Segala puji bagi Allah yang wajib adanya, yang menenggelamkan alam dalam lautan kebaikan dan kemurahan, dan selawat serta salam untuk junjungan kita dan tuan kita muhammad penghubung ikatan para nabi dan kepala tentara para nabi, dan untuk keluarganya dan sahabanya yang menguatkan menara agama, dan menjaganya dengan gigi dan dalil.
Wa bakdu, berkata seorang hamba yang fakir Muhammad dasuqi: ini adalah catatan-catatan terhadap syarah ummul barohin, milik sayyidi muhammad ibn yusuf as sanusi, semoga Allah menempatkan beliau di sorga firdaus, dan memberi kita barakab beliau, dan seluruh teman. aku kumpulakan dari cacatan guru kita al Allamah abil hasan ali ibn Ahmad assho’di al Adawi dan lainnya, semoga Allah menjadikannya ikhlas karena wajahNya yang mulia, dan aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dan aku mengatakan ialah yang mencukupiku dan sebaik wakil.
(Perkataannya: dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang) pembahasan tentang bismillah adalah masyhur , tapi tidak masalah untuk membahas katena kecocokan fan yang dibahas, maka kami ucapakan: bahwa bah berfaidah isti’anah (minta pertolongan) untuk arab keberkahan. dan menyandarkan nama pada lafad yang agung, dari idlofah umum kepada yang husus. maknanya saya memulai dengan meminta berkah dengan apapun nama dari nama-nama Allah, baik yang menunjukkan pada dzat saja, seperti lafadz Allah, atau yang menunjukkan pada dzat dan sifat seperti lafadz arrohman. ini adalah isyarah pada aqidah bahwa Allah memiliki nama-nama, dan yang rojih nama-nama Allah adalah taufiqi (diajarkan langsung oleh nabi).
Allah adalah alam syakhsyi untuk dzat saja, yang menjelaskan bahwa dzat tersebut wajib adanya, yang berhak seluruh pujian. beliau menyebut wajib adanya dan setelahnya itu adalah untuk menjelaskan musamma (yang diberi nama) bukan karena wajib adanya adalah termasuk yang diletakkan untuknya, jika bukan begitu maka lafdz jalalah adalah kulli, maka la ilaha illa Allah tidak berfaidah tauhid, padahal ulama’ sepakat pemberian faidah kalimat la ilaha illa Allah terhdapa tauhid.
Arrohman diambil dari kata arrohmah, yaitu kelembutan di hari dan kasih sayang yang menyebabkan memberi dan berbuat bagus. rohmah dengan makna ini itu mustahil terhadap Allah swt. maka di anngap di hak Allah dengan anggapan sebab yang dekan, yaitu mengharapkan kebaikan, atau sebab yang dekat yaitu kebaikan. maka rohmah menurut yang pertama adalah sifat dzat, dan menurut yang kedua adalah sifaf fi’il yang hadisah, dengan arti sifat tersebut terjadi setelah tidak ada, maka menjadi suatu yang anggapan, dan Allah memiliki sifat tersebut tidak bermakna sifat tersebut ada setelah tidak ada, karena tidak mungkin allah memiliki sifat tersebut. maka dalam kata rohman menerut yang pertama adalah isyarah terhadap sifat dzat, dan menurut yang kedua adalah isyarah terhadap sifat fi’il. dari sini rohaman menurut yang pertama bermakna mengharapkan kebaikan, dan menurut yang kedua pemberi kebaikan. maka hal tersebut adalah majaz mursal taba’i, dari pengucapan nama sabab dan yang dimaksud adalam penyebab, dan dinamakan taba’i karena karena berlakunya majaz dalam musytaq dengan taba’i, karena berlaku pada asalnya, yaitu masdar. dan boleh rohman dari isti’arah tamsiliyah, penjelasannya adalah keadaan Allah diserupakan dengan hambanya dalam kebaikan Allah terhadap mereka, dan kasih sayang Allah terhadap mereka, dengan keadaan seorang raja yang menyayangi rakyatnya, lalu memberi mereka dengan kebaikannya. dan dalam istiarah cukup dengan nama musyabbah bih -yaitu raja yang menyayangi dan yang mengasihi terhadap rakyatnya- untuk musyabbah, berdasar bahwa hal terebut adalah pokok, yaitu rohman. seperti ini dikatakan pada rohim.
