Sesungguhnya munajat Nabi Yunus as. adalah salah satu munajat paling agung dan paling indah serta salah satu media paling ampuh agar doa dikabulkan oleh Allah.”

 

DIKISAHKAN bahwa Nabi Yunus as. dilemparkan ke laut Jalu ditelan oleh ikan besar dan diombang-ambingkan ombak. Malam yang pekat pun menurunkan tirainya. Nabi Yunus pun ditimpa ketakutan dan terputuslah sebab-sebab pengharapan. Sirnalah angan-angan, sehingga dengan merendahkan diri beliau melantunkan doa yang lembut memelas kasih:

 

“Tiada Tuhan selain Engkau maha suci Engkau sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim”. (al-Anbiya [21]: 87)

 

Dan doa ini yang menjadi sarana keselamatan dan terbebasnya beliau dari penderitaan.

 

Rahasia agung dari munajat ini adalah bahwa dalam suasana yang mencekam dan menakutkan itu sebab-sebab material sepenuhnya runtuh sehingga sebab-sebab itu tidak dapat mengubah apa pun dan tak dapat memberi pengaruh apapun. Hal itu terjadi karena yang dapat menyelamatkan beliau dari kondisi tersebut hanyalah yang memiliki kekuasaan terhadap ikan besar, lautan, malam dan angkasa, karena baik ikan besar, malam yang gelap gulita serta lautan yang ganas telah “sepakat untuk menyerang” beliau. Dengan demikian tidak ada satu sebab pun yang dapat menyelamatkannya, tak ada seorang pun yang dapat mengakhiri penderitaan beliau dan mengantarkannya pada pantai keselamatan dan keamanan kecuali Yang Maha Menguasai malam, ikan besar sekaligus lautannya dan Yang Mampu menundukkan segala sesuatu dengan perintah-Nya … hingga kalaupun dalam suasana yang mencekam dan menakutkan tersebut semua makhluk membantu Nabi Yunus dan siap mematuhi beliau maka hal itu tidak akan memberi manfaat apapun baginya.

 

Benar … sebab-sebab itu tidak memberi pengaruh apa pun. Dengan ainul yaqin, Nabi Yunus memandang bahwa tidak ada lagi tempat berlindung kecuali ke haribaan Dzat Pencipta sebab. Dan melalui celah-celah cahaya tauhid yang benderang terbukalah rahasia keesaan Allah hingga munajatnya yang ikhlas itu menundukkan malam, ikan dan lautan secara bersamaan. Bukan hanya itu, bahkan dengan cahaya tauhid yang murni perut ikan yang gelap berubah laksana perut kapal selam, lautan yang ganas dengan ombak yang siap menelan pun berubah bagaikan taman yang penuh keindahan. Awan gemawan pun berarakan di langit. Bulan menampakkan wajahnya yang bersinar bak pelita terang yang muncul di atas kepala beliau. Semuanya karena munajat tersebut.

 

Demikianlah makhluk-makhluk yang tadinya mengancam dan menakutkan beliau, sekarang berlalu dengan wajah bersahabat lalu mendekati dengan kasih dan sayang hingga beliau keluar menuju pantai keselamatan dan menyaksikan kemurahan Allah yang Maha Penyayang dari bawah pohon yaqthin.

 

Oleh karena itu hendaklah kita melihat diri kita melalui perspektif munajat itu. Kita berada pada suatu kondisi yang menakutkan dan penuh ancaman berkali-kali lipat dari kondisi yang dialami oleh Nabi Yunus karena:

 

Malam yang menaungi kita adalah masa depan dan masa depan kita, jika kita melihatnya dengan pandangan acuh, tampak gelap dan menakutkan bahkan lebih pekat seratus kali lipat dari malam yang dilalui oleh Nabi Yunus.

 

Lautan kita adalah bumi yang setiap ombaknya membawa beribu jenazah. Karena itu ia adalah lautan yang menakutkan seratus kali lipat lebih menakutkan daripada lautan tempat Nabi Yunus dilemparkan.

 

Ikan besar kita adalah nafsu amarah yang kita bawa. la adalah ikan yang ingin menelan dan memusnahkan kehidupan akhirat kita. Ikan ini lebih rakus daripada ikan yang menelan Nabi Yunus karena ikan yang menelan Nabi Yunus mungkin dapat melenyapkan kehidupan yang lamanya seratus tahun saja sementara nafsu amarah kita berupaya menghancurkan ratusan juta tahun kehidupan abadi yang menyenangkan dan penuh kebahagiaan.

 

Demikianlah hakikat kondisi kita selamanya oleh karena itu tidak ada jalan lain kecuali kita mengikuti Nabi kita Yunus as. berjalan di atas petunjuk-Nya, berpaling dari semua sebab lalu menghadap secara langsung kepada Allah yang merupakan penyebab dari segala sebab. Menghadap kepada-Nya dengan sepenuh jiwa dan raga kita mengharap pertolongan-Nya dengan doa:

 

Kita meyakini bahwa masa depan yang menanti kita, dunia yang menampung kita, nafsu amarah yang ada pada diri kita, karena kelalaian dan kesesatan kita, telah melakukan persekongkolan terhadap kita. Kita pun yakin bahwa tidak ada yang dapat menghilangkan ancaman masa depan, menumpas teror dan bencana-bencana dunia, menjauhkan bahaya nafsu amarah kecuali Dzat yang menguasai masa depan, mengatur dunia, dan menguasai jiwa kita.

 

Siapakah selain pencipta langit dan bumi yang mengetahui gejolak jiwa kita, siapa selain-Nya yang mengetahui rahasia hati kita dan siapa selain-Nya yang mampu menerangi masa depan dengan menciptakan akhirat bagi kita? Siapakah selain-Nya yang dapat menyelamatkan kita dari riak ombak dunia yang penuh dengan deburan peristiwa? Tidak … tidak ada yang mampu menjadi penyelamat kecuali Allah. Dia lah yang jika tidak karena kehendakNya tidak mungkin sesuatu, di manapun dan dalam keadaan bagaimanapun, mendapatkan pertolongan.

 

Hakikat keberadaan kita akan terus seperti itu kecuali jika kita menengadahkan tangan tunduk kepada-Nya, meminta pandangan kasih sayang-Nya kepada kita, mengikuti rahasia munajat Nabi Yunus yang mampu mengendalikan ikan besar hingga tunduk kepada beliau sehingga ikan itu laksana kapal selam yang berlayar di bawah laut dan menjadikan lautan bagaikan taman yang indah serta menyelimuti malam dengan pakaian cahaya benderang dengan bulan yang bersinar. Maka kita panjatkan:

 

Kita meminta perhatian kasih Ilahi untuk masa depan kita dengan ungkapan: 

 

Dengan munajat itu kita peruntukan bagi kehidupan kita dengan kalimat

 

Dan dengan untaian:   kita berharap agar Dia memandang kita dengan pandangan welas asih agar masa depan kita dapat penuh cahaya iman dan al-Quran, juga agar malam mencekam berganti menjadi aman dan menyenangkan agar kita dapat mengakhiri misi serta tugas kehidupan kita dengan tiba di pantai keselamatan, masuk dalam pelukan kebenaran Islam. Dengan kebenaran yang merupakan bahtera yang telah disediakan oleh al-Quran itu kita berlayar mengarungi gelombang kehidupan di atas ombak usia serta abad yang membawa jenazah tak terhitung banyaknya. Dan yang mengantarkan mereka pada kematian, mengganti kematian dengan kehidupan di dunia kita ini tanpa kenal lelah. Karena itu mari kita melihat pemandangan yang menakutkan ini melalui kaca mata Qurani, niscaya pemandangan tersebut berubah menjadi pemandangan yang segar dan senantiasa baru. Pembaharuannya yang terus-menerus itu telah menghilangkan keterasingan yang menakutkan yang muncul dari topan badai dan gempa di lautan untuk kemudian berganti menjadi pandangan yang penuh hikmah dan pelajaran serta membangkitkan pengamatan dan pemikiran tentang ciptaan Allah. Maka, kehidupan kita diterangi dengan keindahan pembaharuan tersebut. Pada saat itu, nafsu amarah tidak dapat mengalahkan kita bahkan kitalah yang menguasainya dengan rahasia yang diberikan oleh al-Quran. Bahkan dengan pelajaran Qurani tersebut, kita mampu mengendalikan nafsu amarah sehingga menjadi tunduk pada kehendak kita dan mendapatkan sarana yang baik dan bermanfaat untuk mendapatkan kesuksesan di kehidupan yang abadi.

 

RINGKASAN

 

Sebagaimana manusia yang terdiri dari substansi yang lengkap menderita dari demam ringan, begitu juga menderita dengan goncangan gempa di dunia dan gempa besar yang akan terjadi ketika hari kiamat. Manusia takut pada bakteri kecil seperti juga ia takut terhadap meteor-meteor yang muncul di angkasa. Manusia mencintai rumahnya dan merasa nyaman di dalamnya sebagaimana ia mencintai dunia yang besar ini. Manusia suka akan tamannya yang kecil seperti ia merindukan surga abadi dan berharap untuk menghuninya.

 

Begitulah selalu kehidupan manusia. Karena itu tidak ada sesembahan, pencipta, pengatur, pelindung selain Dzat yang di tangan-Nya rahasia langit dan bumi. Segala sesuatu tunduk pada aturan-Nya, oleh karena itu manusia pasti sangat butuh untuk menghadapkan wajah kepada Allah serta menundukkan diri di hadapan-Nya seperti Nabi Yunus as. dengan munajatnya:

 

“Maha suci Engkau. Tidaklah kami memiliki pengetahuan kecuali yang Engkau ajarkan pada kami Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

“Dan ingatlah kisah Ayyub, ketika ta menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”. (Al-Anbiya [21]: 83).

 

Mungkin inilah yang telah dipanjatkan oleh penghulu orang-orang yang sabar, Nabi Ayyub a.s. Doa ini adalah doa yang mujarrab, dan sangat efektif. Maka selayaknya bagi kita untuk mengutip dari nur ayat suci ini (sebagai doa) dan bermunajat:

 

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”.

 

Dan kisah nabi Ayyub a.s. kita sebutkan secara ringkas sebagai berikut:

 

Dalam rentang waktu yang sangat panjang, Nabi Ayyub a.s. tetap sabar dan tegar dalam menghadapi penyakit kronis yang sedang menjangkitinya sampai sekujur tubuhnya penuh dengan luka borok dengan nanah. Dia tetap bersabar sembari mengharap pahala dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.

 

Ketika ulat-ulat yang berasal dari luka beliau mulai menyerang qalbu dan lidahnya yang merupakan tempat zikrullah dan makrifatNya, dia bersimpuh dihadapan Tuhannya yang Maha Mulia, Allah SWT, dengan munajat doa yang indah :

 

Dipanjatkannya munajat tersebut karena dia khawatir ibadahnya terganggu, bukan meminta kelonggaran. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa menjawab munajat yang suci dan tulus tersebut dengan bentuk jawaban yang luar biasa, sekaligus Dia angkat musibahnya dan menganugerahkannya kesehatan yang sempurna dan telah memberinya keindahan-keindahan rahmat-Nya yang sangat luas itu. Dalam Cahaya ini terdapat lima perkara yang sangat tinggi nilainya :

 

Poin Pertama

 

Nabi Ayyub a.s. menderita luka lahir, sedangkan kita menderita penyakit batin, rohani dan hati. Seandainya kita balik, yang batiniah menjadi lahiriah, dan yang lahiriah menjadi batiniah, tentu kita akan tampak penuh dengan luka-luka yang sangat parah, dan aneka penyakit yang jauh lebih banyak lagi dari yang dimiliki oleh Nabi Ayyub a.s. Sebab, semua dosa yang kita lakukan, begitu juga perkara-perkara syubhat yang menyerang pikiran-pikiran kita, menyebabkan luka-luka dalam hat kita.

 

Sesungguhnya luka-luka yang diderita Nabi Ayyub a.s. mengancam keselamatan hidupnya yang singkat di dunia yang fana ini. Sedangkan luka-luka maknawi yang kita derita sekarang, mengancam keselamatan hidup kita nanti di akhirat kelak yang begitu panjang. Karena itu, kita membutuhkan doa tersebut jauh lebih besar ketimbang Nabi Ayyub a.s. sendiri. Sebab, sebagaimana ulat-ulat yang datang dari luka borok menyerang wilayah hati dan lidah beliau a.s., keragu-raguan dan kecemasan-na’udzubillah yang timbul dari luka-luka kita yang disebabkan oleh dosa yang kita perbuat menyerang inti hati kita yang merupakan tempat iman dan memporak-porandakannya. Luka-luka tersebut juga menyerang kelezatan ruhani lidah manusia selaku penerjemah iman manusia dan menjauhkan lidah manusia dari zikir kepada Allah SWT.

 

Memang, dosa telah menerobos masuk ke dalam hati serta meluaskan cengkeramannya ke seluruh penjuru, dan terus menerus menyebarkan bintik-bintik hitam hingga iman yang ada di dalamnya keluar. Dengan demikian, hati tersebut akan tetap gelap dan terasing, sehingga menjadi kasar dan keras. Sesungguhnya, ada sebuah jalan menuju kekufuran dalam setiap dosa. Jika dosa tersebut tidak segera dihapus dengan istighfar, maka ia akan berubah menjadi ular-ular maknawi yang siap menggigit dan menyakiti hati.

 

Contoh (pertama): Seseorang yang melakukan dosa secara sembunyi-sembunyi akan merasa sangat malu jika hal tersebut diketahui orang lain. Rasa malu tersebut yang menjadikannya merasa berat atas keberadaan malaikat dan makhluk ghaib lainnya sehingga ingin mengingkarinya dengan suatu tanda (atau hujjah) yang kecil.

 

Contoh (kedua): Seseorang yang melakukan dosa besar akan mendapatkan siksa neraka, jika ia tidak memohon ampunan dari Allah. Maka, ketika ia mendengar kabar peringatan tentang kondisi neraka jahannam beserta kejadian-kejadian dahsyat yang bakal terjadi di sana, ia berkeinginan keberadaan jahannam ditiadakan. Dan dengan demikian, akan timbul keberanian dalam dirinya untuk mengingkari wujud neraka jahannam hanya dengan tanda dan syubhat yang sederhana dan biasa-biasa saja.

 

Contoh (ketiga): Seseorang yang tidak melaksanakan shalat fardhu dan tugas ubudiyah menderita celaan sederhana dari Sang Pemberi Perintah karena keengganannya melaksanakan kewajiban yang ringan. Kemalasannya untuk melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah SWT secara berulang-ulang, niscaya akan lebih membuat jiwanya tidak tenang dan menciptakan kegundahan tiada berkesudahan yang membuatnya berani berkata: “Ohhh, andai Dia (SWT) tidak memerintahkan ibadah tersebut”. Keinginan yang seperti ini akan memicu timbulnya sifat ingkar yang mengandung kebencian terhadap sifat ketuhanan Allah SWT. Jika syubhat dan keragu-raguan terhadap keberadaaan Allah SWT ini masuk ke dalam hati, maka orang tersebut akan cenderung meyakini syubhat tersebut seakan-akan dalil yang absolut. Maka terbukalah dihadapannya pintu menuju kerugian dan kehancuran yang teramat besar.

 

Akan tetapi orang malang ini tidak sadar bahwa keingkarannya ini telah menjadikan dirinya target kesempitan maknawi yang jutaan kali lebih dahsyat daripada kesempitan parsial akibat rasa malasnya melaksanakan ibadah. Tak ubahnya seperti keluar dari sarang macan masuk mulut buaya!! Lewat contoh di atas, dapat dipahami rahasia ayat:

 

“Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin 14)

 

Poin Kedua

 

Seperti yang telah dijelaskan di kalimat kedua puluh enam, yang secara khusus membahas masalah takdir: sesungguhnya manusia tidak berhak mengeluhkan musibah dan penyakit yang menimpanya karena tiga alasan. Pertama: Allah SWT menjadikan busana eksistensi yang Dia pakaikan kepada manusia sebagai petunjuk atas kreasi-Nya. Karena, Dia menciptakan manusia dalam bentuk “model” yang dipaparkan pada dirinya pakaian eksistensi, yang diganti, diukur, digunting, diubah, dan dimodifikasi sebagai manifestasi Asmdul Husna. Contohnya, seperti nama-Nya “Al-Syaf” (Maha Menyembuhkan) menuntut adanya sakit, begitu juga “Al-Raziq” (Maha Pemberi Rizki), menuntut keberadaan sifat lapar.

 

Allah SWT, Yang Penguasa segala sesuatunya, berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya.

 

Kedua: Sesungguhnya kehidupan menjadi murni oleh musibah dan bala, menjadi bersih oleh penyakit dan bencana. Semua itu menjadikan hidup mencapai kesempurnaan, kuat, meningkat, produktif, dan mencapai tujuan serta targetnya. Sehingga dengan demikian kehidupan telah melaksanakanya kewajiban hidupnya. Sedangkan kehidupan monoton yang hanya berjalan dengan satu corak, dan berlalu diatas ranjang kenikmatan lebih dekat kepada ketiadaan yang merupakan keburukan mutlak ketimbang kepada eksistensi yang merupakan kebajikan mutlak, bahkan sudah mengarah kepada ketiadaan.

 

Ketiga: Dunia ini merupakan medan ujian dan cobaan. Dunia adalah tempat beramal dan ibadah, bukan tempat bersenang-senang dan berleha-leha, dan bukan pula tempat menerima imbalan dan pahala. Maka selama dunia merupakan tempat beramal dan beribadah, penyakit dan cobaan selain yang berkaitan dengan agama dan dengan syarat diterima dengan sabar menjadi selaras dengan amal, bahkan amat harmonis dengan ibadah tersebut. Sebab, kedua hal tersebut menguatkan amal dan mengencangkan ibadah. Dengan demikian, tidak diperbolehkan mengeluhkannya. Justru kita harus bersyukur kepada Allah SWT karena penyakit dan musibah mentransformasi setiap jam dalam kehidupan mereka yang tertimpa musibah menjadi ibadah satu hari penuh.

 

Pada dasarnya ibadah terbagi dua bagian: yang aktif dan yang pasif. Bagian yang pertama seperti yang kita kenal bersama. Sedangkan bagian yang kedua, berbagai penyakit dan cobaan membuat penderitanya merasakan ketidakberdayaan dan kelemahannya sehingga ia mencari perlindungan kepada Tuhannya yang Maha Pengasih dan berpaling kepada-Nya. Dengan demikian, ia melaksanakan ibadah dengan ikhlas murni dan bebas dari riya. Apabila penderita tersebut menghiasi dirinya dengan sabar dan memikirkan pahalanya di sisi Allah dan keindahan imbalan dari-Nya, serta bersyukur kepada Tuhan-Nya terhadap segala musibah, pada saat itu setiap jam dari usianya berubah seakan satu hari ibadah. Sehingga umurnya yang pendek menjadi demikian panjang. Bahkan bagi sebagian dari mereka, setiap detik dari usianya bernilai ibadah satu hari penuh.

 

Saya pernah sangat risau ketika salah seorang saudara seiman saya, Al-Hafidz Ahmad Muhajir, menderita penyakit yang dahsyat. Pada saat itu terbetik dalam hati saya, “Berikan kabar gembira kepadanya, ucapkan selamat kepadanya, karena setiap detik dari usianya berlalu bak ibadah satu hari penuh”. Sebab, ia benar-benar bersyukur kepada Tuhannya yang Maha Pengasih melalui kesabaran yang indah.

 

Poin ketiga

 

Seperti yang telah kami paparkan dalam al-Kalimat, apabila seseorang memikirkan masa lalunya, maka akan terbesit dalam hatinya dan akan terlontar dari mulutnya “ohh, alangkah ruginya….” atau “Segala puji bagi Allah. Artinya, orang tersebut mungkin akan menyesal dan kecewa, atau memuji dan mensyukuri Tuhannya. Rasa sedih dan kecewa muncul karena penderitaan jiwa yang bersumber dari hilang dan keterpisahannya dari berbagai kenikmatan pada masa sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan hilangnya kenikmatan merupakan sebuah penderitaan. Bahkan rasa nikmat yang hilang tersebut dapat mewarisi penderitaan berkesinambungan. Merenungkannya akan memeras derita tersebut dan meneteskan rasa sesal dan duka.

 

Sedangkan kenikmatan maknawi berkesinambungan dari hilangnya derita sakit temporer yang dilalui seseorang dalam hidupnya, menjadikan lidahnya mengucapkan puja dan puji kepada Allah SWT. Hal ini bersifat fitrah, dirasakan oleh setiap orang. Disamping itu, apabila sang penderita mengingat imbalan yang indah dan ganjaran yang baik, yang disediakan di akhirat; dan merenungkan umur pendeknya yang memanjang akibat sakit; maka ia tidak hanya bersabar terhadap derita yang ditimpakan kepadanya, tapi mencapai derajat syukur kepada Allah. Lidahnya pun akan mensyukuri Tuhannya, “Segala puji bagi Allah atas segala sesuatu, kecuali kekufuran dan kesesatan”.

 

Ada peribahasa yang berbunyi, “Betapa panjangnya usia musibah”. Peribahasa tersebut memang benar namun dengan pengertian yang berbeda dari apa yang dikenal dan diduga banyak orang. Mereka menganggap musibah itu panjang karena penderitaan dan kesengsaraan yang ada di dalamnya. Padahal sebetulnya ia menjadi terbentang panjang sepanjang umur manusia karena menghasilkan kehidupan yang mulia.

 

Poin Keempat

 

Pada bagian pertama dari kalimat kedua puluh satu, kami telah jelaskan bahwa apabila manusia tidak mencerai beraikan kekuatan kesabaran yang dianugerahkan kepadanya dan tidak mengamburkannya ketika menghadapi gelombang kecemasan dan ketakutan, maka kekuatan kesabaran tersebut sudah cukup membuatnya tegas menghadapi semua musibah dan bencana. Akan tetapi, keterkungkungan manusia dalam rasa cemas, lalai kepada Allah, serta tertipunya ia oleh kehidupan dunia fana yang seolah-olah abadi ini, membuatnya berpaling dari kekuatan kesabarannya, merobek kekuatan tersebut kepada penderitaan di masa lalu dan rasa takut terhadap masa depan. Sehingga kesabaran yang dianugerahkan Allah kepadanya, tak lagi bisa membuatnya sanggup dan tegar dalam menghadapi musibah yang ada, dia pun mulai mengeluh. Seakan-akan dia mengadukan Allah kepada manusia naudzubillah, karena didasarkan kepada minim bahkan hilangnya kesabaran yang menjadikannya bak orang gila.

 

Padahal, tidak layak baginya untuk gelisah seperti itu. Sebab, hari-hari yang telah lewat walaupun dilalui dalam musibah telah hilang dan menyisakan kelapangan. Kepenatan dan rasa sakitnya juga telah sirna, yang tersisa hanya kenikmatan. Tekanan dan himpitannya telah lenyap, yang masih ada hanyalah ganjarannya. Dengan demikian, tidak diperkenankan untuk mengeluh. Bahkan seharusnya bersyukur kepada Allah SWT dengan penuh rasa rindu dan penyesalan. Dia (manusia) juga tidak diperkenankan untuk benci dan marah terhadap musibah yang ada. Justru ia harus mengikat rasa cinta kepadanya. Sebab, usia manusia yang telah berlalu tersebut telah berubah menjadi usia yang berbahagia dan kekal karena melalui musibah. Karena itu, merupakan kebodohan dan kedunguan, apabila seseorang masih menceraiberaikan dan menyia-nyiakan kesabarannya dengan memikirkan rasa sakit di masa lalu.

 

Adapun masa depan, merupakan kebodohan memikirkan rasa khawatir tentang musibah dan penyakit yang akan menimpa manusia pada waktu itu, karena saat itu masih belum tiba dan masih sama. Sebagaimana merupakan sesuatu yang bodoh apabila seseorang memakan banyak roti dan meminum banyak air karena khawatir akan kelaparan dan kehausan keesokan harinya. Demikian pula dengan orang yang sejak sekarang sudah bersedih dan gelisah karena khawatir mendapatkan musibah dan penyakit di masa mendatang. Menampakkan kegelisahan terhadap berbagai musibah di masa depan tanpa alasan yang jelas dapat merenggut rasa cinta kasih dalam diri seseorang. Bahkan, dengan demikian ia telah menganiaya dirinya sendiri.

 

Kesimpulan

 

Sebagaimana rasa syukur dapat menambah kenikmatan itu sendiri, maka keluhan akan menambah musibah tersebut dan bisa membuat seseorang tidak lagi mengasihi dirinya. Seorang shaleh dari Erzurum menderita penyakit kronis dan ganas. Hal tersebut terjadi setahun setelah perang dunia pertama berkobar. Aku pun pergi mengunjunginya dan ia mengeluh kepadaku,” Saudaraku, sejak seratus hari aku sama sekali belum merasakan lelapnya tidur”. Keluhannya membuatku sedih, akan tetapi pada saat itu aku teringat dan berkata kepadanya: “Saudaraku, sesungguhnya seratus hari yang telah berlalu, pada saat ini menjadi senilai seratus hari yang menyenangkan. Karena itu, jangan Anda mengingat dan mengeluhkannya. Pandanglah hari-hari tersebut, dan bersyukurlah kepada Allah atas segala hal tersebut.

 

Untuk hari-hari yang akan datang, karena semuanya belum lagi tiba, pasrahkan dan sandarkan dirimu kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Jangan menangis jika belum terpukul. Jangan takut terhadap sesuatu yang tidak ada. Jangan pula mengada-ada. Karena kekuatan sabar sudah cukup untuk saat ini. Jangan pernah meniru dan mengikuti jejak pemimpin dungu yang memecah kekuatan di markasnya ke kin dan ke kanan. Padahal pada saat itu, kekuatan musuh yang berada di kiri bergerak ke sisi kanan yang belum lagi bersiap menyerang. Ketika musuh mengetahui hal ini, mereka segera menyerang kekuatan kecil yang ada di markas dan menghabisi mereka.

 

Saudaraku, jangan seperti pemimpin di atas. Konsentrasikan semua kekuatan Anda untuk saat ini saja. Pikirkanlah rahmat Allah yang masih luas dan renungkan pahala di akhirat. Renungkan transformasi yang dilakukan derita sakit Anda dengan menjadikan umur fana Anda yang pendek menjadi panjang. Karena itu, bersyukurlah kepada Allah SWT sebagai ganti dari berbagai keluhan ini”. Nasehat ini memberikan pencerahan kepada si sakit tersebut sehingga ia berkata, “Alhamdulillah, sakitku sudah banyak berkurang”.

 

Poin Kelima

 

Poin ini terdiri dari tiga masalah: Masalah pertama, sesungguhnya musibah dan bencana yang hakiki dan dianggap sangat berbahaya adalah yang menyerang agama. Dan apabila kondisi tersebut yang terjadi maka manusia harus segera berlindung kepada Allah SWT, bersimpuh dihadapan-Nya. Adapun musibah yang tidak menyerang agama bukanlah musibah. Sebab, pada satu sisi, musibah tersebut merupakan peringatan ahi. Bagaikan seorang gembala yang memperingatkan kambing gembalaannya ketika keluar dari tempat penggembalaan dengan melemparkan bebatuan. Sehingga, kambing tersebut menyadari bahwa penggembalanya memberikan peringatan untuk menghindari perkara yang berbahaya dengan lemparan batu, dan akhirnya kembali masuk ke daerah penggembalaannya dengan ridha dan perasaan tenang. Demikian pula halnya dengan musibah, sesungguhnya sebagian besar dari musibah itu sendiri adalah peringatan Ilahi dan teguran rahmani untuk manusia.

 

Sisi lain dari musibah adalah penghapus dosa. Dimensi lain dari musibah adalah sebagai berikut: Musibah memberikan ketenangan kepada manusia dengan menghilangkan kelalaian, memberitahukan ketidakberdayaan, dan kelemahan manusiawi kepada manusia.

 

Adapun musibah yang diderita oleh manusia saat sakit sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya-sudah dapat dipastikan bahwa ia bukanlah musibah yang sesungguhnya, akan tetapi kelembutan rabbani karena ia mensucikan dan membersihkan daki-daki kejahatan. Sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam satu hadis sahih, yang maknanya sebagai berikut: “Tidaklah seorang muslim dirundung musibah dan penyakit melainkan Allah menghapus dosa-dosanya sebagaimana dedaunan pohon yang gugur”

 

Demikianlah, dalam munajatnya Nabi Ayyub a.s. tidak berdoa untuk kenyamanan dirinya. Akan tetapi ia memohon kesembuhan kepada Allah ketika penyakit telah menghalangi lisannya untuk berzikir dan gqalbunya untuk bertafakkur. Ia memohon kesembuhan agar bisa melakukan tugas-tugas ubudiyah. Oleh karena itu, sudah seharusnya hal pertama yang menjadi tujuan kita dengan bermunajat adalah niat mengharapkan kesembuhan atas luka-luka rohani kita dan penyakit-penyakit batin akibat melakukan dosa. Dan kita juga harus memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Kuasa ketika penyakit fisik yang kita derita menghalangi kita untuk beribadah. Saat itu kita berlindung dengan merendahkan diri, dan memohon pertolongan-Nya tanpa mengeluh dan memprotes. Karena jika kita ridha akan sifat ketuhanan-Nya (Rububiyyah) yang menyeluruh, maka selama itu pula kita harus ridha dan menerima dengan total apa yang diberikan-Nya kepada kita melalui sifat ketuhanan-Nya.

 

Adapun keluhan yang mengisyaratkan penolakan dan keberatan atas qadha dan qadar-Nya, persis seperti kritik terhadap ketentuan ilahi yang adil dan ketidakpercayaan terhadap kasih sayang-Nya nan luas. Dan siapa pun yang mengkritik ketetapanNya akan terkapar oleh takdir itu sendin, dan yang tidak mempercayai rahmat Allah akan terhalang dari rahmat itu. Karena, seperti menggunakan tangan yang patah untuk membalas dendam akan memperparah kondisinya, demikian pula menghadapi musibah dengan keluh kesah, kerisauan, penolakan, dan kegelisahan akan melipatgandakan cobaan tersebut.

 

Masalah kedua, jika anda membesar-besarkan musibah fisik maka ia akan menjadi besar. Dan setiap kali anda menyepelekannya, maka ia akan menjadi kecil. Misalnya, setiap kali seseorang menaruh perhatian kepada ilusi yang dilihatnya di malam hari, maka ilusi tersebut akan menjadi besar. Padahal jika diabaikan, ilusi tersebut akan lenyap. Demikian pula, setiap kali seseorang menghampiri sarang lebah, maka lebah-lebah tersebut akan memperhebat serangannya. Akan tetapi jika ditinggalkannya, maka lebah-lebah tersebut akan berhenti menyerang.

 

Demikian pula dengan musibah fisik. Ketika seseorang membesar-besarkan musibah tersebut, memfokuskan perhatian kepadanya serta merisaukannya, maka ia akan menembus jasad dan menetap di hati. Dan ketika musibah maknawi yang ada dalam hati tumbuh dan menjadi pendukung musibah fisik, maka musibah fisik akan berlanjut dan berlangsung lama. Akan tetapi ketika seseorang dapat menghilangkan kerisauan dan kegelisahan dari akarnya dengan ridha terhadap qadha’ Allah, dan dengan bertawakkal terhadap rahmat-Nya, musibah fisik tersebut akan berangsur pergi dan menghilang, bagaikan pohon yang layu dan kering dedaunannya akibat terpotong akarnya.

 

Pada suatu saat, hakikat ini saya ungkapkan dalam untaian kalimat berikut ini:

 

Dari keluhan muncullah bencana Duhai orang miskin, jauhi dan tawakkallah! Jika Anda arahkan munajatmu pada Tuhan Sang pemberi, pasti Anda dapat. Sebab, segala sesuatu adalah anugerah-Nya. Dan segala sesuatu adalah suci. Tanpa Allah: engkau akan tersesat dan cemas di dunia ini Apakah Anda mengeluhkan biji pasir, sedangkan orang lain dapat musibah sebesar dunia? Sunggulah keluhan itu hanyalah musibah di atas musibah Dosa di atas dosa dan derita! Jika Anda tersenyum di hadapan musibah..Niscaya ia akan layu dan larut.. Di bawah mentari kebenaran, menjadi butiran-butiran es. Saat itulah duniamu tersenyum.. Senyuman yang menyiratkan keyakinan.. Senyuman gembira karena pancaran keyakinan.. Senyuman kagum karena rahasia-rahasia keyakinan..”

 

Benar, sebagaimana manusia menurunkan tingkat permusuhannya dengan menghadapinya dengan wajah ceria dan tersenyum, kerasnya permusuhan akan melentur dan api perselisihan akan padam. Bahkan kondisinya berubah menjadi sebuah persahabatan dan perdamaian. Demikian pula, dampak dari sebuah musibah akan hilang apabila musibah tersebut dihadapi dengan bertawakkal kepada Allah SWT.

 

Masalah ketiga, setiap zaman tentu memiliki aturan dan ketentuan khusus. Pada masa kelalaian sekarang ini, musibah telah berubah bentuk. Bagi sebagian orang, musibah tidak selamanya merupakan musibah, tapi kebajikan Ilahi dan kelembutan dari-Nya. Saya melihat mereka yang mendapatkan musibah dan bala’ pada saat sekarang ini, adalah orang-orang yang beruntung dan bahagia, selama hal tersebut tidak merusak agamanya. Dalam pandangan saya, penyakit dan musibah tersebut tidak mengakibatkan bahaya sehingga harus dilawan dan penderitanya harus dikasihani. Sebab, aku menyaksikan seorang pemuda yang menderita sakit memiliki komitmen yang lebih kepada agamanya dibanding pemuda lain yang sebaya. Dia memiliki keterikatan dengan akhirat.

 

Hal tersebut membuat saya sadar bahwa sakit dan penderitaan bagi orang-orang ini bukanlah musibah tapi salah satu nikmat Allah SWT. Sebab penyakit tersebut memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan ukhrawi penderitanya dan menjadi salah satu bentuk ibadah, walaupun hal tersebut memberatkan kehidupan dunianya yang fana. Jika berada dalam kondisi sehat, pemuda ini bisa saja tidak mengerjakan perintah Ilahi sebagaimana ketika ia menderita sakit. Bahkan bisa jadi dia akan terbawa arus melakukan berbagai hal ceroboh, gegabah, dan buruk seperti yang dilakukan para pemuda pada umumnya.

 

Penutup

 

Allah telah menyertakan kelemahan tak terbatas dan kefakiran tak berujung ke dalam diri manusia, demi menunjukkan kekuasanNya yang mutlak, dan rahmat-Nya yang sangat luas. Allah SWT juga telah menciptakan manusia dalam bentuk dan penampilan spesifik, yang mana ia terkadang bersedih dan kadang bergembira, untuk memperlihatkan gambaran dari nama-nama-Nya yang mulia.

 

Allah rancang manusia seperti mesin ajaib yang memiliki ratusan perangkat dan roda. Masing-masing memiliki kesenangan, tugas, upah, dan ganjaran yang berbeda. Seakan-akan nama-nama Allah yang mulia, yang tampak jelas di alam yang disebut sebagai “makrokosmos” ini, sebagian besar tampak pula di dalam diri manusia yang merupakan alam kecil (mikrokosmos). Di samping itu, berbagai hal yang bermanfaat seperti kesehatan, keselamatan, dan kenikmatan yang ada pada diri manusia mendorongnya untuk bersyukur dan melakukan berbagai kewajiban sehingga manusia tersebut seakan-akan seperti mesin syukur.

 

Demikian pula halnya pada berbagai musibah, penyakit, derita, dan berbagai faktor pengaruh yang menstimulasi dan menggerakkan emosinya, mendorong roda-roda dari mesin tersebut untuk bekerja dan bergerak. Dari tempat yang tersembunyi, ia rangsang mesin itu sehingga memancarkan harta kelemahan, ketidakmampuan, dan kefakiran yang dalam fitrah kemanusiaan. Musibah tidak mendorong manusia untuk berlindung kepada Allah dengan satu lidah saja, tapi dengan seluruh anggota tubuhnya. Segala musibah, rintangan, dan hambatan tersebut menjadikannya seolaholah sebuah pena dengan ribuan mata pena. Ia tuliskan ketentuanketentuan hidupnya dalam lembaran kehidupannya, kemudian dibentuknya lembaran menakjubkan dari nama Allah yang mulia hingga menyerupai satu kasidah indah dan sebuah lembaran pengumuman. Dengan demikian ia telah melaksanakan tugas fitrahnya.

 

Penjelasan Makna Ya Baqi Anta Al-Baqi

 

(Pada cahaya yang ketiga ini, unsur emosi dan perasaan terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, kami berharap ia tidak diukur dengan ukuran logika. Sebab, faktor yang membuat perasaan ini bergejolak seringkali tidak logis dan tidak rasional).

 

“Segala sesuatu hancur binasa kecuali Dzat-Nya. Segala ketetapan adalah milik-Nya. Dan kepada-Nya kalian dikembalikan.” (al-Qashash [28]: 88)

 

Ayat al-Quran di atas ditafsirkan oleh dua kalimat yang menjelaskan dua hakikat penting yang oleh sekelompok guru Tarekat Naqsyabandiyah dijadikan sebagai esensi wirid mereka ketika mereka melakukan khataman al-Quran secara khusus. Bunyi kedua kalimat tersebut adalah:

 

 

“Wahai Yang Maha kekal, Engkaulah Yang Maha Kekal. Wahai Yang Maha Kekal, Engkaulah Yang Maha Kekal”.

 

Karena kedua kalimat itu termasuk dalam pengertian makna Ayat di atas, kami akan menyebutkan beberapa catatan untuk menjelaskan dua hakikat yang menggambarkan keduanya

 

  1. PENGOSONGAN KALBU DARI SEGALA SESUATU SELAIN ALLAH

 

Pengulangan kata Ya Baqi Anta al-Bagi pada bagian yang pertama adalah untuk mengosongkan kalbu dari segala sesuatu selain Allah Ta’ala. Dalam hal ini, ia menyerupai sebuah operasi pembedahan dengan memutuskan kalbu dari segala hal selain Allah. Jelasnya adalah sebagai berikut:

 

Dengan substansi komprehensif manusia memiliki beraneka macam ikatan dengan sebagian besar entitas. Dalam substansi tersebut terdapat kecenderungan cinta tak terbatas yang bisa membuat manusia memiliki kecintaan yang mendalam terhadap entitas pada umumnya. Ia mencintai dunia yang besar ini sebagaimana ia mencintai rumahnya. Ia juga mencintai surga yang kekal sebagaimana ia mencintai tamannya. Padahal, seluruh entitas yang dicintai manusia itu tidaklah langgeng. Semuanya akan pudar dan lenyap. Karena itu, manusia senantiasa merasa tersiksa akibat pedihnya perpisahan. Dari sinilah kecintaan yang amat sangat itu menjadi faktor utama yang membuat batinnya begitu tersiksa. Sebab, ia telah ceroboh dalam menempatkan rasa cintanya itu. Berbagai derita yang dialaminya bersumber dari kecerobohannya sendiri. Padahal, Allah sengaja membekali manusia dengan perasaan cinta di atas untuk diarahkan kepada Pemilik keindahan yang benar-benar abadi (Allah). Namun manusia justru mengarahkan cintanya pada entitas yang fana. Akhirnya, ia pun merasakan berbagai penderitaan akibat pedihnya perpisahan.

 

Maksud dari pengulangan kalimat Ya Bagi Anta al-Bagi adalah lepasnya diri si pelantun dari kecerobohan di atas, ia memutuskan ikatan cinta terhadap sesuatu yang bersifat fana, berpisah dengan semua yang ia cintai sebelum semua yang dicintainya itu berpisah dengannya. Selanjutnya, ia hanya mengarahkan perhatian pada Kekasih yang kekal abadi, yaitu Allah Ta’ala semata.

 

Pengertian dari ucapan tersebut adalah, “Tidak ada yang benar-benar kekal kecuali Engkau wahai Tuhanku. Segala sesuatu selain-Mu bersifat fana dan sementara. Sementara sesuatu yang bersifat sementara tak layak untuk mendapat cinta abadi dan tak layak untuk diikatkan secara kuat kepada kalbu yang pada dasarnya telah dicipta untuk kekal abadi. Karena semua entitas yang ada bersifat fana dan akan meninggalkanku, maka aku akan meninggalkannya sebelum ia meninggalkanku dengan mengucap Ya Baqi Anta al-Baqi secara berulang-ulang”. Artinya, aku yakin dan percaya bahwa tidak ada yang kekal kecuali Engkau wahai Tuhanku. Kekalnya entitas bergantung pada bagaimana Engkau membuatnya kekal. Dengan demikian, ia hanya boleh dicintai selama tidak keluar dari cahaya cinta-Mu. Jika tidak, ia tak layak menjadi kaitan kalbu.

 

Kondisi di atas akan membuat kalbu bersih dari segala sesuatu yang tadinya sangat dicintai. Manusia akan menyaksikan bahwa segala sesuatu yang terlihat indah hanya bersifat sementara. Ketika itulah, ikatan yang tadinya mengikat kalbu dengan segala entitas akan terputus. Namun jika kalbunya masih tidak bersih dari sesuatu yang dicintai, maka yang terjadi adalah sebaliknya. Berbagai luka, derita, dan penyesalan akan memancar dari kedalaman kalbu sesuai dengan kadar entitas fana yang dicintainya.

 

Lalu kalimat kedua yang berbunyi sama, ya Baqi Anta al-Baqi, berkedudukan sebagai salep penyembuh dan balsem ampuh, Ia dioleskan pada operasi bedah yang dilakukan kalimat pertama terhadap kalbu beserta segala ikatannya. Arti dari kalimat kedua tersebut, “Cukuplah Engkau wahai Tuhanku sebagai Dzat Yang Maha Kekal. Kekekalan-Mu menggantikan segala sesuatu. Karena Engkau ada, segala sesuatu pun menjadi ada”.

 

Segala sesuatu yang terlihat baik, bagus, dan sempurna sehingga dicintai oleh manusia tidak lain merupakan petunjuk akan kebaikan dan kesempurnaan Dzat Yang Maha Kekal. Kebaikan dan kesempurnaan tersebut adalah pancaran lembut dani-Nya yang menembus dari balik tirai yang tebal. Bahkan ia merupakan pancaran dari manifestasi nama-nama Allah yang mulia.

 

  1. FITRAH MANUSIA YANG MENGINGINKAN KEABADIAN

 

Dalam fitrah manusia ada keinginan yang sangat kuat terhadap keabadian. Sampai-sampai ia berangan-angan agar semua yang ia cintai bersifat abadi. Bahkan, ia hanya mau mencintai sesuatu yang disangkanya abadi. Akan tetapi, ketika ia menyadari bahwa apa yang dicintainya hanya bersifat sementara atau ia menyaksikan bahwa apa yang dicintainya itu musnah, ia akan segera mengalami kesedihan yang mendalam. Ya, semua ratapan yang muncul akibat adanya perpisahan adalah merupakan ungkapan tangisan yang bersumber dari kecintaan terhadap keabadian. Seandainya manusia tidak menghayalkan adanya keabadian, ia tidak akan mencintai sesuatu.

 

Bahkan bisa dikatakan bahwa yang menjadi salah satu sebab adanya alam keabadian dan surga yang kekal adalah karena kecintaan yang sangat kuat terhadap keabadian yang tertanam pada fitrah manusia, serta karena do’anya yang umum dan menyeluruh untuk bisa kekal. Maka, Allah Yang Maha Kekal mengabulkan keinginan dan do’a tersebut. Allah menciptakan bagi manusia yang fana sebuah alam yang kekal dan abadi.

 

Sebab, mana mungkin Sang Pencipta Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih mengabulkan do’a perut yang berukuran kecil saja yang dipanjatkan lewat lisanul hal (perbuatan) dengan menciptakan untuknya beragam makanan lezat yang tak terhingga, sementara tidak mengabulkan do’a yang dipanjatkan manusia dengan ucapan, lisanul hal, dengan terus-menerus dan kulli (secara utuh), keinginan kuat yang bersumber dari kebutuhan fitrinya? Naudzubillah, Karena itu, sangat mustahil Allah mengabaikan doa manusia. Sebab, sikap mengabaikan doa tidak sesuai dengan kebijaksanaan, keadilan, rahmat, kekuasaan-Nya.

 

Selama manusia sangat mencintai keabadian, pastilah semua kesempurnaan dan perasaannya tergantung pada keabadian itu. Selama kekekalan tersebut menjadi sifat istimewa Dzat Yang Maha Kekal Yang Memiliki Keagungan, maka seluruh nama-Nya yang mulia juga ikut kekal. Semua cermin yang memantulkan manifestasi nama-nama tersebut diwarnai keabadian dan mengambil hukumnya. Maksudnya, semua nama tersebut juga memperoleh sejenis keabadian. Maka itu, yang paling utama untuk dilakukan manusia serta tugas paling agung yang dimiliki manusia adalah menguatkan ikatan dan hubungan dengan Dzat Yang Maha Kekal Dan Agung serta berpegang dengan nama-nama-Nya yang mulia. Sebab, apa yang dikorbankan di jalan Dzat Yang Maha Kekal, juga akan menerima sejenis sifat kekal.

 

Hakikat ini dijelaskan oleh kalimat kedua, ya Baqi Anta al-Baqi. Dia tidak hanya menyembuhkan “luka” maknawi manusia yang tak terhingga, tetapi juga memenuhi keinginan kuatnya untuk bisa kekal seperti yang tertanam dalam fitrahnya.

 

  1. PERBEDAAN PENGARUH WAKTU TERHADAP MUSNAHNYA SESUATU DAN PERUBAHAN UMUR YANG FANA KEPADA KEKAL

 

Dalam kehidupan dunia ini, pengaruh waktu terhadap musnahnya segala sesuatu berbeda-beda. Walaupun semua entitas, antara yang satu dengan lainnya, saling mengitari seperti lingkaran yang saling bersambung, namun dilihat dari kemusnahannya ada perbedaan yang sangat mencolok.

 

Sebagaimana pergerakan jarum detik, menit, dan jam berbeda kecepatan meskipun bentuk lahiriyahnya sama, demikian pula dengan kondisi manusia. Pengaruh waktu terhadap kondisi jasmani, jiwa, kalbu, dan ruh manusia berbeda-beda. Anda menyaksikan bahwa kehidupan, keabadian, dan keberadaan wujud jasmani hanya terbatas pada hari atau pada saat ia hidup. la terputus dari masa lalu dan masa depan. Lalu Anda menyaksikan bahwa kehidupan dan domain keberadaan kalbu membentang-luas hingga mencakup beberapa hari sebelum dan sesudahnya. Bahkan kehidupan dan domain ruh jauh lebih besar dan jauh lebih luas. la mencakup beberapa tahun sebelumnya dan sesudahnya.

 

Demikianlah, atas dasar itu, sesungguhnya disamping umur manusia yang fana terdapat umur lain yang bersifat kekal ditinjau dari sisi kehidupan kalbu dan rohaninya. Keduanya akan terus hidup lewat adanya pengenalan terhadap Tuhan, kecintaan padaNya, pengabdian kepada-Nya, serta keridhoan-Nya. Bahkan, umur kekal ini akan mengantar kepada alam yang abadi. Sehingga umur yang fana tadi akan berkedudukan seperti umur yang kekal abadi.

 

Ya, satu detik yang dihabiskan manusia di jalan Dzat Yang Maha Kekal, di jalan cinta-Nya, di jalan ma’rifah-Nya, dan dalam rangka mencari ridho-Nya, akan terhitung satu tahun penuh. Bahkan ia akan abadi tak pernah musnah. Sementara waktu satu tahun yang tidak dipergunakan di jalan-Nya, terhitung satu detik. Maka, seratus tahun usia orang-orang yang lalai tidak lebih dari satu detik dari sisi dunia.

 

Ada sebuah ungkapan terkenal yang menjelaskan hakikat tersebut. Bunyinya, “Berpisah sekejap seolah-olah satu tahun, sementara satu tahun bersua seolah-olah sekejap”. Artinya, berpisah satu detik saja terasa sangat lama sehingga seolah-olah satu tahun. Sedangkan bersua selama satu tahun terasa sangat singkat seolah-olah hanya satu detik.

 

Hanya saja, aku mempunyai pandangan berbeda dengan ungkapan di atas. Menurutku, satu detik yang dipergunakan manusia dalam sesuatu yang diridhoi Allah Ta’ala, serta di jalan Dzat Yang Maha Kekal dan Agung yaitu satu detik perjumpaan tidak hanya seperti satu tahun. Tetapi ia seperti sebuah jendela perjumpaan yang kekal abadi. Adapun perpisahan yang bersumber dari kelalaian dan kesesatan, tidak hanya membuat waktu satu tahun menjadi seperti satu detik. Bahkan ribuan tahun pun menjadi seperti satu detik.

 

Ada lagi pepatah yang lebih terkenal daripada sebelumnya yang memperkuat penjelasan di atas. Makna dari pepatah tersebut adalah, “Tanah lapang jika bersama musuh seolah seluas cangkir. Sementara lobang jarum jika bersama kekasih seolah seperti lapangan”.

 

Jika kita ingin menjelaskan sisi Kebenaran dari pepatah di atas adalah sebagai berikut:

 

Perjumpaan segala entitas fana sangatlah singkat sebab ia bersifat fana. Betapapun lamanya, ia hanya berlangsung sekilas lalu berubah menjadi kenangan menyedihkan dan mimpi yang menyebabkan duka. Kalbu manusia yang merindukan keabadian hanya menikmati kelezatan yang hanya seukuran satu detik saja dalam satu tahun perjumpaan dengan entitas tersebut. Sementara saat perpisahan dengannya terasa sangat panjang dan luas. Satu detik mencakup berbagai macam perpisahan selama satu tahun bahkan selama bertahun-tahun. Kalbu yang rindu pada keabadian akan merasa Sakit ketika berpisah satu detik saja seolah-olah ia diterpa oleh berbagai derita akibat perpisahan selama bertahun-tahun. Sebab, perpisahan tersebut mengingatkannya pada aneka macam perpisahan yang tak terhitung banyaknya. Demikianlah, masa lalu dan masa depan dari semua bentuk kecintaan terhadap materi penuh dengan aneka macam perpisahan.

 

Terkait dengan hal itu, kami ingin bertanya, “Wahai manusia, apakah engkau ingin mengubah umurmu yang singkat menjadi umur yang kekal, panjang, bermanfaat dan menghasilkan keuntungan?”

 

Jika jawabannya ya, berarti sesuai dengan fitrah manusia. Kalau begitu, pergunakanlah umurmu di jalan Allah Yang Maha Kekal. Sebab, apa saja yang mengarah pada Dzat Yang Maha Kekal akan memperoleh bagian dari manifestasi-Nya yang kekal.

 

Ketika manusia sangat menginginkan umur yang panjang dan rindu pada keabadian, sementara ada sebuah sarana di hadapannya untuk mengubah umur yang fana menjadi umur yang kekal. Selama sifat manusiawinya masih ada, ia pasti akan mencari sarana tersebut. Ia akan segera berusaha mengubah apa yang tersembunyi itu menjadi sebuah perbuatan konkret dan bergerak sesuai dengan tujuan tersebut.

 

Karena itu, pergunakanlah sarana tersebut! Berbuatlah untuk Allah, bersualah demi Allah, serta berusahalah karena Allah. Jadikan semua gerakanmu dalam naungan ridho Allah (Untuk Allah, demi Allah, dan karena Allah). Dari situ engkau akan menyaksikan bahwa menit per menit dari umurmu yang singkat menjadi senilai tahunan. Hakikat ini ditunjukkan oleh Lailatul Qadri. Meskipun ia hanya satu malam, tetapi ia lebih baik daripada seribu bulan sesuai dengan bunyi ayat al-Quran. Artinya ia senilai delapan puluh tahun lebih.

 

Petunjuk lainnya adalah sebuah kaidah yang telah ditetapkan oleh para wali dan ahli hakikat. Yaitu masalah ‘pengerutan waktu’ yang ditunjukkan secara nyata oleh peristiwa Mi’raj Nabi SAW. Dalam peristiwa tersebut, hitungan detik dikerutkan menjadi hitungan tahun. Apalagi dengan hitungan jamnya, ia menjadi begitu luas dan panjang seukuran ribuan tahun. Sebab, dengan peristiwa Mi’raj tersebut, Nabi SAW. telah memasuki alam baka (keabadian). Beberapa menit dari alam keabadian senilai ribuan tahun ukuran dunia.

 

Adanya pembentangan waktu tersebut juga diperkuat oleh berbagai peristiwa yang pernah dialami oleh para wali yang saleh. Ada di antara mereka yang melakukan amal-amal perbuatan satu hari hanya dalam satu detik. Ada lagi yang menyelesaikan tugas dan kewajiban satu tahun hanya dalam satu jam. Serta ada pula di antara mereka yang mengkhatamkan al-Quran hanya dalam satu menit.

 

Demikianlah, berbagai riwayat di atas dan yang sejenisnya, tidak diragukan lagi adanya. Sebab, para penyampai riwayat tersebut adalah orang-orang yang jujur dan saleh. Mereka tak memiliki sifat bohong. Apalagi peristiwanya sudah mutawatir dan seringkali terjadi. Mereka menyampaikan riwayat tersebut seolah. olah menyaksikan secara langsung. Tak ada yang diragukan, Pengerutan waktu tersebut merupakan sebuah kenyataan tak terbantahkan”. Pengerutan waktu dapat terlihat pada mimpi yang dibenarkan oleh semua orang. Bisa jadi dalam satu menit mimpi Saja, ia dapat mengalami berbagai kondisi, bisa berbincang-bincang, merasakan aneka kenikmatan, serta merasakan siksa yang dalam waktu sadar membutuhkan waktu satu hari, atau bahkan membutuhkan waktu berhari-hari.

 

Sebagai kesimpulan, pada dasarnya manusia adalah makhluk yang fana. Hanya saja ia kemudian diciptakan kekal abadi. Allah, Sang Pencipta Yang Maha Mulia, menciptakan manusia dalam kondisi seperti cermin yang memantulkan manifestasi-Nya yang kekal. Allah juga membebaninya dengan berbagai kewajiban yang membuahkan hasil yang kekal, serta membentuknya dalam bentuk yang paling baik agar bisa menjadi tempat dituliskannya berbagai manifestasi dari nama-nama-Nya yang mulia dan kekal. Karena itu, kebahagiaan dan kewajiban manusia yang paling mendasar adalah terletak pada bagaimana ia menghadapkan wajah kepada Dzat Yang Maha Kekal dengan segenap upaya, raga, dan seluruh potensi fitrahnya, berjalan melangkah di jalan keabadian. Sebagaimana lisannya mengucapkan Ya Baqi Anta al-Baqi, begitu juga seluruh inderanya berupa kalbu, ruh, dan akal mengucapkan

 

“Dialah Yang Maha Kekal. Dialah Yang Maha Azali dan Abadi. Dialah Yang Tak pernah berakhir. Dialah Yang Maha Permanen. Dialah Yang Maha Diminta. Dialah Yang Maha Dicinta. Dialah Yang Maha Dituju. Serta Dialah Yang Maha Disembah.”

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

“Wahai Tuhan kami, janganlah Kau hukum kami jika kami lupa atau salah.” (al-Baqarah [2]: 286)

 

Konsep as-Sunnah

 

MESKIPUN persoalan imamah merupakan persoalan yang bersifat furu (cabang) namun karena sering menjadi perhatian, ia kemudian dimasukkan ke dalam salah satu kajian keimanan dalam buku-buku ilmu kalam dan ushuluddin. Dari sisi ini ia memiliki korelasi dengan tugas pokok kita untuk mengabdikan diri pada alQuran dan masalah iman. Karena itu, di sini saya juga sedikit membahasnya.

 

“Sungguh telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. la merasa sakit dengan penderitaanmu, begitu perhatian terhadapmu, serta amat kasih dan sayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling, katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada Tuhan selain-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal. Dia adalah Tuhan Pemilik arasy yang agung.” (AtTaubah [9]: 128-129)

 

Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasth sayang dalam kekeluargaan”. (Asy-Syura [42] 23)

 

Kami akan menunjukkan sejumlah hakikat agung yang tersimpul dalam ayat-ayat mulia di atas dalam dua bagian.

 

  1. BAGIAN KESATU

 

Bagian ini memuat empat catatan:

 

  1. Catatan Pertama

Ayat di atas menggambarkan sifat Rasul SAW. yang begitu pengasih dan penyayang terhadap umatnya. Ya, memang ada beberapa riwayat sahih yang menjelaskan sifat kasih sayang beliau yang sempurna terhadap umatnya. Contohnya adalah pada saat seluruh manusia dibangkitkan nanti, ketika itu beliau menyeru dengan berkata, “Umatku, umatku” Padahal di saat tersebut setiap orang, bahkan para nabi sekalipun, menyeru dengan ungkapan, “Diriku, diriku”. Mereka mengucapkan hal tersebut karena situasi yang mencekam dan menakutkan. Dalam riwayat lain, di saat kelahirannya, ibu beliau juga mendengar beliau mengucapkan, “Umatku, umatku”. Riwayat ini dibenarkan oleh para waliyullah yang telah mencapai tingkat kasyaf. Demikianlah, keseluruhan perjalanan hidup beliau yang harum semerbak yang memancarkan keluhuran akhlak bermahkotakan kasih sayang menjelaskan kepada kita tentang kecintaan dan kasih sayang beliau yang sangat sempurna. Selain itu, beliau memperlihatkan rasa cinta yang begitu besar tadi dengan menampakkan rasa butuh beliau yang tak terhingga terhadap kiriman salawat dari umatnya. Salawat tersebut menggambarkan sebegitu besar ikatan kasih beliau terhadap mereka semua.

 

Maka itu, sikap berpaling dari sunnah beliau yang mulia betul-betul merupakan satu bentuk kekufuran yang sangat besar, bahkan hal itu menjadi indikasi atas matinya hati nurani seseorang.

 

  1. Catatan Kedua

 

Rasul SAW. telah memperlihatkan rasa cintanya yang besar terhadap sesuatu yang remeh dan bersifat khusus, padahal misi kenabian yang beliau bawa bersifat umum dan komprehensif. Secara lahiriah, kelihatannya rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesuatu yang remeh dan bersifat khusus itu tidak sesuai dengan tugas kenabian beliau yang agung. Namun sebenarnya, unsur yang kelihatannya remeh dan khusus tersebut menggambarkan satu tepi dari sebuah rangkaian yang pada masa selanjutnya akan mengemban seluruh misi kenabian.

 

Contohnya adalah sikap Rasul SAW. yang menunjukkan rasa cinta dan perhatiannya yang besar kepada Imam Hasan dan Husein di saat mereka masih muda belia bukan semata-mata karena naluri kasih sayang dan rasa cinta yang muncul dari adanya hubungan keluarga. Akan tetapi karena keduanya (Hasan dan Husein) merupakan pangkal dari rangkaian cahaya yang membawa salah satu misi kenabian beliau yang agung. Keduanya menjadi sumber dari sebuah komunitas agung yang mewarisi kenabian, serta menjadi cermin dan teladan kenabian.

 

Ya, sikap Rasul SAW. yang memeluk Hasan ra. serta mencium kepalanya dengan penuh kasih disebabkan oleh karena banyak sekali para pewaris kenabian, pembawa syariat agung, yang berasal dari anak cucu Hasan serta bersumber dari keturunannya yang bersinar dan penuh berkah itu. Di antara mereka adalah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Dengan penglihatan kenabian, Rasul SAW. telah menyaksikan tugas suci yang diemban oleh orang-orang itu di masa mendatang. Sehingga beliau menghargai dan menghormati jasa dan pengabdian mereka. Beliau mencium kepala Hasan ra. sebagai bentuk penghormatan dan sokongan.

 

Lalu, ketika Rasul SAW. memberikan perhatian dan cinta yang begitu mendalam terhadap Husein ra. sebetulnya hal itu diperuntukkan bagi keturunannya. Yaitu para imam agung yang berposisi sebagai pewaris kenabian yang hakiki seperti Zainal Abidin dan Ja’far ash-Shidiq. Ya, beliau telah mencium leher Husein ra., serta beliau telah memperlihatkan kasih sayang dan perhatian yang besar kepadanya demi orang-orang nurani bagaikan mahdi yang akan meninggikan panji Islam dan mengemban tugas kerasulan sesudah beliau.

 

Dengan kalbu beliau yang mengetahui hal gaib, Rasul SAW. dapat menyaksikan padang mahsyar padahal beliau masih berada di dunia. Beliau bisa menyaksikan surga di langit yang tinggi serta menyaksikan malaikat yang terdapat nun jauh di sana padahal beliau berada di bumi. Beliau juga bisa melihat berbagai peristiwa yang tertutup tirai masa lalu yang gelap sejak zaman Nabi Adam as. Bahkan penglihatan beliau dapat menyaksikan Allah Taala. Dengan begitu tidak aneh kalau kemudian penglihatan beliau yang bersinar serta mata batin beliau yang menembus masa depan bisa menyaksikan para tokoh agung dan para imam pewaris kenabian yang berasal dari keturunan Hasan dan Husein. Atas dasar itulah, beliau mencium kepala keduanya atas nama mereka semua. Ya, dalam ciuman Rasul SAW. terhadap Hasan ra. terdapat bagian besar yang dimiliki oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani.

 

  1. Catatan Ketiga

Pengertian dari firman Allah yang berbunyi,    (kecuali kasih sayang terhadap keluarga), menurut sebuah pendapat adalah dalam mengemban misi kerasulan, Nabi SAW. tidak pernah meminta upah dari seseorang. Yang beliau minta hanyalah kecintaan terhadap keluarganya.

 

Barangkali ada yang bertanya-tanya bahwa dalam pengertian ayat di atas upah diberikan atas dasar kedekatan keturunan. Sementara, ayat al-Quran berikut ini:

 

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat [49]: 13)

 

Menunjukkan bahwa tugas kerasulan terus berlangsung berdasarkan kedekatan seseorang kepada Allah, bukan berdasarkan kedekatan keturunan.

 

Jawaban terhadap pendapat di atas adalah sebagai berikut. Rasul SAW., dengan pandangan kenabian yang menembus alam gaib, mengetahui bahwa keturunannya akan berkedudukan seperti pohon yang bersinar terang dan besar di seluruh dunia Islam. Mereka yang mengantarkan berbagai lapisan masyarakat muslim kepada petunjuk dan kebaikan serta yang menjadi contoh pribadi manusia sempurna, sebagian besarnya akan berasal dari keluarga beliau.

 

Beliau juga mengetahui pengabulan doa umatnya yang terkait dengan ahlul bait seperti terdapat dalam tasyahhud berikut ini:

 

“Ya Allah limpahkan salawat atas Muhammad dan atas keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim.”

 

Artinya, sebagaimana sebagian besar para pembimbing dan pemberi petunjuk atas agama Ibrahim itu terdiri dari para nabi yang berasal dari keturunan dan keluarganya, demikian pula para tokoh ahlul bait berposisi seperti para nabi Bani Israil bagi umat Muhammad. Mereka melaksanakan tugas agung dengan mengabdi kepada Islam dalam berbagai aspek. Karena itu, Rasul SAW. diperintahkan untuk berkata, “Katakan, Aku tidak meminta kepadamu upah apapun atas dakwahku kecuali kasih sayang terhadap keluarga”. Ia meminta kepada umat ini agar mencintai keluarga beliau (ahlul bait). Hal ini didukung oleh beberapa riwayat lain. Nabi SAW. pernah bersabda, “Wahai manusia, aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang jika kalian berpegang padanya kalian takkan tersesat.

 

Yaitu kitabullah (al-Quran) dan keturunanku (ahlul bait)”. Sebab, ahlul bait merupakan sumber dari Sunnah Nabi yang mulia sekaligus pemelihara dan pihak pertama yang harus komitmen padanya.

 

Dengan demikian hakikat hadits di atas menjadi jelas. Yaitu ia berisi perintah untuk mengikuti al-Quran dan as-Sunnah yang mulia. Jadi, yang dimaksud dengan ahlul bait disini ditinjau dari sisi tugas kerasulan adalah mengikuti sunnah Nabi SAW. Dengan demikian, orang yang meninggalkan sunnah yang mulia sebenarnya tidak termasuk ahlul bait. Ia juga tidak termasuk pengikut ahlul bait yang hakiki.

 

Kemudian hikmah yang bisa dipetik dari keinginan Nabi SAW. untuk mengumpulkan seluruh umatnya di sekitar ahlul bait adalah karena beliau mengetahui dengan izin Tuhan bahwa keturunan ahlul bait akan bertambah banyak seiring perjalanan waktu, sementara Islam akan kembali melemah. Dengan kondisi semacam itu, harus ada komunitas yang saling mendukung dan saling menopang dalam jumlah dan kekuatan besar guna menjadi pusat dan sentral dunia Islam secara moral. Rasul SAW. telah mengetahui hal itu. Maka, beliau menginginkan umatnya berkumpul di sekitar keturunannya.

 

Meskipun ada individu-individu dan kalangan ahlul bait yang tidak lebih unggul dari lainnya dalam masalah iman dan keyakinan. Namun mereka adalah orang-orang yang jauh lebih dulu tunduk, berkomitmen, dan mendukung Islam. Sebab secara fitrah, secara tabiat, dan keturunan, mereka memang telah loyal terhadap Islam, Loyalitas alamiah tersebut tak pernah hilang walaupun berada dalam kondisi lemah, tak dikenal, atau bahkan walaupun berada dalam kebatilan. Jika demikian, bagaimana dengan loyalitas terhadap sebuah hakikat yang dimiliki oleh nenek moyang mereka, yang demi hakikat tersebut mereka rela mengorbankan jiwanya hingga memperoleh kemuliaan. Hakikat tersebut benar-benar berada dalam puncak kekuatan, kemuliaan, dan di atas kebenaran. Maka, mungkinkah orang yang secara spontan merasakan kebenaran loyalitas alamiah tersebut akan meninggalkannya?

 

Dengan komitmen fitri mereka yang sangat kuat terhadap Islam, ahlul bait memandang sebuah petunjuk Islam yang sederhana sekalipun sebagai bukti yang kuat. Sebab mereka memang telah memiliki loyalitas fitri terhadap Islam. Adapun orang lain, mereka baru memberikan komitmen setelah adanya bukti yang kuat.

 

  1. Catatan Keempat

Terkait dengan catatan ketiga di atas ada sebuah isyarat singkat yang mengarah pada masalah yang sangat besar sampai-sampai ia masuk ke dalam pembahasan buku-buku akidah dan termuat bersama pokok-pokok keimanan. la adalah masalah yang memicu perselisihan antara kalangan Ahlu Sunnah dan Syiah. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:

 

Kalangan Ahlu Sunnah berpendapat bahwa Imam Ali ra. merupakan khalifah yang keempat di antara para Khulafa ar-Rasyidin. Abu Bakar ash-shiddiq ra. lebih utama dan paling berhak terhadap kekhalifahan. Karena itu, dialah yang pertama-tama menerima tongkat kekhalifahan.

 

Namun menurut kalangan Syiah, “Hak kekhalifahan tersebut berada di tangan Ali ra. Hanya saja ia kemudian dizalimi. Ali lah yang paling utama dari semua khalifah yang ada”. Kesimpulan dari keseluruhan argumen mereka adalah bahwa banyak sekali hadits yang menyebutkan keutamaan Sayyidina Ali ra. Ia merupakan rujukan bagi sebagian besar wali dan jalan-jalan sufi sehingga ia disebut sebagai Sultanul awliya (pemimpin para wali). Selain itu, ia memiliki berbagai kemuliaan baik dalam hal pengetahuan, keberanian, dan ibadah. Terlebih lagi, Rasul SAW. telah memperlihatkan hubungan yang sangat kuat dengannya dan dengan ahlul bait yang berasal dari keturunannya. Semua itu menjadi petunjuk bahwa Ali ra. adalah yang paling utama. Jadi, kekhalifahan merupakan haknya, hanya saja kekhalifahan itu kemudian dirampas darinya.

 

Jawaban dari pernyataan di atas adalah sebagai berikut: Pengakuan berulang kali yang diberikan oleh Sayyidina Ali ra. dan para pengikutnya terhadap tiga khalifah sebelumnya, pengangkatan dirinya sebagai Syaikhul qudhot (Hakim Tertinggi) selama 20 tahun lebih, merupakan kenyataan yang membantah klaim kalangan Syiah Apalagi berbagai kemenangan Islam dan perjuangan melawan para musuh berlangsung di masa tiga khalifah sebelumnya. Sementara pada masa kekhalifahan Ali ra. terjadi banyak fitnah. Hal ini tentu juga membantah klaim Syiah dari sisi kekhalifahan. Artinya, klaim yang diberikan oleh kalangan Ahlussunnah adalah benar.

 

Barangkali ada yang berpendapat bahwa golongan Syiah (pendukung dan pengikut Ali ra.) terbagi dua: Ada Syiah wilayah (yang menempatkan Ali sebagai rujukan para wali) dan ada pula Syiah khilafah (yang meyakini Ali sebagai orang yang paling layak sebagai khalifah). Salahnya golongan kedua karena tercampurnya antara politik dan kepentingan-kepentingan tertentu dalam klaim mereka. Golongan pertama, yang justru terbebas dari percampuran tersebut. Anggaplah golongan yang kedua ini bersalah karena masalah politik dan kepentingan telah bercampur dalam klaim mereka. Akan tetapi pada golongan pertama tidak terdapat kepentingan atau keinginan politis apa pun. Tapi pada gilirannya, Syiah wilayah juga tercampur dengan kelompok Syiah khilafah. Maksudnya, segolongan wali yang mengarungi jalan sufi memandang bahwa Sayyidina Ali ra. sebagai orang yang paling utama. Sehingga mereka juga membenarkan klaim Syiah khilafah yang memasuki wilayah politik.

 

Jawaban atas pendapat tersebut adalah bahwa Imam Ali ra. harus dilihat dari dua sisi: Yang pertama, sisi kepribadian beliau yang mulia dan kedudukan pribadi beliau yang tinggi. Sedangkan yang kedua adalah sisi keadaan beliau sebagai cerminan dari sosok ahlul bait. Tentu saja sebagai sosok ahlul bait ia memantulkan substansi Rasul SAW.

 

Dilihat dari sisi yang pertama, semua ahli hakikat termasuk Imam Ali ra. sendiri yang berada di garda terdepan telah memuliakan Abu Bakar ra. dan Umar ra. Mereka menganggap keduanya sebagai orang yang lebih utama dalam pengabdian mereka terhadap Islam dan kedekatan mereka kepada Ilahi.

 

Lalu dilihat dari sisi yang kedua di mana Imam Ali ra. dipandang sebagai cerminan sosok ahlul bait Sebagai sosok ahlul bait yang mencerminkan hakikat Muhammad SAW., ia sama sekali tak bisa dibandingkan dengan siapapun. Dan jika ditinjau dari sisi yang kedua ini telah banyak hadits-hadits Nabi SAW. yang isinya memuji Imam Ali ra. serta menjelaskan berbagai keutamaannya. Diantaranya adalah hadits shahih yang berbunyi, “Keturunan setiap nabi berasal darinya (Adam as.), sementara keturunanku berasal dari Ali”.

 

Adapun berbagai riwayat yang terkait dengan kepribadian Ali ra. dan pujian terhadapnya yang jumlahnya lebih banyak daripada khalifah-khalifah lainnya hal itu disebabkan oleh karena kalangan ahlu sunnah telah menyebarkan berbagai riwayat yang terkait dengan Imam Ali ra. guna menghadapi serangan dan celaan kaum Umayyah dan kaum Khawarij yang ditujukan kepadanya. Sementara para khulafa ar-Rasyidin lainnya tidak mengalami kritikan dan celaan seperti itu. Dengan begitu, tidak ada alasan yang mendorong mereka untuk menyebarkan hadits-hadits yang terkait dengan keutamaan para khalifah lainnya.

 

Kemudian, Rasul SAW. melihat dengan kacamata kenabian bahwa Sayyidina Ali ra. akan menghadapi berbagai peristiwa menyakitkan dan berbagai fitnah internal. Karena itu, beliau menghibur Ali ra. sekaligus mengajarkan umat Islam dengan hadits-hadits yang mulia. Misalnya, “Siapa yang aku sebagai walinya, maka Ali juga walinya”. Hal ini untuk menolong Ali ra. dari keputusasaan, serta untuk menyelamatkan umat ini agar jangan sampai mempunyai prasangka buruk terhadapnya.

 

Kecintaan berlebih yang ditampakkan oleh golongan Syiah wilayah kepada Sayyidina Ali ra. dan sikap mereka yang meng. utamakan Ali ra. atas yang lain dari sisi tarekat tidak menjadikan mereka memikul pertanggungjawaban yang sama besarnya dengan yang dipikul oleh golongan syiah khilafah. Sebab, para wali tersebut memandang Ali ra. dengan pandangan cinta seorang murid terhadap mursyidnya. Dan biasanya orang yang sedang mabuk cinta mempunyai sikap yang berlebihan dengan memandang kekasihnya. Begitulah sebenarnya pandangan mereka. Gejolak cinta berlebihan yang ditunjukkan oleh para wali itu masih berpeluang untuk dimaafkan dengan syarat sikap mereka yang lebih memuliakan Imam Ali ra. tersebut tidak sampai ke tingkat mencela dan memusuhi para Khulafa ar-Rasyidin lainnya. Serta, tidak sampai keluar dari prinsip-prinsip dasar Islam.

 

Adapun golongan Syiah khilafah, karena sudah bergelut dengan kepentingan politis, mereka tidak mungkin lepas dari sikap permusuhan dan kepentingan pribadi sehingga tidak mendapat hak untuk ditoleransi. Bahkan mereka justru menunjukkan sikap dendamnya terhadap Umar ra. yang dibungkus dalam bentuk kecintaan terhadap Ali ra. Sebabnya, bangsa Iran merasa telah disakiti oleh Umar ra. Sampai-sampai sikap mereka itu sesuai dengan sebuah ungkapan yang berbunyi, “Sebetulnya bukan karena cinta pada Ali, tetapi karena benci pada Umar”. Tindakan Amru ibn al-Ash yang melawan Ali ra., serta tindakan Amru ibn Sa’ad yang memerangi Sayyidina Husein ra dalam perang yang memilukan dan menyakitkan telah mewariskan kebencian dan permusuhan yang sangat hebat bagi kalangan Syiah terhadap nama yang berbau Umar dan sejenisnya.

 

Sementara golongan Syiah wilayah mereka tidak pernah mengkritik kalangan Ahlu Sunnah. Sebab, kalangan Ahlu Sunnah tidak merendahkan kedudukan Ali ra. bahkan mereka secara tulus sangat mencintainya. Hanya saja mereka menghindarkan sikap cinta berlebihan sebab hal itu berbahaya seperti yang disebutkan dalam hadits. Adapun pujian Nabi SAW. terhadap kelompok pengikut Ali ra. sebagaimana yang terdapat dalam beberapa hadits, sebetulnya hal itu mengarah kepada kalangan Ahlu Sunnah. Sebab, mereka adalah orang-orang yang mengikuti Sayyidina Ali ra. secara konsisten. Karena itu, mereka juga disebut sebagai Syiah (pengikut) Imam Ali ra.

 

Ada sebuah hadits yang secara tegas menjelaskan bahwa sikap berlebihan dalam mencintai Sayyidina Ali ra. sangat berbahaya sama seperti bahaya yang menimpa orang-orang Nasrani ketika mereka berlebihan dalam mencintai Isa as.

 

Apabila golongan Syiah wilayah berpendapat bahwa jika Imam Ali ra. telah diakui mempunyai keutamaan yang luar biasa maka sikap yang melebihkan Abu Bakar ra. di atas Ali ra. tidak bisa diterima, pernyataan tersebut dapat dijawab sebagai berikut:

 

Apabila keutamaan Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar ra., dan Jasa-jasa mereka berdua yang begitu agung dalam mewarisi kenabjan diletakkan dalam sebuah sisi timbangan. Lalu keistimewaan Ali ra. yang luar biasa kerja kerasnya memimpin kekhalifahan, berbagai peperangan internal berdarah-darah yang terpaksa dilakukannya, serta prasangka buruk yang diterima sebagai akibatnya, diletakkan di sisi timbangan lainnya, pastilah timbangan Abu Bakar ash-Shiddiq ra., timbangan Umar ibn al-Khattab, atau timbangan Dzun-Nurain Utsman ibn Affan ra. akan lebih berat. Inilah yang diakui oleh kalangan Ahlu Sunnah dan ini pula yang menyebabkan mereka melebihkan ketiganya.

 

Seperti yang telah kami sebutkan dalam kalimat ketiga belas dan kedua puluh empat pada buku al-Kalimat, martabat kenabian jauh lebih mulia dan lebih tinggi daripada derajat kewalian bahwa satu gram kenabian lebih berat daripada satu kilo kewalian. Dari sisi ini, bagian yang dimiliki oleh Abu Bakar dan Umar ra. dalam mewarisi kenabian dan menegakkan hukum-hukum Islam lebih besar. Kedamaian yang terjadi pada masa kekhalifahan mereka bagi kalangan Ahlu Sunnah menjadi buktinya. Keutamaan pribadi Ali ra. tidak membuat jatuh kedudukan mereka itu. Imam Ali ra. telah menjadi Syaikhul Qudhot (Hakim Tertinggi) bagi kedua tokoh tersebut di masa kekhalifahan mereka. Dania menghormati keduanya.

 

Bagaimana mungkin kelompok yang benar, yaitu kalangan Ahlu Sunnah, yang mencintai dan menghormati Sayyidina Ali ra., tidak akan mencintai dua orang yang dicintai dan dihormati oleh Sayyidina Ali ra.?

 

Kami akan memperjelas masalah ini dengan sebuah contoh. Seorang yang sangat kaya membagi-bagikan warisan dan hartanya yang berlimpah kepada para anaknya. Salah satu dan anaknya itu diberi dua puluh pound perak dan empat pound emas. Sementara yang kedua diberi lima pound perak dan lima pound emas. Lalu yang ketiga diberi tiga pound perak dan lima pound emas. Tentu saja, meskipun kuantitas atau jumlah yang didapatkan oleh dua anak yang terakhir lebih sedikit dari yang pertama, tetapi dari segi kualitas apa yang mereka dapatkan lebih berharga.

 

Dengan contoh di atas, maka sedikit kelebihan yang dimiliki oleh Abu Bakar dan Umar yang berupa emas hakikat kedekatan Ilahi yang berasal dari pewarisan kenabian dan penegakan hukum-hukum Islam lebih berat jika dibandingkan dengan banyaknya keutamaan pribadi, essensi kewalian, dan kedekatan ilahi yang dimiliki oleh Ali ra. Karena itu, dalam menimbang dan memberikan .penilaian, hendaknya sisi ini harus diperhatikan. Namun, gambaran tentang hakikat tersebut akan berubah manakala penilaiannya hanya terbatas pada sisi keberanian dan pengetahuan pribadi, serta hanya terbatas pada sisi kewalian. Selanjutnya, sebagai cerminan sosok ahlul bait yang tampak dalam kepribadiannya, dari sisi pewarisan kenabian, kedudukan Sayyidina Ali ra. tidak bisa ditandingi oleh siapapun. Sebab, rahasia agung yang dimiliki oleh Rasul SAW. terletak pada sisi ini.

 

Adapun golongan Syiah khilafah, sepantasnya mereka malu terhadap kalangan Ahlu Sunnah. Sebab sebenarnya mereka telah merendahkan kedudukan Sayyidina Ali ra. dengan pengakuan mereka yang berlebihan dalam mencintainya dan memberikan gambaran yang buruk tentang akhlak Ali ra. Mereka berkata, “Sayyidina Ali ra. senantiasa mengikuti Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dan Umar al-Faruq meskipun keduanya salah. la selalu menjaga diri dari sesuatu yang ia takuti dari keduanya”. Sikap inilah yang oleh kelompok disebut dengan istilah taqiyyah. Artinya, Sayyidina Ali ra. takut kepada keduanya (Abu Bakar dan Umar) serta selalu bersikap riya terhadap keduanya dalam beramal. Demikianlah gambaran yang mereka berikan terhadap pahlawan Islam yang agung yang bergelar “Singa Allah” yang telah menjadi pemimpin bagi prajurit ash-Shiddiq dan telah menjadi menteri bagi keduanya, Menurutku, tindakan mereka yang telah menggambarkan Sayyidina Ali ra. sebagai orang yang bersikap riya, takut, pura-pura cinta pada orang yang sebenarnya tak dicintainya, serta taat dan tunduk kepada dua tokoh yang berbuat salah selama lebih dari dua puluh tahun karena rasa takut sama sekali bukanlah bagian dari cinta. Sayyidina Ali ra. berlepas diri dari kecintaan yang semacam itu.

 

Sementara itu, kelompok al-haq (Ahlu Sunnah) tidak pernah merendahkan martabat Sayyidina Ali ra. dari sisi mana pun pula. Mereka juga tidak memberikan tuduhan yang buruk terhadapnya, serta tidak pernah menggambarkan sang pahlawan pemberani itu sebagai penakut. Mereka berpendapat, “Seandainya Sayyidina Ali ra. tidak melihat kebenaran pada Khulafa ar-Rasyidin semenit pun ia tidak akan memberikan loyalitasnya kepada mereka. Dan tak mungkin ia akan tunduk pada pemerintahan mereka”. Artinya, Ali ra. telah mengetahui bahwa mereka (Khulafa ar-Rasyidin) berada di atas kebenaran. la juga mengakui kemuliaan mereka sehingga mau mengorbankan keberaniannya yang luar biasa karena cinta pada kebenaran.

 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap ekstrim dan berlebihan dalam hal apapun juga tidaklah baik. Sikap istiqamah adalah sikap pertengahan yang dipilih oleh kalangan Ahlu Sunnah. Akan tetapi sayang sekali, sebagaimana beberapa pemikiran kelompok Khawarij dan Wahabiah dibungkus dengan label Ahlu Sunnah, segolongan orang yang tertarik dengan politik dan segolongan orang yang menyimpang mengkritik Sayyidina Ali ra. dengan berkata, “Ia (Ali ra.) sama sekali tidak tepat untuk memimpin kekhalifahan sebab ia bodoh dalam masalah politik. Karena itu, ia tidak bisa memimpin umat di masanya”.

 

Tuduhan batil semacam itu tentu saja membangkitkan kemarahan dan ketidaksenangan kalangan Syiah terhadap kalangan Ahlu Sunnah. Padahal prinsip dan landasan pendirian Ahlu Sunnah tidak seperti itu bahkan sebaliknya, Karena itu, Ahlu Sunnah tak bisa dirusak dengan memasukkan pemikiran-pemikiran yang bersumber dari kalangan Khawarij dan orang-orang yang menyimpang itu. Bahkan, kalangan Ahlu Sunnah merupakan orang-orang yang lebih loyal dan lebih cinta terhadap Sayyidina Ali ra. dibandingkan dengan kalangan Syiah. Dalam setiap ceramah dan dakwahnya, mereka selalu menyebutkan pujian dan kemuliaan yang pantas dimiliki oleh Sayyidina Ali ra. Apalagi para wali dan para sufi sebagian besarnya berasal dari kalangan Ahlu Sunnah. Mereka menjadikan Sayyidina Ali ra. sebagai mursyid dan pemimpin mereka. Karena itu, sepantasnya kalangan Syiah meninggalkan kaum Khawarij dan kelompok sempalan yang sebenarnya merupakan musuh Syiah dan sekaligus Ahlu Sunnah dan tidak beroposisi dengan kalangan Ahlu Sunnah. Sampai-sampai ada sebagian dari kalangan Syiah yang sengaja meninggalkan sunnah Nabi SAW. karena benci terhadap Ahlu Sunnah.

 

Bagaimanapun, kami telah membahas masalah ini secara panjang lebar. Masalah tersebut juga telah banyak dikaji di antara para ulama.

 

Wahai kelompok al-haq, yaitu kalangan Ahlu Sunnah wal Jama‘ah Wahai kalangan Syiah yang telah menjadikan kecintaan pada ahlul bait sebagai jalan kalian!

 

Buanglah segera konflik yang tak ada artinya, batil dan berbahaya antara kalian. Jika kalian tidak membuang konflik tersebut, maka kaum kafir yang saat ini berkuasa secara kuat akan menyibukkan kalian dengan saling bertengkar antara yang satu dengan yang lain. Serta, mereka juga akan mempergunakan salah satu di antara kalian sebagai alat untuk membinasakan lainnya. Setelah kelompok tadi binasa, alat itupun akan ikut hancur binasa.

 

Karena itu, kalian harus cepat-cepat membuang hal-hal sepele yang bisa menimbulkan konflik. Sebab kalian adalah ahli tauhid. Pada kalian ada ratusan ikatan suci yang bisa menjadi faktor pendorong bagi terwujudnya persaudaraan dan persatuan.

 

  1. BAGIAN KEDUA

 

Bagian kedua ini akan dikhususkan untuk menjelaskan ayat al-Quran yang berbunyi:

 

Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada Tuhan selainNya. Hanya kepadaNya aku bertawakkal. Dia adalah Tuhan yang memiliki arasy yang agung”’ (at-Taubah [9]: 129)

 

BAGIAN ini akan menjadi sebuah tulisan yang menjelaskan hakikat agung dari firman Allah yang berbunyi:

 

“Cukuplah Allah sebagai penolong kami. Dan Allah adalah sebaik-baik wali (pelindung).” (Ali Imran [3]: 173)

 

Sebagai salah satu dari lima belas bagian yang ada. Hanya saja, saat ini penulisannya sengaja ditangguhkan karena ia lebih relevan dengan persoalan kontemplasi dan zikir dibandingkan dengan persoalan ilmu dan hakikat. Begitulah penulisannya dalam bahasa Arab.

 

BAGIAN ini membahas kalimat haula wa la quwwata illa billah (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.) yang menjelaskan tentang hakikat agung yang bersumber dari banyak ayat al-Quran. Hakikat tersebut dijelaskan oleh bagian ini dalam beberapa sub pemikiran yang kira-kira berjumlah 20 bagian. Kalimat itulah yang kurasakan dan kusaksikan dalam perjalanan rohaniku di tengah-tengah proses zikir dan kontemplasi sebagaimana pada Cahaya Kelima. Bahkan, karena ia lebih mempunyai korelasi dengan perasaan rohani dan kondisi kalbu dibandingkan dengan ilmu dan hakikat, muncul ide untuk menempatkannya di akhir kitab, bukan di awal.”

 

Dikhususkan untuk Menjelaskan 7 Macam Kabar Ghaib yang terdapat pada Akhir Surah al-Fath

 

(Bagian ini secara khusus membicarakan tujuh macam berita al-Quran yang terdapat dalam penutup surat al-Fath)

 

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya. Yaitu bahwa sesungguhnya kamu , pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, tanpa merasa takut. Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan sebelum itu Dia memberikan kemenangan yang dekat. Dialah yang mengirim Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar agama tersebut dimenangkan terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.

 

Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, dan kasih sayang terhadap sesama mereka. Kamu saksikan mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan ridho-Nya. Tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Injil. Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya.

 

Maka tunas itu menjadikan tanaman tersebut kuat lalu besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya karena Allah hendak membuat jengkel hati orang-orang yang kafir (dengan kekuatan orang mukmin). Kepada orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh Allah menjanjikan ampunan dan pahala yang besar. (al-Fath [48]: 27-29)

 

Tiga ayat yang terdapat dalam surat al-Fath tersebut mengandung berbagai aspek kemukjizatan.

 

Sepuluh aspek kemukjizatan al-Quran diantaranya terkait dengan pemberitaan tentang hal gaib yang pada ayat-ayat di atas memperlihatkan tujuh atau delapan hal. Yaitu:

 

PERTAMA

 

Firman Allah Ta’ala yang berbunyi:

 

“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya. Yaitu bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman”

 

Ayat ini memberitahukan penaklukan Mekkah dengan pasti sebelum peristiwa itu terjadi. Dan ternyata dua tahun berikutnya peristiwa tersebut benar-benar terjadi seperti yang diberitakan ayat di atas.

 

KEDUA

 

Firman Allah Taala yang berbunyi:

 

“Dan sebelum itu Dia memberikan kemenangan yang dekat.”

 

Menjelaskan bahwa meskipun kelihatan perjanjian Hudaibiyah tidak menguntungkan kaum muslimin dan relatif menguntungkan bangsa Quraisy, namun ia akan menjadi layaknya sebuah kemenangan yang nyata dan menjadi kunci pembuka bagi berbagai kemenangan lainnya. Walaupun secara realitas pedang-pedang mereka telah masuk ke dalam sarungnya, namun al-Quran yang mulia telah menghunus ‘pedang berlian’ yang bersinar terang, membuka kalbu dan akal manusia. Sebab, dengan adanya perjanjian tersebut para kabilah itu berbaur. Sifat keras kepala mereka itupun lenyap oleh kemuliaan Islam dan tirai fanatisme kesukuan yang tercela hancur oleh cahaya al-Quran.

 

Contohnya tokoh ahli perang, Khalid ibn al-Walid dan politikus ulung, Amru ibn al-Ash, yang tidak pernah mau menyerah, ternyata mereka dikalahkan oleh pedang al-Quran yang bersinar yang terjelma melalui perjanjian Hudaibiyah. Sehingga kedua tokoh tersebut mau berjalan bersama menuju Madinah al-Munawwarah serta keduanya menyatakan masuk Islam. Mereka masuk ke dalam Islam dengan penuh ketundukan dan kepatuhan sampai kemudian Khalid ibn al-Walid menjadi “Pedang Allah yang terhunus” serta pedang penaklukan Islam.

 

Ada sebuah pertanyaan, “Para sahabat Rasul SAW. telah dikalahkan oleh kaum musyrikin dalam akhir Perang Uhud dan permulaan perang Hunain. Apa hikmah di balik itu semua?” Jawabannya, sebab ketika itu di kalangan kaum musyrikin banyak orang-orang seperti Khalid ibn al-Walid yang pada masa selanjutnya akan menjadi sahabat Nabi SAW. Agar kehormatan mereka tidak tercoreng, maka dengan kebijaksanaan-Nya, Allah memberikan balasan yang cepat mendahului kebaikan mereka di masa mendatang. Artinya, para sahabat generasi masa lalu dikalahkan oleh para sahabat generasi mendatang agar para sahabat generasgj mendatang itu tidak masuk Islam karena takut pada kilatan pedang, namun karena rindu pada kebenaran. Serta, agar sifat kesatria mereka itu tidak menjadi lemah dan hina.

 

KETIGA

 

Dengan ungkapan(.   ) tanpa merasa takut ayat tersebut menjelaskan bahwa kalian akan memasuki Masjidil Haram dan akan bertawaf di seputar Ka’bah dengan sangat aman. Padahal seperti yang diketahui, sebagian besar kabilah yang tinggal di Jazirah Arab, orang-orang yang berada di sekitar Mekkah, serta mayoritas bangsa Quraisy, semuanya merupakan musuh-musuh Islam. Namun informasi tadi menegaskan bahwa sebentar lagi kalian akan memasuki Masjidil Haram dan bertawaf tanpa rasa takut sedikitpun. Sementara itu, mereka yang tinggal di Jazirah Arab akan tunduk padamu secara sukarela, bangsa Quraisy juga akan masuk ke dalam bangunan Islam, serta keselamatan dan keamanan itu pun tersebar. Semua itu terwujud sesuai dengan informasi ayat di atas.

 

KEEMPAT

 

Firman Allah yang berbunyi:

 

“Dialah yang mengirim Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar agama tersebut dimenangkan terhadap semua agama.

 

Secara tegas menjelaskan bahwa agama yang dibawa oleh Rasul SAW. akan mengalahkan semua agama. Padahal, seperti yang diketahui, pada masa itu agama Nasrani, Yahudi, dan Majusi yang dianut oleh ratusan juta orang merupakan agama resmi bagi Negara Cina, Iran, Romawi. Sementara di sisi lain Rasul SAW. dalam kabilahnya sendiri saja belum menonjol benar. Namun ayat di atas menginformasikan bahwa agamanya akan mengungguli semua agama dan semua bangsa. Bahkan secara tegas dan meyakinkan, ayat tersebut menginformasikan semua itu sebagai sesuatu yang pasti terjadi. Ternyata masa selanjutnya membenarkan informasi yang bersifat gaib tersebut dengan terbentangnya pedang Islam, mulai dari Samudera Atlantik sampai Samudera Pasifik.

 

KELIMA

 

Allah berfirman: 

 

“Muhammad itu adalah utusan Allah. Orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, dan kasih sayang terhadap sesama mereka. Kamu saksikan mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan ridho-Nya. Tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.”

 

Makna ayat tersebut dengan sangat jelas memberitahukan sifat mulia dan akhlak yang luhur yang menyebabkan para sahabat merupakan manusia-manusia yang paling mulia setelah para nabi. Pada waktu yang bersamaan, ayat di atas juga menjelaskan berbagai karakter istimewa yang secara khusus dimiliki oleh para sahabat di waktu yang akan datang. Juga, bagi para ahli hakikat ayat itu menerangkan dengan makna isyari (secara implisit) urutan para khalifah yang akan menggantikan kedudukan Nabi SAW. setelah beliau wafat. Lebih dari itu, ia menjelaskan sifat paling menonjol yang dimiliki oleh masing-masing mereka sehingga dengan itu mereka dikenal.

 

Misalnya, firman Allah Taala yang berbunyi, (     ) Orang-orang yang bersama dia mengarah pada Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. sebagai sosok yang secara khusus mendampingi beliau dan menjadi sahabat istimewa beliau.

 

Lalu firman Allah yang berbunyi,   (Mereka) keras terhadap orang-orang kafir mengarah pada Sayyidina Umar ra. yang akan menghancurkan dan membuat takut berbagai negara dengan berbagai pendudukannya, serta yang dengan keadilannya terhadap kaum zalim akan dikenal seperti halilintar.

 

Kemudian ungkapan, (.  ) Dan kasih sayang terhadap sesama mereka menginformasikan tentang Sayyidina Utsman ra. yang tidak rela dengan adanya pertumpahan darah antara kaum muslimin ketika fitnah terbesar dalam sejarah siap terjadi. Dengan sifat kasih dan sayangnya, ia korbankan jiwanya serta ia serahkan dirinya menuju kematian. Ja pun Jalu menjadi syahid secara teraniaya di saat sedang membaca al-Quran al-Kanm.

 

Lalu firman Allah yang berbunyi:

 

“Kamu saksikan mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan ridho-Nya.”

 

Mengarah pada kondisi Sayyidina Ali ra. bahwa meskipun beliau menggenggam tugas kekhalifahan dengan layak dan sempurna, namun beliau adalah seorang yang zuhud, ahli ibadah, fakir, dan memilih untuk terus bersujud dan ruku sebagaimana ia dipercaya oleh banyak orang. Selain itu, ayat di atas juga menginformasikan bahwa ia tidak bertanggung jawab atas berbagai peperangan yang terjadi di masa kekhalifahannya nanti. Yang ia cari darinya hanyalah karunia dan ridho Allah Ta’ala.

 

KEENAM

 

Firman Allah yang berbunyi,   “Demikianlah sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Taurat.”

 

Memberikan informasi gaib dalam dua sisi:

 

Yang pertama, ia memberitahukan tentang sifat-sifat sahabat yang terdapat dalam Taurat. Tentu saja hal itu termasuk berita gaib bagi seorang rasul yang ummi. Sebagaimana dijelaskan pada risalah kesembilan belas bahwa dalam kitab Taurat terdapat keterangan mengenai sifat para sahabat Rasul yang akan tiba di akhir zaman. Bunyinya adalah, “orang-orang suci pegang bendera”. Artinya, para sahabat Nabi SAW. tersebut adalah orang-orang yang taat, ahli ibadah, saleh, dan wali Allah. Sampai-sampai mereka dilukiskan sebagai orang yang suci.

 

Meskipun Taurat yang ada telah mengalami berbagai penyimpangan akibat banyaknya penerjemahan ke dalam beragam bahasa, namun ia masih tetap membenarkan banyak ayat al-Quran. Di antaranya, ayat terakhir dari surat al-Fath ini, (.   ) Demikianlah sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Taurat.

 

Yang kedua, ayat tersebut juga menginformasikan bahwa para sahabat yang mulia dan para tabiin akan mencapai suatu tahap ibadah di mana cahaya yang terdapat dalam jiwa mereka memancar ke wajah mereka dan terlihat pada dahi mereka sebagai tanda dihasilkan dari banyaknya bersujud kepada Allah Taala.

 

Ya, secara tegas dan jelas, perjalanan waktu kemudian membuktikan hal itu. Zainal Abidin ra. yang telah melakukan shalat seribu rakaat dalam sehari semalam, juga Thawus al-Yamani ra. yang telah melakukan shalat Subuh dengan wudhu Shalat Isya selama empat puluh tahun di tengah-tengah banyaknya perubahan politik dan situasi yang tak menentu, serta banyak lagi orang-orang seperti mereka telah menjelaskan salah satu rahasia dari ayat ini, “Demikianlah sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Taurat”.

 

KETUJUH

 

Allah berfirman:

 

“Dan sifat-sifat mereka yang terdapat dalam Injil. Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka tunas itu menjadikan tanaman tersebut kuat lalu besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya karena Allah hendak membuat jengkel hati orang-orang yang kafir.”

 

Bagian ini juga menerangkan beberapa informasi gaib dalam dua aspek:

 

Pertama, berbagai informasi tentang sifat-sifat sahabat yang terdapat dalam kitab Injil, tergolong masalah gaib (tersembunyi) bagi Rasul SAW.

 

Ya, ada beberapa ayat dalam kitab Injil yang menggambarkan kondisi Rasul yang akan datang di akhir zaman. Misalnya, “Bersama beliau ada sepotong besi. Demikian pula dengan umatnya”. Artinya, beliau berpedang dan menyuruh berjihad. Demikian pula dengan kondisi para sahabat beliau. Mereka adalah orang-orang yang berpedang dan diperintah untuk berjihad. Tidak seperti Isa as. yang tidak berpedang. Selain itu, sosok Nabi SAW. yang digambarkan mempunyai sebatang besi, menunjukkan bahwa beliau nantinya akan menjadi pemimpin alam. Sebab ada sebuah ayat dalam kitab Injil yang berbunyi, “Saya akan pergi agar datang seorang pemimpin dunia”.

 

Dani dua ungkapan kitab Injil di atas kita dapat memahami bahwa meskipun pada mulanya para sahabat sangat lemah dan sedikit. Namun mereka akan tumbuh seperti benih. Mereka akan tumbuh tinggi dan kuat. Ketika kaum kafir pun benci pada mereka, para sahabat itu akan menundukkan dunia dengan pedang-pedang mereka. Dengan itu, mereka memantapkan kedudukan pimpinan mereka, Rasul SAW., sebagai pemimpin dunia. Makna yang dikandung oleh ayat Injil di atas sejalan dengan makna ayat terakhir dari Surat al-Fath.

 

Kedua, bagian ini juga memberikan pengertian bahwa meskipun para sahabat telah menerima perjanjian Hudaibiyah karena kondisi mereka yang ketika itu berjumlah sedikit dan lemah, namun tidak lama kemudian dengan cepat mereka bisa memperoleh kekuatan dan kemuliaan. Umat manusia yang ditumbuhkan oleh “Tangan kekuasaan Ilahi” dalam sebuah ladang bumi, bulirnya sangat pendek dan lemah. Akibat kelalaian, mereka binasa di hadapan bulir yang tinggi, besar, kuat, berbuah, dan penuh berkah. Sehingga bulir-bulir itulah yang kemudian menjadi kuat dan banyak yang membuat negara-negara besar benci dan dengki kepadanya.

 

Ya, perjalanan waktu telah membuktikan kebenaran informasi tersebut dengan sangat jelas. Dalam informasi gaib itu, terselip sebuah pengertian yang samar. Yaitu: .

 

Ketika Allah memuji para sahabat karena mereka memiliki perangai yang mulia, hal itu membuat mereka layak untuk memperoleh janji Allah berupa pahala yang besar dan ganjaran yang mulia. Namun adanya kata maghfirah (ampunan) menunjukkan bahwa mereka juga akan jatuh pada berbagai kesalahan dengan fitnah yang terjadi di antara sahabat. Di sini, kata maghfirah menunjukkan pada adanya kelalaian dalam suatu hal sehingga dalam kondisi tersebut permintaan yang paling agung dan pemberian yang paling mulia adalah maghfirah. Sebab, ganjaran yang terbesar adalah maaf Allah dan selamat dari hukuman-Nya.

 

Lalu, sebagaimana kata maghfirah mengarah pada yang pengertiannya halus tersebut, ia juga memiliki korelasi dengan permulaan surat al-Fath,

 

“Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” (al-Fath [48]: 2)

 

Ampunan yang dimaksudkan disini bukanlah ampunan terhadap dosa dalam pengertian sebenarnya. Sebab, Nabi mempunyai sifat ishmah (terpelihara dari kesalahan) sehingga tidak pernah ada dosa baginya. Namun, yang dimaksud dengan ampunan di sini adalah ampunan yang sesuai dengan kedudukan kenabian. Kabar gembira bagi para sahabat bahwa mereka akan mendapat ampunan Allah seperti yang terdapat di penghujung surat tersebut mengandung isyarat halus lain selain pengertian di atas.

 

Demikianlah, sepuluh aspek kemukjizatan yang terdapat pada tiga ayat di penghujung surat al-Fath tersebut baru kami bahas dar sisi pemberitaan gaibnya. Bahkan kami baru membahas tujuh sisi dari banyak sisi informasi di dalamnya.

 

Sekilas tentang masalah kemukjizatan al-Quran dijelaskan dalam pembahasan mengenai penempatan huruf-huruf ayat terakhir itu di penutup kalimat kedua puluh enam (dari kitab al-Kalimat) yang secara khusus terkait dengan masalah qadar dan ikhtiar. Ayat tersebut secara global dan rinci berbicara mengenai kondisi para sahabat Nabi SAW. Sebagaimana dengan lafal-lafalnya, ayat tersebut menjelaskan karakter para sahabat, dengan huruf-huruf dan pengulangan bilangannya ia juga menunjukkan kepada para sahabat yang ikut dalam perang Badar, dalam perang Uhud, dalam perang Hunein, para sahabat ahlu Suffah, para sahabat yang melakukan baiat di ar-Ridwan, serta para sahabat lainnya. Selain itu, ia menjelaskan banyak rahasia huruf abjad yang ada dan menerangkan adanya kesesuaian yang mencerminkan satu bentuk ilmu (ilmu cifr).

 

“Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Kau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2}: 32)

 

Informasi tentang hal gaib yang disampaikan oleh beberapa ayat terakhir dari surat al-Fath di atas dengan makna implisit, juga disampaikan oleh ayat berikut ini dengan makna yang sama. Karena itu, di sini kami akan menyinggungnya.

 

“Pasti Kami tunjuki mereka ke jalan yang lurus. Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul, mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Yaitu para nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman.” (an-Nisa [4]: 6869)

 

Kami hanya akan menyampaikan dua hal dari ribuan persoalan yang terkait dengan ayat al-Quran di atas:

 

Pertama

 

Disamping menjelaskan berbagai hakikat dengan berbagai indikasi dan eksplisitas teks gaya bahasa yang dipergunakannya, al-Quran juga mengungkapkan makna eksplisit dibalik ayat-ayatnya. Setiap ayat memiliki banyak lapisan makna. Dan karena al-Quran al-Karim turun dengan pengetahuan yang bersifat komprehensif, semua maknanya dapat dibenarkan. Sebab, makna yang dikandung oleh al-Quran tidak terbatas pada satu atau dua pengertian. la tidak seperti ucapan manusia yang bersifat terbatas karena ucapan tersebut dihasilkan oleh keinginan dan pemikiran pribadi yang bersifat parsial dan terbatas.

 

Atas dasar itulah, para ahli tafsir menjelaskan berbagai hakikat yang tak terhingga dari ayat-ayat al-Quran. Ada banyak sekali hakikat yang belum dijelaskan oleh para ahli tafsir. Khususnya huruf-huruf dan isyarat al-Quran mengandung berbagai pengetahuan penting disamping makna eksplisitnya.

 

Kedua

 

Potongan ayat berikut,

 

” Yaitu para nabi, para shiddiqqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah sebaik-baik teman,”

 

Menjelaskan bahwa yang benar-benar berada di atas shirat al. mustaqim dan mereka yang diberi karunia Tuhan adalah para nabi, kelompok shiddiqin, golongan syahid, kaum yang saleh, serta para tabiin. Selain menjelaskan hakikat tersebut, ayat di atas secara tegas juga menerangkan siapa saja orang-orang yang berada dalam lima golongan itu dalam dunia Islam, serta menunjukkan para imam dari lima golongan tersebut dengan menyebutkan karakter istimewa mereka. Selanjutnya, dengan cahaya kemukjizatan, ayat tersebut menentukan para imam dari masing-masing golongan itu di masa yang akan datang beserta posisi mereka dalam bentuk informasi yang bersifat gaib.

 

Ya, sebagaimana ungkapan para nabi secara jelas mengarah pada Rasul SAW., ungkapan para shiddiqin mengarah pada Abu Bakar ash Shiddiq. Hal itu sebagai isyarat bahwa ia adalah sosok kedua sesudah Rasul SAW. sekaligus sebagai khalifah pertama yang menggantikan beliau. Kata ash-Shiddiq merupakan simbol istimewa yang menjadi gelar beliau dan nama tersebut sudah dikenal oleh semua umat Islam. Ia akan menjadi pimpinan bagi orang-orang yang shiddiq.

 

Kemudian ungkapan orang-orang yang mati syahid mengarah pada Umar, Utsman, dan Ali ra. Sebagai informasi yang bersifat gaib, ayat tersebut menjelaskan bahwa ketiga orang tadi akan mendapatkan posisi kekhalifahan setelah ash-Shiddiq ra. dan bahwa mereka akan mati syahid sehingga kemuliaan mereka bertambah.

 

Selanjutnya ungkapan orang-orang yang saleh mengarah pada para sahabat ahlu Suffah (yang tinggal di beranda Masjid Nabawi), para sahabat yang ikut dalam perang Badar, serta para sahabat yang melakukan Bat‘atu ar-Ridwan. Sementara ungkapan dan mereka itulah sebaik-baik teman secara jelas mengarah pada para pengikut mereka sekaligus menerangkan keindahan dan kebaikan sikap tabiin yang mengikuti golongan sebelumnya. Secara implisit, ungkapan itu juga tertuju pada Hasan ra. sebagai khalifah kelima dan membenarkan keterangan hadits yang berbunyi, “Kekhalifahan sesudahku berada tangan umatku selama tiga puluh tahun” Meskipun masa kekhalifahannya singkat, namun nilainya sangat besar.

 

Kesimpulannya, jika ayat terakhir dari surat al-Fath mengarah pada khalifah yang empat sementara ayat ini mengarah pada masa depan posisi mereka, yang diperkuat oleh informasi yang bersifat gaib. Informasi tentang sesuatu yang gaib, sebagai salah satu sisi kemukjizatan al-Quran mempunyai cahaya kemukjizatan yang sangat banyak hingga tak terhitung dan tak terbatas. Karena itu, sikap ulama zhohiri (yang berpegang pada lahiriah nash) yang membatasi informasi gaib pada empat puluh atau lima puluh ayat saja bersumber dari pengamatan lahiriah mereka. Padahal sebenarnya jumlahnya lebih dari seribu. Bahkan satu ayat saja bisa mengandung empat atau lima informasi gaib.

 

“Wahai Tuhan kami, janganlah Kau hukum kami jika kami lupa atau Salah” (al-Baqarah [2]: 286]

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Bagian ini akan kami terbitkan sebagai bagian dari kumpulan tulisan lainnya insya Allah.

 

JANGAN semua orang membaca risalah ini. Tidak semua orang bisa mengetahui kekurangan-kekurangan paham wahdatul wujud secara detail. Juga tidak semua orang membutuhkannya.

 

Wahai saudaraku yang mulia, setia, ikhlas, dan tulus!

 

Alasan mengapa aku tidak mengirimkan sebuah risalah tersendiri untuk saudara kami, Abdul Majid, adalah karena risalah-risalah yang kukirimkan padamu mempunyai sebuah tujuan. Abdul Majid adalah seorang sosok yang memiliki kompetensi dan pencari kemuliaan setelah Hulusi. Aku selalu mengingat namanya dalam doa-doaku di setiap pagi dan petang bersama Hulusi, serta kadang. kala sebelumnya. Lalu Shabri dan Hakki Affandi adalah dua orang yang banyak mengambil pelajaran dari risalah-risalahku. Jadi, tak ada perlunya bagiku untuk mengirimkan risalah tersendiri untuk mereka. Allah telah memberikan karunia kepadamu dan telah menjadikanmu sebagai saudara yang penuh berkah bagi keduanya, Karena itu, lakukanlah korespondensi dengan Abdul Majid sebagai gantiku. Buatlah ia tenteram agar tidak gelisah. Aku selalu memikirkannya setelah Hulusi.

 

PERTANYAAN PERTAMA

 

Yaitu yang secara khusus terkait dengan penggunaan nama as-Sayyid Muhammad (Maksudnya sebagai bagian dari ahlul bait).

 

Wahai saudaraku!

 

Terhadap pertanyaan ini aku tidak mempunyai jawaban yang dibangun atas dasar pengetahuan, pembuktian, dan kasyaf. Namun aku telah berkata kepada para sahabatku, “Hulusi tidaklah seperti orang-orang Turki saat ini dan juga tidak seperti orang-orang Kurdi. Aku melihat ada sesuatu yang istimewa pada dirinya”. Mereka pun mengakui ucapanku tersebut. Menurut kami, kemuliaan dan kebaikan yang ada pada pribadi Hulusi menunjukkan bahwa ia telah diberi karunia Tuhan. Sebab ada sebuah kaidah yang berbunyi,

 

Karunia Ilahi tak diberikan atas dasar golongan seseorang

 

Yang kuketahui secara pasti, Rasul SAW. mempunyai dua jenis keluarga:

 

Pertama, keluarganya yang berdasarkan nasab (hubungan darah).

 

Kedua, keluarganya yang dilihat dari sosok kepribadiannya yang bersinar. Yaitu dari sisi kerasulan.

 

Tentu saja Anda termasuk dalam jenis keluarga yang kedua, selain termasuk jenis keluarga yang pertama seperti keyakinanku yang tidak berdasarkan dalil. Jadi, penggunaan nama as-sayyid oleh kakekmu bukanlah sesuatu yang sia-sia atau percuma.

 

RINGKASAN DARI PERTANYAANMU YANG KEDUA

 

Wahai saudaraku yang mulia!

 

Muhyiddin ibn Arabi berpendapat, “Kemakhlukan ruh merupakan penjelasan dari ketampakannya”. Wahai saudaraku, dengan pertanyaan ini, engkau telah memaksaku untuk memasuki sebuah kancah perdebatan padahal aku sangat lemah dalam menghadapi sesuatu yang berada di luar hakikat dan dalam menghadapi ahli ilmu rahasia, Muhyiddin ibn Arabi. Namun, karena dalam pembahasan aku berpegang pada nash-nash al-Quran al-Karim, maka aku akan bisa terbang lebih tinggi dari elang tersebut meskipun aku hanyalah seekor lalat.

 

Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Muhyiddin ibn Arabi tidaklah menipu, namun ia tertipu. la adalah orang yang mendapat petunjuk namun tak bisa memberi petunjuk kepada orang lain dalam setiap tulisannya. Apa yang dilihatnya sebagai sesuatu yang benar, sebenarnya bukan seperti yang tampak.

 

Kalimat kedua puluh sembilan (dalam kitab al-Kalimat) yang berbicara tentang ruh telah menjelaskan hakikat di seputar pertanyaanmu itu.

 

Ya, dilihat dari segi essensi, ruh merupakan kode amr (perintah) namun telah dibungkus oleh wujud eksternal. Jadi ia merupakan hukum yang hidup yang sekaligus memiliki wujud eksternal. Syaikh Muhyiddin melihat ruh hanya dari sisi essensinya semata dan ia menggambarkan segala sesuatu merupakan imajinasi sesuai dengan paham Wahdatul Wujud. Sebagai pemilik mazhab penting sekaligus sosok yang telah menyelami dan menyaksikan sesuatu yang luar biasa, Syaikh Ibn Arabi mempergunakan berbagai interpretasi yang lemah, lalu cenderung memaksakan diri dan mencari pembenaran dalam menerapkan ayat-ayat al-Quran sesuai dengan pendirian dan penyaksiannya, sehingga menodai makna lahiriah al-Quran.

 

Dalam risalah-risalah yang lain, kami telah menjelaskan metode al-Quran dan metode kalangan Ahlu sunnah yang lurus. Secara pribadi, Syaikh Ibn Arabi mempunyai kedudukan yang istimewa. Ia termasuk tokoh yang bisa diterima. Hanya saja, dengan berbagai pengalaman batinnya yang tanpa kontrol, ia telah melampaui batas dan berseberangan dengan mayoritas ulama dalam banyak hal. Karena itu, tarekatnya nyaris hanya terbatas untuk masa yang sangat singkat, hanya sampai masa Shadruddin al-Qunawi, Jarang sekali ada orang yang secara konsisten mengambil manfaat dari jejak warisannya. Padahal ia adalah seorang syaikh besar yang mempunyai derajat tinggi dan seorang tokoh yang luar biasa kharismatik pada masanya. Bahkan banyak di antara ulama hakikat yang tidak menganjurkan untuk membaca peninggalannya yang berharga itu. Lebih dari itu, ada sebagian mereka yang melarang untuk membacanya.

 

Untuk menjelaskan perbedaan mendasar antara mazhab Syaikh Muhyiddin ibn Arabi dan ulama ahli hakikat serta untuk menjelaskan perbedaan sumber acuan keduanya membutuhkan sebuah studi yang mendalam, pengkajian yang teliti, serta penelitian yang luas.

 

Ya, perbedaannya sangat tipis dan sangat mendalam. Sementara sumbernya sangat tinggi dan mulia. Sehingga Syaikh Ibn Arabi tidak dituntut atas kesalahannya. Ia tetap diterima oleh para ulama. Kalau memang perbedaan dan sumber penyaksiannya benar-benar berbeda secara keilmuan, pemikiran dan kasyaf, tentu Ibn Arabi aku menuai banyak kecaman dan dinyatakan bersalah. Namun karena perbedaannya sangat tipis, kami akan berusaha menjelaskan kesalahan Syaikh Ibn Arabi dalam masalah tersebut saja. Kami akan menjelaskan perbedaan dan sumber yang ada secara sangat singkat dalam sebuah contoh.

 

Misalnya ketika matahari terlihat dalam sebuah cermin, maka cermin tersebut akan memuat gambar dan bentuk matahari sekaligus sifat-sifatnya. Artinya, dari satu sisi, gambar matahari ada dalam cermin dan dari sisi lain ia menghiasi cermin sehingga dengan begitu cermin tersebut menjadi bersinar dan terang.

 

Lalu apabila cermin tersebut adalah lensa sebuah kamera, maka ia akan memindahkan gambar matahari itu ke atas sebuah kertas dalam bentuk permanen. Dalam kondisi ini, maka matahari yang terlihat di kamera tadi, serta essensi dan sifatnya yang tergambar di atas kertas, juga bagaimana cermin tersebut terhiasi olehnya sehingga seolah-olah memiliki sifat matahari sebetulnya bukan matahari yang sebenarnya. Ia bukanlah matahari. Tetapi ia hanyalah manifestasi matahari yang tampak dalam wujud lain.

 

Adapun wujud matahari yang terlihat dalam cermin tersebut, meskipun bukan wujud matahari sebenarnya yang berada di luar, namun ia tetap dipersepsikan sebagai wujud matahari itu sendiri karena terkait dengannya dan menjadi petunjuk atasnya.

 

Dengan demikian, pendapat yang mengatakan bahwa “yang ada di cermin adalah matahari yang sebenarnya” bisa dikatakan benar jika cermin tadi dianggap sebagai wadahnya saja dan jika yang maksud dari matahari yang ada di cermin adalah wujudnya yang berada di luar. Namun jika dikatakan bahwa gambar matahari yang terpampang dalam cermin yang kemudian menjadi sifat cermin tersebut dan gambar yang terpindah ke kertas dianggap sebagai matahari, pernyataan tersebut tentu saja salah. Artinya ungkapan bahwa yang ada di cermin hanyalah matahari akan menjadi ungkapan yang salah. Sebab, ada gambar matahari yang tampak dalam cermin dan ada pula gambar matahari yang tercetak di atas sebuah kertas. Masing-masing mempunyai wujud yang spesifik. Meskipun keduanya merupakan manifestasi dari matahari, namun keduanya bukanlah matahari itu sendiri.

 

Demikian pula dengan otak dan imajinasi manusia. Keduanya merupakan dua hal yang mirip seperti cermin tadi. Berbagai infor. masi yang ada di cermin pikiran manusia mempunyai dua sisi pengetahuan dan obyek pengetahuan. Apabila kita menganggap otak sebagai wadah bagi objek pengetahuan, berarti objek penge. tahuan tersebut merupakan sesuatu yang bersifat mentalitas, Sementara keberadaannya sendiri adalah sesuatu yang lain. Laly apabila kita menganggap otak tersifati oleh sesuatu yang masuk ke dalamnya, berarti sesuatu yang masuk itu menjadi sifat otak. Ketika itulah otak akan menjadi pengetahuan yang mempunyai wujud eksternal (luar). Bahkan kalaupun objek pengetahuan tersebut mempunyai wujud dan essensi, maka ia tetap bersifat eksternal.

 

Berdasarkan dua contoh di atas, alam ini pun merupakan cermin. Essensi dari segala yang ada juga merupakan cermin. Cermin-cermin tersebut tercipta oleh Tuhan dengan kekuasaan-Nya yang bersifat abadi. Dilihat dari satu sisi, setiap yang ada merupakan cermin bagi salah satu nama Allah yang menjelaskan salah satu goresan-Nya.

 

Para pengikut paham Syaikh ibn Arabi menganggap alam yang merupakan cermin, wadah, dan bentuk representatif yang ada dalam cermin, serta merupakan pantulan dari gambar entitas yang masuk ke dalam cermin tersebut sebagai entitas itu sendin. Menurut mereka, “Yang ada hanyalah Dia”. Mereka tak pernah berpikir lewat fase atau tahapan lainnya. Akhirnya mereka melakukan kekeliruan sampai pada tahap di mana mereka mengingkari suatu kaidah pokok yang sudah populer bahwa, “Hakikat dari segala sesuatu bersifat permanen”.

 

Adapun para ahli hakikat, lewat rahasia kenabian serta lewat kesucian al-Quran dan ayat-ayatnya, mereka berpendapat bahwa berbagai goresan yang terdapat dalam cermin berkat kekuasaan dan iradah-Nya merupakan bagian dari jejak Allah Ta’ala. Setiap yang ada berasal dari Allah Ta’ala. Dialah yang menciptakannya. Dan tidak setiap yang ada adalah Dia sehingga tidak benar pendapat yang mengatakan, “Yang ada hanyalah Dia”. Sebab, tiap sesuatu mempunyai wujud sendiri-sendiri yang sampai batas-batas tertentu bersifat permanen. Meskipun wujudnya bersitat lemah hingga seolah-olah hanya sebatas ilusi dan khayalan jika dibandingkan dengan wujud Allah Ta’ala, namun ia tetap ada berkat penciptaan, iradah, dan kekuasaan Dzat Yang Maha Kuasa dan Kekal.

 

Matahari yang terlihat dalam cermin tadi mempunyai wujud yang menyerupainya selain wujudnya yang hakiki. Ja mempunyai wujud lain yang menghiasi cermin sehingga bentuk wujudnya terpampang di atas cermin tersebut. Selain itu, ia juga mempunyai wujud lain lagi yang sampai batas tertentu bersifat permanen. Yaitu wujud yang tercetak di atas sebuah kertas di balik lensa.

 

Sebagaimana matahari mempunyai beragam wujud seperti di atas, demikian pula dengan cermin alami dan cermin esensi segala sesuatu. Gambar dari seluruh ciptaan yang tampak lewat manifestasi nama-nama Tuhan yang mulia yang terwujud atas kehendak, ketentuan, dan kekuasaan Ilahi mempunyai wujud yang bersifat hadits (baru) dengan wujud Sang Wajibul Wujud (Allah). Allah Yang Maha Kuasa telah memberikan sedikit sifat permanen pada wujud ciptaan-Nya, Namun apabila ikatan itu terputus, semuanya akan segera hancur dan musnah. Karena itu, untuk bisa kekal, segala sesuatu membutuhkan pengekalan dari Sang Pencipta. Walaupun hakikat dari segala sesuatu bersifat permanen, namun sifat permanen itu diperoleh setelah Allah Ta’ala membuatnya permanen.

 

Demikianlah, sehingga perkataan Ibn Arabi bahwa, “Ruh bukanlah makhluk (yang diciptakan). Tetapi ia merupakan hakikat yang datang dari alam perintah dan sifat iradah” bertentangan dengan banyak nash. Ia mengalami kerancuan dalam memahami berbagai hakikat yang baru saja dijelaskan. Mustahil al-Khallaq (Maha Pencipta) dan ar-Razzaq (Maha Pemberi rizki) sebagai bagian dari nama-nama Tuhan yang mulia hanya ada dalam ilusi dan khayalan. Selama nama-nama tersebut mempunyai hakikat, pasti wujudnya juga tampak dalam kenyataan lahiriah.

 

PERTANYAAN KETIGA

 

Ini adalah pertanyaan Umar Affandi, imam masjid jami, bukan pertanyaanmu. Bunyi pertanyaan tersebut adalah: Seorang dokter malang beranggapan kalau Isa as. mempunyai ayah. Menurutnya, hal itu dibuktikan oleh ayat-ayat al-Quran yang ia interpretasikan secara serampangan.”

 

Pribadi yang lemah tersebut sebelumnya juga telah berusaha membuat sistem tulisan baru dengan huruf-huruf terputus. Bahkan dalam hal ini ia begitu bersemangat. Ketika itu, aku mengetahui bahwa orang tersebut merasakan adanya perkembangan dan aksi-aksi kaum zindiq yang berusaha menghapus dan menggeser huruf-huruf Islam. Dalam hal ini, seolah-olah ia hendak menghalangi gelombang bencana itu, namun tidak berhasil.

 

Sekarang, terkait dengan masalah tersebut dan masalah yang kedua, ia merasakan adanya serangan kuat kaum zindiq terhadap beberapa prinsip dasar Islam. Aku kira ia sedang berusaha membuka jalan bagi terciptanya sebuah kerukunan dan kedamaian lewat interpretasi yang lemah dan naif semacam itu.

 

Isa as. tidak mempunyai ayah. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh al-Quran,

 

“Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah sebagaimana Adam.” (Ali Imran [3]: 59)

 

Dan sebagaimana yang ditegaskan oleh nash-nash lainnya. Karena itu, pernyataan yang ingin mengubah hakikat yang kuat dan kokoh ini tidak patut untuk dipertimbangkan, bahkan tak bernilai dan tak berhak untuk diperhatikan sama sekali. la menganggap bahwa penyimpangan terhadap hukum reproduksi adalah sesuatu yang mustahil. Karena itu ia kemudian bersandar pada berbagai interpretasi yang rapuh. Pada setiap hukum tentu ada pengecualian dan pengkhususan. Tidak ada sebuah kaidah umum yang tidak memiliki pengecualian terhadap beberapa individu yang luar biasa. Tidak mungkin semua orang sejak zaman Nabi Adam as. diberlakukan sama tanpa ada pengecualian sedikitpun.

 

Pertama-tama, dilihat dari awal kemunculannya, yaitu kemunculan sekitar dua ratus ribu jenis makhluk hidup, telah ada penyimpangan terhadap hukum reproduksi. Artinya, seluruh induk makhluk hidup yang pertama itu berposisi seperti Adam. Mereka telah keluar dari hukum reproduksi. Kedua ratus ribu induk tersebut hadir tanpa ayah dan ibu. Tetapi mereka diberi wujud yang berada di luar hukum tadi.

 

Kemudian pada setiap musim semi kita bisa menyaksikan dengan penglihatan kita bahwa bagian terbesar dari seratus ribu makhluk hidup serta berbagai entitas yang tak terhitung banyaknya tercipta di luar hukum tersebut, hukum reproduksi. Mereka diciptakan di atas dedaunan dan di atas bahan yang telah busuk.

 

Tampak bahwa sebuah hukum selalu diwarnai oleh adanya penyimpangan dalam jumlah yang sangat banyak, pada awal kemunculan bahkan pada setiap tahun. Kemudian datanglah seseorang yang akalnya tak bisa menerima terjadinya penyimpangan hukum pada seorang manusia selama 1900 tahun. Sehingga, ia pun mulai melakukan interpretasi bodoh terhadap ayat-ayat al-Quran yang bersifat qath’1 (tegas). Betapa dungunya sikap tersebut! Perlu diketahui bahwa apa yang mereka sebut dengan hukum alam sebenarnya adalah hukum-hukum kebiasaan Allah yang merupakan wujud manifestasi total dari perintah ilahi. Bisa saja Allah mengubah kebiasaan tersebut karena hikmah tertentu. Sekaligus, untuk menunjukkan dominasi kehendak-Nya atas segala sesuatu dan atas segala hukum yang ada, Dia buat sesuatu yang luar biasa pada beberapa individu yang istimewa. Firman Allah yang berbunyi, “Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah seperti Adam” menjelaskan hakikat tersebut.

 

Pertanyaan kedua dari Umar Affandi adalah yang secara khusus terkait dengan dokter tersebut.

 

Sang dokter dalam masalah ini telah bersikap sangat bodoh.

 

Karena itu, ia tidak layak didengar dan tidak layak untuk diperhatikan. Selain itu, pertanyaannya tak perlu dijawab. Sebab, dokter malang tersebut hanya ingin menampilkan sikap pertengahan, antara kufur dan iman.

 

Saya hanya akan memberikan jawaban atas pertanyaan Umar Affandi, bukan atas pernyataan bodoh yang dilontarkan sang dokter tadi.

 

Sebab utama dari adanya perintah dan larangan syariat adalah perintah dan larangan Ilahi. Adapun kemaslahatan dan hikmah di balik itu semua merupakan penguat yang bisa menjadi motif tambahan yang terkait dengan perintah dan larangan Ilahi dilihat dari nama-Nya sebagai Dzat Yang Maha Bijaksana.

 

Misalnya ketika seorang musafir mengqashar shalatnya. Tentu saja, shalat qashar tersebut mempunyai sebab dan hikmah tertentu. Sebabnya adalah perjalanan itu sendiri, sementara hikmahnya adalah adanya kesulitan. Maka, ketika seseorang berada dalam perjalanan, shalat qashar sudah bisa ia Lakukan walaupun perjalanan tersebut tidak menyulitkan. Sebaliknya, apabila ada seratus kesulitan di dalam rumah, shalat ashar tetap tak bisa dilakukan tanpa ada perjalanan. Jadi, adanya kesulitan dalam semua perjalanan sudah cukup untuk menjadi hikmah qashar shalat. Selain itu, ia juga cukup untuk menjadikan perjalanan tadi sebagai penyebab qashar.

 

Dengan kaidah semacam itu, hukum-hukum syariat tak bisa berubah karena perubahan hikmah. Tetapi ia hanya bisa berubah karena sebab-sebab yang hakiki. Daging babi, seperti yang dikatakan oleh dokter tadi, adalah berbahaya dengan alasan, “Siapa yang memakan daging babi ia akan berkarakter babi” Padahal di dalamnya ada bahaya dan penyakit yang tidak diketahuinya. Binatang tersebut tidak seperti binatang piaraan lain yang bermanfaat yang tidak berbahaya. Memakan daging babi akan lebih banyak memberikan bahaya daripada memberikan manfaat. Selain lemak kuat yang terdapat di dagingnya, secara medis babi juga berbahaya bagi kesehatan di negara Eropa yang beriklim dingin. Bahkan telah terbukti ia memberikan dampak buruk terhadap mental dan kejiwaan.

 

Semua itu menjadi hikmah bagi pengharaman babi dan adanya larangan Ilahi. Hikmah tersebut tentu saja tidak harus ada pada setiap individu dan setiap waktu. Sebab utamanya tidak berubah oleh karena perubahan hikmah tersebut. Selanjutnya, jika sebab utamanya tidak berubah, hukumnya juga takkan berubah. Dengan kaidah ini, tampaklah sejauh mana ucapan sang dokter bodoh tadi telah keluar dari landasan syariat. Karena itu, menurut kacamata syariah ucapannya tak perlu diacuhkan. Sang Pencipta memang mempunyai banyak hewan tak berakal berwujud para filosof.

 

Lanjutan Pertanyaan di Seputar Ibn Arabi

 

Bunyi pertanyaan tersebut adalah bahwa Ibn Arabi menganggap wahdatul wujud sebagai tingkat tertinggi keimanan. Sehingga segolongan wali besar pencinta Tuhan mengikuti jalan rohani yang ditempuhnya. Namun Anda mengatakan bahwa jalan rohani tersebut bukanlah tingkatan iman yang paling tinggi. Ia juga bukan merupakan jalan rohani yang sebenarnya. Ia hanyalah kecenderungan yang dimiliki oleh orang-orang yang mabuk dan tenggelam bersama Tuhan, serta kecenderungan para sufi yang rindu dan cinta pada-Nya. Jika demikian keadaannya, tolong jelaskan secara singkat apa tingkatan tauhid tertinggi yang diterangkan oleh sunnah Nabi SAW. dan ayat-ayat al-Quran yang suci.

 

Jawaban terhadap pertanyaan di atas adalah sebagai berikut:

 

Dengan pikiran orang lemah sepertiku tidak mungkin akan menembus seluk-beluk berbagai tingkatan yang tinggi dan mulia itu. Tentu saja hal itu berada jauh di luar jangkauannya. Namun disini aku hanya akan menyebutkan secara sangat singkat dua hal Saja yang berasal dari limpahan karunia al-Quran al-Karim yang masuk mengalir ke dalam kalbu. Semoga dalam pembahasan mengenai kedua hal tersebut ada manfaat yang, dapat diraih.

 

Pertama

 

Ada banyak faktor yang membuat seseorang tertarik kepada paham wahdatul wujud. Secara ringkas, saya akan menjelaskan dua faktor saja:

 

Sebab yang pertama, mereka tidak bisa memahami penciptaan dari rububiyah Tuhan dalam tingkat yang paling agung. Mereka tidak mampu meyakini secara utuh bahwa Allah Ta’ala dengan keesaan. Nya adalah Dzat Yang Maha Memiliki dimana segala sesuatu berada dalam genggaman rububiyah-Nya, serta bahwa segala sesuatu diciptakan lewat kekuasaan, kehendak, dan kemauan-Nya. Karena mereka tidak mampu mengetahui hal itu, mereka terpaksa mengatakan bahwa segala sesuatu adalah Dia (Allah Taala). Dengan kata lain, tidak ada yang maujud (eksis). Yang maujud hanyalah khayalan. Atau, manifestasi dan wujud lahiriahnya saja.

 

Sebab kedua, tabiat dari sebuah cinta adalah tak ingin berpisah. Perpisahan tersebut sangat dihindari. Syaraf-syaraf sang pencinta menjadi terguncang manakala mendengar kata perpisahan. Ia sangat mencemaskan adanya kepergian seperti kecemasannya terhadap api neraka. Ia akan berlari dari kemusnahan. Sebaliknya, ia Sangat mencintai adanya ‘hubungan’ seperti kecintaannya terhadap ruh dan jiwanya. Serta, dengan rasa rindu yang tak terhinggasebagaimana kerinduannya pada surga ia ingin dekat kepada Tuhan. Karena itu, dengan keyakinan bahwa manifestasi kedekatan Tuhan terwujud dalam segala sesuatu, maka perpisahan dan kepergian tersebut seolah-olah tak pernah ada. Yang dirasakan hanyalah perjumpaan dan pertemuan terus-menerus lewat ungkapan, “Tak ada yang eksis kecuali Dia”.

 

Dengan kondisi mabuk cinta serta akibat rasa rindu untuk tetap eksis, berjumpa, dan bersua dengan-Nya, mereka beranggapan bahwa lewat paham wahdatul wujud kecenderungan mereka tersebut bisa segera terpenuhi. Karena itu, mereka menjadikan wahdatul wujud sebagai pelarian agar bisa terbebas dari perpisahan yang menakutkan.

 

Artinya, sebab pertama di atas berasal dari ketidakmampuan akal untuk memahami sebagian dari hakikat keimanan yang sangat luas dan agung itu, serta berasal dari ketidakberdayaannya untuk mengetahui masalah tersebut. Adapun sebab kedua berasal dari munculnya perasaan kalbu yang berlebihan akibat pengaruh rasa rindu dan cinta yang luar biasa.

 

Sementara, dengan penjelasan al-Quran tingkatan tauhid paling agung yang dilihat oleh para wali dan ulama besar yakni orang-orang pewaris kenabian merupakan tingkatan tauhid yang sangat tinggi dan mulia. Sebab, ia menempatkan rububiyah Tuhan dalam posisi agung, serta menjelaskan bahwa seluruh nama-Nya yang mulia bersifat hakiki. la memelihara prinsip-prinsip dasar yang ada tanpa menyimpang dari keseimbangan kaidah rububiyah-Nya.

 

Sebab menurut mereka Allah sebagai Dzat Yang Maha Esa dan tidak terikat oleh tempat, pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Kemudian dengan pengetahuan-Nya Dia menentukan. Lalu lewat kehendak-Nya, Dia memilih dan mengistimewakan. Dan dengan kekuasaan-Nya, Dia mencipta dan memelihara. Allah Ta’ala menghadirkan dan mencipta semua makhluk lalu mengatur urusannya seperti halnya ketika Dia mencipta dan menghendaki sebuah benda. Maka, sebagaimana Dia menciptakan bunga dengan mudah, Dia pun menciptakan musim semi yang agung dengan sama mudahnya. Tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi lainnya. Tidak ada keterpilahan dalam orientasi-Nya. Dengan tindakan, kekuasaan, dan pengetahuan-Nya, Dia berada dalam segala sesuatu dan dalam setiap waktu. Tidak ada keterpisahan dalam tindakan-Nya.

 

Kami telah menjelaskan dan menetapkan masalah ini dalam kalimat keenam belas dan dalam kalimat ketiga puluh dua (dari kitab al-Kalimat, ed.). Di sini aku akan mengetengahkan sebuah contoh yang menunjukkan banyak kekurangan agar perbedaan antara dua paham di atas dapat dipahami.

 

Bayangkan ada sebuah burung merak yang luar biasa tiada bandingannya. Bentuknya sangat besar, sangat indah, serta ia dapat terbang dari timur ke barat dalam sekejap mata. Ia mempunyai kemampuan untuk membentangkan kedua sayapnya yang memanjang dari utara ke selatan dan merapatkannya lagi dalam waktu yang bersamaan. Pada tubuhnya ada ratusan ribu goresan yang indah.

 

Bahkan pada setiap bulu yang terdapat di kedua sayapnya terdapat kreasi dan akurasi yang betul-betul indah dan mengagumkan.

 

Sekarang bayangkan ada dua orang manusia sedang menyaksikan burung merak yang mengagumkan itu. Mereka ingin untuk bisa terbang tinggi dengan ‘sayap akal’ dan ‘sayap kalbu’ menuju kepada kedudukan yang tinggi milik burung tadi, serta ingin mencapai keindahannya yang luar biasa.

 

Orang yang pertama mulai memperhatikan kondisi burung merak tersebut beserta bentuknya, dan berbagai goresan menakjubkan yang terdapat pada setiap bulunya. Tidak lama kemudian, muncul dalam dirinya kecintaan dan kerinduan terhadap burung tersebut. Ia terus memikirkannya dilandasi oleh rasa cinta yang kuat. Hanya saja, ia kemudian melihat bahwa berbagai goresan yang disenanginya itu hari demi hari mengalami perubahan. Bahkan, semua yang dicintainya itu berangsur-angsur memudar dan lenyap.

 

Seharusnya ia berkata, “Goresan rapi ini hanyalah milik Dzat Maha Pencipta Yang Satu. Dialah yang memiliki hak rububiyah secara mutlak dalam keesaan-Nya yang hakiki”. Hanya saja, ia tak bisa memahami dan mengenali kenyataan tersebut. Alih-alih mengucapkan hal itu, ia malah mulai menghibur diri dengan berkata: “Ruh milik burung merak tersebut adalah ruh yang tinggi di mana Sang Penciptanya berada di dalamnya. Dengan kata lain, burung tersebut adalah Tuhan itu sendiri. Ruh yang tinggi tadi telah menyatu dengan fisik burung merak. Karena fisik burung bercampur dengan bentuk lahiriahnya, maka kesempurnaan ruh dan ketinggian fistk itulah yang kemudian memperlihatkan fampilan dalam bentuk yang sangat indah seperti ini. Sampai-sampai pada setiap menit muncul goresan yang baru dan indah. Jadi ia bukan penciptaan lewat kehendak yang hakiki. Tetapi hanyalah manifestasi dan wujud lahiriahnya saja”.

