Larangan Mengharapkan Mati Karena Ditimpa Cobaan Harta Maupun Kesehatan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati karena ditimpa dengan cobaan (bencana). Jika memang mengharapkannya, maka berdoalah dengan mengucapkan, “Ya Allah hidupkanlah aku jika kehidupan itu lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan dan memohon mati sebelum ajal mendatanginya. Apabila salah seorang dari kahan mati, maka terputuslah amalnya. Sungguh, seseorang yang beriman itu harus menambah kebajikan dalam umurnya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati. Kalau dia orang baik, maka dia masih bisa menambah kebaikan; dan kalau dia orang jahat, mudah-mudahan dia masih bisa bertobat terlebih dahulu.”

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kalian mengharapkan mati, karena kematian itu adalah sesuatu yang sangat dahsyat. Sungguh termasuk kebahagiaan jika seorang hamba panjang usianya hingga Allah memberi kesempatan untuk bertobat.” Hakikat Kematian

 

Menurut para ulama, kematian bukanlah kehilangan atau kemusnahan semata. Kematian adalah peristiwa terputusnya hubungan roh dengan jasad, terpisahnya jiwa dari raga, pergantian keadaan, dan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Kematian adalah musibah yang paling besar. Allah Ta’ala menyebut kematian sebagai musibah sebagaimana dalam firman-Nya,

 

“Lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (QS. al-Ma’idah: 106)

 

Kematian memang suatu musibah dan malapetaka yang besar. Tetapi, menurut para ulama, musibah yang lebih besar lagi ialah fupa pada kematian itu sendiri, tidak mau mengingatnya, jarang memikirkannya, dan tidak mau beramal untuk menghadapinya. Sesungguhnya di dalam kematian itu sendiri terdapat pelajaran bagi yang mau berpikir. Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seandainya binatang itu mengetahui akan kematian seperti yang kalian ketahui, niscaya kalian tidak akan memakan binatang yang gemuk.”

 

Diceritakan bahwa ada seorang dusun (Arab Badui) sedang menunggangi seekor unta. Entah kenapa untanya mendadak jatuh lalu mati. Lalu, ia segera turun sambil berputar-putar, ia berpikir apa yang sedang terjadi. la bertanya pada untanya, “Kenapa kamu tidak mau berdiri lagi? Lihat itu, seluruh anggota tubuhmu masih utuh dan tidak ada yang terluka! Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu begini? Apa yang menyebabkan kamu tidak bisa bergerak sama sekali?” Kemudian ia meninggalkan untanya begitu saja sembari terus berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. la benar-benar merasa heran dan tidak habis pikir.

 

Seorang penyair membacakan syair tatkala menyaksikan seorang perwira yang meninggal di hadapannya,

 

“Isyarat kematian sudah menjemputnya ja terkapar dengan tangan terbentang dan mulut menganga dengan baju besi dan senjata yang masih dipegang terkapar seperti sebuah mangsa besar bahkan, ia tidak peduli panggilan agung para raja karena maut telah menghinggap di atas kepalanya apa kiranya yang terjadi pada dirimu ketangguhanmu telah hilang, bahkan kamu tidak mampu bicara lagi kabar ini, bukanlah pemberitaan di tempat ini hanya saja, kita masih tidak peduli dan seakan-akan tidak pernah tahu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, aku mende. ngar dari Qutaibah bin Sa‘ad dan Khathib bin Salim dari Abdul Aziz al-Majisyun dari Muhammad ibnu al-Munkadir, dia berkata, putra Nabi Adam a.s. meninggal, falu beliau memberitahukan peristiwa itu kepada istrinya dan berkata, “Hawa, anakmu telah meninggal.” Hawa bertanya, “Apa itu meninggal?” Beliau menjawab, “Orang meninggal itu tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa berdiri, dan tidak bisa duduk” Mendengar itu, Hawa menangis keras. Beliay lalu berkata, “Hindari olehmu dan anak-anak wanitamu dari tangisan keras, aku dan anak-anak lakiku tidak bertanggung jawab atas hal itu.”

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Mudah-mudahan dia masih bisa bertobat terlebih dahulu,” maksudnya ialah mencari keridaan Allah. Dan satu-satunya cara ialah dengan bertobat serta tidak mengulangi perbuatan dosa. Demikian dikatakan Syekh al-Jauhari. Di dalam al-Qur’an, hal itu diungkapkan oleh Allah Ta’ala saat menyinggung orang-orang kafir,

 

“Dan jika mereka minta belas kasihan, maka mereka itu tidak termasuk orang yang pantas dikasihani.” (QS. Fushshilat: 24)

 

Sahal bin Abdullah at-Tastari berkata, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati kecuali untuk tiga orang. Yaitu, orang yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah mati, orang yang sengaja lari dari takdir Allah, dan orang yang sudah sangat rindu bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla.”

 

Ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu hari Malaikat Maut mendatangi Nabi Ibrahim a.s., kekasih Allah, untuk mencabut nyawanya. Beliau lantas berkata, “Wahai Malaikat Maut, pernahkah engkau melihat ada kekasih mencabut nyawa kekasihnya sendiri?” Malaikat Maut lalu naik ke langit menemui Tuhannya untuk mengadukan hal itu. Allah lalu berfirman kepada Malaikat Maut, “Katakan kepadanya, pernahkah engkau melihat seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya?” Malaikat Maut pun turun untuk menyampaikan pesan Tuhannya itu. Setelah kalimat itu disampaikan kepada Nabi Ibrahim a.s., maka beliau berkata, “Cabutlah nyawaku saat ini juga.”

 

Abu Darda’ berkata, setiap mukmin yang ditimpa dengan kematian, maksudnya adalah baik. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang berbakat.” (QS. Ali ‘Imran: 198)

 

“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya.” (Qs. Ali ‘Imran: 178)

 

Hayyan al-Aswad berkata, “Kematian adalah sebuah jembatan yang menghubungkan pertemuan dua kekasih.”

 

Boleh Mengharapkan Mati Untuk Menyelamatkan Agama Allah Ta’ala mengabarkan kisah Nabi Yusuf a.s. dalam firman-Nya,

 

“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)

 

Allah juga mengabarkan kisah Maryam dalam firman-Nya,

 

“Wahai, betapa (baiknya) aku matt sebelum ini, aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.” (QS. Maryam: 23)

 

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Malik dari Abu Zinad al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seseorang yang melewati kubur orang lain seraya berkata, “Alangkah baiknya seandainya aku berada di tempatnya.”

 

Menurutku, ini tidak bertentangan dengan apa yang apa telah saya jelaskan sebelumnya.

 

Menurut Qatadah, tidak ada seorang nabi pun yang mengharapkan untuk mati selain Nabi Yusuf a.s.. Ketika sudah mendapat kenikmatan-kenikmatan yang sempurna dan berhasil meraih segalanya, Nabi Yusuf a.s. rindu untuk segera bertemu Tuhannya. Karena itulah, ia berkata seperti yang dikutip dalam Surah Yusuf ayat 101,

 

“Ya tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian tabir mimpi,” Karena itulah, ia sudah ingin bertemu dengan Tuhannya ‘Azza wa Jalla.

 

Ada yang berpendapat bahwa sebenarnya Nabi Yusuf a.s. tidak hanya sekedar mengharapkan untuk mati, tetapi ingin meninggal dalam keadaan Islam. Dengan kata lain, ia berkata, “Jika telah tiba ajalku, maka wafatkanlah aku dalam keadaan Islam.” Ini adalah pendapat yang dipilih oleh ahli ta’wil dalam menafsirkan ayat tersebut. Wallahu a’lam.

 

Ada dua alasan yang mendorong Maryam mengharapkan mati, yaitu:

 

Pertama, dia takut terus-menerus disangka buruk dan dicela. Karena hal tersebut dapat membuat fitnah terhadap agama.

 

Kedua, gara-gara dirinya, dia tidak ingin kaumnya jatuh dalam jurang kebohongan dan kedustaan, sehingga mereka menuduhnya telah berbuat zina, dan itu bisa membuat mereka celaka.

 

Menyinggung orang yang telah memfitnah Aisyah, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. an-Nur: 11)

 

“Dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (QS. an-Nur: 15)

 

Para ulama Ahli Tafsir berselisih pendapat mengenai Maryam. Apakah ia seorang wanita yang benar-benar sangat jujur seperti dalam firman-Nya,

 

“Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran.” (QS. al-Ma’idah: 75)

 

Ataukah dia seorang nabi wanita seperti dalam firman-Nya,

 

“Kami mengutus roh kami (Jibril) kepadanya.” (QS. Maryam: 17)

 

“Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, ‘Wahai maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu.” (QS. Ali ‘imran: 42)

 

Dia diuji dengan ujian yang berat berupa fitnah dan berita bohong yang menimpa dirinya. Berdasarkan dua penafsiran yang saya kemukakan tadi, bisa diambil kesimpulan bahwa mengharapkan mati bagi Maryam dalam keadaan seperti itu boleh dengan alasan seperti tadi. Wallahu a’lam.

 

Sedang hadis Abu Hurairah tadi, yang menjelaskan tentang keinginan mati seseorang yang melewati kubur, itu merupakan kabar. Artinya, hal itu bisa terjadi disebabkan keadaan manusia yang sudah memprihatinkan karena sudah sangat minimnya akhlak dan nilai-nilai agama. Sementara yang bersangkutan tidak berdaya mengatasinya. Jadi, bukan karena penderitaan yang menimpa, baik yang menyangkut kesehatan, ekonomi, maupun yang lainnya. Hal itu diperjelas dengan doa yang dipanjatkan Rasulullah Saw.,

 

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar dapat melakukan kebajikan kebajikan, meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, dan mencintai orang-orang miskin. Dan, jika Engkau telah menghendaki suatu fitnah terhadap manusia, maka cabutlah nyawaku kepada-Mu dalam keadaan tidak terkena fitnah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, dan Malik.

 

Hal itu semakin diperjelas oleh doa yang pernah dipanjatkan Umar bin Khaththab dalam riwayat Malik dalam kitab al-Muwaththa, “Ya Allah, kekuatanku telah melemah, usiaku sudah tua, dan rakyatku sudah menyebar Ke mana mana. Karenanya, panggillah aku menghadap-Mu dalam keadaan tidak menyia-nyiakan ataupun lalai terhadap kewajiban.” Dan, tidak genap satu bulan, Umar pun pergi ke rahmatullah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdit Barr sebuah hadis dalam kitab at-Tamhid dan al-istidzkar, dari Zadan Abi Umar dari ‘Alim al Kindi, dia berkata, ketika Abu al-Abbas al-Ghifari duduk bersamaku di sebuah teras, dia melihat beberapa orang yang menderita penyakit tha’un. Dia lalu berkata sebanyak tiga kali, “Hai tha’un, bawalah aku kepadamu.” Mendengar ucapan aneh itu, aku bertanya, “Mengapa kamu berkata seperti itu? Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati, karena pada saat itu terputuslah amalnya, dan ia tidak bisa lagi berbuat amal saleh dan mengharapkan keridaan Allah atas kesalahan-kesalahannya.”

 

Maka Abu al-Abbas menjawab, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Mintalah segera kematian karena enam hal. Yakni, jika orang-orang bodoh menjadi penguasa, banyaknya tanda-tanda kiamat, maraknya penjualan hukum, diremehkannya darah (nyawa), maraknya pemutusan hubungan kekeluargaan, dan generasi yang menjadikan al-Qur’an sebagai permainan, sampai-sampai mereka menyuruh orang untuk melagukannya padahal ia sangat minim pengetahuannya tentang agama.”

 

Mengingat Mati dan Persiapan Menghadapinya

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan.” Maksudnya ialah kematian. Hadis ini diriwayatkan juga oleh ibnu Majah dan Tirmidzi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafhizh dengan sanad hadis dari Malik bin Anas dari Yahya bin Sa’id dari Sa’id bin al-Musayyib dari Umar bin Khaththab, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang dapat melenyapkan kenikmatan-kenikmatan.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sesuatu yang dapat melenyapkan kenikmatan-kenikmatan itu?” Beliau menjawab, “Kematian.”

 

Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari ibnu Umar, dia berkata, ketika kami duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba muncul sahabat Anshar. Setelah mengucapkan salam kepada beliau, kemudian dia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mukmin terbaik itu?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” Dia bertanya kembali, “Siapakah mukmin yang paling cerdas itu?” Beliau menjawab, “Yang paling sering mengingat mati dan yang mempunyai persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling cerdas.” Hadis ini juga diterangkan oleh Malik.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Syaddad bin Aus bahwa Nabi Saw. bersabda, “Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untuk kepentingan akhirat nanti. Dan, orang yang rugi adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya tetapi berharap-harap terhadap ampunan Allah.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sering-seringlah mengingat mati, karena hal itu bisa membersihkan dosa dan dapat bersikap zuhud terhadap dunia.”

 

Rasulullah Saw. juga bersabda, “Cukuplah kematian itu sebagai pelajaran dan sesuatu yang memisahkan.”

 

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw. pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, apakah di akhirat nanti seseorang yang meninggal akan dikumpulkan bersama para syuhada?” Beliau menjawab, “Ya, ada. Yaitu seseorang yang mengingat mati sebanyak 20 kali sehari semalam.”

 

Menafsiri firman Allah dalam Surah Al Mulk ayat 2, “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya,” Abdurahman as-Suddi berkata, “Yang dimaksud ialah orang yang paling banyak mengingat mati, yang memiliki persiapan paling baik, dan paling takut menghadapinya.”

 

Menurut para ulama, sabda Nabi Saw. “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan” adalah sebuah kalimat yang singkat tetapi sarat dengan pesan dan pelajaran. Orang yang mengingat mati, dengan sendirinya ia akan sadar tentang hakikat nikmat yang sedang dirasakan di dunia, sehingga ia tidak akan berharap banyak bahwa nikmat itu akan abadi dan ia akan bersikap zuhud. Tetapi, bagi orang yang berjiwa keruh dan berhati lalai, memerlukan nasihat yang detail dan berulang-ulang serta kata-kata yang indah.

 

Sabda Nabi Saw., “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan” dan firman Allah dalam surah Ali ‘Imran ayat 185, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati,” tentu hal itu sudah cukup menjamin bahwa ia akan menjadi mukmin yang baik.

 

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab sering membaca bait-bait syair ini,

 

“Tidak ada sesuatu pun yang kamu lihat gemerlapan itu abadi karena yang abadi hanyalah Tuhan, adapun harta dan anak-anakmu akan lenyap Hurmuz pada suatu hari pernah tidak membutuhkan kekayaannya kaum ‘Ad pernah ingin abadi, tapi gagal begitu pula dengan Sulaiman, sang pengendali angin, manusia, dan jin mana raja yang dulu pernah berjaya di muka bumi? Di akhirat kelak semua akan tunduk dan tak mampu berbohong.”

 

Hikmah Mengingat Mati

 

Setelah merasa kukuh terhadap apa yang saya sampaikan tadi, maka ketahuilah bahwa mengingat mati itu akan menimbulkan perasaan cemas, di saat meninggalkan kehidupan dunia yang fana menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi.

 

Seseorang pasti tidak mungkin lepas dari suka dan duka, nikmat dan derita. Ketika dia sedang berduka dan menderita, maka dengan mengingat mati akan membantu mempermudah menghadapinya, karena apa yang dia alami itu tidak akan abadi. Dan, ketika dia dalam keadaan suka mengenyam nikmat, maka dengan mengingat mati akan membuat dia tak mau tertipu oleh kenikmatan-kenikmatan yang tengah dia rasakan, dan akan tetap bersikap tenang.

 

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair berikut ini,

 

“Ingatlah kematian, yang melenyapkan segala kenikmatan dan bersiaplah menghadapi kematian yang pasti akan datang.”

 

Penyair lain mengatakan,

 

“Ingatlah kematian, niscaya kamu mendapati kenikmatan ingatlah kematian, yang dapat mematahkan angan-angan kosong belaka.”

 

Semua sepakat bahwa kematian itu tidak terikat umur, waktu, dan penyakit tertentu. Hal itu dimaksudkan agar manusia selalu dalam posisi siap siaga menghadapinya, kapan dan di mana Saja.

 

Dahulu, ada orang saleh yang setiap malam menyeru di atas bangunan tinggi sebuah kota, “Ayo berangkat! Ayo berangkat!” Ketika orang itu meninggal, tidak pernah lagi terdengar seruan tersebut. Suatu hari, Wali Kota menanyakan orang itu, dan ketika mendengar bahwa orang tersebut telah meninggal, ia lalu berkata,

 

“Ada yang setiap malam berseru mengingatkan kematian itu, hingga unta pun terusik untuk selalu siap kemudian ia pun ditimpa rahil dalam keadaan siap sedia mempunyai bekal dan tidak pernah lalai oleh angan-angan.”

 

Yazid ar-Raqasyi pernah berkata pada dirinya sendiri, “Yazid, Yazid. Celaka kamu! Setelah kamu meninggal nanti, siapa yang mau shalat untukmu? Siapa yang sudi berpuasa atas namamu? Dan, siapa yang bersedia memintakan keridaan Allah atas namamu?” Selanjutnya dia berkata, “Hai manusia, mengapa kalian tidak menangisi sisa hidup kalian yang tinggal berapa lama lagi? Kalian akan dijemput sang maut, di mana kubur akan menjadi rumahnya, beralas tanah dan berteman cacing.” Merasa dicekam oleh rasa takut yang luar biasa, Yazid pun menangis lalu jatuh pingsan.

 

At-Taimi juga berkata, “Ada dua hal yang pasti akan melenyapkan kenikmatan dunia dariku, yakni ingat mati dan ingat ketika kita akan berhadapan dengan Allah Ta’ala.”

 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengumpulkan para ulama. Mereka satu sama lain saling mengingatkan tentang kematian, kiamat, dan akhirat. Saat itu, mereka menangis seakan-akan jenazah orang tercinta berada di hadapan mereka.

 

Abu Nu’aim berkata, jika Sufyan ats-Tsauri mengingat mati, selama berhari-hari ia kelihatan bersedih dan wajahnya tampak murung. Setiap kali ditanya tentang sesuatu, ia hanya menjawab, “Saya tidak tahu, saya tidak tahu.”

 

Asbath berkata, suatu hari Nabi Saw. mendengar beberapa orang sahabatnya memuji-muji kehebatan seseorang. Beliau lalu bertanya kepada mereka, “Apakah ia sering mengingat mati?” Mereka menjawab, “Tidak sama sekali.” Beliau lalu bersabda, “Kalau begitu, mereka tidak sehebat yang kalian katakan.”

 

Ad-Daqqaq berkata, “Barang siapa sering mengingat mati, maka dia akan dimuliakan dengan tiga hal. Yakni, menyegerakan bertobat, hati yang qana’ah (menerima apa adanya), dan semangat dalam beribadah. Dan, barang siapa yang lupa akan kematian, maka dia akan diberi sanksi dengan tiga hal. Yakni, menangguhkan bertobat, tidak puas dengan pemberian Allah, dan malas beribadah.”

 

Hai orang yang tertipu akan kematian dan sakaratul maut. Kematian adalah janji yang pasti akan ditepati. Kematian adalah hakim yang adil. Kematian adalah luka. Kematian membuat mata menangis. Kematian mengakibatkan perpisahan. Kematian melenyapkan kenikmatan-kenikmatan. Dan, kematian juga memutuskan harapan serta angan-angan. Pernahkah kamu memikirkan kematianmu, hai anak cucu Adam? Itulah saat di mana kamu harus berpindah dari tempatmu di dunia yang lapang ke sebuah liang lahad yang sangat sempit, dan teman-temanmu yang terdekat sekalipun tega mengkhianailmu dengan tidak berbuat apa-apa. Saudara serta handai tolanmu juga semua pergi meninggalkanmu. Sedangkan kamu pada saat itu meninggalkan pakaianmu yang mewah, berganti dengan pakaian tanah yang kotor.

 

Hai orang yang selalu menghimpun harta! Hai orang-orang yang mendirikan bangunan pencakar langit, saat itu kamu sudah tidak punya harta sama sekali, hanya beberapa lembar kain kafan, itu pun sebentar lagi pasti akan rusak. Tubuhmu lalu dimakan tanah. Lalu, di manakah harta yang selama ini kamu tumpuk? Apakah ia akan dapat menyelamatkanmu dari hura-hara? Tidak. Tetapi, kamu tinggalkan (hartamu) untuk orang yang justru tidak berterima kasih kepadamu. Sementara dosa-dosamu kamu ajukan kepada Allah yang pasti tidak mau menerima alasanmu.

 

“Dan, carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu.” (QS. al-Qashash: 77)

 

Bagus sekali orang yang menafsirkan firman Allah itu, dengan mengatakan, “Carilah surga di negeri akhirat dengan apa yang telah Allah berikan kepadamu di dunia ini.” Seorang mukmin harus dapat mengelola dunia untuk kepentingan akhirat bukan yang lain. Jadi, seolah-olah dikatakan kepadanya, “Janganlah kamu lupa bahwa kamu pasti akan meninggalkan seluruh hartamu, kecuali satu bagimu, yakni kain kafan.” Dalam hal ini seorang penyair berkata,

 

“Bagianmu dari seluruh hartamu yang dikumpulkan sepanjang hidupmu hanyalah dua lapis kain kafan yang membungkus tubuhmu dan sebutir obat pengawet tubuh.”

 

Penyair lain mengatakan,

 

“Adalah sifat qana’ah yang tidak bisa kamu carikan gantinya di situ ada banyak kenikmatan di situ ada yang menyenangkan badan lihat, orang paling kaya di dunia sekalipun apakah ia akan diusung ke kubur tanpa kain kafan?”

 

Orang Cerdas Adalah Orang yang Dapat Mengendalikan Nafsu

 

Sabda Nabi Saw. “Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri ….” maksudnya ialah bahwa orang cerdas adalah orang yang selalu introspeksi diri. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah orang yang sanggup mengendalikan nafsunya.

 

Menurut Abu Ubaid, orang yang sanggup menaklukkan nafsu, ia pasti akan bisa memperbudaknya untuk diajak beribadah kepada Allah dan beramal untuk kepentingan akhirat. Demikian pula, ia akan introspeksi diri dengan kelalaiannya, memanfaatkan usianya dengan baik, membekali diri untuk menyongsong akhir kehidupannya dengan beramal saleh, mengingat dan taat kepada Allah kapan saja. Itulah bekal utama untuk menghadapi hari di mana seluruh makhluk akan menuju ke tempat kembali mereka yang abadi.

 

Sedangkan, kebalikan orang cerdas adalah orang lemah atau bodoh. Yaitu orang yang lalai dari taat kepada Allah karena selalu mengikuti hawa nafsunya, namun masih mengharapkan Allah berkenan mengampuninya, maka inilah yang disebut orang yang tertipu.

 

Hasan al-Bashri berkata, ada satu kaum, karena asyik dimabuk oleh angan-angan, mereka meninggal tanpa meninggalkan kebajikan apa pun. Namun, salah seorang dari mereka berkata, “Aku telah berbaik sangka terhadap Tuhanku.” Sudah barang tentu ia berdusta, sebab, berbaik sangka kepada Allah itu harus dibuktikan dengan

 

amal-amal saleh. Selanjutnya dia (al-Hasan) membaca firman Allah, “Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat: 23)

 

Sa’id bin Jubair berkata, “Yang disebut dengan menipu Allah ialah jika seseorang yang keras kepala melakukan maksiat tetapi masih mengharapkan ampunan Allah.”

 

Baqiyah bin al-Walid mengatakan bahwa Abu Umairah ash-Shuri berkirim surat kepada temannya. Isinya, “Amma ba‘du. Selama ini kamu hanya memikirkan dunia, namun masih saja mengharapkan ampunan Allah dengan perbuatanmu yang buruk. itu sama saja seperti kamu menempa besi yang dingin. Wassalam.”

 

Mengingat Kematian dan Akhirat, Serta Zuhud Terhadap Dunia

 

Diriwayatkan oleh Muslim dart Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah berZiarah ke Kubur ibunya. Beliau menangis dan orang-orang di sekitar beliau juga ikut menangis. Beliau lalu bersabda, “Aku minta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun baginya (ibuku), tetapi Dia tidak mengizinkan aku. Lalu, aku meminta izin kepada-Nya untuk berziarah ke kubur ibuku, maka Dia memberi izin kepadaku. Karenanya, ziarah kuburlah kalian, karena Ziarah kubur itu dapat mengingatkan mati.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku pernah melarang Kalian dari ziarah kubur. Maka ziarahilah oleh kalian, karena ziarah Kubur itu dapat membuat kamu zuhud terhadap dunia dan mengingat akhirat.”

 

Hukum Ziarah Kubur Bagi Laki-laki dan Wanita

 

Berdasarkan kesepakatan para ulama, ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya boleh. Tetapi, mereka berbeda pendapat tentang ziarah kubur bagi kaum wanita. Bahkan, bagi kaum wanita yang masih muda, hukumnya haram. Ada juga yang berpendapat boleh hukumnya ziarah Kubur bagi semua kaum wanita, asalkan mereka tidak berbaur dengan kaum laki-laki. Menurut pendapat ini, sabda Nabi Saw., “Karenanya, ziarah kuburlah kalian,’ adalah bersifat umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita.

 

Ziarah kubur pada waktu dan di tempat yang bisa menimbulkan fitnah akibat berbaurnya laki-laki dan wanita, hal itu tidak diperbolehkan dan tidak halal, Karena pandangan laki-laki terhadap wanita, atau sebaliknya dapat menimbulkan fitnah.

 

Menurut sebagian ulama, kutukan atau laknat Nabi Saw. terhadap wanita-wanita yang berziarah kubur itu berlaku sebelum ada rukhsah (keringanan) ziarah kubur. Setelah beliau memberi rukhsah, maka hal itu sudah mencakup kaum laki-laki dan kaum wanita. Jadi, pendapat pertama yang telah saya sampaikan itulah yang paling sahih.

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, sesungguhnya dia pernah pergi ke suatu kuburan. Setibanya di sana, dia berkata, “Hai para penghuni kubur, kabarkan kepada kami tentang kalian, atau kami akan mengabarkan kepada kalian. Kalau kabar dari kami, harta kalian sudah dibagikan, istri-istri kalian sudah menikah lagi, dan tempat tinggalmu sudah ditempati orang lain.” Lalu Ali berkata lagi, “Demi Allah, seandainya mereka bisa menjawab, mereka akan mengatakan, bagi kami, bekal yang paling baik adalah takwa.”

 

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Abu al-Athiyah,

 

“Heran aku kepada manusia, seandainya mereka mau introspeksi diri, melihat, dan melewatkan dunia pada yang lain, mereka akan tahu bahwa dunia itu hanyalah sebuah jembatan tidak ada kebanggaan sejati kecuali kebanggaan orang-orang yang bertakwa kelak ketika Allah mengumpulkan semua makhluk di Padang Mahsyar mereka akan tahu bahwa bertakwa dan berbakti adalah simpanan yang terbaik aku heran kepada orang yang sombong Padahal besok ia akan dikubur tanpa punya kuasa untuk menyegerakan yang diharapkan dan menangguhkan yang ditakuti semua yang ia usahakan berpindah kepada orang lain.”

 

Faedah Ziarah Kubur

 

Menurut para ulama, hati dapat mengambil manfaat dari ziarah kubur, apalagi hati yang keras. Karenanya, bagi yang memiliki hati yang keras, sebaiknya ia mengatasinya dengan empat hal, yaitu:

 

Pertama, rajin mengaji di majelis taklim untuk mendengarkan nasehat, pelajaran, peringatan, cerita-cerita orang saleh, dan lain sebagainya. Hal tersebut bisa menaklukkan hati.

 

Kedua, mengingat mati sebagai suatu peristiwa yang pasti akan melenyapkan semua kenikmatan dan memisahkan dari keluarga serta handai tolan serta membuat anak-anak menjadi yatim.

 

Suatu hari ada seorang wanita mengadu kepada Aisyah tentang hatinya yang keras. Aisyah lalu memberinya saran, “Sering-seringlah mengingat mati, niscaya hailmu akan lunak.” Setelah menuruti saran tersebut, hati wanita itu menjadi lunak. Beberapa hari kemudian, ia ‘kembali menemui Aisyah untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.

 

Menurut para ulama, mengingat mati itu dapat mencegah dari maksiat, membuat hati yang keras menjadi lunak, menghilangkan rasa senang terhadap dunia, dan menganggap remeh semua musibah yang terjadi di dunia.

 

Ketiga, menunggui orang-orang yang sedang dalam keadaan kritis (sakaratul maut). Dengan menyaksikan Orang-orang yang sedang mengalami sakaratul maut, lalu membayangkan bagaimana nasibnya nanti setelah ia mati, maka hal itu akan membuat jiwa orang tidak tertarik pada kenikmatan dunia, membuat hati selalu gelisah memikirkannya, membuat mata enggan tertidur, membuat tubuh tertahan dari kesenangan-kesenangan, membangkitkan etos beramal saleh, dan menambah semangat untuk lebih tekun beribadah kendatipun harus bersusah payah.

 

Diceritakan bahwa pada suatu hari Hasan al-Basri menjenguk orang sakit yang sedang mengalami sakaratul maut. Setelah memperhatikan bagaimana susahnya orang itu Saat nyawanya hendak dicabut, ia pulang ke rumahnya dengan roman muka yang berbeda. Ketika keluarganya menyuguhi makanan, ia menolak dengan alasan sama sekali tidak sedang berselera. Ketika ditanya alasannya, ia mengatakan, “Demi Allah, aku baru saja melihat peristiwa kematian. Aku berjanji akan selalu melakukan amal kebaikan untuk menghadapinya sampai aku bertemu dengan Allah Ta’ala nanti.”

 

Ketiga hal tersebut patut diperhatikan sekaligus dipraktikkan oleh orang yang hatinya keras. Untuk menghilangkan dosa, ia harus meminta pertolongan berupa obat yang cocok untuk penyakitnya, sekaligus dapat mengatasi fitnah-fitnah setan, yang kerjanya memang ingin menyesatkan manusia. Jika ketiga mujarab, itulah yang diharapkan. Tetapi, jika tidak mujarab dan penyakitnya semakin menjadi-jadi, maka terapi terakhir (ke-4) harus diterapkan.

 

Keempat, ikut menyaksikan pemakaman jenazah di kubur. Hal ini merupakan cara yang lebih efektif daripada cara yang pertama dan kedua tadi. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Berziarah kuburlah kalian, karena Ziarah kubur itu dapat mengingat kematian dan akhirat, serta dapat membuat kamu zuhud kepada dunia.”

 

Dengan ikut menyaksikan acara pemakaman jenazah, maka ia akan mendengar suara azan, dan memberitahukan kepada hatinya ke mana nanti tempat kembali yang abadi. Hal itu diharapkan dapat menimbulkan rasa takut seperti ketika sedang menyaksikan orang dalam keadaan sakaratul maut. Begitu juga dengan menziarahi dan melihat kuburan kaum muslimin secara langsung. Maka poin yang ketiga dan keempat lebih besar pengaruhnya daripada poin yang pertama dan kedua.

 

Dalam hadis riwayat Ahmad, Nabi Saw. bersabda, “Mendengar berita itu tidaklah seperti melihat dengan mata kepala sendiri.” Hadis ini hanya diriwayatkan dari ibnu Abbas saja. Harus diakui bahwa seseorang tidak di sembarang tempat bisa menyaksikan orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut, lagi pula terkadang hal itu tidak sesuai dengan kondisi mental orang yang ingin mengobati hatinya. Berbeda dengan ziarah kubur yang lebih gampang dan hasilnya pun lebih efektif.

 

Karenanya, bagi orang yang berziarah kubur, ia harus memperhatikan adab-adabnya. Antara lain yang paling utama ialah niat dengan sungguh-sungguh, bukan sekedar keliling kubur saja seperti kelakuan binatang. Kita memohon perlindungan Allah darinya. Tujuan ziarah kubur ialah mencari keridaan Allah, memperbaiki hati yang sedang rusak, dan memberikan manfaat kepada si mayat dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an.

 

Peziarah kubur dilarang berjalan-jalan di kubur atau di atasnya, serta harus melepaskan alas kaki seperti yang diterangkan dalam beberapa hadis. Begitu hendak masuk kuburan, diusahakan mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian mengucapkan, “As-salaamu ‘alaikum daara qaumin mu’miniin” (Salam sejahtera bagi kalian semua para penghuni kubur kaum mukminin). Itulah salam kepada penghuni kubur yang pernah diucapkan Nabi Saw..

 

Dan, ketika sampai dekat kubur yang dituju (yang dikenalnya), maka ucapkanlah salam terlebih dengan ucapan, “‘Alaika as-salam.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab al-Jami’ at-Tirmidzi, sesungguhnya ada seorang laki-laki menemui Nabi Saw. dan mengucapkan, “Alaika as-salam.” Mendengar itu, Nabi Saw. menegurnya, “Jangan mengucapkan salam seperti itu (‘alaika as-salam), karena hal itu adalah salam penghormatan untuk mayat.”

 

Termasuk adab berziarah kubur ialah mengucapkan salam dengan posisi menghadap, seperti layaknya kalau sedang berbicara dengan orang yang masih hidup. Selanjutnya ialah berkonsentrasi penuh untuk mengambil pelajaran dari penghuni kubur yang ia ziarahi.

 

Peziarah harus merenungkan, bagaimana Kawan-kawannya yang telah mendahului menghadap Allah. Setelah berhasil mencapai harapan dan harta sudah terkumpul, tiba-tiba Narapan mereka terputus dan tidak dapat menikmati harta yang telah dikumpulkannya itu. Tubuh mereka yang tampan ditimbuni tanah, anggota-anggota tubuh mereka terpisah di dalam kubur, istri-istri yang mereka tinggalkan menjanda, anak-anak mereka menjadi yatim bahkan mungkin negeri mereka dijajah oleh negeri lain.

 

Peziarah harus merenungkan, bagaimana nasib orang yang sedang diziarahinya. Sepasang kakinya rusak dan hancur, padahal dahulu selalu berjalan bolak balik memenuhi keinginannya. Matanya meleleh, padahal dahulu selalu dipakai melihat kesenangan-kesenangan. Lidahnya sudah dimakan cacing, padahal dahulu selalu berkata tajam. Giginya rusak, padahal dahul selalu tertawa. Yakinlah, bahwa kelak keadaannya akan seperti itu. Dengan merenungkan dan mengambil pelajaran darinya, ia akan tekun melakukan amal-amal kebajikan untuk kepentingan akhirat. Dengan kata lain, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia dan selalu menaati Allah, Tuhannya. Karenanya, hatinya menjadi tunak dan anggota tubuhnya menjadi khusyu. Wallahu a’lam.

 

Keadaan Ayah dan Ibu Nabi Saw. di Akhirat

 

Ada sebuah hadis, sekilas bertentangan dengan hadis yang tadi. Yakni, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali alKhatib dalam kitabnya, as-Sabiq wa al-Lahiq, dan Abu Hafsh Umar bin Syahin dalam kitabnya, an-Nasikh wa al-Mansukh, dengan isnad yang bersumber dari Aisyah, dia berkata, ketika sedang menjalankan haji Wada’, Nabi Saw. membawaku melewati sebuah jalan Aqabah al Hajun. Tiba-tiba, beliau tampak menangis sedih dan memilukan. Lalu, aku pun ikut menangis karenanya. Kemudian beliau melompat turun, dan berkata kepadaku, “Hai istriku sayang, bertahanlah di sini sebentar.”

 

Aku lalu bersandar di dekat unta. Setelah meninggalkan aku cukup lama, beliau kembali lagi dengan senyum gembira. Aku lalu bertanya, “Demi ayah dan ibuku, engkau tadi ketika sedang bersamaku tampak menangis sedih dan memilukan, sehingga aku pun menangis karenanya. Kemudian, engkau kembali lagi kepadaku dengan tersenyum gembira. Ada apa, wahai Rasulullah?” Beliau lalu bersabda, “Aku tadi baru melewati’ kubur ibuku, Aminah. Aku mohon kepada Tuhanku agar berkenan menghidupkannya kembali. Allah pun menghidupkan ibuku kembali lalu ia beriman kepadaku. Setelah itu, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengembalikannya lagi.” Hadis ini maudhu’. Lafaz hadis tersebut disampaikan oleh al-Khatib.

 

Dituturkan oleh as-Suhaili dalam kitabnya, ar-Raudh al-Unuf, dengan isnad yang di dalamnya terdapat nama-nama perawi yang tidak diketahui identitasnya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menghidupkan kembali ayah dan ibu beliau, lalu mereka berdua beriman kepada beliau (Nabi Saw.).”

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, tidak ada pertentangan sama sekali. Sebab, dihidupkannya ayah dan ibunda Nabi Saw. terjadi setelah berlakunya larangan memohon ampunan untuk mereka berdua. Hal ini berdasarkan hadis Aisyah yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat beliau menjalankan haji Wada’. Menurut Ibnu Syahin, hadis ini menasakh (membatalkan) Nadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Menurutku, hadis-hadis di atas tadi disangkal hadis lain, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim dari Anas bahwa ada seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah ayahku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Ketika laki-laki itu hendak berlalu, beliau memanggilnya kembali dan bersabda, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di neraka.”

 

Usamah bin Yazid al-Ju’fi berkata, ketika Rasulullah Saw. melihat kecemasan kami, beliau bersabda, “ibumu bersama ibuku.”

 

Ini sangkalannya, kalau memang benar keduanya sempat dihidupkan kembali oleh Allah. Aku juga pernah mendengar riwayat bahwa Allah sempat menghidupkan kembali paman Nabi Saw. yaitu Abu Thalib, lalu ia beriman kepada beliau. Wallahu a‘lam.

 

Ada yang berpendapat bahwa hadis yang mengatakan ayah dan ibu Nabi Saw. itu beriman adalah hadis maudhu’ yang disanggah oleh al Qur’an dan ijma. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tidak (pula diterima tobat} dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran.” (QS. an-Nisa’: 18)

 

Jadi, barang siapa meninggal dalam keadaan kafir, percuma saja ia beriman setelah dibangkitkan. Bahkan, sekali pun itu terjadi secara nyata, yakni beriman ketika ajal datang, tetap saja imannya tidak berguna.

 

Dalam kitab Tafsir, konon ketika Nabi Saw. pernah berkata, “Andai saja aku tahu apa yang telah dilakukan kedua orang tuaku,” maka turuniah ayat,

 

“Dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. al-Baqarah: 119)

 

Tetapi, menurut Syekh Imam al-Qurthubi, apa yang disampaikan oleh al-Hafizh Abu al Khaththab Umar bin Dihyah itu perlu dilihat terlebih dahulu. Soalnya, keistimewaan-keistimewaan Nabi Saw. itu masih terus muncul, bahkan sekali pun beliau sudah wafat. Jadi dengan kata lain, peristiwa sempat dihidupkanNya ayah dan ibu beliau lalu mereka beriman, adalah termasuk keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada beliau. Dalam pendekatan rasio dan syariat, hal itu bukanlah hal yang mustahil.

 

Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa seorang korban pembunuhan dari Bani Israil pernah dihidupkan kembali dalam rangka untuk mengungkapkan siapa pembunuhnya. Nabi Isa a.s. menghidupkan orang-orang yang telah mati. Demikian pula dengan Nabi Saw. pernah juga menghidupkan orang-orang yang telah meninggal. Berdasarkan hal itu, mungkin saja kedua orang tua Nabi Saw. sempat dihidupkan kembali oleh Allah lalu mereka beriman sebagai tambahan dari keistimewaan Nabi Saw. di samping adanya riwayat yang menerangkan hal itu. Hal tersebut Nanya khusus berlaku bagi orang yang mati dalam keadaan kafir.

 

Adapun sabda Nabi Saw. “Barang siapa mati dalam keadaan kafir ….” ditolak berdasarkan riwayat yang menyatakan bahwa Allah pernah mengembalikan matahari ke tangan Nabi Saw. sesudah ia menghilang.

 

Menurut Abu Ja’far at-Thawi, itu: adalah hadis sahih. Jika kembalinya matahari dianggap tidak ada gunanya dan tidak ada lagi pembaharuan waktu, tentu Allah tidak menggembalikan lagi ke tangan beliau. Demikian pula peristiwa dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Saw. juga berguna karena mereka hendak beriman kepada Allah dan membenarkan risalah beliau.

 

Di dalam sejarah, Allah pernah menerima iman dan taubatnya kaum Nabi Yunus a.s., padahal mereka sudah terlanjur diazab. Mengenai mereka yang berpendapat dengan berpegang pada aspek lahiriah ayat al-Qur’an, bisa dijawab bahwa azab yang menimpa kedua orang tua Nabi Saw. itu berlaku sebelum mereka menyatakan beriman. Allah Ta’ala lebih mengetahui hal-hal yang gaib.

 

Doa Saat Tiba di Kuburan, Serta Hukum Menangis di Sisi Kubur

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Buraidah bin Khushaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang berziarah kuburlah kalian, karena pada ziarah kubur itu terdapat peringatan bagimu.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Buraidah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa ingin berziarah kubur, maka lakukanlah dan janganlah kalian mengucapkan perkataan yang buruk.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Setiap orang yang melewati kubur kawannya sesama mukmin yang dikenalnya, dan mengucapkan salam kepadanya, maka penghuni kubur itu akan menjawab salamnya.”

 

Dalam hadis daif riwayat Baihaqi dan ad Dailami diriwayatkan secara mauquf dari Abu Hurairah, dia berkata, “Sekalipun tidak mengenalnya tetapi orang itu mengucapkan salam kepadanya, niscaya dia akan menjawab salamnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim bahwa Aisyah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang apa yang harus diucapkan saat ziarah kubur. Beliau menjawab, “Ucapkanlah,

 

“Semoga keselamatan senantiasa dilimpahkan kepada para penghuni kubur, dari kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah mengasihi orang-orang terdahulu dan orang-orang yang terakhir di antara kami. Sesungguhnya kami, jika Allah menghendaki, juga akan menyusul kalian.”

 

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dan Buraidah dengan tambahan,

 

“Aku memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kalian.”

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa pada suatu hari Nabi Saw. mendapati seorang wanita sedang menangis di sebuah kubur keluarganya. Beliau lalu bersabda kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah ….”

 

Beberapa Larangan di Saat Ziarah Kubur

 

Hadis-hadis tadi mengandung pengertian, bahwa boleh hukumnya ziarah kubur bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Hadis tersebut juga menjelaskan bahwa mayat itu bisa menjawab salam kepada orang yang mengucapkan salam kepadanya serta bolehnya kaum wanita menangis di kuburan.

 

Seandainya wanita itu haram berziarah kubur dan menangis di kubur, tentu saja Nabi Saw. melarangnya dan mengancam pelakunya. Jadi, riwayat yang menyatakan Nabi Saw. melarang wanita berziarah kubur adalah riwayat yang tidak sahih. Yang sahih ialah riwayat yang memperbolehkannya, dengan syarat tidak boleh melanggar hal-hal yang dilarang syariat seperti membuka aurat, berbaur dengan laki-laki lain, mengucapkan kalimat-kalimat kotor, dan lain sebagainya.

 

Seorang wanita boleh saja menangis di kubur seorang anggota keluarganya karena sedih atau mengharap agar orang yang meninggal tadi mendapatkan rahmat. Di kalangan masyarakat Arab, menangisi mayat itu berarti menangis sambil meratap dengan menjerit-jerit, menampar pipi sendiri, dan merobek saku baju. Berdasarkan ijma para ulama, hal itu hukumnya haram dan mendapat ancaman terhadapnya, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Aku berlepas diri dari para wanita yang mencukur rambutnya, yang meratap, dan yang merobek-robek bajunya sendiri.” (HR. Muslim)

 

Adapun menangis yang tidak sampai meratap, baik pada saat kematian atau pada saat dikubur, hukumnya boleh. Itu adalah tangisan ungkapan rasa sedih dan kasihan yang bersifat manusiawi. Nabi Saw. sendiri juga pernah menangis atas kematian putranya, Ibrahim. Umar bin Khaththab juga pernah membiarkan beberapa orang wanita menangisi kematian Abu Salman, asalkan tidak sampai meraung-raung sambil menaburkan pasir di kepala. Wallahu a’lam.

 

Orang Mukmin Meninggal Dengan Keringat di Keningnya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seorang mukmin akan meninggal dengan keringat di keningnya.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan dia berkata, hadis ini hasan.

 

Salman al-Farisi berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Perhatikan tiga hal pada orang yang akan meninggal. Jika keningnya berkeringat (basah), sepasang matanya berlinang, dan hidungnya mengembang, maka itu adalah rahmat Allah yang turun kepadanya. Jika dia mendengkur seperti unta muda yang dicekik, kulitnya berwarna padam (gelap), dan sepasang sudut mulutnya berbuih, maka itu adalah azab Allah yang turun kepadanya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul.

 

Abdullah berkata, “Pada saat hendak meninggal, sisa-sisa dosa dari seorang mukmin akan segera diseka atau dibersihkan sehingga hal itu mengakibatkan keningnya berkeringat (basah).”

 

Ada sementara ulama yang berpendapat bahwa kening yang berkeringat (basah) tersebut adalah tanda bahwa ia sedang merasa malu kepada Allah karena pernah melanggar larangan-larangan-Nya. Tubuhnya yang bagian bawah sudah mati sehingga yang masih bergerak hidup ialah yang bagian atas. Letak rasa malu itu tampak di kedua matanya. Hal itu tidak akan tampak pada orang kafir atau orang Islam yang sedang diazab. Jadi, keringat yang keluar dari kening seorang mukmin saat meninggal merupakan pertanda bahwa ia sedang merasa malu kepada Tuhannya.

 

Menurutku, ketiga tanda rahmat Allah pada orang yang akan meninggal tersebut bisa terlihat semuanya, atau hanya dua saja, atau bahkan hanya satu saja, yakni keningnya yang berkeringat. Semua itu tergantung pada tingkat ketakwaan dan amalannya masing-masing.

 

Dalam riwayat Baihaqi dan Thabrani disebut sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud, “Kematian seorang mukmin itu ditandai dengan kening yang berkeringat (basah). Dosa-dosa yang masih tersisa diseka dengannya saat meninggal.”

 

Keadaan Roh Orang Mukmin dan Kafir di Saat Keluar dari Jasad

 

Diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim dari al-A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Nyawa (roh) orang mukmin itu dicabut dengan perlahan-lahan. Sedangkan nyawa orang kafir dicabut secara kasar seperti mencabut roh keledai. Sungguh, seorang mukmin yang pernah melakukan dosa di dunia, ia akan menemui kesulitan ketika akan meninggal, sebagai kafarat atas dosa-dosanya di dunia. Seorang kafir yang melakukan kebaikan akan dipermudah kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya tersebut.”

 

Kematian Itu Didahului Dengan Sakaratul Maut

 

Allah Ta’ala menggambarkan kerasnya kematian pada empat ayat di bawah ini,

 

“Dan, datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” (QS. Qaf: 19)

 

“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakaratul maut,” (QS. al-An’am: 93)

 

“Maka, kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan.” (QS. al-Waqi’ah: 83)

 

“Tidak! Apabila (nyawa) telah sampai ke kerongkongan.” (QS. al-Qiyamah: 26)

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah bahwa di depan Rasulullah Saw. ada sebuah bejana dari kulit yang berisikan air. Beliau memasukan tangannya ke dalam air tersebut dan mengusapkannya ke wajah seraya berkata, “La ilaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah). Sesungguhnya kematian itu didahului dengan sakaratul maut.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata, “Kepada Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha tinggi,” sampai beliau wafat, dan tangannya pun jatuh terkulai.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Aisyah berkata, “Tidaklah aku berharap seseorang mengalami kematian dengan mudah, setelah aku melihat dahsyatnya kematian Rasulullah Saw..”

 

Sebuah hadis diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. wafat, dan beliau berada di antara tulang selangkaku dan ujung daguku. Tidaklah aku membenci selamanya terhadap beratnya kematian seseorang setelah Nabi Saw..”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dalam Musnad-nya dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ceritakanlah oleh kalian tentang Bani Israil. Sesungguhnya pada mereka terdapat cerita yang aneh-aneh dan menakjubkan.” Kemudian beliau mulai bercerita kepada kami bahwa beberapa orang dari Bani Israil pergi menuju ke sebuah kuburan. Mereka lalu berkata, “Seandainya kita shalat dua rakaat dan berdoa kepada Allah, niscaya akan muncul kepada kita salah seorang penghuni kubur ini yang bisa menceritakan kepada kita tentang kematian.”

 

Setelah shalat dua rakaat, mendadak muncul di Hadapan mereka seorang laki-laki yang berpakaian putih, berkulit hitam legam, dan di antara kedua matanya terdapat bekas sujud. Laki-laki itu lalu berkata, “Apa yang Kalian inginkan dariku? Aku sudah meninggal sejak seratus tahun yang lalu, tapi sampai sekarang aku masih merasakan panasnya kematian. Karena itu, tolong kalian doakan kepada Allah agar Dia berkenan mengembalikan aku seperti semula.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda (dalam hadis maudhu’), “Sesungguhnya seorang hamba pasti akan mengalami bencana maut dan sakaratul maut. Persendiannya akan mengucapkan salam kepada sebagian yang lain sambil berkata, keselamatan atasmu, kamu telah meninggalkanku dan aku pun akan meninggalkanmu hingga tiba hari Kiamat.”

 

Disebutkan oleh al-Muhasabi dalam kitabnya, ar-Ri’ayah, sesungguhnya Allah bertanya kepada Nabi Ibrahim akss., “Wahai kekasih-Ku, bagaimana engkau merasakan kematian?” Beliau menjawab, “Seperti sebatang besi yang sangat panas lalu ditempelkan pada kapas yang basah kemudian ditarik (hingga kapas tersebut kering seketika).” Allah Ta’ala lalu berfirman, “Tetapi, Kami meringankan engkau, wahai Ibrahim.”

 

Diceritakan ketika roh Nabi Musa as. sudah sampai kepada Allah, Allah bertanya kepadanya, “Wahai Musa, bagaimana engkau dapati kematian ?” Beliau menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor burung emprit (pipit) yang dipanggang hidup-hidup di atas wajan.”

 

Dalam riwayat fain, Nabi Musa a.s. menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor kambing yang dikuliti hidup-hidup oleh tukang jagal.”

 

Nabi Isa a.s. berkata, “Wahai para sahabat karibku, berdoalah kepada Allah agar Dia berkenan memberikan kemudahan pada kalian di saat sakaratul maut.”

 

Ada yang mengatakan bahwa kematian itu lebih dahsyat (sakit) daripada tebasan pedang, digergaji, maupun digunting.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam kitabnya, al-Hilyah, dari Makhul dari Wa’ilah bin Asfa bahwa Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, rasa sakit ketika mati itu lebih sakit daripada seribu kali tebasan pedang.”

 

Disebutkan dalam hadis Hamid ath-Thawil dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya para malaikat itu mengelilingi dan memagari seorang hamba yang akan meninggal. Sebab kalau tidak demikian, maka dia akan terlempar ke padang pasir atau ke gurun yang tandus karena kerasnya tekanan sakaratul maut.”

 

Ada sebuah riwayat yang ditunjukkan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi, setelah seluruh makhluk hidup itu mati, lalu Malaikat Maut disuruh Allah untuk mencabut nyawanya sendiri. Malaikat Maut lalu berkata, “Demi keperkasaan Engkau, seandainya aku tahu betapa sakitnya sakaratul maut seperti yang aku rasakan ini, niscaya aku tidak akan mau mencabut nyawa orang-orang mukmin.”

 

Dalam hadis daif, Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang dahsyatnya kematian. Lalu beliau bersabda, “Kematian yang paling ringan adalah seperti sebatang duri yang ada dalam kapas. Apakah mungkin mengambil duri tersebut tanpa bersama kapas yang menempelnya?”

 

Syahr bin Hausab berkata, ketika Amr bin ‘Ash hendak meninggal, putranya berkata, “Wahai ayah, engkau pernah bilang kepadaku ingin bertemu dengan seseorang yang pintar saat menjelang ajal untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Ternyata orang itu adalah engkau sendiri. Sekarang coba ceritakan kepadaku rasanya menjelang mati.” Amr bin ‘Ash menjawab, “Hai anakku, kematian membuatku sangat takut, lidahku terasa gagap. Aku seolah-olah bernapas melalui lobang jarum. Aku merasa ada sebatang duri yang ditarik dari ujung telapak kakiku sampai ke ujung kepalaku.” Selanjutnya ia membaca syair,

 

“Kalau saja sebelumnya aku tahu ini aku akan menggembalakan kambing hutan di puncak gunung.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Maisarah secara marfu’, dia berkata, “Seandainya rasa sakit yang dialami oleh sehelai rambut seorang mayat diletakan di atas penghuni langit dan bumi, niscaya mereka akan mati semua,” Ia lalu membaca syair,

 

“Akan kuingat terus kematian, tanpa kenal takut karena hatiku sangat keras laksana seonggok batu akan kuburu terus dunia, karena aku akan merasa hidup kekal meski di belakangku Kematian terus membuntuti jejakku ketahuilah, kematian seharusnya sudah cukup sebagai pelajaran dan ia telah ditentukan kepada siapa saja ia menunggu di sekitarnya tanpa ada yang bisa selamat darinya.”

 

Malaikat Maut

 

Hai manusia, telah tiba waktunya bangun bagi siapa pun yang tidur lelap. Telah tiba waktunya untuk sadar bagi siapa pun yang lalai sebelum ia disergap kematian. Jika kematian datang, badan tidak bisa digerakkan, roh berpisah dari badan, jasad dibawa ke alam kubur dan ditimbun dengan tanah.

 

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa dia pernah berkirim surat kepada para sahabat-sahabatnya berisi pesan sebagai berikut, “Amma ba‘du. Aku berpesan kepada kalian untuk selalu bertakwa kepada Allah Yang Mahaagung. Jadikanlah takwa dan sifat wara’ sebagai bekal kehidupan di akhirat, karena sesungguhnya kalian berada di sebuah negeri yang sebentar lagi akan dibalikkan beserta para penghuninya.

 

Allah telah menyiapkan kiamat dan segala kengerian-kengeriannya. Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada kalian tentang segala sesuatu hingga yang paling kecil sekali pun. Kalian semua adalah hamba Allah. Karenanya, ingatlah kematian yang pasti tiba dan perhatikan firman Allah Ta’ala,

 

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘imran: 185)

 

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. ar-Rahman: 26)

 

“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka.” (QS. Muhammad: 27)

 

Dan telah sampai kepadaku, Wallahu a’lam bahwa mereka dipukul oleh Malaikat Maut dengan cemeti yang terbuat dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Katakanlah, Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan.” (QS. as-Sajdah: 11)

 

Dan telah sampai juga kepadaku, Wallahu a’lam bahwa kepala Malaikat Maut itu berada di langit sementara kedua kakinya berada di bumi. Seluruh dunia ini berada dalam genggaman Malaikat Maut, seperti sebuah piring yang berada di hadapan seseorang di antara kalian ketika hendak makan. Malaikat Maut akan memandang ke wajah setiap anak cucu Adam (manusia) sebanyak 336 kali, dan memandang ke setiap rumah yang berada di bawah naungan langit sebanyak 600 kali.

 

Malaikat Maut berdiri di tengah-tengah dunia ini lalu memandang ke seluruh penjuru baik daratan, lautan, Maupun gunung-gunung. Di hadapannya, dunia seperti sebutir telur di antara sepasang kaki seorang di antara Kalian.

 

Selain itu, Malaikat Maut mempunyai pembantu-pembantu yang cukup banyak dan sangat setia. Jika salah satu di antara mereka disuruh untuk menelan langit dan bumi dengan sekali telan saja, maka ia akan melakukannya.

 

Malaikat Maut adalah malaikat yang paling ditakuti oleh malaikat-malaikat lainnya, sama seperti ketakutan salah seorang di antara kalian kepada binatang buas. Jika salah seorang para malaikat pembawa Arasy didekati oleh Malaikat Maut, maka dia akan meleleh dan mengecil seperti seutas rambut karena saking takutnya.

 

Malaikat Maut akan mencabut nyawa anak cucu Adam (manusia) dari bagian bawah tiap-tiap anggota tubuh. Yakni mulai dari kukunya, uratnya, rambutnya, dan anggota-anggota tubuhnya yang lain. Lalu, ketika roh meninggalkan persendian persendiannya, maka rasa sakitnya pun melebihi daripada seribu kali tebasan pedang.

 

Seandainya sakit yang dirasakan oleh sehelai rambut si mayat itu diletakkan pada langit dan bumi, maka keduanya akan meleleh. Jika roh orang yang akan meninggal sudah sampai di tenggorokan, mulailah Malaikat Maut mencabut nyawa orang itu.

 

Jika Malaikat Maut telah mencabut nyawa orang mukmin, maka rohnya diletakkan pada kain sutra berwarna putih dengan aroma yang sangat harum. Sedangkan roh orang Kafir diletakkan pada kain hitam dalam tembikar api, baunya lebih busuk daripada bau bangkai yang sudah lama.”

 

Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika ajal seorang mukmin telah dekat, ada empat malaikat yang turun menghampirinya. Satu malaikat mencabut nyawa dari telapak kaki kanannya, satu malaikat lagi mencabut nyawa dari telapak kaki kirinya. Kemudian nyawanya lepas begitu saja seperti air yang mengalir dari pancuran. Adapun nyawa orang Kafir dicabut seperti mencabut sebatang besi yang panas dari tumpukan kapas yang basah. Demikian yang disebutkan oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah.

 

Karenanya, bayangkan dirimu, hai orang yang tertipu, ketika nanti kamu mengalami sakaratul maut yang sangat mencekam. Saat itu, kamu sudah benar-benar tidak berdaya. Aku melihatmu terbaring lemas. Aku yakin kamu menangis seperti seorang tawanan yang baru jatuh ke tangan musuh. Sedangkan orang lain akan berkata, “Sungguh, Fulan telah berwasiat, dan hartanya sudah dihitung.” Ada juga yang berkata, “Lidah Fulan sudah terasa berat untuk berbicara. Dia sudah tidak mengenali tetangga dan saudaranya.” Sekali lagi, kamu hanya bisa mendengar pembicaraan mereka itu, namun kamu sama sekali tidak kuasa menjawabnya.

 

Lalu, anak perempuanmu menangis seperti seorang tawanan yang mengadu, “Wahai ayahku tercinta, mengapa ayah tinggalkan aku hingga aku menjadi seorang yatim? Siapa yang akan menanggung dan memenuhi keperluan-keperluanku” Demi Allah, saat itu kamu pasti mendengar perkataan mereka tapi kamu tidak bisa menjawabnya.

 

Seorang penyair mengatakan,

 

“Putri bungsuku menempelkan pipinya pada dadaku pelan-pelan lalu menggosok-gosokkannya sembari menangis dan berseru, ayah, aku tidak tahan, bagaimana nasib anak-anak yatim yang kamu tinggalkan nanti? Mereka akan seperti anak-anak burung yang dipisahkan dari induknya.”

 

Bayangkan dirimu, hai anak manusia. Setelah kamu diangkat dari tempat tidurmu untuk dimandikan lalu dibungkus kain kafan. Saat itu, kamu dilepas oleh keluarga dan tetangga, Kawan-kawan dekat menangisimu. Bagaimana dengan istri dan anak-anakmu, yang setelah itu mereka tidak akan melihatmu lagi selama-lamanya? Seorang penyair mengatakan,

 

“Hai orang yang tertipu, mengapa kamu masih asyik bermain dengan sejuta harapan ketika ajal kematianmu sudah sangat dekat? seharusnya kamu tahu, sesungguhnya rakus adalah samudra luas yang menjauhkan bahtera dunia ke tengah-tengahnya seharusnya kamu tahu, kematian itu pasti menyergapmu dan rasanya sangat menyakitkan saat itu kamu lihat dengan mata nanar anak-anakmu yang akan menjadi yatim dan istrimu yang akan menjanda mereka meratap sedih sambil menampar-nampar wajah sendiri setelah tubuhmu dibungkus kain kafan, lalu diusung dan ditimbuni tanah sementara matamu terkatup rapat-rapat.”

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya kematian itu didahului dengan sakaratul maut,” maksudnya kesusahan-kesusahan. Jadi, maksud dari sakaratul maut yaitu kesusahan-kesusahan menjelang mati.

 

Sakaratul Maut yang Dialami Para Nabi

 

Para ulama berkata bahwa tekanan sakaratul maut juga menimpa para nabi, para rasul, para wali, dan orang-orang bertakwa. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang selama hidupnya tidak mau mengingat mati dan tidak mau mempersiapkan diri? “Katakanlah, ‘Itu (al-Qur’an) adalah berita besar yang kamu berpaling darinya.” (QS. Shad: 67-68)

 

Menurut para ulama, dahsyatnya kematian dan tekanan sakaratul maut yang dialami para nabi mengandung dua pelajaran bagi manusia.

 

Pertama, supaya mereka tahu betapa sakitnya Kematian, dan itu bersifat sangat rahasia sekali. Yang lazim dilihat jika seseorang akan meninggal, maka dia tidak bisa bergerak, seakan-akan rohnya keluar dengan mudah, sehingga kita berkesimpulan bahwa kematian adalah sebuah peristiwa yang sederhana. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan kita terhadap rasa sakit mati yang sebenarnya. Namun, ketika diberi kabar bahwa para nabi yang notabene adalah orang-orang pilihan Allah juga mengalami dahsyatnya kematian, maka kita pun sadar sesungguhnya kematian itu memang sangat menyakitkan, kecuali bagi Orang-orang yang mati syahid.

 

Kedua, ada sementara orang yang bertanya-tanya mengapa para nabi dan para rasul yang menjadi kekasih Allah saja mesti harus mengalami sakitnya kematian seperti itu? Bukankah Allah sanggup memberikan keringanan kepada mereka seperti yang telah Dia berikan kepada Nabi Ibrahim a.s. lewat firman-Nya, “Aku akan memudahkan kematianmu?” Jawabannya ialah sabda Nabi Saw., “Sungguh, manusia yang paling berat menerima cobaan di dunia adalah para nabi, lalu orang yang paling mirip dengan mereka, lalu orang yang paling mirip dengan mereka berikutnya.” Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya.

 

Allah mencoba mereka (para nabi) itu justru untuk menyempurnakan keutamaan dan derajat mereka di sisi-Nya. Jadi, bukan karena mereka memang harus diazab. Sekali lagi, jika Allah berkehendak mengakhiri hidup mereka dengan cobaan-cobaan yang berat meskipun Dia sanggup meringankan, itu semata-mata untuk mengangkat derajat mereka dan memberikan pahala yang besar sebelum mereka meninggal.

 

Contohnya adalah seperti Nabi Ibrahim a.s. yang dicoba dengan api, Nabi Musa ass. yang dicoba dengan rasa takut dan dikejarkejar Fir’aun, Nabi isa a.s. yang dicoba dengan pengembaraan di gurun pasir, dan Nabi Muhammad Saw. yang dicoba dengan kemiskinan dunia dan selalu diperangi oleh orang-orang kafir. Semua itu justru untuk mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Jangan diartikan bahwa hal itu merupakan kekejaman Allah terhadap mereka. Adapun kepedihan yang dirasakan oleh orang-orang kafir, itu merupakan hukuman atas dosa-dosa mereka.

 

Kematian Terdapat di Tiga Alam

 

Ada orang yang mengatakan, sesungguhnya seluruh makhluk pasti akan mengalami tekanan-tekanan sakaratul maut. Itu. benar adanya. Tetapi, dalam hal ini ada perbedaan dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Allah Ta’ala selaku satu-satunya zat yang tidak akan fana berhak untuk memberikan rasa kematian yang berbeda-beda di antara seluruh makhluk-Nya, sesuai dengan kedudukan dan derajat mereka. Makhluk bumi seperti manusia maupun bukan manusia (hewan), dan makhluk di atasnya, yaitu alam ruhani, semua pasti akan mengalami mati, sebagaimana firman Allah,

 

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran: 185)

 

Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “Ulum al-Akhirah, mengatakan, “Allah memastikan kematian pada tiga alam. Yaitu, alam dunia, alam malakut, dan alam jabarut. Yang ada di alam dunia adalah Adam berikut anak cucunya dan semua binatang. Yang ada di alam malakut adalah para malaikat dan jin. Dan yang ada di alam jabarut ialah malaikat-malaikat pilihan.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

Allah memilih para utusan(Nya) dari malaikat dan dari manusia.” (QS. al-Hajj: 75)

 

Mereka (malaikat pilihan) yang dimaksud adalah para malaikat pembawa Arasy yang sangat dekat dengan Allah dan penjaga kemah yang terdapat di Arasy. Allah menyifati mereka sebagaimana dalam firman-Nya,

 

“Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.” (QS. al-Anbiya’: 19-20)

 

Mereka juga adalah makhluk suci seperti yang disinggung dalam firman-Nya,

 

“Seandainya Kami hendak membuat suatu permainan (istri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami, jika Kami benar-benar menghendaki berbuat demikian.” (QS. alAnbiya’: 17)

 

Mereka semua akan mati dengan mendapatkan tempat terhormat dari sisi Allah seperti itu. Kedekatan mereka dengan Allah tidak lantas membuat mereka kebal dari kematian.”

 

Menurut Ibnu Qasi, selain perbedaan

 

perbedaan tersebut, juga terdapat perbedaan-perbedaan dalam kematian. Ada orang yang begitu gampang mengalami kematian, yaitu ketika sedang nyenyak tidur tiba-tiba nyawanya dicabut oleh Malaikat Maut, seperti yang terjadi pada orang-orang saleh. Boleh jadi hal ‘itu tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Sebab, katanya satu sumbatan saja dalam kerongkongan lebih sakit daripada ditebas pedang seribu kali. Tetapi, itulah rahasia kuasa Allah yang tidak mungkin dapat dikenali secara mutlak.

 

Dalam merasakan kematian, juga berbeda-beda antara satu golongan manusia dengan manusia yang lain. Kematian yang dirasakan golongan atau umat Islam berbeda dengan kematian yang dirasakan oleh selain umat Islam.

 

Di kalangan umat Islam sendiri perbedaan itu juga berlaku. Artinya, kematian yang dirasakan oleh para nabi berbeda dengan kematian yang dirasakan oleh selain nabi. Bahkan, perbedaan dalam merasakan kematian tersebut juga berlaku di kalangan para nabi sendiri, sesuai dengan derajat dan kedudukan mereka di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya,

 

“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat.” (QS. al-Baqarah: 253)

 

Allah telah meringankan proses kematian Nabi Ibrahim a.s. seperti yang dinyatakan sendiri lewat firman-Nya, “Aku akan membantu meringankan kematianmu, wahai_ Ibrahim.” Apa yang diringankan Allah berarti tidak ada yang lebih ringan lagi darinya sebagaimana apa yang dibesarkan Allah berarti tidak ada lagi yang lebih besar darinya. Menyinggung tentang kenikmatan-kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Apabila kamu melihat di sana (surga) niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS. al-Insan: 20)

 

Jadi kalau tidak ada yang lebih besar daripada kerajaan surga, maka demikian pula tidak ada yang lebih ringan daripada kematian yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s.. Demikian menurut Ibnu Qasi. Wallahu a’lam.

 

Kematian Merupakan Bencana yang Sangat Mengerikan

 

Setelah memperhatikan apa yang sudah saya sampaikan tadi, maka ketahuilah bahwa kematian adalah bencana yang sangat mengerikan, peristiwa yang sangat dahsyat, dan petaka yang menghentikan segala kenikmatan dan kesenangan duniawi.

 

Kematian akan memisahkan anggota badanmu dan menghancurkan seluruh sendi-sendi mu. Kematian adalah sebuah peristiwa besar dan mencekam. Dan, hari kematian adalah awal yang akan menentukan nasibmu.

 

Ketika Khalifah Harun ar-Rasyid sakit keras, seorang tabib berkebangsaan Persia di datangkan. la disuruh melihat air seni sultan dan air seni beberapa orang sakit dan sehat. Lalu, ia mencoba memperhatikan botol-botol berisi air seni tersebut. Begitu melihat botol yang berisikan air seni sultan, si tabib menyuruh agar ia (sultan) segera berwasiat kepada keluarganya karena penyakitnya sudah cukup parah. Dan, ketika memperhatikan botol-botol lainnya, ia pergi begitu saja. Sultan merasa putus asa terhadap dirinya sendiri, lalu ia bersyair,

 

“Si tabib itu meski pandai mengobati ternyata dia tidak sanggup menolak ajal yang datang menjelang ia pun bisa mati oleh penyakit yang ia obati sendiri yang mengobat, yang diobati, perbuat obat, dan penjual obat semuanya pasti akan mati.”

 

Konon, ketika itu orang-orang sudah ramai membicarakan tentang kematian Khalifah Harun ar-Rasyid. Mendengar penyakitnya semakin parah, Khalifah minta disiapkan seekor keledai lalu naik ke atasnya. Tidak berapa lama kemudian ia meminta diturunkan kembali karena sama sekali tidak nyaman.

 

Selanjutnya, ia meminta beberapa kain kafan dan memilihnya sendiri mana yang paling disukainya, selanjutnya kubur pun digali tepat di depan kamar tidurnya. Ketika ia melongokan kepala untuk melihatnya, ia berkata, “Sudah tidak ada gunanya lagi hartaku, dan lepaslah kekuasaanku.” Maka pada malam harinya ia pun meninggal.

 

Hai anak manusia, bagaimana pikiranmu tentang Malaikat Maut yang akan menghampirimu lalu pergi dengan membawa nyawamu. Malaikat yang mengubah pandanganmu dan penglihatanmu serta merusak keindahan postur tubuhmu. Malaikat yang memaksamu berpisah dengan orang-orang tercinta, yang membalikkan keadaanmu yang semula bergelimang nikmat, bebas, kuat, terhormat, dan pemberani menjadi mayat yang segera dimasukkan ke liang lahad yang sempit dan gelap gulita oleh orang-orang yang dahulu menyayangimu dan menghormailmu?

 

Selanjutnya, kamu akan ditimbuni pasir dan batu-batu. Dan, kamu hanyalah tinggal nama. Kamu telah tiada ditelan tanah dan diinjak-injak, bahkan terkadang di atasnya didirikan dinding atau dijadikan tempat untuk menyalakan api.

 

Suatu hari, Ali bin Abi Thalib disodori sebuah bejana berisikan air minum. Setelah memegang dengan tangan dan melihatnya, ia lalu berkata, “Allah pasti mengetahui, berapa banyak mata yang jeli serta pipi halus yang ada padamu.”

 

Ada suatu cerita, dua orang sedang bertengkar sengit soal sebidang tanah bangunan. Atas kehendak Allah, sepotong batu bata di sana tiba-tiba bisa bicara, “Hai kalian berdua, sebenarnya apa yang kalian ributkan? Aku ini semula adalah salah seorang raja besar yang memiliki segala kekuasaan selama sekian tahun. Kemudian aku mati dan menjadi tanah. Seribu tahun kemudian aku diambil oleh seorang pembuat tembikar lalu dijadikannya sebuah bejana. Setelah dipakai hingga pecah, aku pun kembali menjadi tanah selama seribu tahun lagi. Kemudian aku diambil oleh seorang pembuat batu bata lalu dijadikannya aku sebuah batu bata, dan akhirnya aku menempel di dinding ini. Jadi untuk apa kalian bertengkar seperti itu.”

 

Banyak cerita serupa yang intinya memberi pesan bahwa sesuatu yang sudah hancur lebur itu bisa jadi baru lagi, dan bahwa semua yang berubah bisa diubah lagi. Pada waktu masih muda, suatu hari aku bersama kawanku memindahkan tanah ke atas punggung binatang pengangkut dari sebuah pekuburan orang-orang Yahudi yang terletak di luar Cordoba. Tanah itu sudah bercampur dengan sisa-sisa tulang, daging, rambut, dan kulit orang-orang yang telah mati di sana. Tanah itu kami setorkan kepada para pengrajin tembikar.

 

Para ulama berkata bahwa perubahan itu hanya terkait dengan jasad dan badan bukan dengan roh, karena ia (roh) urusannya dengan Allah. Apa yang terpisah darimu tidak berarti hilang sia-sia, dan perpisahan antara nyawa dan jasad nanti akan berkumpul kembali kelak. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh) mereka, sebab pada Kami ada kitab (catatan) yang terpelihara baik.” (QS. Qaf: 4)

 

“Fir‘aun berkata, Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu?’ Dia (Musa) menjawab, ‘Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa.” (QS. Thaha: 51-52)

 

Kematian Adalah Kafarat Bagi Setiap Muslim

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ashim al-A’wal dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” Hadis ini dituturkan juga oleh al-Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin. Menurutnya, ini hadis sahih sekaligus hasan.

 

Kematian adalah kafarat bagi segala penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh mayat sewaktu ditimpa penyakit. Dalam hadis riwayat Muslim, Nabi Saw. bersabda, “Setiap umat muslim yang ditimpa penderitaan, baik berupa sakit dan lainnya, itu merupakan balasan Allah terhadap perbuatan jahat yang dilakukan orang tersebut, sebagaimana batang pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”

 

Disebutkan di dalam kitab al-Muwaththa’, sebuah riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa dikehendaki Allah dengan kebaikan, maka Allah akan mengujinya.”

 

Dalam sebuah hadis ma’tsur, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak akan mengeluarkan (mematikan) seseorang dari dunia, sedang Aku berkehendak merahmatinya, sebelum Aku membalas kepadanya atas semua kesalahan yang pernah ia lakukan, berupa sakit di tubuhnya, musibah yang menimpa keluarga dan anaknya, kesempitan dalam hidupnya, kesulitan rezekinya, sampai hal-hal yang terkecil lainnya. Apabila masih ada sisa dosanya, maka Aku akan mempersulit dengan kematiannya, hingga akhirnya ia datang kepada-Ku seperti pada saat ia dilahirkan ibunya.”

 

Ini berbeda dengan orang yang tidak dicintai dan tidak mendapat rida Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Demi keperkasaan dan keagunganKu, Aku tidak akan mengeluarkan (mematikan) ‘dari dunia seorang hamba yang ingin Aku siksa, sampai Aku memenuhi setiap kebajikan yang pernah dilakukannya berupa kesehatan di tubuhnya, kelapangan pada rezekinya, kesenangan dalam kehidupannya, dan rasa aman di dalam perjalanannya sampai hal-hal terkecil lainnya. Jika masih ada sisa kebaikannya, Aku akan memudahkan kematiannya, sampai akhirnya ia datang kepada-Ku dalam keadaan tidak mempunyai kebajikan sama sekali untuk menjaga dirinya dari neraka.”

 

Hadis senada juga diterangkan Abu Daud dengan sanad yang sahih seperti yang dituturkan Abdul Hasan Ibnu al-Hishar dari Ubaid bin Khalid as-Sulami bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kematian mendadak adalah hukuman yang menyedihkan bagi orang kafir.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud secara mursal.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah, dia berkata, “Sesungguhnya kematian mendadak adalah kesenangan bagi orang mukmin, dan hukuman yang menyedihkan bagi orang kafir.”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya pada hari Sabtu, Nabi Daud a.s. meninggal secara mendadak.

 

Diriwayatkan dari Said bin Aslam, budak Umar bin Khaththab, dia berkata, “Jika seorang mukmin masih mempunyai dosa yang belum terhapus oleh amalnya, maka dia akan mendapat kesulitan ketika menghadapi kematiannya dengan tekanan sakaratul maut dan kedahsyatannya, yang akan menghantarkannya masuk ke dalam surga. Jika orang kafir melakukan kebajikan di dunia, maka Allah akan memudahkan kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya di dunia. Kemudian di akhirat, ia masuk ke dalam neraka.” Hadis ini juga dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis al-A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Nyawa (roh) orang mukmin itu dicabut dengan perlahan-lahan. Sedangkan nyawa orang kafir dicabut secara kasar seperti mencabut roh keledai. Sungguh, seorang mukmin yang pernah berdosa di dunia, ia akan menemui kesulitan ketika akan meninggal, di mana kesulitan-kesulitan tersebut merupakan kafarat atas dosa-dosa di dunia. Adapun orang kafir yang melakukan kebaikan akan dipermudah kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya tersebut.”

 

Ibnu al-Mubarak menyebutkan, sesungguhnya Abu Darda’ pernah berkata, “Aku mencintai kematian karena aku rindu kepada Tuhanku. Aku mencintai penyakit karena akan menghapus kesalahanku. Dan, aku mencintai kemiskinan karena akan membuatku tawadhu kepada Tuhanku ‘Azza wa Jalla.”

 

Berbaik Sangka di Saat Meninggal dan Takut Kepada Allah

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, aku mendengar tiga hari sebelum wafatnya Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah.” Hadis ini diriwayatkan juga oleh Bukhari.

 

Hadis tersebut juga disebutkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab Husnu azh-Zhann Billah. Dia menambahkan, sesungguhnya, ada suatu kaum yang dibinasakan Allah karena mereka berburuk sangka kepada Allah. Maka, Allah Ta’ala berfirman kepada mereka,

 

“Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat: 23)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bahwa Nabi Saw. pernah menjenguk seorang pemuda yang sedang kritis. Beliau bertanya, “Bagaimana perasaanmu Pe” Dia menjawab, “Aku mengharapkan rida Allah, wahai Rasulullah dan aku juga mengkhawatirkan dosa-dosaku.” Lalu beliau bersabda, “Jika dalam hati seorang hamba mukmin ada dua perasaan seperti itu, Allah akan mengabulkan harapannya, dan menyelamatkannya dari apa yang dia takutkan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus gharib, juga diriwayatkan dari Tsabit dari Nabi Saw. secara mursal.

 

Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al Ushul, berkata, ia mendengar dari Yahya bin Habib dari Ady dari Basar al-Mufadhdhal dari Auf dari al-Hasan, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, Tuhanmu ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Aku tidak menghimpun pada hamba-Ku dua rasa takut dan dua rasa aman. Barang siapa takut kepadaKu cdi dunia, maka Aku akan membuatnya aman Ai akhirat. Dan, barang siapa merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di akhirat.”

 

Bersumber dari Abu Bakar bin Sabiq al Umawi dari Abu Malik al-Janbi dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Saw. bahwa menyinggung tentang munajat Nabi Musa a.s., Allah berfirman, “Wahai Musa, sesungguhnya setiap hamba-Ku yang bertemu Aku pada hari Kiamat, nanti pasti akan Aku periksa apa yang ada pada kedua tangannya kecuali dari orang-orang yang wara’. Aku merasa malu kepada mereka dan akan memuliakan mereka serta memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa merasa malu kepada Aliah di dunia ini dari apa yang telah ia lakukan, maka Allah pun merasa malu memeriksa dan menanyainya. Tidak mungkin terkumpul dua rasa malu sekaligus padanya, sebagaimana juga tidak mungkin terkumpul padanya dua rasa takut.”

 

Berbaik sangka kepada Allah, seharusnya lebih kental mendominasi seorang Namba saat hendak meninggal daripada saat ia masih dalam keadaan sehat. Sebagai imbalannya, Allah berjanji akan mengasihinya dan akan mengampuni dosa-dosanya. Dan bagi orang-orang yang berada di dekatnya, harus mau mengingatkannya agar ia masuk ke dalam golongan sebagaimana yang terdapat dalam hadis Qudsi, “Aku tergantung bagaimana sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Silakan dia menyangka Aku sekehendaknya.” Demikian diriwayatkan oleh Ahmad dan Hakim.

 

Diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah

 

dari Tsabit dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, karena berbaik sangka kepada Allah adalah harga (bayaran) dari surga.” Hadis daif ini diriwayatkan juga oleh al-Khatib dalam Tarikh Baghdad.

 

Diriwayatkan dari ibnu Umar, dia berkata, “Tiang, target, dan tujuan utama agama adalah berbaik sangka kepada Allah. Barang siapa di antara kalian yang meninggal dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, maka dia akan masuk ke dalam surga dengan perasaan lega.”

 

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan selain Allah, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan sangkaan yang sama kepadanya. Hal ini karena segala kebajikan ada di tangan-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Apabila kalian melihat seseorang hendak meninggal, berilah ia kabar gembira supaya ia bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya. Dan, apabila ia dalam keadaan hidup, maka berilah kabar yang menakutkan.”

 

Al-Fudhail berkata, “Dalam keadaan sehat, rasa takut seorang hamba lebih baik daripada berharap. Tetapi, ketika hendak meninggal, berharap itu lebih baik daripada rasa takut.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari Yahya bin Abdullah al-Bashri dari dari Sawwar bin Abdullah dari Mu’tamir, dia berkata, ketika ayahku hendak meninggal, dia berkata kepadaku, “Hai Mu’tamir, ceritakan kepadaku keringanan keringanan agar nanti aku bertemu Allah dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari ‘Amr bin Muhammad bin-Naqid dari Khalf bin Khalifah dari Hushain dari !brahim, dia berkata, “Orang-orang salaf suka sekali memberitahukan amal kebajikan seseorang yang hendak meninggal sehingga ia berbaik sangka kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla.”

 

Tsabit al-Banani bercerita, ada seorang pemuda yang terkenal bandel sehingga sering membuat kesal ibunya. Sewaktu hendak meninggal, ibunya dengan penuh kasih sayang menghampirinya dan berkata, “Hai anakku, aku telah memperingatkanmu tentang kesudahan kamu seperti ini.” Dia menjawab, “Wahai ibu, sesungguhnya aku mempunyai Tuhan yang sangat dermawan dan baik. Hari ini aku masih berharap mudah-mudahan Dia tidak kikir atas kebaikan-Nya padaku.” Akhirnya, anak itu dikasihani Allah berkat prasangkanya yang baik kepada Allah Ta’ala.

 

Suatu hari ‘Amr bin Dzar bersama kedua orang sahabatnya Ibnu Abi Daud dan Abu Hanifah. Dia berkata, “Ya Allah, masa Engkau akan menyiksa kami, sementara kami mengesakan Engkau? Aku tidak pernah melihat Engkau melakukan seperti itu. Ya Allah, ampunilah orang yang bersikap seperti para tukang sihir Fir’aun. Engkau mengampuninya Karena mereka mengatakan, “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam.” (QS. asy-Syu’ara’: 47)

 

Mendengar ucapan tersebut, Abu Hanifah berkata, “Semoga Allah merahmailmu, sepeninggalmu nanti, caramu itu tetap saja haram.”

 

Konon setiap kali Yahya bin Zakaria bertemu dengan Isa putra Maryam, ia (Yahya) bermuka cemberut, padahal Isa sudah berusaha untuk tersenyum. Ketika ditanya ofeh Isa mengapa cemberut, Yahya bin Zakaria menjawab, “Karena setiap kali bertemu denganmu, kamu selalu tersenyum, seolah-olah kamu sudah merasa aman di dunia ini.” Allah kemudian mewahyukan kepada mereka berdua, “Sesungguhnya di antara kalian berdua yang Aku cintai ialah yang paling baik prasangkanya kepada-Ku.” Demikian Khabar Israiliyat ini.

 

Zaid bin Aslam berkata, pada hari Kiamat kelak, seseorang dihadapkan kepada Allah, lalu Allah berfirman kepada malaikat, “Bawa pergi orang ini ke neraka.” Dia lalu bertanya, “Ya Tuhanku, lalu bagaimana dengan shalat dan puasaku?” Allah lalu menjawab, “Hari ini, Aku putuskan kamu dari rahmat-Ku, sebagaimana kamu telah memutuskan hamba=hamba-Ku dari rahmat-Ku sewaktu kamu hidup di dunia.”

 

Berkaitan dengan itu semua, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS. al-Hijr: S56)

 

Menalkinkan Mayat Dengan Kalimat ‘La ilaha illallah’’

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Talkinkanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian dengan kalimat “La ilaha illallah.”

 

Diriwayatkan oleh ibnu Abi ad-Dunya dari Zaid bin Aslam dari Usman bin Affan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila seseorang sedang menghadapi kematian, maka talkinkanlah dia dengan kalimat, “La ilaha illallah.” Karena, setiap hamba yang akhir hidupnya membaca Kalimat tersebut, niscaya hal itu merupakan bekalnya menuju surga.”

 

Umar bin Khaththab berkata, “Saksikanlah Orang-orang yang akan meninggal di antara kalian dan talkinkanlah mereka dengan kalimat, “La ilaha illallah,” karena pada saat itu mereka akan melihat apa yang tidak kalian lihat.”

 

Sebuah hadis (gharib) diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Makhul dari Ismail bin Ayasy bin Abu Mu’adz Utbah bin Humaid dari Watsilah Ibnu al-Asqa’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian, dan tuntunlah mereka membaca kalimat, “La ilaha illallah.” Lalu, berikanlah mereka kabar gembira dengan surga. Sebab, orang yang sangat bijaksana sekali pun akan bingung pada suasana menjelang kematian seperti itu. Adapun setan, pada saat itu sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pandangan Malaikat Maut itu lebih dahsyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sebelum dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.”

 

Tata Cara Talkin

 

Menurut para ulama, menalkinkan orang yang akan meninggal dengan kalimat “La ilaha illallah” Hukumnya sunnah ma’tsur yang telah diamalkan kaum muslimin. Hal itu dimaksudkan agar kalimat terakhir yang diucapkan ialah kalimat “La ilaha illallah”’ (tiada tuhan selain Allah) sehingga ia mendapatkan kebahagiaan di akhirat, dan agar termasuk oran gp yang disinggung sebagaimana sabda Nabi Saw., “Barang siapa ucapan terakhirnya kalimat “la ilaha illallah”’, maka dia masuk surga.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal, dan dinilai sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Karenanya, hendaklah orang yang sedang menghadapai kematian itu diingatkan untuk membaca “La ilaha illallah” agar dia terlindung dari godaan setan yang ingin merusak agidahnya.

 

Apabila orang yang sedang menghadapi ajal (kematian) tersebut sudah membaca kalimat “La ilaha illallah” satu kali saja, jangan disuruh mengulanginya agar ia tidak merasa gelisah. Para ulama justru tidak suka memperbanyak talkin dengan cara terus mendesaknya.

 

Ibnu al-Mubarak berkata, “Ajarkanlah orang yang akan meninggal dengan mengucapkan, “La ilaha illallah.” Dan, jika dia sudah mengucapkannya, maka biarkanlah dia.” Dikemukakan oleh al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah.

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Jika didesak terus untuk mengucapkan kalimat tersebut (/a ilaha illallah), padahal dia sudah mengucapkannya satu kali, hal itu dikhawatirkan membuatnya gelisah lalu dimanfaatkan oleh setan, sehingga menyebabkan dia mendapati su’u khatimah.”

 

Demikian juga yang diamalkan oleh Ibnu al-Mubarak. Al-Hasan berkata bahwa lbnu al-Mubarak pernah berpesan kepadaku, “Talkinkanlah aku jika aku akan meninggal, dan janganlah kamu berulang-ulang kecuali jika aku sudah berbicara yang lain lagi.”

 

Tujuan talkin ialah agar keadaan hati seseorang yang akan meninggal hanya mengingat Allah saja. Jadi, masalahnya terfokus pada hati. Amalan hatilah yang diperhitungkan, dan yang membawa keselamatan. Gerakan bibir saja namun hatinya tidak, maka tidak bermanfaat baginya.

 

Menurutku, talkin juga bisa dengan cara membicarakan hadis, jika yang akan meninggal misalnya seorang ulama besar, seperti yang diceritakan oleh Abu Nu’aim berikut ini. Waktu itu, Abu Zar’ah sedang menghadapi ajal yang ditunggui oleh Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, al-Mundzir bin Syazan, dan beberapa ulama lainnya yang membicarakan tentang hadis talkin. Mereka berharap mudah-mudahan Abu Zar’ah masih hidup.

 

Mereka lalu berkata, “Kawan-kawan, mari kita saling mengingatkan hadis tentang talkin.” Muhammad bin Salamah memulainya terlebih dahulu, “Aku mendengar dari adh-Dhahhak bin Mukhili dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib.” Sampai disitu, mereka semua terdiam.

 

Tiba-tiba terdengar suara berat Abu Zar’ah dan berkata, “Aku pernah mendengar dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib dari Katsir bin Marrah al-Hadhrami dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa pada akhir perkataannya mengucapkan, “La ilaha illallah,’ maka ia masuk surga.” Dalam satu riwayat disebutkan, “.. maka Allah mengharamkan ia masuk neraka.” Setelah itu Abu Zar’ah meninggal. Semoga Allah merahmatinya.

 

Abdullah bin Syabramah bercerita, suatu hari bersama dengan Amir as-Syu’bi, aku menjenguk orang sakit yang sudah sangat kritis. Kami mendapati ada seseorang sedang menalkinnya agar dia membaca kalimat, “La ilaha illallah” dengan diulang-ulang terus.

 

Asy-Syu’bi lalu menghampiri orang itu dan berkata, “Tolong, kasihani dia.” Tiba-tiba orang yang sakit kritis itu berkata, “Kamu talkini aku atau tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan kalimat takwa tersebut.” Bahkan dia membaca ayat, “(Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memiliki-nya.” (QS. al-Fath: 26). Melihat hal itu, as-Syu’bi berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah berkenan menyelamatkan teman kita ini.”

 

Konon, ketika al-Junaid hendak meninggal, dia dituntun untuk membaca kalimat “La ilaha illallah.” Tetapi, al-Junaid malah menjawab, “Aku belum lupa, dan akan aku ingat terus.”

 

Menurutku, menalkinkan orang yang akan meninggal seharusnya dengan diajarkannya membaca, “La ilaha illallah” dan Kalimat syahadat, kendati pun yang bersangkutan dalam keadaan sangat sadar, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Makhul dari Watsilah bin al-Asqa’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian, dan tuntunlah mereka membaca kalimat, “La ilaha illallah.” Lalu, berikanlah mereka kabar gembira dengan surga. Sebab, orang yang sangat bijaksana sekali pun akan bingung pada suasana menjelang kematian seperti itu. Adapun setan, pada saat itu sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pandangan Malaikat Maut itu lebih dahsyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sebelum dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.”

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat Maut akan menghampiri seseorang. Dia lalu memeriksa ke dalam hati orang itu, namun tidak ditemukan apa-apa. Dia lalu membuka kedua rahang orang itu, dan dia dapati ujung lidah orang itu sedang bergerak-gerak mengucapkan kalimat, “La ilaha illallah.” Maka, Allah mengampuninya karena kalimat ikhlas tersebut.” Hadis ini daif.

 

Berkata Baik Ketika Menghadiri Orang Meninggal

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kalian menjenguk orang sakit atau melayat Orang meninggal, maka berkatalah yang baik-baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kalian katakan.”

 

Ummu Salamah berkata, ketika Abu Salamah meninggal, aku langsung menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal.” Beliau bersabda, bacakanlah olehmu, “Ya Allah, ampunilah aku dan dia serta berikanlah ganti padaku balasan yang lebih baik darinya.” Lalu Ummu Salamah berkata, “Kemudian Allah berkenan memberikan ganti yang lebih baik darinya, yakni Rasulullah Saw. itu sendiri.”

 

Diceritakan oleh Ummu Salamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. segera mendatangi Abu Salamah yang sudah menjadi mayat. Melihat matanya yang mas:h terbuka, beliau lalu menutupkannya dan bersabda, “Sesungguhnya ketika nyawa dicabut, ia diikuti oleh pandangan mata.” Mendengar beberapa keluarga Abu Salamah yang berteriak-teriak dan hiruk pikuk, beliau bersabda, “Janganlah kalian mendoakan sesama diri kalian kecuali yang baik-baik, karena malaikat akan mengamini apa yang Kalian katakan.” Selanjutnya beliau bersabda, “Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkat derajatnya ke dalam golongan orang-orang yang memperoleh petunjuk, berikan kepadanya ganti di antara Orang-orang yang masih hidup, ampunilah kami dan dia, ya Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalamnya.” Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan Abu Daud.

 

Orang-orang Saleh Seharusnya Menghadiri Orang yang Akan Meninggal

 

Sabda Nabi Saw, “Apabila kalian menjenguk orang sakit atau melayat orang meninggal, maka berkatalah yang baik-baik,” menurut para ulama, hadis tersebut merupakan imbauan keras sekaligus pelajaran tentang apa yang seharusnya diucapkan ketika berada di dekat orang sakit atau mayat. Dan juga pemberitahuan bahwa para malaikat itu akan mengamini doa yang diucapkan oleh orang yang berada di sana.

 

Karenanya, para ulama menganjurkan untuk mengundang orang-orang saleh pada seseorang yang dalam keadaan kritis. Mereka diminta untuk mendoakan yang baik-baik baginya berikut keluarga yang akan ditinggalkannya. Doa mereka akan diamini oleh para malaikat, sehingga hal itu sangat bermanfaat bagi mayat, keluarga yang sedang terkena musibah, dan orang-orang yang ditinggalkannya.

 

Bacaan Saat Memejamkan Mata Jenazah

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Syaddad bin Aus, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kalian menyaksikan Orang yang telah meninggal di antara kalian, maka pejamkanlah matanya, karena mata itu mengikuti perginya roh. Serta berkatalah yang baik-baik, karena para malaikat akan mengamini apa yang dikatakan oleh keluarga mayat.”

 

Al-Khara’ithi Abu Bakar bin Muhammad bin Ja’far menyebutkan sebuah hadis dari Abu Musa imran bin Musa dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ismail bin Ulyat dari Hisyam bin Hassan dari Hafshah binti Sirin dari Ummul Hasan, dia berkata, ketika aku bersama Ummu Salamah, tiba-tiba muncul seseorang dan berkata, “Si Fulan telah meninggal.” Lalu Ummu Salamah berkata kepadaku, “Pergilah. Jika telah hadir di sana maka ucapkanlah, semoga salam sejahtera dilimpahkan kepada para rasul dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”

 

Bersumber dari Sufyan ats-Tsauri dari Sulaiman at-Taimi dari Bakar bin Abdullah alMujani, dia berkata, ketika engkau memejamkan mata mayat maka ucapkanlah,

 

“Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah Saw..” Sesudah itu bacalah tasbih. Kemudian Sufyan membaca surah asy-Syura ayat 5.

 

Abu Daud berkata bahwa memejamkan mata itu dilakukan setelah roh itu benar-benar telah keluar.

 

Aku pernah mendengar Muhammad bin Ahmad al-Mugri berkata, aku telah mendengar Abu Maisarah, seorang yang terkenal rajin beribadah berkata, aku memejamkan mata Ja’far al-Mu’alim, seorang yang terkenal pintar, saat ia meninggal. Malam harinya, dalam tidur aku bermimpi melihat, dan berkata, “Sungguh, yang sangat aku benci adalah jika engkau menutupkan mataku sebelum aku benar-benar meninggal.”

 

Setan Hadir di Saat Orang Akan Meninggal

 

Nabi Saw. bersabda, ketika seorang hamba akan meninggal, ada dua setan yang duduk di dekatnya. Satu di samping kanan, dan satunya lagi di samping kiri. Setan di samping kanan menjelma seperti ayahnya dan berkata, “Hai anakku, aku sangat sayang dan cinta padamu. Karenanya, matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Nasrani, agama terbaik dari semua agama yang ada.” Dan setan di samping kiri menjelma seperti ibunya dan berkata, “Hai anakku, akulah yang mengandungmu, menyusuimu, dan membesarkanmu. Karenanya, matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Yahudi, agama terbaik dari semua agama yang ada.” Riwayat ini dituturkan oleh Abu Hasan al Qabisi dalam Syarah Risalah Ibni Abi Zaid.

 

Riwayat senada diriwayatkan oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, ketika nyawa seseorang akan dicabut, datanglah berbagai fitnah kepadanya. Iblis memerintahkan kepada anak buahnya untuk menggodanya. Mereka mendatanginya dan menjelma sebagai sosok orang tercinta yang sangat dihormati; seperti ayah, ibu, kakak, adik, teman karib, dan lain sebagainya.

 

Mereka berkata, “Sebentar lagi, kamu akan meninggal, hai Fulan. Dan, kami telah mendahuluimu. Matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Yahudi, sebagai satu-satunya agama yang di terima di sisi Allah.” Jika ia berpaling dan menolak ajakan itu, maka datang lagi anak buah iblis lainnya dan berkata, “Matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Nasrani, agama Isa al-Masih yang menghapus agama Musa.” Mereka kemudian menceritakan kepadanya akidah setiap agama. Pada saat itulah, Allah memalingkan orang yang dikehendakiNya, dan itulah makna firman-Nya,

 

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu,” (QS. Ali ‘Imran: 8)

 

Dengan kata lain, maksud ayat tersebut, “Janganlah Engkau goyangkan hati kami pada saat menghadapi kematian setelah sebelumnya Engkau karuniakan kepada kami petunjuk.”

 

Kalau Allah menghendaki hamba-Nya mendapat petunjuk serta ketetapan, maka ia akan didatangi rahmat. Ada yang mengatakan, yang dimaksud rahmat ialah Malaikat Jibril, sehingga setan pun lari dengan wajah pucat pasi, dan ia pun tersenyum. Banyak orang yang terlihat tersenyum ketika akan meninggal karena merasa gembira atas kedatangan Malaikat Jibril yang diutus Allah. Jibril menghampirinya dan bertanya, “Hai Fulan, kenalkah kamu terhadapku? Aku adalah Jibril, dan mereka tadi itu adalah setan musuh-musuhmu. Matilah kamu dengan tetap setia memeluk agama Islam yang hanif dan syariatnya yang agung.”

 

Pada saat itu, tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seseorang kecuali datangnya Malaikat Jibril tadi. Dan itulah makna firmanNya,

 

“Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali ‘Imran: 8)

 

Setelah itu, nyawa orang tersebut dicabut dengan suatu hentakan.

 

Dalam Manqib al-lmam Ibnu Hanbal karya Ibnu al-Jauzi, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, ketika ayahku menjelang wafat, aku menyeka keringat yang membasahi jenggotnya dengan menggunakan kain lap. Tiba-tiba dia siuman dari pingsannya, dan sambil menggerakkan tangan berkali-kali dia berkata, ‘Jangan, aku tidak mau. Jangan, aku tidak mau.” Setelah tenang aku bertanya, “Ayah, ada apa? Apa yang engkau lihat?” Dia menjawab, “Aku tadi melihat setan berdiri tepat di depanku. Sambil mencengkeramku dengan jari-jarinya, ia (setan) berkata, hai Ahmad, ayo ikut aku.” Lalu aku menjawab, “Jangan, aku tidak mau. Jangan, aku tidak mau, hingga aku meninggal sekali pun.”

 

Imam Abdul Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi menceritakan pengalamannya saat dia berada di perbatasan kota Iskandaria. Suatu hari, aku menjenguk guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Qurthubi yang sedang kritis. Ketika seseorang menalkinkannya dengan membaca kalimat “La ilaha illailah”, ia malah menjawab, “Tidak, tidak.”

 

Setelah siuman, aku menghampirinya dan menceritakan hal itu. Dia lalu berkata, “Tadi, ada dua setan datang kepadaku dari sebelah kanan dan sebelah kiriku. Yang satu bilang, matilah dengan memeluk agama Yahudi, agama yang terbaik. Dan satunya lagi bilang, matilah dengan memeluk agama Nasrani, agama yang terbaik.” Kemudian aku menjawab, “Tidak, tidak.”

 

Dalam salah satu kitab karya Tirmidzi dan an-Nasa’i yang aku simpan, terdapat riwayat dari Nabi Saw., sesungguhnya setan akan menghampiri salah seorang di antara kalian ketika dia akan meninggal, dan berkata, “Matilah kamu sebagai seorang Yahudi, matilah kamu sebagai seorang Nasrani!” Jadi, jawabanku tadi bukan untuk kalian, tetapi jawaban untuk setan.

 

Pengalaman seperti itu sering dialami oleh orang-orang saleh. Jadi, kalau mereka menjawab, “Tidak”, ketika ditalkin, itu. bukan ditujukan kepada orang yang menalkin, melainkan kepada setan yang datang membujuknya ke jalan yang sesat.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dan Sufyan dari Laits dari Mujahid, dia berkata, “Setiap orang yang akan meninggal, dia akan diperlihatkan keadaan majelis dan orang-orang yang diikutinya sewaktu di dunia. Jika dia itu orang lalai, maka dia termasuk golongan yang lalai. Dan jika dia ahli zikir, maka dia termasuk golongan ahli zikir.” Riwayat hadis ini daif.

 

Rabi’ bin Marrah bin Ma’bad al-Juhani, seorang penduduk Bashrah yang terkenal rajin ibadahnya menceritakan pengalamannya. Suatu hari, aku mendapatkan beberapa orang di Syam sedang menalkinkan seorang laki-laki yang akan meninggal, “Hai Fulan, katakanlah, “La ilaha illallah.’” Tetapi, orang itu malah meminta air minum. Mereka mencoba mengulanginya lagi, “Hai Fulan, katakanlah, “La ilaha illallah.” Kali ini dia hanya menjawab, “Sepuluh, sebelas, dua belas ….” Belakangan aku tahu bahwa dia adalah seorang pegawai kantor bagian keuangan dan akuntan. Inilah tafsirannya, sebagaimana yang Dikatakan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Abu Muhammad Abdul Haq menceritakan sebuah hikayat dalam kitabnya, al-Aqibah, sebagai berikut. Seorang laki-laki berdiri di halaman rumahnya yang mirip sebuah bangunan tempat pemandian. Tiba-tiba dia melihat seorang gadis cantik datang menghampirinya dan bertanya, “Manakah jalan menuju ke tempat pemandian yang bagus di daerah ini?” Dia menjawab sambil menunjukkan rumahnya, “Ini adalah tempat pemandian yang bagus.”

 

Gadis itu masuk ke rumah itu, dan dia pun mengikutinya dari belakang. Begitu masuk rumah, ternyata tidak ada tempat pemandian. Gadis itu merasa tertipu. Namun, diam-diam dia merasa senang karena berduaan dengan laki-laki itu di dalam rumahnya. Si gadis minta disediakan makanan yang enak-enak. Laki-laki itu berkata, “Tentu, aku akan memenuhi segala apa yang kamu inginkan.” Dia lalu keluar dan meninggalkan pintu rumahnya tidak terkunci.

 

Sambil membawa makanan lezat yang diminta gadis itu, dia pulang dengan hati sangat girang. Tetapi begitu masuk rumah, gadis itu sudah tidak ada. Dengan tak sadarkan diri, dia berjalan mondar-mandir sendiri ke sana kemar; sambil menyebut-nyebut terus nama gadis itu. Berkali-kali dia bertanya sendiri, “Hai wanita yang bertanya padaku tentang jalan yang menuju ke pemandian, di manakah kamu sekarang?”

 

Sang gadis ternyata masih berada di rumah itu dan sengaja bersembunyi di atas loteng menjawab, “Bukankah kamu sudah berhasil menjebaknya di rumahmu?” Mendengar jawaban itu semakin tidak mengerti. Akhirnya, dia mengalami stres berat cukup lama. Kemudian dia jatuh sakit parah. Ketika seorang teman menalkinkannya agar mengatakan, “La ilaha illallah”, dia malah menjawab,

 

“Hai wanita yang pada suatu hari bertanya padaku tentang jalan menuju pemandian di manakah kamu sekarang?”

 

Dan, itulah kata-kata yang terus disebut-sebutnya sampai akhirnya dia meninggal. Kita berlindung kepada Allah dari peristiwa yang Sangat tragis tersebut.

 

Menurutku, banyak orang yang mengalami peristiwa seperti itu. Meski kasusnya berbeda namun intinya sama, yaitu karena terlena oleh fitnah duniawi, dia tidak sanggup mengucapkan, “La ilaha illallah” pada akhir hayatnya. Yang dia ucapkan justru kalimat-kalimat aneh yang menyangkut keinginan atau ambisi yang diburunya namun belum tercapai.

 

Sungguh, aku melihat bahwa seorang yang kerjanya suka menghitung, ketika disuruh membaca, “La ilaha illallah” (saat akan meninggal), namun ucapan yang keluar dari mulutnya adalah hitungan. Ada juga orang ketika disuruh membaca, “La ilaha illallah,” dia malah berkata, “Dengan biaya ini, perbaikilah rumah Fulan dan garaplah kebunnya.” Ada juga yang berkata ketika disuruh talkin, “Pikiranmu seperti pikiran keledai,” atau “Sapi ini berwarna kuning.” Kesibukannya terhadap sesuatu di dunia mempengaruhinya ketika dia akan meninggal. Kami memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan kemuliaan.

 

Ibnu Dha’far dalam kitabnya, an-Nasha’ih, bercerita, Yunus bin Ubaid adalah seorang penjual kain yang terkenal sangat jujur. Dia tidak mau ada orang yang membeli barang dagangannya tertipu, apalagi sampai sengaja berbuat curang. Karenanya, dia tidak berjualan pada saat hari masih terlalu pagi atau sudah hampir petang atau ketika cuaca gelap. Pada saat seperti itu, dia khawatir pembeli barang dagangannya akan salah memilih sehingga kecewa.

 

Bahkan, pada suatu hari, dia merusak alat timbangannya yang sudah tidak bisa berfungsi secara normal, dan menggantikannya dengan yang baru. Ketika ditanya temannya mengapa tidak berusaha memperbaikinya, dia menjawab, “Aku tidak mau menyimpan barang yang bisa menimbulkan bencana.” Lalu, ketika ditanya mengapa harus merusaknya, dia menjawab dengan menceritakan pengalamannya, dan berkata, suatu saat, aku menyaksikan seorang laki-laki sedang menghadapi ajal. Aku berusaha menalkinkannya agar mengucapkan, “La ilaha illallah.” Tetapi, dia diam saja dengan mata melotot. Ketika aku desak, dia menjawab terus terang, “Tolong kamu saja yang mendoakanku kepada Allah. Lidahku terasa menempel di lidah timbangan yang biasa aku pakai melakukan kecurangan dalam berdagang. Itulah sebabnya aku tidak sanggup mengucapkan kalimat yang kamu ajarkan tadi.”

 

Dan, sejak saat itu, Yunus bin Ubaid memberlakukan syarat kepada orang yang mau membeli barang dagangannya untuk membawa timbangannya sendiri dan menimbang dengan tangannya sendiri. Bagi pembeli yang tidak mau, Yunus lebih baik tidak bersedia melayaninya.

 

Su’al-Khatimah

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang sudah lama mengerjakan amalan-amalan penghuni surga, namun tiba-tiba dia mengakhirinya dengan amalan penghuni neraka. Dan, seseorang yang sudah lama mengerjakan amalan-amalan penghuni neraka, namun tiba-tiba dia mengakhirinya dengan amalan penghuni surga.”

 

Di dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya benar-benar ada seorang hamba yang beramal amalan penghuni neraka, padahal dia adalah penghuni surga. Dan, benar-benar ada seorang hamba yang beramal amalan penghuni surga, padahal dia adalah penghuni neraka. Dan sesungguhnya amal itu bergantung pada akhirnya.”

 

Abu Muhammad Abdul haq berkata, bagi orang-orang yang istiqamah dan yang berakal bersih, su’al-khatimah (akhir yang jelek) tidak akan pernah terjadi. Su’al-khatimah akan terjadi kepada orang yang akalnya rusak dan yang selalu berdosa besar, hingga kematian datang kepadanya sebelum sempat bertobat. Pada saat akan meninggal, setan mendatanginya dan merayunya.

 

Namun, su’al-khatimah bisa juga terjadi kepada orang-orang yang istiqamah pada awalnya, tapi kemudian melenceng dari sunah. Hal ini terjadi kepada iblis, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa iblis telah beribadah kepada Allah selama 80.000 tahun. Begitu juga apa yang dialami oleh Bal’am bin Ba’ura yang telah dikaruniai Allah, namun dia selalu mengikuti nafsunya. Atau kepada Barshisha, seorang ahli ibadah yang diceritakan dalam firman-Nya,

 

“(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu!” (QS. al-Hasyr: 16)

 

Diriwayatkan ada seorang laki-laki di Mesir yang selalu mengumandangkan azan dan melaksanakan shalat. Laki-laki tersebut rajin beribadah dan sangat taat. Suatu hari, dia menaiki menara untuk mengumandangkan azan. Menara tersebut berada di atas rumah milik seorang Nasrani. Pada saat dia akan naik ke atas menara, seketika itu juga dia melihat anak gadis si pemilik rumah itu. Lalu, dia pun menemuinya. Dia tidak mengumandangkan azan, namun pergi ke rumah gadis itu.

 

Sesampainya di rumah gadis, gadis itu lalu bertanya, “Apa yang kamu inginkan?” Dia menjawab, “Aku menginginkanmu.” Gadis itu berkata, “Kenapa kamu menginginkanku?” Dia menjawab, “Karena kamu telah mencuri perhatianku.” Gadis itu berkata, “Jawabanmu meragukanku.” Dia menjawab, “Kalau begitu, aku akan menikahimu.” Gadis itu berkata, “Kamu seorang muslim, sedangkan aku seorang Nasrani. Ayahku tidak akan menikahkanku denganmu.” Dia menjawab, “Kalau begitu aku akan pindah agama menjadi seorang Nasrani.” Gadis itu lalu berkata, “Jika begitu, lakukanlah.”

 

Kemudian laki-laki tersebut menjadi seorang Nasrani dan tinggal bersama gadis itu. Pada hari itu juga, laki-laki tersebut naik ke atas rumahnya lalu terjatuh dan meninggal. Sedangkan dia sudah menjadi pemeluk Nasrani. Na‘udzu billah.

 

Diriwayatkan seorang laki-laki yang mencintai seorang wanita, namun wanita tersebut benci kepadanya. Saking karena cintanya, laki-laki itu jatuh sakit dan terbaring di ranjangnya. Lalu, disuruhlah seorang perantara di antara keduanya, hingga wanita tersebut mau menjenguknya. Saking gembiranya, laki-laki tersebut merasa diringankan dari penderitaannya. Di tengah jalan, tiba-tiba wanita itu mengurungkan niatnya, lalu pulang kembali seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak mau terjerumus ke dalam tindakan yang mencurigakan. Aku tidak mau menjadi gunjingan orang.”

 

Setelah laki-laki itu tahu bahwa wanita tersebut tidak jadi menjenguknya, dia pingsan dan semakin parah penyakitnya. Lalu, muncullah darinya tanda-tanda kematian.

 

Perawi berkata, aku dengar Laki-laki itu berkata di saat sakitnya semakin parah,

 

“Salam, hai pelipur laraku hai penyejuk jiwaku yang kotor yang sakit karena diliputi duka dan didera nestapa yang kudambakan adalah keridaanmu oleh hatiku yang terluka daripada rahmat sang Pencipta Yang Mahaagung lagi Mahakuasa.”

 

Perawi berkata, aku lalu berkata kepadanya, “Hai Fulan, bertakwalah kepada Allah Ta’ala.” Namun dia menjawab, “Apa yang telah terjadi sudah terjadi.” Aku lalu bangkit untuk meninggalkannya. Baru juga sampai ke depan pintu, dia telah meninggal. Na’udzu billah, kita berlindung kepada Allah dari kesudahan yang buruk dan su’al-khatimah (akhir yang jelek).

 

Syekh al-Qurthubi berkata, diriwayatkan oleh Bukhari dari Salim bin Abdullah, dia berkata bahwa Nabi Saw. sering kali bersumpah dengan mengucapkan, “Tidak, demi Allah yang membolak-balikkan hati.” Maksudnya adalah mengubah hati seseorang dengan cepatnya. Cepatnya melebihi kecepatan angin, seperti perasaan suka jadi benci, perasaan mau jadi tidak mau, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. al-Anfal: 24)

 

Menurut Mujahid, maksud ayat tersebut adalah memisahkan seseorang dengan pikirannya hingga dia tidak menyadari apa yang telah dilakukannya. Menjelaskan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.” (QS. Qaf: 37) Maksud hati dalam ayat tersebut adalah pikiran.

 

Menurut ath-Thabari, Allah-lah yang memiliki hati setiap hamba. Dia lebih berkuasa terhadap hati-hati hamba-Nya daripada mereka sendiri, hingga seseorang tidak mengetahui apa pun kecuali seizin Allah.

 

Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. sering kali mengucapkan, “Ya Tuhan, yang membolak-balikkan hati, berilah ketetapan dalam hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.” Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ketika akan berdoa, engkau sering kali mengucapkan itu. Takutkah engkau wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Aisyah, apa yang membuatku aman dari-Nya? Bukankah hati seorang hamba berada di antara dua buah jari dari jari-jari Tuhan Yang Mahakuasa. Jika Dia bermaksud membalikkan hati seorang hamba, bagi Dia itu sangatlah mudah.”

 

Para ulama berkata, jika hidayah Allah berpaling, istiqamah terhenti, akhir hidup manusia sesuatu yang gaib, dan kehendak Allah tidak terkalahkan, maka kamu janganlah bangga dengan imanmu, amalmu, shalatmu, puasamu, dan semua amal baikmu yang lain. Karena, walaupun itu hasil usahamu, namun tetap ciptaan Tuhanmu juga, sebagai pemberian dan karunia-Nya kepadamu. Jika kamu membanggakan itu semua, berarti kamu sama saja dengan membanggakan harta orang lain. Mungkin bisa saja dia mengambil harta miliknya sewaktu-waktu darimu hingga hailmu menjadi kosong. Banyak taman yang kemarin bunganya tumbuh tetapi sekarang sudah layu kering hingga beterbangan karena angin. Begitu juga, banyak juga terjadi seorang hamba yang dahulu hatinya bersih, sekarang menjadi kotor.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Utsman, dia berkata, “Jauhilah minuman keras (arak), karena dia adalah induk segala kejahatan. Sebelum kalian, sungguh ada seorang laki-laki yang rajin ibadah. Lalu, ada seorang wanita pelacur yang membujuknya, agar ia mau memenuhi undangannya untuk menjadi saksi terhadap pernyataan syahadat wanita tersebut.

 

Wanita pelacur itu lalu mengutus seorang pembantunya untuk menyampaikan undangan tersebut, lalu berkata, “Majikan kami seorang wanita. la mengundangmu untuk menjadi saksi atas syahadatnya.” Laki-laki itu. kemudian pergi untuk memenuhi undangan perempuan itu. Sesampainya di tempat tujuan, laki-laki itu masuk ke rumah itu. Setiap kali dia masuk pintu, pembantu itu menguncinya. Hingga akhirnya laki-laki itu sampai di suatu tempat. Di sana, dia bertemu dengan seorang wanita cantik dan anak kecil serta beberapa gelas minuman keras.

 

Wanita itu lalu berkata, “Aku mengundangmu ke sini bukan untuk menjadi saksi syahadatku melainkan agar kamu tunduk kepadaku. Jika tidak, kamu boleh pilih, meminum satu gelas arak atau membunuh anak kecil ini.’ Maka laki-laki itu memilih meminum arak. Setelah meminum satu gelas, laki-laki itu berkata, “Tambah lagi minuman untukku.” Laki-laki itu terus menerus meminum arak dan tanpa disadari dia tunduk kepada perempuan itu dengan berbuat zina dengannya. Setelah itu, dia membunuh anak kecil tadi.

 

Karenanya, jauhilah arak, demi Allah, tidak akan terkumpul dalam diri seseorang itu antara iman dan kebiasaan meminum arak, melainkan salah satunya akan mengeluarkan yang lain.

 

Diriwayatkan ada seorang tawanan muslim yang hafal al-Qur’an. Dia ditugaskan membantu dua orang rahib (pendeta). Dari tawanan muslim itu, kedua rahib tersebut banyak menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Akhirnya, kedua rahib tersebut masuk Islam, sedangkan tawanan muslim menjadi seorang Nasrani. Lalu, dikatakan kepada tawanan tersebut, “Kembalilah kepada agamamu semula karena kami tidak memerlukan lagi orang yang tidak menjaga agamanya.” Tawanan itu lalu berkata, “Selama-lamanya, aku tidak akan kembali kepadanya.” Maka kemudian tawanan tersebut dibunuh.

 

Utusan Malaikat Maut Sebelum Terjadinya Kematian

 

Dikisahkan dalam sebuah khabar, bahwa sebagian nabi bertanya kepada Malaikat Maut, “Adakah utusan yang memperingatkan kepada manusia agar mereka bersiap-siap menerima kedatanganmu?” Malaikat Maut menjawab, “Ya. Aku telah memperingatkan kepada mereka dengan mengirim banyak utusan. Di antaranya, tenaga yang sudah menurun, penyakit, tumbuhnya uban, usia yang sudah lanjut, serta pendengaran dan penglihatan yang sudah mulai berubah. Jika orang tersebut belum bertobat, maka aku akan berkata ketika mencabut nyawanya, bukankah telah aku kirim kepadamu utusan demi utusan dan peringatan demi peringatan? Aku adalah utusan dan pemberi peringatan yang terakhir.”

 

Sepanjang matahari masih terbit dan terbenam, Malaikat Maut selalu berseru, “Hai orang-orang yang berumur 40  tahun, inilah saatnya kalian untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, karena pikiran dan kekuatanmu masih kuat. Hai orang-orang yang berumur 50 tahun, waktu memetik hasil telah dekat. Hai orang-orang yang berumur 60 tahun, kalian telah lupa dengan azab dan tidak mengindahkan panggilan, dan tidak ada seorang pun yang menjadi penolong kalian.” Firman Allah Ta’ala, “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37)

 

Demikian disebutkan oleh Abu al-Faraj lbnu al-Jauzi dalam kitabnya, Raudhah al-Musytaq wa ath-Thariq Ila al-Malik al-Khallaq.

 

Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan dar; Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Allah telah memberi kemudahan kepada seseorang dengan menangguhkan ajalnya hingga umur 60 tahun.” Allah telah memberikan kemudahan yang terbesar kepada Bani Adam dengan mengutus para rasul untuk menyempurnakan risalah mereka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. al-isra’: 15)

 

Ada yang berkata bahwa pemberi peringatan di sini adalah al-Qur’an. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah para rasul yang diutus kepada mereka.

 

Ibnu Abbas, ikrimah, Sufyan, Waki’, Husain bin al-Fadhl, al-Farra’, dan Thabrani, mereka semua berkata bahwa makna asy-syaib (tumbuhnya uban), karena uban itu datang kepada seseorang pada usia tua, merupakan tanda untuk memisahkan usia muda dan tua, sebagaimana syair ini,

 

“Aku sudah saksikan tumbuhnya uban sebagai pengingat kematian bagi pemiliknya, dan cukupkah itu sebagai penegur.”

 

Dikisahkan Malaikat Maut mendatangi Nabi Daud a.s.. lalu Nabi Daud berkata padanya, “Siapa engkau?” Malaikat Maut menjawab, “Tiada pembesar yang aku takuti, tiada satu pun benteng yang dapat mencegahku, dan tiada seorang pun yang dapat menyuapku.” Nabi Daud berkata, “Engkaulah Malaikat Maut.” Malaikat Maut menjawab, “Benar.” Nabi Daud berkata, “Mengapa engkau mendatangiku di saat aku belum siap?” Malaikat Maut lalu berkata, “Di manakah Fulan temanmu itu? Di manakah tetanggamu Fulan?” Nabi Daud menjawab, “Dia telah meninggal.” Malaikat Maut berkata, “Mereka semua merupakan peringatan kepadamu agar engkau siap-siap menghadapi kematian.”

 

Ada yang berkata, orang yang meninggal itu merupakan pemberi peringatan, namun tidak berbicara. Ada juga yang mengatakan bahwa demam itu merupakan pemberi peringatan.

 

Al-Azhari berkata, demam merupakan utusan kematian. Maksudnya, mengingatkan kita terhadap kematian.

 

Ada juga yang mengatakan, kematian keluarga, teman, kerabat, merupakan peringatan untuk kita semua di setiap waktu.

 

Ada yang berkata, akal yang sempurna yaitu akal yang mengetahui hakikat segala sesuatu, dapat membedakan yang baik dan buruk, dan rida terhadap keputusan dar! Tuhan. Maka, akal yang seperti inilah yang dapat berfungsi sebagai pemberi peringatan. Adapun pemberi peringatan yang diutus kepada Bani Adam yaitu para rasul, masa tua, dan lain sebagainya.

 

Usia 60 tahun merupakan peringatan yang terakhir. Pada usia ini ketetapan Allah telah mendekati seseorang. Pada usia ini, sepantasnya seseorang menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya. Serta, siap menerima takdir berjumpa dengan-Nya.

 

Dua pemberi peringatan itu, antara lain:

 

Pertama, peringatan yang disampaikan oleh Nabi Saw..

 

Kedua, masa tua, yaitu usia yang telah mencapai 40 tahun. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu” (QS. Al-Ahqaf: 15)

 

Allah mengatakan bahwa jika orang telah mencapai usia 40 tahun, sudah waktunya menghitung nikmat-nikmat Allah dan bersyukur kepada orang tuanya.

 

Malik berkata, “Aku mendapati orang-orang berilmu yang bermukim di daerahku selalu bekerja keras untuk dunianya dan bergaul satu sama lainnya. Namun, jika sudah menginjak usia 40 tahun, mereka mengasingkan diri dari orang banyak.”

 

Beberapa orang ulama mengisahkan bahwa ada seorang alim yang senang sekali beristirahat di taman. Dan, yang boleh ada di taman tersebut hanyalah orang-orang yang berilmu. Namun, ia melihat ada seorang laki-laki yang masuk ke taman dengan menyelinap di antara pohon-pohon.

 

Orang alim itu lalu marah dan berkata, “Siapa yang mengizinkan orang ini masuk?” Lalu, laki-laki itu datang menghadapnya dan berkata, “Bagaimana pendapat tuan tentang seseorang yang berutang, namun dia berpendapat boleh tidak membayarnya?” Orang alim itu menjawab, “Hakim boleh memberinya waktu, jika itu dianggap baik.” “Itu juga telah dilakukan, namun tetap saja tidak membayarnya,” kata laki-laki itu. “Kalau begitu dia harus dihukum,” jawab orang alim itu. Laki-laki itu lalu berkata, “Sungguh, hakim telah berlaku lembut terhadapnya bahkan memberinya tempo lebih dari 50 tahun.” Orang alim itu lalu menundukkan kepala, dan keringat bercucuran dari wajahnya. Adapun laki-laki tersebut pergi meninggalkannya. Setelah sadar, orang alim itu pergi mencari laki-laki si penanya tersebut. Dan penjaga taman pun tidak melihat ada orang yang keluar masuk taman itu. Lalu orang alim itu berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Pulanglah kalian.” Semenjak itu, dia tidak pernah terlihat lagi kecuali di dalam majelis ta’lim di saat dia mengajar.

 

Beberapa Kisah Tentang Peringatan dan Ancaman Menjelang Kematian

 

Dikisahkan ada seorang yang kaya raya yang mempunyai seorang budak wanita. Jika kematian datang kepadanya, dia selalu menolaknya jika tidak didahului dengan tahapan-tahapannya. Ketika ditanya alasannya, dia pun langsung bercerita, tiap kali aku bersenang-senang dengan budak wanitaku, aku semakin cinta padanya. Suatu hari, saat aku menyingkapkan rambutnya, terlihat dua helai rambutnya yang putih. Lalu aku cabut dan aku perlihatkan kepadanya. Namun tiba-tiba dia berkata, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” (QS. al-Isra’: 81)

 

Dia lalu menatapku dan berkata, “Ketahuilah, jika tidak ada kewajibanku untuk menaailmu, pastinya aku tidak akan kembali kepadamu. Karenanya, biarkan siang atau malam ini aku mengumpulkan bekal akhiratku.” Aku lalu berkata, “Tidak mengapa aku tidak disebut dermawan juga.” Aku lihat dia marah kepadaku, dan berkata, “Apakah engkau menghalangiku dari Tuhanku, padahal Tuhanku telah memberitahuku bahwa aku akan segera bertemu dengan-Nya.” Dia lalu berdoa, “Ya Allah, semoga dia membenciku.”

 

Malam itu, aku menjauhkannya dariku, itulah yang aku sukai. Malahan, aku kemudian berusaha untuk menjualnya. Lalu, datanglah kepadaku seseorang yang akan membelinya sesuai dengan harga yang aku inginkan. Ketika aku akan menerima bayarannya, wanita itu menangis. Aku lalu berkata padanya, “Ini adalah yang kamu inginkan, bukan?” Wanita itu lalu berkata, “Demi Allah, di dunia ini hanya engkau yang aku sukai. Namun, maukah engkau memerdekakanku karena Allah ‘Azza wa Jalla? Itu akan membuat engkau memiliki yang lebih besar daripada memiliki diriku, dan mendapatkan pahala yang besar karenanya.” Aku lalu berkata, “Ya, aku merdekakan kamu.” Wanita itu lalu berdoa, “Semoga Allah memperkenankan akadmu, dan membalasmu dengan berlipat ganda.” Dan semenjak itu, aku berzuhud karena wanita tersebut.

 

Abdullah bin Nuh berkata, aku pernah melihat laki-laki tua di masjid Rasulullah Saw.. Sering aku melihatnya sedang membersihkan debu dari dinding-dinding masjid dengan pelepah kurma. Ketika aku tanyakan tentang dia, salah seorang menjawabnya, “Dia merupakan salah seorang keturunan Utsman bin Affan.

 

Sebenarnya dia telah mempunyai beberapa anak, beberapa budak, dan harta kekayaan yang melimpah. Suatu hari, di saat melihat wajahnya di cermin, dia berteriak kemudian gila hingga akhirnya tinggal di masjid, seperti yang kamu lihat ini. Jika keluarganya hendak mengobatinya, dia melarikan diri dan berlindung di kubur Rasulullah Saw. yang mulia, kemudian mereka pun membiarkannya.”

 

Setelah mendengar cerita itu, aku pun mengamatinya di siang hari. Dia baik-baik saja, tidak ada yang kurang. Malam harinya, aku mengamatinya lagi. Setelah tengah malam, aku lihat dia keluar masjid, lalu aku pun mengikuti di belakangnya. Ternyata, dia pergi ke kuburan Baqi’. Di tempat itu, dia berdiri, shalat, dan menangis hingga menjelang terbit fajar. Setelah itu, dia duduk dan berdoa. Setelahnya, datang seekor binatang kepadanya. Aku tidak mengetahuinya, apakah itu seekor domba, rusa, atau yang lainnya. Binatang tersebut berdiri persis di depannya. Lalu, laki-laki itu menetek dari puting susu binatang tersebut dan mengelus-elus punggungnya sambil berkata, “Pergilah, semoga Allah merahmailmu.” Binatang tersebut kemudian berpaling.

 

Aku segera berangkat mendahuluinya ke masjid. Aku terus melakukannya beberapa malam. Saat dia keluar menuju kuburan Baqi’, aku mengikutinya tanpa sepengetahuannya. Aku mendengarnya di saat dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengutus dia kepadaku, namun Engkau belum mengizinkannya. Jika Engkau telah meridaiku, maka izinkanlah aku. Namun, jika Engkau tidak meridainya, maka berikanlah pertolongan kepadaku dan kepada yang Engkau ridai.”

 

Aku lalu mendatangi laki-laki tua itu untuk pamitan, di saat sudah dekat kepulanganku meninggalkan kota Madinah. Aku lalu berkata kepadanya, “Beberapa malam ini, aku selalu menemanimu di saat kamu berada di Baqi’. Aku shalat mengikuti shalatmu dan mengaminkan doamu.” Dia lalu berkata, “Apakah Kamu memberitahukan hal tersebut kepada yang lain?” “Tidak,” jawabku. Dia lalu berkata, “Pergilah kamu baik-baik.” Aku lalu bertanya lagi kepadanya, “Tolong ceritakan kepadaku, apa tanda yang telah dikirimkan kepadamu?” Laki-laki itu lalu berkata bahwa dia melihat dirinya di cermin, tiba tiba dilihatnya uban berada di wajahnya, dan itu merupakan tanda dari Allah.

 

Lalu, aku meminta kepadanya agar mendoakanku, namun dia menolaknya, karena merasa belum pantas. Dia lalu berkata, “Mari kita bertawasul dengan wasilah Rasulullah Saw..” Akhirnya kami berdua pergi menuju kubur Rasulullah Saw. yang mulia itu. Sesampainya di sana, dia bertanya kepadaku, “Apa kebutuhanmu ?” “Permintaan maaf,” jawabku. Lalu, laki-laki tua itu berdoa dan aku mengaminkannya. Namun, tiba-tiba dia condong ke dinding kubur, dan akhirnya dia meninggal.

 

Lalu, aku pun menghindar darinya, dan Orang-orang pun mengerti apa yang terjadi padanya. Maka, anak-anak dan budak-budaknya datang dan membawa serta mengurus jenazah laki-laki itu. Bersama yang lain, aku pun sempat menshalatinya.

 

Diceritakan, dahulu ada seorang raja Yunani. Dia mempunyai pelayan seorang budak wanita, yang khusus mengurus pakaian raja. Pelayan tersebut belum pernah terdidik. Suatu hari, dia memakaikan pakaian raja dan memasang cermin di depannya. Terlihat oleh raja sehelai rambut putih, lalu pelayan tersebut memotong uban tersebut. Kemudian uban itu dia tempelkan ke telinganya.

 

Lalu raja berkata padanya, “Apa yang kamu dengarkan dari uban tersebut?” Pelayan itu menjawab, “Rambut ini mendapat cobaan. la tidak mendapat kehormatan lagi dekat dengan raja. Aku mendengar dia berkata dengan perkataan ajaib.” “Apakah itu?” Tanya raja. Pelayan menjawab, “Aku tidak berani mengatakannya.”

 

“Coba katakan! Jika perkataanmu bijak, kamu pasti aman.” Jawab raja. Pelayan itu lalu berkata, sesungguhnya uban itu mengatakan, “Wahai raja, yang berkuasa sementara, dari semula aku khawatir bahwa engkau akan menghukumku dengan sewenang-wenang. Karenanya, aku tidak muncul selama ini. Namun, akhirnya, aku mengambil janji anak-anakku agar membalas dendam kepadamu. Sekarang, mereka tidak sabar lagi untuk memberontak kepadamu. Mungkin mereka akan membunuhmu atau mengurangi nafsumu, Kekuatanmu, ataupun kesehatanmu, hingga kamu menyangka bahwa Kematian itu adalah seekor kambing.”

 

Raja lalu berkata, “Tolong tulis perkataanmu itu.” Pelayan itu lalu menulis apa yang tadi dia ucapkan. Akhirnya, raja itu merenung sendiri, lalu melepaskan kerajaannya sambil berkata, “Mungkin, inilah maksudnya.”

 

Diceritakan dalam kisah Israiliyat, ketika Nabi Ibrahim a.s. pulang dari mengurbankan anaknya kepada Tuhan ‘Azza wa Jalla, Sarah, istrinya melihat sehelai rambut putih pada janggut beliau. Nabi Ibrahim a.s. merupakan manusia pertama yang beruban di muka bumi. Melihat itu, Sarah seolah-olah tidak mempercayainya. Kemudian dia memperhatikan rambut suaminya.

 

Adapun Nabi Ibrahim a.s. merasa tertarik dengan uban tersebut. Sedangkan Sarah tidak menyukainya dan menyuruh beliau agar menghilangkannya, namun dia tidak mau. Pada saat itu, lalu datanglah Malaikat Maut sambil berkata, “Keselamatan semoga tercurah kepadamu, wahai Ibrahim.”

 

Nama beliau aslinya yaitu Ibram. Namun Malaikat Maut menambahnya dengan huruf Ha, yang dalam bahasa Suryani berarti ungkapan penghormatan. Karenanya, Nabi Ibrahim a.s. senang dengan panggilan tersebut. Dia lalu berkata, “Aku bersyukur kapada Tuhanku dan Tuhan segala sesuatu.” Malaikat Maut lalu berkata kepadanya, “Sungguh, Allah benar-benar telah menjadikanmu orang mulia di kalangan penghuni langit dan bumi. Tanda kehormatan tersebut Allah berikan pada namamu dan fisikmu, Adapun namamu, baik di langit maupun di bumi, kamu tetap dipanggil Ibrahim. Pada fisikmu, Allah menjadikan kemuliaan, dan pada rambutmu Allah menjadikan cahaya.

 

Nabi Ibrahim a.s. lalu mengabarkannya kepada Sarah apa-apa yang telah dikatakan Malaikat Maut tadi, lalu dia berkata, “Apa yang kamu benci, sebetulnya itu adalah cahaya dan kemuliaan.” Sarah lalu berkata, “Aku tetap tidak menyukainya.” “Namun aku menyukainya,” jawab Nabi Ibrahim, lalu dia berdoa, “Ya Allah, tambahkanlah cahaya dan kemuliaan kepadaku.” Maka keesokan harinya, janggut Nabi Ibrahim a.s. semuanya menjadi putih.

 

Dalam atsar Nabi Saw. dikatakan, “Barang siapa beruban sehelai dalam keadaan Islam, maka uban itu menjadi penerang di hari Kiamat.” Nabi Saw. juga bersabda, “Sesungguhnya Allah merasa malu mengazab orang yang beruban.”

 

Kapan Manusia Tidak Mengenal Lagi Sesamanya? Serta Anjuran Bertobat

 

Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, kapan seseorang itu tidak lagi mengenal sesamanya?” Beliau menjawab, “Jika dia telah melihat kenyataan (maut).”

 

Sabda Nabi Saw., “jika dia telah melihat kenyataan (maut),” Maksudnya adalah jika orang yang akan meninggal itu telah melihat kehadiran Malaikat Maut dan para malaikat lainnya. Wallahu a’lam.

 

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selama (roh) belum sampai di tenggorokan.”

 

Maksudnya, Jika nyawa (roh) sudah sampai di tenggorokan, maka tobat seseorang tidak akan diterima. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka iman mereka ketika mereka telah melihat azab Kami tidak berguna lagi bagi mereka.” (QS. Ghafir: 85)

 

“Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” (QS. an-Nisa’: 18)

 

Allah telah memberikan kemudahan ke. pada hamba-Nya untuk bertobat dari segala amal jahatnya sebelum ajal datang kepadanya, yaitu saat roh sampai di kerongkongan dan urat tali jantung telah terputus. Karenanya, seseorang mesti bertobat sebelum datang kematian dan se. belum roh sampai di kerongkongan, sebagaimana firman-Nya,

 

“Kemudian mereka segera bertobat.” (QS. an-Nisa’: 17)

 

Menurut Ibnu Abbas dan as-Suddi, maksud dari makna min qarib yaitu sebelum datangnya penyakit dan kematian. Sedangkan menurut Abu Mujlaz, adh-Dhahhak, ‘Ikrimah, Ibnu Zaid, dan yang lainnya, bahwa yang dimaksud min qarib yaitu sebelum seseorang dilihat oleh Malaikat Maut, sebelum dicabut nyawanya, dan sebelum orang tersebut tidak sadarkan diri.

 

Para ulama berpendapat, sah bertobat di saat melihat Malaikat Maut, karena pada saat itu masih ada harapan, sebagaimana sahnya penyesalan dan keinginan untuk meninggalkan perbuatan dosa.

 

Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa makna ayat tersebut yaitu segeralah bertobat setelah berbuat dosa yang tidak terus menerus. Menyegerakan bertobat di saat sehat lebih utama daripada hanya berbuat amal saleh.

 

Dikisahkan oleh al-Hasan, saat berada di surga, iblis berkata kepada Allah, “Aku bersumpah, selama roh masih berada di dalam jasadnya, aku tidak akan melepaskan Bani Adam (manusia).” Allah lalu berfirman, “Aku juga bersumpah, selama roh belum sampai di tenggorokannya, Aku masih membuka pintu tobat bagi Bani Adam.”

 

Hukum Tobat dan Syarat-syaratnya

 

Bagi semua orang-orang mukmin, tobat wajib baginya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. an-Nur: 31)

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS. at-Tahrim: 8)

 

Empat macam syarat untuk bertobat, yaitu menyesali diri dalam hati, meninggalkan perbuatan maksiat pada waktu itu) juga, bermaksud tidak mengulangi perbuatan maksiat tersebut, dan memupuk atau menanamkan sikap malu serta takut kepada Allah. Jika tidak terpenuhi salah satu syaratnya maka tidak sah tobatnya.

 

Ada juga yang mengatakan bahwa syarat tobat itu adalah mengakui perbuatan dosa itu sendiri, banyak bersitigfar, dan menanamkan makna tobat di dalam hati, tidak sekedar hanya diucapkan dengan lidah.

 

Orang yang hanya mengucapkan istigfar di lidah, namun dalam hatinya masih tersimpan untuk melakukan maksiat lagi, maka istigfar tersebut masih membutuhkan istigfar lagi, sebagaimana yang dikatakan Hasan al-Bashri, “Istigfar kita membutuhkan istigfar.”

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, itulah ucapan Hasan al-Bashri pada waktu zamannya. Kalau Zaman sekarang, Orang-orang berbuat zalim dan tobat dijadikan sesuatu guyonan saja. Merekalah yang orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan.” (QS. al-Baqarah: 231)

 

Diriwayatkan dari Ali, suatu hari dia melihat seorang laki-laki yang berdoa setelah mengerjakan shalatnya, “Ya Allah, aku memohon ampunan dan bertobat kepada Mu dengan segera.” Ali lalu berkata kepadanya, “Bersegera mengucapkan istigfar merupakan tobatnya pembohong. Tobat membutuhkan tobat lagi sesudahnya.”

 

Dia lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apa sebenarnya makna tobat itu?” Ali menjawab, “Tobat itu merupakan satu kata yang memiliki enam makna, yaitu bertobat untuk dosa-dosa yang lampau, menyesali diri karena telah banyak meninggalkan beberapa kewajiban, bertobat atas kezaliman, membiasakan diri agar selalu taat kepada Allah, memerintahkan kepada diri sendiri agar merasakan ketaatan, menghiasi diri dengan ketaatan kepada Allah dan banyak menangis sebagai gantinya tawa.”

 

Dikatakan juga bahwa yang dimaksud tobat nasuha adalah mengembalikan kembali barang-barang yang telah diambil secara zalim, melenyapkan pertengkaran, dan membuat kita selalu taat kepada Allah.

 

Dosa-dosa yang harus ditobati itu bisa berupa kekafiran atau yang lainnya. Bagi orang kafir, tobatnya dengan beriman sambil menyesali atas kekafirannya yang lalu. Adapun dosa-dosa selain kekafiran, bisa berupa pelanggaran terhadap hak Allah dan pelanggaran terhadap hak manusia.

 

Bertobat dari pelanggaran terhadap hak Allah cukup dengan meninggalkannya. Namun, ada juga yang harus diqadha menurut syara, seperti shalat dan puasa. Selain itu ada juga yang harus dengan kafarat, seperti sumpah.

 

Bertobat dari pelanggaran terhadap hak manusia, seperti menyampaikan kepada orang yang berhak menerimanya. Jika orang tersebut telah meninggal, maka bersedekah atas nama mereka. Jika tidak mempunyai apa pun karena miskin, maka dianjurkan untuk meminta ampun kepada Allah Ta’ala.

 

Siapakah Orang Bertobat tu?

 

Dijelaskan dalam sebuah hadis marfu’ mengenai sifat orang yang bertobat, yang diriwayatkan dari lbnu Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Apakah kalian tahu, siapakah yang sebenarnya bertobat itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya, wahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Seseorang yang bertobat tapi tidak pemaaf dan selalu dendam, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah pakaiannya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah majelisnya (teman-temannya), maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah nafkah serta perhiasannya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah tempat tidur dan bantalnya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah akhlaknya, maka dia belum

 

dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi tidak lapang hati dan lapang tangan, maka dia belum dikatakan bertobat.” Beliau lalu bersabda, “Siapa saja yang bertobat dari semua yang telah aku sebutkan tadi, maka itu sebenar-benarnya tobat.”

 

Para ulama berkata, yang dimaksud pemaaf yaitu meridakan segala perbuatan keji seseorang terhadap kita. Yang dimaksud mengubah pakaian yaitu menggantinya dari yang haram ke yang halal. Jika pakaian tersebut berupa rasa angkuh dan sombong, maka diubah dengan pakaian kesederhanaan. Yang dimaksud mengubah majelis yaitu meninggalkan majelis yang penuh dengan canda tawa, permainan, kebodohan, dan bid’ah kepada majelis zikir atau majelis para salihin.

 

Yang dimaksud mengubah makanan yaitu dengan memakan barang-barang yang halal dan meninggalkan segala yang syubhat. Yang dimaksud mengubah nafkah yaitu mencari nafkah dengan cara yang halal dan meninggalkan cara yang haram. Yang dimaksud mengubah perhiasan yaitu meninggalkan segala perhiasan, baik itu perabotan, rumah, ataupun pakaian. Yang dimaksud mengubah tempat tidur yaitu melakukan ibadah malam sebagai pengganti dari sifat lalai dan maksiat, sebagaimana firman-Nya

 

“Lambung mereka jauh dari tempat ti. durnya.” (QS. as-Sajdah 16)

 

Yang dimaksud mengubah akhlak yaity mengubah dari sifat keras ke lembut, sempit ke lapang, pemarah ke toleran. Yang dimaksud lapang hati yaitu memberi kepercayaan dan bersikap istiqamah. Yang dimaksud lapang tangan yaitu pemurah, mengubah perbuatan dosa, dan menyesali perbuatan yang menyebabkan kerugian diri sendiri. Jika beberapa syarat tobat dan semua yang disebutkan tadi bisa diamalkan, pastinya Allah akan menerima tobat orang tersebut, walaupun dosa dan kesalahannya setinggi gunung. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Thaha: 82)

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ada seorang laki-laki yang telah membunuh 100 orang. Lalu laki-laki itu bertanya kepada seorang alim tentang tobatnya. Maka orang alim itu berkata, “Pergilah kamu ke suatu tempat yang banyak didiami oleh orang-orang saleh. Sungguh, orang-orang tersebut menyembah Allah. Di sana, beribadahlah kamu bersama mereka dan jangan kembali lagi ke negeri asalmu. Sungguh, negeri asalmu selalu berbuat dosa.”

 

Dalam Musnad Abu Daud ath-Thayalisi dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abdul Karim aiJazuri dari Ziyad dari Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, aku bersama dengan ayahku di samping Ibnu Mas’ud. Ayahku lalu berkata kepadanya, “Pernahkah engkau mendengar hadis Nabi Saw.

 

yang bersabda bahwa seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya lalu. bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya.” Dia lalu berkata, “Ya, aku juga pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa penyesalan itu adalah tobat.”

 

Dalam Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari, Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya lalu bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hatim al-Bisti dalam Musnad ash-Shahih dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. duduk di atas mimbar lalu berkata, “Aku bersumpah, demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya.” Beliau mengucapkannya sebanyak 3 kali. Beliau lalu terdiam sehingga setiap dari kami yang berada dekat beliau menangis sedih atas sumpah beliau. Beliau lalu berkata, “Tidaklah seorang hamba yang selalu mengerjakan shalat lima waktu, puasa Ramadan, dan meninggalkan tujuh dosa besar, kecuali pada hari Kiamat Allah akan membukakan baginya pintu surga yang delapan sehingga pintu-pintu itu bergetar.” Kemudian beliau membaca firman-Nya,

 

“Sika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalalahanmu.” (QS. an-Nisa’: 31)

 

Menurut syekh al-Qurthubi, al-Qur’an telah menunjukkan bahwa dosa itu ada yang besar dan ada juga yang kecil. Jadi tidak benar, jika ada yang beranggapan bahwa semua dosa merupakan dosa besar, sebagaimana yang terdapat dalam surah an-Nisa’ ayat 31.

 

Sejalan dengan itu, ada hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Shalat lima waktu yang dikerjakan dari Jumat ke Jumat berikutnya, dan puasa Ramadan sampai dengan puasa Ramadan berikutnya, itu dapat menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan antara waktu tersebut, sepanjang orang tersebut tidak melakukan dosa besar.”

 

Para ulama tafsir dan ulama fiqih menyepakatinya. Sedang dosa besar dapat dihapus dengan bertobat dan berjanji tidak akan pernah mengulanginya kembali.

 

Roh Orang Mukmin dan Kafir Tidak Akan Keluar Sebelum Dia Diberitahu Apa yang Akan Terjadi Pada Dirinya

 

lbnu al-Mubarak meriwayatkan dari Haiwah dari Abu Shakhr dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dia berkata, jika seorang mukmin akan meninggal, maka Malaikat Maut mendatanginya dan berkata, “Keselamatan atasmu, wahai wali Allah. Allah memberi salam kepadamu.” Lalu, Malaikat Maut mencabut nyawanya. Demikian sebagaimana firman-Nya

 

“(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum.” (QS. an-Nahl: 32)

 

Ibnu Mas’ud berkata, jika Malaikat Maut datang untuk mancabut roh seorang mukmin, dia akan berkata, “Tuhanmu mengucapkan salam untukmu.”

 

Al-Barra’ bin Azib berkata, maksud firman Allah,

 

“Penghormatan mereka” (orang-orang mukmin itu) ketika mereka menemui-Nya ialah, “Salam,” (QS. al-Ahzab: 44), yaitu Malaikat Maut akan mengucapkan salam pada orang mukmin ketika rohnya akan dicabut. Dan rohnya tidak akan keluar sebelum Malaikat Maut mengucapkan salam kepadanya.

 

Mujahid berkata, sesungguhnya seorang mukmin akan dikabari mengenai kebaikan anak-anaknya agar hatinya tenteram.

 

Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika seorang laki-laki saleh akan meninggal, maka para malaikat akan mendatanginya dan berkata,

 

“Keluarlah hai jiwa yang suci, dari tubuh yang suci. Keluarlah hai jiwa yang terpuji, bergembira rialah hai jiwa yang tentram, sungguh Tuhanmu meridainya, tidak murka.” Malaikat tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata itu hingga roh itu keluar dari jasad.

 

Kemudian malaikat membawanya naik ke langit. Sesampainya di langit, dibukakan pintu untuknya. Para malaikat penjaga pintu bertanya, “Siapa orang ini?” Malaikat menjawab, “Dialah Fulan bin Fulan.” Para malaikat penjaga pintu itu lalu berkata, “Selamat datang hai jiwa yang suci, yang berasal dari tubuh yang suci, masuklah dan bergembira rialah hai jiwa yang tenteram, sungguh Tuhanmu meridainya, tidak murka.” Tidak henti-hentinya perkataan tersebut diucapkan kepadanya hingga sampai ke langit, di mana roh itu menemui Allah.

 

Jika yang akan meninggal itu seorang yang banyak berdosa, maka malaikat berkata kepadanya, “Keluarlah hai jiwa yang kotor, dari tubuh yang kotor. Keluarlah hai jiwa yang tercela, kamu akan dimasukkan ke dalam neraka Jahim.”

 

Malaikat tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata itu hingga roh itu keluar dari jasad.

 

Kemudian malaikat membawanya naik ke langit. Sesampainya di langit, dibukakan pintu untuknya. Para malaikat penjaga pintu bertanya, “Siapa orang ini?” Malaikat menjawab, “Dialah Fulan.” Para malaikat penjaga pintu itu lalu berkata, “Tidak ada selamat datang untukmu hai jiwa yang kotor, yang berasal dari tubuh yang kotor. Pergilah hai jiwa yang tercela. Sungguh, pintu-pintu langit tertutup untukmu.” Kemudian roh (jiwa) itu keluar dari langit dan dikembalikan ke alam kubur.

 

Diriwayatkan oleh Syababah bin Yasar dan Suwar dari Ibnu Abi Dzi’b dari Muhammad bin Amr bin Atha’ dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya para malaikat akan mendatangi kepada orang yang akan meninggal. Jika dia seorang yang saleh, maka dikatakan kepadanya, “Keluarlah engkau hai jiwa yang bersih (suci).”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, “Jika roh seorang mukmin telah keluar, maka dua orang malaikat akan membawanya ke langit.”

 

Diceritakan oleh Hammad mengenai wanginya roh seorang mukmin. Para penghuni langit lalu berkata, “Telah datang roh yang baik dari bumi. Shalawat atasnya (roh) dan atas jasadmu yang telah kamu tempati.” Kemudian roh itu. dibawa kepada Allah, dan Allah berfirman, “Pisahkanlah dia hingga datang hari Kiamat.” Sedang bau busuk roh seorang kafir, para penghuni langit lalu berkata, “Telah datang roh yang kotor dari bumi.” Lalu dikatakan kepadanya, “Pisahkanlah dia hingga datang hari Kiamat.”

 

Dikatakan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw. lalu menutup hidungnya dengan secarik kain tipis.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa pun yang ingin berjumpa dengan Allah, maka Allah pun ingin berjumpa dengannya. Dan Siapa pun yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa dengannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Diceritakan bahwa Aisyah, atau sebagian istri beliau berkata kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya kami dahulu membenci kematian.” Beliau lalu berkata, “Jangan begitu, sebab jika seorang mukmin meninggal, maka dia akan digembirakan dengan keridaan dan kemuliaan dari Allah. Tidak ada sesuatu pun yang diharapkannya Saat itu kecuali berjumpa dengan Allah, dan Allah pun senang berjumpa dengannya. Namun, jika seorang kafir yang meninggal, maka dia akan diberi kabar tentang azab Allah dan hukuman-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang lebih dibencinya saat itu kecuali berjumpa dengan Allah, dan Allah pun benci berjumpa dengannya.”

 

Beberapa Hadis yang Menerangkan Proses Keluarnya Roh

 

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa dia berkata kepada Syuraih bin Hani sesuatu yang didengarnya dari Abu Hurairah. Aisyah berkata, “Bukan seperti itu, namun jika Kulitnya telah meradang, matanya telah terbuka (karena kematian telah datang kepadanya), dan kerongkongannya berbunyi. Maka Allah pun ingin sekali berjumpa dengannya. Dan siapa yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa dengannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Dirtwayatkan dari Aisyah, dia berkata, jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba maka diutuslah malaikat kepadanya selama setahun sebelum kematiannya untuk membetulkan amalnya, dan dijadikannya seorang yang selalu berbuat amal saleh, hingga saat dia meninggal orang-orang berkata, “Fulan meninggal dalam keadaan baik.” Ketika rohnya akan dicabut, dilihatnya pahala yang telah dikumpulkannya. Jiwanya merasa senang dan rindu ingin berjumpa dengan Allah, dan Allah pun ingin berjumpa dengannya.

 

Namun, jika Allah menginginkan keburukan pada seorang hamba, maka diutuslah setan selama setahun sebelum kematiannya untuk menyesatkan dan menimpakan fitnah kepadanya, hingga saat dia meninggal orang-orang berkata, “Fulan meninggal dalam keadaan buruk.” Ketika rohnya akan dicabut, dilihatnya azab Allah yang akan mengenai dirinya. Saat itulah, dia benci berjumpa dengan Allah dan Allah pun benci berjumpa dengannya.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Bab Taqdir dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, jika Allah ‘Azza wa Jalla menginginkan kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan melakukannya.” Maka dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah melakukannya?” Beliau menjawab, “Allah akan memberi petunjuk kepadanya untuk beramal saleh sebelum kematiannya.” Menurut Abu tsa, hadis ini sahih.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, ada hadis lain yang berkenaan dengan hal itu, “Jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan memberinya madu.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud dari memberinya madu itu?” Beliau bersabda, “Allah akan membukakan pintu bagi orang tersebut untuk berbuat baik, hingga semua orang di sekitarnya meridainya.”

 

Dari Qatadah, mengenai tafsir firman Allah Ta’ala, “Maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga (yang penuh) kenikmatan.” (QS. al-Waqi’ah: 89). Dia berkata, yang dimaksud “rauh” adalah rahmat atau kasih sayang, dan “rathan” adalah perjumpaan dengan malaikat ketika akan meninggal.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Juraij bahwa Rasulullah Saw. menjelaskan kepada Aisyah mengenai tafsir firman Allah Ta’ala, “Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),” (QS. al-Mu’minun: 99). Beliau bersabda, jika seorang mukmin melihat para malaikat, maka para malaikat berkata kepadanya, “Kami akan mengembalikanmu lagi ke dunia.” Orang mukmin itu pasti akan berkata, “Ke negeri kesusahan dan kesedihan?” Lalu dia berkata lagi, “Bawalah aku menghadap Allah.” Adapun orang kafir, maka malaikat akan berkata kepadanya, “Kami akan mengembalikanmu lagi ke dunia.” Orang kafir itu pasti akan berkata, “Kembalikanlah aku ke dunia agar aku dapat berbuat amal-amal saleh.”

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Hingga sampai ke langit, di mana roh itu menemui Allah” maksudnya, sampai ke langit di mana dia menemui perintah dan keputusan Allah, yaitu di langit ketujuh, di sana terdapat Sidratul Muntaha, yaitu suatu tempat di mana arwah orang yang sudah meninggal akan naik ke sana. Namun tidak semua arwah bisa naik ke sana. Dan dari sana juga segala sesuatu turun ke bumi. Demikian dikatakan oleh Muslim pada hadis Isra’.

 

Begitu juga dalam hadis riwayat al-Barra’, bahwa roh itu akan dibawa ke langit.

 

Saya pernah berdialog dengan para sahabat kami, para qadhi dan ulama mengenai pernyataan Abu Umar bin Abdul Barr tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Yaitu Yang Maha Pengasih yang bersemayam di atas Arasy.” (QS. Taha: 5)

 

Pada saat itu, saya sebutkan kepada Abu Umar hadis ini, namun dia menjawab bahwa hadis itu tidak sahih bahkan dia melaknat para perawinya. Lalu saya berkata kepadanya, “Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Janganlah engkau menolak khabar-khabar seperti dengan perkataanmu itu, namun coba dita’wilkan dengan hal-hal yang layak bagi Allah Ta’ala.”

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnad-nya dari hadis Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Jika seorang mukmin akan meninggal, maka para malaikat akan datang kepadanya membawa kain sutra yang

 

berisi minyak kesturi, dan beberapa ikat kayu wangi. Kemudian roh itu dihunus bagaikan rambut yang dicabut dari adonan terigu, lalu dikatakan kepadanya, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.” (QS. al-Fajr: 27-28)

 

Maksudnya, diridai untuk menuju kepada rahmat dan kemuliaan Allah. Jika rohnya telah keluar, maka disimpannya di atas minyak kesturi dan wewangian itu, kemudian dibungkus dengan kain sutra dan diantarkan menuju ‘Illiyyin.

 

Namun, jika seorang kafir akan meninggal, maka para malaikat akan datang kepadanya membawa kain kasar yang berisi bara api. Kemudian rohnya dicabut dengan kasar sekali, lalu dikatakan kepadanya, “Hai roh yang busuk, keluarlah dengan murka dan dimurkai, menuju kehinaan dan azab Allah.” Jika rohnya telah keluar, maka disimpannya di atas bara api kemudian dibungkus dengan kain kasar dan diantarkan menuju Sijjin.

 

Para Arwah Bertemu di Langit dan Saling Bertanya Mengenai Keadaan Para Penduduk Bumi

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak da. ri Abi Ayyub al-Anshari, dia berkata, jika roh seorang mukmin telah dicabut, maka roh tersebut ditemui oleh hamba-hamba Allah yang mendapat rahmat dari-Nya, sebagaimana mereka menemui pembawa kabar sewaktu di dunia. Mereka menyambutnya sambil berkata kepada sesamanya, “Perhatikan saudara kalian, biarkan mereka istirahat dahulu.”

 

Setelah itu, mereka lalu bertanya, “Apa yang diperbuat Fulan? Apa yang diperbuat Fulanah? Apakah dia telah menikah?” Mereka lalu menanyakan kepada roh orang mukmin tersebut, “Apa yang terjadi kepada seseorang yang meninggal sebelummu?” Roh itu menjawab, “Dia sangat menderita.” Mereka lalu berkata, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka Hawiyah, tempat kembali yang terburuk.”

 

Kemudian diperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya. Jika kebaikan yang terlihat, mereka bergembira dan bersuka ria sambil berkata, “Ya Allah, inilah nikmat-Mu terhadap hamba-Mu, maka sempurnakanlah nikmat-Mu itu.” Jika keburukan yang terlihat, mereka pun berkata, “Ya Allah, kembalikanlah hamba-Mu ini.”

 

Ibnu al-Mubarak berkata dari Shafwan bin Amr dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair bahwa Abu Darda’ berkata, “Sungguh, perbuatan kalian itu akan diperlihatkan kepada kerabat kalian yang telah meninggal. Jika perbuatan kalian baik, mereka akan gembira. Namun, jika perbuatan kalian jelek, mereka akan terhina.” Abu Darda’ lalu berkata, “Ya Allah, hanya kepadaMu aku berlindung dari perbuatan yang dapat mendatangkan kehinaan bagi diri Abdullah bin Rawahah.”

 

Dikisahkan oleh Abdullah bin Adurrahman bin Ya’la ats-Tsaqafi dari Utsman bin Abdullah bin Aus sesungguhnya Said bin Jubair meminta izin kepada Utsman bin Abdullah untuk melihat anak perempuan saudaranya. Lalu, dia pun mengizinkannya. Setelah sampai di dalam, dia lalu bertanya, “Bagaimana tingkah laku suamimu terhadapmu” Perempuan itu lalu menjawab, “Dia telah berusaha semampunya berbuat baik kepadaku.” Mendengar itu, Said bin Jubair bergembira sekali. Dia lalu berkata kepada Utsman, “Hendaklah engkau berbuat baik kepada istrimu. Tahukah engkau bahwa Kabar orang yang hidup itu sampai kepada kerabatnya yang telah meninggal?” Utsman menjawab, “Ya. Jika kabar baik sampai kepada kerabatnya yang telah meninggal, mereka pastinya tenteram dan gembira. Namun, jika kabar buruk yang sampai kepada mereka, mereka pastinya kecewa dan sedih. Mereka lalu saling bertanya jika ada orang yang meninggal, serta dikatakan kepada mereka, “Apakah dia sudah datang kepadamu?” Mereka lalu. menjawab, “Belum. Dia sedang menuju neraka Hawiyah.”

 

Hasan al-Bashri berkata, jika roh seorang mukmin telah dicabut, maka roh itu dinaikkan ke langit, dan akan berjumpa dengan arwah orang-orang mukmin lainnya. Lalu arwah-arwah itu akan berkata kepadanya, “Apa yang telah dilakukan Fulan?” Roh seorang mukmin itu lalu menjawab, “Apakah dia belum datang kepada kalian” Mereka lalu menjawab, “Demi Allah, dia belum datang. Mungkin saja dia dimasukkan ke dalam neraka Hawiyah, tempat kembali yang terburuk.”

 

Wahab bin Munabbih berkata, “Allah bersemayam di langit ketujuh. Tempat tinggal tersebut berwarna putih. Di sana, tempat berkumpulnya arwah orang-orang mukmin yang telah meninggal. Jika ada orang yang seri karena perbuatan baik mereka. Karenanya, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, hai hamba-hamba Allah. Janganlah kalian sakiti kerabat kalian yang telah meninggal dengan perbuatan buruk kalian.”

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau bersabda, arwah orang-orang yang meninggal akan bertanya kepada salah seorang di antara kalian yang baru saja meninggal. Mereka akan menanyakan tentang kerabat dan keluarganya yang masih hidup. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Biarkan dia istirahat dahulu.” Setelah itu, mereka lalu bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat Fulan? Apa yang diperbuat Fulanah?”

 

Jika beritanya kebaikan, maka mereka bergembira dan bersuka cita. Namun, jika beritanya keburukan, maka mereka berkata, “Ya Allah, ampunilah dia.” Lalu, mereka bertanya kepadanya, “Apakah Fulan telah bersitri? Apakah Fulanah telah bersuami?”

 

Lalu, mereka menanyakan kabar tentang seorang laki-laki yang meninggal lebih dulu daripada orang mukmin tersebut. Lalu, orang mukmin tersebut berkata, “Dia meninggal sebelumku. Berjumpakah kalian dengannya?” Mereka menjawab, “Tidak, demi Allah.” Mereka lalu berkata lagi, “inna lillahi wainna ilaihi raji‘un. Laki-laki tersebut dibawa ke tempat kembali yang terburuk, yaitu neraka Hawiyah.” Hadis ini diceritakan oleh ats-Tsa’labi.

 

Sungguh telah diceritakan dalam sabda Nabi Saw. “Arwah itu bagaikan kumpulan tentara yang sudah terlatih. Arwah yang saling mengenal akan bersatu, dan arwah yang tidak saling mengenal akan berpisah.”

 

Larangan Menjelek-jelekkan Orang yang Telah Meninggal

 

Diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Bakir bin al-Asyaj dari Qasim bin Muhammad dari Aisyah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mayat yang berada di dalam kubur akan merasakan sakit sebagaimana ia disakiti sewaktu berada di rumahnya.”

 

Maksudnya, perbuatan atau perkataan orang yang masih hidup itu dapat menyakiti mayat. Hal itu akan sampai ke dalam kuburnya baik lewat perantara malaikat, tanda-tanda, dalil-dalil, atau apa pun yang dikehendaki Allah, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Urwah berkata, di dekat Umar ada seorang laki-laki yang menjelek-jelekkan Ali. Umar lalu berkata kepadanya, “Apa yang telah kamu perbuat, maka Allah pun akan berbuat kepadamu. Sungguh kamu telah menyakiti Rasulullah Saw. di dalam kuburnya.”

 

Para ulama berkata bahwa hadis tersebut merupakan larangan menjelek-jelekkan orang yang telah meninggal.

 

Disebutkan dalam suatu hadis, dilarang mencaci orang yang meninggal karena perbuatan buruknya sewaktu di dunia. Selain itu, dilarang juga berbuat durhaka kepada orang tua yang sudah meninggal.

 

Disebutkan dalam suatu hadis , “Nabi Saw. memberikan pahala sedekah kepada Khadijah sebagai ungkapan silalurahim dan kebaikan beliau kepada istrinya itu.”

 

Ada juga yang menyatakan bahwa maksud dari hadis di atas tersebut yaitu orang yang telah meninggal akan diuji (disiksa) di dalam kuburnya, sebagaimana dia pernah disiksa sewaktu hidupnya di dunia.

 

Dalam sebuah khabar dari Nabi Saw., “Malaikat menjauh dari seseorang yang suka berdusta sejauh 2 mil karena bau busuk atas dustanya itu, dan setiap orang yang bermaksiat kepada Allah dapat membuat malaikat yang datang kepadanya merasa tersakiti.”

 

Malaikat akan menyakiti dan mengazab terhadap orang yang meninggal dalam keadaan terus menerus bermaksiat kepada Allah dan belum sempat bertobat, untuk membersihkan dosa-dosanya. Azab malaikat terhadap orang tersebut untuk membersihkan dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Wallahu a’lam.

 

Keberadaan Roh Setelah Keluar dari Jasad

 

Abu Hasan al-Qabisi berkata, menurut mazhab Ahlus Sunnah, jika roh telah keluar dari jasad, maka para malaikat akan membawanya ke hadapan Allah dan ditanya. Jika dia termasuk Orang yang bernasib baik (beruntung) maka dikatakan kepadanya, “Bawalah dia ke dalam surga, dan perlihatkan tempatnya di surga.” Para malaikat lalu membawa roh tersebut ke dalam surga selagi jasadnya dimandikan.

 

Jika jasadnya telah dimandikan dan dikafani, maka roh tersebut dikembalikan, dan roh akan berada di antara kain kafan dan jasadnya. Pada saat mayat itu dibawa di atas keranda, dia (roh) akan mendengar perkataan manusia. Ada yang membicarakan kebaikannya, dan ada juga yang membicarakan keburukannya. Sesampainya mayat itu di kuburan dan dimasukkan ke dalam kubur, maka roh tersebut masuk ke dalam jasadnya dan akan duduk, layaknya manusia yang bernyawa dan berjasad. Lalu, akan datang dua malaikat yang akan bertanya kepadanya di alam kubur.

 

Diriwayatkan dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Jika seseorang telah meninggal maka rohnya akan berada di tangan malaikat. Roh tersebut akan melihat jasadnya dimandikan, dikafani, dibawa ke pemakamannya, dan dikuburkan.”

 

Daud menambahkan, ketika dia sedang berada di dalam surga, dikatakan kepadanya, “Dengarkan olehmu pujian-pujian manusia kepadamu.”

 

Dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid menyatakan, jika malaikat mencabut nyawa seseorang yang beruntung, maka rohnya akan dibawa oleh dua malaikat yang berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau wangi. Roh tersebut akan diberinya pakaian dari sutra yang berasal dari surga sebagai karunia dari amal yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia.

 

Lalu roh tersebut dibawa ke langit melewati umat-umat yang terdahulu, laksana belalang yang beterbangan. Ketika sampai di pintu langit dunia, lalu malaikat al-Amin mengetuk pintu. Penjaga pintu langit dunia itu lalu berkata, “Siapakah engkau?” Malaikat itu menjawab, “Aku Shalsha’il, aku bersama Fulan, seorang yang bagus namanya. Aku sangat mencintainya.” Penjaga pintu langit dunia itu lalu berkata, “Betul, Fulan itu akidahnya sangat baik.”

 

Setelah melewati langit pertama, lalu malaikat membawa roh tersebut ke langit kedua. Ketika sampai di pintu langit kedua, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit kedua bertanya kepadanya, “Siapakah engkau ?” Maka dijawab seperti jawaban yang pertama. Lalu mereka mengatakan, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu memelihara shalat fardunya.”

 

Lalu, roh tersebut dibawa ke langit ketiga. Ketika sampai di pintu langit ketiga, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit ketiga bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?’” Maka dijawab seperti jawaban yang pertama dan kedua. Lalu penjaga langit ketiga berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang dermawan.”

 

Lalu, roh tersebut dibawa ke langit keempat. Ketika sampai di pintu langit keempat, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit keempat bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit keempat berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu menunaikan puasa dan selalu menjaga dirinya dari perbuatan tercela dan makanan yang haram.”

 

Lalu, roh tersebut dibawa ke langit kelima. Ketika sampai di pintu langit kelima, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit kelima bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit kelima berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia berhaji dengan ikhlas, tidak karena sombong dan riya.”

 

Lalu, roh tersebut dibawa ke langit keenam. Ketika sampai di pintu langit keenam, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit keenam bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit keenam berkata kepadanya, “Selamat datang hai hamba yang saleh dan jiwa yang bersih. Dia selalu berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” Lalu pintu dibukakan untuknya.

 

Lalu, roh tersebut dibawa ke langit ketujuh. Ketika sampai di pintu langit ketujuh, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit ketujuh bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit ketujuh berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu beristigfar, yang bersedekah secara diam-diam, dan yang menanggung anak yatim.” Lalu pintu dibukakan untuknya.

 

Setelah itu, sampailah di tempat yang tertinggi. Ketika sampai di pintu langit tersebut, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit tersebut bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban tadi. Lalu penjaga langit tersebut berkata kepadanya, “Selamat datang hai hamba yang saleh dan jiwa yang bersih. Dia seorang yang selalu beristigfar, yang selalu memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan, dan selalu memuliakan orang-orang miskin.”

 

Dan mereka terus berjalan dan bertemu dengan para malaikat, semua merasa senang atas kedatangannya. Lalu, malaikat membawa roh tersebut hingga ke Sidratul Muntaha. Ketika sampai di pintunya, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga pintu berkata kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban tadi.

 

Lalu penjaga pintu tersebut berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia selalu berbuat amal saleh untuk mengharapkan keridaan-Nya” Maka dibukalah pintu tersebut.

 

Lalu malaikat membawa roh tersebut melewati lautan api, lautan cahaya, lautan kegelapan, lautan air, lautan salju, dan fautan embun. Panjang setiap tautan tersebut adalah seribu tahun perjalanan. Kemudian mereka menembus hijab yang terpasang pada Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih. Hijab tersebut berupa kemah yang berjumlah 80.000 kemah. Pada Masing-masing kemah terdapat 80.000 balkon. Di atas masing-masing balkon terdapat 80.000 bulan, Semua yang terdapat di Arasy selalu bertahlil, bertasbih, dan bertaqdis (menyucikan) kepada Allah. Seandainya satu buah bulan muncul dj langit dunia, pastinya akan disembah sebagai tuhan selain Allah, dan akan membakar cahaya langit.

 

Lalu, dari balik kemah-kemah tersebut ada yang berkata, “Roh siapa yang kalian bawa itue’” Malaikat lalu menjawab, “Roh Fulan bin Fulan.” Allah lalu berkata, “Dekatkanlah dia kepada-Ku.” Pada saat roh itu berada dekat Allah, dia merasa malu dengan berbagai celaan dari Allah karena perbuatannya. Dia merasa dirinya akan binasa. Kemudian, setelah itu Allah memaafkannya.

 

Diriwayatkan dari Yahya bin Aktsam al Qadhi, sungguh dia telah bermimpi melihat dirinya telah meninggal. Lalu dikatakan kepadanya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Dia lalu menjawab, “Aku disuruh menghadap ke hadirat-Nya.” Allah lalu bertanya, “Hai orang tua jahat, kamu telah berbuat ini dan ini.” Aku lalu berkata, “Ya Allah, yang aku lakukan semata-mata karena perkataan-Mu.” Allah lalu berkata, “Apa yang telah Aku katakan?” Aku lalu berkata, telah bercerita kepadaku az-Zuhri dari Ma’mar dari Urwah dari Aisyah dari Nabi Saw. dari Jibril bahwa Engkau telah berfirman, “Aku merasa malu mengazab seorang muslim yang telah beruban dalam islam.” Allah lalu berfirman kepada Yahya, “Engkau benar hai Yahya, azZuhri, Ma’mar, Urwah, Aisyah, Muhammad, dan Jibril. Semuanya mereka benar. Aku telah mengampunimu.”

 

Dari ibnu Nabatah, sungguh dia ditanya dalam mimpinya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Ibnu Nubatah menjawab, pada saat aku berada di hadapan-Nya, Allah berkata kepadaku, “Engkau selalu jujur dalam berbicara.” Aku lalu berkata, “Mahasuci Engkau ya Allah, aku selalu jujur kepada-Mu.” Allah lalu berkata, “Apa yang kamu ucapkan sewaktu masih di dunia?” Aku menjawab, “Dialah Allah, yang akan menghancurkan mereka setelah menciptakannya, mendiamkan mereka setelah membuat mereka pandai bicara, mengadakan mereka kembali setelah menghilangkannya, dan yang akan mengumpulkan mereka setelah dipisahkan-Nya.” Allah lalu berfirman kepadaku, “Kamu benar. Sekarang pergilah, Aku telah mengampunimu.”

 

Dari Manshur bin Ammar, sungguh dia ditanya dalam mimpinya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Manshur lalu menjawabnya, pada saat aku berada di hadapan-Nya, Allah berkata kepadaku, “Apa yang kamu bawa?” Aku lalu berkata, “Aku menghadap Engkau dengan membawa 36 kali haji.” Allah berkata, “Satu pun alasanmu tidak akan Aku terima. Apalagi yang kamu bawah?” Aku berkata, “Aku menghadap Engkau dengan membawa 360 kali khatam al Qur’an.” Allah lalu berkata, “Aku tidak akan menerimanya. Apalagi yang kamu bawah” Aku lalu berkata, “Aku tidak membawa apa-apa. Aku datang hanya karena-Mu.” Allah lalu berkata, “Engkau telah ada di hadapan-Ku. Sekarang pergilah, Aku telah mengampunimu.”

 

Dari sebagian manusia, ketika sampai di al-Kursi dikembalikan lagi ke balik hijab. Di antara mereka, ada yang berhasil menemuiNya, dan merekalah yang mengenal Allah.

 

Roh Orang Kafir Sangat Menderita

 

Adapun roh orang kafir akan di tarik dengan paksa. Saat itu wajahnya seperti orang yang sedang memakan buah peria. Malaikat lalu berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor, dari jasad yang kotor.” Orang kafir itu lalu menjerit melebihi kerasnya jeritan keledai.

 

Setelah rohnya dicabut Izrail, lalu roh tersebut diberikan kepada Malaikat Zabaniyah. Malaikat tersebut berwajah seram, berpakaian hitam, dan berbau sangat busuk. Di tangen mereka ada kain kasar dari rambut. Mereka membungkus roh itu di dalamnya hingga berubah menjadi sesosok manusia seukuran belalang. Padahal di akhirat, jasad orang kafir lebih besar daripada jasad orang mukmin. Dalam riwayat Shahih disebutkan bahwa di akhirat, geraham orang kafir besarnya seperti gunung Uhud.

 

Selanjutnya, roh orang kafir itu dibawa oleh malaikat hingga langit dunia, lalu diketuklah pintu. Penjaga pintu langit dunia lalu berkata, “Siapakah engkau?” Maka malaikat itu berkata, “Aku adalah Daqya’il, utusan Zabaniyah.” Lalu, penjaga pintu itu bertanya lagi, “Siapakah Orang yang bersamamu?” Malaikat itu berkata, “Ini adalah Fulan bin Fulan. Namanya sangat jelek dan sangat dibenci sewaktu di dunia.” Malaikat penjaga pintu lalu berkata, “Tiada kemudahan dan kegembiraan untukmu.” Sebagaimana firman-nya,

 

“Tidak akan Dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga.” (QS. al-A’raf: 40)

 

Pada saat Daqya’il mendengar perkataan itu, maka roh orang kafir itu jatuh dari tangannya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa menyekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj: 31)

 

Lalu, saat roh tersebut sampai di bumi, maka Zabaniyah menangkapnya. Lalu, roh tersebut dimasukkan ke dalam Sijjin, yaitu sebuah batu besar yang sangat keras, tempat kembalinya roh-roh yang berbuat jahat.

 

Adapun roh orang-orang Yahudi dan Nasrani, arwah mereka ditolak dari Kursi dan akan akan dikembalikan lagi ke dalam kubur seraya menyaksikan jasadnya sewaktu dimandikan dan dikuburkan. Orang-orang musyrik, rohnya akan diterbangkan oleh angin, tidak ada yang dapat melihatnya. Sedangkan roh orang munafik akan ditolak dalam keadaan dimurkai dan terusir, kemudian dilemparkan ke dalam lubang kubur.

 

Orang-orang mukmin yang merasa amal perbuatannya kurang, mereka berada dalam keadaan yang bermacam-macam. Orang mukmin yang selalu memendekkan shalatnya, maka shalatnya itu akan dilipat sebagaimana melipat pakaian lalu dipukulkan ke wajahnya. Kemudian shalat itu akan berkata kepadanya, “Sebagaimana kamu telah menyempitkanku, maka Allah akan menyempitkanmu.” Di antara mereka ada yang zakatnya dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berzakat karena ingin dikatakan dermawan. Juga, puasanya ada yang dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berpuasa karena hanya menahan diri dari makan. Namun, lisannya tidak dapat menahan dari perkataan keji. Setelah Ramadan, mereka keluar dengan bermegah-megahan. Ada juga yang ibadah hajinya dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berhaji karena ingin orang-orang tahu bahwasanya dia telah berhaji. Atau, mereka berhaji dengan memakai uang kotor.

 

Di antara manusia ada yang dikembalikan semua amal baiknya. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali para ulama.

 

Diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal mengenai amalan seseorang yang ditolak Allah. Pada saat jasadnya dimandikan, roh itu akan duduk di samping kepalanya hingga proses pemandian selesai. Jika mayat itu akan dikafani, maka roh tersebut menempel di dada mayat seraya berkata, “Cepat, bawalah aku menuju rahmat Allah. Tahukah kalian bahwa kalian Sekarang sedang membawaku menuju Rahmat Allah.” Jika roh itu mendapat kabar bahwa dia akan diazab, maka dia akan berkata, “Tunggulah Sebentar. Tahukah kalian bahwa kalian sekarang Sedang membawaku menuju siksa kubur?”

 

Pada saat dia dimasukkan ke dalam kubur, dan ditimbun, maka tanah berkata kepadanya “Dulu, di atas punggungku kamu bersenang-senang. Sekarang, kamu takut berada di dalam perutku. Dulu, ketika berada di atas punggungku kamu memakan beraneka macam makanan, Sekarang, di dalam perutku kamu akan dimakan ulat dan cacing.”

 

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mencela dan menghina si mayat. Pertanyaan tersebut dilemparkan hingga selesai kubur diratakan. Jika mayat tersebut sudah dimasukkan ke dalam kubur, maka malaikat Ruman akan menemuinya. Dialah malaikat yang pertama kali menemui mayat jika telah dimasukkan ke dalam kubur. Keterangan tersebut, Insya Allah nanti akan dijelaskan pada bab berikutnya.

 

Setiap Manusia, Beda-beda Cara Matinya

 

Allah menjelaskan kematian dalam al Qur’an secara umum dan terperinci. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik.” (QS. an-Nahl: 32)

 

“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.” (QS. as-Sajdah: 11)

 

“Malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya dan mereka tidak melalaikan tugasnya.” (QS. al-An’am: 61)

 

“(Yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) zalim kepada diri sendiri.” (QS. an-Nahl: 28)

 

Ayat-ayat di atas tadi menceritakan kematian secara garis besarnya, bagaimana Cara Allah Ta’ala mematikan mereka. Ayat-ayat tersebut nanti akan diterangkan lebih lanjut oleh hadis Rasulullah Saw..

 

Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka.” (QS. al-Anfal: SO)

 

“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka” (QS. Muhammad: 27)

 

kedua ayat ini, Khusus menjelaskan kematian orang-orang kafir pada waktu Perang Badar. Hal ini berdasarkan pendapat ahli ta’wil dan sebagian besar ulama. Namun, al-Mahdawi dan yang lainnya berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurutnya, jika orang-orang Kafir sedang menghadapi kematian, mereka berada dalam kehinaan dan kesakitan. Itu berlaku dari dulu hingga sekarang.

 

Dalam hadis yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Zamil dari lbnu Abbas, dia berkata, ketika seorang laki-laki dari kaum muslimin berusaha mengejar laki-laki kaum musyrikin, tiba-tiba dia mendengar bunyi pukulan cemeti besar dan bunyi penunggang kuda dari atas kepalanya berkata, “Cepatlah, hai Haizum!” Tiba-tiba dia melihat di depannya orang musyrik tadi sudah jatuh terlentang. Hidung dan wajahnya hancur terkena cambuk. Padahal, ia sama sekali belum melancarkan serangan.

 

Lalu, seorang sahabat Anshar mendatang: Nabi Saw. dan menceritakan kejadian tersebut. Lalu, beliau bersabda, “Kamu benar. Itu adalah bantuan dari langit kedua.” Pada hari itu, ada 70 orang musyrik mati terbunuh, dan 70 orang lainnya lagi ditawan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. al-An’am: 93)

 

Bagaimana Malaikat Maut Mencabut Nyawa Manusia Dalam Satu Waktu dan Tempat yang Berbeda?

 

Bagaimana jika ada orang yang bertanya, “Bagaimana caranya Malaikat Maut dalam waktu bersamaan mencabut nyawa orang yang berada di ilmur dan orang yang berada di barat?” Maka jawabnya adalah bahwa asal kata kematian itu berasal dari kata meminta kembali utang yang telah diberikan. Jika utang tersebut diambil, maka tidak ada lagi yang tersisa.

 

Kematian, pada satu sisi disandarkan kepada Malaikat Maut, karena dialah yang mencabut nyawa manusia secara langsung. Namun, kadang juga disandarkan kepada malaikat lainnya yang membantu Malaikat Maut. la juga mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. Pada sisi lain, kematian bisa juga disandarkan kepada Allah, karena pada hakikatnya Allah-lah yang mewafatkan semua makhluk. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)

 

“Dan Dialah yang menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu.” (QS. al-Hajj: 66)

 

“yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu.” (QS. al-Mulk: 2)

 

Jadi, malaikat yang diperintahkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, hakikatnya dia hanya melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah Ta’ala.

 

Al-Kalabi berkata, setelah Malaikat Maut mencabut nyawa (roh) seseorang dari jasadnya, jika roh itu orang mukmin, maka diserahkannya kepada Malaikat Rahmat. Namun, jika roh orang kafir maka diserahkannya kepada Malaikat Azab. Inilah makna yang tersurat pada hadis al-Barra’.

 

Dalam sebuah riwayat diterangkan dari Nabi Saw., sesungguhnya Malaikat Maut memanggil arwah-arwah sebagaimana seseorang dari kalian memanggil anak kudanya atau anak sapihan kudanya, “Hai kemarilah! Hai kemarilah!”

 

Pada riwayat tersebut di atas, Nabi Saw. menyatakan, “Malaikat Maut memanggil roh orang-orang yang akan dimatikan, dan dicabut oleh Allah Ta’ala sendiri.”

 

Dalam suatu kisah diceritakan bahwa pada malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban), Malaikat Maut duduk, dan didepannya terdapat sebuah buku. Pada malam itu, segala urusan besar dipisahkan, yaitu rezeki dan ajal. Hal tersebut menurut pendapat sebagian ulama seperti Ikrimah dan yang lainnya.

 

Dan yang benar adalah malam yang memisahkan segala urusan yang besar itu adalah malam Lailalul Qadar. Ini adalah pendapat Qatadah, al-Hasan, Mujahid, dan para ulama lainnya. Pendapat mereka itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Ha Mim. Demi Kitab (Al-Qur’an) yang jelas, sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” (QS. ad-Dukhan: 1-3) Yakni malam Lailalul Qadar.

 

Ibnu Abbas berkata, pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Allah telah menetapkan suatu keputusan. Lalu, pada malam Lailalul Qadar keputusan tersebut diserahkan kepada malaikat yang akan mengurusnya. Ini merupakan penggabungan kedua pendapat tadi. Wallahu a’lam.

 

Jika ajal seseorang telah datang, maka akan jatuh dari Sidratul Muntaha sebuah daun yang bertuliskan nama orang tersebut. Hari itu sebuah tanda bahwa ajal dan rezeki Orang tersebut telah diputuskan. Ada juga sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Malaikat Maut itu berada di bawah Arasy. Jika ada seseorang yang akan meninggal, maka jatuhlah catatan yang bertuliskan nama orang tersebut ke bawah Arasy. Yang dimaksud catatan di sini yaitu daun yang berasal dari pohon Sidrah. Wallahu a’lam

 

Ada sebuah riwayat yang menceritakan jika Malaikat Maut telah memperhatikan seseorang yang akan meninggal, maka diputuskanlah rezeki dan makanannya. Lalu, dia akan menghadapi dan merasakan pedihnya sakaratul maut.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang peristiwa Isra’, Nabi Saw. bersabda, aku melewati seorang malaikat yang sedang duduk. Seluruh dunia dan isinya berada di antara kedua lututnya. Di tangannya, terdapat sebuah papan yang bertulis, yang dia pandangi terus tanpa berpaling ke kiri ataupun ke kanan. Aku lalu. bertanya, “Siapakah dia, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Dia Malaikat Maut.” Aku lalu bertanya kepadanya, “Wahai Malaikat Maut, bagaimana caranya engkau mencabut nyawa semua makhluk yang berada di bumi, baik yang di laut maupun yang di darat?” Malaikat Maut menjawab, “Sesungguhnya bumi beserta isinya berada di antara kedua lututku. Seluruh makhluk berada di antara kedua mataku. Kedua tanganku mampu mencapai ilmur dan barat.

 

Jika ajal seseorang telah tiba, aku akan melihat ke arahnya. Jika aku telah melihat ke arah orang itu, maka malaikat lain tahu bahwa nyawa orang tersebut harus’ dicabut. Lalu, mereka semua pergi untuk mencabut roh orang itu. Jika roh telah sampai di kerongkongan, maka sesuatu pun tiada yang aku tidak ketahui mengenai orang tersebut. Lalu, tanganku akan mencabut dan membawa roh itu keluar dari dalam jasadnya.

 

Dalam sebuah riwayat, ada empat malaikat yang turun menghampiri seseorang yang akan meninggal. Malaikat pertama mencabut nyawa dari kaki kanannya, malaikat kedua mencabut nyawa dari kaki kirinya, malaikat ketiga mencabut nyawa dari tangan kanannya, dan malaikat keempat mencabut nyawa dari tangan kirinya. Riwayat ini dikisahkan oleh Abu Hamid.

 

Diceritakan bahwa orang yang akan meninggal, sebelum sekaratnya, kadang-kadang mengetahui alam malakut. Malaikat lalu memperlihatkan amalnya hingga orang tersebut mengetahui tempat yang akan dihuninya nanti. Jika lisannya masih bersih, ia akan menceritakan apa yang dilihatnya. Kadang-kadang ia merasa ragu, mungkin saja pemandangan tersebut itu perbuatan setan, lalu ia akan terdiam. Para malaikat akan mencabut nyawa mereka melalui ujung jari kaki dan tangan. Roh itu akan terlepas bagaikan air yang ditumpahkan dari tong.

 

Adapun orang yang berdosa, ia akan dicabut nyawanya bagaikan sebatang besi yang sangat panas yang dihunuskan ke dalam gulungan wol yang basah. Ini berdasarkan sabda Nabi Saw.. Dia merasa duri-duri memenuhi perutnya, seolah-olah bernapas lewat lubang jarum, seakan-akan dia diimpit oleh langit dan bumi. Jika nyawanya telah sampai ke han, lidahnya tidak bisa berbicara lagi, dan seorang pun tidak bisa berbicara kepadanya.

 

Dalam Keadaan seperti ini, yaitu napas telah terhimpun di dalam dada, maka siapa pun tidak akan dapat berbicara lagi kepadanya. Hal tersebut karena adanya dua rahasia,

 

Pertama, ini merupakan peristiwa yang sangat dahsyat terjadi pada dirinya. Dadanya menyempit karena jiwanya berkumpul di sana. Jika dada seseorang kena pukulan, maka orang tersebut akan bingung dan tidak akan berkata-kata. Namun, jika pukulan tersebut mengenai seluruh tubuh, maka ia akan berteriak.

 

Kedua, suara tersebut berasal dari energi panas. Jika energi tersebut hilang, maka terjadilah panas dan dingin. Pada saat itu, Malaikat Maut memukul dengan tombak yang mengandung racun dari api, yang mengakibatkan roh tersebut keluar. Malaikat mengambil roh tersebut seperti air raksa sebesar belalang, dan menyerahkannya kepada Malaikat Zabaniyah.

 

Ada juga yang meninggal dengan dicabut rohnya secara berangsur, hingga roh tersebut berkumpul di kerongkongan, sedikit yang berhubungan dengan dadanya. Saat itu, Malaikat Maut memukulnya dengan tombak beracun tadi.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, riwayat tersebut dari Abu Nu’aim al-Hafizh.

 

Diriwayatkan dari Ahmad bin Abdullah dari Mahmud dari Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari Salamah bin Syabib dari al-Walid bin Muslim Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, Malaikat Maut memiliki tombak, panjangnya mencapai jarak antara ilmur dan barat. Jika di dunia telah Sampai ajal seseorang, maka tombak tersebut akan dipukulkan ke kepalanya. Dia lalu berkata, “Sekarang, kamu akan mengunjungi orang-orang yang telah mati.”

 

Sulaiman bin Muhair al-Kilabi berkata, aku menemui Malik bin Anas, dan datang juga kepadanya seorang laki-laki yang bertanya, “Hai Abu Abdullah, apakah Malaikat Maut juga mencabut nyawa kutu-kutu?” Malik agak lama berpikirnya, lalu dia berkata, “Apakah kutu-kutu itu mempunyai roh?” “Benar,” jawab laki-laki itu. Malik lalu menjawab, “Ya, Malaikat Mautlah yang mencabut nyawanya,” sebagaimana firman-Nya,

 

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)

 

Begitu yang disebutkan oleh al-Khathib Abu Bakar.

 

Rupa Malaikat Maut Ketika Mencabut Nyawa Orang Mukmin dan Kafir

 

Para ulama berkata, rasa takut akan menyelimuti ketika kedatangan Malaikat Maut. Takutnya tidak dapat digambarkan. Hanya oleh yang merasakan dapat diketahuinya.

 

Ikrimah berkata, aku melihat sebagian suhuf Syits yang menyatakan bahwa Nabi Adam a.s. berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bentuk Malaikat Maut hingga aku bisa mengenalinya.” Allah lalu mewahyukan kepada beliau, “Sifat-sifat yang dimiliki Malaikat Maut tidak akan sanggup dilihat oleh manusia. Akan Aku gambarkan kepadamu bentuk Malaikat Maut seperti yang aku berikan kepada para nabi dan orang-orang pilihan.”

 

Lalu diutuslah Jibril dan Mikail kepada Adam dengan membawa Malaikat Maut dalam bentuk seekor domba yang bersayap. Sayapnya berjumlah 4000 buah. Lebar sayap-sayap tersebut ada yang melebihi panjang bumi dan langit, ada yang melebihi bumi-bumi, ada yang melebihi panjang arah ilmur yang terjauh, dan ada juga yang melebihi panjang arah barat yang terjauh.

 

Bagi Malaikat Maut, bumi beserta gunung, lembah, danau, jin, manusia, binatang, laut-laut, liang-liang, dan lubang, semua berada di lekukan Malaikat Maut laksana biji sawi yang terdapat di tengah gurun. Sayapnya berkembang pada tempat yang ditujunya. Sayap kanannya dikembangkan untuk orang-orang yang terpilih. Adapun sayap kirinya untuk orang-orang kafir. Dalam sayap kirinya, terdapat duri, pendongkel besi, dan berbagai macam gergaji.

 

Nabi Adam a.s. pun lalu pingsan dengan berteriak keras. Pada hari ketujuh dia baru sadar. Pada saat bangun, keringatnya wangi seperti kesturi. Kisah ini diambil dari kitab an-Nasha’ih yang dituturkan oleh Ibnu Zhafar al-Wa’id, yang disebut juga dengan nama Abu Hasyim Muhammad bin Muhammad.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Ibrahim a.s. meminta Malaikat Maut agar memperlihatkan cara mencabut nyawa Orang mukmin. Malaikat Maut lalu berkata, “Palingkan wajahmu dariku.” Beliau lalu memalingkan wajahnya. Pada saat Nabi Ibrahim a.s. menoleh ke arahnya, Malaikat Maut sudah menjelma sesosok laki-laki tampan yang berpakaian indah, berbau wangi, dan wajah yang berseri-seri, Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Demi Allah, seandainya seorang mukmin tidak pernah mendapatkan nikmat apa pun, namun sudah cukup baginya jika dia melihatmu dalam bentuk seperti ini.”

 

Ibrahim lalu berkata lagi, “Perlihatkan kepadaku bagaimana engkau mencabut nyawa seorang kafir!’” Malaikat Maut lalu berkata, “Engkau tidak akan kuat melihatnya.” Ibrahim lalu menjawab, “Aku ingin sekali melihatnya.” Malaikat Maut lalu berkata, “Palingkan wajahmu dariku.” Lalu beliau memalingkan wajahnya. Pada saat menoleh ke arah Malaikat Maut, ternyata dia sudah menjelma sesosok laki-laki yang hitam legam dengan wajah yang sangat mengerikan. Kakinya berada di bumi, sedang kepalanya berada di langit. Rupanya buruk sekali, seburuk-buruk rupa yang pernah kamu lihat. Di tubuhnya, terdapat rambut-rambut berapi yang menyala. Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Demi Allah, seandainya orang Kafir tidak menerima hukuman apa pun, maka dengan memandangmu itu sudah cukup baginya.”

 

ibnu Abbas berkata bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang pencemburu. Dia memiliki sebuah rumah yang digunakan untuk tempat beribadah. Setiap harinya, dia pergi keluar rumah dan selalu mengunci pintu: rumahnya. Pada suatu hari, saat dia kembali ke rumahnya, tiba-tiba terlihat olehnya seorang laki-laki berada di dalam rumah. Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Siapa yang memasukkanmu ke dalam rumahku?” Dia menjawab, “Pemiliknya.” Ibrahim berkata, ‘Akulah pemiliknya.” Dia menjawab, “Maksudku adalah pemilik yang lebih berhak dibanding engkau.” Ibrahim lalu berkata, “Berarti engkau malaikat.” Dia menjawab, “Benar, aku Malaikat Maut.” Ibrahim lalu berkata, “Mampukah engkau memperlihatkan bentukmu di saat mencabut nyawa orang mukmin?” Malaikat Maut itu menjawab, “Ya.” Lalu Ibrahim menoleh ke arahnya, tiba-tiba Malaikat Mautsudah menjelma sesosok laki-laki tampan yang berpakaian indah dan harum baunya. Ibrahim lalu berkata, “Wahai Malaikat Maut, seandainya seorang mukmin ketika akan meninggal melihatmu dalam bentuk seperti ini, maka sudah cukup baginya sebagai nikmat.” Setelah itu, Malaikat Maut mencabut nyawa Ibrahim.

 

Pendapat Para Ulama Mengenai Perubahan Rupa Malaikat Maut

 

Para ulama berkata, tidak aneh jika Malaikat Maut menjelma dalam dua rupa yang berbeda. Hal itu seperti perubahan pada diri manusia seperti sehat, sakit, kecil, besar, muda, tua, warna kulit yang memutih karena demam, wajah yang pucat karena terik matahari. Karena kuasa Allah, pada diri malaikat hal tersebut bisa terjadi dalam sekejap. Sedangkan pada manusia memerlukan waktu yang lama.

 

Malaikat Maut Bertugas Mencabut Nyawa Setiap Makhluk

 

Tugas Malaikat Maut adalah mencabut nyawa semua makhluk yang bernyawa. Setiap harinya, dia berdiri sebanyak 5 kali pada setiap rumah, dan setiap satu jam dia memperhatikan makhluk yang bernyawa. Dalam sehari, sebanyak 70 kali dia memandangi wajah-wajah para hamba. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.” (QS. as-Sajdah: 11)

 

lbnu Umar berkata, jika Malaikat Maut telah mencabut nyawa seorang mukmin, dia berdiri di dekat pintu rumah tersebut. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan semua berteriak. Sebagian mereka ada yang memukul-mukul wajahnya, ada yang menjambak-jambak rambutnya, dan ada juga yang meratap. Malaikat Maut lalu berkata kepada mereka, “Mengapa kalian semuanya mengeluh Demi Allah, aku tidak mengurangi nyawa (umur) kalian, aku tidak menghilangkan rezeki kalian, dan aku tidak berbuat zalim kepada kalian. Jika kalian marah dan benci kepadaku, maka sesungguhnya Allah yang memerintahkanku. Jika kemarahan kalian ditimpakan kepada mayat, maka sesungguhnya dia telah tersiksa. Jika kemarahan kalian ditimpakan kepada Allah, maka sesungguhnya kalian telah berbuat ingkar kepada-Nya. Sungguh, kalian semuanya pasti akan aku datangi.”

 

Jika keberadaan Malaikat Maut dapat dilihat mereka dan suaranya dapat didengar, maka mereka akan menghiraukan mayat tersebut dan menangisi diri mereka sendiri. Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Muthi’ Makhul bin al-Fadhl an-Nasafi dalam kitabnya, al-Lu‘lu’yah.

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada satu rumah pun kecuali setiap harinya Malaikat Maut akan berdiri di pintunya sebanyak 5 kali. Jika Malaikat Maut telah menentukan seseorang akan meninggal, maka diputuskanlah rezeki dan ajalnya. Lalu, dia akan menghadapi dan merasakan pedihnya sakaratul maut. Sedang keluarganya ada yang menjambak-jambak rambutnya, ada yang memukul-mukul wajahnya, ada yang menangis histeris, dan ada juga yang meratap.

 

Maka Malaikat Maut berkata kepada mereka, “Celakalah kalian! Mengapa kalian mengeluh? Aku tidak menghilangkan rezeki kalian dan memendekkan ajal kalian. Sebelum Allah memerintahkanku, aku tidak akan mencabut nyawa kalian. Sungguh, aku akan mendatangi kalian, hingga tidak ada yang tersisa dari kalian.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika keberadaan Malaikat Maut dapat dilihat mereka dan suaranya dapat didengar, maka mereka akan menghiraukan mayat tersebut, dan menangisi diri mereka sendiri.

 

Jika mayat telah dibawa di atas keranda, maka mayat itu berkata, “Hai keluargaku, hai anakku, janganlah kalian dibuat lalai oleh dunia sebagaimana aku telah lalai dengannya. Aku mengumpulkan harta dengan jalan halal dan haram.”

 

Diriwayatkan oleh Ja’far bin Muhammad dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat Malaikat Maut berada di dekat kepala laki-laki Anshar. Kemudian Nabi Saw. berkata kepadanya, “Hendaklah engkau bersikap lembut kepada sahabatku ini sebab dia seorang mukmin.” Lalu Malaikat Maut berkata, “Wahai Muhammad, laki-laki ini jiwanya bersih dan pandangannya lembut. Kepada setiap mukmin, aku pasti akan bersikap lembut. Ketahuilah bahwa kepada setiap penghuni rumah, baik di darat atau pun di laut, aku selalu memberi salam sebanyak 5 kali setiap harinya. Sehingga diketahuinya apa yang telah diperbuatnya sewaktu kecil maupun besarnya. Demi Allah wahai Muhammad, aku mencabut nyawa seseorang sesuai dengan perintah Allah dan keputusan-Nya.”

 

Ja’far bin Muhammad berkata, aku mendengar bahwa salamnya Malaikat Maut kepada penghuni rumah itu pada waktu-waktu shalat.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, riwayat tersebut menjelaskan bahwa Malaikat Maut itu mewakili Allah untuk mencabut nyawa semua makhluk. Jika Allah telah memerintahkannya, maka dia pun langsung melaksanakannya.

 

Ibnu ‘Athiyah berkata, “Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Allah langsung mencabut nyawa semua binatang ternak tanpa perantara Malaikat Maut. Itu seakan-akan Allah melenyapkan kehidupannya.” Dia juga berkata, “Kemuliaan bagi Bani Adam karena rohnya dicabut oleh Malaikat Maut dan Malaikat lainnya. Malaikat Maut diciptakan untuk mencabut dan mengeluarkan roh dari badan.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir.” (QS. al-Anfal: 50)

 

“Malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya.” (QS. al-An’am: 61)

 

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur.” (QS. az-2u. mar: 42)

 

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu.” (QS. al-Mulk: 2)

 

“Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.” (QS. al-Baqarah: 258)

 

Malaikat Maut mencabut nyawa se. seorang dibantu oleh malaikat lainnya. Dan, Allah-lah yang mewafatkannya. Allah telah memberikan wewenang kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawa, baik secara langsung atau pun lewat perantara. Karenanya, kematian sangat erat kaitannya dengan Malaikat Maut.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, sebagaimana hadis Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw,, “Sesungguhnya proses penciptaan kalian itu berkumpul di dalam rahim ibu kalian selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah selama sekian hari pula, lalu menjadi segumpal daging selama sekian hari pula. Setelah itu, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya.”

 

Abdullah berkata, jika air mani (sperma) telah berada di dalam rahim seorang ibu selama 40 hari, maka darinya Allah berkehendak untuk menciptakannya seorang manusia. Semua proses kejadiannya berlangsung di dalam rahim. Yaitu, dari proses air mani berubah menjadi segumpal darah, hingga proses lainnya seperti pembentukan kuku dan rambut.

 

Dalam Shahih Muslim, Hudzaifah bin Usaid al-Ghifari berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, jika 42 malam air mani telah berada di dalam rahim, maka Allah mengutus malaikat kepadanya untuk membuat rupa, pendengaran, penglihatan, rambut, kulit, daging, dan tulangnya. Malaikat lalu berkata, “Ya Tuhanku, dia itu laki-laki ataukah perempuan”

 

Dalam suatu riwayat diceritakan, sebelum air mani berumur genap 42 hari, Allah tidak akan mengutus malaikat kepadanya. Proses pembentukan dan penciptaan yang berlangsung pada segumpal darah itu merupakan kekuasaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan kamu, kemudian membentuk (tubuh)mu.” (QS. al-A’raf: 11)

 

Makna ayat tersebut adalah jika janin tersebut telah ditiup oleh malaikat, maka Allah akan memberikan roh dan kehidupan pada janin tersebut. Ada juga pendapat lain, bahwa hanya Allah-lah yang mempunyai peranan dalam proses penciptaan tersebut, tidak ada yang lainnya. Allah-lah yang mencabut nyawa semua makhluk. Adapun Malaikat Maut dan yang lainnya hanyalah perantara saja. itu adalah pendapat yang benar.

 

Malik bin Anas telah ditanya tentang seekor kutu, “Apakah Malaikat Maut yang mencabut nyawanya?” Malik agak lama berpikirnya, lalu dia berkata, “Apakah kutu-kutu itu mempunyai roh?” “Benar,”’ jawab laki-laki itu. Malik lalu menjawab, “Ya, Malaikat Mautlah yang mencabut nyawanya,” sebagaimana firman-Nya,

 

Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)

 

Diriwayatkan oleh Abu Hamid dalam kitab al-ihya bahwa Malaikat Maut dan Malaikat Hayat saling berargumen. Malaikat Maut berkata, “Akulah yang mematikan orang hidup.” Lalu Malaikat Hayat berkata, “Akulah yang menghidupkan orang mati” Lalu Allah mewahyukan kepada kedua malaikat itu, “Laksanakanlah tugas kalian berdua masing-masing. Janganlah kalian berdua saling hina. Akulah yang mematikan dan menghidupkan. Tiada yang dapat mematikan dan menghidupkan kecuali Aku.”

 

Diriwayatkan dari Tsabit al-Banani, dia berkata, “Malam dan siang, selama 24 jam Malaikat Maut selalu mendatangi semua makhluk yang bernyawa. Jika dia diperintahkan untuk mencabut nyawa seseorang, maka Malaikat Maut langsung mencabutnya. Jika tidak diperintah, maka dia pergi. Semua ini berlaku pada semua makhluk yang bernyawa.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap hari, Malaikat Maut melihat wajah-wajah semua hamba sebanyak 70 kali. Jika ada seorang hamba yang sedang tertawa padahal Malaikat Maut diutus kepadanya, maka Malaikat Maut akan berkata, “Aneh orang ini. Aku diutus untuk mencabut nyawanya, namun dia malah tertawa.” Wallahu a’lam.

 

Mengapa Malaikat Maut Bertugas Mencabut Nyawa Setiap Makhluk?

 

Az-Zuhri, Wahab bin Munabbih, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa sesungguhnya Allah mengutus Jibril turun ke bumi untuk mengambil beberapa tanah darinya. Namun, ternyata bumi meminta perlindungan kepada Allah dari perbuatan tersebut, dan Dia pun melindunginya. Kemudian Allah mengutus Mikail untuk tugas yang sama, namun bumi pun meminta perlindungan kepada Allah dari perbuatan tersebut, dan Dia pun melindunginya.

 

Kemudian Allah mengutus Izrail untuk melakukan tugas tersebut. Bumi lalu. meminta perlindungan kepada Allah, namun Izrail tidak memberikan pelindungan hingga akhirnya dia mengambil sebagian tanah dari bumi itu. Allah lalu bertanya, “Apakah bumi meminta perlindungan-Ku darimu ?” Izrail menjawab, “Benar, ya Tuhanku.” Allah lalu bertanya, “Mengapa engkau tidak mengasihinya sebagaimana Jibril dan Mikail.” Izrail menjawab, “Ya Tuhanku, bagiku taat kepada perintah-Mu lebih wajib daripada memberikan rahmatku kepadanya.” Allah lalu berkata, “Pergilah! Engkau adalah Malaikat Maut. Aku telah memberi wewenang kepadamu untuk mencabut nyawa-nyawa mereka.”

 

Mendengar itu, maka Malaikat Maut menangis. Allah lalu bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Malaikat Maut menjawab, “Ya Tuhanku, dari makhluk itu Engkau telah menciptakan para nabi, orang-orang pilihan, dan para rasul. Engkau sama sekali tidak menciptakan suatu makhluk yang dibenci mereka kecuali kematian. Jika mereka tahu bahwa akulah yang mencabut nyawa mereka, pastinya mereka akan membenciku dan memakiku.” Allah lalu berkata, “Aku akan menjadikan suatu penyakit dan beberapa sebab lainnya sebagai penyebab kematian, sehingga mereka tidak akan menyebutmu sebagai penyebabnya.” Allah lalu menciptakan berbagai macam penyakit dan segala sesuatu yang menyebabkan kematian.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas hadis yang serupa, Malaikat Maut lalu mengambil tanah asal kejadian Adam dari 6 buah bumi. Dan, yang paling banyak diambil olehnya adalah tanah yang berasal dari bumi yang keenam. Adapun bumi yang ketujuh adalah Jahanam. Di sana tidak terdapat apa-apa. Ketika Malaikat Maut datang dengan membawa tanah tersebut, Allah lalu berkata, “Kenapa bumi tidak berlindung kepada-Ku darimu.”

 

Al-Qutaibi menambahkan hadis tersebut, bumi lalu berkata, “Ya Tuhanku, Engkaulah yang menciptakan langit, dan tidak ada yang kurang darinya sesuatu pun. Namun, pada saat Engkau menciptakanku, maka Engkau mengurangiku.” Allah lalu berkata, “Demi keagungan-Ku dan kebesaran-Ku, orang baik dan orang jahat di antara mereka, akan Aku kembalikan kepadamu.” Bumi lalu berkata, “Demi keagungan-Mu, siapa pun yang durhaka kepada-Mu, maka aku akan mengazabnya.”

 

Al-Qutaibi berkata, lalu tanah asal ke. jadian Adam tadi disiram dengan air yang ber. asal dari bumi, baik dengan air asin, air manis. air tawar, air bersih, dan air kotor. Lalu dibiarkan bercampur selama 40 hari yang lainnya mengatakan 40 tahun dalam keadaan belum ditiupkan roh kepadanya (tanah asal kejadian Adam). Adapun malaikat yang lewat di dekatnya hanya memperhatikan tanah itu sambil berdiri, Mereka lalu berkata, “Inilah makhluk Allah yang paling bagus.” Kemudian iblis melewati tanah tersebut dan memukulnya hingga terdengar bunyi seperti kuali besar (belanga). Iblis lalu berkata, “Aku tidak akan pernah patuh kepadanya, jika dia lebih utama (mulia) dariku. Namun, jika aku lebih utama darinya, maka aku akan membinasakannya. Dia berasal dari tanah, sedang aku dari api.”

 

Diriwayatkan dalam suatu kisah bahwa iblis diutus oleh Allah untuk mengambil beberapa tanah dari bumi. Ini terjadi setelah Allah mengutus dua malaikat terlebih dahulu. Lalu bumi meminta perlindungan kepada Allah darinya dan berkata, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah darimu.” Namun, iblis tetap saja mengambil sebagian tanah dari bumi itu, dan memberikannya kepada Allah. Allah lalu bertanya, “Apakah bumi meminta perlindungan kepada-Ku darimu?” Iblis lalu berkata, “ Benar, ya Tuhanku.” Allah lalu berkata, “Demi keagunganKu, dari tanah yang kamu ambil itu, Aku akan ciptakan suatu makhluk yang kamu tidak akan menyenanginya.” Wallahu a’lam.

 

Ketika Roh Dicabut, Akan Diikuti Oleh Pandangan Mata

 

Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Ummu Salamah bahwa Nabi Saw. menengok Abu Salamah ketika dia meninggal. Beliau mendapatkan kedua matanya masih terbuka. Beliau lalu menutup kedua mata Abu Salamah sambil berkata, “Sesungguhnya jika roh telah dicabut, maka pandangan mata si mayat akan mengikutinya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidakkah kalian perhatikan jika seseorang meninggal, maka matanya akan terus terbuka.” Mereka lalu menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau lalu berkata, “Itu menunjukkan bahwa mata itu mengikuti (memperhatikan) ke mana roh itu pergi.”

 

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mata mayat itu terbuka disebabkan dia melihat Mi’raj, yaitu tingkatan yang menghubungkan langit dengan bumi. Mi’raj tersebut terbuat dari jamrud yang berwarna hijau, yang indah bentuknya.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya jika roh telah dicabut, maka pandangan mata si mayat akan mengikutinya.” Serta sabdanya, itu menunjukkan bahwa mata itu mengikuti (memperhatikan) ke mana roh itu pergi.” Maka pada waktu itu segala ucapan yang ditujukan kepadanya tidak akan berguna. Roh dan jiwa merupakan dua kata yang artinya sama.

 

Anjuran Membaguskan Kain Kafan Mayat Karena Mereka Akan Saling Berkunjung di Alam Kuburnya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengafani mayat saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya.”

 

Abu Nashr Abdullah bin Sa’id bin Hatim al-Waili as-Sijistani al-Hafizh telah meriwayatkan hadis dalam kitabnya, al-lbanah ‘an Madzhab Salaf ash-shalih fil al-Qur’an wa Iizalati Syubah az-Za‘ighin bi Wadhih al-Burhan; Hibbatullah bin Ibrahim bin Umar meriwayatkan dari Ali bin al-Hasan bin Bandar dari Muhammad bin al-Mushaffa dari Mu’awiyah dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abi az-Zubair dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Baguskanlah kain kafan mayat-mayat kalian, karena sesungguhnya mereka akan saling membanggakan diri dan saling berkunjung di dalam kubur mereka.”

 

lbnu al-Mubarak berkata, aku lebih senang jika mengafani mayat dengan pakaian yang pernah dipakainya untuk shalat.

 

Menyegerakan Pengurusan Jenazah

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, jika jenazah telah diletakkan lalu dibawa oleh para pemandu di atas pundak mereka, maka apabila jenazah itu orang saleh, dia akan berkata, “Segerakan aku, segerakan aku.” Namun, jika bukan orang saleh, dia akan berkata, “Celakalah aku. Ke mana mereka akan membawanya?” Suara jenazah itu dapat didengar oleh setiap makhluk apa pun kecuali manusia. Dan, seandainya ada manusia yang dapat mendengarnya pasti dia akan jatuh pingsan.

 

Sebelumnya telah disebutkan dalam riwayat hadis Anas, bahwa mayat itu akan berkata, “Hai keluargaku, hai anakku, ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Hendaklah kalian menyegerakan dalam mengurus jenazah. Jika jenazah itu orang saleh, maka kalian mempercepatnya menuju kebaikan. Namun, jika jenazah bukan orang saleh, maka kalian meletakkan keburukan dari pundak-pundak kalian.”

 

Sha’iqa maksudnya meninggal atau mati. Maksud dari kata al-Isra’u adalah menyegerakan membawa jenazah untuk dikuburkan. Atau, menyelenggarakan jenazah sesegera mungkin agar jenazah tersebut tidak berubah.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Muhammad bin Abdul A’la dari Khalid dari Uyainah bin Abdirrahman dari ayahku, dia berkata, aku melihat jenazah Abdurrahman bin Samurah. Lalu, Ziyad berjalan menuju keranda yang diikuti oleh beberapa orang laki-laki keluarga Abdurrahman dan para budaknya. Mereka lalu membawa keranda tersebut di atas pundaknya sambil berkata, “Perlahan-lahanlah, semoga Allah memberkahi kalian.” Lalu mereka berjalan membawa jenazah itu dengan perlahan.

 

Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan Abu Bakrah yang berada di atas keledainya. Ketika dia melihat rombongan tersebut, dia lalu mempercepat jalannya menyusul mereka, dan mencambuk keledainya sambil berkata, “Lapangkan jalan untuk mereka. Demi Allah yang memuliakan wajah Abu al-Qasim (Muhammad Saw.), sungguh kami dahulu telah menyaksikannya bersama Rasulullah Saw., dan kami benar-benar berlari kecil dalam membawa jenazah.” Kemudian orang-orang segera mempercepat jalannya. Hadis ini disahihkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi Majidah dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, kami pernah bertanya kepada Nabi kami, Muhammad Saw. tentang berjalan membawa jenazah. Beliau lalu bersabda, “Berjalanlah dengan tidak terlalu cepat. Jika jenazah itu orang baik, maka percepatlah ia kepada kebaikan. Jika bukan orang baik, maka kehinaan bagi penghuni neraka.”

 

Pendapat yang dianut oleh ahli ilmu adalah mempercepat sedikit dari berjalan yang wajar. Mereka lebih menyukai tergesa-gesa daripada berjalan lambat. Makruh hukumnya jika berjalan dengan cepat namun menyulitkan orang-orang lemah yang mengikuti jenazah tersebut.

 

Ibrahim an-Nakha’i berkata, yang paling baik membawa jenazah itu adalah mempercepat sedikit, tidak terlalu pelan (merayap) seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.

 

Membentangkan Kain di Atas Lubang Kubur Ketika Menguburkan Mayat

 

Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah berkata yang bersumber dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. pernah mengantarkan jenazah, Setelah beliau melaksanakan shalat atasnya, beliau meminta kami untuk diambilkan sepotong kain. Beliau lalu membentangkan kain tersebut di atas kuburnya sambil berkata, “Janganlah kalian melihat-lihat ke dalam kubur. Sesungguhnya jenazah itu amanat. Boleh jadi tali kafan terlepas, lalu seseorang melihat seekor ular hitam yang melilit leher mayat. Sungguh jenazah itu amanat. Boleh jadi mayat itu disiksa, lalu terdengarlah suara gemerencing rantai.”

 

Disebutkan oleh Abdurrazaq dari Ibnu Huraih dari asy-Sya’bi dari seseorang bahwa Sa’ad bin Malik berkata, “Ketika menguburkan Sa’ad bin Mu’adz, Nabi Saw. pernah menyuruh kami untuk membentangkan kain di atas kuburnya.”

 

Sa’ad berkata, “Ketika Nabi Saw. masuk ke dalam kubur Sa’ad bin Mu’adz, beliau memerintahkan kami untuk membentangkan kain di atas kuburnya, dan aku termasuk yang ikut memegang kain tersebut.”

 

Beberapa Hukum Membentangkan Kain di Atas Kubur

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Abdullah bin Yazid, Syuraih, dan Anmad bin Hanbal berpendapat, membentangkan kain di atas kubur laki-laki termasuk makruh. Menurut Ahmad dan Ishak, membentangkan kain hanya di atas kubur perempuan. Ada juga yang berpendapat, tidak mengapa membentangkan kain di atas kubur laki-laki.

 

Abu Tsaur berpendapat, tidak ada larangan membentangkan kain, baik di atas kubur laki-laki maupun kubur perempuan. Sedang Imam Syafi’i berpendapat, menutupkan kain pada kubur perempuan lebih kuat daripada menutupkannya pada kubur laki-laki. Itulah yang disebutkan oleh Ibnu al-Mundzir.

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa Nabi Saw. pernah membentangkan kain di atas kubur laki-laki dan perempuan disebabkan karena ada halangan (uzur), sebagaimana yang terdapat dalam hadis, di saat Nabi Saw menguburkan Sa‘ad bin Mu’adz. Wallahu a’lam.

 

Salah seorang sahabat kami mengabarkan kepada kami bahwa dia mendengar suara gemerencing rantai di dalam sebuah kubur. Begitu juga sahabat kami al-Faqih al-Alim Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Qashri mengabarkan kepada kami bahwa ada seorang pejabat pemerintah di Konstantinopel yang meninggal. Maka digalilah untuknya sebuah kubur. Ketika orang-orang selesai menggalinya, dan mayat akan dimasukkan ke dalam kubur, tiba-tiba di dalamnya ada seekor ular hitam. Mereka pun takut untuk memasukkan mayat tersebut ke dalamnya. Lalu, digalilah kubur yang lain untuknya. Dan, ketika mereka akan memasukkan mayat tadi ke dalam lubang kubur yang kedua itu, ternyata ular pun sudah ada di sana. Begitu seterusnya hingga 30 kubur yang mereka gali, namun ular tetap saja menghadang pada saat kubur tersebut akan dipakai untuk mayat. Akhirnya, mereka pun kelelahan dan bertanya-tanya apa yang harus mereka perbuat. Kemudian ada seseorang yang berkata, “Kuburkanlah ia bersama ular tadi.” Kita memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan ditutupi cela kita di dunia dan akhirat.

 

Hukum Membaca al-Qur’an di Sisi Kubur, di Saat Mengubur Mayat Maupun Setelahnya

 

Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-ihya dan Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitab al-Aqibah menuturkan bahwa Muhammad bin Ahmad al-Marwadzi berkata, aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, “Jika kalian mengunjungi kuburan, maka bacalah surah al-Fatihah, an-Nas, al-‘Alaq, dan al-ikhlash. Hendaklah bacaan kalian tersebut peruntukkan kepada penghuni kubur. Maka, pahalanya niscaya akan sampai kepada mereka.”

 

Ali bin Musa al-Haddad berkata, pernah suatu hari aku bersama Ahmad bin Hanbal berada di dekat jenazah. Di sana kami melihat Muhammad bin Qudamah sedang membaca alQur’an. Disaat kami selesai menguburkan mayat, seorang laki-laki buta datang lalu membaca al-Qur’an di sisi kubur. Ahmad mendatanginya dan berkata, “Apa yang engkau lakukan ini? Membaca al-Qur’an di sisi kubur itu bid’ah.”

 

Pada saat kami keluar dari kuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad, “Wahai Abu Abdullah, bagaimana pendapat engkau tentang Mubasysyir bin ismail?” Ahmad lalu menjawab, “Dia seorang yang tsiqah.” Muhammad bin Qudamah lalu bertanya kembali, “Pernahkah engkau menulis sesuatu darinya?” Ahmad lalu menjawab, “Ya.” Muhammad bin Qudamah lalu berkata, “Mubasysyir bin Ismail pernah mengabarkan padaku dari Abdirrahman bin al-‘Ala bin al-Hajjaj dari ayahnya, sesungguhnya ia berwasiat jika nanti jenazahnya selesai dikubur, maka agar dibacakan di dekat posisi kepalanya awal dan akhir surah al-Baqarah.”

 

Muhammad bin Qudamah pun melanjutkan, “Dan, aku pun pernah mendengar bahwa Ibnu Umar pernah berwasiat seperti itu.” Mendengar itu, Ahmad lalu berkata, “Pergilah engkau ke kuburan tadi, katakan pada laki-laki tersebut agar ia melanjutkan bacaan al-Qur’annya.”’

 

Sebagian ulama membolehkan membaca al-Qur’an di sisi kubur berdasarkan hadis Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. pernah menyuruh salah seorang sahabatnya untuk mengambil ranting pohon yang masih basah. Beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian, dan menancapkannya di atas kubur mereka masing-masing.

 

Beliau lalu bersabda, “Mudah-mudahan Allah meringankan siksa mereka selama dua ranting pohon ini belum kering.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Sedangkan dalam Musnad Abu Daud ath-Thayalisi dikatakan, beliau lalu meletakkan ranting itu pada salah satu kubur sebagian, dan sebagian lagi pada kubur yang satunya lagi sambil bersabda, “Sesungguhnya kedua ahli kubur itu diringankan selama dua ranting pohon ini belum kering.”

 

Para ulama berkata, hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa menanam pohon dan membaca al-Qur’an di sisi kubur itu besar manfaatnya. Jika dengan adanya pohon-pohon itu ahli kubur diringankan siksanya, maka apalagi dengan dibacakan al-Qur’an oleh seorang laki-laki mukmin.

 

Diriwayatkan oleh as-Salafi dari Ali bin Abu Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa melewati kuburan dan membaca surah al-Ikhlas sebanyak 11 kali dan pahalanya ditujukan kepada orang-orang yang telah meninggal, maka dia akan diberi pahala sebanyak orang yang telah meninggal.”

 

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah

 

Saw. bersabda, “Jika seorang mukmin membaca ayat Kursi, dan pahalanya ditujukan kepada penghuni kubur, maka Allah akan memberikan 40 cahaya pada setiap kubur orang mukmin yang berada di ilmur maupun di barat. Juga Allah akan meluaskan kubur mereka. Pembacanya akan diberi pahala 60 orang nabi, ditinggikan derajatnya, dan diberi baginya 10 kebaikan dari tiap-tiap mayat tersebut.

 

Al-Hasan berkata, jika seseorang berada di kuburan lalu mengucapkan, “Ya Allah, Tuhan penguasa jasad yang telah hancur dan tulang belulang yang lapuk, Engkau telah mengeluarkannya dari dunia dalam keadaan beriman kepada-Mu. Maka masukkanlah rahmat-Mu kepada mereka, dan salam dariku.” Maka dia akan diberi kebaikan sejumlah orang yang telah meninggal.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Para mualim (guru) adalah sebaik-baiknya manusia dan sebaik-baik, orang yang berjalan di muka bumi. Setiap kaj agama dirusak, maka mereka akan memperbaruinya. Berilah mereka tapi janganlah mengupah mereka. Jika seorang guru menyuruh anak kecil membaca basmalah (Bismillahir rahmani, rahim), maka Allah akan menjaga anak kecil, guru, dan kedua orang tua anak tersebut dari siksa api neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, pembahasan ini berkenaan dengan pahala sedekah yang Sampai kepada orang yang telah meninggal. Pahala sedekah akan sampai juga kepada orang yang telah meninggal, sebagaimana sampainya pahala membaca al-Qur’an, doa, dan istigfar. Sedekah itu tidak hanya berbentuk harta saja.

 

Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang menqaasar shalat di saat situasi dalam keadaan aman. Beliau lalu bersabda, “itu adalah sedekah Allah kepadamu. Karenanya, terimalah pemberian-Nya itu.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah. Setiap bacaan tahlil adalah sedekah. Setiap bacaan takbir adalah sedekah. Setiap bacaan tahmid adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan, cukup untuk menggantikan itu semua dengan dua rakaat shalat dhuha.”

 

Karenanya, para ulama sangat menganjurkan ziarah kubur, sebab bacaan al-Qur’an yang dibacakan oleh peziarah merupakan hadiah bagi orang yang telah meninggal.

 

Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Mayat yang berada di dalam kubur itu bagaikan orang tenggelam yang meminta tolong. Dia menunggu doa yang datang dari ayahnya, saudaranya, atau temannya. Apabila doa tersebut sampai kepadanya, hal tersebut lebih ia cintai daripada dunia beserta isinya. Sesungguhnya hadiah orang hidup kepada orang yang telah meninggal adalah doa dan bacaan istigfar.”

 

Dikisahkan bahwa ada seorang wanita datang kepada Hasan al-Bashri dan berkata, “Putriku telah meninggal, dan aku ingin sekali melihatnya kembali. Tolong ajari aku suatu doa, jika aku membacanya akan membuatku melihatnya Kembali.” Setelah mengamalkan petunjuk Hasan al-Bashri yaitu membaca shalawat, dalam tidurnya wanita tadi bermimpi melihat putrinya memakai kain dari ter dengan leher dibelenggu dan kedua kakinya dirantai. Tiba-tiba dia bangun dan menemui kembali Hasan al-Bashri dan memberitahu mimpinya. Hasan al-Bashri pun merasa kasihan kepadanya.

 

Beberapa waktu kemudian, Hasan al Bashri bermimpi melihat putri wanita itu sedang rebahan di surga dengan memakai mahkota di kepala. “Wahai guru, engkau kenal aku?” Tanyanya. “Tidak,” jawab Hasan al-Bashri. “Aku adalah putri wanita yang pernah menemui engkau minta diajari bacaan suatu doa supaya dia melihatku,” jawabnya. “Apa masalahmu? Kenapa kamu jadi bisa berada di surga?” Tanya Hasan al-Bashri. Dia lalu menjawab, “Suatu hari, seorang yang saleh lewat di Kuburku, di sekitarnya terdapat 50 mayat yang tengah disiksa. Mendengar ia membacakan shalawat kepada Nabi Saw., tiba-tiba ada seruan, hentikan siksaan terhadap mereka karena keberkahan shalawat orang tersebut kepada Nabi Saw..”

 

Seseorang ada yang berkata, dalam mimpi, aku melihat saudaraku yang telah meninggal, lalu aku bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu ketika diletakkan di dalam kubur?” Dia menjawab, “Ada malaikat datang kepadaku dengan membawa bola api yang sangat mengerikan. Seandainya tidak ada orang yang mendoakanku, tentu ia sudah menyiksaku dengan bola api itu.”

 

Kisah serupa banyak diriwayatkan oleh orang-orang saleh, seperti yang dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah. Bahkan, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah dalam kitabnya, ‘Uyun al Akhbar, mengisahkan cerita seperti itu yang cukup panjang. Saya perlu menceritakannya kembali karena sarat dengan pelajaran, peringatan, dan nasihat sekitar perlunya mendoakan mayat.

 

Diriwayatkan oleh al-Harits bin Nabhan, suatu hari, aku (al-Harits) menuju ke sebuah pemakaman. Setelah mendoakan mereka, aku duduk termenung dan memikirkan para penghuni kubur yang ada di sekitarku. Mereka semua diam tak berbicara. Mereka saling bertetangga, tetapi satu sama lain tidak saling mengunjungi. Mereka tinggal di perut bumi. Aku lalu berseru, “dai para penghuni kubur! Jejak peninggalan kalian di dunia sudah hilang. Tetapi, dosa-dosa kalian masih ada. Kalian tinggal di negara bencana yang membuat kaki-kaki kalian bengkak.” Setelah menangis, aku lalu menuju ke sebuah cungkup kuburan tersebut, dan tertidur di bawahnya.

 

Saat tertidur, aku bermimpi melihat seorang penghuni kubur yang sedang dipukul dengan menggunakan sebuah martil besar. Aku melihat ia dirantai di lehernya, sepasang matanya berwarna biru dan wajahnya hitam. Dia berkata, “Celaka aku, kenapa ini terjadi padaku? Seandainya orang-orang yang masih hidup di dunia melihat apa yang aku alami ini, tentu mereka tidak akan mau melakukan maksiat kepada Allah. Aku dituntut untuk mempertanggungjawabkan kenikmatan-kenikmatan yang pernah aku salah gunakan. Kalau saja ada yang mau menolongku atau mengabarkan keadaanku ini kepada keluargaku, tentu aku akan senang sekali?”

 

Tiba-tiba aku terbangun. Hampir saja jantungku copot karena ketakutan atas mimpi itu. Aku lalu pulang ke rumah, dan malamnya aku tidak bisa tidur, karena terus-menerus memikirkan mimpi itu. Esoknya, aku kembali ke tempat tersebut. Aku berharap mudah-mudahan di sana bertemu dengan seorang peziarah yang mau mendengarkan pengalaman mimpiku itu. Sampai di tempat itu, ternyata keadaan sepi, dan tidak ada siapa-siapa. Aku lalu tertidur di sana dan bermimpi melihat orang itu lagi diseret mukanya dan berkata, “Aduh celaka aku! Apa yang sedang menimpaku ini? Usiaku cukup panjang tetapi buruk benar amal perbuatanku sewaktu di dunia, sehingga membuat Allah murka. Sungguh malang nasibku jika Dia tidak berkenan mengasihaniku.”

