumnya adalah: dua puluh empat hari. Dan tidak ada batas maksimalnya.

 

Minimal, Umum, dan Maksimalnya Masa Haid

 

Minimal masa Nifas adalah sebentar. Sedangkan pada umumnya adalah empat puluh hari. Dan batas maksimalnya adalah enam puluh hari.

 

Hal-hal yang Diharamkan saat Haid dan Nifas

 

Hal-hal yang diharamkan saat haid dan nifas ada 11

  1. Shalat
  2. Thawaf.
  3. Menyentuh Al-Quran.
  4. Membawa Al-Quran.
  5. Berdiam diri di dalam masjid.
  6. Membaca Al-Qur’an, dengan tujuan membacanya.

 

(Ket: kecuali jika membacanya untuk perlindungan diri, atau menjaga hapalan-nya, atau selainnya maka tidak diharamkan).

 

  1. Berpuasa.
  2. Thalaq (bercerai).
  3. Berjalan di dalam masjid jika dikhawatirkan akan mengotori masjid.
  4. Istimta’ (Bersenang-senang dengan suaminya) antara pusar sampai lutut.
  5. Bersuci dengan niat ibadah. (seperti: berwudhu’ atau mandi sunnah)

SHALAT

 

Shalat menurut bahasa berarti: “mendoakan kebaikan’, sedangkan menurut syariat Shalat adalah: Rangkaian bacaan dan gerakan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, pada umumnya. .

 

(Ket: sedangkan yang tidak umum, seperti: sholatnya orang bisu, maka ia shalat tanpa ada bacaan dan shalatnya orang yang sedang dalam keadaan terikat, maka ia shalat tanpa ada gerakan).

 

Shalat-shalat Wajib dan Waktu Pelaksanaan-nya Shalat wajib ada lima:

 

  1. Dzhuhur

Shalat Dzhuhur berjumlah empat rakaat. Awal waktunya adalah ketika tergelincirnya matahari. Sedangkan akhir waktunya adalah ketika panjang bayangan suatu benda berukuran sama dengan benda tersebut, selain bayangan istiwa’ (saat matahari berada ditengah-tengah). 

 

  1. Ashar

Shalat Ashar berjumlah empat rakaat. Awal waktunya adalah jika panjang bayangan suatu benda berukuran sama dengan benda tersebut, dengan ukuran sedikit lebih panjang.

 

  1. Maghrib

Shalat Maghrib berjumlah tiga rakaat. Awal waktunya adalah ketika bulat matahari benar-benar telah tenggelam. Akhir waktunya adalah hilangnya awan/mega merah.

 

  1. Isya

Shalat Isya berjumlah empat rakaat. Awal waktunya adalah hilangnya mega merah. Akhir waktunya adalah terbitnya fajar shadiq (yaitu fajar yang menyebar di ufuk).

 

  1. Subuh

Shalat Subuh berjumlah dua rakaat. Awal waktunya adalah terbit fajar Shadiq. Akhir waktunya adalah saat terbit matahari.

 

Udzur-udzur Shalat

 

Udzur-udzur shalat (hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak berdosa tatkala mengakhirkan shalat, hingga keluar dari waktunya) ada empat udzur, yaitu:

 

  1. Ketiduran

(tertidur sebelum masuk waktu shalat, atau tertidur setelah masuk waktu shalat namun ia berkeyakinan akan bangun sebelum keluar waktunya dan melaksanakan shalat).

  1. Lupa

(dengan syarat: lupa melaksanakan shalatnya bukan disebabkan sibuk dengan perkara yang dilarang oleh Allah Swt, ataupun perkara yang makruh).

  1. Menjamak shalat

(shalat jamak takhir sebab sakit atau safar).

  1. Dipaksa.

(dipaksa/diancam untuk meninggalkan shalat yang membahayakan keselamatan dirinya)

 

Shalat yang Diharamkan dari segi Waktu-nya

 

Diharamkan mengerjakan shalat yang tidak memiliki sebab (seperti shalat sunnah mutlaq) ataupun shalat yang memiliki sebab, namun sebabnya muta’akhir (yaitu shalatnya lebih dahulu dilakukan sebelum sebabnya, seperti shalat istikharah, dan shalat sunnah ihram) dan hal tersebut berlaku di luar tanah suci Mekah, maka diharamkan shalat sunnah tersebut pada lima waktu, yaitu:

 

  1. Saat terbit matahari sampai ia meninggi seukuran tombak.
  2. Saat matahari tepat berada di atas kita kecuali di hari Jumat, Sampai matahari tergelincir.
  3. Saat matahari mulai menguning sampai matahari terbenam.

4 Setelah melaksanakan shalat Ashar sampai matahari terbenam.

  1. Setelah melaksanakan shalat Subuh sampai terbitnya matahari.

 

Syarat-syarat Wajib Shalat

 

Syarat-syarat wajib shalat ada enam:

 

  1. Islam, 2. Baligh, 3. Berakal, 4. Suci dari haid dan nifas, 4. Sampainya dakwah, 5. Berfungsi inderanya (orang yang terlahir dalam keadaan buta juga tuli, maka tidak wajib).

 

(Ket: yang dimaksud dengan sampai kepadanya dakwah adalah: telah sampai kepadanya seruan ajaran islam, jika tidak sampai kepadanya seruan ajaran islam, seperti orang yang tinggal di pedalaman hutan yang sulit dijangkau hingga ia belum mendapat pengetahuan tentang islam, maka tidak wajibnya).

 

Rukun-rukun Shalat

 

Rukun-rukun shalat ada tujuh belas:.

  1. Niat,
  2. Takbiratul ihram,
  3. Berdiri dalam shalat fardhu (bagi yang-mampu)
  4. Membaca Surat Al-Fatihah,
  5. Rukuk,
  6. Tuma’ninah ketika rukuk,

(Tuma’nina) adalah berhenti sejenak sekadar durasi ucapan

  1. I’tidal,
  2. Tuma’ninah ketika i’tidal,
  3. Sujud,
  4. Tuma’ninah ketika sujud,
  5. Duduk di antara dua sujud,
  6. Tuma’ninah ketika duduk di antara dua sujud,
  7. Tasyahud akhir,
  8. Duduk disaat tasyahud akhir,
  9. Bershalawat kepada Nabi setelah membaca tasyahud,
  10. Salam, dan
  11. Tertib.

 

Syarat-syarat Sahnya Shalat

 

Syarat-syarat sahnya shalat ada lima belas:

  1. Islam.
  2. Tamyiz (mencapai usia tamyiz, bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk, bisa makan, minum dan mandi sendiri, dll).
  3. Masuknya waktu shalat.
  4. Mengetahui kefardhuan shalatnya.
  5. Tidak menganggap fardhunya shalat sebagai sunnah.
  6. Suci dari dua hadats, baik hadats besar maupun kecil.
  7. Suci dari najis, baik di pakaian, tubuh, dan tempat.
  8. Menutup aurat.
  9. Menghadap kiblat, kecuali shalat nafilah (Sunnah) yang dilakukan dalam safar yang mubah atau saat melakukan shalat khauf (yaitu: shalat dalam keadaan genting, seperti dalam keadaan perang yang tidak memumgkinkan baginya untuk menghadap qiblat). .
  10. Tidak berbicara dengan sengaja, (meski hanya satu huruf yang bisa dipahami).
  11. Tidak banyak bergerak. (tidak lebih dari 3 gerakan berturut-turut)
  12. Tidak makan dan minum (meski sedikit, kecuali dalam keadaan lupa).
  13. Tidak meragukan niat takbiratul ihram saat sedang melakukan rukun qauli (bacaan) atau fi’li (gerakan), atau keraguannya terhadap suatu rukun shalat tidak berlangsung lama. (seperti: orang yang ragu apakah dia sedang duduk diantara dua sujud ataukah duduk tasyahud, maka ia boleh duduk sambil mengingat-ingat, namun lama mengingat tidak boleh melewati satu rukun). .
  14. Tidak mempunyai niatan unutk menghentikan shalat atau raguragu dalam menghentikannya.
  15. Tidak menggantungkan penghentian shalat dengan sesuatu.

 

Sunah-sunah Ab’adh dalam Shalat

 

Sunah-sunah Ab’adh dalam shalat ada dua puluh: :

 

  1. Membaca doa Qunut (pada shalat subuh dan shalat witir di 15 malam terakhir dalam bulan Ramadhan).
  2. Berdiri saat qunut.
  3. Bershalawat kepada Nabi Saw di dalam qunut.
  4. Berdiri saat bershalawat di dalam qunut.
  5. Mengucapkan salam kepada Nabi Saw di dalam qunut.
  6. Berdiri saat mengucapkan salam kepada Nabi Saw dalam qunut.
  7. Bershalawat kepada keluarga Nabi Saw dalam qunut.
  8. Berdiri saat bershalawat kepada keluarga Nabi Saw dalam qunut.
  9. Mengucapkan salam kepada keluarga Nabi Saw dalam qunut.
  10. Berdiri untuk mengucapkan salam kepada keluarga Nabi Saw dalam qunut.
  11. Bershalawat kepada para sahabat Nabi Saw dalam qunut.
  12. Berdiri saat bershalawat kepada sahabat Nabi Saw dalam qunut.
  13. Mengucap salam kepada para sahabat Nabi Saw dalam qunut.
  14. Berdiri saat mengucapkan salam kepada para sahabat Nabi Saw dalam qunut.
  15. Tasyahud awal.
  16. Duduk tasyahud awal.
  17. Bershalawat kepada Nabi Saw di dalam tasyahud awal.
  18. Duduk saat bershalawat kepada Nabi Saw ketika tasyahud awal.
  19. Shalawat kepada keluarga Nabi Saw dalam tasyahud akhir.

20.Duduk saat bershalawat kepada keluarga Nabi Saw ketika tasyahud akhir.

 

(Ket: Sunah Ab’adh adalah bagian-bagian dalam Shalat yang jika ditinggalkan, disunnahkan untuk melakukan sujud Sahwi, maka jika seseorang meninggalkan salah satu dari sunah ab‘adh diatas, hendaknya ia melakukan sujud sahwi sebanyak 2 kali setelah tasyahud akhir, sebelum salam.)

 

Sunnah-sunnah Shalat

 

Sunnah-sunnah shalat ada banyak, di antaranya: Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan ketika rukuk, mengangkat kedua tangan ketika bangun dari rukuk (I’tidal), mengangkat kedua tangan ketika bangun dari tasyahud awal, membaca doa istiftah, membaca taawudz, mengucapkan amin, membaca surat pendek pada tempatnya (setelah membaca Al-fatihah), membaca secara jahr (keras) dan sirr (pelan) pada tempatnya, bertakbir saat berpindah dari satu gerakan ke gerakan yang lain, melihat ke arah sujud, meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut ketika rukuk, membaca doa tasbih saat rukuk dan sujud, duduk iftirasy di setiap duduk yang tidak diakhiri dengan salam (selain di tasyahud akhir), duduk tawarruk jika diakhiri dengan salam, salam yang kedua, menoleh ke kanan di salam yang pertama, dan ke kiri di salam yang kedua.

 

(Ket: Duduk Iftirasy adalah: duduk bertumpu pada telapak kaki kiri sementara telapak kaki kanan di tegakkan, sebagaimana duduk tasyahud .awal. Sedangkan duduk Tawarruk: adalah duduk bertumpu pada pinggul sebelah kiri dengan memasukkan telapak kaki kiri dibawah kaki kanan, serta menegakkan telapak kaki kanan, sebagaimana duduk pada tasyahud akhir) .

 

Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Shalat

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat ada banyak, di antaranya:

 

Mengeraskan suara di tempat yang seharusnya memelankan suara atau sebaliknya, menoleh tanpa ada hajat (keperluan), memberi isyarat tanpa ada kebutuhan, tergesa-gesa (dalam mendatangi snare atau dalam mengerjakan shalat), dan melazimi satu tempat tertentu saja untuk melaksanakan shalat.

 

Sujud Sahwi

 

Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan sesaat sebelum salam. Dua sujud ini disunahkan karena salah satu dari empat sebab:

 

  1. Meninggalkan salah satu dari sunnah ab’adh shalat atau sebagiannya meskipun hanya satu kalimat.

 

  1. Melakukan sesuatu yang membatalkan shalat apabila disengaja dan jika tidak disengaja tidaklah membatalkan shalat, namun dia melakukannya dengan tidak disengaja.

 

(seperti: berbicara sedikit atau makan sedikit dalam keadaan lupa, atau tidak sengaja menambah rukun filiy, atau menambah rokaat shalat tanpa sengaja)

 

  1. Memindahkan rukun Qauli bukan pada tempatnya.

 

  1. Melakukan rukun fi’li, (yang diperbuat) dengan kemungkinan ada kelebihan (adanya keraguan di dalamnya).

 

(Ket: sujud sahwi membaca:  “Subhaana Man La Yanamu Wa La Yashu”, yang artinya: Mahasuci Allah, Dzat Yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa)

 

Sujud Tilawah

 

Sujud tilawah ada pada empat belas tempat. Sujud tilawah disunnahkan dalam shalat maupun di luar shalat, terletak pada 14 ayat di dalam Al-Qur’an, bukan termasuk Surah “Shad”, karena pada surat “Shad” adalah sujud syukur. – (Ket: Sujud tilawah membaca:

 

“Sajada wajhiy lilladzi kholaqohu wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu wa bashorohu bi haulihi wa quwwatihi, fa tabarakallahu Ahsanul Kholigiin”, yang artinya: Wajahku bersujud dihadapan Dzat Yang telah menciptakannya dan membentuknya, dan Dzat Yang telah membukakan pendengarannya dan penglihatannya dengan daya dan kekuatan-Nya, Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta)

 

Sujud Syukur

 

Sujud syukur adalah sujud yang hanya disunnahkan dan dilakukan di luar shalat, yaitu tatkala: mendapat suatu nikmat, atau terhindar dari sebuah musibah, atau ketika melihat orang yang diuji oleh Allah dengan sebuah musibah (seperti: cacat pada badan atau akalnya), dan melihat orang yang bermaksiat dengan terangterangan.

 

(Ket: maka ia disunnahkan untuk bersujud syukur, berterimakasih kepada Allah Swt karena dirinya tidak diuji dengan musibah ataupun maksiat seperti orang yang sedang dilihatnya, dengan membaca:

 

Subhanallahi wal hamdu lillahi wa la ilaha illallahu wallahu akbar, wa la haula wa la quwwate illa billahil ‘aliyyil ‘adzhim, Alhamdulillahil ladziy ‘afaniy mimmabtalaaka bihi wa faddholaniy ‘ala katsirin mimman kholago tafdhila yang artinya: Maha Suci Allah, Segala puji syukur bagi Allah, Tiada Tuhan Selain Allah, Allah Maha Besar, dan Tiada daya maupun upaya melainkan dari Allah yang Maha Agung. Segala puji syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan-ku dari cobaan yang diberikan kepadamu, dan memberiku kelebihan diatas kebanyakan orang yang Dia ciptakan)

 

Shalat-Shalat Sunnah

 

An-Nafl menurut bahasa berarti “tambahan”. Sedangkan menurut syariat, An-Nafl adalah: suatu perkara yang diperintahkan oleh syariat dengan perintah yang tidak memaksa (tidak wajib). Dan Shalat Nafilah (sunnah) ada banyak, di antaranya: Shalat dua hari raya (Idul Fithri dan Idul Adha), dua shalat gerhana (Kusuf dan Khusuf), Shalat istisqa, Shalat witir, Shalat rawatib (qabliyah dan ba’diyah), Shalat tarawih, Shalat dhuha, Shalat tahiyatul masjid, dan Shalat sunnah wudhu. Dan urutan keutamaan pada shalat-shalat sunnah ini adalah sebagaimana urutannya dalam penyebutannya di sini.

 

Shalat Dua Hari Raya

 

Shalat Dua hari raya – Idul Fithri dan Idul Adha – berjumlah dua rakaat, dengan takbir tujuh kali di rakaat pertama yang hukumnya sunnah dilakukan setelah membaca doa iftitah sebelum membaca ta’awudz (sebelum membaca surat Al-Fatihah). Dan di rakaat kedua melakukan takbir lima kali sebelum ta’awudz. Kemudian khutbah setelah shalat ‘id dilakukan sebanyak dua kali.

 

Pada khutbah yang pertama, disunnahkan khatib bertakbir sembilan kali, sementara pada khutbah yang kedua, khatib bertakbir tujuh kali. Waktu pelaksanaan shalat hari raya adalah antara terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari (namun sunnah mengakhirkan waktu shalat ‘id, hingga matahari naik setinggi tombak).

 

Shalat Dua Gerhana

 

Shalat Kusuf (gerhana matahari) dan Khusuf (gerhana bulan) berjumlah dua rakaat. Dan diperbolehkan dalam melaksanakan shalat gerhana, tiga cara: Pertama, minimal shalat dua rakaat seperti shalat sunnah sebelum shalat Subuh.

 

Kedua, shalat dengan tambahan dua kali rukuk dan dua kali berdiri, tanpa berlama-lama dalam shalat. Ketiga, sha at sebagaimana cara yang kedua, dengan memperlama shalat. Ia disunnahkan setelah shalat melakukan dua khutbah.

 

Shalat Istisqa (Meminta Hujan)

 

Shalat Istisqa (Meminta Hujan) berjumlah dua rakaat seperti shalat ‘Id. Dan disunnahkan sebelum atau setelah melaksanakan shalat istisqa (setelah shalat lebih utama) untuk melakukan dua khutbah sebagaimana dua khutbah setelah shalat ‘Id. Namun takbir dalam dua khutbah tersebut diganti dengan istighfar.

Shalat Rawatib (Qobliyah dan Ba’diyah)

 

Shalat rawatib yang muakkad (ditekankan) ada sepuluh rakaat, yaitu: 1, Dua rakaat sebelum Subuh.

  1. Dua rakaat sebelum Zhuhur.
  2. Dua rakaat setelah Zhuhur.
  3. Dua rakaat setelah Maghrib.
  4. Dua rakaat setelah Isya.

 

Sedangkan shalat rawatib yang bukan muakkad ada dua belas rakaat:

1, Dua rakaat sebelum Zhuhur:

  1. Dua rakaat setelah Zhuhur.
  2. Empat rakaat sebelum Ashar.
  3. Dua rakaat sebelum Maghrib.
  4. Dua rakaat sebelum Isya.

 

(Ket: Sunnah Muakkad adalah sunnah yang selalu dikerjakan oleh Nabi Saw dan tidak pernah ditinggalkannya baik dalam keadaan bermukim ataupun bepergian, kecuali hanya sekali atau dua kali ditinggalkan oleh Beliau)

 

Shalat Witir

 

Shalat witir (berjumlah ganjil ) minimal dilakukan satu rakaat, dan maksimal sebelas rakaat. Dan waktu pelaksanaan shalat witir adalah setelah melaksanakan shalat Isya sampai terbit fajar.

 

Shalat Tarawih

 

Shalat Tarawih berjumlah dua -puluh rakaat yang dilaksanakan setiap malam di bulan Ramadhan. Shalat tarawih harus dikerjakan dua rakaat, dua rakaat (setiap dua rakaat ditutup dengan salam). Dan waktu pelaksanaannya adalah dari setelah shalat Isya sampai terbit fajar.

 

Shalat Dhuha

 

Shalat dhuha minimalnya adalah dua rakaat, dan yang lebih utama adalah delapan rakaat. Dan waktu pelaksanaannya mulai dari matahari seukuran tombak hingga waktu istiwa’.

 

Shalat Tahiyatul Masjid

 

Shalat tahiyatul masjid (penghormatan kepada masjid) disunnahkan bagi orang yang masuk masjid kapan pun, yakni dua rakaat atau lebih dengan satu salam yang dikerjakan sebelum ia duduk. Shalat tahiyatul masjid juga dapat dilakukan dengan mengerjakan shalat fardhu atau shalat sunnah lain yang berjumlah lebih dari satu rakaat.

 

Shalat Sunnah Wudhu

 

Shalat sunnah wudhu ( dilakukan setelah wudhu) berjumlah dua rakaat atau lebih. Shalat sunnah wudhu juga dapat dilakukan sama seperti shalat tahiyatul masjid.

 

Shalat Berjama’ah

 

Menurut bahasa, kata Al-Jama’ah berarti “kelompok atau kumpulan”. Adapun menurut syariat, Jama’ah berarti “keterkaitan antara shalatnya makmum dengan shalatnya imam”. Dan Hukum shalat berjama’ah, adalah:

 

  1. Fardhu ‘ain: seperti shalat Jum’at.

 

  1. Fardhu kifayah: seperti shalat fardhu yang diwajibkan kepada orang laki-laki merdeka yang muqim.

 

(Adapun wanita, budak, dan musafir tidaklah wajib shalat berjam’aah, namun hukumnya shalat berjamaah bagi mereka adalah sunnah). ,

 

  1. Sunnah: seperti shalat jenazah dan dua hari raya.

 

  1. Mubah: seperti shalat rawatib dan tasbih.

 

  1. Makruh: seperti melakukan shalat ada-an (pada waktunya) dengan bermakmum kepada orang yang shalat qadha’ atau sebaliknya.

 

  1. Haram: seperti jika shalat imam dan makmum tata-caranya berbeda. Misalnya, orang yang shalat Subuh bermakmum kepada orang yang shalat khusuf (gerhana bulan).

 

(Ket: Rasulullah Saw: “Shalat berjama’ah itu mengungguli Shalay sendirian dengan dua puluh tujuh derajat’ HR. Al-Bukhariy. Muslim)

 

Udzur-udzur Shalat Jumat dan Jamaah

 

Udzur shalat Jum’at dan jamaah ada banyak, di antaranya:

 

  1. Sakit (sakit berat, bukan ringan).
  2. Khawatir terhadap diri, kehormatan, atau hartanya.
  3. Cuaca yang sangat panas.
  4. Cuaca yang sangat dingin.
  5. Menunggui orang sakit apabila tidak ada orang lain yang menjaganya.

6, Dan posisinya harus sebagai orang yang menenangkan si sakit.

  1. Mendampingi kerabat yang mendekati ajal kematian.
  2. Hujan yang membasahi baju dan tidak ada yang menutupinya (payung ataupun tempat berteduh).

 

Syarat-syarat Shalat Jamaah Syarat-syarat shalat jamaah ada tiga belas, yaitu:

 

  1. Makmum tidak mengetahui batalnya shalat imam.

 

  1. Makmum tidak berkeyakinan bahwa shalat imamnya batal.

 

  1. Makmum tidak meyakini bahwa dia wajib men-qadha shalatnya yang bersamaimam.

 

  1. Imam tidak menjadi makmum dari orang lain.

 

  1. Imam tidaklah ummi.

 

(Ummi adalah: orang yang kurang baik dalam membaca surat Alfatihah, meski hanya satu huruf yang tak fasih).

 

  1. Seorang laki-laki atau banci tidak boleh bermakmum kepada perempuan atau banci.

 

  1. Posisi makmum tidak boleh berada di depan imam dari sisi tempat shalat, kecuali dalam shalat Syiddatul khauf (kondisi sangat genting, seperti shalat berjamaah di medan peperangan).

 

  1. Makmum mengetahui perubahan gerakan-gerakan imamnya (baik dengan melihat imam, atau melihat sebagian makmum, atau mendengar suara imam atau penyampai suara imam).

 

  1. Imam dan makmum berada dalam satu masjid atau jarak antara keduanya maksimal sekitar 300 dzira’ (450 meter).

 

(Hendaknya jarak antara Imam dan makmum yang _berada dibelakangnya/disampingnya tidak lebih dari 300 dzira’, begitu juga jarak antara satu shaf dengan shaf yang lain)

 

  1. Makmum meniatkan shalat berjamaah atau yang lainnya.

 

  1. Shalat imam dan makmum harus sesuai bentuknya. (maka tidak sah berjamaah shalat kusuf dibelakang imam yang shalat fardhu, atau shalat fardhu dibelakang imam yang shalat jenazah)

 

  1. Makmum harus menyesuaikan diri dengan imam dalam setiap sunnah, yang bisa berakibat fatal jika berselisih dengan imamnya. (seperti: jika imam melakukan sujud tilawah, namun makmumnya meninggalkannya, atau sebaliknya, maka batal shalatnya. Atau jika imam meninggalkan tasyahud awal, namun makmum melakukan tasyahud awal, maka batal shalatnya)

 

  1. Makmum harus mengikuti gerakan imam (jika makmum mendahului, atau tertinggal dari imamnya tanpa udzur, sebanyak dua rukun fii maka batal shalatnya).

 

Sunnah-sunnah Dalam Shalat Jamaah

 

Sunnah-sunnah dalam shalat jamaah ada banyak, dj antaranya: Meluruskan shaf, Makmum berdiri di shaf pertama, Imam mengeraskan suara takbir dan ucapan “Sami’allahu liman hamidahu”, juga mengeraskan salam, dan makmum yang masbuq mengikuti imamnya dalam hal bacaan.

 

Hal-hal yang Dimakruhkan Dalam Shalat Jama‘ah

 

Hal-hal yang dimakruhkan dalam shalat jamaah ada banyak, di antaranya: Tidak meluruskan shaf, Bermakmum kepada orang fasik dan ahli bid’ah, ataupun menjadikan orang fasiq atau ahli bid’ah sebagai imam, menjadikan orang yang was-was sebagai imam, menjadikan orang yang suka mengulang-ulangi huruf (latah) sebagai imam, menjadikan orang yang tidak baik bacaannya namun tidak mengubah makna sebagai imam, Makmum bergerak bersamaan dengan imam dalam hal rukun pada selain takbiratul jhram, Menyendiri dalam shaf.

 

Shalat Qashar sebab Perjalanan dan Shalat Jamak sebab Perjalanan, Sakit serta Hujan

 

Shalat Qashar

 

Shalat qashar adalah mengerjakan shalat Dzhuhur, Ashar, atau Isya’ sebanyak 2 rakaat. Shalat qashar hanya diperbolehkan untuk musafir saja, asalkan memenuhi sebelas syarat:

 

  1. Perjalanannya mencapai 2 marhalah. (sekitar 82 km atau 89 km)

 

  1. Perjalanannya untuk suatu hal yang diperbolehkan. (yaitu safar yang mubah, bukan bertujuan untuk maksiat)

 

  1. Mengetahui bolehnya melakukan qashar.

 

  1. Niat mengashar shalat saat takbiratul ihram.

 

  1. Masih berada dalam perjalanan saat melakukan shalat qashar hingga shalatnya selesai.

 

  1. Tidak bermakmum kepada orang. yang shalat sempurna pada sebagian shalatnya.

 

  1. Tidak bermakmum kepada orang’ yang diragukan kemusafirannya.

 

  1. Bermaksud untuk menuju tempat yang diketahui/ditentukan. (menentukan daerah/kota mana yang akan dituju, bukan pergi tanpa tujuan)

 

  1. Menghindari perkara yang menafikan niat qashar. (seperti: berniat untuk melakukan shalat secara sempurna)

 

  1. Tidak ragu dalam niat qashar.

 

  1. Perjalanannya memiliki tujuan yang benar. (seperti: melakukan ibadah haji atau berdagang, bukan untuk rekreasi ataupun melihat keindahan kota-kota)

 

  1. Telah melampaui pagar batas kota bagi kota-kota yang memiliki pagar, atau melampaui gapura batas pemukiman bagi kota yang, tak berpagar.