 

Adapun orang yang kedua berkata, “Goresan-goresan yang ata rapi dan indah itu pasti terwujud karena adanya kehendak kesengajaan. Tak mungkin ia menjadi sebuah tampilan tanpa kehendak. Dan tak mungkin pula ia menjadi wujud lahiriah ada kesengajaan”. Betul bahwa esensi atau hakikat burung merak tersebut indah dan menakjubkan. Namun demikian bukan ia penciptanya. Ia hanyalah objek yang tak mungkin menyatu dengan si pencipta. Betul bahwa ruh burung tersebut tinggi. Namun bukan ia yang mencipta dan bertindak. Ia hanyalah tampilan dan wujud lahiriahnya semata. Sebab, tampak pada setiap bulunya ada sebuah kerapian yang terwujud berkat sebuah kebijaksanaan yang bersifat mutlak, serta ada goresan indah yang tercipta berkat kekuasaan yang bersifat mutlak pula.

 

Semua ini sama sekali tak mungkin terjadi tanpa adanya kehendak dan kesengajaan. Berbagai ciptaan yang indah itu yang mencerminkan kesempurnaan kebijaksanaan dalam kekuasaanNya yang sempurna, serta yang mencerminkan kesempurnaan rububiyyah dan kasih sayang dalam kehendak-Nya yang sempurna, tak mungkin merupakan hasil dari manifestasi lahiriah atau yang sejenisnya. Sang penulis yang menuliskan beberapa kalimat emas dalam catatannya tak mungkin berwujud dalam catatannya itu dan tak mungkin pula ia menyatu di dalamnya. Catatan tersebut hanyalah hasil sentuhan dari ujung pena sang penulis. Karena itu, keindahan burung merak yang mewakili alam hanyalah risalah dari pena Sang Penciptanya.

 

Sekarang perhatikanlah ‘merak alam ini’ dan bacalah risalah tersebut. Lalu ucapkanlah untuk Sang Penulisnya: Masya Allah! Tabara-kallah! Subhanallah!

 

Orang yang menganggap risalah tersebut sebagai Penulisnya sendiri, atau ia berkhayal bahwa si Penulis berada dalam tulisannya itu, atau ia beranggapan bahwa risalah tersebut sebetulnya hanyalah ilusi, berarti orang tersebut telah menutup akalnya dengan tirai cinta. Ia tidak melihat bentuk yang hakiki sebagai sebuah hakikat.

 

Sisi terpenting dari jenis cinta yang membuat seseorang cenderung kepada paham wahdatul wujud adalah kecintaan terhadap dunia. Sebab, ketika kecintaan terhadap dunia yang bersifat majazi itu berubah menjadi kecintaan hakiki, ketika itulah ia menjadi paham wahdatul wujud.

 

Ketika seseorang mencintai sosok manusia secara majazi, manakala ia menyaksikan orang yang dicintainya itu meninggal, kalbunya sulit untuk menerima. Maka, engkau pun akan menyaksikan orang tadi memberikan cinta yang hakiki pada kekasihnya. la berpegang pada sebuah hakikat guna menghibur diri. Yaitu dengan melekatkan sifat keabadian pada kekasihnya lewat kecintaan yang hakiki sehingga ia berkata, “Ia adalah cermin keindahan Tuhan dan Kekasih hakiki”.

 

Demikianlah kondisi yang ada pada orang yang mencintai dunia yang besar ini serta menjadikan alam sebagai kekasihnya. Ketika kecintaan majazi tersebut berubah menjadi sebuah kecintaan hakiki dengan adanya cambuk kemusnahan dan perpisahan yang menimpa sang kekasih, sang pencipta itu pun akan menempuh jalan wahdatul wujud untuk menyelamatkan kekasih agungnya dari kemusnahan dan perpisahan.

 

Jikalau ia memiliki iman yang tinggi dan kuat, maka paham dan pendirian tersebut baginya merupakan tingkatan kedudukan yang bersinar terang dan dapat diterima sebagaimana yang ada pada Ibn Arabi dan orang-orang semisalnya. Namun jika tidak, bisa jadi ia jatuh pada rentetan kesulitan, terjerumus dalam kubangan materi, dan tenggelam dalam berbagai sebab.

 

Adapun wahdatu asy-syuhud (bahwa Tuhan terlihat pada semua benda) tidaklah berbahaya. Ja merupakan jalan mulia milik orang-orang yang sadar dan mendapat hidayah.

 

‘Ya Allah perlihatkan kepada kami bahwa yang benar itu benar serta berikan karunia kepada kami untuk bisa mengikutinya.”

 

“Maha suci Engkau. Tidaklah kami memiliki pengetahuan kecuali yang Engkau ajarkan pada kamt. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Risalah Tamparan Kasih Sayang 

 

“Pada hari ketika tiap-tiap jiwa mendapati segala kebajikan dihadirkan di depannya demikian pula dengan kejahatan yang telah dilakukannya. la ingin andai antara ta dan hari itu ada masa yang jauh. Dan Allah mengingatkanmu tentang diri-Nya. Allah sangat kasth terhadap para hamba-Nya.” (Ali Imran [3]: 30)

 

Cahaya kesepuluh ini menjelaskan salah satu rahasia ayat alQuran di atas. Yaitu dengan menyebutkan tamparan sayang berupa pendidikan dan tempelengan kasih berupa pelajaran yang diterima oleh saudara-saudaraku tercinta yang telah bekerja dalam rangka mengabdi kepada al-Quran al-Karim. Tamparan dan tempelengan itu terjadi akibat kesalahan dan kelalaian mereka sebagai seorang manusia.

 

Bahasan ini juga akan menjelaskan berbagai karomah (kemuliaan) yang Allah Ta’ala berikan ketika seseorang mengabdi pada Quran-Nya yang agung disertai penjelasan mengenai salah satu jenis kemuliaan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang telah melengkapi pengabdian suci tersebut dengan doa dan perhatiannya sekaligus mengawasinya dengan izin Allah.

 

Sengaja kami menerangkan tentang berbagai kemuliaan tersebut agar mereka yang mengabdi di jalan al-Quran bertambah teguh, bertambah berani, bertambah gigih, dan bertambah ikhlas.

 

Ya, karomah pengabdian yang suci terdiri dari tiga macam:

 

  1. Menyiapkan berbagai sarana amal dan pengabdian, serta mengajak yang lain untuk melakukan pengabdian terhadapnya.

 

  1. Melenyapkan segala penghalang di seputarnya, menangkal segala bahaya darinya, mendidik orang-orang yang tak mampu berjalan di atasnya dengan turunnya hukuman pada mereka. Ada banyak sekali peristiwa di seputar dua masalah ini serta pembicaraan tentang keduanya cukup panjang. Karena itu, kami menunda pembicaraan tentang hal tersebut untuk dibahas pada waktu yang lain karena khawatir membosankan. Kami akan langsung membahas masalah ketiga, yaitu yang paling ringan dan paling sederhana untuk bisa dipahami.

 

  1. Yaitu ketika para pengabdi al-Quran yang tulus, mengalami lemah semangat dan sikap lalai dalam beramal, mereka mendapatkan tamparan bernuansa kasih sayang. Lalu setelah itu mereka sadar dari kelalaian dan kembali bersegera untuk mengabdi secara sungguh-sungguh. Berbagai kejadian yang terkait dengan masalah ini jumlahnya lebih dari seratus, namun saya hanya akan menyebutkan sekitar dua puluh kejadian yang menimpa saudara-saudara kita. Dua puluh lebih dari mereka mendapat tamparan kasih sayang. Sementara enam atau tujuh dan mereka menerima tamparan yang sangat keras.

 

Yang pertama adalah Said yang tak berdaya ini. Kapan saja aku tidak sungguh-sungguh dalam pengabdian, atau ketika asyik dengan urusan-urusan pribadiku dan aku berkata, “Mengapa aku sibuk memikirkan orang lain?”, ketika itu pula datanglah tamparan kepadaku. Aku pun menjadi yakin bahwa hukuman ini tidak turun kecuali sebagai akibat dari kelalaian dan kemalasan ku dalam mengabdi kepada al-Quran. Sebab, aku menerima tamparan itu sebagai teguran untuk kembali dari apa yang membawaku pada kelalaian.

 

Lalu setelah itu aku bersama saudara-saudaraku yang tulus lainnya mulai mempelajari berbagai kejadian tersebut seraya memperhatikan berbagai peringatan Tuhan dan tamparan yang menerpa saudaraku-saudaraku lainnya. Kami terus mengamati hal tersebut serta mengkaji peristiwa demi peristiwa. Karena mereka lalai dalam pengabdian dengan maksud tertentu, maka mereka mendapatkan tamparan seperti yang terjadi padaku. Karena itu, kami betul-betul merasa lega karena semua kejadian dan hukuman tersebut merupakan salah satu kemuliaan mengabdi kepada al-Quran.

 

Misalnya apa yang terjadi padaku, Said yang tak berdaya. Ketika aku sibuk menyampaikan pelajaran di seputar hakikat alQuran kepada murid-muridku di kota Van, aksi-aksi Syaikh Said merisaukan pihak-pihak yang bertanggung jawab di pemerintah. Meskipun mereka mencurigai setiap orang, namun mereka tidak memperlakukanku secara buruk. Mereka tidak menemukan alasan untuk melakukan hal itu sepanjang aku mengabdi kepada al-Quran. Namun ketika aku hanya memikirkan diri sendiri dan pergi menyingkir ke gunung Erek untuk berkhalwat di gua-guanya yang telah runtuh sekaligus untuk menyelamatkan diriku di akhirat nanti, ketika itulah mereka mengambilku dari gua tersebut dan mengasingkanku dari wilayah Timur ke wilayah Barat, yaitu ke daerah Burdur.

 

Pihak yang bertanggung jawab di kota itu melakukan pengawasan yang sangat ketat terhadap orang-orang dalam pengasingan. Mereka harus melaporkan keberadaan mereka dengan hadir pada setiap sore ke kepolisian. Hanya saja, aku dan murid-muridku yang diperkecualikan untuk tidak melakukan hal tersebut ketika aku mengabdi pada al-Quran. Aku tidak pernah melaporkan kehadiranku dan aku tidak mengenali seorangpun dari pihak yang bertanggung jawab di sana. Sampai-sampai sang walikota mengadukan perbuatanku kepada Fauzi Pasya ketika ia datang ke kota tersebut Namun ia malah berkata, “Hormatilah ia, jangan sekali-kali mengganggunya!”. Tentu yang membuatnya berbicara seperti ini adalah kesucian mengabdi kepada al-Quran. Namun ketika muncul keinginanku untuk menyelamatkan diri sendiri dan memperbaiki urusan akhirat, lalu untuk sementara aku malas mengabdi pada al-Quran, segera saja datang hukuman yang menarikku kembali dar keinginan tadi. Yaitu, aku diasingkan lagi dari kota Burdur ke tempat pengasingan lainnya, Isparta.

 

Di sana, aku kembali mengajarkan al-Quran. Namun setelah dua puluh hari berlalu, datang peringatan dari beberapa orang yang cemas dan takut. Mereka berkata, “Pihak yang bertanggung jawab di daerah sini sepertinya tidak senang terhadap perbuatanmu!! Mengapa tidak menunggu dulu?”. Aku pun kemudian memperhatikan diri dan nasibku sendin. Kuwasiatkan kepada beberapa teman untuk tidak menemuiku dan aku menyingkir dari medan amal. Maka, lagi-lagi aku diasingkan. Aku dibuang ke tempat pengasingan yang ketiga. Yaitu ke Barla.

 

Di sana aku terasa malas untuk mengabdi pada al-Quran. Aku hanya berpikir tentang kondisi diriku sendiri dan bagaimana memperbaiki akhiratku. Akhirnya salah satu ‘ular ahli dunia’ mencengkeramku dan seorang munafik menentangku. Sebetulnya saat ini aku siap untuk menceritakan kepada kalian sekitar delapan puluh kisah sejenis yang kualami selama delapan tahun berada di Desa Barla. Namun karena khawatir akan membosankan, aku batasi pada apa yang telah kuterangkan di atas.

 

Wahai saudara-saudaraku, aku telah menceritakan kepada kalian berbagai ‘tamparan kasih sayang’ yang pernah menimpaku. Jika diizinkan, aku juga ingin menceritakan tamparan kasih yang pernah kalian terima. Aku akan menyebutkannya di sini. Aku harap kalian tidak keberatan. Kalaupun ada di antara kalian yang tak ingin disebutkan, akan kusembunyikan namanya.

 

Contoh yang kedua adalah saudaraku, Abdul Majid. Dia termasuk muridku yang aktif, tulus, dan mau berkorban. Ia memiliki sebuah rumah yang sangat bagus dan indah di kota Van. Kondisi hidupnya juga berkecukupan. Selain itu, ia mempunyai pekerjaan mengajar. Ketika pengabdian terhadap al-Quran mengharuskanku untuk pergi ke tempat yang jauh dari kota, yaitu di tepi batas kota, aku ingin ia menyertaiku. Namun ia tidak setuju. Seolah menurutnya Lebih baik aku tidak pergi. Padahal, ketika itu tugas mengabdi terhadap al-Quran telah bercampur oleh persoalan politik dan ia pun menghadapi kemungkinan diasingkan. Namun, ia tetap memilih tidak pergi dan tidak ikut bersama kami. Ketika itulah tamparan kasih yang tidak diharapkan tiba-tiba menerpanya. Ia dikeluarkan dari kota, dibuang dari rumahnya yang indah, dan dipaksa untuk pergi ke daerah Ergani.

 

Yang ketiga adalah Hulusi. la termasuk tokoh penting yang mengabdi kepada al-Quran. Ketika ia pergi dari Egridir ke kampungnya, ia mendapat kesempatan untuk menikmati berbagai kesenangan duniawi. Hal itulah yang membuatnya sedikit mengalami futur (lemah semangat) dalam mengabdi kepada al-Quran. Ia berjumpa dengan kedua orang tuanya yang telah ditinggalkan sejak lama sekali. Ia pun tinggal di kotanya dengan pakaian militer lengkap dan dengan pangkat tinggi. Dunia begitu manis dan hijau baginya.

 

Ya, mereka yang aktif mengabdi pada al-Quran memiliki dua kemungkinan, entah ia yang berpaling dari dunia atau dunia yang berpaling dari mereka. Hal itu agar mereka bisa bangkit bekerja secara sungguh-sungguh, penuh semangat, dan ikhlas. Begitulah, walaupun Hulusi mempunyai kalbu yang mantap dan jiwa yang tegar, kesenangan dan keindahan itu membawanya pada kondisi lemah semangat ketika itulah tamparan kasih menerpanya. Selama dua tahun berturut-turut ia dihadapkan pada sejumlah orang munafik. Mereka tidak memberikan kesempatan padanya untuk menikmati dunia. Bahkan mereka membuatnya jauh dari dunia, sementara dunia pun menghindar dan menjauh darinya. Pada saat itulah, ia berbalik ke arah panji pengabdian terhadap al-Quran serta berpegang padanya dengan sungguh-sungguh dan semangat.

 

Keempat adalah al-Hafidz Ahmad Muhajir. la akan menceritakan sendiri kepada kalian tentang apa yang telah menimpanya:

 

“Ya, aku telah salah berijtihad dalam mengabdi terhadap al-Quran. Sebab, aku hanya berpikir bagaimana menyelamatkan akhiratku sendiri. Aku ada sebuah keinginan yang melemahkan semangat pengabdianku. Saat itulah datang tamparan kasih kepadaku, meskipun sangat kuat dan keras. Semoga Allah Ta’ala menjadikan hal itu sebagai penebus kelalaianku. Kejadiannya adalah sebagai berikut:

 

Ustadz Nursi tak pernah setuju terhadap munculnya berbagai bid’ah. Masjid Jami tempat aku melaksanakan shalat berjamaah bertempat di samping rumah al-Ustadz. Sementara bulan-bulan yang penuh berkah Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan telah tiba. Lalu aku pun bergumam seperti ini:

 

Jika aku tidak melakukan shalat dalam bentuk yang bercampur dengan bid’ah, aku akan dilarang melakukan tugasku. Kemudian jika aku tinggalkan masjid ini dan tidak lagi menjadi imam shalat, hilanglah kesempatan bagiku mendapatkan pahala yang besar, terutama di bulan-bulan yang penuh berkah tersebut. Selain itu, penduduk setempat akan terbiasa meninggalkan shalat berjamaah. Sehingga muncullah harapan dalam diriku seandainya saja Ustadz sebagai orang yang lebih kucintai dari diriku sendiri meninggalkan kampung Barla ini. Untuk sementara waktu ia pergi ke kampung lain agar aku bisa melaksanakan shalat sesuai dengan bid’ah yang ada. Jika seandainya Ustadz pergi meninggalkan kampung ini, pengabdianku terhadap al-Quran akan menjadi lemah meskipun hanya sementara waktu. Ketika itulah datang tamparan kepadaku. Tamparan tersebut keras sekali namun di dalamnya ada belaian kasih sayang. Karena sangat keras, sampai-sampai aku tidak bisa bangun selama tiga bulan.

 

Maka, aku sangat mengharap rahmat Allah yang luas agar Dia menjadikan setiap menit dari musibah yang menimpaku senilai ibadah satu hari penuh seperti ucapan Ustad berdasarkan ilham yang Allah berikan padanya. Sebab, kesalahan tersebut bukan berasal dari dorongan pribadi, tetapi merupakan kesalahan ijtihadku dalam berpikir. la adalah akibat dari sikapku yang hanya memikirkan akhiratku semata.

 

Yang kelima adalah Haqqi Afandi. Karena ia tidak hadir bersama kami, aku akan mewakilinya seperti ketika bercerita tentang Hulusi. Kisahnya adalah sebagai berikut:

 

Ketika Haqqi Afandi memenuhi tugasnya dalam mengabdi terhadap al-Quran, ditunjuk seorang bupati yang berakhlak bejat. Haqqi Afandi sempat berpikir untuk menyembunyikan berbagai risalah yang ada padanya karena khawatir ia dan gurunya akan diperlakukan buruk oleh orang tadi. Maka, untuk sementara waktu ia pergi meninggalkan tugasnya. Namun seketika datanglah tamparan kasih sayang kepadanya. Ia terkena tuntutan yang nyaris membuatnya harus membayar seribu lira untuk bisa bebas dari tuntutan tersebut. Akhirnya ia harus berada dalam tekanan intimidasi selama setahun penuh sampai ia datang kepada kami kembali ke tugas semula untuk mengabdi pada al-Quran. Maka Allah menyelamatkannya dari bencana tersebut dan ia terbebas dari  hukuman tadi.

 

Lalu ketika di hadapan murid-murid terbuka peluang amal baru, yaitu menyalin al-Quran dengan tulisan indah dan model baru, Haqqi Afandi juga diberi bagian untuk menyalinnya. Ia kerjakan tugas tersebut secara baik. Ia menulis satu juz al-Quran al-Karim dengan tulisan yang bagus. Namun karena ia melihat dirinya berada dalam kondisi yang sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia pun melamar kerja di kantor kejaksaan tanpa sepengetahuan kami. Saat itulah ia kembali mendapat tamparan kasih sayang, jari yang ia pergunakan untuk menuliskan al-Quran patah. Karena kami tidak mengetahui kesibukannya dalam pekerjaan itu, kami pun bingung melihat musibah yang menimpa jarinya hingga tidak bisa meneruskan pekerjaan menulis al-Quran. Kemudian kami sadar bahwa pengabdian suci ini tidak rela kalau jari-jari suci tersebut bergelut dalam berbagai urusan yang lain. Seolah-olah jari yang patah itu berkata, “Kamu tidak boleh menyelimutiku dengan cahaya al-Quran kemudian melibatkanku dalam perkara pengadilan”.

 

Namun bagaimanapun, di sini aku hanya mewakili Hulusi. Aku berbicara sebagai wakil darinya. Sama seperti yang aku lakukan terhadap Haqqi Afandi. Jika ia tidak senang dengan hal ini, ia bisa menulis sendiri tentang tamparan yang pernah ia alami.

 

Yang keenam adalah Bekir Afandi. Karena ia tidak hadir bersama kami, maka aku akan berbicara atas namanya sebagaimana aku berbicara atas nama saudaraku, Abdul Majid. Aku mewakilinya dengan melihat pada keikhlasan, kesetiaan, persahabatannya yang tulus, serta keteguhannya dalam beramal. Dalam hal ini aku bersandar pada apa yang diriwayatkan oleh Sulaiman Afandi, al, Hafidz Taufiq asy-Syami,” serta saudara-saudara tercinta lainnya,

 

Bekir Afandi telah mencetak kalimat kesepuluh (risalah tentang kebangkitan di akhirat, ed.) di Istambul. Maka, kami pun ingin mencetak tulisan tentang Risalah al-Mukyizat al-Qur‘aniyyah disana pula sebelum pemakaian huruf latin baru. Aku kirimkan sebuah surat kepadanya yang berbunyi, “Kami akan mengirimkan kepadamu biaya pencetakan risalah ini bersama risalah sebelumnya”. Namun ketika ia mengetahui bahwa pencetakan tersebut akan memakan biaya empat ratus lira sementara ia mengetahui kondisiku yang miskin, ia pun ingin menutup biaya tersebut dari koceknya sendiri. Terbesit dalam benaknya bahwa aku tidak menyukai hal itu. Maka, ia tertipu oleh dirinya sendiri dengan tidak segera mencetaknya. Akibat dari pertimbangannya tersebut, tugas itupun terlunta-lunta. Dua bulan berikutnya uangnya sebesar sembilan ratus lira dicuri orang. Hal itu merupakan tamparan kasih yang sangat keras kepadanya Kami berharap semoga Allah menjadikan uang yang hilang itu sebagai sedekah darinya.

 

Yang ketujuh adalah al-Hafidz Taufiq asy-Syami. Ia akan menceritakan sendiri kisahnya sebagai berikut:

 

Ya, aku telah melakukan berbagai pekerjaan yang membuatku terdampar pada ke uturan (kelemahan semangat dalam mengabdi). Maka, aku pun mendapatkan sebuah tamparan peringatan. Aku yakin sekali bahwa tamparan tersebut pasti berasal dari sana. Yaitu akibat kesalahanku dalam berpikir dan akibat kebodohanku dalam memberi keputusan.

 

Tamparan pertama adalah ketika Ustadz membagi-bagikan beberapa juz al-Quran kepada kami. Aku mendapat tugas menulis tiga juz. Allah memberikan anugerah kepadaku berupa kemampuan menulis huruf Arab secara baik seperti tulisan al-Quran al-Karim. Kecintaan menuliskan al-Quran membuatku sedikit malas dalam menuliskan rancangan dan salinan dari beberapa risalah. Selain itu, muncul kesombongan dalam diri ini dengan menganggap diriku lebih unggul dari teman-temanku dalam melakukan tugas tadi. Sebab aku merasa mempunyai kemampuan menulis tulisan Arab dengan baik. Bahkan ketika Ustadz ingin memberikan arahan yang terkait dengan tulisan Arab, aku berkata padanya dengan sedikit sombong, “Ini adalah pekerjaanku. Aku tahu tentang hal ini. Karena itu, aku tak membutuhkan arahan”. Akibat kesalahanku tersebut, aku mendapatkan tamparan kasih sayang. Yaitu aku tak mampu mengejar teman-temanku dalam hal penulisan. Tulisan mereka lebih baik daripada tulisanku. Akupun terheran-heran, mengapa aku bisa kalah dari mereka padahal aku dikenal hebat? Sekaranglah aku sadar bahwa hal itu merupakan tamparan.

 

Tamparan kedua kudapatkan akibat dua kondisi yang menodai ketulusanku dalam mengabdi terhadap al-Quran. Akibat dari dua kondisi tersebut aku mendapat tamparan yang sangat keras. Kedua kondisi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

 

Aku merasa diriku terasing dari masyarakat. Bahkan aku merasa betul-betul asing. Untuk menghilangkan perasaan tersebut, akhirnya aku duduk dengan orang-orang yang terlena oleh dunia. Dari mereka aku belajar sikap riya dan ingin dipuji. Selain itu, tanpa mengeluh sedikitpun aku pun memiliki kondisi kepribadian yang buruk. Aku tidak lagi memperhatikan aturan penting Ustadz untuk berhemat dan bersikap qanaah. Padahal Ustadz sudah mengingatkan dan menyadarkanku atas kondisi ini. Bahkan tidak jarang ia juga mencelaku. Namun sayang sekali, aku tidak bisa menyelamatkan diri dari bencana ini. Semoga Allah memberikan maaf dan ampunan. Nya. Padahal syetan jin dan manusia memanfaatkan kondisiku inj yang bertentangan dengan ruh pengabdian pada al-Quran dan melemahkan semangat untuk mengabdi pada al-Quran. Aku pun menerima tamparan keras. Namun aku tahu bahwa itu adalah tamparan kasih sayang. Aku sangat yakin tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa tamparan ini berasal dari kondisi tadi. Bentuk tamparannya adalah sebagai berikut:

 

Meskipun aku telah menjadi murid Ustadz serta telah menjadi penulis draft dan salinan risalah-risalahnya selama delapan tahun, namun sayang sekali aku tidak memperoleh cahaya risalah tersebut yang telah mengalir kepada orang lain dalam delapan bulan. Aku dan Ustadz merasa bingung dengan kondisi tersebut. Kami bertanya-tanya, mengapa? Yakni, mengapa cahaya hakikat kebenaran al-Quran tidak bisa masuk ke dalam relung-relung kalbuku? Kami terus mencari sebab-sebabnya. Sampai aku dapatkan hal itu sekarang bahwa hakikat tersebut adalah sinar dan cahaya. Cahaya tak mungkin bisa berkumpul dengan gelapnya riya, sikap kepura-puraan, dan basa-basi terhadap orang. Hal itulah yang menyebabkan makna hakikat cahaya tersebut menjauh dariku sehingga seolah-olah asing dariku. Aku bermohon kepada Allah Ta’ala agar menganugerahkan kepadaku keikhlasan yang sempurna yang sejalan dengan pengabdian ini, serta agar menyelamatkanku dani sikap riya dan sikap merendahkan diri di hadapan ahli dunia. Aku juga berharap agar kalian semua terutama Ustadz mendoakanku secara sungguh-sungguh.

 

Hamba-Nya yang lalai, al-Hafidz Taufiq asy-Syami Yang kedelapan adalah Sayrani. la adalah saudara kandung Husrev. Termasuk orang yang tertarik kepada Risalah Nur. Ia salah satu muridku yang cerdas dan bersemangat.

 

Suatu hari aku ingin mengetahui pendapat para murid Isparta tentang adanya koherensi yang dianggap sebagai kunci penting dalam menyingkap rahasia al-Quran dan ilmu huruf. Semua murid dengan semangat ikut serta dalam diskusi tersebut, kecuali orang ini. Ia tidak hanya absen dalam diskusi tersebut, tetapi juga ingin memalingkanku dari hakikat kebenaran yang kuketahui secara yakin. la mempunyai perhatian terhadap urusan lain. Kemudian ia mengirim surat yang sangat menyakitkan hati. Aku pun berkata, “Aduh alangkah sayangnya! Aku telah kehilangan muridku ini”. Meskipun aku telah berusaha memberikan penjelasan kepadanya, namun ada hal lain yang mencampurinya. Akhirnya ia mendapatkan tamparan kasih. Ia masuk penjara selama kira-kira satu tahun.

 

Yang kesembilan adalah al-Hafidz Buyuk Zuhdu. la bertugas mengawasi pekerjaan para murid Nur di daerah Aqhrus. Namun sepertinya ia tidak merasa cukup dengan kedudukan yang tinggi dan mulia itu dimana murid-murid Nur lainnya menikmati hal tersebut karena mereka mengikuti as-Sunnah dan menghindari bid’ah. Maka, ia pun kemudian berusaha mendapatkan kedudukan dari ahli dunia. Ia menerima tugas untuk mengajar bid’ah. Ia benar-benar melakukan sebuah kesalahan dengan melanggar jalan kami, jalan as-Sunnah. Akhirnya ia mendapat tamparan yang sangat menakutkan. Yaitu ia dihadapkan pada sebuah insiden yang nyaris melenyapkan kehormatannya dan kehormatan keluarganya. Sangat disayangkan, insiden tersebut juga menimpa al-Hafidz Kucuk Zuhdu, padahal ia tidak berhak mendapatkan tamparan itu. Semoga Allah menjadikan insiden yang menyakitkan tersebut layaknya operasi pembedahan yang bisa memalingkan kalbunya dari dunia dan mengembalikannya untuk mau mengabdi pada al-Quran.

 

Yang kesepuluh adalah al-Hafidz Ahmad. la adalah orang yang menyalin beberapa risalah sekaligus mereguk cahayanya selama tiga tahun. Ia adalah orang yang tekun dan gemar beramal. Namun kemudian ia berinteraksi dengan ahli dunia dengan harapan bisa, menangkal perbuatan buruk mereka dan bisa menyampaikan dakwah kepada mereka sehingga mendapat tempat di hati mereka. Pada waktu yang sama, dengan begitu ia juga ingin agar hidupnya yang sulit menjadi lapang. Akan tetapi, perhatiannya mulai berkurang dan mereka membuatnya sibuk dengan urusan ini. Ketika itulah, semangatnya dalam mengabdi kepada al-Quran melemah sehingga ia terkena dua tamparan sekaligus, yaitu:

 

Pertama, keluarganya bertambah lima orang padahal kehidupannya sudah sempit sehingga ia betul-betul berada dalam kesulitan.

 

Kedua, meskipun ia orang yang sangat sensitif dan tidak bisa bersabar dalam menerima ucapan seseorang, namun secara tidak disadari ia telah menjadi mediator bagi orang yang licik, sehingga ia kehilangan kehormatan sembilan puluh persen. Banyak orang yang pergi meninggalkannya. Mereka memutuskan persahabatan dengannya bahkan memusuhinya. Namun demikian, kami berharap semoga Allah memberikan ampunan kepadanya. Kami juga berharap semoga ia diberi taufik untuk bisa sadar dari kelalaiannya serta kembali kepada tugasnya dalam mengabdi kepada al-Quran.

 

Yang kesebelas tidak ditulis. Barangkali orangnya tidak rela.

 

Yang kedua belas adalah Muallim Ghalib. Dengan tulus dan jujur, ia telah mengabdi dengan menyalin risalah-risalah yang ada. la tak pernah terlihat lemah dalam menghadapi kesulitan sebesar apa pun. Ia menghadiri sebagian besar pelajaran dengan penuh perhatian dan kecintaan. Ia juga menyalin berbagai risalah untuk dirinya sendiri. Sampai-sampai ia menyalin sendiri al-Kalimat dan al-Maktubat dengan ongkos senilai tiga puluh lira. Penyalinan tersebut sengaja dilakukan untuk menyebarluaskan risalah-risalah tersebut di kotanya sekaligus untuk membimbing teman-temannya. Namun setelah itu, ia mulai patah semangat. Ja tidak lagi menyebarluaskan risalah seperti biasanya. Hal itu disebabkan oleh berbagai lintasan pikiran yang ada dalam dirinya. Akhirnya cahaya risalah tadi tidak lagi tampak. Di saat alpa itulah ia mengalami sebuah insiden yang sangat pedih. Dengan adanya insiden tersebut ia mendapat berbagai kerisauan selama satu tahun penuh. Ia menghadapi banyak sekali musuh yang zalim sebagai ganti dari segelintir pegawai yang memusuhinya ketika ia menyebarluaskan risalah. Ia pun kehilangan teman-teman yang ia cintai.

 

Yang ketiga belas adalah al-Hafidz Khalid. la akan menceritakan sendiri kejadian yang dialaminya sebagai berikut: Ketika dengan semangat aku menuliskan rancangan Risalah Nur, ada sebuah lowongan pekerjaan yaitu menjadi imam masjid di tempat kami. Ketika itu aku sangat berminat untuk mengenakan jubah dan sorban intelektualku. Selama beberapa saat aku malas untuk melakukan tugas yang ada. Perhatian dan kecenderunganku untuk mengabdi kepada al-Quran mulai berkurang. Akibat kebodohanku, akhirnya kutinggalkan pekerjaan tersebut. Namun tiba-tiba aku mendapat tamparan kasih sayang. Meskipun mufti sudah seringkali berjanji dan menjalani tugas tersebut sejak kurang lebih sembilan bulan, namun aku tetap tak bisa mengenakan jubah dan serban itu. Ketika itulah aku yakin bahwa tamparan tersebut diakibatkan oleh kelalaianku dalam mengabdi pada al Quran. Padahal, ketika itu Ustadz sedang mengajarku dan aku sendiri sedang memiliki tugas menulis rancangan risalah jadi, berhentinya aku dari pengabdian tersebut terutama dari menulis rancangan risalah telah menyulitkan mereka. Namun demikian, kami bersyukur kepada Allah yang telah membuat kami benar, benar memahami kelalaian kami serta membuat kami mengetahui mulianya pengabdian tersebut. Kami pun mempercayai guru mursyid seperti Syaikh Abdul Qadir al-Jailani sebagai pembantu kami layaknya malaikat penjaga.

 

Hamba-Nya yang paling lemah

 

al-Hafidz Khalid

 

Keempat belas, ada tiga tamparan kasih berskala kecil yang menimpa tiga orang yang semuanya bernama Mustafa.

 

Pertama adalah Mustafa Cavus. Ia bertugas mengabdi pada masjid kecil kami, menyediakan minyak untuk pemanas ruangannya, bahkan ia pula yang memberikan sekotak korek api untuk Masjid.

 

la mengabdi selama delapan tahun. Semua urusan di atas ia biayai dari hartanya sendiri sebagaimana kita ketahui kemudian. Ia tidak pernah absen dalam shalat-shalat berjamaah. Apalagi di malam-malam yang penuh berkah, kecuali jika sangat terpaksa karena ada pekerjaan yang sangat penting. Kemudian ahli dunia memanfaatkan kebersihan kalbunya dan mereka berkata: “Sampaikan kepada al-Hafidz  yang termasuk penulis Risalah Nur untuk melepaskan jubahnya sebelum ia disakiti dan dipaksa untuk melepaskannya. Juga, beritahukan kepada para jamaah agar mereka meninggalkan azan sirr”. Orang tadi tidak mengetahui bahwa sangat berat bagi sosok seperti Mustafa Cavus yang memiliki tingkat spiritual tinggi untuk menyampaikan berita tersebut. Namun ia sampaikan berita itu kepada sahabatnya.

 

Pada malam itulah, tatkala tidur aku bermimpi menyaksikan tangan Mustafa Cavus bernoda sementara ia berjalan di belakang seorang pejabat tinggi setempat. Mereka berdua bersama-sama memasuki kamarku. Pada hari berikutnya, aku berkata padanya, “Wahai saudaraku, Mustafa, siapa yang kau temui hari ini? Dalam mimpi aku melihat tanganmu bernoda seraya berjalan di belakang pejabat tinggi setempat”. Mendengar hal tersebut ia berkata, “Sungguh aku sangat menyesal. Ia telah memberiku sebuah berita yang kemudian aku sampaikan kepada al-Hafidz. Aku sama sekali tidak mengetahui kalau di balik itu ada rekayasa”.

 

Selanjutnya pada hari itu pula, ia membawa minyak tanah ke masjid. Tapi tidak seperti biasanya, pintu masjid itu terus terbuka sehingga seekor kambing betina yang masih kecil bisa masuk ke dalam masjid dan mengotori satu tempat yang dekat dengan sajadahku. Lalu seseorang datang. Ia ingin membersihkan tempat yang kotor tadi. Di situ yang ia temukan hanyalah sebuah wadah minyak yang ia kira berisi air sehingga tanpa pikir panjang ia mulai menuangkan isi tempat tadi ke pojok masjid. Anehnya, ia sama sekali tidak mencium baunya. Seolah-olah masjid itu berkata kepada Mustafa Cavus “Kami tidak lagi membutuhkan minyakmu. Engkau telah melakukan kesalahan besar”. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terciumnya bau minyak, bahkan oleh ketidak hadiran Mustafa dalam shalat berjamaah pada sepanjang hari itu dan pada malam Jum’at yang penuh berkah padahal ia telah berupaya keras untuk hadir. Maka, ia pun menyatakan penyesalannya yang tulus kepada Allah. Ia terus meminta ampun kepada-Nya sehingga alhamdulillah, kalbunya kembali bersih.

 

Dua sosok lainnya sama-sama bernama Mustafa.

 

Pertama adalah Mustafa yang berasal dari desa Kuleonu. Ia termasuk murid yang sungguh-sungguh dan penting. Sementara yang satunya lagi adalah teman setianya yaitu al-Hafidz Mustafa yang setia dan penuh pengorbanan.

 

Aku telah memberitahu semua muridku untuk tidak datang mengunjungiku segera sesudah shalat Ied. Hal itu dimaksudkan agar pengabdian mereka pada al-Quran tidak melemah karena adanya pengawasan dan gangguan ahli dunia. Kecuali jika mereka datang sendiri-sendiri. Namun tiba-tiba aku dikagetkan oleh tiga orang yang datang mengunjungiku secara bersamaan di malam har, Mereka memutuskan untuk pergi sebelum fajar tiba. Melihat kondisi yang ada, aku pun mengizinkan mereka untuk pergi. Namun aku Sulaiman, dan Mustafa Cavus tidak membuat siasat apapun. Kam; semua lupa karena masing-masing melepas tanggung jawab pada yang lain. Akhirnya, mereka pun meninggalkan kami sebelum fajay tiba. Tidak lama kemudian topan yang sangat keras menerpa mereka, Kami tak pernah melihat topan sekeras itu pada musim dingin ini, Dua jam telah berlalu. Kami sangat gelisah terhadap mereka, Menurut kami, mereka tidak akan selamat. Aku sangat sedih dengan apa yang menimpa mereka. Tak pernah aku sesedih itu sebelumnya, Kemudian, aku ingin mengutus Sulaiman karena ia telah tidak berhati-hati untuk mencari informasi tentang mereka seraya menginformasikan kepada kami tentang keselamatan dan sampai tidaknya mereka. Namun Mustafa Cavus berkata, “Jika Sulaiman pergi, ia juga akan tertahan di sana tanpa bisa kembali. Aku pun demikian, dan Abdullah Cavus juga akan mengikuti jejakku”, Karena itu, kami pun menyerahkan urusan tersebut kepada Allah Yang Maha Tinggi Dan Kuasa seraya berkata, “Kami tawakkal kepada Allah dan kami serahkan urusan tersebut kepada-Nya”.

 

PERTANYAAN

 

Engkau menganggap semua musibah yang menimpa saudara dan teman-temanmu sebagai peringatan Tuhan dan tamparan teguran atas sikap futur (patah semangat) mereka dalam mengabdi pada al-Quran. Sementara, orang-orang yang menentang pengabdian tersebut dan memusuhi kalian bisa hidup dengan tenang dan aman. Mengapa para sahabat al-Quran mengalami tamparan sedangkan musuhnya tidak?

 

JAWABAN

 

Sebuah pepatah bijak berbunyi, “Kezaliman tidak akan abadi, sementara kekufuran pasti abadi”. Dalam hal ini, kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengabdikan diri pada al-Quran berasal dari sikap zalim mereka terhadap pengabdian tersebut. Karena itu, mereka dengan cepat mendapatkan hukuman dan peringatan Tuhan. Mereka sadar, jika memiliki akal sehat.

 

Adapun tindakan musuh yang menjadi penghalang dari alQuran dan menentang usaha pengabdian terhadap al-Quran entah itu disadari atau tidak berasal dari sikap kufur mereka. Dan karena kekufuran itu abadi, mereka tidak mendapatkan tamparan yang bersifat kontan dan cepat. Sama halnya dengan orang yang melakukan kesalahan kecil akan dihukum di daerah setempat. Sementara orang yang melakukan kejahatan besar akan dihukum pengadilan tertinggi. Demikian pula dengan kesalahan kecil yang dilakukan oleh orang beriman dan sahabat al-Quran, mereka akan mendapatkan hukumannya di dunia untuk menghapus dan membersihkan kesalahan tadi. Sementara kejahatan kaum yang sesat sangatlah besar sehingga hukumannya tidak cukup kalau dilakukan di dunia yang singkat ini. Mereka ditunda ke alam baka dan dibawa ke pengadilan tertinggi di sana untuk mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Adil. Karena itu, pada umumnya mereka tidak menerima hukuman di dunia.

 

Dalam hadits Nabi SAW. disebutkan, “Dunia merupakan penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” Ini menjadi petunjuk atas hakikat yang baru saja kami jelaskan. Yaitu bahwa orang mukmin mendapatkan bagian hukuman dari hasil kesalahannya di dunia, sehingga dunia merupakan tempat hukuman bagi mereka. Jadi, dunia ini bagaikan penjara dan neraka bagi orang mukmin dibandingkan dengan akhirat mereka yang bahagia. Adapun orang-orang kafir, karena mereka akan kekal di neraka, maka dunia bagi mereka bagaikan tempat yang sangat nikmat. Sebab, di sana mereka akan mendapatkan siksa akhirat. Selanjutnya, di dunia ini orang mukmin mendapatkan kenikmatan batin yang tidak didapat oleh manusia yang paling bahagia sekalipun. Pada hakikatnya, ia jauh lebih bahagia ketimbang orang kafir. Seolah-olah keimanan orang mukmin sama seperti surga batini yang terdapat dalam jiwanya. Sedangkan kekufuran orang kafir sama seperti neraka jahim.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Derajat as-Sunnah dan Obat Penyakit Bid’ah

 

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan) bagimu, serta amat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang mukmin. (at-Taubah [9]: 128)

 

Jika mereka berpaling (dari keimanan) katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki arsy yang agung”. (at-Taubah [9]: 129)

 

Bagian pertama dari ayat ini berisi penjelasan mengenai konsep as-Sunnah. Sementara bagian kedua berisi penjelasan mengenai derajat as-Sunnah.

 

Katakanlah, ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa kalian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Ali Imran {3}: 31)

 

Kami akan menjelaskan secara global sebelas hal dari sekitar seratus persoalan rinci yang terdapat pada dua ayat mulia di atas,

 

  1. URGENSI MENGIKUTI AS-SUNNAH TERUTAMA DI SAAT TERSEBARNYA BID’AH

 

Rasulullah SAW. bersabda, “Siapa yang mengikuti sunnahku di saat rusaknya umatku, ia akan mendapat pahala seratus orang yang mati syahid”.

 

Ya, mengikuti Sunnah Nabi SAW. benar-benar mempunyai nilai yang sangat tinggi. Apalagi di saat bid’ah menyebar luas, Mengikuti as-Sunnah dalam kondisi demikian memiliki nilai yang lebih tinggi dan lebih istimewa. Khususnya lagi, ketika ummat berada dalam kerusakan. Mengikuti adab kecil dari as-Sunnah menunjukkan adanya ketakwaan yang agung serta iman yang kuat. Sebab, mengikuti sunnah Nabi yang suci secara langsung akan mengingatkan kita kepada Rasul yang paling agung itu. Ingatan dan kesadaran yang bersumber dari sikap mengikuti as-Sunnah tersebut akan berubah menjadi kesadaran akan adanya pengawasan Ilahi. Bahkan kebiasaan dan perbuatan alamiah yang paling sederhana seperti makan, minum, tidur dan lainnya jika ia dilakukan dengan mengikuti sunnah akan berubah menjadi sebuah amal ibadah yang mendapat ganjaran pahala. Sebab, berbagai kebiasaan itu dilakukan dengan niat mengikuti Rasul SAW. Sehingga yang terbayang adalah bahwa ia sedang menjalankan salah satu adab agama seraya menyadari posisi Nabi SAW. sebagai penggenggam syariat. Dari sana, kalbunya akan mengarah kepada Pembuat syariat hakiki yaitu Allah Ta’ala. Sehingga ia pun akan mendapat ketentraman, kedamaian, dan pahala ibadah.

 

Demikianlah, dari uraian di atas dapat dipahami bahwa siapa yang menjadikan peneladanan sunnah beliau sebagai kebiasaannya, berarti ia telah mengubah kebiasaannya tersebut menjadi sebuah ibadah sehingga ia bisa membuat semua usianya berbuah dan menghasilkan pahala.

 

  1. SIAPA YANG BERPEGANG PADA AS-SUNNAH LAYAK UNTUK DIGOLONGKAN SEBAGAI KEKASIHNYA

 

Al-Imam ar-Rabbani Ahmad. Al Faruq rahimahullah, berkata

 

”Ketika aku melewati berbagai tahapan dalam perjalanan dan suluk rohant, aku melihat bahwa tingkatan kewalian yang paling bersinar, yang paling tinggi, yang paling lembut, yang paling aman, dan yang paling selamat adalah yang melandaskan tarekatnya pada sunnah Nabi SAW. Bahkan para wali yang masih pemula yang berada di tingkatan tersebut tampak lebih mulia daripada wali khawas yang ada pada tingkatan lainnya”.

 

Ya, al-Imam ar-Rabbani, sang pembaharu milenium kedua ini telah berkata benar. Mereka yang menjadikan as-Sunnah tersebut sebagai landasannya akan meraih tingkat mahbubiyah (dicintai Allah) dalam naungan sosok yang dikasihi-Nya, Nabi SAW.

 

  1. PENJELASAN MENGENAI URGENSI BERPEGANG PADA AS-SUNNAH DALAM MENITI PERJALANAN ROHANI

 

Ketika Said yang fakir ini, berusaha untuk keluar dari kondis;

 

‘Said Lama’ akal dan kalbuku berguncang menghadapi terpaan ‘badai’ yang menakutkan. Aku merasa seolah-olah akal dan kalbuku bergejolak. Kadangkala jatuh dari bintang yang tinggi kepada embun di permukaan bumi atau sebaliknya, kadangkala naik dari titik-titik

embun ke bintang kartika. Hal itu terjadi sebagai akibat dari ketiadaan pembimbing dan akibat tipuan nafs al-ammarah.

 

Pada saat itulah, aku menyadari bahwa semua Sunnah Nabi SAW., bahkan dalam hal yang sederhana sekalipun, berposisi seperti kompas yang menjelaskan arah laju di kapal, semuanya seperti kunci penerang yang menerangi jalan-jalan gelap yang tak terhingga banyaknya. Ketika aku menyadari bahwa dalam perjalanan spiritual tersebut kadangkala aku terperosok di bawah himpitan berbagai kesulitan dan beban berat, pada saat itu pula aku merasa ringan karena mengikuti sunnah-sunnah Nabi SAW. yang terkait dengan kondisi tersebut. Seolah-olah ia melenyapkan semua beban tersebut, Lewat sikap pasrah untuk mengikuti as-Sunnah, aku bisa selamat dari berbagai bisikan, keraguan, dan rasa was-was seperti, “ Apakah aktivitas ini bermanfaat? Apakah ia berada di jalur yang benar?”. Sebaliknya, ketika aku mengabaikan as-Sunnah, maka gelombang kesulitan itu pun bertambah dahsyat dan jalan-jalan yang tak dikenal pun menjadi bertambah sulit dan samar. Selain itu, beban yang ada menjadi berat, sementara aku betul-betul lemah, pandanganku menjadi sangat terbatas, dan jalannya menjadi gelap. Ketika aku berpegang kepada as-Sunnah, ketika itu pula jalan di depanku menjadi terang dan tampak sebagai jalan yang aman dan selamat. Serta, beban yang ada menjadi ringan dan rintangannya pun menjadi sirna. Ya, pada saat tersebut aku mengakui kebenaran pernyataan al-Imam ar-Rabbani di atas.

 

  1. KONDISI ROHANI YANG BERSUMBER DARI PERENUNGAN TERHADAP MATI

 

Pada suatu ketika, aku sempat tenggelam dalam kondisi rohani yang bersumber dari perenungan terhadap adanya mati, dari

 

kenyataan bahwa mati itu pasti, dan dari refleksi yang panjang terhadap fananya dunia. Ketika itu aku merasa berada dalam alam yang ajaib. Aku saksikan diriku seolah-olah seperti sebongkah jenazah yang berada di hadapan tiga jenazah penting dan besar.

 

Yaitu:

 

  1. Aku merupakan batu nisan di atas ‘jenazah’ keseluruhan makhluk hidup yang terkait dengan kehidupan pribadiku, yang telah mati, yang telah berlalu, serta telah terkubur di kuburan masa lalu.

 

  1. Aku merupakan batu nisan, satu titik yang segera akan lenyap pada wajah masa ini dan seekor semut kecil yang segera mati serta berada di atas ‘jenazah besar’ yang melipat keseluruhan spesies makhluk hidup yang terkait dengan kehidupan seluruh umat manusia, serta yang mati dan dikubur di kuburan masa lalu yang meliputi seluruh bumi.

 

  1. Karena kematian alam semesta merupakan perkara yang pasti terjadi, maka dalam pandanganku ta merupakan realitas yang terjadi saat ini. Aku melihat diriku berada dalam kedahsyatan akibat sekarat jenazah besar itu dan dalam kekagetan akibat matinya jenazah tersebut. Selain itu, tertampak olehku kematianku yang akan pasti terjadi pada masa depan seolah-olah terjadi sekarang ini. Lewat kematianku semua entitas dan seluruh yang dicintai berbalik dan pergi dariku dan meninggalkan aku sesuai dengan rahasia firman Allah dalam alQuran, Jika mereka berpaling, katakanlah, ‘Cukup Allah bagiku’. (QS at-Taubah. 129). Aku merasa seolah-olah jiwaku dibawa terbang ke masa depan yang terbentang menuju keabadian seperti gambaran laut luas tak bertepi. Dan jiwa ini pun pasti jatuh ke dalam samudera lautan itu, baik suka maupun tidak.

 

Sementara itu, di saat aku berada dalam kegoncangan spiritual dan kesedihan mendalam yang menjerat kalbu, tiba-tiba bantuan dari al-Quran dan iman datang kepadaku. Al-Quran menghiburku dengan firman-Nya, “Jika mereka berpaling, katakanlah, ‘Cukup Allah bagiku’”. Ayat ini pun kemudian bagaikan perahu penyelamat yang memberikan kedamaian dan ketenangan. Akhirnya jiwa ini menjadi aman dan tenteram dalam naungan ayat yang mulia itu. Pada saat tersebut aku memahami bahwa ada makna implisit (isyarat) yang dikandung oleh ayat di atas selain makna eksplisitnya. Makna itu menghibur jiwa, sehingga aku mendapat ketentraman dan kebahagiaan.

 

Ya, makna eksplisit dari ayat tersebut menegaskan kepada Rasulullah SAW., “jika kaum yang sesat itu enggan mendengar al Quran serta berpaling dari syariat dan sunnahmu, tidak usah kau bersedih dan risau. Katakanlah, ‘Cukup Allah bagiku’. Dia yang mencukupiku dan aku pun pasrah kepada-Nya. Dialah yang menjamin akan menggantikan kalian dengan orang-orang yang mau mengikutiku. Arasy-Nya yang agung meliputi segala sesuatu. Tak ada pembangkang yang bisa lari dari-Nya. Serta, orang-orang yang meminta bantuan-Nya pasti akan dibantu-Nya”,

 

Jika makna eksplisit dan ayat di atas menyebutkan hal tersebut, makna implisitnya berbunyi sebagai berikut:

 

“Wahai manusia, wahai yang menggenggam tongkat kepemimpinan dan petunjuk bagi manusia, andai semua entitas meninggalkanmu dan lenyap dalam kefanaan, andai semua makhluk berpisah dan menuju kepada jalan kematian, andai seluruh manusia pergi meninggalkanmu dan mendiami pekuburan, andai mereka yang lalai dan sesat berpaling tak mau mendengarkanmu serta terperosok ke dalam kegelapan, janganlah kau risau! Tetapi ucapkanlah, ‘Cukup Allah bagiku’. Dialah Dzat Yang Maha mencukupiku. Karena Dia eksis, segala sesuatu menjadi eksis. Karena itu, mereka yang telah pergi sebenarnya tidak menuju kepada ketiadaan, tapi pergi menuju kepada kerajaan lain milik Tuhan Pemelihara alam semesta. Sebagai gantinya Dia akan mengirim pasukan yang tak terhitung banyaknya. Kemudian, mereka yang mendiami kuburan tidak musnah. Namun berpindah ke alam lain. Lalu sebagai ganti dari mereka, Allah akan mengutus “petugas lain”. Dialah Yang berkuasa mengirim orang-orang yang taat meniti jalan yang lurus sebagai ganti dari kaum yang tersesat yang telah pergi dari dunia ini. Dengan demikian, Dia adalah Wakil, dan Pengganti dart segala sesuatu. Sernentara segala sesuatu tak mungkin renggantikan-Nya, serta tak mungkin bisa menggantikan salah satu bagian dari kelembutan dan kasih sayang-Nya terhadap para makhluk dan para hamba”.

 

Demikianlah tiga macam jenazah yang Kudapat dari makna simbolis di atas berubah kepada bentuk lain yang indah, yaitu bahwa seluruh entitas saling mengisi. Mereka datang dan pergi dalam sebuah perjalanan mulia. Sebuah pengabdian yang terus-menerus, pengisian kewajiban yang terus terbaharui, titian wisata yang penuh dengan hikmah, perjalanan yang penuh dengan pelajaran, pelancongan penting dalam naungan aturan Sang Maha Bijak, Sang Maha Pengasih, Sang Maha Adil Yang Maha Berkuasa dan Maha Memiliki keagungan, serta dalam lingkup pemeliharaan Tuhan Yang Agung, kebijaksanaan-Nya yang mendalam, dan rahmat-Nya yang luas.

 

  1. KECINTAAN KEPADA ALLAH HARUS DIIKUTI OLEH SIKAP MENGIKUTI AS-SUNNAH YANG SUCI

 

Allah Ta’ala berfirman:

 

Katakanlah, ‘jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian’. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Ali Imran [3]: 31)

 

Ayat yang mulia ini secara tegas menyatakan betapa pentingnya dan betapa perlunya mengikuti sunnah Nabi SAW. Ayat alQuran tersebut berisi analogi yang paling tepat dan paling jelas. Contoh dari jenis analogi semacam itu adalah, “Jika matahari terbit akan ada siang”. Konklusi positif dari pernyataan itu adalah, ”Matahari terbit, maka siang pun ada”. Sementara konklusi negasinya adalah, “Siang tak ada, berarti matahari tak terbit’. Dua konklusi tersebut dalam ilmu logika sangat tegas dan pasti.

 

Demikianlah ayat tersebut menegaskan, “jika kalian memilik; kecintaan kepada Allah Ta’ala, kalian harus mengikuti kekasih-Nya Jika tidak mau mengikuti berarti kalian tidak mencintai Allah. Sebab, kalau benar-benar ada rasa cinta, pasti rasa cinta itu melahirkan sikap peneladan terhadap Sunnah kekasih-Nya”. Ya, orang yang beriman kepada Allah pasti mentaati-Nya. Dan tak diragukan lagi, jalan yang paling singkat, yang paling bisa diterima, dan yang paling lurus q; antara jalan ketaatan yang bisa mengantarkan manusia kepada-Nya adalah jalan yang ditempuh dan dijelaskan oleh kekasih Allah, Yaitu Nabi SAW.

 

Sang Maha Pemurah, Pemilik keindahan Yang telah meme. nuhi alam ini dengan berbagai nikmat dan karunia berlimpah, sangat layak mendapatkan rasa syukur dari mereka yang menyadari segala nikmat tersebut. Sang Maha Bijaksana Yang Agung Yang telah menghiasi alam ini dengan berbagai mukjizat ciptaan-Nya tentu akan mengangkat orang pilihan dan istimewa sebagai penerima wahyu-Nya, penerjemah perintah-perintah-Nya, penyampai kepada para hamba-Nya, dan pemimpin bagi mereka.

 

Sang Maha Indah dan Maha Sempurna, yang telah menjadikan alam ini sebagai manifestasi dari keindahan dan kesempurnaan-Nya yang tak terhingga tentu saja akan menganugerahkan kepada sosok yang paling menghimpun segala keindahan yang diciptakan-Nya dan paling bisa menampilkan estetika, kesempurnaan, dan namanama-Nya yang mulia. Dia akan memberikan kepadanya kondisi terbaik untuk menyembah kepada-Nya seraya menjadikannya sebagai teladan terbaik bagi orang lain dan mendorong mereka untuk mengikutinya. Hal itu dimaksudkan agar kelembutan dan keindahan-Nya tampak bagi mereka,

 

Kesimpulan: Konsekuensi dari rasa cinta kepada Allah adalah mengikuti sunnah Nabi SAW.. Karena itu, berbahagialah bagi mereka yang bisa mengikuti beliau. Sebaliknya, celakalah mereka yang tak menghargai sunnah Nabi SAW. sehingga ia kemudian jatuh ke dalam bid’ah.

 

  1. PENJELASAN MENGENAI JENIS-JENIS SUNNAH

 

Rasulullah SAW. bersabda, “Setiap bid’ah sesat dan setiap kesesatan adalah di neraka”.

 

Artinya, sesudah kaidah-kaidah syariat yang mengagumkan dan aturan as-Sunnah yang suci itu terwujud dalam bentuk yang sempurna seperti yang ditunjukkan oleh bunyi firman Allah:

 

“Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu” (al-Maidah [5]: 3)

 

maka menyepelekan as-Sunnah dengan melakukan sesuatu yang baru, atau menciptakan berbagai bid’ah yang mengindifikasikan kekurangan kaidah tadi merupakan sebuah kesesatan yang tempatnya adalah neraka.

 

Sunnah Nabi SAW. mempunyai beberapa tingkatan:

 

Ada yang bersifat wajib yang tak boleh ditinggalkan. Jenis ini dijelaskan dalam syariat secara rinci. la termasuk al-muhkamat (sesuatu yang jelas dan tegas). Artinya selamanyaia tak bisa diganti atau diubah. Lalu ada Sunnah Nabi SAW. yang bersifat sunnah ia terbagi lagi menjadi dua:

 

  1. Sunnah-sunnah Nabi SAW. yang terkait dengan masalah ibadah.

 

Ini juga dijelaskan dalam kitab-kitab syariah. Mengubah sunnah jenis ini termasuk perbuatan bid’ah.

 

  1. Adapun yang lain disebut dengan adab. Hal ini dijabarkan dalam buku-buku sejarah perjalanan hidup beliau yang agung. Sikap yang berseberangan dengan adab tersebut tidaklah dipandang sebagai bid’ah. Hanya saja sikap tersebut menyalahi adab Nabi, tidak menyerap cahayanya, serta tidak sesuai dengan adab yang hakiki. Cara mengaplikasikan Sunnah Nabj jenis ini adalah dengan mengikuti segala perbuatan Rasu| SAW. yang mutawatir terkait dengan adat, kebiasaan, ataupun hubungan alamiah manusia. Misalnya sunnah yang mene. rangkan tentang tata cara berbicara, tata cara makan, minum, tidur, atau yang terkait dengan pergaulan. Siapa yang ber. upaya memperhatikan dan mengikuti sunnah-sunnah beliay yang disebut dengan adab tadi, berarti ia telah mengubah kebiasaannya menjadi ibadah, sekaligus menyerap cahaya adab Nabi SAW. Sebab, sikap memelihara adab yang paling sederhana atau yang paling kecil sekalipun akan mengingatkan kita kepada sosok Rasul SAW. yang agung, sehingga akan memantulkan cahaya ke dalam kalbu.

 

Dalam hal ini, sunnah Nabi SAW. yang paling penting adalah sunnah Nabi yang menjadi perlambang dan syiar-syiar Islam. Sebab, syiar-syiar tersebut merupakan ibadah umum yang berhubungan dengan masyarakat. Jika dilakukan ia akan bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Sementara jika ditinggalkan akan membuat seluruh masyarakat bertanggung jawab. Syiar-syiar semacam ini mesti ditampakkan dan riya tak masuk dalamnya. Ia lebih penting dari kewajiban-kewajiban yang bersifat pribadi meskipun termasuk jenis perbuatan yang bersifat sunnah.

 

  1. AS-SUNNAH MERUPAKAN ADAB YANG AGUNG

 

Sunnah Nabi yang suci tersebut pada hakikatnya merupakan adab yang agung. Setiap detil persoalan di dalamnya pasti mengandung adab dan cahaya. Rasul SAW. bersabda “Tuhanku telah mengajarkan adab padaku dan Dia telah memperbagus adabku”.” Ya, slapa yang memperhatikan secara seksama sejarah perjalanan hidup Nabi SAW. dan mempelajari sunnah beliau yang suci pasti akan mengetahui dengan yakin bahwa Allah Ta’ala telah mengumpulkan seluruh pokok-pokok dan kaidah-kaidah adab pada diri Nabi SAW. Sehingga, orang yang meninggalkan sunnah beliau berarti telah meninggalkan adab tadi. Sebagai akibatnya, ia terhalang dari kebaikan yang besar, tak mendapat kelembutan Tuhan yang Maha Pemurah, serta terperosok dalam adab yang buruk.

 

PERTANYAAN

 

Bagaimana cara menampilkan adab di hadapan Dzat Yang Maha Mengetahui hal yang gaib, Yang Maha Melihat, Yang tak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya? Sebab ada beberapa kondisi yang membuat manusia malu dan tak mungkin disembunyikan dari-Nya, sementara menyembunyikan kondisi-kondisi yang tak disukai semacam itu termasuk adab pula.

 

JAWABAN

 

Pertama, sebagaimana Allah Sang Maha Pencipta Yang Agung ingin memperlihatkan ciptaan-Nya dengan bentuk yang indah dalam pandangan makhluk-Nya, meletakkan hal-hal yang tidak disukai dalam tirai hijab-Nya, serta menghiasi nikmat-nikmat-Nya agar disenangi oleh penglihatan manusia, maka Allah juga meminta kepada para makhluk dan hamba-Nya untuk tampil dalam bentuk terbaik. Sebab kalau mereka tampil dalam kondisi yang buruk, maka hal itu bertentangan dengan adab yang indah serta bertentangan dengan kesucian nama-nama-Nya seperti Yang Maha Indah, Yang Maha Menghiasi, Yang Maha Lembut, dan Yang Maha Bijaksana. Demikianlah, adab-adab yang terdapat dalam sunnah Nabi SAW. merupakan ekspresi adab yang suci seperti yang terkandung dalam nama-nama Tuhan yang mulia.

 

Kedua, seorang dokter tentu diperbolehkan untuk melihat bagian-bagian tubuh yang terlarang untuk dilihat sesuai dengan perspektif kedokteran. Bahkan dalam kondisi darurat ia boleh menyingkap tempat tersebut. Tindakan tersebut tidak dianggap sebagai tindakan yang melanggar adab. Tetapi dianggap sebagai konsekuensi dari sebuah pengobatan. Hanya saja dokter tersebut tidak boleh melihat tempat-tempat terlarang tadi dalam kapasitasnya sebagai orang biasa, juru nasehat, atau ulama. Ia dilarang keras untuk menyingkap tempat tersebut jika dalam kondisi seperti tadi. Bahkan tindakan tersebut itu termasuk tindakan yang tidak punya malu. Allah memiliki perumpamaan yang paling mulia. Dia, Sang Pencipta Yang Agung, memiliki banyak nama yang baik. Setiap nama mempunyai tampilan sendiri. Misalnya nama al-Ghaffar (Yang Maha Mengampuni), menimbulkan konsekuensi adanya dosa. Nama asSattar (Yang Maha Menutupi) mengkonsekuensikan adanya kesalahan. Dan nama al-Jamil (Yang Maha Indah) menunjukkan ketidaksukaan Tuhan untuk melihat keburukan. Nama-nama Tuhan yang indah seperti al-Lathif (Yang Maha Lembut), al-Karim (Yang Maha Mulia), al-Hakim (Yang Maha Bijaksana), ar-Rahim (Yang Maha Pengasih) mengharuskan semua entitas tampil dalam bentuk yang paling bagus dan kondisi yang sebaik-baiknya. Nama-nama yang indah dan sempurna itu mengharuskan adanya penampakan keindahan-Nya dengan memberikan berbagai atribut indah pada setiap entitas serta bagaimana mereka memiliki adab-adab yang mulia di hadapan para malaikat, para makhluk spiritual, jin, dan manusia.

 

Demikianlah, adab-adab yang terdapat dalam Sunnah Nabi SAW. menjadi petunjuk atas adab-adab yang mulia tersebut beserta aturan dan contoh-contohnya.

 

  1. KE BAHAGIAAN DAPAT DIRAIH DENGAN MENGIKUTI SUNNAH NABI SAW

 

Ayat al-Quran yang berbunyli:

 

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (ketrnanan) bagimu, serta amat belas kasih dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (at-Taubah [9]: 128)

 

Menunjukkan kesempurnaan Kasih sayang Rasul SAW. terhadap umatnya. Sementara ayat berikutnya yang berbunyi:

 

“Jika mereka berpaling (dari keirmanan) katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagitku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki arasy yang agung’.” (at-Taubah [9]: 129)

 

menegaskan:

 

“Wahai manusia, wahai kaum muslimin, ketahuilah sungguh kalian tidak memiliki perasaan dan akal apabila kalian berpaling dari Sunnah Nabi SAW. yang sangat penyayang ini serta berpaling dari hukum-hukumnya. Sebab, sikap tersebut berarti mengingkari sifat belas kasih beliau yang sangat jelas dan berarti menentang sifat sayang beliau yang begitu nyata. Dialah sosok yang telah memberikan petunjuk kepada kalian dengan kasihnya yang luas. Dialah yang telah mencurahkan apa yang diberikan kepadanya demi kemaslahatan kalian seraya mengobati luka-luka yang ada pada kalian dengan balsem sunnah yang suci dan dengan hukum-hukum yang dianugerahkan kepadanya.

 

Sementara engkau wahai Rasul yang pengasih dan penyayang, apabila mereka tidak mengetahui kasih sayangmu yang besar itu karena bodohnya mereka serta apabila mereka tidak menghargai cintamu yang luas ini lalu berpaling jangan engkau risau. Tuhan yang Maha Agung yang tentara langit dan bumi di bawah perintahNya dan berlaku kekuasaan Rububiyyah-Nya di bawah tahta arasy agung yang meliputi cukup bagimu. Dia akan mengumpulkan di sekitarmu orang-orang yang taat kepadamu, serta menjadikan mereka sebagai orang-orang yang mau mendengarkanmu dan ridho dengan hukummu”.

 

Ya, tidak ada satupun perkara dalam syariah dan Sunnah Nabi SAW. melainkan mengandung berbagai hikmah. Aku yang fakir ini mengakui hal tersebut dengan segala kekuranganku. Aku siap untuk membuktikan pernyataanku ini. Apa yang telah kutulis hingga saat ini yaitu lebih dari tujuh puluh risalah ibarat tujuh puluh saksi jujur terhadap hikmah dan hakikat yang dikandung oleh Sunnah dan Syariah Nabi SAW. Andaikan topik tersebut diberi penilaian, lalu ditulis tujuh puluh risalah bahkan tujuh ribu risalah sekalipun, niscaya takkan cukup menampung semua hikmah yang ada didalamnya.

 

Selain itu, aku telah merasakan dan menyaksikan secara langsung, bahkan aku memiliki seribu pengalaman bahwa hukum syariah dan Sunnah Nabi SAW. merupakan obat terbaik dan paling mujarab untuk berbagai penyakit rohani, mental, dan kalbu, Terutama yang terkait dengan aspek sosial kemasyarakatan, Masalah-masalah filsafat dan hikmah tidak bisa menggantikan mereka. Lewat kesaksian dan perasaan aku nyatakan hal ini. Mereka yang meragukan pernyataanku ini bisa menelaah kembali beberapa bagian dari Risalah Nur.

 

Dengan mengikuti Sunnah Nabi SAW. semampu mungkin kita akan mendapatkan keuntungan yang besar, kebahagiaan hidup yang abadi, serta kesuksesan di dunia.

 

  1. SUNNAH NABI SAW. SUDAH MENCUKUPI BAGI MEREKA YANG SEDANG MENCARI CAHAYA

 

Mengikuti setiap jenis sunnah Nabi SAW. secara keseluruhan dapat dilaksanakan oleh hanya orang-orang pilihan yang istimewa. Namun, setiap orang bisa mengikutinya dengan niat, maksud, dan tekad untuk komitmen dan menerimanya. Seperti telah diketahui bersama, kita harus komitmen dalam menjalankan as-Sunnah yang bersifat wajib. Sementara as-Sunnah yang bersifat sunnah jika ditinggalkan dan diabaikan, meskipun tidak berdosa, tetapi merupakan tindakan menyia-nyiakan ganjaran yang besar, sertajika diubah akan menjadi kesalahan besar. Adapun sunnah Nabi SAW. yang berkisar dalam persoalan adat dan muamalah jika diikuti akan mengubah adat tersebut menjadi sebuah ibadah. Orang yang meninggalkannya memang tidak tercela, hanya saja dengan begitu ia tidak mendapat cahaya kehidupan kekasih Allah, Nabi SAW.

 

Adapun perbuatan bid’ah, ia merupakan tindakan yang membuat-buat hal baru dalam urusan ibadah. Tindakan tersebut tentu saja tertolak sebab bertentangan dengan ayat yang berbunyi:

 

“Pada hati ini kusempurnakan untukmu agamamu,..” (al-Maidah [5]: 3)

 

Tetapi, jika hal-hal baru itu terkait dengan masalah wirid, zikir, dan bacaan yang terdapat dalam tarekat sufi, ia tidak termasuk bid’ah selama landasan utamanya terambil dari al-Quran dan as-Sunnah. Yaitu yang memenuhi syarat dengan tidak menyalahi dan mengubah sunnah Nabi SAW. Memang ada sebagian ulama yang memasukkan sebagian dari hal semacam itu sebagai bid’ah. Namun, mereka menyebutnya sebagai bid’ah hasanah (yang baik). Hanya saja al-Imam ar-Rabbani berpendapat, “Dalam perjalananku mengarungi suluk rohani, aku melihat bahwa bacaan-bacaan yang bersumber dari Rasul SAW. memantulkan kilau dan cahaya berkat pancaran sunnah beliau. Sedangkan wirid-wirid yang hebat dan keadaan menakjubkan yang tak bersumber dari beliau sama sekali tidak memantulkan kilau dan cahaya tersebut. Dari sini aku kemudian memahami bahwa pancaran cahaya sunnah merupakan obat yang ampuh. As-Sunnah telah cukup bagi mereka yang mencari cahaya. Jadi, tak perlu lagi mencari cahaya diluar itu”.

 

Pernyataan sang tokoh ahli hakikat dan syariat ini menjelaskan kepada kita bahwa as-Sunnah merupakan pilar utama kebahagiaan seseorang baik di dunia maupun di akhirat. Selain itu, ia merupakan sumber kesempurnaan dan Kebaikan.

 

Ya Allah, karuniakanlah kepadaku kemampuan untuk mengikuti as-Sunnah yang mulia!

 

Allah berfirman:

 

“Wahai Tuhan, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan. Kami juga telah mengikuti Rasul. Karena itu, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang bersaksi.” (Ali Imran [3]: 53)

 

  1. KECINTAAN KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

 

Allah Taala berfirman:

 

“Katakanlah, ‘jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. (Ali Imran [3]; 31)

 

Pada ayat di atas terdapat bentuk simplifikasi redaksi yang mengagumkan. Karena makna yang begitu banyak dirangkum hanya oleh tiga kalimat.

 

Ayat Itu menegaskan, “Jika kalian beriman kepada Allah, pasti kalian mencintai-Nya. Selama Kalian mencintai-Nya, pasti Kalian beramal sesuai dengan apa yang dicintai-Nya.Hal itu berarti kalian harus meneladani pribadi yang Dia cintai. Dan ia bisa terwujud dengan cara Kalian mengikuti pribadi tersebut. Jika kalian mengikutinya, Allah akan cinta kepada Kalian. Tentu saja Kalian mencintai Allah agar juga dicintai oleh-Nya”.

 

Demikianlah, kalimat-kalimat di atas baru sebagian saja dari pengertian ringkas ayat tersebut. Bisa dikatakan bahwa tujuan utama manusia adalah menjadi orang yang pantas dicintai Allah. Nash ayat tersebut menunjukkan bahwa jalan menuju tujuan utama itu adalah dengan mengikuti orang yang dikasihi Allah (Nabi SAW.) dan mengaplikasikan sunnahnya yang suci. Ketika kita mengarahkan perhatian pada tiga hal berikut, hakikat yang terkandung di dalamnya akan tampak dengan jelas. Pertama Manusia telah diberi naluri tak terbatas untuk mencintai Sang Maha Pencipta alam. Sebab, fitrah manusia menyimpan rasa cinta kepada keindahan, rasa senang Kepada kesempurnaan, dan rasa rindu pada kebaikan. Rasa cinta tersebut bertambah besar sesuai dengan tingkat keindahan, kesempurnaan, dan kebaikan yang ada hingga mencapai puncaknya. Ya, di dalam kalbu yang kecil milik manusia ini tertanam kerinduan terhadap alam semesta. Kemampuan manusia untuk memindahkan dan menyimpan isi berbagai buku di sebuah perpustakaan besar ke dalam kekuatan hafalan yang ada di kalbunya yang hanya sebesar biji adas menunjukkan bahwa kalbu manusia mempunyai kemampuan untuk menghimpun alam serta bisa menyimpan rasa cinta sebesar alam.

 

Ketika fitrah manusia memiliki kecenderungan tak terhingga untuk mencintai kebaikan, keindahan, dan kesempurnaan, sesungguhnya Sang Pencipta alam memiliki keindahan suci yang tak terbatas. Hal itu secara jelas terwujud lewat tanda-tanda lahiriah yang terdapat di alam. Dia juga mempunyai kesempurnaan tak terbatas. Hal itu tampak secara nyata lewat goresan ciptaan-Nya yang terlihat jelas di dunia ini. Dia juga mempunyai kebaikan tak terhingga yang terasa dan tampak dalam karunia dan nikmat-Nya kepada seluruh makhluk. Maka itu, Allah pun meminta kecintaan yang tak terbatas dari manusia yang paling sadar, paling membutuhkan, paling banyak berpikir, serta yang paling rindu kepada-Nya.

 

Ya, sebagaimana setiap manusia memiliki potensi luar biasa untuk mencintai Sang Pencipta Yang Agung itu, begitu juga Dia memang layak untuk dicintai karena keindahan, kesempurnaan dan kebaikan-Nya yang tak tertandingi. Bahkan kecintaan seorang mukmin terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan tertentu dengannya, terutama kecintaan kepada kehidupan beserta keabadiannya, kepada eksistensi dirinya dan dunianya, serta kepada seluruh entitas, tidak lain merupakan pancaran dari rasa cintanya kepada Tuhan.

 

Seperti kita ketahui, sebagaimana manusia menikmati kebahagiaan pribadinya, ia juga menikmati kebahagiaan orang-orang yang mempunyai hubungan dengannya. Selain itu, sebagaimana ia mencintai Dzat yang telah menolongnya dari bencana, ia juga mencintai Dzat yang telah menyelamatkan orang-orang yang ia cintai dari berbagai musibah.

 

Demikianlah ketika jiwa manusia menyadari karunia Allah lalu berpikir tentang satu kebaikan saja dan kebaikan-Nya yang tak terhitung, pasti ia akan merenung sebagai berikut.

 

“Sesungguhnya Penciptaku lah yang telah menyelamatkanku dari gelapnya kefanaan abadi, yang memberiku anugerah penciptaan dan kehidupan, serta yang telah menghadiahkan sebuah kehidupan yang indah sehingga aku bisa menikmati kemudahan di muka bumi ini. Dia akan menyelamatkan saya dari ketiadaan dan kefanaan yang merupakan gantungan abadi ketika ajalku tiba. Dia akan memberikan sebuah alam abadi yang cemerlang di alam baka di akhirat nanti. Selain itu, Dia akan menganugerahkan kepadaku indera dan perasaan, yang bersifat lahiriyah maupun batiniah agar aku bisa menikmati dan merasakan perpindahan diantara berbagai jenis kenikmatan yang terdapat di alam yang indah dan suci itu.

 

Selanjutnya Allah juga akan menjadikan semua kerabat dan semua anak keturunanku yang kucintai serta yang mempunyai hubungan dekat denganku sebagai orang-orang yang layak menerima berbagai karunia dan kebaikan-Nya yang tak terhingga. Di satu sisi kebaikan tersebut juga kembali kepadaku. Sebab, aku juga turut merasakan kebahagiaan mereka”.

 

Selama dalam diri manusia terdapat kecintaan yang mendalam dan kerinduan terhadap kebaikan seperti bunyi sebuah pepatah, ‘Manusia adalah hamba dari sebuah kebaikan’, maka setiap kali mendapat kebaikan abadi yang tak terhingga, ia akan berucap,

 

“Andaikata aku memiliki kalbu seluas alam, tentu akan kuisi dengan rasa cinta dan rasa rindu terhadap kebaikan Ilahi itu. Aku ingin mengisi kalbuku dengannya. Namun, meskipun aku belum mencapai tingkat cinta yang semacam itu, aku tetap layak untuk memilikinya dengan bermodalkan kecenderungan, keyakinan, mat, penerimaan, ketetapan, kerinduan, komitmen, dan kemauan.

 

Demikianlah kecintaan manusia terhadap keindahan dan kesempurnaan harus diukur dengan kecintaannya terhadap kebaikan Tuhan seperti yang telah kami terangkan secara global. Adapun orang kafir menyimpan rasa permusuhan dengan kekufurannya. Bahkan ia memusuhi alam semesta dan seluruh entitas secara dzalim dan meremehkan.

 

Kedua Sesungguhnya kecintaan kepada Allah Ta’ala harus diikuti dengan sikap mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebab, kecintaan kepada Allah baru terwujud dengan melakukan perbuatan yang diridhoi oleh-Nya. Sementara itu, ridho-Nya dalam bentuk yang paling utama tampak pada pribadi Muhammad SAW. Meneladani pribadi beliau yang penuh berkah itu, entah lewat gerakan ataupun perbuatan, bisa terwujud dengan dua hal:

 

  1. Dari aspek mencintai Allah, mentaati segala perintah-Nya, dan berbuat sesuai dengan ridho-Nya mengharuskan kita mengikuti Nabi SAW. Sebab pemimpin yang paling sempurna dalam urusan tersebut adalah Nabi SAW.

 

  1. Karena pribadi Nabi Muhammad SAW. merupakan perantara yang paling penting untuk mendapatkan kebaikan Ilahi terhadap manusia, maka beliau layak dicintai atas nama Allah Ta’ala.

 

Secara fitrah, manusia mempunyai keinginan untuk mencontoh sosok yang dicintainya semaksimal mungkin. Maka, mereka yang berusaha mencintai kekasih Allah haruslah berupaya meneladani dan mencontoh beliau dengan cara mengikuti semua sunnahnya yang mulia.

 

Ketiga

 

Sebagaimana Allah mempunyai rahmat yang tak terhingga banyaknya, Dia juga memiliki kecintaan yang tak terkira. Sebagaimana Allah membuat diri-Nya dicintai dalam bentuk yang tak terbatas dengan keindahan yang terdapat pada alam semesta, Dia juga mencintai seluruh makhluk-Nya, terutama mereka yang memiliki perasaan yang merespon cinta Tuhan dengan cinta dan pengagungan. Karena itu tujuan tertinggi manusia terletak pada sesuatu yang diridhoi Tuhan serta usaha termulia manusia adalah bagaimana caranya agar ia dicintai oleh-Nya, zat yang telah menciptakan surga dengan segala kelembutan, kebaikan, kenikmatan, dan karunia-Nya lewat manifestasi rahmat-Nya.

 

Karena mendapatkan cinta-Nya hanya dengan mengikuti sunnah Muhammad SAW. seperti disebutkan oleh firman Allah di atas, maka mengikuti sunnah Muhammad SAW. merupakan tujuan, termulia sekaligus merupakan tugas terpenting manusia.

 

  1. BERISI TIGA PERSOALAN

 

Persoalan Pertama

 

Sunnah Rasul SAW. berasal dari tiga sumber, yaitu perkataan, perbuatan, dan keadaan beliau. Tiga sumber ini juga terbagi lag; menjadi tiga, yaitu: wajib, sunnah, dan adat yang merupakan kebiasaan beliau. Hal yang wajib tentu saja harus diikuti. Jika ditinggalkan mengakibatkan azab dan hukuman. Sementara as-Sunnah yang bersifat sunnah juga dibebankan kepada kaum yang mukmin dengan melihat pada sejauh mana ia dianjurkan. Memang mening. galkan as-Sunnah yang bersifat sunnah tidak menyebabkan dosa, Hanya saja jika dikerjakan dan diikuti akan menghasilkan pahala yang besar. Mengubah dan mengganti sesuatu yang sunnah jelas merupakan perbuatan bid’ah, serta termasuk kesesatan dan kesalahan besar.

 

Selanjutnya setiap kebiasaan, gerakan, dan diamnya Rasul SAW. termasuk hal yang sangat baik untuk ditiru. Sebab pada semua itu terdapat hikmah dan manfaat yang besar, baik bagi kehidupan pribadi maupun sosial. Selain itu, tindakan yang mengikuti sunnah beliau akan mengubah adab dan kebiasaan menjadi bernilai ibadah.

 

Ya, beliau memang memiliki akhlak paling mulia, seperti disepakati oleh baik sahabat maupun musuhnya. Beliau merupakan sosok pilihan di antara seluruh anak manusia selain sebagai pribadi paling dikenal semua orang. Beliau juga merupakan pribadi paling sempurna, bahkan teladan dan pembimbing paling utuh dengan melihat pada ribuan mukjizat yang ada, kesaksian dunia Islam, dan kesempurnaan pribadinya yang didukung oleh hakikat al-Quran yang sampai padanya. Jutaan orang-orang mulia bisa menapaki derajat kesempurnaan dan ketinggian berkat sikap mengikuti beliau hingga akhirnya mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika demikian, tentulah sunnah Nabi SAW. dan semua tingkah lakunya adalah contoh yang paling utama untuk diikuti, petunjuk yang paling sempurna untuk diteladani, hukum yang paling sesuai, dan aturan yang paling agung untuk dijadikan landasan hidup seorang mukmin.

 

Orang yang bahagia adalah yang paling intens mengikuti sunnah Nabi SAW. Sementara orang yang tidak mengikuti as-Sunnah akan benar-benar merugi jika sikap untuk tidak mengikuti tadi bersumber dari kemalasan. Selanjutnya ia akan melakukan kriminal jika tindakannya itu bersumber dari ketidakpedulian, serta akan tercampak dalam kesesatan yang nyata jika disertai dengan kritik yang mengandung pengingkaran terhadap as-Sunnah tersebut. Persoalan Kedua

 

Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala menggambarkan sifat Rasul SAW. dengan firman-Nya:

 

“Sesungguhnya Kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.” (al-Qalam [68]: 4)

 

Sementara para sahabat yang mulia menggambarkan beliau seperti yang dinyatakan oleh Aisyah ra., “Akhlak beliau adalah al Quran”. Maksudnya, Muhammad SAW. merupakan contoh ideal dari akhlak terpuji yang dipaparkan oleh al-Qur’an. Beliau adalah sosok terbaik yang mencerminkan semua akhlak mulia tersebut. Bahkan secara fitrah, beliau memang telah tercipta di atas kemuliaan itu.

 

Karena setiap perbuatan, ucapan, keadaan, dan tingkah laku Nabi SAW. seharusnya menjadi teladan bagi umat manusia, maka alangkah malang umatnya yang beriman ketika mereka melalaikan sunnah beliau. Mereka tidak mempedulikan atau bahkan menggantikan dengan yang lain. Betapa malang dan menderitanya mereka itu.

 

Persoalan Ketiga

 

Karena Rasul SAW. diciptakan dalam kondisi terbaik dan dalam bentuk rupa yang paling sempurna, maka segala gerak-gerik dan diam beliau berjalan sesuai dengan sikap pertengahan dan istiqamah. Sejarah perjalanan hidup beliau yang mulia secara tegas dan jelas menerangkan bahwa beliau memiliki sikap pertengahan dan istiqamah pada setiap gerak-geriknya sekaligus menghindarkan sikap berlebihan dan ekstrim.

 

Ya,karena beliau dengan sempurna mengaplikasikan firman Allah yang berbunyi:

 

“Istiqamahlah (bertindaklah secara lurus) sebagaimana engkau diperintahkan.” (Hud [11]: 112)

 

Maka istiqamah tampak dalam semua perbuatan, ucapan dan tingkah lakunya secara jelas.

 

Misalnya kekuatan rasio beliau selalu berjalan dalam koridor kebijaksanaan yang merupakan poros keistiqamahan dan sikap pertengahan sekaligus jauh dari dua sikap ekstrim yang merusak yaitu sikap tolol dan menipu.

 

Kekuatan amarah beliau selalu berjalan dalam koridor keberanian yang luhur yang merupakan poros keistiqamahan dan sikap pertengahan. la terbebas dari dua sikap ekstrim yang merusak, yaitu sikap pengecut dan tidak takut apa pun.

 

Kekuatan syahwat beliau juga selalu berada dalam garis istiqamah, yaitu yang terwujud dalam sifat iffah (menjaga kehormatan). Secara konsisten kekuatan syahwat beliau berada dalam koridor sifat tersebut dengan tingkatan ishmah yang paling mulia. Sehingga ia jauh dari dua hal ekstrim, yaitu tidak bergairah kepada wanita dan berbuat zina.

 

Demikianlah, Nabi SAW. telah memilih sikap istiqamah dalam semua Sunnah beliau, dalam semua kondisi alamiah beliau, serta dalam semua hukum-hukum syariat beliau. Di sisi lain, beliau menjauhi sikap zalim, berupa sikap ekstrim dan melampaui batas. Bahkan beliau telah meniti jalan hemat yang jauh dari pemborosan, baik dalam berbicara, dalam makan, dan dalam minum.

 

Untuk menjelaskan masalah tersebut telah ditulis ribuan jilid buku. Hanya saja kami mencukupkan diri membahas setetes saja dari lautan yang ada. Sebab, orang yang mengerti cukup dengan isyarat saja.

 

Ya Allah limpahkanlah salawat atas pribadi yang memiliki seluruh akhlak mulia, yang telah memperlihatkan rahasia “Sesungguhnya kamu benar-benar memiliki budi pekerti yang agung”, serta yang telah bersabda, “Siapa yang berpegang dengan sunnahku di saat rusaknya umatku, ia mendapat pahala seratus orang yang mati syahid”.

 

“Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami pada jalan ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk jika sekiranya Allah tidak menunjuki kami, Sungguh para utusan Tuhan itu telah datang dengan membawa kebenaran” (al-A’raf [7]: 43)

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Bagian ini secara khusus berbicara tentang dua topik al-Quran, terkait dengan dua pertanyaan sederhana yang diajukan oleh saudara Ra’fat.

 

Saudaraku yang tulus dan mulia, Ra’fat.

 

Pertanyaan-pertanyaanmu di waktu sulit sekarang ini membuatku berada dalam posisi sukar. Sebab, dua pertanyaanmu kali ini meskipun sederhana tetapi menurutku cukup penting. Keduanya mempunyai korelasi dengan dua persoalan yang terdapat di dalam al-Quran. Selain itu, pertanyaanmu mengenai bola bumi mengarah pada adanya keraguan di seputar geografi dan astronomi, khususnya yang berkenaan dengan tujuh lapis bumi. Karenanya disini kami akan menjelaskan dua persoalan tersebut secara ilmiah, komprehensif, dan global tanpa melihat pada sederhananya pertanyaan tersebut. Kamu akan mendapat bagian dari jawaban.

 

PERSOALAN PERTAMA

 

Berisi penjelasan tentang dua poin, yaitu:

 

  1. Poin Pertama

 

Allah Ta’ala berfirman,:

 

“Betapa banyak binatang melata yang tidak dapat membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah-lah yang menjamin rizki pada-nya dan kepadamu.” (al-Ankabut [29]: 60)

 

Allah juga berfirman:

 

“Sesungguhnya Allah-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan dan Maha Kokoh.” (adz-Dzariyat [51]: 58)

 

Berdasarkan kedua ayat al-Quran di atas, rizki hanya ada dj tangan Dzat yang Maha Kuasa dan Agung dan berasal dari perbendaharaan rahmat-Nya tanpa ada perantara. Karena rizki setiap makhluk hidup dijamin oleh Tuhan, maka seharusnya tidak ada seorangpun yang mati karena kelaparan. Namun demikian, kelihatannya orang yang mati karena kelaparan atau Karena tidak mendapat rizki jumlahnya banyak. Rahasia dan kenyataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

 

Jaminan Tuhan secara langsung terhadap rizki para makhluk merupakan hakikat yang mutlak. Tak ada seorangpun yang mati karena tidak mendapat rizki. Sebab, rizki yang dikirimkan oleh Dzat yang, Maha Bijaksana dan Agung ke tubuh makhluk sebagiannya disimpan sebagai cadangan dalam bentuk lemak yang ada dalam tubuh. Bahkan sebagian dari rizki yang dikirim ke sudut-sudut rongga tubuh disimpan untuk kemudian disalurkan ke bagian tubuh yang membutuhkan di saat rizki yang berasal dari luar tidak datang.

 

Dengan demikian, mereka yang mati itu sebetulnya mati sebelum rizki cadangan yang tersimpan belum habis. Artinya, kematian tersebut tidak terjadi karena ketiadaan rizki, tetapi karena penyakit yang timbul akibat kesalahan ikhtiar dan meninggalkan kebiasaan. Ya, rizki alamiah yang tersimpan dalam bentuk lemak di tubuh makhluk hidup bisa bertahan selama kira-kira empat puluh hari. Bahkan bisa bertahan dua Kali masa tersebut jika seseorang terserang sakit atau tenggelam dalam kehidupan rohani. Bahkan 39 tahun yang lalu, koran-koran menulis bahwa ada seseorang yang mendekam di penjara London selama 70 hari tanpa memakan apa pun. Namun orang tersebut tetap segar bugar.

 

Rizki alamiah yang bisa bertahan empat puluh hari atau bahkan delapan puluh hari tersebut menjadikan manifestasi nama Allah sebagai Dzat yang Maha Memberi rizki terlihat dengan jelas. Rizki tersebut mengalir dari arah yang tak diduga, yaitu dari puting jbu dan keluar dari kelopak-kelopak bunga. Tentu saja nama tersebut (Allah) menyokong, membantu, dan menghalangi makhluk itu dari kematian akibat lapar sebelum rizkinya berakhir selama hal-hal yang buruk tidak masuk ke dalamnya akibat perilaku yang salah.

 

Karena itu mereka yang mati karena lapar sebelum empat puluh hari, sebetulnya tidak mati karena ketiadaan rizki, tetapi karena kebiasaan yang muncul akibat buruknya ikhtiar dan akibat meninggalkan kebiasaan yang ada. Sebab ada kaidah yang berbunyi, “Meninggalkan kebiasaan termasuk di antara faktor yang membinasakan”. Dengan demikian, pernyataan yang mengatakan bahwa tak ada kematian akibat kelaparan adalah benar.

 

Ya, kenyataan yang kita lihat menunjukkan bahwa urusan rizki berbanding terbalik dengan kekuatan dan ikhtiar manusia. Sebagai contoh, janin yang belum lahir yang masih berada di rahim ibunya, ia tidak mempunyai kemampuan usaha dan ikhtiar. Tetapi, rizki janin tersebut mengalir tanpa perlu melakukan tindakan apa-apa, meskipun untuk sekedar menggerakkan kedua bibirnya. Lalu ketika ia telah bisa membuka kedua matanya dan lahir ke dunia di mana ia masih tidak memiliki kemampuan apa-apa kecuali sekedar manifestasi naluri alamiah dan perasaannya, ketika itu sumber-sumber makanan yang terdapat di payudara segera memancarkan rizki berupa makanan yang paling sempurna dan paling mudah ditelan dalam bentuk yang paling halus dan mengagumkan dengan gerakan berupa memasang mulutnya pada payudara ibunya.

 

Selanjutnya setiap kali kemampuan usaha dan ikhtiarnya berkembang setiap itu pula rizki yang tadinya datang dengan mudah itu sedikit demi sedikit tertutup. Lalu dikirimlah rizkinya dari berbagai tempat yang lain. Namun karena kemampuan usahanya belum siap untuk mencari rizki, Allah Sang Maha Pemberi rizki menjadikan kasih sayang kedua orang tuanya sebagai bantuan baginya. Dan ketika kapasitas kemampuan usahanya mulai sem. purna, rizki tersebut tidak lagi menemuinya dan tidak lagi mengaliy kepadanya. Tetapi ia diam sambil berkata, “Mari carilah aku!”.

 

Dengan demikian, rizki berbanding terbalik dengan kekuatan dan ikhtiar manusia. Karenanya, binatang yang tidak mempunyaj kemampuan usaha seperti manusia bisa hidup secara lebih baik ketimbang makhluk lainnya seperti yang telah kami jelaskan dalam beberapa risalah.

 

  1. Tiga Jenis Kemungkinan

 

Ada tiga jenis kemungkinan, yaitu kemungkinan yang bersifat rasional, kemungkinan yang bersifat urf (dikenal bersama), dan kemungkinan yang bersifat kebiasaan. Jika sebuah peristiwa yang terjadi tidak tergolong ke dalam kemungkinan yang bersifat rasional, ia akan tertolak. Sedangkan jika juga tidak termasuk urf, maka ia bisa digolongkan sebagai mukjizat dan tidak mudah disebut sebagai karomah. Lalu jika tidak pernah ada dalam urf dan keluar dari kaidah umum yang berlaku, ia akan tertolak kecuali apabila disertai oleh bukti yang kuat dan kesaksian langsung.

 

Karena itu, sesungguhnya kondisi-kondisi luar biasa yang pernah dialami oleh as-Sayyid Ahmad al-Badawi di mana beliau pernah tidak mengecap sepotong makanan pun selama empat puluh hari merupakan kemungkinan yang tergolong urf dan termasuk karomah baginya. Bahkan hal itu merupakan kebiasaan yang istimewa.

 

Ya, berbagai riwayat mutawatir yang berbicara tentang asSayyid Ahmad al-Badawi menjelaskan bahwa ketika tengah tenggelam dalam kehidupan spiritual, ia hanya makan satu kali selama empat puluh hari. Hal tersebut benar-benar terjadi. Namun tidak senantiasa demikian. Ia hanya terjadi dalam waktu-waktu tertentu sebagai sebuah karomah. Ada kemungkinan bahwa ketika sedang asyik tenggelam dalam kehidupan spiritual makanan tidak lagi dibutuhkan sehingga baginya hal itu termasuk sesuatu yang biasa.

 

Banyak sekali peristiwa luar biasa yang bisa dipercaya yang berasal dari para wali semacam as-Sayyid Ahmad al-Badawi. Jika rizki yang tersimpan bisa bertahan selama empat puluh hari seperti yang telah kami jelaskan pada bagian pertama, jika terputusnya makanan selama waktu tersebut merupakan hal yang biasa terjadi, serta jika telah ada berbagai cerita tentang kondisi tersebut yang pernah dialami oleh para tokoh istimewa, maka kondisi tersebut tak bisa dibantah.

 

PERSOALAN KEDUA

 

Berbicara tentang persoalan kedua ini, kami akan menjelaskan dua masalah penting.

 

Ketika para ahli geografi dan astronomi, dengan hukum-hukum mereka yang singkat, aturan-aturan mereka yang sempit, dan penilaian mereka yang terbatas tak mampu menapaki ketinggian al-Quran serta tak mampu menyingkap maksud dari tujuh lapis yang terdapat dalam ayatnya yang agung, mereka segera berusaha menentang dan mengingkari ayat-ayat tersebut secara bodoh dan gegabah.

 

  1. Masalah Penting Pertama

 

Yaitu terkait dengan bumi yang mempunyai tujuh tingkatan seperti langit. Masalah ini bagi para filosof modern merupakan masalah abstrak, tak dapat diterima oleh pengetahuan mereka tentang langit dan bumi. Sehingga masalah ini kemudian dijadikan kesempatan bagi mereka untuk menyangkal berbagai hakikat al-Qur’an. Karena itu, dalam kesempatan ini kami tuliskan beberapa isyarat singkat yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.

 

Isyarat Pertama

 

Pertama, bahwa makna keseluruhan ayat tersebut dan bagian. bagian dari maknanya adalah dua hal yang berbeda. Jika salah satu bagian dari maknanya tidak ditemukan, bukan berarti pengingkaran terhadap makna keseluruhannya. Perlu diketahui, ada tujuh bagian makna yang tampak dengan jelas membenarkan banyak bagian dar; makna keseluruhan dari tujuh lapis langit dari tujuh lapis bumi.

 

Kedua, ayat al-Quran yang berbunyi:

 

Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi juga demikian. (ath-Thalaq [65]: 12)

 

Tidak menyatakan bahwa bumi terdiri dari tujuh lapis. Tetapi secara eksplisit ia menegaskan bahwa Allah menciptakan bumi dan menjadikannya sebagai tempat tinggal bagi para makhluk-Nya sebagaimana tujuh lapis langit. Ayat itu tidak mengatakan bumi diciptakan dalam tujuh lapis. Adapun ketika bumi diserupakan dengan langit seperti terdapat pada ayat di atas, maka penyerupaan tersebut adalah dari sisi di mana keduanya merupakan sama-sama makhluk dan sama-sama tempat tinggal bagi para makhluk.

 

Isyarat Kedua

 

Meskipun bumi sangat kecil jika diukur dengan langit, namun ia menyamai langit dilihat dari fungsinya sebagai pameran, tempat penampakan, perkumpulan dan pusat bagi ciptaan-ciptaan Tuhan yang tak terhitung banyaknya. Dalam hal ini ia setara dengan langit yang besar itu. Sebab, bumi ibarat jantung dan sentral langit sebagaimana jantung manusia setara dengan tubuhnya.

 

Karena itu, dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa bumi terdiri dari tujuh lapis. Dengan ukuran miniatur, sejak dahulu bumi terdiri dari tujuh iklim. Selain itu, ia terdiri dari tujuh benua yang dikenal dengan benua Eropa, Afrika, Oceania, dua benua Asia, dan dua benua Amerika.Lalu ia memiliki tujuh lapis yang masing-masingnya saling bersambung, mulai dari porosnya sampai ke kulit luarnya sebagaimana telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan.

 

Selanjutnya ia memiliki tujuh unsur terkenal yang disebut dengan tujuh lapis yang memiliki tujuh puluh unsur pecahan kecil yang menjadi sumbu kehidupan. Selain itu, ada tujuh lapisan dan tujuh alam yang tersusun dari empat unsur, yaitu air, udara, api, dan tanah, beserta tiga jenis hasil ciptaan: tambang, tumbuhan, dan hewan. Lalu ada tujuh alam lapisan dunia yang benar-benar ada berdasarkan kesaksian sejumlah ahli kasyaf dan orang-orang yang telah menyaksikan alam gaib. Tujuh alam tersebut menjadi tempat tinggal jin dan ifrit, serta menjadi habitat berbagai jenis makhluk hidup.

 

Kemudian keberadaan tujuh lapis tersebut menjadi isyarat terhadap adanya tujuh planet lain yang serupa dengan planet bumi kita ini. Planet-planet tersebut merupakan tempat dan habitat para makhluk hidup. Artinya planet bumi yang mempunyai tujuh lapis menjadi isyarat terhadap adanya tujuh planet lainnya yang serupa dengan bumi.

 

Inilah pengertian yang dapat dipahami dan ayat-ayat di atas. Dengan demikian, keberadaan tujuh lapis bumi terwujud pada tujuh macam lapis dan pada tujuh macam bentuk darinya. Adapun pengertian kedelapan sebagai pengertian yang terakhir, ia tidak termasuk ke dalam tujuh pengertian di atas. la juga penting ditinjau dari sisi yang lain.

 

Isyarat Ketiga

 

Allah Sang Pencipta Maha Bijaksana tak pernah melampui batas dalam berbuat sesuatu dan tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia. Selain itu, seluruh entitas diciptakan untuk makhluk yang berkesadaran, menjadi sempurna dengan adanya makhluk tersebut dan dengan dimakmurkan oleh makhluk tersebut agar tidak menjadi percuma. Juga, Dzat Yang Maha Bijaksana, Maha Berkuasa, dan Maha Agung itu memenuhi udara, alam, dan berbagai lapisan tanah dengan makhluk hidup yang tak terhitung banyaknya. Sebagaimana udara dan air tidak menghalangi para makhluk untuk berkeliling seperti tanah dan batu tak menghalangi aliran listrik, maka Sang Maha Bijak Yang Maha Pencipta dan Maha Kekal itu tidak mungkin membiarkan tujuh lapis bumi beserta gua-gua, lapangannya yang luas, dan seluruh bagian alamnya kosong dan lowong, mulai dari pusatnya sampai ke permukaannya yang kita tempati ini.

 

Karena Itu, tentu Allah memakmurkan berbagai alam tersebut sekaligus menciptakan makhluk yang sesuai untuk kemudian ditempatkan di dalamnya. Makhluk tersebut haruslah berupa jenis malaikat dan makhluk spiritual. Bagi mereka tingkatan paling padat dan solid sama seperti lautan bagi ikan dan udara bagi burung, Bahkan api yang menyala di pusat bumi, bagi makhluk-makhluk tersebut kedudukannya seperti matahari bagi kita. Karena makhluk-makhluk spiritual itu berasal dari cahaya maka bagi mereka api laksana cahaya.

 

Isyarat Keempat

 

Dalam kitab al-Maktubat surat kedelapan belas telah disebutkan tentang adanya berbagai ilustrasi irrasional yang dijelaskan oleh para ahli kasyaf di seputar keajaiban lapisan bumi. Ringkasnya adalah sebagai berikut:

 

Sesungguhnya bola bumi di jagad raya ini sebesar biji kecil. Namun demikian, ia seperti pohon besar yang keagungannya menyerupai langit di alam misal (alam yang disaksikan ketika kita bermimpi) dan alam barzakh. Pengalaman para ahli kasyaf yang bisa menyaksikan lapisan bumi yang Khusus ditempati oleh Ifrit dengan jarak seribu tahun bukanlah di alam bumi yang terlihat oleh mata ini. Tetapi ia tampak pada lapisan dan belahan bumi yang terbentang di alam metafisik. Jika satu lapis bumi saja yang secara lahiriah tidak ada artinya memiliki kedudukan yang demikian besar di alam lain, bisa dikatakan bahwa bumi adalah tujuh lapis setara dengan tujuh lapis langit. Ayat-ayat al-Quran di atas secara ringkas dan mengagumkan menyatakan hal-hal tersebut dengan memperlihatkan bumi yang sangat Kecil ini sepadan dengan tujuh lapis langit.

 

  1. Masalah Penting Kedua

 

Allah Ta’ala berfirman:

 

Langit yang tujuh, bumi, beserta semua yang ada di dalamnya, bertasbih kepada Allah. (QS. al-Isra: 44)

 

Dia berkehendak menuju langit. Kemudian Dia menjadikannya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. al Baqarah: 29)

 

Kedua ayat al-Quran di atas, beserta ayat-ayat al-Quran lainya yang sejenis menjelaskan bahwa langit ada tujuh. Menurut kami masalah tersebut sangat terkait dengan penjelasan singkat kami dalam tafsir Isyarat al-I’jaz yang ditulis di medan pertempuran di tahun pertama Perang Dunia Kesatu. Dalam tafsir tersebut, ia diterangkan secara sangat ringkas sebagai berikut:

 

Filsafat kuno menganggap bahwa langit ada tujuh. Lalu keberadaannya ditambah oleh arasy dan al-kursiy (singgasana Tuhan) seperti yang terdapat dalam penjelasan agama. Hal ini tentu saja merupakan sebuah gambaran menarik. Sejak lama, ungkapan-ungkapan para filosof kuno mempengaruhi umat manusia. Bahkan banyak ahli tafsir terpaksa menyesuaikan makna lahiriah ayat dengan jalan mereka, sehingga membuat kemukjizatan al-Quran, dalam batas tertentu, menjadi tertutupi.

 

Sementara itu filsafat baru yang disebut dengan filsafat modern menegaskan hal yang sebaliknya, la mengingkari keberadaan beberapa lapis langit yang tidak dapat ditembus dan menyatu seperti yang dinyatakan oleh filsafat kuno. Keduanya sama-sama bersikap ekstrim. Mereka tak mampu menerangkan hakikat yang sebenarnya secara jelas dan lengkap.

 

Adapun al-Quran yang suci tidak membenarkan kedua sikap ekstrim di atas. la mengambil jalan tengah dan sikap yang moderat dengan berkata,

 

“Sesungguhnya Allah Sang Maha Pencipta Yang Maha Agung menciptakan tujuh langit secara bertingkat-tingkat sementara planet, planetnya berenang dan bertasbih di langit seperti ikan di laut Dalam sebuah hadits Nabi SAW. disebutkan, “Langit adalah ombak, yang bertumpuk”. Yakni seperti lautan yang ombaknya tetap. Hakikat ini diperkuat oleh tujuh kaidah dan tujuh aspek pengertian yang akan dijelaskan secara sangat singkat sebagai berikut:

 

Kaidah Pertama

 

Secara ilmiah dan ilmu hikmah dinyatakan bahwa angkasa yang luas ini terisi penuh dengan unsur yang bernama eter. la sama sekali tidak kosong dan lowong.

 

Kaidah Kedua

 

Secara ilmiah dan logika, bahkan lewat pengamatan inderawi terbukti bahwa ikatan berbagai hukum benda langit seperti daya tarik (gravitasi) dan daya tolak serta penyebar dan penghantar kekuatan seperti cahaya, panas, dan listrik merupakan materi yang terdapat di angkasa dan memenuhi angkasa.

 

Kaidah Ketiga

 

Lewat percobaan telah dibuktikan bahwa materi eter meskipun tetap sebagai eter mempunyai aneka ragam bentuk dan rupa seperti materi-materi lainnya. Sebagaimana tiga macam materi: gas, cair, dan padat dihasilkan dari materi yang sama seperti uap, air, dan es maka sangat logis dan tidak dapat disangkal jika tujuh lapis tersebut berasal dari materi eter.

 

Kaidah Keempat

 

Jika diperhatikan secara seksama, lapisan benda-benda langit tersebut berbeda-beda. Lapisan yang berisi galaksi tampak seperti gumpalan awan. la tidak sama dengan lapisan bintang yang bersifat permanen. Seolah-olah bintang-bintang tersebut merupakan buah yang telah matang seperti buah-buahan di musim panas. Sementara bintang di galaksi yang tampak seperti awan itu menyatu dan saling menyempurnakan. Juga, lapisan bintang yang permanen itu sendiri diperkirakan tidak menyerupai susunan tata surya yang ada. Demikianlah, lewat perkiraan dan percobaan dapat diketahui adanya perbedaan antara tujuh tatanan dan tujuh lapis di atas.

 

Kaidah Kelima

 

Lewat perkiraan, perasaan, penelitian, dan percobaan telah terbukti bahwa ketika sebuah materi terbentuk dan tersusun, terlahir darinya beberapa produk lain yang memiliki bentuk dan lapisan berbeda.Misalnya, ketika intan mulai terbentuk ia menghasilkan abu, arang, dan intan. Juga, ketika api terbentuk, ia menghasilkan bara api, nyala api, dan asap yang Keluar darinya. Pada saat oksigen dan hidrogen bercampur, terbentuklah air, es, dan asap.

 

Dari sini dapat diketahui bahwa terbentuknya sebuah materi tertentu terbagi atas beberapa tingkKatan. Karena itu, ketika Allah Yang Maha Kuasa hendak membentuk materi eter, terlahir darinya tujuh jenis langit dengan tingkatan dan lapisan yang berbeda-beda seperti bunyi firman Allah Taala, “Kemudian Dia menjadikannya tujuh langit”’.

 

Kaidah Keenam

 

Semua petunjuk di atas secara tegas menunjukkKan keberadaan beberapa langit. jelas sekali bahwa jumlah langit banyak. Dan Karena dalam al-Qur’an, Allah Yang Maha Benar menyatakan bahwa jumlahnya ada tujuh, maka ia ada tujuh.

 

Kaidah Ketujuh

 

Dalam bahasa Arab penggunaan kata tujuh, tujuh puluh, tujuh ratus dan seterusnya menunjukkan jumlah yang banyak. Artinya, bisa jadi tujuh lapisan yang dimaksud adalah lapisan yang sangat banyak.

 

KESIMPULAN

 

Allah Yang Maha Berkuasa dan Agung menciptakan tujuh lapis langit dari eter dan membentuk lapisan. Lalu Allah menyusunnya dengan susunan yang sangat menakjubkan. Di tempat tersebut Allah semaikan bintang-gemintang. Karena al-Quran yang mulia ditujukan kepada seluruh jin dan manusia dengan seluruh tingkatan mereka, maka setiap manusia dapat memahami isi kandungan kitab suci tersebut sesuai dengan tingkatan mereka,

 

Setiap ayatnya juga bisa diterima oleh pemahaman masing-masing mereka. Artinya, setiap ayat memiliki makna yang sangat beragam, baik secara tersurat maupun tersirat.

 

Ya, objek sasaran al-Quran yang sangat luas serta pengertian, isyarat, dan perhatiannya yang mencakup semua tingkat pemahaman manusia, dan yang paling awam hingga orang-orang khawas yang istimewa, menunjukkan bahwa setiap ayat al-Quran memiliki sisi makna yang tertuju kepada setiap tingkatan mereka.

 

Karena itu, tujuh macam manusia memahami makna tujuh langit di atas dengan tujuh pengertian yang berbeda-beda sebagai berikut:

 

  1. Orang-orang yang terbatas cara berpikimya memahami tujuh langit tersebut sebagai lapisan udara yang bertiup.

 

  1. Orang-orang yang bergelut dengan astronomi memahaminya sebagai bintang gemintang yang dikenal dengan tujuh planet beserta garis edarnya.

 

  1. Ada yang memahaminya sebagai tujuh bola langit lainnya yang serupa dengan bumi yang merupakan habitat makhluk hidup.

 

  1. Sebagian lagi memahaminya sebagai tujuh tata surya. Yang paling pertama adalah tata surya kita. Tata surya tersebut terbagi atas tujuh lapisan.

 

  1. Kelompok yang lain memahami bahwa terbentuknya eter terbagi atas tujuh lapis.

 

  1. Orang-orang yang mempunyai jangkauan pemahaman luas memahami bahwa seluruh lapisan langit yang dapat dilihat dan berhias bintang-gemintang sebenarnya merupakan satu langit, yaitu langit dunia. Sementara enam langit lain yang berada di atasnya tak dapat dilihat.

 

  1. Sementara golongan manusia yang paling utama yang memiliki jangkauan pengetahuan yang tinggi melihat bahwa tujuh langit yang dimaksud tidak hanya terbatas di alam nyata ini saja. Tetapi ia juga merupakan tujuh langit yang mengatapi alam lain, alam gaib, alam dunia, dan alam metafisik.

 

Demikianlah, pada keseluruhan ayat al-Quran itu terdapat banyak makna lain yang serupa dengan pemahaman tujuh golongan manusia tersebut terhadap makna tujuh lapis langit di atas. Masing-masing menangkap isi kandungan al-Quran sesuai dengan kecenderungannya dan mengambil rizkinya dari hidangan langit.

 

Sepanjang ayat yang mulia ini memiliki beberapa pengertian yang membenarkannya, maka sikap para filosof modern yang picik dan para astronom yang mabuk yang mengingkari keberadaan beberapa langit sekaligus menjadikannya sebagai sarana untuk menghantam ayat yang mulia ini tak ubahnya seperti anak nakal yang melempari bintang-gemintang yang tinggi dengan batu untuk menjatuhkan salah satu bintang tersebut.

 

Sebab, jikalau salah satu maknanya benar, makna keseluruhannya pun menjadi tepat dan benar. Bahkan sekalipun salah satu bagian dari makna tersebut tidak ada dalam realitas dan sebatas pernyataan namun ia tetap dimasukkan ke dalam makna keseluruhannya untuk menjaga pandangan keseluruhan. Jika demikian bagaimana halnya ketika kita telah melihat banyak sekali bagian darinya yang benar dan sesuai realitas.

 

Sekarang lihatlah geografi yang curang dan tidak adil serta astronomi yang bingung dan mabuk: sebagaimana kedua ilmu tersebut melakukan kesalahan dan mereka justru menutup mata terhadap makna keseluruhannya yang benar, nyata, dan tepat. Mereka tidak bisa menyaksikan kebenaran ayat al-Quran yang sangat banyak dan mengira kalau makna ayat tadi hanya terbatas pada satu bagian yang bersifat imajinatif dan aneh. Mereka lempari ayat tersebut dengan batu namun batu tadi kembali seraya menimpa kepala mereka sendiri hingga pecah. Akhirnya mereka membuat iman mereka meninggalkan mereka.

 

PENUTUP

 

Ketika para pemikir materialis atheis yang bagaikan para setan dan jin tidak mampu menapaki tujuh tingkat al-Quran yang turun dengan tujuh bacaan, tujuh aspek, tujuh mukjizat, tujuh hakikat, dan tujuh pilar, mereka juga tidak mengetahui berbagai makna ayat-ayatnya. Sebagai akibatnya mereka menginformasikan beberapa hal yang bersifat dusta dan salah. Maka panah api pengintai yang berasal dari ayat tersebut menerpa kepala mereka lewat berbagai hakikat ilmiah hingga mereka pun terbakar.

 

Tentu saja menaiki langit ayat-ayat al-Quran tidak bisa dilakukan dengan mempergunakan filsafat para filosof yang licik. Bintang ayat-ayatnya hanya bisa dinaiki dengan tangga hikmah yang hakiki dan hanya bisa diterbangi dengan sayap iman dan Islam.

 

Ya Allah limpahkanlah salawat kepada mentari kerasulan dan rembulan cakrawala kenabian. Juga kepada keluarga beliau dan para sahabatnya, bintang pembawa petunjuk bagi mereka yang mencarinya.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Ya Allah, Tuhan pemelihara langit dan bumi, hiasilah kalbu penulis risalah ini beserta para sahabatnya dengan bintang hakikat al-Quran dan iman. Amin.

 

Risalah Hikmah Isti’adzah: Membahas Hikmah

 

Wahai Tuhanku aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan dan aku berlindung kepada-Mu dan kedatangan mereka kepadaku. (al-Mu’minun [23]: 97-98)

 

Bab ini membicarakan tentang hikmah isti‘adzah (permohonan perlindungan) dari setan. Secara global akan dibahas 13 isyarat di mana sebagiannya telah dijelaskan pada “Kalimat kedua puluh enam” pada risalah-risalah lainnya secara terpisah.

 

ISYARAT PERTAMA

 

Pertanyaan: Meskipun setan tidak turut campur dalam masalah penciptaan dalam kehidupan, Allah SWT. dengan rahmat dan perlindungan-Nya membantu para pencinta kebenaran. Indahnya kebenaran beserta kebaikannya pun memperkokoh dan memotivasi mereka. Kesesatan beserta keburukannya membuat orang-orang sesat dimusuhi. Oleh karena itu apa hikmah dari kemenangan golongan setan terhadap manusia dalam banyak hal? Apa rahasia permohonan pecinta kebenaran perlindungan dari Allah terhadap godaan setan di setiap saat?

 

Jawaban: Hikmah dan rahasianya adalah sebagai berikut: pada umumnya kesesatan dan keburukan adalah suatu kenegatifan, perusakan dan penghancuran serta bersifat nihil. Sedangkan hidayah (petunjuk) dan kebaikan bersifat positif, memperbaiki, membentuk dan membangun. Seperti kita mengetahui bahwa suatu bangunan yang didirikan oleh dua puluh orang dalam dua puluh hari bisa saja dihancurkan oleh satu orang dalam sehari!

 

Berfungsinya seluruh anggota tubuh utama manusia adalah Syarat berlangsungnya kehidupan manusia tersebut meskipun tetap terikat dengan gadar dari Allah terkecuali ketika manusia mati yang merupakan suatu ketiadaan dan jika salah satunya tidak dirusak oleh orang zalim. Dalam hal ini berlaku pepatah “menghancurkan lebih mudah daripada membangun dan memelihara”.

 

Inilah rahasianya mengapa kadang-kadang golongan sesat dengan tipu dayanya yang sebenarnya lemah dapat mengalahkan golongan orang-orang yang benar. Namun para pecinta kebenaran memiliki benteng yang Kokoh untuk berlindung dan memper. tahankan diri. Oleh Karena itu musuh tidak berani mendekati mereka dan tidak dapat mencelakakan mereka, meskipun beberapa dapat menimpa mereka dalam sesaat namun kemenangan dan pahala yang abadi yang menunggu mereka berupa kabar gembira dalam alQuran surat al-A’raf: 128:

 

“Dan balasan bagi orang yang bertakwa.”

 

Dapat mengusir pengaruh keburukan tersebut. Benteng kokoh itu adalah syari’at Allah dan sunnah Rasulullah.

 

ISYARAT KEDUA

 

Beberapa pertanyaan yang sering muncul di benak kebanyakan orang: Penciptaan setan yang merupakan keburukan nyata dan serangannya terhadap orang beriman adalah hal yang buruk dan menakutkan. Karena keberadaan setan kebanyakan manusia masuk kekufuran dan terjerumus ke neraka. Lalu bagaimana bisa Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang dan Maha Indah mengizinkan adanya keburukan yang tiada akhir dan musibah besar ini?

 

Jawaban: Sesungguhnya di balik kejahatan-kejahatan yang tersembunyi dalam diri setan terdapat maksud-maksud terbaik yang lebih besar serta terkandung kesempurnaan yang dapat meningkatkan derajat manusia menuju kesempurnaan. Ya seperti adanya banyak fase pada tumbuhan yang dimulai dari biji hingga menjadi pohon yang tinggi. Begitu pulalah potensi yang ada dalam diri manusia berupa tingkatan atau derajat yang lebih banyak daripada tumbuhan dari atom hingga matahari. Agar potensi tersebut berkembang, maka dia harus “bergerak” dan berinteraksi. Gerakan yang dapat mencapai ketinggian derajat tersebut adalah dengan mujahadah atau perjuangan yang sungguh-sungguh. Mujahadah hanya akan muncul jika ada setan dan sesuatu yang mengancam. Tanpa mujahadah tersebut martabat manusia pasti statis seperti layaknya malaikat. Pada titik ini tidak akan muncul manusia-manusia pilihan. Bertentangan dengan hikmah dan keadilan jika seribu kebaikan diabaikan hanya karena suatu keburukan parsial.

 

Meskipun kebanyakan manusia terjerumus dalam kesesatan akibat tipu daya setan, namun kepentingan dan nilai pada umumnya tergantung pada kualitas tanpa melihat kuantitas kecuali sedikit saja atau malah diabaikan. Contoh terhadap hal ini adalah adanya seseorang yang mempunyai 1010 benih lalu ditanam. Lalu 10 benih tumbuh dan 1000 benih rusak. Manfaat 10 benih yang tumbuh dan berbuah menghilangkan kerugian 1000 benih yang rusak.

 

Begitulah manfaat dan derajat yang diperoleh manusia jika ada 10 “manusia sempurna” yang bercahaya laksana bintang gemintang di langit, yang memimpin manusia menuju ketinggian dan kesuksesan, menerangi jalan di hadapan manusia, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya dengan bermujahadah terhadap diri mereka dan godaan setan maka pasti manfaat kedudukannya itu mampu menghapus keburukan-keburukan dari orang-orang malang yang berkubang dalam lumpur kekafiran. Orang-orang yang sesat itu seperti serangga-serangga yang tak berharga saja layaknya. Karena itu keadilan serta kasih sayang ilahi meridhoi keberadaan setan serta kemampuannya menguasai manusia.

 

Wahai orang-orang beriman! Pelindung kalian dari serangan musuh-musuh itu adalah takwa yang terbentuk dalam keteduhan ayat-ayat al-Qur’an dan parit-parit pertahanan kalian adalah sunnah nabi kalian sedangkan senjata kalian adalah ta’awudz dan istighfar kepada Allah SWT.

 

ISYARAT KETIGA

 

Pertanyaan: Ancaman keras, keluhan besar dalam al-Quran terhadap orang-orang sesat tidak sesuai dengan akal, balaghah yang adil dan saling berkaitan serta bersifat jalan tengah dan istiqomah yang terdapat dalam gaya bahasa al-Quran. Karena seolah-olah al-Qur’an menggerakkan tentara-tentara untuk menghadapi satu orang yang tidak memiliki kekuasaan apa pun. Mengancam gerakannya yang parsial seolah-olah melakukan ribuan kriminal. Meskipun orang tersebut bangkrut dan tidak memiliki bagian dari harta, Al-Qur’an memberikan kedudukan kepadanya seperti seorang sekutu dan mengeluhkannya. Apa rahasia dan hikmah hal ini?

 

Jawab: Rahasia dan hikmahnya adalah bahwa salah satu kekuatan setan dan antek-anteknya adalah kemampuannya untuk melakukan penghancuran dengan satu aksi sederhana Karena mereka menempuh jalan kesesatan maka satu perbuatan buruk yang kecil akan disusul dengan kerusakan besar yang menyangkut hak orang banyak seperti halnya seorang yang naik sebuah Kapal lalu kapal itu dilubangi dengan satu lubang atau dia meninggalkan kewajiban yang harus ditunaikannya maka perbuatannya ini merusak jerih payah orang-orang yang ada di Kapal itu. Oleh karena itu nakhoda Kapal itu pasti akan mengancamnya dengan keras atas nama semua yang menjadi tanggungan perlindungannya Serta atas nama kepentingan orang-orang di kapal tersebut. la juga akan menghukum orang yang membocorkan tersebut dengan hukuman berat bukan karena perbuatan menyimpangnya itu atau karena ia melalaikan kewajiban tapi karena akibat-akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatan dan kelalaiannya. Bukan pula Karena ia melampaui wewenang nakhoda namun Karena ia menentang hakhak perlindungan secara keseluruhan.

 

Demikian pula “kapal” bumi ini. Disamping dihuni oleh orang-orang, beriman juga dihuni oleh orang-orang sesat pengikut setan yang mengabaikan akibat-akibat dari fungsi-fungsi alam yang harmonis bahkan menganggap sebagai suatu Kesia-siaan yang tidak bermanfaat serta sebagai suatu kebatilan. Mereka menyepelekan hal tersebut hingga melahirkan kesalahan-kesalahan dan kemaksiatan yang jelas merupakan suatu bentuk perlawanan dan pelampauan batas terhadap hak-hak kehidupan. Oleh Karena itu Allah SWT., Sang pemilik keabadian, memberikan ancaman-ancaman yang menakutkan untuk orang-orang yang sesat yang melakukan perusakan. Hal itu merupakan sebuah Keserasian sempurna dalam metode al Qur’an. Hal itu juga merupakan hikmah yang tinggi dan suci yang tersembunyi dalam jiwa ungkapan sastra qurani yang merupakan penyesuaian antara susunan perkataan dengan objek yang dituju. Suatu ungkapan yang bersih dan jauh dari sikap berlebih-lebihan. Karena itulah betapa hancur dan ruginya orang yang tidak membentengi diri secara kokoh dari musuh-musuh yang melakukan pengrusakan dan penghancuran melalui gerakan-gerakan mereka yang sederhana.

 

Wahai orang-orang beriman! di hadapan Kalian ada benteng samawi yang kokoh adalah al-Quran, masuklah ke dalamnya dan selamatkanlah diri kalian!

 

ISYARAT KEEMPAT

 

Para ulama dan wali telah sepakat bahwa “Ketiadaan” adalah suatu keburukan yang nyata dan “keberadaan” adalah suatu kebaikan yang nyata. Ya pada umumnya Kebaikan dan kesempurnaan bersandar pada Keberadaan dan kembali kepadanya, maka asasnya merupakan suatu hal yang positif dan realistis, meskipun kehampaan dan sisi negatif kadang muncul. Dasar dari kesesatan, keburukan, kemaksiatan dan sebagainya adalah ketiadaan dan kenegatifan. Karena itu kejahatan dan kejelekan muncul dari ketiadaan tersebut. Meskipun bentuk lahiriahnya terlihat positif dan realitas, namun asanya adalah ketiadaan dan pengingkaran.

 

Suatu bangunan yang kokoh dengan semua bagian-bagiannya dapat dirusak hanya dengan menghancurkan salah satu tiangnya. Dengan Kata lain “keberadaan” membutuhkan suatu sebab yang nyata dan sebab tersebut haruslah sebab yang hakiki sementara “ketiadaan” dapat saja berlandaskan pada hal-hal yang tidak riil yang menjadi sebab ketiadaannya. Berdasarkan dua hal tersebut maka setan baik dari jenis jin maupun manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun dalam hal penciptaan dan tidak memiliki porsi dalam kekuasaan Ilahi, meskipun mereka melakukan penghancuran, beragam kekafiran, kesesatan dan kejahatan. Mereka tidak melaku. kan hal tersebut berdasarkan kemampuan dan kekuatan, tetapi darj meninggalkan suatu perbuatan dan bersikap lalai. Karena itu mereka berbuat jelek dengan menghalangi kebaikan.

 

Karena keburukan adalah suatu bentuk penghancuran maka tidak semestinya sebabnya berasal dari suatu keberadaan yang aktif tidak juga dari suatu kemampuan yang diadakan, melainkan penghancuran itu mungkin dari suatu “ketiadaan” dan dari satu pelanggaran terhadap suatu syarat kebaikan. Karena ketidaktahuan mengenai hal inilah maka orang-orang majusi meyakini adanya tuhan kebaikan yang mereka sebut sebagai “yazdan” dan tuhan keburukan yang disebut “ahriman” yang sebenarnya tidak lain setan yang menjadi sebab dan sarana terjadinya keburukan melalui kehendak untuk menyempal atau melalui suatu aksi, bukan melalui suatu penciptaan.

 

Demikianlah, wahai orang-orang yang beriman! Pedang kalian yang paling tajam melawan setan serta sarana terpenting untuk membangun dan memelihara kehidupan adalah istigfar dan ta’awudz dan ketahuilah bahwa benteng Kalian adalah sunnah rasul kalian.

 

ISYARAT KELIMA

 

Orang-orang beriman dapat dikalahkan oleh tipu daya setan yang lemah meskipun sebab-sebab hidayah, istiqomah dan sarana-sarana bimbingan telah dijelaskan oleh Allah dalam kitab suci al Qur’an berupa pahala yaitu surga dan siksa yang pedih yaitu neraka. Allah pun sering mengulang-ulang pengarahan, peringatan dan kabar gembira.

 

Hal ini banyak menyita pikiran saya. Bagaimana orang beriman bisa tidak memperhatikan ancaman Allah yang menakutkan? Bagaimana keimanan seseorang tidak luntur padahal ia memberontak kepada Allah karena mengikuti langkah-langkah dan tipu daya setan yang lemah seperti dalam firman Allah pada surat AnNisa: 76.

 

…..Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.

 

Bahkan meskipun beberapa sahabat dekat saya setelah mendengar pelajaran mengenai hakikat iman dan membenarkannya serta berprasangka baik pada saya telah terbawa untuk memberi pujian pada seseorang yang rusak dan mati hatinya lalu sahabat saya itu terpikat olehnya sampai akhirnya mereka memusuhi saya. Maka saya berkata pada diri saya sendiri: Subhanallah mungkinkah seorang Manusia meluncur turun ke dalam kerendahan seperti itu? betapa murahnya modal yang dimiliki orang itu? Saya pun bergosip tentang dia dan berbuat dosa.

 

Alhamdulillah kemudian terungkaplah hakikat-hakikat dan permasalahan tadi sehingga hakikat-hakikat tersebut menerangi hal-hal yang masih samar. Dengan cahaya itu saya memahami bahwa dorongan dan motivasi yang terdapat dalam al-Quran sangat sesuai; terpedayanya orang beriman oleh tipu daya setan tidak terjadi karena ketiadaan iman bukan pula dari kelemahannya; mereka yang melakukan dosa besar tidak masuk dalam Kekufuran. Golongan mu’tazilah dan suatu sekte dalam khawarij telah Keliru Ketika mereka mengkafirkan pelaku dosa besar dan memposisikan mereka di hari kiamat pada suatu tempat khusus yang bukan surga dan neraka (manzilah baina manzilatain). Teman saya yang mengorbankan seratus pelajaran Keimanan untuk memui seseorang yang sesat, tidaklah jatuh terlampau jauh dalam kerendahan yang saya bayangkan. Oleh karena itu saya bersyukur kepada Allah yang telah menyelamatkan saya dari situasi yang sulit itu.

 

Hal tersebut terjadi karena setan seperti yang telah saya sebutkan dengan tindakan pengrusakan yang Kecil membawa manusia dalam bahaya. Nafsu manusia selalu mendengarkan setan dan syahwat serta Kemarahan manusia seperti layaknya alat penerima dan pengirim bagi tipu daya setan. Oleh Karena itu Allah memiliki dua nama Khusus dari Asma al-Husna yaitu al-Gafur (Maha Pengampun) dan ar-Rahim (Maha Penyayang) agar tampak jelas sejelas-jelasnya bagi orang beriman bahwa kebaikan terbesar dari Allah yang disampaikan kepada para nabi adalah ampunan, maka

 

Allah menyeru mereka untuk beristighfar. Allah, dengan menjadikan kalimat     sebagai pembuka tiap surat al-Quran serta pembuka setiap perbuatan baik, menunjukkan rahmat-Nya yang meliputi alam semesta sebagai tempat perlindungan bagi orang beriman. Dengan perintah ta’awudz Allah menjadikan Kalimat      sebagai benteng bagi orang beriman.

 

ISYARAT KEENAM

 

Skenario setan yang paling berbahaya adalah mencampurkan ide-ide mengenai kekufuran ke dalam perasaan orang yang memiliki hati yang bersih dan sensitif dengan membenarkan kekufuran itu sendiri. Setan juga menunjukkan bahwa mengkhayalkan kesesatan sebagai pembenaran terhadap kesesatan itu sendiri. Selain itu setan juga memberikan lintasan-lintasan pemikiran yang jelek dalam hal-hal yang sakral serta ia menunjukkan imkan dzati (sesuatu yang mungkin terjadi) dalam bentuk kemungkinan rasional dan menumbuhkan keragu-raguan yang bertentangan dengan keyakinan imannya. Pada saat hal itu terjadi maka orang tersebut merasa bahwa dirinya telah jatuh ke dalam kekufuran dan kesesatan menganggap bahwa keimanannya telah luntur hingga ia merasa putus asa. Dengan keputusasaannya ini ia menjadi bahan tertawaan setan yang selalu memberikan bisikan dengan mempermainkan serta membuat perasaan menjadi gamang dalam keputusasaannya, hingga jika tidak diluruskan hal itu bisa menghancurkan jasmani dan rohaninya atau menjatuhkannya ke lembah kesesatan.

 

Dalam beberapa risalah kami telah menjelaskan esensi bisikan serta godaan setan ini serta penjelasan bahwa godaan tidak memiliki sandaran. Di sini saya hanya akan menjelaskan secara global saja.

 

Sebagaimana bayangan ular dalam cermin yang tidak bisa menggigit, pantulan api di cermin yang tidak membakar, bayangan kotor di cermin ‘yang tidak mengotori, begitu pula kekafiran dan kesesatan yang terefleksikan dalam khayalan dan pemikiran tidaklah merusak akidah dan keimanan Karena adanya kaidah “membayangkan caci maki bukanlah caci maki, mengkhayalkan suatu kekafiran bukanlah kekafiran dan berpikir tentang Kesesatan bukanlah kesesatan itu sendin”. Adapun masalah keragu-raguan dalam hal keimanan, kemungkinan yang berasal imkan dzati tidak bertentangan dengan keyakinan itu dan tidak merusaknya. Dalam ilmu Ushuluddin ada sebuah kaidah “imkan dzati tidak bertentangan dengan keyakinan yang diperoleh melalui pengetahuan”.

 

Contohnya adalah bahwa kita yakin bahwa Danau Barla dipenuhi air dan tetap pada posisinya. Namun demikian mungkin saja danau itu mengering hingga “hilang”. Tetapi karena hal itu tidak berdasar pada indikasi-indikasi atau argumentasi yang logis maka hal itu tidak dapat disebut sebagai “kemungkinan logis” , sehingga tidak ada keraguan terhadap keberadaan danau tersebut. Dalam Ushuluddin ada prinsip bahwa kemungkinan yang muncul tanpa ditopang argumentasi yang kuat tidak dapat dijadikan pegangan. Artinya “pikiran subjektif yang tidak dilandasi argumentasi dan indikasi-indikasi logis patut diragukan.

 

Demikianlah orang malang yang terkena bisikan setan mengira bahwa keyakinannya hilang terhadap hakikat-hakikat iman dengan imkan dzati. Misalnya terlintas dalam benaknya sesuatu yang mungkin terjadi mengenai Nabi SAW. sebagai manusia, tentu hal ini tidak merugikan keyakinan imannya. Tetapi dia mengira ada kerugian baginya dan terjerumus dalam kerugian. Terkadang setan menggoda hati manusia untuk mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai dengan kemuliaan Allah lalu ia menganggap bahwa hatinyalah yang sakit yang membuatnya mengeluarkan kata-kata tersebut sehingga hal ini membuatnya gamang dan menderita. Padahal kegamangan, ketakutan serta ketidaksukaannya terhadap kata-kata jeleknya itu menunjukkan bahwa hal itu tidak muncul dari hati nuraninya namun berasal dari bisikan setan dengan memberikannya suatu gambaran mengenai kata itu dan mengingatkan orang tersebut akan kata-kata buruk itu.

 

Oleh karena itu ada dua perasaan manusia yang saya tak bisa deskripsikan, tidak terkendali oleh kehendak dan ikhtiar, mungkin mereka tidak bertanggung jawab hingga hal itu mempengaruhi diri manusia tanpa mengindahkan seruan kebenaran lalu membuat mereka terjerumus pada kesalahan. Pada saat itulah setan membisikkan pada manusia ini: “fitrahmu sudah rusak, bertentangan dengan nilai-nilai iman dan kebenaran. Tidakkah kamu sadari bahwa fitrahmu meluncur tanpa kendali dalam kebatilan-kebatilan Seperti ini? Karena itu kamu ditakdirkan hidup dalam kemalangan dan penderitaan”. Maka orang yang malang itu hancur dalam keputusasaan.

 

Demikianlah sesungguhnya benteng kokoh seorang mukmin dari tipu daya setan seperti contoh pertama adalah petunjuk. petunjuk al-Qur’an serta hakikat-hakikat keimanan yang batas. batasnya telah dijelaskan oleh para ulama yang saleh. Adapun benteng untuk godaan seperti contoh yang kedua adalah dengan memohon perlindungan kepada Allah dan dengan mengabaikan bisikan-bisikan tersebut karena tabiat bisikan setan adalah semakin kita memperhatikan bisikannya maka semakin gencar bisikan tersebut. Karena itu sunnah rasul adalah obat bagi penyakit-penyakit ruhani.

 

ISYARAT KETUJUH

 

Pertanyaan: Karena para tokoh Mu’tazilah berpendapat bahwa penciptaan keburukan adalah juga suatu keburukan, maka mereka tidak mengembalikan penciptaan kekufuran dan kesesatan kepada Allah. Seolah-olah dengan pendapatnya itu mereka mensucikan Allah. Mereka menuju kesesatan dengan ucapan “manusia adalah pencipta bagi perbuatannya sendiri”. Mereka juga berpendapat bahwa pelaku dosa besar batal keimanannya karena percaya kepada Allah dan membenarkan adanya neraka tidak bisa dibarengi dengan dosa-dosa besar. Manusia yang melindungi dirinya dari segala hal yang melanggar hukum karena khawatir dipenjara, sementara melakukan dosa-dosa besar tanpa memperhatikan murka Allah dan siksa neraka jahannam, maka hal itu menjadi dalil hilangnya keimanan dalam diri mereka.

 

Jawaban terhadap soal bagian pertama adalah seperti apa yang kami jelaskan pada risalah tentang qadar yaitu bahwa penciptaan keburukan bukanlah keburukan tetapi melakukan keburukan itulah keburukan. Karena penciptaan tergantung pada hasil-hasil globalnya. Karena keberadaan keburukan menjadi permulaan untuk menghasilkan kebaikan-kebaikan yang banyak maka penciptaannya menjadi suatu kebaikan dari sisi hasilnya atau dihitung sebagai suatu kebaikan. Contohnya adalah api. Api memiliki banyak sekali manfaat maka tidak pantas seseorang mengatakan bahwa penciptaan api adalah sebuah kejahatan kecuali jika api itu disalahgunakan untuk berbuat kejahatan. Begitu pula penciptaan setan. Di balik penciptaan setan terdapat dampak-dampak yang mengandung banyak hikmah bagi manusia seperti upaya manusia untuk meningkat ke derajat yang lebih tinggi dan sempurna karena menghindari godaan-godaan setan. Oleh karena itu salahlah ucapan orang-orang yang takluk pada setan karena pikiran dan perbuatannya sendiri-bahwa penciptaan setan adalah sebuah kejahatan karena mereka sendirilah yang berkehendak melakukan kejahatan.