 

Tiba-tiba aku terbangun. Pikiranku hampir hilang oleh mimpi itu hingga bingung dan aku pun pulang ke rumah. Setelah tidur semalam, esoknya aku kembali ke tempat yang sama dan berharap yang sama seperti kemarin. Tetapi, lagi-lagi aku tidak menemui siapa-siapa. Kembali aku tertidur dan bermimpi melihat orang itu tengah merangkak sambil berkata, “Orang-orang yang masih hidup di dunia benar-benar telah melupakanku. Mereka tidak ada yang mau tahu keadaanku yang sedang diazab sepedih ini oleh Tuhan yang murka kepadaku. Sungguh celaka nasibku jika Dia Yang Maha Pengasih tidak berkenan menolongku.”

 

Kembali aku terbangun dengan ketakutan. Aku sudah ingin pulang, namun tiba-tiba muncul tiga orang anak gadis. Aku segera menjauh dan bersembunyi, supaya mendengar apa yang akan mereka katakan. Gadis yang paling kecil maju menghampiri kubur itu. Dia berkata, “Assalamu‘alaik, Ayah. Bagaimana tidur Ayah di situ? Bagaimana keadaan Ayah? Sepeninggal Ayah, hidup kami sengsara dan menderita.” Setelah itu, dia lalu menangis meraung-raung. Giliran kedua kakaknya yang maju. Setelah mengucapkan salam, mereka berkata, “Ini adalah kuburan Ayah yang sangat sayang kepada kami. Kami berdoa semoga Allah berkenan mengasihi Ayah dan menghentikan azab-Nya. Wahai Ayah, sungguh malang nasib kami. Kalau saja Ayah melihatnya, Ayah pasti merasa sedih. Kami diperlakukan oleh banyak kaum laki-laki kurang ajar, tanpa ada yang mau melindungi kami.”

 

Aku ikut menangis mendengar keluhan mereka itu. Maka, segera aku menghampiri mereka. Setelah mengucapkan salam, aku berkata kepada mereka, “Hai para gadis, amal itu terkadang diterima, dan terkadang dikembalikan kepada yang bersangkutan. Seperti amal ayah kalian yang sudah meninggal membuatku sangat takut dan menderita.”

 

Mendengar omonganku itu serta merta mereka membuka wajah mereka. “Hai orang saleh, apa maksudmu?” Tanya mereka. “Belakangan ini selama tiga hari berturut-turut, aku berada di tempat ini dan mendengar suara martil besar serta rantai yang mengerikan,” jawabku. “Kami tahu, ayah kami dibakar di neraka. Itulah yang membuat kami gusar dan hidup serba tak senang. Tetapi, kami akan terus memohon kepada Allah mudah-mudahan Dia berkenan membebaskan ayah kami dari neraka,” kata mereka yang langsung pergi begitu saja.

 

Aku pun lalu pulang. Setelah tidur semalam di rumah, esoknya aku kembali ke kuburan itu. Aku duduk sendiri lalu tertidur. Aku bermimpi melihat penghuni Kubur itu berwajah sangat tampan dan memakai alas kaki dari emas. la diapit oleh seorang gadis dan seorang pemuda. Aku menghampirinya seraya mengucapkan salam. “Semoga Allah merahmailmu. Siapa engkau sebenarnya?” Tanyaku. “Aku adalah ayah gadis-gadis itu. Sejak kemarin, aku tahu apa yang engkau lakukan di tempat ini. Aku bisa memahami kesedihanmu. Semoga Allah memberimu balasan kebajikan,” jawabnya.

 

“Lalu apa yang terjadi denganmu?” Tanyaku. “Setelah engkau kabarkan keadaanku kepada putri-putriku itu, mereka bertambah sedih. Dan seperti yang dijanjikan, mereka lalu rajin memohon ampunan kepada Allah dengan khusyu dan khidmat serta terus-menerus menangis tanpa henti. Akhirnya, Allah berkenan mengampuni dosa-dosaku dan membebaskanku dari neraka. Bahkan, aku ditempatkan di surga berdampingan dengan Muhammad, Nabi pilihan. Kalau saja aku melihat putri-putriku, akan aku kabarkan kepada mereka keadaanku sekarang yang sudah berada di surga yang penuh nikmat. Ini semua adalah berkat pengampunan Allah kepadaku,” jawabnya.

 

Aku lalu terbangun dengan perasaan gembira dan segera pulang. Setelah semalam tidur di rumah, kembali aku ke kuburan itu. Dari jauh aku melihat gadis-gadis itu dengan telanjang kaki sudah berada di sana dan aku hampiri mereka. Setelah mengucapkan salam, aku katakan kepada mereka berita tentang keadaan ayah mereka yang sudah berada di surga. “Rupanya Allah mendengar doa kalian. Karena itu, bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia berikan kepada kalian,” kataku.

 

Mendengar itu, gadis yang paling kecil serta merta berdoa, “Ya Allah, Tuhan yang menghibur hati, Tuhan Yang Maha Menutupi aib, Tuhan Yang Maha Mengampuni dosa, Tuhan Yang Mengetahui sesuatu yang gaib, Tuhan Yang Mengabulkan harapan yang diminta, Engkau tahu permohonanku, keinginanku, dan alasanku menyendiri dengan-Mu. Ya Allah, Engkau tahu kebingunganku, Engkau melihat niat tulusku, Engkau mengerti tobatku, Engkaulah yang menguasai leherku, Engkaulah yang memegang ubun-ubunku, Engkaulah harapanku di kala sedang susah, Engkaulah yang membimbingku, Engkaulah yang menuntunku, dan Engkaulah yang mengabulkan doaku. Jika aku lalai dari perintah-Mu dan melanggar larangan-Mu, maka Engkau maafkan aku dan Engkau tutupi aibku. Aku ingin selalu menyebut nama-Mu. Dan aku pun ingin senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, tetapi tidak kuasa karena begitu banyaknya nikmat-Mu. Engkaulah Tuhan Yang Mahamulia, yang mengabulkan segala permintaan hamba-Nya. Engkaulah Yang Merajai hari pembalasan. Engkaulah yang mengetahui segala yang tersimpan di dalam hati dan yang mengatur seluruh makhluk. Jika Engkau mengabulkan hajat, itu adalah semata berkah kebaikan-Mu, Engkau telah memenuhi permohonanku menolong hambaMu. Rengkuhlah aku kepada-Mu. Dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” Selesai membaca doa yang cukup panjang tersebut, dia menjerit keras lalu meninggal.

 

Kemudian kakaknya yang satu bangkit berdiri. Dengan suara lantang ia berseru, “Ya Tuhan, berilah jalan keluar bagi kesulitanku dan bebaskan aku dari kebimbangan hatiku. Ya Tuhan yang menolongku ketika aku jatuh tersungkur atau terpeleset, yang menunjukkanku ketika aku bingung, dan yang menolongku ketika aku sedih. Jika Engkau terima tobatku, Engkau penuhi hajatku, dan Engkau luluskan permohonanku, susulkan aku dengan adikku tadi.” Selesai berdoa, dia menjerit keras lalu meninggal.

 

Giliran kakaknya satu lagi yang bangkit dan berdiri. Dengan suara lantang ia juga berseru, “Ya Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, Yang Mahakuasa lagi Mahamulia, Yang mengetahui orang yang diam dan orang yang berbicara. Milik Engkaulah segala anugerah dan kebesaran. Engkau adalah Yang Mahadahulu dan Maha Dermawan. Engkaulah yang membuat mulia orang yang mulia, yang membuat hina Orang yang hina, yang membuat bahagia orang yang bahagia, yang membuat dekat orang yang Engkau dekatkan, yang membuat jauh orang yang Engkau jauhkan, yang membuat miskin Orang yang Engkau miskinkan, yang membuat beruntung orang yang Engkau Karuniai, dan yang membuat rugi orang yang Engkau siksa, aku mohon pertolongan-Mu yang agung, Zat-Mu yang mulia, ilmu-Mu yang luas, yang membuat malam menjadi gelap, yang membuat siang menjadi terang, yang membuat gunung menjadi kukuh, yang menjadikan angin bertiup, yang menjadikan langit menjulang, yang membuat Suara-suara menjadi tunduk khusyu, dan yang menjadikan malaikat bersujud. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon pertolongan kepadaMu, jika Engkau berkenan memenuhi hajatku dan meluluskan permohonanku, tolong susulkan aku dengan kedua adikku.” Selesai berdoa, dia menjerit dan menemui ajal seperti kedua adiknya. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada kita, kepada mereka, dan kepada segenap kaum muslimin. Itulah akhir kisahnya. Segala puji bagi Allah Tuhan seru semesta alam.

 

Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memasuki kuburan lalu membaca Surah Yasin, maka Allah akan meringankan siksa para penghuninya, dan ia akan mendapatkan kebajikan-kebajikan sebanyak jumlah mayat yang ada di kuburan itu.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Khathab, sesungguhnya dia berpesan untuk dibacakan Surah al-Baqarah di sisi kuburnya. Dan riwayat dari al-Alla’ bin Abdurrahman juga memperbolehkan membaca al-Qur’an di sisi kubur.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan lainnya dari Ma’qil bin Yasar al-Madani bahwa Nabi Saw. bersabda, “Bacakanlah Surah Yasin pada Orang-orang yang meninggal di antara kalian.” Perintah beliau ini bisa berarti membacakan Surah Yasin kepada orang yang akan meninggal dan ketika mayat sudah berada di kuburnya.

 

Abu Muhammad Abdul Haq meriwayatkan dari Abu al-Walid Ismail bin Ahmad atau yang terkenal dengan Ibnu Afrand. Dia dan ayahnya seorang yang Saleh lagi terkenal. Dia berkata, pada saat ayahku meninggal, sebagian kawan karibnya bercerita kepadaku, suatu hari, aku berziarah ke kubur ayahmu. Di sana, aku membacakan beberapa ayat al-Qur’an lalu berkata, “Hai Fulan, bacaan ini aku hadiahkan untukmu, namun apa yang aku dapatkan darimu?” Tiba-tiba angin berembus sangat kencang sambil menebarkan bau harum yang menyengat. Begitu kencangnya hingga aku hampir terjatuh. Kemudian aku pulang, dan tanpa terasa aku sudah berjalan cukup jauh.

 

Abu Muhammad berkata, aku pernah mendengar seorang kawan karibku bercerita, “istriku telah meninggal, dan malamnya aku membaca beberapa ayat al-Qur’an, yang pahalanya aku hadiahkan kepadanya. Selain itu, aku juga berdoa dan memohonkan ampunan untuknya.” Pada malam berikutnya, seorang wanita yang kenal dekat denganku bercerita kepadaku bahwa kemarin ia bermimpi melihat istriku tidur di sebuah rumah yang sangat bagus. la mengeluarkan baki dari bawah tempat tidurnya yang berisi botol-botol yang penuh dengan cahaya seraya berkata, “Ini adalah persembahan dari suamiku untukku.” Setelah itu, aku tidak pernah memberitahukannya kepada siapa pun.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, ada sebuah hadis marfu dari Anas yang menyatakan bahwa pahala membaca al-Qur’an itu untuk orang yang membaca, dan pahala mendengarkannya untuk si mayat. Keduanya sama mendapat rahmat.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204)

 

Berkat kemurahan Allah, bisa saja masing-masing mendapatkan pahala membaca al Qur’an sekaligus pahala mendengarkannya, kendatipun si mayat tidak bisa mendengarnya. Sama seperti sedekah, doa, dan istighfar, sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas. Karena, pada hakikatnya al-Qur’an itu adalah doa, istigfar, dan merendah diri kepada Allah. Jadi, apa saja bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti membaca al-Qur’an.

 

Nabi Saw. bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an dan memohon sesuatu kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkan permohonannya melebihi apa yang ia mohonkan.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi. Menurutnya, hadis ini hasan sekaligus gharib.

 

Bacaan Atau Perbuatan yang Disedekahkan Untuk Mayat

 

Dalam hadis riwayat Muslim, Abu Daud, dan Ahmad, Nabi Saw. bersabda, “Apabila salah seorang anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”

 

Membacakan al-Qur’an termasuk doa, dan itu bisa diartikan sedekah dari anak, sedekah dari teman, sedekah dari kerabat dekat, atau orang-orang mukmin.

 

Ada yang menyanggah bahwa hal itu bertentangan dengan firman Allah,

 

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39)

 

Dengan kata lain, amal seseorang itu tidak bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Tetapi, para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini.

 

Menurut Ibnu Abbas, ayat tersebut hukumnya mansukh (dihapus) oleh firman Allah lainnya,

 

“Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikut? mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga).” (QS. ath-Thur: 21)

 

Jadi pada hari Kiamat nanti, anak kecil dapat membantu timbangan ayahnya, sehingga Allah memberikan syafaat kepada ayah karena anak-anaknya, dan begitu pula sebaliknya. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu.” (QS. an-Nisa’: 11)

 

Bahkan menurut ar-Rabi’, yang dimaksud firman Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39) Maksudnya adalah orang kafir. Sedangkan orang mukmin selain memperoleh apa yang diusahakannya sendiri, juga memperoleh apa yang diusahakan orang lain.

 

Menurutku, banyak sekali hadis yang menunjukkan hal itu. Yakni, seorang mukmin itu bisa memperoleh pahala dari amal saleh Orang lain. Disebutkan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dengan masih punya tanggungan utang puasa, maka walinyalah yang membayarkan puasanya.”

 

Nabi Saw. pernah bersabda kepada seseorang yang berhaji atas nama orang lain padahal ia sendiri belum pernah berhaji, “Berhajilah untuk dirimu sendiri, baru atas nama Syubrumah.” Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Thabrani.

 

Diriwayatkan bahwa Aisyah pernah beritikaf atas nama adiknya, Abdurrahman bin Abu Bakar yang telah meninggal. Bahkan, Aisyah juga memerdekakan budak atas nama adiknya tersebut.

 

Sa’ad pernah bertanya kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya ibuku telah meninggal, bolehkah aku bersedekah untuknya?” Beliau menjawab, “Ya.” Sa’ad lalu bertanya lagi, “Sedekah apa yang terbaik?” Beliau menjawab, “Memberi air minum untuk orang lain.” Ini hadis daif yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Hakim.

 

Disebutkan dalam kitab al-Muwaththa’ sebuah riwayat dari Abdullah bin Abu Bakar dari bibinya dari neneknya bahwa ia pernah bernazar akan berjalan ke masjid Quba’. Namun, belum sempat menunaikan nazar tersebut, ia keburu meninggal. Maka, Abdullah bin Abbas menyarankan agar putrinyalah yang melaksanakan nazarnya tersebut.

 

Menurutku, firman Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” itu adalah khusus dalam keburukan berdasarkan sebuah hadis sahih di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Apabila hamba-Ku telah berniat melakukan suatu kebajikan lalu tidak melakukannya, niscaya Aku catat untuknya satu kebajikan. Apabila dia melakukannya, niscaya Aku catat untuknya sepuluh sampai 700 kali lipat. Apabila dia berniat melakukan suatu kejahatan lalu tidak melakukannya, niscaya Aku tidak mencatatnya. Dan, jika dia melakukannya, niscaya Aku catat untuknya satu kejahatan.”

 

Banyak dalil al-Qur’an yang menunjukkan hal itu, antara lain firman Allah sebagai berikut.

 

“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. al-An’am: 160)

 

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.” (QS. al-Baqarah: 261)

 

“Seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat.” (QS. al-Baqarah: 265)

 

“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak.” (QS. al-Baqarah: 245)

 

Semua itu adalah bagian dari anugerah Allah dan keadilan-Nya. Memang benar apa yang difirmankan Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” Akan tetapi, Allah Ta’ala sanggup memberikan anugerah menurut kehendak-Nya. Contohnya adalah seperti balasan yang dilipat gandakan, satu kebajikan bisa dibalas dengan sepuluh bahkan 700 kali lipatnya, bahkan hingga sejuta kali lipat.

 

Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Abi ad-Dunya disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda “Sesungguhnya Allah bisa saja membalas satu kebajikan dengan sejuta kebajikan.” Itu merupakan karunia. Kalau Allah memberikan karunia kepada anak anak yang masih kecil dengan memasukkan mereka ke dalam surga tanpa berbuat amal, lalu bagaimana pendapat engkau tentang amal seorang mukmin yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau yang dilakukan oleh orang lain untuk dirinya.

 

Al-Kharaithi dalam kitabnya, al-Qubur berkata, “Kebiasaan yang berlaku di kalangan orang-orang Anshar ialah setiap kali membawa mayat, mereka membacakan kepadanya Surah al-Baqarah.”

 

Sungguh indah syair ziarah yang dikatakan seorang penyair,

 

“Ziarahilah kedua orang tuamu berdirilah di dekat kubur mereka maka seolah-olah aku lihat kamu seperti mengusung mereka.”

 

Dalam syair lain dikatakan,

 

“Bacalah ayat al-Qur’an apa saja yang kamu bisa, lalu pahalanya kamu kirimkan kepada kedua orang tuamu.”

 

Saya perlu membahas cukup panjang masalah ini sebagai sanggahan atas fatwa yang pernah disampaikan oleh Syekh al-Qadhi al Imam Mufti, anak Abdul Aziz bin Abdussalam bahwa pahala bacaan al-Qur’an itu tidak bisa sampai kepada mayat. Dia berpedoman pada firman Allah surah an-Najm ayat 39, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” Ketika dia akan meninggal, seorang sahabat dekatnya yang biasa diajak diskusi dan bertukar pikiran menanyakan kembali masalah tersebut kepadanya, “Engkau tetap berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an itu tidak bisa dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal.” Dia lalu menjawab, “Pendapat itu aku sampaikan waktu dahulu. Sekarang, aku menariknya kembali, karena aku melihat ada unsur kemurahan Allah. Jadi, hal (pahala) itu bisa sampai kepada mayat.”

 

Seorang Hamba Dikubur di Dalam Tanah yang Merupakan Asal Penciptaannya

 

Diriwayatkan oleh Abu isa Tirmidzi dari Muthar bin Akamisy, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila Allah memutuskan seorang hamba akan meninggal di suatu tempat, maka Allah akan membuat hamba itu mempunyai keperluan datang ke tempat tersebut, atau ia mempunyai kepentingan padanya.” Tirmidzi berkata, menurut Abu Izzah hadis ini gharib karena Muthar bin Akamisy tidak pernah meriwayatkan dari Nabi Saw. selain hadis ini.

 

Diriwayatkan dari Abu Izzah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila Allah memutuskan seorang hamba akan meninggal di suatu tempat, maka Allah akan membuat hamba itu mempunyai keperluan datang ke tempat tersebut, atau ia mempunyai kepentingan padanya.” Hadis ini hasan sekaligus sahih. Abu Izzah adalah seorang sahabat. Nama aslinya adalah Yassar bin Ubaid.

 

Seorang penyair mengatakan,

 

Sika seekor burung dara milik seseorang berada di suatu negeri pasti ada keperluan mengapa ia terbang ke sini.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, bahwa Abu Wurairah berkata, suatu hari, Rasulullah Saw. mengajak kami berkeliling ke segenap sudut kota Madinah. Ketika melihat sebuah kubur sedang digali, beliau mendekat dan berdiri di depannya. Beliau lalu bertanya, “Untuk Siapakah kubur ini?” Mereka menjawab, “Untuk seorang laki-laki dari Habasyah (Ethiopia).”

 

Beliau lalu bersabda, “Tidak ada tuhan selain Allah. la memang telah digiring dari negerinya dan langitnya hingga dikubur di tanah, tempat ia berasal.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah telah menentukan kematian seseorang dan tempat kematiannya, maka Allah akan membuat hamba itu datang ke tempat tersebut karena ada hajat atau keperluan. Dan, pada hari Kiamat, bumi tempat ia dikuburkan berkata, ya Allah, ini adalah titipan-Mu yang Engkau titipkan dulu padaku.”

 

Menurut para ulama, hadis tadi merupakan peringatan kepada seorang hamba agar senantiasa mengingat kematian dan mempersiapkan diri dengan cara menaati segala perintah Allah dengan sebaik mungkin, berhenti berbuat zalim, segera membayar utang, dan melaksanakan wasiat yang pernah ia nyatakan, terutama ketika ia akan pergi meninggalkan negerinya, karena tidak diketahui persis di mana ia akan meninggal.

 

Diriwayatkan bahwa pada zaman dahulu ada seorang umat Nabi Sulaiman berkata, “Wahai Nabi Allah, aku ada keperluan di negeri India. Tolong engkau perintahkan angin untuk membawaku ke sana saat ini juga.” Nabi Sulaiman a.s. memandang ke arah Malaikat Maut yang berada di dekatnya sedang tersenyum. Beliau lalu bertanya, “Kenapa engkau tersenyum?” Malaikat Maut menjawab, “Aku memang diperintah Allah untuk mencabut nyawa orang ini di negeri India, dan aku melihat ia berada di sisi engkau.” Kemudian angin membawa orang itu ke India pada saat itu juga. Dan, di sanalah nyawanya dicabut. Wallahu a’lam.

 

Tanah Kubur, Rezeki, dan Ajal

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika setiap yang dilahirkan meninggal, maka jasadnya akan ditimbun dengan tanah Rahan kuburnya.”

 

Abu Ashim an-Nabil berkata, “Keutamaan paling besar yang aku lihat pada Abu Bakar dan Umar ialah bahwa mereka diciptakan dari tanah yang sama dengan tanah asal kejadian (penciptaan) Rasulullah Saw…” Demikian menurut sebuah riwayat dari Abu Hurairah.

 

Diriwayatkan oleh Murrah dari ibnu Mas’ud, sesungguhnya malaikat yang ditugasi Allah mengurus penciptaan mengambil air mani (sperma) dari dalam rahim. Setelah meletakkan di telapak tangannya, ia lalu bertanya, “Ya Tuhanku, apakah ini disempurnakan penciptaannya atau tidak?” Jika Allah menjawab, “Disempurnakan penciptaannya”, malaikat lalu bertanya lagi, “Bagaimana rezekinya, bahan tanahnya, dan ajalnya?’” Allah lalu berfirman, “Lihatlah dia Ummu! Kitab.” lalu malaikat melihatnya di Lauh Mahfuzh. Setelah dilihat, ternyata di sana sudah ada ketentuan tentang rezekinya, bahan tanahnya, ajalnya, dan amalnya. Kemudian malaikat mengambil tanah di tempat dia akan dikubur, lalu tanah itu diaduk dan dicampur dengan sperma tersebut. Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu.” (QS. Thaha: 5S)

 

Hadis di atas tersebut diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul.

 

Diriwayatkan dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata, ketika air mani sudah berada di dalam rahim, ia diambil oleh malaikat lalu diletakkan di telapak tangannya. Malaikat lalu bertanya, “Ya Tuhanku, apakah ini disempurnakan penciptaannya atau tidak?” Jika Allah menjawab, “Tidak disempurnakan penciptaannya”, maka mani itu berubah menjadi darah. Dan, jika Allah menjawab, “Disempurnakan penciptaannya”, malaikat lalu bertanya, “Diciptakan laki-laki atau wanita? Sebagai orang celaka atau bahagia? Bagaimana ajalnya, bahan tanahnya dan rezekinya? Di manakah ia nanti meninggal Allah lalu berfirman, “lihatlah di Ummul Kitab di sana engkau akan mendapati mani (nuthfon itu.” Lalu, mani itu ditanya, “Siapa Tuhanmu? la menjawab, “Allah.” Ditanya lagi, “Siapa yang memberimu rezeki?” la menjawab, “Allah”. ia lalu diciptakan, diberi kehidupan serta rezeki Namun, jika ajalnya telah tiba, maka ia akan di kubur di tanah tempat dia berasal.

 

Muhammad bin Sirin berkata, “Jika aku harus bersumpah, maka aku akan bersumpah dengan benar dan jujur tanpa ragu. Sesungguhnya Allah menciptakan Muhammad Saw., Abu Bakar dan Umar dari bahan tanah yang sama, dan akan mengembalikan mereka pada bahan tanah yang sama pula.”

 

Menurutku, termasuk yang diciptakan dari bahan tanah tersebut ialah Nabi Isa bin Maryam, insya Allah akan kami sampaikan penjelasannya pada bagian akhir buku ini. Bab ini hanya menjelaskan makna firman Allah Ta’ala,

 

“Wahai manusia! jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah.” (QS. al-Hajj: 5)

 

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya.” (QS. al-An’am: 2)

 

“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).” (QS. as-Sajdah: 8)

 

Ayat-ayat tersebut sama sekali tidak ada yang bertentangan sebagaimana yang saya jelaskan dalam kitab al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, termasuk dengan keterangan hadis yang terkait.

 

Apa yang Mengikuti dan Menemani Mayat di Dalam Kuburnya?

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga perkara yang mengikuti mayat, lalu yang dua pulang dan yang satunya lagi tidak. Yang mengikutinya ialah harta dan keluarganya lalu keduanya akan pulang, dan yang tetap tinggal adalah amalnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari hadis Qatadah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tujuh perkara yang pahalanya tetap mengalir bagi seorang hamba ketika ia berada di alam Kubur. Yaitu, orang yang pernah mengajarkan ilmu, yang membangun pengairan, yang menggali sumur, yang menanam pohon kurma, yang membangun masjid, yang mewariskan mushaf, atau anak saleh yang memohonkan ampunan untuknya setelah ia meninggal.’” Hadis Qatadah ini gharib, karena hanya diriwayatkan secara tunggal oleh Abu Nu’aim Abdurrahman bin Hani’ an-Nakhai dari al-Azrami Muhammad bin Abdullah dari Qatadah. Tetapi, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Abdullah bin Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazuwaini dalam Sunan-nya dari hadis az-Zuhri.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Abdullah al-Aghar dari Abu Wurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal kebajikan yang menyusul seorang mukmin setelah kematiannya ialah ilmu yang ia ajarkan dan yang ia sebar luaskan, anak saleh yang ia tinggalkan, mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia dirikan, rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, pengairan yang dibangunnya, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya sewaktu masih dalam keadaan sehat. Semua itu akan menemui dia setelah kematiannya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah, dia berkata bahwa Anas bin Malik mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa sedekah yang kamu keluarkan atas seseorang yang telah meninggal akan dibawa malaikat dan diletakkan di atas talam yang terbuat dari cahaya. Kemudian malaikat berdiri di samping kuburan dan berseru, “Hai penghuni kubur yang asing, keluargamu mengirimkan hadiah ini kepadamu, maka terimalah.” Lalu, hadtbah itu dimasukkan ke dalam kubur orang tersebut sehingga kuburnya itu menjadi luas dan bercahaya. Penghuni kubur lalu berkata, “Semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada keluargaku.” Adapun penghuni kubur di sampingnya berkata, “Sayang sekali aku tidak meninggalkan seorang anak atau siapa pun yang mau mengingatku dengan mengirimkan sesuatu.” la merasa sedih, sedangkan yang lain merasa gembira karena sedekah.

 

Basyar bin Ghalib bercerita, aku bermimpi bertemu Rabi’ah al-Adawiyah, seorang wanita yang tekun beribadah. Aku memang sering mendoakannya. Dia berkata kepadaku, “Hai Basyar, hadiahmu sudah aku terima dalam sebuah talam yang terbuat dari cahaya dan ditutupi sapu tangan dari sutra. Hat Basyar, doa orang-orang mukmin yang masih hidup yang ditujukan kepada saudara-saudara mereka yang telah meninggal akan diterima seraya dikatakan, ini hadiah dari Fulan untukmu.”

 

Isma’il bin Rafi’ berkata, “Tiada seorang pun kerabat yang hubungannya lebih erat dengan saudaranya selain orang yang menghadiahkan pahala haji untuk saudaranya, memerdekakan budak, atau memberi sedekah. Semua itu merupakan amalan-amalan yang sampai kepada orang yang meninggal. Di mana semua amal perbuatan tersebut pahalanya ditujukan untuk orang yang sudah meninggal.”

 

Dahsyatnya Sakaratul Maut

 

Sudah disebutkan sebelumnya sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “‘Janganlah kalian mengharapkan mati, karena kematian itu adalah sesuatu yang sangat dahsyat….” al-Hadis

 

Ketika Umar bin Khaththab ditikam, seorang sahabat berkata kepadanya, “Aku berharap semoga Kulit engkau tidak tersentuh api neraka.” Sejenak Umar memandang kepadanya lalu berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang tertipu denganmu, sungguh akan tertipu. Demi Allah, seandainya aku mempunyai apa pun yang ada di bumi, akan aku gunakan untuk menebus dahsyatnya sakaratul maut.”

 

Abu Darda’ berkata, “Tiga perkara yang membuat aku tertawa, dan tiga perkara yang membuat aku menangis. Tiga perkara yang membuat aku tertawa ialah orang yang masih mengangan-angankan dunia padahal kematian akan menjemputnya, orang lalai tetapi tidak merasa lalai, dan orang tertawa lepas namun ia tidak tahu apakah Allah meridainya atau memurkainya. Sementara tiga perkara yang membuat aku menangis ialah berpisah dengan Orang-orang tercinta seperti Muhammad Saw. dan para sahabatnya, menghadapi dahsyatnya sakaratul maut, dan berdiri di hadapan Allah pada hari di mana semua yang tersembunyi akan terungkap, dan aku tidak tahu nasibku ke surga atau ke neraka.”

 

Abu Darda’ berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad dari Anas bin Malik, dia berkata, “Maukah kalian aku ceritakan tentang dua hari dan dua malam di mana seluruh makhluk apa pun belum pernah mendengarnya. Yaitu, hari pertama ketika kamu didatangi malaikat pembawa kabar dari Allah yang mungkin membawa rida-Nya atau murka-Nya. Dan, hari ketika Tuhanmu menyerahkan buku catatan amal kepadamu, dan kamu mungkin menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kirimu. Kemudian malam pertama ketika kamu mulai menginap di kubur yang belum pernah kami alami sama sekali, dan malam yang esoknya terjadi hari Kiamat.”

 

Kubur Adalah Persinggahan Pertama Menuju Akhirat

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Hani’ bin Utsman, dia berkata, setiap kali berdiri di depan kubur, Utsman selalu menangis hingga jenggotnya basah kuyup. Seorang sahabat lalu bertanya, “Ketika diingatkan surga dan neraka, engkau tidak menangis. Tetapi, kenapa sekarang engkau menangis?” Dia menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya kubur adalah persinggahan pertama menuju akhirat. Jika seseorang selamat darinya, selanjutnya akan lebih mudah. Dan jika dia tidak selamat darinya, berikutnya akan lebih sulit lagi.”

 

Utsman juga pernah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku tidak pernah me. lihat pemandangan yang lebih mengerikan selain kubur.” Kedua hadis ini masing-masing diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi. Ditambahkan oleh Razin, “Aku pernah mendengar Utsman menyanyikan syair tentang kubur,

 

“Jika kamu selamat darinya maka kamu selamat dari bahaya yang sangat besar dan jika tidak aku yakin kamu pasti celaka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari al-Barra’, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantar jenazah. Beliau duduk di tepi kubur lalu menangis, dan aku pun ikut menangis sampai air mataku jatuh ke tanah. Kemudian beliau bersabda, “Hai saudara-saudaraku, seperti inilah kalian akan dikembalikan.”

 

Asal Permulaan Mengubur Mayat

 

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali membuat kubur. Ada yang berpendapat bahwa yang pertama kali membuat kubur adalah seekor burung gagak ketika terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap adiknya sendiri, Habil.

 

Adapun Bani Israil berpendapat bahwa Qabil sebenarnya sudah tahu bagaimana cara mengubur adiknya, tetapi dia sengaja membiarkannya di gurun pasir. Allah lalu mengutus seekor burung gagak kemudian burung tersebut menggaruk-garuk pasir untuk menimbun mayat Habil. Pada saat itu, Qabil berkata seperti yang dikutip al-Qur’an, “Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal.” (QS. al-Ma’idah: 31)

 

Qabil menyesal melihat Allah memuliakan Habil dengan mengutus seekor burung gagak untuk menguburkannya. Tetapi, penyesalan Qabil tersebut bukan penyesalan tanda tobat. Ada yang bilang, Qabil menyesal karena merasa kehilangan saudara, bukan karena menyesal telah membunuhnya.

 

Ibnu Abbas berkata, “Seandainya Qabil menyesali pembunuhan tersebut, maka penyesalannya itu merupakan tobat.”

 

Ada juga riwayat yang mengatakan, konon sehabis membunuh adiknya, Qabil duduk menangis di dekat kepala adiknya yang telah menjadi mayat. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada dua ekor burung gagak yang sedang bertengkar saling membunuh. Setelah burung gagak yang kalah mati, yang menang segera mengenali tanah untuk menguburnya. Hal tersebut kemudian diikuti Qabil terhadap mayat adiknya. Itulah yang kemudian menjadi sunah yang terus-menerus berlaku di tengah-tengah Bani Adam. Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya.” (QS. ‘Abasa: 21)

 

Artinya, Allah menjadikan kubur untuknya sebagai penghormatan. Bukannya dilemparkan begitu saja di atas tanah sehingga dimakan burung-burung pemakan bangkai dan serigala. Demikian dikatakan oleh al-Farra’.

 

Abu Ubaidah berpendapat bahwa makna kata fa aqbarahu adalah membuatkan kubur untuknya, dan memerintahkan agar menguburkannya.

 

Abu Ubaidah berkata, ketika Umar bin Hubairah membunuh Shalih bin Abdurrahman, maka Bani Tamim segera membuat kubur dan memasukkan ke dalamnya. Setelah itu mereka berkata, “Kita baru saja menguburkan Shalih.”

 

Ketentuan Tentang Bentuk Kubur

 

Bentuk (permukaan) kubur sebaiknya dibuat datar-datar saja atau ditinggikan ke atas sedikit dari permukaan tanah. Dilarang mengapurnya dan membuat bangunan di atasnya, baik dengan cat ataupun batu.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah Saw. melarang mengecat kubur, duduk di atasnya, atau mendirikan bangunan di atasnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah Saw. melarang mengecat kubur, menulisinya, mendirikan bangunan di atasnya, dan menginjak-injaknya.”. Menurut Abu Isa, hadis ini sahih.

 

Menurut para ulama, Imam Malik tidak suka kubur itu dicat karena hal itu termasuk membanggakan dan menonjolkan perhiasan manusia. Padahal, kubur adalah tempat persinggahan pertama menuju akhirat sehingga tidak layak untuk dijadikan kebanggaan. Yang dapat menghiasi Kubur seorang mayat ialah amal-amalnya.

 

Seorang penyair berkata,

 

“Jika kamu menguasai perkara suatu kaum semalam saja ketahuilah, sesudah itu kamu akan dimintai tanggung jawab dan apabila kamu mengusung jenazah ke kubur sadarlah bahwa setelah dia kamu pasti akan diusung hai penghuni kubur bagian atas kuburmu bisa saja diukir tetapi kamu yang di dalam mungkin sedang dibelenggu.”

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah riwayat dari Abu al-Hayyaj al-Asadi dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Maukah kamu aku wasiatkan sesuatu seperti yang pernah diwasiatkan Rasulullah Saw. kepadaku? Setiap kali melihat patung Kamu harus merusaknya, dan setiap kali melihat kubur yang tinggi kamu harus meralakannya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al Marasil dari ‘Ashim bin Abu Shalih, dia berkata, “Aku melihat kubur Nabi Saw. setinggi kira-kira satu jengkal dari permukaan tanah.”

 

Menurut sebagian ulama, kubur maksimal hanya boleh dibentuk seperti punuk unta, sekadar tanda pengenal saja. Tidak boleh terlalu tinggi seperti kebiasaan yang dilakukan orang-orang jahiliah dahulu. Mereka melakukan itu untuk kebanggaan diri, sebagaimana kata penyair,

 

“Jika orang-orang kaya mati mereka membangun istana di atas kuburnya untuk dibanggakan kepada orang-orang miskin demi Allah, padahal seandainya kamu buka kubur-kubur itu kamu tidak akan bisa mengenali mana orang kaya dan mana orang miskin mana kulit yang ditutupi kain biasa dan kulit yang ditutupi kain sutra semua dimakan tanah itulah bukti bahwa tidak ada keutamaan bagi orang kaya atas yang miskin.”

 

Hai orang-orang yang telah meninggal, mana harta yang selama ini kamu kumpulkan dan kamu persiapkan untuk menghadapi dahsyatnya kematian? Setelah mati, kamu tidak mempunyai apa-apa. Kamu semula terhormat, sekarang menjadi hina dina. Keluarga dan rumah-rumah mewah kamu tinggalkan begitu saja. Mengapa dahulu kamu tidak mau menempuh jalan yang benar? Mengapa kamu tidak menganggap penting membawa bekal akhirat? Sekarang kamu benar-benar dalam posisi yang sangat sulit dan berat.

 

Hai orang tertipu, betapa pun kamu harus berangkat menjemput hari yang penuh dengan ketakutan yang mencekam. Tidak ada yang bermanfaat bagimu di hadapan Allah Yang Mahakuasa. Tanganmu tidak lagi keras, langkah kakimu lumpuh, mulutmu tidak bisa berbicara, dan anggota-anggota tubuhmu yang lain tak dapat bergerak. Jika Allah mengasihi, kamu beruntung masuk surga. Dan jika tidak, kamu akan celaka masuk neraka.

 

Hai orang lalai, berapa kali kamu diingat. kan tetapi kamu tetap saja lalai. Kamu pikir ini masalah kecil? Dan, kamu anggap ini persoalan sepele? Semua sudah tidak ada artinya jika sudah tiba saatnya kamu harus berangkat menuju akhirat. Kamu kira hartamu bisa menyelamatkanmu ketika kamu dicelakakan oleh amal perbuatannya sendiri? Kamu kira penyesalanmu berguna ketika kakimu sudah terpeleset? Kamu kira keluargamu ada yang bisa menolongmu ketika kamu sudah dikumpulkan di Padang Mahsyar? Tidak. Demi Allah, perkiraanmu keliru. Kamu dahulu tidak pernah merasa cukup, kamu tidak pernah merasa kenyang makan yang haram, kamu tidak per. nah mau mendengar nasihat-nasihat, dan juga tidak pernah takut ancaman. Kamu biarkan dirimu tenggelam bersama kesenangan nafsu, berjalan membabi buta, selalu silau oleh kemewahan, dan tidak pernah ingat apa yang akan terjadi nanti di hadapanmu.

 

Hai orang yang tidur dalam kelengahan, berapa lama kamu telah lengah? Kamu pikir kamu akan dibiarkan begitu saja tanpa dihisab? Atau, kamu mengira Malaikat Maut bisa disuap? Tidak. Demi Allah, harta dan anak-anak tidak dapat meloloskanmu dari kematian. Yang berguna bagi para penghuni kubur hanyalah amal baik. Sungguh beruntung orang yang mau mendengar, sadar, dan mampu mengendalikan nafsunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. an-Najm: 39-40)

 

Bangunlah dari tidur panjang ini. Kumpulkan amal saleh sebanyak mungkin sebagai menjawab, “Aku ingin mengambil sekantung tanah merah yang terletak di sebuah lereng gunung di Mesir.” Ka’ab bertanya, “Semoga Allah mengasihimu. Apa maksudmu?” Dia menjawab, “Aku akan menaruhnya di atas kuburku.” Ka’ab berkata, “Mengapa kamu berkata seperti itu, padahal kamu berada di Madinah. Bukankah kamu sudah tahu keutamaan pemakaman Baqi’.” Dia menjawab, “Menurut keterangan kitab-kitab Allah yang dahulu, itu adalah sebuah tempat yang sangat suci yang berada antara Qashir dan Yahmum.”

 

Tanah Suci

 

Menurut para ulama, tidak ada tempat apa pun yang dapat membuat seseorang suci dan bersih dari dosa kecuali tobat yang sebenar-benarnya dengan disertai amal-amal saleh. Adapun kaitannya dengan tempat yang dianggap suci ialah dalam pengertian apabila seseorang berbuat amal saleh di tempat tersebut, maka pahalanya akan dilipatgandakan baginya daripada di tempat-tempat lain karena berkahnya, sehingga dapat menghapus kesalahan-kesalahannya. Selain itu, dapat memberatkan timbangan amal baiknya serta memasukkannya ke dalam surga.

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, dia berkata, “Aku lebih suka dimakamkan di pemakaman lain daripada di pemakaman Baqi’. Karena, aku khawatir akan menyingkirkan tulang-tulang mayat orang-orang saleh yang sudah ada di sana terlebih dahulu. Atau, kuburanku berdampingan dengan kubur orang zalim.”

 

Ini menunjukkan bahwa masalah keutamaan menguburkan mayat di tempat-tempat yang dianggap suci masih diperdebatkan. Bahkan, ada sementara orang justru lebih suka mayatnya dimakamkan bersama kaum kerabat sendiri, tetangga, atau teman-temannya.

 

Benarkah Malaikat Maut Ditampar Nabi Musa a.s.?

 

Mengenai masalah Nabi Musa a.s. yang menampar Malaikat Maut sehingga matanya bengkak, ada enam pendapat sebagai berikut.

 

Pertama, hal itu bersifat fiktif atau bukan peristiwa nyata. Pendapat ini batil karena mengesankan bahwa para nabi itu bisa melihat wujud (rupa) malaikat yang bermacam-macam, bukan yang sebenarnya. Ini adalah pendapat mazhab Salimiyah.

 

Kedua, peristiwa itu merupakan pengalaman spiritual. Dan, ini majaz atau bukan hakikat yang sebenarnya.

 

Ketiga, mungkin Nabi Musa as. tidak tahu kalau itu adalah Malaikat Maut yang diutus Allah untuk mencabut nyawanya. Nabi Musa mengiranya adalah orang biasa yang masuk rumahnya tanpa izin karena menginginkan nyawanya. Karenanya, Nabi Musa berusaha mempertahankan diri dengan cara menampar Orang itu hingga bengkak matanya. Hal itu sangat mungkin terjadi. Tetapi, menurut Imam Abu Bakar bin Khuzaimah, pendapat ini justru bertentangan dengan isi hadis itu sendiri yang menyatakan bahwa ketika Malaikat Maut kembali kepada Allah, ia berkata, “Ya Tuhanku, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menginginkan kematian.” Seandainya benar Nabi Musa tidak mengenal Malaikat Maut, tentu Malaikat Maut tidak sampai melapor kepada Allah seperti itu.

 

Keempat, Nabi Musa a.s. dikenal emosional. la sangat marah terhadap Malaikat Maut yang bertindak kasar kepadanya. Demikian pendapat yang dikemukakan Ibnu al-Arabi di dalam kitabnya, al-Ahkam. Tetapi, pendapat ini keliru karena para nabi tidak mungkin melakukan perbuatan tidak terpuji seperti itu.

 

Kelima, menurut pendapat Ibnu al-Mahdi, pada saat Nabi Musa menampar, Malaikat Maut menjelma dalam bentuk lain karena ia memang termasuk makhluk yang bisa menjelma apa saja sesuai keinginannya.

 

Keenam, dan ini insya Allah merupakan pendapat yang paling sahih, ialah Nabi Musa sudah tahu bahwa sebelum Allah mencabut nyawanya, ia akan diberi-Nya pilihan terlebih dahulu. Karena itu, ketika Malaikat Maut datang begitu Saja untuk mencabut nyawanya, secara reflek Nabi Musa menamparnya hingga kedua mata Malaikat Maut bengkak. Hal itu untuk memberi pelajaran kepada Malaikat Maut karena ia tidak mau menjelaskan adanya pilihan terlebih dahulu kepadanya. Salah satu bukti yang menunjukkan kebenaran pendapat ini ialah, ketika Malaikat Maut datang lagi kepada Nabi Musa, dia menawarkan dua pilihan, apakah ia memilih tetap hidup atau mati. Ternyata Nabi Musa memilih kematian dan tunduk kepadanya. Sesungguhnya Allah-lah yang mengetahui segala yang gaib.

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi di dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Semula, Malaikat Maut datang kepada manusia untuk mencabut nyawa secara terang-terangan hingga ia mendatangi Nabi Musa a.s.. Maka dia menamparnya yang mengakibatkan kedua mata Malaikat Maut bengkak….” Dan pada akhir hadis disebutkan, “Sejak peristiwa itu, Malaikat Maut mendatangi manusia secara diam-diam.”

 

Anjuran Mengubur Mayat di Tengah-tengah Kuburan Orang-orang Saleh

 

Disebutkan oleh Abu Sa’id al-Malayini dalam kitabnya, al-Mu’talaf wal-Mukhtalaf, dan Abu Bakar al-Kharaithi dalam kitabnya, al Qubur, hadis riwayat Tirmidzi dari Sufyan ats Tsauri dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Muhammad bin al-Hanafiyah dari Ali, dia berkata, “Rasulullah Saw. menyuruh kami menguburkan orang-orang yang meninggal di tengah-tengah kuburan orang-orang saleh, karena sungguh mayat itu merasa terganggu oleh tetangga yang buruk sebagaimana yang dialami oleh Orang-orang yang masih hidup yang terganggu olehnya

 

Dalam riwayat Ibnu Abbas, Nabi Saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, hendaklah memperbagus kain kafannya, segerakan melaksanakan wasiatnya, memperdalam kuburnya, dan jauhkanlah dia dari tetangga kubur yang buruk.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tetangga, kubur yang baik itu bermanfaat di akhirat?” Beliau balik bertanya, “Apakah tetangga yang baik bermanfaat di dunia?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Demikian pula, ia ber. manfaat di akhirat.” Demikian dituturkan oleh az-Zamakhsyari dalam kitabnya, Rabi’ al-Abrar.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis Malik bin Anas berikut sanadnya dari pamannya Nafi’ bin Malik dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kuburlah orang-orang yang meninggal di antara Kalian di tengah-tengah Kuburan Orang-orang saleh, karena sesungguhnya mayat itu merasa terganggu oleh tetangga yang jahat.”

 

Menurut para ulama, dianjurkan untuk menguburkan mayat di tengah-tengah ahli kubur Orang-orang saleh. Tujuannya, selain untuk mendapatkan berkah mereka, juga sebagai upaya tawasul mendekatkan diri kepada Allah. Sebaliknya, dianjurkan untuk menjauhkan mayat dari ahli kubur orang-orang jahat karena ia akan terganggu dan merasa sakit berada di tengah-tengah mereka, seperti yang ditegaskan dalam hadis tadi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, “Seorang wanita dikubur di sebuah pemakaman di kota Cordoba. Pada suatu malam, dia mendatangi keluarganya lewat mimpi dan mengeluh karena dikuburkan di dekat tempat pembakaran kapur hingga dia merasa sangat tersiksa. Esoknya, mereka (keluarganya) pergi ke tempat pemakaman tersebut dan mereka tidak mendapati tempat seperti itu.

 

Dari keterangan penjaga makam, mereka tahu bahwa kubur di samping wanita itu adalah kubur seorang algojo yang semasa hidupnya terkenal zalim dan kejam. Akhirnya, mereka membongkar kubur keluarganya tersebut dan memindahkannya ke tempat lain.”

 

Seorang dusun (Arab Badui) pada suatu malam bermimpi bertemu dengan putranya yang telah meninggal. Dia bertanya, “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu, anakku?” Si anak menjawab, “Aku baik-baik saja. Tetapi, aku merasa sangat terganggu karena dikubur di samping kubur seorang yang fasik. Aku ikut merasa tersiksa ketika ia tengah disiksa dengan berbagai azab.”

 

Pengalaman serupa dikemukakan oleh Thawus bin Dzakwan al-Yamani seperti yang dikutip oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu al-Walid Rabbah bin al-Walid al-Mushili dan dari Abdul Malik bin Abdul Aziz, dia berkata, pengalaman ini aku alami ketika aku sedang berhaji. Ketika tengah malam, aku shalat di dekat sebuah kubur. Saat itu, aku memakai syal yang aku beli di Yaman seharga 70 dinar.

 

Di tengah-tengah shalat, tiba-tiba aku melihat sebuah lampu mengiringi usungan jenazah. Kemudian dari kubur yang sudah digali itu, aku mendengar suara orang berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga jahat.” Aku lalu ruku, sujud, dan membaca salam. Selesai shalat, aku beranjak pergi. Di tengah jalan, aku bertemu dengan iringan jenazah tersebut, lalu aku hampiri mereka dan berkata, “Jangan kalian kuburkan mayat ini di sini, Kuburkanlah di tempat yang agak jauh.” Mereka menjawab, “Kami tidak mungkin menguburkannya di tempat lain.” Lalu aku berkata, “Siapakah orang yang lebih berhak dari mayat ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah anaknya.”

 

Lalu aku berkata kepada anak tersebut, “Sudikah engkau jika pakaianmu aku tukar dengan syal ini. Syal ini lebih mahal daripada 70 daerah di sini. Jika bapakmu mempunyai utang maka akan terbayar utangnya. Jika tidak, maka akan bermanfaat bagi ahli warisnya sebagai peninggalan, dan akan mencukupimu.” Kaum tersebut mengingkari perkataanku karena mana mungkin seorang laki-laki mempunyai syal seharga 70 dinar.

 

Akhirnya, aku memperkenalkan diriku yang sebenarnya kepada mereka. Aku lalu berkata, “Kenalkah kalian dengan Thawus al-Yamani?” Mereka berkata, “Ya.” Lalu aku berkata, “Akulah Thawus al-Yamani. Aku berkata dengan benar.” Maka, laki-laki itu (anak orang meninggal) bersedia menukarkan pakaiannya dengan syal milikku yang berharga cukup mahal itu. Kemudian dia pun pergi meninggalkanku. Selanjutnya, aku kembali lagi ke kubur tempat aku mendengar orang berdoa tadi. Aku katakan kepadanya, “Sekarang engkau tidak jadi punya tetangga jahat, aku berhasil menolaknya.” Lalu, aku kembali meneruskan shalat.

 

Orang Meninggal Itu Saling Berkunjung di Dalam Kubur Mereka

 

Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nashr Abdullah bin Sa’id bin Hatim al-Wa’ ili as-Sijistani dalam kitabnya, al-ibanah, dari Hibatullah bin Ibrahim bin Umar dari Ali bin al-Husain bin Bandar dari Muhammad bin al-Mushaffa dari Mu’awiyah dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abi az-Zubair dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Baguskanlah kain kafan mayat-mayat kalian, karena sesungguhnya mereka akan saling membanggakan diri dan saling mengunjungi di dalam kubur mereka.”

 

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengafani mayat saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya.”

 

Perkataan Kubur Setiap Harinya, dan Perkataannya Kepada Mayat yang Berada di Dalamnya

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, ketika Rasulullah Saw. masuk ke dalam mushalla, beliau melihat beberapa orang sedang ribut. Beliau lalu bersabda, jika kalian banyak mengingat yang melenyapkan kenikmatan-kenikmatan, yaitu kematian, pastinya Kalian tidak akan sempat melakukan seperti yang aku Lihat. Sering-seringlah kalian mengingat yang melenyapkan kenikmatan-kenikmatan, yaitu kematian. Karena, setiap hari Kubur selalu berkata, “Aku adalah rumah asing dan sunyi. Aku adalah rumah yang beralaskan tanah dan tempat berdiamnya cacing.”

 

Ketika seorang hamba mukmin dikubur, maka kubur menyambutnya seraya berkata kepadanya, “Selamat datang. Dahulu aku suka Orang seperilmu berjalan di atas punggungku dengan sopan. Pada hari ini, saat aku menguasaimu dan kamu pun telah kembali lagi padaku, kamu akan melihat apa yang akan aku lakukan terhadapmu.” Lalu, kuburnya menjadi luas seluas mata memandang, dan dibukakanlah buatnya sebuah pintu menuju surga.

 

Dan, ketika seorang hamba zalim atau kafir yang dikubur, maka kubur menyambutnya dengan berkata, “Tidak ada keselamatan buatmu. Dahulu aku tidak suka orang seperilmu berjalan di atas punggungku dengan sombong. Sekarang, setelah aku menguasaimu dan kamu pun telah kembali lagi padaku, kamu akan melihat apa yang akan aku lakukan terhadapmu.” Beliau lalu bersabda, “Maka kubur itu mengimpitnya hingga dia terkapar dan tulang belulangnya hancur dan patah.”

 

Sambil memasukkan sebagian jari-jari tangan ke sebagian rongga jarinya, Rasulullah Saw. bersabda, “Allah lalu mendatangkan kepadanya 90 atau 99 ekor ular besar. Padahal jika seekor dari ular-ular itu menyembur di bumi (tanah) maka selamanya tanah itu tidak akan sanggup menumbuhkan apa-apa. Selanjutnya, ia digigit ular tersebut terus menerus hingga datang hari hisab.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kubur itu bisa menjadi sebuah taman di antara taman-taman di surga, atau sebuah jurang di antara jurang-jurang neraka.” Menurut Abu Isa, hadis ini gharib.

 

Menurut riwayat Hannad bin as-Sarri dari Hasan al-Ju’fi dari Malik bin Mughaffal dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, sesungguhnya Allah menjadikan kubur itu mempunyai lisan untuk berbicara. la berkata, “Haj anak cucu Adam, kenapa kamu lupa padaku? Asal kamu tahu, aku adalah rumah (sarang) cacing, rumah yang terpencil, dan rumah yang mengerikan.”

 

Hannad berkata, telah menceritakan ke. pada kami, Waki’ dari Malik bin Mughaffal dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, sesungguhnya kubur itu menangis seraya berkata, “Aku adalah rumah yang mengerikan, aku adalah rumah yang terpencil, dan aku adalah rumah (sarang) cacing.”

 

Dituturkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid, sebuah riwayat dari Yahya bin Jabir ath-Tha’i dari lbnu A’idz al-Azdi dari Ghadhif bin al-Harits bahwa ia bercerita, aku dan Abdullah bin ‘Ubaid bin Umar pergi ke Baitul Maqdis. Ketika duduk-duduk di rumah Abdullah bin Amr bin ‘Ash, kami mendengar dia berkata, sesungguhnya kubur itu berbicara kepada seorang hamba yang baru saja diletakkan padanya, “Hai anak cucu Adam, kenapa kamu lalai terhadapku? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah terpencil? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah yang sangat gelap? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah kebenaran? Hai anak cucu Adam, kenapa kamu lalai terhadapku? Begitu sombongnya kamu berjalan di sekitarku!”

 

Lalu temanku Abdullah bin Ubaid bin Umair yang lebih tua dariku, bertanya kepada Abdullah bin Amr bin ‘Ash, “Kalau ia orang mukmin, apa yang terjadi padanya?” Dia lalu menjawab, “Kuburnya akan dilapangkan, tempat tinggalnya akan dibuat nyaman, dan rohnya akan dibawa naik ke langit.”

 

Diriwayatkan pula oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, dari Abu Hajjaj ats-Tsimali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kubur akan berkata kepada mayat yang baru saja diletakkan di dalamnya, “Celaka kamu, hai anak cucu Adam. Kenapa kamu lalai terhadapku? Tidakkah kamu tahu bahwa aku adalah rumah fitnah, rumah yang sangat gelap, dan rumah (sarang) cacing? Apa yang mendorongmu begitu sombong ketika berjalan di atasku?” Beliau lalu berkata, jika orang saleh, akan ada yang memberikan jawaban atas pertanyaan kubur tadi, “Apakah kamu tidak tahu bahwa dia termasuk orang yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar?” Kubur lalu berkata, “Baiklah, aku akan menolong agar jasadnya bercahaya dan rohnya terbang menghadap Tuhan seru semesta alam.” Hadis ini juga dituturkan oleh Abu Ahmad al-Hakim dalam kitabnya, al-Kina.

 

Disebutkan juga oleh Qasim bin Ashbagh dia berkata, “Dikatakan kepada Abu Hajjaj, apa yang dimaksud sombong (fidad) di sini?” Dia menjawab, “Yaitu orang yang mendahulukan seseorang dan mengakhirkan lainnya, yaitu orang yang berjalan dengan keangkuhan.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Daud bin Nafidz dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, aku mendengar suatu riwayat yang menyatakan bahwa begitu mayat dimasukkan di dalam kubur, ia terduduk bingung dan membisu. ta bisa mendengarkan langkah kaki para pengantarnya yang hendak pulang meninggalkannya. Lalu kubur berkata kepadanya, “Celaka kamu, hai anak cucu Adam. Bukankah kamu sudah diperingatkan tentang aku yang begini sempit, gelap, dan menakutkan? Inilah yang aku siapkan untukmu. Lalu apa yang kamu siapkan untukku ?”

 

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barang siapa sering mengingat kubur, maka dia akan mendapatkan sebuah taman di dalam surga. Dan, barang siapa melalaikannya, maka dia akan mendapatkan sebuah jurang di neraka.”

 

Ahmad bin Harb berkata bahwa bumi merasa heran terhadap orang yang senang merapihkan ranjangnya yang nyaman dan empuk untuk tidur. la (bumi) lalu berkata, “Hai anak cucu Adam, apakah kamu tidak ingat bahwa nanti kamu akan tidur panjang di perutku tanpa menggunakan alas apa pun?”

 

Seorang ulama yang terkenal zuhud pernah ditanya, “Pelajaran apa yang paling berkesan?” Dia menjawab, “Mengingat tempat orang-orang mati.”

 

Seorang penyair mengatakan,

 

“Kuburan yang diam membisu itu sedang memberi pelajaran kepadamu waktu-waktu yang terus berlalu telah mengabarkan berita kematianmu tetapi kamu asyik terlena dengan kesenangan dunia nafsumu berbisik padamu bahwa kamu masih hidup dan belum mati.”

 

Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri, dia berkata, suatu hari aku ikut mengantarkan usungan jenazah. Begitu sampai di kubur yang telah disiapkan, tiba-tiba aku mendengar suara seorang wanita, “Hai para penghuni kubur, seandainya kalian tahu orang yang sebentar lagi akan bergabung dengan kalian ini, kalian pasti enggan menerimanya.” Lalu aku mendengar suara jawaban dari dalam kubur itu, “Ya, dia akan dimasukkan padaku dengan membawa dosa-dosa sebesar gunung. Dan, aku telah diberi izin Tuhanku untuk memakannya sampai hancur lebur.” Aku melihat jenazah yang masih ada di dalam keranda itu terguncang keras sekali, lalu aku pun pingsan.

 

Himpitan Kubur Kepada Penghuninya Sekali pun Orang Saleh

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Inilah orang yang telah membuat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah berguncang, dibukakan untuknya pintu-pintu langit, dan disaksikan oleh 70.000 malaikat. Sungguh, dia diimpit dengan sekali himpitan lalu dilepaskannya.” Menurut Abu Abdurrahman an-Nasa’i, yang dimaksud orang dalam hadis ini ialah Sa’ad bin Mu’adz.

 

Diriwayatkan dari Syu’bah bin al-Hajjaj berikut isnadnya yang sampai kepada Aisyah Ummul Mukminin, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di kubur itu ada himpitan. Kalau ada seseorang yang selamat darinya tentunya Sa’ad bin Mu’adz-lah orangnya.” Ini adalah hadis sahih riwayat Ahmad dan Baihadi.

 

Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Muhammad bin Fudhail dari ayahnya dari ibnu Abu Malikah, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang diselamatkan dari himpitan kubur termasuk Sa’ad bin Mu’adz, yang sapu tangannya lebih baik daripada dunia seisinya.”

 

Hannad bin as-Sarri juga mendengar riwayat lain dari Abdat dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’, dia berkata, “Aku mendengar bahwa jasad Sa’ad bin Mu’adz itu disaksikan oleh 70.000 malaikat, yang tidak pernah turun ke bumi sama sekali.” Dan telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh teman kalian ini diimpit sekali himpitan di dalam kuburnya.”

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dalam kitabnya, ath-Tha’ah wal-Ma’shiyah, dari Nafi’, dia berkata, Shufyah binti Ubaid, istri dari Ibnu Umar, datang kepada kami dengan ketakutan.

 

Aku bertanya padanya, “Ada apa denganmu?” Dia menjawab, aku baru saja bertemu dengan salah seorang istri Nabi Saw. dan bercerita pa. daku bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar melihat, andai ada orang yang selamat dari azab kubur, tentu Sa’ad bin Mu’adz-lah orangnya. Namun, nyatanya dia juga diimpit dengan sekali himpitan di dalam kuburnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Ausath secara mursal.

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Zan-zan dari Abu Umar, dia berkata, setelah memakamkan putrinya, Zainab, Rasulullah Saw. duduk di dekat kubur dengan wajah tampak sangat sedih lalu mendadak ceria. Para sahabat lalu bertanya, “Tadi kami melihat wajah engkau tampak sangat sedih namun mendadak ceria. Ada apa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku ingat putriku yang lemah ini, bagaimana dia menghadapi himpitan kubur. Aku lalu berdoa kepada Allah, dan Dia berkenan menolongnya. Demi Allah, saat dia diimpit kubur, suara jeritannya dapat terdengar oleh makhluk dari ujung barat hingga ujung ilmur.” Demikianlah hadis daif riwayat Ibnu al-Jauzi.

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Ibrahim al-Ghanawi dari seorang laki-laki, dia berkata, ketika aku berada di dekat Aisyah, tiba-tiba muncul usungan jenazah anak kecil lalu Aisyah menangis. Kemudian aku bertanya kepadanya, “Kenapa engkau menangis wahai Ummul Mukminin” Dia menjawab, “Aku menangis karena kasihan pada anak kecil itu, bagaimana dia nanti menghadapi himpitan kubur?”

 

Menurutku, kendati pun hadis Aisyah tadi mauquf, tetapi hadis yang serupa tadi tidak bisa disebut sebagai pendapat pribadi.

 

Diriwayatkan oleh Umar bin Sya’bah dalam kitabnya, al-Madinah, tentang cerita wafatnya Fatimah binti Asad, ibu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Dia berkata, ketika Rasulullah Saw. sedang bersama sahabatnya, tiba-tiba muncul seseorang dan berkata, “Sungguh, ibunya Ali, Ja’far, dan Aqil, telah meninggal dunia.” Beliau lalu bersabda, “Ayo kita pergi kepada ibuku.” Maka kami pun segera bangkit, seakan-akan ada burung di atas kepala kami. Pada saat kami sampai di depan pintu, beliau melepaskan baju gamisnya seraya bersabda, “Jika kalian mengafaninya, maka pakaikan gamis ini kepadanya di bawah kain kafannya.”

 

Ketika jenazah wanita itu diusung, beliau ikut berjalan kaki bersama kami. Bahkan, sesekali beliau ikut memikul keranda, sesekali beliau mempercepat langkahnya, dan sesekali beliau memperlambat langkahnya. Setibanya di kubur, beliau masuk ke dalam liang lahad lalu keluar seraya bersabda, “Masukkan ia dengan menyebut bismillah (dengan menyebut nama Allah) atau ‘ala ismillah (atas nama Allah).” Selesai dikuburkan, beliau bangkit berdiri seraya bersabda, “Semoga Allah memberi balasan yang baik kepada seorang ibu, pengasuh ini.”

 

Kemudian kami bertanya kepada beliau, kenapa melepaskan baju gamisnya dan masuk ke liang lahad. Beliau lalu menjawab, “Aku ingin dia selamanya tidak disentuh api neraka, jika Allah menghendaki. Aku berharap semoga Allah melapangkan kuburnya. Tidak ada yang selamat dari himpitan kubur kecuali Fatimah binti Asad.” Seorang dari kami lalu bertanya, “Tidak juga al Qasim, putra engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dan, bahkan tidak pula Ibrahim.” Yaitu, putra beliau yang paling kecil di antara keduanya.

 

Riwayat senada juga dituturkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Ashim al-Ahwal dari Anas. Tetapi, tidak menyebut tentang pertanyaan kenapa beliau melepaskan baju gamisnya dan masuk ke dalam liang lahad.

 

Dalam hadis riwayat Abu Hatim dan Abu Nu’aim, Anas berkata, ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim wafat, Rasulullah Saw. duduk dengan khusyu di dekat kepalanya seraya berkata,

 

“Semoga Allah merahmati engkau, wahai ibuku. Engkau adalah pengganti ibuku. Engkau rela lapar asal aku kenyang. Engkau rela telanjang asal aku berpakaian. Engkau rela tidak makan makanan yang enak-enak demi aku. Semua itu engkau lakukan untuk mencari keridaan Allah serta keuntungan negeri akhirat.”

 

Selanjutnya beliau menyuruh untuk memandikan jenazahnya sebanyak tiga kali. Yang terakhir, beliau sendiri ikut menuangkan air. Kemudian beliau melepaskan baju gamisnya dan mengenakannya kepada jenazah Fatimah binti Asad, lalu ditutupnya dengan kain kafan di atasnya. Kemudian beliau memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khaththab, dan seorang budak berkulit hitam untuk menggali kuburnya.

 

Ketika jenazah sampai di liang lahad, beliau masuk ke dalamnya dan ikut mengeluarkan sisa-sisa tanah dengan tangannya. Setelah selesai, beliau memasukkan jenazah dan membaringkan di dalamnya. Setelah itu, beliau berdoa, “Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan. Dia Mahahidup dan tidak akan pernah mati. Ya Allah ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad ini. Ajarilah dia hujahnya dan lapangkanlah tempat masuknya dengan kebenaran nabi-Mu ini dan para nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.” Setelah membacakan takbir empat kali, beliau lalu memasukkannya ke dalam liang lahad dibantu Abbas dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Semoga Allah meridai mereka semua.

 

Mayat Itu Disiksa Karena Tangisan Keluarganya

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya jika seorang hamba yang sudah menjadi mayat diletakkan di kuburnya, ia terduduk mendengarkan ucapan keluarga yang meratapinya, “Hai pemimpinku! Hai junjunganku! Hai penguasaku!” Maka malaikat berkata, “Dengar apa yang mereka katakan itu, benarkah kamu seorang pemimpin, seorang junjungan, dan seorang penguasa?” Lalu mayat itu berkata, “Alangkah baiknya jika mereka itu diam saja.” Kemudian Nabi Saw. bersabda lagi, “Lalu ia (mayat) diimpit sekali himpitan saja sehingga tulang-tulangnya patah dan hancur lebur.” Tangisan Manakah yang Dilarang Itu?

 

Para ulama mengatakan bahwa sebagian besar para ulama berpendapat, sesungguhnya mayat itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang hidup, jika tangisan tersebut merupakan pesan mayat sebelumnya, atau kemauannya sendiri, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair,

 

“Jika aku nanti mati tangisilah aku sambil merobek-robek bajumu, hai putri Ma’bad.”

 

Terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa mayat itu diazab karena tangisan orang yang masih hidup, sekalipun itu bukan karena suruhan atau pesan si mayat sebelumnya. Mereka berpedoman pada hadis Anas di atas tadi dan riwayat hadis Qailah binti Makharamah. Diceritakan bahwa seorang wanita menemui Rasulullah Saw.. Setelah menceritakan anaknya yang baru saja meninggal, dia pun menangis. Beliau berusaha menenangkannya dan berkata, “Apakah di antara kalian ada yang mau dikalahkan oleh pertemanan yang baik dengan seseorang di dunia? Lalu, pada saat dia dan temannya itu terhalang oleh Zat Yang Lebih dekat daripada temannya, tapi dia masih mengharapkan temannya tadi kembali lagi kepadanya?” Beliau lalu berdoa, “Ya Allah, sempumakanlah pahala padaku atas apa yang telah aku lakukan, dan bantulah aku untuk memelihara nikmat yang telah aku tinggalkan. Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang yang tidak mengerti di antara kalian pasti akan menangisi keluarganya yang mati. Hai hamba-hamba Allah, janganlah kalian menyiksa orang-orang yang telah meninggal di antara kalian.”

 

Hadis ini dituturkan oleh Ibnu Abu Khai. usamah, Abu Bakar bin Abu Syaibah, dan lainnya. Isnad hadis ini cukup terkenal sehingga tidak ada masalah. Hadis ini menunjukkan bahwa tangisan wanita tersebut adalah dari kehendaknya sendiri, bukan atas pesan mendiang putranya yang termasuk salah seorang sahabat Rasulullah, seperti yang lazim berlaku di kalangan orang-orang jahiliah dahulu.

 

Abu Umar bin Abdil Barr mengatakan dalam al-isti’ab sebuah hadis dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mayat itu diazab karena tangisan orang yang hidup. Ketika meratap dia menyebut, hai pemimpinku, hak penolongku, hai pemberi pakaianku. Lalu akan ditentang dan dikatakan padanya, apakah memang kamu penolongnya, pembantunya, atau pemberi pakaiannya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Nu’man bin Basyir, dia berkata bahwa Abdullah bin Rawahah jatuh pingsan sehingga adik perempuannya, Umrah, menangis seraya berkata-kata, “Aduh celaka aku!” Begitu siuman, Abdullah berkata kepada adiknya, “Setiap kali kamu mengucapkan kalimat itu, pasti aku akan ditanya nanti, benarkah kamu celaka?” Maka, ketika dia meninggal, maka dia tidak ditangisi oleh adik perempuannya tersebut.

 

Hal itu bukan karena suruhan, kehendak, atau wasiat dari Abdullah bin Rawahah. Pengetahuan agamanya yang mendalam tidak mungkin mendorong dia melakukan semua itu.

 

Diriwayatkan oleh al-Hafizh Ahmad Abdul Ghani bin Sa’id dari Manshur bin Zadzan dari al-Hasan dari Imran bin Wushain, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menyiksa mayat karena ratapan keluarga terhadapnya.” Seseorang lalu bertanya, “Bagaimana dengan orang yang meninggal di Khurasan, tetapi diratapi di sini?” Imran menjawab, “Rasulullah Saw. benar perkataannya, dan kamu dusta.”

 

Al-Hasan berkata, “Orang yang paling jahat terhadap mayat adalah keluarganya sendiri. Mereka menangisinya tetapi tidak mau membayarkan utang-utangnya.”

 

Apa yang Menyelamatkan Seseorang dari Himpitan dan Fitnah Kubur?

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu al-A’la Yazid bin Abdullah bin Syakhir dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa membaca Surah al ikhlas pada waktu sakit yang menyebabkannya meninggal, niscaya dia tidak akan mendapatkan fitnah kubur, selamat dari himpitan kubur, dan pada hari Kiamat nanti, malaikat akan membawa dengan telapak tangannya hingga berhasil menyeberangi jembatan (ash-Shirath) menuju surga.” Menurut Abu Nu’aim, hadis ini gharib berasal dari hadis Uzaid yang hanya diriwayatkan secara sendirian oleh Nashr bin Hammad al-Bajali.

 

Doa yang Dibaca Saat Meletakkan Mayat di Dalam Kubur

 

Lahad adalah tanah yang digali untuk meletakkan mayat disamping kanan kuburnya, jika keadaan tanah itu keras. Dan itu lebih utama daripada dibelah tengahnya saja. Itulah pilihan Allah Ta’ala untuk Nabi Saw..

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dia berkata, ketika para sahabat bermaksud menggali kubur untuk jenazah Rasulullah Saw., maka mereka mengutus seseorang untuk menemui Abu Ubaidah, seorang penggali kubur untuk penduduk Mekah. Dan, mereka juga mengutus seseorang untuk menemui Abu Thalhah, seorang penggali kubur untuk penduduk Madinah. Mereka mengutus dua orang utusan untuk menemui kedua penggali kubur itu. sambil berkata, “Ya Allah, pilihlah yang terbaik untuk Rasul-Mu itu.” Mereka hanya berhasil mendapatkan Abu Thalhah, lalu dia pun didatangkan. Sedang Abu Ubaidah tidak dapat diketemukan. Lalu dia menggalikan lahad untuk kubur Rasulullah Saw..

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Untuk kita adalah liang lahad, dan untuk selain kita adalah liang landak (belah tengah).” Hadis ini diriwayatkan juga oleh lbnu Majah dan Tirmidzi yang menganggapnya sebagai hadis gharib.

 

Orang-orang bersyair,

 

“Letakkan pipiku di atas lahad, maka letakkanlah siapa yang menimbun kubur, maka biarkanlah bantalan mereka mencabikkan kain kafan untukku mereka menyembunyikanku di dalam kubur yang dalam andaikan kalian menyaksikannya ketika ia sudah masuk pada hari yang ketiga, maka kalian tidak mengenalnya lagi karena kedua bola matanya meleleh Pipi dan mulutnya terkoyak dan lumpur memanggil, ini adalah Fulan. apakah kalian mengenalinya? ia adalah kekasihmu dan tetanggamu yang rela berkorban namun kalian melupakannya mereka membenamkan kekasih mereka, mereka hanya ingin mendapatkan yang tertinggal mereka meninggalkannya dalam keadaan sendiri dalam kubur mereka tidak mau membekalinya kecuali pakaian dan kedukaan pilu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari Sa’id bin al-Musayyib, dia bercerita, “Aku pernah melihat Ibnu Umar mengantarkan jenazah ke dalam kubur. Ketika jenazah diletakkan di liang lahad, maka dia membaca doa,

 

“Dengan nama Allah dan semoga dia meninggal di jalan Allah.”

 

Ketika liang lahad diratakan dengan tanah, maka dia berdoa,

 

“ya Allah, lindungilah dia dari setan dan azab kubur.”

 

Dan, ketika meratakan pasir pada kubur, maka dia berdiri di samping kubur, dan berdoa,

 

“ya Allah, renggangkanlah bumi dari kanan kirinya, naikkan rohnya, dan songsonglah dia dengan rida-Mu.”

 

Selesai penguburan, aku bertanya kepada ibnu Umar, “Doa yang aku dengar tadi, apakah dari Rasulullah Saw., ataukah dari engkau sendiri?’” Dia menjawab, “Aku mungkin bisa mengucapkannya seperti itu. Tetapi, sungguh aku pernah mendengarnya dari Rasulullah Saw…” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya..

 

Abu Abdullah at-Tirmidzi berkata, ayahku (semoga Allah meridainya) berkata bahwa al-Fadl bin Zakin meriwayatkan kepada kami dari Sufyan dart al-A’masy dari Amr bin Murrah, dia berkata, ketika mayat dimasukkan ke dalam liang lahadnya, mereka suka berdoa, “Ya Allah, lindungilah dia dari godaan setan yang terkutuk”

 

Diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri, ke. tika mayat ditanya, “Siapa Tuhanmu?” Setan menampakkan diri menjelma sesosok manusia. Sambil menunjuk dirinya sendiri, dia berkata, “Akulah Tuhanmu.”

 

Menurut Abu Abdullah, itu merupakan fitnah kubur yang sangat besar. Karena itulah Rasulullah Saw. selalu mendoakan mayat agar diberi keteguhan, “Ya Allah, teguhkanlah perkataannya dalam menghadapi masalah itu, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk rohnya.”

 

Seandainya setan tidak ada di sana, niscaya Rasulullah Saw. tidak berdoa seperti itu. Ini adalah tahqiq (ketetapan) ketika diriwayatkannya dari Sufyan.

 

Berdiri Sebentar di Dekat Kubur Setelah Pemakaman Seraya Mendoakan Mayat Agar Diberi Keteguhan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Syamasah al-Mahri, dia berkata, kami menyaksikan Amr bin ‘Ash sewaktu sedang menghadapi sakaratul maut …. Lalu Amr bin ‘Ash berkata, “Jika kalian nanti menguburku, maka tuangkan air dingin di atas kuburku, Jalu berdirilah sebentar di sekitar kuburku. Berusahalah untuk menyembelih seekor kambing, lalu dagingnya dibagikan, sehingga aku merasa senang dengan kehadiran kalian, dan aku dapat menimbang jawabanku kepada para malaikat utusan Tuhanku ‘Azza wa Jalla.”

 

Hadis senada diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Yazid bin Abu Habib dari Abdurrahman bin Syamasah, dia berkata bahwa Amr bin ‘Ash berpesan, “Jika aku nanti meninggal, kencangkanlah kainku karena aku akan menghadapi pertanyaan. Tuangkan air dingin di atas kuburku. Sesungguhnya sebelah kananku tidak lebih berhak ditimbun tanah daripada sebelah kiriku. Jangan memasang nisan pada Kuburku, baik yang terbuat dari kayu maupun dari batu. Dan, jika kalian telah menguburku, maka duduklah beberapa saat , dan berusahalah untuk menyembelih seekor kambing dan membagi-bagikannya supaya aku merasa senang melihat kalian.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Utsman bin Affan, dia berkata, jika Rasulullah Saw. selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri di dekatnya seraya bersabda, “Mohonkanlah ampunan dan keteguhan buat saudara kalian, karena sekarang dia sedang ditanya malaikat.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul dari Utsman bin Affan, dia berkata, jika Rasulullah Saw. selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri sejenak seraya memohonkan keteguhan untuk si mayat. Beliau lalu bersabda, “Tidak ada ketakutan akhirat yang dihadapi oleh seorang mukmin, melainkan ketakutan kuburlah yang lebih menakutkan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Atha’ bin Maisarah al-Kharasani dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. berdiri di depan kubur seorang sahabatnya yang baru saja dimakamkan seraya bersabda, “Sesungguhnya kita milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, sesungguhnya dia telah beristirahat kepada-Mu, dan Engkau adalah sebaik-baiknya tempat beristirahat. Ya Allah, renggangkanlah bumi dari kanan kirinya, bukakanlah pintu-pintu langit untuk rohnya, terimalah dia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik, dan teguhkanlah perkataannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat.”

 

Beberapa Perbuatan yang Dilakukan Setelah Menguburkan Mayat

 

Menurut al-Ajuri Abu Bakar Muhammad bin al-Husain dalam kitabnya, an-Nashihah, setelah memakamkan mayat dianjurkan untuk berdiri sebentar di depan kubur untuk memohon semoga lisannya diberi keteguhan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat. Katakanlah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Engkau lebih mengetahuinya daripada kami. Tetapi, setahu kami dia adalah orang baik. Sekarang, Engkau telah mendudukkannya buat Engkau tanyai. Ya Allah, teguhkanlah dia dengan perkataan yang teguh di akhirat, sebagaimana Engkau telah meneguhkannya dalam kehidupan dunia. Ya Allah, kasihanilah dia dan gabungkanlah dia dengan Nabi Muhammad Saw.. Sepeninggalnya, janganlah Engkau sesatkan kami, dan janganlah Engkau halangi kami atas pahala dia.”

 

Menurut Abu Abdullah at-Tirmidzi, selain menshalatinya, berdiri di depan kubur seraya memohon keteguhan pada mayat yang baru dikuburkan, juga dapat menolongnya. Bagi mayat, Orang-orang mukmin yang menshalatinya secara berjamaah adalah laksana sekawanan pasukan yang tengah berkumpul untuk memohonkan ampunan serta keteguhan. Hal itu sangat berguna bagi mayat untuk menghadapi dahsyatnya di alam kubur.

 

Larangan Meratapi Mayat

 

Ketika dalam keadaan kritis, Amr bin ‘Ash sempat berpesan, “Jika aku nanti meninggal, maka jangan iringi jenazahku dengan ratapan tangis dan api. Singkirkan keduanya dariku, karena hal itu. termasuk perbuatan orang-orang jahiliah. Dan, hal ini juga dilarang oleh Nabi Saw..”

 

Menurut para ulama, termasuk perbuatan orang-orang jahiliah ialah ramai-ramai berzikir kepada Allah di sekitar jenazah, mendirikan bangunan di atas kubur, berkumpul di masjid-masjid, di makam-makam, dan di tempat-tempat lain untuk membaca al-Qur’an dan lainnya yang pahalanya ditujukan buat orang-orang yang telah meninggal.

 

Demikian pula dengan mengumpulkan keluarga yang berduka, membuat makanan, dan menginap di rumah mereka. Semua itu termasuk perbuatan jahiliah. Contohnya lagi seperti membuat makanan oleh keluarga yang berduka pada hari ketiga atau ketujuh tepat meninggalnya mayat dengan mengundang banyak orang untuk berkumpul dalam satu majelis untuk mendoakan mayat.

 

Semua itu menurut ulama adalah perkara yang diada-adakan dan tidak terpuji. Tidak sepatutnya kaum muslimin meniru perbuatan orang-orang kafir. Seorang muslim wajib melarang anggota keluarganya menghadiri majelis-majelis seperti itu dan hal-hal lain yang dilarang syariat: seperti menampar-nampar pipi sendiri, menarik-narik rambut sendiri, merobek baju, dan meratap.

 

Begitu pula dengan kaum laki-laki dan kaum wanita yang berkumpul dalam satu majelis untuk menyantap makanan yang dibuat oleh keluarga yang berduka, hal itu termasuk perbuatan orang-orang yang tidak berakhlak. Bahkan, menurut Ahmad bin Hanbal, itu termasuk perbuatan kaum jahiliah.

 

Ketika ditanya tentang sabda Nabi Saw. dalam hadis riwayat Ahmad dan Hakim, “Buatjah makanan untuk keluarga Ja’far”, Ahmad bin Hanbal menjawab bahwa makanan itu tidak dibuat oleh keluarga Ja’far. Tetapi, justru dibuatkan oleh orang lain untuk membantu beban mereka. Seorang muslim wajib melarang anggota keluarganya dari hal tersebut. Barang siapa memperbolehkan keluarganya melakukan hal itu, berarti dia telah durhaka kepada Allah, atau membantu mereka dalam berbuat dosa. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, dia berkata, “Kami menganggap berkumpul dengan keluarga yang berduka dan membuat makanan termasuk dari meratap.” Menurut Hilal bin Khabbab seperti yang dikutip al-Khara’ithi, membuat makanan karena kematian termasuk perbuatan jahiliah juga.

 

Diriwayatkan oleh al-Ajuri dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, ketika saudara perempuan Abdullah bin Umar meninggal, aku berkata kepada istriku, “Pergilah ke sana, dan hiburlah mereka, karena keluarga Kami dan keluarga Umar sudah terjalin hubungan yang baik!” Kemudian istriku pun pergi. Namun, tidak berapa lama kemudian, istriku pulang lagi (tidak bermalam). Kemudian aku berkata, “Bukankah aku telah menyuruhmu untuk bermalam di Sanae” Lalu istriku menjawab, aku sebenarnya hendak bermalam di sana. Namun, Ibnu Umar melarangku, dan berkata, “Keluarlah, karena hal itu bisa mendatangkan siksa bagi mendiang saudariku.”

 

Abu al-Bakhtari juga berpendapat sama. Menurutnya, menginap di rumah keluarga yang berduka untuk menghibur mereka termasuk perbuatan jahiliah.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hal-hal seperti itu sekarang ini sudah lazim terjadi, dan meninggalkannya malah dianggap sebagai tindakan bid’ah. Ini jelas memutarbalikkan kebenaran. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwasanya setiap tahun, kematian sunah dan kemunculan bid’ah selalu ada, dan itu dialami manusia. Akibatnya, sunah semakin tenggelam, dan bid’ah semakin subur serta semarak di mana-mana.

 

Dewasa ini, orang yang mengamalkan sunah dan mengingkari bid’ah akan gampang dibenci oleh banyak orang Karena dianggap telah merusak tradisi mereka. Tetapi, siapa yang tetap konsisten melakukan hal itu, ia akan diberi ganti oleh Allah dengan yang lebih batik. Rasulullah Saw. bersabda, “Apa pun yang kamu tinggalkan, Allah pasti akan memberimu ganti yang lebih baik darinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh ibnu Majah.

 

Dalam hadis riwayat Thabrani, Rasulullah Saw. bersabda, “Akan selalu ada dalam umat ini sekelompok orang yang berperang karena perintah Allah. Mereka tidak merasa terkena mudarat oleh orang yang menentang mereka dan yang memusuhi mereka.”

 

Beberapa Larangan yang Berkenaan Dengan Mayat

 

Hadis senada disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek baju, dan berdoa dengan doa kebiasaan orang-orang jahiliah.”

 

Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim juga terdapat riwayat hadis yang bersumber dari Abu Burdah bin Abu Musa, dia berkata, Abu Musa menderita suatu penyakit. Dia pingsan dengan posisi kepala di pangkuan seorang wanita yang masih kerabat dekatnya hingga wanita itu menjerit, dan tidak ada yang mampu mencegahnya sama sekali. Begitu Abu Musa siuman, dia berkata, “Aku tidak bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, dan Rasulullah Saw. pun tidak bertanggung jawab terhadap orang sepertinya. Yaitu, wanita yang berteriak-teriak (meratap) waktu datang bencana, wanita yang mencukur bersih rambut kepalanya, dan wanita yang merobek-robek bajunya.”

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Abdurrahman bin Yazid dan Abu Burdah bin Abu Musa, mereka berkata bahwa Abu Musa jatuh pingsan. Istrinya muncul lalu menjerit dengan histeris. Begitu Abu Musa siuman, dia berkata kepada istrinya, apakah kamu tidak tahu kalau Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Aku tidak bertanggung jawab terhadap wanita yang menjambak rambutnya, yang berteriak-teriak ketika datang bencana, dan yang merobek-robek bajunya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Umamah bahwa Rasulullah Saw. meltlaknat wanita yang melukai (mencakar-cakar) wajahnya sendiri, yang merobek-robek bajunya, dan yang mengerang dengan menyebut binasa dan celaka. Sanadnya sahih.

 

Hatim al-Asham berkata, “Jika Kamu melihat orang yang sedang tertimpa musibah merobek-robek pakaiannya sendiri dan memperlihatkan kesedihannya lalu kamu ikut bertakziah atau berkabung kepadanya, itu berarti kamu ikut ambil bagian dalam perbuatan dosanya. Dia sebenarnya orang yang sedang berbuat kemungkaran dan harus diingatkan.”

 

Abu Sa’id al-Balkhi berkata, “Barang siapa yang ditimpa musibah lalu dia merobek-robek pakaian atau memukul-mukul dada, maka seolah-olah dia sedang memegang sebilah tombak dan ingin menyerang Tuhannya ‘Azza wa Jalla.”

 

Menalkinkan Mayat Setelah Dikubur Dengan Bacaan Syahadat

 

Diriwayatkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, jika salah seorang di antara kalian meninggal, maka hendaklah seseorang meratakan kuburnya lalu berdiri di atas kuburnya disamping posisi kepala mayat dan berkata, “Hai Fulan bin Fulan,” pada saat itu mayat mendengarnya namun tidak bisa menjawab. Lalu, katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” untuk kedua kalinya, maka mayat tersebut sudah mampu duduk. Lalu katakanlah,

 

“Hai Fulan bin Fulanah,” untuk ketiga kalinya, maka mayat itu akan menjawab, “Semoga kami mendapatkan petunjuk.” Namun, kalian tidak akan dapat mendengarnya.

 

Lantas, dikatakan kepadanya, “Sebutkan apa yang dahulu kamu sebut di dunia” “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Aku telah rida Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai nabiku, dan al Qur’an sebagai imanku.” Lalu Munkar dan Nakir berkata, “Orang yang duduk di depan kami ini lancar jawabannya. Hujahnya begitu meyakinkan. Dan, Allah akan membela mayat itu.”

 

Lalu, seorang laki-laki bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika dia tidak mengenal ibunya?” Beliau lalu menjawab, “Dia, dinisbahkan kepada ibunya, Hawa.”

 

Diriwayatkan oleh Hammad bin Zaid dari Said al-Azdi, dia berkata, aku menengok Abu Umamah ketika dia sedang sakaratul maut. Dia lalu berkata kepadaku, hai Said, jika aku meninggal, maka lakukanlah kepadaku sebagaimana Rasulullah Saw. lakukan. Beliau bersabda bahwa jika seseorang di antara kalian meninggal, maka kuburkanlah dia. Setelah itu, berdirilah salah seorang kalian di atas kuburnya di samping posisi kepala mayat dan berkata, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka sesungguhnya mayat itu akan mendengar. Lalu, katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka mayat tersebut sudah mampu duduk. Lalu katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka mayat itu akan menjawab, “Semoga kami mendapatkan petunjuk.” Lantas, dikatakan kepadanya, “Sebutkan apa yang dahulu kamu sebut di dunia?” “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sesungguhnya hari Kiamat itu akan datang, tidak ada keraguan lagi padanya, dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan para penghuni kubur” Lalu Munkar dan Nakir berpegangan tangan dan berkata, “Kami tidak akan berbuat apa pun kepada orang ini. Hujahnya begitu meyakinkan. Dan, Allah akan membela mayat itu.” Hadis Abu Umamah ketika sakaratul maut ini dianggap gharib.

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata bah, wa Syaibah bin Abu Syaibah telah mengatakan, ketika ibuku akan meninggal, dia berwasiat kepadaku, “Hai anakku, jika engkau telah menguburku maka berdirilah di dekat kuburku lalu katakanlah, hai ibu Syaibah katakanlah, “La ilaha illallah.” Setelah itu, pergilah.” Ketika malam telah tiba, dia bermimpi melihat ibunya berkata, “Hai anakku, engkau telah menyelamatkanku dari siksaan. Apa jadinya jika engkau tidak mengajariku mengucapkan, “La ilaha illalah.” Sungguh engkau telah benar-benar melaksanakan wasiatku,”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, guru kami Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi berkata bahwa mayat yang sedang berada di kubur mestinya harus kita tuntun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Munkar dan Nakir, Maka katakanlah kepadanya, “Allah tuhanku, Islam agamaku, Muhammad rasulku.” Perintah tersebut telah diamalkan di Cordoba. Katakan kepadanya, “Muhammad adalah rasul Allah.” Begitu pula ketika mayat ditimbuni tanah. Hal ini tidak bertentangan dengan firman-Nya,

 

“Dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22)

 

“Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar.” (QS. ar-Rum: 52)

 

Beliau pernah menyeru kepada orang yang memiliki hati dan pendengaran, “Kalian tidak akan mampu mendengarkan mereka dan mereka pun tidak akan menjawab pertanyaan kalian.” Sungguh Nabi Saw. pernah bersabda, “Orang yang mati itu dapat mendengar suara langkah sandal kalian.”

 

Orang yang Tidak Ingat Kematian Karena Panjang Angan-angan dan Lalai

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang-orang yang mengantarkan jenazah diawasi oleh malaikat. Mereka itu sedih dan gundah. Apabila mayat telah diletakkan di kubur, maka pengantar tersebut pulang. Malaikat lalu mengambil sekepal tanah dan melemparkannya sambil berkata kepada mereka, “Pulanglah ke rumah kalian. Sesungguhnya Allah telah melupakan kematian kalian hingga kalian melupakannya.” Kemudian mereka pun kembali berniaga, seolah-olah mereka tidak akan mati dan tidak akan pernah melihat kematian.

 

Diriwayatkan ketika Allah ‘Azza wa Jalla mengusap punggung Nabi Adam ass. lalu keluarlah anak cucunya (keturunannya). Pada saat itu malaikat berkata, “Ya Allah, mungkin bumi tidak akan mampu menampungnya.” Allah lalu berkata, “Aku akan mematikan mereka.” Malaikat lalu berkata, “Ya Allah, kehidupan tidak akan menyenangkan bagi mereka.” Allah lalu berkata, “Aku akan menciptakan harapan-harapan bagi mereka.”

 

Pada hakikatnya, Harapan adalah termasuk rahmat Allah yang karenanya orang bisa merencanakan kehidupan, mengatur urusan-urusan dunia, memberi semangat kepada orang yang sedang berkarya maupun yang sedang tekun beribadah. Yang dikecam ialah harapan yang sampai membuat orang terlena, sehingga melupakan akibat dan membikin malas dalam beramal saleh.

 

Al-Hasan berkata, lupa dan harapan adalah nikmat yang sangat besar yang dianugerahkan kepada manusia. Tanpa keduanya, dinamika kehidupan kaum muslimin akan berhenti. Sementara Mutharrif bin Abdullah mengatakan, seandainya aku sampai tahu kapan ajalku tiba, aku khawatir justru aku akan menjadi gila. Untungnya, Allah mengaruniai hamba-hamba-Nya lupa akan kematian. Seandainya tidak demikian, mereka akan menganggap remeh kehidupan dan pasar pun tidak akan pernah berdiri.

 

Rahmat Allah Kepada Hamba-Nya Saat Dimasukkan ke Dalam Kubur

 

Atha’ al-Khurasani berkata, “Tuhan mengasihi kepada hamba-Nya ketika dia dimasukkan ke dalam kubur, dan saat ditinggal oleh para pengantar serta keluarganya.” Demikian menurut sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

 

Abu Ghalib berkata, aku menemui Abu Umamah al-Bahili di Syam. Pada suatu hari, aku menjenguk seorang pemuda yang jatuh sakit, tetangga dekat Abu Umamah. Aku melihat dia tengah ditunggui oleh pamannya. Pamannya lalu berkata kepadanya, “Hai musuh Allah, bukankah aku telah menyuruhmu dan melarangmu?” Pemuda itu lalu berkata, “Paman, seandainya Allah mempertemukanku dengan mendiang ibuku, apa yang akan dilakukan ibuku padaku?” Pamannya menjawab, “Dia akan memasukkanmu ke dalam surga.” Pemuda itu berkata, “Sesungguhnya Allah lebih sayang padaku daripada ibuku sendiri.” Sehabis berkata begitu, pemuda itu meninggal.

 

Lalu, aku bersama pamannya ikut masuk ke dalam kuburnya. Ketika kuburnya dirapikan, tiba-tiba pamannya berteriak kaget. Aku bertanya, “Ada apa dengan engkau ?” Dia menjawab, “Allah telah melapangkan kuburnya dan memenuhinya dengan cahaya.”

 

Abu Sulaiman ad-Darani pernah berdoa, “Ya Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, kasihanilah aku nanti yang merasa asing dan sendirian di dalam kubur. Ya Allah, yang menemani setiap orang yang sendirian, hiburlah kesendirianku nanti di dalam kubur.”

 

Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair Abu Bakar Abdurrahman bin Muhammad bin Mafawiz,

 

“Hai orang yang berdiri di dekat kuburku, ambillah pelajaran dengarkan kata tulang-tulang yang telah hancur lebur mereka meninggalkanku begitu saja di perut liang lahad ini mereka takut dosa-dosaku, dan putus asa dari Allah sang Pemberi Karunia. ingin aku katakan kepada mereka, janganlah mengeluh, karena aku selalu berbaik sangka kepada Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah.”

 

Kapan Malaikat Maut Meninggalkan Seorang Hamba? Allah Ta’ala berfirman,

 

“Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.” (QS. Qaf: 21)

 

“Sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).” (QS. al-Insyiqaq: 19)

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali dari Jabir, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya anak cucu Adam (manusia) itu benar-benar lalai terhadap apa yang telah diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah, yang tidak ada tuhan selain-Nya, jika berkehendak menciptakannya, Dia berfirman kepada malaikat, “Tulislah rezekinya, umurnya, dan ajalnya. Dan tulislah, apakah ia orang celaka atau orang bahagia?” Lalu malaikat itu naik. Sepeninggal malaikat itu, Allah memerintahkan malaikat lain untuk menjaga anak cucu Adam itu hingga dia mengerti.

 

Selanjutnya, Allah mengutus malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan, untuk mencatat amal baiknya dan amal buruknya. Ketika telah tiba ajalnya, maka kedua malaikat itu berlalu. Lalu muncullah Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya. Ketika dia dikuburkan, maka Malaikat Maut mengembalikan nyawa (roh) anak cucu Adam ke dalam jasadnya. lalu, muncullah dua malaikat kubur. Setelah mengujinya, keduanya pun berlalu.

 

Dan ketika tiba hari Kiamat, malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan turun kepada anak cucu Adam. Kedua malaikat itu melepaskan tulisan yang tergantung di lehernya, kemudian keduanya hadir bersamanya; yang satu sebagai pengiring, dan satunya lagi sebagai saksi. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

 

“Sungguh, kamu dahulu falai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” (QS. Qaf: 22)

 

Rasulullah Saw. lalu bersabda tentang firman Allah, “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat”, beliau bersabda, “Yaitu keadaan demi keadaan dalam kehidupan di dunia.”

 

Kemudian Nabi Saw. bersabda pula, “Sesungguhnya di hadapan kalian akan ada suatu perkara yang besar. Karenanya, mohonlah pertolongan kepada Allah Yang Mahabesar.” Menurut Abu Nu’aim, hadis ini gharib. ta berasal dari hadis Abu Ja’far dan hadis Jabir yang diriwayatkan secara tunggal oleh Jabir bin Yazid al-Ju’fi dari alMufadhdhal.

 

Menurutku, Jabir bin Yazid al-Ju’fi adalah seorang perawi yang hadisnya ditinggalkan (matruk), sehingga hadis tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujah dalam masalah yang menyangkut hukum.

 

Di kota Cordoba, tepatnya di dekat kubur wazir (perdana menteri) agung Abu Amir bin Syahid, terdapat tulisan yang menerangkan bahwa ia dimakamkan di dekat kawan dekatnya yaitu wazir Abu Marwan az-Zujaji. Seolah-olah dia hendak mengatakan sesuatu kepada temannya tersebut. Mereka dimakamkan di sebuah taman. Dulu, mereka sering berkumpul di sana. Isi tulisan tersebut antara lain, “Hai kawanku, bangkitlah kita telah lama di sini. Apakah kita akan terus tinggal di sini?” Dia lalu menjawab,

 

“Kita tidak akan beranjak dari sini sepanjang di atas kita masih ada langit. Kita ingat berapa kali kita pernah menikmati malam-malam indah di sini. Ini sepertinya tidak akan pernah ada habis-habisnya. Tetapi, kita akan celaka kalau tidak mendapatkan rahmat dari siksa Allah yang dahsyat. Ya Allah, ampunilah aku, Engkau adalah penolong hamba-Mu yang lalai.”

 

Pertanyaan Dua Malaikat, dan Memohon Perlindungan dari Azab Kubur dan Neraka

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya dan ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya, maka dia bisa mendengar detak suara alas kaki mereka. Lalu datanglah dua malaikat kepadanya. Setelah menyuruhnya duduk, mereka lalu bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang seorang laki-laki bernama Muhammad itu?” Bagi yang beriman, dia akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah.” Lalu dikatakan kepadanya, “Lihat, itu adalah tempatmu di neraka yang telah Allah gantikan dengan sebuah tempat di surga.” Dia lalu melihat kedua tempat itu (Surga dan neraka) semuanya.

 

Qatadah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, “Lalu kuburnya diluaskan sepanjang 40 hasta.” Menurut riwayat Muslim, “Seluas 70 hasta yang dipenuhi dengan kenikmatan hingga hari berbangkit.”

 

Kembali lagi pada hadis Anas, adapun kepada orang munafik atau orang kafir, dia akan ditanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang orang itu?” Maka dia akan menjawab, “Aku tidak tahu. Aku mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang.” Maka dikatakan kepadanya, “Kamu tidak pernah tahu, dan tidak pula membaca tentang orang itu.” Lalu tengkuknya dipukul palu besi dengan satu kali pukulan saja sehingga dia menjerit keras, dan suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.

 

Menurutku, hadis tersebut tidak ada dalam riwayat Muslim secara lebih lengkap. Hadis Anas hanya ada pada riwayat Bukhari, yang hadisnya lebih utama. ;

 

Adapun yang dimaksud dengan “tidak pula membaca” dalam hadis tersebut, menurut imam Ahmad bin Hanbal adalah tidak mengetahui dan tidak pernah membaca al-Qur’an saat di dunianya.

 

Nasib Mayat Ketika Malaikat Munkar dan Nakir Bertanya Kepadanya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya mayat akan masuk ke dalam kubur. Jika dia orang saleh, maka dia akan duduk di kuburnya tanpa rasa takut dan gelisah. Lalu dia ditanya, “Apa yang kamu anut dahulu?” Dia menjawab, “Aku beragama Islam.” Lalu ditanya lagi, “Siapa orang itu?” Dia menjawab, “la adalah Muhammad, utusan Allah. Beliau datang kepada kami dengan membawa penjelasan-penjelasan dari Allah dan kami pun membenarkannya.” Lalu ditanya lagi, “Apakah kamu pernah melihat Allah?” Dia menjawab, “Tidak. Tidak ada seorang pun yang mampu melihat-Nya.”

 

Lalu dia diperlihatkan ke arah neraka. Dia pun melihat sebagian penghuninya sedang membakar sebagian lainnya. Kemudian dikatakan, “Sekarang lihatlah, Allah telah melindungimu darinya.” Selanjutnya, dia diperlihatkan pada surga. Dia melihat keindahan surga dan segala kenikmatannya. Lalu dikatakan kepadanya, “Itulah tempatmu.” Kemudian dikatakan padanya, “Di atas suatu keyakinanlah kamu hidup, kamu mati, dan insya Allah kamu akan dibangkitkan kembali di atasnya.”

 

Sementara, bagi orang jahat, dia duduk di dalam kuburnya dengan sangat ketakutan, kemudian ditanya, “Apa yang kamu anut dahulu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu ditanya lagi, “Apa yang kamu ketahui tentang orang itu?” Dia menjawab, “Aku hanya mendengar orang-orang berkata suatu ucapan, maka aku pun ikut-ikutan mengatakannya.” Dia lalu diperlihatkan surga, dan dia pun melihat surga yang penuh dengan keindahan dan segala kenikmatannya. Kemudian dikatakan kepadanya, “Sekarang lihatlah, Allah telah memalingkanmu darinya.” Kemudian dia diperlihatkan kepada neraka, dan dia pun melihat hal-hal yang sangat mengerikan. Lalu dikatakan kepadanya, “Itulah tempatmu, karena kamu hidup dan mati dalam kebimbangan, maka insya Allah akan dihidupkan kembali dalam kebimbangan.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika mayat telah dikuburkan, maka akan didatangi oleh dua malaikat berkulit hitam kebiru-biruan, Yang satu, bernama Munkar dan yang satunya lagi Nakir. Mereka bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang orang ini?” Dia menjawab dengan seperti apa yang dikatakannya dahulu, “Dia adalah hamba sekaligus utusan Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Kedua malaikat itu berkata, “Kami tahu bahwa kamu akan menjawab seperti itu.” Setelah itu, kuburnya dilapangkan seluas 70 hasta kali 70 hasta dan disinari cahaya. Malaikat Munkar dan Nakir lalu berkata, “Tidurlah.” ia lalu berkata, “Aku ingin pulang kepada keluargaku untuk menyampaikan kabar gembira ini.” Malaikat Munkar dan Nakir berkata, “Tidurlah seperti tidurnya pengantin baru, yang bangun jika dibangunkan oleh orang yang paling dicintainya, sampai Allah membangkitkannya kembali dari tempat tidurnya tersebut.”

 

Jika orang munafik, maka akan menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan oleh orang-orang.” Malaikat Munkar dan Nakir berkata, “Kami sudah tahu bahwa kamu akan menjawab seperti itu.” Lalu mereka menyuruh bumi untuk mengimpitnya sehingga tulang-tulang rusuknya remuk. Kemudian, dia terus-menerus disiksa sampai Allah membangkitkannya dari tempat tersebut. Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bahwa Rasulullah Saw. pernah memasuki sebuah ladang kurma milik Bani Najjar. Beliau mendadak mendengar sebuah suara yang mengagetkan. Beliau lalu bertanya, “Siapa penghuni kubur di sini?” Para sahabat menjawab, “Orang-orang yang meninggal pada zaman jahiliah.” Beliau lalu. bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan fitnah Dajal.” Mereka bertanya, “Kenapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, sesungguhnya ketika seorang mukmin diletakkan di dalam kubur, malaikat datang kepadanya dan bertanya, “Apa yang kamu sembah dahulu?” Jika Allah memberi petunjuk, maka dia akan menjawab, ‘Aku menyembah Allah.” Lalu malaikat bertanya lagi, “Apa yang Kamu katakan tentang orang itu” Dia menjawab, “la adalah hamba sekaligus utusan Allah.”

 

Hanya itulah pertanyaan yang diajukan kepadanya. Selanjutnya, dia dibawa oleh malaikat ke sebuah tempat di neraka seraya berkata, “Itu sebenarnya rumahmu di neraka. Tetapi, karena kamu dilindungi dan dirahmati Allah, maka kamu diberi-Nya sebuah rumah di surga”’ Dia lIalu berkata, “Tolong biarkan aku pulang menemui keluargaku untuk mengabarkan hal ini.” Malaikat lalu berkata, “Tinggallah di sini saja.”

 

Dan ketika orang kafir diletakkan di dalam Kuburnya, malaikat datang kepadanya dan bertanya dengan suara membentak, “Apa yang Kamu sembah dahulu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat berkata, “Kamu memang tidak akan tahu.” Malaikat lalu bertanya, “Apa yang Kamu katakan tentang orang itu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan orang-orang.” Lalu tengkuknya dipukul palu besi dengan satu pukulan saja sehingga dia menjerit keras, dan Suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-Barra’ bin Azib, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantarkan jenazah seorang sahabat Anshar hingga ke kuburnya. Ketika mayat sudah dimasukkan ke dalam liang lahad, beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau dengan khusyu dan khidmat, seolah-olah di atas kepala kami ada seekor burung. Saat itu, beliau memegang sebatang Kayu, lalu beliau tancapkan ke kubur itu. Beliau lalu mengangkat kepala dan bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau mengulanginya dua sampai tiga Kali. Selanjutnya beliau bersabda, “Sebenarnya dia mendengar detak alas kaki kalian saat meninggalkannya bersamaan ketika dia ditanya, siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan, siapa Nabimu?”

 

Beliau lalu berkata lagi, kemudian dia didatangi dua malaikat. Setelah menyuruhnya duduk, mereka lalu bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab “Tuhanku adalah Allah.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Apa agamamu?” Dia menjawab “Agamaku adalah Islam.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Siapa orang yang diutus di tengah-tengah kalian?” Dia menjawab, “Dia adalah utusan Allah.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Dari mana kamu tahu?” Dia menjawab, “Aku membaca Kitab Allah, lalu beriman dan percaya.” Selanjutnya terdengar seruan dari langit, “Hamba-Ku benar. Karena itu, berikan kepadanya hamparan dan pakaian dari surga. Bukakan untuknya pintu surga supaya dapat mencium aroma dan keharumannya.” Lalu dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang.

 

Adapun mengenai kematian orang kafir, begitu nyawanya dikembalikan ke jasadnya, dia didatangi oleh dua malaikat. Setelah menyuruhnya duduk, kedua malaikat itu bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab dengan terbata-bata, “Ah … ah … Aku tidak tahu.” Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapa rasul yang diutus di tengah-tengah kalian?” Dia menjawab dengan terbata-bata lagi, “Ah … ah … Aku tidak tahu.” Lalu, terdengar seruan dari langit, “Hambaku ini berdusta. Berikan padanya hamparan dan pakaian dari neraka. Bukakan untuknya pintu neraka supaya dia merasakan panasnya.” Lalu dia diimpit oleh kuburnya hingga tulang-tulang rusuknya remuk.

 

Ditambahkan dalam hadis Jarir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Allah mendatangkan padanya seorang laki-laki buta dan bisu. Tangannya membawa sepotong besi, jika dihantamkan pada sebuah gunung, niscaya ia akan hancur menjadi debu.” Lalu beliau berkata, “Kemudian benda itu dipukulkan kepadanya. Dia menjerit keras yang suaranya terdengar oleh makhluk dari ujung ilmur hingga ujung barat kecuali jin dan manusia. Lalu dia menjadi debu, kemudian rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya.”

 

Hal yang Pertama Kali Dialami Mayat di Dalam Kubur

 

Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud bahwa dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang pertama kali terjadi pada mayat begitu dimasukkan ke dalam kuburnya?” Beliau menjawab, hai Ibnu Mas’ud, belum ada orang yang menanyakan hal ini kepadaku selain engkau. Pertama-tama, akan terdengar seruan malaikat yang bernama Ruman, yang bertugas memeriksa segala penjuru kubur. Malaikat lalu berkata, “Hai hamba Allah, tulislah amalanmu.” Maka dia menjawab, “Aku tidak mempunyai tinta dan kertas.” Malaikat lalu berkata, “Itu tidak mungkin. Kertasmu adalah kain kafanmu, tintamu adalah ludahmu, dan penamu adalah jari-jarimu sendiri.” Lalu dia diberi sepotong kain kafannya, lalu mayat itu menulis amal kebajikan dan keburukannya, seperti amalan dalam satu hari, meskipun di dunia dia tidak dapat (pandai) menulis. Lalu malaikat melipat tulisan di kafan, dan mengalungkannya di leher orang itu.”

 

Kemudian Nabi Saw. membacakan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya.” (QS. al-lsra’: 13) Rasulullah Saw. bersabda, “Maksudnya adalah amalnya.”

 

Nabi Saw. lalu bersabda, “Setelah itu, muncullah dua malaikat kubur yang berkulit hitam dan menggaruk tanah dengan sepasang taringnya. Rambutnya sangat panjang hingga menyentuh tanah dan bicaranya keras bagaikan halilintar yang menggelegar. Matanya setajam kilat yang menyambar, dan nafasnya bagaikan angin yang tertiup sangat kencang. Masing-masing membawa palu besar dari besi yang Sangat berat. Seandainya palu besar itu dipukulkan ke sebuah gunung terbesar pasti gunung itu akan hancur lebur.

 

Apabila nyawa seorang mayat memandang kedua malaikat tersebut, pasti akan menggigil ketakutan, dan lari terbirit-birit lalu masuk ke dalam lubang hidung jasadnya yang sudah menjadi mayat. Kemudian jasad itu hidup, mulai pada bagian dadanya saja seperti halnya keadaan orang yang mengalami sekarat. Dia tidak bisa bergerak sama sekali tetapi bisa mendengar dan melihat.”

 

Beliau lalu melanjutkan, setelah disuruh duduk, dia lalu dibentak dengan keras oleh kedua malaikat yang menyeramkan tadi lalu ditanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu? Apa kiblatmu?” Jika dia diberi pertolongan Allah dan diteguhkan perkataannya, maka dia akan balik bertanya kepada kedua malaikat tersebut, “Siapa yang memberi kalian mandat menanyaiku? Siapa yang mengutus kalian kepadaku?” Dan yang bisa memberikan jawaban seperti itu hanya ulama pilihan.

 

Salah satu malaikat berkata pada lainnya, “Dia benar. Cukup sudah kita berlaku kasar padanya.” Lalu mereka berdua memasangkan sebuah kubah besar di kuburnya dan dibukakan baginya pintu surga dari arah kanannya. Lalu dia diberi hamparan alas tidur sutra surga yang baunya sangat harum. Lalu kuburnya diberi angin lembut dari surga yang sejuk dan harum baunya. Kemudian amalnya menjelma dalam bentuk manusia yang dicintainya dan bercakap-cakap dengannya. Cahaya memenuhi kuburnya, dan dia selalu berada dalam kesenangan dan kegembiraan hingga tiba hari Kiamat. Dia selalu bertanya, “Kapan terjadinya kiamat?” Sebab, baginya tidak ada yang lebih menyenangkan kecuali datangnya hari Kiamat.

 

Diriwayatkan bahwa sesungguhnya bagi seorang mukmin yang rajin beramal saleh sewaktu di dunia, menjelang kedatangan malaikat Munkar dan Nakir, dia akan ditemui oleh amalnya yang menjelma sesosok makhluk yang sangat tampan, berpakaian indah, dan menggunakan parfum yang sangat harum. Makhluk itu bertanya kepadanya, “Apakah kamu kenal aku?” Dia menjawab, “Tidak. Siapa kamu?” Makhluk itu menjawab, “Aku adalah amalmu. Jangan takut. Sebentar lagi kamu akan didatangi malaikat Munkar dan Nakir. Mereka hendak menanyaimu, namun tenang Saja, aku akan mengajarimu bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.”

 

Setelah makhluk itu pergi, tidak lama kemudian muncul malaikat Munkar dan Nakir. Dengan suara membentak, mereka menyuruhnya untuk duduk, lalu bertanya, “Siapa Tuhanmu? Dan seterusnya.” Dengan tenang dia menjawab, “Allahlah Tuhanku, Muhammad nabiku, al-Qur’an imamku, Ka’bah kiblatku, Ibrahim bapakku, dan agamanya adalah agamaku.”

 

Kedua malaikat tersebut berkata, “Engkau benar.” Oleh kedua malaikat itu, dia lalu dibawa memasuki sebuah pintu neraka. Neraka diperlihatkan padanya dengan segala macam siksanya. Neraka itu dipenuhi dengan ular, kalajengking, rantai, belenggu, air yang sangat panas, dan semua kepedihannya. Dia juga lantas melihat nanah yang bercampur dengan darah dan buah zaqqum. Dia sempat ketakutan, namun malaikat itu berkata, “Jangan takut. Semua itu memang tempat yang disediakan buatmu. Tetapi, Allah telah menggantinya dengan sebuah tempat di surga yang akan kamu tempati. Sekarang tidurlah dengan nyenyak.” Setelah berkata begitu, kedua malaikat tersebut pergi sambil menutup pintu neraka darinya. Tidak diketahui sudah berapa bulan, tahun, dan abad yang dilewatinya

 

Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa tuhanmu?” Dia tidak bisa menjawab tuhanku Allah. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Itu karena sewaktu di dunia akidahnya sangat lemah. Akibatnya, dia dipukul oleh kedua malaikat dengan martil besar dari api neraka sehingga membuat kuburnya terbakar. Setelah api padam beberapa hari, siksaan itu diulangi lagi. Begitu terus terjadi selama masih ada kehidupan di dunia.

 

Ada lagi Orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Apa agamamu?” Dia tidak bisa menjawab agamaku Islam. Dia malah menjawab yang tidak-tidak. Hal itu karena dia sering diliputi oleh kebimbangan atau tengah ditimpa fitnah kematian. Sehingga, nasibnya sama seperti orang yang pertama tadi.

 

Ada juga orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa panutanmu?” Dia sulit menjawab panutanku adalah al-Qur’an. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena ayat-ayat al-Qur’an yang biasa dibacanya sewaktu di dunia tidak pernah diamalkannya, tidak dipatuhi perintah-perintahnya, tidak dijauhi larangan-larangannya, dan tidak diambil pelajarannya. Akibatnya, dia pun mengalami nasib yang sama seperti mereka berdua tadi.

 

Dalam sebuah hadis diceritakan, ada orang yang amalnya berubah menjadi seekor anak anjing, yang menyiksanya di dalam kubur sesuai dengan kadar dosanya.

 

Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa nabimu?” Dia tak bisa menjawab nabiku adalah Muhammad. Dia malah menjawab yang tidak-tidak. Hal itu karena . semasa hidupnya, dia lupa terhadap sunah-sunah beliau.

 

Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Apa kiblatmu?” Dia tak bisa menjawab Ka’bah adalah kiblatku. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena dia sering lalai shalat, wudhu tidak benar, suka menoleh ke kanan Kiri saat shalat, sering melakukan sujud atau ruku secara salah, dan lain sebagainya. Padahal, telah jelas Allah tidak berkenan menerima shalat orang seperti itu, atau berpakaian dari hasil pekerjaan yang diharamkan syariat.

 

Dan, ada pula orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa bapakmu?”

 

Dia tak bisa menjawab Ibrahim adalah bapakku. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena dia pernah terpengaruh dan sempat percaya pada omongan beberapa orang yang menyatakan bahwa Ibrahim itu seorang Yahudi atau Nasrani. Semua ini diungkap secara jelas oleh Abu Hamid dalam kitabnya, al-lhya’

 

Adapun terhadap orang yang suka berbuat dosa, malaikat Munkar dan Nakir bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat lalu berkata, “Kami tahu bahwa kamu memang tidak tahu.” Mereka lalu memukulinya dengan martil besar. Hanya dengan satu kali pukulan saja, tubuhnya amblas dan tenggelam sampai ke bumi lapis ketujuh. Oleh bumi, dia dilempar lagi ke kuburnya. Di sana, dia dipukul lagi sebanyak tujuh kali sehingga tulang-tulang rusuknya remuk.

 

Ada sekelompok orang yang amalnya berubah menjadi seekor anjing yang terus menggigitnya hingga tiba hari Kiamat. Mereka itulah kaum Khawarij. Ada pula orang yang amalnya berubah menjadi seekor babi, yang menyiksanya di dalam kubur, yaitu mereka yang senantiasa berbuat dosa. Dan, masih banyak lagi siksa lainnya. Namun pada dasarnya, seseorang itu akan disiksa di dalam kuburnya dengan sesuatu yang amat ditakutinya di dunia. Mungkin, ada juga orang yang lebih takut kepada seekor anjing daripada seekor serigala atau singa. Karena watak manusia itu berbeda-beda. Kita selalu memohon keselamatan serta ampunan kepada Allah sebelum menyesal nanti.

 

Apakah Dua Malaikat Atau Satu Malaikat yang Menanyai di Alam Kubur itu?

 

Di dalam hadis Bukhari dan Muslim, diterangkan bahwa yang menanyai mayat setelah dimasukkan ke dalam kubur adalah dua malaikat, yakni Munkar dan Nakir. Demikian pula keterangan dalam hadis Tirmidzi. Tetapi, keterangan dalam salah satu hadis Abu Daud menyatakan bahwa yang menanyai hanyalah satu malaikat, dan dalam hadis lainnya adalah dua malaikat. Kendatipun demikian, hal itu tidak sampai menimbulkan pertentangan. Semuanya dianggap benar.

 

Keterangan dalam hadis Abu Daud bisa diartikan bahwa kedua malaikat tersebut sama-sama mendatangi mayat, namun yang mengajukan pertanyaan hanya satu malaikat. Beberapa hadis juga beragam mengenali Cara tanya jawab antara malaikat dengan mayat. Yang jelas, hal itu sangat tergantung pada keadaan mayat yang bersangkutan. Ada yang ditanya secara singkat, yakni hanya menyangkut masalah akidahnya saja. Tetapi, ada juga yang ditanya secara detail, yakni tentang segala amalnya sewaktu di dunia. Dan, itu tidak bertentangan, karena persoalannya hanya terletak pada perawij hadis sendiri.

 

Ada yang mengutip pertanyaan malaikat secara singkat dan ada pula yang mengutipnya secara detail atau lengkap. Sehingga, mayat yang bersangkutan ditanyai tentang seluruh amalnya, seperti yang diterangkan dalam hadis al-Barra’ bin Azib di atas. Mengenai mayat yang menjawab dengan gelagapan, “Ah … ah … aku tidak tahu.” Itu karena ia sedang gugup lantaran memikul beban dosa yang sangat berat.

 

Hadis Al-Barra’ yang Masyhur Mengenai Proses Kematian dan Alam Kubur

 

Hadis al-Barra’ yang sahih dan cukup panjang tersebut diriwayatkan oleh beberapa Orang perawi dengan berbagai jalur sanad yang berbeda-beda. Di antaranya oleh Abu Daud ath-Thayalisi dan Abdu bin Humaid dalam Musnad mereka yang mendapat riwayat dari Abu Awanah dari al-A’masy dan dari al-Barra’ bin Azib. Atau oleh Ali bin Ma’bad dalam kitabnya, ath-Tha‘ah wal-Ma’shiyah. Atau oleh Hannad bin as-Sarri dalam kitabnya, az-Zuhd, dan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya di mana mereka Mendapatkan rawayat dari Abu Mu’awiyah dari al Amasy dari al Minhal bin Amr dari al Barra’ bin Azib Atau oleh Abu Daud yang Mendapathan riwayat dari Amr bin Tsabit dari al Minhal bin Amit dari Zadzan dari al Barra’ bin Azib.

 

Dalam hadis riwayat Abu Daud dari al-Barra, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantarkan jenazah seorang sahabat Anshar hingga ke kuburnya. Ketika mayat sudah dimasukkan ke dalam liang lahad, beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau dengan khusyu dan khidmat, seolah-olah di atas kepala kami ada seekor burung. Setelah sejenak memandang ke atas langit, beliau lalu menundukkan kepalanya ke bumi, berkali-kali beliau berdoa, “Aku berlindung kepada Allah dari siksa kubur.”

 

Kemudian beliau bersabda, jika seorang hamba mukmin telah menghadap ke akhirat dan terputus dari dunia (akan meninggal), maka dia langsung didatangi malaikat dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata, “Keluarlah, hai jiwa yang suci menuju ampunan serta rida Allah.” Maka, keluarlah roh itu dari jasad dengan sangat pelan seperti air menetes dari mulut kendi. Lalu turunlah para malaikat berwajah putih laksana matahari membawakan kafan dari surga serta wewangiannya. Lalu mereka duduk di depannya sejauh mata memandang. Jika Malaikat Maut telah mencabut roh orang itu, maka para malaikat tidak membiarkan roh tersebut berada di tangannya sekejap pun. Beliau bersabda, itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Maka malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya dan mereka tidak melalaikan tugasnya.” (QS. al-An’am: 61)

 

Rohnya lalu keluar dengan menebarkan aroma sangat harum, dan roh tersebut dibawa naik oleh para malaikat. Setiap kali melewati rombongan malaikat yang berdiri antara langit dan bumi, mereka bertanya, “Roh siapakah ini?” Maka dijawab, “Roh Fulan,” dengan menyebut namanya yang terbaik Ketika tiba di pintu-pintu langit dunia, maka dibukanya pintu itu untuknya. Lalu, di setiap langit, dia diiringi malaikat yang didekatkan Allah hingga ke langit ketujuh, Allah memerintahkan agar amalnya dicatat di ‘illiyyin. “Dan tahukah engkau apakah ‘Illiyyin itu? (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal), yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (Kepoda Allah).” (QS. al-Muthaffifin: 19-21)

 

Lalu, ditulislah kitabnya di ‘Illiyyin. Selanjutnya Allah berfirman, “Kembalikan roh itu ke bumi (tanah), karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka, sesungguhnya darinya mereka diciptakan, kepadanya mereka dikembalikan, dan darinya mereka dikeluarkan pada suatu saat nanti.”

 

Setelah roh tersebut dikembalikan ke bumi dan masuk ke dalam jasadnya, muncul dua malaikat yang langsung membentaknya dengan sangat keras. Setelah menyuruhnya duduk, kedua malakat itu bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?” Dia lalu menjawab, “Tuhanku Allah, dan agamaku Islam.” Lalu kedua malaikat bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang laki-laki ini (Muhammad) yang diutus kepadamu?” Dia menjawab, “Dia utusan Allah.” Lalu kedua malaikat bertanya lagi, “Bagaimana kamu mengetahuinya?” Dia menjawab, “Telah datang penjelasan-penjelasan dari Tuhan kami. Maka kami percaya dan beriman.” Beliau lalu bersabda, itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

 

Setelah itu, terdengarlah seruan dari langit, “Hamba-Ku benar. Sediakan untuknya hamparan serta pakaian dari surga dan perlihatkan tempatnya!” Kemudian kuburnya dilapangkan sejauh mata memandang. Tidak lama kemudian muncul amalnya yang menjelma sesosok laki-laki berwajah tampan, berpakaian sangat indah, dan sangat harum seraya berkata, “Bergembiralah kamu dengan apa yang Allah janjikan kepadamu, yaitu keridaan Allah dan surga yang penuh dengan kenikmatan yang disediakan untukmu.” Dia lalu bertanya kepada laki-laki itu, “Allah telah menggembirakanmu dengan kebaikan. Siapakah kamu ini? Wajahmu adalah wajah pembawa kebajikan.” Laki-laki itu menjawab, “Inilah hari yang telah dijanjikan kepadamu. Akulah amalmu yang saleh. Demi Allah, kamu adalah orang yang sangat taat kepada Allah dan sangat takut berbuat maksiat, hingga Allah memberi balasan terbaik kepadamu.” Mendengar jawaban itu, dia berkata, “Mudah-mudahan Allah menyegerakan datangnya kiamat supaya aku bisa bertemu dengan keluargaku.”

 

Tetapi bagi orang kafir, yang selalu menghadap ke dunia dan terputus dari akhirat, begitu meninggal dan memasuki alam akhirat, dia langsung didatangi malaikat. Sambil duduk di depan kepalanya, malaikat itu berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor. Sambutlah murka dan kebencian Allah.” Tidak lama kemudian muncul malaikat berwajah hitam dengan membawa kain hitam dari neraka. Dan apabila Malaikat Maut itu mencabut nyawa orang itu, para malaikat berdiri, dan tidak membiarkan roh orang itu berada di tangannya sekejap mata pun.

 

Setelah itu, dengan kasar, Malaikat Maut mencabut nyawa orang itu dari jasadnya, hingga semua otot dan uratnya terputus, seperti mencabut sebatang besi yang bercabang banyak dari Kapas yang basah. Lalu para malaikat mengambil roh itu dari Malaikat Maut. Roh tersebut baunya sangat busuk. Ketika melewati rombongan malaikat yang berada di antara langit dan bumi, mereka bertanya, “Roh siapakah yang sangat busuk ini?” Mereka menjawab, “Roh Fulan,” dengan menyebut namanya yang paling buruk.

 

Namun, ketika sampai di langit dunia, pintu langit tersebut tidak dibukakan baginya. Kemudian Allah berfirman, “Kembalikan roh itu ke bumi (tanah), karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka, sesungguhnya darinya mereka diciptakan, kepadanya mereka dikembalikan, dan darinya mereka dikeluarkan pada suatu saat nanti.” Kemudian roh itu dilemparkan dari langit ke bumi.

 

Lalu, beliau membacakan firman Allah,

 

“Barang siapa menyekutukan Allah maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu di. sambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj: 31)

 

Setelah jatuh di bumi dan roh tersebut masuk ke dalam jasadnya, muncul dua malaikat yang langsung membentaknya dan menyuruhnya duduk sambil bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu kedua malaikat bertanya lagi, “Apa yang dapat kamu katakan tentang laki-laki ini (Muhammad) yang diutus kepadamu?” Dia tidak bisa menjawab meskipun sudah diberitahu namanya. “Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan orang-orang saja. Aku tidak tahu namanya.” Maka dikatakan kepadanya, “Kamu tidak tahu.” Lalu, dia diimpit oleh kuburnya hingga tulang-tulang rusuknya remuk.

 

Tidak lama kemudian muncul amalnya yang menjelma sesosok laki-laki berwajah sangat jelek, berpakaian lusuh, dan berbau busuk seraya berkata, “Bergembiralah kamu dengan azab dan murka Allah.” Dia lalu bertanya, “Siapakah kamu? Wajahmu adalah wajah pembawa keburukan?” Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah amalmu yang jahat. Demi Allah, kamu adalah orang yang tidak menaati Allah dan selalu bermaksiat kepada-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh Amr dari al-Minhal dari Zadzan dari al-Barra’ bin Azib, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Allah mendatangkan kepadanya malaikat yang bisu dan tuli dengan membawa sebuah martil besi. Jika martil besi itu dipukulkan ke gunung, maka gunung itu akan hancur lebur menjadi debu. Ia (mayat) lalu dipukul dengan martil besi itu dengan sekali pukulan hingga menjerit kesakitan, Suaranya bisa didengar oteh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Setelah itu, rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya lalu dipukul lagi.”

 

Menurut hadis dari Abu Daud ath-Thayalisi yang diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad melalui beberapa jalur periwayatan yang mirip hadis tersebut, ada tambahan, “Lalu datanglah kepadanya malaikat yang bisu dan tuli dengan membawa sebuah martil besi yang dipukulkan kepadanya dengan sekali pukulan, maka hancurlah seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga telapak kaki. Lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya, kemudian ia dipukul sekali lagi hingga badannya hancur lagi dari mulai ujung kepala hingga telapak kaki.”

 

Dalam riwayat lain, pada Kalimat “martil besi”, terdapat tambahan, “Kalau sekiranya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk memindahkan martil besi itu, pasti mereka tidak akan dapat memindahkannya. Kemudian martil besi itu dipukulkan kepadanya hingga tubuhnya hancur lebur menjadi tanah, lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya. Setelah hidup lagi, lalu martil besi itu dipukulkan kembali kepada tubuhnya, yang suaranya dapat didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Lalu dikatakan padanya, berikan baginya dua buah hamparan batu yang berasal dari neraka, dan bukakan baginya pintu neraka.”

 

Sedang tambahan pada kalimat “terputus dari akhirat”, kemudian turun kepadanya malaikat-malaikat kasar dan kejam sambil membawa buah-buahan dari neraka serta jubah yang terbuat dari ter neraka. Malaikat itu mengelilinginya dan mencabut rohnya seperti mencabut sepotong besi yang bercabang banyak dari kapas yang basah, sehingga terputuslah urat-uratnya berikut ototnya. Ketika rohnya itu keluar, seluruh malaikat yang berada baik di langit maupun di bumi melaknatnya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah Husain bin Husain bin Harb, teman ibnu al-Mubarak dalam kitabnya, ar-Raqa’iq, dengan sanad dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, sesungguhnya dia pernah bercerita, ketika seorang hamba gugur di jalan Allah (syahid), darah pertama yang menetes ke bumi merupakan kafarat (penghapus) bagi dosa-dosanya. Allah lalu mengirimkan mantel dari surga untuk membungkus rohnya, dan dikirim pula sebuah gambar dari surga-surga.

 

Oleh sekelompok malaikat, roh tersebut dibawa naik ke dalam gambar itu, seakan-akan dia rombongan malaikat. Sementara semua malaikat yang berada di langit berkata, “Telah datang roh yang baik dari bumi.” Setiap kali melewati pintu langit, maka pintu itu dibukakan baginya. Para malaikat yang ada di sana selalu bershalawat, mendoakannya, dan mengiringkannya hingga dia bertemu dengan Allah Yang Maha Pengasih. Lalu para malaikat berkata, “Ya Allah, inilah hamba-Mu yang gugur di jatan-Mu.” Kemudian roh itu bersujud sebelum para malaikat bersujud. Lalu, para malaikat pun bersujud setelahnya. Setelah diampuni dosa-dosanya, maka dia dibawa ke tempat arwah para syuhada yang telah mendahuluinya. Dia mendapatkan mereka sedang berada di dalam kubah-kubah yang terbuat dari sutra, di dalam taman-taman yang hijau.

 

Di dalamnya, ada seekor ikan dan seekor sapi jantan. Setiap paginya, ikan itu selalu berenang di sungai-sungai surga, dan memakan segala tumbuhan yang harum di dalamnya. Jika hari telah sore, maka sapi jantan menanduk ikan itu dan menyembelihnya untuk mereka. Kemudian mereka memakan daging ikan tersebut yang sangat harum baunya. Pada waktu malam, sapi jantan itu berada di halaman surga. Di saat pagi hari, sapi jantan tersebut disengat oleh ikan seperti itu dan menyembelihnya untuk mereka. Kemudian mereka memakan daging sapi jantan tersebut yang sangat harum baunya. Sesudahnya, mereka lalu kembali dan melihat rumah-rumah mereka di surga. Mereka selalu memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar menyegerakan kiamat.

 

Dalam riwayat lain yang serupa disebutkan, ketika seorang hamba mukmin menjelang ajalnya, Allah mengutus dua malaikat menemuinya dengan membawa kain dari surga dan berkata, “Keluarlah hai jiwa yang tenang. Keluarlah menuju kedamaian dan wewangian. Tuhanmu tidak murka terhadapmu.” Lalu, rohnya pun keluar dengan aroma minyak kesturi yang sangat harum. Tidak pernah seorang pun yang mencium bau seperti itu. Sementara malaikat yang berada di segenap penjuru langit berkata, “Telah datang roh dan jiwa yang baik dari bumi.”

 

Setiap kali melewati pintu langit, maka pintu itu dibukakan baginya. Para malaikat yang ada di sana selalu bershalawat dan mendoakannya. Ketika tiba di hadapan Allah Yang Maha Pengasih, rombongan malaikat itu sama-sama bersujud dan berkata, “Ya Tuhanku, inilah hamba-Mu yang Engkau matikan dalam keadaan menyembah-Mu tanpa menyekutukan sesuatu pun kepada-Mu.” Lalu Allah berfirman, “Suruh agar dia bersujud.” Maka roh itu bersujud. Kemudian Allah memanggil malaikat Mikail dan berkata padanya, “Bawalah roh ini, dan tempatkanlah bersama roh orang-orang mukmin lainnya, hingga Aku memintanya kembali padamu pada hari Kiamat nanti.” Kemudian kuburnya dilapangkan, lebar dan panjangnya masing-masing 70 hasta. Di dalamnya, ditaburi bunga dan dihamparkan sutra. Jika dia hafal al-Qur’an walaupun sedikit, maka akan diterangi kuburnya, atau mendapatkan cahaya seperti cahayanya matahari. Dia bagaikan pengantin baru di dalam kuburnya. Jika tidur, tidak ada yang berani membangunkannya kecuali kekasihnya. Dia mengatakan bahwasanya dia tidur sebentar.

 

Dan jika orang kafir, maka ketika menjelang ajalnya, Allah mengutus dua malaikat menemuinya dengan membawa kain kasar dari neraka yang baunya sangat busuk seraya berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor. Keluarlah menuju air yang sangat panas dan azab. Tuhanmu marah kepadamu. Keluarlah, sungguh buruk apa yang kamu persembahkan untuk dirimu sendiri.” Lalu rohnya pun keluar dengan bau yang sangat busuk sekali, yang belum pernah seorang pun men. ciumnya. Sementara malaikat yang berada di segenap penjuru langit berkata, “Telah datang roh dan jiwa yang kotor dari bumi.”

 

Para malaikat menutup semua pintu langit, sehingga roh tersebut tidak bisa nai, menghadap Tuhannya. Kemudian kuburnya menjadi sempit, dan muncullah ular-ular besar yang memakan seluruh dagingnya hingga habis dari tulang-tulangnya, sama sekali tidak ada yang tersisa. Setelah itu, muncul beberapa malaikat yang tuli dan buta lalu menghajar mereka dengan menggunakan palu dari neraka. Karena bisu dan buta, mereka tidak mendengar jeritannya yang meraung-raung. Mereka tidak merasa kasihan terhadapnya dan terus menyiksanya. Setelah itu, dia diperlihatkan tempatnya di neraka Siang dan malam. Lalu dia memohon agar azabnya dihentikan. Namun, azab itu tidak pernah ter. putus hingga dia masuk neraka.

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdurrahman an Nasa’i yang sanadnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seorang mukmin akan menjelang ajalnya, malaikat rahmat datang menghampirinya dengan membawa kain sutra berwarna putih dan berkata, “Keluarlah dengan rida dan diridai-Nya menuju kedamaian dan wewangian. Tuhanmu rida dan tidak murka kepadamu.” Lalu, rohnya pun keluar dengan aroma minyak kesturi yang sangat harum. Lalu para malaikat membawanya ke langit. Ketika sampai pintu langit, para malaikat penjaga pintu langit bertanya, “Alangkah harumnya yang kalian bawa dari bumi?” Dia juga disambut oleh arwah orang-orang mukmin yang begitu gembira melebihi kegembiraan seseorang yang menyambut kedatangan keluarga yang telah lama bepergian. Mereka lalu bertanya kepadanya, “Apa yang dikerjakan Fulan? Apa yang dikerjakan Fulanah?” Para malaikat berkata pada arwah orang-orang mukmin tersebut, “Biarkan dulu dia karena masih merasakan kegelapan dunia (kesusahan).” Dan jika roh itu bertanya, “Apakah Fulan dan Fulanah belum sampai kepada kalian” Mereka (arwah orang mukmin) menjawab, “Dia dibawa ke ibunya, Hawiyah.”

 

Dan jika orang kafir, maka ketika akan menjelang ajalnya, malaikat azab datang kepadanya dengan membawa kain kafan yang sangat kasar seraya berkata, “Keluarlah kamu dengan murka dan dimurkai-Nya menuju azab Allah.” Lalu roh itu keluar dengan bau yang sangat busuk. Lalu para malaikat membawanya ke pintu bumi, maka para malaikat penjaganya bertanya, “Roh siapakah ini, baunya sangat busuk” Lalu mereka membawanya untuk dikumpulkan bersama arwah orang-orang kafir.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Hammad dari Qatadah dari Abdul Jauza’ dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika seorang mukmin meninggal, maka para malaikat Rahmat datang menghampirinya lalu mengucapkan salam. Setelah itu, mereka membungkus roh itu dengan Kain sutra berwarna putih. Mereka lalu berkata, “Kami belum pernah mencium aroma seharum ini.” Maka mereka (arwah Orang-orang mukmin) bertanya kepadanya, namun para malaikat menimpalnya, “Perlahanlah kepadanya karena dia baru keluar dari kegelapan dunia.” Mereka lalu berkata, “Apa yang dikerjakan Fulan? Apa yang dikerjakan Fulanah e”

 

Rasulullah Saw. bersabda, ketika roh orang kafir keluar dari jasadnya, maka malaikat penjaga bumi berkata, “Kami tidak pernah sama sekali mencium bau sebusuk ini.” Lalu rohnya dibawa turun ke bumi yang paling bawah.

 

Sanggahan Terhadap Orang-orang Kafir yang Mengingkari Siksa Kubur

 

Ada enam pasal untuk membicarakan sanggahan terhadap keyakinan atau anggapan Orang-orang kafir.

 

Pasal Pertama: Seputar Masalah Roh

 

Cobalah engkau renungkan hadis-hadis tadi, hati saudaraku. Tentu engkau tahu bahwa roh dan nyawa adalah satu hal yang sama. Itu adalah jasad halus (roh) yang menyerupai jasad-jasad biasa yang dapat diindera. la bisa masuk dan keluar. Dalam kain kafan, ia dibungkus dan dilipat. la naik ke atas langit, ia tidak mati dan tidak pula musnah. la berawal tetapi tidak berakhir. la punya sepasang mata dan sepasang tangan. Dan, ia bisa memiliki aroma harum atau berbau busuk.

 

Dalam hadis riwayat Malik, Bilal mengatakan, “Dia mengambil nyawaku, sebagaimana dia mengambil nyawa engkau, wahai Rasulullah.” Dalam riwayat hadis Zaid bin Aslam serta riwayat al-Wadi, Rasulullah Saw. bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya Allah mengambil arwah kita. Kalaulah Allah berkehendak, Dia akan mengembalikannya lagi kepada kita pada saat yang lain.” Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, “Jika roh dicabut, maka ia diikuti oleh pandangan mata.” Beliau juga pernah bersabda, “Demikianlah, ketika pandangan matanya mengikuti nyawanya (roh) yang keluar.”

 

Terjadi perselisihan pendapat yang cukup tajam di kalangan para ulama tentang masalah roh. Yang paling sahih ialah pendapat ulama-ulama Ahlus Sunnah seperti yang sudah saya katakan tadi, yakni bahwa sesungguhnya roh adalah jisim. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)

 

Menurut para ulama ahli ta’wil, yang dimaksud jiwa (nyawa) ialah roh. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka, mengapa ketika nyawa sampai kerongkongan.” (QS. al-Waqi’ah: 83)

 

Maksudnya ialah ketika nyawa akan keluar dari jasad. Itu adalah sifat jisim. Orang yang mengatakan roh itu mati dan musnah ialah orang kafir. Demikian pula orang yang percaya akan adanya paham reinkarnasi, yakni bahwa nyawa orang yang telah mati itu akan menjelma menjadi makhluk lain berupa anjing, keledai, atau lainnya. Yang benar, sesungguhnya nyawa itu dalam pengawasan Allah. la bisa diberi nikmat atau siksa.

 

Pasal Kedua: Mengimani Siksa Kubur

 

Percaya pada azab dan fitnah kubur itu wajib sesuai yang dikabarkan Rasulullah Saw.. Sesungguhnya Allah menghidupkan kembali seseorang yang telah mati dalam kuburnya. Dia juga diberi akal seperti ketika masih hidup di dunia supaya dia bisa memahami hal-hal yang akan ditanyakan kepadanya dan bagaimana menjawabnya. Juga supaya dia mengerti apa yang akan diberikan Allah kepadanya di dalam kubur, baik berupa kemuliaan atau kehinaan.

 

Itulah yang dinyatakan dalam beberapa riwayat Nabi Saw., dan yang sering beliau singgung dalam doa-doa yang selalu beliau panjatkan pada tengah malam, pagi hari, dan petang hari. Itulah pendapat para ulama Ahlus Sunnah. Demikian pula yang dipahami oleh para sahabat beliau, selaku orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Saw. dan para tabi’in yang hidup sesudah generasi mereka. Dan, seterusnya dan seterusnya.

 

Ketika mendengar Nabi Saw. menceritakan tentang fitnah yang dihadapi mayat dalam kuburnya dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, Umar bin Khaththab bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah akalku juga akan dikembalikan?” Beliau menjawab. “Tentu.” Umar berkata, “Kalau begitu, akan aku hadapi semua malaikat itu. Kalau nanti mereka bertanya kepadaku tentang siapa Tuhanku, akan aku jawab, tuhanku Allah. Lalu, siapa tuhan kalian?” Ini hadis munkar riwayat Baihaqi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi kitabnya, Nawadir al-Ushul, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. menceritakan tentang dua malaikat kubur, maka Umar bin Khaththab lalu bertanya, “Apakah akal kita juga akan dikembalikan, wahai Rasulullah?” Beliau, menjawab, “Ya, sama seperti sekarang ini.” Uma, lalu berkata, “Maka di mulutnya akan ada batu.”

 

Sahal bin Ammar berkata, aku pernah bermimpi bertemu dengan Yazid bin Harun yang belum lama ini meninggal. Aku bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat Allah terhadapmu?” Dia menjawab, “Ada dua malaikat yang keras dan kasar yang mendatangiku di kubu, Mereka bertanya kepadaku, apa agamamu? Siapa Tuhanmu? Dan siapa nabimu?” Sambil memegang jenggotku yang memutih aku katakan kepada mereka, “Selama 80 tahun jawaban dar pertanyaan kalian itu sudah aku ajarkan kepada orang-orang.” Mendengar jawabanku tersebut kedua malaikat itu pergi. Namun, sebelumnya mereka sempat bertanya, “Apakah kamu pernah menuliskannya dari Huraiz bin Utsman?” Aku jawab, “Ya.” Mereka berkata, “Dia telah membenci Ali. Akibatnya, Allah pun membencinya.” Disebutkan dalam hadis al-Barra’ bin Azib, “… lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya.” Ada yang mengatakan, sesungguhnya yang ditanya dan disiksa malaikat itu adalah roh bukan jasad. Jadi, apa yang saya kemukakan sebelum itu benar. Wallahu a’lam.

 

Pasal Ketiga: Adakah Siksa Kubur Itu?

 

Orang-orang kafir dan orang-orang Islam yang menganut aliran filsafat mengingkari azab kubur. Menurut mereka, siksa kubur itu tidak ada. Mereka berdalih, “Kami telah membongkar kubur. Nyatanya di sana kami tidak melihat malaikat yang buta dan tuli sedang mengazab manusia dengan palu. Kami juga tidak melihat ada ular besar, api, atau lainnya. Kami tidak melihat adanya kubur yang sempit atau lapang. Semua sama seperti dibuat pertama kali. Tidak ada mayat yang disuruh duduk oleh malaikat lalu ditanya. Pokoknya apa yang diceritakan tentang siksa kubur itu pada hakikatnya tidak ada.” Sebagai orang beriman, kita harus percaya apa yang diterangkan dalam beberapa riwayat hadis tentang siksa kubur dan kedahsyatannya.

Allah kuasa menyiksa dan memberikan nikmat kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Allah pun kuasa memalingkan penglihatan mata kepala kita dari hal-hal seperti itu, sehingga kita sama sekali tidak dapat melihatnya. Allah kuasa melakukan apa saja, bahkan terhadap apa yang tidak mungkin bagi kita. Kalau misalnya kita saja sanggup menggali kubur dengan sangat dalam dan luas sehingga kita bisa berdiri dan duduk, kenapa Allah tidak? Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah’, maka jadilah sesuatu itu.” (QS. Yasin: 82)

 

Setiap muslim harus percaya pada sifat Allah tersebut. Allah sangat kuasa mendatangkan dua malaikat kepada orang-orang yang telah mati untuk ditanya tanpa orang-orang yang hadir di sekitar mengetahuinya, dan seorang mayat pun memberikan jawaban tanpa didengar oleh mereka. Contohnya, seperti ada dua orang yang tidur; yang satunya sedang disiksa dan yang satunya lagi sedang diberi nikmat. Seseorang yang terjaga didekatnya bisa saja ia tidak merasakan atau menyadari hal itu. Ketika keduanya bangun, masing-masing akan menceritakan pengalamannya.

 

Yang jelas, keadaan kubur dan para penghuninya itu sangat berbeda dengan keadaan orang-orang yang masih hidup di dunia. Betapa pun keduanya tidak bisa disamakan. Ini suatu hal yang seharusnya tidak bisa dibantah. Dan seandainya Rasulullah Saw. tidak mengabarkan hal itu, kita tidak akan mengerti sama sekali.

 

Ada sementara orang yang mengatakan, “Semua hadis yang menerangkan tentang keadaan orang-orang yang telah mati di dalam kubur bertentangan dengan akal dan logika. Kita melihat orang yang disalib berada di tiang salibnya selama beberapa waktu, ternyata dia tidak ditanya dan juga tidak dihidupkan. Atau, mayat yang tergeletak di atas tempat tidur juga tidak mampu menjawab orang yang bertanya, bahkan tidak sanggup bergerak sedikit pun. Atau, orang-orang yang dimakan binatang buas atau yang disambar burung sehingga anggota tubuhnya terpisah ke mana-mana atau orang mati yang berada di perut ikan. Bagaimana cara mengumpulkannya?

 

Dalam keadaan seperti itu, bagaimana kita membayangkan malaikat Munkar dan Nakir menanyainya? Dan, juga bagaimana cara memahami suatu riwayat yang menyatakan bahwa kubur itu bisa menjadi sebuah taman surga atau menjadi sebuah jurang neraka.

 

Menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, kita akan mendekatinya dengan empat hal sebagai berikut:

 

Pertama, menerangkan ha! ini adalah sama dengan menerangkan tentang shalat fardhu yang lima waktu. Jadi, kita hanya bisa menerima apa yang dikutip oleh para ulama kepada kita.

 

Kedua, salah satu hal yang telah disepakati oleh umat ialah bahwa orang yang sudah berada di dalam kubur itu sebenarnya ditanya dan Allah menghalangi orang-orang yang masih hidup di dunia untuk mengetahui apa yang terjadi dengan mereka (mayat). Sama seperti mereka tidak bisa melihat malaikat, kendatipun para malaikat bisa melihatnya. Siapa yang mengingkari ini, berarti dia telah mengingkari pertemuan Malaikat Jibril dengan para nabi. Menyinggung tentang setan, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sesungguhnya dia dan pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. al-A’raf: 27)

 

Ketiga, menurut sebagian ulama, sangat mungkin orang yang disalib itu dihidupkan kembali tanpa kita mengetahuinya. Sama seperti kita mengira orang yang pingsan itu mati. Padahal, sebenarnya tidak. Begitu pula dengan orang yang mati diterkam serigala lalu bagian-bagian anggota tubuhnya terpisah ke mana-mana. Allah juga bisa menghidupkan kembali bagian-bagian anggota tubuhnya tersebut.

 

Menurutku, hal itu bisa dikembalikan lagi seperti semula. Contohnya seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang seseorang yang berpesan kepada keluarganya, “Jika aku nanti meninggal, tolong bakar jasadku lalu abunya kamu taburkan di tepi laut supaya diterbangkan angin ke mana-mana.” Tetapi, Allah menyuruh daratan dan lautan untuk mengumputkan kembali abu jasadnya tersebut. Setelah terkumpul, Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan hal itu?” Dia menjawab, “Karena aku takut kepada-Mu.”

 

Selain itu, juga disebutkan kisah Nabi Ibrahim a.s. yang ingin mengetahui cara Allah menghidupkan orang mati, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman kepadanya,

 

“Kalau begitu ambillah empat ekor burung.” (QS. al-Baqarah: 260)

 

Keempat, menurut Abu al-Ma’ali, sesungguhnya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir itu ditujukan kepada bagian-bagian yang hanya diketahui Allah, yakni berupa hati dan lainnya. Dan, itu secara logika bukan hal yang mustahil. Tidak jauh berbeda dengan dzarr atau cikal bakal keturunan yang dikeluarkan Allah dari tulang punggung Nabi Adam as. Lalu, dipersaksikan kepada mereka dan ditanya, “Bukankah Aku Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Ya.”

 

Pasal Keempat: Nasib Anak Kecil di Dalam Kubur

 

Ada sementara orang yang menanyakan tentang anak-anak. Menurutku, mereka sama seperti orang-orang dewasa. Di dalam kubur, akal mereka juga akan dikembalikan lagi supaya mereka mengetahui kedudukan dan kebahagiaan mereka. Juga supaya mereka bisa menjawab apa yang akan ditanyakan kepada mereka. Itu menurut keterangan hadis secara lahiriahnya.

 

Ada riwayat yang menyatakan bahwa anak-anak pun akan diimpit oleh kubur sebagaimana yang dialami orang-orang tua (dewasa). Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Abu Mu’awiyah dari Yahya bin Sa’id dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abu Hurairah, dia berkata, sesungguhnya Nabi Saw. juga menshalatkan jiwa-jiwa yang belum pernah melakukan dosa sama sekali. Beliau lalu berdoa, “Ya Allah, tolong lindungi dia dari azab kubur.”

 

Pasal Kelima: Apa Maksud dari Kubur Sebagai Salah Satu Jurang Neraka, dan Salah Satu Taman Surga?

 

Ada sementara orang yang menanyakan tentang penafsiran riwayat yang menyatakan bahwa Kubur itu adalah salah satu jurang neraka, atau salah satu taman surga. Menurut kita, hal itu merupakan hakikat bukan majaz atau simbolik belaka. Bagi mayat mukmin, kubur itu penuh dengan tanaman yang asri dan tumbuh-tumbuhan yang hijau. Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan Abdullah bin Amr bin ‘Ash, “Yaitu tumbuh-tumbuhan yang harum baunya. Namun, bagi mayat yang kafir, kubur adalah tempat yang penuh dengan api yang sangat panas.”

 

Memang ada sementara ulama yang mengartikan hal itu sebagai simbolik atau majaz saja. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan semangat kepada orang mukmin. Jadi, kehidupan di dalam kubur itu diidentikan dengan surga, dan segala kenikmatan yang ada itu disamakan dengan taman-taman. Orang biasa mengatakan, “Fulan hidup di surga.” Artinya, dia hidup sangat sejahtera tak Kurang suatu apa pun. Seorang mukmin itu mengalami kehidupan yang nikmat dan menyenangkan di dalam kuburnya. la tidak merasakan kuburnya sangat sempit tetapi terasa sangat lapang sejauh mata memandang.

 

Sedangkan yang dimaksud dengan jurang neraka ialah himpitan Kubur, beratnya pertanyaan malaikat, dan berbagai ketakutan yang dialami oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang selalu melakukan dosa-dosa besar. Namun, pendapat yang paling sahih ialah pertama tadi, karena apa yang dikisahkan Allah dan Rasul-Nya adalah benar adanya. Dan, hal itu sama sekali tidak mustahil.

 

Pasal Keenam: Beberapa Keyakinan Tentang Siksa Kubur

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, at-Tamhid, dari Ibnu Abbas bahwa dia pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata, “Hai manusia, sesungguhnya rajam itu benar adanya. Karena itu, janganlah kalian terperdaya hingga tidak melakukannya. Buktinya, Rasulullah Saw. sendiri dan Abu Bakar pernah melakukannya. Dan, kami juga akan benar-benar melakukannya setelah mereka berdua. Kelak akan muncul suatu kaum yang mendustakan rajam, mendustakan Dajal, mendustakan terbitnya matahari dari arah barat, mendustakan siksa kubur, mendustakan syafaat, dan mendustakan orang-orang yang keluar dari neraka setelah terbakar hangus di dalamnya.”

 

Menurut para ulama, mereka itu adalah kaum Qadariyah, kaum Khawarij, dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Abu al Huzail dan Bisyr berkata, “Itu berada di luar rangkaian keimanan. Azab tersebut terjadi antara dua tiupan, serta pertanyaan malaikat hanya terjadi pada saat-saat tersebut.”

 

Al-Bakhi dan al-Juba’i termasuk anaknya mempercayai adanya siksa kubur bagi orang kafir dan fasik. Dan, tidak akan terjadi bagi orang-orang yang beriman.

 

Menurut mayoritas ulama Mu’tazilah, tidak boleh hukumnya menyebut nama malaikat Allah dengan sebutan Munkar dan Nakir. Sebab, yang disebut Munkar ialah menjawab dengan sulit atau gagap ketika ditanya. Dan yang disebut Nakir ialah yang memotong pembicaraan.

 

Shalih berkata, “Azab kubur itu berlaku bagi orang-orang yang meninggal, tanpa harus mengembalikan roh lagi ke dalam jasadnya, dan mayat yang bersangkutan akan merasakan sakitnya azab tersebut. Ini adalah pendapat jamaah Karimiyah.”

 

Ada sekelompok ulama Mu’tazilah yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah mengazab mayat di kuburnya, namun mereka tidak merasakannya selagi masih berada di dalam kubur. Tapi, pada saat dikumpulkan di Padang Mahsyar, mereka baru merasakan sakit. Menurut mereka, siksaan bagi mayat itu sama seperti orang mabuk atau pingsan. Artinya, ketika dipukul mereka tidak merasakan sakitnya. Dan, ketika sudah sadar, dia baru merasakan sakitnya.”

 

Sementara ulama-ulama Mu’tazilah seperti Dharar bin Amr, Bisyri al-Marisi, Yahya bin Kamil, dan lainnya mengingkari sama sekali adanya siksa kubur. Menurut keyakinan meraka, orang meninggal itu menjadi mayat di kuburnya sampai hari kebangkitan nanti. Ini adalah pendapat keliru yang bertentangan dengan riwayat-riwayat di atas. Disebutkan dalam al-Qur’an,

 

“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang,” (QS. Ghafir: 46)

 

Sifat (Bentuk) Dua Malaikat Kubur dan Pertanyaan Mereka

 

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis Tirmidzi sebelumnya, kedua malaikat kubur itu berkulit hitam kebiru-biruan. Yang satu bernama Munkar dan satunya lagi Nakir.

 

Diriwayatkan oleh Ma’mar bin Amr bin Dinar dari Sa’id bin Ibrahim dari Atha’ bin Yasar bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Umar, “Wahai Umar, bagaimana nasibmu nanti jika Munkar dan Nakir mendatangimu, yaitu ketika engkau meninggal lalu kaummu membuat kuburmu yang tidak seberapa luas (tiga hasta satu jengkal kali tiga hasta satu jengkal). Lalu, mereka memandikanmu, mengafanimu, mengusung mayatmu, dan meletakkan mayatmu di dalam kubur. Setelah menimbunnya dengan tanah mereka pulang meninggalkanmu. Lalu datang kepadamu dua malaikat penguji kubur, Munkar dan Nakir, suaranya menggelegar seperti halilintar, sorot matanya seperti kilat menyambar, rambutnya panjang sampai menyentuh tanah, dan tangannya memegang martil besi yang sangat berat hingga tidak sanggup dibawa oleh penduduk bumi.” Umar lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, betapa pun perpisahan memang pasti terjadi. Apakah kelak kita juga akan dibangkitkan hidup kembali seperti semula?” Beliau menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Kalau begitu, aku akan meminta petunjuk kepada engkau untuk mengatasi mereka berdua.”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas sebuah hadis tentang pengalaman Isra’, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, aku bertanya kepada Jibril, “Siapa Mereka?” Jibril menjawab, “Munkar dan Nakir. Mereka akan mendatangi setiap manusia ketika sudah diletakkan di dalam kuburnya sendirian.” Aku bertanya lagi, “Jibril, tolong ceritakan padaku sifat kedua malaikat itu.” Jibril menjawab bahwa mereka adalah makhluk yang tinggi besar, tampangnya sangat mengerikan, suaranya menggelegar bagai halilintar, sorot matanya tajam bagai kilat yang menyambar, taringnya runcing bagai tanduk, serta dari mulut, lubang hidung, dan telinganya keluar api yang menyala-nyala, rambutnya menyapu tanah, kukunya runcing, dan masing-masing memegang tongkat besi yang sangat berat sehingga tidak sanggup digerakkan oleh seluruh makhluk yang ada di muka bumi.

 

Kedua malaikat itu mendatangi seseorang yang telah diletakkan di dalam kuburnya sendirian. Dengan izin Allah, mereka mengembalikan rohnya ke jasadnya. Setelah menyuruhnya duduk di kubur, mereka membentaknya dengan suara yang sangat keras hingga mampu menggetarkan tulang-tulang rusuknya, menghentikan semua persendiannya, dan membuatnya pingsan. Setelahnya, mereka menyuruhnya untuk duduk kembali. Lalu mulailah kedua malaikat itu berkata kepadanya, “Sekarang kamu sudah berada di alam barzakh. Renungkanlah keadaanmu dan kenalilah tempatmu.”

 

Setelah membentaknya yang kedua kali, kedua malaikat berkata, “Hai Fulan, sekarang kamu telah meninggalkan dunia dan akan menuju ke tempat Kembalimu yang abadi. Jawablah pertanyaan Kami, siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?” Jika dia orang mukmin, Allah akan mengajari hujahnya sehingga dia bisa menjawab, “Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad.”

 

Pada saat itu mereka membentak lagi dengan suara yang sanggup membuat persendiannya rontok dan otot-ototnya terputus, Kedua malaikat berkata, “Hai Fulan, coba kamu pikirkan kembali jawabanmu tadi.” Karena Allah telah memberinya keteguhan berupa ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, memberinya rasa aman, dan menghilangkan rasa takut sebagai bukti kasih sayang-Nya, maka dia sama sekali tidak merasa gentar kepada kedua malaikat tersebut. Dia lalu berkata, “Aku tahu kalian sedang mengancamku supaya aku ragu terhadap Tuhanku. Kalian ingin supaya aku mengambil pelindung selain-Nya. Padahal, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Dialah Tuhanku, Tuhan kalian, dan Tuhan segala sesuatu. Nabiku Muhammad dan agamaku Islam.”

 

Kemudian kedua malaikat itu membentaknya lagi dan mengulangi lagi pertanyaannya. Tetapi, dengan penuh keyakinan dia menjawab, “Tuhanku adalah Allah pencipta langit dan bumi. Hanya kepada-Nyalah kami menyembah. Aku tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan aku tidak akan menjadikan siapa pun selain-Nya sebagai tuhan. Aku tahu kalian sedang mengujiku supaya aku meragukan Tuhanku. Sungguh Dialah Allah yang tidak ada tuhan selain Dia.”

 

Setelah mendengar jawaban tersebut yang diulang sampai tiga kali, kedua malaikat itu. pun akhirnya menyerah. Mereka aku terlihat sangat bersahabat dengannya. Sambil tersenyum, mereka berkata kepadanya, “Kamu benar. Allah telah menenteramkan hailmu dan memberimu keteguhan. Bergembiralah kamu dengan surga dan kemuliaan dari Allah.”

 

Kemudian kuburnya dilapangkan sejauh mata memandang dan dibukakan untuknya sebuah pintu ke arah surga. Lalu angin surga yang baunya harum semerbak masuk ke dalam kuburnya. Keindahannya sebagai Karunia Allah yang belum pernah dia rasakan sama sekali. Melihat hal itu, dia yakin sebagai orang yang beruntung. Karenanya, dia bersyukur kepada Allah. Kemudian di dalam kuburnya, kedua malaikat itu menyediakan sebuah hamparan permadani dari sutra surga yang tebal dan memasang penerangan (nur); satu berada di dekat kepalanya dan satunya lagi di dekat kakinya. Lalu berembus aroma lain. Begitu menciumnya, dia langsung mengantuk dan ingin tidur. Kedua malaikat lalu berkata, “Tidurlah kamu dengan suka cita seperti pengantin baru tanpa rasa takut dan sedih.”

 

Selanjutya, di dekat kepalanya muncul sesosok laki-laki yang sangat tampan dan beraroma sangat harum. Kedua malaikat lalu berkata, “Itulah amalmu dan ucapanmu yang baik. Allah telah mengubahnya menjadi sesosok laki-laki yang sangat tampan dan sangat harum untuk menemani kesendirianmu di kubur. Bersamanya, kamu akan aman dari binatang yang menyakiilmu. Dia tidak akan menelantarkanmu di kuburmu ini sampai nanti kamu masuk surga berkat rahmat Allah. Tidurlah sebagai orang yang berbahagia. Sungguh beruntung kamu karena mendapatkan tempat kembali yang baik.” Setelah mengucapkan salam, maka kedua malaikat itu pun berlalu.

 

Nama Malaikat Penguji Kubur

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Lalu datang kepadamu dua malaikat penguji kubur, Munkar dan Nakir.”

 

Abu Abdullah at-Tirmidzi berkata, “Keduanya dinamakan penguji Kubur Karena jika bertanya selalu dibarengi dengan bentakan. Rupa kedua malaikat tersebut sangat menyulitkan. Dinamakan Munkar dan Nakir Karena rupanya tidak sama dengan manusia, malaikat, burung, hewan ternak, ataupun binatang melata. Tidak ada yang senang melihat wajah kedua malaikat tersebut. Namun, bagi orang mukmin, Kedua malaikat itu akan memberikan kesenangan dan pertolongan. Bagi Orang munafik, kedua malaikat itu akan membuka aib dan mengazabnya di alam barzakh sebelum dia dibangkitkan, hingga azab yang sesungguhnya menimpa mereka.”

 

Cara Munkar Nakir Menanyai Seluruh Mayat yang Berada di Beberapa Tempat

 

Ada sementara orang yang bertanya, “Bagaimana mungkin kedua malaikat itu sanggup menanyai seluruh mayat di tempat yang berbeda-beda dan di kubur yang berjauhan dalam waktu yang sama? Dan, bagaimana mungkin amal bisa berubah menjadi sesosok makhluk?”

 

Jawaban untuk yang pertama ialah bahwa seperti yang disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa kedua malaikat tersebut sangat besar. Mereka dapat bertanya kepada seluruh mayat yang berada di tempatnya masing-masing dengan tujuan yang sama, dengan satu kali pembicaraan. Namun, setiap orang menyangka bahwa pertanyaan tersebut hanya diajukan untuk dirinya saja. Allah telah menghalangi penghuni kubur untuk mendengarkan tanya jawab malaikat dengan penghuni kubur fain. Dia hanya mendengar pembicaraannya dengan kedua malaikat tersebut, walau dikuburkan dalam satu kubur. Dan, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa suara siksa kubur itu bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Lagi pula Allah bisa membuat mendengar siapa saja yang dikehendaki-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.

 

Adapun jawaban untuk pertanyaan kedua ialah, sesungguhnya Allah bisa menjadikan pahala bagi amal baik maupun amal buruk berupa sosok makhluk. Jadi, bukan semata-mata dia berubah menjadi permata, karena hal itu memang bukan termasuk permata. Contohnya, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih, “Sesungguhnya kematian itu kelak akan didatangkan seperti seekor kambing jantan yang berwarna putih kehitam-hitaman. Kambing jantan tersebut disuruh berhenti di atas jembatan (ash-Shirath), lalu disembelih.”

 

Jadi, mustahil maut berubah menjadi seekor kambing, karena kematian itu bukan benda. Maksudnya ialah bahwa Allah Ta’ala menciptakan sosok makhluk yang dinamakan maut lalu disembelih di antara surga dan neraka. Wallahu a’lam.

 

Lapangnya Kubur Orang-orang Mukmin Sesuai Dengan Amal-amal Mereka

 

Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya kubur orang mukmin itu dilapangkan seluas 70 hasta.” Menurut riwayat Tirmidzi, “Seluas 70 hasta dikali 70 hasta.” Sedangkan, menurut al-Barra’, “Sejauh mata memandang.”

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Mu’adzah, dia berkata, aku bertanya kepada Aisyah, “Tolong ceritakan kepada kami, apa yang akan terjadi pada kubur keluarga kami, dan apa yang akan dia alami?” Aisyah menjawab, “Jika dia orang mukmin, maka kuburnya akan dilapangkan seluas 40 hasta.”

 

Menurutku, ini terjadi karena sebelumnya kuburnya itu sempit. Setelah berhasil menjawab pertanyaan malaikat, maka kuburnya menjadi luas. Sedangkan bagi orang kafir, maka kuburnya menjadi sempit.

 

Aku mendengar sebagian ulama berkata suatu hari, seorang penggali kubur di sebuah pemakaman di Mesir sedang menggali tiga buah kubur sekaligus. Setelah selesai, dia kelelahan lalu mengantuk dan tidur. Dalam tidurnya, dia bermimpi melihat ada dua malaikat berdiri di dekat salah satu kubur yang digalinya. Malaikat berkata kepada temannya, “Tulis, satu farsakh kali satu farsakh.” Kemudian mereka menghampiri kubur kedua, lalu malaikat berkata kepada temannya, “Tulis, satu mil kali satu mil” Selanjutnya mereka menghampiri kubur yang ketiga, lalu malaikat berkata kepada temannya, “Tulis satu jengkal kali satu jengkal.”

 

Begitu terbangun, dia melihat jenazah seorang laki-laki asing yang belum pernah di. kenalnya dikuburkan di kubur pertama. Lalu, menyusul usungan jenazah seorang laki-laki lain yang dikuburkan di kubur kedua. Dan terakhir muncul usungan jenazah seorang wanita kaya yang diantarkan oleh banyak orang, dan dikuburkan di kubur ketiga yang sangat sempit tersebut. Luasnya hanya satu fatrah (satu jengkal).

 

Satu fatrah sama dengan seukuran jarak antara ibu jari dan telunjuk. Kita berlindung kepada Allah dari kesempitan kubur dan azabnya. Azab Kubur Itu Benar-benar Ada, Serta Beragamnya Siksa Bagi Orang Kafir

 

Allah Taa’la berfirman,

 

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit,” (QS. Thaha: 124)

 

Menurut Abu Sa’id al-Khudri dan Abdullah bin Mas’ud, yang dimaksud “penghidupan yang sempit” ialah siksa kubur.

 

“Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang zalim masih ada azab selain itu.” (QS. ath Thur: 47)

 

Ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud “ada azab selain itu” adalah azab kubur, karena Allah menyebut ayat itu sesudah ayat,

 

“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka, pada hari itu mereka dibinasakan.” (QS. ath Thur: 45),

 

Yang dimaksud “hari (yang dijanjikan kepada) mereka”, yaitu hari terakhir dalam kehidupan dunia. Hal itu menunjukkan bahwa azab yang mereka alami pada hari itu adalah azab kubur. Demikian pula dengan firman Allah,

 

“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. al-Anfal: 34)

 

Karena azab kubur adalah perkara gaib yakni kasat mata. Atau firman Allah Ta’ala,

 

“Fir‘aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang sangat buruk. Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 45-46)

 

Ini adalah azab kubur di alam barzakh. Mengomentari firman Allah Ta’ala,

 

“Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.” (QS. at-Takatsur: 3-4)

 

Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ialah kamu akan mengetahui azab yang akan ditimpakan kepadamu di kubur dan azab yang akan menimpamu di akhirat. Jadi, pengulangan itu menunjukkan dua keadaan.

 

Diriwayatkan oleh Zarr bin Hubaisy dari Ali, dia berkata, semula kami meragukan azab kubur, hingga turunlah firman Allah Ta’ala,

 

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).” (QS. at-Takatsur: 1-3), yakni mengetahui akan adanya siksa kubur.

 

Dalam hadis hasan riwayat Tirmidzi, Abu Hurairah berkata, “Kubur orang kafir itu disempitkan malaikat hingga membuat tulang-tulang mereka remuk. Dan, itu merupakan kehidupan yang sempit.”

 

Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian tahu, untuk siapa ayat ini diturunkan? “Maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124) Dan kalian tahu, apa yang dimaksud dengan penghidupan yang sempit itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Beliau bersabda, “Itu adalah siksa kubur bagi orang kafir. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka akan dililit oleh 99 ekor ular besar. Tahukah kamu apa at-tanin itu? Yaitu 99 ekor ular besar. Masing-masing ular mempunyai sembilan kepala yang menyembur ke jasad kafir itu. Ular besar tersebut menjilat, melilit, dan menggigit tubuh orang kafir itu hingga hari Kiamat nanti, lalu akan dikumpulkan dari dalam kuburnya menuju Padang Mahsyar dalam keadaan buta.”

 

Abu Bakar bin Abu Syaibah menyebutkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang kafir di dalam kuburnya akan disiksa dengan 99 ekor ular besar. Ular besar tersebut akan menggigit dan menyengatnya hingga tiba hari Kiamat. Seandainya seekor ular besar itu menyembur ke arah bumi, maka bumi itu akan mati (tidak dapat menumbuhkan tanaman).”

 

Disebutkan dalam sebuah hadis mauquf, Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata, “Kemudian kuburnya menjadi sempit, dan muncullah ular-ular besar yang memakan seluruh daging orang kafir itu hingga habis dari tulang-tulangnya, sama sekali tidak ada yang tersisa. Setelah itu, muncul beberapa malaikat yang tuli dan buta, lalu menghajar mereka dengan menggunakan palu dari neraka ….” al-Hadis. Hadis ini telah disebutkan sebelumnya.

 

Azab Kubur Bagi Orang Kafir Berbeda-beda

 

Jangan menganggap ini bertentangan dengan hadis marfu’ yang menyatakan, “Allah menguasakan malaikat yang buta dan bisu untuk menyiksa orang kafir,” karena siksa yang ditimpakan kepada orang-orang kafir itu berbeda-beda. Ada yang disiksa oleh satu malaikat dan ada pula yang disiksa oleh beberapa malaikat. Demikian juga, ini tidak bertentangan dengan riwayat yang mengatakan bahwa dagingnya akan dimakan oleh beberapa ekor ular besar, karena kedua azab tersebut bisa sama-sama ditimpakan, sebagaimana firman Allah,

 

“Inilah neraka Jahanam yang didustakan oleh orang-orang yang berdosa. Mereka berkeliling di sana dan di antara air yang mendidih.” (QS. ar-Rahman: 43-44)

 

Sekali tempo mereka disuruh makan buah zaqqum, dan pada tempo lain mereka dipaksa meminum air yang sangat mendidih. Sekali tempo mereka diazab dengan api yang menyala-nyala, dan pada tempo lain mereka diazab dengan suhu yang sangat dingin. Semoga Allah melindungi kita dari siksa kubur dan siksa neraka berkat rahmat dan kebaikan-Nya. Selain itu, mereka diberi hamparan yang berasal dari batu neraka dan dikatakan padanya, “Tidurlah kamu laksana tidurnya orang yang digigit ular!”

 

Sebuah hadis diriwayatkan oleh Ali bin Ma/’bad dari Abu Hazim dari Abu Hurairah secara mauquf, dia berkata, ketika mayat diletakkan di dalam kubur, dia didatangi malaikat yang diutus Tuhannya dan bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Bagi orang yang diberi keteguhan oleh Allah, dia akan menjawab, “Tuhanku adalah Allah.” Ketika ditanya, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Agamaku Islam.” Dan ketika ditanya, “Siapa nabimu?” Dia menjawab, “Nabiku adalah Muhammad.” Karena merasa sebagai orang beruntung, dia berkata kepada malaikat, “Biarkan aku bertemu dengan keluargaku. Aku ingin menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka.” Namun, malaikat berkata, “Tidurlah saja dengan tenang, sungguh kamu mempunyai teman-teman yang belum bertemu denganmu.”

 

Tetapi, bagi orang yang tidak diberi keteguhan oleh Allah, ketika ditanya malaikat, “siapa Tuhanmu?” Dia tidak bisa menjawabnya Sehingga dia dipukul malaikat dengan palu, dan menjerit kesakitan yang suaranya bisa didengar, oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia Lalu malaikat itu berkata, “Tidurlah kamu laksana tidurnya orang yang digigit ular!”

 

Ahli bahasa mengatakan bahwa “dimanhus” dengan sin yang tidak bertitik artinya seseorang disengat dan digigit ular. Namun, “dimanhus” bisa juga artinya sadar karena sakit yang amat sangat berat. Atau, bisa juga artinya tertidur laksana orang yang tengah mabuk.

 

Azab Kubur Bagi Orang Kafir

 

Diriwayatkan oleh al-Wa’ili al-Hafizh dalam kitabnya, al-lbanah, dari Malik bin Mughaffal dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata, ketika aku sedang berjalan di pekuburan Badar, tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari dalam tanah dengan berkalungkan rantai di lehernya. Sedang ujungnya dipegang oleh seorang yang hitam. Laki-laki itu lalu berkata, “Hai Abdullah, tolong beri aku minum.” Aku heran dari mana dia kenal aku. Lalu orang hitam itu berkata kepadaku, “Jangan penuhi permintaannya! Dia seorang kafir.” Tidak lama kemudian, orang itu ditariknya hingga masuk kembali ke dalam tanah. Aku lalu menemui Rasulullah Saw. untuk menceritakan hal itu. Beliau lalu bersabda, “Engkau melihat dengan mata kepala sendiri? Itu adalah musuh Allah, Abu Jahal bin Hisyam. Itulah siksanya hingga hari Kiamat nanti.”

 

Azab Kubur Itu Sesuai Dengan Tingkat Kemaksiatannya Masing-masing

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu

 

Syaibah dan al-Hakim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kebanyakan azab Kubur itu diakibatkan oleh air kencing.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah melewati dua buah kubur. Beliau lalu bersabda, “Kedua penghuninya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu karena dia suka mengadu domba, dan yang satunya lagi karena tidak mau membersihkan air seni sehabis buang air kecil.” Beliau lalu meminta seorang sahabat untuk mengambilkan pelepah kurma yang masih basah. Beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian dan menancapkannya di atas kubur mereka masing-masing. Beliau lalu bersabda, “Mudah-mudahan kedua mayat ini diringankan siksanya selama pelepah kurma ini belum kering.”

 

Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Dulu, dia tidak bersuci setelah kencing,’”’ Dalam kitab Abu Daud disebutkan, “Dulu, dia tidak menyiram kencingnya.” Menurut Hannad bin as-Sarri, “Dia tidak bersuci dari air kencingnya.” Menurut Bukhari, “Mereka berdua disiksa bukannya karena dosa besar, namun siksanya benar-benar besar.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abu Bakrah, dia berkata, ketika aku dan sahabat lain sedang berjalan bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba beliau menghampiri dua kubur lalu bersabda, “Sesungguhnya penghuni dua kubur ini sekarang sedang disiksa di dalam kuburnya. Siapa di antara kalian yang mau mengambilkan pelepah pohon kurma itu?” Maka aku dan temanku tadi segera berlomba adu cepat dan aku berhasil mendahuluinya. Begitu mendapatkan benda itu, aku langsung menyerahkannya kepada Nabi Saw… Setelah membelahnya menjadi dua bagian, maka separuh beliau letakkan pada kubur yang satu, dan yang separuhnya lagi diletakkan pada kubur yang lainnya seraya bersabda, “Sesungguhnya kedua mayat ini akan diringankan siksanya selama pelepah kurma ini masih basah (segar). Mereka disiksa karena suka menggunjing dan tidak membersihkan air kencing.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis-hadis di atas tadi memberikan petunjuk bahwa siksa itu bisa diringankan hanya karena separuh pelepah kurma selama masih basah (segar).

 

Disebutkan dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, … Beliau bertanya kepadaku, “Hai Jabir, ingatkah kamu tempat aku berhenti beberapa saat tadi?” Aku menjawab, “Ya. Aku masih ingat, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Carilah dua batang pohon itu, dan petiklah masing-masing satu ranting dan bawalah ia kemari. Jika kamu telah sampai di tempatku berdiri, tancapkan ranting yang ada ditangan kananmu dan ranting yang ada di tangan kirimu.”

 

Aku langsung bangkit dan memecahkan batu hingga tajam. Lalu aku mencari dua batang Pohon dan kupotong dengan batu tersebut masing-masing satu ranting. Kemudian aku berdiri dekat tempat berdirinya Rasulullah Saw. dan menancapkan sebuah ranting yang ada pada tangan kananku dan ranting yang ada pada tangan kiriku. Setelah berhasil melaksanakan perintah tersebut, aku segera menemui beliau dan berkata, “Aku sudah melakukannya, wahai Rasulullah.” Maka pada saat itulah, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tadi melewati dua buah kubur yang sedang disiksa penghuninya. Maka aku ingin memberikan syafaatku untuk meringankan siksa mereka selama ranting pohon tersebut masih basah (segar).”

 

Dalam hadis tersebut ada penambahan pada ungkapan “selama ranting tersebut masih basah (segar),” juga syafaat Nabi Saw.. Menurutku, itu menjelaskan bahwa kedua hadis tersebut berbeda, sebagaimana pendapat yang umum. Dalam hadis Ibnu Abbas dan Abu Bakrah, hanya ada satu pelepah kurma, yang kemudian Nabi Saw. membelahnya menjadi dua bagian. Sedangkan pada hadis Jabir, ada dua pelapah kurma, dan tidak dijelaskan sebab-sebab kedua penghuni Kubur itu disiksa.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari al-A’masy dari Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. pernah menghampiri dua buah kubur lalu bersabda, “Kedua penghuninya sedang disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu suka memakan daging manusia (menggunjing) dan yang satunya lagi suka mengadu domba.” Beliau lalu minta diambilkan sebuah pelepah kurma. Setelah dibelahnya menjadi dua bagian, yang satu beliau letakkan di kubur ini dan yang satunya lagi beliau letakkan di kubur yang lain seraya bersabda, “Mudah-mudahan Allah meringankan siksa mereka berdua selama kedua pelepah kurma ini masih basah (segar).”

 

Ada yang berpendapat, boleh jadi kedua penghuni kubur tersebut adalah orang kafir. Sabda beliau, “Kedua penghuninya sedang disiksa bukan karena dosa besar” maksudnya adalah dosa lain selain kekafiran dan kemusyrikan. Tetapi ada yang berpendapat bahwa penghuni kubur tersebut adalah orang mukmin yang berdosa tetapi belum sempat bertobat. Jika benar mereka orang kafir maka siksa yang sedang mereka jalani itu hanyalah siksa tambahan saja, di luar siksa kekafiran mereka. Tetapi, menurut pendapat yang lebih kuat, kedua penghuni kubur yang sedang disiksa tadi adalah orang mukmin.

 

Menurutku, kedua penghuni kubur tersebut adalah orang mukmin sebagaimana zahir hadis tersebut.

 

Diriwayatkan oleh ath-Thahawi dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda, ada salah seorang hamba di antara hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan untuk disiksa di dalam kuburnya dengan dicambuk seratus kali. Karena dia terus-menerus berdoa kepada Allah memohon keringanan, akhirnya dicambuk satu kali saja. Walaupun dicambuk dengan satu kali dera, kuburnya tetap saja dipenuhi dengan api. Setelah api itu menghilang, dia siuman lalu bertanya kepada malaikat, “Kenapa kalian mencambukku ?” Malaikat menjawab, “Karena kamu shalat tanpa bersuci (berwudhu) dulu, dan kamu tidak mau menolong orang yang teraniaya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub, dia berkata, apabila Nabi Saw. selesai dari melaksanakan shalatnya, beliau membalikkan wajahnya kepada kami dan bertanya, “Siapa di antara kalian yang semalam bermimpi?” Lalu ada orang yang merasa bermimpi dan menceritakan pengalaman mimpinya kepada beliau. Beliau lalu berkata, “Masyah Allah.” Suatu hari, beliau bertanya kepada kami, ‘“Apakah di antara kalian ada yang bermimpi” Kami menjawab, “Tidak ada.”

 

Beliau lalu bersabda, semalam aku bermimpi melihat dua orang laki-laki datang kepadaku. Mereka menggandeng tanganku dan membawaku pergi ke tanah suci. Di sana, aku melihat dua orang laki-laki, yang satu duduk, dan satunya lagi berdiri dengan tangan memegang sebatang besi. Besi itu dia masukkan ke dalam mulut orang yang duduk hingga menembus ke tengkuknya. Begitu pula dia lakukan terhadap yang lainnya, sehingga mulut itu pecah. Selanjutnya, mulut itu kembali utuh seperti semula. Hal itu, dia lakukan berulang-ulang kali. Aku lalu bertanya, “Siapa orang itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”

 

Aku pun mengikuti mereka hingga aku melihat seorang laki-laki tengah berbaring, dan seorang laki-laki lain sedang berdiri di dekat kepala orang itu dengan memegang sebuah batu. Batu itu dia gunakan untuk memukul kepala orang yang berbaring tadi. Begitu dipukulkan, batu itu terlempar. Kemudian diambilnya lagi, dan dipukulkannya lagi hingga kepala orang itu hancur. Selanjutnya, kepala tersebut utuh kembali. Begitu seterusnya. Aku lalu bertanya, “Siapa orang itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”

 

Aku pun mengikuti mereka. Ketika aku sampai di suatu tempat, aku melihat di suatu lubang seperti dapur api, bagian atasnya sempit namun bagian bawahnya luas. Di bawahnya ada api yang menyala. Jika api tersebut menyembur ke atas, maka mereka terangkat hingga hampir saja mereka keluar darinya. Namun, jika api tersebut mulai berhenti, maka mereka kembali padanya. Di lubang itu, terdapat beberapa orang laki-laki dan beberapa orang wanita. Mereka semua dalam keadaan telanjang. Aku lalu bertanya, “Siapa mereka itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami”

 

Aku pun mengikuti mereka. Lalu aku melihat sebuah sungai darah. Di dalam sungai tersebut, ada seorang laki-laki yang berdiri, dan seorang laki-laki lainnya berdiri di tepi sungai sambil memegang batu-batu. Ketika orang yang berada di sungai tersebut ingin keluar darinya, maka laki-laki yang berada di tepi sungai tadi melemparnya dengan batu yang dipegangnya tepat ke mulutnya. Karenanya, dia pun kembali ke tempat asainya (sungai darah). Begitulah seterusnya. Aku lalu bertanya, “Siapa mereka itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”

 

Aku pun mengikuti mereka. Lalu aku sampai pada sebuah taman yang asri. Di situ terdapat sebuah pohon besar, dan di bawahnya ada seorang kakek tua dan beberapa anak kecil. Lalu, di dekat pohon tersebut tampak seorang laki-laki yang sedang menyalakan api. Kedua orang tadi mengajakku menaiki pohon dan membawaku masuk ke sebuah rumah yang sangat indah. Di dalam rumah itu terdapat beberapa orang yang sudah tua, para pemuda, para wanita, dan anak-anak. Kemudian kedua orang tadi mengajakku keluar dari sana. Lalu menaiki pohon itu lagi, dan membawaku memasuki sebuah rumah yang jauh lebih indah dan lebih baik daripada rumah tadi. Di dalam rumah itu, terdapat beberapa orang yang sudah tua dan para pemuda.

 

Aku lalu berkata, “Malam ini, kalian berdua membawaku berkeliling. Tolong ceritakan kepadaku tentang semua yang aku lihat itu.” Kedua orang itu menjawab, “Baiklah. Orang yang engkau lihat mulutnya sedang dimasuki sebatang besi itu adalah seorang pendusta yang suka berkata bohong hingga tersebar Ke mana-mana. Dia akan dihukum terus seperti itu sampai hari Kiamat nanti. Orang yang engkau lihat sedang dipukuli kepalanya itu adalah orang yang diberi pengetahuan tentang al-Qur’an oleh Allah, namun dia tidak mengamalkannya. Dia akan dihukum terus seperti itu sampai hari Kiamat.

 

Orang-orang yang engkau lihat di lubang itu adalah orang-orang yang suka berzina. Orang yang engkau lihat di sungai tadi itu adalah orang yang gemar memakan riba. Orang tua yang engkau lihat berada di bawah pohon itu adalah Nabi Ibrahim a.s., dan anak-anak kecil yang di sekelilingnya itu adalah anak-anak manusia (yang meninggal di waktu masih kecil). Laki-laki yang menyalakan api itu adalah Malaikat Malik, penjaga neraka. Rumah pertama adalah rumah Orang-orang mukmin, dan rumah kedua yang lebih bagus dan lebih indah adalah rumah para syuhada. Aku sendiri adalah Jibril dan temanku ini adalah Mikail. Sekarang angkatlah kepalamu.” Ketika kuangkat kepalaku, aku melihat di atasku ada benda seperti awan. Kedua malaikat itu lalu. berkata, “Itu adalah tempatmu.” Aku lalu berkata, “Bisakah aku memasukinya.” Salah satu di antara mereka berkata, “Sisa umurmu masih ada. Jika telah habis umurmu, engkau bisa memasukinya.”

 

Mimpinya Para Nabi

 

Menurut para ulama, dalam hadis Bukhari tersebut memang tidak dijelaskan keadaan orang-orang yang sedang disiksa di dalam kubur mereka. Meskipun hanya dalam mimpi, namun pengalaman mimpi para nabi adalah wahyu, berdasarkan pernyataan Nabi Ibrahim a.s. dalam al Qur’an,

 

“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.” (QS. ash Shaffat: 102)

 

Lalu dijawab oleh Isma’il,

 

“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu.” (QS. ash-Shaffat: 102)

 

Adapun hadis ath-Thahawi di atas juga merupakan nash. Di sana dijelaskan sanggahan terhadap anggapan orang-orang Khawarij dan orang-orang yang menganggap kafir terhadap mukmin yang berbuat dosa. Menurut ath Thahawi, orang yang meninggalkan shalat itu tidaklah kafir. Sebab, orang yang shalat tanpa bersuci dianggap sama halnya tidak shalat. Jika mereka orang kafir, doanya tidak mungkin dikabulkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (QS. ar-Ra’d: 14)

 

Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengandung petunjuk bahwa bersuci dari buang air kecil itu hukumnya wajib. Sebab, seseorang itu disiksa karena meninggalkan kewajiban. Demikian pula wajib hukumnya menghilangkan najis. Dan inilah pendapat mayoritas ulama. Ibnu Wahab berkata yang diriwayatkan dari Malik, “Barang siapa melaksanakan shalat dalam keadaan belum bersuci dari buang air kecil, sama halnya ia shalat tanpa bersuci (berwudhu).”

 

Penjelasan Atas Kekeliruan

 

Sebuah koreksi mengenai adanya anggapan yang menyatakan bahwa kubur yang ditanami pelepah kurma oleh Nabi Saw. adalah kubur Sa’ad bin Mu’adz. Ini jelas anggapan yang salah (keliru). Yang benar adalah bahwa Sa’ad diimpit oleh kuburnya lalu direnggangkannya lagi seperti yang sudah saya sampaikan pada pembicaraan sebelumnya. Faktor yang menyebabkan dia diimpit oleh kuburnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Yunus bin Bakir dari Muhammad bin ishak dari Umayyah bin Abdullah bahwa dia pernah bertanya kepada salah seorang anggota keluarga Sa’ad, “Telah sampaikah mengenai sabda Rasulullah Saw. ini kepada kalian?” Dia lalu menjawab, “Telah dituturkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah ditanya mengenai perkara tersebut, maka beliau bersabda, “la pernah lalai bersuci sesudah buang air kecil.”

 

Disebutkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Ibnu Fudhail dari Abu Sufyan dari al-Hasan, dia berkata, ketika Sa’ad bin Mu’adz terluka parah, maka Nabi Saw. menyuruh seorang wanita untuk mengobatinya. Pada malam harinya Sa’ad meninggal, maka Jibril menemui Nabi Saw, membawa berita kematian itu. Jibril Lalu berkata, “Malam ini ada seseorang di antara Kalian yang meninggal. Arasy tergoncang Karena Allah suka bertemu dengannya.” Ternyata yang meninggal adalah Sa’ad bin Mu’adz. Rasulullah Saw. lalu mendatangi kubur Sa’ad sambil membacakan takbir, tahlil, dan tasbih. Ketika pulang, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami sama sekali belum pernah melihat engkau berbuat seperti itu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia sempat diimpit sekali himpitan dalam Kuburnya hingga tubuhnya menjadi seperti sehelai rambut. Aku tadi berdoa agar Allah berkenan memberi kelonggaran. Kabarnya, hal itu disebabkan ia pernah tidak membersihkan sisa air kencingnya setelah buang air kecil.”

 

Menurut as-Salimi Abu Muhammad Abdul Ghalib dalam kitabnya bahwa hadis-hadis yang menerangkan tentang siksa kubur jumlanhnya sangat banyak sekali. Di antaranya ialah sabda Nabi Saw. tentang Sa’ad bin Mu’adz, “Sesungguhnya dia diimpit oleh bumi dengan himpitan yang sanggup meremukkan tulang-tulangnya.” Atas hal itu, maka beberapa sahabat berkata, “Sedikit pun dia tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Hanya saja, dia pernah tidak membersihkan dari kencingnya dalam beberapa perjalanan.”

 

Menurutku, sabda Nabi Saw., “agar Allah berkenan memberi kelonggaran” adalah dalil yang menyatakan pengurangan siksaan. Bahkan, dia tidak disiksa lagi di dalam kuburnya. Sa’ad bin Mu’adz adalah orang yang mempunya! keutamaan, yang kematiannya mampu menggoncangkan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan nyawanya disambut dengan penuh gembira oleh para malaikat. Jadi, apa yang mereka katakan itu tidak mungkin menimpa Sa’ad bin Mu’adz. Hanya orang bodoh yang punya anggapan negatif seperti itu. Sa’ad adalah orang yang terkenal baik dan harum namanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan lainnya, “Sa’ad bin Mu’adz adalah orang yang mendapat perintah untuk menetapkan hukum terhadap Bani Quraidzah, sesuai dengan kehendak Allah dari langit ketujuh.” Hal itu disampaikan oleh Rasulullah Saw. melalui periwayatan Bukhari, Muslim, dan lainnya. Beberapa Sabda Nabi Saw. Tentang

 

Azab Kubur Dalam Peristiwa Isra’

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Rabi’ bin Anas dari Abu al-Aliyah dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Mahasuci (Allah) yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (QS. al-isra’: 1)

 

Abu Hurairah berkata, “Seekor kuda didatangkan kepada Nabi Saw. lalu beliau pun menaikinya. Setiap langkahnya adalah sejauh mata memandang saking cepatnya. Beliau berjalan ditemani Jibril. Beliau lalu diperlihatkan suatu kaum yang sedang menanam, dan pada hari berikutnya menuai serta begitu seterusnya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Satu kebajikan mereka dilipatgandakan sampai 700 kali lipat.”

 

“Dan apa yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Saba’: 39)

 

Kemudian beliau diperlihatkan kaum yang memecahkan kepalanya sendiri dengan batu sampai pecah (remuk). Mereka mengulanginya lagi seperti semula tanpa henti-hentinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak mau (malas) melaksanakan shalat.”

 

Setelah itu, beliau diperlihatkan suatu kaum, di mana bagian depan (kemaluan) dan belakang (dubur) mereka tertutup oleh secarik kain. Mereka dihalau seperti binatang ternak yang kurus dan diberi makan buah zaqqum dan batu-batu panas neraka Jahanam. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak memberikan zakat dari harta mereka. Allah tidak menganiaya mereka, dan Allah bukanlah penganiaya terhadap hamba-Nya.”

 

Kemudian beliau diperlihatkan suatu kaum, di depan mereka terdapat daging matang dan daging busuk. Namun, mereka memakan daging busuk dan membiarkan daging matang. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Dia adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki istri yang halal dan baik, tetapi dia mendatangi wanita lain bahkan tidur bersamanya sampai pagi.”

 

Kemudian beliau diperlihatkan pada sebatang kayu di tengah jalan yang mencelakakan setiap orang yang melewatinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, apa itu?” Jibril menjawab, “Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti.” (QS. al-A’raf: 86)

 

Kemudian beliau melihat seorang laki-laki yang tidak kuat memikul seikat kayu yang banyak, namun ia malah berusaha ingin menambahinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa dia?” Jibril menjawab, “Dia adalah salah seorang umatmu yang tidak menyampaikan amanat yang dipikulnya tetapi dia malah ingin menambahnya lagi.”

 

Kemudian beliau melihat suatu kaum yang menggunting bibirnya sendiri dengan gunting dari besi neraka. Setiap kali digunting, bibir itu kembali lagi seperti semula. Begitu seterusnya tanpa berhenti. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah para mubalig yang suka menyebarkan fitnah.”

 

Kemudian beliau melihat sebuah batu kecil. Dari dalam batu kecil itu keluar seekor sapi sangat besar. Lalu, sapi itu berusaha ingin masuk kembali ke tempat dari mana ia keluar, namun ia tidak sanggup memasukinya. Beliau lalu bertanya, “wahai Jibril, apa itu?” Jibril menjawab, “Itu adalah seorang laki-laki yang mengucapkan suatu kalimat (perkataan), kemudian dia menyesalinya. Dia ingin menariknya kembali ucapan tersebut tetapi tidak sanggup melakukannya ….”

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi Harun al-Abdi dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi Saw. ditanya oleh para sahabatnya, “Wahai Rasulullah, ceritakan kepada kami tentang pengalaman engkau pada malam Isra’ ….” Beliau lalu bersabda, “Aku lalu naik bersama Jibril dan bertemu dengan malaikat penjaga langit dunia yang bernama Ismail. Di depannya ada 70.000 malaikat, dan masing-masing malaikat mempunyai tentara sebanyak 100.000 malaikat. Lalu beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri.” (QS. al Muddatstsir: 31)

 

Jibril minta agar dibukakan pintu langit dunia. Pada saat itu, aku bertemu Nabi Adam a.s. dalam bentuknya seperti dia pertama kali diciptakan Allah. Tampaklah kepadanya arwah-arwah keturunannya yang beriman. Nabi Adam a.s. lalu berkata, “Roh yang baik dan jiwa yang baik, tempatkanlah mereka di ‘illiyyin-” Kemudian diperlihatkan juga kepadanya arwah-arwah keturunannya yang kafir, lalu dia berkata, “Roh yang jahat dan jiwa yang jahat, tempatkanlah mereka ai Sijjin.”

 

Setelah berjalan beberapa saat, aku melihat sebuah meja makan yang di atasnya tersaji daging segar yang aromanya sangat lezat. Namun, tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Aku juga melihat sebuah meja makan lainnya yang di atasnya tersaji daging busuk yang aromanya sangat busuk dan menjijikkan, namun banyak orang yang memakannya. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau . yang meninggalkan yang halal dan memilih yang haram.”

 

Setelah berjalan beberapa saat, aku bertemu dengan suatu kaum yang perutnya sebesar rumah. Setiap kali seorang dari mereka berusaha bangkit, maka jatuh kembali seraya berkata, “Ya Allah, jangan datangkan dulu kiamat.” Mereka adalah pengikut jalan yang ditempuh oleh keluarga Fir’aun. Aku lalu mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka memakan riba, sebagaimana firman-Nya,

 

“Orang-orang yang memakan riba tidak Dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan gila.” (QS. al-Baqarah:  275)

 

Setelah meneruskan perjalanan beberapa saat, aku bertemu dengan kaum, di mana mulut mereka seperti mulut unta. Mereka membuka mulutnya lalu menyuapinya dengan bara api panas, kemudian keluar dari dubur mereka. Aku mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka memakan harta anak yatim secara zalim, sebagaimana firman-Nya,

 

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa’: 10)

 

Setelah meneruskan perjalanan beberapa saat, aku bertemu dengan beberapa orang wanita yang digantung payudaranya. Aku mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah “Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita penzina dari umat engkau.” Setelah melanjutkan perjalanan beberapa saat, aku melihat suatu kaum yang memotong daging lambungnya sendiri lalu disuapkannya kepada mereka. Dikatakan kepadanya, “Makanlah sebagaimana kamu dahulu memakan daging saudaramu!” Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka mengumpat dan mencela ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, dalam perjalanan Mi’raj, aku menyaksikan suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dan mereka mencakari wajah-wajah serta dada-dada mereka sendiri dengan kuku tersebut. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka?” Jibril lalu menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan merusak kehormatan mereka.”

 

Kegembiraan Orang Mukmin di Dalam Kuburnya

 

Ka’ab al-Ahhbar berkata, begitu seorang hamba sateh diletakkan di dalam kuburnya, maka amal-amalnya yang saleh mengerumuninya. Pada saat malaikat azab ingin mendekat dari arah sepasang kakinya, maka amal shalatnya berkata, “Menjauhlah kalian darinya.” Mereka lalu mencoba datang dari arah kepalanya, maka amal puasanya berkata, “Tidak ada jalan bagi kalian memasukinya. Di dunia, dia cukup lama berlapar dahaga karena Allah ‘Azza wa Jaila.” Mereka mencoba lagi mendekat dari arah tubuhnya, maka amal haji dan jihadnya berkata,

 

“Menyingkirlah kalian darinya. Tubuhnya telah bersusah payah berhaji dan berjihad karena Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak ada jalan bagi kalian untuk mendekatinya.” Mereka mencoba mendekat dari arah sepasang tangannya, maka amal sedekahnya berkata, “Berhentilah mendekati kawanku. Sudah cukup banyak sedekah yang keluar dari sepasang tangan itu hingga dia berperang karena Allah ‘Azza wa Jalla demi mengharap keridaan-Nya. Tidak ada jalan bagi kalian untuk mendekatinya.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Tidurlah dengan tenang, engkau hidup bahagia dan mati pun bahagia.”

 

Menurutku, itulah keberuntungan bagi orang yang beramal ikhlas karena Allah, benar ucapan dan tindakannya, bersih niatnya, baik pada saat beramal dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan. Sehingga, amal-amalnya menjadi hujah baginya dan membelanya. Hal ini tidak bertentangan dengan pembicaraan-pembicaraan pada bab-bab sebelumnya, karena keadaan manusia itu berbeda-beda dalam keikhlasan amalnya. Wallahu a’lam.

 

Berlindung dari Azab dan Fitnah Kubur

 

Diriwayatkan oleh an-Nasai dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. menemuiku ketika aku sedang menerima tamu seorang wanita Yahudi. Wanita itu berkata, “Sesungguhnya kalian akan terkena fitnah (ujian) di dalam kubur.” Lalu aku menyampaikannya kepada beliau. Mendengar itu, Rasulullah Saw. tersentak kaget lalu bersabda, “Sesungguhnya yang terkena fitnah itu adalah orang-orang Yahudi.” Selang beberapa malam tinggal di rumahku, Rasulullah Saw. bersabda, “Apakah engkau juga berpikir bahwa aku pernah diberi wahyu yang menyatakan bahwa kalian (orang-orang mukmin) akan terkena fitnah di dalam kubur?” Lalu, aku (Aisyah) mendengar bahwa Rasulullah Saw. memohon perlindungan kepada Allah dari azab kubur.

 

Diriwayatkan oleh para imam-imam dari Asma’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya baru saja diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan terkena fitnah di dalam kubur, atau seperti fitnah Dajal yang aku sendiri tidak tahu apa itu.” Asma’ berkata bahwa salah seorang kalian akan ditanya oleh malaikat, “Apa yang kamu ketahui tentang orang itu (Muhammad) ?” Bagi orang mukmin atau orang yang meyakininya, dia akan menjawab sebanyak tiga kali, “Dia adalah Muhammad utusan Allah. Beliau datang kepada kami dengan membawa keterangan-keterangan dan petunjuk. Lalu kami ikuti dan taati” Kemudian malaikat berkata kepadanya, “Tidurlah. Kami tahu bahwa kamu beriman kepadanya. Tidurlah sebagai orang saleh.” Adapun bagi orang munafik atau yang bimbang, maka dia akan menjawab, “Aku tidak tahu apa yang kalian tanyakan itu?” Atau dia menjawab, “Aku tidak tahu, karena aku hanya mendengar tentang dirinya dari Omongan orang-orang saja.” Lafaz hadis ini menurut Muslim

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. berdoa,

 

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari azab kubur, azab neraka, Fitnah ketika hidup maupun ketika mati, dan fitnah Dajal.” Hadis senada ini jumlahnya cukup banyak sekali dan diriwayatkan oleh para perawi terkemuka.

 

Azab Kubur Hanya Dapat Didengar Oleh Binatang

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, suatu hari kami sedang bersama Nabi Saw. di kebun milik Bani Najjar. Saat itu beliau menaiki seekor keledai betina miliknya Tiba-tiba binatang itu terperanjat kaget dan lia, hingga beliau hampir terjatuh. Ternyata, di Sana terdapat enam, lima, atau empat buah Kubur Beliau lalu bertanya, “Siapa yang tahu Penghuni kuburan ini?” Seorang sahabat menjawab, “Aku Beliau bertanya, “Kapan mereka meninggal?” Dia menjawab, “Mereka meninggal dalam keadaan musyrik.” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya umat ini sedang diuji di dalam kubur mereka. Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian siksa kubur seperti yang aku dengar.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ajisyah, dia berkata bahwa dua perempuan tua Yahudi Madinah bertamu kepadaku. Mereka lalu berkata, “Sesungguhnya para penghuni Kubur itu disiksa di dalam Kubur mereka.” Karena tidak percaya mereka, aku membantahnya, “Kalian berdusta.” Sepeninggal kedua perempuan tua itu, Rasulullah Saw. datang dan aku bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tadi dua perempuan tua Yahudi Madinah berkata padaku bahwa penghuni kubur itu akan disiksa di dalam kubur mereka.” Lalu Nabi Saw. bersabda, “Mereka benar. Sesungguhnya para penghuni kubur itu akan diazab dengan azab yang bisa terdengar oleh binatang.” Sejak saat itu, aku melihat beliau selalu berdoa memohon perlindungan dari siksa kubur setiap selesai dari shalatnya.

 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dengan ada sedikit tambahan, “… dengan azab yang bisa didengar oleh seluruh binatang.”

 

Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dalam kitabnya, az-Zuhd, dari Waki’ dari alA’masy dari Syaqiq dari Aisyah, dia berkata bahwa seorang wanita Yahudi datang kepadaku dan bercerita tentang siksa kubur, kemudian aku menganggapnya bohong. Tidak lama kemudian muncul Nabi Saw… Ketika hal itu aku ceritakan kepada beliau, Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka akan disiksa di dalam kubur mereka hingga semua binatang mendengar suara mereka.”

 

Menurut para ulama, keledai yang dinaiki Nabi Saw. tersebut sampai terperanjat kaget karena mendadak mendengar suara orang-orang yang sedang disiksa di dalam kubur. Hanya saja, makhluk yang berakal seperti jin dan manusia tidak bisa mendengarnya. Hadis Nabi Saw. yang mengatakan, “Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan” Allah sengaja menyembunyikan hal itu dari kita supaya kita menguburkan mayat. Itulah kebijaksanaan dan kasih sayang Allah kepada kita, karena kita akan takut jika mendengarnya dan tidak kuasa mendekati kuburan atau menguburkan teman kita. Atau mungkin, orang yang masih hidup akan binasa pada saat mendengarnya.

 

Selama masih di dunia, kita tidak akan sanggup mendengar azab Allah yang ditimpakan kepadanya di dalam kubur. Kekuatan kita melemah. Bayangkan, ketika mendengar suara halilintar yang menggelegar atau gempa yang dahsyat saja banyak orang yang langsung mati? Apalagi jika sampai jeritan orang di dalam kubur yang sedang disiksa oleh malaikat dengan menggunakan palu dari neraka didengar oleh orang yang berada di dekatnya? Rasulullah Saw. sendiri pernah menyatakan, “Seandainya seseorang mendengar suara mayat yang sedang disiksa, pasti dia akan pingsan.”

 

Menurutku, itu baru siksa yang ditimpakan kepada orang-orang mukmin, apalagi siksa yang ditimpakan kepada orang-orang kafir. Kita senantiasa memohon keselamatan, ampunan, dan rahmat kepada Allah Yang Maha Dermawan.

 

Dalam sebuah hikayat, Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Abu al-Hamin al-Burjan mengatakan bahwa pada suatu hari ada beberapa Orang yang mengubur mayat di sebuah desa bagian ilmur Isybiliyah (Sevilla). Sesudah itu, mereka duduk-duduk santai di sebuah tempat.

 

Tidak jauh dari tempat mereka, beberapa ekor kambing sedang merumput. Mendadak ada seekor kambing yang berlari menghampiri kubur tersebut. la mendekatkan telinganya padanya, seolah-olah sedang mendengarkan suara. Sesudah itu, ia terus berpaling. Perbuatannya tersebut dilakukan berkali-kali.”

 

Mendengar hikayat tersebut, Abu al-Hakam berkata, tiba-tiba aku jadi teringat akan kematian dan sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya para penghuni kubur itu akan diazab dengan azab yang bisa terdengar oleh binatang.”

 

Mayat Mendengar Perkataan Orang Hidup yang Ditujukan Kepadanya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik bahwa Umar bin Khaththab bercerita tentang pasukan Perang Badar dari kaum kafir. Dia berkata, kemarin Rasulullah Saw. memperlihatkan kepada kami tempat tewasnya mereka seraya berkata, “Insya Allah, besok si Fulan akan mati di sini.” Umar lalu berkata, “Demi Allah, apa yang katakan beliau ternyata benar.” Setelah beberapa pasukan kafir itu mati, mereka dimasukkan ke dalam sebuah sumur besar, saling bertindih satu sama lainnya. Setelah itu, Rasulullah Saw. menghampiri mereka dan berkata, “Hai Fulan bin Fulan, bukankah kalian telah mendapati bahwa janji Allah dan RasulNya itu benar? Sungguh, aku telah mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar.” Umar lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin engkau berbicara kepada jasad-jasad yang sudah tak bernyawa itu?” Beliau lalu menjawab, “Mereka lebih mendengar perkataan dibanding kalian. Hanya saja, mereka tidak mampu menjawab apa pun kepadaku.”

 

Dalam hadis riwayat Muslim dari Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membiarkan korban Perang Badar dari pasukan kafir selama tiga hari. Setelah itu, beliau menghampiri mereka dan berseru, “Hai Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Utbah bin Rabi’ah, dan Syaibah bin Rabi’ah! Bukankah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian itu benar? Sungguh, aku telah mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar.” Mendengar seruan Nabi Saw. tersebut, Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka bisa mendengar? Apakah mereka bisa menjawab? Bukankah mereka sudah menjadi mayat yang membusuk?” Beliau lalu menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, mereka lebih mendengar perkataan dibanding kalian. Hanya saja, mereka tidak mampu untuk menjawabnya.” Kemudian beliau menyuruh untuk melemparkan mayat-mayat tersebut ke dalam sumur di Badar.

 

Perbedaan Pendapat Mengenai Pengetahuan Mayat

 

Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aisyah semula tidak mempercayai akan Nal ini. Dia berpedoman pada firman Allah Ta’ala,

 

“Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar.” (QS. ar-Rum: 52)

 

“Dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22)

 

Tidak ada pertentangan antara riwayat tadi dengan kedua ayat di atas. Mungkin saja mereka (orang yang mati), bisa mendengar pada suatu waktu, atau pada keadaan tertentu. Mentakhsis yang bersifat umum itu boleh dan sah sepanjang ada yang ditakhsishkan. Hal itu ada dalam masalah ini, berdasarkan dalil riwayat seperti yang telah saya Kemukakan, dan juga pada sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya ia (si mayat) bisa mendengar detak alas Kaki mereka.” Kemudian mengenai pertanyaan dua malaikat kepada mayat di dalam kuburnya dan jawabannya atas pertanyaan mereka adalah termasuk sesuatu yang tidak bisa dipungkiri.

 

Disebutkan oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid wal-Istidzkar, dari lbnu Abbas dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Hadis ini dianggap sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq. Penjelasan Ayat, ‘‘ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat,’? (QS. Ibrahim: 27)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari al-Barra’ bin Azib bahwa Nabi Saw. bersabda, firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

 

Beliau lalu bersabda bahwa ayat tersebut (QS. Ibrahim: 27) turun menyinggung tentang azab kubur. Ditanyakan kepada mayat, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab, “Tuhanku Allah dan nabiku Muhammad.” Itulah makna firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.”

 

Menurut riwayat lain, ada yang mengatakan bahwa itu tadi adalah ucapan al-Barra’ sendiri, bukan sabda Nabi Saw..

 

Menurutku, kendati pun hadis tadi mauquf misalnya, namun ia tidak bisa disebut sebagai pendapat al-Barra’ pribadi. Tetapi menurut riwayat pertama, itu adalah sabda Nabi Saw. yang juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam Sunan an-Nasa‘i, oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, dan oleh Bukhari dalam Shahih al Bukhari.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ja’far bin Umar dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubadah dari al-Barra’ bin Azib, bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika seorang hamba mukmin telah disuruh duduk di dalam kuburnya, dia didatangi malaikat. Kemudian dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, maka itulah maksud firman Allah, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu.” (QS. Ibrahim: 27)

 

Abu Daud dalam Sunan-nya, juga meriwayatkan hadis yang bersumber dari al-Barra’ bin Azib, dengan lafaz bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika seorang muslim sudah ditanya oleh malaikat di dalam Kubur, lalu dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, maka itulah maksud firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)

 

Pengertian hadis di atas, telah diterangkan sebelumnya dalam hadis panjang dari al-Barra’ yang marfu’.

 

Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ibnu Mas’ud, ibnu Abbas, dan Abu Sa’id al Khudri. Abu Sa’id al-Khudri berkata, ketika kami sedang melayat jenazah bersama Nabi Saw., beliau lalu bersabda, hai manusia, sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Ketika seseorang sudah dikubur dan ditinggal pulang sahabat-sahabatnya, dia akan didatangi malaikat dengan membawa palu. Setelah mayat itu) disuruh duduk, dia akan ditanya, “Apa pendapatmu tentang orang itu (Muhammad)?” Jika orang mukmin, dia akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata yang tidak memiliki sekutu sama sekali, dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Malaikat lalu berkata berkata kepadanya, “Kamu benar.” Malaikat lalu membukakan untuknya pintu menuju neraka seraya berkata, “Itulah tempatmu seandainya kamu kafir kepada Tuhanmu.”

 

Dan, kepada orang kafir atau orang munafik, malaikat bertanya, “Apa yang kamu katakan tentang orang itu (Muhammad)?” Dia akan menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat lalu berkata kepadanya, “Kamu memang tidak tahu dan tidak pernah mengetahuinya.” Kemudian malaikat membukakan untuknya pintu menuju Surga seraya berkata, “Itulah tempatmu seandainya kamu beriman kepada Tuhanmu. Tetapi, karena kamu mengingkari-Nya, maka Allah mengganti tempatmu itu dengan tempat di neraka.” Selanjutnya malaikat membukakan pintu menuju ke neraka. Kemudian malaikat memukul dengan palu sekali pukulan hingga dia menjerit, yang jeritannya bisa didengar oleh seluruh makhluk Allah kecuali jin dan manusia.

 

Sebagian sahabat Rasulullah Saw. berkata, “Kepala siapa pun yang tegak di hadapan malaikat pada saat itu, pasti akan merasakan ketakutan.” Rasulullah bersabda mengutip firman Allah Ta’ala

 

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

 

Azab Kubur yang Dialami Oleh Sebagian Mukmin

 

Secara keseluruhan, hadis-hadis Nabi Saw. yang menerangkan tentang azab kubur adalah hadis-hadis sahih. Jadi tidak perlu dipertentangkan, apalagi dicela atau dikecam. Disebutkan juga dalam beberapa atsar sebelumnya bahwa orang kafir itu akan diuji, ditanya, dicela, dan diazab di dalam kuburnya.

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya azab kubur itu tidak hanya khusus bagi orang-orang kafir dan munafik Saja. Tetapi, berlaku juga bagi sebagian mukmin sesuai dengan dosa dan tingkat kesalahannya, walaupun menurut keterangan nash-nash di atas disebutkan bahwa siksa kubur itu dikaitkan dengan orang-orang kafir dan munafik.”

 

Namun Abu Umar bin Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid, mengatakan, “Terdapat beberapa atsar yang kuat, yang menyatakan bahwa fitnah kubur itu hanya berlaku bagi orang mukmin atau munafik yang mengaku-ngaku Islam, yaitu mereka yang dilindungi darahnya karena bersyahadat secara tampak (lahir). Sedangkan orang kafir yang keras kepala dan ingkar, mereka tidak termasuk yang akan ditanya oleh malaikat tentang siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya. Yang akan ditanya seperti itu adalah orang-orang yang masih beragama Islam. Wallahu a’lam. Namun, Allah pasti meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dan meragukan orang-orang yang tidak beriman. Sedangkan orang-orang yang batil akan mengalami kebimbangan”

 

Lebih lanjut Umar bin Abdul Barr mengatakan, disebutkan dalam hadis Zaid bin Tsabit bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya.” Dalam riwayat lain menggunakan kalimat “akan ditanya.” Berdasarkan riwayat terakhir ini, maka ujian atau pertanyaan tersebut hanya berlaku bagi umat Islam. Wallahu a’lam.”

 

Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul mengatakan, “Sesungguhnya pertanyaan malaikat hanya khusus berlaku bagi umat Nabi Muhammad Saw. saja. Karena bagi umat-umat terdahulu langsung diazab, jika mereka mengingkari risalah para rasul. Lalu, Allah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa rahmat dan keselamatan bagi seluruh makhluk, sebagaimana firman-Nya,

 

“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’: 107)

 

Allah tidak segera menjatuhkan azab kepada mereka yang menolak risalah Muhammad Saw.. Tetapi, Allah mengizinkan untuk memerangi mereka hingga mereka mau masuk Islam karena merasa takut. Karenanya, Allah tidak lagi menurunkan azab seperti dahulu. Dari sinilah mulai terungkap dengan jelas kemunafikan, yaitu sikap yang menyembunyikan kekufuran dan memperlihatkan keislaman. Mereka punya tabir di tengah-tengah kaum muslimin. Tetapi, begitu meninggal, Allah akan mendatangkan dua malaikat ke dalam kubur mereka untuk menyingkap tabir atau kedok mereka dengan pertanyaan-pertanyaan supaya bisa dibedakan mana orang-orang jahat dan mana orang-orang baik. Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia, dan akan menyesatkan orang-orang zalim.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, yang paling benar adalah pendapat Abu Muhammad Abdul Haq, Wallahu a’lam. Hadis-hadis yang sudah saya kemukakan sebelumnya tadi menunjukkan bahwa orang kafir juga akan ditanya oleh dua malaikat, akan diuji dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dan akan dipukul dengan palu besi. Wallahu a’lam.

 

Hal-hal yang Dapat Menyelamatkan Orang Mukmin dari Bencana, Fitnah, dan Azab Kubur

 

Ada lima hal yang dapat menyelamatkan Orang-orang mukmin dari bencana, fitnah, dan azab kubur. Yakni, menjaga perbatasan wilayah (negara), mati syahid, bacaan al-Qur’an, sakit perut, dan meninggal pada saat waktu-waktu tertentu.

 

  1. Menjaga Perbatasan Wilayah

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Salman, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Menjaga perbatasan wilayah di baris terdepan selama sehari semalam, itu lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat malamnya. Apabila dia meninggal, maka akan mengalir kepadanya amal-amal yang pernah dilakukannya, rezekinya akan terus mengalir kepadanya, dan dia akan selamat dari berbagai macam fitnah.”

 

Menjaga perbatasan wilayah adalah amal paling utama yang pahalanya mengalir setelah yang bersangkutan meninggal sebagaimana yang diterangkan dalam hadis al-Ala’ bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Apabila anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara….” al-Hadis.

 

Hadis sahih yang diriwayatkan Muslim tersebut sudah dikemukakan sebelumnya. Tetapi, ada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Nu’aim bahwa pahala itu akan disusulkan kepada mayat yang berhak mendapatkannya. Tetapi, itu semua akan terputus, jika telah hilang atau lenyap. Seperti pahala sedekah bisa terputus jika telah habis, ilmu jika telah lenyap atau hilang, anak salih jika telah mati, pohon kurma jika telah ditebang, dan yang lain-lainnya.

 

Sedang pahala menjaga perbatasan wilayah akan terus dilipatgandakan bagi orang yang bersangkutan hingga hari Kiamat kelak, berdasarkan sabda Nabi Saw., “Apabila dia meninggal, maka akan mengalir kepadanya amal-amal yang pernah di lakukannya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Fudhalah bin Ubaid bahwa Rasulullah Saw. bersabda. “Setiap mayat akan tertutup amalnya kecuali orang yang meninggal dalam tugas menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah. Amalnya akan terus berkembang hingga hari Kiamat dan dia akan aman dari fitnah kubur.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus sahih. Hadis senada diriwayatkan oleh Abu Daud. “Dia akan aman dari dua malaikat kubur.”

 

Maksud dari kata “berkernbang” di sini adalah berlipat ganda. Pahalanya akan terus menerus tidak akan berhenti walau dengan kematiannya. itu merupakan karunia abadi dari Allah. Sebab, segala amal kebajikan tidak akan bisa dilakukan dengan leluasa tanpa adanya rasa aman dan damai dari ancaman musuh.

 

Amal yang mengalir hanyalah amal-amal saleh yang pernah dilakukannya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan isnad yang sahih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang meninggal dalam keadaan tugas menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah, maka Allah akan terus mengalirkan pahala atas amal saleh yang pernah dilakukannya, rezekinya akan terus mengalir kepadanya, menyelamatkannya dari fitnah kubur, dan membangkitkannya dalam keadaan aman dari ketakutan yang besar.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Jubair bin Bakir, Kabir bin Murrah, dan Amr bin al-Aswad dari al-Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap amal akan terputus dari pemiliknya begitu dia meninggal, kecuali orang yang menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah. Pahalanya akan terus berkembang dan rezekinya akan terus mengalir hingga hari perhitungan amal.”

 

Dalam hadis ini dan hadis Fudhalah bin Ubaid sebelumnya, ada dua syarat agar pahala amal salehnya itu terus berkembang (mengalir), yakni meninggal dalam keadaan menjaga perbatasan wilayah (negara). Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasai, Ahmad, dan Hakim dari Utsman bin Affan, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menjaga perbatasan wilayah semalam di jalan Allah, maka dia akan mendapatkan pahala yang sebanding dengan puasa dan shalat sunah selama seribu malam.”

 

Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah selama sehari demi menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan penuh ikhlas di bulan selain Ramadan, itu lebih besar pahalanya daripada puasa dan shalat sunah malamnya selama seratus tahun. Dan menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah selama sehari demi menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan penuh ikhlas pada bulan Ramadan, itu lebih utama dan lebih besar lagi pahalanya di sisi Allah.”

 

Menurut riwayat lain dikatakan, “(Pahala menjaga perbatasan wilayah itu lebih besar) daripada ibadah puasa dan shalat sunah selama seribu tahun. Jika Allah mengembalikan ia kepada keluarganya dalam keadaan selamat, maka amal keburukannya tidak akan ditulis untuknya selama seribu tahun, dan yang ditulis untuknya adalah kebajikan-kebajikannya, serta akan mengalir kepadanya pahala menjaga perbatasan wilayah itu hingga hari Kiamat.”

 

Hadis tersebut menunjukkan bahwa orang yang menjaga perbatasan wilayah selama sehari pada bulan Ramadan, itu dapat menghasilkan pahala yang lestari, kendatipun dia meninggal tidak dalam keadaan menjaga perbatasan wilayah. Wallahu a‘lam.

 

Semula, menjaga perbatasan wilayah itu berarti menambatkan kuda untuk digunakan berperang di jalan Allah melawan orang-orang kafir. Kemudian dikembangkan menjadi upaya untuk menjaga perbatasan di daerah kekuasaan kaum muslimin, baik sebagai pasukan berkuda maupun pasukan jalan kaki. Sedangkan bagi penduduk setempat yang memang tinggal dan mencari kehidupan di daerah tersebut, mereka tidak bisa disebut sebagai penjaga perbatasan wilayah, demikian kata para ulama. Hal ini diterangkan secara rinci dalam kitab al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an min Surah Ali ‘Imran.

 

  1. Mati Syahid

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Rasyid bin Sa’ad dari seorang sahabat Rasulullah Saw. bahwa seorang laki-laki telah berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa orang-orang mukmin terkena ujian (fitnah) di kubur mereka, dan tidak bagi yang mati syahid ?” Beliau menjawab, “Kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sudah cukup sebagai ujian.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, Tirmidzi dalam Jami’az. Tirmidzi, dan yang lainnya dari al-Miqdad bin Ma/’dikarib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang mati syahid itu memiliki enam keistimewaan di sisi Allah. Yaitu, diampuni dosanya ketika pertama Kali darahnya menetes diperlihatkan surga sebagai tempat tinggalnya, dilindungi dari azab Kubur serta aman dari ketakutan yang besar (hari Kiamat), dikenakan pada kepalanya mahkota kehormatan berupa batu mulia, yang nilainya lebih baik daripada dunia seisinya, dijodohkan dengan tujuh puluh dua bidadari, dan dia diizinkan untuk memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih gharib.

 

Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Diberi perhiasan iman.” Sebagai ganti dari ungkapan, “Dikenakan pada kepalanya mahkota kehormatan.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, dalam kumpulan naskah Tirmidzi dan Ibnu Majah terdapat enam keistimewaan. Namun, dalam kandungan hadisnya terdapat tujuh keistimewaan, bahkan ada delapan keistimewaan jika ditambah dengan perkataan Ibnu Majah, “Diberi perhiasan iman.”

 

Abu Bakar Ahmad bin Salman an-Najad menyatakan ada delapan yang disandarkan pada Miqdam bin Ma’dikarib, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada delapan keistimewaan bagi orang yang syahid di sisi Allah.”

 

  1. Bacaan al-Qur’an

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dia berkata, ada seorang sahabat Rasulullah Saw. yang membuat kemah di atas sebuah kubur. Sebelumnya dia tidak tahu bahwa itu adalah sebuah kubur. Ternyata itu adalah sebuah kubur seseorang yang biasa membaca Surah al-Mulk hingga khatam. Dia lalu menemui Nabi Saw. dan menceritakan pengalamannya tersebut. Nabi Saw. lalu bersabda, “Surah al-Mulk adalah penyelamat, yang dapat menyelamatkan mayat dari azab kubur.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus gharib.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa membaca Surah al-Mulk setiap malam, maka surah tersebut akan datang membela orang yang membacanya.”

 

Diriwayatkan bahwa Surah al-Mulk akan menjadi pelindung dalam kubur bagi orang yang membacanya. Dalam riwayat lain dikatakan, “Barang siapa membaca Surah al-Mulk setiap malam, maka akan diselamatkan dari fitnah kubur.”

 

Seorang ulama ahli fiqih dan ahli hadis, syekh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Anshari al-Qurthubi di benteng Iskandaria, dia berkata, aku pernah mendengar dari Syekh Shalih Abu Bakar Muhammad bin Abdullah ibnu al-Arabi al Ma’afiri dari Syekh asy-Syarif Abu Muhammad Yunus bin Abu al-Hasan bin Abu al-Barkah al Hasyimi al-Baghdadi dari Abdul Waqti dari adDawudi dari al-Hamawi dari Abu Ishak Ibrahim bin Khazim asy-Syasyi dari Abd bin Humas al-Kasyi dari Ibrahim ibnu al-Hakam dari ayahnnya dari Ikrimah dari ibnu Abbas, dia berkata kepada seorang laki-laki, “Maukah kamu aku beritahu sebuah hadis yang membuatmu gembira ?” Laki-laki itu menjawab, “Tentu saja, hai Ibnu Abbas. Semoga Allah merahmati engkau.” Ibnu Abbas lalu berkata, “Bacalah Surah al-Mulk. Hafalkan surah itu dan ajarkan kepada keluargamu, anak-anakmu, dan anak-anak anggota keluargamu serta tetanggamu. Sesungguhnya surah itu adalah surah yang dapat menyelamatkan, membantu, dan membelamu di hadapan Allah pada hari Kiamat kelak. la akan memohon kepada Allah agar orang yang membacanya diselamatkan dari azab neraka. Karenanya, Allah pun akan menyelamatkan orang yang membacanya dari azab kubur.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Aku sangat senang sekali jika surah itu berada di dalam hati setiap orang dari umatku.” Diriwayatkan oleh Baihaqi dan Thabrani.

 

Riwayat senada diterangkan oleh Syekh Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim al-Anshari at-Tilmasami dari gurunya Syekh asySyarif Abu Abdullah Yunus dari Abu al-Waqti, “Barang siapa membaca Surah al-lkhlash pada waktu sakit yang menyebabkannya meninggal, niscaya dia akan terhindar dari fitnah dan azab kubur.”

 

  1. Sakit Perut

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid. Dia akan selamat dari fitnah kubur. Pagi dan petangnya, dia akan mendapatkan rezeki dari surga.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Jami’ bin Syaddad dari Abdullah bin Yassar, dia berkata, aku duduk berada di samping Sulaiman bin Sharad dan Khalid bin Arfathat. Ketika mendengar kabar seseorang yang meninggal karena sakit perut, mereka berniat untuk mengantarkan jenazahnya. Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya, bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa meninggal karena sakit perut, maka dia tidak akan diazab di dalam kuburnya?”

 

Riwayat senada dituturkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, dari Syu’bah dari Jami’ bin Syaddad dengan ada tambahan, “… Maka temannya menjawab, benar.”

 

  1. Meninggal Pada Waktu yang Baik

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Rabi’ah bin Saif dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, niscaya Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”

 

Menurut Tirmidzi, Hadis ini hasan dan gharib. Isnadnya tidak muttasil, karena Rabi’ah bin Yusuf hanya meriwayatkan dari Abdurrahman al-Habli dari Abdullah bin Amr. la tidak pernah mendengar riwayat dari Abdullah bin Amr.

 

Menurutku, hadis yang sama juga dikeluarkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawaadir al-Ushul, dengan sanad muttasil dari Rabi’ah bin Saif al-lskandari dari lyyadh bin Uqbah al-Fahri dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, niscaya Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”

 

Hadis senada juga dikeluarkan oleh Ali bin Ma’bad dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada hari Jumat, maka Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”

 

Dikeluarkan juga oleh Abu Nu’aim al Hafizh dari Muhammad bin al-Munkadar dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada malam Jumat atau hari Jumat, niscaya dia akan dilindungi dari azab kubur, dan pada hari Kiamat nanti dia akan datang dengan membawa cap (stempel) syuhada di mukanya.”

 

Hadis tersebut Nanya dari perkataan Jabir dan Muhammad. Diriwayatkannya secara sendirian oleh Umar bin Musa al-Wajhi, seorang penduduk Madinah namun layyin (lemah) dart Muhammad dari Jabir.

 

Bertentangankah Hadis-hadis di Atas Dengan Hadis-hadis Sebelumnya?

 

Menurutku, hadis-hadis ini tidak bertentangan dengan hadis-hadis sebelumnya. Tetapi, ini merupakan pengkhususan yang menerangkan tentang orang-orang yang tidak akan ditanya dan selamat dari fitnah kubur, serta terbebas dari ketakutan ketika berada di kubur. Dalam hal ini, tidak berlaku kiyas atau analogi, karena itu semua merupakan sabda Rasulullah Saw. yang harus diterima.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan ibnu Majah dari Jabir bahwa Nabi Saw bersabda, apabila mayat sudah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka di hadapannya ditampakkan matahari di saat hendak terbenam, Kemudian dia duduk dan mengusap-usap mata. nya dan berkata, “Biarkan aku shalat.”