 

Shalat Jamak sebab Perjalan

 

Shalat jamak adalah mengerjakan shalat Ashar di waktu Dzhuhur, dan shalat Isya’ di waktu Maghrib sebagai jamak taqdim, Atau shalat Dzhuhur di waktu Ashar, dan shalat Maghrib di waktu Isya’ sebagai jamak ta’khir. Shalat jamak boleh dilakukan oleh musafir dengan beberapa syarat.

 

Adasun sarat jamak taqdim ada enam:

 

  1. Memulai dengan shalat yang pertama. (harus dimulai dengan Shalat Dzuhur kemudian shalat’ Ashar, atau shalat Maghrib terlebih dahulu-kemudian shalat Isya’).

 

  1. Niat jamak di’shalat yang pertama,

 

  1. Keduanya dilakukan berkesinambungah (antara kedua shalat tiada jeda yang lama).

 

  1. Tetapnya ‘udzur sampai sempurna takbiratul ihram pada shalat yang kedua.

 

  1. Menyangka sah shalat yang pertama.

 

  1. Mengetahui bolehnya shalat jamak,

 

Sedangkan Sarat jamak ta’khir ada dua:

 

  1. Niat jamak ta’khir sebelum keluar waktu shalat yang awal (Dzuhur atau Maghrib).

 

  1. Tetapnya ‘udzur sampai shalat yang kedua selesai.

 

Shalat Jamak karena hujan

 

Shalat jamak dalam keadaan hujan sama seperti jamak dalam keadaan safar (bepergian), tetapi hanya diperbolehkan jamak taqdim saja dan juga dengan syarat jamak taqdim disertai turunnya hujan ketika takbiratul ihram yang pertama.

 

(Ket: gambaran shalat jamak karena hujan, yaitu: jika ada jama’ah yang akan melaksanakan shalat dzuhur atau maghrib didalam masjid, tiba-tiba turun hujan sementara mereka berada di dalam masjid, dan setelah mereka melaksanakan shalat, mereka ingin kembali ke rumah, namun mereka kesulitan untuk kembali lagi ke masjid untuk melaksankan shalat ashar atau maghrib, yang disebabkan karena jalan yang becek atau semisalnya, maka para Ulama memperbolehkan mereka untuk mentaqdim shalatnya, dengan syarat hujan masih turun hingga takbiratul ihram shalat yang kedua).

 

Shalat Jamak karena sakit

 

Al-Imam An-Nawawi dan Ulama lainnya berpendapat untuk memperbolehkan jamak karena sakit, baik jamak taqdim maupun jamak takhir, namun syaratnya sesuai dengan syarat-syarat jamak karena safar.

 

Shalat Jum’at

 

Shalat Jum’at berjumlah dua rakaat yang dilaksanakan pada waktu Dzhuhur di hari Jum’at yang telah dikenal.

 

Syarat Wajib Shalat Jum’at

 

Syarat wajib shalat Jum’at ada tujuh:

  1. Islam.
  2. Baligh
  3. Berakal.
  4. Merdeka.
  5. Laki-laki
  6. Sehat.
  7. Muqim. (menetap di. dderah. tersebut, bukan dalam keadaan musafir)

 

Syarat-Syarat Sah Shalat Jum’at

 

Syarat-syarat sah shalat Jum’at ada enam:

 

  1. Semua rangkaian shalat Jum’at dilaksanakan di waktu Dzhuhur.
  2. Didirikan di dalam (bangunan yang terletak di wilayah kecamatan) atau desa tersebut. (bukan diluar desa)
  3. Rakaat yang pertama dilakukan dengan berjamaah.
  4. Peserta shalat Jum’at minimal berjumlah 40 orang (Mutawatthin) yang wajib bagi mereka shalat Jumat.

 

(Mutawatthin adalah: Orang yang tinggal menetap di daerah tersebut, tidak bepergian dari tempat tinggalnya, baik di musim panas ataupun musim dingin, kecuali jika ada kebutuhan seperti bekerja dan berziyarah)

  1. Tidak didahului atau dibarengi oleh shalat Jum’at yang lain di daerah yang sama.

 

(Ket: Jika didahului, maka kelompok shalat jum’at yang terlebih dahulu adalah kelompok yang sah jum’atan-nya, namun jika bersamaan, maka kedua kelompok tersebut tidak sah, oleh sebab itu didalam satu desa cukup satu masjid yang mendirikan jum’atan, namun jika tempatnya tidak mencukupi, maka para Ulama memperbolehkan untuk mendirikan dua kelompok jum’atan meski dalam satu desa)

  1. Diawali oleh dua khutbah, sebelum shalat.

 

Rukun-rukun Dua Khutbah

 

Rukun-rukun dua khutbah ada lima:

 

  1. Memuji Allah di dalam dua khutbah. (mengucap “Al- Hamdulillah” atau pecahan lafadz “Hamd” lainnya)
  2. Bershalawat kepada Nabi Saw dan keluarganya, serta para sahabatnya di dalam dua khutbah.
  3. Berwasiat untuk bertaqwa di dalam dua khutbah.
  4. Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu khutbah.
  5. Mendoakan orang-orang yang beriman pada khutbah yang terakhir.

 

Syarat-syarat Dua Khutbah

 

Syarat-syarat dua khutbah ada tiga belas:

 

  1. Khatibnya seorang laki-laki.
  2. Khutbah didengarkan oleh hadirin.
  3. Kedua khutbah dilaksanakan didalam bangunan yang terletak di permukiman/desa tersebut.
  4. Khatib suci dari hadats besar maupun kecil.
  5. Khatib suci dari najis di badan, pakaian, dan tempat.
  6. Khatib menutup aurat.
  7. Khatib berdiri jika mampu. (jika tidak mampu, maka boleh duduk)
  8. Duduk di antara dua khutbah selama tumakninah shalat.
  9. Berkesinambungan diantara kedua khutbah.
  10. Berkesinambungan diantara dua khutbah dan shalat.
  11. Rukun Khutbah di sampaikan dengan bahasa Arab.
  12. Memperdengarkan kedua khutbah kepada 40 orang, yang sebab kehadiran merekalah dapat terlaksana khutbah Jumat. (Khatib hendaknya mengeraskan suaranya sehingga didengar oleh hadirin) .
  13. Dua khutbah (maupun shalat jum’at) dilakukan di waktu Dzhuhur.

 

Sunnah-sunnah Jum’at

 

Sunnah-sunnah Jum’at ada banyak, di antaranya: Mandi, Takbir bagi. selain imam, Membersihkan diri, Memakai pakaian putih, Memakai minyak wangi, Berjalan dengan tenang, Membaca Al-Qur’an atau berdzikir di jalan atau di masjid dan Diam ketika khutbah.

 

HAL-HAL YANG WAJIB DILAKUKAN TERHADAP MAYIT

 

Hal-hal yang wajib kita lakukan sebagai fardhu kifayah terhadap mayit Muslim (yang bukan syahid) ada lima hal:

 

  1. Memandikannya.
  2. Mengkafaninya.
  3. Membawanya ke kuburan.

4: Menshalatinya.

  1. Menguburkannya.

 

Memandikan Mayit

 

Minimal dalam memandikan mayit adalah meratakan air ke seluruh tubuhnya.. Adapun yang paling sempurna adalah mendudukkannya (setengah berbaring) ke arah tengkuknya, menyandarkan punggungnya, mengusapkan tangan pada perutnya (dengan sedikit tekanan lembut untuk mengeluarkan sisa isi perutnya), membasuh dua kemaluannya dengan sepotong kain, membersihkan gigi, hidung, dan kedua telinganya. Kemudian mewudhu’kannya, lalu membasuhnya lagi dengan air hingga merata sebanyak 3 kali, yaitu pada basuhan pertama dengan campuran daun bidara, dan pada basuhan terakhir dengan sedikit campuran kapur barus.

 

Mengkafani Mayit

 

Minimal dalam mengkafani mayit adalah menutup seluruh tubuhnya dengan satu kain, selain kepala laki-laki yang berihram dan wajah perempuan yang berihram. Sedangkan yang paling sempurna adalah menutupinya dengan tiga lapis kafan untuk lakilaki, Adapun untuk wanita adalah dua lapis kain kafan, satu helai sarung, kerudung, dan baju.

 

Mengusung Mayit

 

Mengusung/membawa mayit (ke kuburan) dapat dilakukan dengan berbagai cara, asalkan cara itu) masih dinamakan “mengusung’. Dan mengusung akan menjadi haram apabila cara mengusungnya dapat melecehkan si mayit atau dikhawatirkan mayit akan terjatuh.

 

Rukun-rukun Shalat Jenazah

 

Rukun-rukun shalat jenazah ada tujuh, yaitu:

 

1, Niat.

  1. Bertakbir empat kali.
  2. Berdiri bagi yang mampu.
  3. Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama.
  4. Bershalawat kepada Nabi Saw setelah takbir yang kedua.
  5. Berdoa bagi mayit setelah takbir yang ketiga.
  6. Salam.

 

Menguburkan Mayit.

 

Minimal dalam mengubur mayit adalah dikubur dalam sebuah lubang yang: sekiranya dapat menutupi baunya dan menjaganya dari gangguan binatang buas. Adapun yang paling sempurna adalah meletakkan si mayit ke dalam liang lahad (lekuk didalam lubang kubur sebagai tempat meletakkan mayat), asalkan di tanah yang kuat dan keras. Sedangkan untuk tanah yang gembur maka dibuat belahan (semacam parit di tengah lubang kubur sebagai tempat meletakkan mayat). Dan liang kubur hendaknya luas, kedalamannya setinggi orang yang berdiri dengan menjulurkan dua tangan ke atas.

 

ZAKAT

 

Menurut bahasa, kata Zakat artinya adalah “berkembang dan mensucikan”. Sedangkan menurut .syariat, Zakat adalah “sebuah istilah untuk sesuatu yang dibayarkan atas suatu harta atau badan, dengan cara yang telah ditentukan”.

 

Syarat-syarat Wajib Zakat

 

Harta Syarat-syarat wajib zakat harta ada lima:

 

  1. Islam.
  2. Merdeka.
  3. Kepemilikan secara sempurna.
  4. Pemiliknya adalah orang tertentu.

(maka tidak wajib zakat, jika harta tersebut milik umum/tidak dimiliki oleh orang tertentu, seperti: baitul mal, penghasilan dari sesuatu yang diwakafkan untuk umunr, dll).

  1. Pemiliknya wujud secara yakin.

(maka tidak wajib zakat, atas harta yang diwakafkan kepada janin, karena belum pasti wujudnya)

 

Harta yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya

 

Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya ada enam:

 

  1. Binatang ternak.
  2. Emas dan perak.
  3. Tanaman.
  4. Harta Perdagangan.

5.Barangtambang.

  1. Barang temuan.

 

Syarat-syarat Wajib Zakat Binatang Ternak

 

Syarat-syarat wajib zakat binatang ternak, yaitu: unta, sapi dan kambing ada empat syarat:

 

  1. Mencapai nishab.
  2. Mencapai haul.
  3. Digembalakan sepanjang tahun.
  4. Bukan binatang ternak yang dipekerjakan (diambil tenaganya).

(Ket: Nishab adalah batasan minimal harta yang wajib dikenakan zakat, dan haul adalah batasan waktu kepemilikan harta yang wajib dikenakan zakat, yaitu satu tahun hijriyyah atau 12 bulan qomariyyah) .

 

Syarat Wajib Zakat Emas dan Perak

 

Syarat wajib zakat emas dan perak, ada tiga:

  1. Mencapai haul.
  2. Mencapai nishab, yaitu: 20 mitsqal (85 gram) untuk emas dan 200 dirham (672 gram) untuk perak.
  3. Keduanya bukan dalam bentuk perhiasan yang mubah digunakan.

(jika berbentuk perhiasan, dan dipakai secara mubah tanpa ada tujuan untuk menyimpannya, maka tidak wajib dizakati)

 

Syarat-syarat Wajib Zakat Tanaman

 

Syarat-syarat wajib zakat tanaman, yaitu: kurma, anggur, dan biji-bijian yang dijadikan makanan pokok saat kondisi normal (bukan kondisi darurat) adalah mencapai satu nishab, yaitu 5 wasaq (825 kg).

 

Syarat-syarat Wajib Zakat Harta Perdagangan

 

Syarat-syarat wajib zakat harta perdagangan yang artinya: “menukar harta benda untuk mendapatkan keuntungan’”, ada tujuh syarat:

 

  1. Berupa Urudh, yaitu: pertukaran harta benda, selain emas dan perak. (jika pertukaran uang dengan uang/money changer, atau pertukaran emas dengan emas maka tidak wajib zakat menurut madzhab Syafi’i, namun ia terkena zakat dari segi kepemilikan uang atau emas tersebut)

 

  1. Niat berdagang.

 

  1. Niat tersebut bersamaan pada saat kepemilikan, atau di majlis akad.

 

  1. Kepemilikan barang didapatkan dari transaksi yang bersifat pertukaran/jual beli (bukan didapat dari warisan atau hibah).
  2. Harta tidak diuangkan di akhir haul, sementara nilainya masih kurang dari nishab.
  3. Harta tersebut tidak ditujukan menjadi simpanan
  4. Telah lewat satu tahun dari waktu pemilikan.

 

Syarat-Syarat Wajib Zakat Rikaz

 

Syarat-syarat wajib zakat pada rikaz, yang artinya “harta yang terpendam di dalam bumi”, ada empat:

 

  1. Berupa emas dan perak.
  2. Mencapai nishab.
  3. Harta yang dimaksud adalah harta peninggalan zaman jahiliyah.

(Masa Jahiliyah yaitu: masa sebelum Nabi Muhammad Saw diutus menjadi Nabi, maka jika seseorang menemukan harta terpendam peninggalan zaman islam, maka namanya adalah “Fai”, dan jika menemukan barang tersebut diatas bumi atau di jalan kawasan pemukiman islam, maka dinamakan “Lugathah’, dan jika ia menemukan di kawasan peperangan, maka dinamakan “Ghanimah”)

 

  1. Keberadaan harta terpendam itu berada di tanah yang tak bertuan atau tanah yang dimiliki sebab dimakmurkan oleh orang menemukannya.

 

Syarat-syarat Wajib Zakat Hasil Tambang

 

Syarat-syarat wajib zakat Ma’din (hasil tambang), yang artinya “Sesuatu yang dikeluarkan dari tempat ia diciptakan oleh Allah Swt”, ada dua:

 

  1. Berupa emas atau perak.
  2. Mencapai nishab.

 

Jumlah Zakat Mal Yang Wajib Dibayarkan

 

  1. Zakat Unta:

 

1 ekor kambing untuk 5 ekor unta sebagai awal nishabnya.

2 ekor kambing untuk 10 unta.

3 ekor kambing untuk 15 unta.

4 ekor kambing untuk 20 unta.

1 ekor bintu makhad (unta betina berumur satu tahun) untuk 25 ekor unta.

1 ekor bintu labun (unta betina berumur dua tahun) untuk 36 ekor unta.

1 ekor hiqqah (unta betina berumur tiga tahun) untuk 46 unta.

1 ekor jadz‘ah (unta betina berumur empat tahun) untuk 61 ekor unta.

2 ekor bintu labun untuk 76 ekor unta.

2 ekor hiqgah untuk 91 ekor unta.

3 ekor bintu labun untuk 121 ekor unta.

 

Dan seterusnya dengan perhitungan: 1 ekor bintu labun untuk setiap 40 ekor unta dan 1 ekor hiqqah untuk setiap 50 ekor unta.

 

  1. Zakat Sapi:

 

1 ekor sapi tabi’ atau tabi’ah (sapi jantan atau betina yang berumur satu tahun) untuk 30 ekor sapi.

1 ekor sapi musinnah (sapi betina yang berumur dua tahun) untuk 40 ekor sapi.

2 ekor tabi’ untuk 60 ekor sapi..

 

Dan seterusnya dengan perhitungan: 1 ekor tabi’-untuk setiap 30 ekor sapi dan 1 ekor musinnah untuk setiap 40 ekor sapi.

 

  1. Lakat Kambing (Domba):

 

1 ekor kambing untuk 40 ekor kambing, sebagai awal nishabnya.

2 ekor kambing untuk 121 ekor kambing.

3 ekor kambing untuk 201 ekor kambing.

4 ekor kambing untuk 400 ekor kambing.

 

Dan seterusnya dengan perhitungan: 1 ekor kambing untuk setiap 100 ekor kambing.

 

  1. Zakat emas dan perak adalah: 1/40 atau 2,5 %.

 

  1. Zakat Tanaman:
  2. 1/10 atau 10% apabila diairi dengan tanpa menggunakan biaya.
  3. Jika mengeluarkan biaya maka setengahnya, yaitu 1/20 atau 5%,

 

  1. Zakat Harta perdagangan adalah: 1/40 atau 2,5% dari harga barang.

 

  1. Zakat rikaz adalah 1/ 5 atau 20%.

 

  1. Zakat Hasil tambang adalah 1/40 atau 2,5%.

 

Zakat Badan (Fitrah)

 

Zakat badan, atau disebut juga dengan Zakat Fithri adalah sejumlah 1 sha’ (2,8 kg) bahan makanan pokok daerah setempat. zakat badan diwajibkan bagi:

 

1, Muslim.

 

  1. Mendapati sebagian waktu Ramadhan dan sebagian dari Syawal. (Misal: seseorang wafat sebelum waktu maghrib malam 1 syawal, maka ia tidak wajib zakat fitrah. Demikian juga bayi yang dilahirkan setelah masuk waktu maghrib malam 1 syawal, maka ia tidak wajib zakat fitrah, namun jika dilahirkan di sore hari terakhir bulan ramadhan, maka wajib ia zakat fitrah)

 

  1. Memiliki kelebihan makanan untuk dirinya dan orang-orang muslim yang wajib ia nafkahi pada malam hari raya dan siangnya.

 

Penyaluran Zakat

 

Penyaluran zakat, yaitu diberikan kepada 8 golongan yang disebutkan dalam firman Allah Swt, yang berbunyi: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah diperuntukkan bagi:

 

  1. Orang-orang fakir (tak mempunyai harta dan pekerjaan),
  2. Orang-orang miskin (penghasilannya tak mencukupi kebutuhannya)
  3. Amil (pengurus) zakat,
  4. Para muallaf (orang yang dirayu hatinya untuk memeluk agama islam, atau baru masuk islam dan belum kuat imannya),
  5. Untuk (memerdekakan) budak Mukatab,
  6. Orang-orang yang berhutang,
  7. Untuk orang berperang di jalan Allah, dan
  8. Untuk orang yang sedang dalam perjalanan (musafir), sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah : 60)

 

PUASA

 

Shaum/Puasa menurut bahasa artinya “menahan”. Sementara, menurut syariat, Shaum adalah: “menahan diri dari halhal yang membatalkan puasa dengan cara tertentu”.

 

Syarat-syarat Wajib Puasa

 

Syarat-syarat wajib puasa ada lima:

  1. Islam,
  2. Mukallaf,
  3. Memiliki kemampuan untuk berpuasa,
  4. Sehat,
  5. Muqim (bukan musagfir).

 

Rukun-rukun Puasa

 

Rukun-rukun puasa ada tiga:

  1. Niat,
  2. Meninggalkan hal-hal yang membatalkan puasa,
  3. Orang yang berpuasa.

 

Syarat Sah Puasa

 

Syarat sah puasa ada empat:

  1. Islam,
  2. Berakal,
  3. Bersih dari haid dan nifas,
  4. Mengetahui waktu, diperbolehkannya: puasa.

(sekiranya bukan hari yang diharamkan untuk berpuasa, seperti. hari raya idul fitri dan idul adha, hari tasyriq, dll)

 

Sunah-Sunnah Puasa

 

Sunnah-sunah puasa ada banyak, di antaranya:  Menyegerakan berbuka,mengakhirkan sahur, berbuka dengan kurma, banyak membaca Al-Qur’an dan bersedekah di bulan Ramadhan.

 

Hal-hal yang Makruh Dalam Puasa

 

Hal yang makruh dalam puasa ada banyak, di antaranya: Berlebih-lebihan dalam berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu’), Mencicipi makanan, Berbekam, Mengunyah sesuatu seperti: karet (namun jika saat mengunyahnya, ada suatu zat yang masuk ke perutnya, maka batal puasanya).

 

Hal-hal Yang Membatalkan Puasa

 

Hal-Hal yang membatalkan puasa ada sebelas:

 

  1. Masuknya suatu benda ke dalam perut dari lubang (saluran) yang terbuka.

(maka tidak membatalkan puasa: bercelak, obat tetes pada mata, atau obat yang .masuk lewat pori-pori kulit, karena ia masuk melalui saluran yang tertutup, sedangkan masuknya obat dengan Jarum suntik. melalui peredaran darah, dapat membatalkan puasa).

 

  1. Muntah dengan sengaja.

 

  1. Jimak (berhubungan suami istri),

 

  1. Keluar mani yang disebabkan sentuhan kulit dengan syahwat yang dilakukan dengan sengaja, tidak dipaksa, dan mengetahui keharamannya.

 

  1. Gila walau sebentar.

 

  1. Mabuk dan pingsan secara sengaja (dengan melakukan hal yang menyebabkan mabuk dan pingsan) walaupun sebentar.

 

7 Mabuk dan pingsan tanpa sengaja, namun terjadi seharian penuh.

 

8 Murtad (keluar dari agama Islam).

 

9 Haid.

 

10, Nifas.

 

  1. Melahirkan.

 

I’TIKAF

 

I’tikaf menurut bahasa adalah “tinggal, menetap”. Adapun menurut syariat, I’tikaf adalah menentap di dalam masjid yang dilakukan oleh seseorang tertentu disertai dengan niat.

 

(Ket: Seseorang tertentu yang dimaksud dalam I’tikaf adalah: orang muslim, mumayyiz,-berakal,. suci dari janabah ataupun haid, dan dapat menahan syahwatnya selama didalam masjid)

 

Rukun-rukun I’tikaf

 

Rukun-rukun i’tikaf ada empat:

  1. Orang yang melakukan i’tikaf.
  2. Tempat i’tikaf.
  3. Menetap.
  4. Niat.

 

Hal-hal Yang Membatalkan I’tikaf

 

Hal-hal Yang Membatalkan i’tikaf ada tujuh:

  1. Gila.
  2. Pingsan.
  3. Mabuk.

4.Haid.

  1. Murtad.

6.Janabat yang membatalkan orang puasa (seperti: bersenggama,dll).

  1. Keluar dari masjid tanpa udzur.

 

HAJI DAN UMRAH

 

Haji menurut bahasa artinya:“menyengaja”. Sedangkan menurut syariat, Haji adalah “menyengaja ke Baitul Haram untuk melakukan ibadah”.

 

Umrah menurut bahasa artinya: “berziarah”. Sedangkan menurut syariat, Umrah adalah “berkunjung ke Baitul Haram dengan tujuan ibadah’.

 

Syarat Wajib Haji dan Umrah.

  1. Islam.
  2. Baligh.
  3. Berakal.
  4. Merdeka.
  5. Mampu.

 

Rukun-rukun Haji Rukun-rukun haji ada enam:

 

  1. Ihram (Niat masuk mengerjakan ibadah haji dengan mengenakan pakaian ihram, dan sebelumnya disunnahkan untuk melaksanakan shalat sunnah ihram dua rakaat).

 

  1. Wuquf (berdiam diri) di Arafah:

 

  1. Thawaf (Memutari ka’bah sebanyak 7 kali).

 

  1. Sa’i (berlari kecil antara bukit shofa dan marwa sebanyak 7 kali).

 

  1. Mencukur atau memendekkan rambut:

6.Tertib

 

Rukun-rukun Umrah

 

Rukun umrah adalah seperti rukun haji, hanya saja tanpa wukuf.

 

Kewajiban-kewajiban Dalam Haji

 

Kewajiban-kewajiban dalam haji ada enam:

 

  1. Ihram dari miqat.
  2. Melempar tiga jumrah.
  3. Mabit (bermalam) di Muzdalifah.
  4. Mabit (bermalam) di Mina pada malam-malam tasyriq.
  5. Thawaf Wada’.
  6. Menghindari hal-hal yang diharamkan dalam ihram.

 

Kewajiban-kewajiban Dalam Umrah

 

Kewajiban-kewajiban dalam umrah ada dua:

 

  1. Ihram harus dari miqat.

 

  1. Menghindari hal-hal yang dilarang dalam ihram.

(Ket: Migat adalah batas waktu dan tempat untuk memulai ibadah haji dan umrah. Migat ada dua: 1. Migat zamani, adalah batas waktu melaksanakan haji, yaitu dimulai sejak 1 syawal sampai terbit fajar pada 10 dzulhijah. 2. Migat Makani adalah batas tempat bagi seseorang untuk memulai niat ihram haji atau umrah. Ada 5 tempat Migat, yaitu : Dzulhulaifah/Bir Ali untuk penduduk Madinah dan Syam, Juhfah untuk penduduk Mesir dan Maroko, Qarnul Manazil untuk penduduk Najd dan Hijaz, Yalamlam untuk penduduk Yaman, India, Indonesia, China, Dzatu ‘irgin untuk penduduk Iraq dan Khurasan, sedangkan untuk penduduk kota Mekkah migatnya adalah dari rumahnya masing-masing, Adapun pada saat umroh maka penduduk Mekkah atau yang telah bermukim di Mekkah baik yang sementara maupun yang menetap, tempat migatnya adalah: Tan’im, Ji’ronah, atau Hudaibiyyah)

 

Kewajiban-kewajiban Dalam Thawaf

 

Kewajiban-kewajiban dalam thawaf ada sepuluh:

 

  1. Menutup aurat.
  2. Suci dari dua hadats.
  3. Suci dari najis.
  4. Menjadikan Ka’bah di sebelah kirinya.
  5. Memulai thawaf dari Hajar Aswad.
  6. Mensejajarkan seluruh tubuhnya dengan Hajar Aswad.
  7. Tujuh kali putaran.
  8. Berada di dalam Masjidil Haram.
  9. Berada di luar Ka’bah, Syadzarwan (dinding miring di bawah yang mengitari ka’bah sebagai penguat pondasinya), dan Hijr ismail.
  10. Tidak ada hal-hal yang mengalihkannya kepada selain thawaf.

 

Kewajiban-kewajiban Dalam Sai

 

Kewajiban-kewajiban sa’i ada empat:

  1. Memulai setiap perjalanan yang ganjil dari Shofa.
  2. Memulai setiap perjalanan yang genap dari Marwah.
  3. Tujuh kali perjalanan.
  4. Dilakukan setelah thawaf rukun atau thawaf qudum.

 

Kewajiban dalam wuquf

 

Kewajiban dalam wuquf di Arafah ada satu; yaitu orang yang ihram harus berada di Arafah sebentar setelah tergelincirnya matahari di Hari Arafah‘sampai terbit fajar pada Hari Raya Kurban (Idul Adha).

 

Sunnah-sunnah Haji dan Umrah

 

Sunnah-sunnah haji dan umrah ada banyak, diantaranya: Talbiyah, thawaf qudum, dan shalat 2 rakaat sebelum ihram.

 

(Ket: Talbiyah adalah lafadz yang diucapkan untuk memenuhi panggilan Allah SWT saat ibadah haji atau umrah, dengan mengucap:

 

“Labbaikallahumma Labbaik, Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik, Innal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulk, Laa Syarika Lak’,

 

yang artinya: Aku datang memenuhi panggilan-Mu Ya Allah, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, Sesungguhnya segala pujian dan nikmat serta kekuasaan hanyalah milik-Mu, Tiada sekutu bagi-Mu)

 

Hal-hal yang Makruh Dalam Haji dan Umrah

 

Perkara-perkara yang dimakruhkan saat haji dan umrah ada banyak, di antaranya:

  1. Berdebat.
  2. Melihat hal yang dihalalkan baginya dengan syahwat.
  3. Menggaruk rambut dengan kuku.
  4. Menyisir rambut dan jenggot.
  5. Makan ketika tawaf.
  6. Minum ketika tawaf.