 

Adapun Karena kasb (usaha) merupakan permulaan suatu kerjaan yang parsial, maka ia menjadi sarana untuk hasil kejahatan-kejahatan tertentu yang khas, sehingga penggunaan keburukan menjadi keburukan. Tetapi karena penciptaan terkait dengan hasil-hasil yang bersifat umum, maka penciptaan keburukan bukanlah kejahatan, melainkan suatu kebaikan. Demikianlah, Karena Mu’tazilah tidak dapat memahami rahasia ini, maka mereka mengatakan bahwa penciptaan keburukan dan Kejahatan adalah suatu kejahatan dan keburukan. Mereka tidak mengembalikan penciptaan keburukan ini kepada Allah dan terjerumus dalam kesesatan. Mereka mentakwilkan prinsip “qadar baik dan buruk berasal dari Allah” yang merupakan salah satu rukun iman.

 

Adapun pertanyaan kedua mengenai bahwa bagaimana bisa pelaku dosa besar tetap mukmin? Pertama, kesalahan mereka dapat dipahami secara pasti pada isyarat-isyarat sebelumnya maka tidak perlu diulangi.

 

Kedua, sesungguhnya nafsu manusia lebih memilih kenikmatan duniawi yang sesaat daripada kenikmatan akhirat. Nafsu tersebut lebih suka mengeluh dari penderitaan yang bersifat duniawi dibanding azab Allah di kemudian hari dan ketika perasaan manusia itu terusik maka ia tidak dapat tunduk pada pertimbangan-pertimbangan akal hingga hawa nafsulah yang mengendalikannya. Pada saat itu mereka lebih memilih kenikmatan sesaat dibanding pahala di akhirat, lebih menjauhi kesempitan duniawi dibanding menjauhi azab Allah yang pedih.

 

Karena kekhawatiran, hawa nafsu dan perasaan tidak melihat masa depan, melainkan mengingkarinya. Jika nafsu manusia juga bersongkolan, maka akal dan kalbu yang merupakan tempat bersemainya iman diam tak berkutik hingga keduanya dikalahkan. Maka ketika itu perbuatan dosa besar tidaklah muncul dari ketiadaan iman, tetapi muncul dari dominasi dan penetrasi perasaan dan hawa nafsu terhadap akal dan hati.

 

Telah dipahami pula dari isyarat-isyarat sebelumnya bahwa jalan bagi hawa nafsu dan keburukan amat mudah ditempuh Karena ia berupa penghancuran. Oleh karena itu setan dari jenis jin dan manusia amat mudah mengarahkan manusia ke jalan tersebut. Karena itu amat mengherankan jika anda perhatikan ada sebagian manusia yang mengikuti langkah-langkah setan dengan lebih mendahulukan kenikmatan duniawi sesaat yang hanya seukuran sayap nyamuk dibanding mendahulukan kenikmatan akhirat yang abadi. Padahal cahaya abadi yang berasal dari alam akhirat meski sebesar sayap nyamuk melampaui seluruh kenikmatan duniawi yang, diperoleh manusia seperti tertera dalam sebuah hadits.

 

Demikianlah karena rahasia-rahasia dan hikmah-hikmah inilah al-Qur’an selalu mengulang-ulang kabar gembira dan ancaman untuk menjauhkan orang-orang beriman dari dosa-dosa dan kesalahan serta mendorong mereka pada kebaikan. Suatu kali, pernah terpikir oleh saya satu pertanyaan mengenai pengulangan-pengulangan al-Quran mengenai bimbingan dan pengarahan-pengarahan yaitu tidakkah peringatan yang terus-menerus itu melukai perasaan orang beriman dalam hal keteguhan hati dan keikhlasannya hingga menodai kehormatannya sebagai manusia? Karena satu perintah yang diulang-ulang oleh atasan kepada pegawai bawahannya membuat pegawai itu menganggap bahwa seolah loyalitasnya diragukan dan tidak becus bekerja sedangkan al-Qur’an selalu mengulang-ulang perintah-perintah-Nya kepada Orang-orang beriman yang ikhlas.

 

Ketika pertanyaan itu menghantui pikiran, bersama saya ada teman-teman yang ikhlas yang selalu saya ingatkan agar mereka jangan terpedaya oleh godaan-godaan setan dari jenis manusia. Mereka tidak tampak gusar dan menentang, peringatan-peringatan saya itu. Tidak ada satupun yang berkata: “anda meragukan keikhlasan kami?’’. Namun demikian saya selalu berkata pada diri sendiri: “saya khawatir telah membuat mereka marah disebabkan arahan-arahan dari saya yang selalu berulang seolah-olah saya meragukan kesetiaan keteguhan hati mereka’. Dalam kondisi demikian terungkaplah dengan jelas hakikat dari isyarat-isyarat sebelumnya dan tahulah saya bahwa gaya al-Qur’an dalam mengulang-ulang peringatan tersebut sesuai dengan keadaan objeknya. Hal itu amat penting dan tidak ada sedikitpun yang berlebihan dan tidak ada dakwaan terhadap objeknya. Hal ini adalah suatu hikmah yang amat bernilai serta menunjukkan betapa tingginya gaya ungkapan Al-Qur’an. Dengan demikian tahulah saya mengapa teman-teman tidak marah dan menentang saya, karena saya selalu mengulang-ulang nasehat kepada mereka.

 

Kesimpulan dari hakikat tersebut adalah bahwa sesungguhnya perbuatan menyimpang yang muncul dari setan meskipun remeh dapat menyebabkan banyak keburukan Karena hal itu merupakan suatu bentuk perusakan dan penghancuran. Oleh karena itu orang-orang yang menempuh jalan kebenaran dan petunjuk agar berhati-hati dan menjauh darinya serta selalu memohon perlindungan Allah mengingat betapa butuhnya manusia akan hal itu. Karena itu Allah mendahulukan, dalam pengulangan tersebut, pertolongan dan dukungan kepada orang-orang yang benar dengan seribu nama dan Asmaul-Husna serta memberi dukungan kepada mereka dengan berita kasih sayang dan perhatian untuk menyokong mereka. Dengan demikian maka kehormatan seorang mukmin tidaklah ternodai bahkan Allah menjaga dan memeliharanya. Allah tidak meremehkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi manusia bahkan menunjukkan besarnya bahaya godaan setan.

 

Wahai ahli haq dan orang-orang yang mendapatkan hidayah! Cara untuk menyelamatkan diri dari bisikan-bisikan yang bersumber setan jin dan manusia adalah menjadikan jalan ahli haq yang merupakan ahlu sunnah wal jamaah sebagai markas besar, masuk ke dalam benteng kokoh al-Quran serta menjadikan sunnah nabi SAW. sebagai tauladanmu. Mendapatkan keselamatan!

 

ISYARAT KEDELAPAN

 

Pertanyaan: Dalam isyarat-isyarat sebelumnya telah jelas bahwa Karena jalan kesesatan adalah bentuk pelampauan batas penghancuran serta bentuk penentangan, maka kebanyakan orang menempuh jalan itu. Padahal saya telah menyebutkan dalam risalah-risalah lainnya bahwa jalan kekufuran dan kesesatan sulit ditempuh hingga tidak mungkin seseorang mampu menempuhnya. Sebaliknya jalan Keimanan dan petunjuk sangatlah mudah, semestinya semua orang dapat menempuhnya.

 

Jawabnya adalah bahwa kekafiran dan kesesatan itu ada dua macam.

 

Pertama: penolakan terhadap hal-hal yang menyangkut keimanan yang bersifat amali dan cabang. Kesesatan seperti ini mudah dilakukan karena merupakan sikap ketidak menerimaan terhadap kebenaran, dan sikap “meninggalkan dan tidak menerima” semata-mata. Hal semacam inilah mudah dilakukan sebagaimana dijelaskan pada Risalah Nur.

 

Kedua: Kesesatan ini bukanlah hal yang bersifat amali dan cabang, melainkan merupakan hukum yang terkait dengan aqidah dan pemikiran. Bukan sekedar menafikan keimanan semata melainkan juga upaya untuk menempuh jalan yang bertentangan dengan keimanan, menerima Kebatilan serta melakukan perlawanan terhadap kebenaran. Hal ini merupakan penentangan dan perlawanan terhadap keimanan, Karena itu ini bukanlah urusan “tidak menerima” semata, tapi “menerima ketiadaan iman”. sementara hal itu bisa diterima dengan pembuktian ketiadaan. Tentu tidaklah:mudah pembuktian Ketiadaan sesuai dengan kaidah “ketiadaan tidak bisa dibuktikannya”.

 

Itulah jenis kekufuran dan kesesatan yang dijelaskan dalam seluruh risalah bahwa jalan itu sulit ditempuh. Orang yang memiliki kesadaran. sezarahpun tidak menempuh jalan itu. Sebagaimana dibuktikan dengan tegas pada dalam risalah-risalah, dijalan tersebut ada. penderitaan yang pedih dan kegelapan yang menakutkan, sehingga orang yang memiliki akal sedikitpun tidak ingin menempuh jalan ini.

 

Kalau ada yang mengatakan bahwa jika jalan kesesatan itu gelap,. menakutkan dan menyakitkan lalu mengapa banyak yang mengikutinya? maka jawabannya adalah bahwa mereka telah terjerumus dalam kesesatan, tidak bisa keluar. Karena naluri manusia yang bersifat hewani dan nabati tidak melihat dan berpikir akibat kesesatan dan mereka mengalahkan perasaan manusia yang lainnya, maka mereka tidak ingin keluar dari kesesatan dan bergembira ria dengan kenikmatan sesaat.

 

Pertanyaan: Jika ada kepedihan dan ketakutan yang dahsyat dalam Kesesatan bahwa seharusnya orang Kafir tidak dapat kenikmatan dari kehidupan, bahkan tidak hidup sama sekali. Melainkan dia merasakan sakit akibat adanya siksaan dan Ketakutan akibat rasa takut itu. Karena meskipun sebagai manusia ia merindukan benda yang banyak dan senang terhadap Kehidupan dunia, melalui kekufuran ia menyadari bahwa ia akan mati dan berpisah selamanya dengan dunia dan juga ia melihat bahwa semua makhluk dan semua yang disenanginya akan mati lalu bagaimana mungkin seorang kafir yang mengetahui hal itu bisa hidup? Bagaimana mungkin orang tersebut menikmati kehidupan?

 

Jawaban: Sesungguhnya ia menipu dirinya sendiri dengan kebohongan-kebohongan setan. la menganggap bahwa Kenikmatan duniawi harus direguk seluruhnya. Kami akan ungkapkan hakikat hal ini dengan perumpamaan yang umum diberikan seperti ini.

 

Dikisahkan bahwa ada burung unta yang ditanya mengapa ia tidak terbang padahal memiliki sayap? lalu ia menjawab: “saya bukan burung tapi unta”, lalu ia memasukkan kepalanya ke dalam pasir dan membiarkan badannya yang besar di atas pasir hingga menjadi sasaran pemburu. Kemudian ia ditanya: “jika kamu unta maka bawalah beban in.” saat itu pula ia mengepakkan sayapnya dan mematuk-matukkan paruhnya Karena mengetahui beratnya beban tersebut lalu ia pun berkata: “saya adalah seekor burung ” Lalu ia pun ditinggalkan sendirian tanpa makanan dan perlindungan hingga menjadi sasaran pemburu.

 

Demikianlah pula halnya dengan orang Kafir. la meninggalkan kekafiran mutlak akibat peringatan-peringatan dari al-Qur’an dan pindah Ke kekafiran yang ragu-ragu. Jika ia ditanya bagaimana ia bisa enak-enakan hidup padahal kematian menghadangnya? dan apakah orang yang akan diseret ke tiang gantungan dapat hidup tenang? maka ia menjawab; “tidak … kematian bukanlah kehampaan karena kemungkinan ada keabadiaan”. Hal ini terjadi setelah orang. orang Kafir menyadari keuniversalan al-Qur’an dan kebesaran rahmat-Nya yang membuatnya bimbang dalam kekafirannya. Atau ia memasukkan kepalanya dalam lumpur kelalaian seperti burung unta agar ajal tidak tidak menjemputnya, kubur tidak melihatnya dan kefanaan tidak mengejarnya.

 

Kesimpulannya adalah bahwa ketika orang Kafir melihat kematian dan kelenyapan sebagai eksekusi seperti burung unta melalui kekafirannya yang bimbang, pemberitahuan yang pasti dari al-Quran dan kitab-kitab samawi mengenai iman kepada akhirat memberikan kemungkinan kepadanya. la berpegang Kepada kemungkinan itu dan bertanggung jawab atas penderitaan yang dahsyat itu.

 

Ketika dikatakan kepadanya: “jika kamu menyadari bahwa tempat kembali adalah alam akhirat lalu mengapa kamu tidak melaksanakan perintah-perintah agama yang telah diwajibkan kepadamu agar kamu bahagia di alam itu ?”. Maka ia, didasari kebimbangan dalam kekafiran, menjawab: “mungkin tidak ada alam lain selain alam dunia ini jadi untuk apa saya Menyusahkan diri sendiri?”. Artinya bahwa ia ingin menyelamatkan dirinya dari siksaan setelah datangnya kematian sebagaimana yang diberitakan al-Qur’an mengenai alam akhirat namun ketika orang kafir itu disodorkan kewajiban-Kewajiban agama mereka mundur dan kembali menderita dalam kebimbangannya serta melarikan diri dari kewajiban-kewajiban tersebut. Dari sisi ini maka orang kafir menyangka bahwa ia menikmati kehidupan dunia lebih banyak dari orang mukmin Karena ia tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban agama dan pada saat yang sama ia terhindar dari siksa neraka karena la juga merasa beriman. Namun sebenarnya hal ini adalah kesalahan yang berasal dari bisikan setan yang tidak memiliki manfaat dan semu.

 

Dengan demikian al-Quran memiliki sisi rahmat bagi orang-orang Kafir bahwa pada derajat tertentu menyelamatkan mereka, kehidupan dunia mereka tidak menjadi neraka dengan memberikan sejenis keraguan, sehingga mereka hidup dalam kebimbangan. Jika tidak, mereka tersiksa azab neraka maknawi di dunia ini bagaikan neraka di akhirat dan mereka terpaksa bunuh diri.

 

Oleh karena itu wahai orang-orang yang beriman! Berlindunglah di bawah naungan al-Quran yang telah menyelamatkan kalian dari kehampaan dan dari penderitaan dunia dan akhirat dengan penuh keyakinan, rasa percaya diri dan ketenangan. Dan Serahkanlah diri kalian sepenuhnya dalam naungan sunnah Nabi Muhammad SAW. Selamatkan lah diri kalian dari penderitaan dunia dan azab akhirat…

 

ISYARAT KESEMBILAN

 

Pertanyaan: Mengapa seringkali kelompok yang mendapat petunjuk bisa dikalahkan oleh kelompok sesat yang tergabung dalam golongan setan? Padahal, kelompok yang mendapat petunjuk itu mendapat pertolongan dan rahmat Tuhan, berada di belakang para nabi yang mulia, serta dibimbing oleh pemimpin alam semesta, Nabi Muhammad SAW.

 

Lalu mengapa sekelompok penduduk Madinah bersikap munafik, tetap berada dalam kesesatan, serta tidak mau menit jalan yang benar padahal mereka hidup berdampingan dengan Rasul SAW. yang Kenabian dan kerasulannya begitu terang seperti mentari? Beliau terus mengingatkan mereka dengan mukjizat Al-Qur’an yang bisa mempengaruhi jiwa layaknya obat mujarab, dan mengajarkan mereka dengan berbagai hakikatnya yang bisa menarik segala sesuatu dengan hebat layaknya daya gravitasi.

 

Jawaban: Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kami akan menjelaskan sebuah landasan yang mendalam sebagai berikut:

 

Karena Pencipta alam semesta memiliki dua jenis nama yang bersifat jalali (agung) dan bersifat jamali (indah). Karena masing-masing dari nama tersebut tampil dengan manifestasi yang berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya, maka Sang Maha Pencipta pun telah mencampur segala sesuatu dengan lawannya, menghadapkan yang satu dengan lainnya, sekaligus memberikan kepada mereka sifat saling membela din dan melanggar.

 

Dengan kondisi tersebut terciptalah sebuah pertarungan penuh hikmah dan manfaat disertai berbagai perbedaan dan perubahan yang muncul akibat pelanggaran yang satu terhadap lainnya. Di sana tampak kebijaksanaan Allah Ta’ala. Dia menjalankan roda alam ini dalam aturan yang tinggi dan sempurna serta sesuai, dengan kaidah perubahan. Karena itu, Dia menjadikan manusia  sebagai buah yang menghimpun pohon kekhalifahan mengikuti kaidah tadi. Yaitu kaidah untuk membela diri dan bertarung. Allah buka dihadapan manusia pintu perjuangan yang menjadi poros seluruh kesempurnaannya. Maka itu, Allah berikan kepada golongan setan berbagai perangkat dan sarana untuk bisa menghadapi golongan Allah dalam medan pertempuran. Inilah sebabnya mengapa kaum yang sesat yang sebenarnya berada dalam kelemahan bisa melawan dan mengalahkan kaum yang benar dan kuat yang berada di belakang para nabi.

 

Adapun rahasia di balik adanya perlawanan aneh di atas adalah bahwa di dalam kesesatan dan kekufuran terdapat ketiadaan, peninggalan yang sangat mudah dan tidak perlu bergerak. Didalamnya juga terdapat pengrusakan yang sama ringan dan sepelenya sebab bisa dihadapi hanya dengan sedikit pergerakan saja. Serta, di dalamnya terdapat pelanggaran dan sikap melampaui batas. Pelanggaran yang ringan dan kecil ini memang bisa menimbulkan bahaya bagi banyak orang. Sehingga mereka menyangka bahwa kelompok sesat tadi memiliki kekuatan. Akibatnya, mereka direndahkan dan dikuasai lewat teror dan tindakan fir’aunismenya. Lalu di sisi lain, dalam diri manusia tersimpan perasaan materialistik serta kekuatan hewani yang tidak mampu melihat dan memikirkan kesudahan yang ada. Ia tertipu dan terlena oleh kenikmatan yang bersifat sementara. Hal inilah yang kemudian membuat perangkat lunak manusia yaitu akal dan kalbunya menyimpang dari tugas-tugasnya yang utama.

 

Adapun jalan kelompok yang mendapat petunjuk dan jalan mulia para nabi terutama kekasih Allah, Rasul SAW.bersifat eksis, positif dan konstruktif. Selain itu, ia juga bersifat aktif dan lurus, serta selalu berada di atas relnya tanpa pernah menyimpang dan melampaui batas. Jalan tersebut senantiasa berpikir akibat, berada pada penyembahan yang tulus kepada Tuhan, serta menghancurkan fira’unisme dan kebebasan nafsul amarah. Karenanya, kaum munafik Madinah yang ketika itu menghadapi pondasi positif dan kokoh tersebut menjadi seperti kelelawar-kelelawar yang berada di depan mentari dan lampu yang bersinar terang. Mereka segera menutup mata dan menggabungkan diri dengan kekuatan setan. Mereka terus berada dalam kesesatan dan tidak tertarik oleh gravitasi al-Quran yang agung serta hakikat-hakikatnya yang kekal abadi.

 

Kalau kemudian ada yang berkata bahwa Rasul SAW. merupakan kekasih Allah. Beliau tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar. Yang beliau miliki adalah hakikat kebenaran. Allah telah membantu beliau dalam berbagai peperangan dengan mengirimkan para malaikat sebagai prajurit-prajurit-Nya. Seluruh pasukannya pernah meminum dari air yang memancar lewat jari-jemari beliau. Beliau juga pernah membuat kenyang seribu orang dengan seekor kambing yang telah dimasak dan dengan beberapa genggam gandum. Beliau kalahkan orang-orang kafir hanya dengan segenggam tanah yang ditaburkan di atas mata mereka sehingga tanah tersebut masuk ke mata mereka masing-masing. Bagaimana mungkin seorang pemimpin rabbani yang memiliki mukjizat menakjubkan semacam itu bisa dikalahkan di akhir perang Uhud dan di permulaan perang Hunain?

 

Sebagai jawabannya, Rasul SAW. diutus kepada seluruh umat manusia sebagai teladan, pemimpin, dan penunjuk jalan agar mereka bisa belajar dari beliau tentang cara hidup bermasyarakat dan sebagai pribadi. Juga, agar mereka terbiasa tunduk terhadap aturan-aturan Tuhan yang Maha Bijak sekaligus bisa menyesuaikan diri dengan hukum-Nya. Seandainya Rasul SAW. selalu bersandar kepada mukjizat dan hal-hal yang luar biasa dalam seluruh perbuatan beliau, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, maka beliau takkan bisa menjadi pemimpin dan teladan yang sempurna bagi seluruh manusia.

 

Karena itu, Rasulullah SAW. tidak memperlihatkan mukjizat kecuali sebatas untuk membenarkan dakwahnya di saat dibutuhkan untuk melawan sikap keras kepala kelompok kafir. Adapun dalam kehidupan sehari-harinya, beliau senantiasa memperhatikan kaidah dan sunnatullah yang biasa berlaku. Beliau juga sangat mentaati aturan-aturan Tuhan yang berlandaskan kebijaksanaan dan kehendak Ilahi sama seperti ketaatan dan perhatian beliau terhadap segala perintah-Nya.

 

Karena itu, tidak aneh kalau beliau juga memakai baju perang ketika berperang, memerintahkan tentaranya memakai tameng ketika menghadapi musuh, mendapat luka, disakiti, serta mendapat kesulitan. Semua itu dimaksudkan untuk menjelaskan ketaatan dan perhatian beliau yang sempurna terhadap aturan Tuhan yang bijaksana di samping kepatuhan beliau kepada hukum-hukum alam, Nya.

 

ISYARAT KESEPULUH

 

Iblis mempunyai tipu muslihat yang hebat. Yaitu dengan membuat para pengikutnya mengingkari dirinya. Disini kami akan menjelaskan persoalan tersebut, persoalan eksistensi setan. Sebab pada zaman kita sekarang mereka yang pikirannya telah terkotori filsafat materialisme ragu-ragu untuk menerimanya. Atas dasar itulah kami ingin mengatakan:

 

Pertama, sebagaimana telah diakui secara nyata dan pasti bahwa ada roh-roh jahat yang berbentuk jasmani pada jenis manusia yang melakukan tugas dan pekerjaan setan, juga telah diakui secara pasti adanya roh-roh jahat yang tak berjasad di alam jin. Seandainya dipakaikan jasad fisik, mereka pasti akan sama persis dengan manusia yang jahat itu. Begitu pula sebaliknya, jika setan-setan dari jenis manusia bisa melepaskan jasad mereka, pasti mereka menjadi iblis-iblis dari golongan jin. Atas dasar itulah salah satu pemikiran yang sesat dan batil berpandangan bahwa roh-roh jahat dari golongan manusia, sesudah matinya akan berubah menjadi setan.

 

Seperti yang kita ketahui rusaknya sesuatu yang berharga lebih hebat dari rusaknya sesuatu yang tidak berharga. Sebagai contoh, susu perahan yang sudah rusak masih bisa dimakan sementara minyak kalau sudah rusak tidak lagi baik untuk dimakan sebab bisa menjadi racun. Demikianlah kondisi manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan paling istimewa. Ketika sudah rusak ia bisa menjadi lebih rendah dari binatang. la akan seperti lalat yang terbiasa dengan bau-bau busuk, atau seperti ular yang senang menggigit orang lain. Bahkan ia bangga dengan akhlak buruk dan jahatnya yang berselimut kegelapan. Dengan begitu, ia menjadi teman setan dan memakai busananya. Ya, bukti kuat terhadap adanya setan dari golongan jin adalah adanya setan dari golongan manusia.

 

Kedua, seratus bukti yang Kuat seperti yang terdapat dalam al-Kalimat bagian kedua puluh sembilan yang menunjukkan eksistensi malaikat dan alam spiritual, sebenarnya juga menjadi bukti atas keberadaan setan.

 

Ketiga, keberadaan malaikat sebagai makhluk yang mempresentasikan sekaligus mengawasi urusan-urusan kebaikan yang terdapat di alam adalah sesuatu yang diakui oleh semua agama. Demikian pula keberadaan setan dan roh-roh jahat adalah para makhluk yang mempresentasikan, melakukan, dan berkutat dengan hal-hal buruk. Bahkan keberadaan hijab yang berasal dari makhluk dalam pelaksanaan hal-hal buruk adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan. Sebab, tidak semua manusia mampu melihat kebaikan yang hakiki pada seluruh persoalan seperti yang telah dijelaskan pada al-Kalimat bagian kedua puluh dua. Maka, agar manusia tidak merasa keberatan dengan semua ketetapan Allah Ta’ala yang secara Jahiriah dianggap buruk dan cacat, serta agar tidak mengkritik kebijaksanaan-Nya, Allah Sang Pencipta Yang Maha Mulia, Maha Arif, dan Maha Mengetahui rnenciptakan perantara dan sebab-sebab Jahiriah sebagai hijab bagi semua urusan yang telah ditetapkan-Nya.

 

Maksudnya adalah agar segala keberatan, kritikan, dan keluhan tertuju pada perantara dan sebab tadi, tidak tertuju kepada Allah Taala. Sebagai contoh, Allah telah menjadikan sakit dan musibah sebagai hijab bagi datangnya ajal sehingga dengan begitu keberatan tidak tertuju kepada Malaikat maut, Izrail. Dalam waktu yang sama Allah juga menjadikan Malaikat maut itu sendiri sebagai hijab untuk mencabut nyawa agar tidak muncul keluhan dan kritikan kepada Allah dengan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang terjadi bukan atas rahmat-Nya. Begitulah dan sangat tentu Allah Yang Maha Bijaksana sengaja menghadirkan setan agar segala keberatan yang berasal dari berbagai kejahatan, bahaya, dan kerusakan tertuju pada mereka.

 

Keempat, sebagaimana manusia merupakan ‘alam yang Kecil’, demikian pula alam ini merupakan ‘manusia besar’. Manusia yang kecil ini merupakan rangkuman dan daftar isi dari manusia besar, itu. Pilar-pilar utama dari bentuk miniatur yang ada dalam diri manusia harus terdapat di dalam diri manusia yang besar tadi.

 

Contohnya, kekuatan hafalan yang terdapat dalam diri manusia menjadi petunjuk terhadap adanya lauhil mahfuzh di alam ini. Juga, setiap kita menyadari dan merasakan bahwa di dalam relung jiwa manusia dan disudut kalbunya terdapat perangkat dan organ tubuh untuk berbisik. Itulah bisikan dan gangguan setan. la adalah lisan setan yang berbicara lewat cara mendiktekan kekuatan angan-angan. Ketika rusak, kekuatan tersebut berubah menjadi setan miniatur. Sebab, pergerakannya selalu berseberangan dengan ikhtiar, kemauan, dan kecenderungan manusia yang sebenarnya. Apa yang dirasakan oleh setiap manusia dalam dirinya itu menjadi bukti yang kuat terhadap adanya setan besar di alam ini. Selanjutnya bisikan setan dan kekuatan angan-angan itu mengisyaratkan adanya jiwa jahat yang berasal dari luar di mana pertama-tama ia membisiki, kemudian mengajaknya berbicara, lalu mempergunakannya seperti lisan dan telinga.

 

ISYARAT KESEBELAS

 

Dengan gaya bahasa yang mengagumkan, al-Quran al-Karim menerangkan tentang kemarahan alam semesta, murka seluruh unsur alam, dan kebencian semua entitas terhadap perbuatan buruk kaum yang sesat. Misalnya al-Qur’an menceritakan bagaimana langit dan bumi bergabung untuk menyerang kaum Nuh as. dengan banjir besar, bagaimana topan memusnahkan kaum Ad, bagaimana petir keras menyambar kaum Tsamud, bagaimana gelombang air meneng-gelamkan Firaun, serta, bagaimana kemarahan unsur tanah terhadap Qarun. Itulah yang terjadi manakala mereka menolak untuk beriman. Sampai-sampai neraka jahanam sendin:

 

“Hampir pecah lantaran marah.” (al-Mulk [67]: 8)

 

Begitulah al-Quran menjelaskan kemarahan seluruh alam terhadap mereka yang sesat dan menentang. Al-Quran menegur mereka dengan gaya bahasa yang menakjubkan.

 

Yang menjadi pertanyaan, mengapa perbuatan-perbuatan remeh yang dilakukan oleh orang-orang yang hina akibat melakukan dosa individual menyebabkan alam ini menjadi marah dan murka?

 

Jawabannya adalah sebagai berikut. Dalam isyarat-isyarat sebelumnya, serta dalam beberapa risalah yang berbeda kami telah menegaskan bahwa:

 

Kekufuran dan Kesesatan merupakan tindakan pelanggaran dan kriminal yang terkait dengan seluruh makhluk. Sebab, salah satu tujuan mulia dari penciptaan alam semesta adalah penghambaan manusia dan merespon Rububiyyah ilahi dengan iman dan ketaatan. Padahal, orang-orang Kafir dan sesat menolak tujuan mulia itu yang merupakan tujuan keberadaan dan sebab keabadian entitas, sehingga hal itu merupakan tindakan yang melanggar hak seluruh makhluk.

 

Karena seluruh makhluk menampilkan manifestasi dari namanama Tuhan dan seolah-olah setiap bagian darinya merupakan cermin yang memantulkan manifestasi cahaya nama-nama suci itu, maka bagian itupun menjadi penting dan mempunyai kedudukan mulia. Jadi, sikap orang kafir yang mengingkari nama-nama Tuhan dan mengingkari Kemuliaan makhluk merupakan bentuk penghinaan yang amat hebat disamping mengotori, memperburuk, dan menyimpangkan nama-nama Allah di atas. Selain itu setiap makhluk di alam ini merupakan petugas rabbani yang telah ditugaskan dengan tugas mulia. Karena kekafiran merendahkan petugas-petugas itu dan menjadikan makhluk bersifat fana dan tidak bermakna, maka kekafiran merupakan sejenis penghinaan terhadap hak-hak seluruh makhluk.

 

Demikinlah, karena kesesatan dengan segala bentuk dan tungkatannya menodai hikmah rabbani dalam penciptaan alam semesta dan tujuan-tujuan subhani dalam Keabadiaan dunia, maka alam semesta mengancam, entitas marah dan seluruh makhluk murka terhadap orang-orang yang sesat dan durhaka.

 

Wahai manusia malang yang tubuhnya Kecil namun dosanya besar dan kezalimannya dahsyat! Jika engkau ingin selamat dari murka alam semesta, kebencian makhluk, dan amarah entitas, maka di depanmu ada jalan keselamatan. Yaitu dengan masuk ke dalam rengkuhan suci al-Quran yang bijaksana dan mengikuti sunnah muha Nabi Muhammad SAW. yang merupakan mubaligh bagi al-Quran. Masuklah dan ikutilah!

 

ISYARAT KEDUA BELAS

 

Isyarat ini berisi jawaban terhadap empat pertanyaan:

 

Pertanyaan Pertama

 

Di manakah letak keadilan Tuhan ketika Dia memberikan siksa yang kekal di neraka jahannam sebagai balasan atas sebuah dosa yang sebetulnya terbatas di kehidupan dunia yang juga terbatas?

 

Jawabannya, pada isyarat-isyarat sebelumnya, terutama isyarat yang kesebelas dengan jelas dapat dipahami bahwa dosa kekufuran dan kesesatan merupakan kriminal yang tak terbatas dan pelanggaran terhadap hak makhluk yang tak terhingga.

 

Pertanyaan Kedua

 

Mengapa dalam agama disebutkan bahwa neraka jahannam merupakan balasan bagi sebuah perbuatan, sementara surga merupakan karunia ilahi? Apa hikmah di baliknya?

 

Jawabannya, pada isyarat-isyarat sebelumnya telah jelas bahwa sebagimana manusia adalah faktor penyebab bagi banyak pengrusakan dan kejahatan dengan kehendak manusia yang terbatas, usaha manusia yang minim, serta Kelalaian manusia, begitu juga hawa nafsu manusia selalu condong kepada bahaya dan keburukan. Atas dasar itulah manusia bertanggung jawab atas seluruh kejahatan yang bersumber dari usahanya tadi. Sebab hawa nafsunya yang menginginkan dan amal perbuatannya sendiri yang menjadi penyebab. Juga, Karena keburukan pada dasarnya tidak ada namun manusialah yang kemudian melakukannya. Akibatnya, Allah pun mewujyudkannya dan manusia layak untuk bertanggung jawab atas kejahatan yang tak terbatas itu dengan mendapat siksa yang tak terbatas pula.

 

Adapun amal kebaikan bersifat eksis, maka ia sebenarnya tidak terwujud berkat usaha dan perbuatan manusia. Manusia bukanlah pelaku hakiki dari kebaikan tersebut. Sebab nafsu alammarah (yang memerintahkan kepada Kkeburukan) tidaklah cenderung kepada kebaikan. Tetapi rahmat Ilahi yang menginginkan kebaikan tersebut serta kekuasaan Tuhanlah yang menciptakannya. Manusia hanya bisa menjadi pemilik dari kebaikan-kebaikan lewat keimanan, kemauan, dan niat yang lulus. Adapun sesudah dimiliki, amal-amal kebaikan tersebut sesungguhnya merupakan wujud rasa syukur terhadap nikmat Tuhan yang tak ternilai yang diberikanNya kepada manusia, terutama nikmat keberadaannya di dunia dan nikmatiman. Artinya, amal-amal kebaikan tersebut adalah merupakan wujud rasa syukur atas nikmat-nikmat sebelumnya. Karena itu surga yang Allah janjikan kepada hamba-Nya merupakan Karunia tulus dari Tuhan. Meskipun secara lahiriah seolah-olah ia merupakan balasan atau upah bagi seorang mukmin, namun sebenarnya ia merupakan Karunia pemberian Allah Ta’ala.

 

Dengan begitu nafsu manusia yang menjadi faktor penyebab adanya Keburukan layak mendapat balasan. Adapun amal-amal kebaikan, karena ia terwujud berkat Allah dan berasal darinya, sementara manusia memilikinya dengan modal imansemata, maka Ja tak bisa rnenuntut upah dari amal tersebut. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengharap Karunia Allah Ta’ala.

 

Pertanyaan Ketiga

 

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dengan tindakan yang melampaui batas dan adanya penyebaran, dosa pada dasarnya bersifat banyak sehingga seharusnya setiap dosa dicatat dengan seribu kali hpat. Adapun Kebaikan, karena bersifat positif dan eksis, secara fisik ia bersifat tunggal. Dan oleh Karena ia tidak dihasilkan Oleh kreasi manusia dan kecenderungan jiwa, maka semestinya ia tidak perlu dicatat. Atau kalaupun dicatat, cukup dengan satu kebaikan saja. Namun, mengapa yang terjadi kemudian dosa dicatat dengan jumlah yang sama, sementara pahala dicatat sepuluh Kali lipat atau kadangkala seribu kali lipat?

 

Jawabannya, dengan gambaran tersebut, Allah Ta’ala menunjukkan kepada kita tentang Kesempurnaan rahmat-Nya, dan keindahan sifat Pengasih-Nya kepada para hamba-Nya.

 

Pertanyaan Keempat

 

Berbagai kemenangan yang diperoleh kelompok yang sesat kekuatan dan kesolidan yang mereka perlihatkan, serta keunggulan mereka atas kelompok yang mendapat petunjuk menunjukkan bahwa mereka berpegang pada sebuah hakikat dan bersandar pada suatu kekuatan. Dengan begitu ada dua kemungkinan: kelompok yang mendapat petunjuk tadi lemah, atau kaum yang sesat itu menggenggam sebuah hakikat kebenaran.

 

Jawabannya adalah bahwa naudzubillah kelompok yang mendapat petunjuk tidaklah lemah, dan juga kelompok yang sesat itu tidak berada dalam kebenaran. Namun sayang sekali orang-orang yang mempunyai pandangan sempit berada dalam keraguan dan kebimbangan sehingga keyakinan mereka menjadi tidak mantap dengan berucap, “Seandainya kelompok yang hak berada di atas kebenaran, mereka tak mungkin bisa dikalahkan dan dihinakan sampai sejauh itu. Sebab kebenaran adalah sesuatu yang sangat kuat dan ada kaidah mendasar yang berbunyi, ‘Kebenaran selalu unggul dan ia tak bisa diungguli oleh yang lain’. Seandainya kaum sesatyang menghalangi dan mengalahkan kelompok yang hak tidak berada dalam kekuatan yang hakiki dan landasan yang kokoh, tak mungkin mereka bisa mengalahkan dan mengungguli kelompok yang hak”.

 

Jawaban atas keraguan di atas adalah sebagai berikut: Dalam isyarat-isyarat sebelumnya telah dibuktikan secara tegas bahwa kekalahan kelompok yang hak dari kelompok yang batil tidak serta merta karena kelompok yang hak itu tidak berada di atas kebenaran dan tidak pula karena mereka lemah. Sebaliknya kemenangan dan keunggulan kaum yang sesat itu tidak karena kuatnya mereka dan juga bukan karena sandaran yang mereka miliki. Seluruh isi kandungan isyarat-isyarat sebelumnya merupakan jawaban atas pertanyaan ini. Namun di sini kami hanya akan menunjukkKan tipu daya mereka dan senjata yang mereka pergunakan.

 

Seringkah aku menyaksikan bahwa sepuluh persen dari kaum yang sesat bisa mengalahkan sembilan puluh persen kaum yang saleh. Aku sempat bingung dengan Kenyataan ini. Lalu dengan terus menelaah, akhirnya aku memahami dengan yakin bahwa kemenangan dan Keunggulan mereka itu bukanlah berasal dari kekuatan sendiri dan juga bukan berasal dari kekuasaan yang benar yang mereka miliki. Namun itu semua berasal kerusakan, kehinaan dan kehancuran mereka, dari kemampuan mereka memanfaatkan perpecahan kaum yang hak, dari sikap mereka yang memecah belah kelompok yang, hak, dari tndakan mereka yang mengeksploitasi titik lemah kaum yang hak, dari keberhasilan mereka membangkitkan naluri kebinatangan, selera rendahan, dan kepentingan pribadi kaum yang hak, dari memanfaatkan kecenderungan buruk yang tersimpan dalam fitrah manusia, dari teknik mereka mengajarkan ego Firaunisme atas nama kemasyhuran, kedudukan, dan pengaruh, serta dari ketakutan manusia atas pengrusakan mereka. Dengan bisikan setan semacam inilah, untuk sementara mereka bisa mengalahkan kelompok yang hak. Namun kemenangan sementara tersebut tak ada artinya dan tak ada nilainya jika dihadapkan pada kabar gembira dari Allah Ta’ala:

 

“Hasil yang batk hanya untuk orang-orang yang bertakwa.” (al-A’raf [7]: 128)

 

Dan jika dihadapkKan pada rahasia yang tersembunyi di balik ungkapan, “Kebenaran selalu unggul dan ia tak bisa diungguli oleh yang lain”. Karena, hal itu menjadi sebab masuknya mereka ke dalam neraka dan sebab masuknya kaum yang hak ke dalam surga.

 

Tampilnya orang-orang lemah yang terdapat pada kesesatan dalam bentuk kekuatan, serta keberhasilan orang-orang sesat tersebut mendapat kemasyhuran merupakan jalan yang ditempuh oleh setiap orang yang egois, riya, dan mencari popularitas. Ia menebar teror dan menyakiti orang lain guna mendapat kedudukan dan popularitas. Ia berdiri di barisan orang-orang yang menyerang kelompok yang hak agar mendapat perhatian manusia sehingga mereka mengenalinya lewat tindakan pengrusakan tadi, Sebuah tindakan yang tidak diraih karena kekuatan dan kemampuan mereka sendin. Tetapi justru karena ia meninggalkan dan menanggalkan kebaikan yang dimilikinya. Sampai-sampai ada sebuah kasug di mana ada seseorang yang ingin terkenal mengoton masjid yang suci agar diketahui oleh banyak orang. Meskipun ia dikenang dengan disertai laknat dan cacian, namun keinginannya yang kuat untuk menjadi terkenal memoles cacian tadi sebagai sesuatu yang baik dalam pandangannya.

 

Wahai manusia malang yang tercipta untuk alam abadi dan terlena dengan alam fana ini! Perhatikan dan camkanlah ayat al-Quran yang berbunyi:

 

“Bumi dan langit tidak menangisi mereka.” (ad-Dukhan [44]: 29)

 

Renungkanlah maksudnya. Dengan jelas ia menegaskan bahwa langit dan bumi yang mempunyai hubungan dengan manusia tidak menangisi jenazah kaum yang sesat ketika mereka mati. Artinya, ia ridho dengan kepergian mereka dan merasa senang dengan kematian mereka. Secara implisit ia juga mengisyaratkan bahwa langit dan bumi menangisi jenazah kaum yang mendapat petunjuk di saat mereka mat. la tidak ingin berpisah dengan mereka. Sebab, seluruh alam mempunyai hubungan dengan orang-orang mukmin dan ridho kepada mereka. Karena dengan keimanannya, mereka mengenal Tuhan Pemelihara alam semesta, maka mereka mencintai dan menghargai seluruh makhluk. Tidak seperti kaum yang sesat, yaitu justru memusuhi dan merendahkan seluruh makhluk.

 

Wahai manusia, renungkanlah! Mau tidak mau engkau akan mati. Jika engkau mengikuti nafsu dan setan, maka seluruh orang di sekitarmu, termasuk karib kerabatmu, akan senang dengan kepergianmu karena selamat dari kejahatanmu. Sebaliknya jika engkau berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk serta mengikuti semua perintah al-Quran dan sunnah Nabi, seluruh langit dan bumi akan bersedih dan menangisi kepergianmu. Dengan kesedihan dan ungkapan bela sungkawa tersebut, mereka bersama-sama mengiringimu menuju pintu kubur. Hal itu sekaligus sebagai pertanda bahwa engkau akan mendapat sambutan yang baik sesuai dengan kedudukanmu di alam baka nanti.

 

ISYARAT KETIGABELAS

 

Isyarat ini berisi tiga hal:

 

Pertama

 

Intrik setan yang paling hebat adalah ia menipu orang-orang yang berdada sempit dan berpikiran pendek dalam hal keimanan dengan berkata, “Bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa Dzat Yang Maha Tunggal dan Esa-lah yang mengatur seluruh urusan atom, bintang-gemintang, planet-planet, dan seluruh alam beserta segala kondisinya? Bagaimana mungkin hal yang aneh ini diyakini dan dibenarkan oleh kalbu? Serta bagaimana mungkin akal mengakuinya?” Hal ini sengaja diangkat oleh setan lewat titik kelemahan manusia untuk menimbulkan perasaan tidak percaya.

 

Maka dalam hal ini Allahu Akbar (Allah Maha Besar) merupakan jawaban hakiki yang bisa mengusir bisikan setan tersebut. la bisa membuatnya terdiam. Ya, kata Allahu Akbar yang diucapkan secara berulang kali dalam setiap syiar Islam akan mengusir tipu muslihat setan tadi. Sebab, dengan kapasitasnya yang lemah dan pikirannya yang terbatas, manusia hanya bisa melihat dan meyakini semua hakikat keimanan yang tak terbatas itu lewat cahaya Allahu Akbar. la juga akan bisa membenarkan semua hakikat itu dengan kekuatan Allahu Akbar, serta merasa tenang dalam rengkuhan Allahu Akbar. Dengan itu, ia bisa berkata kepada kalbunya yang sedang mendapat bisikan bahwa pengaturan urusan alam dan pengelolaannya dalam sebuah tatanan yang mengagumkan yang bisa disaksikan oleh mereka yang mempunyai penglihatan hanya bisa ditafsirkan lewat dua cara:

 

Pertama, ia adalah sesuatu yang mungkin terjadi sekaligus sebagai mukjizat yang luar biasa. Sebab, tanda-tanda yang mengagumkan semacam ini pastilah bersumber dan sebuah kreasi luar biasa dan lewat cara yang luar biasa pula. Yaitu bahwa semua entitas hanya tercipta lewat rububiyah Sang Maha Esa serta lewat kehendak dan kekuasaan-Nya. Ia menjadi bukti atas keberadaan Allah Ta’ala selaras dengan jumlah atom di dalamnya.

 

Kedua adalah jalan kekufuran dan kemusyrikan yang sukar dimengerti ditinjau dari semua sisi. Ia tidak logis dan bahkan mustahil. Sebab, setiap entitas yang terdapat di alam, bahkan setiap atom, diharuskan memiliki sifat ketuhanan yang mutlak, pengetahuan yang luas, dan kekuasaan yang Komprehensif dan tak terhingga. Hal itu agar goresan kreasi yang indah dan sempurna tampil dalam sebuah tatanan dan kerapian yang mengagumkan, serta dalam ukuran dan Karakter yang tepat. Itulah yang kami Katakan tak mungkin dan mustahil. Kami telah menjelaskan hal tersebut dengan dalil-dalil yang kuat pada al-Maktubat surat kedua puluh, kalimat bagian kedua puluh dua di al-Kalimat, serta pada beberapa risalah lainnya.

 

Kesimpulan

 

Seandainya rububiyah yang agung tidak layak untuk mengatur semua urusan, berarti yang berlaku adalah sesuatu yang tidak logis. Bahkan setan itu sendiri tidak sampai memaksa seseorang untuk masuk ke wilayah yang mustahil ini dengan melarikan diri dari keagungan dan Kebesaran-Nya yang layak dan pantas ada.

 

Kedua

 

Bisikan setan yang penting adalah membuat manusia tidak mengakui kesalahannya agar menutup jalur ampunan dan perlindungan serta membangkitkan rasa egoisme jiwanya untuk selalu membela diri dan merasa tidak bersalah.

 

Ya, jiwa manusia yang telah terkena bujukan setan tidak ingin melihat kesalahannya sendiri. Bahkan ketika kesalahannya terlihat, ia akan segera memberikan penafsiran yang beraneka ragam. Sehingga ia melihat diri dan amal perbuatannya dengan pandangan rela seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair, “Mata yang rela terhadap segala aib tidak bisa melihat secara tajam”. Karena itu, ia tidak bisa melihat aib. Sebagai akibatnya ia tidak mengakui kelalaiannya serta tidak memohon ampunan dan perlindungan Tuhan. Dengan begitu ia menjadi bahan tertawaan setan. Aneh sekali mengapa ia bisa percaya dan bersandar kepada nafsu al-ammarah bi as-su. Padahal al-Quran menjelaskan lewat lisan Nabi Yusuf as.

 

“Aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan. Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,” (Yusuf [12]: 53)

 

Siapa yang mencurigai nafsunya, ia akan melihat kesalahannya. Siapa yang mengakui kesalahannya akan segera beristigfar kepada Tuhannya. Siapa yang beristigfar, akan meminta perlindungan-Nya dari godaan setan yang terkutuk. Pada saat itulah ia selamat dari berbagai kejahatan. Merupakan sebuah kesalahan besar kalau manusia tidak melihat cacatnya. Juga, merupakan aib yang paling hebat kalau ia tidak mau mengakui kekurangannya. Orang yang mau melihat aib dan kesalahannya akan terhindar dari kesalahan tersebut. Sehingga ketika telah mengakui ia berhak mendapat ampunan.

 

Ketiga

 

Salah satu bisikan setan yang merusak kehidupan sosial manusia adalah sebagai berikut, “Sebuah kesalahan yang dilakukan oleh seorang mukmin bisa menutupi semua kebaikannya”. Mereka yang tidak adil yang mendengar tipu muslihat setan tersebut akan memusuhi seorang mukmin. Padahal ketika Allah menimbang seluruh amal perbuatan para hamba dengan timbangan-Nya yang agung dan keadilan-Nya yang mutlak di hari kebangkitan nanti Dia melihat pada beratnya kebaikan dan kejahatan yang ada. Bisa jadi dengan satu kebaikan saja Allah menghapuskan dosa yang banyak. Sebab melakukan kejahatan dan dosa sangat mudah dan fasilitasnya banyak.

 

Karena itu, interaksi dan bermuamalah di dunia ini mestinya mempergunakan semacam timbangan keadilan Ilahi di atas. Apabila kebaikan seseorang, dari segi Kuantitas dan Kualitas, lebih banyak daripada kejahatannya, maka ia layak dicintai dan dihormati Bahkan kejahatannya yang banyak itu bisa dimaafkan dan diampuni dengan melihat pada satu kebaikan yang mempunyai Kualitas istimewa. Namun, akibat bisikan setan dan akibat sifat zalim, manusia melupakan seratus kebaikan saudaranya yang mukmin hanya karena satu kesalahan yang dilakukannya. Akhirnya ia memusuhi saudaranya tersebut dan melakukan dosa. Sebagaimana Sayap nyamuk yang ada di depan mata bisa menghalangi peng. lihatan kita terhadap gunung yang besar demikian pula dengan rasa dengki. Ia bisa membuat kesalahan yang sebesar sayap nyamuk menutupi Kebaikan sebesar gunung. Ketika itu manusia akan melupakan kebaikan-kebaikan yang ada, mulai memusuhi saudaranya yang mukmin, serta menjadi alat penghancur bagi kehidupan sosial masyarakat mukmin.

 

Ada bisikan setan lainnya yang sama-sama merusak keselamatan berpikir seorang mukmin dan mengganggu Cara pandangnya terhadap berbagai hakikat keimanan. Yaitu setan berusaha menghapus ratusan bukti kuat di seputar hakikat keimanan lewat sebuah keraguan yang menjadi dalil pengingkarannya. Padahal ada sebuah Kaidah yang berbunyi, “Satu bukti yang kuat mengalahkan banyak penafian”. Keberadaan seorang saksi yang kuat dalam sebuah perkara bisa menjadi pegangan dan bisa mengalahkan seratus orang yang mengingkari dan menolaknya.

 

Kami akan menjelaskan hakikat di atas dengan contoh berikut:

 

Sebuah bangunan yang besar memiliki ratusan pintu yang terkunci. Bangunan tersebut baru bisa dimasuki dengan membuka salah satu pintu darinya. Dengan membuka pintu tersebut, pintu-pintu yang lain akan ikut terbuka. Dan bisa saja ada sebagian pintu yang masih tertutup dan tak dapat dimasuki. Hakikat keimanan Sama seperti bangunan besar tersebut. Setiap bukti yang kuat merupakan kunci yang membuka pintu tertentu. Tidak mungkin kita mengingkari dan berpaling dari hakikat keimanan tersebut hanya karena masih ada pintu yang tertutup di antara ratusan pintu yang terbuka. Namun, akibat kebodohan dan kelalaian sebagian manusia, setan masih bisa mempengaruhi mereka. Setan berkata pada mereka, “Bangunan ini tidak bisa dimasuki” seraya menunjuk pada salah satu pintu yang tertutup. Hal itu tidak lain untuk menggugurkan semua bukti nyata. Selanjutnya setan menipu mereka dengan berkata, “Istana ini tidak mungkin bisa dimasuki selamanya, bahkan ia bukan istana dan di dalamnya tidak ada apa-apa.”

 

Wahai manusia yang papa yang diuji dengan tipu daya setan! Jika engkau mengharapkan keselamatan dalam kehidupan beragama, kehidupan pribadi, dan kehidupan sosial, lalu engkau ingin berfikir sehat, kelurusan dalam memandang, dan kejernihan kalbu, maka timbanglah amal dan lintasan pikiranmu dengan timbangan al-Quran dan as-Sunnah. Jadikan al-Quran sebagai penuntunmu dan as-Sunnah sebagai pembimbingmu. Mintalah kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Kuasa dengan berucap, “Audzu billahi min asy syaithan ar-rajim” (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk).

 

Itulah tiga belas isyarat yang merupakan kunci pembuka benteng yang kokoh dan kuat dari surat terakhir al-Quran. la berisi permintaan perlindungan kepada Allah dari godaan setan terkutuk sekaligus keterangan rinci tentangnya. Karena itu, bukalah ia dengan kunci-kunci ini lalu masukilah. Pasti engkau akan mendapatkan kedamaian, ketenangan, dan keselamatan.

 

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang “Katakan, “Aku berlindung kepada Tuhan manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan setan biasa bersembunyi, yang memberikan bisikan ke dalam dada manusia, dari Golongan, jin dan manusia.”

 

“Maha Suci Engkau. Tiada yang kami ketahui kecuali apa yang Kau ajarkan pada kami. Sungguh Engkau Maha Mengetahui; dan, Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Ucapkanlah, “Aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhan dari godaan setan. Dan aku berlindung kepada-Mu wahai Tuhan dari kedatangan mereka kepadaku.” (al-Mukminun [23]: 97-98)

 

Penjelasan Mengenai Dua Persoalan

 

PERSOALAN PERTAMA

(Jawaban Terhadap Dua Pertanyaan)

 

Saudaraku yang mulia, tulus, dan setia, Ra’ fat.

 

Sesungguhnya jawaban terhadap pertanyaanmu di seputar ‘sapi jantan’ dan ‘ikan’ telah ada dalam beberapa risalah. Pada bagian ketiga dari Kalimat kedua puluh empat aku telah menjelaskan dua belas kaidah penting yang tercakup dalam dua belas hal pokok di seputar pertanyaan di atas. Kaidah-kaidah itu menjadi landasan yang penting untuk menolak semua keraguan dan tuduhan terhadap hadits-hadits Nabi SAW. Setiap kaidah menjadi formula yang tepat untuk menjelaskan berbagai interpretasi yang berbeda di seputar hadits Nabi SAW.

 

Wahai saudaraku, aku sedang disibukkan dengan lintasan lintasan kalbu. Sekarang ini aku berada dalam kondisi lain sehingga sayang sekali aku tidak begitu memperhatikan persoalan-persoalan ilmiah. Karena itu, aku tidak bisa memberikan jawaban yang memadai. Karena ketika Allah memberikan taufik serta membuka lintasan-lintasan kalbu tadi bagi kami, tentu aku akan sibuk dengannya. Pertanyaan-pertanyaan akan terjawab sesuai dengan apa yang terlintas dalam kalbu. Maka itu janganlah berkecil hati jikalau jawaban dari setiap pertanyaanmu tidak memadai, kali ini aku akan menjawab pertanyaan tersebut sebagai berikut:

 

Wahai saudaraku, dalam pertanyaan tersebut engkau mengutip pernyataan para ulama yang berpendapat bahwa bum) tegak di atas ‘ikan’ dan ‘sapi jantan’. Padahal dalam ilmu geografi, kita mengetahui bahwa bumi merupakan sebuah planet yang beredar di langit seperti planet lainnya. Jadi tidak ada ikan ataupun Sap! jantan.

 

Sebagai jawabannya, ada riwayat sahih berasal dari Ibny Abbas ra. yang berbunyi, “Rasul SAW. pernah ditanya, “Di atas apakah bumi ini tegak?’ Beliau menjawab ‘Di atas sapi jantan dan ikan’’. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu Kali Rasulullah menjawab di atas sapi jantan, sementara pada Kali yang lain menjawab di atas ikan. Hanya saja beberapa muhaddits (ahli hadits) merujukkan riwayat tersebut kepada cerita-cerita khurafat kuno yang berasal dari Ishrailiyyah. Terutama para ulama Bani Israil yang masuk Islam, mereka mengubah makna hadits di atas kepada makna lain yang sangat aneh dan asing. Mereka mengaktualisasikan hadits tersebut pada cerita-cerita tentang sapi jantan dan ikan yang mereka ketahui dari buku-buku kuno.

 

Di sini dengan sangat singkat aku akan menjelaskan tiga landasan dan tiga aspek sebagai jawaban atas pertanyaanmu.

 

Landasan Pertama

 

Setelah masuk Islam, sebagian dari ulama Bani Israil telah membawa berbagai informasi dan pengetahuan mereka sebelumnya ke dalam Islam. Sehingga informasi itu pun menjadi milik Islam atau menjadi salah satu bagian dari pengetahuan Islam. Padahal seperti yang kita ketahui, informasi-informasi yang ada di dalamnya mengandung berbagai kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut tentu saja kembali kepada mereka, bukan kepada Islam.

 

Landasan Kedua

 

Setiap Kali penggunaan kiasan dan perumpamaan berpindah dari kalangan khawas ke kalangan awam, yakni Ketika ia berpindah dari orang alim kepada orang yang bodoh, perumpamaan itupun dianggap sebagai hakikat nyata seiring dengan perjalanan waktu. Contohnya ketika aku masih kecil terjadi gerhana bulan. Ketika itu aku pun bertanya kepada ibu, “Apa yang terjadi dengan bulan?” ibu menjawab, “la ditelan oleh ular”, “Tetapi ia masih tampak sergahku. Kata ibu, “Ular yang terdapat di langit bening seperti kaca, sehingga apa yang ada di perutnya terlihat”. Kejadian tersebut seringkali kurenungkan. Dan aku bertanya kepada diri sendiri, “Mengapa cerita khurafat semacam ini bisa terucap oleh lisan ibuku yang arif dan serius?”

 

Namun ketika aku menelaah ilmu astronomi aku menyadari bahwa mereka yang mempunyai pendapat sama dengan ibuku itu telah menerima perumpamaan dan kiasan sebagai sebuah realitas nyata. Sebab para ahli ilmu astronomi mengkiaskan dua busur yang muncul akibat pertemuan daerah matahari dan daerah bulan sebagai dua ular besar yang mereka sebut dengan naga. Salah satu titik temu antara dua lingkaran tadi disebut kepala sementara yang satunya lagi disebut ekor. Ketika bulan mencapai kepala dan matahari mencapai ekor, bumi secara sempurna berada di tengah-tengah. Ketika itulah terjadi gerhana bulan, yaitu seolah-olah bulan masuk ke dalam mulut naga seperti perumpamaan orang-orang dulu.

 

Demikianlah, ketika perumpamaan ilmiah yang tinggi itu seiring dengan perjalanan waktu—diterima oleh orang-orang awam, ia berubah menjadi naga besar yang memakan bulan.

 

Hal yang serupa berlaku pada dua malaikat besar yang disebut dengan sapi jantan dan ikan. Dua nama tersebut diberikan kepada mereka sebagai bentuk permisalan yang sangat halus dan tinggi serta sebagai isyarat yang mempunyai maksud tertentu. Namun ketika isyarat yang halus tersebut berpindah dari lisan Nabi SAW. yang fasih ke lisan orang awam, seiring dengan perjalanan waktu, ia berubah menjadi sebuah hakikat yang nyata. Sehingga kedua malaikat tadi digambarkan dalam bentuk sapi jantan dan ikan besar.

 

Landasan Ketiga

 

Sebagaimana al-Quran al-Karim memiliki ayat-ayat mutasyabihat yang menjelaskan persoalan-persoalan samar dan mendalam kepada masyarakat awam dengan menggunakan perumpamaan dan kiasan, demikian pula hadis Nabi SAW. memiliki mutasyabihat yang menjelaskan berbagai hakikat yang luas lewat sesuatu yang dikenal oleh orang awam.

 

Contohnya seperti yang telah kami jelaskan dalam risalah, risalah lain. Yaitu ketika terdengar suara gema di majelis Rasul SAW. beliau berkata, “Ini adalah batu yang sejak tujuh puluh tahun menggelinding di neraka jahannam, sekarang ia telah sampai ke dasarnya”. Setelah beberapa saat, ada salah seorang yang datang dan berkata, “Seorang munafik bernama fulan yang kita kenal bersama yang berusia 70 tahun telah meninggal dunia”. Orang tersebut telah menginformasikan sebuah realitas nyata dari perumpamaan mendalam yang disebutkan oleh Rasul SAW.

 

Adapun terhadap pertanyaanmu, kami akan menjelaskannya dalam tiga aspek:

 

Pertama

 

Allah Ta’ala telah menetapkan empat malaikat agung di arasy dan di langit dengan tugas mengawasi kekuasaan rububiyah-Nya., Nama salah satu dari mereka adalah an-Nasr (burung rajawali) sementara yang lain bernama ats-Tsaur (sapi jantan).”

 

Adapun bumi sebagai saudara kandung langit dan sahabat setia planet telah diserahkan kepada dua malaikat pengawas untuk membawanya. Yang satu disebut sapi jantan, sedangkan yang lainnya disebut ikan. Hikmah penamaan kedua malaikat tersebut dengan dua nama di atas adalah karena bumi terdiri dari dua bagian: daratan dan lautan, yakni daerah yang kering dan daerah berair. Yang memakmurkan lautan atau air adalah ikan. Sementara yang memakmurkan daratan dan tanah adalah sapi jantan. Sebab, poros kehidupan manusia terletak pada bidang pertanian yang dikerjakan oleh sapi.

 

Jika demikian, kedua malaikat yang diserahi bumi itu merupakan pemimpin dan pengawasnya. Karena itu, dari satu sisi mereka memiliki keterkaitan, ikatan serta hubungan dengan kawanan ikan dan jenis sapi jantan. Wallahu a’lam, barangkali di alam malakut dan alam misal mereka tampak dalam bentuk ikan dan sapi jantan.

 

Isyarat terhadap adanya hubungan dan keterkaitan tersebut, serta tanda tentang keberadaan dua jenis makhluk bumi ditunjukan oleh sosok yang diberi kefasihan berbicara, Nabi SAW., lewat sabdanya, “Bumi tegak di atas sapi jantan dan ikan”. Beliau menerangkan hanya dengan satu kalimat singkat dan padat tentang sebuah hakikat yang sangat dalam dan memiliki masalah sepanjang satu lembar. Kedua

 

Apabila muncul pertanyaan, “Dengan apa negara bisa tegak?” Jawabannya adalah dengan pedang dan pena. Maksudnya, pemerintahan tersebut bersumber pada kekuatan pedang tentara beserta keberaniannya dan pada pena para pegawai beserta keadilan mereka.

 

Karena bumi merupakan tempat tinggal makhluk hidup sementara makhluk hidup yang paling utama adalah manusia, dan sebagian besar mereka mendiami pantai serta penghidupan mereka bergantung pada ikan, lalu sisanya bergantung pada pertanian yang terkait erat dengan peran sapi, maka seperti ungkapan pemerintah bisa tegak di atas pedang dan pena, bisa juga dikatakan bahwa bum; tegak di atas ikan dan sapi jantan. Sebab ketika sapi tidak bekerja dan ikan tidak lagi menghasilkan jutaan telur dalam satu waktu manusia tidak akan bisa hidup. Pada saat itu kehidupan akan menjadi goyah dan Sang Maha Pencipta Yang Maha Bijak akan menghancurkan bumi tersebut.

 

Demikianlah Rasul SAW. memberikan jawaban atag pertanyaan di atas dengan hikmah yang mulia dan mendalam serta hanya dengan dua kalimat yang bisa menjelaskan hakikat yang luas terkait dengan sejauh mana hubungan antara kehidupan manusia dan hewan. Beliau bersabda, “Bumi tegak di atas sapi dan ikan” Ketiga

 

Dalam pandangan para ahli astronomi Kuno, matahari berputar. Mereka menyebut setiap tiga puluh derajat matahari dengan zodiak. Jika dibuat garis-garis khayalan di antara bintang-bintang yang terdapat di zodiak tersebut akan terbentuk gambar yang kadangkala serupa dengan singa, timbangan, sapi, atau ikan. Karena itu, mereka menjelaskan zodiak-zodiak tadi dengan nama-nama tersebut.

 

Sementara ilmu astronomi modern berpendapat bahwa matahari tidak berputar di sekeliling bumi, tetapi sebaliknya bumilah yang berputar mengelilingi matahari. Artinya pekerjaan zodiak tadi tidak ada sehingga dengan demikian zodiak-zodiak yang tak bekerja itu memiliki daerah-daerah dengan ukuran yang lebih kecil dalam putaran tahunan bumi. Dengan Kata lain, zodiak atau rasi-rasi langit menjadi terlihat dalam putaran tahunan bumi. Maka itu pada setiap bulan bumi masuk ke dalam naungan salah satu zodiak tersebut dan berada dalam bayangannya. Jadi seolah-olah putaran tahunan bumi merupakan cermin yang menampilkan gambar zodiak-zodiak langit.

 

Atas dasar itulah seperti yang telah kami jelaskan, Rasul SAW. dalam satu waktu menjawab di atas sapi jantan tapi dalam waktu yang lain menjawab di atas ikan. Wajarlah jika lisan Nabi SAW. yang mengagumkan itu satu kali menjawab di atas sapi jantan. Hal itu menunjukkan kepada sebuah hakikat mendalam yang baru bisa dipahami beberapa abad kemudian. Sebab, ketika beliau ditanya, bumi sedang dalam bentuk seperti zodiak sapi. Sementara ketika sebulan sesudahnya ditanya dengan pertanyaan yang sama beliau menjawab di atas ikan. Sebab bumi ketika itu berada dalam bayangan zodiak ikan.

 

Demikianlah, dengan sabdanya, “Di atas sapi jantan dan ikan” beliau memberikan isyarat tentang sebuah hakikat agung yang akan tampak di masa kemudian. Dengan sabda tersebut beliau mengisyaratkan adanya gerakan perputaran bumi dan bahwa zodiak-zodiak langit yang sebenarnya adalah yang terdapat pada putaran tahunan bumi. Bumilah yang bekerja dan melanglang buana di zodiak-zodiak itu. Wallahu a’lam.

 

Adapun cerita-cerita seperti yang terdapat di beberapa buku-buku Islam di seputar sapi jantan dan ikan, bisa jadi hal itu berasal dari Israiliyyah, hanya merupakan perumpamaan, atau merupakan hasil interpretasi dari beberapa periwayat. Namun kemudian orang-orang yang tidak teliti menganggapnya sebagai hadits itu sendiri, serta menyandarkannya kepada Nabi SAW.

 

“Wahai Tuhan, janganlah Engkau hukum kami jika kami lalai dan berbuat salah.” (al-Baqarah [2]: 286)

 

“Maha Suci Engkau. Tidak ada yang kami ketahui kecuali yang Kau ajarkan pada kami. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui dan Maha Bijaksana.“ (al-Baqarah [2]: 32) ‘

 

Pertanyaan Kedua

 

Terkait Dengan Ahlul Aba (Mereka yang berada dalam agan surban Nabi SAW)

 

Wahai saudaraku!

 

Kami akan menyebutkan satu hikmah saja dari banyak hikmah yang terkandung dalam pertanyaanmu di seputar ahlul aba yang masih tak terjawab. Yaitu bahwa banyak sekali rahasia dan hikmah mengapa Rasul SAW. menyelimuti Ali, Fatimah, Hasan dan Husein dengan jubah nya yang sedang dipakai, seraya berdoa:

 

“Sesungguhnya Dia hendak menghilangkan dosa darimu, wahai Ahlul Bait, dan Dia hendak membersihkanmu sebersih-bersihnya,” (al-Ahzab [33]: 33)

 

Namun disini kami takkan masuk ke dalam berbagai rahasianya. Kami hanya akan menyebutkan salah satu hikmah yang terkait dengan misi kerasulan sebagai berikut: Melalui kenabian yang menembus alam gaib dan masa depan Rasul SAW. mengetahui bahwa sekitar tiga puluh atau empat puluh tahun kemudian akan terjadi berbagai fitnah besar di kalangan sahabat dan tabi’in, serta darah-darah yang suci akan ditumpahkan. Beliau menyaksikan bahwa tokoh yang paling menonjol di dalamnya adalah tiga orang yang berada dalam naungan serban Nabi SAW. tersebut. Maka itu, untuk menegaskan ketidakbersalahan mereka dalam pandangan umat, untuk menghibur Husein, untuk memperlihatkan kemuliaan, kedudukan, dan posisi Hasan yang telah berhasil menghapus fitnah besar dengan melakukan perdamaian, serta untuk menampakkan kesucian, kehormatan, dan kelayakan keturunan Fatimah atas gelar ahlul bait sebagai gelar yang mulia, untuk itu semua Rasul SAW. mengerudungi mereka berempat beserta dirinya sendiri dengan serban beliau sekaligus memberikan sebuah alamat mulia: ‘Lima orang yang berada di bawah serban (Alu al-aba al-khamsah)’.

 

Memang benar bahwa Imam Ali ra. merupakan khalifah bagi kaum muslimin. Tetapi karena darah yang tumpah begitu banyak, maka pernyataan ketidakbersalahannya merupakan sesuatu yang penting dalam tugas risalah. Karenanya, Rasul SAW. memberikan rekomendasi bahwa Ali terbebas dari kesalahan lewat cara semacam itu. Melalui pernyataan di atas beliau mengajak kaum Khawari dan orang-orang Umayyah yang melampaui batas yang mengkritik, menyalahkan dan mengatakan sesat terhadap Imam Ali untuk diam.

 

Ya, sikap keterlaluan kaum Khawarij dan pendukung Umayyah yang fanatis yang telah merampas hak Ali ra. sekaligus menyatakannya sebagai orang sesat, juga sikap melampaui batas yang ditunjukkan kaum Syiah dengan mencela Abu Bakar ra. dan Umar ra., di samping terjadinya musibah menyedihkan yang menimpa Husein ra., benar-benar sangat mengkhawatirkan bagi kaum muslimin. Maka, dengan doa dan serban tersebut Rasul SAW. membebaskan Ali dan Husein dari segala tanggung jawab dan tuntutan, menyelamatkan umatnya agar tidak memiliki prasangka buruk terhadap mereka, memberi ucapan selamat kepada Hasan ra. yang telah berbuat baik kepada umat dengan melakukan perdamaian, serta menginformasikan bahwa keturunan yang berasal dari Fatimah akan mendapat kemuliaan sekaligus Fatimah akan menjadi wanita terhormat ditinjau dari keturunannya, sebagaimana ucapan Ibu Maryam dalam firman-Nya:

 

“Aku meminta kepada-Mu agar melindunginya serta anak keturunannya dari setan yang terkutuk.” (Ali Imran [3]: 36)

 

“Ya Allah limpahkan salawat atas junjungan kami, Muhammad Saw., juga atas keluarganya yang batik, suci, dan mulia. Serta atas para sahabatnya yang merupakan sosok-sosok mujahid, mulia, dan istimewa!”

 

PERSOALAN KEDUA

 

Bagian ini berisi enam dari ribuan rahasia bismillahirrahmanirrahim

 

Catatan

 

Dari kejauhan tampak terlihat oleh akalku yang redup inj cahaya terang yang berasal dari cakrawala rahmat Allah yang terdapat dalam ungkapan basmalah. Maka, aku ingin menuliskan cahaya tersebut dalam bentuk catatan pribadiku. Aku berusaha menyerap cahaya yang cemerlang itu dengan cara melingkupinya dengan ‘pagar’ rahasia-rahasianya yang mendalam yang kira-kira berjumlah tiga puluh. Hanya saja sayang sekali sekarang ini aku belum diberi taufik untuk bisa menyelesaikannya secara sempurna sehingga yang ada baru enam rahasia.

 

Apabila ada ungkapan yang berbunyi, “Wahai manusia!” hal itu maksudnya adalah diriku. Meskipun pelajaran dalam bagian inj secara khusus tertuju kepada diriku sendiri. Namun sengaja ia diangkat ke permukaan dengan harapan bisa memberi manfaat bagi mereka yang mempunyai ikatan spiritual denganku serta bagi mereka yang jiwanya lebih hidup dan lebih perhatian ketimbang diriku. Pelajaran ini lebih banyak tertuju kepada kalbu daripada kepada akal. Lebih mengarah kepada perasaan daripada kepada dalil rasional.

 

la (Balqis) berkata, “Wahai para pembesar, aku telah menerima sebuah surat mulia. Surat tersebut berasal dari Sulaiman dan isinya adalah, “bismillahirrahmanirrahim” (an-Naml [27]: 29-30).

 

Dalam bagian ini, aku akan menyebutkan beberapa rahasia.

 

Rahasia Pertama

 

Ketika aku merenungkan kalimat basmalah, aku menyaksikan salah satu cahayanya dalam bentuk berikut:

 

Ada tiga stempel rububiyah (penciptaan dan pemeliharaan Allah) pada wajah alam semesta, pada garis-garis wajah bumi, serta pada bentuk tubuh manusia. Stempel-stempel itu saling berbaur sehingga yang satu menggambarkan yang lain.

 

Stempel Pertama

 

Stempel Uluhiyah Kubra (ketuhanan Allah yang agung) yang muncul dari adanya tolong-menolong, solidaritas, pelukan, dan keharmonisan pada seluruh bagian alam semesta. Kalimat Bismillah tertuju pada makna tersebut.

 

Stempel Kedua

 

Stempel Rahmaniyyah Kubra (kasih Allah yang Agung) yang muncul adanya kesamaan, Kesesuaian, keteraturan, keselarasan, kelembutan, dan rahmat-Nya dalam pendidikan dan pengaturan tumbuhan dan hewan pada bumi. Kalimat bismillahirrahman tertuju pada makna tersebut.

 

Stempel Ketiga

 

Stempel Rahimiyyah Ulya (Sayang Mulia Allah) yang muncul dari adanya kelembutan belas Ilahi, kehalusan kasih sayang-Nya, serta pancaran rahmat-Nya dalam substansi keseluruhan manusia seperti yang ditunjukkan oleh kata rahim pada ungkapan bismillahirrahmanirrahim.

 

Dengan demikian kalimat Bismillahirrahmanirrahim merupakan perlambang suci bagi tiga tanda keesaan Allah di atas. Bahkan ia membentuk sebuah garis bercahaya dalam kitab alam semesta, menorehkan tulisan yang bersinar terang dalam lembaran dunia, serta mencerminkan sebuah tali buhul yang kokoh antara Khalik dan makhluk. Dengan Kata lain, Kalimat bismillahirrahmanirrahim turun dari arasy di mana ujungnya bersambung dengan manusia yang merupakan ‘buah’ segala entitas dan ‘salinan’ miniatur alam. Dengan begitu, ia menghubungkan alas dengan arasy, serta menjadi jalan penopang bagi manusia untuk bisa naik menuju arasy kesempurnaannya. Rahasia Kedua

 

Al-Qur’an al-Karim senantiasa menjelaskan wujud keesaan Allah dalam manifestasi wahidiyah-Nya (ketunggalan-Nya) agar akal kita tidak bingung mengenai sifat wahidiyah Allah yang tampak pada pluralitas makhluk yang tak terhitung jumlahnya.

 

Agar menjadi jelas, saya akan memberikan contoh sebagai berikut:

 

Dengan sinarnya, matahari bisa menerangi segala sesuatu. Untuk melihat essensi matahari pada keseluruhan cahayanya dibutuhkan tinjauan yang luas dan pandangan yang komprehensif, karena itu dengan perantaraan pantulan cahayanya, matahari menampakkan diri pada semua benda yang transparan. Dengan kata lain, sesuai dengan penerimaannya, setiap kilau memperlihatkan tampilan matahari beserta sifat-sifatnya yang berupa cahaya dan panas dengan tujuan agar essensi matahari itu tidak terlupakan. Nah, sebagaimana setiap kilau matahari memperlihatkan seluruh sifatnya, maka sifat-sifat matahari tersebut—berupa panas, cahaya dan. tujuh wamanya juga menempel pada benda yang mendapat sinarnya.

 

Begitu juga, “Allah memiliki perumpamaan yang paling mulia”. Sebagaimana keesaan Allah dan shamad-Nya (tempat meminta) tampak pada segala sesuatu dengan segala nama-namaNya yang mulia—terutama pada makhluk hidup, dan terutama lagi pada cermin substansi manusia—demikian pula setiap nama Allah yang terkait dengan setiap entitas meliputi semua entitas tersebut dari sisi kesatuan dan wahidiyah-Nya.

 

Allah Ta’ala memperlihatkan stempel keesaan-Nya dalam wahidiyah-Nya agar akal manusia tidak bingung dalam wahidiyah dan hatinya tidak lupa terhadap Dzat Allah yang suci. Jadi, kalimat bismillahirrahmanirrahim menunjukkan dan menjelaskan tiga ikatan penting dari cap tadi.

 

Rahasia Ketiga

 

Sangat jelas bahwa rahmat Allah itulah yang memperindah seluruh alam. Rahmat Allahlah yang menyinari semua entitas yang terselubung oleh kegelapan. Dan Rahmat-Nya juga yang telah menumbuhkembangkan semua makhluk dalam kebutuhan mereka yang tidak terbatas. Dan Rahmat-Nya yang telah mengarahkan dan menggiring semua makhluk dari seluruh arah untuk mengabdi dan tunduk pada manusia. Bahkan rahmat Ilahi itu yang telah membuat mereka selalu berusaha membantu manusia sebagaimana bagian-bagian pohon mengarah pada buahnya. Rahmat Allahlah yang memakmurkan angkasa luas serta menghiasi alam yang kosong ini Rahmat Allah itu sendiri yang telah membuat manusia fana ini bisa kekal dan abadi sekaligus menjadikannya layak menerima arahan Tuhan alam semesta.

 

Wahai manusia, Karena rahmat Allah menjadi sesuatu yang dicintai serta mempunyai kekuatan, daya tarik, dan bantuan sedemikian rupa, hendaklah engkau selalu berpegang pada hakikat tersebut dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim. Berpegang pada hakikat tersebut dan selamatkan dirimu dari cengkeraman kesendirian dan kepedihan kebutuhan-kebutuhan yang tak terhingga. Dekatkanlah dirimu pada singgasana Sultan azali dan abadi serta jadilah mukhatab (lawan bicara) kekasih Sultan itu melalui kasih sayang, Syafaat dan sinar rahmat itu.

 

Ya, berkumpulnya seluruh entitas di seputar manusia termasuk dalam koridor hikmah yang telah digariskan Tuhan. Allah posisikan mereka sebagai makhluk yang memberikan bantuan kepada manusia guna memenuhi kebutuhannya. Hal ini pastilah bersumber dari salah satu dari dua kondisi berikut: pertama, setiap entitas itu mengetahui dan mengenal manusia sehingga mereka mematuhi dan berusaha melayaninya. Artinya, manusia yang betul-betul lemah ini memiliki kekuasaan memerintah yang absolut (Tentu saja hal ini sangat tidak logis dan sangat mustahil). Kedua, kerjasama dan bantuan mereka terwujud Karena adanya pengetahuan Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak yang tersembunyi di balik entitas tersebut. Artinya berbagai jenis entitas itu tidak mengenal manusia, melainkan hal itu membuktikan bahwa ada Dzat Yang Maha Mengetahui, Menyayangi, dan Mengenal kondisi manusia.

 

Karena itu wahai manusia, sadarlah! Bagaimana mungkin Tuhan Yang Maha Penyayang ini tidak mengenalimu, padahal Dia yang telah menggiring semua makhluk untuk membantu dan memenuhi hajat kebutuhannya? Karena Tuhan mengenalimu dan menginformasikan pengetahuan tersebut kepadamu lewat curahan rahmat-Nya, maka sudah sepantasnya kalau engkau berupaya, mengenali-Nya serta berusaha memperlihatkan pengenalanmu itu lewat penghormatan. Yakinlah bahwa hakikat rahmat Tuhan yang penuh dengan hikmah, pertolongan, pengetahuan, dan kekuasaan. itulah yang telah menjadikan seluruh entitas alam ini tunduk padamu. Padahal engkau merupakan makhluk yang lemah, papa kecil, fakir, dan fana.

 

Rahmat Allah yang agung dan luas itu tentu saja menuntut rasa syukur yang utuh dan penghormatan yang tulus darimu. Ucapkanlah bismillahirrahmanirrahim yang merupakan penerjemah dan perlambang bagi rasa syukur yang utuh dan penghormatan yang tulus itu. Jadikanlah ia sebagai sarana untuk mengantarmu mencapai rahmat Allah yang luas itu dan posisikan ia sebagai pemberi syafaat bagimu di hadapan Allah Yang Maha Pengasih.

 

Ya, eksistensi dan keberadaan rahmat Allah itu sejelas matahari. Karena, sebagaimana ‘tenunan induk’ yang terdapat di pusat berasal dar kesesuaian jalur benang dan keteraturan posisinya yang membentang dari seluruh arah, maka benang-benang pancaran cahaya yang berasal dari manifestasi seribu satu nama Tuhan yang membentang ke alam yang luas ini membentuk sebuah ‘tenunan’ yang sangat mengagumkan dan indah dalam koridor rahmat-Nya yang luas. Sehingga ia memperlihatkan kepada akal manusia stempel sifat sayang Allah yang sangat nyata, goresan belas kasihNya yang mengagumkan, serta lambang perhatian-Nya yang indah.

 

Ya, Dzat yang mengatur dan menata matahari, bulan, berbagai unsur alam, tembaga, tumbuh-tumbuhan, dan aneka macam hewan dengan seribu satu nama-Nya sehingga seolah-olah seperti benang-benang bercahaya, lalu kesemuanya itu disediakan untuk melayani kehidupan ini. Dzat yang memperlihatkan kasih sayang-Nya kepada seluruh makhluk lewat cinta kasih yang disemaikan di semua induk tumbuhan dan hewan kepada anak-anaknya, serta Dzat yang menampakkan manifestasi rahmat-Nya dan goresan rububiyah-Nya dengan menundukkan seluruh makhluk hidup untuk kehidupan manusia seraya menjelaskan posisi dan kedudukan manusia di tengah-tengah mereka adalah Dzat Yang Maha Penyayang dan Pemilik segala keindahan. Dialah yang menjadikan rahmat-Nya yang luas sebagai penolong di hadapan kekayaan-Nya yang mutlak. Seluruh makhluk dan manusia yang lemah ini membutuhkan rahmat tersebut.

 

Wahai manusia, apabila engkau betul-betul seorang manusia, ucapkanlah bismillahirrahmanirrahim agar engkau berhasil menemukan pemberi syafaat itu.

 

Jelas sekali, rahmat-Nyalah yang memelihara berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang berjumlah lebih dari empat ratus ribu macam. Rahmat Allah itu pula yang mengelola semuanya tanpa pernah bingung dan lalai pada waktu yang paling sesuai, dalam tatanan yang paling sempurna, dalam koridor hikmah yang paling utuh, serta lewat perhatian yang paling tepat. Sehingga pengelolaan dan pemeliharaan tersebut berposisi sebagai tanda dan atribut keesaan-Nya di bumi ini. Sebagaimana keberadaan rahmat tersebut sangat jelas seperti keberadaan seluruh entitas di permukaan bumi, demikian pula dalil-dalil keberadaannya sejumlah entitas yang ada.

 

Sebagaimana di permukaan bumi ini kita bisa menyaksikan tanda-tanda keesaan dan stempel rahmat-Nya, di dalam sosok pribadi manusia juga terdapat tanda rahmat-Nya. Tanda dan stempel tersebut sama jelasnya dengan yang tampak di permukaan bumi dan juga sama jelasnya dengan yang terdapat di dalam bentuk fisik seluruh makhluk. Bahkan tanda tersebut sangat komprehensif dan menyeluruh sehingga seperti titik sentrum yang menghimpun seluruh cahaya manifestasi nama-nama-Nya yang mulia.

 

Wahai manusia, bagaimana mungkin Dzat yang telah menganugerahkan wajahmu ini kepadamu dan menempatkan tanda rahmat dan stempel keesaan-Nya pada wajahmu membiarkanmu begitu saja, tidak mempedulikanmu, tidak memperhatikan amal perbuatan dan gerak-gerikmu? Atau, mungkinkah Dia menjadikan semua alam semesta yang mengabdi padamu sebagai sesuatu yang Sia-sia? Mungkinkah Dia membuat pohon penciptaan yang agung itu sebagai pohon yang tak berguna dan buahnya sebagai buah yang rusak? Mungkinkah Dia menempatkan rahmat-Nya yang Sangat jelas seperti jelasnya matahari itu dan meletakkan hikmah-Nya yang terang seperti terangnya cahaya sebagai sesuatu yang diingkari dan ditolak? Naudzubillah. Allah Maha Suci dari itu semua.

 

Wahai manusia, ketahuilah bahwa untuk mencapai arasy rahmat Ilahi diperlukan sebuah tangga. Tangga tersebut adalah bismillahirrahmanirrahim. Jika engkau ingin mengetahui sejauh mana urgensi, keagungan dan kedudukan tangga tersebut, lihatlah kepada permulaan surat-surat al-Quran yang semuanya berjumlah 114 surat, perhatikan permulaan setiap buku bernilai serta simaklah awa} setiap pekerjaan yang penuh berkah. Sehingga dalam hal ini pernyataan Imam Syafi’i dan para mujtahid besar semisalnya dianggap sebagai bukti kuat yang menunjukkan keagungan dan Ketinggian basmalah di mana mereka berkata, “Meskipun basmalah hanya satu ayat, tetapi ia turun dalam al-Quran sebanyak 114 Kali”.

 

Rahasia Keempat

 

Manifestasi wahidiyah Allah yang terdapat pada para makhluk-Nya yang tak terhingga tak bisa dijangkau sepenuhnya oleh mereka yang berucap, “Hanya kepada-Mu kami menyembah”, Akal pikiran mereka menjadi terbelah menyaksikan pluralitas tersebut. Karena itu, untuk memperhatikan Dzat Allah Yang Esa lewat keseluruhan makhluk seperti yang terdapat pada ungkapan, “Flanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” dibutuhkan keberadaan kalibu yang luas yang bisa menghimpun bumi.

 

Berdasarkan rahasia ini, sebagaimana secara jelas Allah SWT. menunjukkan stempel keesaan-Nya pada setiap bagian dan setiap detil, begitu juga Dia menunjukkan stempel keesaan-Nya dalam tanda Rahmantyah (belas kasih)-Nya untuk menunjukkan stempel keesaan-Nya pada setiap jenis makhluk dan perhatian manusia tertuju kepada Dzat Allah Yang Maha Esa. Agar setiap orang—pada setiap tingkatan mengucapkan, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” seraya secara langsung berkhitab sekaligus menghadapkan wajahnya kepada Dzat Allah Yang Maha Suci Demikianlah, untuk mengungkapkan rahasia besar ini, ketika al-Quran al-Karim membahas tentang penciptaan langit dan bumi, ja juga selalu menyebutkan wilayah dan hal-hal yang paling kecil dari para makhluk untuk menunjukkan tanda keesaan-Nya secara jelas. Misalnya, ketika al-Quran menjelaskan tanda-tanda penciptaan Langit dan bumi, ia kemudian berbicara tentang tanda-tanda penciptaan manusia beserta nikmat-Nya yang sempurna dalam hal suara dan ciri-ciri fisiknya. Hal itu dimaksudkan agar pikiran manusia tidak terbelah dalam menyaksikan cakrawala yang luas ini, agar kalbu mereka tidak tenggelam dalam jumlah besar yang tak terhingga, serta agar jiwa mereka bisa mencapai Tuhan Yang Maha Benar tanpa perantara.

 

Ayat al-Quran berikut menjelaskan hakikat tersebut secara menakjubkan:

 

“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan burnt serta perbedaan lisan (bahasa) dan warna kulit kalian.” (ar-Rum [30]: 22)

 

Demikianlah, meskipun tanda dan stempel wahidiyah Allah telah ditempatkan pada seluruh makhluk dengan jumlah yang tak terhingga, mulai dam yang paling luas sampai yang paling kecil, dalam wilayah-wilayah yang saling berpautan dan dalam tingkatan yang beraneka ragam, namun kejelasan stempel wahidiyah Allah itu bagaimanapun tampilannya tetap berada dalam pluralitas makhluk sehingga tidak bisa benar-benar memenuhi hakikat pernyataan, “Hanya kepada-Mu kami menyembah”. Oleh sebab itu, diperlukan tanda keesaan-Nya pada semua stempel wahidiyah tadi agar terbuka jalan bagi kalbu untuk bisa sampai kepada Dzat Allah Yang Maha Suci tanpa perlu ingat kepada jumlah yang besar.

 

Selanjutnya agar pandangan dan Kalbu manusia tertuju kepada tanda keesaan-Nya, maka di atas tanda keesaan-Nya tersebut ditempatkan cap rahmat dan stempel Kasih sayang-Nya yang merupakan goresan indah yang sangat menarik, secercah Cahaya terang yang sangat cemerlang, kenikmatan yang sangat tera, keindahan yang sangat apik, dan hakikat kokoh yang sangat kuat

 

Ya, kekuatan rahmat itulah yang menarik perhatian makhluk yang kemudian mengantarkannya kepada tanda keesaan day membuatnya bisa menyaksikan Dzat Yang Maha Esa dan Suci hingga, akhirnya manusia bisa menangkap seruan hakiki yang terdapat pada kalimat, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada. Mu kami meminta pertolongan”.

 

Begitulah, sebagai penjelasan dan ringkasan global dari surat al-Fatihah, kalimat bismillahirrahmanirrahim menjadi petunjuk dan penerjemah dari rahasia agung yang telah disebutkan. Siapa yang mampu menangkap ‘petunjuk’ tersebut, ia akan bisa melalang buana dalam berbagai lapisan rahmat-Nya. Serta, siapa yang mampu membuat ‘penerjemah’ tersebut berbicara, ia akan mengetahui berbagaj rahasia rahmat-Nya serta akan memahami dan menyaksikan cahaya kasih sayang-Nya.

 

Rahasia Kelima

 

Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dalam bentuk ar-Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih)”

 

Hadits ini oleh sebagian kalangan sufi ditafsirkan secara ‘aneh’, tidak sesuai dan tidak sejalan dengan kaidah-kaidah keimanan. Bahkan sebagian orang yang sedang tenggelam dalam cinta kepada Tuhan, melihat wajah maknawi manusia dengan pandangan sebagai bentuk rahman. Ketika mereka yang tenggelam dalam cinta kepada Tuhan itu sedang berada dalam kondisi tidak sadar, maka ucapan-ucapan mereka yang berseberangan dengan hakikat yang ada bisa jadi dimaafkan. Tetapi, orang-orang yang sadar tidak bisa terima makna-makna yang bertentangan dengan dasar-dasar keimanan dari sisi pemikiran. Jika ada seseorang yang menerimanya berarti ia telah jatuh ke dalam kesalahan.

 

Memang benar bahwa sebagaimana Dzat yang mengelola semua urusan alam dan mengatur semua persoalannya secara mudah seperti mengelola istana atau rumah, Dzat yang menggerakkan bintang-bintang dan benda-benda langit seperti atom dengan penuh hikmah dan sangat gampang, Dzat yang semua atom tunduk pada-Nya, bekerja sesuai perintah-Nya, dan patuh terhadap hukumNya, tidak memiliki sekutu, lawan dan sesuatu yang menyerupaiNya, begitu juga Dia tidak memiliki bentuk, tidak ada yang mirip dengan-Nya dan tidak ada yang menyerupai-Nya dengan rahasia ayat al-Quran:

 

 

Tidak ada yang serupa dengan-Nya, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat, (Asy-Syura [42]: 11)

 

Namun demikian, semua urusan-Nya, seluruh sifat-Nya, serta semua nama-nama-Nya harus dilihat dengan kacamata perumpamaan sesuai dengan kandungan ayat yang berbunyi:

 

Dia memiliki perumpamaan yang paling tinggi di langit dan di bumi. Dia Maha Mulia dan Maha Bijaksana. (ar-Ruum [30]: 27)

 

Artinya contoh dan perumpamaan tersebut dipakai dalam memperhatikan segala urusan-Nya.

 

Nah, hadis Nabi SAW. di atas memiliki maksud mulia yang sangat banyak. Di antaranya bahwa manusia tercipta dalam bentuk yang menampakkan manifestasi nama ar-Rahman secara utuh. Ya, pada rahasia-rahasia sebelumnya kami telah menjelaskan bahwa sebagaimana nama ar-Rahman tampak dari pancaran tampilan seribu satu nama Allah yang ada pada wajah alam semesta dan sebagaimana ar-Rahman terpampang dalam manifestasi rububiyahNya yang tak terhingga yang terdapat di bumi, maka demikian pula Allah Ta’ala memperlihatkan hal itu dengan ukuran miniatur Pada manusia, sementara yang Allah tampakkan di bumi dan di alan, bentuknya lebih luas dan lebih besar.

 

Dalam hadits Nabi SAW. di atas terdapat sebuah isyarat bahwa dalam diri manusia dan makhluk hidup lainnya ada berbaga, tampilan yang menunjukkan sifat kasih sayang Allah, la berposisi sebagai cermin yang memantulkan manifestasi Allah Ta’ala. Manusia menjadi bukti yang tegas dan jelas atas Allah Ta’ala. Ketegasan dan kejelasannya menyerupai cermin terang yang berisi gambar dan bayangan matahari. Sebagaimana cermin tadi bisa disebut mataharj sebagai isyarat bahwa ia sangat terang dan betul-betul menunjukkan keberadaan matahari, demikian pula kita bisa mengatakan—seperti yang telah disebutkan oleh hadis Nabi di atas—bahwa dalam din manusia terdapat gambaran ar-Rahman. Hal itu sebagai isyarat bahwa manusia benar-benar menunjukkan nama Ar-Rahman, bahwa ia sangat sesuai dengan nama-Nya itu, serta ia mempunyai ikatan yang kuat dengan-Nya. Atas dasar itulah penganut yang moderat dari paham Wahdatul wujud berkata, ‘Tidak ada yang eksis (maujud) kecuali Dia”.

 

Wahai Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dengan kebenaran bismillahirrahmanirrahiim, sayangilah kami sesuai dengan sifat kasih-Mu. Buatlah kami memahami berbagai rahasia bismillahirrahmanirrahim sesuai dengan sifat sayang-Mu.

 

Rahasia Keenam

 

Wahai manusia yang berkutat dalam kelemahan dan kepapahan, jika engkau ingin memahami rahmat Allah sebagai perantara yang paling agung dan pembela yang paling bisa diharapkan, ketahuilah bahwa rahmat tersebut merupakan perantara yang paling kuat untuk bisa sampai kepada Penguasa Yang Maha Agung bahwa bintang dan atom secara bersama-sama tunduk kepada-Nya sebagai prajurit yang patuh dalam satu keteraturan yang sempurna. Penguasa Yang Agung dan Mulia tersebut adalah Pemelihara alam semesta yang tak pernah meminta bantuan seluruh makhluk-Nya. Dia adalah Maha Kaya Mutlak yang sama sekali tidak pernah membutuhkan makhluk dan alam semesta dari aspek apapun.

 

Seluruh alam semesta di bawah perintah dan pengaturan-Nya, taat pada kebesaran dan keperkasaan-Nya, serta merendahkan diri pada keagungan-Nya.

 

Wahai manusia, rahmat tersebut bisa mengangkat derajatmu untuk sampai kepada Dzat Yang Kaya dan bisa membuatmu menjadi sahabat dekat Sang Penguasa Abadi Yang Agung itu. Bahkan ia bisa mengangkatmu kepada kedudukan hamba yang mendapat seruanNya yang agung serta menjadikanmu sebagai hamba yang dimuliakan dan dicintai oleh-Nya. Namun, sebagaimana engkau tidak akan sampai ke matahari karena engkau jauh darinya. Bahkan, bagaimanapun engkau takkan bisa mendekat kepadanya. Cahayanya hanya bisa memberikan tampilan dan gambaran matahari tersebut kepadamu lewat perantaraan cermin. Demikian pula, kita sangat jauh dari Dzat yang Maha Suci, Matahari azali dan Abadi, tidak bisa mendekati-Nya, tetapi cahaya rahmat Allah membuat Dia dekat kepada kita.

 

Wahai manusia, siapa yang berhasil mendapatkan rahmat tersebut berarti telah berhasil mendapatkan kekayaan besar yang tak habis. Adapun cara untuk sampai kepada kekayaan tersebut adalah mengikuti sunnah Rasul mulia yang merupakan contoh rahmat Allah yang paling bersinar, sosok yang paling mencerminkannya, lisan terfasih dalam menuturkan rahmat, dan orang termulia yang menyeru kepadanya serta disebut sebagai rahmatan lil-alamin (rahmat bagi alam semesta) oleh al-Quran. Cara untuk mencapai rahmat terwujud yang merupakan rahmatan lil-alamin adalah shalawat.

 

Ya, salawat kepada beliau bermakna rahmat. Mempersembahkan salawat kepada beliau berarti meminta rahmat untuk rahmat yang konkret dan hidup itu. la merupakan sarana untuk Sampai kepada sosok yang menjadi rahmat bagi alam semesta.

 

Wahai manusia, jadikanlah salawatmu kepada Nabi SAW. sebagai sarana untuk sampai Kepada beliau. Lalu berpeganglah padanya agar bisa mengantarkanmu menuju rahmat Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sesungguhnya doa dan salawat seluruh umat yang ditujukan kepada Rasul SAW. menegaskan betapa bernilainya rahmat tersebut, betapa pentingnya anugerah ilahi tersebut, serta betapa luas dan agungnya ia.

 

Kesimpulan

 

Penjaga pintu kekayaan rahmat Ilahi dan sosok termulia Yang menyeru kepadanya adalah Rasul SAW. Selain itu, kunci tertinggi bagi kekayaan tersebut adalah bismillahirrahmanirrahim, dan pembuka paling lembut adalah salawat atas Rasul SAW.

 

Ya Allah, dengan kebenaran rahasia bismillahirrahmanirrahim, limpahkanlah salawat atas sosok yang Kau utus sebagai rahmat bag; alam semesta sebagaimana hal itu sesuai dengan rahmat-Mu dan kemuliaannya. Juga atas keluarga dan seluruh sahabatnya. Kasihilah kami dengan kasih yang membuat kami tak membutuhkan belas kasih selain-Mu. Amin.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahut kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Bagian ini berisi daftar isi seluruh Risalah Nur: al-Kalimat, al-Maktubat, dan al-Lama’at yaitu sampai ke lam’ah (Cahaya) empat belas. Karena setiap bagian mempunyai daftar isi sendiri, maka bagian ini tak dituliskan di sini.

 

Saudaraku-saudaraku yang mulia dan tulus: Sabn, Hafidz Ali, Mas’ud, para Mustafa, Husrev, Ra’fat, Bekir Bey, Rusydi, para Luthfi, al-hafidz Ahmad, Syaikh Mustafa dan yang lainnya.

 

Ada keinginan dalam kalbuku untuk menjelaskan secara singkat kepada kalian semua empat pertanyaan yang sederhana tetapi penting. Empat pertanyaan itulah yang seringkali muncul. Aku akan menerangkan hal tersebut untuk diketahui dan ditelaah.

 

PERTANYAAN PERTAMA

 

Salah seorang saudara kita, yaitu Caprazzade Abdullah Afandi, juga beberapa orang lainnya memberitahukan bahwa menurut para ahli kasyaf, pada bulan Ramadhan yang lalu golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah mendapatkan kabar gembira dan kemenangan serta mereka dijauhkan dari bencana. Namun kenyataannya tidak demikian.

 

Maka itu, mereka kemudian bertanya kepadaku, ‘Mengapa para wali dan ahli kasyaf tersebut menginformasikan sesuatu yang ternyata tidak sesuai dengan realita?’

 

Akupun segera memberikan jawaban ringkas kepada mereka sesuai dengan apa yang terbesit dalam kalbu. Yaitu:

 

Ada sebuah hadits Nabi SAW. yang maknanya berbunyi, ‘Ketika musibah datang, ia disambut oleh sedekah. Yang kemudian menolaknya’.

 

Dari hadits di atas tampak jelas bahwa ketika takdir yang berasal dari alam gaib akan datang, ia terikat dengan beberapa syarat. Hal itu tidak terjadi jika syaratnya tidak terpenuhi. Dengan demikian, seluruh takdir yang terlihat oleh para wali kasyaf itu sebenarnya tidak bersifat mutlak, tetapi takdir yang terikat oleh beberapa syarat. Ketika syarat-syaratnya tidak ada maka peristiwa, nya juga tidak terjadi. Sebab peristiwa tersebut ibarat waktu kejadian yang tergantung. Ia telah ditulis dalam “lembaran penghapusan dan penetapan” yang merupakan salah satu jenis catatan lembaran azali. Jarang sekali kasyaf seorang makhluk bisa menyingkap lembaran azali tadi. Bahkan sebagian besar tidak bisa naik sampai ke sana.

 

Atas dasar itulah, berita-berita yang muncul di seputar bulan Ramadan, di seputar hari Raya Idul Adha, dan waktu-waktu yang lainnya, bisa jadi tidak disertai oleh syarat-syarat yang terkait dengannya. Karena itu, ia tidak muncul sebagai realitas. Mereka yang memberitakannya tidaklah berbohong. Sebab, peristiwa-peristiwa tersebut telah ditetapkan, namun tidak terjadi sebelum syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

 

Memang benar bahwa doa tulus yang dipanjatkan oleh kaum ahli sunnah wal jamaah untuk penghapusan bid’ah pada bulan Ramadhan merupakan syarat dan sebab yang penting. Namun Sayang sekali Karena pada bulan penuh berkah itu perbuatan bid’ah telah masuk ke masjid-masjid sehingga membuat permohonan tadi tidak dikabulkan. Akibatnya, tidak tercapai kelapangan. Sebab, sebagaimana sedekah bisa menolak musibah seperti yang ditunjukkan oleh hadits di atas, doa yang tulus dari banyak orang juga bisa mendatangkan kelapangan umum. Namun, Karena daya tarik doa itu belum terwujud, sehingga kelapangan juga belum diberikan.

 

PERTANYAAN KEDUA

 

Ketika seharusnya ada usaha dan upaya untuk menghadapi kondisi politik yang sedang bergejolak pada dua bulan ini, di mana upaya tersebut kemungkinan besar akan melapangkan dan juga akan menyenangkan saudara-saudaraku, namun justru tidak memperdulikan kondisi yang ada. Bahkan aku melakukan yang sebaliknya. Aku justru berpikir bagaimana cara memperbaiki ahli dunia yang telah menyulitkan hidupku itu. Karenanya, sebagian orang menjadi sangat bingung dengan tindakanku. Mereka bertanya, ‘Politik yang dilakukan oleh pembuat bid’ah dan kawanan tokoh munafik tersebut jelas-jelas berseberangan dengan Anda. Tetapi mengapa Anda tidak menyerangnya?’

 

Ringkasan Jawabanku

 

Bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum muslimin adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Solusi satu-satunya untuk memperbaiki kalbu dan menyelamatkan iman adalah adanya cahaya dan bagaimana memperlihatkan cahaya tersebut. Jika bergerak dengan pentung politik dan mendapat Kemenangan, maka hal itu menurunkan kaum kafir tersebut kepada tingkat munafik. Dan sebagaimana kita ketahui orang munafik lebih berbahaya dan lebih rusak daripada orang Kafir. Jadi, pada saat sekarang ini “pentung” tidak akan bisa memperbaiki kalbu. Ketika itu kekufuran masuk dalam relung Kalbu, lalu bersembunyi di sana, dan berubah menjadi sifat nifak.

 

Selain itu, orang lemah seperti aku tak mungkin mempergunakan cahaya dan “pentung” secara sekaligus. Karenanya, aku hanya bisa berpegang pada cahaya (jalan dakwah) sekuat tenaga dan harus berpaling dari pentung politk dalam bentuk apapun. Adapun jihad fisik tidak serta merta bergantung pada kami. Memang benar bahwa pentung (kekerasan) harus dipakai ketika orang kafir atau orang yang murtad sudah bertindak melampaui batas. Namun, kami hanya memiuliki dua tangan. Bahkan seandainya kami memiliki seratus tangan, hal itu hanya cukup untuk cahaya. Kami tak mempunyai tangan lain untuk memegang pentung.

 

PERTANYAAN KETIGA

 

Serangan negara asing, seperti Inggris dan Italia, terhadap pemerintah pada saat sekarang ini telah menyebabkan munculnya semangat keislaman yang merupakan pilar hakiki dan sumber kekuatan moral bagi beberapa pemerintahan yang sejak lama. Selain itu ia akan menjadi sarana untuk membangkitkan syiar-syiar Islam Buna melawan berbagai bid’ah. Anehnya, mengapa Anda sangat menentang peperangan tersebut dan memohon kepada Allah agar konflik yang ada bisa terselesaikan secara damai dan aman? Dengan begitu Anda telah berpihak pada pemerintah yang dipimpin oleh para pembuat bid’ah. Bukankah tindakan tersebut merupakan bentuk loyalitas kepada berbagai bid’ah?!

 

Jawaban dari pertanyaan di atas adalah sebagai berikut: Kam, memang meminta jalan keluar, kelapangan, dan Kemenangan kepada Allah. Tetapi bukan lewat pedang orang-orang Kafir. Bahkan kami berharap semoga pedang-pedang itu menghancurkan mereka, Kami tidak membutuhkan dan tidak mengharapkan keuntungan dari kekuatan mereka. Sebab, orang-orang asing itulah yang telah menggiring para munafik untuk menyerang kaum beriman. Mereka pula yang mendidik para zindik tersebut.

 

Adapun musibah peperangan merupakan sesuatu yang sangat membahayakan pengabdian kami terhadap al-Quran. Sebab, usia sebagian besar saudara-saudara kami yang aktif bekerja dan berkorban tidak lebih dari empat puluh lima tahun. Mereka terpaksa pergi berperang meninggalkan pengabdian suci terhadap al-Quran. Seandainya aku mempunyai cukup uang, dengan sangat ridho akan ku keluarkan demi menyelamatkan mereka. Bahkan walaupun gantinya sebesar seribu lira. Bergabungnya saudara-saudara kami dalam ketentaraan, dan keikutsertaan mereka dalam jihad fisik merupakan kerugian besar bagi pengabdian kami. Aku merasa ia setara dengan lebih dari seratus ribu lira. Bahkan bergabungnya Zekai ke dalam wamil selama Kurang lebih dua tahun menyebabkan kami kehilangan lebih dan seribu lira diukur dari sisi maknawi.

 

Namun demikian, Allah Dzat Yang Maha Kuasa dan Agung Yang membersihkan wajah langit yang berawan dan menampakkan matahari yang terang juga sangat mampu untuk menghilangkan “awan hitam” yang gelap, serta sangat mampu untuk menampakkan berbagai hakikat syariah-Nya—seperti matahari yang bersinar secara mudah. Kami mengharapkan hal ini dari rahmat-Nya yang luas. Kami memohon kepada-Nya agar hal itu tidak dibayar dengan harga mahal. Juga agar kepala para pimpinan itu diberi akal dan Kalbu mereka diberi iman. Inilah yang Kami minta. Ketika ia terwujud, semua urusan akan menjadi stabil dan lurus.

 

PERTANYAAN KEEMPAT

 

Mereka bertanya, ‘Selama di tangan Anda ada cahaya, bukan “pentung”, maka tidak bisa dilawan dengan cahaya tersebut, tidak bisa lari darinya dan tidak menimbulkan bahaya ketika disampaikan. Jika demikian, mengapa Anda masih menyuruh teman-teman Anda untuk bersikap waspada dan melarang mereka untuk menunjukkan Risalah Nur kepada seluruh orang?’

 

Jawaban dari pertanyaan diatas secara singkat adalah sebagai berikut:

 

Kepala para pemimpin sedang linglung. Mereka tidak membaca. Ketika membaca, mereka tidak bisa memahami. Akhirnya mereka akan menginterpretasikannya kepada makna yang salah, lalu mereka menentang, dan menyerang. Maka itu, agar terhindar dari serangan tersebut kami tidak boleh menyebarluaskan Risalah Nur kepada mereka sampai mereka kembali sadar.

 

Selanjutnya ada banyak orang yang rusak hati nuraninya yang mengingkari cahaya dan menutup mata terhadapnya akibat dendam, ketakutan atau tamak mereka. Oleh karena itu, aku menasihatkan saudara-saudaraku untuk bersikap waspada dan jangan berikan hakikat-hakikat ini kepada orang-orang yang tidak layak serta tidak boleh melakukan sesuatu yang membuat mereka curiga.”

 

PENUTUP

 

Hari ini, aku menerima sebuah surat dari Ra’fat. Sehubungan dengan pertanyaannya di seputar janggut Nabi SAW., aky menegaskan bahwa ada sebuah hadits yang mengatakan bahwa jumlah rambut yang jatuh dari janggut beliau sangat terbatas jumlahnya sedikit, yaitu sekitar empat puluh sampai lima puluh Artinya, tidak lebih dari lima puluh dan enam puluh rambut. Tetap; keberadaan rambut beliau di ribuan tempat kemudian membuatku, berpikir dan merenung. Lalu ketika itu terlintas dalam pikiranku, hal sebagai berikut:

 

Rambut janggut beliau yang sekarang ini ada di setiap tempat bukan rambut janggut beliau semata, tetapi bisa jadi termasuk rambut kepala beliau. Sebab, para sahabat yang tidak pernah menyia-nyiakan apa pun yang berasal dari beliau telah menjaga rambut-rambut yang bersinar, penuh berkah, dan kekal itu. Rambut. rambut tersebut berjumlah lebih dari seribu. Inilah yang mungkin ada sekarang.

 

Terlintas pula dalam pikiranku, apakah rambut yang ada di setiap masjid seperti terdapat dalam hadits sahih juga merupakan rambut beliau sehingga kunjungan kita kepadanya merupakan sesuatu yang maqbul?

 

Tiba-tiba terbesit dalam benakku bahwa dorongan untuk mengunjungi rambut-rambut tersebut hanyalah merupakan perantara semata. la adalah sarana yang menyebabkan kita mengirimkan salawat kepada Rasul SAW. Serta merupakan sumbu cinta dan penghormatan kita kepada beliau. Karena itu, jangan terfokus kepada sarananya semata. Tetapi posisikan ia sebagai sarana. Sehingga kalaupun maksudnya bukan rambut beliau yang hakiki, ia tetap berfungsi sebagai sarana. Jadi rambut tersebut merupakan sarana dan perantara untuk menghormati, mencintai, dan mengirimkan salawat kepada beliau. Dengan demikian, tidak perlu ada sanad kuat untuk memastikan dan menentukan keberadaan rambut tersebut. Yang penting tidak ada dalil kuat yang bertentangan dengannya. Sebab, apa yang diterima oleh orang-orang, serta apa yang direspon dan diridhoi oleh umat sudah menjadi sejenis dalil. Bahkan meskipun ada sebagian orang yang keberatan dengan hal tersebut, entah karena ketakwaan mereka ataupun karena kehati-hatian mereka, keberatan tersebut hanya tertuju pada rambut-rambut tertentu saja. Meskipun mereka katakan bid’ah, maka ia termasuk ke dalam bid’ah hasanah (baik), sebab menjadi sarana untuk persalawat kepada Rasul SAW.

 

Dalam surat tersebut, Ra’fat berkata bahwa masalah ini telah menjadi bahan perdebatan di antara saudara-saudara. Maka aku mewasiatkan kepada saudara-saudara semua untuk tidak berdebat dalam sesuatu yang bisa menyebabkan timbulnya perpecahan. Yang wajib mereka lakukan adalah belajar berdiskusi tanpa disertai perselisihan dan dalam kerangka tukar pikiran.

 

Saudara-saudaraku yang mulia yang berasal dari Senirkent: Ibrahim, Syukri, Hafidz Bekir, Hafidz Husein, dan Hafidz Rajab.

 

Tiga persoalan yang kalian kirimkan lewat Hafidz Taufiq sudah sejak lama dibantah oleh para atheis:

 

Pertama, makna lahiriah dani firman Allah:

 

apabila din (Dzulqarnain) telah sampai ke tempat terbenam matahari, ia mendapati matahari tersebut terbenam pada air yang keruh, (al-Kahfi [18]: 86)

 

adalah bahwa Dzulqarnain telah melihat terbenamnya, matahari di sumber air yang keruh dan hangat.

 

Kedua, di mana letak dinding Dzulqarnain?

 

Ketiga, tentang turunnya Nabi Isa as., serta bagaimana la membynuh Dajjal di akhir zaman nanti.

 

Jawaban atas berbagai persoalan di atas cukup Panjang Namun kami akan menjelaskannya secara singkat sebagai berikut.

 

Ayat-ayat al-Quran tersusun dalam gaya bahasa Arab dan dengan bentuk lahiriah yang bisa dipahami oleh manusia pada umumnya. Karena itu, banyak sekali persoalan yang dipaparkan lewat permisalan dan kiasan. Demikianlah, maksud dari firman Allah yang berbunyi “matahari tersebut terbenam di air yang keruh” adalah bahwa Dzulqarnain telah menyaksikan matahari terbenam di suatu tempat yang menyerupai mata air yang keruh dan hangat di pantai Laut Barat. Atau, ia menyaksikan terbenamnya matahari di mata air gunung vulkanik yang berapi dan berasap.

 

Dengan kata lain, secara lahiriah, Dzulqarnain menyaksikan terbenamnya matahari di pantai Laut Barat dan di salah satu bagian darinya yang dari jauh tampak seperti kubangan air yang luas. Jadi, ia menyaksikan matahari tersebut terbenam dari balik uap tebal yang naik dari air yang berada di pantai Laut Barat disebabkan oleh hawa panas matahari musim kemarau. Atau, Dzulqarnain menyaksikan matahari itu tertutup oleh mata air yang menyembur di atas puncak gunung berapi yang menumpahkan lava bercampur tanah, batu, dan barang tambang cair.

 

Dengan kalimat di atas, al-Quran ingin menunjukkan banyak hal: Pertama, perjalanan Dzulqarnain ke daerah Barat, di waktu yang sangat panas, ke wilayah yang berair, searah dengan terbenamnya matahari, dan pada saat meletusnya gunung berapi, semua itu dimaksudkan oleh al-Qur’an untuk menunjukkan berbagai persoalan yang penuh dengan pelajaran. Di antaranya adalah pendudukan Dzulqarnain atas Afrika.

 

Seperti yang kita ketahui, gerakan matahari adalah gerakan yang bisa terlihat secara Jahiri. la menjadi petunjuk terhadap adanya gerakan bumi yang tersembunyi dan tak terasa sekaligus memberitakan tentang adanya gerakan tersebut. Jadi yang dituju di sini bukan hakikat terbenamnya matahari.”

 

Selanjutnya kata “mata air” adalah kiasan. Sebab, laut luas yang, terlihat dari jauh itu seperti telaga kecil. Maka, menyerupakan laut yang terlihat dari balik uap yang berasal dari genangan air dan disertai hawa panas dengan mata air yang keruh mengandung rahasia mendalam dan kaitan yang sangat kuat.

 

Sebagaimana terbenamnya matahari dari jauh bagi Dzulqarnain tampak seperti itu, maka ungkapan al-Quran yang turun dari arasy-Nya yang agung tersebut sangat sesuai dan sangat cocok dengan keagungan dan kemuliaan-Nya. Di situ disebutkan bahwa matahari yang berposisi sebagai penerang tempat jamuan Tuhan bersembunyi di balik ‘mata’ Ilahi yang berupa Laut Barat sekaligus dengan gaya bahasanya yang mengagumkan ditegaskan bahwa laut adalah ‘mata air’ panas. Demikianlah kondisi laut terlihat bagi ‘mata-mata langit’.

 

Kesimpulan

 

Penyebutan Laut Barat dengan air yang keruh hanya berlaku bagi Dzulqarnain yang dari jauh ia melihat laut tersebut seperti sumber mata air. Adapun pandangan al-Quran yang dekat dengan segala sesuatu, ia tidak melihatnya dalam perspektif Dzulqarnain yang penglihatannya telah tertipu. Tetapi, karena al-Quran turun dari langit sekaligus melihatnya, serta karena ia menyaksikan bumi sebagai lapangan, istana, atau kadangkala sebagai hamparan, maka penggunaan kata ‘mata air’ untuk lautan luas tersebut, yaitu Lautan Atlantik, yang tertutup oleh uap adalah untuk menjelaskan ketinggian, kemuliaan, dan keagungannya.

 

Persoalan Kedua

 

Di mana letak dinding Dzulqarnain? Dan siapa itu Ya’juj dan Ma’juj?

 

Sebagai jawabannya, dulu aku pernah menulis risalah di seputar hal ini. Ketika itu, aku mengetengahkan argumen yang kuat Namun, sekarang aku tidak lagi mempunyai risalah tersebut dan aku pun sudah tak mampu lagi mengingatnya secara utuh. Selain itu, persoalan ini juga telah sedikit disinggung dalam sub ketiga dari kalimat ke-24 dalam buku al-Kalimat. Karenanya, secara sangat singkat, di sini kami akan menjelaskan dua atau tiga hal yang mengacu kepada persoalan tersebut. Yaitu:

 

Berdasarkan penjelasan para peneliti serta dengan melihat nama sejumlah raja Yaman yang selalu dimulai dengan kata Dzul, maka yang dimaksud dengan Dzulqarnain di sini bukanlah Iskandar ar-Rumi yang berasal dari Macedonia. Tetapi ia merupakan salah satu raja Yaman yang hidup semasa dengan Nabi Ibrahim as. dan telah menerima pelajaran dari Nabi Khidir as. Sedangkan Iskandar dari Romawi hidup tiga ratus tahun sebelum masehi dan belajar pada Aristoteles.

 

Sejarah manusia mampu menembus secara teratur sampai tiga ribu tahun yang lalu. Tinjauan sejarah yang terbatas ini tidak mampu menetapkan secara tepat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum masa Ibrahim as. Berbagai peristiwa tersebut bisa jadi disebutkan dalam kondisi bercampur dengan khurafat, atau sebagai penolakan, atau ia hanya dipaparkan secara sangat singkat.

 

Adapun faktor penyebab yang membuat nama Dzulqamain selalu diidentikkan dengan Iskandar di atas dalam berbagai kitab tafsir dikarenakan salah satu nama Dzulqarnain adalah Iskandar. Dialah Iskandar agung dan Iskandar Kuno. Atau juga alasannya karena al-Qur’an ketika menyebutkan sebuah peristiwa parsial, ia menyebutkannya sebagai bagian dari berbagai peristiwa yang bersifat umum. Iskandar Agung yang merupakan Dzulqarnain, sebagaimana lewat petunjuk kenabian telah membuat tembok Cina yang terkenal sebagai pembatas antara kaum penganiaya dan kaum yang teraniaya sekaligus untuk membendung invasi mereka, maka para pemimpin besar lainnya seperti Iskandar dari Romawi dan raja-raja kuat lainnya telah mengikuti langkah Dzulqarnain dani sisi fisik dan materi. Sementara beberapa nabi dan wali yang merupakan pemimpin spiritual bagi umat manusia mengikut jejak beliau dari sisi spiritual dan pengajaran. Mereka mendirikan berbagai dinding pembatas di antara pegunungan sebagai salah satu sarana penting untuk menyelamatkan orang-orang yang teraniaya dari kejahatan manusia Zalim. Mereka juga membangun benteng-benteng di puncak pegunungan. Lalu benteng tersebut mereka perkuat dengan kekuatan mereka atau dengan berbagai instruksi, pengarahan, dan perencanaan. Bahkan mereka juga membangun pagar-pagar di sekitar kota, benteng, dan di tengah-tengah kota. Hingga pada akhirnya mereka juga memakai fasilitas lain berupa artileri berat dan sejenis mobil lapis baja.

 

Dinding yang dibangun oleh Dzulqarnain merupakan dinding paling terkenal di dunia. Panjang dinding yang disebut Tembok Cina sejarak perjalanan beberapa han. Dinding tersebut dibangun untuk menahan serangan bangsa-bangsa jahat yang oleh al-Qur’an diberi nama Ya’juj dan Ma’juj. Sementara sejarah menyebut mereka dengan Bangsa Mongol dan Manchu yang selalu merusak peradaban umat manusia. Mereka muncul dan balik Pegunungan Himalaya. Lalu mereka membinasakan rakyat jelata serta merusak berbagai negeri baik yang ada di Barat maupun di Timur. Maka, keberadaan dinding yang dibangun di antara dua rangkaian pegunungan Himalaya menjadi penahan serangan kaum yang buas itu sekaligus menjadi penghalang dari serangan yang seringkali mereka lakukan terhadap bangsa yang teraniaya di China dan India. Sebagaimana Dzulqarnain membangun dinding tersebut, banyak pula dinding-dinding lainnya yang dibangun atas keinginan para penguasa Iran Kuno di pegunungan Kaukasus di celah sempit untuk berlindung dari perampasan, pendudukan, dan invasi Bangsa Tatar. Dan masih banyak sekali dinding-dinding pembatas semacam itu.

 

Karena al-Qur’an berbicara kepada seluruh umat manusia, maka ia secara tegas menyebutkan satu peristiwa yang dengan itu ia mengingatkan pada berbagai peristiwa serupa Iainnya. Dilihat dari perspektif ini, banyak sekali riwayat dan komentar para ahli tafsir di seputar dinding, Ya’juj dan Ma’juj.

 

Kemudian al-Qur’an berpindah dari satu peristiwa kepada peristiwa lainnya yang jauh karena melihat pada adanya korelasi, dan keterkaitan konteks pembicaraan. Sehingga orang yang tidak mengetahui adanya korelasi tersebut akan menduga bahwa masa terjadinya dua peristiwa tersebut berdekatan. Demikianlah, ketika al-Qur’an menceritakan tentang kedatangan hari kiamat setelah hancurnya dinding pembatas tersebut, hal itu bukan karena jangka waktu antara dua peristiwa di atas berdekatan, tetapi karena keduanya mempunyai korelasi. Yaitu, sebagaimana dinding itu akan hancur, demikian pula dengan dunia.

 

Selain itu sebagaimana gunung-gunung yang merupakan dinding-dinding pembatas alami ciptaan Tuhan yang sangat kokoh dan kuat hanya akan roboh dengan datangnya kiamat, begitu pula dengan dinding kuat ini. la tak akan hancur kecuali ketika kiamat tiba. Sebagian besarnya akan tetap eksis kecuali jika dalam perjalanan waktu kemudian ada yang merusak dan menghancurkannya.

 

Ya, dinding tembok Cina yang merupakan salah satu tembok buatan Dzulqarnain masih tetap ada dan bisa disaksikan meskipun sudah berusia ribuan tahun. la bisa dibaca layaknya garis panjang dari sejarah kuno yang terwujud, berbentuk batu dan bermakna di lembaran bumi oleh tangan manusia.

 

Persoalan Ketiga

 

Yaitu di seputar Isa as. yang membunuh Dajjal. Dalam al-Maktubat surat pertama dan surat kelima belas ada jawaban yang memadai bagi kalian. Keduanya diuraikan secara sangat singkat.

 

Dua saudaraku yang setia, tulus, rela berkorban, dan mulia, Sabri dan Hafidz Ali.

 

Pertanyaan penting kalian di seputar lima persoalan gaib seperti yang terdapat pada penutup surat al-Luqman membutuhkan jawaban yang segera. Hanya saja, sayang sekali, kondisi jiwa dan ragaku saat ini membuatku tak bisa memberikan jawaban yang memadai. Karena itu, aku hanya bisa menjelaskan beberapa hal yang, terkait dengan pertanyaanmu secara sangat global.

 

Maksud dari pertanyaan kalian adalah bahwa para atheis menyanggah waktu turunnya hujan dan jenis janin yang terdapat di rahim sebagai bagian dari lima persoalan gaib di atas. Mereka memberikan kritik sebagai berikut, “Waktu turunnya hujan bisa diketahui lewat observatorium cuaca. Jadi, ia juga bisa diketahui oleh selain Allah. Sementara jenis kelamin janin yang ada di rahim ibu bisa dideteksi, apakah ia laki-laki atau perempuan, dengan sinar Rontgen. Dengan demikian, persoalan gaib tersebut bisa ditelusuri.

 

Sebagai jawabannya, perlu diketahui bahwa waktu turunnya hujan sebenarnya tidak terikat dengan kaidah baku yang ada. Ia secara langsung terikat dengan kehendak khusus Tuhan dari perbendaharaan rahmat-Nya tanpa perantara. Adapun rahasia hikmahnya adalah sebagai berikut:

 

Hakikat terpenting dan unsur paling berharga yang ada di alam ini adalah eksistensi, kehidupan, cahaya, dan rahmat. Empat unsur tersebut, tanpa ada perantara dan hijab, secara langsung tergantung pada kekuasaan dan kehendak ilahi. Memang benar, sebab-sebab lahiriah yang terdapat pada ciptaan Tuhan lainnya menutupi perbuatan Ilahi, serta kaidah-kaidah baku yang ada sampai batas tertentu—menghijab kehendak dan kemauan Ilahi. Hanya saja hijab dan tirai penutup tersebut tidak diletakkan di hadapan kehidupan, cahaya, dan rahmat, karena keberadaannya pada hal-hal tadi tidak berguna.

 

Karena rahmat dan kehidupan merupakan dua unsur, terpenting yang ada di alam, sementara hujan merupakan asal kehidupan dan sumbu rahmat-Nya atau bahkan rahmat itu sendiri maka berbagai perantara tak boleh menutupinya dan berbagai kaidah yang ada juga tak boleh menghijab kehendak-Nya. Hal itu dimaksudkan agar setiap manusia, dalam setiap waktu dan urusan, selalu bersyukur, memperlihatkan penghambaan, meminta, merendahkan din, dan berdoa kepada-Nya. Sebab, jika seandainya urusan. urusan tersebut senantiasa sesuai dengan kaidah dan hukum tertentu, akan tertutuplah pintu syukur dan pengharapan manusia kepada Tuhan karena menyadarkan diri pada kaidah tersebut.

 

Seperti diketahui bahwa ada banyak manfaat pada terbitnya matahari. Namun Karena ia terikat dengan Kaidah tertentu, maka manusia tidak berdoa agar matahari terbit dan tidak bersyukur atas terbitannya. Karena pengetahuan manusia dengan sarana kaidah tadi mengetahui waktu terbitnya matahari di esok hari, maka tidak dianggap sebagai hal yang gaib. Tetapi karena hujan tidak terikat dengan kaidah tertentu, maka setiap saat manusia selalu harus berlindung di haribaan Ilahi dengan harapan dan doa. Karena pengetahuan manusia tak mampu menentukan waktu turunnya hujan, maka mereka menerimanya sebagai Karunia khusus yang bersumber dari perbendaharaan rahmat Ilahi. Sehingga mereka pun betul-betul bersyukur atasnya.

 

Demikianlah, ayat al-Quran di atas memasukkan waktu turunnya hujan sebagai salah satu dari lima persoalan gaib yang ada dengan alasan yang telah kami sebutkan. Adapun perkiraan turunnya hujan yang dilakukan lewat observatorium berdasarkan tanda-tanda yang ada, lalu dari sana ditentukan waktu turunnya, maka hal itu tidak disebut sebagai pengetahuan terhadap hal gaib. Tetapi merupakan pengetahuan tentang sebagian tanda turunnya ketika hampir menuju alam nyata setelah keluar dari alam gaib. Jadi, persoalan-persoalan gaib yang bisa diketahui lewat perkiraan atau setelah ia hampir terwujud tidak bisa dikatakan sebagai pengetahuan terhadap hal gaib, tetapi merupakan pengetahuan tentang keberadaannya atau pengetahuan tentang hal-hal yang mendahului keberadaannya.

 

Bahkan lewat perasaan yang tajam aku sendiri kadangkala bisa memperkirakan turunnya hujan sehari sebelumnya. Artinya, ada tanda-tanda awal sebelum hujan turun. Tanda awal itu tampak dalam bentuk kelembaban yang merupakan isyarat akan turunnya hujan. Kondisi ini menjadi perantara bagi manusia untuk mengetahui persoalan yang telah keluar dari alam gaib dan tengah masuk ke alam nyata. Adapun hujan yang belum menginjakkan kakinya ke alam nyata serta masih belum keluar dari rahmat dan kehendak flahi, maka pengetahuan tentangnya hanya dimiliki oleh Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui segala hal gaib.

 

Selanjutnya persoalan kedua mengenai jenis kelamin janin di rahim ibu yang bisa diketahui lewat sinar Rontgen. Perlu diketahui bahwa pengetahuan manusia tentang hal tersebut sama sekali tidak menafikan makna gaib yang terkandung dalam bunyi ayat berikut:

 

“Dia mengetahui apa yang terdapat dalam rahim.” (Luqman [31]: 34)

 

Sebab, maksud dari pengetahuan Allah di atas tidak terbatas pada jenis kelamin janin. Tetapi maksudnya adalah pengetahuan tentang potensi-potensi mengagumkan yang dimiliki oleh bayi tersebut sebagai prinsip-prinsip takdir hidup dan kondisi-kondisi yang akan didapat oleh manusia di masa mendatang. Bahkan juga mencakup pengetahuan tentang as-Shamad (tempat bergantung segala sesuatu) yang tampak pada ciri-ciri fisiknya. Semua itulah yang dimaksud oleh ayat di atas. Yaitu bahwa pengetahuan tentang sang janin beserta segala persoalan di atas merupakan pengetahuan yang hanya dimiliki oleh Dzat Yang Maha Mengetahui hal gaib. Seandainya ratusan ribu pikiran manusia yang tembus seperti sinar Rontgen bergabung, niscaya ia takkan mampu meskipun untuk sekedar mengetahui ciri fisik wajah manusia yang menjadi tanda pembeda antara seorang dengan seluruh manusia di dunia. Lalu bagaimana mungkin ciri kejiwaan yang terdapat pada potensi dan kecenderungan manusia yang ratusan ribu kali lebih luar biasa dari ciri-ciri fisik tadi bisa disingkap?!

 

Di permulaan kami telah menyebutkan bahwa eksistensi kehidupan, dan rahmat merupakan hakikat alam yang Paling penting dan mempunyai kedudukan tertinggi. Karena itu, hakikat, kehidupan tersebut beserta seluruh detil-detilnya mengarah kepada kehendak, rahmat, dan kemauan-Nya. Dan salah satu rahasianya adalah karena kehidupan beserta seluruh perangkatnya merupakan sumber rasa syukur serta pangkal pengabdian dan tasbih, maka tidak ada kaidah baku yang menghijab kehendak khusus Ilahi dan perantara lahiriah yang bisa menghijab rahmat Ilahi.

 

Allah Ta’ala memiliki dua manifestasi dalam ciri-ciri manusia, yaitu yang bersifat fisik dan yang bersifat maknawi.

 

Pertama, Ia menunjukkan kesatuan, keesaan Allah Ta’ala dan nama as-Shamad bahwa janin menjadi saksi atas ketunggalan Pencipta-Nya lewat kesamaan seluruh organ-organ pokoknya dengan seluruh manusia. Lewat ‘lisan’ itu janin tersebut seolah menyeru dengan berkata, “Dzat Yang telah menganugerahkan kepadaku bentuk fisik semacam ini adalah Sang Maha Pencipta yang juga telah menganugerahkan anggota badan yang sama kepada seluruh manusia. Dialah Allah, Pencipta seluruh makhluk yang bernyawa”.

 

‘Lisan tersebut”’ yang menjadi petunjuk atas Pencipta Yang Maha Mulia bukanlah lisan yang bersifat gaib. Tetapi ia bisa diketahui dan bisa dikenali. Sebab, ia mengikuti kaidah baku, berjalan sesuai dengan aturan tertentu, serta bersandar pada struktur bentuk janin. Pengetahuan tersebut merupakan lisan yang bisa berbicara dan ranting yang merambat dari alam gaib ke alam nyata.

 

Kedua, dengan lisan ciri-ciri potensi khusus dan ciri-ciri wajah pribadi, si janin menyeru dan mengisyaratkan adanya ikhtiar, kehendak mutlak, kemauan, dan rahmat Penciptanya serta tidak bergantung pada kaidah tertentu. Lisan tersebut bersumber dari gaib. Tidak ada yang bisa melihat dan meliputinya sebelum ia hadir, kecuali pengetahuan-Nya yang azali. Dengan menyaksikan salah satu perangkat dari ribuan perangkat janin yang ada di rahim, ia tak dapat dikenali.

 

Kesimpulan

 

Kecenderungan dan ciri-ciri fisik yang ada pada janin merupakan dalil yang menunjukkan keesaan-Nya sekaligus bukti adanya pilihan dan kehendak Ilahi.

 

Selanjutnya, jika Allah memberi taufik, akan segera kutulis beberapa hal yang menyangkut lima persoalan gaib di atas. Sebab, waktu dan kondisiku sekarang ini tidak memungkinkan untuk memberikan penjelasan yang lebih banyak dari ini. Akhirnya kututup pembicaraanku sampai di sini.

 

Said Nursi

 

Dialah Yang Maha Kekal

 

Saudaraku yang mulia, setia dan penuh keingintahuan, Ra’fat Bey

 

Dalam suratmu, engkau bertanya tentang sepuluh lathifah. Namun, karena aku sedang tidak dalam kondisi mengajarkan tarekat sufi, juga karena para ulama Tarekat Naqsyabandiyah memiliki tulisan yang khusus terkait dengan sepuluh lathifah tersebut, sementara tugasku sekarang adalah menguraikan dan menjelaskan rahasia-rahasia al-Quran bukan memindahkan persoalan-persoalan yang terdapat dalam berbagai buku, maka janganlah kecewa kalau aku tak dapat menguraikan secara rinci. Aku hanya bisa mengatakan sebagai berikut:

 

Imam ar-Rabbani menggambarkan sepuluh lathifah tersebut dengan kalbu, roh, sirr, khafi, dan akhfa. Menurutnya, setiap unsur dan empat unsur yang ada dalam manusia memiliki lathifah yang sesuai dan selaras. Secara singkat beliau juga menjelaskan perkembangan setiap lathifah beserta berbagai kondisinya dalam setiap jenjang di saat memasuki perjalanan suluk. Aku sendiri berpendapat bahwa dalam diri manusia dan dalam potensi kehidupannya terdapat begitu banyak lathifah. Hanya saja dari sekian banyak sepuluh lathifah itulah yang dikenal umum. Bahkan para ahli hikmah dan para ulama zahiri juga menjadikan sepuluh lathifah tersebut sebagai landasan hikmah mereka dalam bentuk yang lain Menurut mereka, “Panca indera lahiri manusia merupakan jendela atau prototipe dari lima indera batin nya”.

 

Selain itu, sepuluh lathifah yang dikenal oleh masyarakat, awam dan khawas itu sejalan dengan sepuluh lathifah yang dikenal oleh para pelaku tarekat sufi. Misalnya hati nurani, syaraf, perasaan, akal, hawa nafsu, kekuatan syahwat, dan kekuatan amarah jika di, hubungkan dengan kalbu, roh, dan sirr, ia akan menampakkan sepuluh lathifah dalam bentuk yang lain. Dan masih ada lagi banyak lathifah selain darn yang di atas, seperti lathifah saaiqa (yang menggerakkan), syaaiqa (yang merindukan sesuatu), dan firasat sebelum terjadi. Seandainya hakikat persoalan ini dituliskan, maka akan panjang sekali. Oleh sebab itu, aku tidak akan membicarakannya secara detail karena terbatasnya waktu.

 

Adapun pertanyaanmu yang kedua yaitu yang terkait dengan makna ismi dan makna harftyah, maka ia telah dijelaskan oleh buku-buku gramatika, dan juga telah dipaparkan secara panjang lebar beserta contoh-contohnya dalam buku-buku ilmu hakikat seperti al-Kalimat dan al-Maktubat. Menurutku, bagi orang-orang yang cerdas, pintar, dan cermat sepertimu penjelasan tersebut sudah mencukupi.

 

Jika engkau melihat pada cermin sebagai sebuah kaca, engkau akan menyaksikan bahannya yang berupa kaca sementara gambar yang tampak padanya menjadi sesuatu yang bersifat sekunder. Namun jika tujuanmu melihat cermin tadi adalah untuk melihat gambar yang tampak padanya, maka gambar itulah yang akan terlihat jelas hingga mendorongmu untuk mengucap:

 

“Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik.” (al-Mukminun [23]: 14)

 

sementara kaca cermin tadi menjadi sesuatu yang bersifat sekunder.

 

Pada pandangan yang pertama, kaca itulah yang menjadi makna ismi, sementara gambar orang, yang tampak merupakan makna harfiyah. Sementara pada pandangan yang kedua gambar orang itulah yang dituju sehingga ia merupakan makna ismi, sementara kaca merupakan makna harfiyahnya.

 

Demikianlah, dalam buku-buku gramatika Arab disebutkan bahwa definisi ism adalah sesuatu yang menunjukkan sebuah makna di dalam dirinya, sedangkan harf adalah sesuatu yang menunjukkan sebuah makna pada selainnya. Al-Quran memandang seluruh entitas sebagai kumpulan harf. Artinya ia menjelaskan sebuah makna yang ada pada selainnya. Dengan kata lain, seluruh entitas tadi sebenarnya menjelaskan manifestasi nama-nama dan sifat-sifat Allah yang mulia yang tampak padanya.

 

Sementara filsafat, pada umumnya ia memandang entitas sebagai ism. Sehingga hal itu membuat kakinya terpeleset ke dalam kubangan alam. Namun sayang sekali, aku tidak mempunyai banyak waktu untuk berbicara panjang lebar. Sampaikan salamku kepada teman-teman belajarmu, terutama Husrev, Bakir, Rusydi, Luthfi, Syaikh Mustafa, al-hafidz Ahmad, dan Sezai serta Mehmed yang semuanya merupakan orang-orang terpuji dan alim. Aku juga berdoa untuk anak-anakmu yang selalu berbakti dan diberkahi.

 

Dialah Yang Maha Kekal Saudaramu,

Said Nursi

 

Mengenal Tuhan: Kumpulan Memoar

 

PENDAHULUAN

 

Dua belas tahun sebelum penulisan buku Lama’at ini, berkat taufik dan pertolongan Allah, aku telah menulis berbagai persoalan tauhid serta beberapa hal di seputarnya yang muncul saat pikiranku sedang merenung, kalbuku sedang melalang buana, dan jiwaku sedang naik dalam tangga makrifah ilahiah. Aku tuliskan itu semua dengan Bahasa Arab dalam bentuk catatan-catatan yang terdapat pada berbagai risalah berjudul kemilau, nyala api, benih, atom, butiran, dan sejenisnya.