 

Barangkali dia termasuk orang yang dijaga dari fitnah kubur. Jadi, tidak ada masalah dengan riwayat ini.

 

Macam-macam Mati Syahid

 

Sabda Nabi Saw., “Kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sudah cukup sebagai ujian,” maksudnya ialah bahwa seandainya orang-orang yang sedang bertempur dengan pasukan kafir memiliki sifat munafik, begitu melihat kilatan pedang musuh, mereka lari terbirit-birit meninggalkan medan perang. Karena salah satu sifat orang munafik pasti akan gentar dan lari jika melihat bahaya yang dapat mengancam nyawanya. Sebaliknya, bagi orang mukmin sejati keadaan itu justru merupakan kesempatan emas untuk mengorbankan jiwanya demi menegakkan kalimat Allah. Dia sama sekali tidak gentar atau takut. Jadi, percuma saja malaikat harus menanyai orang seperti itu di dalam kuburnya? Demikian kata Tirmidzi al-Hakim

 

Manurutku, kalau orang yang gugur secara syahid saja dijamin aman dari fitnah kubur, apalagi orang jujur yang dijanjikan mendapatkan pahala lebih besar! Di dalam al-Qur‘an sendiri, Allah lebih dulu menyebut orang-orang jujur daripada orang-orang yang mati syahid, sebagaimana firman-Nya,

 

“Mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid.” (QS. an-Nisa’: 69)

 

Seorang penjaga perbatasan wilayah di jalan Allah, yang martabatnya lebih rendah daripada orang yang mati syahid saja aman dari fitnah kubur, apalagi orang-orang yang martabatnya lebih tinggi daripada keduanya! Wallahu a’lam.

 

Sabda Nabi Saw., “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid,” ini bersifat umum, yakni mencakup segala macam penyakit. Tetapi, kemudian dibatasi oleh sabda beliau pada hadis lain, “Barang siapa meninggal karena sakit perut.” Jadi, yang masuk dalam golongan syahid ialah orang yang meninggal karena sakit perut.

 

Dan, mengenai sakit perut ini ada dua pengertian.

 

Pertama, sakit perut yang menyebabkan diare. Seperti mules, menceret, dan lain-lainnya.

 

Kedua, sakit perut yang menyebabkan muntah-muntah. Tetapi, jarang sekali ada orang meninggal hanya karena muntah-muntah saja, tanpa disertai berak. Penyakit inilah yang lazim disebut dengan muntaber atau muntah dan berak. Seseorang yang menderita penyakit ini biasanya tidak hilang kesadaran akalnya sampai ia meninggal. Berbeda dengan orang yang meninggal karena keracunan, demam berdarah, atau penyakit-penyakit lain yang menyebabkan penderitanya kehilangan akal akibat tekanan rasa sakit yang luar biasa. Jadi, orang yang meninggal karena sakit perut itu dalam keadaan sadar. Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abdullah bin Muhammad dari Ibnu Sa’id dari Muhammad bin Harb al-Wasithi dari Nashr bin Hammad dari Hammam dari Muhammad bin Hajadah dari Thaihah bin Mushrif dari Khaitsamah bin Abdurrahman dari Ibnu Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal bertepatan dengan berakhirnya bulan Ramadan, maka dia masuk surga. Barang siapa meninggal bertepatan dengan berakhirnya hari Arafah, maka dia masuk surga. Dan, barang siapa meninggal bertepatan setelah dia habis memberikan sedekah atau zakatnya, maka dia masuk surga.”

 

Mayat Diperlihatkan Tempatnya di Akhirat Setiap Pagi dan Sore

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari lbnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila salah seorang kalian meninggal, maka dia akan diperlihatkan tempatnya (di akhirat nanti) pada pagi dan sore hari. Jika dia termasuk penghuni surga, maka diperlihatkan tempatnya di surga. Jika dia termasuk penghuni neraka, maka diperlihatkan tempatnya di neraka. Dikatakan kepadanya, itulah tempatmu kelak, hingga Allah membangkitkanmu pada hari Kiamat nanti.”

 

Menurut para ulama, sabda Nabi Saw., “Maka dia akan diperlihatkan tempatnya,” ini sudah merupakan salah satu bentuk siksa yang cukup besar. Dalam kehidupan di dunia, hal itu sama seperti seseorang yang disuruh melihat peristiwa pembunuhan atau bentuk-bentuk siksaan lainnya. Atau, seperti orang yang diancam akan dibunuh, tetapi dia tidak tahu alat atau cara yang akan digunakan untuk membunuhnya. Kita memohon perlindungan kepada Allah dengan kemuliaan dan rahmat-Nya dari azab dan hukuman-Nya.

 

Berkaitan dengan hal tersebut, disebutkan dalam al-Qur‘an,

 

“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 46)

 

Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa neraka akan diperlihatkan kepada orang-orang kafir, sebagaimana surga akan diperlihatkan kepada orang-orang mukmin yang beruntung berdasarkan sebuah hadis sahih yang menerangkan tentang hal itu. Pertanyaannya, apakah benar setiap orang mukmin pasti akan diperlihatkan surga kepadanya? Ada yang berpendapat bahwa yang akan diperlihatkan surga itu hanya orang-orang mukmin yang sempurna imannya dan orang-orang yang dikehendaki Allah.

 

Adapun orang-orang mukmin yang mencampur adukkan amal saleh dan amal jahat, yakni orang fasik atau yang tidak sempurna keimanannya, mereka akan diperlihatkan surga dan juga neraka dalam waktu bersamaan atau berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penghuni surga di sini ialah semua orang yang masuk surga apa pun dengan cara bagaimana pun. Wallahu a’lam.

 

Ada sementara ulama yang mengatakan bahwa surga itu diperlihatkan hanya kepada roh saja. Ada yang berpendapat kepada roh dan sebagian anggota badannya. Dan, ada juga yang berpendapat kepada roh dan seluruh anggota tubuhnya. Pada saat mayat itu disuruh duduk oleh malaikat Munkar dan Nakir setelah rohnya dikembalikan kepada jasadnya, kedua malaikat itu berkata kepadanya, “Lihatlah tempatmu di neraka, Allah telah menggantinya untukmu dengan sebuah tempat di surga.” Sesungguhnya azab itu bisa dirasakan sakitnya oleh roh dan ia benar-benar ada. Para ulama membuat contoh bahwa roh orang yang tidur itu dapat merasakan azab dan nikmat, kendati pun jasadnya tidak merasakannya sama sekali.

 

Abdullah bin Mas’ud berkata, arwah keluarga Fir’aun itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hitam. Setiap hari, sebanyak dua kali, neraka diperlihatkan kepada mereka seraya dikatakan, “Inilah tempat tinggal kalian”’ Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 46)

 

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Mas’ud juga mengatakan bahwa arwah keluarga Fir’aun itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hitam. Setiap hari, sebanyak dua kali pergi mengunjungi Jahanam untuk diperlihatkan tempat mereka.

 

Diriwayatkan oleh Syu’bah dari Ya’la bin Athal dari Maimun bin Maisarah, dia berkata, setiap pagi Abu Hurairah biasa berseru, “Kita berada di waktu pagi, alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sedang neraka telah diperlihatkan kepada keluarga Fir’aun.” Dan, sore harinya dia pun berseru, “Kita berada di waktu sore alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sedang neraka telah diperlihatkan kepada keluarga Fir’aun.” Bahkan, setiap saat Abu Hurairah selalu memohon perlindungan kepada Allah dari azab neraka.

 

Ada yang mengatakan bahwa arwah keluarga Fir’aun itu berada dalam sebuah batu besar berwarna hitam yang terdapat di bawah bumi lapis ketujuh, yakni di tepi jurang neraka Jahanam. Kalimat pagi dan petang itu hanyalah sekadar istilah bagi kita di dunia bukan bagi mereka di akhirat. Sebab, di akhirat sana tidak ada istilah tersebut (pagi dan petang).

 

Lalu mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang,” (QS. Maryam: 62)

 

Menurutku, keduanya sama saja. Keterangan lebih lanjut mengenai hal ini, insya Allah akan dibicarakan nanti pada Bab Tentang Surga. Arwah Para Syuhada Berada di Dalam Surga

 

Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dalam hadis Ibnu Umar, “Inilah tempatmu hingga Allah membangkitkanmu pada hari Kiamat.” Ini berlaku bagi orang-orang yang tidak mati syahid.

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah riwayat dari Masruq, dia berkata, kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki,” (QS. Ali ‘Imran: 169)

 

Abdullah bin Mas’ud lalu menjawab bahwa arwah mereka itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Mereka memiliki pelita-pelita yang tergantung di bawah Arasy. Burung-burung tersebut terbang bebas di dalam surga semaunya, lalu kembali hinggap di pelita-pelita tersebut. Kemudian, Tuhan menemui mereka dan bertanya, “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Apa lagi yang kami inginkan, sedang kami bebas berbuat apa saja di dalam surga ini?” Allah lalu: mengulangi pertanyaan tersebut sampai tiga kali, dan dijawab sama Oleh mereka. Setelah mereka merasa tidak ditanya lagi, mereka lalu berkata, “Wahai Tuhan, kami ingin arwah kami dikembalikan ke dalam jasad kami supaya kami bisa berperang di jalan-Mu lagi.” Tatkala Allah melihat mereka tidak mempunyai keinginan lagi, maka mereka pun dibiarkan pergi.

 

Lima Hal Mengenai Arwah Para Syuhada

 

Menanggapi masalah tersebut, ada lima sanggahan yang perlu saya sampaikan di sini berikut dengan jawabannya.

 

Pertama, sudah disinggung sebelumnya sebuah riwayat yang menyatakan, “Siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Bagaimana mengompromikannya dengan riwayat ini?

 

Jawabnya ialah bahwa hadis ini bersifat umum yang kemudian ditakhsis oleh riwayat lainnya. Jadi, penghuni Kubur tersebut bukan termasuk orang yang mati syahid (syuhada).

 

Kedua, diriwayatkan oleh Malik dari Ibnu Syihab dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik al-Anshari dari ayahnya, Ka’ab bin Malik berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya roh seorang mukmin itu menjadi seekor burung yang bergelantungan pada pohon-pohon surga, hingga Allah mengembalikannya ke dalam jasadnya pada hari dia dibangkitkan.” Bagaimana mengompromikannya dengan riwayat ini?

 

Jawabnya ialah, yang bebas bergerak di surga itu adalah arwah orang-orang yang mati syahid bukan arwah yang lain. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

 

“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘imran: 169)

 

Hanya, makhluk hiduplah yang mendapatkan rezeki. Berdasarkan kesepakatan para ulama, siapa pun tidak bisa segera menikmati nikmat-nikmat surga selain orang-orang yang mati syahid. Demikian diceritakan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitab Siraj al-Muridin. Sementara bagi yang meninggal selain syahid, dia hanya mendapatkan karunia keselamatan di dalam kubur yang terasa lapang. Jadi, yang dimaksud dengan kalimat “roh seorang mukmin” dalam riwayat di atas ialah roh seorang mukmin yang mati syahid, berdasarkan kelanjutan riwayat itu sendiri, yakni, “hingga Allah mengembalikannya ke dalam jasadnya pada hari dia dibangkitkan.”

 

Ketiga, sesungguhnya arwah akan saling bertemu di langit dan di surga. Surga itu berada di langit, berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Ketika tiba bulan Ramadan maka pintu-pintu langit dibuka.” Dalam suatu riwayat malah disebutkan secara tegas, “Apabila bulan Ramadan telah tiba maka pintu-pintu surga dibuka.” Lalu, bagaimana hubungannya dengan riwayat ini?

 

Jawabannya, arwah-arwah tersebut bertemu di langit tidak berarti harus saling ketemu di surga. Bahkan, arwah orang-orang mukmin yang tidak mati syahid itu terkadang berada di bumi, di halaman kuburnya, dan terkadang pula berada di langit. Tetapi, yang jelas tidak berada di dalam surga. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa sekali-kali arwah itu mengunjungi kuburnya setiap hari Jumat secara rutin. Karena itulah, ada sementara ulama yang menganjurkan berziarah kubur pada malam Jumat atau hari Jumat atau Sabtu pagi. Wallahu a’lam.

 

Menurut Ibnu al-Arabi, hal itu juga berdasarkan pada hadis tentang pelepah kurma yang dibelah menjadi dua oleh Nabi Saw., lalu diletakkan di atas dua kubur dengan harapan bisa meringankan siksa yang tengah dijalani oleh masing-masing penghuninya. Hadis inilah yang dibuat dalil oleh sementara ulama bahwa arwah di dalam kubur itu ada yang sedang menjalani siksa dan ada pula yang sedang menikmati anugerah Allah. Hadis ini lebih jelas daripada hadis dari ibnu Umar yang menyatakan, “Apabila salah seorang kalian meninggal, maka dia akan diperlihatkan tempatnya pagi dan petang.” Riwayat tersebut tidak menyertakan keterangan hakikat tempat yang diperlihatkan. Bahkan, secara tegas hadis tentang kisah pelepah kurma yang dibelah dua tadi menyatakan bahwa penghuninya sedang disiksa oleh malaikat. Demikian pula hadis tentang orang Yahudi.

 

Jadi, menurutku, riwayat yang menjadi topik pembahasan dalam bab ini tidak bertentangan dengan riwayat yang menyatakan, “Siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Wallahu a’lam.

 

Keempat, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda dalam hadis riwayat an-Nasa’i dan Hakim, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi, sementara dia masih punya tanggungan utang, maka dia tidak Masuk surga sebelum utangnya terbayar.”

 

Ini menunjukkan bahwa sebagian Orang yang mati syahid belum bisa masuk ke dalam surga sejak mereka gugur. Arwah mereka tidak berada di perut burung berwarna hijau dan juga tidak berada di dalam kubur mereka. Lalu di manakah mereka?

 

Jawabannya ialah merujuk pada riwayat yang diterankan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Orang, Orang yang mati syahid itu berada di tepi sungguh dekat pintu surga. Mereka mendapatkan rezeki dari dalam surga setiap pagi dan petang.”

 

Barangkali merekalah yang dimaksud Orang-orang yang terhalang masuk surga Karena masih punya tanggungan utang. Karena itulah, beberapa ulama mengatakan bahwa orang-orang yang mati syahid itu memiliki tingkatan-tingkatan dan tempat tinggal yang berbeda-beda, namun mereka semua mendapatkan rezeki dari Allah.

 

Sebelumnya, sudah disebutkan sebuah riwayat yang menyatakan, “Barang siapa meninggal karena sakit maka dia mati syahid. Pagi dan petangnya, dia akan mendapatkan rezeki dari surga.” Ini menunjukkan bahwa keadaan Orang-orang yang mati syahid itu berbeda-beda.

 

Kelima, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Umamah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid di laut sama seperti orang yang mati syahid di darat. Orang yang tenggelam di lautan sama seperti orang yang berlumuran darah di daratan. Kedua macam orang tersebut, sama-sama mati dalam ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah menyerahkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut roh-roh, kecuali roh orang yang mati syahid di lautan, karena rohnya langsung diangkat Allah. Sesungguhnya Dia mengampuni orang yang mati syahid di daratan atas segala dosa-dosanya kecuali utang. Tetapi, untuk orang yang mati syahid di lautan diampuni segala dosanya dan juga utangnya.”

 

Menurutku, apabila seseorang berutang karena miskin atau karena dia berada dalam kesulitan lalu meninggal, sementara dia tidak meninggalkan harta yang bisa untuk membayarnya, maka Allah tidak akan menahannya untuk masuk ke dalam surga, baik dia mati secara syahid maupun tidak. Karena, pihak penguasalah yang berkewajiban membayarnya.

 

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggalkan tanggungan utang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa, maka itu adalah menjadi tanggungan Allah dan RasulNya. Dan, barang siapa yang meninggalkan harta, hendaklah dia wariskan. Jika penguasa tidak mau membayarnya, maka Allah-lah yang akan membayarnya dan meridai orang yang mengutanginya.”

 

Dalil yang menunjukkan hal itu ialah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan lbnu Majah dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, saat seseorang telah meninggal, utang itu akan menjadi penghalang bagi pelakunya kecuali orang yang terpaksa berutang karena tiga alasan. Yakni, 1) Seseorang yang merasa tidak mempunyai kekuatan untuk berperang di jalan Allah hingga dia perlu berutang agar menjadi kuat menghadapi musuh Allah. 2) Seseorang yang menanggung seorang muslim lainnya yang meninggal namun dia tidak memiliki harta untuk membeli kain kafan dan biaya penguburannya kecuali dengan berutang. 3) Dan seseorang yang khawatir akan terus membujang lalu dia berutang dan menikah demi menyelamatkan agamanya. Maka sesungguhnya Allah pada hari Kiamat akan menanggung utang mereka.”

 

Adapun orang yang berutang lalu digunakan dalam kefasikan atau dihambur-hamburkan hingga dia meninggal dan belum sempat melunasi utangnya, atau dia meninggalkan harta namun tidak berwasiat agar utangnya dibayar, atau sebenarnya dia sudah sanggup membayar tetapi tidak segera dilaksanakan, maka orang seperti itu terhalang masuk surga sebelum ada perhitungan yang diambil dari amal-amal baiknya, atau ditambahi amal-amal buruknya.

 

Sabda Nabi Saw. tentang orang yang mati syahid di lautan tadi mungkin masih bersifat umum. Atau, bisa diartikan sebagai orang yang berutang dengan maksud akan membayarnya, bukan bermaksud mengemplang. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mengambil (meminjam) harta orang lain dengan maksud akan membayarnya, maka Allah akan membayarkan utangnya. Dan, barang siapa mengambil harta orang lain dengan maksud merusaknya, maka Allah pun akan membinasakannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Sebenarnya, isnad hadis Abu Umamah tersebut lemah. Yang lebih tinggi dan lebih kuat isnadnya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang terbunuh di jalan Allah itu dapat melebur segala sesuatu, kecuali utang.” Tidak ada ketentuan yang menyatakan apakah ia terbunuh (syahid) di daratan ataukah di lautan.

 

Demikian pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah, sesungguhnya seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapus dosa-dosaku?” Rasulullah Saw. bersabda, “Benar, jika engkau terbunuh di jalan Allah dalam keadaan bersabar, ikhlas karena Allah, dan tetap menghadapi musuh dengan tidak melarikan diri.” Namun, Rasulullah Saw. kembali bertanya, “Apa yang kamu tanyakan tadi?” Sahabat itu pun mengulangi lagi pertanyaannya, “Bagaimana pendapat engkau jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapus dosa-dosaku?” Beliau menjawab, “Benar, jika engkau terbunuh di jalan Allah dalam keadaan bersabar, ikhlas karena Allah, dan tetap menghadapi musuh dengan tidak melarikan diri, kecuali jika engkau mempunyai utang. Sesungguhnya Jibril mengatakan hal itu kepadaku barusan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Qadhi kota Bashrah, Syuraih dari Abdurrahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya pada hari Kiamat kelak, Allah akan menyeru kepada seseorang yang masih mempunyai tanggungan utang. Allah berfirman, “Hai anak cucu Adam, kenapa kamu telantarkan hak-hak sesama manusia? Kenapa kamu lenyapkan harta mereka?” Dia menjawab, “Ya Tuhan, aku tidak melenyapkannya. Tetapi, aku terkena musibah tenggelam atau kebakaran.” Allah lalu berfirman, “Hari ini, Aku berkewajiban untuk membayar utangmu.” Maka kebajikan-kebajikan orang itu lebih berat daripada keburukan-keburukannya, dan Allah menyuruhnya masuk ke dalam surga.

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari beberapa jalur sanad, dan termasuk hadis daif.

 

Yazid bin Harun berkata dalam hadisnya, “. Allah lalu menyuruh untuk meletakkan sesuatu pada timbangannya sehingga timbangan kebajikannya lebih berat daripada keburukannya.”

 

Menurutku, itu tadi merupakan nash yang menyatakan bahwa Allah-lah yang akan membayar utang orang-orang yang berutang selama dia tidak merusak atau melenyapkan harta orang yang memberi utang. Segala puji bagi Allah yang berkenan menunjukkan kebenaran dan menjelaskan lewat lisan Rasul-Nya sesuatu yang belum jelas bagi hamba-hamba-Nya.

 

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa semua arwah orang-orang mukmin itu berada di surga al-Ma’wa. Disebut al-Ma’wa karena tempat berkumpul (kembalinya) arwah orang-orang mukmin. Surga al-Ma’wa itu berada di bawah Arasy. Di dalamnya, mereka mendapatkan kenikmatan dan mencium baunya yang sangat harum. Di dalam surga tersebut, arwah bisa bebas terbang dan bergelantungan pada pelita-pelita cahaya di bawah Arasy. Hal ini telah kami terangkan sebelumnya, itulah yang lebih sahih. Wallahu a’lam.

 

Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata bahwa arwah orang-orang mukmin itu menjadi seperti burung tiung. Semuanya saling mengenal dan mereka mendapatkan rezeki di dalam surga.

 

Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib, sesungguhnya Manshur bin Abu Manshur mengatakan bahwa dia bertanya kepada Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengenai tempat arwah orang-orang muslim nanti setelah meninggal. Maka dia menjawab, “Bagaimana pendapat kalian, hai penduduk Irak?” Aku lalu berkata, “Aku tidak tahu.” Lalu dia berkata lagi, “Arwah mereka itu menjadi seekor burung berwarna putih yang berada di naungan Arasy. Sedangkan arwah orang-orang kafir berada di dalam bumi lapisan ketujuh ….”

 

Menurutku, inilah hujah bagi orang yang menyatakan bahwa seluruh arwah orang-orang mukmin semuanya berada di dalam surga. Wallahu a’lam. Namun, ada pula yang menakwillan firman Allah tersebut, hingga ada yang menyatakan bahwa maksud hadis tersebut adalah arwah orang-orang mukmin yang mati syahid.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Abdullah bin Abi Yazid, sesungguhnya dia mendengar Ibnu Abbas berkata, “Arwah para syuhada itu menjadi seekor burung berwarna hijau.” Beberapa Kenikmatan yang Dirasakan Arwah Para Syuhada

 

Dalam hadis Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Sedangkan dalam hadis Malik, jiwa orang mukmin itu laksana burung.

 

Diriwayatkan oleh al-A’masy dari Abdullah bin Murrah, dia berkata, Abdullah bin Mas’ud pernah ditanya tentang arwah para syuhada. Dia lalu menjawab, “Di sisi Allah, arwah para syuhada itu laksana burung-burung berwarna hijau yang bergelantungan pada pelita-pelita di bawah Arasy. Burung tersebut terbang bebas Ke mana saja. Setelah itu, burung tersebut bergelantungan kembali pada pada pelita-pelita tersebut….”

 

Diriwayatkan oleh ibnu Syhab dari Ka’ab bin Malik dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Arwah para syuhada itu menjadi seekor burung berwarna hijau yang bergelantungan pada pohon-pohon surga.” Hadis ini sesuai dengan hadis Malik yang lebih sahih dari pada riwayat yang mengatakan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Abu Umar telah menyebutkannya dalam kitab al-Istidzkar.

 

Abu Hasan al-Qubaisi berkata, para ulama mengingkari pendapat yang menyatakan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, karena riwayat tersebut tidak sahih. Jika demikian, arwah tersebut akan merasa sempit di dalamnya dan akan terbatas tempatnya.

 

Menurutku, riwayat hadis tersebut semuanya sahih karena terdapat dalam Shahih Muslim. Kata fi (di dalam) bermakna ‘ala (di atas) adalah sama, sehingga menjadi kalimat arwah mereka (para syuhada) berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma.” (QS. Thaha: 71)

 

Kata fi dalam ayat tersebut berarti pada atau di atas, bukan di dalam.

 

Mungkin juga kata “Jauf” (perut), yang dimaksud adalah “Zhahr” (punggung), karena perut itu mencakup punggung. Menurut Abu Muhammad Abdul Haq, ini pendapat yang baik sekali.

 

Di dalam kitab al-lfshah al-Mun’im ‘ala Jihah Mukhtalifah, Syubaib bin Ibrahim mengatakan bahwa arwah para syuhada itu ada yang menjadi burung yang bergelantungan pada Pohon-pohon surga, ada yang berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, ada yang berkumpul pada pelita-pelita di bawah Arasy, ada yang berada di dalam perut seekor burung berwarna putih, ada yang berada di dalam perut seekor burung seperti burung tiung, ada yang berubah menjadi sesuatu bentuk di surga, ada yang menjadi lukisan yang diciptakan Karena pahala kebaikan mereka, ada yang terbang dan kembali kepada jasadnya, ada yang bertemu dengan arwah yang baru saja meninggal, ada yang berada dalam lindungan Malaikat Mikail, ada yang berada dalam lindungan Nabi Adam a.s., dan ada juga yang berada dalam lindungan Nabi Ibrahim ass..

 

Pendapat Syubaib bin Ibrahim lebih kuat Karena menggabungkan semua Nadis yang menerangkan tentang hal tersebut, hingga tidak ada lagi pertentangan padanya.

 

Siapa Saja Orang-orang yang Mati Syahid Itu? Kenapa Disebut Syahid?

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-Ajuri dari Abu Malik al-Asyja’i, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang berangkat pergi (mengasingkan diri) dijalan Allah, lalu dia mati atau dibunuh maka dia syahid. Atau mati karena jatuh dari kuda atau untanya, atau mati karena disengat binatang berbisa, atau mati di atas tempat tidurnya karena sebab apa pun yang dikehendaki Allah, maka sesungguhnya dia syahid dan baginya surga.” Hadis ini daif.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid itu ada lima macam. Yaitu, mati Karena sakit perut, mati karena tha’un (wabah), mati karena tenggelam, mati Karena tertimpa reruntuhan, dan mati di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.’” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid itu ada tujuh macam, selain yang terbunuh di jalan Allah. Yaitu, mati karena penyakit tha’un (wabah), mati karena penyakit perut, mati karena tenggelam, mati karena terbakar, mati karena busung, mati karena tertimpa reruntuhan, dan mati dalam keadaan hamil.-”

 

Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah wanita yang meninggal karena melahirkan sedang anaknya berada dalam perut ibunya dalam keadaan telah sempurna. Ada yang mengatakan, jika seorang wanita meninggal karena nifas, maka dia syahid, baik anaknya dalam keadaan hidup ataupun meninggal dalam kandungannya. Ada juga yang mengatakan, wanita yang meninggal dalam keadaan perawan, belum disentuh laki-laki. Dan, ada juga yang mengatakan, wanita yang meninggal sebelum mengalami haid. Itulah beberapa kabar yang satu sama lainnya berbeda.

 

Di dalam kitab at-Tirmidzi, Abu Daud dan an-Nasa’i meriwayatkan dari Sa’id bin Zaid, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena membela hartanya, maka dia syahid. Barang siapa meninggal karena membela nyawanya, maka dia syahid. Barang siapa meninggal karena membela agamanya, maka dia syahid. Dan, barang siapa meninggal karena membela keluarganya, maka dia syahid.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Suwaid bin Muqrin, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena dizalimi (dianiaya), maka dia syahid.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda. “Mati dalam perantauan adalah syahid.” Hadis senada diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dengan lapaz, “Mati orang yang berada di rantau adalah syahid.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Khara’ith; dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam perantauan, maka dia mati syahid.” Hadis serupa juga diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam perantauan, maka dia mati syahid.”

 

Sebuah hadis Nabi Saw. yang telah diutarakan sebelumnya, “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ma’qi bin Yasar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa pada pagi hari membaca, Audzu billahis-samiji ‘ilalimmi minasy syaitanir rajim’ (aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk) sebanyak tiga Kali, dan membaca tiga ayat terakhir Surah al-Hasyr, maka Allah akan menyuruh 70.000 malaikat untuk membaca shalawat padanya hingga sore. Dan, jika dia meninggal pada hari itu, maka dia mati syahid. Dan, barang siapa membaca itu pada waktu sore hari, maka dia akan mendapatkan seperti itu juga.”

 

Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa membaca bagian akhir Surah al-Hasyr (ayat 21-24), lalu dia meninggal pada malam harinya, maka dia mati syahid.”

 

Diriwayatkan oleh al-Ajiri dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Anas, “Hai Anas, jika engkau mampu selamanya dalam keadaan berwudhu, maka kerjakanlah! Sebab, jika Malaikat Maut mencabut roh seorang hamba, sedang hamba tersebut dalam keadaan berwudhu, maka dia dicatat sebagai syahid.”’

 

Diriwayatkan oleh asy-Sya’bi dari ibnu Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa melaksanakan shalat dhuha, berpuasa tiga hari setiap bulannya, dan tidak pernah meninggalkan shalat witir baik di rumah maupun dalam perjalanan, maka ditulis untuknya pahala syahid.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.

 

Diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah dan Abu Dzar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Jika kematian datang kepada seseorang yang sedang menuntut ilmu, sedang dia dalam keadaan menuntut ilmu, maka dia mati syahid.” Disebutkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, Bayan al-Ilmi, suatu riwayat yang menyatakan, “Antara dia (penuntut ilmu) dengan para nabi hanya satu derajat.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang benar-benar mengharapkan mati syahid, maka dia akan diberi pahala mati syahid, walaupun dia tidak mengalami mati syahid yang sesungguhnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Sahal bin Hanif bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang benar-benar meminta mati syahid kepada Allah, maka Allah akan mengantarkan dia kepada derajat orang-orang yang mati syahid, sekalipun dia mati di tempat tidurnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dari hadis ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang tentu mempunyai barang-barang berharga (binatang ternak) di antara hartanya, yang dia sendiri tidak mau menyembelihnya. Sesungguhnya Allah juga mempunyai makhluk di antara makhluk-makhluk-Nya, yang Dia sendiri tidak mau menyembelihnya. Mereka adalah orang-orang yang dimatikan di atas tempat tidur mereka, namun mereka mendapatkan pahala orang-orang yang yang mati syahid.”

 

Makna Mati Syahid

 

Kata “syuhada” adalah bentuk plural atau jamak dari bentuk mufrad atau tunggal dari kata “syahid”. Menurut para ulama ahli bahasa seperti al-Jauhari dan lainnya, syahid adalah sebutan orang yang gugur di jalan Allah yang dijanjikan masuk surga. Menurut Ibnu Faris (ahli bahasa) dalam kitabnya, al-Mujmal, syahid adalah orang yang terbunuh di jalan Allah dan disaksikan oleh para malaikat.

 

Dan ada yang mengatakan, disebut syahid itu karena rohnya akan berada di surga Darus Salam, sebagaimana firman-Nya,

 

“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169) Sementara arwah selain mereka belum ada yang sampai Ke surga.

 

Ada pula yang mengatakan, syahid dalam arti orang yang gugur di atas bumi dan disaksikan oleh bumi. Dan ada pula yang mengatakan, syahid dalam arti orang yang bersaksi, karena dia telah bersaksi kepada Allah untuk mempertaruhkan nyawanya sesuai dengan sumpah setia yang diikrarkan sebagaimana yang disinggung dalam firman Allah,

 

“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (QS. at-Taubah: 111)

 

Jadi, hal ini terkait erat dengan kesaksiannya selaku seorang hamba-Nya. Karena itulah Nabi Saw. bersabda, “Allah lebih tahu tentang orang yang terluka di jalan-Nya.”

 

Menyinggung tentang orang-orang syahid dalam pertempuran Uhud, beliau bersabda dalam hadis riwayat Bukhari, “Aku adalah saksi mereka,” karena mereka telah rela mengorbankan jiwa mereka demi beliau dan mereka terbunuh di hadapannya.

 

Adapun “syahadah” adalah orang yang membawa kesaksian dan menyampaikannya. Dan, untuk mendapatkan predikat syahadah tersebut harus memenuhi tiga syarat, yaitu kehadiran, kesadaran, dan pelaksanaan.

 

Yang dimaksud kehadiran yaitu hadirnya saksi-saksi untuk menyaksikan apa yang harus disaksikannya. Yang dimaksud kesadaran yaitu saksi sadar mengenai apa yang disaksikannya dan benar-benar mengerti apa yang dilihatnya. Sedangkan yang dimaksud pelaksanaan yaitu melaksanakan penyaksian itu pada saat yang dibutuhkan. inilah makna dari syahadah.

 

Sedang syahadah yang sempurna hanya bisa dilakukan olah Allah Ta’ala sebagaimana firman-nya,

 

“Nabi-nabi dan saksi-saksi pun dihadirkan lalu diberikan keputusan di antara mereka secara adil.” (QS. az-Zumar: 69)

 

Yang dimaksud dengan saksi-saksi dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang adil di dunia dan akhirat. Maksudnya, mereka adalah Orang yang selalu menunaikan kewajiban mereka kepada Allah sewaktu di dunia.

 

Penyakit Tha’un

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari al-‘Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, para syuhada dan orang-orang yang meninggal di atas tempat tidur berdebat di hadapan Allah tentang Orang-orang yang meninggal karena penyakit tha’un. Para syuhada berkata, “Apakah mereka mati sama seperti kami?” Orang-orang yang mati di atas tempat tidur juga berkata, “Mereka adalah teman-teman kami. Mereka mati di atas tempat tidur, sama seperti kami.” Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, “Lihatlah luka-luka mereka. Jika luka-luka mereka sama dengan luka orang-orang yang terbunuh, maka mereka termasuk golongan mereka.” Ternyata luka mereka (tha’un) sama seperti luka yang mereka alami.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kepunahan umatku adalah karena tha’an (tikaman) dan penyakit tha’un.” Aisyah lalu bertanya, “Kalau tikaman, kami semua sudah tahu. Lalu apa itu tha’un?” Beliau menjawab, “Semacam virus (cairan) seperti yang ada pada unta, yang keluar pada kulit Kulit yang busuk dan kethak. Siapa yang mati karenanya, maka dia mati syahid.” Hadis ini dituturkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, at-Tamhid wa al-lstidzkar.

 

Jasad Manusia Akan Hancur Dimakan Tanah Kecuali Tulang Ekor

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu yang ada pada jasad manusia akan hancur kecuali satu tulang. yaitu tulang ekor. Dari tulang inilah, semua makhluk akan disusun kembali pada hari Kiamat nanti.”

 

Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak cucu Adam pasti akan dimakan tanah kecuali tulang ekor. Dari tulang inilah, dia akan diciptakan dan disusun kembali.”

 

Tulang ekor dalam bahasa Arab, ada yang mengatakan “‘Ujm” dan ada juga yang mengatakan “‘Ujb’”. la adalah bagian yang Sangat kecil yang terletak pada ujung bawah tulang punggung. Organ ini lazim disebut dengan tulang ekor, seperti yang diriwayatkan oleh lbnu Abi Daud dalam kitabnya, al-Ba’tsu, dari hadis Abu Sa’id al-Khudri bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu?” Beliau lalu menjawab, “la seperti sebutir biji sawi, darinya kalian akan diciptakan kembali.”

 

Sabda Nabi Saw. “Dari tulang inilah, dia akan diciptakan dan disusun kembali,” maksudnya adalah bahwa tulang ekor merupakan organ pertama kali yang diciptakan pada manusia. Dan darinya, Allah menciptakan manusia pada kali yang kedua.

 

Jasad Para Nabi dan Syuhada Tidak Dimakan Tanah Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘Imran: 169)

 

Karena itulah jenazah mereka tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. Itu semua telah diterangkan dalam hadis-hadis sahih tentang para syuhada Uhud.

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Abdurrahman bin Abu Sha’sha’ah bahwa dia mendengar tentang Kubur Amr bin al-Jamuh dan Abdullah bin Amr al-Anshari yang terkikis aliran air. Keduanya orang Anshar dari Bani Sulaim, dan termasuk syuhada Uhud. Keduanya dikubur dalam satu kubur, dan berdekatan dengan aliran air tersebut. Karena khawatir terkikis aliran air lagi, kubur mereka terpaksa dipindahkan ke tempat lain yang aman. Ketika kubur tersebut digali, didapati mayat mereka tidak berubah sama sekali. Bahkan, seperti yang baru meninggal kemarin. Salah satu dari keduanya dikubur dalam keadaan tangannya diletakkan di atas lukanya. Ketika tangan itu digeser dari lukanya, tetap saja tidak bisa. Tangan itu kembali lagi seperti posisi semula. Jarak waktu antara Perang Uhud dan penggalian itu adalah 46 tahun.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Itulah keistimewaan orang-orang salaf yang syahid di jalan Allah, atau yang terbunuh demi membela kebenaran seperti yang dilakukan oleh para nabi mereka.”

 

Diriwayakan oleh Tirmidzi tentang kisah Ashab al-Ukhdud (para penghuni parit yang dibakar karena mempertahankan iman kepada Allah), “Seorang pemuda dikubur setelah dibunuh raja zalim. Namun, ketika kuburnya digali kembali pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, jari-jari mayat itu masih berada di pelipisnya, posisinya persis ketika dia dibunuh.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Kisah Ashab al-Ukhdud ini juga diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dikatakan bahwa mereka itu tinggal di Najran, pada masa waktu antara Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad Saw..

 

Diceritakan bahwa Mu’awiyah mengalirkan mata air yang ditemukannya di Madinah ke tengah-tengah tanah pekuburan. Karena ingin memanfaatkannya, dia memerintahkan Orang-Orang untuk memindahkan mayat-mayat yang telah dikubur di sana. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahannya, beberapa tahun setelah bersatunya kaum muslimin setelah Perang Shiffin, kurang lebih 50 tahun setelah Perang Uhud. Pada saat kuburan itu digali, mereka mendapatkan jasad-jasad itu masih utuh dan sama sekali tidak rusak. Orang-orang melihat keadaan mereka ketika sebuah sekop mengenai telapak kaki Hamzah bin Abdul Muthalib, ternyata masih mengalirkan darah. Bahkan, ketika Jabir bin Abdullah mengeluarkan mayat ayahnya, Abdullah bin Waram, keadaannya tampak seperti yang baru dikubur kemarin. itulah peristiwa mengenai kisah beberapa orang syuhada yang terkenal.

 

Dan telah diceritakan oleh seluruh penduduk Madinah mengenai dinding kubur Nabi Muhammad Saw. yang pernah roboh, dan tampaklah oleh mereka beberapa telapak kaki. Mereka takut kalau-kalau itu adalah telapak kaki Nabi Saw… Namun, akhirnya Sa’id bin al-Musayyib berkata kepada mereka, “Sesungguhnya jasad para nabi itu berada di bumi tidak lebih dari 40 hari saja sejak dikuburkan, setelah itu diangkat oleh Allah.” Kemudian, Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab muncul di tempat itu. Dan, dia yakin bahwa itu adalah telapak Kaki kakeknya, Umar bin Khaththab, yang dulu mati syahid. Peristiwa yang cukup menggemparkan ini terjadi pada Zaman Khalifah al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan dan Gubernur Madinah dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz.

 

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seorang muazin yang senantiasa mengharapkan rida Allah, sama halnya seperti orang yang mati syahid berlumuran darah. Jika dia mati, jasadnya tidak akan dimakan cacing di dalam kuburnya.” Dengan kata lain, jasad seorang mukmin yang senantiasa mengharapkan rida Allah, juga tidak akan hancur dimakan tanah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan ibnu Majah dalam Sunan keduanya dari Aus bin Aus, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula beliau diwafatkan. Pada hari itu sangkakala ditiup, dan pada hari itu pula terjadinya tiupan yang sangat mematikan. Karenanya, pada hari itu (Jumat), perbanyaklah kalian membacakan shalawat kepadaku, karena sesungguhnya bacaan shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin bacaan shalawat kami diperlihatkan kepada engkau, sedangkan jasad engkau telah musnah?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.”

 

Menurutku, hadis serupa juga Diriwayatkan, oleh Ibnu Majah dari sanad yang lain yakni. dari Amr bin Sawad al-Mishri dari Abdullah by Wahab dari Amr bin al-Harits dari Sa’id bin Abi Hilal dari Zaid bin Aiman dari Ubadah bin Nasi’ dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah kalian membacakan shalawat kepadaku pada hari Jumat, karen pada hari itu disaksikan oleh malaikat. Siapa pun yang membacakan shalawat kepadaku, Maka shalawatnya itu akan diperlihatkan kepadaku, sampai selesai.” Aku lalu bertanya, “Hingga Sesudah mati pun?” Beliau menjawab, “Ya, hingga Sesudah mati pun. Sesungguhnya Allah mengharamkan, bumi memakan jasad para Nabi.”

 

Dengan begitu, Nabi Allah, Muhammad Saw. pun tetap hidup dengan mendapatkan rezeki.

 

Hancurnya Seluruh Makhluk, Tiupan Sangkakala Pertama dan Kedua, Serta Jarak Waktu Antara Dua Tiupan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Dajal akan keluar di tengah-tengah umatku dan dia akan tinggal selama 40 aku tidak mengetahuinya apakah 40 hari, 40 bulan, ataukah 40 tahun Lalu Allah mengutus Isa bin Maryam yang menjelma seolah-olah seperti Urwah bin Mas’ud, untuk mencari dan membinasakan Daijjal. Kemudian Isa tinggal bersama manusia selama tujuh tahun dalam keadaan damai (tidak ada permusuhan di antara mareka).

 

Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengirim angin sejuk (dingin) dari arah Syam. Siapa pun yang di dalam hatinya masih terdapat kebaikan atau iman walaupun hanya seberat zarrah, maka nyawanya akan tercabut oleh angin itu. Bahkan, kendatipun dia masuk ke dalam perut gunung, maka angin itu tetap akan masuk dan mencabut nyawanya. Sehingga, yang tersisa di bumi ini adalah orang-orang jahat yang liar dan ganas. Mereka tidak mengenal sesuatu yang makruf dan tidak mengingkari sesuatu yang mungkar.

 

Kemudian datanglah setan kepada mereka dan berkata, “Tidaklah kalian bersedia memenuhi ajakanku?” Mereka balik bertanya, “Apa yang kamu perintahkan kepada kami?” Lalu setan menyuruh mereka agar menyembah berhala. Pada saat itu, rezeki mereka tetap berlimpah dan hidup sejahtera. Kemudian ditiuplah sangkakala, dan siapa pun yang mendengarnya akan menjerit terhuyung-huyung dan kebingungan. Dan, yang pertama kali mendengar suara sangkakala itu adalah seorang penggembala yang sedang menggiring untanya ke sebuah telaga, kemudian dia mati, dan mati pula yang lainnya. Selanjutnya, Allah menurunkan hujan gerimis -embun- yang darinya tumbuh jasad-jasad manusia,

 

“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

Kemudian dikatakan, “Hai manusia, menghadaplah kepada Tuhan kalian.” “Tahanlah mereka (di tempat perhentian) sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS. ash-Shaffat: 24)

 

Kemudian dikatakan lagi, “Keluarkan penghuni neraka di antara mereka!” Ada yang bertanya, “Berapa banyak?” Dijawab, “999 orang dari setiap seribu orang.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, “Dan itulah hari yang membuat anak-anak beruban seketika dan setiap Orang tersingkap betisnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jarak antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40.” Para sahabat bertanya kepada Abu Hurairah, “Hai Abu Hurairah, maksudnya 40 hari?” Dia menjawab, “Bukan.’ Mereka bertanya lagi, “Apa 40 bulan?” Dia menjawab, “Bukan.” Mereka bertanya lagi, “Apa 40 tahun?” Dia menjawab, “Bukan.” Kemudian Allah menurunkan air dari langit, dan mereka pun tumbuh (bangkit) dari kuburnya seperti tumbuhnya sayuran.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu yang ada pada jasad manusia akan hancur kecuali satu tulang.” Dalam satu riwayat disebutkan, “Tulang tersebut selamanya tidak bisa dimakan oleh bumi.” Tulang yang dimaksud adalah tulang ekor, yang akan dibangkitkan kembali pada hari Kiamat. Menurut ibnu Wahab, yang dimaksud 40 dalam hadis ini adalah 40 Jumat. Namun pendapat ini ditolak karena sanadnya terputus.

 

Jawaban Abu Hurairah mengandung dua arti. Pertama, Abu Hurairah sebenarnya sudah tahu dari Nabi Saw. apa yang dimaksud dengan 40, tetapi dia sengaja tidak mau menerangkannya. Kedua, Abu Hurairah memang benar-benar tidak tahu, karena dia tidak sempat menanyakan kepada Nabi Saw… Makanya, dia menjawab seperti itu. Yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama. Abu Hurairah tidak mau menjelaskannya, karena tidak ada petunjuk untuk menyampaikannya.

 

Dalam hal ini, ada riwayat dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mempunyai dua wadah ilmu. Satu aku sebarluaskan, dan yang satunya lagi, andai aku sebarluaskan maka kerongkonganku akan terputus.”

 

Ada suatu riwayat yang menerangkan bahwa jarak antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40 tahun. Wallahu a’lam.

 

Disebutkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Wakil dari Sufyan dari Abdurrahman as-Suddi, dia berkata, “Aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang ayat,

 

“Miliknya-Nya segala yang ada di hada. pan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya.” (QS. Maryam: 64)

 

Dia tidak menjawab pertanyaanku itu, Tetapi, kemudian aku mendengarnya mengatakan bahwa maksud ayat itu adalah jarak antara dua tiupan sangkakala.” Wallahu a’lam. Penjelasan Ayat, ‘Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah.’? (QS. az-Zumar: 68)

 

Maksud ayat tersebut apakah para malaikat, para syuhada, para nabi, penjaga Arasy, Jibril, Mikail, ataukah Malaikat Maut, yang dikehendaki Allah untuk tetap hidup di saat sangkakala itu ditiup?

 

Diriwayatkan oleh beberapa Imam Hadis dari Abu Hurairah, dia berkata, di pasar Madinah, ada seorang laki-laki Yahudi yang berkata, “Demi Tuhan yang telah memilih Musa sebagai utusan bagi manusia.” Mendengar itu, seorang laki-laki Anshar mengangkat tangannya dan menampar orang tersebut seraya berkata, “Beraninya kamu mengatakan seperti itu, sementara di tengah-tengah kami ada Rasulullah Saw..”

 

Kemudian aku melaporkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman,

 

“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu), maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

Lalu beliau bersabda, “Akulah, Nabi Saw,., orang Kali pertama kali yang mengangkat kepala (waktu dibangkitkan dari kubur). Dan, tiba-tiba pada saat itu, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau dia termasuk orang yang dikecualikan Allah. Barang siapa yang mengatakan bahwa aku lebih baik daripada Yunus bin Matta, sungguh dia telah berdusta.

 

Siapa yang Dikecualikan Allah Itu?

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa saja yang dikecualikan dalam firman Allah tersebut. Ada yang berpendapat bahwa mereka itu adalah para malaikat. Ada pula yang berpendapat mereka itu adalah para nabi, dan ada juga yang berpendapat mereka adalah para syuhada. Al-Hulaimi cenderung pada pendapat yang terakhir, yaitu para syuhada, berdasarkan firman-Nya,

 

“Sebenarnya mereka itu hidup, disisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘Imran: 169)

 

Menurutnya, pendapat-pendapat yang lain adalah lemah. Tetapi, menurut guru Kami, Syekh Abu al-Abbas, tidak ada satu pun hadis sahih yang menyatakan siapa yang dikecualikan Allah itu. Jadi, semuanya masih mungkin.

 

Menurutku, ada sebuah hadis dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa yang dimaksud ialah para syuhada. Itulah pendapat yang sahih. Hal itu didukung oleh an-Nahasi seperti yang dia tuturkan dalam kitabnya, Ma’ani al Qur’an. Dia berkata, aku mendapatkan riwayat dari Husain bin Umar al-Kufi dari Hannad bin as-Sarri dari Waki dari Syu’bah dari Imarah bin Abi Hafsh dari Hajar al-Hijri dari Sa’id bin Jubair, dia berkata, yang dimaksud dengan firman “Kecuali mereka yang dikehendaki Allah” ialah para syuhada. Mereka adalah orang dikecualikan Allah. Mereka menyandang pedang di sekitar Arasy.

 

Sedangkan, menurut al-Hasan, mereka yang dikecualikan Allah adalah sekelompok malaikat. Namun, akhirnya mereka juga mati di antara dua tiupan sangkakala.

 

Yahya bin Salam dalam Tafsirnya mengatakan, “Aku mendengar bahwa yang terakhir masih tetap hidup ialah Jibril, Mikail, Israfil, dan Malaikat Maut. Setelah Jibril, Mikail, dan Israfil mati, Allah lalu menyeru kepada Malaikat Maut, “Matilah kamu!” Maka Malaikat Maut pun mati. Hal itu nanti akan diterangkan dalam sebuah Hadis marfu’ yang cukup panjang dari Abu Hurairah.

 

Namun ada yang berpendapat, mereka yang tersisa itu adalah malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, dan Malaikat Maut.”

 

Al-Hulaimi berkata, siapa pun yang beranggapan bahwa yang dikecualikan oleh Allah itu adalah malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, Malaikat Maut, anak-anak dan bidadari surga, atau Nabi Musa a.s., maka sesungguhnya Nabi Saw. pernah bersabda, “Aku adalah orang pertama kali yang dikeluarkan oleh tanah. Ketika mengangkat kepalaku, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau dia termasuk orang yang dikecualikan Allah ‘Azza wa Jalla” Menurut al-Hulaimi, pendapat mereka, satu pun tidak ada yang benar.

 

Mengomentari pendapat yang pertama, perlu ditegaskan bahwa sesungguhnya malaikat pembawa Arasy bukanlah termasuk penduduk langit maupun bumi, karena letak Arasy itu berada di atas semua langit. Jadi, bagaimana mungkin malaikat pembawa Arasy itu berada di dalam langit? Adapun Jibril, Mikail, dan Malaikat Maut, mereka tergolong para malaikat yang berbaris bertasbih di sekitar Arasy. Jadi, kalau letak Arasy itu berada di atas semua langit, tentunya mereka berbaris di sekitar Arasy, bukan di langit.

 

Demikian pula dengan pendapat kedua, karena anak-anak dan bidadari itu berada di surga. Sekalipun surga itu terdiri dari beberapa tingkatan, namun ia terletak di atas langit dan di bawah Arasy. Surga adalah alam tersendiri yang diciptakan untuk keabadian. Jadi, ia bukan termasuk makhluk yang dimusnahkan Allah.

 

Lalu mengenai Musa hal itu jelas tidak mungkin. Karena pada hakikatnya, dia telah meninggal terlebih dahulu, bukan meninggal pada saat tiupan sangkakala yang kedua. Kalau begitu, dia jelas bukan termasuk yang dikecualikan oleh Allah.

 

Sabda Nabi Saw. tentang Musa berikut ini tidak bertentangan dengan riwayat yang pertama tadi. Beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, seluruh manusia dalam keadaan pingsan. Maka, aku adalah orang pertama kali yang dibangkitkan. Ketika itu, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, ataukah dia mendapat balasan atas pingsannya sewaktu di gunung Thusrina dulu?”

 

Namun, ada yang mengatakan bahwa maksud hadis tersebut adalah, jika sangkakala telah ditiup sekali lagi, maka aku adalah orang yang pertama-tama mengangkat kepala. Namun, tiba-tiba aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau hal itu. merupakan anugerah tersendiri dari Allah kepadanya, sebagaimana anugerah serupa yang Allah berikan kepadanya sewaktu masih di dunia, yaitu dia bisa bercakap-cakap dengan-Nya secara langsung. Atau, itu merupakan balasan atas pingsannya sewaktu di gunung Thusrina dulu?”

 

Guru kami, Ahmad bin Umar berkata, secara zahir hadis Nabi Saw. tersebut memberi petunjuk bahwa kebangkitan beliau terjadi setelah peristiwa tiupan sangkakala yang kedua, yaitu tiupan kebangkitan. Sementara nash al-Qur’an secara tegas mengisyaratkan bahwa pengecualian itu terjadi setelah tiupan kematian. Karenanya, ada sebagian ulama yang berpendapat, mungkin Nabi Musa as. termasuk nabi yang belum meninggal. Tetapi, pendapat ini keliru karena banyak riwayat yang menyatakan bahwa beliau itu sudah meninggal terlebih dahulu di alam dunia.

 

Menurut al-Qadhi lyadh, mungkin yang dimaksud dengan kematian tersebut adalah kematian mendadak setelah manusia dibangkitkan hidup kembali, yaitu pada saat terbelahnya langit dan bumi. Tetapi pendapat ini disanggah oleh Abu al-Abbas, berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa ketika Nabi Saw. keluar dari kubur, beliau mendapati Musa tengah bergantung pada tiang Arasy, dan itu terjadi setelah tiupan kebangkitan.

 

Untuk mengatasi kemusykilan tersebut, Syekh Ahmad bin Umar merujuk pada pengertian mendasar bahwa pada hakikatnya kematian itu bukan murni kemusnahan, tetapi sebuah proses perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Buktinya ialah bahwa setelah terbunuh di medan perang, para syuhada itu tetap hidup di sisi Tuhan mereka dan mendapatkan rezeki. Mereka bergembira ria dan bersuka cita. Kehidupan mereka sama seperti kehidupan di dunia. Jadi, kalau para syuhada sudah seperti itu, apalagi dengan para nabi yang martabat serta derajatnya di sisi Allah jauh lebih tinggi daripada mereka. Lalu, di samping itu juga ada sebuah riwayat sahih dari Nabi Saw., “Sesungguhnya jasad para nabi itu tidak akan dimakan oleh tanah.” Dan sesungguhnya Nabi Saw. pada malam isra’, sempat bertemu dengan para nabi di Baitul Maqdis dan juga di langit terlebih dengan Nabi Musa a.s..

 

Nabi Saw. mengabarkan kepada kita bahwa Allah mengembalikan roh beliau kepada jasadnya sehingga bisa menjawab salam kepada orang yang mengucapkan salam kepada beliau. Pada hakikatnya kematian para nabi itu hanya kembali kepada kehidupan gaib yang tidak diketahui oleh manusia. Kalau para nabi dianggap masih tetap hidup, hal itu tidak ada bedanya dengan para malaikat yang tetap hidup tanpa bisa dilihat oleh manusia, kecuali orang-orang yang sangat dekat dengan Allah sebagai karamah dan anugerah istimewa.

 

Jadi, ketika sangkakala kematian ditiup, semua makhluk yang ada di langit dan di bumi mati kecuali yang dikehendaki Allah. Kematian makhluk selain para nabi adalah kematian yang sebenarnya. Sementara kematian para nabi menurut pendapat yang diunggulkan hanyalah pingsan. Ketika sangkakala ditiup sekali lagi, siapa yang mati akan bangkit kembali dan yang pingsan akan tersadar kembali. Hal itu sebagaimana sabda beliau dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, “Maka, aku adalah orang pertama kali yang dibangkitkan kembali.”

 

Riwayat tersebut hasan sekaligus sahih. Nabi Saw. lah yang pertama kali keluar dari kubur mendahului semua manusia dan juga semua nabi, kecuali Nabi Musa a.s.. Tetapi, hal itu masih dipertanyakan, apakah Musa dihidupkan kembali dari pingsannya sebelum Nabi Saw., atau Musa memang tetap dalam keadaan sadar sebelum terjadi tiupan kematian. Jika benar, ini merupakan anugerah tersendiri dari Allah kepada Nabi Musa. Sekalipun demikian, hal itu tidak lantas mengurangi keutamaan Nabi Saw., sebab, bagaimana pun secara mutlak beliau adalah makhluk yang paling utama. Wallahu a‘lam.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, pendapat yang dipilih ialah pendapat al-Hulaimi. Dia menyatakan bahwa terlepas apakah para malaikat yang disebutkan tadi mati atau tidak mati, tetapi yang jelas kami menolak kalau mereka dikatakan sebagai yang dikecualikan Allah. Soalnya, terdapat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Allah mematikan malaikat pembawa Arasy, Malaikat Maut, dan Mikail. Kemudian Allah juga mematikan malaikat yang terakhir kali dimatikanNya, yaitu Jibril, kemudian menghidupkannya. Dan setelah itu, Allah menghidupkan juga malaikat-malaikat tersebut.

 

Tidak ada satu pun hadis yang mengenai penduduk surga. Hanya dijelaskan kalau surga itu adalah tempat yang abadi. Siapa yang telah memasukinya ia tidak akan pernah mati untuk selamanya. Apalagi, dengan makhluk yang diciptakan di dalamnya. la juga tidak akan pernah mati untuk selamanya. Lagi pula kematian itu adalah pemaksaan terhadap orang-orang yang terkena tuntutan beban atau mukalaf, dan kepindahan mereka dari satu alam ke alam lain. Sedangkan penghuni surga itu tidak terkena tuntutan beban. Jika mereka dibebaskan dari kematian, itu sama seperti mereka dibebaskan dari tuntutan beban.

 

Ada sementara orang yang mencoba mempersoalkan hal ini dengan mengangkat firman Allah Ta’ala,

 

“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS. al-Qashash: 88)

 

Menurut mereka, ayat ini menunjukkan bahwa surga itu sendiri akan binasa lalu dikembalikan lagi pada hari pembalasan. Lalu, kenapa harus diingkari kalau anak-anak dan bidadari itu mati kemudian dihidupkan kembali? Maka ada yang menjawab, mungkin makna firman Allah tersebut adalah bahwa segala sesuatu itu akan binasa jika dikehendaki Allah, Kecuali Allah itu sendiri. Dia Yang Maha Mendahului tidak akan mungkin binasa. Dia tidak mungkin fana, dan selain-Nya adalah baru. Segala sesuatu yang baru itu pasti akan fana. Tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan bahwa Arasy itu akan musnah begitu pula dengan surga.

 

Nabi Yunus a.s. Ataukah Nabi Muhammad Saw. yang Lebih Dekat Kepada-Nya?

 

Sabda Rasulullah Saw. dalam hadis, “Barang siapa yang mengatakan bahwa aku lebih baik daripada Yunus bin Matta, sungguh dia telah berdusta.”

 

Dalam riwayat hadis di atas mengandung beberapa macam penakwilan menurut para ulama. Penakwilan yang paling baik adalah seperti yang dituturkan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi. Dia berkata, aku mengutip cerita dari beberapa sahabat Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf al-Juwaini bahwa dia pernah ditanya, “Apakah Tuhan Yang Maha Pencipta itu berada di suatu sudut” Dia menjawab, “Tidak. Allah terlalu tinggi dari sifat itu.” Mereka bertanya lagi, “Apa dalilnya?” Dia menjawab, “Dalilnya ialah sabda Nabi Saw., janganlah kalian mengutamakanku daripada Yunus bin Matta.” Mereka bertanya lagi, “Di mana letak dalil dari hadits ini?” Dia menjawab, “Aku akan menjawab kalau tamuku ini bisa mendapatkan uang seribu dinar untuk membayar utangnya.” Maka dua orang laki-laki itu bangkit, dan berkata, “Baik, kami bersedia memberikannya.” Dia lalu berkata, “Aku ingin salah seorang dari kalian saja yang memberinya.” Maka salah seorang di antara mereka berkata, “Aku yang akan memberinya (menanggung utangnya).”

 

Setelah itu, dia pun menjawab, “Sesungguhnya Yunus bin Matta telah menceburkan dirinya ke laut sehingga dimakan oleh ikan besar. Maka dia berada di dasar laut dalam tiga kegelapan. Dia lalu berseru, “Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-Anbiya’: 87)

 

Sedang Nabi Muhammad Saw. di saat duduk di atas permadani hijau, yang membawanya naik ke suatu tempat, dia lalu bermunajat kepada Tuhannya. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya sesuatu wahyu. Pada saat itu, beliau tidaklah lebih dekat kepada Allah daripada Nabi Yunus, di saat dia berada di kegelapan laut.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, Allah Yang Mahasuci sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya. Dia mendengar doa mereka dan mengetahui segala gerak-gerik mereka. Bahkan, Dia mendengar dan melihat seekor semut hitam, yang berada pada batu hitam pada waktu malam yang gelap gulita di bawah bumi yang rendah. Dia juga melihat dan mendengar zikir dan tasbih para malaikat pembawa Arasy yang terletak di atas langit yang ketujuh. Mahasuci Allah. Tiada ada tuhan selain Dia yang mengetahui Segala yang gaib dan yang nyata. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

 

Semua Makhluk Akan Musnah, dan Kekuasaan Hanya Milik Allah Semata

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda pada hari Kiamat kelak, Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan, Nya, kemudian Dia berfirman, “Akulah Maharaja, Mana raja-raja bumi?”

 

Dalam hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat kelak, Allah melipat langit lalu mengambilnya dengan tangan kanan. Nya seraya berfirman, “Akulah Maharaja. Mana para penguasa diktator yang sewenang-wenang? Mana orang-orang sombong?” Selanjutnya Allah melipat bumi dengan tangan kiri-Nya seraya berfirman, “Akulah Maharaja. Mana para penguasa diktator yang sewenang-wenang? Mana orang-orang sombong?”

 

Dari Ubaidillah bin Muqsim bahwa dia pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar, “Bagaimana yang dikisahkan Rasulullah Saw.?” Dia lalu menjawab, “Allah mengambil seluruh langit-langit dan bumi dengan sepasang tangan-Nya seraya berfirman, Akulah Allah?” Dan sambil mengepalkan jari-jarinya, kemudian membukanya kembali, beliau bersabda, Allah lalu berfirman, “Akulah Maharaja.” Aku lalu melihat ke arah mimbar yang bergerak dari bawah hingga aku berkata dalam batinku, “Jangan-jangan mimbar itu akan jatuh menimpa Rasulullah Saw..”

 

Pada Hari Kiamat, Kepunyaan Allah-lah Kerajaan Langit dan Bumi

 

Hadis-hadis tadi menunjukkan bahwa setelah memusnahkan seluruh makhluk, Allah ‘azza Wa Jalla bertanya, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Dijawab-Nya sendiri, “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha mengalahkan.” Ini hadis riwayat Ibnu al-Mubarak dan ath-Thabari.

 

Ada yang berpendapat, setelah seluruh makhluk dikumpulkan di suatu bumi yang perwarna putih laksana perak, yang tidak pernah sama sekali digunakan untuk maksiat kepada Allah, terdengar ada yang berseru, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Lalu para hamba menjawab, “kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Diriwayatkan oleh Abu Wa’il dari Ibnu Mas’ud.

 

Abu Ja’far an-Nahhas berkata, hadis ini diriwayatkan secara sahih dari Ibnu Mas’ud.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, yang sahih jalah pendapat pertama tadi yang menunjukkan dominasi tunggal Allah sebagai satu-satunya yang berkuasa ketika semua raja dengan kekuasaannya dan semua orang sombong dengan kesombongannya lenyap sama sekali. Pendapat ini didukung oleh al-Hasan dan Muhammad bin Ka’ab sebagai akibat dari firman Allah Ta’ala, “Aku lah Maharaja. Mana raja-raja bumi?”

 

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah diterangkan lebih lanjut, “Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Israfil meniup sangkakala kematian, sehingga matilah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, kecuali beberapa yang dikehendaki Allah tetap hidup. Ketika mereka semua sudah mati, datanglah Malaikat Maut menghadap Allah seraya berkata, “Seluruh penghuni langit dan bumi sudah mati, kecuali beberapa yang Engkau kehendaki.” Allah lalu bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa yang masih ada?” Malaikat Maut menjawab, “Wahai Tuhanku, masih ada Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati, para malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, Israfil, dan aku sendiri.”

 

Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, “Matikan Jibril dan Mikail.” Setelah itu, Allah menjadikan Arasy bisa berbicara, dia berkata,

 

“Wahai Tuhanku, apakah Jibril dan Mikail akan dimatikan juga?” Allah lalu berfirman, “Diamlah kamu. Aku telah menentukan kematian itu pada semua yang berada di bawah Arasy-Ku.” Lalu keduanya pun mati.

 

Setelah mencabut nyawa Jibril dan Mikail, Malaikat Maut kembali menghadap Allah Yang Maha Mengatakan, “Wahai Tuhanku, Jibril dan Mikail sudah mati.” Lalu, Allah Yang Mahasuci bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa lagi yang masih ada” Malaikat Maut menjawab, “Wahai Tuhanku, masih ada Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati, para malaikat pembawa Arasy, dan aku sendiri.” Allah lalu berfirman, “Matikan para malaikat pembawa Arasy.” Lalu matilah para malaikat pembawa Arasy.

 

Kemudian Allah memerintahkan Arasy agar mencabut sangkakala dari Israfil, lalu berfirman, “Matikan Israfil!” Kemudian Malaikat Maut mencabut nyawa Israfil. Setelah itu, Malaikat Maut kembali menghadap, “Wahai Tuhanku, para malaikat pembawa Arasy dan Israfil sudah mati.” Lalu Allah kembali bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa lagi yang masih ada?” Malaikat Maut menjawab, “Tinggal Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati serta aku sendiri.” Allah lalu berfirman, “Bagaimanapun juga kamu adalah makhluk yang Aku ciptakan seperti yang lainnya. Matilah kamu!” Maka, Malaikat Maut pun mati.

 

Ketika seluruhnya telah mati, maka yang masih hidup hanyalah Allah Yang Maha Esa Lagi Maha Perkasa. Dialah Tuhan tempat meminta segala sesuatu dan yang tidak memiliki anak maupun teman,

 

“Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada satu pun yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlash: 3-4)

 

Setelah melipat langit laksana melipat lembaran-lembaran kertas, Allah lalu berfirman, “Akulah Tuhan Yang Mahakuasa. Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Karena tidak ada seorang pun yang menjawabnya, maka Dia berfirman sendiri,

 

“Bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. al-Mu’min: 16)

 

Sebenarnya hadis Abu Hurairah tersebut masih cukup panjang. Itu tadi adalah bagian tengahnya, sementara bagian awal dan bagian akhir insya Allah akan diterangkan nanti, sehingga semua akan tersambung.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Laqith bin Amir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Setelah kalian berdiam beberapa waktu, terdengarlah suatu teriakan. Maka demi Tuhanmu, teriakan tersebut akan membuat seluruh makhluk mati, termasuk para malaikat yang berada di dekat Allah. Selanjutnya Allah berkeliling di negeri-negeri kosong yang sudah tidak berpenghuni sama sekali.”

 

Menurut sebagian ulama, sabda Nabi Saw., “Selanjutnya Allah berkeliling cdi negeri-negeri kosong yang sudah tidak berpenghuni sama sekali,” maksudnya ialah bahwa ketika seluruh makhluk penghuni seluruh negeri yang ada di dunia sudah mati, bumi pun menjadi kosong. Tidak ada yang tinggal selain Allah saja, seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya,

 

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (QS. ar Rahman: 26-27)

 

Pada saat itulah, zaman kehidupan dunia telah berakhir. Setelah itu akan berlangsung peristiwa kebangkitan kembali. Allah Ta’ala berfirman, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini’” Adalah Kejadian pada detik-detik menjelang berakhirnya umur dunia. Setelah itu disusul dengan kiamat datang, Kebangkitan, penghimpunan dan sebagainya.

 

Mengenai masalah fananya (binasa) surga dan neraka bersamaan dengan fananya seluruh makhluk lain, ada dua pendapat.

 

Pertama, Allah memang memusnahkan keduanya, hingga tidak ada sesuatu pun yang masih ada selain Allah sendiri. itulah makna ayat,

 

“Dialah yang Awal dan yang Akhir.” (Qs al-Hadid: 3)

 

Kedua, surga dan neraka itu tidak fana. Keduanya tetap kekal abadi bersama Allah Yang Mahakekal.

 

Ada yang mengatakan bahwa ketika seluruh makhluk sudah mati, terdengarlah seruan, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini Para penghuni surga menjawab, “Bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Penjelasan Hadis yang Menyebut Kata “Tangan dan Jari’’

 

Jika ada yang bertanya, bagaimana menafsirkan kata tangan yang digunakan Allah untuk menggenggam dan melipat bumi, padahal secara mutlak dan hakikat, Allah mustahil mempunyai tangan seperti manusia? Jawabnya ialah, dalam bahasa Arab, tangan (al-Yadd) itu memiliki lima arti.

 

Pertama, tangan bisa berarti kekuatan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Dan ingatlah akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan.” (QS. Shad: 17)

 

Kedua, tangan bisa berarti kekuasaan dan kekuatan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya karunia itu cdi tangan Allah. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Ali ‘imran: 73)

 

Ketiga, tangan bisa berarti nikmat/jasa. Orang-orang Arab biasa mengatakan, “Berapa banyak nikmatku yang ada pada si Fulan?” Maksudnya, berapa saja kenikmatan yang sudah aku berikan kepadanya?

 

Keempat, tangan bisa berarti pertalian atau hubungan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri.” (QS. yasin: 71)

 

Maksudnya, dengan apa yang telah Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri. Firman Allah,

 

‘Atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di tangannya.” (QS. al-Baqarah: 237)

 

Kelima, tangan bisa berarti bagian dari anggota tubuh. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah.” (QS. Shad: 44)

 

Tetapi, dalam kaitannya dengan Allah, kata tangan lazim diartikan sebagai ungkapan kekuasaan Allah yang meliputi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dengan kata lain, mereka semua berada dalam genggaman-Nya. sebagaimana firman-Nya,

 

“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat,” (QS. az-Zumar: 67) bisa berarti bahwa seluruh bumi ini pada hari Kiamat nanti akan hilang musnah. Demikian pula dengan firman Allah Ta’ala berikutnya dalam surah dan ayat yang sama, “Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”

 

Yang dimaksud dengan “digulung” di sini bukan diperbaiki, namun dibinasakan dan dilenyapkan. Dikatakan, “Kita telah melipat dan tidak mengungkit lagi hal-hal yang telah dialami, karena kita telah membuka lembaran baru.” Maksudnya, sudah berlaku dan telah dilalui.

 

Disebutkan dalam sebuah riwayat, “Ia mengepalkan jari-jarinya, kemudian membukanya kembali,” menurut orang-orang Yahudi aliran materialis, kalimat tangan dalam riwayat tersebut adalah dalam arti yang sesungguhnya, yaitu bagian dari anggota badan. Padahal, itu jelas mustahil bagi Allah. Allah Mahasuci dari sifat seperti itu. Yang dimaksud itu adalah bahwa Rasulullah Saw. menggenggam tangannya lalu membuka jari-jari beliau. Itu merupakan gambaran bagaimana Allah Ta’ala mengambil bumi dan langit.

 

Al-Khaththabi berkata, dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ada yang menyebutkan bahwa Allah mempunyai jari-jari. Hadis yang menyebutkan bahwa Allah mempunyai jari diragukan kesahihannya.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa seorang Ahli Kitab menemui Nabi Saw. dan bertanya, “Wahai Aba al-Qasim, aku sampaikan kepada engkau sesungguhnya Allah membawa seluruh langit di atas satu jari, seluruh bumi di atas satu jari, pohon di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari-’” Rasulullah Saw. tersenyum lebar hingga gigi bagian depannya kelihatan. Lalu Allah “Azza wa Jalla menurunkan ayat,

 

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari Abdullah bin Umar bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seluruh hati anak cucu Adam itu berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan Yang Maha Pemurah, seperti sepotong hati yang bisa dibolak-balikkan semaunya.” Kemudian Rasulullah Saw. berdoa, “Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.”

 

Dalam kedua riwayat tersebut, kalimat jari disebut secara tegas. Bagaimana jawabannya? Ketahuilah, sesungguhnya kalimat jari-jari itu terkadang bisa diartikan sebagai salah satu anggota tubuh dan Allah tidak memilikinya. Atau, bisa diartikan kekuasaan atas sesuatu. Contohnya, seperti ucapan orang yang menganggap sepele kepada orang lain yang meledeknya, “Aku bisa membawanya hanya dengan menggunakan jari-jariku.” Atau, “Aku sanggup mengangkatnya hanya dengan menggunakan jari-jariku.” Atau, “Aku bisa menahannya hanya dengan menggunakan jari kelingkingku,’ dan lain sebagainya.

 

Atau, bisa diartikan sebagai nikmat dan itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya seluruh hati anak cucu Adam itu berada di antara Gua jari Cari jari-jari Tuhan Yang Maha Pemurah.” Maksudnya, dua nikmat di antara sekian banyak nikmat-Nya. Meskipun seluruh langit dan bumi itu termasuk makhluk yang besar dan berat, namun bagi Allah adalah sesuatu yang sangat kecil dan remeh. Sehingga, untuk mengangkat, menahan, dan menggerakkannya cukup dengan menggunakan jari-jari-Nya. Sama seperti yang bisa kita lakukan terhadap sebutir biji.

 

Ada yang mempersoalkan penggunaan kalimat tangan kiri pada Allah, karena hal itu bisa berkonotasi kekurangan dan kelemahan. Sesungguhnya Kalimat tangan kiri dalam kaitannya dengan Allah hanya disebutkan satu-satunya dalam riwayat yang diterangkan oleh seorang perawi bernama Umar bin Hamzah dari Salim. Riwayat-riwayat lain tidak menggunakan kalimat tersebut, tetapi menggunakan Kalimat tangan kanan atau kedua tangan.

 

Baihaqi berkata, “Ada riwayat selain hadis ini yang menyebutkan dengan tangan kiri, namun hadisnya lemah sekali. Yang sahih, pasti Hadis-hadis Nabi Saw. yang menyatakan dengan ungkapan tangan kanan atau boleh jadi ungkapan dengan tangan kiri hanyalah ungkapan dari yang menyampaikan hadis tersebut. Atau kemungkinan lainnya berdasarkan tradisi orang Arab yang selalu menyebut kiri sebagai lawannya kanan.”

 

Al-Khaththabi mengatakan, “Tidak etis menggunakan Kalimat tangan kiri dalam kaitannya dengan Allah, karena Kalimat tersebut bisa menunjukkan kekurangan dan kelemahan.” Yang ideal ialah menggunakan Kalimat tangan Kanan atau kedua tangan. Lagi pula, menurut kami kalimat tangan bagi Allah itu bukan dalam arti yang sebenarnya, yaitu salah satu anggota badan, melainkan sebuah sifat yang kita artikan sesuai dengan al-Qur’an dan sunah tanpa kita rekayasa. Itulah pendapat ahli sunnah wal jama’ah.

 

Dalam bahasa Arab, tangan kanan bisa diartikan sebagai kekuasaan. Contohnya seperti firman Allah,

 

“Hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.” (QS. an-Nisa’: 3) Maksudnya, adalah budak-budak yang kamu kuasai. Contoh lain ialah seperti firman Allah,

 

“Pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya.” (QS. al-Haqqah: 45)

 

Dengan kata lain, Allah akan memegang ia dengan kuat, yaitu Allah akan mengambil kemampuannya dan kekuatannya.

 

Al-Farra’ berkata bahwa al-Yamin (tangan kanan) maksudnya adalah kemampuan dan kekuatan. Kata al-Yamin (kanan tangan) di kalangan orang-orang Arab itu mempunyai art keagungan dan kebesaran, sehingga dikatakan, “Bagi kami si Fulan sebagai tangan Kanan.” Maksudnya, dia mempunyai posisi yang sangat menentukan.

 

Sabda Nabi Saw., “Kedua Tangan-Nya adalah kanan,” maksudnya adalah kesempurnaan Allah. Secara kultural, mereka (Orang Arab) menyukai yang kanan dan tidak menyukai yang kiri, karena kanan itu identik dengan kesempurnaan, dan kiri itu identik dengan kekurangan.

 

Lalu, ketika Allah menggulung langit dan bumi, di mana posisi manusia? Jawabnya, posisi mereka sedang meniti jembatan neraka, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Alam Barzakh

 

Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Muhammad bin Fudhail dari Waki’ dari Fithr, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Mujahid tentang firman Allah, “Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mu’minun: 100) Dia menjawab, “Itu adalah alam antara kematian dan kebangkitan kembali.”

 

Ketika ditanya tentang posisi orang yang telah meninggal, asy-Sya’bi menjawab, “Dia tidak berada di dunia, dan juga tidak di akhirat. Dia ada di Barzakh.”

 

Dalam bahasa Arab, al-Barzakh itu berarti sesuatu yang memisahkan di antara dua hal. Contohnya seperti firman Allah,

 

“Dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.” (QS. al-Furqan: 53)

 

Dengan Kata lain, maksud ayat ini adalah mulai dari waktu kematian hingga dibangkitkan hidup kembali. Jadi, barang siapa meninggal, maka dia masuk alam barzakh, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mu’minun: 100)

 

Maksudnya, di hadapan mereka ada dinding yang menghalangi.

 

Tiupan Sangkakala Kedua Sebagai Tanda Hari Berbangkit

 

Bab ini membahas tentang proses kebangkitan kembali seluruh penghuni kubur, siapa yang pertama-tama keluar dan bangkit dari kubur, siapa yang pertama-tama dihidupkan kembali setelah kematian seluruh makhluk, sebaya dengan siapakah ketika mereka keluar dari kuburnya, apa bahasa yang digunakan mereka, serta penjelasan mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.” (QS. al-Insyiqaq: 4)

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata.” (al-An’am: 73)

 

Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya.” (QS. al-Mu’minun: 101)

 

“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong.” (QS. an-Naba’: 18)

 

“Maka apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Mudatsir: 8)

 

Para ulama ahli tafsir berkata, tiupan sangkakala yang pertama akan membuat seluruh makhluk mati. Allah berfirman menceritakan tentang kaum kafir Quraisy dalam surah Yasin ayat 49, “Mereka tidak menunggu ….”

 

Maksudnya, mereka tidak menunggu orang-orang kafir terakhir memeluk agama Abu Jahal dan kawan-kawannya, “Melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka .. ” Yakni, tiupan sangkakala pertama yang menyebabkan mereka semua binasa. “Ketika mereka sedang bertengkar” Mereka bertengkar demi kepentingan-kepentingan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” (QS. al-A’raf: 187)

 

“Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat.” (QS. Yasin: 50) Maksudnya, mereka tidak dapat lagi saling berwasiat.

 

“Dan mereka juga tidak dapat kembali kepada keluarganya.” (QS. Yasin: 50) Maksudnya, mereka tidak berkuasa berbuat apa pun dari bencana yang tengah mereka hadapi,

 

“Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja; maka seketika itu mereka.” (QS. Yasin: 29)

 

“lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya kuburnya.” (QS. Yasin: 51)

 

Yang dimaksud tiupan dalam ayat terakhir ini ialah tiupan kedua yang membuat seluruh makhluk dibangkitkan kembali.

 

Rupa Sangkakala

 

Sangkakala yang ditiup Malaikat Israfil adalah berupa sebuah tanduk yang terbuat dari cahaya, tempat menyimpan arwah-arwah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sangkakala itu lubangnya sebanyak bilangan roh seluruh makhluk hidup, sebagaimana yang akan diterangkan nant.

 

Sedangkan menurut Mujahid seperti yang dikutip oleh Bukhari, sangkakala itu bentuknya seperti trompet. Apabila sangkakala itu ditiup oleh malaikat untuk kedua kalinya, maka semua arwah akan keluar menuju jasadnya masing-masing. “Maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya, menuju Tuhan mereka.” Menurut sebuah riwayat, tenggang waktu antara tiupan pertama dan tiupan kedua adalah 40 tahun.

 

Ibnu Abbas berkata, tiupan sangkakala pertama disebut ar-Rajifah (bumi yang berguncang dengan hebat). Sedangkan tiupan sangkakala kedua disebut dengan ar-Radifah.

 

Sebuah riwayat dari Mujahid menyatakan bahwa sebelum tiba hari Kiamat, orang-orang kafir di dalam kuburnya diberi kesempatan untuk tidur nyenyak. Namun, begitu terdengar teriakan kepada para penghuni kubur, mereka segera bangun dengan ketakutan lalu menunggu apa yang akan terjadi pada mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

Allah berfirman mengutip ucapan orang-orang kafir saat itu,

 

“Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur).” (QS. Yasin: 52)

 

Keluhan mereka itu langsung dijawab oleh malaikat atau orang-orang yang beriman seperti yang dikutip oleh Allah,

 

“Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul-(Nya).” (QS. Yasin: 52)

 

Jadi, begitu dibangkitkan, mereka satu sama lain saling mengeluh, “Aduh malang nian nasib kita. Siapa yang telah membangunkan kita dari tidur kita yang nyenyak tadi?” Pada saat itulah, mereka baru sadar bahwa itulah yang pernah dijanjikan Allah Yang Maha pengasih, Mereka mengakui bahwa para Rasul itu benar Tetapi, kesadaran dan pengakuan mereka itu sia-sia belaka. Karena, sebentar lagi mereka sudah harus diperintah untuk berkumpul di Padang Mashyar dan dihadapkan kepada Allah untuk dihisab amal-amal mereka.

 

Ikrimah berkata, “Ada orang-orang yang meninggal karena tenggelam atau karam di laut yang dagingnya dimakan ikan-ikan hingga yang tersisa hanyalah tulang belaka. Lalu, tulang. tulang itu dihempas oleh gelombang hingga terdampar di pantai. Setelah begitu lama, tulang tersebut menjadi hancur dan dimakan oleh sekelompok unta. Setelah menjadi kotoran, dijadikannya kompos oleh manusia. Lalu, abu-abunya beterbangan tertiup angin ke segenap penjuru bumi.

 

Maka ketika datang tiupan sangkakala yang kedua, “Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68). Mereka sama-sama bangkit seperti ahli kubur lain, “Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja.” (QS. Yasin: 29)

 

Maksudnya hanya satu kali tiupan sangkakala, “Maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami (untuk dihisab).” (QS. Yasin: 53)

 

Para ulama berkata, “Tiupan sangkakala merupakan sebab para penghuni kubur dan yang lainnya sama-sama keluar dari dalam kuburnya. Hal ini terjadi setelah Allah mengembalikan arwah mereka ke dalam jasadnya, termasuk orang-orang mati karena tenggelam di laut atau dimakan serigala, yang bagian-bagian dari tubuhnya tersebar ke mana-mana. Termasuk juga bayi yang keguguran. Mereka semua akan dihidupkan kembali, karena Nabi Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya bayi yang keguguran benar-benar berada di depan pintu surga. Ketika disuruh masuk ke dalam surga, dia menjawab, tidak, sebelum kedua orang tuaku masuk.” Ini terjadi jika janin tersebut sudah sempurna ciptaannya, dan sudah diberikan roh.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya.” (QS. at-Takwir: 8)

 

Ayat ini menunjukkan bahwa seorang bayi wanita yang dikubur hidup-hidup pun tetap akan dikumpulkan dan ditanya. Dia akan keluar dari kuburnya dan dibangkitkan lagi. Sedangkan bayi yang belum ada rohnya, dia sama seperti benda mati lainnya. Ini dikatakan oleh al-Hakim Abu Al-Hasan al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.

 

Sesungguhnya keluarnya makhluk (bangkit dari kuburannya) adalah karena seruan Allah, sebagaimana firman-Nya,

 

“Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhinya sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra’: S2) Maksudnya, kamu berdiri seraya berkata, “Mahasuci Engkau ya Allah. Aku menyucikan Engkau sambil memuji-Mu.”

 

Para ulama berkata, hari Kiamat adalah hari yang dimulai dengan pujian kepada Allah, dan diakhiri juga dengan pujian. Allah berfirman,

 

“Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhinya sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra’: 52)

 

“Lalu diberikan keputusan di antara mereka (hamba-hamba Allah) secara adil dan dikatakan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. az-Zumar: 75)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ibad bin al-Awwam dari Hajjaj bin Athiyah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya tangan masing-masing dua malaikat peniup sangkakala memegang dua tanduk. Keduanya menajamkan pandangan menunggu kapan diperintah meniupnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata bahwa seorang dusun (Arab Badui) datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, “Apa itu sangkakala?” Beliau menjawab, “Tanduk yang ditiup.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Dari Abu Sa’id al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana mungkin aku bisa bersenang-senang, sementara malaikat peniup sangkakala telah memasukkan tanduk ke dalam mulutnya, seraya siap-siap mendengar pemberitahuan kapan ia diperintah untuk meniupnya.” Melihat para sahabat yang mendengar itu tampak sedih, beliau lalu menyuruh mereka untuk mengucapkan, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Hadis ini hasan.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat peniup sangkakala, matanya tidak pernah berkedip sejak dia ditugaskan Allah. Dia selalu Siap siaga di depan Arasy untuk meniupnya. Dia khawatir begitu diperintah dari Allah datang, dia sedang mengedipkan matanya. Sepasang matanya seolah-olah laksana dua bintang yang terus bersinar.” Hadis tersebut ada dalam kitab Fawaid imam abu al-Hasan bin Sakhar.

 

Sebuah hadis panjang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak, Mu’ammil bin Ismail, dan Ali bin Ma’bad dari Ibnu Mas’ud yang kutipannya sebagai berikut, dia berkata, “ … Kemudian malaikat peniup sangkakala berdiri antara langit dan bumi, lalu meniupnya Sangkakala adalah sebuah tanduk maka seluruh makhluk Allah yang berada di langit maupun di bumi akan mati, kecuali yang dikehendaki Tuhanmu. Kemudian di antara dua tiupan sangkakala, ada makhluk yang masih tetap hidup selama Allah menghendaki.”

 

Ditambahkan oleh Mu’ammil bin Ismail sebuah riwayat dari Sufyan ats-Tsauri, yaitu tulang ekor. Beliau bersabda lagi, “Allah falu mengirimkan air dari bawah Arasy sebuah cairan yang berwarna putih, yaitu air mani, seperti air maninya laki-laki. Dengan cairan tersebut, maka jasad-jasad dan daging-daging mereka tumbuh kembali sebagaimana bumi menumbuhkan tanaman dari dalam tanah.” Ibnu Mas’ud lalu membacakan firman Allah Ta’ala,

 

Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)

 

Beliau bersabda lagi, “Kemudian malaikat peniup sangkakala itu berdiri di antara langit dan bumi lalu meniupnya. Maka setiap roh

 

beterbangan menuju ke jasadnya masing-masing, sehingga masuk ke dalamnya. Selanjutnya, mereka pun bangkit dan serentak memenuhi panggilan, sambil berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”

 

Ibnu al-Mubarak dan Mu’ammil berkata, “Kemudian mereka pun berdiri serentak memberikan satu penghormatan.”

 

Disebutkan oleh Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dari ibnu Mahdi dari Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Abi Zar’a dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Maka mereka pun bangkit, lalu serentak memberi penghormatan, sambil berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”

 

Bentuk penghormatan mereka kepada Allah pada saat itu ada dua kemungkinan:

 

Pertama, posisi orang sedang ruku, yaitu meletakkan tangan di atas kedua lututnya. Itulah arti penghormatan seperti yang tergambar dalam hadis di atas, “Sambil berdiri menghadap Tuhan seru semesta alam.”

 

Kedua, dengan menelungkupkan wajah sambil berjongkok. Cara ini cukup dikenal selama ini di kalangan manusia.

 

Ada juga sebagian ulama yang mengartikan penghormatan tersebut dengan makna, “Maka mereka menyungkurkan wajah bersujud kepada Tuhan semesta alam.” Artinya, bersujud merupakan penghormatan. Cara ini juga telah dikenal di kalangan manusia.

 

Diriwayatkan dari Ali bin Ma’bad dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. telah mengkhabarkan kepada kami, saat itu kami sedang berada di tengah-tengah para sahabat beliau. Beliau membacakan hadis yang panjang, hingga akhirnya beliau menyampaikan firman Allah Ta’ala,

 

“Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan.” (QS. Gafir: 16)

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (QS. Ibrahim: 48)

 

Setelah langit dan bumi dihamparkan dan dibentangkan, hingga kedua-duanya Sejajar, sebagaimana firman-Nya,

 

“(Sehingga) kamu tidak akan melihat lagi ada tempat yang rendah dan yang tinggi di sana.” (QS. Thaha: 107)

 

Setelah itu, Allah membentak seluruh makhluk-Nya dengan sekali bentakan, maka seketika itu juga mereka sudah berada di atas bumi yang telah berganti tersebut, seperti posisi mereka semula. Barang siapa yang mulanya berada di dalam tanah, maka dia pun akan kembali berada di dalam tanah. Barang siapa yang mulanya berada di atas permukaan tanah, maka dia pun akan kembali ke atas permukaan tanah tersebut. Selanjutnya, Allah menurunkan air dari bawah Arasy, yang disebut dengan air kehidupan. Air tersebut turun dari langit selama 40 tahun, sehingga air itu menggenangi kalian setinggi 12 hasta.

 

Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan jasad-jasad untuk tumbuh kembali seperti tumbuhnya kecambah dan sayur-sayuran. Apabila jasad-jasad kalian itu telah sempurna seperti sedia kala, maka Allah berfirman, “Hiduplah malaikat pembawa Arasy!” Maka para malaikat pembawa Arasy hidup kembali. Setelah itu Allah berfirman, “Hiduplah Jibril, Mikail, dan Israfill” Setelah itu, Allah menyuruh Israfil untuk mengambil sangkakala, lalu Allah menyeru semua arwah, maka semua arwah berdatangan dan berkumpul memenuhi seruan-Nya.

 

Adapun arwah orang-orang muslim, tampak berkilauan cahaya, sementara arwah-arwah yang lain kelihatan gelap gulita. Kemudian Allah memasukkan arwah-arwah tersebut ke dalam sangkakala, lalu menyuruh Israfil untuk meniup sangkakala tersebut. Begitu ditiup, semua arwah keluar laksana kawanan lebah yang memenuhi ruang antara langit dan bumi. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku. Aku perintahkan agar seluruh arwah kembali ke jasadnya masing-masing?” Maka arwah-arwah itu turun ke bumi dan masuk ke dalam jasadnya masing-masing lewat lubang hidungnya, lalu menjalar ke sekujur tubuh bagaikan menjalarnya sengatan racun di dalam tubuh.

 

Selanjutnya bumi terbelah untuk kalian, dan aku adalah orang yang pertama-tama keluar darinya (kubur), kemudian disusul oleh kalian. Kalian keluar dari kubur dalam keadaan masih muda. Umur kalian pada saat itu kira-kira 33 tahunan. Bahasa yang dipakai pada saat itu adalah bahasa Suryani. Kalian lalu bergegas menuju Tuhan kalian. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, ‘ini adalah hari yang sulit.” (QS. al-Qamar: 8) “Itulah hari keluar (dari kubur).” (QS. Qaf: 42)

 

“Dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (QS. al-Kahfi: 47)

 

Setelah itu, kalian akan berdiri di Padang Mahsyar dalam keadaan telanjang dan tidak berkhitan selama 70 tahun. Mereka semua akan bermandikan keringat hingga keringat itu membanjiri mereka hingga sebatas dagu. Dalam keadaan tubuh dibelenggu, mereka menjerit pilu, “Siapa yang dapat memohonkan syafaat untuk kami kepada Tuhan kami?”

 

Hadis tersebut sangat panjang dan berhubungan dengan masalah syafaat. Mengenai syafaat nanti insya Allah akan kami uraikan.

 

Diriwayatkan oleh al-Khattali Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu Bakar Khalifah bin al-Harits bin Khalifah dari Muhammad bin Ja’far al-Mada’in dari Salam bin Muslim ath-Thawil dari Abdul Hamid ari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi Saw. tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla,

 

“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.” (QS. al-Insyiqaq: 1-2)

 

Rasulullah Saw. bersabda, aku adalah orang yang pertama-tama keluar dari kubur ketika bumi terbelah. Ketika aku duduk di atas kuburku, tiba-tiba dibukakan untukku sebuah pintu menuju langit tepat di atas kepalaku, hingga aku bisa melihat Arasy dengan mata kepalaku sendiri.

 

Kemudian dibukakan juga untukku sebuah pintu di bawahku, hingga aku bisa melihat bumi sampai lapis ketujuh. Dan terlihat olehku kekayaan yang dipendamnya. Setelah itu, dibukakan untukku sebuah pintu dari sebelah kananku, hingga aku bisa memandang ke surga dan tempat-tempat yang akan didiami oleh sahabat sahabatku. Namun, tiba-tiba bumi bergerak-gerak lalu aku berkata padanya, “Ada apa denganmu, hai bumi?” Bumi menjawab, “Aku diperintahkan Tuhanku untuk memuntahkan siapa Saja yang ada di dalam perutku, sehingga aku menjadi kosong seperti semula, tidak ada apa pun di dalam diriku.” Itulah yang dimaksud firman-Nya,

 

“Dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.” (QS. al-insyiqaq: 4-5) Maksudnya, bumi hanya mendengarkan perintah Allah dan menaatinya.

 

Dan mengenai tafsir Firman Allah,

 

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.” (QS. al-Fajar: 27-28)

 

Ini adalah firman-Nya yang ditujukan kepada setiap arwah agar kembali kepada jasad-jasadnya. Maksud dari “kepada Tuhanmu” adalah kepada jasad yang memilikimu. Seperti ungkapan bahasa Arab Rab al-Ghulam (tuan pemilik budak laki-laki), maksudnya pemilik budak ini.

 

“Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.” (QS. al-Fajar: 29) Maksudnya masuk ke dalam jasad mereka melalui lubang hidung-hidung mereka, sebagaimana hadis yang di atas.

 

Sebuah riwayat mengatakan bahwa Allah menciptakan sangkakala ketika selesai menciptakan langit dan bumi. Luas bulatan sangkakala tersebut seluas langit dan bumi.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Demi diriku yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, luas bulatan trompet tersebut seluas langit dan bumi.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Sangkakala mempunyai dua kepala, satu di ilmur, dan satu di barat.”

 

Peristiwa Apa Saja yang Terjadi Antara Dua Tiupan?

 

As-Shur dengan huruf shad artinya tanduk. Pada tiupan pertama, tanduk itu ditiup untuk menghilangkan atau melenyapkan. Tiupan ini disebut juga dengan tiupan kehancuran. Tiupan tersebut selalu diikuti dengan pukulan pada an-naqar (sangkakala). Hal Ini berdasarkan firman-Nya,

 

Apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Muddatstsir: 8)

 

Tiupan diikuti dengan sangkakala itu agar terasa lebih berat dan lebih dahsyat pekikan Suaranya. Setelahnya, suasana sangat sepi dan selama 40 tahun manusia seperti itu.

 

Setelah 40 tahun berlalu, Allah menurunkan air dari bawah Arasy, seperti air maninya laki-laki, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan air tersebut (atas kehendak Allah), jasad-jasad terbentuk kembali hingga menjadi manusia kembali. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam riwayat orang-orang yang dikeluarkan dari neraka dalam keadaan telah menjadi arang. Namun, karena telah dimandikan di suatu sungai yang berada di dekat pintu surga maka mereka tumbuh menjadi manusia kembali bagaikan tumbuhnya biji-bijian yang terbawa, arus air. Demikian riwayat hadis Abu Hurairah Dalam riwayat Muslim dan lainnya, “Lalu mereka itu tumbuh bagaikan tumbuhnya sayur-sayuran”

 

Ketika jasad telah siap dan sempurna seperti asalnya, maka sangkakala itu ditiup sekali lagi dengan tiupan kebangkitan tanpa disertai pukulan pada sangkakala itu. Tujuan tiupan ini untuk mengirim seluruh arwah dari lubang-lubang sangkakala ke dalam jasad-jasad mereka Ini tiupan bukan untuk memisahkan mereka dari jasadnya sebagaimana tiupan pertama. Tiupan pertama itu untuk memisahkan dan menghancurkan, yang bunyinya sangat dahsyat hingga orang-orang mati karenanya. Atay seperti teriakan yang sangat dahsyat yang dilakukan seorang laki-laki terhadap anak kaget hingga membuatnya kaget lalu meninggal.

 

Jika sangkakala ditiup dengan tiupan kebangkitan, tanpa diikuti dengan pukulan, maka seluruh arwah keluar dari tempatnya menuju jasadnya masing-masing. Lalu, Allah Ta’ala menghidupkan kembali jasad-jasad tersebut. Hal ini berlangsung dalam waktu sekejap, sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

“Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (QS. Luqman: 28)

 

Menurut pendapat ahlus sunnah, Allah akan menciptakan kembali jasad-jasad kita secara utuh dan lengkap, seperti jasad kita sekarang ini di dunia. Namun, sebagian ada yang berpendapat bahwa yang akan dikembalikan adalah sifat dan tabiatnya. Allah akan mengembalikan sifat dan tabiatnya sebagaimana Allah mengembalikan jasad dan warna kulitnya.

 

Al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi mengatakan, itu semua bisa saja terjadi menurut hukum Allah dan kekuasaan-Nya. Bahkan, bagi Allah sangatlah mudah mengumpulkan sifat, jasad, dan warna kulitnya. Namun, tidak ada hadis yang menerangkan bahwa sifat-sifat itu juga akan dikembalikan Allah pada hari Kiamat.

 

Kata ash-Shur bukanlah jamak dari kata ash-shurah (gambar), sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian orang. Kerena nash al Qur’an dengan jelas dalam firman-Nya,

 

“Kemudian ditiup lagi (sangkakala itu).” (QS. az-Zumar: 68)

 

Dalam ayat di atas memakai fihi bukan fiha. Ini menjadikan alasan bahwa ash-Shur bukan jamak dari ash-Shurah.

 

Al-Kalabi berkata, “Aku tidak mengetahui asal kata ash-Shur. Ada yang mengatakannya bentuk jamak dari ash-Shurah, Bushratun, atau Bushrun. Jadi maksud dari “Kemudian ditiup” yaitu gambar orang-orang mati itu dibuat agar arwah-arwah mereka bisa masuk ke dalamnya.

 

Al-Hasan membacakan, “Dan milik-Nyalah segala kekuasaan pada waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata.” (QS. al-“An’am: 73) Dia membaca yanfukhu (meniup) bukan yunfakhu (ditiup) sebagaimana mestinya.

 

Menurutku, takwil yang mengatakan bahwa kata ash-Shur merupakan bentuk jamak dari kata ash-Shurah (gambar), sebagaimana pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin al-Matsani, itu merupakan pendapat yang tidak bisa diterima. Juga menurut Abu Ubaidah, malaikat tidak meniup sangkakala kedua kalinya untuk membangkitkan. Tiupan sangkakala terjadi hanya satu kali saja oleh Malaikat Israfil. Dia meniup sangkakala dalam bentuk tanduk. Sedang Allah Ta’ala menghidupkan gambar-gambar dan meniupkan roh ke dalamnya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami.” (QS. at-Tahrim: 12)

 

“Dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya.” (QS. Shad: 72)

 

lbnu Zaid mengatakan, Allah menciptakan manusia di dalam tanah dalam bentuk makhluk yang lain. Kemudian Allah memerintahkan langit untuk menurunkan hujan selama 40 hari kepada mereka, maka mereka pun tumbuh di dalam tanah tersebut. Lalu, tanah itu terbuka hingga muncullah kepala-kepala mereka, seperti terbukanya tanah oleh kepala jamur. Maka, pada hari itu, bumi (tanah) diumpamakan seperti perempuan yang sakit karena akan melahirkan anak. Dia menunggu datangnya perintah Allah untuk memuntahkan tumbuhan tersebut ke atas tanah. Dan, pada saat terjadi tiupan, maka bumi pun memuntahkan mereka.

 

Malaikat Peniup Sangkakala

 

Para ulama mengatakan, seluruh umat sepakat bahwa yang meniup sangkakala adalah Malaikat Israfil.

 

Menurutku, ada satu hadis yang mengatakan bahwa yang meniup sangkakala itu bukan Malaikat Israfil. Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Nua’im al-Hafidz dari Sulaiman dari Ahmad al-Qasim dari Affan bin Muslim dari Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid dari Abdullah bin al-Harits, dia berkata, aku pernah bersama Aisyah, dan di sana juga ada Ka’ab al-Ahbar. Tiba-tiba Ka’ab menuturkan tentang Israfil, lalu Aisyah berkata, “Hai Ka’ab, ceritakan kepadaku tentang Israfil.’” Ka’ab menjawab, “Engkau pun telah mengetahuinya.” Aisyah berkata, “Benar, tapi ceritakanlah.” Kemudian Ka’ab berkata, “Dia mempunyai empat sayap. Dua sayap berada di udara, satu sayap dikenakannya, dan satu sayapnya lagi ada pada bagian pundaknya. Arasy berada di pundaknya, al-Qalam (pena) ada pada telinganya. Pada saat wahyu turun, maka al-Qalam mencatatnya, dan malaikat mempelajarinya. Sedang malaikat peniup sangkakala berlutut pada salah satu lututnya, dan yang satunya lagi ditegakkan. Dengan mengulum sangkakala, dia membungkukkan punggungnya dan menajamkan pandangan matanya melihat Kepada Israfil. Jika melihat sepasang sayap Israfil telah tertutup (berhimpun), maka itu merupakan tanda perintah untuk meniup sangkakala.” Aisyah falu berkata, “Demikian juga yang aku dengar dari Rasulullah Saw…”

 

Abu Nu’aim berkata, hadis ini gharib dari Ka’ab, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Abdullah bin al-Harits. Diriwayatkan juga oleh Khalid al-Hida’ dari al-Walid Abu Basyar dari Abdullah bin Ribah dari Ka’ab dengan lafaz seperti tadi.

 

Menurutku, apa yang diriwayatkan Abu Isa at-Tirmidzi dan yang lainnya menunjukkan bahwa yang memegang sangkakala adalah Israfil, dan dia sendiri yang meniupnya. Sedang hadis Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah menunjukkan bahwa ada malaikat lain yang bersama Israfil.

 

Dalam Musnad-nya, Abu Bakar al-Bazzar meriwayatkan, termasuk Abu Daud dalam kitab al-Huruf yang merupakan bagian dari Sunan-nya dari hadis ‘Athiyyah al-‘Aufi dari Abu Sa’id al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebut-nyebut malaikat peniup sangkakala seraya bersabda, “Disebelah kanannya ada Jibril, dan di sebelah kirinya ada Mikail.” Mungkin, salah satu dari kedua malaikat itu memegang tanduk lain, yang kemudian akan ditiupnya. Wallahu a’lam.

 

Abu as-Sirri Hanad bin as-Sirri at-Taimi al Kufi telah menuturkan dari Abu al-Ahwash dari Manshur dari Mujahid dari Abdurahman bin Abu Umar, dia berkata, tidaklah datang pagi melainkan ada dua malaikat yang berseru, “Hai para pencari kebaikan, majulah. Hai para pencari keburukan, mundurlah.” Dan, ada dua malaikat lain lagi berkata, “Ya Allah, lapangkanlah orang yang berderma, dan sempitkanlah orang kikir’’ Dan, ada dua malaikat lain lagi berkata, “Mahasuci Allah, Raja Yang Maha Quddus.” Dan dua malaikat lagi yang ditugaskan meniup sangkakala.

 

Diriwayatkan dari Waki’ dari al-A’masyi dari Mujahid dari Abdullah bin Dhamrah dari Ka’ab, dia berkata, tidaklah pagi datang … (sama seperti di atas), kemudian ia menambahkan, “Dan dua malaikat dengan sangkakalanya, keduanya menunggu perintah untuk meniupnya.”

 

Adapun hadis dari ‘Athiyyah, seorang pun tidak ada yang menjadikannya sebagai Nujah. Demikian yang dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dan lainnya.

 

Berapa Kalikah Sangkakala itu Ditiup?

 

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah tiupan sangkakala. Ada yang mengatakan bahwa jumlahnya sampai tiga kali tiupan.

 

Pertama, tiupan untuk mengejutkan sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

 

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, maka terkejutlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan seruan mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml : 87)

 

Kedua, tiupan untuk mematikan secara keseluruhan. Dan yang ketiga, tiupan untuk membangkitkan kembali. Tiupan untuk mematikan dan membangkitkan berdasarkan firman-Nya,

 

“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)

 

Dan ini merupakan pendapat yang dipilih oleh ibnu al-Arabi dan yang lainnya.

 

Ada juga yang mengatakan bahwa sangkakala ditiup hanya dua tiupan saja. yaitu tiupan yang membuat manusia terkejut, yaitu tiupan kematian dan tiupan kebangkitan. Tiupan tersebut terjadi bersamaan. Maksudnya, begitu terkejut mendengar tiupan sangkakala mereka langsung mati. Hadis yang menerangkan hal tersebut sangatlah jelas seperti hadis Abu Hurairah dan hadis Abdullah bin Umar. Semua hadis tersebut menyebutkan bahwa sangkakala itu ditiup dua kali bukan tiga kali. Inilah yang benar. insya Allah.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah.” (QS. az-Zumar: 68)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari al-Hasan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tenggang waktu antara dua tiupan itu adalah 40 tahun. Tiupan pertama, Allah mematikan semua makhluk hidup. Dan, pada tiupan kedua, Allah menghidupkan semua makhluk yang telah mati.”

 

Al-Hulaimi berkata, “Semua riwayat sepakat bahwa tenggang waktu antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40 tahun. Hal itu setelah Allah mengumpulkan kembali jasad-jasad manusia yang tercerai-berai karena dimakan binatang-binatang buas atau dimakan ikan atau hangus terbakar atau tenggelam di laut atau hancur oleh panas matahari ataupun diterpa angin, dan sebagainya. Jika sudah terkumpul dan menjadi jasad kembali secara utuh, namun belum ada rohnya, maka Allah mengumpulkan semua roh dalam sangkakala dan memerintahkan Israfil untuk meniupnya. Ketika sangkakala itu ditiup, maka dengan izin Allah, masing-masing roh kembali ke dalam jasadnya masing-masing.”

 

Dalam sebagian khabar dikatakan bahwa orang yang dimakan Burung atau binatang buas, maka jasadnya akan dihimpun dari dalam perut binatang tersebut, seperti yang dijelaskan oleh riwayat yang diterangkan oleh az-Zuhri dari Anas, dia berkata, dalam Perang Uhud, Rasulullah Saw. mendapati jasad Hamzah sudah dipotong-potong dan dirobek-robek. Beliau lalu bersabda, “Seandainya Shafiyah tidak akan bersedih hatinya, niscaya aku akan membiarkan dia dalam keadaan seperti ini, hingga Allah mengumpulkan (membangkitkan) jasadnya nanti dari perut-perut binatang buas dan burung-burung.” Hadis ini riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Hakim.

 

Sebagian orang-orang sesat tidak mempercayai adanya sangkakala seperti tanduk. Abu al-Haisam berkata, “Siapa yang tidak mempercayai bahwa sangkakala itu seperti sebuah tanduk, berarti dia juga tidak mempercayai adanya Arasy, jembatan (ash-Shirath) neraka, dan timbangan amal (mizan).”

 

Proses Peristiwa Kebangkitan Kembali

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. al-A’raf: 57)

 

“Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira. Padahal walaupun sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mau.” (QS. ar-Rum: 48-50)

 

“Seperti itulah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi, Baihaqi, dan yang lainnya, dari Abu Razin al“Uqaili, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah mengulangi penciptaan makhluk-Nya? Apa tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat pada makhluk-Nya” Beliau balik bertanya, “Pernahkah kamu melewati lembah kaummu yang tandus, kemudian kamu melewatinya lagi dalam keadaan sudah hijau subur?” Aku menjawab, “Pernah.” Beliau bersabda, “Itulah tanda-tanda kekuasaan Allah pada makhluk-Nya.” Menurutku, hadis ini sahih karena sesuai dengan nash alQur’an.

 

Disebutkan dalam hadis dari Laqith bin Amir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Tuhanmu memerintahkan langit untuk menurunkan hujan dari sisi Arasy. Demi Tuhanmu, maka dengan hujan itu, akan terbelah kuburnya setiap tempat matinya orang yang terbunuh, atau tempat dikuburnya seorang mayat. Sehingga, dia diciptakan kembali dari arah kepalanya ….”

 

Setiap Hamba Dibangkitkan Menurut Keadaannya Ketika Dia Mati

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Setiap hamba akan dibangkitkan menurut keadaannya ketika dia mati.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “‘Jika Allah hendak mengazab suatu kaum, maka Dia menimpakan azab-Nya kepada siapa pun yang ada di tengah-tengah mereka. Lalu, mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan niat mereka masing-masing.”

 

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah hendak mengasah suatu kaum, maka Dia menimpakan azab Nya kepada siapa pun yang ada di tengah-tengah mereka. Lalu, mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan amal mereka masing-masing.”

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidak seorang pun yang terluka di jalan Allah hanya Allah-lah yang tahu terhadap orang yang terluka di jalan-Nya Kecuali pada hari Kiamat nanti dia akan datang dengan luka yang mengalirkan darah berwarna merah dan beraroma minyak kesturi.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolong kabarkan kepadaku tentang jihad dan pe. rang.” Beliau bersabda, “Hai Abdullah, jika kamu terbunuh dalam keadaan sabar dan hanya mengharap rida Allah, maka kamu akan dibangkitkan dalam keadaan sabar dan mengharap ridho Allah. Namun, jika kamu terbunuh dalam keadaan riya dan untuk membanggakan diri maka kamu akan dibangkitkan dalam keadaan riya dan membanggakan diri. Dalam keadaan apa pun kamu berperang atau terbunuh, niscaya Allah akan membangkitkan kamu dalam keadaan seperti itu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam keadaan mabuk, maka seolah-olah dia melihat Malaikat Maut dalam keadaan mabuk, melihat Munkar dan Nakir dalam keadaan mabuk, dan pada hari Kiamat, dia akan dibangkitkan dalam keadaan mabuk, serta akan dikirim menuju sebuah parit di tengah neraka Jahanam, yang dinamakan Sakran. Di dalam parit tersebut, terdapat sumber mata air yang mengalirkan darah. Orang tersebut tidak mendapatkan makanan dan minuman selain itu.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang laki-laki sedang berihram bersama Nabi Saw.. Tiba-tiba dia terjatuh karena terjangan untanya hingga meninggal. Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, serta kafanilah dengan pakaiannya. Jangan diberi wewangian dan jangan tutupi kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” Dalam satu riwayat lain, “Dalam keadaan menundukkan kepala.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Diriwayatkan oleh Abbad bin Katsir dari az-Zubair dari Jabir, dia berkata, “Sesungguhnya para muazin dan orang-orang yang bertalbiyah, maka pada hari Kiamat mereka akan keluar dari kubur mereka, yang muazin dalam keadaan berazan, dan yang bertalbiyah dalam keadaan membaca talbiyah.” Riwayat ini juga disebutkan oleh al-Hulaimi dalam kitabnya, al-Minhaj.

 

Keutamaan “La ilaha illallah” Bagi Pembacanya Saat Bangkit dari Kubur

 

Disebutkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu Muhammad Abdullah bin Yunus bin Bakir dari ayahku dari ‘Amr bin Syamr dari Jabir dari Muhammad bin Ali dari Ibnu Abbas dan Ali bin Husain bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jibril memberitahukan kepadaku bahwa kalimat, “La ilaha illallah” itu akan menjadikan ketenangan bagi seorang muslim, baik pada saat kematiannya, di dalam kuburnya, dan ketika dia keluar dari kuburnya. Wahai Muhammad, seandainya engkau melihat ketika mereka keluar dari kuburnya, maka mereka menggerakkan kepala mereka sambil mengucapkan, “La ilaha illallah walhamdulilah.” Maka wajah mereka menjadi putih bercahaya. Adapun yang lainnya dengan wajah hitam muram berseru, aduh celaka, aku telah melakukan kelalaian di sisi Allah.”

 

Dan disebutkan juga oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dari Yahya bin Abdul Humaid al-Hammani dari Abdurrahman bin Yazid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada kesedihan (kesepian) bagi orang-orang yang senantiasa membaca kalimat, “La ilaha illallah,” baik pada saat kematian mereka, di dalam kubur mereka, maupun pada saat mereka dibangkitkan. Aku seakan-akan melihat mereka mengibas-ibaskan debu dari kepala mereka seraya berkata, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami.”

 

Derita yang Bakal Dialami Peratap Mayat Saat Bangkit dari Kubur

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i bahwa Nabi Saw. bersabda, “Wanita yang meratapi mayat, maka pada hari Kiamat dia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan kusut masai rambutnya dan penuh debu, berpakaian baju kurung dari laknat Allah dan jubah dari api neraka. Sambil meletakkan tangannya di atas kepala, dia berkata, aduh, celaka sekali aku!”

 

Hadis serupa diterangkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Malik al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Meratapi mayat termasuk dari kebiasaan jahiliah. Jika orang yang meratapi mayat itu meninggal, maka Allah akan memberinya pakaian dari api neraka dan jubah dari nyala api.”

 

Sedangkan menurut lafaz Muslim, “Pada hari Kiamat, dia akan dibangkitkan dengan mengenakan pakaian dari ter (timah panas) dan jubah dari kudis.”

 

Dalam menafsirkan hal di atas, ats-Tsa’labi menyandarkan tafsirnya kepada riwayat Abu Hurairah. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, wanita-wanita yang meratapi mayat akan dibariskan menjadi dua shaf. Satu shaf di sebelah kanan, dan satu shafnya lagi di sebelah kiri. Mereka akan menggonggong seperti anjing, yaitu pada hari di mana perhitungan sehari sama dengan 50.000 tahun. Kemudian mereka diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka.”

 

Dua orang Syekh telah mengabarkan kepada kami, yaitu Syekh al-Haj ar-Rawiyah Abu Muhammad Abdul wahab Syahr bin Ibnu Rawah dan Syekh al-Imam Ali bin Hibbatullah asy-Syafi’i, keduanya mengatakan bahwa as-Salafi telah mengabarkan kepada kami dari ar-Ra’is Abu Abdillah ats-Tsaqafi dari Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Haulah al-Abhari dari Abu Umar dan Ahmad bin Muhammad bin Hakim al-Madani dari Abu Umayyah Muhammad bin Ibrahim ath-Tharsusi dari Sa’id bin Sulaiman dari Sulaiman bin Dawud as-Salmani dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, wanita-wanita yang meratapi mayat akan dibariskan menjadi dua shaf di dalam neraka Jahanam. Satu shaf di sebelah kanan, dan satu shafnya lagi di sebelah kiri. Mereka akan menggonggong seperti anjing kepada penghuni neraka.” Hadis ini gharib dari hadis Abu Nashr Yahya bin Katsir dari Abu Salamah, riwayatnya menyendiri dari Sulaiman bin Dawud.

 

Anas berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, wanita yang meratapi mayat akan keluar dari kuburnya dalam keadaan kusut masai, wajahnya hitam berdebu, matanya biru dan rambutnya berantakan, mukanya muram, berpakaian baju kurung dari laknat Allah dan jubah dari kemarahan Allah. Salah satu tangannya terbelenggu di pundaknya, dan satu tangannya lagi diletakkan di atas kepalanya. Dia lalu berseru, “Alangkah celakanya aku, alangkah menyesalnya aku, alangkah sedihnya aku.” Di belakang mereka malaikat mengaminkan setiap ucapannya. Setelah itu mereka menjadi bagian dari neraka.

 

Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Ikrimah dari lbnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Meratapi mayat termasuk dari kebiasaan jahiliah. Jika orang yang meratapi mayat itu. meninggal dan belum sempat bertobat, maka dia akan dibangkitkan di hari Kiamat dengan mengenakan pakaian dari ter (timah panas), kemudian diberikan kepadanya jubah dari nyala api neraka.”

 

Derita yang Bakal Dialami Pemakan Riba

 

Saat Bangkit dari Kubur

 

Mengenai pemakan riba, dalam ayat suci al-Qur’an disebutkan,

 

“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.” (QS. al. Baqarah: 275)

 

Para ahli takwil mengatakan, maksudnya adalah bahwa mereka (pemakan riba) tidak dapat berdiri dari kubur mereka. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ibnu Jubair, Qatadah, ar-Rabi’, as-Suddi, adh-Dhahak, lbnu Zaid, dan yang lainnya. Dia mengatakan bahwa sebagian dari mereka bersama dengan setan yang mencekiknya.

 

Sebagian ulama berkata, pada hari Kiamat, para pemakan riba akan dibangkitkan seperti orang yang dicekik, sebagai bentuk siksaan atas mereka. Dan, Allah menampakkan kemurkaan-Nya terhadap mereka di hadapan penduduk Mahsyar. Maka Allah menjadikan azab ini sebagai tanda khusus bagi para pemakan riba. Mereka memenuhi perut mereka dengan memakan riba sehingga memberatkan bagi mereka. Jika mereka keluar dari kubur mereka, mereka berdiri namun kembali terjatuh lagi karena besarnya perut mereka. Kita memohon perlindungan kepada Allah semoga diberikan keselamatan dan kesejahteraan, di dunia dan di akhirat.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa ape yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161) Penjelasan tentang ini akan dikemukakan selanjutnya.

 

Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam suatu keadaan, maka pada hari Kiamat Allah akan membangkitkannya dalam keadaan tersebut.” Demikian, disebutkan oleh pengarang kitab al-Qut. Hadis ini sahih maknanya, menguatkan hadis-hadis lain yang telah kami sebutkan di atas.

 

Kebangkitan Nabi Saw. dari Kuburnya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Luhai’ah dari Khalid bin Yazid dari Sa’id bin Abi Hilal dari Nabih bin Wahab bahwa Ka’ab pernah menemui Aisyah. Di sana, pada saat itu orang-orang sedang menyebut-nyebut nama Rasulullah Saw.. Ka’ab lalu berkata, “Tidak terbit satu fajar pun —pagi Kecuali ada 70.000 malaikat yang turun mengelilingi Kubur beliau. Sambil mengembangkan sayap-sayapnya, mereka bershalawat kepada Nabi Saw.. Ketika waktu sore, mereka baru naik ke langit. Berikutnya, turun pula 70.000 malaikat yang mengelilingi kubur beliau. Sambil mengembangkan sayap-sayapnya, mereka bershalawat kepada Nabi Saw.. Jumlah mereka 70.000 di malam hari, dan 70.000 lagi di siang hari. Sehingga, ketika bumi sudah terbelah, beliau keluar dari kuburnya dengan diiringi oleh 70.000 malaikat yang menyambut kedatangan beliau.”

 

Kabar di atas merupakan petunjuk yang kuat bahwa semua manusia akan keluar dari kubur mereka dalam keadaan telanjang, dan dalam keadaan seperti itu pula mereka dikumpulkan, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Insya Allah.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul dari Bisyr bin Khalid dari Sa’id bin Maslamah dari Ismail bin Umayyah dari Naf’ dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah keluar dengan diapit Abu Bakar di sebelah kanannya, dan Umar di sebelah kirinya, lalu beliau bersabda, “Demikianlah, kelak kami dibangkitkan pada hari Kiamat.” Dibangkitkannya Hari, Malam, Serta Hari Jumat

 

Diriwayatkan dari Abu Musa. al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, Allah ‘Azza wa Jalla akan membangkitkan hari-hari seperti keadaannya semula, dan akan membangkitkan hari Jumat dalam Keadaan bersinar terang. Orang-orang yang memuliakan hari Jumat akan bergembira seperti melihat seorang pengantin wanita yang hendak diboyong kepada suaminya. Mereka (orang yang memuliakan hari Jumat) berjalan di bawah cahayanya. Rupa mereka putih laksana salju, dan aromanya seharum minyak kesturi. Mereka melintasi gunung yang penuh tumbuh-tumbuhan. Jin dan manusia lainnya memandang mereka dengan kagum dan mereka masuk ke dalam surga. Dan, hanya para muazin yang tulus yang dapat bergabung dengan mereka.”

 

Sementara Abu Imran al-Juni berkata, ‘ tidak datang satu pun malam kecuali malam itu berseru, “Berbuat baiklah kalian kepadaku semampu kalian, karena aku tidak akan kembali lagi kepada kalian sampai hari Kiamat.’’

 

Ketika Seorang Mukmin Bangkit dari Kubur, Maka Dia Disambut Oleh Dua Malaikat dan Amal Kebaikannya

 

Sudah disinggung sebelumnya sebuah hadis marfu’ dari Jabir, “Dan ketika tiba hari Kiamat, maka malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan turun kepada anak cucu Adam. Kedua malaikat itu melepaskan tulisan yang tergantung di lehernya, kemudian keduanya hadir bersamanya; yang satu sebagai pengiring, dan satunya lagi sebagai saksi.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Tsabit al-Banani bahwa dia sedang membaca surah Fushshilat. Ketika sampai pada ayat 30 surah tersebut, dia berhenti dan berkata, kami mendengar, begitu seorang hamba mukmin dibangkitkan dari kuburnya, maka dia akan disambut oleh dua malaikat yang selalu bersamanya dulu saat di dunia. Lalu kedua malaikat itu akan berkata, “Jangan takut dan jangan bersedih. Bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.”

 

Al-Banani juga berkata, “Maka Allah melindunginya dari ketakutan dan memberinya kesenangan, ketika manusia dilanda bencana besar pada hari Kiamat. Seorang hamba mukmin justru merasa senang terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, dan terhadap balasan amal yang pernah dia lakukan sewaktu di dunia.”

 

Amr bin Qais al-Mala’i mengatakan, begitu hamba mukmin keluar dari kuburnya, maka dia disambut oleh amalnya yang baik, yang menjelma sesosok yang sangat tampan dan beraroma sangat harum. la amalnya bertanya, “Apakah kamu mengenalku?” Hamba mukmin menjawab, “Tidak. Namun, aku yakin Allah-lah yang telah membuat aromamu sangat harum dan memperindah bentukmu.” Amalnya itu berkata, “Demikian pula dengan kamu sewaktu di dunia. Aku adalah amalmu yang saleh. Selama itu aku telah mengendaraimu di dunia, dan sekarang kendarailah aku.” Lalu Amr bin Qais membacakan firman Allah,

 

“(ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)

 

Sedangkan bagi orang kafir, maka dia disambut oleh amalnya yang buruk, yang menjelma sesosok yang sangat jelek dan berbau sangat busuk. la amalinya bertanya, “Apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab, “Tidak. Namun, aku yakin Allah-lah yang telah membuat bentukmu jelek dan berbau sangat busuk.”

 

Amalnya itu berkata, “Begitu pula dengan kamu sewaktu didunia. Aku adalah amalmu yang buruk. Selama itu kamu telah mengendaratku di dunia dan sekarang aku yang akan mengendaraimu Lalu Amr bin Qais membacakan firman Allah,

 

“Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (QS. al-An‘am: 31)

 

Menurut al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Ara. bi, hadis tadi tidak sahih dari segi sanadnya.

 

Di Manakah Manusia Berada Ketika Bumi dan Langit Diganti Dengan Bumi dan Langit Lainnya?

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban, (bekas budak Rasulullah Saw.), dia berkata, ketika aku sedang berdiri di dekat Rasulullah Saw., muncul seorang pendeta Yahudi dan berkata, “Semoga keselamatan tercurah kepada engkau. Wahai Muhammad, di manakah keberadaan manusia, (yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit?”’ Rasulullah Saw. menjawab, “Mereka berada dalam kegelapan, di depan jembatan.” Hadis ini cukup panjang dan akan dijelaskan nanti.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ali bin Mushir dari Dawud bin Abu Hind dari asy-Sya’bi dari Masruq dari Aisyah, dia berkata, ketika Rasulullah Saw. ditanya tentang firman Allah,

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit,” (QS. Ibrahim: 48)

 

“Di manakah keberadaan manusia pada saat itu?” Beliau menjawab, “Di atas jembatan.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abu Umar dari Sufyan dari Dawud bin Hind dari asySya’bi dari Masruq dari Aisyah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, firman-Nya,

 

“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)

 

Lalu, di mana keberadaan orang-orang mukmin pada saat itu” Beliau menjawab, “Di atas jembatan, hai Aisyah.” Menurut Tirimidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Mujahid bahwa Ibnu Abbas bertanya, “Tahukah engkau, berapa luas neraka Jahanam itu?” Aku jawab, “Tidak tahu.” Dia lalu berkata, “Baik, demi Allah, kamu pasti tidak tahu. Aisyah bercerita kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla,

 

“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)

 

Aisyah lalu bertanya, “Lalu, di mana manusia pada saat itu berada, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Di atas jembatan Jahanam.” Hadis ini hasan, sahih, dan gharib.

 

Hadis-hadis tersebut di atas merupakan nash yang secara tegas menyatakan bahwa bumi dan langit itu akan musnah. Selanjutnya, Allah akan menciptakan bumi dan langit lain untuk manusia setelah mereka berada di atas jembatan. Jadi, tidak seperti anggapan banyak orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pergantian bumi hanyalah perubahan sifat-sifatnya karena mengalami kerusakan total, seperti jurang-jurangnya diratakan, gunung-gunungnya dihancurkan, atau tanahnya dihamparkan.

 

Disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Syahr bin Hausyab dari ibnu Abbas, dia berkata, ‘Jika hari Kiamat telah tiba, maka bumi akan hamparkan seperti dihamparkannya Kulit, dan luasnya akan ditambah sekian dan sekian ….”

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Bumi akan diganti dengan bumi yang lain. Lalu Allah akan meratakan bumi tersebut dan menghamparkannya seperti dihamparkannya kulit.”. Hadis ini disebutkan oleh ats-Tsa’labi dalam Tafsir-nya.

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Husain, dia berkata, “Jika hari Kiamat telah tiba, maka Allah akan menghamparkan bumi seperti dihamparkannya kulit, sehingga setiap manusia hanya mempunyai tempat untuk memijakkan kedua telapak kakinya saja.” Demikian yang dituturkan oleh al Mawardi. Namun, apa yang telah kami sebutkan terdahulu lebih sahih, karena nashnya berasal dari Nabi Saw..

 

Ada yang mengatakan bahwa makna mengganti dalam bahasa Arab itu berarti mengubah sesuatu. Misalnya, firman Allah,

 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain agar mereka merasakan azab.” (QS. an-Nisa’: 56)

 

“Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka.” (QS. al-Baqarah: 59)

 

Jadi, ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa maksud “mengganti” itu bukan berarti menghilangkan substansinya, namun hanya mengubah sifatnya. Jika dimaksud menghilangkan substansinya, pasti bunyinya “Yauma tubdalul ardha” (pada hari bumi diganti). Seandainya bermakna menghilangkan substansinya, maka menghilangkan substansi bumi itu lebih ringan. Hal itu memang benar. Tetapi, juga ada firman Allah yang menyatakan,

 

“Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik dari pada yang ini.” (QS. al-Qalam: 32)

 

“Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (QS. an-Nur: 55)

 

“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.” (QS. al-Furqan: 70)

 

Ayat-ayat tersebut apakah dibaca dengan ringan (tanpa tasydid) atau berat (pakai tasydid) artinya adalah satu, yaitu diganti. Itulah yang dikatakan pakar bahasa Abu Nashr al-Jauhari dalam kitabnya, ash-Shihah.

 

Selain itu, al-Qur’an dan perkataan orang Arab menunjukkan bahwa kata “baddala” dan “abdala” semakna yaitu mengganti. Sungguh, Nabi Saw. telah menafsirkannya pada salah satu pengertian tersebut. Itu adalah tafsir yang tertinggi yang tidak boleh diuraikan lagi dengan penafsiran dan perkataan lain.

 

lbnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berkata, “Kelak Allah akan mengganti bumi yang sekarang ini dengan bumi lain yang berwarna putih laksana perak. Di atas bumi tersebut, tidak pernah terjadi pertumpahan darah yang haram, dan tidak pernah pula dilakukan perbuatan dosa apa pun.”

 

Menurut Ibnu Mas’ud lagi, “Bumi yang sekarang ini akan diganti dengan cahaya dan surga berada di belakangnya, sehingga cahaya dan kemegahannya bisa terlihat dengan jelas.”

 

Abu al-Jalad Hailan bin Farwah berkata, “Dari beberapa kitab-kitab Allah yang kubaca, aku menemukan bahwa bumi nanti akan memancarkan cahaya pada hari Kiamat.”

 

Ali berkata, “Bumi yang sekarang ini akan diganti dengan perak, dan langit akan diganti dengan emas.”

 

Jabir berkata, aku pernah bertanya kepada Abu Ja‘far Muhammad bin Ali tentang makna firman Allah,

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)

 

Dia menjawab “Bumi ini akan diganti dengan roti, yang akan dimakan oleh seluruh makhluk Allah pada hari Kiamat.” Kemudian dia membacakan firman Allah,

 

“Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan.” (QS. al-Anbiya’: 8)

 

Menurut Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Ka’ab, bumi ini akan diganti menjadi roti berwarna putih, yang akan dimakan oleh orang mukmin dari bawah telapak kakinya.

 

Menurutku, apa yang dikatakan Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Ka’ab tersebut, pendapat inilah yang dianut oleh Ibnu Barjan dalam kitabnya, al-Irsyad, karena sesuai dengan pendapat para sahabat dan tabi’in. Yakni, pada saat itu orang mukmin akan menyantap makanan yang berada di bawah dua telapak kakinya dan meminum dari air telaga.

 

Penggantian Langit

 

Adapun yang menyangkut pergantian langit, menurut Ibnu Abbas, kelak matahari dan bulan akan digulung hingga bintang-bintangnya berjatuhan. Ada juga yang berpendapat, keadaan langit akan berubah-ubah. Sekali tempo, ia berwarna seperti lelehan perak, dan pada tempo yang lain seperti minyak, seperti yang diceritakan oleh Ibnu al-Anbari. Dan menurut Ka‘ab, kelak langit akan menjadi seperti kabut, dan lautan menjadi api. Ada lagi yang mengatakan bahwa langit akan dilipat laksana dilipatnya lembaran-lembaran sebuah buku.

 

Abu al-Hasan Syabib bin Ibrahim bin Haidarah menyebutkan dalam kitabnya, al-Ishah, “Pendapat-pendapat tersebut pada hakikatnya tidak saling bertentangan. Sebab pengertiannya, bumi dan langit itu akan mengalami pergantian sebanyak dua kali. Salah satunya, yang pertama, Allah akan mengubah sifat-sifat bumi dan langit sebelum tiupan sangkakala kematian. Pertama-tama, bintang-bintang berguguran, matahari dan bulan meredup dan tampak meleleh seperti lelehan perak. Setelah itu, gunung-gunung diterbangkan, bumi berguncang, dan laut pun menjadi api. Lalu, bumi terbelah dari satu tempat ke tempat lainnya hingga bentuk dan konstruksinya pun berubah.

 

Dan yang kedua, ketika sangkakala kematian ditiup, maka langit pun dan bumi dihamparkan. Langit diganti dengan dengan langit yang lain. Dan itulah makna firman Allah,

 

“Dan bumi (padang Mahsyar) menjadi terang benderanglah dengan cahaya (keadilan) Tuhannya.” (QS. az-Zumar: 69)

 

Penggantian Bumi

 

Bumi juga diganti maksudnya dikembalikan seperti semula dan permukaannya diratakan, di mana terdapat kubur-kubur, sedangkan manusia ada yang berada di juar kubur dan ada pula yang berada di dalam kubur.

 

Selanjutnya, ketika manusia sudah berada di Padang Mahsyar, bumi akan diganti untuk kedua kalinya. Pada waktu itu, bumi ini akan diganti dengan bumi lain, yang disebut dengan as-sahirah, dan menjadi tempat tinggal manusia. As-sahirah yaitu tanah putih dari perak, di mana di bumi tersebut tidak pernah terjadi sama sekali pertumpahan darah yang haram dan tidak pernah pula dilakukan kezaliman sama sekali.

 

Pada waktu itulah, seluruh manusia berada di atas jembatan (ash-Shirath). Jembatan tersebut tidak dapat memuat seluruh makhluk, meskipun ada riwayat yang menyatakan bahwa jembatan ini tingginya 1000 tahun perjalanan, lebarnya 1000 tahun pejalanan, dan luasnya 1000 tahun perjalanan. Tetapi, ia (jembatan) itu tidak sanggup menampung jumlah seluruh makhluk yang terlalu banyak. Orang yang berada di luar jembatan maka terpaksa harus berdiri di punggung Jahanam, yaitu wilayah yang menyerupai tanah keras. Itulah bumi yang dikatakan Abdullah, yaitu bumi yang tanahnya berupa api yang akan membuat manusia berkeringat.

 

Jika hisab itu telah selesai dilewati di bumi as-sahirah itu dan jembatan telah dilintasi, maka penghuni surga berkumpul di seberang jembatan, dan penghuni neraka sudah masuk ke dalam neraka. Yaitu, pada saat orang-orang mukmin berhenti untuk minum di sumur para nabi, maka bumi pun diganti lagi menjadi seperti bulatan sumsum. Mereka memakan makanan tersebut dari bawah kaki mereka. Dan, ketika mereka masuk ke dalam surga, mereka tetap bisa menikmati makanan roti tersebut dengan tambahan lauk berupa hati sapi di surga dan hati ikan Nun.

 

Kejadian-kejadian Sebelum Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Abu Hurairah, dia berkata, ketika kami berada di antara para sahabat, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala, setelah menciptakan langit dan bumi, Dia lalu menciptakan sangkakala dan memberikannya kepada Israfil. Lalu Israfil meletakkan benda itu di mulutnya, sedang pandangan matanya menatap tajam ke arah Arasy sambil menunggu kapan dia diperintah meniupnya.” Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu sangkakala?” Beliau menjawab, “Benda seperti tanduk.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana bentuknya?” Beliau menjawab, “Sangat besar sekali. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, besar lingkaran di dalamnya seluas langit dan bumi. Benda itu akan ditiup sebanyak tiga kali. Pertama, tiupan yang mengagetkan. Kedua, tiupan yang mematikan. Dan ketiga, tiupan yang membangkitkan mereka untuk menghadap Tuhan seru semesta alam.” Allah menyuruh Israfil untuk meniup tiupan yang pertama dengan firman-Nya, “Tiuplah tiupan yang mengejutkan!” Maka terkejutlah seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah. Allah menyuruh Israfil meniupnya agar diperpanjang, dan terus-menerus dalam waktu yang lama.

 

Allah Ta’ala berfirman, “Dan sebenarnya yang mereka tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya.” (QS. Shad: 15)

 

Peristiwa itu akan terjadi pada hari Jumat pertengahan bulan Ramadan. Tiupan tersebut adalah tiupan yang terus menerus berlangsung tanpa terputus. Pada saat itu, Allah akan membuat gunung-gunung berjalan dan melintas bagaikan awan. Setelah itu berubah menjadi fatamorgana.

 

Kemudian beliau bersabda lagi, adapun bumi berguncang dengan hebat hingga semua makhluk yang ada di bumi bingung dan ketakutan. Dan itulah makna firman Allah,

 

“(sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut.” (QS. an-Nazia’at: 6-8)

 

Pada saat itu, bumi seperti sebuah perahu di tengah samudera yang sedang diombang-ambing gelombang. Manusia yang berada di dalamnya berteriak histeris minta tolong. Sungguh itu merupakan peristiwa yang sangat mengejutkan. Wanita yang sedang menyusui anaknya mengalami kebingungan, wanita hamil mengalami keguguran, anak-anak kecil menjadi beruban, dan setan-setan lari terbirit-birit ke segenap penjuru namun berhasil dikejar oleh malaikat, dan dipukul wajah mereka. Saat itu, manusia lari ke sana dan ke mari, seraya satu sama lain saling memanggil, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil (yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang Cari), tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan kamu dari (azab) Allah. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, niscaya tidak ada sesuatu pun yang mampu memberi petunjuk.” (QS. Gafir: 32-33)

 

Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba bumi saling berbenturan dengan dirinya sendiri, yaitu antara satu tempat dengan tempat yang lain. Mereka menyaksikan pemandangan yang sangat dahsyat itu, yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Akhirnya, mereka dilanda sebuah bencana dan ketakutan. Hanya Allah-lah yang mengetahui sebesar apa bencana dan ketakutan tersebut. Kemudian, mereka memandang ke langit, yang warnanya tiba-tiba seperti lelehan perak lalu terbelah. Matahari dan bulan meredup dan bintang-bintang pun jatuh berguguran. lalu langit pun tidak tampak lagi untuk mereka.

 

Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Pada saat itu, orang-orang yang telah mati tidak mengetahui sama sekali tentang semua itu.” Aku (Abu Hurairah) lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, Siapa yang dikecualikan Allah seperti dalam firman-Nya,

 

“Maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah.’ (QS. an-NamI: 87)

 

Beliau menjawab, “Mereka adalah para syuhada. Mereka hidup di sisi Allah dengan mendapatkan rezeki. Rasa terkejut itu hanya dialami oleh orang-orang yang masih hidup Saja. Sedang Allah melindungi para syuhada dari keburukan hari itu dan diamankan darinya. Kejadian tersebut sebagai azab yang ditimpakan kepada makhluk-makhluk-Nya yang berdosa, sebagaimana firman-Nya,

 

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari Kiamat adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).” (QS. al-Hajj: 1)

 

Setelah itu, kalian akan berada dalam keadaan tersebut beberapa lama sesuai yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Allah memerintahkan Israfil untuk meniup sangkakala penghancuran (kematian). Ini adalah akhir dari sebuah hadis yang panjang, sedang bagian tengahnya telah disebutkan sebelumnya.

 

Hadis yang cukup panjang dituturkan oleh ath-Thabari dan ats-Tsa’labi dan dianggap sa hih oleh Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin. Dia mengatakan, hari keguncangan adalah sebutan lain atau nama yang kedua belas di antara nama-nama hari Kiamat. Inilah hadis sahih yang menjelaskan bahwa keguncangan tersebut terjadi pada saat tiupan pertama. Nabi Saw. mengabarkan bahwa ketika tiupan pertama terjadi, bumi akan berguncang dengan guncangan yang sangat dahsyat. Pada saat itu, timbul rasa terkejut dan takut yang luar biasa, seperti firman-Nya, “Sesuatu yang sangat besar (dahsyat).”

 

Dahsyatnya peristiwa tersebut membuat seorang pun tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Inilah maksud firman Allah kepada Nabi Adam as., “Kirimkan utusan ke neraka.” maka terjadilah pengiriman itu di tengah hari itu juga.

 

Kejadian itu terjadi ketika bumi berguncang dengan sangat dahsyat. Ketika tiupan pertama telah ditiup, maka anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami Keguguran dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan.

 

Ada dua pendapat mengenai kapan rasa terkejut luar biasa itu akan terjadi.

 

Pertama, ada yang berpendapat bahwa akhir kalimat dalam hadis itu bersyarat kepada awal kalimatnya hingga kalimatnya menjadi, dikatakan kepada Nabi Adam as., “Kirimkan utusan ke neraka, pada hari di mana anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami keguguran, dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan.”

 

Kedua, ada juga yang berpendapat begitu mendengar suara tiupan sangkakala yang pertama kali, semua manusia langsung terkejut luar biasa. Sehingga, saking dahsyatnya, anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami keguguran, dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan. Dalam pendapat yang kedua, anak-anak menjadi beruban dan lain-lainnya itu merupakan gambaran betapa dahsyatnya peristiwa tersebut. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya selain kata-kata tersebut. Ungkapan tersebut merupakan metode orang Arab dalam menyampaikan ungkapan yang fasih.

 

Menurutku, apa yang disampaikan ibnu al-Arabi itu perlu dicermati kembali. Berdasarkan keterangan Abu Muhammad abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, bahwa di dalam bab ini ada sebuah hadis munqathi’ yang disebutkan oleh ath-Thabari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sangkakala itu ditiup tiga kali. Pertama ialah tiupan yang mengagetkan ….” Abu Muhammad abdul Haq berkata bahwa hadis tersebut menurut ath-Thabari berkenaan dengan Surah Yasin.

 

Menurutku, sebelumnya sudah dikemukakan bahwa tiupan sangkakala itu terjadi sebanyak dua kali, bukan tiga kali. Adapun hadis Muslim tentang firman Allah kepada Nabi Adam a.s., “Hai Adam, kirimkan utusan ke neraka!” Hal itu sesudah terjadinya kebangkitan pada hari Kiamat. Tiupan sangkakala yang membuat semua makhluk terkejut adalah tiupan yang membuat mereka semua mati. Kalau tiupan sangkakala yang membuat mereka terkejut itu bukan tiupan sangkakala yang membuat mereka mati, tentu setelah itu manusia masih hidup, dan masih ada siang dan malam. Keadaan ini berlangsung hingga terdengar tiupan sangkakala kematian yang membuat seluruh makhluk mati, seperti yang sudah dijelaskan dalam hadis Abdullah bin Amr bin ‘Ash sebelumnya. Wallahu a‘lam.

 

Adapun gempa yang akan mengguncangkan bumi tidak harus timbul akibat tiupan sangkakala. Kita melihat bumi dan segala yang ada di atasnya seperti gunung dan air berguncang karena gempa, dan perahu-perahu di lautan terhempas ke kiri dan ke kanan oleh gelombang yang datang bergulung-gulung walaupun tidak ada tiupan sangkakala. Namun, gempa bumi yang dimaksud adalah gempa sebagai salah satu dari tanda-tanda kiamat.

 

Alqamah, asy-Sya’bi, Anas bin Malik, dan Hasan al-Bashri mengatakan, “Gempa bumi termasuk tanda-tanda kiamat, dan itu terjadi di dunia.” Al-Qusyairi Abu Nashr Abdurrahim bin Abdul Karim dalam Tafsirnya berkata bahwa yang dimaksud dengan tiupan yang mengejutkan ialah tiupan yang kedua, yaitu tiupan di mana orang-orang mati akan dihidupkan kembali dalam keadaan mengalami dua kali terkejut. Pertama, ketika mereka berkata, seperti dikatakan dalam firman-Nya,

 

“Siapakah yang membangunkan kami dari tempat tidur kami (kubur).” (QS. Yasin: 52)

 

Kedua, pada saat mereka merasa ngeri, gemetar, dan terkejut. Wallahu a’lam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh al Mawardi.

 

Ada yang mengatakan bahwa peristiwa gempa bumi yang sangat dahsyat tersebut terjadi sebelum hari Kiamat, yakni pada pertengahan bulan Ramadan sebelum matahari terbit dari barat. Wallahu a’lam.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“ingatlah pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu).”

 

Dhamir dalam kata taraunaha (kamu melihat keguncangan itu), apakah dhamirnya kembali kepada keguncangan, atau kepada hari Kiamat. Dalam hal ini ada dua pendapat.

 

Pertama, keguncangan tersebut terjadi di dunia sebelum peristiwa peniupan sangkakala kematian (penghancuran), mengingat begitu dahsyatnya keguncangan tersebut, dan begitu Kuatnya bumi bergerak. Jadi, hal itu tidak berlangsung pada hari Kiamat. Sebab, pada hari Kiamat nanti sudah tidak ada orang yang sempat menyusui, atau orang hamil. Semua manusia terlihat dalam keadaan mabuk karena ketakutan yang luar biasa.

 

Kedua, hal itu mengandung dua pendapat. Pertama, keguncangan itu hanya sekadar contoh atau bersifat simbolik saja. Artinya, akan muncul suatu hari yang membuat siapa pun hanya mau memikirkan kepentingan dirinya sendiri saja. Sampai-sampat, andaikan ada yang wanita hamil pasti akan mengalami keguguran karena mendengar pekikan yang keras. Kedua, keguncangan tersebut benar-benar terjadi secara nyata, bukan sekadar contoh atau simbolik. Artinya, siapa saja wanita yang menyusui anaknya, maka begitu melihat bencana yang terjadi pada hari itu, dia akan kebingungan dan tidak memedulikan lagi mengenai keselamatan nyawa anaknya.

 

Keadaan yang sama juga dialami oleh wanita hamil. Begitu dibangkitkan kembali pada hari Kiamat nanti, mereka terkejut luar biasa lalu keguguran. Sehingga, membuat bayi-bayi yang dikandungnya pun ikut mati juga. Jadi, mereka hanya mengalami satu kematian saja. Soalnya kematian itu tidak mungkin menimpa mereka dua kali, karena pada hari Kiamat itu tidak ada istilah kematian. Semua makhluk hidup kembali. Jadi, pada waktu itu adalah hari kehidupan. Atau, mungkin Allah menghidupkan kembali semua janin yang sudah utuh ciptaannya dan yang telah diberi roh. Lalu ibu-ibu mereka kebingungan memikirkan kandungannya. Walaupun dia tidak mengabaikannya, namun setelah melahirkan dia tetap saja tidak sanggup menyusui anaknya karena pada hari tersebut tidak ada susu atau makanan apa pun. Hari itu adalah hari perhitungan amal yang tidak menerima alasan atau uzur apa pun. Dalam keadaan yang sangat mencekam seperti itu, tidak mungkin ada wanita yang masih sempat memikirkan orang lain termasuk anaknya sendiri sekalipun. Soalnya, masing-masing sibuk hanya memikirkan diri sendiri.

 

Janin yang gugur sebelum diberi roh, maka ia akan menjadi abu dan tanah, dan tidak dihidupkan. Sebab hari itu adalah hari penciptaan ulang. Siapa yang tidak pernah mati di dunia, maka di akhirat dia tidak akan pernah dihidupkan. Demikian menurut al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk.” (QS. al-Hajj: 2)

 

Hasan al-Bashri menafsirkan bahwa manusia dalam keadaan mabuk karena mereka melihat azab yang pedih, dan merasa ketakutan. Firman-Nya, “Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk.” Tidak mabuk karena minuman.

 

Sampai Kapankah Iblis Diberi Penangguhan Umur?

 

Hal ini yang dapat memberikan tambahan penjelasan atas apa yang telah saya kemukakan di atas ialah bahwa sesungguhnya iblis berkata seperti yang dikutip dalam al Qur’an, “Berilah aku penangguhan waktu sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-A’raf: 14)

 

Iblis meminta kepada Allah agar diberi waktu tangguh (tidak dimatikan) hingga hari kebangkitan dan perhitungan amal atau hisab, karena setelah peristiwa kebangkitan itu tidak ada lagi kematian, semua telah dihidupkan kembali. Allah pun memenuhi permintaan iblis seraya berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan, sampai hari yang telah ditentukan (Kiamat).” (QS. al-Hijr: 37-38)

 

Ibnu Abbas, Abdurrahman as-Suddi, dan yang lainnya mengatakan, “Menanggapi permintaan iblis tersebut, Allah Nanya menangguhkan kematian iblis sampai peniupan sangkakala pertama, ketika seluruh makhluk hidup akan mati. Semula iblis minta agar diberi tangguh hingga tiupan sangkakala yang kedua kalinya yaitu saat manusia bangkit menghadap Tuhan seru semesta alam. Tetapi, Allah tidak berkenan memenuhi permintaannya tersebut.” Kapankah Peristiwa-peristiwa Tersebut Terjadi?

 

Syekh al-Qurthubi berkata, mengenai peristiwa terbelahnya langit, bintang-bintang saling bertabrakan, serta terhapusnya matahari dan bulan, menurut al-Muhasabi dan lainnya bahwa semua itu terjadi setelah seluruh manusia berkumpul di Padang Mahsyar. Itu juga dikatakan oleh al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.

 

Semua peristiwa-peristiwa tersebut terjadi pada hari Kiamat, sebelum peritiswa perhitungan amal (hisab). Allah Ta’ala berfirman,

 

“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu,; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS. al-Hajj: 1-2)

 

“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?” Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua amal perbuatannya. Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah: 1-8)

 

Seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya, guncangan itu terjadi setelah manusia dihidupkan kembali, dan dibangkitkan dari kubur mereka. Karena, guncangan itu dimaksudkan untuk menundukkan mereka dan membuat mereka menjadi ketakutan. Allah bermaksud supaya mereka (manusia) menyaksikan guncangan tersebut lalu muncul rasa takut. Dan, itu tentu saja mereka dalam keadaan hidup. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,” (QS. al-Zalzalah: 4)

 

Yaitu tentang amal kebajikan dan amal keburukan yang dilakukan di atasnya. Allah berfirman dalam ayat berikutnya,

 

“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok.” (QS. az-Zalzalah: 6)

 

Hal itu menunjukkan bahwa guncangan tersebut terjadi ketika manusia masih dalam keadaan hidup, dan yang dimaksud dengan kalimat pada “hari itu” dalam ayat di atas ialah hari pembalasan.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.” (QS. al Haqqah: 13)

 

Maksudnya pada hari Akhirat. Dan firman-Nya,

 

“Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya dengan sekali benturan. Maka pada hari itu terjadilah hari Kiamat, dan terbelahlah langit karena pada hari itu langit rapuh. Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arasy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haqqah: 14-18)

 

Firman-firman Allah tadi menunjukkan bahwa peristiwa benturan antara bumi dan gunung-gunung hanya terjadi setelah manusia dihidupkan kembali, atau setelah tiupan sangkakala yang kedua kali. Wallahu a’lam.

 

Firman Allah Ta’ala,

 

“Dan wahai kaumku! sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil.” (QS. Ghafir: 32)

 

Menurut al-Hasan dan Qatadah, yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah hari ketika penduduk surga berseru kepada penduduk neraka, “Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhan kami kepada kami!” Sementara penduduk neraka berseru kepada penduduk surga, “Tolong datangkan air kepada kami!”

 

Firman Allah Ta’ala,

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang (lari).” (QS. Ghafir: 33)

 

Menurut Mujahid, maksudnya yaitu hari di mana mereka berpaling dari neraka karena merasa tidak sanggup lagi berada di dekatnya. Ada pula yang berpendapat, yaitu hari ketika penghuni neraka mengeluh celaka sambil berpaling ke belakang karena tidak kuat menyaksikan dahsyatnya azab Allah. Ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah hari ketika sebagian manusia memanggil sebagian yang lain di Padang mahsyar sambil berpaling ke belakang ketika Mereka melihat salah satu siksa neraka.

 

Menurut Qatadah, makna firman Allah, “Kamu berpaling ke belakang (lari),” ialah kalian, bergegas menuju neraka. Pada saat itu, kalian tidak mempunyai seorang penolong pun yang bisa menolong kalian.

 

Tiupan Sangkakala Itu Hanya Dua Kali

 

Orang yang berpendapat bahwa tiupan sangkakala itu berlangsung selama tiga kali Mereka berpedoman pada firman Allah,

 

“(Sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua.” (QS. an-Nazi’at: 6-7) Sampai pada firman. Nya, “Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja.” (QS. an-Nazia’at: 13)

 

Menurut zahirnya, tiupan itu berlangsung tiga kali. Padahal tidak demikian. Sebab yang dimaksud dengan pengembalian (zajrah) dalam ayat tadi ialah tiupan kedua yang membuat seluruh makhluk keluar dari kubur mereka masing-masing. Demikian pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Ibnu Zaid, dan yang lain.

 

Menurut Mujahid, ada dua tiupan. Tiupan pertama, dengan izin Allah segala sesuatu akan mati. Dan tiupan kedua, dengan izin Allah pula segala sesuatu akan hidup kembali. Mujahid mengatakan juga bahwa tiupan kedua terjadi ketika langit sudah terbelah, bumi serta gunung-gunung diangkat, kemudian dibenturkan dengan sekali benturan.

 

Menurut Atha’, tiupan pertama (ar Rajifah) ialah hari Kiamat, dan tiupan kedua (ar Radifah) ialah peristiwa kebangkitan kembali. Sedangkan menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud tiupan pertama ialah kematian, dan tiupan yang kedua ialah kiamat. Ini semua sependapat dengan penjelasan saya bahwa yang dimaksud dengan pengembalian (zajrah) ialah tiupan yang kedua kalinya. Maksud Makna as-Sahirah

 

Para ulama berbeda pendapat cukup tajam mengenai maksud as-Sahirah. Menurut Ibnu Abbas, as-Sahirah ialah bumi dari perak berwarna putih, yang tidak pernah digunakan maksiat kepada Allah barang sekejap pun. Tanah tersebut adalah bumi yang diciptakan-Nya pada waktu itu juga. itulah maksud firman-Nya,

 

“Pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)

 

Sebagian lagi berpendapat, as-Sahirah ialah nama bumi lapis ketujuh, yang akan didatangkan Allah untuk digunakan sebagai tempat menghisab seluruh makhluk-Nya. Yaitu, ketika bumi yang sekarang ini sudah diganti dengan bumi yang lain.

 

Menurut Qatadah, as-Sahirah ialah Jahanam tempat orang-orang kafir. Ada juga yang berpendapat, as-Sahirah ialah sebuah padang pasir yang terletak di dekat jurang neraka Jahanam. Menurut Sufyan ats-Tsauri, as-Sahirah adalah nama sebuah tanah di wilayah Syam. Dan ada juga yang berpendapat, as-Sahirah berarti begadang. Sebab, manusia pada saat itu tinggal di atasnya dan tidak akan bisa tidur, selalu terjaga karena dicekam kebingungan dan ketakutan.

 

Pengumpulan

 

Hal itu berlangsung empat kali. Dua pengumpulan terjadi di dunia, dan dua lagi terjadi di akhirat.

 

Adapun pengumpulan yang terjadi di dunia, yaitu:

 

Pertama, adalah seperti yang disinggung firman Allah,

 

“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama.” (QS. al-Hasyr: 2)

 

Az-Zuhri berkata, “Mereka adalah orang-orang Yahudi, yang sebelumnya tidak pernah mengalami pengusiran. Allah ‘Azza wa Jalla menentukan pengusiran bagi mereka. Seandainya tidak begitu, niscaya Allah akan mengazab mereka di dunia. Dan, itulah awal peristiwa pengusiran yang terjadi di dunia. Kemudian pada waktu itu mereka dikumpulkan di negeri Syam.”

 

ibnu Abbas berkata, barang siapa yang meragukan adanya pengumpulan di negeri Syam, maka hendaklah dia membaca ayat tadi. Waktu itu Nabi Saw. bersabda kepada mereka, “Keluarlah kalian!” Mereka lalu bertanya, “Ke mana?” Beliau menjawab, “Ke bumi Mahsyar.”

 

Qatadah berkata, “Itulah peristiwa pengumpulan yang pertama.” Riwayat ini disampaikan oleh as-Suyuthi dalam kitab ad-Dur al-Mantsur.

 

Kedua, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Manusia akan dikumpulkan dengan tiga cara ada kelompok yang dikumpulkan dalam keadaan selalu berharap dan takut kepada Allah; ada dua orang yang mengendarai seekor unta, dan tiga orang yang mengendarai seekor unta; dan selebihnya mereka akan digiring dengan api. Api tersebut menyala menemani mereka di manapun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di manapun mereka tidur siang, tetap menyala menemani mereka di waktu pagi, dan tetap menyala menemani mereka di waktu sore.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Qatadah berkata, “pengumpulan kedua ialah api yang mengusir mereka dari ilmur ke barat. Api itu tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka tidur siang, dan akan melumat siapa saja di antara mereka yang tertinggal.”

 

Al Qadhi Iyadh berkata, “Pengumpulan ini terjadi di dunia sebelum hari Kiamat tiba, dan hal itu merupakan tanda-tanda Kiamat yang terakhir, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, di mana dia katakan, “Dan tanda kiamat yang terakhir ialah api yang akan keluar dari dasar sebuah jurang di Aden, yang mengusir manusia.” Dalam satu riwayat disebutkan, “Yang akan mengusir manusia ke tempat berkumpul mereka.”

 

Disebutkan dalam hadis lain riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul api yang keluar dari tanah Hijaz.”

 

Riwayat tersebut memberi petunjuk bahwa peristiwa pengumpulan tersebut terjadi sebelum hari Kiamat, sebagaimana sabda beliau, “Api tersebut menyala menemani mereka di mana pun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka tidur siang, tetap menyala menemani mereka di waktu pagi

 

Selain riwayat Muslim, ada sebagian riwayat yang mengatakan, ‘“Apabila kalian mendengar berita itu, maka keluarlah (pergilah) kalian menuju Syam.” Seolah-olah itu merupakan perintah untuk berada di Syam, sebelum api itu mengagetkan kalian.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, menurut al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din, yang dikutip dari hadis Ibnu Abbas bahwa peristiwa api tersebut terjadi di akhirat kelak. Jadi, yang dimaksud sabda Nabi Saw. “Manusia akan dikumpulkan dengan tiga cara,’ yaitu, kelompok orang-orang yang berbuat baik, kelompok Orang-orang yang mencampuradukkan Kebaikan dan keburukan, dan kelompok orang-orang kafir.

 

Orang-orang yang berbuat baik adalah Orang-orang yang menyongsong pahala yang telah disediakan Allah kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang diliputi perasaan harap-harap cemas. Mereka akan diberi kendaraan sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis yang akan kita bahas nanti.

 

Adapun orang-orang yang mencampuradukkan kebaikan dan keburukan ialah mereka yang dimaksud dengan hadis tadi. Ada yang mengatakan, mereka itulah yang naik beberapa ekor unta.

 

Sedangkan kelompok orang-orang kati; adalah mereka yang digiring oleh api. Allah akan mengirim malaikat yang menyalakan api untuk menggiring mereka.

 

Mengenai unta yang disebut-sebut dalam hadis tadi, mungkin unta dari surga atau unta yang dihidupkan kembali pada hari Kiamat. Dalam hal ini, tidak ada keterangan yang jelas. Diduga kuat unta ini bukan termasuk binatang dari surga, sebab pada saat itu yang naik kendaraan tersebut yaitu orang-orang yang berbuat baik, Mereka adalah orang-orang yang berada dalam perasaan harap-harap cemas. Di antara mereka ada dosanya yang diampuni Allah lalu masuk ke dalam surga, dan ada juga yang disiksa terlebih dahulu di neraka baru kemudian dimasukkan ke dalam surga. Jika demikian, mereka tidak sepantasnya mengendarai kendaraan surga menuju tempat hisab. Malahan, sebagian mereka ada yang ditempatkan di dalam neraka. Sebab, barang siapa yang telah mendapatkan kemuliaan dari Allah dengan surga, maka dia tidak akan mendapat kehinaan dari Allah dengan api neraka.

 

Al-Hulaimi berkata, mengenai kelompok pertama, seperti yang disebutkan dalam hadis lain dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Manusia akan dikumpulkan ….” Akhir hadis tersebut dikatakan, “Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.”

 

Wajah orang-orang yang bertakwa tampak berseri-seri. Mereka itulah rombongan terdahulu yang naik unta. Allah mengampuni dosa-dosa mereka ketika dihisab hingga mereka tidak disiksa-Nya, walau di surga tingkatan mereka berbeda-beda. Ada yang paling tinggi dan ada juga yang paling rendah tingkatannya.

 

Kelompok kedua adalah mereka yang akan disiksa Allah karena dosa-dosa mereka. Namun kemudian, Allah akan mengeluarkan mereka dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga. Nanti, mereka ini akan berjalan kaki. Atau, mungkin sementara waktu mereka berjalan kaki baru kemudian naik kendaraan. Atau, mereka semua naik kendaraan, namun begitu hampir sampai di Padang Mahsyar, mereka turun dari kendaraannya lalu berjalan kaki. Dengan pengertian ini, kedua hadis tersebut bisa dikompromikan. Sedangkan kelompok ketiga ialah orang-orang kafir yang berjalan dengan wajah mereka.

 

Secara singkat, mungkin manusia pada waktu itu terbagi kepada tiga kelompok. Yaitu, satu kelompok yang terdiri dari kaum muslimin, mereka itulah yang berkendaraan. Dan, dua kelompok yang terdiri dari orang-orang Kafir, yang pertama ialah para gembong kafir yang digiring dan berjalan dengan wajahnya, dan yang lain adalah pengikut-pengikut mereka yang berjalan kaki.

 

Syekh al-Qurthubi mengatakan bahwa pendapat yang terakhir inilah yang dianut oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “Ulum al-Akhirah ketika menjelaskan sabda Nabi Saw., di saat ditanya, “Bagaimana cara manusia nanti dikumpulkan di Padang Mahsyar, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, “Ada yang naik seekor unta berdua, ada yang naik seekor unta berlima, dan ada juga yang naik seekor unta bersepuluh.”

 

Dengan kata lain, hadis tersebut bisa diartikan bahwa ada suatu kaum yang hanya memiliki satu ekor unta untuk mereka naiki. Mereka itulah Orang-orang yang amalnya Sangat minim. Mereka ibarat satu rombongan yang mengadakan perjalanan jauh tetapi tidak punya banyak bekal untuk membeli kendaraan yang bisa mengantarkan mereka ke tempat tujuan. Akhirnya, terpaksa mereka membelinya antara dua atau tiga orang untuk seekor unta sebagai kendaraan mereka dalam menempuh perjalanannya. Bahkan, ada seekor unta dimiliki sepuluh orang.

 

Oleh Karena itu, beramallah sebanyak mungkin supaya kamu mempunyai seekor unta yang bisa kamu naiki sendirian. Dan, Orang-orang yang bertakwa adalah perutusan yang terhormat, sebagaimana firman-Nya,

 

“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)

 

Disebutkan dalam sebuah hadis gharib, sesungguhnya pada suatu hari Rasulullah Saw. bercerita kepada sahabat-sahabatnya, “Dahulu, ada seorang laki-laki Bani Israil yang banyak berbuat kebajikan hingga dia dikumpulkan di tengah-tengah Kalian.” Mereka bertanya, “Apa yang dia lakukan?” Beliau menjawab bahwa dia mendapatkan banyak harta warisan dari mendiang ayahnya. Dengan hartanya, dia membeli sebuah kebun yang hasilnya dia pakai untuk menolong orang-orang miskin. Dia lalu berkata, “inilah kebunku kelak di sisi Allah.” Kemudian, dia membagikan uang yang banyak kepada kaum-kaum yang lemah, lalu berkata, “Dengan membagikan uang ini, kelak aku membeli bidadari di surga.” Dan, dengan harta itu juga kemudian dia membebaskan para budak lalu berkata, “Mereka adalah pelayanku kelak di surga.”

 

Pada suatu hari, dia melihat seorang laki-laki buta kedua matanya. Laki-laki tersebut, kadang berjalan, kadang merangkak. Kemudian, dia membelikannya binatang tunggangan, lalu berkata, “Di sisi Allah kelak, inilah kendaraanku yang akan Kutunggangi.” Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seolah-olah aku melihat binatang tunggangan yang dibelinya mendatangi laki-laki Bani Israil tersebut, lengkap dengan tali kekangnya, lalu dia mengendarainya menuju Padang Mahsyar.”

 

Al-Qadhi Iyadh berkata bahwa pengumpulan tersebut di atas berlaku di dunia. Karena, istilah pagi, sore, bermalam, dan tidur siang seperti yang disebut dalam riwayat hadis di atas hanya berlaku di dunia. Sama sekali bukan di akhirat.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan menjadi tiga kelompok. Yaitu, ada yang berjalan kaki, ada yang naik kendaraan, dan ada yang berjalan dengan muka mereka.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa berjalan dengan muka mereka?” Beliau menjawab, “Bukankah Tuhan yang telah menjalankan mereka dengan kedua kaki mereka, juga kuasa menjalankan mereka dengan muka mereka? Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.”

 

Sabda Nabi Saw., “Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.” Maksudnya, bahwa hal itu berlaku di dunia bukan di akhirat.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa‘i dari Abu Dzar, dia berkata, “Rasulullah Saw. bercerita kepadaku bahwa kelak manusia akan dikumpulkan menjadi tiga rombongan. Rombongan pertama naik kendaraan dengan senang hatinya. Rombongan kedua berjalan dengan diseret muka mereka oleh malaikat. Dan, rombongan ketiga berjalan kaki dalam keadaan yang sangat menyedihkan dan mereka berharap menemui Allah dan melihatNya. Namun, mereka tidak sanggup melihatNya. Malahan, ada seseorang yang di dunia mempunyai sebuah kebun dan menafkahkan setiap hasil setiap panennya, namun tetap tidak bisa melihat-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh Umar bin Syaibah dalam kitab al-Madinah ‘ala Sakiniha as-Salam dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa ada dua Orang laki-laki yang terakhir kali dikumpulkan di Padang Mahsyar. Satu dari suku Juhainah dan satunya lagi dari suku Muzainah. Kedua orang laki-laki itu. bertanya, “Di manakah orang-orang?” Lalu kedua orang laki-laki itu mendatangi sebuah kota dan hanya melihat seekor serigala. Kemudian kedua orang laki-laki itu dihampiri oleh dua malaikat yang langsung menyeret muka mereka untuk dikumpulkan dengan seluruh manusia yang lainnya.

 

Hadis tersebut menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di dunia, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Qadhi lyadh.

 

Ketiga, pengumpulan manusia di Padang Mahsyar. Penjelasan mengenai hal ini insya Allah akal dibahas dalam pembicaraan nanti. Allah berfirman,

 

“Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (QS. al-Kahfi: 47)

 

Keempat, pengumpulan manusia menuju surga dan neraka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)

 

Yaitu, mereka naik unta sebagai kendaraannya. Ada yang mengatakan bahwa mereka menaiki amal-amal saleh mereka.

 

Terdapat beberapa riwayat hadis yang menerangkan tentang hal itu. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Sa’ad dari Ali dari Nabi Saw. tentang firman Allah,

 

“(ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)

 

Beliau lalu bersabda, “Mereka dikumpulkan bukan dengan berjalan kaki dan bukan pula dengan cara digiring paksa oleh malaikat. Tetapi, mereka menaiki unta surga yang belum pernah dilihat oleh seluruh makhluk. Pelananya terbuat dari emas dan tali kendalinya terbuat dari zamrud. Mereka duduk di atasnya dengan nyaman hingga sampai di depan pintu surga.”

 

Orang-Orang yang bertakwa disebut sebagai perutusan (kafilah) yang terhormat karena mereka mendahului manusia lainnya dalam memenuhi seruan Allah untuk melaksanakan perintah-Nya. Mereka selalu melaksanakan perintah-Nya dengan segera dan bersungguh-sungguh, sehingga mereka disambut malaikat dengan berita gembira. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan para malaikat akan menyambut mereka dengan ucapan, ‘Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. al-Anbiya’: 103)

 

Kabar gembira tersebut membuat mereka semakin bersemangat dalam berbuat kebaikan. Orang-orang yang bertakwa selalu berlomba-lomba dalam ketaatan kepada Allah.

 

Adapun nasib orang-orang zalim adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami akan menggiring orang yang durhaka ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 86)

 

Maksudnya, mereka akan dihalau ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan haus.

 

“Pada hari itu Kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan (wajah) biru muram.” (QS. Thaha: 102)

 

“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli.” (QS. al-isra’: 97)

 

“Orang-orang yang dikumpulkan di neraka Jahanam dengan diseret wajahnya, mereka itulah paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS. al-Furqan: 34)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, orang-orang itu dikumpulkan dengan cara diseret muka mereka, apakah orang kafir juga demikian?” Beliau balik bertanya, “Bukankah Tuhan yang telah menjalankan dia dengan kedua kakinya, juga kuasa menjalankan dia dengan mukanya pada hari Kiamat?”

 

Ketika sabda Nabi Saw. tersebut sampai kepada Qatadah, dia berkata, “Demi Allah, tentu saja Allah kuasa.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Abu Hamid berkata, “Sudah menjadi watak manusia tidak akan percaya pada hal-hal yang belum pernah disaksikannya. Seandainya saja seseorang belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri seekor ular yang bisa berjalan dengan perutnya, tentu ia tidak akan mempercayainya. Sebab, berdasarkan pengalaman yang diketahui, berjalan itu harus dengan kaki. Bahkan, seandainya ia belum pernah melihat orang berjalan dengan kaki, sangat boleh jadi ia tidak mempercayainya. Oleh sebab itu, janganlah kamu memungkiri keajaiban-keajaiban pada hari Kiamat dengan alasan karena bertentangan dengan logika. Seandainya kamu belum pernah menyaksikan keajaiban-keajaiban dunia, lalu kamu diperlihatkannya, sangat boleh jadi kamu tidak akan mempercayainya. Bayangkanlah keadaan dirimu di akhirat nanti. Kamu akan berdiri di hadapan Allah dalam keadaan telanjang, hina, kebingungan, tercengang sambil menunggu keputusan Allah terhadap dirimu, apakah termasuk orang bahagia ataukah orang celaka.”

 

Pengumpulan di Padang Mahsyar

 

Disebutkan bahwa yang dimaksud adalah ash-Shakhrah adalah batu besar yang berada di Baitul Maqdis. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.” (QS. Qaf: 41)

 

Abu Nu’aim berkata, telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Ishak dari Muhammad dari Abdurrazaq dari al-Mundzir dari Nu’man bahwa dia mendengar Wahab bin Munabbih berkata, Allah Ta’ala berfirman kepada batu besar (ash-Shakhrah) di Baitul Maqdis, “Aku akan meletakkan Arasy-Ku di atasmu, dan di atasmu pula Aku akan mengumpulkan seluruh ciptaan-Ku. Pada saat itu, Daud akan mendatangimu dengan menunggangi kendaraannya.” Mengenai firman-Nya,

 

“Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.” (QS. Qaf: 21)

 

Sebagian ulama berkata bahwa seorang malaikat akan berdiri di atas ash-Shakhrah di Baitul Maqdis seraya berseru, “Hai tulang belulang yang telah usang, hai anggota badan yang telah terputus, hai tulang belulang yang telah keropos, hai kain-kain kafan yang telah rusak, hai hati-hati yang telah kosong, hai tubuh-tubuh yang telah hancur, hai mata-mata yang telah leleh, bangkitlah kalian untuk menemui Tuhan pemilik semesta alam!”

 

Menurut Qatadah, yang menyeru itu adalah malaikat pemegang sangkakala, dia menyeru dari atas ash-Shakhrah di Baitul Maqdis.

 

Ka’ab berkata, ash-Shakhrah ini merupakan tempat terdekat dari langit, jaraknya sekitar 18 mil, ini menurut pendapat al-Mawardi. Pendapat lain mengatakan bahwa jaraknya hanya 12 mil, seperti disebutkan oleh al-Qusyairi. Pendapat lain mengatakan bahwa malaikat yang menyeru adalah Malaikat Jibril. Wallahu a’lam.

 

Ikrimah mengatakan, penyeru akan berseru, seolah-olah berseru langsung ke telinga mereka masing-masing. Dalam Surah Qaf ayat 42 disebutkan, “(Yaitu) pada hari (ketika) mereka mendengar suara dahsyat dengan sebenarnya.” Yang dimaksud adalah tiupan sangkakala. “itulah hari keluar (dari kubur). (Yaitu) pada hari (ketika) bumi terbelah, mereka keluar dengan cepat.” Malaikat penyeru adalah Malaikat peniup sangkakala dari Baitul Maqdis. “Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi kami.” (QS. Qaf : 44).

 

Apabila ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin orang yang telah mati akan mendengar seruan?” Maka jawabannya adalah bahwa tiupan untuk menghidupkan itu akan berlangsung lama dan panjang. Yaitu, tiupan di awal untuk menghidupkan, dan selanjutnya untuk mengagetkan sehingga mereka bangkit dari kubur Manakala tiupan di awal tidak terdengar maka tiupan yang panjang itu akan didengarnya, sehingga manusia hidup kembali dan bangkit dari dalam kuburnya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa roh-roh tersebut berada dalam sangkakala. Maka ketika sangkakala itu ditiup untuk kedua Kalinya, roh-roh tersebut akan mendatangi jasadnya masing-masing. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya.” (QS. Yasin: 51)

 

Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, “Manusia akan kumpulkan pada hari Kiamat dalam Keadaan gelap’ gulita, langit dilipat, bintang-bintang berjatuhan, matahari dan bulan lenyap. Kemudian terdengar seruan, dan pada saat itu manusia mengikuti suara tersebut. Itulah maksud dari firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (malaikat) tanpa berbelok-belok (membantah).” (QS. Thaha: 108)

 

Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap.” (QS. al-Infithar: 1-3)

 

Yaitu, meluapnya air tawar ke dalam air asin dan meluapnya air asin ke dalam air tawar. Di dalam tafsirnya, Qatadah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat, “Dan apabila kuburan-kuburan dibongkar.” (QS. al infithar: 4), yakni orang-orang yang sudah mati dikeluarkan Kembali dari kuburnya masing-masing.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh, dan apabila bumi diratakan.” (QS. al-Insyiqaq: 1-3)

 

Bumi benar-benar menjadi sangat rata, yakni, saat bumi ini telah diganti dengan bumi lain yang tanahnya putih seperti perak. Sedikit pun belum pernah perbuatan dosa dikerjakan di atasnya. Pada waktu itu, bumi memuntahkan orang-orang yang telah mati sehingga semuanya berkumpul di atas bumi tersebut.

 

Muslim meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan di tanah yang berwarna putih mengkilap laksana tepung yang putih bersih. Tidak seorang pun di atasnya yang mengenali orang lain.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Khathib dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Pada hari Kiamat manusia akan dikumpulkan dalam keadaan lapar yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dalam keadaan haus yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dalam keadaan telanjang yang belum pernah mereka telanjang seperti itu, dalam keadaan sangat lesu yang belum pernah mereka alami rasa lesu seperti itu. Barang siapa memberi makan orang lain, maka Allah akan memberi dia makan pada waktu itu. Barang siapa memberi minum orang lain, maka Allah akan memberinya minum pada waktu itu. Barang siapa memberi pakaian kepada orang lain, maka Allah akan memberinya pakaian pada waktu itu. Barang siapa beramal karena Allah, maka Allah akan melindunginya pada waktu itu. Barang siapa menolong agama Allah di dunia, maka Allah akan memberikan ketenteraman padanya pada hari itu.”

 

Manusia Dikumpulkan di Padang Mahsyar Dalam Bentuk Beraneka Ragam

 

Diriwayatkan dari hadis Mu’adz bin Jabal, dia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apa maksud dari firman Allah, “(yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong,” (QS. an-Naba’: 18)

 

Nabi Saw. lalu bersabda, “Hai Mu’adz, engkau bertanya tentang sesuatu yang besar.” Kemudian beliau tidak dapat menahan air mata dan menangis. Beliau pun melanjutkan sabdanya, “Umatku akan kumpulkan dalam sepuluh kelompok. Allah Ta’ala akan memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan mengganti wajah mereka. Di antara mereka akan ada yang berbentuk kera; sebagian lagi ada yang berbentuk babi; sebagian lagi ada yang terbalik, kakinya berada di atas sedangkan wajahnya diseret; sebagian lagi ada yang buta dengan berjalan bolak balik; sebagian lagi ada yang tuli, bisu, dan tidak memiliki akal; sebagian lagi ada orang yang terus menggigit lidahnya sendiri, yang terjulur keluar sampai ke dada, sedang dari mulutnya mengalir cairan busuk yang membuat orang-orang merasa jijik padanya; sebagian lagi ada yang memotong tangan dan kaki mereka sendiri; sebagian lagi ada yang disalib di atas-batang-batang api; sebagian lagi ada yang berbau lebih busuk daripada bangkai; dan sebagian lagi ada yang mengenakan jubah-jubah longgar dari ter.

 

Adapun orang-orang yang berbentuk kera adalah para pemfitnah, yaitu pengadu domba. Orang-orang yang berbentuk babi adalah para pemakan harta batil, haram, dan pungutan liar. Orang-orang yang terbalik kepala dan wajahnya adalah para pemakan riba. Orang buta adalah Orang yang menyelewengkan hukum. Orang tuli dan bisu adalah orang yang merasa sombong dengan amal-amalnya. Orang yang terus menggigit lidahnya sendiri adalah para ulama dan tukang-tukang cerita, yang perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya. Orang yang memotong tangan dan kakinya sendiri adalah orang yang selalu menyakiti tetangga. Orang yang disalib di atas batang-batang api adalah mereka yang mengadukan orang yang tak bersalah kepada penguasa. Orang yang baunya lebih busuk daripada bangkai adalah mereka yang menuruti hawa nafsunya dan menghalangi hak Allah dari hartanya.

 

Sedangkan orang yang mengenakan jubah-jubah longgar dari ter adalah mereka yang sombong, takabur, dan berbangga diri.”

 

Dalam kitab Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid mengatakan bahwa sebagian manusia yang dikumpulkan di Padang Mahsyar berdasarkan pada kesenangannya sewaktu di dunia. Ada yang kebiasaan di dunianya bersandar di tiang masjid untuk beri’tikaf. Maka ketika mereka bangkit dari kuburnya, ada yang memegang tangan Kanannya, lalu dia berkata, “Enyahlah kamu, sungguh kamu telah menghalangiku dari zikir kepada Allah.” Kemudian pegangan itu datang lagi seraya berkata, “Aku adalah sahabat yang akan menemanimu sampai Allah menetapkan hukum-Nya untuk kita. Sebab, Dia-lah yang sebaik-baik pemberi putusan.” Orang yang suka mabuk akan dibangkitkan dalam keadaan mabuk, peniup seruling akan dibangkitkan dalam keadaan memainkan seruling. Setiap orang akan dibangkitkan dalam keadaan yang telah menghalanginya dari jalan Allah.

 

Abu Hamid berkata, “Seperti hadis yang diriwayatkan secara sahih bahwa peminum arak akan dibangkitkan dengan botol tergantung di lehernya dan tangannya memegang gelas. Baunya sangat busuk melebihi baunya bangkai yang ada di bumi. Setiap orang yang melewatinya akan melaknatnya.

 

Ketika setiap orang sudah duduk di atas kuburnya dengan kondisi masing-masing, ternyata di antara mereka ada yang telanjang, ada yang berpakaian, ada yang hitam, ada yang putih, ada yang bercahaya tapi dengan cahaya yang lemah, dan ada juga yang bercahaya terang seperti matahari. Kepala mereka semua tertunduk selama ribuan tahun. Sampai akhirnya, muncul kobaran api dari arah barat, yang digiring oleh suara gemuruh. Maka, seluruh pemimpin rombongan, baik manusia, jin, burung, dan binatang buas, heran dan terkejut dengan datangnya api itu. Kemudian setiap amal masing-masing berkata kepada mereka, bangunlah dan berangkatlah ke Padang Mahsyar.”

 

Orang yang mempunyai amal kebaikan, pada saat itu akan menjadi kendaraan baginya. Ada yang berbentuk bigal, keledai, dan ada juga yang berbentuk kambing. Binatang tersebut kadang dinaiki dan kadang juga dituntun. Allah menjadikan cahaya yang melingkar dari arah depan dan kanan mereka seperti senter. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah,

 

“Betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka.” (QS. al-Hadid: 12)

 

Tidak ada cahaya dari arah kiri mereka, hanya kegelapan yang hebat sehingga tidak dapat ditembus oleh pandangan, sebab tidak ada cahaya sama sekali. Orang-orang kafir kebingungan dan bolak balik tanpa arah. Orang. orang mukmin pun dapat merasakan kegelapan dahsyat itu, sehingga mereka bertahlil dan bertahmid atas cahaya yang diberikan Allah, yang terpancar dari depan dan samping kanan mereka sehingga mereka dapat berjalan dengan cahaya itu. Sebab, Allah hendak memperlihatkan kepada hamba-Nya yang beriman, agar dia dapat melihat berbagai siksa yang pedih, sehingga dia dapat merasakan nikmat pahala yang diberikan kepadanya. Sebagaimana yang dilakukan Allah terhadap penghuni surga dan penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka dia meninjaunya, lalu dia melihat (teman)nya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.” (QS. ash-Shaffat: 55)

 

“Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang zalim itu.” (QS. al-A’raf: 47)

 

Ada empat perkara yang tidak bisa dirasakan nikmatnya kecuali oleh empat orang; Yaitu: Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya hidup kecuali orang mati; Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya nilai kekayaan kecuali orang fakir; Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya nilai kesehatan kecuali bagi mereka yang terkena musibah dan penyakit; Dan, tidak ada yang mengetahui betapa berharganya masa muda kecuali orang sudah tua.

 

Satu riwayat menambahkan, “Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya surga yang penuh dengan kenikmatan kecuali penghuni neraka Jahim.

 

Di antara mereka juga saat itu, ada yang tetap berdiri sampai ada cahaya bersinar, lalu kembali berhenti karena kadang cahaya itu hilang dan sirna. Kondisi mereka di akhirat ditentukan oleh kadar keimanan dan amal seseorang sewaktu di dunianya.

 

Menyatukan Ayat-ayat Tentang Hari Pengumpulan, yang Menurut Zahirnya Ayat Itu Seolah-olah Bertentangan

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

  1. “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari (pada waktu) mereka saling berkenalan.” (QS. Yunus: 45)

 

  1. “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur dalam keadaan buta, bisu, dan tuli (QS. al-Isra’: 97)

 

  1. “Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur) (QS. Yasin: 52)

 

Firman Allah (Yasin: S2) berlawanan dengan firman-Nya yang mengatakan bahwa mereka akan bisu (al-Isra’: 52). Sedang pada ayat ini (Yunus: 45) dikatakan bahwa mereka Kelak an berkenalan satu sama lain.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Paka pasti akan Kami tanyakan kepada at yang telah mendapat seruan (dari Rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul,” (QS. al-A’raf: 6)

 

Tanya jawab tersebut tidak mungkin terjadi kecuali dengan berbicara dan mendengar. Hal ini seolah-olah berlawanan dengan ayat yang mengatakan bahwa kelak mereka akan menjadi tuli dan bisu. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari itu kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan (wajah) biru muram.” (QS. Thaha: 102)

 

“Maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya.” (QS. Yasin: 51)

 

“(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” (QS. al-Ma’arij: 43)

 

Keluar dengan segera yang dinyatakan dalam ayat-ayat di atas tentunya berlawanan dengan pengumpulan yang dilakukan dengan diseret wajahnya, yang disebutkan pada ayat sebelumnya.

 

Untuk menjawab permasalahan ini maka bisa dikemukakan jawaban sebagai berikut:

 

Pada saat manusia dihidupkan dan dibangkitkan dari kubur mereka masing-masing, kondisi mereka tidak sama semuanya, tidak sama kedudukannya, dan tidak sama posisinya. Mereka semua berbeda-beda. Perbedaan informasi tentang mereka karena memang keadaan mereka yang sama. Secara umum mereka terbagi kepada lima keadaan: 1) Keadaan mereka saat dibangkitkan dari dalam kubur; 2) Keadaan mereka saat menuju tempat hisab; 3) Keadaan mereka saat dihisab; 4) Keadaan mereka saat menuju ke tempat pembalasan; dan 5) Keadaan mereka saat berada di tempat terakhir mereka yang abadi.

 

Kondisi pertama, yaitu keadaan mereka saat dibangkitkan dari dalam kubur. Orang-orang kafir dibangkitkan dari dalam kubur dalam kondisi pancaindra dan anggota badan yang sempurna. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Pada waktu) mereka saling berkenalan.” (QS. Yunus: 45)

 

“Mereka saling berbisik satu sama lain, “Kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sepuluh (hari).” (QS. Thaha: 103)

 

“Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah)” (Qs. az-Zumar: 68)

 

“Berapa tahunkah firman-Nya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab, “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.” Dia (Allah) berfirman, “Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui.” Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami” (QS. al-Mu’minun: 112-115)

 

Kondisi kedua, yaitu keadaan mereka saat menuju tempat hisab. Pada saat ini, mereka juga masih mempunyai pancaindra yang sempurna. Sebagaimana firman Allah Ta‘ala,

 

“(Diperintahkan kepada malaikat), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah, selain Allah, tatu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS. ash-Shaffat: 22-24)

 

Makna dari kata fahduuhum adalah tunjukkanlah kepada mereka. Tentu saja, tidak ada petunjuk bagi mereka yang buta dan tuli, dan tidak akan ada pertanyaan untuk mereka yang bisu. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa keadaan mereka saat itu lengkap dengan pandangan, pendengaran dan lisan yang bisa berbicara.

 

Kondisi ketiga, yaitu keadaan mereka saat dihisab. Saat itu mereka juga berada dalam kondisi pancaindra yang sempurna untuk mendengarkan apa yang disampaikan kepada mereka, membaca kitab yang diberikan kepada mereka, dan mereka berbicara termasuk anggota badannya untuk menceritakan amal mereka, yang baik atau pun yang buruk. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya.” (QS. al-Kahfi. 49)

 

Mereka lalu berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (QS. Fushshilat: 21), sehingga mereka menyaksikan berbagai peristiwa di hari Kiamat yang pada saat di dunia mereka mendustakan kedahsyatannya. Dan pada saat itu kondisi manusia berbeda-beda.

 

Kondisi keempat, yaitu keadaan mereka saat menuju ke tempat pembalasan, atau pada saat mereka menuju neraka Jahanam. Pada saat itu, Allah Ta’ala mencabut pendengaran, penglihatan, dan lisan mereka. Sebagaimana firman Allah,

 

“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam.” (QS, al-Isra’: 97)

 

“Orang-orang yang berdosa itu diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (QS. ar-Rahman: 41)

 

Bisa jadi dimaksudkan sebagai isyarat terhadap yang mereka rasakan karena penglihatan, pendengaran dan lisan mereka telah dicabut oleh Allah.

 

Kondisi kelima, yaitu keadaan mereka saat berada di tempat terakhir mereka yang abadi, atau keadaan mereka ketika sudah berada di dalam neraka. Kondisi mereka terbagi ke dalam dua bagian. Yaitu mereka yang tinggal selama-lamanya dan mereka yang hanya menerima balasan dari perbuatan buruknya saja. Mereka yang tinggal selamanya-lamanya melewati perjalanan dari tempat hisab sampai ke pinggir neraka dalam keadaan buta, tuli, dan bisu. Kondisi ini sebagai bentuk penghinaan untuk mereka sekaligus membedakan mereka dengan yang lainnya. Kemudian pancaindra mereka dikembalikan agar mereka dapat menyaksikan kedahsyatan neraka dan siksa-siksa yang dijanjikan Allah untuk mereka, termasuk Malaikat Zabaniah dan seluruh siksaan bagi mereka yang mendustakannya di dunia. Selanjutnya, mereka menetap di neraka dengan pancaindra yang sempurna. Mereka dapat berbicara, mendengar, dan melihat. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu.” (QS. asy-Syura: 45)

 

“Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia) tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (QS. al-An’am: 27)

 

“Setiap kali suatu umat masuk, dia melaknat saudaranya, sehingga apabila mereka telah masuk semuanya, berkatalah orang yang (masuk) belakangan (kepada) orang yang (masuk) terlebih dahulu, “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Datangkanlah siksaan api neraka yang berlipat ganda kepada mereka.” Allah berfirman, “Masing-masing mendapatkan (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kamu tidak mengetahui.” Dan orang-orang yang (masuk) terlebih dahulu berkata kepada yang (masuk) belakangan, “Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami. Maka rasakanlah azab itu karena perbuatan yang telah kamu lakukan.” (QS. al-A’raf: 38-39)

 

“Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”

 

Mereka menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun.” (QS. al-Mulk: 8-9)

 

Allah Ta’ala mengabarkan bahwa penghuni neraka akan memanggil-manggil penghuni surga. Firman-Nya,

 

“Para penghuni neraka menyeru para penghuni surga, “Tuangkanlah (sedikit) air kepada kami atau rezeki apa saja yang telah Dikaruniakan Allah kepadamu.” (QS. al-A’raf: 50)

 

Allah juga akan mengabarkan bahwa para penghuni surga akan memanggil para penghuni neraka. Firman-nya,

 

“Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, “Sungguh, Kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Mereka menjawab, “Benar.” (QS. al-A’raf: 44)

 

lalu penghuni neraka akan berkata sebagaimana dalam firman-Nya,

 

Dan mereka berseru, “Wahai (Malaikat) Moatik! Biarlah Tuhanmu mematikan kami saja.” Dio menjawab, “Sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (QS. az-Zukhruf: 77)

 

Penghuni neraka akan berkata kepada penjaga neraka, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja. Maka (penjaga-penjaga Jahanam) berkata, “Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata” Mereka menjawab, “Benar, sudah datang.” (Penjaga-penjaga Jahanam) berkata, “Berdoalah kamu (sendiri!)” Namun doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 49-50)

 

Adapun orang-orang yang masuk ke dalam neraka sebagai akibat dari kejahatan mereka akan berkata, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran)sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mu’minun: 107) lalu Allah berfirman, “Dia (Allah) berfirman, “Tinggalah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)

 

Dan ditetapkan oleh Allah bahwa mereka kekal dalam siksaan di neraka, seperti yang ditampakkan di hadapan mereka seekor domba hitam yang berbelang putih, yang diberi nama “kematian”. Kemudian domba itu disembelih di atas jembatan antara surga dan neraka. Kemudian dia berseru, “Hai penghuni surga, kalian kekal di dalamnya, tidak akan ada lagi kematian. hai penghuni neraka, kalian kekal di dalamnya, tidak akan ada lagi kematian.” Dan, pada saat itu pendengaran mereka dicabut. Ada juga yang berpendapat bahwa penglihatan dan lidah mereka dicabut. Akan tetapi, yang pasti dicabut adalah pendengaran mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka merintih dan menjerit di dalamnya (neraka), dan mereka di dalamnya tidak dapat mendengar.” (QS. al-Anbiya’: 100)

 

Saat pendengaran mereka dicabut, mereka merintih merasakan kesakitan yang sangat di dalam api neraka. Penyebab dari dicabutnya pendengaran mereka, bisa jadi karena mereka tidak memedulikan seruan Allah ketika di dunia, bahkan mereka mengingkarinya. Padahal bukti yang nyata sudah terlihat jelas di hadapan mereka. Sehingga balasan yang setimpal bagi mereka adalah dengan mencabut pendengaran mereka.

 

Saat di dunia, mereka mengatakan kepada nabi yang membawa berita, “Pada telinga kami terdapat sumbatan. Dan di antara kami dengan kamu terdapat penghalang.” (QS. Fushshilat: 5)

 

Mereka juga berkata kepada sesamanya, Janganlah kalian mendengarkan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk di dalamnya.” (QS. Fushshilat: 26)

 

Umat Nabi Nuh menjadikan pakaian mereka sebagai penutup mata dan telinga agar mereka tidak melihat Nabi Nuh as. dan agar tidak mendengar ajakannya. Allah juga menceritakan tentang Orang-orang kafir pada masa Rasulullah Saw..

 

“Ingatlah, sesungguhnya mereka (orang, orang munafik) memalingkan dada untuk untuk menyembunyikan diri dari dia (Muhammad). Ingatlah, ketika mereka menyelimuti dirinya dengan kain.” (QS. Hud: 5)

 

Jika dikatakan bahwa pandangan mereka juga dicabut, bisa saja demikian karena di dunia mereka melihat hal lainnya sedangkan mereka tidak mau mengambil pelajaran dari kebenaran. Dan lisan yang dicabut karena mereka ketika disampaikan kebenaran kepada mereka, mereka mengingkarinya (dengan lisannya). ini merupakan bentuk kompromi antara ayat-ayat tersebut di atas, sebagaimana yang disampaikan oleh para ulama. Wallahu ‘alam.

 

Manusia Dikumpulkan di Hadapan Allah Dalam Keadaan Tidak Beralas Kaki, Telanjang, dan Tidak Berkhitan

 

Muslim meriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, hai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan, sebagaimana firman-Nya,

 

“Sebagaimana kita diciptakan pertama kali, seperti itu pula kita akan dikembalikan sebagai satu janji yang telah kami tetapkan. Dan Kami sungguh akan melakukannya.” (QS. al-Anbiya’: 104)

 

Ketahuilah bahwa manusia pertama yang akan diberikan pakaian saat itu adalah Ibrahim a.s.. Saat itu, ada sebagian dari umatku yang diseret kepada kelompok kiri, kemudian aku berkata, “Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku-” Kemudian Allah menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu.” lalu, aku berkata seperti yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh,

 

“Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. al-Ma’idah: 117-118)

 

Kemudian Nabi Saw. bersabda, lalu dikatakan kepadaku, “Sesungguhnya mereka selalu berpaling dan murtad sejak engkau tinggalkan mereka.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah.

 

Bukhari dan Tirmidzi juga meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Haidah dari Nabi Saw. dalam sebuah hadis, dia berkata, bahwa Nabi Saw. pernah menunjuk dengan tangannya ke arah Syam, seraya bersabda, “Ke sanalah kalian akan dikumpulkan. Ada yang menunggangi kendaraan dan ada juga yang berjalan kaki, bahkan ada yang berjalan dengan mukanya sendiri di hari Kiamat. Kalian akan mendapatkan berangus pada mulut-mulut kalian. Kalian akan menyempurnakan 70 umat. Kalian merupakan umat terbaik dan paling mulia di sisi Allah. Maka yang pertama-tama berbicara tentang diri salah seorang dari kalian adalah pahanya”

 

Dalam riwayat lain yang disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah, “Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya.

 

Sabda Nabi Saw., “tidak berkhitan” maksudnya adalah belum berkhitan dan berwarna, seperti tepung, putih kemerah-merahan. Al Fidam artinya diberangus yang dilapisi oleh sebuah wadah seperti panci, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Laitsi. Abu Ubaid berkata, yang demikian itu dimaksudkan karena mereka dilarang berbicara sebelum anggota badannya berbicara, maka keadaan ini sama dengan seperti diberangus, sehingga yang pertama kali berbicara adalah paha-paha mereka.

 

Sabda Nabi Saw, “Manusia pertama yang akan diberikan pakaian saat itu adalah Ibrahim a.s.” itu menunjukkan keutamaan dan keagungan yang dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim a.s., keistimewaan yang sama seperti yang anugerahkan kepada Nabi Musa a.s. yang didapati oleh Rasulullah Saw. tengah bergantung pada kaki Arasy. Sedang Nabi Saw adalah orang yang pertama-tama keluar dari bumi (kubur) pada hari Kiamat. Keistimewaan tersebut bukan berarti dia (Musa) lebih utama dari Nabi Muhammad Saw..

 

Abu al-Abbas Ahmad bin Umar mengatakan dalam kitabnya, al-Mufham, “Mungkin juga yang dimaksud dengan manusia pada hadis ini adalah manusia selain Nabi Saw..” Wallahu a’lam.

 

Menurutku, pendapat ini baik, kalau saja tidak ada dalil yang menyanggahnya. Ibnu al Mubarak dalam kitab ar-Raqa’iq meriwayatkan dari Sufyan dari Umar bin Qais dari al-Minhar bin Umar dari Abdullah bin al-Harits dari Ali, dia berkata, “Orang yang pertama-tama diberikan pakaian saat itu adalah khalilullah Ibrahim, yaitu dua potong kain Qibthiyyah. Kemudian Muhammad Saw. diberikan pakaian, yaitu sepotong kain yang indah dari sebelah kanan Arasy.” Riwayat ini disebutkan juga oleh Baihaqi.

 

Orang yang Pertama Kali Diberi Pakaian Pada Hari Kiamat Adalah Nabi Ibrahim a.s.

 

Ibad bin Katsir meriwayatkan dari Abu az-Zubair, dia berkata, “Pada hari Kiamat, para muazin dan pembaca talbiyah akan keluar dari kubur mereka dalam keadaan mengumandangkan azan dan bertalbiyah. Dan, orang yang pertama-tama diberi pakaian dari surga adalah Ibrahim khalilullah, lalu Nabi Muhammad Saw., lalu para nabi dan para rasul, lalu para muazin. Mereka akan disambut oleh para malaikat dengan kendaraan-kendaraan yang terbuat dari cahaya berwarna merah. Tali kekangnya dari zamrud hijau dan tempat duduknya dari emas. Mereka diiringi dari kubur mereka menuju Padang Mahsyar oleh 70.000 malaikat.” Hadis ini disebutkan oleh al-Hulaimi dalam kitab Minhaj ad-Din.

 

Abu Nu’aim al-Hafizh menyebutkan dari hadis al-Aswad, Al qamah, dan Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, telah datang kepada Nabi Saw. dua orang anak Mulaikah, dan di antara mereka terlibat pembicaraan, “… Maka orang yang pertama-tama diberi pakaian adalah Ibrahim a.s.. Kemudian dikatakan kepadanya, berikan pakaian kepada kekasih-Ku. Lalu, didatangkan kepadanya dua potong kain berwarna putih, dan langsung dipakaikan kepadanya, lalu dia duduk menghadap Arasy. Kemudian didatangkan juga pakaianku, maka aku pun langsung memakainya dan berdiri di sebelah kanannya. Pada saat itu, tidak ada yang berdiri kecuali aku. Karenanya, umat-umat yang dahulu maupun umat yang kemudian menginginkan kedudukan sepertiku ….”

 

Dalam kitab al-Asma’ wa ash-Shifah Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya sendiri dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki dan telanjang. Dan orang yang pertama-tama diberi pakaian dari surga adalah Ibrahim a.s.. Dia diberi pakaian berupa sepotong kain dari surga, lalu dia duduk di atas kursi, di sebelah kanan Arasy. Kemudian didatangkan pula kepadaku pakaian berupa sepotong kain dari surga. Pada saat itu, tidak ada seorang pun manusia yang tegak berdiri. Lalu diberikan kepadaku sebuah kursi, maka aku pun duduk dengan menghadap Arasy.”

 

Riwayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah orang yang pertama kali diberi pakaian dari surga, kemudian Nabi kita Muhammad Saw., seperti yang dijelaskan oleh Nabi Saw. dalam hadis tersebut. Maka benar-benar beruntung orang yang saat itu diberi pakaian dari surga. Artinya, dia akan terlindung dari hal-hal yang tidak menyenangkan di Padang Mahsyar. Dia akan terhindar dari keringat, sengatan panas matahari, dan kengerian. kengerian lainnya yang ada di Mahsyar.

 

Hikmah Diberikannya Pakaian Pertama Kepada Nabi Ibrahim as.

 

Para ulama berbicara tentang hikmah dari diberikannya pakaian pertama kepada Ibrahim a.s.. Disebutkan bahwa salah satu kemungkinan kenapa beliau yang terpilih adalah bahwa tidak ada orang, baik dari generasi terdahulu atau pun berikutnya yang sangat takut kepada Allah kecuali Nabi Ibrahim as. Sehingga didahulukanlah dia untuk mendapatkan pakaian tersebut agar hatinya tenang dan tenteram.

 

Penyebab lainnya mungkin juga karena Nabi Ibrahim a.s. adalah orang pertama yang mendapatkan perintah untuk mengenakan celana ketika akan melaksanakan shalat, agar lebih hati-hati dalam menutup aurat serta memelihara farjinya agar jangan menyentuh tempat shalatnya. Beliau menjalankan perintah Allah dengan penuh komitmen sehingga beliau menjadi orang yang pertama kali diberi pakaian untuk menutupi auratnya di hari Kiamat.

 

Kemungkinan lain adalah karena besar dugaan bahwa pada saat beliau akan dilemparkan ke dalam api, orang-orang yang melemparkannya menanggalkan pakaian beliau di depan orang-orang. Apa yang beliau alami itu merupakan pengorbanan beliau menegakkan tauhidullah. Demikian sabar dan tabahnya beliau, sehingga beliau pantas mendapatkan balasan dan perlindungan Allah dari bahaya api di dunia dan di akhirat, hingga beliau menjadi Orang pertama yang mendapatkan perlindungan pada saat semua Orang telanjang pada hari Kiamat. inilah mungkin takwil yang terbaik. Wallahu a’lam.

 

Setelah pakaian pertama diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s., selanjutnya pakaian kedua diserahkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan tidak ada satu pun manusia yang bangkit berdiri. Artinya, Pakaian tersebut merupakan pakaian terbaik, sehingga posisi beliau setara dengan Nabi Ibrahim a.s. yang mendapatkan kesempatan pertama mendapatkannya. Demikian yang disebutkan oleh al-Hulaimi.

 

Sabda Nabi Saw., “Kalian akan mendapatkan berangus pada mulut-mulut kalian.” Al Fidam adalah kerangkeng yang dilapisi wadah seperti panci sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Laitsi.

 

Abu ‘Ubaid berkata, “Maksudnya adalah bahwa mulut mereka dilarang untuk berbicara sebelum seluruh anggota badannya berbicara. Hal itu sama dengan diberi berangus atau kerangkeng mulut, yang dilapisi wadah seperti panci.” Sufyan berkata, “Kerangkeng mulut atau berangus mereka dari lidah mereka sendiri. Kerangkeng atau berangus ini merupakan bentuk perumpamaan.”

 

Penjelasan Ayat, “‘Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.’”? (QS. ‘Abasa: 37)

 

Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas Kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.” Aku lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan dikumpulkan, mereka bisa saling melihat satu sama lainnya?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, pada waktu itu urusan mereka jauh lebih dahsyat daripada saling melihat (aurat) satu sama lain.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.” Salah seorang perempuan bertanya, “Pada waktu itu, apakah sebagian dari kami akan melihat aurat sebagian yang lain?” Beliau lalu bersabda, “Hai Fulanah, “Setiap orang Cari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa : 37) Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan sahih.

 

Keadaan Jasad Manusia Saat Dibangkitkan

 

Bab ini dan yang sebelumnya menjelaskan bahwa manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan, sebagaimana firman-Nya,

 

“Sebagaimana pertama diciptakan, sepert? itu pula dikembalikan.” (QS. al-Anbiya’: 104)

 

Para ulama berkata, “Pada hari Kiamat, tiap-tiap hamba akan dikumpulkan dalam kondisi lengkap anggota-anggota badannya, sebagaimana ketika dia dilahirkan. Karenanya, anggota badan yang terputus darinya, maka akan dikembalikan lagi kepadanya pada hari Kiamat, termasuk khitan.”

 

Namun, pernyataan tersebut sepertinya bertolak belakang dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang terdapat dalam kitab Sunan-nya dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa pada saat akan meninggal, dia meminta untuk dipakaikan pakaian baru, lalu dipakaikannya sambil berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya mayat itu akan dibangkitkan dengan memakai pakaian yang dipakainya pada saat dikuburkan.”

 

Abu Umar bin Abdil Barr mengatakan bahwa hadis tersebut bisa dijadikan hujah oleh mereka yang mengatakan bahwa orang-orang yang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang Sama seperti pada saat mereka dikuburkan.

 

Namun, jumhur ulama mengatakan bahwa hadis tersebut di atas berkaitan dengan para syuhada, di mana para syuhada itu diperintahkan untuk dikafani dan dikubur dengan pakaian yang sedang dipakainya saat syahid. Bahkan, darahnya tidak boleh dicuci, dan tidak boleh ada yang diubah sedikit pun dari kondisi tubuhnya pada saat itu. Dalilnya adalah hadis Ibnu Abbas dan Aisyah. Karenanya, maka para ulama berkata, ada kemungkinan bahwa Abu Sa’id al-Khudri mendapati hadis ini terkait dengan orang yang mati syahid, kemudian dia menakwilkannya secara umum. Wallahu a’lam.

 

Menurutku, pendapat jumhur ini menunjukkan kecocokan hadis Aisyah dan hadis lbnu Abbas dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya.” (QS. al-‘An’am : 94)

 

“Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.” (QS. al-A’raf : 29)

 

Seluruh pakaian di dunia ini adalah harta, dan di akhirat tidak ada lagi yang namanya harta. Sejak kematian, hilanglah seluruhnya termasuk pakaian. Semua harta ditinggal di dunia, yang ada tinggal diri sendiri. Yang akan memeliharanya dari segala hal yang buruk saat itu hanyalah amal baiknya atau karena rahmat Allah Ta’ala yang diberikan kepadanya. Tidak ada lagi manfaat dari pakaian saat itu, kecuali pakaian dari surga.

 

Abu Hamid lebih sependapat dengan hadis Abu Sa’id al-Khudri seperti yang disebutkan dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sempumakanlah kalian dalam mengafani mayat-mayat kahan, karena Sesungguhnya umatku kelak akan dikumpulkan bersama dengan kain kafannya, sedang umat lainnya dalam keadaan telanjang.” Hadis ini diriwayatkan, oleh Abu Sufyan dalam Musnad-nya.

 

Syekh al Qurthubi berkata, aku tidak sependapat dengan hadis ini, sebab Allah-lah yang mengetahui kesahihan hadis ini. Sekalipun hadis ini shahih, maka maksud yang lebih tepat adalah bahwa, “Umatku yang mati syahid akan dibangkitkan kelak dengan kain kafannya” Sehingga tidak bertentangan dengan hadis lainnya. Wallahu a’lam.

 

Penjelasan pada bab ini tidak bertentangan dengan keterangan yang telah disebutkan pada pembahasan awal kitab ini, bahwa orang yang telah meninggal itu akan saling berkunjung dalam kubur mereka satu sama lainnya dengan mengenakan kain kafan masing-masing. Hal ini terjadi pada saat mereka masih berada di alam Barzakh. Namun, pada saat mereka bangkit dari kubur, mereka akan keluar dalam keadaan telanjang, kecuali para suhada. Wallahu a’lam.

 

Yang Menemani Nabi Muhammad Saw. Saat Beliau Bangkit dari Kubur

 

Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit menuturkan dari Abdullah bin Ibrahim bin Abu Umar al Ghifari dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari lbnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, aku akan dikumpulkan di antara Abu Bakar dan Umar, sehingga aku berdiri di antara dua tanah suci, kemudian datanglah penduduk Madinah dan Mekah.” Hadis ini gharib dari Malik karena hanya diriwayatkan darinya oleh Abdullah bin Ibrahim.

 

Satu pendapat mengatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkannya kecuali Abdul Aziz bin Abdullah al Hasyimi al-Baghdadi dari Al-Ghifari.

 

Nama-nama Hari Kiamat dan proses Kejadiannya

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari lbnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ingin melihat peristiwa hari Kiamat, maka hendaklah dia membaca surah at-Takwir, al-Infithar, dan al-Insyiqaq.” menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Menurutku, ketiga surah ini membicarakan secara khusus tentang bagaimana terjadinya hari Kiamat. Berbagai peristiwa dahsyat terjadi pada saat itu, seperti terbelah dan terpecahnya langit, digulungnya matahari, berjatuhannya bintang-bintang, bergugurannya planet-planet lainnya, dan berbagai peristiwa dahsyat lainnya yang terjadi pada saat terjadinya kiamat.

 

Dan dalam surah-surah tersebut, diceritakan juga tentang bagaimana keluarnya seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing menuju penjara (neraka) atau ke istana mereka, setelah membuka dan membaca buku catatan amal mereka. Ada yang mengambil buku tersebut dengan tangan kanannya, dengan tangan kirinya, bahkan ada pula di antara mereka yang mendapati buku mereka dari arah belakang mereka, yaitu ketika mereka sedang berada di Padang Mahsyar.

 

Proses Terbelahnya Langit

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Apabila langit terbelah.” (QS. al-insyiqaq: 1)

 

“Apabila langit terbelah.” (QS. al-infithar: 1)

 

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) langit pecah mengeluarkan kabut putih.” (QS. al-Furqan: 25)

 

Maka kamu akan melihat langit terpecah-pecah, seperti digambarkan pada ayat lain,

 

“Dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu.” (QS. an-Naba’: 19)

 

Adapun kabut putih akan menutupi antara langit dan bumi. Satu pendapat mengatakan bahwa pada kata bil-ghamami, huruf bi’ (dengan) mengandung arti ‘an (karena). Maksudnya pecah terbelah karena adanya awan putih.

 

Satu pendapat mengatakan, maksud pecah terbelah karena adanya panas api neraka Jahanam yang menyeruak memasuki wilayah langit. Pada Saat itu, air sama sekali tidak berfungsi, dan api bersemburan di mana-mana. Maka, awal mula kejadian tersebut adalah langit berwarna merah jernih seperti minyak, kemudian pecah terbelah, karena Allah berkeinginan untuk menghancurkan alam semesta dan memusnahkannya.

 

Ada juga yang berpendapat, warna langit pada waktu itu berubah-ubah. Pertama-tama kuning kemudian merah. Atau, mula-mula merah kemudian kuning, seperti halnya anak kuda. Warnanya kekuning-kuningan di saat musim semi. Ketika hawa panas bertambah panas, langit pun berubah menjadi kemerah-merahan kemudian menjadi kelabu, demikian menurut al-Hulaimi.

 

Penjelasan Surah at-Takwir Ayat 1-14

 

Firman-Nya, “Apabila matahari digulung.” (QS. at-Takwir: 1)

 

ibnu Abbas berkata, yang dimaksud digulung pada ayat ini adalah ketika matahari dimasukkan ke dalam Arasy. Sebagian lagi mengatakan, ketika cahayanya dihilangkan, demikian menurut al-Hasan dan Qatadah. Begitu juga dengan riwayat Ibnu Abbas dan Mujahid .

 

Abu Ubaidah berkata, matahari itu digulung seperti menggulung serban yang rusak lalu dibuang. Ar-Rabi’ bin Khaistam berkata, digulung kemudian dibuang. Makna lainnya adalah gugur atau terjatuh.

 

Menurutku, makna awalnya at-Takwir adalah al-jam’u (menyatukan, mengumpulkan, menggulung), diambil dari kata dasar kaa ra. Kalimat kaa ra al-amamah artinya menggulung dan melipat serban kepala, sehingga seluruhnya terhimpun. Inilah maksud dari kata menggulung. Kemudian cahaya matahari yang digulung itu hilang, lalu dilemparkan atau dibuang. Wallahu ‘alam.

 

Firman-Nya, “Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” (QS. at-Takwir: 2)

 

Maksudnya bertebaran karena hancur dan bercerai berai. Ada juga yang berpendapat, berjatuhan dari tangan para malaikat, karena para malaikat juga dimatikan oleh Allah.

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa bintang-bintang bergantungan di antara langit dan bumi, dengan rantai-rantai di tangan para malaikat.

 

Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud berjatuhan di sini adalah mengalami perubahan. Asal kata al-inkidar adalah al-Inshibab (kosong atau rusak), sehingga jatuh ke lautan kemudian berubah menjadi api, setelah air laut itu mengering.

 

Firman-Nya, “Dan apabila gunung-gunung Dihancurkan.” (QS. at-Takwir: 3)

 

Ayat tersebut sama seperti yang difirmankan pada ayat lain, “Pada hari gunung-gunung benar-benar berjalan.” (QS. al-Kahfi: 47)

 

Maksudnya, berpindah dari bentuk batu menjadi pasir-pasir yang beterbangan, atau pasir yang mengalir, lalu menjadi seperti kapas. Atau gunung-gunung itu seperti debu yang beterbangan dengan dahsyat, atau seperti fatamorgana padahal bukan apa-apa.

 

Pendapat lain mengatakan, setelah gunung-gunung tersebut hancur dan menjadi seperti bulu-bulu kapas, disebabkan panasnya hembusan api neraka Jahanam. itu seperti halnya langit, karena terkena Nawa panasnya Jahanam, maka ia seperti lelehan perak.

 

Al-Hulaimi berkata, “Ini semua. terjadi, Wallahu a’lam, sebab ada air di bumi, yang asalnya tersumbat di antara langit dan bumi. Maka, ketika sumbatnya dicabut, dan ditambah dengan meningkatnya panas api neraka Jahanam, maka hal tersebut berpengaruh terhadap langit dan bumi, maka terjadilah sebagaimana yang telah diterangkan tadi.”

 

Firman-Nya, “Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak terurus),” (QS. at. Takwir: 4)

 

Yakni ditinggalkan oleh pemiliknya, tanpa sempat memeras susunya yang banyak karena disibukkan mengurusi dirinya sendiri.

 

Kata yang dipergunakan adalah al-‘Isyar yaitu unta-unta yang sedang bunting. Al-‘syar adalah bentuk jamak dari ‘asyra’u yaitu unta dengan usia kandungan 10 bulan. Namun namanya tetap demikian, baik sebelum atau pun sesudah melahirkan. Kata ini dipergunakan secara khusus, sebab menurut pandangan orang Arab, unta jenis ini sangat berharga dan bernilai. Karena hebatnya kiamat, orang tidak lagi memperhatikan hal yang berharga tersebut.

 

Yang dimaksud dari ayat ini adalah pada saat mereka dibangkitkan dari kubur-kubur mereka, mereka bisa saling melihat satu sama lain dan dapat juga melihat binatang-binatang buas maupun binatang ternak milik mereka, Di sana juga terdapat unta-unta bunting milik mereka sendiri yang sangat berharga. Pada Saat itu, mereka tidak lagi tertarik dan mereka tidak memedulikan itu semua karena demikian dahsyatnya urusan mereka Saat itu.

 

Ada juga yang berpendapat, mereka tidak memperhatikannya lagi karena Allah sudah membatalkan hak milik mereka atas itu semua, sehingga para pemilik unta-unta bunting itu tidak lagi mempunyai hak untuk memilikinya lagi.

 

Satu pendapat mengatakan, maksud al‘Isyar adalah as-Sahab (awan) yang tidak menurunkan hujan. Ada juga yang mengatakan, al-‘isyar ini artinya ad-Diyar (rumah) yang ditinggalkan dan tidak dihuni. Ada juga pendapat yang mengatakan, maksudnya adalah lahan subur yang ditinggalkan, tidak lagi ditanami. Namun, pendapat yang paling masyhur adalah pendapat pertama.

 

Firman-Nya, “Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (QS. at-Takwir: 5) Yakni dikumpulkan pada satu tempat menjadi satu.

 

Firman-Nya, “Dan apabila lautan dipanaskan.” (QS. at-takwir: 6)

 

Yakni dinyalakan hingga menjadi api yang menyala, demikian menurut riwayat Adh-Dhahak dari lbnu Abbas. Sedang Qatadah berkata, air laut itu lenyap hingga mengering. Al-Hasan dan adh-Dhahak mengatakan, maksudnya air laut itu akan meluap.

 

Ibnu Abu Zamanaini berkata, kata sujjirat hakikatnya adalah airnya melimpah, kemudian saling berbenturan, sampai tidak ada lagi yang tersisa di dalam lautan. Itu yang dimaksud dari pernyataan al-Hasan.

 

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa matahari dilipat dan dilemparkan ke lautan sehingga air laut menjadi panas membara dan menjadi api. Al-Hulaimi berkata, apabila pengertiannya demikian, maka yang dimaksud dengan lautan menurut mereka yang berpendapat meluap adalah api. Ketika itu api lah yang lebih banyak meluap dan bergelombang. Sebab ukuran matahari jauh lebih besar dibandingkan bumi. Apabila matahari dilipat dan dilemparkan ke lautan, sudah pasti air laut akan menjadi api dan semakin meluap apinya.

 

Firman-Nya, “Dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh),” (QS. at-Takwir: 7)

 

Al-Hasan menafsirkan, masing-masing akan bertemu dengan kelompoknya. Orang Yahudi akan bertemu dengan orang Yahudi, orang Nasrani akan bertemu dengan orang Nasrani, dan orang Majusi akan bertemu dengan orang Majusi. Singkatnya, siapa pun yang menyembah kepada selain Allah akan saling dipertemukan. Orang munafik akan bertemu dengan orang munafik, dan orang mukmin akan bertemu dengan orang mukmin.

 

Ikrimah berkata, yang dimaksud adalah roh tersebut akan dikembalikan kepada jasadnya. Ada juga yang berpendapat, maksudnya adalah bahwa orang-orang sesat akan dipertemukan kembali dengan yang telah menyesatkannya, baik dari golongan setan atau manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa akan disandingkannya orang-orang mukmin dengan bidadari, sedangkan orang-orang kafir disandingkan dengan setan-setan.

 

Firman-Nya, “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,” (QS. at-Takwir : 8)

 

Yang dimaksud adalah bayi-bayi perempuan mereka yang dikubur hidup-hidup pada masa jahiliah. Mereka mengubur hidup-hidup Karena dua sebab:

 

Pertama, mereka menganggap bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, maka anak-anak perempuan mereka diserahkan untuk menjadi anak-Nya.

 

Kedua, mereka takut akan kemiskinan dengan hadirnya anak perempuan tersebut.

 

Kata su’ilat (ditanya) merupakan redaksi pencelaan (at-taubikh) bagi pelakunya, seperti pertanyaan yang diajukan kepada anak kecil yang dipukul, “Kenapa kamu dipukul? Apa kesalahanmu ?”

 

Al-Hasan berkata, dengan kalimat itu Allah hendak mencela pelakunya, sebab anak-anak perempuan tersebut dibunuh tanpa dosa.

 

Sebagian ulama menafsirkan bahwa arti kata su’ilat adalah akan ditanya tentangnya, mereka akan dipinta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka yang telah membunuh. Sebagaimana disebutkan dalam ayat, ” Karena janji itu pasti dirninta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-isra’ : 34)

 

Firman-nya, “Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal) telah dibuka lebar-lebar,” (QS. at-Takwir : 10) yakni untuk dihisab.

 

Firman-Nya, “Dan apabila langit dilenyapkan,” (QS. at-Takwir: 11).

 

Satu pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah langit dilipat, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya lainnya,

 

‘“(ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas.” (QS. Al-Anbiya : 104)

 

Yakni seperti dilipatnya lembaran-lembaran kertas dengan segala apa yang ada di dalamnya.

 

Satu pendapat mengatakan, melenyapkan atap, maksudnya mencabutnya. Dengan Kata lain, “Aku mencabutnya” mengandung arti melenyapkannya. Arti kata al-Kisythu dan al-Qisthu, sama adalah al-Qal’u (mencabut).

 

Ada juga yang berpendapat bahwa as-Sijjil adalah seorang juru tulis Nabi Saw… Namun, tidak dikenal seorang sahabat beliau yang bernama as-Sijjil.

 

Firman-Nya, “Dan apabila neraka Jahim dinyalakan.” (QS. at-Takwir: 12).

 

Su‘irat maksudnya adalah dinyalakan.

 

Firman-Nya, “Dan apabila surga di dekatkan.” (QS. at Takwir: 13)

 

Didekatkan kepada calon penghuninya.

 

Firman-Nya, “Maka setiap jiwa akan mengetahui apa-apa yang telah diperbuatnya.” (QS. at-Takwir: 14).

 

Ini senada dengan firman-Nya, “Maka tiap-tiap jiwa akan tahu apa yang telah dikerjakan dan apa yang dilalaikannya.” (QS. al-infithar: 5).

 

Juga senada dengan firman-Nya, “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.” (QS. al-Qiyamah: 13)

 

Jadi, yang dimaksud adalah bahwa pada hari itu disebut hari terbelahnya langit, hari terpecahnya langit, hari digulungnya matahari, hari berguguran dan berjatuhannya bintang-bintang, dan hari dijalankannya gunung-gunung, sebagaimana firman-Nya, “Dan gunung benar-benar berjalan.” (QS. ath-Thur: 10).

 

Firman-Nya, “Dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS. at-Takwir: 3)

 

Pada hari kerusakan, laut meluap, bumi meledak, bulan bintang berjatuhan, dan langit dilipat.

 

Firman-Nya, “Dan apabila bumi diratakan.” (QS. al-Insyiqaq: 3)

 

Dan perkara dahsyat lain terjadi, itulah hari terjadinya kiamat. Hari yang dijanjikan, hari yang Saat itu segala perkara besar terjadi. Sehingga banyak orang yang bertanya-tanya tentang hal ini kepada Rasulullah Saw. seperti digambarkan dalam firman-Nya,

 

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, “Kapan terjadi Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” (QS. al-A’raf: 187)

 

Nama-nama Hari Kiamat

 

Sesuatu yang besar biasanya mempunyai banyak sifat dan nama. Seperti pedang, ia mempunyai banyak manfaat dan kegunaan. Besar sekali perannya sehingga orang Arab menyebut pedang dengan banyak nama yang mencapai 500 Kata yang merujuk kepada arti ‘pedang’. Hal ini berlaku sama kepada yang lain seperti kejadian kiamat yang besar. Sehingga Allah Ta’ala menyebutnya dengan banyak nama di dalam al-Qur’an, bahkan Allah menyifatinya dengan banyak sifat untuk menjelaskannya. Termasuk pada tiga surah yang sudah disebutkan di atas.

 

Sebagian penafsiran mengatakan bahwa Allah akan membangkitkan hari pada hari Kiamat sesuai dengan keadaannya masing-masing. Hari-hari itu akan berdiri di sisi Allah. Hari Jumat adalah hari yang paling indah bentuknya, ia bersinar bagaikan bunga mekar, sehingga seluruh makhluk dapat mengenalinya.

 

Hari Kiamat merupakan hari yang mencakup seluruh hari-hari, sehingga Kiamat dengan berbagai peristiwa dahsyat di dalamnya, dinamai dan disebut dengan hari kejadian tersebut. Dalam sebuah ayat disebutkan hari ditiupnya sangkakala,

 

“Yaitu hari yang pada waktu itu ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok.” (QS. an-Naba’: 18)

 

Disebutkan juga, “Pada hari manusia seperti anai-anai yang bertebaran.” (QS. al-Qari’ah: 4)

 

Pada ayat lain disebutkan,

 

“Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya.” (QS. an-Naba’: 40)

 

Ini merupakan peristiwa lain yang terjadi pada hari Kiamat.

 

Pada ayat lain disebutkan,

 

“Pada hari kamu dihadapkan kepada Tuhanmu, tidak sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi bagi Allah. (QS. al-Haqqah: 18)

 

“Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam supaya diperlihatkan kepada mereka balasan pekerjaan mereka.” (QS. al-Zalzalah: 6)

 

Peristiwa-peristiwa itu terus berlangsung sepanjang kiamat terjadi, sebab setiap peristiwa pada hari itu selalu baru, seperti hari-hari di dunia yang datang silih berganti. Sehingga secara berulang-ulang Allah Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya,

 

“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?” (QS. Al-Infithar: 17-18)

 

Sebab yang dimaksud dengan hari pada hari Kiamat itu adalah hari yang tidak ada lagi hari lain setelahnya. Itulah hari yang besar sebab padanya terangkum seluruh hari yang pernah ada. Bagi Allah, kiamat itu satu hari. Sedang, bagi makhluk-makhluk-Nya merupakan hari-hari yang banyak. Pada saat itu, tidak ada lagi malam dan siang. Demikian pendapat Tirmidzi al-Hakim

 

Di antara nama-nama hari Kiamat adalah:

 

  1. As-Sa’ah

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja).” (QS. ar-Rum: 55)

 

“Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang berdosa terdiam berputus asa.” (QS. ar-Rum: 12)

 

“Dan pada hari terjadinya Kiamat, di hari itu mereka manusia bergolong-golongan.” (QS. ar-Rum: 14)

 

“Dan pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada Malaikat, “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (QS. al-Mu’min: 46)

 

Ada banyak ayat yang menyebutkan Kata as-Sa’ah sebagai nama lain kiamat. Dalam bahasa Arab, kata as-Sa’ah merujuk pada arti satu bagian dari waktu yang tidak terbatas. As-Sa‘ah adalah waktu satu jam dari rentetan 24 jam dalam satu hari satu malam.

 

Ketika orang arab mengatakan, “lf’al hadza as-Sa’ah!” Artinya: Kerjakan ini sekarang!. atau ungkapan, “Ana as-Sa’ah fi amri kadza.” Artinya: Saya sekarang sedang melakukan sesuatu. Kata as-Sa’ah yang diawali dengan alif dan lam menunjukkan waktu yang sedang anda jalani, yaitu “sekarang”. Kiamat dinamai dengan as-Sa’ah karena demikian dekat waktu terjadinya, ia datang tidak lama lagi bahkan bisa sekarang. Atau sebagai bentuk peringatan bahwa peristiwa kiamat itu luar biasa dahsyatnya hingga bisa mengupas Kulit dan menghancurkan tulang belulang.

 

Ada juga yang mengatakan, dinamai asSa’ah karena terjadi secara tiba-tiba dalam waktu itu juga. Ada juga yang mengatakan, dinamai as-Sa‘ah karena Allah memerintahkan langit agar menurunkan air kehidupan. Air itulah yang menghidupkan kembali seluruh jasad yang berada di dalam kubur, atau jasad yang berada di mana saja, di laut maupun di darat. Sehingga berkat air kehidupan itu, jasad-jasad itu akan tumbuh dan bergerak kembali, walaupun belum ada rohnya. Lalu dipanggillah roh-roh, maka roh-roh orang mukmin datang bercahaya, sedangkan roh orang-orang kafir datang gelap gulita.

 

Jika roh-roh telah dipanggil, maka diletakannya di dalam sangkakala, kemudian Allah memerintahkan Israfil untuk meniupnya. Ketika sangkakala itu ditiup, maka roh-roh keluar dari lubang sangkakala, dan diperintahkan untuk masuk ke dalam jasad mereka masing-masing. Lalu, roh-roh itu masuk ke dalam jasad mereka masing-masing lebih cepat dari kedipan mata. Disebut as-Sa’ah karena demikian cepatnya pergerakan roh tersebut menuju jasadnya.

 

Abu Nu’aim mengatakan dengan sanadnya dari Wabah bin Munabbih, dinamai as-Sa’ah karena pada hari itu batu akan memekik seperti pekikan perempuan dan tulang-tulang akan mengalirkan darah.

 

  1. Al-Qiyamah

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

Aku bersumpah dengan hari kiamat.” (QS. al-Qiyamah: 1)

 

Dalam bahasa Arab, kata al-Qiyamah merupakan bentuk mashdar dari kata Qaama — Ya quu mu — Qiyam (artinya: bangkit atau berdiri). Selanjutnya ditambahkan ta ta’nits yang mengandung arti mubalaghah (sangat) sebagaimana kebiasaan orang-orang Arab berbicara. Sehingga menjadi Qiyamah. Terdapat beberapa perbedaan pendapat, kenapa dinamai dengan al-Qiyamah.

 

Pertama, disebabkan adanya beberapa hal yang sangat mengerikan pada saat hari itu.

 

Kedua, karena pada hari itu merupakan hari bangkitnya (baca: qiyam) manusia dari kubur mereka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Yaitu pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat.” (QS. al-Ma’arij: 43)

 

Ketiga, hari bangkitnya manusia untuk menghadap Tuhan semesta alam, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Hari di mana manusia bangkit menghadap Tuhan semesta alam. Hari di mana salah seorang dari mereka berdiri dalam keringatnya sendiri yang mencapai setengah telinganya.” lbnu Umar menambahkan, “Mereka berdiri di sana selama 100 tahun.” Sedangkan dari riwayat Ka’ab, “Selama 300 tahun.”

 

Keempat, karena hari itu, roh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari ketika roh dan malaikat berdiri bershaf-shaf.” (QS. an-Naba’: 38)

 

Para ulama berkata, ketahuilah bahwa orang yang meninggal itu sesungguhnya telah terjadi kiamat baginya. Kiamat itu ada yang kecil dan ada yang besar. Kiamat kecil akan terjadi kepada seluruh manusia, yaitu ketika perginya roh dari jasadnya, berpisah dari keluarganya, dan terputus dari amal usahanya. Tinggallah menunggu balasan, amal baik akan berbalas baik, dan amal buruk akan mendapatkan siksa.

 

Sedangkan kiamat besar adalah kiamat yang terjadi secara menyeluruh kepada seluruh manusia. Seluruh roh akan dicabut sekaligus tanpa pengecualian.

 

Yang menunjukkan bahwa setiap orang yang meninggal sesungguhnya telah terjadi kiamat baginya adalah sabda Rasulullah Saw. kepada sebagian kaum Arab Badui yang bertanya kepada beliau, “Kapankah terjadinya kiamat?” Sambil melihat orang yang paling muda di antara mereka, beliau lalu bersabda, “Jika orang ini hidup, dan tidak sampai tua telah meninggal, maka sesungguhnya kiamat telah datang kepada kalian.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya.