 

Larangan-larangan Dalam Ihram

 

Larangan-larangan dalam ihram ada banyak, di antaranya:

 

  1. Memakai pakaian berjahit bagi laki-laki.
  2. Menutup sebagian kepala bagi laki-laki.
  3. Menutup wajah dan tangan bagi wanita.
  4. Memotong rambut dan kuku.
  5. Meminyaki rambut kepala dan jenggot.
  6. Memakai minyak wangi.
  7. Jimak (berhubungan intim).
  8. Memburu hewan darat yang dapat dimakan.

 

JUAL-BELI

 

Kata Bai’ (jual-beli) menurut bahasa adalah “menukar sesuatu dengan sesuatu”. Sedangkan menurut syariat, Bai’ (jual-beli) adalah akad dalam tukar-menukar harta yang berfungsi untuk dapat memiliki harta atau manfaat dari harta tersebut selamanya.

 

Rukun Jual-Beli

 

Rukun jual-beli ada tiga:

 

  1. Dua orang yang melakukan akad, yaitu: penjual dan pembeli.

 

  1. Ma’qud ‘alaih (yang diperjual-belikan), yaitu: harga dan barang.

 

  1. Sighat, yaitu: ijab dan qabul.

 

Syarat Dua Orang yang Melakukan Akad Syarat dua orang yang melakukan akad ada empat:

 

  1. Boleh melakukan transaksi jual-beli secara mutlak (yaitu orang yang: sudah baligh, berakal, dan bijak dalam menggunakan harta).

 

  1. Tidak ada paksaan yang tidak dibenarkan dalam transaksi. (contoh paksaan yang dibenarkan adalah: Hakim memaksa orang yang punya banyak hutang untuk menjual barangnya, agar ia bisa membayar hutangnya).

 

  1. Islamnya pembeli untuk barang-barang tertentu, seperti: Mushaf/Al-Quran, budak muslim, atau budak murtad tidak akan dimerdekakan.

 

  1. Tidaklah menjual perlengkapan perang kepada musuh yang akan memerangi umat Islam. (Haram menjual senjata kepada musuh islam)

 

Syarat-syarat Barang Yang Diperjual-belikan

 

Syarat-syarat barang yang diperjual-belikan ada lima:

 

1, Barang harus suci atau masih memungkinkan untuk disucikan dengan cara dicuci.

 

  1. Bermanfaat (meskipun manfaatnya mendatang, seperti: keledai yang masih kecil).

 

  1. Dapat diserahkan.

 

  1. Penguasaan penjual terhadap barang yang dijual. (penjual adalah pemilik barang, atau wakil dari pemiliknya, atau orang yang diberi izin oleh syariat)

 

  1. Penjual dan pembeli mengetahui barang yang diperjual-belikan, yaitu: bentuk, ukuran, dan sifatnya.

 

Syarat-syarat Sighat Jual Beli

 

Syarat-syarat sighat jual beli ada tiga belas:

 

  1. Antara ijab dan qabul tidak dijeda dengan perkataan yang lain. (sekiranya perkataan tersebut bukan termasuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan jual-beli ataupun sunnahsunnahnya).

 

  1. Antara ijab dan qabul tidak dijeda dengan diam, dalam waktu yang lama. .

 

  1. Keduanya sesuai dalam makna.

 

(ijab dan qabul harus sesuai dalam jenisnya, bentuknya, sifatnya, jumlahnya, dan temponya. Jika Penjual berkata: Aku jual barang ini dengan harga 1000 dinar, lalu pembeli berkata: aku beli barang tersebut dengan harga 1000 dirham, maka tidak sah).

 

  1. Tidak mengkaitkan ijab-qabul dengan suatu perkara. (contoh: “Aku jual barang ini, jika zaid datang”)

 

  1. Tidak memberi batas waktu. (contoh: “Aku jual rumah ini kepadamu untuk kau miliki selama sebulan”. Maka tidak sah, sebab jual-beli adalah kepemilikan untuk selamanya)

 

  1. Lafadz orang yang memulai akad pertama tidak boleh berubah, sebelum dijawab oleh orang yang kedua. (contoh jika yang memulai akad adalah penjual, lalu ia berkata: “Aku jual buku ini seharga 1000, atau 1500”, maka tidak sah karena ia merubah lafadznya. Jika pembeli mengucap: “Ya, saya beli”, maka akan timbul pertentangan diantara mereka, sebab belum ada harga yang disepakati oleh mereka, apakah 1000 atau 1500 ?)

 

  1. Mengucap lafadz hingga sekiranya terdengar oleh orang yang ada di dekatnya.

 

  1. Penjual dan pembeli tetap dalam keadaan yang layak untuk melakukan tranksasi sampai sempurnanya ijab-qabul. (jika ditengah aqad, salah satu dari penjual atau pembeli meninggal, atau mendadak gila, maka batal transaksinya).

 

  1. Menggunakan Lafadz “Khithab” (berkomunikasi dengan lawan bicara yang dituju dengan kata ganti orang kedua, contoh: “Aku jual buku ini kepada-mu”. Namun jika ia berkata: “Aku jual buku ini kepada-nya”, maka tidak sah, karena “nya” adalah kata ganti untuk orang ketiga).

 

  1. Qabul dilakukan oleh Mukhathab (yaitu pihak kedua).

 

  1. Pihak pertama yang mengucapkan shighat, harus menyebutkan harganya.

 

  1. Menujukan transaksi kepada diri orang yang berakad secara keseluruhan. (misal, jika penjual berkata: “Aku jual rumah ini kepada batang hidungmu”, maka tidak sah, karena penjual bertransaksi kepada batang hidungnya pembeli saja, bukan dirinya secara keseluruhan, seharusnya ia berkata: “kepadamu”)

 

  1. Bermaksud mengucapkan lafadz sesuai maknanya.

 

(jika ia tidak bermaksud/tidak sengaja mengucapkannya, maka tidak sah Contoh: seseorang ingin menjual bukunya seharga 10.000 namun di saat akad ia tidak sengaja mengucap 1.000 , maka tidak sah)

 

Contoh Jual-Beli

 

Zaid berkata kepada Amer: “Aku jual kepadamu rumah ini dengan harga seribu dinar.” Lalu, Amer menjawab: “Ya, aku terima’,

 

RIBA

 

Riba menurut bahasa artinya “tambahan”. Sedangkan menurut syariat, Riba adalah “Akad jual-beli pada barang tertentu (yaitu: emas, perak, dan makanan) yang tidak diketahui tamatsulnya (kesamaan takaran, timbangan, atau jumlahnya) berdasarkan kriteria syariat pada saat akad, atau dengan mengakhirkan serahterima dari kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya.

 

Hukum Riba dan Barang yang memiliki unsur Ribawi

 

Hukum Riba adalah haram. Riba terdapat pada jual-beli emas dan perak, dan juga bahan makanan manusia, apabila salah satu syarat sahnya tidak terpenuhi.

 

Syarat Sah Jual Beli Emas, Perak, dan Bahan Makanan

 

Syarat sah jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, dan bahan pangan dengan jenis bahan pangan yang sama ada tiga, sebagai tambahan dari syarat jual beli yang sudah ada.

 

Ketiganya adalah:

 

  1. Kontan.
  2. Serah terima di majelis akad.
  3. Tamatsul (sama dalam takaran, timbangan atau jumlahnya).

 

Adapun Syarat sah jual-beli emas dengan perak, perak dengan emas, atau bahan makanan dengan bahan makanan yang berbeda jenis ada dua:

 

  1. Kontan.
  2. Serah terima di majelis akad.

(Ket: uang kertas/koin yang biasa kita pakai dalam jual-beli sehari-hari itu dihukumi seperti emas, maka harus tamatsul saat ditukarkan dengan sejenisnya, seperti: rupiah dengan rupiah, atau dolar dengan dolar. Sedangkan untuk penukaran uang asing, tidak disyaratkan tamatsul karena berbeda jenis, seperti: rupiah ditukarkan dolar atau sebaliknya. Namun wajib kontan dan serah terima di majelis akad)

 

Contoh Riba

 

  1. Zaid berkata kepada Amer, “Aku jual kepadamu cincin emas inj dengan emas yang beratnya dua kali darinya.” Lalu, Amer menjawab, “Ya, aku terima.” (ini contoh Riba al-fadhl)

 

  1. Atau Zaid berkata, “Aku menjual kepadamu 1 wasaq gandum ini dengan 2 wasaq jagung, keduanya secara tempo sampai 1 bulan.” Lalu Amer berkata, “Ya, aku terima.” (ini contoh Riba an-nasa’)

 

  1. Atau Zaid berkata, “Aku menjual kepadamu 1 wasaq biji gandum ini dengan 1 wasaq biji gandum.” Lalu, Amer berkata, “Aku terima.” Kemudian mereka berpisah sebelum melakukan serahterima barangnya. (ini contoh Riba al-yadd)

 

(Ket: Riba ada 4 macam: ;

 

  1. Riba Al-Fadhl, yaitu jual-beli benda ribawi sesama jenis (emas dengan emas, perak dengan perak, uang rupiah dengan uang rupiah, beras dengan beras), dengan melebihkan salah satu dari kedua benda tersebut.

 

  1. Riba Al-Yadd, yaitu jual-beli benda ribawi meski berbeda jenis, namun serah-terimanya di akhirkan dari Majelis akad. Dinamakan al-yadd, sebab mereka biasanya hanya berjabat tangan tanpa menerima barang di majelis akad.

 

  1. Riba An-Nasa, yaitu jual-beli benda ribawi, meski berbeda jenis secara tempo.

 

  1. Riba Al-Qardh, yaitu setiap hutang-piutang yang menghasilkan manfaat bagi yang memberi hutang, selain akad “gadai”).

 

SALAM (MEMESAN/INDEN)

 

Salam menurut bahasa artinya “menyegerakan dan – mendahulukan”. Sedangkan menurut pengertian syariat, salam (memesan/inden) adalah menjual barang yang disifati dalam tanggungan penjual, dengan lafadzh “salam” atau “salaf”. (dinamakan salam, karena pembeli lebih dahulu menyerahkan uang/modal di majelis akad, untuk memesan barang sesuai yang telah disifatkan)

 

Rukun-rukun Akad Salam

 

Rukun-rukun akad salam ada lima:

  1. Pembeli (yang memesan).
  2. Penjual (yang menerima pesanan).
  3. Barang yang dipesan.
  4. Uang/Modal.
  5. Shighat.

 

Syarat Sah Akad Salam

 

Syarat sah akad salam lebih banyak dari syarat sah jual-beli, yaitu dengan ditambah enam syarat dari syarat sah jual-beli pada umumnya, sebagai berikut:

 

  1. Modal (diberikan secara kontan).

 

  1. Modal diserahkan oleh pemesan di majelis akad.

 

  1. Menjelaskan tempat serah-terima barang yang dipesan jika menyerahkannya di tempat yang tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat serah-terima barang, atau barang tersebut diserahkan secara tempo, dan memerlukan biaya untuk menyerahkannya kepada pembeli.

 

  1. Mampu menyerahkan barang yang dipesan saat tiba masanya.

 

  1. Harus ada dua pihak yang berakad dan dua orang yang adil mengetahui tentang sifat-sifat barang yang dimaksud sehingga bisa dibedakan secara jelas.

 

  1. Menyebutkan sifat-sifat barang tersebut di dalam akad dengan menggunakan bahasa yang dapat dipahami oleh kedua pihak yang bertransaksi dan juga bisa dipahami oleh dua orang yang adil.

 

Contoh Akad Salam

 

Zaid berkata pada Amer, “Aku memesan kepadamu, dengan 100 dinar ini, budak negro yang berumur 5 tahun dengan tinggi 5 jengkal yang engkau serahkan kepadaku di awal bulan ini di daerah ini.” Kemudian Amer berkata, “Ya, aku terima”.

 

RAHN (GADAI)

 

Rahn (gadai) menurut bahasa, berarti “menetap”. Sedangkan menurut syariat, Rahn adalah “menjadikan suatu harta sebagai pegangan/jaminan atas hutang, sehingga harta tersebut dapat dijadikan sebagai pembayaran hutang ketika orang yang berhutang tidak mampu membayarnya.

 

Rukun Gadai Rukun gadai ada empat:

 

  1. Barang yang digadaikan.
  2. Hutang
  3. Dua orang yang berakad, yaitu: orang yang menggadaikan barangnya (Rohin) dan penerima gadai (Murtahin).
  4. Shighat.

 

Syarat Barang yang digadaikan

 

Syarat barang yang digadaikan ada dua:

 

  1. Barangnya dapat dilihat nyata. (maka tidak sah menggadaikan manfaat atau menggadaikan hutang)
  2. Barang yang sah dijual.

 

Syarat Hutang dengan Gadai

 

Syarat hutang dengan gadai ada empat:

 

  1. Berupa hutang. (menggadaikan barang hanya untuk berhutang, tidak untuk meminjam barang)
  2. Kedua pihak mengetahui kadar dan sifat hutangnya.
  3. Hutang tersebut telah menetap/ada sebelumnya.

(bukan hutang yang akan datang, karena syaratnya: berhutang dulu, baru menggadaikan barang)

  1. Hutang tersebut bersifat lazim atau akan berubah menjadi lazim dengan sendirinya,

(seperti: seorang yang membeli barang dengan berhutang, dan berlaku baginya masa khiyar. Maka penjual boleh meminta barang jaminan/gadaian terhadap harga barang, karena harga barang tersebut akan menjadi lazim jika habis masa khiyar)

 

Syarat Orang yang Menggadaikan dan Penerima Gadai

 

Syarat orang yang menggadaikan dan penerima gadai ada dua:

  1. Mempunyai kebebasan bertransaksi (tidak dipaksa).
  2. Layak melakukan transaksi (Berakal, Baligh dan merdeka).

 

Syarat Shighat Gadai

 

Syarat shighat gadai sama seperti syarat-syarat sighat jual-beli.

 

Contoh Akad Gadai

 

Amer telah berhutang kepada Zaid sejumlah 1.000 dinar. Maka, Amer berkata kepada Zaid, “Aku gadaikan kepadamu rumahku ini dengan 1.000 dinar yang merupakan hutangku kepadamu.” Lalu, Zaid berkata, “Ya, aku terima.”

 

QARDH (HUTANG PIUTANG)

 

Secara bahasa, Qardh artinya “pemotongan”. Sedangkan dalam pengertian syariat, Qardh (Hutang-Piutang) adalah “upaya memiliki suatu barang dengan mengembalikan gantinya”.

 

Rukun-rukun Qardh Rukun gardh (Hutang-Piutang) ada empat:

 

  1. Orang yang menghutangi.
  2. Orang yang berhutang.
  3. Harta yang dihutangkan.
  4. Shighat.

 

Syarat Pemberi Hutang

 

Syarat Orang yang menghutangi ada dua:

  1. Mempunyai kebebasan bertransaksi (tidak dipaksa).
  2. Layak melakukan transaksi (Berakal, Baligh dan merdeka) dalam harta yang akan dia pinjamkan.

 

Syarat Orang yang berhutang Syarat orang yang berhutang ada dua:

  1. Mempunyai kebebasan bertransaksi (tidak dipaksa).
  2. Layak melakukan transaksi (Berakal, Baligh dan merdeka).

 

Syarat Barang yang dihutangkan

 

Syarat barang yang dihutangkan adalah barang tersebut dapat dijadikan sebagai objek akad salam.

 

Syarat Shighat Akad Qardh

 

Syarat shighat akad hutang-piutang adalah sebagaimana syarat sighat jual-beli.

 

Contoh Akad Hutang-Piutang

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku menghutangi kamu satu dinar ini.’ Maka Amer berkata, “Aku terima.”

 

HAJR (LARANGAN MENGELOLA HARTA)

 

Hajr menurut bahasa artinya “mencegah”. Sedangkan menurut pengertian syariat, Hajr adalah “mencegah seseorang dalam mengelola harta tertentu karena sebab tertentu’.

 

Macam-macam Hajr

 

Macam-macam hajr ada dua:

 

  1. Hajr yang dilakukan untuk kepentingan orang yang di-hajr itu sendiri. Ada beberapa orang yang termasuk dalam hal ini.

 

  1. Hajr yang dilakukan untuk kepentingan pihak lain. Ada beberapa orang yang termasuk dalam hal ini.

 

-Contoh dari golongan yang pertama adalah hajr yang dilakukan terhadap orang yang dungu yang sering menghamburkan hartanya.

 

-Contoh dari golongan yang kedua adalah hajr yang dilakukan kepada orang yang bangkrut dalam sebagian besar hartanya.

 

Sedangkan Orang yang bangkrut menurut syariat adalah orang yang memiliki hutang kepada orang lain, yang telah jatuh tempo dan harus harus dibayar, sementara hutangnya lebih banyak daripada harta yang dia miliki.

 

(Ket: Golongan yang pertama hanya ada 3: Hajr pada orang yang dungu yang menghamburkan hartanya, Hajr pada anak kecil hingga ia baligh, dan Hajr pada orang gila hingga ia sembuh. Sementara Golongan yang kedua sangatlah banyak, bahkan ada yang menyatakan lebih dari 70 macam, diantaranya: Hajr pada orang yang bangkrut, Hajr pada orang yang menggadaikan barangnya, Hajr pada budak tanpa ijin dari tuan-nya, Hajr pada orang sakit keras yang berwasiat melebihi 1/3 hartanya, Hajr pada orang murtad, dll)

 

Contoh Hajr terhadap Orang yang Dungu

 

Contoh: Amer menghambur-hamburkan hartanya padahal sebelumnya ia adalah orang berpikiran sehat, maka hakim berkata padanya,’Aku meng-hajr Amer melakukan transaksi dengan hartanya.”

 

(Ket: “Safih” adalah orang yang menghambur-hamburkan hartanya dan tidak bisa mengatur harta yang dia miliki. Sementara kebalikannya adalah “Rasyid”, yaitu orang yang bisa membenahi urusan agama maupun urusan duniawi-nya.)

 

Contoh Hajr Terhadap Orang yang Bangkrut/Pailit

 

Contoh: Amer mempunyai hutang kepada Zaid sebesar 1.000 dinar yang telah jatuh tempo dan harus dibayar, sementara nilai hutang tersebut melebihi jumlah hartanya. Maka Zaid, atau Amer, atau keduanya meminta kepada hakim untuk melakukan _ hajr kepada Amer. Lalu hakim berkata, “Aku meng-hajr Amer melakukan . transaksi dengan harta/aset yang ia miliki.”

 

SHULH (BERDAMAI)

 

Secara. bahasa, kata shulh berarti “menghentikan perselisihan’”. Sedangkan menurut syariat, Shulh adalah “sebuah akad (damai) yang dapat menghentikan perselisihan’.

 

Macam-macam Shulh / Damai Macam Shublh ada dua, yaitu: Hathithah dan Mu’awadhah.

 

  1. Hathithah, yaitu akad perdamaian atas sesuatu yang diaky; menjadi haknya dengan hanya mengambil sebagiannya saja, baik berupa barang atau hutang.

 

  1. Mu’awadhah, yaitu akad perdamaian atas sesuatu yang diakui menjadi haknya, dengan memberi ganti yang lainnya, baik yang diakuinya tersebut berupa barang ataupun hutang.

 

Syarat-Syarat Shulh

 

Syarat-syarat shulh ada dua:

  1. Didahului oleh persengketaan.
  2. Terjadi pengakuan dari salah satu pihak.

 

Contoh Akad Shulh

 

Zaid mengklaim bahwa ia memiliki rumah yang ada pada kekuasan Amer, atau mengklaim bahwa ia memiliki hak dua puluh dinar yang harus dibayar oleh Amer. Namun Amer mengingkarinya. Tak lama kemudian, Amer mengakuinya. Maka, Zaid berkata kepada Amer, “Aku berdamai denganmu atas rumah ini, dengan separuh harganya, atau dengan pakaian ini”. Atau “Aku berdamai atas dua puluh dinar ini dengan setengahnya, atau dengan pakaian ini”. Lalu Amer berkata, “Ya, aku terima.”

 

HAWALAH (PEMINDAHAN HUTANG PIUTANG)

 

Hawalah menurut bahasa artinya “berubah dan berpindah’. Sedangkan definisi Hawalah menurut syariat adalah, “Akad yang menyebabkan perpindahan hutang dari tanggungan seseorang menjadi tanggungan orang lain”.

 

Rukun-rukun Hawalah

 

Rukun-rukun Hawalah ada tujuh:

 

  1. Muhil (Orang yang berhutang kepada Muhtal dan memindahkan tanggungan hutang tersebut kepada Muhal ‘Alaih).
  2. Muhtal (Orang yang setuju piutangnya dipindahkan kepada Muhal ‘Alaih).
  3. Muhal ‘Alaih (Orang yang menanggung hutangnya Muhil kepada Muhtal, sebab ia telah berhutang kepada Muhil).
  4. Hutangnya Muhil kepada Muhtal.
  5. Hutangnya Muhal ‘Alaih kepada Muhil.
  6. Ijab. .
  7. Qabul.

 

Syarat Muhil, Muhtal, Ijab, dan Qabul.

 

Disyaratkan bagi orang yang memindahkan hutang (Muhil) dan orang yang menerima piutangnya dipindahkan (Muhtal) sebagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli. Sedangkan syarat dalam ijab dan qabul Hawalah adalah sebagaimana syarat-syarat dalam sighat ijab qabul jual beli.

 

Syarat Dua Hutang Dalam Akad Hawalah

 

Syarat dua hutang dalam akad hawalah ada empat, yaitu:

  1. Kedua hutang tersebut tetap.
  2. Keduanya dapat dipertukarkan.
  3. Masing-masing pihak yang berakad mengetahui kadar, jenis, sifat, waktu jatuh temponya.
  4. dan kesamaan kedua hutang tersebut dalam kadar, jenis, sifat, dan temponya. (Kecuali jika Muhal ‘Alaih ridho terhadap waktu temponya, atau jenisnya meski tak sama, maka tak menjadi masalah)

 

Contoh Hawalah

 

Amer berhutang kepada Zaid seribu dinar yang jatuh tempo dengan sah, sementara Bakar juga memiliki hutang kepada Amer dengan jumlah yang sama dan juga jatuh tempo. Maka, Amer berkata kepada Zaid, “Aku pindahkan seribu dinar yang menjadi hutangku kepadamu kepada Bakar.” Maka, Zaid menjawab, “Aku terima!”

 

(Ket: Amer adalah Muhil, Zaid adalah Muhtal, dan Bakar adalah Muhal ‘Alaih)

 

DHAMAN (JAMINAN)

 

Secara bahasa, Dhaman berarti “pertanggungjawaban atau jaminan”. Dan menurut Syariat, Dhaman adalah: Menanggung kewajiban yang menjadi tanggungan orang lain atau menghadirkan barang atau badan yang dipertanggungjawabkan untuk dihadirkan.

 

Rukun Dhaman (Jaminan)

 

Rukun Dhaman ada lima:

 

  1. Penjamin.
  2. Orang yang mendapat jaminan (atas harta yang dihutangkannya/ berpiutang).
  3. Orang yang dijamin hutangnya (orang yang berhutang).
  4. Hal yang dijamin (yaitu hutang).
  5. Sighat.

 

Syarat-syarat Penjamin

 

Syarat-syarat penjamin ada empat:

 

1, Layak melakukan transaksi (Berakal, Baligh dan merdeka).

  1. Mempunyai kebebasan bertransaksi (tidak dipaksa). 3. Mendapatkan izin dari orang yang dijamin atau walinya, jika berupa jaminan badan.
  2. Dalam jaminan pengembalian barang, penjamin mampu mengambil barang tersebut, atau mendapat izin dari orang yang dijamin.

 

Syarat Orang yang Mendapat Jaminan

 

Syarat orang yang mendapat jaminan adalah penjamin mengetahui dengan pasti orang yang mendapat jaminan.

 

Syarat Orang yang Dijamin

 

Syarat orang yang dijamin adalah memiliki hutang.

 

Syarat-syarat Hutang yang Dijamin

 

Syarat-syarat hutang yang dijamin ada tiga:

  1. Hutang itu tetap.
  2. Bersifat lazim (mengikat, tidak bisa dibatalkan).
  3. Pihak penjamin mengetahui jenis, kadar, sifat, dan macamnya.

 

Syarat Sighat Jaminan

 

Syarat sighat jaminan ada tiga:

  1. Penjaminan dilakukan dengan ungkapan yang menunjukkan jaminan untuk memenuhi kewajiban.
  2. Tidak menggantungkan dengan keadaan tertentu.
  3. Tidak terbatas oleh waktu tertentu.

 

Contoh Jaminan Hutang .

 

Contoh jaminan hutang: Amer mempunyai Hutang kepada. Zaid sebanyak seratus dinar. Lalu, Bakar berkata kepada Zaid, “Aku menanggung hutangnya Amer kepadamu’.

 

Contoh Jaminan Pengembalian Barang

 

Contoh jaminan pengembalian barang: Zaid menguasai binatang Amer dengan cara yang tidak benar/tanpa ijin (ghasab). Maka, Bakar berkata kepada Amer, “Aku menjamin pengembalian binatang yang dirampas oleh Zaid darimu.”

 

Contoh Jaminan Badan

 

Contoh jaminan badan, yang disebut juga dengan “Kafalah’. Zaid mempunyai hak harta, qishash, atau hukuman tuduhan zing atas Amer. Maka, Bakar berkata kepada Zaid, “Aku menjamin akan menghadirkan badan Amer untukmu.”

 

SYARIKAH

 

Secara bahasa, Syarikah berarti “bercampur”. Adapun menurut istilah syariat, Syarikah adalah: Akad yang menyebabkan tetapnya hak atas suatu barang, bagi dua orang atau lebih, secara merata.

 

Rukun-rukun Syarikah

 

Rukun-rukun syarikah ada lima:

  1. Pihak pertama.
  2. Pihak kedua.
  3. Harta pihak pertama.
  4. Harta pihak kedua.
  5. Sighat.

 

Syarat Dua Pelaku Akad Syarikah

 

Syarat dua pelaku akad syarikah:

 

  1. Layak untuk mewakilkan dan layak menjadi wakil, jika keduanya ingin bertransaksi/mengelola harta syarikah tersebut.

 

  1. Namun jika ada pihak yang tidak ingin mengelola harta, maka bagi pihak yang ingin mengelola harta harus layak menjadi wakil, sementara bagi pihak yang tidak ingin mengelolanya harus layak mewakilkan.

 

Syarat-syarat Harta Syirkah

 

Syarat-syarat harta akad syirkah ada empat:

  1. Kesamaan jenis dan sifat kedua harta.
  2. Percampuran kedua harta.
  3. Izin melakukan transaksi (tasharruf) terhadap kedua harta tersebut jika keduanya bertasharruf (mengelola harta) kepada orang yang akan melakukan transaksi.
  4. Keuntungan dan kerugian didasarkan pada kadar (persentase) dari masing-masing harta.

 

Syarat-syarat Sighat Syarikah

 

Syarat-syarat sighat akad syarikah adalah ungkapan yang menunjukkan izin melakukan transaksi kepada orang yang diberi hak melakukan transaksi.