 

Karena semua catatan itu ditulis hanya untuk memperlihatkan pendahuluan di seputar sebuah hakikat agung dan luas serta untuk menampakkan kilau cahaya yang cemerlang, maka ia berbentuk lintasan pikiran dan peringatan singkat. Aku menuliskannya untuk diriku sendiri sehingga pemanfaatannya bersifat terbatas. Apalagi kemudian sebagian besar saudara-saudaraku yang tulus itu tidak memahami bahasa Arab. Tetapi setelah mereka meminta dan memaksa, akhirnya penjelasan tentang sebagian nasehat dan cahaya itu kutuliskan dalam Bahasa Turki. Dan akupun menerjemahkan bagian terakhir darinya.

 

Terjemahan ke Bahasa Turki tersebut dilakukan tanpa ada perubahan apa pun. Sebab ide-ide yang terdapat pada berbagai risalah bahasa Arab tadi bagiku tampak seperti benar-benar nyata. Hal itu terjadi ketika aku mulai tercebur ke dalam telaga ilmu hakikat. Karena itu, ada sebagian kalimat yang disebutkan kembali walaupun telah disebutkan dalam risalah-risalah lain. Sementara sebagian lainnya disebutkan secara sangat singkat dan tidak dipaparkan seperti yang diminta agar ruh aslinya tidak hilang.

 

Said Nursi

 

Memoar Pertama

 

Aku berbisik kepada diriku sendiri, ‘Ketahuilah wahai Saiq yang lalai, kalbumu tidak pantas untuk diikat dan dikaitkan dengan sesuatu yang takkan menyertaimu setelah dunia ini musnah. ia berpisah denganmu sejalan dengan musnahnya dunia. Sama sekali tidak masuk akal mengikat kalbu dengan sesuatu yang fana yanp meninggalkanmu dan berbalik membelakangimu dengan berlalunya umurmu, yang tidak menemanimu di alam barzakh, yang tidak mengantarkanmu ke pintu kubur, yang dalam setahun atau dua tahun akan berpisah selamanya denganmu, seraya mewariskan dosanya padamu dan yang akan meninggalkanmu padahal engkau senang ketika mendapatkannya.

 

Jika engkau cerdas dan berakal, engkau tidak akan bersedih dan kecewa. Tinggalkan segala sesuatu yang tidak akan menyertaimu dalam perjalanan kekal abadi itu, di mana ia bahkan hancur di bawah tekanan dan perubahan dunia, di bawah perkembangan alam barzakh, dan di bawah pecahnya alam akhirat.

 

Tidakkah engkau mengetahui bahwa dalam dirimu ada lathifah (perasaan) yang hanya bisa terpuaskan dengan keabadian, yang hanya mengarah pada Dzat Yang Kekal, dan melepaskan diri dari selain-Nya? Bahkan ketika seluruh dunia diberikan kepadanya, kebutuhan fitri tersebut tidak akan merasa tenteram. Itulah penguasa lathifah dan perasaanmu. Patuhilah penguasa lathifah-mu yang tunduk kepada perintah Tuhannya Yang Maha Bijak. Selamatkanlah dirimu!

 

Memoar Kedua

 

Aku menyaksikan dalam sebuah mimpi yang benar bahwa aku berkata kepada manusia: ‘Wahai manusia! di antara prinsipprinsip al-Qur’an adalah hendaknya engkau tidak menganggap sesuatu selain Allah lebih besar daripada mu sampai ke tingkat penyembahan kepadanya. Juga, hendaknya engkau tidak menganggap dirimu lebih besar daripada segala sesuatu sehingga engkau bersikap sombong padanya. Sebab, sebagaimana setiap makhluk sama kedudukannya sebagai hamba, begitu juga sama dari sisi penciptaan sebagai makhluk.

 

Memoar Ketiga

 

Wahai Said yang lalai, engkau melihat dunia yang cepat berJalu ini seolah-olah kekal abadi. Ketika engkau menatap cakrawala di sekitarmu yang dalam batas tertentu senantiasa canggung, baik secara kualitas maupun kuantitas, maka dengan perspektif yang sama engkau menganggap dirimu yang fana ini abadi pula. Karena itu, engkau baru tercengang oleh dahsyatnya hari kiamat, seolah-olah engkau akan kekal sampai kiamat tiba.

 

Sadarlah! Engkau dan duniamu pada setiap saat sangat rentan untuk musnah dan binasa. Perasaan dan asumsimu yang salah itu tak ubahnya seperti orang yang ditangannya terdapat cermin yang menghadap ke sebuah istana, negeri, atau taman sehingga istana, negeri, dan taman tersebut tampak di cermin tadi. Namun jika cermin itu digerakkan dan diubah sedikit saja, akan terjadi kekacauan pada gambar cermin tadi. Maka, tak ada gunanya engkau berlama-lama dengan istana, negeri, dan taman itu sebab kesemuanya hanya merupakan gambar yang dipantulkan oleh cermin sesuai dengan ukuran cermin tersebut.

 

Ketahuilah bahwa hidup dan umurmu hanyalah ibarat cermin. Perhatikan cerminmu itu, beserta kemungkinan kemusnahannya dan kerusakan isinya pada setiap saat. la memberikan gambaran bahwa seolah-olah kiamatmu bisa datang setiap saat. Jika demikian, janganlah engkau bebani hidup dan duniamu dengan sesuatu yang di luar kapasitas keduanya.

 

Memoar Keempat

 

Ketahuilah, di antara hukum Sang Pencipta Yang Maha Bijak pada umumnya adalah bahwa Dia mengembalikan sesuatu yang penting, bernilai, dan mahal dengan yang serupa bukan dengan Sesuatu yang menyerupainya. Maka, ketika Dia memperbahan sebagian besar entitas dengan sesuatu yang serupa—selaras dengan perputaran waktu dan perubahan masa—maka Dia mengembalikan sesuatu yang, bernilai dengan menghadirkan wuudnya. Perhatikanlah pada apa yang muncul pada setiap hari, setiap tahun, dan setiap masa. Engkau saksikan Kaidah baku tersebut sangat jelas tampak pada semuanya.

 

Atas dasar itulah kita dapat mengatakan bahwa ilmu pengetahuan telah mengakui manusia sebagai buah pohon penciptaan yang paling sempurna. la merupakan makhluk terpenting di antara semua makhluk yang ada, entitas termahal di antara seluruh entitas yang ada, dan setiap individu darinya senilai dengan satu spesies makhluk hidup yang ada. Karena itu, dapat dipastikan bahwa setiap individu manusia akan dikembalikan pada hari kebangkitan yang agung nanti dengan wujud, jasad, nama, dan bentuknya sendiri.

 

Memoar Kelima

 

Ketika “Said Baru’ melakukan perenungan dan refleksi, berbagai pengetahuan filosofis Barat beserta berbagai disiplinnya yang tadinya sempat bersemayam di pikiran ‘Said Lama’ berubah menjadi penyakit-penyakit kalbu yang Menyebabkan munculnya berbagai problem dan dilema di dalam perjalanan spiritual tersebut. Yang bisa dilakukan ‘Said Barw’ hanyalah membersihkan pikirannya dari filsafat palsu dan peradaban yang berhura-hura itu. la melihat dirinya harus melakukan dialog baru dengan sosok Barat guna menekan hasrat jiwanya yang condong kepada Barat. Kadangkala dialog tersebut singkat, tetapi kadangkala pula panjang.

 

Agar tidak salah paham, kami harus menegaskan bahwa Barat ada dua:

 

Pertama, Barat yang memberikan manfaat bagi umat manusia, yang berisi agama Nasrani yang benar, serta yang telah melayani kehidupan sosial mereka dengan beragam industri dan pengetahuan yang mengabdi pada keadilan dan kejujuran. Dalam dialog ini, aku tidak akan berbicara dengan bagian pertama tersebut. Tetapi aku akan berbicara dengan Barat yang Kedua. Yaitu Barat yang telah susak oleh gelapnya filsafat atheisme dan hancur oleh filsafat materialisme di mana ia menganggap keburukan sebagai kebaikan dan menempatkan kejahatan sebagai keutamaan. Dengan begitu ia telah menggiring umat manusia kepada kebodohan dan menjerumuskan mereka kepada kesesatan dan derita.

 

Dalam perjalanan spiritual tersebut, setelah terlebih dahulu mengecualikan hal-hal baik dari peradabannya dan hasil-hasil pengetahuannya yang bermanfaat, akupun berdialog dengan sosok Barat. Pembicaraanku aku tujukan kepada sosok yang menggenggam filsafat berbahaya dan peradaban yang rusak itu. Aku berkata kepadanya:

 

‘Wahai Barat kedua, ketahuilah bahwa tangan kananmu tengah menggenggam filsafat yang sesat dan beracun, sementara tangan kirimu sedang menggenggam kebudayaan yang berbahaya dan hina. Namun kemudian engkau mengklaim bahwa kebahagiaan manusia bergantung pada keduanya. Sungguh kedua tanganmu telah cacat, pemberianmu adalah pemberian yang paling buruk, dan bencana akan segera menimpamu Itu pasti terjadi.

 

Wahai jiwa jahat yang menebarkan kekufuran! Apakah menurutmu manusia bisa bahagia karena sekedar mempunyai harta kekayaan melimpah yang ia pakai sebagai hiasan lahiriah yang menipu, padahal jiwa, perasaan, akal, dan kalbunya sedang terserang, Oleh berbagai musibah? Apakah kita bisa menyebutnya sebagai orang yang bahagia? Apakah engkau tidak melihat bahwa karena keputusasaan seseorang akibat perintah parsial, tidak adanya harapan akibat angan-angan yang palsu dan kekecewaan orang akibat sebuah urusan yang tidak penting, maka khayalan-khayalan manis menjadi pahit baginya, kondisi-kondisi baik menganiayanya dan dunia terasa sempit baginya seperti penjara. Kebahagiaan macam apa yang Kau jaminkan bagi orang malang yang relung-relung kalbu dan pondasi jiwanya ditimpa oleh tamparan kesesatan, sehingga semua harapannya menjadi hilang, berubah menjadi penderitaan akibat Kesialanmu? Orang yang jiwa dan Kkalbunya tersiksa di neraka, sementara hanya fisiknya yang berada di surga yang dusta dan fana ini, apakah ia bisa dikatakan bahagia? Demikianlah engkau menyesatkan manusia yang tak berdaya seperti ini. Engkau membuat mereka mengecap siksa neraka dalam kenikmatan surga yang penuh dusta.

 

Wahai jiwa yang memerintah umat manusia! perhatikay contoh berikut ini dan pahamilah ke mana sebenarnya engkay mengajak umat manusia. Misalnya di hadapan kita ada dua jalan Kita meniti salah satunya. Pada setiap langkah di jalan tersebut kita menyaksikan orang-orang malang yang lemah yang sedang diserang oleh kaum lalim. Kaum lalim itu merampas harta dan kekayaan mereka, serta menghancurkan rumah-rumah dan gubuk-gubuk mereka. Bahkan kaum tersebut melukai mereka secara kejam sehingga langit pun nyaris menangisi kondisi mereka yang menyedihkan. Sejauh mata memandang, kondisi inilah yang tampak. Yang terdengar di jalan ini hanyalah kegaduhan dan keributan Kaum lalim, serta rintihan orang-orang yang teraniaya. Seolah-olah upacara duka sedang menyelimuti jalan tersebut.

 

Sesuai dengan naluri kemanusiaannya yang ikut merasa sakit dengan penderitaan yang dialami orang lain, manusia tidak akan tahan dengan siksaan luar biasa yang dilihatmya di jalan itu. Karena itu, orang yang meniti jalan tersebut pastilah melakukan salah satu dari dua hal berikut: entah ia melepaskan naluri kKemanusiaannya lalu membawa kalbu yang kesat dan sangat kasar sehingga tidak merasa pilu dengan hancurnya masyarakat selama ia sendiri bisa aman dan selamat atau, ia menanggalkan apa yang menjadi tuntutan kalbu dan akal.

 

Wahai Barat yang telah menjauh dam agama Nasrani serta tenggelam dalam kebodohan dan kKesesatan, dengan tipu muslihatmu yang keji seperti Dayal, engkau telah memberikan kepada jiwa umat manusia kondisi jahannam. Selanjutmya engkau mengetahui bahwa kondisi tersebut merupakan penyakit kronis yang tidak ada obatnya. Sebab, ia membuat manusia terjatuh dari puncak yang paling tinggi ke dasar yang paling bawah dan ke tingkat binatang yang paling rendah. Penyakit jahat ini tidak ada obatnya, kecuali permainanmu yang menarik yang untuk sementara waktu bisa mematikan perasaan dan Kesadaran disamping seleramu yang membuai. Dengan demikian, binasalah engkau beserta obat yang sebetulnya akan menghancurkanmu itu. Ya, jalan yang ada di hadapan umat manusia sekarang ini seperti contoh di atas.

 

Sementara jalan yang kedua adalah apa yang dipersembahkan al-Qur’an kepada seluruh manusia. la menunjukkan mereka kepada jalan yang lurus. Kami menyaksikan pada setiap rumah, pada setiap tempat, dan pada setiap kota yang ada di jalan tersebut sejumlah prajurit yang patuh terhadap penguasa yang adil. Mereka berjalan dan menyebar ke setiap sisinya. Setiap waktu utusan dan pesuruh raja yang adil itu datang. Para pesuruh tersebut membebaskan sebagian prajurit tadi dari tugas-tugasnya atas perintah raja sekaligus menerima senjata, tank-tank, dan perlengkapan Khusus mereka, seraya memberikan kartu pembebasan tugas kepada mereka. Para prajurit yang mendapat ampunan itu betul-betul sangat gembira dan senang Karena bisa kembali ke hadapan raja dan ke kediamannya, meskipun secara lahiriah mereka bersedih atas diambilnya tank dan perlengkapan tadi.

 

Kita juga menyaksikan bagaimana para pesuruh raja tersebut menemui prajurit yang tidak dikenal. Ketika mereka berkata, ‘Serahkanlah senjatamu!”, sang prajurit menjawab, “Aku adalah prajurit raja yang agung. Aku tunduk pada perintahnya dan mengabdi padanya. Juga, kepadanya aku Kembali. Lalu siapa kalian sehingga mau mengambil pemberian raja agung itu dariku? Jika engkau datang atas izin dan ridhonya, tunjukkanlah padaku perintahnya itu. Jika tidak menyingkirlah dariku. Aku akan memerangi kalian meskipun aku sendiri dan Kalian berjumlah ribuan. Sebab aku tidak berperang untuk diriku, Karena ia memang bukan milikku. Tetapi aku berperang demi menjaga amanat penguasa dan majikanku serta demi melindungi kemuliaan dan keagungannya. Karena itu, aku tidak akan tunduk pada kKalian.

 

Ambillah satu contoh sumber kebahagiaan dari ribuan contoh yang ada di jalan Kedua itu. Lalu ikutilah. Sepanjang jalan yang kedua dan selama perjalanan menyusuri jalan tersebut, kita melihat misi pengiriman menuju ke medan Keprajuritan yang berlangsung dalam nuansa bahagia, senang, dan suka cita. Itulah yang disebut dengan kelahiran. Selain itu, ada pembebasan dari tugas keprajuritan yang juga berlangsung secara bahagia, diiringi ucapan tahlil dan takbir. Itulah yang disebut dengan Kematian. Inilah yang dipersembahkKan oleh al-Qur’an kepada umat manusia. Siapa berpegang padanya, niscaya ia bahagia baik di dunia maupun di akhirat. la akan berjalan di jalannya yang kedua dalam bentuk yang indah tad; tanpa bersedih dan menyesali apa-apa yang hilang, darinya. Serta tanpa takut dan gentar dengan apa yang akan datang kepadany, sehingga persis seperti bunyi ayat al-Quran:

 

Mereka tidak khawatir dan juga tidak bersedih. ( al-Baqarah [2] 262)

 

Wahai Barat kedua yang rusak, engkau bersandar pada pilar. pilar yang rapuh. Engkau berpendapat bahwa setiap makhluk hidup berhak mengatur dirinya sendiri, mulai dari malaikat yang paling besar hingga ikan yang paling kecil. Masing-masing berbuat hanya untuk dirinya sendiri. Seseorang berusaha hanya untuk pribadinya sendiri. Karena itu, ia memiliki hak untuk hidup. Yang menjadi perhatian dan tujuan utamanya adalah bagaimana agar hidupnya tetap abadi. Lalu engkau juga melihat hukum kerja sama yang terjadi di antara makhluk yang sebetulnya merupakan bentuk kepatuhan kepada perintah Tuhan yang sangatjelas tampak di seluruh pelosok alam—seperti tumbuhan yang disediakan untuk hewan dan hewan yang disediakan untuk manusia—sayang sunnatullah dan wujud kasih sayang yang berasal dari adanya kerya sama umum itu engkau anggap sebagai permusuhan dan pertarungan. Sehingga dengan Sangat dungu engkau menetapkan hidup ini sebagai ajang pertarungan.

 

Maha Suci Allah. Bagaimana mungkin makanan yang dengan penuh Kasih disediakan untuk memberi makan sel-sel tubuh dianggap sebagai pertarungan? Sebaliknya, ia justru merupakan sebuah bentuk tolong menolong yang berlangsung atas perintah Tuhan Yang Maha Bijak dan Mulia.

 

Keyakinanmu bahwa setiap sesuatu berkuasa atas dirinya sendiri jelas salah. Bukti paling nyata yang menunjukkan hal itu adalah bahwa makhluk yang memiliki instrumen paling utama dan kehendak paling luas adalah manusia. Meskipun begitu ia tetap tidak memiliki kuasa dan kehendak atas beberapa perbuatan lahiriahnya yang paling kelihatan, seperti makan, berbicara, dan berpikir, kecuali hanya satu persen dan itupun masih tidak jelas. Jika demikian, bagaimana dengan makhluk yang tidak berkuasa atas satu persen perbuatan lahiriahnya, apakah ia berkuasa mengatur dirinya?! Kalau manusia sebagai makhluk yang paling mulia dan paling memiuiliki kehendak luas masih terbelenggu, dalam arti tidak memiliki Kepemilikan yang hakiki serta tidak berkuasa penuh, apalagi dengan hewan dan tumbuhan? Bukankah orang yang menyatakan bahwa hewan berkuasa atas kendali dirinya lebih sesat ketimbang binatang ternak dan lebih tidak berperasaan ketimbang tumbuhan?

 

Wahai Barat, yang membuatmu teryerumus ke dalam kesalahan memalukan itu adalah kecerdasanmu yang Sangat memprihatinkan. Dengan kecerdasan tersebut engkau telah melupakan Tuhan dan Pencipta segala sesuatu. Sebab, engkau menyandarkan tanda-tanda kekuasaan-Nya yang menakjubkan kepada sebab dan kepada alam Dan engkau telah membagi kekuasaan Sang Pencipta Yang Mulia itu kepada para tahgut yang dijadikan sesembahan selain-Nya Dengan Kerangka berpikir semacam itu, setiap makhluk hidup dan setiap manusia memerangi sendiri para musuh yang tak terhitung banyaknya, serta memperoleh sendiri berbagai kebutuhan yang tak terbatas lewat kemampuannya yang kecil seperti atom, lewat kehendaknya yang seperti helai rambut, lewat perasaannya yang seperti kilau cahaya yang segera hilang, lewat kehidupannya yang seperti nyala api yang cepat padam, serta lewat umurnya yang seperti satu menit berlalu. Padahal, semua yang ada di tangannya tak memadai meskipun untuk sekedar memenuhi salah satu kebutuhannya. Maka ketika misalnya ia terkena suatu musibah, ia hanya akan mengharap obat atas penyakitnya itu dari sebab-sebab yang tuli ini. Sehingga benarlah apa yang dikatakan oleh al-Quran:

 

Dan permohonan orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (ar-Ra’ad [13]: 14)

 

Kecerdasanmu yang gelap itu telah mengubah siangnya umay manusia manjadi malam pekat yang diselimuti oleh berbagai, kelaliman. Lalu engkau ingin menerangi kegelapan yang mena, kutkan itu dengan lampu-lampu tipuan yang bersifat sementara Lampu-lampu tersebut tidak tersenyum kepada manusia. Tetapi ig justru menghina dan meremehkan manusia lewat tertawaan yang keluar dari mulutnya secara bodoh. Ia berkutat dalam lumpur yang menyakitkan dan menyedihkan. Dalam pandangan murid-murid, mu, setiap makhluk hidup berada dalam kondisi yang malang dan diuji oleh berbagai musibah yang berasal dari serangan orang-orang lalim. Dunia ibarat kerumunan orang yang sedang berduka. Suara yang terdengar darinya berupa ucapan bela sungkawa, rintihan kesakitan, dan tangisan anak-anak yatim.

 

Orang yang menerima pelajaran darimu dan meminta petunjukmu menjadi sosok Firaun yang kejam. Bahkan ia adalah seorang Firaun yang hina, sebab ia menyembah sesuatu yang paling rendah dan menjadikan setiap yang bermanfaat sebagai tuhannya, Muridmu itu juga adalah sosok pembangkang. Tetapi ia adalah pembangkang yang malang. Sebab untuk sebuah kenikmatan yang tak ada artinya ia menciumi kaki setan, dan untuk sebuah manfaat yang sedikit ia rela merendahkan diri. Ia adalah sosok yang bengis. Tetapi di balik kebengisannya sebetulnya ia lemah. Sebab, di dalam kalbunya ia tak memiliki tempat untuk berpegang.

 

Yang menjadi kecenderungan dan perhatian utama muridmu adalah bagaimana memenuhi selera dan hawa nafsunya. Bahkania merupakan pembuat makar yang bertameng perlindungan dan pengorbanan, ia cari keuntungan pribadi. Dengan makar dan kebusukannya, ia ikuti ketamakan dan kerakusannya. Yang ia cintai hanyalah dirinya sendiri. Bahkan untuk itu ia mau mengorbankan segala sesuatu.

 

Adapun murid al-Qur’an yang ikhlas dan tulus, ia adalah sosok hamba. Tetapi ia adalah hamba yang tidak mengabdi pada makhluk yang paling besar sekalipun. Ja merupakan hamba yang mulia. Ia tidak mau menjadikan surga—kenikmatan yang agung itu—sebagai tujuannya. Sebab ia telah menghambakan diri kepada Allah Ta’ala. la sosok yang lemah lembut. Tetapi ia tidak mau menghinakan diri kepada selain Tuhannya dan kepada selain perintah-Nya. la adalah pemilik tujuan luhur dan tekad yang jujur.

 

Ia sosok yang miskin. Tetapi di balik kemiskinannya ia tidak membutuhkan segala sesuatu karena merasa cukup dengan pahala besar yang Allah sediakan untuknya. Ia juga lemah. Namun ia bersandar pada kekuatan Majikan yang bersifat mutlak. Murid alQuran yang tulus itu tidak mau menjadikan surga sebagai tujuan utamanya. Apalagi dengan dunia yang fana ini. Dari sin, pahamilah perbedaan yang sang kedua murid tersebut!

 

Demikian pula kalian bisa mengukur jauhnya perbedaan antara para murid filsafat yang sakit itu dan para murid al-Qur’an yang bijak dari sisi pengorbanan mereka masing-masing sebagai berikut:

 

Murid filsafat Barat tersebut menjauh dari saudaranya karena lebih mementingkan dirinya sendiri. Bahkan sesudah itu ia memberikan tuduhan buruk kepada saudaranya tadi. Adapun murid alQur’an, ia melihat semua hamba Allah yang saleh yang berada di muka bumi ini sebagai saudara baginya. Dari relung-relung jiwanya muncul rasa rindu yang menariknya untuk mendekat kepada mereka. Lalu ia mendoakan mereka secara tulus, bersumber dari kalbunya yang tulus dengan mengucapkan, Allahumma ighfir li almukminin wa al-mukminat (Ya Allah ampunilah kaum beriman baik yang laki-laki maupun yang perempuan). Ia turut bahagia dengan bahagianya mereka. Bahkan ia memandang benda-benda agung seperti arasy dan matahari sebagai makhluk yang diperintah dan ditundukkan sepertinya.

 

Lalu engkau bisa mengukur ketinggian dan kelapangan jiwa kedua murid tersebut dengan penjelasan berikut:

 

Al-Quran al-Karim memberikan ketinggian dan kelapangan jiwa kepada para muridnya. Sebab, sebagai ganti dari sembilan puluh sembilan butiran tasbih—sebuah rangkaian yang tersusun dari biji-biji itu—diberikan ke tangan mereka sembilan puluh sembilan alam wujud yang memperlihatkan sembilan puluh sembilan nama-nama-Nya yang mulia seraya berkata, “Bacalah wirid-wiridmu dengan rangkaian tasbih itu!”. Sesuai dengan perannya, mereka pun membaca wirid-wirid mereka dengan tasbih itu dan mereka mengingat Tuhan mereka dengan bilangannya yang tak terbatas

 

Misalnya perhatikan para murid al-Qur’an yang terdiri dar para wali saleh semacam Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Syaikh ar-Rifa’iy, dan Syaikh asy-Syadzili.” Dengarkanlah bacaan Wii mereka. Dan lihatlah bagaimana tangan mereka memegang rangkaian tasbih lalu mereka mengingat Allah, bertasbih, day mensucikan-Nya. Perhatikan bagaimana manusia yang kurus dan kecil itu, yang bisa terbunuh oleh virus paling kecil dan jatuh oleh sakit yang paling ringan, bisa naik menjadi tinggi. Perhatikan bagaimana ia bisa menjadi mulia lewat didikan al-Qur’an yang luar biasa sehingga jiwanya menjadi lapang dan bersinar berkat limpahan petunjuk al-Qur’an. Karena itu, ia menganggap kecil entitas alam yang paling besar sekalipun dengan tidak menjadikannya sebagai tasbih wirid-wiridnya. Bahkan ia tidak mau menjadikan surga yang besar itu sebagai tujuan zikirnya kepada Allah Ta’ala. Meskipun pada waktu yang sama, ia tidak merasa dirinya lebih mulia dari makhluk Allah yang paling rendah sekalipun. Ia sisipkan sikap tawadhu di dalam kemuliaannya. Dari sini, engkau bisa menilai hinaanya para murid filsafat Barat itu.

 

Demikianlah, berbagai hakikat yang dilihat oleh filsafat Barat sebagai sesuatu yang kabur dan palsu dapat dilihat oleh petunjuk al-Qur’an secara sangat jelas. Cahaya itulah yang melihat kepada dua alam itu sekaligus dengan dua mata yang terang yang tembus ke alam gaib. Dan dengan dua tangannya ia menunjukkan kepada dua kebahagiaan seraya bersabda kepada umat manusia:

 

Wahai manusia, jiwa dan harta yang Kalian miliki sebetulnya bukan merupakan milik kalian. Tetapi ia merupakan amanat yang ada padamu. Pemilik amanat tersebut Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Maha Mengetahui segala sesuatu, serta Maha Menyayangi dan Maha Mulia. Dia membeli milik-Nya darimu untuk dijagakan agar tidak hilang di tanganmu. Dengan itu, Dia juga akan memberikan harga yang besar kepadamu. Engkau hanyalah seorang prajurit yang dibebani tugas. Bekernalah untuk-Nya dan berusahalah atas nama-Nya Dialah yang mengirimkan rizki yang kamu butuhkan serta Dia pula yang memeliharamu dari sesuatu yang tak bisa kau hadapi.

 

Tuyuan dan akhir hidupmu adalah bagaimana engkau menjadi sosok yang memperlihatkan manifestasi nama-nama Sang Pemilik itu sekaligus memantulkan segala urusan-Nya yang penuh hikmah. Apabila engkau mendapat musibah, ucapkan,

 

(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali (al-Baqarah [2]: 156)

 

Artinya, aku tunduk pada semua kehendak Majikanku. Jika engkau, wahai musibah, datang atas izin dan nama Allah, kuucapkan selamat datang padamu. Kami memang pasti Kembali dan menghadap kepada-Nya. Kami benar-benar rindu kepada-Nya. Kalau pada suatu hari Dia akan membebaskanku dari beban kehidupan ini lewat tanganmu wahai musibah, aku pasrah dan ridho. Tetapi kalau Dia mengirimkan perintah dan kehendak-Nya kepadamu untuk sekedar menguji sejauh mana aku bisa menjaga amanah dan sejauh mana aku melaksanakan tugasku, maka akupun sekuat tenaga tidak akan menyerahkan amanat Majikanku itu kepada orang yang tidak amanah. Aku tidak akan tunduk kepada selain perintah dan ridho-Nya. Engkau bisa mengambil contoh lain dari ribuan contoh yang ada untuk mengetahui nilai ajaran filsafat Barat dan kedudukan ajaran-ajaran al-Quran.

 

Ya, kondisi hakiki dari masing-masing pihak di atas berjalan di atas koridor tersebut. Hanya saja kemudian tingkatan Petunjuk dan kesesatan yang dimiliki manusia berbeda-beda. tingkat, kealpaan yang ada juga beragam. Karena itulah tidak semua orang mengetahui hakikat pada setiap tingkatan itu. Sebab kealpaan bisa, menghilangkan perasaan dan kesadaran manusia. Pada Masa sekarang ini, ia juga telah membius perasaan dan kesadaran manusia hingga pada tingkat dimana mereka yang berjalan dalam keret peradaban modern ini tidak lagi merasakan sakit dan pahitnya siksaan yang pedih itu. Namun, tirai kealpaan tersebut mulai koyak sejalan dengan berkembangnya kesadaran ilmiah, disamping adanya ancaman berupa kematian yang memperlihatkan jenazah sekitar tiga ribu orang setiap hari.

 

Betapa kasihan dan malang orang yang tersesat oleh para tahqut asing dan oleh pengetahuan mereka yang bersifat materialis dan atheis itu. Betapa rugi orang-orang yang taklid buta dan meng. ekor kepada Barat.

 

Wahai putera-puteri bangsa, janganlah kalian mengekor kepada Barat. Apakah setelah menyaksikan kezaliman dan permusuhan Barat yang keji, kalian masih mau mengikuti kedunguan mereka dan mengikuti kerangka berpikir mereka yang salah? Apakah secara tidak sadar kalian mau menyusul barisan mereka dan bergabung di bawah panji mereka? Dengan begitu berarti kalian telah menghukum mati diri kalian sendiri. dan saudara-saudara kalian. Jadilah orang yang sadar dan cerdas. Setiap kali kalian mengikuti kedunguan dan kesesatan mereka berarti pengorbanan yang Kalian tampakkan hanyalah dusta belaka. Sebab, sikap tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap umat dan agama kalian. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan kalian semua ke jalan yang lurus.

 

Memoar Keenam

 

Wahai yang gundah dan gelisah melihat banyaknya kaum kafir. Wahai yang terguncang oleh kesamaan sikap mereka dalam mengingkari hakikat keimanan. Ketahuilah wahai orang yang malang:

 

Pertama, bahwa yang dinilai dan dilihat bukanlah besarnya kuantitas dan banyaknya jumlah. Sebab, jika seorang manusia tidak menjadi manusia yang sebenarnya berarti ia telah berubah menjadi binatang dan setan. Setiap Kali tercebur dalam selera hewani, manusia akan memiliki sifat kebinatangan yang jauh lebih hebat dari binatang itu sendiri. Contohnya adalah sebagian kaum Barat dan orang-orang yang mengikuti mereka. Sementara engkau menyaksikan bagaimana manusia yang berjumlah sedikit—jika diukur dengan banyaknya jumlah binatang—bisa berkuasa dan menguasali semua jenis binatang yang ada. Mereka menjadi khalifah di muka bumi ini.

 

Kaum kKafir beserta orang-orang yang mengikuti langkah mereka dalam kebodohan merupakan salah satu jenis binatang kotor yang Allah ciptakan untuk memakmurkan dunia. Allah jadikan mereka sebagai satu macam ukuran dengan beragam nikmat yang Allah berikan kepada para hamba-Nya yang beriman. Kemudian ketika Allah mewarisi bumi dan seluruh penduduknya (kiamat), Dia memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam, seburuk-buruk tempat kembali yang berhak mereka dapatkan.

 

Kedua, pengingkaran kaum kafir dan kaum yang sesat terhadap hakikat keimanan tidaklah memiliki kekuatan. Penolakan mereka itu sama sekali tidak memiliki pegangan. Juga, kesepakatan mereka tidak bernilai sebab berupa peniadaan. Seribu orang yang mengingkari nilainya sama dengan satu orang.

 

Contohnya adalah ketika semua penduduk Istambul tidak melihat bulan di awal Ramadan yang penuh berkah, maka pengakuan dua orang yang melihat bulan akan menjatuhkan nilai kesepakatan mereka semua. Dengan demikian, Kesepakatan kaum kafir yang berjumlah banyak itu tidak ada artinya karena substansi kekufuran dan Kesesatan adalah penyangkalan, penolakan, kebodohan, dan ketiadaan. Dari sini, nilai dua orang mukmin yang bersandar kepada penyaksian terhadap hakikat keimanan yang permanen mengungguli dan mengalahkan kesepakatan kaum yang sesat dan ingkar yang jumlahnya tak terbatas.

 

Rahasianya adalah sebagai berikut:

 

Pernyataan Kaum yang ingkar itu beragam meskipun kelihatannya hanya satu. Sebab, antara yang satu dengan yang lain tidak bisa menyatu untuk saling menguatkan dan mendukung Sebaliknya, pernyataan mereka yang mengakui kebenaran itu adalah satu, saling mendukung, saling menyokong, dan saling menguatkan Orang yang tidak melihat hilal Ramadhan berkata, “Hilal tersebut dalam pandanganku tidak ada”, “Menurutku ia tidak ada”, dan yang lain juga mengatakan hal yang serupa. Masing-masing meniadakan dari sudut pandangnya sendiri, bukan berdasarkan kenyataan yang ada. Karena itu, perbedaan pandangan mereka, keragaman sebah yang membuat mereka tidak melihat bulan, serta banyaknya faktor; penghalang pada masing-masing pribadi membuat klaim mereka berbeda-beda dan tidak saling menguatkan.

 

Adapun mereka yang mengaku melihat bulan tidak ada yang berkata, “Dalam pandanganku, hilal itu ada”. Juga, tidak ada yang berkata, “Menurutku…”. Tetapi ia berkata, “Hilal itu benar-benar ada. la ada di langit’’. Semua orang yang menyaksikan akan membenarkan pernyataannya itu dan akan ikut menguatkan dengan berkata, “Hilal tersebut benar-benar ada”. Artinya, semua pernyataan yang ada sama Karena pandangan orang yang tidak melihat itu berbeda-beda, maka pernyataan mereka juga berbeda-beda. Penilaian mereka sama sekali tidak akan mempengaruhi kenyataan yang ada. Sebab, tidak mungkin menetapkan ketiadaan pada sebuah hakikat yang memang ada. Karena itu, ada kaidah pokok yang berbunyi, “Ketiadaan mutlak hanya bisa ditetapkan lewat berbagai kesulitan yang hebat”.

 

Ya, jika engkau mengatakan bahwa benda tertentu terdapat di dunia. Maka pernyataan tersebut cukup bisa dibuktikan dengan sekedar melihatnya. Namun jika engkau mengatakan bahwa hal itu tidak ada di dunia. Artinya engkau meniadakan keberadaannya. Maka, untuk membuktikan Ketiadaannya engkau harus mencari, melihat, dan menyaksikannya ke seluruh pelosok dunia. Berdasarkan hal itu maka penolakan kaum kafir terhadap sebuah hakikat adalah satu walaupun berjumlah seribu. Sebab penolakan tersebut tidak memiliki pegangan. Hal itu sama seperti memecahkan persoalan rasional, melewati lubang, dan melompat di atas parit yang tidak ada pegangan di dalamnya.

 

Adapun orang-orang yang mengakui keberadaan sesuatu melihat kenyataan yang ada secara langsung. Pengakuan mereka satu dan saling menguatkan seperti adanya Kerja sama di dalam mengangkat batu karang yang besar. Bertambah banyak tangan yang membantu, bertambah mudah pula dalam mengangkatnya di mana masing-masing mendapat kekuatan dari yang lain.

 

Memoar Ketujuh

 

Wahai yang mendorong kaum muslimin untuk mencintai harta dunia serta menggiring mereka secara paksa kepada berbagai produk asing dan berpegang pada buntutnya. Wahai yang mengaku memiliki semangat, wahai orang yang malang, berhentilah dan renungkanlah! Jangan sampai kendali dan ikatan agama setiap individu umat terputus. Sebab, ketika ikatan sebagian mereka terputus akibat pengaruh sikap taklid buta dan perilaku yang tolol, mereka akan menjadi sosok-sosok atheis yang berbahaya bagi masyarakat dan merusak kehidupan sosial seperti racun mematikan. Sebab, orang yang murtad adalah racun mematikan bagi masyarakat. Perasaan dan seluruh kepribadiannya telah rusak. Karena itu, dalam ilmu ushul disebutkan, “Orang yang murtad tidak memiliki hak dalam hidup, berbeda dengan orang kafir dzimmi atau orang kafir yang telah membuat perjanjian. Mereka masih memiliki hak dalam hidup”. Kesaksian orang Kafir dzimmi masih bisa diterima menurut mazhab Imam Hanafi, sementara kesaksian orang fasik tertolak karena ia suka berkhianat.

 

Wahai orang fasik yang celaka, janganlah engkau bangga dengan banyaknya orang fasik. Juga, jangan engkau beranggapan, “Pikiran kebanyakan orang mendukung dan menyokongku”. Sebab, seorang fasik tidak menjadi fasik karena keinginannya sendiri atau karena permintaannya. Tetapi ia terjerumus ke dalamnya tanpa bisa keluar. Setiap orang fasik pasti berkeinginan untuk menjadi orang takwa dan saleh. Disamping itu ia pun berharap agar pemimpinnya juga seorang yang saleh. Kecuali, orang yang hati nuraninya busuk. Ia akan menikmati menggigit dan menyakiti orang seperti layaknya ular.

 

Wahai akal yang bodoh dan Kalbu yang rusak, apakah engkau menduga kaum muslimin tidak menginginkan dan memikirkan dunia sampai mereka menjadi fakir miskin. Sehingga, menurutmu perlu ada yang membangunkan mereka dari tidurnya agar tidak lupa terhadap bagian mereka di dunia? Tidak, dugaanmu sungguh salah. Tetapi yang ada adalah ketamakan yang amat sangat. Mereka berada dalam kefakiran dan kelaparan sebagai akibat dari ketamakan. Sebab, ketamakan orang mukmin adalah faktor, penyebab kegagalan dan kemiskinan. Ada perumpamaan yang berbunyi, “Orang yang tamak gagal dan merugi”.

 

Ya, faktor-faktor yang mengajak manusia kepada dunia Sangat banyak dan sarana-sarana yang mengantar manusia kepadanya beragam. Yang pertama-tama adalah nafsu ammarah bissu (yang memerintahkan kepada keburukan) lalu hawa nafsu, kebutuhan, indera, perasaan, setan, dan teman-teman jahat sepertimu, kenikmatan yang bersifat sementara, ditambah oleh banyaknya jumlah orang yang menyeru kepadanya. Sementara yang menyeru ke alam akhirat dan orang-orang yang menunjukkan manusia kepada kehidupan abadi sangat sedikit.

 

Jika engkau memiliki benih semangat dan kehormatan untuk umat ini, jika engkau jujur dalam pengakuanmu untuk berkorban dan mementingkan orang lain, maka engkau harus mengulurkan bantuan bagi mereka yang menyeru ke alam keabadian yang berjumlah sedikit itu. Namun jika engkau justru membantu yang banyak tadi, lalu membungkam mulut para da’i yang sedikit itu, berarti engkau telah menjadi teman setan. Dan sungguh ia merupakan teman yang buruk.

 

Atau, apakah engkau mengira bahwa Kemiskinan kami bersumber dari sifat zuhud atau dari kemalasan yang diakibatkan soleh sikap meninggalkan dunia? Perkiraanmu itu lebih salah lagi. Tidakkah engkau melihat bahwa orang Majusi, para Brahma yang ada di Cina dan India, orang-orang Negro yang ada di Afrika, serta bangsa-bangsa lemah lainnya dan jatuh ke dalam kekuasaan Eropa. Mereka lebih malang dari kami. Tidakkah engkau melihat bahwa yang bisa dilakukan kaum mushmin hanyalah bagaimana untuk bisa bertahan hidup. Sebab kaum kafir Barat yang lalim itu telah menjarah harta mereka, serta kaum munafik Asia dengan tipu muslihatnya yang keji telah mencuri kekayaan mereka.

 

Jika tujuan kalian menggiring kaum mukminin secara paksa kepada peradaban yang hina itu untuk memudahkan mengatur roda pemerintahan dan untuk menebarkan rasa aman di seantero kerajaan, maka engkau telah salah besar. Sebenarnya engkau sedang menggiring umat ini menuju jurang jalan yang rusak. Sebab, mengatur dan menebarkan rasa aman di antara seratus orang fasik yang, berakhlak rusak jauh lebih sulit daripada mengatur dan menyebarkan rasa aman di antara ribuan orang saleh yang bertakwa. Karena itu, kaum muslimin tidak membutuhkan adanya rangsangan dan dorongan untuk cinta dan tamak terhadap dunia. Sebab dengan cara itu, kemajuan dan perkembangan tidak akan dapat diraih, serta rasa aman dan keteraturan di seluruh wilayah kerajaan takkan tersebar. Yang mereka butuhkan adalah pengaturan usaha, penumbuhan rasa percaya diri, dan penerapan prinsip tolong menolong di antara mereka. Tentu saja semua ini hanya bisa terlaksana dengan mengikuti semua perintah agama, teguh di atasnya, serta senantiasa bertakwa kepada Allah dan mencari ridho-Nya.

 

Memoar Kedelapan

 

Wahai yang tidak mendapat kenikmatan dan kebahagiaan dalam beramal dan bekerja. Wahai orang yang malas, ketahuilah bahwa Allah Ta’ala—dengan kesempurnaan rahmat-Nya—telah memasukkan upah dari sebuah pengabdian ke dalam pengabdian itu sendiri, dan meleburkan balasan dari sebuah amal ke dalam amal itu sendiri. Oleh karena itu, segala yang ada di alam ini termasuk benda-benda mati—dari perspektif tertentu—melaksanakan perintah-perintah Tuhan dengan penuh kecintaan. Mereka melakukan tugas-tugasnya yang disebut dengan awamir takwiniyyah dengan rasa senang. Seluruh makhluk, mulai dari lebah, semut, dan burung sampai kepada matahari dan bulan, semuanya melakukan tugas mereka dengan sangat senang. Dengan kata lain, kenikmatan dan kesenangan tersebut menghiasi tugas mereka. Yaitu mereka mengerjakan tugas yang ada dengan sangat rapi, meskipun tidak mengetahui apa yang sedang dilakukan dan tidak memahami tujuannya.

 

Barangkali engkau bertanya, ‘Kalau makhluk hidup merasakan kenikmatan, itu masih mungkin. Tetapi kalau benda mati apakah ia juga merasakan rasa cinta dan kenikmatan yang sama?’

 

Pertanyaan di atas bisa dijawab sebagai berikut: Semua benda mati menginginkan kehormatan, kedudukan, kesempurnaan keindahan, dan keteraturan. Bahkan ia mencari dan membutuhkan semua itu untuk memperlihatkan nama-nama Tuhan yang tampak padanya, bukan untuk dirinya sendiri. Karena itu, di saat meme. rankan tugas alamiah tersebut kedudukannya menjadi bersinar mulia, dan tinggi di mana ia berposisi sebagai cermin dan pemantul manifestasi nama-nama Cahaya segala cahaya (Allah).

 

Sebagai contoh adalah setetes air dan sepotong kaca Meskipun benda itu sepele dan berwarna gelap, namun ketika dengan kalbu. nya yang bersih ia menghadap ke matahari, ia akan berubah menjadi semacam singgasana matahari tersebut. Ia akan menjumpaimu dengan wajah bersinar. Demikian pula dengan atom dan seluruh entitas yang ada. Dilihat dari tugasnya sebagai cermin yang memantulkan manifestasi nama-nama Allah Yang Agung, Yang Indah, dan Yang Sempurna, kedudukan mereka pun naik ke jenjang yang sangat tinggi. Sebab, tetesan dan potongan kegelapan itu naik ke tingkat yang paling jelas dan terang. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa semua entitas mengerjakan semua tugas mereka dengan sangat nikmat dan senang Karena dengan itu mereka mendapatkan kedudukan yang bersinar dan tinggi. Bukti paling jelas bahwa kenikmatan itu terdapat dalam tugas dan peran mereka adalah sebagai berikut:

 

Renungkanlah tugas-tugas organ dan seluruh inderamu. Engkau akan melihat bahwa masing-masing merasakan kenikmatan yang beraneka ragam di saat melaksanakan tugasnya dalam menjaga kelangsungan hidup seseorang. Pengabdian dan tugas tersebut merupakan semacam Kenikmatan dan kesenangan baginya. Sebaliknya, meninggalkan tugas dan peran yang ada merupakan siksaan menyakitkan bagi organ tersebut

 

Bukti nyata lain adalah ayam jantan misalnya. Ia lebih mementingkan ayam betina daripada dirinya sendiri. Ia tinggalkan rizki yang ia peroleh untuk ayam betina tanpa ada yang dimakannya. la lakukan tugasnya yang penting itu dengan sangat senang, bangga, dan nikmat. Dengan begitu, kenikmatan yang ada pada pengabdian tersebut lebih besar daripada kenikmatan pada makan itu sendin. Demikian pula dengan ayam betina yang menjaga anak-anaknya. la lebih mementingkan mereka ketimbang dirinya sendiri. Ila biarkan dirinya lapar demi untuk mengenyangkan anak-anaknya. Bahkan ja juga rela berkorban demi mereka. Ia hadapi anjing yang menyerang demi untuk menjaga kelangsungan hidup anaknya.

 

Dengan demikian, di dalam pengabdian terdapat kenikmatan yang melebihi segala sesuatu. Bahkan kenikmatan tersebut mengalahkan rasa lapar dan sakitnya mati. Para induk hewan merasakan kenikmatan yang luar biasa tatkala bisa memberikan perlindungan kepada anak-anaknya yang masih kecil. Namun ketika anaknya itu tumbuh dewasa sehingga tugas sang induk pun selesai, maka kenikmatan tadi menjadi hilang. Sang induk mulai memukul anak yang tadinya ia jaga bahkan kadangkala ia juga merebut makanan anaknya. Inilah hukum Tuhan yang berlaku pada hewan. Tentu saja hal ini berbeda dengan manusia. Dalam kehidupan manusia tugas seorang ibu dengan Kualitas tertentu terus berlangsung. Sebab, sifat kekanakan senantiasa terdapat dalam diri manusia di mana kelemahan dan ketidakberdayaan selalu menyertainya sepanjang hidup. Karena itu, ia membutuhkan rasa kasih sayang setiap waktu.

 

Demikianlah, semua hewan jantan akan sama seperti ayam jantan tadi, sementara semua induknya sama seperti ayam betina. Perhatikan bagaimana mereka tidak melaksanakan tugas dan tidak mengernakan apa pun untuk dirinya sendiri atau untuk kesempurnaannya pribadi. Tetapi ia melaksanakan tugas demi Sang Pemberi nikmat Yang Maha Mulia yang telah memberi berbagai Karunia kepadanya, dan demi Sang Pencipta Yang Agung yang telah memberinya tugas tersebut. Maka, dengan rahmat-Nya yang luas, Allah tanamkan rasa nikmat di balik tugas mereka dan rasa senang dalam pengabdian mereka.

 

Ada bukti lain yang menunjukkan bahwa balasan pahala berada di balik amal itu sendiri. Yaitu aneka ragam tumbuhan dan pohon semuanya melakukan perintah Penciptanya Yang Agung dengan penuh kecintaan dan kenikmatan. Sebab, bau harum yang disebarkan olehnya, keindahan yang ia tampilkan, serta pengorbanan yang ia tunjukkan hingga nafas terakhir demi tangkai dan buahnya, semua itu menginformasikan kepada mereka yang cerdas bahwa:

 

Tumbuhan mendapatkan kenikmatan yang luar biasa melebihi kenikmatan lainnya, tatkala ia melaksanakan perintah yang ada. Bahkan ia rela membiarkan dirinya hancur dan binasa demi; kenikmatan tersebut. Contohnya pohon kelapa dan pohon tin. Pohon tersebut memberi makan buahnya dengan ‘susu murni’ yang ia minta dan ia terima dari kekayaan rahmat Tuhan. Sementara dirinya hanya diberi makan tanah. Demikian pula dengan pohon delima. Pohon tersebut memberi minum buahnya dengan minuman yang segar yang ia terima dari Tuhan, sementara ia merasa puas dan cukup dengan air yang keruh. Bahkan hal yang sama dapat engkau jumpai pada biji-bijian. la memperlihatkan kerinduan yang besar agar bulirnya bisa keluar seperti kerinduan seorang tahanan pada kehidupan yang lapang.

 

Berdasarkan rahasia yang berlaku pada berbagai entitas alam yang disebut dengan sunnatullah itu dan dani aturan agung tersebut kita dapat mengatakan bahwa seseorang yang menganggur, yang malas, yang hanya berbaring di ranjang istirahatnya, kondisinya lebih malang dan dadanya lebih sempit daripada orang yang tekun bekerja. Sebab, seorang yang menganggur hanya mengeluhkan umurnya. Ia ingin umurnya cepat berlalu dalam permainan dan senda gurau. Sementara seorang pekerja yang tekun ia selalu bersyukur dan memuji Allah. la tidak ingin menghabiskan waktunya secara sia-sia. Karena itu, ada prinsip umum dalam kehidupan yang berbunyi, ‘Orang yang beristihat dan menganggur selalu mengeluhkan umurnya. Sedangkan orang yang bekerja dan tekun ia selalu bersyukur’. Ada pula peribahasa yang artinya sebagai berikut, ‘Kelapangan ada pada kesusahan dan kesusahan ada pada kelapangan’.

 

Ya, jika kita memperhatikan benda-benda mati, di situ hukum Tuhan terlihat dengan jelas. Benda mati yang potensinya tidak tampak dan karena itu dari sisi ini ia mempunyai kekurangan, maka ia akan berusaha dan berupaya sekuat tenaga untuk membuka dir dan berpindah dari fase ‘kekuatan yang tersembunyi’ kepada fase ‘aksi’. Ketika itu tampak sesuatu yang mengindikasikan bahwa dalam tugas alamiah tersebut tersimpan sebuah kerinduan dan pada perpindahan itu terdapat kenikmatan yang berjalan sesuai dengan hukum Allah. Bahkan dari sini kita bisa mengatakan bahwa air yang bening begitu menerima perintah untuk membeku, ia akan melaksanakan perintah tersebut dengan kuat dan senang sampai ke tingkat memecahkan dan menghancurkan besi yang ada. Jadi, ketika suhu dingin dan tingkat kebekuan itu menyampaikan perintah Tuhan untuk mengembang kepada air yang terdapat di bola besi yang tertutup, maka air itu pun segera melaksanakan perintah tadi dengan kuat dan rasa senang sehingga menghancurkan bola besi tersebut serta membeku.

 

Berdasarkan hal tersebut, lihatlah semua pergerakan yang terdapat di alam, mulai dari perputaran matahari di porosnya sampai kepada perputaran, gerakan, dan guncangan atom. Karena itu, setiap orang berjalan di atas hukum ketetapan Nahi. la muncul ke alam ini lewat amr takwini yang berasal dari Kekuasaan Ilahi dan yang meliputi pengetahuan, perintah, dan kehendak-Nya. Sehingga setiap atom, setiap entitas, dan setiap yang bernyawa, semuanya ibarat prajurit dalam sebuah pasukan. la memiliki hubungan dan tugas yang berbeda-beda, serta mempunyai ikatan yang beraneka ragam dengan masing-masing lingkungannya. Atom yang terdapat di matamu misalnya, ia mempunyai hubungan dengan sel-sel mata, dengan syaraf-syaraf mata yang ada di wajah, serta dengan urat-urat nadi yang terdapat di tubuh. Dengan hubungan dan ikatan tersebut, ada tugas tertentu baginya serta ada berbagai manfaat dan kemaslahatan yang didapatnya.

 

Amatilah semua entitas yang ada dengan cara yang sama!

 

Berdasarkan prinsip tersebut segala sesuatu yang ada di alam ini menjadi saksi atas keberadaan Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak lewat dua sisi:

 

Pertama, lewat pelaksanaan tugas-tugas yang ribuan kali melebihi kemampuannya yang terbatas. Maka, dengan ketidakberdayaan tersebut ia menjadi saksi atas keberadaan Yang Maha Berkuasa secara mutlak.

 

Kedua, lewat kesesuaian geraknya dengan berbagai hukum yang membentuk tatanan alam, serta lewat keselarasan aksinya dengan berbagai aturan yang memelihara keseimbangan seluruh entitas. Maka, dengan kesesuaian dan keselarasan itu, ia menjadi saksi keberadaan Dzat Yang Maha Mengetahui dan Berkuasa. Sebab benda mati seperti atom atau serangga seperti lebah, tidak dapat mengetahui tatanan dan keseimbangan tersebut di mana keduanya, adalah bagian dari persoalan penting, yang tertulis dalam lembaran kitab ketetapan Tuhan. Tentu saja atom dan lebah tak bisa membaca lembaran kitab yang berada di tangan Dzat yang berfirman:

 

“Pada hari saat Kami melipat langit bagaikan melipat lembaran-lembaran kitab.” (al-Anbiya [21]: 104)

 

Tak ada satupun yang menolak kesaksian atom kecuali yang dengan sangat bodoh mengira bahwa atom tersebut memiliki mata penglihatan yang memungkinkannya untuk membaca huruf-huruf halus yang ada di dalam kitab tadi. Allah, Sang Maha Pencipta Yang Maha Bijak memasukan hukum-hukum kitab tersebut dengan sangat indah dan memperindahnya dengan sangat ringkas dalam sebuah kenikmatan dan kebutuhan yang secara khusus menjadi milik sesuatu. Maka ketika sesuatu itu berjalan sesuai dengan kenikmatan dan kebutuhan tadi secara tanpa disadari ia sedang melakukan hukum-hukum yang terdapat pada kitab ketentuan ‘Tuhan di atas.

 

Contohnya ketika nyamuk lahir dan muncul ke dunia, ia akan beranjak dari rumahnya, lalu menyerang wajah manusia dan memukulnya dengan ‘tongkat panjangnya dan ’ekor halusnya’. Kemudian dengan itu ia mengeluarkan cairan yang ia serap. Dengan serangan tersebut nyamuk memperlihatkan Kemampuan militer yang luar biasa. Makhluk kecil yang baru datang ke dunia tanpa pengalaman tersebut, siapa yang mengajarkan kepadanya kemahiran yang mengagumkan, sebuah teknik perang yang sempurna kecakapan dalam mengeluarkan cairan? Dari mana ia mendapatkan pengetahuan tersebut? Aku yang papa ini mengakui bahwa seandainya aku menggantikan posisinya, pastilah aku baru bisa menguasai keterampilan tersebut, memahami teknik serang dan lari, serta cara-cara mengeluarkan cairan darah setelah melalui pengalaman yang panjang, pelajaran yang banyak, dan waktu yang lama.

 

Selain pada nyamuk engkau juga akan mendapatkan hal yang sama pada lebah yang pintar, laba-laba, dan burung bul-bul yang bisa membuat sarang dengan sangat indah.

 

Ya, Dzat Yang Maha Dermawan dan Agung telah menyerahkan kepada setiap entitas yang bernyawa ‘sebuah kartu catatan’ yang ditulis dengan tinta kenikmatan dan kebutuhan. Allah titipkan padanya sistem awamir takwiniyah-Nya serta daftar tugas yang harus dilakukannya. Maha Suci Allah Yang Maha Bijak dan Maha Agung. Bagaimana Dia memasukkan hukum ketetapan yang menjadi milik lebah pada catatan kecil tadi. Lalu catatan tersebut dituliskan di kepala lebah. Lebah tersebut kemudian diberi kunci berupa kenikmatan yang khusus menjadi miliknya agar ia bisa membuka catatan yang ditempatkan di otaknya, bisa membaca sistem kerjanya, bisa memahami tugasnya, berupaya untuk sesuai dengannya, serta bisa memperlihatkan hikmah yang terkandung dalam ayat al-Quran:

 

“Tuhanmu telah memberi ilham kepada lebah”. (an-Nahli [16]: 68)

 

Wahai orang yang membaca dan mendengar nasehat kedelapan ini, jika engkau betul-betul memahaminya dengan benar, berarti engkau telah menangkap salah satu rahasia;

 

“Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.” (al-A’raf [7]: 156)

 

berarti engkau telah mengetahui salah satu hakikat,

 

“Segala sesuatu bertasbih memuji-Nya.” (al-Isra’ [17]: 44)

 

berarti engkau telah memahami salah satu kaidah,

 

“Sesungguhnya jika Allah menghendaki sesuatu, cukup Dia berkata, ‘Kun’, maka jadilah apa yang dikehendaki-Nya itu” (Yasin [36]: 82),

 

serta berarti engkau telah menyadari salah satu rahasia,

 

“Maha Suci Allah Yang kekuasaan segala sesuatu berada qd tangan-Nya. Dan kepada-Nya kalian akan dikembalikan.” (Yasin [36]: 83)

 

Memoar Kesembilan

 

Ketahuilah bahwa posisi kenabian pada umat manusia merupakan rangKuman kebaikan serta landasan kesempurnaan, Selain itu, agama yang benar merupakan indeks kebahagiaan serta iman merupakan kebaikan murni dan keindahan mutlak. Karena kebaikan yang cemerlang, limpahan yang luas dan mulia, serta kesempurnaan yang utama tampak di alam ini, tentulah hakikat kebenaran ada pada sisi kenabian dan pada para nabi as. Sedangkan kesesatan, Kejahatan, dan kerugian ada pada pihak-pihak yang berseberangan.

 

Perhatikanlah salah satu dari ribuan contoh yang menggambarkan indahnya pengabdian seperti yang diajarkan oleh Nabi SAW.

 

Lewat ibadah, Nabi SAW. menyatukan para ahli tauhid dalam shalat hari Raya, dalam shalat Jum’at, dan dalam shalat berjamaah. Beliau juga menghimpun lisan mereka di atas kalimat yang sama. Sehingga lewat itu, beliau merespon seruan agung yang berasal dari Tuhan itu dengan suara-suara kalbu dan lisan yang tak terhingga banyaknya sebagai sesuatu yang saling mendukung dan menguatkan. Sebab, semuanya memperlihatkan sebuah pengabdian yang sangat luas terhadap keagungan Tuhan. Seolah-olah seluruh bola bumi itulah yang mengucapkan zikir yang memanjatkan doa, yang melakukan shalat kepada Allah, serta yang melakukan perintah dirikanlah shalat yang turun dengan penuh kemuliaan dan keagungan dari atas langit yang tujuh.

 

Dengan adanya kesatuan tersebut, manusia sebagai makhluk yang lemah dan kecil—layaknya biji atom yang ada di alam ini menjadi seorang hamba yang dicintai oleh Sang Pencipta langit dan bumi Karena pengabdiannya yang agung tadi. la menjadi sosok khahfah dan penguasa bumi, pemimpin semua hewan, dan tujuan penciptaan seluruh alam. Bagaimana menurutmu jika di alam nyata ini—sebagaimana di alam gaib—suara ratusan juta kaum mukminin bertakbir membaca Allahu Akbar selepas shalat, apalagi pada shalat Hari Raya, lalu semuanya berkumpul pada waktu yang sama, bukankah hal itu menyerupai suara takbir bumi dan sesuai dengan besarnya bumi yang seolah-olah seperti manusia besar. Sebab, dengan bersatunya takbir mereka pada satu waktu yang bersamaan ada takbir yang sangat besar yang seolah-olah diucapkan oleh bumi.

 

Bahkan seolah-olah bumi berguncang dengan amat dahsyat ketika shalat hari Raya. Sebab, ia bertakbir mengagungkan Allah lewat takbir seluruh dunia Islam. Dan ia juga bertasbih lewat tasbih dan zikir mereka. Maka ia berniat dari kalbu Ka’bahnya yang suci, bertakbir mengucapkan Allahu Akbar lewat lisan Arafah dari mulut Mekkah yang mulia. Maka, suara Allahu Akbar pun menggema di angkasa, menggambarkan seluruh suara kKaum mukminin yang tersebar di seluruh alam. BahkKan takbir dan zikir-zikir tersebut bergema di seantero langit dan semua alam Barzakh. Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan bumi ini bersujud dan mengabdi kepada-Nya, lalu Dia menyiapkannya sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal para makhluk-Nya. Karena itu, kami bertahmid, bertasbih, dan bertakbir mengagungkan Allah Ta’ala sejumlah bilangan atom yang ada di bumi. Segala puji bagi-Nya yang telah menjadikan kami sebagai salah satu bagian dari umat Muhammad SAW. Karena beliaulah yang mengajarkan kepada kami jenis ibadah ini.

 

Memoar Kesepuluh

 

Wahai Said yang lalai dan bingung, ketahuilah bahwa untuk sampai kepada cahaya makrifatullah, untuk bisa menyaksikan manifestasi-Nya dalam cermin tanda-tanda kekuasaan-Nya, serta untuk bisa melihat-Nya lewat berbagai bukti dan dahl yang ada, Maka engkau tidak boleh mengkritik dan meragukan setiap cahaya yang mengarah kepadamu, yang masuk ke dalam Kalbumu, dan yang tampak di akalmu. Janganlah kau ulurkan tanganmu untuk mengambil cahaya yang sudah menerangimu, tapi engkau harus melepaskan semua penyebab kelalaian untuk segera menerima dan mengarah kepada cahaya tadi. Aku bersaksi bahwa bukti dan dali) yang mengantarkan kepada makrifatullah ada tiga bagian, yaitu:

 

Bagian pertama seperti air. la bisa dilihat dan dirasakan, tetapi tidak bisa dipegang dengan jari-jemari. Pada bagian ini, engkau harus mengosongkan diri dari segala khayalan dan tenggelam ke dalamnya secara total. Engkau tidak boleh merabanya dengan jemari. Sebab, ia akan mengalir dan pergi. Air kehidupan tersebut tidak akan menetap pada jemari tadi.

 

Bagian kedua, seperti udara. Ia bisa dirasakan tetapi tidak bisa dilihat dan tidak bisa dipegang. Maka, hadapkan dan arahkan wajahmu kepada hembusan rahmat tersebut. Terimalah ia dengan wajahmu, mulutmu, dan jiwamu. Jika engkau melihat bagian ini dengan penuh keraguan dan kritikan bukan dengan aktivitas spiritual, maka ia akan segera pergi. Sebab, ia tidak akan menetap dan tinggal di tanganmu.

 

Bagian Ketiga, seperti cahaya. la bisa dilihat tetapi tidak bisa dirasakan dan tidak bisa dipegang. Maka, hadapi dan terimalah ia dengan bashirah (mata hati) kalbu dan jiwamu. Lihatlah dengan matamu. Kemudian tunggulah, barangkali ia datang dengan substansinya. Sebab, cahaya tidak bisa dipegang dengan tangan dan tidak bisa diraih dengan jari-jemari, hanya bisa diraih dengan mata hati. Jika yang Kau ulurkan adalah tangan materi yang tamak lalu kau timbang ia dengan timbangan materi, ia tidak akan tampak meskipun tidak padam. Sebab, cahaya seperti ini tidak mau diikat dengan materi dan tidak mau dikuasai oleh orang yang tamak.

 

Memoar Kesebelas

 

Lihatlah pada rahmat al-Qur’an yang luas dan Kasih sayangnya yang agung terhadap orang-orang awam. Serta renungkan pula bagaimana al-Qur’an memperhatikan pikiran mereka yang dangkal dan tidak tajam terhadap permasalahan-permasalahan rumit. Perhatikan bagaimana mengulang-ulang berbagai tanda kekuasaanNya yang jelas yang tertulis di permukaan langit dan bumi. Ia bacakan pada mereka huruf-huruf besar yang terbaca dengan sangat mudah itu. Misalnya penciptaan langit dan bumi, penurunan hujan dari langit, bagaimana menghidupkan bumi, dan lain sebagainya. Penglihatan tersebut tidak diarahkan untuk melihat huruf-huruf kecil yang tertulis di dalam huruf-huruf yang besar tadi Kecuali hanya sesekali. Maksudnya agar mereka bisa memahaminya secara mudah.

 

Selanjutnya lihatlah penjelasan dan gaya bahasa al-Qur’an yang fasih. la membacakan kepada manusia berbagai tanda kekuasaan yang ditulis oleh qudrat Nahi dalam lembaran-lembaran alam. Sehingga seolah-olah al-Qur’an merupakan bacaan yang mencakup seluruh isi kitab alam dan tatanannya serta mencakup semua urusan Sang Pencipta dan segala perbuatan-Nya yang banyak. Karena itu, dengarkan dengan kalbu firman Allah yang berbunyi,

 

“Tentang apa mereka bertanya-tanya.” (an-Naba [78]: 1)

 

“Katakanlah, wahai Allah Sang pemilik semua kerajaan.” (Ali Imran [3]: 26)

 

dan ayat-ayat yang serupa dengannya.

 

Memoar Kedua Belas

 

Wahai para sahabatku yang memperhatikan nasehat-nasehat ini, sengaja aku menuliskan perihal ketundukan kalbuku pada Tuhan yang sebetulnya harus ditutupi dan tak perlu ditulis ini tidak lain karena mengharap dari rahmat-Nya bahwa Dia akan menerima ucapan tulisanku ini sebagai ganti dariku ketika maut menjemput. Ya, taubat lisanku dalam umur yang singkat ini tak mampu menghapus dosa-dosaku yang banyak. Maka, tulisan buku yang bersifat permanen diharapkan bisa menebusnya. Tiga belas tahun yang lalu, pada saat mengalami goncangan spiritual dan mengalami Masa transisi dari kelalaian kepada kesadaran, aku pun terbangun dan masa kelam kepemudaan ketika sudah menapaki usia senja. Saat itulah aku tuliskan munajat berikut ini dalam bahasa Arab. Munajat tersebut berbunyi:

 

Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang! Wahai Tuhan Yang Maha, Mulia!

 

Karena buruknya ikhtiarku, umur dan masa mudaku telah hilang percuma. Yang tersisa sebagai buahnya adalah dosa yang menyakitkan dan hina, penderitaan yang pedih dan menyesatkan serta bisikan yang mengganggu dan melemahkan. Dengan beban yang berat, kalbu yang cacat, dan wajah yang malu ini aku pun mendekat ke pintu kubur seperti yang dialami oleh orang tuaku, para kekasihku, para kerabatku, dan teman-temanku. Sebuah tempat kesendirian yang berada di jalan keabadian untuk berpisah seterusnya dari dunia yang fana.

 

Wahai Tuhan Yang Maha Penyayang! Wahai Tuhan Yang Maha Mulia!

 

Aku melihat diriku tidak lama lagi akan memakai Kafan, akan menaiki keranda jenazah, dan akan menghadap pintu kubur. Karena itu, di pintu rahmat-Mu aku menyeru, ‘Aku memohon keselamatan, aku memohon keselamatan! wahai Yang Maha Mengasihi, wahai Yang Maha Memberi. Selamatkan aku dari malu akibat dosa’.

 

Oh, kafanku berada di atas leher sementara aku berdiri di atas kubur. Aku angkat kepalaku menatap pintu rahmat-Mu sambil berdoa, “Aku memohon keselamatan, aku memohon keselamatan, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Maha Penyayang. Selamatkan aku dari beratnya memikul dosa’.

 

Oh, aku terbungkus dalam kafan, lalu menetap di dalam kubur, dan ditinggalkan oleh mereka yang mengantar jenazahku. Akupun menunggu maaf dan rahmat-Mu, serta bersaksi bahwa tidak ada tempat selamat kecuali dengan menuju kepada-Mu. Aku berseru, “Aku memohon keselamatan, aku memohon keselamatan dari sempitnya kubur, kesengsaraan dosa, serta dari buruknya wajah kesalahan. Wahai Yang Maha Pengasih, Maha Yang Maha Menyayangi, wahai Yang Maha Memberi, wahai Yang Maha Membalas. Selamatkan aku dari berteman dengan dosa dan maksiat’.

 

Wahai Tuhan, rahmat-Mu adalah sandaran dan saranaku. Kepada-Mu kuadukan duka dan laraku. Wahai Sang Pencipta Yang Maha Mulia, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, wahai Majikanku, wahai Tuanku, aku adalah makhluk-Mu, ciptaan-Mu, hamba-Mu yang, bermaksiat, lemah, lalai, bodoh, hina, bersalah, tua, celaka, dan kabur, setelah empat puluh tahun berlalu telah kembali ke pintuMu seraya memohon rahmat-Mu, mengakui dosa dan kesalahan yang ada, menghadapi berbagai penyakit, serta bersimpuh kepadaMu. Jika Engkau menerima, mengampuni, dan mengasihi, Engkau memang layak atas hal itu. Sebab, Engkaulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang pengasih. Namun jika tidak, pintu mana selain pintu-Mu yang harus kutuju. Engkaulah Tuhan Yang Dituju, Yang Benar, dan Yang Disembah. Tiada Tuhan selain-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu. Kalimat terakhir di dunia, serta kalimat pertama di akhirat dan dikubur adalah, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.

 

Memoar Ketiga Belas

 

Bagian ini berisi lima permasalahan yang seringkali kurang dipahami

 

Pertama

 

Orang-orang yang bekerja dan berjuang di atas kebenaran, ketika seharusnya memikirkan kewajiban dan amal yang ada, mereka justru memikirkan berbagai urusan dan pengaturan yang menjadi hak Allah. Mereka membangun amal mereka di atas landasan tersebut sehingga terjerumus dalam kesalahan.

 

Dalam buku Adab ad-Dunia wa ad-Din disebutkan bahwa ketika Iblis muncul di hadapan Isa ibn.Maryam ia berkata, “Bukankah engkau yang berkata bahwa tidak akan menimpamu kecuali apa yang sudah Allah tuliskan untukmu?” “Benar”, jawab Isa as. Iblis lalu berkata lagi, “Kalau begitu, jatuhkan dirimu dari puncak gunung ini. Kalau Allah memang mentakdirkanmu selamat pasti engkau selamat”. Mendengar hal itu, Isa berkata, “Wahai makhluk terlaknat. Allahlah yang berhak menguji hamba-Nya Bukan hamba yang menguji Tuhannya”.

 

Dengan kata lain, Allahlah yang layak menguji seorang hamba dan berkata, “Jika engkau melakukan hal itu, aku akan memberimu, balasannya. Apakah engkau bisa melakukan?” Jadi Dia yang menguji. Seorang hamba sama sekali tidak berhak dan memang tidak akan mampu menguji Tuhannya dengan berkata, “Jika Engkau, melakukan hal ini, apakah Engkau akan melakukan hal tersebut, untukku?” Tentu saja ucapan tersebut termasuk sikap yang tidak etis terhadap Tuhan. la merupakan sikap yang bertolak belakang dengan prinsip pengabdian. Jika demikian, maka seorang manusia harus melakukan kewajibannya tanpa mencampuri urusan dan ketentuan Allah Ta’ala.

 

Jalaluddin Khawarism Syah adalah salah seorang pahlawan Islam yang berkali-kali berhasil mengalahkan pasukan Jengis Khan Ketika pasukannya maju ke medan pertempuran, para menteri dan orang-orang dekatnya berkata kepadanya, “Allah akan membuatmu unggul atas para musuhmu dan kau akan berhasil mengalahkan mereka”. Mendengar hal itu, ia berkata pada mereka, “Tugasku adalah berjihad di jalan Allah sebagai bentuk ketaatanku kepada perintah-Nya. Sama sekali aku tidak berhak mencampuri sesuatu yang bukan urusanku. Kemenangan dan kekalahan adalah ketentuan Allah”. Karena sang pahlawan agung itu bisa menangkap rahasia kepasrahan dan ketundukan kepada perintah Allah, maka ia seringkali mendapatkan kemenangan yang luar biasa.

 

Ya, seharusnya ketika manusia sudah melakukan sebuah upaya, ia tak usah memikirkan hasil yang akan Allah berikan padanya. Sebagai contoh, sebagian teman bertambah semangat dan bertambah rindu kepada Risalah Nur manakala melihat orang-orang, mulai memberikan respon kepadanya. Mereka pun begitu bersemangat. Namun ketika orang-orang tidak meresponnya, kekuatan jiwa mereka melemah dan api kerinduan mereka padam. Hal ini tentu saja tidak dibenarkan. Nabi kita Muhammad SAW. sebagai seorang guru besar, teladan, dan pemimpin tertinggi semua manusia telah menjadikan perintah Ilahi yang berbunyi,

 

“Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan secara jelas.” (an-Nur [24]: 54)

 

Sebagai petunjuk dan pembimbing bagi beliau. Karenanya, setiap kali kaum yang lemah itu berpaling, beliau justru tambah bersemangat dalam menyampaikan risalah, sebab beliau yakin betul bahwa hidayah adalah urusan Allah, sesuai dengan ayat yang berbunyi,

 

“Engkau tidak akan bisa memberikan hidayah bagi orang yang kau cintai. Namun Allahlah yang memberikan hidayah kepada

siapa yang Dia kehendaki.” (al-Qashash [28]: 56)

 

Maka itu, beliau tidak ikut campur dalam urusan Allah.

 

Dengan demikian wahai saudara-saudaraku, janganlah kalian mencampuri segala perbuatan dan urusan yang bukan milik kalian. Janganlah kalian membangun amal di atasnya. Juga jangan sekali-kali kalian menguji Pencipta kalian.

 

Kedua

 

Tujuan dari ibadah adalah melaksanakan perintah Allah dan mendapat ridho-Nya. Karena itu, sebab yang membuat seseorang melakukan ibadah adalah perintah Ilahi sementara dampak dari ibadah tersebut adalah menggapai ridho-Nya. Adapun buah dan keuntungannya bersifat ukhrawi. Hanya saja, nilai ibadah tersebut tidak hilang kalau buah dan keuntungannya sudah didapat di dunia dengan syarat hal itu bukan menjadi sebab dan tujuan utama Berbagai keuntungan yang diraih di dunia beserta berbagai buahnya, yang diberikan tanpa diminta tidaklah menghapus nilai ibadah Bahkan ia berposisi sebagai perangsang bagi mereka yang lemah Namun manakala manfaat dan keuntungan dunia menjadi sebah, atau salah satu sebab seseorang melakukan ibadah, wirid, dan ziki, maka ia akan membatalkan nilai ibadah yang ada. Bahkan wirig yang sebetulnya memiliki berbagai keistimewaan menjadi nihil ta, berbuah.

 

Mereka yang tidak memahami rahasia ini, ketika misalnya wirid-wirid Naqsabandiyah karya an-Naqsyabandi yang berbagai keistimewaan atau membaca al-Jausyan al-Kabir yang memiliki seribu keutamaan dengan tujuan untuk mendapatkan sebagian dar} keuntungan duniawi tersebut, maka mereka tidak akan mendapatkan keuntungan tersebut Bahkan mereka tidak akan mendapatkan dan menyaksikannya. Mereka sama sekali tidak berhak atasnya, Sebab, keuntungan-keuntungan tadi tidak terwujud Karena pem. bacaan wirid semata. Manfaat tersebut tidak bisa menjadi tujuan. la merupakan bentuk karunia Ilahi atas sebuah wirid yang dibaca secara ikhlas. Adapun jika seseorang membaca wirid tersebut dengan niat mengharap manfaat duniawi, niat itu akan merusak keikhlasannya. Bahkan ia bisa membuatnya tidak lagi bernilai ibadah sehingga nilainya jatuh.

 

Namun demikian ada hal lain yang perlu dicermati. Yaitu bahwa sebagian orang yang lemah selalu membutuhkan rangsangan dan dorongan. Sehingga ketika mereka membaca wirid-wirid tadi dengan ikhlas seraya mengingat keuntungan di balik wirid tersebut, hal itu tidak menjadi masalah. Ia tetap diterima. Karena hakikat ini tidak dipahami, banyak orang yang menjadi ragu dan bimbang ketika berbagai keuntungan duniawi seperti yang disebutkan oleh para wali quthub dan tokoh salaf tidak terwujud. Bahkan bisa jadi mereka mengingkarinya.

 

Ketiga

 

“Berbahagialah orang yang mengetahui kapasitas dirinya dan tidak melampaui batasnya”.

 

Pantulan matahari tampak pada segala sesuatu, mulai dari atom yang paling kecil, krista] kaca, setetes air, telaga yang besar, lautan yang luas, sampai kepada bulan, dan planet-planet. Masing-masing mengetahui kapasitasnya serta menerima pantulan dan gambar matahari sesuai dengan kemampuan penerimaannya. Setetes air bisa berkata, “Pada diriku ada bayangan matahari”. Tentu saja hal itu sesuai dengan kemampuan penerimaannya. Namun ia tidak bisa berkata, “ Aku cermin bagi matahari sama seperti laut”.

 

Demikian pula dengan kedudukan para wali. Di dalamnya ada banyak sekali tingkatan sesuai dengan pantulan manifestasi nama-nama Ilahi yang beragam. Masing-masing nama tersebut memiliki manifestasi sendiri, mulai dari kalbu sampai kepada arasy. Namun kalbu tidak bisa berkata, “Saya sama seperti arasy yang agung itu”. Dari sini kita bisa memahami bahwa seorang salik yang sombong, dan lupa diri sebetulnya tidak mengerti. la menyamakan kalbunya yang sangat kecil seperti atom dengan arasy yang agung. la menganggap Kedudukan dirinya yang seperti tetesan air setara dengan kedudukan para wali besar yang seperti laut. Maka, alih-alih memfokuskan perhatian pada prinsip-prinsip ibadah yang berupa penampakan kelemahan, kepapaan, kesadaran akan kelalaian dirinya di hadapan Tuhan, ketundukan di hadapan uluhiyah-Nya, serta sujud kepada-Nya dengan hina dina, ia malah langsung memaksakan diri untuk bisa mensejajarkan dirinya dengan kedudukan para wali yang mulia itu. Sebagai akibatnya, ia pun terjerumus kepada sifat sombong, lupa diri, egoisme, dan berbagai persoalan pelik.

 

Kesimpulan

 

Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Manusia sungguh celaka kecuali mereka yang berilmu. Yang berilmu pun celaka Kecuali yang beramal. Yang beramal pun celaka kecuali yang ikhlas. Dan mereka yang ikhlas dihadapkan pada kesulitan besar”.

 

Dengan Kata Iain, sumber keselamatan adalah ikhlas. Maka berbuat secara ikhlas merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab amal sekecil apapun jika dilakukan secara ikhlas lebih baik dalam pandangan Allah daripada amal berton-ton tetapi tidak ikhlas Manusia baru menjadi ikhlas kalau ia menyadari bahwa yang membuatnya melakukan sebuah amal adalah perintah Ilahi, bukan yang lainnya. Lalu hasil dari itu semua adalah mendapat ridho-Nya Kemudian ia tidak mencampuri urusan Tuhan.

 

Keikhlasan dan ketulusan ada pada segala sesuatu. Bahkan setitik cinta yang tulus lebih utama daripada segunung cinta formalitas. Jenis cinta tersebut digambarkan oleh sebuah syair, sebagai berikut

 

Aku tidak mencari imbalan atas cinta tersebut.

 

sungguh lernah sebuah cita yang dicari balasannya.

 

Artinya, aku tidak menuntut upah, balasan, gant, dan imbalan atas cinta tersebut. Sebab, anta yang menuntut upah dan balasan adalah anta yang lemah yang tidak akan abadi. Cinta yang tulus tersebut telah Allah tanamkan dalam fitrah manusia, terutama dalam diri ibu pada umumnya. Belas kasih ibu merupakan contoh ketulusan cinta yang paling nyata. Bukti bahwa seorang ibu sama sekali tidak menuntut balasan dan upah atas cintanya Kepada anak-anaknya ditunjukkan oleh kebaikan dan pengorbanan yang diberikan demi anak-anak. Karena itu, engkau melihat bagaimana ayam betina akan menyerang anjing demi menyelamatkan sang anak dari terkamannya. Sebab, sang induk mengetahui bahwa kehidupan mereka merupakan modal satu-satunya.

 

Keempat

 

Berbagai nikmat yang datang lewat sarana dan perantara lahiriah jangan diterima semata-mata sebagai jasa dari perantara tersebut. Karena, sarana dan perantara itu bisa jadi mempunyai kehendak atau bisa juga tidak. Jika tidak mempunyai kehendak seperti binatang dan tumbuhan—pastilah ia memberimu atas izin dan nama Allah. Sebab, ia selalu berzikir kepada Allah. Dengan kata lain, ia mengucapkan bismillah dan ia serahkan nikmat tersebut kepadamu. Karena itu, ambillah dan makanlah ia dengan nama Allah.

 

Namun jika perantara tersebut mempunyai kehendak (manusia), ia harus terlebih dahulu mengingat Allah dan mengucapkan bismillah. Janganlah engkau mengambil darinya kecuali setelah ia mengingat nama Allah. Sebab, selain makna lahiriahnya, makna simbolis dari firman Allah berikut,

 

“Janganlah kalian memakan dari sesuatu yang tidak disebutkan nama Allah padanya.” (al-An’am [6]: 121)

 

menjelaskan agar kita tidak memakan sebuah nikmat yang nama pemiliknya yang hakiki (Allah) tidak disebutkan.

 

Atas dasar itulah, si pemberi harus menyebut nama Allah. Serta si penerima juga harus menyebut nama Allah, jika si pemberi tidak menyebut nama Allah sementara engkau berada dalam kondisi yang sangat membutuhkan, ingatlah nama Allah. Namun angkat matamu tinggi-tinggi, dan tataplah tangan kasih sayang Ilahi yang telah memberikan nikmat tersebut kepadanya dan kepadamu sekaligus. Terimalah ia dengan rasa syukur. Artinya, pandanglah pemberian tersebut sebagai sebuah nikmat lalu ingatlah si Pemberi nikmat yang hakiki atas pemberian tersebut. Tatapan dan ingatan tersebut merupakan bentuk rasa syukur. Selanjutnya lihatlah wasilah dan perantara yang ada. Doakan dan pujilah ia karena nikmat tersebut datang lewat tangannya.

 

Orang-orang yang mengagungkan perantara tertipu Karena mereka memandang sesuatu sebagai sebab bagi yang lain ketika keduanya datang secara bersamaan atau ketika keduanya ada secara bersamaan. Inilah yang disebut dengan keterkaitan (iktiran). Karena ketiadaan sesuatu menjadi sebab ketiadaan nikmat, maka seseorang mengira bahwa keberadaan sesuatu itu merupakan sebab adanya nikmat. Akhirnya ia mulai memberikan rasa syukur dan terima kasihnya kepada sesuatu tadi. Tentu saja ia telah berbuat salah. Sebab, keberadaan sebuah nikmat bergantung pada banyak faktor dan syarat-syarat tertentu. Sementara ketiadaan nikmat tersebut terjadi hanya karena ketiadaan satu faktor saja.

 

Sebagai contoh, orang yang tidak membuka saluran air menuju kebun menjadi sebab yang membuat kebun tersebut Kering dan mati. Serta pada tahap selanjutnya ia membuat nikmat yang terdapat di dalamnya hilang. Namun demikian keberadaan berbagi nikmat di kebun tadi tidak bergantung pada perbuatan ia Seorang Tetapi bergantung pada ratusan faktor lain. Bahkan semua nikmat tersebut hanya bisa diperoleh lewat sebab yang hakiki. Yaitu kekuasaan Tuhan dan kehendak Ilahi. Dari sini, engKau dapat memahami kesalahan yang ada dan mengetahui betapa bodohnya, mereka yang menghamba kepada wasilah dan perantara.

 

Ya, keterkaitan dan sebab merupakan dua hal yang berbeda. Nikmat yang datang kepadamu seiring dengan niat seseorang untuk berbuat baik kepadamu sebabnya adalah rahmat Ilahi. Orang tadi hanya memiliki kaitan bukan sebagai sebab. Memang benar bahwa seandainya orang tersebut tidak berniat berbuat baik kepadamu, nikmat tadi tidak datang. Dengan Kata lain, ketiadaan niatnya menjadi sebab tidak datangnya nikmat.

 

Namun kecenderungan berbuat baik sama sekali bukanlah sebab bagi adanya nikmat. Tetapi bisa jadi hanya merupakan salah satu faktor di antara ratusan faktor lainnya. Hal inilah yang tidak dipahami oleh sebagian murid Nur yang diberi limpahai karunia oleh Allah (seperti Husrev dan Ra’fat). Mereka tidak bisa membedakan antara keterkaitan dan sebab. Mereka menampakkan ridho kepada guru mereka dan memujinya secara berlebihan. Yang benar, Allah telah mengaitkan antara nikmat kemampuan mereka mengambil manfaat dari pelajaran-pelajaran al-Qur’an dengan karunia nikmat pengajaran yang diberikan kepada guru mereka. Jadi, sebetulnya yang ada hanyalah sebuah keterkaitan.

 

Mereka berkata, “Seandainya guru kami tidak datang ke sini, kami tidak akan mendapatkan pelajaran keimanan seperti ini. Pengajaran beliau menjadi sebab yang membuat kami sadar dan bisa mengambil manfaat”. Sementara aku berkata, ’Wahai saudara-saudara yang Kucintai. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah mengkaitkan nikmat yang Dia berikan kepadaku dengan nikmat yang Dia berikan pada kalian. Adapun yang menjadi sebab bagi datangnya kedua nikmat tersebut adalah rahmat Ilahi”.

 

Pada suatu hari aku merasa mendapat Karunia dari para murid yang memiliki keahlian menulis seperti kalian di mana mereka ingin mengabdi kepada Risalah Nur. Ketika itulah aku lalai membedakan antara keterkaitan dan sebab. Aku berkata, “Bagaimana mungkin orang yang tidak memiliki kepandaian menulis sepertiku bisa melakukan tugas pengabdian kepada al-Qur’an al-Karim kalau tidak karena mereka?” Namun kemudian aku sadar bahwa setelah memberikan karunia yang mulia kepada kalian berupa kepandaian menulis, Allah Ta’ala memberikan taufiknya kepadaku untuk berjalan di atas pengabdian tersebut. Sehingga dengan begitu ada keterkaitan antara dua karunia tersebut. Salah satunya sama sekali bukan merupakan sebab bagi yang lain. Karena itu, aku tidak akan mengarahkan rasa syukur dan terima kasihku kepada kalian. Tetapi kuucapkan kabar gembira dan selamat kepada kalian. Demikian pula hendaknya kalian mendoakanku agar senantiasa diberi taufik dan keberkahan ketimbang memberikan ridho dan sanjungan.

 

Di sinilah ada timbangan yang sangat akurat untuk mengukur tingkat kelalaian.

 

Kelima

 

Merupakan sebuah kezaliman besar apabila milik kolektif jamaah hanya diberikan kepada seseorang. Atau sebuah kezaliman yang tak terpuji jika apa yang menjadi milik kolektif jamaah dirampas oleh seseorang. Demikian pula dengan berbagai pencapaian yang diperoleh lewat usaha kolektif jamaah serta kedudukan dan kemuliaan yang mereka dapat. Jika berbagai pencapaian, kedudukan, dan kemuliaan tersebut hanya disandarkan kepada pemimpin, guru, dan pembimbing mereka, maka ia merupakan sebuah bentuk kezaliman terhadap hak jamaah, di samping terhadap guru itu sendiri. Sebab hal itu akan membangkitkan rasa egoismenya yang tersembunyi dan bisa membuatnya lupa diri. Padahal, ia tidak lain hanyalah penjaga pintu bagi jamaah. Pakaian kebesaran yang dikenakan kepadanya akan menzalimi dirinya. Bahkan bisa jadi membuka jalan baginya menuju syirik yang samar. Ya, seorang pemimpin pasukan tidak berhak untuk mendapatkan barang rampasan perang yang didapat oleh para prajurit ketika mereka berhasil menduduki sebuah benteng yang kokoh. Ia juga tidak bisa menisbatkan kemenangan mereka kepada dirinya semata.

 

Oleh Karena itu, seorang guru atau pembimbing tidak boleh dianggap sebagai sumber dan asal Tetapi ia harus diposisikan sebagai tempat pantulan. la ibarat cermin yang memantulkan Panas dan cahaya matahari kepadamu. Adalah sangat bodoh kalau engkau memandang cermin tadi sebagai sumber panas dan cahaya dengan melupakan matahari itu sendiri. Akhirnya, engkau akan memberikan perhatian dan rasa senang kepada cermin tersebut, bukan kepada matahari. Memang benar bahwa cermin tersebut harus dipelihara sebab ia menjadi sarana yang memantulkan sifat-sifat tadi. Jiwa dan kalbu sang guru merupakan cermin yang memantulkan lampahan Karunia ahi yang diberikan oleh Tuhan. Dengan begitu, ia menjadi sarana yang mengantarkan pantulan Karunia tadi kepada para muridnya.

 

Karena itu, ia cukup dipandang sebagai sebuah sarana dan perantara, tidak lebih. Bahkan bisa jadi, sang guru yang dianggap sebagai sumber tersebut bukan sebagai perantara maupun sumbernya. Hanya saja si murid melihat limpahan karunia yang sebenarnya datang dari jalan lain tampak pada cermin jiwa gurunya. Hal itu terjadi karena si murid begitu ikhlas, begitu dekat, dan mempunyai ikatan yang kuat dengan sang guru sehingga pandangannya hanya tertuju kepada gurunya. Kondisi ini sama seperti orang yang terhipnotis. Setelah memperhatikan cermin tadi, terbuka dalam khayalannya sebuah jendela menuju alam misal. Dengan itu, ia bisa melihat berbagai pemandangan aneh dan mengagumkan. Namun perlu diketahui, pemandangan tadi bukan terdapat di cermin tetapi terdapat pada jendela khayalan di balik cermin yang terbuka sebagai akibat dari perhatiannya kepada cermin tersebut.

 

Oleh sebab itu, bisa jadi seorang murid yang sangat tulus kepada seorang guru yang tidak sempurna menjadi lebih sempurna dari gurunya. la terima pengajaran gurunya lalu Kemudian menjadi guru bagi gurunya.

 

Memoar Keempat Belas

 

Bagian ini berisi empat petunjuk singkat yang terkait dengan persoalan tauhid;

Petunjuk Pertama

 

Wahai yang bersandar kepada sarana dan perantara, sungguh engkau telah tertipu. Bayangkan dirimu melihat sebuah istana menakjubkan yang terbuat dari permata yang ketika dibangun sebagian dari permata itu ada di Cina, sebagian lagi ada di Andalus, sebagian lagi ada di Yaman, dan sebagian lagi ada di Siberia. Lalu istana itu selesai dalam bentuk yang paling baik dengan batu-batu mulia yang didatangkan dari daerah Timur, Barat, Utara dan Selatan dalam waktu yang sangat cepat dan dengan cara yang sangat mudah pada hari yang sama. Apakah ketika itu engkau masih ragu bahwa yang membangun istana tersebut berkuasa penuh atas bumi?

 

Demikianlah, setiap entitas yang terdapat di alam ini merupakan bangunan dan istana Ilahi. Terlebih-lebih manusia. la adalah istana yang paling indah dan paling mengagumkan. Sebab sebagian batu mulia dari istana indah tersebut berasal dari alam arwah, sebagian lagi berasal dari alam lauhil mahfudz, sebagian dari alam udara, dari alam cahaya, dan dari alam berbagai unsur. Selain itu, kebutuhannya terus sepanjang masa, impiannya tersebar di seantero langit dan bumi Serta ikatan-ikatannya terpaut pada tataran dunia dan akhirat.

 

Wahai manusia yang mengaku sebagai manusia. Engkau merupakan istana yang sangat menakjubkan dan bangunan yang sangat mengagumkan. Jika demikian, maka sesungguhnya Penciptamu adalah Dzat yang bisa berbuat apa saja baik di dunia maupun di akhirat secara sangat mudah. Dia berbuat apa saja di langit dan di bumi seperti sedang membolak-balik dua lembaran. Dia berkuasa melakukan apa pun di alam abadi dan fana ini seolah-olah keduanya kemarin dan esok. Tidak ada sesembahan yang layak bagimu, tidak ada tempat selamat untukmu, serta tidak ada yang bisa melindungimu kecuali Dzat Yang Berkuasa terhadap langit dan bumi dan yang menggenggam kendali dunia dan akhirat.

 

Petunjuk Kedua

 

Sebagian orang yang dungu begitu senang menghadap ke cermin ketika gambar matahari tampak di dalamnya. Sebab, mereka tidak mengenali matahari itu sendiri. la jaga cermin tersebut dengan sungguh-sungguh agar gambar matahari tetap ada di dalamnya dan tidak hilang. Namun ketika ia mengetahui bahwa matahari itu tidak lenyap saat cerminnya lenyap, dan tidak hilang saat cerminnya rusak, maka ia pun mengarahkan perhatiannya pada matahari yang terdapat di langit. Ketika itulah ia mengetahui bahwa matahari yang tampak di cermin tidak mengikuti cermin dan bahwa kekekalannya tidak bergantung pada kekekalan cermin. Justru cermin itu menjadi tetap berguna dan bersinar karena adanya pantulan matahari, Dengan demikian, cermin itulah yang bergantung pada kekekalan matahari.

 

Wahai manusia, Kalbu, identitas, dan substansi mu adalah cermin. Keinginan fitrahmu untuk bisa kekal bukan semata-mata karena cermin tadi, tetapi karena pada cermin itu terdapat pantulan nama Allah Yang Maha Kekal dan Agung. Nama tersebut terpantul di dalamnya sesuai dengan kesiapan setiap manusia. Karenanya, ketika keinginan tadi diarahkan ke sisi yang lain, hal itu betul-betul merupakan kebodohan. Jika demikian keadaannya, ucapkanlah “Wahai Yang Maha Kekal Engkaulah Yang Maha Kekal. Selama Engkau Ada dan Kekal, apa pun yang dilakukan Kefanaan pada kami, kami tidak peduli”.

 

Petunjuk Ketiga

 

Wahai manusia, diantara keunikan yang ditanamkan oleh Sang Pencipta Yang Maha Bijak dalam dirimu adalah bahwa ketika kadangkala dunia terasa sempit bagimu sehingga engkau mengeluh seraya mengucap, “Uh, uh!” dengan kesal seperti orang yang sedang tersudut dan tercekik, lalu engkau berusaha mencari tempat yang lebih luas, ternyata sebiji amal perbuatan dan lintasan pikiran yang lembut bisa terasa lapang sehingga engkau tenggelam di dalamnya. Dengan demikian, kalbu dan pikiranmu yang tidak muat oleh dunia yang besar muat oleh sesuatu yang kecil. Karena itu, berkelilinglah dengan segenap perasaan dan emosimu pada lintasan pikiran yang lembut dan kecil itu.

 

Allah telah menanamkan dalam dirimu berbagai organ dan perangkat spiritual yang lembut. Jika sebagiannya menyantap dunia ja tidak akan kenyang, sementara sebagian yang lain tak kuat menahan sehelai rambut tipis sekalipun. Misalnya mata yang tidak kuat menahan sehelai rambut yang masuk sementara kepala bisa menahan beban yang sangat berat. Perangkat yang lembut tersebut tidak bisa menahan beban seringan rambut. Dengan kata lain, ia tidak bisa menahan kondisi sangat ringan yang bersumber dari kesesatan dan kelalaian. Bahkan nyalanya bisa padam dan mati.

 

Oleh sebab itu, ringankanlah pijakanmu jangan sampai tenggelam. Sebab jika tidak, engkau akan tenggelam berikut perangkat halusmu yang telah melahap dunia dalam bentuk santapan, ucapan, kilau cahaya, isyarat, tumbuhan, dan ciuman. Ada banyak sekali sesuatu yang sangat kecil tetapi di satu sisi mampu menyerap sesuatu yang sangat besar. Sebagai contoh lihatlah bagaimana langit beserta bintang gemintangnya termuat dalam cermin yang kecil, bagaimana Allah menuliskan dalam memorimu yang kecil sesuatu yang lebih banyak daripada lembaran amalmu dan lebih luas daripada lembaran umurmu. Maha suci Allah Yang Maha Berkuasa dan Maha Berdiri Sendiri.

 

Petunjuk Keempat

 

Wahai manusia yang menggemar dunia! Dunia yang engkau anggap luas dan lapang sebetulnya hanyalah kuburan yang sempit. Hanya saja dinding-dinding kuburan tersebut terbuat dari cermin yang bisa memantulkan berbagai gambar sehingga engkau melihatnya luas dan lapang sejauh mata memandang. Demikian pula dengan tempat yang engkau diami sekarang. Ia tidak ubahnya seperti kuburan, namun engkau melihatnya seolah-olah luas seperti sebuah kota yang besar. Sebab, dinding kanan dan kiri dunia tersebut yang mencerminkan masa lalu dan mendatang seolah-olah seperti cermin yang memantulkan berbagai gambar. Hal itu membuat sisi-sisi Zaman sekarang ini tampak luas padahal sebetulnya sangat singkat dan sempit. Akhirnya bercampurlah antara hakikat dan khayalan. Engkau melihat dunia yang sebetulnya tiada menjadi ada. Sebuah garis lurus yang sebetulnya sangat tipis, kalau digerakkan sedikit saja akan tampak luas menyerupai sebuah permukaan yang besar.

 

Demikian pula dengan duniamu. Sebetulnya ia sangat sempit hamun dinding-dindingnya menjadi luas dan lebar akibat kealpaan dan sangkaan khayalmu. Baru ketika kepalamu bergerak Karena sebuah musibah, ia akan membentur dinding yang kau anggan jauh tadi. la akan menghapus semua khayalanmu itu sekaligus membangunkanmu dari tidur panjang. Ketika itu engkau akan mengetahui bahwa dunia yang kau anggap luas ternyata lebih sempit dari kubur. Putaran masa dan umurmu ternyata berlalu lebih cepat daripada burog. Serta, hidupmu mengalir lebih cepat ketimbang air sungai. Karena kehidupan dunia, materi, dan hewani berlangsung demikian, maka keluarlah engkau dari kehidupan hewani, tinggalkanlah alam materi, serta masuklah kepada kehidupan kalbu. Di situlah engkau akan mendapatkan kehidupan yang lebih lapang, alam cahaya yang lebih luas daripada dunia yang kau kira.

 

Kunci untuk memasuki alam yang lapang itu adalah mengenal Allah, membunyikan lisan, menggerakkan kalbu, serta menyibuk. kan jiwa dengan makna dan rahasia kalimat sua Ia ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah).

 

Memoar Kelima Belas

 

la berisi tiga persoalan Persoalan Pertama”

 

Wahai yang ingin mengetahui petunjuk tentang hakikat dua ayat mulia berikut,

 

Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat biji atom, ia akan melihatnya. juga siapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji atom, ia akan melihatnya. (az-Zalzalah [99]: 7-8)

 

Keduanya menjelaskan manifestasi yang sempurna dari nama Allah, al-Hafidz (Maha Menjaga). Manifestasi nama al-Hafidz tersebut serta contoh hakikat agung dari dua ayat di atas tampak dengan sangat jelas di seluruh pelosok alam. Engkau bisa mengetahuinya dengan melihat dan merenungkan lembaran kitab alam ini. Yaitu lembaran kitab yang tertulis sesuai dengan catatan, timbangan, dan ukuran yang terdapat pada lauhil mahfudz.

 

Sebagai contoh ambillah sejumput benih dari aneka bunga dan pohon. Tampak campuran benih yang beraneka ragam jenis dan macamnya itu serupa dari segi bentuk dan besarnya. Lalu tanamlah ja pada sebidang tanah. Sirami dengan air secara bersamaan tanpa dibeda-bedakan. Selanjutnya tengoklah ia kembali pada musim semi, sebagai ajang kebangkitan tahunan. Lihat dan perhatikan bagaimana malaikat Ra’ad meniupkan sangkakalanya di musim semi seperti tiupan malaikat Israfil. la menyeru memanggil hujan seraya memberikan kabar gembira kepada benih-benih yang tertanam di bawah tanah bahwa semuanya akan dibangkitkan setelah tadinya mati. Engkau akan menyaksikan bagaimana seluruh benih yang sangat serupa itu, di bawah cahaya manifestasi nama al-Hafidz, secara sempurna menggambarkan awamir takwiniyah (instruksi penciptaan) yang berasal dari Tuhannya. Semua aksi dan geraknya sesuai dengan instruksi tersebut. la menampakkan kilau kebijakan, pengetahuan, kehendak, tujuan, dan perasaan-Nya yang sempurna.

 

Dengan jelas engkau melihat bagaimana benih-benih yang serupa itu muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. Ada benih yang menjadi pohon tin. Sebuah pohon yang menghasilkan dan menebarkan nikmat Tuhan lewat ranting dan dahannya. Ada lagi dua benih serupa yang menghasilkan bunga matahari dan bunga pansi. Masih banyak lagi bunga-bunga indah yang berhias diri untuk kita serta menemui kita dengan wajah yang senyum dan ceria. Selain itu ada pula berbagai benth lain yang berubah menjadi buah yang nikmat, tangkai-tangkai yang besar, dan pohon-pohon yang tinggi. Rasa buahnya yang lezat, wanginya yang harum, serta bentuknya yang indah membangkitKan selera kita sekaligus mengundang kita untuk mendekatinya. Lalu ia mempersembahkan dirinya kepada kita agar bisa naik dari tingkatan nabati menuju tingkatan hewani.

 

Benih-benih itupun tumbuh berkembang secara hebat sehingga dengan izin Tuhannya, ia menjadi sebuah kebun rimbun dan taman indah berhias aneka macam pohon dan tumbuhan. Perhatikan, adakah kekurangan dan cacat di dalamnya.

 

maka lihatlah kembali, adakah yang tidak seirmbang di dalamnya, (al-Mulk [67]: 3)

 

Lewat manifestasi nama Allah al-Hafidz serta lewat Karunia. Nya, setiap benih memperlihatkan apa yang diwarisi dari induk dan asalnya tanpa kurang sedikitpun. Dengan semua itu, al-Hafidz yang telah melakukan penjagaan mengagumkan tersebut, mengisyaratkan sifat penjagaan-Nya yang akan tampak secara sangat jelas di hari kebangkitan dan di hari kiamat yang agung nanti.

 

Ya, penjagaan dan pengawasan Allah pada berbagai urusan yang sederhana itu merupakan bukti nyata bahwa Dia akan menjaga dan menghitung semua hal yang penting dan berpengaruh seperti amal perbuatan para khalifah di muka bumi berikut prestasinya, tingkah laku dan ucapan para pengemban amanah itu, serta berbagai kebajikan dan kejahatan para hamba Tuhan Yang Maha Esa.

 

“Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja.” (al-Qiyamah [75]: 36)

 

‘Tentu saja manusia akan dibangkitkan menuju keabadian, akan diberikan kebahagiaan yang kekal atau kemalangan yang kekal, serta akan dihisab sehingga bisa mendapat pahala atau mendapat siksa. Demikianlah, ada banyak sekali bukti yang menunjukkan manifestasi nama Allah al-Hafidz dan menerangkan hakikat ayat di atas. Contoh di atas baru sebagian kecil saja. Ia baru segenggam dari seonggok makanan, baru sepetak dari lautan, baru sebutir dari bebatuan yang banyak, baru setitik dari padang pasir yang luas, dan baru setetes dari air jernih yang turun dari langit. Maha suci Allah Yang Maha Menjaga, Maha Mengawasi, Maha Menyaksikan, dan Maha Menghitung.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Diterbitkan dalam Risalah lain

 

Risalah al-Iqtishad (Hidup Sederhana)

 

Risalah ini secara khusus berbicara tentang hidup hemat dan qana’ah, sekaligus hidup berlebihan dan boros

 

Makanlah, minumlah, dan jangan berlebihan. (al-A’raf [7]: 31)

 

Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan sebuah pelajaran yang sangat penting dalam bentuk perintah hemat sekaligus secara tegas melarang hidup berlebihan. Bagian ini berisi tujuh catatan.

 

CATATAN PERTAMA

 

Allah Sang Pencipta Yang Maha Pengasih meminta manusia untuk bersyukur atas berbagai karunia yang diberikan kepadanya. Hidup boros dan berlebihan merupakan tindakan yang berlawanan dengan rasa syukur serta merupakan tindakan yang meremehkan nikmat tadi. Sementara hidup hemat adalah wujud penghormatan atasnya.

 

Ya, hidup hemat adalah wujud rasa syukur yang bersifat maknawiyah. la merupakan bentuk penghormatan terhadap rahmat Tuhan yang tersimpan dalam karunia dan kebaikan-Nya, penyebab keberkahan dan ditambahkannya nikmat, sumber kesehatan jasmani layaknya diet, sarana kehormatan yang menyelamatkan manusia dari kehinaan meminta-minta, sarana utama agar kita bisa merasakan kelezatan yang terdapat dalam berbagai nikmat, serta menjadi perantara agar kita bisa mencicipi segala kenikmatan yang tersembunyi dalam karunia yang tampaknya tidak nikmat. Karena hidup boros dan berlebihan berlawanan dengan hikmah-hikmah di atas, maka ia memberikan dampak-dampak yang sebaliknya.

 

CATATAN KEDUA

 

Sang Pencipta Yang Maha Bijak menciptakan fisik manusia tak ubahnya seperti istana yang mempunyai struktur bangunan Sempurna serta seperti sebuah kota yang tersusun rapi. Dia menjadikan alat perasa yang terdapat di mulutnya layaknya penjaga, memposisikan syaraf-syaraf layaknya kabel telepon atau telegrap (alat tersebut menjadi sarana komunikasi yang peka antara kekuatan pengecap dan perut yang terdapat di pusat tubuh manusia), Sementara itu, alat pengecap bertugas menyampaikan bahan-bahan yang masuk ke mulut sekaligus menghalangi masuknya barang berbahaya yang tidak dibutuhkan oleh badan. Seolah-olah ia berkata, “Dilarang masuk” dan mengusir makanan tersebut. Bahkan ia segera membuang dan mengeluarkan segala yang tidak bermanfaat dan berbahaya bagi tubuh.

 

Karena alat pengecap yang terdapat di mulut berposisi sebagai petugas penjaga sementara perut ibarat pemimpin yang menguasai tubuh, maka ketika sang pemimpin istana itu diberi hadiah sebesar nilai seratus, hanya lima persen saja yang boleh diberikan kepada petugas penjaga, tidak lebih. Maksudnya agar si penjaga tadi tidak lupa dini, tidak lalai atas tugasnya, serta tidak memasukkan ke dalam istana itu benda berbahaya yang telah menyuapnya dengan tips yang lebih besar.

 

Berdasarkan hal tersebut, seandai nya di hadapan kita ada dua potong makanan. Yang satu adalah makanan bergizi berupa keju dan telur misalnya yang harganya seribu, sementara yang satunya lagi berupa kue mahal yang harganya sepuluh ribu. Sebelum masuk ke dalam mulut, kedua potong makanan tersebut mempunyai ukuran yang sama. Juga setelah masuk ke mulut dan turun ke bawah tenggorokan, keduanya sama-sama baik untuk pertumbuhan badan. Bahkan, bisa jadi keju yang seharga seribu rupiah lebih bergizi dan lebih baik bagi pertumbuhan badan. Jadi tidak ada perbedaan antara keduanya kecuali kenikmatan yang diberikan kepada alat pengecap selama kurang dari setengah menit. Kalau begitu, betapa boros dan betapa bodohnya kalau kita memilih untuk mengeluarkan uang senilai sepuluh ribu ketimbang seribu rupiah demi untuk kenikmatan yang hanya berlangsung selama setengah menit.

 

Demikianlah, ketika si penjaga tadi diberi hadiah sebesar sembilan Kali lipat dari apa yang diberikan kepada penguasa istana hal itu tentu akan membuatnya lupa diri dan selanjutnya berkata, “Sayalah yang berkuasa’”’. Siapa yang memberi hadiah lebih besar dan kenikmatan lebih banyak, ia akan segera dibawa masuk sehingga merusak tatanan yang ada di dalamnya. Lalu ia akan menyalakan api yang siap membakar dan membuat si pemiliknya meminta tolong dengan berkata, “Ayo segera pergi ke dokter agar panasku reda dan nyala apiku padam”.

 

Jadi hidup hemat dan qana’ah adalah dua hal yang sangat sejalan dengan hikmah Ilahi. Keduanya menempatkan alat pengecap di atas laksana petugas penjaga, memposisikannya secara wajar, serta memberi upah kepadanya sesuai dengan tugas yang ada. Adapun hidup boros dan berlebihan bertentangan dengan hikmah Ilahi. Karena itu, orang yang boros akan cepat mendapat penyakit. Sebab, perut akan berisi dengan berbagai campuran berbahaya yang bisa menghilangkan selera makan sebenarnya. la pun makan dengan selera palsu yang muncul melalui berbagai jenis makanan yang menyebabkan kesulitan pencernaan.

 

CATATAN KETIGA

 

Pada catatan kedua di atas kami telah mengatakan bahwa alat pengecap bertugas sebagai penjaga. Ya, demikianlah kondisinya bagi mereka yang lalai yang belum memiliki jenjang spiritual yang tinggi serta bagi mereka yang belum sampai ke tangga syukur. Seharusnya tidak boleh hidup boros seperti dengan mengeluarkan sepuluh kali lipat dari harga yang wajar hanya demi kenikmatan alat pengecap tersebut. Namun bagi mereka yang benar-benar bisa bersyukur serta bagi para ahli hakikat dan orang-orang yang mempunyai ketajaman mata batin, alat pengecap tadi laksana pengawas, pemeriksa dan pengontrol perbendaharaan rahmat Tuhan—sebagaimana dijelaskan pada perumpamaan yang ada pada Kalimat keenam-. Proses penilaian dan pengenalan terhadap berbagai nikmat Tuhan secara detail yang dilakukan oleh alat pengecap tadi bertujuan untuk memberitahukan kepada tubuh dan perut dalam bentuk syukur maknawi.

 

Karena itu, tugas alat pengecap tidak sekedar melindung; tubuh secara fisik, tetapi lebih dari itu ia juga bertugas melindungi dan memelihara kalbu, jiwa, dan akal. Perlu diketahui bahwa dalam mendapatkan kenikmatannya—dengan syarat tidak berlebihan alat pengecap tersebut bisa melaksanakan fungsi syukur yang tulug sekaligus bisa mengenali berbagai macam nikmat Tuhan. Dengan kata lain, kita bisa mempergunakan lisan ini untuk bersyukur karena ia bisa memilah-milah di antara berbagai makanan yang nikmat dan lezat.

 

Terkait dengan hal ini, kami akan mengetengahkan sebuah kejadian menarik di seputar karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, Kejadiannya adalah sebagai berikut: Seorang wanita tua memiliki anak satu-satunya yang diasuh oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Pada suatu hari, wanita tersebut pergi menemui anaknya. la lihat anaknya sedang memakan sepotong roti kering berwarna coklat serta dalam kondisi melakukan latihan spiritual sehingga badannya lemah dan kurus. Kondisi tersebut tentu saja menggugah hati sang ibu. la sangat kasihan dengan keadaan anaknya. Ja pun segera pergi mengadukan hal itu kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Ketika sampai, ia melihat Syaikh Abdul Qadir al-Jilani sedang memakan seekor ayam panggang. Karena rasa kasihan yang amat sangat, dengan terus terang ia berkata kepada sang Syaikh, “Wahai Syaikh, anakku hampir mati kelaparan sedangkan engkau dengan enaknya makan ayam?!” Seketika itu pula, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata kepada ayam yang ada di hadapannya, “Atas izin Allah, bangkitlah!”. Ayam itu pun bangkit melompat keluar dari tempatnya setelah hidup kembali. Berita ini diriwayatkan secara mutawatir maknawi oleh orang-orang yang bisa dipercaya untuk memperlihatkan salah satu karomah yang dimiliki oleh pemilik karomah terkenal di dunia, Syaikli Abdul Qadir al-Jailani. Di antara yang dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani ketika itu adalah, “Kalau anakmu sudah sampai ke jenjang ini, makanlah ayam tersebut.

 

Maksud dari ungkapan tersebut adalah, “jika jiwa anakmu sudah bisa menguasai jasadnya, jika kalbunya sudah bisa mendominasi nafsunya, jika akalnya bisa mengalahkan perutnya, serta ja bisa merasakan kenikmatan tersebut dalam rangka bersyukur, ketika itu ia boleh memakan makanan yang enak dan lezat”.

 

CATATAN KEEMPAT

 

Orang yang hemat dan hidup sederhana tidak akan ditimpa oleh kemiskinan dan kelaparan sebagaimana hal itu disebutkan oleh hadits Nabi SAW, “Tidak akan miskin orang yang hidup hemat”.” Ya, ada berbagai bukti nyata yang menunjukkan bahwa hidup sederhana menjadi faktor penyebab diturunkannya keberkahan dan modal utama untuk bisa memperoleh kehidupan lebih baik. Diantaranya adalah pengalamanku sendiri serta pengakuan orang-orang yang telah memberikan bantuan kepadaku secara tulus. Kadangkala aku dan beberapa teman mendapatkan sepuluh kali lipat keberkahan karena hidup sederhana tadi.

 

Bahkan sembilan tahun yang lalu, ketika beberapa pimpinan suku yang dibuang bersamaku ke Burdur memaksaku untuk menerima zakat harta mereka dengan tujuan agar aku tidak jatuh miskin karena uangku yang sedikit, kukatakan kepada para pimpinan yang kaya raya itu, “Meskipun uangku sangat sedikit, namun aku bisa hidup sederhana. Aku terbiasa merasa cukup sehingga aku tidak membutuhkan bantuan kalian”. Akhirnya, kutolak keinginan mereka tersebut. Dan patut untuk diperhatikan ternyata sebagian besar orang-orang yang telah menawarkan zakat mereka kepadaku itu dua tahun kemudian dililit oleh hutang karena tidak mau hidup sederhana. Sebaliknya, berkat hidup hemat dan sederhana, uangku yang sedikit tadi alhamdulillah masih cukup hingga tujuh tahun berikutnya. Aku tidak perlu menjatuhkan air mukaku, tidak sampai meminta bantuan orang, dan masih tetap bisa berpegang pada prinsip hidupku, yaitu istighna (tidak bergantung kepada orang lain).

 

Ya, orang yang tidak hidup hemat akan jatuh pada kehinaan serta akan tergelincir pada jurang kerendahan. Harta yang dipergunakan untuk hidup berlebihan pada zaman kita sekarang ini merupakan harta yang mahal dan sangat berharga. Sebab kadangkala ia harus dibayar dengan kehormatan dan kemuliaan kita. Bahkan seringkali kesucian agama dipertaruhkan hanya untuk mendapatkan uang yang buruk. Dengan Kata lain seseorang berusaha mendapat beberapa rupiah lewat cara menggadaikan ratusan juta harta maknawiyahnya.

 

Padahal kalau manusia mau membatasi diri pada beberapa kebutuhan pokoknya serta hanya berkonsentrasi padanya, ia akan mendapatkan rizki untuk hidupnya dan tempat yang tak disangka-sangka sesuai dengan Kandungan firman Allah,

 

“Sesungguhnya Allahlah Yang Maha Memberi rizki dan Memiliki kekuatan yang kokoh.” (adz-Dzariyat [51]: 58)

 

Serta ayat yang berbunyi,

 

“Tiada satupun binatang melata di bumi ini kecuali atas Allahlah rizkinya.” (Hud [11]: 6)

 

secara tegas dan pasti memberikan jaminan tersebut.

 

Ya, rizki ada dua:

 

Pertama, rizki hakiki yang menjadi ketergantungan hidup seseorang. Rizki tersebut dijamin oleh Allah sesuai dengan bunyi ayat di atas. Setiap orang bisa memperoleh rizki tersebut jika ikhtiar buruk manusia tidak ikut campur, tidak sampai mengorbankan agamanya, serta tidak menggadaikan kehormatan dan kemuliaannya.

 

Kedua, rizki metaforis. Dengan penyalahgunaan berbagai kebutuhan yang sebetulnya tidak penting tetapi kemudian berubah menjadi kebutuhan pokok baginya, sehingga menjadi pecandu akibat sifat taklid dan tidak bisa melepaskan din darinya. Karena rizki ini berada di luar jaminan Tuhan, maka harga yang harus dikeluarkan untuk memperoleh rizki ini sangat mahal, apalagi pada zaman kita sekarang ini. Harta tersebut seringkali diperoleh dengan cara menggadaikan kehormatannya. Bahkan meskipun dengan mencium kaki orang. Lebih dari itu kadangkala harta yang buruk tersebut harus dibayar dengan mengorbankan kesucian agamanya padahal ia merupakan cahaya hidupnya yang kekal.

 

Selanjutnya, kepedihan pun berbaur dengan kenikmatan yang diperoleh lewat harta haram. Bahkan kepedihan tersebut bertambah pahit bagi mereka yang sensitif dan memiliki nurani. Pada zaman yang aneh ini, seseorang harus membatasi diri dengan bingkai darurat dalam mempergunakan harta yang masih meragukan. Sebab, sesuai dengan kaidah, “Kondisi darurat ditetapkan berdasarkan kadarnya” harta yang haram bisa diterima secara terpaksa dalam batas darurat, tidak lebih dari itu. Seseorang yang terpaksa tidak boleh memakan bangkai hingga kenyang. Tetapi ia boleh memakan bangkai tersebut untuk sekedar tidak membuatnya mat. Selain itu, makanan tersebut juga tidak boleh dimakan secara lahap di hadapan ratusan orang lapar.

 

Di sini kami akan mengetengahkan sebuah kejadian nyata yang menunjukkan bahwa hidup hemat adalah penyebab kemuliaan dan kesempurnaan.

 

Hatim ath-Tho’i yang terkenal dermawan pada suatu hari mengadakan sebuah jamuan. la berikan berbagai hadiah berharga kepada para tamunya. Lalu ia keluar berjalan-jalan di padang pasir. Ditengah jalan ia melihat seorang lelaki tua miskin sedang memikul beban berat berupa kayu, ranting, dan duri-durian di pundaknya. Sementara darah mengucur dari sebagian badannya. Ia pun segera memanggil orang tua tersebut, “Wahai Syaikh, hari ini Hatim ath-Tho’i sedang menyelenggarakan jamuan besar dan membagi-bagikan hadiah berharga. Cepatlah pergi ke sana, barangkali engkau juga mendapatkan harta yang nilainya berkali-kali lipat lebih banyak daripada apa yang kau dapatkan dari beban yang kau pikul itu!!”.

 

Namun orang tua yang sederhana tadi berkata, “Aku akan memikul barang ini dengan kehormatan diriku. Aku tidak mau menjatuhkan harga diriku untuk mendapatkan pemberian Hatim ath-Tho’i”.

 

Karena itu, ketika pada suatu hari Hatim ath-Tho’i ditanya “Siapa orang yang lebih mulia darimu?” ia menjawab, “Orang tua sederhana yang aku temui di padang pasir. Aku saksikan orang tua tersebut betul-betul lebih mulia daripada diriku”.

 

CATATAN KELIMA

 

Karena kesempurnaan kemuliaan-Nya Allah Mahahaq cicipkan kelezatan berbagai nikmat-Nya kepada orang yang paling miskin sebagaimana Dia juga mencicipkannya kepada orang yang paling kaya. Sehingga, orang miskin bisa merasakan dan mencicipi kelezatan tersebut layaknya penguasa. Ya, kelezatan dan kenikmatan yang, dirasakan oleh orang miskin ketika ia memakan sepotong roti kering, karena lapar dan hemat melebihi kenikmatan yang dirasakan oleh penguasa atau orang, kaya ketika mereka memakan kue mahal dalam kondisi bosan dan tanpa selera akibat berlebihan.

 

Patut diperhatikan bahwa ada sebagian orang yang hidup boros dan berlebihan menuduh orang-orang yang hemat dan sederhana dengan sifat pelit. Naudzubillah! Hidup hemat merupakan kehormatan dan kedermawanan. Sementara kehinaan dan sifat pelit ada di balik kedermawanan lahiriah orang-orang yang berlebihan dan boros. Ada sebuah peristiwa yang berlangsung di rumahku di Isparta pada tahun selesainya penulisan risalah yang menguatkan hakikat di atas.

 

Salah seorang muridku terus-menerus memaksa agar aku menerima hadiah sekitar tiga kilo madu dimana hal tersebut menyimpang dari prinsip hidup yang kupegang selama ini. Walaupun aku telah berupaya sekuat tenaga menjelaskan pentingnya berpegang pada prinsipku itu, ia tetap tidak merasa puas dengan penjelasanku tersebut. Akhirnya, aku terpaksa menerimanya dengan niat agar tiga orang saudaraku yang tinggal sekamar bisa bersama-sama memakan madu tersebut secara hemat sepanjang empat puluh hari Bulan Sya’ban dan Ramadan sehingga si pemberi tadi mendapatkan ganjaran pahala yang besar, juga agar mereka bertiga bisa menikmati sesuatu yang manis. Begitulah aku wasiatkan mereka untuk menerima hadiah tadi, mengingat aku sendiri masih mempunyai sekitar satu kilo madu.

 

Meskipun teman-temanku yang tiga orang itu betul-betul istiqamah dan hidup hemat, namun mereka melupakan wasiatku tadi sebagai buah dari sikap saling memuliakan, sikap untuk menjaga perasaan orang, serta sikap itsar (mengutamakan orang lain). Tentu saja sifat tersebut termasuk sifat terpuji. Mereka habiskan madu yang mereka miliki hanya dalam tiga malam. Sambil tersenyum kukatakan pada mereka,” tadinya aku berharap Kalian bisa merasakan nikmatnya madu tersebut selama tiga puluh hari atau lebih. Namun ternyata kalian menghabiskannya dalam tiga malam saja. Maka, selamat Ku ucapkan kepada Kalian”.

 

Sementara aku mempergunakan madu yang Kumiliki secara hemat. Aku bisa meminumnya sepanjang bulan Sya’ban dan Ramadhan, di samping Alhamdulillah ia menjadi sebab bagi datangnya pahala yang besar. Sebab, aku bisa memberikan kepada masing-masing mereka sesendok madu di saat berbuka”. Barangkali orang-orang yang menyaksikan kondisiku menganggap apa yang kulakukan sebagai sifat pelit, sementara tindakan yang dilakukan oleh teman-teman pada tiga malam itu sebagai sebuah kedermawanan. Namun ternyata kita menyaksikan di balik sifat pelit lahiriah tersebut ada kemuliaan yang tinggi, keberkahan yang luas, dan pahala yang besar. Sebaliknya, di balik kemuliaan dan hidup berlebihan itu ada sikap meminta-minta dan mengharap bantuan orang. Tentu saya hal ini jauh lebih hina daripada sifat pelit di atas.

 

CATATAN KEENAM

 

Ada perbedaan yang sangat jauh antara sikap hemat dan pelit. Sebagaimana sifat rendah hati (tawadhu) yang merupakan perilaku terpuji berbeda dengan rendah diri yang merupakan perilaku tercela meskipun bentuk keduanya serupa, juga sebagaimana kewibawaan berbeda dengan kesombongan, maka demikian pula dengan sikap hemat. la merupakan perilaku kenabian yang mulia. Bahkan ia termasuk sumber tatanan hikmah Ilahi yang menguasai bum, la tidak ada kaitannya dengan sikap pelit yang merupakan gabungan dari kerendahan, kebakhilan, dan ketamakan. Bahkan tak ada hubungan sama sekali antara keduanya. Yang ada hanyalah kemiripan lahiriah semata. Berikut ini akan kami berikan sebuah contoh yang menguatkan hakikat tersebut.

 

Pada suatu hari, Abdullah ibn Umar ibn al-Khattab ra. yang merupakan anak sulung al-Faruq Khalifah Rasulullah SAW,, serta merupakan salah satu di antara tujuh orang sahabat yang terkena) alim, terlibat dalam sebuah tawar-menawar yang cukup alot ketika melakukan transaksi di pasar hanya karena uang yang tidak lebih dari seribu rupiah. Ia melakukan hal itu dengan niat menghemat, serta untuk menjaga sifat amanah dan istiqamah yang merupakan modal sebuah bisnis. Pada saat itu ada seorang sahabat lain yang melihatnya. Sahabat tersebut mengira bahwa Abdullah ibn Umar memiliki sifat pelit sehingga hal itu aneh baginya. Sebab, bagaimana mungkin sifat tersebut melekat pada diri Abdullah ibn Umar, putra Amirul Mukminin dan putra seorang khalifah. Maka, ia pun membuntuti beliau hingga ke ramahnya untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya. Tidak lama kemudian, ia saksikan Abdullah ibn Umar sedang bersama seorang fakir di depan pintu rumah. Mereka berdua saling berbicara dengan santun dan ramah. Setelah itu Abdullah keluar dari pintu yang kedua dan berbicara dengan seorang fakir lainnya di sana. Hal ini tentu saja membuat hati sahabat tadi tergugah. Lalu ia pun segera menemui dua orang fakir tadi guna meminta penjelasan dari mereka,

 

“Bolehkah aku mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Ibn Umar kepada kalian berdua?”

 

“Ia telah memberi masing-masing kami sepotong emas”, jawab keduanya.

 

Mendengar hal tersebut, ia sangat terkejut sambil berkata, “Subhanallah… sungguh aneh. Di pasar beliau terlibat dalam perdebatan sengit hanya gara-gara uang senilai seribu, tapi di rumahnya beliau menyedekahkan ratusan kali lipat kepada dua orang yang sangat membutuhkan secara tulus tanpa ada yang mengetahui”. Kemudian ia beranjak menuju rumah Ibn Umar ra, untuk menanyakan hal itu kepadanya:

 

“Wahai Imam, tolong jelaskan kepadaku misteri ini. Di pasar engkau telah melakukan hal demikian tetapi di rumah engkau melakukan hal yang berbeda’”.

 

Abdullah ibn Umar menjawab, “Apa yang terjadi di pasar hanyalah buah dari sikap hemat dan bijak. Aku sengaja melakukan hal tersebut untuk menjaga sifat amanah dan kejujuran sebagai modal utama dalam jual-beli. Ia sama sekali bukan merupakan cerminan dari sifat pelit dan bakhil. Sementara yang terjadi di rumah adalah berasal dari rasa kasihan, simpati, dan kemurahan jiwa. Jadi yang tadi bukan sikap pelit dan yang ini bukan sikap berlebihan.

 

Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah ra, “Tidak ada kata berlebihan pada sebuah kebaikan dan tidak ada kebaikan pada sesuatu yang berlebihan”. Dengan kata lain, berbuat baik kepada orang yang berhak menerimanya tidaklah disebut berlebihan. Sementara berlebihan sama sekali bukan merupakan kebaikan.

 

CATATAN KETUJUH

 

Sikap boros dan berlebihan menimbulkan ketamakan. Sementara ketamakan melahirkan tiga hal:

 

  1. Tidak Pernah Merasa Cukup

 

Kondisi ini menyebabkan seseorang enggan beramal dan berusaha, membuatnya selalu mengeluh tanpa mau bersyukur, serta melemparkannya ke dalam jurang Kemalasan. Sebagai akibatnya, ia tidak mau menerima uang sedikit yang diperoleh dari usaha halal. Tetapi, ia menoleh kepada uang haram yang diperoleh tanpa perlu capek dan lelah. Serta demi itu, ia rela mengorbankan kemuliaan dan kehormatannya.

 

  1. Malang Dan Merugi

 

Sebab, orang yang tamak tidak akan pernah mencapai maksudnya, selalu merasa sulit, tidak pernah merasa ditolong dan dibantu sehingga seperti bunyi sebuah ungkapan terkenal, “Orang yang tamak selalu kecewa dan rugi”. Sifat tamak dan qana’ah tersebut memberikan dampak tertentu pada kehidupan makhluk sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

 

Contohnya:

 

Datangnya rizki kepada tumbuhan disebabkan oleh sifat qana’ah alamiahnya, serta upaya keras dan ketamakan binatang untuk memperoleh rizkinya dengan bersusah payah, memperlihatkan kepada kita betapa bahayanya sifat tamak dan betapa untungnya sifat qana’ah.

 

Mengalirnya susu ke mulut para bayi yang masih kecil dan lemah secara tidak mereka sangka akibat sifat qana’ah yang terucap secara tidak langsung, serta serangan binatang buas dengan penuh ketasmakan guna mencengkeram rizkinya, menguatkan apa yang telah kami kemukakan.

 

Kemudian, gemuknya ikan yang dungu berkat sifat qana’ah karena rizkinya yang datang sendiri kepadanya, serta lemahnya kemampuan berbagai binatang cerdik seperti rubah dan kera dalam memperoleh makanan padahal mereka telah antusias dan berupaya keras, semua itu menegaskan akibat buruk dari sifat tamak berupa kepenatan dan kesulitan, serta dampak positif dari sifat qana’ah berupa kelapangan dan kemudahan.

 

Selain itu yang mendukung hakikat di atas adalah cara bangsa Yahudi memperoleh rizki mereka dengan jalan yang tidak dibenarkan dan hina akibat dari kerakusan, transaksi ribawi, praktek manipulasi dan tipu muslihat mereka, serta bagaimana masyarakat Badui merasa cukup dengan rizki dan kehidupan mereka yang mulia.

 

Contoh lain dapat dilihat pada banyaknya para ulama” dan sastrawan yang karena sifat rakus dan tamak mereka pun jatuh ke dalam kehidupan yang sangat miskin dan hina. Sementara orang-orang yang bodoh dan lemah karena mempunyai watak qana’ah, mereka hidup dalam kondisi berkecukupan. Hal itu menegaskan bahwa rizki halal datang sesuai dengan kelemahan dan kebutuhan kita, bukan dengan usaha dan ikhtiar. Bahkan ia berbanding terbalik dengan upaya dan ikhtiar tersebut. Sebab, rizki seorang anak sedikit demi sedikit berkurang, menjauh, dan bertambah sulit untuk diperoleh seiring dengan pertumbuhan ikhtiar, kehendak, dan kemampuan usahanya.

 

Ya, sifat qana’ah merupakan modal untuk menggapai kehidupan yang lapang dan nyaman serta penyebab ketentraman dalam hidup sesuai dengan rahasia hadits Nabi SAW., “Qana’ah merupakan kekayaan yang tak pernah musnah”.” Sebaliknya, sifat tamak merupakan ladang kerugian dan kehinaan

 

  1. Ketamakan merusak keikhlasan dan mengotori amal ukhrawi

 

Sebab, jika pada diri seorang mukmin yang bertakwa terdapat ketamakan pastilah ia sangat berkeinginan untuk dihargai orang. Sementara siapa yang mengharap dan menunggu penghargaan orang, ia tidak mencapai tingkatan ikhlas yang sempurna. Akibat yang sangat penting ini hendaknya diperhatikan dan dicamkan.

 

Kesimpulannya, sikap berlebihan melahirkan perasaan tidak pernah cukup. Hal itu akan membuat seseorang enggan bekerja, menjadikannya malas, serta membuatnya selalu mengeluh dan menderita dalam hidup. Sebagai akibatnya ia senantiasa merintih di bawah derita keluhan.” Selain itu, sifat tamak akan merusak ke. ikhlasan seseorang dan akan membuka peluang bagi sifat riya dan kepura-puraan yang pada tahap selanjutnya akan menghancurkan kemuliaannya dan menjerumuskannya pada sikap meminta-minta,

 

Sebaliknya, hidup hemat membuahkan sifat qana’ah. Dan qana’ah itu sendiri melahirkan kemuliaan sebagaimana bunyi hadits Nabi SAW., “Sungguh mulia orang yang qana’ah dan sungguh hina orang yang tamak”. Selain itu, ia menumbuhkan rasa senang bekerja dan berusaha serta menambah semangat kerja. Sebab, ketika pada suatu hari seseorang bekerja dan sore harinya menerima upah, pada hari berikutnya ia juga akan berusaha berkat prinsip qana’ah yang ia miliki. Sementara orang yang hidup boros dan berlebihan, pada hari berikutnya ia tidak akan bekerja karena merasa tidak puas. Bahkan meskipun ia bekerja, hal itu dilakukannya tidak dengan rasa senang.

 

Demikianlah, sifat qana’ah yang muncul dari hidup hemat akan membukakan pintu syukur sekaligus menutup pintu keluhan., Manusia akan selalu bersyukur dan mengucapkan pujian sepanjang hidupnya. Dengan qana’ah, ia takkan meminta penghargaan manusia karena merasa tidak butuh kepada mereka. Sehingga ia pun bersikap ikhlas dan tidak memiliki sifat riya.

 

Aku telah menyaksikan berbagai bahaya nyata dan kerugian besar akibat hidup yang berlebihan dan tidak hemat. Aku saksikan hal itu secara konkret dalam wilayah yang luas sebagai berikut:

 

Sembilan tahun yang lalu aku mendatangi sebuah kota yang penuh berkah. Ketika itu sedang musim dingin sehingga aku tidak bisa melihat berbagai sumber kekayaan alam dan berbagai hal yang dihasilkan oleh kota tersebut. Mufti kota itu kemudian berkata kepadaku, ‘ Penduduk kami hidup miskin menderita”. Ia berkali-kali mengulang perkataan tersebut. Mendengar hal itu, aku menjadi sangat tersentuh dan tergugah. Akupun ikut merasakan kepedihan penduduk kota tersebut selama hampir enam tahun. Delapan tahun berikutnya aku kembali kesana. Kebetulan saat itu musim panas. Kupandang kebun-kebun yang ada di kota tersebut. Lalu seketika aku teringat dengan ucapan almarhum mufti di atas.

 

Kuucapkan “Subhanallah, hasil panen kebun-kebun ini melebihi kebutuhan seluruh penduduk kota. Mereka sangat mungkin menjadi orang-orang kaya!” Akupun terdiam heran. Namun beberapa saat kemudian aku mulai memahami hakikat sebenarnya yang, tak bisa ditipu oleh kenyataan lahiriah. Yaitu bahwa keberkahan telah diangkat dari kota ini akibat pola hidup boros dan berlebihan serta tidak mau hidup hemat dan sederhana. Sehingga pantaslah kalau mufti tadi berkata, “Penduduk kami hidup miskin menderita”, meskipun sumber kekayaan alam yang mereka miliki sangat banyak.

 

Ya, pengalaman dan kenyataan menunjukkan bahwa membayar zakat dan hidup hemat adalah faktor penyebab datangnya keberkahan dan tambahan nikmat. Sebaliknya, hidup berlebihan dan keengganan membayar zakat merupakan faktor penyebab diangkatnya keberkahan. Ibn Sina, Platonya kaum muslimin, rujukan para dokter, dan guru besar filsafat menafsirkan ayat berikut, “Makanlah, minumlah, dan jangan berlebihan” dari sudut pandang kedokteran, lewat bait-bait di bawah ini:

 

Kukumpulkan inti pengobatan hanya pada dua bait dan kata-kata yang baik pada ungkapan singkat .

Sedikitkan makanmu dan berhentilah sesudah itu sebab kesehatan terletak pada perut yang kempis

Kondisi yang paling membebani diri ini kalau ia diisi makanan terus-menerus.

 

Berikut ini akan kami ketengahkan sebuah kesesuaian aneh yang mengundang keheranan dan perlu diambil sebagai pelajaran.

 

Meskipun ada lima atau enam orang berbeda—tiga di antaranya tidak pandai menulis yang melakukan penyalinan terhadap Risalah al-Iqtishad (Hidup Hemat dan Sederhana) ini, namun anehnya pada setiap salinan naskah yang tidak disertai doa ada 51 huruf alif, sementara pada setiap salinan naskah yang disertai doa ada 50 huruf alif. Padahal tempat tinggal mereka yang melakukan penyalinan itu berbeda-beda, naskah rujukannya juga berbeda-beda, serta kualitas tulisan mereka juga berbeda-beda. Selain itu, mereka sama sekali tidak pernah berpikir tentang huruf alif tersebut.

 

Huruf alif itu sesuai dengan waktu penulisan dan penyalinan Risalah al-Iqtishad. Yaitu jika menggunakan penanggalan Romawi jatuh pada tahun 1351, sementara menurut penanggalan Hijriah jatuh pada tahun 1353. Tentu saja hal itu bukan merupakan sekedar kebetulan. Tetapi ia menjadi isyarat bahwa keberkahan yang terdapat dalam hidup hemat naik ke jenjang karomah. Karena itu, sangat pantas kalau tahun ini disebut dengan tahun penghematan.

 

Ya, zaman sekarang ini betul-betul membuktikan mulianya hidup hemat. Tepatnya ketika aku menyaksikan kondisi umat manusia pasca perang dunia kedua, perang yang telah menebarkan kelaparan, kerusakan, dan berbagai bentuk keborosan di seluruh dunia. Kondisi tersebut tentu saja mengharuskan mereka untuk hemat dan hidup sederhana,”

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

(Seputar Ikhlas I)

 

Bahasan ini memiliki kedudukan yang sangat penting sehingga layak untuk menjadi cahaya kedua puluh setelah sebelumnya merupakan catatan pertama dari lima catatan pada persoalan kedua dari tujuh persoalan yang ada dalam cahaya ketujuh belas.