 

  1. Yaum an-Nafkhah

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Yaitu pada hari (ketika) sangkakala ditiup.” (QS. an-Naba’: 18)

 

  1. Yaum al-Zalzalah dan Yaum ar-Razifah

 

Allah Ta’ala berfirman, “(Sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari tiupan sangkakala pertama mengguncangkan alam. Tiupan pertama ini diikuti oleh tiupan kedua.” (QS. anNaziat: 6-7)

 

5, Yaum an-Naqur

 

Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

 

“Maka apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Muddatstsir: 8)

 

  1. Al-Qari’ah

 

Dinamakan dengan al-Qari’ah karena bergetarnya (qa ra‘a) karena peristiwa dahsyat yang terjadi saat itu.

 

  1. Yaum al-Ba’tsi

 

Yaitu hari kebangkitan. Hakikatnya adalah metampakkan sesuatu yang sudah lama tersembunyi dan menggerakkannya yang selama ini diam.

 

  1. Yaum an-Nusyur

 

Maksudnya adalah hari dihidupkannya seluruh makhluk. Dengan kata lain, Allah Ta’ala menghidupkan mereka kembali sehingga mereka hidup kembali dari dalam kuburnya. Perhatikanlah ayat berikut,

 

“Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali.” (QS. al-Baqarah: 259)

 

  1. Yaum al-Khuruj

 

Yaitu hari keluar. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat.” (QS. al-Ma’arij: 43)

 

Pertama, keluarnya manusia dari kubur mereka masing-masing. Selanjutnya, keluarnya orang-orang mukmin dari api neraka.

 

  1. Yaum al-Hasyr

 

Yaitu hari pengumpulan. Dalam penggunaannya, kadang kata al-Hasyr mengandung arti memaksa, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya,

 

“Kemudian Fir’aun mengirimkan ke kota-kota para petugas yang mengumpulkan.” (QS. asy-Syu’ara’: 53)

 

Yaitu para petugas yang mengumpulkan pesihir-pesihir dengan paksa.

 

  1. Yaum al-Ardh

 

Yaitu hari dihadapkannya semua makhluk kepada Tuhan semesta alam. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haqqah: 18)

 

Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.” (QS. al-Kahfi: 48)

 

Arti sebenarnya adalah menemukan sesuatu dengan salah satu dari pancaindra manusia sehingga bisa mengetahui keadaannya, baik dengan pendengaran dan penglihatan. Seluruh makhluk akan terus menerus berdiri dalam suatu hari, yang kadarnya sama dengan 50.000 tahun. Mereka berdiri selama waktu yang dikehendaki Allah, mereka berkata, “Di dunia kami telah memohonkan syafaat, sekarang marilah kita memohon syafaat kepada Tuhan kita.” Mereka lalu’. berkata, “Datanglah kalian kepada Nabi Adam as. ….”

 

Ibnu al-‘Arabi berkata, terkait dengan bagaimana cara manusia dihadapkannya kepada Allah, ada sembilan hadis yang membicarakan masalah tersebut.

 

Pertama, hadis masyhur yang sahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, sedangkan lafaznya menurut Abu Sa’id al Khudri, dia berkata bahwa pada masa Rasulullah Saw. orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada hari Kiamat kelak kami dapat melihat Tuhan kami?” Beliau lalu bersabda, “Apakah kalian merasa samar melihat matahari pada saat cuaca cerah tidak berawan? Dan apakah kalian merasa samar melihat bulan pada saat malam purnama yang cerah tidak berawan?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dapat melihat Allah seperti halnya kalian melihat matahari dan bulan.”

 

Pada hari Kiamat, ketika penyeru berseru agar setiap umat mengikuti apa yang mereka sembah di dunia, maka tidak ada yang tersisa dari mereka yang menyembah selain Allah (seperti berhala dan sebagainya), melainkan mereka semua jatuh satu per satu ke dalam api neraka. Sehingga yang tersisa adalah mereka yang dulu menyembah Allah, baik orang taat, orang durhaka, dan selain Ahli Kitab.

 

Kemudian orang-orang Yahudi ditanya, “Apa yang dulu kalian sembah di dunia?” Mereka menjawab, “Kami menyembah ‘Uzair putra Allah.” Maka dikatakan kepada mereka, “Kalian berdusta, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah mengambil istri maupun anak.” Kemudian mereka ditanya, “Lalu, apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, kami haus, berilah kami minum.” Kemudian Allah memberi isyarat kepada para malaikat agar tidak mengabulkan permintaan mereka. Lalu mereka pun dijatuhkan ke dalam neraka.

 

Selanjutnya orang-orang Nasrani dipanggil dan ditanya, “Apa yang dulu kalian sembah di dunia?” Mereka menjawab, “Kami menyembah Isa putra Allah.” Maka dikatakan kepada mereka, “Kalian berdusta, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah mengambil istri dan anak.” Kemudian mereka ditanya, “Lalu, apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, kami haus, berilah kami minum.” Kemudian Allah memberi isyarat kepada para malaikat agar tidak mengabulkan permintaan mereka. Lalu mereka pun dijatuhkan ke dalam neraka.

 

Selanjutnya, terjadi hal yang sama kepada seluruh manusia. Sehingga yang tersisa dari mereka adalah orang-orang yang dulu menyembah Allah, baik orang taat maupun orang durhaka Lalu, Tuhan semesta alam mendatangi mereka dalam bentuk yang lebih rendah dari bentuk, yang mereka kenal seraya berfirman, “Apa lagi yang kalian nantikan? Setiap umat sudah mengikuti apa yang mereka sembah dulu di dunia” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, semasa di dunia kami menjauh dari manusia itu meskipun kami sangat memerlukan mereka, dan kami bukan teman-teman mereka.” Allah lalu berfirman, “Aku Tuhan kalian.” Maka mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah darimu, sungguh kami tidak menyekutukan Allah dengan apa pun.” Mereka mengulang-ulang perkataan tersebut dua hingga tiga kali. Sehingga pada saat sebagian dari mereka akan berpaling, maka Allah bertanya kepada mereka, “Apakah di antara kalian dengan Dia ada suatu tanda, sehingga kalian dapat mengetahui-Nya?” Mereka menjawab, “Ya.”

 

Kemudian tersingkaplah ‘betis’. Maka semua yang ketika di dunia bersujud kepada Allah dengan ikhlas, saat itu juga Allah mengizinkannya bersujud kepada-Nya. Namun, mereka yang ketika di dunianya sujud karena munafik dan riya, maka Allah menjadikan punggung mereka tetap datar. Setiap kali mereka mencoba untuk sujud, maka wajah mereka tersungkur ke tanah. Ketika mereka semua mengangkat kepala mereka, tiba-tiba Allah mengubah wujud-Nya dalam bentuk seperti yang pertama kali mereka melihat-Nya. Allah lalu berfirman, “Aku Tuhan Kalian.” Mereka lalu berkata, “Ya, Engkau Tuhan kami.” Selanjutnya dibentangkanlah ash-Shirath (jembatan) di atas neraka Jahanam, dan dibolehkannya meminta syafaat. Mereka lalu berkata, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”

 

Kedua, hadis sahih yang diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang dibantah ketika dihisab, maka dia akan azab.” Aku berkata, wahai Rasulullah, bukankah Allah telah berfirman,

 

“Maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah?” (QS. al-Insyiqaq: 8)

 

Beliau lalu menjawab, “Itu bukan pada saat dihisab. Tetapi, itu ketika menghadap Allah.”

 

Ketiga, al-Hasan meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan sebanyak tiga kali.”

 

Keempat, diriwayatkan dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, anak cucu Adam akan didatangkan bagaikan seekor anak domba ….”

 

Kelima, diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Abu Sa’id al-Khudri, dan lafaz hadis ini menurut Sa’id, pada hari Kiamat, ada seorang hamba didatangkan lalu ditanya, “Bukankah Aku telah memberimu pendengaran, penglihatan, harta, anak, dan Aku telah memberikan kekuasaan kepadamu untuk menikmatinya? Lalu kamu mengira akan bertemu dengan-Ku pada hari ini?” Dia menjawab, “Aku tidak mengiranya.” Lalu dikatakan padanya, “Pada hari ini kamu akan diabaikan, sebagaimana kamu telah telah mengabaikan-Ku dahulu.” Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi, ini hadis yang panjang.

 

Keenam, Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, didatangkan seorang hamba yang telah diberi naungan oleh Allah. Lalu dikatakan kepadanya, “Hai hamba-Ku, ingatkah kamu pada hari ini dan ini, ketika kamu melakukan ini dan ini.” Lalu, hamba tersebut mengakuinya hingga dia merasa yakin bahwa dirinya akan binasa. Allah lalu berfirman kepadanya, “Hai hamba-Ku, semua itu telah Aku tutupi terhadapmu di dunia. Dan pada hari ini, Aku telah mengampunimu.”

 

Ketujuh, dan dalam kitab ash-Shahih, yang diriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sungguh aku benar-benar mengetahui penghuni surga yang terakhir masuk surga dan penghuni neraka yang terakhir keluar dari neraka, yaitu seorang laki-laki yang didatangkan pada hari Kiamat, lalu dikatakan kepadanya, “Perlihatkan kepadanya dosa-dosa kecilnya, dan angkatlah (hilangkan) darinya dosa-dosa besarnya.”

 

Kedelapan, dan dalam kitab ash-Shahih, yang diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada empat orang yang dikeluarkan dari neraka, lalu dihadapkan kepada Allah. Maka salah seorang dari mereka menoleh dan berkata, “Ya Tuhanku, jika Engkau telah mengeluarkanku darinya, maka janganlah Engkau mengembalikanku lagi ke dalamnya.” Maka Allah pun menyelamatkannya dari neraka.

 

Muslim meriwayatkan bahwa Allah akan mengumpulkan manusia. Lalu orang-orang mukmin akan berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka. Mereka lalu mendatangi Adam dan berkata, “Hai bapak kami, tolong bukakan surga bagi kami.” Lalu, Adam berkata kepada mereka, “Bukankah yang menyebabkan kalian keluar dari surga hanya karena kesalahan bapak kalian ini, Adam? Aku tidak patut melakukan itu ….” Disebutkan oleh Muslim bahwa hadis ini terdapat dalam hadis tentang syafaat.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka.” (QS. al-Ahqaf: 20)

 

Kesembilan, menghadap kepada Allah Ta’ala, aku tidak mengetahuinya di dalam hadis kecuali pernyataan yang sama seperti yang dinyatakan oleh hadis sebelumnya, “Sehingga yang tersisa dari mereka adalah orang-orang yang dulu menyembah Allah, baik orang taat maupun orang durhaka. Lalu, Tuhan semesta alam mendatangi mereka ….”

 

Menurutku, jika beberapa hadis ini Anda teliti, maka hadis hasan dan sahih lebih dari sembilan. Telah diriwayatkan dari Abi Burdah al-Aslami, dia berkata bahwa Rasulullah telah bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara ….”

 

Sabda beliau dalam hadis yang lain, “Jika hari Kiamat telah terjadi, Allah akan memanggil salah seorang hamba-Nya. Lalu hamba tersebut disuruh berdiri di hadapan-Nya dan ditanya tentang pangkatnya, sebagaimana Dia bertanya tentang amal perbuatannya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Adi bin Hatim, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun dari kalian melainkan Allah akan mengajaknya berbicara dengannya tanpa adanya juru bahasa di antara keduanya ….” Hadis Ini akan dibahas nanti.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Nuh akan dipanggsil, dia lalu menjawab, labbaika wa sa’daika ya Tuhanku ….” Hadis tni akan dibahas nanti.

 

Dan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh selain Bukhari, termasuk dihadapkannya Lauh Mahfuzh, tsrafil, Jibril, dan para nabi satu par satunya. Mengenai hal ini akan dibahas nanti

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah sebuah hadis tentang seorang laki-laki yang dibukakan dihadapannya 99 buku catatan amalnya. Hal ini akan dibahas nanti.

 

Semua ini termasuk penghadapan kepada Allah. Jika Anda lebih teliti lagi, maka Anda akan menemukan hadis-hadis tentang penghadapan kepada Allah itu lebih banyak lagi. Penghadapan itu terjadi di tempat-tempat yang berlainan dan berbeda-beda pula orangnya. Wallahu a’lam. Dan menurut sebagian khabar, ada beberapa orang laki-laki yang mengharapkan langsung dihalau ke dalam neraka, dengan tidak diperlihatkan keburukan-keburukan mereka di hadapan Allah, dan dengan tidak pula diperlihatkan kejahatan-kejahatan mereka di hadapan seluruh makhluk.

 

Menurutku, tentang tersingkapnya ‘betis’ yang disebutkan dalam hadis tadi dan tentang wajah Allah Ta’ala akan lebih jelas lagi pada hadits riwayat Abu Hurairah dalam buku ini juga.

 

Adapun lamanya hari Kiamat ini dan berdirinya semua makhluk pada saat itu, yang disebutkan hanya berlangsung pada suatu hari yang kadarnya 50.000 tahun. Maka sebagai bandingannya, ada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam suatu har; yang kadarnya (ukurannya) 50.000 tahun.” Aby Sa’id lalu berkata, “Ini sangatlah lama.” Beliay lalu barsabda, “Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pada hari itu orang mukmin benar-benar akan merasa ringan, sehingga hari itu akan lebih ringan (pendek) baginya daripada shalat wajib yang dilakukannya sewaktu di dunia.” Hal ini disebutkan oleh al-Qasim bin Ashbagh. Ada juga yang mengatakan tidak juga seperti itu. Ini akan dibahas nanti.

 

  1. Yaum al-Jam’i

 

Makna dari kata al-Jam’u adalah menghimpun atau mengumpulkan yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,

 

“(Ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan kamu pada hari berhimpun, itulah hari pengungkapan kesalahan-kesalahan.” (QS. At-Taghabun: 9)

 

“Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya.” (QS. an-Nisa’: 87)

 

  1. Yaum at-Tafarruq

 

Yaitu hari bergolong-golongan. Allah Ta‘ala berfirman:

 

“Dan pada hari (ketika) terjadi Kiamat, pada hari itu manusia terpecah-pecah (dalam kelompok). Maka adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira. Dan adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami serta (mendustakan) pertemuan hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam azab (neraka).” (QS. ar-Rum: 14-16)

 

“Sekelompok, masuk surga dan sekelompok, masuk neraka.” (QS. asy-Syura’: 7)

 

  1. Yaum ash-Shad’i wa ash-Shadr

 

Yaum ash-Shad’i yaitu hari terpisah-pisah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (QS. ar-Rum: 43)

 

Sedangkan Yaum ash-Shadr adalah hari keluar dari kubur. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam.” (QS. al-Zalzalah: 6)

 

  1. Yaum al-Ba’tsarah

 

Yaitu hari bercampur-baur. Al-Ba’tsarah sendiri artinya mengorek sesuatu yang bercampur-baur dengan benda lain untuk memisahkannya. Pada hari itu, Allah memisahkan jasad dari tanah, memisahkan orang-orang kafir dari kaum mukminin dan kaum munafik, Kemudian memisahkan kaum mukminin dari kaum munafik, sebagaimana dalam hadis sahih, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengumpulkan umat-umat terdahulu dengan umat-umat yang datang kemudian di satu lapangan.”

 

  1. Yaum al-Iltiqath

 

Yaitu hari pematukan, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadis, “Pada hari itu akan keluar dari neraka sebatang leher lalu mematuk orang-orang kafir seperti seekor burung yang mematuk biji wijen.” Hadis ini sahih.

 

Ada lagi sabda Nabi Saw. bahwa akan ada beberapa orang laki-laki yang diambil dari sebelah kirinya, lalu aku berkata, “Ya Tuhanku, mereka semua adalah sahabat-sahabatku.” Lalu Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu.”

 

  1. Yaum al-Faz’i

 

Yaitu hari ketakutan atau kepanikan. Yaum al-Faz’i artinya adalah menunjukkan kelemahan diri ketika menghadapi sesuatu yang tiba-tiba, yang berada di luar kebiasaan. Selanjutnya akan menjadi satu sikap pengecut, di mana pada saat itu ia mengharapkan sesuatu yang dapat menguatkan jiwanya. Dalam sebuah ayat disebutkan,

 

“Kejutan yang dahsyat tidak membuat mereka merasa sedih.” (QS. al-Anbiya’: 103)

 

Al-Hasan mengatakan bahwa pada saat itu merupakan waktu diperintahkannya para penghuni neraka masuk ke dalam neraka. Menurut al-Hasan juga, bahwa yang dimaksud dengan al-Faza‘ul Akbar adalah tiupan sangkakala kedua, yang disusul oleh keluarnya manusia dari kubur-kubur mereka.

 

  1. Yaum at-Tanad

 

Yaitu hari panggil memanggil. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil, (yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang (lari).” (QS. Ghafir: 32-33)

 

Diriwayatkan dari Abu Wurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah lalu menyuruh IIsrafil untuk meniup tiupan yang menakutkan, maka seluruh penghuni langit dan bumi merasa ketakutan ….”

 

  1. Yaurn ad-Du’a atau an-Nida

 

Yaitu hari memanggil. Ada delapan macam seruan, seperti yang diuraikan oleh fbnu al-‘Arabi, yaitu:

 

  1. Seruan penghuni surga kepada penghuni neraka yang disertai dengan celaan.

 

  1. Seruan penghuni neraka yang meminta pertolongan kepada penghuni surga.

 

  1. Seruan terhadap manusia bersama para pemimpin-pemimpin mereka. Inilah maksud firman-Nya dalam sebuah hadis, “Agar setiap umat hendaklah mengikuti tuhan yang pernah mereka sembah dulu.” Ada yang mengatakan, mereka dipanggil bersama buku catatan amal mereka. Dan ada juga yang mengatakan, mereka dipanggil bersama nabi mereka. Sariy as-Saqthi berkata, pada hari Kiamat, masing-masing umat akan dipanggil bersama dengan nabi mereka masing-masing. Maka dikatakan, “Hai umat Musa, hai umat Isa, hai umat Muhammad.” Adapun orang-orang yang cinta kepada Allah, mereka akan dipanggil, “Hai para kekasih Allah, kemarilah kepada Allah Yang Mahasuci.” Maka hati mereka merasa copot karena gembiranya.

 

  1. Seruan malaikat, “Ingatlah, sesungguhnya Fulan bin Fulan sudah ditetapkan bahagia dan tidak akan celaka selama-lamanya. Dan, sesungguhnya Fulan bin Fulan sudah ditetapkan celaka, setelah ini dia tidak akan pernah bahagia selama-lamanya.”

 

  1. Seruan ketika ‘maut’ disembelih. Allah Ta‘ala berfirman, “Hai penghuni surga, kekallah kalian selamanya. Ingatlah, tidak akan ada lagi kematian. Hai penghuni neraka, kekallah kalian selamanya. Ingatlah, tidak akan ada lagi kematian.”

 

  1. Seruan para penghuni neraka, “Rugi dan celakalah kami sekarang.”

 

  1. Seruan para saksi, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an, “Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim.” (QS. Hud: 18)

 

  1. Seruan Allah terhadap penghuni surga, “Hai penghuni surga, apakah kalian rida?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami tidak rida, Engkau telah memberi Kami apa-apa yang tidak Engkau berikan kepada siapa pun dari makhiuk-Mu.” Allah lalu berfirman, “Akan Aku anugerahkan sesuatu yang lebih besar dari itu, yaitu keridaan-Ku.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, Adapun seruan yang kesembilan adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Nu’aim dari Marwan bin Muhammad, dia berkata bahwa Abu Hazim al-A’raj berkata kepada dirinya sendiri, “Hai al-A’raj, pada hari Kiamat akan terdapat seruan. Hai orang yang berbuat dosa begini, begini, dan begini. Lalu dosa itu akan bangkit beserta orang yang berdosa itu. Lalu, ada seruan lagi, hai orang yang berbuat dosa lainnya, lalu dosa itu akan bangkit beserta orang yang berdosa itu. Namun, aku melihatmu hai al-A’raj, mengapa kamu mau bergabung dengan orang yang suka berbuat segala dosa?”

 

Allah Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka dan berfirman, “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu sangka?” (QS. al-Qashash: 62)

 

Seruan yang terdapat dalam Surah al-Qashash ini sama maksudnya dengan seruan yang terdapat dalam Surah az-Zumar.

 

  1. Yaum al-Wagi’ah

 

Kata waqa‘a dalam bahasa Arab berarti Kana dan wajada (ada atau terjadi). Seperti disebutkan dalam ayat,

 

“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka.” (QS. an-Naml: 82)

 

Yang dimaksud “perkataan” pada ayat ini adalah kabar tentang terjadinya kiamat, bahwa hari itu sudah sangat dekat dan ciri yang paling terlihat adalah keluarnya sejenis binatang melata.

 

  1. Al-Khafidhat ar-Rafi’ah

 

Yaitu yang merendahkan dan mengangkat. Maksudnya adalah bahwa pada hari itu, penghuni surga derajatnya diangkat, sedangkan penghuni neraka dijatuhkan. Dalam kebiasaan orang Arab, kata al Khafdhu dan ar Raf’u dipergunakan untuk menunjukkan kedudukan, kemuliaan, dan kehinaan. Saat itu, Allah menempatkan para penolong agama Nya di tempat dan kedudukan yang tertinggi. Dan menempatkan para musuh-musuhnya di tempat yang serendah-rendahnya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 85-86)

 

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kami berada di atas gundukkan tanah, di atas manusia yang lainnya.”

 

lbnu al-‘Arabi mengatakan, hadis tersebut dalam kitab Muslim sedikit rancu. Perawinya tidak teliti. Yang dimaksud adalah bahwa pada saat itu semua makhluk berada di atas hamparan tanah, kecuali Nabi Muhammad Saw. bersama dengan umatnya. Mereka semua berada di tempat yang tinggi, semacam di atas gundukan tanah, sedangkan umat-umat yang lainnya berada di bawah mereka.

 

Dan dalam riwayat lainnya, pada hari Kiamat, aku dan umatku akan berada di atas sebuah bukit. Tuhanku memberiku pakaian yang berwarna hijau, dan aku pun direstui-Nya. Dan itulah al-Maqam al-Mahmuda (kedudukan yang terpuji).

 

Menurutku, tempat tersebut ditinggikan bergantung tingginya kedudukan. Menurut Ibnu al-Arabi, kedudukan itu bermacam-macam. Sebagai contoh, Allah mengangkat kedudukan Nabi Muhammad Saw. dengan diizinkannya memberikan syafaat walaupun terhadap umat yang terdahulu. Nabi Saw. merupakan orang yang pertama kali masuk surga dan yang mengetuk pintunya. Contoh lainnya, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berbuat adil, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Orang-orang yang berlaku adil akan berada di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan, kedua tangannya adalah kanan.”’

 

Allah juga mengangkat derajat para qari hingga waktu di mana mereka menyelesaikan bacaannya. Lalu dikatakan kepada mereka, “Bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya dulu dengan tartil sewaktu di dunia. Sungguh, kedudukanmu hingga batas akhir ayat yang kamu baca.”’

 

Allah juga mengangkat derajat para syuhada, sebagaimana sabda Nabi Saw. “Di dalam surga terdapat seratus tingkatan yang telah disediakan Allah bagi para pejuang di jalan Allah

 

Allah juga akan mengangkat derajat para penanggung anak yatim. Rasulullah Saw. bersabda, “Di dalam surga, aku dan orang yang menanggung anak yatim bagaikan dua jari ini.’ Menurut riwayat Malik, beliau sambil menunjukkan telunjuk dan jari tengahnya. Maksudnya adalah bertetangga.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga pasti akan melihat penghuni kamar yang lebih tinggi, sebagaimana mereka melihat bintang terang yang sangat jauh di kaki langit. Sungguh, Abu Bakar dan Umar termasuk penghuni kamar yang lebih tinggi dan selalu diberi nikmat.”

 

Allah juga mengangkat derajat Aisyah melebihi derajatnya Fathimah. Hal itu karena Aisyah berada bersama Nabi Saw. sedangkan Fathimah bersama Ali bin Abu Thalib.

 

  1. Yaum al-Hisab

 

Yaitu hari perhitungan. Pada hari itu, Allah akan menghitung setiap amal perbuatan manusia di dunia. Yang baik atau pun yang buruk. Amal baik akan mendapatkan pahala kenikmatan, dan yang buruk akan mendapatkan balasan siksa. Juga, Allah akan mempertemukan sebagian dengan sebagian yang lain dengan berhadap-hadapan.

 

Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang pun dari kalian kecuali Allah akan mengajaknya bicara langsung dengannya tanpa adanya juru bahasa di antara keduanya.” Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa proses hisab itu akan dilaksanakan oleh Allah secara sekaligus, tidak perseorangan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Ketahuilah bahwa segala keputusan (pada hari itu) kepunyaan-Nya.” (QS. al-‘An’am: 62)

 

“Dan Dia adalah hakir yang sebaik-baiknya.” (QS. Yusuf: 80)

 

Dalam sebuah khabar dikatakan bahwa ada seorang yang sudah tua disuruh berdiri untuk dihisab. Lalu Allah berfirman kepadanya, “Hai orang tua, mengapa kamu belum insaf juga? Sedari kecil, berbagai nikmat telah Aku berikan kepadamu. Namun, tatkala sudah besar kamu mendurhakai-Ku. Ketahulah bahwa sikapku terhadapmu tidak seperti sikapmu terhadap dirimu sendiri. Sekarang, pergilah kamu. Aku telah mengampuni dosa-dosamu.”

 

Lalu, didatangkan seorang pemuda yang banyak berbuat dosa. Pada saat disuruh berdiri, seluruh anggota badannya merasa gemetar, dan kedua lututnya saling bertubrukan. Lalu, Allah berfirman kepadanya, “Kenapa kamu tidak merasa malu kepada-Ku? Kenapa kamu tidak merasa takut kepada-Ku? Kenapa kamu tidak . merasa cemas terhadap azab-Ku? Apakah kamu tidak tahu bahwa Aku ini selalu mengawasimu.” Lalu dikatakan kepada malaikat, “Ambillah orang ini. Serahkan ia kepada ibunya, Hawiyah.”

 

Ada yang mengatakan bahwa malaikatlah yang bertugas untuk menghisab. Mereka menghisab karena perintah Allah, sebagaimana para hakim yang menjalankan roda keadilan atas perintah Allah Ta’ala. Sungguh Allah telah berfirman,

 

“Sesungguhnya orang-orang yang memperjual belikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 77)

 

Namun, bagi orang yang tidak mempunyai sifat seperti itu, maka Allah Ta’ala akan berbicara langsung dengannya. Allah akan berbicara dan menghisab orang-orang mukmin dengan hisab yang mudah dan tanpa adanya juru bicara. itu semuanya sebagai penghormatan kepada mereka, sebagaimana Allah telah mem. beri penghormatan kepada Nabi Musa as. sewaktu di dunia dengan mengajaknya berbicara., Sedangkan bagi orang-orang kafir, Allah tidak mau berbicara dengannya. Karenanya, para malaikatlah yang akan menghisab mereka.

 

Dalam masalah hisab, Allah membedakan antara orang-orang kafir dengan orang yang mendapat kemuliaan dari-Nya. Namun, Karena Mahakuasa-Nya, Dia tetap menghisab seluruh makhluk-nya secara bersamaan. Hal itu sebagaimana Mahakuasa-Nya untuk menciptakan makhluk yang banyak secara bersamaan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (mudah). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Luqman: 28)

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, pada saat dia ditanya tentang cara Allah menghisab seluruh makhluk-Nya. Dia lalu menjawab, “Allah menghisab makhluk-Nya sebagaimana Dia memberi rezeki kepada mereka pada waktu pagi. Begitu pula Dia menghisab mereka pada satu waktu.”

 

Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, “Apakah pada hari Kiamat kelak kami dapat melihat Tuhan kami?” Beliau menjawab, “Apakah kalian merasa samar melihat matahari pada saat cuaca cerah tidak berawan? Dan apakah kalian merasa samar melihat bulan pada saat malam purnama yang cerah tidak berawan?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” beliau lalu bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pada hari Kiamat, kalian akan dapat melihat Allah seperti halnya kalian melihat matahari dan bulan.”

 

Beliau bersabda, kemudian didatangkan seorang hamba dan ditanyakan kepadanya, “Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikanmu pemimpin, menikahkanmu, menundukan bagimu kuda dan unta, serta Aku juga telah menjadikanmu pemimpin sehingga kamu bisa bersenang-senang?” Dia menjawab, “Benar.” Lalu ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan bertemu dengan-Ku?” Dia menjawab, “Tidak.” Allah lalu berfirman, “Aku akan mengabaikanmu sebagaimana kamu telah mengabaikan-Ku.”

 

Kemudian didatangkan lagi seorang hamba yang kedua, dan dikatakan kepadanya dengan pertanyaan yang sama, dan dia menjawab dengan jawaban yang sama dengan sebelumnya. Selanjutnya, didatangkan lagi seorang hamba yang ketiga, dan dikatakan kepadanya dengan pertanyaan yang sama. Kemudian dia menjawab, “Ya Tuhanku, aku telah beriman kepada-Mu, kitab-kitab-Mu, dan rasul-rasul-Mu. Aku pun mendirikan shalat, bersedekah, dan berpuasa.” Lalu orang itu dengan semampunya memuji Allah dengan pujian yang baik. Lalu dikatakan kepadanya, “Sekarang Aku akan menghadirkan saksi yang membenarkan ucapanmu.” Dia lalu berkata pada dirinya sendiri, “Siapa yang akan menjadi saksiku.” Namun, tiba-tiba mulutnya terkunci, dan dikatakan kepada pahanya, “Bicaralah kamu!” Maka pahanya, dagingnya, tulangnya, semuanya berbicara tentang amal yang pernah dilakukannya. Itu semua supaya dia tidak bisa membela dirinya, karena dia orang munafik. Allah memurkai orang seperti dia, sebagaimana firman-Nya,

 

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini yang menjadi hisab terhadapmu.” (QS. al-tsra’: 14)

 

  1. Yaum as-Su’al

 

Allah sebagai Pencipta akan bertanya kepada makhluk-Nya, atas amal dan perbuatannya. Ini menjadi hujah dan menunjukkan hukum Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka.”(Qs. al-Baqarah: 211)

 

“Dan Tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut.” (QS. al-‘Araf: 163).

 

“Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu” (QS. az-Zukhruf: 45)

 

“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.” (QS. al-Ahzab: 8)

 

“Apabila bayi-bayi’ perempuan yang Dikubur hidup-hidup ditanya.” (QS. at-Takwir: 8)

 

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanya mereka semua, tentang apa yang dulu telah mereka kerjakan.” (QS. al-Hijr: 92). Ada yang menafsirkan tentang La ilaha illallah.

 

“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-tsra’: 36)

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara ….” Ini akan kami bahas nanti.

 

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya setiap diri kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang apa yang pimpinnya. Pemimpin negara akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya, dan akan ditanya tentang mereka.

 

Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan ditanya darinya. Dan, budak adalah pemimpin harta majikannya, dan akan ditanya tentangnya. Maka ingatlah, bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.”

 

24.Yaum asy-Syahadah

 

Yaitu hari kesaksian. Kesaksian itu ada empat macam:

 

Pertama, kesaksian Nabi Muhammad Saw. dan umatnya sebagai perwujudan dari kesaksian para rasul terhadap umatnya masing-masing.

 

Kedua, kesaksian bumi, hari, malam, dan Siang terhadap setiap amal perbuatan dan yang terjadi di dalamnya.

 

Ketiga, kesaksian anggota badan sebagaimana firman Allah,

 

“Pada hari ketika, lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. an-Nur: 24)

 

“Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kari.” (QS. Fushshilat: 21)

 

Keempat, kesaksian yang dinyatakan dalam hadis riwayat Anas Saw., bahwa pada hari Kiamat, mulut akan dikunci, dan akan dikatakan kepada seluruh anggota tubuh lainnya, “Bicaralah tentang perbuatan-perbuatan dia!”

 

  1. Yaum al-Jidal

 

Yaitu hari perdebatan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri.” (QS. an-Nahl: 111)

 

Yaitu, bertengkar dan membela dirinya. Dalam sebuah khabar disebutkan bahwa pada hari Kiamat, setiap orang akan berkata, “Diriku, diriku karena kengerian yang terjadi pada waktu itu, kecuali Nabi Muhammad Saw.. Beliau yang akan membela umatnya.”

 

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththah berkata kepada Ka’ab, “Wahai Ka’ab, takutilah kami, gelisanhkanlah hati kami, ceritalah kepada kami, dan ingatkanlah kami.” Ka’ab lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sekali pun engkau kelak di hari Kiamat datang dengan membawa pahala senilai 70 orang nabi, namun engkau tetap akan menemui gelombang-gelombang, dan yang akan engkau pikirkan hanyalah diri engkau sendiri. Sungguh neraka Jahanam itu memiliki desisan yang membuat orang bertekuk di atas Iututnya, baik dia itu malaikat yang didekatkan Allah, ataupun seorang nabi pilihan. Bahkan Ibrahim a.s. sekalipun yang menjadi kekasih Allah, saat itu dia akan berkata, Ya Tuhanku, aku adalah kekasih-Mu, tidak ada yang aku pinta pada hari ini selain keselamatan diriku sendiri.” Umar lalu berkata, “Wahai Ka’ab, mana ayat yang menunjukkan tentang hal ini?” Ka’ab menjawab, Firman Allah Ta’ala,

 

“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi dap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. an-Nahl: 111)

 

Terkait dengan ayat ini, Ibnu Abbas mengemukakan bahwa perdebatan di hari Kiamat itu akan terus terjadi, bahkan sampai roh mendebat jasadnya. Roh berkata, “Ya Tuhanku, aku adalah ciptaan-Mu, Engkau telah menciptakannya. Aku tidak memiliki tangan untuk memukul kaki untuk melangkah, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan akal untuk berpikir, sehingga aku datang dan masuk ke dalam jasad ini. Karenanya, siksalah jasad ini dengan berlipat ganda, dan selamatkanlah aku.”

 

Di sisi lain jasad berkata, “Ya Tuhanku, Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu. Asalnya, aku laksana sebatang kayu, yang tidak bisa menggerakkan tangan untuk memukul, kaki untuk melangkah, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar. Kemudian datanglah roh seperti sinar matahari. Karena dia, lisanku bisa berucap, mataku bisa melihat, kakiku bisa berjalan, dan telingaku bisa mendengar. Karenanya, siksalah roh ini dengan berlipat ganda, dan selamatkanlah aku.”

 

lbnu Abbas berkata lagi, kemudian Allah memberikan perumpamaan kepada keduanya (jasad dan roh) dengan kisah orang buta dan orang lumpuh. Keduanya masuk ke sebuah kebun. Di dalam kebun tersebut terdapat buah yang banyak. Orang buta tidak dapat melihat buah, dan orang lumpuh tidak dapat mencapainya. Maka si lumpuh berkata kepada si buta, “Bawalah aku ke pohon ini untuk mengambil buahnya, nanti kamu aku beri.” Maka si buta pun mengangkat tubuh si lumpuh, hingga keduanya mendapatkan buah. Allah lalu bertanya kepada roh dan jasad, “Siapakah yang pantas menerima hukuman?” Roh dan jasad menjawab, “Keduanya.” Kemudian Allah berfirman, “Maka kalian berdua Sama-sama akan menanggung azab.”

 

  1. Yaum al-Qishash

 

Yaitu hari pembalasan. Cukup banyak hadis yang menjelaskan tentang hal ini dan insya Allah akan dibahas pada bab tertentu. 27. Yaum Al-Haqqah

 

Yaitu hari kebenaran nyata. Menurut ath-Thabar, dinamakan dengan al-Haqqah karena pada hari itu segala perkara menjadi nyata. Ada juga yang mengatakan, dinamakan al-Haqqah itu karena kiamat itu benar-benar akan terjadi, tidak diragukan lagi. Dan, ada juga yang mengatakan, dinamakan al-Haqqah itu karena pada hari itu sebagai pembuktian adanya neraka, yang akan diperlihatkan kepada siapa pun.

 

  1. Yaum ath-Thammah

 

Yaitu hari yang menang. Maksudnya, hari Kiamat itu dapat mengalahkan apa saja. Menurut al-Hasan, yang dimaksud ath-Thammah adalah tiupan sangkakala kedua.

 

  1. Yaum ash-Shakhkhah

 

Yaitu hari berdenting. Menurut ikrimah, ash-Shakhkhah adalah tiupan sangkakala pertama, dan ath-Tharnmmah adalah tiupan sangkakala kedua. Sedangkan menurut ibnu al-Arabi, ash-Shakhkhah itu sesuatu yang menyebabkan tuli namun membuat mendengar juga.

 

  1. Yaum al-Wa’id

 

Yaitu hari ancaman. Yaitu, Allah memberikan perintah dan menentukan larangan. Dia juga memberikan janji dan memberikan ancaman. Janji-Nya berupa kenikmatan surga, dan ancamannya adalah siksa api neraka.

 

  1. Yaum ad-Din

 

Atau disebut juga Yaum al-Jaza’ hari pembalasan.

 

  1. Yaum al-Jaza’

 

Yaitu hari pembalasan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari ini, sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.” (QS. at-Tahrim: 7)

 

“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. (QS. Ghafir: 17)

 

Disebut juga dengan yaum-al-Wafa’, sebagaimana firman-Nya,

 

“Di heri ini Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestiny.” (QS. an-Nur: 25)

 

“Sebagai perbatasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. at-Taubah: 82)

 

“Sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

“Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir.” (QS. Fathir : 36)

 

  1. Yaum an-Nadamah

 

Disebut juga sebagai hari penyesalan. Karena pada saat itu semua orang akan merasakan penyesalan. Orang yang sudah beramal baik pun akan menyesal pada saat memperoleh pahala kebaikannya, kenapa selama di dunia tidak lebih banyak lagi berbuat kebaikan. Apalagi bagi orang kafir, dia akan sangat menyesal dengan kekafirannya. Pada saat orang kafir diseret kepada siksa neraka, maka dia sangatlah menyesal. Sehingga hari itu disebut dengan yaum al-Hasrah (hari Penyesalan).

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus.” (QS. Maryam: 39)

 

  1. Yaum at-Tabdil

 

Yaitu hari pergantian. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit. ” (QS. Ibrahim: 48).

 

  1. Yaum at-Talaqi

 

Yaitu hari pertemuan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Supaya Dia memperingatkan (manusia) tentang hari penentuan (hari Kiamat).” (QS. Ghafir: 15)

 

Ada empat pengertian terkait dengan makna pertemuan ini, yaitu:

 

Pertama, pertemuan antara orang-orang yang baru saja meninggal dengan mereka yang telah terlebih dahulu meninggal, lalu mereka saling bertanya tentang penduduk dunia yang telah mereka tinggalkan.

 

Kedua, pertemuan manusia dengan (balasan) amal yang telah mereka lakukan.

 

Ketiga, pertemuan penghuni langit dengan penghuni bumi di Padang Mahsyar.

 

Dan keempat, pertemuan antara makhluk (manusia) dengan Allah, pencipta mereka.

 

  1. Yaum al-Azifah

 

Yaitu hari yang dekat. Azifa berarti qaraba (mendekat). Hari Kiamat benar-benar telah dekat sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan tahukah kamu (hai Muhammad) boleh jadi hari berbangkit itu. sudah dekat waktunya.” (QS. al-Ahzab : 63).

 

  1. Yaum al-Ma’ab

 

Yaitu hari kembali. Al-Ma‘ab artinya ar-Ruju” (kembali atau pulang). Yang dimaksud adalah kembali ke hadapan Allah. Tiada sesuatu pun yang hilang dari Allah, melainkan semua. nya akan kembali kepada-Nya.

 

  1. Yaurn al-Mashir

 

Yaitu hari kembali. Sama halnya dengan Yaum al-Ma’ab, Yaum al-Mashir juga mengandung arti Kembali. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS. an-Nur: 42)

 

Maka semua makhluk akan kembali kepada Allah, dan akan ditempatkan sesuai amalnya, di surga atau di neraka yang menjadi tempat kembalinya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Katakanlah, “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka.” (QS. Ibrahim: 30)

 

  1. Yaum al-Qadha

 

Yaitu hari pengadilan. Atau, bisa disebut juga dengan hari penegakkan Hukum (Yaum al-Hukmi). Hal pertama yang akan digelar adalah masalah darah atau pembunuhan. Ada juga yang menyatakan bahwa hari itu disebut dengan yaum al-Fashli (hari Pengelompokkan). Yang dimaksud adalah bahwa setelah ditetapkan hukum melalui pengadilan Allah, maka manusia akan dikelompokkan dan dipisah-pisahkan. Ada yang tergolong orang-orang mukmin, orang-orang kafir, orang-orang baik, dan orang-orang jahat. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari Kiamat, Dia akan memisahkan antara kamu. (QS. al-Mumtahanah: 3)

 

“Kekuasaan di hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka.” (QS. al-Hajj: 56)

 

“Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.” (QS. al-Muntahanah: 10)

 

  1. Yaum al-Wazni

 

Yaitu, hari penimbangan. Allah Ta’ala berfirman, “Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan).” (QS. al-‘Araf: 8)

 

Pada hari itu amal perbuatan manusia selama di dunia akan ditimbang. Pembahasan tentang hal ini akan diuraikan pada bab khusus.

 

  1. Yaum al-Asir (Hari Kesulitan)

 

Yaitu hari kesulitan. Hari itu merupakan hari sulit bagi Orang-orang kafir. Mereka sudah tidak bisa melihat lagi kebaikan di depannya. Putus sudah harapan mereka untuk selamat. Bahkan ketika melihat orang-orang mukmin dikeluarkan dari neraka, mereka meminta hal itu. Sayang, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Dikatakan kepada mereka,

 

“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)

 

Adapun orang-orang mukmin, mereka bisa terlepas dari kesulitan itu. Mereka memperoleh kemudahan, baik ketika berkumpul di Padang Mahsyar atau pun setelahnya, yaitu pada saat dihisab dan ditimbang, termasuk ketika melewati jembatan (ash-Shirath).

 

  1. Yaum al-Masyhud

 

Yaitu hari yang disaksikan. Dinamakan demikian karena pada saat itu seluruh makhluk dapat menyaksikan. Ada juga pendapat yang mengatakan karena pada hari itu para saksi memberikan kesaksiannya.

 

  1. Yaurn at-Taghabun

 

Yaitu hari diungkapkankannya segala kesalahan. Karena, pada saat itu manusia saling metampak-tampakkan kesalahan orang lain untuk merebut kedudukan di sisi Allah. Sehingga yang beriman tampak keimanannya, dan yang kafir tampak kekafirannya. Orang-orang yang beriman ditempatkan di surga dan orang-orang kafir ditempatkan di neraka

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (dunia), maka Karni segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.” (QS. al-Isra’: 18)

 

“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan, barang siapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura’’: 20)

 

  1. Yaum Abus Qamtharir

 

Yaitu hari berwajah suram yang dipenuhi dengan kesulitan. Qamtharir maksudnya adalah sangat sulit atau sangat panjang. Sedangkan Abus adalah yang berwajah suram. Maksud berwajah suram yaitu mengerutnya bagian wajah antara dua mata serta perubahan rupa muka yang biasanya berseri-seri. Manusia berwajah suram pertama-tama ketika keluar dari kuburnya, dan pada saat melihat amalnya yang buruk. Pada saat itu, mereka melihat dengan mata terbelalak. Pandangan mereka hanya tertuju pada satu arah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sampai hari pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 22)

 

  1. Yaum Tubla as-Sara’ir

 

Yaitu hari terbongkarnya rahasia-rahasia. Maksudnya, segala sesuatu yang asalnya tersembunyi pada hari Kiamat, maka semuanya akan terbongkar.

 

  1. Yaum la tamilliku nafsun li nafsin syai’an

 

Yaitu hari pertanggungjawaban masing-masing, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa‘at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.” (QS. al-Baqarah: 48).

 

“Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun.” (QS. ad-Dukhan: 41)

 

Setiap orang akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri, dia tidak dapat meminta pertolongan kepada yang lain, demikian sebaliknya. Bahkan kepada ayah dan saudaranya sekalipun. Oleh karena itu, saat itu disebut juga sebagai yaum al-Fashi (hari Pemisahan) dan yaum al-Firar (hari meninggalkan). Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan.” (QS. an-Naba’: 17)

 

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 34-37)

 

  1. Yaumu yuda’una ila nari jahannama da’an

 

Maksudnya yaitu hari di mana manusia pada saat itu didorong ke dalam neraka Jahanam sekuat-kuatnya. Allah Ta’ala berfirman, “ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka.” (QS. al-Qamar: 48)

 

  1. Yaum at-Taqallub

 

Yaitu. hari berguncang. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (QS. an-Nur: 37)

 

Yang dimaksud adalah hati orang-orang kafir. Hati mereka berguncang dari tempatnya sehingga tidak bisa kembali ke tempat semula. Akal mereka pun berguncang sehingga mereka berbicara tanpa bisa mengerti.

 

Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berguncang di sini adalah bahwa mereka bimbang antara ingin selamat dengan takut celaka. Sedangkan mereka memperhatikan dari arah mana kitab mereka diberikan dan mereka terima.

 

  1. Yaum asy-Syukhush wal-Iqna’

 

Yaitu hari terbelalak dan mendongak Allah Ta’ala berfirman,

 

“Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim : 42)

 

Menurut al-Fara’, matanya tidak terpejam karena kengerian yang mereka saksikan pada Saat itu. Sedangkan menurut ibnu Abbas, pada Saat itu penglihatan semua makhluk tertuju ke angkasa karena kebingungan, serta tidak bisa dipejamkan, sebagaimana dalam firman-Nya,

 

“Mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya.” (QS. Ibrahim: 43)

 

Mujahid dan adh-Dhahak berpendapat maksud dari kalimat “muqni’i ru’usahum” yaitu mereka dalam keadaan mengangkat kepalanya, Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, mengangkat sedikit kepalanya. Adapun alHasan berpendapat, pada saat itu, wajah-wajah manusia memandang ke atas langit, tiada seorang pun yang melihat kepada yang lainnya.

 

Jika ada yang bertanya, sungguh Allah telah berfirman dalam firman-Nya,

 

“Pandangan mereka tertunduk.” (QS. al-Ma’arij: 44)

 

“Pandangan mereka tertunduk.” (QS. al-Qamar: 7)

 

Jadi bagaimana mungkin mengangkat pandangannya dalam jangka waktu yang lama? Maka sebagai jawabannya adalah bahwa pada saat manusia menuju ke Padang Mahsyar, mereka memang menundukkan pandangannya. Namun, pada saat mereka berkumpul di Padang Mahsyar, saat itulah mereka mengangkat kepalanya sambil memandang ke atas langit dalam jangka waktu yang lama. Pada saat itu mereka merasa sukar untuk memejamkan matanya.

 

  1. Yaum la yanthiqun, wa la yu’dzanu lahum faya’tadzirun

 

Yaitu saat manusia tidak dapat berbicara dan pada saat itu juga mereka tidak diizinkan untuk mengemukakan alasan apa pun, sebagaimana firman-Nya,

 

“Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan.” (QS. al-Mursalat: 35-36)

 

Yaitu pada saat dikatakan kepada mereka, “Dia (Allah) berfirman, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)

 

  1. Yaum la yanfa’u azh-zalimina ma‘dziratahum

 

“(Yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim.” (Ghafir: 52) Yaitu, walaupun mereka mengemukakan berbagai alasan dalam permintaan maaf mereka, namun tetap saja permintaan maaf mereka ditolak. Beberapa contoh alasan yang dikemukakan mereka, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami.” (QS. al-Ahzab: 67)

 

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia).” (QS. al-Mu’minun: 107)

 

  1. Yaum la yaktumunallaha haditsan

 

“Padahal mereka tidak dapat menyembunyikan sesuatu kejadian apa pun dari Allah.” (an-Nisa’: 42)

 

  1. Yaum al-Fitnah

 

Maksud fitnah di sini adalah azab. Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka.” (QS. adz-Dzariyat: 13)

 

  1. Yaum la maradda lahu minallah

 

“Suatu hari (Kiamat) yang tidak dapat ditolak, pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (QS. ar-Rum: 43) Tidak ada seorang pun yang dapat menolak kedatangan hari Kiamat.

 

  1. Yaum al-Ghasyiyah

 

Hari di mana manusia menjadi tidak sadarkan diri, karena dahsyatnya peristiwa dan bencana di hari itu.

 

  1. Yaum la yu’adzdzibu adzabahu ahad, wala yutsiqu watsaqahu ahad

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka. pada hari itu tidak seorang pun menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.” (QS. alFajr: 25-26)

 

  1. Yaum la bai’un fihi wala khilal

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Katakanlah (Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, “Hendaklah mereka melaksanakan salat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan secara sembunyi atau terang-terangan sebelum datang hari, ketika tidak ada lagi jual beli dan persahabatan.” (QS. Ibrahim: 31)

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Infokkaniah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat.” (QS. al-Baqarah: 254)

 

Syafaat yaitu usaha perantara dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudarat bagi orang lain. Syafaat yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafaat bagi orang-orang kafir.

 

  1. Yaum Ia raiba fih

 

Maksudnya yaitu hari yang tidak diragukan lagi. Walaupun orang-orang kafir meragukan terjadinya kiamat, tidak ada alasan yang jelas atas keraguan mereka. Padahal bukti nyata tampak jelas tentang hal ini. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (QS. Ibrahim: 10)

 

Alam ini merupakan bukti nyata dan tidak ada alasan untuk meragukan keberadaan Allah. Demikian juga dengan akan datangnya hari Kiamat, tidak ada keraguan tentang terjadinya kiamat. Allah Ta’ala berfirman

 

“Yang demikian itu karena sungguh, Allah, Dialah yang hak, dan sungguh, Dialah yang menghidupkan segala yang telah mati, dan sungguh, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya,; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur.” (QS. al-Hajj: 6-7)

 

  1. Yaum tabyadhdhu wujuh wa taswaddu wujuh

 

Yaitu hari di mana ada wajah-wajah yang putih berseri, dan wajah-wajah yang hitam muram. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106)

 

  1. Yaum al-Adzan

 

Yaitu hari panggilan. Diriwayatkan bahwa Thawus datang menemui Hisyam bin Abdul Malik seraya berkata, “Bertakwalah engkau kepada Allah, dan waspadalah terhadap hari panggilan.” Hisyam bertanya, “Apa yang engkau maksud dengan hari panggilan itu?” Thawus menjawab, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-A’raf: 44)

 

Mendengar ayat tersebut, Hisyam pun pingsan saat itu juga. Lalu Thawus berkata, “Baru saja Mendengar ceritanya, dia sudah pingsan bagaimana jika melihatnya nanti?”

 

  1. Yaum asy-Syafa’ah

 

Yaitu hari syafaat. Allah Ta’ala berfirman

 

“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. al-Baqarah: 255)

 

“Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah.” (Qs. al-Anbiya’: 28)

 

“Dan Tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nyg memperoleh syafaat itu.” (QS. Saba’: 23)

 

“Maka Kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun.” (QS. asy-Syu’ara’: 100)

 

  1. Yaum al-‘lraq

 

Yaitu hari keringat. Yaitu, hari di mana ke. ringat tertumpah dan melimpah hingga seperti danau.

 

  1. Yaum al-Qalaq wal-Jaulan

 

Yaitu hari kecemasan dan kegundahan. Pada hari itu tidak ada ketenangan. Tidak seorang pun yang merasa aman dan tenang pada Saat itu.

 

  1. Yaum al-Firar

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.” (QS. ‘Abasa: 34-36)

 

Maksudnya, pada hari Kiamat, setiap orang akan menghindar dari orang lain, karena dia takut orang tersebut menuntut atas kesalahan yang diperbuat terhadapnya. Atau karena dia khawatir orang lain mendapati dirinya dalam keadaan menderita.

 

Abdullah bin Thahir al-Abhari berkata, seseorang menjauh dari orang lain karena dia sendiri tahu bahwa orang lain tidak dapat memberikan pertolongan apa pun kepadanya. Seandainya hal itu dia sadari sejak masih di dunia, tentu dia hanya akan bergantung kepada Allah semata.

 

Al-Hasan berkata, orang yang pertama kali menghindar dari ayahnya adalah Nabi Ibrahim a.s.. Orang yang pertama kali menghindar dari anaknya adalah Nabi Nuh a.s.. Orang yang pertama kali menghindar dari istrinya adalah Nabi Luth a.s.. Para ulama berpendapat bahwa ayat ini turun terkait dengan peristiwa ini. Menghindarnya Nabi Ibrahim a.s., Nuh a.s., dan Luth a.s. merupakan bentuk berlepas diri mereka atas apa yang terjadi kepada ayah, anak, dan istri mereka. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi berat itu di hari Kiamat nanti.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Itulah beberapa nama lain bagi hari Kiamat yang dikemukan oleh para ulama ahli tafsir. Di antaranya adalah lbnu Najjah dalam kitabnya, Subul al-Khairah, Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya, ihya ‘Ulum ad-Din dan lainnya, dan al-Qatabi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar. Sedang yang ada dalam kitab ini adalah nama-nama hari Kiamat menurut tafisr al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin.”

 

Syukur alhamdulillah saya masih bisa memberikan tambahan. Masih terbuka lebar nama-nama lain bagi hari Kiamat yang belum sempat disebutkan tadi. Contohnya saja seperti yaum al-Khazyi (Hari Kehinaan), yaum at-Tadhayuq (Hari Berdesak-desakan), yaum adz-Dzulli (Hari Kenistaan), yaum al-Iftiqar (Hari Kemiskinan atau Kebutuhan), yaum al-Migat (Hari Pertemuan), yaum al-Mirshad (Hari Penantian). Dan masih banyak lagi nama-nama lainnya.

 

Bencana Besar yang Dihadapi Manusia Ketika Berada di Padang Mahsyar

 

Al-Muhasibi dalam kitabnya, at-Tawahhum wa al-Ahwal, mengatakan bahwa Allah akan mengumpulkan makhluk dari golongan jin dan manusia di Padang Mahsyar dalam keadaan telanjang dan hina. Kekuasaan sudah dicabut dari raja-raja yang pernah berkuasa di muka bumi. Mereka menjadi kerdil dan tidak lagi sombong. Mereka menjadi hina setelah berkuasa secara diktator atas hamba-hamba Allah di muka bumi.

 

Kemudian muncullah binatang-binatang yang keluar dari tempatnya masing-masing menghadap dengan menundukkan kepala, yang sebelumnya begitu ganas terhadap makhluk-makhluk lain, saat itu tampak hina tak berdaya oleh ketakutan hari berbangkit (penghimpunan). Mereka mengambil tempat di belakang manusia dan jin sambil tertunduk. Selanjutnya, muncullah rombongan setan dengan hina tak berdaya di hadapan Allah Yang Mahakuasa, setelah sebelumnya mereka begitu congkak dan pongah. Semuanya datang menghadap, baik itu jin, setan, binatang liar, binatang ternak, maupun binatang melata.

 

Adapun bintang-bintang di langit mendadak jatuh berguguran dari atas kepala mereka. Cahaya matahari dan bulan dihapus, sehingga gelap gulita menyelimuti mereka. Pada saat itu, langit lapis pertama berputar-putar di atas kepala mereka, dan kejadian ini berlangsung selama 500 tahun. Lalu, terdengar suara yang mengekakkan telinga mereka ketika benda-benda langit itu pecah, terbelah, dan saling bertubrukan. Kemudian langit itu hancur dan meleleh sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilauan) minyak.” (QS. ar-Rahman: 37)

 

“(ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga, dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan).” (QS. al-Ma’arij: 8-9)

 

Setelah itu, para malaikat turun dari tepi-tepi menuju bumi dengan bertasbih, menyucikan Tuhannya. Kehadiran mereka ke muka bumi ini sempat menakutkan dan menciptakan suasana tegang di kalangan seluruh makhluk bumi yang sudah ada terlebih dahulu di Padang Mahsyar.

 

Tubuh mereka besar-besar dan suara mereka keras menggelegar. Padahal, keadaan para malaikat itu sama. Mereka juga sama-sama ketakutan dan tertunduk tak berdaya di hadapan Allah.

 

Setelah seluruh malaikat penghuni langit pertama sampai ketujuh turun ke bumi dan menyatu dengan seluruh makhluk penghuni bumi selama sepuluh tahun, matahari lalu didekatkan tepat di atas kepala seluruh makhluk. Pada hari itu, tidak ada naungan sama sekali selain naungan Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih. Suara hiruk-pikuk mewarnai mereka yang sedang berdesakkan. Telapak kaki mereka saling menginjak. Tenggorokan mereka terasa haus.

 

Mereka semua berkumpul menjadi satu di bawah terik matahari yang menyengat sangat panas. Desah napas terdengar tersengal-sengal. Tubuh mereka diimpit sangat rapat dan tidak ada celah sedikit pun. Keringat mereka pun mengucur dan mengalir di muka bumi. Keringat tersebut ada yang membanjiri hingga telapak kakinya, bahkan ada yang lebih tinggi lagi dari itu, sesuai dengan martabat mereka di sisi Allah; apakah mereka termasuk yang beruntung atau yang celaka. Ada dari mereka yang keringatnya naik hingga sebatas pundak dan ada yang sebatas telinga. Bahkan ada yang sampai sebatas ujung kepala hingga hampir menenggelamkannya.

 

Menurutku, keterangan al-Muhasibi tadi dan peristiwa terbelahnya langit, sepertinya terjadi setelah seluruh manusia berkumpul di Padang Mahsyar. Namun, sebelum itu sudah kami sampaikan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelumnya, berdasarkan zahir al-Qur’an dan hadis marfu’ dari Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Sedangkan yang dituturkan oleh al-Muhasibi di atas, juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berbunyi, “Jika hari Kiamat telah terjadi, maka bumi akan dihamparkan seperti kulit yang disamak, dan luasnya ditambah sekian dan sekian. Seluruh makhluk dikumpulkan di satu tanah lapang, baik jin maupun manusia. Pada Saat itu, tiba-tiba langit digenggam dari Para penghuninya, sehingga mereka bertebaran di muka bumi. Padahal jumlah penghuni langit jauh lebih banyak daripada seluruh makhluk Penghuni bumi, baik jin Maupun manusia ….” al-Hadis.

 

Selengkapnya hadis tadi diriwayatkan oleh lbnu al-Mubarak dalam kitabnya, ar-Raqa‘iq, dar; ‘Auf dari Abu al-Minhal Yassar bin Salamah ar. Rayahi dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas.

 

Selain itu, Ibnu al-Mubarak juga meriwayatkan hadis senada dari Juwaibir dari adh-Dhah. hak, dia berkata, “Jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah memerintahkan langit pertama atau langit dunia untuk terbelah, lalu para malaikat penghuninya turun ke bumi. Mereka pun menutupi bumi dan para penghuninya. Perintah yang sama Allah sampaikan kepada langit kedua, lalu para malaikat penghuninya pun turun ke bumi. Mereka berbaris di belakang barisan malaikat tadi. Begitu seterusnya hingga pada langit ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Masing-masing penghuninya berbaris secara berkelompok-kelompok.

 

Lalu, turunlah Allah Yang Mahaluhur, Mahaagung, yang diiringi neraka Jahanam di sebelah kiri-Nya. Desah apinya terdengar oleh seluruh makhluk. Mereka tidak dapat lari karena segenap penjuru bumi penuh dengan barisan para malaikat yang sedang berdiri tegak dan tidak bisa ditembus oleh siapa pun. Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (QS. ar-Rahman: 33)

 

Waktu itu sudah tidak ada kekuasaan sama sekali, kecuali milik Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan datanglah Tuhanmu, dan malaikat berbaris-baris.” (QS. al-Fajr: 22)

 

“Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi rapuh. Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit.” (QS. Al-Haqqah: 16-17)

 

Maka, pada saat itulah, tiba-tiba mereka mendengar suara yang memerintahkan supaya mereka bersiap-siap untuk dihisab.”

 

Menurutku, kedua sanad dari periwayatan itu tidak sahih, Karena Syahr dan Juwaibir adalah dua perawi yang dianggap lemah oleh Bukhari, Muslim, dan sejumlah ulama ahli hadis lainnya.

 

Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “‘Ulum al-Akhirah, juga menuturkan riwayat serupa dari Ibnu Abbas dan adh-Dhahhak, mirip seperti yang telah dituturkan oleh al-Muhasibi tadi, dia berkata, “Ketika seluruh makhluk sudah berkumpul di satu tanah lapang, yaitu umat-umat yang terdahulu dan umat-umat yang terakhir, maka Allah Yang Mahaagung memerintahkan para malaikat penghuni langit pertama atau langit dunia untuk menguasai (mengurus) mereka. Lalu, masing-masing malaikat tersebut mengambil seorang manusia, dan satu makhluk lainnya yang dibangkitkan dari kubur, baik dari golongan manusia, jin, binatang-binatang liar, maupun burung-burung. Mereka lalu dipindahkan ke bumi yang kedua, yaitu tanah yang berwarna putih, yang terbuat dari perak yang bersinar. Dengan membentuk satu lingkaran, para malaikat penghuni langit pertama tadi berdiri di belakang makhluk seluruh alam. Jumlah para malaikat tersebut lebih banyak hingga 10 kali lipat daripada penghuni bumi.

 

Kemudian, para malaikat penghuni langit kedua turun mengelilingi mereka sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 20 kali lipat. Kemudian, para malaikat penghuni langit ketiga turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 30 kali lipat.

 

Kemudian, para malaikat penghuni langit keempat turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 40 kali lipat. Kemudian, para malaikat penghuni langit kelima turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 50 kali lipat.

 

Kemudian para malaikat penghuni langit keenam turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 60 kali lipat. Terakhir, para malaikat penghuni langit ketujuh turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 70 kali lipat.

 

Pada saat itu, seluruh makhluk bercampur aduk jadi satu dan berdesak-desakan, bahkan berimpitan. Sehingga satu kaki mereka terinjak oleh seribu kaki orang yang di atasnya karena begitu banyaknya orang. Adapun manusia tenggelam oleh keringat mereka, dengan keadaan yang berbeda-beda. Ada yang sampai setinggi dagu, setinggi dada, setinggi pinggang, atau setinggi lutut. Ada yang hanya kebasahan sedikit saja seperti orang yang duduk di tepi pemandian, bahkan ada juga yang hanya terkena sedikit percikan saja, seperti orang yang terpercik air minumnya sendiri. Bagaimana mereka semua tidak gelisah dan berkeringat, sedang pada saat itu matahari berada tepat di atas kepala mereka hanya sebatas jangkauan tangan, dan panasnya digandakan menjadi 70 kali lipat.”

 

Sebagian ulama salaf berkata, “Seandainya matahari itu terbit menyinari bumi seperti terbitnya pada hari Kiamat, niscaya ia sudah sanggup membakar bumi, melelehkan batu-batu keras dan besar, serta mengeringkan sungai-sungai.”

 

Saat itu, di bumi yang berwarna putih itu, seluruh makhluk berdesak-desakkan bagaikan gelombang. Hal tersebut sebagaimana firman Nya,

 

“Yaitu pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)

 

Di Padang Mahsyar itu, seperti yang telah diterangkan hadis Mu’adz sebelumnya, keadaan manusia itu bermacam-macam, sesuai dengan amalnya masing-masing sewaktu di dunia. Para penguasa yang sombong (zalim) sewaktu di dunia akan menjadi seperti semut. Maksudnya, mereka akan terinjak-injak oleh kaki manusia lainnya sehingga mereka merasa terhina. Sementara hamba-hamba Allah asyik menikmati minuman air yang dingin, segar, dan bening yang diberikan oleh anak-anak mereka.

 

Sebagian ulama salaf berkata, ketika sedang tidur, aku bermimpi melihat kiamat seakan-akan telah terjadi. Tiba-tiba aku merasa sudah berada di tengah Padang Mahsyar dalam keadaan kehausan. Aku lalu melihat beberapa anak-anak orang muslim tengah memberi minum kepada orang tua mereka di sekelilingku. Aku lalu panggil mereka untuk meminum barang seteguk pun. Tetapi, salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, “Apakah anak Anda berada di antara kami?” Aku menjawab, “Tidak.” la berkata, “Kalau begitu, aku tidak mau memberi minum Anda.” Akhirnya, orang tersebut menikah. Di akhirat, seorang anak dapat memberi minum kepada Orang tuanya jika memenuhi syarat-syarat yang telah kami sebutkan dalam kitab al-lhya’.

 

Selain itu, di Padang Mahsyar, akan ada sekelompok manusia yang dinaungi awan di atas kepala mereka. Mereka akan tercegah dari panas matahari. Itu adalah penjelmaan dari sedekah yang tulus waktu di dunia. Selama 1000 tahun mereka menikmati itu. Akhirnya, terdengar suara tiupan sangkakala yang membikin hati menggigil keras dan membuat pandangan mata tertunduk karena saking mengerikannya. Orang-orang kafir mengira bahwa hal itu merupakan azab tambahan bagi mereka. Namun, itu adalah Arasy yang dibawa oleh delapan malaikat. Masing-masing malaikat, luas telapak kakinya sejauh perjalanan 20.000 tahun.

 

Kedatangan Arasy tersebut diiringi pula oleh rombongan malaikat dan berbagai Macam awan sambil membaca tasbih. Suara mereka Sangat bergemuruh sekali. Selanjutnya, mereka meletakan Arasy di bumi yang berwarna putih yang khusus diciptakan Allah Ta’ala untuk masalah ini. Dengan keberadaan Arasy tersebut, maka semua kepala menunduk, semua makhluk merasa takut, para ulama merasa khawatir dan para wali serta para syuhada merasa takut akan azab Allah, yang tidak ada seorang pun yang dapat memikulnya. Akan tetapi, tiba-tiba muncul cahaya, yang dapat mengalahkan cahaya matahari yang sangat panas, yang menyiksa mereka selama ini. Mereka terus menerus berdesak-desakan selama 1000 tahun, tanpa diajak bicara oleh Allah sepatah kata pun.

 

Pada saat itu, manusia menemui Nabi Adam a.s… Mereka lalu berkata, “Wahai bapak manusia, sekarang ini kami sedang berada dalam kesulitan yang sangat besar.” Sedang orang kafir berkata, “Ya Tuhanku, istirahatkanlah aku walau dengan masuk neraka sekali pun.” Orang kafir berkata demikian karena mengalami penderitaan yang hebat. Lalu, orang-orang itu berkata kepada Nabi Adam a.s., “Engkau adalah manusia yang diciptakan Allah dengan Tangan-Nya, para malaikat diperintahkan bersujud kepadamu, dan Dia telah meniupkan kepadamu sebagian roh-Nya, berilah kami syafaat dalam menentukan putusan ini.”

 

Selanjutnya, dikisahkan bahwa permintaan syafaat itu dari seorang nabi ke nabi lainnya. Mereka mendatangi satu persatu para nabi selama Kurun waktu 1000 tahun, hingga akhirnya mereka bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam masalah syafaat.

 

Cerita tersebut juga dituturkan oleh alFaqih Abu Bakar bin Barjan dalam kitabnya, Al-Irsyad, dia berkata, “Pada saat itu, Allah mengumpulkan seluruh makhluk dari yang pertama sampai yang terakhir di satu tanah lapang. Saat itu juga, matahari telah digulung, bintang-bintang berjatuhan, langit berguncang keras tepat di atas kepala seluruh makhluk. Tidak lama kemudian, langit pecah karena dahsyatnya pada hari itu. Langit tersebut terbelah dan mengeluarkan awan. Lalu, langit menjadi merah mawar seperti kilauan minyak, dan satu per satu semua langit dihancurkan.

 

Pada saat itulah malaikat turun. Sementara seluruh makhluk lainnya tetap tegak berdiri selama 40 tahun sampai 300 tahun. Mana saja yang benar karena pada hari itu panjang sekali, sebagaimana sabda beliau, “Tidak seorang pun yang mempunyai unta….” Lalu dikatakan, “Lalu ia didatangi oleh rombongan pertama dalam suatu hari yang ukurannya 50.000 tahun.” Lengkapnya hadis ini akan jelaskan nanti.

 

Mereka berdiri di dalam kegelapan yang mencekam, berada di bawah jembatan, sebagaimana dalam Shahih Muslim, dari hadis Tsauban. Mereka itu telanjang dan tidak berkhitan. Mereka merasa kehausan dan kelaparan, yang belum pernah mereka alami sama sekali-. Tidak ada yang diberi minum saat itu kecuali Orang yang pernah memberi minum orang lain karena Allah. Tidak ada yang diberi makan saat itu kecuali orang yang pernah memberi makan orang lain karena Allah. Tidak ada yang diberi pakaian saat itu kecuali orang yang pernah memberi pakaian kepada orang lain karena Allah. Dan, tidak ada yang diberi jaminan kecuali orang yang dulu bertawakal kepada Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah,

 

“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya rnerata di mana-mana. Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.” Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan.” (QS. al-Insan: 7-11)

 

Maksudnya yaitu pada hari Kiamat, Allah akan menghilangkan rasa lapar, haus, telanjang, kesusahan, ketakutan, dan hal-hal yang mengerikan lainnya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Mu’awiyah dari Ashim dari Abu Usman dari Salman, dia berkata, pada hari Kiamat, matahari akan memancarkan cahaya panas seukuran 20 tahun. Kemudian ia akan didekatkan tepat di atas ubun-ubun manusia Sampai jarak dua busur panah. Akibatnya, mereka mengeluarkan keringat ke bumi. Keringat mereka mula-mula setinggi badan, lalu naik lagi hingga menenggelamkan orang. Pada saat itulah, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian lain, “Apakah kalian tidak melihat bahaya yang mengancam kalian saat ini? Temui bapak kalian, Adam, agar dia memberikan syafaat kepada kalian.” Hadis ini cukup panjang. Kita jelaskan nanti secara marfu’ dari Abu Hurairah.

 

lbnu al-Mubarak meriwayatkan dari Sulaiman at-Taimi dari Abu Utsman an-Nahdi dari Salman, dia berkata, pada hari Kiamat, matahari akan didekatkan kepada manusia Sampai jarak dua busur panah dari atas kepala mereka. Matahari akan memancarkan cahaya panas seukuran sepuluh tahun. Pada saat itu, tidak ada seorang pun yang berpakaian. Namun, orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan tidak akan terlihat auratnya, dan tidak akan merasakan panasnya matahari. Sedangkan yang lainnya, atau orang-orang kafir, maka matahari itu akan menghanguskan mereka hingga perut mereka mendidih.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Salim bin Amir dari Miqdad bin al-Aswad, dia berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, matahari akan didekatkan kepada = seluruh makhluk hingga jaraknya dari mereka sejauh satu mil.” Salim bin Amir bertanya, “Demi Allah, aku tidak tahu maksud dari satu mil. Apakah mil ukuran jarak (panjang) yang biasa di bumi, atau mil pensil yang biasa digunakan untuk celakan mata?” Beliau lalu bersabda, “Jarak satu mil yang dimaksud tidak sama bagi setiap orangnya. Itu tergantung pada amalnya sewaktu di dunia. Di antara mereka, keringatnya ada yang setinggi mata kakinya, setinggi lututnya, setinggi pinggangnya, dan ada juga yang sampai kepada mulutnya, seakan-akan ia dikendalikan oleh keringatnya.” Ketika mengucapkan kalimat terakhir tadi, Rasulullah Saw. mengisyaratkan tangannya ke mulutnya.

 

Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Tirmidzi, dengan tambahan, “Dengan mil itu, dicelaki matanya, lalu matahari akan melelehkan mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Malik bin Maghul dari Ubaidillah bin al-’Ilzar, dia berkata, pada hari Kiamat, sesungguhnya telapak-telapak kaki manusia laksana mata anak panah yang berada pada sebuah tanduk. Orang yang berbahagia ialah orang yang mendapatkan tempat berpijak bagi kedua telapak kakinya. Adapun matahari akan didekatkan kepada kepala mereka hingga jaraknya hanya satu atau dua mil saja. Kemudian suhu panasnya dinaikkan lebih dari enam puluh kali lipat.

 

Sementara di dekat timbangan amal (al-Mizan), terdapat malaikat yang menunggu. Ketika seorang hamba selesai ditimbang amalnya, maka malaikat itu berseru, “Ketahuilah, sesungguhnya bobot amal-amal baiknya Fulan bin Fulan lebih berat. Sungguh dia telah berbahagia, dan tidak akan sengsara selama-lamanya. Dan ketahuilah, sesungguhnya bobot amal-amal baiknya Fulan bin Fulan lebih ringan. Sungguh dia telah Celaka dan tidak akan bahagia selama-lamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, keringat manusia akan membanjiri bumi setinggi 70 depa, dan ia bisa mencapai mulut manusia atau telinga mereka”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar, maksud ayat,

 

“(Yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan seru semesta alam.” (QS. al-Muthaffifin: 6)

 

Beliau bersabda, “Yaitu hari ketika salah seorang di antara mereka berdiri dengan keting. gian keringatnya mencapai separuh telinganya,

 

Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dar; Muhammad bin Fudhail dari Dhirar bin Murrah dari Abdullah bin al-Maktab dari Abdullah bin Umar, dia berkata, ada seorang laki-laki berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdurahman (Ibnu Umar), sungguh penduduk Madinah itu benar-benar memenuhi takaran.” Maka Ibnu Umar berkata, “Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak memenuhi takaran, karena Allah Ta’ala telah berfirman,

 

“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi. Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (QS. al-Muthaffifin: 1-6)

 

Sesungguhnya ketinggian keringat pada waktu itu akan mencapai separuh telinga mereka, karena dahsyatnya hari Kiamat.”

 

Dikeluarkan oleh al-Wa’ili dari lbnu Wahab dari Abdurrahman bin Maisarah dari Abi Hani’ dari Abu Abdurrahman al-Habli dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat,

 

“(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (QS. al-Muthaffifin: 6)

 

Kemudian beliau bersabda, “Bagaimana dengan nasib kalian nant ketika Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan kalian seperti mengumpulkan anak-anak panah dalam wadahnya selama 50.000 tahun, dan Dia tidak berkenan memandang kalian?” Menurut al-Wa’ili, hadis ini gharib, namun isnadnya jayyid.

 

Muslim juga mengetengahkan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari lbnu Wahab dari Abi Hani’ dari al-Habli dari Abdullah bin Amr dari al-Auza’i, dia berkata, aku pernah mendengar Bilal bin Sa’id berkata, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, manusia akan mengalami kebingungan. Itulah makna firman Allah ‘Azza wa Jalla,

 

“Pada hari itu manusia berkata, ‘Ke mana tempat lari?” (QS. al-Qiyamah: 10)

 

“Dan (alangkah mengerikan) sekiranya engkau melihat mereka (orang-orang kafir) ketika terperanjat ketakutan (pada hari Kiamat).” (QS. Saba’: 51)

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Jibril pernah menakut-nakutiku tentang hari Kiamat hingga membuatku menangis.” Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, bukankah Tuhanku akan mengampuni dosa-dosaku yang lalu dan yang akan datang?” Jibril lalu menjawab, “Wahai Muhammad, engkau benar-benar akan menyaksikan huru-hara pada hari itu, hingga engkau lupa akan ampunan Allah.” Ini disebutkan oleh abu al-Faraj ibnu al-Jauzi.

 

Menurutku, riwayat Ibnu al-Mubarak dari Salman yang menyatakan bahwa panas matahari tersebut secara umum tidak membahayakan orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, yaitu orang-orang mukmin yang telah sempurna keimanannya. Atau, ia tergolong salah seorang yang mendapatkan naungan Arasy Allah Yang Maha Pengasih, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim, “Ada tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya ….”

 

Demikian pula dengan riwayat yang menyatakan bahwa seseorang akan diberi naungan oleh amal sedekah dan amal-amal saleh lainnya yang pernah ia lakukan. Semua itu berasal dari naungan Arasy. Wallahu a’lam.

 

Selain mereka (tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah), semua manusia tenggelam oleh keringat mereka, dengan bermacam-macam tingkatan, seperti yang ditunjukkan dalam hadis riwayat Muslim. Ibnu al-Arabi berkata, “Setiap orang dari mereka berdiri bersama keringatnya sendiri-sendiri, dengan ketinggian yang tidak sama dari segala sisi. Misalnya, dari sisi kanannya setinggi mata kaki, dari sisi kirinya setinggi lutut, dari depannya setinggi pusat, dan dari belakangnya setinggi dada.”

 

Al-Faqih Abu Bakar bin Barjan dalam kitabnya, al-Irsyad berkata, “Memang seperti itulah yang terjadi. Semua manusia berada di satu tanah lapang. Posisi mereka sama. Tetapi, salah seorang atau sebagian mereka ada yang minum dari telaga, sementara yang lainnya tidak bisa. Sebagian mereka ada yang mendapatkan cahaya di depan mereka, sementara yang lainnya berada dalam kegelapan, padahal tempat mereka berdekatan dan berdesak-desakan. Dan, ada juga sebagian mereka yang tenggelam oleh keringat mereka sendiri sampai ke mulutnya, atau sampai ke anggota tubuhnya yang lain, sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Semua itu sebagai balasan dari amalnya sewaktu di dunia. Ada juga sebagian mereka yang berada di bawah naungan Arasy.

 

Itulah perumpamaan yang berlaku di dunia antara yang mukmin dan Kafir. Di dunia, Orang mukmin berjalan di tengah manusia dengan membawa cahaya keimanannya. Sedang Orang Kafir berjalan di tengah-tengah mereka dalam kegelapan kekafirannya. Orang mukmin selalu dalam penjagaan dan perlindungan Allah.

 

Sementara orang kafir atau orang durhaka di biarkan-Nya saja tanpa perlindungan. Orang mukmin ahli sunnah wal jama’ah akan tetap setia pada sunah Rasulullah Saw., berjalan dalam garis-garis petunjuk Allah, dan mengikuti jejak dengan benar. Sementara ahli bid’ah, di tengah-tengah jalan yang sesat dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Begitulah alam kegelapan yang tidak mendapat cahaya sama sekali. Hanya petunjuk dari Allah melalui Rasul-Nya yang dapat menyembuhkannya. Karenanya, yakinlah terhadap Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya, pastinya Allah akan menolongmu. Firman Allah adalah hak (benar) dan memberi petunjuk ke jalan yang benar.”.

 

Abu Hamid berkata, “Ketahuilah, bahwa setiap keringat yang tidak dikeluarkan di jalan Allah, seperti pergi haji, berjihad, berpuasa, shalat, menolong sesama muslim yang sedang memerlukan bantuan, amar makruf atau nahi munkar, dan lain sebagainya, maka keringat tersebut akan dikeluarkan oleh rasa malu dan rasa takut pada hari Kiamat, sehingga menenggelamkannya. Bagi seorang anak yang baik dan cerdik, dia akan tahu bahwa jerih payah yang dia alami dalam menanggung kesulitan-kesulitan dunia itu jauh lebih ringan dan lebih sebentar waktunya daripada beratnya kesulitan-kesulitan dan penantian yang terjadi pada hari Kiamat nanti. Sesungguhnya kiamat adalah hari yang sangat besar dan panjang prosesnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Hazim, dia berkata, “Jika ada seruan dari langit yang menyerukan bahwa penghuni bumi telah aman (terbebas) dari masuk neraka, namun mereka tetap saja akan merasa ketakutan yang luar biasa karena dahsyatnya hari itu.”

 

Hal-hal yang Dapat Menyelamatkan dari Berbagai Penderitaan di Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang membantu menghilangkan Satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan Orang muslim ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dirinya pada hari Kiamat ….”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim qalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari ayahnya dari Abdullah bin Nafi’ dari Ibnu Abi Fudaik dan Abdurahman bin Abu Abdullah dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abdurrahman bin Samurah, dia berkata, pada suatu hari Rasulullah Saw menemui kami yang sedang berada di masjid Madinah. Beliau lalu berkata, “Tadi malam, aku bermimpi sangat menarik sekali. Aku melihat seorang dari umatku didatangi Malaikat Maut untuk dicabut nyawanya. Ketika Malaikat Maut mau mencabut nyawanya, maka muncul kepadanya amal kebaikannya kepada kedua orang tuanya, dan menghalau Malaikat Maut tadi.

 

Aku melihat seorang dari umatku sudah siap menerima azab kubur. Maka muncul kepadanya amal wudhunya, yang menyelamatkannya dari azab kubur itu. Aku melihat seorang dari umatku didatangi dan digoda oleh setan-setan. Maka muncul kepadanya amal zikirnya kepada Allah, yang menyelamatkannya dari godaan setan itu. Aku melihat seorang dari umatku sudah dikelilingi oleh malaikat azab. Maka muncul kepadanya amal shalatnya, yang menyelamatkannya dari tangan mereka.

 

Aku melihat seorang dari umatku yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Setiap kali dia mendatangi telaga, dia dihalau darinya. Maka muncul kepadanya amal puasanya, yang memberinya minum hingga dia puas. Aku melihat seorang dari umatku, sedang para nabi tengah duduk di dalam majelis mereka. Setiap kali orang itu mendekati majelis mereka, mereka selalu menolaknya. Maka muncul kepadanya amal mandi janabahnya, yang menggandengnya dan menyuruhnya duduk di sampingku.

 

Aku melihat seorang dari umatku sedang berada dalam kegelapan, baik di depannya, belakangnya, kanannya, kirinya, atasnya, maupun bawahnya. Dia kebingungan dikelilingi kegelapan dari segala arah. Maka muncul kepadanya amal haji dan umrahnya, yang mengeluarkannya dari kegelapan, dan memasukkannya ke dalam cahaya terang.

 

Aku melihat seorang dari umatku ingin berbicara dengan orang-orang mukmin, namun mereka tidak mau menanggapinya. Maka muncul kepadanya amal silalurahminya seraya berkata, hai kaum mukminin, berbicaralah kalian kepadanya. Maka, mereka pun berbicara dengannya. Aku melihat seorang dari umatku takut kepada percikan api neraka. Dengan tangannya, dia berusaha menghindarkan wajahnya dari percikan api itu. Maka muncul kepadanya amal sedekahnya, yang melindungi wajah dan kepalanya.

 

Aku melihat seorang dari umatku sedang dikepung Malaikat Jabaniyah dari berbagai arah. Maka muncul kepadanya amal amar makruf dan nahi mungkarnya, yang menyelamatkannya dari tangan mereka dan memasukkannya bersama Malaikat Rahmat. Aku melihat seorang dari umatku sedang bertekuk lutut di hadapan Allah, namun ada sekat yang menghalanginya. Maka muncul kepadanya amal akhlaknya yang baik, yang menggandengnya mendekat kepada-Nya.

 

Aku melihat seorang dari umatku yang diberi catatan amalnya dari sebelah kiri. Maka muncul kepadanya amal rasa takutnya kepada Allah, yang membantu mengambilnya, dan diberikan kepadanya dari sebelah kanan. Aku melihat seorang dari umatku yang ringan timbangan kebaikannya. Maka muncul kepadanya anak-anaknya yang meninggal lebih dulu, yang memberatkan timbangan kebaikannya.

 

Aku melihat seorang dari umatku sedang berdiri di tepi Neraka Jahanam. Maka muncul kepadanya tangisan air matanya yang pernah keluar karena rasa takut kepada Allah, yang menyelamatkannya dari neraka itu. Aku melihat seorang dari umatku berdiri gemetar di atas jembatan (ash-Shirath) bagaikan getaran pelepah Kurma. Maka muncul kepadanya amal baiknya berbaik sangka kepada Allah, yang mampu menenangkannya, dan dia pun melewatinya.

 

Dan, aku juga melihat seorang dari umatku sedang berdiri di depan pintu-pintu surga, namun pintu-pintu masih terkunci untuknya. Maka muncul kepadanya syahadatnya bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang membukakan dan memasukannya ke dalam surga.”

 

Menurutku, itu adalah adalah sebuah hadis penting yang berisi amal-amal khusus yang bisa menyelamatkan seseorang dari bencana dan kesulitan-kesulitan kiamat. Wallahu alam. Fadhilah Membebaskan Utang

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada seseorang umat sebelum kalian yang sedang dihisab, dan tidak ditemukan amal Kebajikannya sedikit pun, kecuali dia pernah menyuruh budak-budaknya untuk membebaskan utang dari orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Lalu, Allah “Azza wa Jala berfirman, “Aku lebih layak melakukannya daripada kamu. Bebaskan hamba-Ku ini.”

 

Bersumber dari Hudzaifah bahwa Nabi Saw. bersabda, ada seseorang yang meninggal lalu masuk surga. Maka dikatakan kepadanya, “Apa yang pernah Kamu lakukan?” Dia lalu menjawab, “Aku dahulu seorang pedagang. Aku biasa memberikan tangguh waktu kepada orang yang sedang kesulitan, dan aku membebaskan dalam masalah keuangan, atau dalam pembayaran tunai.” Karenanya dia diampuni. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Muslim.

 

Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Qatadah bahwa suatu hari dia mencari orang yang mempunyai utang kepadanya, namun orang itu selalu bersembunyi darinya. Lalu, dia menemukannya, namun orang itu berkata, “Sungguh, aku benar-benar sedang kesulitan.” Abu Qatadah berkata, “Demi Allah.” Lalu orang itu menjawab, “Demi Allah.” Kemudian Abu Qatadah berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ingin diselamatkan Allah dari kesusahan-kesusahan di hari Kiamat, maka hendaklah dia membantu menghilangkan kesusahan orang yang sedang mengalami kesulitan, atau merelakan tanggungan utangnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdul Yasar namanya adalah Ka’ab bin ‘Amr bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menangguhkan piutangnya kepada orang yang sedang mengalami kesulitan, atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.”

 

Anas bin Malik berkata, “Barang siapa yang menangguhkan tagihan kepada orang yang berutang, maka setiap hari di sisi Allah, dia mendapatkan pahala sebesar Gunung Uhud, sepanjang dia belum menagihnya.”

 

Tujuh Golongan yang Mendapatkan Naungan Allah Ta’ala

 

Diriwayatkan oleh beberapa Imam hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Yaitu, pemimpin yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; orang yang hatinya selalu bergantung kepada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, baik ketika berkumpul maupun ketika berpisah; seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan terhormat, namun dia berkata, aku takut kepada Allah; seseorang yang bersedekah lalu dia merahasiakannya, sehingga apa yang diberikan tangan kanannya tidak diketahui tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat (berzikir) kepada Allah dalam kesunyian sambil menangis.”

 

Adapun maksud dari naungan Allah yaitu berada dalam naungan Arasy-Nya.

 

Diriwayatkan oleh Abu WHudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mengenyangkan kepada orang yang lapar, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, atau memberi tempat berteduh kepada orang yang sedang dalam perjalanan, maka Allah akan melindunginya dari berbagai bencana di hari Kiamat.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani Sulaiman bin Ahmad dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memberi makanan satu suap saja kepada saudaranya, maka Allah akan memalingkannya dari pahitnya Keadaan hari Kiamat.”

 

Diriwayatkan dalam al-Qur’an beberapa ayat yang sesuai dengan riwayat-riwayat hadis tadi, yaitu sebagai berikut:

 

“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kari rmemberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah rnasam penuh kesulitan.” Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu.” (QS. al-Insan: 6-11)

 

“Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu.” (QS. al-Kahfi: 30)

 

“Maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. al-Ma’idah: 69)

 

Dosa yang Tidak Dapat Dihapus Dengan Ibadah

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizhdari Sulaiman bin Ahmad dari Ahmad bin Yahya bin Khalid dari Muhammad bin Salam dari Yahya bin Bakir dari Malik dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada beberapa dosa yang tidak dapat dihapus oleh shalat, puasa, haji, dan umrah.” Aku bertanya, “Lalu apa yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bersusah payah (sungguh-sungguh) dalam mencari nafkah.” Yahya bin Bakir mengabarkan hadis tersebut ketika seseorang datang kepadanya mengadukan penyakit malas yang dideritanya.

 

Syafaat Umum Nabi Muhammad Saw. Kepada Seluruh Umat Manusia di Padang Mahsyar

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, pada suatu hari didatangkan kepada Nabi Saw. masakan sepotong daging kesukaan beliau, dan beliau pun memakannya lalu bersabda, aku adalah pemimpin umat manusia di hari Kiamat. Tahukah kalian dengan apa itu? Allah akan mengumpulkan umat-umat yang terdahulu dan umat-umat yang terakhir di satu tanah lapang. Di sana diperdengarkan kepada mereka seruan seorang penyeru, dan mereka pun semuanya bisa terlihat.

 

Dan, matahari semakin mendekat kepada mereka, maka manusia sangat sengsara dan kesusahan, sehingga mereka tidak sanggup menanggung derita. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Tidakkah kalian pikirkan derita yang kalian alami? Mengapa kalian tidak mencari orang yang dapat memberikan syafaat kepada kalian di hadapan Tuhan kalian?”

 

Lalu yang lainnya berkata, “Datanglah kalian kepada Nabi Adam a.s..” Maka mereka pun mendatanginya seraya berkata, “Wahai Adam, engkau adalah nenek moyang kami seluruh umat manusia. Allah telah menciptakan engkau dengan Tangan-Nya, lalu meniupkan sebagian roh-Nya padamu. Allah juga memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang ?”

 

Kemudian Nabi Adam a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, Dia pernah melarangku mendekati pohon Khuldi, namun aku melanggarnya. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Nuh a.s…”

 

Maka mereka pun mendatangi Nabi Nuh a.s. seraya berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi, dan Allah menyebutmu “hamba yang bersyukur”,. Karenanya, minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang Kami hadapi dan kami alami sekarang

 

Kemudian Nabi Nuh a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, aku pernah berdoa untuk kebinasaan umatku. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim a.s..”

 

Maka mereka pun mendatangi Nabi Ibrahima.s. seraya berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya di antara seluruh penghuni bumi. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”

 

Kemudian Nabi Ibrahim a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya.” Lalu dia menceritakan beberapa dusta yang

 

pernah dilakukannya. Dia Lalu berkata, “Aduh malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Musa a.s..”

 

Maka mereka pun mendatangi Nabi Musa a.s. seraya berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah mengutamakanmu dengan risalah-Nya daripada sekalian manusia. Dan, Allah juga telah mengajakmu untuk bercakap-cakap. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”

 

Kemudian Nabi Musa a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, aku pernah membunuh seorang manusia, yang aku sendiri tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Isa a.s..”

 

Maka mereka pun mendatangi Nabi Isa a.s. seraya berkata, “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah. Engkau telah bisa berbicara dengan manusia sejak masih bayi. Engkau adalah kalimat dari-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan roh dari-Nya. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”

 

Kemudian Nabi Isa a.s. menjawab, “Se. sungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya.” Beliau tidak menyebutkan dosa apa yang pernah dilakukannya. Nabi Isa a.s. lalu berkata, “Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Muhammad Saw..”

 

Maka, mereka pun mendatangi Nabi Muhammad Saw. seraya berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni seluruh dosamu, baik yang terdahulu maupun yang terakhir. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang Kami hadapi dan kami alami sekarang?”

 

Kemudian aku (Nabi Muhammad Saw.) beranjak dan berangkat hingga sampai di bawah Arasy. Selanjutnya aku bersujud kepada Allah. Kemudian Allah membukakan pintu-Nya untukku dan mengilhamkan kepadaku pujian-pujian. Pintu tersebut tidak akan dibukakan untuk siapa pun selain untukku. Kemudian dikatakan, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Pintalah pasti kamu diberi. Dan, sampaikan syafaatmu, pasti syafaatmu diterima.”

 

Aku lalu mengangkat kepalaku dan berkata, “Wahai Tuhanku, umatku, umatku.” Maka dikatakan, “Wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu, yaitu orang-orang yang tidak dihisab melalui pintu sebelah kanan di antara pintu-pintu surga.” Demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya jarak antara dua tiang pintu dari pintu-pintu surga adalah sejauh antara Mekah dan Hijr, atau sejauh antara Mekah dan Bushra. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Menurut riwayat Bukhari disebutkan sejauh jarak antara Mekah dan Himyar.

 

Syafaat umum ini khusus disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. di antara para nabi yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., “Setiap nabi mempunyai satu permintaan (doa) yang dikabulkan. Setiap nabi permintaannya disegerakan. Dan aku menangguhkan permintaanku agar dapat dijadikan syafaat untuk umatku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Syafaat umum tersebut adalah berupa dipercepatnya proses hisab, sehingga mereka terhindar dari rasa takut yang berkepanjangan di hari Kiamat.

 

Sabda beliau, “Wahai Tuhanku, umatku, umatku.” Ini menunjukkan betapa besar kekhawatiran dan perhatian beliau terhadap kondisi umatnya. Pernyataan tersebut juga menunjukkan demikian besar kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap umatnya.

 

Sabda beliau, “Maka dikatakan, wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu orang-orang yang tidak dihisab.” ini memperlihatkan bahwa syafaat beliau dikabulkan, sehingga ketika orang-orang yang tidak perlu dihisab itu dimasukkan langsung ke dalam surga, maka itu mempermudah dan mempercepat proses hisab bagi yang lainnya.

 

Permintaan syafaat dari umat manusia kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan ilham dari Allah kepada mereka untuk memperlihatkan maqamam mahmuda (kedudukan yang terpuji) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. sebagaimana yang telah dijanjikanNya. Karenanya, setiap nabi yang didatangi oleh umat manusia saat itu mengatakan, “Aku tidak berhak melakukannya, aku tidak berhak melakukannya.” Hingga akhirnya sampai di hadapan Rasulullah Saw. permintaan syafaat itu, lalu beliau bersabda, “Akulah yang berhak melakukannya.”

 

Muslim meriwayatkan dari Qatadah dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan manusia, maka mereka mengalami penderitaan karenanya.” Dalam riwayat lain, “Lalu mereka dibisiki sehingga mereka berkata, andai saja ada seseorang yang memintakan syafaat kepada Tuhan kami agar Dia membebaskan kami dari tempat ini. Lalu mereka mendatangi Nabi Adam a.s. ….”

 

Abu Hamid menuturkan bahwa perjalanan dari Nabi Adam untuk menemui Nabi Nuh adalah selama 1000 tahun. Demikian juga jarak menuju nabi-nabi berikutnya hingga sampai di hadapan Nabi Muhammad Saw..

 

Disebutkan juga bahwa pada saat itu manusia akan berkumpul secara berkelompok dengan wujud dan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan dosa dan perbuatan mereka selama di dunia, seperti orang yang tidak mau berzakat, penipu, pengkhianat, dan lain-lain. Ada yang kemaluannya membesar dengan bau busuk yang sangat menusuk sehingga mengganggu orang yang ada di sekitarnya, ada yang disalib pada tiang-tiang api, dan ada pula yang lidahnya menjulur sampai ke dada hingga membuat rupanya sangat buruk. Adapun mereka tersebut adalah para penzina, pelaku sodomi, dan para pendusta. Ada juga yang perutnya membesar hingga sebesar gunung, yaitu orang-orang yang selalu. makan riba. Pada hari itu, para pelaku kejahatan akan dibangkitkan sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.

 

Pada bagian akhir dari buku ini (Kasyf ‘Ulum al-Akhirah), tram Abu Hamid menuturkan bahwa pada hari Kiamat, para rasul dan nabi akan berada di atas mimbar-mimbar. Sedang para ulama berada di atas mimbar-mimbar yang lebih kecil. Mimbar setiap rasul itu tergantung kepada kedudukannya masing-masing. Para ulama yang mengamalkan ilmunya akan berada di atas kursi-kursi dari cahaya. Sedang para syuhada dan orang-orang saleh lainnya, seperti para pembaca al-Qur’an dan muazin akan berada di atas bukit pasir minyak kesturi. Para ulama yang duduk di atas kursi cahaya itulah yang mengajukan permohonan syafaat kepada para nabi, mulai dari Nabi Adam, Nabi Nuh, sampai ke hadapan Rasulullah Saw..

 

Dalam kitab al-Irsyad, Abu Bakar bin Barjan mengatakan, “Pada hari Kiamat, di hari yang sangat menyengsarakan itu, Allah memberi ilham kepada para pemimpin dari pengikut para rasul untuk memohonkan syafaat kepada para rasul mereka agar memperoleh pertolongan dari Allah.”

 

Syafaat Itulah yang Disebut Afaqam al-Mahmudi (Kedudukan yang terpuji)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, aku adalah pemimpin anak cucu Adam, dan itu bukan sombong. Bendera pujian berada di tanganku, dan itu bukan sombong. Pada hariitu, semua nabi termasuk Nabi Adam dan lain-lainnya berada di bawah benderaku. Aku adalah orang pertama kali yang membuat bumi terbelah (bangkit dari kubur), dan itu bukan sombong.”

 

Beliau lalu berkata, manusia mengalami tiga kali ketakutan. Mereka lalu mendatangi Nabi Adam a.s. dan berkata, “Engkau adalah bapak kami. Tolong mohonkan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami!” Nabi Adam a.s. lalu menjawab, “Dahulu, aku pernah berbuat dosa yang karenanya aku diturunkan ke bumi. Datanglah kalian kepada Nabi Nuh a.s.”

 

Mereka lalu menemui Nabi Nuh a.s.. Namun dia berkata, “Dahulu, aku pernah berdoa yang membuat penduduk bumi binasa. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Ibrahim a.s..”

 

Mereka lalu menemui Nabi Ibrahim a.s.. Namun, dia juga tidak sanggup seraya berkata, “Dahulu, aku pernah berdusta tiga kali. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Musa a.s. Menurut Rasulullah, yang diperbuat Nabi Ibrahim a.s. adalah dalam rangka membela agama Allah.

 

Mereka lalu menemui Nabi Musa a.s. Namun, dia juga tidak sanggup dan berkata “Dahulu, aku pernah membunuh orang. Tetap; datanglah kalian kepada Nabi Isa a.s.”

 

Mereka lalu menemui Nabi Isa a.s.. Namun dia juga tidak sanggup dan berkata, “Dahulu, aku telah dijadikan sembahan oleh manusia. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Muhammad Saw..” Akhirnya, mereka pun menemuiku, maka aku pun berangkat bersama mereka.

 

Anas berkata seperti yang dikutip oleh lbnu Jad’an, saat itu aku seakan-akan melihat Rasulullah Saw. ketika beliau bersabda, “Lalu aku mendekat ke sebuah daun pintu surga dan mengetuknya.” Para malaikat yang menjaga. Nya bertanya, “Siapakah itu?” Aku jawab, “Muhammad” Begitu pintu dibuka dan melihatku, mereka menyambutku seraya mengucapkan selamat datang. Aku lalu bersujud kepada Allah seraya memanjatkan pujian dan sanjungan. Lalu dikatakan kepadaku, “Angkatlah kepalamu, dan mintalah, pasti kamu akan diberi. Sampaikan syafaat, pasti akan diterima syafaatmu. Dan, berkatalah, pasti akan didengar perkataanmu.” Itulah kedudukan yang terpuji yang telah disinggung Allah dalam firman-Nya,

 

“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79)

 

Hadis yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Ibnu Abbas. Abu Daud berkata, aku mendapatkan riwayat ini dari Hammad bin Maslamah dari Ali bin Zaid dari Abu Nadhrah, dia berkata, di Bashrah, Ibnu Abbas pernah berkhotbah di atas mimbar di hadapan kami. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah, selanjutnya dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, setiap nabi memiliki suatu doa. Doa mereka semua telah ditunaikan sewaktu di dunia. Sedangkan aku masih menyimpan doaku untuk syafaat bagi umatku pada hari Kiamat nanti. Ketahuilah, sesungguhnya Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari Kiamat, dan itu bukan sombong. Pada hari Kiamat, aku adalah orang pertama kali yang Membuat bumi terbelah (bangkit dari kubur), dan itu bukan sombong.

 

Bendera pujian ada di tanganku. Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lainnya berada di bawah benderaku, dan itu bukan sombong. Ketika manusia sedang dilanda kesulitan pada hari itu, mereka lalu berkata, “Mari kita temui Nabi Adam a.s., bapak manusia agar dia mau memintakan syafaat untuk kita kepada Tuhan kita “Azza wa Jalla hingga Dia memutuskan di antara kita ….. Mereka lalu menemui Nabi Isa a.s. dan berkata, “Minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu hingga Dia memutuskan di antara kami.” Nabi Isa a.s. lalu menjawab, “Aku tidak sanggup memenuhi permintaan kalian. Aku dan ibuku sama-sama pernah dianggap sebagai tuhan selain Allah. Tetapi bagaimana menurut kalian seandainya ada barang dalam sebuah bejana yang sudah ditutup rapat, apakah isinya bisa diambil tanpa merusak tutupnya” Mereka menjawab, “Tidak.” Nabi Isa as. lalu berkata, “Sesungguhnya Muhammad pada hari ini diberikan keistimewaan. Dosanya yang lalu dan yang akan datang sudah diampuni-Nya.”

 

Manusia lalu menemuiku dan berkata, “Minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu hingga Dia memutuskan di antara kami.” Aku lalu berkata, “Aku berhak melakukan itu kepada orang yang dikehendaki dan diridhai Allah.”

 

Selanjutnya, setiap kali Allah berkehendak untuk memutuskan di antara makhluk-makhlukNya, ada penyeru yang berseru, “Mana Muhammad dan umatnya?” Aku lalu berdiri dan diikuti oleh umatku dalam keadaan wajah putih berseri karena bekas bersuci.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Kami adalah umat yang terakhir dan terdahulu, yaitu umat yang paling dahulu dihisab, dan jalan kami dilapangkan di antara umat-umat yang lainnya.” Karenanya, mereka lalu berkata, “Sepertinya umat ini seluruhnya terdiri dari para nabi….”

 

Disebutkan dalam riwayat Bukhari sebuah hadis yang bersumber dari Ibnu Umar, dia berkata, pada hari Kiamat, sesungguhnya manusia akan berlutut semuanya. Setiap umat akan mengikuti nabinya masing-masing seraya berkata, “Hai Fulan, minta kan syafaat bagi kami. Hai Fulan, minta kan syafaat bagi kami.” Sampai akhirnya, permintaan syafaat itu diajukan kepada Nabi Muhammad Saw.. Dan, itulah hari di mana Allah mengangkat beliau pada Maqam al-Mahmud (kedudukan yang terpuji). Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang firman Allah Ta’ala, “Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79) Beliau lalu menjawab, “Itu adalah syafaat.” Menurut Tirmidzi, hadis ini sahih. Tiga Kali Ketakutan Sabda Nabi Saw., “Manusia mengalami tiga kali ketakutan,” Wallahu a’lam, maksudnya adalah:

 

  1. Ketika mereka diseret ke dekat neraka dengan menggunakan rantai-rantainya. Peristiwa ini terjadi sebelum mereka dihadapkan kepada Allah untuk dihisab. Setiap kali memandang mereka, lidah api neraka itu menjilat ke sana kemari. Dengan sangat ganas, lidah api neraka itu bersuara mendesis seraya menerkam mereka. la sangat marah karena kemurkaan Allah (akan diterangkan nanti pada Bab Tentang Neraka). Pada saat itu, mereka bertekuk lutut dan berjatuhan di sekeliling api itu. Mereka benar-benar tidak berdaya, bahkan air mata mereka mengalir deras, dan orang-orang zalim berteriak menyesali nasib mereka yang sangat malang.

 

  1. Untuk kedua kalinya, terdengar lagi desis suara jilatan api neraka yang menambah rasa takut di hati mereka.

 

  1. Dan, untuk ketiga kalinya terdengar lagi desis suara jilatan api neraka. Pada kali ini mereka berjatuhan tersungkur pada wajah-wajah mereka. Pandangan mata mereka menunduk, dan sekali-kali melirik ke arah api, khawatir api itu akan sampai kepada mereka, dan membakar mereka. Semoga

 

Allah menyelamatkan kita darinya. Perbedaan Pendapat Tentang Kedudukan yang Terpuji (Maqam al-Mahmud)

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai maksud “Kedudukan yang terpuji.” Ada lima pendapat dalam masalah ini, antara lain:

 

Pertama, kedudukan yang terpuji ialah syafaat beliau bagi manusia pada hari Kiamat, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ini adalah pendapat Hudzaifah bin al-Yaman dan lbnu Umar.

 

Kedua, kedudukan yang terpuji ialah bendera pujian yang diberikan Allah kepada Nabi Saw. pada hari Kiamat. Menurutku, pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama tadi. Artinya, sambil memegang bendera tersebut, beliau memberikan syafaat kepada manusia.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah manusia yang pertama kali keluar dari kubur ketika mereka dibangkitkan. Aku adalah juru bicara mereka ketika mereka datang. Aku adalah pemberi kabar gembira ketika mereka sudah merasa putus asa. Bendera pujian berada di tanganku. Dan, aku adalah anak cucu Adam yang paling mulia di sisi Tuhanku, dan ini bukan sombong.”

 

Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah manusia yang pertama kali keluar dari kubur ketika mereka dibangkitkan. Aku adalah pemimpin mereka ketika mereka datang. Aku adalah juru bicara mereka ketika mereka diam. Aku adalah pemberi syafaat mereka ketika mereka sudah merasa putus asa. Aku adalah pemberi kabar gembira ketika mereka bersedih hati. Bendera kemuliaan berada di tanganku. Aku adalah anak cucu Adam yang paling mulia di sisi Tuhanku. Dan, ada seribu pelayan yang mengelilingiku, seakan-akan mereka semua adalah mutiara yang tersimpan.”

 

Ketiga, seperti yang dikutip oleh ath-Thabari dari Mujahid, yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji ialah bahwa sesungguhnya Allah mempersilakan Nabi Muhammad Saw. duduk bersama-Nya di atas Kursi-Nya.

 

Menurutku, kendatipun sahih hadisnya, namun pendapat ini tidak disukai. Soalnya, orang bisa saja menakwilkan bahwa Allah mem, persilakan Nabi Saw. duduk bersama-Nya, berikut nabi-nabi lainnya dan para malaikat-Nya.

 

Ibnu Abdul Barr berkata dalam kitabnya, at-Tamhid, “Kendatipun Mujahid termasuk salah satu ulama tafisr terkemuka, namun dalam menafsirkan al-Qur’an, tercatat ia melakukan dua kali penafsiran yang kontroversial. Pertama ialah penafsiran ini. Dan kedua, ialah ketika dia menafsiri firman Allah ta’ala,

 

“Wajah-wajah (orang) mukmin pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya,” (QS. al-Qiyamah: 22-23)

 

Mujahid berkata bahwa orang-orang mukmin sedang menunggu balasan pahala dari Allah, bukan melihat-Nya.

 

Keempat, yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji yaitu kewenangan Nabi Saw. yang bisa mengeluarkan orang-orang tertentu dari neraka.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Yazid Al-Faqir, dia berkata, aku pernah terpengaruh oleh salah satu pendapat kaum Khawarij. Karenanya, suatu waktu kami berhaji bersama teman-temanku. Ketika melewati Madinah, kami melihat Jabir bin Abdullah sedang bercerita kepada Orang-orang atau suatu kaum tentang Rasulullah Saw.. Pada saat Jabir berbicara tentang penghuni neraka Jahanam, aku berkata kepadanya, “Wahai sahabat Rasulullah, apa perlunya kalian ceritakan itu? Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,

 

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya.” (QS. Ali ‘Imran: 192)

 

“Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.” (QS. as-Sajdah: 20)

 

Lalu, apa yang akan kalian katakan?” Maka Jabir balik bertanya kepadaku, “Pernahkah kamu membaca al-Qur’an?” Aku jawab, “Ya.” Dia bertanya, “Pernahkah kamu mendengar tentang kedudukan Nabi Muhammad Saw., yaitu di saat Allah ‘Azza wa Jalla akan mengangkat beliau ke posisi itu?” Aku menjawab, “Ya.” Dia lalu berkata, “Sesungguhnya itu adalah kedudukan Nabi Muhammad Saw.. Karenanya, Allah berkenan mengeluarkan sebagian penghuni neraka ….”

 

Disebutkan dalam riwayat Bukhari sebuah hadis dari Anas dari Nabi Saw.. Anas berkata, aku mendengar bahwa beliau bersabda, “Maka aku pun keluar. Kemudian aku mengeluarkan mereka, dan memasukkan mereka semua ke dalam surga, sehingga tidak ada lagi yang tersisa di neraka kecuali orang-orang yang ditahan oleh al-Qur’an, yaitu mereka yang harus tinggal selama-lamanya di sana (neraka).” Anas berkata, “Kemudian beliau membaca ayat ini,

 

“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79)

 

Itulah tempat terpuji yang telah dijanjikan Allah kepada Nabi kalian.”

 

Kelima, kedudukan yang terpuji ialah syafaat Nabi Saw. kepada salah satu dari empat orang (akan diterangkan nanti selanjutnya). Untuk Siapakah Syafaat Nabi Saw. itu?

 

Sesungguhnya kedudukan yang terpuji itu identik dengan syafaat yang tidak sanggup diberikan oleh para nabi, kecuali Nabi Muhammad Saw.. Beliaulah yang akan memberikan syafaat secara umum kepada seluruh manusia yang berada di Padang Mahsyar, baik yang mukmin maupun yang kafir. Tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai berapa kali syafaat beliau.

 

An-Naqqasy berkata, “Ada tiga macam syafaat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.. Pertama, syafaat yang bersifat umum tadi untuk semua manusia. Kedua, syafaat untuk menyegerakan mereka masuk surga. Dan ketiga, syafaat terhadap orang-orang yang melakukan dosa besar.”

 

Sedang Ibnu Athiyah dalam Tafsirnya berkata, “Yang paling dikenal, syafaat itu hanya ada dua macam saja. Yakni, syafaat umum dan syafaat untuk mengeluarkan orang-orang yang berdosa dari neraka. Syafaat yang kedua ini tidak saja dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw., namun dimiliki juga oleh nabi-nabi yang lain dan para ulama.”

 

Al-Qadhi lyadh berkata, “Syafaat Nabi Muhammad Saw. pada hari Kiamat nanti itu ada lima macam.

 

  1. Syafaat yang bersifat umum.

 

  1. Syafaat beliau untuk memasukkan suatu kaum ke dalam surga tanpa dihisab terlebih dahulu.

 

  1. Syafaat beliau kepada beberapa orang umatnya yang seharusnya masuk neraka karena dosa-dosa mereka, lalu Nabi Saw. memberi syafaat kepada mereka. Siapa saja yang beliau kehendaki, maka beliau memberi syafaat dan memasukkannya ke dalam surga. Jenis syafaat inilah yang ditentang oleh ahli-ahli bid’ah, termasuk Khawarij dan Muktazilah. Mereka menolaknya berdasarkan argumen-argumen rasio dan logika mereka yang keliru.

 

  1. Syafaat beliau untuk mengeluarkan umatnya yang berdosa dari neraka hingga mereka bisa keluar darinya. Jenis syafaat ini, juga dimiliki oleh nabi-nabi lainnya, para malaikat, dan saudara-saudara mereka yang beriman. Syafaat ini justru lebih ditentang oleh orang-orang Muktazilah daripada syafaat yang sebelumnya tadi, karena dianggap lebih tidak rasional.

 

  1. Syafaat beliau untuk menambah dan meninggikan derajat penghuni surga. Menurut al-Qadhi lyadh, kaum Muktazilah tidak menentang jenis syafaat ini, sebagaimana mereka tidak menentang syafaat pertama di Padang Mahsyar.”

 

Menurutku, masih ada syafaat yang keenam. Yaitu, syafaat beliau kepada pamannya, Abu Thalib, agar siksanya diringankan. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa_ ketika mendengar pamannya (Abu Thalib) disebut-sebut di sisi Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, “Mudah-mudahan syafaatku pada hari Kiamat berguna baginya, sehingga dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, yang hanya sampai kepada kedua mata kakinya, namun menyebabkan otaknya mendidih.”

 

Jika ada yang mempersoalkan hal itu dengan mengemukakan firman Allah Ta’ala,

 

“Maka, tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat,” (QS. al-Muddatstsir: 48)

 

Maka perlu dijelaskan kepadanya bahwa yang dimaksud tidak bermanfaat ialah syafaat untuk mengeluarkan penghuni neraka, seperti syafaat yang diberikan oleh ahli tauhid yang berdosa, walaupun mereka telah keluar dari neraka dan masuk ke surga.

 

Adakah Para Nabi yang Berdosa?

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai para nabi yang terlibat dalam dosa-dosa kecil, setelah mereka menjadi nabi, yang membuat mereka patut ditindak, dicela, dan disesalkan oleh diri mereka sendiri. Bukankah semua ulama sepakat bahwa para nabi adalah orang-orang yang dijaga dari dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.

 

Menurut al-Qadhi Abu Bakar dan Ustaz Abu Bakar, masalah ini harus disikapi dengan pendekatan dalil. Kaum Muktazilah cenderung menyikapinya dengan pendekatan dalil rasio dan logika. Sementara menurut ath-Thabari dan ulama-ulama lain dari kalangan ahli fiqih, ahli kalam, dan ahli hadis mengatakan, mungkin Saja terjadi para nabi itu melakukan dosa-dosa kecil. Pendapat mereka ini ditentang oleh kaum Rafidhah yang menyatakan bahwa para nabi itu dijaga dari segala macam dosa. Adapun alasan ath-Thabari dan yang lainnya adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an mengisahkan beberapa perbuatan dosa yang pernah dilakukan para nabi, begitu juga hadis yang mengisahkan penyesalan mereka atasnya.

 

Kebanyakan (jumhur) ahli fiqih dari kalangan mazhab Maliki, Abu Hanifah, dan Syafi’i berpendapat bahwa para nabi itu dijaga (terpelihara) dari segala macam dosa kecil, sebagaimana mereka juga dijaga dari segala macam dosa besar. Mereka adalah panutan bagi umatnya masing-masing, yang menjadi tokoh sempurna tanpa cela. Jika mereka sampai melakukan satu kesalahan atau dosa sekeci| apa pun, maka hal itu dapat merusak citra mereka sebagai tokoh yang dijadikan teladan, sehingga mereka tidak patut diikuti.

 

Ustaz Abu Ishak al-Isfarayani berkata, “Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah dosa-dosa kecil pada diri para nabi. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa para nabi tidak mungkin melakukan dosa kecil. Tetapi, ada juga sebagian ulama yang berpendapat sebaliknya, meskipun tanpa dasar yang Kuat.”

 

Para ulama muta’akhirin yang cenderung pada pendapat pertama tadi mengatakan, “Satu hal yang harus ditegaskan ialah bahwa sesungguhnya Allah telah mengabarkan sendiri tentang adanya beberapa orang nabi yang melakukan suatu perbuatan dosa hingga Dia mencela mereka, meskipun akhirnya mereka bertobat dan memohon ampunan kepadaNya. Semua itu disebutkan oleh beberapa ayat yang tegas sehingga tidak perlu ditafsiri lagi. Yang jelas hal ini tidak sampai mencemarkan derajat dan martabat para nabi. Mungkin saja perbuatan tersebut sangat jlangka terjadi. Jika saja terjadi, mungkin itu tidak sengaja, atau dilakukan karena tupa, atau alasan lain yang membutuhkan takwil.”

 

Karena itu, indah sekali apa yang dikatakan oleh al-Junaid, “Kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang baik adalah belum tentu baik bagi orang-orang yang didekatkan kepada Allah (al-mugarrabin).”.. Maksudnya, amalan-amalan para nabi harus jauh lebih baik daripada amalan orang-orang biasa. Walaupun ada ayat dan nash yang menyatakan bahwa para nabi pernah melakukan dosa, namun sama sekali tidak sampai merusak citra maupun menurunkan derajat mereka. Mereka tetap menjadi orang-orang yang luhur, terpuji, bersih, suci, dan terpilih. Semoga rahmat dan salam sejahtera Allah senantiasa dicurahkan kepada mereka.

 

Permintaan Syafaat Orang-orang Kafir Terhadap Iblis

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari Abdurrahman bin Ziyad dari Dakhin al-Hajari dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah Saw. bersabda, adi akhirat nanti, Nabi isa a.s. akan berkata, “Aku ingin menunjukkan kepada kalian seorang Nabi yang ummi (Muhammad).” Mereka lalu mendatangiku. Setelah mendapatkan izin dari Allah, aku pun bangkit berdiri. Pada saat itulah, dari tempat dudukku tersebar aroma yang sangat harum, yang belum pernah dicium oleh seorang pun. Setelah bertemu Tuhanku, Dia pun memberikan syafaat-Nya kepadaku dan memberikan cahaya padaku, mulai dari ujung rambut sampai kuku kakiku.

 

Kemudian orang kafir berkata kepada teman-temannya, “Orang-orang mukmin telah mendapatkan orang yang mau memberi syafaat kepada mereka. Lalu, siapakah yang akan memberikan syafaat kepada kita?” Seorang temannya menjawab, “Tidak lain adalah iblis. Dialah yang telah menyesatkan kita.” Mereka lalu menemui iblis dan berkata, “Orang-orang mukmin sudah mendapatkan orang yang akan memberikan syafaat kepada mereka. Karenanya, berdirilah kamu, berilah kami syafaat, karena kamulah yang telah menyesatkan kami!”

 

Iblis pun berdiri, dan dari tempat duduknya tersebar bau yang sangat busuk, yang belum pernah dicium oleh seorang pun. Kemudian iblis menyuruh mereka pergi ke Jahanam seraya berkata seperti yang dikutip alQur’an,

 

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu menyekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22)

 

Orang yang Paling Bahagia Dengan Syafaat Nabi Saw.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, pada hari Kiamat, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaat engkau?” Beliau lalu bersabda, “Sudah aku duga sebelumnya, wahai Abu Hurairah. Engkau pasti orang pertama yang akan menanyakan hadis ini kepadaku mengingat begitu besar hasratmu terhadap hadis. Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat ialah orang yang senantiasa mengucapkan “La ilaha illallah” dengan tulus ikhlas dari lubuk hatinya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa mengucapkan “La ilaha illallah” dengan ikhlas niscaya dia masuk surga.” Seorang sahabat bertanya, “Apa bukti ikhlasnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika yang dibacanya itu sanggup mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah.”

 

Penyerahan Catatan Amal

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Umar bin Khaththab, dia berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan beramallah untuk menyambut hari pertemuan yang agung (hari Kiamat). Sesungguhnya hisab itu akan diringankan terhadap orang yang menghisab dirinya ketika di dunia.”

 

Atha’ al-Khurasani berkata, seperti yang dikutip oleh Abu Nu’aim, “Pada hari Kiamat, seorang hamba dihisab berdasarkan hal-hal yang dia ketahui, supaya dia merasakan hal yang lebih berat baginya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang dihisab pada hari Kiamat, maka dia akan diazab.” Aku lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah berfirman,

 

“Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (QS. al-Insyiqaq: 7-8)

 

Beliau lalu bersabda, “ltu bukan pada saat dihisab. Tetapi, itu ketika menghadap Allah. Barang siapa yang dibantah ketika dihisab pada hari Kiamat, maka dia akan diazab.” Hadis riwayat Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Umar bin al-Ala’ al-Yasykari dari Shalih bin Thabraj dari Umar bin Khaththab, dia berkata, aku pernah mendengar Aisyah berkata ketika di depannya disebut-sebut tentang hakim, maka dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, akan didatangkan seorang hakim yang adil, maka dia akan mendapatkan hisab yang sangat berat, sehingga dia berpikiran andai saja dahulu tidak memutuskan sengketa antara dua orang sekalipun dalam kasus sebutir kurma.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan al-Hasan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasujullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri dan memberikan alasan-alasan. Namun, pada pertemuan ketiga, lembaran-lembaran catatan amal melayang ke tangan-tangan mereka. Ada yang diambil dengan tangan kanannya, dan ada pula yang diambil dengan tangan kirinya.”

 

Abu Isa berkata, “Hadis ini tidak sahih. AlHasan tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah. Namun, sebagian mereka telah meriwayatkannya dari Ali bin Ali ar-Rifa’i dari al-Hasan dari Abu Musa dari Nabi Saw..”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzar dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri. Namun pada pertemuan ketiga, buku-buku catatan amal melayang di sebelah kanan dan kiri.”

 

Tirmidzi al-Hakim mengetengahkan riwayat lain yang senada dari Rasulullah Saw. dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri dan memberikan alasan-alasan. Namun pada pertemuan ketiga, lembaran-lembaran catatan amal melayang. Pembelaan tersebut datang dari Orang-orang yang suka menuruti nafsu. Mereka membela diri karena pada saat itu mereka tidak mengenal Tuhan mereka. Mereka menyangka dengan pembelaan tersebut, mereka merasa yakin akan selamat.

 

Adapun alasan-alasan itu diterima tergantung Allah Ta’ala semata. Dia Yang Mahamulia akan menerima alasan-alasan Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lainnya. Bagi Allah, para nabi menjadi hujah-Nya (alasan) untuk membantah atau menyangkal dakwaan manusia, lalu mengirim mereka ke neraka. Sungguh, hujah Allah yang ada pada para nabi dan kekasih-Nya yakin menang, sehingga mereka tidak kebingungan.”

 

Karenanya, ada riwayat dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih mencintai pujian kecuali Allah. Tidak ada seorang pun yang paling suka menerima alasan selain Allah. Adapun pada pertemuan ketiga, bagi orang-orang mukmin, adalah menghadap kepada yang paling agung, di mana Allah akan bersendiri bersama mereka, lalu Allah mengecam mereka. Siapa pun dari mereka yang hendak Dia kecam, orang itu akan merasa Malu. Akibatnya, karena merasa malu, mereka mengeluarkan banyak keringat hingga air keringatnya membanjiri sebatas telapak kaki mereka. Setelah itu, Allah mengampuni dan meridai mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Ja’far al-Uqaili dari Nu’aim bin Salim dari Anas bin Malik dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Semua buku catatan amal itu berada di bawah Arasy. Ketika tiba hari perhitungan amal, Allah mengutus angin untuk menerbangkannya ke kanan dan kiri. Tulisan pertama yang ada di dalamnya berbunyi,

 

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al-Isra’: 14)

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah, dia berkata, ketika teringat neraka, aku menangis. Melihat itu, Rasulullah Saw. bertanya, “Kenapa engkau menangis?” Aku menjawab, “Aku ingat neraka, makanya aku menangis. Apakah pada hari kiamat, mereka akan ingat terhadap keluarganya?” Beliau lalu bersabda, “Pada tiga tempat, tidak ada seorang pun yang ingat kepada yang lainnya. Yaitu, pada saat amalnya sedang dihisab hingga diketahui timbangannya, apakah lebih ringan atau lebih berat; Pada saat lembaran-lembaran catatan amalnya dilayangkan hingga diketahui di mana buku tersebut jatuh, apakah di tangan kanannya, tangan kirinya, atau di belakang punggungnya; Dan, pada saat sedang berada di atas jembatan (ash-Shirath), jika telah sampai di atas Jahanam hingga dia berhasil melewatinya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Tsabit al-Khathib dari Zaid binTsabit, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang pertama-tama di antara umatku yang menerima buku catatan amal dengan tangan kanannya ialah Umar bin Khaththab. Wajahnya bercahaya seperti cahayanya matahari.” Ketika ditanyakan, “Lalu di mana Abu Bakar, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sudah jauh. Dia sudah diboyong malaikat ke surga.”

 

Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu al-Qasim Abdurrahman bin Mandah dalam kitabnya, atTauhid, dari Mu’adz bin Jabal bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang sangat keras namun tidak mengerikan, “Wahai Hamba-hamba-Ku! Aku-lah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Aku-lah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Maha Bijaksana, dan Mahacepat dalam menghisab. Wahai hamba-hamba-Ku! pada hari ini, tidak ada kekhawatiran atas kalian, dan kalian pun tidak perlu bersedih hati. Hadirkanlah hujah (alasan) kalian dan mudahkanlah jawaban kalian, karena kalian akan ditanya dan dihisab. Wahai para malaikat-Ku! Perintahkan agar hamba-hamba-Ku itu berdiri berbaris dan berjinjit pada ujung jari kaki mereka untuk dihisab.” Ini hadis daif riwayat ad-Dailami.

 

Diriwayatkan oleh Samurah bin Athiyah, dia berkata, pada hari Kiamat, ada seseorang dihadapkan kepada Allah untuk dihisab. Lembaran catatan amal kebaikannya bagaikan gunung. Tetapi, Tuhan Yang Mahamulia, Maha Memberkahi, dan Mahatinggi berfirman, “Pada hari ini dan ini, Kamu shalat agar dikatakan, Fulan shalat. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.

 

Pada hari ini dan ini, Kamu berpuasa agar dikatakan, Fulan berpuasa. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.

 

Pada hari ini dan ini, kamu bersedekah agar dikatakan, Fulan bersedekah. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.” Sedikit demi sedikit catatan amal kebajikannya berkurang, sehingga tidak ada yang tersisa sama sekali dari lembaran amalnya. Lalu, kedua malaikat yang mengawasinya berkata, “Kenapa untuk selain Allah kamu beramal?”

 

Dan hadis yang semakna, juga diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dalam Sunan ad-Daruquthni dari hadis Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, lembaran-lembaran amal yang tertutup rapat-rapat akan didatangkan, kemudian dihadapkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dia lalu berfirman, “Buang ini, dan terima ini!” Para malaikat lalu berkata, “Demi keperkasaan-Mu, kami tidak melihat kecuali catatan-catatan yang baik saja.” Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, Dan Dia pastinya lebih tahu“Sungguh, isi lembaran-lembaran ini dilakukan bukan untuk-Ku. Aku tidak menerima amal kecuali yang dilakukan karena mengharapkan keridaan-Ku.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“(ingatlah) pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya,” (QS. al-Isra’: 71)

 

Nabi Saw. bersabda, ada salah seorang dari mereka dipanggil lalu diberikan bukunya pada tangan kanannya. Maka tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta, wajahnya menjadi putih bersih, dan dipasangkan di atas kepalanya mahkota dari mutiara yang berkilauan. Lalu dia pergi menemui kawan-kawannya. Ketika mereka melihatnya dari kejauhan, mereka lalu berkata, “Ya Allah, berikan yang seperti ini kepada kami, dan berkahilah kami sepertinya.” Dia pun lalu menghampiri mereka seraya berkata, “Gembiralah kalian, karena bagi setiap muslim akan sepertiku.”

 

Adapun orang kafir wajahnya berubah menjadi hitam, tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta seperti bentuk Nabi Adam a.s., dan memakaikan mahkota dari api neraka. Teman-temannya yang melihatnya lalu berkata, “Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari keburukan seperti ini. Ya Allah, jangan Engkau datangkan seperti ini kepada kami.”

 

Tetapi, Dia tetap datang kepada mereka. Mereka lalu berkata, “Ya Allah, nistakanlah dia.” Namun dia berkata, “Semoga Allah menjauhkan kalian dari rahmat-Nya. Sungguh, setiap seorang dari kalian pasti akan sepertiku.” Menurut Abi ‘Isa at-Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Isa a.s. melewati sebuah kubur. Ketika kakinya menginjak kubur tersebut, dia berkata, “Dengan seizin Allah, hai penghuni kubur, keluarlah!” Maka tidak lama kemudian bangkit di depannya seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Ruhullah (Isa), apa yang engkau inginkan? Sungguh, aku telah menunggu hisab sejak 70 tahun yang lalu, hingga aku mendengar seruan panggilan, penuhi panggilan Ruhullah!”

 

Nabi Isa a.s. lalu berkata, “Hai Fulan, sungguh kamu dahulu banyak berdosa. Apa yang telah kamu lakukan?” Dia lalu menjawab, “Demi Allah, wahai Ruhullah, pekerjaanku adalah pencari kayu bakar. Aku memanggul kayu bakar di atas kepalaku. Aku memakan harta halal dan aku pun bersedekah.” Nabi Isa a.s. berkata dengan heran, “Subhanallah. Seorang pencari kayu bakar seperilmu, yang memanggul kayu bakar di atas kepalanya, yang memakan rezeki halal, dan suka bersedekah saja harus menunggu sejak 70 tahun untuk giliran dihisab.”

 

Dia lalu berkata, “Wahai Ruhullah, salah satu cercaan Allah kepadaku ialah bahwa aku telah diberi upah oleh seseorang untuk memanggul seikat kayu miliknya. Namun aku mengambil sebatang kayu kecil darinya, yang aku gunakan untuk membersihkan sisa makanan yang ada pada gigiku, lalu sebatang kecil kayu itu aku buang tidak pada tempatnya. Aku telah meremehkan Tuhanku, padahal Dia adalah Tuhanku yang selalu mengawasiku.”

 

Tentang Pengalungan Catatan Amal

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya.” (QS. al-Isra’: 13)

 

Az-Zujjaj berkata, “Penggunaan kata leher dan kalung sangat tepat sebagai dua bagian yang punya hubungan erat.”

 

Ibrahim bin Adham berkata, setiap anak cucu Adam, di lehernya melingkar kalung yang tertulis catatan amal perbuatannya. Apabila dia meninggal, maka catatan itu digulung. Dan ketika dia dibangkitkan lagi dari kuburnya, maka catatan itu dibuka, lalu dikatakan kepadanya,

 

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu,(QS. al-isra’: 14)

 

Ibnu Abbas berkata, makna tha’iruhu adalah amalnya. Adapun mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan pada hari Kiamat, Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al. Isra’: 13-14)

 

Al-Hasan berkata, “Siapa pun pasti akan bisa membaca kitabnya, termasuk orang yang buta huruf sewaktu di dunia.”

 

Mengomentari ayat, “Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal per. buatannya di lehernya.” (QS. al-Isra’: 13)

 

Abu Suwar al-Adawi mengatakan, lembaran amal perbuatan itu dihamparkan dua kali, dan digulung sekali. Karenanya wahai anak cucu Adam, ketika kamu masih hidup, lembaran amalmu masih terhampar, maka isilah hidupmu dengan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sebab, begitu kamu meninggal, maka lembaran amalmu akan digulung. Kemudian lembaran tersebut akan hamparkan lagi ketika kamu dibangkitkan lagi, lalu dikatakan kepadamu,

 

“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al-Isra’: 14)

 

Selanjutnya, jika manusia telah berdiri dengan membawa lembaran catatan amalnya masing-masing, yang diberikan kepada mereka sewaktu dibangkitkan, kemudian mereka pun dihisab berdasarkan lembaran catatan amainya itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.” (QS. al-Insyiqaq: 7-8)

 

Ini menunjukkan bahwa pemeriksaan amal itu (penghisaban) berlangsung ketika buku catatan amal sudah didatangkan. Soalnya, pada saat manusia dibangkitkan kembali, mereka masih belum ingat akan amal-amal mereka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari itu mereka semua dibangkitkan Allah, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya.” (QS. alMujadilah: 6)

 

Di depan sudah disinggung mengenai hisab Allah terhadap amal-amal manusia pada hari Kiamat. Begitu mereka dibangkitkan kembali dari kubur lalu dikumpulkan dan digiring ke Padang Mahsyar di hadapan Allah, mereka semua dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang. Ketika tiba waktunya pemeriksaan amal (penghisaban), Dia memerintahkan untuk menyerahkan buku catatan amal yang telah ditulis oleh para malaikat. Sebagian mereka ada yang menerimanya dengan tangan kanan, mereka adalah orang-orang beruntung. Dan, sebagiannya lagi menerima dengan tangan kirinya, atau pada punggungnya, mereka adalah orang-orang celaka. Pada saat itulah, masing-masing mereka bisa membaca isi kitabnya.

 

Bayangkan dirimu, hai saudaraku. Ketika buku catatan amalmu dibagikan, timbangan sudah dipasang, lalu namamu dipanggil oleh malaikat, “Mana Fulan bin Fulan? Ayo, menghadap Allah!” Malaikat tanpa kesulitan akan segera menangkap dan membawamu kepada Allah untuk menjalani hisab. Saat itu, hailmu terasa terbang, seluruh persendian tubuhmu menggigil keras, seluruh anggota tubuhmu gemetaran, dan warna kulit wajahmu mendadak berubah pucat pasi. Itu semua Karena Kamu sudah tahu apa yang sebenarnya akan terjadi padamu.

 

Bayangkan pula dirimu ketika sudah berada di hadapan Allah. Saat itu, tanganmu gemetar memegang buku yang mencatat semua amal perbuatan yang pernah kamu lakukan sewaktu di dunia. Tidak ada satu pun yang dirahasiakan atau disembunyikan. Dengan lidah yang kaku dan hati yang hancur, kamu membaca isinya pada saat huru-hara tengah berkecamuk di sekelilingmu. Kesalahan-kesalahan kecil yang telah kamu lupakan dan kamu sembunyikan, semua akan terungkap dengan jelas dalam buku catatan amalmu itu.

 

Amal perbuatan yang Kamu kira baik ternyata buruk, yang kamu sangka ikhlas ternyata tidak, yang kamu yakini berbobot ternyata kosong, dan seterusnya. Saat itu, hailmu akan merintih pilu karena kecewa atas apa yang telah kamu lalaikan selama hidupmu.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Adapun orang yang kitabnya diberikan cdi tangan kanannya.” (QS. al-Haqqah: 19)

 

Maka dia tahu bahwasanya dia termasuk penghuni surga.

 

“Maka dia berkata, Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (QS. al-Haqaqah: 19)

 

Seketika itu juga Allah mengizinkan orang tersebut untuk membaca kitab catatan perbuatannya.

 

Bagi seorang pemimpin kebaikan, yang selalu mengajak dan menyuruh kepada kebaikan, serta banyak orang yang mengikuti ajakannya, maka dia akan dipanggil dengan namanya dan nama ayahnya. Dia pun maju menghadap Allah. Ketika sudah dekat, dikeluarkanlah kitabnya yang berwarna putih dengan tulisan putih pula. Di dalam kitab itu, tertulis perbuatan-perbuatannya yang buruk, dan di luarnya tertulis perbuatan-perbuatannya yang baik.

 

Ketika mulai membaca amal keburukannya, seketika wajahnya menjadi pucat pasi. Namun, ketika membaca bagian akhir kitab itu, yang bertuliskan bahwa amal kejahatannya telah diampuni-Nya, maka wajahnya berubah ceria. Dia sangat senang sekali. Dan, ketika dia membalikkan lembaran kitab berikutnya, dan membaca catatan amal kebajikannya, dia semakin bertambah senang. Apalagi ketika pada bagian akhir kitab itu bertuliskan bahwa amal kebajikannya sudah dilipatgandakan pahalanya, sehingga wajahnya tampak putih berseri-seri.

 

Kemudian dia diberi mahkota yang diletakkan di atas kepalanya, dan diberi pakaian dua lapis. Setiap persendian tubuhnya diberi hiasan, dan tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta, seperti perawakan Nabi Adam a.s., lalu dikatakan kepadanya, “Pergilah kamu, temui teman-temanmu. Sampaikan kabar gembira kepada mereka bahwa setiap dari mereka akan seperti dirinya.”

 

Ketika dia hendak pamitan kepada mereka, dia berkata,

 

“Maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini). Sesungguhnya aku yakin bahwa (suatu saat) aku akan menemui perhitungan terhadap diriku.” (QS. al-Haqqah: 19-20)

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai.” (QS. al-Haqqah: 21), maksudnya Allah benar-benar meridainya.

 

“Di dalam surga yang tinggi.” (QS. al-Haqqah: 21), maksudnya di langit

 

“Buah-buahannya dekat.” (QS. al-Haqqah: 23), maksudnya buah-buahannya berikut tandan-tandannya didekatkan kepada mereka.

 

Dia bertanya kepada teman-temanya, “Apakah kalian mengenaliku?” Mereka menjawab, “Sungguh, kemuliaan Allah telah menutupimu. Kami tidak ingat siapa sebenarnya kamu?” Dia lalu menjawab, “Aku adalah Fulan bin Fulan. Aku memberi kabar gembira bahwa kalian semua akan sepertiku.”

 

“(Kepada mereka dikatakan), ‘Makan dan minumlah dengan nikmat karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (QS. al-Haqqah: 24), yaitu yang telah kalian lakukan sewaktu di dunia.

 

Adapun bagi seorang pemimpin kejahatan, yang selalu mengajak dan menyuruh kepada kejahatan, serta banyak orang yang mengikuti ajakannya, maka dia akan dipanggil dengan namanya dan nama bapaknya. Dia dihisab, dan dikeluarkan untuknya kitab catatan amalnya yang berwarna hitam dengan tulisan hitam. di dalam kitab itu, tertulis perbuatan-perbuatannya yang baik, dan di luarnya tertulis perbuatan-perbuatannya yang buruk.

 

Ketika pertama kali membaca bagian awalnya yang penuh dengan amal kebaikan, dia mengira akan selamat. Tetapi, ketika sampai pada bagian akhir kitab itu, bertuliskan bahwa amal kebajikannya itu sudah dikembalikan lagi padanya (ditolak Allah), maka wajahnya menjadi hitam muram. Dia sangat sedih dan putus asa oleh tulisan tersebut. Dan, ketika dia membalikkan lembaran kitab berikutnya dan membaca catatan amal keburukannya, dia semakin sedih dan wajahnya semakin hitam muram.

 

Ketika sampai pada bagian akhir kitab itu, yang bertuliskan bahwa amal keburukannya telah dilipatgandakan azabnya, maka hatinya semakin tak menentu. Dia memandang ke neraka dengan mata yang telah membiru dan wajah yang hitam muram. Setelah dikenakan pakaian dari ter, dia beranjak pergi menemui kawan-kawannya untuk memberitahukan bahwa setiap dari mereka akan seperti dirinya. Dia menghampiri mereka seraya berkata,

 

“Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku. Sehingga aku tidak mengetahui bagaimana perhitunganku. Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu.” (QS. al-Haqqah: 25-27)

 

“Kekuasaanku telah hilang dariku.” (QS. al-Haqqah: 29)

 

Menurut Ibnu Abbas, tafsir ayat tersebut adalah hujahku sudah tidak ada lagi dariku.

 

Kemudian Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. al-Haqqah: 30-32)

 

Hanya Allah yang tahu apa yang dimaksud dengan hasta. Tetapi, menurut al-Hasan dan Ibnu Abbas, yang dimaksud ialah 7O hasta malaikat.

 

Al-Kalabi berkata, “Rantai itu dimasukkan lewat mulut, dan keluar lewat dubur.” Ada yang mengatakan, “Rantai itu dimasukkan lewat dubur, dan keluar lewat mulut.” Dan, ada juga yang mengatakan, “Lehernya dimasukkan ke dalam rantai, kemudian ditarik dengannya.”

 

Ada yang mengatakan, jika satu mata rantai saja disimpan di atas sebuah gunung, maka gunung itu akan meleleh karenanya.

 

Selanjutnya, dia memanggil kawan-kawannya dan bertanya, “Apakah kalian mengenaliku?” Mereka lalu menjawab, “Tidak, namun yang jelas kami melihat kamu benar-benar menderita. Siapa kamu sebenarnya kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah Fulan bin Fulan. Setiap orang dari kalian semua nanti akan bernasib sepertiku.”

 

Adapun orang yang diberi kitabnya dari belakang punggungnya, maka pundak yang sebelah kirinya dicabut, lalu tangannya diletakkan ke belakang untuk menerima kitabnya. Sedang menurut Mujahid, “Wajahnya diputar ke tempat kuduknya, lalu dia membaca kitabnya dalam keadaan demikian.”

 

Bayangkan dirimu, hai saudaraku. Sika kamu termasuk orang-orang yang berbahagia, maka kamu akan muncul di hadapan seluruh makhluk dengan wajah berseri-seri. Sungguh kamu telah mendapatkan kesempurnaan, kebaikan, dan keindahan. Dengan memegang kitabmu pada tangan kananmu, dan digandeng oleh malaikat yang berseru di hadapan seluruh makhluk, “Inilah Fulan bin Fulan. Dia telah memperoleh kebahagiaan, dan selama-lamanya dia tidak akan pernah celaka.”

 

Sebaliknya, jika kamu termasuk orang-orang yang celaka, maka Kamu akan berjalan gontai di hadapan seluruh makhluk dengan wajah hitam muram, dan seluruh makhluk akan menjauh darimu. Dengan memegang kitabmu pada tangan kirimu, atau pada belakang punggungmu dan digandeng oleh malaikat yang berseru di hadapan seluruh makhluk, “Inilah Fulan bin Fulan. Dia telah celaka, dan selama-lamanya dia tidak akan pernah bahagia.”

 

Menurutku, sabda Nabi Saw, “Inilah Fulan bin Fulan,” ini menunjukkan bahwa di akhirat nanti seseorang itu akan dipanggil dengan namanya berikut nama bapaknya. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Karena itu, baguskanlah nama-nama kalian.”

 

Penjelasan Ayat, “Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.”? (QS. Ali ‘Imran: 106)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Ghalib, dia berkata bahwa suatu ketika Abu Umamah al-Bahili pernah melihat beberapa potong kepala orang yang diletakkan di sebuah benteng kota di Damaskus, maka dia berkata, “Anjing-anjing neraka ini adalah seburuk-buruknya pembunuhan yang terjadi di bawah langit, namun lebih baik daripada orang yang membunuhnya.” Kemudian Abu Umamah membaca firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.” (QS. Ali ‘Imran: 106)

 

Lalu, aku bertanya kepada Abu Umamah, “Apakah engkau mendengarnya sendiri dari Rasulullah Saw. ?” Dia menjawab, “Seandainya aku tidak mendengarnya kecuali hanya sekali, dua kali, atau tiga kali, bahkan dia menghitungnya sampai tujuh kali, niscaya tidak akan aku ceritakan hal tersebut kepadamu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khathib dari Malik bin Salim al Harawi, saudara Ghassan, dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda ketika menjelaskan tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.” (QS. Ali ‘Imran: 106)

 

Beliau bersabda, “Wajah-wajah golongan ahli sunnah akan menjadi putih, dan wajah-wajah golongan ahli bid’ah akan menjadi hitam.”

 

Malik bin Anas berkata, yang dimaksud dengan wajah yang hitam muram adalah wajah Orang-orang yang suka menuruti hawa nafsunya. Menurut al-Hasan, itu adalah wajah orang-orang munafik. Menurut Qatadah, itu adalah wajah orang-orang murtad. Sedangkan menurut Ubay bin Ka’ab, itu adalah wajah orang-orang kafir. Dan, pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang dipilih oleh ath-Thabari.

 

Ya Allah, putih bersihkanlah wajah kami pada hari ketika wajah kekasih-kekasih-Mu tampak putih berseri. Janganlah Engkau jadikan wajah kami hitam muram pada Nari ketika musuh-musuh-Mu tampak hitam muram. Lewat kebenaran para rasul-Mu, para nabi-Mu, dan orang-orang pilihan-Mu, kami mohon anugerah dan Kebaikan-Mu, wahai Tuhan pemberi anugerah yang agung dan Tuhan Yang Maha Dermawan.

 

Penjelasan Ayat, “(Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya,?’ (QS. al-Kahfi: 49)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari al-Hakam atau Abu al-Hakam dari Ismail bin Abdurrahman dari seorang laki-laki Bani Asad, dia berkata bahwa suatu hari Umar berkata kepada Ka’ab, “Wahai Ka’ab! Tolong ceritakan kepada kami sebuah hadis tentang akhirat.” Ka’ab menjawab, “Baiklah, wahai Amirul Mukminin. Jika hari Kiamat telah terjadi, maka Lauh Mahfuzh akan diangkat sehingga setiap makhluk akan melihat amalnya. Lalu, didatangkanlah lembaran-lembaran yang berisi catatan amal para hamba, kemudian lembaran-lembaran itu dibentangkan di sekitar Arasy. Dan, itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal) lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun.” (QS. al-Kahfi: 49)

 

Menurut as-Suddi, yang dimaksud “yang kecil” ialah dosa selain syirik, dan yang dimaksud “yang besar” ialah dosa syirik.

 

Yang dimaksud “melainkan tercatat semuanya,” Ka’ab berkata, “Kemudian orang mukmin akan dipanggil dan diberikan kitabnya dari sebelah kanan. Setetah dilihat, maka orang-orang secara jelas bisa melihat kebaikan-kebaikannya. Lalu dia membaca keburukan-keburukannya.

 

Ketika membaca ayat tersebut, al-Fudhail bin lyadh berkata, “Aduhai celaka kami, mereka hiruk-pikuk mempersoalkan dosa-dosa kecil kepada Allah, sebelum dosa-dosa besar.”

 

Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud “yang kecil” dalam ayat tadi ialah tersenyum, dan “yang besar” ialah tertawa, maksudnya ialah senyum dan tawa ketika melakukan perbuatan maksiat kepada Allah.

 

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah membuat perumpamaan mengenai dosa-dosa kecil. Beliau bersabda, “Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu seperti perumpamaan suatu kaum yang singgah di sebuah padang yang kering dan gersang. Ketika tiba waktu makan, masing-masing mereka pergi untuk mencari kayu bakar. Ada yang datang dengan membawa sebatang kayu, dan ada pula yang membawa dua batang kayu. Sehingga, akhirnya mereka berhasil menghimpun setumpuk kayu untuk menyalakan api dan memanggang roti. Sesungguhnya dosa-dosa kecil bisa terhimpun pada pelakunya, lalu membinasakannya, kecuali Allah berkenan mengampuninya. Karenanya, janganlah kalian meremehkan dosa, karena ia bisa menjadi penuntut.”

 

Telah mengabarkan kepada kami, dua orang syekh, yaitu Abu Muhammad Abdul Wahab al-Qurasyi dan Imam Abu al-Husain asy-Syaf’i dari as-Salafi dari ats-Tsaqafi dari Abu Thahir Muhammad bin Mahmasy az-Ziyadi, dengan cara dikte di Naisabur, dari Hajib bin Ahmad athThusi dari Muhammad bin Hammad al-Abyurdi dari Anas bin ‘lyadh al-Laitsi dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘“Janganlah kalian meremehkan dosa karena hal itu seperti suatu kaum yang singgah di sebuah jurang. Lalu, muncullah si ini dengan membawa sebatang kayu, si itu membawa sebatang kayu. Sehingga, mereka berhasil mengumpulkan kayu yang cukup untuk mematangkan kue mereka. Janganlah meremehkan dosa, Karena jika pelakunya ditindak karenanya, ia bisa menghancurkannya.” Hadis ini gharib berasal dari riwayat Abu Hazim Salamah bin Dinar.

 

Sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya semua dosa itu besar.” Sebagian lain mengatakan, “Janganlah kamu memandang kecilnya dosa. Tetapi, pandanglah siapa yang kamu durhakai. Dari segi ini, menentang-Nya berarti dosa besar.” Dan menurut pendapat yang sahih, dosa itu ada yang besar dan ada yang kecil. Sifat dan Bentuk Pertanyaan Terhadap Manusia Pada Hari Kiamat

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-tsra’: 36)

 

“Selanjutnya, kepada Kamilah kembalimu, kelak akan Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 23)

 

“Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.” (QS. ath-Taghabun: 7)

 

“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan, barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah 7-8)

 

“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” (QS. at-Takatsur: 8)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa ketika turun ayat, “Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)” (QS. at-Takatsur: 8), para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, nikmat apa saja yang akan ditanyakan kepada kami? Sesungguhnya kami hanya memakan kurma dan meminum air, sedangkan musuh sudah tiba dan senjata sudah ada di pundak kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya hal itu pasti akan terjadi.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya pertanyaan pertama yang akan diajukan kepada seorang hamba di hari Kiamat nanti ialah, akan dikatakan kepadanya, “Bukankah Aku telah mengaruniakan kepadamu tubuh yang sehat dan minuman yang segar?”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis al-A’masy dari Abu Wa’il Syaqig dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba melangkahkan kakinya di dunia, melainkan pada hari Kiamat dia akan ditanya tentang langkahnya itu, untuk apa tujuannya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Barzah al-Aslami bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; Tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan; Tentang amalnya, apa saja yang telah dia kerjakan; Dan tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan Ke mana dia belanjakan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Barzah dan Abu Sa’id dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; Tentang masa mudanya, untuk apa dia gunakan; Tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan Ke mana dia belanjakan Dan tentang amalnya, apa saja yang telah dia kerjakan.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub dari Ahmad bin Khalid al-Halabi dari Yusuf bin Yunus al-Afthas dari Sulaiman bin Hilal dari Abdullah dari Abdullah bin Dinar dari lbnu Umar, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah akan memanggil seorang Hamba di antara hamba-hamba-Nya. Setelah berada di hadapan-Nya, lalu Allah akan bertanya kepadanya tentang kedudukannya sebagaimana Dia menanyakan tentang amal perbuatannya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Shafwan bin Mahraz, dia berkata, ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar, “Bagaimana yang engkau dengar dari Rasulullah tentang an-najwa (dialog rahasia)?” Ibnu Umar menjawab, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa pada hari Kiamat, seorang mukmin akan didekatkan kepada Allah. Setelah Allah memasang tabir pada hamba-Nya itu, dan si hamba pun sudah mengakui dosa-dosanya, lalu Allah bertanya, “Apakah kamu mengetahui dosa-dosamu?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengetahuinya.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia, dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.” Maka orang mukmin itu diberi lembaran catatan amal kebajikannya.

 

Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, Allah memanggil mereka bersama par, pemimpin-pemimpin mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendustakan Allah. Pada akhir, riwayat ini, Rasulullah Saw. membacakan ayat,

 

“Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim” (QS. Hud: 18)

 

Diriwayatkan dari hadis Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah ‘Azza wa Jalla berduaan dengan seorang hamba-Nya yang mukmin. Setelah memeriksa dosanya satu persatu, lalu Allah mengampuninya tanpa sepengetahuan malaikat yang dekat dengan. Nya maupun nabi utusan-Nya. Allah menutupi dosa-dosa hamba-Nya itu, yang dia tidak suka melihatnya. Kemudian Allah berkata kepada ke. burukan-keburukannya, “Jadilah kamu kebaikan. kebaikan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Harun bin Abdullah dari Sayyar dari Ja’far dari Abu Imran al-Juni dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan mendekat kepada seorang hamba. Setelah Allah memasang tabir padanya hingga dia tertutup dari seluruh makhluk, Allah menyerahkan lembaran catatan amalnya dari balik tabir seraya berfirman, “Bacalah kitabmu, wahai anak cucu Adam!”

 

Ketika mendapati tulisan amal kebajikan, wajahnya putih berseri. Dan ketika mendapati tulisan amal keburukan, wajahnya hitam muram. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Wahai hamba-Ku, apakah kamu mengetahui dosa-dosamu?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengetahuinya.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku lebih mengetahuinya dari padamu. Aku telah mengampuninya untukmu.”

 

Seterusnya, setiap kali kebajikannya diterima dan kejahatannya diampuni, maka hamba tersebut bersujud. Seluruh makhluk tidak memerhatikan kecuali hanya itu, sehingga mereka saing memanggil sesamanya, “Sungguh beruntung hamba ini, dia tidak pernah berbuat durhaka sama sekali.” Dan, mereka tidak tahu isi dialog rahasia yang terjadi antara Allah dengan hamba itu.

 

Diriwayatkan oleh Abdul Wahab al-Qurasyi dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seseorang didatangkan, lalu dikatakan kepada malaikat, “Perlihatkan kepadanya dosa-dosanya yang kecil dan sembunyikan dosa-dosanya yang besar.” Lalu dikatakan kepada orang itu, “Pada hari itu kamu melakukan perbuatan ini, ini, dan ini.” Dia pun mengakuinya, tidak memungkiri.

 

Orang tersebut merasa takut jika dosa-dosanya yang besar akan didatangkan. Namun, ketika Allah menghendakinya baik, Dia berfirman, “Berikan kepadanya satu kebajikan pada setiap keburukannya.” Lalu, dengan sangat berharap, dia berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya dosa-dosa yang aku miliki sudah tidak aku lihat lagi di sana-sini.”

 

Abu Ozar berkata, “Saat itu aku melihat Rasulullah Saw. tersenyum hingga gigi-gigi depan beliau kelihatan. Kemudian beliau membaca firman-Nya,

 

“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” (QS. al-Furqan: 70)

 

Hadis tersebut di atas telah dikeluarkan juga oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Muhammad bin Abdullah bin Numair dari al-A’masyi.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya,” ini bersifat umum (‘om), yang kemudian ditakhsis (dikecualikan) oleh sebuah riwayat dari beliau, di mana beliau bersabda, “Ada 70.000 orang dari umatku yang masuk surga tanpa dihisab ….” Ini akan dijelaskan lebih lanjut nanti.

 

Lalu ditakhsis juga dengan firman Allah Ta’ala kepada beliau, “Wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu, yaitu orang-orang yang tidak dihisab melalui pintu sebelah kanan di antara pintu-pintu surga.” Hadis ini telah disebutkan tadi di atas.

 

Lalu ditakhsis lagi dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Orang-orang yang berdosa diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (QS. ar-Rahman: 41)

 

Sabda Nabi Saw., “Dan tentang amainya, apa saja yang telah dia kerjakan,” ini menurutku, ( sangat menakutkan. Soalnya ini yang menyangkut sesuatu yang dilakukan bukan sekadar yang diucapkan. Beliau tidak bersabda, “Dan tentang amalnya, apa saja yang telah dia katakan.” Dengan kata lain, seorang hamba disuruh untuk memperhatikan tentang apa yang telah dia lakukan. Apakah benar-benar ikhlas karena Allah sebagaimana firman-Nya,

 

Mereka itulah orang-orang yang benar-benar (imannya).” (QS. al-Baqarah: 177)

 

“Maka setelah mereka, datanglah generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat ….” (QS. al-A’raf :169)

 

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat).” (QS. al-Baqarah: 44)

 

“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shaf: 2-3)

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu Allah memasang tabir pada hamba-Nya itu,” ini maksudnya adalah penutup, kelembutan, dan kemuliaan Allah. Ini menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang mukmin. Dalam pertemuan tersebut, Allah bertanya dengan lembut kepada hamba-Nya, “Apakah kamu mengetahui dosa-dosamu ini?” Dia menjawab, “Ya, aku memang mengetahui, wahai Tuhanku.” Lalu, Allah berfirman dengan penuh kasih sayang, “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia,” maksudnya yaitu, Aku tidak mempermalukanmu dengan menampakkan dosa-dosa itu di dunia. Dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.

 

Kemudian ada yang mengatakan bahwa dosa-dosa yang telah diampuni itu adalah dosa-dosa di mana pelakunya sudah bertobat darinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Nu’aim dari al-Auza’i, dari Hilal bin Sa’ad, dia berkata, “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa, dan tidak menghapusnya dari lembaran catatan amal sebelum Dia memperlihatkan dosa-dosa itu kepada pelakunya pada hari Kiamat, walaupun dia sudah bertobat dari dosa tersebut.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa hal tersebut tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur‘an dan hadis. Sebuah hadis menyatakan bahwa untuk mengganti kejahatan dengan kebajikan itu harus dengan tobat. Barangkali hal ini mengandung pengertian, yaitu setelah amal amalnya diperlihatkan kepada Allah. Wallahu a’lam.

 

Ada yang berpendapat bahwa hadis di atas maksudnya adalah dosa-dosa kecil yang dilanggar. Juga ada yang berpendapat, maksudnya adalah dosa-dosa besar yang terkait dengan Allah. Sebab, kalau dosa besar yang terkait dengan sesama hamba, maka untuk mengganti keburukan dengan kebaikan harus dengan qisas. Juga ada yang berpendapat, itu adalah tentang perasaan batin yang negatif kepada Allah yang tidak kuasa dibendung. Pendapat terakhir ini merupakan pendapat pilihan ath-Thabari, anNuhas, dan ulama-ulama lainnya. Menurut mereka, hadis tersebut menafsiri firman Allah Ta’ala,

 

“Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hailmu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu.” (QS. al-Baqarah: 284)

 

Karenanya, ayat tersebut muhkam, tidak mansukh. Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan dari lbnu Mas’ud, dia berkata, “Tidaklah Allah menutupi dosa seorang hamba di dunia, kecuali Dia akan menutupinya juga di akhirat.” Ini diambil dari hadis tentang dialog rahasia antara Allah dengan seorang hamba-Nya yang mukmin, dan juga dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, “Tidaklah Allah menutupi aib seorang hamba di dunia kecuali Dia pun akan menutupinya juga pada hari Kiamat.”

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya dij dunia dan di akhirat.” Disebutkan dalam riwayat lain, “Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya pada hari Kiamat.”

 

Abu Hamid berkata, “Karena itulah, sangat ditekankan kepada orang mukmin agar sedapat mungkin berusaha menutupi aib atau cela orang lain. Jangan gampang menggerakkan lidah yang dapat menyakiti mukmin lainnya. Semua perbuatan itu akan dibalas pada hari Kiamat.”

 

Firman Allah Ta’ala yang dikutip Nabi Saw., “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia, dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.” Ini adalah nash dari Allah Ta’ala yang membenarkan pendapat para ulama Ahli Sunnah yang menyatakan bahwa sangat mungkin Allah tidak jadi melaksanakan ancaman-Nya kepada orang-orang mukmin yang berdosa.

 

Menurut Ibnu al-Arabi, kabar seperti itu pasti terjadi sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad Saw., baik yang menyangkut pahala maupun azab. Para Muhaqqiq berkata bahwa ayat-ayat al-Qur‘an yang menyinggung tentang janji dan ancaman Allah itu bersifat mutiak dan umum. Tetapi, kemudian ditakhsis (dikhususkan) oleh syariat dan diterangkan oleh Allah pada ayat-ayat lain dalam al-Qur‘an. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena rmenyekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. an-Nisa’ : 48)

 

“Sungguh, Tuhanmu benar-benar memiliki ampunan bagi manusia atas kezaliman mereka.” (QS. ar-Ra’d: 6)

 

“Ha Mim. Kitab ini (al-Qur’an) diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui, yang Mengampuni dosa dan menerima tobat dan keras hukuman-Nya, yang memiliki karunia. Tidak ada tuhan selain Dia.” ( QS. Gafir: 1-3)

 

Juga ditakhsis oleh adanya syafaat yang dikaruniakan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai suatu kemuliaan, dan kepada orang-orang lainnya yang Dia kehendaki selain beliau. Allah Ta’ala Akan Berbicara Dengan Hamba-Nya Tanpa Juru Bahasa

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Ady bin Hatim, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun dari

kalian melainkan akan diajak bicara oleh Allah tanpa juru bahasa di antara keduanya. Lalu si hamba melihat ke sebelah kanannya, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali amal yang telah dia lakukan. Kemudian dia melihat ke sebelah kirinya, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali amal yang telah dia lakukan. Selanjutnya dia melihat ke depan, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali neraka yang terpampang di hadapannya. Karenanya, takutlah kalian akan neraka, walaupun bersedekah hanya dengan sebutir kurma.”

 

lbnu Hajar menambahkan bahwa al-A’masyi berkata, “Walaupun hanya dengan perkataan yang baik.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus sahih.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ismail bin Muslim dari Hasan dan Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi Saw., beliau bersabda, pada hari Kiamat, akan didatangkan seorang anak cucu Adam dan dihadapkan kepada Allah. Allah lalu bertanya kepadanya, “Aku telah memberimu anugerah, karunia, dan kenikmatan. Lalu apa yang telah kamu perbuat?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku telah mengumpulkannya, mengembangkannya, lalu meninggalkannya dalam keadaan lebih banyak daripada sebelumnya. Maka kembalikanlah aku, nanti aku akan datang lagi kepada-Mu dengan membawa semua itu.”

 

Allah lalu berfirman, “Perlihatkan saja kepada-Ku apa yang telah kamu lakukan itu.” Ternyata dia seorang hamba yang tidak pernah melakukan satu kebajikan pun dengan nikmat tersebut. Karenanya, dia dibawa ke neraka.

 

Hadis serupa dituturkan oleh Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin, dengan ada tambahan kalimat pada bagian akhir, “Seolah-olah dia seperti anak domba yang ringkih.” Sedang menurut al-Harawi, tambahannya, “Seolah-olah dia seperti anak domba karena hinaannya.”

 

Menurutku, sabda Nabi Saw., “Tidak seorang pun dari kalian,” maksudnya, bahwa setiap orang yang akan masuk surga —yang bukan tanpa hisab, dia pasti akan diajak bicara oleh Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sewaktu di dunia. Wallahu a’lam.

 

Cobalah direnungkan, hai saudaraku. Ketika Allah menyebut dosa-dosamu secara langsung, ketika Dia berkata, “Hai hamba-Ku, apakah kamu tidak merasa malu berhadapan dengan-Ku dalam keadaan membawa dosa yang begitu banyak? Nyatanya, kamu merasa malu terhadap makhluk-Ku dan berusaha memperlihatkan kebaikan kepada mereka. Tetapi, itu tidak kamu lakukan kepada-Ku. Apakah di matamu, Aku ini lebih rendah daripada mereka, sehingga kamu meremehkan pengawasan-Ku dan tidak memedulikan Aku? Bukankah Aku yang telah memberikan kenikmatan-kenikmatan kepadamu? Apa yang telah memperdayakanmu berbuat kepadaku seperti itu?”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, tidak seorang pun dari kalian melainkan akan diajak berdua dengan Allah sebagaimana salah seorang dari kalian yang sedang berdua dengan bulan di malam purnama. Kemudian Allah berfirman, “Wahai anak cucu Adam, apa yang telah memperdayakanmu sehingga kamu tidak memperhatikan-Ku? Wahai anak cucu Adam, apa yang telah kamu lakukan dengan pengetahuan yang kamu miliki? Wahai anak cucu Adam, kenapa kamu tidak memenuhi seruan para utusan itu? Wahai anak cucu Adam, bukankah Aku selalu mengawasi sepasang matamu, tetapi mengapa kedua matamu kamu gunakan untuk memandang hal-hal yang tidak halal bagimu? Bukankah Aku selalu mengawasi kedua telingamu? (Demikian seterusnya dengan anggota-anggota tubuh yang lain).

 

Bagaimana dengan rasa malumu atas kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadamu, dan kedurhakaan serta keburukan-keburukan lain yang kamu Lakukan? Jika kamu mengingkari semua itu, maka anggota-anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian yang sebenarnya.” Karenanya, kita selalu berlindung kepada Allah dari pengungkapan aib di hadapan para makhluk atas kesaksian anggota-anggota tubuh kita sendiri. Allah Ta’ala telah berjanji akan menutupi aib orang-orang yang beriman, dan tidak akan memperlihatkannya kepada orang lain. Ini semata-mata karunia dari-Nya.

 

Kemudian, ada pertanyaan, apakah Allah Ta’ala akan berbicara dengan orang-orang Kafir ketika mereka dihisab? Hal tersebut terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagaimana yang telah kami sebutkan pada bab Nama-nama Hari Kiamat. Insya Allah, lebih lengkapnya nanti akan diterangkan.

 

Apakah Allah Ta’ala Berbicara Juga Dengan Golongan Jin?

 

Jika dikatakan, sesungguhnya Allah mengabarkan kepada manusia bahwa amal perbuatan mereka itu akan dibalas dan dihisab, Allah juga mengabarkan bahwa Dia akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia. Tetapi, Dia tidak mengabarkan sama sekali tentang balasan pahala dan hisab bagi jin. Bagaimana pendapat kalian? Apakah Allah juga berbicara kepada jin? Jawabnya ialah bahwa sesungguhnya Allah mengabarkan bahwa jin dan manusia itu akan ditanya sebagaimana firman-Nya,

 

“Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?’ Mereka menjawab, “(Ya). Kami menjadi saksi atas dirj kami sendiri.” (QS. al-An’am: 130)

 

Itu tadi merupakan salah satu contoh pertanyaan Allah kepada jin. jadi, mereka termasuk yang terkena khithab Allah. Pemakaian kalimat “minkum” atau di antara kalian dalam beberapa ayat al-Qur‘an itu secara eksplisit sebenarnya mencakup manusia sekaligus juga jin. Mengingat kedua jenis makhluk ini mempunyai banyak kesamaan, terutama dalam masalah pahala dan siksa, maka khitab untuk mereka dijadikan satu. Jadi, seakan-akan mereka adalah satu jama’ah atau golongan, dan mereka diciptakan juga sama-sama untuk mengabdi kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,

 

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.’ (QS. adz-Dzariyat: 56)

 

Masalah pahala dan siksa itu erat kaitannya dengan pengabdian atau penyembahan. Hanya Saja, jin itu diciptakan dari nyala api, sementara manusia diciptakan dari tanah. Jadi, asal ciptaan kita dengan mereka berbeda. Sama seperti kita, mereka ada yang beriman dan juga ada yang kafir. Iblis juga musuh bagi jin dan juga pagi kita. Iblis akan memusuhi jin yang beriman dan akan mengasihi yang kufur. Mereka juga memiliki berbagai macam aliran; seperti Syiah, Qadariyah, dan Murji’ah. Dan, itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. al-Jinn: 11)

 

Ada yang mengatakan bahwa firman Allah Ta’ala,

 

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya,” (QS. al-Baqarah: 82)

 

Ini mencakup jin dan manusia. Jadi seperti halnya manusia, jin pun termasuk yang dijanjikan Allah masuk surga.

 

Seterusnya, jika ditanyakan, apa hikmah disebutnya jin dan manusia dalam ayat yang menyinggung tentang ancaman, tetapi dalam ayat yang menyinggung tentang janji, jin tidak disebut-sebut? Jawabnya ialah bahwa sebenarnya manusia maupun jin itu sama-sama disebut dalam ayat yang menyinggung tentang janji. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat dahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Ahqaf: 18)

 

“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf: 19)

 

Yang dimaksud “setiap orang” pada ayat ini adalah jin dan manusia, janji dan ancaman untuk bangsa jin sama dengan manusia.

 

Ada juga yang mengatakan, baik jin dan manusia sama-sama mendapat khithab dari Allah di dalam neraka, berdasarkan firman-Nya,

 

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri.“” (QS. Ibrahim: 22)

 

“(Setan) yang menyertainya berkata (pula), “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.’” (QS. Qaf: 27)

 

Namun, mengapa tidak ada kabar tentang dialog kedua golongan tersebut di dalam surga? Maka bisa dikatakan bahwa dialog yang terjadi itu adalah antara salah seorang manusia dengan setan yang menjadi garin-nya (teman dekatnya) di dunia, orang itu mengatakan, “Dia yang telah menyesatkan aku dan membuatku durhaka.” Setan qarin tersebut menjawab, “Tuhanku, aku tidak menyesatkannya justru dia sendirilah yang tersesat dan durhaka.” Dan hal ini tidak menjadi sebab dialog antara keduanya di dalam surga, sehingga tidak ada pembicaraan itu.

 

Pemberlakuan Qisas Pada Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasuluilah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, hak-hak itu pasti akan dikembalikan kepada pemiliknya, sehingga kambing yang tidak bertanduk pun akan melakukan pembalasan kepada kambing yang bertanduk.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang pernah berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap harga diri maupun sesuatu yang lain, maka hendaknya dia meminta halal (meminta maaf) kepadanya pada hari itu juga, sebelum tidak ada dinar dan dirham, di mana jika dia mempunyai amal kebaikan pada hari itu, maka pada hari itu juga amal kebaikannya akan dilimpahkan kepada orang yang dizaliminya, seukuran dengan perbuatan zalim yang telah diperbuatnya. Dan, jika dia tidak mempunyai amal kebaikan, maka keburukan orang yang dizaliminya akan dilimpahkan kepadanya (orang yang menzalimi).”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut (al-muflis) itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut itu adalah mereka yang tidak memiliki dirham atau harta benda.” Beliau berkata, “Orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Tetapi, ketika di dunia dia mencaci orang, menuduh orang, memakan harta orang, membunuh orang, dan memukul orang. Sehingga, dia memberikan sebagian kebajikan-kebajikannya kepada orang itu, dan sebagiannya lagi dia berikan kepada yang lainnya. Jika kebajikan-kebajikannya sudah habis padahal masih ada tanggungan yang belum dipenuhinya, maka dosa-dosa mereka (orang yang dizalimi) dibebankan kepadanya hingga dia dilemparkan ke neraka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Muhammad bin Tsa’labah bin Siwa’ dari Muhammad bin Siwa’ dari Husain al-Mu’allim dari Mathar al-Waraq dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang meninggal, dan dia masih mempunyai tanggungan utang satu dinar atau satu dirham (padahal dia mampu), maka dia harus melunasinya dengan kebajikan-kebajikannya. Di sana, tidak ada dinar ataupun dirham. Dan barang siapa yang meninggalkan utang atau harta pada orang lain, maka itu menjadi tanggungan Allah dan rasul-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh al-Harits bin Abu Usamah dari Abdullah bin Unais, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

 

Allah akan mengumpulkan hamba-hamba-Nya atau seluruh manusia, seraya beliau menunjuk kg arah negeri Syam, —dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan sama sekali tidak mempunyai apa-apa Lalu Allah menyeru mereka dengan Suara yang dapat terdengar dari jauh maupun dari dekat, “Aku adalah Maharaja. Aku adalah Yang Mahakuasa. Tidak sepatutnya seorang dar penghuni surga masuk ke dalam surga, sementara ada seorang dari penghuni neraka yang menuntutnya karena pernah berbuat zalim kepadanya sekalipun itu hanya sekali tamparan, Dan tidak sepatutnya bagi penghuni neraka masuk ke dalam neraka, sementara ada Seorang dari penghuni surga yang menuntutnya karena pernah berbuat zalim kepadanya sekalipun itu hanya sekali tamparan.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara membalasnya, padahal kami datang kepada Allah dalam keadaan telanjang dan tidak berkhitan?” Beliau lalu bersabda, “Dengan kebaikan-kebaikan (pahala) dan keburukan-keburukan (dosa).”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis inilah yang dimaksud oleh Bukhari dengan mengatakan bahwa Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan selama sebulan untuk menemui Abdullah bin Unais untuk mendapatkan sebuah hadis.

 

Sufyan bin Uyainah meriwayatkan dari Mus’ir bin Amr bin Marrah, dia berkata, aku mendengar bahwa asy-Sya’bi berkata, telah meriwayatkan kepadaku ar-Rabi’ bin Khaitsam, dia berkata, sesungguhnya di akhirat, orang-orang yang mempunyai piutang akan lebih keras lagi menagih piutangnya daripada kalian di dunia. Orang yang berutang akan ditahan, dan orang-orang yang mengutanginya akan mengambil apa saja darinya, hingga orang yang berutang itu berkata, “Wahai Tuhanku, tidakkah Engkau melihat bahwa aku sudah tidak mempunyai apa-apa?” Lalu Allah berfirman, “Ambillah kebaikan-kebaikannya seukuran utang yang harus dibayarkan kepada mereka.” Namun, jika dia tidak mempunyai kebaikan-kebaikan, maka Allah berfirman, “Tambahi keburukan-keburukannya dengan sebagian dari keburukan-keburukan mereka.”

 

Abu Umar bin Abdul Barr menyebutkan dari hadis al-Barra’ dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, orang-orang yang mempunyai utang akan ditawan karena utangnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Zadzan Abi Umar, dia berkata bahwa Ibnu Mas’ud telah berkata, pada hari Kiamat, masing-masing diletakkan di depan semua makhluk jalu terdengar seruan yang berbunyi, “Orang ini adalah Fulan bin Fulan. Barang siapa haknya pernah diambil orang ini, maka ambillah sekarang.” Pada saat mereka datang untuk meminta haknya, Allah berkata, “Berikanlah hak mereka.” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, aku sudah tidak mempunyai apa-apa lagi dan sudah habis sewaktu di dunia. Bagaimana mungkin aku dapat memberikan hak mereka?” Allah lalu berfirman kepada malaikat, “Ambillah amal kebaikannya, dan bagikan kepada setiap orang yang menuntut haknya, sesuai dengan tuntutannya.” Jika orang yang bersangkutan tersebut adalah orang yang dikasihi Allah (orang saleh), maka kebaikan-kebaikannya akan dilipatgandakan, sehingga semua hak orang lain yang ada padanya dapat dibayar dan dia pun dapat masuk ke dalam surga.

 

Kemudian Ibnu Mas’ud membaca firman Allah Ta’ala,

 

“sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 40)

 

Jika hamba tersebut termasuk orang celaka, malaikat lalu berkata, “Ya Tuhan, amal kebajikannya sudah habis, sementara orang-orang yang menuntutnya masih banyak.” Allah lalu berfirman kepada malaikat, “Ambillah amal kejahatan mereka (orang yang menuntut) lalu limpahkan kepadanya. Setelah itu, pukullah dia dan masukkan ke dalam neraka.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari ibnu Mas’ud, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya ada seorang anak yang mempunyai utang kepada kedua orang tuanya. Pada hari Kiamat, mereka berdua akan menagihnya, lalu si anak menjawab, “Aku anak kalian sendiri.” Mereka akan tetap menagih atau bahkan berharap seandainya piutang mereka lebih banyak lagi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Razin dari Abu Hurairah, dia berkata, kami mendengar bahwasanya pada hari Kiamat ada seseorang yang terkait dengan orang lain yang tidak dikenalinya, lalu orang itu berkata kepadanya, “Apa maumu, Kita saja tidak pernah kenal?” Dia lalu. menjawab, “Kamu pernah melihatku melakukan kesalahan dan kemungkaran, tetapi Kamu tidak mau mencegahku!”

 

Ibnu Mas’ud berkata, “Pada hari Kiamat, seorang wanita akan merasa sangat senang karena dia masih mempunyai hak terhadap ayahnya, anaknya, saudaranya, atau terhadap suaminya.”

 

“Maka tidakiah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (QS. al-Mu’minun: 101)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir, dia berkata, ketika aku pulang menuju Rasulullah Saw. lewat jalur laut, beliau lalu bertanya, “Apakah kalian tidak ingin menceritakan kepadaku keajaiban-keajaiban yang pernah kalian saksikan di negeri Habsyah?” Lalu beberapa pemuda di antara mereka menjawab, “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Pada suatu hari ketika kami sedang duduk santai, lewatlah seorang nenek di hadapan kami dengan memanggul kendi di atas kepalanya yang berisikan air. Dia berjalan melewati seorang pemuda. Lalu, pemuda itu memegangi pundak si nenek dan mendorongnya hingga dia jatuh terjungkal, dan kendinya pun pecah.

 

Lalu, nenek itu berusaha bangkit. Sambil memandang ke pemuda tersebut, dia berkata, “Kelak kamu akan tahu balasannya, hai anak durhaka, yaitu, ketika Allah sudah memasang Kursi-Nya dan mengumpulkan umat-umat yang dahulu dan terakhir, lalu tangan serta kaki mereka akan berbicara dan menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan. Dan, kamu akan tahu kelanjutan urusan kita ini nanti.”

 

Mendengar itu, Rasulullah Saw. bersabda, “Nenek itu benar, nenek itu benar. Bagaimana mungkin Allah akan menyucikan suatu umat, kalau kejahatan orang-orang yang kuat terhadap orang-orang yang lemah tidak dituntutnya.”

 

Ada sebagian orang-orang yang lalai yaitu orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa berpedoman kepada petunjuk Allah berkata, “Menurut kebijaksanaan dan keadilan Allah Ta’ala, tidaklah mungkin mengambil keburukan-keburukan seseorang lalu diberikan kepada orang lain yang sama sekali tidak pernah melakukannya. Begitu juga, tidaklah mungkin mengambil kebaikan-kebaikan seseorang lalu diberikan kepada orang lain yang sama sekali tidak pernah melakukannya. Dalam pandangan mereka, hal itu adalah tindakan sewenang-wenang dan zalim. Mereka berpedoman pada firman Allah Ta’ala,

 

“Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)

 

Jadi keabsahan hadis-hadis di atas perlu dipertanyakan kembali karena dianggap bertentangan dengan ayat al-Qur’an tadi dan akal.

 

Jawabannya adalah sesungguhnya Allah Ta’ala menjelaskan agama-Nya itu tidak berdasarkan akal manusia. Allah memberikan janji dan menyampaikan ancaman tidak diukur menurut pemahaman mereka, melainkan berdasarkan kehendak serta kuasa-Nya sendiri. Allah memberi perintah dan larangan juga berdasarkan hikmah dan kebijakan-Nya sendiri Dan kalau tidak terjangkau oleh akal manusia lalu ditolaknya, tentu sebagian besar syariat juga harus ditolak karena dianggap mustahil dapa terjangkau oleh akal manusia.

 

Contohnya, kenapa seseorang yang hanya karena mengeluarkan sperma, yang menurut, para sahabat dan sebagian besar ulama hukum, nya suci, dia diharuskan mandi janabat? Semen, tara kalau dia mengeluarkan tinja yang Menurut semua ulama hukumnya najis, kotor, dan busuk dia hanya diwajibkan cebok saja? Lalu, kenapa hanya karena mengeluarkan kentut, seseorang dihukumi sama seperti dia buang air besar Menurut akal, hal itu jelas kontradiktif. Sebab, bagaimana mungkin bisa dibenarkan oleh akal pikiran manusia menyamakan kentut yang tidak ada wujud bendanya dengan tinja yang berwujud benda menjijikkan dan berbau sangat busuk?

 

Contoh lain ialah orang yang mencuri uang sebanyak sepuluh dirham atau bahkan tiga dirham atau kurang, hukumannya sama dengan orang yang mencuri uang sebanyak ratusan ribu dinar; yakni dipotong tangan kanannya. Bagaimana bisa dipahami oleh akal ketetapan Allah tersebut? Di mana letak keadilannya?

 

Contoh lain lagi ialah, seorang ibu mendapatkan warisan sebanyak sepertiga dari anaknya yang meninggal. Tetapi, kalau mendiang anaknya itu mempunyai beberapa orang saudara perempuan, maka bagian warisan ibu hanya seperenam, dan saudara-saudaranya tidak mendapatkan warisan sekali. Akal siapa yang bisa menerima sistem pembagian seperti itu. Tetapi, betapa pun hal itu harus diterima dan dipatuhi, karena memang berasal dari Allah Ta’ala.

 

Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang serupa. Demikian pula dengan masalah qisas, dengan memberikan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan nanti pada hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

“Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka.” (QS. al-Ankabut: 13)

 

“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).” (QS. an-Nahl: 25)

 

Itulah ayat-ayat yang menjelaskan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)

 

Maksudnya, dia tidak memikul dosa orang lain sepanjang dia tidak bertindak zalim terhadap orang lain. Tetapi, jika dia bertindak zalim terhadap orang lain dan tidak memperoleh maaf darinya sampai meninggal, maka dia akan dibalas Allah dengan melimpahkan kebaikannya kepada orang tersebut, atau melimpahkan kejahatan orang tersebut kepadanya.

 

Kalau demikian, maka setiap muslim wajib menghisab dirinya sendiri, seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khaththab, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah kalian sebelum kalian ditimbang.” Menghisab diri sendiri artinya bertobat sebelum meninggal dari segala perbuatan maksiat dengan sebenar-benarnya tobat, menyesali kelalaian-kelalaian terhadap hal-hal yang diwajibkan Allah, menyelesaikan kezaliman-kezaliman sekecil apa pun dengan orang yang bersangkutan, dan meminta maaf kepada setiap orang yang pernah dizalimi, baik zalim dengan ucapan, tangan, ataupun hati. Sehingga, dia tidak lagi mempunyai beban atau masalah dan diharapkan dia bisa masuk ke dalam surga tanpa dihisab.

 

Apabila dia meninggal sebelum menyelesaikan semua persoalan itu, di akhirat kelak dia akan dikeroyok oleh orang-orang yang pernah dirugikannya. Ada yang memegang tangannya, ada yang merenggut ubun-ubunnya, ada yang memegang dadanya, dan lain sebagainya, sambil berkata, “Kamu dahulu pernah menzalimiku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah mencaciku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menghinaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menggunjingku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah berbuat jahat kepadaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menyalahiku, sekarang akan kutuntut.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah berlaku curang kepadaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menipuku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu ketika kaya dan melihat aku miskin, kamu tidak mau menolong memberi makan aku.” Dan ada juga yang berkata, “Kamu dahulu melihat aku dizalimi orang, tetapi kamu tidak membelaku padahal kamu kuasa melakukannya.”

 

Begitu seterusnya. Kalau sudah dikeroyok seperti itu, dia akan kebingungan, bagaimana memenuhi tuntutan mereka semua. Dia tidak akan kuasa melawan mereka. Lalu, dia berusaha memohon pertolongan kepada Allah agar dibebaskan dari kesulitan tersebut. Namun, tiba-tiba telinganya malah mendengar seruan Allah Ta’ala,

 

“Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.” (QS. Ghafir: 17)

 

Pada saat itu, hatinya terasa copot karena gentar dan ketakutan. Kehancurannya sudah berada di depan mata, lalu dia baru teringat apa yang dahulu pernah diperingatkan Allah dalam firman-Nya,

 

“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS. Ibrahim: 42-43)

 

Sangat boleh jadi, hari ini ketika masih di dunia kamu begitu senang menyerang kehormatan orang lain dan merampas harta mereka. Tetapi, pada hari Kiamat, kamu akan merasa rugi ketika berdiri di depan Allah untuk diadili atas segala kejahatan yang pernah kamu lakukan. Kelak semua amal kebaikanmu akan habis untuk membayar kezaliman-kezalimanmu pada orang lain. Pada saat itu, kamu dalam keadaan bangkrut, miskin, tak berdaya, terhina, dan tidak sanggup mengembalikan hak atau mengemukakan alasan apa pun. Semua kebajikan yang pernah kamu kumpulkan dengan susah payah selama hidup akan diambil, lalu diberikan kepada orang-orang yang pernah kamu zalimi.

 

Renungkan musibah yang akan menimpamu pada hari seperti itu, ketika kamu sudah tidak mempunyai kebajikan barang sedikit pun. Semua sudah habis oleh noda-noda pamrih dan segala tipu daya setan. Jika ternyata kamu masih punya sisa satu kebajikan saja, orang-orang yang pernah kamu zalimi akan segera memperebutkan untuk mendapatkannya.

 

Ada yang mengatakan bahwa sekalipun kamu memiliki pahala seperti yang dimiliki oleh 70 orang nabi, namun kamu masih punya tanggungan berupa separuh butir gandum yang belum kamu selesaikan, maka kamu tidak akan diperbolehkan masuk surga sebelum orang tersebut rida. Konon untuk membayar separuh butir gandum tersebut, kamu harus mengeluarkan 700 pahala shalat yang diterima Allah dan diberikan kepada orang tersebut. Demikian dituturkan oleh al-Qusyairi dalam kitabnya, at-Tahbir.

 

Abu Hamid mengatakan, “Seandainya kamu mau menghisab diri kamu sendiri yang selalu rajin berpuasa sunah pada siang hari dan menjalankan shalat sunah pada malam harinya, namun kamu setiap harinya kamu isi dengan mempergunjingkan sesama muslim (ghibah). Tetapi, untuk menebus kesalahan itu, kamu harus mengeluarkan seluruh amal kebajikanmu.

 

Lalu, bagaimana dengan amal-amal kejahatanmu yang lain, seperti memakan sesuatu yang haram atau syubhat dan melalaikan ketaatan-ketaatan kepada Allah? Bagaimana mungkin kamu berharap bisa selamat dari kezaliman-kezaliman yang pernah kamu lakukan, pada hari di mana kambing yang tidak bertanduk akan membalas kepada kambing yang bertanduk Pada saat itu, orang kafir akan mengatakan,

 

‘Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (QS. an-Naba’: 40)

 

Bagaimana nasibmu nanti, hai orang yang malang, pada hari ketika kamu melihat buku catatan amalmu kosong dari kebajikan-kebajikan yang telah kamu usahakan dengan susah payah? Saat itu kamu akan bertanya, “Di mana semua amal kebajikanku?” Dan akan dijawab, “Sudah dialinkan ke buku catatan amal orang-orang yang pernah kamu zalimi.”

 

Sebaliknya, kamu akan melihat buku catatan amalmu penuh dengan dosa-dosa orang lain. Ketika kamu protes kepada Allah dengan mengatakan bahwa dosa-dosa itu tidak pernah kamu lakukan, maka akan dijawab bahwa itu adalah dosa orang yang pernah kamu gunijing, dosa orang yang pernah kamu caci maki, dosa orang yang pernah kamu salahi, dosa orang yang pernah kamu zalimi, dosa orang yang pernah kamu curangi, dosa orang yang pernah kamu tipu, dan masih banyak lagi.

 

Takutlah kepada Allah, jangan sampai kamu berbuat zalim kepada sesama manusia dengan cara mengambil hartanya, menyerang kehormatannya, mengecewakan hatinya, atau tindakan apa saja yang merugikannya. Jika kamu berbuat salah kepada Allah, bergegaslah mohon ampunan kepada-Nya. Dan jika kamu berbuat zalim kepada orang lain yang sulit kamu temui untuk dimintai maafnya, sementara kamu sudah bertobat dari perbuatanmu, maka sering-sering memohonkan ampunan kepada Allah. Barangkali dengan cara itu, Allah berkenan membantu kesulitanmu tersebut membuat orang lain yang Kamu zalimi itu merasa rida dan ikhlas.

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu Allah menyeru mereka dengan suara,” riwayat di atas merupakan dalil bagi orang yang mengatakan bahwa kalam (perkataan) Allah itu terdiri dari suara dan huruf. Padahal, mustahil Allah memiliki salah satu sifat seperti makhluk-Nya tersebut. Seruan Allah itu disampaikan lewat seruan majaikat yang dekat dengan-Nya. Dengan kata lain, malaikatlah yang menyeru berkat izin dan perintah Allah. Dan hal yang seperti itu lazim terjadi. Orang biasa mengatakan, “Si raja memanggil”, atau, “Aku mendengar panggilan Raja” dan lain sebagainya. Atau, seperti firman Allah Ta’ala

 

“Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya.” (QS. az-Zukhruf: 51)

 

Yang dimaksud ialah seseorang berseru atas perintah Fir’aun. Istilah-istilah seperti itu sama seperti omongan orang, “Raja membunuh si Fulan”, atau, “Raja memukul si Fulan”’, dan lain sebagainya. Yang dimaksud bukan Raja yang melakukan sendiri pembunuhan atau pemukulan tersebut, namun dia hanya mengeluarkan perintah pembunuhan atau pemukulan. Hal itu juga sama dengan kalimat yang berlaku dalam hadis sahih yang menyatakan, sesungguhnya para malaikat berseru di hadapan seluruh manusia yang ada di Padang Mahsyar, lalu mereka berkata kepada orang-orang bertakwa dan mendapat petunjuk, “Ketahuilah, sesungguhnya Fulan bin Fulan …”

 

Contohnya lagi seperti keterangan di bawah ini yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla akan menunda hingga berlalu separuh malam yang pertama. Kemudian Dia memerintahkan malaikat untuk berkata, “Apakah ada orang yang berdoa yang menginginkan dikabulkan doanya? Apakah ada orang yang memohon ampunan yang ingin diampuni dosanya? Dan, apakah ada orang yang meminta yang ingin dikabulkan permintaannya?”

 

Tetapi, ada yang menyanggah argumen yang saya kemukakan tadi. Soalnya, kalimat berikutnya yang berbunyi, “Aku adalah Yang Mahakuasa”, dan itu keluar dari Allah Tuhan seru semesta alam sendiri, bukan dari malaikat. Atas sanggahan tersebut periu saya katakan bahwa malaikat berseru itu atas nama Allah. Jadi, hukumnya dikembalikan kepada Allah Tuhan seru semesta alam. Dalilnya ialah, misalkan ada orang di antara kita membaca firman Allah, “Sesungguhnya Aku adalah Allah”, maka yang dimaksud kata “Aku” bukanlah orang yang membacanya tadi, tetapi Allah. Orang yang membaca tadi hanya sekadar mengutipnya saja.

 

Pengumpulan Binatang di Padang Mahsyar, Serta Berlakunya Qisas Sesamanya

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah, apakah binatang ternak itu akan dikumpulkan kembali dan diberlakukan qisas di Padang Mahsyar atau tidak? Menurut salah satu pendapat Ibnu Abbas, dikumpulkannya binatang melata dan unggas adalah kematian mereka. Tetapi, menurut pendapat Ibnu Abbas lainnya seperti yang dikutip oleh adh-Dhahhak, binatang-binatang ternak itu kelak akan dikumpulkan dan dibangkitkan kembali. Pendapat ini didukung oleh Abu Dzar, Abu Hurairah, Amr bin ‘Ash, Hasan al-Bashri, dan ulama-ulama lainnya. Dan, sepertinya pendapat yang kedua inilah yang benar. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan”, (QS. at-Takwir: 5)

 

“Kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. al-An’am: 38)

 

Abu Hurairah berkata, pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan seluruh makhluk, termasuk binatang ternak, burung-burung, binatang melata, dan semuanya. Bahkan, untuk menunjukkan keadilan Allah yang sempurna, kelak seekor kambing yang tak bertanduk akan diberi kesempatan untuk menuntut balas atas kambing yang bertanduk, yang pernah menzaliminya sewaktu di dunia. Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada mereka semua, “adilah kalian tanah.” Dan itulah yang mengilhami orang kafir yang sedang disiksa untuk mengatakan seperti yang dikutip al-Qur’an,

 

‘“Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (QS. an-Naba’: 40)

 

Riwayat senada dikutip dari Ibnu Umar dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘sh. Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa pada hari Kiamat, ketika binatang-bintang ternak sudah menjadi debu (tanah), maka debu itu kemudian ditaburkan oleh malaikat ke wajah orang-orang kafir. Itulah makna firman Allah,

 

“Dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram).” (QS-Abasa: 40)

 

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“Kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan,” (QS.al-An’am: 38)

 

Yang dimaksud adalah pengumpulan orang-orang kafir. Sedangkan firman Allah sebelumnya,

 

“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab,” (QS.al-An’am: 38) merupakan sisipan dalam rangka penegakan hujah atau argumen.

 

Ada yang mengatakan bahwa pembicaraan dalam hadis tadi merupakan gambaran betapa besarnya urusan hisab dan qisas. Sehingga, diharapkan timbul pemahaman bahwa setiap orang itu tidak mungkin bisa lolos dari urusan besar ini. Bahkan, ada keterangan tambahan dalam hadis selain kitab ash-Shahih, dikatakan, “Sehingga kambing yang tidak bertanduk akan menuntut balas terhadap kambing yang bertanduk, batu akan menuntut balas terhadap benda-benda yang pernah menaikinya, dan batang dahan kayu akan menuntut balas terhadap benda-benda yang pernah menggoresnya.”

 

Mereka berkata, maksud hadis tersebut hanyalah gambaran atau simbolik saja. Sebab, binatang dan benda-benda mati yang tidak berakal tidak akan diminta pertanggungjawaban, oleh Allah, apalagi disiksa atau diberi pahala. Tetapi, pendapat mereka disanggah oleh sebagian orang yang beranggapan bahwa jenis makhluk tersebut kelak akan dikumpulkan dapat dibangkitkan kembali. Menurut mereka, peristiwa pengumpulan dan kebangkitan kembali jenis makhluk yang tidak berakal tersebut adalah karena hikmah ilahi yang berlaku di dunia dan di akhirat, dan itu sudah diatur dan dipertimbangkan sedemikian rupa.

 

Ada juga sementara orang yang berpendapat bahwa jenis makhluk tersebut tidak di kumpulkan dan tidak pula dibangkitkan kembali, Menurut mereka, benda mati itu tidak mengetahui apa-apa dan binatang itu bukanlah manusia yang Mempunyai akal. Menyinggung tentang orang-orang yang sesat, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya.” (QS. al-Furqan: 44}

 

Seandainya binatang ternak itu mempunyai akal atau pemahaman, tentu derajat orang kafir atau orang fasik tidak akan sampai disandarkan seperti binatang-binatang itu, sebagai gambaran kehinaan dan kerendahannya. Allah juga menyifati orang kafir itu sebagai orang mati dan tuli, yang sedang diperintah untuk melihat dan mengingat, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan (tidak pula) menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling ke belakang.” (QS. an-NamI: 80)

 

“Maka, apakah engkau (Muhammad) dapat menjadikan orang yang tuli bisa mendengar, atau (dapatkah) engkau memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya).” (OS. az-Zukhruf: 40)

 

“Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.” (QS. al-Baqarah: 18)

 

Kepada mereka perlu dikatakan bahwa persoalannya tidak seperti itu. Anggapan kamu itu sama sekali tidak benar. Kamu kurang memahami ayat-ayat yang dijadikan dasar tersebut. Cobalah kamu renungkan lagi, nanti kamu akan mendapati bahwa Allah menyifati mereka (orang-orang kafir) sebagai benda mati dan tuli, sebagaimana Allah menyifati mereka dengan buta dan bisu. Pada hakikatnya, mereka bukanjah orang-orang mati, bukan tuli, bukan buta, dan bukan bisu dalam arti yang sebenarnya. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang mati hatinya dan tidak bisa melihat kebenaran.

 

Demikian pula Allah menyifati binatang ternak sebagai makhluk yang sesat. Namun, dalam bukan arti yang sebenarnya. Binatang ternak tidaklah sesat, jika ditinjau dari syariat dan hikmahnya. Bagaimana mungkin binatang dikatakan sesat sedangkan Allah dengan tegas berfirman bahwa binatang tersebut akan dikumpulkan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. al-An’am: 38)

 

Maka demi Tuhanmu, Kami akan mengumpulkan mereka sebanyak-banyaknya dan menghisabnya dengan hisab yang ringan. Andai saja al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapatkan banyak perselisihan di dalamnya. Sesungguhnya Allah hanya akan bertanya kepada yang berakal dan akan menghisab kepada orang yang diberi kelebihan dan keutamaan.

 

Allah menciptakan makhluk-Nya dengan dunianya sendiri-sendiri. Dunia yang satu berbeda dengan dunia lainnya. Allah menjadikan baginya masing-masing falak, ufuk, gelap, dan terang. Kemudian masing-masing makhluk akan berjalan pada falak dan ufuknya sesuai dengan malam dan siangnya, pendengaran dan penglihatannya, serta ilmu dan pemahamannya. Tiap-tiap makhluk itu akan mengambil suatu hukum sesuai dengan akalnya (kecerdasannya) atau kebodohannya, menjalankan tugasnya sesuai dengan nalurinya, hikmahnya, sunnahnya, dan syariatnya.

 

Makhluk itu ada yang paling rendah dan ada pula yang paling tinggi, contohnya malaikat rohani. Dalam barisannya, mereka dapat melihat kita, sedangkan kita tidak dapat melihat mereka. Pengetahuannya lebih banyak daripada pengetahuan kita. Mereka menyaksikan kelemahan kita sehingga mereka lebih banyak menguasai kita. Hal itu karena kurangnya pengetahuan kita terhadap hal-hal yang hakiki.

 

Siapa pun yang memperhatikan binatang ternak, maka dia akan mendapati binatang tersebut akan melaksanakan tugas yang diembankan sebatas kemampuannya. Maka, bisa juga dikatakan bahwa binatang tersebut tetap mengerti dan berakal.

 

Adapun yang berhubungan dengan ini, Rasulullah Saw. pernah bersabda, ketika menguasai seekor unta liar, yang berada di dalam pekarangan Bani Najjar. Pada saat itu, orang-orang tidak berani mendekatinya, lalu Rasulullah Saw. menghampirinya. Begitu melihat beliau, unta itu langsung duduk menderum dan meletakkan mulutnya di atas tanah. la tunduk di hadapan beliau dan menyerah. Beliau lalu minta diambilkan tali kekang. Setelah berhasil memasang tali kekang pada binatang itu, orang-orang yang menyaksikan kagum atas apa yang telah dilakukan beliau, lalu beliau berpaling ke arah mereka seraya bersabda, “Kenapa kalian meski kagum? Sesungguhnya makhluk yang berada di langit dan di bumi ini tahu bahwa Aku adalah utusan Allah, kecuali jin dan manusia yang durhaka.”

 

Dan dalam kitab-kitab Shahih, riwayatkan juga dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Pada hari Jumat, tidak seekor pun dari binatang, melainkan dia akan menajamkan telinganya menunggu tibanya hari Kiamat.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang pun yang mendengar suara muazin, baik itu jin, manusia, pohon, tanah, dan apa saja, melainkan semuanya akan memberikan kesaksian baginya pada hari Kiamat.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik dalam kitabnya, al-Muwaththa’, dan ibnu Majah dalam SunanNya, dengan menggunakan redaksi Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri. Dan sungguh telah disebutkan pula di atas bahwa suara mayat itu bisa didengar oleh apa saja, kecuali manusia. Dalam riwayat lainnya, Kecuali jin dan manusia. Riwayat seperti itu cukup banyak dan sebagian besar sudah saya tuturkan dalam kitab ini. Setiap binatang dan benda-benda mati juga akan dikumpulkan Allah di akhirat nanti. Karena, pada hakikatnya mereka juga mempunyai akal, penglihatan, dan perasaan menurut versi dan alam mereka, bukan versi dan alam kita. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS. al-tsra’ :44)

 

“Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kermauan sendiri maupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayang mereka, pada waktu pagi dan petang hari.” (QS. ar-Ra’d: 15)

 

“Tidakkah engkau tahu bahwa siapa saja yang ada di langit dan siapa saja yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata.” (QS. al-Hajj: 18)

 

Sujud dan tasbih yang dilakukan jenis-jenis makhluk tersebut bukan dalam artian sebenarnya. Apa yang diterangkan Allah adalah benar apa adanya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.” (QS. al, An’am: 57)

 

Orang yang memandang dengan Cahaya Allah, maka pandangannya akan jernih. Berbeda dengan orang-orang yang memandang sesuatu dari kaca mata diri mereka sendiri Saja dan dari segi logika serta akal. Akibatnya, mereka sering melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak mereka sadari. Begitulah kalau orang tidak memiliki cahaya.

 

Menurutku, hadis Abu Sa’id al-Khudri itu sahih, dan sahih juga hadis Abu Hurairah yang menerangkan tentang kesaksian bumi atas segala perbuatan yang pernah dilakukan di dalamnya. Begitu pula dengan hadis Abu Sa’id al-Khudri lainnya yang menyatakan bahwa harta itu akan memberikan kesaksian.

 

Diriwayatkan oleh Laits bin Abi Sulaim dari Abdurrahman bin Marwan dari Huzail dari Abu Dzar dari Nabi Saw., ketika Nabi Saw. berjalan dan mendapati seekor kambing yang bertanduk sedang menanduk kambing yang tidak bertanduk, beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala, pada hari Kiamat akan memutuskan perkara kambing yang bertanduk dan kambing yang tidak bertanduk.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Abu Luhai’ah dan ‘Amr al-Harits dari Bakar bin Sawadah, sesungguhnya Aba Salim al-Jaisyani berkata, suatu hari Tsabit bin Tharif minta izin kepada Abu Dzar dengan suara yang sangat keras. Abu Dzar menemuinya dan berkata, “Demi Allah, seandainya tidak ada hari qisas di akhirat nanti, aku pasti memukulmu.” Lalu dia mempersilakan masuk. Tsabit lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu, wahai Abu Dzar?” Abu Dzar menjawab, “Baik baik saja.” Tsabit bertanya, “Memangnya kenapa jika seandainya tadi engkau memukulku?” Abu Dzar menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, atau jiwa Muhammad di tangan-Nya, seekor kambing pun akan ditanyai tentang perbuatannya yang menanduk kambing lain. Dan, sebuah benda mati sekalipun yang membuat seseorang terluka juga akan ditanya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari al-A’masyi dari Ibrahim at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. melihat dua ekor kambing yang sedang bertengkar. Beliau lalu bertanya, “Wahai Abu Dzar, tahukah engkau untuk apa kedua kambing itu bertengkar?” Aku menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Tetapi Allah mengetahuinya, dan pada hari Kiamat, Dia akan memutuskan di antara mereka yang berbuat.”

 

Amr bin ‘Ash berkata, pada hari Kiamat, bumi akan dihamparkan seperti menghamparkan Kulit yang disamak. Lalu jin, manusia, binatang ternak, dan binatang-binatang buas lainnya dikumpulkan. Pada hari itu, Allah memberlakukan qisas di antara binatang-binatang ternak, termasuk qisas bagi seekor kambing yang bertanduk yang pernah menanduk seekor kambing yang tidak bertanduk. Selesai memberlakukan qisas di antara binatang-bintang ternak itu, Allah berfirman kepada mereka, “Jadilah kalian tanah.” Orang kafir yang melihat itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”

 

Imam Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi dalam kitabnya, at-Tahbir, mengatakan, pada hari Kiamat, binatang-binatang ternak dan binatang-binatang buas atau melata akan dikumpulkan, dan mereka bersujud kepada Allah. Malaikat lafu berkata, “Ini bukan hari bersujud. Ini adalah harinya menerima pahala atau siksa.” Binatang-binatang ternak itu lalu berkata, “Ini adalah sujud syukur, karena Allah tidak menjadikan kami sebagai anak cucu Adam (manusia).” Dan dikatakan, sesungguhnya para malaikat berkata kepada binatang-binatang ternak itu, “Allah Yang Mahaagung mengumpulkan kalian bukan untuk diberi pahala ataupun siksa. Namun, Allah mengumpulkan kalian agar memberi kesaksian atas keburukan-keburukan yang pernah dilakukan oleh anak cucu Adam.”

 

Keutamaan Pahala Puasa Saat Dihisab

 

Ada sementara ulama yang beranggapan bahwa puasa itu adalah ibadah spesial. Orang yang menjalankannya akan diberi pahala yang melimpah ruah, dan pahalanya tersebut tidak bisa digunakan untuk menghapus perbuatan zalim yang pernah dia dilakukan kepada orang lain. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam hadis Muslim dan Bukhari, “Puasa adalah untukKu, dan Akulah yang akan membalasnya.”

 

Tetapi, pendapat mereka ini bertentangan dengan beberapa hadis yang telah dikemukan sebelumnya. Yakni, bahwa hak orang lain itu diambilkan dari semua amal kebaikan, baik dari amal kebajikan ibadah puasa ataupun ibadah lainnya.

 

Ada yang mengatakan bahwa pahala puasa itu tidak diketahui oleh orang yang bersangkutan, dan juga tidak tertulis dalam buku catatan amalnya. Itu berarti, ia sengaja disembunyikan Allah untuk dijadikan sebagai perisai dari azab di akhirat nanti, yaitu ketika orang-orang dilemparkan ke dalam neraka akibat kejahatannya, maka puasa akan menjaganya karena ia memang merupakan perisai.

 

Al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin, berkata, “Insya Allah, itu tadi merupakan takwil yang baik, sehingga syukur alhamdulillah tidak muncul kesan pertentangan sama sekali. ”

 

Larangan Berbuat Zalim Terhadap Kafir Dzimmi

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Shafwan bin Sulaim dari sejumlah putra-putra sahabat Nabi Saw. dari bapak-bapak mereka, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahulah, barang siapa yang berbuat zalim kepada seorang kafir mu’ahad (yang dilindungi negara), atau mengurangi haknya, atau membebaninya di luar kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridaan hatinya, maka akulah yang akan menjadi pembelanya di hari Kiamat.” Hadis ini dianggap sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Pada Hari Kiamat, Allah Meminta Keridaan Terhadap Orang-orang yang Bermusuhan

 

Telah diriwayatkan dalam kitab al-Arba’in, dan disebutkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitabnya, Husn azh-Zhan Billah Ta‘ala, dari Abu Hurairah, dia berkata, pada suatu hari, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba aku melihat beliau tertawa ringan hingga gigi-gigi depannya kelihatan. Seorang dari kami lalu bertanya, “Kenapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, bahwa ada dua orang dari umatku sedang bersimpuh di hadapan Tuhanku ‘Azza wa Jalla. Seorang dari keduanya berkata, “Wahai Tuhanku, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu dia pernah berbuat zalim kepadaku.”

 

Kemudian Allah berkata kepada yang satunya lagi, “Berikan kepada saudaramu haknya atas perbuatan zalim yang pernah kamu lakukan kepadanya.” Lalu orang itu menjawab, “Wahai Tuhanku, aku sudah tidak mempunyai kebajikan sama sekali.” Kemudian, temannya tadi berkata, “Wahai Tuhanku, kalau begitu, biarkan dia menanggung sebagian dosa-dosaku.”

 

Sampai di sini, sepasang mata Rasulullah Saw. tampak berkaca-kaca hingga mengeluarkan air mata. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, “Sesungguhnya pada hari itu adalah hari di mana setiap manusia menginginkan agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya.” Kemudian Allah berfirman kepada yang menuntut haknya tadi, “Sekarang, angkat pandanganmu, dan lihatlah surga-surga itu.”

 

Maka orang itu mengangkat pandangannya, lalu dilihatnya berbagai keindahan dan kenikmatan yang sangat mengagumkan. Dia lalu bertanya, “Wahai Tuhanku, untuk siapakah ini?” Allah menjawab, “Untuk orang yang mampu membayar harganya.” Dia lalu bertanya, “Siapa orang yang bakal mampu membayar harganya” Allah menjawab, “Kamu.” Lalu dia bertanya, “Dengan cara apa aku membayarnya?” Allah menjawab, “Dengan pemberian maafmu kepada saudaramu itu.” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, kalau begitu, aku benar-benar telah memaafkannya.” Allah lalu berfirman, “Sekarang, pegang tangan saudaramu itu, dan ajaklah dia masuk ke dalam surga-” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian saling berdamai, karena pada hari Kiamat Allah akan mendamaikan persoalan yang terjadi di antara sesama kaum mukminin.”

 

Dan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dia berkata, pada hari Kiamat, ada seorang mukmin datang dan tangannya digandeng oleh orang yang mengutanginya seraya berkata, “Orang ini masih mempunyai utang kepadaku.” Allah lalu berfirman, “Aku berkewajiban membayar utang hamba-Ku.” Mendengar firman Allah tersebut, Orang tadi merelakan piutangnya, dan Allah pun mengampuninya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari Abdullah bin Muhammad bin Ismail, dia berkata, aku mendengar sesungguhnya Allah pernah mewahyukan kepada salah seorang nabi-Nya, “Dengan pengawasan pandangan-Ku, mereka tidak pernah merasa berat memikul beban. Demi mencari keridaan-Ku, mereka tak pernah bosan berusaha dan bersusah payah. Bagaimana mungkin kamu melihat-Ku melupakan amal mereka, padahal Aku ini adalah Tuhan yang paling penyayang di antara para penyayang. Seandainya Aku mau menyegerakan hukuman kepada seseorang, niscaya Aku lakukan kepada orang-orang yang putus asa dari rahmat-Ku. Dan, seandainya hamba-hamba-Ku yang beriman melihat bagaimana Aku bertindak adil terhadap orang-orang yang pernah berbuat zalim kepada mereka, niscaya mereka tidak akan pernah meragukan kebaikan dan kedermawanan-Ku.”

 

Menurutku, itulah keberuntungan bagi orang-orang yang tidak dikehendaki Allah untuk disiksa, tetapi malah diampuni-Nya, karena dia mendapatkan ampunan dari teman atau saudaranya yang punya piutang terhadapnya. Hal seperti itu, bisa juga terjadi pada orang-orang zalim yang sudah benar-benar bertobat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang-orang yang bertobat.” (QS. Al-Isra’’: 25)

 

Menurut Abu Hamid, lafaz “al-Awwab” adalah orang yang benar-benar berhenti dari perbuatan dosa, dan tidak mengulanginya lagi. Tetapi, berdasarkan hadis Anas, hal itu khusus bagi dua orang itu saja. Sebab, kalau berlaku bagi semua orang, niscaya tidak ada seorang pun yang akan masuk ke dalam neraka.

 

Demikian pula riwayat dari Nabi Saw. yang menyatakan bahwa pada hari Kiamat, ada yang menyeru dari bawah Arasy, “Wahai umat Muhammad, adapun urusan-urusan (dosa) yang menyangkut hak-Ku terhadap kalian sebelumnya sudah Aku maafkan bagi kalian. Dan, tinggallah dosa-dosa sesama kalian. Karenanya, saling maafkanlah kalian, dan masuklah kalian ke dalam surga dengan rahmat-Ku.”

 

Seandainya ampunan Allah itu diberikan kepada semua orang yang berdosa, maka tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam neraka.

 

Yang Pertama Kali Dihisab Adalah Umat Nabi Muhammad Saw.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ibnu Abbas dari Nabi Saw., beliau bersabda, kami adalah umat yang terakhir, tetapi umat yang pertama-tama dihisab di hari Kiamat. Pada saat itu, ada yang menyeru, “Mana umat yang buta huruf itu, dan manakah Nabi-nya?”

 

Dalam riwayat dari Ibnu Abbas ditambahkan, lalu umat-umat yang lain melapangkan jalan kepada kami, maka kami pun lewat dengan hati yang gembira dan wajah yang berseri-seri karena pengaruh dari wudhu. Lalu, umat-umat itu berkata, “Sepertinya umat ini terdiri dari para nabi semua.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya.

 

Amal Pertama Kali Dihisab Adalah Shalat, dan Amal Pertama Kali yang Diputuskan Adalah Pembunuhan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perkara yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia pada hari Kiamat adalah tentang pembunuhan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, an-Nasa’i, dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Yang pertama kali akan dihisab dari amal seorang hamba adalah shalat. Dan yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia adalah tentang pembunuhan.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Pada hari Kiamat, aku adalah orang yang pertama kali bersimpuh di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih untuk menuntut musuh-musuhku.”

 

Maksudnya, dia mengisahkan waktu berperang bersama dua orang sahabatnya melawan tiga orang dari kafir Quraisy. Abu Dzar berkata, berkenaan dengan peristiwa inilah ayat ini diturunkan,

 

“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka.” (QS. al Hajj: 19)

 

Diriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dari seorang laki-laki Anshar dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada kami mengenai sekelompok, sahabat beliau. Maka perkara yang pertama kali akan diputuskan di antara mereka adalah perkara pembunuhan. Lalu, tiap-tiap orang yang terbunuh di jalan Allah menghadap Allah, lalu Allah memerintahkan agar setiap orang yang terbunuh itu untuk membawa kepalanya sendiri, sedangkan urat-urat lehernya masih berlumuran darah.

 

Orang itu lalu berkata, “Wahai Tuhanku, tanyalah orang yang membunuhku, mengapa dia sampai membunuhku?” Allah lalu menanyakannya, padahal Dia telah tahu, “Mengapa kamu membunuhnya ?” Lalu dia menjawab, “Aku membunuhnya demi mempertahankan harga diriku.” Allah lalu berkata, “Hai pembunuh, sungguh kamu telah celaka.”

 

Selanjutnya, semua kasus pembunuhan dan kezaliman akan dibalas. Semua orang yang pernah menganiaya dibalas sesuai dengan Kadar penganiayaannya. Pada saat itu tergantung kehendak Allah. Jika Dia berkehendak, Dia bisa mengazabnya, atau memaafkannya. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ghailani Abu Thalib Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ghailan dari Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim bin Abdullah al-Bazzar, yang dikenal dengan asy-Syafi’i.

 

Diriwayatkan dari lbnu Abbas, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, orang-orang terbunuh akan datang dalam keadaan salah satu tangannya memegang kepalanya, sedang tangan yang lainnya memanggil orang yang telah membunuhnya. Dari sekujur tubuhnya, darah mengalir terus hingga dia bertemu dengan pembunuhnya. Dia lalu berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, inilah orang yang telah membunuhku.” Allah lalu berkata kepada si pembunuh itu, “Hai pembunuh, celakalah kamu.” Lalu, si pembunuh itu dilemparkan ke dalam neraka.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitabnya, al-Jami’, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, orang yang dibunuh akan mendatangi orang yang telah membunuhnya sambil memegang ubun-ubun dan kepalanya. Dari sekujur tubuhnya darah mengalir. Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, inilah orang yang telah membunuhku, hingga dia didekatkan oleh Allah ke Arasy.” Hadis ini hasan gharib.

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Yahya bin Sa’id, dia berkata, “Aku mendengar bahwa amal seseorang yang pertama kali dilihat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka amal-amal lainnya dilihat juga. Tetapi, jika shalatnya tidak diterima, maka amal-amal lainnya diabaikan.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan an-Nasa‘i dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau bersabda, pada hari Kiamat, amal manusia yang pertama kali akan dihisab adalah shalat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya “Periksalah shalat hamba-Ku ini, apakah sudah sempurna atau masih kurang. Jika sudah sempurna, maka catatlah sebagai amal yang sempurna, Dan, jika ada kekurangan, lihatlah apakah hambaKu ini mempunyai amalan shalat sunah? Jika ada, sempumakanlah amalan shalat fardhunya dengan amalan shalat sunahnya. Kemudian amal-amal yang lain juga diperlakukan seperti itu.”

 

Menyempurnakan Shalat Fardhu Dengan Shalat Sunah

 

Abu Umar bin Abdul Barr mengatakan, “Menyempurnakan amalan shalat fardhu dengan amalan shalat sunah itu bisa dilakukan jika orang yang bersangkutan lupa melakukan shalat fardhu, atau tidak melakukan ruku dan sujudnya dengan baik karena tidak mengetahuinya.

 

Namun, bagi seseorang yang sengaja meninggalkan shalat fardhu atau sebagian darinya, lalu dia ingat tetapi dia sengaja tidak melakukannya dan dia lebih disibukkan dengan shalat sunahnya hingga mengesampingkan shalat fardhunya, maka kekurangan amalan shalat fardhunya tidak bisa disempurnakan dengan amalan shalat sunahnya.” Wallahu a‘lam.

 

Berkaitan dengan ini, ada sebuah hadis munkar di antara hadis-hadis para ulama Syam yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Himyar dari Amr bin Qais as-Sakari dari Abdullah bin Qurth, dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Barang siapa yang melakukan shalat namun tidak menyempurnakan ruku, sujud, dan khusyuknya, maka sebaiknya dia memperbanyak bacaan-bacaan tasbihnya hingga menjadi sempurna.” Hadis hasan riwayat Thabrani.

 

Menurutku, dianjurkan kepada seseorang agar selalu menjaga shalat fardhunya. Sedapat mungkin, dia harus shalat seperti yang diperintahkan Allah dengan hati yang Khusyu dan menyempurnakan syarat, rukun, hal-hal yang disunahkannya, dan lain-lainnya. Jika merasa ada yang dilalaikan, dia harus berusaha melakukan shalat sunah dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh menggampangkannya. Biasanya, jika seseorang tidak bisa melakukan shalat fardhu dengan baik, maka dia juga tidak bisa melakukan shalat sunah dengan baik pula.

 

Ada sementara orang pintar yang malas melakukan shalat sunah karena menganggapnya sepele. Sehingga, tidak ada yang bisa digunakan untuk menyempurnakan shalat fardhunya yang masih ada kekurangan di sana-sini. itu yang terjadi pada mereka, bagaimana dengan orang-orang yang bodoh yang tidak mengetahui? Jika demikian, mereka tergolong orang yang menyia-nyiakan shalat sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)

 

Para ulama berkata, “Yang dimaksud dengan menyia-nyiakan shalat yaitu tidak melakukannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkannya, seperti memperhatikan waktu shalat, dan bersuci (wudhu), tidak sempurnanya ruku, sujud, dan lainnya, walaupun shalat tersebut dilaksanakan. Namun, kadang kala dia shalat tepat pada waktunya, dan kadang kala di luar waktunya.” Mereka juga berkata, “Adapun orang yang sama sekali tidak melakukan shalat maka dianggap kafir.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Masud al-Anshari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada pahala shalat bagi orang yang tidak meluruskan punggungnya pada saat ruku dan sujud.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Menurut para ulama dari kalangan sahabat Nabi Saw. maupun generasi setelahnya, hendaknya seseorang dalam shalatnya itu meluruskan tulang punggungnya pada saat ruku dan sujud.

 

Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berkata, barang siapa yang tidak meluruskan punggungnya ketika ruku dan sujud, maka shalatnya rusak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tidak ada pahala shalat bagi orang yang tidak meluruskan punggungnya pada saat ruku dan sujud.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Zaid bin Wahab dari Hudzaifah bahwa dia melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya. Maka ketika orang itu selesai dari shalatnya, Hudzaifah lalu berkata kepadanya, “Sungguh kamu belum melaksanakan shalat. Dan, jika kamu mati, maka kematianmu dalam keadaan tidak mengikuti sunah Muhammad Saw..”

 

Hadis yang sama diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Hudzaifah bahwa dia melihat seseorang yang mengerjakan shalat dengan cepat. Maka Hudzaifah berkata kepadanya, “Sejak kapan kamu mengerjakan shalat seperti ini?” Dia menjawab, “Sejak dari empat puluh tahun yang lalu.” Hudzaifah lalu berkata lagi, “Sungguh, kamu belum melaksanakan shalat. Jika kamu mati dan shalatmu masih seperti itu, maka kematianmu dalam keadaan tidak mengikuti fitrah Nabi Saw..” Lalu dikatakan pula, “Sungguh, orang bisa saja mempercepat shalatnya, namun harus tetap melaksanakannya dengan sempurna dan baik.”

 

An-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, amal seorang hamba yang pertama kali akan dihisab adalah shalat. Jika shalatnya sempurna, maka ditulis sempurna. Jika ternyata shalat itu ada kekurangannya, maka Allah berfirman kepada para malaikat, “Periksalah, apakah kalian mendapati dia melakukan shalat sunah untuk menyempurnakan shalat fardhunya?” Selanjutnya, seluruh amalannya juga diperlakukan seperti itu.

 

Ini memang nash, namun Umar berkata, “Barang siapa yang menyia-nyiakan shalat, maka dia pun lebih menyia-nyiakan lagi terhadap amal lainnya.”

 

Menurutku, jangan dihiraukan orang yang berpendapat bahwa seseorang sudah dapat dikatakan melaksanakan shalat adalah jika sudah dipenuhinya rukun-rukun shalat seperti ruku dan sujud, walaupun ruku dan sujudnya itu tidak sempurna, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, yang disarankan juga oleh al-Qadhi Abdul Wahhab dalam kitabnya, at-Talqin.

 

Orang-orang yang melaksanakan shalat seperti itu, tidak sempurna rukun-rukunnya, dia bisa dikatakan hanya mematuk-matuk dalam shalatnya. Rasulullah Saw. mencela shalat yang dilaksanakan seperti itu sebagaimana sabdanya, “Itu adalah shalatnya orang-orang munafik. Dia duduk menunggu terbenamnya matahari. Jika matahari itu berada di antara kedua tanduk setan, dia pun bangkit lalu mematuk empat kali. Dia hanya sedikit mengingat Allah dalam shalatnya.” Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab al-Muwaththa’ dan Muslim dalam Shahih-nya.

 

Dan hadis-hadis yang sahih lainnya menunjukkan bahwa shalat yang dilaksanakan seperti itu adalah rusak, sebagaimana yang telah kami jelaskan tadi. Dan sabda Nabi Saw. yang lain, “Adapun pada saat ruku, maka agungkanlah Allah ketika itu, dan pada saat sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdoa, mudah-mudahan Allah mengabulkan doa kalian’ Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Menyempurnakan Ruku dan Sujud Ketika Shalat

 

Dalam kitab al-Muwaththa’, Imam Mali, meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dari Nu’may bin Murrah al-Anshari bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana menurut kalian mengenai peminum arak, pencuri, dan penzina?” —Pertanyaan beliau ini dia, jukan kepada mereka sebelum turun ayat yang berkenaan dengan itu Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Semua itu merupakan perbuatan-perbuatan, dosa dan keji, dan ada hukumannya. Dan, seburuk-buruknya pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya sendiri.” Mereka lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa mencuri dalam shalatnya?” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tidak menyempurnakan ruky dan sujudnya.”

 

Abu Daud ath-Thayalisi meriwayatkan dalam kitab Musnad-nya dari Muhammad bin Muslim Abu al-Wadhah dari al-Ahwash bin Ha. kim dari Khalid bin Ma’dan dari Ubadah bin Shamit, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seseorang melaksanakan shalat dengan baik, yaitu dengan menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah memeliharamu sebagaimana kamu telah memeliharaku.” Kemudian shalatnya diangkat ke langit.

 

Sebaliknya, ketika seseorang melaksanakan shalat dengan tidak baik, yaitu dengan tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakanku.” Kemudian shalatnya pun akan dilipat sebagaimana dilipatnya pakaian, lalu dicampakkan ke wajahnya.”

 

Orang yang tidak memelihara waktu-waktu shalat, sesungguhnya sama dengan tidak memelihara shalat itu sendiri, termasuk juga orang yang tidak memelihara kesempurnaan wudhu, ruku, dan sujud. Orang yang tidak memelihara itu semua, maka dia telah menyia-nyiakan shalat. Untuk shalat saja dia sia-siakan, maka bagaimana dia akan memelihara amal-amal lainnya. Maka penar adanya jika disebutkan, tidak memiliki agama orang yang tidak mendirikan shalat.

 

Kewajiban Mencegah Kemunkaran dan Kezaliman

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan bertanya kepada seorang hamba, hingga akhirnya Dia berkata kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk mencegah kemunkaran ketika kamu melihatnya.” Maka, ketika Allah mendiktekan alasan hamba-Nya, maka hamba tersebut berkata, “Wahai Tuhanku, aku berharap bisa dekat dengan-Mu, dan menjauh dari manusia.”

 

Hadis yang sama diriwayatkan olah al-Faryabi dari Sufyan dari Zaid dari Amr bin Marrah dari Abu al-Bakhtari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengabaikan dirinya tatkala melihat suatu urusan yang tercela, namun dia tidak menegurnya. Jika demikian, maka pada hari Kiamat Allah akan bertanya kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk menegur tatkala kamu melihat ini dan ini?” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, aku takut pada manusia.” Lalu dikatakan kepadanya, “Akulah yang lebih pantas kamu takuti.”

 

Abu Nu’aim al-Hafizh meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Ja’far dari Abdullah bin Muhammad bin Zakaria dari Ismail bin Amr dari Mandal dari Asad bin ‘Atha dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian berdiam diri ketika melihat seseorang dipukul secara zalim. Sungguh, laknat Allah akan turun dari langit kepada orang-orang yang menyaksikannya, jika mereka tidak berusaha mencegahnya. Dan, janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian berdiam diri ketika melihat seseorang dibunuh secara zalim. Sungguh, laknat Allah akan turun dari langit kepada orang-orang yang menyaksikannya, jika mereka tidak berusaha mencegahnya.”

 

Hadis tersebut gharib, berasal dari Asad dari Ikrimah. Sepengetahuanku, tiada yang meriwayatkan hadis ini dari Asad kecuali Mandal bin Ali-al-Ghanawi.

 

Kesaksian Anggota-anggota Tubuh Orang Kafir dan Munafik di Hadapan Allah Ta’ala

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)

 

“Pada hari (ketika), lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. an-Nur: 24)

 

“Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (QS. Fushshilat: 21)

 

Abu Bakr bin Abu Syaibah meriwayatkan sebuah hadis dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qurasyi bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan datang dalam keadaan bisu. Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya.”

 

Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, kami pernah bersama dengan Rasulullah Saw., kemudian beliau tertawa ringan sambil berkata, “Apakah kalian tahu, apa yang membuat aku tertawa?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Kemudian beliau bersabda, aku tersenyum karena dialog seorang hamba kelak di akhirat dengan Tuhannya. Hamba itu berkata, “Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah membebaskan aku dari kezaliman?” Allah menjawab, “Benar.” Hamba itu berkata, “Kalau begitu, aku tidak akan mengizinkan atas diriku untuk menjadi saksi kecuali saksi dari pihakku.” Allah menjawab, “Pada hari ini, cukuplah dirimu sebagai penghisab bagimu, dan cukuplah para mataikat pencatat amal yang mulia sebagai saksi.”

 

Kemudian ditutuplah mulut hamba tersebut hingga tidak bisa berkata-kata lagi. Lalu, anggota-anggota tubuhnya diperintahkan untuk berbicara melaporkan amal perbuatan yang telah dilakukan hamba tersebut. Kemudian, anggota tubuhnya mengungkapkan kejahatan-kejahatan hamba itu, sehingga hamba tersebut mencaci tubuhnya sendiri dengan perkataan, “Terkutuk dan celakalah kalian, bukankah dulu aku benar-benar membela kalian.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id dan Abu UHurairah, keduanya berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seorang hamba didatangkan dan dikatakan kepadanya, “Bukankah Aku telah memberimu pendengaran, penglihatan, harta, dan anak, dan telah Aku tundukkan bagimu hewan-hewan ternak dan tanam-tanaman, dan telah Aku biarkan kamu memimpin dan mengambil penghasilan? Lalu, apakah kamu tidak menyangka bahwa pada hari ini kamu akan bertemu dengan-Ku?” Hamba itu lalu menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Allah berfirman, “Sebagimana kamu telah melupakan-Ku dulu, maka pada hari ini Aku pun mengabaikanmu.” Menurut Tirmidzi, hadis ini sahih gharib, dan dikeluarkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah hadis yang lebih panjang lagi, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seorang kafir didatangkan dan dikatakan kepadanya, “Apakah kamu mengira jika Kamu memiliki emas sepenuh isi bumi, maka kamu akan menebus dirimu dengan itu?” Dia menjawab, “Benar.’” Lalu dikatakan kepadanya, “Sungguh, dahulu kamu telah dipinta dengan perkara yang lebih mudah dari itu.”

 

Paha dan Telapak Tangan Merupakan Anggota Tubuh yang Pertama Kali Bersaksi

 

Terkait sabda Nabi Saw, “Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya,” ini mengandung dua penafsiran, yaitu:

 

Pertama, maksud anggota tubuh dapat berbicara yaitu untuk mempermalukan manusia yang berbuat jahat, di hadapan semua makhluk di akhirat. Walaupun telah tertulis di dalam kitab amal, namun tetap anggota tubuhnya akan berbicara untuk mengatakan kejahatan-kejahatannya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Inilah kitab catatan Kami, yang menuturkan kepadamu dengan benar.” (QS. al-Jatsiyah: 29)

 

Ketika di dunia, dengan terang-terangan dia berbuat keji, hatinya terpaut erat pada per. buatan itu. Bahkan tidak sedikit pun merasa takut kepada Allah, malah dia merasa senang melakukannya. Karenanya, di akhirat, Allah akan dengan terang-terangan membuka kejahatannya kepada semua makhluk melalui kesaksian anggota-anggota tubuhnya.

 

Kedua, bisa juga mengandung arti bahwa manusia tidak menerima dan tidak mengerti atas apa yang dia dapati pada buku catatan amalnya sendiri. Bahkan dia berusaha mengingkarinya, maka Allah menutup mulutnya, dan giliran anggota badannyalah yang akan berbicara untuk menjadi saksi atas setiap amal perbuatan yang pernah dilakukannya di dunia.