 

Contoh Akad Syarikah

 

Zaid membawa 100 dinar, dan Amer juga membawa harta dengan jumlah yang ,sama. Kemudian mereka berdua mencampurkannya, lalu keduanya berkata:, “Kita melakukan akad syarikah dan mengizinkan transaksi padanya (mengelolanya).”

 

WAKALAH (PERWAKILAN)

 

Secara bahasa, Wakalah artinya: “pemberian wewenang”. Sedangkan menurut syariat, Wakalah (perwakilan) adalah pemberian wewenang oleh seseorang dalam hal tindakan hukum yang seharusnya dia lakukan dan boleh diwakilkan, kepada orang lain dengan menggunakan shighat tertentu, dan pelaksanaannya bukanlah setelah orang yang mewakilkan tersebut meninggal dunia.

 

Rukun-rukun Wakalah

 

Rukun-rukun Wakalah ada empat:

  1. Orang yang mewakilkan.
  2. Wakil.
  3. Wewenang yang diwakilkan.
  4. Shighat.

 

Syarat Orang yang Mewakilkan

 

Syarat orang yang mewakilkan adalah dia sah melakukan tindakan hukum secara langsung pada saat itu, terhadap wewenang yang akan diwakilkan-nya.

 

Syarat-syarat Wakil Syarat-syarat wakil ada dua:

  1. Sah menjalankan wewenang yang dilimpahkan kepada dirinya.
  2. ditunjuknya sebagai wakil.

 

Syarat-syarat Wewenang yang Diwakilkan

 

Syarat-syarat wewenang yang diwakilkan ada tiga:

  1. Dimiliki oleh orang yang mewakilkan.
  2. Boleh diwakilkan.
  3. Diketahui meskipun hanya dari satu sisi.

 

Syarat-syarat Shighat Wakalah

 

Syarat-syarat shighat Wakalah ada tiga:

  1. Lafadz dari orang yang mewakilkan atau orang yang mewakili yang menunjukkan kerelaan.
  2. Tidak ada penolakan dari salah satu pihak.
  3. Tidak digantungkan terhadap sesuatu.

 

Contoh Akad Wakalah

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku mewakilkan kepadamu penjualan rumahku”, Lalu Amer berkata, “Aku terima,” atau dia diam saja.

 

IQRAR (PENGAKUAN)

 

Iqrar secara bahasa, berarti “menetapkan”. Sedangkan menurut pengertian syariat, Iqrar adalah pemberitahuan oleh seseorang tentang sesuatu yang menjadi kewajibannya.

 

Rukun-Rukun Iqrar

 

Rukun-rukun iqrar ada empat:

  1. Orang yang mengaku.
  2. Orang yang diakui haknya.
  3. Hak yang diakui.
  4. Shighat.

 

Syarat-syarat Orang yang Mengaku

 

Syarat-syarat orang yang mengaku ada dua:

  1. Boleh melakukan transaksi secara mutlak (berakal, dewasa, bukan orang yang dibatasi transaksinya/mahjur).
  2. Dalam keadaan bebas memilih (tidak dipaksa).

 

Syarat-syarat Orang yang Haknya Diakui

 

Syarat-syarat orang yang haknya diakui ada tiga:

1, Orangnya ditentukan dengan jelas. (jika ia mengaku dan berkata: “Aku berhutang kepada salah satu orang di kota ini’, maka pengakuan ini tidak sah)

 

  1. Memiliki kepantasan atas orang yang diakui tersebut. (jika ia berkata: “Aku berhutang kepada kuda ini”, atau ia berkata: “anak balita ini telah membeli rumahku ini’, maka pengakuan tersebut tidak sah, karena hewan dan anak kecil tidak pantas)

 

  1. Hendaknya orang yang mengaku tidak didustakan. (jika ia berkata: “Kitab ini milik Amer”, Lalu Amer mendustakannya dengan berkata: “Tidak, ini bukan rumahku, ia berbohong”, maka pengakuannya tidak sah)

 

Syarat-syarat Orang yang Haknya Diakui

 

Syarat-syarat orang yang haknya diakui ada tiga:

1, Orangnya ditentukan dengan jelas. (jika ia mengaku dan berkata: “Aku berhutang kepada salah satu orang di kota ini’, maka pengakuan ini tidak sah)

 

  1. Memiliki kepantasan atas orang yang diakui tersebut. (jika ia berkata: “Aku berhutang kepada kuda ini”, atau ia berkata: “anak balita ini telah membeli rumahku ini’, maka pengakuan tersebut tidak sah, karena hewan dan anak kecil tidak pantas)

 

  1. Hendaknya orang yang mengaku tidak didustakan. (jika ia berkata: “Kitab ini milik Amer”, Lalu Amer mendustakannya dengan berkata: “Tidak, ini bukan rumahku, ia berbohong”, maka pengakuannya tidak sah)

 

Syarat-syarat Hak yang Diakui

 

Syarat-syarat hak yang diakui ada dua:

  1. Tidak disebutkan sebagai milik orang yang mengaku saat jg mengaku. (contoh, ia berkata : “Rumahku ini rumahmu” maka tidak Sah, namun jika ia berkata: “Rumah ini rumahmu’, maka sah.)

 

  1. Berada di tangan orang yang mengaku meskipun di kemudian hari.

 

Syarat-syarat Shighat Iqrar

 

Syarat-syarat shighat iqrar adalah lafazh yang menunjukkan pernyataan untuk memenuhi kewajiban tertentu.

 

Contoh Iqrar

 

Zaid berkata, “Baju ini milik Amer.” Atau berkata, “Aku memiliki hutang seribu dinar kepada Amer”.

 

‘ARIYYAH (PINJAM MEMINJAM)

 

Menurut bahasa, ‘Ariyyah berarti “sebutan untuk sésuatu yang dipinjam”, dan ‘Ariyyah juga merupakan nama akadnya. Sedangkan menurut istilah syariat, ‘Ariyyah adalah: memperbolehkan untuk mengambil manfaat dari suatu barang yang halal untuk dimanfaatkan, dengan tetapnya kondisi barang tersebut dengan menggunakan shighat.

 

Rukun-rukun Pinjam Meminjam

 

Rukun-rukun pinjam meminjam ada empat:,

1, Orang yang meminjamkan.

  1. Orang yang meminjam.
  2. Barang yang dipinjamkan.
  3. Shighat.

 

Syarat-syarat Orang yang Meminjamkan

 

Syara-syarat Orang yang meminjamkan ada tiga:

  1. Bebas memilih (tidak dipaksa, jika dipaksa maka menjadi ghasab).
  2. Sah melakukan transaksi.
  3. Kepemilikannya terhadap manfaat barang.

(jika ia meminjamkan sebuah rumah yang sudah dinadzarkan untuk dipakai manfaatnya oleh orang lain, maka tidak sah)

 

Syarat-syarat Orang yang Meminjam

 

Syarat-syarat orang yang meminjam ada dua:

  1. Menentukan orang yang dipinjami.

(jika ia berkata: “Aku meminjamkan kitab ini kepada salah satu dari kalian berdua”, maka tidak sah)

  1. Bebas melakukan transaksi secara mutlak.

 

Syarat-syarat Barang yang Dipinjamkan

 

Syarat-syarat barang yang dipinjamkan ada empat:

  1. Bisa diambil manfaatnya oleh peminjam.
  2. Barang tersebut adalah barang yang mubah.
  3. Barang tersebut dimanfaatkan sesuai dengan maksud kegunaannya.
  4. Setelah dimanfaatkan, barangnya masih tetap utuh.

 

Syarat-syarat Shighat ‘Ariyyah

 

Syarat-syarat shighat ‘Ariyyah: Lafadzh yang menunjukkan izin untuk mengambil manfaat sebuah barang (seperti: “Aku pinjamkan kepadamu….”), atau permintaan agar dapat memanfaatkan (seperti: “Pinjamkanlah padaku…”, atau dengan jafadzh lain (seperti: “pakailah, gunakanlah!”), atau dengan perbuatannya (seperti: menerima barang).

 

Contoh Akad Pinjam Meminjam

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku pinjamkan kepadamu pakaian ini agar kamu pakai.”, lalu Amer berkata, “Aku terima.” Atau Zaid langsung menerima pakaian tersebut.

 

GHASAB

 

Menurut bahasa, Ghashab adalah “Mengambil sesuatu secara dzhalim”. Sedangkan Ghasab menurut syariat adalah menguasai hak orang lain dengan tanpa hak/tanpa ijin.

 

Contoh Ghashab :

 

Zaid menaiki kendaraan Amer tanpa mendapatkan izin dari Amer.

 

SYUF’AH

 

Menurut bahasa, Syuf’ah artinya “menghimpun’. Sedangkan menurut Syariat, pengertian Syufah adalah hak untuk memiliki secara paksa yang ditetapkan bagi mitra yang lebih dahulu terhadap mitra yang baru, atas suatu barang yang dimiliki dengan cara memberikan ganti (imbalan).

 

Rukun-rukun Syufah

 

Rukun-rukun syuf’ah ada tiga:

 

  1. Orang yang mengambil hak syuf‘ah.
  2. Barang yang di syuf’ah.
  3. Orang yang dikenai hak syuf‘ah.

 

Syarat Orang yang Mengambil Hak Syufah

 

Syarat orang yang mengambil syuf ah adalah sejak awal telah menjadi mitra (partner).

 

Syarat Barang yang Di Syuf’ah

 

Syarat barang yang dapat di syuf’ah ada tiga:

  1. Barang yang dapat dibagi.
  2. Tidak dapat berpindah dari tanah.
  3. Kepemilikannya dengan cara memberi ganti/imbalan.

 

Syarat Orang yang Dikenai Hak Syuf’ah

 

Syarat orang yang dikenai hak syuf’ah adalah: sebab kepemilikan barang lebih akhir daripada sebab kepemilikan orang yang mengambil hak syuf‘ah (Syafi’). (Jadi orang yang mengambil hak syufah harus lebih dahulumemiliki/bermitra, sebelum orang yang diambil haknya)

 

Contoh Syuf ah

 

Zaid dan Amer memiliki rumah bersama. Zaid menjual bagian rumahnya kepada Bakar. Maka Amer berkata kepada Bakar, “Aku. mengambil bagianmu dengan syufah (memberi ganti/imbalan)”. Lalu Bakar menerima harga tersebut, atau dia setuju jika imbal baliknya berada dalam tanggungan Amer, atau hakim memutuskan bagi Amer hak syuf’ah.

 

QIRADH (Mengelola Uang Orang Lain)

 

Menurut bahasa, Qiradh berasal dari kata Qardh yang artinya “memotong”. Sedangkan Qiradh menurut syariat adalah seorang pemilik harta yang mewakilkan pengelolaan hartanya kepada orang lain dengan tujuan untuk diperdagangkan, sementara untungnya dibagi berdua.

 

Rukun-rukun Qiradh

 

Rukun-rukun Qiradh ada enam:

  1. Pemilik harta (Pemodal).
  2. Pekerja (pengelola).
  3. Harta (modal).
  4. Pekerjaan.
  5. Keuntungan.
  6. Shighat.

 

Syarat Pemilik Modal Qiradh

 

Syarat pemilik modal qiradh adalah sah mengelola barang yang dijadikan sebagai qiradh secara langsung (adapun anak kecil, orang gila dan orang safih, maka mereka tidak bisa mengelola harta mereka secara langsung, makaxtidak boleh melakukan qiradh. Dan dikecualikan orang buta, jika ia sebagai pemilik modal, maka ia boleh melaksanakan qiradh).

 

Syarat-syarat Pengelola Qiradh

 

Syarat-syarat pengelola qgiradh ada tiga:

  1. Sah melakukan transaksi yang diizinkan bagi dirinya secara langsung.
  2. Ditunjuk sebagai pengelola.
  3. Melakukan tugasnya secara mandiri.

 

Syarat-syarat Modal Qiradh

 

Syarat-syarat modal qiradh ada tiga:

  1. Modalnya berupa Uang murni. (bukan berupa barang)
  2. Diketahui jenis, kadar, dan sifatnya.
  3. Ditentukan penguasaannya kepada pengelola.

 

Syarat-syarat Pelaksanaan Qiradh

 

Syarat-syarat pelaksanaan qiradh ada dua:

  1. Berbentuk perdagangan.
  2. Tidak menyulitkan bagi pengelola.

 

Syarat-syarat Keuntungan Qiradh

 

Syarat-syarat keuntungan qiradh ada dua:

  1. Menjadi milik kedua pihak.
  2. Disyaratkan bagi pengelola agar mendapat sebagian keuntungan yang bisa diketahui dengan persentase (seperti: 12, 44, 50%, 30°).

 

Syarat Shighat Qiradh

 

Syarat shighat giradh adalah sebagaimana syarat shighat jual beli.

 

Contoh Qiradh

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku giradhkan kepadamu seriby dinar ini, dengan hasil keuntungan dibagi di antara kita berdua.” Lalu Amer berkata, “Aku terima.” 

 

MUSAQAH (PENGAIRAN)

 

Menurut bahasa, Musaqah diambil dari kata as-saqyu yang artinya “penyiraman”. Sedangkan menurut syariat, Musaqah adalah seseorang mempekerjakan orang lain untuk merawat pohon tertentu, baik dalam hal penyiraman maupun yang lainnya, lalu hasilnya dibagi antara mereka berdua, dengan menggunakan sighat. Watan:

 

Rukun-rukun Musaqah

 

Rukun-rukun Musaqah ada enam, yaitu:

  1. Pemilik.
  2. Pekerja.
  3. Pekerjaan.
  4. Buah/Hasil.
  5. Shighat.
  6. Objek pekerjaan.

 

Syarat Pemilik dan Pekerja dalam Musagah

 

Syarat pemilik dan pekerja dalam akad musaqah adalah sebagaimana syarat kedua belah pihak dalam akad qiradh.

 

Syarat Pekerjaan Musaqah

 

Syarat pekerjaan musaqah ada dua:

  1. Tidak mensyaratkan kepada pihak yang berakad sesuatu yang tidak seharusnya dia kerjakan.
  2. Ditentukan waktunya sampai biasanya pohon tersebut berbuah.

 

Syarat-syarat Buah

 

Syarat-syarat buah ada dua:

  1. Hasil buahnya dibagi berdua.

2.Bagiannya ditentukan dengan persentase (1/2, 1/3, 50%, 30%, dll).

 

Syarat Sighat Akad Musaqah

 

Syarat shighat akad musaqah: adalah sebagaimana syarat shighat jual-beli, melainkan dalam musaqah ada pembatasan waktu.

 

Syarat-syarat Objek Musaqah Syarat-syarat objek musaqah ada enam:

 

  1. Berupa pohon kurma atau anggur.
  2. Pohon sudah ditanam.
  3. Pohon ditentukan.
  4. Pohon dapat dilihat.
  5. Pohon berada dalam penguasaan pekerja.
  6. Buahnya belum sampai terlihat layak panen.

 

Contoh Musaqah

 

Zaid berkata kepada Amer. “Aku berakad musaqah denganmu atas pohon kurma ini, agar engkau rawat selama setahun dengan upah setengah daripada buahnya”, lalu Amer menjawab, “Aku terima’. :

 

IJARAH (Sewa-Menyewa)

 

Menurut bahasa Ijarah berarti “upah/ongkos”. Adapun menurut syariat, Ijarah adalah akad untuk menggunakan manfaat dari barang tertentu yang diketahui dan ditentukan, yang dapat diserahkan, dan penggunaan manfaat tersebut dengan memberi imbalan tertentu.

 

Rukun-rukun Ijarah

 

Rukun-rukun Ijarah ada empat:

  1. Shighat.
  2. Upah.
  3. Manfaat.
  4. Orang yang berakad.

 

Syarat Shighat Ijarah

 

Syarat shighat ijarah adalah sebagaimana syarat shighat jualbeli, hanya saja dalam jual beli tanpa ada penentuan waktu (sementara dalam ijarah ada penentuan waktu).

 

Syarat-syarat Upah

 

Syarat-syarat upah yaitu:

  1. Dapat dilihat jika sudah ditentukan.
  2. Diketahui jenis, kadar, dan sifatnya jika belum ditentukan.
  3. Upah diserahkan tunai dalam majlis bagi ijarah yang berupa tanggungan (sewa jasa).

 

Syarat-syarat Manfaat

 

Syarat-syarat manfaat pada barang yang disewakan ada lima:

  1. Memiliki nilai.
  2. Diketahui (jenis, kadar, dan sifatnya).
  3. Dapat diserahkan.
  4. Manfaatnya didapat oleh orang yang menyewa.
  5. Manfaat tersebut, tidak termasuk mengambil benda yang dihasilkan dari barang yang disewakan secara langsung.

(maka tidak sah, menyewa sebuah kebun untuk diambil buahnya, namun jika menyewa seekor hewan untuk menyusui, maka hal tersebut sah, karena susu diikutkan kepada hewan tersebut)

 

Syarat Dua Pihak yang Melakukan Akad Ijarah

 

Syarat pihak yang melakukan akad ijarah, baik orang yang menyewakan dan orang yang menyewa adalah: sebagaimana syarat penjual dan pembeli dalam jual-beli, hanya saja dalam ijarah tidak disyaratkan keislaman orang yang menyewa.

 

Contoh Akad Ijarah

 

Contoh Akad ljarah Barang, yaitu Zaid berkata kepada Amer, “Aku sewakan kepadamu rumah ini selama satu tahun untuk kau tempati dengan biaya sewa sebesar 100 dinar”, lalu Amer berkata, “Aku terima”.

 

Contoh Akad Ijarah Tanggungan (Sewa Jasa)

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku tetapkan menyewa jasamu untuk mengangkut gandum ini ke kota ini dengan upah sekian dinar”. Lalu Amer menjawab, “Aku terima.”

 

IHYAUL MAWAT

(MENGELOLA TANAH TAK BERTUAN)

 

Ihyaul Mawat (mengelola tanah yang tak bertuan), yang dapat menjadi miliknyaadalah memakmurkan tanah kosong tersebut dengan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menggapai tujuan yang dimaksud sebagaimana umumnya.

 

(misal: ada sebuah tanah kosong tak bertuan, lalu zaid ingin mengelolanya menjadi sebuah rumah dan memilikinya, maka dengan meletakkan pagar yang mengelilingi tanah tersebut, membangun bangunan juga sebagian atapnya, serta memberinya pintu, maka dengan begitu tanah tersebut menjadi milik zaid)

 

Syarat Tanah Tak Bertuan Yang Bisa Dimiliki Dengan Ihyaul Mawat

 

Syarat tanah tak bertuan yang bisa dimiliki dengan ihyaul mawat ada dua:

  1. Tanah yang belum dihuni pada masa Islam.
  2. Bukan termasuk harim (lahan yang dilarang dikuasai) dari tanah orang lain yang terlebih dahulu mengelolanya.

 

Contoh Ihyaul Mawat

 

Zaid pergi ke sebuah daerah yang terdapat sebidang tanah tak bertuan untuk dijadikan sebagai tempat tinggal. Kemudian dia memagari tanah tersebut dengan tembok bangunan, lalu memasang pintu padanya dan membangun atap untuk sebagian bangunannya.

 

WAQAF

 

Waqaf menurut bahasa artinya “mencegah”, Adapun menurut Syariat. Wagaf adalah menahan barang yang ditentukan dan dimiliki, yang dapat dipindah kepemilikannya, serta dapat diambil manfaatnya dan tetap utuh barangnya, kemudian barang itu diputus dari penguasaan pemiliknya, lalu dialihkan untuk kepentingan-kepentingan yang diperbolehkan dan ada pada saat akad.

 

Rukun-rukun Waqaf

 

Rukun-rukun waqaf ada empat, yaitu:

  1. Orang yang mewaqafkan.
  2. Orang yang menerima waqaf.
  3. Harta yang diwagafkan.
  4. Shighat. :

 

Syarat-syarat Orang yang Mewaqafkan

 

Syarat-syarat orang yang mewakafkan ada dua:

 

  1. Memiliki kebebasan memilih (tidak dipaksa).
  2. Layak melakukan transaksi (dewasa, berakal, bukan mahjur ‘ailaih dalam mendermakan hartanya) saat ia masih hidup.

 

Syarat-syarat Orang yang Menerima Waqaf

 

Syarat-syarat orang yang menerima waqaf ada dua:

 

  1. Tidak untuk kemaksiatan. (maka tidak sah mewaqafkan sebuah tempat untuk gereja, atau pembuat minuman keras, dll)
  2. Dapat menerima kepemilikan barang tersebut jika penerimanya telah ditentukan.

 

Syarat-syarat Barang yang Diwaqafkan

 

Syarat-syarat barang yang diwakafkan ada delapan:

  1. Berbentuk barang.
  2. Barangnya ditentukan.
  3. Barang yang telah dimiliki oleh orang yang mewaqafkannya.
  4. Dapat dipindah kepemilikannya.
  5. Bermanfaat,
  6. Pemanfaatannya tidak disertai dengan hilangnya barang.
  7. Termasuk barang yang diperbolehkan (Mubah).
  8. Pemanfaatannya sesuai dengan maksud kegunaan barang.

 

Syarat-syarat Shighat Waqaf

 

Syarat-syarat shighat waqaf ada lima:

 

  1. Lafazh yang menunjukkan arti mewagafkan.
  2. Bersifat selamanya.
  3. Langsung terlaksana (tidak digantungkan dengan syarat tertentu).
  4. jelas siapa penerima waqafnya.
  5. Bersifat ilzam (tidak bisa dibatalkan, maka tidak bisa mensyaratkan khiyar pada barang yang diwaqafkan).

 

Contoh Waqaf

 

Zaid berkata, “Aku mewaqafkan rumah ini untuk orang-orang fakir”

 

HIBAH

 

Hibah menurut bahasa, diambil dari kata “habba” yang berarti “Jewat”. Sedangkan menurut syariat, Hibah adalah memberi sesuatu kepada orang lain untuk dimiliki, dengan sukarela saat ia masih hidup.

 

Rukun-rukun Hibah

 

Rukun-rukun hibah ada empat:

  1. Orang yang menghibahkan.
  2. Orang yang menerima hibah.
  3. Barang yang dihibahkan.
  4. Shighat

 

Syarat-syarat Orang yang Menghibahkan

 

Syarat-syarat orang yang menghibahkan ada dua:

1, Memiliki barang yang akan dihibahkan, baik secara nyata atau secara hukum.

  1. Memiliki kebebasan mengelola hartanya (bukan mahjur ‘alaih).

 

Syarat Orang yang Menerima Hibah

 

Syarat orang yang menerima hibah adalah memiliki kelayakan untuk memiliki apa yang akan dihibahkan kepadanya (maka tidak sah menghibahkan sesuatu kepada hewan, atau bayi yang masih dalam kandungan).

 

Syarat-syarat Barang yang Dihibahkan

 

Syarat-syarat barang yang dihibahkan ada lima: 

  1. Barangnya diketahui.

(Tidak samar, maka tidak sah jika ia berkata: “Aku hibahkan salah satu dari dua rumahku ini kepadamu’)

  1. Barangnya Suci.
  2. Bermanfaat.
  3. Bisa diserahkan.
  4. Dimiliki oleh orang yang menghibahkan.

 

Syarat Shighat Hibah

 

Syarat shighat hibah adalah sebagaimana syarat shighat jual-beli.

 

Contoh Hibah

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku hibahkan kitab ini kepadamu.” Lalu, Amer berkata, “Aku terima.”

 

LUQATHAH (BARANG TEMUAN)

 

Luqathah secara bahasa berarti “sesuatu yang dipungut’. Sedangkan menurut pengertian syariat, Luqathah adalah sesuatu yang ditemukan berupa harta berharga dan bukanlah harta yang dilindungi, sementara orang yang menemukan tidak mengetahui siapa pemiliknya.

 

Rukun-rukun Luqathah

 

Rukun-rukun lugathah ada tiga:

  1. Penemuan.
  2. Orang yang menemukan.
  3. Barang temuan.

 

Pembagian Luqathah

 

Pembagian Luqathah ada sepuluh:

 

  1. Harta yang berupa manusia, seperti budak yang belum tamyiz.

 

Hukumnya: orang yang menemukannya diberi pilihan antara menahannya atau menjualnya, kemudian ia wajib mengumumkan temuan itu agar kemudian ia dapat memiliki temuan itu atau uang dari hasil penjualannya

 

(setelah diumumkan). (ket: tatkala pemilik asal barang temuan tersebut muncul, maka sang penemu harus mengembalikan barang tersebut kepadanya, namun jika barang tersebut telah sirna/dijual, maka ia harus mengganti seharga barang tersebut pada umumnya)

 

2, Harta yang berupa hewan yang tak dapat mempertahankan diri dari serangan hewan buas yang kecil, seperti kambing yang ditemukan di padang sahara. Maka hukumnya adalah penemu diberi pilihan antara: merawat kambing tersebut, memilikinya, dan memakannya (menyembelihnya) saat itu juga dan memberikan mengganti harganya (jika pemiliknya datang) atau ia boleh menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualannya, kemudian mengumumkannya untuk dapat memilikinya.

 

  1. Harta yang berupa hewan yang tak dapat mempertahankan dirj dari serangan hewan buas kecil dan lokasi penemuannya berada di pemukiman. Maka, hukum bagi orang yang menemukannya adalah ia diberi pilihan antara: Merawat hewan tersebut dan memilikinya setelah mengumumkannya, Atau menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualannya, kemudian mengumumkannya untuk memiliki uang hasil penjualan tersebut.

 

  1. Hewan yang dapat mempertahankan dirinya dari serangan hewan buas yang kecil, seperti kuda, kijang atau merpati yang ditemukan di padang pasir yang aman. Hukum orang yang menemukannya tidak boleh mengambilnya kecuali hanya untuk merawatnya.

 

  1. Hewan yang dapat mempertahankan dirinya dari serangan hewan buas yang kecil, tapi hewan tersebut ditemukan di padang pasir yang tidak aman. Hukumnya, orang yang menemukannya diberi pilihan antara merawatnya atau memilikinya setelah mengumumkannya.

 

  1. Hewan yang dapat mempertahankan dirinya dari serangan hewan buas yang kecil orang yang menemukannya diberi pilihan ditemukan di permukiman. Hukumnya, antara merawatnya, atau menjualnya dan menyimpan hasil penjualannya kemudian mengumumkannya agar bisa memiliki hasil penjualan tersebut.

 

  1. Barang yang bukan hewan dan tetap utuh (tidak rusak) tanpa perlakuan khusus, seperti emas dan perak. Hukumnya, orang yang menemukannya diberi pilihan antara menyimpannya atas memilikinya dengan syarat menanggungnya (mengganti jika pemiliknya datang).

 

  1. Barang yang bukan hewan dan tetap utuh (tidak rusak), tapi harus ada perlakuan, misalnya ruthab (kurma basah). Hukumnya, penemu hendaknya mempertimbangkan tindakan yang lebih mendatangkan maslahat; apakah dengan menjualnya lalu menyimpan hasil pen jualannya, kemudian mengumumkannya agar bisa memiliki hasil penjualan tersebut, ataukah dengan mengeringkannya dan menyimpannya.

 

  1. Barang yang bukan hewan dan cepat rusak, seperti bubur. Hukumnya, penemu diberi pilihan antara memilikinya lalu memakannya dan siap memberikan gantinya (jika pemiliknya datang), atau bisa juga menjualnya dan menyimpan hasil penjualannya, kemudian mengumumkannya agar bisa memiliki hasil penjualannya.

 

  1. Barang yang bukan berupa harta, seperti anjing yang bermanfaat. Maka hukumnya penemu diberi pilihan antara kepemilikan secara khusus (karena anjing termasuk barang najis) atau menyimpannya. .