 

“Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu kitab al-Quran dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah hanya kepunyaan Allah agama yang bersih.” (az-Zumar [39]: 2-3)

 

Rasul SAW. bersabda, “Manusia sungguh celaka kecuali yang berilmu. Yang berilmu juga celaka kecuali yang mengamalkan ilmunya. Yang mengamalkan ilmunya juga celaka kecuali yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas dihadapkan pada bahaya besar.”

 

Ayat dan hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya kedudukan ikhlas dalam Islam. la menjadi landasan utama dalam semua urusan agama. Di antara banyak hal yang terkait dengan ikhlas, secara singkat kami hanya akan menyebutkan lima catatan sebagai berikut:

 

CATATAN PERTAMA

 

Ada sebuah pertanyaan penting sekaligus mengherankan, “Mengapa para pemuka agama, para ulama, dan para ahli tarekat sufi sebagai orang-orang yang mendapat petunjuk, taufik, dan restu dari-Nya saling bertikai, sementara para ahli dunia, kaum yang lalai, bahkan kaum yang sesat dan munafik justru bersatu tanpa ada pertikaian dan demikian antara yang satu dengan lainnya? Padahal keharmonisan tersebut seharusnya menjadi milik kelompok yang mendapat taufik, bukan milik kaum munafik dan celaka. Bagaimana kebenaran dan kebatilan itu bertukar posisi?

 

Sebagai jawabannya, kami akan menjelaskan tujuh saja dari banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kondisi menyedihkan itu: faktor Pertama

 

Perselisihan di antara ahlul haq bukan karena mereka tidak berpegang pada kebenaran. Sebaliknya, keharmonisan dan per. Satuan kaum yang sesat bukan karena mereka tunduk pada kebenaran. Akan tetapi, tugas dan pekerjaan ahli dunia, politikus, cendekiawan, serta berbagai lapisan masyarakat lainnya sudah jelas dan berbeda. Setiap kelompok, jamaah, dan perkumpulan memiliki tugas masing-masing dan tentunya upah materi yang mereka dapatkan atas pengabdian mereka itu juga sudah jelas dan berbeda satu dengan yang lain. Demikian pula dengan, upah psikologis yang mereka dapatkan seperti penghargaan, popularitas, dan kemasyhuran begitu jelas, khusus, dan berbeda satu dengan yang lain. Dengan demikian, tidak ada yang menjadi faktor penyebab timbulnya persaingan, pertikaian, atau kedengkian di antara mereka. Juga tidak ada alasan bagi mereka untuk berdebat dan bertikai. Karena itu, mereka bisa harmonis meskipun sedang meniti jalan yang rusak.

 

Adapun para pemuka agama, para ulama, dan ahli tarekat sufi tugas masing-masing mereka tertuju kepada seluruh masyarakat upah duniawinya tidak jelas. Begitu pula dengan kedudukan sosial dan penghargaan yang mereka dapatkan. Ada banyak calon pagi sebuah kedudukan serta ada banyak tangan yang menginginkan upah materi maupun psikologis. Dari sinilah muncul pertikaian, persaingan, kedengkian, dan kecemburuan. Sebagai akibatnya, keharmonisan berubah menjadi penyakit nifak dan kesatuan berubah menjadi perpecahan.

 

Penyakit kronis ini tidak akan bisa sembuh kecuali dengan diberi obat ikhlas yang benar-benar mujarab. Dengan kata lain, seseorang harus berusaha mengaplikasikan firman Allah yang berbunyi,

 

“Upahku ada di tangan Allah.” (Yunus [10]: 72)

 

Caranya adalah dengan lebih mengedepankan kebenaran dan petunjuk ketimbang mengikuti hawa nafsu dan egoisme, serta dengan mewujudkan perintah al-Quran ini,

 

“Kewajiban Rasul hanyalah menyampaikan secara nyata.” (an-Nur [24]: 54)

 

Yaitu dengan tidak mengharap upah materi dan psikologis dari manusia, sekaligus menyadari bahwa pujian manusia, penghargaan dan penghormatan mereka berasal dari karunia Allah semata. Sama sekali bukan karena tugasnya yang hanya sekedar menyampaikan. Sehingga berhasil mendapatkan keikhlasan. Jika tidak, ia akan kehilangan keikhlasan.

 

Faktor Kedua

 

Kesatuan kaum yang sesat bersumber dari kehinaan mereka, sedangkan perbedaan kaum yang mendapat hidayah bersumber dari kemuliaan mereka. Sebab, karena ahli dunia, kaum yang sesat dan lalai itu tidak berpegang pada kebenaran, maka mereka berada dalam kondisi yang lemah dan hina. Mereka sadar bahwa mereka perlu mendapatkan kekuatan, memperoleh bantuan, serta bersatu dengan yang lain. Mereka sangat membutuhkan persatuan tersebut meskipun berada dalam jalan kesesatan. Seolah-olah mereka mendukung kebenaran dalam kebatilan, tulus dalam kesesatan, menampakkan keteguhan dalam kekufuran, serta bersatu dalam kemunafikan, sehingga mereka berhasil. Sebab, keikhlasan yang tulus, meskipun dalam hal kebatilan, takkan hilang percuma dan takkan sia-sia. Ketika seseorang meminta sesuatu dengan tulus ikhlas, Allah akan memberikan untuknya.

 

Sementara kaum yang mendapat hidayah, para ulama, dan para ahli tarekat, karena mereka bersandar pada kebenaran, karena masing-masing mereka hanya berpikir ridho Allah di jalan mereka dan bersandar pada taufik-Nya, maka mereka memiliki kehormatan secara maknawi yang bersumber dalam perjalanannya mereka. Ketika mereka merasa lemah, mereka berlindung dan meminta bantuan kepada Allah ketimbang kepada manusia. Maka mereka tidak merasa perlu bantuan dari orang-orang yang secara lahiriah berseberangan akibat perbedaan jalan dengan mereka.

 

Ketika kesombongan dan egoisme telah mengantarkan seseorang pada sangkaan bahwa dirinya benar sementara yang lain salah, maka ketika itulah terjadi perpecahan dan persaingan sebagai ganti dari persatuan dan kecintaan. Dengan demikian, ia tidak lagi ikhlas serta amalnya menjadi runtuh.

 

Solusi satu-satunya bagi kondisi di atas serta penangkal yang bisa menghindarkan dampak buruknya ada sembilan hal:

 

  1. Bertindak secara positif. Yaitu seseorang bergerak sesuai dengan kecintaan terhadap jalannya. Permusuhan jalan yang lain dan kekurangan orang lain tidak berpengaruh pikiran dan pengetahuannya serta dia tidak sibuk dengan mereka.

 

  1. Bahkan ia harus mencari ikatan-ikatan kesamaan yang bisa menyatukan berbagai aliran dalam Islam apapun bentuknya dimana berbagai ikatan itu bisa menumbuhkan rasa cinta serta menjadi sarana persaudaraan dan persatuan.

 

  1. Setiap pengikut madzhab atau sebuah jalan yang benar boleh berkata, “Madzhab atau jalanku benar dan lebih utama” tanpa mencampuri urusan madzhab orang lain. la tidak boleh berkata, “ Yang benar adalah madzhab atau jalanku saja” atau, “Kebaikan dan keindahan hanya ada pada madzhabku” yang hal itu berarti menyalahkan mazhab lainnya.

 

  1. Mengetahui bahwa bersatu dengan kelompok yang benar merupakan salah satu sarana untuk mendapat taufik Ilahi sekaligus salah satu penyebab kemuliaan Islam.

 

  1. Ketika kelompok yang sesat dan batil yang dalam bentuk jamaah mulai menyerang kelompok al-haq, memahami bahwa pertahanan yang bersifat pribadi yang paling kuat kalah terhadap mereka seraya membentuk pribadi kolektif dengan persatuan di antara ahlu haq dan menjaga kebenaran terhadap pribadi kolektif kelompok sesat. Juga untuk menyelamatkan kebenaran dari kekuatan kaum batil.

 

  1. Meninggalkan sikap sombong dan egoisme.

 

  1. Meninggalkan kehormatan yang ia salah pengertian,

 

  1. Meninggalkan perasaan persaingan yang tidak penting.

 

Dengan sembilan unsur di atas, keikhlasan akan dapat diper. oleh serta manusia akan dapat menjalankan tugasnya secara tepat dan benar.

 

Faktor Ketiga

 

Perselisihan yang terjadi di antara ahlul haq tidaklah disebabkan oleh kelemahan dan ketiadaan cita-cita. Sebaliknya keharmonisan kaum yang sesat tidak disebabkan oleh adanya cita. cita yang tinggi. Tetapi, perselisihan ahlul haq di atas disebabkan oleh adanya penyalahgunaan cita-cita yang tinggi itu, sedangkan persatuan kaum yang sesat justru disebabkan oleh kelemahan dan ketidakberdayaan yang bersumber dari ketiadaan cita-cita.

 

Yang menyebabkan ahlul haq salah dalam mempergunakan cita-cita yang kemudian mengarah pada perpecahan, kecemburuan, dan kedengkian adalah sikap yang terlalu berlebihan dalam menginginkan pahala akhirat—yang sebetulnya merupakan tindakan terpuji serta tidak pernah merasa cukup dalam tugas ukhrawi. Yakni dengan ucapan “Biarkan aku sendiri yang mengumpulkan pahala ini. Akulah yang membimbing manusia sehingga mereka hanya mendengar perkataanku saja” ia mengambil posisi sebagai pesaing dengan saudaranya sendiri yang sebetulnya sangat membutuhkan rasa cinta, pertolongan, persaudaraan, dan uluran tangan darinya. Atau, dia juga mungkin berujar, “Mengapa murid-muridku pergi kepada orang lain? Mengapa jumlah muridku kalah dari jumlah muridnya?”, sehingga sifat egoisme yang ada padanya memanfaatkan peluang ini dan mengarahkan sifat cinta kedudukan yang merupakan sifat tercela. Keikhlasannya pun menjadi hilang dan terbukalah pintu nya.

 

Obat untuk menyembuhkan kesalahan, luka parah, dan penyakit jiwa yang kronis itu adalah adanya pengetahuan bahwa ridho Allah hanya bisa diperoleh dengan sikap ikhlas. Ridho Allah bukan bergantung pada banyaknya pengikut, juga bukan karena keberhasilan. Sebab banyaknya pengikut dan keberhasilan bergantung pada tugas Ilahi, maka ia tidak bisa diminta, melainkan dikasih oleh Allah.

 

Ya, kadangkala satu kalimat menjadi penyebab keselamatan sekaligus penyebab untuk mendapatkan ridhoi Allah Ta’ala. Besarnya Kuantitas tidak boleh menjadi ukuran. Karena bisa jadi membimbing satu orang saja menjadi amal yang diridhoi Allah Ta’ala dengan nilai yang setara dengan membimbing ribuan orang. Selanjutnya, keikhlasan dan mendukung Kebenaran berarti menyetujui Kemaslahatan kaum muslimin yang berasal tempat mana dan siapa saja Jika tdak, pandangan “mereka hanya mendapatkan pelajaran dari saya, sehingga aku mendapatkan pahala akhirat” merupakan tipuan nafsu dan egoisme.

 

Wahai orang yang rakus terhadap pahala dan tidak merasa cukup dengan amal akhirat! Ada sebagian nabi diutus bahwa meskipun pengikut mereka terbatas dengan beberapa orang saja, mereka mendapatkan ganjaran yang tak terhingga dari tugas kenabian yang suci. Jadi, keutamaan tidak terletak pada banyaknya pengikut, melainkan pada ridho Allah Ta’ala. Karena itu, siapakah dirimu wahai orang yang rakus hingga ingin agar semua orang mendengarmu? Lalu engkau melalaikan kewajibanmu serta berusaha mencampuri urusan dan ketentuan Allah? Membuat orang lain menerima engkau dan masyarakat berkumpul di sekitarmu adalah tugas Allah SWT. Lakukanlah kewajibanmu serta janganlah engkau mencampuri tugas Allah!

 

Selanjutnya yang mau mendengarkan kebenaran serta yang membuat sang juru dakwah mendapatkan pahala tidak terbatas pada jenis manusia semata. Tetapi masih ada hamba-hamba Allah yang mempunyai perasaan, para makhluk halus, dan para malaikat yang memenuhi serta mendiami alam ini. Jika engkau menginginkan banyak pahala ukhrawi, hendaknya bersikap ikhlas dan jadikan ia sebagai landasan amalmu. Kemudian jadikan ridho Allah sebagai tujuan satu-satunya dalam beramal agar semua ucapan baik yang keluar dari lisanmu menjadi hidup tersebar di angkasa dalam nuansa ikhlas dan niat yang tulus. Sehingga ia sampai ke pendengaran para makhluk Allah di atas yang tak terhitung banyaknya. Dengan begitu berarti engkau telah menyinari mereka dan mendapat imbalan pahala yang berlipat-lipat ganda. Sebab, ketika engkau misalnya mengucapkan alhamdulillah, dengan perintah Allah ucapanmu itu akan ditulis dengan jutaan kata alhamdulillah, baik kecil maupun besar di angkasa. Allah telah menciptakan pendengaran yang tak terhitung banyaknya yang mendengar ucapan baik tersebut. Sebab kreasi Allah Yang Maha Bijak tak ada yang sia-sia. Ketika keikhlasan dan niat yang tulus itu telah membuat hidup ucapan-ucapan yang tersebar di angkasa tersebut maka ia akan segera masuk ke dalam pendengaran para makhluk yang tak tampak tadi secara nikmat, seperti nikmatnya buah yang lezat. Tetapi jika tidak, ucapan itu pun menjadi tidak nikmat, bahkan berbagai pendengaran menjauhinya sehingga pahalanya hanya terbatas pada apa yang terucap oleh mulut. Karena itu, para pembaca al-Quran yang resah karena suara mereka yang kurang bagus lalu mengeluh karena tidak didengar orang hendaknya betul-betul memperhatikan hal di atas.

 

Faktor Keempat

 

Perselisihan secara bersaing di antara mereka yang mendapat petunjuk bukan disebabkan oleh karena mereka tidak memikirkan akibat serta bukan karena mereka berpikiran pendek. Sebaliknya persatuan secara tulus di antara kaum yang sesat bukan karena mereka memikirkan akibat dan bukan karena mempunyai pikiran yang mendalam. Akan tetapi kelompok yang mendapat petunjuk itu tidak bisa istiqamah dan tidak dapat mencaga keikhlasan sehingga mereka tidak bisa mempertahankan kedudukan mereka yang tinggi seraya jatuh ke dalam jurang perpecahan. Padahal mereka tidak menuruti godaan nafsu yang buta dan mengikuti kecenderungan akal dan kalbu yang berpandangan jauh.

 

Sementara kaum yang sesat, dengan pengaruh hawa nafsu dan tuntutan perasaan yang buta, tidak melihat akibat dan lebih mengutamakan satu sen kelezatan duniawi daripada ribuan kelezatan ukhrawi, mereka bersatu padu dan berkumpul untuk mendapatkan keuntungan dunia dan kelezatan yang bersifat sementara. Ya, para penghamba nafsu rendahan yang kalbunya telah mati itu bersatu dan hidup rukun guna meraih kepentingan duniawi yang singkat.

 

Karena kelompok yang mendapat petunjuk mengarah perhatiannya kepada buah kesempurnaan dan imbalan ukhrawi yang terkait dengan akhirat dan masa depan, serta prinsip-prinsip tinggi yang berasal kalbu dan akal, maka seharusnya mereka beristiqamah dengan semestinya, bersikap ikhlas secara sungguh-sungguh dan mencapai persatuan yang rela berkorban. Namun karena mereka tidak mampu melepaskan diri dari egoisme,

 

bertindak ekstrim, maka mereka justru Kehilangan persatuan yang merupakan sumber kekuatan mulia, keikhlasan merekapun kemudian menjadi hilang, amal-amal ukhrawi mereka ternoda, dan tidak mudah untuk mencapai ridho Allah Ta’ala. Obat dari penyakit ganas ini adalah poin-poin sebagai berikut dengan rahasia, “Cinta karena Allah”: 

 

– Bangga ketika berjalan bersama orang-orang yang meniti jalan kebenaran.

 

– Mengikuti mereka,

 

– Menyerahkan kehormatan kepemimpinan kepada mereka.

 

– Membuang rasa ujub dan sombong, sebab bisa jadi orang yang meniti jalan kebenaran itu lebih baik dan lebih utama daripada kita sehingga keikhlasan itu pun mudah diraih.

 

– Mengetahui bahwa amal yang sedikit tetapi disertai dengan keikhlasan lebih baik daripada amal segudang yang tidak disertai keikhlasan.

 

– Lebih senang untuk tetap menjadi pengikut tanpa berupaya menjadi pimpinan yang penuh tanggung jawab dan bahaya.

 

Dengan beberapa kiat di atas, kita bisa mengobati penyakit nas tersebut, bisa bersikap ikhlas, serta termasuk orang mukmin yang mengerjakan tugas-tugas ukhrawinya secara benar.

 

Faktor Kelima

 

Perpecahan di antara kelompok yang mendapat petunjuk tidak bersumber dari kelemahan mereka. Sebaliknya persatuan kaum yang sesat tidak bersumber dari kekuatan mereka. Tetapi perpecahan di antara kaum yang mendapat petunjuk itu karena mereka tidak merasa membutuhkan kekuatan. Sebab keimanan mereka sudah bersambung dengan sandaran yang sangat kuat, Adapun persatuan kaum yang sesat terwujud karena mereka merasa lemah dan papa sebab tidak mempunyai sandaran kekuatan. Dari, sinilah kemudian orang-orang yang lemah itu bersatu secara kuat, Sementara orang-orang yang kuat tadi karena tidak merasa perlu bersatu akhirnya tidak pernah bersatu. Tak ubahnya seperti singa yang tidak merasa perlu bersatu sehingga ia hidup sendiri, Sementara kambing liar hidup berkelompok karena takut kepada serigala. Dengan kata lain, perkumpulan orang-orang yang lemah itu begitu kuat, sedangkan perkumpulan orang-orang yang kuat sangat lemah.

 

Ada isyarat halus tentang hal ini dalam al-Quran, yaitu ketika menyandarkan kata kerja qala (berkata) yang berbentuk maskulin kepada sekelompok wanita yang sebetulnya feminin. Allah berfirman, Qala niswatun fil madinah (Sekelompok wanita di kota itu berkata) (QS. Yusuf: 3). Sebaliknya kata qalat yang berbentuk feminin dipergunakan bagi sekelompok lelaki seperti dalam firman-Nya, Qalat al-A’rabu (Orang-orang Arab badui itu berkata) (QS. al-Hujurat: 14).

 

Hal itu secara tidak langsung menunjukkan bahwa persatuan wanita yang lemah itu menjadi kuat dan memiliki semacam sifat kejantanan sehingga memakai bentuk maskulin dengan kata qala. Adapun para lelaki yang kuat itu, karena bersandar pada kekuatan mereka, apalagi orang-orang Arab Badui, maka mereka pun sangat lemah sehingga seolah-olah mempunyai semacam sifat wanita, seperti takut, hati-hati, dan lembut. Sebagai akibatnya kata kerja yang dipakai berbentuk femiunin, qalat.

 

Ya, mereka yang berpegang pada kebenaran tidak merasa membutuhkan bantuan orang lain dengan tawakkal dan kepasrahan yang bersumber dari iman kepada Allah yang merupakan titik sandaran yang sangat kuat. Bahkan, andaipun membutuhkan orang Jain, mereka tidak akan bersandar secara Kuat. Adapun ahli dunia, karena lalai kepada kekuatan sandaran mereka yang hakiki, mereka pun merasa lemah dan tak mampu melaksanakan urusan-urusan dunia. Mereka merasa perlu bantuan yang lain sehingga mau bersatu dan berkorban secara sungguh-sungguh.

 

Demikianlah Karena para pencari kebenaran tidak mengetahui kekuatan yang terdapat di balik persatuan serta Karena mereka tidak memperdulikan persatuan, akhirnya mereka terjerumus Kepada sebuah akibat yang fatal, yaitu perpecahan. Sebaliknya karena kaum yang batil dan sesat itu menyadari kekuatan besar di balik persatuan, maka mereka pun memperoleh sarana yang paling bisa mengantarkan kepada tujuan mereka, yaitu persatuan.

 

Agar bisa selamat dari kenyataan orang menyedihkan ini dan agar bisa terlepas dari penyakit ganas, yaitu penyakit perpecahan yang menimpa kaum yang haq, maka kita harus menjadikan larangan ilahi dalam ayat berikut,

 

“janganlah kamu berselisih sehingga kamu renjadi gentar dan hilang kekuatan.” (al-Anfal [8]: 46)

 

Serta perintah Tuhan yang berbunyi,

 

Tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan. (al-Maidah [5]: 2)

 

Sebagai semboyan amal dalam Kehidupan sosial. Kemudian kita juga harus mengetahui bahaya besar dari sebuah perpecahan bagi Islam dan kaum muslimin serta bagaimana perpecahan itu akan memudahkan jalan bagi kaum sesat untuk bertindak sesuka hati kepada ahlul haq Selain itu, kita juga harus bergabung dengan rombongan iman yang menuju kepada kebenaran lewat pengorbanan dan perasaan yang bersumber dari kelemahan total, di samping menghilangkan sikap riya guna sampai kepada ikhlas.

 

Faktor Keenam

 

Perpecahan ahlul haq terjadi bukan diakibatkan oleh tidak adanya kemuliaan, rendahnya cita-cita atau semangat. Sebaliknya persatuan kaum sesat yang hanya mencari dunia bukan diakibatkan oleh adanya kemuliaan, semangat dan tingginya cita-cita. Namun, sebagian besar ahlul haq lebih mengarahkan perhatian mereka kepada pahala akhirat sehingga perhatian dan antusias mereka pada berbagai persoalan penting tersebut menjadi terbagi. Selain itu, karena mereka tidak mempergunakan sebagian besar waktu mereka yang sebetulnya merupakan modal hakiki mereka pada sebuah persoalan tertentu sehingga tidak ada kesepakatan dengan mereka yang berjalan di atas kebenaran. Sebab, persoalan yang ada sangat banyak dan medannya juga sangat luas.

 

Adapun para ahli dunia yang lalai itu, karena mereka hanya mengarahkan perhatian kepada kehidupan dunia, maka mereka saling mengikatkan diri dengannya lewat ikatan yang Kuat serta lewat seluruh perasaan, jiwa, dan kalbu mereka. Siapapun yang mengulurkan bantuan kepada mereka, pasti akan diterima secara baik Mereka mempergunakan waktu mereka yang sangat berharga hanya pada persoalan-persoalan duniawi yang sama sekali tidak ada nilainya bagi ahlul haq. Mereka seperti tukang emas Yahudi gila yang membeli sepotong kaca tak bernilai dengan harga batu mulia yang mahal. Membeli sesuatu dengan harga yang sangat mahal disertai perasaan puas tentu saja akan membawa kepada keberhasilan dan sukses meskipun berada di jalan yang salah sebab di dalamnya ada keikhlasan yang sungguh-sungguh. Dari sinilah kita mengetahui mengapa kaum yang batil bisa mengalahkan kaum yang benar. Kaum yang benar itu tidak memiliki keikhlasan, serta jatuh pada kehinaan, Kepura-puraan, dan riya. Mereka bersikap munafik dan bermanis muka kepada para ahli dunia yang tak mempunyai kemuliaan, cita-cita, dan semangat keagamaan.

 

Wahai ahlul haq! Wahai yang berjalan di atas syariah, hakikat, dan tarekat, wahai yang menuntut kebenaran! Maafkanlah kesalahan saudaramu dan tak usah kamu saling mencari aib untuk menyingkirkan penyakit perpecahan yang menakutkan itu! Beradablah dengan adab furqani yang berbunyi:

 

“Apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan sia-sia, mereka berjalan dengan menjaga kehormatan dirinya.” (al-Furqan [25]: 72)

 

Tinggalkan perselisihan internal ketika para musuh luar menyerangmu. Jadikanlah menolong ahlul haq dari kehinaan sebagai bagian dari tugas akhiratmu yang paling penting. Kerjakanlah perintah ratusan ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi SAW. untuk saling bersaudara dan tolong-menolong. Bersatulah dengan para saudaramu yang seagama dengan kekuatan yang melebihi persatuan yang dimiliki para ahh dunia yang lalai. Hindarkan faktor-faktor yang bisa membuatmu terjerumus kepada jurang perpecahan. Jangan sekali-kali berkata, “Saya akan menghabiskan waktu saya yang, berharga ini dengan membaca beberapa wirid dan Zikir serta dengan melakukan perenungan daripada hanya sibuk mengurusi hal sepele ini” sehingga engkau mundur dari medan perjuangan, melemahkan persatuan Islam.

 

Sebab, persoalan yang kau anggap sepele dan sederhana bisa jadi merupakan unsur yang sangat penting dalam jihad maknawi. Ketika seorang pasukan berjaga-jaga di tapal batas Islam untuk waktu tertentu, hal itu bisa sama nilainya dengan setahun ibadah, maka harimu yang berharga yang kau pergunakan untuk salah satu jihad maknawi, terutama di saat kritis sekarang ini di mana kaum yang benar berada dalam posisi lemah, menurutku harimu tersebut juga bisa senilai dengan penjagaan pasukan tadi. Dengan Kata lain, ganjarannya sangat besar. Bahkan bisa jadi, satu harimu tersebut seperti seribu hari. Sebab, selama sebuah amal dilakukan Karena Allah dan dijalan-Nya, jangan melihat pada kecil atau besarnya amal tersebut. Hal kecil yang dilakukan pada sesuatu yang diridhoiNya jika disertai ikhlas akan menjadi bintang gemerlap. Karena itu langan sebabnya yang dilihat, tetapi lihatlah pada hasil day akibatnya. Jika ia sudah diridhoi oleh Allah dan dilakukan dengan ikhlas, pasti ia takkan menjadi persoalan kecil, tetapi sangat besar

 

Faktor Ketujuh

 

Perpecahan dan persaingan yang terjadi di antara ahlul haq bukan disebabkan oleh adanya kecemburuan di antara mereka jug, bukan karena mereka rakus kepada dunia. Sebaliknya, persatuan kaum yang lalai dan ahli dunia bukan disebabkan oleh kemuliaan dan keluhuran budi mereka. Hanya saja kaum yang benar itu tidak mampu menjaga cita-cita tinggi dan keluhuran budi yang berasal dari hakikat serta tidak mampu menjaga kondisi persaingan yang bersih di jalan yang benar. Mereka menyalahgunakannya pada tahap tertentu akibat masuknya orang-orang yang tidak ahli. Sehingga mereka terjerumus dalam perpecahan, akibatnya mereka merugikan diri mereka sendiri dan kaum muslimin.

 

Adapun kaum yang sesat dan lalai, karena tidak memiliki kemuliaan dan harga diri, maka mereka pun bersatu dengan siapa pun bahkan dengan orang-orang yang rendah sekalipun agar bisa mengambil keuntungan yang mereka tuju. Mereka berusaha untuk tidak membuat marah teman-teman serta para pemimpin yang mereka patuhi sampai ke tingkat disembah demi meraih keuntungan tadi. Karena itu mereka hidup rukun dengan orang-orang yang bersama mereka serta berkumpul bersama orang-orang yang mengejar keuntungan tersebut, apapun bentuk perkumpulannya. Maka dengan tekad dan kesungguhan itu, mereka bisa sampai kepada tujuan.

 

Wahai ahlul haq, wahai yang diuji dengan perpecahan! Dalam kondisi yang sulit ini kalian telah meninggalkan sikap ikhlas dan tidak menjadikan ridho Allah sebagai tujuan amal, maka kalian menyebabkan kehinaan dan kekalahan ahlul haq. Karena, sebab kecemburuan dan kedengkian adalah semua tangan ingin meraih sesuatu yang sama, semua perhatian tertuju kepada kedudukan yang sama, serta semua selera makan mengarah kepada makanan yang sama. Ketika itulah perselisihan, persaingan, dan perebutan itu memicu kedengkian dan terjerumus dalam kecemburuan. Karena dunia ini sempit dan singkat serta banyak orang merebut sesuatu yang sama, maka tidak bisa memenuhi keinginan manusia, sehingga terjerumus lah mereka dalam jurang persaingan.

 

Adapun di akhirat yang luas setiap mukmin mendapatkan surga seluas langit dan bumi yang terbentang sepanjang lima ratus tahun.”

 

Masing-masing mereka memperoleh tujuh puluh ribu bidadari dan istana. Karena itu, tidak ada alasan sama sekali bagi mereka untuk saling mendengki dan bersaing. Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada kata dengki pada pelaksanaan amal-amal saleh yang mengarah kepada akhirat. Siapa yang mendengki berarti ia riya. Dengan kata lain, ia mencari keuntungan duniawi yang dibungkus dengan label amal saleh. Atau, ia benar-benar bodoh tidak mengetahui tujuan amal saleh serta tidak mengetahui bahwa keikhlasan merupakan ruh dan landasan amal saleh. Melalui persaingan ia menuduh rahmat Ilahi yang luas dengan membawa sejenis rasa permusuhan terhadap wali Allah.

 

Di sini kami akan menyebutkan sebuah peristiwa yang menguatkan kenyataan di atas. Salah satu teman kami menyimpan kebencian dan permusuhan kepada seseorang. Ketika orang yang dibencinya itu dipuji dalam sebuah majelis yang dihadirinya lewat ucapan berikut, “Ia adalah orang yang saleh. la termasuk wali Allah la tidak terpengaruh dan tidak resah dengan pujian yang diarahkan pada musuhnya itu. Tetapi manakala ada yang berkata, Ia adalah orang kuat dan berani”, rasa denghi dan cemburunya mulai keluar Melihat hal itu, kami berkata kepadanya, “Wahai teman, sesungguhnya kedudukan wali termasuk kedudukan yang paling mulia di akhirat nant. Kedudukan tersebut tak bisa dibandingkan dengan yang lain. Kami lihat penyebutan kedudukan tersebut tak membuatmu bergeming. Sementara ketika disebutkan bahwa ia mempunyai sendi-sendi yang kuat padahal kondisi itu juga dimiliki oleh banteng dan keberanian yang juga dimiliki oleh binatang buas, engkau tampak sangat dengki kepadanya”. Mendengar hal tersebut, ia menjawab, “Kami berdua berkeinginan mencapai tujuan dan kedudukan tertentu di dunia. Kekuatan, keberanian, dan sejenisnya merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan duniawi itu, Karena itu, aku cemburu kepadanya. Adapun tingkatan dan kedudukan akhirat tidak terbatas. Bisa jadi di sana orang yang aku musuhi akan menjadi teman yang paling kuantai”.

 

Wahai ahli hakikat dan tarekat mengabdi kepada kebenaran bagaikan memikul dan menjaga kekayaan yang banyak dan berat. Orang-orang yang memikul kekayaan tersebut merasa gembira dan sangat senang kalau ada orang-orang kuat yang mau membantu. Maka yang harus dilakukan adalah menyambut mereka dengan cinta yang tulus, lebih melihat pada kekuatan, pengaruh, dan bantuan mereka daripada diri sendiri, serta menerima mereka dengan kebanggaan yang selayaknya. Mereka merupakan para saudara yang hakiki serta para pendukung yang rela berkorban. Jika demikian, mengapa mereka masih dipandang dengan pandangan kedengkian, persaingan, dan kecemburuan hingga merusak keikhlasan? serta amal dan misi kalian selalu dipojokkan oleh kaum yang sesat. Mereka menempatkan kalian dalam posisi yang jauh lebih rendah dari mereka. Bahkan mereka menyamakan kalian dengan orang-orang yang memakan dunia lewat agama, menjadikan kalian termasuk orang yang rakus terhadap harta dunia, serta berbagai tuduhan sesat lainnya.

 

Obat satu-satunya untuk penyakit ini adalah:

  1. Menuduh nafsumu sendiri.
  2. Mendukung kawanmu di jalan kebenaran, bukan nafsumu.
  3. Berpegang pada nilai-nilai kejujuran dan pencarian kebenaran yang ditetapkan oleh para ulama, yaitu, “Jika seseorang senang ucapannya benar daripada orang lain dalam sebuah perdebatan dan senang juga lawannya salah dan keliru, maka ia adalah orang yang tidak adil”. Sebetulnya orang tersebut merugi karena tidak mendapat sesuatu yang baru dari diskusi tersebut. Bahkan dengan itu ia bisa menjadi sombong. Padahal jika kebenaran muncul dari lisan musuhnya, hal itu tidak akan membuatnya rugi serta tidak akan membuatnya lupa diri. Bahkan ia bisa belajar sesuatu yang baru. Dengan kata lain, pencari kebenaran yang jujur, ketika melihat kebenaran ada pada musuhnya, ia akan menerima secara senang dan lapang.

 

Seandainya para pemeluk agama, ahli hakikat, ahli tarekat, serta para ulama menjadikan kaidah di atas sebagai prinsip hidup dan amal mereka, dengan izin Allah pasti mereka bisa bersikap ikhlas, beruntung dalam mengerjakan amal-amal ukhrawi, serta dengan rahmat dan karunia-Nya mereka bisa selamat dari musibah besar ini yang telah mengepung mereka dari segala sisi.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

 

 

 

 

 

(Risalah Ikhlas II)

 

Tadinya, cahaya ini merupakan masalah keempat dari tujuh masalah yang terdapat pada catatan ketujuh belas dari cahaya ketujuh belas. Hanya saja ia kemudian menjadi catatan kedua dari cahaya kedua puluh. Selanjutnya, sesuai dengan topiknya yaitu masalah ikhlas serta berdasarkan bahasannya, ia menjadi cahaya kedua puluh satu dan masuk dalam kitab al-Lama’at.

 

(Cahaya ini paling tidak dibaca lima belas hari sekali)

 

“Janganlah kalian berbantah-bantahan hingga menyebabkan kalian menjadi gentar dan kehilangan kekuatan. (al-Anfal [8]: 46)

 

“Berdirilah karena Allah (dalam shalatmu) secara khusyu.” (Al-Baqarah [2]: 238)

 

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (asy-Syams [91]: 9-10)

 

Janganlah kalian menukar ayat-ayatKu dengan harga yang rendah. (QS. al-Baqarah: 41)

 

PENTINGNYA KEIKHLASAN

 

Wahai saudara-saudara akhiratku, wahai teman-teman yang mengabdikan diri pada al-Quran! ketahuilah dan kalian sebetulnya mengetahui bahwa ikhlas dalam amal dunia, apalagi amal ukhrawi, merupakan landasan paling penting, kekuatan paling besar, penolong yang paling maqbul, sandaran yang paling kokoh, jalan paling singkat menuju kebenaran, seruan yang paling benar, sarana paling mulia, perangai yang paling utama, serta pengabdian yang paling murni.

 

Karena ikhlas memiliki banyak cahaya dan kekuatan seperti yang disebutkan di atas, juga karena karunia Ilahi telah membebani kita dengan tugas suci dan berat, serta pengabdian yang agung, yaitu tugas keimanan dan pengabdian al-Quran, sementara jumlah kita sangat sedikit, lemah, dan papa, lalu kita menghadapi musuh yang kuat dan berbagai kesulitan, ditambah lagi dengan banyaknya bidah dan kesesatan yang mengepung kita di masa sulit ini, maka kita harus mendapatkan ikhlas dengan segala upaya ketimbang orang lain. Yang paling kita butuhkan sekarang adalah bagaimana menguatkan keikhlasan dalam diri kita. Jika tidak, semua tugas suci yang kita lakukan akan menjadi sia-sia. Pengabdian kita tidak akan bertahan lama. Lalu kita pun akan bertanggung jawab yang berat. Sebab, kita termasuk orang yang diancam Tuhan dengan firmanNya yang berbunyi,

 

“Janganlah kalian menukar ayat-ayatKu dengan harga yang rendah.” (al-Baqarah [2]: 41)

 

Hal itu karena kita tidak bersikap ikhlas hingga merusak kebahagiaan abadi hanya demi keinginan duniawi yang hina, rendah, berbahaya, kotor, dan tak berguna, serta demi keuntungan pribadi yang tak ada artinya seperti kagum terhadap diri sendiri dan riya. Selain itu kita termasuk orang yang melanggar hak-hak saudara kita sendiri dalam mengabdi, melanggar prinsip pengabdian kepada al-Quran, serta termasuk orang yang kurang adab dengan tidak menghormati kesucian dan ketinggian hakikat keimanan.

 

Wahai saudara-saudaraku! Sesuatu urusan kebaikan yang penting dan besar selalu dihadang oleh banyak penghalang yang berbahaya. Setan bersungguh-sungguh melawan pengabdi-pengabdi dalam pengabdian itu. Karenanya, perlu bersandar pada keikhlasan terhadap rintangan dan setan tadi. Maka itu hindarkanlah berbagai hal yang bisa menghilangkan keikhlasan sebagaimana engkau menghindari kalajengking dan ular. Tidak bisa dipercaya kepada nafsu yang memerintahkan kepada keburukan sesuai dengan ucapan Nabi Yusuf as. dalam Al-Quran.

 

“Saya tidak membebaskan diriku dari (kesalahan). Sebab sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada keburukan, kecuali yang dikasihi oleh Tuhan.” (Yusuf [12]: 53)

 

Jangan sekali-kali engkau tertipu oleh egoisme, kesombongan, dan nafsu yang memerintah kepada keburukan. Untuk bisa mencapai dan memelihara keikhlasan, serta untuk menghilangkan segala penghalangnya, jadikanlah beberapa prinsip berikut sebagai semboyan mu:

 

Prinsip Pertama: Mencari Ridho Allah dalam Beramal

 

Apabila Allah Ta’ala sudah ridho, biarpun seluruh alam berpaling tidak menjadi masalah. Kalau Allah sudah menerima, biarpun seluruh manusia menolak tidak akan berpengaruh. Setelah Dia ridho dan menerima, jika Dia berkehendak dan sesuai dengan hikmah-Nya, menjadikan manusia menerimanya meskipun tanpa kalian minta. Karena itu, ridho Allah sajalah yang seharusnya menjadi tujuan utama dalam pengabdian pada al-Quran.

 

Prinsip Kedua: Tidak Mengkritik Saudara-saudaramu yang Mengabdi pada al-Quran

 

Tidak mengkritik saudara-saudaramu yang ada pada pengabdian al-Quran serta tidak membangkitkan kedengkian mereka lewat sikap bangga diri dan perasaan lebih unggul. Karena sebagaimana kedua tangan manusia tak pernah bersaing, kedua matanya tak pernah mengkritik, lisannya tak pernah menentang telinganya, kalbunya tidak pernah melihat aib jiwanya. Tetapi masing-masing saling melengkapi kekurangan yang lain, menutupi aib yang lain, serta berusaha membantu dan menolongnya. Jika tidak, kehidupan tubuh itu pun menjadi rusak, mati, dan berantakan.

 

Contoh lainnya adalah antara gerigi dan roda pabrik yang tak pernah bersaing, tak pernah saling mendahului, dan tak pernah Saling menimbulkan kerusakan lewat kritikan, tindakan yang menyakiti, serta mencari aib dan cacat. Selain itu yang satu tidak berusaha untuk menghentikan kerja lainnya. Tetapi mereka saling membantu seoptimal mungkin guna mengarah pada tujuan yang diharapkan. Sehingga semuanya berjalan sesuai fungsinya dengan saling mendukung dan saling beriringan. Jika ada unsur asing yang masuk ke dalamnya, meskipun hanya sebesar biji atom, maka pabrik itupun akan mengalami kerusakan. Dan si pemilik akan segera membongkar pabrik itu secara keseluruhan.

 

Wahai para murid Nur serta para pelayan al-Quran! kita semua merupakan bagian-bagian dan organ-organ dalam satu tubuh yang layak disebut dengan insan kamil (manusia sempurna). Kita semua berposisi sebagai gerigi dan roda pabrik yang sedang merancang kebahagiaan abadi di kehidupan yang kekal nanti Kita adalah para pelayan dan pekerja dalam sebuah perahu rabbani yang membawa umat Muhammad SAW ke pantai Keselamatan. Yaitu tempat kedamaian. Kalau begitu, kita sangat membutuhkan adanya persatuan, kerja sama, dan rahasia keikhlasan yang mengantarkan pada kekuatan jiwa senilai seribu seratus sebelas (1111) sebagai basil kerja empat orang.

 

Ya, jika tiga huruf alif tidak bersatu, nilainya hanya tiga saja. Tetapi manakala bersatu dan bekerja sama, nilainya akan menjadi seratus sebelas (111). Demikian pula dengan empat angka empat. Kalau masing-masing angka empat (4) ditulis secara terpisah, totalnya hanya berjumlah enam belas (16). Tetapi jika angka-angka tersebut menyatu lewat rahasia persaudaraan, serta tujuan dan misi yang sama dalam satu baris, ia akan senilai empat ribu empat ratus empat puluh empat (4444). Ada banyak peristiwa dan kejadian sejarah yang membuktikan bahwa enam belas orang yang saling bersaudara, bersatu, dan berkorban, berkat keikhlasan yang penuh, maka Kekuatan maknawiyah mereka bertambah menjadi senilai dengan empat ribu orang.

 

Rahasianya adalah sebagai berikut. Setiap orang dari sepuluh Orang yang benar-benar menyatu bisa melihat dengan mata saudara-saudaranya yang lain serta bisa mendengar dengan telinga mereka. Dengan Kata lain, seolah-olah masing-masing mereka memiliki kekuatan maknawiyah dan kemampuan untuk melihat dengan dua puluh mata, berpikir dengan sepuluh akal, mendengar dengan dua puluh telinga, serta bekerja dengan dua puluh tangan.”

 

Prinsip Ketiga: Kekuatan pada Keikhlasan dan Kebenaran

 

Sadarilah bahwa kekuatan kalian seluruhnya ada pada keikhlasan dan kebenaran. Sampai-sampai kaum yang batil pun memperoleh kekuatan karena mereka menampakkan ketulusan dan keikhlasan dalam hal kebatilan.

 

Ya, pengabdian kita di jalan iman dan al-Quran menjadi dalil bahwa kekuatan terletak pada kebenaran dan keikhlasan. Sedikit keikhlasan yang ada pada pengabdian tersebut membuktikan dakwah ini dan menjadi bukti untuk dirinya sendiri. Sebab, pengabdian di jalan agama dan ilmu yang dilakukan selama lebih dari dua puluh tahun di kotaku dan di Istanbul, bisa dilakukan disini bersama kalian dengan seratus kali lebih banyak dalam kurun waktu delapan tahun. Padahal, orang-orang yang membantuku di sana jumlahnya seratus kali bahkan seribu kali lebih banyak daripada di sini. Pengabdian yang dilakukan di sini selama delapan tahun dalam kondisi di mana aku sendirian, terasing dan setengah ummi” dengan di bawah pengawasan para petugas yang zalim serta di bawah tekanan mereka, alhamdulillah telah memberikan kekuatan maknawiyah serta telah membuahkan taufik dan kesuksesan seratus kali lipat dari yang sebelumnya. Aku yakin secara pasti bahwa kekuatan tersebut berasal dari keikhlasan kalian.

 

Aku mengakui bahwa kalian telah menyelamatkan saya dari sifat riya yang merayu nafsu manusia di bawah bayang-bayang popularitas dan reputasi dengan keikhlasan Kalian yang tulus. Insya Allah, kalian akan meraih keikhlasan yang sempurna dan semoga kalian memasukkan aku dalam keikhlasan sempurna.

 

Ketahuilah bahwa Imam Ali ra. dan Syaikh Abdul Qadir al Jailani dengan karomahnya yang luar biasa telah memuji Kalian berdasarkan rahasia keikhlasan Kalian. Selain itu, mereka telah memberikan lipur dalam kondisi perlindungan dan bertepuk tangan secara maknawi pengabdian kalian Kalian harus yakin bahwa perhatian tersebut diberikan semata-mata berkat keikhlasan. Jika kalian merusak keikhlasan tersebut secara sengaja, maka Kalian layak mendapat tamparan dari mereka. Ingatlah selalu tamparan Kasih Sayang yang terdapat pada cahaya kesepuluh.

 

Jika kalian ingin agar para pahlawan maknawi seperti mereka selalu menjadi penolong dan ustadz kalian, maka milikilah sikap ikhlas yang sempurna dengan rahasia ayat al-Quran,

 

“Lebih mengutamakan orang lain ketimbang diri mereka sendiri.” (al-Hasyr [59]: 9)

 

Dengan kata lain, kalian harus mengutamakan saudara-saudara Kalian daripada diri Kalian sendiri dalam hal tingkatan, kedudukan, penghormatan, perhatian, serta dalam hal materi yang nafsu manusia biasanya tamak dan senang Kepadanya. Bahkan menyampaikan sebuah hakikat keimanan yang lembut dan indah kepada seorang mukmin yang membutuhkannya merupakan manfaat yang bersifat tulus dan tidak merugikan. Jika memungkinkan, janganlah kalian bertekad untuk mewujudkan hal itu sendirian. Tetapi usahakan untuk bergembira dan merasa lapang Karena ia terwujud berkat yang lain agar rasa ujub tidak masuk ke dalam din kalian. Jika ada keinginan “Hanya saya yang mendapat pahala, sayalah menyampaikan permasalahan yang indah ini”, maka sebetulnya tidak ada dosa dan kerugian di dalamnya, namun hal itu bisa merusak keikhlasan di antara Kalian.

 

prinsip Keempat: Bangga dengan Keistimewaan Para Saudara Seagama

 

Berbangga sambil bersyukur dengan kemuliaan yang dimiliki oleh saudara-saudara kalian, serta menganggap kemuliaan mereka itu sebagai bagian dari kemuliaan kalian.

 

Ada sebuah istilah yang beredar di antara para sufi, yaitu fana atau lebur dalam diri syaikh serta lebur dalam din Rasul. Hanya saja aku bukanlah seorang sufi. Lebur dalam persaudaraan (fana fil jkhwan) merupakan prinsip indah yang sangat sesuai dengan perjalanan kita. Dengan kata lain, setiap orang harus meleburkan diri pada yang lain (tafani). Yakni, ia harus melupakan perasaan nafsunya dan hidup bersama kemuliaan saudara-saudaranya. Sebab, Landasan konsep kita adalah ukhuwah (persaudaraan) di jalan Allah. Hubungan yang mengikat kita adalah persaudaraan yang hakiki. Bukan hubungan antara anak dan ayah, serta bukan pula hubungan antara guru dan murid. Kalaupun ada, hubungan itu hanyalah hubungan dengan seorang ustadz.

 

Karena jalan kita adalah khaliliya (persaudaraan yang tulus), maka prinsip kita adalah khillat (persahabatan). Khillat tersebut mengharuskan adanya sahabat yang paling dekat, teman yang paling berkorban, dan kawan yang paling menghargai yang lain serta saudara yang mulia. Tentu saja dasar yang paling utama dani persahabatan itu adalah adanya keikhlasan yang tulus. Siapa yang merusak keikhlasan tersebut, ia akan terjatuh dari atas menara persahabatan yang tinggi. Dan barangkali ia terjatuh pada lembah yang sangat dalam, sebab tidak ada tempat yang dapat dipegang pada pertengahan.

 

Ya, terlihat-ada dua jalan. Orang-orang yang meninggalkan jalan kita yang merupakan jalan utama al-Quran kemungkinan akan membantu secara tidak sengaja kepada kekuatan atheisme yang merupakan musuh kami. Mereka yang masuk ke dalam kancah pengabdian al-Quran yang suci lewat Risalah Nur, insya Allah tidak akan terjatuh ke dalam lembah tadi dan selalu memberikan kekuatan pada cahaya, keikhlasan, dan keimanan.

 

SARANA MENCAPAI KEIKHLASAN

 

Pertama: Rabithatul Maut (Selalu Mengingat Mati)

 

Wahai saudara-saudaraku yang mengabdikan diri pada alQuran: Sesungguhnya sarana terpenting untuk mendapatkan keikhlasan dan sebab utama yang efektif untuk bisa memelihara keikhlasan tersebut adalah rabithatul maut (selalu mengingat mati),

 

Panjangnya angan-angan merusak keikhlasan serta mengantarkan manusia kepada cinta dunia dan riya, sementara mengingat mati justru menjauhkan manusia dari riya dan menjadikan manusia mendapatkan keikhlasan. Yakni memikirkan kematiannya dan merenungkan musnahnya dunia, sehingga selamat dari tipu daya nafsu ammarah.

 

Karena itu, para ahli tarekat dan ahli hakikat menjadikan rabithatul maut sebagai landasan dalam suluk mereka sesuai dengan pelajaran yang mereka dapat dari ayat al-Quran,

 

“Setiap nafsu (diri) pasti merasakan kematian.” (Ali Imran [3]: 185)

 

“Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka pun akan mati.” (az-Zumar [39]: 30)

 

Dengan mengingat mat, mereka tidak berpikir akan kekal abadi sebagai cikal bakal dari panjangnya angan-angan. Mereka justru membayangkan diri mereka sebagai orang-orang mati. Selanjutnya mereka dimandikan, lalu diletakkan di kubur. Ketika itu yang terbayang, jiwa yang cenderung kepada keburukan itu pun akan sangat tersentuh. Selanjutnya sedikit demi sedikit jiwa tersebut melepaskan angan-angannya yang panjang pada derajat tertentu. Karena itu, mengingat mati memberikan berbagai manfaat yang luas. Cukuplah sebagai petunjuk kepada hal itu hadits Nabi SAW. yang berbunyi, “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang memotong segala kenikmatan”.

 

Karena jalan kita adalah jalan hakikat bukan tarekat sufi, maka kita tidak perlu seperti mereka yang langsung mengingat mati dengan bayangan dan khayalan. Selain itu, metode tersebut tidak cocok dengan metode kita. Sebab, tidak berarti mendatangkan bayangan tentang masa depan ke masa sekarang dalam bentuk memikirkan akibat. Tetapi melihat dan memikirkan masa depan dari masa sekarang dengan sudut pandang hakikat. Sebab manusia bisa menyaksikan jenazahnya sebagai buah dari pohon umurnya yang singkat tanpa membayangkan dan menghayalkan. Ketika manusia sedikit saja mengalihkan perhatiannya, ia tidak hanya menyaksikan kematian dirinya semata, tetapi juga akan menyaksikan kematian zamannya. Lebih dari itu, ia akan melihat kematian dan kehancuran dunia. Dari sini, terbukalah jalan baginya menuju kepada keikhlasan yang sempurna.

 

Kedua: Merenungi Makhluk

 

Sebab kedua untuk bisa sampai kepada ikhlas adalah merasa kehadiran Tuhan melalui kekuatan keimanan hakiki dan cahaya yang berasal dari tafakkur imani terhadap ciptaan yang menghasilkan makrifat (mengenal) Sang Pencipta; berpikir bahwa Sang Pencipta Maha Penyayang senantiasa hadir dan melihatnya; tidak mencari perhatian selain-Nya; berpikir bahwa ia tidak akan meminta tolong kecuali kepada-Nya sebab melihat dan berpaling kepada selainNya menunjukkan sikap yang Kurang etis di hadapan-Nya. Dengan ini, manusia akan selamat penyakit riya sekaligus ia akan mendapatkan keikhlasan.

 

Namun demikian, perenungan tersebut memiliki banyak tingkatan dan tahapan. Bagian seseorang bergantung pada apa yang diperolehnya. Keuntungan yang ia miliki adalah yang ia dapatkan dari perenungan tadi sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

 

Hal ini kita cukupkan sampai di sini dan kita bisa merujuk kepada Risalah Nur yang mengupas berbagai hakikat yang bisa mengantarkan seseorang untuk selamat dari riya dan bisa menggapai ikhlas.

 

PENGHALANG KEIKHLASAN

 

Selanjutnya dengan singkat kami akan menjelaskan beberapa faktor dari banyak faktor yang bisa merusak dan menghalangi keikhlasan, serta mendatangkan sikap riya:

 

Pertama, persaingan yang berasal dari keuntungan yang bersifat materi merusak keikhlasan secara perlahan-lahan. Bahkan ia akan merusak hasil pengabdian. Ia juga bisa menghapus keuntungan yang bersifat materi tadi.

 

Ya, umat ini selalu menghormati dan menghargai para juru dakwah yang dengan tekun bekerja demi kebenaran dan akhirat. Umat ini juga senantiasa memberikan bantuan kepada mereka. Semua itu dilakukan dengan niat ikut berpartisipasi bersama mereka dalam melakukan amal dan pengabdian yang tulus ikhlas karena Allah. Berbagai hadiah dan sedekah diberikan guna memenuhi kebutuhan materi mereka serta agar mereka tidak sibuk dengannya sehingga melupakan pengabdian agung tadi. Hanya saja, berbagai bantuan dan keuntungan tersebut sama sekali tak boleh diminta, tetapi diberi. la tak boleh diminta meskipun dengan lisan hal seperti orang yang selalu menantikan di dalam hatinya. Namun, ia diberikan secara tanpa diharapkan. Jika tidak, keikhlasan seseorang akan menjadi cacat serta nyaris termasuk ke dalam golongan orang-orang yang melanggar larangan Tuhan, “Janganlah Kalian menukar ayat-ayatKu dengan harga yang rendah”. Sehingga sebagian amalnya terhapus.

 

Keinginan untuk memperoleh keuntungan materi dan Mengharapkannya, kemudian nafsu al-ammarah bisa memunculkan benih-benih persaingan terhadap saudara dan sahabat seperjuangan demi tidak membiarkan keuntungan materil diambil oleh orang lain. Dengan begitu berarti ia merusak keikhlasannya, mengotori kesucian pengabdian, bahkan menghilangkan keuntungan materi itu sendiri. Bagaimanapun persoalan ini cukup panjang.

 

Aku akan menyebutkan sesuatu yang akan menambah keikhlasan sekaligus mengekalkan kesetiaan yang tulus antara dua orang, saudara. Hal itu aku paparkan dalam dua perumpamaan berikut:

 

Pertama, ahli dunia saat ini menjadikan kepemilikan bersama sebagai sebuah kaidah untuk mendapatkan kekayaan atau kekuatan yang besar. Bahkan sebagian politikus, orang-orang dan komite-komite yang mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial menjadikannya sebagai sandaran mereka. Sebagai hasil dari mengikuti kaidah di atas, mereka mendapatkan kekuatan yang hebat serta memperoleh keuntungan yang besar meskipun di dalamnya tersimpan berbagai bahaya dan penyalahgunaan. Padahal hakikat dari kepemilikan bersama tersebut tidak berubah dengan partisipasi meskipun terdapat bahaya di dalamnya. Di sini, dilihat dari sisi kepemilikan bersama dan dari sisi pengawasannya atas harta tersebut, setiap Orang memposisikan dirinya sebagai pemilik semua harta yang ada walaupun ia tidak bisa mempergunakan semua harta itu. Akan tetapi, apabila kaidah tadi diaplikasikan dalam amal-amal ukhrawi ia akan memberikan berbagai manfaat yang besar tanpa menimbulkan kerugian atau bahaya sama sekali. Sebab, semua harta ukhrawi tersebut menjadi milik setiap orang dari mereka tanpa dikurangi sedikitpun.

 

Agar menjadi jelas kami akan mengetengahkan contoh berikut:

 

Ada lima orang yang ikut berpartisipasi dalam menyalakan lampu minyak. Ada yang menyediakan minyak, ada yang menyediakan sumbu, ada yang menyediakan Kaca lampu, ada yang menyediakan lampu itu sendiri, serta ada yang menyediakan satu kotak korek api. Ketika mereka menyalakan lampu minyak tersebut, setiap orang dari mereka mengaku menjadi pemilik lampu itu. Seandainya masing-masing mereka memiliki sebuah cermin besar yang digantung di dinding, lampu tersebut akan bisa dipantulkan oleh cermin tadi tanpa berkurang sedikitpun.

 

Demikian pula dengan partisipasi bersama amal-amal ukhrawi yang dilandasi oleh keikhlasan, kerja sama yang dilandasi oleh sikap persaudaraan, dan berbagai upaya yang dilandasi oleh persatuan. Semua amal mereka yang terlibat di dalamnya dan semua cahaya yang bersumber darinya akan masuk secara sempurna ke dalam catatan amal setiap mereka. Ini tampak secara secara jelas dan nyata di antara ahli hakikat. Hal tersebut termasuk wujud dari luasnya rahmat Allah dan kemurahan-Nya yang mutlak.

 

Wahai saudara-saudaraku Insya Allah berbagai keuntungan materi tidak akan memicu munculnya rasa dengki di antara Kalian. Namun sebagaimana sebagian ahli tarekat tertipu dengan manfaat ukhrawi, mungkin juga Kalian bisa tertipu oleh berbagai keuntungan ukhrawi. Karena itu, sadarlah bahwa pahala pribadi tidak ada artinya dibandingkan dengan pahala besar yang bersumber dari adanya kebersamaan dalam amal-amal ukhrawi. Tentu saja cahaya yang kecil tak bisa diukur dengan cahaya yang terang benderang.

 

Kedua, para pekerja terampil dan profesional bisa memperoleh hasil yang berlimpah dan kekayaan yang banyak Karena mereka berpegang pada prinsip “kerja sama dalam Karya dan keahlian’. Contohnya adalah sebagai berikut:

 

Sepuluh orang pembuat jarum jahit melakukan pekerjaan mereka. Masing-masing bekerja sendiri. Hasilnya, hanya tiga jarum yang diperoleh oleh masing-masing mereka dalam satu hari. Kemudian mereka pun bergabung menyatukan langkah dan membagi kerja. Ada yang menghadirkan besi, ada yang menyediakan api, ada yang membuat lubang jarum, ada yang memasukkan ke dalam api, ada yang mulai membentuk, dan seterusnya. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. Masing-masing, mempunyai tugas tertentu dan semuanya bisa dilakukan dengan cepat. Sebab, selain tergolong pekerjaan sederhana, masing-masing memiliki pengalaman dan Keahlian di dalamnya. Hasil dari pembagian tugas itu, bagian yang diperoleh oleh masing-masing mereka dalam satu hari adalah tiga ratus jarum padahal tadinya hanya tiga jarum. Kasus ini tentu saja menjadi pegangan para pekerja dan profesional yang menyeru Kepada adanya partisipasi kerja dan pembagian tugas.

 

Wahai saudara-saudaraku! Kalau keuntungan besar di atas diperoleh dari adanya persatuan dan kesepahaman dalam urusan duniawi, lalu betapa besar pahala yang diperoleh atas amal-amal ukhrawi! Betapa besar ganjaran yang terpantul dari kerja kolektif pada cermin masing-masing! Amal-amal tersebut tidak perlu dibagi-bagi lagi. Kalian bisa memperoleh laba besar tersebut. Laba besar tersebut tentu saja tidak boleh dihapus dengan kedengkian dan ketiadaan ikhlas.

 

Kedua: Cinta Kedudukan

 

Penghalang ikhlas yang kedua adalah membiarkan nafsu al ammarah bissu bersikap ego, mencari pangkat dan kedudukan agar menjadi perhatian manusia, serta senang kepada sanjungan orang karena motivasi ingin terkenal dan populer. Disamping merupakan penyakit kejiwaan yang kronis, ia juga merupakan pintu menuju syirik yang samar. Yaitu riya dan ujub yang bisa menghancurkan keikhlasan.

 

Wahai saudara-saudaraku, karena pengabdian yang kita lakukan ini berlandaskan pada kebenaran dan persaudaraan, di mana rahasia persaudaraan itu baru terwujud ketika seseorang meleburkan dirinya dalam pribadi saudara-saudaranya” dan ketika ia lebih mengutamakan mereka, maka seharusnya persaingan yang bersumber dari cinta kedudukan tidak boleh pengaruh kepada kita. Sebab, sifat tersebut sangat bertentangan dengan jalan yang kita lalui. Karena kemuliaan dan kehormatan seluruh saudara kembali kepada setiap orang dalam jamaah, tidak mungkin kedudukan yang tinggi dan kemuliaan yang agung tersebut dikorbankan demi popularitas dan kemuliaan pribadi yang berasal dari egoisme dan rasa iri. Aku percaya bahwa hal itu tidak dimiliki oleh para murid Nur.

 

Ya, kalbu, akal, dan jiwa semua murid Nur tidak akan terjatuh pada hal-hal rendah semacam itu. Hanya saja, setiap orang memiliki nafsu ammarah. Kadang-kadang perasaan nafsu berpengaruh dan mengalahkan akal, kalbu, dan jiwa mereka. Aku tidak mencurigai kalbu, akal, dan jiwa kalian. Karena aku percaya berdasarkan pengaruh yang diberikan oleh Risalah Nur. Namun demikian, nafsu, selera rendah, perasaan, dan angan-angan kadang-kadang menipu, Karenanya, peringatan yang diberikan kepada kalian kadangkala bersifat pedas dan keras. Kerasnya peringatan tersebut tidak lain ditujukan kepada nafsu, selera rendahan, perasaan, dan angan. angan tersebut. Maka itu, kalian senantiasa harus waspada.

 

Ya, seandainya jalan kita berbentuk tarekat khusus yang dipimpin oleh syaikh, tentu di dalamnya ada satu atau beberapa kedudukan yang bersifat terbatas. Juga, tentu akan ada banyak orang yang dicalonkan untuk menempati kedudukan tersebut. Ketika itulah muncul kedengkian dan egoisme pribadi. Namun jalan kita adalah persaudaraan. Karena itu, tidak boleh ada di antara kalian yang mengembangkan paham paternalistik serta memposisikan dirinya sebagai mursyid. Dalam persaudaraan, kedudukan yang ada sangat luas sehingga tidak perlu saling mendengki. Justru seorang saudara harus membantu saudaranya, menyempurnakan amalnya, serta menolongnya.

 

Di antara bukti bahwa dalam institusi yang memakai sistem paternalistik, mursyid, dan guru, tersimpan berbagai dampak buruk yang bersumber dari persaingan dan kedengkian Karena rakus pada upah dan ganjaran adalah adanya berbagai perpecahan dan permusuhan di tengah-tengah keuntungan agung yang dirasakan oleh para ahli tarekat sufi itu di mana perpecahan tersebut menimbulkan dampak buruk yang menjadikan kekuatan utama mereka tak mampu berdiri tegak dalam menghadapi terpaan topan bid’ah. Ketiga: Takut dan Tamak

 

Dalam hal ini kita merujuk kepada risalah Hajamat as-Sitt (Enam Serangan). Dalam risalah tersebut penghalang ini dijelaskan bersama penghalang-penghalang lainnya secara sangat jelas.

 

Kami bermohon kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang seraya meminta syafaat dari semua nama-Nya yang mulia agar Dia memberikan taufik dan keikhlasan yang sempurna kepada kita seluruhnya. Amin. Ya Allah, dengan kebenaran surat al-Ikhlas jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang bisa berbuat ikhlas dan dibuat ikhlas. Amin… amin.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

SURAT KHUSUS UNTUK SEBAGIAN SAUDARA

 

Aku akan menyebutkan sebuah permasalahan penting yang terkandung dalam dua hadits Nabi SAW. untuk para saudaraku yang merasa jemu dan bosan dalam menuliskan Risalah Nur, serta untuk mereka yang lebih mementingkan membaca berbagai wirid pada tiga bulan ini Rajab, Sya’ban dan Ramadhan daripada menulis Risalah Nur yang terhitung setara dengan ibadah dilihat dari lima aspek. Yaitu:

 

Hadits yang pertama berbunyi, “Tinta para ulama ditimbang dengan darahnya kaum syuhada”.” Dengan kata lain, tinta yang dipergunakan oleh para ulama hakikat pada hari kiamat nanti akan ditimbang bersama darahnya kaum syuhada dan menyamainya.

 

Hadits yang kedua, “Siapa yang berpegang pada sunnahku di saat rusaknya umatku, ia mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid” Artinya, siapa yang berpegang pada sunnah Nabi SAW. dan hakikat al-Quran, lalu ia mengamalkannya di saat bid’ah dan kesesatan menyebar luas, maka ia mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid.

 

Karena itu, wahai saudara-saudaraku yang merasa jemu dan malas untuk menulis, yang cenderung ke arah tasawuf! Pengertian yang didapat dari kedua hadits di atas adalah bahwa satu gram tetesan cahaya hitam dan tinta air pembangkit kehidupan yang berasal dari pena-pena berkah dan ikhlas milik mereka yang mengabdikan dirinya pada hakikat keimanan, rahasia syariah, dan sunnah Nabi SAW. dalam kondisi semacam ini bisa menyamai seratus gram darah para syuhada di hari kebangkitan nanti. Dengan demikian, berusahalah kalian wahai para saudara untuk mendapatkan ganjaran besar tersebut.

 

Barangkali engkau berkata bahwa yang disebutkan dalam hadits di atas adalah para ulama sementara sebagian kita hanyalah penulis biasa.

 

Pernyataan di atas dapat dijawab sebagai berikut: Orang yang membaca berbagai risalah dan pelajaran ini dalam setahun dengan memahami dan menerimanya bisa menjadi ulama penting di zaman sekarang. Kalaupun sudah membaca tetapi belum memahami semuanya, karena murid-murid Risalah Nur memiliki kepribadian kolektif yang bersifat maknawi, maka tak diragukan lagi kepribadian kolektif itulah merupakan ulama zaman ini. Pena-pena kalian merupakan jari-jemari dari kepribadian kolektif tersebut. Kalian telah mengikatkan diri kalian dengan al-faqir (Said Nursi) dan kalian juga berprasangka baik padanya dengan memposisikannya sebagai seorang ulama dan guru meskipun aku melihat diriku tidak berhak mendapatkannya. Namun Karena aku seorang ummi yang tak pandai menulis, pena-pena kalian terhitung sebagai pena-penaku sehingga kalian mendapat pahala yang besar sesuai bunyi hadits di atas.

 

Risalah singkat yang ditulis dua puluh dua tahun yang lalu ini, yaitu ketika aku singgah di daerah Barla sebagai bagian dari kota Isparta, merupakan risalah yang khusus diperuntukkan bagi wali kota Isparta yang adil, pengadilan dan petugas keamanan serta para saudaraku yang fulus. Aku tuliskan risalah ini, karena mempunyai kaitan dengan penduduk dan para petinggi Isparta. Jika risalah ini layak untuk dicetak, maka dicetak lah beberapa salinan darinya dengan mempergunakan huruf lama dan modern lewat alat cetak agar mereka yang sejak dua puluh lima tahun mencari rahasiaku mengetahui bahwa tidak ada yang rahasia dalam ketersembunyian selama ini. Dan rahasia yang paling tersembunyi adalah risalah ini.

 

TIGA PETUNJUK

 

Tadinya risalah ini merupakan persoalan ketiga dari catatan ketujuh belas yang terdapat pada cahaya ketujuh belas. Hanya saja pertanyaan-pertanyaannya yang tajam dan komprehensif serta jawaban-jawabannya yang cemerlang dan tepat menjadikannya cocok untuk menjadi cahaya kedua puluh dua dari surat ketiga puluh satu. Akupun kemudian memasukkannya sebagai bagian dari Lama’at. Tentu saja al-Lama‘at harus memberikan tempat kepadanya. la merupakan risalah rahasia yang khusus diperuntukkan bagi para saudaraku yang paling istimewa, tulus, dan jujur.

 

“Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sungguh Allah kuasa melaksanakan urusan-Nya. Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (ath-Thalaq [65]: 3)

 

Bagian ini mengandung tiga petunjuk: Petunjuk Pertama: Mengapa Ahli Dunia selalu Mencampuri Urusan Akhiratmu?

 

Ada pertanyaan penting yang secara khusus tertuju kepada diriku dan Risalah Nur. Banyak orang bertanya, “Mengapa pihak penguasa selalu mencampuri urusan akhiratmu, padahal engkau tidak pernah mencampuri urusan dunia mereka? Apalagi tidak ada hukum pemerintahan manapun yang terkait dengan urusan orang orang yang meninggalkan dunia dan mereka yang memisahkan diri dari manusia”.

 

‘Said Baru’ menjawab pertanyaan di atas lewat cara diam sambil berkata, “Biarlah takdir Ilahi yang menjawabnya”. Sementara ‘Said lama’, ia memberikan pernyataan yang bersifat metaforis sebagai berikut:

 

Sesungguhnya yang berhak menjawab pertanyaan tersebut adalah pemerintahan kota Isparta dan penduduknya. Sebab merekalah yang paling terkait denganku dalam masalah di atas. Selama orang-orang pemerintahan yang berjumlah ribuan dan penduduknya yang lebih dari ratusan ribu itu memberikan pemikiran dan pembelaan atas namaku, buat apa aku berbicara dengan para penuduh itu guna membela diri?

 

Sejak sembilan tahun yang lalu aku berada di kota ini. Seiring waktu aku berpaling dari dunia mereka. Tak ada sesuatu dalam diriku yang tersembunyi dari mereka. Bahkan risalah-risalahku yang paling istimewa dan rahasia beredar di tangan para pejabat pemerintah dan sejumlah wakil rakyat. Seandainya sedikit saja aku turut campur atau berusaha memperkeruh dan merusak dunia mereka, atau bahkan sempat berpikir tentang hal itu, pastilah para pejabat provinsi ini tidak akan membiarkanku. Padahal, mereka terus mengawasi gerak-gerikku dan mencari informasi tentangku selama sembilan tahun lamanya. Serta, akupun tanpa ragu-ragu telah membuka semua rahasiaku kepada semua orang yang mengunjungiku.

 

Kalau ada perbuatanku yang merusak kebahagiaan umat dan keselamatan negeri serta membahayakan masa depan mereka, maka yang bertanggung jawab atas hal itu adalah semua unsur pemerintah yang telah bekerja selama sembilan tahun lamanya mulai dari gubernur sampai ke pejabat desa. Karena itu, merekalah yang harus membelaku. Mereka harus menjawab ketakutan dan kegusaran orang lain agar bisa selamat dari beban tanggung jawab yang ada. Karena itu, jawaban atas pertanyaan tersebut kuserahkan kepada mereka.

 

Adapun yang mendorong penduduk provinsi ini pada umumnya melakukan pembelaan terhadap diriku lebih daripada pembelaanku sendiri adalah:

 

Masa sembilan tahun dan ratusan risalah yang Kami sebar luaskan telah memantapkan pengaruh dari risalah tersebut kepada masyarakat yang bersahabat, tulus, penuh berkah, dan baik ini. Ia juga telah memperlihatkan pengaruhnya yang konkret dan nyata dalam kehidupan mereka serta dalam pengokohan kekuatan iman dan kebahagiaan hidup mereka. Tidak ada satupun yang merasa terganggu, gelisah atau risau. Sebab tidak ada satupun dari risalah jtu yang mengarah kepada tujuan politis atau kepentingan duniawi. Bahkan alhamdulillah lewat berbagai risalah Provinsi Isparta memperoleh keberkahan dari sisi iman dan kekuatan agama. Yaitu sejenis keberkahan yang dulu pernah diperoleh oleh negeri Syam dan keberkahan Universitas al-Azhar sebagai madrasah seluruh dunia Islam.

 

Propinsi ini mempunyai keutamaan dan keistimewaan dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Lewat ratusan risalah, daerah ini mempunyai semangat keagamaan yang Kuat, sehingga kekuatan iman dan keinginan untuk beribadah mengalahkan kesesatan yang ada. Karena itu, seluruh orang yang tinggal di penduduk ini, bahkan meskipun ta seorang non-muslim, pasti akan membelaku dan membela Risalah Nur. Begitulah, dengan melihat pada hak-hak pembelaan mereka yang sangat signifikan, aku enggan mempergunakan hakku yang tidak ada artinya ini untuk membela diri. Apalagi, alhamdulillah, aku telah menyelesaikan tugas pengabdianku dan ada ribuan murid yang bekerja menggantikanku, orang yang sudah lemah ini. Orang yang memiliki ribuan juru bicara dan pengacara tak perlu memberikan pembelaan sendiri.

 

Petunjuk Kedua: Mengapa Engkau Tidak Memprotes Kami dan Mengeluh?

 

Berisi jawaban terhadap pernyataan yang bersifat kritik.

 

Ada pernyataan yang berasal dari ahli dunia bahwa “Mengapa engkau tidak senang Kepada kami dan bersikap diam tanpa mau berbicara kepada kami sama sekali? Kemudian engkau mengeluhkan kami dengan berkata, ‘Kalian telah menganiayaku’. Padahal kami adalah orang-orang yang berpegang pada prinsip. Kami mempunyai undang-undang istimewa yang sesuai dengan tuntutan masa kini. Sementara engkau tidak menerapkan undang-undang tersebut pada dirimu sekaligus menolaknya. Padahal, siapa yang menerapkan undang-undang tersebut tidak tergolong zalim, sebaliknya siapa yang menolaknya berarti memberontak. Masa inj adalah masa kebebasan.Pada era republik yang baru saja kita mulai ini, konstitusi menolak adanya bentuk-bentuk pemaksaan kepada orang lain. Sebab, kesetaraan merupakan prinsip dasar kita. Sementara engkau berusaha mendapat penghormatan dan penghargaan manusia, kadangkala dibungkus dengan pengetahuan dan kadangkala pula dibungkus dengan hidup zuhud. Engkau berusaha membentuk kekuatan dan mendapat kedudukan di luar wilayah kekuasaan pemerintah.

 

Itulah yang dapat dipahami dan kondisi lahiriahmu. Dan itu pula yang ditunjukkan oleh perjalanan hidupmu sebelumnya. Kondisi tersebut barangkali dianggap benar oleh kaum Borjuis, namun kebangkitan dan kemenangan Kalangan masyarakat bawah menjadikan semua konstitusi sosialisme berkuasa dan mendominasi. Itulah yang lebih sesuai dengan keadaan kita daripada yang lainnya. Maka itu, kami yang sudah menerima ideologi sosialisme sangat tidak menyukai cara-caramu yang bertentangan dengan prinsip kami. Karenanya, engkau tidak berhak untuk kesal dan mengeluhkan sikap kami yang Kurang ramah kepadamu”.

 

Jawabannya: Siapa yang membuka jalan baru dalam kehidupan sosial, jika cara tersebut bertentangan dengan Kaidah fitriah yang berlaku pada alam, maka semua upayanya dalam hal-hal kebaikan tidak akan berhasil. Bahkan semua amal usahanya itu berada di jalan pengrusakan dan kejahatan. Karena adanya Kesesuaian dengan Kaidah fitriah merupakan Keharusan, penerapan konsep ‘kesetaraan mutlak’ hanya bisa dilakukan dengan mengubah fitrah manusia dan mencampakkan hikmah utama penciptaannya.

 

Ya, dari segi Keturunan dan dari segi penghidupan aku tergolong masyarakat bawah dan termasuk orang yang mengharapkan adanya kesetaraan hukum baik secara pemikiran maupun dalam perilaku. Selain itu, dari dulu aku termasuk orang yang menolak dominasi kalangan tertentu yang disebut dengan kaum Borjuis. Semua itu muncul karena sifat kasih sayang dan keadilan yang bersumber dari Islam. Karenanya, dengan segala kekuatan yang kumiliki aku mendukung adanya rasa Keadilan dan menentang segala bentuk kezaliman, kontrol, dominasi, dan tirani.

 

Hanya saja, fitrah manusia dan hikmah penciptaannya perlawanan dengan prinsip ‘kesetaraan mutlak’. Sebab, Tuhan Yang Maha Bijaksana sebagaimana Dia menuntut hasil yang banyak dari sesuatu yang sedikit, menulis berbagai kitab dalam satu lembar catatan, dan menjalankan banyak tugas dengan satu alat, Dia juga menyelesaikan ribuan macam tugas lewat tangan manusia. Hal itu untuk menunjukkan kekuasaan-Nya yang sempurna dan kebijaksanaan-Nya yang utuh.

 

Karena hikmah agung tersebut, Allah menciptakan manusia di atas fitrah yang bersifat komprehensif dengan kemampuan membuahkan ribuan macam benih dan memben kepada seluruh jenis binatang. Sebab, Allah tidak membatasi kekuatan, kehalusan, dan perasaan manusia sebagaimana binatang. Tetapi Allah berikan semua itu kepada manusia sebagai potensi yang dengannya ia mampu melanglang buana di berbagai tingkatan yang tak terbatas. Sehingga walaupun hanya satu jenis ia akan setara dengan ribuan jenis makhluk lainnya. Dari sini, pantaslah kalau manusia kemudian merupakan khalifah di muka bumi, dan pemimpin seluruh makhluk hidup.

 

Demikianlah, inti terpenting dari keberagaman umat manusia adalah fadhilah keimanan yang hakiki melalui perjuangan. Kemuliaan tersebut tak mungkin bisa dihilangkan kecuali dengan mengganti substansi manusia, menumpulkan akal, membunuh kalbu, dan melenyapkan jiwa.

 

Bagatrmmana mungkin melenyapkan kebebasan dengan kezaliman dan tirani,

 

Jika engkau bisa, hilangkan kemampuan berpikir dari diri manusia

 

Ungkapan tersebut tepat untuk diungkapkan kepada pengkhianat zaman yang tiran, yang berlindung di balik nama kebebasan.

 

Selain itu menurutku,

 

Bagaimana mungkin melenyapkan kebenaran dengan kezaliman dan tirani,

 

Jika engkau bisa, hilangkan keberadaan kalbu dari diri manusia

 

Atau

 

Bagaimana mungkin melenyapkan fadhilah dengan kezaliman dan tirani,

 

Jika engkau bisa, hilangkan keberadaan hati nurani dari diri manusia.

 

Ya, sebagaimana Kemuliaan yang dihiasi keimanan bukan Sarana untuk memaksa, ia juga bukan merupakan Sarana untuk melakukan penindasan. Sebab, pemaksaan dan kekerasan terhadap orang lain merupakan kekejian. Justru pendekatan yang mestinya dilakukan oleh mereka yang memiliki kemuliaan adalah bergaul di masyarakat dengan sikap ketidakberdayaan (al-ajz), kefakiran (al fakr) dan rendah hati (tawadhu). Alhamdulillah, kehidupan kami telah dan masih sesuai dengan pendekatan tersebut. Aku tidak mengatakan diriku memiliki kemuliaan. Tetapi aku berbicara untuk menceritakan karunia Allah kepadaku dan dengan niat bersyukur kepada-Nya. Dia telah berbuat baik kepadaku lewat Karunia dan kemurahan-Nya sehingga aku bisa beramal sekaligus memahami ilmu-ilmu keimanan dan al-Qur’an.

 

Alhamdulillah aku bisa mempergunakan umurku yang merupakan nikmat Ilahi ini untuk kepentingan umat Islam dan demi kebahagiaan mereka. Sama sekali tidak pernah aku memaksa orang lain. Selain itu aku juga menghindari sanjungan dan pujian orang, dua hal yang diharapkan oleh kaum yang lalai. Sebab pujian dan sanjungan tersebut telah menyia-nyiakan dua puluh tahun umurku sebelumnya. Karena itu, aku anggap Keduanya sebagai barang berbahaya. Hanya saja, dalam pandanganku sekarang pujian dan sanjungan yang ada hanyalah pertanda bahwa mereka menyambut baik Risalah Nur sehingga aku tidak lagi marah kepada mereka.

 

Wahai ahli dunia! ketika aku sama sekali tidak mencampuri urusan dunia kalian, tidak mempunyai kaitan apa pun dengan prinsip kalian, tidak berminat untuk masuk kembali ke arena dunia, bahkan ketika aku tidak mempunyai Keinginan sama sekali terhadapnya sebagaimana hidupku menjadi saksinya di mana aku sampai dibuang selama sembilan tahun lamanya, mengapa Kalian melihatku seolah-olah sebagai sosok tiran yang menyembunyikan penindasan dan menunggu waktu untuk itu? Hukum apakah yang dipakai? Dan untuk apa sampai mengawasi, meneliti, dan menyulitkanku sejauh itu?

 

Tidak ada di dunia ini pemerintahan yang bekerja di luar koridor hukum dan membenarkan perlakuan kejam seperti yang kualami. Perlakuan buruk yang diberikan kepadaku tidak hanya membuat murka diriku. Tetapi ia juga membuat murka semua orang dan bahkan membuat murka seluruh alam.

 

Petunjuk Ketiga: Engkau Harus Mengikuti Undang-undang Republik

 

Ada sebuah pertanyaan bodoh, gila bahwa sebagian ahli hukum berkata, “Selama engkau tinggal di negara ini, engkau harus mengikuti undang-undang Republik yang berlaku. Mengapa engkau melindungi diri dari undang-undang tersebut dengan cara uzlah (menjauhkan diri dari manusia). Sebagai contoh, orang yang menjalankan pengaruhnya kepada orang lain di luar tugas negara dengan kemuliaan dan keistimewaan yang dimilikinya berarti telah berseberangan dengan hukum pemerintah yang berlaku dan undang-undang republik yang didasarkan pada prinsip Kesetaraan. Atas dasar itu, mengapa kamu buat masyarakat mencium tanganmu padahal engkau tidak memiliki tugas resmi dalam negara ini dan engkau berada pada Kondisi yang bersifat egois agar masyarakat mendengar engkau? ”

 

Sebagai jawabannya, para penegak hukum harus menegakan hukum tersebut kepada diri mereka terlebih dahulu. Baru kemudian mereka bisa memberlakukannya pada orang lain. Pemberlakuan sebuah undang-undang kepada orang lain dengan mengecualikan diri kalian mengandung pengertian bahwa kalian yang pertama-tama telah menentang undang-undang dan hukum kalian sendiri yang lain. Sebab, kalian menginginkan penerapan prinsip kesetaraan mutlak kepada saya.

 

Menurutku, manakala ada seorang prajurit biasa menghadap kepada seorang jenderal, lalu ia mendapatkan penghormatan yang sama dari masyarakat dan mendapat sanjungan yang sama seperti yang diberikan kepada jenderal tersebut atau manakala jenderal tersebut menjadi seperti prajurit tadi dan berada dalam kondisi yang sama sepertinya; atau manakala seorang pemimpin pasukan yang cerdas yang membuat pasukannya menang mendapat sanjungan, penghormatan, dan kecintaan yang sama seperti yang didapat oleh seorang tentara bodoh, ketika itulah kalian baru bisa berkata, “Jangan engkau sebut dirimu sebagai ulama! Tolaklah penghormatan manusia! Sangkallah kehormatanmu! Layanilah pembantumu! Temanilah para pengemis itu!”

 

Barangkali kalian berpendapat, “Penghormatan, kedudukan, dan sanjungan yang diberikan manusia hanya khusus berlaku bagi para petugas dan di saat mereka mengerjakan tugas mereka, sementara engkau hanyalah manusia biasa yang tidak mempunyai tugas dan jabatan. Jadi, engkau tidak berhak menerima penghormatan manusia sebagaimana para petugas di atas”.

 

Pendapat tersebut bisa dijawab sebagai berikut: Seandainya manusia hanya berupa jasad, lalu ia kekal di dunia, sementara pintu kubur tertutup, dan kematian tidak ada, sehingga tugas yang ada hanya terbatas di bidang kemiliteran dan pejabat pemerintahan, maka ucapanmu masih bisa diterima. Namun karena manusia tidak hanya berupa jasad, tetapi juga memiliki kalbu, lisan, dan akal, maka seluruh organ tadi tak bisa dilenyapkan. Masing-masing membutuhkan aturan. Juga, karena pintu kubur tak pernah tertutup, bahkan karena persoalan utama setiap orang adalah kekhawatirannya terhadap apa yang ada di balik kubur, maka tugas-tugas yang bersandar pada ketaatan dan kehormatan bangsa tidak hanya terbatas pada tugas di sekitar sosial, politik, dan militer yang hanya terkait dengan kehidupan dunia. Sebagaimana membekali para musafir dengan tiket dan izin perjalanan merupakan sebuah tugas, maka memberi dokumen perjalanan kepada mereka yang akan pergi ke negeri keabadian serta memberikan cahaya kepada mereka untuk menerangi jalan merupakan tugas yang mulia. Tidak ada tugas lain yang menandingi Kemuliaannya. Karena itu, mengingkari tugas mulia semacam ini hanya bisa dilakukan dengan mengingkari kematian dan dengan mendustakan kesaksian tiga puluh ribu jenazah setiap harinya bahwa kematian itu benar-benar ada.

 

Karena ada tugas-tugas maknawiyah yang sangat dibutuhkan, di mana tugas terpentingnya adalah masalah Keimanan, serta bagaimana menguatkan dan mengajarkannya, sebab ia merupakan paspor menuju jalan keabadian, lentera kalbu dalam kegelapan barzakh, dan kunci tempat kebahagiaan abadi, maka tentu saja ahli makrifah (orang yang mengenal Tuhan) yang melakukan tugas tersebut tidak menyia-nyiakan nikmat Allah yang diberikan padanya dan kemuliaan iman yang Allah karuniakan untuknya dalam bentuk ingkar nikmat, sehingga tidak jatuh ke tingkat orang-orang yang bodoh dan fasik. Demikianlah uzlah saya yang Kalian tidak senangi dan dianggap sebagai ketidaksetaraan untuk hal di atas.

 

Namun demikian aku tidak berbicara dengan orang-orang angkuh yang menyiksaku yang melampaui batas seperti Firaun dalam hal egoisme dan pengingkaran terhadap hukum kesetaraan. Sebab tidak boleh rendah hati di hadapan orang-orang yang sombong Karena dianggap sebagai merendahkan diri. Jadi aku berkata kepada para pejabat yang insaf, rendah hati dan adil:

 

Alhamdulillah aku mengetahui kekurangan dan kelemahanku. Aku tidak meminta kedudukan kehormatan dengan sikap sombong, di atas umat Islam, melainkan aku selalu melihat kekuranganku yang tak terkira, menghibur diri dengan istighfar dan memohon doa dari masyarakat, bukanlah mengharap kehormatan. Kukira perilakuku ini diketahui oleh semua teman-temanku. Hanya saja aku menyandang posisi mulia untuk sementara waktu untuk tidak tunduk kepada kaum yang sesat dan mencaga kehormatan serta wibawa ilmiah yang dituntut oleh kKedudukan itu pada waktu pelajaran demi hakikat al-Quran ketika aku mengabdi pada al-Quran Hakim dan mengajar hakikat-hakikat keimanan. Aku yakin undang-undang ahli dunia tidak ada Kaitannya dengan hal ini.

 

Perlakuan yang mengherankan.

 

Seperti diketahui bersama bahwa semua ilmuwan dan cerdik pandai mengukur segala sesuatu dengan ukuran ilmu pengetahuan. Dimanapun mereka mendapatkan pengetahuan dan dari siapapun mendapatkan ilmu, mereka akan memberikan penghormatan kepadanya dan mengikat tali persahabatan dengannya. Bahkan jika ada seorang profesor yang berasal dari negara musuh datang kesini, para ilmuwan akan mengunjungi dan menghormatinya.

 

Jadi yang sebenarnya terjadi adalah ketika lembaga ilmiah tertinggi gereja Inggris meminta jawaban yang terdiri dari 600 kata dari para ulama Islam tentang enam pertanyaan yang ditujukan kepada mereka. Salah seorang ulama yang mendapat perlakuan tidak terhormat dari anak-anak negeri ini mampu menjawab enam pertanyaan di atas hanya dengan enam kata sehingga jawabannya itu dihargai dan dikagumi.

 

Dialah orang yang mampu melawan dan mengalahkan kaidah-kaidah asing berikut landasan berpikir para ahli hikmahnya dengan mempergunakan ilmu hakikat dan pengetahuan yang benar. Dialah yang menentang para filosof Barat dengan berpegang pada ilmu dan pengetahuan yang diterangkan oleh al-Quran. Dialah yang mengajak para ulama dan para pengajar sekolah modern di Istanbul enam bulan sebelum proklamasi kebebasan untuk melakukan diskusi, dialog, sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Dia menjawab semua pertanyaan mereka dengan jawaban yang komprehensif dan benar.”

 

Dialah yang telah mempersembahkan hidupnya untuk kebahagiaan umat ini dengan menerbitkan ratusan risalah dengan Bahasa Turki, disamping menerangi mereka dengan risalah-risalah tersebut. Orang inilah yang telah melakukan semua itu. Ja adalah putra negeri ini, teman bagi rakyatnya, serta saudara seagama. Sebahagian ilmuwan dan pemuka agama Rasmi menyiksanya, menyimpan permusuhan kepadanya serta tidak menghormatinya.

 

Demikianlah, apa yang Kau berpendapat tentang Kondisi tersebut? Apakah disebut dengan peradaban? Inikah yang disebut cinta pada ilmu dan pengetahuan? Inikah yang disebut dengan cinta tanah air? Inikah yang disebut dengan nasionalisme? Atau, inikah seruan untuk berpegang pada sistem Republik? Tidak, tidak ada satupun yang termasuk di dalamnya. Tetapi ia merupakan takdir Ilahi bahwa takdir Ilahi itu menunjukkan permusuhan dari tempat yang ulama tersebut telah mengharapkan persahabatan agar orang tadi tidak riya dengan ilmunya ketika mendapat penghormatan manusia, serta agar ia bisa ikhlas.

 

PENUTUP

 

Serangan mengherankan yang harus disyukuri!

 

Ahli dunia yang sombong dan angkuh luar biasa mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi dalam mendeteksi sikap egoisme dan bangga diri. Ketika sikap tersebut terdeteksi oleh mereka, ia termasuk karunia dan kemuliaan besar bagi kita. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut:

 

Sikap bangga diri bercampur riya yang tidak disadari oleh jiwa dan akalku seolah-olah bisa mereka ketahui lewat timbangan kebanggaan dan kesombongan mereka yang sangat sensitif. Sehingga mereka pun memberikan perlawanan terhadap sikap banggaku tadi. Kira-kira selama sembilan tahun ini ada sekitar sembilan pengalaman yang Kuperoleh. Kezaliman yang mereka lakukan kepadaku membuatku berpikir tentang takdir ilahi sambil bertanya, “Mengapa takdir Nahi menjadikan mereka mengganggu saya?” Pertanyaan inilah yang kujadikan pegangan untuk memeriksa makar jiwaku.

 

Aku selalu memahami bahwa nafsuku secara fitrah bisa condong kepada sikap egoisme, atau sengaja menipu saya. Ketika itulah aku berkata, “Takdir Ilahi telah berbuat adil kepadaku lewat kezaliman Orang-orang zalim itu. Di antaranya, pada musim kemarau ini, teman-temanku menyediakan sebuah kuda indah untuk kukendarai. Dengan Kuda tersebut aku pergi ke tempat rekreasi. Aku baru menyadari adanya hasrat jiwa untuk memperoleh kenikmatan duniawi lewat sikap bangga diri yang tersembunyi.

 

ketika itulah ahli dunia menghadang hasratku tadi dengan hebat. Yaitu mereka membunuh hasratku itu bahkan membunuh banyak hasratku yang lain. Selain itu, pada kali ini pula, pasca Bulan Ramadhan yang penuh berkah, dalam bingkai keikhlasan para saudara dan ketakwaan mereka; serta penghormatan dan prasangka baik para peziarah, setelah perhatian yang diberikan oleh seorang imam agung dan mulia kepada kita lewat karomah gaibnya, secara tanpa disadari muncul hasrat dalam diriku untuk bersikap sombong dan riya. Hasrat itu ditampakkan dengan penuh bangga dibungkus rasa syukur. Pada saat itulah tiba-tiba ahli dunia menghadangku lewat perasaannya yang sangat sensitif. Seolah-olah mereka bisa mendeteksi adanya benih-benih riya. Karena itu, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa aku bersimpuh sambil mensyukuri segala nikmat-Nya. Sebab, kezaliman mereka telah menjadi jalan bagiku untuk bisa ikhlas.

 

“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan aku berlindung kepadaMu dari semua bisikan setan dan aku berlindung kepada-Mu jangan sampai mereka hadir mendekatiku’.” (al-Mukminun [23]: 97-98)

 

Wahai Allah Yang Maha Menjaga, Yang Maha Memelihara, dan Sebaik-baik Penjaga, peliharalah aku dan peliharalah para sahabatku dari keburukan jiwa, setan, kejahatan jin dan manusia, serta dari kejahatan kaum yang sesat dan melampaui batas. Amin.

 

‘Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

menjelaskannya kepada mereka secara detil dan rinci.

 

“Para rasul ttu berkata, ‘Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi’.” (Ibrahim [14]: 10)

 

Ayat al-Quran beserta pertanyaan yang bersifat penolakan di atas secara tegas menunjukkan eksistensi dan keesaan Allah dengan Sangat jelas sampai ke tingkat aksiomatik.

 

Sebelum menjelaskan rahasia ini, kami ingin menjelaskan beberapa hal berikut:

 

Pada tahun 1338 R. (1922 M) aku telah mengunjungi Ankara. Aku menyaksikan bagaimana kaum mukminin senang dan gembira dengan kemenangan pasukan Islam terhadap Yunani. Hanya saja di tengah-tengah gelombang kegembiraan tersebut aku menyaksikan riak-riak atheisme menyusup masuk dengan Kekejian dan tipu dayanya. Ideologi tersebut beserta berbagai pahamnya masuk ke dalam Keyakinan kaum mukmin guna merusak dan meracuni mereka. Aku sungguh sedih melihat hal itu seraya berteriak memohon pertolongan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Kuasa serta bersandar kepada ayat al-Qur’an di atas dari momok menakutkan yang hendak menghancurkan sendi-sendi iman tersebut Lalu aku pun menuliskan sebuah argumen Kuat dan tajam yang bisa memenggal ‘kepala’ atheisme tersebut dalam sebuah risalah berbahasa Arab. Aku ambil pengertian dan pokok-pokok pikirannya dari cahaya ayat al-Qur’an di atas untuk secara jelas membuktikan eksistensi dan keesaan Allah ‘Ta’ala. Lalu risalah tersebut dicetak di Penerbit Yenigun, Ankara. Namun sayangnya penjelasan dan argumentasiku yang ‘sangat Kuat itu tidak berhasil melawan paham atheisme serta mampu menghadang lajunya sehingga banyaklah yang menerima paham tersebut. Hal itu disebabkan oleh bentuk risalahnya yang sangat ringkKas disamping bahwa jumlah orang Turki yang memahami bahasa Arab ketika itu sangat sedikit. Karena itu, aku kemudian kembali menuliskan risalah tadi berikut argumen-argumennya dalam Bahasa Turki ditambah dengan sedikit penjelasan dan Keterangan.

 

Karena sebagian dan argumen tadi telah dijelaskan secara luas dalam beberapa risalah, aku akan menyebutkannya di sini secara global. Juga, sebagian dari argumen lain yang terdapat pada beberapa risalah lainnya tertuang dalam risalah ini. Seakan-akan setiap argumen darinya adalah merupakan bagian dari risalah ini.

 

PENDAHULUAN

 

Wahai manusia! Ketahuilah bahwa ada beberapa ungkapan yang, keluar dari mulut manusia dan mengandung kekufuran. Kaum beriman menggunakannya tanpa sengaja. Kami akan menjelaskan tiga ungkapan yang paling berbahaya darinya sebagai berikut:

 

Pertama adalah ungkapan ‘terwujud oleh sebab’. Dengan Kata lain, sebab lah yang menjadikan entitas tertentu ada.

 

Kedua, ungkapan ‘terbentuk dengan sendirinya’. Dengan kata jain, sesuatu terbentuk dengan sendirinya serta mewujudkan dirinya sendiri, hingga menjadi seperti apa adanya.

 

Ketiga, ungkapan ‘tuntutan alam’. Dengan Kata lain bahwa sesuatu bersifat alamiah. Alamlah yang mewujudkan dan menuntut keberadaannya.

 

Ya, selama segala entitas yang ada di hadapan kita dan keberadaannya sama sekali tak bisa dipungkiri dan Karena setiap entitas ( muncul ke dunia ini dengan sangat teratur dan penuh hikmah, maka entitas-entitas tersebut tidak bersifat azali tetapi baru. Oleh karena itu wahai orang yang atheis, anda boleh jadi berpendapat bahwa: (1) Entitas tersebut hewan misalnya terwujud oleh sebab-sebab alam. Dengan kata lain, hewan tersebut menjadi ada sebagai hasil dari berkumpulnya sebab-sebab yang bersifat materi; (2) Atau engkau berpendapat bahwa ia terbentuk dengan sendirinya; (3) Atau, ia muncul ke dunia karena tuntutan dan pengaruh alam; Atau engkau dapat berkata bahwa (4) kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Berkuasa dan Agung itulah yang telah menciptakannya.

 

Sebab, menurut logika akal hanya dari empat jalan inilah entitas tersebut bisa muncul ke dunia. Ketika secara tegas terbukti bahwa tiga jalan yang pertama mustahil, batil, dan tidak mungkin, maka dengan sangat nyata dan gamblang, jalan keempat lah yang benar. Jalan Tersebut adalah jalan menuju keesaan Sang Pencipta yang bersifat pasti tanpa ada keraguan di dalamnya.

 

 

 

 

 

Risalah Thabi’ah (Risalah Tentang Alam)

 

Risalah ini tadinya merupakan catatan keenam belas dari cahaya ketujuh belas. Tetapi karena mempunyai kedudukan yang sangat penting ia diletakkan pada cahaya kedua puluh tiga. Risalah ini menghantam habis gelombang kekufuran yang bersumber dari pemahaman manusia terhadap alam sekaligus menghancurkan batu kekufuran dan memporak-porandakan pondasinya.

 

PERINGATAN

 

Uraian ini menjelaskan sembilan kemustahilan yang mengandung sembilan puluh kemustahilan mengenai jalan orang-orang ingkar dari kaum naturalis betapa tidak rasional, jilek, dan berupa khurafat belaka. Dan karena sebagian dari kemustahilan tersebut telah dipaparkan pada risalah-risalah lain, maka disini dimasukkan sebagian dari kemustahilan yang lain atau beberapa bagian darinya disebutkan secara ringkas. Kemudian di benak ini muncul sebuah pertanyaan:

 

Bagaimana mungkin para filosof ternama dan ilmuwan terkenal itu berpegang pada khurafat yang memalukan tersebut? serta bagaimana mungkin akal mereka mau menerimanya?

 

Jawabannya adalah karena mereka tidak memahami hakikat ideologi” yang mereka anut serta tidak mengetahui isinya. Selain itu, mereka tidak mampu menangkap berbagai kemustahilan yang muncul sebagai konsekuensi dari ideologi mereka serta berbagai hal yang tidak logis seperti yang aku sebutkan di permulaan setiap kemustahilan dalam risalah ini. Aku siap mengetengahkan berbagai bukti kuat dan memaparkan beberapa dalil yang sangat jelas untuk menegaskan hal itu kepada mereka yang masih ragu. Aku akan menjelaskannya kepada mereka secara detail dan rinci.

 

“Para rasul itu berkata, ‘Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan bumi’.” (Ibrahim [14]: 10)

 

Ayat al-Quran beserta pertanyaan yang bersifat penolakan dj atas secara tegas menunjukkan eksistensi dan keesaan Allah dengan sangat jelas sampai ke tingkat aksiomatik.

 

Sebelum menjelaskan rahasia ini, kami ingin menjelaskan beberapa hal berikut:

 

Pada tahun 1338 R. (1922 M) aku telah mengunjungi Ankara. Aku menyaksikan bagaimana kaum mukminin senang dan gembira dengan kemenangan pasukan Islam terhadap Yunani. Hanya saja di tengah-tengah gelombang kegembiraan tersebut aku menyaksikan riak-riak atheisme menyusup masuk dengan kekejian dan tipu dayanya. Ideologi tersebut beserta berbagai pahamnya masuk ke dalam keyakinan kaum mukmin guna merusak dan meracuni mereka. Aku sungguh sedih melihat hal itu seraya berteriak memohon pertolongan kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Kuasa serta bersandar kepada ayat al-Qur’an di atas dari momok menakutkan yang hendak menghancurkan sendi-sendi iman tersebut. Lalu akupun menuliskan sebuah argumen kuat dan tajam yang bisa memenggal ‘kepala’ atheisme tersebut dalam sebuah risalah berbahasa Arab. Aku ambil pengertian dan pokok-pokok pikirannya dari cahaya ayat al-Qur’an di atas untuk secara jelas membuktikan eksistensi dan keesaan Allah Ta’ala. Lalu risalah tersebut dicetak di Penerbit Yenigun, Ankara. Namun sayangnya penjelasan dan argumentasiku yang ‘sangat kuat itu tidak berhasil melawan paham atheisme serta mampu menghadang lajunya sehingga banyaklah yang menerima paham tersebut. Hal itu disebabkan oleh bentuk risalahnya yang sangat ringkas disamping bahwa jumlah orang Turki yang memahami bahasa Arab ketika itu sangat sedikit. Karena itu, aku kemudian kembali menuliskan risalah tadi berikut argumen-argumennya dalam Bahasa Turki ditambah dengan sedikit penjelasan dan keterangan.

 

Karena sebagian dari argumen tadi telah dijelaskan secara luas dalam beberapa risalah, aku akan menyebutkannya di sini secara global. Juga, sebagian dari argumen lain yang terdapat pada beberapa risalah lainnya tertuang dalam risalah ini. Seakan-akan setiap argumen darinya adalah merupakan bagian dari risalah ini.

 

PENDAHULUAN

 

Wahai manusia! Ketahuilah bahwa ada beberapa ungkapan yang keluar dari mulut manusia dan mengandung kekufuran. Kaum beriman menggunakannya tanpa sengaja. Kami akan menjelaskan tiga ungkapan yang paling berbahaya darinya sebagai berikut:

 

Pertama adalah ungkapan ‘terwujud oleh sebab’. Dengan kata lain, sebablah yang menjadikan entitas tertentu ada.

 

Kedua, ungkapan ‘terbentuk dengan sendirinya’. Dengan kata Jain, sesuatu terbentuk dengan sendirinya serta mewujudkan dirinya sendiri, hingga menjadi seperti apa adanya.

 

Ketiga, ungkapan ‘tuntutan alam’. Dengan kata lain bahwa sesuatu bersifat alamiah. Alamlah yang mewujudkan dan menuntut keberadaannya.

 

Ya, selama segala entitas yang ada di hadapan kita dan keberadaannya sama sekali tak bisa dipungkiri dan karena setiap entitas muncul ke dunia ini dengan sangat teratur dan penuh hikmah, maka entitas-entitas tersebut tidak bersifat azali tetapi baru. Oleh karena itu wahai orang yang atheis, anda boleh jadi berpendapat bahwa: (1) Entitas tersebut hewan misalnya terwujud oleh sebab-sebab alam. Dengan kata lain, hewan tersebut menjadi ada sebagai hasil dari berkumpulnya sebab-sebab yang bersifat materi; (2) Atau engkau berpendapat bahwa ia terbentuk dengan sendirinya; (3) Atau, ia muncul ke dunia karena tuntutan dan pengaruh alam; Atau engkau dapat berkata bahwa (4) kekuasaan Sang Pencipta Yang Maha Berkuasa dan Agung itulah yang telah menciptakannya.

 

Sebab, menurut logika akal hanya dari empat jalan inilah entitas tersebut bisa muncul ke dunia. Ketika secara tegas terbukti bahwa tiga jalan yang pertama mustahil, batil, dan tidak mungkin, maka dengan sangat nyata dan gamblang, jalan keempatlah yang benar. Jalan Tersebut adalah jalan menuju keesaan Sang Pencipta yang bersifat pasti tanpa ada keraguan di dalamnya.

 

Pertama: Pendapat Mereka Mengenai Sesuatu, “Sebab-sebab Alam yang Menyebabkan Terbentuknya Segala Sesuatu”

 

Terbentuknya sesuatu dan penciptaan makhluk terjadi dengan terkumpulnya sebab-sebab Alam. Kami akan menyebutkan tiga saja dari banyak sekali kemustahilan di dalamnya.

 

Kemustahilan Pertama: Obat yang Ada di Apotik Merupakan Suatu Kebetulan

 

Kami akan menjelaskannya dengan perumpamaan berikut: Sebuah apotek memiliki ratusan wadah dan botol berisi berbagai bahan kimia. Karena sebab tertentu, kita membutuhkan puyer dan obat mujarab yang bisa mengobati demam. Ketika masuk ke apotek tersebut kita menemukan banyak sekali puyer dan obat untuk melawan demam. Setelah dianalisa, puyer itu tersusun dari bahan-bahan berbeda sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Ia terambil dari satu gram bahan ini, kemudian tiga gram bahan itu, sepuluh gram bahan yang lain, dan seterusnya. Masing-masing diambil dengan ukuran yang berbeda-beda. Jika masing-masing ukurannya kurang atau kelebihan, maka khasiat dari puyer tersebut akan hilang.

 

Sekarang kita berpindah pada obat mujarab untuk melawan demam. Kita teliti obat tersebut lewat pengamatan kimiawi, kita ketahui ia tersusun dengan komposisi tertentu yang diambil dari botol-botol kimia tadi sesuai dengan takarannya. Khasiatnya tentu akan hilang jika kita salah dalam mengukur sehingga bahan-bahannya berlebih atau berkurang sedikit. Dari uraian di atas kita dapat menyimpulkan bahwa bahan yang beraneka macam itu didatangkan dengan takaran yang berbeda-beda sesuai dengan ukurannya.

 

Jika demikian, mungkinkah racikan kimia yang unsur-unsurnya tersusun dengan sangat akurat itu terbentuk secara kebetulan? Atau, mungkinkah ia terbentuk karena adanya benturan antara botol-botol yang ada akibat gempa dahsyat yang terjadi di apotek tersebut sehingga masing-masing bahan kimia tadi mengalir dengan ukuran tertentu dan saling menyatu, membentuk racikan berkhasiat? Adakah yang lebih mustahil dan lebih tidak logis dari hal itu? Adakah khurafat yang lebih hebat darinya? Serta, adakah kebatilan yang lebih batil dari itu semua? Bahkan keledai yang sangat bodoh pun, seandainya bisa berbicara akan berkata, “Betapa dungunya orang yang mengatakan hal semacam ini!”

 

Atas dasar itulah kita bisa mengatakan bahwa setiap makhluk hidup merupakan komposisi yang hidup dan racikan yang memiliki ruh. Setiap tumbuhan serupa dengan obat untuk demam, sebab ia tersusun dari unsur-unsur berbeda dan dari bahan-bahan yang beraneka macam sesuai dengan ukurannya yang sangat akurat. Tentu saja menyandarkan penciptaan makhluk yang sangat indah itu kepada sebab dan unsur materi, serta bahwa ia terwujud oleh sebab adalah batil, mustahil, dan sangat tidak logis. la sama tidak logisnya dengan racikan obat yang terbentuk sendiri lewat mengalirnya bahan-bahan kimia dari botol tadi.

 

Kesimpulannya, bahan-bahan yang terambil dari timbangan qada dan qadar yang dimiliki Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui yang terdapat di alam, yang merupakan apotek besar dan mengagumkan ini hanya bisa terwujud lewat kebijaksanaan dan pengetahuan yang tak terkira, serta lewat kehendak-Nya yang mencakup segala sesuatu. Karena itu, betapa malangnya orang yang menyangka bahwa ‘semua entitas ini merupakan produk alam’ padahal alam merupakan benda yang bergerak secara buta dan tuli atau ia termasuk sesuatu yang bersifat alamiah’, atau ‘ia terwujud akibat kreasi sebab-sebab materi’. Tentu saja mereka yang mempunyai anggapan semacam itu merupakan orang yang paling malang, paling bodoh, dan lebih tidak waras ketimbang orang gila yang, berpikir bahwa racikan obat mujarab tersebut terbentuk dengan sendirinya akibat botol-botol yang beradu yang kemudian mengalirkan isinya.

 

Ya, kekufuran tersebut merupakan igauan orang bodoh, gila, dan sinting.

 

Kemustahilan Kedua: Berkumpul sebab-sebab yang saling bertentangan secara sangat teratur dengan ukuran yang sangat akurat.

 

Jika penciptaan seluruh entitas tidak disandarkan kepada Allah Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, dan Maha Agung, tetapi disandarkan kepada sebab-sebab materi, tentu sebagian besar unsur alam berikut sebab-sebabnya ikut campur dan memberikan pengaruh pada keberadaan seluruh makhluk hidup. Padahal, berkumpulnya sebab-sebab alam yang berbeda secara sangat teratur dengan ukuran yang sangat akurat dan tepat dalam fisik makhluk yang kecil seperti lalat misalnya merupakan sesuatu yang mustahil. Orang yang mempunyai akal seukuran sayap lalat sekalipun akan menolak hal itu dengan berkata, “Ini mustahil, batil, dan tidak mungkin”.

 

Alasannya, fisik lalat yang kecil itu mempunyai hubungan dengan sebagian besar unsur alam, bahkan ia merupakan rangkuman darinya. Jika penciptaannya tidak disandarkan kepada kekuasaan Ilahi yang bersifat mutlak, semua sebab-sebab alam harus hadir dan berkumpul secara langsung di samping fisik kecil tersebut ketika ia tercipta. Bahkan ia harus masuk ke dalam fisiknya dan masuk ke dalam sel mata. Karena, jika sebab-sebab tersebut berupa materi ia harus dekat dan masuk ke dalam bendanya. Sebagai konsekuensinya, semua unsur di seluruh bagian alam berikut sifatnya yang berbeda-beda harus bisa diterima masuk ke dalam entitas yang dikenal sebab tadi, disamping harus bisa bekerja di dalam sel yang sangat kecil dengan mahir dan terampil. Sophist yang paling bodohpun malu dengan ungkapan di atas? Kemustahilan Ketiga: Menisbatkan Entitas kepada sebab

 

Jika entitas merupakan satu kesatuan, pastilah ia bersumber dari sebab dan tangan yang sama sesuai dengan kaidah aksiomatik yang berbunyi, “ Yang satu hanya berasal dari yang satu”. Jika entitas tersebut sangat teratur dan akurat, serta memiliki kehidupan yang komprehensif, dapat dipastikan ia tidak berasal dari banyak tangan yang bisa memicu munculnya pertentangan. Tetapi ia berasal dari satu tangan yang sangat berkuasa dan bijaksana. Karena itu, menyandarkan alam yang teratur, harmonis, seimbang, dan satu kepada sebab-sebab alam yang tuli, buta, tak berperasaan, dan tak berakal, kemudian menganggap sebab-sebab tersebut sebagai pencipta entitas mengagumkan ini, serta menjadikannya sebagai pilihan di antara berbagai kemungkinan yang lain hal itu berarti menerima seratus satu kemustahilan karena semua itu sangat tidak logis. 

 

Marilah sejenak kita tinggalkan kemustahilan ini untuk melihat pengaruh sebab-sebab materi yang terjadi lewat adanya kontak dan sentuhan. Kita melihat bahwa sentuhan antara sebab-sebab alamiah itu merupakan sentuhan dengan bentuk lahiriah alam. Padahal aspek batiniahnya yang tak tersentuh oleh sebab materi tadi dan tak bisa disentuh oleh apa pun jauh lebih teratur dan lebih harmonis. Bahkan penciptaannya lebih halus dan lebih sempurna. Lebih dari itu, seluruh makhluk hidup yang kecil dan halus yang sama sekali tak mungkin dijangkau oleh sebab-sebab materi di atas mempunyai struktur penciptaan yang lebih menakjubkan daripada makhluk-makhluk besar.

 

Karena itu, tidak mungkin penataannya dinisbatkan kepada sebab-sebab alam yang buta, tuli, bodoh, keras, dan saling kontradiktif, kecuali bagi orang yang sangat buta dan sangat tuli.

 

Kedua: Pernyataan Mereka, “Segala Sesuatu Terbentuk dengan Sendirinya”

 

Berkenaan dengan pendapat yang menyatakan bahwa ‘sesuatu terbentuk dengan sendirinya’. Pendapat ini mengandung banyak kemustahilan. Kebatilan dan ketidakmungkinan nya sangat jelas ditinjau dari berbagai aspek. Hanya saja kami akan mengemukakan tiga hal saja sebagai contoh:

 

Kemustahilan Pertama: Keharusan menerima pernyataan bahwa segala sesuatu terdapat dalam atom.

 

Wahai orang ingkar yang keras kepala! sifat angkuhmu yang keterlaluan itu telah membuatmu terjerumus ke dalam kebodohan tak terkira hingga mau menerima seratus satu kemustahilan yang ada.

 

Tak diragukan lagi bahwa engkau ada. Engkau bukanlah unsur yang sederhana dan mati serta tak berubah. Tetapi engkau bagaikan mesin besar yang sangat teratur dalam perubahan dan ibarat istana megah yang sisi-sisinya selalu berubah. Atom-atom selalu bekerja tubuhmu. Tubuhmu memiliki hubungan dengan alam semesta, khususnya dalam kaitannya rizki dan bagaimana menjaga kelangsungan hidupnya.

 

Atom-atom yang bekerja di dalam tubuhmu senantiasa menjaga agar ikatan dan hubungan tadi tidak rusak dan tidak lepas, Dalam hal ini mereka sangat berhati-hati. la mengambil posisi yang tepat sejalan dengan hubungan tersebut seolah-olah ia melihat dan menyaksikan semua entitas yang ada. Selain itu ia juga mengawasi posisimu darinya. Tentu saja tugasmu adalah mengambil manfaat dan keuntungan sesuai dengan kondisi atom-atom tersebut serta merasa nikmat dengan segenap perasaanmu baik lahir maupun batin.

 

Jika engkau tidak percaya bahwa atom-atom di atas merupakan pegawai yang bergerak sesuai dengan peraturan Tuhan Yang Maha Kuasa, atau tentara bersenjata dalam pasukan-Nya yang teratur, atau ujung pena kekuasaan Ilahi, atau tulisan pena kekuasaan Ilahi, maka berarti menurutmu setiap atom yang bekerja itu memiliki mata lebar yang bisa melihat semua bagian tubuhmu. la bisa menyaksikan segala entitas yang terkait dengannya, mengetahui masa lalu dan masa depanmu, serta mengenali asal-usulmu, ayahmu, nenek moyangmu, serta keturunan dan cucu-cucumu. Selain itu, ia mengetahui asal-muasal unsurmu dan kekayaan rizkimu. Jadi, dengan demikian atom tersebut memiliki akal yang hebat.

 

Wahai yang mencampakkan akalnya dalam persoalan-persoalan semacam ini, bukankah menisbatkan pengetahuan, perasaan, dan akal yang memuat seribu orang seperti Plato kepada atom di akal orang yang tidak memilikinya seperti dirimu merupakan khurafat dan kebodohan yang amat sangat?

 

Kemustahilan Kedua: Atom-atom berfungsi sebagai penguasa dan yang dikuasai pada waktu yang sama.

 

Wahai manusia! tubuhmu seperti istana besar yang berkubah. Pada setiap kubahnya ada bebatuan yang saling berkaitan dan berhubungan dalam sebuah bangunan rapi tanpa tiang. Bahkan tubuhmu ribuan kali lebih menakjubkan dari istana tersebut. Sebab, istana tubuhmu senantiasa diperbaharui dengan keteraturan dan keindahan yang sempurna.

 

Jika kita memalingkan perhatian kita kepada ruh, kalbu, dan berbagai organ halus yang dibawanya sebagai sebuah mukjizat tersendiri, lalu kita merenungkan dan memikirkan sebuah organ saja dari banyak organ yang ada di tubuhmu, kita akan menyaksikannya serupa dengan rumah yang memiliki kubah-kubah. Atom-atom yang terdapat di dalamnya saling bekerja sama, saling berpautan dengan sangat teratur dan seimbang seperti bebatuan yang terdapat di kubah-kubah itu, lalu membentuk sebuah bangunan istimewa, ciptaan yang indah dan menakjubkan, serta memperlihatkan salah satu mukjizat Tuhan yang mengagumkan. Contohnya adalah mata dan lisan.

 

Seandainya atom-atom tersebut bukan merupakan pegawai suruhan yang tunduk kepada perintah Sang Maha Pencipta, pastilah setiap atom tersebut berkuasa penuh terhadap atom-atom lainnya yang terdapat di tubuh sekaligus dikuasai secara penuh pula. Juga, ja tentu memiliki sifat-sifat mulia yang hanya dipunyai oleh Allah Ta’ala, serta akan terikat dan bebas secara total dalam waktu yang sama.

 

Sebuah ciptaan teratur dan terkoordinir yang past merupakan salah satu tanda kekuasaan Dzat Yang Maha Esa mustahil untuk dinisbatkan kepada atom-atom yang tak terhingga itu. Tentu saja hal tersebut hanya bisa ditangkap oleh mereka yang mempunyai akal pikiran.

 

Kemustahilan Ketiga: Keharusan adanya cetakan alam sebanyak ribuan konstruksi yang sedang bekerja di tubuhmu.

 

Jika keberadaanmu ini tidak ditulis dengan pena Dzat Yang Maha Esa, Kuasa, dan Azali, tetapi dibentuk oleh alam dan aneka sebab, pastilah ada cetakan alam sebanyak ribuan konstruksi yang teratur dan bekerja di tubuhmu yang tak terhitung jumlahnya, mulai dari sel yang paling kecil sampai organ yang paling luas yang bekerja di dalamnya.

 

Untuk memahami kemustahilan di atas, ambillah buku yang berada di hadapan kita ini sebagai contohnya. Jika menurutmu kitab ini disalin dengan tangan, maka untuk menyalinnya cukup diperlukan satu pena saja yang digerakkan oleh pengetahuan penulisnya guna ditulis semaunya. Tetapi kalau menurutmu ia tidak disalin dengan tangan dan bukan hasil kreasi pena si penulis tetapi  terbentuk dengan sendirinya atau dihasilkan oleh alam, berarti setiap hurufnya memiliki pena tersendiri. Jumlah pena yang ada sama dengan jumlah huruf tersebut. Dengan kata lain, harus ada pena sebanyak hurufnya sebagai ganti dari sebuah pena yang dipakaj untuk menyalinnya. Juga bisa jadi dalam huruf-huruf tersebut terdapat sejumlah huruf besar yang tertulis dengan tulisan keci] dalam satu halaman penuh. Dengan begitu, untuk menuliskan huruf-huruf besar tersebut harus ada ribuan pena kecil.

 

Sekarang bagaimana menurutmu seandainya huruf-huruf tadi saling berbaur secara teratur dengan bentuk seperti tubuhmu? Tentulah setiap bagian dari masing-masing daerah mempunyai cetakan sebanyak konstruksi tersebut yang tak terhitung jumlahnya.

 

Jika kondisi yang sangat mustahil ini engkau katakan mungkin berarti untuk membuat pena-pena itu berikut proses kerja cetakan dan huruf-hurufnya diperlukan pena, cetakan, dan huruf dengan jumlah yang sama untuk dituangkan ke dalamnya. Sebab, semuanya terbuat dan tercipta secara rapi, serta membutuhkan adanya kreator untuk membuat dan mengadakannya dan seterusnya tanpa akhir. Dan uraian tersebut, engkau bisa memahami cacat dan pemikiran di atas, di mana ia mengandung banyak kemustahilan dan khurafat sebanding dengan jumlah atom yang ada di tubuhmu.

 

Wahai pembangkang yang keras kepala! Malulah dan tinggalkan kesesatan ini!

 

Ketiga: Pernyataan “Segala Sesuatu Merupakan Tuntutan Alam”

 

Yaitu ungkapan yang berbunyi bahwa ‘sesuatu ada karena tuntutan alam’. Ungkapan tersebut mengandung banyak sekali kemustahilan. Sekedar contoh, kami akan menyebutkan tiga saja darinya sebagai berikut:

 

Kemustahilan Pertama: Alam harus menghadirkan cetakan dengan jumlah tak terbatas dalam segala sesuatu.

 

Kreasi dan penciptaan yang dilandasi oleh pengetahuan dan kebijaksanaan seperti tampak pada seluruh entitas secara jelas, terutama pada makhluk hidup, jika tidak dinisbatkan kepada pena ketentuan Ilahi dan kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak, lalu dinisbatkan kepada ‘alam’ yang buta, tuli, dan bodoh, serta dinisbatkan kepada ‘sebuah kekuatan’, berarti untuk mencipta, alam harus menghadirkan berbagai cetakan dengan jumlah tak terbatas dalam segala sesuatu. Atau, dalam segala sesuatu itu terdapat kekuasaan yang menciptakan seluruh alam serta kebijaksanaan yang mengatur semua urusan.

 

Contohnya, tampilan matahari dan pantulan sinarnya serta kilau cahayanya yang tampak pada butiran air yang bersinar, atau di atas potongan kaca yang bertebaran di permukaan bumi, akan membuat seseorang beranggapan bahwa ia merupakan bentuk representasi dari matahari. Jika pantulan dan cahaya tersebut tidak dinisbatkan kepada matahari yang sebenarnya, berarti kita harus meyakini adanya matahari alamiah yang kecil yang memiliki sifat-sifat matahari dan benar-benar ada di dalam potongan kaca tadi. Dengan kata lain, kita harus meyakini adanya sejumlah matahari sebanyak serpihan potongan kaca tersebut.

 

Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa jika penciptaan seluruh entitas dan makhluk hidup tidak dinisbatkan secara langsung kepada manifestasi nama-nama Allah yang mulia sebagai cahaya yang menyinari langit dan bumi, berarti kita meyakini keberadaan alam dan adanya kekuatan yang memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak disamping pengetahuan dan kebijaksanaannya yang juga bersifat mutlak pada semua entitas, terutama pada makhluk hidup. Artinya, kita harus meyakini adanya Tuhan pada segala sesuatu.

 

Pemikiran menyimpang tersebut merupakan bentuk kemustahilan yang paling batil dan paling banyak mengandung khurafat. Orang yang menisbatkan ciptaan Allah yang sangat mengagumkan kepada alam yang tak memiliki perasaan, tentu saja terjerumus berikut pemikirannya itu ke dalam tingkatan yang lebih sesat daripada binatang.

 

Kemustahilan Kedua:

 

Jika seluruh entitas yang sangat teratur, mengagumkan, terukur, sempurna, dan seimbang ini tidak dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak dan Maha Bijak, lalu dinisbatkan kepada alam, maka pada setiap genggam tanah, alam harus menyediakan pabrik dan percetakan sebanyak pabrik dan percetakan yang ada di Eropa agar segenggam tanah tersebut bisa menjadi bunga dan buah yang indah. Sebab, segenggam tanah yang menjadi tempat tumbuh berbagai bunga itu bisa menumbuhkan sekaligus membentuk berbagai benih bunga dan buah yang diletakkan ke dalamnya secara bergantian, berikut bentuknya yang beraneka ragam dan warna-warnanya yang cemerlang. Apabila kemampuan tersebut tidak dinisbatkan kepada Dzat Pencipta Yang Maha Agung Yang berkuasa atas segala sesuatu, berarti di dalam segenggam tanah itu terdapat mesin alamiah yang khusus untuk masing-masing bunga. Jika tidak, tak mungkin berbagai bunga dan buah itu muncul ke permukaan.

 

Sebab, benih-benih itu juga sperma ataupun telur mempunyai bentuk yang serupa, sebagiannya bercampur dengan yang lain tanpa bentuk yang jelas, serta bisa menghasilkan air, kemasaman, karbon, dan nitrogen. Selain itu, udara, air, suhu panas, dan sinar merupakan unsur-unsur yang tak mempunyai akal ataupun perasaan. Semuanya mengalir seperti aliran air pada segala sesuatu tanpa ada kontrol. Jadi, pembentukan berbagai bunga dari segenggam tanah dalam bentuk yang beraneka ragam dan indah dengan sangat rapi tentu saja mengharuskan adanya banyak pabrik agar ia bisa menenun ‘tenunan-tenunan hidup’ yang tak terhingga banyaknya, serta bisa menghasilkan berbagai ukiran cemerlang.

 

Sungguh tidak rasional pemikiran yang dikemukakan oleh kaum naturalis di atas. Pahamilah hal ini, lalu ukurlah sejauh mana kekeliruan orang-orang yang menganggap dirinya berilmu dengan mengatakan bahwa alamlah yang menciptakan segala sesuatu. Mereka menjadikan khurafat yang sama sekali tidak benar sebagai jalan mereka. Dengan demikian, mereka pantas diejek dan dihinakan.

 

Barangkali ada yang bertanya, “Memang benar, banyak sekali hal-hal yang mustahil ketika kita mengatakan bahwa alamlah yang menciptakan semua entitas. Namun apakah problematika ini bisa lenyap kalau kita menisbatkan proses penciptaan tersebut kepada Sang Pencipta Yang Mana Esa? Bagaimana sesuatu yang sulit dan rumit itu menjadi mudah?”

 

Jawabannya adalah sebagai berikut: Sebagaimana telah diterangkan pada kemustahilan yang pertama, manifestasi dan pantulan matahari menampakkan dirinya secara sangat mudah pada seluruh benda, mulai dam benda padat yang sangat kecil seperti serpihan kaca hingga permukaan laut yang luas. Selain itu, matahari juga menampakkan bekas dan pengaruhnya pada segala sesuatu secara sangat gampang. Seandainya semua pantulan tadi tidak dinisbatkan kepada matahari, berarti ada wujud matahari hakiki pada setiap atom. Tentu saja ini tidak bisa diterima oleh akal. Bahkan hal ini sangat mustahil dan tidak mungkin.

 

Sama seperti di atas, menisbatkan penciptaan semua entitas secara langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat bisa diterima bahkan merupakan sesuatu yang wajib. Kita bisa menghubungkan setiap entitas kepada-Nya secara mudah. Yaitu lewat penisbatan dan lewat manifestasi. Sebaliknya jika penisbatan itu diputuskan, lalu pengabdian, penugasan, dan kepatuhan berubah menjadi pembangkangan, kemudian setiap entitas dibiarkan bebas pergi sesukanya, atau ia dinisbatkan kepada alam, maka akan timbul ratusan ribu persoalan yang sulit diterima hingga sampai ke tingkat mustahil. Contohnya pada penciptaan lalat kecil di mana ‘alam buta’ yang berkuasa penuh di dalamnya harus bisa menciptakan seluruh alam disamping, harus memiliki kebijaksanaan luas untuk bisa mengelolanya. Sebab, meskipun kecil, lalat tersebut merupakan makhluk sangat indah yang memuat sebagian besar unsur pembentuk alam. Ini bukan satu-satunya kemustahilan yang ada. Tetapi masih ada seribu satu kemustahilan lainnya.

 

Kesimpulan

 

Sebagaimana tidak mungkin dan mustahil ada sekutu bagi Allah Ta’ala dalam uluhiyah-Nya, demikian pula mustahil ada yang ikut campur dalam rububiyah-Nya atau ikut serta dalam mencipta sesuatu.

 

Adapun berbagai kerumitan yang terdapat pada kemustahilan kedua seperti yang kami tegaskan dalam berbagai risalah adalah bahwa jika penciptaan seluruh makhluk dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Esa, maka penciptaan tersebut berjalan secara mudah seperti mudahnya penciptaan sebuah entitas. Sementara jika penciptaan tersebut dinisbatkan kepada sebab dan kepada alam maka proses penciptaan sebuah entitas sekalipun menjadi sulit dan rumit seperti proses penciptaan semua entitas. Karena kita telah menegaskan itu semua dengan berbagai bukti penjelasan yang kuat, di sini kami hanya akan mengetengahkan sebuah bukti ringkas saja, yaitu:

 

Jika seseorang mempunyai hubungan dengan sultan karena posisinya sebagai prajurit atau pejabat pemerintah, maka ia jauh lebih bisa melaksanakan semua urusan dan tugasnya daripada kalau hanya bersandar pada kemampuannya sendiri. Sebab ada kekuatan yang muncul akibat hubungannya dengan sultan. Contohnya, ia bisa menawan seorang pemimpin besar atas nama sultan tadi padahal ia hanyalah seorang prajurit. Ketika melakukan tugas, yang membawa segala perlengkapan dan peralatan adalah beberapa unit pasukan. Jadi bukan ia seorang diri dan tidak harus ia yang membawanya. Semua itu terwujud berkat hubungannya dengan sultan. Ja bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan luar biasa seperti perkenaan seorang sultan besar. Ia juga mempunyai pengaruh dan kekuatan yang tidak seperti biasanya seperti kekuatan pasukan besar padahal ia hanya seorang diri.

 

Dengan tugas dan jabatan tersebut, ‘seekor semut’ mampu menghancurkan istana Firaun yang kejam serta dengan adanya hubungan tersebut ‘seekor nyamuk’ bisa membinasakan Namrud yang bengis. Selain itu dengan adanya hubungan tersebut, benih pohon pinus yang serupa dengan benih gandum bisa menumbuhkan semua perangkat pohon pinus yang besar. Seandainya hubungan tadi terputus, atau ia diberhentikan dari tugasnya, maka ia harus memikul sendiri semua pekerjaannya yang berat dan ia pun hanya akan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan kekuatannya yang minim dan terbatas, serta sesuai dengan volume perangkat dan peralatan sederhana yang ada padanya. Apabila ia diminta untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tadinya bisa dikerjakan dengan mudah seperti dalam kondisi pertama, ia akan segera menampakkan ketidakberdayaannya, kecuali kalau ia mampu memikul kekuatan seluruh pasukan dan semua peralatan perang negara. Orang yang mengkhayalkan hal ini serta terbang di angkasa khurafat tersebut, akan tertunduk malu oleh ucapannya sendiri.

 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menyerahkan urusan semua entitas dan menghubungkannya kepada Wajibul Wujud (Allah Ta’ala) mengandung kemudahan yang bersifat wajib. Sementara menyandarkan proses penciptaan kepada alam adalah sesuatu yang sulit untuk diterima bahkan sampai ke tingkat tidak mungkin dan mustahil.

 

Kemustahilan Ketiga: Kami akan menjelaskan hal int dengan dua contoh yang telah kamu jelaskan dalam beberapa risalah, yaitu:

 

  1. Badui masuk istana

 

Seorang dusun yang primitif masuk ke dalam sebuah istana yang besar, yang indah, yang gemerlap oleh berbagai dekorasinya, yang megah oleh berbagai perangkat modern mengagumkan di dalamnya, dibangun di padang pasir yang sepi dan buas. Ia menuju ke istana tersebut, lalu mengelilingi setiap sisinya, dan terkagum-kagum oleh keindahan bangunannya, berbagai ukiran yang terdapat di dindingnya, dan kesempurnaan bentuknya. Karena sangat polos dan sangat dungu, ia menganggap pastilah salah satu barang yang ada di istana itulah membuat seluruh isi bangunan tanpa campur tangan orang luar”. Apapun yang dia lihat tidak mungkin dianggap oleh akalnya sebagai pencipta yang menciptakan segala sesuatu yang ada pada istana tersebut.

 

Kakinya melangkah menuju salah satu sisi istana, dan tiba-tiba di situ ia menyaksikan sebuah buku acuan berisi rancangan rinci proses pembangunan istana. Selain itu, dituliskan pula di dalamnya penjelasan mengenai benda-benda di dalamnya berikut aturan pengelolaannya. Meskipun buku tadi hanya semacam daftar isi di mana ia tidak ikut membangun dan memperindah istana sebab tidak memiliki tangan untuk bekerja atau mata untuk melihat tetapi hanya mempunyai kaitan dengannya, sesuai dengan isinya, serta sejalan dengan cara kerjanya karena memang merupakan tanda sunnatullah yang bersifat ilmiah namun orang dusun itu kemudian berkata, “Buku inilah yang telah membangun, menyusun, dan membuat istana tersebut dengan indah. Dialah telah menciptakan dan mengaturnya secara rapi”. Dari pernyataan ini tampak dengan jelas betapa bodohnya orang dusun tadi.

 

Sama dengan contoh itu, ada yang masuk ke istana alam yang besar ini, yang jauh lebih teratur, lebih rapi, lebih indah, dan lebih megah daripada istana kecil di atas yang sebetulnya tidak bisa dibandingkan dengannya. Setiap sisi-sisi alam menampakkan berbagai mukjizat mencengangkan dan hikmah yang istimewa. Ya, salah seorang naturalis atheis yang mengingkari keberadaan Tuhan masuk ke dalam istana alam ini. Belum apa-apa ia langsung berpaling dari tanda-tanda ciptaan Allah yang bertebaran di hadapannya. Lalu ia mulai mencari sebab pencipta alam di antara para makhluk. la pun menyaksikan berbagai sunnah ilahi dan daftar penciptaan Tuhan yang secara sangat keliru disebut dengan ‘alam’.

 

Selanjutnya ia langsung berkata, “Karena semua entitas membutuhkan adanya sebab yang mencipta, sementara yang paling terkait erat dengannya hanyalah buku tadi, maka aku berkesimpulan bahwa buku itulah yang menciptakan semua entitas. Sebab aku tidak percaya kepada Tuhan Pencipta Yang Maha Agung”. Padahal, secara jujur akal manusia sangat menolak kalau semua pengaturan Tuhan yang bersifat mutlak dinisbatkan kepada ’buku’ yang buta, tuli, dan lemah itu.

 

Kami tegaskan, “Wahai orang yang sangat bodoh, angkatlah kepalamu dari bawah kubangan alam agar engkau bisa melihat Pencipta Agung di mana semua entitas, dari atom sampai kepada planet dengan bahasa yang berbeda-beda, menjadi saksi atas-Nya. Lihatlah manifestasi Sang Pencipta Agung yang telah membangun istana alam yang megah ini, serta telah menuliskan rancangan, rencana, dan semua aturan-Nya pada ‘buku’ tersebut. Dengarkan al-Quran dan selamatkan dirimu dari iqauan itu.

 

  1. Orang primitif yang masuk ke dalam Kemah militer atau masjid Aya Shofia

 

Seseorang yang sama sekali tak mengenal budaya dan peradaban masuk ke tengah-tengah kampung militer besar. la tercengang tatkala melihat berbagai latihan yang dengan sangat teratur dan penuh disiplin dilakukan oleh para prajurit di kampung tersebut. Gerakan mereka yang seragam itu tampak seolah-olah seperti satu gerakan. Semua prajurit secara serempak bergerak dengan gerakan salah seseorang di antara mereka lain diam dengan diamnya ia. Lalu semua prajurit juga menyalakan api segera setelah orang tadi mengeluarkan perintah. Orang yang tak mengenal budaya dan peradaban itu pun terheran-heran melihatnya. Akalnya yang polos tak mampu memahami bagaimana mungkin kepemimpinan seorang panglima dipatuhi sedemikian rupa dan dilaksanakan secara rapi. Lalu ia membayangkan ada seutas tali yang mengikat masing-masing prajurit. Kemudian ia mulai merenungkan kehebatan tali khayalan tadi sehingga ia pun bertambah heran dan bingung. Lalu la pergi.

 

Selanjutnya pada hari Jumat ia masuk ke sebuah masjid besar seperti Aya Sophia. Di sana ia menyaksikan begitu banyak orang yang shalat di belakang imam. Orang-orang itu berdiri, duduk, sujud, dan ruku mengikuti gerakan dan seruan seorang imam. Karena orang tadi sama sekali tidak mengetahui tentang syariat Tuhan serta tidak mengetahui aturan yang ada di balik perintahNya, ia mempunyai anggapan bahwa kelompok orang yang shalat tadi saling diikat dengan tali. Tali itulah yang mengatur gerakan mereka. Serta, tali itu pula yang membuat mereka bergerak dan diam. Demikianlah. Ila pun pergi dengan pikiran dan anggapan keliru yang nyaris menjadi bahan ejekan dan tertawan bahkan oleh orang yang paling kejam dan buas.

 

Sama dengan perumpamaan di atas, seorang atheis datang ke dunia yang merupakan markas besar para prajurit Sultan Azali dan Abadi sekaligus merupakan masjid yang teratur milik Dzat Azali yang disembah. Orang atheis tersebut datang dengan membawa paham naturalisme nya. la menganggap hukum-hukum abstrak yang tanda-tandanya tampak pada ikatan keteraturan alam dan bersumber dari hikmah kebijaksanaan Tuhan sebagai hukum-hukum materi. Maka, dalam melakukan berbagai penelitian ia pun berinteraksi dengan hukum-hukum tadi sebagaimana berinteraksi dengan materi dan benda-benda mati. la menganggap hukum-hukum rububiyyah Tuhan yang merupakan hukum dan aturan syariat alam milik Tuhan yang bersifat abstrak dan hanya ada dalam wujud pengetahuan sebagai entitas dan benda.

 

la memposisikan hukum-hukum yang bersumber dari ilmu dan ucapan Ilahi itu seperti Tuhan yang bisa mencipta. Lalu semua itu disebutnya dengan ‘alam’ seraya menganggap kekuatan yang merupakan salah satu wujud manifestasi kekuasaan Ilahi sebagai pemilik kekuasaan penuh. Hal ini merupakan kebodohan yang seribu kali lebih dahsyat daripada contoh di atas!

 

Kesimpulan

 

Jika alam yang menjadi sandaran kaum naturalis itu memiliki wujud hakiki yang tampak secara lahiri, maka sesungguhnya wujud tersebut hanyalah ciptaan Sang Pencipta, bukan Pencipta. la hanyalah ukiran, bukan si Pengukir. la hanyalah kumpulan hukum, bukan si Pembuat Hukum. la hanyalah syariat fitriah, bukan si Pembuat syariat. la hanyalah tirai yang tercipta, bukan si Pencipta. la hanyalah objek, bukan Pelaku. Ia hanyalah kumpulan aturan, bukan Dzat Yang Berkuasa. Serta, ia hanyalah goresan, bukan Sumber.