 

Pengertian yang kedua ini lebih jelas daripada pengertian yang pertama. Hal ini karena didukung dengan kabar bahwa pada hari Kiamat, akan berkata kepada kulit mereka, atau kepada kemaluan mereka menurut riwayat Zaid bin Aslam, “Mengapa kamu memberi kesaksian atas kami?” Mereka sama sekali ingkar. Karenanya, sangatlah patut mereka mendapat kehinaan dari Allah.

 

Adapun sabda Nabi Saw, “Dan telah Aku biarkan kamu memimpin dan mengambil penghasilan”, maksudnya menjadi pemimpin kaummu dan mengambil penghasilan dari mereka berupa pajak atau pungutan lainnya.

 

Merupakan tradisi manusia dulu bahwasanya pemerintah mereka mengambil seperempat dari harta rampasan perang (ghanimah).

 

Adapun sabda Nabi Saw, “Sebagaimana kamu telah melupakan-Ku dulu, maka pada hari ini Aku pun mengabaikanmu” maksudnya pada hari ini Aku tidak memedulikanmu dan membiarkanmu berada dalam azab, sebagaimana kamu dahulu tidak mau peduli ibadah kepada-Ku dan tidak mengenal Aku.

 

Bertemukah Orang-orang Kafir Dengan Allah Ta’ala?

 

Jika ada yang bertanya, apakah orang kafir juga akan bertemu dengan Allah untuk dimintai pertanggungjawaban? Maka kami katakan, “Benar.” Berikut ayat-ayat yang menjadi dalilnya,

 

“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus Rasul-rasul kepada mereka.” (QS. al-A’raf: 6)

 

“Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya.” (QS. al-An’am : 30)

 

“Mereka akan dihadapkan kepada Tuhan mereka.” (QS. Hud 18)

 

“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.” (QS. al-Kahfi: 48)

 

“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. al-Ghasyiyah: 25-26)

 

“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka, dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan.”(QS. al-Ankabut: 12-13)

 

Jika dikatakan bahwa orang-orang kafir tidak akan dihadapkan kepada Allah dengan berdasarkan kepada ayat, “Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (QS. arRahman: 41) dan sabda Rasulullah Saw., “Lalu, keluarlah leher dari dalam neraka seraya berkata, aku diberi tugas untuk menarik (Mematuk) tiga kelompok manusia, yaitu para penguasa zalim, Orang-orang musyrik, dan para pelukis.”

 

Maka jawaban kami, mungkin hal ini terjadi setelah kebaikan dan kejahatan mereka ditimbang dan kitab amal diberikan kepada mereka baik dari kanan ataupun dari kiri, serta setelah diperbesarnya tubuh mereka. Dan mungkin juga didukung oleh sabda Nabi Saw., “Dan para pelukis.” Jika para pelukis adalah orang-orang yang bertauhid, maka mereka pasti ditanya dan dihisab, bahkan mereka adalah orang yang paling berat siksaannya.

 

Terkait dengan proses ini, sebagian ulama berpendapat bahwa Allah akan menyebutkan hisab secara global, lalu hadis-hadis menerangkan secara detailnya. Pada sebagian hadis disebutkan bahwa orang-orang yang beriman akan masuk surga tanpa proses hisab, sehingga secara umum manusia menjadi terbagi kepada tiga golongan, yaitu golongan orang-orang yang tidak dihisab sama sekali, golongan orang-orang yang dihisab dengan hisab yang ringan (yaitu bagian dari orang-orang mukmin), dan orang-orang yang dihisab dengan hisab yang berat (yaitu orang-orang Islam dan orang-orang kafir).

 

Jadi, jika di antara orang-orang mukmin ada yang paling dekat dengan rahmat Allah, maka mereka itulah yang masuk ke dalam surga tanpa dihisab. Adapun orang-orang kafir yang paling dekat dengan azab Allah, mereka itulah yang masuk neraka tanpa dihisab.

 

Dalam kitab ad-Daqa’id, Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas bahwa setelah leher neraka itu menarik ketiga jenis manusia tersebut di atas, maka catatan lembaran-lembaran amal disebarkan dan timbangan amal dipasang, lalu setelah itu semua makhluk akan dipanggil untuk dihisab.

 

Jika dikatakan, bukankah Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (QS. al-Muthaffifin: 15)

 

“Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. al-Qashash: 78)

 

“Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. al-Baqarah: 174)

 

Jadi secara umum ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa orang-orang kafir itu tidak akan diajak bicara, dan tidak akan bertemu dengan Allah.

 

Maka jawaban kami, sesungguhnya proses kiamat itu terdiri di berbagai tempat pelaksanaan. Yaitu, ada tempat untuk tanya jawab, sedang di tempat lain tidak ada tanya jawab sama sekali. Jadi sebenarnya antara ayat-ayat dan kabar-kabar tersebut tidak ada pertentangan sedikit pun. Wallahu a‘lam.

 

Ikrimah berkata, “Proses Kiamat itu terdiri di berbagai tempat pelaksanaan. Ada tempat yang di dalamnya ada tanya jawab, sedang di tempat lainnya tidak ada tanya jawab.”

 

Ibnu Abbas berkata, “Mereka tidak ditanya dengan pertanyaan yang disukai mereka dan yang menenteramkan mereka. Namun, mereka ditanya dengan nada kecaman dan celaan terhadap perbuatan dosa mereka. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Maka Demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua.” (QS. al-Hijr: 92)

 

Para ahli takwil mengatakan, orang-orang kafir itu akan ditanya tentang “La ilaha illallah”. Ada juga yang menakwilkan bahwa orang-orang kafir itu akan dihisab atas kekufuran mereka dan pembangkangannya terhadap Allah selama hidup mereka. Mereka menentang dan tidak menerima dalil-dalil terkait keimanan dan tauhid yang disampaikan. Karenanya, mereka akan dicela dan dimintai pertanggungjawaban atas itu semua, di mana mereka telah mendustakan para rasul padahal sudah jelas bukti kebenaran risalah yang mereka bawa. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguh. nya mereka benar-benar pendusta. Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka, dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan.”(Qs. al-Ankabut: 12-13)

 

Cukup banyak ayat-ayat yang terkait dengan hal ini. Seperti firman Allah Ta’ala yang terdapat pada surah al-Mu’minun ayat: 101-118, yang memperjelas masalah ini.

 

Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas bahwa setelah leher neraka itu menarik ketiga jenis manusia tersebut di atas, maka catatan lembaran-lembaran amal disebarkan dan timbangan amal dipasang, lalu setelah itu semua makhluk akan dipanggil untuk hisab. Menurut Muslim dalam kitabnya dan kitab-kitab lainnya, Syahr dianggap daif.

 

Jika dikatakan, bahwa al-Lalika’i menyebutkan dalam Sunan-nya dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang yang tidak dihisab pada hari Kiamat, melainkan dia akan masuk surga.” Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hisab di sini adalah perhitungan amal baik saja, sedangkan orang-orang kafir tidak mempunyai kebaikan sedikit pun sehingga tidak ada lagi yang dihisab dari mereka. Di samping itu yang melakukan hisab adalah Allah, sedangkan Allah Ta’ala sendiri telah berfirman,

 

“Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. al-Baqarah: 174)

 

Maka jawaban kami bahwa riwayat Aisyah di atas bertentangan dengan hadis-hadis dan ayat-ayat sahih terkait masalah ini. Jadi pendapat yang benar adalah bahwa orang-orang kafir itu tetap diajak bicara oleh Allah ketika dihisab.

 

Adapun makna dari kalimat, “Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka” adalah bahwa Allah tidak akan mengajak berbicara mereka tentang apa yang menyenangkan mereka sebagaimana yang mereka inginkan.

 

Dalam ayat lain, Allah tetap berbicara kepada orang-orang kafir, firman-Nya,

 

“Tinggallah dengan hina di dalamnya dan janganlah kamu berbicara dengan-Ku.” (QS. alMu’minun: 108)

 

Dan jika dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. al-Qashash: 78)

 

“Pada waktu itu, manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.” (QS. ar-Rahman: 39)

 

Yaitu, mereka tidak ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan perkenalan, yakni pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya untuk membedakan mana orang-orang yang beriman dan mana orang-orang kafir. Jadi, pada hari Kiamat, para malaikat tidak usah lagi bertanya kepada orang tentang apa agamamu, sejauh mana yang telah kamu lakukan di dunia, dan seterusnya, untuk mengetahui tentang siapakah dirinya, mukmin ataukah kafir.

 

Namun, pada saat itu orang yang beriman wajahnya akan berseri dan lapang dada mereka. Sedang orang-orang musyrik akan menghitam wajahnya, suram, dan berduka. Maka para malaikat menggiring mereka ke dalam neraka dan mengenali mereka di Padang Mahsyar. Karenanya, cukuplah dengan mengetahui wajah mereka, tidak usah mengetahui apa agama mereka.

 

Mereka yang berpendapat seperti itu berpandangan bahwa pertanyaan di hari Kiamat berbeda dengan pertanyaan sebelumnya, yakni seperti yang dikisahkan dalam Hadis-hadis sahih mengenai pertanyaan dua malaikat kepada mayat yang berada di dalam kubur, di saat para pengantarnya telah kembali ke rumah-rumah mereka, di mana kedua malaikat tersebut bertanya kepada mayat itu siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya.

 

Jadi, jika hari Kiamat telah terjadi, maka para malaikat tidak akan menanyakan hal itu lagi kepada mereka. Sudah cukup baginya dengan memperhatikan wajah mereka hingga tidak perlu lagi mengetahui apa latar belakang mereka masing-masing. Yang dijadikan dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala,

 

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang dulu mereka kerjakan.” (QS. al-Hijr: 92)

 

Pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan menanyai mereka semua terkait tentang amal perbuatan mereka. Dan, ayat ini berkaitan dengan orang-orang Kafir.

 

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Allah menanyai mereka berkaitan dengan alasan-alasan kekafiran mereka dan pembangkangan terhadap ayat-ayat-Nya.

 

Kesaksian Bumi, Malam, Siang, dan Harta di Akhirat

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah membaca ayat berikut, Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya.” (QS. al-Zalzalah: 4)

 

Kemudian beliau bertanya, “Apakah kalian tahu, berita apa yang dimaksud?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Yang dimaksud berita-beritanya adalah bahwa bumi akan menjadi saksi atas setiap hamba, baik laki-laki maupun perempuan tentang perbuatan yang telah dilakukannya selama mereka hidup di atasnya. Bumi lalu akan berkata bahwa si anu pada hari ini mengerjakan ini, ini, dan ini. itulah kabar yang diceritakannya.” Hadis ini hasan gharib.

 

Abu Nu’aim meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurah dari Ma’qal bin Yasar bahwa Nabi Saw. bersabda, tidak satu pun hari yang dilewati anak cucu Adam, kecuali hari itu akan berseru, “Wahai anak cucu Adam, sesungguhnya aku ini ciptaan-Nya yang baru. Dan, aku menjadi saksi atas apa yang kalian lakukan. Maka kerjakanlah berbagai kebaikan pada diriku, niscaya aku akan menjadi saksimu. Sesungguhnya, jika aku telah berlalu, maka kamu tidak akan pernah menemukanku lagi selamanya.” Demikian pula apa yang dikatakan malam.

 

Hadis ini gharib dari riwayat Mu’awiyah, ada yang terpisah darinya yaitu Zaid al-‘Ammi. Tidak diketahui apakah hadis ini marfu’ sampai kepada Nabi Saw. kecuali dengan sanad ini saja.

 

Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dia berkata, “Barang siapa yang sujud di suatu tempat, baik itu di dekat sebuah pohon atau batu, maka pada hari Kiamat benda-benda tersebut akan menjadi saksi baginya di sisi Allah.”

 

ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Abu Khalid dari Abu Isa Yahya bin Rafi’, dia berkata, aku mendengar Utsman bin Affan berkata mengenai maksud ayat,

 

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang diancamkan. Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.” (QS. Qaf: 19-21)

 

Kemudian dia berkata, “Seorang malaika, menggiringnya ke hadapan Allah, dan seorang lagi menjadi saksi atas perbuatannya di dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’ia al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Harta benda itu hijau (mempesona). Pemilik harta yang paling baik adalah yang dapat menyisihkan sebagian hartanya untuk orang miskin, anak yatim, dan ibnu sabil. Barang siapa yang memperoleh hartanya dengan jalan yang tidak benar, maka dia seperti orang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang juga. Dan kelak, harta itu akan menjadi saksi atas dirinya pada hari Kiamat.”

 

Dan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, “Tidaklah seorang pun yang mendengar suara muazin, baik itu jin, manusia, pohon, tanah, dan apa saja, melainkan semuanya akan memberikan kesaksian baginya pada hari Kiamat.”

 

Karenanya, renungkanlah wahai saudaraku. Walaupun kamu adalah seorang saksi yang adil, semesta akan menjadi saksi atas setiap amal perbuatan yang kita lakukan, bahkan tidak akan ada sedikit pun yang terlewatkan oleh kesaksiannya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61).

 

Maka berbuatlah kebajikan disertai dengan kesadaran bahwa perbuatan tersebut akan dipersaksikan kelak di hari Kiamat. Mahasuci Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia. Kesaksian Dengan Dirinya Sendiri

 

Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Rusydin bin Sa’ad dari Umar bin al-Harits dari Sa’id bin Abu Hilal dari Sulaiman bin Rasyid bahwa telah sampai kepadanya berita yang mengatakan, tidak ada sesuatu pun yang memberi kesaksian atas suatu perbuatan di dunia, melainkan dia akan memberi kesaksian tentangnya pada hari Kiamat di hadapan seluruh makhluk yang ada. Dan, tidaklah dia memuji seorang hamba di dunia, melainkan dia akan memujinya pada hari Kiamat di depan seluruh makhluk yang ada. Riwayat ini sahih, sebab diperkuat oleh firman Allah Ta’ala,

 

“Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS. az-Zukhruf: 19)

 

“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

 

Wallahu ‘alam.

 

Para Rasul Akan Dimintai Pertanggung Jawaban

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul, dan pasti akan Kami beritakan kepada mereka dengan ilmu (Kami) dan Kami tidak jauh (dari mereka).” (QS. al-A’raf: 6-7)

 

“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,” (QS. al-Hijr: 92).

 

Berdasarkan ayat ini, terlihat bahwa yang pertama kali dimintai pertanggungjawaban adalah para nabi. Allah Ta’ala bertanya,

 

“Maka Allah bertanya, “Apa jawaban kaummu terhadap seruanmu?” (QS. al-Maidah: 109)

 

Berkenaan dengan tafsir ayat ini, di akhirat, pada saat Allah menanyakan kepada para Rasul-Nya tentang amanah yang diemban oleh mereka, sebenarnya mereka mengetahui jawabannya. Hanya saja, saat itu mereka kehilangan kesadaran yang diakibatkan oleh beratnya pertanyaan dan kondisi yang demikian berat saat itu. Sebab hari Kiamat merupakan hari yang mengerikan, sehingga mereka lupa menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban yang keluar dari mereka adalah,

 

“Sesungguhnya Engkau yang mengetahui perkara yang gaib.” (QS. al-Maidah: 109) Kemudian Allah mendekatkan mereka, lalu dipanggillah Nabi Nuh a-.s..

 

Ada juga yang mengatakan, bahwa dahsyatnya hari Kiamat itu sampai menggetarkan hati mereka sehingga mengaburkan pikiran dan membuat mereka tidak bisa menjawab pertanyaan. Kemudian Allah meneguhkan dan mengembalikan ingatan serta kesadaran mereka sehingga mereka mampu menyampaikan sikap kaum mereka terhadap mereka.

 

Dan, ada juga yang mengatakan, bahwa Jawaban mereka (para nabi) itu sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi, merupakan bentuk kepasrahan mereka kepada Allah, sebagaimana yang dilakukan Nabi Isa a.s. ketika mengatakan,

 

“Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. Al-Maidah 116).

 

Abu Hamid berkata, pendapat yang pertama merupakan pendapat yang paling tepat, karena para rasul itu mempunyai keutamaan-keutamaan. Al-Masih merupakan rasul yang sangat mulia di antara mereka, sebab dia adalah Kalimat-Nya dan Roh-Nya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Kuraib dan Ahmad bin Sinan dari Abu Mu’awiyah dari al-A’masy dari Abu Salih dari Abu Sa’id, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, seorang nabi akan datang ke hadapan Allah dengan membawa satu atau dua orang, bahkan tiga orang atau lebih daripada itu. Kemudian dikatakan kepada nabi tersebut, “Apakah engkau telah menyampaikan risalah kepada umatmu?” Dia menjawab, “Sudah, wahai Tuhanku.” Kemudian ditanyakan kepada mereka (kaumnya) “Apakah dia telah menyampaikan risalah kepada kalian’” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Tuhan kami.”

 

Kemudian ditanyakan kembali kepada nabi tersebut, “Siapakah yang memberi kesaksian kepadamu?” Nabi itu menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.” Kemudian dipanggillah Nabi Muhammad beserta umatnya, lalu dikatakan, “Benarkah nabi ini telah menyampaikan risalahnya kepada kaumnyae” Mereka (umat Nabi Muhammad) menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Allah lalu bertanya lagi, “Dari mana kalian mengetahui hal itu?” Mereka menjawab, “Nabi kami Saw. telah menyampaikan kepada kami bahwa para rasul itu telah menyampaikan risalahnya, maka kami pun mempercayainya.” itulah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan memanggil Nabi Nuh a.s., maka dia pun berkata, “Wahai Tuhanku, aku penuhi panggilan-Mu.” Kemudian Allah bertanya, “Apakah engkau telah menyampaikan risalah-Ku.” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Sudah.” Kemudian ditanyakan kepada umatnya, “Benarkah dia telah menyampaikan risalah-Ku kepada kalian?” Mereka menjawab, “Belum pernah ada yang menyampaikan peringatan kepada kami.”

 

Kemudian Allah bertanya lagi kepada Nabi Nuh a.s., “Siapa yang akan bersaksi untukmu?” Dia menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.” Kemudian mereka pun memberi kesaksian bahwa Nabi Nuh a.s. benar-benar telah menyampaikan risalahnya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

lbnu al-Mubarak meriwayatkan dalam kitab ar-Raqa’iq secara mursal dari Rusydin bin Sa’ad dari Ibnu An’am al-Maghafiri dari Hibban bin Abu Jablah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada saat Allah mengumpulkan hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat, maka yang pertama kali dipanggil adalah Malaikat Israfil. Dig lalu ditanya, “Apakah telah engkau Sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Dia menjawab “Sudah aku sampaikan kepada Jibril.” Kemudian Jibril pun dipanggil dan ditanya, “Benarkah Israfil telah menyampaikannya kepadamu?” Jibri menjawab, “Benar, wahai Tuhanku, dia telah menyampaikannya kepadaku.” Kemudian Israfil pun dipersilahkan pergi.

 

Kemudian Jibril pun ditanya, “Apakah telah engkau sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Jibril menjawab, “Aku telah menyampaikannya kepada para rasul.” Kemudian para rasul pun dipanggil dan ditanya, “Benarkah Jibril telah menyampaikannya kepada kalian?” Mereka menjawab, “Benar, Jibril telah menyampaikannya kepada kami.” Kemudian Jibril pun dipersilahkan untuk pergi.

 

Selanjutnya para rasul pun ditanya, “Apakah telah kalian sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Mereka menjawab, “Kami telah menyampaikannya kepada umat kami.” Kemudian dipanggillah masing-masing umat mereka, lalu ditanyakan kepada mereka, “Apakah rasul kalian telah menyampaikan kepada kalian tentang hari yang dijanjikan ini?” Di antara mereka ada yang membenarkan, dan ada pula sebagian yang mengingkarinya.

 

Kemudian di antara para rasul itu berkata, “Kami mempunyai saksi bahwa kami benar-benar telah menyampaikannya.” Allah lalu bertanya, “Siapa yang menjadi saksi atas kalian?” Mereka menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.’ Kemudian dipanggillah umat Nabi Muhammad Saw. dan ditanya, “Apakah kalian menyaksikan bahwa para rasul ini telah menyampaikan risalah-Ku kepada umat mereka?” Mereka menjawab, “Benar, wahai Tuhan kami, kami menjadi saksi bahwa mereka telah menyampaikannya.”

 

Umat-umat yang tadi menyangkal berkata, “Bagaimana mereka bisa menjadi saksi padahal mereka tidak bertemu dengan rasul kami?” Lalu, Allah menanyakan hal itu kepada umat Nabi Muhammad, dan mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, Engkau telah mengutus seorang rasul (Nabi Muhammad Saw.) kepada kami, dan Engkau telah menurunkan al-Qur’an kepada kami yang di dalamnya diceritakan tentang hari ini dan cerita tentang umat-umat terdahulu, di mana para rasul mereka telah menunaikan risalah yang Engkau berikan. Maka, dari situlah kami dapat mengetahuinya.” Kemudian Allah berfirman, “Mereka benar.” Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

Syekh al-Qurthubi berkata, Abu Hamid berkata dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, kelak di akhirat, Allah Ta’ala mengadili para binatang dan memberi kesempatan kepada binatang yang tidak bertanduk untuk membalas binatang yang bertanduk. Allah juga mengadili di antara binatang-binatang liar dan burung-burung. Lalu, Allah berkata kepada binatang-binatang itu, Jadilah kalian debu.” Maka pada saat itu juga mereka rata dengan tanah.

 

Pada saat itu, orang-orang kafir dan orang-orang durhaka mengharapkan agar mereka diratakan saja dengan tanah seperti binatang-binatang tersebut, sebagaimana firman-Nya,

 

“Orang-orang kafir dan yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka diratakan dengan tanah.” (QS. an-Nisa’: 42)

 

Dan orang-orang kafir mengangankan sebagaimana firman-Nya,

 

“Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah.” (QS. ani-Nisa’: 40)

 

Setelah itu, Allah memanggil Lauh alMahfuzh. Naka Lauh al-Mahfuzh didatangkan dengan suara gemuruh yang sangat besar. Lalu, Allah berkata kepadanya, “Manakah kitab-kitab yang telah Aku tulis padamu, yakni Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an.” Lauh al-Mahfuzh menjawab, “Wahai Tuhanku, Kitab-kitab tersebut telah dipindahkan oleh Malaikat Jibril.” Kemudian Jibril dipanggil Allah. Dia tampak ketakutan dan kedua lututnya saling berada. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Jibril, Lauh al-Mahfuzh mengatakan bahwa engkau telah memindahkan kalam-Ku dan wahyu-Ku, benarkah itu?” Jibril menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Allah lalu bertanya, “Apa yang engkau lakukan dengan kalam-Ku dan wahyu-Ku itu?” Malaikat Jibril menjawab, “Taurat telah aku serahkan kepada Musa, Zabur telah aku serahkan kepada Daud, Injil telah aku serahkan kepada Isa, dan al-Qur’an telah aku serahkan kepada Muhammad. Kitab-kitab itu telah aku serahkan kepada rasul yang berhak menerimanya, demikian juga dengan lembaran-lembaran (suhuf) lainnya.”

 

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar seruan, “Wahai Nuh.” Maka Nabi Nuh a.s menghadap. Dia tampak ketakutan hingga tulang sendi-sendi saling beradu. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Nuh, Jibril mengatakan bahwa engkau adalah salah seorang rasul.” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan terhadap umatmu?” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Siang dan malam aku berdakwah kepada mereka, tapi mereka malah semakin menjauh dariku.”

 

Kemudian dipanggillah umatnya, dan ditanyakan kepada mereka, “Wahai kaum Nuh, ini adalah saudara kalian, Nuh. Dia mengaku bahwa dia telah menyampaikan risalah kepada kalian, benarkah itu?” Mereka menjawab, “Dia berbohong, wahai Tuihan kami. Dia tidak menyampaikan apa pun kepada kami.” Umatnya mengingkari pengakuan Nabi Nuh a.s.

 

Allah lalu berfirman kepada Nabi Nuh a.s., “Wahai Nuh, apakah engkau mempunyai bukti” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Wahai Tuhanku, bukti yang aku miliki atas mereka adalah Muhammad dan umatnya.” Lalu umat Nabi Nuh pun menyanggah, “Kami adalah umat terdahulu sedangkan mereka adalah umat paling akhir, bagaimana mungkin mereka bisa menjadi saksi.” Kemudian dihadirkanlah Nabi Muhammad Saw. lalu dikatakan padanya, “Wahai Muhammad, ini adalah Nuh. Dia meminta kesaksianmu.” Maka beliau pun memberi kesaksian bahwa Nabi Nuh a.s. benar-benar telah menyampaikan risalahnya, kemudian beliau membacakan,

 

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelon datang kepadanya azab yang pedih.” (QS. Nuh: 1) sampai akhir surah.

 

Kemudian Allah berfirman, “Engkau benar. Azab sudah ditetapkan bagi orang-orang yang kafir terhadap-Ku.” Selanjutnya orang-orang kafir itu digiring ke dalam neraka, tanpa ditimbang amalnya ataupun dihisab

 

Setelah itu, terdengarlah panggilan, “Di manakah Hud?” Selanjutnya terjadilah pembicaraan seperti yang dialami oleh Nabi Nuh a.s. dengan kaumnya. Akhirnya, Nabi Hud a.s. meminta kesaksian Nabi Muhammad Saw. dan beberapa umat beliau yang terpilih. Beliau lalu membacakan,

 

“Kaum Ad telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 123)

 

Setelah itu, terdengarlah panggilan, “Wahai Saleh! Hai Tsamud!” Lalu mereka pun datang. Pada saat kaum Tsamud mengingkarinya, maka Nabi Saleh a.s. meminta kesaksian Nabi Muhammad Saw.. Beliau lalu membacakan,

 

“Kaum Tsamud telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 141) sampai akhir kisahnya.

 

Hingga akhir cerita, mereka diperlakukan seperti umat-umat yang sebelumnya. Allah memanggil setiap umat, dan mereka pun tampil. Ini merupakan suatu pelajaran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan banyak (lagi) generasi-generasi a; antara kaum-kaum tersebut.” (QS. al-Furqan: 38)

 

“Kemudian, Kari utus rasul-rasul Kami berturut-turut. Setiap kali seorang rasul datang kepada suatu umat, mereka mendustakannya” (QS. al-Mu’minun: 44)

 

“Dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah, Rasul-rasul telah datang kepada mereka membawa bukti-bukti (yang nyata).” (QS. Ibrahim: 9)

 

Ayat-ayat tersebut sangatlah menyentuh. Pada saat dahulu, ada kaum-kaum yang durhaka seperti kaum Tarukh, Tarah, Dauhan, Asra, dan yang lainnya. Kaum tersebut dipanggil dengan sekelompok-sekelompok. Akhirnya, sampailah panggilan tersebut untuk ashab ar-Rass, Tubba’ dan kaum Ibrahim. Timbangan tidak dipasang bagi mereka, dan tidak ada proses hisab pula bagi mereka. Pada hari itu, mereka terhalang dari Tuhan mereka. Hanya juru bicara yang berbicara dengan mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan mengazab terhadap orang yang diajak bicara dengan-Nya.

 

Lalu, dipanggillah Musa bin Imran. Dia datang dengan gemetar seperti sehelai daun yang diterpa angin kencang. Pucat mukanya dan kedua lututnya saling berbenturan. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai putra Imran! Benarkah Jibril telah menyampaikan risalah dan Taurat kepadamu? Maukah engkau bersaksi bahwa dia benar-benar telah menyampaikan semua itu kepadamu?” Nabi Musa a.s. menjawab, “Ya, aku siap bersaksi.” Lalu Allah menyuruh Nabi Musa a.s. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan wahyu yang telah diturunkan-Nya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Saat itu suasana menjadi hening sehingga semua makhluk yang berada di Padang Mahsyar mendengarkan bacaannya. Dia membacakan Taurat yang asli seperti pertama kali diturunkan, sehingga para pendeta merasa tidak pernah mengenalinya.

 

Lalu, dipanggillah Daud. Dia datang dengan gemetar seperti sehelai daun yang diterpa angin kencang. Kedua lututnya saling berbenturan dan pucat mukanya. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Daud! Apa benar Jibril telah menyampaikan Zabur kepadamu? Maukah engkau bersaksi bahwa dia benar-benar telah menyampaikan semua kepadamu?” Nabi Daud a.s. menjawab, “Ya, aku siap bersaksi wahai Tuhanku.” Lalu Allah menyuruh Nabi Daud a.s. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan wahyu yang telah diturunkan-Nya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Dia mempunyai suara yang paling merdu. Dalam sebuah hadis sahih, dia dikatakan juga sebagai Shahib al-Mazamir (Pemilik suara yang merdu).

 

Selanjutnya, dipanggillah Isa bin Maryam. Dia datang di pintu para rasul. Di sana, Allah lalu berfirman kepadanya,

 

“Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?” (QS. al-Maidah: 116)

 

Nabi Isa a.s. lalu menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. al-Maidah: 116)

 

Lalu, Allah Ta’ala tertawa sambil berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya.” (QS. alMaidah: 119)

 

Kemudian Allah menyuruh Nabi Isa as. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan inzil yang telah diturunkan Jibril kepadanya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Saat itu, kepala seluruh manusia tertuju kepadanya karena keindahan pengulangan bacaannya. Nabi Isa a.s. merupakan orang yang paling tahu dalam meriwayatkan Injil. Dia membacakan Injil yang asli sehingga para rahib merasa tidak pernah mengenalnya. Kemudian kaumnya terbagi dua golongan, yaitu golongan orang-orang durhaka dan golongan Orang-orang beriman.

 

Dan, terakhir dipanggillah Nabi Muhammad Saw.. Beliau pun datang, lalu Allah berfirman kepadanya, “Wahai Muhammad, ini adalah Jibril. Dia mengaku bahwa dia telah menyampaikan al-Qur’an kepadamu.” Beliau menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Kemudian Allah menyuruh beliau agar kembali ke mimbarnya dan membacakan al-Qur’an, kemudian beliau pun membacakan al-Qur’an. Sungguh bacaannya mengandung keindahan sehingga orang-orang yang bertakwa merasa senang mendengarkan bacaan tersebut. Tampak wajah mereka yang senyum gembira. Adapun orang-orang yang durhaka berwajah kumal dan kusam berdebu. Pada saat Nabi Saw. membacakan al-Qur’an, maka umatnya merasa seakan-akan tidak pernah mendengarnya sama sekali.

 

Dan berhubungan dengan masalah ini, maka al-Ashma’i pernah ditanya oleh keponakannya, “Kaum menganggap bahwa engkau adalah orang yang paling hafal kitab Allah, maka sampaikanlah sesuatu kepada kami.” Maka dia menjawab, “Wahai keponakanku, pada saat aku mendengarnya dari Rasulullah Saw., maka seakan-akan aku belum pernah mendengarnya sedikit pun.

 

Pada saat pembacaan kitab-kitab telah selesai, maka terdengarlah seruan dari arah suatu tempat yang agung,

 

“Dan dikatakan (kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yasin: 59)

 

Saat itu juga Padang Mahsyar pun gempar, terjadi ketakutan dan kekacauan yang hebat. Para malaikat bercampur baur dengan jin. Begitu juga jin bercampur baur dengan anak cucu Adam (manusia). Mereka membentuk satu gelombang yang dahsyat. Setelah itu terdengarlah seruan, “Wahai Adam, kirim utusan ke neraka.” Dia lalu bertanya, “Berapa, wahai Tuhanku?” Lalu dijawab, “Dari setiap seribu orang, maka 999 orang menuju neraka, sedang satu orang lagi masuk ke dalam surga.”

 

Maka tidak henti-hentinya Nabi Adam a.s. mengeluarkan satu persatu anak cucunya dari tempat itu, baik dari golongan orang-orang yang membangkang, orang-orang yang lalai, dan Orang-orang fasik menuju ke neraka. Dan, yang tertinggal hanyalah segenggam dengan ukuran genggaman Tuhan, sebagaimana yang disabdakan Nabi Saw., “Kami hanyalah beberapa genggaman saja dari genggaman-genggaman Tuhan Yang Mahasuci dan Mahatinggi.”

 

Beberapa Orang yang Memberi Kesaksian Pada Saat Proses Hisab

 

Para ulama berkata, para nabi dan yang lainnya akan menjadi saksi saat proses hisab, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan didatangkanlah para nabi dan saksisaksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, seedang mereka tidak dirugikan.” (QS. az-Zumar: 69)

 

“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS. an-Nisa’: 41)

 

Saksi setiap umat adalah nabinya. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan saksi di sini adalah para malaikat pencatat amal. Dan, pendapat inilah yang lebih jelas. Kelak di akhirat, umat-umat itu akan didatangkan beserta rasulnya masing-masing, lalu dikatakan kepada mereka, “Apa jawaban kalian terhadap seruan para rasul?” Dan, kepada para rasul pun ditanyakan, “Apa jawaban umat kalian terhadap seruan kalian?” Saat itu para rasul menjawab,

 

“Tidak ada pengetahuan kami tentang itu, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui segala perkara yang gaib.” (QS. al-Ma’idah: 109)

 

Setelah itu, maka orang-orang itu dipanggil satu persatu. Pada saat itu yang memberi kesaksian hanyalah lembaran catatan amalnya sendiri dan malaikat pencatat amal. Ini adalah sebagaimana yang telah dikabarkan sewaktu masih di dunia, bahwasanya ada dua malaikat yang senantiasa mengawasi gerak gerik mereka dan mencatat amalnya.

 

Dalam kitab Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid al-Ghazali mengatakan, ada seorang penyeru yang menyerukan dari arah Allah, “Pada hari ini tidak akan ada kezaliman. Sesungguhnya Allah Mahacepat dalam menghisab.” Maka dikeluarkanlah kitab yang sangat besar untuk mereka, besar kitab tersebut menutupi lahan antara ilmur dan barat. Isi kitab itu adalah berupa catatan amal perbuatan semua makhluk. Tidak ada yang terlewat di dalamnya, baik amal kecil ataupun besar, semuanya tercatat di sana. Saat itu mereka menemukan apa saja yang telah mereka lakukan, dan Tuhanmu tidaklah berbuat curang terhadap siapa pun. Itu karena, setiap perbuatan makhluk dilaporkan kepada Allah tiap harinya, lalu para malaikat pencatat amal mencatatnya dalam kitab yang sangat besar itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.” (QS alJatsiyah: 29)

 

Selanjutnya, satu persatu manusia akan dipanggil untuk dihisab segala amal perbuatannya, baik dan buruknya akan dihitung. Maka, pada saat itu kaki dan tangannya sendiri yang memberi kesaksian atas perbuatannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An-Nur: 24)

 

Sebuah riwayat menyebutkan bahwa ada seseorang yang dihadapkan kepada Allah, lalu Allah berfirman kepadanya, “Hai hamba yang jahat. dahulu kamu telah berbuat dosa dan bermaksiat kepada-Ku.” Dia lalu berkata, “Apa yang telah aku lakukan?” Seolah-olah dia menyangkat. AHah lalu berfirman, “Kamu perlu bukti?” Kemudian didatangkan malaikat yang mencatat amal-amalnya. Hamba itu lalu berkata, “Mereka perdusta atasku.” Maka selanjutnya, anggota-anggota badannya menjadi saksi atas perbuatan-perbuatannya. Maka dia pun digiring ke dalam neraka. Lalu hamba itu mencela anggota badannya sendiri. Namun, anggota badannya berkata kepada dia, “Kami tidak mempunyai pilihan, Tuhan kami yang menjadikan kami bisa berbicara.” Allah lalu berfirman, “Kulit mereka menjawab, “Yang menjadikan kami dapat berbicara adalah Allah, yang (juga) menjadikan segala sesuatu dapat berbicara.” (QS. Fushshilat: 21)

 

Terkait hal ini sudah dijelaskan secara gamblang pada pembahasan sebelumnya, bahwa bumi, hari-hari, malam-malam, dan harta, semuanya akan memberi kesaksian. Dan pada saat orang kafir berkata, “Aku tidak akan mengizinkan atas diriku untuk menjadi saksi kecuali saksi dari pihakku,” maka mulutnya ditutup, lalu anggota-anggota badannya yang lain memberi kesaksian terhadapnya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

 

Kesaksian Nabi Muhammad Saw. Terhadap Umatnya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari seorang laki-laki Ansar dari al-Minhal bin “Amr bahwasanya dia mendengar Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Tiada satu hari pun melainkan akan didatangkan kepada Nabi Saw. umat beliau, pagi dan petangnya. Kemudian beliau mengetahui mereka dari tanda-tanda dan amal perbuatan mereka. Karenanya, beliau akan memberi kesaksian terhadap mereka. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kari mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai soksi atas mereka.” (QS. an-Nisa’: 41)

 

Menurutku, sebelumnya telah diuraikan bahwa setiap amal manusia akan dilaporkan kepada Allah pada hari Kamis dan Senin. Juga dilaporkan kepada para nabi, ayah, dan ibu masing-masing pada hari Jumat. Sebetulnya dalam hal ini tidak ada pertentangan. Tapi, kemungkinan ada kekhususan untuk Nabi Muhammad Saw. bahwa amal-amal umatnya akan dilaporkan setiap hari. Dan, pada hari Jumat, dilaporkan juga bersama dengan amal para nabi lainnya. Wallahu a’lam.

 

Azab Bagi Orang yang Tidak Melaksanakan Zakat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang mempunyai emas ataupun perak, namun tidak mengeluarkan zakat darinya, melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan untuknya lempengan-lempengan besi dari api. Lempengan besi tersebut dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu dilindaskan pada perut, kening, dan punggungnya. Jika lempengan-lempengan besi itu dingin, maka dipanaskan lagi, dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun, hingga datangnya pengadilan di antara manusia. Dan, setelah itu, dia akan melihat jalannya masing-masing, apakah ke surga atau ke neraka.”

 

Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pemilik unta?” Beliau menjawab, “Juga termasuk pemilik unta yang tidak mau menunaikan hak darinya salah satu haknya adalah memijit susunya pada hart binatang itu mendatangi tempat minum melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan tanah seluas-luasnya untuk unta itu. Satu ekor pun tidak akan terlepas darinya. Dengan sepatu-sepatunya, unta itu berkali-kali memijak pemiliknya dan menggigitnya dengan mulutnya.

 

Ada lagi yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pemilik sapi dan kambing?” Beliau menjawab, “Dan, tidak seorang pun pemilik sapi dan kambing yang tidak melaksanakan kewajiban darinya, melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan tanah yang rata untuk binatang-binatang tersebut. Satu ekor pun tidak akan terlepas darinya. Di sana, tidak ada satu pun binatang yang tanduknya rebah ke belakang, atau tidak bertanduk, atau patah tanduknya. Binatang-binatang tersebut akan menyeruduk pemiliknya dengan tanduknya, dan menginjak-injaknya dengan kukunya yang tajam. Tiap kali barisan pertama binatang-binatang itu lewat, maka diikuti pula oleh barisan yang lainnya, dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun, hingga datangnya pengadilan di antara manusia. Dan, setelah itu, dia akan melihat jalannya masing-masing, apakah ke surga atau ke neraka ….”

 

Diriwayatkan oleh Malik secara mauquf, an-Nasa’i dan Bukhari secara marfu’ dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa yang diberikan harta oleh Allah tetapi dia tidak membayarkan zakat darinya, maka pada hari Kiamat hartanya itu akan menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’ (ular botak), yang memiliki dua racun di mulutnya. Lalu, ular itu akan melilitnya dan mematuk dagunya, yaitu tulang rahangnya sambil berkata, “Aku adalah hartamu. Aku adalah simpananmu.” Kemudian beliau membaca ayat,

 

“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 180)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, dan tidak pula bagi orang yang memiliki simpanan harta tetapi dia tidak mau menunaikan zakatnya, melainkan pada hari Kiamat simpanan harta itu akan menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’. Ula, tersebut memburunya dengan mulut yang terbuka. Setiap kali ular itu. mendatanginya, maka dia berlari menghindarinya . Lalu, ular tersebut berseru, “Ambillah harta simpananmu yang telah kamu sembunyikan. Sungguh, aku tidak membutuhkannya.” Dan, apabila orang tersebut telah menyadarinya, dan apa yang harus dia lakukan, maka dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut, lalu ular itu menggigitnya seperti menggigit kambing pejantan ….”

 

Hukuman Bagi Orang yang Berkhianat

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Wurairah, dia berkata, pada suatu hari Rasulullah Saw. berdiri di tengah-tengah kami, lalu beliau menyebutkan tentang pengkhianatan dan akibatnya yang sangat besar. Lebih lanjutnya beliau bersabda, janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor unta yang melenguh-lenguh, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor kuda yang meringkik, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor kambing yang mengembik, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya jiwa apa pun yang bersuara, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya kain-kain yang berkibar-kibar, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya harta kekayaan, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ketika Allah mengumpulkan umat-umat yang terdahulu dan yang terakhir, maka Dia akan memasangkan bagi setiap orang yang berkhianat sebuah bendera (panji), seraya dikatakan, “inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, setiap orang yang berkhianat akan memiliki bendera (panji) di bokongnya masing-masing.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Qurrah bin Khalid dari Abdul Malik bin Umair dari Rafi’ bin Syidad dari ‘Amr bin al-Hamaq al-Khuza’i bahwa Nabi Saw. bersabda, “Apabila seseorang telah menjamin keselamatan darah orang tain, tetapi kemudian dia membunuhnya, maka pada hari Kiamat akan dikibarkan untuknya bendera (panji) khianat.”

 

Tafsir Ayat, “Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161)

 

Para ulama berpendapat bahwa itu dalam arti yang sebenarnya, sebagaimana yang dijelaskan Nabi Saw.. Artinya, pengkhianat itu akan membawa apa yang dikhianatkannya di atas punggung dan pundaknya dalam keadaan tersiksa. Selain akan merasakan berat, dia juga akan menanggung rasa malu dan terhina karena disaksikan oleh khalayak ramai. Demikian pula yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak membayar zakat, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadis sahih.

 

Abu Hamid berkata, orang yang tidak membayar zakat untanya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor unta. Unta tersebut bersuara dan beratnya bagaikan gunung yang besar.

 

Orang yang tidak membayar zakat sapinya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor sapi. Sapi tersebut melenguh dan beratnya bagaikan gunung yang besar. Orang yang tidak membayar zakat kambingnya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor kambing. Kambing tersebut mengembik dan beratnya bagaikan gunung yang besar. Adapun suara unta, sapi, dan kambing, kerasnya bagaikan petir yang menyambar.

 

Orang yang tidak membayar zakat hasil pertaniannya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya barang-barang yang dia kikirkan, bisa gandum, jelai, atau lainnya yang sangat memberatkan hingga dia merintih-rintih karena tidak kuat. Sedang dari bawahnya, terdengar suara celaka dan binasa.

 

Dan, orang yang tidak membayar zakat hartanya, maka pada hari Kiamat hartanya tersebut menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’, yang memiliki dua racun di mulutnya. Ekornya bergerak-gerak memasuki lubang hidungnya, membelit lehernya, dan menambah berat di pundak orang itu, seolah-olah orang tersebut berkalung binatang buas di muka bumi. Dan setiap orang berseru seperti tadi. Maka, para malaikat berkata, “Ini adalah harta yang kamu kikirkan di dunia, karena rasa cintamu kepadanya dan bakhil atasnya.” Dan itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“(Apa) harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat.” (QS. Ali ‘imran: 180)

 

Menurutku, siksaan yang ditimpakan Allah kepada orang yang berkhianat dan orang yang menolak membayar zakat, ini setara dengan yang siksaan yang ditimpakan kepada orang yang menepati janjinya. Allah menjadikan hukuman-hukuman ini menurut hukuman yang berlaku di kalangan manusia, agar mereka mau mengerti. Bahkan, di kalangan orang-orang Arab, orang yang berkhianat juga mendapatkan sanksi moral dan sosial yang cukup memberatkan, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang yang melakukan berbagai tindak kejahatan lainnya.

 

Namun, ada sekelompok ulama yang berpendapat bahwa berita tentang beban yang dipikul oleh orang yang berkhianat di hari Kiamat nanti, itu bukan dalam arti yang sebenarnya, melainkan pemberitahuan tentang hinanya dosa khianat tersebut. Dengan kata lain, kelak pada hari Kiamat dia akan memikul beban dosa secara terbuka hingga dilihat oleh khayalak ramai.

 

Apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Saw. itu benar-benar hakiki dan lebih utama, karena didukung sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Samurah bin Jundub, dia berkata, setiap kali Nabi Saw. mendapatkan harta ghanimah, beliau menyuruh Bilal agar berseru di tengah-tengah manusia. Maka mereka berdatangan dengan membawa ghanimah masing-masing. Kemudian beliau mengambil satu perlimanya, dan selebihnya dibagi.

 

Pada suatu hari setelah seruan tersebut, maka datanglah seseorang dengan membawa tali kekang yang terbuat dari wol, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah ghanimah yang berhasil aku peroleh.” Beliau lalu bertanya, “Apakah kamu tidak mendengar seruan Bilal sebanyak tiga kali?” Dia menjawab, “Ya, aku mendengarnya.” Beliau bertanya, “Lalu, apa yang menahanmu sehingga kamu tidak datang dengan membawa seluruh ghanimah?” Dia lalu mengemukakan alasan-alasannya. Beliau lalu bersabda, “Janganlah sekali-kali begitu! Pada hari Kiamat, kamu akan datang membawanya. Karena itu, aku sudah tidak mau menerimanya darimu.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya batu yang bobotnya sudah dilipatgandakan menjadi tujuh kali lipat dilemparkan ke dalam neraka Jahanam, dan batu itu terjun ke dalamnya selama tujuh puluh tahun. Kemudian orang yang berkhianat dalam rampasan perang akan dilemparkan bersama batu itu, kemudian orang yang berkhianat itu akan mengambilnya kembali.”

 

Beliau lalu bersabda, “Itulah makna firman Allah, “Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161).

 

Riwayat ini dituturkan oleh Sulaiman al-Muradi dalam kitabnya, a-Arba’in.

 

Bendera-bendera Pada Hari Kiamat

 

Sabda Nabi Saw. “Maka Dia akan memasangkan bagi setiap orang yang berkhianat sebuah bendera (panji)”, Hal ini menunjukkan bahwa di akhirat nanti manusia mempunyai beberapa macam bendera. Di antaranya, ada bendera kenistaan dan cela, yang dengan bendera tersebut, dapat diketahui perbuatan pemiliknya sewaktu di dunia. Juga ada bendera pujian, kemuliaan, dan kehormatan seperti yang disabdakan Rasulullah Saw, “Bendera pujian ada di tanganku.”

 

Diriwayatkan oleh az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Umrw’ al-Qais adalah pemegang (pembawa) bendera para penyair yang menuju ke neraka.”

 

Berdasarkan riwayat ini, maka seorang tokoh atau pemimpin dalam bidang apa pun, dia akan memegang bendera pengenal yang melapangkan kebajikan atau kejahatan. Sangat boleh jadi, orang-orang yang saleh dan para wali Allah juga memiliki bendera pengenal yang melapangkan mereka. Wallahu a’lam.

 

Jika mereka bukan orang yang terkenal, Nabi Saw. bersabda, “Boleh jadi, seorang yang perambut kusut penuh dengan debu yang ditolak di depan pintu, jikalau dia mau bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpahnya.” Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah itu menyukai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan tidak dikenal orang.” Kedua hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “‘Ulum al-Akhirah, mengutip sebuah hadis sahih bahwa sesungguhnya yang pertama kali akan diputuskan oleh Allah pada hari Kiamat adalah tentang darah (pembunuhan). Orang yang pertama kali akan diberikan pahalanya oleh Allah adalah orang-orang yang buta. Pada hari Kiamat, Allah akan menyeru orang-orang yang buta, “Kalian lebih berhak untuk memandang Kami.” Allah merasa malu kepada mereka hingga Dia berfirman, “Pergilah kalian, dan bergabunglah dengan golongan kanan.”

 

Mereka diberi bendera yang diserahkan ke tangan Nabi Syu’aib a.s. untuk memegangnya. Dia (Nabi Syu’aib) berada di depan mereka yang bercampur dengan rombongan malaikat yang jumlahnya tidak dapat diketahui, kecuali Allah yang dapat mengetahuinya. Para malaikat lalu mengiringkan mereka seperti mengiringkan pengantin. Nabi Syu’aib a.s. membawa mereka melewati sebuah jembatan dengan cepat bagaikan kilat yang menyambar. Sifat salah seorang di antara mereka adalah sabar dan penyantun seperti Ibnu Abbas dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.

 

Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang menderita?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah menerima penghormatan yang sangat baik dari Allah, mereka disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberi bendera berwarna hijau yang diserahkan ke tangan Nabi Ayyub a.s.. Dia (Nabi Ayyub) berada di depan mereka. Sifat orang yang menderita ialah Sabar, penyantun, dan penuh keyakinan seperti Aqil bin Abi Thalib dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.

 

Kemudian terdengar seruan, “Mana anak-anak muda yang menjaga kehormatannya?” maka mereka pun didatangkan. Setelah mendapatkan sambutan kasih sayang dari Allah, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberi bendera berwarna hijau yang diserahkan ke tangan Nabi Yusuf a.s.. Dia (Nabi Yusuf) yang menjadi pemimpin mereka. Sifat anak-anak muda seperti itu ialah sabar, penyantun, dan penuh keyakinan seperti Rasyid bin Sulaiman dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.

 

Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang saling mencintai Karena Allan?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah mendapatkan sambutan kasih sayang dari Allah, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Sifat orang-orang yang saling mencintai karena Allah ialah sabar, penyantun, dan penuh keyakinan. la tidak marah maupun kecewa terhadap orang yang menyukai hal-hal yang bersifat duniawi. Contoh orang yang masuk golongan ini adalah Abu Turab, yakni Ali bin Abi Thalib dan pemimpin-pemimpin lain sepertinya.

 

Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang rajin menangis?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah air mata mereka, darah para syuhada, dan tinta para ulama ditimbang, ternyata bobot air mata mereka yang lebih berat. Mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan, dan diberikan bendera berwarna-warni karena mereka menangis dalam berbagai alasan. Ada yang menangis karena takut kepada Allah, ada yang menangis karena sangat ingin mengharapkan keridaan Allah, dan ada juga yang menangis karena menyesal atas kesalahan yang pernah dia lakukan. Dan, bendera itu diserahkan ke tangan Nabi Nuh a.s.. Para ulama ingin sekali mendahului mereka seraya berkata, “Kamilah yang mengajarkan mereka sehingga mereka bisa menangis.” Kemudian terdengar seruan, “Pelan-pelan, wahai Nuh.” Nabi Nuh a.s lalu berhenti dengan rombongannya itu.

 

Setelah tinta ulama dan darah para syuhada ditimbang, ternyata darah para syuhada bobotnya lebih berat. Mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberikan bendera yang dilumuri minyak za’faran dan bendera itu diserahkan ke tangan Nabi Yahya. Dia (Nabi Yahya) kemudian beranjak di depan mereka. Para ulama ingin sekali mendahului mereka seraya berkata, “Karena ilmu kamilah mereka berperang, jadi kamilah yang lebih berhak maju daripada mereka.” Mendengar itu, Allah Yang Mahaagung tersenyum dan berfirman kepada mereka, “Di mata-Ku, kalian adalah seperti nabi-nabi-Ku. Berilah syafaat kepada siapa saja yang kalian inginkan.” Lalu, di antara mereka, ada yang memberikan syafaat kepada tetangga dan saudara-saudaranya.

 

Kemudian, Allah menyuruh malaikat untuk berseru di tengah-tengah manusia, “Ketahuilah, sesungguhnya Fulan yang alim ini telah diberikan wewenang untuk memberikan syafaat. Masing-masing mereka akan memberikan syafaat kepada orang yang pernah menolongnya ketika dia dalam kesulitan, atau yang pernah memberinya sesuap makan ketika dia lapar, atau yang pernah memberinya seteguk air ketika dia kehausan. Karenanya, temuilah dia, karena dia bisa memberikan syafaat.”

 

Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah Saw. bersabda, “Yang pertama kali memberikan syafaat ialah para rasul, kemudian para nabi, kemudian para ulama.” Mereka diberikan bendera berwarna putih dan diserahkan ke tangan Nabi Ibrahim karena dia adalah rasul yang paling berani mengungkapkan isi hatinya kepada Allah. Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang miskin?” Maka mereka pun di datangkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Lalu, Allah berfirman kepada mereka, “Selamat datang, hai orang-orang yang lama mendekam di penjara dunia”

 

Kemudian mereka disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberikan ben, dera berwarna kuning dan diserahkan ke tangan Nabi Isa putra Maryam. Dia (Nabi Isa) berada di depan mereka menuju tempat golongan kanan, Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang kaya?” Maka mereka pun didatangkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Setelah menghisab mereka selama 500 tahun, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan, Mereka diberikan bendera berwarna-warni, laly diserahkan ke tangan Nabi Sulaiman. Dia (Nabi Sulaiman) berada di depan mereka menuju tempat golongan kanan.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, ada empat golongan manusia yang meminta kesaksian dari empat golongan manusia lainnya. Orang-orang kaya dan yang hidup senang akan dipanggil, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Maka mereka menjawab, “Allah telah memberi kekuasaan dan kesejahteraan kepada kami, yang menyibukkan kami dari melaksanakan kewajiban-Nya di dunia.” Allah bertanya kepada mereka, “Siapa yang lebih besar kekuasaannya, kalian ataukah Sulaiman?” Mereka menjawab, “Sulaiman.” Maka Allah berkata, “Walaupun kekuasaannya lebih besar, Sulaiman tetap melaksanakan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”

 

Kemudian diserukan, “Manakah orang-orang yang menderita penyakit?” Maka mereka pun didatangkan dalam keadaan bermacam-macam, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Mereka menjawab, “Allah telah menguji kami dengan berbagai macam penyakit dan penderitaan, yang menyibukkan kami dari mengingat-Nya dan melaksanakan kewajiban-Nya.” Allah bertanya kepada mereka, “Siapa yang lebih berat penderitaannya, kalian ataukah Ayyub?” Mereka menjawab, “Ayyub.” Maka Allah berkata, “Nyatanya hal itu tidak menyibukkan dia dari mengabdi kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”

 

Lalu diserukan, “Manakah pemuda-pemuda tampan dan para budak?” Maka mereka pun didatangkan, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Maka para pemuda tampan menjawab, “Allah telah memberi kami ketampanan dan pesona. Hal itulah yang telah menyibukkan kami dari menunaikan kewajiban kepada-Nya.” Dan para budak pun menjawab, “Kegiatan perbudakanlah yang menyibukkan kami dari beribadah kepada-Nya.-” Maka Allah bertanya, “Siapa yang lebih tampan, kalian ataukah Yusuf?” Mereka menjawab, “Yusuf.” Maka Allah berkata, “Yusuf juga dulu berada dalam lingkungan perbudakan. Nyatanya hal itu tidak menyibukkannya dari menunaikan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”

 

Lalu diserukan, “Di manakah orang-orang fakir?” Maka mereka pun didatangkan dalam keadaan bermacam-macam, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?’ Mereka menjawab, “Ailah telah menimpakan derita kemiskinan kepada kami di dunia, dan itulah yang membuat kami lupa mengingatnya.” Maka Allah bertanya, “Siapa yang lebih miskin, kalian ataukah Isa.” Mereka menjawab, “Isa.” Maka Allah berkata, “Nyatanya hal itu tidak membuat Isa lengah dari menunaikan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami ….” Maka, barang siapa yang diuji dengan salah satu dari empat cobaan ini, hendaklah dia mengingat kepada yang memberi cobaan tersebut.” Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan”, merupakan dalil bahwa di akhirat nanti manusia itu dipanggil dengan menggunakan nama sendiri dan nama ayah mereka. Ini merupakan sanggahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa mereka akan dipanggil dengan menggunakan nama ibu mereka.

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu dilindaskan pada perut, kening, dan punggungnya,” karena anggota-anggota badan ini, yaitu perut, kening, dan punggung merupakan yang paling sensitif oleh rasa sakit. Tetapi, ada yang berpendapat bahwa ketiga anggota badan inilah yang paling berperan menolak memberikan zakat dengan cara kasar kepada orang yang datang meminta zakat. Jika ada orang yang meminta zakat, orang suka mengerutkan keningnya, memalingkan perutnya, dan punggungnya membelakangi si peminta.

 

Para ulama sufi mengatakan, “Ketika mereka meminta pangkat dan harta, Allah memburukkan wajah mereka. Ketika mereka menolak orang fakir duduk bersama mereka, lambung mereka digulung. Dan ketika mereka menyandarkan punggung mereka ke harta mereka karena saking sayangnya, punggung mereka dipanggang.”

 

Makna dari Lima Puluh Ribu Tahun

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun,” (QS. al-Ma’arij: 4)

 

Ada yang mengatakan, maksud 50.000 tahun ini adalah kalau yang menghisabnya selain Allah. Namun, jika Allah yang menghisab maka bisa selesai dalam waktu setengah hari menurut ukuran hari di dunia.

 

Ada yang mengatakan, bahwa 50.000 tahun itu adalah lamanya mereka berdiri di setiap pemberhentian untuk dihisab, demikian menurut pendapat al-Hasan. Sedang Ibnu al-Yamani berkata, di dalam setiap pemberhentian, mereka berdiri selama 1000 tahun.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya bagi orang yang beriman akan diringankan hisabnya, hingga berasa lebih ringan daripada mengerjakan shalat fardhu.”

 

Dirtwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada waktu itu, hisab seorang mukmin akan dipercepat seperti dia menjalankan sekali shalat fardhu saja.”

 

Dan dalam kitab Gharib al-Qur’an, disebutkan oleh Ibnu ‘Uzair sebuah hadis, “Tidak juga sampai setengah hari, melainkan penghuni surga sudah berada di dalam surga, dan penghuni neraka sudah berada di dalam neraka.”

 

Nasib Para Penguasa di Hari Kiamat

 

Disebutkan oleh al-Ghailan Abu Thalib dari Abu Bakar asy-Syafi’i dari Muhammad bin Ghalib dari Umayyah bin Bustham dari Rauh bin al-Qasim dari Ibnu Ajlan dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw., “Tidaklah seorang pun yang memimpin sepuluh orang, melainkan pada hari Kiamat dia akan dihadapkan kepada Allah hingga dia dibebaskan karena keadilannya, atau diazab karena dosanya.”

 

Suatu hari Umar pernah berkata kepada Abu Dzar, “Tolong ceritakan kepadaku sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah Saw..” Abu Dzar berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, seorang penguasa akan didatangkan lalu disuruh berjalan di atas jembatan (ash-Shirath) Jahanam. Saat dia melewatinya, jembatan tersebut berguncang sangat keras sekali hingga tulang sendi tubuh bergeser dari tempatnya. Jika penguasa itu taat kepada Allah dalam melaksanakan pekerjaannya, niscaya dia bisa melewatinya. Dan, jika penguasa itu durhaka kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka jembatan itu akan terguncang keras hingga dia jatuh ke dalam neraka Jahanam, kira-kira selama lima puluh tahun.” Umar lalu bertanya, “Sesudah ini, siapakah yang meminta pekerjaan tersebut, wahai Abu Dzar?” Abu Dzar menjawab, “Yaitu orang yang akan dipotong hidungnya oleh Allah, dan yang akan ditempelkan, pipinya ke tanah.” Demikian dituturkan oleh Abu al-Farj ibnu al-Jauzi.

 

Diriwayatkan oleh sejumlah imam dar Abu Humaid as-Sa’idi dari Nabi Saw. bahwa sesungguhnya beliau pernah menugaskan seorang laki-laki Bani Asad yang bernama Ibnu al-Lutaibah untuk memungut zakat. Sepulang dari bertugas, dia menemui beliau dan berkata, “Ini untuk kalian, dan yang ini dihadiahkan orang untukku.”

 

Melihat itu, Nabi Saw. langsung berdiri di atas mimbar. Setelah memanjatkan pujian kepada Allah, beliau lalu bersabda, “Apa maunya petugas yang kami kirim itu? Dia datang dan berkata, ini untuk kalian dan ini dihadiahkan orang untukku. Apakah tidak sebaiknya dia duduk saja di rumah ayahnya dan ibunya sambil menunggu apakah ada orang yang akan mengirimkan hadiah kepadanya atau tidak? Tidak seorang pun dari kalian yang melakukan demikian, melainkan pada hari Kiamat dia akan datang dengan membawa harta yang diakui sebagai hadiah tersebut. Jika berupa unta, maka unta itu akan bersuara. Jika berupa sapi, maka sapi itu akan melenguh. Atau jika berupa kambing, maka kambing itu akan mengembik.”

 

Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya cukup tinggi sehingga kami bisa melihat bulu ketiaknya yang putih, lalu beliau berdoa, “Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan? Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan?”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Buraidah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang kami tugaskan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, lalu kami telah memberi rezeki (upah) atas pekerjaan tersebut, maka apa pun yang dia ambil setelah itu termasuk kepada kecurangan (pengkhianatan).

 

Telaga Nabi Muhammad Saw.

 

Menurut penulis kitab al-Qut dan lainnya, sesungguhnya letak telaga Nabi Saw. itu sesudah jembatan (ash-Shirath). Tetapi, menurut pendapat yang sahih, Nabi Muhammad Saw. itu memiliki dua buah telaga. Yang pertama, terletak di Padang Mahsyar, sebelum jembatan, dan yang kedua terletak di dalam surga. Kedua-duanya dinamakan telaga a/-Kautsar. Dalam bahasa Arab, al-Kautsar itu berarti kenikmatan yang banyak.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai timbangan dan telaga, manakah yang lebih dahulu didatangi. Ada yang berpendapat bahwa timbangan lebih dahulu didatangi daripada telaga. Dan ada juga yang berpendapat bahwa telaga lebih dahulu didatangi daripada timbangan. Abu al-Hasan al-Qabisi setuju pada pendapat yang kedua tadi.

 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kelak manusia akan keluar dari kubur dalam keadaan haus. Maka, telaga lebih dahulu didatangi sebelum jembatan ataupun timbangan. Woallahu a’‘lam.

 

Sementara itu, menurut salah seorang ulama salaf sebagaimana yang dikutip oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, “Jika telaga itu didatangi setelah melewati jembatan, maka itu adalah pernyataan yang salah.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika aku sedang berdiri di pinggir telaga, mendadak muncul sekelompok orang di sekelilingku. Setelah aku mengenali mereka, seseorang maju di depanku dan mereka, seraya berkata, “Mari ikut denganku!” Aku bertanya, “Ke mana?” Dia menjawab, “Ke neraka, demi Allah.” Aku lalu bertanya, “Mengapa mereka itu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya mereka telah murtad.”

 

Kemudian muncul lagi rombongan. Setelah aku mengenali mereka, seseorang maju di depanku dan mereka, seraya berkata, “Mari ikut denganku!” Aku bertanya, “Ke mana?” Dia menjawab, “Ke neraka.” Aku lalu bertanya, “Mengapa mereka itu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya mereka telah murtad.” Aku melihat di antara mereka tidak ada yang selamat. Mereka semua digiring seperti binatang ternak.”

 

Hadis sahih ini merupakan dalil yang sangat kuat bahwa letak telaga itu berada di Padang Mahsyar, sebelum jembatan yang terbentang memanjang di atas neraka Jahanam. Sebab, proses terakhir untuk masuk ke dalam surga yaitu dengan melewati jembatan (ash-Shirath). Siapa yang berhasil melewatinya, maka dia akan selamat. Demikian pula dengan letak telaga nabi-nabi yang lain yang berada di Padang Mahsyar.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang keberadaan air (telaga) di Padang Mahsyar, tempat di mana semua makhluk menghadap Allah?” Beliau menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, di sana terdapat air. Orang-orang yang dikasihi Allah akan mendatangi telaga para nabi, dan Allah akan mengutus 70.000 malaikat, yang masing-masing malaikat memegang tongkat dari api. Malaikat-malaikat tersebut akan menghalau orang-orang kafir dari telaga para nabi.”

 

Panjang dan Lebar Telaga Nabi Saw.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Dzar, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, bagaimana tentang bejana-bejana telaga itu?” Beliau menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jumlah bejana-bejana telaga itu lebih banyak daripada jumlah bintang-bintang di langit dan planet-planetnya di waktu malam yang gelap dan tak berawan (cerah). Itu adalah bejana-bejana surga. Barang siapa meminum dari bejana-bejana itu, maka dia tidak akan kehausan lagi. Pada bagian akhir telaga, ada dua buah pancuran yang dialiri air dari surga. Barang siapa yang meminum darinya, maka dia tidak akan kehausan lagi. Lebar telaga tersebut sama seperti panjangnya, yaitu sejauh antara Amman hingga ke Allah. Airnya lebih putih daripada salju, dan lebih manis daripada madu.”

 

Diriwayatkan dari Tsauban bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar akan berada di telagaku untuk menghalau orang-orang, kecuali ahli al-Yamin (golongan kanan). Aku pukul mereka dengan tongkatku hingga mereka pergi meninggalkannya.” Ketika ditanya tentang lebarnya, beliau menjawab, “Lebarnya yaitu dari tempatku sekarang ini hingga ke Amman.” Ketika ditanya tentang airnya, beliau menjawab, “Airnya lebih putih daripada sali, dan lebih manis daripada madu. Aijir tersebut mengalir dengan deras ke dalamnya melalui dua buah pancuran dari surga. Salah satunya terbuat dari emas, dan yang satunya lagi dari perak.”

 

Dan selain Shahih Muslim, dikatakan, “Mengalir ke telaga tersebut dua buah pancuran dari al-Kautsar ….”. Sedang pada riwayat lain dinyatakan, “Tidak seorang pun dari kalian yang mengulurkan tangannya, melainkan dia akan mendapatkan wadah di tangannya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata, pada suatu hari, Rasulullah Saw. mengantuk ditengah-tengah kami. Mendadak beliau terbangun sambil tersenyum. Kami lalu bertanya, “Kenapa engkau tersenyum, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, baru saja turun sebuah surah kepadaku. Beliau lalu membacakan surah itu,

 

“Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka Laksanakanlah salat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)’ (QS. al-Kautsar: 1-3)

 

Kemudian beliau bertanya, “Tahukah kalian, apa al-Kautsar itu?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Al-Kautsar itu adalah sebuah sungai (telaga) yang dijanjikan Tuhanku kepadaku. Di sana, terdapat banyak kebaikan. Pada hari Kiamat, umatku akan mendatangi telaga itu. Bejana-bejananya sebanyak jumlah bintang-bintang di langit. Ketika ada seorang hamba yang diusir darinya, aku lalu berkata, wahai Tuhanku, dia adalah umatku.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah dia lakukan sepeninggalmu.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abduliah bin Amr bin “Ash bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Telagaku (panjang dan lebarnya) sejauh perjalanan satu bulan, dan tepi-tepinya pun sama sejarak itu. Airnya lebih putih daripada perak, aromanya lebih harum daripada minyak kesturi, serta bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit. Barang siapa yang datang dan meminum darinya, maka dia tidak akan pernah merasa kehausan lagi untuk selamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari lbnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di hadapan kalian ada telaga, yang luasnya sebagaimana jarak antara Jarba dan Azrah. Di telaga itu, ada bejana-bejana yang jumlahnya sebanyak bintang-bintang di langit. Barang siapa yang datang dan meminum darinya, maka dia tidak akan pernah merasa kehausan lagi untuk selamanya.”

 

Ubaidillah berkata, aku bertanya kepada ibnu Umar, lalu dia menjawab, “Jaraknya antara dua buah kota di Syam, yang antara keduanya sejauh perjalanan selama tiga hari ….” Hadis ini Diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya ukuran telagaku lebih luas daripada jarak antara Ailah ke Aden. Airnya lebih putih daripada salju dan lebih manis daripada madu dan susu. Bejana-bejananya lebih banyak daripada jumlah bintang-bintang di langit. Sesungguhnya aku benar-benar akan menghalau orang-orang, sebagaimana seseorang yang menghalau unta orang lain dari telaganya.”

 

Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada saat itu engkau mengenal kami?” Beliau menjawab, “Tentu, karena kalian mempunyai tanda-tanda yang tidak dipunyai oleh siapa pun dari umat lain. Kalian akan datang kepadaku dengan muka dan anggota-anggota tubuh yang bercahaya bekas wudhu.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku mempunyai telaga seluas jarak antara Ka’bah dan Baitul Maqdis. Airnya putih seperti susu dan bejana-bejananya sebanyak jumlah bintang-bintang di langit. Dan pada hari Kiamat, aku adalah seorang nabi yang terbanyak pengikutnya.”

 

Ada sementara orang yang beranggapan bahwa pembatasan-pembatasan yang terdapat dalam hadis-hadis tentang telaga tersebut berbeda-beda, padahal tidak demikian. Dalam riwayat-riwayat di atas, Nabi Saw. memang menggunakan banyak kalimat yang berbeda-beda ketika menggambarkan tentang telaga. Hal itu tergantung dengan siapa beliau berhadapan. Jika sedang berhadapan dengan penduduk Syam, beliau mengatakan bahwa luas telaga tersebut sejauh antara Adzrah dan Jarba. Jika sedang berhadapan dengan penduduk Yaman, beliau mengatakan dari Shan’a hingga Aden. Demikian juga seterusnya.

 

Sekali tempo beliau juga menggunakan contoh dengan ukuran waktu, seperti sejauh perjalanan satu bulan. Artinya, telaga Nabi Saw. itu sangat besar dan luas. Tentu tidak bisa Anda bayangkan telaga beliau itu seperti telaga-telaga lain yang ada di muka bumi sekarang ini.

 

Ada yang mengatakan bahwa tiap-tiap sudut telaga itu dijaga oleh para sahabat Nabi Saw.. Sudut pertama dijaga oleh Abu Bakar ashShiddiq, sudut kedua dijaga oleh Umar bin Khaththab, sudut ketiga dijaga oleh Utsman bin Affan, dan sudut keempat dijaga oleh Ali bin Abi Thalib.

 

Diriwayatkan oleh Humaid dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di telagaku itu terdapat empat sudut. Sudut yang pertama di bawah kekuasaan Abu Bakar, sudut kedua di bawah kekuasaan Umar, sudut ketiga di bawah kekuasaan Utsman, dan sudut keempat di bawah kekuasaan Ali. Semoga Allah meridai mereka semua.

 

Barang siapa yang mencintai Abu Bakar tetapi membenci Umar, maka Abu Bakar tidak akan memberinya minum. Barang siapa yang mencintai Umar tetapi membenci Abu bakar, maka Umar tidak akan memberinya minum. Barang siapa yang mencintai Utsman tetapi membenci Ali, maka Utsman tidak akan memberinya minum. Dan, barang siapa yang mencintai Ali tetapi membenci Utsman, maka Ali tidak akan memberinya minum.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari Amr bin Murrah dari Abu Hamzah dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kalian tidak termasuk bagian dari seratus ribu atau tujuh puluh ribu orang yang mendatangi telaga.”

 

Pada waktu itu, jumlah sahabat Nabi Saw. baru 800 atau 900 orang. Wallahu a’lam.

 

Yang Pertama Kali Mendatangi Telaga Nabi Saw. Adalah Orang-orang Fakir dari Kaum Muhajirin

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ashShanabihi al-Ahmasi, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku akan menunggu kalian di telaga itu, dan sesungguhnya aku bangga atas banyaknya kalian (umatku) terhadap umat-umat lain. Karenanya, sepeninggalku nanti, janganlah kalian saling membunuh.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Tsauban, bekas budak Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya luas telagaku itu antara Aden hingga ke Ailah, warna airnya lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, dan gelas-gelasnya sebanyak bintang-bintang di langit. Barang siapa yang meminum darinya, maka dia tidak akan pernah merasa kehausan lagi untuk selamanya. Rombongan manusia yang pertama kali datang ke telagaku adalah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin, yang berpakaian kotor, kepalanya kusut masai, dan tidak mampu menikahi wanita-wanita mapan sehingga kehidupan mereka tidak berkecukupan.”

 

Mendengar itu, Umar menangis hingga jenggotnya basah seraya berkata, “Namun, aku menikahi wanita-wanita mapan hingga hidupku berkecukupan. Tak mengapalah, karena sekarang aku tidak akan mencuci pakaian yang kumal, dan aku tidak akan meminyaki kepalaku hingga kelihatan kusut masai.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Salam al-Habsyi, dia berkata bahwa seseorang telah diutus oleh Umar bin Abdul Aziz untuk memanggilku, maka aku menemuinya dalam keadaan kedinginan. Setelah sampai di hadapan beliay aku berkata kepadanya, “Dinginnya malam in; telah merusak perjalananku.” Umar bin Abdy Aziz lalu berkata, “Hai Abu Salam, aku tak bermaksud memberatkanmu. Namun, aku mendengar hadis yang kamu terima dari Tsauban dari Nabi Saw. tentang telaga, maka aku ingin kamy menceritakannya di hadapanku.” Abu Salam lalu berkata, Tsauban telah menceritakan kepadaku dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Sesungguhnya telagaku terbentang dari Aden hingga ke Amman al-Balqa’. Airnya lebih ….” Maknanya sama dengan hadis yang di atas tadi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Anas bin Malik berkata bahwa yang pertama kali mendatangi telaga untuk menemui Rasulullah Saw. adalah orang-orang lemah, kurus, dan yang selalu berpuasa, yaitu orang-orang yang ketika malam tiba mereka menyambutnya dengan duka cita.”

 

Orang-orang yang Terusir dari Telaga

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, sungguh akan ada beberapa orang sahabatku yang diusir ketika mendatangi telaga, sehingga ketika aku mengenali mereka, mereka diusir dariku. Lalu, aku berkata, “Mereka adalah sahabat-sahabatku.” Kemudian dijawab, “Engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan ada beberapa orang dari sahabatku yang diusir dari telaga hingga mereka tidak bisa mendekat.” Aku lalu berkata, “Wahai Tuhanku, mereka itu adalah sahabat-sahabatku.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu. Mereka telah murtad.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Asma’ binti Abu Bakar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, aku akan terus berada di tepi telaga hingga aku melihat siapa di antara kalian yang datang menemuiku. Dan, akan ada beberapa orang yang dilarang mendekatiku, lalu aku berkata, “Wahai Tuhanku, mereka adalah golonganku dan dari umatku.” Maka Allah berfirman, “Tahukah engkau apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu? Demi Allah, sepeninggalmu mereka telah berbuat murtad.”

 

Seperti yang telah disebutkan dalam hadis Anas sebelumnya, ketika ada seorang hamba yang diusir darinya (telaga), aku lalu berkata, “Wahai Tuhanku, dia adalah umatku.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah dia lakukan sepeninggalmu.”

 

Disebutkan dalam kitab al-Muwaththa’ dan lainnya sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa para sahabat bertanya, “Bagaimana engkau mengenali umat engkau yang datang sepeninggal engkau nanti, wahai Rasulullah” …. Beliau lalu menjawab, “Sesungguhnya mereka akan datang dengan muka dan anggota-anggota tubuh yang bercahaya bekas wudhu.”

 

Menurut para ulama kami, setiap orang yang murtad dari Agama Allah, atau mengadaadakan sesuatu yang tidak diridai serta tidak diizinkan Atlah, maka dia termasuk orang-orang yang diusir dari telaga. Pengusiran sangat keras diberlakukan terhadap orang-orang yang menentang jama’ah kaum muslimin, seperti kaum Khawarij, Rafidhah, dan Mu’tazilah. Mereka semua akan dihalangi dari telaga hingga tidak bisa mendekatinya. Demikian pula dengan Orang-orang zalim, orang-orang yang tidak menyukai kebenaran, orang-orang yang membunuh sesama manusia, Orang-orang yang melakukan dosa besar secara terang-terangan, Orang-orang yang menganggap ringan perbuatan-perbuatan maksiat, para pelaku bid’ah, dan orang-orang yang selalu menuruti hawa nafsunya.

 

Namun, ada pula yang mulanya terusir kemudian diperkenankan kembali mendekatinya, setelah dosa mereka diampuni. Mereka adalah orang-orang yang menyelewengkan syariat sebatas amal namun tidak sampai merusak akidahnhnya. Mereka masih bisa dikenali lewat cahaya wudhunya. Lalu dikatakan kepada mereka, “Celakalah kalian.”

 

Jika mereka termasuk orang-orang yang munafik, yang pada zaman Rasulullah Saw. menampakkan iman mereka tetapi menyembunyikan kekufurannya, maka Allah akan membuka kedok mereka, sehingga beliau pun berkata kepada mereka, “Celakalah, celakalah kalian.”

 

Yang abadi di neraka hanyalah orang kafir yang keras kepala yang di dalam hatinya tidak ada keimanan, meski hanya seberat biji sawi sekalipun.

 

Ada juga pendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar yang di dalam hatinya ada iman walau seberat biji sawi sekalipun, maka mereka diizinkan mendatangi telaga dan meminum airnya. Lalu, andaikan dia masuk neraka karena maksiatnya, maka dia tidak akan diazab dengan rasa haus dan dahaga. Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ka’ab bin Ujrah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku memohon perlindungan kepada Allah untukmu, hai Ka’ab bin Ujrah, dari para penguasa yang akan muncul sepeninggalku nanti. Barang siapa yang mendatangi pintu para penguasa, lalu mempercayai kedustaan mereka dan membantu perbuatan zalim mereka, maka dia tidak termasuk golonganku, dan aku pun tidak termasuk golongannya, serta dia tidak akan bisa mendatangi telagaku.

 

Dan, barang siapa yang mendatangi pintu para penguasa, lalu tidak mempercayai kedustaan mereka dan tidak membantu perbuatan zalim mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun termasuk golongannya, serta dia akan mendatangi telagaku.

 

Hai Ka’ab bin Ujrah, shalat itu adalah bukti keimanan, kesabaran adalah perisai yang kuat, dan sedekah itu bisa menghilangkan dosa seperti air memadamkan api. Hai Ka’ab bin Ujrah, sesungguhnya sepotong daging tidak akan tumbuh dari makanan yang haram, melainkan neraka lebih pantas baginya.” Abu Isa berkata, hadis hasan dan gharib ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab al-Fitnah.

 

Diriwayatkan oleh al-Auza’i Abu Umar dalam Musnad-nya, dari Amr bin Sa’ad dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik bahwa dia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Panjang telagaku antara jarak Ailah hingga Mekah. Kendikendinya laksana bintang di langit atau sebanyak jumlah bintang di langit. Telagaku memiliki dua buah resapan dari surga. Setiap kali airnya habis, maka langsung menyembur lagi. Barang siapa yang meminumnya satu teguk saja, maka dia tidak akan merasakan kehausan selamanya. Lalu, akan muncul ke telaga suatu kaum yang bibirnya kering, layu, dan belum pernah mencicipinya setetes pun. Barang siapa yang pada hari ini tidak mempercayai adanya telaga, maka pada saat itu dia tidak akan meminumnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya Nawadir al-Ushul sebuah hadis dari Utsman bin Mazh’un bahwa Nabi Saw. bersabda, “Wahai Utsman, janganiah engkau membenci sunahku. Sebab, barang siapa yang membenci sunahku lalu dia meninggal sebelum bertobat, maka para malaikat akan memukul wajahnya jika mendekat ke telagaku pada hari Kiamat.”

 

Setiap Nabi Memiliki Telaga

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Samurah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap nabi memiliki telaga sendiri-sendiri, dan mereka berlomba, telaga siapa yang paling banyak pengunjungnya. Dan, aku berharap mudah-mudahan telagakulah yang paling banyak pengunjungnya.” Abu Isa berkata, hadis ini gharib.

 

Al-Bakri, atau yang lebih dikenal dengan Ibnu al-Wasithi mengatakan, “Setiap nabi itu memiliki telaga kecuali Nabi Shalih. Sesungguhnya telaganya ialah air susu untanya.” Wallahu a’lam.

 

Al-Kautsar yang Diberikan Kepada Nabi Saw. di Surga

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika aku berjalan di dalam surga, tiba-tiba aku mendapati sebuah sungai, yang kedua tepinya berupa kubah-kubah dari mutiara yang bertatah. Aku lalu bertanya, “Apa itu, wahai Jibril?” Dia menjawab, “Itu adalah al-Kautsar yang akan Allah berikan kepadamu.” Aromanya seperti aroma minyak yang harum sekali.

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi, dengan tambahan, “Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha, dan di sana aku melihat dengan jelas sebuah cahaya yang sangat berkilau di pinggiran sungai tersebut.” Abu Isa atTirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Ibnu Wahab berkata, telah mengabarkan Syubaib kepadaku dari Aban dari Anas bin Malik dari Rasulullah Saw., ketika beliau dalam perjalanan Mi’raj ke langit, beliau lalu bersabda, aku melihat sebuah sungai yang arusnya mengalir sangat deras laksana anak panah yang dilepas. Airnya lebih putih daripada susu, rasanya lebih manis daripada madu, dan kedua tepinya berupa kubah-kubah dari mutiara yang bertatah. Aku lalu bertanya, “Apa itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Itu adalah sungai al-Kautsar yang akan Allah berikan kepadamu.” Ketika tanganku memegang lumpurnya, ternyata wanginya seharum kesturi. Lalu aku masukkan tanganku ke dalam sungai tersebut, ternyata airnya adalah air susu.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari lbnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Kautsar adalah sebuah sungai di dalam surga, yang kedua tepinya terbuat dari emas, dan dasarnya terbuat dari intan permata. Aromanya lebih harum daripada kesturi, airnya lebih manis daripada madu, dan warnanya lebih putih daripada sajlu.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan. Wallahu a’lam.

 

Timbangan Amal Adalah Suatu Kepastian

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Kami akan rnemasang tirnbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. al-Qari’ah: 6-9)

 

Para ulama berkata bahwa setelah selesai peristiwa hisab atau penghitungan amal, maka dilanjutkan dengan penimbangan amal. Tujuan penimbangan amal adalah untuk memberikan balasan atas suatu perbuatan. Maka sebelumnya perlu dilakukan terlebih dahulu perhitungan amal. Sesungguhnya hisab itu untuk mengetahui berapa jumlah amal, sedangkan timbangan adalah untuk mengetahui nilai perbuatan tersebut, sehingga balasan atau ganjaran bisa diberikan sesuai dengan jumlah dan nilainya (bobotnya). Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

“Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang). Dan adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. al-Qari’ah: 6-9)

 

“Dan barang siapa ringan timbangan (kebaikannya), maka mereka itulah orang-orang yang telah merugikan dirinya sendiri.” (QS. alA’raf: 9)

 

Ayat-ayat di atas menggambarkan tentang timbangan amal orang-orang kafir. Karena yang dimaksud dengan kalimat “yang ringan timbangan (kebaikan)nya” dalam ayat di atas adalah timbangan amal kebajikan orang-orang kafir. Pada bagian lain Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tetapi kamu selalu mendustakannya.” (QS. al-Mu’minun: 105)

 

“Karena mereka mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. al-A’raf: 9)

 

“Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.” (QS. al-Qari’ah: 9)

 

Ancaman ini secara mutlak ditujukan kepada orang-orang kafir. Tetapi, jika dikaitkan dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Sekalipun hanya seberat biji sawi, pasti Kami mendatangkannya (pahala). Dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

Maka bisa dikatakan bahwa kelak pada hari Kiamat, orang-orang kafir pasti akan ditanya tentang sikap mereka yang berani menentang kebenaran, baik yang menyangkut dasar-dasar agama maupun cabang-cabangnya.

 

Ada beberapa orang yang bertanya, jika orang-orang kafir itu tidak ditanya dan tidak pula dihisab, kenapa amal mereka harus ditimbang? Jawabannya, hal itu menunjukkan bahwa mereka sebenarnya dihisab. Di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang menunjukkan bahwa orang-orang kafir itu terkena khithab, ditanya, dihisab, dan diberikan balasan yang layak. Berkenaan dengan ini, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan celakalah bagi orang-orang yang menyekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat.” (QS. Fushshilat: 6-7)

 

Dalam ayat tersebut Allah mengancam Orang-orang kafir disebabkan mereka tidak mau menunaikan zakat. Allah juga mengabarkan tentang orang-orang yang berdosa, bahwa kelak mereka akan ditanya,

 

“Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar? Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin, bahkan kami biasa berbincang (untuk tujuan yang batil), bersama orang-orang yang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan.” (QS. alMuddatstsir: 42-46)

 

Dengan demikian, jelas bahwa orang-orang musyrik terkena khithab untuk beriman, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka juga ditanya serta dihisab tentang semua itu, lalu diberikan balasannya yang setimpal.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat Sungguh akan muncul seseorang yang berbadan besar dan gemuk, namun di sisi Allah, amalnya, tidak seberat sayap seekor nyamuk pun. Day kalau mau bacalah firman Allah, “Dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari Kiamat.” (QS. al-Kahfi: 105)

 

Menurut para ulama, makna hadis tersebut adalah mereka tidak memiliki pahala serta amal kebajikan sama sekali untuk mengimbangi siksa. Mereka tidak punya amal kebajikan barang satu pun yang akan ditimbang pada hari Kiamat Orang seperti itu tempatnya di neraka. Menurut Abu Sa’id al-Khudri, walaupun mereka (orang. orang kafir) membawa amal sebesar gunung Tuhamah, namun pada waktu itu tidak bernilaj sama sekali.

 

Namun ada juga yang mengatakan bahwa hadis tersebut merupakan kiasan, seolah-olah beliau bersabda bahwa amalan mereka itu tidak ada nilainya pada hari Kiamat. Wallahu a’lam. Hadis tersebut juga mengandung pesan agar menjauhi kegemukan karena dianggap bisa menghambat orang melakukan amal yang mulia. Bahkan, hadis tersebut bisa dijadikan dali larangan makan melebihi kadar yang wajar. Karena, selain bisa menimbulkan kegemukan, juga dianggap sebagai perbuatan berlebih-lebihan, Dan, sungguh Nabi Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang suka bermewah-mewah dan berbadan sangat gemuk.”

 

Proses Penimbangan Amal, dan Orang yang Memenuhi Kebutuhan Saudaranya

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan memeriksa seseorang dari umatku di hadapan para makhluk. Lalu dibukakan kepadanya 99 lembar catatan amal. Panjang setiap lembar catatan amal tersebut sejauh mata memandang. Allah lalu bertanya kepadanya, “Apakah ada yang kamu pungkiri dalam catatan itu? Apakah para malaikat-Ku yang mengawasimu melakukan kezaliman terhadapmu” Dia menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Allah lalu bertanya, “Apakah kamu mempunyai alasan?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Allah berfirman, “Sebenarnya kamu mempunyai satu catatan amal Kebaikan di sisi-Ku. Sesungguhnya pada hari ini, kamu tidak akan dirugikan sedikit pun.” Lalu dikeluarkan untuknya sebuah kartu yang bertuliskan “Asyhadu anla ilaha illallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba sekaligus Rasul utusan-Nya).”

 

Allah lalu berfirman, “Aku hadirkan timbangan untukmu.” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, apalah artinya kartu ini dibandingkan dengan lembaran-lembaran catatan amalku itu?” Allah berfirman, “Jangan khawatir, Kamu tidak akan dirugikan sedikit pun.” Maka lembaranlembaran catatan amal itu diletakkan di salah satu piringan timbangan, dan kartu itu diletakkan di piringan timbangan yang lain. Dan ternyata, lembaran-lembaran catatan amal itu bobotnya lebih ringan, sedang bobot kartu tersebut lebih berat. Karenanya, tidak ada sesuatu pun yang lebih berat daripada asma Allah.

 

Menurut Tirmidzi, hadis di atas itu hasan gharib. Hadis serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Tetapi, kalimat permulaannya bukan berbunyi, “Pada hari Kiamat, Allah akan memeriksa seseorang dari umatku di hadapan para makhluk ….”, melainkan “Pada hari Kiamat, seseorang di antara umatku dipanggil dengan suara keras di hadapan seluruh makhluk ….”

 

Al-Qusyairi dalam sebuah tafsirnya menyebutkan, ketika bobot kebajikan-kebajikan seorang mukmin ringan, Rasulullah Saw. mengeluarkan selembar kartu sebesar ujung jari, dan meletakannya pada piringan timbangan sebelah kanan yang berisi kebajikan-kebajikan orang mukmin itu, maka bobot kebajikan-kebajikannya menjadi berat. Lalu orang mukmin tadi bertanya kepada Nabi Saw., “Demi ayah dan ibuku, sungguh indah wajahmu dan sungguh mulia akhlakmu. Siapakah engkau ini?” Beliau menjawab, ‘Aku adalah Nabimu, Muhammad, dan itu tadi adalah shalawat yang pernah kamu bacakan kepadaku. Sekarang aku harus memberikannya kepadamu karena kamu sangat membutuhkannya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dengan isnadnya sebuah hadis dari Malik bin Anas dari al-Umuri dari Nafi’ dari ibnu, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang memenuhi hajat saudaranya, niscaya aku akan berdiri di samping timbangannya. Jika timbangan amal kebajikannya itu lebih berat, itulah yang aku harapkan. Namun, jika sebaliknya, aku akan memberikan syafaat kepadanya.”

 

Penimbangan Amal Hanya Dialami Oleh Mukmin Fasik dan Orang Kafir

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa timbangan amal itu benar adanya. Namun, tidak setiap orang harus melewatinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Saw. dalam sebuah hadis Qudsi bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Muhammad! Masukkanlah di antara umatmu yang tidak perlu dihisab ke dalam surga, ….” dan juga firman Allah Ta’ala, “Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya.” (QS. ar-Rahman: 41)

 

Sesungguhnya penimbangan amal itu berlaku bagi orang-orang mukmin fasik yang masih tersisa di Padang Mahsyar, dan juga bagi orang-orang kafir.

 

Abu Hamid al-Ghazali berkata, “Terdapat 70.000 orang yang masuk ke dalam surga tanpa dihisab, tidak ditimbang, dan mereka tidak menerima lembaran-lembaran catatan amal. Mereka hanya diberi jaminan berupa kalimat “La ilaha illallah muhammadur rasulullah.” Kalimat tersebut merupakan jaminan terhadap Fulan bin Fulan bahwa dia telah diampuni dosanya hingga dia tidak akan celaka. Hal itu merupakan karunia yang sangat menggembirakannya.”

 

Menurutku, ada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, setelah timbangan-timbangan amal dipasang, maka didatangkanlah ahli shalat, dan mereka menerima pahala secara penuh sesuai timbangannya. Kemudian didatangkan ahli puasa, dan mereka menerima pahala secara penuh sesuai timbangannya. Kemudian didatangkan ahli sedekah, dan mereka menerima pahala secara penuh sesuai timbangannya. Kemudian didatangkan ahli haji, dan mereka menerima pahala secara penuh sesuai timbangannya. Kemudian didatangkan orang-orang yang dahulu pernah diuji dengan penderitaan, namun bagi mereka tidak dipasang timbangannya, dan tidak pula dibukakan lembaran catatan amalnya. Pahala dicurahkan kepada mereka tanpa dihisab.” Riwayat ini dituturkan oleh al-Qadhi Mundzir bin Sa’id al-Baluthi.

 

Hadis serupa diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari lbnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, didatangkanlah Orang yang mati syahid, dan dipasangkan baginya timbangan untuk dihisab. Kemudian didatangkan Orang yang suka bersedekah, dan dipasangkan baginya timbangan untuk dihisab. Kemudian didatangkan orang-orang yang dahulu pernah diuji dengan penderitaan, namun bagi mereka tidak dipasang timbangannya, dan tidak pula dibukakan lembaran catatan amainya, dan pahala dicurahkan kepada mereka. Sehingga pada waktu itu, orang-orang yang sehat berangan-angan agar tubuh mereka dipotong-potong dengan gunting agar mereka bisa mendapatkan pahala yang baik dari Allah kepada orang-orang yang sabar.” Hadis ini gharib dari hadis Jabir al-Jua’fi dan qatadah.

 

Diriwayatkan oleh Thabrani dari al-Hasan bin Ali, dia berkata, kakekku, Nabi Saw. pernah bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jadilah kamu seorang yang qana’ah, niscaya kamu akan menjadi manusia yang paling kaya. Wahai anakku, laksanakanlah kewajiban-kewajiban Allah, niscaya kamu menjadi orang yang paling rajin beribadah. Wahai anakku, sesungguhnya di surga itu terdapat sebuah pohon bernama Balwa. Pada hari Kiamat, akan didatangkan orang-orang yang dahulu pernah diuji dengan penderitaan, namun bagi mereka tidak dipasang timbangannya, dan tidak pula dibukakan lembaran catatan amalnya, Dan, pahala dicurahkan kepada mereka.” Beliau lalu membaca firman Allah Ta’ala,

 

“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas” (QS. az-Zumar: 10)

 

Demikian dituturkan oleh Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi dalam kitabnya, Raudhah al-Musytaq.

 

Penimbangan Amal Terhadap Orang Kafir

 

Kalau amal orang-orang beriman ditim. bang, itu masuk akal karena ada amal yang baik dan ada amal yang buruk. Tetapi, bagaimana dengan orang kafir yang notabene tidak memiliki amal kebajikan sama sekali. Apa yang mampu mengimbangi kekafiran dan keburukan-keburukannya. Apa perlu juga ditimbang? Jawabnya bisa ditinjau dari dua hal.

 

Pertama, sesungguhnya timbangan amal orang kafir itu tetap dipasang. Setelah kekufuran dan segala amal kejahatannya diletakkan pada salah satu piringan timbangan, Allah lalu bertanya kepada malaikat, “Apakah dia mempunyai amal kebaikan yang bisa diletakkan pada piringan timbangan yang satunya lagi?” Ternyata dia tidak memilikinya. Akibatnya, piringan timbangan yang kosong itu terangkat atau menjadi ringan, dan piringan timbangan yang berisi merendah. Inilah yang dimaksud dengan ringan timbangannya, dan ini merupakan zahir ayat. Sesungguhnya yang disifati Allah dengan kalimat ringan ialah timbangannya, bukan isi atau sesuatu yang ditimbang. Kalau isinya kosong, maka ia menjadi ringan atau terangkat.

 

Kedua, harus diakui bahwa sewaktu di dunia, ada orang kafir yang suka bersilalurahmi, suka berbuat baik kepada sesama manusia, per nah memerdekakan budak, dan lain sebagainya, yang kalau itu dilakukan oleh orang beriman merupakan ketaatan dan memiliki nilai ibadah. Bagi orang kafir yang memiliki kebaikan-kebaikan seperti itu, tentu ia akan dikumpulkan dan diletakkan pada timbangannya. Hanya saja bobot kekufurannya tidak akan bisa dikalahkan oleh bobot amal kebaikan apa pun. Jadi sekalipun orang Kafir hanya mempunyai satu kebajikan saja, tetap saja akan dihadirkan dan ditimbang.

 

Sementara ada orang yang bertanya, apa perlunya menghisab dan menimbang kebajikan orang kafir kalau hal itu tidak dijanjikan balasannya? Dalam sebuah hadis dikatakan, ketika ditanyakan tentang Abdullah bin Jad’an, —seorang kafir yang suka memuliakan tamu, suka bersilalurahmi, dan suka menolong orang-orang susah—, apakah amal-amal kebajikannya tersebut permanfaat baginya? Rasulullah Saw. menjawab, “Tidak, Karena sehari pun (seumur hidupnya), dia tidak pernah mengatakan, wahai Tuhanku, ampunilah semua dosaku pada hari Kiamat?”

 

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa ‘Adi bin Hatim juga pernah menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah Saw.. Dia bertanya tentang mendiang ayahnya yang kafir namun suka melakukan amal kebajikan. Beliau. menjawab, “Sesungguhnya ayahmu mencari sesuatu, dan dia sudah mendapatkannya.” Jawaban Nabi Saw. ini menunjukkan bahwa kebajikan orang-orang kafir itu pada hakikatnya bukan kebajikan hakiki. Jadi, ada maupun tidak ada, kebajikan mereka itu sama saja tidak ada nilainya.

 

Jawaban pertanyaan tersebut di atas adalah Firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

Allah tidak membedakan antara orang per orang. Artinya, amal kebajikan orang kafir pun juga akan ditimbang dan diberikan balasannya. Tetapi, Allah mengharamkan surga baginya. Jadi, balasan yang diterimanya hanya sebatas keringanan dalam siksaannya saja, berdasarkan hadis yang menceritakan tentang Abu Thalib. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang Abu Thalib, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Thalib itu orang yang gigih membela dan menolong engkau. Apakah jasanya itu bermanfaat baginya?” Beliau menjawab, “Ya. Semula aku mendapatinya berada dalam tekanan-tekanan neraka. Lalu aku keluarkan dia ke tempat yang agak dangkal. Kalau bukan karena aku, niscaya dia akan terus berada di dasar neraka yang paling bawah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Jawaban Rasulullah Saw. tentang nasib mendiang Abdullah bin Jad’an dan mendiang ayah ‘Ady bin Hatim kiranya sudah cukup jelas bahwa mereka berdua tidak bisa masuk ke dalam surga, dan tidak bisa menikmati sedikit pun nikmat-nikmatnya. Wallahu a‘lam.

 

Makna dari Kata Mizan

 

Asal kata dari mizan yaitu miwzan. huruf wawu diganti ya’ karena huruf yang sebelumnya berharakat kasrah.

 

Ibnu Faurak berkata bahwa orang-orang aliran Mu’tazilah mengingkari adanya timbangan (Mizan). Sebab, menurut mereka, sesuatu yang tidak berupa benda itu mustahil bisa ditimbang karena tidak bisa berdiri sendiri. Sebagian ulama ahli kalam juga ada yang berpendapat sama. Namun, ada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa pada hari Kiamat, Allah mengembalikan perbuatan itu dengan bentuk tubuh hingga ia bisa ditimbang.

 

Menurut pendapat yang sahih, timbangan itu bisa berat dan bisa ringan oleh catatan amal yang diletakkan di dalamnya. Hal ini berdasarkan sebuah hadis sahih dan juga ayat al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (perbuatanmu).” (QS. al-infithar: 10-11)

 

Ibnu Umar berkata, “Lembaran-lembaran catatan amal manusia itu kelak akan ditimbang, karena ia sudah diubah oleh Allah menjadi benda. Jika salah satu piringan timbangan (amal kebajikannya) lebih berat daripada piringan yang satunya lagi, itu menunjukkan bahwa amal kebajikan orang yang bersangkutan lebih banyak daripada amal keburukannya hingga dia masuk ke dalam surga. Begitu pula sebaliknya.”

 

Menurut pendapat Mujahid, adh-Dhahhak dan al-A’masy, yang dimaksud timbangan (Mizan) ialah keadilan dan keputusan.

 

Menurutku, yang dimaksud Timbangan dalam hadis Nabi Saw., yaitu timbangan dalam arti sebenarnya yang memiliki sepasang neraca (piringan timbangan) dan lisan timbangan. Masing-masing piringan timbangannya seluas langit dan bumi.

 

Disebutkan bahwa piringan untuk amal kebajikan itu terbuat dari cahaya, sedang piringan yang lainnya terbuat dari kegelapan. Dan, piringan yang terlihat terang untuk kebajikan, sedang piringan yang terlihat gelap untuk keburukan.

 

Disebutkan pula dalam sebuah riwayat bahwa surga itu terletak di sebelah kanan Arasy, sedang neraka berada di sebelah kirinya. Ketika timbangan (Mizan) dipasang di hadapan Allah, posisi piringan kebajikan berada di sebelah kanan Arasy, tepat menghadap surga. Sedang posisi piringan keburukan berada di sebelah kiri Arasy, tepat menghadap ke neraka. Demikian dituturkan oleh Tirmidzi dalam kitabnya, Naweadir al-Ushul.

 

Diriwayatkan dari Salman al-Farisi, dia berkata, pada hari Kiamat, timbangan-timbangan akan dipasang. Seandainya jika seluruh langit dan bumi diletakkan di dalamnya, niscaya masih mencukupinya. Lalu para malaikat bertanya, “Wahai Tuhan kami, apa ini?” Allah menjawab, “Aku akan menimbang makhluk-Ku yang Aku kehendaki dengannya.” Saat itu malaikat lalu berkata, “Wahai Tuhan kami, tidaklah kami beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benar pengabdian.”

 

Dalam atsar sahih riwayat Ibnu al-Mubarak, Ibnu Abbas berkata, “Amal kebajikan dan amal keburukan akan ditimbang dalam sebuah timbangan yang memiliki sebuah lisan dan sepasang neraca (piringan timbangan).”

 

Menurut para ulama kami, kalau timbangan bisa diartikan secara simbolik seperti yang dikatakan oleh mereka, maka ash-Shirath juga bisa diartikan agama yang benar; surga dan neraka bisa diartikan tempat kembalinya arwah tanpa jasad, yaitu dari kesedihan dan kegembiraan; setan dan jin untuk akhlak tercela; dan malaikat untuk melambangkan ketakwaan dan akhlak yang terpuji. Tetapi semua pendapat ini salah, berdasarkan keterangan yang sudah disampaikan oleh Nabi Saw. di atas tadi.

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim sebuah riwayat yang menyatakan, “… lalu diberikanlah lembaran catatan kebaikan. kebaikannya, kemudian dikeluarkan baginya sebuah Kartu.” Ini menunjukkan bahwa yang disebut timbangan itu dalam arti yang sebenarnya, bukan majaz atau simbolik. Dan yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal.

 

Indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang penyair,

 

“Ingatlah pada suatu hari ketika kamu datang kepada Allah seorang diri ketika timbangan-timbangan pengadilan dipasang ketika tabir-tabir kemaksiatan terkoyak hingga semua dosa akan terlihat nyata.”

 

Beberapa Kelompok Manusia di Akhirat

 

Para ulama kami berkata, “Di akhirat kelak, manusia akan terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, orang-orang yang bertakwa (muttaqun), yaitu mereka yang dulunya tidak berbuat dosa-dosa besar. Kedua, orang-orang mukmin yang bercampur aduk (mukhallithun), yaitu mereka yang dulunya melakukan berbagai macam kekejian dan dosa-dosa besar. Dan ketiga, orang-orang kafir.”

 

Bagi orang-orang yang bertakwa, kebaikan-kebaikan mereka akan diletakkan pada piringan timbangan yang terang, dan dosa-dosa kecil mereka (kalau mereka memilikinya) diletakkan pada piringan lain, sehingga dosa-dosa kecil itu tidak ada bobotnya. Akibatnya, piringan timbangan yang berisi kebaikan tersebut lebih berat dan piringan yang gelap pun terangkat, seakan-akan kosong tidak berisi.

 

Bagi Orang-orang yang bercampur aduk (mukhallithun), kebaikan-kebaikan mereka diletakkan di piringan timbangan yang terang, sedang keburukan-keburukan mereka diletakkan di piringan yang gelap. Dengan demikian, dosa-dosa besar mereka mempunyai bobot berat tersendiri. jika ternyata bobot kebaikan-kebaikannya lebih berat walaupun hanya seberat telur kutu saja, maka dia masuk surga. Sebaliknya, jika bobot keburukan-keburukannya lebih berat walaupun hanya seberat telur kutu saja, maka dia masuk neraka, kecuali jika kemudian dia mendapatkan pengampunan Allah (syafaat). Dan jika bobotnya sama (seimbang), maka dia tergolong Ashab Al-A’raf. Hal ini, jika terdapat dosa besar yang berhubungan antara dia dengan Allah.

 

Tetapi, apabila dosanya menyangkut dosa kepada sesama manusia, jika dia mempunyai amal kebaikan yang banyak, maka pahala amal kebaikannya itu akan dikurangi sesuai dengan tanggungannya. Jika ternyata dia sudah tidak memiliki amal kebaikan sama sekali, sementara masih banyak tanggungan yang belum dia lunasi, maka dosa-dosa orang yang dia zalimi akan ditimpakan kepadanya. Selanjutnya dia pun akan disiksa. Ini adalah sebagaimana yang telah dijelaskan yang lalu dan yang akan datang.

 

Ahmad bin Harb mengatakan, “Pada hari Kiamat, manusia akan dibangkitkan kembali menjadi tiga macam golongan. Pertama, golongan orang-orang yang kaya dengan amal baik. Kedua, golongan orang-orang yang fakir. Dan ketiga, golongan orang-orang yang kaya dengan amal baik namun dalam pertanggungjawabannya dia menjadi orang fakir dan bangkrut.”

 

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Kelak, sesungguhnya kamu akan bertemu Allah dengan membawa 70 dosa yang berhubungan antara kamu dengan Dia. Dosa sebanyak itu terasa lebih ringan daripada kamu bertemu Allah dengan menanggung satu dosa yang terkait sesama manusia.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Pendapat itu benar. Sesungguhnya Allah Mahakaya dan Mahamulia. Pada saat itu, manusia fakir dan miskin, yang sangat membutuhkan kebaikan untuk mengimbangi keburukan mereka ketika amal-amal mereka ditimbang. Sehingga, satu kebaikan saja sangat bernilai bagi mereka.”

 

Adapun bagi orang-orang yang kafir, kekafirannya akan diletakkan pada piringan timbangan yang gelap, dan dia tidak memiliki satu amal kebaikan pun yang dapat diletakkan di piringan timbangan satunya lagi. Sehingga, piringan neraca yang satu ini kosong dari amal kebajikan. Setelah itu Allah menyuruh malaikat untuk membawa mereka ke dalam neraka. Kemudian masing-masing akan disiksa menurut dosanya.

 

Bagi orang-orang yang bertakwa, dosa-dosa kecil mereka dihapus karena mereka menjauhi dosa-dosa besar. Selanjutnya, mereka disuruh masuk ke dalam surga, dan masing-masing akan diberikan balasan sesuai dengan kadar amal kebajikan serta ketaatannya.

 

Inilah dua golongan yang disebutkan dalam al-Qur’an pada ayat-ayat tentang timbangan (Mizan), karena Allah hanya menyinggung orang-orang yang timbangannya berat dan orang-orang yang timbangannya ringan. Orang-orang yang timbangannya berat pasti beruntung dan mendapatkan kehidupan yang menyenangkan. Sebaliknya, orang-orang yang timbangannya ringan pasti akan celaka karena akan berada di dalam neraka selamanya, dan mereka dinamakan kafir. Dan, tinggallah orang-orang yang mencampuradukkan amal kebaikan dengan amal keburukan. Dan nasib mereka, seperti yang telah dijelaskan Nabi Saw. tadi.

 

Orang-orang mukmin yang bertakwa ditimbang agar keutamaannya bisa terlihat dengan jelas, sebagaimana amal orang kafir ditimbang agar kehinaannya bisa terlihat dengan jelas. Sehingga, ketika amalnya telah ditimbang, maka dia pun terdiam karena tidak mempunyai amal kebaikan sama sekali. Sedangkan, amal orang yang bertakwa ditimbang untuk memperlihatkan keadaannya yang baik dan terbebasnya dia dari segala macam perbuatan jahat. Dan, untuk memperlihatkan kebaikannya di hadapan seluruh makhluk.

 

Adapun orang yang mencampuradukkan amal kebajikan dengan amal keburukan, kendatipun mereka harus masuk ke dalam neraka, namun ada kemungkinan mereka akan keluar darinya berkat adanya syafaat, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

 

Apakah Perbuatan Bangsa Jin Akan Ditimbang?

 

Sesungguhnya Allah mengabarkan bahwa manusia itu akan dihisab dan amal-amal mereka akan dibalas. Allah juga mengabarkan bahwa Dia akan memenuhi Jahanam dengan jin dan manusia seluruhnya. Pertanyaan yang muncul ialah, kenapa Dia tidak mengabarkan sama sekali tentang hisab dan balasan bagi jin? Dan, apakah amalamal mereka juga ditimbang?

 

Jawabannya ialah firman Allah Ta’ala,

 

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 82)

 

Ayat tersebut di atas mencakup jin dan manusia. Jadi, berdasarkan ayat tersebut, secara umum jin itu termasuk makhluk yang dijanjikan surga, sebagaimana halnya manusia, Karena ayat tersebut bersifat umum.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat Dahulu sebelum mereka, dari golongan jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang merugi.” (QS. al-Ahqaf: 18)

 

“Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang mereka kerjakan.” (QS. al-Ahqaf: 19)

 

Yang dimaksud dengan “masing-masing mereka” adalah jin dan manusia. Selain itu, Allah juga mengabarkan bahwa jin itu akan ditanya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Wahai golongan jin dan manusia bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dikalangkanmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?” Mereka menjawab, “(Ya), kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” (QS. al-An’am: 130)

 

Pertanyaan tersebut ditujukan kepada semuanya. Allah Ta’ala juga berfirman,

 

“Dan (ingatlah) ketika Karni hadapkan ke. padamu (Muhammad) sekelompok jin yang mendengarkan (bacaan) al-Qur’an, maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya mereka berkata, “Diamlah kamu! (untuk mendengarkannya).” Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran, dan kepada jalan yang lurus. Wahai kaum kami! Terimalah (seruan) orang (Muhammad) yang menyeru kepada Allah. Dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni dosa-dosamu, dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan barang siapa tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah (Muhammad) maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari siksaan Allah di bumi, padahal tidak ada pelindung baginya selain Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. al-Ahqaf: 29-32)

 

Secara tegas, ayat tersebut menunjukkan bahwa hukuman mereka di akhirat sama seperti yang akan dialami oleh orang-orang beriman dari golongan manusia.

 

Menceritakan tentang mereka, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan di antara kami ada yang Islam dan ada yang menyimpang dari kebenaran. Siapa yang Islam, maka mereka itu telah memilih jalan yang lurus.” (QS. al-Jinn: 14)

 

Dan, ketika Rasulullah menjelaskan bahwa tulang itu merupakan makanan golongan jin, dan kotoran binatang menjadi makanan ternak mereka, Maka dalam sebuah hadis beliau bersabda, “janganlah kalian beristinja dengan menggunakan tulang dan kotoran ternak yang sudah kering, karena kedua benda tersebut adalah makanan saudara-saudara kalian dari golongan jin.” Ini menunjukkan bahwa beliau menganggap jin adalah saudara kita. Kalau demikian, hukum mereka adalah sama seperti kita di akhirat nanti. Wallahu a’lam.

 

Kartu yang Bertuliskan Syahadat

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Lalu dikeluarkan untuknya sebuah kartu yang bertuliskan Asyhadu anla ilaha illallah wa anna muhammadan a’bduhu wa rasuluh….” Yang dimaksud bukanlah kalimat syahadat tauhid, karena masing-masing piringan neraca itu isinya berlawanan. Atau dengan kata lain, yang satu berisi amal kebaikan, dan satunya lagi berisi amal keburukan. Dan itu bukan mustahil, karena seseorang bisa saja melakukan kedua-duanya sekaligus.

 

Tetapi, yang mustahil ialah kalau ia melakukan kekufuran dan keimanan sekaligus, sehingga kekufuran diletakkan pada piringan neraca yang satu, dan keimanan diletakkan pada piringan neraca yang satunya lagi. Karenanya, mustahil kalau kesaksian tauhid itu diletakkan dalam timbangan. Adapun bagi seorang hamba yang beriman, maka ucapan “La ilaha illallah” merupakan suatu kebajikan tersendiri yang diletakkan pada timbangan bersama kebajikan-kebajikan yang lain. Demikian dikatakan oleh Tirmidzi al-Hakim.

 

Menurut sebagian ulama, sesungguhnya ucapan “La ilaha illallah” merupakan zikir atas niat baik seseorang. Hal itu merupakan sebuah ketaatan yang dikatakannya secara diam-diam dan tersembunyi. Sehingga, baginya hal itu merupakan titipan di sisi Allah yang akan dikembalikan pada hari itu. Ucapan yang sangat bernilai inilah yang dapat mengalahkan bobot kesalahan-kesalahannya sebanyak apa pun dan juga dosa-dosanya sebesar apa pun. itu merupakan karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya. Allah akan memberikan karunia kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.

 

Menurutku, dalil yang menunjukkan hal tersebut ialah sabda Rasulullah Saw. dalam sebuah riwayat hadis Qudsi bahwa Allah berfirman, “Benar, sesungguhnya kamu mempunyai kebajikan di sisi Kami-” Di sini, Allah tidak berfirman, “Sesungguhnya kamu mempunyai keimanan.”

 

Ketika Rasulullah Saw. ditanya tentang kalimat “La ilaha illallah”, apakah ia termasuk kebaikan? Maka beliau menjawab, “Benar, hal itu termasuk kebaikan yang sangat besar.” Diriwayatkan oleh Baihaqi dan yang lainnya.

 

Bisa saja kalimat tersebut diartikan sebagai kalimat terakhir yang diucapkannya di dunia, seperti yang diterangkan dalam hadis Mu/’adz bin Jabal bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ucapan terakhirnya di dunia adalah “La ilaha illallah”’, maka dia pasti masuk surga.” Hadis ini diriwayatkan oleh Shalih bin Abu Gharib dari Katsir bin Murrat dari Mu’adz.

 

Ada pula yang mengatakan, bisa saja kesaksian (syahadah) tersebut diartikan sebagai pernyataan iman, yang membuat bobot amal kebaikan mukmin tersebut menjadi lebih berat dalam timbangannya. Jadi, seperti kebaikan yang lain, imannya juga ditimbang, dan bobotnya mengalahkan amal keburukannya. Setelah itu, dia masuk ke dalam neraka beberapa waktu, kemudian dosa-dosanya dibersihkan dan diampuni hingga kemudian dia masuk ke dalam surga. tnilah pendapat orang-orang yang beranggapan bahwa setiap orang mukmin itu akan diberikan kitab catatan amainya dari sebelah kanan, dan setiap mukmin itu timbangannya pasti berat. Mereka merujuk firman Allah Ta’ala,

 

“Barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (QS. al-Mu’minun: 102)

 

Maksudnya, mereka itu akan selamat dari kekekalan di dalam neraka. Dan itulah yang dimaksud pada firman Allah Ta’ala,

 

“Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang).” (QS. al-Qari’ah: 7)

 

Dan juga sebagaimana yang ditegaskan dalam sabda Nabi Saw., “Barang siapa ucapan terakhirnya di dunia adalah “La ilaha tilallah”, maka dia pasti masuk surga.” Maksudnya, setelah melalui berbagai macam siksaan di neraka, suatu saat dia pasti akan kembali ke surga.

 

Menurutku, takwil seperti ini perlu dilihat kembali dan membutuhkan dalil untuk mengecek kebenarannya. Karena, yang disebutkan oleh berbagai ayat dan hadis sebetulnya, bahwa Orang yang berat timbangannya, dia akan selamat dan yakin akan masuk surga. Pada saat itu, dia meyakini tidak akan masuk ke neraka sekali pun. Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Darda’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tidak ada sesuatu yang diletakkan pada timbangan (Mizan) yang lebih berat bobotnya daripada akhlak yang baik.”

 

Sebelumnya juga sudah disinggung sebuah riwayat hadis dari Samurah bin Jundub, “Dan aku melihat seorang laki-laki dari umatku yang ringan timbangannya, lalu muncullah beberapa kelebihan-kelebihannya yang memberatkan timbangannya.” Ini merupakan amal-amal saleh yang menunjukkan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi saw..

 

Al-Qusyairi dalam kitab at-Tahbir bercerita, aku bermimpi melihat salah seorang dari mereka di akhirat. Aku lalu bertanya, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu?” Dia lalu menjawab, “Ketika amal-amalku ditimbang dan bobot amal keburukanku lebih berat daripada amal kebaikanku, tiba-tiba muncul sebuah bungkusan (pundi) dari langit dan jatuh tepat di dalam piringan neraca amal kebaikan hingga kemudian menjadi lebih berat. Setelah aku buka, bungkusan tersebut ternyata isinya segenggam pasir yang pernah aku taburkan pada kubur seorang muslim.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar dalam kitab. nya, Jami’ Bayan al-Ilmi, berikut dengan isnadnya dari Hammad bin Zaid dari Abu Hanifah dari Ham. mad dari Ibrahim tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

Dia berkata, pada hari Kiamat, amal kebaikan seseorang akan didatangkan, lalu diletakkan pada piringan neraca, namun ternyata bobotnya ringan. Kemudian, muncullah sebuah benda mirip gumpalan awan yang diletakkan pada piringan neraca tersebut hingga kemudian piringan neraca itu menjadi berat. Maka dia ditanya, “Tahukah kamu, apa itu?” Dia menjawab, “Tidak” Lalu dikatakan kepadanya, “Itu adalah keutamaan ilmu yang pernah kamu ajarkan kepada manusia, atau yang semisal dengan itu.”

 

Akhlak Terhadap Budak (Hamba Sahaya) Akan Mempengaruhi Timbangan

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah bahwa seorang laki-laki duduk di hadapan Nabi Saw., lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai beberapa orang budak yang suka membohongiku, mengkhianatiku, dan mendurhakaiku. Itulah yang membuatku jadi suka mencaci bahkan memukul mereka. Bagaimana pertanggungjawabanku terhadap mereka di akhirat nanti” Beliau bersabda, “Tergantung pengkhianatan mereka, kejahatan mereka, dan kebohongan mereka kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka melebihi apa yang mereka lakukan terhadapmu, maka akan dimintai balasannya darimu.”

 

Mendengar jawaban Rasulullah Saw. tersebut, serta merta dia menjauh seraya menangis menjerit-jerit. Beliau lalu bertanya, “Apakah kamu pernah membaca firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit,” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

Dia lalu menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, aku yakin bahwa melepaskan mereka adalah satu-satunya yang terbaik bagiku dan juga pagi mereka, aku mohon engkau menjadi saksi. Sekarang juga aku merdekakan mereka semua.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. Setahuku, hadis ini hanya diriwayatkan dari Abdurrahman bin Ghazwan.

 

Imam Ahmad bin Hanbal juga meriwayatkan hadis ini dari Abdurrahman bin Ghazwan dari Wahab bin Munabbih, tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)

 

Dia berkata, “Yang akan ditimbang kelak ialah amal-amal yang terakhirnya saja. Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Dia mengakhiri hidup hamba itu dengan kebaikan amalnya. Dan, jika Allah menghendaki keburukan padanya, maka Dia mengakhiri hidup hamba itu dengan keburukan amalnya.” Demikian diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.

 

Syekh al-Qurtubi berkata bahwa hal itu benar, berdasarkan sabda Nabi Saw, “Sesungguhnya amal itu bergantung pada akhirnya (penutupnya).” Wallahu a’lam Tentang Ashab al-A’raf

 

Diriwayatkan oleh Khaitsamah bin Sulaiman dalam Musnad-nya dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, setelah timbangan-timbangan dipasang, maka ditimbanglah keburukan-keburukan dan kebaikan-kebaikan. Maka, barang siapa kebaikan-kebaikannya lebih berat daripada keburukan-keburukannya walaupun hanya seberat telur kutu saja, niscaya dia masuk surga. Dan, barang siapa keburukan-keburukannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya walaupun hanya seberat telur kutu saja, niscaya dia masuk neraka.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana orang yang bobot kebaikan-kebaikannya sama dengan bobot keburukan-keburukannya?” Beliau menjawab, “Mereka itulah yang disebut Ashab al-A’raf. Mereka tidak bisa masuk surga, namun mereka semua mengharapkannya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Bakar al-Hadzali dari Sa’id bin Jubair dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihisab. Barang siapa kebaikannya lebih banyak daripada keburukannya walaupun terpaut satu kebaikan saja, maka dia masuk surga. Dan, barang siapa keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya walaupun terpaut satu keburukan saja, maka dia masuk neraka.” Kemudian dia membaca firman Allah Ta’ala,

 

“Barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa ringan timbang( an (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri.” (QS. al-Mu’minun: 102-103)

 

Lalu dia berkata, “Sesungguhnya berat dan ringannya timbangan itu bisa ditentukan hanya oleh amalan sebesar biji saja. Barang siapa bobot kebaikannya sama dengan bobot keburukannya, maka dia termasuk penghuni al-A’raf.”

 

Ka’ab al-Ahbar bercerita bahwa ada sepasang laki-laki yang menjadi teman akrab di dunia. Ketika sudah sama-sama meninggal, salah satu dari mereka melihat temannya sedang diseret ke neraka. Kemudian dia menghampiri temannya dan berkata, “Demi Allah, tidaklah yang tersisa dariku kecuali satu kebaikan saja yang akan dapat menyelamatkanku. Ambillah wahai saudaraku, itu untukmu. Mungkin kamu bisa selamat. Dan, kita akan menjadi golongan penghuni al-A’raf.” Tetapi, akhirnya Allah memerintahkan mereka berdua masuk ke dalam surga.

 

Abu Hamid al-Ghazali berkata dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, pada hari Kiamat, seorang taki-laki dihadapkan kepada Allah, namun dia tidak mempunyai satu kebaikan untuk memberatkan timbangannya yang sama berat bobotnya dengan amal buruknya. Dengan rahmat-Nya, Allah berfirman kepadanya, “Temuilah manusia dan carilah orang yang mau memberimu satu kebaikan saja, agar Aku bisa memasukkanmu ke dalam surga.”

 

Setelah berkali-kali lalu lalang ke sana kemari, dia belum juga menemukan seseorang yang baik hati. Semua merasa keberatan Karena masing-masing sangat memerlukannya untuk memperberat bobot timbangan kebaikannya. Ketika hampir putus asa, dia lalu bertemu dengan seseorang yang bertanya kepadanya, “Apa yang kamu cari?” Dia menjawab, “Aku mencari satu kebaikan. Aku sudah lalu lalang ke sana kemari dan bertemu dengan suatu kaum yang mempunyai seribu kebaikan, namun mereka semua kikir kepadaku.” Orang itu berkata, “Aku telah bertemu Allah dengan membawa satu kebaikan saja, dan aku yakin hal itu sama sekali tidak sanggup menolong nasibku. Jadi ambil saja itu sebagai pemberianku kepadamu.” Dengan hati senang dan gembira, dia pun lalu pergi.

 

Allah lalu bertanya kepadanya, “Ada apa denganmu?’ —Sesungguhnya Dia telah tahu—?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, ia telah sepakat untuk menolongku begini dan begini.” Selanjutnya Allah memanggil orang yang telah memberinya kebaikan dan berfirman kepadanya, “Bagaimanapun kemuliaan-Ku lebih luas daripada kemuliaanmu. Sekarang, gandenglah tangan kawanmu itu, dan pergilah kalian ke dalam surga.”

 

Nasib hampir sama juga dialami oleh orang lain yang bobot kebaikannya sama dengan bobot Keburukannya. Allah lalu berfirman kepadanya, “Kamu bukan penghuni surga, dan bukan juga penghuni neraka.’” Kemudian malaikat datang dengan membawa lembaran yang ia letakkan pada piringan neraca. Dalam lembaran tersebut ada tulisan berbunyi, “Ah!” Akibatnya, piringan neraca keburukannya menjadi lebih berat daripada piringan neraca kebaikannya. Karena, kalimat, itu menunjukkan bahwa dia pernah durhaka kepada kedua orang tuanya, yang beratnya sebera, gunung di dunia. Allah lalu menyuruh malaikat, untuk membawanya ke neraka.

 

Setelah berada di neraka, dia memohon kepada Allah agar dikembalikan lagi kepada-Nya Permintaannya tersebut dipenuhi Allah. Allah lalu bertanya, “Kenapa kamu minta dikembalikan?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, Engkau lihat aku sebagai penghuni neraka, dan aku merasa pantas di tempat tersebut karena dahulu aku durhaka kepada ayahku. Namun, ketika aku melihat ayahku juga berada di neraka sepertiku, maka tambahkanlah siksaan padaku dan selamatkanlah ayahku.” Mendengar permintaan itu, Allah tersenyum seraya berfirman, “Kamu durhaka kepada ayahmu sewaktu di dunia, tetapi kamu berbakti kepadanya di akhirat. Karenanya, gandenglah tangan ayahmu dan pergilah kalian berdua ke dalam surga.”

 

Di dalam al-Qur’an, Allah menyebutkan Mizan dengan menggunakan kalimat jamak atau plural. Sementara dalam hadis, Nabi Saw. menyebutnya dengan kalimat mufrad atau tunggal dan juga jamak atau plural. Ada yang mengatakan, boleh jadi setiap orang itu memiliki beberapa timbangan untuk satu amal, dan masing-masing digunakan untuk menimbang jenis amal sendiri-sendiri.

 

Ada pula yang mengatakan bahwa setiap orang itu hanya memiliki satu timbangan saja yang diungkapkan dengan kalimat jamak. Hal semacam itu sudah lazim berlaku dalam bahasa Arab. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Kaum Nuh telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 105)

 

“Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 123)

 

Padahal yang dimaksud adalah seorang rasul saja. Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud beberapa timbangan adalah bukan timbangannya itu sendiri yang banyak, melainkan isi atau amalnya yang ditimbang.

 

Diriwayatkan oleh al-Lalika’i dalam kitabnya, sunan al-Lalika’i, dari Anas secara marfu’ bahwa sesungguhnya ada satu malaikat yang ditugaskan mengurus timbangan. Kemudian didatangkan kepadanya seorang anak cucu Adam, jalu dia berdiri di antara dua piringan timbangan. Jika bobot amal kebaikannya lebih berat, maka malaikat itu berseru dengan suara lantang hingga terdengar oleh seluruh makhluk, “Sungguh Fulan telah berbahagia. Setelahnya, dia tidak akan mengalami kesusahan selama-lamanya!” Tetapi, jika bobot amal kebaikannya ringan, maka malaikat itu berseru, “Sungguh Fulan telah celaka. Setelahnya, dia tidak akan mengalami kebahagian selama-lamanya.” Menurut riwayat dari Hudzaifah, malaikat tersebut adalah Jibril. Siapakah Ashab al-A’raf itu?

 

Yang dimaksud dengan “Ashab al-A’raf” adalah penghuni surga yang miskin atau yang paling rendah derajatnya. Diriwayatkan oleh Hannad as-Sarri, dia berkata, telah meriwayatkan kepada kami, Waki’ dari Sufyan dari Mujahid dari Habib dari Abdullah bin al-Harits, dia berkata, orang-orang yang tergolong Ashab al-A’raf itu berhenti di sebuah sungai yang disebut dengan al-Hayat atau sungai kehidupan. Di kedua tepinya ditumbuhi pohon yang terbuat dari emas. Mereka bermahkotakan dari mutiara. Di sungai itu mereka mandi dengan sekali mandi saja, lalu tampaklah pada leher mereka sebuah tanda putih. Lalu mereka pun mandi lagi. Setiap kali mereka mandi, tanda putih itu akan terus bertambah putih. Lalu dikatakan kepada mereka, “Ungkapkan keinginan kalian.” Setelah mereka mengungkapkan keinginan yang bermacam-macam, kemudian dikatakan kepada mereka, “Kalian akan mendapatkan tujuh puluh kali lipat dari apa yang kalian inginkan.” Mereka itulah penghuni surga yang miskin.

 

Disebutkan dalam sebuah riwayat, “… Ketika mereka masuk ke dalam surga, pada leher mereka terdapat tanda putih sebagai tanda pengenal. Di dalam surga, mereka disebut sebagai penghuni surga yang miskin.”

 

Ada dua belas pendapat di kalangan para ulama mengenai siapa sebenarnya Ashab alA’raf itu.

 

Pertama, mereka adalah calon penghuni surga yang miskin, seperti yang telah disebutkan dalam hadis di atas. Itu merupakan pendapat Ibnu Mas’ud dan Ka’ab al-Ahbar, seperti yang sudah saya sebutkan. Pendapat ini juga disebutkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Abbas.

 

Kedua, mereka adalah orang-orang saleh, fuqaha (ulama ahli fiqih), dan para ulama. Demikian yang dikatakan Mujahid.

 

Ketiga, mereka adalah orang-orang yang mati syahid (syuhada). Demikian yang dikatakan al-Mahdawi.

 

Keempat, mereka adalah orang-orang mukmin yang unggul (utama) dan para syuhada. Demi kemaslahatan orang banyak, mereka rela berkorban. Demikian yang dikatakan Abu Nashr Abdurrahim bin Abdul Karim al-Qusyairi.

 

Kelima, mereka adalah orang-orang yang ingin mati syahid di jalan Allah, namun mereka durhaka kepada orang tua mereka. Demikian yang dikatakan Syarahbil bin Sa’ad. Dalam hal ini, ath-Thabari menuturkan sebuah hadis dari Rasulullah Saw., “Sesungguhnya kedurhakaan mereka itu seimbang dengan pahala yang mereka dapatkan di medan perang.”

 

Keenam, mereka adalah Abbas, Hamzah, Ali bin Abi Thalib, dan Ja’far yang bergelar Dzu alJunahain (yang mempunyai dua sayap). Mereka mengenali orang-orang yang mencintai mereka lewat wajah mereka yang putih, dan mengenali

 

Orang-orang yang membenci mereka lewat wajah mereka yang hitam. Demikian yang dikatakan ats-Tsa’labi dari Ibnu Abbas.

 

Ketujuh, mereka adalah saksi-saksi yang adil pada hari Kiamat. Mereka akan menjadi saksi terhadap amal perbuatan manusia. Mereka terdiri dari tiap-tiap umat. Demikian yang dikatakan ‘az-Zahrawi, dan dipilih oleh an-Nuhas.

 

Kedelapan, mereka adalah kaum beberapa orang nabi. Demikian yang dikatakan az-Zujaj.

 

Kesembilan, mereka adalah suatu kaum yang mempunyai dosa-dosa kecil yang belum dihapus dengan berbagai macam penderitaan atau musibah di dunia, namun mereka itu tidak mempunyai dosa-dosa besar. Karenanya, mereka tertahan tidak boleh masuk surga, agar mendapatkan kesulitan-kesulitan terlebih dahulu. Jadi, kesulitan-kesulitan itu merupakan penyeimbang dosa-dosa kecil mereka. Demikian yang dikatakan al-Qadhi Ibnu Athiyah Abu Muhammad dalam Tafsirnya.

 

Kesepuluh, mereka adalah seperti yang disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an, yaitu sebagai orang-orang mukmin yang mempunyai dosa-dosa besar. Demikian yang dikatakan lbnu Wahab dari lbnu Abbas.

 

Dikutip oleh Ibnu al-Mubarak dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas, dia berkata, Ashab al-A’raf adalah beberapa orang yang memiliki dosa besar, dan itu menjadi persoalan besar bagi Allah. Maka, mereka berada di sebuah tempat yang netral. Jika mereka melihat penghuni neraka, maka mereka bisa langsung mengenalinya dari wajah mereka yang hitam muram, lalu mereka pun berdoa, “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang zalim.” Dan, jika mereka melihat penghuni surga, maka mereka bisa langsung mengenalinya dari wajah mereka yang putih berseri-seri.

 

lbnu Abbas berkata, “Akhirnya, Allah memasukkan Ashab al-A’raf itu ke dalam surga.” Dalam satu riwayat Sa’id bin Jubair dari Abdullah bin Mas’ud disebutkan, “Mereka adalah penghuni surga yang terakhir masuk surga.” Ibnu Athiyah berkata, “Salim, bekas budak (maula) Aby Hudzaifah sangat berharap bisa termasuk dari golongan Ashab al-A’raf, karena menurutnya mereka adalah orang-orang yang berdosa.”

 

Kesebelas, mereka adalah anak-anak pelaku zina. Demikian yang dikatakan Abu Nash al-Qusyairi dari |bnu Abbas.

 

Kedua belas, mereka adalah para malaikat yang dipercaya untuk memisahkan antara orang-orang kafir dengan orang-orang beriman sebelum masing-masing dari mereka dimasukkan ke dalam neraka dan ke dalam surga. Demikian yang dikatakan Abu Mijlaz Lahiq bin Hamid. Karena pendapatnya tersebut, lalu dikatakan kepadanya, “Apakah malaikat itu bisa dikatakan laki-laki?” Lalu dia menjawab, “Sesungguhnya para malaikat itu laki-laki, bukan perempuan.” Tidaklah mustahil jika kata rijal (laki-laki) dikenakan kepada mereka, sebagaimana dikenakannya kepada jin dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, ..” (QS. al-Jinn: 6)

 

Al-A’raf itu sendiri yaitu dinding yang terletak antara surga dan neraka. Dan, ada juga yang berpendapat, al-A’raf adalah gunung Uhud yang dipindahkan (diletakkan) di akhirat kelak.

 

Ada riwayat dari Nabi Saw. dari Anas dan lainnya yang disebutkan oleh Abu Umar din Abdul Barr dan lainnya, sebagaimana yang telah kami sebutkan dalam kitab Jami’ Ahkam alQur’an yang berkenaan dengan surah al-A’raf. Wal-hamdulillah.

 

Diriwayatkan dari salah seorang yang saleh, dia berkata, pada suatu malam aku mengantuk lalu tertidur. Dalam tidur, aku bermimpi melihat seolah-olah kiamat sudah tiba dan manusia sedang dihisab. Sebagian mereka ada yang dibawa ke dalam surga, dan sebagian lagi ada yang digiring ke neraka. Lalu aku mendatangi surga dan memanggil para penghuninya, “Bagaimana kalian bisa masuk surga yang penuh dengan keridaan Allahe” Mereka menjawab, “Kami taat kepada Allah Yang Maha Pemurah dan tidak menuruti setan.” Lalu aku mendatangi pintu neraka dan memanggil para penghuninya, “Kenapa kajian sampai bisa berada di neraka?” Mereka menjawab, “Kami mengikuti setan dan menentang Allah yang Maha Pemurah.”

 

Selanjutnya, aku melihat ada satu kaum yang berhenti di antara surga dan neraka. Mereka lalu berkata kepadaku, “Dosa kami banyak dan kebaikan kami sedikit. Amal buruk kari melarang kami masuk ke dalam surga, dan amal baik kami melarang kami masuk ke dalam neraka.”

 

Pada Hari Kiamat Setiap Umat Akan Mengikuti Tuhan Mereka

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan manusia di satu tanah lapang. Selanjutnya Allah datang kepada mereka dan berfirman, “Ketahuilah, hendaknya setiap orang mengikuti apa yang dulu disembahnya!” Maka penyembah salib mengikuti salibnya, penyembah patung mengikuti patungnya, dan penyembah api mengikuti apinya. Hingga, yang tinggal hanyalah kaum muslimin ….”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Hurairah bahwa ada beberapa orang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apakah pada hari Kiamat kami bisa melihat Tuhan kami?” Rasulullah Saw. balik bertanya, “Apakah kalian merasa kesulitan melihat bulan di malam purnama?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya, “Apakah Kalian kesulitan melihat matahari yang tidak berawan?” Mereka menjawab, “Tidak juga, wahai Rasulullah.”

 

Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian akan bisa melihat-Nya seperti itu. Pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan manusia, lalu Dia berfirman kepada mereka agar mengikuti apa yang mereka sembah dahulu. Maka, penyembah matahari mengikuti matahari, penyembah bulan mengikuti bulan, dan penyembah thagut mengikuti thagut. Dan tinggallah umat ini yang di dalamnya terdapat orang-orang munafik. Lalu, Allah mendatangi mereka dalam bentuk yang mereka tidak kenali. Ketika Allah berfirman, “Aku adalah Tuhan kalian”, mereka langsung menyangkal, “Kami berlindung kepada Allah dari engkau. Kami akan tetap tinggal di sini hingga datang kepada kami Tuhan kami yang sebenarnya (dikenal).”

 

Lalu Allah mendatangi mereka dalam bentuk yang mereka bisa kenali, lalu berfirman, “Aku adalah Tuhan kalian.” Mereka menjawab, “Engkau, memang Tuhan kami.” Mereka lalu mengikuti-Nya. Kemudian dibentangkan jembatan (ash-Shirath) di antara tepi Jahanam. Maka, aku dan umatku adalah yang pertama kali melewatinya. Pada saat itu, tidak ada yang berkata-kata kecuali para rasul. Pada waktu itu mereka berdoa, “Wahai Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”

 

Di neraka Jahanam itu terdapat kail-kail besi yang tajamnya seperti duri pohon Sa’dan. Tahukah kalian, apa itu duri pohon Sa’dan? Mereka menjawab, “Tahu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Kail-kail itu memang seperti duri Pohon Sa’dan. Hanya Allah-lah yang mengetahui besarnya duri tersebut. Kail-kail itu menarik manusia sesuai dengan amal mereka masing-masing. Sebagian mereka ada yang binasa karena amalnya, dan sebagiannya lagi berhasil lolos hingga selamat…. ”

 

Al-faqih Abu Bakar bin Barjan mengatakan dalam kitabnya, al-irsyad, bahwa di Padang Mahsyar, manusia akan sibuk mencari orang yang dapat memberikan syafaat agar mereka terbebas dari penderitaan yang tengah mereka alami. Begitu juga dengan para pemimpin yang mengikuti rasul. Maka, terjadilah sesuatu yang akan terjadi.

 

Selanjutnya, Allah menyuruh Nabi Adam a.s. untuk memberangkatkan rombongan yang terdiri dari anak cucu Adam ke neraka.

 

Mereka terbagi menjadi tujuh golongan.

 

  1. Dua golongan yang pertama disambar oleh lidah api neraka secepat sambaran burung liar yang kelaparan. Mereka ini adalah orang-orang kafir yang sombong dan bodoh. Kemudian dikatakan kepada seluruh makhluk, “Di manakah tuhan-tuhan yang dahulu kalian sembah selain Allah? Hendaknya tiap-tiap umat mengikuti tuhan mereka dahulu! Siapa yang menyembah selain Allah, maka ikutilah dia!” Akhirnya, mereka semua dilemparkan ke neraka Jahanam.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di tempat itu (di Padang Mahsyar), setiap jiwa merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya (dahulu) dan mereka dikembalikan kepada Allah, Pelindung mereka yang sebenarnya, dan lenyaplah dari mereka apa (pelindung palsu) yang mereka ada-adakan.” (QS. Yunus: 30)

 

“Maka mereka (tuhan itu) dijungkirkan ke dalam neraka bersama-sama orang-orang yang sesat, dan bala tentara iblis sernuanya.” (QS. asy-Syu’ara’: 94-95)

 

Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, bumi akan dihamparkan seperti menghamparkan kulit yang disamak demi keagungan Allah “Azza wa Jalla. Lalu, tidak seorang pun dari anak cucu Adam selain hanya mempunyai tempat berpijak seluas pijakan kedua kakinya saja. Selanjutnya, akulah yang pertama kali mendapatkan panggilan. Aku lalu menjatuhkan diri bersujud. Setelah mendapatkan izin, aku lalu berkata, “Wahai Tuhanku, Jibril yang memberitahuku saat itu. Jibril sedang berada di sebelah kanan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah bahwa Engkau telah mengutusnya kepadaku.” Jibril hanya diam saja tak bicara, hingga akhirnya Allah “Azza wa Jalla berfirman, “Dia benar.” Setelah Allah memberiku syafaat, aku lalu berkata, “Wahai Tuhanku, hamba-hamba-Mu itu telah mengabdi kepada-Mu di segala penjuru bumi. Dan, itulah yang disebut dengan kedudukan yang terpuji.”

 

  1. Kemudian diutuslah rombongan yang keempat. Mereka inilah orang-orang yang mengesakan Allah tetapi mendustakan para rasul-Nya. Mereka tidak mengerti sifat-sifat Allah serta menolak kitab-kitab dan para rasul. Nya.

 

  1. Kemudian diutuslah rombongan yang kelima dan keenam. Mereka inilah kaum Ahli Kitab, Mereka datang dalam keadaan kehausan yang luar biasa. Kemudian Allah bertanya kepada mereka, “Apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Kami sangat kehausan, wahai Tuhan Kami. Tolong beri kami minum’ Allah berfirman, “Apakah kalian tidak melihat?” Mereka lalu disuruh melihat neraka Jahanam. Maka neraka itu tampak seperti gelembung air yang mendidih. Mereka terus digiring ke Jahanam dan didorong jatuh ke dalamnya.

 

  1. Kemudian tibalah giliran ujian bagi orang-orang munafik dan orang-orang beriman rombongan ketujuh untuk mengenali Tuhan mereka dan membedakannya dengan tuhan selain Allah. Allah membimbangkan orang-orang munafik, dan meneguhkan orang-orang beriman. Selanjutnya Allah membentangkan ash-Shirath (jembatan) tepat di atas jurang Jahanam.

 

Ash-Shirath itu lebih halus daripada rambut, dan lebih tajam daripada pisau, seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah Saw..

 

Orang-orang ahli bid’ah berjatuhan pada pintu keenam atau kelima. Sedangkan orang-orang yang suka melakukan dosa-dosa besar berjatuhan pada pintu keenam atau ketujuh. Orang yang jatuh ke dalamnya karena tidak bisa tertolong oleh amalnya.

 

Adapun orang-orang beriman selamat melewatinya dengan berbeda-beda. Tapi, mereka semua terhenti di atas jembatan yang berada di antara surga dan neraka. Di atas jembatan tersebut, mereka saling menuntut balas atas kezaliman sesama mereka sewaktu di dunia. Setelah mereka bersih dan suci, mereka berbaris rapi untuk masuk ke dalam surga. Dan, di tempat inilah para Ashab al-A’raf berhenti.

 

Syekh al-Qurtubi berkata, itulah kronologis cerita yang sangat bagus. Dan, keterangan tambahan mengenai cerita tersebut insya Allah akan dikemukakan nanti.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Apakah kalian merasa kesulitan,” dalam riwayat di atas tadi, mengandung makna bahwa kelak para penghuni surga itu pasti akan bisa melihat Allah secara langsung dengan leluasa tanpa harus berdesak-desakan dan bersusah payah, tanpa perbantahan seperti ketika sedang berusaha melihat hilal (awal bujan). Namun, keadaannya seperti tatkala melihat matahari dan bulan di saat bulan purnama.

 

Sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya kalian akan bisa melihat-Nya seperti itu,” adalah perumpamaan yang menyatakan suasana melihat Allah dan keadaan orang yang melihatnya, bukan menggambarkan keadaan yang dilihatnya, karena Allah tidak dapat diketahui dari segala aspek. Dia tidak serupa dengan makhluk dan tidak satu pun yang menyerupai-Nya.

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu, Allah mendatangi mereka dalam bentuk yang mereka tidak kenali,” inilah letak ujiannya untuk membedakan mana orang munafik dan mana orang yang benar-benar beriman. Pada waktu itu, yang masih tersisa adalah orang-orang munafik dan orang-orang mukmin yang mukhlis. Orang-orang munafik berdalih bahwa mereka termasuk golongan mukmin juga, dan beramal seperti amal mereka dan mengakui Allah seperti mereka. Karenanya, Allah ingin menguji mereka. Allah mendatangi mereka dengan satu bentuk seraya berfirman kepada semuanya, “Aku adalah Tuhan kalian.” Orang-orang mukmin yang mukhlis tidak percaya, bahkan mereka memohon perlindungan. Karena seperti yang telah mereka ketahui sebelumnya sewaktu di dunia, sesungguhnya Allah itu tidak berbentuk seperti makhluk.

 

Karenanya, inilah yang mereka katakan seperti yang disebutkan dalam hadis Abu Sa’id alKhudri, “Kami berlindung kepada Allah dari engkau. Kami tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun,” sebanyak dua atau tiga kali sehingga sebagian mereka hampir-hampir berpaling.

 

Syekh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar dalam kitabnya, al-Mufham Li Syarhi thtishar Kitab Muslim, mengatakan bahwa orang-orang yang hampir berpaling adalah yang tidak memiliki kedalaman ilmu seperti kedalaman ilmu para ulama. Mereka hanya meyakini kebenaran dan keyakinan tanpa adanya bukti dan menggunakan hati nurani. Akibatnya, keyakinan mereka gampang berubah. Wallahu a’lam.

 

Menurutku, bisa saja mereka adalah orang-orang munafik dan orang-orang yang penuh pamrih. Sifat mereka lebih mirip seperti itu. Sebab, pada ujian berikutnya hal itu terwujud. Pasalnya, kalimat berikutnya dalam hadis Abu Sa’id alKhudri sesudah sabda Rasulullah Saw., “Sebagian mereka hampir berpaling ke belakang”, maka ditanyakan kepada mereka, “Apakah kalian mempunyai bukti pada Allah yang bisa kalian kenali?” Mereka menjawab, “Ya.”

 

Lalu tersingkaplah betis. Sehingga, setiap orang yang dahulunya bersujud kepada Allah karena kesadarannya sendiri, maka saat itu juga Allah mengizinkannya untuk bersujud. Dan, tidaklah seorang pun yang dahulunya bersujud kepada Allah karena takut dan riya, melainkan Allah akan menjadikan punggungnya sejajar (datar). Setiap kali ingin bersujud, maka dia jatuh terlentang.

 

Dan, ketika orang-orang yang bersujud tadi mengangkat kepalanya, Allah telah mengubah bentuk-Nya dengan bentuk asli yang mereka kenali. Lalu, Allah berfirman, “Aku adalah Tuhan kalian” Maka, mereka langsung menjawab, “Engkau adalah Tuhan kami.” Kemudian dibentangkan jembatan di atas neraka Jahanam bersamaan dengan diberlakukannya syafaat.

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu Allah mendatangi mereka dalam bentuk yang mereka bisa kenali” yakni, Allah menampakkan dengan jelas kepada mereka sebagai Tuhan Yang Mahaagung, Maha Sempurna, Mahatinggi, dan Mahaindah, setelah diangkatnya penghalang pandangan mata mereka.

 

Sabda Nabi Saw., “Mereka lalu mengikuti-Nya” yaitu mengikuti perintah-Nya atau perintah para malaikat-Nya, atau perintah para rasul yang membawa mereka ke dalam surga. Wallahu a’lam.

 

Doa maknanya permohonan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Doa mereka di dalam surga adalah, Subhanakallahumma.” (QS. Yunus: 10), yaitu, doa mereka pada saat itu.

 

Sabda Nabi Saw., “lalu tersingkaplah betis”, kalimat betis ini merupakan ungkapan untuk menggambarkan betapa besar dan dahsyatnya sesuatu.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Usamah bin Zaid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala,

 

“(Ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan,” (QS. al-Qalam: 42)

 

Dia berkata, “Pada hari itu adalah hari yang sangat susah dan sulit.” Ibnu Juraij dan Mujahid berkata, “Itu adalah hari yang sangat sulit dan menegangkan.” ibnu Abbas berkata, “Itu adalah merupakan saat-saat yang sangat mencekam pada hari Kiamat.”

 

Abu ‘Ubaidah berkata, jika suatu urusan menjadi sulit atau peperangan sangat dahsyat, maka dikatakan, “Urusan itu menyingkapkan betisnya.” Maksudnya menjadi amat sangat. Sedangkan asalnya ialah jika seseorang yang dalam keadaan sangat sulit menghadapi suatu masalah yang sangat membutuhkan keseriusan, maka dia akan menyingkapkan betisnya.

 

Al-Qutaibi berkata, kata ‘betis’ tersebut tidak diartikan dalam makna yang sebenarnya, melainkan isti’arah (ungkapan) untuk mengungkapkan kesulitan dan kesukaran. Kalimat tersebut sebagai ungkapan untuk mengekspresikan seriusnya atau sulitnya sebuah persoalan.

 

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ‘betis’ ialah tersingkapnya betis Jahanam, Dan ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah tersingkapnya betis Arasy. Jadi pada saat-saat mencekam tersebut, tersingkaplah rahasia Jahanam dan rahasia Arasy yang sebenarnya sangat tertutup bagi makhluk.

 

Ada sebuah riwayat dalam Shahih al-Bukhari yang menyatakan bahwa pada hari Kiamat, Allah akan menyingkapkan betis-Nya, lalu setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan bersujud kepada-Nya. Maksudnya, tersingkapnya keagungan Allah pada hari yang begitu mencekam.

 

Al-Khaththabi berkata, maksud tersingkapnya betis adalah ungkapan kesulitan-kesulitan. Menurutnya, yang dimaksud dalam hadis tadi ialah ketika berlangsung huru-hara kiamat yang sangat mencekam, semua sekat dan tabir-tabir rahasia tersingkap dengan jelas. Sehingga, pada saat itu orang-orang yakin dan ikhlas bisa dibedakan dengan jelas. Ketika diizinkan bersujud oleh Allah, terbukalah kedok yang selama itu menutupi orang-orang munafik dan orang-orang yang penuh pamrih, dan mereka semua tidak sanggup bersujud.

 

Ada sementara ulama yang berpendapat, boleh jadi Allah memang menyingkapkan ‘betis-Nya’ kepada makhluk-makhluk tertentu yaitu malaikat-Nya dan lainnya. Hal itu dijadikan sebagai alasan untuk menerangkan hikmah-Nya terhadap orang-orang mukmin dan orang-orang munafik.

 

Al-Khaththabi berkata bahwa ada pendapat lain yang tidak pernah aku dengar sebelumnya tentang makna ‘betis’ dalam riwayat hadis Abu Sa’id al-Khudri di atas. Yaitu, pendapat Abu al-Abbas Ahmad bin Yahya an-Nahwi seperti yang dikutip oleh Abu Umar, bahwa as-saqq atau betis itu bisa diartikan an-nafs atau jiwa. Contohnya, adalah apa yang pernah dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib ketika dia dimintai saran untuk memerangi kaum Khawarij. Ali menjawab, “Demi Allah, akan aku perangi mereka walaupun hingga lenyap betisku.” Maksudnya ialah sampai lenyap jiwaku.

 

Abu Sulaiman berkata, “Mungkin yang dimaksud ialah bahwa tabir yang menutupi pandangan mata orang-orang mukmin itu akhirnya tersingkap. Sehingga, begitu melihat Allah, mereka langsung bersujud kepada-Nya.” Tetapi, semua pendapat tersebut belum tentu benar, termasuk pendapat saya sendiri.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, insya Allah, pendapat terakhir tadilah yang terbaik. ttulah keterangan dalam sebuah hadis hasan yang disebutkan oleh Abu Laits as-Samarqandi dalam menafsirkan Surah Nun atau al-Qalam dari alKhalil bin Ahmad dari Ibnu Mani’ dari Hudbah dari Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid dari ‘tmmarah al-Qarsyi dari Abi Burdah bin Abi Musa dari ayahnya, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, jika hari Kiamat telah terjadi, akan dimuncuikan kepada setiap kaum apa yang mereka sembah dulu sewaktu di dunia.

 

Lalu, setiap kaum mengikuti tuhan mereka masing-masing. Dan, tersisa ahli tauhid. Lalu dikatakan kepada mereka, “Apa yang kalian tunggu, sementara manusia sudah semua pergi?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mempunyai Tuhan yang kami sembah di dunia, dan kami belum sempat melihat-Nya.” Lalu ditanyakan lagi kepada mereka, “Seandainya kalian melihat-Nya, apakah kalian bisa mengenalinya?” Mereka menjawab, “Bisa, karena tidak ada yang menyerupai-Nya.”

 

Lalu tersingkaplah tabir kepada mereka, dan mereka pun bisa memandang Allah, hingga mereka bersujud kepada-Nya. Dan, tinggallah beberapa kaum yang punggung mereka seperti punggung sapi. Sehingga ketika mereka ingin bersujud, mereka tidak sanggup melakukannya. Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“(ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud, maka mereka tidak mampu.” (QS. al-Qalam; 42)

 

Allah lalu berfirman, “Wahai hamba-hamba-Ku! Angkatlah kepala kalian. Sesungguhnya Aku telah mengganti bagi setiap orang dari kalian, seorang dari Yahudi dan Nasrani di neraka.”

 

Abu Burdah berkata, pada saat hadis tadi aku ceritakan kepada Umar bin Abdul Aziz, dia bertanya, “Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Benarkah ayahmu yang menceritakan hadis ini kepadamu?” Aku lalu bersumpah hingga tiga kali, maka dia pun berkata, “Aku belum pernah mendengar dari seorang ahli tauhid, sebuah hadis yang paling aku sukai daripada hadis ini.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis tadi menjelaskan bahwa makna tersingkapnya betis yaitu sebagai ungkapan terlihatnya Allah Yang Mahasuci oleh orang-orang beriman, seperti yang dikemukakan dalam Shahih Muslim. Tidak masalah, sesama hadis saling menafsirkan.

 

Diriwayatkan oleh Baihagi dari Rauh bin Jannah dari maula Umar bin Abdul Aziz dari Abu Burdah bin Abu Musa dari ayahnya dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“(ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan,” (QS. al-Qalam: 42)

 

Nabi Saw. bersabda, “Yaitu tersingkap sebuah cahaya yang agung, lalu mereka menjatuhkan diri bersujud kepada-Nya.” Namun, hadis ini hanya Diriwayatkan oleh Rauh bin Jannah, seorang dari Syam. Dia selalu menyampaikan hadis-hadis munkar tanpa adanya muttabi’. Dan maula Umar bin Abdul Aziz itu banyak.

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa hadis yang sebelumnya tebih jelas dan lebih sahih isnadnya. Abu Hamid al-Ghazali tidak berani mengomentari atau menakwil hadis tadi. Dia mengatakan dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, “…. Allah Yang Mahaagung menyingkapkan betis-Nya, lalu seluruh manusia bersujud kepada-Nya untuk mengagungkan-Nya dan merendahkan diri, kecuali orang-orang kafir yang pernah menyekutukan Allah sewaktu mereka hidup di dunia, dan juga para penyembah berhala, baik yang terbuat dari batu maupun kayu. Tulang punggung mereka berubah menjadi besi hingga membuat mereka tidak mampu bersujud. Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“(ingatlah) pada hari ketika betis disingkapkan dan mereka diseru untuk bersujud, maka mereka tidak mampu.” (QS. al-Qalam: 42)

 

Mengomentari sabda Nabi Saw., “Pada hari Kiamat, Allah akan menyingkapkan betisNya, lalu setiap orang mukmin baik laki-laki maupun perempuan bersujud kepada-Nya,” Bukhari mengatakan, “Saya tidak berani menakwil riwayat hadis tersebut. Saya mempertimbangkan untuk menolaknya. Saya juga keberatan atas sifat-sifat yang diberikan kepada timbangan (Mizan) oleh sebagian orang. Bagi saya persoalan ini sudah menyangkut alam malakut karena bagaimanapun amal kebajikan dan ama keburukan itu bukanlah benda. Sesuatu yang bukan benda itu hanya bisa ditimbang dengan timbangan para malaikat.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa mengenai masalah timbangan (Mizan), yakni berdasar. kan hadis-hadis sahih dan hasan bahwa yang ditimbang itu amal. Demikian pula mengenai masalah betis yang tersingkap, sehingga diharap. kan tidak ada lagi seorang pun yang ragu-ragu atau menentangnya. Segala puji bagi Allah atas segala karunia-Nya.

 

Proses Ketika Menyeberangi ash-Shirath

 

Sebagian ulama meriwayatkan, tidaklah seorang pun dapat melintasi ash-Shirath (jembatan) sebelum dia ditanya di tujuh jembatan.

 

Di atas jembatan pertama, dia akan ditanya tentang keimanan kepada Allah. Yaitu kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Jika dia melaksanakan kesaksian tersebut secara ikhlas, baik ucapan maupun tindakan, maka dia akan berhasil melewatinya.

 

Di atas jembatan kedua, dia akan ditanya tentang shalat. Jika dia melaksanakannya secara sempurna, maka dia akan berhasil melewatinya. Di atas jembatan ketiga, dia akan ditanya tentang puasa di bulan Ramadhan. Jika dia melaksanakannya secara sempurna, maka dia akan berhasil melewatinya.

 

Kemudian di atas jembatan keempat, dia akan ditanya tentang zakat. Jika dia melaksanakannya secara sempurna, maka dia akan berhasil melewatinya. Di atas jembatan kelima, dia akan ditanya tentang haji dan umrah. Jika dia melaksanakan keduanya (haji dan umrah) secara sempurna, maka dia akan berhasil melewatinya.

 

Di atas jembatan keenam, dia akan ditanya tentang mandi janabat dan wudhu. Jika dia melaksanakannya secara sempurna, maka dia akan berhasil melewatinya. Dan, di atas jembatan ketujuh, yang merupakan jembatan paling sulit, dia akan ditanya tentang kezaliman-kezaliman yang pernah dilakukannya terhadap sesama manusia.

 

Abu Hamid al-Ghazali berkata dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, ketika yang tersisa di tempat pemberhentian itu orang-orang mukmin, orang-orang muslim, orang-orang yang berbuat baik (muhsinin), orang-orang berilmu, Orang-orang jujur, Orang-orang yang mati syahid (syuhada), Orang-orang saleh, dan para rasul, hingga sudah tidak ada lagi orang-orang ragu, orang-orang munafik, dan orang-orang Kafir, maka Allah berfirman kepada mereka, “Hai orang-orang yang berhenti, siapakah Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Allah.” Allah bertanya, “Apakah kalian bisa mengenali-Nya?” Mereka menjawab, “Tentu.”

 

Lalu, datanglah kepada mereka satu malaikat dari di sebelah kiri Arasy, yang seandainya tujuh lautan diletakkan di ujung ibu jarinya, niscaya tidak akan terlihat. Dengan izin Allah, malaikat itu berkata kepada mereka, “Aku adalah tuhan kalian.” Mereka menjawab, “Kami berlindung kepada Allah darimu.”

 

Kemudian, datang lagi kepada mereka satu malaikat dari sebelah kanan Arasy, yang seandainya empat belas lautan diletakkan di ujung ibu jarinya, niscaya tidak akan terlihat. Dengan izin Allah, malaikat itu berkata kepada mereka, “Aku adalah tuhan kalian.” Tetapi mereka tetap menjawab, “Kami berlindung kepada Allah darimu.”

 

Selanjutnya, tampaklah kepada mereka Tuhan Yang Mahasuci dalam bentuk yang tidak pernah mereka kenali dan tidak pernah mereka dengar. Tuhan Yang Mahasuci tertawa, dan mereka semua bersujud kepada-Nya. Allah berfirman, “Selamat datang kalian semua.” Allah lalu mengarahkan mereka semua ke dalam surga, dan mereka pun mengikuti-Nya. Mereka berjalan dengan melewati ash-Shirath. Pada saat itu, manusia berbaris dengan berombongan. Ada rombongan para rasul, para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, orang-orang mukmin, orang-orang yang berilmu, lalu orang-orang muslim.

 

Di antara mereka ada yang tertelungkup pada wajahnya, ada yang tertahan di al-A’raf (tempat yang netral), dan ada juga yang imannya tidak sempurna. Di antara mereka ada yang melewati ash-Shirath tersebut selama 100 tahun, bahkan ada yang sampai 1000 tahun. Walaupun demikian, orang yang bisa melihat Allah secara langsung (jelas) sama sekali tidak akan terbakar oleh panasnya api neraka.

 

Karenanya, bayangkan dirimu, hai saudaraku, ketika kamu berjalan di atas ash-Shirath, sedangkan pandangan matamu menatap ke Jahanam yang ada di bawahmu begitu hitam dan gelap. Apinya menijilat-jilat dan membumbung tinggi ingin melumatmu. Pada saat itu kamu kadang berjalan, dan kadang merangkak. Seorang penyair mengatakan,

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, “Maka mereka menemui Mu hammad, dan Allah memberikan izin kepada beliau untuk mensyafaati mereka. Pada saat itu, amanah dan kasih sayang disuruh berdiri di sisi kanan dan kiri jembatan neraka. Rombongan pertama dari mereka melintas laksana petir yang menyambar.”

 

Abu Hurairah berkata, “Demi ayah dan ibuku, apa ada yang berjalan laksana petir yang menyambar?” Beliau menjawab, “Apakah kamu tidak memperhatikan, bagaimana petir melintas dan kembali lagi hanya dalam sekejap mata Saja?” Kemudian ada yang melintasinya laksana angin, laksana burung, dan ada yang dibawa oleh amal-amal mereka dengan sangat cepat. Pada saat itu Nabi kalian berdiri di atas ash-Shirath dan berdoa, “Wahai Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.” Sampai akhirnya ada hamba yang tidak bisa tertolong oleh amal-amainya hingga dia berjalan dengan merangkak saja.

 

Sifat dari ash-Shirath

 

Disebutkan dalam riwayat, Rasulullah Saw, bersabda, “Di kedua tepi dinding ash-Shirath tersebut terdapat kail-kail besi yang bergantungan. Kail-kail besi tersebut diperintah oleh Allah untuk menarik siapa saja yang dikehendaki-Nya. Karenanya, ada orang yang tergores lecet tetapi selamat, dan ada juga orang yang tersangkut lalu jatuh ke dalam jurang neraka. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, kedalaman dasar neraka Jahanam itu adalah sejauh perjalanan 70 tahun.”

 

Muslim juga meriwayatkan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri, kemudian dihamparkan jembatan di atas neraka Jahanam dan syafaat pun diberlakukan. Maka mereka berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, jembatan apa itu?” Beliau menjawab, “Sebuah jembatan yang membuat orang gampang tergelincir. Di dalamnya, terdapat kail-kail besi yang tajamnya bagaikan duri pohon Sa‘dan.

 

Orang-orang beriman melintasinya hanya sekejap mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung, dan ada yang secepat kuda-kuda serta kendaraan-kendaraan lainnya. Karenanya, ada yang selamat, ada yang tergores kemudian selamat, dan ada juga yang tersangkut lalu terjatuh ke dalam neraka Jahanam.”

 

Dalam suatu riwayat yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan bahwa Abu Sa’id alKhudri berkata, “Aku mendengar sesungguhnya jembatan tersebut lebih halus daripada rambut, dan lebih tajam daripada pedang.” Dan menurut riwayat lainnya, “Lebih kecil daripada rambut.” Semuanya diriwayatkan oleh Muslim.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebuah hadis dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “lembaran akan dibentangkan di atas dua tepi jahanam, di atas duri-duri yang setajam duri pohon Sa’dan. Kemudian manusia disuruh untuk melewatinya. Sebagian ada yang selamat, ada yang tergores kemudian selamat, ada yang tertahan, dan ada pula yang terjatuh ke dalamnya.”

 

Diriwatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Hisyam bin Hasan dari Musa dari Anas dari Ubaid bin Umair, “Sesungguhnya jembatan itu tajamnya seperti pedang, berada di atas neraka jahanam, dan di sisi kanan kirinya terdapat kail-kail besi tajam dan duri. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, satu kail saja bisa menarik dan mengait lebih dari suku Rabi’ah dan suku Mudhar.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari ‘Amr bin al-Harits dari Sa’id bin Abu Hilal, dia berkata, “Aku mendengar bahwa jembatan pada hari Kiamat itu, bagi sebagian manusia lebih halus daripada rambut, tetapi bagi sebagian lagi seperti sebuah Iembah yang luas.”

 

Berbagai Keadaan Saat Menyeberangi ash-Shirath

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Auf dari “Abd bin Sufyan al-Ugaili, dia berkata, “Pada hari Kiamat, manusia akan melewati jembatan menurut kadar iman dan amal mereka. Ada orang yang melewatinya dalam sekejap mata seperti kilat, ada yang seperti anak panah yang dibidikkan, ada yang seperti terbangnya seekor burung, ada yang seperti secepat lari kuda, ada yang berlari, dan ada pula yang berjalan kaki. Dan terakhir, ada orang yang selamat meskipun dengan cara merangkak.”

 

Diriwayatkan oleh Hannad as-Sarri dari Abdullah bin Numair dari Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Abi Za’ra’, dia berkata bahwa Abdullah telah berkata, Allah menyuruh ash-Shirath supaya terbentang di atas neraka Jahanam, maka manusia akan melewatinya menurut kadar amal mereka. Yang pertama, di antara mereka ada yang lewat bagaikan kilat menyambar, kemudian ada yang lewat bagaikan angin yang bertiup, kemudian ada yang lewat bagaikan binatang yang cepat. Begitu seterusnya, hingga ada orang yang lewat dengan berjalan cepat, ada yang berjalan kaki biasa, dan yang terakhir di antara mereka merangkak dengan perutnya, dan berkata, “Wahai Tuhan, kenapa Engkau melambatkanku?” Allah menjawab, “Bukan Aku yang melambatkanmu, tetapi amal-amalmu sendiri.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Mu’awiyah dari Ismail bin Muslim dari Qatadah dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Kalian selamat melewati ash-shirath berkat pertolongan Allah, kalian masuk surga berkat rahmat Allah, dan kalian berbagi tempat tinggal berkat amal-amal kalian sendiri.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’adz bin Anas al-Juhni bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa melindungi seorang mukmin dari orang munafik, niscaya pada hari Kiamat Allah akan mengutus seorang malaikat untuk melindungi dagingnya dari neraka Jahanam. Dan barang siapa melemparkan tuduhan jahat kepada seorang mukmin, niscaya Allah ‘Azza wa Jalla akan menahannya di atas jembatan Jahanam hingga dia mencabut kembali tuduhannya itu.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Banyak orang-orang terpeleset di atas jembatan, dan yang terbanyak jatuh darinya adalah kaum wanita.” Hadis ini juga dituturkan oleh Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi.

 

Nabi Saw. bersabda, ketika manusia sudah berada di ujung jembatan, maka ada malaikat yang menyeru dari bawah Arasy, “Hai hamba Allah, lewatilah jembatan itu! Namun, hendaklah tinggal dulu bagi orang yang suka bermaksiat dan zalim di antara kalian.”

 

Saat itu, ketakutan besar melanda siapa saja, dan keadaan sangat panas sekali. Yang pertama kali maju lebih dahulu memenuhi seruan tersebut ialah orang-orang lemah dan hina sewaktu di dunia. Sebaliknya, yang terakhir maju adalah orang-orang kuat dan berkuasa sewaktu di dunia. Kemudian mereka semua melewati jembatan menurut kadar amal-amal mereka. Sehingga, ada yang dalam keadaan terang, dan ada juga dalam keadaan gelap.

 

Ketika tiba giliran umatku yang lewat dengan terhuyung-huyung, mereka berseru memanggil namaku, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad.” Karena kasihan aku pun segera ingin menolong mereka namun Jibril menahanku. Dengan suara lantang, aku berseru, “Wahai Tuhanku, tolonglah umatku, tolonglah umatku. Hari ini aku tidak memikirkan diriku sendiri maupun memikirkan putriku, Fatimah.” Para malaikat yang berdiri di sisi kanan dan kiri jembatan juga berseru, “Wahai Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.”

 

Begitu dahsyatnya hura-hura serta malapetaka yang terjadi pada saat itu. Orang-orang durhaka berjatuhan dari arah kanan dan kiri jembatan itu. Sementara di bawahnya, Malaikat Zabaniyah sudah siap menyambut mereka dengan rantai-rantai dan belenggu-belenggu seraya berseru kepada, “Bukankah dahulu kalian sudah dilarang melakukan perbuatan dosa? Bukankah sudah disampaikan pada kalian tentang azah neraka? Bukankah dahulu kalian sudah diberi peringatan? Dan, bukankah dahulu sudah datang kepada kalian seorang nabi pilihan?” Riwayat ini juga dituturkan oleh Abu al-Farj Sonu al-Jauz dalam kitabnya, Raudhah al-Musytaq ath-Thariq tla al-Muluk al-Khallaq.

 

Karenanya, sejak sekarang pikirkan tentang ketakutan besar yang kelak akan kamu rasakan di hailmu. Yaitu, ketika kamu melihat jembatan yang begitu halus, tajam, dan sangat mengerikan. Ketika pandanganmu mengarah ke bawah yang terlihat hanyalah kegelapan, tetapi telingamu dengan jelas bisa mendengar luapan api yang sedang mendidih.

 

Betapa pun kamu pasti akan dipaksa melewati jembatan itu, meski keadaanmu lemah, hailmu bimbang, telapak kakimu menggigil keras, dan punggungmu terasa berat memikul beban-beban dosa. Dalam keadaan seperti itu, berjalan di atas jalan biasa yang lurus saja, kamu pasti akan terjatuh. Apalagi saat itu kamu harus berjalan melewati jembatan yang sangat mengerikan.

 

Apa yang terjadi begitu kamu mulai menapakkan sebelah telapak kakimu lalu kamu merasakan begitu tajamnya yang Kamu injak, dan kamu pun terpaksa mau tidak mau harus menapakkan telapak kakimu yang satunya lagi? Pada saat itu, kamu melihat orang-orang terpeleset lalu tergelincir ke jurang neraka. Tubuh mereka disambut oleh Malaikat Zabaniyah dengan rantai-rantai dan belenggu-belenggu yang akan dililitkannya. Tubuh mereka juga terluka parah oleh kail-kail besi setajam duri yang terdapat di tepi dindingnya. Di depan mata, kamu melihat mereka berjatuhan ke jurang neraka dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Sungguh mengerikan pemandangan itu.

 

Ada sementara orang berpendapat bahwa jembatan itu digambarkan lebih halus daripada rambut, dan lebih tajam daripada pedang adalah mudah dan sukarnya melintasi jembatan itu tergantung pada kadar ketaatan dan kemaksiatan seseorang. Hanya Allah-lah yang mengetahui batas-batasnya yang pasti, karena hal tersebut samar dan tersembunyi. Karenanya, jembatan yang sifatnya samar itu dimisalkan seperti halusnya rambut. Wallahu a’lam.

 

Sabda Nabi Saw., “Lebih tajam daripada pedang” adalah perintah Allah kepada para malaikat untuk melewatkan manusia di atas jembatan yang harus dilaksanakan dengan cepat, supaya mereka menaatinya tanpa ada yang membantah, sebagaimana pedang yang tajam jika ditebaskan pada sesuatu, maka dia tidak bisa mengelaknya.

 

Dan bisa jadi juga, bahwa jembatan itu benar-benar lebih tajam daripada pedang, dan lebih halus daripada rambut. Namun, pendapat ini ditolak. Kalimat tersebut hakikatnya hanya ungkapan saja, bukan dalam arti yang sebenarnya. Apalagi ada penjelasan bahwa beberapa malaikat berdiri di kedua ujungnya, dan di dalamnya ada kail-kail besi dan duri-duri yang sangat runcing.

 

Ada orang yang melewatinya merangkak dengan perutnya, ada yang terpeleset lalu bangun lagi, dan ada juga yang berjalan dengan diberi penerangan seukuran tempat pijakan kakinya. Itu semua membuktikan bahwa tidak mungkin kalau jembatan tersebut dikatakan sehalus rambut.

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa penafsiran yang menggunakan pendekatan logika seperti itu tidaklah benar, berdasarkan riwayat-riwayat yang telah dikemukakan tadi. Betapa pun kita harus mempercayai apa adanya. Sesungguhnya Tuhan itu Mahakuasa. Kalau Dia Kuasa menahan burung di udara, juga kuasa menahan atau membuat seorang mukmin berjalan di atas jembatan.

 

Jadi, kebenaran itu harus diterima dan dipahami apa adanya, dan tidak boleh ditafsirkan yang lain. Karena, memang tidak ada alasan untuk itu, berdasarkan riwayat-riwayat yang telah dikutip oleh para ulama ahli hadis yang jujur. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS. an-Nur: 40)

 

Yahya bin al-Yaman bercerita, “Aku melihat seseorang sedang tidur. Rambut dan jenggotnya berwarna hitam. Dalam tidurnya, dia bermimpi melihat manusia sedang dikumpulkan di Padang Mahsyar. Dia juga melihat sebuah sungai dari api, dan sebuah jembatan, yang di atasnya manusia sedang melintasinya. Karena penasaran, dia mendekati jembatan tersebut, dan ternyata tajamnya seperti pedang, yang bergerak ke Kanan dan ke kiri. Kemudian rambut dan jenggotnya berubah menjadi putih.”

 

Penjelasan Ayat, “Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka).” (Maryam: 71)

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Ibnu Mas( “ud, dan Ka’ab bin Ahbar, dalam Tafsir athThabari bahwa mereka berkata, “Yang dimaksud “mendatanginya” ialah melewati jembatan (ashShirath).” Hadis serupa juga diriwayatkan oleh as-Suddi dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Saw..

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najjad dari Abu al-Hasan Muhammad bin Abduilah bin Ibrahim bin as-Sulaithi dari Abu Abdillah Muhammad bin Ibrahim bin Sa’id al-Busyanji dari Salim bin Manshur bin Ammar dari Abi Manshur bin Ammar dari Basyr bin Thalhah al-Khuzami dari Khalid ad-Duraik dari Ya’la bin Munabbih bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, neraka akan berkata kepada orang beriman, “Lewatlah, hai orang beriman, karena cahayamu mampu memadamkan jilatan apiku.”

 

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud “mendatanginya” ialah memasuki. Demikian menurut riwayat dari Ibnu Mas’ud dari Ibnu Abbas dari Khalid bin Ma’dan dari Ibnu Juraij dan lainnya. Riwayat tersebut juga didukung oleh hadis Sa’id al-Khudri, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti. Jadi orang-orang durhaka akan memasuki neraka karena dosa-dosa mereka, dan kekasih-kekasih Allah dengan syafaat mereka.

 

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Mendatangi adalah memasuki. Tidaklah tersisa seorang pun, baik orang baik maupun orang jahat kecuali akan memasuki neraka. Namun, bagi orang-orang mukmin, neraka itu terasa dingin dan menyelamatkan mereka, seperti yang dialami oleh Ibrahim.” Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Kernudian Kari akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam (neraka) dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 72)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari seorang laki-laki dari Khalid bin Ma’dan, dia berkata bahwa para sahabat bertanya, “Bukankah Tuhan kami telah menjanjikan bahwa kami akan dikembalikan dari neraka?” Nabi Saw. menjawab, “Sesungguhnya kalian akan melintasinya saja, selama api itu padam.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sa’id al-Jizzi dari Abi al-Lail dari Gnunaim dari Abi al-Awwam dari Ka’ab bahwa dia membaca ayat,

 

“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka).” (QS. Maryam: 71)

 

Dia lalu berkata, “Tahukah kalian, apa yang dimaksud mendatanginya?” Mereka menjawab, ‘“Allah-lah yang lebih tahu.” Dia berkata, “Yang dimaksud ialah bahwa kelak neraka Jahanam akan didatangkan, dan manusia berpegangan seolah-olah seperti minyak licin, sehingga ketika seluruh manusia sudah menginjakkan telapak kakinya, baik yang taat maupun yang jahat, maka ada seruan, ambillah penghunimu, dan biarkanlah penghuniku. Lalu neraka kembali lagi bersama para penghuninya. Sesungguhnya neraka lebih tahu terhadap mereka daripada seorang ayah terhadap anaknya, dan selamatlah orang-orang beriman.”

 

Mujahid berkata, “Datangnya orang-orang mukmin ke neraka, maksudnya adalah demam yang menimpa salah seorang mereka sewaktu di dunia. Itu hanya bagi orang-orang mukmin. karenanya, di akhirat nanti, neraka tidak akan mendatanginya lagi.”

 

Untuk menguatkan hal itu, Abu Umar bin Abdul Barr meriwayatkan sebuah hadis dalam kitabnya, at-Tarmhid, dari Abu Hurairah bahwa suatu hari Rasulullah Saw. menjenguk orang-orang yang tengah menderita demam. Beliau lalu bersabda, bergembiralah kamu, karena sesungguhnya Allah telah berfirman, “itu adalah api-Ku yang Aku kenakan kepada hamba-Ku yang mukmin agar dia selamat dari api neraka di akhirat nanti”

 

Satu golongan berkata, yang dimaksud “mendatangi” adalah melihat neraka di dalam kubur. Orang yang sudah ditentukan Allah masuk neraka itu bisa keluar darinya berkat syafaat atau rahmat Allah. Mereka berpendapat pada hadis Ibnu Umar, “Apabila salah seorang kalian telah meninggal, maka dia akan diperlihatkan tempatnya pagi dan petang….”

 

Ada juga yang berpendapat, yang dimaksud “mendatangi” ialah mengawasi dan melihat neraka Jahanam dari dekat. Ini terjadi pada saat mereka akan dihisab, karena letak hisab berdekatan dengan neraka Jahanam. Sehingga, ketika sedang dihisab, mereka bisa melihat dan memandang ke arahnya. Kemudian Allah menyelamatkan orang-orang bertakwa dari apa yang mereka lihat, lalu mereka dibawa ke dalam surga. Sebaliknya, Allah akan membiarkan orang-orang zalim, lalu mereka digiring ke neraka.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan ketika dia sampai di sumber air negeri Madyan.” (QS. al-Qashash: 23)

 

Maksudnya, kata warada dalam ayat itu berarti melihat atau mengawasinya, bukan memasukinya.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Hafshah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah masuk neraka seorang pun dari ahli Badar dan Hudaibiyah.” Aku lalu bertanya, wahai Rasulullah, jalu bagaimana dengan maksud firman Allah,

 

“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu yang tidak mendatanginya (neraka)?” (QS. Maryam: 71)

 

Beliau lalu menjawab dengan firman-Nya, “kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang bertakwa.” (QS. Maryam: 72)

 

Ada yang berpendapat bahwa Khitab atau percakapan dalam surah Maryam ayat 71 tersebut ditujukan kepada orang-orang kafir. Demikian juga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Waki’ dari Syu’bah dari Abdullah bin as-Sa’ib dari seseorang dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa surah Maryam ayat 71 itu arah pembicaraannya ditujukan kepada orang-orang kafir.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwasanya dia membaca, “Wa in minkum ….” untuk menjawab ayat-ayat sebelumnya, yaitu firman Allah Ta’ala,

 

“Maka demi Tuhanmu, sungguh, pasti akan Kami kumpulkan mereka bersara setan, kemudian pasti akan Kami datangkan mereka,” (QS. Maryam: 68)

 

“Siapa di antara mereka yang sangat durhaka,” (QS. Maryam: 69)

 

“Selanjutnya Kami sungguh lebih mengetahui orang yang seharusnya (dimasukkan) ke dalam neraka.” (QS. Maryam: 7O)

 

“Dan tidak ada seorang pun di antara kamu,” (QS. Maryam: 71)

 

Ikrimah dan beberapa ulama salaf lainnya juga membacanya seperti itu.

 

Ada pendapat yang mengatakan, maksud kata minkum (QS. Maryam: 71) di sini yaitu orang-orang kafir. Dengan kata lain, Allah berfirman, katakanlah kepada mereka, wahai Muhammad, “Tidak seorang pun dari kamu (orang-orang kafir).”

 

Sedangkan menurut mayoritas ulama, percakapan tersebut ditujukan kepada seluruh manusia, karena mereka semua pasti mendatanginya, meskipun timbul perselisihan pendapat mengenai maksud “mendatangi”. Tetapi menurut pendapat yang sahih, yang dimaksud adalah memasuki, berdasarkan hadis Abu Sa’id al-Khudri yang telah saya kemukakan.

 

Diriwayatkan oleh ad-Darimi Abu Muhammad dalam Musnada-nya, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Manusia akan masuk neraka kemudian mereka akan keluar darinya berkat amal-amal mereka. Yang pertama, di antara mereka keluar bagaikan cepatnya kilat, kemudian bagaikan cepatnya angin, kemudian bagaikan cepatnya kuda berlari, kemudian bagaikan cepatnya pengendara dalam kendaraannya, kemudian bagaikan orang yang berjalan kaki sangat cepat.” Hadis yang sama diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Hakim.

 

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun dari kaum muslimin yang ditinggal mati oleh ketiga anaknya, kemudian dia tersentuh api neraka, melainkan itu hanya penebus sumpahnya saja.” Hadis ini diterangkan oleh sejumlah imam Ahli Hadis.

 

Az-Zuhri berkata, itulah maksud ayat 71 Surah Maryam itu. Ini diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya.

 

Riwayat tersebut menjelaskan apa yang saya sampaikan tadi. Api neraka memang akan menyentuh siapa saja, tetapi bagi orang-orang beriman, api neraka akan terasa dingin hingga mereka bisa selamat darinya.

 

Khalid bin Ma’dan berkata, ketika para penghuni surga sudah masuk ke dalam surga, maka mereka berkata, “Bukankah Tuhan kita telah menyatakan bahwa kita pasti akan masuk neraka?” Maka dikatakan kepada mereka, “Sungguh kalian telah mendatanginya, dan kalian mendapatinya dalam keadaan padam.”

 

Menurutku, sebagai kompromi berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa siapa pun akan mendatangi neraka. Tetapi, jika dia tidak merasakan sakit atau panasnya neraka, berarti dia dijauhkan dan diselamatkan darinya. Mudah-mudahan Allah berkenan menyelamatkan kita darinya berkat kebaikan dan kedermawanan-Nya. Semoga Dia berkenan pula menjadikan kita termasuk orang yang akan mendatanginya dengan selamat dan keluar darinya dalam keadaan beruntung.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Atha’, dia berkata bahwa Abu Rasyid al-Haruri berkata kepada Ibnu Abbas dengan mengutip firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka tidak mendengar bunyi desis (api neraka).” (QS. al-Anbiya’: 102)

 

Ibnu Abbas lalu berkata kepadanya, “Apakah kamu gila? Lalu bagaimana dengan firman-Nya,

 

“Dan tidak ada seorang pun di antara kalian yang tidak mendatanginya (neraka),” (QS. Maryam: 71)

 

Dan firman-Nya, “Lalu membawa mereka masuk ke dalam neraka,” (QS. Hud: 98)

 

Serta firman-Nya, “Ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga?’” (QS. Maryam: 86)

 

Karenanya, di antara doa orang-orang dahulu ialah, “Ya Allah, keluarkanlah aku dari neraka dalam keadaan selamat, dan masukkanlah aku ke dalam surga dalam keadaan beruntung.”

 

Banyak ulama merasa sedih mendengar nash yang menyatakan bahwa setiap orang itu pasti akan mendatangi neraka, dan tidak ada penjelasan lebih lanjut yang menyatakan apakah akan keluar atau tidak.

 

Karenanya, seorang ulama bernama Abu Maisarah, setiap kali berangkat ke tempat tidur, dia selalu berkata, “Aduh, seandainya saja dahulu ibuku tidak melahirkanku.” Mendengar itu istrinya merasa heran dan bertanya, “Hai Abu Maisarah, bukankah selama ini Allah telah berbuat baik kepadamu, dan menunjukkanmu kepada Islam?” Dia menjawab, “Benar, tetapi Allah menjelaskan kepada kita bahwa kita pasti akan mendatang neraka, namun Dia tidak menjelaskan bahwa kita akan keluar darinya.”

 

Diriwayatkan dari al-Hasan, dia berkata, ada seorang laki-laki yang berkata kepada sauda, ranya, “Hai saudaraku, apakah kamu sudah mendengar suatu riwayat bahwasanya kamu akan mendatangi neraka?” Dia menjawab, “Ya.” La ki-laki itu berkata lagi, “Dan apakah kamu juga mendengar bahwa kamu akan keluar darinya Dia menjawab, “Tidak.” Lalu, laki-laki itu berkata, “Jadi kenapa kamu masih bisa tertawa gembira” Konon sejak itu, saudara al-Hasan tidak pernah terlihat tertawa hingga dia meninggal.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dalam masalah ini, dia berkata kepada Nafi’ bin al-Azraq, seorang Khawarij, “Aku dan kamu pasti akan mendatangi neraka. Tetapi, Allah akan menyelamatkanku darinya, sedang kamu, aku tidak yakin Allah berkenan menyelamatkanmu darinya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ismail bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Ashim, dia berkata, suatu hari Ibnu Rawahah menangis, dan istrinya pun ikut menangis. Ibnu Rawahah bertanya kepada istrinya, “Kenapa engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Aku menangis karena melihat engkau menangis.” Ibnu Rawahah berkata, “Aku menangis karena aku tahu bahwa aku pasti mendatangi neraka. Namun, aku tidak tahu, apakah aku akan selamat darinya ataukah tidak.”

 

Ucapan Orang-orang Mukmin di Atas ash-Shirath

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari al-Mughirah bin Syu’bah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, perkataan orang-orang mukmin sewaktu meniti jembatan adalah, “Wahai Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.”

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim, Nabi kalian berdiri di atas jembatan seraya berdoa, “Wehai Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.’

 

Orang yang Tidak Berhenti Sekejap Mata pun di Atas ash-Shirath

 

Diriwayatkan oleh al-Wa’ili Abu Nashr dalam kitabnya, al-Ibanah, dari Muhammad bin al-Hajjaj dari Muhammad bin Abdurrahman arRab’i dari Ali bin Husain Abu Ubaid dari Zakaria bin Yahya Abi Sikkin dari Abdullah bin Shalih al-Hamani dari Abu Hammam al-Qarsyi dari Sujaiman bin al-Mughirah dari Qais bin Muslim dari Thawus dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. berpesan kepadanya, “Ajarkanlah sunahku kepada manusia walaupun mereka tidak menyukainya. Dan, jika kamu tidak ingin dihentikan di atas jembatan barang sekejap mata pun, hingga kamu masuk ke dalam surga, maka janganlah kamu mengada-adakan sesuatu yang baru dalam agama Allah berdasarkan pendapatmu.” Menurut al-Wa’ili, hadis ini gharib, sanad dan matannya hasan.

 

Orang-orang yang Akan Selamat Ketika Menyeberangi ash-Shirath

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Sulaiman bin Ahmad dari Hasan bin Arafah dari Hani’ bin al-Mutawakkil dari Abu Rabi’ah Sulaiman bin Rabi’ah dari Musa bin Ubaidah dari Muhammad bin Ka’ab al-Qardhi dari Abu Wurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang bersedekah dengan baik, maka dia akan dapat menyeberangi jembatan. Dan, barang siapa yang memenuhi hajat seorang janda, maka Allah akan memberikan ganti pada harta peninggalannya.” Abu Nu’aim berkata, hadis ini gharib dari hadis Muhammad. Diriwayatkan sendiri oleh Sulaiman dari Musa.

 

Diriwayatkan oleh al-Khattali Abu al-Qasim dari Utsman bin Sa’id Abu Amr al-Anthaki dari Ali bin al-Haitsam dari Ibrahim bin Basyar dari seorang syekh yang biasa dipanggil Abu Ja’far, dia berkata, aku tidur dan bermimpi seakan-akan aku sedang berhenti di sebuah jembatan di atas neraka Jahanam. Aku menyaksikan sebuah huru-hara yang sangat besar. Saat itu, aku berpikir tentang nasibku, bagaimana nanti caranya menyeberangi jembatan itu? Tiba-tiba ada yang menyeru dari belakangku, “Hai hamba Allah, letakkan dahulu beban yang engkau bawa, dan menyeberanglah.” Aku lalu bertanya, “Beban apa yang aku bawa?” Dia menjawab, “Tinggalkan dunia, dan menyeberanglah.”

 

Diriwayatkan oleh al-Khattali Abu al-Qasim dari Abu Bakar Khalifah al-Harits dari Amr bin Jarir dari Ismail bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim, dia berkata, aku pernah mendengar Abu Darda’ berpesan kepada putranya, “Wahai puIraku, janganiah kamu tinggal Kecuali di masjid, Karena masjid adalah rumah bagi orang-orang yang bertakwa. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa barang siapa yang menjadikan masjid sebagai rumahnya, maka Allah akan memberikan kepadanya ketenangan dan rahmat kepadanya, serta akan menolongnya menyeberangi jembatan.”

 

Menurutku, hadis ini membenarkan pengalaman mimpi seorang syekh yang bernama Abu Ja’far, seperti yang saya Kemukakan tadi. Sebab, orang yang merasa tenang tinggal di masjid dan menjadikannya sebagai rumah, maka dia akan berpaling dari hal-hal yang bersifat duniawi dan berkonsentrasi melakukan kepentingan-kepentingan akhirat.

 

Tiga Tempat yang Tidak Ditinggalkan Nabi Saw. Disebabkan Dahsyatnya Peristiwa di Sana

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas, dia berkata, “Aku memohon kepada Rasulullah Saw. agar beliau berkenan memberiku syafaat pada hari Kiamat.” Beliau lalu bersabda, “Insya Allah akan aku penuhi.” Aku bertanya, “Di mana aku akan mencari engkau?” Beliau menjawab, “Pertama-tama, cerita aku di atas jembatan (ash-Shirath).” Lalu aku bertanya lagi, “Kalau aku tidak menjumpai engkau?” Beliau menjawab, “Carilah aku di dekat timbangan (Mizan).” Aku bertanya lagi, “Dan, kalau aku juga tidak menjumpai engkau di sana?” Beliau menjawab, “Carilah aku di dekat telaga. Karena, sesungguhnya aku tidak akan meninggalkan tiga tempat tersebut.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan.

 

Dalam sebuah hadis bersumber dari Aisyah yang sudah dikemukakan, bahwa Nabi Saw. bersabda, “…. Pada tiga tempat, tidak ada seorang pun yang ingat kepada yang lainnya. Yaitu, pada saat amalnya sedang dihisab hingga diketahui timbangannya, apakah lebih ringan atau lebih berat; Pada saat lembaran-lembaran catatan amalnya dilayangkan hingga diketahui di mana buku tersebut jatuh, apakah di tangan kanannya, tangan kirinya, atau dari belakang punggungnya; Dan, pada saat sedang berada di atas jembatan (ash-Shirath), jika telah sampai di atas Jahanam hingga dia berhasil! melewatinya.”

 

Malaikat Mempertemukan Para Nabi Dengan Umatnya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abdullah bin Salam, dia berkata, jika hari Kiamat telah terjadi, Allah mengumpulkan para nabi berikut umat mereka satu demi satu, dan yang terakhir adalah Nabi Muhammad dan umatnya. Setelah jembatan dibentangkan di atas neraka Jahanam, maka terdengarlah seruan yang menyeru, “Di mana Muhammad dan umatnya?”

 

Beliau lalu bangkit berdiri dan diikuti oleh umatnya, baik yang saleh maupun yang jahat. Ketika beliau sudah berada di atas jembatan, maka Allah membutakan mata musuh-musuhnya hingga mereka jatuh beterbangan ke kanan dan ke kiri. Sedangkan Nabi Saw. dan orang-orang saleh yang bersamanya terus berlalu. Kemudian mereka disambut oleh para malaikat yang menjadi pemandu jalan mereka menuju surga.

 

Begitu sampai di hadapan Allah, beliau dipersilahkan duduk di atas sebuah kursi di dari sisi lain. Kemudian dipanggillah nabi-nabi lain berikut umatnya masing-masing satu demi satu, hingga yang terakhir ialah Nabi Nuh a.s.. Semoga Allah merahmatinya.”

 

Ash-Shirath Kedua yang Membentang Antara Surga dan Neraka

 

Di akhirat itu terdapat dua jembatan. Pertama ialah jembatan yang akan dilewati oleh seluruh makhluk Padang Mahsyar, baik yang timbangannya berat maupun ringan, kecuali mereka yang masuk ke surga tanpa hisab, atau orang yang akan dimasukkan ke dalam neraka.

 

Tidak ada yang selamat melewati jembatan besar ini kecuali orang-orang beriman. Namun, di antara mereka ada sekian orang yang amal kebaikannya tidak bisa melunasi kezaliman-kezaliman yang pernah mereka lakukan kepada orang lain. Maka, mereka tertahan di jembatan yang kedua. Insya Allah, tidak ada seorang pun dari mereka yang akan kembali lagi ke neraka, karena mereka telah berhasil menyeberangi jembatan yang pertama yang dibentangkan di atas neraka Jahanam. Di mana banyak yang berjatuhan ke dalamnya karena dosa-dosanya dan kejahatannya.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang beriman akan selamat dari neraka, lalu mereka tertahan di sebuah jembatan yang menghubungkan antara surga dan neraka untuk menyelesaikan kezaliman-kezaliman yang terjadi di antara mereka sewaktu di dunia. Ketika sudah suci kembali, mereka diizinkan masuk ke dalam surga. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, salah seorang di antara mereka itu lebih tahu tempat tinggalnya di dalam surga daripada tempat tinggal miliknya sewaktu di dunia.”

 

Menurutku, yang dimaksud “Orang-orang beriman akan selamat dari neraka,” adalah yang berhasil melewati jembatan yang terbentang di atas neraka. Hadis ini menunjukkan bahwa di akhirat kelak, keadaan orang-orang beriman itu bermacam-macam.

 

Mugatil berkata, setelah mereka melewati jembatan yang dibentangkan di atas neraka Jahanam, mereka lalu berhenti di sebuah jembatan yang terletak di antara surga dan neraka, Kemudian mereka diperintahkan untuk menyelesaikan kezaliman-kezaliman yang pernah terjadi di antara mereka sewaktu di dunia. Jika mereka telah bersih kembali, Malaikat Ridhwan dan teman-temannya menyambut mereka dengan ucapan, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar: 73)

 

Ad-Daruquthi meriwayatkan sebuah hadis yang menerangkan bahwa letak surga itu sesudah jembatan.

 

Menurutku, maksud ad-Daruquthi yaitu sesudah melewati jembatan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Bukhari di atas. Wallahu a’lam. Atau, mungkin hal itu berlaku bagi orang yang masuk neraka tetapi kemudian berhasil keluar darinya karena mendapatkan syafaat. Mereka ini tidak ditahan, namun begitu keluar dari neraka, mereka langsung menyebar mandi di sungai-sungai yang berada di dalam surga. Hal ini akan diterangkan pada bab selanjutnya.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis sahih dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Beberapa orang penghuni surga itu ada yang ditahan di sebuah jembatan yang menghubungkan antara surga dan neraka. Mereka ditanya tentang kelebihan harta yang ada di tangan mereka dahulu.”

 

Riwayat ini tidak bertentangan dengan hadis Bukhari di atas, karena makna kedua hadis tersebut berbeda sesuai dengan konteksnya masing-masing. Begitu juga tidak ada pertentangan antara sabda Nabi Saw., “Salah seorang di antara mereka itu lebih tahu tempat tinggalnya di dalam surga daripada tempat tinggal miliknya sewaktu di dunia,” dengan ucapan Abdullah bin Salam, “Kemudian mereka disambut oleh para malaikat yang menjadi pemandu jalan mereka menuju surga.” Soalnya, hal ini berlaku bagi orang yang tidak ditahan di atas jembatan dan tidak pula masuk neraka. Mereka akan dikeluarkan dari tempat tersebut dan ditempatkan di pintu surga.

 

Ada yang berpendapat bahwa hal itu berlaku bagi mereka semua. Artinya, ketika para malaikat yang membawa mereka tiba di depan pintu surga, masing-masing di antara mereka lebih tahu di mana letak tempatnya di surga daripada tempat tinggal miliknya sewaktu di dunia. Dan itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.” (QS. Muhammad: 6)

 

Sebagian besar ulama ahli tafsir mengatakan, ketika penghuni surga sudah masuk ke dalam surga, dikatakan kepada mereka, “Berpencarlah kalian ke tempat tinggal kalian masing-masing.” Ternyata, mereka lebih mengenal tempat tinggal mereka daripada orang-orang yang shalat Jumat di saat mereka pulang rumah mereka masing-masing.

 

Konon, para penghuni surga bisa mengenali tempat tinggal mereka di dalam surga tersebut karena dibimbing oleh para malaikat. Namun, pendapat tersebut dibantah oleh hadis Abu Sa’id al-Khudri di atas. Wallahu a‘lam.

 

Penganut Agama Tauhid yang Masuk Neraka Mati dan Terbakar, Lalu Mereka Keluar darinya Karena Mendapat Syafaat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Adapun penghuni asli neraka, mereka tidak mati dan juga tidak hidup di dalamnya. Namun, ada beberapa orang yang masuk neraka karena dosa dan kesalahan-kesalahan mereka, maka Allah mematikan mereka dengan satu kematian. Sehingga, tatkala mereka hangus, Allah mengizinkan pemberian syafaat kepada mereka. Kemudian mereka dikeluarkan dengan berkelompok-kelompok, lalu mereka dimasukkan ke sungai-sungai di dalam surga. Kemudian dikatakan kepada mereka, hai penghuni surga, siramlah mereka. Mereka lalu tumbuh seperti tumbuhnya biji-bijian yang tersapu banjir.” Maka seorang laki-laki dari satu kaum berkata, “Mungkin, Rasulullah Saw. pernah menggembalakan kambing di suatu pedalaman.”

 

Kematian yang diterangkan dalam hadis di atas adalah kematian yang sebenarnya bagi Orang-orang yang bermaksiat di kalangan orang-orang mukmin. Dan, itu diperkuat lagi dengan kalimat mashdar “imatatan” yang artinya satu kematian. Kematian tersebut merupakan penghormatan bagi mereka agar tidak merasakan pedihnya azab setelah dibakar. Ini berbeda dengan penghuni asli neraka yang sebenarnya, yang hidup abadi di sana. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain agar mereka merasakan azab.” (QS. an-Nisa’: 56)

 

Ada yang berpendapat, kematian mereka itu tidak dalam arti yang sebenarnya, tetapi merupakan ungkapan lain bahwa mereka sedang tidur hingga tidak bisa merasakan sakitnya azab. sebab kalau seseorang sedang tidur, praktis ia tidak bisa merasakan sakit atau nikmat apa pun. Allah juga menyebut tidur itu mati, sebagaimana firman-Nya,

 

“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur.” (QS. az-Zumar; 42)

 

Artinya, ia dalam keadaan tidur, bukan dalam keadaan mati yang sebenarnya, yang ditandai dengan keluarnya roh dari badan. Allah terkadang juga menggunakan kalimat sha’iqa untuk mengartikan kematian, sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di Burni, kecuali mereka yang dikehendaki Allah.” (QS. azZumar: 68)

 

Diceritakan bahwa Nabi Musa a.s. pernah tersungkur dan mengalami pingsan. itu pula bukanlah mati yang sebenarnya. Karenanya, hilangnya rasa senang dan sakit di alam nyata bisa disebut mati.

 

Atau, maksud kematian dalam hadis tersebut yaitu, bahwa mereka tidaklah merasakan sakit meski mereka tetap hidup, hal itu karena adanya pertolongan Allah semata. Contohnya, seperti yang dialami oleh beberapa wanita yang memotong-motong jari tangannya sendiri Karena terkesima memandang ketampanan Nabi Yusuf a.s..

 

Tetapi, di antara sekian banyak pendapat, yang sahih ialah pendapat pertama. Selain diperkuat dengan penggunaan kalimat mashdar, juga diperkuat dengan sabda beliau dalam hadis yang sama, “… sehingga tatkala mereka hangus.” itu artinya bahwa orang-orang mukmin yang berada di neraka itu akan sungguh-sungguh mengalami mati, sebagaimana halnya penghuni neraka yang sungguh-sungguh tetap hidup dan tidak akan pernah mati.

 

Ada sementara orang yang bertanya, apa artinya memasukkan mereka ke dalam neraka kalau mereka tidak merasakan siksaan yang pedih di dalamnya? Jawabannya, bisa jadi hal itu untuk memberikan pelajaran kepada mereka, kendatipun mereka tidak disiksa di dalamnya. Karenanya, selama mereka tinggal di neraka, mereka tidak mendapatkan kenikmatan-kenikmatan surga. Ini jelas merupakan hukuman tersendiri bagi mereka.

 

Sama seperti halnya orang-orang yang ditahan di penjara. Sekalipun tidak dibelenggu atau diikat, namun keberadaan mereka di tempat tersebut jelas merupakan hukuman atau siksaan bagi mereka. Wallahu a‘lam.

 

Orang yang Mendapat Syafaat Sebelum Masuk Neraka Karena Kesalehan Suatu Amal

 

Diriwayatkan oleh Abdullah Muhammad bin Maisarah al-Jaballi al-Qurthubi dalam kitabnya, at-Tabyin, dari ayahku dan Ibnu Wadhah dari Anas secara marfu’, dia berkata, para penghuni neraka berbaris dan diikat. Ketika mereka melihat seorang penghuni surga lewat, salah seorang di antara mereka berkata, “Hai Fulan, ingatkah kamu kepada seseorang yang dahulu pernah memberimu air minum pada hari ini dan ini?” Penghuni surga itu menjawab, “Aku yakin orang itu pasti kamu.” Dia berkata, “Ya, benar.’ Lalu penghuni surga itu memberi syafaat kepadanya, dan syafaatnya diterima.

 

Salah seorang penghuni neraka lainnya berkata kepada penghuni surga, “Hai Fulan, ingatkah kamu kepada seseorang yang dahulu pernah memberimu air wudhu pada hari ini dan ini?” Penghuni surga itu menjawab, “Ya.” Lalu penghuni surga itu memberi syafaat kepadanya, dan syafaatnya diterima.

 

Menurutku, hadis serupa juga diriwayatkan oleh ibnu Majah dalam Sunan-nya dari Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Ali bin Muhammad dari al-A’masy dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, manusia akan dibariskan dalam beberapa baris menurut lbnu Numair, maksudnya penghuni surga Maka, seorang laki-laki penghuni neraka mendatangi seorang laki-laki penghuni surga dan berkata, “Hai Fulan, ingatkah kamu pada suatu hari ketika kamu meminta minum kepadaku lalu aku beri kamu minum seteguk air?” Lalu, laki-laki penghuni surga itu memberi syafaat kepadanya.

 

Lalu, ada laki-laki lain dari penghuni neraka yang mendatangi seorang laki-laki penghuni surga dan berkata, “Hai Fulan, ingatkah kamu pada suatu hari ketika aku memberimu air untuk bersuci?” Lalu, laki-laki penghuni surga itu memberi syafaat kepadanya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh berikut isnadnya dari ats-Tsauri dari al-A’masy dari Syafiq dari Abdullah mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Agar Allah menyempurnakan pahalanya kepada mereka dan menambah karunia-Nya.” (QS. Fathir: 30)

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Pahala mereka adalah surga, dan tambahan karunia bagi mereka adalah pemberian syafaat kepada orang yang seharusnya masuk neraka, yang dulunya dia itu pernah berbuat baik kepada mereka sewaktu di dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dari Abu Ja’far ath-Thahawi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah akan mengumpulkan penghuni surga dan penghuni neraka dalam beberapa barisan. Lalu, salah seorang penghuni neraka memandang kepada seseorang penghuni surga dan berkata, “Hai Fulan, ingatkah kamu pada suatu hari di saat aku pernah berbuat baik kepadamu?” Lalu penghuni surga itu berkata, “Ya Allah, orang ini sewaktu di dunia pernah berbuat baik kepadaku.” Lalu dikatakan kepadanya, “Gandenglah dia, dan ajaklah masuk ke dalam surga karena rahmat Allah ‘Azza wa Jalla.” Anas berkata, “Aku bersaksi bahwa aku benar-benar mendengar sendiri dari Rasulullah Saw..”

 

Abu Abdullah Muhammad bin Maisarah berkata, aku pernah membaca dalam sebuah kitab yang dinamakan Zabur, sesungguhnya Aku pada hari Kiamat akan menyeru kepada hamba-hamba-Ku yang zuhud, lalu Aku berkata kepada mereka, “Hai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku telah menghilangkan kesenangan dunia atas kalian bukan karena Aku ingin menghinakan kalian, tapi Aku ingin membalas kalian pada hari ini dengan sempurna.

 

Sekarang, masuklah kalian ke celah-celah barisan. Jika kalian mendapati orang yang kalian cintai sewaktu di dunia, atau orang yang pernah menolong memenuhi kebutuhan kalian sewaktu di dunia, atau orang yang pernah membantah gunjingan tentang kalian, atau orang yang pernah memberi makan kalian walau hanya sesuap saja demi mengharap keridaan-Ku, maka gandenglah tangannya dan ajaklah ia masuk ke dalam surga.” Perbincangan Penghuni Surga dan Penghuni Neraka Tentang Syafaat

 

Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya, ihya ‘Ulum ad-Din, menuturkan sebuah riwayat dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sungguh ada seorang penghuni surga pada hari Kiamat mendekati penghuni neraka. Tiba-tiba dia mendengar seorang penghuni neraka memanggilnya, “Hai Fulan, masih kenalkah kamu kepadaku?” Penghuni surga lalu menjawab, “Demi Allah, aku tidak mengenaimu. Siapa kamu sebenarnya? Penghuni neraka itu berkata, “Aku adalah orang yang pernah menolongmu di dunia dengan memberi seteguk air di saat kamu meminta minum kepadaku.” Penghuni surga lalu menjawab, “Ya, aku baru tahu sekarang.”

 

Lalu penghuni neraka itu berkata lagi, “Sekarang, tolong mohonkan syafaat kepada Tuhanmu untukku.” Maka penghuni surga itu memohonkan syafaat kepada Allah untuk orang itu, dan menceritakan apa yang telah dialaminya. Kemudian, Allah pun berkenan memberinya syafaat. Lalu dia disuruh untuk mengeluarkan orang tersebut dari neraka. Wallahu a’lam.

 

Para Pemberi Syafaat di Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari Utsman bin Affan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, ada tiga golongan yang akan memberi syafaat, yaitu: para nabi, para ulama, dan para syuhada.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu as-Samak Abu Amr Utsman bin Ahmad dari Yahya bin Ja’far bin Zubair dari Ali bin Ashim dari Khalid al-Hadza’ dari Salamah bin Kuhail dari ayahnya dari Abu Za’ra’ dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Nabi kalian adalah pemberi syafaat yang keempat. Pertama adalah Jibril, lalu Ibrahim, lalu Musa atau isa, lalu Nabi kalian Saw., lalu para malaikat, lalu para nabi yang lain, lalu orang-orang jujur, lalu orang-orang yang mati syahid (syuhada).

 

Lalu, ada suatu kaum yang masih tetap berada di neraka Jahanam, maka ditanyakan kepada mereka sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?’ Mereka menjawab, “‘Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat, dan kami (juga) tidak memberi makan orang miskin.” (QS. al-Muddatstsir: 42-44)

 

Sampai dengan firman-Nya,

 

“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat.” (QS. al-Muddatstsir: 48)

 

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Mereka adalah orang-orang yang masih tetap berada di neraka Jahanam.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, ini merupakan kedudukan (tempat) yang terpuji bagi Nabi Muhammad Saw.., sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Yahya bin Salamah bin Kuhail dari ayahnya dari Abu Za’ra’ dari Abdullah, dia berkata, “Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memberikan izin untuk memberi syafaat. Maka tampillah Jibril, kemudian Ibrahim khalilullah, kemudian Musa atau Iisa.” Abu Za’ra’ berkata, aku tidak tahu, siapa di antara mereka yang berbicara.

 

Selanjutnya yang keempat ialah Nabi kalian, Muhammad Saw.. Beliaulah yang paling banyak memberi syafaat, dan tidak ada lagi setelahnya orang yang memberi syafaat sebanyak itu. Dan, itulah yang disebut sebagai kedudukan yang terpuji sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-tsra’: 79)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abdullah bin Abu al-Jad’a bahwasanya dia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Sungguh, akan masuk surga dengan syafaat seseorang dari umatku, lebih banyak dari Bani Tamim.” Para sahabat lalu bertanya, “Selain engkau, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, selain aku.” Aku lalu bertanya kepada ibnu Abu al-Jad’a, “Engkau mendengar itu langsung dari Rasulullah Saw.?” Dia menjawab, “Ya, aku mendengarnya dari beliau.”

 

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Tirmidzi. Menurutnya, itu adalah hadis hasan shahih gharib, karena hanya itu satu-satunya hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu al-Jad’a.

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa hadis itu juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitab Dala’il an-Nubuwwah dari Abdul Wahab atsTsaqafi dari Hisyam bin Hayyan dari al-Hasan, dia berkata, “Sesungguhnya orang yang dimaksud daiam hadis tadi adalah Uwais al-Qarni.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu as-Sammak dari Yahya bin Ja’far dari Syababah bin Suwar dari Jarir bin Utsman dari Abdullah bin Maisarah dari Habib bin ‘Adi ar-Rahibi dari Abu Umamah, dia bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan masuk surga dengan syafaat seseorang dari umatku, sebanyak salah satu dari dua suku, Rabi’ah atau Mudhar.” Seorang sahabat bertanya, “Apa kelebihan suku Rabi’ah dan suku Mudhar?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku hanya mengatakan apa yang harus aku katakan.”

 

Menurut al-Masyikhah, laki-laki yang dimaksud adalah Utsman bin Affan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi sebuah hadis dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara umatku, ada yang akan memberi syafaat kepada sekelompok manusia, ada yang memberi syafaat kepada sebuah kabilah, ada yang memberi syafaat kepada sebuah golongan, dan ada pula yang memberi syafaat kepada seseorang hingga mereka semua masuk ke dalam surga.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzari dalam Musnad-nya, dari Tsabit dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “Sesungguhnya_ seorang laki-laki bisa memberi syafaat kepada dua atau tiga orang.”

 

Al-Qadhi lyadh dalam kitabnya, asy-Syifa’, mengutip sebuah riwayat dari Ka’ab yang menyatakan, “Sesungguhnya setiap laki-laki dari golongan sahabat akan memberi syafaat.”

 

Diriwayatkan oleh ibnu al-Mubarak dari Abdurrahman bin Yazid bin Jabir bahwasanya dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya di antara umatku akan ada seorang laki-laki yang akan dikatakan kepadanya, “Shilah bin Asyim masuk surga dengan syafaatnya begini dan begini.”

 

Apakah Penghuni Neraka Mendapat Syafaat?

 

Ada sementara orang yang bertanya, bagaimana mungkin syafaat bisa diberikan kepada orang yang telah masuk neraka? Lalu bagaimana dengan firman-firman Allah berikut ini,

 

“Sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya.” (QS. Ali Imran: 192)

 

“Dan mereka tidak memberikan syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah.” (QS. al-Anbiya’’: 28)

 

“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang Dia dikehendaki dan Dia ridai.” (QS. an-Najm: 26)

 

“Pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. at-Tahrim: 8)

 

Maka, kita jawab, bahwa itu adalah pendapat orang-orang yang diancam akan sesat dari jalan yang benar. Adapun menurut pendapat golongan Ahlus Sunnah, yang menggunakan dasar al-Qur‘an dan as-sunnah, syafaat itu berguna bagi orang-orang mukmin yang melakukan perbuatan maksiat hingga akhirnya mereka semua masuk ke dalam surga.

 

Mengenai ayat pertama, rujukan penafsirannya adalah pada riwayat Anas bin Malik, yakni bahwa yang dimaksud firman-Nya, “Yang Engkau masukkan ke dalam neraka,” adalah yang dimasukkan ke neraka secara abadi. Dan yang dimaksud firman-Nya, “Engkau telah menghinakannya,” ialah yang Engkau binasakan dan Engkau murkai.

 

Berdasarkan hal inilah Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Sesungguhnya ayat tersebut khusus bagi orang-orang yang tidak mungkin dikeluarkan dari neraka.” Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala pada bagian akhir ayat tersebut, yaitu,

 

“Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang yang zalim.” (QS. Ali ‘Imran: 192) Yang dimaksud zalim di sini adalah orang-orang kafir.

 

Bagi orang-orang mukmin yang berdosa, kalimat hina tersebut bisa saja diartikan dengan malu. Dan, hal itu berlaku dalam makna bahasa Arab. Artinya, pada waktu itu, orang-orang mukmin merasa malu kepada para penghuni neraka lainnya dari pemeluk agama lain karena harus masuk neraka hingga mereka dikeluarkan darinya. Sedangkan hina bagi orang-orang kafir berarti binasa di dalam neraka tetapi tidak mati. Berbeda dengan orang-orang mukmin yang memang mati di dalamnya, kemudian mereka keluar darinya Karena syafaat dari orang yang telah mendapatkan restu dari Allah, di samping rahmat Allah Yang Maha Pemurah itu sendiri. Pada saat itulah, mereka mendapat rida serta diridai Allah.

 

Selanjutnya, Allah tidak akan memberi restu untuk masuk ke dalam surga kepada siapa pun selama dia masih mempunyai persoalan dengan sesamanya yang belum terselesaikan, Namun setelah memperoleh syafaat, maka dia baru dipertemukan dengan orang-orang yang beruntung dan mendapatkan rida-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan seru semesta alam.

 

Adapun firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya” (QS. at-Tahrim: 8)

 

Itu. maknanya bahwa Allah tidak akan menyiksa nabi, dan juga tidak akan menyiksa orang-orang mukmin. Dan, jika di dalam neraka Allah menyiksa dan mematikan orang-orang mukmin yang berdosa, maka Allah akan mengeluarkan mereka dari neraka karena mendapatkan syafaat serta rahmat-Nya.

 

Orang-orang yang Mendapat Syafaat

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari Yahya dari Abu Abdurrahman al-Khattali dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash dari Nabi Saw., beliau bersabda, sesungguhnya puasa dan al-Qur‘an akan memberi syafaat kepada seorang hamba. Puasanya akan berkata, “Wahai Tuhanku, aku pernah menghalangi dia dari makan, minum, dan kesenangan-kesenangan lainnya pada siang hari, maka aku akan memberi syafaat kepadanya.” Dan al-Qur’an berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah menghalangi dia dari tidur di malam harinya, maka aku akan memberi syafaat kepadanya.” Lalu, keduanya memberi syafaat.

 

Diriwayatkan oleh Muslim sebuah hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri, setelah beliau bersabda tentang neraka Jahanam, maka beliau lalu bersabda, “Hingga, pada saat orang-orang mukmin sudah bebas dari neraka, maka demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang lebih gigih dalam memohon kepada Allah dalam urusan haknya daripada orang-orang mukmin pada hari Kiamat, selain untuk saudara-saudara mereka yang masih berada di dalam neraka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika Allah telah membebaskan orang-orang mukmin dari neraka, dan mereka pun sudah merasa aman, maka perbantahan salah seorang dari kalian dengan temannya sewaktu di dunia, itu tidaklah lebih kuat daripada perbantahan sesama orang-orang mukmin yang masuk ke dalam neraka.

 

Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, mereka adalah saudara-saudara kami. Mereka berpuasa, shalat, dan berhaji bersama kami.” Lalu dikatakan kepada mereka, “Keluarkan siapa saja yang kalian kenal.” Maka wajah mereka terjaga dari api neraka. Lalu, mereka pun mengeluarkan banyak manusia yang sudah terbakar api hingga ke pertengahan betis dan kedua lututnya. Mereka lalu. berkata, “Wahai Tuhan kami, tidak ada seorang pun yang tertinggal di sana dari mereka yang Engkau perintahkan kami mengejuarkannya.”

 

Kemudian Allah “Azza Wa Jalla berfirman, “Kembalilah! Jika kalian menemukan seseorang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat satu dinar sekalipun, maka keluarkanlah ia.” Maka mereka mengeluarkan manusia dari neraka dalam jumlah yang cukup banyak lagi. Kemudian mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, tidak ada seorang pun yang tertinggal di sana dari mereka yang Engkau perintahkan kami mengeluarkannya.”

 

Lalu Allah berfirman, “Kembalilah! Jika kalian menemukan seseorang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat separuh dinar sekalipun, maka keluarkanlah ia.” Maka mereka kembali mengeluarkan manusia dalam jumlah yang cukup banyak lagi. Kemudian mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, tidak ada seorang pun yang tertinggal di sana dari mereka yang Engkau perintahkan kami mengeluarkannya.”

 

Lalu Allah berfirman, “Kembalilah! Jika kalian menemukan seseorang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat atom sekalipun, maka keluarkanlah ia.” Mereka lalu kembali mengeluarkan lagi manusia dalam jumlah yang cukup banyak. Kemudian mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, sudah tidak ada lagi kebaikan yang tertinggal (tersisa) di sana.” Abu Sa’id al-Khudri berkata, jika kalian tidak percaya kepadaku tentang hadis ini, maka bacalah firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah dan jika ada kebaikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar Cari sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 40)

 

Maka Allah Ta’ala berfirman, “Setelah malaikat, para nabi, dan orang-orang mukmin memberi syafaat, tinggallah yang paling penyayang di antara para penyayang.” Dalam riwayat Bukhari redaksinya berbunyi, “Tinggallah syafaat-Ku”, bukan “Tinggallah yang paling penyayang di antara para penyayang.”

 

Kemudian Allah menggenggam neraka, dan mengeluarkan darinya suatu kaum yang tidak pernah melakukan kebaikan sama sekali. Mereka telah menjadi arang. Kemudian Allah melemparkan mereka ke sungai, yang disebut dengan sungai kehidupan (Nahr al-Hayah), yang terdapat di depan pintu surga. Kemudian, mereka pun keluar dari sungai itu seperti tumbuhnya bijibijian yang tersapu banjir. Apakah kamu tidak memperhatikan biji-bijian itu terbawa ke batu atau ke pohon? Dan, biji-bijian yang terkena matahari, bukannya berwarna kuning dan hijau, sedang yang terlindung darinya berwarna putih?

 

Maka para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya engkau pernah menggembalakan kambing di suatu pedalaman.”’ Beliau lalu bersabda, mereka keluar laksana mutiara. Pada leher mereka terdapat tanda yang bisa dikenali oleh para penghuni surga sebagai orang-orang yang dimerdekakan Allah, yang masuk surga meskipun tidak memiliki amal kebaikan sama sekali. Kemudian Allah berfirman kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga. Apa yang kalian lihat adalah milik kalian.” Mereka lalu berkata, “Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami apa-apa yang belum pernah Engkau berikan kepada siapa pun di alam ini.” Allah lalu berfirman, “Aku akan memberikan kepada kalian yang lebih baik daripada itu.” Mereka lalu bertanya, “Wahai Tuhan kami, apa yang lebih baik daripada ini?” Allah lalu menjawab, “Ada, yaitu rida-Ku. Setelah ini, Aku tidak akan murka kepada kalian untuk selama-lamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khattali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Ahmad bin Abu al-Harits dari Abdul Majid bin Abu Rawad dari Ma’mar bin Rasyid dari al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, apabila Allah telah selesai memutuskan di antara makhluk-makhluk-Nya, maka Dia mengeluarkan sebuah tulisan dari bawah Arasy, “Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului (mengalahkan) murka-Ku. Aku adalah yang paling penyayang di antara para penyayang.” Lalu dikeluarkan dari neraka orang-orang sejumlah penghuni surga. Atau, dua kali lipat penghuni surga. Hanya saja, di antara kedua mata mereka tertulis, “Orang-orang yang dimerdekakan Allah.”

 

Hadis ini menjelaskan bahwa iman itu bisa bertambah, dan juga bisa berkurang seperti penafsiran ayat terakhir dari surah Ali ‘Imran dalam kitab al-Jami’ Ahkam al-Qur‘an. Hal ini didukung juga oleh firman Allah dalam riwayat tadi, “Keluarkanlah orang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat satu dinar, separuh dinar, dan seberat atorn.”

 

Adapun yang dimaksud “kebaikan” dalam riwayat tadi adalah keimanan. Demikian pula dengan riwayat hadis Qatadah dari Anas, “Dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat butiran biji jelai, seberat butiran biji gandum, atau seberat zarah”, maksudnya iman. meskipun tidak memiliki amal kebaikan sama sekali. Kemudian Allah berfirman kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga. Apa yang kalian lihat adalah milik kalian.” Mereka lalu berkata, “Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami apa-apa yang belum pernah Engkau berikan kepada siapa pun di alam ini.” Allah lalu berfirman, “Aku akan memberikan kepada kalian yang lebih baik daripada itu.” Mereka lalu bertanya, “Wahai Tuhan kami, apa yang lebih baik daripada ini?” Allah lalu menjawab, “Ada, yaitu rida-Ku. Setelah ini, Aku tidak akan murka kepada Kalian untuk selama-lamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khattali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Ahmad bin Abu al-Harits dari Abdul Majid bin Abu Rawad dari Ma’mar bin Rasyid dari al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, apabila Allah telah selesai memutuskan di antara makhluk-makhluk-Nya, maka Dia mengeluarkan sebuah tulisan dari bawah Arasy, “Sesungguhnya rahmat-Ku mendahului (mengalahkan) murka-Ku. Aku adalah yang paling penyayang di antara para penyayang.” Lalu dikeluarkan dari neraka orang-orang sejumlah penghuni surga. Atau, dua kali lipat penghuni surga. Hanya saja, di antara kedua mata mereka tertulis, “Orang-orang yang dimerdekakan Allah.”

 

Hadis ini menjelaskan bahwa iman itu bisa bertambah, dan juga bisa berkurang seperti penafsiran ayat terakhir dari surah Ali ‘imran dalam kitab al-Jami’ Ahkam al-Qur‘an. Hal ini didukung juga oleh firman Allah dalam riwayat tadi, “Keluarkanlah orang yang di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat satu dinar, separuh dinar, dan seberat atom.”

 

Adapun yang dimaksud “kebaikan” dalam riwayat tadi adalah keimanan. Demikian pula dengan riwayat hadis Qatadah dari Anas, “Dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat butiran biji jelai, seberat butiran biji gandum, atau seberat zarah”, maksudnya iman.

 

Ini juga sesuai dengan riwayat yang dike. tengahkan oleh Sa’id bin Hilal al-Anzi dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, maka aku (Nabj Muhammad) berkata, “Wahai Tuhanku, umatku, umatku.” Lalu dikatakan kepadaku, “Pergilah}

 

– Barang siapa di dalam hatinya terdapat iman walaupun seberat biji sawi, maka keluarkanlah ia dari neraka.” Maka aku pun bergerak untuk melakukan perintah itu ….” Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim ini cukup panjang.

 

Yang dimaksud “iran” dalam riwayat tadi adalah amal-amal dari keimanan, yang berarti amalan-amalan anggota tubuh. Buktinya ialah bahwa amal-amal saleh itu adalah bagian dari syariat-syariat iman. Karenanya Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

Maksud “imanmu” adalah shalatmu.

 

Ada yang mengatakan, yang dimaksud “Iman” dalam hadis tadi adalah amalan-amalan hati. Dengan kata lain, Allah berfirman, “Keluarkanlah dari neraka orang yang melakukan suatu amal karena niat dari hatinya.” Contohnya seperti sabda Nabi Saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya.” .

 

Boleh jadi yang dimaksud “iman” dalam hadis tersebut adalah rahmat atas setiap muslim, kasih sayang terhadap anak yatim, takut kepada Allah dan perasaan harap-harap cemas kepadaNya, tawakal dan percaya penuh kepada-Nya, yang semua itu merupakan amalan-amalan hati, bukan amalan-amalan anggota tubuh. Semua itu disebut iman, karena berada di dalam hati.

 

Dalil lain yang menunjukkan bahwa yang dimaksud “iman” adalah seperti yang saya katakan tadi, bukan iman dalam pengertian mengesakan Allah, menafikan kemusyrikan, dan ikhlas membaca kalimat “La ilaha illallah” adalah firman Allah sebagaimana yang terdapat dalam hadis itu sendiri, “Keluarkanlah mereka …. keluarkanlah mereka.” Kemudian Atlah menggenggam neraka dan mengeluarkan darinya suatu kaum yang tidak pernah melakukan kebaikan sama sekali. Ini maksudnya, tidak pernah melakukan kebaikan kecuali hanyalah tauhid, yang tidak dikuti oleh perbuatan yang baik.

 

Hal itu diterangkan secara lebih jelas dalam riwayat yang diterangkan oleh al-Hasan dari Anas yang juga merupakan tambahan yang disampaikan oleh Ali bin Ma’bad dalam sebuah hadis tentang syafaat, yaitu sabda Nabi Saw., kemudian aku (Nabi Muhammad) kembali kepada Tuhanku untuk yang keempat kalinya. Setelah mengucapkan pujian-pujian, aku lalu menjatuhkan diri bersujud kepada-Nya. Lalu dikatakan kepadaku, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu, berkatalah, pasti perkataanmu akan didengar. Mohonlah, pasti permohonanmu akan dipenuhi. Dan mintalah syafaat, pasti kamu akan diberikan syafaat.”

 

Lalu aku berkata, “Wahai Tuhanku, izinkan aku memberi syafaat terhadap orang yang pernah membaca “La ilaha illallah”. Atlah lalu berfirman, “itu bukan wewenangmu. Tetapi demi kemuliaan-Ku, kebesaran-Ku, keagungan-Ku, dan kekuasaan-Ku, sungguh Aku akan mengeluarkan dari neraka siapa pun yang pernah membaca “La ilaha illallah”,

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul dari Muhammad bin Ka’ab al-Qardhi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada dahi mereka ada tulisan, “Orang-orang yang dimerdekakan Allah.” Mereka lalu meminta agar Allah berkenan menghapus tulisan itu dari mereka. Dan, Allah pun menghapusnya.

 

Dalam satu riwayat disebutkan, “Lalu Allah mengutus seorang malaikat untuk menghapus tulisan tersebut dari dahi mereka ….”

 

Syafaat Nabi Saw. Terhadap golongan al-Jahannamiyyun

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzari dalam Musnad-nya, dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Adapun bagi penghuni tetap neraka, mereka tidak mati dan tidak juga hidup di dalamnya. Sedangkan orang-orang yang dikehendaki Allah untuk dikeluarkan, mereka akan dimatikan oleh api neraka kemudian dikeluarkan darinya, lalu dimasukkan ke sungai kehidupan. Selanjutnya, Allah mengirim kepada mereka air kehidupan. Maka, akhirnya mereka tumbuh seperti tumbuhnya biji-bijian yang tersapu banjir. Kemudian mereka masuk ke dalam surga, dan oleh para penghuni surga lainnya mereka disebut al-Jahannamiyyun (Orang-orang yang pernah tinggal di neraka Jahanam). Kemudian mereka memohon kepada Allah untuk menghilangkan sebutan itu dari mereka, dan Allah pun mengabulkannya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ada suatu kaum yang keluar dari neraka setelah mereka terbakar oleh apinya. Kemudian mereka masuk surga, dan penghuni surga lainnya menyebut mereka al-Jahannamiyyun.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Imran bin Hushain bahwa Nabi Saw. bersabda, “Akan ada suatu kaum yang Keluar dari neraka karena syafaatku. Mereka disebut al-Jahannamiyyun.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dianggap sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq sebuah hadis dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Syafaatku adalah untuk umatku yang melakukan dosa-dosa besar.”

 

Hadis senada juga diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dan Ibnu Majah dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Syafaatku adalah bagi mereka yang melakukan dosa-dosa besar dari umatku.” AthThayalisi menambahkan, Jabir berkata kepadaku, “Bagi orang yang tidak melakukan dosa-dosa besar, untuk apa diberi syafaat?”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Hasan ad-Daruquthni dari Abu Umamah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ya, aku untuk umatku yang jahat.” Para sahabat bertanya, “Lalu bagaimana dengan umat engkau yang baik?” Beliau menjawab, “Umatku yang baik, mereka akan masuk ke dalam surga karena amal-amal mereka. Sedangkan umatku yang jahat, mereka akan masuk ke dalam surga karena syafaatku.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ismail bin Asad dari Badar Syuja’ bin al-Walid as-Sukuni dari Ziyad bin Khaitsamah dari Nu’aim bin Abu Hind dari Raba’i bin Warrasy dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku disuruh memilih antara memberi syafaat, atau memasukkan separuh umatku ke dalam surga. Maka aku memilih syafaat, karena syafaat itu lebih merata dan lebih mencukupi. Apakah menurut kalian, syafaat itu buat orang-orang bertakwa? Tidak, syafaat itu buat orang-orang bersalah, orang-orang berdosa, dan orang-orang berlumuran noda”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Hisyam bin Ammar dari Shadaqah bin Khalid dari Ibnu Jabir dari Sulaim bin Amr dari Auf bin Malik alAsyja’i bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian, pilihan yang dihadapkan kepadaku oleh Tuhanku semalam?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Tuhanku telah menyuruh aku untuk memilih antara memasukkan separuh umatku ke dalam surga, atau memberi syafaat, maka aku memilih syafaat.” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkan kepada Allah mudah-mudahan kami termasuk orang yang memperoleh syafaat.” Beliau bersabda, “Syafaat itu bagi setiap muslim.”