 

LAQITH (ANAK TEMUAN)

 

Laqith menurut bahasa diambil dari kata “laqth” yang artinya “mengambil secara mutlak”. Sedangkan menurut syariat, Laqith berarti: anak kecil atau orang gila yang tak diketahui siapa walinya.

 

Hukum Memungut Anak Temuan

 

Hukum memungut anak temuan adalah:

 

  1. Fardhu kifayah jika orang yang mengetahuinya lebih dari satu orang.
  2. Fardu ‘ain jika yang menemukannya hanya satu orang.

 

Rukun-rukun Memungut Anak

 

Rukun-rukun memungut anak secara syar’i ada tiga:

a.Penemuan,

b.Penemu,

  1. Anak kecil yang ditemukan.

 

Syarat-syarat Penemu

 

Syarat-syarat penemu ada tiga:

  1. Merdeka,
  2. Berakal,
  3. Adil

 

JI’ALAH (SAYEMBARA)

 

Ji’alah menurut bahasa berarti “sesuatu yang diberikan kepada seseorang atas pekerjaan yang dilakukannya”. Adapun menurut Syariat Ji’alah adalah kewajiban memberikan imbalan tertentu atas pekerjaan tertentu.

 

Rukun-rukun Ji’alah

 

Rukun ji’alah ada empat:

  1. Pekerjaan,

2.Imbalan,

3.Shighat,

  1. Orang yang berakad.

 

Syarat-syarat Pekerjaan Ji‘alah

 

Syarat-syarat pekerjaan ji’alah ada tiga:

1, Pekerjaan yang disayembarakan adalah pekerjaan yang memiliki kesulitan.

  1. Pekerjaan yang belum diketahui hasilnya secara pasti.
  2. Pekerjaan itu tidak dibatasi oleh waktu.

 

Syarat Imbalan Dalam Ji’alah

 

Adapun syarat imbalan dalam ji’alah adalah sebagaimana syarat harga dalam penjualan.

 

Syarat Shighat Jialah

 

Syarat shighat ji’alah adalah lafadzh yang menunjukkan izin dari orang yang menyelenggarakan sayembara untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan adanya imbalan.

 

Syarat-syarat Orang yang Berakad Ji’alah

 

Syarat-syarat orang yang berakad ji’alah ada empat:

 

  1. Orang yang menyelenggarakan jialah’ mempunyai kebebasan untuk membelanjakan hartanya secara mutlak.

 

  1. Orang yang berhak memilih (tidak dipaksa).

 

  1. Orang yang menerima pekerjaan mengetahui adanya ji’alah.

 

  1. Pekerja/peserta yang telah ditentukan, harus memiliki kelayakan untuk melakukan pekerjaan (sayembara) tersebut.

 

Contoh Akad Ji’alah

 

Zaid berkata kepada Amer: “Jika engkau bisa mengembalikan budak-ku yang lari maka engkau mendapatkan satu dinar”, Kemudian Amer berhasil mengembalikannya, atau Zaid berkata: “Barangsiapa yang bisa mengembalikan budak-ku yang lari maka ia mendapatkan satu dinar”. Kemudian, budak tersebut berhasil dikembalikan oleh orang yang memiliki kemampuan melakukan pekerjaan itu.

 

WADI’AH (TITIPAN)

 

Wadi’ah menurut bahasa artinya “barang yang ditempatkan kepada orang lain yang bukan pemiliknya untuk dijaga’”. Sedangkan menurut syariat, Wadi’ah adalah akad yang menunjukkan permintaan untuk menjaga barang tertentu.

 

Rukun-rukun Wadi’ah

 

Rukun-rukun wadi’ah ada empat:

 

  1. Barang titipan,
  2. Shighat,
  3. Orang yang menitipkan,
  4. Orang yang menerima titipan.

 

Syarat Barang Titipan

 

Syarat barang titipan adalah termasuk barang yang bernilai/dihormati.

 

Syarat Shighat Wadi’ah Syarat shighat wadi’ah adalah:

 

  1. Adanya ucapan yang menunjukkan penitipan dari salah satu pihak.
  2. Tidak ada penolakan dari salah satu pihak.

 

Syarat Orang yang menitipkan dan Penerima Titipan

 

Syarat bagi orang yang menitipkan dan penerima titipan adalah: keduanya memiliki kekebasan dalam menggunakan hartanya secara mutlak.

 

Contoh Akad Wadi’ah

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku titipkan kitab ini kepadamu.” Kemudian Amer menjawab, “Aku terima”. Atau, Amer langsung menerima kitab tersebut (tanpa menjawabnya). ~

 

FARA’IDH (PEMBAGIAN WARISAN)

 

Fara’idh adalah jamak dari kata “faridhah”, yang diambil dari kata “al-fardh” yang menurut bahasa berarti “ketentuan”. Sedangkan menurut syariat, Fara’idh adalah sebutan untuk bagian yang telah ditentukan secara syariat bagi ahli waris.

 

Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Harta Penginggalan Mayit

 

  1. Hak yang berkaitan dengan harta yang ditinggalkan, seperti zakat dan barang yang digadaikan oleh si mayit.

 

  1. Biaya pengurusan jenazah dengan cara yang baik (selayaknya pengurusan jenazah muslim pada umumnya).

 

  1. Hutang tanpa jaminan yang masih dalam tanggungan si mayit.

 

  1. Wasiat sepertiga harta atau kurang, yang diberikan kepada selain  ahli waris.

 

  1. Harta warisan.

 

WARISAN

 

Kata Al-Irts menurut bahasa artinya “tetap” dan juga berarti “berpindahnya sesuatu dari satu kaum ke kaum yang lain”. Adapun menurut syariat Al-Irts hak yang dapat dibagi dan menjadi tetap bagi orang yang berhak setelah kematian pemiliknya karena adanya faktor kekerabatan atau faktor lainnya.

 

Rukun-rukun Warisan

 

Rukun-rukun Warisan ada empat:

 

  1. Warits (Si mayit yang meninggalkan harta warisan ).

2, Harta warisan.

  1. Ahli waris atau pewaris.
  2. Bagian yang telah ditentukan. .

 

Sebab-sebab mendapatkan warisan

 

Sebab-sebab mendapatkan warisan ada empat:

 

  1. Kekerabatan.
  2. Pernikahan.
  3. Wala’ (hubungan yang terjalin antara tuan dan budak, karena:ia memerdekakan budak tersebut).
  4. Segi Keislaman (Jika si mayit tidak memiliki ahli waris, maka hartanya diambil alih oleh Baitul Mal, untuk keperluan kaum muslimin).

 

Syarat-syarat Warisan

 

Syarat-syarat Warisan ada empat:

  1. Kepastian meninggalnya orang yang diwarisi.
  2. Kepastian hidupnya pewaris setelah meninggalnya orang yang diwarisi.
  3. Diketahuinya hubungan pewaris dengan mayit, baik karena kekerabatan, pernikahan, atau perwalian.
  4. Mengetahui arah waris, bagi qadhi dan mufti.

 

Hal-hal yang menghalangi Warisan

 

Hal-hal yang menghalangi warisan ada empat:

 

  1. Pembunuhan,
  2. Perbudakan,
  3. Perbedaan agama,

4.Daur hukmi (yaitu: menetapkan orang yang tidak berhak menerima warisan sebagai ahli waris, seperti anak angkat, dan semisalnya. Maka ia tetap tidak-berhak menerima warisan)

 

Para Pewaris Laki-laki

 

Para pewaris laki-laki ada lima belas orang:

 

  1. Bapak,
  2. Kakek dan terus ke atas,
  3. Anak laki-laki,
  4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah,
  5. Saudara kandung,
  6. Saudara seayah,
  7. Saudara seibu,
  8. Anak saudara sekandung,
  9. Anak saudara seayah,
  10. Paman sekandung,
  11. Paman seayah,
  12. Anak paman sekandung,
  13. Anak paman seayah,
  14. Suami,
  15. Orang yang mempunyai hak wala’ (karena memerdekakan budak)

 

Para Pewaris perempuan

 

Para Pewaris perempuan ada sepuluh:

  1. Anak perempuan,
  2. Cucu perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah,
  3. Ibu, Nenek dari jalur ayah dan terus ke atas,
  4. Nenek dari jalur ibu dan terus ke atas,
  5. Saudara perempuan sekandung,
  6. Saudara perempuan seayah,
  7. Saudara perempuan seibu,
  8. Istri,
  9. Wanita yang memerdekakan budak ,

 

Bagian-bagian (Furudh) yang Ditetapkan dalam Al-Quran

 

Bagian yang ditetapkan dalam kitab Allah ada enam: setengah, seperempat, seperdelapan duapertiga, sepertiga, seperenam.

 

Yang mendapat bagian Setengah (1/2)

 

Bagian setengah diperuntukkan kepada lima orang:

 

  1. Suami, apabila istrinya yang meninggal tidak mempunyai keturunan (anak atau cucu) yang mewarisi, (jika memiliki keturunan maka bagi suami 4).

 

  1. Anak perempuan, dengan syarat jika anak perempuan tersebut tidak memiliki mu’asshib (saudara laki-laki) atau tidak memiliki mumatsil (saudari lainnya).

 

  1. Anak perempuan dari anak laki-laki si mayit (cucu perempuan), jika si mayit tidak memiliki anak atau cucu yang lebih tinggi derajatnya daripada si cucu perempuan. Dan cucu perempuan tersebut tidak memiliki mu’asshib (saudaranya laki-laki atay anak laki-laki dari paman saudara ayah) dan tidak memilikj mumatsil (saudarinya yang sederajat lainnya).

 

  1. Saudari sekandung, dengan syarat jika si mayit tidak memilikj keturunan (anak dan cucu) yang mewarisi, dan saudari sekandung ini tidak memiliki mu’asshib (saudara laki-laki kandung atau kakek) dan tidak memiliki mumatsil (saudarj lainnya), dan ayah si mayit telah tiada.

 

  1. Saudari seayah, apabila si mayit tidak memiliki keturunan (anak dan cucu) yang mewarisi dan tidak memiliki saudara ataupun saudari sekandung, dan saudari seayah tersebut tidak memiliki mu’asshib (saudara laki-laki seayah atau kakek) dan tidak ada mumatsil (saudari lainnya yang seayah), dan ayah si mayit telah tiada.

 

Yang mendapat bagian Seperempat (1/4)

 

Bagian seperempat diperuntukkan kepada dua orang:

 

  1. Suami, apabila istrinya yang meninggal mempunyai keturunan yang mewarisi (anak atau cucu)
  2. Istri atau beberapa istri, apabila suaminya yang meninggal tidak mempunyai keturunan yang mewarisi (anak atau cucu).

 

Yang mendapat bagian Seperdelapan (1/8)

 

Bagian seperdelapan diberikan kepada: istri atau beberapa istrinya apabila suaminya yang meninggal mempunyai keturunan yang mewarisi.

 

Yang mendapat bagian Dua Pertiga (2/3)

 

Bagian dua pertiga diberikan kepada empat orang:

 

  1. Dua anak perempuan atau lebih, apabila mereka tidak mempunyai mu’asshib (saudara laki-laki).

 

  1. Dua anak perempuan dari anak laki-laki (dua cucu perempuan) atau lebih, apabila si mayit tidak memiliki anak yang mewarisinya, dan dua cucu perempuan atau lebih tersebut tidak memiliki mu’ashshib (saudara laki-laki).

 

c., Dua saudari sekandung atau lebih apabila si mayit tidak ada anak, tidak ada anak dari anak laki-laki (cucu), dan tidak ada ayah, serta kedua saudari sekandung atau lebih tersebut tidak mempunyai mu’ashshib (saudara laki-laki).

 

  1. Dua saudari seayah atau lebih apabila si mayit tidak ada anak, tidak ada anak dari anak laki-laki (cucu), tidak ada ayah, tidak ada saudara/ saudari kandung, dan dua saudari seayah atau lebih tersebut tidak ada mu’ashshib (saudara laki-laki)

 

Yang Mendapat Bagian Sepertiga (1/3)

 

  1. Ibu apabila mayit tidak mempunyai anak yang mewarisi, dan tidak punya dua atau lebih saudara maupun saudari.

 

  1. Dua saudara maupun saudari seibu atau lebih apabila mereka mewarisi. Mereka mewarisi dengan syarat apabila mayit tidak mempunyai ayah atau kakek ke atas dan tidak pula memiliki anak yang mewarisi. .

 

Yang mendapat bagian Seperenam (1/6) Bagian seperenam diberikan kepada tujuh orang:

 

  1. Ayah apabila mayit mempunyai anak yang mewarisi.

 

  1. Kakek apabila mayit mempunyai anak yang mewarisi tapi tidak mempunyai ayah.

 

  1. Ibu apabila mayit tidak mempunyai anak yang mewarisi dan tidak mempunyai dua atau lebih saudara maupun saudari.

 

  1. Nenek apabila mayit tidak mempunyai ibu atau menek yang lebih dekat dengannya, atau tidak mempunyai ayah yang bersambung dengan si nenek.

 

  1. Anak perempuan dari anak laki-laki si mayit (cucu perempuan) berjumlah satu atau lebih bersama anak perempuan si mayit.

 

f, Saudari seayah bersama saudari sekandung.

 

  1. Saudara atau saudari seibu jika keduanya mewarisi.

 

WASIAT

 

Wasiat secara bahasa berarti “menyampaikan’. Sedangkan menurut syariat, Wasiat adalah mendermakan hak/harta yang disandarkan pada dirinya setelah kematian-nya, namun bukan tadbir (memerdekakan budak setelah kematian pemiliknya) atay taliq (menggantungkan kemerdekaan budak dengan sifat tertenty), .

 

Rukun-rukun Wasiat

 

Rukun-rukun wasiat ada empat:

  1. Pembuat wasiat,
  2. Penerima wasiat,
  3. Barang atau sesuatu yang diwasiatkan,
  4. Shighat

 

Syarat-syarat Pembuat Wasiat

 

Syarat-syarat pembuat wasiat ada tiga:

1, Mukalaf 2. Merdeka 3. Tidak dipaksa

 

Syarat-syarat Penerima Wasiat

 

Syarat-syarat penerima wasiat ada tiga:

  1. Wasiat bukan dalam rangka kemaksiatan meskipun penerimanya adalah pihak tertentu.

 

  1. Diketahui orangnya.
  2. Mempunyai kecakapan untuk memiliki jika orang yang diberi wasiat telah ditentukan.

 

Syarat-syarat Barang yang Diwasiatkan

 

Syarat-syarat barang yang diwasiatkan ada tiga:

  1. Bermanfaat.
  2. Dapat berpindah tangan.
  3. Diperbolehkan (mubah).

 

Syarat Shighat Wasiat

 

Syarat shighat wasiat adalah lafadz yang menunjukkan wasiat.

 

Contoh Wasiat

 

Zaid berkata, “Aku berwasiat untuk Amer sejumlah seratus dinar”, atau berkata, “Aku mewasiatkan ladang ini untuk orangorang fakir.”

 

PEWASIATAN

 

Isha’ menurut bahasa artinya ‘menyampaikan’. Adapun menurut syariat, Isha’ adalah menetapkan tindakan hukum yang disandarkan setelah mati.

 

Rukun-rukun Pewasiatan

 

Rukun-rukun pewasiatan ada empat:

  1. Orang yang berwasiat.
  2. Orang yang menerima wasiat.

 

  1. Perkara yang diwasiatkan.
  2. Shighat

 

Syarat-Syarat Orang yang Berwasiat

 

Syarat-syarat orang yang berwasiat ada empat:

  1. Mukallaf.
  2. Merdeka walaupun sebagian (seperti budak mukatab).
  3. Tidak dipaksa.
  4. Mempunyai hak perwalian terhadap orang yang diwasiatkan jika yang diwasiatkan berkaitan dengan perkara anak kecil, orang gila, atau orang safih yang dihajr, secara mula-mula menurut syariat.

 

Syarat-syarat Orang yang Menerima Wasiat

 

Syarat-syarat orang yang menerima wasiat ada tujuh:

  1. Islam,
  2. Baligh,
  3. Berakal,
  4. Merdeka,
  5. Adil,
  6. Tidak lemah dalam bertasharuf, tidak ada permusuhan antara dirinya dan orang yang dihajr (dibatasi/dibekukan transaksinya).

 

Syarat-syarat Perkara yang Diwasiatkan

 

Syarat-syarat perkara yang diwasiatkan ada dua:

  1. Berupa harta.
  2. Yang diwasiatkan adalah hal yang mubah (diperbolehkan).

 

Syarat Shighat Pewasiatan

 

Syarat shighat isha’ adalah lafadzh yang dengannya dapat memberitahukan pewasiatan. .

 

Contoh Pewasiatan

 

Zaid berkata, “Aku berwasiat kepada Amer untuk membayarkan hutangku, mengembalikan titipanku dan mengawasi anak-anakku beserta orang-orang yang menjadi tanggunganku.

 

NIKAH

 

Nikah menurut bahasa berarti “menggabungkan dan bersenggama”. Adapun menurut syariat, Nikah adalah akad yang menyebabkan bolehnya melakukan hubungan suami istri, dengan lafadz “Nikah”, “Kawin” atau terjemahannya.

 

Rukun-rukun Nikah

 

Rukun-rukun nikah ada lima:

 

  1. Suami,
  2. Istri,
  3. Wali,
  4. Dua orang saksi,
  5. Shighat.

 

Syarat-syarat Suami

 

Syarat-syarat suami ada tujuh:

  1. Tidak dalam keadaan berihram,
  2. Tidak dipaksa
  3. Ditentukan orangnya,

 

  1. Mengetahui nama calon istrinya atau orangnya,
  2. Mengetahui bahwa calon istrinya adalah perempuan yang halal dia nikahi,
  3. Suami adalah seorang laki-laki dengan jelas (bukan banci),
  4. Tidak ada hubungan mahram antara calon suami dan calon istri,

 

Syarat-syarat Istri

 

Syarat-syarat istri ada empat:

  1. Tidak dalam keadaan berihram,
  2. Ditentukan orangnya,
  3. Bukan wanita yang bersuami dan tidak dalam kondisi ‘iddah (masa menunggu setelah cerai atau ditinggal wafat suaminya)
  4. Istri adalah seorang perempuan dengan jelas (bukan banci).

 

Syarat-syarat Wali Nikah

 

Syarat-syarat wali nikah ada delapan:

 

  1. Tidak dipaksa,
  2. Merdeka,
  3. Laki-laki,
  4. Mukallaf (berakal dan dewasa),
  5. Bukan orang fasiq (yaitu bukan orang yang pernah melakukan dosa besar atau sering melakukan dosa kecil.
  6. Tidak ada gangguan pada penglihatannya sebab pikun atau gila,
  7. Tidak sedang dihajr (dibatasi transaksinya) karena bodoh/dungu,
  8. Tidak dalam keadaan berihram.

 

Syarat-syarat Dua Saksi Nikah

 

Syarat-syarat dua saksi nikah ada dua:

  1. Layak menjadi saksi.
  2. Tidak sedang ditunjuk menjadi wali.

 

Syarat-syarat Shighat Nikah

 

Syarat-syarat shighat nikah ada dua:

 

  1. Seperti syarat shighat dalam jual beli.
  2. Diucapkan dengan Lafadzh “nikah’”, “kawin” atau terjemahnya.

 

Contoh Akad Nikah

 

Zaid berkata kepada Amer, “Aku kawinkan kamu dengan perempuan yang berada dalam perwalianku, Hindun.” Kemudian, Amer menjawab, “Aku terima kawin-nya.”

 

MAHAR

 

Shadaq (Mahar) menurut bahasa, berarti “sesuatu yang wajib diberikan sebab pernikahan”. Adapun menurut syariat Shadaq (Mahar) adalah sesuatu yang wajib diberikan sebab pernikahan atau berhubungan badan dengan keraguan/kerancuan (watha’ syubhat), atau karena menyia-nyiakan hak berhubungan secara paksa.

 

Keteran-an:

 

– Watha’ Syubhat contohnya: bersetubuh dengan wanita yang disangka istrinya (karena kembar misalnya), padahal bukan.

 

– Menyia-nyiakan hubungan secara paksa, contohnya: seorang suami menikah lagi dengan seorang bayi perempuan yang usianya dibawah 2 tahun, kemudian istrinya yang pertama menyusui istri yang masih bayi tersebut sebanyak 5 kali dalam waktu yang berbeda-beda, maka hubungan pernikahan dengan kedua istrinya telah gugur, karena istri yang pertama telah menjadi ibu susu dari istri yang kedua, dan istri yang pertama wajib memberikan setengah mahar dari maharnya istri yang kedua kepada suaminya) :

 

Ketentuan Mahar

 

Kriteria Mahar adalah sesuatu yang sah untuk diperjual-belikan baik sebagai harga atau barang. Jika tidak, maka bukan disebut mahar.

 

WALIMAH

 

Walimah secara bahasa berasal dari “Al-Walm” yang berarti “perkumpulan” Adapun menurut syariat, Walimah adalah sebutan bagi undangan atau acara makan-yang diselenggarakan karena mendapatkan kebahagiaan atau lain-nya.

 

Hukum Walimah

 

Hukum walimah adalah sunnah.

 

Hukum Menghadiri Walimah Pernikahan

 

Hukum menghadiri walimah pernikahan adalah fardhu ‘ain dengan beberapa syarat, di antaranya adalah:

  1. Orang yang mengundang beragama Islam.
  2. Orang yang diundang beragama Islam.
  3. Undangan bersifat umum (tidak khusus bagi segelintir orang).
  4. Diundang di hari pertama (jika membuat walimah selama tiga hari atau lebih, maka tidak wajib dihadiri melainkan hari pertama).
  5. Tidak ada ‘udzur.

 

MENGGILIR

 

Al-Qasm (Menggilir) adalah bersikap adil kepada istri-istrinya,

 

Hukum Menggilir Istri-istri

 

Hukum menggilir istri-istri adalah wajib. Suami menginap pada satu istrinya dengan kadar yang sama terhadap istri-istri yang lain jika istriistri tersebut sama statusnya dalam hal merdeka atau budak. Jika istri-istri tidak sama statusnya maka giliran istri yang merdeka dua kali lipat daripada istri yang berstatus budak.

 

NUSYUZ

 

Nusyuz menurut bahasa artinya “naik atau melonjak”. Sedangkan menurut syariat, Nusyuz adalah tidak taatnya istri kepada suami dengan cara menentang dan tidak mau memenuhi hak suami yang diwajibkan atasnya. Yaitu, tidak mau taat kepada suami, tidak mempergauli suaminya dengan baik, tidak menyerahkan dirinya kepada suami, dan tidak menetap di rumah.

 

Hukum Nusyuz

 

Hukum nusyuz adalah:

  1. Haram.
  2. Tidak berhak mendapatkai giliran.
  3. Tidak berhak mendapatkan nafkah serta berbagai resiko terkait dengan-nya (seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain-nya).

 

KHULU’

 

Khulu’ menurut bahasa berasal dari kata Al-khal’ yaitu “melepas”. Sedangkan menurut syariat, khulu’ adalah perceraian dengan imbalan (harta tebusan) yang diberikan kepada suami.

 

Rukun-rukun khulu’

 

Rukun-rukun khulu’ ada lima:

  1. Orang yang membayar tebusan.
  2. Kemaluan istri.
  3. Tebusan/Imbalan
  4. Shighat.
  5. Suami.

 

Syarat Orang yang Membayar Tebusan

 

Syarat orang yang membayar tebusan/Imbalan yaitu: layak melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan harta.

 

Kemaluan Istri

 

Syarat kemaluan istri: masih dalam kepemilikan (kekuasaan) suami.

 

Syarat-syarat Tebusan

 

Syarat-syarat tebusan/ Imbalan ada empat, yaitu:

1, barang yang bermanfaat.

  1. barang tersebut diketahui.
  2. diberikan kepada suami.
  3. dapat diserahkan.

 

Syarat Shighat Dalam Khulu

 

Sebagaimana Syarat dalam jual-beli, dikecualikan tanpa adanya jeda pembicaraan meski sebentar dalam sighat-nya.

 

Syarat Suami

 

Syarat suami: adalah suami yang talak-nya sah (sah menceraikan).

 

Contoh Khulu’

 

Zaid berkata kepada istrinya, “Aku ceraikan kamu dengan imbalan 1000 dinar.” Kemudian, istrinya menjawab, “Ya, aku terima.” Atau Zaid berkata kepada istrinya, “Asalkan kamu bisa menjamin pembayaran uang imbalan sebesar 1000 dinar kepadaku, maka kamy aku ceraikan.” Istrinya menjawab, “Aku menjamin pembayaran uang imbalan 1000 dinar kepadamu.”

 

TALAK

 

Thalaq (cerai) menurut bahasa artinya “melepaskan ikatan’. Sedangkan menurut syariat, Thalaq (cerai) adalah melepaskan ikatan pernikahan dengan lafadzh “talak” atau semisalnya.

 

Rukun-rukun Talak

 

Rukun-rukun talak ada lima:

  1. Suami yang mentalak,

2.Shighat,

  1. Tempat jatuhnya talak (yaitu istri),
  2. Wewenang (kekuasaan) mentalak bagi sang suami,
  3. Sengaja (bermaksud menyebutkan lafadz talak sesuai maknanya).

 

Syarat-syarat Suami yang Mentalak

 

Syarat-syarat suami yang mentalak ada dua:

  1. Mukallaf (baligh dan berakal sehat).
  2. Tidak dipaksa.

 

Syarat-syarat Shighat Talak

 

Syarat shighat talak adalah kata yang menunjukkan perceraian, baik secara sharih (jelas) atau kinayah (kiasan).

 

Syarat Orang yang Menjadi Tempat Jatuhnya Talak

 

Syarat orang yang menjadi tempat jatuhnya talak adalah istri yang sah.

 

Syarat Wewenang Mentalak

 

Syarat wewenang mentalak wanita yang akan ditalak: status wanita tersebut di bawah kepemilikan orang yang mentalak.

 

Syarat Sengaja

 

Syarat sengaja yaitu: bermaksud menyebutkan lafadz talak sesuai maknanya.

 

Contoh Talak

 

Zaid berkata kepada istrinya yang berada di hadapannya, “Kamu tertalak.” Atau berkata ketika sang istri tidak berada di hadapannya, “Hindun tertalak.”

 

RUJUK

 

Ar-Raj’ah secara bahasa yaitu kata tunggal dari Ar-Ruju’ yang artinya “kembali”. Sedangkan menurut Syariat, Rujuk adalah kembalinya perempuan pada ikatan nikah, dari talak yang bukan talak bain, dan masih dalam masa iddah dengan cara yang khusus.

 

Rukun-rukun Rujuk

 

Dalam-rukun rujuk ada tiga:

 

  1. Shighat
  2. Istri yang dirujuk
  3. Suami

 

Syarat-syarat Shighat Rujuk

 

Syarat-syarat shighat rujuk ada tiga:

  1. Lafadz yang menunjukkan maksud rujuk.
  2. Tanjiz (rujuk tidak digantungkan kepada kejadian tertentu).
  3. Tidak dibatasi oleh waktu tertentu.

 

Syarat-syarat Istri yang Boleh Dirujuk.

 

Syarat-syarat istri yang boleh dirujuk ada delapan:

 

  1. Berstatus istri,
  2. Telah disetubuhi sebelum talak (jika belum disetubuhi lalu ditalak maka menjadi talak bain dan tidak bisa dirujuk)
  3. Ditentukan orangnya,
  4. Masih boleh dirujuk (masih beragama islam, tidak murtad)
  5. Ditalak (bukan karena nikah yang fasakh),
  6. Talaknya tanpa pengganti (bukan khulu’),
  7. Jumlah talaknya belum habis (bukan talak ketiga)
  8. Masih dalam masa ‘iddah.