 

Karena entitas benar-benar ada, sementara akal kita hanya mampu memahami empat jalan untuk sampai kepada munculnya entitas tersebut sebagaimana hal itu telah kami jelaskan dalam pendahuluan, lalu karena kita juga telah membuktikan kebatilan tiga jalan di antaranya yaitu dengan penjelasan mengenai tiga kemustahilan yang tampak secara nyata dari setiap jalan tadi, maka tidak ada jalan lain kita harus mempercayai dengan seyakin-yakinnya bahwa yang benar adalah jalan keempat. Yaitu jalan keesaan Tuhan di mana al-Qur’an mengatakan, “Para rasul itu berkata, ‘Apa ada keraguan tentang Allah, Dzat Pencipta langit dan buri’.” (Ibrahim [14]: 10)

 

Ayat tersebut dengan tegas menjelaskan eksistensi Wajibul wujud (Allah), uluhiyah-Nya yang menguasai alam, kemunculan segala sesuatu yang berasal dari kekuasaan-Nya, serta kunci-kunci langit dan bumi yang berada di tangan-Nya.

 

Wahai para penyembah sebab! Wahai orang malang yang tertipu Oleh alam!

 

Selama karakter segala sesuatu adalah makhluk Karena ia bersifat baru dan ada tanda padanya bahwa ia tercipta, serta sebab keberadaan sesuatu yang tampak secara lahiriah juga sama-sama makhluk dan bersifat baru, selain itu selama keberadaan segala sesuatu membutuhkan berbagai sarana, perangkat, dan peralatan yang sangat banyak, maka pastilah ada Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak yang menciptakan karakter tersebut pada sesuatu berikut sebabnya. Disamping itu, Dzat Yang Maha Berkuasa mutlak tersebut sama sekali tidak membutuhkan sesuatu sehingga tidak ada sekutu yang ikut serta dalam proses penciptaan dan pemeliharaan-Nya.

 

Sungguh tidak ada sekutu bagi-Nya. Dialah Dzat yang mencipta sebab dan akibatnya sekaligus secara langsung. Lalu Dia letakkan di antara sebab akibat tadi proses kausalitas yang tampak secara lahiriah dengan terangkai dalam bentuk yang rapi. Dia jadikan sebab-sebab dan alam tersebut sebagai tirai yang menutupi tangan kekuasaan dan keagungan-Nya sekaligus agar kemuliaanNya tetap bersih dan suci. Kemudian Dia menjadikan sebab-sebab itu sebagai objek keluhan manusia ketika berbagai kekurangan dan kezaliman lahiriah tampak terlihat.

 

Mana yang lebih mudah untuk dipahami dan lebih masuk akal tukang jam yang membuat lempengan gigi dan perangkat jam, lalu mengaturnya sesuai dengan susunan lempengan giginya, serta menyeimbangkan gerakan jarum-jarumnya secara sangat cermat, atau tukang jam yang di dalam lempengan gigi, jarum-jarum, dan berbagai perangkat jam tadi ia ciptakan sebuah mesin istimewa, lalu ia serahkan urusan pembuatan jam tersebut pada benda itu? Bukankah ini omong kosong dan mustahil? Ajaklah akalmu berbicara dan putuskanlah sendin.

 

Mana yang lebih mudah apakah seorang penulis menyediakan pena, tinta, dan kertas, dan menulis sebuah buku atau sang penulis membuat mesin percetakan khusus untuk buku tersebut yang tentu saja lebih rumit dari buku itu sendiri lalu ia biarkan mesin percetakan tersebut menulis dengan berkata, “Ayo, mulailah menulis buku” tanpa ada campur tangan sebelumnya? Bukankah hal semacam ini sulit diterima oleh akal serta jauh lebih rumit ketimbang penulisan itu sendiri?

 

Barangkali engkau berkata bahwa pengadaan mesin percetakan untuk mencetak buku tadi memang lebih rumit dan pelik daripada menulis buku itu secara langsung, namun mesin percetakan itu bisa menghasilkan ribuan salinan buku dalam waktu singkat. Artinya, alat ini adalah sarana yang memudahkan.

 

Jawaban atas pernyataan di atas adalah sebagai berikut: Lewat kekuasaan-Nya yang bersifat mutlak, lewat pemunculan manifestasi nama-nama-Nya pada setiap saat, serta lewat penampakan-Nya dalam bentuk yang beraneka ragam, Sang Pencipta telah menciptakan karakter masing-masing. Dengan begitu sebuah makhluk tidak akan sama persis dengan makhluk lainnya. Itulah buku dan tulisan ilahi. Ya, agar setiap makhluk bisa memenuhi makna keberadaannya, ia harus memiliki ciri dan karakter yang menjadi identitasnya sekaligus membedakannya dengan yang lain.

 

Perhatikan dan cermatilah wajah manusia. Engkau akan melihat banyak tanda yang terkumpul pada wajah kecil itu di mana tanda-tanda tersebut membedakannya dari semua wajah lainnya secara berturut-turut sejak zaman Nabi Adam as. sampai saat ini dan bahkan selamanya. Padahal substansi mereka sama-sama manusia. Ini sangat jelas dan tak bisa dibantah. Alamat yang terdapat pada setiap wajah merupakan buku yang Khusus menjadi milik wajah tersebut. Ia merupakan buku yang berbeda dari lainnya. Karena itu, untuk mengeluarkan buku khusus tersebut serta untuk menyusun dan mengaturnya, diperlukan kumpulan semua huruf abjad dengan ukuran yang tepat, juga untuk mencetak semua huruf itu pada posisinya dibutuhkan papan pencetak sehingga dengan demikian akan tercipta sebuah bentuk wajah spesifik yang berbeda dengan bentuk wajah lainnya.

 

Dalam hal ini tentu saja harus disediakan bahan-bahan penciptaan yang khusus. Lalu ia diletakkan pada tempat-tempatnya. Kemudian dimasukkanlah semua unsur yang diperlukan untuk membentuk wajah itu. Semuanya pasti membutuhkan pabrik atau percetakan sendiri yang khusus untuk masing-masing wajah.

 

Perubahan yang terdapat di tubuh setiap makhluk hidup ratusan Kali lebih rumit daripada bahan-bahan percetakan berikut penyusunannya. Penyediaan bahan-bahan tersebut dari seluruh penjuru alam dengan perhitungan tertentu dan ukuran yang cermat lalu penyusunannya sesuai kebutuhan serta penempatannya di balik ‘tangan alam’, semua rangkaian proses yang panjang ini tentu saja pertama-tama membutuhkan unsur yang menghadirkan alam tersebut. la tidak lain adalah kekuasaan dan kehendak Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Dengan demikian, membayangkan alam sebagai mesin percetakan merupakan khurafat belaka yang sama sekali tidak benar.

 

Sama dengan contoh tentang jam dan buku di atas, Allah Sang Pencipta Yang Mulia dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu itulah yang menciptakan segala sebab akibat. Dialah yang mengaitkan antara sebab dan akibat lewat hikmah-Nya. Dia tentukan Karakter alamiah sesuatu dengan kehendak-Nya untuk kemudian dijadikan cermin yang memantulkan wujud manifestasi syariat fitriah agung yang menjadi landasan alam. Selain itu ia merupakan hukum dan sunah Allah yang Khusus berlaku untuk pengaturan urusan alam. Lewat kekuasaan-Nya Dia ciptakan wajah ‘karakter alamiah’ yang menjadi landasan alam superfisial. Selanjutnya Dia ciptakan segala entitas di atas landasan Karakter alamiah tadi sekaligus mencampurkan antara kKeduanya lewat hikmah-Nya yang sempurna.

 

Sekarang Kita kembalikan persoalan tersebut kepada objektivitas akalmu agar bisa melihat mana yang lebih rasional, kenyataan logis di atas yang bersumber dari berbagai bukti menyakinkan? atau mempersembahkan berbagai perangkat yang dibutuhkan entitas lain menyadarkan semua pekerjaan yang didasari oleh hikmah dan pengetahuan Kepada entitas itu sendiri? Dengan kata lain engkau menisbatkannya kepada apa yang Kalian sebut dengan ‘alam’ dan berbagai sebab yang merupakan benda mati tak berperasaan dan juga sama-sama makhluk? Bukankah ini merupakan Khurafat yang sama sekali tidak rasional?

 

Lalu si penyembah alam yang ingkar itupun menjawab, “Kalau engkau mengajakku untuk berkata jujur, aku mengakui bahwa pandangan sesat yang Kami yakini sangat tidak logis, berbahaya, dan sangat rusak. Orang yang berakal pasti mampu menangkap logika dan analisa ilmiahmu yang didasarkan kepada bukti-bukti tadi. Menisbatkan proses penciptaan kepada sebab dan alam merupakan sesuatu yang sangat mustahil. Bahkan merupakan sebuah keharusan dan kemestian bagi akal untuk menyandarkan segala sesuatu secara langsung kepada Allah Ta’ala. Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkanku kepada keyakinan ini. Namun masih tersisa sedikit keraguan dalam benakku. Yaitu aku percaya kepada Allah sebagai Tuhan dan bahwa Dia merupakan Pencipta segala sesuatu. Tetapi aku lalu bertanya-tanya, “Apakah akan membahayakan serta mengurangi keagungan dan kekuasaan Allah kalau kita juga menghormati dan menyanjung berbagai sebab atau sarana karena ia telah mewujudkan berbagai hal kecil yang sepele?’”

 

Jawabannya, sebagaimana yang telah kami jelaskan secara tegas pada beberapa risalah bahwa konsekuansi kekuasaan menolak adanya campur tangan. Bahkan penguasa dalam tingkatan terendah sekalipun atau petugas biasa sekalipun tidak mau kalau kekuasaannya dicampuri oleh orang lain, meskipun oleh anaknya sendiri. Lebih dari itu, ketika diduga ikut campur dalam kekuasaan mereka, beberapa penguasa telah tega membunuh anak mereka sendiri meskipun anak-anak tersebut bertakwa dan saleh. Dari sini kita memahami betapa penolakan terhadapnya adanya campur tangan dalam kebijakan merupakan prinsip baku. la berlaku pada segala sesuatu, mulai dari dua orang yang bertengkar Karena memperebutkan penguasaan atas sesuatu yang sepele sampai kepada dua orang penguasa yang saling berselisih karena ingin menjadi penguasa utama atas sebuah negeri. Di samping itu kemerdekaan penuh atas sebuah kekuasaan menolak adanya keterlibatan pihak jain. Hal ini secara tegas dibuktikan oleh sejarah perjalanan umat manusia yang panjang berikut berbagai dampaknya berupa berbagai kekacauan, pembunuhan, pengusiran.

 

Bayangan kekuasaan dan kepimpinan yang ada pada manusia yang tak berdaya dan membutuhkan bantuan menolak ikut campur, menolak ikut campur orang lain dan tidak menerima sekutu dalam kekuasaannya serta mencaga kemerdekaannya dalam kedudukannya secara fanatis. Perhatikanlah hal itu, kemudian lihatlah kepada Sang Penguasa Mutlak yang sedang bersemayam di atas singgasana rububiyyah-Nya, Sang Pemberi perintah mutlak yang berkuasa dengan uluhiyyah-Nya, Dzat Yang Merdeka secara mutlak dengan keesaan-Nya, Dzat Yang Maha Kaya dengan kemampuan mutlakNya. Itulah Allah Tuhan kita Yang Maha Agung. Betapa penolakan kepada adanya campur tangan dan kKeterlibatan pihak lain adalah merupakan keharusan dan keniscayaan bagi-Nya!

 

Adapun bagian kedua dari keraguan yang kau lontarkan adalah: Apakah pengabdian kepada sebagian sebab dalam hal-hal yang parsial akan mengurangi ketundukan dan pengabdian seluruh makhluk mulai dari atom hingga planet di angkasa kepada Allah Yang Maha Kuasa?

 

Jawabannya, Allah Sang Pencipta Yang Maha Bijak telah menciptakan alam ini seperti sebuah pohon. Lalu Dia menjadikan para makhluk yang memiliki kesadaran sebagai buah sempurna dari pohon tersebut. Dia menjadikan manusia sebagai buah yang paling komprehensif dalam makhluk. Bagaimana mungkin Yang Maha Bijaksana Mutlak, Pemberi perintah mutlak dan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta untuk memperkenalkan diri-Nya dan membuat diri-Nya dicintai menyerahkan manusia yang merupakan buah alam semesta dan syukur dan ibadah mereka yang merupakan tujuan ciptaan, maksud fitrah dan buah kehidupan manusia kepada orang lain? Mungkinkah Allah membiarkan hasil penciptaan dan buah alam itu begitu saja? Naudzubillah, hal ini Sama sekali tidak benar.

 

Lalu apakah Allah akan menerima sesuatu yang menyalahi hikmah dan rububiyah-Nya dengan menjadikan sebagian sebab sebagai sasaran pengabdian makhluk? Padahal Dia telah memperkenalkan diri-Nya sekaligus membuat semua makhluk mencintaiNya dengan segala sikap dan kelembutan-Nya di alam ini.Lebih dari itu, bagaimana mungkin Allah akan membiarkan makhluk yang paling Dia cintai, paling sempurna dalam beribadah, dalam bersyukur, dan dalam memberikan pujian, kepada selain-Nya. Bagaimana mungkin Allah membolehkan para makhluk untuk melupakan diri-Nya setelah dengan segala perbuatan-Nya. Dia menampakkan tujuan-tujuan-Nya yang mulia di alam ini, yaitu mengenal dan mengabdi kepada-Nya? Sungguh hal itu tidak benar. Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.

 

Wahai teman yang telah meninggalkan paham naturalisme! apa pendapatmu tentang yang baru saja kau dengar?

 

Dia menjawab dengan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan aku untuk mendapatkan jawaban atas dua keraguan di atas. Engkau telah memperlihatkan padaku dua dalil yang sangat kuat dan tak bisa dibantah mengenai keesaan Allah, Sesembahan Yang haq dan satu-satunya Dzat yang layak disembah. Tiada yang mengingkari cahaya matahari dan siang kecuali orang yang keras kepala”.

 

PENUTUP

 

Setelah meninggalkan semua pemikiran dan pandangannya, lalu masuk ke dalam wilayah iman dengan pandangan keimanannya baru, sosok atheis tadi berkata, “Segala puji bagi Allah. Aku bersaksi bahwa semua keraguanku telah lenyap. Namun aku memiliki beberapa pertanyaan yang menarik perhatian saya.”

 

Pertanyaan Pertama: Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita?

 

Kami mendengar dari banyak orang yang malas beribadah, khususnya mereka yang meninggalkan shalat, di mana mereka bertanya, “Apa yang Allah butuhkan dari ibadah kita sampai-sampai dalam al-Qur’an Dia mewajibkannya secara keras kepada kita sekaligus mengancam kita dengan siksaan yang pedih di neraka jahannam? Bagaimana hal ini cocok dengan gaya bahasa al-Quran yang istiqomah dan adil, sehingga memberikan ancaman keras terhadap kesalahan kecil semacam ini?”

 

Jawabannya: Benar, Allah Ta’ala sama sekali tidak membutuhkan ibadahmu wahai manusia. Bahkan, sedikitpun Dia tidak membutuhkan apa-apa. Namun engkaulah yang butuh dan perlu kepada ibadah. Pada hakikatnya engkau sakit, sementara ibadah merupakan balsem mujarab yang bisa menyembuhkan luka-luka jiwamu. Hal ini telah kami tegaskan dalam beberapa risalah.

 

Bagaimana pendapatmu seandainya ada seorang pasien yang ketika diobati oleh dokter yang sangat belas kasih dan penuh perhatian yang terus memintanya untuk meminum obat yang bisa mengobati penyakitnya, si pasien tadi malah berkata, “Apa perlumu kepada obat itu hingga terus-menerus menyuruhku untuk meminumnya?’ Bukankah dari sini kita bisa mengetahui betapa bodohnya cara berpikir si pasien tadi?

 

Adapun peringatan dan ancaman keras al-Qur’an terhadap ditinggalkannya ibadah, hal itu dapat ditafsirkan sebagai berikut:

 

Seorang penguasa akan menghukum orang yang melakukan sebuah tindakan kriminalitas yang terkait dengan hak-hak orang lain dengan hukuman yang berat demi untuk menjaga hak-hak rakyatnya. Demikian dengan Sang Penguasa Abadi, Dia akan menghukum orang yang meninggalkan ibadah dan shalat dengan hukuman yang berat. Sebab, orang tersebut jelas-jelas telah melanggar hak seluruh entitas yang merupakan rakyat dan makhluk-Nya sekaligus telah menzalimi mereka. Kesempurnaan para makhluk itu tampak dalam bentuk tasbih dan ibadah kepada Allah Sang Pencipta. Sedangkan orang yang meninggalkan ibadah tidak melihat dan tidak mengakui ibadah semua entitas tadi bahkan ia mengingkarinya. Ini tentu saja sangat merendahkan mereka yang masing-masing merupakan catatan agung Tuhan yang ditulis dengan tanda-tanda ibadah dan tasbih menuju kepada Sang Pencipta. Selain itu, masing-masing entitas tersebut juga merupakan cermin perwujudan dari nama-nama Tuhan yang cemerlang. Maka, dengan sikap pengingkarannya itu, orang tadi telah merendahkan kedudukan mereka yang mulia di mana ia hanya melihat mereka sebagai sesuatu yang Sia-sia belaka tanpa tugas apa-apa. la juga menganggap semua entitas itu sebagai sesuatu yang tak penting. Dengan begitu, ia telah menghinakan dan meremehkan semua entitas, merendahkan kemuliaan dan kesempurnaan mereka, serta menentang kredibilitas mereka.

 

Ya, setiap manusia melihat alam dengan kacamatanya masing-masing. Allah Taala menciptakan manusia dalam bentuk ukuran dan timbangan bagi alam semesta. Dia telah memberikan kepadanya sebuah alam Khusus selain alam ini dan menunjukkan warna alam ini sesuai dengan keyakinan kalbu manusia. Manusia yang sedih, putus asa, dan menangis melihat seluruh entitas menangis. Sementara manusia yang senang dan bahagia melihat seluruh entitas tersenyum, tertawa, dan bahagia. Demikian pula dengan orang yang melakukan ibadah dan zikir dengan sungguh-sungguh, penuh perasaan dan perenungan. la menyingkap sebagian dari ibadah dan tasbih entitas. Bahkan ia melihatnya sebagai sebuah fakta. Adapun orang yang meninggalkan ibadah Karena lalai dan ingkar, ia membayangkan entitas secara sangat Keliru sekaligus menentang hakikat kesempurnaannya. Dengan begitu, ia telah melanggar hak-haknya.

 

Disamping itu, orang yang meninggalkan shalat sebetulnya telah menzalimi dirinya. Sebab, dirinya itu bukan merupakan miliknya. Tetapi ia hanyalah hamba milik Tuan dan Penciptanya. Karena itu, Sang Tuan mengancam dan memberikan peringatan keras kepadanya agar ia bisa mengambil hak hamba-Nya tadi dari nafsunya yang memerintahkan kepada keburukan. Selain itu, ketika ia meninggalkan ibadah yang merupakan hasil dan tujuan penciptaannya, berarti ia telah melanggar hikmah Ilahi dan kehendak Tuhan. Karenanya, atas perbuatannya itu ia dihukum dengan hukuman yang keras.

 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang meninggalkan ibadah sebetulnya telah menzalimi dirinya, padahal dirinya itu merupakan hamba Allah. Selain itu ia juga telah melanggar dan menzalimi hak-hak makhluk. Ya, sebagaimana kekufuran merupakan bentuk penghinaan terhadap entitas, meninggalkan ibadah juga merupakan bentuk pengingkaran terhadap kesempurnaan makhluk dan pelanggaran terhadap hikmah Ilahi. Karena itu, orang yang meninggalkan shalat layak mendapat ancaman keras dan hukuman yang, berat. Demikianlah mengapa al-Qur’an mempergunakan bentuk ancaman dan peringatan untuk menggambarkan kelayakan tersebut sekaligus untuk menggambarkan hakikat yang tadi telah disebutkan. Jadi, gaya bahasa tersebut sangat tepat dan sangat sesuai dengan konteksnya sebagai wujud dari sebuah kefasihan.

 

Pertanyaan Kedua: Dimana rahasia hikmah dari kemudahan penciptaan?

 

‘Teman kita yang sudah meninggalkan paham naturalismenya dan menjadi mulia dengan Keimanan kepada Allah berkata, “Ketundukan mutlak segala entitas dalam setiap urusannya, dalam setiap bagiannya, serta dalam setiap tindakannya terhadap kehendak dan kekuasaan ilahi merupakan sebuah kenyataan agung. Karena begitu agung dan luas, akal kita yang lemah ini tak mampu menjangkaunya, padahal kita menyaksikan entitas yang tak terhingga jumlahnya dan kemudahan mutlak dalam penciptaan sesuatu. Kemudahan penciptaan yang merupakan konsekuensi dari keesaan Allah tampak begitu nyata lewat berbagai bukti dan argumen kuat yang engkau kemukakan. Disamping itu, al-Qur’an telah menegaskan kemudahan mutlak tersebut secara jelas dalam beberapa ayatnya seperti,

 

“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kalian (dari dalam kubur) kecuali seperti membangkitkan satu jiwa saja.” (Luqman [31]: 28)

 

“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (an-Nahl [16]: 77)

 

Semua itu menjadikan hakikat agung di atas (kemudahan penciptaan) sebagai sebuah persoalan yang sangat logis. Lalu di mana rahasia kemudahan tersebut dan apa hikmahnya?

 

Jawabannya, rahasia tersebut telah dijelaskan secara lengkap dan menyakinkan pada Surat Kedua puluh (dari buku al-Maktubat, ed.) ketika menerangkan ungkapan yang berbunyi, “Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu”. Terutama bagian akhirnya dimana penjelasannya sangat lengkap, luas, dan menyakinkan dengan didukung oleh dalil, bukti, dan argumen yang Kuat.

 

Ringkasnya sebagai berikut: Ketika penciptaan seluruh entitas dinisbatkan kepada Sang Pencipta Yang Esa, maka proses penciptaan tersebut menjadi mudah sebagaimana proses penciptaan satu makhluk. Sementara jika ia dinisbatkan kepada sesuatu yang banyak, proses penciptaan satu makhluk pun menjadi rumit dengan tingkat kerumitan yang sama dengan penciptaan seluruh entitas. Sampai-sampai penciptaan sebuah atompun menjadi sulit dan rumit Sama seperti penciptaan pohon.

 

Namun jika penciptaan tadi dinisbatkan kepada Sang Pencipta Yang Maha Benar, persoalannya menjadi mudah sehingga proses penciptaan seluruh makhluk seolah seperti proses penciptaan satu pohon, satu pohon seperti satu atom, surga seperti musim semi, dan musim semi seperti sebuah bunga. Jadi, persoalannya mudah dan gampang. Di sini secara singkat Kami akan menjelaskan satu atau dua dalil di antara ratusan dalil yang telah Kami jelaskan secara gamblang pada risalah-risalah lain. Dalil-dalil itu menjelaskan berbagai rahasia dan hikmah tersembunyi di balik banyaknya entitas dan di balik kemunculannya yang berlangsung secara teratur, rapi, dan mudah.

 

Misalnya, kepemimpinan seratus orang prajurit oleh satu orang komandan seratus Kali lebih mudah daripada kepemimpinan satu orang prajurit oleh seratus orang komandan. Ketika penyiapan sebuah pasukan berikut perlengkapan militernya dari markas yang Sama, dengan aturan yang sama, dan dari pabrik yang sama, diserahkan kepada seorang panglima, hal itu akan berlangsung sangat mudah sama seperti penyiapan seorang prajurit. Sementara penyiapan seorang prajurit berikut perlengkapan militernya dari markas yang berbeda-beda dan dari pabrik yang berbeda-beda kepada banyak panglima, hal itu menjadi sangat rumit sama rumitnya dengan menyiapkan sebuah pasukan. Sebab ketika itu harus ada banyak pabrik yang sebanding dengan jumlah sebuah pasukan untuk menyiapkan seorang prajurit saja.

 

Contoh lainnya adalah sebuah pohon yang dilengkapi dengan bahan-bahan penting, dengan satu akar, satu tempat, di atas satu hukum, serta menghasilkan ribuan buah, semua itu berlangsung secara mudah, seolah-olah pohon itu hanya memiliki satu buah. Sementara jika jumlah yang satu tadi digantikan oleh jumlah yang banyak serta jalur yang beraneka ragam menggantikan jalur yang satu, lalu setiap buah dilengkapi oleh bahan-bahan penting yang berasal dari tempat yang berbeda-beda, dan dari akar yang berbeda-beda, maka penciptaan satu buah itu menjadi rumit dan pelik seperti penciptaan pohon itu sendiri. Bahkan bisa jadi penciptaan sebuah benih yang merupakan prototipe dari pohon tadi menjadi sesulit penciptaan pohon itu sendiri. Sebab, bahan-bahan penting yang dibutuhkan oleh pohon tersebut juga dibutuhkan oleh benih.

 

Masih ada lagi ratusan contoh semacam itu. Semuanya menjelaskan bahwa kemunculan ribuan entitas lewat satu jalur lebih gampang daripada kemunculan sebuah entitas lewat beragam jalur. Karena kami telah menegaskan hakikat ini dalam beberapa risalah, kita bisa mengacu kepadanya. Hanya saja, disini Kami menjelaskan rahasia agung yang terkait dengan kemudahan tersebut ditinjau dari sisi pengetahuan, ketentuan, dan kekuasaan Ilahi, Rahasia itu adalah: Engkau termasuk salah satu entitas. Jika engkau menyerahkan dirimu kepada Allah Yang Maha Berkuasa mutlak lagi Azali, ketahuilah bahwa Dia menciptakanmu lewat sebuah perintah dan kekuasaanNya yang bersifat mutlak dari sebuah ketiadaan dengan hanya sekejap mata tanpa perantara.

 

Namun, jika engkau tidak menyerahkan dirimu kepada-Nya, tetapi engkau menisbatkan dirimu kepada alam lalu engkau serahkan dirimu pada sebab-sebab materi, maka ketika itu untuk menciptakanmu diperlukan sebuah proses yang rumit. Sebab, seluruh unsur yang ada pada dirimu berasal dari seluruh alam, ia harus dicari di seluruh pelosok alam, harus melewat penelitian yang Sangat pelik, serta harus diukur secara sangat akurat. Hal itu Karena engkau merupakan abstraksi teratur dari alam, buah matangnya, indeks miniaturnya, dan tas yang berisi seluruh isi alam.

 

Karena sebab-sebab materi hanyalah bersifat membentuk dan menyusun di mana seperti yang ditegaskan oleh para ilmuwan bahwa sebab-sebab materi itu tidak bisa mengadakan sesuatu yang tidak ada, maka ia dipaksa untuk bisa mengumpulkan semua unsur-unsur yang diperlukan tubuh yang Kecil ini dari seluruh alam.

 

Dari sini engkau bisa memahami kemudahan mutlak yang terdapat dalam Keesaan dan tauhid sekaligus engkau bisa menangkap Kerumitan dan kepelikan yang terdapat pada syirik dan kesesatan.

 

Kedua, ada kemudahan mutlak pada proses penciptaan yang berasal dari sisi pandang pengetahuan Ilahi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

 

Ketentuan Tahi (qadar) merupakan salah satu jenis pengetahuan-Nya bahwa Dia menentukan ukuran segala sesuatu seolah-olah seperti sebuah cetakan yang khusus untuknya. Sehingga ukuran ketentuan tersebut berposisi sebagai sebuah desain dan contoh model baginya. Ketika Allah menciptakannya, Dia menciptakan dalam ukuran tersebut secara sangat mudah. Ketika penciptaan sesuatu tadi tidak dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui secara mutlak, yaitu Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Agung, tidak hanya ribuan persoalan yang muncul. Tetapi disamping itu ada ratusan kemustahilan seperti yang telah dijelaskan di depan. Sebab, jika ukuran ketentuan dan pengetahuan Tuhan tadi tidak ada, harus dipergunakan ribuan cetakan materi untuk tubuh yang kecil ini.

 

Dari sini, engkau bisa memahami salah satu rahasia kemudahan mutlak yang terdapat dalam keesaan dan tauhid serta banyaknya Kerumitan yang terdapat dalam pluralitas dan syirik. Pahamilah hakikat mulia yang dijelaskan oleh ayat,

 

“Kejadian kiamat itu hanyalah seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi.” (an-Nahl [16]: 77)

 

Pertanyaan Ketiga: Apa yang dimaksud dengan pernyataan para filosof. “Creatio ex nihilo” (Segala sesuatu tidak berasal dari ketiadaan)?

 

Orang yang sebelumnya menentang namun sekarang telah beriman dan mendapat hidayah itu berkata, “Mengapa para filosof yang ekstrim pada zaman sekarang ini berpendapat, “Sesuatu tak mungkin ada dari tiada dan tak mungkin lenyap dani ada. Sesungguhnya yang mengatur alam ini adalah penyatuan dan pemisahan materi”.

 

Jawabannya: Para filosof tersebut tidak melihat seluruh entitas dengan cahaya dan perspektif al-Quran. Tetapi mereka melihatnya dengan kacamata ‘alam’ dan ’sebab’. Karenanya, keberadaan entitas berikut pembentukannya yang melalui faktor alam dan sebab-sebab materi menjadi persoalan yang rumit dan pelik sampai ke tingkat mustahil seperti yang telah kami jelaskan. Dalam menghadapi kerumitan tadi para filosof tersebut terbagi dua:

 

Sebagian mereka menjadi sophist dan mencampakkan akal sehatnya yang merupakan perangkat istimewa manusia, dan terjatuh ke tingkat hewan yang paling rendah. Mereka mengingkari wujud secara umum, bahkan wujud mereka sendiri. Sebab, bagi mereka pengingkaran tersebut lebih mudah untuk diterima akal dan lebih selamat daripada menganggap ‘alam’ dan ’sebab-sebab materi’ sebagai zat yang mencipta. Mereka menyangkal keberadaan diri mereka sendiri dan keberadaan seluruh entitas. Sebagai akibatnya, mereka terjatuh pada jurang kebodohan.

 

Adapun kelompok yang Kkedua berpendapat bahwa seandainya penciptaan seluruh entitas diserahkan kepada sebab materi dan alam sebagaimana yang dinyatakan oleh kaum yang sesat, maka proses penciptaan entitas yang kecil sekalipun, seperti lalat atau benih, menyimpan banyak persoalan dan memerlukan kekuatan hebat yang tak bisa dibayangkan oleh akal. Karena itu, para filosof tersebut terpaksa mengingkari adanya penciptaan itu sendiri. Menurut mereka, “Sesuatu tak mungkin tercipta dari iada”. Sebaliknya, melenyapkKan sesuatu bagi mereka juga mustahil sehingga mereka menyatakan bahwa “yang ada tak mungkin lenyap”’. Mereka pun kemudian mengkhayalkan adanya pemisahan dan penggabungan materi sebagai hasil dari gerakan atom dan berbagai kebetulan.

 

Perhatikanlah orang-orang yang menyangka dirinya cerdas. Mereka terjerumus ke dalam kubangan kebodohan dan kedunguan. Dari sini hendaknya engkau bisa memahami bagaimana Kesesatan mencampakkan manusia yang tadinya mulia ke posisi yang dihinakan semua orang!

 

Sekarang kita bertanya kepada mereka, “Engkau bisa menyaksikan bagaimana mungkin penciptaan entitas tidak berasal dari kekuasaan mutlak Allah yang pada setiap tahunnya menciptakan di atas permukaan bumi ini empat ratus ribu jenis makhluk hidup? Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari? Yang pada setiap musim semi menumbuhkan tumbuhan dan hewan dalam bentuk yang sempurna dan penuh hikmah dalam waktu tujuh minggu? Bagaimana mungkin penciptaan seluruh entitas abstrak yang rancangan dan ukurannya berada dalam Koridor pengetahuan azali tidak berasal dari kekuasaan Tuhan? Dia telah menciptakannya dengan mudah seperti mudahnya memperlihatkan tulisan yang tidak tampak dengan menggosokkan bahan kimia padanya. Mengingkari kekuasaan Tuhan dalam memberikan wujud lahiriah kepada entitas abstrak serta menyangkal penciptaan itu sendiri. Dan hal tersebut merupakan sebuah kebodohan yang amat nyata.

 

Karena kaum malang yang berkarakter Firaun dan sangat lemah itu hanya mempunyai sedikit ikhtiar hingga tidak mampu melenyapkan sesuatu dan tidak mampu menciptakan atom atau benda apa pun dari tiada, serta Karena alam dan sebab materi yang mereka sembah juga tidak dapat mencipta dari tiada, akhirnya mereka mengeluarkan sebuah pernyataan, “Materi tidak dapat lenyap dan tidak dapat diciptakan”. Mereka berusaha memberlakukan kaidah batil tersebut terhadap kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa Mutlak.

 

Ya, Allah Yang Maha Berkuasa dan Maha Agung mempunyai dua cara penciptaan:

 

Pertama Ikhtira’ dan Ibda’. Artinya Allah memberikan wujud dari tiada tanpa perantara dan menghadirkan dari tiada segala yang dibutuhkan wujud tersebut serta Kemudian diserahkan kepadanya.

 

Kedua Insya’ dan Sanat. Artinya, Dia membentuk sebagian entitas dari unsur-unsur alam itu sendiri guna memperlihatkan kesempurnaan hikmah-Nya dan guna menjelaskan manifestasi nama-nama-Nya yang mulia. Kemudian Dia kirimkan kepada entitas tersebut atom-atom dan materi-materi yang tunduk kepada perintah-Nya dalam kaidah pemberian rizki. Allah menundukkan semua itu untuknya agar proses pembentukan wujud tadi menjadi sempurna. Demikianlah, Tuhan Yang Berkuasa secara mutlak mempunyai dua cara dalam mencipta memunculkan dan membentuk.

 

Meniadakan entitas dan menciptakan sesuatu yang tiada adalah persoalan yang sangat mudah bagi-Nya. Bahkan ia merupakan hukum-Nya yang berlaku umum dan abadi. Orang yang mengingkari kekuasaan Tuhan yang telah menciptakan dari tiada sebanyak tiga ratus ribu jenis makhluk dengan berkata, “Dia tidak mungkin bisa menciptakan sesuatu yang tiada” tentu ia terjerumus ke dalam gelapnya ketiadaan.

 

Orang yang telah menanggalkan paharn naturalismenya dan menuju kepada jalan kebenaran itupun kemudian berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepadaku untuk beriman secara sempurna sekaligus telah menyelamatkanku dari segala ilusi dan kesesatan. Sehingga lenyaplah dariku semua keraguan yang ada.

 

Segala puji bagi Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman.

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahut dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

Risalah Hijab

 

“Hai nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.” (al-Ahzab [33]: 59)

 

Ayat al-Quran di atas memerintahkan hijab, sementara peradaban modern memiliki pandangan yang berlawanan dengan hukum ilahi di atas. Hijab tidak dilihat sebagai fitrah perempuan, tetapi sesuatu yang membatasi ruang gerak mereka.

 

Kami akan mengetengahkan empat dari sekian banyak hal yang menunjukkan bahwa hikmah Qur’ani tersebut memang fitrah bagi perempuan. Sementara yang menjadi kebalikannya adalah bukan termasuk fitrah.

 

HIKMAH PERTAMA

 

Hijab adalah fitrah bagi perempuan sehingga mereka membutuhkannya. Perempuan diciptakan dalam kondisi lembut dan lemah. Mereka sadar bahwa mereka membutuhkan keberadaan seorang lelaki yang bisa melindungi mereka dan anak-anak yang Sangat mereka cintai lebih dari diri sendiri. Oleh karena itu, perempuan memiliki kecenderungan fitrah untuk membuat dirinya dicintai, tidak dibenci, dan tidak ditolak secara kasar oleh orang lain.

 

Di samping itu, sekitar 7/10 perempuan, terutama yang tua atau kurang cantik, biasanya enggan untuk memperlihatkan uban atau kekurangan mereka. Mereka mempunyai rasa cemburu yang sangat besar sehingga mereka khawatir kalau ada perempuan cantik lainnya yang mengalahkan mereka atau khawatir kalau dilecehkan dan dicela orang. Karena itu, secara fitrah mereka menginginkan hijab untuk menjaga diri agar tidak dilecehKan orang dan agar tidak dituduh suaminya dengan pengkhianatan. Bahkan kita melihat para perempuan yang sudah berusia lanjut lebih semangat untuk berhijab daripada lainnya.

 

Barangkali tidak lebih dari dua atau tiga saja dari 10 perempuan remaja cantik yang tidak merasa sungkan untuk memperlihatkan aurat mereka Karena seperti yang kita ketahui biasanya manusia tidak suka jika dilihat oleh orang yang tidak ia sukai. Bahkan ketika misalnya ada perempuan cantik yang berpakaian tidak sopan karena ingin dilihat oleh dua atau tiga orang pria yang bukan mahramnya, ia tetap akan keberatan dan merasa risih jika dilihat oleh tujuh atau delapan pria lainnya.

 

Perempuan cantik yang perangainya tidak rusak, ia sangat tidak suka dilihat oleh pandangan jahat dan pandangan yang menimbulkan efek konkret seperti racun, karena perempuan mempunyai tabiat halus dan sensitif. Bahkan kita mendengar sebagian besar perempuan Eropa yang membuka aurat mengadu ke polisi karena ada orang-orang yang terus menerus memperhatikan mereka. Mereka berkata, “Orang-orang yang hina itu terus menerus mengikuti kami dan mengganggu kami”.

 

Kesimpulannya adalah bahwa peradaban modern yang mencampakkan hijab betul-betul berlawanan dengan fitrah manusia. Sesungguhnya perintah al-Qur’an untuk berhijab, disamping merupakan fitrah, ia melindungi perempuan yang merupakan sumber Kasih sayang dan teman setia abadi bagi suaminya dari kerendahan, kehinaan dan perbudakan secara maknawi, serta kemalangan.

 

Selain itu, secara fitrah perempuan mempunyai kekhawatiran terhadap pria asing sehingga mereka perlu berhijab sebab kenikmatan yang berlangsung selama sembilan menit menjadi pahit dengan adanya beban untuk mengandung janin selama sembilan bulan, dilanjutkan dengan Keharusan memelihara anak yang tak mempunyai ayah selama sembilan tahun. Karena peluang kepada jtu sangat besar, perempuan sangat khawatir kepada pria yang bukan mahram dan secara naluri menjauhi mereka. Fitrahnya yang lemah akan mengingatkannya untuk segera melindungi diri dan memakai hijab agar tidak membangkitkan syahwat para pria yang bukan mahramnya dan tidak membuka peluang untuk diganggu. Fitrahnya menunjukkan bahwa hijab merupakan benteng dan parit pengaman.

 

Kami pernah mendengar ada seorang tukang celup sepatu yang bertemu dengan seorang isteri peyjabat tinggi yang membuka auratnya. Segera sajya si tukang celup tadi merayunya secara terangterangan di siang han di jantung ibukota Ankara. Perlakuan buruk itu merupakan tamparan keras bagi wajah mereka yang tidak mengenal malu menentang hijab!

 

HIKMAH KEDUA

 

Hubungan erat dan kecintaan mendalam antara seorang pria dan perempuan tidak hanya merupakan kebutuhan duniawi. Seorang perempuan tidak hanya menjadi pendamping suami di dunia saja, tetapi ia juga menjadi pendampingnya dalam kehidupan yang abadi. Oleh Karena itu, ia harus berusaha agar tidak menarik perhatian orang lain pada kecantikan dirinya, selain suaminya yang merupakan sahabat dan pendampingnya. Di samping itu, ia juga harus berusaha agar suaminya tidak terusik, murka, dan cemburu.

 

Selain itu, dengan keimanannya, hubungan seorang suami mukmin dengan istrinya tidak hanya terbatas pada kehidupan dunia ini dan bukanlah kecintaan yang bersifat sesaat yang terbatas hanya ketika istrinya cantik. Lebih dari itu, hubungan tersebut didasarkan pada cinta dan penghormatan yang serius dan mendasar terhadap istrinya sebagai pendamping hidup hingga pada kehidupan yang abadi. Cinta dan penghormatan tadi terus ada tidak hanya pada masa muda dan cantik, tetapi juga pada masa tua bahkan ketika kecantikan istri telah sirna. Karenanya, seorang istri harus mempersembahkan kecantikan dan cintanya hanya kepada suami sebagaimana hal itu merupakan tuntutan fitrah kemanusiaannya. Jika tidak, ia akan kehilangan banyak hal.

 

Selanjutnya Syariat juga menuntut seorang suami harus sepadan dengan isteri. Artinya, yang satu harus sesuai dan sejalan dengan lainnya. Dalam hal ini, kesepadanan yang terpenting tentunya adalah kesepadanan agama. Betapa bahagianya seorang suami yang melihat isterinya begitu religius sehingga ia pun berusaha mengikutinya dan menjadi orang yang taat agar tidak kehilangan istri setianya di kehidupan akhirat nanti. Demikian halnya, betapa beruntungnya seorang istri yang melihat suaminya begitu religius lalu ia tidak ingin kehilangan pendamping setianya itu di akhirat nanti sehingga ia menjadi orang yang bertakwa.

 

Sebaliknya, sungguh sangat celaka bagi seorang pria yang terjerumus dalam kemaksiatan yang membuatnya kehilangan istri yang salehah selamanya. Demikian pula sungguh malang seorang istri yang tidak mencontoh suaminya yang bertakwa sehingga ia berpisah dengan pendamping abadinya yang mulia. Sungguh ribuan celaka pula bagi suami isteri yang saling mencontoh keburukan dan kemaksiatan yang ada sehingga keduanya saling menolong menuju neraka.

 

HIKMAH KETIGA

 

Kebahagiaan keluarga dalam hidup ini bergantung kepada adanya rasa saling percaya, hormat yang tulus, dan cinta di antara suami isteri. Berhias dan memperlihatkan aurat tentu saja merusak kepercayaan, penghormatan, dan kecintaan di antara mereka. Sebab, sembilan dari 10 perempuan yang menampakkan aurat itu akan menjumpai para pria yang lebih ganteng daripada suami mereka. Sementara hanya satu orang yang melihat pria yang kalah ganteng dari suaminya sekaligus tidak ia senangi. Hal yang sama terjadi pada kaum pria. Hanya satu dari dua puluh orang dari mereka yang melihat perempuan yang Kalah cantik dari isterinya. Sementara yang Jain melihat para perempuan yang lebih cantik daripada isteri mereka. Kondisi ini tentu saja membuka peluang untuk munculnya firasat Kotor di dalam jiwa, selain bisa melenyapkan kecintaan yang tulus dan penghormatan yang ada.

 

Hal ini disebabkan oleh adanya fitrah manusia yang tidak akan mempunyai pikiran kotor terhadap mahram, saudara perempuan misalnya, Karena Kemahraman tadi memunculkan sebuah kasih sayang dan kecintaan yang bersumber dari adanya hubungan kekeluargaan. Perasaan mulia itu tentu akan membendung Keinginan nafsu syahwatnya. Hanya saja, membuka bagian badan yang tidak boleh dibuka bagi mahram pun, seperti betis, bisa membangkitkan hasrat kotor orang-orang yang berkepribadian buruk.

 

Wajah mahram menyadarkan akan adanya hubungan kekerabatan dan adanya posisi yang berbeda dengan orang lain. Tetapi, menyingkap bagian-bagian tubuh yang terlarang seperti betis adalah sama saja berbahaya, baik bagi mahram ataupun bukan, sebab dalam betis tidak ada tanda pembeda yang memberitahukan kemahraman sehingga bisa menyebabkan selera pandangan hewani mahram yang bermartabat rendah bergejolak. Pandangan seperti ini tentu saja merupakan bentuk kejatuhan martabat manusia yang membuat kuduk kita merinding.

 

HIKMAH KEEMPAT

 

Seperti telah diketahui bersama, banyaknya keturunan diinginkan oleh semua orang. Tidak ada satu umat atau bangsa pun yang tidak mendukung banyaknya keturunan. Rasul SAW. bersabda:

 

“Nikah dan perbanyaklah jumlah kalian sebab aku bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain pada hari Kiamat”.

 

Membuka aurat tentu saja tidak memperbanyak pernikahan, bahkan menguranginya karena betapapun bejatnya seorang pemuda, ia tetap menginginkan pasangan hidupnya suci dan tak ternoda. Ia tidak mau pasangan hidupnya buka-bukaan seperti dirinya. Maka biasanya ia lebih memilih hidup membujang ketimbang menikah sehingga ia dapat terjerumus dalam kemaksiatan.

 

Sementara itu perempuan tidak seperti pria. Ia tidak bisa leluasa menentukan suaminya. Karena perempuan bertugas mengurus rumah tangga di samping menjaga anak, harta dan semua milik suami, maka sifat paling utama yang melekat padanya adalah setia dan bisa dipercaya. Membuka aurat tentu akan merusak kesetiaan tadi dan menggoncangkan kepercayaan suami sehingga sang suami pun akan merasa sakit dan tersiksa.

 

Bahkan sifat keberanian dan kedermawanan yang merupakan tabiat terpuji bagi pria, jika keduanya terdapat pada perempuan ia dianggap sebagai sifat yang tercela karena kedua sifat itu bisa merusak kepercayaan dan kesetiaan sehingga menjadi akhlak yang buruk. Namun karena tugas suami tidak hanya terbatas pada mempercayakan harta dan mengikat hubungan dengan isteri, tetapi juga melindungi, mengasihi, dan menghormatinya, maka ia tidak seperti jsteri, yakni pilihannya tidak terikat hanya pada seorang isteri sehingga bisa menikah dengan perempuan yang lain.

 

Negara kita tidak bisa dibandingkan dengan negara-negara Eropa. Pada tahap tertentu, di sana kehormatan bisa lebih mudah dijaga dalam Keadaan aurat terbuka daripada di sini. Orang melihat isteri orang lain yang terhormat dengan pandangan kotor, sama saja dengan menyiapkan kafannya sendiri. Disamping itu, tabiat bangsa Eropa adalah dingin (tak acuh) sama seperti iklim mereka. Adapun di Asia, kKhususnya negara-negara Islam, ia termasuk negara yang bercuaca panas jika dibandingkan dengan Eropa.

 

Seperti diketahui, kondisi iklim dan lingkungan tersebut sangat mempengaruhi akhlak manusianya. Pada daerah yang dingin dan bagi orang-orang yang ‘dingin’, membuka aurat yang merangsang syahwat bisa jadi tidak sampai menimbulkan tindakan yang melampui batas. Sementara bagi orang-orang sensitif yang cepat terangsang yang tinggal di daerah panas, membuka aurat akan menyebabkan munculnya perbuatan yang melanggar dan melampaui batas.

 

Membuka aurat yang merangsang hawa nafsu dan syahwat tentu saja bisa memicu timbulnya pelanggaran, lemahnya keturunan, dan rusaknya semua kekuatan. Sebab dengan begitu, seorang, pria yang membutuhkan penggunaan hasrat alamiahnya dalam sebulan atau dua puluh hari akan beranggapan bahwa nafsunya harus disalurkan pada setiap beberapa hari. Lalu karena ada penghalang fitri seperti haid yang menghalanginya untuk berhubungan dengan isteri selama kira-kira 15 hari, ia pun akan terjerumus ke dalam perbuatan nista ketika nafsunya sudah mendominasi.

 

Penduduk kota tidak mesti melepaskan hijab dengan melihat penduduk desa serta orang-orang badui sebab Ketika bekerja, penduduk desa harus mengeluarkan tenaga fisik yang kuat untuk mendapatkan penghasilan dan seringkali para perempuannya ikut serta dalam berbagai pekerjaan berat sehingga tubuh keras mereka pun terbuka. Namun pekerja perempuan ini tidaklah tidak menarik perhatian lawan jenis dan merangsang syahwat pria sebagaimana perempuan kota. Karena di desa ada sedikit orang malang yang menganggur, maka kerusakan yang ada di desa tidak melebihi sepuluh persen dari apa yang ada di kota. Karenanya, kota tak bisa dibandingkan dengan desa.

 

PERCAKAPAN DENGAN PEREMPUAN BERIMAN: SAUDARIKU DI AKHIRAT

 

Ketika di beberapa daerah aku menyaksikan besarnya perhatian para perempuan terhadap Risalah Nur dan bahwa mereka menerima semua pelajaran yang kuberikan, aku datang untuk ketiga kalinya ke madrasah yang penuh berkah ini, Isparta. Aku mendengar bahwa para perempuan baik-baik itu, yang merupakan saudari-saudariku di akhirat, sedang menantiku memberikan pelajaran. Mereka menginginkan agar aku memberikan pengajaran di beberapa masjid. Padahal aku sedang menderita berbagai penyakit di samping kondisiku yang sangat lemah dan lelah sehingga aku tidak mampu berbicara dan berpikir. Namun demikian, pada malam ini muncul dalam benakku sebuah lintasan pikiran yang sangat kuat sebagai berikut:

 

“15 tahun yang lalu, engkau telah menulis risalah petunjuk untuk para pemuda karena permintaan mereka. Sudah banyak yang mengambil manfaat dari risalah tersebut. Sementara para perempuan lebih membutuhkan kepada petunjuk semacam itu pada masa sekarang ini”.

 

Karena lintasan pikiran itulah, meskipun aku sedang sakit, lemah, dan payah, dengan sangat ringkas akupun menuliskan untuk para saudariku yang diberkahi itu sekaligus untuk anak-anakku yang masih remaja beberapa hal yang harus mereka perhatikan dalam tiga catatan sebagai berikut:

 

Catatan Pertama Karena yang menjadi salah satu sendi utama penulisan Risalah Nur adalah rasa kasih sayang, sementara kaum perempuan merupakan pahlawan kasih sayang, maka secara fitrah mereka menjadi orang-orang yang paling mempunyai hubungan kuat dengan Risalah Nur. Alhamdulillah, hubungan fitri tersebut dapat dirasakan dalam berbagai hal.

 

Pengorbanan yang ada pada kasih sayang, memiliki posisi sangat penting pada zaman sekarang ini karena pengorbanan semacam ini menggambarkan sebuah ketulusan hakiki dan tanpa pamrih.

 

Ya, seorang ibu yang rela mengorbankan dirinya demi untuk menyelamatkan anak-anaknya dari bahaya tanpa mengharap balasan. Pengorbanannya secara tulus demi anak sebagai kewajiban fitrinya menunjukkan adanya bentuk kepahlawanan yang paling utama dalam diri perempuan. Mereka bisa menyelamatkan kehidupan dunia dan akhirat mereka lewat penyingkapan bentuk kepahlawanan itu dalam diri mereka. Tetapi, sifat mulia yang kuat dan berharga tersebut tidak tersingkap dengan adanya berbagai paham yang rusak atau disalahgunakan.

 

Di sini kami akan menyebutkan salah satu dari ratusan contoh yang ada, yaitu seorang ibu yang penyayang akan berkorban sedemikian rupa untuk melindungi anaknya dari berbagai bahaya dan agar ia berguna di dunia. Ila didik anaknya di atas landasan tersebut. la pergunakan seluruh hartanya agar anaknya bisa menjadi pasya (pemimpin dan panglima besar). Lalu ia ambil anak tersebut dari sekolah tahfidz untuk dikirim ke Eropa. la tidak pernah berpikir tentang kehidupan abadi anaknya yang sedang terancam bahaya dan ia berusaha menyelamatkan anaknya dari penjara duniawi tanpa pernah peduli kalau anaknya akan terjerumus ke neraka jahannam yang abadi.

 

Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang sangat menyalahi fitrahnya. Seharusnya ia menjadikan anaknya yang tidak berdosa sebagai penolong baginya di hari Kiamat nanti, ia justru menjadikan anaknya sebagai orang yang menggugatnya. Sang anak akan mengeluh dengan berkata, “Mengapa engkau tidak memperkuat keimananku hingga engkau membuatku tersiksa begini?” Karena tidak mendapat porsi pendidikan Islam yang memadai, akhirnya anak tadi tidak membalas hak kasih sayang ibunya yang luar biasa. Bahkan bisa jadi ia mengabaikan haknya.

 

Namun jika ibu tersebut berusaha menyelamatkan anaknya yang lemah tadi dari penjara akhirat, yaitu neraka jahannam, dan dari kemusnahan abadi yaitu mati dalam kesesatan, lewat kasih sayangnya yang hakiki yang diberikan secara benar, maka sang anak senantiasa akan mengantarkan cahaya kepada roh ibunya setelah ia meninggal dunia. Karena semua kebaikan yang dilakukan oleh anaknya akan tercatat dalam lembaran amal ibu. Selain itu, anak tersebut akan menjadi anak yang baik dan diberkahi sekaligus akan menjadi penolong baginya di sisi Allah. Sang anak tidak akan mengeluhkannya dan tidak pula menggugatnya. Ya, ustadz pertama manusia serta guru yang paling berpengaruh baginya adalah sosok ibu.

 

Dalam kesempatan Kali ini, aku akan menjelaskan pengertian yang, senantiasa aku rasakan dalam diriku. Yaitu:

 

“Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa pelajaran paling kuat yang pernah ku terima dan seolah-olah selalu baru adalah pelajaran-pelajaran yang berasal dart ibuku, bahwa pelajaran tersebut membekas kuat dalam fitrahku sekaligus menjadi benih-benih dalam tubuhku selama hidup yang hampir berusia 80 tahun.

 

Padahal aku telah menerima berbagai pelajaran dari sekitar 80.000 orang. Bahkan aku yakin bahwa semua pelajaran yang kudapat dibangun di atas benih-benih itu.”

 

Artinya, benih-benih utama yang diajarkan oleh ibu terhadap fitrah dan jiwaku di saat aku berusia satu tahun merupakan salah satu hakikat agung yang aku saksikan sekarang ini ketika usiaku mencapai 80 tahun. Misalnya, rasa kasih sayang yang merupakan salah satu dari empat prinsip utama di jalanku, serta sifat belas kasih dan rasa kasihan yang juga merupakan salah satu hakikat agung dari Risalah Nur merupakan dua Karakter yang berasal dari pengajaran maknawi dan perilaku yang penuh Kasih sayang dari ibu yang penyayang itu.

 

Ya, sifat belas kasih ibu yang memikul ketulusan dan pengorbanan yang hakiki pada zaman sekarang ini telah disalahgunakan karena seorang ibu tak lagi pernah berpikir tentang kekayaan yang lebih berharga daripada permata yang akan diperoleh anaknya di akhirat nanti. Tetapi sang ibu hanya mengarahkan perhatiannya kepada dunia fana yang nilainya tak lebih dari sepotong kaca lalu ja mengasihi dan menyayangi anaknya dalam aspek ini saja. Tentu saja, hal ini merupakan bentuk kasih sayang yang disalahgunakan.

 

Salah satu bukti kepahlawanan perempuan dalam memberikan pengorbanan tanpa pamrih dan tanpa sikap riya adalah kesiapan mereka untuk mengorbankan jiwa mereka demi anak. Salah satu buktinya adalah apa yang terlihat pada ayam betina yang memberikan contoh miniatur dari sifat kasih sayang ibu. Ia berani menyerang singa sekalipun dan mengorbankan jiwanya demi untuk melindungi anak-anaknya yang masih kecil. Pada zaman sekarang, hal utama dan terpenting dalam pendidikan Islam dan amal ukhrawi adalah keikhlasan. Kepahlawanan dalam kasih sayang ibu tadi juga menghimpun sifat keikhlasan yang hakiki. Jika kasih sayang dan keikhlasan itu tampak pada kelompok yang penuh berkah itu, yaitu kelompok perempuan, maka keduanya akan menjadi sumber kebahagiaan utama dalam lingkungan Islam.

 

Adapun pengorbanan ayah, tidak tanpa pamrih, bahkan menuntut upah dan balasan dan banyak sisi. Paling tidak berupa kebanggaan dan perasaan ingin dipuji. Namun sayang sekali banyak perempuan yang menjadi nya dalam bentuk dan jenis yang lain sebagai akibat dari kelemahan mereka untuk menyelamatkan diri dari kejahatan dan kekuasaan para suami yang zalim.

 

Catatan Kedua

 

Ketika pada tahun ini aku beruzlah menjauhkan diri dari kehidupan sosial, aku terpaksa melihat kembali ke dunia untuk mengabulkan keinginan para saudara-saudari Nur. Lalu aku mendengar dani sebagian besar teman yang menemuiku beberapa keluhan tentang kehidupan keluarga mereka. Aku betul-betul merasa pilu mendengar itu semua, Aku pun berkata, “Apakah kerusakan sudah masuk dalam kehidupan keluarga pula? Sesungguhnya kehidupan keluarga merupakan benteng yang kokoh bagi manusia, terutama bagi seorang muslim. la ibarat miniatur surga dan dunianya yang kecil”.

 

Kemudian aku mencari sebab-sebab kerusakan tersebut. Akupun mengetahui bahwa ada beberapa lembaga rahasia yang berusaha menyesatkan dan merusak para pemuda dengan cara menyediakan berbagai sarana maksiat serta menjerumuskan mereka kepada kemaksiatan dan Kesesatan guna merusak tatanan masyarakat Islam dan menyerang agama Islam. Aku juga merasakan dan mengetahui adanya berbagai lembaga yang bekerja secara efektif untuk mendorong para perempuan yang lalai agar tejerumus ke dalam dosa dan kesalahan. Menurutku, hal itu merupakan pukulan keras terhadap umat Islam.

 

Aku jelaskan secara gamblang wahai para anak perempuanku yang masih remaja. Sesungguhnya solusi ampuh untuk menyelamatkan perempuan dari kerusakan dunia dan akhirat, serta sarana satu-satunya untuk menjaga tabiat mulia yang menjadi fitrah mereka dari kerusakan adalah mendidik mereka dengan pendidikan agama dalam Islam. Kalian telah mendengar kondisi terakhir para perempuan penuh berkah itu di Rusia.

 

Dalam sebagian Risalah Nur telah disebutkan bahwa suami yang, berpikiran sehat tidak boleh mencintai isterinya hanya karena kecantikan lahiriah yang tidak akan bertahan sampai 10 tahun. Tetapi ia harus mencintai isterinya karena kasih sayangnya yang merupakan kecantikan terindah dan kekal yang terdapat pada perempuan dan mengikat tali hubungan dengannya Karena keindahan akhlak yang dikhususkan pada keperempuanannya. Semua itu agar cintanya tetap lestari meskipun isteri yang lemah itu sedikit demi sedikit telah beruban Karena ia bukanlah hanya pasangan hidup di dunia semata, melainkan merupakan pasangan tercinta di kehidupan akhirat yang kekal, maka suami-isteri harus saling mencintai dengan hormat dan kemurahan hati pada menjelang masa tua dan seterusnya. Adapun keluarga yang dibina dalam lingkungan peradaban modern itu sangat rentan dan mudah rusak Karena hubungan yang ada dibangun di atas persahabatan yang bersifat sementara untuk kemudian berpisah selamanya.

 

Demikian pula telah disebutkan dalam sebagian Risalah Nur bahwa orang yang bahagia adalah suami yang mau mengikut jejak isterinya yang salehah agar tidak Kehilangan pasangannya di kehidupan abadi nanti, sehingga ia pun menjadi saleh. Betapa bahagianya seorang isteri yang ketika melihat suaminya begitu taat kepada agama, lalu ia pun ikut berpegang pada ajaran agama agar tidak kehilangan pasangan abadinya hingga ia pun bisa memperoleh kebahagiaan akhirat dalam kebahagiaan dunianya. Sebaliknya, betapa malang suami yang mengikuti sang isteri yang terjerumus dalam kehinaan. Lalu ia ikut serta bersamanya tanpa berusaha menyelamatkannya. Betapa malang seorang isteri yang ketika melihat kebejatan dan kefasikan suaminya, ia pun mengikuti jejaknya dalam bentuk yang lain. Lebih dari itu, benar-benar sungguh malang pasangan suami-isteri yang saling membantu untuk masuk ke dalam neraka. Dengan kata lain, yang satu menjerumuskan lainnya untuk tenggelam dalam perhiasan peradaban.

 

Maksud dari semua ungkapan yang terdapat pada Risalah Nur tadi adalah bahwa pada masa kini sebab terwujudnya kebahagiaan sebuah keluarga, baik di dunia maupun akhirat, yang menyebabkan perangai mulia seorang perempuan adalah adab-adab Islam seperti yang digariskan oleh syariah. Hal terpenting yang patut dicermati dalam kehidupan keluarga pada zaman sekarang ini adalah jika seorang isteri menyaksikan keburukan, pengkhianatan, dan ketidaksetiaan suaminya, si isteri malah ikut membangkang dengan menanggalkan serta merusak kesetiaan dan kepercayaan yang ada. Lalu tatanan keluarga tersebut pun menjadi hancur dan musnah berkeping-keping seperti pasukan yang berantakan.

 

Oleh karena itu, seorang isteri harus berusaha semaksimal mungkin untuk memperbaiki segala kekurangan suaminya agar ia bisa menyelamatkan pasangan abadinya itu. Ia akan merugi dan menderita dalam segala-galanya jika ia justru berusaha memperlihatkan dirinya dan menarik perhatian orang lain dengan cara membuka aurat dan berhias karena orang yang tidak setia akan mendapatkan balasannya pula di dunia. Karena fitrahnya, perempuan akan menolak dan merasa risih dengan pandangan laki-laki yang bukan mahram dan merasa risih terhadap pandangan 18 dari 20 orang asing yang ada. Sementara seorang pria hanya merasa risih dengan pandangan seorang perempuan dari 100 orang perempuan yang ada. Sebagaimana seorang isteri dari sisi ini merasa tersiksa, ia juga akan dianggap tidak setia dan tidak bisa dipercaya sehingga dengan begitu ia tidak bisa menjaga hak-haknya di samping dirinya yang lemah.

 

Secara singkat, sebagaimana kasih sayang, pengorbanan, dan ketulusan perempuan tidak bisa ditandingi oleh pria, kKeburukan dan kesesatan pria juga tak bisa ditandingi oleh perempuan. Karena itu, dengan fitrah dan bentuk fisiknya yang lemah perempuan sangat takut terhadap orang yang bukan mahram. la merasa dirinya harus dilindungi dengan hijab. Ketika seorang pria hendak melakukan kenikmatan yang hanya berlangsung selama delapan menit palingpaling ia hanya rugi beberapa lira. Sementara bagi perempuan, setelah kenikmatan yang berlangsung delapan menit itu ada beban yang, harus dibawanya selama delapan bulan ditambah dengan keharusan untuk mendidik bayi yang tak berayah tersebut selama delapan tahun. Artinya, perempuan tidak bisa menandingi pria dalam kemaksiatan, namun ia harus menanggung bebannya berkali-kali lipat daripada hukuman pria.

 

Berbagai kejadian semacam itu sering terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan makhluk penuh berkah yang tercipta untuk menjadi tempat tumbuhnya akhlak-akhlak mulia. Ia nyaris tidak bisa menerima kefasikan dan keburukan untuk bersenang-senang dengan kenikmatan dunia. Artinya, perempuan adalah jenis makhluk yang baik dan diberkahi untuk menjalankan sebuah kehidupan keluarga yang bahagia dalam wadah pendidikan Islam. Semoga lembaga-lembaga yang berusaha merusak perempuan baik-baik itu hancur dan musnah. Aku juga memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia selalu menjaga semua saudara perempuanku dari kejahatan orang-orang, yang jahat. Amin.

 

Wahai saudara-saudara perempuanku. Secara khusus kukatakan hal ini kepada kalian. Bekerjalah mencari nafkah dengan tangan sendiri seperti para perempuan desa. Lalu berusahalah hidup hemat dan qana’ah, dua sifat yang tertanam dalam fitrah kalian. Hal itu lebih baik daripada kalian merusak diri kalian sendiri karena tuntutan hidup dengan tunduk pada dominasi seorang suami yang jahat, berperilaku buruk, dan kebarat-baratan. Jika nasib salah seorang kalian mendapat suami yang tidak cocok, terimalah nasib dengan penuh kerelaan. Semoga dengan ridho dan kerelaannya tadi, Allah memperbaiki suaminya. Jika tidak, ia akan pergi ke pengadilan untuk bercerai seperti yang saya dengar sekarang ini. Tentu saja hal itu sama sekali tidak sesuai dengan kemuliaan Islam dan kehormatan umat.

 

Catatan Ketiga

 

Saudara-saudara perempuanku yang mulia! Yakinlah bahwa seluruh kenikmatan dan kesenangan yang keluar dari syariat mengandung berbagai penderitaan yang jumlahnya berlipat ganda dari kenikmatan yang ada. Risalah Nur telah membuktikan hal ini dengan ratusan bukti kuat dan kejadian nyata. Kalian bisa mendapatkan rincian penjelasannya pada Risalah Nur. Sebagai contoh bagian keenam, ketujuh, dan kedelapan dari Kucuk Sozler serta Genclik Rehberi (petunjuk bagi para pemuda). Semuanya menjelaskan masing-masing, hakikat tadi dengan terang sebagai ganti diriku. Karena itu, kalian harus bersikap qana’ah dan mencukupkan diri dengan berbagai kesenangan dan kenikmatan yang sejalan dengan syariah. Bercakap-cakap dengan putra-putri kalian di rumah merupakan sebuah kenikmatan murni yang melebihi ratusan kenikmatan bioskop.

 

Yakinilah bahwa kenikmatan hakiki yang terdapat di dunia ini ada dalam keimanan dan horidornya. Dalam setiap amal saleh terdapat kenikmatan jiwa. Sementara dalam kesesatan terkandung berbagai penderitaan di dunia pula. Hakikat ini telah ditegaskan oleh Risalah Nur melalui ratusan bukti kuat. Aku sendiri telah menyaksikan dengan mataku sendiri lewat berbagai pengalaman dan peristiwa yang terjadi bahwa dalam Keimanan terdapat benih surga, dan dalam kesesatan terdapat benih neraka. Aku telah sering menuliskan hakikat ini dalam Risalah Nur sehingga kaum pembangkang yang paling sombong, para ahli, dan pihak pengadilan tak mampu membantahnya.

 

Sekarang, tempatkanlah Risalah Hijab ini sebagai pendahuluan, sementara Genclik Rehberi dan Kucuk Sozler sebagai pengganti dariku dalam memberikan penjelasan kepada kalian, wahai saudara-saudara dan anak perempuanku. Aku telah mendengar bahwa kalian ingin agar aku menyampaikan pelajaran kepada kalian di masjid Jami. Namun penyakitku yang parah, kondisiku yang sangat lemah, serta berbagai hal lain telah menghalangiku untuk melakukannya, Karena itu, aku telah memutuskan untuk menjadikan kalian, yang membaca pelajaranku ini dan menerima nya, sebagai orang-orang yang ikut serta bersamaku dalam semua usaha dan dakwahku sebagaimana murid-murid Nur lainnya.

 

Jika kalian bisa memperoleh Risalah Nur lalu membaca dan memperhatikannya sebagai ganti dariku, berarti kalian telah ikut serta bersama saudara-saudara kalian, para murid Nur, dalam semua usaha dan dakwah mereka sesuai dengan kaidah yang berlaku. Aku ingin menuliskan lebih banyak dari ini. Namun terpaksa kucukupkan sampai di sini karena sakitku yang parah, kondisiku yang lemah, usiaku yang sudah tua, dan banyak kewajiban yang sedang menantiku seperti mengoreksi berbagai risalah.

 

Dialah Yang Maha Kekal Dari saudaramu yang membutuhkan doa darimu

 

Said Nursi

 

“Yaitu orang-orang yang jika kena musibah berkata : Sesungguhnya kami milik Allah SWT dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.” (Al-Baqarah [2]: 156)

 

“Dan Dialah yang memberiku makan dan minuman, dan jika Aku sakit maka hanya Dialah yang memberikan Aku kesembuhan.” (Asy-Syu’ara [26]: 79-80)

 

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam. Dan shalawat dan salam atas Rasul paling mulia, Muhammad SAW. Risalah ini klinik, penyembuh, dan resep bagi mereka yang sakit serta sebagai kunjungan bagi yang sakit.

 

PERINGATAN DAN PERMOHONAN MAAF

 

Penyusunan resep maknawi ini telah disusun dengan kecepatan melebihi semua yang telah kami tulisi. Berbeda dengan tulisan lainnya, sempitnya waktu membuat koreksi dan verifikasinya dilakukan dengan sangat cepat, sehingga tampak tidak teratur layaknya draf sebuah tulisan. Tapi kami tidak melihat perlunya verifikasi baru karena ilham rabbani yang terlintas dalam hati ini bersifat fitri sehingga sebaiknya jangan dirusak dengan keindahan bahasa, aturan seni tulis, dan verifikasi. Kami berharap para pembaca, khususnya mereka yang sakit, tidak tersingung dengan frasa yang tidak biasa serta kalimat yang sulit dipahami dan doakan saya.

 

Said Nursi

 

Dalam cahaya ini terdapat penjelasan singkat dua puluh lima obat yang dapat menjadi penyegar hakiki, dan balsam penyembuh bagi mereka yang mendapatkan bala dan musibah serta sakit, yang merupakan sepersepuluh dari umat manusia.

 

OBAT PERTAMA

 

Wahai yang sakit dan tak berdaya! Jangan gelisah, bersabarlah! Karena sesungguhnya derita sakitmu itu bukanlah sebuah penyakit tapi justru sebuah obat. Karena, umur manusia adalah modal yang terus berkurang, sehingga akan habis begitu saja jika tidak berbuah. Apalagi jika usia tersebut dilalui dengan santai serta penuh kealpaan maka akan berlalu dengan cepat. Dengan demikian sakit tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang besar bagi modal hidup tersebut dan tidak mengizinkan usia berlalu begitu saja dengan cepat. Dengan demikian ia tampak memperlambat langkah-langkah umur, menghentikan, serta memperpanjangnya hingga berbuah, kemudian kembali ke asalnya. Bukankah ketika usia yang panjang dilalui dengan penuh derita maka akan diucapkan kalimat bijak berikut: “Betapa panjangnya masa musibah dan pendeknya waktu gembira !”.

 

OBAT KEDUA

 

Wahai penderita sakit yang kehabisan kesabaran! Bersabarlah! Bahkan bersyukurlah, karena derita sakitmu ini bisa menjadikan detik-detik umurmu setara dengan berjam-jam ibadah. Sebab, ibadah terbagi menjadi dua:

 

Pertama:

 

Ibadah aktif (ijabiah) yang mewujud dalam pelaksanaan shalat, doa dan yang semisal.

 

Kedua:

 

Ibadah pasif (salbiah) di mana penderita sakit di dalamnya bersimpuh menyerahkan diri kepada Sang Pencipta yang Maha Penyayang sembari mohon perlindungan dan bersujud padanya. Kondisi yang bersumber dari perasaan ketidakberdayaannya dihadapan penyakit dan musibah tersebut, sehingga ia mendapatkan ibadah maknawiah yang suci bersih dari segala bentuk riya.

 

Memang benar bahwa terdapat riwayat shahih yang menyatakan bahwa umur yang dilalui dengan derita sakit dianggap ibadah bagi orang mukmin, dengan syarat tidak mengeluh dan putus asa. Bahkan telah dikonfirmasikan oleh berbagai riwayat yang shalith dan kasyaf (penyingkapan batiniah) yang benar bahwa satu menit derita mereka yang bersyukur dan bersabar setara dengan satu jam ibadah. Dan satu menit derita bagi Ahlullah Al-Kaamilin (mereka yang telah mencapai kesempurnaan rohani-ed.) setara dengan ibadah satu hari penuh. Oleh karena itu wahai saudaraku, janganlah Anda ragu akan penyakit yang menjadikan derita satu menit setara dengan seribu menit sekaligus memberikan umur yang panjang kepadamu! Bersyukurlah atasnya.

 

OBAT KETIGA

 

Wahai penderita sakit yang tak berdaya! Sesungguhnya manusia tidak datang ke dunia ini untuk bersenang-senang. Hal tersebut dibuktikan dengan perginya semua yang telah datang, dan pemuda menjadi tua, dan keberadaan semua manusia dalam lingkaran perpisahan. Sementara Anda menyaksikan manusia sebagai ciptaan paling sempurna, paling mulia, dan paling lengkap, bahkan manusia sebagai tuan atau penghulu seluruh makhluk hidup, akhirnya menjalani hidup dengan susah dan penuh derita sembari menjatuhkan diri ke dalam tingkatan yang lebih hina dari binatang, karena memikirkan kesenangan masa lalu dan musibah yang akan datang.

 

Oleh karena itu manusia tidak datang ke dunia ini hanya untuk menjalani hidup indah dan nyaman, yang dihiasi dengan ketenangan dan kejernihan. Akan tetapi manusia datang untuk mendapatkan kebahagiaan hidup abadi melalui jalan perdagangan dengan modal besar yaitu umur. Jika tidak ada penyakit, maka kesehatannya dapat membuat manusia tersebut berada dalam kelalaian. Dunia mulai tampak manis, menghijau, dan indah dalam pandangannya. Pada saat itu ia terserang penyakit lupa akhirat. Dia tidak ingat kematian dan kubur, dan menghabiskan umur yang merupakan modal berharganya dengan sia-sia. Pada saat itu yang paling cepat membuka matanya adalah penyakit, seakan-akan penyakit tersebut berkata kepadanya, “Engkau tidak abadi dan dibiarkan begitu saja. Engkau memiliki kewajiban. Tinggalkan sifat sombong dan ingat Tuhan yang menciptakan engkau… ingat bahwa engkau akan masuk kubur, maka siapkan diri engkau”.

 

Dengan demikian, derita sakit laksana seorang mursyid yang rajin memberikan nasehat dan peringatan. Karena itu, tak perlu mengeluh, justru bernaunglah dibawah naungan syukur. Jika rasa sakit semakin menjadi-jadi, mohonlah kesabaran dari Allah SWT.

 

OBAT KEEMPAT

 

Wahai penderita sakit yang selalu mengeluh! Ketahuilah bahwa Engkau tidak berhak mengeluh, tapi Engkau wajib bersyukur dan bersabar. Karena, hidup, jiwa, dan dirimu bukan milikmu. Bukan engkau yang menciptakan dan membelinya dari pabrik atau perusahaan. Dengan demikian ia milik yang lain. Sang Pemilik-nya dapat berbuat sesuai kehendak-Nya di kerajaan dan singgasanaNya, sebagaimana yang tertera dalam Kalimat kedua puluh enam yang khusus membahas tentang qadar, yaitu :

 

Seorang perancang kaya dan cakap mempekerjakan seorang, fakir sebagai model selama satu jam. Untuk memperlihatkan keindahan dan keberhargaan rancangannya, dia pakaikan orang fakir tadi pakaian brokat yang dijahitnya sendiri, serta satu set baju yang ia tenun dengan sangat indah. Ia selesaikan berbagai pekerjaan atas rancangannya tersebut. Kemudian, ia tampilkan berbagai bentuk dan gaya guna menampilkan kehebatan rancangan nya. Karena itu, ia memotong, mengganti, memanjangkan dan memendekkan di sana sini…

 

Bagaimana pendapat engkau, apakah si fakir yang dipekerjakan ini berhak berkata pada sang perancang yang cakap tersebut, “Engkau telah membuat saya lelah dan payah dengan permintaan anda untuk membungkuk di satu waktu dan tegak di lain kesempatan… Engkau telah merusak keindahan yang terukir pada baju ini yang sebenarnya mempercantik dan memperindah diriku dengan menggunting dan memendekkannya?”

 

Demikianlah halnya pada Sang Pencipta yang Maha Mulia, Allah SWT dan hanya untuk Allah SWT perumpamaan tertinggi yang telah memberikan pakaian jasad kepada engkau wahai penderita sakit, dan melekatkan panca indra nuraniah seperti mata, telinga, dan akal. Maka demi memperlihatkan pola asma Allah SWT yang sangat indah itu, la pergilirkan berbagai kondisi dan situasi atas diri engkau. Sehingga, seperti halnya Engkau mengenal namaNya “Ar-Razzak, Sang Pemberi rizki” dengan menelan pahitnya rasa lapar, maka Anda juga akan mengenal nama Allah SWT “Asy-Syaafi Sang Maha Penyembuh ” melalui derita sakitmu itu.

 

Kemunculan sebagian Asmaul Husna melalui sakit dan berbagai musibah, mendemonstrasikan adanya kilasan hikmah dan pancaran rahmat serta cahaya keindahan. Dengan demikian, apabila tirai kegaiban terbuka maka engkau akan menemukan berbagai makna yang dalam dan indah serta menyenangkan dibalik derita sakitmu.

 

OBAT KELIMA

 

Wahai orang yang mendapat cobaan dengan derita sakit! Melalui pengalaman saya di zaman ini, saya telah membuktikan bahwa derita sakit yang dialami oleh sebagian manusia adalah bentuk kemurahan hadiah ilahi dan anugerah rahmani bagi sebagian manusia. Selama delapan atau sembilan tahun, beberapa pemuda menemuiku karena sakit mereka, dengan harapan saya mendoakan kesembuhan mereka, sesuatu yang bukan merupakan keahlian saya. Kemudian saya memperhatikan bahwa mereka yang menderita rasa pedih banyak bertafakkur dan mengingat akhirat, serta tidak mabuk kelalaian masa muda. Bahkan, sampai tingkat tertentu derita sakit tersebut menjaga diri mereka dari syahwat hewani.

 

Saya mengingatkan mereka bahwa sesungguhnya saya senantiasa melihat derita sakit tersebut termasuk kemampuan mereka menahannya merupakan kebaikan ilahi dan anugerah dariNya yang Maha Suci. Karenanya saya berkata, “Saudaraku, saya tidak bermusuhan dengan derita sakitmu ini. Maka, deritamu tidak menimbulkan saya rasa kasihan kepadamu yang membuat saya merasa perlu mendoakan kesembuhan dirimu. Berusahalah menghias dirimu dengan sifat sabar dan kokoh dalam menghadapi derita sakit, sampai engkau mendapatkan kesadaran! Jika sakit tersebut telah menyelesaikan tugasnya, maka Allah SWT Sang Pencipta yang Maha Penyayang akan menyembuhkan engkau”.

 

Saya juga berkata padanya: “Sebagian orang sepertimu selalu mengguncang bahkan menghancurkan kehidupan abadinya demi menikmati kesenangan lahiriah sesaat dari kehidupan dunia. Dan itu disebabkan tenggelamnya mereka dalam sifat lupa zikir yang berasal dari cobaan kesehatan. Mereka juga meninggalkan shalat fardu, lupa akan mat, dan tidak mengingat Allah SWT. Sementara lewat derita sakit itu engkau melihat kuburan yang akan menjadi rumahmu yang pasti engkau tempati. Engkau juga akan melihat tingkatan-tingkatan ukhrawiah yang lain dibaliknya. Karena itu, engkau akan bergerak dan melangkah sesuai dengan hal tersebut.

 

Dengan demikian derita sakitmu merupakan kesehatan bagimu, dan kesehatan yang dirasakan oleh sebagian orang seusiamu, merupakan penyakit bagi mereka”.

 

OBAT KEENAM

 

Wahai penderita sakit yang selalu mengeluh akibat rasa sakit Saya selalu meminta engkau untuk mengingat kembali masa-masa yang telah berlalu. Mengingat kembali hari-hari lalu yang indah dan menyenangkan dalam umurmu serta waktu-waktu genting dan menyakitkan di dalamnya.

 

Maka tidak diragukan lagi bahwa engkau akan berkata “oh” atau “ah”. Artinya boleh jadi engkau menarik nafas sembari berkata: “Alhamdulillah dan terima Kasih ya Allah” atau Engkau berdesah seraya berkata : “Waah rugilah rasanya!” “Aduuh Kenapa bisa begini jadinya !”. Kemudian ingatlah bagaimana rasa sakit dan derita yang engkau alami tadi tatkala terlintas dalam pikiranmu akan kelezatan maknawi sehingga hatimu bergelora dengan “Alhamdulillah dan puji syukur bagi-Nya”.Sebab, sirnanya rasa sakit itu dapat melahirkan dan mewujudkan kelezatan serta perasaan gembira. Dan apabila rasa sakit dan derita tersebut telah pergi maka kondisi tersebut akan meninggalkan kelezatan maknawi dalam ruh, yang dengan terbentuknya hal tersebut dalam hati dan keluarnya dia dari tempat persembunyiannya akan mengalirkan kesenangan dan kegembiraan serta untaian puji dan syukur.

 

Sedangkan kondisi kenyamanan dan ketenangan yang telah engkau lalui membuatmu berkata: “wah aduh, wah alangkah ruginya”, dan pada saat yang sama juga menanamkan rasa sakit yang bersifat abadi dalam ruhmu. Rasa sakit tersebut muncul ketika engkau berfikir tentang lenyapnya kelezatan-kelezatan tersebut. Akhirnya membanjirlah air mata kesedihan dan kepiluan. Oleh karenanya, akan terus berlangsung kenikmatan satu hari yang tidak disyariatkan —terkadang—membuat manusia merasakan penderitaan batin sepanjang tahun, sedangkan derita sakit satu hari satu hari saja akan memberikan kenikmatan batin selama berhari-hari, lebih dari kenikmatan lepas dari kondisi tersebut. Maka ingatlah dengan baik hasil derita sakit temporer yang engkau rasakan dan pikirkan pahala yang diharapkan, yang terus membesar akibat berulangnya derita sakit tersebut. Karena itu, hendaklah selalu bersyukur dan jangan pernah mengeluh serta katakanlah: “Wahai si fulan… segala bentuk derita akan sirna juga ..”

 

OBAT KEENAM

 

Wahai saudaraku yang sedang gelisah karena sakit akibat mengingat berbagai kenikmatan dunia, seandainya dunia ini kekal abadi, lalu kematian benar-benar tiada, kemudian setelah ini tidak ada lagi perpisahan, serta ‘musim dingin’ tak lagi datang karena telah terisi oleh berbagai penderitaan, maka pastilah aku ikut berduka dan menangis melihat kondisimu. Namun karena dunia akan mengusir kita dengan berkata, “Ayo keluar!” sementara ia tuli tak mendengar teriakan dan permintaan tolong kita, maka sebelum ia mengusir kita, sejak sekarang kita harus membuang rasa cinta terhadapnya serta perasaan kekal di dalamnya lewat teguran sakit. Sebelum dunia itu melepaskan kita, kita yang meninggalkan secara batiniyah.

 

Ya, sakit beserta efeknya di mana ia menyadarkan kita tentang makna yang tersembunyi dan mendalam tadi, membisikkan ke dalam relung-relung kalbu kita ucapan berikut, “Tubuhmu tidak terdiri dari benda padat dan besi. Tetapi ia berasal dari unsur-unsur yang beraneka ragam yang tersusun di dalam dirimu secara sangat sesuai untuk kemudian segera terpisah dan tercerai-berai. Karena itu, janganlah engkau sombong. Sadarilah kelemahanmu dan kenalilah Penciptamu. Selanjutnya, ketahuilah apa tugasmu dan apa tujuannya engkau datang ke dunia?”

 

Kemudian, selama keindahan dan kenikmatan dunia tidak akan abadi, khususnya jika tidak syar’i, maka kelezatan tersebut menjadi penyakit bagi diri dan mengakibatkan dosa. Janganlah Engkau menangis karena tidak merasakan kenikmatan itu akibat derita sakit. Akan tetapi renungkan makna ibadah maknawi yang dikandung penderitaanmu itu serta pahala ukhrawi yang disembunyikan oleh derita sakit tersebut. Dan berusahalah semampu mungkin untuk mendapatkan rasa yang suci bersih itu.

 

OBAT KETUJUH

 

Wahai penderita sakit yang kehilangan nikmat kesehatan! Sungguhlah derita sakitmu itu tidak akan menghilangkan kelezatan nikmat Ilahiyyah yang dirasakan saat sehat, tapi sebaliknya, derita sakit itu akan membuatmu merasakan, memperindah, dan menambahkan nikmat tersebut. Hal itu terjadi karena tanpa ada perubahan pada sesuatu maka rasa dan pengaruhnya akan memudar, sehingga para ulama berkata:

 

“Sesungguhnya segala sesuatu itu dikenal melalui lawan jenisnya.”

 

Sebagai contoh, sekiranya tidak ada kegelapan maka cahaya tidak akan dikenal dan tetap menjadi sesuatu yang tidak berarti, sekiranya rasa dingin tidak ada maka tidak akan dikenal rasa panas dan akan tetap menjadi hal yang tidak bernilai, sekiranya rasa lapar tidak ada maka makan tidak akan memberikan Kelezatan dan keindahannya, sekiranya bukan Karena panasnya perut maka kita tak akan merasakan nikmatnya minum air, dan sekiranya penyakit tidak ada maka rasa sehat tidak memberikan kelezatan.

 

Pada saat Sang Maha Pencipta yang Maha Bijak ingin menjadikan manusia merasakan segala bentuk anugerah, kebaikan, dan nikmat-Nya, agar selalu bersyukur, maka Allah SWT telah merancang dan menyediakan begitu banyak alat dalam dirinya, agar manusia dapat merasakan ribuan bentuk nikmat-nikmat-Nya. Oleh karena itu, Dia harus menurunkan derita sakit kepada para hambaNya seperti Ia berikan Kesehatan dan kekuatan kepada mereka.

 

Saya bertanya kepada engkau, “Sekiranya bukan derita sakit yang menimpa Kepala, tangan, dan perutmu, apakah engkau masih mampu merasakan kelezatan yang tersirat dibalik rasa sehat yang telah membentangkan bayangannya di atas kepala atau tangan atau perutmu? Dan apakah engkau mampu mensyukuri nikmat ilahi yang di wujudkan oleh nikmat-nikmat tersebut? Justru yang biasanya terjadi pada diri Anda adalah lalai bersyukur. Atau menjalani umur yang sehat tersebut dengan penuh dosa” .

 

OBAT KEDELAPAN

 

Wahai penderita sakit yang selalu mengingat akhiratnya! Sesungguhnya derita sakitmu itu mempunyai efek seperti sabun, membersihkan kotoran badanmu, menyapu dosa-dosamu, dan membersihkan kesalahan-kesalahanmu. Bahwa derita sakit itu penghapus dosa dan kemaksiatan telah dikonfirmasikan, sebagaimana yang terdapat dalam sebuah hadits shahih :

 

“Tidak seorangpun muslim yang kena musibah melainkan Allah SWT telah menggugurkan kesalahan-kesalahannya (atau memaafkan dosa-dosanya ) seperti halnya dedaunan pohon yang berjatuhan.”

 

Dosa merupakan penyakit kekal di kehidupan akhirat. Pada kehidupan dunia, ia merupakan penyakit maknawi yang terdapat dalam kalbu, perasaan, dan jiwa manusia. Jika engkau bersabar dan tidak mengeluh, berarti dengan penyakit yang bersifat sementara itu engkau berhasil menyelamatkan dirimu dari berbagai penyakit yang kekal tadi. Namun jika engkau lalai terhadap dosa-dosamu, lupa kepada akhiratmu, serta mengabaikan Tuhanmu, kutegaskan bahwa engkau akan mengalami penyakit yang sangat berbahaya. la jutaan kali lebih parah, lebih kronis, dan lebih dahsyat daripada penyakit sementara tersebut. Karena itu, larilah darinya dan berteriaklah!

 

Sebab kalbumu terkait dengan seluruh entitas dunia. Ikatan-ikatan itu senantiasa terputus dengan pedang perpisahan dan kemusnahan di mana ini membukakan luka-luka yang ada dalam dirimu. Terutama jika engkau membayangkan kematian sebagai pelenyapan abadi akibat tidak mengetahui adanya alam akhirat. Seolah-olah pada dirimu ada wujud sebesar dunia yang sakit dan terluka di mana ia menegaskan bahwa pertama-tama engkau harus mencari obat yang sempurna dan hakiki untuk wujud dirimu yang besar itu yang sedang terkoyak oleh berbagai penyakit dan luka. Menurutku, engkau hanya akan mendapatkannya dalam obat iman. Ketahuilah bahwa jalan tersingkat untuk bisa sampai kepada obat jtu adalah lewat jendela kelemahan dan ketidakberdayaan. Jendela kelemahan itulah yang akan membukakan tirai kelalaian sekaligus kemudian mengantarkan manusia untuk mengenali kekuasaan Allah Yang Maha Mulia dan rahmat-Nya yang luas.

 

Ya, orang yang tidak mengenal Allah akan memikul segala kerisauan dan cobaan yang ada seluas dunia dan isinya. Namun orang yang mengenal Allah dunianya akan terisi oleh cahaya dan kegembiraan. Hal itu bisa dirasakan berkat kekuatan iman, sesuai dengan tingkatannya. Ya, penderitaan yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit fisik akan larut dan lenyap di bawah terpaan hujan kesenangan dan kesembuhan yang berasal dari iman.

 

OBAT KESEMBILAN

 

Wahai yang sedang sakit yang percaya kepada Penciptanya, engkau merasa sakit dengan berbagai penyakit, ketakutan, dan kegelisahan karena kadangkala penyakit tadi menjadi sebab kematian. Sementara mati itu sendiri bagi orang yang lalai merupakan sesuatu yang menakutkan. Oleh sebab itu, berbagai penyakit yang bisa menjadi sebab kematian akan menyebabkan timbulnya kegelisahan dan kerisauan. Dari sini ada beberapa hal yang perlu diketahui:

 

Pertama, yakinlah bahwa ajal adalah sesuatu yang sudah ditentukan dan tak bisa berubah. Sering terjadi mereka yang meratapi orang yang sedang sakit parah tiba-tiba mati, sementara orang yang sakit parah tadi justru sehat kembali.

 

Kedua, kematian sebetulnya tidak menakutkan seperti yang tampak pada bentuk lahiriahnya. Lewat berbagai pancaran cahaya al-Qur’an, Kami telah menegaskan dalam berbagai risalah bahwa bagi seorang mukmin Kematian merupakan akhir dari beban tugas kehidupan. la adalah bentuk pembebasan dari pengabdian yang berupa pengajaran dan latihan di medan ujian dunia. la adalah pintu untuk bisa berjumpa dengan sembilan puluh sembilan kekasih yang pergi ke alam akhirat. la juga merupakan sarana untuk bisa memasuki tanah air hakiki dan tempat yang kekal guna menggapai kebahagiaan abadi. la merupakan ajakan untuk berpindah dari penjara dunia ke taman-taman surga. la adalah kesempatan untuk menerima upah atas pengabdian yang telah dilakukannya. upah yang memancarkan berbagai kemurahan Tuhan.

 

Jika esensi mati pada hakikatnya demikian, maka ia tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Tetapi sebaliknya, ia harus dilihat sebagai kabar gembira akan adanya rahmat dan kebahagiaan. Sehingga sebagian wali Allah bukan takut mati karena khawatir merana, tetapi mereka takut mati Karena ingin menambah kebajikan lewat tugas kehidupan di dunia. Ya, bagi orang yang beriman, kematian merupakan pintu rahmat. Sementara bagi kaum yang sesat kematian merupakan sumur kegelapan abadi yang sangat pekat.

 

OBAT KESEPULUH

 

Wahai yang sakit yang sedang gelisah, engkau gelisah karena terjangkit penyakit. Sadarilah bahwa kegelisahanmu itu justru menambah sakit. Jika engkau hendak meringankan penyakitmu, berusahalah sekuat tenaga untuk tenang. Dengan Kata lain, renungi dan pikirkan berbagai manfaat dan pahala sakit serta dorongan untuk sembuh. Cabutlah akar-akar kegelisahan dari dirimu agar penyakit itu juga tercabut dari akar-akarnya.

 

Ya, gelisah dan bisikan yang terdapat dalam jiwa akan melipatgandakan penyakitmu serta membuat penyakitmu menjadi dua. Sebab, di bawah tekanan penyakit fisik, rasa gelisah akan menebarkan penyakit maknawi ke dalam kalbu sehingga penyakit fisik itupun terus ada dengan bersandar padanya. Jika engkau telah membuang gelisah dan bisikan jiwamu dengan menerima putusan Allah, ridho terhadap ketentuan-Nya, serta mengingat hikmah sakit, bagian penting dari penyakit fisikmu tersebut akan segera hilang dari akarnya hingga menjadi ringan. Ketika penyakit fisik tadi disertai oleh rasa gelisah dan bisikan jiwa, ia akan bertambah hebat. Sementara jika rasa gelisah itu hilang, penyakit fisik tadi akan jauh berkurang.

 

Selain menambah sakit, rasa gelisah akan membuat si sakit seolah-olah menggugat hikmah Ilahi, mengkritik rahmat Ilahi, serta mengeluhkan Penciptanya Yang Maha Pengasih. Karena itu, bertentangan dengan tujuan-Nya, ketika seorang yang sakit dididik dengan teguran yang mendidik hal tersebut justru menambah sakitnya. Sebagaimana syukur menambah nikmat ilahi, maka demikian pula keluhan yang membuat derita sakit dan musibah itu semakin menjadi-jadi. Demikianlah, rasa gelisah sebetulnya merupakan penyakit, sedangkan obatnya adalah mengetahui hikmah sakit. Hapuslah rasa gelisahmu dengan salep tersebut lalu selamatkan dirimu serta katakanlah “Alhamdulillah atas segala-galanya” sebagai ganti rintihan “aduh..sakit ”.

 

OBAT KESEBELAS

 

Wahai penderita sakit yang kehabisan kesabaran ! Walaupun derita sakit itu telah memberikan rasa sakit, namun pada waktu yang sama ia juga memberikan kenikmatan jiwa yang muncul Karena hilangnya penyakit yang telah berlalu disertai kenikmatan rohani yang berasal dari pahala yang didapat atas upah penyakit tersebut. Masa yang datang sesudah hari ini, atau bahkan sesudah saat ini tidak memikul penyakit. Sudah pasti tak ada sakit tanpa sebab. Maka, selama tidak ada sakit tak ada pula derita dan keluhan. Namun karena engkau mempunyai anggapan yang keliru, akhirnya kegelisahan menimpamu. Sebab, bersamaan dengan berlalunya masa sakit fisik, penderitaan masa tersebut juga lenyap, sedang yang tertinggal adalah pahala dan kenikmatan hilangnya penderitaan tersebut. Jadi, sungguh bodoh bahkan gila, kalau setelah ini engkau masih mengingat sakit yang sudah berlalu lalu merasa tersiksa dengannya. Sebagai akibatnya, engkau kehabisan kesabaran di saat seharusnya engkau merasa lapang Karena ia telah lenyap sementara pahalanya telah nyata.

 

Adapun hari-hari yang akan datang, ia belumlah tiba. Bukankah sungguh bodoh kalau kita menyibukkan diri dari sekarang dengan memikirkan sebuah hari yang belum tiba, sakit yang belum turun, dan penderitaan yang belum terjadi? Pikiran semacam itu hanya akan membuat kita kurang sabar sekaligus menghadirkan tiga hal yang tiada. Bukankah ini gila? Karena masa-masa Sakit yang telah berlalu mendatangkan kegembiraan dan kesenangan, serta karena waktu yang akan datang masih tiada, maka penyakit dan penderitaan tersebut sebetulnya tiada.

 

Karena itu, janganlah engkau membuang-buang kekuatan kesabaran yang Allah berikan padamu berupa kekuatan kesabaran. Tetapi gabungkanlah semuanya untuk menghadapi penderitaan yang menimpamu pada saat ini. Kemudian ucapkan, “Ya Shabur” (Maha Penyabar) serta pikullah cobaan itu.

 

OBAT KEDUA BELAS

 

Wahai penderita sakit yang terhalang diri ibadah beserta berbagai wiridnya. Wahai orang yang malang, ketahuilah bahwa ada sebuah hadits Nabi SAW,’” yang maknanya berbunyi, “ Sesungguhnya seorang mukmin yang bertakwa akan tetap mendapatkan pahala ibadah yang biasa dilakukannya walau dalam keadaan sakit”. Penderita sakit yang melaksanakan kewajiban semampu mungkin dengan bersabar dan bertawakal ditengah-tengah penderitaannya, maka derita sakitnya menempati posisi ibadah sunnah. Demikianlah, sakit membuat manusia mengingat kelemahan dan ketidakberdayaannya. Sehingga dengan kelemahan tadi, orang yang sakit itupun bersimpuh meminta pertolongan Allah baik terucap maupun lisan hal. Tidaklah Allah menanamkan kelemahan pada diri manusia, kecuali agar ia selalu merasakan kehadiran Allah dengan doa sambil berharap dan memohon. Sebab, hikmah dan sebab utama dari penciptaan manusia adalah agar ia berdoa dan beribadah secara tulus sesuai dengan bunyi ayat berikut:

 

“Katakanlah (kepada orang-orang musyrik), ‘Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu.” (al-Furqan [25]: 77)

 

Karena penyakit merupakan penyebab doa tulus dan munajat yang merupakan hikmah ciptaan manusia, maka ia tidak sepantasnya dikeluhkan tapi harus disyukuri. Maka tidaklah pantas apabila anda mengeringkan aliran mata air doa dengan memperoleh kesembuhan.

 

OBAT KETIGA BELAS

 

Wahai orang malang yang mengeluh karena sakit, sesungguhnya bagi sebagian orang, sakit berubah menjadi harta kekayaan dan anugerah Ilahi yang sangat berharga. Setiap yang sakit mempunyai kemampuan untuk memposisikan sakitnya seperti itu. Sebab, sesuai dengan hikmah Ilahi, ajal merupakan sesuatu yang tak diketahui kapan waktunya agar manusia bisa selamat dari keputusasaan dan kelalaian mutlak, agar ia tetap berada dalam kondisi takut dan rasa harap, serta agar dunia dan akhiratnya tidak terjatuh ke dalam jurang kerugian. Dengan kata lain, kedatangan ajal bisa terjadi setiap waktu. Jika ajal tersebut mendatangi manusia yang sedang lalai hal itu akan mendatangkan kerugian besar baginya di kehidupan akhirat nanti. Penyakit menghilangkan kelalaian tersebut yang kemudian menjadikannya mengingat akhirat dan kematian sehingga ia bersiap untuk menghadapinya. Bahkan ia akan mendapatkan laba yang sangat besar. Selama dua puluh hari dalam kondisi sakit itu ia memperoleh keuntungan yang sulit untuk diperoleh selama dua puluh tahun sekalipun.

 

Contohnya, ada dua orang pemuda semoga keduanya mendapat rahmat Allah. Yang satu bernama Sabri berasal dari desa llama, Sementara yang lain bernama Mustafa Vezirzade dari Islamkoy.

 

Meskipun di antara murid-muridku, kedua orang tersebut tidak pandai menulis dan membaca namun aku sangat kagum dengan kesetiaan dan ketulusan mereka yang luar biasa dalam mendukung dakwah. Saat itu aku belum mengetahui hikmah dan rahasia di baliknya. Namun setelah mereka meninggal dunia, aku baru mengetahui bahwa mereka pernah terserang penyakit yang sangat kronis. Sakit itulah yang kemudian memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi orang yang sangat bertakwa. Mereka berusaha memberikan pengabdian yang istimewa yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat nanti. Hal ini berbeda dengan para pemuda lainnya yang lalai bahkan dari kewajiban agama mereka. Kita berdoa kepada Allah semoga dua tahun masa sakit yang mereka derita di dunia berubah menjadi jutaan tahun kebahagiaan abadi.

 

Sekarang aku baru paham bahwa doaku agar mereka sembuh menjadi doa yang mendatangkan bencana bagi mereka dari sisi dunia. Namun aku berharap semoga doaku tersebut dikabulkan dalam bentuk sehatnya mereka di akhirat sana.

 

Demikianlah seperti yang kuyakini, kedua orang itu telah mendapatkan sebuah keuntungan yang menyerupai perolehan yang didapat manusia dengan amal dan takwa selama minimal sepuluh tahun.”

 

Seandainya mereka bangga dengan kesehatan mereka seperti para pemuda lainnya lain terjun ke dalam kelalaian hingga kematian tiba sementara mereka berada dalam kubangan dosa, pastilah kubur mereka sekarang menjadi lubang yang berisi kalajengking dan ular. Jadi tidak seperti sekarang yang berisi cahaya dan kelapangan. Maka, karena sakit menyimpan berbagai manfaat besar, ia tidak boleh dikeluhkan. Tetapi yang harus dilakukan di saat sakit adalah bersandar kepada rahmat Ilahi dengan sikap tawakkal dan sabar. Bahkan dengan pujian dan rasa syukur.

 

OBAT KEEMPAT BELAS

 

Wahai penderita sakit yang tertutup kedua matanya! Jika engkau mengetahui bahwa ada cahaya dan ‘mata maknawiyah’ di balik hijab yang menutupi mata orang beriman, pasti engkau akan berkata, “Ribuan terima kasih kuucapkan kepada Tuhanku Yang Maha Pengasih”.

 

Sebagai penjelasan atas hal itu aku akan mengetengahkan kejadian berikut:

 

Bibi dari Sulaiman, seorang lelaki Barla yang telah setia menjadi pelayanku tanpa pernah bosan atau berkecil hati selama kurang lebih delapan tahun, telah terkena sebuah musibah. Bibi itu terkena kebutaan hingga matanya tak bisa melihat. Karena wanita solehah itu menaruh prasangka yang baik terhadapku, ia meminta tolong padaku ketika aku hendak pergi ke masjid dengan berkata. “Tolong berdoalah kepada Allah demi mataku ini”, Maka, akupun menjadikan kesalehan wanita penuh berkah tadi sebagai penolong dan penyokong doaku. Aku berdoa “Ya Allah, wahai Tuhan kami, dengan mulianya kesalehan wanita tadi, singkaplah matanya!”

 

Pada hari berikutnya, seorang dokter spesialis mata dari daerah Burdur'”‘ datang dan mengobati wanita tadi sehingga Allah pun mengembalikan penglihatannya. 40 han kemudian, matanya kembali buta seperti semula. Aku menjadi sangat sedih menyaksikan hal itu dan banyak berdoa kepada Allah Ta’ala. Saat ini aku berharap semoga doaku terkabul untuk kebaikan akhiratnya. Jika tidak, doaku itu justru menjadi doa yang menjerumuskannya sebab hidupnya hanya bertahan empat puluh hari. Sesudah itu ia meninggal. Semoga Allah merahmatinya.

 

Begitulah, terhalangnya wanita tersebut untuk memperoleh nikmat penglihatan dengan mata yang sudah tua dan terhalangnya ia menikmati keindahan taman Barla selama empat puluh hari saat ini telah digantikan di kuburnya, yaitu ia bisa melihat surga dan menyaksikan sekumpulan taman hijau selama empat ribu hari. Sebab, keimanannya sangat kuat dan kesalehannya bersinar terang.

 

Ya, ketika seorang mukmin meninggal dunia dan memasuki kubur dalam keadaan buta, ia bisa menyaksikan alam cahaya sesuai dengan tingkatannya lewat penglihatan yang lebih luas daripada penglihatan para penghuni kubur. Sebagaimana dengan mata ini kita lebih bisa melihat di dunia sementara kaum mukmin yang buta tak bisa melihatnya, maka di kuburan nanti mereka yang buta itu, jika beriman, lebih bisa melihat daripada penghuni kubur lainnya. Mereka akan bisa menyaksikan kebun-kebun surga beserta segala kenikmatannya seolah-olah mereka dibekali semacam teropong yang bisa menerobos semua pemandangan di surga yang indah. Teropong itu juga menghamparkannya seperti layar film di hadapan mata mereka yang buta saat di dunia.

 

Wahai saudaraku, engkau mampu memperoleh mata bercahaya yang bisa menyingkap surga yang terdapat di langit tertinggi padahal engkau masih di bumi berkat sikap sabar dan syukur atas hijab yang menutupi matamu. Ketahuilah bahwa hikmah yang memelihara matamu dan berkuasa untuk mengangkat hijab tadi dari matamu agar engkau bisa melihat dengan ‘mata bercahaya’ itu adalah al-Qur’an.

 

OBAT KELIMA BELAS

 

Wahai yang sakit yang merintih kepedihan, janganlah engkau merintih karena melihat pada bentuk rupa penyakitmu yang buruk. Tetapi lihatlah pada makna dan maksudnya, lalu bergembiralah dengan mengucap alhamdulillah.

 

Seandainya sebuah penyakit mempunyai makna dan pengertian tidak baik, tentu Allah tidak akan menguji kekasih-Nya yang paling dicintai dengan berbagai penyakit. Nabi SAW. bersabda.

 

“Manusia yang paling hebat ujiannya adalah para nabi. Kemudian para wali, Ialu seterusnya dan seterusnya”.

 

Sebagai penghulu orang-orang yang mendapat ujian adalah Nabi yang sangat penyabar, Ayyub as, lalu diikuti para nabi yang lainnya, Kemudian para wali, dan selanjutnya orang-orang yang saleh. Mereka semua menerima berbagai penyakit yang mereka derita sebagai ibadah semata dan anugerah Hahi. Karena itu, mereka bersyukur dengan penuh kesabaran. Mereka menganggapnya sebagai sejenis operasi pembedahan yang dipersembahkan kepada mereka berasal dari sisi Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

 

Engkau, wahai yang sedang sakit dan merintih! Apabila engkau berkeinginan untuk bergabung bersama rombongan yang bersinar itu, bersyukurlah di tengah-tengah kesabaranmu. Jika tidak, keluhan-keluhanmu akan membuat mereka menolak bergabungnya engkau ke dalam rombongan mereka sekaligus akan membuatmu terjerumus ke dalam jurang orang-orang yang lalai. Dengan begitu engkau akan meniti jalan yang penuh kegelapan.

 

Ya, ada beberapa penyakit yang berakhir dengan kematian akan menyebabkan penderita sakit itu menuju tingkatan-tingkatan kewalian laksana sebuah syahadah maknawiah. Di antaranya adalah sakit di saat melahirkan, sakit perut, tenggelam, kebakaran, dan penyakit pes. Jika para penderita sakit ini kemudian meninggal dunia, ia akan naik kepada derajat syahid. Selain itu ada banyak penyakit penuh berkah yang mengantarkan penderitanya memperoleh derajat kewalian ketika mati akibat penyakit tersebut. Karena penyakit bisa membuat seseorang mengurangi cinta seseorang terhadap dunia dan kemegahannya, pada saat yang sama ia juga membuat perpisahannya dengan dunia tidak begitu pedih. Bahkan bisa jadi perpisahan atau kematian tersebut merupakan sesuatu yang mereka senangi.

 

OBAT KEENAM BELAS

 

Wahai yang sakit yang sedang mengeluh karena risau!

 

Sesungguhnya derita sakit akan mengajarkan kehormatan dan rasa cinta yang sangat penting dan indah dalam kehidupan sosial. Karena hal tersebut akan menyelamatkan manusia dari sifat acuh yang mengarahkan manusia untuk berwatak keras dan jauh dari sifat kasih sayang. Sebab seperti yang ditegaskan oleh al-Qur’an,

 

“Sesungguhnya manusia melampaui batas dengan melihat dirinya serba cukup.” (al-Alaq [96]: 6-7)

 

bahwa nafsu ammarah yang terdapat dalam sifat acuh akibat dari adanya kesehatan akan membuatnya tidak menghormati saudara sendiri. Disamping akan membuatnya tidak memiliki rasa sayang dan simpati terhadap mereka yang terkena musibah dan penyakit. Namun, manakala manusia terkena penyakit dan mengetahui kelemahan dan ketidakberdayaan dirinya, ketika itulah muncul rasa hormatnya kepada kaum mukminin yang membantu dan datang menjenguknya. Pada saat yang sama, ia memiliki rasa kemanusiaan terhadap mereka yang terkena bencana dan musibah seperti dirinya. Dari kalbunya muncul rasa belas kasih dan sayang terhadap mereka semua. Jika mampu, ia akan segera mengulurkan bantuan dan pertolongan. Sementara jika tidak mampu, ia akan berdoa untuk mereka atau mengunjungi dan menghibur mereka sebagai wujud pelaksanaan sunnah sehingga ia pun mendapatkan pahala yang besar.

 

OBAT KETUJUH BELAS

 

Wahai yang sakit yang sedang mengeluh karena tidak mampu melakukan Kebajikan, bersyukurlah! Sebab kuberikan kabar gembira kepadamu bahwa yang membuka pintu-pintu kebajikan yang paling tulus adalah penyakit itu sendiri. Selain memberikan pahala yang terus-menerus kepada penderitanya dan kepada mereka yang merawatnya, penyakit juga merupakan sarana terpenting bagi dikabulkannya doa.

 

Ya, merawat dan memperhatikan para penderita sakit mendatangkan pahala yang besar. Selain itu, mengunjungi dan mendoakan mereka agar sembuh dan lapang dengan tidak membuat mereka risau merupakan bagian dari sunnah Nabi SAW.” Pada saat yang, sama, ia merupakan penebus dosa. Ada sebuah hadits yang menyebutkan hal itu dengan berbunyi, “Mintalah doa orang yang sakit sebab doanya terkabul”. Apalagi kalau si sakit termasuk keluarga dekat. Apalagi kalau ia adalah ayah atau ibu sendiri. Melayani kedua orang tua merupakan sebuah ibadah penting dan akan mendapat pahala yang besar. Menenangkan dan menghibur orang yang sedang sakit termasuk sedekah. Betapa bahagianya para anak yang mau merawat dan menghibur ayah dan ibu mereka di saat sakitnya sehingga mereka mendapatkan doa dari keduanya.

 

Ya, hakikat yang harus diperhatikan dan mendapat tempat utama dalam kehidupan sosial adalah kasih sayang orang tua serta sikap anak untuk membalas budi baik mereka dengan memberikan penghormatan dan kasih sayang yang tulus kepada keduanya ketika mereka sedang sakit. Itu merupakan wujud kesetiaan yang menggambarkan bakti sang anak serta ketinggian budi pekertinya yang membuat takjub seluruh makhluk dan bahkan para malaikat. Para makhluk itu memberikan selamat kepada mereka seraya bertahlil, bertakbir, dan berucap, “Masya Allah, semoga Allah memberkahi”.

 

Ya, rasa simpati dan kasih sayang yang tertuju kepada si sakit akan menghapuskan penderitaannya untuk kemudian berubah menjadi kenikmatan yang manis dan menyenangkan.

 

Proses penerimaan dan pengabulan doa orang yang sakit merupakan persoalan penting yang patut untuk diperhatikan. Sekitar 40 tahun yang lalu aku berdoa kepada Tuhan agar Dia menyembuhkan sakit di punggungku. Di kala itulah aku menyadari bahwa sakit tersebut sengaja diberikan demi doa. Sebagaimana doa tidak bisa menghapus doa, atau karena doa tidak bisa melenyapkan dirinya sendiri, maka hasil darinya bersifat ukhrawi. Doa merupakan salah satu bentuk ibadah. Sebab, orang yang sakit akan segera memohon perlindungan Ilahi ketika ia merasa tak berdaya.

 

Karena itu, jika secara lahiriah doaku untuk sembuh selama 30 tahun tidak terkabul, hal itu sama sekali tidak membuat saya berpikir untuk meninggalkannya walau sehari saja. Sebab, sakit merupakan wadah dan waktu untuk berdoa, sementara kesembuhan bukan merupakan hasil dari doa. Apabila Allah Ta’ala Yang Maha Bijak dan Penyayang memberikan kesembuhan, sesungguhnya itu semua berkat karunia dan kemurahan-Nya. Sang Pencipta Yang Maha Bijak mengetahui apa yang terbaik buat kita sedangkan kita tidak mengetahuinya. Allah memberikan kepada kita apa yang terbaik dan paling bermanfaat untuk kita. Seringkali Allah menyimpan doa dan permintaan kita yang terkait dengan dunia untuk bisa dimanfaatkan di akhirat nanti. Demikianlah Allah menerima sebuah doa.

 

Bagaimanapun, doa yang diiringi keikhlasan dan bersumber dari rahasia sakit, kelemahan, dan ketidakberdayaan sangat berpeluang untuk dikabulkan. Sakit merupakan pilar pokok bagi munculnya doa yang tulus semacam itu. Karena itu, orang yang sakit dan kaum mukminin yang merawatnya harus bisa mengambil manfaat dari doa tadi.

 

OBAT KEDELAPAN BELAS

 

Wahai yang sakit yang tidak bersyukur dan hanya mengeluh! Sesungguhnya keluhan itu boleh kalau berasal dari adanya hak, sementara hakmu sama sekali tidak hilang dengan sia-sia sehingga Engkau berhak mengeluh. Padahal di pundakmu masih banyak hak yang belum kau syukuri. Engkau belum menunaikan hak Allah di atas pundakmu. Lebih dari itu, engkau mengeluhkan sesuatu dengan batil seolah-olah benar. Engkau memang akan mengeluh kalau melihat pada orang-orang yang lebih sehat darimu. Tetapi lihatlah pada orang-orang yang lebih sakit darimu.

 

Dengan begitu engkau akan banyak bersyukur. Apabila tanganmu terluka lihatlah kepada tangan-tangan yang terputus. Apabila engkau kehilangan satu mata, lihatlah orang-orang yang kehilangan dua matanya sehingga engkau bisa bersyukur kepada Allah Ta‘ala.

 

Ya, dalam hal kenikmatan tidak seorangpun dibenarkan melihat yang di atasnya agar keluhan tidak bergejolak pada dirinya. Namun dalam hal musibah seseorang harus melihat pada orang yang lebih hebat musibahnya dan lebih parah penyakitnya agar ia bisa bersyukur dan rela dengannya. Rahasia ini telah dijelaskan dalam beberapa risalah berikut contohnya yang tepat semacam berikut:

 

Ada seseorang yang memegang tangan orang miskin untuk naik ke puncak menara. Pada setiap tingkat menara orang tadi memberinya sebuah hadiah. Terakhir ia memberikan hadiah yang sangat berharga yang diberikan di puncak menara. Seharusnya si miskin tadi bersyukur dan berterima kasih dengan diberikannya berbagai hadiah tadi, ia justru meremehkan hadiah-hadiah tersebut, atau ia menganggapnya sebagai sesuatu yang tak berharga sehingga ia tidak bersyukur. Ia malah melihat kepada orang yang lebih tinggi darinya sembari mengeluh dan berkata, Andaikan menara ini lebih tinggi, aku bisa mencapai tempat yang lebih tinggi dari ini! Mengapa ia tidak seperti gunung yang menjulang itu atau menara di sebelahnya?”

 

Demikian Kondisinya ketika orang tersebut mengeluarkan keluhan. Betapa ia menjadi orang yang sangat Kufur nikmat! Dan betapa ia sangat menyimpang!

 

Demikian pula keadaan manusia yang datang dari alam ketiadaan menuju alam wujud, dan tidak menjadi seperti batu, pohon, dan hewan, bahkan justru menjadi manusia muslim dan dia telah banyak menikmati rasa sehat wal afiat, dan telah mendapatkan derajat yang tinggi, namun ironisnya manusia masih sering memperlihatkan sikap keluhan, mengeluh Karena tidak menikmat kesehatan dan kesegaran karena beberapa faktor, atau karena telah menyia-nyiakan nikmat tersebut karena salah pilih, atau salah penggunaan, atau karena tidak mampu untuk mendapatKannya, kemudian ia berkata : “Rugilah rasanya..apa yang aku lakukan hingga terjadi padaku apa yang telah terjadi” dengan memperlihatkan bahwa kesabarannya telah habis, dan pada waktu yang Sama mengucapkan Kata-kata yang mengkritik Rububiyah Ilahi.

 

Maka ketahuilah bahwa hal ini adalah penyakit maknawi dan musibah besar, lebih besar dari penyakit fisik dan lebih besar dari musibah yang ada didalamnya, oleh karena itu itu derita sakit semakin bertambah, karena sikap keluh laksana seorang yang berkelahi dengan tangan yang terbelenggu. Namun seorang yang berakal akan selalu mengamalkan ayat suci yang berbunyi :

 

“yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan: sesungguhnya kami milik Allah SWT dan hanya kepadaNyalah kami kembali.” (Al-Baqarah [2]: 156)

 

Akhirnya ia menyerahkan semuanya ke hadirat Allah SWT dengan penuh rasa sabar sampai penyakit tersebut berakhir dan berhenti melaksanakan tugasnya, dan menghilang.

 

OBAT KESEMBILAN BELAS

 

Penamaan asmaul husna pada seluruh nama Allah Yang Maha Indah dan Agung menunjukkan bahwa semua nama tersebut indah. Karena hidup ini merupakan cermin Tuhan yang paling indah, paling halus, dan paling menyeluruh pada seluruh entitas, maka cermin Sang Maha Indah tadi juga menjadi indah. Cermin yang memantulkan segala keindahan Sang Maha Indah menjadi indah pula. Segala sesuatu yang termuat pada cermin itu pun menjadi indah. Serta dilihat dari sisi hakikatnya, semua yang ada dalam hidup ini indah. Sebab, ia memperlihatkan goresan-goresan indah milik asmaul Husna yang indah itu.

 

Jika kehidupan ini hanya berisi sehat saja, ia akan menjadi cermin yang cacat. Bahkan dilihat dari sisi tertentu ia bisa menyiratkan ketiadaan dan kesia-siaan, mendatangkan siksa dan kesempitan, menjatuhkan nilai kehidupan, serta kebahagiaan hidup pun berubah menjadi penderitaan dan kerisauan. Akhirnya manusia akan melemparkan dirinya ke dalam lumpur kebodohan atau kerangkeng kelalaian untuk menghabiskan waktunya dengan cepat. la tak ubahnya seperti tahanan yang memusuhi umurnya yang berharga dan membunuhnya dengan cepat karena hendak mengakhiri masa waktu di penjara. Namun kehidupan yang dihiasi oleh berbagai perubahan dan pergerakan serta dilalui oleh aneka macam perkembangan menyadarkan kita bahwa kehidupan tersebut bernilai dan berharga sekaligus penting dan memberikan kenikmatan. Bahkan dalam kondisi demikian, seseorang tidak ingin umurnya berlalu meskipun ia menghadapi berbagai kesulitan dan musibah. Ia tidak akan merintih dan menyesal dengan berkata, “Kapan matahari terbenam dan kapan malam itu tiba”.

 

Ya, jika mau tanyakan saja pada seorang Kaya yang sedang menganggur di mana segala impian ada padanya. Tanyakan, “Bagaimana kabar Anda?” Engkau pasti mendengarnya mengeluarkan keluhan dan penyesalan, “Aduh mengapa lama sekali waktu berlalu? Kita bisa mencari permainan untuk menghabiskan waktu. Mari kita bermain dadu sejenak!” Atau engkau akan mendengar keluhan yang bersumber dari angan-angannya yang panjang, seperti, “Coba seandainya aku bisa melakukan ini dan itu”. Adapun apabila engkau bertanya kepada orang miskin yang berada dalam Kesulitan atau kepada seorang pekerja keras, “Bagaimana Kabarmu?” jika berpikiran waras, tentu ia akan berkata, “Alhamdulillah, aku dalam kondisi baik. Terima kasih banyak kepada Tuhan. Aku tetap terus berusaha. Alangkah indah seandainya matahari tidak cepat terbenam agar aku bisa menyelesaikan pekerjaan. Waktu berlalu dengan cepat dan umur bergerak terus tanpa berhenti. Meskipun aku sibuk namun semua ini akan berlalu pula. Segala sesuatu berjalan dalam bentuk serupa”. Dengan ucapan tersebut, ia menggambarkan nilai dan urgensi umur disertai penyesalan atas umur yang pergi darinya. Jadi, ia menyadari nikmat umur dan nilai hidup lewat Kerja Keras dan kesulitan. Adapun kelapangan, kesenangan, dan kesehatan membuat umur dan hidup manusia menjadi pahit dan berat. Sebab ia selalu berangan-angan agar bisa cepat terlepas darinya.

 

Wahai saudaraku yang sedang sakit, ketahuilah bahwa segala musibah, keburukan, bahkan dosa pada dasarnya adalah al-adam (ketiadaan) tidak ada sebagaimana hal itu telah ditegaskan dalam beberapa risalah. Selanjutnya ketiadaan merupakan keburukan murni dan kegelapan yang sempurna. Berhenti, istirahat, dan diam sama-sama merupakan kondisi yang dekat kepada ketiadaan. Adanya kedekatan itulah yang memunculkan kegelapan dalam ketiadaan sekaligus mendatangkan kegelisahan dan kesempitan. Adapun pergerakan dan perubahan merupakan dua wujud yang menunjukkan keberadaan. Sementara keberadaan merupakan kebaikan murni dan cahaya.

 

Dengan demikian, sakit yang engkau derita sebenarnya merupakan tamu yang sengaja dikirim kepadamu untuk melakukan berbagai tugas. la berfungsi membersihkan, menguatkan, dan memuliakan hidupmu yang bernilai. Selain itu, ia berfungsi mengarahkan seluruh organ lainnya yang ada dalam tubuhmu untuk membantu bagian yang sakit tadi, serta memperlihatkan goresan-goresan nama-nama Tuhan Yang Maha Bijak. Dalam waktu yang tidak lama, insya Allah tugasnya akan berakhir. Ia pun berlalu seraya bergumam kepada sehat, ‘Sekarang marilah engkau menggantikan tempatku dan kerjakanlah tugasmu kembali. Ini adalah tempatmu. Terimalah dan tinggallah di dalamnya dengan nyaman’.

 

OBAT KEDUA PULUH

 

Wahai yang sakit yang sedang mencari obat, ketahuilah bahwa sakit itu terdiri dari dua bagian: bagian yang hakiki dan khayali.

 

Adapun bagian hakiki: Allah SWT telah menciptakan obat untuk setiap penyakit dan menyimpannya di apotik besar-Nya, yaitu bumi. Obat-obat tersebut menuntut adanya sakit. Karena Allah telah menciptakan obat bagi setiap penyakit, maka meminum obat untuk tujuan berobat adalah sesuatu yang disyariatkan oleh agama. Tetapi harus diketahui bahwa kesembuhan dan pengaruh kerja obat tersebut berada di tangan Allah. Sebagaimana Dia telah memberikan obatnya, Dia pula yang memberikan kesembuhan. Seorang muslim wajib mengikuti petunjuk dan arahan dokter muslim yang pintar. la merupakan bagian dari proses pengobatan yang penting. Sebab, sebagian besar penyakit timbul karena salah penggunaan, sembarang dalam memasukkan makanan, mengabaikan petunjuk dokter, berlebihan, dosa, tindakan yang buruk, serta tidak hati-hati. Dokter yang religius pasti akan memberikan nasehat yang sesuai dengan syariat disamping mengingatkan untuk bersikap benar, tidak berlebihan, serta menghibur dan memberikan pengharapan. Jika si penderita sakit mau menerima nasehat dan arahan dokter tersebut, pasti penyakitnya akan menjadi ringan dan ia pun menjadi lapang.

 

Adapun bagian khayali, yaitu rasa was-was, obat yang paling ampuh adalah mengabaikannya. Sebab, rasa was-was akan menjadi hebat jika terus dipikirkan. Tetapi kalau tidak dipedulikan ia akan mengecil dan menghilang. Sama seperti jika manusia mendekati dan menyentuh sarang tawon. Tawon-tawon tersebut pasti akan berkumpul dan menyerangnya. Namun jika tidak dihiraukan, mereka akan terbang berpencar.

 

Juga seperti orang yang di saat gelap ketika melihat tali yang bergantung, ia mengkhayalkan yang tidak-tidak. Khayalannya itu bertambah hebat sehingga membuatnya lari seperti orang gila. Padahal jika tidak risau dan takut ia akan segera mengetahui bahwa ia hanyalah seutas tali bukan seekor ular. Akhirnya ia mengejek pikirannya yang takut dan was-was tadi. Penyakit was-was juga demikian. Jika terus ada dalam pikiran, ia akan berubah menjadi sakit yang sebenarnya. Rasa was-was bagi orang yang sensitif dan tidak tegar merupakan penyakit yang sangat kronis, la membuat sesuatu yang kecil menjadi besar sehingga kekuatan jiwanya menjadi hilang. Terutama kalau orang tadi berhadapan dengan sejumlah dokter garang yang tidak memiliki rasa kasih sayang atau dokter-dokter yang buruk yang membangkitkan rasa was-was si sakit tadi hingga uangnya habis atau hingga akalnya hilang dan kesehatannya lenyap sama sekali.

 

OBAT KEDUA PULUH SATU

 

Wahai saudaraku yang sedang sakit, memang benar dalam dirimu ada penderitaan fisik, namun kelezatan maknawiyah yang mengitarimu bisa menghapuskan semua pengaruh penderitaan fisik tadi. Sebab penderitaan fisik tersebut tidak bisa menandingi nikmatnya Kasih sayang yang kau lupakan sejak kecil dan sekarang memancar kembali di hati orang tua dan karib kerabatmu jika engkau masih memiliki orang tua dan Karib kerabat. Rasa Kasih Sayang dan pandangan cinta orang tua yang ketika kecil pernah kau terima akan didapatkan kembali. Selain itu para karib kerabatmu juga akan kembali memperhatikan sekaligus mencintaimu akibat daya tarik penyakitmu. Betapa ringannya penderitaan fisik yang kau hadapi jika dibandingkan dengan pelayanan agung dalam nuansa Kasih sayang yang diberikan oleh orang-orang yang kau harapkan ridhonya. Engkau pun menjadi tuan dan majikan mereka di samping dengan sakit tersebut engkau berhasil memperoleh tambahan kekasih yang mau membantu dan para karib yang mencintai. Engkau telah menghimpun mereka untuk mencintai dan mengasihi sebagai dua sifat alamiah manusia.

 

Selanjutnya, dengan penyakitmu engkau bisa beristirahat dari berbagai tugas yang berat dan membuat penat. Sekarang, engkau terbebas dan terlepas darinya. Karena itu, janganlah penderitaanmu yang sepele itu membuatmu mengeluh. Sebaliknya, engkau harus bersyukur menerima berbagai kenikmatan maknawiyah tadi.

 

OBAT KEDUA PULUH DUA

 

Wahai yang terkena penyakit yang tak bisa diobati seperti kelumpuhan! kuberikan kabar gembira padamu bahwa kelumpuhan termasuk penyakit yang penuh berkah bagi seorang mukmin. Aku pernah mendengar hal ini sejak lama dari para wali yang saleh. Tadinya aku tidak memahami rahasia di baliknya. Namun sekarang salah satu rahasianya terlintas di kalbuku. Yaitu:

 

Dengan usaha mereka, para wali meniti dua sendi penting untuk sampai kepada Tuhan agar bisa selamat dari bahaya besar yang bersumber dari dunia sekaligus agar bisa bahagia di akhirat nanti. Kedua sendi tersebut adalah:

 

Pertama, mengingat mati. Artinya mereka berusaha demi kebahagiaan di kehidupan yang Kekal nanti dengan menyadari kefanaan dunia dan bahwa mereka merupakan para tamu yang sedang diperbantukan untuk tugas-tugas yang bersifat sementara.

 

Kedua, mematikan nafsu ammarah bts-su lewat perjuangan dan latihan rohani agar bisa selamat dari bahaya nafsu tersebut sekaligus selamat dari bahaya jiwa.

 

Wahai saudaraku yang Kehilangan setengah dari kesehatannya. Tanpa harus berusaha, dalam dirimu telah terdapat dua sendi atau dua jalan yang singkat dan mudah. Keduanya menghamparkan jalan bagimu menuju kebahagiaan abadi disamping selalu mengingatkanmu akan musnahnya dunia dan fananya manusia. Di saat jtu, dunia tak lagi mampu memenjarakan dirimu dan kelalaian tidak berani menutupi matamu. Nafsu ammarah, dengan selera rendahnya, tidak mampu memberdayakan orang yang sudah menjadi setengah manusia. Sehingga dengan cepat ia bisa selamat dari ujian dan keburukannya. Lewat rahasia keimanan, penyerahan, dan tawakalnya, seorang mukmin mengambil manfaat dari penyakit yang tidak bisa disembuhkan seperti lumpuh sebagaimana perjuangan yang dilakukan para wali lewat lathan rohani di tempat-tempat itikaf. Akhirnya, penyakit tadi berangsur-angsur mengecil dan menyusut.

 

OBAT KEDUA PULUH TIGA

 

Wahai yang sakit yang sedang sendirian, terasing, dan lemah! Jika keterasinganmu, ketiadaan orang yang menanggungmu, serta penyakitmu mengundang simpati dan rasa kasihan orang-orang yang berhati keras, apalagi dengan kasih sayang Tuhan yang memperkenalkan diri-Nya padamu di permulaan setiap surat al-Qur’an dengan sifat mulia, ar-Rahman ar-Rahim (Yang Maha Pengasih dan Penyayang). Dzat yang dengan secercah kasih sayang-Nya yang luar biasa telah menjadikan semua ibu mau membesarkan anak-anak mereka. Dzat yang memenuhi dan mencelup dunia pada setiap musim semi dengan manifestasi rahmat-Nya serta mengisinya dengan berbagai nikmat dan karunia. Dengan manifestasi rahmatNya pula, surga yang bersinar itu tampak berikut seluruh keelokannya. Karena itu, ketika engkau beriman dan berlindung kepada-Nya lewat ketidakberdayaanmu yang bersumber dari sakit tadi, serta ketika engkau berharap bersimpuh di hadapannya, maka semua itu menjadikan sakit yang Kau rasakan dalam keterasingan dan kesendirian sebagai tujuan sekaligus sarana bagi datangnya tatapan kasih sayang Allah. Tatapan tersebut telah menyamai segala sesuatu.

 

Oleh sebab itu, karena Dia ada dan menatapmu, maka segala sesuatu juga ada untukmu. Dan sebenarnya yang merasa asing dan sendirian adalah orang yang tidak “mengikatkan” dirinya kepada Allah SWT melalui iman dan penyerahan diri, atau sebenarnya ia memang tidak mau memperhatikan ikatan itu.

 

OBAT KEDUA PULUH EMPAT

 

Wahai para medis dan perawat yang merawat anak-anak yang sedang sakit dan berbakti serta merawat para orang tua yang seperti anak-anak Karena lemah dan tak berdaya. Di hadapan Kalian ada bisnis ukhrawi yang sangat penting. Raihlah bisnis tersebut segera! Tanamkan kecintaan yang besar kepadanya dan berusahalah dengan penuh semangat! Penyakit yang diderita oleh anak-anak yang berbakti merupakan suntikan pendidikan yang diberikan Tuhan untuk tubuh mereka yang lembut agar terbiasa dengannya dan terlatih dalam menghadapi berbagai Kesulitan hidup di masa mendatang. Penyakit tersebut mengandung berbagai hikmah dan manfaat yang sangat penting untuk kehidupan dunia dan akhirat mereka. la membersihkan kehidupan anak-anak sebagaimana juga membersihkan kehidupan para orang tua lewat penebusan dosa. Suntikan tersebut menjadi sendi-sendi pertumbuhan maknawiyah untuk masa depan anak atau untuk akhirat mereka.

 

Pahala yang didapat dari penyakit semacam ini masuk ke dalam lembaran amal kedua orang tua dan khususnya lembaran kebaikan ibu yang lebih mengutamakan Kesehatan anaknya atas dirinya sendiri sebagaimana hal itu tampak jelas bagi para ahli hakikat.

 

Adapun merawat, mengurus, membahagiakan, dan melayani Orang, tua secara tulus, disamping menjadi ladang pahala yang besar, juga akan mengantarkan pelakunya pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam berbagai riwayat shahih dan dalam berbagai kejadian sejarah. Anak yang bahagia dan berbakti kepada kedua orang tuanya yang sudah lemah akan menyaksikan Ketaatan serupa pada anak-anaknya. Sementara anak yang durhaka yang senantiasa menyakiti orang tuanya, di samping mendapat siksa akhirat, ia pun akan mendapatkan berbagai kesulitan di dunia.

 

Ya, tidak hanya merawat orang tua dan orang papa yang masih mempunyai hubungan kerabat semata. Tetapi jika seorang mukmin menjumpai orang tua yang sedang sakit dan membutuhkan pertolongan, selama rasa ukhuwah masih ada, ia juga harus membantunya secara sungguh-sungguh dan tulus. Inilah yang dituntut oleh Islam.

 

OBAT KEDUA PULUH LIMA

 

Wahai saudara-saudaraku yang sedang sakit, jika kalian merasa membutuhkan pengobatan suci yang sangat bermanfaat, serta obat segala penyakit yang mengandung kenikmatan hakiki, perkuatlah keimananmu dan buatlah ia cemerlang. Dengan kata lain, asahlah dengan taubat dan istighfar, shalat dan ibadah. Semuanya merupakan pengobatan suci yang terdapat dalam iman.

 

Ya, karena disebabkan oleh cinta dan ketergantungan yang begitu hebat terhadap dunia, kaum yang lalai seolah-olah memiliki jiwa yang sakit sebesar dunia. Ketika itu iman mempersembahkan kepada jiwa yang sakit dan terluka akibat pukulan perpisahan itu sebuah balsem penyembuh yang bisa menolongnya dari luka dan pendarahan. Dalam berbagai risalah kami telah menegaskan bahwa iman memberikan kesembuhan hakiki. Agar tidak berpanjang lebar, aku akan menyingkat penjelasanku sebagai berikut

 

Pengobatan iman tampak jelas pengaruhnya dengan melakukan berbagai kewajiban dan dengan menjaga pengamalannya semampu mungkin. Sementara kelalaian, perbuatan bodoh, hawa nafsu dan hiburan yang tidak syar’i akan menghapus pengaruh dari pengobatan tersebut.

 

Karena penyakit bisa melenyapkan kegelapan, membunuh selera syahwat, serta menghalangi masuknya berbagai kenikmatan yang diharamkan agama, maka manfaatkanlah ia sebaik mungkin serta pergunakan obat keimanan hakiki dan cahayanya yang suci lewat taubat, istighfar, dosa, dan harapan. Semoga Allah Yang Maha Benar memberikan kepada kalian kesembuhan dan menjadikan sakit tersebut sebagai penebus dosa, amin amin, amin

 

“Mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami ke jalan ini. Kami tentu tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami. Telah datang para utusan Tuhan dengan membawa kebenaran’.”

 

“Maha Suci Engkau. Tak ada yang kami ketahui kecuali yang Engkau ajarkan pada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (al-Baqarah [2]: 32)

 

“Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad, obat dan penawar kalbu, penyehat badan penyembuh badan, serta sinar dan cahaya penglihatan. Juga kepada keluarga dan para sahabat beliau.”

 

Bagian akhir dari cahaya kedua puluh lima ini, yaitu surat ketujuh belas masuk ke dalam bagian dani kitab al-Maktubat.

 

Risalah untuk Para Orang Tua Lanjut Usia (Lansia)

 

Cahaya ini berisi penjelasan tentang dua puluh enam asa dan harapan.

 

PERHATIAN

 

Alasan mengapa aku mengungkapkan penderitaan jiwa yang kualami di setiap awal ‘harapan’ dengan gaya bahasa yang sangat menyentuh sehingga membuat kalian juga ikut merasakannya adalah untuk menjelaskan efek luar biasa yang ditimbulkan oleh pengobatan yang bersumber dari al-Qur’an. Hanya saja, cahaya yang secara khusus terkait dengan para lansia ini tidak terpaparkan secara baik karena beberapa hal:

 

Pertama, ia terkait dengan berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupan pribadiku. Menulis dalam kondisi berimajinasi dan berinteraksi dengan masa-masa tersebut menyebabkanku kurang memperhatikan sistematika penyampaiannya.

 

Kedua, ia ditulis dalam kondisi yang tidak tenang karena dilakukan sesudah shalat subuh di mana ketika itu aku merasa sangat letih dan lemas, disamping harus terburu-buru.

 

Ketiga, kami tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan pengoreksian secara sempurna. Juru tulis yang tadinya bersamaku telah kelelahan dalam menulis berbagai risalah. la sering meminta izin untuk tidak masuk sehingga hal itu menjadi salah satu faktor yang menyebabkan muatan isinya kurang padu.

 

Keempat, aku hanya bisa mengoreksinya secara sepintas tanpa mengkaji secara lebih mendalam karena merasa capek sesudah menulis. Karenanya tidak aneh kalau ada kekurangan dalam segi penyampaian. Aku berharap semoga para orang tua yang budiman mau memaafkan kekuranganku dalam segi penyampaian. Sekaligus aku memohon kepada mereka agar tidak lupa mendoakanku dalam doa dan munajat mereka pada Sang Maha Penyayang Yang tak pernah menolak doa para orang tua yang baik hati.

 

“Kaf ha ya ain shod. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan mengenai rahmat Tuhan kepada hamba-Nya yang bernama Zakaria. Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. la berkata, ‘Wahai Tuhan , sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, namun aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu wahai Tuhan’.” (Maryam [19]: 1-4). (Cahaya ini berisi penjelasan mengenai dua puluh enam harapan)

 

HARAPAN PERTAMA

 

Wahai saudara dan saudari tuaku yang terhormat dan telah mencapai usia sempurna! Aku juga telah lanjut usia seperti kalian. Akan kutuliskan untuk kalian beberapa kondisi yang pernah menimpaku berikut pintu dan secercah harapan yang pada saat-saat tertentu kutemukan di masa tua seperti ini. Semoga kalian ikut terhibur dengan adanya harapan-harapan tersebut. Cahaya yang kusaksikan serta harapan yang Allah berikan kepadaku itu kuperoleh sesuai dengan kesiapanku yang kurang sempurna. Namun dengan izin Allah, ketulusan kalian akan membuat cahaya tersebut bersinar lebih terang dari yang kulihat serta akan menjadi harapan tersebut lebih kuat dari yang kudapat. Dengan demikian sumber dan tambang seluruh cahaya dan harapan tersebut adalah iman.