 

Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim menuturkan cerita yang menarik dalam kitabnya, Bahr al-Fawa’id, dari Abu Nashr Muhammad bin Ishak ar-Rasyadi dari Abu Bakar Muhammad bin tsa bin Zaid ath-Tharsusi dari Na’im bin Hammad dari Ibrahim ibnu al-Hakam bin Abban dari ayahnya dari Abu Qilabah, dia berkata, “Sehabis minum, keponakanku jatuh sakit. Pada suatu malam, dia mengutus seseorang agar aku menjenguknya. Begitu berada di dekatnya, aku melihat dua malaikat yang menjelma dua bayangan hitam. Spontan aku berkata, celaka keponakanku!

 

Tetapi, tiba-tiba aku juga melihat dua malaikat yang menjelma dua bayangan putih berdiri di dekat jendela kamar. Salah seorang dari dua malaikat yang terakhir tadi berkata kepada temannya, turunlah kamu kepadanya, Pada saat itulah, dua malaikat yang menjelma bayangan hitam tadi menyingkir. Maka, dia mendekati keponakanku untuk mencium mu lutnya, dan berkata, “Aku tidak merasakan mulutnya digunakan untuk berzikir?” Dia lalu mencium perutnya dan berkata, “Aku tidak merasakan perutnya lapar karena berpuasa.” Dia lalu mencium kedua kakinya dan berkata, “Aku tidak merasakan kedua kakinya digunakan untuk shalat.” Temannya lalu berkata, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Seorang umat Muhammad tidak memiliki amal kebaikan sama sekali. Celaka kamu! Coba ulangi lagi.”

 

Kemudian dia memeriksa kembali. Dia mencium mulutnya dan berkata, “Aku tidak merasakan mulutnya digunakan untuk berzikir.” Dia lalu mencium perutnya dan berkata, “Aku tidak merasakan perutnya lapar karena berpuasa.” Dia lalu mencium kedua kakinya dan berkata, “Aku tidak merasakan kedua kakinya digunakan untuk shalat.” Temannya lalu berkata, “Celaka kamu! Seorang umat Muhammad tidak memiliki amal kebaikan sama sekali.”

 

Temannya lalu berkata, “Naiklah kamu, biar aku yang memeriksanya.” Maka dia pun mencoba memeriksanya sendiri untuk mencium mulutnya. Dia lalu berkata, “Aku tidak merasakan mulutnya digunakan untuk berzikir?” Dia lalu mencium perutnya dan berkata, “Aku tidak merasakan perutnya lapar karena berpuasa.” Dia lalu mencium kedua kakinya dan berkata, “Aku tidak merasakan kedua kakinya digunakan untuk shalat.”

 

Namun, setelah dicoba sekali lagi, tiba-tiba keponakanku itu mengeluarkan ujung lidahnya. Dan begitu dicium, ternyata lidahnya pernah sekali digunakan untuk membaca takbir di jalan Allah untuk mengharapkan rida-Nya di Intakiyah . Bersamaan dengan ia mengembuskan napas terakhir, mendadak aku mencium semerbak aroma minyak kasturi memenuhi rumah. Selesai shalat Subuh, aku bertanya kepada para jamaah, “Apakah kalian mau aku ceritakan tentang seorang penghuni surga?” Mereka menjawab, “Tentu.” Aku lalu ceritakan kepada mereka kisah keponakanku itu. Ketika menyinggung tentang Intakiyah, mereka berkata, “Bukan Intakiyah, tetapi Inthakiyah.” Aku berkata, “Tidak, demi Allah, aku hanya menyebut Intakiyah seperti yang disebutkan malaikat.”

 

Para ulama mengatakan bahwa orang tadi diselamatkan oleh kalimat takbir yang pernah dibacanya sekali saja dengan niat ikhlas karena mengharapkan keridaan Allah. Takbir, selain merupakan syahadat, yakni kesaksian atas suatu yang hak dan pernyataan iman kepada Allah Ta‘ala, seperti yang sudah saya kemukakan di atas.

 

Adapun syafaat Nabi Saw., para malaikat, nabi-nabi lainnya, dan orang-orang mukmin itu akan diberikan kepada orang yang memiliki amal tambahan selain iman, dan juga kepada orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh anugerah dari Allah hingga mereka dikeluarkan dari neraka sebagai kehormatan, dan untuk memenuhi janji-Nya sebagaimana firman-Nya,

 

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena menyekutukan-Nya (syirik) dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu.” (QS. an-Nisa’: 48)

 

Di Leher Atau di Dahikah Tanda Tersebut?

 

Disebutkan dalam sebuah hadis Abu Sa’id al-Khudri, “Mereka keluar laksana mutiara.

 

Pada leher mereka terdapat tanda.” Sementara dalam hadis Abu Hurairah disebutkan, “Pada dahi mereka ada tulisan orang-orang yang dimerdekakan Allah.” Kedua hadis tersebut memang terkesan bertentangan. Tetapi, hal itu bisa dikompromikan dengan mengartikan bahwa sebagian mereka memiliki tanda di dahinya, dan sebagian lagi memiliki tanda di lehernya.

 

Disebutkan juga dalam hadis Jabir, setelah orang-orang yang mendapatkan syafaat itu dikeluarkan dari neraka, Allah berfirman, “Akulah Allah. Aku mengeluarkan mereka karena ilmu dan rahmat-Ku.” Maka Dia mengeluarkan kembali dalam jumlah yang berlipat ganda dari mereka yang sudah keluar, dan berkali-kali lipat lagi dari mereka, sedang di leher mereka terdapat tulisan, “Orang-orang yang dimerdekakan Allah ‘Azza wa Jalla.’” Kemudian mereka masuk ke dalam surga, dan di sana mereka disebut al-Jahannamiyyun.

 

Bisa saja kalimat, “Mereka keluar laksana mutiara” yang terdapat pada hadis Abu Sa’id dan hadis Jabir tersebut diartikan bahwa mereka dikeluarkan dari neraka seperti mutiara yang sosoknya bisa dikenali oleh para penghuni surga lewat tanda tulisan, yang terdapat pada dahi mereka, seperti yang diterangkan dalam hadis Abu Hurairah. Jadi hadis-hadis tersebut tidak terkesan saling bertentangan.

 

Ada sementara orang yang menanyakan, kenapa mereka meminta kepada Allah untuk menghapus sebutan orang-orang yang dimerdekakan Allah? Bukankah itu sebutan yang mulia karena dikaitkan dengan Allah, dan bukankah itu sama seperti sebutan Nabi-Ku, Rumah-Ku, ArasyKu, atau malaikat-Ku? Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat hadis, “Orang-orang yang saling mencintai karena Allah itu pada dahi mereka itu akan ditulis orang-orang yang mencintai karena Allah.” Jadi, kenapa mereka malah meminta kepada Allah untuk menghapus nama atau sebutan yang mulia tersebut?

 

Jawabannya ialah, sebutan orang-orang yang saling mencintai karena Allah itu sangat berbeda dengan sebutan orang-orang yang dimerdekakan Allah. Mereka merasa keberatan dan malu jika dinisbahkan kepada Jahanam, yang merupakan tempat bagi musuh-musuh Allah. Mereka merasa malu kepada saudara-saudara mereka sesama penghuni surga. Karenanya, wajar kalau mereka meminta kepada Allah untuk menghapus sebutan itu.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis marfu’, ketika mereka masuk ke dalam surga, para penghuni surga yang lainnya mengatakan, “Mereka itu adalah golongan al-Jahannamiyyun.” Mendengar itu, mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, kami lebih senang kalau Engkau biarkan kami tetap berada di neraka daripada kami dihina seperti ini.” Kemudian Allah mengirim angin dari bawah Arasy yang disebut dengan angin al-Mutsirah. Angin tersebut berhembus, dan menghapus tulisan yang ada pada dahi mereka itu hingga wajah mereka kelihatan semakin bercahaya, indah, dan berseri-seri.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Muhammad Abdul Wahab atau yang lebih dikenal dengan panggilan lbnu Rawahah dari al-Hafizh as-Salafi dari al-Hajib Abu al-Hasan bin al-Allaf dari Abu al-Qasim bin Busyran dari al-Ajiri Abu Bakar Muhammad bin al-Husain dari Abu Ali al-Hasan bin Muhammad bin Syu’bah al-Anshari dari Ali bin Muslim athThusi dari Marwan bin Mu’awiyah dari Amr bin Rifa’ah ar-Rab’i dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni tetap neraka itu tidak mati dan juga tidak hidup di dalamnya. Adapun penghuni neraka yang akan keluar darinya, jika mereka jatuh ke dalamnya maka mereka hangus lalu menjadi arang. Begitu ada izin dari Allah, maka mereka dikeluarkan dan dimasukkan ke sebuah sungai, yang disebut sungai kehidupan. Kemudian para penghuni surga menyiramkan air kepada mereka hingga mereka tumbuh. Setelah itu, mereka masuk ke dalam surga dengan mendapat sebutan al-Jahannamiyyun.

 

Mereka lalu memohon kepada Allah Yang Maha Panyayang, ‘Azza wa Jalla, agar menghilangkan sebutan itu dari mereka. Dan, Allah pun mengabulkan permohonan mereka, dan mereka pun kemudian bergabung dengan para penghuni surga lainnya. Adapun sebutan orang-orang yang saling mencintai adalah sebuah sebutan yang mulia dan luhur. Karenanya, orang-orang yang mendapat sebutan itu tidak memohon dihapus, dan tidak meminta untuk dihilangkan atau dilenyapkan.” Wallahu a’lam.

 

Jika ada yang mengatakan bahwa Hadis-hadis tersebut menunjukkan bahwa sebagian penghuni surga mengalami kesulitan dan terganggu. Padahal di dalam surga itu tidak ada hal-hal yang seperti itu.

 

Jawabannya ialah, harus diakui bahwa hadis-hadis tersebut memang menunjukkan adanya kesulitan bagi sebagian penghuni surga. Tetapi, hal itu terjadi ketika mereka baru masuk ke dalam surga. Setelah mereka berada di dalamnya, hal itu hilang sama sekali. Yang ada ialah rasa nyaman dan lega. Oleh para ulama hal itu dicontohkan seperti sebuah lautan yang kejatuhan najis. Tentu saja najis itu tidak ada pengaruhnya sama sekali. Demikian pula bagi penghuni surga pada umumnya, kasus tersebut sama sekali tidak ada pengaruhnya bagi mereka.

 

Menurutku, hal yang sama juga dialami oleh seluruh umat manusia ketika hendak menyeberangi jembatan. Saat itu, mereka dilanda ketakutan yang luar biasa. Namun setelah selamat, mereka merasa gembira. Wallahu a’lam. Apakah Amal Dapat Memberi Syafaat?

 

Ada sementara orang yang bertanya, bagaimana mungkin al-Qur‘an dan puasa itu bisa memberi syafaat kepada seorang hamba yang membacanya dan yang menunaikannya? Bukankah keduanya itu termasuk jenis perbuatan manusia?

 

Sebenarnya masalah ini sudah dikemukakan di atas. Tetapi supaya lebih jelas, baiklah Kita simak sabda Rasulullah Saw. bahwa pada hari Kiamat, al-Qur’an dan puasa akan datang menjelma seseorang yang pucat wajahnya. Dia lalu berkata, “Aku adalah yang membuatmu tidak tidur di malam hari, dan yang membuatmu haus di siang harinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah dari puraidah dengan sanad sahih. Menurutnya, yang datang itu bukan al-Qur’an dan puasa sendiri, melainkan pahalanya.

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari an-Nuwwas bin Sam’an al-Kilabi, dia mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, al-Qur’an dan orang-orang yang telah mengamalkannya akan datang, dengan didahului oleh surah al-Baqarah dan Ali Imran.”

 

Rasulullah Saw. membuat tiga perumpamaan bagi kedua surah tersebut yang terus aku ingat. Beliau bersabda, “Keduanya, seolah-olah seperti sepasang gumpalan awan, atau dua bayang-bayang hitam, yang di antara keduanya terdapat cahaya terang, atau seperti dua kawanan burung yang berbaris dan siap memberi pembelaan bagi orang yang membacanya.”

 

Para ulama berkata, maksud dari “Memberi pembelaan bagi orang yang membacanya” maksudnya yaitu, berkat pahala kedua surah tersebut, Allah menciptakan para malaikat yang akan membela orang yang membacanya, sebagaimana yang diterangkan dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Adi, “Barang siapa yang membaca ayat, “Syahidallahu annahu la ilaha illa huwa wal-mala’ikatu,” (QS. Ali ‘imran: 18), maka Allah akan menciptakan tujuh puluh ribu malaikat yang akan selalu memohon ampunan baginya hingga hari Kiamat.”

 

Menurutku, dari pahala membaca al-Qur’an dan puasa, Allah juga menciptakan dua malaikat yang akan memberikan syafaat kepada orang yang bersangkutan. Demikian pula insya Allah dengan amal-amal saleh lainnya, seperti yang dituturkan oleh Ibnu al-Mubarak dalam kitabnya, ar-Raqa’iq, dari seseorang dari Zaid bin Aslam, dia berkata, aku pernah mendengar bahwa pada hari Kiamat seorang hamba yang mukmin akan didatangi oleh amalnya yang menjelma sesosok manusia yang sangat tampan, berpakaian sangat bersih, dan beraroma sangat harum. Dia duduk di sampingnya. Ketika ada sesuatu yang membuatnya kaget dan takut, jelmaan amalnya itu menghibur dan memberinya rasa aman. Lalu si mukmin berkata kepadanya, “Semoga Allah memberi balasan yang baik kepadamu, hai teman. Siapakah kamu?” Dia lalu menjawab, “Kamu tidak mengenaliku? Akulah yang menemanimu dalam kuburmu dan duniamu! Aku adalah amalmu. Demi Allah, amalmu baik dan harum, karenanya kamu melihatku indah dan harum. Silakan tunggangi aku selama aku menunggangimu sewaktu di dunia.” Itulah yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka.” (QS. az-Zumar: 61)

 

Dia lalu dibawa menghadap Allah ‘Azza wa Jalla, dan berkatalah amal itu, “Wahai Tuhanku, setiap orang yang melakukan amal kebaikan di dunia sudah mendapatkan imbalannya, dan setiap pedagang dan pengusaha sudah mendapatkan keuntungan dari dagangan dan usahanya. Tetapi, temanku ini masih sibuk dengan dirinya sendiri.” Allah lalu berfirman, “Apa yang kamu minta?” Dia menjawab, “Ampunan, rahmat, atau yang sepertinya.” Allah berfirman, “Aku telah mengampuni temanmu itu.” Hamba tadi lalu dikenakan pakaian kemuliaan, dan kepalanya dipasangkan sebuah mahkota mutiara yang sanggup memancarkan cahaya sejauh perjalanan selama dua hari. Kemudian dia berkata, “Wahai Tuhanku, temanku ini juga sampai melupakan kedua orang tuanya, sementara semua orang yang beramal dan pedagang, selalu memasukkan kedua orang tuanya dengan amalnya.” Akhirnya, Allah memberikan kepada kedua orang tua hamba itu seperti yang diberikan kepadanya.

 

Sedangkan, bagi orang kafir, dia akan didatangi oleh amalnya yang menjelma sesosok manusia yang berwajah sangat buruk dan baunya sangat busuk. Dia akan duduk di sampingnya. Setiap kali ada sesuatu yang mengagetkan dan menakutkannya, dia malah membuatnya semakin kaget dan ketakutan hingga orang kafir itu berkata, “Kamu adalah teman yang jahat. Siapakah kamu?” Dia menjawab, “Apakah kamu tidak mengenalku” Si kafir itu menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Aku adalah amalmu. Karena amalmu buruk dan busuk, maka kamu melihatku buruk dan busuk. Tundukkan kepalamu, aku akan menunggangimu selama kamu menunggangiku sewaktu di dunia.” Inilah yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna.” (QS. an-Nahl: 25)

 

Menurutku, gambaran itu bukan hanya bersifat imajinasi, namun berdasarkan kepada hadis dari Qais bin Ashim al-Mungqiri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Betapa pun kamu pasti akan mempunyai teman setia (qarin), wahai Qais. Dia dikuburkan bersamamu dalam keadaan hidup, namun kamu dikuburkan bersamanya dalam keadaan mati. Jika dia mulia, maka dia akan memuliakanmu. Namun jika dia tercela, maka dia akan menelantarkanmu. Kamu akan dibangkitkan hidup kembali bersamanya, dan kamu pun akan ditanya tentangnya. Karenanya, jadikanlah ia baik. Jika baik, maka ia akan menjadi teman yang menyenangkan; dan jika buruk, maka ia akan menjadi sumber kesepianmu. Dia adalah amal perbuatanmu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Farj bin al-Jauzi dalam kitab Raudhah al-Musytaq dan kitab athThariq ila al-Mulluk al-Khallaq bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat nanti, tobat akan didatangkan dalam bentuk yang indah dan beraroma sangat harum. Yang bisa mendapati keharuman aromanya dan melihat keindahan bentuknya hanyalah orang-orang mukmin hingga mereka merasakan senang. Orang kafir, orang keras kepala, dan orang yang suka berbuat maksiat berkata, “Kenapa kami tidak mendapatj seperti apa yang kalian dapatkan, dan melihat seperti yang kalian lihat?”

 

Tobat lalu menjawab, “Sebenarnya cukup lama aku sudah menawarkan diri kepada kalian sewaktu di dunia, tetapi kalian tidak menginginkanku. Seandainya dahulu kalian mau menerimaku, niscaya sekarang kalian akan mendapatiku.” Mereka lalu berkata, “Baiklah, sekarang kami bertobat.” Tiba-tiba ada seruan dari bawah Arasy, “Mustahil bisa! Hari-hari beramal telah berlalu, dan waktu bertobat telah berakhir. Sekalipun kalian datang kepada-Ku dengan membawa dunia seisinya, niscaya Aku tidak akan menerima tobat kalian, dan Aku tidak akan mengasihi kalian.” Pada saat itulah tobat meninggalkan mereka, dan Malaikat Rahmat pun menjauh dari mereka. Kemudian terdengar lagi seruan dari bawah Arasy, “Wahai para penjaga neraka! Seretlah musuh-musuh Tuhan Yang Maha Perkasa.”

 

Tanda-tanda Orang yang Mendapat Syafaat Adalah Tanda Bekas Sujudnya dan Wajahnya yang Putih Bercahaya

 

Sudah disinggung sebelumnya hadis Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, orang-orang yang beriman berkata, “Wahai Tuhan kami, mereka adalah saudara-saudara kami. Mereka berpuasa, shalat, dan berhaji bersama kami. Kenapa Engkau masukkan mereka ke dalam neraka?” Lalu dikatakan kepada mereka, “Pergilah, dan keluarkan siapa saja yang kalian kenal ….”

 

Diriwayatkan oleh Muslim sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Di antara mereka ada orang yang melintas hingga selamat. Sehingga, pada saat Allah selesai memutuskan di antara hamba-hamba-Nya, dan hendak mengeluarkan penghuni neraka yang Dia kehendaki-Nya, maka Dia menyuruh malaikat untuk mengeluarkan seseorang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan yang mengucapkan “La ilaha illallah”.

 

Di neraka, Allah mengenali mereka dari bekas sujudnya. Api akan membakar manusia kecuali bagian bekas sujudnya, dan Allah melarang api membakarnya. Mereka dikeluarkan dari neraka dalam keadaan hangus terbakar. Setelah disiram dengan air kehidupan, mereka lalu tumbuh seperti tumbuhnya biji-bijian yang tersapu banjir.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya ada suatu kaum yang dikeluarkan dari neraka dalam keadaan terbakar kecuali sekitar wajah mereka, hingga akhirnya mereka masuk ke dalam surga.”

 

Menurutku, hadis ini merupakan dalil yang sangat kuat yang menunjukkan bahwa umat Nabi Muhammad Saw. yang melakukan dosa besar, maka wajah mereka tidak menghitam, mata mereka tidak membiru, dan mereka tidak dibelenggu, berbeda dengan yang terjadi kepada orang-orang kafir.

 

Hal itu ditetapkan berdasarkan hadis Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya syafaat akan diberikan kepada umatku yang melakukan dosa besar, yang kemudian mati dalam keadaan membawa dosa. Mereka itu berada di pintu pertama neraka Jahanam. Wajah mereka tidak menghitam, dan mata mereka tidak membiru. Mereka tidak dibelenggu, tidak dikumpulkan bersama dengan setan-setan, tidak dipukul dengan palu besar, dan tidak dilempar ke dasar neraka.

 

Di antara mereka ada yang tinggal di dalam neraka hanya satu jam kemudian keluar, ada yang tinggal di dalamnya selama sehari kemudian keluar, ada yang tinggal di dalamnya selama sebulan kemudian keluar, dan ada yang tinggal di dalamnya selama setahun kemudian keluar. Dan, kebanyakan mereka tinggal di dalam neraka selama seumur dunia, yaitu sejak pertama kali dunia diciptakan hingga hari kefanaannya, yaitu tujuh ribu tahun ….” Hadis ini cukup panjang, diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul.

 

Abu Hamid al-Ghazali mengatakan dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, bahwa di akhirat kelak, sesungguhnya orang-orang yang melakukan dosa besar dari umat Muhammad, baik kakek-kakek, nenek-nenek, kaum laki-laki dan kaum wanita yang setengah baya, dan juga para pemuda, semuanya akan didatangkan. Ketika melihat mereka, Malaikat Malik, penjaga neraka bertanya, “Hai orang-orang yang celaka, Kalian ini siapa? Kenapa aku tidak melihat tangan kalian diikat dengan belenggu-belenggu dan rantai-rantai? Kenapa wajah kalian tidak menghitam? Tidak ada yang datang kepadaku yang lebih baik selain kalian?”

 

Mereka lalu menjawab, “Wahai Malaikat Malik, kami adalah umat Muhammad yang celaka. Biarkan kami menangisi dosa-dosa kami.” Malaikat Malik berkata, “Menangislah kalian, namun tangisan kalian sudah tidak ada gunanya.”

 

Saat itu, banyak kakek-kakek sambil memegang jenggotnya berkata dengan nada menyesal, “Aduh masa mudaku! Aduh lama nian kerugianku! Aduh, kekuatanku sudah melemah.” Dan, banyak kaum laki-laki setengah baya berseru, “Aduh cobaan ini bakal panjang sekali!” Dan, banyak juga para pemuda yang berseru, “Aduh menyesalinya aku! Masa mudaku, mengapa mengubah keelokanku.” Dan para wanita separuh baya sambil memegang ubun-ubun serta rambutnya juga mengeluh, “Aduh, buruk nian nasibku! Kini, terbukalah penutup auratku.”

 

Keadaan tersebut berlangsung selama 1000 tahun. Kemudian, tiba-tiba terdengar seruan dari sisi Allah, “Hai Malaikat Malik, masukkan mereka ke neraka di pintu pertama!” Ketika api neraka hendak menyambar mereka, mereka semua serentak berkata, “La ilaha illallah,” dan mendadak api neraka itu menjauh dari mereka selama 500 tahun. Kemudian mereka menangis dengan suara keras, lalu terdengar lagi seruan dari sisi Allah, “Hai neraka, ambillah mereka! Hai Malaikat Malik, masukkan mereka ke neraka di pintu pertama.”

 

Pada saat itu, neraka bergemuruh seperti gelegar halilintar. Ketika api itu hendak membakar hati mereka, Malaikat Malik membentaknya seraya berkata, “Jangan kamu bakar hati yang di dalamnya ada aJ-Qur’an, itu adalah bejana iman!”

 

Tidak lama kemudian, muncullah Malaikat Zabaniah dengan membawa air panas yang siap dituangkan ke dalam perut mereka. Tetapi, Malaikat Malik mencegahnya seraya berkata, “‘Jangan kalian masukkan air panas itu ke dalam perut yang dikosongkan oleh bulan Ramadhan, dan jangan sampai ada api yang membakar sebuah kening yang digunakan untuk bersujud kepada Allah.” Kemudian mereka menjadi arang dalam neraka, hitam laksana gelap gulita, namun iman tetap menjaga hati mereka.

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Sehingga, pada saat Allah selesai memutuskan di antara hamba-hamba-Nya….” dalam riwayat di atas perlu dicermati dengan seksama, karena Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kami akan memberi perhatian sepenuhnya kepadamu, wahai (golongan) manusia dan jin.” (QS. ar-Rahman: 31)

 

Maksudnya, Allah sangat serius dalam mengancam hamba-hamba-Nya yang kafir hingga benar-benar menyita perhatian-Nya, kendatipun tidak ada sesuatu pun yang sampai menyita perhatian Allah, karena hal itu mustahil bagi-Nya.

 

Ada yang mengatakan bahwa makna ayat tersebut bermaksud, “Ketika Allah bermaksud melaksanakan sanksi hukuman atas kalian ….”

 

Jadi arti dari kalimat “Sehingga, pada saat Allah selesai memutuskan di antara hamba-hamba-Nya….” ialah selesai menghisab dan mengadili di antara mereka dengan sebaik-baiknya, karena Allah tidak mungkin disibukkan oleh satu urusan untuk urusan yang lain.

 

Mengharapkan Rahmat, Ampunan, dan Pemaafan Allah Pada Hari Kiamat

 

Al-Hasan berkata bahwa pada hari Kiamat Allah Ta’ala berfirman, “Seberangilah jembatan (ash-Shirath) oleh kalian dengan maaf-Ku, masuklah kalian ke dalam surga dengan rahmat-Ku, dan ambillah bagian kalian sesuai dengan amal-amal kalian.”

 

Nabi Saw. bersabda bahwa akan ada yang menyeru dari bawah Arasy, “Wahai umat Muhammad, adapun urusan-urusan (dosa) yang menyangkut hak-Ku terhadap kalian sebelumnya sudah Aku maafkan bagi kalian. Dan, tinggallah dosa-dosa sesama kalian. Karenanya, saling maafkanlah kalian, dan masuklah kalian ke dalam surga dengan rahmat-Ku.”

 

Diceritakan bahwa pada suatu hari ketika seorang dusun (Arab Badui) mendengar lbnu Abbas membaca ayat,

 

“Sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana.” (QS. Ali ‘Imran: 103)

 

Maka orang Badui itu berkata, “Demi Allah, apa yang menyelamatkan mereka dari neraka, sedangkan Allah ingin menjerumuskan mereka ke dalamnya.” Mendengar itu, Ibnu Abbas berkata, “Pahamilah seperlunya.”

 

Ash-Shanabahi bercerita, pada suatu hari, aku menjenguk Ubadah bin Shamit saat menjelang wafatnya. Ketika melihat aku menangis, dia berkata, tenanglah, kenapa engkau menangis? Demi Allah, setiap kali mendengar hadis Rasulullah Saw. yang berisi kebaikan, aku pasti menceritakannya kepada kalian kecuali hadis yang satu ini. Pada hari ini, hadis tersebut akan aku sampaikan kepada kalian, di saat ajalku telah dekat. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang telah bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, niscaya Allah mengharamkan neraka atasnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim serta imam-imam lainnya.

 

Diriwayatkan oleh Muslim sebuah hadis dari Salman al-Farisi, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan seratus rahmat pada hari Dia menciptakan langit dan bumi. Setiap rahmat itu meliputi antara langit dan bumi. Dari seratus rahmat itu, Allah menempatkan satu rahmat saja di muka bumi yang meliputi kasih sayang ibu kepada anaknya, burung-burung, dan binatang-binatang yang lainnya, yang saling mengasihi satu terhadap yang lainnya. Lalu, ketika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah akan menyempurnakannya dengan rahmat ini.” Hadis ini diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri.

 

Dalam satu hadis riwayat dari Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah akan mengembalikan rahmat yang satu bagian ini kepada rahmat yang sembilan puluh sembilan tersebut hingga menjadi genap seratus rahmat. Dan, dengan rahmat yang banyak itulah Allah menyayangi hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Amr al-Bakri atTaimi dari Abu al-Hafsh Umar bin Muhammad bin Ma’mar ad-Daraqari dari Abu al-Qasim Ubaidillah bin Muhammad bin Abdul Wahid bin al-Hushain dari Abu Thalib Muhammad bin Muhammad bin Ghailan al-Bazzaz dari Abu Bakar Muhammad bin Abdullah asy-Syafi’i dari Musa bin Sahal al-Wasya dari Yazid bin Harun dari al-Hajjaj bin Abu Adib dari Abu Utsman an-Nahdi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Allah selesai menciptakan langit dan bumi, maka Dia menurunkan seratus rahmat. Setiap rahmat-Nya meliputi antara langit dan bumi. Lalu, satu rahmat dari seratus rahmat tadi dibagikan Allah kepada seluruh makhluk, dan dengan rahmat tersebut mereka saling menyayangi sesamanya. Kemudian jika hari Kiamat telah terjadi, rahmat yang satu ini akan dikembalikan lagi kepada yang sembilan puluh sembilan hingga jumlahnya genap menjadi seratus lagi. Dan, dengan rahmat yang banyak itulah Allah menyayangi hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat, sehingga iblis ikut bersaing dengan harapan mendapatkan sedikit saja bagian dari rahmat tersebut.”

 

Dalam atsar riwayat ath-Thabrani dalam al-Kabir disebutkan bahwa Ibnu Mas’ud berkata, “Rahmat akan selalu dilimpahkan kepada manusia, sehingga iblis bergetar dadanya pada hari Kiamat karena melihat rahmat Allah dan syafaat dari para pemberinya.”

 

Al-Ashmu’i bercerita, pada suatu hari, seorang laki-laki bercerita tentang huru-hara kiamat yang sangat mencekam. Secara diam-diam, ada orang dusun (Arab Badui) duduk dan mendengarkannya. Selesai mendengarkan cerita tersebut, orang dusun itu bertanya, “Hai Fulan, siapa yang memenuhi panggilan ini dari para hamba?” Dia menjawab, “Allah.” Orang dusun itu lalu menyahut, “Sesungguhnya, kemuliaan itu jika mampu memaafkan dan memberi ampunan.” °

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat,

 

“Dialah Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan yang berhak memberi ampun.” (QS. al-Muddatstsir: 56)

 

Lalu beliau bersabda bahwa Allah berfirman, “Akulah Tuhan yang paling patut (kamu) takuti. Karenanya, janganlah kamu menjadikan tuhan lain selain Aku. Barang siapa yang bertakwa, maka janganlah dia menjadikan tuhan selain Aku. Akulah yang paling berhak memberikan ampunan kepadanya.” Hadis serupa diriwayatkan oleh Abu Isa atTirmidzi, dan menurutnya hadis tersebut hasan dan gharib.

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Aufa, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anaknya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khaththab, dia berkata bahwa para para tawanan didatangkan kepada Rasulullah Saw.. Mendadak ada seorang tawanan wanita yang mencari seorang anaknya. Lalu, anak itu ditemukannya di tengah-tengah para tawanan. Kemudian anak itu dia tempelkan pada perutnya lalu disusuinya. Lalu Rasulullah Saw. bertanya kepada kami, “Menurut kalian, apakah wanita itu akan menelantarkan anaknya?” Kami menjawab, “Tidak, demi Allah, meskipun dia sanggup melakukannya.” Beliau bersabda, “Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada wanita itu kepada anaknya.”

 

Abu Ghalib bercerita, berkali-kali aku menemui Abu Umamah di Syam. Pada suatu hari, aku menjenguk seorang pemuda yang jatuh sakit, tetangga dekat Abu Umamah. Aku melihat dia tengah ditunggui oleh pamannya. Pamannya lalu berkata kepadanya, “Hai musuh Allah, bukankah aku telah menyuruhmu dan melarangmu?” Pemuda itu lalu berkata, “Paman, seandainya Allah mempertemukanku dengan mendiang ibuku, apa yang akan dilakukan ibuku padaku?” Pamannya menjawab, “Dia akan memasukkanmu ke dalam surga.” Pemuda itu berkata, “Sesungguhnya Tuhanku, Allah, lebih pengasih dan lebih sayang kepadaku daripada ibuku sendiri.” Sehabis berkata begitu, pemuda itu meninggal.

 

Setelah pamannya selesai mengurus jenazah pemuda itu dan menshalatkannya, maka dia meletakkannya ke dalam liang lahat, dan aku pun ikut membantunya masuk ke dalam kubur. Ketika pamannya sedang merapikan kuburnya, tiba-tiba dia berteriak kaget. Aku lalu bertanya, “Ada apa denganmu?” Dia menjawab, “Aku tadi melihat kuburnya sangat luas dan dipenuhi dengan cahaya.”

 

Hilal bin Sa’ad berkata, ada perintah untuk mengeluarkan dua orang laki-laki dari neraka, Lalu Allah berfirman kepada mereka berdua, “Bagaimana keadaan tempat tinggal yang kalian dapati?” Mereka menjawab, “Sangat tersiksa.” Allah lalu berfirman, “Hal itu disebabkan perbuatan kalian sendiri. Aku tidak pernah berbuat zalim kepada hamba-hamba-Ku.”

 

Kemudian ada perintah untuk membawa mereka kembali ke neraka. Dengan tubuh dililit rantai, salah seorang dari mereka berpaling dan yang lainnya melambatkan. Lalu Allah memerintahkan untuk memanggil mereka kembali dan menanyakan keadaan mereka. Yang berpaling menjawab, “Aku tidak peduli dengan apa yang aku lakukan itu. Yang penting aku tidak mau menentang perintah-Mu untuk kedua kalinya” Dan yang melambatkan menjawab, “Aku berbaik sangka kepada Engkau bahwa Engkau pasti tidak tega memasukkanku kembali ke neraka setelah Engkau mengeluarkanku darinya.” Mendengar jawaban itu, kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk memasukkan mereka berdua ke dalam surga.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, berikut ini adalah hadis marfu’ yang diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada dua orang penghuni neraka yang berteriak sangat keras. Lalu Allah berfirman, “Keluarkan mereka berdua!” Setelah keluar, Allah bertanya kepada mereka berdua, “Kenapa kalian berteriak keras seperti itu?” Mereka berdua menjawab, “Agar Engkau berkenan mengasihi kami.” Allah berfirman, “Sesungguhnya kalian Aku rahmati. Sekarang kalian Aku bebaskan untuk memilih tempat di neraka yang kalian sukai.”

 

Salah seorang mereka menuruti perintah Allah tersebut hingga Allah menjadikan api neraka terasa dingin dan menyelamatkan bagi dirinya. Sementara yang satunya lagi tetap tidak beranjak dari tempatnya. Allah lalu bertanya kepadanya, “Apa alasanmu tidak mau melakukan seperti temanmu itu?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku tetap berharap mudah-mudahan Engkau tidak mengembalikan aku ke neraka lagi setelah Engkau keluarkan aku darinya.” Allah lalu berfirman, “Harapanmu terkabul.” Keduanya lalu masuk ke dalam surga berkat rahmat Allah.

 

Abu tsa berkata, sanad hadis ini daif, karena berasalal dari Rusydin bin Sa’ad, seorang yang daif, dari lbnu An’am al-Afriqi.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Keluarkanlah dari neraka orang yang pernah mengingat-Ku pada suatu hari, atau yang pernah takut kepada-Ku dalam suatu tempat.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Ishak bin Suwaid, dia berkata, selama setahun, aku menemani Muslim bin Yassar pergi ke Mekah. Selama itu, aku tidak mendengar dia berkata barang sepatah kata pun. Dan ketika kami sampai di daerah Dzatu ‘Irqi, dia baru bercerita, aku mendengar bahwa pada hari Kiamat, seorang hamba akan didatangkan untuk menghadap Allah. Maka Dia berfirman kepada malaikat, “Periksalah kebaikan-kebaikannya.” Setelah dilihat, ternyata tidak ada satu pun kebaikan.

 

Allah lalu berfirman, “Periksalah keburukan-keburukannya.” Setelah dilihat, ternyata banyak sekali keburukannya. Maka Allah memerintahkan dia masuk ke dalam neraka. Ketika dia sedang menuju neraka, tiba-tiba dia berpaling ke belakang, maka Allah berfirman, “Bawa lagi dia kepada-Ku.” Allah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tadi berpaling ke belakang?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, hanya inilah satusatunya harapanku kepada-Mu.” Allah membenarkannya, lalu orang itu disuruh masuk ke dalam surga.

 

Menurutku, hadis marfu’ serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari Abu Hani’ al-Khaulani dari Amr bin Malik al-Hanbi dari Fudhalah bin Ubaid dan Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika hari Kiamat telah terjadi, dan Allah telah selesai memutuskan di antara makhluk-makhluk-Nya, maka ada dua orang laki-laki yang masih tertinggal, lalu keduanya disuruh dibawa ke neraka. Tapi, salah seorang dari mereka berpaling, lalu Allah berfirman kepadanya, “Bawa lagi dia kemari.” Setelah dibawa kembali, Allah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tadi berpaling?” Dia menjawab, “Aku masih berharap mudah-mudahan Engkau berkenan memasukkanku ke dalam surga.” Akhirnya, dia pun disuruh masuk ke dalam surga. Dengan senang hati, dia lalu berkata, “Sungguh aku telah diberi karunia yang besar oleh Tuhanku. Sekalipun karunia yang diberikan kepadaku ini dimakan oleh seluruh penghuni surga, sama sekali tidak akan berkurang sedikit pun.,”’

 

Fudhalah dan Ubadah bin Shamit berkata, “Pada saat Rasulullah Saw. menyampaikan hadis ini, wajah beliau kelihatan gembira sekali.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Cerita dalam hadis tadi sama dengan cerita hadis yang diriwayatkan oleh Muslim tentang seseorang yang semula diputuskan masuk neraka, namun karena dibela oleh pohon-pohon kurma miliknya yang pernah dia sedekahkan pada jalan Allah, akhirnya dia masuk ke dalam surga.”

 

Pertanyaan Pertama Allah Kepada Orang-orang Mukmin, dan Jawaban Pertama Mereka Kepada-Nya

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abdullah bin al-Mubarak dari Yahya bin Ayyub dari Ubaidillah bin Zahar dari Khalid bin Abu Imran dari Abu tyasy dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalau kalian mau, akan aku ceritakan kepada kalian tentang pertanyaan yang pertama kali ditanyakan Allah kepada orang-orang mukmin pada hari Kiamat, dan tentang jawaban pertama mereka kepadaNya.” Mereka menjawab, “Tentu kami mau, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda bahwa Allah akan bertanya kepada orang-orang mukmin, “Apakah kalian senang bertemu dengan-Ku?” Mereka menjawab, “Tentu suka, wahai Tuhan kami.” Allah bertanya, “Kenapa?” Mereka menjawab, “Karena kami ingin mendapatkan ampunan, rahmat, dan keridaan-Mu.” Allah berfirman, “Bagi kalian, akan Kuberikan rahmat-Ku.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Sulaiman bin Ahmad dari Ishak bin Ibrahim dari Abdurrazaq dari Ma’mar bin Zaid bin Aslam bahwa ada seorang laki-laki dari umat terdahulu yang sungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah, namun dia selalu mematahkan harapan Orang-orang untuk memperoleh rahmat Allah, lalu (laki-laki itu) meninggal. Kemudian dia bertanya, “Wahai Tuhanku, balasan apa untukku di sisi-Mu?” Allah menjawab, “Neraka.” Dia bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana dengan ibadahku dan hasil segala jerih payahku?” Allah berfirman, “Di dunia kamu telah mematahkan harapan orang-orang untuk memperoleh rahmatKu. Karenanya, sekarang Aku mematahkan harapanmu untuk memperoleh rahmat-Ku.”

 

Mugatil menuturkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Orang pintar (faqih) ialah orang yang tidak mematahkan harapan orang-orang untuk memperoleh rahmat Allah, dan tidak membiarkan mereka melakukan perbuatan maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”

 

Surga Dikelilingi Dengan Hal-hal yang Tidak Menyenangkan, Sedang Neraka Dikelilingi Dengan Kesenangan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, sedang neraka dikelilingi dengan kesenangan-kesenangan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi, dan dia mengatakan bahwa hadis ini sahih dan gharib.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika Allah selesai menciptakan surga, Dia mengutus Jibril ke sana seraya berfirman, “Lihatlah surga berikut apa-apa yang telah Aku sediakan untuk para penghuninya.” Maka Jibril pun mendatangi surga dan melihat apa-apa yang telah disediakan Allah untuk para penghuninya. Setelah memenuhi perintah Allah tersebut, Jibril kembali dan berkata, “Demi kemuliaan-Mu, tidak ada seorang pun yang mendengar tentang surga, melainkan dia pasti berusaha ingin memasukinya.”

 

Kemudian Allah menyuruh untuk mengelilingi surga itu dengan hal-hal yang tidak menyenangkan. Setelah itu, Allah berfirman kepada Jibril, “Kembalilah, dan lihatlah apa yang telah Aku sediakan di sana untuk para penghuninya.” Kemudian Jibril kembali lagi ke surga, dan surga telah dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menyenangkan. Setelah memenuhi perintah Allah tersebut, Jibril kembali dan berkata, “Demi kemuliaan-Mu, aku khawatir tidak akan ada seorang pun yang sanggup memasukinya.”

 

Kemudian Allah berfirman, “Pergilah ke neraka, dan lihatlah apa yang telah Aku sediakan untuk para penghuninya.” Setelah dilihat, ternyata sebagian neraka itu mengimpit sebagian yang lainnya, maka Jibril kembali kepada Allah dan berkata, “Demi kemuliaan-Mu, aku khawatir tidak ada seorang pun yang mau mendengarnya dan memasukinya.”

 

Kemudian Allah menyuruh untuk mengelilingi neraka itu dengan kesenangan-kesenangan. Setelah itu, Allah berfirman kepada Jibril, “Kembalilah ke sana.” Maka Jibril pun kembali melihat neraka, lalu berkata, “Demi kemuliaan-Mu, aku khawatir tidak ada seorang pun yang selamat darinya, kecuali ia akan memasukinya.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib.

 

Yang dimaksud dengan “hal-hal yang tidak menyenangkan” ialah segala sesuatu yang memberatkan jiwa hingga merasa payah untuk melakukannya. Contohnya seperti bersuci di waktu yang sangat dingin di pagi hari, dan amal-amal ketaatan yang lainnya, seperti sabar ketika menghadapi berbagai macam musibah, dan semua perkara lainnya yang tidak menyenangkan. Adapun yang dimaksud dengan “kesenangan-kesenangan’” ialah yang cocok atau yang disukai oleh hawa nafsu.

 

Dicontohkan oleh Nabi Saw. dalam hadis di atas, bahwa surga itu tidak mungkin didapat kecuali dengan berani menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan dan sabar menahan diri dari berbagai macam ujian. Dan untuk bisa selamat dari neraka harus dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dan mengekang hawa nafsu darinya.

 

Dalam riwayat lain, Nabi Saw. menggambarkan jalan menuju surga dan jalan menuju neraka dengan sabdanya, “Jalan ke surga itu bagaikan berjalan yang sulit di atas bukit, sedang jalan ke neraka bagaikan berjalan yang mudah di dataran yang rata.” Disebutkan oleh penulis kitab asy-Syihab.

 

Menurut al-Qadhi lyadh Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin, makna sabda Nabi Saw., “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, sedang neraka dikelilingi dengan kesenangan-kesenangan” ialah bahwa kedua hal itu terdapat di tepi surga dan neraka, bukan dari luar seperti anggapan banyak orang.

 

Ibnu Mas’ud berkata, “Benar, surga itu memang dikelilingi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka itu dikelilingi dengan kesenangan-kesenangan. Orang yang melihat tabir atau sekat, berarti posisinya berada di belakangnya. Dan setiap orang yang menggambarkannya dari luar, ia keliru dalam mengartikan hadis tersebut karena tidak sesuai dengan kenyataan.”

 

Namun, bila ada yang ragu-ragu dan mengatakan, “Bukankah neraka ditutupi oleh kesenangan-kesenangan,” maka jawabannya adalah bahwa maknanya sama saja. Karena, orang yang buta dari ketakwaan adalah orang yang pendengaran dan penglihatannya tertutupi oleh kesenangan-kesenangan itu. Sehingga, ia tidak bisa melihat neraka yang berada di dalamnya. Perdebatan Surga dan Neraka, Serta Calon Penghuni Keduanya

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, surga dan neraka berdebat. Neraka berkata, “Yang akan masuk ke dalamku adalah orang-orang sombong dan orang-orang takabur.” Surga berkata, “Yang akan masuk ke dalamku adalah orang-orang lemah dan orang-orang miskin.” Kepada neraka Allah berfirman, “Kamu adalah azab-Ku. Denganmu, Aku akan mengazab Siapa saja yang Aku kehendaki.” Dan kepada surga Allah berfirman, “Kamu adalah rahmatKu. Denganmu, Aku akan merahmati siapa saja yang Aku kehendaki. Dan, masing-masing dari kalian berdua akan mendapatkan penghuni yang penuh.” Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.

 

Fadilah Membaca “La haula wala quwwata Wa billahil-‘aliyyil ‘azhim”

 

Al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya, Ma’rifat Ulum al-Hadis, mengatakan bahwa Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah ditanya tentang sabda Nabi Saw., “Neraka dan surga saling berdebat.” Surga berkata, “Yang akan masuk ke dalamku adalah orang-orang lemah ….”

 

“Siapakah yang lemah itu?” Maka dia menjawab, “Yang dimaksud lemah di sini yaitu orang-orang yang beranggapan bahwa dirinya tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan. Maksudnya yaitu membaca “La haula wala quwwata illa billahil‘aliyyil azhim” sebanyak 20 sampai 50 kali dalam sehari.”

 

Adapun yang dimaksud dengan orang-orang miskin ialah orang-orang yang rendah hati (tawadhu). Mereka itulah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi Saw., “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama rombongan orang-orang miskin.”

 

Yang dimaksud dengan, “Surga dan neraka saling berdebat’, ialah masing-masing akan saling berdebat tentang orang yang akan menjadi penghuninya dan musuhnya.

 

Tanda-tanda Penghuni Surga dan Neraka, dan Sejahat-jahatnya Manusia

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Iyadh bin Ammar al-Majasyi’i bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. bersabda dalam khutbahnya, “Penghuni surga itu ada tiga golongan, yaitu: Penguasa yang adil, yang senang bersedekah, dan yang bertindak lurus; Laki-laki penyayang yang baik hati kepada karib kerabat dan kepada sesama muslim lainnya; Dan orang-orang yang selalu memelihara diri dari dosa, walaupun dia mempunyai kelemahan dan dipandang lemah, namun dia bertanggung jawab terhadap keluarganya.

 

Adapun penghuni neraka itu ada lima golongan, yaitu: Orang lemah yang tidak mempergunakan akalnya, mereka hanyalah pengikut di tengah-tengah kalian, tidak menginginkan berkeluarga dan tidak mau berusaha mencari nafkah; Pengkhianat yang tidak tahu malu hingga hal-hal kecil dikhianatinya juga; Orang yang pagi dan petangnya berusaha hendak menipumu, baik terhadap keluargamu atau hartamu; Orang kikir atau pendusta; Dan orang yang berperangai buruk dan keji perkataannya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Haritsah bin Wahab al-Khuza’i, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan siapakah penghuni surga itu? Yaitu setiap orang lemah, yang dipandang lemah. Apabila dia bersumpah atas nama Allah, maka sumpahnya diperkenankan-Nya. Dan maukah kalian aku beritahukan siapakah penghuni neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, keras, dan sombong.” Dalam riwayat Muslim, “Setiap orang yang kurang ajar dan sombong.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Haritsah bin Wahab bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang kurang ajar dan berperilaku jahat.”

 

Abu Daud berkata, yang dimaksud kurang ajar yaitu orang-orang yang kejam dan berhati keras.

 

Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari Ibnu Imran, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengazab di antara hamba-hamba-Nya selain orang durhaka terhadap Allah, dan orang yang tidak mau mengucapkan “La ilaha illallah”.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah masuk neraka kecuali orang celaka.” Seorang sahabat bertanya, “Siapa orang celaka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak taat kepada Allah, dan orang yang tidak mau berhenti dari perbuatan maksiatnya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Penghuni surga adalah orang yang kedua telinganya dipenuhi Allah dengan pujian baik dari manusia, sedang dia mendengarnya. Adapun penghuni neraka adalah orang yang kedua telinganya dipenuhi Allah dengan sebutan buruk dari manusia, sedang dia mendengarnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata, ketika ada usungan jenazah lewat lalu disebut kebaikannya, maka Rasulullah Saw. bersabda, “Telah pasti, telah pasti, telah pasti.” Dan, ketika lewat lagi usungan jenazah yang lain lalu disebut keburukannya, maka Rasulullah Saw. bersabda, “Telah pasti, telah pasti, telah pasti.”

 

Lalu Umar bertanya, “Demi ayah dan ibuku menjadi tebusan engkau, pada saat ada usungan jenazah lewat dan disebut kebaikannya, engkau lalu bersabda, telah pasti, telah pasti, telah pasti. Dan, ketika muncul lagi usungan jenazah lain dan disebut keburukannya, engkau lalu bersabda, telah pasti, telah pasti, telah pasti.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang kalian sebut kebaikannya, maka dia berhak masuk surga; dan barang siapa yang kalian sebut keburukannya, maka dia berhak masuk neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” Beliau mengulangnya hingga tiga kali.

 

Aisyah berkata, “Surga adalah negeri orang-orang dermawan, dan neraka adalah negeri orang-orang kikir.”

 

Zaid bin Aslam berkata, “Allah Ta’ala menyuruhmu menjadi orang dermawan agar Dia memasukkanmu ke dalam surga. Dan, Allah melarangmu menjadi orang kikir, karena dengannya Dia akan memasukkanmu ke neraka?”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh sebuah hadis dari Muhammad bin Ka’ab al-Qardhi dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ingin menjadi manusia yang sangat kuat, maka hendaklah dia bertawakal kepada Allah. Barang siapa ingin menjadi manusia paling mulia, maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah. Barang siapa ingin menjadi manusia yang sangat kaya, maka hendaklah dia lebih percaya terhadap apa yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tangannya sendiri. Maukah kalian aku beritahukan tentang orang-orang yang paling jahat di antara kalian?”

 

Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang makan sendirian, tidak memberi kepada orang yang menemaninya, dan orang yang mendera budaknya. Maukah kalian aku beritahukan orang yang lebih jahat lagi daripada itu?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang saling membenci di antara sesama manusia, dan mereka pun membencinya. Maukah kalian aku beritahukan orang yang lebih jahat lagi daripada itu?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tidak mau memaafkan kesalahan, tidak mau menerima permintaan maaf, dan tidak mau mengampuni dosa orang lain. Maukah kalian aku beritahukan orang yang lebih jahat lagi daripada itu?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tidak bisa diharapkan kebajikannya, dan tidak merasa aman dari kejahatannya. Sesungguhnya Isa bin Maryam pernah berkhotbah di tengah-tengah Bani Israil. Dia berkata, wahai Bani Israil, janganlah kalian membicarakan tentang hikmah di depan orang-orang bodoh, niscaya kalian akan dizalimi. Dan janganlah kalian mencegah hikmah dari orang yang berhak menerimanya, jika begitu kalian akan dizaliminya.

 

Suatu kali, Isa bin Maryam berkata, kalian akan menzalimi mereka. Karenanya, janganlah kalian menganiaya orang yang aniaya dan jangan pula membalas perbuatannya, karena keutamaan kalian akan batal di sisi Tuhan kalian. Wahai Bani israil, perkara itu ada tiga. Perkara yang jelas kebenarannya, maka ikutilah ia; perkara yang jelas kesesatannya, maka jauhilah ia; dan perkara yang diperdebatkan, maka kembalikanlah ia kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”

 

Keterangan:

 

Maksud sabda beliau, “Penguasa yang adil, yang senang bersedekah, dan yang bertindak Jurus” adalah pemimpin yang adil, diberi amanat, serta bisa melakukan kebaikan. “Baik hati” adalah lemah lembut dalam memberi peringatan dan pelajaran. Bisa diartikan juga orang yang mempunyai kasih sayang.

 

“Mempunyai kelemahan dan dipandang lemah” ialah lemah dalam urusan dunia tetapi kuat dalam urusan agama. Hal ini sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa Nabi Saw. bersabda, “Orang mukmin yang kuat itu lebih dicintai Allah daripada orang mukmin yang lemah. Namun, pada masing-masing ada kebaikan.”

 

Adapun orang lemah dalam urusan agamanya adalah orang tercela, karena hal itu termasuk salah satu sifat penghuni neraka, sebagaimana yang disinggung dalam riwayat hadis di atas, “Adapun penghuni neraka itu ada lima golongan, yaitu: Orang lemah yang tidak mempergunakan akalnya, ….” Karena, ia memang tidak memiliki otak yang bisa dipergunakan dengan baik. Orang seperti itu pasti akan terperosok ke dalam kerusakan-kerusakan. Karenanya, jangan sampai kamu mengalami kelemahan dan kerugian dalam agama.

 

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah orang lemah yang tidak punya harta sama sekali. Tidak ada masalah dengan pendapat yang kedua ini, karena sudah ada keterangan di belakangnya. Yaitu, mereka hanyalah pengikut di tengah-tengah kalian, tidak menginginkan berkeluarga dan tidak mau berusaha mencari nafkah.

 

Guru kami Abu al-Abbas cenderung pada pendapat pertama. Orang yang tidak mempunyai akal itu memang tidak bisa leluasa memperoleh kehidupan dunia, keutamaan batin maupun agama. Mereka membiarkan potensi diri mereka sendiri seperti layaknya binatang ternak. Mereka juga tidak mau peduli terhadap hal-hal yang menyangkut halal dan haram dalam kehidupan mereka.

 

Sifat-sifat egois yang buruk ini adalah salah satu sifat menonjol yang dimiliki oleh orang-orang aliran al-Qalandariyah. Mutharrif bin Abdullah bin Syukhair berkata, “Demi Allah, aku menemukan orang seperti itu pada zaman jahiliah. Sungguh ada seseorang yang memimpin suatu negeri namun kerjanya hanya merampas ana-anak gadis mereka saja.”

 

Kalimat “Orang kikir atau pendusta” adalah riwayat yang masyhur dengan memakai wawu jami‘ah pada kata pendusta.

 

Dari Thabrani, Abu Ja’far meriwayatkan bahwa dengan au (atau) karenaragu sebagaimana perkataan Qadhi lyadh, mungkin ini yang tepat dan benar, karena disebutkan bahwa lima di antara penghuni neraka adalah orang lemah dengan sifatnya tersendiri, pengkhianat dengan sifatnya tersendiri, dan penipu dengan sifatnya tersendiri.

 

Perawi berkata, lalu beliau bersabda, “Orang kikir atau pendusta; Dan orang yang berperangai buruk dan keji perkataannya.” Menurut al-Qadhi lyadh, yang keempat adalah salah satu dari kedua jenis manusia, kikir atau pendusta.

 

Sabda Nabi Saw., “Penghuni surga itu ada tiga golongan, yaitu: Penguasa yang adil, yang senang bersedekah, dan yang bertindak lurus; Laki-laki penyayang yang baik hati kepada karib kerabat dan kepada sesama muslim lainnya; Dan orang-orang yang selalu memelihara diri Cari dosa, walaupun dia mempunyai kelemahan dan dipandang lemah, namun dia bertanggung jawab terhadap keluarganya.”

 

Al-Qadhi lyadh mengatakan bahwa apa yang kami kaitkan dengan yang diriwayatkan Muslim adalah rangkaian dari yang sebelumnya.

 

Yang dimaksud dengan al-‘afif (orang lemah) adalah terpelihara dari perbuatan dosa dan terhindar dari keburukan dan hal-hal yang tidak benar. Al-muta’afif adalah orang yang berusaha untuk menyucikan diri.

 

Ada yang menganggap bahwa sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim, “Dan barang siapa yang kalian sebut keburukannya, maka dia berhak masuk neraka”, ini bertentangan dengan sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Janganlah kalianm mencaci keburukan orang yang telah meninggal, karena mereka telah mendapat (balasan) atas perbuatannya.”

 

Pengertian menyebut keburukan ialah mencaci maki. Ada yang berpendapat bahwa hal itu boleh dilakukan khusus terhadap orang-orang munafik, dan para sahabat sendiri menyaksikan kemunafikannya secara terang-terangan. Karenanya, Nabi Saw. bersabda, “Maka dia berhak masuk neraka.” Sedangkan, orang muslim itu tidak berhak masuk neraka. Demikian pendapat yang menjadi pilihan al-Qadhi lyadh.

 

Ada juga yang berpendapat, bisa saja hal itu berlaku terhadap orang-orang yang memperlihatkan kejahatannya secara terang-terangan, tanpa sembunyi-sembunyi. Melakukan ghibah (menggunjing) orang fasik bukanlah termasuk kepada perbuatan ghibah.

 

Ada juga yang berpendapat bahwa larangan mencela itu berlaku setelah orang yang bersangkutan itu dikebumikan. Namun, pada sebelumnya juga tetap dilarang, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Janganlah kalian mencaci orang yang telah meninggal ….” Larangan mencaci maki orang-orang meninggal itu muncul belakangan, maka statusnya adalah nasikh atau yang membatalkan hukum sebelumnya.

 

Sabda Nabi Saw., “Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi”, menurut para ulama ahli figqih ialah, kalau yang memujinya adalah orang-orang yang mempunyai keutamaan, jujur, dan adil, maka perkataannya tersebut diterima. Sangat boleh jadi, yang dipujinya itu adalah jenazah orang fasik, dan yang memujinya juga orang-orang fasik. Hal ini di luar dari pemahaman hadis tadi. Demikian pula kalau misalnya yang menyebut keburukan atau yang mencaci makinya ialah orang yang bermusuhan dengannya, walaupun ia orang baik. Sebab, kalau di dunia kesaksian orang seperti itu tidak bisa diterima, maka demikian pula hukumnya yang berlaku di akhirat. Wallahu a’lam.

 

Jika kalimat “Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi” diulang hingga tiga kali, hal itu merupakan isyarat tentang tiga kurun generasi sebagaimana yang disinggung Nabi Saw. dalam sabdanya, “Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku, lalu generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya lagi.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Menurutku, pendapat pertamalah yang sahih. Sebab, sesungguhnya Allah Ta’ala akan selalu memuji keutamaan dan keadilan umat ini hingga hari Kiamat nanti. Allah berfirman Ta’ala berfirman,

 

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ‘umat pertengahan’ agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

Maksudnya di akhirat nanti, seperti yang sudah disinggung sebelumnya tadi. Jadi, hanya orang-orang adil sajalah yang akan memberikan kesaksian.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Hammad bin Zaid dari Tsabit dari Anas, dia berkata, ketika ada usungan jenazah melewati Rasulullah Saw. dan orang-orang menyebut kebaikannya, maka beliau bersabda, “Telah pasti.” Dan ketika ada usungan jenazah lain yang melewati beliau dan orang-orang menyebut keburukannya, beliau jalu bersabda, “Telah pasti.”

 

Seorang sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, kepada jenazah yang pertama engkau mengatakan, telah pasti, dan kepada jenazah kedua engkau juga mengatakan hal yang sama. Kenapa?” Beliau lalu bersabda, “Orang-orang mukmin itu adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” Dengan isnad yang sama, hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Umar dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa diberikan kesaksian yang baik oleh empat orang, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga.” Kami bertanya, “Bagaimana kalau tiga orang?” Beliau bersabda, “Juga tiga orang.” Kami bertanya, “Bagaimana kalau dua orang?” Beliau menjawab, “Juga dua orang.” Dan kami tidak bertanya, “Bagaimana Kalau satu orang?”

 

Abu Muhammad Abdul Haq _ berkata, hadis ini bersifat khusus. Sementara hadis sebelumnya juga memberikan pengertian secara umum, kendatipun jumlah saksinya banyak. Kaum muslimin menganggap bahwa orang yang mendapatkan pujian baik dari lisan kaum muslimin, maka ia akan mendapatkan surga. Wallahu a’lam.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, maksud dari pengertian ini seperti yang diriwayatkan oleh Hannad as-Sarri dari Ishak ar-Razi dari Abu Sinan dari Abdullah bin Sa’ib, dia berkata bahwa sebuah usungan jenazah melewati Abdullah bin Mas’ud. Dia lalu berkata kepada seorang sahabatnya, “Berdirilah, coba periksa, apakah ia termasuk penghuni surga atau penghuni neraka?” Sahabatnya itu bertanya, “Bagaimana aku bisa mengetahui kalau ia termasuk penghuni surga atau penghuni neraka? Bagaimana cara memeriksanya ?”

 

Abdullah bin Mas’ud menjawab, “Dengan mendengar pujian manusia kepadanya, karena sesungguhnya mereka adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata “Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri, apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyuruh lisan kaum muslimin secara otomatis melontarkan pujian terhadapnya dan hati mereka pun mencintainya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak (Allah) Yang Maha Pengasih akan menanamkan rasa kasih sayang (dalam hati mereka).” (QS. Maryam: 96)

 

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda, apabila Allah mencintai seseorang, Dia berfirman, “Hai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai Fulan, karena itu cintailah dia.” Jibril pun mencintainya. Lalu ia berseru kepada penduduk langit, “Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, karena itu, cintailah ia.” Lalu para malaikat penghuni langit pun mencintainya. Kemudian cinta kasih itu pun sampai kepada penduduk bumi. Demikian pula halnya dengan orang-orang yang dibenci oleh Allah.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq kembali berkata, “Banyak orang saleh (ulama) yang mendapat kesaksian yang baik serta sanjungan dari segenap kaum muslimin. Hati mereka sangat terkesan kepada ulama-ulama tersebut, baik sewaktu mereka masih hidup maupun sesudah meninggal. Di antara mereka ada yang jenazahnya diantarkan ke kubur oleh sekian banyak pelayat. Bahkan, selain diantarkan oleh sekian banyak orang-orang mukmin, jin mukmin yang menjelma menjadi manusia ikut mengantarkannya pula.”

 

Diriwayatkan oleh Qasim bin Ashbagh dari Ahmad bin Zuhair dari Muhammad bin Yazid ar-Rifa’i, dia bercerita, “Amr bin Qais alMala’i meninggal di sebuah tempat terpencil di Persia. Maka berkumpullah makhluk yang tidak bisa dihitung jumlahnya untuk melayat jenazah Amr bin Qais. Namun, setelah selesai acara pemakaman, mereka tidak melihat seorang pun.”

 

Ar-Rifa’i berkata, “Aku mendengar cerita ini dari banyak orang.” Bahkan, Sufyan ats-Tsauri mengharapkan berkah dengan berziarah ke kubur Amr bin Qais.”

 

Ketika Ahmad bin Hanbal meninggal, maka jenazahnya dishalati oleh para pelayat yang terdiri dari kaum muslimin yang tidak terhitung jumlahnya. Maka Khalifah al-Mutawakkil menyuruh para pelayannya agar mengusap tanah tempat dishalatkannya. Ternyata jumlahnya ada sekitar 2.300.000 tempat berdiri. Konon, ketika berita kematian Ahmad bin Hanbal tersiar, manusia dari berbagai penjuru dunia berbondong-bondong datang untuk melayat. Yang shalat di atas kuburannya saja tidak terhitung jumlahnya.

 

Begitu pula ketika al-Auza’i meninggal, maka manusia berkumpul yang tidak terhitung jumlahnya untuk menshalatkan jenazah alAuza’i. Konon, pada hari itu ada sekitar 30.000 orang Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam setelah menyaksikan banyaknya manusia yang melayat serta mengantarkan jenazahnya, dan setelah melihat peristiwa yang menakjubkan yang terjadi pada hari itu.

 

Ketika Sahal bin Abdullah at-Tusturi meninggal, jenazahnya dilayat dan diantarkan oleh banyak orang. Mengenai jumlahnya, hanya Allah Ta’ala yang tahu. Di sebuah negeri, berita kematiannya itu terasa gegap gempita. Seorang kakek Yahudi yang mendengarnya ikut melayat. Begitu melihat iring-iringan jenazah, spontan dia berteriak dan bertanya kepada orang-orang di sekitarnya, “Tahukah kalian, apa yang sedang aku lihat?” Mereka menjawab, “Memangnya kamu sedang melihat apa?” Dia menjawab, “Aku melihat sekelompok makhluk turun dari langit lalu mengusap-usap keranda jenazah.” Setelah itu, dia masuk Islam dan menjadi seorang muslim yang baik.

 

Konon, Ka’bah yang selalu ramai oleh hilir mudik orang-orang yang bertawaf di sekelilingnya, pada hari kematian al-Mughirah bin Hakim tampaklah sepi, karena pada saat itu orang-orang berkumpul menghadiri jenazahnya dengan maksud mendapatkan berkah, dan ingin menshalatkannya.

 

Bahkan, ada sementara jenazah orang saleh yang ikut diantarkan oleh sekawanan burung yang terbang tepat di atasnya. Contohnya seperti Abu al-Fayadh Dzun Nun al-Mishri dan Ibrahim al-Muzani, teman dekat Imam asy-Syaf’i, Demikian cerita para ahli sejarah terkemuka seperti yang dikutip oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah.

 

Sifat Penghuni Surga dan Neraka

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku melihatnya. Yaitu, suatu kaum yang memegang cemeti seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul! manusia; Dan beberapa wanita yang berpakaian tetapi seperti telanjang, yang berjalan melenggak-lenggok sambil memiring-miringkan. Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk ke dalam surga, bahkan tidak akan mencium aromanya. Padahal, aroma surga itu bisa tercium dari jarak sejauh perjalanan sekian dan sekian.”

 

Diriwayatkan juga oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Beberapa kaum akan masuk surga, yang hati mereka itu bagaikan hati burung.”

 

Para ulama menafsiri hadis di atas dari dua segi. Pertama, hadis tersebut menggambarkan keadaan hati mereka yang merasakan takut luar biasa hingga dicontohkan seperti burung. Sebab, burung adalah jenis binatang yang sering ketakutan. Banyak orang salaf mengalami rasa takut luar biasa hingga membuat hati mereka terasa pecah berkeping-keping lalu meninggal seketika. Kedua, hadis tersebut menggambarkan keadaan hati mereka yang lemah dan lembut, seperti yang diterangkan dalam riwayat hadis lain tentang Orang-orang Yaman yang mempunyai hati paling lembut dan mempunyai perasaan yang lemah.

 

Saya tambahkan satu faqi bahwa hadis tersebut menggambarkan keadaan hati mereka yang kosong dari semua dosa dan selamat dari segala aib atau cela. Mereka tidak terpengaruh oleh urusan-urusan duniawi, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadis al-Bazzar dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kebanyakan penghuni surga ialah orang-orang yang bodoh-’” Yang dimaksud bodoh di sini adalah orang-orang yang tidak tahu bagaimana berbuat maksiat kepada Allah. Wallahu a’lam.

 

Al-Azhari berkata bahwa al-Balha (bodoh) itu memiliki beberapa arti. Ada yang mengartikan kehidupan yang menyenangkan. Ada yang mengartikan orang yang tidak mempunyai akal sama sekali. Ada juga yang mengartikan orang yang sudah dicap. Siapa yang sudah dicap pada kebajikan, maka dia akan lalai dari kejahatan dan tidak mengenalinya. Dan itulah yang dimaksud dalam riwayat hadis tadi.

 

Sedangkan menurut al-Atbi, al-Balha adalah orang yang selalu berlapang dada dan berbaik sangka kepada orang lain. Sebagai bandingan pendapat-pendapat tersebut, adalah firman Allah Ta’ala,

 

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. asy-Syu’ara’: 89) dan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwasanya Rasulullah Saw. ditanya, “Manusia manakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang jujur lisannya, dan yang bersih hatinya” Para sahabat bertanya, “Mengenai Orang yang jujur lisannya kami semua sudah mengetahuinya. Tetapi, siapa yang dimaksud dengan orang yang bersih hatinya?” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang hatinya tidak ada rasa dendam dan dengki sama sekali-” Demikian yang disebutkan Abu Ubaidah.

 

Ada sementara ulama yang menyoroti kalimat al-Balha dari segi pengertian lain. Menurut mereka, al-Balhaq adalah orang yang mempunyai keterbatasan dalam mengenal hak-hak Allah secara sempurna, bahwa ia harus menyembah-Nya, mengutamakan tuntutan-Nya, mencintai-Nya, berkhidmat kepada-Nya, dan berusaha mencari keridaan-Nya, yang berupa surga yang kekal abadi. Karenanya, yang terlintas dalam hatinya ialah surga dengan berbagai macam kenikmatannya. Maka, ia lalu menyembah Allah dan menaati-Nya demi mendapatkan derajat surga berikut kenikmatan-kenikmatannya. Sehingga, mereka selalu takut pada keagungan Allah dan memperhatikan kesempurnaan-Nya.

 

Al-Balha juga bisa diartikan sebagai orang yang senantiasa memikirkan Allah Ta’ala, orang yang akalnya selalu menyaksikan keagungan Allah, menghadap kepada-Nya secara total, dan disibukkan dengan apa yang ada di sisi-Nya. Karenanya, Nabi Saw. bersabda, “Kebanyakan penghuni surga adalah al-Balha (orang-orang yang bodoh). Dan surga Illiyyin itu adalah bagi orang-orang yang berakal.”

 

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa ada sekelompok orang yang selalu memikirkan Allah Azza wa Jalla. Mereka kelak akan diantarkan oleh malaikat ke dalam surga ketika manusia lainnya sedang menjalani proses hisab. Mereka bertanya kepada malaikat, “Ke mana kalian akan membawa kami?” Malaikat menjawab, “Ke surga.” Mereka berkata, “Jadi kalian bukan membawa kami ke tempat yang kami inginkan?” Malaikat balik bertanya, “Di mana tempat yang kalian inginkan itu?” Mereka menjawab, “Di tempat yang disenangi bersama sang kekasih.” Yaitu, sebagaimana firman-Nya,

 

“Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan Yang Mahakuasa.” (QS. al-Qamar: 55)

 

Barangkali sebagai bandingannya adalah seperti orang yang semula hanya meminta surga kepada Allah. Tetapi, setelah tahu bahwa Allah juga suka dimintai pahala dan dimintai perlindungan dari siksa, ia lalu meminta keduanya. Ini seperti sabda Nabi Saw. (dalam hadis riwayat Abu Daud) kepada salah seorang sahabatnya yang mengatakan, kalau aku hanya ingin berkata dalam doaku, “Ya Allah, masukkanlah aku ke dalam surga dan selamatkan aku dari neraka. Aku tidak tahu apa yang harus aku inginkan dari-Mu, dan apa yang diinginkan oleh Mu’adz.” Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, “Kita menginginkan sekeliling surga.”

 

Al-Hafizh Ibnu Dihyah Abu al-Khaththab berkata bahwa sabda Nabi Saw. “Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku melihatnya” yaitu golongan dari apa saja. “Cemeti” menurut bahasa adalah nama untuk siksaan walaupun tidak ada sasaran pukulan. Hal ini disebut juga oleh al-Farra’. Jadi yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah besarnya cambukan dan jumlah pukulan dalam memberi pelajaran. Dan cara penyiksaan seperti ini masih bisa kita saksikan sampai sekarang di wilayah Maghribi (Maroko).

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw. “Dan beberapa wanita yang berpakaian tetapi seperti telanjang” ialah mereka yang mengenakan pakaian tetapi telanjang dari nilai-nilai agama. Karena, mereka sengaja memperlihatkan bagian-bagian kecantikan mereka. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah mereka mengenakan pakaian yang sangat tipis hingga memperlihatkan bagian-bagian lekuk tubuh yang ada di balik pakaian tersebut. Jadi, pada hakikatnya mereka itu telanjang.

 

Dan ada juga yang mengatakan yang dimaksud adalah mereka yang waktu di dunia selalu mengenakan berbagai macam perhiasan yang haram, dan yang tidak boleh dipakai menurut syariat Islam. Pada hari Kiamat kelak mereka akan telanjang.

 

Sabda Nabi Saw. “Yang berjalan melenggak-lenggok sambil rmemiring-miringkan” ialah wanita yang menyimpang dari ketaatan kepada Allah, ketaatan kepada suami, dan ketaatan kepada kewajiban-kewajiban lainnya, seperti menjaga kehormatannya, tidak memperlihatkan aurat kepada laki-laki lain yang bukan muhrim, dan lain sebagainya.

 

Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah wanita yang berjalan dengan sombong dan seksi hingga hati kaum laki-laki tertarik kepada mereka yang berpenampilan cukup merangsang. Dan ada juga yang mengatakan bahwa gaya berjalan seperti itu adalah gaya berjalannya seorang pelacur.

 

Sabda Nabi Saw., “Kepala mereka seperti punuk unta yang miring” ialah mereka sengaja memperbesar kepala mereka dengan memakai penutup atau alat lainnya. Menjalin rambut yang diperbolehkan bagi kaum wanita itu adalah yang sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadis sahih Muslim dari Ummu Salamah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang suka menjalin rambut kepalaku …. ”

 

Golongan Terbanyak Penghuni Surga dan Neraka

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Usamah bin Zaid, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku berdiri di depan pintu surga, dan ternyata sebagian besar yang memasukinya adalah orang-orang miskin. Sementara orang-orang kaya ditahan di luar, kecuali para penghuni neraka yang langsung diperintahkan Allah untuk digiring ke neraka. Dan, aku pun berdiri di depan pintu neraka, dan ternyata sebagian besar yang memasukinya adalah kaum wanita.”

 

Disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas tentang hadis mengenai gerhana matahari bahwa Nabi Saw. bersabda, “… Aku melihat neraka, dan aku belum pernah melihat suatu pemandangan seperti di hari itu. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita.” Para sahabat bertanya, “Disebabkan oleh apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab. “Disebabkan kekufuran mereka.” Mereka bertanya, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “Mereka kufur kepada suami dan kufur kepada kebaikan. Andaikan kamu berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang waktu, namun ketika suatu saat ia melihat sesuatu yang tidak ia senangi pada dirimu, maka ia akan berkata, aku tidak pernah melihat kebaikan darimu sama sekali.”

 

Penghuni Surga Paling Sedikit Adalah Golongan Wanita

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling sedikit adalah kaum wanita.”

 

Menurut para ulama, kaum wanita merupakan penghuni surga yang minoritas, hal itu sangat wajar karena mereka cenderung mudah menuruti kemauan nafsu. Mereka gampang terpengaruh oleh perhiasan duniawi yang bersifat sementara karena kemampuan akal mereka yang relatif kurang hingga tidak sanggup menggunakan hati nurani. Akibatnya, mereka lemah dalam melakukan ibadah dan persiapannya untuk akhirat kelak.

 

Selain itu, mereka sering menjadi faktor utama atau sumber bagi timbulnya ketegangan dan perselisihan antar sesama kaum laki-laki. Kebanyakan mereka lupa akan kepentingan akhirat, mudah terkecoh oleh godaan yang memalingkan mereka dari nilai-nilai agama, dan sulit memenuhi ajakan orang yang mengajak mereka pada jalan kebaikan.

 

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pernah berpesan tentang wanita, “Wahai manusia, janganlah kalian tunduk dalam suatu perkara Kepada wanita. Jangan beri kepercayaan mereka menjaga harta, dan jangan biarkan mereka memikirkan hal-hal yang sulit. Sebab, jika mereka dibiarkan dengan keinginannya, mereka cenderung akan merusak harta dan berbuat durhaka terhadap pemiliknya.

 

Kita dapati mereka tidak mempunyai agama sama sekali Ketika sedang berduaan dengan laki-laki lain, dan tidak mempunyai sifat wara’ ketika sedang asyik dengan kesenangan mereka. Mereka bukanlah sumber kenikmatan tetapi sumber kebingungan. Mereka yang tergolong saleh juga suka fasik dan mereka yang tergolong fasik suka menjadi pelacur.

 

Ada tiga sifat orang-orang Yahudi pada diri mereka, yaitu mengaku dizalimi padahal mereka adalah orang-orang zalim; suka bersumpah padahal mereka adalah pendusta; dan suka melarang padahal mereka menginginkan. Karenanya, mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukan kaum wanita. Waspadalah ketika memilih di antara mereka. Semoga kalian selamat dalam memimpin kaum wanita. Wassalam.”

 

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda, “Sepeninggalku nanti, tidak ada sumber bencana (fitnah) yang membahayakan kaum laki-laki, selain fitnah kaum wanita.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku tidak melihat di antara mereka yang kurang akal dan agamanya, namun sanggup merampas hati seorang laki-laki yang teguh sekalipun, selain salah seorang dari kalian, hai kaum wanita” Hal itu sesuai dengan hadis di atas tentang dua macam penghuni neraka.

 

Al-Hafizh Ibnu Dihyah berkata, “Jagalah diri kalian, hai hamba-hamba Allah terhadap mereka (wanita). Jauhilah kesesatan mereka, dan jangan terkecoh oleh cinta dan janji mereka. Walaupun akal dan agama mereka kurang, tetapi mereka punya potensi untuk berbuat yang lebih.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seluruh umatku akan masuk ke dalam surga, kecuali yang tidak mau.” Ditanyakan, “Siapakah yang tidak mau itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Siapa yang taat kepadaku, maka dia akan masuk surga, dan siapa yang durhaka kepadaku, berarti dia tidak mau.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Dunya dari Muhammad bin Ali dari Abu Ishak ibnu alAsy’ats dari Fudhail bin tyadh, dia berkata, aku pernah mendengar Ibnu Abbas berkata, pada hari Kiamat, dunia akan didatangkan dalam bentuk seorang nenek yang beruban, berkulit biru, bertaring, dan bermuka sangat buruk. Dia akan dibawa ke tengah-tengah para makhluk. Maka ada yang bertanya, “Tahukah kalian, siapakah wanita ini?” Mereka menjawab, “Kami berlindung kepada Allah dari nenek ini.”

 

Lalu dikatakan kepada mereka, “Ini adalah dunia yang karenanya kalian bertikai, memutuskan hubungan kekeluargaan, saling dengki, saling membenci, dan saling menipu.” Kemudian si nenek tersebut dilemparkan ke neraka Jahanam, lalu dia pun berseru, “Wahai Tuhanku, di mana para pengikutku dan penggemarku?” Allah berfirman, “Susulkan dengannya para pengikut dan para penggemarnya.”

 

Kebanyakan Para Pemimpin Terancam Berada Dalam Neraka

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ghalib al-Qaththan dari seorang taki-laki dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, aku diutus ayahku menemui Nabi Saw. dan berkata, “Sesungguhnya ayahku sudah cukup tua. Dia seorang pengurus air. Dia memohon kepada engkau agar mengizinkanku untuk menggantikannya sepeninggalnya nanti.” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya kepemimpinan itu sesuatu yang hak, dan manusia memang membutuhkannya. Tetapi para pemimpin itu banyak yang berada di dalam neraka.”

 

Disebutkan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari tentang kisah kaum Hawazin, “Kembalilah kalian hingga para pemimpin kalian membawakan masalah kalian kepada kami.”

 

Menurut para ulama, yang dimaksud dengan pemimpin di sini adalah orang yang mengenal seluk-beluk sebuah suku atau komunitas masyarakat tertentu. Dia mengetahui segala sesuatu yang menyangkut keadaan mereka. Menurut Nabi Saw., seperti yang diungkapkan dalam riwayat di atas tadi, dia memang dibutuhkan oleh manusia karena mendatangkan kemaslahatan. Tetapi, dia berada di neraka kalau memang digunakan untuk menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Hisyam bin Ubbad bin Abu Ali dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Celakalah bagi para pemegang amanat, celakalah bagi para pemimpin. Pada hari Kiamat, akan ada beberapa kaum yang sangat berharap andai saja jambul-jambul rambut mereka tergantung pada bintang Tsuraya, di mana mereka bisa berayun-ayun antara langit dan bumi, dan andai saja mereka dahulu tidak mengatur suatu pekerjaan.”

 

Penarik Pungutan Liar dan Pemutus Tali Silalurahim Tidak Masuk Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah dan ingin membelokkannya.” (QS. al-A’raf: 86)

 

Menurut sebagian ulama, ayat tersebut diturunkan oleh Allah Ta’ala menyinggung tentang orang-orang yang memungut upeti (pungutan liar) dan yang memungut sepersepuluh dari hasil bumi. Allah Ta’ala juga berfirman,

 

“Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan mernbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan’? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah.” (Qs. Muhammad: 22-23)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jubair bin Muth’im dari ayahnya bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tidak masuk surga orang yang memutuskan.” Menurut Sufyan seperti yang dikutip oleh Ibnu Umar, yang dimaksud riwayat tadi ialah orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan (silalurahmi). Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Uqbah bin Amir, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak masuk surga orang yang memungut upeti (pungutan liar).”

 

Para ulama berkata, yang dimaksud dengan “orang yang memungut upeti (pungutan liar)” yaitu orang yang memungut sepersepuluh dari harta manusia terutama dari para pedagang. la melakukan hal itu dengan mengatasnamakan zakat, padahal ia bukan petugas resmi dari pemerintah yang berwenang memungut zakat dan kewajiban-kewajiban lain yang akan diberikan bagi orang-orang fakir miskin.

 

Sudah saya katakan sebelumnya bahwa yang dapat mengubah nasib penghuni neraka menjadi penghuni surga adalah sepanjang yang menyangkut amal, bukan yang menyangkut akidah. Nasib orang yang bersangkutan adalah terserah kehendak Allah. Kendatipun disiksa di neraka, ia bisa keluar berkat adanya syafaat seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya.

 

Demikian pula dengan para pelaku dosa-dosa besar yang diancam masuk neraka dan dilaknat. Mereka juga bisa keluar dari neraka berkat adanya syafaat, asalkan ketika melakukan dosa-dosa besar tersebut mereka tidak menganggapnya halal. Tiga Golongan Pertama yang Masuk Surga, dan Tiga Golongan Pertama yang Masuk Neraka

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiga golongan pertama yang masuk surga ialah orang yang mati syahid; laki-laki yang terpelihara dan yang menjaga kehormatannya, walaupun mempunyai banyak tanggungan keluarga; dan seorang budak yang beribadah dengan baik kepada Tuhannya serta memenuhi hak-hak tuannya. Adapun tiga golongan pertama yang masuk neraka ialah seorang pemimpin zalim; orang kaya harta namun tidak memenuhi kewajibannya; dan orang fakir yang sombong.”

 

Orang yang Pertama Kali Dibakar di Neraka Jahanam

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya manusia yang pertama kali akan diputuskan pada hari Kiamat adalah orang yang mati syahid. Setelah dia didatangkan dan diperkenalkan nikmat-nikmatnya, dan dia pun mengakuinya, maka Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat itu? “Dia menjawab, “Aku berperang demi Engkau hingga aku mati syahid.” Allah menyangkal, “Kamu dusta, kamu berperang supaya kamu disebut pemberani.” Maka Allah menyuruh malaikat untuk menyeret wajahnya, lalu dilemparkan ke neraka.

 

Selanjutnya, seseorang yang mempelajari ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta rajin membaca al-Qur’an. Setelah dia didatangkan dan diperkenalkan nikmat-nikmatnya, dan dia pun mengakuinya, maka Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Aku mempelajari itmu dan mengajarkannya kepada orang lain serta rajin membaca al-Qur’an adalah demi Engkau.” Allah menyangkal, “Kamu dusta, kamu mempelajari ilmu supaya disebut ulama, dan kamu rajin membaca al-Qur‘an supaya disebut qari’.” Maka Allah menyuruh malaikat untuk menyeret wajahnya, lalu dilemparkan ke neraka.

 

Selanjutnya, seseorang yang diberi oleh Allah kelapangan rezeki dari berbagai macam harta. Setelah dia didatangkan dan diperkenalkan nikmat-nikmatnya, dan dia pun mengakuinya, maka Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat itu?” Dia menjawab, “Begitu ada kesempatan untuk menafkahkan harta pada jalan yang Engkau ridai, aku menafkahkan hartaku pada jalan-Mu.” Allah menyangkal, “Kamu dusta, kamu melakukan itu). supaya disebut dermawan.” Maka Allah menyuruh malaikat untuk menyeret wajahnya, lalu dilemparkan ke neraka.

 

Hadis serupa ini juga diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi, di mana pada bagian akhir ditambahkan, kemudian Rasulullah Saw. sambil menepuk lututku bersabda, “Wahai Abu Hurairah, pada hari Kiamat, mereka itulah tiga golongan yang pertama kali akan dibakar di dalam neraka.”

 

Orang-orang yang Masuk Surga Tanpa Hisab

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tujuh puluh ribu dari umatku yang akan masuk surga tanpa dihisab.” Para sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan menggunakan jampi-jampi, tidak mempercayai suara burung (tathayyur), tidak berobat dengan tusukan besi panas, dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Tuhanku berjanji kepadaku akan memasukkan tujuh puluh riby orang dari umatku ke dalam surga tanpa dihisah ataupun diazab. Setiap seribu orang, akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang lainnya. Dan, ada tiga genggaman Tuhanku yang dimasukkan dengan rahmat-Nya.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh lbnu Majah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzar sebuah hadis dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, akan masuk surga tujuh puluh ribu orang dari umatku, Dan, setiap satu orang dari tujuh puluh riby orang itu, akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang lainnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzar dan Abu Abdullah al-Hakim Tirmidzi dari Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memberiku tujuh puluh ribu orang yang akan masuk surga tanpa dihisab.” Umar berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak memohon tambahan kepada-Nya?” Beliau menjawab, “Aku sudah memohon tambahan kepada-Nya, maka Dia memberi tambahan padaku bahwa masing-masing dari tujuh puluh ribu orang itu, akan diikuti oleh tujuh puluh ribu orang lainnya.”

 

Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak memohon tambahan lagi kepada-Nya?” Beliau menjawab, “Aku sudah memohon tambahan lagi kepada-Nya, maka Dia memberiku tambahan sekian.” Abu Wahab seperti yang dikutip oleh Hisyam mengatakan, “Tidak ada yang mengetahui berapa tambahan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Saw..”

 

Diriwayatkan juga oleh Tirmidzi al-Hakim dari Nafi’ dari Ummi Qais bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. keluar dengan membimbing tangan Ummi Qais melewati sebuah jalan di antara jalan-jalan di kota Madinah, hingga membawanya sampai di pemakaman Baqi’ al-Gharqad. Beliau lalu bersabda, “Pada hari Kiamat, dari sini akan dibangkitkan kembali tujuh puluh ribu orang yang berwajah seperti bulan pada malam purnama. Mereka masuk surga tanpa dihisab.”

 

Lalu seorang sahabat berdiri, dan berkata, Wahai Rasulullah, tolong doakan kepada Allah mudah-mudahan Dia berkenan menjadikanku termasuk di antara mereka.” Beliau bersabda, “Kamu termasuk di antara mereka.” Lalu seorang sahabat lainnya berdiri, dan berkata, “Wahai Rasulullah, tolong doakan kepada Allah mudahmudahan Dia berkenan menjadikanku termasuk di antara mereka.” Beliau bersabda, “Kamu telah didahului Ukasyah.”

 

Abu Abdullah berkata, jumlah sebanyak itu baru dari satu pemakaman saja. Bagaimana kalau dikalikan dengan jumlah pemakaman-pemakaman kaum muslimin lainnya? Jawaban Rasulullah Saw. kepada seorang sahabat yang pertama tadi menunjukkan seolah-olah beliau tahu bahwa dia termasuk di antara mereka. Sedangkan, jawaban beliau kepada sahabat yang kedua menunjukkan bahwa beliau tidak tahu. Karena itulah beliau bersabda, “Kamu telah didahului Ukasyah.”

 

Ummi Qais adalah putri Muhshin, saudara perempuan Ukasyah bin Muhshin al-Asadi.

 

Jangan sekali-kali menganggap bahwa orang yang berobat dengan menggunakan jampi-jampi (ruqyah) dan dengan tusukan besi itu tidak bisa masuk ke surga tanpa dihisab. Soalnya, Nabi Saw. sendiri pernah melakukannya, bahkan memerintahkannya. Hal yang sama juga dilakukan oleh para sahabat beliau, seperti yang dituturkan oleh ath-Thabari dan lainnya. Kemungkinan apa yang dilakukan Nabi Saw. tersebut bersifat Kkhusus, berdasarkan sabda beliau kepada keluarga Amr bin Hazm, “Perlihatkanlah ruqyah kalian kepadaku. Tidak apa pun menggunakan jampi-jampi selama tidak mengandung kemusyrikan.”

 

Demikian pula pengobatan dengan menggunakan tusukan besi yang memang benar-benar dibutuhkan. Barang siapa melakukannya secara wajar dan dengan syarat-syarat yang dianjurkan syariat, maka hal itu hukumnya boleh dan sama sekali tidak mengurangi keutamaannya. Boleh jadi ia termasuk tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa dihisab. Soalnya, Nabi Saw. sendiri juga pernah melakukannya, seperti yang dituturkan oleh ath-Thabari dalam kitab Adab an-Nufus, dan al-Hulaimi dalam kitab al-Minhaj Si ad-Din.

 

Terdapat beberapa riwayat mengenai pengobatan dengan menggunakan tusukan besi ini. Ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi Saw. melakukan hal itu untuk mengobati luka di wajah yang beliau alami dalam Perang Uhud. Sa’ad bin Zarrah melakukannya untuk mengobati penyakit infeksi akibat tertusuk duri. Sa’ad bin Mu’adz, yang kematiannya mampu mengguncangkan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, pernah juga melakukannya. Ubay bin Ka’ab, seorang ahli pembaca al-Qur’an yang sangat terkenal, juga pernah melakukannya untuk mengobati suatu penyakit yang dideritanya. Imran bin Hushain juga pernah melakukannya, bahkan kakinya harus dipotong oleh Urwah bin Zubair.

 

Kalau ada orang yang menganggap bahwa mereka itu bukan termasuk dari tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa dihisab, maka anggapannya itu jelas sangat keliru.

 

Telah mengabarkan secara ijazah kepada kami Ibnu Rawah dari as-Salafi dari Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Musa bin Mardawaih bin Faurak bin Ja’far dari Abu al-Qasim Ali bin Umar bin Ishak bin Ibrahim alAsadibadzi al-Hamdzani dari Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ishak ibnu al-Basti dari Abu Abdullah al-Husain bin Muhammad al-Mathiqi dari Abu Bakar bin Zanjawaih dari Utsman bin Shalih dari Ibnu Luha’iah dari Darraj dari Abu Juhairah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga golongan yang masuk surga tanpa dihisab. Yaitu, laki-laki yang mencuci pakaiannya, dan dia tidak mempunyai ganti yang lainnya; Laki-laki yang tidak mempunyai dua buah periuk sama sekali di dapurnya; Dan laki-laki yang diajak minum, sedang pengajak tidak mengatakan kepadanya, mana yang kamu inginkan?”

 

Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa menggali sebuah sumur di sebuah tanah lapang yang kering atas dasar iman dan mengharap keridaan Allah, niscaya dia masuk surga tanpa dihisab.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nua’im dari Ali bin Husain, dia berkata, pada hari Kiamat, ada yang menyeru, “Manakah di antara kalian orang-orang yang mempunyai keutamaan?” Maka beberapa orang berdiri, lalu dikatakan kepada mereka, “Pergilah kalian ke surga.” Kemudian para malaikat menemui mereka, dan bertanya, “Mau ke mana kalian?” Mereka menjawab, “Ke surga.” Malaikat bertanya, “Sebelum dihisab?” Mereka menjawab, “Ya.” Malaikat bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang yang mempunyai keutamaan.” Malaikat bertanya, “Apa keutamaan kalian?” Mereka menjawab, “Jika dibodohi, kami berlapang dada. Jika dizalimi, kami bersabar. Dan jika dijahati, kami memaafkan.” Malaikat berkata, “Masuklah kalian ke dalam surga sebagai balasan terbaik bagi orang-orang yang beramal saleh.”

 

Kemudian terdengar seruan yang memanggil orang-orang sabar. Maka beberapa orang berdiri, dan jumlah mereka sedikit. Lalu dikatakan kepada mereka, “Pergilah kalian ke surga.” Kemudian para malaikat menemui mereka, dan bertanya, “Mau ke mana kalian?” Mereka menjawab, “Ke surga.” Malaikat bertanya, “Sebelum dihisab?” Mereka menjawab, “Ya.” Malaikat bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang sabar.” Malaikat bertanya, “Apa keutamaan kalian?” Mereka menjawab, “Kami bersabar dalam ketaatan kepada Allah, dan kami pun bersabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat kepadaNya.” Malaikat berkata, “Masuklah kalian ke dalam surga sebagai balasan terbaik bagi orang-orang yang beramal saleh.”

 

Kemudian terdengar seruan yang memanggil orang-orang yang bertetangga dengan Allah. Maka beberapa orang berdiri, dan jumlah mereka sedikit. Lalu dikatakan kepada mereka, “Pergilah kalian ke surga.” Kemudian para malaikat menemui mereka, dan bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang. orang yang bertetangga dengan Allah.” Malaikat bertanya, “Apa buktinya bahwa kalian adalah tetangga-tetangga Allah?’ Mereka menjawab, “Kami saling mengunjungi karena Allah, saling bertemu karena Allah, dan kami saling bertukar pikiran karena Allah ‘Azza wa Jalla.” Malaikat berkata, “Masuklah kalian ke dalam surga sebagai balasan terbaik bagi orang-orang yang beramal saleh.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim sebuah hadis dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk mulai dari yang pertama hingga yang terakhir di satu tanah lapang, maka ada yang menyeru dari bawah Arasy, “Di manakah orang-orang yang makrifat kepada Allah?Di manakah orang-orang yang suka berbuat kebaikan?”

 

Tidak lama kemudian bangkitlah beberapa orang, hingga mereka akhirnya berdiri di hadapan Allah Ta’ala. Maka Dia bertanya, walau sebenarnya Dia sudah mengetahuinya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang yang makrifat kepada Engkau, dan Engkaulah yang membuat kami mengenal Engkau, dan menjadikan kami untuk itu.” Allah berfirman, “Kalian benar. Tidak ada alasan untuk menghisab kalian. Masuklah kalian ke dalam surga berkat rahmat-Ku.” Lalu Rasullullah Saw. tersenyum seraya bersabda, “Sesungguhnya Allah menyelamatkan mereka dari huru-hara hari Kiamat.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari ibnu Abbas, dia berkata, apabila hari Kiamat sudah terjadi, maka akan ada yang menyeru, “Pada hari ini, kalian semua akan mengetahui, siapakah orang-orang mulia itu. Berdirilah orang-orang yang dahulu selalu memuji Allah dalam setiap saat!” Maka berdirilah mereka, lalu mereka diantar menuju surga.

 

Kemudian untuk kedua kalinya terdengar lagi seruan, “Pada hari ini, kalian semua akan mengetahui, siapakah orang-orang mulia lainnya. berdirilah orang-orang yang dahulu, “lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. as-Sajdah: 16) Maka berdirilah mereka, lalu mereka diantar menuju surga.

 

Kemudian untuk ketiga kalinya terdengar lagi seruan, “Pada hari ini, kalian semua akan mengetahui, siapakah orang-orang mulia lainnya. Berdirilah orang-orang yang dahulu, “Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingati Allah….” (QS. an-Nur: 37) Maka berdirilah mereka, lalu mereka diantar menuju surga.”

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa jika hari Kiamat sudah terjadi, maka ada yang menyeru, “Di mana hamba-hamba-Ku yang dahulu selalu menaati-Ku dan memelihara janji-Ku terhadap sesuatu yang gaib?” Maka mereka pun berdiri dengan wajah seperti bulan purnama atau bintang kejora. Mereka menunggangi kendaraan dari cahaya, yang tali kendalinya dari mutiara berwarna merah. Mereka dibawa terbang melintasi kepala seluruh makhluk lainnya.

 

Begitu sampai di depan Arasy, Allah berfirman kepada mereka, “Salam sejahtera buat hamba-hamba-Ku yang taat kepada-Ku dan memelihara janji-Ku terhadap sesuatu yang gaib. Aku mengasihi kalian, Aku mencintai kalian, dan Aku memilih kalian. Pergilah kalian, dan masuklah ke dalam surga tanpa hisab. Pada hari ini, tidak ada rasa takut sama sekali atas kalian, dan kalian tidak bersedih hati.”

 

Maka mereka pun menyeberangi jembatan (ash-Shirath) laksana kilat yang menyambar. Pintu-pintu surga dibukakan untuk mereka. Kemudian seluruh makhluk yang masih berdiri di Padang Mahsyar satu sama lain saling bertanya,

 

“Hai orang-orang, mana Fulan bin Fulan?” Pada saat itulah terdengar seruan, “Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).” (QS. Yasin: 55)

 

Diriwayatkan dari al-Mayanasyi al-Qarsyi Abu Ja’far Umar bin Hafash sebuah hadis dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, jika hari Kiamat telah terjadi, maka para ahli hadis datang dengan membawa tempat tinta di tangan mereka. Allah lalu memerintahkan Jibril menghampiri mereka dan bertanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah para ahli hadis.” Maka Allah berfirman kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga, sebab yang kalian lakukan sampai kepada Nabi Saw..”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nua’im dari Ibnu Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, jika hari Kiamat sudah terjadi, maka diletakkanlah mimbar-mimbar dari cahaya, yang di atasnya terdapat kubah dari mutiara. Kemudian ada yang menyeru, “Di manakah para fuqaha? Di manakah para imam? Dan di manakah para muazin? Duduklah kalian di atas mimbar-mimbar itu. Pada hari ini, tidak ada rasa takut dan tidak ada kesedihan sama sekali bagi kalian.” Begitulah, hingga Allah menyelesaikan hisab amal-amal para hamba yang terkait dengan-Nya.

 

Diriwayatkan oleh Yazid bin Harun dari Daud bin Abu Hind dari asy-Sya’bi dari Ibnu Abi Laila dari Abi Ayyub al-Anshari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bagi seorang mukmin, mempelajari suatu masalah itu lebih baik baginya daripada beribadah selama setahun, dan lebih baik baginya daripada memerdekakan budak dari keturunan Ismail. Sesungguhnya orang yang menuntut ilmu, istri yang taat kepada suaminya, dan anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, mereka semua akan masuk surga . tanpa dihisab.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tuhanku telah berjanji kepadaku akan memasukkan seratus ribu orang dari umatku ke dalam surga.” Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, mohonlah tambahan untuk kita.” Beliau bersabda, “Dan seperti itu pula.” Maka Sulaiman bin Harb memberi isyarat dengan tangannya seperti jummlah itu.

 

Abu Bakar lalu berkata lagi, “Wahai Rasulullah, mohonlah tambahan untuk kita.” Umar berkata, “Sesungguhnya Allah kuasa memasukkan manusia ke dalam surga dengan sekali genggaman.” Rasulullah Saw. bersabda, “Umar benar.” .

 

Hadis ini gharib, diriwayatkan dari Qatadah hanya oleh Abu Hilal Muhammad bin Sulaim arRasibi, seorang perawi Bashrah yang tsiqat.

 

Hadis tadi, hadis sebelumnya, dan juga sebuah hadis sahih dalam Shahih Muslim tentang sabda Nabi Saw., “Lalu Allah menggenggam neraka sekali genggam”, tidak boleh membuat Anda terjebak dalam paham personifikasi yang mengartikan bahwa Allah itu mempunyai anggota badan seperti manusia karena Dia bisa menggenggam. Padahal yang dimaksud ialah sesungguhnya Allah mengeluarkan dari neraka sejumlah manusia yang sangat banyak sekali hingga tidak terhitung. Atau, seperti orang yang menggenggam sesuatu di tangannya lalu dilemparkannya dengan sekaligus. Wallahu a’lam.

 

Penghuni Surga Terbanyak Adalah Umat Nabi Muhammad Saw.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Allah Ta’ala memanggil, “Wahai Adam!” Adam menjawab, “Aku penuhi panggilan-Mu. Segala kebaikan ada di tanganMu.” Allah berfirman, “Kirim utusan ke neraka dari anak cucumu!” Adam bertanya, “Berapa?” Allah berfirman, “Dari setiap seribu orang, maka 999 orang menuju neraka.” Saat itu, anak kecil beruban, wanita yang mengandung melahirkan kandungannya (keguguran), dan kamu lihat manusia sedang mabuk padahal mereka itu tidak mabuk. Tetapi, azab Allah memang sangat keras hingga hal itu terasa keras bagi mereka.

 

Para sahabat bertanya, “Apakah orang itu ada di antara kami?” Beliau menjawab, “Bergembiralah kalian, karena sesungguhnya dari golongan Ya’juj dan Ma’juj seribu orang, dan Satu orang dari kalian. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku sangat berharap sekali kalian menjadi seperempatnya penghuni surga.” Mendengar itu, kami bertahmid dan bertakbir. Lalu beliau bersabda lagi, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku sangat berharap sekali kalian menjadi sepertiga penghuni surga.” Mendengar itu, kami bertahmid dan bertakbir. Lalu beliau bersabda lagi, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya aku sangat berharap sekali kalian menjadi setengahnya penghuni surga. Sesungguhnya perumpamaan kalian di antara umat-umat lainnya adalah seperti sehelai rambut putih pada kulit seekor lembu jantan yang hitam, atau seperti setitik belang pada kaki seekor keledai.”

 

Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, seluruh makhluk ada 120 baris. Panjang setiap barisannya adalah sejauh perjalanan 40.000 tahun, dan lebar setiap barisannya adalah sejauh perjalanan 20.000 tahun.” Ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, berapa baris orang-orang mukmin?” Beliau menjawab, “Tiga baris.” Lalu, ditanyakan lagi kepada beliau, “Dan orang-orang musyrik?” Beliau menjawab, “117 baris.” Lalu, ditanyakan lagi kepada beliau, “Apa ciri yang membedakan orang-orang mukmin dari orang-orang musyrik?” Beliau menjawab, “Orang-orang mukmin seperti sehelai rambut putih pada Kulit seekor lembu jantan yang hitam.”

 

Riwayat ini diterangkan oleh al-Qatabi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar. Hadis ini gharib sekali karena hadis-hadis lain menjelaskan bahwa jumlah barisan orang-orang mukmin tidak seperti itu.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syajbah dari Ibnu Namir dari Musa al-Juhani dari asy-Sya’bi, dia berkata, aku mendengar bahwa al-Juhani berkata sesungguhnya Nabi Saw. telah bersabda, “Apakah kalian senang jika kalian adalah sepertiga dari seluruh penghuni surga?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian senang jika kalian adalah setengahnya dari seluruh penghuni surga?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya umatku adalah dua pertiga dari seluruh penghuni surga. Pada hari Kiamat, umat manusia terdiri dari 120 baris, dan dari sekian jumlah baris itu, umatku ada 80 baris.”

 

Sebuah hadis marfu’ diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, penghuni surga ada 120 baris, dan 80 baris di antaranya adalah kalian.” Pada sanad hadis ini terdapat al-Harits bin Hudhairah, seorang perawi yang daif. Muslim telah mendaifkannya dalam kitabnya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi dari Buraidah bin Hushaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Penghuni surga itu ada 120 baris. 80 baris terdiri dari umat ini (umat Islam), dan sisanya yang 40 baris terdiri dari umat-umat lainnya.”

 

Keterangan:

 

Telah disinggung dalam hadis Abdullah bin Amr sebelumnya, “… Kemudian Allah berfirman, kirim utusan ke neraka.” Itu adalah perintah Allah kepada Nabi Adam a.s.. Ada yang mengatakan, ketika Allah memerintah Nabi Adam seperti itu, dalam waktu bersamaan Allah juga memerintah kepada malaikat untuk membedakan penghuni surga dan penghuni neraka. Wallahu a’lam.

 

Maksud pertanyaan para sahabat, “Apakah orang itu ada di antara kami?” ialah, siapa salah seorang dari mereka yang tidak masuk neraka? Hal itu karena mereka merasa ragu siapa yang dimaksud di antara mereka. Karena itulah, Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya dari golongan Ya’juj dan Ma’juj 999 orang, dan satu orang dari kalian.” Itu artinya bahwa dari seribu orang yang masuk neraka seluruhnya terdiri dari selain umat Muhammad, sedangkan yang satu dari umat Muhammad masuk ke dalam surga. Kalau demikian, berarti seluruh umat Muhammad Saw. atau sebagian besar mereka berada di dalam surga. Karena, di antara Ya’juj dan Ma’juj, tidak ada satu pun di antara mereka yang mati sebelum dia melihat seribu anak cucunya muncul di hadapannya, seperti yang akan diterangkan nanti pada bagian akhir buku ini. Wallahu a’lam.

 

Gambaran Umum Tentang Neraka

 

Dalam al-Qur’an, Allah Ta’ala mengabarkan tentang neraka dan dijelaskan melalui sabda Nabi Saw.. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sama sekali tidak! Sungguh neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.” (QS. al-Ma’arij: 15-16)

 

“Dan tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu? la (Saqar itu) tidak meninggalkan dan tidak membiarkan, yang menghanguskan kulit manusia.” (QS. al-Muddatstsir: 27-29)

 

“Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu, (yaitu) api yang sangat panas.” (QS. al-Qari’ah: 10-11)

 

“Sekali-kali tidak! Pasti dia akan dilemparkan ke dalam (neraka) Huthamah. Dan tahukah kamu apakah (neraka) Huthamah itu?” (QS. alHumazah: 4-5)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Khalid bin Abu Imran berikut sanadnya kepada Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Sungguh, neraka itu akan memakan penghuninya. Ketika

 

api itu telah sampai naik ke hati mereka, maka hati itu habis dibakarnya. Kemudian hati itu utuh lagi seperti semula. Lalu api itu datang kembali kepadanya dan membakar lagi sampai ke hatinya. Dan, Begitulah yang terjadi selamanya.” Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“(Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan, yang (rnembakar) sampai ke hati.” (QS. al-Humazah: 6-7) .

 

“Dan apabila neraka Jahim dinyalakan.” (QS. at-Takwir: 12)

 

“Dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa’: 10)

 

“Dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Mulk: 5)

 

“Dan orang-orang kafir bagi mereka neraka Jahanam.” (QS. Fathir: 36)

 

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. an-Nisa’: 145)

 

Dengan neraka, Allah mengancam orang-orang kafir dan memberi peringatan terhadap orang-orang zalim yang keras kepala, dan agar orang-orang Islam yang durhaka supaya mereka berhenti melakukan apa pun yang dilarang Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 24)

 

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa’: IO)

 

“Demikian Allah mengancam hamba-hamba-Nya (dengan azab itu).” (az-Zumar: 16)

 

Masih banyak lagi ayat-ayat serupa. Wallahu a’lam.

 

Respon Para Malaikat Ketika Neraka Diciptakan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Muhammad bin al-Munkadir, dia berkata, “Ketika neraka selesai diciptakan, hati para malaikat merasa berguncang hingga terasa terbang. Namun, ketika Allah menciptakan Adam, maka hal itu membuat mereka tenang kembali, dan hilanglah apa yang mereka khawatirkan.”

 

Maimun bin Mahran berkata, ketika Allah selesai menciptakan Jahanam, maka ia (Jahanam) langsung menyala dengan mengeluarkan bunyi yang menakutkan. Sehingga, semua malaikat yang berada di seluruh langit bersujud. Lalu Allah berfirman kepada mereka, “Angkatlah kepala kalian. Ketahuilah bahwa Aku menciptakan kalian hanya untuk taat dan mengabdi kepada-Ku. Aku menciptakan Jahanam untuk makhluk-Ku yang durhaka kepada-Ku.” Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, kami belum merasa aman dari Jahanam sebelum kami melihat penghuninya.” itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, orang-orang yang karena takut (azab) Tuhannya, mereka sangat hati-hati.” (QS. al-Mu’minun: 57)

 

Api adalah azab Allah. Karenanya, tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk menyiksa dengan api. Ada keterangan yang melarang hal itu, yaitu, “Janganlah kalian mengazab dengan menggunakan azab Allah” Wallahu a’lam.

 

Menangis dan Takut Ketika Mengingat Neraka

 

Diriwayatkan oleh !bnu Wahab dari Zaid bin Aslam, dia berkata, Malaikat Jibril dan Israfil pernah datang kepada Nabi Saw.. Setelah mereka mengucapkan salam kepada beliau, mendadak Israfil menunduk dan wajahnya kelihatan pucat. Nabi Saw. bertanya, “Wahai Jibril, kenapa tiba-tiba aku melihat Israfil menunduk dan wajahnya kelihatan pucat?” Jibril menjawab, “Tadi ia sempat melihat kilatan api Jahanam. itulah yang membuatnya seperti yang engkau lihat.”

 

Diriwayatkan oleh ibnu al-Mubarak dari Muhammad bin Mutharrif dari seorang perawi yang dapat dipercaya bahwasanya ada seorang pemuda dari kaum Anshar yang merasa ketakutan ketika dia ingat neraka hingga dia pun menangis. Saking takutnya, dia tidak mau keluar rumah. Ketika hal itu diceritakan kepada Nabi Saw., beliau menemui pemuda itu di rumahnya. Begitu Nabi Saw. menemuinya, maka si pemuda itu serta merta langsung memeluknya kemudian terjatuh dan meninggal. Maka, Nabi Saw. bersabda, “Uruslah jenazah teman kalian ini, sesungguhnya ketakutan dari neraka telah memutuskan hatinya.””

 

Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi Isa a.s. berjalan, dan melewati 4000 orang wanita yang telah berubah warna kulitnya. Mereka mengenakan jubah yang bahannya terbuat dari rambut dan wool. Maka Nabi Isa a.s. bertanya, “Hai kaum wanita, apa yang membuat warna kulit kalian bisa berubah?” Mereka menjawab, “Setiap kali ingat neraka, kulit kami berubah seperti ini, wahai putra Maryam. Sesungguhnya orang yang masuk neraka, di sana dia tidak akan merasakan dingin, dan tidak mendapat minuman.” Demikian dituturkan oleh al-Kharaithi dalam kitabnya, al-Qubur.

 

Diceritakan oleh ats-Tsa’labi dan lainnya, ketika Salman al-Farisi mendengar firman Allah Ta’ala,

 

“Dan sungguh, Jahanam itu benar-benar (tempat) yang telah dijanjikan untuk mereka (pengikut setan) semuanya,” (QS. al-Hijr: 43), dia lari ketakutan selama tiga hari. Dia seperti orang tidak waras. Dia lalu dibawa menghadap Nabi Saw. dan ditanya mengenai alasannya. Dia lalu menjawab, “Wahai Rasulullah, ketika ayat tersebut (QS. al-Hijr: 43) diturunkan, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan membawa kebenaran, hatiku terasa dipotong-potong.” Kemudian Allah menurunkan firman-Nya,

 

“Sesungguhnya orang yang bertakwa itu berada dalam surga (taman-taman) dan (di dekat) mata air (yang mengalir).” (QS. al-Hijr: 45)

 

Orang yang Memohon Surga Kepada Allah, dan Memohon Dilindungi dari Neraka

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa memohon surga kepada Allah sebanyak tiga kali, niscaya surga akan berkata, “Ya Allah, masukkan dia ke dalam surga.” Dan barang siapa memohon perlindungan kepada Allah dari neraka sebanyak tiga kali, niscaya neraka akan berkata, “Ya Allah, lindungilah dia dari neraka.”

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Sa’id al-Khudri, atau dari Hajirah al-Akbar dari Abu Hurairah, bahwa salah seorang dari kedua orang itu menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari yang sangat panas, Allah menghadapkan pendengaran dan penglihatan-Nya kepada penduduk langit dan bumi. Jika ada seorang hamba yang berkata, “La ilaha illallah, alangkah panasnya hari ini! Ya Allah, lindungilah aku dari panasnya Jahanam,” niscaya Allah berfirman kepada Jahanam, “Sesungguhnya seseorang di antara hamba-hamba-Ku memohon perlindungan kepada-Ku darimu. Karenanya, Aku memintamu menjadi saksi, sesungguhnya Aku akan melindunginya.”

 

Dan pada hari yang sangat dingin, Allah juga menghadapkan pendengaran serta penglihatan-Nya kepada penduduk langit dan bumi. Jika ada seorang hamba yang berkata, “La ilaha illallah, alangkah dinginnya hari ini! Ya Altah, lindungilah aku dari zamharir Jahanam,” niscaya Allah berfirman kepada Jahanam, “Sesungguhnya seseorang di antara hamba-hamba-Ku memohon perlindungan kepada-Ku darimu. Karenanya, Aku memintamu menjadi saksi, sesungguhnya Aku akan melindunginya.”

 

Para sahabat bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan zamharir Jahanam itu?” Beliau menjawab, “Sebuah sumur yang dalam, tempat dilemparkannya orang-orang kafir. Saking sangat dinginnya tempat itu, maka sebagian tubuh orang-orang kafir itu terpisah dari sebagian yang lainnya.”

 

Beberapa Amalan yang Mengantarkan ke Surga dan Menjauhkan dari Neraka Dinyatakan dalam beberapa ayat al-Qur‘an dan sunnah bahwa amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas dan disertai iman, itu dapat mengantarkan orang yang bersangkutan pada surga dan menjauhkannya dari neraka. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskan hal itu, antara lain:

 

  1. Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang berpuasa sehari di jalan Allah, melainkan Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.”

 

  1. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa berpuasa sehari di jalan Altah, niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.”

 

  1. Diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi dari Abu Umamah bahwa Nabi Saw. bersabda,

“Barang siapa berpuasa sehari di jalan Allah, niscaya Allah akan membuat sebuah parit antara ia dan neraka, yang lebarnya sejauh ilmur dan barat.” Dalam riwayat lain, “Sejauh langit dan bumi.” Ini adalah hadis gharib Abu Umamah.

 

  1. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani Sulaiman bin Ahmad dari Umarah bin Watsimah al-Mishri dari Abu Watsimah bin Musa ibnu al-Furat dari Idris bin Yahya al-Khaulani dari Raja’ bin Abu Atha! dari Wahab bin Abdullah al-Ma’afiri dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memberi makan saudaranya hingga kenyang dan memberinya minum hingga puas, niscaya Allah akan menjauhkan ia dari neraka sejauh tujuh parit, jarak masing-masing parit adalah sejauh perjalanan seratus tahun.”

 

  1. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa berwudhu dengan sempurna dan menjenguk saudaranya sesama muslim, niscaya dia akan dijauhkan dari neraka Jahanam sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.”

 

  1. Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim sebuah riwayat dari ‘Adi bin Hatim, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa di antara kalian sanggup membentengi dirinya dari neraka walaupun hanya dengan sepotong kurma, maka hendaklah dia lakukan.” Ini lafaz versi riwayat Muslim

 

Jahanam Adalah Tingkatan Neraka yang Paling Bawah

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. an-Nisa’: 145)

 

Neraka itu memiliki tujuh tingkat ke bawah, sebagaimana surga juga memiliki tujuh tingkat ke atas. Orang-orang munafik berada di tingkat neraka yang paling bawah, yaitu yang disebut dengan neraka Hawiyah. Soalnya, mereka adalah yang paling besar dosanya kepada Allah, paling sesat, dan sering menyakiti orang-orang beriman,

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Yazid dari Ka’ab al-Ahbar, dia berkata, “Sesungguhnya di dalam neraka terdapat sebuah sumur yang belum pernah dibuka pintu-pintunya. Sumur itu selalu dalam keadaan tertutup. Semenjak Allah menciptakan sumur itu, Jahanam selalu memohon perlindungan kepada-Nya dari keburukan isi sumur itu. Jahanam merasa khawatir jika sampai sumur tersebut dibuka, akan mendatangkan azab Allah, yang membuat semua makhluk tidak akan sanggup memikul dan sabar terhadapnya. Sumur itu terletak di tingkat neraka yang paling bawah.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Salamah bin Kahil dari Khaitsamah dari Ibnu Mas’ud tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. an-Nisa’: 145) Ibnu Mas’ud berkata, tingkat neraka yang paling bawah terdiri dari kotak-kotak (peti) yang digunakan untuk mengurung orang-orang munafik dengan rapat sekali di dasar neraka.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ibrahim Abu Harun al-Ghanawi, dia berkata, aku pernah mendengar Hathan bin Abdullah ar-Raqasyi berkata, aku pernah mendengar Ali berkata, “Tahukah kalian, bagaimana bentuk pintu-pintu Jahanam itu?” Aku menjawab, “Bukankah seperti pintu-pintu kita?” Dia menjawab, “Tidak, tetapi ia seperti ini, sebagian berada di atas sebagian yang lain.”

 

Nama-nama Neraka

 

Menurut para ulama, tingkatan neraka yang paling tinggi ialah Jahanam. Tempat ini dikhususkan bagi umat Muhammad Saw. yang durhaka. Neraka inilah yang akhirnya kosong tidak berpenghuni, kemudian pintu-pintunya bergerak karena tertiup angin. Berikutnya secara berturut-turut lalah neraka Lazha, Huthamah, Sa’ir, Saqar, Jahim, dan yang terakhir ialah Hawiyah.

 

Kalimat tingkatan-tingkatan bagi istilah neraka juga bisa disebut derajat, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. al-Ahqaf: 19)

 

Di dalam kitab az-Zuhd wa ar-Raqa’iq disebutkan tentang nama-nama tingkatan neraka, dan nama-nama penghuninya dari berbagai agama, yang tidak pernah disinggung dalam riwayat-riwayat yang sahih.

 

Adh-Dhahhak berkata, “Yang berada di neraka tingkat paling atas adalah umat Muhammad, di tingkat kedua di bawahnya adalah umat Nasrani, di tingkat ketiga adalah umat Yahudi, di tingkat keempat adalah umat Shabi’in, di tingkat kelima adalah umat Majusi, di tingkat keenam adalah orang-orang musyrik Arab, dan yang berada di tingkat ketujuh adalah orang-orang munafik.”

 

Mu’adz bin Jabal berkata bahwa ulama jahat, atau ulama su’u itu bermacam-macam. Di antaranya ialah jika dia memberi nasihat, maka dia mempersulit; dan apabila dia dinasehati, maka dia meremehkan. Mereka itu semua berada di neraka tingkat pertama.

 

Ulama yang memanfaatkan ilmunya untuk menjilat penguasa zalim berada di neraka tingkat kedua. Ulama yang menyembunyikan ilmunya berada di neraka tingkat ketiga. Ulama yang menggunakan ilmu dan ucapannya untuk mengorbankan rakyat jelata berada di neraka tingkat keempat.

 

Ulama yang sering mempelajari dan mengutip hadis, padahal itu hanyalah cerita-cerita kaum Yahudi dan Nasrani berada di neraka tingkat kelima. Ulama yang mengaku dirinya sebagai orang yang suka memberikan fatwa dengan berkata kepada manusia, “Bertanyalah kepadaku,” maka Allah mencatatnya sebagai orang yang melampaui batas, sedang Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas, maka ulama tersebut berada di neraka tingkat keenam. Dan, ulama yang menggunakan ilmunya untuk menjaga wibawanya dan agar disebut orang yang berakal, maka berada di neraka tingkat ketujuh.”

 

Di antara nama-nama tersebut, terdapat beberapa nama yang memang sudah menjadi nama neraka secara umum atau keseluruhan. Contohnya seperti Jahanam, Saqar, Lazha, dan Samum. Contohnya seperti disebutkan dalam Al-Qur’an,

 

“Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka.” (QS. ath-Thur: 27)

 

Yang dimaksud “Samum” adalah neraka secara keseluruhan. Semoga Allah melindungi kita dari azab neraka berkat karunia-Nya. Amin.

 

Neraka Jahanam Itu Menyala Setiap Hari, dan Pintu-pintunya Selalu Terbuka Kecuali Hari Jumat

 

Diriwayatkan oleh Abu Nua’im dari Sulaiman bin Ahmad dari al-Husain bin Ishaq atTusturi dari Alif bin Bahr dari Sawar bin Abdul Aziz dari Nu’man ibnu al-Mundzir dari Makhul dari Abdullah bin Amr bahwasanya Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya neraka Jahanam itu menyala setiap hari dan pintu-pintunya selalu terbuka kecuali hari Jumat. Sesungguhnya pada hari Jumat, ia tidak menyala dan pintu-pintunya pun tidak dibuka.” Hadis ini gharib dari Abdullah bin Amr. Sedang nama Makhul tidak tercatat kecuali dari hadis Nu’man.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Karenanya, boleh hukumnya melakukan (shalat) sunah pada tengah hari khusus di hari Jumat, bukan di hari-hari lainnya.” Wallahu a’lam.

 

Pintu-pintu Neraka Jahanam

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Jahanam) itu mempunyai tujuh pintu. Setiap pintu telah (ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka.” (QS. al-Hijr: 44)

 

“Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (neraka) pintu-pintunya dibukakan.” (QS. az-Zumar:71)

 

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jahanam itu memiliki tujuh pintu; Satu pintu di antaranya untuk orang yang menghunus pedang terhadap umatku.” Atau beliau bersabda, “Terhadap umat Nabi Muhammad Saw..” Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Abdullah at-Tirmidzi dan Abu Isa at-Tirmidzi. Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. Saya hanya mengenalnya dari hadis Malik bin Maghul saja.

 

Menurutku, Malik bin Maghul Abdullah al-Bajali al-Kufi adalah seorang imam yang bisa dipercaya (Isiqat). Bukhari, Muslim, dan imam-imam hadis lainnya sering meriwayatkan darinya.

 

Ubay bin Ka’ab berkata, “Jahanam itu memiliki tujuh pintu. Salah satu pintunya yang paling sulit, paling susah, paling panas, dan paling busuk baunya adalah pintu untuk para pelaku zina, padahal mereka tahu hukum zina itu haram, namun mereka tetap saja berbuat dosa tersebut.”

 

Diriwayatkan oleh Salam ath-Thawil dari Abu Sufyan dari Anas bin Malik dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“(Jahanam) itu mempunyai tujuh pintu” (QS. al-Hjr: 44) beliau bersabda, “Ada pintu bagi mereka yang menyekutukan Allah, ada pintu bagi mereka yang meragukan Allah, ada pintu bagi mereka yang lalai terhadap Allah, ada pintu bagi mereka yang lebih mengutamakan kesenangan nafsunya, ada pintu bagi mereka yang melampiaskan kemarahannya dengan amat sangat terhadap murka Allah, ada pintu bagi mereka yang lebih mengutamakan (menentukan) nasib mereka kepada diri mereka sendiri, dan ada pintu bagi mereka yang durhaka terhadap Allah.”

 

Riwayat tersebut diterangkan oleh alHulaimi Abdullah al-Hasan ibnu al-Husain dalam kitabnya, al-Minhaj. Dia berkomentar, “Jika hadis tersebut benar, maka yang dimaksud dengan mereka yang menyekutukan Allah adalah orang-orang musyrik.

 

Mereka yang meragukan Allah adalah orang-orang yang tidak mengetahui apakah mereka itu. mempunyai Tuhan ataukah tidak mempunyai Tuhan. Atau, mereka adalah orang-orang yang ragu, apakah syariat Islam itu benar-benar dari Allah atau bukan.

 

Mereka yang lalai terhadap Allah adalah orang-orang yang keras kepala, mereka adalah golongan ad-Dahriyah. Mereka yang lebih mengutamakan kesenangan nafsunya adalah orang-orang yang sangat bersemangat dalam berbuat maksiat kepada Allah, mereka mendustakan para utusan Allah, dan menentang perintah serta larangan-Nya.

 

Mereka yang melampiaskan kemarahannya dengan amat sangat terhadap murka Allah adalah orang-orang yang mengejek para nabi dan menyeru untuk mengazab orang-orang yang menasihati, atau yang tidak menempuh jalan mereka.

 

Mereka yang lebih mengutamakan (menentukan) nasib mereka kepada diri mereka sendiri tanpa ketentuan dari Allah adalah orang-orang yang mengingkari peristiwa kebangkitan kembali dan perhitungan amal. Mereka menyembah apa saja yang mereka sukai, padahal seluruh anugerah yang diperolehnya berasal dari Allah.

 

Mereka yang durhaka terhadap Allah adalah orang-orang yang tidak peduli apa yang mereka lakukan itu benar atau salah. Mereka tidak mau berpikir, mengambil pelajaran, dan mencari petunjuk. Allahlah Yang Mahatahu apa yang dimaksud oleh Rasul utusan-Nya, jika hadis tersebut benar.”

 

Bilal bercerita, pada suatu hari, Nabi Saw. shalat sendirian di masjid Madinah. Tidak lama kemudian, muncul seorang wanita dusun lalu ikut shalat di belakangnya tanpa sepengetahuan beliau. Begitu beliau membaca ayat,

 

“(Jahanam) itu mempunyai tujuh pintu. Setiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka’, (QS. al-Hijr: 44)

 

Seketika itu juga wanita dusun itu langsung jatuh pingsan. Mendengar suara yang jatuh tersebut, maka beliau pun mengakhiri shalatnya dan berpaling ke belakang. Lalu beliau minta diambilkan air lalu disiramkan ke wajah wanita dusun itu hingga tidak lama kemudian dia siuman kembali dan sanggup duduk.

 

Maka Nabi Saw bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tadi?” Dia malah balik bertanya kepada beliau, “Yang engkau baca tadi itu, apakah dari Kitab Allah atau sesuatu buatan engkau sendiri?” Beliau menjawab, “Hai wanita dusun, tentu saja itu dari Kitab Allah yang diturunkan kepadaku.” Dia lalu bertanya, “Apakah setiap anggota tubuhku akan disiksa melalui pintu Jahanam tadi?” Beliau menjawab, “Hai wanita dusun, bahkan setiap pintu Jahanam telah ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka, dan penghuni setiap pintu akan disiksa sesuai amal-amal mereka.”

 

Dia lalu berkata, “Demi Allah, aku adalah seorang wanita miskin yang tidak mempunyai harta. Aku hanya mempunyai tujuh orang budak. Sekarang, aku mohon engkau menjadi saksi, wahai Rasulullah, bahwa aku memerdekakan budak-budakku untuk menjauhkanku dari pintu-pintu Jahanam demi mengharap keridaan Allah.” Beberapa waktu kemudian Nabi Saw. didatangi Jibril dan berkata, “Wahai Rasulullah, sampaikan kabar gembira kepada wanita dusun itu bahwa Allah mengampuninya dan mengharamkan pintu-pintu Jahanam terhadapnya. Bahkan, Allah membukakan untuknya semua pintu surga.” Wallahu a’‘lam.

 

Jarak Antara Masing-masing Pintu Jahanam, dan Azab Allah yang Disediakan di Sana

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Setiap pintu telah (ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka.” (QS. al-Hijr: 44)

 

Menurut sebagian ulama, yang dimaksud “golongan tertentu dari mereka” ialah orang-orang kafir, orang-orang munafik, dan setan-setan. Jarak antara satu pintu neraka dengan pintu neraka lainnya adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun.

 

Pintu pertama, yaitu Jahanam. Disebut Jahanam Karena ia (Jahanam) dapat mengerutkan dahi manusia, baik laki-laki maupun wanita lalu ia memakan daging-daging mereka. Tetapi, di pintu ini terdapat azab yang paling ringan dibandingkan pintu-pintu lainnya.

 

Pintu. kedua, yaitu Lazha. Disebut Lazha karena apinya bergejelok dan mampu mengelupaskan kulit kepala. Selain itu, api ini dapat memakan kedua tangan dan Kaki. Lazha ini disediakan untuk orang yang tidak mau bertauhid (mengesakan Allah) dan yang berpaling dari ajaran Nabi Muhammad Saw..

 

Pintu ketiga, yaitu Saqar. Disebut Saqar karena ia (Saqar) itu memakan daging saja, tidak memakan tulang.

 

Pintu keempat, yaitu Huthamah. Mengenai pintu ini, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tahukah kamu apakah (neraka) Huthameah itu? (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan.” (QS. al-Humazah: 5-6)

 

Lalu, api itu sanggup menghancurkan tulang dan membakar hati, sebagaimana firman-Nya,

 

“yang (membakar) sampai ke hati.” (QS. al-Humazah: 7).

 

Yakni, api itu membakarnya mulai dari telapak kaki hingga naik sampai ke hati. la juga memancarkan bunga api sebesar dan setinggi istana, sebagaimana firman-Nya,

 

“Sungguh, (neraka) itu menyemburkan bunga api (sebesar dan setinggi) istana. Seakanakan iring-iringan unta yang kuning.” (QS. alMursalat: 32-33)

 

Maksudnya warna hitam bunga api itu naik sampai menjulang ke atas langit, kemudian turun dan membakar wajah, tangan, dan anggota-anggota tubuh mereka lainnya. Lalu mereka pun menangis mengeluarkan air mata sampai habis. Kemudian mereka menangis lagi mengeluarkan darah, kemudian menangis lagi mengeluarkan nanah. Andai saja ada kapal yang berlayar di atas air mata yang keluar dari mata mereka pastinya kapal tersebut bisa berlayar.

 

Pintu kelima, yaitu Jahim. Disebut Jahim karena selalu menyala-nyala dan onggokan baranya yang sangat besar. Konon, satu onggok bara saja lebih besar daripada dunia.

 

Pintu keenam, yaitu Sa’ir. Disebut Sa’ir karena apinya selalu menyala. Bahan bakarnya adalah para penghuninya. Sejak diciptakan, ia tidak pernah padam sama sekali. Di dalamnya, terdapat tiga ratus istana. Di setiap istana terdapat tiga ratus rumah. Di setiap rumah terdapat tiga ratus macam azab berupa ular, kalajengking, tali-tali, rantai, dan belenggu. Di dalamnya juga, terdapat sumur al-Huzn atau sumur kesedihan, yang paling dahsyat siksanya di neraka. Konon kalau pintu sumur ini dibuka, maka para penghuni neraka merasa sangat sedih sekali.

 

Pintu ketujuh, yaitu Hawiyah. Hawiyah disebut juga jurang yang dalam. Siapa yang jatuh ke dalam jurang itu, maka ia tidak akan bisa keluar lagi darinya untuk selama-lamanya. Di dalamnya, terdapat sumur Hab-hab atau sumur yang selalu menyala-nyala dengan cepat. Itulah makna firman Allah,

 

“Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (QS. al-Isra’: 97)

 

Konon, kalau pintu Hab-hab ini dibuka, maka akan keluar api, di mana neraka sendiri mohon perlindungan kepada Allah dari panasnya api tersebut. Di dalamnya, tinggal orang-orang yang disinggung oleh firman Allah Ta’ala,

 

“Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan.” (QS. al-Muddatstsir: 17)

 

Yang dimaksud “pendakian” adalah gunung api. Musuh-musuh Allah akan diseret wajah-wajah mereka agar menaikinya dengan tangan dibelenggu ke leher dan diikatkan jadi satu dengan kaki mereka. Sedangkan Malaikat Zabaniah berdiri di dekat kepala mereka dengan tangan memegang gada dari besi. Konon, jika salah seorang di antara mereka dipukul dengannya, maka ia akan menjerit keras sekali hingga suaranya bisa didengar oleh jin dan manusia.

 

Pintu-pintu neraka itu terbuat dari besi, tikarnya dari duri, tutupnya dari kegelapan, dan tanahnya dari tembaga, timah, dan kaca. Di atas dan di bawahnya terdapat api. Api itu menaungi mereka dari atas dan dari bawah mereka. Api itu dinyalakan selama seribu tahun hingga memerah, dan seribu tahun lagi hingga memutih, dan seribu tahun lagi hingga menghitam. Selanjutnya, api itu kian berwarna hitam kegelapan karena bercampur dengan murka Allah. Demikian diterangkan oleh al-Qatabi dalam kitabnya, Uyun al-Akhbar.

 

lbnu Abbas berkata, sesungguhnya keadaan Jahanam itu berselimut hitam kelam, gelap gulita, tidak ada cahaya dan tidak ada kobaran api padanya, sebagaimana yang digambarkan oleh firman Allah Ta’ala,

 

“(Jahannam) itu mempunyai tujuh pintu. Setiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan tertentu dari mereka.” (QS. al-Hijr: 44)

 

Di setiap pintu terdapat 70.000 gunung. Di setiap gunung terdapat 70.000 cabang api. Di setiap cabang terdapat 70.000 celah api. Di setiap celah terdapat 70.000 lembah api. Di setiap lembah terdapat 70.000 istana api. Di setiap istana terdapat 70.000 rumah api. Dan, di setiap rumah terdapat 70.000 gentong racun.

 

Jika hari Kiamat telah terjadi, ketika tutup gentong tersebut dibuka, maka terbanglah tenda-tenda api, baik dari sebelah kanan, kiri, depan, atas, dan belakang manusia. Pada saat jin dan manusia memandang tenda-tenda tersebut, maka mereka berlutut seraya berkata dengan memelas, “Wahai Tuhanku, selamatkanlah! wahai Tuhanku, selamatkanlah!”

 

Wahab bin Munabbih dalam kitabnya, alAhwal, bercerita bahwa jarak antara setiap dua pintu Jahanam adalah sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Setiap pintunya lebih panas daripada yang di atasnya 70 kali lipat. Dikatakan bahwa Jahanam itu memiliki tujuh pintu. Di setiap pintunya terdapat tujuh puluh lembah, dan masing-masing lembah dalamnya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun.

 

Pada setiap lembah terdapat 70.000 bukit, dan di setiap bukitnya terdapat 70.000 gua. Pada setiap gua terdapat 70.000 celah, dan di setiap celahnya terdapat 70.000 ekor ular. Pada setiap rahang ular terdapat 70.000 kalajengking, dan pada setiap kalajengking terdapat 70.000 tulang punggung. Di setiap tulang punggungnya terdapat puncak racun yang tidak pernah habis. Orang-orang kafir dan orang-orang munafik akan jatuh ke dalamnya. Wallahu a’lam.

 

Besarnya Jahanam, yang Tali Kendalinya Ditarik Oleh Banyak Para Malaikat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Jahanam akan didatangkan, dan ia mempunyai 70.000 tali kendali. Masing-masing kendali ditarik oleh 70.000 malaikat.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Zaid bin Aslam, dia berkata, Jibril pernah mendatangi Nabi Saw. dan berbisik kepada beliau. Lalu Nabi Saw. bangkit dengan pandangan mata tertunduk. Maka para sahabat menemui Ali dan bertanya, “Wahai Abu al-Hasan, mengapa Nabi Saw. tampak bersedih semenjak pertemuannya dengan Jibril?’ Maka Ali pun menemui beliau dan meletakkan tangannya di atas kedua lengan beliau serta mencium kedua bahu beliau.

 

Ali lalu bertanya, “Apa yang membuat engkau tampak bersedih, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Wahai Abu al-Hasan, tadi Jibril menemuiku dan membaca,

 

“Apabila bumi diguncangkan berturut-turut (berbenturan),” (QS. al-Fajr: 21), lalu Jahanam didatangkan dan ditarik dengan 70.000 tali kendali. Masing-masing kendalinya dipegang oleh 70.000 malaikat. Andai saja ia berontak, maka ia akan terlepas dari mereka dengan menyebarkan angin panas. Seandainya mereka tidak berhasil mendapatkannya lagi, niscaya angin panas itu akan membakar semua makhluk. Beruntung mereka berhasil menangkapnya kembali-”

 

Abu Hamid al-Ghazali berkata dalam kitabnya, Kashf Ulum al-Akhirah, sesungguhnya Jahanam didatangkan oleh para malaikat dalam keadaan berjalan dengan empat kaki dan diseret dengan 70.000 tali kendali, yang setiap kendalinya dipegang oleh 70.000 malaikat. Setiap malaikat memegang satu mata rantai, kalau saja seluruh besi di dunia dikumpulkan, maka tidak akan sebanding dengan satu mata rantai tersebut.

 

Pada setiap mata rantai terdapat 70.000 Malaikat Zabaniah. Jika seorang Malaikat Zabaniah disuruh menghancurkan gunung-gunung, maka gunung-gunung itu akan hancur seketika, atau jika disuruh untuk meruntuhkan bumi, maka bumi akan runtuh karenanya.

 

Konon, jika Jahanam itu terlepas dari tangan para malaikat, maka mereka tidak akan sanggup untuk mendapatkannya kembali karena saking besarnya. Maka semua makhluk yang berada di tempatnya akan berlutut termasuk para rasul. Sementara Ibrahim, Musa, dan Isa bergelayut pada Arasy. Begitu mencekamnya suasana waktu itu hingga Ibrahim sendiri sampai melupakan anaknya, yang dulu akan disembelihnya. Musa melupakan saudara sendirinya, Harun. Dan Isa sendiri sampai melupakan ibunya, Maryam. Masing-masing hanya berkata, “Diriku, diriku. Pada hari ini, aku hanya memohon keselamatan diriku.” Abu Hamid berkata, inilah yang lebih sahih menurutku.

 

Sementara itu Nabi Muhammad Saw. tetap memikirkan umatnya. Beliau memohon kepada Allah seraya bersabda, “Wahai Tuhanku, selamatkanlah umatku. Wahai Tuhanku, Selamatkanlah umatku.”

 

Semua yang berada di Padang Mahsyar, pada saat itu tidak ada satu orang pun yang sanggup berdiri, mereka semua jatuh berlutut. Itulah arti firman Allah Ta’ala,

 

“Dan (pada hari itu) engkau akan melihat setiap umat berlutut.” (QS. al-Jatsiyah: 28)

 

Ketika Jahanam itu terlepas, maka ia tampak seram dengan kemarahannya yang bercampur dendam. itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

‘Apabila ia (neraka) melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar suaranya yang gemuruh karena marahnya.” (QS. al-Furqan: 12) Maksudnya karena kemarahan dan kemurkaannya yang besar.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Hampir meledak karena marah.” (QS. alMulk: 8)

 

Maksudnya, terpecah menjadi dua bagian karena saking marahnya. Kemudian atas perintah Allah, Rasulullah Saw. lalu berdiri untuk memegang tali kendali neraka seraya bersabda kepadanya, “Kembalilah ke tempatmu, nanti akan datang kepadamu para penghunimu dengan berbondong-bondong.” Neraka menjawab, “Jangan halangi jalanku, sungguh engkau wahai Muhammad, haram bagiku.”

 

Pada saat itulah, dari tenda-tenda Arasy terdengar seruan kepada Jahanam, “Dengarkan kata-katanya dan taatilah perintahnya.” Kemudian neraka itu ditarik, dan ditempatkan di sisi kiri Arasy. Lalu, orang-orang yang berada di Padang Mahsyar ramai memperbincangkannya. Rasa takut mereka agak berkurang, dan itulah makna firman Allah Ta’ala

 

“Dan Karni tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiya’: 107)

 

Setelah itu, baru timbangan amal (mizan) mulai dipasangkan.

 

Itulah penjelasan yang saya Katakan bahwa Jahanam adalah nama umum bagi semua neraka. Adapun yang dimaksud dengan “didatangkan” ialah Jahanam itu didatangkan oleh Allah dari tempat asalnya ia diciptakan. la lalu dibawa berputar-putar mengelilingi Padang Mahsyar sehingga tidak ada jalan menuju surga kecuali lewat jembatan (ash-Shirath).

 

Tali kendali yang digunakan untuk mengekang Jahanam adalah tali yang sangat kuat sehingga Jahanam tidak bisa lepas dan menghambur ke Padang Mahsyar, kecuali leher-lehernya saja yang diperintahkan untuk menyambar orang-orang yang dikehendaki Allah, dan beberapa malaikat yang keras dan kasar sebagaimana yang dijelaskan Allah.

 

Malaikat Penjaga Jahanam

 

Diriwayatkan oleh ibnu Wahhab dari Abdurrahman bin Zaid, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda tentang para malaikat penjaga Jahanam, “Jarak antara kedua bahu salah seorang di antara mereka adalah sejauh antara ilmur dan barat.”

 

ibnu Abbas berkata, “Jarak kedua bahu masing-masing dari mereka adalah sejauh perjalanan selama satu tahun. Dengan kekuatan pukulan gada besi saja, salah seorang di antara mereka mampu melemparkan 70.000 manusia sekaligus ke dasar neraka Jahanam.”

 

Yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“Diatasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga),” (QS. al-Muddatstsir: 30) adalah mereka terdiri dari para pemimpin mereka saja seperti yang akan diterangkan nanti, sedangkan jumlah mereka yang sebenarnya adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala pada ayat berikutnya,

 

“Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri.” (QS. al-Muddatstsir: 31)

 

Hanya Nabi Muhammad Saw. yang Menundukkan Jahanam Ketika la Memberontak

 

Menurut para ulama, hanya Nabi Muhammad Saw. yang diberi tugas khusus untuk mengembalikan, mengendalikan, dan menjauh

 

kan Jahanam dari penghuni Mahsyar, bukan para nabi yang lainnya. Itu karena beliau sudah pernah melihatnya ketika peristiwa Isra’ dan Mi’raj, serta ketika beliau sedang shalat, seperti yang diterangkan dalam riwayat hadis sahih.

 

Keistimewaan yang diberikan Allah kepada beliau itu mengandung delapan faidah, antara lain:

 

* Pertama, ketika orang-orang kafir yang mengejek Nabi Saw.,. mendustakan dakwahnya, dan menyakiti beliau dengan sangat kejam, maka Allah memperlihatkan neraka kepada beliau yang disediakan bagi mereka. Hal itu dimaksudkan untuk menghibur dan menenangkan hati beliau.

 

* Kedua, hal itu merupakan isyarat bahwa hati beliau sama sekali tidak sedih oleh penghinaan dan kebencian orang-orang yang memusuhi beliau. Hati beliau merasa senang karena orang-orang yang mencintai beliau akan mendapatkan syafaat, kemuliaan, dan penghormatan dari Allah.

 

* Ketiga, neraka diperlihatkan kepada Nabi Saw. sebagai karunia Allah ketika beliau menyelamatkan orang-orang mukmin dari neraka karena berkah dan syafaat beliau.

 

* Keempat, neraka diperlihatkan kepada Nabi

 

Saw. agar pada hari Kiamat nanti ketika para nabi hanya memikirkan diri sendiri, beliau justru memikirkan umatnya, dan itulah arti firman Allah Ta’ala “Pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi.” (QS. at-Tahrim: 8) Al-Hafizh Abu al-Khaththab berkata, hikmah dibalik itu ialah agar Nabi Saw. bisa berkonsentrasi memberikan syafaat kepada umatnya. Seandainya tidak ada jaminan tersebut, maka beliau pun akan sibuk dengan dirinya sendiri seperti halnya nabi-nabi lainnya.

 

* Kelima, sebelum hari Kiamat, nabi-nabi lain

 

tidak pernah melihat neraka. Karenanya, begitu melihat neraka mereka sangat terkejut, lidah mereka tidak mampu berkata apa pun. Mereka tidak berdaya ketika dimintai syafaat, dan mereka sibuk dengan dirinya sendiri daripada mengurus umatnya. Berbeda dengan Nabi Muhammad Saw. yang sebelumnya sudah diperlihatkan neraka oleh Allah. Beliau sama sekali tidak terkejut seperti yang dialami oleh para nabi yang lain. Bahkan, beliau masih bisa berkhutbah dengan lancar. Hal itulah yang disebut sebagai kedudukan yang terpuji, yang telah Allah janjikan kepada beliau, sebagaimana yang ditegaskan dalam al-Qur’an dan riwayat hadis sahih.

 

* Keenam, hal itu mengandung sebuah dalil fiqih, sesungguhnya surga dan neraka itu telah diciptakan Allah. Berbeda dengan pendapat orang-orang aliran Mu’tajilah yang mengingkari penciptaannya. Menyinggung tentang surga secara jelas, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali “imran: 133) Menyinggung tentang neraka, Allah Ta’ala berfirman,

 

“yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. al-Baqarah: 24)

 

Kata “disediakan” dalam kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa surga dan neraka itu diciptakan dan diwujudkan.

 

* Ketujuh, neraka diperlihatkan kepada Nabi Saw. agar beliau tahu bahwa dunia itu sebenarnya sangat rendah dan hina. Itulah sebabnya kenapa beliau bersikap zuhud terhadap dunia dan sangat sabar menghadapi berbagai cobaan demi mendapatkan surga. Ada kata-kata bijak, “Alangkah bagusnya ujian yang bisa mengantarkan seseorang kepada kesenangan, dan alangkah buruknya suatu nikmat yang mengantarkan seseorang kepada bencana.”

 

* Kedelapan, mungkin Allah bermaksud, bahwa kehormatan apa pun yang diberikan kepada hamba-hamba yang dicintai-Nya pasti juga diberikan kepada Nabi Muhammad Saw.. Contohnya, ketika Nabi Idris a.s. diberi kehormatan oleh Allah bisa masuk ke dalam surga sebelum hari Kiamat, kehormatan yang sama seperti itu juga diberikan kepada Nabi Muhammad Saw..

 

Semua itu diceritakan oleh al-Hafizh Ibnu Dihyah dalam kitabnya, al-lbtihaj, ketika membahas hadis-hadis yang menerangkan tentang peristiwa Mi’raj Nabi Saw..

 

Pernyataan Jahanam, Pasangannya, dan yang Selamat Darinya Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata, Jibril pernah turun kepada Nabi Saw. seraya membacakan ayat, “(Yaitu) pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48) Nabi Saw. lalu bertanya, “Di manakah manusia pada hari Kiamat, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Wahai Muhammad, mereka berada di atas bumi yang berwarna putih, yang belum pernah digunakan melakukan satu kesalahan pun di dalamnya.”

 

“Dan gunung-gunung seperti bulu-bulu yang dihambur-hamburkan.” (QS. al-Qari’ah: S)

 

Jibril berkata, gunung-gunung pun akan meleleh karena takut kepada neraka. Wahai Muhammad, pada hari Kiamat, Jahanam akan didatangkan lalu ditarik dengan 70.000 tali kendali, dan masing-masing kendali dipegangi oleh 70.000 malaikat, hingga akhirnya ia berada di hadapan Allah.

 

Maka Allah berfirman kepadanya, “Hai Jahanam, bicaralah!” Jahanam berkata, “La ilaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah). Demi keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu, sungguh hari ini aku akan mengazab orang-orang yang memakan rezeki Engkau tetapi menyembah kepada selain Engkau. Tidak ada yang bisa melewatiku kecuali orang yang pada saat itu mempunyai izin lewat.”

 

Nabi Saw. bertanya, “Wahai Jibril, pada hari Kiamat, siapakah yang mempunyai izin lewat tersebut?” Jibril menjawab, “Bergembiralah engkau, dan berikanlah kabar gembira. Sesungguhnya barang siapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah niscaya ia dapat melewati jembatan Jahanam.” Maka Nabi Saw. bersabda, “Segala puji bagi Allah yang berkenan menjadikan umatku sebagai umat yang mengucapkan la ilaha illalah (tidak ada tuhan selain Allah).”

 

Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani sebuah hadis dari Sulaiman bin Amr, anak yatim didikan Abu Sa’id al-Khudri dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, jika Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk di satu tanah lapang, maka neraka datang dalam keadaan saling berdempetan sebagian dengan sebagian lainnya, sedang para malaikat penjaganya berusaha untuk mengendalikannya. Neraka lalu berkata, “Demi keperkasaan Tuhanku, biarkan aku mendatangi pasangan-pasanganku, atau aku akan merangkul seluruh manusia dengan satu pelukan.” Para malaikat penjaganya bertanya, “Siapa pasangan-pasanganmu?” Neraka menjawab, “Setiap orang sombong dan berlaku sewenang-wenang.”

 

Malaikat Penjaga Neraka Berjumlah Sembilan Belas

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (QS. al-Muddatstsir: 30)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Hammad bin Salamah dari al-Azraq bin Qais dari seorang laki-laki Bani Tamim, dia berkata, kami pernah berada di dekat Abu al-Awwam, maka dia membacakan ayat ini, “Dan tahukah kamu apa (neraka) Saqar itu?” (QS. al-Muddatstsir: 27) dan ayat, “Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” (QS. al-Muddatstsir: 30)

 

Selesai membaca kedua ayat itu, maka Abu al-Awwam berkata, “Apa maksud dengan sembilan belas itu? Apa sembilan belas ribu malaikat, ataukah sembilan belas malaikat saja?” Lalu aku berkata, “Yang dimaksud adalah sembilan belas malaikat.” Abu al-Awwam bertanya, “Dari mana kamu mengetahuinya?” Aku berkata, “Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan yang Kami jadikan penjaga neraka itu hanya dari mataikat; dan Kami menentukan bilangan mereka itu hanya sebagai cobaan.” (QS. al-Muddatstsir: 31)

 

Abu al-Awwam berkata, “Kamu benar. Mereka adalah sembilan belas malaikat. Di tangan setiap malaikat terdapat sebatang tongkat besi yang bercabang dua. Dengan sekali pukulan saja, maka tongkat besi itu sanggup membuat manusia jatuh ke neraka selama tujuh puluh ribu tahun.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, ada beberapa orang Yahudi yang bertanya kepada para sahabat Nabi Saw., “Apakah Nabi kalian mengetahui jumlah para malaikat penjaga neraka?” Mereka menjawab, “Kami tidak mengetahuinya sebelum Kami menanyakannya pada beliau.”

 

Maka seorang laki-laki menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, hari ini sahabat-sahabat engkau mengalami kekalahan” Beliau bertanya, “Kenapa mereka kalah.” Dia menjawab, “Mereka ditanya oleh orang-orang Yahudi, apakah Nabi kalian mengetahui jumlah para malaikat penjaga Jahanam? Beliau bertanya, “Lalu apa jawaban mereka?” Dia menjawab, “Mereka menjawab tidak mengetahuinya sebelum menanyakannya pada engkau.” .

 

Beliau lalu bersabda, “Apakah mereka disebut kalah kalau mereka tidak bisa menjawab pertanyaan yang mereka tidak ketahui sebelum menanyakannya kepadaku? Bahkan orang-orang Yahudi juga pernah bertanya kepada nabi mereka, perlihatkanlah Allah kepada kami dengan jelas! Baiklah, bawa ke sini musuh-musuh Allah itu, akan kutanyakan kepada mereka tentang debu surga, yaitu tepung putih!”

 

Kemudian orang-orang Yahudi itu menemui Nabi Saw. dan bertanya, “Wahai Abu alQasim, berapa jumlah para malaikat penjaga Jahanam?” Beliau menjawab, “Sembilan belas.” Mereka berkata, “Engkau benar.” Lalu giliran Nabi Saw. bertanya kepada mereka, “Apa debu surga itu?” Setelah diam, mereka lalu menjawab, “itu sepotong roti, wahai Abu al-Qasim.” Nabi Saw. bersabda, “Roti dari tepung putih.”

 

Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini hanya kami kenal dari Khalid dari Syu’bi dari Jabir. Luas Jahanam, Serta Penjelasan Ayat, “Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka dengan dibelenggu.’’ (QS. al-Furqan: 13)

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka.” (QS. al-Kahfi: 29)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Anbasah bin Sa’id dari Habib bin Abu Umairah dari Mujahid, dia berkata bahwa Ibnu Abbas berkata, “Tahukah kamu berapa luas Jahanam?” Aku menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Baiklah, demi Allah. Jaraknya adalah antara cuping telinga salah seorang mereka (penjaga neraka) hingga pundaknya adalah sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Aliran nanah dan darah mengalir darinya hingga menjadikan lembah-lembah.”

 

Aku lalu bertanya, “Apakah di dalamnya ada sungai-sungai?” Dia menjawab, “Tidak, yang ada hanyalah lembah-lembah.” Kemudian dia bertanya, “Tahukah kamu, berapa luas jembatan Jahanam?” Aku menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Baiklah, Aisyah pernah bercerita kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang firman Allah Ta’ala

 

“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat.” (QS. az-Zumar: 67)

 

Aisyah bertanya, di manakah manusia pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Di atas jembatan Jahanam.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan menurutnya sahih.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tenda-tenda neraka itu mempunyai empat dinding. Masing-masing dinding tebalnya adalah sejauh perjalanan empat puluh tahun.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Muhammad bin Basyar dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan apabila mereka dilemparkan ke tempat yang sempit di neraka dengan dibelenggu.” (QS. al-Furqan: 13)

 

Dia berkata bahwa Abdullah bin Abbas pernah mengatakan kepada kami sesungguhnya Jahanam itu mengapit orang-orang kafir sebagaimana sampai pada tombak.” Riwayat ini juga diterangkan oleh ats-Tsa’labi dan al-Qusyairi dari Ibnu Abbas.

 

Sesungguhnya Jahanam Berada di Bumi yang Ditutupi Lautan

 

Diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bahwa Nabi Saw. bersabda, “Janganlah mengarungi lautan kecuali orang yang berperang, berhaji, atau berumrah. Karena, sesungguhnya di bawah lautan itu ada neraka.” Disebutkan oleh Abu Umar, dan mendaifkannya.

 

Abu Umar berkata bahwa Abdullah bin Umar berkata, “Janganlah kamu berwudhu dengan air laut karena air laut itu tutup Jahanam.” Disebutkan oleh Abu Umar, dan mendaifkannya.

 

Di dalam tafsir Surah Qaf, diriwayatkan oleh Wahab bin Munabbih, dia berkata bahwa pada suatu hari Zulkarnain pernah naik ke atas gunung Qaf. Di atas gunung, dia melihat beberapa gunung kecil di bawahnya. Lalu Zulkarnain bertanya, “Siapakah engkau?’ la menjawab, “Aku adalah Qaf” Zulkarnain bertanya lagi, “Lalu, bagaimana dengan gunung-gunung kecil yang berada di sekelilingmu itu?” la menjawab, “Mereka adalah akar-akarku. Tidaklah ada satu kota pun melainkan di bawahnya ada salah satu dari akarku. Jika Allah berkehendak mengguncangkan sebuah bukit, Dia pasti menyuruhku untuk menggerakkan akarku, maka terjadilah gempa di tempat itu.”

 

Zulkarnain berkata, “Hai Qaf, ceritakan kepadaku di antara kebesaran Allah!” la berkata, “Sungguh, Tuhan kita benar-benar Mahabesar.” Zulkarnain berkata, “Tolong ceritakan kepadaku yang sangat sederhana saja.” la berkata, “Sesungguhnya di belakangku ada sebuah bumi yang luasnya sejauh perjalanan 500 tahun kali 500 tahun. Di sana, terdapat gunung salju, yang satu sama lainnya saling menghancurkan. Seandainya tidak ada gunung salju tersebut, niscaya aku (Qaf) akan terbakar oleh panasnya Jahanam …. ” alHadis.

 

Syekh al-Qurtubi berkata, riwayat tadi menunjukkan bahwa Jahanam itu berada di muka bumi, tetapi hanya Allah-lah yang lebih tahu di mana letaknya.

 

Penjelasan Ayat, “Dan apabila lautan dipanaskan.”? (QS. at-Takwir: 6), dan Tentang Matahari Serta Bulan yang Dilemparkan ke Neraka

 

Menafsiri firman Allah Ta’ala,

 

“Dan apabila lautan dipanaskan.” (QS. atTakwir: 6)

 

ibnu Abbas mengatakan, “Kelak, lautan itu akan dinyalakan, dan berubah menjadi api.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahhab dari Atha’ bin Yasar, setelah membaca ayat,

 

“alu. matahari dan bulan dikumpulkan.” (QS. al-Qiyamah: 9)

 

Dia berkata, “Pada hari Kiamat, setelah matahari dan bulan dikumpulkan, keduanya lalu dilemparkan ke neraka sehingga muncullah api Allah yang sangat besar.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnadnya dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas secara marfu’ kepada Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan laksana dua ekor sapi betina yang terluka di dalam neraka.”

 

Diriwayatkan oleh Ka’ab al-Ahbar, dia berkata, “Pada hari Kiamat, matahari dan bulan akan muncul laksana dua ekor sapi betina yang terluka, kemudian keduanya dilempar ke neraka.”

 

Mengapa Matahari dan Bulan Masuk Neraka?

 

Menurutku, kalau matahari dan bulan dikumpulkan di neraka hal itu karena keduanya pernah menjadi tuhan manusia. Bagi keduanya, neraka bukan siksaan karena keduanya adalah benda padat (mati). Hal itu dilakukan untuk menambah beban penderitaan’ serta kerugian orang-orang kafir. Demikian juga yang dikatakan oleh beberapa ulama.

 

lbnu Qissi, penulis kitab Khal’u an-Na‘lain berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya matahari dan bulan akan menjadi dua ekor sapi betina yang dikumpulkan dan diikat di neraka Jahanam. Akibatnya, udara siang hari terasa sangat panas menyengat dan malam hari terasa sangat dingin menggigil. Malam dan siang masih tetap ada tetapi sudah tidak mengandung rahmat Allah. Keduanya sudah berubah menjadi murka Allah yang sangat dahsyat termasuk bagi orang-orang mukmin yang durhaka dan fasik.

 

Siapa pun tentu membutuhkan cahaya matahari dan bulan untuk mengenali segala sesuatu kendati pun cahaya kedua makhluk Allah tersebut sudah dihapus, namun yang masih memancar di muka bumi adalah sisa-sisa cahayanya yang sudah bercampur dengan murka Allah. Murka Allah akan mencapai puncaknya ketika Dia mencabut semua rahmat serta kasih sayang dari segala sesuatu yang ada dalam kehidupan dunia.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki seratus rahmat, dan hanya satu rahmat saja yang diturunkan ke bumi. Dengan satu rahmat itulah, maka sesama binatang saling menyayangi, sesama makhluk saling mengasihi, saling menyambung serta saling memelihara hubungan. Pada hari Kiamat, Allah akan mengembalikan rahmat yang satu tersebut, dan menggabungkannya kembali dengan sembilan puluh sembilan rahmat sisanya hingga genap menjadi seratus lagi seperti semula. Kemudian seratus rahmat itu Allah anugerahkan kepada orang-orang beriman. Akibatnya, neraka berikut orang-orang fasik yang menghuninya tidak kebagian rahmat Allah Tuhan semesta alam.

 

Dengan hilangnya rahmat tersebut, maka hilang pula kelembutan dan cahaya yang ada pada bulan sehingga yang tersisa hanya kegelapan dan udara yang sangat dingin. Dengan hilangnya rahmat tersebut, hilang pula pancaran cahaya yang ada pada matahari, sehingga yang tersisa hanya kegelapan dan terik yang panas membakar. Dan, hilang juga sifat kasih sayangnya yang sebelumnya ada, yaitu menangguhkan hukuman terhadap orang-orang mukmin yang durhaka, dan mengasihi terhadap orang-orang yang fasik.

 

Hal itu merupakan sunatullah yang berlaku dalam masalah tersebut hingga pada batas-batas waktu yang telah ditentukan, kecuali jika Allah menghendaki lain. Jika itu yang terjadi, maka tidak ada yang dapat menolak perintah-Nya, dan juga tidak ada yang menghalangi keputusan-Nya kecuali Dia sendiri yang Mahasuci, yang tidak ada tuhan selain-Nya.”

 

Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa apa yang disampaikan oleh Ka’ab al-Ahbar tersebut tidaklah benar. Menurutnya, itu adalah pemikiran Yahudi yang ingin dimasukkan ke dalam ajaran Islam. Soalnya, Allah rasanya tidaklah mungkin mengazab suatu makhluk yang selalu taat kepada-Nya. Cobalah perhatikan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus menerus beredar di orbitnya,” (QS. Ibrahim: 33)

 

Yaitu, keduanya terus beredar untuk menaati perintah Allah. Bagaimana mungkin Allah mengazab sepasang hamba yang Dia puji karena kesetiaan mereka dalam berkhidmat dan taat kepada-Nya.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Abu Syekh dalam al-Azhimah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, ketika Allah telah menetapkan (menciptakan) makhluk-Nya secara sempurna selain Adam, Dia lalu menciptakan matahari dan bulan dari cahaya Arasy-Nya ….” Dan, pada bagian akhir hadis ini disebutkan, jika hari Kiamat sudah terjadi, dan Allah telah memutusi semua makhluk penghuni langit dan penghuni bumi serta memisahkan antara penghuni surga dan penghuni neraka, maka mereka belum diperkenankan memasuki tempat masing-masing sebelum Allah memanggil matahari dan bulan. Keduanya lalu didatangkan dalam wujud bulatan hitam. Mereka berdiri terpaku dalam keguncangan karena seluruh persendian mereka menggigil keras oleh huru-hara yang terjadi pada hari itu. Keduanya takut kepada Allah Yang Maha Pemurah.

 

Konon, ketika matahari dan bulan berada di dekat Arasy, mereka jatuh bersujud kepada Allah seraya berkata, “Wahai Tuhan kami, Engkau telah mengetahui ketaatan kami kepada-Mu. Kami terus-menerus beredar di orbit kami demi menuruti perintah-Mu. Karenanya, jangan azab kami Karena perbuatan orang-orang musyrik yang menyembah kami.” Allah berfirman, “Kalian berdua benar, sesungguhnya Aku telah memutuskan terhadap diri-Ku untuk memulai penciptaan dan mengembalikan kalian berdua pada asal permulaan kalian. Karenanya, kembalilah kalian berdua pada asal penciptaan kalian.”

 

Matahari dan bulan bertanya, “Wahai Tuhan kami, dahulu Engkau menciptakan kami dari apa” Allah menjawab, “Aku telah menciptakan kalian berdua dari cahaya Arasy-Ku. Kembalilah kalian berdua kepadanya!” Karena itu, keduanya kembali kepadanya seperti kilatan cahaya yang hampir menyambar pandangan mata. Lalu keduanya bercampur dengan cahaya Arasy, dan itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, Dialah yang memulai penciptaan (makhluk) dan yang menghidupkannya (kembali).“” (QS. al-Buruj: 13)

 

Riwayat ini juga diterangkan oleh atsTsa’labi daiam kitabnya, ar-Arais. Wallahu a’lam. Sifat Jahanam, Serta Azabnya yang Sangat Pedih

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Neraka itu dinyalakan selama seribu tahun hingga memerah, lalu dinyalakan lagi selama seribu tahun hingga memutih, kemudian dinyalakan lagi selama seribu tahun hingga menghitam. Selanjutnya, api neraka itu kian berwarna hitam kegelapan.”

 

Menurut Abu tsa at-Tirmidzi, hadis ini mauquf, hanya Yahya bin Abu Bukair saja yang menganggapnya sebagai hadis marfu’.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Hurairah, dia berkata, “Sesungguhnya neraka itu dinyalakan selama seribu tahun hingga memutih. Lalu dinyalakan lagi selama seribu tahun hingga memerah. Lalu dinyalakan lagi selama seribu tahun hingga menghitam. Selanjutnya, neraka itu hitam kegelapan seperti hitam gelapnya malam.”

 

Diriwayatkan oleh Malik dari pamannya, Abu Sahl bin Malik dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata, “Kalian akan melihat neraka seperti api kalian. Namun, sesungguhnya ia lebih hitam daripada ter.” Ter adalah sejenis cairan yang berwarna hitam.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Sulaiman dari Abi Zhibyan dari Salman, dia berkata, “Api neraka itu sangat hitam. Nyala maupun baranya tidak bercahaya.” Kemudian dia membaca,

 

“Setiap kali mereka hendak keluar darinya (neraka) karena tersiksa, mereka dikembalikan (lagi) ke (dalamnya).” (QS. al-Hajj: 22)

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Abu az-Zanad dari al-A’raj dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Api kalian ini, yang nyalakan di dunia itu adalah sebagian dari tujuh puluh bagian api Jahanam.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu saja sudah benar-benar cukup panas.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya api neraka itu dilebihkan dengan enam puluh sembilan bagian.” Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Muslim dengan tambahan, “Semua itu panasnya sama.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Api kalian ini adalah sebagian dari tujuh puluh bagian api Jahanam. Seandainya ia tidak dipadamkan dengan air sebanyak dua kali, niscaya la tidak akan bermanfaat bagi siapa pun.”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Api ini sudah disiram dengan air laut sebanyak tujuh kali. Seandainya ia tidak disiram seperti itu, maka ia tidak akan bermanfaat.” Demikian disebutkan oleh Abu Umar.

 

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Api kalian ini adalah sebagian dari tujuh puluh bagian api Jahanam. Seandainya ia tidak disiram dengan air laut sebanyak sepuluh kali, niscaya kalian semua tidak akan dapat memanfaatkannya sedikit pun.”

 

Ketika lbnu Abbas ditanya tentang api dunia, dari apa ia diciptakan, dia lalu menjawab, “la diciptakan dari api neraka, hanya saja ia sudah diredakan dengan air sebanyak tujuh puluh kali. Seandainya tidak begitu, niscaya ia tidak bisa didekati karena ia dari api Jahanam.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, akan didatangkan penghuni neraka yang dahulunya paling mewah sewaktu di dunia. Kemudian dia dicelupkan sekali ke dalam neraka, lalu dikatakan, “Hai anak cucu Adam, pernahkah kamu mengalami suatu kebaikan sedikit pun dalam hidupmu? Pernahkah kamu merasakan kesenangan sedikit pun dalam hidupmu?” Maka dia menjawab, “Tidak pernah, demi Allah, wahai Tuhanku.”

 

Lalu didatangkan penghuni surga yang dahulunya paling menderita sewaktu di dunia. Kemudian dia dicelupkan sekali ke dalam surga, lalu dikatakan kepadanya, “Pernahkah kamu mengalami penderitaan sedikit pun dalam hidupmu? Pernahkah kamu mengalami kesusahan sedikit pun dalam hidupmu?” Maka dia menjawab, “Tidak pernah, demi Allah, wahai Tuhanku. Aku tidak pernah mengalami penderitaan maupun kesusahan sedikit pun.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadis Muhammad bin tshaq dari Humaid athThawil dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, akan didatangkan orang kafir yang dahulunya paling mewah sewaktu di dunia, lalu dikatakan kepadanya, “Celupkan dia sekali saja ke dalam neraka”’ Setelah dicelupkan, dia lalu dikeluarkan lagi dan ditanya, “Hai Fulan, pernahkah kamu merasakan kenikmatan sedikit pun dalam hidupmu?” Dia menjawab, “Tidak pernah, aku tidak pernah merasakan kenikmatan sedikit pun.”

 

Lalu, didatangkan orang beriman yang dahulunya paling menderita dan susah, lalu dikatakan kepadanya, “Celupkan dia sekali saja ke dalam surga!” Setelah dicelupkan, dia lalu dikeluarkan dan ditanya, “Hai Fulan, pernahkah kamu merasakan penderitaan atau cobaan sedikit pun?” Dia menjawab, “Aku tidak pernah merasakan suatu penderitaan maupun cobaan sedikit pun.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalaupun salah seorang penghuni Jahanam mengeluarkan telapak tangannya kepada penduduk dunia sehingga mereka melihatnya, maka dunia akan terbakar karena panasnya. Dan, Kalaupun salah seorang penjaga neraka dikeluarkan kepada penduduk dunia sehingga mereka dapat melihatnya, maka penduduk bumi akan mati ketika melihatnya, karena kemurkaan Allah Ta’ala.”

 

Ka’ab al-Ahbar berkata, “Demi Zat yang memegang jiwa Ka’ab, jika kamu berada di ilmur dan api neraka berada di baratnya, lalu neraka itu dibuka, pastilah otakmu keluar melalui lubang hidungmu Karena saking panasnya. Hai kaum, apakah kalian mampu bertahan menghadapinya? Apakah kalian mampu bersabar menghadapi siksaan akhirat? Hai kaum, bagi kalian lebih mudah menaati Allah daripada menanggung azab ini. Karenanya, taatiah kalian kepada-Nya.”

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnad al-Bazzari dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya di dalam masjid ini terdapat seratus ribu orang atau lebih, kemudian ada seorang penghuni neraka bernafas, maka mereka semua akan terbakar.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Api kalian ini, yang dinyalakan oleh anak cucu Adam adalah sebagian dari tujuh puluh bagian api Jahanam” maksudnya, jika seluruh api yang dinyalakan oleh anak cucu Adam itu dikumpulkan, maka itu baru satu bagian saja dari sekian bagian api Jahanam. Atau, jika seluruh kayu bakar yang berada di dunia itu dikumpulkan terus dinyalakan menjadi api, maka api itu hanya satu bagian saja dari sekian bagian api Jahanam, di mana suhu api Jahanam itu 70 kali lebih panas daripada panas api dunia, seperti yang disebutkan dalam hadis lain.

 

Sabda Nabi Saw., “itu saja sudah benar-benar cukup panas,” maka Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya api neraka itu dilebihkan dengan enam puluh sembilan bagian,” maksudnya yaitu, bahwa panas api Jahanam itu ditambah lagi dengan enam puluh sembilan bagian lagi dari api dunia dalam takarannya, dan kadar panasnya juga ditambah menjadi 69 kali lipat.

 

Keluhan dan Pernyataan Neraka, Jarak Antara Lembahnya, dan Ukuran Batu yang Dilemparkan ke Dalamnya

 

Diriwayatkan oleh para imam dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, neraka mengadu kepada Tuhannya dan berkata, “Wahai Tuhanku, sebagianku memakan sebagian yang lain.” Karenanya, Allah membuat neraka itu dua kali bernapas. Satu kali bernapas di musim dingin, dan sekali lagi di musim panas. Udara yang paling dingin yang kalian rasakan adalah dari zamharir-nya neraka, sedangkan udara yang paling panas yang kamu rasakan adalah dari panasnya neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, ketika kami sedang bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba kami mendengar suatu dentaman yang jatuh. Maka Rasulullah Saw. bertanya, “Tahukah kalian, benda apakah itu?”

 

Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau lalu bersabda, “Itu adalah sebuah batu yang dilemparkan ke dalam neraka sejak tujuh puluh tahun yang lalu. Batu itu melayang di neraka, dan sekarang baru sampai ke dasarnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari al-Hasan, dia berkata, Utbah bin Ghazwan pernah berdiri di atas mimbar kami ini yakni mimbar di Bashrahdari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya sebuah batu besar yang benar-benar dilemparkan dari tepi Jahanam, maka ia meluncur ke dalamnya selama tujuh puluh tahun, tetapi ia belum juga sampai ke dasarnya.”

 

Al-Hasan berkata, Karena itu maka Ibnu Umar berkata, “Perbanyaklah kalian mengingat neraka, karena panasnya neraka itu sangat luar biasa, dan dasarnya sangatlah dalam serta gadagadanya terbuat dari besi.”

 

Abu Isa at-Tirmidzi berkata, “Kami tidak mengetahui, apakah benar al-Hasan pernah mendengar hadis-hadis dari Utbah bin Ghazwan? Sebab, Utbah tiba di Bashrah pada zaman pemerintahan Umar, sedangkan al-Hasan lahir dua tahun setelah pemerintahan Umar berakhir.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Yunus bin Yazid az-Zuhri dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya jarak antara tepi neraka hingga ke dasarnya adalah seumpama batu besar seberat tujuh ekor unta hamil beserta lemak, daging, dan anak-anaknya yang jatuh dari tepi neraka selama tujuh puluh tahun, tetapi belum juga sampai ke dasarnya.”

 

Diriwayatkan oleh Hisyam bin Basyir dari Zufar dari Ibnu Abu Maryam al-Khuza’i, dia berkata, aku pernah mendengar Abu Umamah berkata, “Sesungguhnya jarak antara tepi Jahanam hingga ke dasarnya adalah sejauh meluncurnya sebuah batu besar yang jatuh ke dalamnya selama tujuh puluh tahun.” Atau, “Sebuah batu besar seberat ukuran sepuluh ekor unta hamil sepuluh bulan, yang besar tubuhnya dan gemuk.” Maka maula (bekas budak) Abdurrahman bin Khalid bertanya, “Apakah di bawahnya terdapat sesuatu, hai Abu Umamah?” Maka dia menjawab, “Ya, yaitu kesesatan dan dosa-dosa.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Khalid bin Umair al-Adawi. dia berkata, seewaktu menjabat Gubernur Bashrah, Utbah bin Ghazwan pernah berkhutbah di hadapan kami. Setelah memanjatkan pujian kepada Allah, dia lalu berkata, “Amma ba’du, sesungguhnya dunia benar-benar telah memberitahu bahwa ia akan berakhir. Tidak ada yang tersisa darinya, kecuali sedikit sisa minuman dalam bejana yang dikuasai pemiliknya. Sesungguhnya kalian mau tidak mau harus berpindah darinya ke alam yang abadi. Karenanya, pindahlah kalian dengan membawa yang terbaik di hadapan kalian. Sesungguhnya telah diceritakan kepada kami bahwa sebuah batu yang benar-benar dilemparkan dari tepi Jahanam, maka ia akan meluncur ke dalamnya selama tujuh puluh tahun, namun batu itu belum sampai juga ke dasarnya. Demi Allah, kalian akan benar-benar memenuhinya ….”

 

Ka’ab berkata, “Seandainya Jahanam yang berada di belahan ilmur di buka selebar lubang hidung seekor sapi saja, maka otak seseorang yang berada di belahan barat akan mendidih dan meleleh terkena pengaruh panasnya. Dan, kelak Jahanam benar-benar akan mengeluarkan nafas panjang dengan sekali embusan, maka tidak satu pun malaikat yang didekatkan Allah ataupun seorang nabi utusan Allah, melainkan ia akan berlutut seraya berkata, diriku …. diriku ….” Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Neraka mengadu,” Yakni mengadu kepada Tuhannya bahwa sebagian dirinya memakan sebagian yang lain. Ini adalah arti yang sebenarnya, bukan majaz (kiasan). Sebab, hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Menurut para ulama Ahli Sunnah, syarat berbicara itu tidaklah harus mempunyai jisim dan lisan, melainkan cukup mempunyai kehidupan saja, dan neraka itu termasuk makhluk yang mempunyai kehidupan.

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Surga dan neraka berdebat” ini menandakan bahwa surga dan neraka mempunyai ilmu dan pemahaman. Tetapi, ada juga yang berpendapat bahwa hal itu merupakan majaz (kiasan).

 

Namun, yang sahih adalah pendapat pertama, karena tidaklah mustahil neraka bisa mengadu. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran.” (QS. alAn’am: 57)

 

Dan sudah disinggung sebelumnya bahwa neraka itu mengucapkan, “La ilaha illallah, demi keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu ….” dan Allah Ta’ala juga berfirman,

 

“Sama sekali tidak. Sungguh, neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala. Yang memanggil orang-orang yang membelakangi dan yang berpaling dari (agama), dan orang yang mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.” (QS. al-Ma‘arij: 15-18)

 

lbnu Abbas berkata, “Neraka itu memanggil orang-orang munafik dan orang-orang kafir dengan lisan yang fasih, kemudian mematuk mereka bagaikan seekor burung yang mematuk biji-bijian.”

 

Menurutku, apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas tersebut menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan mengadu dan berbantah-bantahan adalah dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam artian majaz (kiasan).

 

Leher Neraka

 

Diriwayatkan oleh Razin bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka bersiap-siaplah tempat duduknya di antara kedua mata Jahanam.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Jahanam itu mempunyai dua mata?” Beliau bersabda, “Apakah kalian tidak pernah mendengar firman Allah Ta’ala, “Apabila ja (neraka) melihat mereka dari tempat yang jauh?” (QS. al-Furqan: 12)

 

Kelak, akan keluar leher neraka yang mempunyai dua mata yang melihat, dan lisan yang berkata, “Aku diserahi tugas untuk mengurusi orang-orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain.” Leher neraka itu lebih tajam penglihatannya daripada penglihatan seekor burung terhadap biji-bijian, lalu mematuknya.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, “Maka leher neraka itu keluar, dan mematuk orang-orang kafir bagaikan seekor burung yang mematuk biji-bijian.”

 

Hadis tersebut disahihkan oleh Abu Muhammad Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, al-Qabas, dia lalu berkata, “Leher neraka itu memisahkan Orang-orang musyrik dari makhluk-makhluk lainnya dengan mengetahui tanda-tanda mereka, sebagaimana seekor burung yang memisahkan biji-bijian dari tanah.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada satu leher yang muncul dari dalam neraka. Leher tersebut mempunyai dua mata yang melihat, dua telinga yang mendengar, dan lisan yang berbicara. ia lalu berkata, “Sesungguhnya aku diserahi tugas untuk mematuk tiga kelompok manusia, yaitu penguasa yang zalim dan keras kepala, orang yang menyeru tuhan lain selain Allah, dan para pelukis.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari al-Allaf bin Khalid tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam.” (QS. al-Fajr: 23)

 

Dia berkata, “Jahanam akan didatangkan pada hari Kiamat dalam keadaan sebagiannya memakan sebagian yang lain. la akan dikendalikan oleh 70.000 malaikat. Dan jika Jahanam melihat manusia, sebagaimana firman-Nya,

 

“Apabila ia (neraka) melihat mereka dari tempat yang jauh.” (QS. al-Furqan: 12)

 

Maka begitu melihat manusia, ia langsung mengeluarkan nafas panjang, sehingga tidak seorang pun nabi maupun orang-orang jujur, melainkan mereka akan berlutut seraya berkata, “Wahai Tuhanku, diriku, diriku.” Sedangkan Rasulullah Saw. berkata, “Umatku, umatku.”

 

Karenanya seorang ahli hikmah berkata, “Hai orang yang menentang neraka, apakah kamu mempunyai kekuatan untuk menghadapi azab Allah Yang Mahaperkasa dan cambukan Malaikat Malik, seorang penjaga neraka? Bahkan jika Malaikat Malik itu sedang marah kepada neraka dan membentaknya dengan sekali bentakan saja, maka hampir saja sebagian neraka itu memakan sebagian lainnya.”

 

Gada, Rantai, dan Belenggu Untuk Para Penghuni Neraka

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.” (QS. al-Hajj: 21)

 

“Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas.” (QS. Ghafir: 71-72)

 

“Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. alHaqqah: 32)

 

“Sungguh, di sisi Kami ada belenggu-belenggu (yang berat) dan neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Muzzammil: 12)

 

Diriwayatkan dari al-Hasan, dia berkata, “Di dalam neraka Jahanam, tidak satu pun jurang, gua, belenggu, rantai, maupun tali, melainkan masing-masing sudah tertulis nama pemiliknya (pemakainya).”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya benda sebesar ini sambil menunjuk kepala bagian belakang dibidikkan dari langit ke bumi, yakni sejauh perjalanan lima ratus tahun, maka ia akan sampai ke bumi sebelum tibanya malam. Namun, seandainya ia dibidikkan dari ujung rantai, maka ia akan memakan perjalanan siang dan malam selama empat puluh tahun untuk mencapai ke dasarnya (pangkalinya).”

 

Disebutkan dalam suatu riwayat, jika Allah berkehendak, kelak Allah akan menciptakan sebuah awan untuk para penghuni neraka. Begitu melihat awan itu, mereka teringat pada awan di dunia. Mendadak awan itu menyeru mereka, “Hai penghuni neraka, apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Kami menginginkan air yang sejuk.” Maka awan menghujani mereka dengan belenggu-belenggu dan rantai-rantai, yang melengkapi belenggu-belenggu dan rantai-rantai yang sudah ada pada mereka.

 

Dalam atsar hasan riwayat Abu Nu’aim, Muhammad Ibnu al-Munkadir berkata, “Seandainya seluruh besi yang ada di dunia dikumpulkan, baik besi yang sudah hancur maupun yang masih utuh, maka ia tidak bisa menandingi sebutir mata rantai dari rantai-rantai yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. alHaqqah: 32)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Basyir bin Dza’luq bahwa dia pernah mendengar Nauf berkata tentang firman Allah, “Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. al-Haqqah: 32)

 

Nauf berkata, “Setiap hasta panjangnya tujuh puluh depa, dan satu depa panjangnya melebihi jarak antara tempatmu yang sekarang ini berdiri dan Mekah.” Pada waktu itu Nauf sedang berada di masjid Kufah.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Bakkar bin Abdullah dari Ibnu Abu Mulaikah dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata, “Sesungguhnya sebutir mata rantai dari rantai-rantai yang difirmankan Allah Ta’ala dalam surah al-Haqqah ayat 32, adalah sama seperti sebesar seluruh besi yang ada di dunia jika dikumpulkan.”

 

Ibnu al-Mubarak berkata, aku mendengar Sufyan mengomentari firman Allah Ta’ala, “Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. al-Haqqah: 32)

 

Dia berkata, aku mendengar bahwa rantai-rantai itu akan dimasukkan dari dubur penghuni neraka, dan keluar melalui mulutnya.

 

lbnu Zaid berkata, “Konon pada hari Kiamat, tidaklah datang kepada penghuni neraka, kecuali rahmat Allah yang datang kepada sebagian dari mereka, sehingga mereka bisa keluar darinya.” Pendapat lain mengatakan, “Konon, seandainya sebutir mata rantai dari belenggu penghuni Jahanam itu dilemparkan ke sebuah gunung terbesar yang ada di dunia, maka gunung tersebut benar-benar hancur karenanya.”

 

Diriwayatkan oleh al-Qatabi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar, dari Thawus, “Sesungguhnya Allah menciptakan malaikat yang berjari sebanyak bilangan penghuni neraka. Semua penghuni neraka diazab oleh malaikat dengan menggunakan salah satu jarinya. Dan seandainya satu jari malaikat itu diletakkan di langit, niscaya langit benar-benar meleleh karenanya.”

 

Cara Para Penghuni Neraka Masuk Neraka

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Abdurrahman bin Zaid, dia berkata, pada hari Kiamat, Jahanam akan menemui mereka (penghuninya) dengan semburan bunga api seperti bintang-bintang. Maka mereka pun berpaling dan berlarian, tetapi, Allah Ta’ala berfirman, “Kembalikan mereka ke Jahanam.” Maka, para malaikat mengembalikan mereka semua kepadanya. Dan itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“(Yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang (lari), tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan kamu dari (azab) Allah.“ (QS. Gafir: 33) Maksudnya, yang dapat menghalangi kalian darinya.

 

Sebelum mereka memasuki Jahanam, mereka terlebih dahulu sudah dikepung oleh nyala apinya yang sangat panas, dan nyala api tersebut menyerang mata mereka. Akibatnya, mereka memasuki Jahanam dalam keadaan buta. Sementara tangan, kaki, dan leher mereka terbelenggu.

 

Abdurrahman bin Zaid berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jarak antara kedua bahu malaikat penjaga Jahanam itu adalah sejauh antara ilmur dan barat.”

 

lbnu Zaid berkata bahwa para malaikat penjaga Jahanam itu memegang gada dari besi yang digunakan untuk mengazab penghuni Jahanam. Jika dikatakan, “Tangkap dia!” Maka ribuan malaikat serentak menangkapnya. Walaupun dipegang satu kali, maka tubuh penghuni neraka akan remuk dan hancur dagingnya.

 

lbnu Zaid melanjutkan, setelah tangan, kaki, dan leher para penghuni neraka dibelenggu, mereka lalu dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tidak berdaya. Tidak ada yang bisa terhindar dari azab selain bagian wajah saja, yang pandangan matanya sudah dalam keadaan buta. Itulah makna firman Allah Ta’ala

 

“Maka, apakah orang-orang yang melindungi wajahnya menghindari azab yang buruk pada hari Kiamat.” (QS. az-Zumar: 24)

 

Ketika mereka dilemparkan ke dalam neraka, dan sudah hampir jatuh ke dasarnya, segera mereka diangkat kembali ke atas oleh kobaran api yang luar biasa kuatnya. Dan, begitu hampir keluar dari neraka, malaikat sudah siap menjemputnya dengan pukulan gada dari besi. Pukulan gada tersebut lebih dahsyat daripada kobaran api. Begitu yang terjadi berulang-ulang kali, sebelum akhirnya mereka jatuh terkapar di jurang neraka yang paling bawah. Kemudian Ibnu Zaid membacakan ayat,

 

“Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.” (QS. as-Sajdah: 20)

 

Mereka itu seperti yang disinggung dalam firman Allah Ta’ala,

 

“(Karena) bekerja keras lagi kepayahan, mereka memasuki api yang sangat panas (neraka).” (QS. al-Ghasyiyah: 3-4)

 

Lidah Api Neraka Mampu Mengangkat Penghuninya Hingga Bisa Melihat Penghuni Surga

 

Diriwayatkan, bahwa begitu kuatnya lidah api neraka yang sanggup menerbangkan penghuninya tinggi-tinggi, dan pada saat itulah mereka bisa melihat penghuni surga meskipun di antara mereka dihalangi oleh dinding yang sangat tebal. Maka para penghuni surga berseru kepada penghuni neraka seperti dikutip dalam al-Qur’an,

 

“Sungguh, karni telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar.” (QS. al-A’raf: 44)

 

Ketika penghuni neraka melihat sungai-sungai di dalam surga, mereka menyeru kepada penghuni surga, sebagaimana firman-Nya,

 

“Limpahkanlah kepada kami sedikit air.” (QS. al-A’raf: 5O)

 

Tetapi, mereka segera diusir oleh malaikat azab yang langsung memukulinya dengan gada dari besi, sehingga mereka kembali lagi ke dasar neraka. Menurut sebagian ulama ahli tafsir, itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.” (QS. as-Sajdah: 20)

 

Seperti itulah yang dikemukakan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah.

 

Boleh jadi Anda akan bertanya, bagaimana mungkin penghuni surga bisa melihat penghuni neraka, begitu juga sebaliknya? Dan bagaimana mungkin juga di antara mereka bisa saling mendengar sesamanya, bukankah di antara mereka ada jarak yang sangat jauh dan disekat oleh sebuah dinding yang sangat tebal?

 

Jawabannya, bisa saja. Soalnya, Allah sanggup menambah daya pandang dan daya dengar mereka. Sehingga, mereka bisa saling memandang dan saling mendengar. Semua itu adalah kekuasaan Allah.

 

Keadaan di Dalam Neraka Jahanam

 

Di dalam Neraka Jahanam itu terdapat berbagai macam gunung, parit, lembah, laut, telaga, sumur, rumah, tahanan, jembatan, istana, kalajengking, dan ular, semoga Allah menjaga kita semua darinya.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sha’ud adalah sebuah gunung dari api, yang dinaiki orang kafir selama tujuh puluh tahun, dan dituruninya selama itu pula untuk selama-lamanya.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. Dia hanya mengenalinya dari hadis Ibnu Luhai’ah.

 

Sebelumnya sudah dikemukakan sebuah riwayat dari Anas, “Sesungguhnya barang siapa yang meninggal dalam keadaan mabuk, maka dia akan dibangkitkan kembali pada hari Kiamat dalam keadaan mabuk juga menuju ke sebuah parit yang dinamakan Sakran, yang berada di tengah-tengah Jahanam.”

 

Apakah Neraka Wail itu?

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai takwil firman Allah, “Fa Wail.” (QS. al-Ma’un: 4)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari Umar bin al-Harits dari Abu as-Samh dari Abu al-Haitsam dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Wail adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahanam yang dituruni oleh orang kafir selama 40 tahun sebelum sampai ke dasarnya.”

 

Sha’ud adalah sebuah gunung dari api yang dinaiki oleh orang kafir selama 70 tahun, dan dituruninya selama itu pula.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sa’id bin Ayyub dari Ibnu Ajlan dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yassar, dia berkata, “Wail adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahanam yang dituruni oleh orang kafir. Seandainya gunung-gunung diletakkan di sana, ia benar-benar akan meleleh karena terkena panasnya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Ziyad bin Fayyadh dari Abu lyadh, dia berkata, “Wail adalah sebuah aliran air yang berada di dasar Jahanam.”

 

ibnu Athiyah berkata dalam Tafsirnya, “Wait adalah sebuah telaga di dalam neraka Jahanam, yang berisikan nanah penghuni neraka.”

 

Menurut pendapat ulama-ulama lain seperti yang dikutip oleh az-Zahrawi, Wail adalah nama salah satu pintu Jahanam.

 

Menurut Abu Sa’id al-Khudri seperti yang dituturkan oleh Ibnu Athiyah dalam Tafsir-nya, Wail adalah sebuah lembah yang berada di antara dua buah gunung, yang dituruni penghuni neraka selama 40 tahun.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi secara marfu’ dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, “Wail adalah sebuah lembah di tengah neraka Jahanam yang dituruni oleh orang kafir selama 40 tahun sebelum sampai ke dasarnya.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. Dia hanya mengenalnya dari hadis ibnu Luhai’ah.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan naungan asap yang hitam,” (QS. al-Waaqi’ah: 43) Ibnu Zaid berkata, yang dimaksud dengan “asap yang hitam” adalah sebuah gunung di dalam neraka Jahanam, tempat para penghuni neraka bernaung di bawah naungannya.

 

“Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.” (QS. al-Waqi’ah: 44) Maksud “tidak sejuk” yaitu sangat panas, karena gunung itu berasap, yang berada di tepi jurang Jahanam. “Dan tidak menyenangkan” karena tidak ada kenikmatan sama sekali. Seperti itu yang dikatakan oleh adh-Dhahhak. Sedang menurut Sa’id al-Musayyib, maksudnya, tidak ada pemandangan yang indah.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Tempat kebinasaan (maubiqan).” (QS. al-Kahfi: 52), Mujahid mengatakan seperti yang dikutip oleh Ibnu Wahab, yang dimaksud “maubiq” ialah yaitu sebuah lembah di dalam neraka Jahanam.

 

Menurut Ikrimah, “maubiq” adalah sebuah sungai di dalam neraka Jahanam yang mengalirkan api. Di tepi sungai itu terdapat banyak ular sebesar bigal yang berwarna hitam. Setiap kali sungai itu meluap untuk menyiksa mereka, mereka melolong minta tolong. Tetapi, akhirnya mereka tercebur juga.

 

Menurut Anas bin Malik, “maubiq” adalah sebuah lembah yang berisikan nanah, yang berada di dalam neraka Jahanam.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami adakan untuk mereka tempat kebinasaan,” (QS. al-Kahfi: 52), Nauf al-Bakkali berkata, yang dimaksud “maubiq (tempat kebinasaan)” ialah sebuah lembah di dalam neraka Jahanam yang memisahkan orang-orang sesat dan orang-orang beriman.

 

Ketika ditanya tentang firman Allah Ta’ala, “Maka mereka kelak akan tersesat (ghayyan)”, (QS. Maryam: 59), Aisyah menjawab, yang dimaksud “ghayyan” adalah sebuah sungai yang berada di dalam neraka Jahanam.

 

Para ulama juga berbeda pendapat mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai Subuh (fajar).” (QS. al-Falaq: 1)

 

Menurut lbnu Abbas, al-Falaq adalah sebuah penjara di dalam neraka Jahanam. Sedangkan menurut Ka’ab seperti yang dituturkan oleh Abu Nu’aim dalam kitabnya, al-Falaq ialah sebuah rumah di dalam neraka Jahanam. Apabila pintu rumah itu dibuka, maka seluruh penghuni neraka akan menjerit karena kepanasan.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Hamid pin Hilal, dia berkata, “Sungguh, di dalam Jahanam itu ada dapur-dapur api yang sangat sempit, sesempit lubang kepala anak panah salah seorang di antara kalian di dunia. la akan mengimpit suatu kaum karena amal-amal mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ismail bin lyasy dari Tsa’labah bin Muslim dari ayyub bin Basyir dari Syafi al-Ashbahi, dia berkata, “Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat sebuah gunung yang bernama Sha‘ud. Maka orang kafir akan menaikinya selama empat puluh tahun sebelum sampai ke puncaknya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan.” (QS. al-Muddatstsir: 17)

 

Dan, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu terdapat sebuah istana yang bernama Hawa’. Maka orang kafir akan dilempar dari atas istana tersebut, dan terjun meluncur selama empat puluh tahun sebelum sampai ke dasarnya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, binasalah ia.” (QS. Thaha: 81)

 

Dan, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu terdapat sebuah lembah yang bernama Atsam. Di dalamnya, terdapat banyak ular dan kalajengking. Tulang punggung masing-masing binatang tersebut menyimpan racun sebanyak 70 tempayan. Seekor kalajengkingnya adalah sebesar bigal peliharaan. Jika ia menyengat seseorang, maka sengatannya lebih panas daripada panasnya api neraka. Binatang tersebut diciptakan untuk orang yang berhak mendapatkannya.

 

Dan, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat 70 jenis penyakit untuk para penghuninya. Masing-masing jenis penyakit sebanyak bagian dari bagian-bagian neraka Jahanam.

 

Dan, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat sebuah lembah yang bernama Ghayyan. Lembah tersebut mengalirkan nanah dan darah. la diciptakan untuk orang yang berhak mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka mereka kelak akan tersesat.” (QS. Maryam: 59)

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat sebuah laut yang airnya berwarna hitam pekat dan baunya sangat busuk. Allah menenggelamkan ke dalamnya orang-orang yang memakan rezeki-Nya tetapi menyembah selain-Nya.”

 

Balasan Bagi Orang-orang Sombong dan Peminum Arak

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Muhammad bin Wasi’, dia berkata, pada suatu hari aku menemui Bilal bin Abu Burdah, aku lalu berkata kepadanya, hai Bilal, sesungguhnya ayahmu menceritakan kepadaku sebuah hadis dari kakekmu dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya di dalam _ neraka Jahanam terdapat sebuah lembah yang bernama Lamliam. Dan, di lembah tersebut ada sebuah sumur yang bernama Hab-hab. Allah memasukkan ke dalam sumur tersebut setiap orang sombong. Karenanya, janganlah kamu termasuk di antara mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Yahya bin Ubaidillah dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam terdapat sebuah lembah yang bernama Lamlam. Lembah-lembah di neraka Jahanam lainnya berlindung kepada Allah dari panasnya lembah Lam-lam.”

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Anas dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husain dari Husain bin Ali dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah arak. Dan, ada tiga golongan di mana Allah murka kepada mereka, tidak memandang mereka, dan tidak berbicara kepada mereka. Mereka semua berada di al-Mansa, yaitu sebuah sumur di dalam neraka Jahanam. Sumur tersebut disediakan bagi orang yang mendustakan takdir, orang yang mengada-adakan (pelaku bid’ah) dalam agama Allah, dan orang yang selalu meminum arak.” Hadis ini juga diterangkan oleh al-Khatib Abu Bakar dari hadis Ahmad bin Sulaiman al-Khaffani al-Qarsyi al-Asadi dari Malik.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, orang-orang sombong akan dihimpun seperti semut yang berbentuk manusia. Tidak ada sesuatu pun yang lebih kecil daripada mereka. Mereka semua digiring ke sebuah penjara yang berada di dalam neraka Jahanam yang bernama Bulas. Mereka diberi minum dari cairan tubuh penghuni neraka, yakni lumpur yang memusnahkan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Muhammad bin Ajlan dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Orang-orang sombong akan dihimpun seperti semut yang berbentuk manusia. Mereka diliputi oleh kehinaan dari semua tempat. Mereka semua digiring ke sebuah penjara yang berada di dalam neraka Jahanam yang bernama Bulas. Neraka berada di bawah neraka, dan diberi minum dari cairan tubuh penghuni neraka, yakni Jumpur yang memusnahkan.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Menurutku, minuman tersebut juga merupakan minuman bagi mereka yang selalu meminum minuman yang memabukkan.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari Jabir bahwa ada seorang laki-laki datang dari Jaisyan, nama suatu wilayah di Yaman. Maka Nabi Saw. bertanya kepadanya tentang minuman yang terbuat dari jagung yang bernama al-Mazar, yang biasa diminum oleh penduduknya. Maka Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah minuman itu memabukkan?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah berjanji akan memberi minum berupa lumpur yang memusnahkan kepada kepada orang-orang yang selalu meminum minuman yang memabukkan.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud lumpur yang memusnahkan itu?” Beliau menjawab, “Lumpur yang memusnahkan itu adalah keringat penghuni neraka, atau cairan tubuh penghuni neraka.”

 

Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Madinah adalah tempat hijrahku. Di sana tempat berbaringku, dan dari sana tempat keluarku. Adalah kewajiban umatku menjaga tetangga-tetanggaku di sana. Barang siapa memelihara wasiatku, maka pada hari Kiamat aku akan menjadi pembelanya. Dan, barang siapa menyia-nyiakan wasiatku, maka Allah akan menggiringnya ke telaga al-Khubal (kemusnahan)?” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apa telaga a/-Khubal itu?” Beliau menjawab, “Yaitu telaga nanah bercampur darah penghuni neraka.” Hadis ini gharib, berasal dari riwayat Kharijah bin Zaid dari ayahnya. Hanya Abu az-Zanad yang meriwayatkan dari anaknya, Abdurrahman.

 

Untuk Siapakah Sumur al-Huzn Itu?

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Asad bin Musa dari Ali bin Abu Thalib bahwa Nabi Saw. bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari sumur al-Huzn (kesedihan).” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sumur alHuzn itu?” Beliau menjawab, “Sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, di mana Jahanam itu sendiri memohon perlindungan darinya sebanyak tujuh puluh kali setiap harinya. Allah telah menyediakan sumur al-Huzn itu bagi pembaca al-Qur’an (qari) yang riya.”

 

Dalam satu riwayat disebutkan, “Allah menyediakannya untuk orang-orang yang beramal karena riya.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “… sebanyak seratus kali” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang akan memasukinya?” Beliau menjawab, “Para pembaca al-Qur’an (qari) yang riya dengan amal mereka.” Menurut Tirmidzi, hadis ini gharib.

 

Hadis serupa juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah dengan lafaznya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari sumur a/-Huzn.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sumur al-Huzn itu?” Beliau menjawab, “Sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, di mana Jahanam itu sendiri memohon perlindungan darinya sebanyak empat ratus kali setiap harinya.”

 

Seorang sahabat lalu bertanya, “Siapakah yang akan memasukinya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sumur itu disediakan untuk para pembaca al-Qur’an yang riya dengan amal mereka. Dan, sesungguhnya para pembaca al-Qur’an yang paling dibenci Allah ialah mereka yang suka mengunjungi para penguasa.” Ditambahkan oleh al-Muharabi, “Yakni para penguasa yang zalim.”

 

Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Asad bin Musa, disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu benar-benar terdapat sebuah lembah, di mana Jahanam itu sendiri benar-benar memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan lembah itu sebanyak tujuh kali setiap harinya. Dan, sesungguhnya di lembah tersebut benar-benar terdapat sebuah sumur, di mana Jahanam dan lembah itu sendiri benar-benar memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan sumur itu.

 

Dan, sesungguhnya di dalam sumur tersebut benar-benar terdapat seekor ular, di mana Jahanam, lembah, dan sumur itu sendiri benar-benar memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan ular itu. itu semua Allah sediakan untuk para penghafal al-Qur’an yang celaka.”

 

Abu Hurairah berkata, sesungguhnya di dalam neraka Jahanam itu terdapat tempat-tempat hukuman untuk para ulama yang jahat. Kemudian, orang-orang yang pernah mengenal mereka (para ulama) sewaktu di dunia akan mendekati mereka dan bertanya, “Kenapa kalian jadi seperti ini? Bukankah kalian dahulu yang mengajari kami?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami dahulu menyuruh kalian untuk mengerjakan sesuatu, tetapi kami sendiri malah melanggarnya.”

 

Menurutku, hadis marfu’ seperti itu terdapat dalam Shahih Muslim, yang berasal dari riwayat Usamah bin Zaid.

 

Abu al-Mutsanna al-Amluki berkata, “Sesungguhnya di dalam neraka terdapat beberapa kaum yang diikat pada kincir-kincir air yang terbuat dari api. Alat tersebut memutar mereka terus-menerus tanpa istirahat sedikit pun.”

 

Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, “Sesungguhnya Malaikat Malik mempunyai sebuah tempat duduk di tengah Jahanam dan jembatan-jembatan yang dilewati oleh para malaikat azab. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat yang terjauh sebagaimana ia melihat yang terdekat ….” Hadis ini akan dijelaskan nanti.

 

Penjelasan Ayat, “Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar,” (QS. al-Balad: 11),

 

Tentang Pantai Jahanam, dan Ancaman Bagi yang Menyakiti Orang-orang Mukmin

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari seorang laki-laki dari Manshur dari Mujahid dari Yazid bin Syajarah, dia berkata, suatu hari Mu’awiyah menyuruhnya sebagai pemimpin pasukan. Suatu saat, ketika dia melihat musuh dan sahabat-sahabat mulai tampak kocar kacir, maka dia segera mengumpulkan mereka. Setelah memanjatkan pujian kepada Allah, dia lalu berkata, Amma ba’‘du. Ingatlah kalian akan nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian …. Sesungguhnya nama, identitas, dan ciri-ciri kalian ditulis di sisi Allah. Jika hari Kiamat telah terjadi, maka dikatakan, “Hai Fulan, ambillah cahayamu! Hai Fulan, mengapa kamu tidak mempunyai cahaya sama sekali!”

 

Sesungguhnya Jahanam itu memiliki pantai seperti pantai laut. Di pantai itu terdapat binatang melata dan ular-ular bagaikan unta, serta kalajengking-kalajengking bagaikan bigal yang hitam. Ketika penghuni neraka ingin menyelamatkan diri, maka mereka berteriak, “Ke pantai!” Dan, ketika mereka terjun di pantai, maka mereka dikuasai oleh binatang-binatang melata. Binatang tersebut menerkam pelupuk mata dan bibir mereka serta bagian apa saja dari mereka yang dikehendaki Allah. Binatang-binatang tersebut benar-benar menggigit mereka berkali-kali. Karenanya, mereka laiu berteriak, “Ke neraka, ke neraka.”

 

Ketika mereka terjun ke dalam api, maka mereka diserang oleh penyakit kudis yang menggerogoti tubuh mereka hingga tulangnya kelihatan. Padahal, tebal kulit mereka benar-benar mencapai empat puluh hasta. Lalu dikatakan kepada mereka, “Hai Fulan, apakah azab ini menyakitkanmu?” Dia menjawab, “Apakah penyebab dari azab ini?” Maka dikatakan kepadanya, “Ini adalah balasan karena kamu dahulu suka menyakiti orang-orang beriman.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan bin Uyainah dari Ammar ad-Dahmani dari Athiyah al-Aufi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, “Sesungguhnya Sha’ud adalah sebuah batu besar yang berada di dalam neraka Jahanam. Jika tangan para penghuni neraka diletakkan di atas batu itu, maka melelehlah tangan itu karenanya. Dan, jika mereka melepaskannya, maka tangan itu kembali lagi seperti semula. Oleh karena itu, untuk melewati Sha’ud adalah dengan cara:

 

“(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya), atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan.’” (QS. al-Balad: 13-14)

 

Menurut Ibnu Amr dan Ibnu Abbas, aiAqabah adalah nama sebuah gunung di neraka Jahanam.

 

Menurut Ka’ab al-Ahbar sebagaimana dikutip oleh Muhammad bin Ka’ab, al-Aqabah adalah tujuh puluh tingkat dalam neraka Jahanam. Sedangkan menurut al-Hasan dan Qatadah, al-Aqabah adalah sebuah jalan yang mendaki lagi sukar yang terdapat di neraka, yang berada di bawah jembatan. Karenanya, tempuhlah jalan itu dengan cara melakukan taat kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.

 

Sedang menurut Mujahid, adh-Dhahhak, dan al-Kilabi, al-Aqabah adalah ash-Shirat (jembatan). Dan ada juga yang mengatakan, al-Aqabah adalah neraka itu sendiri.

 

Menurut al-Kilabi, a/-Aqabah adalah sebuah gunung yang terletak antara surga dan neraka. Gunung tersebut secara mudah bisa dilewati dengan melakukan amal-amal saleh, dan menempuhnya dengan cara-cara yang semestinya, yaitu:

 

“(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya), ” (QS. al-Balad: 13)

 

Menurut Zaid dan sejumlah ulama ahli tafsir lainnya, secara konkret makna firman Allah dalam surah al-Balad ayat 11-13 ialah, kenapa kamu tidak membelanjakan hartamu untuk memerdekakan budak dan memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan, supaya kamu dapat melewati jalan yang mendaki dan sukar tersebut? Bukankah itu lebih baik daripada kamu menghamburkannya untuk kemaksiatan?

 

Al-Aqabah atau jalan mendaki dan sukar tersebut disamakan dengan besar dan beratnya dosa. Jadi, kalau seseorang memerdekakan budak dan beramal saleh lainnya, itu sama halnya dia telah berhasil melewati jalan mendaki dan sukar tersebut. Jika dia mempunyai dosa-dosa yang memudaratkan, menyakiti, dan membebaninya, lalu dia menghapusnya dengan amalan-amalan saleh dan tobat yang murni, maka dia sama seperti orang yang berhasil melewati jalan mendaki dan sukar tersebut dengan mulus dan sukses.

 

Menurut al-Hasan, demi Allah, al-Aqabah itu adalah jalan yang mendaki lagi sukar, yaitu jerih payah seseorang dalam melawan dirinya, nafsunya, dan setan yang menjadi musuhnya.

 

Menurutku, barang siapa taat kepada Allah, berjuang memerangi nafsunya sendiri, niscaya surgalah tempat tinggalnya. Sebaliknya, barang siapa keras kepala dalam kesesatan dan kezalimannya, membiarkan dunia memegang kendali kemaksiatannya, menuruti hawa nafsunya, dan tunduk kepada setan yang menjanjikan kesenangan-kesenangan sementara, niscaya nerakalah yang paling tepat untuknya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sungguh, nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. an-Nazi’at: 37-41)

 

Jadi, firman Allah Ta’ala,

 

“Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar” (QS. al-Balad: 11) adalah kalimat berita, bukan kalimat pertanyaan.

 

Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar? (Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya). ” (QS. al-Balad: 12-13)

 

Firman Allah ini ditujukan kepada Nabi Saw.. Dengan kata lain, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kamu tidak akan mengetahuinya, hai Muhammad, sebelum Aku memberitahukan kepadamu apa itu jalan yang mendaki dan sukar itu. Jalan yang mendaki dan sukar ialah memerdekakan budak dari perbudakan atau memberi makan pada hari kelaparan kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.”

 

Sufyan bin Uyainah mengatakan bahwa semua perkataan Allah dalam al-Qur’an yang ditujukan kepada Nabi Saw. dengan perkataan “Tahukah kamu” artinya, Allah akan memberi tahu. Adapun jika dikatakan dengan “Dan kamu tidak akan tahu” artinya, Allah tidak akan memberi tahu.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani Abu al-Qasim Salman bin Ahmad dalam kitabnya, Makarirn al-Akhlak, dari Ali bin Abu Thalib, dia berkata, “Daripada mengumpulkan sejumlah sahabatku untuk makan satu sha’ makanan, aku lebih suka keluar ke pasar untuk membeli seorang budak lalu aku merdekakan.”

 

Penjelasan Ayat, “Bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”? (QS. al-Baqarah: 24)

 

Dikatakan bahwa bahan bakar neraka adalah para pemuda, orang tua, orang dewasa, dan para wanita yang bertelanjang yang menangis berkepanjangan.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Musa bin Ubaid dari Muhammad bin Ibrahim Ibnu al-Harits at-Taimi dari lbnu al-Hadi dari alAbbas bin Abdul Muthalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, agama ini akan terus maju sampai melintasi lautan, dan sampai lautan itu diarungi oleh pasukan berkuda yang berperang di jalan Allah Yang Maha Memberkahi lagi Mahatinggi. Kemudian datanglah beberapa kaum yang membaca al-Qur’an. Kemudian, ketika mereka selesai membaca al-Qur’an, mereka bertanya, “Siapa yang lebih pandai membaca alQur’an daripada kami? Siapa yang lebih alim daripada kami?”

 

Lalu Nabi Saw. berpaling kepada para sahabatnya dan bertanya, “Apakah kalian melihat kebaikan pada diri mereka?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda, “Mereka itu dari kalangan kalian juga, dan bagian dari umat ini. Merekalah yang menjadi bahan bakar neraka.”

 

Adapun batu-batu yang menjadi bahan bakar neraka adalah batu belerang. Allah menciptakannya menurut yang dikehendaki-Nya. Begitu menurut riwayat dari ibnu Mas’ud sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak.

 

Dibandingkan dengan seluruh batu yang ada, batu belerang ini mempunyai kelebihan untuk mengazab. Yaitu, cepat menyala, baunya busuk, banyak asapnya, mempunyai daya rekat yang kuat pada tubuh, dan daya panasnya sangat luar biasa.

 

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud al-hijarah (batu) adalah patung-patung berhala, berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, kamu (orang kafir) dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar Jahanam.” (QS. al-Anbiya’: 98)

 

Maksudnya adalah bahan bakar Jahanam. Patung-patung berhala tersebut dilempar ke dalam api, dan karenanya api bisa menyala.

 

Berdasarkan hal ini, menurut takwil yang pertama, manusia dan batu-batu adalah bahan bakar neraka. Sedangkan menurut takwil kedua, manusia itu akan disiksa di neraka dengan api dan batu.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, “Segala sesuatu yang mengganggu (menyakiti) itu berada di dalam neraka.” Ada dua kemungkinan dalam menakwilkan hadis tersebut:

 

Pertama, segala sesuatu yang mengganggu (menyakiti) manusia di dunia itu akan diazab oleh Allah di akhirat dengan api.

 

Kedua, segala sesuatu yang mengganggu (menyakiti) manusia di dunia seperti binatang buas, binatang melata, atau yang lainnya, semuanya akan berada di dalam neraka. Mereka dipersiapkan untuk mengazab penghuni neraka.

 

Sementara sebagian ahli takwil berpendapat bahwa api neraka yang dinyalakan dengan batu-batu, adalah neraka yang dikhususkan bagi orang-orang kafir. Wallahu a’lam.

 

Anggota Tubuh Orang Kafir Membesar Sesuai Dengan Tingkat Kekafirannya, dan Azab Bagi Orang Mukmin yang Bermaksiat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Gigi belakang atau gigi taring orang kafir itu sebesar gunung Uhud, dan tebal Kulitnya adalah sejauh perjalanan tiga hari dengan menggunakan kendaraan cepat.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya tebal kulit orang kafir itu empat puluh dua hasta, gigi belakangnya sebesar gunung Uhud, dan tempat duduknya di neraka Jahanam seluas antara Mekah dan Madinah.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih gharib dari al-A’masy.

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan, “… Paha orang kafir sebesar gunung al-Baizha’ dan tempat duduknya di neraka seluas perjalanan tiga hari, seperti ar-Rabadzah.” Hadis ini diriwayatkan dari Shalih, bekas budak (maula) atTau’amah dari Abu Hurairah. Hadis ini gharib. Yang dimaksud dengan ar-Rabadzah ialah seluas antara Mekah dan Madinah.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Yunus dari az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada hari Kiamat, gigi belakang orang kafir itu lebih besar daripada gunung Uhud. Mereka diperbesar agar neraka terisi penuh oleh mereka, dan mereka merasakan azabnya.”

 

Diriwayatkan oleh ibnu al-Mubarak dari Laits bin Sa’ad dari Khalid bin Yazid dari Sa’id bin Abu Hilal dari Sai’d al-Maqbari dari Abu Hurairah, dia berkata, “Gigi belakang orang kafir itu sebesar gunung Uhud, pahanya sebesar gunung al-Baizha’, keningnya sebesar gunung al-Waraqan, tempat duduknya di neraka seluas antara tempat dudukku ini dan ar-Rabadzah, tebal matanyatujuh puluh hasta, dan perutnya seperti gunung Idham.”

 

Menurutku, al-Waraqan adalah nama sebuah gunung di Madinah, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ketika Tuhan menampakkan diri kepada sebuah gunung, maka dengan keagungan-Nya, Dia menjadikan enam gunung. Tiga gunung berada di Mekah, yaitu gunung Tsur, Tsabir, dan Hira’. Dan, tiga gunung jagi berada di Madinah, yaitu gunung Uhud, alWaraqan, dan Razhwa.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari sufyan bin Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ubaid bin Umair, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Penglihatan orang kafir, yakni tebal kulit matanya adalah tujuh puluh hasta, dan gigi belakangnya sebesar gunung Uhud pada ciptaannya yang lain.”

 

Dan disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Amr bin Maimun, bahwasanya dia mendengar antara kulit orang kafir dengan tubuhnya itu terdapat pekikan seperti pekikannya binatang liar.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu alMukhariq dari !bnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya orang kafir, lidahnya benar-benar akan diseret sejauh satu sampai dua farsakh, dan akan diinjak-injak oleh manusia.”

 

Azab di Neraka Disesuaikan Dengan Tingkat Kekafiran dan Amalnya Masing-masing

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Samurah bin Jundub bahwa Nabi Saw. bersabda, “Di antara mereka ada yang dibakar api neraka hingga kedua mata kakinya, ada yang dibakar hingga kedua lututnya, ada yang dibakar hingga pinggangnya, dan ada pula yang dibakar hingga tulang selangkanya.”

 

Bab ini memberikan petunjuk bahwa kekafiran seseorang yang hanya kafir saja tidak sama dengan kekafiran orang lain, yang durhaka, keras kepala serta bermaksiat. Sesungguhnya orang-orang kafir yang diazab di Jahanam itu berbeda-beda, sebagaimana yang kita ketahui dari alQur’an dan as-Sunnah.

 

Kita tahu bahwa azab bagi orang yang membunuh para nabi, membunuh kaum musilimin, dan membuat kerusakan di muka bumi itu Sangat berbeda dengan azab yang diperuntukkan bagi orang kafir yang berbuat baik kepada para nabi dan kaum muslimin. Contohnya adalah seperti Abu Thalib. Kelak, dia akan dikeluarkan oleh Nabi Saw. ke neraka yang paling dangkal, karena sewaktu di dunia dia sangat gigih membela dan melindungi beliau dari ancaman orang-orang kafir musyrik. Selain itu, dia juga banyak berbuat baik kepada beliau.

 

Hadis Samurah yang diriwayatkan oleh Muslim tadi berlaku bagi orang-orang kafir berdasarkan cerita tentang Abu Thalib. Tetapi, bisa juga berlaku bagi orang-orang mukmin yang mendapatkan siksa. Hanya saja Allah mematikan mereka di sana, seperti yang telah dikemukakan di atas.

 

Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Ka’ab al-Ahbar bahwa Allah berfirman kepada malaikat penjaga neraka, “Wahai Malik, tahanlah neraka. Jangan sampai neraka itu membakar lidah mereka yang dahulu mereka gunakan untuk membaca al-Qur’an. Wahai Malik, katakan kepada neraka supaya ia menyiksa mereka sesuai dengan amal mereka masing-masing. Sebenarnya neraka lebih mengenal mereka dan apa yang patut dilakukan terhadap mereka sebagaimana seorang ibu terhadap anaknya. Maka, di antara mereka ada yang dibakar hingga kedua mata kakinya, ada yang dibakar hingga kedua lututnya, ada yang dibakar hingga ke pusarnya, dan ada pula yang dibakar hingga ke dadanya, … al-Hadis. Selanjutnya akan dijelaskan nanti, Insya Allah Ta’ala.

 

Al-Qatabi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar, menuturkan sebuah hadis marfu’ dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, “Sesungguhnya, pada saat Allah selesai memutuskan di antara makhluk-makhluknya, dan kebaikan-kebaikan seorang hamba terbukti lebih banyak, maka dia masuk ke dalam surga. Jika kebaikan-kebaikannya sama dengan keburukan-keburukannya, maka dia ditahan di atas ash-Shirath (jembatan) selama empat puluh tahun, kemudian setelah itu dia boleh masuk ke dalam surga. Jika keburukan-keburukannya lebih banyak daripada kebaikan-kebaikannya, maka dia masuk neraka lewat pintu Tauhid. Di dalam neraka, mereka diazab menurut kadar amal mereka masing-masing. Di antara mereka ada yang dibakar hingga kedua mata kakinya, ada yang dibakar hingga kedua lututnya, dan ada yang dibakar hingga ke pinggangnya ….” al-Hadis.

 

Al-Faqih Abu Bakar bin Barjan menuturkan bahwa hadis Muslim di atas sesuai dengan makna firman Allah Ta’ala,

 

“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan balasan perbuatan mereka dan mereka tidak dirugikan.” (QS. alAhqaf: 19)

 

Al-Faqih Abu Bakar bin Barjan mengatakan, “Menurutku, orang-orang yang disifati dalam alQur’an dan hadis di atas adalah mereka yang masih mengesakan Allah (penganut Tauhid). Sebab, orang kafir itu sama sekali tidak akan selamat dari api neraka, karena dia telah berbuat kafir di dunia, maka di akhirat dia diazab oleh api neraka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Di atas mereka ada lapisan-lapisan dari api dan di bawahnya juga ada lapisan-lapisan yang disediakan bagi mereka.” (QS. az-Zumar: 16)

 

Artinya, di atas mereka terdapat lapisan-lapisan api untuk mereka, dan di bawah mereka juga terdapat lapisan-lapisan api untuk mereka yang berada di bawahnya.

 

Besarnya Tubuh Penghuni Neraka

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari al-Harits bin Qais bahwa Rasulullah Saw. bersabda,

 

“Sesungguhnya di antara umatku ada yang masuk surga dengan syafaatku melebihi jumlah suku Mudhar. Dan, di antara umatku ada yang diperbesar tubuhnya hingga memenuhi salah satu sudut neraka.”

 

Azab yang Sangat Keras Bagi Orang

 

yang Senantiasa Bermaksiat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah para pelukis.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Qasim bin Ashbagh dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah orang yang membunuh seorang nabi, atau dibunuh oleh seorang nabi, atau pelukis atau pembuat patung.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr, Ibnu Majah, dan Ibnu Wahab sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah seorang yang berilmu (alim), yang ilmunya tidak diberi kemanfaatan oleh Allah.”

 

Abu Umar berkata, pada sanad hadis ini terdapat Utsman bin Muqsim al-Bazzi. Tidak ada yang menyampaikan hadis ini secara marfu’ selain dia. Menurut para Ahli Hadis, dia seorang yang daif serta bermazhab muktazilah. Hadisnya sama sekali tidak berharga.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Zaid, dia berkata, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya para penghuni neraka merasa sangat terganggu oleh bau busuk kemaluan para penzina.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Musa bin Ali bin Rabbah dari ayahnya dari seseorang yang menyampaikan hadis, dia berkata, ada tiga golongan manusia yang benar-benar mengganggu penghuni neraka lainnya —padahal penghuni neraka lain pun sama disiksa—.

 

Pertama, orang-orang yang ditahan di dalam peti api, di dasar neraka Jahim. Mereka menjerit sekeras-kerasnya hingga terdengar para penghuni neraka lainnya. Maka para penghuni neraka lainnya bertanya kepada mereka, “Di antara para penghuni neraka yang lain, mengapa kalian diazab seberat ini?” Mereka menjawab, “Dahulu kami adalah orang-orang sombong.”

 

Kedua, orang-orang yang perutnya terpelah, lalu mereka menarik usus-usus mereka ke dalam neraka. Maka para penghuni neraka lainnya bertanya kepada mereka, “Di antara para penghuni neraka yang lain, mengapa kalian diazab seberat ini?” Mereka menjawab, “Dahulu kami suka merampas hak-hak orang-orang lain dengan sumpah dan pengkhianatan kami.”

 

Ketiga, orang-orang yang berjalan mondar mandir di antara neraka Jahim dan neraka Hamim, dan mereka tidak bisa tenang atasnya. Maka para penghuni neraka lainnya bertanya kepada mereka, “Di antara para penghuni neraka yang lain, mengapa kalian diazab seberat ini?” Mereka menjawab, “Dahulu kami suka mengadu domba di antara sesama manusia.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ismail bin lyasy dari Taghlab bin Muslim dari Ayyub bin Basyir al-Ajali dari Syafi bin Mati’ alAshbahi bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada empat golongan manusia yang sangat mengganggu penghuni neraka lainnya karena pedihnya azab yang mereka terima. Mereka berjalan mondar mandir antara neraka Jahim dan neraka Hamim. Mereka dipanggil dengan sebutan orang-orang yang celaka.

 

Maka para penghuni neraka lainnya saling bertanya sesama mereka, “Ada apa dengan mereka itu sehingga kita merasa terganggu dengannya? Sungguh mereka telah melengkapi penderitaan yang sedang kita alami.” Nabi Saw. bersabda, “Mereka adalah orang yang ditahan di dalam peti api, orang yang menarik ususususnya, orang yang mengeluarkan darah dan nanah dari mulutnya, dan orang yang memakan dagingnya sendiri.”

 

Mengenai orang yang ditahan di dalam peti api, maka seseorang bertanya, “Kenapa kamu mengganggu dan menyakiti kami yang sudah dalam keadaan sangat menderita ini?” Maka yang lainnya menjawab, “Sesungguhnya dia dahulu meninggal dalam keadaan mempunyai tanggungan utang kepada orang lain, dan dia tidak dapat membayarnya.” Atau Rasul katakan, “Melunasinya.”

 

Lalu, mengenai orang yang menarik usus-ususnya, maka seseorang bertanya, “Kenapa kamu mengganggu dan menyakiti kami yang sudah dalam keadaan sangat menderita ini?” Maka yang lainnya menjawab, “Sesungguhnya dia dahulu tidak memperhatikan kencingnya, dan tidak membasuh bagian-bagian tubuh yang terkena najis (air kencing).”

 

Lalu, mengenai orang yang mengeluarkan darah dan nanah dari mulutnya, maka seseorang bertanya, “Kenapa kamu mengganggu dan menyakiti kami yang sudah dalam keadaan sangat menderita ini?” Maka yang lainnya menjawab, “Sesungguhnya dia dahulu suka memperhatikan kata-kata jorok dan keji, kemudian menyebarkannya. Dan, dia pun selalu menikmatinya.”

 

Dan, mengenai orang yang memakan dagingnya sendiri, maka seseorang bertanya, “Kenapa kamu mengganggu dan menyakiti kami yang sudah dalam keadaan sangat menderita ini?” Maka yang lainnya menjawab, “Sesungguhnya dia dahulu suka menggunjing dan mengadu domba sesama manusia.”

 

Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Nu’aim alHafizh. Dia berkata, hadis ini hanya diriwayatkan oleh tsmail bin Iyasy. Adapun Syafi’, adalah seorang yang masih diperdebatkan. Ada yang mengatakan, bahwa dia seorang sahabat.

 

Menurutku, makna yang sama seperti yang dikemukakan dalam riwayat tadi, sebelumnya juga sudah dikemukakan dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub, dan hadis Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Ibnu Mas’ud dalam Bab Siksa Kubur. Juga hadis Abu Hurairah tentang orang-orang yang dibakar oleh Jahanam dan oleh beberapa riwayat lainnya.

 

Sebagaimana yang sudah dikemukakan di atas, jika seseorang berutang kepada orang lain untuk digunakan menutupi kebutuhannya yang sangat penting, bukan untuk dihambur-hamburkan, namun dia meninggal sebelum sempat membayar utangnya, padahal dia berniat hendak membayarnya, maka Allah tidak akan menahannya masuk ke dalam surga, dan tidak akan mengazabnya. Bahkan, Allah akan memintakan kepada orang-orang yang punya piutang untuk meridakannya. Dan, semuanya berada dalam rahmat dan karunia-Nya.

 

Berbeda dengan orang yang berutang kepada orang lain untuk kemaksiatan, dan dia meninggal sebelum membayar utangnya, maka orang seperti ini mungkin akan diazab Allah. Azab Bagi Orang yang Menganiaya Sesama Manusia di Dunia

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Sufyan bin Uyainah dari Amr bin Dinar dari lbnu Abu Najih dari Khalid bin Hakim dari Khalid bin al-Walid, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah orang yang paling keras (berat) menyiksa sesama manusia di dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dalam at-Tarikh dari Ali dari Sufyan bin Amr bin Dinar dari Ibnu Najih dari Khalid bin Hakim bin Hizam, dia berkata, sesungguhnya Abu Ubaidah berhasil menawan seseorang dari penduduk Armenia. Lalu, Khalid bin al-Walid berbicara dengan tawanan tersebut. Maka para sahabat yang lain bertanya, “Engkau bisa membuat marah sang Amir.” Khalid berkata, aku tidak ingin membuat dia marah, namun aku mendengar Nabi Saw. pernah bersabda, “Orang yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah orang yang paling keras (berat) menyiksa sesama manusia di dunia.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Muslim dari Hisyam bin Hakim bin Hizam bahwa suatu hari dia melewati beberapa orang rakyat jelata di Syam. Mereka sedang dijemur di tengah terik panas matahari. Maka Hisyam bertanya kepada orang-orang disekitar, “Ada apa dengan mereka?” Mereka menjawab, “Orang-orang itu ditahan karena tidak mau membayar jizyah.” Hisyam berkata, aku bersaksi bahwa aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah ‘Azza Wa Jalla akan menyiksa orang-orang yang pernah menyiksa sesama manusia di dunia.”

 

Kerasnya Azab Bagi Orang yang Menyuruh Kebaikan Namun Dia Sendiri Tidak Melakukannya

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Usamah bin Zaid, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka. Di sana, dia menggiling penggilingan seperti seekor keledai yang menggiling penggilingannya. Kemudian dia dikelilingi oleh para penghuni neraka. Mereka lalu berkata kepadanya, “Hai Fulan, bukankah kamu dahulu yang menyuruh orang kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran ?” Dia menjawab, “Dahulu, aku memang menyuruh orang kepada kebaikan, tetapi aku sendiri tidak melakukannya; Dan aku juga melarang kemungkaran tetapi aku sendiri malah melakukannya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim hadis yang semakna dari Usamah bin Zaid, dia berkata, aku pernah mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, seseorang didatangkan lalu dilemparkan ke dalam neraka hingga usus-ususnya keluar dari perutnya. Kemudian dia berputar-putar seperti keledai yang memutar penggilingan. Lalu, para penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya, “Hai Fulan bin Fulan, ada apa denganmu? Bukankah kamu dahulu yang menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran?” Dia menjawab, “Benar, dahulu aku menyuruh kepada kebaikan, tetapi aku sendiri tidak melakukannya; Dan, aku memang melarang dari kemungkaran, tetapi aku malah melanggarnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh sebuah hadis dari Malik bin Dinar dari Tsumamah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada malam Isra’, aku mendatangi suatu kaum yang menggunting bibir mereka dengan gunting-gunting dari api. Setiap kali digunting, maka bibir mereka kembali lagi menyatu seperti semula. Aku lalu bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Mereka adalah para pengkhutbah dari umat engkau. Mereka mengatakan sesuatu tetapi tidak melakukannya. Mereka membaca al-Qur’an tetapi tidak mau mengamalkan isinya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibhnu al-Mubarak dari Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada malam Isra’, aku melihat beberapa orang yang tengah menggunting bibir mereka dengan gunting-gunting dari api. Aku lalu bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Mereka adalah para pengkhutbah, yaitu orang-orang yang suka menyuruh manusia berbuat kebaikan tetapi mereka lupa terhadap dirinya sendiri, padahal mereka membaca al-Qur’an.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Ismail dari asy-Syu’bi, dia berkata, beberapa orang penghuni surga melihat beberapa orang penghuni neraka, maka mereka bertanya, “Apa yang membuat kalian masuk neraka? Padahal kami masuk surga berkat pendidikan yang kalian ajarkan kepada kami?” Penghuni neraka menjawab, “Sesungguhnya kami dahulu menyuruh kalian berbuat kebaikan, tetapi kami sendiri tidak melakukannya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Muhammad bin Ahmad bin al-Hasan dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari Sayyar bin Hatim dari Ja’far bin Sulaiman dari Tsabit dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, Allah akan memaafkan orang-orang yang buta huruf (bodoh), tetapi tidak memaafkan para ulama.” Hadis ini gharib, hanya diriwayatkan oleh Sayyar dari Ja’far sendirian. Saya hanya menulisnya dari hadis Anmad bin Hanbal.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ahmad bin Ishak bin Hamzah dari Muhammad bin ‘Alusy bin al-Husain al-Jurjani dari Ali bin al-Mutsanna dari Ya’qub bin Khalifah Abu Yusuf al-A’sya dari Muhammad bin Muslim ath-Tha’ifi dari Ibrahim bin Maisarah dari Thawus dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Para polisi dan para penjaga keamanan yang membantu kezaliman kelak adalah anjing-anjing neraka.” Hadis ini gharib, karena hanya diriwayatkan

 

sendirian oleh Muhammad bin Salim ath-Tha’ifi dari Ibrahim bin Maisarah dari Thawus.