 

Syarat-syarat Suami yang Merujuk

 

Syarat-syarat suami yang merujuk ada dua:

  1. Atas kemauan sendiri.
  2. Memiliki kelayakan untuk menikah dengan sendirinya.

 

Contoh Rujuk

 

Zaid berkata kepada istri yang ditalak asal bukan talak ba’in dan masih dalam masa iddahnya: jika istrinya ada di hadapannya ia perkata, “Aku rujuk kepadamu” Atau, “Aku mempertahankamu ” Dan jika istrinya tidak ada di hadapannya ia berkata, “Aku merujuk Hindun.” Atau, “Aku mempertahankan Hindun.”

 

SUMPAH ILA’

 

Al-Ila’ menurut bahasa artinya “sumpah”. Sedangkan menurut syariat, ila’ adalah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya secara mutlak, atau lebih dari empat bulan.

 

Rukun-rukun Ila’

 

Rukun-rukun Ila’ ada enam:.

 

  1. Kalimat yang digunakan untuk bersumpah.
  2. Perkara yang disumpahkan.
  3. Masa/Waktu.
  4. Sighat.
  5. Suami.
  6. Istri

 

Syarat Kalimat yang Digunakan untuk Bersumpah

 

Syarat kalimat yang digunakan untuk bersumpah: Sumpah dengan nama atau sifat Allah, atau mewajibkan dirinya melakukan suatu ketaatan. .

 

Syarat Perkara yang Disumpahkan

 

Syarat perkara yang disumpahkan yaitu meninggalkan persetubuhan yang syar’i.

 

Syarat Masa Dalam ‘Ila

 

Syarat masa dalam ‘ila adalah lebih dari empat bulan.

 

Syarat Shighat Ila’

 

Syarat shighat ila’ adalah ungkapan yang menunjukkan keengganan menggauli istri.

 

Syarat Suami yang Bersumpah Ila’

 

Syarat-syarat suami yang bersumpah Ila’ ada dua:

  1. Mampu menggauli/menyetubuhi istrinya.
  2. Sah talaknya.

 

Syarat Istri yang Dijatuhi Sumpah Ila’

 

Syarat istri yang dijatuhi sumpah ila’ adalah dapat dijima’.

 

Contoh Ila’

 

Zaid berkata kepada istrinya, “Demi Allah aku tidak akan menggaulimu.” Atau, ia berkata, “Demi Allah aku tidak akan menggaulimu selama lima bulan”.

 

Hukum Ila’

 

Hukum Ila’ adalah Haram. Dan istri dapat menuntut kepada suami setelah habis masanya (4 bulan), antara kembali melanjutkan rumah tangganya atau bercerai. Jika Sang suami tidak mau memilih salah satunya, maka hakim menceraikan mereka berdua.

 

DZHIHAR

 

Dzhihar menurut bahasa diambil dari kata Dzhahr yang artinya punggung”. Sedangkan menurut syariat, Dzhihar adalah suami menyerupakan istrinya dengan mahramnya dalam segi keharaman-nya untuk dinikahi.

 

Rukun-rukun Dzhihar

 

Rukun-rukun Dzhihar ada empat:

1, Pelaku dzhihar (suami).

  1. Yang di-dzhihari (istri).
  2. Orang yang dijadikan serupaan (wanita yang mahram bagi suami).
  3. Shighat.

 

Syarat Pelaku Dzhihar

 

Syarat pelaku dzhihar adalah suami yang sah talaknya.

 

Syarat orang yang Di-Dzhihari

 

Syarat orang yang di-dzhihari adalah istri.

 

Syarat Orang yang Dijadikan Serupaan

 

Syarat orang yang dijadikan serupaan adalah perempuan atau anggota tubuh perempuan yang merupakan mahram bagi sang suami karena hubungan nasab, atau sesusuan, atau perkawinan yang tidak halal baginya sebelumnya (yaitu: mertua atau menantu).

 

Syarat Shighat Dzhihar

 

Syarat shighat Dzhihar adalah lafadz yang menunjukkan maksud Dzhihar.

 

Contoh Dzhihar

 

Contoh Dzhihar adalah: Zaid berkata kepada istrinya, “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”,

 

Hukum Dzhihar

 

Hukum Dzhihar adalah haram. Dan jika suami tidak mengikutkan dzhihar-nya dengan talak, maka ia dapat kembali bersama istrinya, namun harus membayar kafarah.

 

LI’AN

 

Al-Li’an menurut bahasa adalah masdar dari la’ana yang berarti “saling melaknat”. Adapun menurut syariat, Li’an adalah mengucapkan kalimat sumpah lakmat yang sudah ditentukan dan dijadikan alasan bagi orang yang terpaksa melakukan tuduhan zina, terhadap orang yang telah menodai ranjangnya dan melakukan perbuatan tercela padanya, atau terpaksa menafikan nasab seorang anak.

 

Rukun-rukun

 

Li’an Rukun-rukun Li’an ada tiga:

 

  1. Suami yang melaknat.
  2. Istri yang melaknat.
  3. Shighat. ,

 

Syarat-syarat Lian

 

Syarat-syarat lian ada empat:

  1. Didahului oleh tuduhan zina yang wajib dijatuhi hukum had.
  2. Perintah hakim melakukan li‘an.
  3. Kalimatnya dituntun oleh Hakim.
  4. Kalimatnya berkesinambungan (tak dipisah oleh jeda yang lama).

 

Contoh Li‘an

 

Sang suami berkata sebanyak empat kali, “Aku bersaksi dengan nama Allah sesungguhnya aku termasuk orang yang benar dalam tuduhanku bahwa istriku Fulanah telah berzina.” Lalu pada kalimat yang kelima dia mengucap, “Sesungguhnya laknat Allah akan menimpa diriku jika termasuk orang-orang yang berbohong terkait zina yang aku tuduhkan kepadanya”.

 

Akibat yang Ditimbulkan dari Li’an

 

Akibat yang ditimbulkan dari li’an ada beberapa hal, yaitu:

  1. Gugurnya had tuduhan zina dari suami.
  2. Istri wajib dijatuhi had.
  3. Ikatan pernikahan keduanya batal (terceraikan).
  4. Istri haram dinikahi kembali oleh suami selamanya.

 

Hal yang Menggugurkan Hukuman Had dari Istri

 

Hal yang menggugurkan hukuman had dari istri adalah jika ia melakukan hi an yang sama terhadap suami setelah ucapan li’an suaminya, sang istri mengatakan sebanyak empat kali, “Aku bersaksi dengan nama Allah, sesungguhnya suamiku termasuk orang-orang yang berdusta terkait tuduhan zina yang ia tuduhkan kepadaku.” Lalu, yang kelima, dia berkata, “Sesungguhnya murka Allah akan ditimpakan kepadaku jika suamiku itu termasuk orang yang benar terkait tuduhannya kepadaku.

 

‘IDDAH

 

‘Iddah secara bahasa diambil dari kata Al-‘Adad yang artinya “perhitungan”. Adapun menurut syariat, ‘Iddah adalah masa menunggu bagi seorang istri untuk mengetahui kebersihan rahimnya atau karena unsur ta’abbudi (menjalankan perintah Allah tanpa harus mengetahui alasan atau sebabnya), atau untuk menghilangkan rasa sedih atas kepergian sang suami (setelah bercerai atau suaminya meninggal).

 

Pembagian ‘Iddah

 

‘Iddah ada dua racam:

 

  1. Iddah karena cerai hidup (bukan ditinggal mati oleh suaminya).
  2. ‘Iddah karena cerai mati.

 

– Macam pertama (cerai hidup), ‘iddah tidak wajib melainkan atas istri yang sudah digauli, yaitu:

 

  1. Istri yang hamil ‘iddahnya sampai melahirkan,

 

2, Istri merdeka yang tidak hamil:

 

  1. Wanita yang masih haid masa ‘iddahnya 3 kali suici,
  2. Wanita yang tidak haid (baik perempuan yang belum haid maupun dewasa yang menopause, yaitu wanita yang masa haidnya telah berhenti) maka masa ‘iddahnya 3 bulan.

 

  1. Bagi istri yang tidak hamil dan berstatus budak:
  2. Wanita yang masih haid masa ‘iddahnya 2 kali suci.
  3. Wanita yang tidak haid masa ‘iddahnya satu setengah bulan.

 

– Macam kedua (cerai mati), maka ‘iddah wajib meskipun bagi istri yang belum digauli, yaitu:

  1. Bagi istri yang hamil, iddahnya sampai melahirkan.
  2. Wanita merdeka yang tidak hamil maka ‘iddahnya 4 bulan 10 hari.
  3. Sementara untuk istri yang berstatus budak maka ‘iddahnya separuh dari istri yang merdeka.

 

ISTIBRA’ (PEMBERSIHAN RAHIM)

 

Istibra’ menurut bahasa artinya “mencari kebebasan”, Sedangkan menurut syariat, Istibra’ adalah masa menunggu bagi seorang budak perempuan selama beberapa saat, dikarenakan baru berlangsung kepemilikan-nya (misalnya dengan membelinya, atau mendapat warisan seorang budak) atau hilangnya kepemilikan-nya (misalnya dimerdekakan), atau terjadinya kehalalan jima’ (misalnya yang ditalak sebelum digauli), atau hendak dinikahkan untuk mengetahui kebersihan rahimnya atau karena unsur taabbudi (menjalankan perintah Allah tanpa harus mengetahui alasan atau sebabnya).

 

Cara Istibra’

 

Istibra’ dapat dilakukan dengan:

 

1, Bagi budak wanita yang hamil, istibra’nya sampai melahirkan.

2, Sementara yang tidak hamil istibra’nya adalah:

  1. Yang masih haid: satu kali haid.
  2. Yang tidak haid: satu bulan.

 

Hukum Istibra’

 

Hukum istibra’ adalah:

  1. Wajib, dalam empat keadaan:
  2. Berpindahnya status’ seorang perempuan dari merdeka menjadi budak.
  3. Berpindahnya status perempuan dari budak menjadi merdeka.
  4. Berpindah kepemilikan-nya dari budak si fulan menjadi budak orang lain (misalnya dengan pembelian, warisan, atau lainnya).
  5. Diperbaruinya kehalalan untuk menggaulinya (seperti: budak yang telah dicerai, namun belum pernah digauli).

 

  1. Sunnah, jika suami membeli istrinya yang berstatus budak.

 

RADHA’ (PENYUSUAN)

 

Radha’ menurut bahasa adalah sebutan untuk perbuatan menghisap payudara dan meminum susunya. Sedangkan Radha’ menurut syariat adalah sebutan untuk masuknya susu seorang perempuan atau zat yang dihasilkannya ke dalam perut bayi dengan cara yang tertentu. :

 

Rukun-rukun Radha Rukun-rukun radha’ ada tiga:

 

1.Wanita yang menyusui,

  1. Anak yang disusui,
  2. Susu.

 

Syarat-syarat Wanita yang Menyusui

 

Syarat-syarat wanita yang menyusui ada tiga:

  1. Perempuan.
  2. Telah berumur 9 tahun. (dihitung dengan bulan hijriyah.)
  3. Saat keluarnya susu, wanita tersebut benar-benar masih hidup.

 

Syarat-syarat Anak yang Disusui

 

Syarat-syarat anak yang disusui ada empat:

  1. Hidup.
  2. Berumur kurang dari dua tahun (dihitung dengan bulan hijriyah).
  3. Menyusuinya lima kali susuan secara terpisah. (yaitu berbedabeda waktu menyusuinya dalam lima susuan tersebut)
  4. Sampainya air susu pada lambung.

 

Akibat Penyusuan Akibat penyusuan yang telah memenuhi syarat yaitu:

 

  1. Menjadi mahramnya wanita yang menyusui terhadap sang anak yang disusui, termasuk juga orang tua wanita ke atas, juga pemilik air susu (yaitu: suami yang menghamili secara sah wanita yang menyusui tersebut), juga anak-anak mereka berdua, dan kerabat (saudara, saudari, paman, dan bibi) mereka berdua.

 

  1. Keturunan dari anak yang menyusu menjadi mahram bagi wanita menyusuinya dan bagi pemilik air susu (suaminya).

 

(Ket: Pemilik air susu wanita, adalah suaminya atau lelaki yang menghamilinya secara syubhat, ataupun majikan yang menghamili budaknya)

 

NAFKAH

 

Nafaqah menurut bahasa diambil dari kata infaq yang berarti “mengeluarkan”. Sedangkan menurut syariat, Nafaqah adalah makanan yang wajib diberikan oleh seorang suami kepada istrinya atau pembantunya, atau makanan yang wajib diberikan oleh anak kepada orang tuanya, atau makanan yang wajib diberikan orang tua kepada anaknya, atau nafkah yang wajib diberikan oleh majikan kepada budaknya.

 

Sebab-sebab yang Mewajibkan Pemberian Nafkah

 

Sebab-sebab yang mewajibkan pemberian nafkah ada tiga:

  1. Pernikahan.
  2. Kekerabatan.
  3. Kepemilikan (budak atau ternak).

 

Nafkah yang Wajib Karena Pernikahan

 

Nafkah yang wajib karena pernikahan, diberikan kepada istri yang taat (memasrahkan dirinya kepada suami):

 

1) Suami yang kaya wajib memberikan nafkah setiap hari kepada istrinya sebanyak 2 mud, dan 11/3 mud kepada pembantunya.

 

2) Suami yang pertengahan (tidak kaya, juga tidak miskin) : ia wajib memberi 11/2 mud untuk istri, dan 1 mud untuk pembantunya.

 

3) Bagi suami yang miskin atau yang terbelit perbudakan: ia wajib memberi 1 mud untuk istrinya, dan 1 mud untuk pembantunya.

 

Nafkah Yang Wajib Bagi Istri Saat Masa ‘Iddah

 

Nafkah juga wajib diberikan kepada istri yang berada dalam masa ‘iddah talak raj’i dan ‘iddah talak ba’in namun ia sedang hamil, dengan kadar nafkah yang wajib diberikan oleh suami sebagaimana telah disebutkan. Adapun bagi istri yang menjalani ‘iddah talak ba‘in dan tidak hamil, atau istri yang ditinggal mati oleh suaminya meskipun hamil, ia hanya mendapatkan tempat tinggal saja (sampai masa ‘iddahnya selesai).

 

Nafkah yang Wajib Karena Hubungan Kerabat

 

Nafkah yang wajib diberikan karena hubungan kerabat:

 

  1. Bagi orang tua yang kaya, setelah kebutuhan dirinya dan istrinya terpenuhi, ia wajib memberikan nafkah secukupnya untuk anaknya yang tak mampu mencukupi dirinya dan tidak mampu bekerja.

 

  1. Demikian pula sebaliknya, anak yang kaya juga harus memberi nafkah secukupnya kepada orang tuanya, jika mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri, meskipun mampu bekerja.

 

Ket: (Nafkah secukupnya, yaitu sekiranya dapat membuat yang dinafkahi menjadi kenyang dan wajib juga memberikan lauk pauk, pakaian, menyediakan tempat tinggal, membayar pembantu, membayar biaya dokter dan obat yang mereka butuhkan, dsb)

 

Nafkah yang Wajib Karena Kepemilikan

 

Nafkah yang wajib dikeluarkan oleh pemilik budak dan pemilik hewan muhtaram (yang tidak diperintahkan oleh syariat untuk dibunuh) adalah memenuhi kebutuhan mereka secukupnya.

 

Hal yang Berhak Diterima oleh Orang yang Harus Dinafkahi

 

Hal yang harus diterima orang yang harus dinafkahi adalah:

 

  1. Lauk-pauk,
  2. Pakaian,
  3. Tempat tinggal,
  4. Biaya-biaya lain.

 

PENGASUHAN

 

Hadhanah menurut bahasa artinya “mengumpulkan”. Adapun menurut syariat, Hadhanah adalah memelihara seseorang yang tidak dapat mengurus urusannya sendiri, serta mendidiknya dengan hal-hal yang dapat memperbaiki dirinya/bermanfaat. .

 

Ketetapan Hak Asuh Anak

 

Hak asuh ditetapkan baik bagi perempuan maupun laki-laki:

 

  1. Didahulukan ibu terus ke atas daripada ayah terus ke atas hingga anak yang diasuh mencapai usia tamyiz. Kemudian, setelah tamziy ia diberi pilihan untuk ikut dengan ibu atau dengan ayah.

 

  1. Didahulukan kerabatnya yang ahli waris atas kerabatnya (yang bukan ahli waris). Kecuali saudara perempuan seibu, maka ia didahului oleh nenek dari pihak ayah dan saudara perempuan kandung atau saudara perempuan seayah.

 

Syarat-syarat Orang yang Berhak Mengasuh Syarat-syarat orang yang berhak mengasuh ada dua belas:

 

1, Berakal.

  1. Merdeka
  2. Islam.
  3. Adil.
  4. Menetap di daerah anak yang diasuh.
  5. Tidak bersuami dengan laki-laki yang tak memiliki hak asuh.
  6. Bukan anak kecil.
  7. Tidak lalai dalam mengasuh anak (teledor).
  8. Mampu melihat sendiri anak yang diasuh.
  9. Tidak mengidap penyakit lepra atau kusta.
  10. Tidak mengidap penyakit yang tak dapat disembuhkan.
  11. Tidak ada penghalang untuk menyusui bayi yang diasuh, bagi ibu yang mempunyai susu.

 

JINAYAH (KRIMINAL)

 

Macam-macam jinayah (kriminal) ada tiga:

 

  1. ‘Amd (Sengaja), yaitu sengaja memukul seseorang dengan alat yang umumnya bisa membunuh.

 

  1. Syibhul ‘amd (seperti sengaja), yaitu memukul seseorang dengan alat yang biasanya tidak membunuh.

 

  1. Khata’ (keliru), yaitu tidak sengaja memukul seseorang / tidak bermaksud mencederai orang lain.

 

Hukuman yang Harus Diterima Pelaku Jinayah

 

Hukuman gishash bagi pelaku jinayah sengaja, dengan 5 syarat:

  1. Pelaku jinayah sudah baligh.
  2. Pelaku berakal.
  3. Pelaku bukan bapak dari korban jinayah.
  4. Korban tidak lebih rendah (dalam status islamkafirnya atau merdeka-budaknya) daripada pelaku jinayah.
  5. Korban adalah orang yang terpelihara darahnya. (bukan orang kafir harbiy, murtad, orang yang meninggalkan shalat, atau pezina muhson)

 

Hukuman (selain qishash) yang harus diterima:

 

  1. Pelaku jinayah Syibhul ‘Amd (seperti sengaja) dan Khata’ (tidak sengaja), maka hukumannya adalah membayar diyat.

 

  1. Apabila tidak terpenuhi salah satu syarat untuk dilakukan-nya qishash maka:

1) Dalam jinayah ‘Amd (sengaja), pelaku wajib membayar diyat.

2) Demikian pula jika pihak yang berhak melakukan qishash memaafkannya, maka pelaku jinayah harus membayar diyat.

3) Jika pihak yang berhak menuntut qishash membebaskannya, atau. mengucapkan “Bebas” maka pelaku jinayah tidak mempunyai kewajiban apapun.

 

DIYAT

 

Diyat menurut bahasa artinya “harta yang wajib dikeluarkan sebagai ganti nyawa”. Adapun menurut syariat, Diyat adalah harta yang wajib dikeluarkan karena melakukan tindakan kriminal terhadap orang merdeka dengan menghilangkan nyawa, atau tidak sampai menghilangkan nyawa.

 

Macam-macam Diyat

 

  1. Diyat yang korbannya adalah laki-laki merdeka dan muslim dalam pembunuhan ‘Amd (sengaja) adalah seratus unta. Rinciannya adalah: 30 ekor unta jadza’‘ah (unta betina umur 4-5 tahun), 30 ekor unta hiqqah (unta betina umur 3-4 tahun), dan 40 ekor unta khalifah (unta betina yang sedang hamil). Diyat inj harus dibayar kontan oleh pelaku pembunuhan.

 

  1. Dalam pembunuhan Syibhul ‘Amd (seperti sengaja) dan Khata’ (tak sengaja) yang terjadi di Tanah Haram, atau di bulan bulan haram, atau yang terbunuh adalah mahram karena kerabat dari pembunuh, maka diyatnya adalah seratus unta dengan rincian seperti di atas. Diyat ini ditanggung oleh kerabat pembunuh yang bisa diangsur selama 3 tahun.

 

  1. Adapun pembunuhan Khata’ (tidak sengaja) selain kondisi di atas maka diyatnya adalah 100 ekor unta yang terdiri dari 20 ekor unta jadza’ah, 20 ekor unta hiqqah, 20 ekor unta bintu labun (betina umur 2-3 tahun), 20 ekor unta ibnu labun (jantan umur 2-3 tahun), dan 20 ekor unta bintu makhadh (betina umur 1-2 tahun). Diyat tersebut wajib dibayarkan oleh keluarga pelaku yang dapat diangsur selama 3 tahun.

 

  1. Jika yang dibunuh adalah seorang Yahudi atau Nasrani laki-laki merdeka maka diyatnya sepertiga dari diyat muslim laki-laki merdeka.

 

  1. Jika yang dibunuh adalah seorang Majusi, atau penyembah berhala, atau orang yang zindiq dan semisalnya, maka diyatnya adalah seperlima-belas dari diyatnya orang muslim.

 

  1. Jika yang dibunuh adalah seorang wanita, maka diyatnya adalah setengah diyat dari laki-laki.

 

  1. Jika yang dibunuh adalah seorang budak maka diyatnya adalah seharga budak tersebut.

 

  1. Jika yang dibunuh adalah janin merdeka maka diyatnya adalah membayar ghurrah (budak mumayyiz, tidak tua, dan tidak cacat).

 

  1. Jika yang dibunuh adalah janin seorang budak maka diyatnya sepersepuluh dari harga ibunya.

 

Diyat Kejahatan Tidak Sampai Menghilangkan Nyawa

 

Kejahatan yang tidak sampai menghilangkan nyawa, yaitu: menghilangkan anggota badan, menghilangkan fungsi anggota badan, atau mengakibatkan luka maka diyatnya berupa:

 

  1. Seperti diyat pembunuhan jika kejahatannya sampai memotong lidah, menghilangkan akal, mematahkan tulang punggung hingga berakibat lumpuh atau tidak mampu berjima’ (menggauli istrinya)
  2. Setengah diyat: jika sampai memutuskan tangan atau kaki,
  3. Sepertiga diyat: jika mengakibatkan luka dalam sampai rongga perut atau dada,
  4. Seperempat diyat: jika menghilangkan pelupuk mata.
  5. Sepersepuluh diyat: jika menghilangkan satu jari.
  6. Seperduapuluh diyat: jika mengakibatkan luka di kepala atau muka sampai terlihat tulangnya.

 

QASAMAH (SUMPAH PEMBUNUHAN)

 

Qasamah adalah sumpah pihak penuntut untuk membuktikan pembunuhan yang dilakukan oleh orang tertentu.

 

Hukum Qasamah

 

Boleh melakukan qasamah dengan 5 syarat:

 

  1. Perkara yang dituntut adalah pembunuhan,
  2. Pembunuhan tersebut terperinci: apakah pembunuhan ‘Amd (sengaja), Syibhul ‘Amd (seperti sengaja), atau Kahata’ (tidak sengaja).
  3. Menunjuk terdakwa dengan jelas.
  4. Adanya lauts, yaitu qarinah (tanda/petunjuk) yang menunjukkan kebenaran penuntut.
  5. Penuntut bersumpah sebanyak 50 kali.

 

Akibat Qasamah

 

Akibat diterimanya qasamah, terdakwa dalam kasus pembunuhan ‘Amd (sengaja) harus membayar diyat. Sedangkan selain pembunuhan secara sengaja, yang harus membayar diyat adalah keluarga pelaku.

 

HAD ZINA

 

Had menurut bahasa artinya “mencegah atau menghalangi’. Adapun menurut syariat, Had adalah hukuman yang telah ditentukan dan wajib diterapkan untuk mencegah perbuatan yang berakibat hukuman tersebut.

 

ZINA

 

Zina adalah masuknya kepala dzakar/penis yang asli dan bersambung dengan batang penis, atau yang berkedudukan sebagai kepala penis jika kepala penisnya terputus, dari seorang mukallaf (dwasa dan berakal) yang jelas laki-laki, ke dalam vagina seorang yang jelas wanita, yang haram karena orangnya dan sesuai kenyataannya, dan menarik untuk disetubuhi secara alami,” dengan tanpa ada syubhat. Ket: adapun yang tidak jelas status lelakinya, yaitu banci yang mempunyai dua kemaluan yang tidak jelas statusnya (Khuntsa musykil), karena bisa jadi penisnya bukanlah alat vitalnya yang asli.

 

Hukuman Bagi Pezina Muhshon

 

Pezina muhshon (pernah menikah dengan pernikahan sah) maka hukumannya adalah dirajam dengan batu yang berukuran sedang sampai mati. (Rajam: adalah hukuman mati dengan menanam badan pezina muhson kedalam ttanah, hingga tersisa kepalanya untuk dilempari batu hingga mati)

 

Hukum bagi Pezina bukan Muhshon

 

Pezina bukan muhshan maka hukumannya adalah cambuk 100 kali dan pengasingan selama setahun jika pelakunya orang merdeka, baligh, dan berakal. Jika pelakunya adalah seorang budak, baligh, dan berakal maka hukumannya separuh dari hukuman orang merdeka. Adapun jika pelakunya belum baligh atau orang gila maka tidak ada Had baginya (akan tetapi ia diberi pelajaran/dididik hingga ia tidak melakukan zina kembali).

 

Pezina Muhshon

 

Pezina Muhshon adalah orang baligh, berakal, dan merdeka yang pernah memasukkan kepala penisnya atau bagian penis yang menggantikan kedudukannya jika ia terpotong, dalam keadaan baligh, berakal, dan merdeka, ke dalam kemaluan wanita dalam pernikahan yang sah.

 

QADZAF (MENUDUH ZINA)

 

Qadzaf menurut bahasa artinya “melempar”. Sedangkan menurut syariat, Qadzaf adalah menuduh orang lain berzina dalam status mencemarkan nama baiknya (berbeda dengan 4 orang saksi yang bersaksi bahwa dia berzina, maka statusnya adalah kesaksian, bukan mencemarkan nama baik).

 

Contoh Qadzaf (Menuduh Zina)

 

Misalnya Zaid berkata, “Amer telah berzina.” Atau Zaid berkata kepada Amer, “Hai Pezina!” Atau. “Kamu telah berzina.”

 

Hukuman Menuduh Zina

 

  1. Hukumannya 80 kali cambukan jika pelakunya orang merdeka.
  2. Hukumannya 40 kali cambukan jika pelakunya budak.

 

Syarat-syarat Wajib dalam Had Qadzaf Syarat yang Harus Dipenuhi dalam Had Qadzaf qadzaf ada sebelas:

 

  1. Penuduh sudah baligh. .
  2. Penuduh berakal.
  3. Penuduh tidak dipaksa.
  4. Penuduh tunduk terhadap hukum-hukum Islam.
  5. Penuduh tidak mendapatkan izin melakukan tuduhan zina dari orang yang dituduh.
  6. Penuduh bukan orang tua dari orang yang dituduh zina.
  7. Orang yang dituduh zina adalah seorang muslim.
  8. Orang yang dituduh sudah baligh.
  9. Orang yang dituduh berakal.
  10. Orang yang dituduh merdeka.
  11. Orang yang dituduh adalah orang yang menjaga kehormatan (menjaga kemaluannya dari berzina, menjaga kemaluannya dari menjimak istrinya pada duburnya. Namun jika ia tidak menjaga kehormatannya, maka penuduhnya tidak terkena had).