 

HARAPAN KEDUA

 

Ketika aku hampir memasuki usia senja, di sebuah musim gugur dan tepat di waktu ashar, aku melihat dunia dan atas puncak gunung. Ketika itu aku tiba-tiba berada dalam kondisi yang sangat sedih dan pilu disertai oleh kegelapan yang menyelimutinya. Kulihat diriku sudah memasuki usia yang sangat tua, siang sudah menjadi senja, tahun sudah menjadi renta, dan dunia sudah lanjut usia. Kerentaan yang menyelimuti segala sesuatu di sekitarku itu membuatku sangat terguncang. Sungguh perpisahan dengan dunia sudah amat dekat. Perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai hampir tiba. Ketika aku sedang gelisah karena sedih dan putus asa tiba-tiba rahmat Allah terbuka di hadapanku sehingga kesedihan tadi berubah menjadi kelapangan jiwa serta perpisahan dengan para kekasih yang menyakitkan itupun berganti menjadi sebuah pelipur lara yang menerangi seluruh relung hati.

 

Ya, wahai para lansia yang sama sepertiku, Allah SWT.yang telah mengemukakan dan memperkenalkan Dzat-Nya yang mulia kepada kita pada lebih dari seratus tempat di al-Qur’an dengan sifat Rahman Rahim (Pengasih dan Penyayang), Yang mengirim rahmatNya dengan menebarkan berbagai karunia di atas permukaan bumi sebagai bantuan bagi semua makhluk yang membutuhkan rahmatNya, yang telah memberi anugerah dari alam gaib sehingga musim semi pada setiap tahun penuh dengan nikmat yang tak terhingga banyaknya. Dia yang memberikan itu semua untuk kita yang membutuhkan rizki seraya dengan itu Dia tampakkan manifestasi kasih sayang-Nya yang menyeluruh sesuai dengan tingkat kelemahan dan ketidakberdayaan kita. Kasih sayang Sang Pencipta Yang Maha Penyayang tersebut merupakan harapan terbesar di masa tua kita. Bahkan ia merupakan cahaya yang paling bersinar bagi kita.

 

Rahmat dan kasih sayang itu tentu saja hanya bisa didapat dengan menghubungkan diri dengan Tuhan Yang Maha Pengasih lewat keimanan dan ketaatan pada-Nya. Yaitu dengan melaksanakan berbagai kewajiban yang ada.

 

HARAPAN KETIGA

 

Saat di pagi masa tua,aku terbangun dari tidur malam masa muda, kutatap diriku ini sambil merenungkannya. Kurasakan seolah-olah ia jatuh dari tempat yang tinggi menuju ke bawah kubur seperti yang dilukiskan oleh Niyazi al-Mishri:

 

Batu demi batu dari bangunan ummur itu runtuh

Tanpa disadari jiwanya terbenam sementara bangunannya lenyap

 

Karena itu, seiring perjalanan waktu, batu demi batu tubuhku yang menjadi wadah ruh mulai rapuh dan berjatuhan. Semua impian dan harapanku yang secara kuat mengikatku dengan dunia mulai kendur dan putus. Aku mulai merasa bahwa waktu perpisahan dengan para kekasih dan sahabat telah sangat dekat. Aku pun mencari sesuatu yang bisa membalut luka-luka hati yang sangat dalam yang kelihatannya tak mungkin bisa disembuhkan. Aku tak bisa menemukan obatnya. Maka, kembali aku berkata seperti yang diucapkan oleh Niyazi al-Mishri:

 

Hikmah Tuhan menetapkan musnahnya jasad

Sementara kalbumu merindukan keabadian

Diriku sakit karena ujian dan kesedihan

Luqman pun bingung menghadirkan balutan

 

Saat berada dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba cahaya dan syafaat Rasul SAW. yang merupakan lisan, contoh dan penyeru serta wakil bagi rahmat Allah, berikut petunjuk yang beliau berikan kepada umat manusia, menjadi balsem penyembuh dan obat ampuh bagi penyakit kronis yang kukira tidak ada obatnya. Keputusasaanku yang diselimuti oleh kegelapan berubah menjadi harapan yang bersinar terang.

 

Ya, wahai para lansia yang mulia, wahai yang merasa sudah tua seperti diriku, kita semua pasti akan pergi. Kita tidak akan tinggal di sini selamanya dengan menipu diri dan memejamkKan mata. Kita akan diantar menuju tempat abadi. Namun, alam Barzakh bukanlah seperti yang dibayangkan oleh pikiran gelap kita yang lalai serta tidak seperti gambaran kaum yang sesat. Ia bukan alam perpisahan dan bukan alam yang gelap, tetapi ia merupakan tempat berkumpulnya para kekasih dan alam tempat bertemu dengan orang-orang yang dicintai. Yang pertama-tama tentunya adalah kekasih Tuhan dan pemberi syafaat di sisi-Nya pada hari kiamat, Nabi SAW.

 

Ya, Kita akan pergi ke sebuah alam tempat perginya seseorang yang telah memimpin 350 juta orang pada setiap masa selama lebih dari 1350 tahun, orang yang mendidik jiwa mereka, menunjuki akal mereka, dicintai oleh mereka, yang dituliskan pada lembaran kebajikannya seluruh amal saleh umatnya, yang menjadi poros bagi semua yang tertuju pada Tuhan, serta pusat tujuan Ilahi yang mulia, yang menjadi sebab bagi mulianya seluruh entitas, ia tidak lain adalah Rasulullah SAW. Sebagaimana pada detik-detik pertama beliau berucap, “Umatku umatku” seperti yang ditegaskan oleh berbagai riwayat sahih dan kasyaf yang benar, di hari kebangkitan nanti beliau juga berucap, “Umatku umatku”. Beliau berusaha menolong umatnya dengan pengorbanan yang paling suci dan tinggi dan syafaatnya ketika setiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri dengan mengucap, “Nafsi nafsi (diriku diriku)”. Jadi, kita akan pergi ke sebuah alam yang dituju oleh Nabi SAW. Kita akan pergi ke alam yang bersinar berkat cahaya lentera yang terang itu serta berkat bintang-gemintang para ulama dan wali yang tak terhitung banyaknya. Cara untuk mendapatkan syafaatnya, meraih cahayanya, dan selamat dari gelapnya alam Barzakh adalah mengikuti sunnah Nabi Saw yang mulia.

 

HARAPAN KEEMPAT

 

Ketika dua kakiku menginjak tangga kerentaan, kesehatan fisikku yang tadinya membuat lalai juga sudah sakit-sakitan sehingga Kerentaan dan penyakit fisik itupun bergabung menyerangku. Keduanya terus-menerus memukul Kepalaku hingga membangunkan kesadaranku. Sehingga tidak ada yang mengikatku dengan dunia, baik itu harta, anak, maupun yang lainnya. Kudapati umurku yang telah kusia-siakan dalam kelalaian masa muda tidak lain merupakan tumpukan dosa dan kesalahan. Maka akupun bermunajat memohon pertolongan seperti yang diucapkan oleh Niyazi al-Miushri:

 

Umur telah pergi sia-sia tanpa ada perniagaan

Aku kembali ke jalan, namun rombongan itu telah jauh pergi

Aku pun menangis, aku sendirian tersesat meniti jalan

Kedua mataku menangis, dadaku terasa sesak, pikiranku kacau…

 

Saat itu aku berada dalam keterasingan. Aku sangat sedih, putus asa, dan menyesal sekali atas umur yang telah pergi. Dari relung-relung Kalbuku, aku berteriak meminta pertolongan dan cahaya harapan. Ketika itulah al-Qur’an al-Hakim membantuku, menyokongku, dan membukakan pintu harapan yang besar di hadapanku. Ia memberikan cahaya asa yang sangat terang yang bisa melenyapkan 100 kali lebih banyak segala keputusasaanku dan kegelapan yang menyelimutiku.

 

Ya, wahai mereka yang sudah tua renta, wahai yang ikatannya terhadap dunia mulai lepas seperti diriku, Tuhan Yang Maha Agung telah menciptakan dunia ini layaknya sebuah kota yang paling sempurna dan tertata rapi bahkan layaknya sebuah istana yang hebat. Dengan demikian, mungkinkah Tuhan tidak berbicara dengan para kekasih-Nya dan para tamu-Nya yang datang ke kota dan istana ini? Mungkinkah Dia tidak menemui mereka?

 

Karena Dia telah menciptakan istana yang megah tadi dengan ilmu, menatanya lewat sebuah kehendak, serta menghiasinya secara sengaja, pastilah Dia berbicara. Sebab, sebagaimana Si Pembangun berilmu, Si Alim juga pasti berbicara. Selanjutnya karena Dia telah menjadikan istana tadi sebagai tempat jamuan yang indah serta menjadikan kota tadi sebagai tempat bisnis yang mengagumkan, pastilah ada kitab dan lembaran yang menjelaskan semua kehendakNya atas kita sekaligus menerangkan hubungan-Nya dengan kita.

 

Tentu saja salah satu kitab suci yang Dia turunkan itu adalah al-Qur’an yang merupakan mukjizat ditinjau dari empat puluh aspek, yang senantiasa dibaca pada setiap saat oleh minimal seratus juta orang, yang menyebarkan cahaya dan memberi petunjuk ke jalan yang benar yang pada setiap hurufnya terdapat sepuluh kebaikan, minimal sepuluh pahala, atau kadangkala 10 ribu kebaikan.. bahkan 30 ribu kebaikan seperti di saat lailatul qadri. Demikianlah Tuhan memberikan pahala surga dan cahaya Barzakh seperti yang Dia kehendaki. Apakah di seluruh alam ini ada sebuah kitab yang bisa menyamai kedudukannya?

 

Karena al-Qur’an al-Karim yang berada di hadapan Kita ini merupakan firman dan perintah Tuhan yang tertuju kepada kita, karena ia merupakan sumber rahmat-Nya yang meliputi segala sesuatu, Karena ia berasa] dari Sang Pencipta langit dan bumi Yang Maha Agung, baik dilihat dari sisi rububiyah-Nya yang bersifat mutlak, dari sisi uluhiyyah-Nya, maupun dari sisi rahmat-Nya yang luas, maka berpeganglah padanya. Di dalamnya terdapat obat bagi setiap penyakit, cahaya bagi setiap kegelapan, dan harapan bagi setiap keputusasaan. Kunci untuk membuka perbendaharaan abadi ini adalah iman, penyerahan diri, perhatian kepadanya, ketundukan padanya, dan kenikmatan dalam membacanya.

 

HARAPAN KELIMA

 

Di pangkal usia senjaku dan di awal keinginanku untuk beruzlah, jiwaku mencari-cari istirahat lewat kesendirian di atas bukit Yusya. Ketika pada suatu hari, dari atas bukit yang tinggi itu, aku mengarahkan pandanganku ke cakrawala, aku menyaksikan salah satu tanda perpisahan yang memancarkan kesedihan dan kepiluan dengan peringatan usia senja. Kubawa pandanganku dari puncak pohon umurku, yaitu dari ranting keempat puluh lima, untuk melanglang buana hingga sampai ke tingkat kehidupanku yang paling bawah. Pada setiap ranting yang terdapat di dalamnya kusaksikan jenazah para kekasihku dan teman-temanku, serta jenazah setiap orang yang mempunyai hubungan denganku. Aku sangat terpukul dengan perpisahan tersebut dan kulantunkan rintihan Fudhuli al-Baghdadi saat ia berpisah dengan orang-orang yang dicintai lewat ungkapan berikut:

 

Setiap kali ada kerinduan untuk berjumpa

Air mata pun mengalir teriring sesak nafas

 

Dalam suasana sedih semacam itu, aku mencari pintu harapan dan jendela cahaya untuk menghibur diri. Pada saat itulah tiba-tiba sinar keimanan pada akhirat menolongku. Ia memberiku cahaya yang, tak pernah padam dan harapan yang tak pernah mengecewakan.

 

Benar wahai saudara-saudaraku para lansia. Selama akhirat ada dan kekal abadi, selama ia lebih indah dari dunia, selama Dzat yang menciptakan kita Maha Bijak dan Maha Penyayang, maka tidak sepatutnya kita mengeluhkan dan merisaukan usia yang sudah tua renta ini. Sebab, kerentaan yang dihiasi oleh iman dan ibadah serta bersambung dengan usia kesempurnaan hanyalah pertanda berakhirnya kewajiban dan tugas-tugas hidup sekaligus isyarat perpindahan ke alam rahmat untuk memperoleh kesenangan yang kekal abadi. Karena itu, kita harus betul-betul ridho menerimanya.

 

Ya berita yang dibawa oleh 124 ribu nabi dan para rasul pilihan (seperti yang dinyatakan oleh hadits shahih) secara ijma dan mutawatir dengan bersandar pada penyaksian sebagian mereka dan haqqul yaqin sebagian lainnya, semuanya menjelaskan bahwa negeri akhirat itu ada dimana semua manusia akan digiring ke sana. Tuhan Sang Pencipta pasti akan mendatangkannya seperti yang telah Dia janjikan. Adanya 124 juta wali yang membenarkan berita para nabi itu baik lewat kasyaf maupun penyaksian, serta kesaksian mereka akan adanya alam akhirat lewat ilmul yaqin merupakan dalil kuat yang menunjukkan keberadaan akhirat. Selain itu, manifestasi nama-nama Allah yang tampak di seluruh sisi alam tentu mengkonsekuensikan adanya alam lain yang kekal serta menunjukkan keberadaan alam akhirat.

 

Kekuasaan dan kebijaksanaan Ilahi yang bersifat mutlak yang tidak sia-sia dan percuma, yang bisa menghidupkan seluruh jenazah pohon yang mati dan tegak dalam jumlah yang tak terhitung pada setiap musim semi dan pada setiap tahun lewat kun fayakun sebagai pertanda akan adanya kebangkitan setelah kematian, di mana Dia memunculkan tiga ratus ribu jenis pohon dan makhluk, semua itu memperlihatkan ratusan ribu model kebangkitan dan bukti adanya akhirat. Rahmat Allah yang luas yang membuat kekal kehidupan seluruh makhluk yang butuh kepada rizki, yang menegakkan hidup mereka di atas landasan kasih sayang, serta pertolongan Tuhan yang menampakkan segala macam keelokan dan keindahan dengan jumlah tak terhingga dalam waktu yang singkat pada setiap musim semi, hal itu secara jelas mengkonsekuensikan keberadaan alam akhirat.

 

Adanya hasrat dan keinginan pada keabadian yang tertanam kuat dalam fitrah manusia sebagai buah alam dan makhluk kesayangan Tuhan dengan jelas menunjukkan adanya alam yang kekal setelah dunia yang fana ini serta menunjukkan adanya alam akhirat dan alam kebahagiaan yang bersifat abadi. Seluruh bukti dan petunjuk di atas secara kuat dan pasti membuktikan keberadaan akhirat sama seperti kepastian adanya dunia.

 

Karena pelajaran terpenting yang al-Qur’an ajarkan kepada kita adalah iman kepada akhirat, sementara pelajaran ini begitu kuat serta di dalamnya terdapat cahaya cemerlang, harapan, dan pelipur lara yang sangat agung yang seandainya seratus ribu kerentaan berkumpul pada satu orang pastilah cahaya, harapan, dan pelipur Jara tersebut mencukupi, maka kita yang sudah renta ini harus berbahagia dengan kerentaan kita seraya berkata, “Alhamdulillah atas pemberian iman yang sempurna’.

 

HARAPAN KEENAM

 

Ketika berada dalam pengasingan yang menyedihkan, aku hidup seorang diri jauh dari manusia, di atas puncak gunung Cam dekat Barla. Pada saat itu aku mencari cahaya dalam uzlah. Suatu malam, di ruangan kecil tanpa atap yang tegak di atas pohon cemara yang tinggi di atas bukit tadi, tiba-tiba kerentaanku memunculkan berbagai macam perasaan terasing dan sendiri seperti yang telah disebutkan secara jelas pada surat keenam (bagian dari buku al Maktubat). Di keheningan malam tersebut di mana sama sekali tak ada suara kecuali gema kesedihan desir pohon, aku merasakan gema kepedihan itu menerpa relung-relung perasaan jiwaku serta menyentuh pada kedalaman kerentaan dan Kesepianku. Seketika kerentaan tersebut berbisik di telingaku dengan mengingatkan: ‘‘Siang, telah berganti menjadi kubur yang gelap gulita, dunia pun telah memakai kafannya yang berwarna hitam. Begitu juga siang umurmu juga akan berganti menjadi malam, siang dunia akan berubah menjadi malam barzakh, serta siang musim kemarau hidup akan berganti menjadi malam musim dingin Kematian”.

 

Mendengar hal itu dengan berat hati jiwaku menjawab, “Ya, sebagaimana aku terasing di sini jauh dari kampungku, maka perpisahan dengan orang-orang yang Kucintai selama usia hidupku yang hampir mendekati lima puluh tahun sementara aku hanya bisa menangis di balik ketiadaan mereka merupakan bentuk keterasingan yang melebihi keterasinganku dari kampungku. Pada malam tersebut aku merasa sangat sedih, jauh melebihi kesedihan akibat terasing sendirian di puncak gunung. Kerentaanku mengingatkanku kepada dekatnya waktu perpisahan terakhir dengan dunia berikut segala isinya. Dalam Keadaan yang diliputi oleh kesedihan serta dari kesedihan yang bertumpuk dengan kesedihan lain, aku mulai mencari semburan cahaya, secercah harapan, dan pintu asa. Seketika itu pula keimanan kepada Allah dengan cepat datang menolong dan membantuku. Keimanan tersebut memberikan kelapangan yang bisa melenyapkan berbagai penderitaan dan kesepianku meskipun jumlahnya berkali-kali lipat.

 

Ya, wahai yang sudah lanjut usia. Selama kita memiliki Tuhan Pencipta Yang Maha Penyayang kita takkan ada keterasingan.Selama Dia ada segala sesuatu juga ada untuk kita. Serta, selama Dia ada, para malaikatnya pun ada. Jadi, dunia ini tidaklah kosong dari teman dan sepi dari suara. Pegunungan yang kosong ini, padang pasir yang sunyi itu, sebenarnya ramai dengan para hamba Allah yang mulia dan para malaikat yang suci. Ya, sesungguhnya cahaya keimanan kepada Allah membuat seluruh pohon bahkan bebatuan layaknya teman dan sahabat. Sebab, semua entitas itu bisa berbicara dengan kita lewat kondisinya masing-masing dengan sesuatu yang bisa menghibur hati.

 

Ya, dalil-dalil keberadaan Allah sebanyak jumlah entitas alam dan sebanyak jumlah huruf-huruf kitab alam yang besar ini, serta berbagai bukti kasih sayang-Nya sebanyak jumlah organ seluruh makhluk serta sebanyak jumlah nikmat yang Dia berikan pada mereka, semua itu menjadi petunjuk atas adanya pintu Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Mulia, Pencipta Yang Maha Dekat dengan kita, dan Pelindung Yang Maha Belas Kasih. Tentu saja, kelemahan dan kepapahan menjadi penolong yang paling bisa diharapkan ketika berada di hadapan pintu yang mulia tadi. Sementara masa tua merupakan saat-saat munculnya kelemahan dan kepapahan tersebut. Karena itu, kita harus mencintai dan menyenangi kerentaan kita, bukan justru berpaling darinya. Sebab ia merupakan penolong yang bisa diharapkan di hadapan pintu-Nya.

 

HARAPAN KETUJUH

 

Ketika senyuman ‘Said lama’ berubah menjadi kesedihan dan tangisan ‘Said Baru’, yaitu tepatnya ketika hendak memasuki usia senja, pihak penguasa di Ankara mengajakku ke Ankara. Sebab mereka mengira aku masih seperti yang dulu. Akupun menerima ajakan itu.

 

Namun di suatu hari pada akhir musim gugur, aku naik ke puncak benteng Ankara yang jauh lebih tua dan lebih renta dariku. Benteng tua itu tampak di hadapanku seolah-olah ia merupakan rangkaian peristiwa bersejarah yang menjadi batu. Akupun sangat sedih dengan rentanya tahun di musim gugur, dengan kerentaanku sendiri, dengan kerentaan benteng itu, dengan kerentaan umat manusia, dengan kerentaan Daulah Usmaniyah, dengan wafatnya kekhalifahan, serta dengan kerentaan dunia. Kondisi tersebut memaksaku untuk mengarahkan pandangan dari puncak benteng tinggi itu ke lembah masa lalu dan bukit masa depan, untuk mencari cahaya, harapan, dan pelipur lara yang menerangi gelapnya kegelapan yang sedang menyelimuti jiwaku saat ia berada dalam malam kerentaannya.!

 

Ketika aku menoleh ke sebelah kanan yang merupakan masa lalu seraya mencari cahaya dan harapan, ia tampak dari kejauhan dalam bentuk pekuburan besar berisi jenazah ayahku, nenek moyangku, dan umat manusia. Maka, segera saja ia membuatku lara. Lalu aku menoleh ke sebelah kiri yang merupakan masa depan seraya mencari obatnya. Ia pun seperti makam besar yang gelap berisi jenazahku, jenazah generasiku dan jenazah generasi mendatang. Hal itu membuatku sedih dan sakit.

 

Kemudian aku menoleh ke masa sekarang di saat hatiku telah penuh dengan kesedihan dan kepiluan. Maka ia tampak dalam pandanganku yang sedang lara seperti keranda bagi jenazah tubuhku yang sedang menggelepar-gelepar seperti sembelihan yang berada dalam kondisi hidup dan mati. Manakala aku juga putus asa dengan arah ini, kuangkat kepalaku dan kulihat dari puncak pohon umurku satu buah yang sedang menatapku. Ia tidak lain jenazahku. Lalu kutundukkan kepalaku untuk melihat kepada akar pohon umurku. Di sana aku menyadari bahwa tanah yang ada di dalamnya tidak lain berupa tulang-belulang ku yang telah hancur dan tulang awal penciptaanku. Keduanya bercampur dan telah diinjak oleh berbagai kaki. Hal itu tentu saja menambah sakitku tanpa pernah memberikan obatnya.

 

Selanjutnya dengan sedih aku mengalihkan pandanganku ke belakang. Kusaksikan bahwa dunia yang fana ini bergulir dalam lembah kehancuran dan gelapnya kefanaan. Alih-alih memberikan obat dan kesembuhan, pandangan ini malah menuangkan racun ke atas luka-lukaku. Ketika tak ada kebaikan dan harapan yang ditemukan di arah tersebut, kupalingkan wajahku ke depan dan kujatuhkan pandangan ku ke tempat yang jauh. Ketika itu kusaksikan kuburan di hadapanku sedang menungguku di tengah jalan dengan mulut yang kosong dan ia terus mengawasiku. Di belakangnya terdapat jalan yang terbentang hingga masa Keabadian. Dari kejauhan, tampak pula berbagai rombongan umat manusia sedang berjalan di atas jalan tersebut.Tak ada yang bisa kujadikan sebagai sandaran dalam menghadapi aneka macam musibah yang menimpaku dari enam arah tadi kecuali ikhtiar juz’ (kehendak parsial).

 

Aku juga tidak memiliki senjata untuk melawannya kecuali kemampuan yang sangat tidak berarti.. Jadi, dalam menghadapi berbagai musuh dan ancaman yang tak terkira banyaknya aku hanya memiliki senjata manusiawi satu-satunya, yaitu ikhtiar. Namun karena senjata itu sangat terbatas, sangat lemah, tak mempunyai kekuatan untuk mewujudkan sesuatu kecuali hanya usaha semata, di mana ia tak mampu Kembali Ke masa lain serta tak mampu melenyapkan dan menghentikan segala kesedihan, disamping juga tak mampu melanglang buana ke masa depan untuk bisa menghadang kerisauan dan ketakutan yang muncul darinya, maka aku melihat bahwa ikhtiar tersebut sama sekali tak berguna untuk menghadapi berbagai penderitaan dan impian masa lalu dan masa mendatang.

 

Pada saat aku berada dalam kondisi gelisah menghadapi enam arah yang mencampakkanku ke dalam kesepian, kemalangan, keputusasaan, dan kegelapan, tba-tiba cahaya iman yang memancar dan mukjizat al-Qur’an menyelamatkanku dan menerangi enam arah tadi dengan sinar yang sangat cemerlang. Seandainya aku dikepung 100 kali lipat kegelapan, cahaya tadi mampu mengalahkannya. Seketika itu, cahaya-cahaya tadi mengubah rantai kegelapan yang panjang menjadi pelipur lara dan harapan. Selain itu, ia mengubah segala kerisauan menjadi kelapangan dan optimisme.

 

Ya, keimanan telah melenyapkan gambaran masa lalu yang menyeramkan yang seolah-olah seperti kuburan besar menjadi sebuah majelis terang yang lapang dan tempat bertemunya para kekasih. Ia tampakkan hal itu lewat ainul yaqin dan haqqul yaqin. Kemudian keimanan tadi memperhatikan dengan ilmul yaqin bahwa masa depan yang tadinya dengan tatapan kelalaian tampak seperti kuburan besar ternyata merupakan majlis jamuan Tuhan yang dipersiapkan di istana kebahagiaan yang kekal. Keimanan tersebut juga menghancurkan gambaran keranda jenazah masa kini yang tampak demikian menurut tatapan Kelalaian dan memperlihatkannya sebagai tempat bisnis ukhrawi dan tempat jamuan ilahi yang menakjubkan.

 

Selanjutnya Keimanan tadi menampakan kepadaku dengan ilmul yaqin bahwa buah satu-satunya yang terdapat di atas pohon umur dalam bentuk keranda dan jenazah seperti terlihat lewat tatapan kelalaian sebenarnya tidak demikian. Tetapi ia merupakan perpindahan jiwa—sebagai unsur yang layak kekal di kehidupan abadi serta unsur yang akan meraih kebahagiaan abadi—dari sangkar lamanya menuju cakrawala bintang-gemintang untuk melancong. Keimanan berikut segala rahasianya juga menjelaskan bahwa tulang-belulang dan tanah awal penciptaanku bukan merupakan tulang yang hina dan musnah di bawah injakan Kaki manusia. Tetapi ia adalah tanah pintu rahmat dan tirai tenda surga.

 

Berkat karunia rahasia al-Qur’an, keimanan itu memperlihatkan kepadaku bahwa berbagai kondisi dunia yang jatuh ke dalam gelapnya Ketiadaan menurut tatapan kelalaian, sebenarnya tidak demikian. Tetapi ia merupakan salah satu jenis risalah Tuhan dan lembaran goresan nama-nama-Nya yang suci yang menyelesaikan dan menunaikan tugasnya serta memunculkan hasilnya di alam wujud. Dengan begitu, keimanan tersebut memberitahukan essensi dunia kepadaku dengan ilmul yaqin.

 

Lewat cahaya al-Qur’an, keimanan itupun menerangkan bahwa kubur yang menantikanku sebenarnya bukan merupakan lubang sumur. Tetapi ia merupakan pintu menuju alam cahaya. Jalan menuju keabadian itu bukanlah jalan yang berakhir pada kegelapan dan kemusnahan. Tetapi ia adalah jalan yang benar untuk sampai ke alam cahaya, alam wujud, dan alam kebahagiaan abadi. Demikianlah, kondisi-kondisi ini menjadi obat dan balsem penyembuh bagi penyakitku. Ia tampak sangat jelas hingga membuatku sangat puas.

 

Selain itu, keimanan tadi juga menganugerahkan kepada ikhtiar yang terbatas tadi sebuah pegangan yang bisa dijadikan sandaran untuk sampai kepada kekuasaan-Nya yang mutlak dan kepada rahmat-Nya yang luas guna melawan beragam musuh dan aneka macam kegelapan. Selanjutnya sebuah ikhtiar yang menjadi senjata manusia, meskipun cacat, lemah, dan terbatas namun jika dipergunakan atas nama Allah dan dikeluarkan di jalan-Nya bisa mengantarkan manusia untuk meraih surga abadi seluas lima ratus tahun perjalanan. Dalam hal ini, seorang mukmin sama dengan keadaan seorang prajurit. Apabila kekuatannya yang terbatas itu dipakai atas nama negara, dengan mudah ia bisa melaksanakan berbagai pekerjaan yang seribu kali lipat lebih besar daripada kekuatan aslinya.

 

Sebagaimana keimanan memberikan kepada ikhtiar kita sebuah pegangan, ia juga melepaskan kendalinya dani genggaman jasad yang tidak bisa menembus masa lalu dan masa depan untuk kemudian diserahkan kepada kalbu dan ruh. Lalu karena wilayah kehidupan ruh dan kalbu tidak terbatas pada masa kini seperti yang terjadi pada jasad, tetapi ia bisa menembus masa lalu dan masa depan, maka posisi ikhtiar tersebut berubah dari yang tadinya parsial (juz’i) menjadi menyeluruh (kulli). Kemudian sebagaimana dengan kekuatan iman, ikhtiar tersebut bisa masuk ke relung-relung masa lalu dengan melenyapkan gelapnya kesedihan, lewat cahaya iman ia juga bisa naik menuju ke ketinggian masa depan dengan menghapus segala kerisauan dan rasa was-was.

 

Wahai saudara dan saudari lansia yang menderita sepertiku akibat penatnya masa tua! Selama kita termasuk kaum beriman di mana keimanan merupakan khazanah kekayaan yang manis, bersinar, nikmat, dan dicintai, maka kerentaan itu akan mengantarkan kita menuju khazanah kekayaan itu. Oleh karena itu, kita tidak boleh mengeluh terhadap kerentaan yang beriman, melainkan kita harus banyak bersyukur dan memuji Allah “Azza wa Jalla.

 

HARAPAN KEDELAPAN

 

Ketika sebagian rambutku sudah beruban yang hal itu menjadi pertanda tuanya seseorang, berbagai teror akibat perang dunia pertama serta penawanan Bangsa Rusia yang memberikan dampak kuat dalam hidup ini membuatku bertambah lalai. Kondisi itu diperparah saat aku kembali dari penawanan ke kota Istanbul di mana baik Khalifah, Pimpinan Islam, Pemimpin masyarakat, maupun para santri memberikan sambutan yang menakjubkan sekaligus penghormatan yang berlebihan. Semua itu mencampakkanku dalam Kondisi rohani yang buruk di samping Kelalaian masa muda. Pada waktu yang sama aku menjadi lebih tertidur lelap sampai-sampai aku berpikir bahwa dunia ini Kekal abadi. Kusadari diriku berada dalam Kondisi yang sangat terikat dengan dunia ( seolah-olah tidak akan mati.

 

Pada waktu itulah aku pergi ke Masjid Jami Bayazid di Istanbul. Yaitu tepatnya pada Bulan Ramadhan yang penuh berkah untuk mendengarkan bacaan al-Qur’an dari para penghafal yang ikhlas. Dari lidah mereka aku mendengar informasi al-Qur’an yang begitu kuat di seputar kematian dan fananya manusia berikut wafatnya seluruh makhluk bernyawa. Bunyi ayat tersebut adalah, “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian” (Ali Imran [3]: 185).

 

Informasi tersebut masuk ke dalam lubang telingaku menembus dan merobek berbagai tingkatan kelalaian dan kealpaan yang sangat tebal hingga jatuh di relung-relung kalbuku yang paling dalam. Kemudian aku keluar dari masjid Jami tersebut, kuperhatikan diriku selama beberapa hari seolah-olah asap besar menyala di kepalaku ditambah pengaruh dari tidur panjang yang sejak lama menyertaiku. Kusaksikan diriku seolah-olah seperti kapal laut yang oleng oleh gelombang laut. Diriku menyala oleh api yang memiliki asap tebal. Setiap Kali aku melihat cermin, rambut-rambut putihku berkata padaku, “Perhatikanlah!”

 

Ya, berbagai hal tampak jelas bagiku dengan munculnya rambut-rambut putih itu dan dengan peringatan yang ia berikan padaku. Aku menyaksikan bahwa masa muda yang sangat kubanggakan dan terlena dengan kenikmatannya mengucapkan, “Selamat tinggal!” Kehidupan dunia yang sangat kucintai mulai redup sedikit demi sedikit. Dunia yang begitu dekat denganku dan sangat kusenangi mengucapkan, “Selamat tinggal, bersiap-siaplah untuk pergi”. Seketika itu pula terbukalah kalbuku untuk menerima dan memahami ayat yang berbunyi, “Setiap jiwa pasti akan merasakan mati”.

 

Makna yang terkandung di dalamnya adalah bahwa umat manusia ibarat sebuah jiwa. Ia pasti akan mati untuk kemudian dibangkitkan kembali. Demikian pula dengan bola bumi. Ia ibarat sebuah jiwa yang juga akan mengalami kematian dan kemusnahan untuk kemudian mengambil bentuk yang kekal abadi. Dunia pun merupakan sebuah jiwa. Ja akan mati dan lenyap untuk kemudian berwujud dalam bentuk yang lain. Dari situ, kurenungkan diriku sendiri. Kusadari bahwa masa muda yang penuh dengan kesenangan telah pergi. la meninggalkan tempatnya untuk ditempati oleh masa tua yang penuh dengan kesedihan. Kehidupan yang terang dan cemerlang telah pergi untuk digantikan oleh kematian yang secara lahiriah tampak mencekam dan menakutkan.

 

Kuperhatikan dunia sebagai tempat yang menyenangkan, manis, mengasyikkan, dan dikira kekal, ternyata berlalu dengan cepatnya menuju kepada kefanaan. Agar terlena dalam kelalaian dan guna menipu diri, kupalingkan perhatianku pada nikmatnya kedudukan dan posisi sosial yang kudapatkan di Istambul yang disana aku mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang luar biasa. Kusadari bahwa semua itu hanya menyertaiku sampai ke pintu kubur yang sebentar lagi tiba. Di situ segalanya akan padam. Kusadari pula bahwa riya, egoisme, dan kelalaian yang bersifat sementara telah bersembunyi di balik tirai berhiaskan perasaan ingin dipuji dan disanjung orang. Itulah tujuan dari orang-orang yang ingin terkenal. Aku mengerti bahwa semua hal yang telah menipuku hingga saat ini takkan pernah bisa membuatku terhibur. Aku sama sekali tak menemukan cahaya di dalamnya.

 

Agar kembali terbangun dan tersadar dari kelalaian, akupun mulai menyimak bacaan para penghafal al-Qur’an yang berada di Masjid Jami Bayazid untuk menerima pelajaran dari kitab suci. Saat itulah aku mendengar kabar gembira dari petunjuk langit yang bersumber dari perintah suci Tuhan di mana Dia berkata,

 

“Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman dan berbuat amal saleh bahwa telah tersedia buat mereka surga yang di bawahnya mengalir beberapa sungat.” (al-Baqarah [2]: 25)

 

Lewat limpahan karunia yang berasal dari al-Qur’an, akupun mencari pelipur lara, harapan, dan cahaya di seputar hal-hal yang membingungkan serta membuatku sedih dan putus asa, tanpa mencari dari yang lain. Maka, ku ucapkan ribuan terima kasih kepada Tuhan Sang Maha Pencipta yang telah memberikan taufik kepadaku untuk menemukan obat pada penyakit itu sendiri, untuk melihat cahaya pada kegelapan itu sendiri, dan merasa terhibur dalam penderitaan itu sendiri.

 

Kemudian aku melihat pada wajah kematian yang menakutkan seluruh makhluk dan disangka menyeramkan sekali. Lewat cahaya al-Qur’an aku memahami bahwa wajah kematian yang hakiki, bagi seorang mukminin ibarat sesuatu yang bersinar terang meskipun tampilan luarnya terlihat gelap dan menakutkan. Aku telah menjelaskan dan menerangkan hakikat ini secara tegas dalam berbagai risalah, terutama dalam Kalimat Kedelapan dan Surat Kedua Puluh. Di situ dijelaskan bahwa kematian sebenarnya bukan kemusnahan segala sesuatu dan bukan pula perpisahan abadi. Tetapi ia merupakan pengantar dan pendahuluan dari kehidupan yang kekal. Ia adalah akhir dari pembebanan tugas hidup. Ia merupakan penggantian satu tempat dengan tempat yang lain serta pertemuan dan perjumpaan dengan rombongan para kekasih yang telah pergi menuju alam barzakh.

 

Demikianlah, dengan hakikat tersebut, aku menyaksikan wajah kematian yang indah dan bersinar. Karena itu, aku pun tidak lagi melihatnya dengan perasaan takut dan cemas. Tetapi dari satu sisi, aku melihatnya dengan perasaan rindu. Di saat tersebut aku memahami salah satu rahasia rabithatul maut (mengingat mati) yang dipraktekkan oleh para ahli tarekat sufi.

 

Setelah itu, aku merenungkan masa muda, kurenungkan bahwa kepergiannya telah membuat sedih semua orang. Semua orang suka dan senang kepadanya. Ia berlalu dengan kelalaian dan dosa. Di situ aku melihat wajah yang sangat buruk bahkan melenakan dan membingungkan berbungkus busana baru yang artistik. Seandainya aku tidak mengetahui hakikatnya pastilah ia membuatku menangis dan sedih sepanjang hidup. Bahkan andaipun aku hidup seratus tahun, hanya beberapa tahun yang berlalu dengan senyuman dan keriangan. Hal itu sebagaimana ungkapan seorang penyair yang menangisi masa mudanya dengan penuh penyesalan:

 

Andai saja masa muda kembali lagi pada suatu hari akan kuberitahu ia dengan apa yang dilakukan oleh masa tua

 

Ya, orang-orang tua yang belum memahami rahasia dan essensi masa muda akan menghabiskan masa tuanya dengan menyesali dan meratapi masa mudanya seperti penyair di atas. Sebenarnya, jika masa muda dilalui oleh seorang mukmin yang tenang dan wibawa serta jika kekuatan masa muda tadi dipakai untuk beribadah, beramal saleh, dan melakukan bisnis ukhrawi, pastilah ia menjadi kekuatan yang paling besar untuk menggapai kebajikan, sarana yang paling utama untuk berbisnis, serta instrumen yang paling indah dan paling nikmat untuk memperoleh berbagai kebaikan.

 

Masa muda merupakan nikmat Ilahi yang berharga dan menyenangkan bagi mereka yang mengetahui kewajiban agamanya dan tidak menyalahgunakannya. Namun, jika masa muda itu tidak disertai keistiqomahan, tidak disertai sikap untuk menjaga kehormatan dan ketakwaan, maka ia akan mendatangkan banyak bahaya. Sebab, kelalaian dan hawa nafsunya akan menghancurkan kebahagiaan abadi dan kehidupan akhirat pemiliknya. Bahkan barangkali juga menghantam kehidupan dunianya. Dengan begitu ia akan menelan berbagai penderitaan di usia rentanya karena berbagai kenikmatan yang ia rasakan selang beberapa tahun lamanya.

 

Karena bagi sebagian besar manusia masa muda selalu berisi bahaya, maka kita sebagai orang tua harus banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala, karena Dia telah menyelamatkan kita dari kebinasaan dan bahaya masa muda. Segala kesenangan di masa muda pasti akan lenyap sebagaimana lenyapnya segala sesuatu. Jika seandainya masa muda tersebut dipergunakan untuk beribadah dan mengerjakan berbagai amal kebaikan, maka yang akan didapat adalah ganjaran pahala yang bersifat abadi. la akan menjadi sarana untuk mendapatkan masa muda yang kekal di kehidupan akhirat nant.

 

Lalu aku melihat dunia yang sangat dicintai sekaligus menipu sebagian besar manusia. Aku menyaksikan dengan cahaya al-Qur’an bahwa ada tiga dunia yang saling bertumpuk:

 

  1. Dunia yang mengarah kepada nama-nama Allah yang mulia. Maka, ia merupakan cermin baginya,

 

  1. Dunia yang mengarah kepada akhirat. Maka, ia merupakan ladangnya.

 

  1. Dunia yang mengarah kepada ahli dunia. Maka, ia merupakan permainan dan senda gurau orang-orang yang lalai.

 

Selain itu aku juga melihat bahwa setiap orang di dunia ini memiliki dunianya sendiri yang besar. Seolah-olah ada banyak dunia yang saling bertumpuk dengan jumlah sebanyak umat manusia.

 

Hanya saja dunia setiap orang tegak atas kehidupannya sendiri.

 

Ketika fisik seseorang jatuh binasa, dunianya juga runtuh sementara kiamatnya terjadi. Karena kaum yang lalai tidak memahami keruntuhan dunia mereka yang sangat cepat, akhirnya mereka tertipu dengannya. Disangkanya dunia mereka itu seperti dunia yang tetap tegak dan ada di sekitar mereka.

 

Maka, akupun berpikir seraya berkata, “Aku juga pasti memiliki duniaku sendiri yang pasti runtuh dengan cepat seperti yang lain. Kalau begitu apa gunanya duniaku itu dalam umur yang sangat singkat ini?” Dengan cahaya al-Qur’an aku menyaksikan bahwa bagiku dan bagi yang lain, dunia tidak lain hanyalah merupakan tempat bisnis yang bersifat sementara dan tempat jamuan yang disinggahi setiap hari kemudian ditinggalkan. Ja adalah pasar yang berada di sebuah jalan untuk tempat bisnis orang-orang yang datang dan pergi. Ia merupakan kitab yang senantiasa diperbarui dan  dirubah dengan hikmah milik Tuhan Sang Pemahat Azali, surat yang ditulis dengan tinta emas pada setiap musim semi.

 

Ia juga merupakan kasidah pada setiap musim panas, cermin yang selalu tampil baru menampakan manifestasi nama-nama Allah yang mulia, kebun bibitan untuk akhirat, tempat tumbuhnya rahmat Ilahi dan pabrik untuk menyiapkan berbagai goresan Tuhan yang Kekal yang akan tampak secara konkret di alam Keabadian manti. Karena itu, aku sungguh-sungguh bersyukur kepada Allah, Sang Pencipta Yang Maha Mulia, atas penciptaan dunia yang sedemikian rupa. Namun sayangnya manusia yang diberi kecintaan kepada dua wajah dunia yang sebenarnya mengarah kepada nama-nama-Nya dan kepada akhirat, salah jalan ketika ia mempergunakan Kecintaan tadi bukan pada tempatnya. Ia justru mengarahkannya pada wajah dunia fana yang mengandung bahaya sehingga terkena bunyi hadits Nabi SAW. yang berbunyi, “Cinta dunia pangkal dari segala dosa”.

 

Wahai mereka yang telah renta! Aku menyaksikan hakikat ini lewat cahaya al-Qur’an, lewat peringatan yang berasal dari kerentaanku, serta lewat cahaya iman yang merasuk ke dalam Kesadaranku. Aku telah membuktikannya dalam berbagai risalah. Aku melihat hakikat tadi sebagai penghibur hakiki, harapan kuat dan cahaya yang terang benderang bagiku. Maka, akupun menerima kerentaanku ini secara rela sekaligus bergembira dengan kepergian masa muda. Karena itu, janganlah bersedih dan menangisi kerentaanmu wahai saudara-saudaraku yang sudah lanjut usia. Sebaliknya, bersyukurlah kepada Allah Ta’ala. Selama kalian memiliki iman dan selama kenyataannya demikian, yang semestinya menangis adalah mereka yang lalai dan sesat.

 

HARAPAN KESEMBILAN

 

Saat Perang Dunia II aku pernah tertawan di kota Kosturma, sebelah Timur Laut Rusia. Di sana ada masjid kecil milik Bangsa Tatar dekat dengan sungai Volga yang terkenal itu. Di antara temanteman panglima yang tertawan aku termasuk yang tidak betah. Akhirnya kuputuskan untuk melakukan uzlah. Hanya saja aku tidak diperbolehkan pergi keluar tanpa izin. Masyarakat Tatar mengajak saya untuk tinggal di masjid tersebut dengan jaminan yang mereka berikan. Aku tidur di sana seorang diri. Ketika itu musim semi sudah dekat. Seringkali aku tidak bisa tidur pada malam-malam yang sangat panjang di wilayah utara itu.

 

Di malam-malam pekat yang, diselamuti oleh kepedihan, desir sedih sungai Volga, suara pilu gemericik hujan, dan sakitnya perpisahan yang terdapat dalam hembusan angin. Semua itu membangunkan ku dari tidur kelalaian yang amat lelap. Meskipun dari segi usia aku belum termasuk tua. Namun orang yang melihat peperangan akan menjadi cepat tua. Sebab dahsyatnya peperangan membuat anak-anak kecil pun beruban. Seolah-olah salah satu rahasia al-Qur’an yang berbunyi,

 

“Pada suatu hari di mana anak-anak kecilpun menjadi beruban.” (al-Muzzammil [73]: 17)

 

tampak di dalamnya. Walaupun usiaku belum sempurna empat puluh tahun, namun seolah-olah sudah mencapai delapan puluh tahun.

 

Pada malam yang gelap, panjang, dan penuh kesedihan tersebut, pada suasana yang sangat sepi dan dalam Kondisi yang sungguh menyakitkan itu, hatiku dihantui oleh perasaan putus asa terhadap kehidupan dan tanah airku. Setiap kali aku menoleh pada ketidakberdayaan dan kesendirianku, tak ada lagi impian dan harapan. Namun tiba-tiba datang rasa optimisme yang berasal dari al-Qur’an sehingga lidahku terus mengucapkan,

 

“Cukuplah Allah bagiku, Dia sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran [3]: 173)

 

Kalbuku menangis sambil berkata, “Aku terasing, aku sendirian, aku lemah, aku tak berdaya. Aku mencari keselamatan, aku mencari pengampunan, dan aku mencari pertolongan di pintu-Mu wahai Tuhan!”

 

Sementara itu, diriku yang mengingat orang-orang yang kucintai di kampungku serta membayangkan mati di negeri asing itu, terwakili oleh bait-bait syair Niyazi al-Mishri saat mencari seorang teman:

 

Kulalui berbagai kesedihan dunia dan kubiarkan sayapku menuju ketiadaan

Seraya terbang dalam rasa rindu dan berteriak di setiap waktu:

teman!…Teman…

 

Namun demikian, kelemahan dan ketidakberdayaan ku di malam-malam pengasingan yang panjang, menyedihkan, pekat, penuh perpisahan telah menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada tangga rahmat Ilahi sekaligus menjadi penolong di sisi-Nya. Sampai-sampai aku terheran-heran. Karena beberapa hari kemudian aku bisa lari menempuh perjalanan sejauh berjalan kaki selama satu tahun lamanya tanpa disangka-sangka sementara aku sendiri tak bisa berbahasa Rusia. Aku terbebas dari penawanan dengan cara yang sungguh aneh berkat pertolongan Tuhan kepadaku berdasarkan pada kelemahan dan ketidakberdayaan ku. Aku sampai di

 

Istambul dengan melewati kota Austria dan Viena. Demikianlah, aku berhasil keluar dari penawanan itu dengan sangat mudah sehingga mengejutkan banyak orang. Aku bisa melewati perjalanan dan pelarian panjang tersebut dengan sangat gampang, padahal orang yang paling berani, paling cerdas, dan bisa berbahasa Rusia sekalipun belum tentu mampu melakukannya.

 

Namun begitu, kondisiku pada malam ketika berada di Masjid dekat sungai Volga telah membuat aku mengambil keputusan berikut:

 

“Aku akan menghabiskan sisa umurku di goa-goa. Aku sudah cukup banyak ikut campur dalam urusan kehidupan sosial manusia. Karena akhir perjalanan seluruh manusia adalah masuk ke dalam kubur sendirian, maka aku harus memilih untuk menyendiri dan beruzlah dari sekarang agar terbiasa”.

 

Akan tetapi sayang sekali, orang-orang yang Kucintai di Istambul, kehidupan sosial yang menyenangkan dan gemerlap, serta penghargaan dan penghormatan yang diberikan orang-orang sempat membuatku lupa terhadap apa yang sudah diputuskan sebelumnya. Seolah-olah malam keterasingan itu seperti hitam mataku yang bisa melihat, sementara siang yang menyenangkan di kota Istambul seperti putih mata yang tidak bisa melihat. Mata tersebut tak bisa melihat hal yang jauh. Bahkan untuk kedua kalinya ia tercampak dalam tidur yang lelap hingga dua tahun kemudian datanglah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani membukakan mata tersebut lewat bukunya Futuh al-Ghatib.

 

Demikianlah wahai para lansia, ketahuilah bahwa kelemahan dan ketidakberdayaan yang ada di balik kerentaan tidak lain merupakan sarana untuk menuju permata rahmat Ilahi dan penyebab datangnya pertolongan Tuhan. Sebagaimana aku menyaksikan hal itu dalam berbagai peristiwa yang terjadi dalam kehidupanku, begitu juga manifestasi rahmat-Nya di permukaan bumi ini juga menunjukkan hakikat ini dengan sangat jelas. Hewan yang paling lemah dan tak berdaya adalah yang masih kecil. Namun ternyata rahmat Allah yang paling lembut dan indah justru terwujud di dalamnya. Ketidakberdayaan anak burung yang tinggal di sangkar di atas pohon yang tinggi membuat sang induk mau melayaninya seolah-olah merupakan prajurit yang siap menunggu perintah. Sang induk itu pun berkeliling di sekitar tanaman hijau guna mendapatkan rizki yang banyak untuk anaknya yang masih kecil. Namun manakala sang anak mulai kuat seiring dengan pertumbuhan sayap dan fisiknya sang induk berkata padanya, “Sekarang engkau harus mencari makanan sendiri”. Setelah itu, ia tidak lagi melayaninya.

 

Sebagaimana kasih sayang Allah tampak sedemikian rupa pada mereka yang masih kecil, ia juga tampak pada para makhlukNya yang sudah lanjut usia karena dilihat dari segi kepapahan sama seperti anak kecil. Pengalaman yang meyakinkan menunjukkan bahwa rizki anak-anak kecil datang karena kelemahan mereka. Ia dikirimkan oleh rahmat Ilahi dengan cara yang luar biasa lewat cairan yang memancar dan mengalir dari puting susu ibu. Demikian pula dengan para lansia yang mukmin yang terpelihara dari dosa. Rizki mereka dikirimkan berkat rahmat-Nya dalam bentuk keberkahan. Tiang dan pilar keberkahan tersebut tidak lain terletak pada para lansia itu. Yang menjaga rumah tersebut dari berbagai  musibah dan bencana adalah para lansia yang senantiasa bersujud memakmurkannya. Hal ini ditegaskan oleh hadits yang berbunyi, “Kalau bukan karena para lansia yang selalu ruku’ pastilah musibah itu menimpa kalian”

 

Jadi selama kelemahan dan ketidakberdayaan yang terdapat pada kerentaan menjadi sebab bagi datangnya rahmat Tuhan yang luas. Al-Qur’an al-Karim menyerukan kepada para anak untuk menghormati dan mengasihi orang tua dalam lima hal dengan gaya bahasa yang sangat singkat, yaitu,

 

“Bila salah seorang diantara keduanya atau mungkin kedua-duanya telah mencapai usia senja, jangan sampai kamu mengatakan, ah! Dan jangan membentak keduanya. Berkata-katalah kepada keduanya dengan ungkapan yang sopan santun. Juga rendahkan dirimu terhadap keduanya dengan rasa sayang, serta berdoalah, ‘Berilah rahmat pada keduanya sebagaimana keduanya telah memeliharaku semasa kecil.” (al-Isra [17]: 23-24)

 

Karena Islam menyuruh untuk menghormati dan mengasihi para lansia dan fitrah manusia juga menuntut mereka untuk menghormati dan mengasihi para lansia, maka kita sebagai para lansia juga tidak boleh menukar kerentaan kita dengan seratus masa muda.

 

Sebab, dengan kerentaan tersebut kita bisa merasakan berbagai kenikmatan jiwa yang layak sebagai ganti dari kenikmatan materil yang bersumber dari gelora muda. Kita bisa mendapatkan kasih sayang yang, bersumber dari karunia Ilahi serta penghormatan dan penghargaan yang bersumber dari fitrah manusia.

 

Ya, kujelaskan pada kalian bahwa seandainya aku diberi sepuluh tahun dari usia mudaku pada Said Lama, aku takkan menukarnya dengan satu tahun usia tuaku Said Baru. Aku rela menerima kerentaanku ini. Karena itu, terimalah kerentaan kalian semua dengan penuh kerelaan.

 

HARAPAN KESEPULUH

 

Ketika aku kembali dari penawanan, aku kembali tercampak pada kelalaian selama dua tahun tinggal di Istambul. Situasi dan – kondisi politik ketika itu telah menyedot perhatianku hingga membuat lupa din dan sekaligus membuat pikiranku gamang. Manakala pada suatu hari aku duduk di pekuburan Abi Ayyub al-Anshari ra. di atas bukit yang tinggi dekat lembah yang dalam sembari menatap cakrawala di sekitar Istambul, tiba-tiba aku melihat duniaku hampir mati. Bahkan sempat terlintas dalam khayalanku seolah-olah ruh ini terlepas dari sebagian jasadku. Aku Pun bertanya-tanya, “ Apakah tulisan yang terdapat di kuburan ini yang membuatku berkhayal semacam ini?”

 

Kutatap kuburan itu dalam-dalam hingga ia pun membisiki hatiku dengan ucapan sebagai berikut, “Kuburan yang mengelilingimu ini bisa mencakup seratus kali penduduk Istambul. Karena itu, engkau pun tidak akan dikecualikan dari hukum Tuhan Yang Maha Kuasa untuk menempatkan semua penduduknya di tempat ini. Engkau pasti akan pergi seperti mereka”. Lalu kutinggalkan pekuburan tersebut sementara khayalan yang menakutkan tadi terus berada dalam benakku. Aku masuk ke ruang kecil di Masjid Jami Abu Ayyub al-Anshari yang sebelumnya sering kukunjungi. Aku terus merenungkan diriku, “Sesungguhnya aku ini hanyalah tamu! Ya, tamu dilihat dari tiga aspek. Aku merupakan tamu di ruang kecil ini, juga tamu di kota Istambul, bahkan tamu di dunia ini. Setiap musafir harus memikirkan jalan yang akan dilaluinya.

 

Ya, sebagaimana aku akan keluar dan meninggalkan ruangan ini, pada suatu hari aku juga akan meninggalkan Istambul dan akan meninggalkan dunia”. Dalam keadaan ini, kesedihan dan kepedihan yang sangat memilukan dan penuh perpisahan membanjiri kalbu dan kepalaku. Sebab aku tidak hanya akan kehilangan dua orang sahabat. Tetapi juga akan kehilangan ribuan orang sahabat yang kucintai di Istambul sekaligus aku akan meninggalkan kota Istambul yang sangat kucintai. Sebagaimana aku akan berpisah dengan ribuan sahabat di dunia, begitu juga aku akan berpisah dengan dunia yang indah dan sangat kucintai.

 

Aku kembali pergi ke dataran yang agak tinggi di pekuburan tadi. Penduduk Istambul tampak di hadapanku seperti rombongan jenazah yang berjalan sambil berdiri seperti mereka yang sudah mati tetapi orang-orangnya masih tampak di film-film bioskop. Aku kadang-kadang mengunjungi bioskop untuk mengambil pelajaran. Saat itu khayalanku berkata, “Selama sekumpulan orang yang tidur di pekuburan ini bisa tampak dalam film-film bioskop, perhatikanlah bahwa mereka yang masih hidup juga pasti akan masuk ke dalam kuburan ini. Bayangkan pula bagaimana mereka masuk ke dalamnya sejak sekarang”.

 

Saat berada dalam situasi demikian, tiba-tiba pancaran cahaya al-Qur’an dan petunjuk yang berasal dari Syaikh Abdul Qadir al Jailani mengubah kondisi yang menyakitkan tadi menjadi sebuah kondisi yang menyenangkan dan menggembirakan. Sebab cahaya yang datang dani al-Qur’an itu mengingatkanku pada hal berikut:

 

“Engkau mempunyai seorang atau dua orang teman dari para panglima yang tertawan di Kosturma, Timur Laut Rusia. Engkau juga mengetahui secara pasti bahwa mereka akan kembali ke Istambul. Seandainya salah seorang dari mereka memberikan pilihan kepadamu, ‘Apakah engkau akan pergi ke Istambul atau tetap tinggal disini?’ Tentu engkau akan memilih untuk pergi ke Istambul dengan penuh suka cita. Sebab, 999 dari seribu orang yang kaucintai saat ini berada di Istambul. Adapun di sini, paling hanya dua atau tiga orang. Mereka pun juga akan pulang ke Istambul. Dengan demikian, kepergianmu ke Istambul bagimu bukan merupakan perpisahan yang menyedihkan dan bukan pula kepergian yang menyakitkan. Dan sekarang engkau sudah mengunjunginya, bukankah engkau senang? Engkau telah selamat dari negeri musuh, dari gelap malamnya yang pekat, dan dari musim dinginnya yang begitu hebat. Engkau mendatangi Istambul yang ceria dan indah seolah-olah ia merupakan surga dunia.

 

Demikian pula, sebagian besar orang yang kau cintai dari semenjak kau kecil hingga sekarang telah pergi ke kubur yang memberikan kedahsyatan kepadamu. Yang masih tersisa di dunia hanya satu atau dua orang. Namun demikian, mereka pun akan pergi kesana pula. Jadi, wafatmu di dunia ini sebetulnya bukan merupakan perpisahan. Tetapi ia justru merupakan sebuah bentuk perjumpaan dan pertemuan dengan para kekasih yang mulia. Ya, mereka, yaitu ruh-ruh yang kekal itu telah meninggalkan tempat mereka di bawah tanah. Sebagian mereka pergi menuju bintang gemintang, sementara sebagian lagi berada di berbagai tingkatan alam barzakh.

 

al-Qur’an al-Karim dan keimanan telah membuktikan hakikat ini secara tegas bahwa orang yang masih memiliki kalbu dan ruh, serta tidak terjerumus dalam kesesatan pastilah membenarkan hal tersebut seolah-olah ia menyaksikannya. Sebab, Sang Pencipta Maha Mulia dan Maha Penyayang yang telah menghias dunia dengan segala kelembutan-Nya dan karunia-Nya yang tak terhingga, menunjukkan Rububiyyah-Nya dengan kasih sayang dan menjaga sesuatu yang sekecil apa pun seperti benih tentu dan pasti, Dia tidak akan membinasakan dan menyia-nyiakan manusia yang merupakan makhluk-Nya yang paling sempurna, paling mulia, paling komprehensif, paling penting, dan paling dicintai-Nya. Dia tidak akan melenyapkan sama sekali tanpa diberi rahmat atau balasan sebagaimana hal itu tampak secara lahiriah. Tetapi Sang Pencipta Yang Maha Pengasih meletakkan manusia di bawah tanah yang merupakan pintu menuju rahmat untuk kemudian diberi buahnya di kehidupan lain seperti petani yang menanam benih di dalam tanah.!

 

Setelah aku menerima petunjuk al-Quran tersebut, kubur itupun berubah menjadi tempat yang lebih menyenangkan daripada Istambul. Menyendiri dan beruzlah bagiku lebih nikmat ketimbang bergaul dengan masyarakat. Aku menemukan tempat beruzlah di Sariyer, di dekat Bosphorus. Selain itu, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani menjadi guru, penyembuh, dan pembimbingku lewat bukunya yang berjudul Futuh al-Ghaib. Demikian pula Imam Rabbani lewat bukunya Maktubat. Aku menjadi sangat rela dengan kerentaanku, dengan keterasinganku dari peradaban manusia yang kenikmatannya yang palsu, serta dengan ketidakterlibatan diriku dalam kehidupan sosial. Aku sangat bersyukur kepada Allah atas itu semua.

 

Wahai yang tengah memasuki usia senja sepertiku, wahai yang sedang mengingat mati akibat kerentaan! Kita harus rela menerima kerentaan, kematian, dan penyakit lewat cahaya iman yang berasal dari al-Qur’an, bahkan dari satu sisi mencintainya. Selama dalam diri kita ada iman sebagai nikmat yang terbesar, maka kerentaan adalah sesuatu yang baik, demikian pula dengan sakit dan kematian. Yang buruk adalah dosa, kebodohan, bid’ah, dan kesesatan.

 

HARAPAN KESEBELAS

 

Ketika kembali dari penawanan, aku tinggal bersama keponakanku, Abdurrahman’ di sebuah rumah besar yang terletak di puncak Camlica, Istambul. Kehidupanku pada saat itu begitu indah dan ideal jika dilihat dari sisi duniawi. Sebab, aku telah berhasil lepas dari penawanan disamping berbagai sarana penyebaran ilmu terbuka bagiku di Darul Hikmah al-lslamiyyah. Hal itu sangat sesuai dengan profesi ilmiahku. Sehingga akupun memperoleh kemasyhuran, popularitas, dan penghargaan yang luar biasa. Disamping itu, aku tinggal di tempat yang paling indah di Istambul. Segala sesuatu yang kumiliki sempurna. Aku bersama keponakanku, almarhum Abdurrahman yang sangat cerdas dan rela berkorban. la juga merupakan murid setia sekaligus pelayan dan sekretarisku. Sampai-sampai aku menganggapnya sebagai anakku sendiri.

 

Ketika merasa sebagai orang yang paling bahagia di dunia, aku kemudian melihat cermin. Kusaksikan beberapa helai rambut yang sudah memutih di kepala dan jenggotku. Segera saya kegelisahan jiwa yang pernah kurasakan ketika berada di Masjid Jami Kosturma kembah muncul. Kutatap cermin itu terus-menerus dan kurenungkan kondisiku saat itu yang terasa begitu menyenangkan dan membahagiakan. Setiap kali aku merenungkan kondisi dan fasilitas yang ada, kusadari bahwa semuanya merupakan tipuan belaka dimana kita ttidak boleh terikat dengannya. Selain itu, pada saat tersebut aku menyaksikan ketidaksetiaan yang tak disangka-sangka dan ketidakpatuhan yang tak bisa dibayangkan pada temanku yang kuanggap paling setia. Sehingga aku muak terhadap dunia. Kukatakan pada kalbuku:

 

Apakah aku benar-benar telah tertipu? Kulihat orang-orang melihat kehidupan kita yang sebetulnya perlu diratapi dengan pandangan iri. Apakah semua orang itu telah gila? Ataukah aku yang sedang menuju kepada gila karena melihat mereka telah tertipu oleh dunia?

 

Bagaimanapun, goncangan jiwa yang begitu akibat kerentaan telah membuatku pertama-tama menyadari fananya segala sesuatu yang terkait denganku. Kemudian aku menengok pada diriku sendiri. Kusaksikan ia sudah sangat tidak berdaya. Saat itulah jiwaku meronta ingin kekal. Ia telah tersandar pada segala sesuatu yang fana yang sebelumnya dikira kekal. Relung hatinya yang paling dalam berteriak, “Kalau ternyata tubuhku fana, apalagi yang bisa kuharapkan dari semua yang fana ini? Kalau aku tak berdaya, apa yang kuharapkan dari sesuatu yang tak berdaya?” Aku perlu Dzat Yang Maha Kekal Yang Maha Kuasa dan Azali yang bisa mengobati penyakitku. Akupun kemudian mencari dan mencari.

 

Aku kembali mengingat ilmu yang dulu pernah didapatkan. Di dalamnya aku berusaha memperoleh pelipur lara dan harapan. Namun sayang sekali sampai saat itu aku banyak bergelut dengan ilmu-ilmu filsafat bersama ilmu agama. Kusangka ilmu-ilmu filsafat tersebut merupakan sumber kemajuan, kesempurnaan, puncak kebudayaan, dan pencerahan pemikiran. Padahal, berbagai persoalan filsafat itulah yang justru telah banyak mengotori jiwaku. Bahkan ia telah menjadi penghalang bagi kemajuan maknawi. Ya, ketika aku berada dalam kondisi tersebut, tiba-tiba hikmah al-Qur’an yang suci menolongku sebagai rahmat, karunia, dan anugerah dari Tuhan yang Maha Esa dan Kuasa. Ila membersihkan berbagai Karat yang terdapat pada permasalahan filsafat sekaligus membersihkan jiwaku darinya sebagaimana telah dijelaskan dalam banyak risalah.

 

Sebab, kegelapan yang bersumber dari ilmu filsafat telah menenggelamkan dan membenamkan jiwaku. Setiap kali kuarahkan pandanganku pada persoalan filsafat, tidak pernah kutemukan cahaya. Aku tidak pernah bisa bernafas dan merasa lapang hingga datang cahaya tauhid yang bersumber dari al-Qur’an yang mengajarkan tiada Tuhan selain Dia. Cahaya itulah yang merobek kegelapan itu. Seketika dadaku menjadi lapang dan bisa bernafas secara lega dan tenang. Namun nafsu dan setan menyerang akal dan kalbu dengan hebat. Yaitu lewat berbagai pengajaran kaum yang sesat dan para ahli filsafat. Mulailah terjadi perdebatan jiwa di seputar serangan tersebut yang alhamdulillah kemudian berakhir dengan Kemenangan kalbu.

 

Karena sebagian perdebatan tersebut telah tertuang dalam sebagian besar risalah, maka kami rasa telah cukup. Di sini kami akan menjelaskan sebuah argumen saja dari ribuan argumen yang ada untuk menjelaskan kemenangan kalbu atas nafsu dan setan. Agar membersihkan jiwa orang-orang yang telah mengotori jiwa mereka, menyengsarakan kalbu mereka, dan menyakiti diri mereka hingga melampaui batas, kadang dengan kesesatan dan kadangkala pula dengan sesuatu yang tak bermanfaat yang dibungkus pengetahuan luar dan peradaban. Sehingga atas izin Allah, mereka bisa selamat dari kejahatan nafsu dan setan. Dialog tersebut adalah sebagai berikut:

 

Nafsuku berkata atas nama filsafat materialis, “Segala sesuatu yang terdapat di alam berpengaruh Kepada yang lainnya Segala sesuatu sebetulnya mengarah kepada sebab sekaligus berasal dari sebab. Buah terambil dari pohon. Benih membutuhkan tanah. Kalau begitu, apa arti meminta sesuatu yang paling Kecil dari Allah dan memohon kepada-Nya?”

 

Lewat cahaya al-Qur’an, segera saja rahasia tauhid tersingkap dalam bentuk berikut ini:

 

Kalbuku menjawab nafsu yang berfilsafat tadi dengan berkata, “Entitas yang paling Kecil sama dengan yang paling besar. Semuanya bersumber langsung dari kekuasaan Tuhan Yang Maha Mencipta dan muncul dari kekayaan-Nya. Sama sekali tidak ada bentuk yang jain. Adapun sebab, ia hanya merupakan tirai-tirai. Sebab, makhluk yang paling Kecil dan paling sepele menurut kita bisa jadi merupakan makhluk yang paling besar dan agung dilihat dari sisi penciptaan, pembuatan, dan kesempurnaannya. Lalat misalnya, meskipun dan segi penciptaan, ia tidak lebih unggul daripada ayam, tapi ia tidak kalah darinya. Karena itu kita tidak bisa membandingkan antara tubuh yang kecil dan yang besar. Selanjutnya penciptaan semua makhluk, baik yang kecil maupun yang besar, bisa dinisbatkan kepada sebab-sebab materi atau dinisbatkan kepada Dzat Yang Maha Esa. Karena yang pertama sangat mustahil, maka kemungkinan yang kedualah yang harus diyakini sekaligus menjadi sesuatu yang bersifat wajib.

 

Alasannya, selama pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu, selama ukuran segala sesuatu ada dalam pengetahuan Allah, selama semua ciptaan yang begitu menakjubkan dan rapi muncul dengan sangat mudah ke alam nyata dari yang tadinya tiada, selama Sang Maha Kuasa Yang Maha Mengetahui itu memiliki kekuatan mutlak di mana Dia bisa menghadirkan segala sesuatu hanya lewat perintah kunfayakun serta dengan sekejap mata sebagaimana hal itu telah kami terangkan dalam banyak risalah berikut berbagai bukti yang meyakinkan, terutama dalam Surat kedua puluh dan dalam penutup Cahaya Kedua Puluh Tiga, maka proses penciptaan yang sangat mudah dan luar biasa itu pastilah berasal dari pengetahuan-Nya yang luas dan dari kekuasaan mutlak-Nya yang begitu hebat.

 

Sebagai contoh jika engkau menggoreskan bahan kimia tertentu di atas sebuah buku yang ditulis dengan tinta kimiawi yang tak terbaca, maka buku tadi akan tampak secara jelas hingga bisa dibaca oleh semua orang. Demikian pula ukuran dan bentuk spesifik Segala sesuatu ada dalam pengetahuan Allah. Maka Dia goreskan kekuatan-Nya yang merupakan manifestasi kekuasaan-Nya secara Sangat mudah sebagaimana penggoresan materi kimia tadi di atas bahan yang berisi ilmu pengetahuan. Dia menggoreskannya Iewat perintah kunfayakun, lewat kekuasaan-Nya yang mutlak, serta lewat kehendak-Nya yang kuat. Dengan demikian, Allah memberikan wujud lahiriah padanya sekaligus memperlihatkannya pada seluruh makhluk sehingga goresan-goresan hikmah-Nya bisa terbaca.

 

Namun apabila proses penciptaan tersebut tidak langsung dinisbatkan kepada Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Berkuasa, maka penciptaan makhluk yang paling kecil seperti lalat mengharuskan terkumpulnya seluruh unsur yang terkait dengan lalat yang sesuai dengan ukurannya. Bahkan setiap atom yang bekerja di tubuh lalat harus betul-betul mengetahui rahasia penciptaan lalat berikut hikmah keberadaannya. Karena atom-atom tersebut harus bisa mewujudkannya dalam bentuk yang sangat rapi dan teliti.

 

Ketika sebab-sebab materi atau alam tidak bisa menciptakan sesuatu dari tiada seperti telah disepakati oleh mereka yang berakal maka kalaupun sebab-sebab tersebut bisa mencipta, hal itu baru bisa dilakukan kalau ia bisa mengumpulkan unsur-unsurnya. Nah, karena unsur-unsur makhluk hidup terdiri dari sebagian besar unsur alam di mana ia seolah-olah merupakan abstraksi dan benih alam, maka semua benih dan semua unsur makhluk hidup tersebut harus dikumpulkan dari seluruh pelosok alam. Yaitu setelah disaring, ditata, dan diukur secara detail dan rapi sesuai dengan ukurannya masing-masing. Seperti yang kita ketahui bersama, sebab-sebab materi atau alam adalah bodoh dan tak bernyawa.

 

Maka itu, ia sama sekali tidak mempunyai pengetahuan untuk menetapkan sebuah rencana, mengatur sebuah sistem, menyusun sebuah daftar, serta untuk bekerja sama dengan berbagai atom sesuai dengan cetakan yang ada agar bisa selaras dan tidak cacat. Karena itu, pemberian bentuk tertentu dari beragam bentuk yang tak terhingga serta penyusunan sesuatu dengan ukuran tertentu dari berbagai ukuran yang tak terbatas tanpa merusak atom dari setiap unsur yang mengalir dengan sangat teratur, lalu proses pembentukan secara seimbang, dan pemberian wujud yang sangat rapi semua itu jelas merupakan sesuatu yang mustahil bahkan berada di luar jangkauan akal. Orang yang masih waras pasti akan melihatnya dengan sangat terang. Ya, sebagai penjelasan atas hal ini, al-Qur’an mengatakan,

 

“Sesungguhnya yang kalian sembah selain Allah tidak dapat membuat satu lalat meskipun mereka semua bersatu padu.” (al-Hajj [22]: 73)

 

Maksudnya meskipun semua sebab bersatu padu dan mereka memiliki kehendak, tidak akan bisa mengumpulkan dan menyusun tubuh sebuah lalat berikut segala perangkatnya sesuai dengan ukurannya. Bahkan kalaupun semua sebab tadi diberi kehendak dan bisa membentuk sebuah tubuh lalat, ia tetap tak bisa menetapkannya dengan ukuran tertentu. Atau kalaupun bisa, ia takkan mampu menggerakkan atom-atom yang ada secara teratur menuju kepada entitas itu guna bekerja di dalamnya. Jadi, jelas sekali bahwa sebab-sebab maten takkan bisa menguasai entitas sama sekali. Tetapi yang menguasainya adalah unsur di luar sebab.

 

Ya, seluruh entitas memiliki Penguasa yang hakiki. Dialah yang menghidupkan segala sesuatu di atas permukaan bumi dengan mudah sebagaimana menciptakan seekor lalat. Dia Juga menciptakan musim semi secara mudah seperti mudahnya penciptaan sebuah bunga. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh al-Quran,

 

“Penciptaan dan pembangkitan kalian sara seperti mencipta dan membangkitkan seseorang.” (Luqman [31]: 28)

 

Sebab, Dia tidak membutuhkan proses penyatuan atau penggabungan. Cukup bagi-Nya untuk mengatakan kun, maka jadilah dengan seketika. Pada setiap musim semi Dia ciptakan berbagai kondisi setiap entitas berikut sifat dan bentuknya dari tiada.

 

Rancangan, model, daftar, dan rencana segala sesuatu sudah ditentukan dalam pengetahuan Allah Ta’ala. Juga, semua atom tidak bergerak melainkan di bawah wilayah pengetahuan dan kekuasaanNya. Karena itu, Dia mampu menciptakan dan menghadirkan segala sesuatu dengan sekejap mata dan mudah. Sedikitpun tidak ada yang menyimpang dan gerakannya yang sudah digariskan. Sebagaimana planet-planet merupakan pasukan rapi yang taat kepada-Nya, atom-atom pun menjadi tentara yang patuh kepada-Nya. Karena segala sesuatu bergerak berdasarkan pada kekuasaan Azali Tuhan serta bekerja sesuai dengan pengetahuan Azali-Nya, maka hasil-hasilnya terwujud sesuai dengan Kekuasaan tersebut.

 

Ia tidak menjadi kecil karena pandangan yang meremehkan serta tidak pula terabaikan karena tidak diperhatikan. Sebab, lalat yang dinisbatkan kepada kekuasaan-Nya bisa menghancurkan seorang Namrud dan semut bisa membinasakan istana Firaun. Benih pinus yang sangat kecil membawa beban pohon pinus yang sangat besar seperti gunung di pundaknya. Sebagaimana hakikat ini telah kami tegaskan dalam berbagai risalah, di sini kami juga ingin mengatakan bahwa seorang prajurit yang menisbatkan din kepada raja bisa melakukan tugas-tugas yang senbu kali di atas kemampuan biasanya. Misalnya, dengan adanya hubungan tadi ia bisa menahan pemimpin musuh. Demikian pula setiap sesuatu yang bernisbat kepada kekuasaan Tuhan bisa menghasilkan mukjizat penciptaan yang ratusan ribu Kali melebihi sebab-sebab alam.

 

KESIMPULAN

 

Proses penciptaan segala sesuatu yang mengagumkan dan berlangsung secara sangat mudah memperlihatkan bahwa hal itu karya kekuasaan azali Tuhan yang memiliki pengetahuan yang meliputi segala sesuatu. Jika tidak Karena itu, sungguh ia mustahil tercipta. Bahkan ia tidak mungkin ada dan tidak akan ada. Demikianlah, bukti dan dalil tersebut sangat Kuat, sangat mendalam, dan sangat jelas. Ia telah memuaskan nafsuku yang sebelumnya sempat menjadi murid setan serta wakil kaum yang sesat dan ahli filsafat. Dari sana diriku kemudian mempunyai keimanan yang mantap, ia berkata: “Ya, sudah semestinya aku memiliki Tuhan Pencipta yang mengetahui dan mendengar berbagai lintasan kalbu berikut harapan dan doaku yang tersembunyi.

 

Tuhan tersebut mestilah memiliki kekuasaan mutlak sehingga Pia mampu menolong kebutuhan jiwaku yang tak tampak dan juga mampu menggantikan dunia yang besar ini dengan dunia lainnya agar aku bisa merasakan kebahagiaan abadi. Dia bangun negeri akhirat setelah dunia diangkat. Sebagaimana telah menciptakan seekor lalat, Dia pun menciptakan langit. Sebagaimana telah menghiasi wajah langit dengan matahari, Dia pun membuat sebuah biji sebagai hiasan pada pupil mataku. Jika tidak, Dzat yang tak mampu menciptakan seekor lalat, tak mungkin bisa masuk ke dalam lintasan kalbuku dan tidak akan mendengar munajat jiwaku. Serta Dzat yang tidak mampu menciptakan langit, tidak akan bisa memberikan kebahagiaan abadi. Jadi, Tuhanku adalah Dzat yang bisa mendengar bahkan bisa memperbaiki lintasan kalbuku. Sebagaimana Dia memenuhi angkasa dengan awan sekaligus mengosongkannya darinya selama sesaat, Dia juga akan menggantikan dunia ini dengan akhirat serta akan memakmurkan surga dan membukakan pintu-pintunya kepadaku dengan berkata, “Marilah masuk!”

 

Karena itu wahai saudara-saudaraku para lansia! Wahai yang telah melewatkan sebagian dari umurnya dengan keburukan dan kemalangan seperti diriku dengan menggeluti berbagai ilmu asing dan filsafat yang gelap! Ketahuilah bahwa kalimat la ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah) yang senantiasa didengung-dengungkan oleh al-Qur’an merupakan pilar keimanan yang tak pernah goyah dan berubah selamanya. Ia begitu kuat dan benar. Ia lenyapkan semua kegelapan dan ia balut semua luka-luka jiwa.

 

Demikianlah. Rangkaian peristiwa panjang yang muncul dalam pembicaraan mengenai harapan dan asa bagi masa tuaku ini bukan merupakan hasil ikhtiarku. Bahkan aku sendiri tidak ingin mengangkat hal tersebut di sini karena khawatir membosankan. Namun aku bisa mengatakan bahwa semuanya seolah-olah telah didiktekan kepadaku. Namun bagaimanapun marilah kita kembali ke tema semula.

 

Ya, begitulah aku mulai membenci kehidupan menyenangkan di Istambul yang secara lahiriah nikmat akibat uban-uban yang muncul di kepala dan jenggotku. Serta setelah tidak adanya kesetiaan dari teman tulusku. Ketika itulah diriku mulai mencari kesenangan jiwa sebagai ganti dari berbagai kenikmatan yang kurasakan. Kucari penghibur dan cahaya dalam kerentaan yang tampak berat, menggelisahkan, dan menyebalkan bagi mereka yang lalai. Alhamdulillah beribu-ribu syukur kuucapkan pada-Nya yang telah memberikan taufik kepadaku untuk merasakan kenikmatan iman yang hakiki dan abadi pada kalimat la ilaha illallah dan pada cahaya tauhid sebagai ganti dari berbagai kesenangan duniawi yang tidak hakiki, tidak nikmat, dan tidak memberikan Kebaikan di penghabisannya. Segala puji bagi-Nya yang memberikan taufik kepadaku untuk memasuki usia renta dengan perasaan ringan di mana aku bisa menikmati kehangatan dan cahayanya, bukan sebagai beban seperti anggapan kaum yang lalai.

 

Ya, wahai saudara-saudaraku para lansia! Selama Kalian memiliki iman, selama pada diri kalian ada sholat dan doa, dua hal yang bisa mencerahkan bahkan menumbuhkan dan mengkilapkan iman, maka Kalian bisa melihat kerentaan Kalian dalam Kondisi yang senantiasa muda karena dengan itu Kalian menjadi muda untuk selamanya. Sebab, masa tua yang terasa berat dan Memuakkan, bahkan terasa gelap dan menyakitkan adalah masa tua milik kaum yang sesat, bahkan masa muda merekapun sama. Karena itu hendaknya mereka menangis dan meratapinya sekaligus berujar “Aduh betapa malangnya!”. Adapun kalian wahai para lansia yang terhormat! Kalian harus bersyukur kepada Tuhan dengan penuh kebahagiaan dan kesenangan seraya berkata, “Segala puji bagi Allah atas setiap kondisi yang ada”.

 

HARAPAN KEDUA BELAS

 

Ketika hidup sendirian tanpa ada yang menolong di Barla, sebuah daerah di wilayah Isparta, aku disingkirkan dan dilarang berinteraksi dengan manusia. Bahkan aku dilarang melakukan surat-menyurat dengan siapapun. Ditambah lagi ketika itu aku sedang sakit, sudah memasuki usia tua, dan terasing. Saat merasa gundah dan sedih dengan kondisi-kondisi tadi, tiba-tiba cahaya penghibur muncul dari rahasia-rahasia dan tema-tema al-Qur’an. Lewat hal itu, Allah Ta’ala bermurah hati kepadaku dengan memberikan Rahmat-Nya yang sempurna dan luas. Maka, dengan cahaya itupun aku berusaha untuk melupakan kondisi yang buruk dan menyedihkan tersebut. Hingga akhirnya aku bisa melupakan kampungku, melupakan orang-orang yang Kucintai, serta melupakan para kerabatku.

 

Namun malangnya, ada satu orang dari mereka yang tak bisa kulupakan sama sekali. Yaitu keponakanku, orang yang kuanggap sebagai anakku, murid setiaku sekaligus temanku yang pemberani. Ja adalah Abdurrahman—semoga Allah merahmatinya yang telah meninggalkanku sekitar tujuh tahun yang lalu. Aku tidak mengetahui keadaannya sekarang padahal aku ingin berkirim surat kepadanya, berbicara dengannya, dan ingin agar ia bisa ikut merasakan penderitaan yang ada. Sebaliknya ia juga tidak mengetahui keadaanku sehingga tidak bisa membantu dan menghiburku. Ya, terutama pada saat renta seperti ini, aku sangat membutuhkan orang seperti Abdurrahman, sosok yang benar-benar setia kepadaku.

 

Pada suatu hari dan secara tak terduga, ada seseorang yang memberikan sebuah surat kepadaku. Ketika dibuka surat tersebut benar-benar menunjukkan sosok Abdurrahman. Sebagian isi surat itu telah dipaparkan dalam beberapa paragraf di surat kedua puluh tujuh di mana ia memperlihatkan adanya tiga karomah secara jelas. Surat tadi betul-betul telah membuatku selalu menangis. Dalam surat tersebut, dengan sangat jujur dan sungguh-sungguh Abdurrahman menjelaskan bahwa ia telah menjauhkan diri dari berbagai Kesenangan duniawi, yang menjadi impian utamanya adalah bertemu denganku agar bisa merawatku di masa tua ini seperti yang kulakukan padanya disaat ia masih kecil. Selain itu, dengan tulisannya yang mengalir lancar, ia ingin membantu tugasku yang hakiki di dunia. Yaitu menyebarluaskan berbagai rahasia alQur’an al-Karim. Sampai-sampai ia berkata dalam suratnya, Kirimkan padaku sekitar tiga puluh risalah agar bisa kutuliskan dan bisa kusalin dalam tiga puluh salinan”.

 

Surat tersebut memberikan harapan yang kuat terhadap dunia. Dalam hati aku berkata, “Sekarang aku sudah menemukan muridku yang tulus, pemberani, cerdas luar biasa, sangat setia, dan sangat dekat melebihi kesetiaan dan kedekatan seorang anak kepada ayahnya sendiri. Dengan izin Allah, ia akan bisa merawat dan melayaniku. Bahkan dengan adanya harapan ini, aku lupa terhadap kondisi diriku yang sedang tertawan dan tak punya teman. Aku juga lupa bahwa diriku sedang terasing dan sudah renta. Seolah-olah Abdurrahman telah menulis suratnya dalam kondisi yang benar-benar kuat dan bersinar seraya menunggu ajalnya. Sebab, ia telah mendapati salinan Kalimat Kesepuluh yang sudah tercetak yang berbicara mengenai keimanan terhadap akhirat. Risalah tersebut tentu merupakan balsem mujarab baginya karena bisa membalut semua luka yang dideritanya sepanjang tujuh tahun berlalu.

 

Sekitar dua bulan kemudian dari terbesitnya harapan dan keinginan untuk hidup bersama dalam kehidupan dunia yang bahagia, tiba-tiba aku dikejutkan oleh berita kematiannya. Sungguh sangat pedih dan malang. Berita ini sungguh membuatku terpukul. Bahkan selama lima tahun aku masih tetap merasakannya. Berita tersebut menjadikanku sangat sedih dan pilu melebihi penderitaanku akibat penawanan, pengasingan, kerentaan dan sakit yang menimpa.

 

Aku bergumam, “Sesungguhnya setengah dari duniaku telah hilang dengan kematian ibuku, sementara setengahnya lagi telah lenyap dengan kepergian Abdurrahman. Karena itu, tidak ada lagi yang mengikatku dengan dunia”. Ya, seandainya Abdurrahman masih bersamaku di dunia, tentu ia akan menjadi sumbu dan poros bagi semua tugas ukhrawiku di dunia, akan menjadi orang terbaik yang mengikuti jejakku, serta akan menggantikan posisiku sesudah kepergianku. Selain itu, ia pasti menjadi temanku yang tulus, bahkan menjadi penghiburku, menjadi murid Risalah Nur yang terpandai, serta menjadi orang kepercayaanku. Maka itu, kepergiannya betul-betul menyakitkan. Meskipun aku berusaha untuk bersikap lapang dalam menerima semua derita yang kualami, namun tetap masih ada badai sangat kuat yang menghantam relung-relung jiwaku. Andaikata tidak ada penghibur yang berasal dari pancaran cahaya al-Qur’an, tentu aku tidak bisa sabar dan tabah.

 

Akupun pergi menyusuri lembah Barla. Kukelilingi pegunungannya seorang diri. Lalu aku duduk di tempat yang sepi dan senyap sambil memikul berbagai kerisauan dan penderitaan. Terbayang di hadapanku berbagai potret kehidupan yang indah yang pernah kulalui bersama para muridku seperti Abdurrahman. Setiap Kali lembaran kehidupan itu melintas dalam khayalku aku menjadi lemah tak berdaya karena cepat tersentuh akibat dari kerentaan dan kesendirianku. Namun tiba-tiba tampak di hadapanku rahasia ayat al-Qur’an yang berbunyi,

 

“Segala sesuatu akan binasa kecuali Dzat-Nya. Dialah yang berkuasa dan kepada-Nya kalian dikembalikan.” (al-Qashas [28]: 88)

 

Rahasia ayat tersebut tampak secara jelas sehingga membuatku terus berucap, “Wahai Yang Maha Kekal, Engkaulah Yang Maha Kekal. Wahai Yang Maha Kekal, Engkaulah Yang Maha Kekal”. Kujadikan ia sebagai pelipur lara yang hakiki.

 

Ya, kulihat diriku dengan rahasia ayat tadi di hamparan lembah yang kosong itu dalam kondisi sedih. Kulihat ia berdiri di atas tiga jenazah besar sebagaimana telah kusampaikan dalam Risalah Tentang Sunnah (Cahaya ke-11 dari buku al-lama’at):

 

Pertama, kulihat diriku bagaikan batu nisan atas kuburan yang menghimpun lima puluh lima Said yang telah mati dan dikubur dalam hidup dan umurku yang telah mendekati lima puluh lima tahun.

 

Kedua, kulihat diriku layaknya makhluk yang sangat kecil seperti semut berjalan di atas zaman yang berposisi sebagai saksi atas kuburan bagi jenazah besar umat manusia yang telah dikubur di kuburan masa lalu sejak masa Nabi Adam as.

 

Ketiga, lewat rahasia ayat di atas telah tergambar dalam khayalku kematian dan kemusnahan dunia yang besar ini. la mati sebagaimana dunia yang berjalan di atas permukaan bumi ini mati pada setiap tahunnya, serta sebagaimana manusia mati.

 

Begitulah, pengertian simbolis dari ayat yang berbunyi,

 

“Jika mereka berpaling ucapkanlah (wahai Muhammad), ‘Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia Kepadanya aku bertawakkal. Dialah Tuhan Pemelihara arasy yang agung’.” (at Taubah [9]: 129)

 

telah menolong dan membantuku dengan cahaya yang tak pernah padam. Cahaya itupun kemudian menghilangkan segala kesedihanku akibat ditinggal Abdurrahman sekaligus menjadi penghibur yang hakiki.

 

Ya, ayat al-Quran tersebut telah mengajarkan kepadaku bahwa karena Allah Ta’ala senantiasa ada, maka Dialah yang menggantikan posisi segala sesuatu. Karena Allah kekal, Dialah yang akan mencukupi kebutuhan para hamba-Nya. Sebab, satu saja dari wujud manifestasi pertolongan Allah telah menyamai seluruh alam dan salah satu wujud manifestasi cahayanya yang luas telah memberikan kehidupan bagi tiga jenazah di atas. Ia tidak lagi tampak sebagai jenazah. Tetapi termasuk mereka yang telah menyelesaikan tugas dan kewajibannya di atas bumi ini. Karena itu, mereka pergi dan pindah ke tempat lain.

 

Karena kami telah menjelaskan rahasia dan hikmah tersebut pada Cahaya Ketiga, rasanya aku tidak perlu memberikan penjelasan lebih lanjut. Hanya saja, aku ingin mengatakan:

 

Bahwa yang telah menyelamatkanku dari keadaan yang begitu pedih dan menyakitkan adalah zikir Yaa Baaqi Anta al-Baaqi… Yaa Baaqi Anta al-Baaqi (Wahai Yang Maha Kekal Engkaulah Yang Maha Kekal. Wahai Yang Maha Kekal Engkaulah Yang Maha Kekal) yang diulang dua kali sebagai pengertian dari ayat al-Quran yang berbunyi, “Segala sesuatu pasti musnah kecuali zat-Nya”. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

 

Ketika aku membaca Yaa Baaqi Anta al-Baaqi pada kali yang pertama, mulailah pengobatan dan pembalutan dilakukan. Ia menyerupai operasi bedah atas luka-luka maknawi yang tak terhingga banyaknya akibat dari fananya dunia berikut orang-orang yang, kucintai di dalamnya seperti Abdurrahman. Juga akibat dari terlepasnya berbagai ikatan yang menghubungkan diriku dengan mereka.

 

Adapun pada kali yang kedua, ungkapan Yaa Baaqi Anta al-Baqi, menjadi balsem mujarab bagi semua luka maknawi. la merupakan balsem penyembuh baginya. Hal itu bisa terwujud dengan merenungkan pengertian berikut:

 

“Karena Engkau kekal, maka yang ingin pergi silahkan pergi, Engkau pula yang mencukupi. Selama Engkau Kekal maka wujud manifestasi rahmat-Mu sudah mencukupi bagi segala sesuatu yang fana. Selama Engkau ada, maka segala sesuatu yang mengikat hubungan dengan-Mu lewat keimanan juga ada karena keberadaanMu. Ia akan bergerak sesuai dengan hubungan tadi lewat rahasia Islam. Kefanaan, kemusnahan, kematian, dan ketiadaan hanyalah merupakan hijab yang menutupi adanya proses pembangkitan kembali. Atau, ia merupakan sarana untuk sebuah perjalanan dalam berbagai tingkat yang berbeda.” Dengan pemikiran semacam ini, maka kondisi jiwa yang pedih, gelap, dan menakutkan tadi berbalik menuju kepada kondisi yang lapang, nikmat, menyenangkan, bersinar, dan membahagiakan. Seketika lisan dan kalbuku berikut semua atom dalam tubuh mengucapkan alhamdulillah.

 

Sebagian dari wujud manifestasi rahmat ilahi itu tampak dalam bentuk berikut:

 

Saat kembali dari tempat kesedihanku di lembah itu menuju kampung, Barla dengan duka yang masih ada. Kusaksikan ada seorang pemuda bernama Mustafa yang berasal dari Kuleonu mendatangiku untuk meminta penjelasan mengenai beberapa persoalan fiqih mengenai wudhu, dan shalat. Meskipun pada saat itu aku sedang tidak menerima tamu, namun jiwaku seolah-olah telah membaca ketulusan yang terdapat pada jiwa sang pemuda tadi. Sebelum terjadi, aku telah merasakan bahwa pemuda itu nantinya akan memberikan banyak pengabdian kepada Risalah Nur. Karena itu, akupun tidak menolaknya dan menerimanya sebagai tamu.

 

Beberapa waktu kemudian tampak dengan jelas bahwa Allah Ta’ala menjadikan pemuda itu sebagai ganti dari Abdurrahman yang merupakan pelanjut terbaikku dan pewaris hakiki dalam mengabdikan diri kepada Risalah Nur. Allah telah mengirimkan Mustafa untukku. Seolah-olah Dia berkata, “Aku telah mengambil seorang Abdurrahman darimu dan akan Kugantikan ia dengan tiga puluh Abdurrahman semacam pemuda Mustafa yang mau melaksanakan tugas keagamaan sekaligus akan menjadi muridmu yang setia, keponakanmu yang mulia, anak-anakmu, saudara-saudaramu yang baik, serta teman-temanmu yang rela berkorban”.

 

Ya, alhamdulillah, Tuhan Sang Maha Pencipta telah memberiku tiga puluh Abdurrahman. Saat itu kukatakan pada kalbuku, “Karena engkau wahai kalbu yang sedang menangis telah menyaksikan hal tersebut di mana ia telah membalut luka-luka yang ada, maka engkau harus merasa lapang dan percaya bahwa Allah Ta’ala akan membalut sisa-sisa luka lainnya yang membuatmu sakit”.

 

Maka itu wahai saudara-saudaraku yang telah lanjut usia. Wahai yang di saat tuanya kehilangan anak kesayangan atau kehilangan salah satu keluarganya seperti yang kualami. Wahai yang tertekan akibat kerentaan atau sedang risau akibat perpisahan! Kalian telah mengetahui kondisi dan keadaanku. Meskipun ia berkali-Kali lipat lebih berat dari yang kalian alami, namun ayat alQuran di atas telah membalut, menolong, dan menyembuhkannya dengan izin Allah. Maka, tak diragukan lagi bahwa apotek al-Quran yang suai penuh dengan obat bagi setiap penyakit kalian. Jika kalian bisa menelaahnya dengan dilandasi iman, lalu kalian berobat dengan melakukan ibadah, pasti beban kerentaan dan kerisauan yang kalian pikul menjadi ringan.

 

Begitulah, sebab mengapa pembahasan ini dituliskan dengan panjang lebar adalah karena aku sangat berharap kalian banyak mendoakan Abdurrahman. Janganlah kalian merasa bosan dengan panjangnya tulisan ini. Tujuanku memperlihatkan luka dan penderitaanku dalam bentuk yang pedih dan menyakitkan sehingga kalian ikut bersedih dan bisa jadi itu menambah penderitaan kalian tidak lain adalah untuk menjelaskan keampuhan dan cahaya terang yang, terdapat pada balsem al-Quran yang suci.

 

HARAPAN KETIGA BELAS

 

Dalam bagian ini aku akan membicarakan tentang sekelumit pengalaman hidupku. Aku berharap semoga kalian tidak merasa bosan dan kesal karena agak panjang.

 

Saat kembali dari penawanan Rusia pada Perang Dunia I, aku tinggal di Istambul untuk pengabdian keagamaan di Darul Hikmah al-Islamiyyah selama sekitar tiga tahun. Kemudian karena petunjuk al-Quran, karena tuntunan dari Syaikh al-Jilani, serta karena melihat usiaku yang sudah renta, muncul dalam diriku perasaan bosan terhadap kehidupan yang ada di kota Istambul dan muncul rasa benci terhadap kehidupan sosial. Rasa rindu terhadap tanah air yang disebut juga dengan penyakit keterasingan mengantarku untuk pulang kampung. Dalam hati aku berkata, “Karena aku akan meninggal dunia, lebih baik aku meninggal di kampung”. Akhirnya aku pergi ke kota Van.

 

Di sana, pertama-tama aku pergi mengunjungi madrasahku yang bernama Khorkhor. Kulihat orang-orang Armenia telah membakar madrasah tersebut, sebagaimana mereka juga telah membakar rumah-rumah lainnya yang terdapat di Kota Van saat pendudukan Rusia. Aku Kemudian menaiki benteng terkenal di kota Van. la berupa bongkahan yang terdiri dari batu-batu karang. Bangunan madrasahku tepat menempel di samping benteng tersebut. Terbayang di wajahku beberapa orang muridku di madrasah tersebut yang merupakan teman dan saudara hakikiku. Aku telah berpisah dengan mereka sekitar tujuh tahun yang lalu. Akibat bencana yang terjadi, sebagian dari mereka telah mati sebagai syuhada hakiki sementara yang lainnya menjadi syuhada maknawi. Akhirnya aku tak bisa menahan tangis dan kepiluan. Kunaiki puncak benteng yang setinggi dua menara itu di mana madrasahku berada di bawahnya. Lalu aku duduk di atasnya sambil merenung. Khayalan ini telah membawaku kepada kehidupan delapan tahun yang lalu. Khayalan tersebut terus berkecamuk dalam benakku Karena ia begitu kuat sementara tidak ada yang menghalangi atau merintangi kemunculannya. Sebab ketika itu aku memang sedang sendirian.

 

Aku menyaksikan sebuah perubahan yang sangat besar selama delapan tahun itu sampai-sampai setiap kali aku membuka mata, kulihat waktu telah berlalu dengan berbagai peristiwa di dalamnya. Kulihat pusat kota yang mengelilingi madrasahku yang terletak tepat di samping benteng, dan ujung ke ujung telah terbakar dan telah hancur berantakan. Kutatap pemandangan itu dengan tatapan sedih dan pilu. Aku merasakan adanya sebuah keterpisahan total antara apa yang dulu Kualami dengan apa yang Kulihat sekarang. Seakan-akan seratus tahun telah berlalu atas kota ini. Sebagian besar orang yang menempati rumah-rumah yang hancur itu adalah para teman dan para kolega dekatku. Sebagian dari mereka telah wafat dengan meninggalkan kota ini dan merasakan kepedihannya semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada mereka. Rumah-rumah kaum muslimin di kota itu telah dihancurkan secara total. Tidak ada yang tersisa kecuali perkampungan orang-orang Armenia. Aku betul-betul terpukul dan sedih. Seandainya aku memiliki seribu mata pastilah semuanya meneteskan air mata.

 

Aku merasa telah berhasil keluar dari keterasingan saat kembali ke kotaku. Namun sungguh malang, aku malah menemukan keterasingan yang paling menyakitkan di kotaku sendiri. Terbayang dalam benakku para murid dan orang-orang yang mempunyai hubungan jiwa yang sangat kuat denganku seperti Abdurrahman yang telah disebutkan pada harapan kedua belas. Kusaksikan mereka telah dikuburkan di bawah tanah sementara rumah-rumah mereka hanya menjadi jejak-jejak peninggalan. Di saat itulah aku teringat dengan sebuah paragraf syair yang telah kuhafal sejak lama hanya saja aku belum memahami maknanya secara sempurna:

 

Jika saja tak ada perpisahan dengan orang-orang yang dicinta tak mungkin kematian menemukan jalan menuju roh kita

 

Artinya yang paling sering membuat manusia hancur dan binasa adalah perpisahan dengan orang-orang yang dicinta.

 

Ya, tidak ada yang membuatku sedih dan menangis seperti kejadian itu. Seandainya pertolongan al-Quran dan keimanan tidak datang pastilah kerisauan dan kesedihan tadi sangat mempengaruhiku sampai ke tingKat di mana ia bisa merampas jiwaku. Sejak zaman dahulu para penyair biasa meratapi rumah orang-orang yang mereka cintai ketika lewat di depan bekas reruntuhan tempat tinggal mereka. Demikian juga dengan diriku. Jiwa, kalbu, serta mataku menangis dengan amat sedih seperti orang yang melewati reruntuhan tempat tinggal orang-orang yang dicintainya dua ratus tahun kemudian.

 

Pada saat itu, lembaran-lembaran indah hidupku terlukis di hadapanku satu demi satu dengan begitu nyata seperti orang yang sedang melihat film dokumenter. Sebuah kehidupan menyenangkan yang kulewatkan dengan mengajar para muridku yang cerdas sekitar dua puluh tahun lamanya. Sekarang aku berada pada tempat yang sama yang dulunya ramai, indah, dan menyenangkan. Namun sekarang ia telah menjadi puing-puing reruntuhan, lama aku berhenti pada lembaran hidupku tersebut. Ketika itu, aku mulai merasa aneh dengan ahli dunia. Bagaimana mungkin mereka menipu diri mereka sendiri? Kondisi tersebut secara jelas menunjukkan bahwa dunia ini pasti akan musnah dan manusia di dalamnya sebagai tamu. Kusaksikan dengan mataku sendiri betapa sungguh benar ungkapan ahli hakikat yang berbunyi, “janganlah kalian tertipu dengan dunia, sebab ia tidak jujur, penipu, dan pasti musnah”.

 

Kusaksikan pula bagaimana manusia sangat terikat dengan kota, negeri, dan dunianya sebagaimana ia juga terikat dengan tubuh dan rumahnya. Ketika ingin menangis dengan mataku yang sudah renta ini, aku ingin menangis dengan sepuluh mata. Hal itu bukan sekedar karena usia madrasahku yang sudah tua. Tetapi karena ia sudah tiada. Bahkan aku merasa perlu menangis dengan seratus mata untuk kotaku yang sunyi senyap seperti kota mati. Dalam hadits Nabi SAW. disebutkan bahwa setiap pagi malaikat menyeru,’ Lahirlah untuk mati dan membangunlah untuk menjadi hancur”. Kudengarkan hakikat ini. Kudengarkan ia dengan mataku bukan dengan telingaku.

 

Sebagaimana kondisiku ketika itu membuatku menangis, khayalanku sejak dua puluh tahun yang lalu juga membuatku meneteskan air mata setiap kali mengingatnya. Ya, runtuhnya rumah-rumah di puncak benteng yang telah ditempati selama ribuan tahun, menuanya kota yang berada di bawah bukit tersebut yang usianya sekitar delapan tahun tetapi tampak seperti delapan ratus tahun, serta wafatnya madrasahku yang terletak di bawah benteng di mana ia telah mengalirkan kehidupan menjadi tempat berkumpul orang-orang yang kucintai menunjukkan matinya seluruh madrasah di Daulah Usmaniyah sekaligus menjelaskan keagungan jenazahnya. Bahkan benteng yang merupakan bongkahan batu karang itu seolah-olah menjadi saksi atas kuburan mereka. Kusaksikan bahwa para murid yang dulu pernah bersamaku kini sedang menangis dalam kubur mereka. Lebih dari itu, rumah-rumah yang hancur itupun jkut meratap dan bersedih. Demikian pula dengan dinding-dindingnya yang roboh dan batu-batunya yang berserakan.

 

Ketika itulah aku telah menyadari bahwa aku tidak mampu menahan rasa keterasingan di kotaku. Akupun kemudian berpikir, aku juga pergi menemui mereka di kubur masing-masing atau aku harus menyepi ke gua yang terdapat di gunung itu sambil menunggu tibanya ajal. Menurutku ketimbang harus menghadapi perpisahan semacam ini yang tidak bisa kulawan dan Kuatasi di mana ia sungguh menyakitkan, maka rasanya mati lebih baik daripada hidup.

 

Karena itu akupun melayangkan perhatianku ke enam arah. Setiap kali melihat kepada enam arah tersebut yang ada hanyalah kegelapan yang pekat. Kelalaian yang bersumber dari penderitaan hebat itu membuat dunia terasa menakutkan. Ia begitu sunyi dan senyap seakan-akan hendak roboh di atas kepalaku. Jiwaku mencari cari sandaran dan pilar kuat yang bisa menahan segala bencana dan musibah yang mengambil bentuk seperti musuh yang menyeramkan. la iuga mencari bantuan guna memenuhi segala keinginannya yang tersembunyi yang terbentang menuju kepada keabadian. Pada saat sedang mencari sandaran dan bantuan, serta ketika sedang menunggu adanya pelipur lara yang bisa mengobati kerisauan dan kesedihannya akibat perpisahan dan pengrusakan luar biasa, tibatiba hakikat sebuah ayat al-Quran yang berbunyi,

 

  1. Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah) dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

  1. Kepunyaan-Nya Lah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (al-Hadid [57]: 1-2).

 

Tampak dihadapanku secara sangat jelas. la menyelamatkanku dari khayalan yang menakutkan tadi sekaligus mengeluarkanku dari sakitnya perpisahan dengan membuka penglihatan dan mata batinku. Akupun menoleh pada buah-buahan yang terdapat di atas pohon. Ia memandangku dengan senyuman manisnya sembari berkata, “Jangan hanya melihat sesuatu yang sudah rusak. Lihatlah dan pandangilah kami!”.

 

Ya, hakikat ayat mulia di atas telah mengingatkan dan menyadarkanku dengan berkata, “Mengapa runtuhnya ‘surat’ yang dibuat oleh tangan manusia —sebagai tamu di atas lumbaian padang tandus kota Van telah membuatmu begitu sedih? Mengapa engkau bersedih karena ia runtuh oleh banjir dahsyat menakutkan yang disebut dengan penjajahan Rusia di mana ia telah melenyapkan bekas-bekasnya dan menghapus tulisannya? Angkatlah kepalamu untuk menatap Tuhan Yang Maha Membentuk dan Pemelihara segala sesuatu dan Penguasanya yang hakiki. Segala nasib ada di tangan-Nya. Tulisan Allah di atas lembaran kota Van senantiasa diperbaharui dengan segala keindahan dan keagungannya. Adapun ketika engkau menangis dan bersedih karena tempat-tempat tersebut telah kosong, rusak, dan amat menyedihkan, hal itu tidak lain karena engkau telah melupakan pemiliknya yang hakiki, karena salah persepsi dengan mengira manusia sebagai pemiliknya, serta karena tidak memahami bahwa manusia hanyalah ibarat tamu.

 

Dari kondisi menyakitkan dan dari kesalahan persepsi tersebut kemudian terbukalah di hadapanku pintu menuju sebuah hakikat besar. Nafsuku bersiap-siap untuk menerima hakikat tersebut. Sebagaimana besi dimasukkan ke dalam api untuk dilunakkan dan diberi bentuk tertentu yang bermanfaat, demikian pula hal yang menyedihkan dan kondisi yang menakutkan menjadi api berkobar yang bisa melunakkan nafsuku. al-Quran al-Karim telah memperlihatkan limpahan hakikat keimanan dengan sangat terang dan jelas lewat hakikat ayat di atas hingga bisa diterima.

 

Ya, sebagaimana telah dijelaskan dalam Surat Kedua Puluh dan dalam risalah-risalah lainnya, alhamdulillah hakikat ayat tersebut telah memberikan sandaran yang sangat kuat untuk jiwa dan kalbu ini sesuai dengan kekuatan iman yang dimiliki. Ia bisa melawan segala musibah dan berbagai kondisi menyakitkan bahkan meskipun jumlahnya seratus kali lipat. Sebab, hakikat ayat itu telah mengingatkan bahwa segala sesuatu tunduk pada perintah Sang Pencipta yang merupakan pemilik hakiki kerajaan ini. Kunci perbendaharaan segala sesuatu ada di tangan-Nya. Jadi, cukup pagimu menisbatkan dirimu kepada-Nya. Setelah aku mengenal Penciptaku dan bersandar kepada-Nya, segala sesuatu yang tampak memusuhiku telah hilang. Sekarang berbagai kondisi yang tadinya menyakitkan berubah menjadi sesuatu yang membahagiakan dan menyenangkan.

 

Sebagaimana kami telah membuktikan dalam berbagai risalah lewat argumen yang kuat, cahaya yang berasal dari iman terhadap akhirat juga telah memberikan bantuan yang sangat besar untuk menggapai harapan dan impian yang tak terbatas. Ia tidak hanya cukup untuk menggapai berbagai keinginan yang bersifat sementara dan singkat atau untuk menyambung ikatan dengan orang-orang yang dicintai di dunia semata. Tetapi ia juga cukup untuk memenuhi segala keinginanku yang tak terhingga di negeri keabadian dan negeri kebahagiaan. Sebab dengan manifestasi kasih sayang Tuhan Yang, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dia tebarkan di atas hidangan musim semi berbagai karunia dan kenikmatan yang tak terhitung banyaknya di atas permukaan bumi yang merupakan salah satu tempat jamuan dunia yang bersifat sementara.

 

Pada setiap musim semi Allah berikan berbagai kenikmatan tersebut kepada para tamu dunia, agar selama beberapa saat mereka merasa senang. Seolah-olah Dia memberikan sarapan pagi kepada mereka. Kemudian Allah ambil mereka untuk dibawa menuju tempat abadi di delapan surga yang kekal yang penuh dengan berbagai karunia untuk masa yang tak terhingga. Tentu saja orang yang meyakini dan mempercayai kasih sayang Tuhan serta mengikatkan hubungan dengannya, pastilah ia mendapatkan bantuan besar. Paling tidak ia menanamkan harapan dan impian yang tak terhingga.

 

Cahaya yang bersumber dari cahaya keimanan dengan hakikat ayat di atas juga tampak secara terang sampai menerangi enam arah yang tadinya gelap hingga menjadi seperti siang. Ia cukup menerangi diriku yang sedang menangisi madrasah, murid-murid, serta para kekasihku yang telah pergi. Ia telah mengingatkanku bahwa “alam tempat tujuan mereka tidaklah gelap. Tetapi mereka hanya sekedar berganti tempat. Engkau akan bertemu dengan mereka.” Hal itulah yang menghentikan tangisku sekaligus membuatku memahami bahwa aku akan menemukan orang-orang seperti mereka dan orang-orang yang menempati tempat mereka.

 

Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan madrasah Isparta sebagai pengganti dari madrasah Van yang telah tiada dan menghidupkan para kekasih yang lebih banyak dan lebih utama daripada murid-murid yang cerdas dan mulia itu. Serta dia pula yang mengajarkanku bahwa dunia tidaklah kosong dan kota itu tidaklah hancur seperti yang kubayangkan sebelumnya. Tetapi sang pemiliknya yang hakiki mengganti lembaran sementara yang dibuat manusia dengan lembaran lain sekaligus memperbaharui tulisantulisan-Nya. Sebagaimana buah-buah baru bermunculan seiring dengan memetik buah, demikian pula perpisahan dengan umat manusia. la tidak lain merupakan bentuk proses pembaharuan. Karenanya ia tidak menyiratkan kesedihan yang menyakitkan akibat kepergian para kekasih. Tetapi dari perspektif iman, ia menyiratkan kesedihan yang mengandung kenikmatan akibat perpisahan sementara guna bertemu kembali di negeri lain yang menyenangkan.

 

Demikianlah hal itu menerangi kerisauan yang sebelumnya kualami serta menerangi alam yang tadinya tampak gelap. Ketika itulah aku ingin bersyukur. Paragraf berbahasa Arab berikut ini muncul untuk menggambarkan hakikat itu secara sempurna:

 

“Segala puji bagi Allah atas anugerah cahaya iman yang telah menggambarkan segala sesuatu yang sebelumnya tampak asing, musuh, mati, menakutkan, yatim, dan menangis sebagai kekasih. saudara, hidup, bahagia, berzikir, dan bertasbih’.

 

Artinya, kupersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Agung pujian yang tak terhingga karena Dia telah memberiku cahaya iman yang merupakan sumber segala karunia ilahi. Cahaya iman tersebut telah mengubah lembaran menakutkan yang tampak dalam diriku yang sedang lalai—akibat begitu terpengaruh oleh kondisi sedih itu—hingga kemudian kelalaian tersebut memunculkan persepsi bahwa sebagian entitas alam merupakan musuh atau sesuatu yang asing, sementara sebagian lainnya merupakan jenazah yang menakutkan, serta sebagian lagi ibarat anak-anak yatim yang sedang menangis tanpa ada yang menolong dan membantu. Cahaya itu telah mengubah segala sesuatu hingga dengan ainul yakin aku menyaksikan bahwa mereka yang tampak seperti musuh ternyata merupakan saudara dan teman, bahwa yang tampak seperti jenazah menakutkan ternyata merupakan sahabat dekat, serta yang tadinya tampak seperti tangisan anak yatim ternyata merupakan senandung zikir dan tasbih. Dengan kata lain, kupersembahkan segala pujian untuk Allah bersama seluruh entitas yang memenuhi duniaku yang seluas dunia. Keikutsertaan mereka dalam pujian dan tasbihku kepada Allah Ta’ala. Sebab aku berhak untuk itu. Maka lewat lisan masing-masing kami bersama-sama mengucapkan Alhamdulillah ala nuril iman (Segala puji bagi Allah atas anugerah cahaya iman).

 

Kemudian berbagai kesenangan hidup yang menghilang di tengah-tengah kondisi menakutkan yang memunculkan kelalaian, lalu berbagai harapan yang pada akhirnya lenyap dan sirna, serta berbagai kenikmatan yang masih ada pada diriku di daerah yang paling sempit atau mungkin telah sirna, semuanya berganti dengan cahaya iman sebagaimana telah kutegaskan dalam risalah-risalah lainnya. Selanjutnya cahaya tersebut memperluas daerah sempit yang terbatas pada kalbu tadi menuju sebuah daerah yang sangat luas hingga meliputi seluruh bumi. la juga menjadikan dunia dan akhirat sebagai dua meja hidangan yang penuh dengan berbagai nikmat sekaligus mengubah keduanya menjadi hidangan yang berasal dari rahmat Tuhan sebagai pengganti dari aneka macam karunia yang telah kering dan hilang kenikmatannya di taman Khor-khor. Tidak hanya itu. Bahkan ia juga memposisikan mata, telinga, kalbu, serta indera lainnya atau bahkan ratusan organ manusia lainnya sebagai tangan yang terbentang sesuai dengan derajat mukmin. Tangan tersebut terbentang menuju dua meja hidangan yang penuh nikmat tadi sehingga bisa mengambil dan mengecapnya dari seluruh sisi. Karena itu, dengan menyadari hakikat agung tersebut akupun bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya yang tak terhingga dengan mengucap:

 

“Segala puji bagi Allah atas anugerah cahaya iman yang telah menggambar kedua alam itu sebagai tempat yang penuh dengan nikmat dan rahmat. Setiap orang mukmin berhak menikmati keduanya lewat seluruh inderanya yang tersingkap atas izin Penciptanya”.

 

Maksudnya adalah segala puji bagi Allah yang telah memberiku nikmat iman yang dengan cahaya iman tersebut Dia memperlihatkan bahwa dunia dan akhirat merupakan dua tempat yang penuh dengan nikmat dan rahmat. Dia menjamin bahwa tangan seluruh indera yang tersingkap dengan cahaya iman dan terbentang dengan cahaya Islam yang dimiliki kaum mukmin akan bisa mencicipi hidangan tersebut. Jika aku bisa mempersembahkan pujian dan rasa syukur kepada Allah, Penciptaku, atas anugerah iman dengan seluruh eksistensiku serta dengan seisi dunia dan akhirat pasti hal itu kulakukan. Ketika keimanan memainkan pengaruh yang sangat besar di alam dunia ini, maka pastilah di alam akhirat yang kekal nanti, ia memberikan pengaruh yang lebih besar dan lebih luas yang tak bisa dijangkau oleh akal kita di dunia.

 

Karena itu, wahai saudara-saudaraku para lansia, wahai yang merasakan berbagai penderitaan pahit seperti diriku akibat berpisah dengan banyak orang yang dikasihi karena telah renta! Kukira secara maknawi aku jauh lebih tua daripada kalian meskipun secara umur ada di antara kalian yang lebih tua daripada diriku. Sebab, selain berbagai penderitaan yang kualami, aku juga ikut merasakan sakitnya ribuan saudara yang lain sebagai akibat dari dorongan fitrahku yang sangat besar untuk mengasihi dan menyayangi mereka. Aku menderita seperti orang yang sudah berusia ratusan tahun. Sementara kalian, meskipun mengalami pedihnya perpisahan kalian belum mendapatkan seperti musibah dan bencana yang kuhadapi. Aku tidak mempunyai anak yang kupikirkan. Hanya saja, dengan adanya rasa kasih sayang yang kuat dalam fitrahku aku ikut merasa Sakit dengan ribuan bencana dan musibah yang diderita oleh ribuan umat Islam. Bahkan aku juga merasa sakit dengan berbagai penderitaan yang dialami oleh binatang yang kecil. Ditambah lagi dari sisi pembelaan terhadap Islam, aku melihat diriku sangat terpaut dengan negeri ini bahkan dengan dunia Islam seolah-olah ja adalah rumahku. Padahal, aku tidak memiliki rumah pribadi yang pisa dipergunakan sebagai tempat untuk menata pikiranku. Karena itu, aku juga ikut merasakan penderitaan kaum mukmin yang tinggal di dunia dan akhirat serta aku sangat bersedih karena berpisah dengan mereka.

 

Karena cahaya keimanan telah mencukupiku untuk seluruh kesedihanku yang bersumber dari kerentaan dan pedihnya perpisahan serta telah memberiku harapan yang tak pernah pudar, asa yang tak pernah sirna, cahaya yang tak pernah padam, dan pelipur lara yang tak pernah hilang, maka keimanan tersebut juga pasti akan cukup bagi kalian untuk menghadapi berbagai kegelapan, kelalaian, dan penderitaan yang bersumber dari kerentaan. Sesungguhnya kerentaan yang paling pekat adalah kerentaan kaum yang sesat dan dungu serta perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan yang mereka alami.

 

Harus berperilaku yang penuh kesadaran dalam bentuk ibadah yang sesuai dengan kerentaan dan Islam untuk menikmati dan merasakan pengaruh iman yang memancarkan harapan dan menebarkan cahaya serta menjadi pelipur lara. Bukan dengan melupakan kerentaan tersebut lalu menampilkan sikap seperti anak muda dan menceburkan diri dalam kelalaian panjang. Renungkanlah selalu hadis nabi SAW. yang berbunyi, “Sebaik-baik pemuda adalah yang bertingkah seperti orang tua. Sementara seburuk-buruk orang tua adalah yang bertingkah laku seperti anak muda”.”! Artinya, pemuda yang terbaik adalah yang bertindak seperti orang tua. Yaitu tenang, penuh wibawa, serta menghindari perbuatan kotor. Adapun orang tua terburuk adalah yang bertingkah laku seperti anak muda, yaitu dengan melakukan perbuatan kotor dan terjerumus dalam kelalaian.

 

Wahai para lansia, disebutkan dalam sebuah hadis nabi SAW. sebuah ungkapan yang pengertiannya sebagai berikut, “Sesungguhnya rahmat Tuhan malu untuk menolak tangan orang tua beriman yang bersimpuh meminta kepada-Nya”. Jadi, selama rahmat Tuhan senantiasa memberikan penghormatan kepada kalian, hormatilah penghormatannya itu dengan cara beribadah kepada Allah Ta’ala.

 

HARAPAN KEEMPAT BELAS

 

Pada permulaan asy-Syua‘u ar-Rabi (Sinar Keempat), ada pembahasan mengenai tafsir dari ayat al-Quran yang berbunyi,

 

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran [3] :173)

 

Secara singkat tafsirnya adalah sebagai berikut;

 

Ketika ahli dunia mengisolirku dari segala sesuatu, akupun tercampak dalam lima macam keterasingan. Ketika itu aku tidak sempat menoleh kepada cahaya penghibur yang terdapat dalam Risalah Nur akibat kelalaian yang disebabkan oleh kondisi sulit. Namun aku langsung melihat kalbu dan mendengar suara hati. Kusadari bahwa diriku memiliki kecintaan yang sangat kuat terhadap keabadian, eksistensi, dan kehidupan meskipun di dalamnya tersimpan kelemahan dan ketidakberdayaan yang tak terkira. Hanya saja kemudian kefanaan yang sangat menakutkan melenyapkan dan meniadakan adanya Keabadiaan. Akupun berkata seperti ungkapan penyair yang kalbunya sedang terluka:

 

Hikmah Tuhan menetapkan musnahnya jasad

Aku terjerumus dalam penyakit yang tak bisa diobati oleh Luqman

 

Kutundukkan kepalaku dengan putus asa. Tiba-tiba ayat al Quran “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung” menolongku dengan berkata, “Bacalah aku secara baik dengan penuh perenungan dan perhatian!” Kubaca ia sehari lima ratus kali. Setiap kali kubaca, sebagian cahayanya mulai tersingkap. Tidak hanya dengan ilmul yaqin, tetapi juga dengan ainul yaqin, kusaksikan sembilan tingkat kecukupan:

 

  1. Tingkat Pertama

 

Kecintaan diriku terhadap adanya keabadian sebenarnya tidak tertuju pada keabadianku sendiri. Tetapi tertuju pada eksistensi Sang Maha Sempurna dan Maha Agung yang memiliki kesempurnaan mutlak yang dicintai tanpa sebab. Hanya saja kecintaan fitri yang tertuju pada eksistensi, kesempurnaan dan keabadian Sang Maha Sempurna Mutlak tersesat akibat kelalaian, hingga berpegang pada bayangan dan mencintai cerminnya.

 

Namun ketika ayat, “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung” ini datang, terbukalah hijabnya. Akupun bisa merasakan, menyaksikan, dan menyadari secara haqul yaqin bahwa nikmatnya keabadian itu telah ada dengan sendirinya di dalam keimanan dan keyakinan ku terhadap keabadian Sang Maha Abadi serta terhadap keberadaan-Nya sebagai Tuhanku, bahkan kenikmatan tersebut lebih utama dan lebih sempurna. Bukti-bukti dan perasaan imani yang membuat semua makhluk hormat dan kagum tentang hal itu telah kutunjukkan secara jelas dan mendalam dalam risalah al-Hasbiyah.

 

  1. Tingkat Kedua

 

Sesungguhnya disamping ketidakberdayaan tak terhingga yang tersimpan dalam fitrahku, ketika ahli dunia menyerangku dengan tipu daya dan mata-mata mereka dalam kerentaan, keterasingan, ketiadaan sahabat yang kualami, aku berkata kepada kalbuku: “Sebuah pasukan besar dan kuat menyerang seorang manusia yang sedang lemah, sakit, dan kedua tangannya terikat. Adakah tempat untuk bersandar bagiku?”

 

Lalu aku merenungkan ayat, “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung”. Segera saja ia memberi informasi kepadaku dengan berkata:

 

Engkau telah mengikat hubungan keimanan dengan Sang Penguasa Besar Yang Memiliki kekuasaan mutlak. Dialah Dzat yang pada musim semi menyediakan semua kebutuhan pasukan empat ratus ribu tumbuhan dan hewan yang tersebar di atas permukaan bumi dengan sangat teratur. Lalu Dia distribusikan semua rizki pasukan besar itu kepada seluruh makhluk dan tentunya yang paling terdepan adalah manusia. Rizki tersebut bukan dalam bentuk ekstrak daging, gula dan makanan lainnya yang ditemukan oleh manusia modern. Tetapi dalam bentuk ekstrak yang disebut benih dan biji yang ratusan kali jauh lebih sempurna dan lebih baik. Ia merupakan bahan pilihan yang mengandung semua unsur makanan. Lebih dari itu, benih tersebut kemudian dibungkus dengan berbagai bungkus yang sangat sesuai dengan kadar kematangan dan pertumbuhannya. Ia tersimpan dalam berbagai ‘kotak’ dan ‘kaleng’ yang sangat kecil. Bungkus tersebut juga terbuat dengan sangat cepat, sangat mudah, dan sangat banyak. Semua itu terproses dalam pabrik kaf dan nun yang terwujud di bawah perintah kun. Sehingga al-Qur’an pun mengatakan, “Dia cukup berkata padanya ‘kun! (jadilah!) Maka ta pun jadi”.

 

Karena aku telah mendapatkan tempat sandaran dalam bentuk hubungan keimanan tersebut, maka engkau juga bisa bersandar dan bergantung pada kekuatan-Nya yang maha besar dan kekuasaan-Nya yang maha mutlak. Ya, aku betul-betul merasa begitu kuat setiap kali menerima pelajaran ayat al-Qur’an di atas. Aku merasa memiliki kekuatan yang membuatku bisa menghadapi seluruh musuh di dunia ini. Rasanya tidak ada yang bisa melawanku. Karena itu, dalam relung hatiku yang paling dalam aku terus mengucap, “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung”.

 

  1. Tingkat Ketiga

 

Ketika berbagai penyakit, aneka macam keterasingan, serta beragam kezaliman mencekikku, kurasakan bahwa ikatanku dengan dunia telah mulai lepas. Disamping itu pada waktu tersebut keimanan memberiku petunjuk bahwa engkau sedang dipersiapkan menuju dunia lain yang abadi serta engkau layak mendapatkan kerajaan dan kebahagiaan yang kekal. Pada saat itulah kutinggalkan segala sesuatu yang mencampakkan ku dalam kepahitan dan penderitaan untuk kugantikan dengan sesuatu yang mendatangkan kegembiraan dan kebaikan serta yang bisa membuatku senantiasa bersyukur.

 

Namun tujuan yang merupakan impian utama, sasaran khayalan, target jiwa, dan produk fitrah itu tidak akan terwujud kecuali dengan kekuasaan Dzat Yang Maha Berkuasa secara mutlak yang mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan. Dia jadikan manusia yang kecil, hina, dan berkutat dalam kelemahan mutlak sebagai kekasih dan diajak bicara seraya menempatkannya dalam kedudukan tertinggi di antara seluruh makhluk-Nya. Dia juga memberikan pertolongan dan perhatian kepada manusia.

 

Ya, ketika kita merenungkan dua hal tersebut: yaitu pengaruh kekuasaan-Nya yang tak terbatas dan kemuliaan hakiki yang Allah berikan kepada manusia yang tampak hina itu. Aku ingin mendapatkan penjelasan tentang dua hal tersebut agar bertambah yakin dan tenang. Aku kemudian merenungkan ayat di atas dan ia pun berkata padaku, “Perhatikan secara cermat kata kami dalam Kalimat ‘Cukuplah Allah bagi kami’. Perhatikanlah siapa saja yang mengucapkan kalimat tersebut bersamamu. Lalu dengarkanlah!”. Begitulah perintah ayat al-Qur’an itu kepadaku. Seketika aku melihat sejumlah burung sedang terbang dengan jumlah yang sangat banyak, sejumlah serangga sangat kecil seperti lalat yang tak terhitung jumlahnya, berbagai binatang yang beraneka ragam tumbuhan yang beraneka ragam serta pohon-pohon yang tak terbatas bilangannya.

 

Semua itu mengucapkan ayat “Cukuplah Allah bagi kamt. Dialah sebaik-baik Pelindung” sepertiku sekaligus mengingatkan yang lain bahwa sebenarnya mereka memiliki Pelindung sebaik-baik Pelindung yang menjamin semua kebutuhan hidup mereka. Bahkan Dia telah menciptakan seratus ribu jenis hewan, seratus ribu bentuk burung, seratus ribu macam tumbuhan, seratus ribu jenis pohon dari sejumlah telur yang serupa yang terbentuk dengan bahan Sama, sejumlah nutfah yang sejenis, serta berbagai benih yang mirip tanpa cacat dan salah. Semua tercipta dalam bentuk yang indah, seimbang, dan tertata berikut ciri dan keunikan masing-masing. Dia menciptakan semuanya secara terus-menerus, terutama pada Saatsaat musim semi dalam jumlah yang begitu banyak dan dengan cara yang sangat mudah. Jadi, proses penciptaan seluruh makhluk tersebut berlangsung secara serupa, saling berbaur, dan berkumpul dalam cara dan bentuk yang sama dalam naungan kekuasaan mutlak yang dengan jelas menegaskan keesaan Allah Ta’ala.

 

Ayat di atas membuatku paham bahwa aku tidak mungkin ikut campur atau mengintervensi perbuatan dan penciptaan Tuhan yang bersifat mutlak yang kesemuanya memperlihatkan berbagai mukjizat yang tak terbatas. Maka, bagi mereka yang ingin memahami identitas pribadi dan hakikat kemanusiaanku yang sama seperti setiap mukmin, serta bagi mereka yang ingin menjadi seperti diriku, maka mereka harus memperhatikan penafsiran (aku) dalam bentuk plural (kami) pada ayat di atas disamping harus merenungkan posisinya dalam pluralitas tersebut agar mereka memahami apa makna dari keberadaan wujud dan fisikku yang tampak hina dan tak ada artinya seperti mukmin lainnya? Apa arti kehidupan itu sendiri? Bahkan apa itu manusia? Apa yang dimaksud dengan Islam? Apa itu keimanan yang hakiki? Apa makrifatullah? Serta bagaimana cara memperoleh cinta Allah? Ya, agar mereka memperoleh pelajaran tentang itu semua.

 

  1. Tingkat Keempat

 

Berbagai bencana dan goncangan seperti kerentaan, keterasingan, penyakit, dan ketidakberdayaan telah menghadang diriku. Semua itu datang di saat diriku berada dalam kelalaian. Seolah-olah keberadaanku yang sangat terkait dengannya sedang pergi menuju ketiadaan. BahkKan eksistensi seluruh makhluk berakhir dengan kefanaan. Maka, kepergian mereka itu melahirkan rasa gundah dan sakit dalam diriku. Lalu aku merenungkan ayat al-Qur’an di atas, “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung”. Ayat tersebut berkata padaku, “Perhatikanlah maknaku dan renungkan ia dengan Kacamata iman”. Akupun kemudian memperhatikan maknanya lewat kacamata iman.

 

Kuperhatikan bahwa eksistensi ku sebagai makhluk yang sangat kecil—seperti eksistensi mukmin lainnya—ibarat cermin bagi eksistensi yang tak terbatas dan sarana untuk menggapai berbagai macam eksistensi yang tak terhingga secara sangat mudah. Ia ibarat sebuah kata bijak yang melahirkan banyak eksistensi yang bersifat abadi di mana ia lebih bernilai daripada eksistensiku sendiri. Sampai-sampai jika dilihat dari hubungan keimanan yang ia miliki, sesaat saja dari kehidupannya tampak begitu berharga. Ia bernilai tinggi seperti nilai eksistensi yang bersifat abadi dan permanen. Semua itu kuketahui lewat ilmul yaqin. Sebab, ketika dengan yakin akan mengetahui bahwa eksistensiku ini merupakan salah satu tanda kekuasaan Sang Wajibul Wujud dan merupakan salah satu ciptaanNya, ia membuatku selamat dari berbagai kegelapan yang tak terhingga serta terlepas dari berbagai pendentaan yang bersumber dari segala bentuk perpisahan.

 

Selain itu, ia mendorongku untuk mengikat hubungan persaudaraan yang sangat kuat dengan seluruh entitas, terutama semua makhluk hidup. Sebuah hubungan yang setara dengan banyaknya perbuatan dan nama-nama Tuhan yang terkait dengan segala entitas. Aku juga mengetahui bahwa dengan adanya hubungan tersebut sebetulnya ada semacam ketersambungan dan ikatan dengan seluruh orang yang kucintai dalam kurun waktu perpisahan ini. Demikianlah sesungguhnya eksistensiku sama seperti eksistensi setiap orang mukmin yang beriman dan mengikat hubungan dengan seluruh cahaya eksistensi tanpa pernah berpisah. Bahkan meskipun eksistensiku telah tiada kekekalan sejumlah eksistensi tersebut membuatku tenang seolah-olah ia tetap abadi secara sempurna. Kesimpulannya, kematian bukan merupakan perpisahan. Tetapi ia merupakan ketersambungan, perpindahan tempat, dan pemerolehan hasil yang abadi.

 

  1. Tingkat Kelima

 

Hidupku sesaat terkoyak di bawah tekanan beban yang sangat berat hingga perhatianku kemudian berpaling pada umur dan kehidupan yang ada. Kusadari usiaku begitu cepat bergegas menuju akhirat dan hidupku yang mendekat ke akhirat mulai padam di bawah berbagai macam penderitaan. Padahal tugas-tugas hidup yang penting dan mulia berikut hasil-hasilnya yang berharga tidak layak untuk cepat padam. Sebaliknya ia layak untuk hidup lama dan panjang sebagaimana dijelaskan pada risalah yang terkait dengan Nama Allah, al-Hayy. Maka dengan segala kepedihan dan keputusasaan, aku kembali kepada guruku, yaitu ayat al-Qur’an di atas yang berbunyi, “Cukuplah Allah bagi kami. Dialah sebaik-baik Pelindung”. la berkata padaku, “Perhatikan kehidupan tersebut dari sisi Dzat Yang Maha Hidup dan Kekal yang telah memberimu kehidupan!”

 

Kuperhatikan ia dengan kacamata ini. Kusaksikan bahwa jika kehidupan tersebut memiliki satu wajah yang mengarah kepadaku, maka ia mempunyai seratus wajah yang mengarah kepada Dzat Yang Maha Hidup dan Menghidupkan. Jika satu hasil darinya kembali kepadaku, seribu hasil kembali kepada Penciptaku. Karena itu hidup sesaat saja sudah sangat cukup. Tidak perlu hidup yang lama. Hakikat ini menjadi sangat jelas dengan empat hal. Hendaknya mereka yang masih hidup mencari essensi hidup, hakikat hidup, serta hak-hak hidup yang sebenarnya dalam empat hal tadi. Raihlah dan hiduplah!

 

Kesimpulannya, karena kehidupan ini mengarah pada Dzat Yang Maha Hidup Dan Kekal, serta selama iman merupakan nyawa dan ruh dari kehidupan itu sendiri, maka kehidupan mencapai kekekalan dan memberikan hasil yang abadi, bahkan ia naik ke tingkat keabadian, maka yang menjadi ukuran bukan pendek dan panjangnya umur.

 

  1. Tingkat Keenam

 

Dari uban yang mengingatkan pada kematian, dari berbagai peristiwa akhir zaman yang memberitahukan kehancuran dunia dalam bingkai perpisahan yang bersifat menyeluruh, dari tersingkapnya berbagai keindahan dan kesempurnaan fitrah yang kurasakan di-akhir-akhir hidup, dari semua ini ku saksikan bahwa ketiadaan dan kefanaan yang senantiasa menghancurkan serta kematian yang selalu memisahkan, dengan sangat menakutkan telah merusak keindahan dunia ini sekaligus mengotori keelokan makhluk. Aku menjadi sangat sakit dan terpukul dengannya sehingga kecintaan yang terdapat dalam fitrahku pergi dengan cepat dan jiwapun mulai menolaknya. Tidak ada jalan lain bagiku kecuali merenungkan ayat al-Qur’an kembali untuk mendapatkan sesuatu yang bisa menjadi pelipur lara. Ila berkata padaku, “Bacalah aku dengan baik dan perhatikan maknaku secara seksama!” Segera saja aku masuk ke tempat peneropongan untuk melihat sebuah ayat dalam surat an-Nur yang berbunyi, “Allah adalah cahaya langit dan bumi… Lewat teropong iman tadi Kulihat tingkat hasbiyyah (pencukupan Tuhan) yang paling jauh. Serta pada waktu yang sama, lewat mikroskop imani, kuperhatikan rahasia-rahasianya yang mendalam.

 

Sebagaimana berbagai cermin, kaca, materi transparan, dan bahkan tetesan di laut memperlihatkan keindahan cahaya matahari yang tersembunyi dan beraneka ragam, masing-masing juga memperlihatkan beragam keindahan yang terdapat pada tujuh warna matahari. Sebagaimana keindahan tersebut senantiasa tampak baru seiring dengan pembaharuan dan kemampuan penerimaan materi-materi tersebut, atau sebagaimana ia memperlihatkan keindahan matahari, cahayanya, dan berbagai warnanya yang tersembunyi dengan sangat indah dan menarik, demikian pula dengan berbagai ciptaan dan makhluk Tuhan yang indah dimana ia berposisi sebagai cermin yang memantulkan keindahan suci Tuhan. Makhluk-makhluk itu terus berlalu tanpa berhenti sambil memperbaharui wujud manifestasi nama-nama Tuhan. Jadi, keindahan yang tampak pada makhluk-makhluk tersebut bukanlah milik mereka sendiri. Tetapi ia merupakan isyarat, perlambang, dan wujud manifestasi keindahan suci Tuhan yang senantiasa tampak dengan nyata.

 

Berbagai dalil tentang hal ini telah dijelaskan secara panjang lebar dalam Risalah Nur. Terutama risalah yang dimulai dengan ungkapan, “Disini kami akan menyebutkan tiga bukti dalam bentuk yang sangat singkat dan logis”  Siapapun orangnya yang melihat risalah tersebut asalkan ia mempunyai perasaan yang sehat pastilah terkagum-kagum dan takjub. Bahkan ia akan sadar bahwa dirinya harus berusaha memberitahukan yang lain sebagaimana ia telah memberitahu dirinya sendiri. Terutama lima hal yang disebutkan dalam bukti kedua. Orang yang berpikiran waras dan berhati bersih tentu akan merasa kagum dengan berkata, “Masya Allah, Barakallah”. Ia pun membuat keberadaannya yang tampak hina dan nista menjadi mulia dan berharga seraya mengakuinya sebagai mukjizat yang luar biasa.

 

HARAPAN KELIMA BELAS

 

Ketika menempati Emirdag sebagai tahanan rumah dengan tinggal seorang diri, para mata-mata terus mengawasi dan membatasi ruang gerakku, aku merasa sangat tersiksa hingga hidup terasa membosankan. Selain itu, aku menyesal telah keluar dari penjara. Bahkan aku betul-betul berhasrat kembali ke penjara Denizli atau masuk ke kubur. Sebab, penjara atau kubur lebih baik daripada kehidupan semacam itu. Tiba-tiba pertolongan Ilahi datang, Dia datang membantu dengan memberikan sebuah alat tulis yang modern bagi para murid madrasah az-Zahra. Dengan begitu Risalah Nur bisa terbit dengan lima ratus naskah dengan satu pena saja. Itulah pertolongan yang Allah berikan kepada Risalah Nur sehingga membuatku kembali mencintai kehidupan yang merisaukan tadi. Bahkan ia telah membuatku banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala.