 

Tiga Golongan yang Paling Merugi Pada Hari Kiamat

 

Sebagian ulama berkata, pada hari Kiamat, ada tiga golongan manusia yang paling merugi, antara lain:

 

  1. Seorang tuan yang memiliki budak. Dia mengajari budaknya dengan ajaran-ajaran syariat Islam sehingga ia menjadi seorang budak yang berakhlak mulia, tetapi dia sendiri (tuannya) malah durhaka. Pada hari Kiamat, si budak disuruh masuk ke surga, sementara si tuan digiring ke neraka. Pada saat itu, ia sangat menyesal dan berkata,

 

“Aduh, alangkah ruginya dan bodohnya aku! Bukankah dia itu budakku? Bukankah aku dahulu yang berkuasa terhadap dirinya dan hartanya? Kenapa budakku yang bahagia dan aku yang celaka?” Lalu malaikat yang diserahi tugas mengurusnya menjawab, “Itu karena dia orang baik dan berakhlak mulia, sedangkan kamu tidak.”

 

  1. Orang yang bekerja keras mencari harta kekayaan, tetapi dalam mengumpulkannya dia bermaksiat kepada Allah. Dia menahan hartanya dan tidak mendemakannya di jalan Allah. Setelah ia meninggal, hartanya jatuh ke tangan ahli warisnya, yang kemudian dibelanjakannya untuk kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Pada hari Kiamat, ahli warisnya disuruh masuk ke surga, sedangkan dia sendiri digiring ke neraka. Saat itu, ia menyesal dan berkata, “Aduh, alangkah ruginya dan bodohnya aku! Bukankah itu hartaku? Namun dahulu aku tidak memanfaatkannya untuk memperbaiki perbuatanku.” Lalu malaikat yang diserahi tugas mengurusnya menjawab, “Itu Karena dia taat kepada Allah, sedang kamu tidak. Akibatnya, dia bahagia dan kamu celaka.”

 

  1. Orang yang mengajarkan dan memberikan nasihat kepada suatu kaum sehingga kaum itu mau mengamalkan apa yang dia ajarkan, sementara dia sendiri tidak melaksanakannya. Pada hari Kiamat, kaumnya disuruh masuk ke surga, sedangkan dia sendiri digiring ke neraka. Saat itu, dia menyesal dan berkata, “Aduh, alangkah ruginya dan bodohnya aku! Bukankah itu iimuku? Bukankah karena ilmuku mereka itu beruntung? Tetapi kenapa aku malah yang celaka?” Lalu malaikat yang diserahi tugas mengurusnya menjawab, “Itu karena mereka mau mengamalkan apa yang kamu ajarkan, sedangkan kamu tidak. Akibatnya, mereka bahagia dan kamu celaka.” Demikian dituturkan oleh Abu al-Faraj !bnu al-Jauzi.

 

Ibrahim an-Nakha’i mengatakan bahwasanya dia benar-benar keberatan untuk menceritakan tiga ayat berikut ini,

 

“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri.” (QS. al-Baqarah: 44)

 

“Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (ttu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shaf: 2-3)

 

“Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya.” (QS. Hud: 88)

 

Menurutku, lafaz-lafaz dalam ayat-ayat tadi di samping hadis-hadis yang sudah saya kemukakan di atas, memberikan petunjuk bahwa hukuman (siksa) bagi orang yang mengetahui kebaikan dan kemungkaran serta kewajiban untuk melaksanakan kedua-duanya, itu lebih dahsyat siksanya daripada orang yang tidak mengetahuinya. itu karena, orang yang seperti itu, sama halnya dengan melecehkan segala sesuatu yang telah diharamkan Allah dan mengabaikan hukum-hukum-Nya. Dia sama seperti orang yang ilmunya tidak bermanfaat. Padahal Rasulullah Saw. telah bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling keras siksanya pada hari Kiamat adalah seorang yang berilmu (alim), yang ilmunya tidak diberi kemanfaatan oleh Allah.”

 

Diriwayatkan dari Abu Umamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang-orang yang menyuruh manusia mengerjakan kebaikan tetapi melupakan terhadap diri mereka sendiri, maka mereka kelak akan menarik usus-ususnya di neraka Jahanam, lalu mereka ditanya, “Siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang yang dahulu menyuruh manusia mengerjakan kebaikan, tetapi kami lupa terhadap diri kami sendiri.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku melihat Amr bin Luhay sedang menarik usus-ususnya di neraka. Dia adalah orang yang pertama-tama yang membiarkan unta-unta sawa’ib lepas berkeliaran.”

 

Sebagaimana yang telah kami singgung dalam riwayat hadis Abu Sa’id al-Khudri bahwa apabila penghuni neraka yang bukan penghuni aslinya masuk neraka, maka tubuh mereka terpakar dalam keadaan mati (azab mereka tidak kekal. Hadis tersebut terkesan bertentangan dengan hadis yang menerangkan tentang orang-orang mukmin durhaka tadi. Lalu bagaimana cara mengompromikannya?

 

Menurutku, kedua hadis tersebut bisa saja dikompromikan. Yakni Hanya Allah yang lebih tahu-. Penghuni neraka yang asli adalah seperti yang disinggung dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab.” (QS. an-Nisa’: 56)

 

Menurut al-Hasan, dalam sehari, api neraka membakar kulit mereka hingga hangus sebanyak 70.000 kali. Berbeda halnya dengan orang-orang mukmin yang durhaka, mereka memang disiksa, tetapi setelah itu mereka semua mati. Dan, tentang lamanya siksaan bagi mereka juga relatif, tergantung pada tingkat kedurhakaan dan dosa-dosa mereka.

 

Ada yang mengatakan bahwa orang-orang mukmin yang durhaka ketika disiksa juga merasakan sakit, walaupun dalam keadaan mati. Hanya saja kadar rasa sakit yang mereka alami tentu lebih ringan jika dibandingkan dengan siksa yang dialami orang-orang kafir. Sebab, rasa sakit yang dialami orang-orang yang disiksa dalam keadaan mati itu jauh lebih ringan daripada mereka yang disiksa dalam keadaan hidup. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

 

“Sedangkan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang sangat buruk. Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Lalu kepada malaikat diperintahkan), ‘Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras!” (QS. Ghafir: 45-46)

 

Allah mengabarkan bahwa siksa yang mereka (Fir’aun dan kaumnya) alami_ ketika dibangkitkan kembali lebih keras daripada siksa yang mereka alami ketika dalam keadaan mati.

 

Dalil lain adalah seperti hadis riwayat al-Barra’ bin Azib yang menceritakan tentang ucapan orang kafir kepada Allah, “Wahai Tuhan, jangan terjadi Kiamat! Wahai Tuhan, jangan terjadi Kiamat! Wahai Tuhan, jangan terjadi Kiamat!” Dia berkata seperti itu karena dia tahu bahwa siksa di akhirat itu lebih dahsyat daripada yang dia alami saat itu.

 

Mungkin siksa yang dialami oleh para pengkhutbah itu adalah siksa di dalam kubur, yaitu siksaan khusus yang mengenai anggota tubuh mereka yang tertentu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang panjang riwayat Samurah tersebut di atas. Tetapi, sabda Nabi Saw. seperti yang diriwayatkan dalam hadis Usamah bin Zaid tidak menjelaskan hal itu. Atau, mungkin mereka mengalami siksa kubur dan siksa di akhirat karena dosa besar yang mereka lakukan, yakni ucapan mereka bertentangan dengan perbuatan mereka. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.

 

Makanan, Minuman, dan Pakaian Penghuni Neraka

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka bagi orang kafir akan dibuatkan pakaian-pakaian dari api (neraka).” (QS. al-Hajj: 19)

 

“Pakaian mereka dari cairan aspal.” (QS. Ibrahim: 50)

 

“Sungguh, pohon zaqqum itu, makanan bagi orang yang banyak dosa. Seperti cairan tembaga yang mendidih di dalam perut.” (QS. ad-Dukhaan: 43-45)

 

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal.” (QS. an-Naba’: 24-26)

 

“Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. al-Kahfi: 29)

 

“Diberi minum dari sumber mata air yang sangat panas. Tidak ada makanan bagi mereka selain dari pohon yang berduri.” (QS. al-Ghasyiyah: 5-6)

 

“Maka pada hari ini, di sini tidak ada seorang teman pun baginya. Dan tidak ada makanan (baginya) kecuali dari darah dan nanah.” (QS. al-Haqqah: 35-36)

 

Al-Harawi berkata, maksud “ghislin” (darah dan nanah) dalam ayat ini adalah darah dan nanahnya penghuni neraka. Dan, juga semua yang keluar atau mengalir dari tubuh mereka.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dan Abu Razin, tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Inilah (azab neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin’, (QS. Shad: 57)

 

Mereka berdua berkata, bahwa yang dimaksud “ghassaq” (air yang sangat dingin) dalam ayat itu adalah nanah penghuni neraka yang mengalir. Ada juga yang mengatakan, itu adalah nanah kental dan sangat busuk baunya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa al-ghassaq adalah nanah kental. Konon, seandainya setetes saja dari nanah itu dipercikkan di dunia belahan barat, maka bau busuknya akan tercium oleh orang-orang yang tinggal di belahan ilmur. Begitu pula sebaliknya. Ada juga yang mengatakan bahwa at ghassaq adalah udara yang sangat dingin, yang disebut juga dengan zambharir.

 

Ka’ab berkata, al-ghassaq adalah sebuah mata air yang berada di dalam neraka Jahanam. Racun dari berbagai jenis makhluk yang beracun mengalir kepadanya, dan tergenang di sana. Pada hari Kiamat, ada seseorang yang didatangkan lalu dibenamkan sekali saja ke dalamnya, maka terlepaslah kulit dan dagingnya dari tulang-tulangnya. Lalu dia akan menyeret dagingnya yang terkumpul di kedua mata kakinya seperti seseorang yang menyeret pakaiannya.

 

Adapun maksud firman Allah Ta’ala, “Sebagai pembalasan yang setimpal,” (QS. anNaba’: 26) adalah sesuai dengan amal perbuatan mereka yang sangat buruk.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai kata dhari’ (pohon yang berduri) yang terdapat dalam Surah al-Ghasyiyah ayat 6. Ada yang mengatakan, dhari’ adalah sebuah tumbuhan yang biasa tumbuh pada musim semi. Jika tiba musim kemarau, ia menjadi kering dan layu. Jika tumbuhan tersebut berdaun, maka namanya syabraq. Tetapi, jika daunnya telah berguguran, maka disebut dhari’. Unta suka memakannya selagi masih berwarna hijau segar. Tetapi, jika sudah layu dan kering, ia tidak mau. Ada juga yang mengatakan, dhari’ adalah sebuah batu.

 

Sedangkan yang dimaksud dengan zaqqum yang terdapat dalam Surah ad-Dukhan ayat 43, yaitu sebuah lembah yang berada di dalam neraka Jahanam.

 

Menurut para ulama Ahli Tafsir, akar pohon zaqqum itu berada di pintu neraka keenam. Kalau pohon-pohon lain hidup berkat siraman air dingin, pohon zaqqum justru hidup berkat nyala api. Mau tidak mau para penghuni neraka yang berada di atas harus turun untuk memakannya.

 

Tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, pohon zaqqum itu, makanan bagi orang yang banyak dosa. Seperti cairan tembaga yang mendidih di dalam perut.” (QS. ad-Dukhan: 43-45)

 

Abu Imran al-Juwani mengatakan, “Saya mendengar setiap kali seorang penghuni neraka menggigit pohon zaqqum, maka pohon itu pun palas menggigitnya juga.”

 

Adapun yang dimaksud al-muhl (cairan tembaga) ialah cairan dari perak dan tembaga yang meleleh. Ada juga yang mengatakan bahwa al-muhl adalah kotoran minyak yang warnanya sangat hitam.

 

Lapar dan Dahaga yang Dialami Penghuni Neraka, Serta Permohonan Mereka Kepada Allah Ta’ala

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Para penghuni neraka menyeru para penghuni surga, ‘Tuangkanlah (sedikit) air kepada kami atau rezeki apa saja yang telah dikaruniakan Allah kepadamu.’ Mereka menjawab, “‘Sungguh, Allah telah mengharamkan keduanya bagi orang-orang kafir.’” (QS. al-A’raf: 50)

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dia berkata, “Penghuni neraka akan menyeru lima kali, dan Allah menjawab seruan mereka hingga seruan yang keempat. Dan pada seruan yang kelima, mereka tidak sanggup berbicara lagi untuk selama-lamanya.

 

* Seruan pertama, mereka berkata, “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (QS. Ghafir: 11) Maka Allah menjawab seruan mereka, “Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah disekutukan, kamu percaya. Maka keputusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Ghafir: 12)

 

* Seruan kedua, lalu mereka berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (QS. as-Sajdah: 12) Maka Allah menjawab seruan mereka, “Maka rasakanlah olehmu (azab ini) disebabkan kamu melalaikan pertemuan dengan harimu ini (hari Kiamat), sesungguhnya Kami pun melalaikan kamu dan rasakanlah azab yang kekal, atas apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 14)

 

* Seruan ketiga, lalu mereka berkata, “Ya Tuhan kami, berilah kami kesempatan (kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (QS. Ibrahim: 44) Maka Allah menjawab seruan mereka, “Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim: 44)

 

* Seruan keempat, lalu mereka berkata, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (QS. Fathir: 37) Maka Allah menjawab seruan mereka, “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.” (QS. Fathir: 37)

 

* Seruan kelima, lalu mereka berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat.” (QS.al-Mu’minun: 106) Dan, Allah menjawab seruan mereka, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108). Maka, setelah itu mereka pun tidak berkata-kata lagi untuk selamalamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak —lebih panjang lagi dari cerita di atas—, dari al-Hakam bin Umar bin Laila dari Amir dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dia berkata, aku mendengar bahwa para penghuni neraka meminta tolong kepada para malaikat penjaga neraka, seperti yang dikutip Allah Ta’ala dalam firman-Nya,

 

“Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam, “‘Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja.’” (QS. Ghafir: 49) .

 

Tetapi, para malaikat penjaga Jahanam menanggapi permintaan mereka itu dengan balik bertanya pada ayat berikutnya,

 

“Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti?” (QS. Ghafir: 50)

 

Maka penghuni neraka menjawab, “Benar, mereka sudah datang.” Maka para malaikat penjaga Jahanam berkata,

 

“Berdoalah kamu. Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 50)

 

Ketika mereka putus asa permintaannya tidak bisa dipenuhi oleh para malaikat penjaga neraka, mereka lalu menyeru kepada Malaikat Malik, pemimpin para malaikat penjaga neraka. Dia mempunyai tempat duduk di tengah neraka, dan mempunyai beberapa jembatan yang dilewati oleh para malaikat azab. Bahkan, Malaikat Malik dapat melihat jembatan yang terjauh, sebagaimana ia melihat jembatan yang terdekat.

 

Para penghuni neraka berkata kepadanya, “Wahai (malaikat) Malik, biarlah Tuhanmu mematikan kami saja.” (QS. az-Zukhruf: 77)

 

Di sini mereka minta mati, tetapi Malaikat Malik mendiamkan mereka. la tidak menjawab permintaan mereka selama 80 tahun. Setahun sama dengan 360 hari, sebulan sama dengan 30 hari, dan satu hari terasa bagaikan 1000 tahun.

 

“Adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS. al-Hajj: 47)

 

Dan, setelah 80 tahun, barulah Malaikat Malik mau memperhatikan mereka seraya berkata,

 

“sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (QS. az-Zukhruf: 77)

 

Mendengar jawaban tersebut, mereka semakin putus asa. Mereka saling berkata, “Hai kawan-kawan, seperti yang kalian lihat sendiri, kita sekarang tengah ditimpa cobaan dan azab. Sebaiknya kita bersabar. Barangkali dengan bersabar, hal itu ada gunanya bagi kita, seperti kesabaran orang-orang mukmin taat kepada Allah.”

 

Mereka semua sepakat untuk bersabar. Setelah cukup lama bersabar, mereka kembali mengeluh dan berseru,

 

“Sarma saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan Ciri.” (QS. Ibrahim: 21)

 

Pada saat itu, bangkitlah iblis dan berkata seperti yang dikutip dalam firman-Nya,

 

“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadaanmu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu menyekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’” (QS. Ibrahim: 22)

 

Begitu mendengar jawaban tersebut, mereka langsung marah dan membenci diri mereka sendiri, lalu diserukan kepada mereka,

 

“Sungguh, kebencian Allah (kepadamu) jauh lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri, ketika kamu diseru untuk beriman lalu kamu mengingkarinya.’”’ Mereka menjawab, ‘ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?’” (QS. Ghafir: 10-11)

 

Maka Allah menjawab seruan mereka,

 

“Yang demikian itu karena sesungguhnya kamu mengingkari apabila diseru untuk menyembah Allah saja. Dan jika Allah disekutukan, Kamu percaya. Maka keputusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Ghafir: 12)

 

Itu tadi adalah seruan yang pertama. Mereka lalu menyeru untuk yang kedua kalinya,

 

“Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. sungguh, kami adalah orang-orang yang yakin.” (OS. as-Sajdah: 12)

 

Maka Allah menjawab seruan mereka,

 

“Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi)nya, tetapi telah ditetapkan perkataan (ketetapan) dari-Ku, ‘Pasti akan Aku penuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia bersama-sama. Maka rasakanlah olehmu (azab ini) disebabkan kamu melalaikan pertemuan dengan harimu ini (hari Kiamat), sesungguhnya Kami pun melalaikan kamu dan rasakanlah azab yang kekal, atas apa yang telah kamu kerjakan.”” (QS. as-Sajdah: 13-14)

 

Mereka lalu menyeru untuk yang ketiga kalinya,

 

“Ya Tuhan kami, berilah kami kesempatan (kembali ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (QS. Ibrahim: 44)

 

Maka Allah menjawab seruan mereka,

 

“Bukankah dahulu (di dunia) kamu telah bersumpah bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? Dan kamu telah tinggal di tempat orang yang menzalimi diri sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan. Dan sungguh, mereka telah membuat tipu daya padahal Allah (mengetahui dan akan membalas) tipu daya mereka. Dan sesungguhnya tipu daya mereka tidak mampu melenyapkan gunung-gunung.” (QS. Ibrahim: 44-46)

 

Mereka lalu menyeru untuk yang keempat kalinya,

 

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan yang telah kami kerjakan dahulu.” (QS. Fathir: 37)

 

Maka Allah menjawab seruan mereka,

 

“Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.” (QS. Fathir: 37)

 

Setelah itu, mereka didiamkan selama beberapa waktu yang dikehendaki-Nya, selanjutnya Allah menyeru kepada mereka,

 

“Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu, tetapi kamu selalu mendustakannya?” (QS. al-Mu’minun: 105)

 

Konon, begitu mendengar seruan Allah, mereka berkata dengan lega, “Sekarang Tuhan kita telah ridha.” Pada saat itulah mereka lalu berkata sebagaimana dikutip dalam firman-Nya,

 

“Mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan kami adalah orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran), sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.’” (QS. al-Mu’minun: 106-107)

 

Pada saat itulah, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. alMu’minun: 108)

 

Sejak itu, mereka kehilangan harapan dan tidak ada lagi permohonan mereka, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan sebagian mereka menghadap kepada sebagian yang lain saling berbantah-bantahan.” (QS. ash-Shaffat: 27), yakni dalam keadaan tertutup oleh api, sebagian mereka menggonggong di wajah yang lainnya.

 

Ibnu al-Mubarak berkata, al-Azhar bin Abu al-Azhar telah mengatakan kepadaku, bahwasanya ada seseorang yang berkata kepadanya bahwa itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan.” (QS. al-Mursalah: 35-36)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sa’id bin Abu Arubah dari Qatadah dari Abu Ayyub dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, dia berkata “Sesungguhnya penghuni Jahanam memanggil Malaikat Malik, tetapi ia tidak mau menjawab panggilan mereka selama 40 tahun. Setelah itu, ia baru menjawab dengan mengatakan seperti yang dikutip dalam firman-Nya,

 

“Sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (QS. az-Zukhruf: 77)

 

Melihat Malaikat Malik tidak memenuhi seruan penghuni neraka tersebut, mereka lalu menyeru kepada Allah Ta’ala,

 

“Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan Karni, dan kami adalah orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran), sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mu’minun: 106-107)

 

Maka Allah mendiamkan mereka selama dua kali umur dunia. Baru setelah itu, Allah berfirman kepada mereka,

 

“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. alMu’minun: 108)

 

Pada saat itu, mereka tidak sanggup lagi berbicara barang satu kalimat pun. Paling-paling mereka hanya bisa mengeluarkan napas dan menariknya kembali sambil merintih di neraka Jahanam. Suara mereka mirip suara keledai. Mula-mula mereka mengeluarkan napas, kemudian mengeluarkannya sambil merintih.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Syahr bin Hausyab dari Ummu Darda’ dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Penghuni neraka akan diserang rasa lapar yang luar biasa, di samping siksa yang sedang mereka alami. Mereka lalu meminta tolong, maka diberikanlah kepada mereka pertolongan berupa makanan pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.

 

Lalu mereka meminta tolong lagi agar diberi makanan lainnya, lalu diberilah mereka makanan yang dapat menyumbat di kerongkongan mereka. Begitu ingat kerongkongan mereka tersumbat, maka mereka pun meminta minuman. Maka, disuguhkan kepada mereka air yang mendidih yang berasal dari lelehan besi. Begitu minuman itu didekatkan kepada mereka, maka wajah mereka langsung hangus dan berubah menjadi buruk. Dan, jika minuman itu masuk ke dalam perut, maka isi perut itu akan terpotong-potong. Lalu, mereka memanggil para malaikat penjaga Jahanam. Tetapi para malaikat itu malah menjawab sebagaimana firman-Nya,

 

“Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata” Mereka menjawab, “Benar, sudah datang.” (Penjaga-penjaga Jahanam) berkata, “Berdoalah kamu (sendiri)” Namun doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 50)

 

Kemudian mereka pergi menghadap Malaikat Malik dan berkata,

 

“Wahai Malaikat Malik, biarlah Tuhanmu mematikan kami saja.” Dia menjawab, “Sungguh, kamu akan tetap tinggal di (neraka ini).” (QS. az-Zukhruf: 77)

 

Al-A’masy berkata, jarak waktu antara seruan mereka (penghuni neraka) dengan jawaban Malaikat Malik adalah seribu tahun.

 

Seterusnya beliau bersabda, maka penghuni neraka berkata, “Berdoalah kepada Tuhan kalian, karena tidak ada yang lebih baik selain Tuhan kalian.” Maka mereka pun berdoa,

 

“ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran), sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. alMu’minun: 107)

 

Kemudian Allah menjawab,

 

“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)

 

Maka, pada saat itulah mereka merasa putus asa untuk bisa mendapatkan pertolongan. Mereka benar-benar merasa sebagai orang yang celaka dan merugi.”

 

Riwayat tadi diterangkan secara marfu’ oleh Quthbah bin Abdul Aziz dari al-A’masy dari Syamr bin Athiyah dari Syahr, seorang perawi yang dianggap jujur oleh para ulama Ahli Hadis. Tetapi banyak yang menganggap riwayat tadi mauquf pada Abu Darda’.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan mereka di neraka dalam keadaan muram.” (QS. al-Mu’minun: 104)

 

Nabi Saw. bersabda, “Api neraka membakarnya, hingga bibir bagian atasnya berkerut hingga ke ubun-ubunnya. Adapun bibir bagian bawahnya menjulur hingga mengenai pusarnya. Tenda-tenda neraka itu mempunyai empat dinding. Masing-masing dinding tebalnya sejauh perjalanan empat puluh tahun. Seandainya satu ember darah dan nanah (ghislin) yang ada di neraka disirarmkan ke dunia, niscaya seluruh penghuni dunia akan binasa.” Tirmidzi berkata, hadis ini sahih gharib.

 

Tirmmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala, “Kal-muhli (seperti besi yang mendidih)” yaitu seperti kotoran minyak. Bila didekatkan ke wajahnya saja, maka kulitnya langsung terlepas.” Tirmidzi berkata, hadis ini dia ketahui hanya dari Rusydin bin Sa’ad, seorang perawi yang hafalannya buruk.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hujaizah dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya al-hamim (air yang sangat panas) itu benar-benar akan dituangkan ke kepala penghuni neraka. Maka air tersebut akan menembus perut, dan terlepaslah isi perut mereka, hingga keluar dari kedua telapak kakinya, yakni sekujur badan mereka meleleh. Kemudian bentuk badan mereka dikembalikan lagi pada bentuk yang semula.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Umamah tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diteguk-teguknya (air nanah) itu,” (QS. Ibrahim: 16-17)

 

Nabi Saw. bersabda, “Ketika air nanah itu didekatkan ke mulutnya, pasti dia membencinya. Dan, ketika air nanah itu didekatkan lagi kepadanya, maka wajahnya terbakar dan kulit kepalanya terkelupas. Dan begitu meminumnya, maka usus-ususnya terpotong-potong hingga keluar dari duburnya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan diberi minuman dengan air yang mendidih, sehingga usus-ususnya terpotong-potong.” (QS. Muhammad: 15)

 

“lika mereka meminta pertolongan (minum}, mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. al-Kahfi: 29)

 

Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini gharib.

 

Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. membacakan ayat,

 

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS. Ali ‘Imran: 102)

 

Lalu, beliau bersabda, “Seandainya satu tetes zaqqum diteteskan ke dunia, niscaya pencaharian seluruh penghuni dunia akan rusak. Maka bagaimanakah dengan orang-orang yang akan memakannya?” Abu Isa berkata, hadis ini sahih, dan diriwayatkan pula oleh lbnu Majah.

 

Tangisan Penghuni Neraka, dan Orang yang Paling Ringan Siksanya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Imran bin Zaid ats-Tsa’labi dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Hai manusia, menangislah kalian. Kalau kalian tidak bisa menangis, maka berusahalah untuk bisa menangis. Sesungguhnya penghuni neraka itu menangis hingga air matanya tampak mengalir di wajah-wajah mereka seperti anak-anak sungai. Setelah air mata mereka habis, maka mengalirlah darah hingga melukai mata mereka. Seandainya kapal-kapal didatangkan ke sana, maka kapal-kapal itu dapat berlayar di atasnya.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari al-A’masy dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Para penghuni neraka dibiarkan menangis, maka mereka terus menangis hingga air matanya habis. Lalu mereka menangis mengeluarkan darah sehingga tampak di wajah-wajah mereka seperti parit-parit. Seandainya kapal-kapal dikirimkan ke sana, maka kapal-kapal itu dapat berlayar di atasnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Nu’man bin Basyir bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan siksanya adalah seseorang yang pada lekukan kedua telapak kakinya diletakkan dua tumpuk bara api sehingga membuat otaknya mendidih.”

 

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari secara mauquf, dia berkata, “Sesungguhnya penghuni neraka, di dalam neraka mereka benar-benar menangis mengeluarkan air mata.

 

Sehingga, seandainya kapal-kapal didatangkan ke sana, maka kapal-kapal itu dapat berlayar dij atasnya. Kemudian mereka menangis dengan mengeluarkan darah. Karenanya, saking dahsyatnya yang mereka alami itu, maka hendaklah kamu menangis.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hal itu bersumber dari makna beberapa riwayat hadis yang telah dikemukakan di atas. Disebutkan dalam alQur’an,

 

“Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai pembalasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. at-Taubah: 82)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi sebuah hadis dari Abu Dzar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”

 

Barang siapa yang banyak menangis karena takut dan khawatir kepada Allah, niscaya dia akan banyak tertawa di akhirat, seperti firman Allah Ta’ala ketika menceritakan tentang penghuni surga,

 

“Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).” (QS. ath-Thur: 26)

 

Dan menceritakan tentang penghuni neraka, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria.” (QS. Al-Muthaffifin: 31)

 

Setiap Muslim Ditebus Oleh Orang Kafir dari Neraka

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabarah bin al-Mughlis dari Abu al-A’la bin Abu al-Musawwir dari Abu Burdah dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, setelah Allah mengumpulkan seluruh makhluk, maka Dia mengizinkan umat Muhammad Saw. untuk bersujud. Maka, mereka pun bersujud cukup lama. Kemudian dikatakan kepada mereka, “Angkatlah kepala kalian. Sesungguhnya Kami telah menjadikan tebusan kajian sebanyak jumlah kalian dari neraka.”

 

Diriwayatkan dari Jabarah bin al-Mughlis dari Katsir bin Sulaiman dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya umat ini (umat Muhammad Saw.) adalah umat yang disayangi Allah. Azabnya diserahkan kepadanya. Jika hari Kiamat telah tiba, maka diserahkan seorang musyrik kepada setiap orang muslim, sambil dikatakan kepadanya, “Ini adalah tebusanmu dari masuk neraka.”

 

Menurutku, kendatipun sanad kedua hadis tadi tidak kuat, bahkan menurut ad-Daruquthni, Jabarah bin al-Mughlis itu seorang perawi yang hadisnya ditinggalkan, tetapi mengandung makna yang sangat positif berdasarkan hadis Muslim yang diriwayatkan dari Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika hari Kiamat telah tiba, maka Allah menyerahkan seorang Yahudi atau seorang Nasrani kepada setiap orang muslim, lalu Dia berfirman, “Ini adalah yang membebaskanmu dari neraka.”

 

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Tidaklah seorang muslim yang meninggal, kecuali Allah memasukkan ke tempatnya di neraka seorang Yahudi atau seorang Nasrani.”

 

Umar bin Abdul Aziz meminta Abu Burdah agar mau bersumpah sebanyak tiga kali dengan menyebut nama Allah, yang tiada Tuhan melainkan Dia, bahwa ayahnya itu benar-benar telah menceritakan kepadanya hadis dari Rasulullah Saw.. Dan, Abu Burdah pun bersumpah di hadapan Umar bin Abdul Aziz.

 

Menurut para ulama, secara zahir, hadis-hadis tersebut tampaknya bersifat umum. Padahal sebenarnya tidak demikian, karena hal itu hanya berlaku bagi orang-orang mukmin yang berdosa, yang diberikan rahmat serta ampunan Allah. Kepada masing-masing dari mereka, Allah memberinya seorang kafir sebagai tebusan dari masuk neraka.

 

Para ulama berpedoman pada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Burdah dari ayahnya dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, akan didatangkan beberapa orang dari kaum muslimin dengan membawa dosa-dosa seberat gunung. Maka Allah mengampuni dosa-dosa mereka, dan Dia membebankannya kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani.”

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dari Muhammad bin Amr bin Ubbad bin Jabalah bin Abu Rawwad dari Harami bin Imarah dari Syaddad Abu Thalhah ar-Rasibi dari Ibnu Abbas dari Ghailan bin Jarir dari Abu Burdah dari Nabi Saw..

 

Keterangan:

 

Menurut mereka, yang dimaksud dengan, “Maka Allah mengampuni dosa-dosa mereka itu,” ialah bahwa Allah tidak menuntut mereka karena dosa-dosa itu, sehingga seolah-olah mereka tidak pernah berdosa.

 

Adapun yang dimaksud, “Dan Dia membebankannya kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani’, ialah sesungguhnya Allah melipatgandakan dosa bagi mereka (Yahudi dan Nasrani). Di samping karena dosa-dosa mereka sendiri, mereka juga diazab karena dosa-dosa kaum muslimin yang dibebankan kepada mereka. itu menurut salah satu pendapat ulama.

 

Ada juga yang berpendapat bahwa Allah itu tidak akan menuntut seseorang karena dosa orang lain, sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya,

 

“Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain.” (QS. az-Zumar: 7) Tetapi yang jelas, Allah Yang Mahasuci berhak untuk melipatgandakan atau meringankan siksa bagi siapa pun yang Dia kehendaki.

 

Menurut mereka, makna sabda Nabi Saw., “Tidaklah seorang pun muslim yang meninggal, kecuali Allah memasukkan ke tempatnya di neraka seorang Yahudi atau seorang Nasrani.” lalah, orang muslim yang berdosa yang seharusnya mendapatkan tempat di neraka, namun karena dosa-dosanya telah diampuni, maka tempatnya menjadi kosong. Kemudian Allah menggabungkan tempat tersebut kepada orang Yahudi atau Nasrani agar ia diazab di sana, sebagai siksaan tambahan di samping siksanya sendiri yang harus diterima akibat kekufurannya.

 

Hal tersebut berdasarkan sabda Nabi Saw. dalam sebuah hadis dari Anas tentang perkataan malaikat kepada seorang mukmin yang sanggup menjawab pertanyaan di dalam kuburnya, “Lihatlah tempatmu di neraka, Allah telah menggantinya untukmu dengan sebuah tempat di surga.”

 

Menurutku, hadis-hadis lainnya merupakan dalil bahwa setiap muslim, baik yang berdosa maupun yang tidak berdosa, itu memiliki dua tempat sekaligus; satu tempat di surga dan satu tempat lagi di neraka. Itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi.” (QS. al-Mu’minun: 10)

 

Maksudnya, orang-orang beriman itu akan mewariskan tempat mereka kepada orang-orang kafir di neraka, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Itu juga maksud dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya ketika seorang hamba sudah dimasukkan ke dalam kubur ….”, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya.

 

Tetapi, keadaan mereka (orang-orang Islam yang mewarisi) beragam. Ada yang mewarisinya tanpa menjalani hisab sama sekali, ada yang mewarisi dengan dihisab dahulu, ada yang mewarisi setelah keluar dari neraka. Itu semua tergantung kepada keadaannya masing-masing.

 

Mungkin saja surga yang mereka dapatkan tersebut semata-mata anugerah Allah, yang hanya Dia berikan kepada mereka sebagai pewaris, bukan pada yang lain. Mewarisi surga bisa juga maksudnya adalah mendapatkan surga tanpa sebab dari yang lain, sesuai dengan maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada karni dan telah memberikan tempat ini kepada kami sedang kami (diperkenankan) menempati surga di mana saja yang kami kehendaki.” (QS. az-Zumar: 74) Penjelasan Ayat, ‘Za (Jahanam) menjawab, Masih adakah tambahan?” (QS. Qaf: 30)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, selalu ada yang dilemparkan ke dalam neraka Jahanam, namun ia selalu. berkata, “Masih adakah tambahan?” Hingga akhirnya Tuhan Yang Mahaperkasa meletakkan telapak kaki-Nya ke dalam neraka, maka sebagian darinya bergabung dengan yang lainnya, dan ia baru berkata, “Cukup, cukup. Demi keperkasaan dan kemuliaan-Mu.” Di dalam surga selalu ada tempat kosong hingga Allah menciptakan suatu makhluk untuk mengisinya. Kemudian Allah menempatkan mereka di tempat yang kosong di dalam surga tersebut.

 

Dalam riwayat Muslim lainnya dari hadis Abu Hurairah disebutkan, adapun neraka tidak pernah terisi penuh hingga akhirnya Allah meletakkan kaki-Nya di dalamnya, dan neraka pun berkata, “Cukup, cukup.” Maka barulah neraka terisi penuh, dan sebagian darinya bergabung dengan yang lainnya. Maka Allah tidak menganiaya seorang pun dari makhluk-Nya. Adapun surga, maka sesungguhnya Allah menciptakan makhluk lain baginya.

 

Maksud dari “Masih Adakah Tambahan?”

 

Mengenai ucapan neraka, “Masih adakah tambahan’, para ulama memiliki dua penafsiran:

 

Pertama, Allah sudah berjanji kepada neraka akan memenuhinya, maka Allah bertanya, “Apakah Aku harus memenuhi janji-Ku padamu?” Neraka menjawab, “Apakah masih ada tempat bagi mereka?” Jawaban itu merupakan ungkapan bahwa isinya sudah merasa penuh. Ini adalah penafsiran Mujahid dan lainnya, dengan mengikuti zahir hadis di atas.

 

Kedua, dengan kata lain neraka berkata, “Tambah lagi aku.” la menjawab seperti itu sebagai pelampiasan kemarahannya kepada penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya,

 

“Hampir meledak karena marah.” (QS. al-Mulk: 8) Maksudnya, neraka itu hampir terbelah, sebagian darinya berpisah dari yang lain.

 

Sabda Nabi Saw., “Hingga akhirnya Tuhan yang Mahaperkasa meletakkan telapak kaki-Nya ke dalam neraka,” sedang dalam riwayat lain lagi, “hingga akhirnya Allah meletakkan kaki-Nya di dalamnya,” ini semuanya bermakna, hingga akhirnya Allah memasukkan orang yang terakhir masuk neraka dari penghuninya.

 

Jumlah penghuni neraka cukup banyak, mereka berkelompok-kelompok. Penghuni neraka itu dilempar ke dalamnya (neraka) secara berkelompok-kelompok, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?’” (QS. al-Mulk: 8)

 

Hal itu diperkuat oleh sabda beliau dalam sebuah hadis, “Selalu ada yang dilemparkan ke dalam neraka, sedangkan malaikat penjaga neraka selalu memperhatikan orang-orang yang terakhir memasukinya. Sebab, malaikat penjaga neraka sudah mengetahui mereka, baik nama maupun sifat-sifat mereka.”

 

Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud juga disebutkan, “Tidak satu pun rumah, rantai, gada, maupun peti yang berada di dalam neraka, kecuali sudah tertulis padanya nama pemiliknya masing-masing. Karenanya, setiap malaikat penjaga neraka itu senantiasa menunggu pemilik barang-barang tersebut, yang sudah diketahui nama dan sifat-sifatnya.”

 

Setelah semuanya beres dan sudah masuk ke dalam neraka tanpa ada yang ketinggalan satu pun, maka malaikat penjaga neraka berkata, “Cukup, cukup.” Pada saat itulah, Jahanam mulai mengerut dan mengatup orang-orang yang sudah berada di dalamnya, Karena tidak ada seorang pun yang perlu ditunggu lagi.

 

Takwil seperti itu juga diperkuat oleh sabda Nabi Saw. dalam hadis itu sendiri, “Di dalam surga selalu ada tempat kosong hingga akhirnya Allah menciptakan suatu makhluk untuk mengisinya. Kemudian Allah menempatkan mereka di tempat yang kosong di dalam surga tersebut.”

 

Hadis tersebut memiliki beberapa penakwilan yang kami terangkan dalam kitab a/Asma’ wash-Shifat. Yang paling mirip adalah penafsiran seperti yang saya kemukakan tadi.

 

Disebutkan dalam al-Qur’an,

 

“Mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan.” (QS. Yunus: 2)

 

Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan qadam (kedudukan) pada ayat di atas adalah tempat kebenaran. Sementara menurut Thabrani yang dimaksud adalah amal saleh. Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah derajat yang baik. Tetapi yang jelas bahwa yang dimaksud dengan kata qadam tidak mesti diartikan dengan telapak kaki.

 

lbnu Faurak berkata, “Ada sementara ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan qadam adalah salah satu makhluk yang diciptakan Allah pada hari Kiamat yang diberi nama gadam. Dan, Allah akan meletakkan makhluk itu (qadam) di dalam neraka, hingga neraka penuh karenanya.” Wallahu a’lam.

 

Orang yang Terakhir Keluar dari Neraka, dan Orang yang Terakhir Masuk Surga

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui penghuni neraka yang terakhir kali keluar dari neraka, dan penghuni neraka yang terakhir kali masuk surga. Yaitu, seorang laki-laki yang keluar dari neraka sambil merangkak, lalu Allah berkata kepadanya, “Pergilah kamu, dan masuklah ke dalam surga.” Maka dia pun mendatangi surga, dan terbayang olehnya bahwa surga itu telah terisi penuh. Karenanya, dia lalu kembali lagi dan berkata, “Wahai Tuhanku, aku mendapati surga sudah terisi penuh.”

 

Maka Allah berkata, “Pergilah kamu, dan masuklah ke dalam surga.” Maka dia pun mendatangi surga, dan terbayang lagi olehnya bahwa surga itu telah terisi penuh. Karenanya, dia lalu kembali lagi dan berkata, “Wahai Tuhanku, aku mendapati surga sudah terisi penuh.”

 

Maka Allah berkata, “Pergilah kamu, dan masuklah ke dalam surga. Sesungguhnya kamu akan mendapatkan seumpama dunia dan sepuluh kali lipatnya.” Atau, “Sesungguhnya kamu akan mendapatkan sepuluh kali lipat dunia.” Dia lalu berkata, “Apakah Engkau sedang mengolok olokku? Atau karena Engkau seorang Raja lalu Engkau menertawakanku?” Sungguh, aku (Abdullah bin Mas’ud) melihat Rasulullah Saw. tersenyum hingga tampak gigi depannya. Konon, orang tersebut adalah penghuni surga yang paling rendah kedudukannya.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, orang yang terakhir kali masuk surga adalah seorang laki-laki, yang sesekali berjalan kaki, sesekali merangkak, dan sesekali dibakar api neraka sampai hangus. Setelah berhasil selamat melewati api, dia menoleh kepadanya, dan berkata, “Mahasuci Allah yang telah berkenan menyelamatkanku darimu. Sungguh Allah telah memberiku sesuatu yang tidak pernah Dia berikan kepada siapa pun di antara orang-orang yang terdahulu maupun yang terakhir”

 

Lalu diperlihatkan kepadanya sebatang pohon, lalu dia berkata, “Wahai Tuhanku, tolong dekatkan aku ke pohon itu. Aku ingin berteduh di bawah naungannya dan meminum airnya.”

 

Maka Allah berkata, “Hai anak cucu Adam, boleh jadi jika Aku berikan pohon itu kepadamu, maka kamu akan meminta kepada-Ku yang lainnya?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Dia lalu berjanji bahwa ia tidak akan meminta kepada Allah selain pohon itu. Maka Tuhannya pun meluluskan permintaannya, karena tahu bahwa orang itu tidak dapat menahan dirinya. Maka dia pun berteduh di bawah naungan pohon tersebut dan meminum airnya.

 

Selanjutnya, diperlihatkan kepadanya sebatang pohon yang lebih indah lagi daripada pohon yang pertama tadi. Melihat itu, dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, tolong dekatkan aku ke pohon itu agar aku bisa meminum airnya dan berteduh di bawah naungannya. Aku tidak akan meminta kepada-Mu yang lainnya.” Maka Allah berkata, “Hai anak cucu Adam, boleh jadi jika Aku berikan pohon itu kepadamu, maka kamu akan meminta kepada-Ku yang lainnya?” Dia lalu berjanji lagi kepada Allah bahwa ia tidak akan meminta yang lainnya. Maka Tuhannya pun meluluskan permintaannya, karena tahu bahwa Orang itu tidak dapat menahan dirinya. Allah lalu mendekatkan dia ke pohon itu.

 

Begitu dia telah berada di dekat pohon tersebut, diperlihatkan lagi kepadanya sebatang pohon di depan pintu surga, yang lebih indah daripada pohon yang pertama dan kedua tadi. Maka dia pun berkata seperti tadi, sehingga Allah mendekatkannya pada pohon tersebut. Setelah mendekati pohon itu, tiba-tiba dia mendengar Suara-suara penghuni surga, lalu dia berkata, “Wahai Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga.” Allah lalu bertanya, “Hai anak cucu Adam, apa lagi yang kamu inginkan? Apakah kamu tidak senang jika Aku memberimu dunia dan yang sepertinya?” Dia lalu menjawab, “Wahai Tuhanku, apakah Engkau sedang mengolok-olokku? Bukankah Engkau Tuhan semesta alam?”

 

Maka Ibnu Mas’ud tertawa dan bertanya, “Tahukah kalian, kenapa aku tertawa?” Sahabat-sahabat yang lain pun bertanya, “Ya, kenapa engkau tertawa?” Dia menjawab, begini, dahulu aku pernah melihat Rasulullah Saw. tertawa, maka mereka pun bertanya, “Apa yang membuat engkau tertawa, wahai Rasulullah?” Beliau jalu menjawab, karena Tuhan semesta alam juga tertawa, lalu Tuhan berkata, “Aku tidak mengolok-olokmu. Tetapi, Aku Mahakuasa untuk mewujudkan apa saja yang Aku kehendaki.”

 

Bersumber dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda, orang yang terakhir kali masuk ke dalam surga ialah seorang laki-laki dari Juhainah, yang disebut dengan Juhainah. Para penghuni surga lalu berkata, “Pada Juhainah ada kabar yang meyakinkan.” Demikian yang disebutkan oleh al-Mayanisyi Abu Hafsh Umar bin Abdul Majid al-Qarsyi dalam kitabnya, al-Ikhtiyar.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Tsabit al-Khatib dari Abdul Malik Ibnu al-Hakam dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang yang terakhir kali masuk ke surga adalah seorang laki-laki dari Juhainah. Para penghuni surga lalu berkata, “Pada Juhainah ada kabar yang meyakinkan. Bertanyalah kepadanya, apakah ada di antara kita yang masih tinggal di dalam neraka?” Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan Malik. As-Suhaili berkata, konon nama orang tersebut adalah Hannad. Wallahu a’lam.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Apakah Engkau sedang mengolok-olokku?” Itu mempunyai dua penafsiran, yaitu:

 

Pertama, pertanyaan itu muncul sebagai refleksi karena saking gembiranya mendengar firman Allah tersebut, sebagaimana halnya kalau orang keliru mengatakan, “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Tuhanmu.” Hadis ini riwayat Muslim.

 

Kedua, dengan kata lain dia berkata, “Apakah itu balasan-Mu kepadaku atas amal-amalku di dunia yang tidak seberapa, bahkan terkadang aku tidak memedulikannya?” Jadi hal itu merupakan imbalan, sebagaimana firman Allah Ta’ala yang mengabarkan tentang orang-orang munafik,

 

“Sesungguhnya Kami hanyalah berolok-olok. Allah akan memperolok-olok mereka.” (QS. Al-Baqarah: 14-15)

 

Contoh lain adalah seperti firman-Nya,

 

“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 54)

 

Keluarnya Orang-orang yang Mengesakan Allah dari Neraka

 

Diriwayatkan oleh Thabrani Abu al-Qasim dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari Muhammad bin Ibad al-Makki dari Hatim bin Ismail bin Bassam ash-Shairafi dari Yazid al-Faqir dari seseorang dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya ada beberapa orang dari umatku yang masuk neraka disebabkan dosa-dosa mereka. Sehingga, mereka berada di dalam neraka selama yang dikehendaki Allah. Kemudian, mereka dicerca oleh orang-orang musyrik yang mengatakan, “Kalian tidaklah berbeda dengan kami. Ketauhidan dan keimanan kalian tidak dapat memberikan manfaat kepada kalian.” Karenanya, Allah mengeluarkan semua orang yang mengesakan-Nya dari neraka, sehingga tidak ada yang tersisa satu pun di dalamnya.

 

Kemudian Nabi Saw. membacakan ayat,

 

“Orang kafir itu kadang-kadang (nanti di akhirat) menginginkan, sekiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang muslim.” (QS. al-Hijr: 2)

 

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Zhilal dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya ada seorang hamba di dalam neraka Jahanam yang selama seribu tahun berseru, “Wahai Yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi.” Lalu Allah berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, datanglah kepada hamba-Ku ini, si Fulan!” Maka Jibril pun pergi untuk mencarinya. Maka Jibril melihat penghuni neraka dalam keadaan wajah-wajahnya tertelungkup.

 

Maka Jibril kembali lagi kepada Tuhannya, dan berkata, “Wahai Tuhanku, aku tidak menemukan si Fulan.” Maka Allah berkata kepadanya, “Sesungguhnya dia berada di tempat begini dan begini.” Lalu Jibril mencarinya di tempat itu, dan ia menemukannya dan membawanya ke hadapan Allah. Allah lalu bertanya kepada si Fulan, “Hai hamba-Ku, bagaimana yang kamu alami di tempatmu dan di tempat istirahatmu?” Dia menjawab, “Tempat yang terburuk dan tempat istirahat yang terburuk pula.”

 

Allah lalu berfirman, “Kembalikan lagi hamba-Ku ini.” Dia berkata, “Wahai Tuhanku, setelah Engkau mengeluarkanku dari neraka, aku tidak pernah berharap Engkau akan mengembalikanku lagi ke sana.” Kemudian Allah berkata kepada Jibril, “Kalau begitu, tinggalkan hamba-Ku ini.”

 

Nama asli Abu Zhilal ialah Hilal bin Abu Malik al-Qaslami, seorang penduduk Bashrah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Sa‘id bin Jubair, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya di dalam neraka benar-benar terdapat seseorang yang berada di salah satu sudutnya-, yang selama seribu tahun selalu menyeru, “Wahai Yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi.” Lalu Allah berkata kepada Jibril, “Wahai Jibril, keluarkan hamba-Ku itu dari neraka.” Lalu Jibril pun menuju neraka, dan ternyata neraka sudah ditutup rapat.

 

Karenanya, Jibril pun kembali lagi, dan berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya neraka sudah tertutup rapat-rapat.” Allah lalu berkata, “Wahai Jibril, kembalilah lagi ke neraka, bukalah kuncinya dan keluarkan hamba-Ku itu darinya.” Lalu Jibril kembali lagi ke neraka dan membuka kuncinya, lalu. mengeluarkan hamba tersebut dalam keadaan seperti bayang-bayang. Sesudah itu, Jibril melemparkannya ke pantai surga, sehingga Allah menumbuhkan rambut, daging, dan darah hamba tersebut.

 

Diriwayatkan oleh al-Laits dari Mujahid dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya syafaat akan diberikan kepada umatku yang melakukan dosa besar ….” al-Hadis.

 

Dalam riwayat tersebut ditambahkan, “Dan, kebanyakan mereka tinggal didalam neraka selama seumur dunia, yaitu sejak pertama kali dunia diciptakan hingga hari kefanaannya, yaitu tujuh ribu tahun.”

 

Ketika Allah hendak mengeluarkan orang-orang yang mengesakan-Nya dari neraka, Dia membiarkan para pemeluk agama-agama lain yang sesat untuk bicara kepada mereka, “Kami, kalian, dan seluruh nenek moyang kami Sama-sama pernah hidup di dunia. Bedanya, kalian beriman, sedangkan kami kafir. Kalian membenarkan para rasul, sedangkan kami mendustakan mereka. Dan, kalian taat kepada Allah, sedangkan kami keras kepala menentang-Nya. Tetapi, apa gunanya semua itu? Toh hari ini nasib kita sama saja. kalian pun akan diazab seperti halnya kami. Kalian akan kekal di dalam neraka seperti halnya kami.”

 

Mendengar ucapan mereka itu, Allah Sangat murka. Bahkan, sebelumnya Dia tidak pernah semurka itu oleh alasan apa pun. Akhirnya, orang-orang yang mengesakan-Nya dikeluarkan dari neraka. Lalu mereka menuju ke sungai kehidupan yang terletak di antara pertigaan surga, neraka, dan ash-Shirath (jembatan). Mereka disiram dengan air, lalu tumbuhlah mereka seperti tumbuhnya biji-bijian yang tersapu banjir. Orang yang berada dalam keteduhan tumbuh hijau, sedang orang yang disinari matahari tumbuh kuning. Kemudian mereka Semuanya masuk ke dalam surga dan di dahi mereka terdapat tulisan “Orang-orang yang dimerdekakan Allah dari neraka.”

 

Akan tetapi, ada satu orang yang telah lama tinggal di dalam neraka selama seribu tahun, yang kemudian berseru, “Wahai Yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi.” Allah falu mengutus seorang malaikat untuk mengeluarkannya. Kendatipun sudah mencarinya di dalam neraka selama tujuh puluh tahun, malaikat belum berhasil juga menemukannya. Lalu malaikat itu kembali kepada Allah dan berkata, “Engkau telah memerintahkanku untuk mengeluarkan hamba-Mu si Fulan dari neraka. Selama tujuh puluh tahun aku mencarinya namun aku belum juga berhasil menemukannya.”

 

Allah berfirman, “Carilah lagi. Dia berada di sebuah lembah ini di bawah sebuah batu besar. Keluarkan dia dari sana!” Maka malaikat segera kembali lagi ke sana. Setelah ketemu, ia mengeluarkannya dari neraka, lalu memasukkannya ke dalam surga. Kemudian, orang-orang yang dipanggil al-Jahannamiyyun ini memohon kepada Allah agar Dia berkenan menghapus tulisan tersebut dari dahi mereka. Maka Allah mengutus seorang malaikat untuk menghapusnya dari dahi mereka.

 

Lalu dikatakan kepada penghuni surga dan orang-orang al-Jahannamiyyun, “Lihatlah penghuni neraka!” Maka mereka pun melihat penghuni neraka. Di antara mereka ada yang melihat ayahnya, ada yang melihat tetangganya, ada yang melihat teman dekatnya, ada yang melihat tuannya, dan lain sebagainya. Kemudian Allah mengutus malaikat membawakan palu-palu dari api, paku-paku dari api, dan pagar-pagar dari api untuk memagari neraka dengan tiang-tiang yang sangat kuat, agar tidak ada peluang bagi penghuni neraka keluar darinya.

 

Setelah pintu neraka ditutup rapat-rapat, Allah Yang Maha Pemurah lalu melupakan mereka (penghuni neraka), dan membiarkan penghuni surga menikmati berbagai macam kenikmatan. Penghuni neraka sudah tidak sanggup meminta tolong lagi untuk selama-lamanya. Mereka telah benar-benar putus asa. Ucapan mereka hanya berupa keluh kesah, kepasrahan, dan penyesalan belaka. Itulah maksud firman Allah Ta/’ala,

 

“Sungguh, api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS. al-Humazah: 8-9)

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Zadzan dari Ka’ab al-Ahbar, dia berkata, jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah mengumpulkan umat-umat yang terdahulu dan umat-umat yang terakhir dalam satu tanah lapang. Setelah itu, turunlah para malaikat dengan membentuk barisan-barisan. Allah berkata kepada Jibril, “Datangkan Jahanam.” Maka didatangkanlah Jahanam dengan ditarik oleh 70.000 tali kendali.

 

Jika jarak Jahanam dengan seluruh makhluk yang sedang dikumpulkan itu sejauh seratus tahun, maka terdengarlah desahan Jahanam sehingga membuat hati para makhluk tersebut terbang melayang. Setelah itu, Jahanam mengeluarkan suara desahan yang kedua kalinya, hingga membuat seluruh makhluk termasuk malaikat-malaikat yang didekatkan Allah maupun para nabi utusan-Nya, semuanya bertekuk lutut. Kemudian, Jahanam mengeluarkan suara desahan yang ketiga kalinya, maka hati mereka terasa sudah berada di kerongkongan dan hampir keluar, akal mereka terasa lenyap, dan setiap mereka melihat amal masing-masing dengan perasaan takut.

 

Bahkan Nabi Ibrahim Khalilullah berkata, “Wahai Tuhanku, tiada yang aku mohon kepada-Mu selain keselamatan diriku.” Demikian juga Nabi Musa a.s. berkata, “Demi munajatku kepada-Mu, tiada yang aku mohon kepada-Mu selain keselamatan diriku.” Nabi Isa a.s. juga berkata, “Wahai Tuhanku, demi kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku, tiada yang aku mohon kepada-Mu selain keselamatan diriku, bukan keselamatan Maryam yang telah melahirkanku.” Kecuali Nabi Muhammad Saw. yang masih mau memikirkan umatnya. Beliau berkata kepada Allah, “Umatku, umatku. Pada hari ini, tiada yang aku mohon kepada-Mu selain keselamatan umatku.”

 

Atas permohonan beliau itu, maka Allah menjawab, “Sesungguhnya orang-orang yang Aku kasihi di antara umatmu, tidak mempunyai rasa takut dan tidak pula bersedih hati. Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku pasti menenangkan hailmu agar bisa mengawasi umatmu.”

 

Kemudian para malaikat berdiri di hadapan Allah, mereka menunggu perintah-Nya. Maka Allah berfirman kepada mereka, “Hai rombongan Malaikat Zabaniyah, pergilah kalian, dan bawalah umat Muhammad yang senantiasa berbuat dosa-dosa besar ke dalam neraka! Aku sangat murka terhadap mereka. Sewaktu di dunia, mereka suka meremehkan perintah-Ku, mengabaikan hak-hak-Ku, menghina hamba-hamba-Ku, dan berani menentang-Ku. Padahal, Aku telah memuliakan dan mengutamakan mereka daripada umat-umat yang lainnya. Mereka benar-benar tidak berterima kasih atas kebaikan serta nikmat yang telah Aku berikan kepada mereka.”

 

Lalu, pada saat itu juga rombongan Malaikat Zabaniyah segera ke neraka dengan membawa mereka. Umat-umat lain digiring ke neraka dalam keadaan wajah hangus terbakar dan kaki serta leher mereka dibelit belenggu yang kuat. Sedangkan umat Nabi Muhammad Saw. digiring ke neraka dalam keadaan wajah tetap utuh dan kaki serta leher mereka tidak dibelit belenggu. Karenanya, Malaikat Malik merasa heran. Ketika lewat di depannya, ia bertanya, “Hai orang-orang celaka, kalian ini umatnya siapa? Tidak ada seorang pun yang datang kepadaku yang wajahnya lebih indah selain kalian?”

 

Mereka lalu menjawab, “Wahai Malaikat Malik, kami adalah dari umat al-Qur’an.” Malaikat Malik bertanya lagi, “Hai orang-orang celaka, bukankah al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.?” Seketika itu, mereka menangis sambil berteriak, “Wahai Muhammad! Wahai Muhammad! Wahai Muhammad! Berikanlah syafaatmu kepada umatmu yang sedang digiring ke neraka ini!”

 

Tidak lama kemudian, terdengar seruan Allah, “Hai Malik! Siapa yang menyuruhmu mencerca, mengajak berbicara, dan menahan orang-orang celaka itu dari azab Allah! Hai Malik! Jangan hitamkan wajah mereka, karena sewaktu di dunia mereka telah bersujud kepada-Ku. Hai Malik! Jangan ikat tubuh mereka dengan belenggu, karena mereka telah mandi dari janabat. Hai Malik! Jangan siksa mereka dengan rantai, karena mereka biasa thawaf di Ka’bahKu. Hai Malik! Jangan beri mereka pakaian dari ter karena mereka biasa menanggalkan pakaian mereka ketika ihram. Hai Malik! Lewatkan api neraka, dan jangan biarkan ia membakar lidah mereka, karena mereka telah membaca al-Qur’an. Hai Malik! Katakan kepada neraka supaya ia membakar mereka sesuai dengan amal mereka masing-masing.”

 

Dan, neraka pasti lebih tahu terhadap hak-hak mereka daripada seorang ibu terhadap anaknya. Itulah yang menyebabkan di antara mereka ada yang dibakar hingga kedua mata kakinya, ada yang dibakar hingga kedua lututnya, ada yang dibakar hingga pusarnya, ada yang dibakar hingga dadanya, dan ada pula yang dibakar selain dari itu semua.

 

Selanjutnya, ketika Allah ‘Azza Wa Jalla mengazab mereka sesuai dengan kadar dosa-dosa besar mereka, kedurhakaan mereka, kesombongan mereka, maka Dia membukakan sebuah pintu yang menghubungkan mereka dengan orang-orang musyrik. Mereka berada di neraka tingkat paling atas. Kendatipun demikian, mereka tetap merasakan betapa panasnya neraka. Di sana, mereka juga tidak mendapatkan air yang dapat diminum.

 

Sambil menangis, mereka berkata, “Wahai Muhammad, kasihanilah umat engkau yang celaka ini, berilah syafaat kepada kami. Daging, darah, dan tulang-tulang kami telah dibakar oleh api neraka.” Kemudian mereka berseru lagi, “Wahai Tuhanku, kasihanilah kami yang sewaktu di dunia tidak pernah menyekutukan Engkau dengan apa pun, kendati pun kami sering berbuat kejahatan, kesalahan, dan kezaliman.”

 

Pada saat itulah, orang-orang musyrik berkata dengan nada mengejek, “Ternyata iman kalian kepada Allah dan Muhammad tidak ada manfaatnya sama sekali bagi kalian.” Mendengar ejekan tersebut, maka Allah murka. Dia lalu berkata kepada Jibril, “Hai Jibril! Pergilah kamu ke neraka, dan keluarkan penghuni neraka dari umat Muhammad.” Maka Jibril mengeluarkan mereka, sekelompok demi sekelompok dalam keadaan tubuh hangus terbakar. Setelah itu, Jibril melemparkan mereka ke sungai kehidupan (Nahr al-Hayat) yang terletak di depan pintu surga. Di sungai tersebut, mereka terapung beberapa lamanya, hingga tubuh mereka kembali utuh seperti semula.

 

Selanjutnya, Allah menyuruh Jibril agar memasukkan mereka ke dalam surga, sedang pada dahi mereka ada tulisan “Inilah umat Muhammad yang dimerdekakan Allah Yang Maha Pemurah dari Jahanam.” Otomatis, mereka dapat dikenali di kalangan penghuni surga lainnya. Karenanya, mereka merasa malu kepada para penghuni surga lainnya, lalu mereka memohon kepada Allah ‘Azza Wa Jalla agar berkenan menghapus tulisan itu di dahi mereka. Maka Allah pun berkenan memenuhi permohonan mereka tersebut. Tulisan (tanda) tersebut dihapusnya dari mereka, sehingga mereka tidak lagi dikenal dengan sebutan al-Jahannamiyyun untuk selama-lamanya.

 

Diriwayatkan kembali oleh Abu Nu’aim al Hafizh dari Abu Imran al-Juni, dia berkata, “Kami mendengar bahwa jika hari Kiamat telah terjadi, Allah memerintahkan untuk mendatangkan Orang-orang sombong, setan-setan, dan orang-orang yang sewaktu di dunia kejahatannya sangat ditakuti oleh manusia. Lalu, mereka semua itu diikat dengan besi. Setelah itu, mereka semua disuruh masuk ke dalam neraka, kemudian neraka itu ditutup rapat-rapat atas mereka.

 

Demi Allah, telapak kaki mereka tidak akan pernah lagi memijak pada pijakannya dengan kuat selamanya. Demi Allah, mereka tidak akan bisa melihat langit selamanya. Demi Allah, kelopak mata mereka tidak akan bisa memejamkan mata untuk tidur barang sekejap pun selamanya. Demi Allah, mereka tidak akan pernah mencicipi minuman dingin barang setetes pun selamanya.”

 

Selanjutnya dikatakan kepada penghuni surga, “Hai penghuni surga, pada hari ini bukalah pintu-pintu itu. Jangan lagi takut kepada setan-setan dan orang-orang sombong. Pada hari ini, makan dan minumlah dengan puas, sebagai balasan atas amal-amal yang telah kalian lakukan pada hari-hari yang lalu.”

 

Abu Imran berkata, hai saudaraku, demi Allah, yang dimaksud dengan “hari-hari yang lalu” itu adalah hari-hari kalian sekarang ini.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai berakhirnya umur dunia. Ada yang berpendapat bahwa umur dunia itu 7000 tahun sesuai dengan jumlah planet yang mengelilingi matahari, di mana masing-masing planet berumur seribu tahun. Ada juga yang berpendapat 12.000 tahun sesuai dengan jumlah bintang, di mana masing-masing bintang berumur seribu tahun. Dan, ada juga yang berpendapat 360.000 tahun sesuai dengan jumlah tingkatan orbit, di mana masing-masing orbit seribu tahun.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., Akan tetapi, ada satu orang yang telah lama tinggal di dalam neraka selama seribu tahun, yang kemudian berseru, “Wahai yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi,” Yang dimaksud dengan Maha Penyayang ialah yang berkenan menerima orang yang berpaling dari-Nya. Dan yang dimaksud dengan Maha Pemberi ialah yang berkenan memberi sebelum diminta. Mahasuci Allah. Tidak ada tuhan selain Dia. Demikian riwayat yang dikutip dari para ahli.

 

Sabda Nabi Saw., “Allah Yang Maha Pemurah lalu melupakan mereka (penghuni neraka),” ialah sesungguhnya Allah membiarkan mereka diazab, sebagaimana firman-Nya,

 

“Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula).” (QS. al Hajj: 67)

 

Maksudnya, karena mereka tidak mau menyembah dan mengesakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka.

 

Para ulama Ahli Sunnah sepakat bahwa di antara penghuni neraka itu ada yang tetap kekal abadi di dalamnya, dan tidak akan bisa keluar darinya. Contohnya, iblis, Fir’aun, Haman, Qarun, dan lain sebagainya. Di sana, mereka tidak mati dan juga tidak hidup. Pendeknya, setiap orang kafir, sombong, dan zalim, ia akan masuk neraka dengan azab yang sangat pedih, sebagaimana firman-Nya,

 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain agar mereka merasakan azab.” (QS. ani-Nisa’: 56)

 

Para ulama Ahli Sunnah lainnya juga sepakat bahwa tidak ada seorang mukmin pun yang akan tinggal di dalam neraka untuk selama-lamanya, kecuali orang kafir yang mengingkari ketuhanan Allah Ta’ala.

 

Menurutku, ada sebagian orang yang mengaku ulama yang berpendapat aneh. Menurut mereka, setiap orang kafir, setia pelaku kebatilan, dan setiap pembangkang, itu semuanya akan keluar dari neraka, dan akan masuk ke dalam surga. Sebab menurut logika, sangat boleh jadi kemurkaan Allah itu akan berakhir dan berubah menjadi kasih sayang-Nya. Demikian pula sebaliknya, kasih sayang Allah juga bisa berakhir dan berubah menjadi murka-Nya. Sehingga, para nabi dan para wali sekalipun akan masuk neraka dan mereka pun akan disiksa. Ini merupakan pendapat yang keliru dan menyesatkan, karena bertentangan dengan janji serta firman Allah yang mutlak benar.

 

Menyinggung tentang hak penghuni surga, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya.” (QS. Hud: 108)

 

“Mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya.” (QS. al-Hijr: 48)

 

“Kecuali bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.” (QS. al-Insyiqaq: 25)

 

“Mereka memperoleh kesenangan yang kekal di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS. at-Taubah: 21-22)

 

Sedang menyangkut hak orang-orang kafir, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum.” (QS. al-A’raf: 40)

 

“Maka pada hari ini mereka tidak dikeluarkan dari neraka dan tidak pula mereka diberi kesempatan untuk bertobat.” (QS. al-Jatsiyah: 35)

 

Ini sudah sangat jelas. Hal-hal yang sudah ditetapkan berdasarkan al-Qur’an dan hadis itu tidak bisa dinalar dengan logika atau akal. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka dia tidak mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS. an-Nur: 40)

 

Tentang Orang yang Menyeru, “Ya Hannan, Ya Mannan,”

 

Ibnu al-Mubarak berkata, al Kalabi telah mengabarkan kepada kami dari Abu Shalih tentang firman Allah Ta’ala Surah al-Baqarah ayat 15, dia berkata, ketika penghuni neraka sedang berada di dalam neraka, maka akan dikatakan kepada mereka, “Keluarlah kalian.” Lalu, pintu-pintu neraka pun dibukakan untuk mereka. Namun, ketika mereka sampai di depan pintu-pintu, tiba-tiba pintu tersebut ditutup kembali. Itulah maksud firman-Nya,

 

“Allah akan memperolok mereka”, (QS. al-Baqarah: 15)

 

Melihat kejadian itu, maka orang-orang yang beriman juga menertawakan mereka, ketika pintu-pintu tersebut ditutup di depan mereka. itulah maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pandangan. Apakah orang-orang kafir itu diberi balasan (hukuman) terhadap apa yang telah mereka perbuat?” (QS. al-Muthaffifin: 34-36)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Muhammad bin Basyar dari Qatadah tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman yang menertawakan orang-orang kafir,” (QS. al-Muthaffifin: 34)

 

Dia bercerita, Ka’ab al-Ahbar pernah mengatakan, “Sesungguhnya di antara surga dan neraka terdapat lubang-lubang. Jika seorang mukmin ingin melihat orang yang pernah memusuhinya sewaktu di dunia, maka dia bisa melihatnya lewat lubang-lubang tersebut, sebagaimana firman-Nya pada ayat yang lain,

 

“Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat (teman)nya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.” (QS. ash-Shaffat: 55)

 

Artinya, dari lubang-lubang tersebut, dia menyaksikan tulang-tulang tengkorak penghuni neraka itu mendidih.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Qatadah, dia berkata, sebagian ulama pernah berkata, “Seandainya saja Allah “Azza Wa Jalla tidak mengenalkannya (penghuni neraka) itu kepadanya (mukmin), niscaya dia tidak akan bisa mengenalinya. itu karena, warna dan bentuknya sudah berubah sama sekali. Dan, pada saat itulah dia berkata seperti yang dikutip dalam al-Qur’an,

 

“Dia berkata, “Demi Allah, engkau hampir saja mencelakakanku, dan sekiranya bukan karena nikmat Tuhanku pastilah aku termasuk orang-orang yang diseret (ke neraka).” (QS. ash Shaffat: 56-57,

 

Balasan Pada Hari Kiamat Terhadap Orang-orang yang Memperolok-olok Hamba Allah

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dan Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang-orang yang mengolok-olok hamba-hamba Allah sewaktu di dunia, maka pada hari kiamat akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu surga, dan dikatakan kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga”. Dan begitu mereka hendak memasukinya, tiba-tiba pintu-pintu surga itu ditutup di depan mereka. Kemudian untuk kedua kalinya, pintu-pintu surga itu dibukakan kembali bagi mereka, dan dikatakan kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga.” Dan begitu mereka hendak memasukinya, tiba-tiba pintu-pintu surga itu ditutup di depan mereka.

 

Kemudian untuk ketiga kalinya, pintu-pintu surga itu dibukakan kembali bagi mereka, maka mereka dipanggil, namun mereka tidak memenuhi panggilan tersebut. Lalu Tuhan berkata kepada mereka, “Kalianlah yang dahulu telah memperolok-olok hamba-hamba-Ku? Kalian adalah manusia terakhir yang akan dihisab.” Maka mereka pun berdiri menunggu hingga mereka tenggelam oleh keringat mereka sendiri. Lalu mereka berseru, “Wahai Tuhan kami, apakah Engkau akan menggiring kami ke Jahanam, ataukah kepada rida-Mu?”

 

Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada sekelompok manusia yang disuruh masuk ke dalam surga. Namun, ketika mereka sampai di dekat surga, dan sudah mencium aromanya, bahkan sudah melihat istana-istananya serta kenikmatan-kenikmatan lain yang disediakan Allah bagi para penghuninya, tiba-tiba terdengar seruan, “Jauhkanlah mereka dari surga. Mereka tidak mempunyai bagian sama sekali terhadap surga.” Akhirnya, mereka kembali dengan kecewa yang tidak pernah dirasakan oleh umat-umat yang terdahulu maupun umat-umat yang terakhir.

 

Mereka lalu berkata, “Wahai Tuhan kami, andai saja Engkau masukan kami langsung ke dalam neraka tanpa terlebih dahulu Engkau perlihatkan kepada kami surga dan segala keindahannya, mungkin itu akan terasa lebih ringan bagi kami.” Maka Allah berfirman, “Itulah yang Aku inginkan terhadap kalian. Jika kalian dahulu sedang sendiri dengan-Ku, maka secara terang-terangan kalian berbuat dosa-dosa besar. Jika kalian bertemu dengan manusia, maka kalian khusyu dan merunduk-runduk. Kalian telah berbuat riya di hadapan manusia, sangat berbeda dengan sikap dari hati kalian yang ditujukan pada-Ku. Kalian takut kepada manusia, tetapi tidak takut kepada-Ku. Kalian lebih mengagung-agungkan manusia daripada Aku. Dan, kalian telah meninggalkan perbuatan dosa karena manusia, bukan karena Aku. Maka, pada hari ini, Aku akan merasakan kepada Kalian azab yang sangat pedih. Selain itu, Aku halangi kalian dari balasan pahala amal baik kalian.” Demikian yang dituturkan oleh Abu Hamid

 

Penghuni Neraka Mewariskan Tempat Tinggalnya Kepada Penghuni Surga

 

Dalam sebuah khabar, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menjadikan bagi setiap manusia sebuah tempat tinggal di surga dan sebuah tempat tinggal di neraka. Adapun bagi orang-orang beriman, mereka akan menempati tempat tinggal mereka di surga, dan mewarisi tempat tinggal orang-orang kafir. Sedangkan orang-orang kafir, maka mereka akan menempati tempat tinggalnya orang-orang beriman di neraka.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang pun dari Kalian kecuali baginya mempunyai dua tempat tinggal; satu tempat di surga, dan satunya lagi di neraka. Apabila dia meninggal dan masuk neraka, maka dia akan mewariskan tempat tinggalnya di surga kepada penghuni surga lainnya.” Itulah maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi.” (QS. al-Mu’minun: 10) Isnad hadis ini sahih.

 

Menurutku, ini merupakan suatu penjelasan yang Konkret bahwa setiap manusia itu memiliki dua tempat tinggal; satu berada di surga, dan satunya lagi berada di neraka.

 

Penghuni Neraka dan Penghuni Surga Hidup Kekal di Tempatnya Masing-masing

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seluruh penghuni surga telah masuk ke dalam surga, dan penghuni neraka telah masuk ke dalam neraka, maka didatangkanlah al-Maut. Setelah al-Maut berada di antara surga dan neraka, ia pun lalu disembelih. Kemudian terdengarlah malaikat berseru, “Hai penghuni surga, tidak ada lagi kematian di dalamnya. Hai penghuni neraka, tidak ada lagi kematian di dalamnya.” Karena itu, kegembiraan penghuni surga semakin bertambah, dan kesedihan penghuni neraka juga semakin bertambah.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ketika penghuni surga sudah masuk ke dalam surga dan penghuni neraka sudah masuk ke dalam neraka, maka didatangkanlah al-Maut seperti seekor domba putih kehitam-hitaman. Maka ia berhenti di antara surga dan neraka. Lalu dikatakan, “Hai penghuni surga, apakah kalian mengenal ini?” Mereka menoleh dan memandangnya, lalu berkata, “Ya, itu adalah al-Maut.” Kemudian dikatakan, “Hai penghuni neraka, apakah kalian mengenal ini?” Mereka menoleh dan memandangnya, lalu berkata, “Ya, itu adalah al-Maut.” Lalu diperintahkan agar al-Maut itu disembelih.

 

Kemudian dikatakan, “Hai penghuni surga, kalian kekal, tidak ada lagi kematian di dalamnya. Hai penghuni neraka, kalian kekal, tidak ada lagi kematian di dalamnya.” Selanjutnya, Rasulullah Saw. membacakan,

 

“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus, sedang mereka dalam kelalaian dan mereka tidak beriman.” (QS. Maryam: 39), lalu Rasulullah Saw. memberi isyarat dengan tangannya kepada dunia.

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri secara marfu’, dia berkata, “Pada hari Kiamat, al-Maut akan didatangkan seperti seekor domba putih kehitam-hitaman. Maka ia akan berhenti di antara surga dan neraka, lalu ia disembelih yang disaksikan oleh penghuni surga dan penghuni neraka. Seandainya ada seseorang mati karena perasaan gembira, maka pastilah penghuni surga pun akan mati. Dan, seandainya ada seseorang mati Karena perasaan sedih, maka pastilah penghuni neraka pun akan mati.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, al-Maut akan didatangkan lalu berhenti di atas as-Shirath (jembatan). Setelah itu dikatakan, “Hai penghuni surga.” Mereka lalu menatapnya dengan dicekam perasaan takut kalau-kalau mereka akan dikeluarkan dari surga. Kemudian dikatakan, “Hai penghuni neraka.” Mereka lalu menatapnya dengan perasaan gembira dan senang kalau-kalau mereka akan dikeluarkan dari neraka. Setelah itu, ditanyakan kepada mereka, “Apakah kalian mengenal ini?” Mereka menjawab, “Ya, itu adalah al-Maut.””. Kemudian malaikat diperintah untuk menyembelihnya di atas ash-Shirath. Selanjutnya dikatakan kepada penghuni surga dan neraka, “Kalian kekal dengan apa yang kalian dapatkan. Di dalamnya, tidak ada kematian selama-lamanya.”

 

Hadis serupa dan lebih panjang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika Allah memasukkan penghuni surga ke dalam surga dan memasukkan penghuni neraka ke dalam neraka, al-Maut kemudian didatangkan dengan dipegangi. la lalu disuruh berhenti di atas sebuah pagar pembatas antara surga dan neraka. Kemudian dikatakan, “Hai penghuni surga.” Mereka lalu menatap dengan dicekam rasa takut. Kemudian dikatakan, “Hai penghuni neraka.” Mereka pun menatap dengan gembira sambil mengharapkan syafaat.

 

Setelah itu, dikatakan kepada penghuni surga dan penghuni neraka, “Apakah kalian mengenal ini?” Mereka menjawab serempak, “Ya, kami mengenalnya. itu adalah al-Maut yang ditugaskan kepada kami.” Kemudian al-Maut disembelih di atas pagar tersebut. Setelah dikatakan, “Hai penghuni surga, kalian kekal, tidak ada lagi kematian di dalamnya. Hai penghuni neraka, kalian kekal, tidak ada lagi kematian di dalamnya.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan dan sahih.

 

Menurutku, hadis-hadis sahih tersebut merupakan nash yang menyatakan bahwa penghuni neraka itu akan abadi di dalamnya. Di sana mereka akan tinggal selama-lamanya tanpa ada batas waktu. Di sana tidak ada kematian, tidak ada kehidupan, tidak ada kesenangan, dan tidak ada kesejahteraan. Menjelaskan tentang azab bagi orang-orang kafir, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka neraka Jahanam. Mereka tidak dibinasakan hingga mereka mati, dan tidak diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami (dari neraka) niscaya kami akan mengerjakan kebajikan, yang berlainan dengan apa yang telah kami kerjakan dahulu.’ (Dikatakan kepada mereka), ‘Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami), dan bagi orang-orang zalim tidak ada seorang penolong pun.’” (QS. Fathir: 36-37)

 

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain.” (QS. an-Nisa’: S6)

 

“Maka bagi orang kafir akan dibuatkan pakaian-pakaian dari api (neraka) untuk mereka. Ke atas kepala mereka akan disiramkan air yang mendidih. Dengan (air mendidih) itu, akan dihancur luluhkan apa yang ada dalam perut dan kulit mereka. Dan (azab) untuk mereka cambuk-cambuk dari besi. Setiap kali mereka hendak keluar darinya (neraka) karena tersiksa, mereka, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya. (Kepada mereka dikatakan), “Rasakanlah azab yang membakar ini” (QS. al-Hajj: 19-22)

 

Jadi, pendapat yang mengatakan bahwa orang-orang kafir itu akan keluar dari neraka, sehingga neraka akan kosong bahkan dindingnya akan roboh lalu musnah, adalah pendapat yang tidak masuk akal, menyalahi keterangan yang disampaikan Rasulullah Saw., dan bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh para ulama Ahli Sunnah serta imam-imam yang adil.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahanam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. an-Nisa’: 115)

 

Sesungguhnya yang akan dikosongkan hanyalah Jahanam saja, neraka tingkat paling atas, yang dihuni oleh orang-orang mukmin yang bermaksiat. Di tepinya, tumbuh suatu tumbuhan yang dinamakan al-Jarjir.

 

Fadhil bin Shalih al-Ma’afiri bercerita, pada suatu hari, aku bertandang ke rumah Malik bin Anas. Baru saja duduk beberapa saat, dia menyuruhku pulang, lalu aku pun pulang. Namun, sorenya kami kembali lagi. Maka dia pun berkata, maafkan aku kalau tadi pagi aku menyuruhmu pulang. Soalnya, aku tadi kedatangan tamu dari Syam yang bertanya tentang suatu masalah. Tamu itu bertanya kepadaku, “Wahai Abu Abdullah, apa pendapatmu hukum memakan al-Jarjir, yang menurut ceritanya jenis sayuran ini tumbuh di bibir Jahanam?” Maka aku jawab, “Tidak apa pun.” Dia lalu berkata, “Mudah-mudahan Allah selalu menjagamu.” Demikian dituturkan oleh al-Khatib Abu Bakar Ahmad.

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzar dari Amr bin Maimun dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata, “Pada suatu saat, akan datang angin yang bertiup kencang dan membukakan pintu-pintu neraka. Dan, tidak ada satu pun di antara orang-orang yang mengesakan Allah yang tinggal di dalamnya.”

 

Sudah dikemukakan sebelumnya bahwa kematian itu tidak berbentuk atau bukan benda.

 

Demikian juga dengan amal, ia tidak bisa berubah menjadi benda. Tetapi, balasan pahala amal, Allah menciptakan jelmaan sosok-sosok tertentu. Demikian pula dengan al-Maut (kematian). Allah menciptakannya menjadi sebuah sosok yang dapat dikenali oleh penghuni surga maupun penghuni neraka. Dengan disembelihnya al-Maut, itu merupakan bukti bahwa kehidupan di surga dan di neraka itu akan abadi.

 

Tirmidzi berkata, adapun dalam permasalahan ini, para ahli ilmu dari kalangan para imam, seperti Sufyan ats-Tsauri, Malik bin Anas, Ibnu al-Mubarak, Ibnu Uyainah, Waki’, dan lainnya, bahwa mereka meriwayatkan nal-hal tersebut, lalu mereka berkata, “Kami meriwayatkan hadis-hadis ini, namun tidak mengatakan bagaimana?”

 

Pendapat inilah yang dipilih oleh para ulama Ahli Hadis. Mereka meriwayatkan hal-hal tersebut sebagaimana adanya dan diimani, tanpa ditafsirkan serta ditanyakan bagaimana. inilah pendapat para ahli ilmu yang mereka pilih dan mereka pegangi.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Kalau kematian (al-Maut) didatangkan dalam bentuk seperti seekor domba putih kehitam-hitaman, itu terkait dengan keterangan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Malaikat Maut menemui Nabi Adam a.s. dalam wujud binatang seperti itu. Saat itu malaikat membuka sayap-sayapnya yang berjumlah empat ribu buah.

 

Menafsiri firman Allah Ta’ala, “Yang menciptakan mati dan hidup.” (QS. al-Mulk: 2)

 

Ibnu Abbas, Muaqatil, dan al-Kalabi berkata, “Sesungguhnya kematian dan kehidupan itu merupakan dua benda. Kematian dijadikan dalam bentuk seekor domba. Segala sesuatu yang dilewatinya dan mencium baunya pasti akan mati. Sedangkan, kehidupan diciptakan dalam bentuk seekor kuda betina dengan warna kulit hitam putih. ia lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada bigal. Binatang itulah yang dinaiki Jibril dan para nabi. Segala sesuatu yang dilewatinya dan mencium anginnya pasti akan hidup. Begitu pula segala sesuatu yang diinjaknya pasti akan hidup. Dan, bekas pijakan kuda tersebut, dulu pernah dimanfaatkan oleh as-Samiri pada zaman Nabi Musa as. untuk membuat patung anak lembu, yang seolah-olah bisa hidup lalu disembah oleh Bani Israil.” Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dan al-Qusyairi dari Ibnu Abbas. Dan, diriwayatkan juga oleh al Mawardi dari Muaqatil dan al-Kalabi.

 

Dikatakan oleh penulis kitab Khalu an-Na’laini, “Sesungguhnya domba jelmaan kematian ini disembelih di antara surga dan neraka. Adapun yang diberi kuasa untuk menyembelihnya adalah Nabi Yahya bin Zakaria yang disaksikan oleh Nabi Muhammad Saw. atas perintah Allah. Menurut penulis kitab al-Arus, yang menyembelihnya adalah Malaikat Jibril. Wallahu a’lam.

 

Sifat dan Nikmat-nikmat Surga

 

Allah menerangkan tentang surga dalam beberapa surah al-Qur’an. Yang paling banyak adalah dalam Surah al-Waqi’ah, ar-Rahman, al-Ghasyiyah, dan al-Insan. Nabi Muhammad Saw. juga memberikan penjelasan yang sangat gamblang lewat beberapa hadis sahih dan hasan. Penjelasan yang sama juga diberikan oleh para salafush shalih. Semoga Allah meridai mereka, dan mengumpulkan kita bersama-sama mereka. Amin.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Zaid, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. sungguh-sungguh membacakan,

 

“Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa.” (QS. al-Insan: 1)

 

Menurut Ibnu Zaid, ayat ini turun kepada Nabi Saw. sewaktu beliau ditemui seorang laki-laki berkulit hitam yang terus-menerus bertanya kepada beliau. Karenanya, Umar bin Khaththab menegur laki-laki tersebut, “Cukup, kamu jangan membebani Nabi Saw…” Namun, beliau bersabda, “Biar saja dia, hai Ibnu al-Khaththab.” Maka turunlah ayat tersebut kepada beliau.

 

Dan, di saat beliau membacakan ayat tersebut kapadanya baru sampai ayat yang menyinggung tentang sifat surga, tiba-tiba orang itu merintih lalu meninggal. Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Yang membuat jiwa temanmu ini meninggal adalah rasa rindunya kepada surga.” Sifat-sifat Penghuni Surga di Dunia

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab bahwa dia pernah mendengar Ibnu Zaid berkata, “Allah telah menyifati penghuni surga itu adalah, mereka yang di dunianya mempunyai rasa takut, sedih, senantiasa menangis, dan cemas kepada-Nya. Karenanya, Allah memberikan kepada mereka kesenangan serta kegembiraan di akhirat.” Ibnu Zaid lalu membacakan firman-Nya,

 

“Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).’ (QS. ath-Thur: 26)

 

Dan Allah telah menyifati penghuni neraka itu adalah, mereka yang senantiasa hidup di dunianya dengan kegembiraan, tertawa, dan kesenangan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, dia dahulu (di dunia) bergembira di kalangan keluarganya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia mengira bahwa Cia tidak akan kembali (kepada Tuhannya). Tidak demikian, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya.” (QS. al-Insyiqaq: 13-15) Macam-macam Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya, ada dua surga.” (QS. arRahman: 46)

 

Menyifati kedua surga tersebut, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi.” (QS. ar-Rahman: 62)

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai takwil firman Allah Ta’ala,

 

“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya, ada dua surga.” (QS. arRahman: 46)

 

Dia berkata, kedua surga tersebut akan disediakan bagi orang yang takut kepada Allah, setelah orang tersebut mengerjakan kewajiban-kewajibannya. Pendapat pertama mengatakan, setiap orang yang merasa takut itu akan mendapatkan dua surga sendiri-sendiri. Sedang pendapat kedua mengatakan, kedua surga tersebut seutuhnya disediakan bagi semua orang yang takut kepada Allah. Dan, yang lebih kuat adalah pendapat pertama.

 

Menurut Tirmidzi, dua surga tadi adalah yang satu sebagai imbalan karena ketakutannya kepada Tuhan, dan yang satunya lagi sebagai imbalan karena ia telah meninggalkan kesenangan-kesenangan nafsunya. Karena itulah, ia meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud ialah takut kepada Allah yang selalu mengawasinya di mana dan kapan saja.

 

Menurut Mujahid dan Ibrahim an-Nakhai, yang dimaksud takut dalam ayat tersebut adalah seseorang yang telah berniat hendak berbuat maksiat lalu ingat kepada Allah, sehingga ia pun membatalkan niat jahatnya tersebut, karena takut kepada Allah.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Yang dimaksud dua surga adalah dua taman yang berada di dalam surga. Luas setiap taman adalah sejauh perjalanan seratus tahun. Di tengah-tengah setiap taman, terdapat sebuah rumah dari cahaya di atas cahaya. Tiada sesuatu pun di dalamnya melainkan kesenangan dan keindahan. Akar-akarnya sangat Kuat dan pohonnya selalu tumbuh subur.” Demikian perkataan al-Harawi dan ats-Tsa’labi dari hadis Abu Hurairah.

 

Ada juga yang mengatakan, bahwa salah Satu dari kedua surga itu istana-istananya ada di bawah, sedang yang lainnya, istana-istananya ada di atas. Menurut Muaqatil, kedua surga tersebut, salah satunya adalah ‘Adn, dan yang satunya lagi adalah Na’im.

 

Menurut Ibnu Abbas, firman Allah Ta’ala,

 

“Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi,” (QS. ar-Rahman: 62)

 

Dia berkata, bagi orang yang takut kepada Tuhannya, selain mendapatkan dua surga yang pertama tadi, dia juga mendapatkan dua surga lainnya. Maksud “Dan selain dari dua surga itu” ibnu Abbas berkata, itu maksudnya, selain mendapatkan kedua surga, ada dua surga yang lainnya, yang lebih rendah tingkatannya. Itu artinya, bagi orang yang takut kepada Tuhannya, ia akan mendapatkan empat surga sekaligus. Dua surga yang pertama terdapat pohon-pohon kurma dan pohon lainnya. Sedangkan, dua surga yang lainnya terdapat tanaman dan tumbuhan.

 

Al-Mawardi berkata, “Mungkin yang dimaksud, “Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi,” (QS. ar-Rahman: 62) ialah surga yang akan diberikan untuk para pengikutnya. Mungkin para pengikutnya itu kedudukannya lebih rendah daripada kedudukan orang yang takut tadi.

 

Salah satu dari kedua surga lagi itu didiami oleh para bidadari, sedangkan yang satunya lagi didiami oleh anak-anak yang tetap muda. Hal itu untuk membedakan laki-laki dan wanita.”

 

Ibnu Juraij berkata, “Semua ada empat surga. Dua surga untuk orang-orang yang pafing dahulu masuk Islam, yaitu orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Di dalamnya terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan berikut dua mata air yang terus mengalir. Dan, dua surga lainnya adalah untuk golongan kanan (Ashhabul Yamin). Di dalamya juga terdapat segala macam buah-buahan terutama kurma dan delima ditambah dua mata air yang terus memancar.”

 

Menurut Ibnu Zaid, “Dua surga pertama terbuat dari emas, yang diperuntukkan bagi orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Dan, dua surga yang lainnya terbuat dari perak, yang diperuntukkan bagi golongan kanan.”

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, pendapat yang terakhir inilah dianut oleh al-Hulaimi Abu Abdullah al-Hasan bin al-Husain dalam kitabnya, Minhaj ad-Din. Dia berpedoman pada riwayat Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa yang dimaksud dengan firman Allah Surah ar-Rahman ayat 46, “Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya, ada dua surga,” sampai pada ayat 64, “Kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya’, ialah dua surga yang pertama untuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah, dan dua surga lainnya untuk golongan kanan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Abu Musa al-Asy’ari.

 

Ketika memberikan ciri-ciri kedua surga tersebut, Allah juga memberikan isyarat tentang adanya perbedaan antara keduanya.

 

Pertama, pada dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir.” (QS. ar-Rahman: 50)

 

Sedang pada dua surga yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam keduanya (surga itu) ada dua buah mata air yang memancar.” (QS. arRahman: 66)

 

Keduanya memang sama-sama memiliki sumber mata air. Tetapi yang satu mengalir dan yang satunya lagi memancar. Keduanya jelas tidak sama.

 

Kedua, pada dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam kedua surga itu terdapat aneka buah-buahan yang berpasang-pasangan” (QS. ar-Rahman: 52)

 

Yaitu, buah-buahan yang sudah dikenal maupun yang masih asing, atau yang basah maupun yang kering. Jadi, hal itu bersifat umum.

 

Sedang pada dua surga yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam kedua surga itu, ada buah-buahan, kurma, dan delima.” (QS. ar-Rahman: 68)

 

Ketiga, pada dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka bersandar di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutra tebal.” (QS. arRahman: 54) Maksudnya ialah sutra asli.

 

Sedang pada dua surga yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka bersandar pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang indah.” (QS. ar-Rahman: 76)

 

Betapa pun sutra jelas lebih baik dan lebih berkualitas daripada permadani yang seindah apa pun.

 

Keempat, mengenai ciri-ciri bidadari, pada dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Seakan-akan mereka itu permata yakut dan marjan.” (QS. ar-Rahman: 58)

 

Sedang pada dua surga yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik dan jelita.” (QS. ar-Rahman: 70)

 

Betapa pun indahnya sesuatu, tidak bisa menandingi permata, yakut, dan marjan.

 

Kelima, pada dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kedua surga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan.” (QS. ar-Rahman: 48)

 

Sedang pada dua surga yang lainnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kedua surga itu (kelihatan) hijau tua warnanya.” (QS. ar-Rahman: 64)

 

Begitu hijaunya sehingga tampak warna kehitam-hitaman. Kedua ciri-ciri tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara dua surga yang pertama dan dua surga yang lainnya.

 

Mungkin ada yang bertanya, kenapa Allah hanya menyebutkan tentang penghuni dua surga yang pertama saja, tidak sekalian dengan penghuni surga yang lainnya?

 

Jawabannya ialah bahwa sesungguhnya keempat surga itu milik orang-orang yang takut saat menghadap Tuhannya. Tetapi, orang-orang yang takut itu memiliki tingkatan masing-masing. Dua surga yang pertama adalah bagi hamba yang paling tinggi tingkat ketakutannya kepada Allah. Dan, dua surga yang lainnya adalah bagi hamba yang tingkat ketakutannya kepada Allah lebih rendah.

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, itu tadi merupakan suatu pendapat. Tetapi, ada pendapat lain dari adh-Dhahhak yang mengatakan bahwa dua surga yang lainnya justru lebih utama daripada dua surga yang pertama. Soalnya, dua surga yang pertama itu terbuat dari emas dan perak, sedangkan dua surga yang lainnya terbuat dari yakut dan zamrud.

 

Ada lagi yang berpendapat, bahwa yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi,” (QS. ar-Rahman: 62)

 

lalah di depan dan sebelum kedua surga itu terdapat dua surga lainnya. Pendapat tersebut diikuti oleh Abu Abdullah Muhammad at-Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul. Dia berpendapat, bahwa yang dimaksud,

 

“Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi,” (QS. ar-Rahman: 62) Yaitu, bahwa selain kedua surga ini, masih ada lagi dua surga lainnya yang lebih dekat dengan Arasy.

 

Menurut Muaqatil, dua surga yang pertama ialah surga ‘Adn dan surga Na’im, sedangkan dua surga yang lainnya ialah surga Firdaus dan surga al-Ma’wa.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hal itu adalah berdasarkan sabda Rasulullah Saw, “Apabila kalian memohon kepada Allah, mohonlah kepada-Nya surga Firdaus…..” al-Hadis.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala

 

“Di dalam keduanya (surga itu) ada dua buah mata air yang memancar’”, (QS. ar-Rahman: 66)

 

Tirmidzi menafsirkannya bahwa di dalam surga tersebut terdapat aneka buah-buahan, kenikmatan-kenikmatan, bidadari-bidadari yang dihias dengan indah, kendaraan-kendaraan, binatang-binatang yang menawan, dan pakaian yang berwarna-warni. Ini menunjukkan bahwa memancar itu lebih banyak daripada mengalir.

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, ini merujuk kepada pendapat para Ahli Tafsir, sebagaimana yang diriwayatkan dari lbnu Abbas bahwa nadhdhakhatan (memancar) artinya memancarkan air. Arti lainnya menurut Ibnu Abbas adalah memancar dengan kebaikan dan keberkahan. Pendapat ini juga dikemukakan oleh al-Hasan dan Mujahid.

 

Dan dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud, kelak di dalam surga, di rumahnya para kekasih-kekasih Allah akan disemburi minyak Kasturi, kapur barus, dan minyak ambar, seperti halnya mereka waktu dahulu terkena air hujan. Sedangkan menurut Sa’id bin Jabir, mereka akan dilimpahi dengan aneka buah-buahan dan air.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Di dalam kedua surga itu ada buah-buahan, kurma, dan delima.” (QS. ar-Rahman: 68)

 

Menurut sebagian ulama bahwa kurma dan delima bukan termasuk buah-buahan. Sebab, segala sesuatu itu tidak bisa di-athafkan kepada barang yang sejenis. itu yang kita pahami dari ayat tersebut secara lahiriyah atau secara tekstual. Tetapi, mayoritas ulama berpendapat bahwa keduanya termasuk buah-buahan. Jika kata kurma dan delima disebut secara khusus, hal itu menunjukkan bahwa kedua jenis buah-buahan tersebut lebih utama daripada jenis buah-buahan lainnya.

 

Contoh lainnya seperti firman Allah Ta’ala,

 

“Peliharalah semua shalat dan shalat wustha.” (QS. al-Baqarah: 238)

 

Dan juga firman-Nya, “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail.” (QS. al-Baqarah: 98)

 

Jadi, kalau kurma dan delima disebut ulang, karena kedua buah-buahan itu bagi mereka di surga nilainya sama seperti gandum bagi kita di dunia. Kurma merupakan makanan pokok mayoritas mereka di surga. la merupakan bahan makanan yang sangat mereka butuhkan, sehingga banyak ditanam di Mekah, Madinah, dan di wilayah-wilayah lainnya seperti Yaman. Karenanya, Allah menyebutkannya secara khusus.

 

Firman Allah Ta’ala mengenai dua surga yang lainnya,

 

“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik dan jelita.” (QS. ar-Rahman: 70)

 

Tirmidzi berkata, bidadari-bidadari tersebut merupakan wanita-wanita yang dipilih langsung oleh Allah. Dan siapakah yang bisa menandingi pilihan-Nya? Bidadari-bidadari tersebut cantik-cantik (jelita). Jika Allah menciptakan sesuatu dan menyebutnya cantik, maka siapa yang akan sanggup menjelaskan kecantikannya?

 

Di dalam dua surga yang pertama Allah menyebutkan bahwa di sana ada bidadari-bidadari sopan yang menundukkan pandangannya, seakan-akan mereka adalah yakut dan marjan. Coba bandingkan antara bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik dengan bidadari-bidadari sopan yang menundukkan kepalanya!

 

Selanjutnya Allah Ta’ala berfirman mengenai bidadari-bidadari yang berada di dua surga yang lainnya,

 

“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah.” (QS. ar-Rahman: 72)

 

Sementara menyinggung dua surga yang pertama, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang membatasi pandangan.” (QS. ar-Rahman: 56) Maksudnya, mereka menundukkan pandangannya di hadapan suami atau pasangannya.

 

Ada sebuah riwayat yang sampai kepada kami bahwa ada segumpal awan dari atas Arasy yang menurunkan hujan. Maka, Allah menciptakan bidadari-bidadari itu dari tetesan-tetesan rahmat-Nya. Lalu, dibuatkanlah tenda-tenda untuk tiap-tiap bidadari itu di tepi-tepi sungai, yang luasnya 40 mil. Tenda tersebut tidak berpintu. Dan, ketika seorang kekasih Allah sudah menempati tenda tersebut, maka terkoyaklah tenda itu membentuk sebuah pintu. Dengan sendirinya, maka kekasih Allah itu tahu bahwa semua makhluk seperti malaikat dan para pelayan tidak pernah melihat para bidadari. Para bidadari itu dipingit di dalam tenda tersebut, dan terhalang dari pandangan semua makhluk. Wallahu a’lam.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka bersandar pada bantal-bantal yang hijau.” (QS. al-Rahman: 76)

 

Yang dimaksud bantal-bantal itu, ada yang mengatakan sobekan tenda, sobekan baju, atau apa saja yang tergantung di sana. Ada juga yang mengatakan bahwa bantal-bantal itu adalah yang selalu bergoyang apabila diduduki, sebagaimana ayunan.

 

Tirmidzi al-Hakim berkata bahwa raf-raf (bantal-bantal) itu derajatnya lebih tinggi daripada permadani, sebab Allah berfirman mengenai dua surga yang pertama, “Mereka bersandar di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutra tebal.” (QS. ar-Rahman: 54)

 

Sedang di sini, Dia berfirman,

 

“Mereka bersandar pada bantal-bantal yang hijau.” (QS. ar-Rahman: 76)

 

Raf-raf (bantal-bantal) adalah tempat duduknya seorang kekasih Allah. Bantal-bantal tersebut akan bergoyang, jika kekasih Allah itu duduknya kukuh. Goyangannya ke sana kemari bagaikan ayunan.

 

Dalam hadis tentang Mi’raj, maka datanglah raf-raf kepada beliau tatkala beliau sudah sampai di Sidratul Muntaha. Maka beliau mengambilnya dari Jibril, lalu raf-raf itu terbang membawa beliau ke sandaran Arasy. Rasulullah Saw. menyebutkan, raf-raf membawaku naik turun, hingga aku berhenti di hadapan Tuhanku. Tatkala mau pulang kembali, maka beliau mengambil raf-raf itu dan terbang bersamanya naik turun hingga tiba di Hadapan Jibril. Pada saat itu, Jibril merasa iba melihatnya dan bertahmid kepada-Nya.

 

Raf-raf adalah salah satu pelayan (khadirn) Allah di antara para pelayan-pelayan-Nya. la mempunyai tugas khusus, sebagaimana buraq, yang merupakan Kendaraan khusus para nabi.

 

Salah seorang ulama Salaf berkata, jika Allah memberi isyarat kedua surga ini dengan perkataan min dunihima, itu berarti kedua surga itu lebih rendah derajatnya daripada dua surga yang pertama. Namun, bagaimana mungkin bisa dikatakan lebih rendah, padahal kedua surga tersebut mempunyai sifat-sifatnya. Begitu kata Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir alUshul, pada pasal 89.

 

Berapakah Jumlah Surga itu?

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya, ada dua surga,” (QS. arRahman: 46)

 

Lalu berfirman lagi pada ayat lainnya,

 

“Dan selain dari dua surga itu, ada dua surga lagi” (QS. ar-Rahman: 62)

 

itu dapat disimpulkan bahwa jumlah surga itu hanya ada empat, bukan tujuh.

 

Sifat dan Nikmat Surga, Serta Hal-hal yang Disediakan Bagi Penghuninya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Allah “Azza Wa Jalla berfirman, “Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh, apa pun yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di hati manusia, sebagai perbendaharaan, selain yang Aku perlihatkan kepada kalian.” Selanjutnya Rasulullah Saw. membaca,

 

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Usamah bin Zaid, dia berkata bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Kenapa tidak ada yang bernafsu mendapatkan surga? Sesungguhnya kenikmatan surga itu tidak ada bandingannya sama sekali. Surga itu adalah cahaya yang berkilauan, wangi-wangian yang semerbak, istananya yang menjulang tinggi, sungai yang mengalir jauh, buah-buahan yang banyak dan matang, istri yang cantik jelita, perhiasan yang banyak, tempat tinggal yang abadi di tengah rezeki dan kesenangan di rumah yang tinggi, aman sentosa dan megah.” Para sahabat berkata, “Kami bernafsu untuk mendapatkannya wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Katakan, insya Allah.” Kemudian beliau menuturkan keutamaan jihad dan menganjurkan untuk melaksanakannya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, dari apakah makhluk itu diciptakan?” Beliau menjawab, “Dari air Lalu Abu Hurairah kembali bertanya, “Bagaimanakah dengan bangunan surga?” Beliau menjawab, “Bangunan surga itu terbuat dari batu bata perak dan emas, lantainya minyak kasturi yang sangat harum, kerikilnya mutiara dan yakut, dan tanahnya za’faran. Barang siapa memasukinya, niscaya dia akan mendapatkan nikmat yang tidak akan hilang, abadi, tidak akan mati, pakaiannya tidak akan pernah rusak, dan kemudaannya tidak akan pernah lenyap ….” al-Hadis.

 

Tirmidzi berkata, sanad hadis ini tidak kuat dan menurutnya tidak muttasil. Tetapi, hadis ini juga diriwayatkan dengan sanad lain dari Abu Hurairah dari Nabi Saw..

 

Syekh al-Qurthubi berkata, telah diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Ibrahim bin Mu’awiyah dari Sa’id ath-Tha’i dari Abdul Mudallih, bekas budak (maula) Aisyah bahwa dia pernah mendengar Abu Hurairah bercerita, kami pernah berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa jika kami sedang berada di samping engkau, hati kami menjadi lunak, kami zuhud, dan menjadi orang yang lebih mementingkan kepentingan akhirat. Tetapi, jika kami berpisah dengan engkau, hati kami bersuka ria dengan keluarga, sibuk dengan urusan anak-anak dan dunia?”

 

Rasulullah Saw. menjawab, “Seandainya ketika kalian berpisah denganku keadaannya sama seperti ketika kalian berada di sampingku, niscaya para malaikat akan menyalami Kalian dengan tangannya, dan mereka akan sering berkunjung ke rumah kalian. Dan, seandainya kalian tidak berdosa, maka Allah tetap akan mendatangkan suatu kaum yang berdosa agar mereka memohon ampunan, kemudian mereka pun diampuni.-”

 

Kami lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, tolong ceritakan kepada kami tentang surga, apa bahan bangunannya?” Beliau menjawab, “Bangunan surga itu terbuat dari batu bata emas dan perak, lantainya minyak kasturi yang sangat harum, kerikilnya mutiara dan yakut, dan tanahnya za’faran. Barang siapa memasukinya, niscaya dia akan mendapatkan nikmat yang tidak akan hilang, abadi, tidak akan mati, pakaiannya tidak akan pernah rusak, dan kemudaannya tidak akan pernah lenyap.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada ibnu Shayyad, “Tahukah kamu, apa tanah di surga itu?” Dia menjawab, “Tepung putih yang beraroma kasturi, wahai Abu al-Qasim.” Beliau bersabda, “Kamu benar.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bertanya kepada Ibnu Shayyad tentang tanah di surga, dan dia menjawab, “Tepung putih beraroma kasturi asli (murni)”.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Qatadah dari al-Ala’ bin Yazid dari Abu Hurairah, dia berkata, “Dinding surga adalah batu bata yang terbuat dari perak dan emas, dan tangganya adalah mutiara dan yakut. Dan, kami juga mendapatkan cerita bahwa kerikil surga adalah mutiara, dan tanahnya adalah za’faran.” Sungai-sungai dan Gunung-gunung di Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan, dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah mereka dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air yang mendidih, sehingga ususnya terpotong-potong ?” (QS. Muhammad: 15)

 

Ada riwayat bahwa sungai-sungai di surga itu mengalir tanpa membentuk parit-parit, namun tetap teratur.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sungai-sungai di surga akan mengalir dari bawah bukit-bukit atau gunung-gunung yang beraroma kasturi.” Begitulah yang dituturkan oleh al-’Uqaili.

 

Dituturkan oleh Ismail bin Ishak dari Ismail bin Abu Idris dari Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada empat gunung yang termasuk gunung-gunung surga, empat sungai yang termasuk sungai-sungai surga, dan empat tempat peperangan yang termasuk negeri surga.”

 

Seorang sahabat lalu bertanya, “Gunung-gunung apa saja itu, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, “Gunung Uhud, ia mencintai kita dan kita pun mencintainya, gunung Thur adalah salah satu gunung surga, gunung Lubnan adalah salah satu gunung surga, dan gunung al-Judi juga salah satu gunung surga. Adapun sungai-sungainya adalah sungai Nil, Eufrat (Furat), Saihan, dan Jaihan. Dan tempat-tempat peperangannya adalah Badar, Uhud, Khandaq, dan Khaibar.”

 

Dengan sanad yang sama seperti di atas, Ismail bin Ishaq berkata, kami ikut berperang bersama Nabi Saw. dalam peperangan pertama melawan orang-orang kafir di al-Abwa’. Ketika kami berada di Rauha’, beliau singgah di ‘Araq azh-Zhabyah untuk menunaikan shalat bersama para sahabat beliau. Selesai shalat, beliau bertanya, “Tahukah kalian, apa nama gunung ini?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nyalah yang lebih tahu-” Beliau bersabda, “Ini adalah gunung Khashib, salah satu gunung yang berada di surga. Ya Allah berkahilah gunung ini beserta penduduk yang tinggal di sekitarnya.”

 

Dan, beliau bersabda tentang Rauha’, “Rauha’ adalah salah satu lembah di antara lembah-lembah yang berada di surga. Sesungguhnya 70 orang nabi sebelumku pernah shalat di lembah ini. Nabi Musa a.s. juga pernah melewati tempat ini di atas untanya dengan memakai dua jubah katun. Dia membawa rombongan Bani Israil sebanyak 70.000 orang, hingga akhirnya datang ke Ka’bah (Ba’t al-Atiq) ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Hakim bin Mu’awiyah dari ayahnya bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat lautan air, lautan susu, lautan madu, dan lautan arak. Kemudian, setelah itu sungai-sungai itu terbelah.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih. Hakim bin Mu’awiyah adalah ayah Bahaz bin Hakim.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Saihan, Jaihan, Nil, dan Eufrat semuanya itu termasuk sungai-sungai di surga.”

 

Ka’ab berkata, “Sungai Dajlah adalah sebuah sungai di surga, sungai Eufrat adalah sebuah sungai susu mereka, sungai Mesir adalah sebuah sungai arak mereka, dan sungai Saihan adalah sebuah sungai madu mereka. Keempat sungai tersebut mengalir dari sungai al-Kautsar.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari jalur sanad Syarik dari Anas tentang hadis perjalanan Isra’, ketika Nabi Saw. berada di langit dunia, beliau melihat dua buah sungai yang sedang mengalir jauh. Beliau lalu bertanya, “Sungai-sungai apakah itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Sungai Nil dan sungai Eufrat.” Kemudian ketika naik ke atas langit berikutnya, beliau melihat sebuah sungai lain yang di tepinya terdapat sebuah istana dari mutiara dan zabarjad. Dan, ketika beliau memukulkan tangannya ke sungai tersebut, ternyata (tanahnya) adalah minyak kasturi yang sangat harum. Beliau lalu bertanya, “Sungai apakah ini, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Itu adalah al-Kautsar yang disembunyikan Tuhanmu untuk engkau.”

 

Lenyapnya Sungai-sungai di Akhir Zaman

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dari Abu Ja’far an-Nuhasi dari Abu Ya’qub Ishak bin Ibrahim bin Yunus dari Jami’ bin Saudah dari Sa’id bin Sabiq dari Maslamah bin Ali dari Muqatil bin Hayyan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah “Azza Wa Jalla tejah menurunkan lima buah sungai ke bumi. Yaitu, sungai Saihun di India, sungai Jaihan di Balkha, sungai Dajlah dan Eufrat di Irak, dan sungai Nil di Mesir.

 

Allah menurunkan sungai-sungai tersebut dari sumber mata air yang sama di antara mata air di surga, di tingkat surga paling rendah, melalui sayap-sayap Malaikat Jibril. Allah lalu menitipkan sungai-sungai itu pada gunung-gunung, kemudian mengalirkannya di muka bumi, dan menjadikan padanya beberapa kemanfaatan pagi berbagai macam kehidupan manusia. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Kami turunkan air dari langit dengan suatu Ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi.” (QS. al-Mu’minun: 18)

 

Dan, ketika Ya’juj dan Ma’juj muncul, maka Allah mengutus Malaikat Jibril untuk mengangkat al-Qur’an, ilmu, dan kelima sungai tersebut dari bumi. Maka, semua itu diangkat ke langit oleh Jibril. Dan itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Dan pasti Kami berkuasa melenyapkannya.” (QS. al-Mu’minun: 18)

 

Maka ketika semua itu diangkat dari bumi, maka penghuni bumi kehilangan kebaikan dunia dan agama.

 

Menurutku, pendapat yang mengatakan bahwa al-Qur’an itu diangkat ke langit ketika munculnya Ya’juj dan Ma’juj, itu perlu ditinjau kembali.

 

Diriwayatkan dari al-Mas’udi, dia berkata, pada zaman Ibnu Mas’ud, sungai Eufrat telah diperlebar lagi, dan orang-orang tidak menyukai sungai tersebut diperlebar. Maka ibnu Mas’ud berkata, “Janganlah kalian begitu, karena kelak akan tiba suatu zaman di mana orang tidak mendapatkan air di sungai itu walaupun segelas penuh. Yakni, ketika semua air kembali kepada sumber aslinya. Namun, masih terdapat sisa air dan mata air di Syam.”

 

banyak 70.000 orang, hingga akhinya datang ke Ka’bah (Bait al-Atiq) ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Hakim bin Mu’awiyah dari ayahnya bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat lautan air, lautan susu, lautan madu, dan lautan arak. Kemudian, setelah itu sungai-sungai itu terbelah.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih. Hakim bin Mu’awiyah adalah ayah Bahaz bin Hakim.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Saihan, Jaihan, Nil, dan Eufrat semuanya itu termasuk sungai-sungai di surga.”

 

Ka’ab berkata, “Sungai Dajlah adalah sebuah sungai di surga, sungai Eufrat adalah sebuah sungai susu mereka, sungai Mesir adalah sebuah sungai arak mereka, dan sungai Saihan adalah sebuah sungai madu mereka. Keempat sungai tersebut mengalir dari sungai al-Kautsar.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari jalur sanad Syarik dari Anas tentang hadis perjalanan Isra’, ketika Nabi Saw. berada di langit dunia, beliau melihat dua buah sungai yang sedang mengalir jauh. Beliau lalu bertanya, “Sungai-sungai apakah itu, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Sungai Nil dan sungai Eufrat.” Kemudian ketika naik ke atas langit berikutnya, beliau melihat sebuah sungai lain yang di tepinya terdapat sebuah istana dari mutiara dan zabarjad. Dan, ketika beliau memukulkan tangannya ke sungai tersebut, ternyata (tanahnya) adalah minyak kasturi yang sangat harum. Beliau lalu bertanya, “Sungai apakah ini, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Itu adalah al-Kautsar yang disembunyikan Tuhanmu untuk engkau.”

 

Lenyapnya Sungai-sungai di Akhir Zaman

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Adi dari Abu Ja’far an-Nuhasi dari Abu Ya’qub Ishak bin Ibrahim bin Yunus dari Jami’ bin Saudah dari Sa’id bin Sabiq dari Maslamah bin Ali dari Muqatil bin “Mereka itu dimuliakan di dalam surga.” (QS. al-Ma’arij: 35) Inilah yang memberikan pengertian kepada kita bahwa sesungguhnya Firdaus adalah nama surga secara keseluruhan, bukan nama sebuah surga.

 

Minuman, Pakaian, dan Bejana Penghuni Surga

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa memakai sutra di dunia, maka dia tidak akan memakainya di akhirat. Barang siapa meminum Arak di dunia, maka dia tidak akan meminumnya di akhirat. Dan, barang siapa yang minum dengan menggunakan bejana dari emas atau perak, maka dia tidak akan minum dengan keduanya di akhirat.” Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda, “Itulah pakaian, minuman, dan bejana penghuni surga.”

 

Menurutku, jika ada orang bertanya, “Kalau Nabi Saw. telah mengharamkan ketiga kenik

 

matan tersebut (memakai pakaian dari sutra, meminum Arak dan meminum air dengan memakai gelas dari emas atau perak). Bagaimana kalau orang yang melakukan hal tersebut di dunia, dan ternyata dia masuk surga, apakah ketiga hal tersebut tetap diharamkan baginya di surga?”

 

Maka jawabnya, “Ya, tetap diharamkan, kalau memang dia belum bertobat darinya.” Hal itu berdasarkan pada sabda beliau dalam sebuah hadis, “Barang siapa meminum kArak di dunia kemudian belum bertobat darinya, maka dia tidak akan meminumnya di akhirat.” Hadis ini diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi Saw..

 

Demikian pula laki-laki yang memakai sutra atau orang yang makan atau minum dengan menggunakan bejana dari emas atau perak. Karena, dia terburu-buru menggunakan suatu barang yang ditangguhkan Allah untuknya hingga datangnya hari akhirat.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi di dalam Musnad-nya, dari Hisyam dari Qatadah dari Daud as-Siraj dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memakai pakaian dari sutra di dunia, maka dia tidak akan memakainya di akhirat. Jika kelak masuk surga, maka dia akan melihat penghuni surga yang lain memakainya, sementara dia tidak bisa memakainya.” Ini adalah nash yang benar dan sanad yang sahih.

 

Pepohonan dan Buah-buahan di Surga

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, “Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh, apa pun yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di hati manusia.” Bacalah oleh kalian jika kalian mau,

 

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

Di dalam surga itu terdapat sebatang pohon, yang naungannya sejauh orang yang berjalan dengan berkendaraan selama seratus tahun, tanpa berhenti. Bacalah oleh kalian jika kalian mau,

 

“Dan naungan yang terbentang luas.” (QS. al-Waaqi’ah: 30)

 

Tempat cemeti atau cambuk di surga itu lebih baik daripada dunia seisinya. Bacalah oleh kalian jika kalian mau,

 

“Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali ‘imran: 185)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebatang pohon, di mana seorang yang berkendaraan berjalan di bawah naungannya selama tujuh puluh tahun atau seratus tahun. Pohon itu adalah pohon keabadian (Khuldi).”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ibnu Abu Khaldah Ziyad, maula (bekas budak) Bani Maqzum bahwa dia pernah mendengar Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebatang pohon, di mana seorang yang berkendaraan berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun. Bacalah oleh kalian jika kalian mau,

 

“Dan naungan yang terbentang luas.” (QS. al-Waqi’ah: 30)

 

Ketika Ka’ab mendengar hal ini, dia berkata, “Hadis itu benar. Demi Allah yang telah menurunkan Taurat lewat lisan Musa bin Imran, dan al-Furqan kepada Nabi Muhammad Saw., seandainya seseorang mengendarai seekor unta hiqqah atau unta jadz’ah lalu mengelilingi batang pohon tersebut, maka dia tidak akan berhasil mengelilinginya hingga dia menjadi tua renta (pikun). Sesungguhnya Allah menanam pohon itu dengan tangan-Nya sendiri, dan meniupkan sebagian ruh-Nya kepadanya. Sesungguhnya dahan-dahan pohon itu adalah bagi Orang yang berada di belakang pagar-pagar surga. Tidak ada satu pun sungai di surga, kecuali airnya mengalir dari pangkal pohon itu.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Asma’ binti Abu Bakar, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda menyinggung tentang pohon di Sidratul Muntaha, “Seseorang yang berkendaraan berjalan di bawah naungan dahan-dahan pohon itu selama seratus tahun, atau pohon tersebut bisa menaungi sebanyak seratus Orang yang berkendaraan. Di sana, terdapat hamparan-hamparan dari emas, seolah-olah buahnya sebesar kendi.” Abu Isa berkata bahwa hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdurrazaq dari Ma’mar dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika aku dibawa naik ke Sidratul Muntaha, di langit ke tujuh, aku melihat sebatang pohon bidara. Ternyata, buah-buahnya sebesar kulah negeri Hajar, daun-daunnya seperti telinga gajah betina, dan dari pangkalnya mengalir dua sungai yang tampak dan dua sungai yang tidak tampak. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, apa itu?” Jibril menjawab, “Adapun yang tidak tampak adalah dua sungai di dalam surga. Sedangkan yang tampak adalah sungai Nil dan Eufrat.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Malik bin Stha’sha’ah, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda dalam hadis tentang Isra’, “… Aku diperlihatkan pohon di Sidratul Muntaha. Ternyata, buah-buahnya sebesar Kulah negeri Hajar, daun-daunnya seperti telinga gajah betina, dan pada pangkalinya terdapat empat sungai; dua sungai yang tampak, dan dua sungai yang tidak tampak ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Shafwan dari Salim bin Amr, dia berkata bahwa beberapa orang sahabat Nabi Saw. pernah berkata, “Sesungguhnya orang-orang dusun (Arab Badui) berikut pertanyaan-pertanyaan mereka itu sangat bermanfaat bagi kita.” Lalu Salim berkata, pada suatu hari, seorang Arab Badui menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, dalam al-Qur’an Allah telah menyebutkan sebatang pohon yang menyakitkan. Namun, aku pikir, di dalam surga itu tidak ada pohon yang menyakitkan bagi penghuninya?”

 

Beliau lalu bertanya, “Pohon apakah itu?” Dia menjawab, “Pohon bidara (sidr). la mempunya duri yang menyakitkan.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Bukankah Allah telah berfirman, “(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri.” (QS. al-Wa’qiah: 28)

 

Allah telah memotong durinya, dan mengganti tiap-tiap durinya dengan buah. Sesungguhnya duri itu menumbuhkan buah, dan buahnya memiliki tujuh puluh dua macam rasa. Masing-masing rasa berbeda satu dengan yang lainnya.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, ada juga riwayat yang menyatakan bahwa pada tiap-tiap duri itu diganti dengan buah kurma.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdurrazaq dari Ma’mar dari Yahya bin Abu Katsir dari Amr bin Yazid al-Bakkali dari Utbah as-Sulami, dia berkata, ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi Saw. dan bertanya tentang surga, dan beliau pun menceritakan kepadanya tentang telaga. Dia lalu bertanya, “Apakah di sana ada buah-buahan?” Beliau menjawab, “Ya, di sana ada sebatang pohon yang bernama Thuba.” Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, adakah di negeri kami pohon yang menyerupainya?” Beliau menjawab, “Tidak ada satu pohon pun di negerimu yang menyerupainya. Pernahkah kamu pergi ke Syam? Di sana ada sebatang pohon yang disebut aj-Jauzah. Pohon itu tumbuh dengan satu batang saja, namun terbentang luas.”

 

Dia lalu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, sebesar apa pangkalnya?” Beliau menjawab, “Jika seekor anak unta keluargamu berjalan, niscaya ia tidak akan selesai mengitarinya sampai kekuatannya hilang karena tua.” Dia ltlalu bertanya, “Apakah di surga ada buah anggur?” Beliau menjawab, “Tentu.” Dia bertanya, “Seberapa besar satu tandannya?” Beliau menjawab, “Perjalanan seekor burung gagak selama sebulan tanpa henti.” Dia bertanya lagi, “Sebesar apa tiap butir buahnya?” Beliau menjawab, “Apakah kedua orang tuamu dan keluargamu pernah menjatuhkan seekor unta judz‘ah lalu menyembelihnya dan menyamak kulitnya? Bawakan untuk kami dagingnya satu ember saja.” Dia bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya satu biji saja sudah cukup membuatku dan keluargaku kenyang.” Beliau menjawab, “Ya, bahkan termasuk seluruh kerabatmu.”

 

Diceritakan oleh Abu Umar dalam kitabnya, at-Tamhid, dengan isnadnya. Dia merupakan seorang yang sahih sanadnya.

 

Diriwayatkan oleh Muslim sebuah hadis dari lbnu Abbas dalam Bab Shalat Gerhana, bahwa para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kami melihat engkau menerima sesuatu di tempat ini, dan kami lihat engkau tampak seperti ragu-ragu, ada apa?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya tadi aku melihat surga, lalu aku mengambil satu tandan buah-buahan darinya. Seandainya aku mengambil semua tandannya, pasti cukup untuk kalian makan selama masih ada dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari al-Mas’udi dari Amr bin Murrat dari Abu Ubaidah, dia berkata, “Pohon kurma di surga itu tersusun dari pangkal hingga ke cabangnya. Buahnya sebesar kulah. Tiap kali butir buahnya dipetik, pasti akan tumbuh lagi buah yang lain. Sesungguhnya air di dalam surga itu benar-benar mengalir tanpa parit-parit. Satu tandannya saja sepanjang dua belas hasta.” Kemudian Abu Ubaidah menemui seorang guru yang meriwayatkan hadis ini dan bertanya, “Siapa yang menceritakan hadis ini kepadamu? “Dia menjawab, “Masruq.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab sebuah hadis dari Syahr bin Hausyab dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata, “Thuba adalah sebatang pohon di dalam surga. Tiada satu pun rumah di surga, kecuali ada satu dahan pohon Thuba di dalamnya. Di pohon tersebut, terdapat banyak burung yang indah-indah dan buahnya yang melimpah ruah.”

 

Diriwayatkan oleh al-Khatib Abu Bakar Ahmad dari !brahim bin Nuh, dia berkata, aku pernah mendengar Anas bin Malik berkata, “Di dunia ini, tiada satu pun buah yang menyerupai buah di surga selain pisang, karena Allah Ta’ala berfirman,

 

“Senantiasa berbuah dan teduh.” (QS. ar-Ra’d: 35) Dan, kita selalu menemukan buah Pisang ini, baik di musim penghujan maupun musim kemarau.”

 

Diriwayatkan sebuah hadis oleh ats-Tsa’labi berikut sanadnya dari al-Auza’i dari Yahya bin Abu Katsir dari seorang perawi yang bisa dipercaya dari Abu Dzar, dia berkata, Nabi Saw. pernah dihadiahi satu bakul buah tin. Setelah mencicipinya, beliau bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Makanlah buah ini! Jika aku boleh menyatakan ada buah yang turun dari langit, akan kukatakan, inilah buahnya, karena puah di surga itu tidak ada bijinya. Karenanya, makanlah buah ini. Sesungguhnya buah itu bisa menghentikan wasir, dan berguna untuk mengobati penyakit tulang.” Disebutkan oleh Abu Nashr al-Qusyairi.

 

Diriwayatkan oleh seorang ulama Ahli Hadis terkemuka Abu al-Hasan Ali bin Khalaf alKhufi dari Abu al-Qasim Abdullah dari Abi al-Farj Muhammad bin Abu Hatim Mahmud bin Husain al-Qazwaini dari Abu Ja’far Muhammad bin Zaid al-Ja’fari dari ayanhku dari Yahya bin Husain dari Aqil bin Samurah dari Ali bin Hammad al-Ghazi dari Abbas bin Ahmad dari Abu Bakar bin lyasy dari Abu Ishak dari Ashim bin Dhamrah dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Hai Ali, makanlah buah semangka Karena rasa air dan rasa manisnya adalah dari surga. Setiap hamba yang memakan satu suap (potongan) buah ini, maka Aliah akan memasukkan ke dalam perutnya tujuh puluh macam obat, dan akan menyembuhkan tujuh puluh macam penyakit. Untuk satu suap saja, Allah mencatat untuknya sepuluh kebaikan, menghapus darinya sepuluh kejahatan, dan mengangkatnya sepuluh derajat.” Kemudian Rasulullah Saw. membaca

 

“Kemudian untuk dia Kami tumbuhkan sebatang pohon dari jenis labu.” (QS. ash-Shaffat: 146) Beliau bersabda, “Labu dan semangka adalah buah dari surga.”’

 

Pakaian Penghuni Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal.” (QS. al-Kahfi: 31)

 

“Dan pakaian mereka dari sutra.” (QS. alHajj: 23)

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Hannad bin as-Sarty dari Abu al-Ahwash dari Abu Ishak dari al-Barra’ bin ‘Azib, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah diberi hadiah sepotong kain sutra. Maka pada saat itu, para sahabat bergantian memandangnya. Beliau lalu bertanya, ‘Apakah kalian menyukainya?” Mereka menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh sapu tangan Sa’ad bin Mu’adz yang berada di dalam surga lebih baik daripada ini.”

 

Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sariy dari Qubaishah dari Hammad bin Salamah dari Muhammad bin Abdurrahman bin Amr bin Sa’ad bin Mu’adz bahwa Atharid bin Hajib menghadiahi Rasulullah Saw. sepotong pakaian sutra tebal, yang dia dapatkan dari seorang Kisra. Para sahabat lalu mengerumuni pakaian itu. Mereka memegangnya dan merasa tertarik padanya. Mereka lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pakaian ini diturunkan kepada engkau dari langit?” Beliau balik bertanya, “Tertarikkah kalian? Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh sapu tangan Sa’ad bin Mu’adz yang berada di dalam surga lebih baik daripada pakaian ini. Hai pelayan, bawa pakaian ini kepada Abu Jaham, dan bawakan kepada kami kain-kain yang biasa.”

 

Pepohonan Surga

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari al-Asy’ats bin Abdullah dari Syahr bin Hausyab dari Abu Hurairah, dia berkata, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebatang pohon yang bernama Thuba. Allah berfirman kepadanya, “Terbelahlah kamu untuk hamba-Ku sesuai yang dia inginkan.” Kemudian pohon tersebut terbelah, dan darinya keluarlah seekor kuda berikut dengan pelana, tali kekang, dan perlengkapan lainnya yang dia inginkan. Lalu terbelah pula pohon itu, dan darinya keluarlah seekor unta berikut dengan pelana, tali kekang, dan periengkapan lainnya yang dia inginkan. Dan, muncul pula dari pohon itu tungeangantunggangan lainnya dan pakaian-pakaian.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata, ketika kami sedang berada di samping Rasulullah Saw., tiba-tiba muncul seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakan kepadaku tentang pakaian penghuni surga. Apakah itu pakaian yang sudah jadi ataukah kain yang ditenun?” Mendengar itu, beberapa orang sahabat tertawa. Beliau lalu berkata, “Kenapa kalian tertawa? Sesungguhnya orang yang tidak tahu itu semestinya bertanya kepada orang yang tahu.” Beberapa saat setelah beliau duduk, Rasulullah Saw. bertanya, “Mana orang yang bertanya tentang pakaian surga tadi?” Mereka menjawab, “Ini dia orangnya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Tidak seperti itu, namun buah-buahan di surga membelah diri mengeluarkannya.” Beliau mengulangi jawabannya tersebut sebanyak tiga kali.

 

Semua Pohon di Surga Batangnya dari Emas

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada satu pohon pun di surga, melainkan batangnya dari emas.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib.

 

Keutamaan Pohon dan Buah Kurma di Surga

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Hammad bin Sa’id bin Jubair dari ibnu Abbas, dia berkata, “Di surga, pohon Kurma itu batangnya adalah zamrud berwarna hijau, dan dahannya adalah emas berwarna merah. Pelepahnya dijadikan pakaian bagi penghuni surga. Pelepah itu, ada yang dipotong-potong, dan ada juga yang dijadikan perhiasan. Buahnya sebesar kulah dan ember-ember, lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, lebih lunak daripada keju, dan tidak ada biji di dalamnya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Zaid, dia berkata, ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah di dalam surga ftu ada pohon kurma? Aku sangat menyukainya.” Beliau menjawab, “Ya, ada. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, batang pohon kurma itu dari emas, tunggul-tunggulinya dari emas, pelepahnya dari emas, dan daun pelepahnya seperti pakaian terindah yang pernah dilihat seseorang dari penduduk dunia. Buahnya sebesar kulah, lebih lunak daripada keju, dan lebih manis daripada madu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu al-Farj Ibnu al-Jauzi dari Jarir bin Abdullah al-Bajali dari Nabi Saw., bahwa beliau bersabda sambil memegang sebatang kayu dengan tangannya, “Hai Jarir, kalau nanti kamu di surga mencari tongkat yang seperti ini, maka kamu tidak akan menemukannya.” Jarir bertanya, “Bagaimana bentuk pohon kurma dan pohon lainnya di sana nanti?” Beliau menjawab, “Pohon di surga itu pangkalnya mutiara dan emas, sedang di atasnya adalah buah.”

 

Bertanam di Surga

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. bercerita, saat itu seorang penduduk dusun (Arab Badui) berada di samping beliau, sesungguhnya ada seorang penghuni surga memohon izin kepada Tuhannya untuk bercocok tanam. Maka Tuhan bertanya, “Bukankah kamu bisa mendapatkan apa saja yang kamu inginkan?” Dia menjawab, “Benar. Tetapi, saya senang bercocok tanam.” Setelah mendapatkan benih, maka dia pun segera menanamnya. Dalam waktu sekejap, tanamannya tumbuh sangat rimbun, lalu dia pun memanennya, dan hasilnya menumpuk setinggi gunung. Maka Allah berfirman, “Ambillah, hai anak cucu Adam! Sesungguhnya hal itu sama sekali tidak bisa membuatmu puas.” Orang dusun (Arab Badui) itu tiba-tiba nyeletuk, “Wahai Rasulullah, engkau tidak akan mendapatkan orang seperti itu kecuali pada orang Quraisy atau Anshar, karena mereka adalah para petani. Sedang kami bukan petani.” Mendengar ucapan orang dusun itu, maka Rasulullah Saw. tersenyum. Pintu-pintu Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga) dan pintu-pintu telah dibukakan.” (QS. az-Zumar: 73)

 

Menurut para ulama, pintu-pintu surga itu ada delapan. Mereka berpedoman pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Umar bin Khaththab bahwa Nabi Saw. bersabda, “Dan tidak seorang pun dari kalian yang berwudhu dengan sempurna lalu membaca, “Asyhadu anla ilaha illailah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh” (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan RasulNya), melainkan dibukakan untuknya kedelapan pintu surga. Dia bisa masuk ke dalam surga dari pintu mana pun yang dia inginkan.”

 

Mengenai masing-masing pintu surga tersebut, juga disebutkan hadis dalam kitab al-Muwaththa’, Shahih al-Bukhari, dan Shahih Muslim bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa yang menafkahkan sepasang harta di jalan Allah, maka ada yang menyeru di dalam surga, “Hai Namba Allah, kebaikan bagimu.” Maka, barang siapa yang tergolong ahli shalat, maka dia akan diseru dari pintu shalat. Barang siapa yang tergolong ahli jihad, maka dia akan diseru dari pintu jihad. Barang siapa yang tergolong ahli sedekah, maka dia akan diseru dari pintu sedekah. Barang siapa yang tergolong ahli puasa, maka dia akan diseru dari pintu ar-Rayyan.” Maka Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika orang itu mengerjakan semua amalan tersebut? Apakah orang itu akan dipanggil dari semua pintu ini?” Beliau menjawab. “Benar, dan aku berharap engkau termasuk di antara mereka.”

 

Al-Qadhi lyadh berkata, “Dalam hadis tadi, yang disampaikan oleh Muslim baru empat pintu saja. Selebihnya adalah pintu tobat, pintu orang-orang yang menahan amarah, pintu orang-orang yang rida, dan pintu kanan, yaitu pintu yang dimasuki oleh orang-orang yang masuk surga tanpa dihisab dulu.”

 

Tirmidzi al-Hakim Abu Abdullah menyebutkan dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, pintu Nabi Muhammad Saw. yaitu pintu rahmat atau pintu tobat. Sejak diciptakan Allah, pintu surga yang satu ini selalu terbuka, tidak pernah ditutup. Kelak, ketika matahari sudah mulai terbit dari barat, maka barulah pintu ini ditutup hingga datangnya hari Kiamat. Pintu-pintu lainnya diberi nama sesuai dengan nama masing-masing amal baik. Di antaranya ada pintu shalat, pintu Puasa, pintu zakat, pintu sedekah, pintu haji, pintu jihad, pintu silalurahmi, dan pintu umrah. Dengan adanya tambahan tiga pintu yang terakhir tadi, maka jumlah pintu surga menjadi sebetas. Demikian riwayat Ibnu al-Jauzi.

 

Diriwayatkan oleh al-Ajiri Abu al-Hasan dalam kitabnya, an-Nashihah, dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda, sesungguhnya di surga itu terdapat sebuah pintu yang bernama pintu Dhuha. Jika hari Kiamat telah terjadi, maka ada yang menyeru, “Mana orang-orang yang selalu. menunaikan shalat Dhuha? Inilah pintu kalian, masuklah ke dalamnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi dari Salim bin Abdullah dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Lebar pintu surga tempat masuk umatku adalah sejauh perjalanan seorang pengendara yang bersungguh-sungguh selama tiga tahun. Kemudian mereka benar-benar berdesak-desakan memasukinya, sehingga hampir-hampir pundak mereka lepas.”

 

Berdasarkan kedua riwayat tersebut, berarti jumlah pintu surga itu menjadi 13 buah. Karena itulah, mereka masuk dengan berdesak-desakan.

 

Bukti lain yang menunjukkan bahwa pintu surga itu lebih dari delapan ialah hadis Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa berwudhu dengan sempurna, kemudian membaca, “Asyhadu anla ilaha illailah wahdahu la syarika lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh” (aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata yang tidak memiliki sekutu sama sekali, dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rasul-Nya), dengan jujur dari dalam batin atau hatinya, maka pada hari Kiamat nanti akan dibukakan untuknya delapan pintu di antara pintu-pintu surga. Dia boleh masuk ke dalamnya dari pintu mana saja yang dia inginkan.” Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan yang lainnya.

 

Abu Umar bin Abdul Barr mengatakan dalam kitabnya, at-Tamhid, ”… Maka akan dibukakan untuknya delapan pintu di antara pintu-pintu surga.”

 

Sementara Abu Daud, an-Nasa’i, dan lbnu Sanjar menuturkan, “…. Maka akan dibukakan untuknya kedelapan pintu-pintu surga”™”, tanpa ada kalimat ci antara. Berdasarkan hal ini, berarti jumlah pintu surga itu hanya delapan, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ulama.

 

Menurutku, pintu surga itu hanya delapan. Kata “dan” dalam firman Allah Surah az-Zumar ayat 73 di atas secara substansi tidak memiliki makna. Sebagai bandingannya, di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang sama seperti itu, yakni,

 

“Dialah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Maha Raja Yang Mahasuci, Yang Mahasejahtera, Yang Menjaga keamanan, Pemetihara Keselamatan, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan.” (QS. al-Hasyr: 23)

 

Kata al-mutakabbiru tidak didahului oleh wawu sebelumnya, sedangkan ia (al-mutakabbiru) adalah sifat yang kedelapan dalam ayat tersebut.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Khalid bin Umair, dia berkata, ketika menjabat sebagai gubernur Bashrah, Utbah bin Ghazwan berkhutbah di tengah-tengah mereka. Setelah memanjatkan pujian kehadirat Allah, dia berkata, “…Rasulullah Saw. telah menuturkan kepada kita bahwa jarak antara dua tepi pintu di antara pintu-pintu surga adalah sejauh perjalanan empat puluh tahun. Dan, pasti akan datang suatu hari di mana orang-orang harus berdesakan untuk masuk ke dalamnya ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas sebuah hadis tentang syafaat, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya jarak antara dua tepi pintu di antara pintu-pintu surga bagi kamu berdua adalah sejauh jarak antara Mekah dan Hajar, atau antara Mekah dan Bushra.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Sahal bin Sa’ad bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya 70.000 atau 700.000 dari umatku akan masuk ke dalam surga. Abu Hazin tidak tahu mana yang benar Mereka akan masuk dalam keadaan saling berpegangan. Sebagian mereka memegang yang lainnya. Yang paling depan dari mereka tidak masuk, sehingga yang paling belakang bisa masuk. Wajah mereka seperti bulan purnama.”

 

Hadis-hadis sahih tadi menunjukkan bahwa pintu-pintu surga itu lebih dari delapan. Bahkan, berdasarkan riwayat sampai yang terakhir tadi jumlahnya sudah menjadi 16 pintu.

 

Al-imam Abu al-Qasim Abdul Karim alQusyairi dalam kitabnya, at-Tahbir, Rasulullah Saw. bersabda, “Akhlak baik merupakan kalung keridaan Allah ‘Azza Wa Jalla, yang melingkar pada leher pemiliknya. Kalung itu diikatkan pada suatu rantai rahmat, dan rahmat itu diikatkan pada suatu gelang-gelang pintu surga. Sehingga, ketika akhlak baik tadi hendak lepas, ia ditarik oleh rantai dan dibawa masuk ke dalam surga lewat pintu tersebut.

 

Sebaliknya, akhlak buruk adalah kalung yang berasal dari murka Allah, yang melingkar pada leher pemiliknya. Kalung itu diikatkan pada suatu rantai siksa Allah, dan rantai itu diikatkan pada pintu neraka. Sehingga, ketika akhlak buruk tadi hendak lepas, ia segera ditarik oleh rantai dan dibawa masuk ke neraka lewat pintu tersebut.”

 

Disebutkan dalam kitab al-Firdaus, mengutip hadis riwayat ad-Dailami dari !bnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Surga itu memiliki sebuah pintu yang bernama al-Farah. Yang bisa memasuki pintu tersebut hanyalah orang-orang yang menyenangkan anak-anak kecil.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Barang siapa yang menafkahkan sepasang harta di jalan Allah,” Menurut Hasan al-Bashri, yang dimaksud adalah segala sesuatu yang jumlahnya dua. Contohnya seperti dua dirham, atau dua dinar, atau dua potong pakaian, atau sepasang alas kaki, dan seterusnya. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah dinar dan dirham, atau dirham dan pakaian, atau sepatu dan talinya, dan seterusnya. Sementara menurut al-Baji, yang dimaksud ialah yang menyangkut amal perbuatan baik. Misalnya seperti dua shalat, atau puasa dua hari, dan seterusnya.

 

Menurutku, pendapat yang kuat ialah yang pertama tadi, karena sesuai dengan hadis yang diriwayatkan dari Nabi Saw.. Hadis serupa juga diriwayatkan oleh al-Ajiri dari Abu Ozar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menafkahkan sepasang harta di jalan Allah, maka kelak dia akan segera disambut oleh pelayan surga.” Selanjutnya beliau bersabda, “Dua ekor sapi, atau dua dirham, atau dua buah busur atau sepasang sandal.”

 

Adapun mengenai riwayat yang menerangkan tentang lebarnya pintu-pintu surga, mungkin yang dimaksud ialah sebagian pintu surga itu ada yang lebarnya sekian, ada yang sekian, dan seterusnya. Jadi, semua riwayat tersebut sama sekali tidak saling bertentangan.

 

Untuk Siapakah Pintu ar-Rayyan itu?

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di surga itu terdapat sebuah pintu yang bernama ar-Rayyan, yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa. Mereka masuk lewat pintu tersebut. Apabila orang terakhir di antara mereka sudah masuk, maka pintu tersebut ditutup sehingga tidak ada lagi seorang pun masuk lewat pintu itu.”

 

Menurutku, demikian pula dengan pintu-pintu lain yang dikhususkan bagi amal-amal kebaikan. Wallahu a’lam.

 

Disebutkan dalam sebuah hadis Abu Hurairah, “Sesungguhnya di antara manusia ada yang diseru dari semua pintu.”

 

Ada yang mengatakan, seruan tersebut merupakan seruan penghormatan dan balasan bagi orang yang telah melakukan berbagai amal kebaikan, yang masing-masing mempunyai pintu tersendiri.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bertanya kepada para sahabatnya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini mengantarkan jenazah?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan kepada seorang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Dan, siapakah di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah semua amal itu terkumpul pada seseorang, melainkan dia pasti masuk surga.”

 

Keutamaan Orang yang Memberi Utang

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, dari Ja’far bin Zubair al-Hanafi dari al-Qasim, bekas budak Yazid bin Mu’awiyah dari Abu Umamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada seorang laki-laki yang dibawa ke depan pintu surga. Ketika dia mengangkat kepalanya, maka dia melihat tulisan pada pintu surga, “Pahala bersedekah dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan pahala mengutangi dibalas dengan delapan belas kali lipat.” Sebab, seseorang yang berutang tidak akan datang kepadamu kecuali dia sangat membutuhkannya. Sementara sedekah, terkadang bisa saja kamu berikan kepada orang yang tidak membutuhkannya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, dari Abdullah bin Abdul Karim dari Hisyam bin Khalid dari Khalid bin Yazid bin Abu Malik dari ayahnya dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada malam aku di-isra’-kan, aku melihat tulisan pada sebuah pintu surga, “Pahala bersedekah dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan pahala mengutangi dibalas dengan delapan belas kali lipat.” Aku lalu. bertanya kepada Jibril, “Kenapa memberi pinjaman (mengutangi) lebih utama daripada bersedekah?” Jibril menjawab, “Karena orang yang meminta itu bisa jadi dia sudah memiliki. Tetapi, orang yang berutang itu tidak akan berutang kecuali sangat membutuhkanya.”

 

Tingkatan-tingkatan Surga

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Atha’ bin Yassar dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,

 

“Surga itu mempunyai seratus tingkat. Tiap-tiap tingkatnya seperti antara langit dan bumi. Dan, sesungguhnya tingkat yang paling tinggi adalah Firdaus, dan tingkat yang paling tengah adalah Firdaus. Dan sungguh, Arasy itu berada di atas Firdaus. Dan dari Firdauslah, terpancarnya sungai-sungai surga. Maka, apabila kalian memohon kepada Allah, mohonlah Firdaus kepada-Nya.”

 

Tirmidzi berkata, Atha’ bin Yassar itu tidak mengalami masa hidupnya Mu’adz bin Jabal. Tetapi setahu saya, hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah secara sahih dengan isnad yang muttasil, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Abdurrahman bin Ziyad bin An’um dari Utbah bin Ubaid adh-Dhabi dari seorang perawi yang meriwayatkan hadis ini kepadanya, bahwa ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, ada berapa tingkat surga itu?” Beliau menjawab, “Seratus tingkat. Jarak masing-masing tingkat adalah seperti antara langit dan bumi. Di surga tingkat pertama, gedung-gedungnya, rumah-rumahnya, pintu-pintunya, ranjang-ranjangnya, dan kunci-kuncinya terbuat dari perak.

 

Surga tingkat kedua, gedung-gedungnya, rumah-rumahnya, pintu-pintunya, ranjang-ranjangnya, dan kunci-kuncinya terbuat dari emas. Dan, surga tingkat ketiga, gedung-gedungnya, rumah-rumahnya, pintu-pintunya, ranjang-ranjangnya, dan kunci-kuncinya terbuat dari yakut, mutiara, zabarjad. Sedang surga yang sembilan puluh tujuh tingkat lagi, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya surga itu mempunyai seratus tingkat. Seandainya seluruh makhluk alam semesta berkumpul di salah satu tingkatnya, niscaya ia masih dapat menampung mereka semua.” Tirmidzi berkata, hadis ini gharib.

 

Keutamaan Para Penghafal dan Pembaca al-Qur’an

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Satid al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada saat seorang penghafal al-Qur’an dimasukkan ke dalam surga, maka dikatakan kepadanya, “Bacalah dan naiklah!” Maka dia pun membaca lalu naik. Setiap ayat menaikkan dia satu tingkat, hingga akhirnya dia membaca ayat terakhir yang dia hafal.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, dikatakan kepada seorang penghafal al-Qur’an, “Bacalah dan naiklah. Bacalah dengan tartil seperti kamu dahulu membacanya di dunia. Sesungguhnya tempatmu ada pada ayat terakhir yang kamu baca.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Hafash Umar bin Abdul Majid al-Quraisy al-Mayanisyi dalam kitabnya, al/-lkhtibar fi al-Malah min al-Akhbar Wa al-Atsar, dari |Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tingkatan-tingkatan di surga itu sebanyak ayat-ayat al-Qur’an. Setiap ayat alQur’an satu tingkat. Jumlah ayat al-Qur’an itu ada 6.216 ayat. Jarak masing-masing tingkat itu adalah sejauh antara langit dan bumi. Surga yang paling tinggi tingkatnya adalah puncak ‘IHiyyin, yang memiliki 70.000 tiang, berupa yakut yang cahayanya sanggup menerangi sejauh perjalanan beberapa hari dan malam.”

 

Aisyah berkata, “Sesungguhnya jumlah ayat-ayat al-Qur’an itu sama dengan jumlah tingkatan surga. Tidak ada seorang pun yang masuk surga, yang lebih utama selain orang-orang yang senantiasa membaca al-Qur’an.” Demikian dituturkan oleh al-Makki.

 

Para ulama mengatakan, yang dimaksud dengan penghafal dan pembaca al-Qur’an adalah mereka yang mengetahui tentang Hukum-hukum al-Qur’an, halal dan haramnya, serta mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya.

 

Menurut Malik, ada sementara orang rajin membaca al-Qur’an, tetapi ia tidak memiliki kebaikan sama sekali karena ia tidak ikhlas, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya dalam hadis Abbas bin Abdul Muthalib dan juga hadis Abu Hurairah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain tetapi dia sendiri tidak mengamalkan isinya atau bahkan membelokkannya, maka al-Qur’an akan menjadi saksi dan penuntunnya ke Jahanam. Dan, barang siapa mempelajari al-Qur’an lalu dia mengamalkan isinya, maka al-Qur’an akan menjadi saksi dan penuntunnya ke dalam surga.”

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, “Sesungguhnya perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur’an dan mengamalkannya adalah seperti buah limau, rasanya lezat dan baunya harum. Dan orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an tetapi mengamalkannya adalah seperti buah kurma, rasanya lezat namun tidak ada baunya….” al-Hadis.

 

Secara panjang lebar tentang masalah pembaca al-Qur’an dan hukum-hukumnya ini, telah saya ulas dalam kitab at-Tidzkar fi Facdhi al-Adzkar, dan pada bagian mukadimah kitab Jami’ Ahkam al-Quran.

 

Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya bahwa surga itu memiliki seratus tingkat dan Allah menyediakannya buat orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya. Jihad memang dijanjikan seratus tingkat surga. Adapun untuk para pembaca al-Qur’an dijanjikan semua tingkatan surga.

 

Kamar-kamar di Surga dan Peruntukkannya

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, mereka mendapat kamar-kamar (di surga), di atasnya terdapat pula kamar-kamar yang dibangun (bertingkat-tingkat).” (QS. az-Zumar: 20)

 

“Melainkan orang-orang yang beriman Adan mengerjakan kebajikan, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda atas apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba’: 37)

 

“Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka.” (QS. al-Furqan: 75)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Sahal bin Sa’ad bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga benar-benar akan melihat para penghuni kamar-kamar yang terletak di atas mereka, sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang bercahaya seperti mutiara di ufuk ilmur atau barat, karena keutamaan penghuni kamar-kamar tersebut.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu tempat para nabi, yang tidak bisa dicapai selain oleh mereka?” Beliau menjawab, “Benar. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dan juga tempat bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dari Shalih bin Muhammad dari Sulaiman bin Amr dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad dari Rasulullah Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka,” (QS. al-Furqan: 75)

 

“Dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba’: 37)

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Itu adalah kamar-kamar yang terbuat dari yakut merah, zabarjad hijau, atau mutiara putih. Tiada cacatnya sama sekali. Sesungguhnya para penghuni surga benar-benar melihat kamar-kamar itu sebagaimana kalian melihat bintang-bintang yang bercahaya di ufuk ilmur atau barat. Dan, sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk di antara mereka yang mendapat kenikmatan.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Shalih bin Abdullah Qutaibah bin Sa’id dan Ali bin Hajar dari Khalaf bin Khalifah dari Humaid al-A’raj dari Abdullah bin al-Harits dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai karena Allah berada di atas sebuah tiang yang terbuat dari yakut merah. Di puncak tiang tersebut, terdapat 7O.00O0 kamar. Keindahan mereka dapat menyinari para penghuni surga lainnya, sebagaimana matahari menyinari penghuni dunia. Sebagian penghuni surga berkata kepada sebagian yang lain, “Marilah kita pergi bersama melihat orang-orang yang saling mencintai karena Allah ‘Azza Wa Jalla.”

 

Ketika para penghuni surga itu telah menghampiri mereka, maka keindahan mereka menyinari para penghuni surga, sebagaimana matahari menyinari penghuni dunia. Mereka berpakaian hijau dari sutra, dan pada kening mereka terdapat tulisan “Kami adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah ‘Azza Wa Jalla.”

 

Disebutkan oleh ats-Tsa’labi sebuah hadis dari Abu Imran bin Umar bahwa Rasuluilah Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni ‘Illiyyin benar-benar memandang ke surga. Jika salah seorang penghuni ‘Illiyyin itu menghampiri mereka, maka surga tampak bercahaya sangat terang oleh pancaran wajahnya. Maka para penghuninya bertanya, “Cahaya apakah ini?” Dijawab, “Telah menghampiri kepada kami salah seorang penghuni ‘Illiyyin yang baik, sangat taat, dan benar-benar beriman.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni kamar-kamar di surga benar-benar melihat penghuni ‘Illiyyin, sebagaimana kalian melihat bintang yang bersinar di ufuk langit. Dan, sesungguhnya Abu Bakar dan Umar termasuk di antara mereka yang mendapat kenikmatan.” Demikian dituturkan oleh ats-Tsa’labi.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di surga benar-benar terdapat beberapa kamar yang tembus pandang. Luarnya dapat dilihat dari dalamnya, dan dalamnya dapat dilihat dari luarnya. ” Lalu seorang dusun (Badui) berdiri dan bertanya, “Untuk siapakah kamar-kamar itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk orang yang berkata baik, yang selalu memberi makan, yang selalu berpuasa, dan yang senantiasa shalat malam hari karena Allah, ketika manusia sedang tidur nyenyak.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh sebuah hadis dari Muhammad bin Wasi’ dari alHasan dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, pada suatu hari, Rasulullah Saw. menemui kami dan bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang kamar-kamar di surga? Kamar-kamar itu terbuat dari permata yang berwarna-warni dan tembus pandang, baik dari luar maupun dari dalam. Di dalamnya, terdapat banyak kenikmatan, balasan pahala, dan kemuliaan yang tidak pernah didengar oleh telinga serta tidak pernah dilihat oleh mata.” Kami lalu bertanya, “Kami tebus engkau dengan ayah ibu kami, dan kami percaya. Untuk siapakah kamar-kamar itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk orang-orang yang selalu menyebarkan salam, yang selalu berpuasa, yang selalu memberi makan, dan yang senantiasa shalat malam ketika manusia sedang tidur nyenyak.”

 

Kami bertanya lagi, “Kami tebus engkau dengan ayah ibu kami, dan kami percaya. Namun, siapakah yang sanggup melakukan semua itu?” Beliau menjawab, “Umatku pasti sanggup melakukan itu semua. Aku beritahu kepada kalian Orang yang sanggup melakukannya. Yaitu, siapa yang bertemu dengan saudaranya lalu mengucapkan salam, itu berarti dia sudah menyebarkan salam. Siapa yang memberi makan kepada istri dan keluarganya sampai kenyang, itu berarti dia sudah memberi makan. Siapa yang berpuasa Ramadhan sebulan penuh dan berpuasa tiga hari setiap bulannya, itu berarti dia selalu berpuasa. Dan siapa yang melakukan shalat Isya secara berjamaah pada larut malam, itu berarti dia telah shalat malam, di saat kaum Yahudi, Nasrani, dan Majusi sedang tidur nyenyak.”

 

Ketahuilah, sesungguhnya sifat dan tinggi rendahnya kamar-kamar tersebut berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai perbedaan amalamal para penghuninya.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dan juga tempat bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para rasul.” Di sini, beliau tidak menyebutkan amal atau apa pun selain hanya iman dan percaya kepada para utusan (Rasul). Maksudnya, beriman dan membenarkan para Rasul Allah itu adalah iman (keyakinan) yang sejati, karena iman seperti itulah sumber segala kebaikan. Karenanya, mustahil kamar-kamar itu bisa didapatkan dengan iman dan percaya begitu saja. Jika demikian, tentunya semua orang yang bertauhid akan berada di kKamar-kamar yang paling tinggi dan mulia. itu adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena Allah Ta’ala telah berfirman,

 

“Mereka itu akan diberi balasan dengan tempat yang tinggi (dalam surga) atas kesabaran mereka.” (QS. al-Furqan: 75)

 

Sabar artinya menyerahkan jiwa untuk tetap tegar di hadapan Allah dengan hati yang penuh pengabdian. Itulah sifat orang-orang yang didekatkan kepada Allah. Dalam ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan bukanlah harta dan anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami; melainkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda atas apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).” (QS. Saba’: 37)

 

Dalam ayat tadi, Allah menjelaskan tentang kamar-kamar di surga yang tidak bisa diperoleh dengan harta maupun dengan anak-anak, melainkan dengan beriman dan beramal saleh. Tetapi, yang dimaksud adalah iman yang sejati. Yaitu, iman yang membuat hati tenang dengan disertai melaksanakan semua perintah dan ketetapan Allah. Karenanya, jika seseorang melakukan suatu amal saleh, hendaknya jangan dinodai oleh hal-hal yang justru dapat merusaknya. Untuk itu, syarat utamanya harus didasari dengan keimanan yang mantap.

 

Menurutku, apa yang diterangkan oleh Tirmidzi al-Hakim tersebut sudah sangat jelas. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.” (QS. al-Insan: 5)

 

“Dan campurannya dari tasnim, (yaitu) mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Alfah).” (QS. al-Muthaffifin: 27-28)

 

Seperti yang akan diterangkan nanti, pada hari Kiamat kelak minuman orang-orang yang berbuat kebaikan (abrar) itu tidak sama dengan minuman orang-orang yang didekatkan kepada Allah (muqarrabin). Demikian pula dengan tingkat kamar-kamar mereka. Hal itu tergantung pada kesungguhan amal-amal saleh yang mereka lakukan dalam ketaatan kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya catatan orang-orang yang berbakti benar-benar tersimpan dalam “IIliyyin.” (QS. al-Muthaffifin:18)

 

Karenanya, seseorang hendaknya berusaha untuk bisa menjadi golongan orang-orang yang berbuat kebaikan (abrar) sekaligus yang didekatkan kepada Allah (muqarrabin), supaya ia berada di tempat ‘IIliyyin. Sebab, para penghuni tempat yang istimewa inilah yang kelak akan menjadi teman-teman majelis Allah Yang Maha Pemurah. Merekalah yang berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya di sebuah tempat yang mulia. Allah Ta’ala berfirman, “Adapun orang-orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, Ambillah, bacalah kitabku (ini). Sesungguhnya aku yakin bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku.” Maka, orang itu berada dalam kehidupan yang diridai, dalam surga yang tinggi.” (QS. al-Haqqah: 19-22) Ashhabul Yamin (para golongan Kanan) ini juga berada di surga tingkat tinggi, sama seperti tempatnya orang-orang yang didekatkan Allah.

 

Kamar yang Tidak Beratap dan Bertiang

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di surga itu terdapat kamar-kamar yang tidak beratap di atasnya, dan tidak pula bertiang di bawahnya.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara penghuninya masuk?” Beliau menjawab, “Mereka memasukinya seperti burung.” Sahabat tadi bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu?” Beliau menjawab, “Kamar-kamar tersebut untuk orang-orang yang semasa di dunianya sering menderita berbagai penyakit, kelaparan, dan bencana.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Zahir bin Thahir bin Muhammad bin Muhammad asy-Syahami.

 

Kamar Istimewa yang Diinginkan Para Nabi dan Syuhada

 

Diriwayatkan oleh ibnu Adi dari al-Laitsi bin Sa’ad dari Muhammad bin Ajlan, bahwasanya utusan al-Bashari mengabarkan kepadanya dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, akan didatangkan beberapa orang yang bukan para nabi dan bukan pula syuhada. Namun, kedudukan mereka di sisi Allah itu sangat diharapkan oleh para nabi dan syuhada. Mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya.” Para sahabat lalu bertanya, “Siapakah mereka itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang menyebabkan Allah mencintai manusia.” Para sahabat bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya?” Beliau menjawab, “Yaitu, mereka menyuruh manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran. Jika manusia melaksanakannya, niscaya Allah pun mencintai mereka.”

 

Istana, Perkampungan, dan Rumah-rumah di Surga

 

Diriwayatkan oleh al-Ajiri dalam kitabnya, an-Nashihah, dari al-Hasan, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Imran bin Hushain dan Abu Hurairah tentang tafsir ayat,

 

“Dan (mendapat) tempat yang batik di surga.” (QS. at-Taubah: 72)

 

Maka mereka berdua menjawab, kamu bertanya sangat cocok sekali. Kami pernah menanyakannya kepada Rasulullah Saw., dan beliau menjawab, “itu adalah sebuah istana di dalam surga yang terbuat dari mutiara. Di dalam istana itu terdapat tujuh puluh gedung yang terbuat dari yakut merah. Pada setiap gedung, terdapat tujuh puluh rumah yang terbuat dari zabarjad hijau. Pada setiap rumah, terdapat tujuh puluh ranjang. Di atas setiap ranjang, terdapat tujuh puluh kasur dari segala warna. Di atas setiap kasur, terdapat tujuh puluh wanita dari bidadari yang bermata jeli. Di setiap rumah, terdapat tujuh puluh hidangan, dan di setiap hidangan terdapat tujuh puluh macam makanan. Di setiap rumah juga, terdapat tujuh puluh pelayan laki-laki dan perempuan. Allah Tabaraka Wa Ta’ala memberikan kepada seorang mukmin kekuatan dalam sehari untuk menikmati semua itu.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Zaid dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, benar-benar akan didatangkan bagi setiap laki-laki, sebuah istana yang terbuat dari sebutir mutiara. Di dalam istana itu, terdapat tujuh puluh kamar. Di dalam setiap kamar, terdapat seorang bidadari yang bermata jeli. Di dalam setiap kamar juga, terdapat tujuh puluh pintu. Setiap pintu menebarkan aroma wewangian surga, yang berbeda dengan aroma pintu-pintu. yang lainnya.” Selanjutnya beliau membaca firman Allah ‘Azza Wa Jalta,

 

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Buraidah bin al-Hashib, dia berkata, pagi-pagi Rasulullah Saw. muncul lalu memanggil Bilal. Beliau bertanya, hai Bilal, apa yang membuatmu mendahuluiku masuk ke dalam surga? Tidaklah aku masuk surga, selain aku dengar suara gerincingmu di depanku. Kemudian aku mendatangi sebuah istana segi empat yang paling tinggi, yang terbuat dari emas, lalu aku bertanya, “Untuk siapakah istana ini?” Para malaikat penjaga surga menjawab, “Untuk seorang laki-laki Arab.” Aku berkata, “Bukankah aku seorang laki-laki Arab? Untuk siapakah istana ini?” Para malaikat menjawab, “Untuk seorang laki-laki Quraisy.” Aku berkata, “Bukankah aku seorang laki-laki Quraisy? Untuk siapakah istana ini?”

 

Para malaikat kembali menjawab, “Untuk seorang laki-laki dari umat Muhammad.” Aku berkata, “Aku sendiri juga umat Muhammad, dan akulah Muhammad itu. Untuk siapakah istana ini?” Para malaikat kembali menjawab, “Untuk Umar bin Khaththab.” Maka Bilal berkata, “Wahai Rasulullah, setiap kali aku selesai mengumandangkan azan, aku selalu shalat dua rakaat. Dan setiap kali aku berhadas, aku langsung berwudhu. Aku merasa bahwa Allah mewajibkan terhadapku untuk melakukan shalat dua rakaat.” Rasulullah Saw. bersabda, “Memang dengan dua rakaat itu.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Thabrani Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad yang merupakan ringkasan dari hadis Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, aku masuk ke dalam surga, dan melihat sebuah istana dari emas. Aku lalu bertanya, “Untuk siapakah istana ini?” Maka para malaikat menjawab, “Untuk Umar bin Khaththab.”

 

Diriwayatkan oleh ad-Darimi Abu Muhammad dalam Musnad-nya, dari Abdullah bin Yazid dari Haiwah dari Abu ‘Uqail dari Sa’id bin al-Musayyib, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa membaca Surah al-lkhlas sebanyak sepuluh kali, niscaya dibangunkan untuknya sebuah istana di surga. Barang siapa membacanya sebanyak dua puluh kali, niscaya dibangunkan untuknya dua buah istana di surga. Dan, barang siapa membacanya sebanyak tiga puluh kali, niscaya dibangunkan untuknya tiga buah istana di surga.” Lalu Umar bin Khaththab berkata, “Kalau begitu, kita bisa mendapatkan banyak istana.” Rasulullah Saw. bersabda, “Rahmat Allah lebih luas daripada itu.”

 

Diriwayatkan oleh abu Daud ath-Thayalisi dari Hammad bin Zaid dari Abu Sinan, dia berkata, aku telah mengubur jasad puIraku, Sinan. Pada saat itu, Abu Thalhah al-Khaulani berada di tepi kubur dan berkata, telah menceritakan kepadaku adh-Dhahhak bin Abdurahman dari Abu Musa, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika Allah ‘Azza Wa Jalla telah mencabut nyawa anak seorang hamba, maka Dia bertanya kepada para malaikat, “Apa yang telah dikatakan oleh hamba-Ku itu?” Mereka menjawab, “Dia memuji Engkau dan membaca kalimat istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Allah lalu berfirman, “Bangunkan baginya sebuah rumah di surga, dan berilah nama rumah itu Bast al-Harnd (rumah pujian).”

 

Penjelasan Ayat, ‘Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.’? (QS. al-Waqi’ah: 34)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan kasur-kasur yang tebal dan empuk” (QS. al-Waqi’ah: 34)

 

Nabi Saw. bersabda, “Tinggi kasur tersebut antara langit dan bumi, sejauh perjalanan 500 tahun.” Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. la hanya mengenalnya dari hadis Rusydin bin Sa’ad saja.

 

Sebagian ulama menafsiri riwayat hadis tadi bahwa kasur-kasur tersebut memiliki beberapa derajat yang tingginya seperti jarak antara langit dan bumi.

 

Menurutku, kata “kasur” tersebut merupakan kinayah atau ungkapan tentang wanita-wanita yang berada di surga. Maksudnya, wanita-wanita yang cantik dan sempurna. Orang-orang Arab lazimnya menyebut wanita dengan sebutan kasur, atau pakaian, atau kain, atau kambing betina, sebagai kiasan. Soalnya, kasur memang tempatnya wanita. Disebutkan dalam sebuah hadis, “Nasab anak hasil zina itu dinisbatkan kepada kasur (ibunya), dan bagi si penzina lemparan batu.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka adalah pakaian bagimu’”, (QS. Al-Baqarah: 1870

 

“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja.” (QS. Shad: 23) Tenda, Pasar, dan Perkenalan Sesama Penghuni Surga

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di dalam surga itu terdapat sebuah tenda yang terbuat dari mutiara yang berongga, lebarnya 60 mil. Pada setiap sudutnya, dihuni oleh keluarga mukmin. Keluarga itu tidak pernah melihat orang lain. Dan, orang mukmin berputar mengelilingi mereka.”

 

Dalam satu riwayat disebutkan, “Tenda itu terbuat dari mutiara. Tingginya ke angkasa 60 mil. Pada setiap sudutnya, dihuni oleh keluarga mukmin, dan mereka tidak pernah melihat orang lain.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya di dalam surga itu benar-benar terdapat pasar yang didatangi oleh penghuni surga setiap hari Jumat. Kemudian, bertiuplah angin utara. Angin itu menyebarkan kesturi pada wajah-wajah dan pakaian-pakaian mereka, sehingga mereka bertambah tampan dan cantik. Lalu mereka kembali kepada keluarga mereka dalam keadaan bertambah tampan dan cantik. Maka, keluarganya berkata, “Demi Allah, kalian sekarang tambah tampan dan cantik.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Sa’id bin al-Musayyib bahwa dia bertemu dengan Abu Hurairah. Maka Abu Hurairah berkata, “Aku telah memohon kepada Allah agar Dia berkenan mempertemukan kita di pasar surga.” Abu Sa’id bertanya, “Apakah di dalam surga itu ada pasar?” Abu Hurairah menjawab, “Ya …. Kamu akan datang ke sebuah pasar, sedang para malaikat mengelilinginya. Di dalamnya, terdapat hal-hal yang tidak pernah mata memandangnya, tidak pernah telinga mendengarnya, dan tidak pernah terbayang di dalam hati. Lalu akan diantarkan kepada kita apa pun yang kita sukai. Di pasar itu tidak ada kegiatan jual beli. Dan, di pasar itulah penghuni surga akan saling bertemu dengan sebagian yang lainnya.

 

Begitu juga orang-orang yang memiliki kedudukan yang tinggi di dalam surga akan bertemu dengan orang-orang yang lebih rendah kedudukannya. Namun, di antara mereka tidak ada yang merendahkan diri. Lalu, seseorang ada yang suka dengan pakaian temannya. Kemudian, sebelum akhir pembicaraannya, terbayang olehnya sesuatu yang lebih baik darinya. Karenanya, seseorang tidak patut bersedih hati di dalam surga…..” al-Hadis. Hadis yang ditutur lewat jalur Abu al-‘Isyrin itu daif.

 

lbnu Majah meriwayatkan secara lengkap, dan di dalamnya terdapat sabdanya, Rasulullah Saw. mengabarkan kepadaku dan bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga, jika mereka masuk ke dalam surga, maka mereka akan ditempatkan di sana sesuai dengan keutamaan amal-amal mereka. Lalu, mereka diberi izin seukuran hari Jumat ketika di dunia dulu, untuk melihat Allah. Lalu diperlihatkan kepada mereka Arasy-Nya, dan Dia pun menampakkan diri bagi mereka di suatu taman dari taman-taman surga.

 

Lalu dipasangkan bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya, mimbar-mimbar dari mutiara, mimbar-mimbar dari yakut, mimbar-mimbar dari zabarjad, mimbar-mimbar dari emas, dan mimbar-mimbar dari perak. Orang yang rendah derajatnya dari mereka —padahal mereka tidak rendahkan duduk di dekat harum-haruman kesturi dan pohon Kafur. Sesungguhnya mereka melihat bahwa pemilik-pemilik kursi adalah orang yang lebih mulia daripada mereka.”

 

Abu Hurairah berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan melihat Tuhan kami?” Beliau menjawab, “Ya, apakah kalian merasa samar ketika melihat matahari dan bulan di malam purnama?” Kami menjawab, “Tidak.” Beliau melanjutkan, “Begitu pula kalian tidak akan merasa samar melihat Tuhan kalian ‘Azza Wa Jalla. Tidak seorang pun yang tetap di majelis tersebut kecuali kehadiran Allah, sampai Allah berkata kepada salah seorang di antara kalian, hai Fulan, apakah kamu tidak ingat pada suatu hari di saat Kamu berbuat ini dan ini?” Lalu Allah menyebutkan sebagian perbuatan buruk orang itu di dunia. Lalu orang itu berkata, “Wahai Tuhanku, apakah Engkau tidak mengampuniku?” Allah menjawab, “Ya, dengan keluasan ampunan-Ku, kamu telah mencapai kedudukanmu ini.”

 

Ketika mereka dalam kondisi demikian, mereka ditutupi awan dari atas kepala mereka.

 

Awan tersebut menurunkan hujan wewangian yang belum pernah mereka hirup sama sekali aroma wanginya. Lalu Allah berfirman, “Bergegaslah kalian menuju kemuliaan, sebagaimana yang telah Aku janjikan kepada kalian. Ambillah sekehendak kalian.”

 

Lalu beliau meneruskan sabdanya, “Maka mereka mendatangi pasar ….” al-Hadis. Dengan lafaz dan makna yang sama dengan hadis di atas, hingga akhirnya beliau bersabda, dan begitulah, tidak ada yang boleh bersedih seorang pun di sana. Kemudian kami berpaling ke rumah kami dan bertemu dengan istri-istri kami dan mereka berkata, “Selamat datang, sesungguhnya kamu datang dalam keadaan lebih tampan dan harum daripada saat kamu meninggalkan kami.” Mereka (ahli surga) berkata, “Pada hari ini, sesungguhnya kami telah berjumpa dengan Tuhan kami Yang Mahakuasa, dan Dia berkenan menjadikan kami seperti ini.”

 

Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu benar-benar terdapat sebuah pasar. Di dalamnya, tidak ada jual beli dan keburukan, kecuali hanya rupa-rupa (bentuk) dari laki-laki dan wanita. Jika seorang laki-laki menginginkan suatu rupa, maka ia masuk ke dalamnya.” Tirmidzi berkata, hadis ini gharib.

 

Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah meriwayatkan dan berkata, Anas bin Malik menceritakan kepadaku, dia berkata, “Sesungguhnya di dalam surga itu terdapat pasar-pasar. Tidak terjadi jual beli di dalamnya,. Setelah para penghuni surga merasakan kesenangan surga, maka mereka duduk bertelekan pada sebuah mutiara basah, yang tanahnya terbuat dari kesturi. Di surga-surga itu, mereka saling berkenalan dan bertanya mengenai kehidupan mereka masing-masing di dunia, bagaimana ibadah mereka kepada Tuhan, bagaimana menghidupkan shalat malam dan puasa di siang harinya, bagaimana kefakiran dan kekayaan mereka di dunia, begitu juga tentang kematian, sehingga kita bisa menjadi penghuni surga setelah menghadapi cobaan yang panjang.” Wallahu a’lam.

 

Seseorang Tidak Akan Masuk Surga Kecuali Mempunyai Surat Izin

 

Abu Bakar al-Khatib meriwayatkan dari Ahmad bin Ali dari hadis Abdurrazzaq dari ats-Tsauri dari Abdurrahman bin Ziyad bin An’am dari Atha bin Yasar dari Salman al-Farisi, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang pun tidak akan masuk surga kecuali dengan membawa surat izin yang bertuliskan kalimat “Bismillahir-rahmanir-rahim”. Surat ini dari Allah untuk Fulan bin Fulan, masukkanlah dia ke dalam surga yang tinggi, yang buah-buahnya sangat dekat.” Ahmad bin Hanbal menuturkan di dalam Musnad-nya.

 

Menurutku, mungkin ini untuk golongan yang masuk surga dengan melalui proses hisab. Orang Fakir Adalah Golongan Pertama yang Akan Masuk Surga

 

Ibnu al-Mubarak berkata, Abdul Wahab bin al-Warrad mengabarkan kepada kami bahwa Sa’id bin al-Musayyib berkata, seseorang datang kepada Rasulullah Saw., dan berkata, “Wahai Rasulullah, kabarkanlah kepadaku tentang orang-orang yang duduk di majelis Allah pada hari Kiamat nanti.” Beliau bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang takut, khusyu, rendah hati, dan banyak mengingat Allah.” Lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka yang pertama kali masuk surga?” Beliau bersabda, “Tidak.” Dia bertanya lagi, “Maka siapakah orang yang pertama kali masuk surga?”

 

Beliau bersabda, orang-orang fakirlah yang mendahului manusia lainnya masuk surga. Maka para malaikat keluar dari dalam, surga menemui mereka, dan berkata, “Kembalilah kalian ke tempat hisab.”” Mereka menjawab, “Untuk apa kami dihisab? Demi Allah, Kami di dunia tidak limpahi harta sedikit pun. Tidak ada harta yang kami genggam dan kami berikan. Dan, kami bukanlah umara (pemimpin) yang berbuat adil atau berbuat zalim. Namun, telah datang perintah Allah kepada kami, maka kami beribadah kepada-Nya hingga kematian datang kepada kami.” Setelah itu, maka dikatakan kepada mereka, “Masuklah kalian ke dalam surga. itu adalah sebaik-baiknya pahala bagi orang-orang yang beramal.”

 

Diriwayatkan dari Nabi Saw., sesungguhnya beliau bersabda, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan orang-orang fakir. Sesungguhnya Allah akan berkata pada hari Kiamat, “Di manakah para pilihan-Ku di antara makhluk-makhluk-Ku?” Maka para malaikat bertanya, “Siapakah mereka itu, wahai Tuhan kami?” Allah menjawab, “Mereka adalah orang-orang fakir yang sabar dan rida dengan kehendak-Ku. Masukkanlah mereka ke dalam surga.” Beliau melanjutkan sabdanya, “Maka mereka masuk ke dalam surga. Mereka makan dan minum di dalamnya. Sedangkan orang-orang kaya, mereka bolak-balik menjalani proses hisab.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang fakir dari kaum Muhajirin akan lebih dulu masuk surga lima ratus tahun sebelum para hartawan mereka.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib dari jalur ini.

 

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang fakir akan lebih dulu masuk surga lima ratus tahun sebelum orang-orang kaya, yakni setengah hari saja.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Dalam sanad lain dikatakan, “Orang-orang fakir dari kaum muslimin akan lebih dulu masuk surga sebelum orang kaya, jaraknya hanya setengah hari saja, yakni lima ratus tahun” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Darda’, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Umar bin Khaththab, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum muslimin akan lebih dulu masuk surga sebelum orang-orang kaya dengan jarak setengah hari.” Kemudian beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, berapa lamakah setengah hari itu?” Beliau bersabda, “Lima ratus tahun.” Kemudian ditanya lagi, “Berapa bulan dalam setahun itu?” Beliau bersabda, “Lima ratus bulan.” Kemudian ditanya lagi, “Berapa hari dalam sebulan itu?” Beliau bersabda, “Lima ratus hari.” Kemudian ditanya lagi, “Berapa lama dalam sehari itu?” Beliau menjawab, “Lima ratus hari menurut hitungan kalian.” Hadis ini disebutkan juga oleh al-’Uqbi dalam kitab “Uyun al-Akhbar.

 

Dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang fakir dari kaum muslimin akan lebih dulu masuk surga sebelum orang-orang kaya, jaraknya empat puluh tahun.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih. Dan diriwayatkan pula dari hadis Anas. Jabir berkata, ini hadis gharib.

 

Dalam Shahih Muslim, ada sebuah hadis dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum Muhajirin akan masuk surga mendahului orang-orang kaya dengan selisih empat puluh tahun.”

 

Golongan Fakir Manakah yang Dimaksud Nabi Saw.?

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Perbedaan hadis-hadis ini menunjukkan bahwa orang-orang fakir bermacam-macam, begitu pun dengan Orang-orang kaya. Keterangan hadis Abu Bakar bin Abu Syaibah yang dahulu, tentang tiga golongan orang yang masuk surga, tidaklah bertentangan, Alhamdulillah.

 

Sesungguhnya hadis-hadis ini, maknanya berbeda-beda. Perbedaannya adalah, orang fakir mana yang mendahului masuk surga itu? Serta berapa lamakah mereka mendahuluinya itu?

 

Perbedaan tersebut akan hilang dengan cara menangguhkan kemutlakan hadis Abu Hurairah kepada riwayat lain yang mengikatnya. Begitu pula hadis Jabir yang ditangguhkan pada hadis Abdullah bin Amr, maka yang dimaksud orang-orang fakir di sini adalah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin, karena jaraknya selama empat puluh tahun.

 

Hadis dari Abu Sa’id al-Khudri, yang menyebutkan selisih waktu 500 tahun bagi orang-orang fakir dari kaum Muhajirin, dan juga hadis Abu Darda’, yang menyebutkan selisih waktu setengah hari, yaitu 500 tahun bagi orang-orang fakir dari kaum muslimin.

 

Gambaran keseluruhan atas perbedaan itu dikatakan bahwa lebih dulunya orang-orang fakir dari kaum Muhajirin masuk surga daripada orang-orang Kaya dari golongan mereka dengan selisih waktu 40 tahun. Dan, terlambatnya orang-orang kaya dengan selisih waktu 500 tahun.

 

Ada juga yang mengatakan, sesungguhnya hadis Abu Hurairah, Abu Darda’, dan Jabir meliputi semua orang-orang fakir dari kaum muslimin di setiap masanya. Karenanya, yang akan masuk surga lebih dulu adalah orang-orang fakir yang ada pada suatu masa daripada orang-orang kaya yang ada pada masa tersebut, dengan selisih waktu SOO tahun, menurut hadis Abu Hurairah dan Abu Darda’.

 

Ada pula yang mengatakan, mereka lebih dulu masuk surga dengan selisih waktu 40 tahun saja berdasarkan hadis Jabir di atas. Wallahu a‘lam.

 

Fakir Atau Kaya, Manakah yang Lebih Utama?

 

Hadis-hadis yang terdapat pada Bab ini memaparkan keutamaan orang-orang fakir daripada orang-orang Kaya. Orang-orang berbeda pendapat pada makna ini dan menimbulkan percakapan yang panjang di antara mereka hingga mereka mengarang suatu kitab atau bab-bab tentang itu, lalu mereka menetapkan argumentasi dengan pendapatnya masing-masing.

 

Abu Ali al-Daqqaq ditanya, “Sifat manakah yang paling utama, Kaya ataukah fakir?” dia menjawab, “Kaya, karena kaya adalah sifat Allah, sedangkan fakir adalah sifat makhluk. Sifat Allah lebih baik daripada sifat makhluk.” Firman-Nya,

 

“Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

 

Secara keseluruhan bahwa yang fakir itu hakikatnya adalah seorang hamba, walaupun ia memiliki harta. Dia menjadi Kaya, apabila meminta tolong kepada Tuhannya, dan tidak memandang kepada selain-Nya. Maka apabila pikirannya terkait kepada sesuatu yang bersifat duniawi, dan melihat dirinya membutuhkan kepadanya, maka ia adalah budaknya. Rasulullah Saw. bersabda, “Celakalah hamba dinar ….” al-Hadis. Hadis riwayat Bukhari dan lainnya.

 

Seorang yang kaya akan menjaga hartanya, dan selalu mencintai hartanya, itulah kefakiran yang sesungguhnya. Adapun orang yang hanya memeliharanya, akan berkata, “Aku tidak peduli, dan tidak juga mencintainya.” Harta hanyalah keterpaksaan hidup, yang akan dipakainya jika menemukan hal-hal yang darurat. Namun jika tidak, itu hanyalah tambahan yang akan menyibukkanku dari harapanku. Jadi, inilah yang benar-benar kaya.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah kaya itu dari banyaknya harta benda, namun seorang yang kaya itu adalah orang yang kaya hati.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

Utsman bin Sa’dan faham benar akan maksud hadis ini, hingga beliau berkata, “Merasa puaslah dengan apa yang dicukupkan padamu dan ridalah, maka sesungguhnya kamu tidak mengetahui apakah kamu mati di waktu pagi atau sore hari.”

 

Maka tidaklah kaya seseorang itu dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kaya atau fakir itu tergantung kepada sikap hatinya. Kami menjelaskan keterangan ini pada kitab Qam alHirsh.

 

Menurutku, di sini terdapat derajat yang tinggi. Mereka adalah al-Kafaf (berkecukupan), sebagaimana Rasulullah Saw. memohon untuk mendapatkan kecukupan itu seraya bersabda, “Ya Allah, jadikan rezeki keluarga Muhammad makanan yang pokok (qut) saja.” Dan dalam satu riwayat dengan kata kufufan (cukup).

 

Sebagaimana kita maklumi, bahwa Nabi Saw. itu tidaklah beliau meminta kecuali dalam keadaan yang paling utama, kedudukan serta perbuatan yang paling luhur. Para ulama benar-benar telah sepakat bahwa kemiskinan adalah sesuatu yang dibenci (makruh), dan kekayaan yang sombong itu tercela.

 

Dalam Sunan Ibnu Majah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun, baik yang kaya ataupun yang miskin, melainkan pada hari Kiamat akan mengharapkan, andai saja dia dahulu di dunia diberi harta yang cukup.”

 

Al-Kafaf yaitu keadaan pertengahan di antara kaya dan fakir. Beliau bersabda, “Sebaik-baiknya perkara yaitu pertengahannya.” Itu merupakan keadaan yang selamat dari penyakit-penyakit kekayaan yang melampaui batas dan kejelekan fakir yang hina. Rasulullah Saw. memohon perlindungan dari keduanya. Karenanya, kafaf (sederhana/cukup) merupakan keadaan yang lebih baik dari kedua hal tadi.

 

Seorang yang sederhana itu adalah seseorang yang tidak berlebihan dalam mencintai dunia dan keindahannya. Maka kondisi kafaf keadaannya itu lebih dekat kepada kefakiran. Kefakiran mereka mendapatkan ganjaran atas kesabaran, kemelaratan hidupnya, dan cobaannya. Dengan dasar itulah, orang-orang kafaf dengan izin Allah, akan melangkah masuk ke surga bersama-sama dengan golongan fakir sebelum orang-orang Kaya dengan selisih waktu 500 tahun, karena mereka adalah golongan pertengahan, seperti yang tercantum dalam firman-Nya,

 

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (QS. al-Baqarah: 143)

 

Maksudnya yaitu adil, terpilih, tidak kaya dan juga tidak fakir, seperti yang telah kami tuturkan di atas.

 

Siapakah yang Mendapatkan Surga Paling Tengah itu?

 

Diriwayatkan oteh Tirmidzi dari Ibnu Umar, dia berkata, pada suatu waktu, Umar berkhotbah kepada kami di al-Jabiyah seraya berkata, wahai manusia, sesungguhnya aku berdiri di hadapan kalian sekarang ini seperti berdirinya Rasulullah Saw. di antara kita dahulu. Beliau Saw. bersabda, “Aku berpesan kepada kalian untuk mengikuti sahabat-sahabatku, kemudian generasi setelah mereka. Setelah itu, kebohongan akan muncul di mana-mana hingga ada yang bersumpah padahal dia tidak diminta untuk bersumpah. Ada orang yang bersaksi, padahal dia tidak diminta untuk memberi kesaksian. Janganlah ada seorang laki-laki berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya, Karena pihak ketiganya adalah setan.

 

Wajib bagi kalian untuk tetap berjamaah dan menjauhi perpecahan, karena sesungguhnya setan itu bersama dengan seorang yang sendirian, dan menjauh dari orang yang berdua. Barang siapa menginginkan tengah surga, maka hendaklah dia berpegang teguh pada jama’ah. Dan, siapa yang senang kKetika berbuat kebaikan dan merasa sedih ketika berbuat keji, maka itu adalah mukmin.” Menurut Abu Isa, hadis ini sahih, hasan, dan gharib.

 

Sifat Penghuni Surga: Tingkatannya,

 

Usianya, Tinggi Badannya, Keremajaannya, Keringatnya, Pakaiannya, Sisirnya, Pedupaannya, Istrinya, dan Bahasanya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasujtullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk surga menurut suatu riwayat, dari umatku adalah orang-orang yang wajahnya seperti bulan di malam purnama. Kemudian, rombongan setelah mereka yaitu Orang-orang yang wajahnya seperti bintang-bintang yang bercahaya, yang paling terang cahayanya di langit.” Menurut satu riwayat, “Kemudian, setelah itu mereka bertingkat-tingkat. Di dalam surga itu, mereka tidak kencing, tidak buang air besar, tidak meludah, dan tidak pula mengeluarkan ingus. Sisir mereka (terbuat dari) emas, —sebagian lagi mengatakan dari perak—. Keringat mereka (harum) bagaikan minyak kesturi, dan pedupaan mereka kayu gaharu yang harum baunya. Istri-istri mereka adalah bidadari yang bermata jeli-”

 

Dalam satu riwayat, “Bagi satu orang laki-laki diberi dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya kelihatan dari balik daging, karena indahnya. Tidak ada perselisihan dan pertikaian di antara mereka. Hati mereka selalu sama, bertasbih kepada Allah pagi dan petang.”

 

Abu Ali berkata bahwa alwatun yaitu kayu gaharu yang harum baunya. Dan dalam satu riwayat, “Bentuk mereka dalam bentuk yang sama seperti tinggi nenek moyang mereka (Adam).” Dan dalam riwayat lain, “Seperti bentuk nenek

 

moyang mereka setinggi 6 hasta.”

 

Abu Hurairah berkata ketika para sahabat mempertanyakan, apakah di surga itu lebih banyak laki-laki ataukah perempuan? Maka Abu Hurairah menjawab, “Setiap laki-laki itu memiliki dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya kelihatan dari balik daging karena indahnya. Dan, di surga itu tidak ada laki-laki yang membujang.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abduljah bin Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya wanita penghuni surga, benar-benar terlihat putih betisnya dari balik tujuh puluh macam perhiasannya, hingga terlihat sumsumnya.” itu karena Allah Ta’ala berfirman,

 

“Seakan-akan mereka adalah permata yakut dan marjan.” (QS. ar-Rahman: 58)

 

Yakut adalah batu, yang apabila kamu memasukkan benang atau kawat ke dalamnya lalu kamu membersihkannya, maka kamu akan melihat kawat tersebut.

 

Diriwayatkan hadis mauquf dari Bukhari dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seandainya seorang wanita penghuni surga muncul di hadapan penduduk bumi, maka dia akan menyinari ruang antara bumi dan langit, dan bumi akan dipenuhi dengan aromanya yang harum. Dan, kerudung yang ada di atas kepalanya adalah lebih baik daripada dunia dan isinya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Syahr bin Hausyab dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Penghuni surga itu tidak berbulu badannya, tidak berjenggot, bercelak, tidak pernah hilang keremajaan mereka, dan tidak akan pernah kotor pakaian mereka.” Tirmidzi berkata, “Ini hadis gharib.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdurrahman bin Ghanim dari Mu’adz bin Jabal, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, “Penghuni surga akan masuk ke dalam surga dalam keadaan tidak berbulu badannya, tidak berjanggut, bercelak, dan selalu muda, dengan usia 30 atau 33 tahun.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib, diriwayatkan dari Qatadah dalam keadaan mursal.

 

Disebutkan oleh al-Mayanisyi sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Penghuni surga itu tidak berjanggut, kecuali Musa bin Imran. Dia berjanggut hingga ke pusatnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Sa’ad bin Abi Waqaqash dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Seandainya ada benda sebesar isi kuku yang terdapat di surga, lalu muncul ke alam dunia, maka semua yang ada di antara penjuru-penjuru langit dan bumi akan kelihatan indah karenanya. Dan, seandainya ada seorang laki-laki penghuni surga muncul, dan kelihatan gelang-gelangnya, maka cahaya matahari akan lenyap sebagaimana cahaya matahari melenyapkan cahaya bintang-bintang.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib.

 

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id alKhudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal yang tergolong sebagai penghuni surga, baik masih kecil ataupun sudah besar, maka kelak di surga, dia akan terlihat seperti yang berusia 30 tahun, tidak lebih dan tidak kurang dari umur itu. Dan, begitu juga dengan penghuni neraka.” Menurut Tirmidzi, hadis ini gharib. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Rusydin.

 

Menurut hadis Abu Hurairah, bagi satu orang laki-laki diberi dua orang istri. Keterangan yang terdahulu dari hadis Imran bin Hushain, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling sedikit adalah kaum wanita.”

 

Para ulama berpendapat bahwa yang menjadi perselisihan yaitu mengenai jenisnya, yakni kaum wanita dunia atau laki-laki dunia. Manakah di antara keduanya yang paling banyak masuk surga? Kalau yang diperselisihkan yang pertama yaitu makna wanita secara umum, maka hadis Abu Wurairah bisa dijadikan hujah. Namun, apabila berselisih tentang jenisnya yaitu wanita dari dunia, maka wanita yang berada di surga lebih sedikit.

 

Menurutku, mungkin hal ini berlaku ketika kaum wanita banyak yang berada di neraka. Tetapi, ketika mereka sudah keluar dari neraka berkat adanya syafaat dan rahmat Allah, hingga tidak satu pun yang tinggal di neraka dari orang-orang yang telah mengucapkan “La ilaha illalah”, maka jumlah wanita yang berada di surga menjadi lebih banyak. Pada waktu itulah, laki-laki di surga mendapatkan dua istri dari wanita dunia. Dan jika ditambah dengan bidadari, maka masing-masing bisa lebih banyak lagi.

 

Dalam hadis Abu Sa’id al-Khudri, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah derajatnya adalah seseorang yang memiliki 80.000 pembantu, dan 72 istri.” Tirrmidzi berkata, ini hadis gharib. Dan yang menyerupai hadis ini yaitu hadis Umamah yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Darimi.

 

Sabda Nabi Saw., “Sisir mereka (terbuat dari) emas dan perak. Keringat mereka (harum) bagaikan minyak kesturi, dan pedupaan mereka kayu gaharu yang harum baunya,” ini menjadi pertanyaan apakah nanti di surga perlu menyisir? Bukankah rambut mereka selalu rapi dan tidak kotor? Apakah perlu ada pedupaan? Bukankah harum mereka sudah seharum kasturi.

 

Jawabannya ialah bahwa kenikmatan-kenikmatan yang diberikan kepada penghuni surga bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan agar mengatasi penderitaan. Makanan yang mereka makan, bukan Karena lapar. Minuman yang mereka minum, bukan karena haus. Mereka berdupa, bukan karena bau busuk, dan seterusnya. Namun, semua itu untuk memperoleh kelezatan-kelezatan yang akan terus berlanjut dan abadi.

 

Cobalah simak firman Allah Ta’ala,

 

“Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang, dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.” (QS. Thaha: 118-119)

 

Hikmah dibalik itu karena di dalam surga Allah ingin memberi mereka kenikmatan dengan sesuatu yang belum pernah mereka rasakan di dunia. Selain itu, Allah akan menambahkan Kepada mereka nikmat-nikmat lain yang tidak bisa diketahui oleh siapa pun selain Dia sendiri.

 

Menurutku, hal ini juga akan terjadi bagi penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya,

 

“Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret, ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api.” (QS. Ghafir: 72-73)

 

“Sungguh, di sisi Karni ada belenggu-belenggu (yang berat) dan mereka yang menyala-nyala.” (QS. al-Muzzammil: 12)

 

Jadi, jenis siksa yang ditimpakan pada mereka di akhirat adalah siksaan yang sama sekali belum pernah mereka rasakan sewaktu di dunia.

 

Asy-Sya’bi berkata, “Jangan sekali-kali mengira kalau Allah membelenggu penghuni neraka karena takut mereka akan lari? Sama sekali tidak. Tetapi, agar ketika mereka berusaha naik (terlepas), mereka merasa terbebani cukup berat.”

 

lbnu al-Mubarak meriwayatkan dari Sa’id bin Abu Ayyub dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab, dia berkata, “Bahasa penghuni surga itu adalah bahasa Arab. Namun, jika mereka keluar dari kubur mereka, maka bahasa mereka adalah bahasa Suryani.”

 

Sufyan berkata, “Kami mendengar bahwa pada hari Kiamat manusia berbicara dengan menggunakan bahasa Suryani, sebelum mereka masuk ke dalam surga. Tetapi, ketika mereka sudah berada di dalam surga, maka mereka berbicara dengan menggunakan bahasa Arab.”

 

Perkataan dan Kecantikan Bidadari Surga, Serta Jawaban Wanita Dunia

 

Disebutkan bahwa di dalam surga nanti, usia para wanita anak cucu Adam, semuanya sebaya (sama). Adapun usia bidadari bermacam-macam, ada yang muda dan ada yang tua, tergantung keinginan penghuni surga.

 

Tirmidzi meriwayatkan dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya di dalam surga itu benar-benar ada kumpulan para bidadari. Mereka menyerukan suara yang keras, yang belum pernah didengar oleh seluruh makhluk. Mereka berkata, “Kami adalah wanita abadi, tidak akan pernah binasa. Kami adalah wanita yang memberikan kenyamanan, tidak akan pernah bosan. Kami adalah wanita yang selalu rida, tidak akan pernah marah. Sungguh beruntung orang yang memiliki kami, dan kami menjadi miliknya’” Abu Isa Tirmidzi berkata, hadis ini gharib.

 

Aisyah, berkata, jika para bidadari mengatakan seperti itu, maka wanita-wanita beriman yang berasal dari dunia akan menjawab, “Kami adalah wanita yang melaksanakan shalat, sedangkan kalian tidak pernah shalat. Kami adalah wanita yang menjalankan puasa, sedangkan kalian tidak pernah puasa. Kami adalah wanita yang berwudhu, sedangkan kalian tidak pernah berwudhu. Kami adalah wanita yang suka bersedekah, sedangkan kalian tidak pernah bersedekah.” Aisyah berkata, “Maka wanita-wanita yang beriman itu pun sanggup mengalahkan para bidadari tersebut.” Wallahu a’lam.

 

Abu Wahab meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dia berkata, “Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, seandainya seorang bidadari menampakkan gelangnya dari Arasy, maka cahaya gelangnya akan mampu memadamkan cahaya matahari dan bulan. Lalu bagaimana dengan bidadari pemakai gelang itu? Sungguh, Allah tidak menciptakan sesuatu yang dipakai bidadari itu, melainkan pasangannya pun diberi pakaian dan perhiasan seperti yang dipakai bidadari tersebut.”

 

Abu Hurairah berkata, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat bidadari yang bernama al-Aina. Jika ia berjalan, ia selalu dikawal oleh 70.000 anak muda di kanan dan kirinya. ia berkata, “Manakah orang yang selalu menyuruh manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran ?”

 

lbnu Abbas berkata, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat bidadari yang bernama Lu’bah. Seandainya ia meludah di laut, maka seluruh air laut itu akan menjadi tawar. Di lehernya tertulis, “Siapa yang menginginkan bidadari sepertiku, maka dia harus taat kepada Tuhanku ‘Azza Wa Jalla.”

 

Diriwayatkan dari Nabi Saw., sesungguhnya beliau menyifati bidadari yang dilihat pada malam isra’, “Aku melihat keningnya seperti bulan sabit di sepanjang purnama. Di sepanjang dadanya terdapat 1030 pakaian. Di kepalanya terdapat 100 jalinan rambut. Di sela-sela jalinan rambut terdapat 70.000 jambul. Jambulnya lebih terang daripada bulan purnama. la juga bermahkota mutiara dan barisan-barisan permata. Pada keningnya terdapat dua baris tulisan yang ditulis dengan mutiara dan permata.

 

Pada baris pertama berbunyi, Bismillahirrahmanir-rahim (Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang). Dan paris kedua tertulis, “Barang siapa menginginkan bidadari sepertiku, maka dia harus taat kepada Tuhanku.” Lalu Jibril berkata, “Wahai Muhammad, bidadari yang seperti ini dan semisalnya adalah untuk umatmu. Karenanya, bergembiralah engkau wahai Muhammad, beritahukan kabar gembira ini kepada umatmu, dan suruhlah mereka untuk berjuang mendapatkannya.”

 

Diriwayatkan dari al-Khatali Abu Qasim dari Ibrahim bin Abu Bakar dari Abu Ishak dari Muhammad bin Shalih, dia berkata bahwa pada suatu hari Atha’ as-Sulami berkata kepada Malik bin Dinar, “Hai Abu Yahya, berikanlah rasa rindu kepada kami.” Lalu dia menjawab, “Hai Atha’, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat seorang bidadari yang didamba-dambakan oleh penghuni surga karena kecantikannya. Andai saja Allah belum menentukan bahwa penghuni surga itu tidak akan mati, pasti mereka akan mati semua karena melihat kecantikan bidadari itu.”

 

Al-Khatali berkata, sejak mendengar cerita itu, Atha’ selalu tampak bersedih selama empat puluh hari.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Abu Ishak dari Amr bin Maimun al-Audi dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Sesungguhnya sumsum kedua betis bidadari benar-benar tampak dari balik daging dan tulangnya, dan dari balik 70 pakaiannya, seperti terlihatnya minuman berwarna merah yang berada dalam kaca yang bening.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin dari Ibnu An’am dari Hibban bin Abi Jabalah, dia berkata, “Sesungguhnya wanita-wanita dunia yang masuk ke dalam surga memiliki kelebihan atas bidadari disebabkan amal-amal mereka yang telah dikerjakan sewaktu di dunia.”

 

Disebutkan dalam sebuah hadis marfu’, “Sesungguhnya wanita-wanita anak cucu Adam 70.000 kali lipat lebih utama daripada bidadari.”

 

Amalan Saleh Merupakan Maskawin Bidadari

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. alBaqarah: 25)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim Abu Abdullah dalam kitab Nawadir al-Ushul, diceritakan dari al-Khaththab Abu al-Khaththab dari Sahal bin Himad Abu ‘Atab dari Jarir bin Ayyub al-Bajali dari asy-Sya’bi dari Nafi’ bin Burdah dari Abu Mas’ud al-Ghifari, dia berkata, “Di antara para bidadari itu ada yang berada di dalam tenda yang terbuat dari mutiara yang berongga, sebagaimana dalam firman-Nya,

 

“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah.” (QS. ar-Rahman: 72)

 

Masing-masing dari mereka memakai 7O macam pakaian, yang warnanya berbeda satu dengan yang lainnya. Masing-masing dari mereka diberikan 70 macam wewangian, yang aromanya berbeda satu dengan lainnya. Masing-masing dari mereka memiliki 70 ranjang yang terbuat dari yakut merah yang dihiasi mutiara dan yakut lainnya. Di atas setiap ranjang, terdapat 70 kasur, dan di atas setiap kasurnya terdapat bantal (sandaran). Masing-masing dari bidadari memiliki 70.000 pelayan perempuan yang melayani keperluannya, dan 70.000 pelayan laki-laki yang masih muda belia.

 

Setiap pelayan membawa piring dari emas yang berisikan makanan, yang suapan terakhirnya, kelezatannya berbeda dengan suapan yang pertama. Pasangan (suami) bidadari itu diberi sama seperti itu juga. Dia berada di atas ranjang yang terbuat dari yakut merah, dia juga memakai dua gelang emas yang dihiasi yakut merah. Itu semua karena dia telah melaksanakan Puasa setiap harinya di bulan Ramadhan, belum termasuk perbuatan-perbuatan baik lainnya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Isa at-Tirmidzi sebuah hadis dari al-Miqdam bin Ma’dikarib bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid, maka dia mendapatkan enam anugerah di sisi Allah…. Di antaranya, dia akan mendapatkan 72 bidadari.”

 

Menurutku, hadis ini memperkuat hadis Abu Hurairah seperti yang telah dikemukakan bahwa dua orang istri yang didapat oleh seorang pria penghuni surga itu berasal dari wanita dunia.

 

Yahya bin Mu’adz berkata, “Meninggalkan kesenangan duniawi itu berat, tapi tidak mendapatkan surga itu lebih berat lagi. Dan, meninggalkan kesenangan duniawi adalah maskawinnya kenikmatan akhirat.”

 

Ada yang mengatakan bahwa maskawin untuk bidadari adalah menyapu masjid, sebagaimana yang diriwayatkan secara marfu’ oleh atsTsa’alabi sebuah hadis dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Menyapu masjid adalah maskawin untuk mendapatkan bidadari yang bermata jeli.”

 

Dan dari Qurshufah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Mengeluarkan sampah dari masjid adalah maskawin untuk mendapatkan bidadari yang bermata jeli.”

 

Bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Maskawin bidadari yang bermata jeli adalah bersedekah dengan beberapa genggam kurma dan sepotong roti.” Hadis ini disebutkan oleh ats-Tsa’labi.

 

Abu Hurairah berkata, “Salah seorang di antara kalian menikahi Fulanah binti Fulan dengan harta yang banyak, sementara dia meninggalkan bidadari yang bermata jeli, dengan hanya sesuap makanan, kurma, atau memberi pakaian.”

 

Muhammad bin Nu’man al-Muaqri berkata, suatu hari aku duduk disamping al-Jaila alMuqri di Masjidil Haram Mekah. Tiba-tiba ada orang tua lewat di hadapan kami. Orang tua itu tinggi tubuhnya, kurus, dan berpakaian kotor. Kemudian al-Jalla bangkit dan menghampirinya, lalu) berdiri sebentar bersamanya. Kemudian al-Jalla kembali lagi kepada kami, dan berkata, “Kenalkah kalian, siapa kekek itu?” Kami menjawab, “Tidak.” Al-Jalla berkata, dia (kakek) itu telah mendapatkan bidadari atas izin Allah dengan 4000 kali khatam al-Qur’an. Maka tatkala dia menyempurnakannya, dia bermimpi melihat bidadari lengkap dengan perhiasan dan pakaian-pakaiannya. Lalu dia berkata, “Untuk siapakah dirimu itu?” Bidadari menjawab, “Aku adalah bidadari yang telah kamu beli dari Allah seharga 4000 kali khatam al-Qur’an. Itu adalah baru harganya, lalu apa yang aku dapatkan darimu?” Dia berkata, “Seribu kali Khatam al-Qur’an.” Al-Jaila lalu berkata, “Sejak itu, si kakek terus berusaha untuk mendapatkannya.”

 

Diriwayatkan oleh Sahnun, dia berkata, di Mesir terdapat seorang laki-laki yang bernama Sa’id. Dia memiliki seorang ibu yang ahli ibadah. Tengah malam, setiap kali dia shalat, ibunya selalu ikut shalat di belakangnya. Ketika dia diserang rasa kantuk berat yang membuatnya tertidur, ibunya berseru mengingatkannya, “Hai Sa’id, sesungguhnya orang yang takut pada neraka dan ingin meminang bidadari yang cantik jelita itu tidak boleh tidur.” Seketika Sa’id bangun dengan terkejut.

 

Tsabit berkata, ayahku termasuk orang yang rajin shalat di tengah malam. Pada suatu malam, aku bermimpi melihat seorang wanita yang tidak seperti wanita-wanita lainnya. Aku lalu bertanya kepadanya, “Siapa kamu?” Dia menjawab, “Bidadari, aku adalah hamba Allah.” lalu aku berkata, “Maukah kamu menjadi istriku?” Dia berkata, “Kamu harus melamar kepada Tuhanku, dan membayar maskawinku.”

 

Aku bertanya lagi, “Apa maskawinmu?” Dia menjawab, “Shalat Tahajud yang lama.”

 

Seorang penyair mengatakan,

 

“Hai orang-orang yang meminang bidadari dalam pingitannya ayo bangkit dan jangan malas perangilah nafsumu dengan penuh kesabaran jauhi dan tinggalkan manusia menyendirilah untuk mengingatnya

shalatlah ketika malam menjelang dan puasalah pada siang harinya itulah mahar untuknya sekiranya kamu melihat bidadari datang menghampirimu berjalan dengan kalung-kalung yang melingkar di lehernya niscaya kamu akan semangat mengumpulkan maharnya meski harus meninggalkan gemerlap dunia.”

 

Mudhar al-Qari’ bercerita, pada suatu malam, aku tertidur sebelum membaca wiridku. Dalam tidur, aku bermimpi melihat seorang gadis yang wajahnya seperti bulan purnama. Tangannya membawa sebuah buku. Dia menghampiriku dan bertanya, “Bisakah engkau membaca?” Aku menjawab, “Bisa.” Dia berkata lagi, “Bacalah buku ini.” Aku pun membuka buku yang diserahkan padaku. Di dalamnya terdapat beberapa tulisan syair. Demi Allah, setiap kali aku mengingatnya, pasti aku tidak bisa tidur,

 

“Kenikmatan dan angan-angan kosong telah membuat lalai dari Firdaus naungan yang terbentang dan kamar-kamar surga yang lapang ayo, bangunlah dari tidurmu sesungguhnya tahajud dan bacaan al-Qur’an lebih baik daripada tidur.”

 

Malik bin Dinar bercerita, aku mempunyai catatan-catatan wirid yang aku baca satiap malam. Pada suatu malam, aku tertidur setelah lelah membacanya. Dalam tidurku, aku bermimpi melihat gadis berwajah sangat cantik jelita dengan tangan membawa sebuah buku. Dia bertanya kepadaku, “Bisakah engkau membaca?” Aku menjawab, “Ya”. Dia lalu menyerahkan buku tersebut kepadaku. Ternyata isinya adalah bait-bait berikut ini,

 

“Tidur telah membuatmu terlena dari memburu harapan-harapan dan mengejar kesenangan surga di sana kelak kamu akan hidup abadi tanpa pernah ada lagi kematian kamu akan bersenang-senang dengan bidadari dalam sebuah tenda bangunlah dari tidurmu sesungguhnya shalat tahajud dan membaca al-Qur’an itu lebih baik daripada tidur.”

 

Diriwayatkan oleh Yahya bin Isa bin Dharar as-Sa’di, seorang yang pernah menangis selama 60 tahun karena kerinduannya kepada Allah. Dia bercerita, pada suatu malam, aku bermimpi melihat sebuah sungai yang mengalirkan kesturi yang sangat harum. Di tepi sungai tersebut, terdapat sebuah pohon mutiara yang membuahkan batangan-batangan emas. Di bawahnya, duduk beberapa bidadari dengan dandanan yang sangat cantik. Dengan suara yang kompak, mereka membaca puji-pujian kepada Allah, “Mahasuci Tuhan, yang disucikan oleh berbagai bahasa. Mahasuci Tuhan, Dzat yang ada di setiap tempat. Mahasuci Tuhan, Dzat yang ada di sepanjang zaman. Mahasuci Dia, Mahasuci Dia.”

 

Kemudian aku menghampiri mereka dan bertanya, “Siapa kalian ini?” Mereka menjawab, “Kami adalah makhluk di antara makhluk-makhluknya Allah Yang Mahasuci.” Aku bertanya lagi, “Lalu apa yang kalian lakukan di sini?” Mereka menjawab dengan bersyair,

 

“Mereka bermunajat kepada Allah Tuhan semesta alam ketika manusia yang sedang bingung lelap tertidur Tuhan manusia dan Rabb Muhammad mempersiapkan kami dipersunting oleh orang-orang yang setia menunggu shalat malam.”

 

Aku berkata, “Bagus, bagus!” Mereka bertanya, “Apakah engkau mengenali mereka?” Aku jawab, “Tidak, sungguh, aku tidak mengenalnya.” Mereka berkata, “Mereka adalah orang-orang yang senantiasa melaksanakan shalat tahajud di tengah malam.”

 

Penciptaan Bidadari

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasululjah Saw. pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, dari apakah bidadari tercipta?” Maka beliau menjawab, “Bidadari tercipta dari tiga unsur: bagian bawah mereka tercipta dari minyak kesturi, bagian tengah mereka tercipta dari minyak Anbar, dan bagian atas mereka tercipta dari kapur. Rambut dan alis mereka hitam tebal tercipta dari cahaya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Nabi Saw. bersabda, aku pernah bertanya kepada Jibril, “Tolong ceritakan kepadaku, bagaimana Allah menciptakan bidadari?” Maka Jibril menjawab, “Wahai Muhammad, Allah menciptakan mereka dari tetesan minyak Anbar dan minyak za’faran. Mereka dibuatkan tenda-tenda khusus. Pertama-tama, Allah menciptakan buah dada mereka dari minyak kesturi yang harum berwarna putih. Dan, dari situlah tubuh mereka dibentuk.”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, Allah menciptakan bidadari. Dari jari-jari kedua kakinya hingga kedua lututnya terbuat dari minyak za’faran. Dari kedua lututnya hingga buah dadanya terbuat dari minyak kesturi yang harum. Dari kedua buah dadanya hingga lehernya terbuat dari minyak Anbar yang warnanya kelabu. Dan, dari leher hingga kepalanya terbuat dari kapur yang berwarna putih. Bidadari itu. memakai 70.000 macam pakaian bagaikan bunga Syaqa’iq an-Nu’man.

 

Jika bidadari sedang menghadap, maka wajahnya memancarkan kilau cahaya yang sangat terang seperti kilau cahaya matahari yang menerangi penduduk dunia. Dan, ketika dia menghadap lagi, maka hatinya akan tampak di balik pakaian dan kulitnya yang tipis. Di atas kepalanya, terpasang 70.000 jambul yang terbuat dari kesturi yang sangat harum. Pada setiap jambul ditata oleh seorang pelayan wanitanya dan berkata, “Inilah pahala bagi orang yang dikasihi Allah sebagai balasan apa yang telah mereka kerjakan.”

 

Suami yang Menikahi Wanita Perawan di Dunia, Maka Dia Akan Menjadi Istrinya di Akhirat

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Malik, sesungguhnya Asma’ binti Abu Bakar ash-Shiddiq (istri Zubair bin Awwam) pernah membangkang terhadap suaminya, sehingga Zubair dicela orang karena peristiwa itu.

 

Malik menambahkan, bahwa Zubair pernah marah kepada Asma’, dan juga kepada madunya. Dia mengikat rambut kedua istrinya tersebut menjadi satu, dan memukul keduanya dengan sangat keras. Madunya lebih pandai mengelak daripada Asma’, sehingga Asma’ mendapatkan pukulan lebih banyak. Kemudian Asma’ melaporkan perlakuan suaminya itu kepada ayahnya, Abu Bakar. Lalu, ayahnya memberikan nasihat, “Bersabarlah putriku, sesungguhnya Zubair itu orang saleh. Mudah-mudahan kelak dia menjadi suamimu di surga. Karena, aku mendengar sebuah riwayat, jika seorang laki-laki menyetubuhi seorang wanita perawan, maka dia akan menikahi wanita tersebut di surga.”

 

Menurut Abu Bakar ibnu al-Arabi seperti yang dituturkan dalam kitab Ahkam al-Qur‘an, hadis tersebut gharib. Adapun, jika misalnya seorang wanita itu pernah memiliki beberapa orang suami, maka suami yang mati terakhirnyalah yang akan menjadi miliknya.

 

Karenanya, Hudzaifah pernah berwasiat kepada istrinya, “Sika kamu menginginkan menjadi istriku di surga nanti, jika Allah berkenan mempertemukan kita sama-sama di sana, maka janganlah kamu menikah lagi sepeninggalku. Sebab, sesungguhnya wanita itu akan menjadi milik suaminya yang terakhir di dunia.”

 

Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah melamar Ummu Darda’. Wanita itu menolaknya dan berkata, aku pernah mendengar mendiang Abu Darda’ menceritakan sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di surga kelak, seorang wanita akan menjadi milik suaminya yang terakhir kali.” Setelah itu, Abu Darda’ berpesan kepadaku, “Sika kamu ingin menjadi istriku di surga nanti, maka sepeninggalku kamu jangan menikah lagi.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Najad dari Ja’far bin Muhammad bin Syakir dari Ubaid bin Ishak al-Athar dari Sinan bin Harun dari Hamid dari Anas bahwa Ummu Habibah, istri Nabi Saw. bertanya, “Wahai Rasulullah, ada seorang wanita yang pernah memiliki dua orang suami di dunia, kemudian mereka meninggal dan berkumpul di surga. Lalu, untuk siapakah wanita itu? Apakah untuk suami yang pertama, ataukah suami yang kedua?” Beliau menjawab, “Untuk yang paling baik akhlaknya terhadap wanita itu, hai Ummu habibah, sesungguhnya akhlak baik itu membawa kebajikan di dunia dan akhirat.” Demikian hadis riwayat Tabrani dan al-Bazzar.

 

Ada yang berpendapat, jika seorang wanita pernah memiliki beberapa orang suami di dunia, maka dia akan disuruh untuk memilihnya.

 

Makanan, Minuman, dan Pernikahan Hakiki di Surga, dan di Sana Tidak Ada Kotoran, Kekurangan, dan Rasa Kantuk

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, aku mendengar Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga makan dan minum di dalamnya. Tetapi, mereka tidak meludah, tidak kencing, tidak buang hajat, dan tidak pula membuang ingus.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana makanan yang mereka makane?” Beliau menjawab, “Meresap keluar atau menguap seperti menguapnya kesturi. Mereka selalu bertasbih dan bertahmid.” Dalam satu riwayat ditambahkan, “Dan bertakbir sebanyak tarikan mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, “Di dalam surga, seorang mukmin diberi kekuatan bersetubuh sebanyak sekian dan sekian.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dia akan sanggup melaksanakan itu.” Beliau bersabda, “Dia akan diberi kekuatan seratus kekuatan laki-laki.’” Dalam bab ini, ada hadis yang sama diriwayatkan dari Zaid bin Arqam. Abu Isa berkata, “Hadis ini hasan sahith.”

 

Diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam Musnad ad-Darimi dari Zaid bin Arqam, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang taki-laki penghuni surga benar-benar akan diberi kekuatan seratus kali dalam makan, minum, bersetubuh, dan bersenang-senang.” Maka seorang Yahudi menukas, “Sesungguhnya orang yang makan dan minum pasti dia juga akan membuang hajat.” Lalu beliau bersabda, “Setelah itu, keringatnya keluar dari kulitnya, maka tiba-tiba perutnya kosong kembali.”

 

Diriwayatkan oleh al-Makhrami Abdullah bin Ayyub dari Abu Usamah dari Hisyam dari Zaid bin al-Jawari, yaitu Zaid bin al-“Ami dari Ibnu Abbas, dia berkata, kami pernah bertanya,

 

“Wahai Rasulullah, apakah kami bisa mendatangi istri-istri kami di surga seperti kami mendatangi mereka di dunia?” Beliau bersabda, “Ya, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam satu pagi saja, seorang laki-laki benar-benar bisa mendatangi seratus orang perawan.”

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnad al-Bazzar dari Abu Wurairah, dia berkata bahwa seorang sahabat pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, di surga nanti apakah kami bisa mendatangi istri-istri kami?” Beliau bersabda, “Ya, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dalam satu hari saja, seOrang laki-laki benar-benar bisa mendatangi seratus orang perawan.”

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika para penghuni surga telah menyetubuhi istri-istri mereka, maka mereka (istri-istri) itu kembali menjadi perawan lagi.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari seorang laki-laki dari Abi Qilabah, dia berkata, “Kepada para penghuni surga didatangkan makanan dan minuman. Pada waktu terakhir, didatangkan kepada mereka minuman pembersih, dan mereka pun meminumnya. Tiba-tiba, perut mereka menjadi kosong, dan keluarlah keringat dari kulit mereka, yang aromanya lebih harum daripada minyak kesturi.” Kemudian dia (Abu Qilabah) membaca ayat,

 

“Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (dan suci).” (QS. al-Insan: 21)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Muhammad ad-Darimi dari Abu Umamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang dimasukkan Allah ke dalam surga, melainkan Allah menikahkan dia dengan 72 istri. Dua orang dari bidadari, dan 70 orang lainnya dari warisan penghuni neraka (suami mereka tidak masuk surga). Tidak seorang pun dari istri-istri itu, melainkan mempunyai kemaluan, dan laki-laki pun memiliki syahwat yang sempurna.”

 

Hisyam bin Khalid berkata, maksud sabda Nabi Saw., “Dari warisan penghuni neraka,” \striistri tersebut adalah warisan yang suaminya masuk neraka. Kemudian istri-istri itu diwarisi oleh penghuni surga. Termasuk mereka adalah istri Fir’aun.”

 

Diriwayatkan oleh ad-Darimi dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau pernah ditanya, “Apakah penghuni surga menyetubuhi istri-istri mereka?” Beliau menjawab, “Tentu, menyentuh dengan kemaluannya yang tidak pernah bosan, farji yang tidak pernah nyeri, dan gairah yang selalu bergelora.”

 

Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari Jabir bin Abdullah bahwa ditanyakan kepada Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, apakah penghuni surga itu tidur?” Beliau menjawab, “Tidak. Tidur itu temannya kematian, sedangkan di dalam surga itu tidak ada kematian sama sekali.” Wallahu a’lam.

 

Seorang Mukmin yang Menginginkan Anak di Surga, Maka Proses Kehamilan dan Kelahirannya Berlangsung Sesaat

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika seorang mukmin menginginkan seorang anak di surga, maka istrinya akan mengandung lalu melahirkan anak. Lalu, anak tersebut menjadi besar dalam sesaat saja seperti yang dia inginkan.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dia berkata, “Dalam satu jam menurut di surga-”

 

Tirmidzi berkata bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurut sebagian mereka, disurga memang ada persetubuhan namun tidak sampai menghasilkan anak. Demikian pendapat yang diriwayatkan dari Thawus, Mujahid, dan Ibrahim an-Nakha’i.

 

Muhammad ishak bin Ibrahim berkata bahwa dalam sebuah hadis, Nabi Saw. bersabda,

 

Jika seorang mukmin menginginkan seorang anak di surga, maka prosesnya hanya sesaat saja seperti yang dia inginkan. Tetapi, dia tidak akan menginginkan itu selamanya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Razin al-Uqaili bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga itu tidak akan memiliki anak di sana.” Wallahu a’lam.

 

Segala Sesuatu yang Ada di Surga Itu Kekal, Tidak Akan Binasa, Hilang, Ataupun Hancur

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri dan Abu Hurairah bahwa Nabi Saw., beliau bersabda, ada seorang penyeru yang berseru, “Sesungguhnya kalian akan selalu sehat selama-lamanya, tidak akan pernah merasa sakit. Sesungguhnya kalian akan selalu hidup selama-lamanya, tidak akan pernah mati. Sesungguhnya kalian akan selalu muda selama-lamanya, tidak akan pernah tua. Sesungguhnya kalian akan selalu senang selama-lamanya, tidak akan pernah bersedih.” Itulah firman Allah AAzza Wa Jalla,

 

“Diserukan kepada mereka, ‘Itulah surga yang telah diwariskan kepadamu, karena apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. al-A’raf: 43)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa masuk ke dalam surga, maka dia akan selalu mendapatkan kenikmatan, dan tidak akan pernah merasakan kesusahan. Pakaiannya tidak pernah rusak, dan kemudaannya tidak akan pernah hilang.”

 

Seperti yang telah dikemukakan dalam hadis sebelumnya bahwa para bidadari berkata, “Kami adalah wanita abadi, tidak akan pernah binasa ….”al-Hadis.

 

Bidadari Surga Melihat Calon Suaminya Ketika Masih Hidup di Dunia

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Zaid, dia berkata, seorang wanita penghuni surga yang berada di langit ditanya, “Apakah kamu senang kalau kami perlihatkan kamu kepada calon suamimu dari penghuni dunia?” Dia menjawab, “Ya.” Maka dibukalah hijab baginya, dan dibuka pula pintu-pintu antara dia dan calon suaminya, hingga dia bisa melihatnya, mengenainya, dan berjanji akan senantiasa menunggunya. Sampai akhirnya, dia merasa begitu lama menunggu kedatangannya, seperti seorang istri yang merindukan suami yang meninggalkannya.

 

Hal itu terjadi mungkin antara suami dan istrinya sewaktu masih di dunia terjadi percekcokan atau pertengkaran yang membuat istrinya yang di dunia itu. memarahinya. Maka, dengan merasa sedih, bidadari yang berada di surga itu berkata, “Celaka kamu! Biarkan saja dia! Dia bersamamu paling-paling hanya beberapa malam saja.”

 

Tirmidzi meriwayatkan dengan makna yang sama dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, tidak seorang pun wanita di dunia yang menyakiti suaminya, melainkan bidadari yang akan menjadi calon istrinya di surga berkata, “Jangan kamu sakiti dia. Semoga Allah memerangimu. Sesungguhnya dia hanyalah seorang tamu yang singgah di sisimu. Sebentar lagi dia akan pergi meninggalkanmu dan menemui kami.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib, yang diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah.

 

Burung, Kuda, dan Unta Surga

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas bin Malik, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah ditanya, “Apakah al-Kautsar itu?” Beliau menjawab, “Itu adalah sungai di surga yang diberikan Allah kepadaku. Airnya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu. Di sana terdapat burung-burung yang lehernya seperti leher binatang sembelihan.” Umar berkata, “tni sungguh nikmat sekali.” Rasulullah Saw. bersabda, “Makanannya lebih nikmat daripada itu.” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan.

 

Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dari Abu Darda’ bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat burung-burung yang lehernya seperti leher-leher unta, yang berbaris dipimpin oleh seorang wali Allah. Lalu, seekor burung berkata, “Hai orang yang dikasihi Allah (wali Allah), kamu telah menggembala di padang rumput surga di bawah Arasy, kamu telah minum dari mata air Tasnim, maka makanlah aku!”

 

Burung itu tidak henti-hentinya menawarkan dirinya di hadapan wali Allah itu, hingga timbul rasa ingin memakan salah satu burung di antara burung-burung itu. Maka, tiba-tiba burung itu jatuh di hadapannya dengan berbagai macam warna, sehingga dia pun makan sesukanya. Ketika sudah merasa kenyang, maka tulang-belulang burung itu berkumpul kembali lalu terbang di surga sesuai kehendaknya.” Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, itu sungguh nikmat sekali’’ Beliau lalu bersabda, “Makanannya lebih nikmat daripada itu.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya bahwa ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi Saw. “Wahai Rasulullah, apakah di surga itu ada kuda?” Beliau menjawab, “Jika Allah telah memasukkanmu ke dalam surga, maka di dalamnya, jika kamu berkeinginan menaiki seekor kuda dari yakut merah, lalu terbang membawamu ke mana saja yang kamu kehendaki, maka kamu pasti dapat melakukannya.”

 

Seorang laki-laki lainnya pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah di surga itu ada unta?” Maka beliau tidak menjawab sebagaimana yang pernah beliau katakan kepada temannya tadi, namun beliau bersabda, “Jika Allah telah memasukkanmu ke dalam surga, maka kamu akan mendapatkan kesenangan apa saja yang diinginkan hailmu, dan dirasa sedap oleh matamu.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Mas’ud al-Anshari, dia berkata, ada seorang laki-laki datang dengan membawa seekor unta yang

sudah dipasang tali kendalinya, lalu berkata, “Unta ini aku serahkan untuk di jalan Allah.” Rasulullah Saw. bersabda, “Karena ini, maka pada hari Kiamat, kamu akan mendapatkan 7OO ekor unta, dan semuanya sudah dipasang tali kendalinya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari ibnu Zaid, dia berkata bahwa Hasan al-Bashri pernah mengatakan dari Rasulullah Saw., “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah seseorang yang menaiki seekor kuda dari permata yakut merah, yang mempunyai sayap-sayap dari emas, dan dikawal oleh ribuan pelayannya, yang terdiri dari anak-anak muda yang tetap muda. Jika kalian mau, maka bacalah,

 

“Dan apabila engkau lihat (keadaan) ia sana (surga), niscaya engkau akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS. al-insan: 20)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Syafi bin Mati’ bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara kenikmatan-kenikmatan para penghuni surga ialah mereka bisa saling berkunjung dengan menunggangi kendaraan-kendaraan dan kuda-kuda mereka. Pada hari Jumat, didatangkan kepada mereka kuda yang sudah dipasangi pelana dan tali kendalinya, yang tidak akan mengeluarkan kotoran dan tidak akan kencing. Mereka menunggangi kuda-kuda itu sampai mereka berhenti atas izin Allah ….” alHadis.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ikrimah dari lbnu Abbas bahwa dia pernah menyebutkan tentang kendaraan-kendaraan penghuni surga, lalu dia membaca firman-Nya,

 

“Dan apabila engkau melihat (keadaan) adi sana (surga), niscaya engkau akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS. al-iInsan: 20)

 

Ada hikayat tentang Abdullah !bnu al-Mubarak, suatu hari ketika hendak berangkat berperang, dia melihat seorang laki-laki tampak sedih karena kudanya mati. Dia lalu mendekati laki-laki itu dan berkata, ‘Qual saja bangkai kudamu itu padaku dengan harga 400 dirham.” Dengan senang hati, laki-laki itu setuju atas tawaran tersebut. Malamnya, laki-laki itu bermimpi seakan-akan kiamat telah tiba. Dia melihat kudanya sudah berada di surga, dan di belakangnya terdapat 700 ekor kuda lainnya. Ketika dia hendak mengambil kudanya, tiba-tiba terdengar seruan, “Biarkan kuda itu! Kuda itu sudah menjadi milik Ibnu al-Mubarak, meskipun kemarin masih menjadi milikmu.”