 

Hal Yang Menggugurkan Had Qadzaf

 

Had gadzaf dapat gugur dengan salah satu sebab berikut ini:

  1. Ditegakkannya bukti perzinaan. (terbukti berzina)
  2. Orang yang dituduh memaafkan.
  3. Dilakukannya sumpah li’an dalam kasus suami menuduh istrinya.

 

HUKUMAN MINUM KHAMER

 

Hukuman untuk peminum khamer (segala hal yang memabukkan) adalah:

  1. Dicambuk sebanyak 40 kali jika dia orang merdeka.
  2. Dicambuk 20 kali jika dia seorang budak.

 

Syarat Wajib Hukuman Minum Khamer

 

Syarat-syarat wajib hukuman minum khamer ada 6:

  1. Peminum khamer adalah mukallaf (baligh dan berakal).
  2. Berbuat dengan kehendaknya (tidak dipaksa).
  3. Tunduk pada hukum islam (muslim, bukan orang non muslim).
  4. Mengetahui pengharaman khamer.
  5. Mengetahui yang diminum adalah khamer.
  6. Saat minum tidak dalam keadaan darurat.

 

MENCURI

 

Sariqah (mencuri) menurut bahasa artinya “mengambil barang secara sembunyi-sembunyi’”. Sedangkan menurut syariat, Mencuri adalah mengambil harta secara dzhalim, secara sembunyisembunyi dari tempat yang semestinya dengan beberapa syarat.

 

Rukun-rukun Pencurian

 

Rukun-rukun pencurian ada tiga:

1, Pencuri.

  1. Barang curian.
  2. Perbuatan mencuri.

 

Syarat-syarat Pencuri

 

Syarat-syarat pencuri ada enam:

  1. Baligh.
  2. Berakal.
  3. Tidak terpaksa.
  4. Tunduk pada hukum islam.
  5. Mengetahui keharaman mencuri.
  6. Tidak ada izin baginya dari pemilik barang yang dicuri.

 

Syarat-syarat Barang yang Dicuri

 

Syarat-syarat barang yang dicuriadaempat:

 

  1. Seperempat dinar (1,03 gram emas) atau harta yang senilai dengan itu, (jika yang dicuri kurang dari seperempat dinar, maka tidak dipotong tangannya).

 

  1. Disimpan di tempat yang lazim.

 

  1. Pencuri tidak mempunyai bagian kepemilikan terhadap barang tersebut.

 

  1. Tidak ada syubhat (kerancuan) dalam kepemilikan harta tesebut.

 

HUKUM PENCURIAN

 

Hukuman Pencurian yang Terkumpul Syarat-syaratnya:

 

  1. Tangan kanan pencuri dipotong sampai pergelangan tangan, juga harus mengembalikan barang yang telah ia curi tersebut jika masih ada, atau memberi gantinya jika sudah rusak atau tiada.

 

  1. Jika mencuri lagi maka kaki kirinya dipotong sampai tulang mata kaki.

 

  1. Jika mencuri lagi maka tangan kirinya dipotong.

 

  1. Jika mencuri lagi maka kaki kanannya dipotong.

 

  1. Jika mencuri lagi maka dita zir.

 

PENYAMUN

 

Qathi’ut-thariq adalah orang yang tunduk kepada hukum Islam dan tidak dipaksa, yang menakut-nakuti orang yang melintas dan akan memukul/mencederai orang yang menentangnya.

 

Hukuman bagi Penyamun

 

Hukuman bagi penyamun:

 

  1. Ta’zir (dipenjara atau semisalnya): jika ia tidak membunuh dan tidak mengambil harta.

 

  1. Hukuman mati: jika ia membunuh meskipun tak mengambil harta.

 

  1. Dipotong tangan kanan dan kaki kiri: jika mengambil harta meskipun tidak membunuh, Kemudian jika mengulangi lagi perbuatannya, maka dipotong kaki kanan dan tangan kirinya.

 

  1. Hukuman mati lalu disalib selama 3 hari: jika ia mengambil harta dan membunuh.

 

Taubatnya Penyamun Menggugurkan Hukuman

 

Jika penyamun bertaubat sebelum ditangkap maka gugurlah hukuman-hukuman yang khusus terkait dirinya saja. (jika ia telah merampok harta, maka ia harus mengembalikan hartanya, dan jika ia telah membunuh, maka ia harus digishas).

 

MURTAD

 

Riddah (murtad) menurut bahasa artinya “kembali dari sesuatu menuju sesuatu yang lain”. Adapun menurut syariat, Riddah (murtad) adalah Tindakan memutus keislaman yang dilakukan oleh orang yang sah talaknya (baligh, berakal, dan tidak dipaksa) dengan melakukan sebuah kekafiran, baik berupa niat, perkataan, perbuatan, penghinaan, penentangan, atau keyakinan.

 

Perlakuan Terhadap Orang Murtad

 

Orang yang murtad harus diminta untuk bertaubat seketika itu juga. Jika ia masih tetap dengan pendiriannya maka ia dibunuh. Dan jenazahnya dihukumi sama seperti hukum jenazah kafir harbi (tidak boleh disholati, tidak wajib dimandikan, dikafani, dikuburkan. Dan tidak boleh dimakamkan di pemakaman kaum muslimin).

 

Harta Orang Yang Murtad

 

Harta yang dimiliki oleh orang murtad akan dibekukan, yaitu:

 

1, Jika ia mati dalam keadaan murtad, maka jelas hilanglah kepemilikan hartanya semenjak ia murtad, dan hukumnya adalah harta fai’ (yaitu harta yang diperoleh dari non muslim untuk umat Islam, tanpa melalui peperangan).

 

  1. Jika ia kebali masuk Islam maka harta tersebut kembali menjadi miliknya.

 

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat:

 

  1. Jika ia meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya maka ia dihukumi murtad. Dia wajib diminta untuk bertaubat seketika, Namun jika ia tetap dengan pendiriannya maka dia dibunuh. Dan jenazahnya dihukumi sebagaimana orang-orang yang murtad.

 

  1. Jika ia meninggalkannya karena malas, maka dia tetap dihukumi sebagai muslim. Akan tetapi disunahkan untuk memintanya segera bertaubat. Apabila tetap meninggalkan shalat maka ia dibunuh dan jenazahnya dihukumi sebagaimana orang-orang muslim.

 

(Ket: Yang berhak membunuh orang yang meninggalkan shalat adalah seorang Imam/Hakim, atau yang menggantikan posisinya)

 

TA’ZIR

 

Ta’zir menurut bahasa artinya “mendidik”. Sedangkan menurut syariat, Ta’zir adalah hukuman yang bersifat mendidik atas sebuah dosa yang tidak dikenai had dan kafarat pada umumnya.

 

Dosa yang Hukumannya Ta‘zir

 

Dosa yang dita’zir berdasarkan ijtihad imam dengan penjara dan pukulan yang kurang dari had terendah adalah ‘setiap kemaksiatan yang tidak dikenai had dan kafarat baginya. Misalnya adalah kesaksian palsu.

 

Perbedaan Ta’zir dengan Had

 

Perbedaan ta’zir dengan had ada tiga:

 

  1. Tazir dilakukan dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi orangnya.
  2. Ta‘zir boleh mendapatkan pembelaan dan ampunan.
  3. Apabila cidera karena dita’zir maka ia berhak mendapatkan ganti-rugi.

 

SHIYAL (SERANGAN TANPA HAK)

 

Shiyal menurut bahasa artinya “menerobos dan menyerang, Sedangkan menurut syariat, Shiyal adalah menerobos dan menyerang orang lain tanpa alasan yang dibenarkan.

 

Hukum Menolak Serangan Orang Lain

 

Menolak serangan orang lain dengan tindakan mulai dari yang paling ringan, hukumnya:

 

  1. Wajib: jika korban adalah orang yang dilindungi darahnya oleh syariat (bukan orang kafir, pezina muhson, atau orang yang meninggalkan shalat), baik diserang nyawanya, anggota badannya, fungsi panca indera, kemaluan (kehormatan), maupun perantara kepada kemaluan (dicium atau dipeluk).

 

  1. Boleh (tidak wajib): jika yang dirampas adalah harta atau ikhtishash (barang yang tidak bisa dimiliki namun_ bisa dimanfaatkan, misalnya pupuk kandang). Dan juga boleh untuk menolak serangan dalam kasus perampasan nyawa jika pelaku serangan adalah muslim yang dilindungi darahnya.

 

(Menolak serangan dimulai dari: menghindar darinya, menegurnya,

 

meminta pertolongan, memukul dengan tangan, dan seterusnya)

 

Kerusakan yang Ditimbulkan Oleh Binatang

 

Kerusakan yang ditimbulkan oleh binatang menjadi tanggungan pemegangnya jika binatang tersebut bersamanya. tetapi, jika pemilik (pemegangnya) tidak bersamanya, maka ia tida menanggung kerusakan yang diakibatkan oleh binatangnya. Kecuali, jika pemilik lalai mengikatnya atau sengaja melepaskannya, sementara pihak korban yang mengalami kerusakan tidak lalai.

 

BUGHAT (PEMBERONTAK)

 

Bughat menurut bahasa berarti orang-orang yang melampaui batas, Sedangkan menurut syariat, Bughat adalah kaum muslimin yang menentang imam dengan takwil yang salah menurut persangkanya, dan mereka memiliki kekuatan.

 

Hukum Memerangi Bughat

 

Memerangi bughat hukumnya wajib, dengan senjata yang bersifat tidak membumihanguskan, dan tidak membunuh tawanan dari pihak mereka, tidak membunuh mereka yang melarikan diri, serta tidak boleh menghabisi mereka yang terluka, tidak boleh menggunakan harta mereka yang telah dirampas, dan rampasan tersebut harus dikembalikan lagi kepada mereka setelah dianggap aman dari kejahatan mereka.

 

Khawarij

 

Khawarij adalah kaum muslimin yang mengafirkan pelaku dosa besar dan memisahkan diri dari jamaah kaum muslimin.

 

Hukum memerangi Khawarij

 

Hukum memerangi khawarij adalah wajib, jika mereka memerangi kita atau mereka keluar dari ketaatan terhadap imam. Mereka dihukumi seperti bughat (pemberontak). Jika mereka tidak memerangi kita, maka kita tidak boleh memerangi mereka.

 

JIHAD

 

Jihad adalah berperang di jalan Allah.

 

Hukum Jihad

 

  1. Fardhu kifayah: bagi muslim laki-laki, baligh, berakal, merdeka, dan mampu, yang harus dilakukan setiap tahun. Hal ini jika orang-orang kafir berada di negeri mereka.

 

  1. Fardhu ‘ain: bagi penduduk sebuah kota (daerah) yang diserang oleh kaum kafir, dan berlaku jua bagi penduduk sekitarnya dalam jarak gashar (81 km).

 

Ketetapan Bagi Tawanan

 

  1. Tawanan yang tidak sempurna, yaitu tawanan kafir yang berstatus anak-anak, gila, wanita, atau budak, maka mereka ini dijadikan budak.

 

  1. Adapun tawanan sempurna, yaitu tawanan kafir yang baligh, berakal, laki-laki, dan merdeka, maka dalam hal ini, imam melakukan kebijakan yang paling menguntungkan bagi kaum muslimin, Apakah dengan membunuhnya, atau membebaskannya secara Cuma-cuma, ataumembebaskan dengan tebusan, ataupun menjadikannya sebagai budak.

 

GHANIMAH (HARTA RAMPASAN PERANG)

 

Ghanimah (harta rampasan perang) menurut bahasa berasal dari kata Al-Ghunm yang berarti “keuntungan”. Sedangkan menurut syariat, Ghanimah adalah harta yang diambil dari ahlul harbi (orang kafir yang diperangi) dengan peperangan.

 

Pembagian Ghanimah

 

Ghanimah yang berupa “salab” diberikan kepada pembunuhnya. Kemudian (setelah salab dikeluarkan dari harta ghanimah) sisanya dibagi menjadi lima bagian:

 

  1. Empat perlima diberikan kepada orang-orang yang turut serta dalam perang dengan rincian: .

 

1) Pasukan pejalan kaki yang memenuhi syarat (yaitu Islam, baligh, berakal, merdeka, dan laki-laki) mendapatkan 1 bagian.

 

2) Pasukan berkuda mendapatkan 3 bagian.

 

3) Adapun orang yang tidak. memenuhi syarat di atas mendapatkan radhakh (di bawah satu bagian yang ditentukan oleh imam).

 

  1. Seperlima yang terakhir dibagi lagi menjadi 5 bagian rata untuk:

 

1) Kemaslahatan pasukan.

 

2) Bani Hasyim dan Muththalib.

 

3) Anak yatim.

 

4) Orang miskin.

 

5) Ibnu sabil. .

 

FAI’

 

Fai’ menurut bahasa artinya “kembali”. Sedangkan menurut syariat, Fai’ adalah harta yang diambil dari orang-orang kafir tanpa peperangan.

 

Pembagian Fai’

 

Fai’ dibagi dalam 5 bagian: Empat bagian untuk tentara bayaran yang dipersiapkan untuk jihad (bukan sukarelawan). Dan Satu bagian dibagikan sebagaimana khumus (seperlima) dari ghanimah.

 

JIZYAH

 

Jizyah menurut bahasa artinya “pajak yang ditetapkan untuk Ahli Dzimmah”. Sedangkan menurut syariat, jizyah adalah harta yang harus dibayarkan oleh orang kafir tertentu dengan akad tertentu.

 

Rukun-rukun Jizyah

 

Rukun-rukun jizyah ada lima:

  1. Orang yang berakad.
  2. Pihak yang menerima akad.
  3. Tempat.
  4. Harta.
  5. Shighat.

 

Syarat Orang yang Berakad Jizyah

 

Syarat orang yang beragad jizyah adalah seorang imam (pemimpin negara), baik dia melakukan akad sendiri atau diwakili oleh wakilnya.

 

Syarat Orang yang Menerima Akad Jizyah

 

Syarat orang yang menerima akad jizyah adalah:

  1. Baligh,
  2. Berakal,
  3. Merdeka,
  4. Laki-laki,
  5. Ahli Kitab atau berpegang kepada semacam Kitab.

 

Syarat Tempat Tinggal Orang kafir Yang boleh Jizyah

 

Syarat tempat akad jizyah yang menjadi tempat tinggal orang kafir adalah tempat yang boleh dihuni oleh orang-orang kafir yaitu Kawasan di luar Hijaz (Mekah, Madinah, Yamamah, beserta desadesa dan jalan-jalannya).

 

Syarat Harta Jizyah

 

Syarat harta jizyah yang dibayarkan tatkala Umat Islam dalam keadaan kuat adalah 1 dinar atau lebih setiap tahun.

 

Syarat-syarat Shighat Jizyah

 

Syarat-syarat shighat Jizyah ada empat:

  1. Bersambungnya antara Lafadz ijab dan kabul.
  2. Tidak bersyarat
  3. Tidak bertempo.
  4. Menyebutkan besarnya jizyah.

 

Contoh Akad Jizyah

 

Seorang imam atau yang mewakilinya berkata kepada orang kafir yang memenuhi seluruh syarat, “Aku mengizinkan kamu menetap di negeri kami dengan syarat kamu membayar 1 dinar setiap tahun sebagai jizyah dan Anda harus tunduk di bawah pemerintahan kami.” Kemudian orang kafir itu berkata, “Saya terima dan setuju.”

 

Hukum-hukum Terkait Jizyah

 

Hukum-hukum terkait jizyah ada banyak, diantaranya:

 

  1. Kaum muslimin tidak boleh mengganggu mereka, bahkan harus membela mereka selama mereka tidak berada di Darul Harb (negeri musuh) yang di dalamnya tak ada seorang muslim.

 

  1. Memberikan ganti rugi terhadap harta maupun jiwa mereka yang kita rusak:

 

  1. Mereka dilarang mendirikan gereja.

 

  1. Memberlakukan hukum Islam yang mereka juga meyakininya.

 

HEWAN BURUAN DAN SEMBELIHAN

 

Ash-shaid artinya “hewan buruan”. Sedangkan Adz-dzabaih adalah bentuk jamak dari dzabihah yang berarti “hewan yang disembelih”.

 

Sebab Kepemilikan Hewan Buruan

 

Sebab kepemilikan hewan buruan adalah dengan melemahkan kekuatannya dengan sengaja. Kepemilikan terhadap hewan tersebut tidak hilang dengan kaburnya hewan tersebut atau dilepaskannya hewan tersebut.

 

Rukun-rukun Penyembelihan

 

Rukun-rukun penyembelihan ada empat:

  1. Penyembelihan,
  2. Penyembelih,
  3. Hewan yang disembelih,
  4. Alat penyembelih.

 

Penyembelihan

 

  1. Penyembelihan hewan jinak (yang bisa dikuasai) adalah: dengan memotong saluran tenggorokan dan saluran kerongkongan.

 

  1. Penyembelihan hewan liar adalah membunuhnya di bagian mana Saja dengan syarat sengaja melakukannya.

 

Syarat Penyembelih

 

1, Muslim atau Ahli Kitab yang boleh dinikahi.

  1. Untuk hewan liar (yang tak dapat dikuasai) syarat bagi penyembelih ditambah dengan: “dapat melihat” (dapat melihat hewan yang dibunuhnya, bukan orang buta).

 

Syarat Hewan yang Disembelih

 

Syarat hewan yang disembelih adalah hewan yang halal dimakan dan masih hidup sebelum disembelih.

 

Syarat Alat Penyembelihan

 

Syarat alat penyembelihan:

 

  1. Alat harus tajam dan melukai, dan bukan dari tulang atau kuku.
  2. Jika yang disembelih hewan liar (tidak bisa dikuasai) maka alatnya adalah bagian tubuh yang melukai , baik milik hewan buas atau burung yang terlatih.

 

Syarat Binatang Buas Pemburu yang Terlatih

 

Syarat binatang buas pemburu yang terlatih:

  1. Jika dilepas, ia akan lari.
  2. Patuh ketika dilarang.
  3. Tidak memakan sedikitpun hewan tangkapan-nya, baik sebelum maupun setelah membunuhnya.
  4. Hal tersebut terjadi secara berulang (sudah terlatih).

 

Syarat Burung Pemburu Terlatih

 

Syarat burung pemburu terlatih adalah sama dengan hewan pemburu, kecuali satu syarat yaitu kepatuhan ketika dilarang.

 

UDHIYYAH (QURBAN)

 

Udhiyyah (Qurban) adalah hewan yang disembelih pada hari penyembelihan (10,112, dan 13 dzulhijjah) sampai berakhirnya Hari Tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

 

Hukum Qurban

  1. Sunnah ‘ain bagi setiap orang yang mampu, dan sunnah kifayah bagi setiap anggota keluarga.
  2. Wajib jika dinadzarkan atau yang sejenisnya.

 

Syarat-syarat Qurban

 

Syarat-syarat Qurban ada empat:

 

  1. Hewan ternak (yaitu kambing, sapi, atau unta, namun madzhab Sayidina Abdullah bin Abbas r.a : bagi orang yang tidak mampu ia boleh menggantinya dengan ayam ataupun burung dara).

 

  1. Untuk domba adalah jadza‘ah (usia 6 bulan ke atas), atau telah mencapai umur 1 tahun. Untuk sapi dan kambing kacang telah mencapai umur 2 tahun. Untuk unta sudah mencapai 5 tahun.

 

  1. Terbebas dari cacat yang mengurangi daging yang dimakan.

 

  1. Berniat saat menyembelih, atau menentukan niat jika itu bukan qurban yang diniatkan untuk nadzar.

 

Waktu Penyembelihan

 

Waktu penyembelihan adalah setelah berlalunya 2 rakaat dan 2 khutbah singkat idul adha, dimulai sejak terbit matahari di Hari Raya Qurban hingga akhir (sebelum maghrib) hari Tasyriq.

 

Jumlah Orang yang memenuhi

 

Satu hewan Qurban

1, Unta cukup untuk 7 orang

  1. Sapi cukup untuk 7 orang.
  2. Kambing untuk 1 orang saja.

 

Penyaluran Daging Kurban

 

Untuk Qurban nadzar dan sejenisnya (yang sifatnya wajib) maka dagingnya harus disedekahkan semua. Untuk qurban yang sunnah maka cukup dengan menyedekahkan sebagian daging mentah yang tidak remeh (bukan jeroan atau yang semisalnya). Dan daging qurbannya tidak boleh dijual.

 

AQIQAH

 

‘Aqiqah menurut bahasa artinya “rambut bayi yang baru lahir’. Sedangkan menurut syariat, ‘Aqiqah adalah hewan yang disembelih saat pemotongan rambut bayi.

 

Hukum ‘Aqiqah

 

Hukum ‘aqiqah adalah sunnah bagi orang yang menanggung nafkah si bayi, jika ia mendapatkan kemudahan dan sebelum lewatnya masa nifas. ,

 

Waktu ‘Aqiqah

 

Waktu ‘aqiqah adalah sejak bayi lahir. Tidak ada batasan akhir untuk waktu aqiqah, tetapi yang lebih utama adalah pada saat bayi berusia 7 hari.

 

Kesamaan Aqiqah Dengan Udhiyyah (Qurban)

 

‘Aqiqah dan Udhiyyah (qurban) sama dari sisi jenis hewan yang disembelih, umurnya, kesempurnaan hewannya, niatnya, siapa yang boleh memakan-nya, penyaluran-nya, dan yang lainnya. Hanya saja, untuk ‘aqiqah tidak disyaratkan untuk menyedekahkan-nya dalam keadaan mentah. (bahkan sunnah untuk memasak daging ‘aqiqah dengan masakan yang manis tanpa mengahncurkan tulangnya, kemudian membagi-bagikan masakan tersebut kepada para Ulama, Shalihin, dan orang-orang yang tidak mampu)

 

MAKANAN

 

Hewan yang Halal dan Haram

 

Semua hewan yang suci adalah halal, kecuali:

  1. Manusia, keledai, dan baghal (peranakan kuda dan keledai).

 

  1. Hewan yang dianggap menjijikkan, seperti belatung dan lalat.

 

  1. Hewan yang bertaring, seperti : harimau.

 

  1. Burung yang bercakar, seperti : burung elang.

 

  1. Hewan yang tidak boleh dibunuh, seperti: burung layang-layang dan katak.

 

  1. Hewan yang diperintahkan agar dibunuh, seperti: ular dan tikus. Belatung pada makanan yang tidak disingkirkan darinya boleh dimakan. Ikan dan belalang juga halal, baik dalam keadaan hidup ataupun sudah mati.

 

Makanan Halal dan Haram

 

Selain Hewan Yang dihalalkan selain hewan adalah:

  1. Makanan yang tidak membahayakan.

 

  1. Tidak menjijikkan dan tidak najis. Diharamkan makanan yang membahayakan, menjijikkan, dan najis, seperti: kaca, debu, dahak, mani, darah selain limpa atau hati.

 

Al-Musabagah (perlombaan) diambil dari kata, As-Sabq yang artinya “mendahului”.

 

Hukum Perlombaan

 

1, Sunnah bagi laki-laki dengan tujuan jihad.

  1. Mubah jika untuk tujuan selain jihad.
  2. Wajib jika perlombaan itu diharuskan sebagai cara memerangi kaum kafir.
  3. Makruh jika hal tersebut mengakibatkan peperangan terhadap kerabat yang kafir, yang tidak mengejek Allah dan Rasul-Nya.
  4. Haram jika tujuannya juga haram, misalnya untuk merampok. Musabaqqah bersifat lazim (mengikat atau tidak bisa dibatalkan) bagi orang yang telah bertekad memberikan hadiah.

 

Cabang Perlombaan

 

Perlombaan dilakukan dengan menunggang hewan atau yang lazim disebut Rihan (lomba pacuan). Pacuan ini hanya boleh dilakukan dengan 5 hewan: kuda, unta, bighal (peranakan kuda dan keledai), himar (keledai), dan gajah. Perlombaan bisa juga dalam bentuk panahan dan sejenisnya atau yang lazim disebut Nidhal (lomba memanah).

 

Syarat Perlombaan (pacuan)

 

Syarat-syarat perlombaan ada 13, yaitu:

 

1, Jaraknya ditentukan.

  1. Ketentuan lomba diketahui.
  2. Perlombaan ditujukan untuk persiapan perang.
  3. Diketahui dua binatang yang akan ditunggangi jika sudah ditunjuk dalam akad, dan diketahui kriterianya jika disifati dalam tanggungan.
  4. Kedua binatang memiliki kemampuan mengungguli lawannya.
  5. Keduanya mampu menempuh jarak tanpa berhenti atau kelelahan.
  6. Dua orang penunggangnya ditunjuk secara khusus orangnya (bukan hanya sifatnya), dan keduanya harus menunggangi hewan.
  7. Mengetahui jenis, kadar, dan sifat harta yang disyaratkan.
  8. Menghindari syarat-syarat yang merusak perlombaan.
  9. Jika taruhan berasal dari kedua peserta, maka harus memasukan muhallil (peserta ketiga) yang memiliki kemampuan sepadan dengan keduanya, dan tunggangannya sepadan dengan milik keduanya. Jika menang, dia berhak mengambil taruhan yang dikeluarkan oleh keduanya.
  10. Jika orang ketiga ini dikalahkan, dia tidak menanggung bayar apapun. 
  11. Menjelaskan peserta yang melempar duluan (dalam lomba memanah).
  12. Menjelaskan ukuran target dan ketinggiannya dari tanah, jika dirasa tidak sesuai dengan target pada umumnya.

 

Contoh Akad Perlombaan

 

  1. Zaid berkata kepada Amer, “Aku tantang kamu balapan denganku, jika kamu dapat mengalahkanku maka kamu berhak mendapat 1 dinar dariku. Jika aku yang menang, maka kamu tidak membayar apapun. Lalu Amer menjawab, “Aku terima.”

 

  1. Atau, Zaid berkata, “Aku tantang kamu lomba memanah yaitu masing-masing membidik sebanyak 20 kali. Jika kamu berhasil 5 kali mengenai sasaran maka kamu akan mendapatkan 1 dinar dariku. Jika aku berhasil 5 kali mengenai sasaran, kamu tidak membayar apapun. Lalu, Amer menjawab, “Iya, aku terima”.

 

  1. Atau, Zaid berkata kepada Amer, “Kita akan balapan, dengan syarat Bakar ikut menjadi peserta di antara kita. Jika kamu menang dari kami maka kamu mendapatkan 1 dinar dariku. Jika aku menang dari kalian maka aku mendapatkan 1 dinar darimu. Akan tetapi, jika yang menang adalah Bakar maka ia akan mendapatkan 2 dinar dari kita. Jika Bakar mengungguli salah seorang di antara kita, maka dia mendapatkan pembagian hadiah. Jika dia kalah dari kita berdua, dia tidak membayar apapun.” Lalu Amer berkata, “Iya, aku terima.”

 

  1. Atau, Zaid berkata kepada Amer, “Kita akan beradu memanah dengan syarat Bakar ikut menjadi peserta di antara kita. Masingmasing memanah sebanyak 20 kali. Jika kamu tepat mengenai sasaran sebanyak 5 kali maka kamu mendapatkan 1 dinar dariku. Jika aku berhasil tepat mengenai sasaran sebanyak 5 kali maka aku mendapatkan 1 dinar darimu. Jika Bakar yang berhasil mengenai sasaran sebanyak 5 kali maka masing-masing kita memberi 1 dinar kepadanya. Tapi, jika Bakar kalah dari kita maka Bakar tak membayar apapun”. Lalu Amer berkata, “Iya, aku terima.” .