 

Namun tidak lama kemudian, para musuh Risalah Nur yang bersembunyi tidak menyukai adanya kemajuan tersebut. Mereka menegur dan menghasut pemerintah untuk menentang kami.

 

Akhirnya sekali lagi, kehidupan ini menjadi berat. Akan tetapi tanpa disangka-sangka Tuhan memberikan pertolongan-Nya. Para pegawai sipil—yang sebetulnya merupakan orang-orang yang paling membutuhkan Risalah Nur mulai membaca berbagai risalah yang diterbitkan dengan penuh perhatian sesuai dengan tugas mereka. Berkat karunia Allah, akhirnya risalah-risalah tersebut berhasil menjinakkan hati mereka. Dengan demikian, ruang lingkup Dershane Nur meluas. Mereka tidak lagi mencela dan mengkritiknya, tetapi justru mulai mengagumi dan menghargainya. Hal ini tentu saja memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kami. Sebab ja jauh lebih baik daripada kondisi kami sebelumnya yang selalu tersiksa secara fisik. Selain itu, ia juga telah menghilang segala kerisauan dan kegundahan yang kami rasakan.

 

Namun tidak lama kemudian para munafik di atas—yang merupakan musuh dalam selimut—membuat perhatian pemerintah tertuju padaku. Mereka mengingatkan pemerintah kepada kehidupan politikku di masa lalu. Mereka membangkitkan perasaan ragu, curiga, dan khawatir terhadap diriku lewat jalur departemen pendidikan, keamanan, dan kementerian dalam negeri. Yang membuat pemerintah bertambah khawatir adalah adanya perseteruan di antara partai-partai politik, serta adanya agitasi yang dilakukan oleh para agresor dan teroris dari kalangan komunis. Semua itu membuat pemerintah menghentikan dan membatasi ruang gerak kami, serta menyita seluruh risalah yang berhasil mereka peroleh. Sebagai akibatnya, aktivitas murid-murid Nur menjadi berhenti.

 

Para petugas berwenang telah menyebarkan tuduhan sepihak yang sangat aneh dan sulit dibenarkan oleh siapapun guna menyulitkan diriku, mereka tetap gagal. Mereka tidak bisa meyakinkan siapapun. Namun demikian, mereka masih saja menahanku selama dua hari dengan prasangka murahan yang sangat tidak bernilai. Serta, mereka tempatkan diriku seorang diri di dalam aula yang sangat luas selama beberapa hari yang sangat dingin padahal aku tidak tahan dengan cuaca dingin. Biasanya aku selalu menghidupkan tungku api dan dengan berkali-kali menyalakan alat pemanas ruangan pada setiap harinya di rumahku. Hal itu dilakukan karena kondisi yang lemah dan penyakit yang kualami.

 

Pada saat menderita sakit demam yang disebabkan oleh cuaca dingin tadi, dan pada saat jiwa berada dalam kondisi yang sangat tertekan, hakikat pertolongan Tuhan tampak jelas di dalam kalbuku dan akupun diingatkan kepada hal berikut:

 

“Engkau telah menamakan penjara tersebut dengan istilah ‘Madrasah Yusufiyah’. Penjara Denizli itu telah memberimu berbagai manfaat dan keuntungan yang berkali-kali lipat lebih besar daripada kesulitan dan penderitaan yang kau rasakan. Ia telah memberimu kebahagiaan dan kenikmatan yang sangat besar, serta memberimu ghanimah maknawiyah yang begitu banyak seperti keikutsertaan para tahanan lainnya untuk bisa mengambil pelajaran dari Risalah Nur, tersebarnya risalah tersebut di kalangan pejabat tinggi, serta manfaat-manfaat yang lain.

 

Hal itu tentu saja membuatmu terus bersyukur dengan tidak lagi mengeluh atau gelisah. la mengubah setiap jam dari waktu dan penderitaanmu di penjara menjadi sepuluh jam ibadah. Selain itu ia telah membuat beberapa jam yang fana itu menjadi kekal abadi. Maka itu, dengan izin Allah, ‘Madrasah Yusufiyah Ketiga’ ini juga akan memberikan kehangatan yang bisa melawan cuaca sangat dingin tadi. Ia juga akan memberikan kelapangan yang bisa menghapus penderitaan berat itu dengan keikutsertaan orang-orang yang tertimpa musibah dan bencana dalam mengambil manfaat dan pelipur lara dari Risalah Nur.

 

Sementara itu orang-orang yang kau murkai dan kau benci, jika termasuk yang tertipu, maka mereka tidak berhak mendapat murka. Sebab, mereka berbuat aniaya kepadamu karena bodoh dan tidak sengaja. Namun jika mereka menyiksa dan menyakitimu atas dasar kesengajaan dan kedengkian untuk membuat senang kaum yang sesat, maka mereka sebentar lagi akan disiksa oleh kematian yang mereka sangka sebagai kemusnahan abadi. Mereka akan memperoleh kesulitan hebat dan kekal di penjara kubur. Sementara sebagai basil dan penganiayaan mereka, engkau akan mendapatkan ganjaran yang besar, keabadian, serta kenikmatan rohani. Disamping itu, engkau juga akan menerima balasan berkat usahamu dalam mengembangkan ilmu dan agama secara tulus”.

 

Seketika itu pula dengan segala kekuatan kuucapkan alhamdulillah, atas dasar kemanusiaan, aku merasa kasihan kepada orang-orang yang zalim itu. Aku berdoa kepada Tuhan dengan perkata, “Wahai Tuhan, membuatlah mereka agar inshaf!”

 

Dalam penjelasan yang Kutulis untuk Kementerian Dalam Negeri telah ditegaskan bahwa kasus baru ini berada di luar koridor hukum. Kunyatakan hal itu dengan memberikan sepuluh alasan. Bahkan orang-orang zalim yang telah melanggar hukum itulah yang sebetulnya merupakan penjahat. Sebab mereka telah mencari-can alasan yang sangat lemah dan telah mengada-ada hingga mendapat ejekan orang. Membuat sedih ahlul haq yang jujur, serta memperlihatkan kepada mereka yang objektif bahwa mereka sama sekali tidak menemukan alasan atas nama hukum dan kebenaran untuk menghalangi Risalah Nur serta menyakiti para muridnya. Akhirnya mereka terjatuh dalam kebodohan dan ketidakwarasan.

 

Sebagai contoh, para mata-mata yang telah mengawasi ku selama sebulan tidak mampu menemukan sesuatu yang bisa dituduhkan kepadaku. Karena itu akhirnya mereka membuat dakwaan berikut: “Seorang pelayan Said telah membelikan minuman keras dari sebuah kedai untuk beliau”. Anehnya mereka tidak menemukan orang yang mau menandatangani dakwaan itu untuk membenarkannya Kecuali seorang asing dan pemabuk. Lewat tekanan dan intimidasi mereka minta orang tadi untuk menandatanganinya. Namun ia menolak mereka dengan berkata, “Astaghfirullah siapa yang mau menandatangani dakwaan palsu dan aneh ini”. Terpaksalah mereka menarik dakwaan tersebut.

 

Contoh lainnya, aku sangat butuh menghirup udara segar. Karena mengetahui kesehatanku sedang terganggu, dan seorang tak dikenal yang sampai sekarang aku tak sempat berkenalan dengannya meminjamkan sebuah dokar agar aku bisa berjalan-jalan. Maka akupun berjalan-jalan selama satu atau dua jam pada musim panas. Aku telah berjanji kepada pemilik dokar itu untuk membayar ongkosnya dalam bentuk buku-buku seharga lima puluh lira. Hal itu kulakukan agar tidak Keluar dari prinsip yang kupegang selama ini dan agar aku tidak berhutang jasa kepada siapapun. Adakah yang mengira bahwa tindakan ini membuahkan bahaya? Yang jelas pihak kepolisian, keamanan dalam negeri, bahkan gubernur sendiri lebih dari lima puluh kali mempertanyakan siapa pemilik kuda ini?

 

Seolah-olah telah terjadi peristiwa politis yang sangat gawat yang bisa merusak stabilitas dan keamanan. Akhirnya untuk menghentikan pertanyaan naif yang bertubi-tubi ada seseorang mengaku bahwa kuda itu merupakan miliknya sementara orang yang lain lagi mengakui dokar itu sebagai miliknya. Maka, keluarlah perintah untuk menangkap mereka berdua. Keduanya kemudian digiring bersamaku menuju penjara. Dengan cara-cara seperti ini kami menjadi penonton atas permainan mereka. Kamipun menangis sambil tertawa. Kami tahu bahwa siapapun yang merintangi risalah dan murid-murid Nur pastilah mereka menjadi bahan tertawaan dan bahan ejekan orang.

 

Berikut ini kuketengahkan sebuah percakapan singkat sebagai contohnya. Sebelum mengetahui isi tulisan menyangkut tuduhan yang diarahkan kepadaku bahwa aku telah mengganggu stabilitas keamanan, kukatakan kepada jaksa penuntut umum, “Kemarin kusampaikan kepada salah seorang anggota polisi yang menginterogasiku, wakil dari kepala keamanan, ‘Semoga Allah menyiksaku (tiga kali) jika aku tidak mengabdi bagi keamanan negeri ini seribu kali lebih banyak dari yang dilakukan kepala keamanan dan penuntut umum’.”

 

Kemudian di saat aku sangat membutuhkan kenyamanan, ketenangan, dan kehangatan, maka tindakan mereka yang mengasingkan diriku dalam kondisi yang sangat dingin ini, memindahkanku dari satu kota ke kota lain yang asing bagiku, serta menyiksaku dengan sesuatu yang di luar kemampuanku, semuanya menunjukkan bahwa tindakan mereka itu merupakan wujud dari kedengkian terpendam dan kesengajaan. Semua itu membuatku sangat marah dan tidak senang kepada mereka. Namun kemudian Allah menolongku sekaligus menyadarkan kalbuku akan pengertian berikut:

 

Takdir Tuhan yang pasti adil mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan peluang kepada mereka untuk berbuat zalim kepadamu. Rizkimu di penjara itulah yang telah mengundangmu ke penjara. Karena itu, engkau harus menerimanya secara ridho. Hikmah dan rahmat Tuhan juga mempunyai bagian yang sangat besar dalam hal ini bahwa menerangi dan menghibur para penghuni penjara serta engkau pun mendapatkan pahala yang besar. Jadi, engkau harus ribuan kali bersyukur kepada Allah dalam kesabaran demi keuntungan besar tersebut. Selain itu, dirimu juga mempunyai bagian karena ia memiliki banyak kesalahan. Dengan begitu ia harus dilawan dengan istighfar, taubat, kembali kepada Allah, disamping menyadari bahwa diri ini memang layak untuk diberi pelajaran.

 

Selanjutnya para pejabat yang dungu serta para pengecut yang tertipu yang terdorong untuk berbuat zalim Karena intrik musuh juga mempunyai andil. Risalah Nur telah membalas kaum munafik itu dengan berbagai ‘tamparan maknawi’ yang menyentak sehingga hal itu sudah cukup bagi mereka. Adapun andil terakhir dimiliki oleh para petugas yang berposisi sebagai orang-orang yang berbuat langsung. Namun Karena dilihat dari sisi Keimanan mereka telah mengambil manfaat dari melihat dan membaca Risalah Nur yang niat awalnya mengkritik dan mencari sisi kesalahan, maka alangkah mulianya jika engkau memaafkan dan mengampuni mereka seperti bunyi ayat al-Qur’an, “Yang menahan emosi dan mengampuni kesalahan orang”.

 

Setelah ditegur dan disadarkan kepada sesuatu yang hak dan benar, aku berikrar untuk senantiasa bersabar, bersyukur, dan bergembira berada di ‘Madrasah Yusufiyah’ yang baru ini. Bahkan aku bertekad untuk selalu memberikan pertolongan dan bantuan bahkan kepada mereka yang telah berbuat jahat kepadaku serta memusuhiku sebagai teguran bagi diriku atas segala kekurangan yang ada. Selanjutnya orang yang sudah berusia 73 tahun seperti diriku, yang ikatannya dengan dunia telah terputus, yang para kerabatnya di dunia ini tinggal sedikit, sementara sekitar 70 ribu naskah Risalah Nur telah melakukan tugas dakwahnya secara bebas, lalu ia mempunyai banyak saudara dan pewaris yang menunaikan tugas keimanan dengan ribuan lisan sebagai ganti dari satu lisan ini, maka kuburan bagi orang sepertiku seratus kali lebih baik daripada penjara.

 

Di samping itu, penjara ini ratusan kali jauh lebih baik dan lebih memberikan kenyamanan daripada bebas tapi terikat serta daripada hidup di bawah tekanan kontrol dan kekuasaan orang. Sebab, seseorang masih bisa bersabar bersama ratusan tahanan lain meskipun berada di bawah tekanan beberapa petugas berwenang, seperti direktur dan kepala penjaga. Dalam kondisi tersebut hatinya masih terhibur dengan keberadaan banyak teman di sekitarnya. Sementara jika berada di luar, ia harus menerima intimidasi ratusan pejabat dan petugas. Selain itu, secara agama dan fitrah, manusia senantiasa memberikan Kasih sayangnya kepada para orang tua. Terutama mereka yang berada dalam kondisi seperti ini. Sehingga kesulitan dan siksa di penjara berubah menjadi Kasih sayang pula. Karena itu aku rela hidup di penjara.

 

Ketika aku datang ke pengadilan yang ketiga, aku duduk di atas sebuah kursi yang berada di luar pintu pengadilan karena aku merasa payah dan sulit berdiri akibat kondisi yang sudah sangat lemah, tua, dan sakit. Tiba-tiba sang hakim datang sambil berbicara dengan nada marah dan meremehkan, “Mengapa orang ini tidak menunggu dalam kondisi berdiri” Sontak hatiku sangat marah karena orang tersebut sama sekali tidak memiliki rasa kasihan kepada orang tua. Ketika ku palingkan wajahku, tampak kerumunan kaum muslimin menatapku dengan pandangan iba, kasihan, dan menyiratkan adanya persaudaraan. Sehingga tak ada seorang pun yang bisa mengalihkan sorot pandangan mereka. Saat itulah ada dua kenyataan yang masuk ke dalam relung hatiku:

 

Pertama, para musuhku dan musuh Risalah Nur yang bersembunyi di balik tirai itu telah menipu para pejabat yang lalai dan telah berhasil menggiring para pejabat tersebut untuk berbuat keji guna menghancurkan pribadiku di hadapan banyak orang sekaligus memalingkan penghormatan dan penghargaan yang mereka berikan kepadaku yang sebenarnya aku sendiri tidak menyukainya. Karena itu, saat menghadapi penghinaan yang dilakukan oleh satu orang manusia, Tuhan memberikan pertolongan-Nya dengan memalingkan perhatianku kepada kerumunan orang yang berjumlah ratusan itu sebagai bentuk penghormatan kepadaku atas pengabdian yang selama ini dilakukan oleh Risalah Nur dan para pengikutnya. Seolah-olah Tuhan berkata, “Lihatlah kepada mereka!

 

Mereka datang untuk menyambutmu Karena pengabdian yang kau Jakukan itu. Mereka datang membawa kalbu yang penuh dengan rasa simpati, sedih, kagum, dan terikat kuat’. Bahkan pada hari kedua, saat aku menjawab beberapa pertanyaan hakim ketika ribuan orang berkumpul di ruang pertemuan. Sirat wajah mereka mengekspresikan kondisi mereka seraya berkata, “Jangan tekan dia”. Karena ikatan mereka dengan kami sangat kuat, pihak kepolisian tidak mampu membubarkan mereka. Pada saat itulah ada bisikan dalam hatiku:

 

“Dalam Keadaan yang sulit ini, orang-orang itu sedang membutuhkan penghibur yang sempurna, cahaya yang tak kenal padam, iman yang kokoh, serta kabar gembira tentang kebahagiaan abadi. Bahkan secara fitrah mereka mencarinya. Mereka mendengar bahwa apa yang sedang mereka cari itu ada dalam Risalah Nur. Karena itulah mereka memperlihatkan penghormatan dan penghargaan yang luar biasa kepada diriku sosok yang tidak ada artinya ini karena posisiku sebagai orang yang menyuarakan nilai keimanan.”

 

Kedua, terbesit dalam kalbuku bahwa di saat orang-orang tertentu mengkhianati kami dengan anggapan merusak stabilitas keamanan, serta di saat mereka bertindak buruk kepada kami ( dengan tujuan mengalihkan penghormatan manusia dari Kami, ada sambutan hangat dan penghargaan yang pantas diterima yang berasal dari para ahli hakikat dan putra-putri generasi mendatang. Ya, ketika teror di balik tirai Komunisme sedang merajalela untuk merusak stabilitas keamanan, justru Risalah Nur dan para muridnya berusaha mengantisipasi pengrusakan menakutkan itu di seluruh pelosok negeri dengan keimanan yang hakiki dan berusaha menjaga keamanan umum.

 

Selama dua puluh tahun berlalu, tidak pernah ada satu kasus pengrusakan pun yang dilakukan oleh para murid Nur padahal jumlah mereka sangat banyak tersebar di seluruh pelosok negeri. Tidak ada satupun dari pihak berwenang yang pernah menemukan atau mencatatkan sebuah Kasus yang dilakukan oleh mereka di sepuluh wilayah yang ada. Bahkan para polisi yang jujur yang berada di tiga wilayah pemerintahan menyatakan, “Para murid Nur layaknya para polisi maknawi. Mereka membantu kepada kami untuk menjaga keamanan. Sebab dengan keimanan yang hakiki di kepala setiap orang yang membaca Risalah Nur ada pelarang. Mereka berusaha menjaga keamanan negeri ini”.

 

Penjara Denizli merupakan contoh yang nyata dan tepat bagi apa yang baru saja dikatakan. Begitu murid-murid Nur dan risalah ats-Tsamrah (Buah-buah Keimanan) yang sengaja ditulis bagi para tahanan masuk ke dalam penjara tersebut, lebih dari dua ratus orang tahanan insaf dan kembali ke jalan yang benar. Mereka pun menjadi orang-orang yang taat dan saleh dalam tiga bulan atau lebih. Sampai-sampai seorang yang telah membunuh lebih dari tiga nyawa menjadi takut untuk membunuh seekor kupu-kupu sekalipun. Ia tidak lagi berbahaya, justru ia menjadi seorang yang bermanfaat dan cinta kepada negerinya.

 

Para pejabat berwenang melihat kondisi ini dengan perasaan kagum dan heran. Bahkan sebelum menerima putusan pengadilan, beberapa pemuda pernah berterus terang dengan mengatakan, “jika para murid Nur masih tetap berada dalam penjara, maka kami akan menghukum diri kami sendiri agar bisa tetap bersama mereka, belajar kepada mereka, serta memperbaiki diri dengan berbagai pengarahan yang mereka berikan agar kami bisa seperti mereka”. Karena itu, kalau kemudian mereka menuduh murid-murid Nur Yang memiliki karakteristik seperti tadi—telah mengganggu stabilitas keamanan pasti mereka telah tertipu. Atau baik disadari maupun tidak, mereka past mengabaikan pihak-pihak yang sengaja membuat teror dan kekacauan. Makanya, mereka berusaha menyakiti dan menyiksa kami.

 

Atas dasar tersebut, kami katakan kepada mereka, “Selama kematian tidak terbunuh, selama pintu kubur tidak tertutup, selama musafir-musafir tempat jamuan dunia lenyap dan hilang secara cepat ditelan bumi, maka sebentar lagi pasti kita akan berpisah dan kalian akan mendapatkan balasan menakutkan atas kezaliman yang telah kalian lakukan. Paling tidak, kalian akan mengecap kematian yang merupakan kelapangan hidup bagi kaum mukmin yang teraniaya. Kalian akan merasakan kematian tersebut sebagai pemusnahan abadi. Berbagai kenikmatan fana yang kalian raih dan kalian sangka kekal di dunia, akan segera berubah menjadi penderitaan abadi yang menyakitkan”.

 

Hakikat Islam yang berhasil dimiliki oleh umat beradab ini sekaligus dipelihara lewat darah ratusan juta para syuhada yang termasuk dalam tingkatan para wali serta lewat pedang-pedang pahlawan pejuangnya, saat sekarang ini secara sangat disayangkan kadang-Kala disebut oleh para musuh yang munafik itu dengan istilah Tarekat Sufi. Lalu mereka tampakkan tarekat sufi yang merupakan salah satu cahaya matahari yang bersinar sebagai matahari itu sendiri untuk memberikan gambaran yang, salah tentangnya kepada para pejabat yang awam. Mereka juga menyebut para murid Nur yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menampakkan hakikat al-Qur’an dan Keimanan sebagai ‘ahli Tarekat atau “Perkumpulan Politik’. Hal itu dimaksudkan untuk merusak dan memojokkan kami. Makanya, Kepada mereka dan kepada setiap pengikut mereka kami ingin menyampaikan apa yang telah kami utarakan di depan Pengadilan Denizli yang adil itu:

 

“Hakikat suci yang telah ditebus oleh jutaan kepala itu juga ditebus oleh kepala kami. Andaikata kalian menyalakan api di atas kepala kami, maka kepala-kepala yang telah rela berkorban untuk hakikat al-Qur’an tersebut tidak akan tunduk kepada kaum zindik dan insya Allah tidak akan pernah meninggalkan tugasnya yang suci”.

 

Demikianlah, aku tidak mau mengganti satu tahun pun dari usia senjaku dimana berbagai peristiwa di dalamnya melahirkan keputusasaan, beban berat, kepedihan, dan penderitaan, tetapi kemudian terobati dengan pelipur lara yang bersumber dari iman dan al-Qur’an dengan sepuluh tahun usia mudaku yang begitu menyenangkan. Khususnya setiap jam bagi mereka yang bertaubat dan melaksanakan sholat fardhu di penjara senilai dengan sepuluh jam ibadah. Demikian pula satu hari yang dilewati oleh orang yang sakit sementara ia dalam Kondisi teraniaya membuat pemiliknya memperoleh pahala sepuluh hari yang bersifat abadi. Jadi, kehidupan semacam ini betul-betul patut disyukuri oleh orang sepertiku yang sedang menunggu tepi kubur.

 

Ya, inilah yang bisa kupahami dari peringatan dan teguran di atas. Maka kuucapkan syukur tak terhingga kepada-Nya. Aku sangat gembira dengan kerentaanku ini dan aku juga rela berada di penjara. Sebab umur tidak pernah berhenti, tetapi ia terus berlalu dengan cepat. Jika berlalu dengan kenikmatan dan kesenangan, ia akan melahirkan kesedihan dan kenestapaan. Sebab biasanya hilangnya kenikmatan memunculkan penderitaan. Kemudian jika umur tersebut berlalu dengan terus diisi kelalaian tanpa pernah bersyukur, ia akan mewariskan dampak-dampak dari dosa sementara dirinya sendiri musnah dan lenyap. Adapun jika umur itu berlalu dengan kesulitan dan penahanan, karena lenyapnya penderitaan melahirkan kenikmatan, maka hidup semacam ini terhitung bagian dan ibadah. Karena itu, di satu sisi ia akan tetap abadi serta membuat pemiliknya memperoleh kehidupan yang kekal berikut hasil-hasilnya yang juga kekal. Juga disisi lain, ia menjadi penebus seluruh dosa terdahulu dan pembersih segala kesalahan yang menyebabkan ia masuk ke dalam penjara. Dilihat dari perspekti ini, para tahanan yang telah menunaikan kewajiban mereka harus bersyukur kepada Allah Ta’ala seraya terus bersabar.

 

HARAPAN KEENAM BELAS

 

Ketika dibuang ke daerah Kastamonu setelah dua tahun dihukum di penjara Eskisyehir disaat aku sudah tua. Aku ditahan di sana di markas kepolisian selama sekitar tiga bulan. Tentu saja kalian sudah mengetahui betapa hebat penderitaan yang dialami oleh orang sepertiku di tempat seperti itu. Ia terisolasi dari manusia, tidak bisa tinggal bersama orang lain bahkan meskipun dengan para sahabat yang setia, serta tidak bisa mengganti baju yang biasa ia kenakan. Ketika diliputi oleh keputusasaan, tiba-tiba Tuhan menolong kerentaanku. Sebab kepala polisi bersama para polisi menjadi teman-teman yang setia. Mereka bisa mengeluarkanku kapan saja untuk jalan-jalan di sekitar kota dan melayaniku seperti layaknya seorang pembantu. Selain itu, mereka tidak pernah memaksaku untuk memakai topi eropa.

 

Lalu aku masuk ke madrasah Nur yang berada di depan kantor polisi di Kastamonu. Akupun memulai penulisan beberapa sisalah. Seiring dengan itu Feyzi, Emin, Hilmi, Sadiq, Nazif, dan Solahuddin serta para tokoh Nur lainnya mulai mendatangi madrasah tersebut secara rutin guna menyebarkan dan memperbanyak risalah-risalah yang ada. Dalam pembahasan yang mereka lakukan di sana, mereka memperlihatkan kemampuan istimewa melebihi apa yang telah pernah kulalui di saat masih muda bersama murid-murid sebelumnya.

 

Selanjutnya para musuh yang bersembunyi di balik tirai mulai memprovokasi sebagian pihak berwenang dan sebagian guru yang egois serta pimpinan sufi untuk menyerang kami. Akhirnya mereka menjadi sebab berkumpulnya kami di ‘Madrasah Yusufiyah’, yaitu Penjara Denizli, bersama murid-murid Nur lainnya yang datang dari beberapa daerah. Penjelasan rinci mengenai Harapan keenam belas ini terdapat dalam risalah yang kukirim secara rahasia dari kota Kastamanu yang tertuang dalam buku Mulhaq Kastamonu serta dalam beberapa risalah singkat dan rahasia yang kukirim kepada para saudaraku dari Penjara Denizli. Substansi dari harapan ini tampak serara jelas di dalamnya. Sekarang kita menyerahkan perinciannya kepada al-Mulhaq dan pembelaan, kita akan menyebutkannya secara ringkas:

 

Aku telah menyembunyikan beberapa risalah khusus dan kumpulan tulisan yang penting terutama tulisan yang berbicara tentang Dajjal di kalangan kaum muslimin dan tentang beberapa keistimewaan Risalah Nur. Aku menyembunyikannya di bawah tumpukan kayu dan arang untuk disebarkan sepeninggalku atau setelah para telinga pimpinan itu mau mendengar, setelah kepala mereka mau menyadari hakikat yang ada. Aku merasa tenteram dalam hal ini. Namun manakala petugas investigasi dan staf jaksa menggeledah rumah kami sekaligus mengeluarkan risalah-risalah penting yang tersembunyi di bawah tumpukan kayu dan arang itu, mereka segera membawaku ke penjara Isparta padahal ketika itu aku sedang sakit.

 

Pada saat aku sangat terpukul dan secara serius memikirkan bahaya yang akan menimpa Risalah Nur, pertolongan Tuhan datang untuk membantu kami semua. Pihak-pihak berwenang yang sebetulnya sangat perlu membaca berbagai risalah penting yang tersembunyi itu mulai mempelajarinya dengan sangat serius. Akhirnya kantor-kantor pemerintahan pun berubah menjadi semacam madrasah Nur. Sebab, kritikan dan celaan mereka berubah menjadi pujian dan kekaguman. Bahkan di Denizli tanpa kami ketahui banyak sekali orang-orang, baik dari aparat berwenang maupun dari kalangan lainnya, membaca risalah al-Ayat al-Kubra (Tanda Kekuasaan-Nya Yang Agung) yang dicetak dengan sangat rahasia. Dengan begitu, mereka bertambah iman dan menjadi sebab yang membuat musibah kami seolah-olah tak pernah ada.

 

Kemudian mereka membawa kami ke penjara Denizli dan meletakkanku di sebuah ruangan yang berbau busuk,lembab dan sangat dingin. Akupun menjadi sangat sedih dan sakit dengan ujian yang menimpa teman-teman akibat diriku. Selain itu aku merasa sangat sedih dengan berhentinya penyebaran Risalah Nur. Semua hal tersebut terakumulasi membuat diriku gelisah dan risau. Namun kemudian datanglah pertolongan Tuhan yang mengubah penjara menakutkan tadi menjadi madrasah Nuriyah. Sungguh benar bahwa penjara tersebut telah menjadi Madrasah Yusufiyah. Sejak saat itu Risalah Nur mulai tersebar melalui pena mas yang dimiliki oleh para pahlawan ‘Madrasah az-Zahra’.

 

Bahkan ada seorang murid Nur yang telah menyalin lebih dari dua puluh naskah dari risalah ats-Tsamarah (Buah-buah keimanan) dan pembelaan selama tidak lebih dari empat bulan dalam kondisi buruk semacam itu. Naskah-naskah tersebut kemudian menjadi sebab bagi datangnya berbagai karunia Tuhan baik di dalam maupun di luar penjara. Ia telah mengubah penderitaan yang kami derita menjadi berbagai keberuntungan sekaligus mengubah kerisauan dan kesedihan kami menjadi kebahagiaan. Sekali lagi dalam hal ini ia menampakkan salah satu rahasia ayat al-Qur’an yang berbunyi, “Boleh jadi kalian mermbenci sesuatu padahal ia sangat baik bagi kalian.” (al-Baqarah [2]: 216)

 

Setelah itu muncul sebuah keterangan yang menghantam kami yang didasarkan pada pernyataan dangkal dan keliru dari para ahli penyelidik. Lalu menteri pendidikan pun “menyerang’ kami secara Sangat tajam sehingga membuat sebagian orang menuntut hukuman mati terhadap kami bahkan mereka berusaha keras untuk melakukannya. Dalam kondisi yang sulit seperti itu, pertolongan Tuhan datang membantu kami. Ketika kami menunggu berbagai kritikan yang pedas dan tajam dari tim ahli penyelidik Ankara, ternyata pernyataan mereka justru mengandung kekaguman dan penghargaan terhadap berbagai Risalah Nur. Disamping itu dari lima kotak Risalah Nur mereka hanya menemukan beberapa kesalahan yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh. Sebagaimana kami membuktikan kepada pengadilan bahwa berbagai kesalahan yang mereka katakan itu sebetulnya bukan merupakan kesalahan, melainkan merupakan kebenaran, demikian pula yang salah justru sangkaan mereka sendiri. Kami terangkan bahwa dalam pernyataan yang terdiri dari lima lembar itu terdapat sekitar sepuluh kesalahan.

 

Ketika kami menunggu ancaman dan keputusan tegas dari tujuh jalur formal pemerintah yang dikirimi Risalah Tsamarah dan Pembelaan sebagaimana semua risalah juga dikirimkan pada ( kalangan peradilan, terutama risalah-risalah yang secara khusus berisi pukulan keras kepada kaum yang sesat, tiba-tiba putusan mereka sangat lunak seperti surat yang dikirimkan Perdana Menteri kepada kami. Seolah-olah mereka memperlihatkan keinginan untuk berdamai dengan kami. Semua ini tentu saja secara tegas membuktikan bahwa berkat Karunia dan kemurahan-Nya, Risalah Nur berhasil mengalahkan mereka hingga membuat mereka mau membaca dan mengambil petunjuk darinya. Pada waktu yang sama, lingkungan pemerintahan itupun berubah menjadi semacam madrasah Nur. Risalah-risalah tersebut telah berhasil menyelamatkan orang-orang yang sedang bingung dan ragu sekaligus memperkuat keimanan mereka. Hal itu membuat kami sangat senang dan gembira sehingga mengalahkan kesulitan dan penderitaan yang kami alami.

 

Selanjutnya para musuh yang tak tampak itu memasukkan racun ke dalam makanan saya. Akibat dari pengaruh racun tersebut, pahlawan Nur, Syahid Hafidz Ali dibawa ke rumah sakit sebagai ganti dariku dan di sana ia menghembuskan nafas yang terakhir. Kejadian ini betul-betul membuat kami menangis dan bersedih atasnya.

 

Sebelum datangnya musibah tersebut, saat berada di atas gunung Kastamonu aku berkata bahkan berkali-kali aku menegaskan, “Wahai saudara-saudaraku janganlah kalian melemparkan daging di depan kuda dan jangan pula meletakkan rumput di depan singa”. Artinya, jangan Kalian memberikan risalah kepada setiap orang, karena Khawatir mereka akan berbuat jahat kepada kita. Dalam hal ini seakan-akan saudara Hafidz Ali mendengar ucapanku itu dengan ‘telepon maknawi’, padahal ia berada di sebuah tempat sejauh tujuh hari peyalanan. Pada waktu bersamaan, ia menulis surat kepadaku yang isinya adalah sebagai berikut, “Ya, wahai guruku. Di antara karomah Risalah Nur bahwa ia tidak memberi daging kepada kuda dan tidak memberi rumput kepada singa. Tetapi sebaliknya, ia memberi rumput kepada kuda dan memberi daging kepada singa”. la berikan surat tersebut dan tujuh hari kemudian kami pun menerimanya. Setelah dihitung-hitung kami menyadari bahwa ia telah menuliskan ungkapan yang sama itu di saat aku menegaskannya secara berulang-ulang di atas gunung Kastamonu.

 

Pada saat pahlawan Nur yang semacam beliau wafat, pada saat kaum munafik berusaha menghukum kami, serta pada saat aku terus merasa gelisah karena mereka membawaku ke rumah sakit akibat penyakit yang berasal dari racun tadi, pada saat semua kesulitan menghimpit kami, tiba-tiba pertolongan Tuhan datang membantu kami. Doa tulus yang dipanjatkan oleh teman-teman yang baik berhasil mengangkat bahaya dari racun tadi. Ada petunjuk yang sangat kuat bahwa pahlawan yang telah mati syahid tersebut sibuk dengan Risalah Nur dan menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat dengannya. Lalu pahlawan Denizli, Hasan Feyzi, berikut beberapa temannya yang setia akan menggantikan kedudukan beliau sekaligus mengisi tugas beliau dalam mengabdi kepada Risalah Nur secara rahasia. Di lain sisi para musuh telah sepakat pahwa kami semua harus dikeluarkan dari penjara. Sebab mereka khawatir Risalah Nur akan tersebar luas dan mendapat respon yang cepat dari para tahanan agar hubungan antara kami dan para tahanan itu terputus. Para murid Nur memang telah mengubah kesunyian penjara menjadi seperti gua ashabul kahfi atau gua tempat tinggal orang-orang zuhud. Dengan tenang, mereka berusaha menulis dan menyebarkan Risalah Nur. Semua itu menegaskan bahwa Tuhan telah membantu dan menolong kami.

 

Terlintas di dalam kalbu kami bahwa imam besar seperti Abu Hanifah an-Nu’man dan yang lainnya pernah dipenjara lalu bersabar dalam menjalani penyiksaan di dalamnya. Demikian pula Imam Ahmad dan tokoh besar lainnya, mereka banyak mendapat siksa hanya karena salah satu persoalan tentang al-Qur’an. Dalam menghadapi seluruh ujian yang keras itu mereka sangat sabar tanpa menunjukkan sedikitpun kegusaran dan keluhan. Juga, mereka tak pernah menarik kembali ucapan yang pernah disampaikan. Begitu pula dengan para ulama dan imam besar lainnya, mereka semua tidak gentar sedikitpun menghadapi penderitaan dan siksa yang menimpa mereka. Justru mereka bersabar dan bersyukur kepada Allah Taala padahal ujian yang menimpa mereka itu jauh lebih hebat dari apa yang kalian dapatkan. Karena itu, kalian harus banyak bersyukur kepada Allah Ta’ala atas bencana kecil dan kesulitan ringan yang kalian dapat dalam rangka membela al-Quran serta atas pahala besar yang akan kalian dapatkan darinya.

 

Di sini aku akan menjelaskan secara singkat beberapa wujud pertolongan Tuhan yang datang di tengah-tengah kezaliman manusia:

 

Ketika berusia dua puluh tahun aku selalu menyatakan bahwa di akhir-akhir umurku nanti aku akan berkhalwat di sebuah gua untuk menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan masyarakat seperti yang dilakukan oleh kaum zuhud di pegunungan. Ketika tertawan di Timur Laut Rusia saat Perang Dunia Pertama, aku juga telah berikrar untuk menghabiskan sisa umurku di gua-gua guna menjauh dari kehidupan sosial dan politik. Namun sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepadaku yang telah tua ini, pertolongan Tuhan dan keadilan takdir-Nya mengubah bayangan gua-gua tersebut kepada sesuatu yang lebih baik dan lebih mulia, jauh melebihi apa yang kuinginkan. Dia telah mengganti gua tadi dengan penjara sebagai tempat khalwat. Dia berikan kepadaku berbagai “Madrasah Yusufiyah’ sebagai ganti dari gua-gua pegunungan yang dipakai oleh mereka yang sedang melakukan latihan ruhani. Hal itu dimaksudkan agar waktu kami tidak terbuang secara percuma. Sebab di penjara tersebut selain terdapat berbagai manfaat ukhrawi, juga terdapat tugas jihad untuk mendakwahkan al-Qur’an dan persoalan iman. Bahkan setelah saudara-saudaraku dibebaskan aku bertekad untuk melakukan sesuatu yang bisa membuatku masuk dan tetap berada di sel penjara bersama Husrev, Feyzi, dan para pejuang lainnya yang ikhlas dan setia dalam mengabdi agar aku tidak lagi berbaur dengan masyarakat, tidak membuang-buang waktu dalam hal yang tidak perlu, serta tidak lagi berbuat sesuatu yang tujuannya ingin dikenal orang. Hanya saja kemudian takdir Ilahi mendorong kami untuk pergi ke tempat khalwat yang lain.

 

Sesuai dengan bunyi ungkapan, “Yang terbaik adalah pilihan Allah”, sesuai dengan rahasia ayat al-Quran, “Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia lebih baik bagi kalian” serta sebagai bentuk kasih sayang Tuhan terhadap kerentaanku, dan agar kami berupaya keras dalam berdakwah, maka kami pun diberi sebuah misi dan tugas yang berada di luar koridor kehendak dan kemampuan Kami di ‘Madrasah Yusufiyah’ yang ketiga ini. Ya, di balik adanya perubahan dari gua seperti yang dibayangkan di masa muda, di saat ia tak memiliki musuh jahat, kepada kamar-kamar penjara yang sunyi terdapat tiga hikmah dan manfaat penting untuk pengabdian terhadap Risalah Nur:

 

Hikmah dan Manfaat Pertama

 

Berkumpulnya murid-murid Nur saat ini tanpa ada seorangpun yang mengganggu bisa terjadi di Madrasah Yusufiyah. Sebab bertemunya mereka di luar penjara bisa jadi menimbulkan prasangka dan Kecurigaan serta membutuhkan biaya. Sebab sebagian mereka harus mengeluarkan sekitar 50 lira untuk sebuah perjumpaan yang tidak lebih dari dua puluh menit. Atau bisa juga mereka pulang ke daerahnya tanpa bisa bertemu. Karena itu, kutahan kesulitan di penjara ini bahkan kuterima ia secara gembira demi untuk bisa terus bertemu dengan para saudara yang setia. Dengan demikian, bagi kami penjara merupakan nikmat dan rahmat.

 

Kedua

 

Dakwah dan penyebaran iman yang dilakukan lewat Risalah Nur ini harus dilakukan di setiap waktu dan di setiap tempat. Berdasarkan hal tersebut, masuknya kami ke dalam penjara bisa menarik perhatian orang-orang kepada Risalah Nur sehingga bisa dikatakan ialah membantu proses penyebarannya. Beberapa orang yang keras kepala serta beberapa orang yang membutuhkan telah berhadapan dengan Risalah Nur sehingga risalah tadi berhasil mematahkan sifat keras kepala mereka sekaligus menyelamatkan keimanan mereka. Mereka lolos dari kehancuran dan wilayah madrasah Nur pun meryadi luas.

 

Ketiga

 

Setiap murid Nur yang masuk ke dalam penjara bisa saling mengenali kondisi masing-masing serta bisa saling belajar untuk berperilaku baik, untuk bersikap ikhlas, dan untuk rela berkorban. Karenanya, sesudah itu mereka tidak lagi memperdulikan keuntungan duniawi dalam melakukan pengabdian terhadap Nur. Ya, mereka bisa bersikap ikhlas karena dari banyak petunjuk yang ada mereka mengetahui bahwa setiap kesulitan dan penderitaan di ‘Madrasah Yusufiyah’ memberikan puluhan keuntungan maknawi dan materi, hasil-hasil yang tak tampak, serta berbagai pengabdian imani yang bersifat luas dan tulus. Bahkan keuntungan tersebut bisa mencapai seratus Kali lipat. Karena itu, mereka tidak mau berlomba untuk mendapatkan berbagai keuntungan pribadi yang tidak ada artinya.

 

Bagiku, tempat-tempat khalwat dan i’tikaf tersebut (penjara) memang sedikit menyiratkan kesedihan. Namun demikian di dalamnya ada kenikmatan sebagai berikut:

 

Di sini aku merasakan berbagai kondisi dan keadaan seperti yang kurasakan ketika masih muda saat berada di kampung dan madrasahku dulu. Sebab seperti kebiasaan daerah Timur, makanan sebagian murid madrasah berasal dari luar madrasah sementara sebagian lagi memasak sendiri di madrasah. Di sini aku melihat hal yang sama sehingga membuatku teringat kepada masa-masa ketika masih muda. Aku pun pergi membawa pikiranku melayang ke masa silam tersebut sekaligus melupakan kerentaan yang ada.

 

Lanjutan dari Cahaya Kedua Puluh Enam ini adalah al-Maktub al-Hadi wal isyrun (Surat Kedua Puluh Satu) yang diterbitkan sebagai bagian dari buku al-Maktubat.

 

Berisi pembelaan Ustadz Nursi di depan pengadilan Eskisyehir ia diterbitkan dalam kumpulan “Biografi”

 

Sebuah Dialog Singkat

 

Cahaya ini berisi alinea-alinea singkat yang kutulis untuk menghibur hati para saudara yang telah bersamaku saat aku dilarang untuk berbicara dan berbaur dengan orang lain di penjara Eskisyehir.

 

SEBUAH DIALOG SINGKAT

 

BERSAMA Sulaiman Rusydi orang yang sangat setia, tulus, dan berhati bersih.

 

Ketika waktu tugas hidup lalat sebentar lagi berakhir, yaitu tepatnya pada musim rontok, sebagian orang yang ingin memanfaatkannya mempergunakan sebuah obat untuk melawan lalat agar mereka tidak terganggu. Hal ini tentu saja mengusik hatiku. Sebab ketika itu jumlah lalat begitu banyak, lebih banyak daripada sebelumnya padahal obat pembunuh tadi sudah dipergunakan. Di kamarku di penjara ada seutas tali untuk menjemur baju. Namun pada sore hari binatang kecil itu justru bergelantungan di atas tali tadi dengan sangat indah dan teratur. Maka kukatakan kepada Rusydi, “Biarkan binatang kecil tersebut di situ. Jemurlah pakaian ini di tempat lain!” Akan tetapi dengan serius Rusydi menjawab, “Kita membutuhkan tali ini. Biarlah lalat tersebut yang mencari tempat lain”.

 

Tanpa disengaja, terkait dengan dialog singkat yang berlangsung di antara kami, terbukalah pintu pembahasan mengenai lalat, lebah, dan berbagai serangga sejenisnya. Maka bergulirlah pembicaraan di sekitar hal tersebut.

 

Kukatakan kepadanya, “Binatang-binatang sejenis ini yang bermunculan dalam jumlah besar mempunyai berbagai tugas penting. Sebuah buku bisa dicetak dalam jumlah besar dengan melihat pada nilainya. Artinya, jenis binatang lalat juga memiliki tugas yang penting dan nilai yang sangat besar. Sebab Tuhan Sang Maha Pencipta telah banyak mencetak dan menyalin risalah yang menunjukkan kekuasaan ilahi tersebut”.

 

Ya, sekelompok lalat yang pada setiap saat selalu membersihkan wajah, mata, dan sayapnya ini, yang seolah-olah sedang berwudhu, membentuk sebuah tema penting dalam ayat al-Quran,

 

“Wahai manusia ada sebuah contoh perumpamaan, maka dengarkanlah! Sesungguhnya zat selain Allah yang kalian sembah sesungguhnya tidak dapat membuat sebuah lalat meskipun mereka semua berkumpul menjadi satu untuk membuatnya. Dan jika lalat itu mengambil sesuatu dari mereka, mereka tidak akan bisa merebutnya kembali dari alat itu. Jadi yang menyembah dan yang disembah sama-sama lemah.” (al-Hajj [22]: 73)

 

Artinya, seandainya segala sebab dan sesuatu selain Allah yang oleh kaum sesat dianggap sebagai tuhan berkumpul untuk mendapatkan seekor lalat sebab-sebab tersebut tidak akan mampu melakukannya. Dengan kata lain, penciptaan lalat tersebut merupakan mukjizat Tuhan dan salah satu bukti kekuasaan-Nya yang sangat agung. Andaikata seluruh sebab berkumpul tetap mereka tidak akan mampu menaptakan tanda kekuasaan Tuhan tersebut. Disamping itu, mereka juga tidak akan bisa menghalangi atau mencontohnya. Mukjizat tersebut telah membinasakan Namrud sekaligus telah membela hikmah penciptaannya tatkala Musa as. mengeluhkannya dengan berkata, “Wahai Tuhan, mengapa engkau memperbanyak keturunan makhluk yang sangat mengganggu ini?” ia pun diberi jawabannya dalam bentuk ilham, “Baru sekali engkau merasa keberatan kepadanya, sementara dia seringkali bertanya, ‘Wahai Tuhan, manusia yang memiliki kepala besar ini hanya perzikir kepada-Mu dengan satu lisan. Bahkan ia kadangkala melupakan-Mu. Seandainya Kau ciptakan makhluk seperti kami pasti ribuan makhluk akan berzikir kepada-Mu’.

 

Selain itu, lalat sangat menjaga kebersihan. Ia selalu mempersihkan wajah dan kedua matanya serta senantiasa membasuh sayap-Sayapnya seperti orang yang sedang berwudhu. Karena itu, keberadaan lalat tersebut sangat penting dan agung. Hanya saja, perhatian dan pengetahuan manusia yang terbatas tidak mampu menjangkau semua perannya.

 

Ya, Allah Taala telah menciptakan sekumpulan binatang predator pemakan daging seolah-olah mereka merupakan petugas kesehatan dan pegawai kebersihan yang melaksanakan tugasnya dengan sangat rapi. Mereka bersihkan permukaan laut, mereka kumpulkan bangkai-bangkai jutaan binatang laut setiap harinya, serta mereka selamatkan laut tersebut dari pemandangan yang kotor.” Jika seandainya binatang ini tidak melakukan tugas kesehatannya secara benar dan secara sangat indah, wajah permukaan Laut tak mungkin akan bersinar seperti cermin yang terang. Selain itu, laut pun pasti merasa risau dan sedih.

 

Hal yang sama berlaku pada burung pemangsa. Allah telah menciptakan mereka sebagai pegawai-pegawai-Nya yang mengurusi masalah kebersihan dan kesehatan. Setiap hari mereka membersihkan permukaan bumi dari bangkai milyaran binatang darat hingga tidak sampai menjadi busuk. Burung-burung tersebut bisa mencium letak bangkai meskipun tersembunyi dan sangat jauh di mana ia baru bisa dicapai dalam perjalanan selama enam jam. Tentu saja hal itu bisa dilakukan berkat adanya ilham dari Tuhan. Mereka pun terbang dan mendekati tempat tersebut untuk kemudian menghilangkan bangkai yang ada. Andaikata tidak ada petugas kesehatan darat yang melakukan tugasnya secara sangat baik, pastilah permukaan bumi ini berada dalam kondisi yang pantas untuk diratapi.

 

Ya, rizki halal milik binatang pemangsa tersebut adalah daging binatang yang sudah mati. Sementara daging binatang yang masih hidup haram bagi mereka. Bahkan mereka akan mendapatkan sanksi jika memakannya. Hadits Nabi SAW. yang menyebutkan, “Sampai domba yang tak bertanduk menuntut yang bertanduk”’*! menegaskan bahwa makhluk hidup yang ruhnya kekal meskipun jasadnya sudah musnah akan mendapatkan balasan di negeri akhirat nanti. Atas dasar itulah daging binatang yang masih hidup haram bagi para pemangsa.

 

Demikian pula dengan semut. la merupakan pegawai yang bertugas mengumpulkan potongan-potongan kecil dari rizki Tuhan yang bertebaran. Ia jaga rizki tersebut agar tidak rusak dan dihinakan sehingga tidak terinjak kaki makhluk. Selain itu, ia juga mengumpulkan bangkai-bangkai binatang yang kecil layaknya petugas kesehatan.

 

Lalat juga sama. Ia memiliki berbagai tugas yang lebih penting daripada yang telah disebutkan sebelumya. Yaitu ia ditugaskan untuk membersihkan berbagai bakteri penyakit serta ditugaskan untuk menghilangkan berbagai bahan yang beracun. Ia tidak memindahkan bakteri. Tetapi sebaliknya, ia justru menghancurkan berbagai bakteri yang berbahaya sekaligus melenyapkannya dengan cara menelan dan memakannya. Ja ubah bahan dan materi yang beracun menjadi materi lain. Dengan begitu ia telah ikut menghalangi dan menghentikan penyebaran beragam penyakit.

 

Dalil yang menjelaskan kedudukan lalat sebagai petugas kesehatan dan pegawai kebersihan yang cerdas dan bahwa padanya terkandung kebijaksanaan ilahi yang luas adalah jumlahnya yang sangat banyak, tak terhingga.

 

Wahai manusia yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri, cukuplah engkau memperhatikan satu manfaat lalat yang kembali kepadamu selain banyak manfaat lain yang dimilikinya dalam kehidupan ini. Jangan lagi engkau memusuhinya. Selain menghiburmu di saat engkau sendiri dan kesepian, ia juga menyadarkanmu dari kelalaian dan kerisauan yang ada. Ia mengingatkanmu akan tugas-tugas yang dimiliki manusia seperti bergerak, aktif bekerja, selalu menjaga kebersihan lewat wudhu dan shalatnya, serta senantiasa mencuci wajah dan kedua matanya sebagaimana hal itu tampak secara nyata.

 

Hal yang sama ditunjukkan oleh lebah sebagai salah satu jenis lalat. la memberimu madu yang merupakan makanan terlezat dan terbaik sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran, ia adalah binatang yang mendapat bisikan wahyu Tuhan. Karena itu, engkau harus mencintainya.

 

Memusuhi lalat tidak ada artinya. Bahkan ia merupakan bentuk kezaliman terhadap binatang yang telah membantu dan bersahabat dengan manusia. Manusia hanya boleh melawan dan mencegah bahaya yang ditimbulkannya sebagaimana melindungi kambing dari cengkeraman serigala.

 

Bisa jadi nyamuk dan kutu yang menyerang kita termasuk pembekam alamiah. Dengan kata lain, ia merupakan para pegawai yang bertugas menghisap darah rusak yang mengalir di urat-urat. Maha suci Allah yang telah membuat kagum dan heran akal manusia.

 

Suatu ketika aku pernah berdebat dengan jiwaku yang lalai dengan karunia Allah padanya di mana ia mengira hal itu sebagai miliknya. la pun mulai bangga dan sombong.

 

Kukatakan padanya, “Sebenarnya engkau tidak memiliki sesuatu. Apa yang ada padamu hanyalah amanah”, Ketika mendengar hal itu, ia pun tidak lagi sombong. Hanya saja ia mulai menampakkan sifat malasnya dengan berkata, “Kalau begitu, mengapa aku harus memelihara apa yang bukan milikku? Apa ruginya aku kalau ia hilang?”

 

Tiba-tiba kulihat ada sebuah lalat yang mendarat di atas tanganku. Ia mulai membersihkan wajahnya, kedua matanya, dan sayap-sayapnya padahal organ tubuh tersebut hanyalah amanah yang ada padanya. Namun ia membersihkan semua itu dengan sebersih-bersihnya ibarat seorang tentara yang membersihkan senjata dan pakaian yang diberikan oleh pemerintah kepadanya. Maka ketika itu aku berkata pada diriku, “Lihatlah kepada lalat tersebut!” Ja pun melihatnya sekaligus mendapatkan pelajaran yang sangat berharga darinya. Demikianlah, lalat tersebut telah menjadi guru bagi diriku yang malas ini.

 

Dari sisi kedokteran, ampas makanan lalat tidaklah berbahaya. Bahkan mungkin ia merupakan minuman yang enak dan makanan bagi serangga lainnya. Sebab sesuai dengan hikmah ilahi, lalat tersebut diciptakan sebagai mesin perubah dan perangkat pembersih. Hal itu melihat pada aktivitasnya yang memakan ribuan jenis materi yang menjadi sumber bakteri dan racun.

 

Ya dari beberapa jenis lalat—selain lebah—ada satu jenis yang memakan aneka macam makanan yang sudah rusak’ lalu ia meneteskan bahan manis sebagai ganti dari ampasnya sama seperti embun manis semacam madu yang, turun di atas daun pohon. Ini menegaskan fungsi lalat sebagai mesin perubah.

 

Demikianlah, tampak dengan jelas di hadapan kita betapa lalat yang sangat kecil ini begitu hebat dan mempunyai tugas yang sangat agung. Seolah-olah ia berkata, “Jangan melihat pada bentuk tubuh kami yang kecil. Tetapi lihatlah pada tugas kami yang agung! Lalu ucapkanlah, ‘Subhanallah!’.

 

HURUF-HURUF AL-QURAN

 

“Sesungguhnya jika Allah menginginkan sesuatu Dia cukup berkata, ‘Kun’ (jadilah!) maka terjadilah apa yang dikehendakiNya itu.” (Yasin [36]: 82)

 

Dari petunjuk ayat al-Quran di atas dapat dipahami bahwa proses penciptaan makhluk berlangsung lewat sebuah perintah dan bahwa khazanah kekuasaan ilahi berada di antara huruf kaf dan nun. Rahasia yang sangat halus ini mempunyai beberapa makna. Sebagiannya telah disebutkan dalam beberapa risalah.

 

Sekarang kita berusaha untuk memahami rahasia halus tersebut lewat perumpamaan yang bersifat materi dan konkret untuk mendekatkan pengertian tentang hadits-hadits Nabi SAW. yang berbicara mengenai huruf-huruf tertentu al-Quran berikut keistimewaan dan pengaruh konkretnya—terutama huruf-huruf terputus yang terdapat di awal surat al-Quran—dengan pandangan kekinian. Yaitu:

 

Sesungguhnya Allah Sang Pencipta Yang Maha Mulia, Pemilik arasy yang agung, memiliki empat arasy ilahiyah. Semuanya merupakan poros bagi pengelolaan urusan seluruh makhluk yang terdapat di planet bumi sebagai pusat, jantung, dan kiblat alam semesta.

 

Pertama, arasy pemeliharaan dan kehidupan. la berupa tanah yang memperlihatkan wujud manifestasi nama Tuhan Yang Maha Memelihara dan Menghidupkan.

 

Kedua, arasy karunia dan Kasih sayang. la berupa unsur air.

 

Ketiga, arasy pengetahuan dan hikmah. Ia berupa unsur cahaya.

 

Keempat, arasy perintah dan kehendak. Ia berupa unsur udara.

 

Dengan mata ini, kita bisa melihat kemunculan aneka macam tambang yang menjadi sumber kebutuhan hewan dan manusia serta kemunculan aneka macam tumbuhan dari dalam tanah yang sangat sederhana. Kita Juga melihat kemunculan berbagai mukjizat ciptaan ilahi, terutama yang berasal dan nuthfah sebagai benda cair seperti air. Semua ciptaan tersebut muncul pada seluruh makhluk dengan keberadaan air. Artinya kemunculan makhluk dalam jumlah besar dan beraneka ragam itu berasal dari unsur yang sangat sederhana lewat sebuah keteraturan yang sempurna serta tertulis di atas lembaran sederhana dalam bentuk goresan yang sangat mengagumKan. Itu menunjukkan bahwa cahaya dan udara pun mempunyai kedudukan yang sama seperti dua arasy di atas. Keduanya menampakkan mukjizat yang mengagumkan dari pena pengetahuan, kehendak, dan perintah Sang Pencipta Yang Maha Kekal, Maha Mengetahui, dan Maha Mulia seperti dua arasy sebelumnya meskipun sangat sederhana.

 

Sekarang kita akan meninggalkan pembicaraan mengenai unsur cahaya. Dan Karena sesuai dengan pembahasan kita, kita akan berusaha menyingkap hijab yang menutupi keajaiban perintah dan kehendak-Nya berikut keunikan keduanya pada unsur udara yang mencerminkan arasy perintah dan kehendak Tuhan bagi planet bumi.

 

Sebagaimana kita menanam huruf dan Kata lewat udara yang terdapat di mulut kita di mana ia kemudian memunculkan bulir dan buah (yaitu kata tersebut menjadi benih pada waktu yang sama seolah-olah tanpa jedah lalu keluar sebagai udara yang mengandung kata yang sama tak terhingga jumlahnya, besar ataupun kecil, demikian pula kita melihat bahwa unsur udara tersebut begitu tunduk dan patuh kepada perintah kun fayakun. la sangat tunduk padanya hingga seolah-olah setiap atom darinya merupakan tentara dari sebuah pasukan yang teratur yang siap menerima perintah kapan saja. la menampakkan ketaatan dan ketundukan kepada kehendak yang terwujud pada perintah kun tanpa terikat waktu, baik atom yang terjauh maupun yang terdekat.

 

Contohnya perkataan yang disampaikan oleh seseorang lewat siaran bisa didengar di setiap penjuru bumi pada waktu yang bersamaan seolah-olah tanpa terikat waktu. Hal itu menunjukkan hebatnya kepatuhan setiap atom yang ada di udara dalam melaksanakan perintah kun fayakun..Hal yang sama terjadi pada huruf-huruf yang tidak menetap di udara. Dengan cara Tuhan yang mulia ia menjadi wujud bagi berbagai pengaruh lahiriah dan berbagai materi yang sangat banyak sesuai dengan rahasia kepatuhan tadi. Karena itu engkau bisa menyaksikan di dalamnya ada sebuah keistimewaan, seolah-olah ia mengubah sesuatu yang bersifat abstrak menjadi konkret, mengubah yang gaib menjadi nyata.

 

Sama seperti simbol ini, simbol lainnya yang tak terbilang jumlahnya menunjukkan bahwa huruf-huruf yang merupakan entitas bersifat udara, terutama huruf-huruf suci, huruf-huruf alQuran, dan khususnya huruf-huruf terputus yang terdapat di awal| awal surat, seluruhnya mendengar dan melaksanakan perintah dengan sangat rapi, khidmat, dan penuh perhatian tanpa terikat oleh waktu. Tentu saja hal ini membuat seseorang harus tunduk pada karakter materi dan berbagai keunikan luar biasa yang berasal dari huruf-huruf yang terdapat pada atom-atom udara yang mencerminkan kehendak ilahi dan wujud dari perintah kun fayakun.

 

Demikianlah pengungkapan al-Quran yang kadangkala menjelaskan tanda kekuasaan Tuhan di mana seolah-olah ia bersumber dari sifat kehendak dan kalam-Nya sebetulnya dibangun di atas rahasia ini. Ungkapan al-Quran tersebut menunjukkan bahwa seluruh entitas alam diciptakan dalam waktu yang sangat cepat serta semuanya tunduk dan patuh secara mutlak kepada perintah yang ada hingga seakan-akan perintah tersebut melaksanakan kewenangannya seperti kekuasaan Tuhan.

 

Dengan kata lain, huruf-huruf yang berasal dari perintah penciptaan mempengaruhi keberadaan sesuatu seolah-olah ia merupakan kekuatan konkret. Ia tampakkan perintah penciptaan tersebut sebagai kekuasaan dan kehendak itu sendin. Ya, entitas alam yang tersembunyi ini yang eksistensi konkretnya bersifat gas betul-betul tak tampak sampai seolah-olah seperti setengah konkret dan setengah abstrak. Tanda-tanda perintah dan kehendak-Nya tampak dengan jelas di dalamnya di mana perintah penciptaan yang ada menyerupai kekuasaan Tuhan itu sendiri.

 

Begitulah. Untuk menarik perhatian dan agar manusia mau merenungkan berbagai entitas yang seperti pembatas antara sesuatu yang konkret dan yang abstrak, al-Quran Al-karim menyatakan, “Sesungguhnya jika Allah menginginkan sesuatu Dia cukup berkata,’Kun/’ Gadilah!) fayakun (maka terjadilah apa yang dikehendakiNya itu)”. Karena itu, sangat logis jika huruf-huruf terputus yang terdapat di awal surat seperti alif lam mim, tho sin, ha mim, dan lain sebagainya merupakan pengikat dan penghubung harfiah yang bisa menggerakkan ikatan hubungan tersembunyi antara atom-atom udara tanpa terikat oleh waktu. Bahkan hal itu merupakan fungsi dari huruf-huruf tersebut. Di antara tugasnya adalah melakukan kontak suci dari bumi ke arasy.

 

Ya, setiap atom, bahkan setiap atom udara yang tersebar di seluruh pelosok alam melaksanakan dan mentransfer segala perintah lewat ‘pesawat radio’, ‘telepon’ atau ‘telegraf. Selain itu ia juga menghubungkan seluruh aliran yang halus seperti listrik. Lewat pengamatan bahkan lewat penyaksian yang benar salah satu tugasnya tampak secara nyata pada kembang Kacang. Yaitu bahwa pohon-pohon yang tersebar di seluruh penjuru bumi seolah-olah merupakan tentara teratur yang siap menerima perintah dalam satu waktu. Maka hanya dengan hembusan angin semilir, ia terima perintah dari atom-atom tadi dan kemudian ia menampakkKan kondisi tertentu. Kondisi tersebut membuatku semakin yakin dan puas. Artinya udara yang ada di permukaan bumi ibarat pelayan jujur yang giat dan aktif bekerja. Ia siap melayani para tamu Tuhan yang tinggal di bumi.

 

Pada waktu yang sama ia sampaikan perintah Sang Pengasih itu lewat atom-atomnya yang menyerupai pesawat radio kepada tumbuhan dan hewan. Atom-atom tersebut berposisi sebagai pelayan perintah serta ibarat penerima pesawat radio dan telepon. Selain itu lewat perintah kun udara juga menunaikan berbagai peran penting dan tugas yang sangat banyak. Misalnya membentuk huruf di mulut setelah keluar darinya, serta menarik dan menghembuskan nafas. Yaitu setelah ia melaksanakan tugas pembersihan darah yang memunculkan kehidupan atau setelah menyalakan panas naluriah yang merupakan bahan bakar kehidupan. Kemudian udara tersebut keluar dari mulut dan menjadi penyebab keluarnya ucapan huruf. Demikianlah berbagai tugas berlangsung lewat perintah kun fayakun. Dengan keistimewaan udara tersebut, setiap kali huruf-huruf yang merupakan entitas yang bersifat gas itu memperoleh kesucian atau berposisi sebagai pemancar ia pun mendapat banyak keistimewaan. Maka itu, karena huruf-huruf al-Quran berposisi sebagai ikatan sementara huruf-huruf terputus itu merupakan pusat bagi setiap puncak hubungan yang tersembunyi serta merupakan ikatan dan penghubungnya yang sangat sensitif, maka wujud gasnya memiliki keistimewaan tersebut. Juga wujud abstrak bahkan wujud goresannya pun memiliki salah satu keistimewaan tersebut. Artinya dengan membaca dan menulis huruf-huruf tersebut kita bisa mendapatkan kesembuhan—seperti obat—sekaligus bisa memperoleh maksud-maksud lainnya.

 

Said Nursi

 

KALIMAT ILAHI

 

“Katakanlah, ‘Seandainya air laut itu menjadi tinta untuk mencatatkan kalimat Tuhanku, pasti air laut itu akan habis sebelum kalimat Tuhan habis, meskipun kita tambah dengan beberapa kali lipat.” (al-Kahfi [18]: 109)

 

Ayat al-Quran di atas merupakan laut yang sangat luas, mulia, dan penuh dengan intan permata. Untuk menuliskan mutiaranya yang sangat berharga diperlukan penulisan dalam kitab yang tebal. Karena itu, insya Allah ia akan dilanjutkan pada waktu yang lain. Dari kejauhan tampak di hadapanku pancaran awal dari pokok pikirannya yang sangat halus. Maka, kufokuskan perhatianku padanya sesudah membaca zikir-zikir shalat yang kuanggap sebagai waktu terbaik bagi datangnya lintasan berbagai hakikat. Hanya saja, ketika itu aku tak bisa mencatatkan pokok pikiran tersebut sehingga pancaran tadi bertambah lama bertambah jauh. Karena itu di sini kami sebutkan beberapa kalimat untuk memagarinya guna membidik apa yang tampak darinya sebelum semuanya hilang dan lenyap dari penglihatan.

 

Kalimat Pertama

 

Kalam azali merupakan sifat ilahi sebagaimana pengetahuan dan kekuasaan-Nya. Karena itu, ia tidak terbatas dan tidak terhingga. Sementara sesuatu yang tidak terbatas tidak akan pernah habis meskipun laut sebagai tintanya.

 

Kalimat Kedua Sesuatu yang paling bisa menunjukkan keberadaan seseorang adalah ucapannya. la merupakan petunjuk terkuat yang menjelaskan eksistensinya. Ketika kita mendengar ucapan yang bersumber dari seseorang hal itu lebih membuktikan keberadaannya ketimbang seribu dalil. Bahkan ia setara dengan melihat langsung. Karena itu, ayat di atas secara simbolis mengatakan sebagai berikut:

 

Seandainya laut menjadi tinta dan pohon-pohon menjadi pena untuk menulis kalam ilahi yang menunjukkan keberadaan-Nya, niscaya kalam Allah tersebut takkan habis. Artinya, petunjuk yang menegaskan Dzat Yang Maha Esa—pembicaraan yang menunjukkan si pembicaranya—tidak terhitung dan tidak terhingga, meskipun laut yang menjadi tintanya.

 

Kalimat Ketiga

 

Ketika al-Quran Al-Karim mengajarkan seluruh tingkatan manusia kepada berbagai hakikat keimanan, sengaja ia mengulang-ulang satu hakikat agar tertancap kuat di dalam kalbu dan bisa secara mantap diterima oleh pikiran masyarakat awam. Karena itu, ayat al-Quran di atas menjadi jawaban secara maknawi terhadap para ilmuwan dan cendekiawan Yahudi di masa itu yang secara zalim sangat keberatan dengan keadaan Nabi SAW. yang ummi dan kurang pengetahuan.

 

Ayat tersebut menegaskan bahwa pengulangan berbagai persoalan agung yang masing-masing senilai dengan seribu persoalan dan mencakup ribuan hakikat—sebagaimana yang terdapat pada persoalan rukun iman—merupakan bentuk pengulangan yang mengagumkan lewat gaya bahasa yang beragam. Pengulangan sebuah hakikat saja mengandung banyak sekali hasil dilihat dari sisi manfaatnya yang beraneka macam agar ia bisa diterima secara mantap di dalam kalbu seluruh manusia, terutama orang awam. Pengulangan yang memberikan banyak hikmah ini bukan merupakan pembatasan pembicaraan, bukan berasal dari keterbatasan pikiran, serta bukan diakibatkan oleh sedikitnya modal dan kurangnya kemampuan.

 

Bahkan seandainya laut sebagai tinta, lalu seluruh makhluk sebagai penulis, dan tumbuhan sebagai pena, serta andaikata semua atom sebagai mata pena, kemudian seluruhnya akan menghitung ungkapan Kalimat ilahi yang bersifat azali, niscaya kalimat tersebut takkan habis. Sebab setiap persoalan yang disebutkan tidak terhingga dan Kalimat-kalimat Allah pun tidak terbatas. la merupakan sumber al-Quran Al-karim yang mengarah ke alam nyata dari alam gaib dengan ditujukan kepada jin, manusia, malaikat, dan makhluk halus lainnya sehingga begitu kuat mengiang di pendengaran masing-masing, mereka. Hal 1tu tidak aneh, sebab ia berasal dari khazanah Kalam ilahi yang tidak pernah habis.

 

Kalimat Keempat

 

Sebagaimana kita ketahui bahwa keluarnya sebuah ucapan dari sesuatu yang tak disangka-sangka menjadikan ucapan tersebut bernilai penting dan mendorong kita untuk mendengarkannya. Terutama suara gemuruh yang menyerupai ucapan yang bersumber dari berbagai benda besar seperti awan dan angkasa. Ila mendorong setiap orang untuk mendengarkannya dengan penuh perhatian. Khususnya lagi suara gema yang dikeluarkan oleh sebuah perangkat sebesar gunung. la pasti akan lebih menarik perhatian. Apalagi suara gema al-Quran yang berasal dani langit yang tersebar lewat pesawat semacam ‘radio’. Dengan itu langit yang tinggi pun bergema sehingga seluruh permukaan bumi mendengarnya. Selanjutnya atom-atom udara berposisi sebagai penerima sekaligus pusat pemancar huruf-huruf al-Quran tersebut. Ia ibarat cermin yang memantulkan cahaya, ibarat telinga yang memperhatikan suara gema itu serta ibarat lisan yang selalu mengingatnya. Seolah-olah ia merupakan ujung jarum penunjuk dari sebuah perangkat gramapon besar yang mengeluarkan suara.

 

Ayat di atas secara simbolis menegaskan betapa hebat urgensi, nilai, dan keistimewaan huruf-huruf al-Quran tersebut di mana ia begitu hidup. Secara simbolis ia menyatakan bahwa al-Quran AIlkarim yang merupakan kalam Allah itu hidup, mengalirkan kehidupan, tinggi, dan mulia sehingga bilangan pendengaran yang memperhatikannya serta bilangan Kalimat suci yang masuk ke dalam pendengaran itu tidak pernah habis. Semuanya tidak akan habis meskipun lautan yang menjadi tintanya, malaikat yang menjadi penulisnya, atom yang menjadi mata penanya, serta tumbuhan yang menjadi penanya.

 

Ya, ia tidak akan habis, sebab Allah mampu memperbanyak di udara ini bilangan ucapan manusia yang tidak bernyawa dan tidak hidup menjadi jutaan. Lalu bagaimana dengan bilangan setiap ungkapan Tuhan Pemelihara alam semesta yang tidak memiliki sekutu yang tertuju kepada semua makhluk baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.

 

Kalimat Kelima

 

Ia berisi penjelasan mengenai dua hal:

 

Pertama, sebagaimana sifat kalam Tuhan memiliki Kalimat, demikian pula dengan sifat qudrat-Nya yang memiliki kalimat yang konkret. Sifat pengetahuan-Nya pun memiliki kalimat ketetapan yang sangat bijak berupa seluruh entitas alam, terutama makhluk hidup dan makhluk-makhluk yang kecil. Masing-masing merupakan Kalimat Tuhan. Semuanya memberi isyarat kepada Sang Pembicara Abadi dengan isyarat yang lebih kuat daripada ucapan. Karena itu, ayat al-Quran tersebut menyiratkan bahwa pendataan seluruh makhluk tersebut tidak akan pernah selesai meskipun lautan yang menjadi tintanya.

 

Kedua, sesungguhnya seluruh jenis ilham yang datang kepada malaikat dan manusia, bahkan kepada hewan termasuk jenis kalam ilahi. Tentu saja kalimat dari kalam tersebut tidak terhingga. Atas dasar itulah ayat al-Quran di atas memberitahukan kepada kita bahwa jumlah bilangan kalimat ilham dan perintah ilahi yang senantiasa diberikan kepada para tentara Tuhan yang terbatas jumlahnya sangat tak terhingga.

 

Pengetahuan tersebut hanya ada ditangan Allah. Serta, tak ada yang mengetahui hal gaib kecuali Allah.

 

PENURUNAN BESI

 

“Kami telah menurunkan besi. Di dalamnya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia’”, (al-Hadid [57]: 25)

 

la berisi jawaban yang sangat penting. Karena orang penting dan berpengetahuan luas mengalahkan beberepa guru dengan pertanyaan ini. Jawaban ini merupakan jawaban singkat terhadap pertanyaan ini.

 

Pertanyaan:

 

Besi keluar dari bumi, bukan turun dari langit. Tetapi mengapa redaksinya berbunyi Kami telah menurunkan? Mengapa al-Quran tidak mengatakan Kami telah mengeluarkan sebagai ganti dari ungkapan di atas yang tidak sesuai dengan realita?

 

Jawaban:

 

Al-Quran mempergunakan kalimat “Kami telah menurunkan” untuk mengingatkan manusia kepada nikmat besar yang tersimpan di dalam besi di mana ia memiliki nilai yang sangat penting dalam kehidupan ini. Al-Quran tidak memalingkan perhatian manusia kepada bahan besinya dengan mengatakan Kami telah mengeluarkan. Tetapi ia mengatakan Kami telah menurunkan guna menyadarkan manusia kepada nikmat agung yang tersimpan di dalam besi dan betapa manusia sangat membutuhkannya. Lalu karena arah datangnya nikmat tidak dari bawah ke atas, tetapi datang dari khazanah rahmat-Nya, sementara khazanah rahmatNya pasti tinggi dan pasti berada pada kedudukan yang mulia, maka nikmat itupun turun dari atas ke bawah. Sebab kedudukan manusia yang membutuhkan nikmat tersebut berada di bawah. Karena itu, ungkapan yang tepat dan benar bagi datangnya nikmat yang berasal dari arah rahmat-Nya guna membantu kebutuhan manusia adalah Kami telah menurunkan, bukan Kami telah mengeluarkan.

 

Kemudian karena pengeluaran secara berangsur-angsur terlaksana berkat manusia, maka kata mengeluarkan tidak menunjukkan arah datangnya nikmat sehingga mereka yang lalai tidak akan merasakannya. Ya, seandainya yang dimaksud adalah bahan besi tersebut, maka ungkapan yang dipergunakan adalah mengejuarkan dengan melihat pada tempat fisiknya. Namun karena makna yang dimaksud di sini adalah sifat dan nikmatnya, maka makna tersebut tidak mengarah pada tempatnya secara fisik, tetapi kepada kedudukan maknawinya. Nikmat yang berasal dari perbendaharaan rahmat Tuhan yang merupakan salah satu wujud manifestasi kedudukan-Nya yang mulia tentu dikirim dari kedudukan paling tinggi ke kedudukan paling rendah. Karena itu ungkapan yang tepat untuk pengertian ini adalah Kami telah menurunkan. Dengan ungkapan tersebut al-Quran Al-karim mengingatkan manusia bahwa besi merupakan nikmat Tuhan yang sangat agung.

 

Ya, sesungguhnya besi merupakan sumber seluruh produksi manusia serta sumber peradaban dan kekuatan mereka. Nah untuk mengingatkan nikmat tersebut, al-Quran menyebutkan dengan penuh keagungan dan kewibawaan dalam koridor nikmat dan pemberian-Nya dengan berkata, “Kami telah menurunkan besi. Di dalamnya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia”. Selain itu, al-Quran juga mengungkapkan mukjizat terbesar milik Nabi Daud as. lewat firman-Nya, “Dan Kami lunakkan besi itu untuknya”. Artinya, al-Quran menjelaskan perihal pelunakan besi tersebut sebagai sebuah mukjizat agung dan nikmat yang besar yang diberikan kepada Nabi agung pula.

 

Kedua, arah atas dan bawah merupakan ungkapan yang sifatnya relatif. Atas dan bawah tersebut bisa saja dipakai dengan melihat pada pusat bola bumi. Sehingga yang bawah bagi kita adalah bagian atas bagi benua Amerika. Artinya, bahan-bahan yang datang dari pusat menuju permukaan bumi posisinya berubah-ubah sesuai dengan siapa yang berada di atas permukaan bumi itu.

 

Al-Quran yang merupakan mukjizat dilihat dari penjelasannya menegaskan bahwa besi memiliki banyak manfaat bahwa ia bukan merupakan bahan biasa yang keluar dari kekayaan bumi sebagai tempat tinggal manusia, ia juga bukan merupakan tambang alamiah yang bisa dipergunakan dalam segala kebutuhan. Tetapi ia merupakan nikmat besar yang diturunkan oleh Tuhan Pencipta alam berikut sifatnya yang agung, Pemelihara langit dan bumi. Tuhan menurunkan besi tersebut dari perbendaharaan rahmat-Nya sekaligus menyiapkannya di pabrik alam yang besar ini agar menjadi poros kebutuhan para penghuni bumi. Karena itu, Dia menerangkan dengan kata menurunkan lewat firman-Nya, Kami telah menurunkan, guna menjelaskan berbagai manfaat umum yang dimiliki besi tersebut, sebagaimana rahmat, suhu panas, dan cahaya yang datang dari langit juga mengandung banyak manfaat. Semua itu dikinm dari pabrik alam. Besi dalam hal ini tidaklah keluar dari lemari kekayaan bumi yang sempit. Tetapi ia tersimpan di dalam khazanah rahmat-Nya yang berada di istana alam yang agung ini. Kemudian ia dikirim ke bumi dan diletakkan pada tempat penyimpanannya agar bisa dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan manusia sepanjang masa secara berangsur-angsur.

 

Jadi, yang hendak dijelaskan al-Quran bukan proses pengeluaran besi yang berangsur-angsur dari bumi, tempat penyimpanan yang kecil ini. Tetapi ia hendak menjelaskan bahwa nikmat besar tersebut telah dikeluarkan dari perbendaharaan alam yang besar. Hal itu untuk memperlihatkan kedudukan besi sebagai sesuatu yang paling dibutuhkan. Ketika Tuhan Sang Pencipta Yang Maha Agung memisahkan bumi dari matahari, Dia juga mengirimkan besi untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan manusia. Secara sangat mengagumkan, al-Quran menyebutkan pengertian berikut: “Kerjakanlah tugas dan pekerjaan kalian dengan memakai besi ini. Berusahalah untuk memanfaatkannya dengan cara mengeluarkannya dari perut bumi”.

 

Ayat tersebut juga menjelaskan dua jenis nikmat yang menjadi sumbu untuk menghalau musuh dan mendatangkan manfaat. Manfaat penting besi bagi umat manusia telah terlihat jelas sebelum al-Quran turun. Hanya saja al-Quran kemudian menerangkan bahwa pada masa yang akan datang besi akan tampil dalam bentuk yang mencengangkan di mana ia bisa berjalan di atas laut, udara, dan tanah. Bahkan ia bisa menundukkan tanah dan memperlihatkan kekuatan luar biasa yang bisa mengancamkan kematian. Hal itu ditegaskan lewat firman-Nya, “Di dalamnya terdapat kekuatan yang hebat” sekaligus memperlihatkan secercah kemukjizatan al-Quran dalam memberitakan masa mendatang yang bersifat gaib.

 

Ketika membahas masalah di atas, terbukalah pembicaraan mengenai burung Hud-hud Sulaiman. Ada salah seorang saudara kita yang senang bertanya melontarkan sebuah pertanyaan berikut,

 

“Burung Hud-hud melukiskan Tuhan Sang Pencipta sebagai, Yang mengeluarkan semua yang tersembunyi di langit maupun di bumi.” (an-Naml [27]: 25)

 

Lalu mengapa dalam hal ini ia menggambarkan Allah dengan sifat halus tersebut di antara sifat-sifat Allah yang agung lainnya?

 

Sebagai jawabannya: salah satu ciri dari ucapan retoris adalah ketika ia menunjukkan kemampuan berbahasa sang penuturnya. Hud-hud Sulaiman yang mencerminkan burung dan hewan cerdas ibarat badui cerdas yang dengan firasatnya bisa mengetahui tempat-tempat air yang tersembunyi di padang pasir Jazirah Arabiah yang ( tandus. Jadi ia merupakan burung yang bisa dipercaya serta bisa diperintah untuk mencari air dan melakukan tugas insinyur bagi Nabi Sulaiman as. Karena itu, dengan ukuran kemampuannya ia menegaskan sifat Allah, Tuhan yang disembah, sebagai Dzat yang bisa mengeluarkan segala yang tersembunyi, baik yang di langit maupun yang di bumi. Jadi, ia menetapkKan sifat tersebut lewat kemampuannya yang hebat.

 

Betapa bagus pandangan Hud-hud! Berbagai barang tambang, biji, dan benih yang jumlahnya tak terhingga secara alamiah tidak keluar dari bawah ke atas. Sebab benda berat yang tak memiliki ruh, tidak bisa naik ke atas sendiri. Yang ada justru ia jatuh dari atas ke bawah. Maka itu, proses pengeluaran benda yang tersembunyi di bawah tanah, dari bawah ke atas, serta kemampuan tanah yang berat itu untuk menggerakkan orang yang berada di atas punggungnya pasti terwujud berkat kekuasaan luar biasa, bukan terjadi dengan sendirinya, Nah di sini lewat kemampuannya itu, Hud-hud bisa menangkap petunjuk tersembunyi mengenai Allah sebagai Tuhan yang disembah. jadi ungkapan al-Quran tersebut betul-betul mengagumkan.

 

PENURUNAN BINATANG TERNAK

 

“Menurunkan untuk kalian delapan binatang ternak yang berpasangan.. Allah menciptakan kalian di dalam perut ibu kalian kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.” (az-Zumar [39]: 6)

 

Ayat al-Quran di atas mengandung persoalan yang sama seperti yang dijelaskan pada ayat sebelumnya, ‘Kami telah menurunkan besi’. Ayat di atas menguatkan sekaligus mendukung ayat tersebut.

 

Ya, Dalam surat az-Zumar al-Quran berkata, “Allah telah menurunkan untuk kalian delapan binatang ternak yang berpasangan”. Ia tidak berbunyi, “Allah telah menciptakan untuk kalian delapan binatang ternak yang berpasangan”. Hal ini maksudnya bahwa delapan pasang binatang penuh berkah tersebut telah diturunkan dan dikirimkan kepada kalian dari khazanah rahmat Nahi. Seolah-olah ia diturunkan dari surga. Sebab, binatang-binatang yang penuh berkah itu dilihat dari seluruh sisi merupakan nikmat bagi semua umat manusia. Bulu onta dan bulu lembu bisa dipergunakan oleh orang badui baik ketika mereka menetap maupun pepergian. Dari bulu-bulu tersebut dibuatlah tenunan baju. Dari dagingnya bisa dibuat makanan yang paling lezat. Dar: susunya pisa dibuat makanan yang paling baik. Serta, dari Kulitnya bisa dibuat sepatu, sandal, dan barang-barang bermanfaat lainnya. Bahkan kotorannya juga menjadi rizki bagi tumbuhan dan bahan pakar bagi manusia. Jadi binatang-binatang tersebut seolah-olah merupakan nikmat dan rahmat itu sendiri. Karena itu, ia disebut dengan al-an’am (derivasi dari kata nikmat). Sama seperti hujan yang juga disebut rahmat. Seolah-olah rahmat terwujud dalam bentuk hujan sementara nikmat terwujud dalam bentuk kambing, domba, lembu, kerbau, dan onta.

 

Meskipun bahan-bahan fisiknya terdapat di bum tetapi sifat nikmat dan pengertian rahmat telah mendominasi dan menguasai unsur fisiknya. Karena itu al-Quran menerangkannya dengan ungkapan Kami telah menurunkan yang berarti bahwa Tuhan Sang Maha Pencipta telah menurunkan binatang-binatang yang penuh berkah ini dari khazanah rahmat-Nya secara langsung. Dengan kata lain, Sang Pencipta Yang Maha Pengasih telah mengirimkannya dari tempat kedudukan rahmat-Nya yang tinggi serta dari surga-Nya yang mulia sebagai persembahan bagi bumi.

 

Ya, kadangkala sebuah produk yang bahan dasarnya tidak lebih dari lima mbu rupiah dihargai dengan nilai lima ratus ribu raupiah. Karena itu jangan melihat pada bahan dasarnya. Tetapi lihatlah pada bentuk kreasinya. Hal itu sama dengan keagungan kreasi Tuhan yang terdapat pada lalat kecil. Sebaliknya kadangkala ada sebuah kreasi murahan pada bahan dasar yang mahal. Ketika itu yang dominan adalah bahan dasarnya. Atas dasar itulah, maka bahan fisik bisa jadi mengandung berbagai makna rahmat dan nikmat yang jika dilihat dari nilainya ratusan kali melebihi bahan dasarnya. Bahkan seolah-olah bahan dasarnya tidak tampak tertutupi oleh keagungan nikmat dan rahmat-Nya. Di sini yang dominan adalah nikmat tersebut.

 

Sebagaimana berbagai manfaat besi yang agung menutupi bahan dasarnya, maka nikmat yang terdapat pada setiap bagian binatang ternak ini seakan-akan telah mengubah bahan fisiknya menjadi sebuah nikmat. Sehingga sifat maknawiyahnya yang dilihat bukan bahan fisiknya. Karena itu di dalam ayat al-Quran di atas yang dipakai adalah ungkapan Dia telah menurunkan… Kami telah menurunkan. Ya ungkapan Dia telah menurunkan …. Kami telah menurunkan selain secara hakikat berisikan bahasan sebelumnya, ia juga mengandung pengertian retoris yang sangat penting dan mengagumkan. Yaitu:

 

Meskipun besi sangat keras dan keberadannya di kedalaman, namun terdapat di setiap tempat, dan mudah dilunakkan seperti adonan kue merupakan sebuah nikmat ilahi dan bisa dipergunakan pada setiap pekerjaan. Karena itu ungkapan Kami telah menurunkan besi menjelaskan makna tersebut. Artinya, seolah-olah besi tersebut merupakan salah satu nikmat fitri yang berasal dari langit yang bisa didapat dengan mudah. Seakan-akan bahan dasar besi itu turun dari sebuah pabrik yang tinggi yang kemudian diterima oleh tangan manusia secara mudah.

 

Demikian pula dengan binatang-binatang besar di atas seperti sapi, kerbau, onta, dan binatang besar lainnya. Semua binatang tersebut tunduk, taat, dan mau diatur bahkan oleh anak kecil sekalipun. Binatang-binatang itu akan mentaati dan mematuhinya. Karena itu, ungkapan yang berbunyi “Allah telah menurunkan untuk kalian delapan binatang ternak” menjelaskan bahwa binatang ternak tersebut bukan binatang duniawi yang liar dan berbahaya seperti nyamuk, ular, kalajengking, serigala, serta binatang pemangsa lainnya yang berbahaya. Tetapi ia seakan-akan merupakan binatang yang datang dari “surga” yang memiliki banyak manfaat utama dan tidak mendatangkan bahaya. Bahkan ia seolah-olah turun dari tempat yang paling tinggi. Yakni dari khazanah rahmat Tuhan.

 

Barangkali maksud dari pernyataan sebagian mufassir bahwa binatang-binatang ternak itu diturunkan dari surga didasarkan pada pengertian tersebut.

 

Menuliskan penjelasan mengenai berbagai masalah yang terdapat pada sebuah huruf al-Quran di dalam satu jurnal penuh tidaklah panjang. Karena itu sama sekali tidak berlebihan kalau kita menulis penjelasan mengenai ungkapan anzalna (Kami telah menurunkan) dalam tiga halaman. Bahkan kadangkala satu huruf al-Quran merupakan kunci pembuka bagi khazanah maknawiyah yang agung.

 

SEBUAH CATATAN

 

Ditulis di Penjara Eskisyehir,

 

Wahai Saudaraku!

 

Aku telah melakukan berbagai macam pembelaan yang selayaknya terhadap para murid Risalah Nur. Hal ini insya Allah akan kunyatakan dengan suara lantang di pengadilan nant. Akan ku perdengarkan suara Risalah Nur berikut kedudukan para muridnya kepada seluruh penduduk dunia. Hanya saja, aku ingin mengingatkan kalian kepada hal berikut:

 

Syarat agar nilai pembelaanku itu tetap terjaga adalah tidak menjauhi Risalah Nur dengan merasa risau dengan kasus ini dan yang sejenisnya. Selain itu tidak menyesali sang ustadz, tidak membenci saudara-saudaranya sehingga menyebabkan kegalauan, serta tidak mencari-cari kesalahan dan aib orang.

 

Kalian tentu masih ingat apa yang telah kami kemukakan dalam risalah tentang takdir bahwa dalam kezaliman yang dialami manusia terdapat dua aspek:

 

Aspek pertama adalah bagian manusia, sementara aspek lainnya adalah bagian takdir Tuhan.

 

Maka itu, di satu kasus manusia berbuat zalim, namun dalam takdir Tuhan hal itu adil. Dengan demikian seimbang. Dalam hal ini kita harus lebih memperhatikan keadilan takdir Tuhan beserta hikmah-Nya daripada memperhatikan kezaliman manusia. Ya, sesungguhnya takdir tersebut telah mengajak para mund Nur untuk berkum pul di majelis ini. Hikmah kemunculan jihad maknawi telah menggiring mereka menuju “Madrasah Yusufiyah’ yang memang menyakitkan. Lalu kezaliman manusialah menjadi sarananya. Karena itu, jangan sekali-Kali kalian berkata, “Seandainya aku tidak melakukan hal ini pastilah aku tidak ditahan”.

 

Said Nursi

 

PERHATIAN (Dua Cerita Ringan)

 

Cerita Pertama

 

Ketika lima tahun yang lalu aku tertawan di daerah utara Rusia, tepatnya di sebuah ruangan pabrik yang besar bersama sembilan puluh orang komandan, aku mendengar perbincangan yang semakin menajam dan suara yang mulai tinggi sebagai akibat dari sikap kesal dan sempitnya tempat yang ada. Akulah yang kemudian menenangkan mereka karena semuanya hormat kepadaku. Kemudian kutunjuk lima komandan untuk menjaga ketenangan. Kataku pada mereka, “jika kalian mendengar suara bising di sudut yang manapun cepatlah pergi kesana dan bantulah orang-orang yang salah itu”. Dan benar saja, berkat usaha tersebut kebisingan tadi berhenti.

 

Mereka kemudian bertanya kepadaku, “Mengapa engkau mengatakan, “Bantulah orang yang salah itu?” Maka, kujawab, “Sesungguhnya orang yang salah tersebut tidak adil. Mereka tidak mau meninggalkan satu dirham dari kesenangannya untuk empat puluh dirham kesenangan semua orang. Adapun orang yang berpikiran benar pasti bersifat adil. la mau mengorbankan kesenangannya yang bernilai satu dirham itu demi kesenangan temannya yang senilai empat puluh dirham. Dengan kerelaan untuk mengorbankan kesenangan itulah kebisingan tadipun menjadi reda. Maka sembilan puluh komandan yang tinggal di ruangan itu merasa nyaman. Namun apabila dibantu kepada pihak yang benar, pastilah kebisingan itu bertambah hebat. Maka itu dalam kehidupan sosial seperti ini, Kemaslahatan umumlah yang, harus diperhatikan”.

 

Karenanya wahai saudara-saudaraku! Janganlah kalian saling menyalahkan dengan berkata, “saya tersinggung”, karena “Saudaraku ini telah berbuat aniaya kepadaku dan telah mengambil hakku”. Ini jelas merupakan kesalahan besar. Jika ada teman yang berbuat sebuah kejahatan kepadamu, maka celaan dan kebencianmu padanya bisa membuatnya bertindak lebih jauh lagi. Bahkan bisa jadi ia akan merusak dan membahayakan Risalah Nur. Namun alhamdulillah pembelaan kita yang benar, Kuat, dan sangat tepat telah melindungi teman-teman kita sehingga mereka tidak dimintai introgasi dan hilanglah segala keburukan. Jika tidak, pastilah kebencian yang terjadi di antara saudara akan mendatangkan bahaya besar seperti kayu kecil yang jatuh ke mata atau letikan api yang jatuh ke senjata.

 

Cerita Kedua

 

Seorang ibu tua memiliki delapan anak. Masing-masing ia beri sepotong roti tanpa ada yang tersisa. Kemudian setiap anak mengembalikan setengah potong dari roti tadi kepada sang ibu. Jadi, si ibu memiliki empat potong roti sementara anak-anaknya hanya mendapat setengah.

 

Saudaraku aku merasakan setengah penderitaan yang kalian rasakan saat memasuki usia empat puluh tahun. Aku tidak peduli dengan penderitaanku pribadi. Namun pada suatu hari secara terpaksa aku bertanya-tanya, “ Apakah ini merupakan hukuman atas kesalahanku?” Akupun melacak kondisi sebelumnya. Kelihatannya, aku tidak pernah melakukan sesuatu yang menyulut datangnya musibah semacam ini. Bahkan aku sungguh-sungguh berusaha untuk menghindarinya.

 

Artinya, musibah ini sudah merupakan ketentuan ilahi yang menimpa kami. Ia sudah diatur untuk diarahkan kepada kami sejak setahun lewat kaum yang rusak itu. Karena itu kami tidak mampu menghindarinya. Mereka telah menggiring kami untuk mengikutinya sehingga apa pun yang Kami lakukan, kami tetap tak bisa keluar darinya. Segala puji bagi Allah yang telah meringankan pedihnya musibah dari seratus menjadi satu.

 

Atas dasar itu, janganlah kalian menyudutkan diriku dengan berkata, “Kami terkena musibah ini Karena dirimu!”.Tetapi, maafkan dan doakan diriku. Jangan sampai Kalian saling mengkritik. Dan jangan pula berkata, “Seandainya engkau tidak melakukannya past hal ini tak terjadi”. Misalnya pengakuan salah seorang saudara kita atas nama sejumlah penandatangan Risalah Nur telah menolong banyak orang. Karena itu tak usah merisaukan rencana busuk kaum perusak yang menganggap besar masalah ini. la sama sekali tidak berbahaya. Justru di dalamnya tersimpan berbagai manfaat besar. Sebab, ia menjadi sarana untuk menyelamatkan banyak orang baik-baik.

 

Said Nursi

 

Uraian berikut berisi penjelasan mengenai dua hal:

 

Pertama: Mengenai ikhlas yang ditulis berkenaan dengan munculnya kondisi tidak menyenangkan di penjara Eskisyehir akibat tertekannya jiwa.

 

Kedua: Mengenai pengertian sebuah ayat al-Quran terkenal namun masih tersembunyi.

 

PERSOALAN PERTAMA

 

Di antara kesempurnaan, Keluasan rahmat, dan bentuk keadilan Allah Taala adalah Dia masukkan pahala dan balasan-Nya ke dalam amal Kebajikan, lalu Dia sembunyikan hukuman kontan di balik amal-amal Kejahatan. Dia masukkan dalam amal Kebajikan berbagai kenikmatan jiwa yang bisa mengingatkan manusia kepada nikmat akhirat. Kemudian di sisi lain Dia selipkan dalam amal kejahatan berbagai penderitaan agar manusia bisa merasakan keberadaan siksa akhirat yang amat pedih.

 

Contohnya, menyebarkan cinta dan kedamaian kepada orang-orang beriman merupakan sebuah amal kebajikan mukmin yang sangat mulia. Di dalam amal kebajikan tersebut tersimpan kenikmatan jiwa dan kelapangan kalbu yang bisa mengingatkannya pada pahala akhirat. Orang yang memperhatikan kalbunya pasti ia akan merasakan hal ini.

 

Sebaliknya, menebarkan permusuhan dan kebencian di antara orang beriman merupakan kejahatan yang sangat buruk. Kejahatan tersebut menyimpan penderitaan jiwa yang sangat hebat. Sebab ia akan menekan kalbu dan jiwa sekaligus. Maka itu setiap orang yang memiliki jiwa sensitif dan perhatian tinggi pasti akan merasakan penderitaan tersebut. Sepanjang hidup aku telah mengalami bahwa ketika ingin memusuhi seorang saudara mukmin, aku selalu merasa tersiksa dengan permusuhan tersebut sehingga aku yakin bahwa perasaan tersiksa tadi merupakan hukuman kontan yang Allah berikan atas kejahatanku. Maka akupun dihukum dan disiksa dengannya.

 

Contoh lain, menghormati orang-orang yang memang layak mendapat penghargaan dan penghormatan, serta menampakkan rasa cinta kepada orang yang pantas dicinta merupakan sebuah amal saleh dan amal kebajikan bagi seorang mukmin. Di dalam amal kebajikan tersebut tersimpan kenikmatan besar sampai pada tingkat di mana ia bisa mendorong pemiliknya untuk berkorban meskipun dengan hidupnya. Hal itu dapat dilihat pada kenikmatan lain yang dirasakan oleh para ibu di saat mereka menampakkan kasih sayang mereka kepada sang anak. Bahkan demi rasa kasih sayang itu mereka rela mengorbankan dirinya sendiri. Lebih dari itu, hakikat ini secara jelas dapat kita lihat pada dunia binatang. Misalnya ayam betina akan menyerang singa demi untuk membela anaknya. Jadi dalam sikap hormat dan kasih sayang tersimpan pahala kontan. Kenikmatan tersebut dapat dirasakan oleh mereka yang memiliki jiwa mulia.

 

Contoh lain lagi adalah bahwa dalam sikap tamak dan boros tersimpan hukuman kontan yang menimpa kalbu. Sebab, orang yang tamak atau boros akan banyak bersedih dan gelisah sebagai hukumannya. Bahkan dalam kedengkian dan kecemburuan tersimpan hukuman lebih hebat. Kedengkian akan membakar pemiliknya sebelum yang lain. Hal yang sebaliknya terdapat pada sikap tawakkal dan qanaah. Sebab pada keduanya terdapat ganjaran yang sangat besar di mana ia bisa melenyapkan efek musibah dan pengaruh buruk dari kemiskinan.

 

Contoh lain adalah sifat sombong dan takabur, kedua sifat tersebut merupakan perangai buruk yang bisa membebani pundak manusia. Sebab orang yang sombong akan tersiksa karena selalu menunggu penghormatan orang. Ya, penghormatan adalah sesuatu yang diberi bukan diminta. Sebaliknya dalam sifat rendah hati dan tawadhu tersimpan kenikmatan dan balasan kontan yang bisa membersihkan pemiliknya dari beban berat, yaitu sikap riya dan kepura-puraan. Selanjutnya dalam prasangka buruk terdapat balasan kontan di dunia. Siapa yang melakukan hal itu akan terkena getahnya. Orang yang berprasangka buruk kepada orang pasti akan dihadapkan pada prasangka buruk mereka. Siapa yang menafsirkan perbuatan saudaranya yang mukmin dengan tafsiran buruk pasti dalam waktu dekat ia akan dihadapkan pada hukuman yang sama.

 

Demikianlah yang terjadi pada seluruh perbuatan yang baik dan buruk.. Saya memohon kepada Allah Yang Maha Pengasih agar Dia memberikan kemampuan untuk merasakan berbagai kenikmatan jiwa yang telah disebutkan di atas kepada orang-orang yang, bisa merasakan kemukjizatan maknawi al-Quran yang terpancar dari Risalah Nur, sehingga dengan izin-Nya pula segala perbuatan tercela dapat mereka hindari.

 

PERSOALAN KEDUA

 

“Kami tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembahku. Aku tidak menuntut rizki dari mereka dan tidak pula menuntut mereka untuk memberi makan padaKu. Sesungguhnya Allah Maha memberi rizki dan Pemilik kekuatan yang kokoh.” (adz-Dzariyat [51]: 56-58)

 

Secara, lahiriah, makna ayat al-Quran di atas tidak menampakkan sebuah cara penyampaian yang istimewa yang selaras dengan retorika al-Quran yang mengagumkan sebagaimana yang disebutkan dalam sebagian besar tafsir. Karena itu, aku seringkali merenungkannya. Secara singkat, di sini kami akan menjelaskan tiga saja dan banyak makna mulia yang dikandungnya.

 

Makna Pertama

 

Allah Taala kadangkala menyandarkan kepada diri-Nya berbagai kondisi yang mungkin disandarkan kepada Rasul-Nya yang mulia sebagai bentuk penghormatan kepada beliau. Demikian pula di sini. Makna yang dimaksud dari ayat tersebut adalah pemberian makan dan rizki yang ditujukan kepada Rasul SAW.

 

Artinya, “Dalam menunaikan risalah dan menyampaikan pengabdian kepada Allah, Rasul itu tidak menuntut upah, imbalan, dan pemberian makanan dari kalian’”. Jika makna ayat tersebut tidak demikian berarti ia merupakan pemberitahuan tentang sesuatu yang sudah diketahui secara jelas. Hal ini tidak sesuai dengan retorika al-Quran yang mengagumkan.

 

Makna Kedua

 

Karena manusia cenderung sangat cinta kepada dunia, maka ia menyangka bahwa usaha mencari rizki bisa menghalanginya dari ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, untuk menghilangkan sangkaan tersebut dan agar tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah, ayat al-Quran menegaskan “Kami tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka menyembah-Ku”. Jadi, tujuan utama penciptaan hanyalah mengabdi pada Allah dan usaha mencari rizki—dilihat dari keberadaannya sebagai perintah ilahi merupakan bagian dari ibadah.

 

Adapun penyediaan rizki yang untuk makhluk-Ku, dirimu, keluargamu bahkan rizki binatang milikmu berada dalam jaminanKu. Akulah Dzat Yang Maha memberi rizki, Pemilik kekuatan yang kokoh.. Karena itu janganlah hal ini Kalian jadikan alasan untuk meninggalkan ibadah. Akulah yang mengirimi rizki para hambaku.

 

Andaikata bukan pengertian ini yang dimaksud, Karena kemustahilan memberikan rizki kepada Allah adalah sesuatu yang telah diketahui secara umum, maka hal itu menjadi pemberitahuan sesuatu yang sudah dimaklumi. Ada sebuah kaidah umum dalam ilmu balagoh (retorika) yang artinya:

 

Jika makna sebuah ucapan sudah diketahui secara umum, maka bukan makna itu yang dituju. Tetapi yang dituju adalah implikasi atau pengertian tambahan selain dari yang dikandung oleh makna tersebut. Contohnya jika engkau berkata kepada seseorang yang hafal al-Quran, “Engkau adalah seorang hafidz”, perkataan ini tentu saja merupakan pemberitahuan tentang apa yang ada pada dirinya. Tetapi bukan itu yang dimaksud tetapi maksud dari perkataan tersebut adalah, “Aku mengetahui bahwa engkau hafal alQuran”. Dengan Kata lain aku memberitahukan padanya tentang sesuatu yang tidak dia ketahui, yaitu bahwa aku tahu kalau dia hafal al-Quran.

 

Atas dasar itulah, pengertian ayat di atas yang merupakan kiasan atas pembagian rizki oleh Allah adalah sebagai berikut: Kalian tidak diciptakan untuk mengantarkan rizki kepada makhluk yang telah Kujamin rizkinya. Akulah yang mengatur masalah rizki. Kewajiban utama kalian adalah mengabdi dan berusaha untuk memperoleh rizki sesuai dengan perintah-Ku di mana hal itu merupakan bagian dari ibadah.

 

Makna Ketiga

 

Makna lahiriah dari ayat, “Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan” yang terdapat dalam surat al-Ikhlas sangat jelas dan bersifat aksiomatik. Karena itu yang dimaksud adalah implikasi dari makna tersebut. Yaitu bahwa mereka yang memiliki ibu dan anak tentu bukan Tuhan. Jadi dengan ayat “Dia tidak melahirkan dan tidak dilahirkan” yang bersifat aksiomatik dan yang berarti bahwa Dia Kekal dan Abadi, Allah Taala menetapkan bahwa Nabi Isa as, Uzair, as, para malaikat, bintang-gemintang, dan segala sembahan patil lainnya bukan merupakan Tuhan.

 

Demikian pula dengan ayat yang kita bahas sekarang. Ayat yang berbunyi “Kami tidak menciptakan jin dan manusia Kecuali supaya mereka menyembah-Ku” mempunyai pengertian bahwa setiap yang diberi rizki dan diberi makan, serta mempunyai kecenderungan untuk diberi rizki dan diberi makan tidak mungkin berposisi sebagai Tuhan. Sifat ketuhanan tidak pantas disandang oleh mereka yang membutuhkan rizki dan makanan.

 

Said Nursi PERTANYAAN SEPUTAR FIRMAN ALLAH

 

“Atau saat mereka tidur di siang hari.” (al-A’raf [7]: 4)

 

Saudara Ra’fat ingin mengetahui pengertian dari kata gailun (mereka tidur di siang hari) yang terdapat pada ayat di atas. Maka bahasan inipun ditulis berkenaan dengan pertanyaannya tentang ayat tersebut agar ia tidak membiarkan alat tulisnya menganggur akibat badannya yang lemah Karena tidur sesudah shalat subuh seperti orang-orang lainnya yang mendekam di penjara.

 

Tidur ada tiga macam:

 

  1. Ghailulah

 

Yaitu tidur sesudah shalat subuh hingga akhir waktu yang dimakruhkan untuk shalat. Tidur semacam ini menyalahi sunnah Nabi SAW. Ia membuat rizki berkurang dan keberkahannya hilang sebagaimana ditegaskan dalam hadits Nabi SAW. Sebab waktu yang paling utama untuk menyiapkan awal usaha guna mencari rizki  adalah saat udara sejuk sesudah shalat subuh. Namun ketika ia telah berlalu, seseorang mulai merasa malas dan lemah sehingga bisa merusak usahanya di hari itu serta pada gilirannya akan membahayakan rizkinya. Selain itu, ia bisa menghilangkan keberkahan rizki tersebut. Hal ini terbukti lewat banyak pengalaman.

 

  1. Fallulah

 

Yaitu tidur sesudah shalat asar hingga magrib. Tidur semacam ini bisa menyebabkan berkurangnya umur. Umur manusia menjadi berkurang akibat kebingungan yang bersumber dari tidur. Hari tersebut tampak begitu singkat baginya. Menghabiskan waktu asar dengan tidur sama seperti tidak melihat hasil maknawiyah yang ada pada hari tersebut di mana sebagian besarnya tampak pada waktu itu. Sehingga seolah-olah ia tidak hidup pada hari itu.

 

  1. Qailulah

 

Tidur semacam ini merupakan sunnah Nabi yang mulia. Waktunya dimulai dari sejak dhuha hingga sedikit sesudah zuhur. Selain merupakan sunnah suci, tidur tersebut juga bisa membantu seseorang untuk melakukan ibadah di malam hari. Sunnah Nabi ini diperkuat oleh kebiasaan penduduk Arab yang relatif tidak bekerja di saat terik siang hari sesuai dengan lingkungan mereka. Tidur ini memperpanjang umur dan menambah rizki. Sebab setengah jam yang dihabiskan untuk tidur qailulah menyamai dua jam tidur di malam hari. Dengan kata lain ia bisa menambah umur hari itu sebanyak satu jam setengah. Dalam waktu yang sama ia telah menyelamatkan satu jam setengah dari kealpaan tidur yang merupakan saudara kembar kematian sekaligus menambah waktu kerja untuk mencari rizki. Dengan demikian, waktu untuk berusaha dan bekerja menjadi panjang.

 

Said Nursi

 

SEBUAH LINTASAN PIKIRAN YANG INDAH

 

KETIKA aku membaca kalimat, “Alfu alfi salatin wa alfu alfi salamin alaika ya Rasulallah (Beribu-ribu salawat dan salam semoga tercurah kepadamu wahai Rasulullah) seusai shalat, tampak dari kejauhan lintasan pikiran yang indah yang tersingkap dari balik salawat tersebut. Hanya saja aku belum mampu memburu keseluruhannya. Namun di sini akan kutunjukkan beberapa di antaranya:

 

Aku melihat bahwa dunia malam yang menyerupai sebuah rumah baru terbuka bagi penduduk dunia. Akupun masuk ke dalam dunia tersebut saat shalat Isya. Lewat bentangan imajinasi yang luar biasa dan lewat kaitan hubungan antara esensi manusia dan seluruh dunia, aku melihat bahwa dunia yang besar ini pada malam tersebut telah menjadi sebuah rumah yang sangat kecil sehingga manusia ataupun makhluk hidup nyaris tak terlihat di dalamnya. Dalam benak ini aku melihat tidak ada yang bisa menyinari rumah tersebut kecuali pribadi Rasul SAW, sehingga seluruh isinya penuh dengan kelapangan, kedamaian, dan kesenangan.

 

Sebagaimana seseorang yang ingin masuk ke dalam sebuah rumah harus memberikan salam, demikian pula dengan diriku. Ada kerinduan dan hasrat yang besar dari diriku untuk mengucap Alfu alfi sa-latin wa alfu alfi salamin alaika ya Rasulallahi (Beribu-ribu salawat dan salam semoga tercurah kepadamu wahai Rasulullah). Dari sini aku merasa diriku seolah-olah memberikan salam kepada beliau sejumlah bilangan jin dan manusia. Serta lewat salam tersebut, kuungkapkan kembali sumpah setiaku kepada beliau, perasaan penerimaanku terhadap risalahnya, ketundukanku pada seluruh hukum yang beliau bawa, serta kepatuhanku kepada seluruh perintahnya. Dengan kata lain, seolah-olah aku mempersembahkan salam ini atas nama setiap unsur dari duniaku meliputi jin, manusia, dan seluruh makhluk yang ada.

 

Demikianlah, cahaya agung dan hadiah berharga yang beliau bawa mampu menyinari duniaku secara khusus disamping menyinari dunia setiap individu yang terdapat di alam ini. Sehingga ia mengubah dunia ini menjadi dunia yang penuh dengan nikmat. Dalam menghadapi berbagai nikmat yang melimpah ini kuucapkan, “Allahumma anzil alfa salatin alaihi” (Ya. Allah limpahkanlah seribu salawat kepadanya) sebagai tanda syukur dan balas budi atas cahaya tercinta dan hadiah berharga tersebut. Sebab kita sama sekali tidak akan mampu membalas budi baik beliau kepada kita. Maka itu kita tunjukkan penghambaan kita kepada Allah lewat doa dan tawassul agar rahmatNya bisa tercurah kepada beliau sebanyak bilangan seluruh penduduk langit. Itulah yang kurasakan dalam benakku,

 

Beliau membutuhkan salawat yang bermakna rahmat sebagai seorang hamba yang menuju kepada Allah Taala. Beliau juga berhak mendapat salam sebagai seorang rasul yang diutus dari Allah kepada makhluk-Nya.

 

Disamping memberikan salam kepada beliau sebanyak bilangan jin dan manusia, dalam waktu yang sama kita juga memperbaharui sumpah setia kita secara umum. Beliau juga berhak mendapatkan salawat yang berasal dan perbendaharaan rahmat Tuhan sebanyak penduduk langit dan atas nama setiap mereka. Sebab cahaya yang beliau bawa itulah yang menyinari kesempurnaan segala sesuatu sekaligus memperlihatkan nilai semua wujud, memperlihatkan tugas ilahi kepada setiap makhluk, dan menampakkan tujuan mulia Tuhan lewat setiap ciptaan. Karena itu, seandainya setiap sesuatu memiliki lisan, pastilah mereka akan terus mengucap assalatu wassalamu alaika ya Rasulallah (Semua salawat dan salam tercurah kepadamu wahai Rasulullah). Maka itu, sebagai wakil dari seluruh makhluk kita layak mengucapkan, “Alfu alfi salatin wa alfu alfi salamin alaika ya Rasulallahi bi adadi al-insi wal jinni wa-biadadi malaki wan-nujumi” (Beribu-ribu salawat dan salam semoga tercurah kepadamu wahai Rasulullah dengan sejumlah bilangan manusia, jin, malaikat, dan bintang).

 

Cukuplah Allah sendiri berikut malaikat-Nya yang mengirim salawat dan salam kepada beliau

 

Said Nursi

 

SEPUTAR WAHDATUL WUJUD DAN BAHAYANYA PADA ZAMAN INI

 

Saudaraku yang mulia!

 

Engkau meminta penjelasan di seputar wahdatul wujud. Dalam salah satu cahaya yaitu al-Maktub al-Hadi wats-Tsalatsil (Surat ketiga puluh) terdapat jawaban yang memadai, meyakinkan, dan cukup jelas mengenai pendapat Muhyiddin Ibnu Arabi di sekitar masalah tersebut. Namun di sini kami hanya akan menjelaskan ala kadarnya.

 

Mengajarkan paham wahdatul wujud kepada manusia pada masa sekarang ini akan menimbulkan bahaya besar. Sebab berbagai kiasan dan perumpamaan yang keluar dari lidah kalangan khawas (istimewa) dan diterima oleh kalangan awam, atau yang berjalan dari tokoh berilmu kepada orang bodoh akan diterima sebagai hakikat nyata. Demikian pula dengan wahdatul wujud dan berbagai hakikat tinggi sejenisnya. Ketika ia beredar di kalangan awam yang alpa yang terpengaruh dengan berbagai alam materi, maka mereka menerimanya sebagai alam dan melahirkan tiga bahaya besar:

 

Bahaya Pertama

 

Paham wahdatul wujud seolah-olah mengingkari eksistensi seluruh benda di hadapan wujud Allah Taala. Hanya saja manakala paham tersebut masuk ke kalangan awam, ia akan mendorong orang-orang yang lalai terutama yang tercemari oleh materi untuk mengingkari keberadaan Tuhan di hadapan alam materi.

 

Bahaya Kedua :

 

Paham wahdatul wujud secara tegas menolak adanya sifat ketuhanan pada selain Allah. Bahkan ia mengingkari keberadaan selain Allah dan menghapus adanya dualisme. Karena itu, ia tidak melihat adanya keberadaan wujud pada apa pun juga. Namun pada masa sekarang ini di mana paham naturalisme sedang menyebar juas, nafsu manusia telah menjadi sosok Firaun, khususnya mereka yang ingin disembah, berwatak sombong dan egois, serta lupa kepada Pencipta dan akhirat, maka mengajarkan wahdatul wujud kepada mereka akan membuat mereka melampaui batas. Naudzubillah.

 

Bahaya Ketiga

 

Paham wahdatul wujud juga memicu munculnya berbagai pemikiran dan pandangan yang tidak sesuai dengan keberadaan Dzat Maha Agung yang tidak pernah berubah, berganti, terpisah, dan bias sehingga memunculkan berbagai ajaran yang menyimpang. Ya, siapapun yang berbicara mengenai wahdatul wujud pikirannya harus terbang ke tempat yang tinggi untuk meninggalkan alam benda dan melihat arasy yang tinggi. la harus menganggap alam benda ini sebagai sesuatu yang tiada. Sehingga dengan kekuatan imannya ia melihat segala sesuatu secara langsung berasal dari pancaran Dzat Yang Maha Esa. Namun jika ia masih berdin di belakang alam benda dan masih melihatnya, lalu segala sebab masih terlihat di hadapannya dan ia menyaksikan dari bumi, maka bisa jadi ia tenggelam dalam pengaruh sebab dan terjatuh pada kubangan alam.

 

Orang yang pemikirannya sudah naik menuju arasy ia akan menjadi sosok seperti Jalaluddin ar-Rumi yang bisa berkata, “Bukalah pendengaranmu. Sesungguhnya engkau bisa mendengar dari setiap individu, demikian pula dari Tuhan”. Namun mereka yang tidak dapat naik ke jenjang yang mulia seperti beliau serta mereka yang tidak mampu melihat segala sesuatu dalam bentuk cermin manifestasi-Nya, jika kau katakan pada mereka, “Dengarkanlah segala sesuatu, pasti engkau mendengar kalam Allah” maka mereka akan memiliki pandangan yang salah yang bertentangan dengan hakikat sebenarnya seperti orang yang secara maknawi jatuh dari arasy ke bumi.

 

“Katakan, ‘Allah’ lalu biarkan mereka sibuk dalam kesesatannya.” (al-An’am [6]: 91)

 

Maha suci Allah yang Dzat-Nya sama sekali tidak serupa dengan sesuatu, yang sifat-Nya jauh dari penyerupaan benda, serta tanda-tanda kekuasaan-Nya menjadi saksi atas rububiyah-Nya. Maha Agung Allah, tiada Tuhan selain-Nya.

 

Said Nursi

 

JAWABAN ATAS SEBUAH PERTANYAAN

 

Aku tidak memiliki waktu yang cukup untuk membuat sebuah studi perbandingan antara pemikiran Mustafa Sabri’ dan Musa Bakuf. Komentarku hanya sebagai berikut:

 

Kedua-duanya ekstrim, yang satu sangat berlebihan dalam menerima dan yang satu lagi sangat berlebihan dalam menolak.

 

Meskipun berbagai pembelaan dan argumen yang dikemukakan Mustafa Sabri memang benar jika dibandingkan dengan Musa Bakuf, namun ia tidak boleh mencela pribadi Muhyiddin Ibnu Arabi yang merupakan salah satu sosok monumental.

 

Ya Muhyiddin Ibnu Arabi adalah orang yang mendapat petunjuk dan dapat diterima. Namun ia bukanlah seorang mursyid, pembimbing, dan teladan dalam semua tulisannya. Sebab pada umumnya, ia mengarungi perjalanan yang tidak wayjar. la sering menyalahi prinsip-prinsip Ahlu Sunnah yang sudah baku. Selain jtu, beberapa ucapannya secara lahiriah mengarah pada kesesatan walaupun sebenarnya beliau terlepas dari kesesatan tersebut. Sebab bisa jadi lahiriah sebuah ucapan menunjukkan kekufuran, namun si penuturnya tidak kafir.

 

Nah, Mustafa Sabri tidak memperhatikan aspek-aspek ini. Karena kefanatikannya terhadap paham ahli sunnah sehingga dalam beberapa hal ia sangat berlebihan. Adapun Musa Bakuf, ia telah melakukan kesalahan besar lewat beberapa pandangannya yang mengikuti kemajuan dan sangat condong kepada pembaruan. la telah menyimpangkan beberapa hakikat Islam lewat intepretasi yang keliru. Lalu ia mengangkat sosok semacam Abil Ala al-Ma’arri sebagai tokoh panutan. Ia sangat berlebihan dengan terlalu condong pada persoalan-persoalan yang di dalamnya Ibnu Arabi bertolak belakang dengan ahlu sunnah namun sejalan dengan pemikirannya.

 

Muhyiddin pernah berkata, “Buku-buku kami tidak boleh ditelaah oleh mereka yang bukan dari golongan kami”. Yaitu oleh mereka yang tidak mengenal kedudukan kami. Ya, membaca bukubuku Muhyiddin, terutama beberapa masalah yang terkait dengan wahdatul wujud sangatlah berbahaya pada masa sekarang ini.

 

Said Nursi

 

RENUNGAN DARI BALIK JENDELA PENJARA

 

Saat dari jendela penjara aku menyaksikan tawa manusia yang memilukan dalam gemerlap malam yang penuh kegembiraan, aku melihatnya lewat lensa tafakkur ke masa depan disertai kerisauan atasnya. Tiba-tiba dalam khayalku terbayang secara jelas kondisi berikut:

 

Sebagaimana dalam film kita bisa menyaksikan kehidupan orang-orang yang telah berada di dalam kubur, maka seolah-olah aku juga menyaksikan di hadapanku sejumlah jenazah bergerak yang sebentar lagi akan menjadi penghuni kubur. Akupun menangisi mereka yang saat ini sedang tertawa. Dan situ aku merasa kesepian dan menderita. Aku kemudian berpikir dan mempertanyakan hakikat tadi seraya berkata, “Bayangan apa ini?”

 

Hakikat itupun menjawab, “Sesungguhnya lima dari lima puluh orang yang saat ini sedang tertawa dan bergembira lima puluh tahun mendatang akan menjadi tua renta. Punggung mereka akan bungkuk dan umur mereka mendekat tujuh puluh tahun. Sementara empat puluh lima orang sisanya akan dilemparkan ke kubur”. Jadi wajah-wajah tampan dan tawa riang itu akan berubah menjadi kebalikannya. Sesuai dengan kaidah yang berbunyi, “Setiap yang datang adalah dekat”? maka sesuatu yang akan datang itu seolah-olah sekarang telah tiba secara nyata. Jadi apa yang telah kusaksikan sebenarnya bukanlah khayalan.

 

Karena tawa di dunia yang menyiratkan kelalaian ini bersifat sementara, fana, dan menutupi berbagai kondisi yang menyakitkan sekaligus memilukan, maka sebenarnya yang bisa membahagiakan kalbu manusia—yang senang pada keabadian—serta yang bisa menentramkan jiwanya adalah kesenangan suci dan kebahagiaan abadi yang berada dalam koridor syariat disertai rasa syukur lewat hati yang tenang dan tidak lalai. Agar di saat hari raya manusia tidak terjerumus dalam kelalaian serta agar kelalaian tersebut tidak mendorong manusia untuk keluar dari batasan syariat, maka dalam beberapa hadits kita bisa menemukan adanya rangsangan dan dorongan yang kuat untuk senantiasa bersyukur dan berzikir kepada Allah pada hari-hari itu. Sehingga nikmat kebahagiaan dan kesenangan tadi berubah menjadi rasa syukur yang bisa mengekalkan dan menambah nikmat tersebut. Sebab rasa syukur akan menambah nikmat sekaligus melenyapkan kelalaian.

 

Said Nursi

 

MUSUH YANG PALING HEBAT

 

Ayat al-Quran menegaskan,

 

“Sesungguhnya nafsu ini senantiasa memerintahkan pada keburukan (ammarah bis su).” (Yusuf [12]: 53)

 

Sementara hadits Nabi SAW. berbunyi, “Musuhmu yang paling hebat adalah nafsumu yang berada dalam dirimu”

 

Ya, orang yang menyenangi dan mengagumi nafsu ammarah sebenarnya hanya mencintai dirinya. Bahkan meskipun ia memperlihatkan kecintaan kepada orang lain, cinta tersebut tidaklah berasal dari kalbunya yang paling dalam. Tetapi bisa jadi ia mencintai orang tadi karena kepentingan pribadi dan karena mengharap keuntungan tertentu. Ia senantiasa berusaha agar orang lain mencintai dirinya serta berusaha agar orang lain kagum kepadanya. Ia singkirkan segala aib dari dirinya sehingga tampak bersih. Bahkan ia selalu membela diri layaknya pengacara yang tulus agar dirinya bebas dari kesalahan. Kemudian ia memuji diri secara berlebihan bahkan tidak jarang dengan banyak kebohongan agar terlepas dari segala aib dan cacat hingga ke tingkat pengkultusan. Lebih dari itu kondisinya menjadi seperti yang ditegaskan al-Quran,

 

“Orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. (al-Furqan [25]: 43)

 

Pada saat tersebut ayat al-Quran di atas mulai memberikan berbagai teguran dan pelajaran kepadanya sehingga alih-alih dipuji, orang malah berpaling darinya. Bukan dicintai, ia malah dilecehkan oleh mereka. Disamping itu, ia telah kehilangan keikhlasan karena amal ukhrawinya telah dicampuri oleh sikap riya. Akhirnya ia kalah oleh hawa nafsunya dan perasaannya yang tidak melihat akibat, tidak memikirkan hasilnya dan sibuk dengan kenikmatan yang sifatnya sementara. Bahkan hawa nafsunya yang sesat ikut membenarkan berbagai hal yang ia lakukan akibat kenikmatan yang tidak lebih dari satu jam namun bisa menjerumuskannya ke dalam penjara selama satu tahun. Serta, bisa jadi ia mendapat hukuman selama sepuluh tahun akibat rasa sombong dan dendam hanya berlangsung satu menit. Ia ibarat anak kecil yang bodoh yang tidak mengetahui nilai satu juz al-Quran yang ia baca dan ia pelajari sehingga rela menjualnya dengan sepotong kue yang murah. Dengan begitu ia telah menghapus amal kebajikannya yang lebih mahal daripada intan permata untuk kemudian digantikan dengan sepotong kaca. Itulah perasaan, hawa nafsu, dan sikap lupa dirinya. Sebagai akibatnya ia pun mengalami kerugian hebat pada sesuatu yang semestinya ia memperoleh keuntungan besar.

 

Ya Allah lindungi kami dari kejahatan nafsu, setan, serta dari kejahatan jin dan manusia.

 

Ada sebuah pertanyaan, mengapa tinggal untuk selamanya di negeri jahannam merupakan hukuman yang adil bagi kekufuran yang hanya berlangsung beberapa saat?

 

Sebagai jawabannya, pembunuhan yang berlangsung dalam satu menit bisa dihukum dengan tujuh juta delapan ratus delapan puluh empat ribu menit, kalau satu tahun terhitung 365 hari. Jika kalau ini saja merupakan hukuman yang adil, maka orang yang menghabiskan dua puluh tahun dari umurnya dalam kubangan kekufuran serta mati dalam kekufuran tadi, dengan berdasar hukuman manusia di atas ia pantas mendapat hukuman penjara selama lima puluh tujuh triliun dua ratus satu milyar dan dua ratus juta tahun. Hal ini mengingat satu menit dari kekufuran sama dengan seribu pembunuhan. Dari sini kita bisa memahami bahwa ia selaras dengan firman Allah yang berbunyi,

 

“Mereka kekal selamanya di dalam neraka.” (al-Bayyinah [21]; 8)

 

Rahasia hubungan antara dua bilangan yang sangat berjauhan itu adalah sebagai berikut. Kekufuran dan pembunuhan merupakan bentuk tindakan pengrusakan dan pelanggaran terhadap orang lain. Keduanya memberikan dampak kepada orang lain. Tindak pembunuhan yang terjadi hanya dalam satu menit paling tidak secara lahiriah telah melenyapkan lima belas tahun dari kehidupan si terbunuh. Karena itu si pembunuh tadi dipenjara sebagai ganti darinya. Sementara satu menit kekufuran yang merupakan bentuk pengingkaran terhadap seribu satu nama-Nya yang mulia, pelecehan terhadap goresan-Nya yang indah, pelanggaran terhadap hak-hak alam semesta, pengingkaran terhadap kesempurnaan-Nya, dan pendustaan terhadap dalil-dalil keesaan-Nya yang tak terhingga akan melemparkan pelakunya ke dalam tingkatan yang paling rendah selama lebih dari seribu tahun. Ia pun masuk ke dalam firman Allah Taala, “Mereka kekal selamanya …”

 

Said Nursi

 

SEBUAH KORELASI INDAH YANG MENGANDUNG MAKNA

 

Peraturan nomor 163 yang dipakai untuk menuntut dan memutuskan hukuman terhadap murid-muird Nur merupakan angka yang sama dengan jumlah wakil rakyat yang menyetujui putusan khusus parlemen untuk memberikan seratus lima puluh ribu lira guna pembangunan madrasah pengarang Risalah Nur. 163 orang tersebut merupakan sejumlah wakil rakyat dari sekitar 200 wakil rakyat yang duduk di Majelis Nasional Turki. Persetujuan 163 wakil rakyat ini membatalkan keputusan peraturan nomor 163.

 

Hal yang sama terjadi pada kondisi berikut:

 

Penangkapan dan penahanan terhadap pengarang berikut murid-murid Risalah Nur terjadi pada tanggal 27 April 1935. Sementara putusan pengadilan atas mereka keluar pada tanggal 19 Agustus 1935, artinya 115 hari sesudahnya. Angka ini sama dengan banyak bilangan buku Risalah Nur yang berjumlah 115. Selain itu ia juga sama dengan jumlah murid Nur yang menjadi tertuduh, yaitu sebanyak 115 orang. Adanya kesamaan angka ini menunjukkan bahwa musibah dan ujian yang diterima oleh pengarang berikut para murid Nur itu telah diatur oleh Allah Taala.

 

PERSOALAN KEDUA PULUH DELAPAN

 

Dari Cahaya Kedua Puluh Delapan

 

“Setan setan itu tidak dapat mendengar-dengarkan (pembicaraan) para malaikat dan mereka dilempari dari segala penjuru.Untuk mengusir mereka dan bagi mereka siksaan yang kekal, Akan tetapi barangsiapa (di antara mereka) yang mencuri-curi (pembicaraan) Maka ia dikejar oleh suluh api yang cemerlang.” (ash-Shaffat [37]: 8-10)

 

“Sesungguhnya kami Telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan.” (Al-Mulk [67]: 5)

 

Kami akan menjelaskan salah satu dari banyak hal yang diterangkan oleh ayat di atas serta ayat-ayat lainnya yang sejenis terkait dengan kritikan menyimpang dari kaum yang sesat.

 

Ayat al-Quran di atas menerangkan bahwa sejumlah mata-mata jin dan setan berusaha mencuri berita langit serta berusaha mendapatkan berita gaib untuk dikirimkan kepada para dukun materialis dan kepada mereka yang pekerjaannya menghadirkan roh-roh halus. Namun jin dan setan itu terhalang untuk mencuri berita gaib tadi dan mereka dilempari dengan bintang api. Hal itu terutama di saat permulaan turunnya wahyu agar tidak ada keraguan sedikitpun atasnya. Kami akan memberikan jawaban yang sangat singkat atas sebuah persoalan penting yang terbagi tiga. Persoalan

 

Dari ayat-ayat semacam di atas dapat dipahami bahwa demi untuk mencuri pendengaran dan mendapat berita gaib, bahkan dalam hal yang sepele atau pada sesuatu yang bersifat pribadi, para mata-mata dari jenis setan itu mau menerjang kerajaan langit yang sangat jauh hingga seolah-olah persoalan sepele tadi merupakan objek yang mendapat perhatian seluruh bagian langit yang luas. Serta, setan manapun dan datang dari manapun bisa mencuri berita meskipun dengan susah payah untuk kemudian dikirim ke bumi. Hal ini sulit untuk diterima akal. Selanjutnya sebagian nabi yang menerima risalah, juga para wali yang memiliki karomah, mereka bisa mendapatkan buah surga yang berada di atas langit yang tinggi seolah-olah mereka mengambilnya dari tempat yang dekat. Bahkan kadangkala mereka bisa menyaksikan surga dari tempat yang dekat. Dengan kata lain, sesuatu yang sangat jauh menjadi sangat dekat. Inilah yang sukar dipahami oleh akal kita pada masa sekarang.

 

Kemudian sebuah kondisi khusus yang dialami oleh pribadi tertentu bisa menjadi bahan pembicaraan para malaikat di langit yang sangat luas itu. Tentu saja hal ini tidak sejalan dengan pengelolaan alam yang, berjalan dengan penuh hikmah. Padahal tiga persoalan di atas termasuk bagian dari hakikat Islam. Jawaban

 

Pertama, ayat al-Quran yang berbunyi, “Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat pelempar setan” menjelaskan bahwa mata-mata yang berasal dari jenis setan yang berusaha naik ke langit untuk mencuri berita itu diusir dengan bintang langit. Masalah ini telah dikaji secara baik dalam Kalimat Kelima Belas dan diterangkan secara meyakinkan hingga bisa memuaskan para materialis yang keras kepala sekalipun. Bahkan mereka terdiam dan mau menerimanya. Hal itu terwujud dengan tujuh premis meyakinkan sebagai tujuh tingkatan untuk bisa memahami ayat al-Quran.

 

Kedua, kami akan menunjukkan tiga hakikat Islam yang dianggap sulit diterima akal itu lewat perumpamaan agar lebih bisa diterima oleh pikiran kita yang terbatas dan sempit. Anggap saja distrik militer milik pemerintah bertempat di Timur negara, sementara distrik peradilannya berada di daerah Barat, distrik pendidikannya berada di daerah Utara, distrik urusan agamanya berada di daerah Selatan, dan distrik para birokrat berada di Pusat. Meskipun jarak antar distrik tersebut jauh, namun seandainya masing-masing berkomunikasi dengan telepon atau telegrap akan tercipta hubungan yang kuat. Seluruh bagian negara seolah-olah menjadi sebuah distrik. Yaitu distrik peradilan, militer, agama, dan birokrasi dan seterusnya.

 

Contoh lain: Kadangkala beberapa negara yang mempunyai ibukota berbeda ikut serta dalam sebuah kerajaan dengan kekuasaan masing-masing. Hal itu bisa terwujud karena kepentingan penjajahannya, atau karena kekhususan tertentu, atau karena hubungan perdagangan di dalamnya. Dalam kondisi tersebut, setiap pemerintah mempunyai keterkaitan dengan rakyat tadi lewat kekhususan yang dimilikinya. Meskipun mereka satu rakyat atau satu bangsa, namun hubungan antar berbagai pemerintah yang sangat jauh itu saling terkait dan saling berdekatan dalam satu rumah bahkan memberikan kontribusi pada setiap orang. Sehingga persoalan pemerintah yang sebenarnya bersifat sepele dan pribadi bisa terlihat dalam beberapa wilayah bagian akibat adanya kontak dan hubungan. Setiap persoalan parsial dan sepele memang tidak berasal dari wilayah yang universal dan luas. Namun manakala ia menjadi bahan pembahasan seolah-olah ia berasal dari wilayah yang universal dan luas karena keterkaitannya dengan hukum universal yang berlaku di wilayah itu. la tergambar seolah-seolah sebagai persoalan yang menjadi objek pembahasan di wilayah universal tersebut.

 

Dari dua perumpamaan di atas kita dapat mengatakan bahwa kerajaan langit yang jika dilihat dari ibukota dan titik sentralnya berada sangat jauh, sebenarnya ia memiliki ‘jaringan telepon maknawiyah’ yang terhubung dengan setiap kalbu manusia yang ada di kerajaan bumi. Disamping itu, alam langit tidak hanya mengawasi alam nyata saja. Tetapi ia juga mencakup alam arwah dan alam malakut. Karena itulah, dari satu sisi, alam langit mencakup alam syahadah (inderawi, nyata) dengan dibungkus tirai.

 

Demikian pula dengan surga yang termasuk alam abadi. la merupakan negeri yang kekal. Meskipun sangat jauh, namun wilayah kekuasaannya terbentang dan menyebar ke seluruh sisi di bawah tirai alam nyata. Selain itu meskipun indera manusia yang diciptakan oleh Sang Pencipta Yang Maha Bijak dan Mulia lewat hikmah dan kekuasaan-Nya terdapat di kepala manusia, dan walaupun tempatnya berbeda-beda, namun masing-masing berkuasa atas seluruh tubuh dan mempunyai daerah kekuasaan sendiri. Hal yang sama berlaku pada alam yang merupakan ‘manusia besar’. Didalamnya tercakup ribuan alam yang menyerupai berbagai daerah yang saling bercampur. Berbagai kondisi dan peristiwa yang berlangsung di alam tersebut akan menjadi sorotan sesuai dengan skalanya kecil atau besar. Artinya, hal-hal yang bersifat sepele dan parsial tampak pada tempat-tempat yang parsial dan dekat, sementara berbagai persoalan besar tampak pada tempat yang universal dan besar pula.

 

Namun bisa juga peristiwa yang bersifat parsial dan khusus menempati alam yang besar sehingga kemanapun telinga dipasang, peristiwa tersebut akan terdengar. Kadangkala pasukan besar dikerahkan untuk menunjukkan kehebatan bukan Karena kuatnya musuh. Contohnya risalah Muhammad SAW. dan peristiwa turunnya wahyu al-Quran. Karena ia merupakan peristiwa besar, maka seluruh alam langit bahkan setiap isinya siap sedia. Para pasukan penjaga berbaris rapi di menara besar yang terdapat di langit yang sangat tinggi dan jauh. Mereka melemparkan ketapel yang berasal dari bintang api untuk mengusir setan dari langit. Ketika ayat alQuran menegaskan bagaimana setan-setan itu dilempari dengan bintang api terutama pada waktu permulaan turunnya wahyu, hal itu menunjukkan isyarat Tuhan untuk memberitahukan tingkat keagungan al-Quran sekaligus tingkat kebenaran dan keabsahannya di mana ia sama sekali tidak bercampur dengan kebatilan Begitulah al-Quran al-Karim menerjemahkan pemberitahuan agung tadi dan menjelaskan isyarat langit itu

 

Ya, penampakan isyarat langit yang agung tersebut, pemberitahuan adanya setan yang mengajak duel malaikat, serta bagaimana para mata-mata itu diusir oleh semburan malaikat semuanya merupakan bentuk pemberitahuan keagungan dan ketinggian al-Quran Selanjutnya, penjelasan al-Quran di atas serta pemberitahuan tentang berkumpulnya para malaikat di langit tersebut tidak menunjukkan bahwa jin dan setan sangat kuat dan hebat sehingga mendorong penduduk langit untuk berduel dan berjuang mengusir mereka Tetapi ia hanyalah isyarat bahwa setan dan jin sama sekali tidak bisa masuk ke dalam penalanan panjang yang terbentang dari kalbu Rasul SAW. hingga alam langit bahkan hingga arasy-Nya yang agung

 

Dengan demikian al-Quran mengungkapkan bahwa wahyu al-Quran merupakan hakikat agung yang layak untuk dimuliakan dan diperhatikan oleh seluruh malaikat di langit sana di mana setan terpaksa harus naik ke langit untuk mendapatkan sedikit berita tentangnya. Namun na’as mereka kemudian dilempar dan diusir hingga tidak memperoleh apa-apa. Dengan adanya pengusiran terhadap setan itu, al-Quran mengisyaratkan bahwa wahyu al-Quran yang turun kepada kalbu Muhammad SAW., malaikat Jibril as. yang turun ke majelis beliau, serta berbagai hakikat gaib yang tampak dalam pandangan beliau, semuanya selamat, sehat, dan tidak tercampur oleh keraguan sedikitpun. Begitulah al-Quran menjelaskan persoalan ini dengan kemukjizatannya yang sangat mengagumkan.

 

Adapun Kemampuan untuk menyaksikan surga di tempat yang paling dekat serta kemampuan memetik buahnya padahal ia berada sangat jauh dari kita dania berada di alam yang kekal, maka lewat k