Ketahuilah bahwa yang disebut ulama’ bahwa ba’ dalam bismillah berhubungan dengan kalimat yang dibuang karena yang asal adalah tanpa tambahan, boleh yang dibuang adalah fiil dan boleh isim. dan dalam semua itu boleh umum sepert aku memulai atau pemulaanku, atau husus seperti aku menulis atau menulisku. dan dalam semua itu boleh didahulukan atau di akhirkan, ini jika yang memulai adalah seorang hamba. tapi jika hal tersebut adalah kabar dari Allah maka maknaya tidak seperti itu, akan tetapi maknanya adalah dengan nama Allah adal segala sesuatu, dan dari Allah ada segala sesuatu, hal ini mewajibkan Allah memiliki sifat dengan seluruh sifat. maka ba’ memberi isyarah kepada seluruh akidah. seperti nin sebagian ulama’ tafsir menyebutkan.
Lalu bahwa perkara-perkara yang dibuang yang dikira-kirakan dalam Al Quran seperti yang dikirkirakan dalam bismillah , yaitu bacalah atau ucapkanlah, yang hal tersebut temasuk perkataan makhluk. dikatakan itu termasuk quran. dikatakan itu tidak termasuk quran. semuanya perlu ada angan-angan.
Adapun yang pertama maksudnya menjadikan yang dikira-kirakan termasuk al Quran, maka memberi pengertian penyusunan al Quran dari perkara hadis dan qodim, dan yang tersusun dari qodim dan hadis adalah hadis, maka wajib bahwa quran adalah hadis, dan wajib juga penyusunan Quran dari mu’jiz (yang dapat melemahkan) dan tidak mu’jiz, yaitu hubungan sifat qudrah, dan yang tersusun dari mu’jiz dan tidakmu’jiz adalah tidak mu’jiz, mka tetap bhawa quran tidak mu’jiz.
Adapun yang kedua maksudnya menjadikan yang dikira-kirakan tidak termasuk quran, maka menunjukkan butuhnya Quran pada lainnya, dan tidak samar bahwa hal tersebut adalah kekurangan.
Dan dijawab dari pendapat yang pertama yang mengatakan yang dikira-kirakan termasuk al Quran, bahwa pembahasan di sini dalam quran secara lafad, dan tidak ada keraguan bahwa Quran secara lafadz dengan seluruh bagiannya adalah baru, maka tidak ada larangan dalam tetapnya baru, dan ditolak tuntutan keduan akan larangan tersusun dari mu’jiz dan tidak mu’jiz adalak tidak mu’jiz, dan runtutan larangan bahwa kumpulan quran dan setiap surat dan setiap ayat adalah mu’jiz, padalah satu ayat dan dua ayat tidak mu’jiz.
Dan dijawab dari pendapat yang mengatakan bahwa yang dikira-kirakan tidak temasuk al Quran dan mereka adalah mayoritas, bahwa kira tidak mengatakan butuhnya Quran akan hal tersebut, dari sudud sempurnanya makan, sampai menjadikan kurang, akan tetapi dalam menurunkan al Quran dengan kira-kira ini adalah sebuah kesempurnaan, karena pembuagannya karena tuntutan maqom. dan ini adalah inti balaghoh, dan balaghoh kesempurnaan tidak kekurangan, dan kekurangan secara bahasa tidak masalah. maka jelas bahwa yang dikira-kirakan adalah diharapkan oleh Allah, tidak dikatakan Allah.