 

SUMPAH

 

Al-Aiman adalah bentuk jama’ dari kata yamin yang aslinya menurut bahasa artinya “tangan kanan”, kemudian kata ini diungkapkan untuk menunjukkan arti sumpah. Adapun menurut syariat A]-Aiman adalah: menguatkan sebuah perkara yang mungkin terjadi dengan lafadz tertentu.

 

Rukun-rukun Sumpah

 

Rukun-rukun sumpah ada empat, yaitu:

  1. Orang yang bersumpah,
  2. Sesuatu yang digunakan untuk bersumpah,
  3. Perkara yang disumpahkan,
  4. Shighat.

 

Syarat-syarat Orang yang Bersumpah

 

Syarat orang yang bersumpah adalah:

 

  1. Mukallaf.
  2. Berkehendak bebas.
  3. Pengucapan sumpah.
  4. Niat.

 

Syarat-syarat Sesuatu yang Digunakan Untuk Bersumpah

 

Syarat sesuatu yang digunakan untuk bersumpah adalah asma Allah, atau salah satu sifat-Nya.

 

Syarat Perkara yang Disumpahkan

 

Syarat perkara yang disumpahkan adalah suatu perbuatan yang hukumnya tidak wajib.

 

Huruf yang Digunakan Untuk Sumpah

 

Huruf-huruf yang digunakan untuk bersumpah ada tiga:

  1. Ba’: digunakan untuk isim dzhahir dan isim dhamir (kata ganti).
  2. Wawu: khusus digunakan untuk isim dzhahir.
  3. Ta’: khusus digunakan untuk menyebut lafadz jalalah (Allah).

 

Contoh Sumpah

 

Zaid berkata, “Demi Allah, aku pasti akan masuk rumah.” Atau ia berkata, “Demi Allah, aku akan shalat malam.” Atau ja berkata, “Demi Allah, aku akan naik ke langit.”

 

Kewajiban Orang yang Bersumpah Apabila Melanggar Sumpahnya

 

Kewajiban orang yang bersumpah apabila melanggar sumpahnya adalah membayar kafarat dengan 3 cara:

 

  1. Memerdekakan budak beriman yang selamat dari cacat yang dapat mengganggu dalam bekerja.

 

  1. Memberi makan 10 orang miskin masing-masing 1 mud, dan memberi pakaian kepada mereka masing-masing 1 pakaian.

 

  1. Jika tidak mendapatkan semua yang disebutkan tadi maka berpuasa 3 hari.

 

NADZAR

 

Nadzar menurut bahasa artinya “janji melakukan perbuatan baik atau buruk”. Sedangkan menurut syariat, Nadzar adalah Tekad yang mengharuskan diri untuk melakukan suatu qurbah (ibadah) yang bukan ibadah fardhu ‘ain dengan disertai shighat.

 

Rukun-rukun Nadzar

 

Rukun-rukun nadzar ada 3, yaitu:

 

1, Orang yang bernadzar,

  1. perbuatan yang dinadzarkan,
  2. Shighat.

 

Syarat-syarat Orang yang Bernadzar

 

Syarat-syarat orang yang bernazar ada 4:

 

1, Beragama Islam, khusus untuk nadzar tabarrur (nadzar untuk melakukan kebaikan dengan menggantungkan atau tidak menggantungkan dengan sesuatu yang disukai).

 

  1. Bebas berkehendak (tidak dipaksa)

 

  1. Memiliki keabsahan melakukan perkara yang dinadzarkan.

 

  1. Mampu melakukan perbuatan yang dinadzarkan.

 

Syarat Perbuatan yang Dinadzarkan

 

Syarat perbuatan yang dinadzarkan adalah ibadah yang bukan fardhu ‘ain.

 

Syarat Shighat Nadzar

 

Syarat shighat nadzar adalah berupa ungkapan yang menunjukkan tekad yang mengharuskan dirinya untuk melakukan sesuatu yang dinadzarkan.

 

Pembagian Nadzar Nadzar dibagi menjadi 2:

 

  1. Nadzar Lajaj, yaitu nadzar yang bertujuan untuk mendorong melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu, atau untuk meyakinkan suatu berita, yang pemicunya adalah karena kemarahan dengan berkomitmen melakukan suatu ibadah.

 

  1. Nadzar Tabarrur, yaitu nadzar untuk melakukan ibadah, baik dengan tidak menggantungkan ataupun menggantungkan pada sesuatu yang disukai. Nadzar ini (yang menggantungkan pada sesuatu yang disukai) disebut juga dengan nadzar Mujazah.

 

Contoh Nadzar

 

  1. Nadzar Lajaj yang mengaitkan kepada dorongan untuk melakukan sesuatu, misalnya Zaid berkata, “Jika aku tidak masuk rumah, aku akan bersedekah 1 dinar.”

 

  1. Nadzar Lajaj yang mengaitkan dengan pencegahan agar tidak melakukan suatu perbuatan, misalnya Zaid berkata, “Jika aku berbicara dengan Amer, aku akan bersedekah 1 dinar.”

 

  1. Nadzar Tabarrur yang dikaitkan dengan sesuatu yang menggembirakan (disebut juga dengan Nadzar Mujazah), misalnya Zaid berkata, “Jika Allah menyembuhkan penyakitku, aku akan bersedekah 1 dinar.

 

Hukum Nadzar

 

  1. Hukum Nadzar Lajaj: orang yang bernadzar diberi pilihan antara melaksanakannya atau membayar kafarat sumpah.

 

  1. Hukum Nadzar Tabarrur. orang yang bernadzar harus melakukan apa yang dinadzarkan.

 

PENGADILAN

 

Al-Qadha’ (pengadilan) secara bahasa artinya “menghukumi sesuatu dan melaksanakannya”. Adapun menurut syariat, Al-Qadha (pengadilan) adalah memutuskan persengketaan antara dua orang yang bersengketa dengan hukum Allah SWT.

 

Hukum Jabatan Hakim

 

  1. Fardhu kifayah: bagi orang-orang yang layak menjabatnya di suatu daerah.

 

  1. Fardu ‘ain: apabila seseorang ditunjuk untuk menjabatnya (hanya dia yang layak menjadi hakim, tiada yang lain).

 

  1. Sunnah: bagi seseorang yang lebih utama menjabatnya daripada orang lain.

 

  1. Makruh: bagi orang yang keutamaannya lebih rendah, sementara orang yang lebih utama tidak menolak untuk menjabatnya.

 

  1. Haram: bagi orang yang meminta jabatan tersebut dengan menyingkirkan orang yang layak menjabatnya.

 

Syarat-syarat Qadhi (Hakim)

 

Syarat-syarat Qadhi (Hakim) ada 10, yaitu:

 

  1. Islam,
  2. Mukallaf, .
  3. Merdeka,
  4. Laki-laki,
  5. Adil,
  6. Bisa mendengar,
  7. Bisa melihat,
  8. Bisa berbicara.
  9. Memiliki kemampuan yang cukup dalam urusan pengadilan.
  10. Merupakan seorang mujtahid. (menguasai Al-Quran, Hadits, dll)

 

Adab Seorang Qadhi (Hakim)

 

Apabila ada dua orang bersengeketa menghadap kepadanya, maka dia berkata kepada kedua pihak, “Bicaralah!” Atau, “Yang menjadi pendakwa di antara kalian berdua hendaklah berbicara terlebih dahulu!.” Kemudian dia diam sampai pendakwa selesai dari pembicaraan-nya. Jika pendakwa sudah selesai dengan dakwaan yang lengkap, maka hakim menyuruh terdakwa menyampaikan jawabannya. Jika terdakwa sudah mengakui dakwaan pendakwa maka kebenaran akan ditetapkan dengan adanya pengakuan tersebut tanpa perlu memberikan ketetapan hukum.

 

Akan tetapi, jika terdakwa mengingkari dakwaan pendakwa maka hakim diam lalu bertanya kepada pendakwa, “Apakah Anda punya bukti?”, Jika pendakwa berkata, “Saya punya bukti tetapi saya ingin dia bersumpah.” Jika terdakwa kemudian benar-benar menyampaikan sumpahnya maka hakim menerimanya.

 

Akan tetapi, jika terdakwa tidak mau bersumpah maka hakim menetapkan terdakwa melakukan Nukul (menolak untuk bersumpah) lalu hakim berkata kepada pendakwa, “Bersumpahlah!” Dan Hakim tidak memvonis terdakwa melainkan sesuai dengan tuntutan pihak pendakwa. Seorang hakim harus memandang setara kepada kedua pihak. Kecuali jika kedua pihak yang bersengketa beda agama, maka seorang muslim lebih ditinggikan di dalam majelis.

 

Contoh Putusan Pengadilan

 

Zaid mendakwa (menuduh) Amer, bahwa dia telah membeli rumah tertentu dari Amer seharga 1000 dinar. Akan tetapi Amer mengingkarinya. Lalu Zaid menunjukkan bukti (saksi) yang menyatakan bahwa dia telah membeli rumah tertentu dari Amer seharga 1000 dinar. Kemudian Zaid meminta putusan hukum kepada hakim. Maka hakim berkata, “Aku putuskan bahwa rumah ini milik Zaid, dan aku wajibkan kamu wahai Amer, untuk menyerahkan rumah tersebut kepadanya!”.

 

PEMBAGIAN

 

Al-Qismah menurut bahasa artinya “pemisahan”. Sedangkan menurut syariat, Al-Qismah adalah memisahkan bagian-bagian yang satu dari yang lain.

 

Rukun-rukun Pembagian

 

Rukun-rukun pembagian ada 3, yaitu:

  1. orang yang membagi,
  2. barang yang dibagi,
  3. orang yang mendapatkan bagian.

 

Syarat-syarat Orang yang Membagi Syarat-syarat orang yang membagi ada 2:

 

  1. Jika dia diangkat oleh hakim atau para anggota yang berserikat, maka syaratnya dua: yaitu mempunyai kelayakan sebagai seorang saksi dan mengetahui ilmu pembagian (pandai berhitung).

 

  1. Jika dia hanya diangkat oleh orang-orang yang berserikat maka syaratnya adalah mukallaf. Kecuali jika dalam peserta serikat ada yang mahjur (orang yang dicegah dari mengelola harta), sedangkan walinya menghendaki pembagian, maka orang yang membagi disyaratkan pula bersifat adil.

 

Macam-macam Pembagian

 

Qismah (pembagian) ada 3:

 

Ifraz (memisahkan dari yang lain), Ta’dil (membandingkan di antara bagian-bagian dengan harga), dan Radd (pembagian dengan pengembalian sebagian hak).

 

  1. Ifraz

bagian-bagian yang didapatkan sama, baik bentuk dan nilainya, misalnya barang mitsli (barang-barang yang memiliki bentuk dan sifat yang sama, seperti biji-bijian) atau tanah yang bagian-bagiannya memiliki nilai jual yang sama.

 

  1. Ta’dil

yaitu membandingkan bagian-bagiannya dengan “harga”, sehingga tidak perlu ada pengembalian. Misalnya pembagian tanah yang bagian-bagiannya memiliki nilai jual yang berbeda.

 

  1. Radd

yaitu pembagian yang di dalamnya diperlukan adanya pengembalian sesuatu. Misalnya bagian tanah milik salah satu dari dua pihak terdapat sumur atau pohon yang tak mungkin dibagi.

 

KESAKSIAN

 

As-Syahadah menurut bahasa aartinya “kehadiran’. Sedangkan menurut syariat, As-Syahadah (kesaksian) adalah pemberitahuan seseorang terkait hak orang lain dengan mengucap, “Aku bersaksi.”

 

Rukun-rukun Kesaksian

 

Rukun-rukun kesaksian ada 5, yaitu:

  1. Orang yang bersaksi,
  2. Orang yang diuntungkan oleh kesaksian,
  3. Perkara yang disaksikan,
  4. Pihak yang dirugikan oleh kesaksiannya,
  5. Shighat. .

 

Syarat-syarat Seorang Saksi

 

Syarat-syarat seorang saksi ada 9:

  1. Merdeka,
  2. Adil (bukan orang yang pernah berbuat dosa besar atau sering melakukan dosa kecil),
  3. Dapat Melihat,
  4. Dapat Mendengar,
  5. Dapat berbicara,
  6. Berakal (maka anak kecil, orang gila atau mahjur ‘alaih bi safah tidak diterima kesaksiannya),
  7. Orang yang Menjaga kehormatan/harga diri (bermoral baik),
  8. Tidak lalai,
  9. Tidak cenderung berpihak kepada siapa pun (tidak ada maksud lain dalam kesaksiannya).

 

Macam-macam Kesaksian

 

Macam-macam kesaksian berdasarkan kesaksian yang bisa diterima dalam perkaranya ada 6:

 

1, Satu saksi laki-laki untuk melihat hilal Ramadhan

 

  1. Satu saksi laki-laki dan sumpah dalam perkara harta atau hal yang berkaitan dengan harta.

 

  1. Satu saksi laki-laki dan dua saksi perempuan dalam perkara harta atau yang berkaitan dengan harta, juga dalam hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang biasanya tidak dilihat oleh lakilaki, misalnya melahirkan anak.

 

  1. Dua orang saksi laki-laki dalam persaksian selain perkara zina.

 

  1. Empat saksi perempuan dalam perkara yang biasanya tidak dilihat oleh laki-laki.

 

  1. Empat saksi laki-laki untuk kesaksian zina.

 

Contoh Kesaksian dengan harta

 

Contoh Kesaksian yang berkaitan dengan harta: Setelah Amer mendakwa bahwa ia mempunyai hak atas Bakar sebesar 100 dinar, lalu Zaid berkata, “Aku bersaksi bahwa Amer mempunyai hak yang harus dibayar oleh Bakar sebanyak 100 dinar.

 

Contoh Kesaksian hisbah (Penegakan Amar Makruf – Nahi Munkar)

 

Zaid dan Amer berkata kepada hakim, “Kami mempunyai kesaksian atas Khalid, bahwa dia telah membebaskan budaknya yang bernama Falah, tetapi dia masih tetap memperbudaknya. Datangkanlah Khalid agar kami bisa bersaksi atasnya.” Kemudian hakim menghadirkan Khalid. Zaid dan Amer keduanya bersaksi, “Aku bersaksi bahwa Khalid telah memerdekakan budaknya yang bernama Falah, sementara dia sekarang masih tetap memperbudaknya.”

 

Termasuk juga, Kesaksian melihat hilal, contohnya: Zaid berkata, “Aku bersaksi bahwa aku telah melihat hilal.”

 

Contoh Kesaksian Atas Kesaksian

 

Zaid dan Amer masing-masing berkata, “Aku bersaksi bahwa Khalid telah bersaksi bahwa Bakar memiliki piutang yang harus dibayar oleh Salim sebesar 1000 dinar, dan Khalid memintaku agar bersaksi atas kesaksiannya.” .

 

DAKWAAN DAN PEMBUKTIAN (ACARA PENGADILAN)

 

Ad-Da’wa (dakwaan) menurut bahasa artinya “tuntutan dan harapan”. Sementara, menurut syariat Ad-Da’wa (dakwaan) adalah pemberitahuan seseorang tentang haknya atas orang lain di hadapan hakim atau muhakkam (yang diangkat sebagai wali hakim). Adapun Bayyinat adalah jamak dari bayyinah yang berarti “saksi-saksi”.

 

Pendakwa dan Terdakwa

 

Pendakwa adalah orang yang perkataannya berbeda dengan yang terlihat. Terdakwa adalah orang yang perkataannya sesuai dengan yang terlihat.

 

Syarat-syarat Dakwaan (Tuntutan)

 

Syarat-syarat dakwaan ada 6:

 

  1. Dakwaan diketahui pada umumnya.

 

  1. Dakwaan berupa tuntutan yang diharuskan kepada terdakwa.

 

  1. Terdakwa adalah orang tertentu (jelas orangnya).

 

  1. Pendakwa dan terdakwa bukan kafir harbi yang tidak ada jaminan keamanan bagi keduanya.

 

  1. Keduanya sama-sama mukallaf.

 

  1. Tidak bertentangan dengan dakwaan yang lain.

 

Setelah Dakwaan Diperdengarkan

 

Apabila dakwaan sudah diperdengarkan, maka:

 

  1. Jika terdakwa mengakui, atau ditegakkan kepadanya suatu bukti maka dakwaan itulah yang dijadikan sebagai putusan. Jika dua hal tersebut tidak dilakukan maka terdakwa bersumpah secara tegas. Hanya saja, jika berkaitan dengan menafikan perbuatan orang lain dan kepemilikan orang lain secara mutlak, maka ia boleh memilih antara bersumpah “memutuskan sesuatu dengan tegas’ atau bersumpah “menyatakan tidak tahu”.

 

  1. Jika terdakwa menolak untuk bersumpah maka hakim memutuskan bahwa terdakwa “menolak bersumpah”. Lalu, hakim mengembalikan sumpah kepada pendakwa. Dan jika pendakwa bersumpah, maka ia berhak mendapatkan tuntutannya.

 

Contoh Dakwaan

 

Contoh dakwaan yang benar, yaitu: Zaid berkata, “Aku mendakwa bahwa aku punya hak yang berada dalam tanggungan orang yang bernama Amer ini, sebanyak 100 dinar emas murni yang ditempa (dicetak) sebagai harga dari sebuah barang dagangan yang dalam tanggungannya secara tunai. la harus menyerahkannya kepadaku. Saya meminta kepadanya, tetapi dia menolak. Maka wahai Tuan Hakim yang mulia, perintahkanlah agar ia menyerahkan uang itu kepadaku!”.

 

Contoh Sumpah Takmilah

 

Contoh sumpah pendakwa disertai keterangan saksi yang disebut dengan “Sumpah Takmilah”: Misalnya, Zaid bersaksi setelah kesaksian seorang saksi yang berpihak kepadanya menyampaikan kesaksian, “Demi Allah, saksiku ini adalah benar, dan bahwa saya mempunyai hak yang ada pada Amer berupa uang sejumlah sekian.”

 

Contoh Sumpah Istidzhar (Sumpah Untuk Memperjelas Tuntutan)

 

Misalnya, Zaid adalah pendakwa yang menuntut 20 dinar terhadap orang yang tidak bisa menyampaikan sesuatu tentang dirinya sendiri, seperti anak kecil atau orang yang bertempat tinggal lebih dari jarak sehari perjalanan. Setelah mengajukan bukti atau saksi yang telah dinilai adil dan sumpah takmilah, Zaid berkata, “Demi Allah, 20 dinar masih menjadi tanggungan Fulan hingga sekarang ini. Dia harus menyerahkannya kepadaku. Aku tidak melihat saksiku seorang yang buruk.”

 

Itq menurut bahasa artinya “merdeka”. Sedangkan menurut syariat, itq adalah menghilangkan perbudakan dari manusia, bukan memindahkannya kepada pemilik lain, semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

 

Rukun-rukun Memerdekakan Budak

 

Rukun pemerdekaan budak ada 3, yaitu:

  1. Budak yang dimerdekakan,
  2. Orang yang memerdekakan budak,
  3. Shighat. ;

 

Syarat Budak yang Dimerdekakan

 

Syarat budak yang dimerdekakan adalah: Tidak terikat dengan hak yang bersifat lazim (mengikat) -selain pemerdekaan budakyang menghalanginya untuk diperjual-belikan.

 

Syarat-syarat Orang yang Memerdekakan Budak

 

Syarat-syarat orang yang memerdekakan budak ada 5, yaitu:

  1. Pemilik budak,
  2. Orang yang boleh bertransaksi (bukan anak kecil atau orang gila),
  3. Orang yang dapat mengelola hartanya (bukan orang safih),
  4. Berhak untuk menerima wala’ (bukan dari budak mukatab atau budak muba’ad, karena mereka tidak berhak menerima wala’),
  5. Berkehendak atas pilihan dirinya sendiri (tidak dipaksa).

 

Syarat Shighat Memerdekaan Budak

 

Syarat shighat dalam memerdekaan budak adalah ungkapan yang menunjukkan pemerdakaan budak.

 

Contoh Pemerdekaan Budak

 

Zaid berkata kepada budaknya, “Aku memerdekakan kamu,” atau, “Aku membebaskan kamu,” atau, “Kamu bebas,” atau, “Kamu merdeka.”

 

WALA’

 

Wala’ menurut bahasa artinya “kekerabatan”. Sedangkan menurut syariat Wala’ adalah kekerabatan ashabah yang timbul karena hilangnya kepemilikan terhadap seorang budak dengan cara memerdekakan-nya.

 

Ketetapan Wala’

 

Wala’ ditetapkan kepada orang yang memerdekakan budak dan ‘ashabahnya yaitu orang-orang yang menjadi waris ashabah dengan dirinya sendiri. Orang yang memerdekakan selama masih hidup didahulukan dalam hal manfaat-manfaat yang didapat, kemudian setelah itu berpindah kepada ‘ashabah-nya sesuai urutan waris ‘ashabah dalam warisan, kecuali saudara laki-laki dan anak laki-laki, maka kedua-duanya didahulukan daripada kakek.

 

Hukum Wala’

 

Hukum wala’ adalah hukum ashabah dalam 4 hal:

 

  1. Mewarisi warisan-nya,
  2. Menjadi wali nikah,
  3. Menanggung diyat,
  4. Didahulukan dalam menyalatkan jenazah.

 

Hak wala’ ini tidak ditetapkan kecuali jika ‘ashabah dari jalur nasab tidak ada.

 

TADBIR (PEMERDEKAAN SETELAH KEMATIAN MAJIKAN)

 

Tadbir menurut bahasa artinya “melihat akibat dari beberapa perkara”. Adapun menurut syariat, Tadbir adalah Pemilik budak menggantungkan kemerdekaan budak-nya dengan kematian Sang Pemilik tersebut. (Contoh: “Jika aku mati, maka engkau merdeka’”).

 

Rukun-rukun Tadbir

 

Rukun-rukun tadbir ada 3:

  1. Pemilik budak, 2. Budak, 3. Shighat.

 

Syarat-syarat Pemilik Budak Melakukan Tadbir

 

Syarat-syarat pemilik budak melakukan tadbir ada 3:

  1. Baligh, . 2. Berakal, 3. Tidak dipaksa.

 

Syarat Budak Mendapatkan Tadbir

 

Syarat budak mendapatkan tadbir yang dimerdekakan adalah budak tersebut bukanlah ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari majikannya).

 

Syarat Shighat Tadbir

 

Syarat shighat tadbir adalah ungkapan yang menunjukkan tadbir.

 

Contoh Tadbir

 

Zaid berkata kepada budaknya, “Kamu merdeka setelah aku mati, atau aku berakad mudabbar dengan kamu.” (Ket: budak yang dijanjikan merdeka oleh Tuan-nya setelah kematian sang Tuan dinamakan Budak Mudabbar)

 

Hukum Budak yang Berada Dalam Ikatan Tadbir

 

Hukum budak yang berada dalam ikatan tadbir (budak mudabbar) selama tuannya masih hidup adalah sebagaimana budak biasa. Pemilik boleh melakukan transaksi selain gadai, bahkan boleh melakukan transaksi yang menghilangkan kepemilikan sehingga pentadbiran-nya batal. Dan apabila Tuannya meninggal dunia, maka budak mudabbar tersebut merdeka dari sepertiga harta tuan-nya.

 

KITABAH (ANGSURAN PEMERDEKAAN BUDAK)

 

Kitabah menurut bahasa artinya “menghimpun dan mengumpulkan”. Adapun menurut syariat, Kitabah acai hah untuk memerdekakan budak dengan menggunakan lafadz kitabah dengan memberikan imbalan yang dicicil sebanyak 2 kali atau lebih.

 

(Ket: Budak Mukatab adalah budak yang akan dimerdekakan oleh tuannya, asikan ia mampu memberikan imbalan kepada tuannya)

 

Rukun-rukun Kitabah

 

Rukun-rukun kitabah ada 4, yaitu:

  1. Majikan (pemilik budak),
  2. Budak,
  3. Imbalan,
  4. Shighat.

 

Syarat-syarat Majikan dari Budak Mukatab

 

Syarat-syarat majikan dari budak mukatab ada 3, yaitu:

  1. Bertindak menurut pilihannya sendiri (tanpa ada paksaan).
  2. Mampu mengelola hartanya (bukan mahjur alaih).
  3. Mempunyai kelayakan untuk menerima wala’. (bukan budak mukatab atau muba‘ad, karena mereka tidak berhak menerima wala’)

 

Syarat-syarat Budak Mukatab

 

Syarat-syarat budak mukatab ada 3, yaitu:

 

  1. Mukallaf.
  2. Bebas dalam kehendaknya (tidak dipaksa).
  3. Tidak melekat padanya hak orang lain yang harus dipenuhi (misalnya tidak sah kitabah terhadap seorang budak yang sedang digadaikan atau disewakan).

 

Syarat Imbalan Kitabah

 

Syarat Imbalan kitabah ada empat:

 

1, Berupa harta.

  1. Diketahui jumlah dan sifatnya.
  2. Memiliki tempo tertentu.
  3. Dicicil sebanyak dua kali atau lebih.

 

Syarat Shighat

 

Syarat shighat kitabah adalah ungkapan yang menunjukkan kitabah.

 

Contoh Akad Kitabah

 

Zaid berkata kepada budaknya, “Aku mengadakan akad kitabah denganmu sebesar 2 dinar yang harus kamu bayar kepadaku selama 2 bulan, setiap bulannya 1 dinar. Jika kamu melunasinya maka kamu merdeka.” Lalu, sang budak menjawab, “Ya, aku terima.

 

Ketentuan Kitabah

 

Budak menjadi merdeka dengan pelunasan semua harga yang disepakati. Budak boleh membatalkan akad tersebut sebelum pelunasan. Namun, majikan tidak boleh membatalkannya kecuali jika budak tersebut tidak mampu melunasinya. Budak tersebut boleh mengelola harta yang ada di tangannya dengan transaksi yang bukan sosial dan tidak beresiko. Majikan harus memberikan sedikit harta atau memberi potongan harta kitabah kepada budaknya itu.

 

MUSTAULADAH

 

Mustauladah adalah wanita budak yang melahirkan seorang anak sebab dihamili oleh majikannya yang merdeka.

 

Hukum Mustauladah

 

Dengan meninggalnya majikan, maka budak mustauladah dan anaknya menjadi merdeka yang diperhitungkan dari harta modal sang majikan. Sang majikan (selama hidupnya) boleh memanfaatkan budaknya tersebut dan mengawininya secara paksa. Akan tetapi ia tidak boleh menggadaikannya atau memindahkan kepemilikan kepada orang lain.

 

Hukum Budak Wanita Yang Mengandung Akibat Hubungannya Dengan Selain Majikannya

 

Hukum budak wanita yang mengandung akibat hubungannya dengan. selain majikannya, baik itu dengan akad nikah, syubhat, atau berzina, maka budak tersebut tidak menjadi Ummu wala’ dari majikannya, meskipun sang majikan pemilik budak wanita tersebut. Sementara, anak yang dilahirkan dari hubungan syubhat menjadi anak merdeka. Sedangkan selain itu anak yang lahir menjadi milik majikan dari wanita budak tersebut. Wallahu a’lam.

 

Semoga shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW berikut keluarganya dan sahabatnya.