 

Esoknya, dia mendatangi Ibnu al-Mubarak untuk membatalkan jual beli kuda tersebut. Ibnu al-Mubarak lalu bertanya, “Kenapa?” Dia lalu menceritakan pengalaman mimpinya semalam. Ibnu al-Mubarak lalu berkata kepadanya, “Pergilah. Mimpi yang semalam kamu alami itu justru aku saksikan sendiri dalam kenyataan.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Hikayat ini benar, karena sesuai dengan makna hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Abu Mas‘ud seperti yang telah saya kemukakan di atas.”

 

Inai Adalah Tumbuhan yang Paling Harum di Surga, dan Surga Dikelilingi Oleh Aneka Macam Wewangian

 

Diriwayatkan dari ibnu al-Mubarak dari Hammam dari Qatadah dari Abu Ayyub dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Inai adalah tumbuhan yang paling harum di surga. Di dalam surga terdapat kuda-kuda yang memiliki sayap dan kendaraan-kendaraan pilihan yang bisa dinaiki oleh penghuninya.”

 

Sudah dikemukakan di atas sebuah hadis mauquf dari Abu Hurairah, sesungguhnya di dalam surga itu terdapat sebatang pohon yang bernama Thuba. Allah berfirman kepadanya, “Terbelahlah kamu untuk hamba-Ku sesuai yang dia inginkan.” Kemudian pohon tersebut terbelah, dan darinya keluarlah seekor kuda berikut dengan pelana, tali kekang, dan perlengkapan lainnya yang dia inginkan. Lalu terbelah pula pohon itu, dan darinya keluarlah seekor unta berikut dengan pelana, tali kekang, dan perlengkapan lainnya yang dia inginkan. Dan, muncul pula dari pohon itu tunggangan-tunggangan lainnya dan pakaian-pakaian.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit sebuah hadis dari Sa’id bin Ma’an al-Madani dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari lbnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika Allah selesai menciptakan surga, maka Dia memenuhinya dengan tetumbuhan yang beraroma harum, dan Dia penuhi tetumbuhan yang beraroma harum itu dengan inai. Allah tidak menciptakan suatu tumbuhan yang paling Dia sukai daripada inai. Sesungguhnya orang yang mengecat dirinya dengan inai, maka setiap pagi malaikat selalu mendoakan untuknya, dan bumi pun menyucikannya.”

 

As-Sukkari berkata bahwa hadis yang menyatakan, “.. Dan pada waktu sore hari, para malaikat menyucikan untuknya.” Hadis ini mungkar dan tidak sahih. Di dalam isnadnya banyak perawi yang tidak dikenal.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab asy-Syama’il dari Muhammad bin Khalifah dan Amr bin Ali dari Yazid bin Zari’ dari Hajjaj ashShawaf dari Hannan dari Abu Usman an-Nahdi, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda. ‘“Apabila salah seorang kalian diberi tumbuhan yang beraroma harum, maka hendaklah dia tidak menolaknya, Karena sesungguhnya tumbuhan tersebut dari surga.”

 

Abu Isa berkata, “Hannan (periwayat hadis) tidaklah dikenal kecuali dari hadis ini.” Abdurrahman bin Abi Hatim berkata dalam kitab al-Jarah wa at-Ta‘dil, “Hannan al-Asadi adalah dari kalangan Bani Asad bin Syarik, pemilik seorang budak, pamannya Masrahad, ayah dari Musaddad.”

 

Telah diriwayatkan dari Abu Usman anNahdi dari Hajjaj bin Abu Usman ash-Shawaf, “Aku mendengar bahwa ayahku mengatakan demikian ….. Dan telah berlalu keterangan dari Abu Hurairah secara mauquf, bahwa pohon Thuba akan terbelah dengan mengeluarkan kuda, tunggangan-tunggangan pilihan, dan pakaian…. Sungguh, berita ini bukan dibicarakan secara nalar, namun itu merupakan ketetapan Nabi Saw. secara tauqifi. Domba dan Kambing Adalah Binatang ‘Ternak di Surga ; Diriwayatkan dari Ibnu Majah dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Domba itu termasuk binatang di surga.”

 

Disebutkan dalam Kitab al-Bazzari, dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Berbuat baiklah kalian kepada kambing, dan singkirkanlah hal-hal yang dapat menyakitinya, karena sesungguhnya ia termasuk binatang di surga.”

 

Disebutkan dalam al-Qur’an,

 

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. ash-Shaffat: 107)

 

Kambing tebusan tersebut disifati dengan besar karena kambing tersebut digembalakan di surga selama 40 tahun. Demikian riwayat yang dikutip dari Ibnu Abbas.

 

Surga Itu Berbicara, Serta Memiliki Aroma dan Pelataran

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika Allah selesai menciptakan surga Adn dan menanam pohon-pohonnya dengan tangan-Nya sendiri, Dia lalu berfirman kepadanya, “Berbicaralah kamu!” Maka surga pun berbicara, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” (QS. al-Mu’minun: 1)

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah menciptakan surga dari batu-bata emas dan batu-bata perak. Adapun lepanya dari minyak kesturi yang sangat harum. Allah lalu berfirman kepadanya, “Berbicaralah kamu!” Maka surga pun berbicara, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” Kemudian Allah berfirman kepadanya, “Berbahagialah kamu, hai tempat para raja.”

 

Diriwayatkan secara mauquf dari Abu Sa”id al-Khudri, dia berkata, ketika Allah selesai menciptakan surga dari batu-bata emas dan batu-bata perak, dan menanaminya dengan pepohonan, Dia lalu berfirman kepada surga, “Berbicaralah kamu!” Maka surga pun berbicara, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman.” Para malaikat lalu memasukinya seraya berkata, “Berbahagialah kamu, hai tempat para raja.”

 

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika Allah selesai menciptakan surga, Dia berfirman kepadanya, “Berhiaslah kamu!” Maka surga pun berhias. Kemudian Allah berfirman kepadanya. “Berbicaralah kamu!” Maka surga pun berbicara, lalu berkata, “Berbahagialah orang yang Engkau ridai.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Fudhalah bin Ubaid, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah seorang pemimpin penjamin orang yang mengimaniku, yang beragama Islam, dan berjihad di jalan Allah, bahwa dia akan mendapatkan sebuah rumah di serambi surga, rumah di tengah surga, dan rumah di puncak surga. Barang siapa melakukan hal itu seraya terus menerus mencari kebajikan dan terus menerus menghindari keburukan, maka dia boleh meninggal di mana saja dia inginkan.”

 

Umar bin Abdul Aziz, az-Zuhri, al-Kalabi, dan Mujahid berpendapat, hanya kaum mukminin dari golongan jin yang akan berada di serambi surga dan di halaman-halaman luas di sekitar surga. Mereka tidak berada di dalamnya.”

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Muslim bin Abu Maryam dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ada beberapa wanita yang berpakaian tetapi seperti telanjang, yang berjalan melenggak-lenggok sambil memiring-miringkan. Mereka tidak akan masuk ke dalam surga, bahkan tidak akan mencium aromanya. Padahal, aroma surga itu bisa tercium dari jarak sejauh perjalanan 500 tahun.” Hadis ini mauquf. Abu Umar bin Abdul Barr berkata, hadis ini juga diriwayatkan oleh Abdulllah bin Nafi ash-Sha’ighi dari Malik dari Nabi Saw. dengan isnad seperti tadi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Ketahuilah bahwa barang siapa membunuh seorang kafir mu’ahad yang sudah mendapat jaminan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah membatalkan (mengkhianati) jaminan Atlah. Karenanya, dia tidak akan mencium aroma surga, yang aromanya dapat tercium dari sejauh perjalanan 70 tahun.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa membunuh seorang kafir mu’ahad (non muslim yang dijamin keamanannya di negeri Islam), maka dia tidak akan bisa mencium aroma surga, yang aromanya dapat tercium dari sejauh perjalanan 40 tahun.”

 

Lembah-lembah di Surga, dan Tanamannya Adalah Subhanallah dan Alhamdulillah

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada malam Isra’, aku bertemu dengan Nabi Ibrahim as., lalu berkata kepadaku, “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu. Beritahukan kepada mereka bahwa surga itu tanahnya subur dan airnya sejuk. Di dalamnya terdapat lembah-lembah, sedang tanamannya adalah, “Subhanallah wal-hamdulillah wala ilaha illalah wallahu akbar.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. lewat di depannya, yang saat itu dia sedang menanam sebuah tanaman. Beliau lalu bertanya, “Hai Abu Hurairah, apa yang kamu tanam?” Dia menjawab, “Sebuah tanaman.” Beliau bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkan sebuah tanaman yang lebih baik daripada tanamanmu itu? Yaitu, “Subhanallah wal-hamdulilah wala ilaha illailah wallahu akbar.” Maka tiap kali bacaan akan ditanamkan untukmu satu pohon di surga.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa membaca, “Subhanallahil-‘azhim wabihamdih,” maka akan ditanamkan untuknya sebatang pohon kurma di surga.” Abu Isa berkata, hadis ini hasan sahih gharib.

 

Zikir Adalah Biaya Pembangunan Surga

 

Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam kitabnya, Adab an-Nufus, dari al-Fadhal bin ashShabah dari Nadhar bin Ismail dari Hakim bin Muhammad al-Ahmasi, dia berkata, telah sampai kabar kepadaku bahwa surga itu dibangun dengan zikir. Jika mereka berhenti berzikir, maka para malaikat pun berhenti membangunnya. Ketika hal tersebut ditanyakan kepada para malaikat, maka mereka menjawab, “Biar saja, hingga datang lagi kepada kami biayanya.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Zikir kepada Allah ‘Azza Wa Jalla dengan menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”

 

Diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Barang siapa taat kepada Allah, berarti dia telah berzikir kepada-Nya, walaupun shalat, puasa, dan amal kebajikannya masih sedikit. Dan barang siapa durhaka kepada Allah, berarti dia telah melupakan-Nya, walaupun shalat, puasa, dan amal kebajikannya cukup banyak.” Hadis ini dikemukakan oleh Abu Abdullah dalam kitab Ahkam al-Qur’an, dan juga oleh al-Amiri dalam kitabnya, Syarah asy-Syihab.

 

Menurutku, hakikat zikir ialah taat kepada Allah dengan menaati semua peritah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sa’id bin Zubair berkata, “Zikir itu taat kepada Allah. Orang yang tidak taat kepada Allah berarti tidak berzikir atau tidak ingat kepada-Nya, sekalipun dia sering bertasbih, bertahlil, dan membaca al-Qur’an.”

 

Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa taat kepada Allah, berarti dia telah mengingat-Nya, walaupun dia dalam keadaan diam. Dan barang siapa maksiat kepada Allah, berarti dia telah melupakan-Nya, walaupun dia sering membaca al-Qur’an dan bertasbih.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Orang seperti itu sama dengan orang yang mempermainkan atau memperolok-olok ayat-ayat Allah. Para ulama menakwil firman Allah Ta’ala,

 

“Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan,” (QS. Al-Baqarah: 231), maksudnya janganlah kalian meninggalkan perintah Allah, hingga kalian menjadi lalai bahkan mempermainkannya. Menurut mereka, termasuk ke dalam ayat tersebut ialah seseorang yang memohon ampun dari dosa secara lisan tetapi kenyataannya dia masih tetap saja melakukan dosa, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.

 

Kenikmatan yang Didapatkan Penghuni Surga Paling Rendah dan Penghuni Surga Paling Tinggi

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari al-Mughirah bin Syu’bah secara marfu’ kepada Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, Nabi Musa a.s. pernah bertanya kepada Tuhannya, “Wahai Tuhanku, siapakah penghuni surga yang paling rendah kedudukannya?” Allah berfirman, yaitu seorang laki-laki yang baru masuk surga setelah para penghuni surga sudah masuk ke dalamnya. Lalu laki-laki tersebut berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku bisa masuk, sedangkan orang-orang telah menempati tempatnya masing-masing, dan telah mengambil hasilnya masing-masing.” Allah lalu berfirman, “Apakah Kamu tidak rida jika kamu mendapatkan seperti Kerajaan yang pernah ada di dunia?” Dia menjawab, “Aku rida, wahai Tuhanku.” Allah berfirman, “Kamu akan mendapatkan itu, ditambah seperti itu lagi, dan seperti itu lagi, dan seperti itu lagi.” Dan, akhirnya sampai yang kelima kalinya, laki-laki itu berkata, “Aku rida, wahai Tuhanku.” Allah berfirman, “Bagimu sepuluh kali lipat dari itu. Bahkan, kamu akan mendapatkan apa yang diinginkan nafsumu, dan yang akan menyenangkan matamu.” Lalu dia menjawab, “Aku rida.”

 

Nabi Musa a.s. bertanya lagi, “Wahai Tuhanku, lalu siapakah penghuni surga yang paling tinggi kedudukannya?” Allah berfirman, “Orang-orang yang Aku kehendaki. Aku telah tanamkan kemuliaan bagi mereka, dan menentukannya dengan tangan-Ku sendiri, dan telah Aku tutup dengan rapat, sehingga tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia.”

 

Nabi Saw. bersabda, hal itu sesuai dengan firman-Nya,

 

“Maka tidak seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

Hadis ini juga diriwayatkan secara mauquf pada ucapan Mughirah.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya penghuni surga yang terakhir kali masuk ke dalam surga adalah orang-orang yang terakhir kali keluar dari neraka, yaitu. seorang laki-laki yang keluar dari neraka sambil merangkak, lalu Tuhannya berkata kepadanya, “Masuklah kamu ke dalam surga!” Maka dia berkata, “Wahai Tuhanku, surga sudah penuh.” Kemudian Tuhannya berkata lagi kepadanya hingga tiga kali, dan jawaban laki-laki tersebut sama dengan jawaban yang pertama. Kemudian terakhir kalinya, Tuhannya berkata, “Sesungguhnya kamu akan mendapatkan dunia sebanyak sepuluh kali lipat.” Hadis ini sudah dikemukakan sebelumnya.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah orang yang memiliki tujuh buah istana, yaitu istana dari emas, istana dari perak, istana dari mutiara, istana dari zamrud, istana dari yakut, istana yang tidak dapat dijangkau oleh penglihatan mata, dan istana yang seperti Arasy. Pada masing-masing istana terdapat perhiasan, pakaian, dan bidadari yang bermata jeli. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ‘Azza Wa Jalla.” Hadis ini dikemukakan oleh al-Qutbi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar.

 

Disebutkan dalam kitab Marasil al-Hasan sebuah riwayat hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah seseorang yang menaiki seekor kuda dari permata yakut merah, yang mempunyai sayap-sayap dari emas, dan dikawal oleh ribuan pelayannya, yang terdiri dari anak-anak muda yang tetap muda ….” alHadis. Hadis ini telah disebutkan di atas.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah orang yang memandang taman-tamannya, kenikmatan-kenikmatannya, pelayan-pelayannya, dan kebahagiaannya, dari jarak sejauh perjalanan seribu tahun. Dan, penghuni surga yang paling mutia di sisi Allah yaitu seseorang yang dapat memandang wajah Tuhannya pada pagi dan petang.” Kemudian beliau membaca,

 

“Wajah-wajah orang mukmin pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya.” (QS. alQiyamah: 22-23)

 

Tirmidzi berkata, hadis ini gharib. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar secara tidak marfu’.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah seseorang yang mempunyai 80.000 pelayan dan 72 istri. Untuknya dipasang sebuah kubah dari mutiara, zabarjad, dan yakut, yang luasnya antara alJabiyah hingga ke Shan’a.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari seorang laki-laki dari Mujahid, dia berkata, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah seseorang yang berjalan dalam kerajaannya selama seribu tahun perjalanan. Dia bisa melihat bagian yang paling jauh, sebagaimana dia melihat yang paling dekat. Dan, penghuni surga yang paling tinggi kedudukannya yaitu seseorang yang dapat memandang Tuhannya pada pagi dan petang-”

 

Riwayat hadis-hadis ini dan hadis-hadis sebelumnya menunjukkan bahwa penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah yang paling banyak memiliki istri dari kalangan bidadari. Wallahu a’lam.

 

Keridaan Allah Bagi Penghuni Surga Lebih Utama Daripada Surga Itu Sendiri

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Allah berfirman kepada para penghuni surga, “Hai para penghuni surga!” Mereka menjawab, “Kami memenuhi panggilan dan perintahMu, wahai Tuhan kami. Segala kebaikan berada di tangan-Mu.” Allah bertanya, “Apakah kalian merasa rida?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami tidak merasa rida? Bukankah Engkau telah memberi kami apa pun yang tidak pernah Engkau berikan kepada siapa pun dari makhluk-makhlukmu?” Allah berfirman, “Maukah kalian Aku beri sesuatu yang lebih utama daripada itu?” Mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, apa yang lebih utama itu?” Allah berfirman, “Aku limpahkan keridaan-Ku kepada kalian. Setelah itu, Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya.” Hadis serupa juga diriwayatkan oleh Muslim.

 

Penghuni Surga Lebih Senang Melihat Allah Daripada Nikmat Lainnya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Shuhaib bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika para penghuni surga sudah masuk ke dalam surga, maka Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman kepada mereka, “Apakah kalian menginginkan sesuatu yang bisa Aku tambahkan bagi kalian?” Mereka menjawab, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, memasukkan kami ke dalam surga, dan menyelamatkan Kami dari neraka?” Maka dibukalah hijab, hingga mereka berpikir tidak ada suatu pun nikmat yang Allah berikan kepada mereka, yang lebih mereka cintai selain melihat Tuhan mereka ‘Azza Wa Jalla.”

 

Dalam satu riwayat, “… Kemudian beliau membaca ayat ini,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Shuhaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang ayat,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada Pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Beliau menjawab, “Apabila para penghuni surga sudah masuk ke dalam surga, dan para penghuni neraka juga sudah masuk ke dalam neraka, maka ada penyeru yang berseru, “Hai para penghuni surga, sesungguhnya ada suatu janji di sisi Allah yang hendak Dia penuhi bagi Kalian.” Mereka berkata, “Bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, memberatkan timbangan-timbangan kami, dan menyelamatkan kami dari neraka?” Maka dibukalah hijab, sehingga mereka bisa melihat kepada-Nya. Maka demi Allah, tidak ada suatu pun nikmat yang Allah berikan kepada mereka, yang lebih mereka cintai dan lebih menyenangkan mata mereka selain melihat wajah Allah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Hammad bin Maslamah dari Tsabit dari Abdurahman bin Abi Laila dari Shuhaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah membaca ayat,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada Pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Kemudian beliau bersabda, ketika para penghuni surga sudah masuk ke dalam surga, ada penyeru yang berseru, “Hai para penghuni surga, sesungguhnya ada suatu janji di sisi Allah bagi kalian.” Mereka bertanya, “Janji apa lagi itu? Bukankah Dia telah memutihkan wajah-wajah kami, memberatkan timbangan-timbangan kami, dan memasukkan kami ke dalam surga?” Maka seruan tersebut dikatakan kepada mereka sebanyak tiga kali. Setelah itu, Tuhan Tabaraka Wa Ta’ala menampakkan diri kepada mereka, sehingga mereka bisa melihat kepada-Nya. Hal itu merupakan nikmat yang terbesar bagi mereka daripada nikmat-nikmat lainnya.

 

Telah mengabarkan kepada kami, Abu Muhammad Abdul Wahab dari al-Hafizh asSalafi dari al-Hajib Abu al-Hasan bin al-Allaf dari Abu Qasim bin Busyran dari Abu Bakar alAjiri dari Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abdul Hamid al-Wasithi dari Abdul Wahab bin Abdul Hakam al-Wariqi an-Naisaburi dari Yazid bin Harun dari Muhammad bin Salamah bin Tsabit al-Banani dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya para penghuni surga, jika mereka semua telah masuk ke dalam surga, maka mereka diseru, “Hai para penghuni surga, sesungguhnya ada suatu janji di sisi Allah bagi kalian yang belum pernah dilihat oleh kalian.” Mereka lalu bertanya, “Janji apa lagi itu? Bukankah Dia telah memutihkan wajah-wajah kami, menyelamatkan kami dari neraka, dan memasukkan kami ke dalam surga?” Maka dibukalah hijab, sehingga mereka bisa melihat kepada-Nya. Maka demi Allah, tidak ada suatu pun nikmat yang Allah berikan kepada mereka, yang lebih mereka cintai selain melihat wajah-Nya.” Kemudian beliau membaca ayat,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Hadis itu juga diriwayatkan secara bersama oleh Ahmad bin Wanbal dan al-Harits bin Abi Usamah dari Yazid bin Harun. Juga diriwayatkan sendirian oleh Muslim dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Yazid bin Harun.

 

Nikmat Tambahan di Surga

 

Nuh bin Abu Maryam juga meriwayatkannya dari Tsabit ai-Banani dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang ayat,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Beliau lalu menjawab, “Bagi Orang-orang yang telah beramal dengan sebaik-baiknya di dunia, maka mereka akan mendapatkan pahala yang terbaik berupa surga. Adapun yang dimaksud dengan kata “tambahannya” adalah dapat melihat wajah Allah yang Mahamulia.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Bakar al-Hilali al-Huzaimi, dia berkata, aku mendengar Abu Musa al-Asy’ari berkata di atas mimbar di kota Bashrah, sesungguhnya pada hari Kiamat, Allah akan mengutus malaikat menemui para penghuni surga, lalu berkata kepada mereka, “Apakah Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian?” Lalu para penghuni surga melihat berbagai macam perhiasan, pakaian, buah-buahan, sungai-sungai, dan istri-istri yang suci, kemudian mereka pun menjawab, “Ya, Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kami.”

 

Malaikat lalu bertanya lagi, “Apakah Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kalian?” Pertanyaan ini diulangi kepada mereka sampai tiga kali, namun mereka merasa tidak kekurangan sedikit pun dari apa pun yang telah Allah janjikan kepada mereka, lalu mereka pun menjawab, “Ya.’ Malaikat lalu berkata, “Masih ada sesuatu yang tertinggal bagi kalian. Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26) Ketahuilah, pahala yang terbaik ialah surga, dan tambahannya ialah bisa melihat Allah.”

 

Hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i secara marfu’ dan yang diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi, di mana mereka menyandarkan sanadnya kepada al-Ajiri, serta hadis yang disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak secara mauquf, itu semuanya menerangkan hadis yang telah diriwayatkan Muslim.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Maka Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman kepada mereka ….” Sebenarnya bukan Allah sendiri yang bertanya, tetapi malaikat-Nya yang berkata, “Apakah kalian menginginkan sesuatu yang bisa Aku tambahkan bagi kalian?”

 

Sabda Nabi Saw., “Maka dibukalah hijab”, yang dimaksud dengan hijab disini adalah segala sesuatu yang menghalangi pandangan mereka kepada Allah. Begitu hijab itu dibukakan, mereka bisa melihat Allah dengan segenap kebesaran, kemuliaan, dan kesempurnaan-Nya. Tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Mahasuci dari apa yang dituduhkan oleh orang-orang yang membuat kepalsuan dan kebatilan. Disebutkannya hijab di sini adalah terkait hak makhluk, bukan hak Khaliq (Allah). Mereka memang terhalang oleh hijab. Namun, tidak berlaku bagi Allah karena Dia Maha Melihat, sehingga segala sesuatu pasti terlihat oleh-Nya.

 

Diriwayatkan dalam hadis-hadis sahih bahwa ketika Aliah menampakkan diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan hijab diangkat dari pandangan mereka, maka ketika mereka melihat-Nya, muncullah sungai-sungai yang memancar, pohon-pohon yang berderet-deret, ranjang-ranjang dan kamar-kamar saling bersahutan. Lalu, sumber-sumber mata air memancarkan airnya, angin berhembus dengan kencang menebarkan aroma yang sangat harum, rumah-rumah dan istana-istana menebarkan aroma minyak kesturi dan kapur, burung-burung berkicauan, dan bidadari-bidadari yang bermata jeli sedang berseri-seri.

 

Demikian yang dituturkan oleh Abdul Ma‘ali dalam kitabnya, ar-Radd ‘ala as-Sijzi. Dia berkata pula, “Semua itu karena ketentuan Allah. Kendatipun kita belum bisa melihat-Nya, tetapi tanda-tanda kebesaran-Nya merupakan bukti kuat yang harus kita yakini, sebagaimana guncangnya bukit ketika Allah menampakkan wajah-Nya pada Nabi Musa a.s. hingga bukit itu hancur dan meleleh.” Wallahu a’lam.

 

Beberapa Penafsiran Tentang Melihat Allah

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Bakar bin Abdullah bin Qais dari ayahnya bahwa Nabi Saw. bersabda, “Dua surga, yang bejananya serta apa pun yang berada di dalamnya terbuat dari perak; dan dua surga, yang bejananya serta apa pun yang berada di dalamnya terbuat dari emas. Dan, bagi penghuni surga, tidak ada penghalang untuk melihat Tuhan mereka ‘Azza Wa Jalla, kecuali selendang kebesaran pada WajahNya di dalam surga ‘Adn.”

 

Dari Jarir bin Abdullah, dia berkata, kami pernah berada di samping Rasulullah Saw.. Beliau memandang bulan pada malam purnama lalu bersabda, “Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian dengan mata kepala sebagaimana kalian melihat bulan ini. Tidak ada yang menghalangi kalian untuk melihat-Nya. Karenanya, jika kalian mampu melaksanakan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.” Kemudian beliau membaca,

 

“Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam.” (QS. Qaf: 39)

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi. Hadis ini hasan sahih, menurut Tirmidzi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Razin al-Uqaili, dia berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, pada hari Kiamat, apakah kami dapat melihat Allah secara sendirian dengan-Nya?” Beliau menjawab, “Ya.” Aku bertanya lagi, ‘Apa bukti dari itu terhadap makhluk-Nya?” Beliau menjawab, “Wahai Abu Rajin, apakah setiap kalian bisa melihat bulan pada malam purnama secara sendirian dengannya?” Aku berkata, “Ya.” Beliau bersabda, “Maka, Allah Mahaagung. Bulan itu hanyalah salah satu di antara makhluk Allah. Dan, Allah Mahabesar dan Mahaagung.”

 

Sabda Nabi Saw., “Kecuali selendang kebesaran pada Wajah-Nya” di sini, bukan selendang dalam arti yang sebenarnya. Tetapi kiasan dari makna kebesaran dan keagungan Allah. Hal itu diterangkan dalam hadis lain riwayat Muslim dan Abu Daud, “Kebesaran adalah selendang-Ku, dan keagungan adalah kain-Ku.” yakni, sifat-Ku.

 

Jadi, selendang kebesaran berarti sifat kebesaran Allah. Dan, Allah dengan segenap kebesaran serta keagungan-Nya tidak ingin dilihat oleh siapa pun di antara makhluk-Nya setelah mereka menyaksikan Kiamat, sampai Allah mengizinkan mereka masuk ke dalam surga ‘Adn. Apabila mereka sudah masuk ke dalam surga Adn, barulah Allah berkehendak untuk dilihat oleh mereka. Baihaqi dan yang lainnya juga memaknai seperti ini.

 

Keagungan dan kebesaran di sini bukanlah kain selendang atau jenis pakaian yang bisa diindra. Tetapi, ini merupakan lambang keagungan dan kebesaran Allah. Dia tidak ingin disamai dan disaingi oleh siapa pun. Karena itulah, dalam bagian akhir riwayat hadis tadi disebutkan,”… Siapa pun yang mencoba menandingi salah satu dari kedua sifat-Ku, maka Aku akan membinasakannya lalu melemparnya ke dalam neraka.”

 

Salam Allah Ta’ala Kepada Penghuni Surga

 

Diriwayatkan oleh Muhammad bin al-Munkadir dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika para penghuni surga sedang merasakan kenikmatan-kenikmatan mereka, tiba-tiba muncullah kepada mereka cahaya dari atas mereka. Itu ternyata, Tuhan Yang Mahasuci sedang mengawasi mereka dan berfirman, “Keselamatan bagi kalian, hai para penghuni surga.” Itulah sebagaimana firman-Nya,

 

“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam’ sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 58)

 

Lalu Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, “Ketika mereka melihat Allah, maka mereka melupakan kenikmatan-kenikmatan surga hingga Dia terhalang dari pandangan mereka. Dan, ketika Dia telah terhalang dari pandangan mereka, maka cahaya dan berkah-Nya masih menerangi rumah-rumah mereka.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Tuhan Yang Mahasuci sedang mengawasi mereka’, Maksudnya, Allah menampakkan diri-Nya seraya memandangi mereka dari atas. Kemudian Allah berfirman dan berbicara kepada mereka. Karena hal itu adalah salah satu sifat wajib-Nya. Dia selalu menyampaikan ucapan selamat (salam) kepada mereka. Dan ucapan salam itu benar-benar keluar dari-Nya, sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala,

 

“(Kepada mereka dikatakan), “Salam sebagai ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang.” (QS. Yasin: 58)

 

Sabda Nabi Saw., “Ketika mereka melihat Allah, maka mereka melupakan kenikmatan-kenikmatan surga” maksudnya, mereka terlena oleh nikmatnya melihat wajah Allah Yang Maha mulia. Jika bukan karena Allah telah meneguhkan dan mengekalkan mereka, pasti terjadi kepada mereka seperti yang pernah terjadi pada bukit sewaktu wajah-Nya menampakkan diri kepadanya (kisah Nabi Musa a.s.).

 

Sabda Nabi Saw., “Hingga Dia terhalang dari pandangan mereka”, maksudnya, Allah telah mengembalikan mereka kepada kenikmatan-kenikmatan surga yang pernah terlupakan oleh mereka. Atau, mereka sendiri kembali kepada kenikmatan surga yang pernah mereka lalaikan. Betapa pun tidak ada yang sanggup menghalangi penglihatan Allah dari makhluk-Nya. Sesungguhnya Allah itu bersifat ada dan selalu melihat.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka cahaya dan berkah-Nya masih menerangi rumah-rumah mereka” maksudnya, tidak mungkin Allah menghalangi Diri-Nya dari para penghuni surga, sedangkan Dialah yang menyatakan akan memberi tambahan, dan apa pun yang telah dijanjikan-Nya kepada mereka.

 

Penjelasan Ayat, ‘“Dan pada Kami ada tambahannya.” (QS. Qaf: 35)

 

Yahya bin Salam berkata, telah mengabarkan kepada kami, seorang laki-laki penduduk Kufah, dari Daud bin Abu Hind dari al-Hasan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap hari Jumat, para penghuni surga benar-benar akan melihat Tuhan mereka di atas bukit kapur yang tidak terlihat kedua ujungnya. Di sana, terdapat sebuah sungai yang terus mengalir, yang kedua tepinya adalah kesturi. Dan, di tepi sungai tersebut, terdapat bidadari-bidadari yang sedang membaca al-Qur‘an dengan suara yang sangat merdu. Suara tersebut bisa terdengar oleh umat-umat terdahulu dan umat-umat terakhir.

 

Ketika para penghuni surga kembali ke tempat tinggal mereka, maka setiap laki-laki menggandeng tangan bidadari yang mereka inginkan. Kemudian, mereka melewati jembatan-jembatan dari mutiara menuju ke tempat tinggal mereka. Seandainya Allah tidak menunjukkan mereka menuju ke tempat tinggal mereka masing-masing, niscaya mereka tidak akan tahu di mana tempat tinggal mereka itu. Itu dikarenakan, Allah selalu menciptakan hal-hal baru bagi mereka di setiap hari Jumat.”

 

Dikeluarkan oleh Yahya bin Salam dari Bakar bin Abdullah al-Muzani, dia berkata, “Sesungguhnya para penghuni surga benar-benar akan mengunjungi Tuhan mereka pada waktu-waktu seukuran setiap hari raya.” Seakan-akan al-Muzani berkata pula, “Sepekan sekali, mereka mengunjungi Tuhan Yang Maha Perkasa dengan mengenakan pakaian-pakaian hijau, wajah yang berseri-seri, gelang-gelang emas yang dihiasi mutiara dan zamrud, dan dengan bermahkota emas. Mereka menaiki kendaraan mereka dengan membawa tenda-tenda mereka. Lalu mereka meminta izin masuk untuk mengunjungi Tuhan mereka, maka Tuhan kita menyambut mereka dengan penuh kemuliaan.”

 

Disebutkan oleh al-Muzani dan !bnu alMubarak dari al-Mas’udi dari al-Minhal bin Amr bin Abi Ubaidah bin Abdullah bun ‘Uqbah dari ibnu Mas’ud, dia berkata, “Bersegeralah kalian menuju shalat Jumat, karena sesungguhnya Allah akan menampakkan Diri kepada para penghuni surga pada setiap hari Jumat di atas bukit kapur yang berwarna putih. Pada saat itu, mereka akan bersama Allah dalam kedekatan.”

 

Ibnu al-Mubarak menambahkan, “Hal itu sesuai dengan bercepat-cepat mereka menuju shalat Jumat di dunia.” Yahya bin Salam berkata, “Sebagaimana bercepat-cepat mereka berangkat untuk melaksanakan shalat Jumat.” dan, dia menambahkan juga, “Mereka akan diberikan tambahan kemuliaan yang tidak mereka lihat sebelumnya. Dan, itulah maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan pada Kami ada tambahannya.” (QS. Qaf: 35)

 

Adapun menurut al-Hasan mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah).” (QS. Yunus: 26)

 

Dia berkata, “Tambahannya yaitu nikmat melihat wajah Allah “Azza Wa Jalla. Bagi para penghuni surga, sesuatu pun tidak ada yang lebih mereka cintai selain hari Jumat, yaitu hari penambahan. Sebab, pada hari itu, mereka bisa melihat Tuhan Yang Maha Perkasa dan Mahasuci nama-nama-Nya.”

 

Menurutku, sabda Nabi Saw. “Di atas bukit’? maksudnya, mereka melihat Allah ketika mereka berada di atas bukit kafur, seperti yang dikemukakan dalam Marasil al-Hasan, kumpulan hadis-hadis mursal pada bab pertama. Beberapa Penafsiran Mengenai Maksud “Tambahan”

 

Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tambahannya adalah bidadari, bukan melihat Allah. Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id secara marfu’.

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Khalid bin Ma’dan dari Katsir bin Murrah, dia berkata, sesungguhnya yang termasuk tambahan nikmat selain surga adalah awan yang melintas di atas kepala para penghuni surga. Awan itu turun dan menghampiri mereka seraya bertanya, “Hujan apa yang kalian inginkan?” Maka, apa pun yang mereka inginkan, maka awan itu pasti akan menurunkan hujan.

 

Khalid menyatakan bahwa Katsir berkata, seandainya Allah menunjukkan kepadaku peristiwa tersebut, maka akan aku katakan pada awan itu, “Tolong hujani aku dengan bidadari-bidadari cantik jelita.”

 

Tetapi, seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya dalam hadis Ibnu Umar bahwa di antara para penghuni surga yang paling mulia di sisi Allah ialah seseorang yang bisa melihat Allah pada pagi dan petang. ini menunjukkan bahwa dalam melihat Allah keadaan penghuni surga itu dalam kondisi yang berbeda-beda.

 

Diriwayatkan dari Abu Yazid al-Busthami, dia berkata, “Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba, yang kalau saja mereka terhijab dari-Nya barang sebentar saja, maka mereka memohon perlindungan kepada surga berikut kenikmatannya, sebagaimana penghuni neraka yang selalu memohon perlindungan dari neraka berikut azabnya.”

 

Pendapat Para Ulama Dalam Menafsirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Berhubungan dengan Surga dan Para Penghuninya

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Kami mencabut rasa dendam dari dalam dada mereka.” (QS. al-A’raf: 43)

 

Menurut Ibnu Abbas, begitu para penghuni surga masuk ke dalam surga, maka mereka diberikan dua mata air. Mereka lalu minum di salah satu mata air tersebut. Ketika mereka meminumnya, maka Allah menghilangkan segala macam dendam dari dalam hati mereka. Setelah itu, mereka masuk ke mata air yang satunya lagi, dan mandi di dalamnya. Maka mendadak warna mereka menjadi cerah, wajah mereka menjadi bersih, dan kepada mereka mengalir kesenangan yang penuh dengan kenikmatan-kenikmatan.

 

Ali berkata mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (dan suci).” (QS. al-Insan: 21)

 

Dia mengatakan, ketika para penghuni surga menuju ke surga, maka mereka melewati sebatang pohon, yang dari bawah batangnya mengeluarkan dua mata air. Mereka lalu minum di salah satu mata air tersebut. Setelah mereka minum, maka mengalir kepada mereka kesenangan yang penuh dengan kenikmatan-kenikmatan. Saat itu, untuk selama-lamanya, kulit mereka tidak berubah dan rambut mereka tidak kusut. Kemudian, mereka minum di mata air yang satunya lagi. Setelah mereka minum, semua kotoran yang terdapat dalam perut mereka semua keluar. Lalu, mereka disambut oleh para malaikat penjaga surga seraya mengucapkan, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar: 73)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Abu Ishak dari Ashim bin Dhamrah dari Ali, bahwa dia pernah membaca ayat,

 

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara berkelompok. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga).” (QS. az-Zumar: 73)

 

Dia berkata, mereka mendapati di depan pintu surga sebatang pohon, yang dari bawah batangnya mengeluarkan dua mata air. Seperti diperintah saja, mereka segera menuju ke salah satu mata air untuk mandi. Selesai mandi, maka rambut kepala mereka tidak kusut untuk selama-lamanya, dan kulit mereka tidak berubah untuk selama-lamanya, seakan-akan mereka memakai minyak.

 

Selanjutnya, mereka beralih ke mata air yang satunya lagi, dan minum darinya. Setelah meminum airnya, maka perut mereka menjadi bersih, dan semua kotoran yang berada di dalam perut mereka telah dikeluarkan. Dan, pada setiap pintu-pintu surga, mereka disambut oleh para malaikat seraya mengatakan, “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.” (QS. az-Zumar: 73)

 

Begitu masuk ke dalam surga, mereka disambut oleh beberapa anak-anak surga. Anak-anak itu mengelilingi mereka seperti anak-anak di dunia yang menyambut kedatangan orang tua mereka dari bepergian jauh. Anak-anak surga itu berkata, “Berbahagialah engkau, karena sesungguhnya Allah telah menyediakan bagi engkau ini dan itu.”

 

Kemudian salah seorang di antara anak-anak itu pergi ke salah seorang istri dari istri-istri penghuni surga itu, dan memberitahukan kedatangannya dengan memanggil nama seperti halnya di dunia dulu, seraya berkata, “Fulan telah datang.” Lalu, perempuan tersebut menjawab, “Apakah kamu melihatnya?” Kemudian, kebahagiaan terpancar dari wajah perempuan itu, dan segera berdiri menuju pintu dan balik lagi ke belakang. Kemudian balik lagi ke pintu dengan memandang sebuah bangunan yang pondasinya terbuat dari mutiara besar yang berwarna hijau, kuning, dan merah.

 

Lalu suaminya datang dan duduk sambil melihat-lihat. Dalam bangunan itu, dia melihat permadani-permadani yang terhampar’ gelas-gelas yang tersedia di dekatnya, dan bantal-bantal sandaran yang tersusun. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan melihat bagian atas bangunan tersebut. Jika bukan karena takdir Allah, pasti lenyap penglihatannya, karena bangunan tersebut gemerlap dengan cahaya bagaikan kilat. Kemudian dia berkata seperti yang telah dikabarkan Allah kepada kami,

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami.” (QS. al-A’raf: 43)

 

Al-Qutbi, dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar, mengutip sebuah hadis marfu’ dari Ali, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang firman Allah “Azza Wa Jalla,

 

“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa Kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 75)

 

“Apa yang dimaksud dengan kafilah yang terhormat?” Maka Nabi Saw. menjawab, mereka adalah orang-orang yang dikumpulkan dalam keadaan berkendaraan. Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, ketika mereka keluar dari kubur mereka, maka mereka menaiki unta, yang di atasnya terdapat pelana-pelana yang terbuat dari emas, yang dihiasi dengan permata yang berwarna-warni. Mereka dibawa oleh unta itu menuju pintu surga.

 

Di sisi pintu surga itu, terdapat sebatang pohon yang pangkalnya memancarkan dua mata air. Mereka lalu minum dari salah satu mata air tersebut. Ketika air itu telah sampai ke perut mereka, maka Allah menyucikan mereka dari segala macam kotoran dunia. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya,

 

“Dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih (dan suci).” (QS. al-Insan: 21)

 

Selanjutnya, mereka mandi di mata air yang satunya lagi. Selesai mandi, rambut mereka tidak kusut dan warna mereka tidak berubah. Kemudian mereka mengetuk pintu-pintu surga, jika seluruh makhluk mendengar bunyi denting pintu-pintu itu, maka mereka akan terpukau karena suaranya yang indah. Maka, bergegaslah Malaikat Ridhwan untuk membukakan pintu untuk mereka. Ketika mereka melihat wajah Malaikat Ridhwan yang indah, maka mereka pun menyungkurkan diri bersujud.

 

Malaikat Ridhwan lalu berkata, “Hai kekasih-kekasih Allah, aku adalah pelayan kalian. Aku bertugas melayani kalian dan mempersiapkan tempat-tempat kalian.” Malaikat Ridhwan lalu mengajak mereka menuju istana-istana dari perak, yang bagian atapnya terbuat dari emas. Bagian luarnya bisa terlihat dari dalam karena saking terangnya, halus, dan indah. Mereka lalu bertanya kepada Malaikat Ridhwan, “Untuk siapakah ini?” Dia menjawab, “Untuk kalian.”

 

Lalu, Nabi Saw. melanjutkan sabdanya, “Seandainya Allah tidak memberikan kehidupan yang Kekal bagi para penghuni surga, mereka pasti mati karena sangat gembiranya.” Beliau melanjutkan sabdanya, ketika salah seorang dari mereka hendak memasuki istananya, maka Malaikat Ridhwan berkata kepadanya, “Ikutlah denganku. Aku akan perlihatkan apa yang telah Allah sediakan untukmu.” Saat itu, dia melewati istana-istana, tenda-tenda, dan apa pun yang akan Allah berikan kepada orang itu.

 

Kemudian Malaikat Ridhwan membawa orang itu ke satu kamar yang terbuat dari yakut. Lantai kamar sampai bagian atasnya itu setinggi seratus hasta, warnanya terdiri dari segala macam warna, dan dibangun di atas gumpalan mutiara dan yakut. Di dalam kamar itu, terdapat ranjang, panjang dan lebarnya satu farsakh. Di atas ranjang jtu, terhampar Kasur-kasur untuk ukuran SO kamar. Kasur tersebut saling bertumpukan satu sama lainnya. Rasulullah Saw. bersabda, itulah rupanya maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.” (QS. al-Wa’qiah: 34)

 

Kasur-kasur tersebut dari cahaya, begitu juga ranjangnya. Di atas kepala orang-orang yang dikasihi Allah terdapat mahkota yang memiliki 70 sudut. Di setiap sudutnya, terdapat 70 yakut yang bercahaya. Allah telah mengembalikan wajah kekasih-Nya bagaikan bulan purnama. Dia memakai kalung dan selempang yang bercahaya. Dan, dia juga memakai tiga macam gelang yang terbuat dari emas, perak, dan mutiara. Itulah rupanya maksud firman Allah Ta’ala,

 

“Di sana, mereka diberi perhiasan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka dari sutra.” (QS. al-Hajj: 23)

 

Adapun firman Allah Ta’ala,

 

“(Yaitu) surga-surga Adn, mereka masuk ke dalamnya.” (QS. ar-Ra’d: 23)

 

lbnu Abbas berkata bahwa surga itu ada tujuh: Darul Jalal, Darus Salam, “‘Adn, al-Ma’wa, al-Khuldi, al-Firdaus, dan an-Na’im.

 

Sebagiannya lagi mengatakan bahwa surga itu ada empat macam, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan bagi siapa yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. ar-Rahman: 46)

 

“Dan selain dua dari surga itu ada dua surga lagi.” (QS. ar-Rahman: 62)

 

Allah hanya menyebutkan empat surga saja. Walaupun dikatakan ada surga al-Ma’wa, itu adalah sebuah nama untuk seluruh surga yang ditunjukkan oleh firman-Nya,

 

“Maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman (Ma’wa), sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 19)

 

Kata “surga-surga” adalah jenis. Kadang dipakai untuk satu surga, terkadang dipakai untuk seluruh surga. Begitu pun dengan surga ‘Adn atau surga-surga ‘Adn, karena ‘Adn artinya tempat bermukim. Jadi semua surga adalah tempat bermukim. Demikian juga dengan Darul Khuldi (Negeri Keabadian), Darus Salam (Negeri Kedamaian). Karena, seluruhnya surga itu tempat keabadian dan keselamatan dari segala macam ketakutan dan kesedihan. Begitu juga dengan surga an-Na’im yang penuh kenikmatan, dan semua surga penuh dengan kenikmatan.

 

Demikian itulah yang diterangkan alHulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din. Selanjutnya dia mengatakan, “Kami berpendapat, surga itu hanya ada empat. Istilah surga ‘Adn, al-Khuldi, as-Salam, Ma’wa, dan an-Na’im bukan untuk membedakan satu surga dengan surga lainnya. Tetapi, semua itu adalah nama-nama surga secara umum, dan hal itu tidak ada ketetapan kecuali hanya pada bilangan empat.”

 

Disebutkan pula bahwa surga itu memiliki beberapa pintu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan pintu-pintunya telah dibukakan.” (QS. az-Zumar: 73)

 

Dan, hal ini dipertegas oleh sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya pintu-pintu surga itu ada delapan.” Jadi benar, bahwa surga itu ada empat dan masing-masing punya dua pintu.

 

Allah menjelaskan bahwa para penghuni surga itu terdiri dari dua golongan. Pertama, as-Sabiqun al-Muqarrabun. Dan yang kedua adalah Ashhabul Yarnin (golongan kanan). Dan kita tahu bahwa golongan as-Sabiqun adalah para penghuni dua surga yang tertinggi, sebagaimana Firman Allah Ta’ala,

 

“Dan bagi yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. ar-Rahman: 46)

 

Sementara golongan kanan (Ashhabul Yamin) adalah penghuni dua surga yang lebih rendah, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi.” (QS. ar-Rahman: 62)

 

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Dan bagi yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (QS. ar-Rahman: 46) hingga firman-Nya, “Dan selain dari dua surga itu ada dua surga lagi.” (QS. ar-Rahman: 62), Ibnu Abbas berkata, “Yang demikian itu untuk orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (a/-Mugqarrabin). Adapun surga yang berada di bawah untuk golongan kanan (Ashhabul Yamin)” Abu Musa al-Asy’ari juga meriwayatkan hal yang sama.

 

Perhiasan dan Pakaian Penghuni Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di sana, mereka diberi perhiasan gelang-gelang emas dan mutiara, dan pakaian mereka dari sutra.” (QS. al-Hajj: 23)

 

Para ulama tafsir berkata, tidak ada seorang pun dari para penghuni surga, kecuali pada tangannya ada tiga macam gelang, yaitu gelang dari emas, gelang dari perak, dan gelang dari mutiara. Pada ayat di atas, dari emas dan mutiara. Sedangkan gelang perak disebut dalam firman-Nya,

 

“Dan memakai gelang terbuat dari perak.” (QS. al-iInsan: 21)

 

Dalam sebuah hadis sahih dikatakan, “Perhiasan orang mukmin akan mencapai bagian anggota tubuh yang dijangkau air wudhunya.”

 

Para ulama tafsir berkata, di dunia, yang biasa memakai gelang dan mahkota-mahkota seperti itu adalah para penguasa. Tetapi, di akhirat perhiasan tersebut dipakai oleh para penghuni surga. Mengingat giliran mereka yang pantas mengenakan lambang-lambang kebesaran.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan pakaian mereka dari sutra,” (QS. alHajj: 23)

 

Sebagaimana diriwayatkan oleh Yahya bin Salam dan Ibnu al-Mubarak dari Hammad bin Salamah dari Abu al-Mihzam dari Abu Hurairah, dia berkata, “Di surga, gedung seorang mukmin berupa mutiara yang berongga. Di tengahnya, terdapat sebatang pohon yang menumbuhkan pakaian-pakaian. Lalu, dia (Orang mukmin) itu mengambil dengan jari-jarinya, atau dengan kedua jarinya 7O potong pakaian yang disusun dengan mutiara, zabarjad, dan marjan.”

 

Dengan sanad yang sama, hadis ini dikeluarkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Hammad bin Salamah dari Abu al-Mihzan, dia berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, “Di surga, gedung seorang mukmin terbuat dari mutiara. Di dalamnya, terdapat 40 rumah. Di tengahnya, terdapat sebuah pohon yang menumbuhkan pakaian-pakaian. Maka dia (orang mukmin) itu pergi dan mengambil dengan kedua jarinya 70 potong pakaian yang disusun dengan mutiara, zabarjad, dan marjan.”

 

Telah disebutkan di atas riwayat yang sama dengan ini. Namun, Abu al-Mihjam adalah seorang yang daiff.

 

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata, “Telah sampai kabar kepadaku, sesungguhnya seorang kekasih Allah itu memakai pakaian yang memiliki dua sisi. Keduanya saling menyahut dengan suara yang sangat kencang. Maka berkatalah sisi pakaian yang dekat dengan badannya, “Terhadap kekasih Allah int, aku lebih mulia daripada kamu, Karena aku bisa langsung bersentuhan dengan tubuhnya, sedangkan kamu tidak.” Lalu, sisi pakaian yang dekat dengan wajahnya menjawab, “Terhadap kekasih Allah ini, justru aku lebih mulia daripada kamu, karena aku bisa langsung menatap wajahnya lebih dekat, sedangkan kamu tidak bisa melihat wajahnya Karena terhalang.”

 

Di atas sudah dikemukakan bahwa seseorang yang telah memakai sutra di dunia, kelak di akhirat tidak bisa mengenakannya lagi jika belum bertobat darinya, sebagaimana yang ditegaskan dalam hadis Abu Sa’id al-Khudri yang dianggap sahih oleh Abu Umar, dia berkata, “Menurutku, hadis ini semakna dengan yang Kami simpulkan mengenai peminum arak. Jika peminum arak itu masuk surga, maka dia tidak diperkenankan meminumnya, mengingatnya, melihatnya, ataupun menginginkannya. Begitu juga dengan orang yang memakai sutra di dunia, jika dia belum juga bertobat darinya.”

 

Menurutku, “Demikian pula dengan orang yang makan dan minum dengan menggunakan bejana-bejana yang terbuat dari emas atau perak, dan belum juga bertobat darinya.”

 

Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang mendengarkan suara nyanyian, maka dia tidak akan diizinkan mendengarkan suara ruhaniyyin.” Lalu beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, apa itu suara ruhaniyyin?” Beliau menjawab, “Yaitu para qari penghuni surga.” Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi Abu Abdullah dalam kitabnya, Nawadir al-Ushut!.

 

Ada yang mengatakan bahwa terhalangnya dia untuk minum arak, menggunakan sutra, makan atau minum dengan menggunakan bejana-bejana dari emas dan perak, ataupun mendengarkan suara ruhaniyyin, yaitu ketika keadaan dia masih disiksa di dalam neraka, dan diberi minuman dari cairan penghuni neraka. Tetapi, ketika dia sudah keluar dari neraka karena mendapatkan syafaat dan rahmat Allah, sehingga dia masuk ke dalam surga, maka larangan itu sudah tidak berlaku lagi baginya, baik arak, memakai sutra, ataupun yang lainnya. Sebab, larangan (terhalangnya) merasakan kelezatan dunia bagi para penghuni surga merupakan hukuman yang cukup berat, padahal surga itu bukan tempat untuk menjalani hukuman ataupun siksaan.

 

Menurutku, hadis Abu Sa’id al-Khudri dan hadis Abu Musa al-Asy’ari menolak pendapat tersebut di atas. Artinya, hal itu merupakan bentuk hukuman. Sama seperti ketika dia tidak dapat mencapai tingkat surga yang lebih tinggi.

 

Sutra Halus dan Sutra Tebal

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan mereka memakai pakaian hijau dari sutra halus dan sutra tebal.” (QS. al-Kahfi: 31)

 

“Mereka berpakaian sutra halus yang hijau dan sutra tebal.” (QS. al-insan: 21)

 

Jika disebut hanya warna hijau, karena warna ini lebih cocok dipandang mata. Warna putih maupun hitam itu cenderung bisa merusak pandangan mata. Sedang warna hijau merupakan perpaduan antara warna putih dan hitam, sehingga selain sejuk dipandang juga cukup kontras.

 

Dipan-dipan Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Di sana mereka duduk bersandar di atas dipan.” (QS. al-Kahfi: 13)

 

“Mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun.” (QS. ath-Thur: 20)

 

Dipan adalah ranjang kuno yang terbuat dari kayu. Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang laki-laki penghuni surga, dalam waktu sebulan bisa menikahi seribu bidadari. Dia akan memeluk setiap dari mereka seukuran umurnya di dunia.”

 

Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya seorang laki-laki penghuni surga akan memeluk seorang bidadari selama 70 tahun tanpa merasa saling membosankan. Setiap kali disetubuhi, dia mendapatkannya kembali perawan. Setiap kali bidadari itu kembali kepadanya, maka nafsunya kembali bertambah, lalu dia menyetubuhinya dengan kekuatan 70 orang laki-laki. Dan dalam persetubuhannya, keduanya tidak mengeluarkan sperma.”

 

Al-Musayyib bin Syarik berkata bahwa Nabi Saw. bersabda tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Kari menciptakan mereka (bidadari-bidadari itu) secara langsung. Lalu Kami jadikan mereka perawan-perawan, yang penuh cinta (dan) sebaya umurnya.” (QS. al-Wagqi’ah: 35-37)

 

Beliau bersabda, “Mereka adalah wanita-wanita tua di dunia. Lalu Allah menciptakan mereka kembali dalam bentuk manusia baru. Setiap kali suami mereka menyetubuhinya, maka mereka mendapatkan istri-istri mereka dalam keadaan perawan lagi.”

 

Konon, ketika Aisyah mendengar sabda beliau tersebut, dia berkata, “Alangkah sakitnya.” Maka Nabi Saw. memungkas, “Di surga tidak ada rasa sakit.”

 

Disebutkan oleh Yahya bin Salam dari seorang temannya dari Abban bin lyasy dari Syahr bin Hausyab dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya seorang laki-laki penghuni surga bersenang-senang bersama salah seorang istrinya dalam satu ranjang selama 70 tahun. Selanjutnya, dia dipanggil oleh istri lainnya dari kamar lain, yang lebih bagus dan lebih cantik darinya, seraya berkata, “Sekarang giliranku bersenang-senang denganmu.” Lalu, laki-laki itu menoleh ke arah wanita tersebut dan bertanya, “Siapa kamu?” Wanita itu menjawab, “Aku adalah wanita-wanita yang disinggung Allah Ta’ala,

 

“Dan pada Kami ada tambahannya.” (Qs. Qaf: 35)

 

Lalu, laki-laki itu berpindah dan bersenang-senang bersama wanita tersebut dalam satu ranjang selama 70 tahun. Selanjutnya, dia dipanggil oleh istri lainnya dari kamar lain, yang lebih bagus dan lebih cantik darinya, seraya berkata, “Sekarang tiba giliranku bersenang-senang denganmu.” Lalu, laki-laki itu menoleh ke arah wanita tersebut dan bertanya, “Siapa kamu?” Wanita itu menjawab, “Aku adalah wanita-wanita yang disinggung Allah Ta’ala,

 

“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 17)

 

Lalu, laki-laki itu berpindah dan bersenang-senang bersama wanita tersebut dalam satu ranjang selama 70 tahun. Demikianlah, para penghuni surga mengunjungi istri-istri mereka.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Demikianlah, kemudian kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah.” (QS. ad-Dukhan: 54)

 

Qatadah berkata mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Sesungguhnya penghuni surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka).” (QS. Yasin: 55)

 

Dia berkata, di akhirat nanti, mereka akan asyik dalam kesibukan yang menyenangkan bersama para bidadari. Sedangkan al-Hasan berkata bahwa mereka dalam keadaan bergembira, sebagaimana firman-Nya,

 

“Mereka dan pasangan-pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan-dipan.” (QS. Yasin: 56)

 

Rezeki di Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka itu memperoleh rezeki yang sudah ditentukan.” (QS. ash-Shaffat: 41)

 

ini mengandung dua penafsiran. Penafsiran pertama, menurut Muaqatil hal itu berlaku setiap saat. Dan penafsiran kedua, menurut Ibnu asSa’ib, hal itu berlaku pada pagi dan petang hari, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya,

 

“Dan di dalamnya, bagi mereka ada rezeki pagi dan petang.” (QS. Maryam: 62)

 

Menurut para ulama, di dalam surga itu tidak ada istilah malam maupun siang. Para penghuni surga selalu. mendapatkan cahaya terang benderang selama-lamanya. Mereka mengenali waktu malam ketika melihat tirai-tirai diturunkan, dan pintu-pintu ditutup. Dan, mereka mengenali waktu siang ketika mereka melihat tirai-tirai dan pintu-pintunya dibuka kembali. Demikian dituturkan oleh Abu al-Faraj Ibnu Jauzi.

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul sebuh hadis dari Abban dari al-Hasan dan Abu Qilabah, mereka berkata bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apakah di surga itu ada malam?” Beliau balik bertanya, “Apa yang mendorongmu sehingga bertanya seperti itu?” Dia menjawab, “Aku mendengar firman-Nya,

 

“Dan di dalamnya, bagi mereka ada rezeki pagi dan petang.” (QS. Maryam: 62)

 

Aku berpikir kalau begitu pasti ada malam.” Beliau bersabda, “Di sana tidak ada malam, yang ada hanyalah terang dan cahaya, yang datang di waktu pagi hingga sore, dan di waktu sore hingga pagi. Dan, hadiah-hadiah kenikmatan dan salam dari malaikat disampaikan kepada penghuni surga setiap waktu-waktu shalat, di mana mereka shalat pada waktu tersebut.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan Kami berikan kepada mereka tambahan berupa buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini.” (QS. ath-Thur: 22)

 

Menurut Ibnu Abbas, yang dimaksud adalah segala macam buah-buahan, baik yang basah maupun yang kering.

 

Menafsiri firman Allah Ta’ala,

 

“Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dirnudahkan sermmudah-mudahnya untuk memetik (buah)nya,” (QS. al-insan: 14)

 

Mujahid mengatakan, “Maksudnya ialah naungan pohon-pohon di surga. Jarak buahbuahan itu direndahkan sehingga mereka bisa memetik buahnya kapan saja mereka mau. Jika mereka berdiri, maka buah-buahan itu. meninggi seukuran dengan badan mereka. Jika duduk, maka buah-buahan itu merunduk. Jika berbaring, maka buah-buahan itu bergerak ke arahnya hingga dia dapat memetiknya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Syuraik dari Abu Ishak dari al-Barra’, dia berkata tentang firman-Nya,

 

“Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dimudahkan semudah-mudahnya untuk memetik (buah) nya,” (QS. al-Insan: 14)

 

Menurutnya, para penghuni surga itu bisa makan buah-buahan dari pohon mana saja yang mereka inginkan, dan dalam posisi apa saja yang mereka kehendaki.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Hisyam bin Sa’ad dan Zaid bin Aslam bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya tinggi badan penghuni surga ketika mereka sudah masuk ke dalam surga adalah 60 hasta, seperti sebatang pohon kurma yang sangat tinggi. Mereka bisa memakan buah-buahan surga dalam keadaan berdiri.”

 

Diriwayatkan oleh Yahya bin Salam dari Usman dari Nu’aim bin Abdullah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya para penghuni surga bisa memetik buah-buahan di surga dalam keadaan mereka bertelekan di atas kasur mereka. Begitu buah itu sampai ke mulut salah seorang di antara mereka, maka sudah disusul lagi oleh buah yang lain.”

 

Piring dan Gelas di Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kepada mereka diedarkan piring-piring dan gelas-gelas dari emas.” (QS. az-Zukhruf: 71)

 

Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya penghuni surga yang paling rendah kedudukannya ialah seseorang yang dilayani oleh sepuluh ribu pelayan. Di tangan mereka, masing-masing memegang dua buah piring; satu terbuat dari emas dan lainnya dari perak. Setiap piringnya, jenis makanannya berbeda dengan piring yang lain.” Demikian dituturkan oleh al-Qutbi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar.

 

Para ulama tafsir mengatakan, penghuni surga yang paling rendah kedudukannya dikelilingi oleh 70.000 anak kecil yang membawa 70.000 piring dari emas. Piring-piring tersebut berisi berbagai jenis makanan yang rasanya berbeda-beda dengan yang lainnya, dan tetap enak dimakan mulai dari yang pertama sampai terakhir.

 

Sementara penghuni surga yang paling tinggi kedudukannya, tiap harinya dia dikelilingi oleh 700.000 anak kecil. Di tangan mereka, masing-masing membawa sebuah piring dari emas, yang berisi berbagai jenis makanan yang rasanya -berbeda-beda dengan yang lainnya, dan tetap enak dimakan mulai dari awal sampai akhir. Juga diedarkan kepada mereka piala-piala, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan kepada mereka diedarkan bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kristal.” (QS. al-Insan: 15)

 

Ibnu Abbas dan Mujahid berkata, bejana-bejana tersebut didatangkan kepada para penghuni surga sesuai dengan derajat mereka masing-masing, tidak ditambah ataupun dikurangi. Karena, bejana-bejana tersebut telah ditakar oleh malaikat yang membawanya kepada mereka.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Sungguh, orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.” (QS. al-insan: 5)

 

Maksudnya adalah mereka minum arak, sebab pada ayat lain difirmankan,

 

“Kepada mereka diedarkan gelas (yang berisi air) dari mata air (surga).” (QS. ashShaffat: 45)

 

Namun berbeda dengan arak di dunia, arak surga tersebut tidak memabukkan dan juga tidak membuat kepala pusing karena sama sekali tidak mengandung alkohol, sebagaimana firman-Nya,

 

“Tidak ada di dalamnya (unsur) yang memabukkan dan mereka tidak mabuk karenanya.” (QS. ash-Shaffat: 47) Maksudnya, mereka tidak akan kehilangan akal karena meminumnya.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Yang campurannya adalah air kafur.” (QS. al-Insan: 5) Menurut al-Kalabi, Kafur adalah sebuah nama mata air di surga yang sangat segar.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan di sana mereka diberi segelas minuman bercampur jahe.” (QS. al-Insan: 17)

 

Orang Arab menyukai jahe, terutama kalau dicampur dengan arak. Karena itulah, Allah menyampaikan kepada mereka dengan menggunakan minuman yang mereka sukai. Jadi, seolah-olah Allah berfirman kepada mereka “Jika kalian mau beriman, Kelak di akhirat, kalian akan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan yang kalian sukai sewaktu di dunia.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Yang didatangkan dari) sebuah rata air (di surga) yang dinamakan salsabil.” (QS. al Insan: 18) Salsabil adalah nama sebuah mata air di surga.

 

Atlah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka diberi minum dari arak murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih dilak (disegel). Laknya dari kasturi.” (QS. Al-Muthaffifin: 25-26)

 

Menurut Mujahid, minuman itu dilak pada tegukan yang terakhir. Ada juga yang mengatakan, setelah mereka meminum arak tersebut, hingga tidak ada yang tersisa di gelasnya, maka langsung dilak dengan aroma kesturi. Sedangkan menurut Ibnu Mas’ud, yang dimaksud dengan “Laknya dari kasturi” adalah campuran arak tersebut adalah kesturi.

 

Abu Darda’ berkata seperti yang dikatakan Ibnu al-Mubarak, yang dimaksud dengan “Laknya dari kasturi” adalah minuman yang warnanya putih seperti perak. Mereka meminumnya sebagai minuman penutup. Seandainya seorang penduduk dunia memasukkan tangannya ke dalam minuman tersebut lalu mengeluarkannya lagi, maka semua makhluk yang hidup akan mencium aroma harumnya. Karenanya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. al-Muthaffifin: 26), yaitu dengan melaksanakan perbuatan yang baik di dunia.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan campurannya dari tasnim. Mata air yang diminum oleh mereka yang dekat (kepada Allah).” (QS. al-Muthaffifin: 27-28)

 

Maksudnya, campuran minuman arak tersebut adalah tasnim. Qatadah berkata bahwa orang-orang yang didekatkan kepada Allah hanya meminum dari tasnirn. Sedangkan penghuni surga yang lain meminumnya dalam keadaan sudah diberi campuran.

 

Tasnim adalah minuman surga yang paling utama. Menurut bahasa, Tasnim artinya tempat yang tinggi. Jadi, Tasnim adalah mata air yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang paling rendah.

 

Mata air ini mengaliri air dari Arasy, Sebagaimana hadis riwayat dari Abu Muqatil dari Shalih bin Sa’id dari Abu Sahal dari al-Hasan bin Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Terdapat empat mata air di surga. Dua di antaranya mengalir dari bawah Arasy, yang salah satunya seperti yang disebutkan Allah,

 

“Dan mereka dapat memancarkannya dengan sebaik-baiknya.’” (QS. al-insan: 6), dan yang satunya lagi sebagaimana firman-Nya,

 

“Di dalam keduanya (surga itu) ada dua buah mata air yang memancar.” (QS. ar-Rahman: 66)

 

Yaitu yang memancar dari atas Arasy. Salah satunya dinamakan Salsabil, dan yang satunya lagi dinamakan Tasnim.”

 

Tirmidzi al-Hakim berkata dalam kitab Nawadir al-Ushul, “Tasnim adalah minuman khusus bagi orang-orang yang dekat dengan Allah, sedang kafur adalah minuman khusus bagi Orang-orang yang berbuat baik. Orang-orang yang berbuat baik juga bisa minum tasnim yang sudah dicampur dengan kafur. Selain itu, orang-orang yang berbuat baik juga bisa minum zanjabil (jahe) yang diambil dari mata air salsabil. inilah yang telah disebutkan dalam al-Qur’an.

 

Adapun orang-orang yang berbuat baik, mereka adalah orang yang benar (shadiqin). Sedangkan orang-orang yang dekat dengan Allah, mereka adalah orang yang sangat benar (shiddiqin).

 

Al-Hasan berkata, arak surga itu lebih putih daripada susu, dan lebih manis daripada madu. Disebutkan dalam al-Qur’an,

 

“Kepada mereka diedarkan gelas (yang berisi air) dari rata air (surga), (warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum.” (QS. ash-Shaffat: 45-46) Maksudnya, minuman yang sangat lezat dan sangat baik. Bidadari-bidadari Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan di sisi mereka ada (bidadari-bidadari) yang bermata indah, dan membatasi pandangannya.” (QS. as-Shaffat: 48)

 

Maksudnya, pandangan wanita-wanita tersebut hanya tertuju kepada suaminya, tidak memandang kepada yang selainnya.

 

Ibnu Zaid berkata, salah seorang di antara bidadari itu berkata, “Demi kemuliaan Tuhanku, aku tidak pernah melihat siapa pun di surga ini yang lebih baik selainmu.”

 

Kemudian Allah Ta’ala Menyifati mereka sebagaimana firman-Nya,

 

“Seakan-akan mereka adalah telur yang tersimpan sangat baik.” (QS. ash-Shaffat: 49)

 

Menurut al-Hasan dan Ibnu Zaid, mereka diumpamakan dengan telur unta yang tersimpan baik, supaya tidak terkena angin dan debu. Warna telur itu putih kekuning-kuningan seperti warna kulit wanita cantik. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud “baidhun” itu adalah mutiara, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan ada bidadari-bidadari yang bermata indah, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS.al-Waqi’ah: 22-23) Yang dimaksud ialah tersimpan baik dalam kerang-kerang.

 

Kemudian Allah Ta’ala Menyifati mereka sebagaimana firman-Nya,

 

“Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik dan jelita.” (QS. arRahman: 70) Maksudnya adalah para wanita.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Mubarak dari alAuza’i dari Hassan bin ‘Atiyah dari Sa’id bin Abu Amir, dia berkata, “Seandainya ada salah seorang dari bidadari-bidadari itu muncul di langit, maka langit akan bercahaya, dan cahaya wajah bidadari akan mengalahkan cahaya matahari dan bulan. Dan, selembar kerudung yang dipakai bidadari lebih baik daripada dunia dan seisinya.”

 

Tenda, Bantal, Permadani, dan Kasur di Surga

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah.” (QS. ar-Rahman: 72)

 

lbnu Abbas berkata, kemah tersebut terbuat dari mutiara yang berongga, luasnya 1 x 1 farsakh, dan mempunyai 4000 daun pintu yang terbuat dari emas. Demikian menurut Ibnu al Mubarak dari Hamam dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas.

 

Diriwayatkan dari Abu Darda’, dia berkata, “Kemah itu berwujud dari mutiara yang mempunyai 70 pintu yang semuanya adalah mutiara.”

 

Abu Ahwash berkata tentang firman Allah,

 

“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah.” (QS. ar-Rahman: 72)

 

Dia berkata bahwa kemah bidadari tersebut berupa mutiara-mutiara yang berongga.

 

Tirmidzi al-Hakim mengatakan tentang firman Allah Ta’ala,

 

“Bidadari-bidadari yang dipelihara di dalam kemah-kemah..” (QS. ar-Rahman: 72)

 

“Aku mendengar satu riwayat bahwa ada segumpal awan dari atas Arasy yang menurunkan hujan. Maka, Allah menciptakan bidadari-bidadari itu dari tetesan-tetesan rahmat-Nya. Lalu, dibuatkanlah tenda-tenda untuk tiap-tiap bidadari itu di tepi-tepi sungai, yang luasnya 40 mil. Tenda tersebut tidak berpintu. Dan, ketika seorang kekasih Allah sudah berada di surga, maka terkoyaklah tenda itu membentuk sebuah pintu. Dengan sendirinya, maka kekasih Allah itu tahu bahwa semua makhluk Allah mana pun, baik para malaikat maupun para pelayan tidak pernah melihat para bidadari. Para bidadari itu dipingit di dalam tenda tersebut, dan terhalang dari pandangan semua makhluk.”

 

Ad-Daruquthni dalam kitabnya, al-Madih, dia mengatakan sebuah riwayat dari al-Mu’tamir bin Sulaiman, dia berkata, “Sesungguhnya di surga terdapat sebuah sungai yang menumbuhkan wanita-wanita yang masih perawan.”

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Mereka bersandar pada bantal-bantal yang hijau.” (QS. al-Rahman: 76)

 

Abu Qatadah berkata, yang dimaksud dengan “raf-raf” (bantal) adalah tempat duduk. Sedangkan menurut Abu Ubaid adalah singgasana (takhta).

 

Dalam sebuah riwayat, sesungguhnya di antara makhluk Allah yang paling merdu suaranya ialah Israfil. Konon, ketika dia sedang memperdengarkan suaranya, maka semua malaikat dari langit pertama sampai langit ketujuh serentak terhenti dari shalat dan tasbih mereka. Mereka semua terkesima oleh indahnya suara Israfil yang sedang menyenandungkan nyanyian-nyanyian tasbih dan taqdis. Bahkan, semua pepohonan yang ada di surga ikut menyahuti nyanyian Israfil tersebut. Semua pintu terbuka, semua tirai tersingkap, semua bidadari ikut menirukan senandungnya, dan semua burung ikut berkicau riang. Allah lalu menyuruh para malaikat untuk menjawabnya dengan senandung-senandung rohani, sehingga suara mereka bersahutan membentuk suara yang indah.

 

Selanjutnya Allah berfirman kepada Nabi Daud as.s., “Hai Daud, berdirilah kamu di sisi tiang Arasy di dekat-Ku, maka kamu akan mendapatkan-Ku.” Maka Daud a.s. pun segera memanjatkan tasbih kepada Tuhannya sehingga menambah harmoni semakin indah terdengar. Para penghuni surga yang sedang bersantai dengan para bidadari di atas bantal merasa gembira dengan nyanyian-nyanyian indah tersebut. Ini rupanya yang di maksud dengan firman-Nya,

 

“Maka mereka di dalam taman (surga) bergembira.” (QS. ar-Rum: 15)

 

Mengenai firman Allah Ta’ala di atas, yaitu QS. ar-Rum: 15, Yahya bin Abu Katsir mengatakan bahwa mereka merasakan kelezatan-kelezatan dan mendengarkan lagu-lagu di taman surga itu.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan permadani-permadani yang indah.” (QS. ar-Rahman: 76)

 

Yaitu, mereka bertelekan di atas permadani yang indah, dan di atas bantal sandaran, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan bantal-bantal sandaran yang tersusun.” (QS. al-Ghasyiyah: 15)

 

Yang dimaksud dengan “yang tersusun” dalam ayat tersebut adalah yang dihamparkan.

 

Ada yang mengatakan, bantal-bantal sandaran yang disulam dengan mutiara dan yakut. Ashhabul Yamin (Golongan Kanan)

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu.” (QS. al-Waqi’ah: 27)

 

Yang dimaksud Ashhabul Yamin (golongan kanan) ialah para penghuni surga selain golongan orang-orang terdahulu (as-Sabiqunal Awwalun).

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Mereka) berada di antara pohon bidara yang tidak berduri.” (QS. al-Waqi’ah: 28) Maksudnya hal itu karena durinya yang telah dihilangkan.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya).” (QS. al-Waqi’ah: 29)

 

Menurut Mujahid dan lainnya, bagi orang-orang Arab, pohon pisang itu sangat indah karena warnanya yang hijau, terutama kaum Quraisy. Mereka lebih menyukai pohon pisang karena warnanya yang hijau dan daunnya yang rindang daripada pohon bidara. Karena itulah, Allah mengkhitabi mereka dengan sesuatu yang mereka sukai.

 

Istri-istri yang Suci

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan di sana mereka memperoleh pasangan-pasangan yang suci.” (QS. al-Baqarah: 25)

 

Mujahid mengatakan seperti yang dituturkan oleh Ibnu al-Mubarak, yaitu istri-istri yang suci itu tidak pernah buang air kecil, buang air besar, haid, meludah, dahak, mengeluarkan sperma, melahirkan anak, dan lain sebagainya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari ibnu Juraij dari Mujahid, dia berkata, yang dimaksud firman Allah, “Mereka kekal di dalamnya.” (QS. al-Baqarah: 25) adalah bahwa mereka kekal dan akan selalu tinggal di dalam surga selama-lamanya.

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“(Mereka duduk) berhadap-hadapan di atas dipan.” (QS. ash-Shaffat: 44, dan al-Hijr: 47)

 

Mujahid mengatakan, bahwa sebagian mereka tidak akan memandang tengkuk sebagian yang lain, baik ketika berkomunikasi maupun ketika berpaling. Sebagian mengatakan bahwa sebuah keluarga berkeliling sekehendak mereka, namun seseorang tidak dapat melihat punggung orang lain.

 

Ibnu Abbas berkata, “Mereka adalah orang-orang yang dimuliakan di atas tahta-tahta yang dilapisi mutiara, yakut, dan zabarjad. Panjang setiap tahta adalah sejauh antara Shan’a dan al-Jabiyah, atau antara Aden dan Ailah.” Ada juga yang menyebutkan, satu tahta dikelilingi satu keluarga. Wallahu a’lam.

 

Keberadaan Anak-anak dari Golongan Muslimin dan Musyrikin

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar dalam kitab at-Tambhid wa al-istidzkar, Abu Abdullah at Tirmidzi dalam kitab Nawadir alt-Ushul, dan para ulama Ahli Tafsir lainnya, sebuah hadis dari Ali bin Abu Thalib tentang firman Allah Ta‘ala,

 

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, kecuali golongan kanan.” (QS. al-Muddatstsir: 38-39)

 

Ali berkata, “Yang dimaksud golongan kanan di sini adalah anak-anak kaum muslimin” Tirmidzi menambahkan, “Mereka belum terkena kewajiban apa pun, sehingga apa pun yang telah diperbuatnya tidak diminta pertanggungjawaban.”

 

Abu Umar berkata, “Menurut pendapat mayoritas ulama, anak-anak kaum muslimin itu berada di dalam surga. Sementara ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa anak-anak kaum muslimin ataupun anak-anak kaum musyrikin itu sama-sama tidak diketahui nasibnya dengan pasti, apakah mereka berada di surga ataukah di neraka. Di antara yang berpendapat terakhir tadi adalah Hammad bin Zaid, Hammad bin Salamah, Ibnu al-Mubarak, dan Ishak bin Rahawaih.

 

Hal itu berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. ditanya tentang anak-anak. Maka beliau menjawab, “Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan.” Beliau hanya menyinggung tentang anak-anak secara umum.

 

Al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din, mengatakan bahwa di akhirat kelak, anak-anak kaum muslimin sama seperti anak-kaum kaum musyrikin. Artinya, nasib mereka tidak jelas. Hal itu berdasarkan pada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa pada suatu hari, seorang anak kaum muslimin yang masih kecil meninggal. Lalu, salah seorang istri Nabi Saw. berkata, “Sungguh beruntung, karena dia memiliki seekor burung pipit di surga.” Lalu Nabi Saw. bersabda, “Dari mana kamu tahu itu? Ketahuilah sesungguhnya Allah telah menciptakan surga berikut dengan para penghuninya, dan menciptakan neraka juga berikut dengan para penghuninya.”

 

Al-Hulaimi juga berkata, “Hadis riwayat ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun keterangan yang memastikan tentang nasib anak-anak kaum muslimin di akhirat nanti.”

 

Menurut al-Hulaimi, hadis ini juga bisa diartikan bahwa Nabi Saw. menyangkal anggapan bahwa anak-anak kecil itu berada di surga. Sebab, anggapan seperti itu sama halnya dengan telah memastikan bahwa kedua orang tua anak itu. beriman, padahal sangat mungkin kedua orang tuanya itu munafik. Karenanya, pendapat ini juga menyangkal anggapan bahwa anak-anak kaum musyrikin akan masuk neraka.

 

Atau mungkin, beliau menyangkal masalah itu, karena pada saat itu wahyu belum turun kepada beliau mengenai hukum anak-anak kaum muslimin. Namun, setelah itu, turunlah kepada beliau ayat,

 

“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka (di dalam surga), dan Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka.” (QS. ath-Thur: 21)

 

Dalam ayat tersebut, Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang beriman di dunia, maka Allah akan mengikutkan anak cucu mereka masuk ke dalam surga. Dengan demikian, bisa diambil kesimpulan bahwa anak cucu mereka (kaum muslimin) juga berada di dalam surga.

 

Mengenai ini, Rasulullah Saw. bersabda, aku pernah memohon kepada Tuhanku agar Dia berkenan memperlihatkan kepadaku para penghuni surga dan para penghuni neraka. Lalu Jibril dan Mikail datang kepadaku dalam mimpi, dan berkata, “Pergilah wahai Abu al-Qasim….” Selanjutnya, aku mendengar suara hiruk-pikuk anak-anak, maka aku bertanya, “Siapakah mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Mereka adalah anak cucu kaum muslimin. Mereka lebih dulu meninggal sebelum orang tuanya. Mereka berada dalam asuhan Ibrahim a.s. sampai orang tua mereka menyusulnya.” Hadis ini menunjukkan bahwa anak-anak tersebut berada di dalam surga.

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, dasar yang dijadikan pedoman mereka adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Qais bin Rabi dari Yahya bin Ishak dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah bahwa Nabi Saw. pernah mendatangi dan menyalati jenazah anak kecil dari kaum Anshar. Aisyah lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh beruntung orang Anshar itu, karena dia memiliki seekor burung pipit di surga. Dia sama sekali belum pernah berbuat dosa, bahkan belum mengenalinya.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Aisyah, apakah engkau tidak tahu sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta’ala telah menciptakan surga berikut dengan para penghuninya, dan menciptakan neraka juga berikut dengan para penghuninya.

 

Mereka berada di sulbi (tulang punggung) ayah-ayah mereka.”

 

Sebagian ulama berpendapat bahwa anak-anak kaum muslimin itu berada di surga, dan anak-anak kaum musyrikin itu berada di neraka. Selain kepada ayat al-Qur’an dan riwayat hadis yang telah saya kemukakan tadi, mereka juga berpedoman kepada hadis Salamah bin Yazid a-Ju’fi, dia berkata, aku dan saudaraku pernah mendatangi Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami meninggal pada zaman jahiliah dulu. Tetapi, semasa hidupnya dia suka memuliakan tamu, suka bersilalurahmi, suka berpuasa, dan suka melakukan kebajikan-kebajikan lainnya. Apakah amal-amal baiknya itu bermanfaat baginya?” Beliau menjawab, “Tidak.”

 

Lalu Kami berkata, “Pada zaman jahiliah dulu, sesungguhnya ibu kami pernah mengubur hidup-hidup saudara perempuan kami yang belum akil balig. Apakah hal itu bermanfaat bagi saudara perempuan kami?” Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian, perempuan yang mengubur hidup-hidup dan anak yang dikubur hidup-hidup? Sesungguhnya mereka berdua masuk neraka, kecuali kalau kemudian orang yang mengubur hidup-hidup itu masuk Islam, maka dia diampuni.-”

 

Dalam riwayat lain dari hadis Salamah bin Yazid ditambahkan, sewaktu Rasulullah Saw. melihat perubahan muka kami yang tampak sedih, beliau lalu bersabda, “Ibuku juga bersama ibu kalian.”

 

Hadis itu juga diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya dari Salamah bin Yazid, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Nabi Saw. “Ibuku telah meninggal. Sewaktu masih hidupnya, dia suka memuliakan para tamu dan memberi makan tetangga. Namun, dia juga pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup di saat jahiliah dulu. Ibuku termasuk orang kaya. Seandainya aku bersedekah atas namanya, apakah itu bermanfaat baginya?” Beliau bersabda, “islam tidak akan memberikan manfaat kecuali pada orang yang pernah menganutnya. Sesungguhnya ibumu dan anak yang dikuburnya hidup-hidup, sama-sama masuk neraka.” Begitu melihat aku dalam keadaan bersedih, beliau lalu bersabda, “Dan, ibunya Muhammad juga bersama dia. Tidak ada kebajikan pada mereka berdua.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dan lainnya dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, dua

 

Orang anak Malikah datang kepada Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu kami dulu sangat menghormati suaminya, sayang kepada anak-anaknya, dan memuliakan tamu. Namun, pada zaman jahiliah, dia pernah mengubur anak hidup-hidup.” Beliau bersabda, “Ibu kalian berada di neraka.” Lalu keduanya berlalu dengan wajah bersedih. Maka, beliau menyuruh mereka dipanggil kembali, sementara wajah mereka tampak cerah karena mengharap akan ada sesuatu yang terjadi. Beliau lalu bersabda, “Ibuku juga bersama ibu kalian berdua ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Baqiyah bin al-Walid dari Muhammad bin Yazid al-Alma’ani, dia berkata, aku mendengar Abdullah bin Qais berkata, aku pernah mendengar Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang nasib anak cucu kaum muslimin di akhirat. Maka beliau bersabda, “Mereka bersama bapak-bapak mereka.” Aku lalu bertanya, “Meskipun tanpa amal?” Beliau lalu bersabda, “Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan.”

 

Kemudian Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang nasib anak cucu kaum musyrikin di akhirat. Maka beliau bersabda, “Mereka bersama bapak-bapak mereka.” Para sahabat lainnya bertanya, “Meskipun tanpa amal?” Beliau lalu bersabda, “Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan.”

 

Abu Umar berkata, “Abdullah bin Qais adalah penduduk Syam, seorang perawi dari generasi tabi’in yang bisa dipercaya (tsiqat). Tetapi Baqiyah bin al-Walid adalah seorang perawi yang lemah. Bahkan, dia suka meriwayatkan hadis-hadis mungkar. Tetapi, hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Ahmad secara marfu’ dari Aisyah dari sanad yang lain.

 

Aisyah berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anak-anak kaum muslimin; di manakah pada hari Kiamat nanti?” Maka beliau menjawab, “Di surga.” Lalu aku juga bertanya kepada beliau tentang anak-anak kaum musyrikin; di manakah mereka pada hari Kiamat nanti? Maka beliau menjawab, “Di neraka.” Aku menukas, “Wahai Rasulullah, tetapi mereka belum pernah melakukan amal sama sekali, dan juga belum terkena tuntutan kewajiban.” Beliau lalu bersabda, “Tuhanmu lebih tahu apa yang mereka kerjakan. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, kalau engkau mau, akan aku perdengarkan kepadamu teriakan-teriakan mereka di dalam neraka.”

 

Abu Umar berkata, dalam sanad hadis ini terdapat Abu Uqail, sahabat Bahiyah. Orang seperti Abu Uqail, tidak bisa dijadikan hujah.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, itulah lafaz hadis yang dituturkan oleh Abu Umar dan Abu Ahmad bin Ali sesuai yang dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abu Uqail dari Bahiyah bahwa Ajisyah pernah bertanya kepada Nabi Saw. tentang anak-anak kaum musyrikin. Maka beliau bersabda, “Mereka berada di neraka, wahai Aisyah.” Lalu Aisyah bertanya lagi, “Lalu apa yang engkau katakan tentang anak-anak kaum muslimin?” Beliau bersabda “Mereka berada di surga, wahai Aisyah.” Aisyah memotong, “Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah mereka itu tidak pernah melakukan apa pun, dan juga tidak terkena tuntutan kewajiban” Beliau lalu bersabda, “Tuhanmu lebih tahu apa mereka kerjakan.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata bahwa Yahya bin al-Mutawakkil menurut para ulama Ahli Hadis adalah seorang perawi yang jemah. Dan yang meriwayatkan dari Bahiyah hanya Ibnu Uqa’il saja.

 

Ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa anak-anak itu juga akan diuji di akhirat. Mereka berpedoman pada hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda tentang orang yang meninggal pada masa fatrah (tidak ada kenabian dan kerasulan), orang pandir (gila), dan anak yang masih kecil atau baru fahir. Beliau bersabda bahwa orang yang meninggal pada masa fatrah berkata, “Tidak ada satu kitab pun yang dibacakan kepadaku, dan satu rasul pun yang diutus kepadaku.” Selanjutnya, beliau membaca,

 

“Dan kalau mereka Kami binasakan dengan suatu siksaan sebelumnya (Al-Qur’an itu diturunkan), tentulah mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami.’ (QS. Thaha: 134)

 

Dan, orang yang meninggal dalam keadaan pandir berkata, “Wahai Tuhanku, kenapa Engkau tidak memberiku akal yang bisa aku gunakan untuk berpikir, mana yang baik, dan mana yang buruk?” Dan, seorang yang meninggal saat masih kecil juga berkata, “Wahai Tuhanku, aku belum sempat melakukan amal apa pun.”

 

Setelah mereka didekatkan ke neraka, Allah berfirman kepada mereka, “Kembalikan mereka, dan masukkan mereka ke dalamnya.”’ Nabi Saw. menjelaskan, “Yakni, Allah mengembalikan mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga, siapa pun yang ditentukan Allah akan bahagia apabila sempat beramal. Dan, orang yang ditentukan Allah celaka akan ditahan darinya, walaupun dia sempat beramal.” Allah Ta’ala berfirman, “Kepada-Ku saja kalian berani durhaka, apalagi kepada utusan-utusan-Ku, seumpama mereka datang kepada kalian.”

 

Abu Umar berkata, “Di antara para ulama, ada yang menganggap hadis ini mauquf pada Abu Sa’id al-Khudri, bukan hadis marfu’, di antaranya Abu Nu’aim al-Mala’i.”

 

Menurutku, dari segi makna, hadis ini daif, Sebab, di akhirat itu bukan tempat untuk membebani, melainkan tempat untuk memberikan balasan pahala dan siksaan. Bahkan, menurut al-Hulaimi, hadis ini tidak bisa dijadikan sebagai pedoman karena bertentangan dengan dasar-dasar kaum muslimin. Sebab, akhirat itu bukan tempat ujian.

 

Abu Umar berkata, “Hadis-hadis ini adalah hadis yang berasal dari para syekh, karena ilmu atau kedudukannya, namun mempunyai banyak ‘lat (cacat). Hadis tersebut bukan berasal dari hadis para ulama yang faqih. Hadis ini daif karena bertentangan dengan hadis-hadis lain yang lebih kuat.”

 

Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Raja’ al-Atharidi dari Samurah bin Jundub dari Nabi Saw., hadis yang cukup panjang, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Laki-laki tinggi yang berada di taman surga adalah Nabi Ibrahim a.s.. Dan anak-anak yang berada di sekitarnya adalah setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan masih suci.” Lalu, seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak-anak kaum musyrikin?” Beliau menjawab, “Dan juga anak-anak kaum musyrikin.”

 

Kemudian diriwayatkan juga oleh Bukhari dari Abu Raja’ al-Atharidi bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dan orang tua yang berada di dekat batang pohon itu adalah Nabi Ibrahim a.s.. Sedang anak-anak yang berada di sekitarnya adalah anak-anak dari seluruh manusia.” Maksudnya, adalah manusia secara umum, baik yang muslim maupun yang musyrik.

 

Menurutku, ada beberapa ulama yang berpendapat seperti itu, dan itulah pendapat yang paling sahih dalam masalah ini. Menurut mereka, anak-anak kaum musyrikin yang meninggal sewaktu kecil itu berada di surga. Mereka berhujah kepada hadis Aisyah sebagaimana yang dituturkan oleh Abu Umar dalam kitab at-Tamhid. Aisyah berkata, “Khadijah pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anak-anak kaum musyrikin.” Maka beliau bersabda, “Mereka bersama bapak-bapak mereka.” Setelah itu, aku (Aisyah) bertanya lagi tentang masalah itu, dan beliau menjawab, “Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan.” Lalu, setelah Islam semakin kokoh, aku kembali menanyakan hal itu lagi kepada beliau. Lalu turunlah ayat,

 

“Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)

 

Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka dalam keadaan suci.” Atau beliau bersabda, “Mereka berada di dalam surga.”

 

Menurutku, hadis tadi merupakan penjelasan yang bersifat koreksi terhadap sabda Nabi Saw. mengenai anak-anak kecil. Sabda beliau, ‘Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan”, sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam beberapa hadis sahih, itu dikatakan karena beliau belum tahu bahwa anak-anak kaum musyrikin itu akan masuk surga, dan sebelum turun kepadanya ayat,

 

“Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164) .

 

Sewaktu masih berada di Mekah, turun kepada beliau ayat,

 

“Katakanlah (Muhammad), Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara rasul-rasul, dan aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadapmu. Aku hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” (QS. al-Ahqaf: 9)

 

Jadi, pada saat itu beliau tidak mengetahui dengan jelas apa yang akan terjadi pada orang-orang beriman dan orang-orang musyrikin. Kemudian Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya,

 

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an).” (QS. at-Taubah: 33). Lalu turun lagi ayat kepada beliau,

 

“Dan sungguh, janji Kami telah tetap bagi hamba-hamba Kami yang menjadi rasul, (yaitu) mereka itu pasti akan mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya bala tentara Kami itulah yang pasti menang.” (QS. as-Shaffat: 171-173). Lalu turun lagi ayat kepada beliau,

 

“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. ash Shaff: 13)

 

Allah memberitahukan kepada Nabi Saw, bahwa orang-orang yang mengikutinya akan memperoleh pertolongan dan kemenangan.

 

Diriwayatkan dari lbnu Sanjar Muhammad bin Sanjar dari Haudzah dari Auf dari Hasna’ binti Mu’awiyah dari pamannya, dia berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah yang akan berada di dalam surga?” Beliau menjawab, “Nabi berada di surga, anak yang meninggal pada saat dilahirkan berada di surga, anak perempuan yang dikubur hidup-hidup berada di surga, dan orang gila berada di surga.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku telah memohon kepada Tuhanku agar Dia berkenan tidak menyiksa anak cucu manusia yang masih lalai, lalu Dia mengabulkan permohonanku tentang mereka.”

 

Abu Umar berkata bahwa yang dimaksud “anak cucu manusia yang masih lalai” di sini adalah anak-anak kecil, karena pekerjaan mereka adalah main-main dan bersenda gurau, tanpa ada kesungguhan.

 

Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrikin itu akan menjadi pelayan para penghuni surga. Dasar yang mereka jadikan pedoman ialah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barr dari al-Hajaj bin Nashir dari Mubarak bin Fudhalah bin Ali bin Zaid dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Anak-anak kaum musyrikin itu menjadi pelayan para penghuni surga.” Demikian menurut Abu Umar.

 

Menurutku, kendati pun hadis tersebut daif tetapi patut dijadikan dalil atas kebenaran pendapat tadi. Maksudnya, anak-anak kaum musyrikin itu berada di surga atau menjadi pelayan penghuni surga. Dalil lainnya adalah penafsiran beberapa ulama bahwa ketika Allah mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang punggungnya dalam bentuk sel, mereka sudah mengakui bahwa Allah sebagai Rabb atau Tuhan mereka, sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman-Nya,

 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. al-A’raf: 172)

 

Selanjutnya, Allah mengembalikan mereka ke dalam tulang punggung Adam setelah mereka memberikan pengakuan di hadapan-Nya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Kemudian ketika masih berada di dalam perut sang ibu, nasibnya sudah ditulis, apakah sebagai seorang hamba yang celaka ataukah yang beruntung pada ketentuan awal.

 

Jika pada ketentuan awal, nasibnya sudah ditentukan sebagai orang celaka, maka dia akan diberi usia panjang sampai dewasa, di mana pena telah dapat bergerak untuk mencatat amal perbuatannya. Lalu, dia akan merusak sendiri perjanjian yang telah diambilnya ketika masih berada di tulang punggung Adam dengan cara menyekutukan Allah.

 

Sebaliknya, jika dalam ketentuan awal nasibnya sudah ditentukan sebagai orang yang beruntung, maka dia pun diberi usia panjang hingga dewasa, di mana pena telah dapat bergerak untuk mencatat amal perbuatannya. Lalu dia akan tetap beriman hingga mendapatkan keimanan.

 

Anak-anak kecil Kaum muslimin yang meninggal sebelum mukalaf, maka mereka berada bersama bapak-bapak mereka di surga.

 

Sedang anak-anak kecil kaum musyrikin yang meninggal sebelum mukalaf, mereka tidak bersama bapak-bapak mereka di neraka, karena mereka meninggal dalam keadaan masih tetap berpegang teguh pada perjanjian awal, yang mereka ambil sewaktu masih berada dalam tulang punggung Adam, dan mereka belum pernah merusak perjanjian tersebut sama sekali.

 

Menurutku, paling tidak dosa mereka diampuni. Ini merupakan hadis hasan. Karenanya, itu merupakan pendapat yang mempertimbangkan berbagai hadis yang terkesan berlawanan. Jadi makna jawaban Nabi Saw. “Allah lebih tahu apa yang mereka kerjakan” ketika ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrikin, ialah sepanjang usia mereka belum balig. Dalilnya adalah hadis Bukhari dan hadis lainnya sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas.

 

Diriwayatkan oleh Aban dari Anas bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang nasib anak-anak kaum musyrikin. Maka beliau bersabda, “Mereka belum mempunyai kebajikan-kebajikan yang perlu dibalas sehingga mereka termasuk pemilik-pemilik surga. Dan, mereka juga belum mempunyai keburukan-keburukan yang perlu diberi hukuman sehingga mereka termasuk penghuni neraka. Mereka adalah pelayan penghuni surga.”

 

Hadis senada diriwayatkan oleh Yahya bin Salam dalam Tafsirnya, Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, dan Abu Nu’aim dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang anak-anak kaum musyrikin yang belum mempunyai dosa sehingga mereka harus disiksa karenanya dan masuk neraka. Mereka juga belum mempunyai kebajikan-kebajikan yang menyebabkan mereka termasuk pemilik surga. Maka beliau bersabda, “Mereka termasuk pelayan para penghuni surga.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi al-Hakim dari Abu Thalib al-Harawi dari Yusuf bin Athiyah dari Qatadah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak yang dilahirkan, baik anak orang kafir maupun anak orang muslim, sesungguhnya mereka semua terlahir dalam keadaan suci, semuanya beragama Islam. Kemudian setan mendatangi mereka dan mengalihkan dari agama mereka. Kemudian setan-setan itu menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, atau Majusi, serta menyuruh mereka untuk menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah untuk itu.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim sebuah hadis dari lyadh bin Hammar bin al-Majasyi’i bahwa Rasulullah Saw. bersabda dalam khutbahnya, sesungguhnya Allah menyuruhku untuk memberitahukan kepada kalian bahwa Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (lurus). Lalu setan-setan mendatangi mereka, dan mengalinkan mereka dari agama mereka. Setan-setan itu menyuruh mereka untuk menyekutukan-Ku, dan mengharamkan atas mereka apa pun yang telah Aku halalkan terhadap mereka.”

 

Abdullah at-Tirmidzi berkata, “Hal itu terjadi setelah anak tersebut mencapai usia dewasa, yaitu ketika mereka sudah dapat memahami urusan dunia, dan setelah hujah Allah semakin kuat atas mereka, dengan berupa tanda-tanda kekuasaan-Nya yang sangat jelas, seperti penciptaan langit, bumi, matahari, bulan, daratan, lautan, saling bergantinya malam dan siang, dan lain sebagainya. Namun, Ketika mereka berhasil dikalahkan oleh nafsu mereka, maka setan-setan mendatangi mereka untuk mengajak menganut agama Yahudi atau Nasrani dengan berbagai macam cara.”

 

Menurutku, hal ini juga memperkuat pendapatku bahwa anak-anak Kaum musyrikin itu berada di surga. Dan, apa yang diutarakan dalam hadis Iyadh bin Hammar, yang dikeluarkan oleh Muslim dalam kitabnya, shahih Muslim, kiranya sudah cukup jelas. Adapun mengenai fitrah (suci), terdapat beberapa pendapat dari kalangan para ulama, sebagaimana yang sudah saya kemukakan dalam kitab Jami’ al-Ahkam Al-Qur’an dalam Surah ar-Rum.

 

Pahala Bagi Seseorang yang Ditinggal Mati Anaknya Lebih Dulu

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hasan, dia berkata, aku berkata kepada Abu Hurairah, “Sesungguhnya kedua puIraku telah meninggal. Pernahkah engkau mendengar hadis dari Rasulullah Saw. yang dapat menghibur jiwa kami agar tenang atas meninggalnya keluarga kami itu?” Abu Hurairah menjawab, “Ya. Mereka akan menjadi anak-anak kecil penghuni surga. Salah seorang mereka akan menjumpai ayahnya atau kedua orang tuanya. Dia akan memegangi ujung baju atau tangan ayahnya, seperti aku memegangi ujung bajumu sekarang ini. Dan dia tidak akan melepaskannya sampai Allah memasukkan dia dan kedua orang tuanya ke dalam surga.” Hadis sahih riwayat Muslim.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari Mu’awiyah bin Qurrah dari ayahnya bahwa ada seorang sahabat Anshar bersama seorang putranya berkali-kali mendatangi Nabi Saw.. Pada suatu hari, beliau bertanya, “Kamu mencintai putramu ini, hai Fulane” Dia menjawab, “Tentu.” Beliau bersabda, “Mudah-mudahan Allah mencintaimu seperti kamu mencintainya.” Pada suatu hari, Nabi Saw. sudah agak lama tidak melihat sahabat Anshar itu. Ketika beliau menanyakannya kepada para sahabat, maka mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, anaknya telah meninggal.” Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Apakah kamu tidak rida, bahwa tidak satu pun pintu yang kamu masuki dari pintu-pintu surga, kecuali anakmu itu dengan bersegera membukakannya untukmu.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, itu berlaku bagi dia saja, atau bagi kami semua?” Beliau menjawab, “Juga bagi kalian semua.” Hadis tersebut juga diterangkan oleh Abu Amr dalam kitabnya, at-Tamhid. Dan menurutnya, itu adalah hadis sahih.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, dari Hisyam dari Qatadah dari Rasyid dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, wanita-wanita yang meninggal saat melahirkan, akan ditarik oleh anaknya dengan tali pusarnya menuju ke surga.”

 

Hadis tadi menunjukkan bahwa sesungguhnya anak-anak kecil kaum mukminin itu berada di dalam surga. Ini adalah pendapat sebagian besar ulama, seperti yang telah saya kemukakan dalam bab sebelumnya. Dan, itulah makna lahiriah firman Allah Ta’ala,

 

“Dan orang-orang yang beriman, beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka (di dalam surga),” (QS. ath-Thur: 21)

 

Sebagian ulama mengingkari perbedaan di antara mereka. Ini, selain anak-anak para nabi. Sebab, berdasarkan ijma atau kesepakatan, anak-anak para nabi itu berada di surga. Demikian diceritakan oleh Abu Abdullah al-Mazuri.

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang ditinggal mati oleh tiga orang anaknya yang belum mencapai akil balig, niscaya mereka akan menjadi penghalang baginya dari neraka, lalu memasukkannya ke dalam surga.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, Menurut para ulama, yang dimaksud dengan sabda Nabi, “yang belum mencapai akil balig” ialah yang belum dewasa, dan belum mencapai usia di mana merekalah yang menanggung dosa mereka sendiri.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang ditinggal mati lebih dulu oleh tiga orang anaknya yang belum dewasa, niscaya mereka akan menjadi benteng yang kokoh baginya, yang melindungi dari api neraka.”

 

Lalu Abu Dzar menyahut, “Kedua anakku telah mendahuluiku meninggalkanku.” Beliau bersabda, “Dan, dua orang pun demikian.” Maka, Ubay bin Ka’ab, tokoh para qari’ juga menyahut, ‘Aku hanya ditinggal mati satu orang saja.” Beliau bersabda, “Dan, satu orang pun demikian. Tetapi, hendaknya kesabaran itu terjadi pada awal musibah (benturan).”

 

Tirmidzi berkata bahwa hadis ini gharib, dan Abu Ubaidah tidak pernah mendengar dari ayahnya. Riwayat-riwayat hadis tadi menunjukkan bahwa anak-anak kaum muslimin itu berada di surga. Sebab, rahmat yang diturunkan kepada Orang tua mereka itu bisa beralih kepada mereka.

 

Abu Umar bin Abdul Barr berkata, “Menurut kesepakatan para ulama, anak-anak kaum muslimin itu berada di surga. Hanya sekelompok ulama saja yang berpendapat lain, dan pendapat mereka ini ditolak karena menyalahi kesepakatan para ulama yang didasari hujah atau argumen yang kuat.”

 

Memang ada sebuah riwayat hadis dari Nabi Saw. yang menyatakan, “Orang celaka (sengsara) ialah orang yang ditakdirkan celaka sejak dia berada di dalam perut ibunya, lalu malaikat turun kepadanya untuk menentukan ajal serta rezekinya.” Hadis ini ditakhshish, artinya, setiap anak kaum muslimin yang meninggal sebelum sempat melakukan suatu pekerjaan, maka dia termasuk orang yang telah ditentukan beruntung semenjak masih berada dalam perut ibunya, berdasarkan beberapa hadis dan ijma.

 

Demikian pula dengan sabda Nabi Saw. kepada Aisyah, “Sesungguhnya Allah menciptakan surga berikut dengan para penghuninya selama mereka masih berada dalam tulang punggung (sulbi) bapaknya. Dan, Dia juga menciptakan neraka berikut dengan para penghuninya selama mereka masih berada dalam tulang punggung (sulbi) bapaknya.”

 

Berdasarkan ijma dan beberapa atsar yang benar, hadis daif ini tidak bisa diterima. Sebab, Thalhah bin Yahya meriwayatkan hadis tersebut secara sendirian. Dia seorang perawi yang lemah, sehingga hadis ini tidak bisa dijadikan hujah.

 

Jamuan Bagi Penghuni Surga Ketika Mereka Memasuki Surga

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, bumi akan menjadi sebuah roti yang dibolak-balik oleh Yang Mahakuasa dengan tangan-Nya, seperti halnya salah seorang di antara kalian membolak-balikkan rotinya dalam sebuah perjalanan, sebagai hidangan bagi para penghuni surga.” Kemudian laki-laki Yahudi datang Kepada beliau, dan berkata, “Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih memberkati engkau, wahai Abu al-Qasim. Maukah kuceritakan untukmu tentang hidangan bagi para penghuni surga?” Beliau menjawab, “Ya. Tentu mau.” Lalu Yahudi itu berkata, “Kelak, bumi akan menjadi sebuah roti, ….”. sebagaimana sabda Nabi Saw. tadi.

 

Lalu Nabi Saw. memandangi kami dan tertawa hingga terlihat gigi depan beliau. Yahudi itu berkata, “Maukah aku beritahukan kepadamu lauk pauk para penghuni surga?” Beliau menjawab, “Ya.” Yahudi lalu berkata, “Lauk pauk para penghuni surga adalah Balam dan Nun.” Mereka bertanya, “Apa yang dimaksud dengan itue” Yahudi berkata, “Sapi jantan dan ikan Nun. Malah, hatinya bisa dimakan oleh 70.000 orang.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban, bekas budak (maula) Rasulullah Saw., dia berkata, suatu ketika, aku pernah duduk di samping Rasulullah Saw.. Mendadak seorang pendeta Yahudi datang, lalu berkata, “Wahai Muhammad, semoga keselamatan tercurah bagi engkau.” Maka aku mendorongnya hingga membuat dia hampir terjatuh, lalu dia pun bertanya, “Kenapa kamu mendorongku?” Lalu aku jawab, “Kenapa kamu tidak mengatakan, wahai Rasulullah.” Lalu Yahudi itu pun berkata, “Kami memanggilnya sesuai dengan nama yang diberikan keluarganya.”

 

Maka Rasulullah Saw. pun bersabda, “Sesungguhnya namaku adalah Muhammad. ttu adalah nama yang diberikan keluargaku.” Yahudi itu berkata, “Aku datang untuk bertanya kepada engkau?” Maka Rasulullah Saw. menjawab, “Bermanfaatkah perkataanku padamu?” Yahudi itu menjawab, “Aku siap mendengar dengan kedua telingaku.” Maka Nabi Saw. mengetukkan tongkat yang dibawanya, dan bersabda, “Tanyakanlah?” Maka Yahudi itu pun bertanya, “Di manakah manusia ketika bumi dan langit sudah berganti dengan bumi dan langit yang lain?” Beliau lalu menjawab, “Mereka berada dalam kegelapan, di depan jembatan (ash-Shirath).”

 

Lalu, Yahudi itu bertanya lagi, “Siapa yang pertama kali melewati jembatan itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang fakir dari kaum Muhajirin.” Yahudi itu bertanya kembali, “Apa yang dihidangkan bagi mereka ketika memasuki surga?” Beliau menjawab, “Sepotong hati ikan Nun.” Yahudi lalu bertanya lagi, “Apa santapan mereka setelahnya?” Beliau bersabda, “Sembelihan seekor sapi surga, yang biasa memakan pucuk-pucuk pohon di surga.” Yahudi bertanya lagi, “Setelahnya, apa yang mereka minum?” Beliau menjawab, “Mereka minum dari mata air yang bernama Salsabil” Yahudi itu lalu berkata, “Engkau benar ….” al-Hadis.

 

Menurutku, hadis yang diriwayatkan secara sendirian oleh Muslim tadi lebih jelas daripada hadis sebelumnya. Soalnya, sabda Nabi Saw. tersebut sekaligus sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan orang Yahudi tadi.

 

Yang dimaksud dengan ikan Nun adalah ikan laut yang besar. Menurut sebuah khabar dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Daging adalah lauk yang paling utama di dunia dan akhirat.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ibnu Luhai’ah dari Yazid bin Abu Habib dari Abu al-Khair dari Abu al-Awwam (muazin pertama kali di kota Elia, Baitul Maqdis) dari Ka’ab, dia berkata, ketika para penghuni surga masuk ke dalam surga, maka Allah Tabaraka Wa Ta’ala berfirman kepada mereka, “Sesungguhnya setiap tamu berhak mendapatkan jamuan. Dan, pada hari ini, Aku menjamu kalian berupa ikan laut yang besar dan sapi jantan.” Maka, kedua binatang tersebut disembelih-Nya untuk para penghuni surga.

 

Shalat dan Kalimat ‘‘La ilaha illallah’’ Adalah Kunci Surga

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Sulaiman bin Mu’adz adh-Dhabbi dari Abu Yahya al-Qattat dari Mujahid dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kunci shalat adalah wudhu, sedangkan kunci surga adalah shalat.”

 

Diriwayatkan Baihaqi dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya sewaktu beliau mengutusnya ke Yaman, “Sesungguhnya kamu nanti akan mendatangi Ahli Kitab, dan mereka akan bertanya kepadamu tentang kunci surga. Maka jawablah, bahwa kunci surga adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.”

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, sesungguhnya Wahab pernah ditanya, “Bukankah kunci surga itu kalimat “La ilaha illallah?” Dia menjawab, “Benar, tetapi tidak sembarang kunci. Kunci tersebut mempunyai beberapa gigi. Jika kamu datang dengan membawa kunci yang bergigi, maka pintu itu akan dibukakan untukmu. Jika tidak, maka tidak dibukakan.

 

Yang dimaksud “gigi” di sini ialah mengesakan dan menyembah Allah, atau hanya mengesakan-Nya saja. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. al-Baqarah: 25)

 

“Sungguh, orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal.” (QS. al Kahfi: 107)

 

Istilah dalam al-Qur‘an ialah beriman dan banyak beramal saleh. Firman Allah tersebut sesuai dengan apa yang terkandung dalam hadis pertama, yaitu hadis Jabir tentang tauhid kepada Allah.

 

Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim sebuah hadis yang bersumber dari Abu Dzar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apa pun, niscaya dia masuk surga.” Abu Dzar bertanya, “Meskipun dia pernah berzina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Meskipun dia pernah berzina dan mencuri.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani sebuah hadis dari Musa bin Uqbah dari Ishak bin Yahya bin Thathah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat Maut mendatangi seseorang, lalu dia memeriksa setiap anggota tubuhnya. Nyatanya, ia tidak menemukan satu pun kebajikan yang terdapat pada orang itu. Lalu ia membelah hatinya, dan tidak ditemukan kebajikan apa pun juga di sana. Kemudian ia membuka rahangnya, dan ia temukan pada ujung lidahnya yang melekat pada langit-langit mulutnya, orang itu mengucapkan kalimat “La ilaha illallah”. Lalu Malaikat Maut itu berkata, “Kamu pasti masuk surga karena ucapan kalimat ikhlas tersebut.”

 

Dilarang Memerangi Orang yang telah Mengucapkan “La Ilaha illallah”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan mereka beriman kepadaku dan ajaran yang aku bawa. Jika mereka telah melaksanakannya, maka mereka telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali jika memang nanti mempunyai hak untuk itu. Dan, perhitungan amal mereka kelak adalah urusan Allah.” Darah, Harta, dan Kehormatan Orang Mukmin, Kedudukannya Sangat Mulia di Sisi Allah

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika haji Wada’, “Ketahuilah, sesungguhnya hari ini adalah hari yang paling mulia bagi kalian. Bulan ini (haji) adalah bulan yang paling mulia bagi kalian. Dan, tanah Haram ini adalah negeri yang paling mulia bagi kalian.

 

Ketahuilah, sesungguhnya darah dan harta kalian dimuliakan bagi kalian seperti mulianya hari kalian ini, di negeri kalian ini, dan di bulan kalian ini. Ketahuilah, ini sudah aku sampaikan.” Maka mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Ya Allah, saksikanlah.” Hadis seperti ini ada dalam riwayat Muslim dari Abu Bakrah dan Jabir.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah juga dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku pernah melihat Rasulullah ketika tawaf bersabda, “Betapa wanginya kamu, dan betapa wanginya aromamu. Betapa agungnya kamu, dan betapa agungnya kehormatanmu. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya kehormatan seorang mukmin di sisi Allah lebih agung daripada kehormatanmu, yaitu harta dan darahnya, dan hendaklah dia tidak berprasangka kecuali dengan yang baik.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap orang muslim atas muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Buraidah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di sisi Allah, membunuh sesama mukmin itu lebih besar dosanya daripada musnahnya dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Barang siapa yang mengacungkan pisau kepada saudaranya, maka malaikat akan melaknatnya.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih gharib. Hukum Membunuh Seorang Mukmin dan Membantu Atas Pembunuhannya

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. anNisa’: 93)

 

“Dan orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan tuhan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barang siapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.” (QS. al-Furqan: 68-69)

 

Diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Yahya alMadani dari Malik bin Anas dari Abi Zinad dari Kharijah bin Zaid dari Tsabit, dia berkata, ketika Rasulullah Saw. sedang mengajari kami, beliau bersabda, “Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, tidak ada suatu amal perbuatan di permukaan bumi yang lebih besar dosanya di sisi Allah setelah syirik, selain menumpahkan darah yang diharamkan. Demi jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya, sungguh bumi benar-benar menjadi gempar karena kegemparannya. Kemudian bumi meminta izin kepada Allah untuk membenamkan pelaku perbuatan tersebut.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi Darda’, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap perbuatan dosa, mudah-mudahan Allah mengampuninya, Kecuali orang yang mati dalam keadaan musyrik, atau seorang mukmin yang membunuh mukmin lainnya dengan sengaja.”

 

Diriwayatkan juga dari Abu Darda’ dari Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Seorang mukmin akan dianggap sedikit dosanya dan saleh selama dia tidak menumpahkan darah yang diharamkan. Namun, jika dia menumpahkan darah yang diharamkan, maka dia terputus dari kesalehan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar an-Naisaburi dari Zakaria bin Yahya dari Amr dari al-Fazari dari Ziyad bin Abi Ziyadah asy-Syami dari az-Zuhri dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa membantu dalam pembunuhan seorang muslim walaupun dengan sepatah Kata-kata, maka pada hari Kiamat dia akan menghadap Allah dengan bertuliskan di keningnya “Terputus dari rahmat Allah.”

 

Menurut al-Harawi, maksud sabda Nabi Saw. “Barang siapa membantu dalam pembunuhan seorang muslim walaupun dengan sepatah kata-kata”, Syaqiq berkata, yaitu dengan mengeluarkan kata “bunuhlah dia”, atau sebagaimana perkataan Nabi Saw. “Cukuplah dengan pedang untuk membalas dendam.” Fitnah Akan Muncul, dan Perintah Untuk Berhati-hati Terhadapnya

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan jauhkan dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja adi antara kamu.” (QS. al-Anfal: 25)

 

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.” (QS. al Anbiya’: 35)

 

Ayat-ayat tersebut merupakan peringatan keras agar kita harus mewaspadai terhadap berbagai macam fitnah.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bersegeralah kalian dengan melakukan amalan-amalan saleh sebelum datangnya fitnah-fitnah (kekacauan) bagaikan potongan-potongan malam yang sangat gelap. Pada saat itu, seseorang di pagi harinya beriman, lalu di sore harinya kafir. Di sore harinya beriman, lalu di pagi harinya kafir. Dia menjual agamanya dengan harta benda dunia.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Zainab binti Jahsyi, dia berkata, suatu hari, Rasulullah Saw. keluar dengan wajah memerah, dan bersabda, “La ilaha illallah, celakalah bangsa Arab, karena kejahatan yang sudah dekat. Pada hari ini, terbukalah dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini.” Beliau membentuk lingkaran dengan jari telunjuk dan ibu jarinya. Lalu Zainab berkata, “Apakah kita akan binasa walaupun di antara kita masih ada orang-orang yang saleh?” Beliau menjawab, “Ya, jika sudah terjadi banyak kejahatan.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Usamah bahwa Nabi Saw, pernah menaiki ke atas salah satu bangunan tinggi di Madinah, kemudian beliau bersabda, “Tahukah kalian, apa yang aku lihat? Sungguh, aku benar-benar melihat tempat terjadinya fitnah-fitnah (kekacauan) itu di celah-celah rumah kalian, seperti turunnya hujan di berbagai tempat secara merata.”

 

Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Kurz bin Aiqamah al-Khuza’i, dia berkata, ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw., “Apakah Islam ini ada akhirnya, wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap keluarga, baik dari bangsa Arab maupun bukan Arab, jika Allah menghendaki kebaikan pada mereka, maka Dia akan memasukkan Islarm kepada mereka.” Laki-laki itu berkata, “Lalu, bagaimana sesudahnya?” Beliau menjawab, “Kemudian terjadilah fitnah-fitnah (kekacauan) bagaikan mendung.,’ Laki-laki itu berkata, “Sungguh, insya Allah, itu tidak akan terjadi.” Beliau lalu bersabda, “Tentu akan terjadi, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pada saat itu kalian akan kembali menjadi seperti ular-ular hitam yang memangsa dengan cepat. Sebagian kalian akan memenggal leher sebagian yang lain.”

 

Ibnu Dihyah Abu al-Khaththab al-Hafizh berkata, tidak ada celanya mengenai kasahihan isnad hadis ini, diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari az-Zuhri dari Urwah bin Zubair dari Kurz.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu Salamah, istri Nabi Saw., dia berkata, pada suatu malam, Nabi Saw. terbangun dari tidurnya dengan terperanjat, seraya bersabda, “Mahasuci Allah, apa yang menyebabkan pembendaharaan terbuka pada malam ini? Apa yang menyebabkan fitnah-fitnah itu turun? Siapakah yang akan membangunkan wanita-wanita penghuni kamar (maksudnya istri-istrinya) agar mereka melakukan shalat? Alangkah banyak wanita yang berpakaian di dunia tetapi bakal telanjang di akhirat.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ubaid bin Umair, dia berkata, suatu waktu, Rasulullah Saw. pernah keluar, lalu bersabda, “Hai para penghuni kamar-kamar, neraka telah dinyalakan dan fitnah-fitnah akan datang bagaikan potongan-potongan malam yang sangat gelap. Seandainya kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan Jarang tertawa dan sering menangis.”

 

Abdullah Hasan al-Qabisi berkata, “Kendatipun mursal, namun hadis tersebut termasuk mursal yang baik. Ubaid bin Umair termasuk ulama panutan kaum muslimin.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Salim bin Abdullah, dia berkata, hai penduduk Irak, aku tidak meminta kalian untuk meninggalkan urusan yang kecil, dan tidak juga memerintahkan kalian untuk memikirkan urusan yang besar. Aku pernah mendengar Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya fitnah itu akan datang dari sini, sambil tangannya menunjuk ke arah ilmur, dari tempat terbitnya dua tanduk setan. Sementara kalian pada saat itu memenggal leher sebagian yang lain. Dan, sesungguhnya Musa, yang membunuh salah satu pengikut fir’aun adalah karena khilafnya saja. Maka Allah Ta’ala berfirman kepadanya,

 

“Dan engkau pernah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan (yang besar) dan Karni telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat).” (QS. Thaha: 40)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ma’qil bin Yassar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Beribadah yang dilakukan di tengah-tengah terjadinya kekacauan (fitnah), maka pahalanya adalah seperti berhijrah kepadaku.”

 

Keterangan:

 

Menurut Ibnu Arafah, yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., “Celakalah bangsa Arab, karena kejahatan yang sudah dekat”, ialah sungguh sangat menyedihkan nasib yang akan menimpa orang-orang Arab sepeninggal beliau, karena mereka akan menghadapi berbagai peperangan dan kekacauan-kekacauan. Dan, hal itu benar-benar terjadi. Dahulu, mereka mempunyai kerajaan, kekuasaan, harta dan pemerintahan. Kemudian mereka jatuh ke bangsa lain, seperti halnya Turki dan bangsa non-Arab lainnya.

 

Bangsa Arab pada saat itu terpecah-belah. Padahal sebelumnya, Kejayaan itu adalah milik mereka berkat perjuangan yang dipelopori Nabi Saw. dengan ajaran-ajaran Islam yang dibawanya. Tetapi, karena mereka tidak mau mensyukuri nikmat, bahkan mereka mengufurinya dengan cara saling membunuh dan saling merampas harta, maka Allah mengambil nikmat tersebut. Kemudian nikmat itu Allah berikan kepada bangsa lain, sebagaimana firman-Nya,

 

“Dan jika kamu berpaling (dari jalan yang benar), Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu.” (QS. Muhammad: 38)

 

Karena itulah, ketika Zainab bertanya, “Apakah kita akan binasa walaupun di antara kita masih ada orang-orang yang saleh?” Maka, Nabi Saw. menjawab, “Ya, jika sudah terjadi banyak kejahatan.”

 

Sabda Nabi Saw. “Apakah kita akan binasa walaupun di antara kita masih ada orang-orang yang saleh?” Maka, Nabi Saw. menjawab, “Ya, jika sudah terjadi banyak kejahatan” menurut ulama, hal itu menunjukkan bahwa kehadiran orang-orang saleh itu terkadang bisa menjadi penangkal terjadinya fitnah atau bencana yang terjadi akibat kekacauan sosial.

 

Kewajiban Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar

 

Jika orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi banyak, sedangkan orang-orang yang saleh sedikit, mereka semua akan binasa jika orang yang saleh tersebut hanya diam saja, yaitu tidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Itulah makna firman-Nya,

 

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu.” (QS. al-Anfal: 25)

 

Siksaan tersebut akan menimpa kepada siapa saja, baik kepada orang-orang saleh maupun kepada orang-orang yang berdosa.

 

Tapi, ada sementara orang yang menilai bahwa hal itu tidaklah adil. Soalnya, Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)

 

“Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.” (QS. al-Muddatstsir: 38)

 

“Dia mendapat (pahala) dari kebajikan yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya.” (QS. al-Baqarah: 286)

 

Ayat-ayat tersebut di atas menyatakan bahwa seseorang tidak akan disiksa atas dosa yang dilakukan oleh orang lain. Hukuman bagi suatu perbuatan dosa itu hanya bagi orang yang bersangkutan saja.

 

Menurut bacaan Zaid bin Tsabit, Ali, Ubay, dan Ibnu Mas’ud, makna firman Allah Ta’ala,

 

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang sungguh-sungguh khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu.” (QS. al-Anfal: 25)

 

Berdasarkan bacaan tersebut, maka yang akan ditimpa hanyalah orang-orang zalim yang bersangkutan saja.

 

Menjawab pertanyaan tadi, bisa kita katakan bahwa apabila orang melakukan tindakan kemungkaran secara terang-terangan, maka yang melihat wajib untuk mengubah dengan tangannya (kuasanya). Jika tidak sanggup dengan tangannya, hendaknya mengubah dengan lidahnya (nasihat). Dan kalau masih tidak sanggup dengan lisannya, hendaknya dia mengubah dengan hatinya, yakni mendoakan kebaikan untuknya. Maka dengan hatinya, berarti dia telah memenuhi kewajibannya jika memang itu satu-satunya yang bisa dilakukan.

 

Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaknya dia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan, jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Tidak ada lagi kewajiban atasnya setelah itu. Dan, itulah selemah-lemah iman.”

 

Diriwayatkan dari sebagian sahabat, dia berkata, apabila seseorang menyaksikan sebuah kemungkaran, namun dia tidak sanggup mengubahnya, hendaklah dia berkata sebanyak tiga kali, “Ya Allah, saya benar-benar tidak rida dengan kemungkaran ini.” Dengan demikian, dia sudah terlepas dari kewajiban. Tetapi kalau dia diam saja, maka semua orang dianggap berdosa, karena yang satu melakukan dosa sedangkan yang lain meridainya, sebagaimana yang telah disebutkan. Dan sungguh, Allah telah menganggap orang yang menyetujui suatu kemungkaran sama seperti orang yang melakukannya, sebagaimana firman-Nya,

 

“Karena (kalau kamu tetap duduk dengan mereka), tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS. an-Nisa’: 140)

 

Tetapi, kalau orang-orang saleh merasa tidak senang dan benci terhadap tindak kemungkaran, maka mereka sudah terlepas dari beban kewajiban yang ada di pundak mereka. Dengan kata lain, mereka tidak tergolong orang-orang yang melampaui batas. Mereka akan selamat. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan.” (QS. Hud: 116)

 

“Maka setelah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Karni selamatkan orang-orang yang melarang orang yang berbuat jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalimm siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.” (QS. al-A’raf: 165)

 

Ibnu Abbas berkata bahwa dalam dua ayat tersebut, Allah memberitahukan kepada kita tentang orang yang selalu melarang perbuatan mungkar. Tetapi, Dia tidak memberitahukan tentang orang-orang yang mengatakan, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang keras.” (QS. al-A’raf: 164)

 

Diriwayatkan oleh Sufyan bin Uyainah dari Sufyan bin Sai’d dari Mus’id, dia berkata, aku mendengar riwayat bahwa malaikat diperintah Allah untuk menenggelamkan sebuah kampung. Maka malaikat itu berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya di kampung itu ada si Fulan yang rajin beribadah.” Allah lalu berfirman, “Kalau begitu, mulailah dengan si Fulan tersebut, karena dia acuh terhadap segala kemungkaran yang terjadi di sekitarnya.”

 

Wahab bin Munabbih bercerita, ketika Nabi Daud a.s. melakukan suatu kesalahan, maka dia berkata, “Wahai Tuhanku, ampunilah aku.” Lalu Allah berfirman, “Aku sudah mengampunimu, dan aibnya Aku timpakan kepada Bani Israil.” Beliau lalu bertanya, “Wahai Tuhanku, bagaimana ini bisa terjadie? Bukankah Engkau Tuhan Yang Mahaadil dan Mahabijaksana, yang tidak akan berbuat zalim kepada seorang pun? Aku yang bersalah, tetapi kenapa orang lain yang harus menanggung akibatnya” Allah lalu mewahyukan kepadanya, “Wahai Daud, ketika kamu berbuat maksiat kepada-Ku, mereka tidak segera menegurmu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-‘Ars bin Umairah al-Kindi bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ketika suatu kejahatan dilakukan di muka bumi, maka orang yang menyaksikannya hendaknya membencinya.”” Murrah’ berkata, “Lalu, dia mengingkarinya, maka dia dianggap seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, barang siapa yang tidak menyaksikannya, namun dia meridainya, maka dia dianggap seperti orang yang menyaksikannya.”

 

Ini adalah nash yang menunjukkan adanya kewajiban melarang perbuatan mungkar.

 

Suatu hari, asy-Sya’bi bertemu dengan seorang laki-laki yang menganggap baik peristiwa pembantaian terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Lalu asy-Sya’bi berkata kepada laki-laki itu, “Kamu termasuk orang yang ikut berkomplot dalam pembantaian itu.”

 

Disebutkan dalam Shahih at-Tirmidzi, “Apabila suatu masyarakat melihat orang berbuat zalim, namun mereka sama sekali tidak mau bertindak, maka Allah akan menimpakan akibat kezalimannya kepada mereka secara merata.”

 

Berbagai macam fitnah akan muncul untuk membinasakan mereka semua. Begitulah jika kemaksiatan dan kemungkaran telah merajalela, dan tidak ada yang mau mengubahnya. Apabila fitnah, Kemaksiatan, dan kemungkaran sudah melanda di mana-mana tanpa ada yang peduli mengatasinya, tak pelak semuanya pasti akan terkena akibatnya. .

 

Pada saat itu orang mukmin hanya bisa mengingkarinya dengan berpindah ke tempat lain, atau menjauhkan diri dari tempat kemaksiatan. itulah yang dahulu pernah dilakukan oleh beberapa umat sebelum kita, seperti halnya dalam kisah Bani Israil, yang melanggar larangan mencari ikan di hari Sabtu. Mereka meninggalkan Orang-orang yang berbuat durhaka, seraya berkata, “Kami tidak akan tinggal lagi bersama kalian.” Dan, itulah yang kemudian ditiru oleh Orang-orang salaf.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dan Malik, dia berkata, “Bumi yang sudah dinodai dengan perbuatan mungkar secara terang-terangan, sebaiknya ditinggalkan, dan tidak perlu dihuni lagi-’” Itulah yang dahulu pernah dilakukan Abu Darda’. Dia mengambil keputusan keluar dari wilayah kekuasaan Mu’awiyah, ketika Khalifah mengumumkan untuk mengambil riba. Yaitu, Khalifah membolehkan menjual cangkir emas dengan emas yang bobotnya lebih tinggi dari itu. Begitu, menurut riwayat beberapa Ahli Hadis yang sahih.

 

Malik berkata dalam riwayat lain, “Apabila kebatilan sudah mengalahkan kebenaran, maka tampaklah kerusakan di muka bumi-” Malik berkata pula, “Orang-orang yang selamat adalah yang tetap setia dalam jama’ah. Kebatilan itu, sedikit ataupun banyak akan membawa Kepada kehancuran.” Dan, Malik berkata lagi, “Manusia harus membenci terhadap orang-orang yang melanggar perintah Allah, meninggalkan ajaran-ajaran agama, dan melakukan apa yang diharamkan-Nya sebagaimana yang ditetapkan dalam Kitab-Nya dan sunah Nabi-Nya.”

 

Abu al-Hasan al-Qabisi mengatakan bahwa orang yang senantiasa berbuat kebenaran, dan benci terhadap orang yang melanggar perintah Allah, maka dia akan mendapatkan keselamatan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Akan selalu tetap ada sekelompok, orang dari umatku yang tetap setia membela (menyatakan) kebenaran sampai datangnya urusan Allah (kiamat).”

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar dari Asyhab bin Abdul Aziz dari Malik, dia berkata, “Tidak baik mendiami suatu negeri, yang segala sesuatunya dilakukan dengan cara yang tidak benar, dan mencaci para ulama salaf.”

 

Abu Umar berkata bahwa maksud perkataan Malik adalah kita diusahakan mencari negeri yang mayoritas penduduknya berbuat yang benar.

 

Umar bin Abdul! Aziz berkata, “Fulan di Madinah, Fulan di Mekah, Fulan di Yaman, Fulan di Jrak, Fulan di Syam, maka bumi benar-benar menjadi penuh. Demi Allah, mereka bertindak sewenang-wenang dan zalim.”

 

Abu Umar berkata, “Saat ini, tidak ada tempat untuk kita berlari. Maka, satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah diam, tinggal di rumah, dan rida makan apa adanya.”

 

Sufyan ats-Tsauri berkata, “Inilah zaman bejat. Orang-orang biasa saja tidak beriman, apalagi orang-orang yang terpandang di antara mereka. Akibatnya, pada zaman itu banyak orang yang harus pindah dari satu negeri ke negeri lain untuk menyelamatkan agamanya dari berbagai macam fitnah.”

 

Dikisahkan bahwa Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu di mana aku akan menetap?” Dikatakan padanya, “Di Khurasan.” Dia menjawab, “Di sana banyak mazhab yang berbeda, dan aku pandang semuanya merusak.” Dikatakan padanya, “Di Syam.” Dia menjawab, “Di sana, Kalian akan ditunjuk dengan jari-jemarinya karena menginginkan kemasyhuran.” Dikatakan padanya, “Irak.” Dia menjawab, “Di sana kediamannya kaum penindas.” Dikatakan padanya, “Mekah.” Dia menjawab, “Di sana akan menguras kantong dan badan.”

 

Al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi mengutip ucapan seorang gurunya dalam urusan ibadah, “Jangan sampai waktu berlalu tanpa ada teman yang bersih hati. Menurutku, hanya ada dua cara yang paling baik untuk menyelamatkan diri. Pertama, kuncilah pintu rumahmu rapat-rapat. Atau, pergilah ke suatu tempat terpencil, yang penduduknya tidak mengenal dirinya.

 

Sepanjang masih bergaul dengan orang yang berbuat mungkar, dekatlah kamu bersama mereka secara fisik saja. Sedangkan, hati dan lisanmu harus tetap kamu jaga jarak dari mereka. Tapi, jika kamu tidak bisa menasihati mereka dengan lisan, maka diamlah saja.”

 

Al-Fadhil al-Jauhari seperti yang dikutip oleh Muhammad Abdullah bin Malik as-Shufi mengatakan bahwa seluruh kebaikan itu terhimpun dalam sikap diam.

 

Ibnu Wahab menuturkan dari Yahya, maula (bekas budak) Zubair bahwa pada zaman Rasulullah Saw., beliau pernah memberitahukan bahwa di bumi bagian ilmur akan terjadi longsor. Maka sebagian sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa terjadi longsor, sedang di sana terdapat orang-orang muslim?” Beliau bersabda, “Kalau sebagian besar penduduknya melakukan kejahatan.”

 

Para ulama kami berkata, sangat boleh jadi, semua manusia akan binasa disebabkan maraknya kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan. Tetapi, hal itu menjadi pembersih bagi kaum mukmin, dan azab bagi orang-orang fasik, sebagaimana sabdanya, “Lalu, mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan niat mereka masing-masing.” Dalam riwayat lain,  Sesuai dengan amal mereka masing-masing.”

 

Barang siapa yang mempunyai niat yang benar, maka dia akan diberi pahala. Begitu pula sebaliknya. Disebutkan dalam firman-Nya,

 

“Pada hari ditampakkan segala rahasia.” (QS. ath-Thariq: 9)

 

Kapan Roda Pemerintahan Islam Berputar?

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-Barra’ bin Najiyah dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda, “Roda pemerintahan Islam akan berputar pada tahun 35, 36, atau 37. Apabila mereka binasa, maka itulah cara bagi orang-orang yang binasa. Jika mereka tidak berhasil menegakkan agama mereka, maka kelak ia akan tegak kembali bagi mereka selama 70 tahun.” aku bertanya, “Apakah itu di masa mendatang?” Beliau menjawab, “Sejak masa yang lampau.” Keterangan:

 

Al-Harawi berkata, menurut al-Harbi, yang dimaksud dengan “berputar” adalah terlepas (bergeser) dari kedudukannya dan kekukuhannya.

 

Jika perputarannya tahun kelima, itu berarti bertepatan dengan orang-orang Mesir yang mengepung Khalifah Utsman. Jika tahun keenam, itu. berarti bertepatan dengan berangkatnya Thalhah dan Zubair menuju medan Perang Jamal. Dan, jika tahun ketujuh, itu berarti bertepatan dengan terjadinya Perang Shiffin. Semoga Allah mengampuni mereka semua.

 

Al-Khatthabi berkata, maksud Nabi Saw. adalah dalam sejarah Islam akan terjadi suatu peristiwa yang sangat besar, yang dikhawatirkan membawa kehancuran bagi pemeluknya. Disebut putaran, karena Islam akan berputar seiring dengan terjadinya perubahan. Hal itu merupakan isyarat berakhirnya masa kekhalifahan. Wallahu a’lam.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka kelak ia akan tegak kembali bagi mereka selama 70 tahun”, maksudnya akan tegak kembali kerajaan dan kekuasaan mereka, dan itu dimulai sejak Hasan berbaiat kepada Muw’awiyah sampai dengan berakhirnya Kekuasaan Bani Umayyah di ilmur yang berkuasa dalam kurun waktu 70 tahun, dan kekuasaan berpindah kepada Bani Abbas.

 

Lafaz “ad-Din” bisa hukum agama, bisa juga kekuasaan. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dia tidak dapat menghukum saudaranya menurut undang-undang raja.” (QS. Yusuf: 76)

 

Maksudnya, hukum-hukum agama disesuaikan menurut keinginan para penguasa.

 

Sabda Nabi Saw. “Roda pemerintahan Islam akan berputar” yang dimaksud “berputar” di sini adalah dengan terjadinya peperangan dan Pembunuhan. Hal itu seperti roda yang berputar yang menggilas apa pun yang ditemuinya hingga banyak memakan korban jiwa yang berjatuhan.

 

Pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari keponakan Abdullah bin Salam, dia berkata, menjelang peristiwa pembunuhan Utsman, Abdullah bin Salam menemui Utsman bin Affan, lalu Utsman bertanya kepadanya, “Mengapa Kamu ke sini.” Dia menjawab, “Aku datang ke sini untuk membela engkau.” Utsman berkata, “Kalau begitu, hadapi orang-orang itu. Usir mereka dariku. Bagiku, kamu lebih baik di luar daripada ada di dalam sini.”

 

Maka Abdullah bin Salam pun keluar menemui orang-orang yang sedang mengepung Utsman, lalu berkata, “Hai manusia, pada zaman jahiliah namaku Fulan bin Fulan. Kemudian Rasulullah Saw. memberiku nama Abdullah. Ada beberapa ayat al-Qur’an yang turun menyinggung tentang diriku, firman-Nya,

 

“Padahal ada seorang saksi dari Bani Israil yang mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman; kamu menyombongkan diri. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-Ahqaf: 10)

 

“Katakanlah, ‘Cukuplah Allah dan orang yang menguasai ilmu Al-Kitab menjadi saksi antara aku dan kamu.” (QS. ar-Ra’du: 43)

 

Sesungguhnya Allah memiliki pedang yang bersarung dari kalian. Dan, para malaikat pun menyertai kalian di negeri kalian ini, di mana Nabi Kalian diturunkan juga di sini. Karenanya, takutlah kalian kepada Allah, dan janganlah kalian bunuh orang itu (Utsman bin Affan). Demi Allah, jika kalian sampai membunuhnya, maka kalian telah mengusir para malaikat, yang selama ini menyertai kalian. Dan, kalian juga telah mencabut pedang Allah yang bersarung dari kalian. Setelah itu, pedang tersebut tidak akan bersarung lagi hingga hari Kiamat.

 

Tetapi, rupanya mereka tidak mau mendengar nasihat Abdullah bin Salam. Mereka serentak berkata, “Bunuh orang Yahudi ini, dan bunuh Utsman!” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Menurutku, tidaklah Abdullah mengetahui perkataannya tersebut kecuali dari Kitab Taurat, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Atau, dia mendengarnya dari Nabi Saw.. Juga akan diterangkan nanti mengenai ucapan Hudzaifah kepada Umar, “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah (kekacauan) itu ada sebuah pintu yang terkunci yang hampir terbuka.”

 

Proses Pembunuhan Utsman bin Affan

 

Para ahli sejarah berkata, dalam peristiwa tragedi berdarah itu, sekelompok orang-orang jahat menerobos masuk ke kamar Utsman. Di antara mereka adalah Kinanah bin Bisyr at-Tajibi. Dia membunuh Utsman dengan Kejam, sehingga darahnya membasahi mushaf, tepat mengenai ayat,

 

“Maka Allah mencukupkan engkau (Muhammad) terhadap mereka (dengan pertolongan-Nya). Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 137)

 

Ada juga yang mengatakan bahwa Utsman disembelih oleh seorang laki-laki Mesir bernama Ammar. Ada yang mengatakan, bahwa yang menyembelihnya itu adalah Ruman. Dan, ada pula yang mengatakan bahwa Utsman dibunuh oleh seorang jagoan Mesir, yang disebut al-Maut al-Aswad atau ad-Dam al-Aswad. Orang itu memotong pergelangan tangan Utsman, lalu beliau berkata, “Demi Allah, sungguh ini adalah telapak tangan yang pertama kali menulis mushaf.”

 

Tragedi itu sebelumnya sudah diramalkan oleh Nabi Saw. seperti yang diriwayatkan Bukhari dalam sebuah hadis sahih dari Abu Musa, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi Saw. memasuki sebuah kebun, lalu aku disuruh untuk menjaga Pintu kebun tersebut. Lalu, seorang laki-laki datang, dan minta izin untuk menemui beliau. Maka beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, dan gembirakanlah dia dengan surga.” Ternyata dia adalah Abu Bakar.

 

Lalu datang lagi seseorang, dan minta izin untuk masuk. Maka beliau bersabda, “Izinkan dia masuk, dan gembirakanlah dia dengan surga.” Ternyata dia adalah Umar bin Khaththab. Kemudian, datang lagi seseorang, dan minta izin untuk masuk. Kali ini, beliau diam sebentar, kemudian baru bersabda, “Izinkan dia masuk, dan gembirakanlah dia dengan surga karena musibah yang menimpanya.” Ternyata dia adalah Utsman bin Affan.

 

Ada yang mengatakan bahwa menurut pendapat yang benar, tidak diketahui dengan pasti siapa yang membunuh Khalifah Utsman. Namun, beliau dibunuh beramai-ramai, oleh beberapa orang yang datang dari Mesir dan daerah sekitarnya. Mereka adalah rakyat-rakyat biasa.

 

Sebelum peristiwa berdarah itu terjadi, beberapa sahabat sempat menemui Utsman. Di antara mereka ada Abdullah bin Umar yang telah siap dengan pedangnya, dan Zaid bin Tsabit. Kepada Utsman, Zaid berkata, “Orang-orang Anshar telah berada di depan pintu. Mereka mengatakan, jika engkau mau, kami adalah penolong Allah.” Setelah Zaid mengulangi ucapannya untuk kedua kalinya, barulah Utsman menjawab, “Tidak perlu, tahanlah diri kalian.”

 

Di dalam rumah itu, Utsman ditemani Hasan, Husain, Ibnu Umar, Abdullah bin Zubair, Abu Hurairah, Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dan Marwan bin Hakam. Mereka semua sudah siap dengan senjata. Tetapi, Utsman justru menghendaki agar mereka semua meletakkan senjata dan pulang serta tetap berada di rumahnya masing-masing. Abdullah bin Zubair dan Marwan bin Hakam berkata kepadanya, “Kami telah berjanji kepada diri kami sendiri untuk tidak meninggalkan engkau sendirian.”

 

Saat itu, Utsman kerepotan oleh pengepungan yang dilakukan kepadanya, sehingga dia kehabisan makanan dan minuman. Bahkan, dia terpaksa berbuka puasa dengan air laut yang asin.

 

Menurut Zubair bin Bakar, Khalifah Utsman dikepung selama 2 bulan 20 hari. Sedang menurut al-Waqidi, Khalifah dikepung selama 49 hari. Begitu pintu rumahnya dibuka, orang-orang keluar darinya, dan menyerahkan kepadanya panji-panji Islam.

 

Salith bin Abi Salith berkata, “Kami dilarang Khalifah untuk memerangi mereka. Jika kami diizinkannya, pastinya kami akan memerangi mereka hingga mereka keluar dari tempat-tempat bertahan mereka. Selanjutnya, mereka pun memasuki rumah beliau, lalu, terbunuhlah orang yang dikehendaki Allah -Usman- oleh seorang yang hina.”

 

Alasan Utsman bin Affan Tidak Melawan Para Pemberontak

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Bar dari Aisyah, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadaku, “Panggilkan untukku seorang sahabatku!” Aku bertanya, “Abu Bakar?” Beliau menjawab, “Bukan.” Aku bertanya lagi, “Umarkah?” Beliau menjawab, “Bukan.” Aku bertanya lagi, “Anak paman engkaukah, Ali?” Beliau menjawab, “Bukan.” Aku bertanya lagi, “Utsmankah?” Beliau menjawab, “Ya.” Begitu Usman datang, beliau memberi isyarat kepadaku dengan tangannya, maka aku pun menghindar. Lalu, Rasulullah Saw. membisikkan sesuatu kepada Utsman, sedang wajah Utsman tampak pucat.

 

Karenanya, pada saat Utsman sedang dikepung di rumahnya, seorang sahabat bertanya kepadanya, “Apakah perlu kami berperang untuk melindungimu?” Beliau menjawab, “Tidak usah. Rasulullah Saw. telah menjanjikan kepadaku sebuah janji, dan aku tetap bersabar menghadapi ujian ini.”

 

Disebutkan dalam Sunan at-Tirmidzi sebuah hadis dari Aisyah bahwa Nabi Saw. pernah bersabda, “Wahai Utsman, mungkin Allah akan memberikan sehelai pakaian kepadamu. Jika mereka menginginkan pakaian itu darimu, maka janganlah kamu tanggalkan untuk mereka.” Tirmidzi berkata, ini hadis hasan gharib.

 

Juga disebutkan dalam Sunan at-Tirmidzi sebuah hadis dari Ibnu Umar, dia berkata, ketika menyinggung tentang fitnah, Nabi Saw. bersabda, “Pada saat itu, Utsman akan terbunuh secara aniaya.” Tirmidzi berkata, ini hadis hasan gharib.

 

Diriwayatkan bahwa pada saat pengepungan, Abdullah bin Umar bin Khaththab — Ibnu Umar— menemui Utsman, dan berkata padanya, “Perhatikanlah apa yang dikatakan Orang-orang itu. Mereka menuntut agar engkau melepaskan jabatan, atau mereka akan membunuhmu.” Lalu ibnu Umar berkata kepada Utsman, “Apakah engkau merasa akan hidup kekal di dunia?” Utsman menjawab, “Tidak.” Dia berkata lagi, “Apakah mereka akan menuntut lebih dari sekadar membunuh engkau?” Utsman menjawab, “Tidak.” Dia berkata lagi, “Apakah mereka memiliki surga atau neraka untuk engkau?” Utsman menjawab, “Tidak.” Dia lalu berkata, “Kalau begitu, janganlah engkau tanggalkan pakaian yang telah Allah berikan kepada engkau. Karena hal itu nantinya akan menjadi kebiasaan di kemudian hari. Begitu suatu kaum tidak menyukai khalifahnya, maka mereka langsung menuntutnya turun lalu membunuhnya.”

 

Usia Utsman bin Affan Saat Beliau Dibunuh

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai usia Utsman ketika dia dibunuh oleh para pemberontak itu —semoga Allah memasukkan mereka ke dalam neraka—. Ada yang mengatakan, saat itu beliau berusia 88 tahun, dan ada pula yang mengatakan 90 tahun. Menurut Qatadah, Utsman dibunuh ketika berusia 86 tahun. Dan, ada pula yang mengatakan selain itu.

 

Namun, yang jelas, beliau dibunuh secara aniaya seperti yang sebelumnya telah dinyatakan oleh Rasulullah Saw. dan sejumlah tokoh Ahli Sunnah. Jenazahnya dibuang di tempat sampah. Selama tiga hari, tidak ada seorang pun yang berani menguburkannya. Akhirnya, pada suatu malam datanglah sejumlah orang secara sembunyi-sembunyi mengambil jenazahnya. Setelah diletakkan di sebuah dipan, mereka lalu menyalatkannya dan menguburkannya di suatu tempat di Baqi’, yang disebut dengan Hasy Kaukab. Konon, sewaktu masih hidup, Utsman telah memberi batas daerah itu, yang sudah termasuk daerah Baqi’. Setiap kali melewati tempat tersebut, beliau selalu berkata, “Nanti, ada orang saleh yang akan dikubur di tempatmu ini.” Ternyata orang saleh tersebut adalah dirinya sendiri. Kubur tersebut disembunyikan, supaya tidak bisa dikenali orang banyak.

 

Menurut al-Waqidi, Utsman terbunuh pada hari Jumat tanggal 8 Zuhijah, atau yang lazim disebut dengan hari Tarwiyah, di tahun 35 H. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa beliau terbunuh pada malam tanggal 12 Zulhijah. Beliau memegang tampuk kekhalifahan selama kurun waktu 11 tahun, kurang beberapa hari.

 

Ada yang mengatakan bahwa pada saat itu yang memberontak terhadap Utsman adalah orang-orang Mesir dan para pengikutnya dari berbagai negeri. Mereka berjumlah 4.000 orang. Sementara penduduk Madinah saat itu berjumlah 40.000 orang.

 

Para ulama berselisih pendapat tentang sikap orang-orang ketika menghadapi musibah seperti yang dialami Utsman. Menyerahkan dirikah atau harus membela diri?

 

Beberapa orang sahabat, tabi’in, dan fuqaha’ kaum muslimin membolehkan menyerahkan diri pada saat itu. Ini adalah salah satu di antara dua pendapat Syafi’i. Dan, sebagian ulama lainnya berpendapat, tidak boleh menyerah begitu saja, tetapi harus melakukan perlawanan atau membela diri. Masing-masing dari dua pendapat tersebut memiliki dalil tersendiri.

 

Menuntut Balas Atas Kematian Khalifah Utsman bin Affan

 

Ada sementara ulama yang mengatakan bahwa kendatipun seluruh manusia dari belahan bumi bagian barat dan ilmur dikumpulkan untuk menolong Utsman, niscaya mereka tidak akan sanggup menolongnya. Soalnya, Rasulullah Saw. pada masa hidupnya sudah memperingatkan bahwa Khalifah Utsman akan ditimpa dengan suatu musibah. Hal itu merupakan salah satu bentuk mukjizat beliau, dan apa yang beliau kabarkan pasti akan terjadi sepeninggal beliau.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Muhammad bin al-Mutsanna dan Muhammad bin Hatim dari Mu’adz bin Mu’adz dari Ibnu Auf dari Muhammad dari Jundub, dia berkata, pada hari menjelang tragedi Jara’ah, aku datang ke kediaman Utsman. Aku lalu melihat seorang laki-laki sedang duduk. Tanpa mengenali terlebih dahulu siapa orang itu, aku berkata padanya, “Pada hari ini, benar-benar akan terjadi pertumpahan darah di sini.” Orang itu menukas, “Tidak, demi Allah.” Aku berkata, “Itu akan terjadi, demi Allah.” Orang itu berkata, “Tidak, demi Allah.” Aku berkata, “Itu akan terjadi, demi Allah.”

 

Lalu, orang itu berkata hingga tiga kali, “Tidak, demi Allah, karena ada hadis Rasulullah Saw. yang pernah diceritakannya kepadaku.” Lalu aku berkata kepadanya, “Seburuk-buruknya teman duduk hari ini adalah kamu. Sejak tadi, kamu selalu menyangkal omonganku. Aku sendiri mendengarnya dari Rasulullah Saw., dan janganlah kamu menghalangiku.” Lalu aku berkata, “Mengapa kamu marah seperti itu.” Kemudian, aku hampiri orang itu untuk menanyainya. Ternyata dia adalah Hudzaifah.

 

Jara’ah adalah sebuah tempat yang terletak dekat Kufah, melewati jalan al-Hirah. Sebagian pembaca, membacanya dengan fathah Jim dan Ra’ (Jara’ah). Sedangkan yang lain dengan sukun Ra’ (Jar’ah).

 

Pada tahun ke-34 H, penduduk Kufah menuntut kepada Utsman agar menarik Sa“id bin al-Ash bin Umayah bin Abdu Syams sebagai Gubernur Kufah, karena mereka sudah tidak menyukainya. Sebagai gantinya, mereka mengusulkan Abu Musa al-Asy’ari. Akhirnya, tuntutan mereka dipenuhi. Dan jabatan tersebut akhirnya dipegang Abu Musa sampai peristiwa terbunuhnya Utsman.

 

Mendengar berita terbunuhnya Utsman, maka Ya’la bin Umayyah at-Tamimi al-Handhali Abu Shafwan, atau yang lebih dikenal dengan Abu Khalid, hendak menolongnya. Dia masuk Islam pada peristiwa penaklukkan kota Mekah. Dia sempat ikut berperang bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain, Tha’if, dan Tabuk. Saat itu, dia adalah seorang komandan pasukan dan pemimpin negeri Shana.

 

Dia Abu Khalid bergegas datang ke Madinah. Tetapi, di tengah perjalanannya dia terjatuh dari untanya hingga tulang pahanya patah. Namun, dia tetap meneruskan

 

perjalanannya hingga sampai di Mekah, setelah selesai musim haji. Lalu, dia keluar menuju masjid dalam keadaan terbaring di atas tandu. Setelah itu, orang-orang datang mendekatinya dan berkumpul. Dia lalu berkata kepada mereka, “Siapa saja yang mau menuntut balas atas kematian Utsman, maka aku bersedia menanggung biayanya ?”

 

Dan ternyata, dia telah membantu Zubair dengan memberikan dana sebesar 400.000 dinar, dan memberikan tunggangan kepada 70 orang Quraisy. Dan, dia juga telah memberikan tunggangan kepada Aisyah, berupa seekor unta bagus, yang bernama “Adzub.” Unta tersebut berharga mahal yang dibelinya seharga 200 dinar. Demikian yang dituturkan oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitabnya, al-Isti’ab.

 

Sedang menurut ibnu Syaibah dalam kitabnya, al—Jamal, unta itu dibelinya seharga 80 dinar, dan diberi nama “Askar.” Namun, riwayat yang pertama lebih sahih.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Muhammad bin Umar dari Ismail bin Ibrahim dariayahnya, dia berkata, Abdullah bin Abu Rabi’ah adalah seorang pejabat Khalifah Utsman di wilayah Shan’a. Begitu mendengar kabar kematian Utsman, dia segera datang untuk menolongnya dengan menaiki seekor bigal. Di tengah perjalanannya, dia bertemu dengan Shafwan bin Umayah yang menaiki seekor kuda. Lalu, kuda Shafwan itu mendekati bigal Abdullah. Seketika itu juga, bigal itu berontak, dan membuat Abdullah terlempar dari atasnya hingga tulang pahanya patah.

 

Setelah kecelakaan tersebut, dia — Abdullah bin Abu Rabi’ah datang ke Mekah. Pada saat itu, Aisyah juga sedang berada di Mekah untuk mengajak penduduknya menuntut balas atas kematian Utsman. Maka Abdullah menyuruh agar disiapkannya tandu untuk pergi ke masjid, lalu dia pun dibawa di atas tandu tersebut ke sana. Maka, di teras masjid, dia berseru, “Hai manusia, siapa saja yang hendak menuntut balas atas kematian Utsman, maka aku bersedia menanggung biayanya.” Dan ternyata, banyak di antara mereka yang ditanggung biayanya, dan diberi tunggangannya oleh Abdullah. Sementara dia sendiri tidak bisa bergabung dengan mereka karena luka pada kakinya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Muhammad bin Umar dari Muhammad bin Abdullah bin Ubaid dari Abu Malikah dari Abdullah bin Abu as-Sa’ib, dia berkata, aku melihat Abdullah bin Abu Rabi’ah duduk di atas tandu, di teras Masjidil Haram. Pada saat itu, dia sedang membujuk Orang-orang agar bersedia berangkat untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Dan, dia juga memberikan kendaraan kepada mereka.

 

Demikianlah penuturan Ibnu Sa’ad didalam kitab ath-Thabagah, dan tidak ada pertentangan pendapat dalam masalah ini. Wal-hamdulillah. Ini berarti, bahwa mereka berdua —Ya’la bin Umayyah dan Abdullah bin Abu Rabi’ah datang untuk menolong Utsman, namun kaki mereka patah. Keduanya berkumpul di Mekah, dan mempersiapkan orang-orang yang akan turut serta ke medan perang. Wallahu a’lam.

 

Peristiwa Perang Jamal

 

Pada tahun peristiwa terjadinya pembunuhan terhadap Utsman, Aisyah sedang melaksanakan haji. Maka, Thalhah, Ya’la, dan Zubair menemui Aisyah di Mekah, dan berkata, “Mudah-mudahan engkau bersedia juga berangkat.” Mereka mengharapkan orang-orang mau berkumpul kepada Aisyah, karena beliau adalah istri Nabi Saw… Namun, Aisyah menolaknya. Kemudian mereka memberi hujah kepadanya dengan firman Allah Ta’ala,

 

“Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.” (QS. an-Nisa’: 114)

 

Mereka mengatakan juga kepadanya, “Sesungguhnya orang-orang yang berkumpul untuk menuntut balas atas kematian Utsman di Bashrah cukup banyak.” Karena bujukan-bujukan itu, akhirnya Aisyah menyatakan bersedia.

 

Selanjutnya, dihimpunlah sejumlah orang pilihan dalam pasukan. Mereka menghujani Ali dan pasukannya dengan anak-anak panah. Tapi, Ali berkata kepada pasukannya, “‘Janganlah kalian balas mereka dengan panah-panah kalian, janganlah kalian pukul dengan pedang, dan janganlah kalian tikam dengan tombak.”

 

Setelah itu, ada seorang laki-laki dari kelompok itu yang melemparkan anak panahnya hingga menewaskan seorang pasukan Ali. Ketika mayatnya dibawa ke hadapan Ali, beliau berkata, “Ya Allah, saksikanlah.” Kemudian, terjadi lagi hal yang serupa, namun Ali tetap berkata, “Ya Allah, saksikanlah.”

 

Akhirnya, Ali memanggil Zubair, dan berseru, “Wahai Abu Abdillah, mendekatlah kepadaku. Aku ingin mengingatkan engkau tentang sesuatu yang pernah dikatakan Rasulullah Saw. kepada kita berdua.” Zubair bertanya, “Apakah aku dijamin aman?” Ali menyahut, “Ya, engkau pasti aman.” Maka Zubair pun mendatangi Ali. Kemudian Ali mengingatkannya bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada Zubair, —pada saat itu, kita sempat melempar senyum di hadapan beliau—, “Ketahuilah, sesungguhnya kamu akan memerangi Ali, dan pada saat itu kamu berada di pihak yang keliru.” Zubair pun lalu menjawab, “Ya Allah, sungguh aku benar-benar lupa, kecuali pada saat ini.”

 

Selanjutnya, Zubair segera mengalihkan tali kekang kudanya untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi, putranya, Abdullah mencegatnya dan bertanya, “Mau ke mana?” Zubair menjawab, “Aku telah diingatkan Ali akan sabda Rasulullah Saw. kepadanya.” Mendengar jawaban ayahnya, dia berkata, “Aku rasa bukan karena itu, tapi ayah takut melihat pedang-pedang Bani Hasyim yang tajam, yang berada di tangan orang-orang kuat.” Zubair menyanggah, “Celaka kamu. Aku bukan pengecut. Berikan tombak itu padaku.” Karena terprovokasi, akhirnya Zubair menerjang ke tengah-tengah pasukan Ali.

 

Lalu, Ali berkata, “Berilah tempat untuk berjalan bagi orang tua ini, karena sesungguhnya dia sedang bingung.” Kemudian Zubair menerjang ke kanan, ke kiri, dan ke tengah. Lalu dia kembali, dan berkata kepada anaknya, “Celakalah ibumu! Inikah perbuatan yang dilakukan orang pengecut?” Kemudian dia pun berpaling pulang.

 

Begitu sengitnya peperangan itu (Perang Jamal) sehingga memakan korban yang meninggal sebanyak 33.000 orang, walaupun ada juga yang mengatakan tidak lebih dari 17.000 orang. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat. Dari Bani al-Azd sebanyak 4.000 orang, Bani Dhabbah sebanyak 1.100 orang, dan sisanya adalah dari suku-suku lain. Itu semua tadi adalah dari para pengikut Aisyah. Sementara yang terbunuh dari pihak Ali sebanyak 1000 orang. Namun, ada juga yang mengatakan kurang dari itu.

 

Sebanyak 70 orang dari Bani Dhabbah tangannya terputus dari atas unta mereka. Setiap kali tangannya terputus, maka kendali dialihkan kepada yang lain. Dalam peperangan tersebut, unta yang dikendarai Aisyah menjadi pemegang bendera, hingga unta itu mati terbunuh. Sedang unta tersebut dipasangi baju besi.

 

Beberapa ahli sejarah mengatakan, sesungguhnya perang saudara yang terjadi di Bashrah tersebut tanpa direncanakan terlebih dahulu, tetapi terjadi secara mendadak dan spontanitas. Masing-masing dari kedua belah pihak merasa benar. Masing-masing pihak mengira bahwa salah satu pihak telah berkhianat kepadanya. Kendatipun demikian, sebenarnya mereka sudah hendak berdamai dan bersepakat dengan baik-baik. Namun, muncul kekhawatiran pada orang-orang yang telah membunuh Utsman bahwa mereka akan terus dipojokkan.

 

Akhirnya, para pembunuh Usman berkumpul dan bermusyawarah. Mereka sepakat untuk membuat dua kelompok, satu kelompok menyusup ke pasukan Ali, dan kelompok lainnya menyusup ke pasukan Thalhah dan Zubair. Kemudian mereka sama-sama membuat teror dan membunuh beberapa anggota pasukan. Pihak pasukan Ali menuduh Thalthah dan Zubair telah berkhianat. Sebaliknya, pihak Thalhah dan Zubair menuduh bahwa Ali lah yang telah berkhianat. Akibatnya, terjadilah peperangan sengit yang memakan banyak korban berjatuhan. Peperangan itu berlangsung sejak hari Kamis siang, hingga menjelang Asar, pada tanggal 10 Jumadil Akhir, tahun ke-36 H (656 M).

 

Disebutkan dalam Shahih Muslim dalam Bab Fitnah sebuah hadis dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. pernah keluar dari rumah Aisyah, dan bersabda, “Puncak kekafiran itu akan muncul dari sini, dari tempat terbitnya dua tanduk setan.” Maksudnya dari arah ilmur.

 

Dalam riwayat lain yang disandarkan kepada Ibnu Umar al-Qawariri dan Muhammad bin al-Mutsanna, pada saat itu Rasulullah Saw. keluar dari rumah Hafsah, kemudian beliau menyampaikan hadis tersebut di atas.

 

Riwayat lain dari Abdullah bin Sa’id mengatakan, pada saat Rasulullah Saw. berdiri dekat pintu rumah Aisyah, beliau lalu menunjuk tangannya ke arah ilmur dan bersabda, “Fitnah (kekacauan) yang terjadi di sini, dari tempat terbitnya dua tanduk setan.” Beliau mengucapkannya dua atau tiga kali.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya pada bagian ke-15 yang disandarkan kepada Aisyah dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Ismail bin Abu Khalid dari Qais bin Abu Hazim, dia berkata, ketika Aisyah tiba di Haubah, dia mendengar suara lolongan anjing dan berkata, aku rasa, aku harus kembali, karena Rasulullah Saw. pernah bersabda kepada kami (istri-istrinya), “Suara anjing yang melolong dengan keras itu pertanda bencana.” Zubair berkata kepadanya, “Engkau pulang saja. Mudah-mudahan karena kepulangan engkau, Allah berkenan mendamaikan manusia.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Waki’ bin al-Jarrah dari Isham bin Qudamah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang nanti menjadi pemilik unta yang berbulu lebat, maka di sekitarnya akan banyak orang yang terbunuh, namun dia sendiri akan selamat setelah hampir saja terbunuh.”

 

Hadis ini tsabit (kuat) dan sahih karena diriwayatkan oleh Abu Bakar Abdullah bin Abu Syaibah, seorang perawi yang adil, dan riwayatnya bisa diterima. Begitu juga Waki’ seorang perawi yang adil, kuat hafalannya, dan seorang yang fagih. Dia meriwayatkan dari ‘isham, seorang yang jujur dan adil seperti yang dikatakan Abu Amr bin Abdul Barr dalam Kitabnya, al-Isti’‘ab, dari Ikrimah, yang menurut mayoritas ulama dia adalah seorang yang jujur dan berilmu. Dan, hadis tersebut merupakan salah satu tanda-tanda kenabian Rasulullah Saw., yang mengabarkan segala sesuatu yang belum terjadi.

 

Abu Ja’far ath-Thabari dalam Tarikh athThabari berkata, “Ketika Aisyah keluar dari Bashrah dan hendak menuju Madinah, setelah berakhirnya peperangan, Ali mempersiapkan segala sesuatu kebutuhan Aisyah dengan sebaik-baiknya. Bahkan, Ali juga memilih 40 orang tokoh wanita Bashrah untuk menemani beliau. Selain itu, Ali juga membekali Muhammad, saudara Aisyah. Aisyah meninggalkan Bashrah pada hari Sabtu, pertengahan bulan Rajab tahun 36 H. Bahkan, Ali sendiri ikut mengantarkannya sejauh beberapa mil, dan menyuruh anak-anaknya untuk mengawal rombongan tersebut selama satu hari perjalanan.”

 

Mengapa Para Pembunuh Utsman bin Affan Tidak Diqisas?

 

Ada yang bertanya, kenapa Ali tidak menghukum para pembunuh Utsman?

 

Jawaban pertama, karena Ali bukanlah keluarganya dan tidak berhak untuk menuntutnya. Yang berhak menuntutnya adalah anak-anak Utsman itu sendiri. Mereka adalah Amr bin Utsman, anak tertua Usman; Aban bin Utsman, seorang ahli hadis dan fiqih, yang pernah ikut serta dalam Perang Jamal menemani Aisyah; dan al-Walid bin Utsman, yang memegang mushaf Utsman, sewaktu ayahnya dibunuh di kamarnya.

 

Menurut suatu riwayat yang diterangkan ibnu Abu Syaibah dalam kitabnya, al-Maarif, bahwa al-Walid bin Utsman adalah seorang yang berkumis dan sangat muda. Dan, ada lagi anak Utsman yang lain bernama Sa’id bin Utsman. Dia pernah menjadi gubernur di Khurasan dalam pemerintahan Mu’awiyah.

 

Mereka adalah anak-anak Utsman yang ada pada saat itu. Merekalah yang paling berhak menuntut hukuman qisas atas kematian ayahnya, bukan orang lain. Tetapi, kenyataannya tidak ada seorang pun dari mereka yang mengadukan dan minta keadilan hukum kepada Ali. Seandainya mereka mengajukan tuntutan, Ali pasti akan menghukumi mereka, karena beliau terkenal sebagai sahabat Nabi Saw. yang ahli dalam memutusi perkara.

 

Jawaban kedua, pada saat terjadinya peristiwa pembunuhan di kediaman Utsman, tidak ada dua orang saksi adil yang melihatnya dengan mata kepala sendiri, siapa pembunuh Utsman yang sebenarnya. Karenanya, qisas tidak boleh dilakukan terhadap seorang pembunuh, jika tidak ada bukti yang kuat. Apalagi pihak keluarga yang berhak menuntut mereka bersikap diam, tidak menuntut hak mereka. Karenanya, Ali tidak menghukum qisas terhadap para pembunuh Khalifah Utsman.

 

Setelah Ali terbunuh, begitu pula yang terjadi pada Mu’awiyah, ketika dia menjabat khalifah dan penguasa Mesir serta daeran-daerah sekitarnya. Dia tidak juga menegakkan hukuman qisas terhadap seorang pun yang dicurigai telah membunuh Utsman. Sedangkan sebagian besar yang dicurigai sebagai pembunuh Utsman adalah penduduk Mesir, Kufah, dan Bashrah; yang semua penduduknya berada di bawah kekuasaan Mu’awiyah. Sedang dulu sebelum berkuasa, Mu’awiyah-lah yang menuntut qisas, dan berkata, “Kami tidak akan membaiat terhadap orang yang melindungi para pembunuh Utsman, dan yang tidak mau menjatuhkan hukuman qisas terhadap mereka.”

 

Secara hukum, Mu’awiyah berkewajiban untuk taat kepada Ali ketika Ali resmi dibaiat sebagai khalifah di Masjid Rasulullah oleh seluruh kaum Muhajirin dan Anshar, tanpa ada tekanan maupun paksaan. Jumlah mereka sangat banyak, dan termasuk Ahlul Halli Wal Aqdi. Padahal, baiat itu sudah dianggap sah meski dilakukan beberapa orang dari Ahlul Halli Wal Aqdi saja.

 

Setelah Ali dibaiat, maka penduduk Syam bersedia membaiat Ali dengan syarat harus menangkap dahulu para pembunuh Utsman, dan mengaqisas mereka. Dengan diplomatis, Ali berkata, “Berbaiatlah dahulu kalian, lalu tuntutlah hak kalian, niscaya kalian akan mendapatkannya.” Tetapi, mereka menolaknya, “Engkau tidak berhak untuk dibaiat, karena kami melihat para pembunuh Utsman itu bersama engkau pagi dan sorenya.”

 

Dalam permasalahan ini, Ali lebih tepat, sehingga tidak mau terjebak. Kalau tuntutan mereka itu penuhi, maka akan ada beberapa suku atau kabilah yang akan membela mereka. Dan, hal itu pasti dapat mengakibatkan peperangan yang ketiga kalinya. Karena itu, Ali memilih menunggu hingga pemerintahannya Kuat, dan pembaiatan terhadap dirinya berjalan dengan sempurna, serta tuntutan yang diajukan oleh wali-wali Utsman sudah masuk ke persidangan, maka Ali baru dapat menyidangkan mereka dengan benar.

 

lbnu al-Arabi Abu Bakar berkata, “Seluruh ulama sepakat bahwa boleh hukumnya bagi seorang imam menangguhkan pelaksanaan hukuman qisas, jika qisas itu diyakini dapat menimbulkan fitnah atau perpecahan. Begitu juga yang dilakukan oleh Thalhah dan Zubair. Mereka tidak ada niat untuk menolak Ali dari kekuasaannya (khalifah), dan tidak ada niat juga untuk menyanggah dalam urusan agamanya. Namun, bagi mereka, semestinya diselesaikan dulu masalah para pembunuh Utsman.”

 

Peristiwa Perang Shiffin

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Harmalah bin Imran dari Yazid bin Abi Habib dari Muhammad bin Yazid bin Abi Ziyad ats-Tsaqafi, dia berkata, Qais bin Kharsyah dan Ka’ab al-Kinani pernah berjalan jauh hingga keduanya tiba di Shiffin. Setelah memandang sesaat, Ka’ab berhenti dan berkata, “La ilaha illallah. Sungguh, di tempat ini akan lebih banyak lagi darah kaum muslimin yang tertumpah, yang tidak pernah tertumpah di tempat yang lain.” Mendengar itu, Qais marah seraya berkata, “Apa maksudmu, wahai Abu Ishak? Apa yang kamu katakan itu adalah urusan gaib yang hanya diketahui Allah saja.’” Maka Ka’ab berkata, “Tidak ada tanah sejengkal pun di muka bumi, yakni segala sesuatu yang terjadi di atasnya hingga hari Kiamat, kecuali sudah tercatat di dalam kitab Taurat, yang telah Allah turunkan kepada Musa bin Imran. ”

 

Adapun latar belakang terjadinya Perang Shiffin, bahwa pada saat Mu’awiyah mendengar keberangkatan Amirul Mukminin Ali dari lrak, yang akan menuju kepadanya, maka dia pun segera berangkat dari Damaskus, dan tiba di Shiffin pada pertengahan bulan Muharam. Dia tiba di sana lebih dulu, hingga dengan leluasa, dia mengambil tempat yang strategis di dekat sungai Eufrat. Lalu, didirikannya sebuah bangunan di sana untuk menyimpan hartanya.

 

Shiffin adalah sebuah padang pasir, yang banyak dengan perbukitan kecil. Pada waktu itu, pasukan Syam terlebih dahulu mendirikan bangunan-bangunan yang tinggi di sepanjang sungai Eufrat. Sehingga, menghalangi orang-orang yang ingin meminum air sungai tersebut, termasuk Ali dan pasukannya. Ali mencoba membujuk mereka dengan nasihat-nasihat yang baik dan ayat-ayat al-Qur’an. Bahkan, memperingatkan mereka dengan sabda Nabi Saw. tentang orang yang tidak mau memberi kelebihan air kepada Orang lain ketika sedang berada di padang pasir. Tetapi, mereka keras kepala, dan bahkan menjawab dengan kata-kata yang sangat tidak sopan, hingga akhirnya Ali terpaksa menyerang mereka dengan pedang dan tombak.

 

Setelah berhasil menaklukkan mereka, Ali mempersilakan orang-orang yang ingin meminum air sungai Eufrat, baik laki-laki maupun perempuan. Selanjutnya Ali membangun sebuah masjid di atas bukit, di tepi sungai tersebut. Selama Ali dan pasukannya berada di sana, masjid tersebut digunakan untuk melaksanakan shalat lima waktu secara berjamaah, mengingat pahalanya lebih banyak dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendiri.

 

Dan, bersama Ali, ikut pula sejumlah pasukan Perang Badar dan para sahabat yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Saw. di bawah pohon. Pada saat itu, Ali sebagai pembawa bendera-bendera yang pernah dibawa oleh Rasulullah Saw. di saat berperang melawan kaum musyrikin.

 

Di Shiffin, baik Ali maupun Mu’awiyah sama-sama tinggal selama 7 bulan. Ada yang mengatakan selama 9 bulan, dan ada juga yang mengatakan selama 3 bulan. Sebelum pertempuran dimulai, di antara mereka terdapat tidak kurang dari 70 barisan. Dalam perang yang berlangsung selama tiga hari itu, yaitu tanggal 13, 14 dan 15, dari kedua belah pihak jatuh korban sebanyak 73.000 orang. Begitu yang diceritakan oleh perawi yang jujur dan adil, Abu tshak Ibrahim Ibnu al-Husain al-Kisa’i al-Hamdani, atau yang lebih dikenal dengan Abu Daizil, yang biasa disebut dengan Safinah.

 

Konon, pada malam-malam al-Harir itu, Abu Ishak ada di sana, di mana kedua pasukan saling berteriak dengan suara-suara yang keras. Al-Harir itu sendiri adalah suara lolongan serigala. Mula-mula, kedua pasukan saling melempar anak panah sampai habis. Lalu, mereka saling tusuk dengan tombak sampai terkoyak-koyak. Kemudian dilanjutkan dengan saling beradu pedang sampai patah semua. Selanjutnya, mereka berjalan Kaki turun menyerang dengan menggunakan potongan-potongan besi untuk membunuh musuhnya. Karenanya, yang terdengar pada saat itu adalah pekikan suara dan pukulan besi yang menimpa kepala mereka. Di saat pedang-pedang mereka seperti sabit, maka mereka saling melemparkan batu. Ada yang mengambil tanah kemudian melemparkannya ke arah musuh, dan ada juga yang saling gigit.

 

Pada saat itu, debu beterbangan menyelimuti medan perang bagaikan awan yang sangat tebal. Bendera-bendera dan panji-panji tidak tampak, tidak tahu berada di mana. Sedang, empat waktu shalat terlewat, karena pertempuran dimulai selepas shalat Subuh, dan mereka terus berperang hingga tengah malam. Itu terjadi pada bulan Rabi’ul Awal tahun 39 H. Begitu menurut Imam Ahmad bin Hanbal di dalam Tarikh-nya. Sedang yang lain mengatakan bahwa perang tersebut berlangsung pada bulan Rabi’ul Awal saja.

 

Pada Perang Shiffin, jumlah pasukan Syam sebanyak 135.000 orang, sedangkan jumlah pasukan Irak sebanyak 120.000 atau 130.000 orang. Demikian, menurut riwayat Zubair bin Bakar Abu Abdullah dari Umar bin Umar bin Abi Bakar al-Muammili dari Zakaria bin Isa dari Ibnu Syhab dari Muhammad bin Amr bin ‘Ash — salah seorang yang ikut dalam Perang Shiffin dan menderita luka parah di sana—.

 

Manakah Pihak yang Bersalah Dalam Perang Shiffin?

 

lbnu Dihyah al-Hafizh berkata, telah terjadi ijma’ bahwa kelompok pemerintah (Ali) merupakan kelompok yang benar. Sedang lawannya adalah kelompok yang salah.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih Muslim dari Muhammad bin al-Mutsanna bin bin Basyar dari Muhammad bin Ja’far dari Syu’bah dari Abu Salamah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, telah mengabarkan kepadaku, orang yang lebih baik dariku, sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah berkata kepada Ammar, di saat dia sedang menggali parit, sambil mengusap kepala Ammar, “Kasihan kamu, hai anak Sumayyah. Kamu akan dibunuh oleh sekelompok pemberontak.”

 

Dalam sanad yang berbeda disebutkan bahwa yang dimaksud oleh Abu Nadhrah dengan orang yang lebih baik dariku yaitu Abu Qatadah.

 

Abu Umar bin Abdul Barr dalam kitabnya, al-Isti’ab, ketika menerangkan riwayat hidup Ammar, dituturkan sebuah hadis mutawatir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ammar akan dibunuh oleh sekelompok pemberontak.” Ini adalah hadis yang paling sahih riwayat Muslim.

 

Para fuqaha Islam berkata seperti yang dikutip Imam Abdul Qahir dalam kitab a/-lmamah, dan telah disepakati oleh para fuqaha Hijaz dan Irak, baik dari Ahli Fiqih maupun Ahli Ra’yu, seperti Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, al-Auza’i, dan sebagian besar Ahli Kalam, mereka mengatakan bahwa dalam Perang Shiffin dan perang Jamal, Ali berada di pihak yang benar. Dan, mereka juga berkata bahwa orang-orang memerangi Ali adalah para pemberontak yang berbuat zalim kepadanya. Namun, atas pemberontakan mereka, tidak boleh sampai mengkafirkan mereka.

 

Dikatakan oleh Imam Abu Manshur atTaimi al-Baghdadi dalam kitabnya, al-Farq, “Dalam akidah Ahlus Sunnah, mereka mengatakan bahwa dalam perang Shiffin dan perang Jamal, Ali berada di pihak yang benar. Dan, mereka juga mengatakan bahwa orang-orang yang memerangi Ali adalah para pemberontak yang berbuat zalim kepadanya. Namun, atas pemberontakan yang mereka lakukan, tidak boleh sampai mengkafirkan mereka.”

 

Dan, dikatakan juga oleh Imam Abu Manshur at-Taimi al-Baghdadi dalam kitabnya, al-Farq, dalam menerangkan akidah Ahlus Sunnah, “Para ulama telah sepakat bahwa Ali berada di pihak yang benar ketika memerangi pasukan Jamal, yakni Thalhah, Zubair, dan Aisyah di Bashrah. Dan, Ali juga berada di pihak yang benar ketika memerangi pasukan Shiffin, yakni Mu’awiyah dan pasukannya.”

 

Imam Abu al-Ma’ali dalam kitabnya, al-irsyad, mengatakan, “Ali adalah seorang imam (pemimpin) yang sah, dan orang-orang yang memeranginya adalah para pemberontak. Dan, hendaknya tetap berprasangka baik terhadap mereka, walaupun mereka itu banyak melakukan kesalahan. Sebab, pada dasarnya mereka itu hendak bermaksud baik.” Di akhir tulisannya tersebut, beliau mengemukakan pandangannya, sudah cukup bagi kalian keterangan Rasulullah Saw. kepada Ammar dalam hadis beliau, “Kamu akan dibunuh oleh sekelompok pemberontak.”

 

Hadis di atas merupakan hadis yang tsabit (kuat), sebagaimana yang telah dibahas di awal. Pada saat Mu’awiyah tidak sanggup menyangkal hadis tersebut, karena menurutnya juga hadis tersebut tsabit, maka dia berkilah, “Yang membunuhnya adalah orang yang telah mengajaknya ke medan pertempuran, yaitu Ali.” Andai saja hadis tersebut di dalamnya penuh dengan keragu-raguan, pastinya Mu’awiyah pun akan menyangkalnya, mengingkarinya, dan mendustakan siapa pun yang mengutipnya, dan menganggap hadis tersebut palsu.

 

Pernyataan Mu’awiyah tersebut disanggah Ali, “Kalau begitu, yang membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib adalah Rasulullah Saw., karena beliaulah yang mengajak Hamzah ke perang Uhud.” Kemudian Mu’awiyah bungkam, tidak bisa menjawab. Inilah sebagaimana yang dituturkan oleh al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dahyah.

 

Suatu Masa Tidak Akan Datang, Melainkan Keadaannya Lebih Buruk daripada Masa Sebelumnya

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Zubair bin Adi, dia berkata, kami pernah menemui Anas bin Malik untuk mengadukan apa pun yang pernah kami alami dari para jamaah haji.” Maka dia berkata, “Bersabarlah kalian, karena sesungguhnya suatu masa tidak akan datang kepada kalian kecuali masa sesudahnya itu lebih buruk daripada masa sebelumnya hingga kalian bertemu dengan Tuhan kalian. Dan, aku mendengar hal itu dari Nabi Saw..” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dan berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Jarak waktu semakin mendekat, ilmu berkurang, kekikiran diterima, kekacauan-kekacauan (fitnah) bermunculan, dan kejahatan semakin banyak.” Para sahabat bertanya, “Apa al-haraj itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pembunuhan, pembunuhan.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., jarak waktu semakin mendekat”’ ialah umur-umur semakin pendek, dan berkah semakin langka. Ada yang mengatakan, yang dimaksud ialah telah dekatnya peristiwa hari Kiamat. Juga, ada yang mengatakan, yang dimaksud ialah terasa cepatnya waktu-waktu yang berlalu, berdasarkan sebuah hadis hasan yang diriwayatkan Tirmidzi, “Sesungguhnya waktu semakin mendekat, sehingga setahun terasa sebulan, sebulan terasa seminggu, seminggu terasa sehari, sehari terasa sejam, dan sejam terasa lamanya pelepah kurma yang terbakar.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.

 

Hammad bin Salamah berkata, aku pernah bertanya kepada Abu Sinan tentang sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya waktu semakin mendekat, sehingga setahun terasa sebulan …, dia menjawab, “Itu menandakan nikmatnya kehidupan.” Sementara menurut al-Khathabi, itu adalah zaman munculnya al-Mahdi yang membawa keadilan dan kedamaian, seperti yang akan dikemukakan nanti. Pada saat itu, hidup akan terasa nikmat sehingga hari-hari yang berlalu terasa begitu cepat. Begitu yang lazim dirasakan manusia. Jika mereka berada dalam kesenangan, waktu yang sebenarnya cukup lama, namun sepertinya berjalan terasa cepat. Sebaliknya, jika mereka berada dalam penderitaan, waktu yang sebenarnya pendek, namun sepertinya berjalan terasa sangat lambat.

 

Sabda Nabi Saw., “Kekikiran diterima” artinya menerima, mempelajari, menasihatkan, dan mengajak. Kata-kata yang sama sepertinya, seperti firman-Nya,

 

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya.” (QS. al-Baqarah: 37)

 

Artinya, Nabi Adam a.s. menerima kalimatkalimat tersebut dan mempelajarinya. Ada juga yang membaca kata “yulaqqa”’ dengan “yulqa”, huruf Lam dan Qaf-nya ditakhfif, yang bermakna ditinggalkan. Maksudnya, bahwa pada saat itu semua orang kaya merasa kebingungan, karena sudah tidak menemukan lagi orang yang mau menerima sedekahnya.

 

Menghindari Fitnah Dengan Menanggalkan Senjata, dan Hukum Orang yang Dipaksa Atasnya

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan lama lagi, akan tiba suatu masa, di mana harta benda terbaik seorang muslim adalah seekor kambing yang dibawanya ke puncak gunung-gunung dan ke tempat-tempat turunnya hujan. Dia berlari menyelamatkan agamanya untuk menghindari berbagai fitnah (kekacauan).”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Bakrah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kelak, akan terjadi banyak fitnah (kekacauan). Ketahuilah, lalu. akan terjadi lagi fitnah. Ketahuilah, lalu akan terjadi lagi fitnah, di mana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang melibatkan diri dengan fitnah. Ketahuilah, jika kekacauan itu telah turun dan terjadi, maka siapa pun yang mempunyai unta hendaklah dia menemui untanya. Siapa pun yang mempunyai kambing, hendaklah dia menemui kambingnya. Dan, siapa pun yang mempunyai tanah, hendaklah dia menemui tanahnya.”

 

Lalu, seorang laki-laki bertanya. “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika ada orang yang tidak memiliki unta, kambing, atau tanah?” Beliau bersabda, “Hendaklah dia mengambil pedangnya, dan memukulkan pedangnya itu ke batu. Sesudah itu sedapat mungkin hendaklah dia menghindar. Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan! Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan! Ya Allah, bukankah telah aku sampaikan!” Lalu, seorang laki-laki lain bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau, jika aku dipaksa masuk ke salah satu golongan muslim yang saling bermusuhan itu, lalu aku terbunuh atau terpanah hingga aku mati?” Beliau bersabda, “Dia akan memikul dosanya dan dosamu, dan dia termasuk penghuni neraka.”

 

Dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan terjadi banyak fitnah, di mana orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang melibatkan diri dengan fitnah. Siapa pun yang terlibat dengan fitnah, maka dia akan mengalami kehancuran. Dan, siapa pun yang mendapatkan tempat berlindung, maka sebaiknya dia berlindung kepadanya.” Hadis hasan sahih

 

Perintah Untuk Tetap Tinggal di Rumah Ketika Terjadi Kekacauan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Burdah, dia berkata, aku pernah menemui Muhammad bin Maslamah, lalu dia menyatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kelak, akan terjadi fitnah, persengketaan, perpecahan, dan permusuhan. Jika hal itu terjadi, maka datanglah dengan membawa pedangmu kepada seseorang, lalu pukulkanlah pedang tersebut sampai patah. Kemudian duduklah di rumahmu hingga kamu didatangi oleh tangan yang salah, atau maut yang mengakhirimu.” Muhammad bin Maslamah berkata, kemudian semua itu benar-benar terjadi, dan aku telah melakukan pesan Nabi Saw. tersebut.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Musa, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di hadapan kalian bakal terjadi fitnah-fitnah (kekacauan) bagaikan potongan-potongan malam yang sangat gelap. Pada saat! itu, seseorang di pagi harinya beriman, lalu di sore harinya kafir. Pada saat itu, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang melibatkan diri dengan fitnah.” Maka para sahabat bertanya, “Karenanya, lalu apa yang engkau perintahkan p kepada kami, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian harus senantiasa tetap tinggal di rumah-rumah kalian.”

 

Sebagian Sahabat Nabi Saw. Menjauhkan Diri dari Fitnah

 

Para ulama berkata, Muhammad bin Maslamah adalah salah seorang dari mereka yang menghindari perselisihan dan peperangan (perang Jamal dan perang Shiffin) yang terjadi di antara sesama sahabat. Dan, Nabi Saw. pernah, berpesan kepadanya agar dia membuat pedang, dari kayu jika fitnah itu telah terjadi. Pesan beliau , itu telah dilaksanakannya, dan dia tinggal di daerah Rabadzah. , Sahabat-sahabat lain yang juga memilih menghindari kekacauan (fitnah) pada masa itu? adalah Abu Bakrah, Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Abu Dzar, Hudzaifah, Imran bin Hushain, Abu Musa, Ahban bin Shaifi, Sa’ad bin Abu Waqqash, dan lain-lainnya. Sementara dari kalangan tabi’in ialah Syuraih, Ibrahim an-Nakha’i, dan lain-lainnya. Semoga Allah selalu meridai mereka semua. Amin.

 

Menurutku, fitnah dan peperangan yang terjadi di antara mereka, itu karena perbedaan nasil ijtihad mereka masing-masing. Jika ijtihadnya benar, maka mereka mendapatkan dua pahala, dan jika keliru maka mendapatkan satu pahala. Jadi, mereka berperang bukan untuk memperebutkan kepentingan duniawi, seperti yang lazim dilakukan orang-orang sekarang ini. Di mana, mereka menumpahkan darah karena menuruti nafsu mendapatkan kekuasaan dan kekayaan benda. Ketika muncul berbagai kekacauan, bencana, dan malapetaka, seharusnya seseorang dapat menahan tangan dan lidahnya. Kita memohon kepada Allah keselamatan dan kebahagiaan di negeri yang mulia ini.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw. “Kalian harus senantiasa tetap tinggal di rumah-rumah kalian.” Ini merupakan anjuran kepada seseorang untuk berdiam diri dan duduk di rumah ketika terjadi fitnah-fitnah (kekacauan), supaya dia selamat dari orang lain, dan orang lain pun selamat darinya.

 

Disebutkan dalam Marasil al-Hasan dan lainnya sebuah riwayat bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sebaik-baiknya tempat ibadah bagi orang-orang mukmin adalah rumah mereka sendiri.”

 

Namun, tempat mengasingkan diri (azlah) itu tidak harus di rumah, melainkan bisa juga di dusun-dusun terpencil, gua-gua, dan lainnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

 

“Ingatlah ketika pemuda-pemuda itu berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa.” (QS. al-Kahfi: 10)

 

Ketika Utsman terbunuh, Salamah bin alAkwa’ pergi mengungsi ke dusun Rabadzah. Di sana, dia menikahi seorang wanita setempat, dan memiliki beberapa orang anak. Dia terus menetap di dusun tersebut. Menjelang beberapa hari wafatnya di sana, suatu hari dia pernah datang ke Madinah untuk menemui al-Hajjaj. Al-Hajjaj bertanya kepadanya, “Bukankah engkau telah berpaling?” Dia menjawab, “Tidak, namun Rasulullah Saw. telah mengizinkan kami untuk pergi (tinggal) di dusun.” Demikian hadis riwayat Bukhari dan Muslim.

 

Sebelumnya telah diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan datang suatu masa kepada manusia, di mana harta benda terbaik seorang muslim adalah seekor kambing yang dibawanya ke puncak gunung-gunung dan ke tempat-tempat turunnya hujan. Dia bertari menyelamatkan agamanya untuk menghindari berbagai fitnah (kekacauan).”

 

Tetapi, akan selalu ada orang-orang yang tetap bergaul dengan orang lain. Masing-masing di antara bersikap berdasarkan keyakinannya, dan melakukan urusannya sendiri.

 

Seperti, al-‘Umuri mengasingkan diri di Madinah. Sedangkan Malik yang semula hidup bergaul di tengah-tengah masyarakat, pada akhir usianya memilih untuk mengasingkan diri. Konon, ada riwayat bahwa dia tetap tinggal di rumah, bahkan tidak pergi ke masjid selama 18 tahun. Ketika ditanyakan tentang alasannya, tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. Namun ada tiga pendapat yang menyebutkan tentang sikap Malik tersebut. Pertama, karena dia tidak ingin melihat berbagai macam kemungkaran. Kedua, karena dia tidak mau bertemu dengan penguasa. Dan ketiga, ada yang berpendapat bahwa beliau terkena berbagai macam penyakit. Demikian yang dikatakan oleh al-Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin. Menghindari Fitnah, dan Meninggalinya Orang-orang Saleh Lebih Dutu

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ‘Adisah binti Ahban, dia berkata, ketika Ali bin Abu Thalib tiba di Bashrah, dia menemui ayahku, lalu berkata, “Hai Abu Muslim, apakah kamu tidak menolongku mengatasi orang-orang itu?” Ayahku menjawab, “Tentu.” Ayahku lalu memanggil Jariyah —budak perempuannya—, “Hai Jariyah, tolong ambilkan pedangku.” Setelah menerima pedang, ayahku lalu mencabutnya kira-kira satu jengkal. Dan, ternyata pedang itu terbuat dari kayu. Lalu ayahku berkata, “Sesungguhnya orang yang aku cintai, anak pamanmu, Muhammad Saw. pernah berpesan kepadaku bahwa jika fitnah (kekacauan) telah terjadi, maka buatlah pedang dari kayu. Maka, kalau engkau mau, aku akan ikut keluar bersamamu.” Ali menjawab, “Aku sama sekali tidak memerlukanmu, dan juga pedangmu itu.”

 

Diriwayatkan dari Zaid bin Syurahbil dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, ketika menjelang Kiamat, akan terjadi fitnah-fitnah bagaikan potongan-potongan malam yang gelap. Pada saat itu, seseorang di pagi harinya beriman, lalu di sore harinya kafir. Di pagi harinya kafir, lalu di sore harinya beriman. Pada saat itu, orang yang duduk lebih baik daripada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan, dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang melibatkan diri dengan fitnah. Karenanya, patahkanlah busur-busur panah kalian, dan potong tali busurnya, lalu pukulkan pedang-pedang kalian pada sebuah batu. Jika salah seorang dari kalian menghadapi fitnah, maka hendaklah dia seperti perilaku terbaik di antara kedua anak Adam.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud sebuah hadis dari Sa’ad bin Abu Waqqash, dia berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika seorang pengacau masuk ke dalam rumahku dan menggerakkan tangannya hendak membunuhku?” Beliau bersabda, “Jadilah kamu seperti perilaku terbaik di antara kedua anak Adam.” Beliau lalu membaca,

 

“Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. al-Maidah: 28)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apa yang akan kalian lakukan terhadap suatu Zaman yang tidak lama lagi akan tiba, di mana pada zaman tersebut manusia akan disaring begitu ketat, sehingga yang tinggal hanyalah orang-orang hina yang melanggar janji-janjinya, mengkhianati amanat-amanatnya, dan mereka juga selalu bertikai. Akhirnya, mereka itu begini dan begini.” Beliau bersabda sambil menjalin jari jemari tangannya. Para sahabat lalu bertanya, ‘Nika hal itu terjadi, bagaimana dengan kami, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ambillah oleh kalian apa pun yang kalian ketahui, dan tinggalkan apa pun yang kalian ingkari. Kerjakan urusan yang menyangkut kalian, dan tinggalkan urusan yang menyangkut banyak orang.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud.

 

Hadis serupa diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nu’aim berikut sanadnya dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dari al-Hasan bin Ali dari Syuraih, seorang nhakim pada masa Umar bin Khaththab dari Umar bin Khaththab, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian akan disaring hingga yang tinggal hanyalah orang-orang hina yang melanggar janji-janjinya dan mengkhianati amanat-amanatnya.” Maka seseorang berkata, “Lalu bagaimana dengan kami, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kerjakan oleh kalian apa pun yang kalian ketahui, tinggalkan apa pun yang kalian ingkari, dan berdoalah, Ya Allah Yang Maha Esa, tolonglah kami atas orang yang berbuat zalim kepada kami, dan lindungilah kami atas orang yang berbuat durhaka kepada kami-”

 

Hadis tersebut gharib dari hadis Muhammad bin Ka’b, Hasan, dan Syuraih. Sanad ini yang aku ketahui, sedang sanad yang lainnya mengenai hadis int, aku tidak mengetahuinya.

 

Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abdullah bin Amr bin “Ash, dia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu melihat manusia suka melanggar janji-janjinya, mengkhianati amanat-amanatnya, dan mereka begini dan begini ….” Beliau bersabda sambil menjalin jari jemarinya. Maka aku langsung berdiri menghampiri beliau, dan bertanya, “Wahai Rasulullah, pada saat itu, apa yang harus aku lakukan? Semoga Allah menjadikanku tebusan engkau.” Beliau lalu bersabda, “Tinggallah di rumahmu, kendalikan lidahmu, ambillah apa pun yang kamu ketahui, dan tinggalkan apa pun yang kamu ingkari. Uruslah hal-hal yang menyangkut dirimu sendiri, dan tinggalkan urusan yang menyangkut kebanyakan orang.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Kalian akan berada pada suatu zaman, di mana siapa pun di antara kalian yang meninggalkan sepuluh perkara yang diperintahkan, maka akan celakalah dia. Dan, akan datang suatu zaman kepada manusia, di mana siapa pun di antara kalian yang melaksanakan sepuluh perkara yang diperintahkan, maka selamatlah dia.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Yang tidak lama lagi”, maksudnya adalah hampir.

 

Sabda Nabi Saw. “Manusia akan disaring begitu ketat”, merupakan ungkapan tentang kematian orang-orang yang baik, dan tinggallah orang-orang yang jahat.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, kalian akan dipisahkan sebagaimana buah kurma terpisah dari Kulitnya. Dan sungguh, orang-orang baik di antara kalian akan diambil, dan yang tinggal adalah orang-orang jahat di antara kalian. Karenanya, Kalau kalian bisa, matilah lebih dulu.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Mirdas al-Aslami, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah akan mengambil orang-orang saleh yang paling utama, dan yang tersisa adalah ampasnya bagaikan ampas gandum atau kurma. Dan, Allah tidak akan memedulikan mereka sedikit pun.”

 

Yang dimaksud dengan orang-orang saleh ialah orang-orang yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, mengamalkan apa yang diperintahkan kepada mereka, dan menahan diri dari apa yang dilarang kepadanya.

 

Abu al-Khaththab bin Dihyah berkata, Mirdas di sini ialah Mirdas bin Malik al-Salami dari Aslam dengan difathahkan lam-nya. Dia tinggal di Kufah, dan dianggap sebagai penduduknya. Tidak ada hadis yang diriwayatkannya dari jalur ini yang sahih selain hadis ini.

 

Perintah Mempelajari al-Qur’an dan Mengamalkannya

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Nashr bin Ashim al-Laits, dia berkata, kami (rombongan Bani Laits) pernah menemui al-Yasykuri. Setibanya di sana, dia bertanya, “Siapakah kalian ini?” Lalu kami menjawab, “Kami adalah Bani Laits. Kami datang padamu untuk menanyakan tentang hadis Hudzaifah.” Lalu dia pun berkata, “Dulu, aku pernah berkelompok pergi bersama Abu Musa, sedang binatang-binatang ternak diikat di Kufah. Lalu, aku dan temanku meminta izin kepada Abu Musa. Setelah mendapat izin Abu Musa, maka aku pun sampai di Kufah. Setibanya di Kufah, aku berkata kepada temanku, “Aku akan masuk masjid. Namun, jika pasar sudah mulai ramai, aku akan datang padamu’’

 

Ternyata di dalam masjid, ada suatu halaqah. Mereka mendengarkan pengajian dengan khusyu. Aku melihat, mereka mendengarkan hadis yang sedang disampaikan oleh seseorang. Maka aku pun mendekati mereka. Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki, dan berdiri di sebelahku. Maka aku pun bertanya padanya, “Siapakah orang itu?” Tetapi, dia malah balik bertanya, “Apakah engkau orang Bashrahe” Aku menjawab, “Ya.” Laki-laki itu berkata, “Sungguh aku tahu. Kalau engkau orang Kufah, pasti engkau tidak akan bertanya siapa orang itu. Dia adalah Hudzaifah.”

 

Mendengar nama itu, aku pun lalu mendekat dan mendengarkan perkataan Hudzaifah. Hudzaifah berkata, dahulu, orang-orang bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang kebaikan, sementara aku bertanya kepada beliau tentang kejahatan. Itu karena, aku tahu bahwa kebaikan belum mendahuluiku. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejahatan?” Beliau menjawab, “Hai Hudzaifah, pelajarilah Kitab Allah, dan amalkan apa yang ada di dalamnya!” Beliau mengucapkannya sampai tiga Kali. Lalu, aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejahatan?” Beliau bersabda, “Ada, yaitu kekacauan dan kejahatan.’” Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini akan ada kejahatan?” Beliau bersabda, “Ada, yaitu kekacauan dan kejahatan.”

 

Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kejahatan ini akan ada kebaikan?” Beliau menjawab, “Hai Hudzaifah, pelajarilah Kitab Allah, dan amalkan apa yang ada di dalamnya!”’ Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kejahatan ini akan ada kebaikan?” Beliau bersabda, “Ada, yaitu perdamaian semu (palsu) dan perkumpulan yang kotor. Secara lahir, mereka saling menghormati dan menjaga perdamaian. Namun, secara batin, mereka saling memusuhi.”

 

Kemudian aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah maksud perdamaian semu itu?” Beliau menjawab, “Hati beberapa kaum muslimin tidak seperti dulu lagi.” Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah setelah kebaikan ini, akan ada kejahatan lagi?” Beliau menjawab, “Ada, yaitu berbagai kekacauan yang buta, tuli, dan bisu dari kebenaran, yang timbul dari para penyeru di pintu-pintu neraka. Hai Hudzaifah, jika kamu meninggal dalam keadaan menggigit sebuah pangkal pohon, itu lebih baik bagimu daripada mengikuti salah seorang dari mereka.”

 

Al-Hafizh Abu Nu’aim mengeluarkan hadis dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “ambillah oleh kalian pemberian selama pemberian itu benar-benar murni. Namun, jika itu suap maka janganlah kalian ambil. Kalian tidak akan menjadi fakir jika tidak menerimanya. Ketahuilah, sesungguhnya peperangan Islam itu akan berputar, maka berputarlah kalian bersama al-Qur’an di mana pun ia berputar.

 

Ketahuilah, sesungguhnya al-Qur’an dengan kekuasaan itu nanti akan berpisah, maka janganlah kalian berpisah dengan al-Qur’an. Ketahuilah, sesungguhnya kalian akan dikuasai oleh para penguasa yang memikirkan diri mereka sendiri, tidak memikirkan kalian. Jika kalian tidak menuruti mereka, maka mereka akan membunuh kalian. Tapi, jika kalian menuruti mereka, maka mereka akan menyesatkan kalian.”

 

Lalu para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami lakukan?” Beliau menjawab, “Lakukanlah seperti yang dilakukan para sahabat Isa bin Maryam. Mereka digergaji dengan gergaji, dan dipalang di atas kayu. Mati dalam keadaan taat kepada Allah lebih baik daripada hidup dalam keadaan bermaksiat kepada Allah.”

 

Bukhari, Muslim, dan Abu Daud meriwayatkan hadis dari Abi Idris al-Khaulani bahwasanya dia pernah mendengar Hudzaifah berkata, pada saat para sahabat bertanya pada Rasulullah Saw. tentang kebaikan, aku matlah menanyakan kepada beliau tentang kejahatan. Aku bertanya tentang kejahatan Karena aku khawatir akan mengalaminya. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam kebodohan dan kejahatan, lalu Allah mendatangkan kebaikan kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini, akan ada lagi kejahatan?” Beliau. menjawab, “Ya.” Lalu aku berkata, “Apakah setelah kejahatan ini akan ada lagi kebaikan?’ Beliau menjawab, “Ya, namun di dalamnya ada asap (kekisruhan).” Aku bertanya lagi, “Apakah asap itu?” Beliau menjawab, “Suatu kaum membuat aturan yang bukan sunahku, dan mengambil petunjuk yang bukan petunjukku. Kamu mengenali mereka dan mengingkarinya.”

 

Kemudian aku bertanya kembali, “Apakah setelah kebaikan ini akan ada lagi kejahatan?” Beliau menjawab, “Ya. Para penyeru di pintu-pintu Jahanam. Siapa pun yang mengikuti mereka, maka mereka akan melemparkannya ke dalamnya.” Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan sifat-sifat mereka pada kami.” Beliau bersabda, “Ya, suatu kaum yang kulit dan bahasanya sama dengan kita.” Aku bertanya lagi, “jika begitu, apa yang engkau perintahkan kepadaku, jika aku menemui hal seperti itu?” Beliau menjawab, “Bergabunglah kamu dengan jama’ah kaum muslimin dan imam (pemimpin) mereka.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana kalau mereka tidak mempunyai jama’ah dan imam?” Beliau menjawab, “Jauhilah semua kelompok meskipun kamu harus menggigit sebuah pangkal pohon hingga maut datang menjemputmu.”

 

Pada suatu riwayat, Rasulullah Saw. bersabda, “Nanti sepeninggalku, akan ada imam-imam (pemimpin) yang tidak berpegang pada petunjukku, dan tidak mengikuti sunahku. Dan, akan berdiri di tengah-tengah mereka beberapa orang yang hatinya bagaikan hati setan dalam jasad manusia.” Hudzaifah berkata, “Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan, wahai Rasulullah, jika aku mengalaminya?” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu senantiasa mendengar dan menaati agama sekalipun punggungmu didera dan hartamu dirampas.” Lafaz ini bagi Muslim

 

Sementara dalam kitab Abu Daud, setelah sabdanya, “Perdamaian semu.” Aku (Hudzaifah) bertanya, “Wahai Rasulullah, kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jika Allah mempunyai khalifah di muka bumi, lalu khalifah itu mendera pungeungmu dan mengambil hartamu, maka patuhlah kamu kepadanya. Jika tidak, maka matilah kamu sambil menggigit pangkal pohon.’” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian Dajal keluar sambil membawa sungai dan api. Siapa pun yang masuk ke dalam apinya, maka pastilah pahala untuknya, dan gugurlah dosanya. Dan, siapa pun yang masuk ke dalam sungainya, maka pastilah dosanya, dan gugurlah pahalanya.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau bersabda, “Itulah saat datangnya kiamat.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Perkumpulan yang kotor” maksudnya adalah kerusakan pada hati mereka. Yakni, bahwa mereka saling mencurigai. Lahirnya, mereka kelihatan berdamai dan sepakat, tetapi batin mereka berselisih atasnya.

 

Jika Dua Orang Muslim Saling Berhadapan Dengan Pedangnya Masing-masing, Maka Orang yang Membunuh dan yang Terbunuh Masuk Neraka

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari al-Ahnaf bin Qais, dia berkata, Ketika aku keluar untuk mencari seseorang, di pertengahan jalan aku bertemu dengan Abu Bakrah, dan berkata, “Mau Ke mana kamu, hai Ahnaf?” Aku menjawab, “Aku ingin membantu anak paman Rasulullah Saw., Ali …” Lalu dia berkata, “Hai Ahnaf, Kembalilah, karena aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, jika dua orang muslim berhadapan dengan pedangnya masing-masing, maka yang membunuh dan yang dibunuh akan masuk neraka.” Ketika itu, Abu Bakrah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa orang yang dibunuh masuk neraka pula?” Beliau menjawab, “Karena sesungguhnya dia berniat untuk membunuh temannya.”

 

Hadis ini dikeluarkan juga oleh Bukhari. Menurut sebagian sanadnya, Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya, yang terbunuh juga sangat ingin membunuh temannya.”

 

Para ulama berkata bahwa hadis ini tidak berkaitan dengan sahabat-sahabat Nabi Saw., seperti dalam perang Unta (Jamal) dan perang Shiffin, karena Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila ada dua golongan orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalirmm itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.” (QS. al-Hujurat: 9)

 

Di sini, Allah Ta’ala tetap menyuruh memerangi kelompok yang zalim. Karena, kalau kaum muslimin tidak memerangi kelompok yang zalim itu, berarti mereka menyia-nyiakan salah satu kewajiban yang difardukan Allah Ta’ala. Dan ini berarti pula, bahwa sabda Rasulullah Saw., “Yang membunuh dan yang dibunuh akan masuk neraka” tidaklah ditujukan kepada para sahabatnya, sebab perang mereka tidak lain karena perbedaan dalam ijtihad.

 

Ath-Thabari berkata, “Kalau setiap persengketaan yang terjadi di antara dua golongan kaum muslimin ditinggal pergi —menghindar begitu saja—, hanya diam saja di rumah, dan mematahkan —membuang senjata-senjata, niscaya hukuman tidak bisa ditegakkan, dan kebatilan tidak bisa dimusnahkan. Akibatnya, kaum munafik dan penjahat mempunyai peluang untuk menghalalkan apa pun yang telah diharamkan Allah, seperti mengambil paksa harta kaum muslimin, merebut kaum wanitanya, dan banyak melakukan pembunuhan.

 

Sedang kaum muslimin diam saja, tidak melawan golongan itu, dengan alasan, ini adalah huru-hara yang dilarang berperang melawannya, malahan kita disuruhnya untuk menahan tangan-tangan kita, dan berusaha menghindar darinya.

 

Tentu saja, alasan seperti ini bertentangan dengan sabda Nabi Saw., “Cegahlah tangan (perbuatan) orang-orang bodoh di antara kalian.”

 

Menurutku, hadis Abu Bakrah itu berlaku jika perang tersebut disebabkan masalah dunia. Ini merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh sebagian guru-guru kami. Mereka mengatakan, “Apabila kalian berperang karena masalah dunia, maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk neraka.” Dikeluarkan oleh al-Bazzar.

 

Di antara dalil-dalil yang menunjukkan kebenaran kesimpulan ini ialah sebuah hadis yang dikeluarkan Muslim dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, dunia tidak akan berakhir sebelum datang kepada manusia suatu hari, di mana seorang pembunuh tidak tahu mengapa dia membunuh, dan orang yang dibunuh tidak tahu mengapa dia dibunuh.” Seseorang lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, terus bagaimana?” Beliau bersabda, “Yang membunuh dan yang dibunuh akan masuk neraka.”

 

Hadis ini menjelaskan bahwa jika perang itu dilakukan karena kebodohan seperti hendak memperebutkan dunia, atau karena mengikuti hawa nafsu, maka yang membunuh dan yang. dibunuh masuk neraka. Adapun perang Karena membela agama Allah, maka tidaklah demikian. Karenanya, pertempuran yang terjadi di antara para sahabat Nabi Saw. (perang Jamal dan perang Shiffin), kaum muslimin harus tetap memuliakan dan menghormati mereka, tidak boleh menyebut-nyebut kekeliruan mereka, bahkan wajib menyiarkan kebaikan dan keutamaan mereka, karena Allah pun memuji mereka dalam Kitab-Nya, antara lain:

 

“Sungguh, Allah telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon.” (QS. al-Fath: 18)

 

“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. al-Fath: 29)

 

“Tidak sama orang yang menginfakkan (hartanya di jalan Allah) di antara kamu dan berperang sebelum penaklukan (Mekah).” (QS. al-Hadid: 10)

 

Para sahabat Nabi Saw. yang berperang sesama mereka karena beranggapan bahwa mereka itu berada di atas kebenaran, maka mereka dimaafkan atas kekeliruannya, meskipun sebagian mereka lebih utama dari sebagian lainnya dan lebih banyak keistimewaannya. Belakangan para sahabat yang tidak ikut berperang ketika itu, dan lebih memilih untuk menghindarinya, di kemudian harinya mereka merasa menyesal karena tidak ikut berperang, seperti Abdullah bin Umar. Dia benar-benar menyesal tidak ikut membela Ali bin Abi Thalib, ketika dia diserang Mu’awiyah. Maka ketika menjelang ajalnya, dia berkata, “Tidak ada yang sangat aku sesali, selain penyesalanku tidak jkut memerangi kelompok yang berbuat aniaya itu.” Maksudnya kelompok Mu’awiyah. Inilah sikap yang benar, jika kelompok yang berbuat aniaya sudah diketahui dengan jelas aniayanya, maka wajib diperangi.

 

Abdurrahman bin Abza’ berkata, “Kami ikut dalam perang Shiffin bersama Ali. Dia dibantu oleh 800 orang yang dulu ikut berbaiat pada Baiatur Ridhwan. Di antara mereka ada 63 orang yang terbunuh, termasuk Ammar bin Yasir.”

 

Abu Abdurrahman as-Salami berkata, kami ikut dalam perang Shiffin bersama Ali. Saat itu, aku melihat Ammar tidak berdiri di posisi salah satu lembah Shiffin, dan sahabat lain pun mengikutinya. Dan, aku mendengar bahwa Ammar berkata kepada Hasyim bin Utbah, “Hai Hasyim, majulah! Surga berada di bawah kilatan-kilatan pedang. Pada hari inilah, aku akan bertemu kekasihku, Muhammad Saw. dan para pengikutnya. Demi Allah, meskipun mereka dapat mengalahkan kita hingga terdesak ke puncak-puncak gunung, namun kita tahu bahwa kitalah yang berada di pihak yang benar, dan mereka di pihak yang salah.”

 

Abu Abdurrahman as-Salami melanjutkan, “Aku tidak pernah melihat para sahabat Nabi Saw. yang terbunuh di suatu tempat, kecuali pada saat itu.”

 

Sebagian ulama terdahulu (salaf) ditanya tentang peperangan yang terjadi antara para sahabat, maka mereka menjawab dengan menyebutkan firman Allah Ta’ala,

 

“Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang telah mereka usahakan dan bagimu apa yang telah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. al-Baqarah: 134)

 

Masalah ini telah kami bicarakan panjang lebar dalam kitab l-Jami’ li Ahkam al-Qur’an pada Surah al-Hujurat.

 

Sementara itu ada riwayat dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Kelak, akan terjadi di antara para sahabatku suatu fitnah, namun Allah mengampuni mereka atasnya karena persahabatan mereka denganku. Kemudian, fitnah itu diikuti oleh suatu kaum sesudah mereka, yang menyebabkan mereka masuk neraka.”

 

Kebinasaan Umat Disebabkan Oleh Mereka Sendiri

 

Allah Ta’ala berfirman,

 

“Atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada (sebagian) kamu keganasan sebagian yang lain.” (QS. al-An’am: 65)

 

Dalam kaitan ini, Imam Muslim meriwayatkan dari Tsauban, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah telah menghimpun bumi untukku, sehingga aku bisa melihat ilmur dan baratnya. Dan, sesungguhnya wilayah kerajaan umatku nanti akan meliputi wilayah bumi yang dihimpunkan untukku. Selain itu, aku juga telah diberi dua gudang kekayaan, yang merah dan yang putih —Ibnu Majah mengatakan dalam Sunan-nya, yang dimaksud adalah emas dan perak.

 

Dan, sesungguhnya aku telah memohon kepada Tuhanku untuk umatku, agar Dia tidak membinasakan mereka dengan paceklik yang berkepanjangan, dan tidak menyerahkan mereka kepada kekuasaan musuh selain mereka sendiri, sehingga musuh tidak akan dapat menaklukkan mereka seluruhnya. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berfirman, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku, jika telah memutuskan suatu keputusan, maka keputusan itu tidak akan bisa ditolak. Sesungguhnya Aku telah mengabulkan permohonanmu untuk umatmu, agar Aku tidak membinasakan mereka dengan paceklik yang berkepanjangan, dan tidak menyerahkan mereka kepada kekuasaan musuh selain mereka sendiri, sehingga musuh tidak akan menaklukkan mereka seluruhnya, walaupun mereka dikepung dari segala arah. Sehingga, sebagian mereka membunuh dan menawan sebagian lainnya.”

 

Abu Daud menambahkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku khawatir atas umatku terhadap para pemimpin yang sesat. Jika pedang telah diletakkan di tengah-tengah umatku, maka pedang itu tidak akan diangkat lagi darinya sampai hari Kiamat. Hari Kiamat itu tidak akan terjadi sebelum ada beberapa kabilah dari umatku yang bergabung dengan orang-orang musyrik, dan sebelum ada beberapa kabilah dari umatku yang menyembah berhala. Dan, sungguh akan muncul dari kalangan umatku sebanyak 30 orang pendusta, masing-masing mengaku dirinya sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada lagi nabi setelahku. Tetapi, akan selalu ada sekelompok dari umatku yang selalu membela kebenaran. Mereka tidak akan takut dengan siapa pun yang menentang mereka hingga datangnya perintah (keputusan) Allah.”

 

Sementara itu, lbnu Majah meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, pada suatu hari, Rasulullah Saw. shalat cukup lama. Setelah selesai, kami atau para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, pada hari ini, lama sekali engkau shalat.” Beliau lalu bersabda, “Sungguh, aku melaksanakan shalat karena berharap dan khawatir. Aku telah memohon kepada Allah tiga perkara untuk umatku. Maka, Dia memberiku dua perkara, dan menolak satunya lagi. Aku memohon kepada-Nya agar Dia tidak menyerahkan mereka (kaum muslimin) kepada kekuasaan musuh selain mereka sendiri, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Aku memohon kepada-Nya agar Dia tidak membinasakan mereka (kaum muslimin) dengan tenggelam, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Dan, aku memohon kepada-Nya agar Dia tidak menjadikan kehancuran mereka (kaum muslimin) disebabkan kekejaman di antara sesama mereka, namun Dia menolak permohonanku ini.”

 

Hadis serupa riwayatkan pula oleh Muslim dari Sa’ad bin Abi Waqqash, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. datang dari suatu dataran tinggi — Pada riwayat lain, bersama sekelompok sahabat—. Akhirnya, pada saat melewati Masjid Bani Mu’awiyah, beliau masuk lalu shalat dua rakaat. Maka, kami pun ikut shalat bersama beliau. Setelah berdoa yang panjang, beliau kembali kepada kami, dan bersabda, “Aku telah memohon tiga perkara kepada Tuhanku. Dia mengabulkan untukku dua perkara, dan menolak satunya lagi. Aku memohon kepada Tuhanku agar Dia tidak membinasakan umatku dengan paceklik yang berkepanjangan, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Aku memohon kepada Tuhanku agar Dia tidak menghancurkan umatku dengan tenggelam, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Dan, aku memohon kepada Tuhanku agar Dia tidak menjadikan kehancuran mereka (kaum muslimin) disebabkan kekejaman di antara sesama mereka, namun Dia menolak permohonanku ini.” Hadis ini dikeluarkan juga oleh Tirmidzi dan an-Nasa’i. An-Nasa’i menyatakan hadis ini sahih dan lafaznya pun sesuai dengan periwayatannya.

 

Dari Khabbab bin al-Arts, salah seorang yang ikut perang Badar bersama Rasulullah saw., dia berkata, pada suatu malam, aku memperhatikan Rasulullah Saw. shalat hingga waktu fajar tiba. Tatkala beliau salam dari shalatnya, aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku tebus engkau dengan ayah dan ibuku. Sungguh, malam ini aku lihat engkau shalat tidak seperti yang aku lihat selama ini.”

 

Lalu beliau bersabda, “Benar, sesungguhnya aku shalat karena berharap dan khawatir. Dalam shalatku, aku telah memohon kepada Allah tiga perkara bagi umatku. Lalu Allah mengabukan dua permohonanku, dan menolak satunya lagi. Aku memohon kepada Tuhanku agar Dia tidak membinasakan kita seperti membinasakan umat-umat dahulu, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Aku memohon kepada Tuhanku ‘Azza Wa Jalla agar Dia tidak memenangkan musuh atas mereka (kaum muslimin) selain golongan kita sendiri, maka Dia mengabulkannya kepadaku. Dan, aku memohon kepada Tuhanku “Azza Wa Jalla agar Dia tidak menjadikan kita ke dalam beberapa golongan-golongan yang bDerselisih, namun Dia menolaknya dariku.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Musa, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, sebelum hari Kiamat datang, akan ada al-Haraj (kekacauan).” Abu Musa berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu al-Haraj?” Beliau bersabda, “Pembunuhan, pembunuhan.” Lalu sebagian kaum muslimin berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh kami sekarang dalam satu tahun telah membunuh sekian orang dari kaum musyrikin.” Lalu beliau bersabda, “Bukan membunuh kaum musyrikin, tetapi sebagian kalian membunuh sebagian lainnya, sehingga seseorang membunuh tetangganya, sepupunya, kerabatnya, …..” al-Hadis. Wallahu a’lam.

 

Fitnah-fitnah (Kekacauan) Akan Terjadi Sesuai yang Dikabarkan Nabi Saw.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah, dia berkata, “Di suatu tempat, Rasulullah Saw. pernah berdiri di tengah-tengah kami. Dalam khutbahnya yang panjang, beliau menceritakan pada kami peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi pada umat ini sejak berdirinya itu hingga datangnya hari Kiamat. Sama sekali tidak ada yang terlewatkan. Cerita itu dihafal oleh sebagian orang yang menghafalnya, dan dilupakan oleh sebagian orang yang melupakannya. Sahabat-sahabatku benar-benar mengetahui cerita itu, walaupun ada di antaranya yang aku lupa, namun kemudian aku ingat lagi, seperti seseorang yang ingat wajah temannya bila telah lama pergi darinya. Lalu jika dia melihatnya, maka bisa mengenalnya lagi.”

 

Abu Daud meriwayatkan juga dari Hudzaifah, dia berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui, apakah sahabat-sahabatku lupa atas sabda Nabi Saw. itu ataukah melupakannya? Demi Allah, tidak seorang pun yang terlewatkan oleh Rasulullah Saw. dari para pemimpin kekacauan itu sampai berakhirnya dunia ini, berikut dengan para pengikutnya yang berjumlah 300 orang lebih, melainkan beliau sebutkan nama pemimpin tersebut berikut nama ayahnya dan kabilahnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah bin al-Yamani, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah menceritakan kepada kami dalam suatu majelis tentang fitnah. Beliau bersabda sambil menghitung fitnah demi fitnah, “Ada di antaranya tiga fitnah (kekacauan), yang hampir tidak membiarkan apa pun yang tersisa. Kemudian, ada lagi fitnah seperti angin musim panas. Kemudian, ada lagi fitnah yang kecil-kecil, dan yang besar-besar.” Hudzaifah berkata, “Kemudian, orang-orang itu pun pergi semua kecuali aku.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Umar, dia berkata, “Pada suatu hari, kami duduk di dekat Rasulullah Saw.. Beliau lalu menyebutkan tentang fitnah, dan banyak lagi yang beliau sebutkan, sampai akhirnya beliau menyebutkan fitnah al-Ahlas.” Lalu seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, apa itu fitnah al-Ahlas?” Beliau berkata, “Melarikan diri dan hilangnya keluarga serta harta. Kemudian fitnah as-Su’, yaitu kotoran atau asapnya berasal dari bawah kedua telapak kaki seorang laki-laki dari Ahli Baitku. Dia mengaku dariku, padahal bukan dariku. Sesungguhnya para kekasihku hanyalah orang-orang bertakwa. Kemudian manusia menobatkan pada seorang laki-laki seperti lemak pada tulung rusuk.

 

Sesudah itu, terjadi fitnah ad-Duhairna’, yaitu suatu fitnah yang akan menghantam umat ini dengan sekeras-kerasnya. Apabila dikatakan bahwa fitnah tersebut telah berlalu, maka ia semakin menjadi-jadi. Pada fitnah ini, seseorang menjadi mukmin di pagi harinya, jalu di sore harinya menjadi kafir. Atau, di sore harinya dia mukmin, lalu di pagi harinya menjadi kafir. Sehingga, akhirnya manusia menjadi dua kelompok; kelompok beriman yang tidak munafik, dan kelompok munafik yang tidak beriman. Jika hal itu telah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajal, pada hari itu pula, atau besoknya.”

 

Diriwayatkan hadis dari Abu Zaid, dia berkata, “Rasulullah Saw. shalat Subuh bersama kami. Setelahnya, beliau naik mimbar dan berkhotbah hingga datang waktu Zuhur, maka beliau turun lalu shalat Zuhur. Setelahnya, beliau naik mimbar lagi dan berkhotbah hingga datang waktu Asar, maka beliau turun lalu shalat Asar. Setelahnya, beliau naik mimbar lagi dan berkhotbah hingga matahari terbenam. Beliau menceritakan kepada kami tentang fitnah-fitnah yang telah terjadi dan yang bakal terjadi hingga hari Kiamat nanti.”

 

Menurut riwayat Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, “Rasulullah Saw. shalat Asar bersama kami di suatu siang. Kemudian, beliau berdiri berkhutbah. Dalam khutbahnya, beliau memberitahukan kepada kami secara detail peristiwa-peristiwa fitnah yang bakal terjadi hingga datangnya hari Kiamat. Sebagian kami ada yang menghafal sabda beliau, dan sebagian lagi ada yang melupakannya.”

 

Berdasarkan yang terakhir ini, tampaknya berdirinya Nabi Saw. itu setelah shalat Asar, bukan sebelumnya. Namun, ini bertentangan dengan hadis sebelumnya. Karenanya, boleh jadi semua itu dilakukan Nabi Saw. selama dua hari. Sehari beliau berkhotbah setelah shalat Asar, dan seharinya lagi beliau berkhotbah sehari penuh. Tapi mungkin juga khotbah itu beliau lakukan setelah shalat Subuh sampai terbenamnya matahari, sebagaimana diceritakan dalam hadis Abu Zaid. Namun, sebagian perawi hanya menyebutkan setelah Asar Saja, seperti yang diceritakan dalam hadis Abu Sa’id al-Khudri. Wollahu a’lam.

 

Keterangan:

 

Perkataan Abdullah bin Umar “Sampai akhirnya beliau menyebutkan fitnah al-Ahlas” Menurut keterangan al-Khattabi, kata fitnah di sini dimudlafkan kepada al-Ahlas, karena fitnah itu akan selalu terjadi dan berlangsung lama.

 

“Melarikan diri dan hilangnya keluarga serta harta artinya orang itu dirampas keluarganya dan hartanya. .

 

Asap” terjemahan dari kata ad-dakhn, sama artinya dengan ad-dukhan. Maksudnya bahwa fitnah itu akan bergejolak bagaikan asap yang berasal dari bawah kedua telapak kaki laki-laki tersebut dalam hadis.

 

“Seperti lemak pada tulang rusuk” yaitu sesuatu yang tidak kokoh. Maksudnya, laki-laki yang dilantik itu tidak cocok jadi pemimpin.

 

Ad-Duhaima’, artinya sesuatu yang tidak berharga tetapi sangat besar urusannya. Jadi fitnah ad-Duhaima’ maksudnya huru-hara yang hitam dan sangat gelap.

 

Perlu diterangkan di sini bahwa hadis-hadis mengenai bab ini menunjukkan bahwa para sahabat sebenarnya mempunyai wawasan yang banyak tentang peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi sampai hari Kiamat. Tetapi mereka tidak menyebarluaskannya karena hadis-hadis tersebut tidak bersangkutan dengan hukum syariat.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku telah menjaga dua buah wadah dari Rasulullah Saw.. Salah satu dari kedua wadah itu aku sebarkan. Adapun yang lainnya, kalau aku sebarkan niscaya tenggorokanku dipotong orang lain.”

 

Fitnah-fitnah Itu Bergelombang Seperti Ombak Lautan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Syaqiq dari Hudzaifah, dia berkata, ketika kami sedang duduk dekat Umar bin Khattab, dia laju berkata, “Siapa dari kalian yang hafal hadis Rasulullah Saw. tentang fitnah?” Aku berkata, “Aku hafal, wahai Umar.” Umar lalu berkata, ‘Alangkah berani kamu. Apa yang kamu dengar dari beliau?” Aku menjawab, aku mendengar beliau bersabda, “Fitnah yang pernah dialami oleh seorang laki-laki dalam keluarganya, hartanya, dan tetangganya bisa terhapus dengan shalat, puasa, sedekah, amar ma’ruf dan nahi mungkar.” Umar berkata, “Bukan ini yang aku maksud. Tetapi hadis Rasulullah Saw. tentang fitnah yang bergejolak bagaikan gelombang laut.”

 

Aku Jalu bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, antara engkau dan fitnah itu ada pintu yang ditutup?” Umar berkata, “Pintu itu akan dibuka atau didobrak?” Aku menjawab, “Sampai didobrak.” Lalu Umar berkata, “Jika begitu, maka pintu itu tidak akan bisa ditutup lagi selamanya.”

 

Syaqiq berkata, maka aku berkata pada Hudzaifah, “Apakah Umar mengetahui, apa yang dimaksud pintu itu?” Hudzaifah berkata, “Ya, sebagaimana dia tahu sebelum esok pagi adalah malam dulu. Sungguh, aku telah menceritakan kepadanya hadis yang benar.” Syaqiq berkata, “Maka kami bertanya, siapakah pintu itu?” Lalu Masruq berkata, “Pintu itu adalah Umar.” Hadis ini dikeluarkan juga Bukhari dan Muslim.

 

Al-Khathib Abu Bakar bin Ahmad bin Ali meriwayatkan sebuah hadis dari Malik bin Anas bahwa Umar bin Khaththab pernah bertemu dengan anak perempuan Ali bin Abi Thalib yang sedang menangis. Lalu Umar bertanya, “Kenapa kamu menangis?” Dia berkata, “Yahudi ini, maksudnya Ka’ab al-Ahbar berkata bahwa engkau adalah salah satu dari pintu-pintu Jahanam.” Umar berkata, “Masya Allah, padahal aku berharap agar Allah menjadikanku orang bahagia.’” Kemudian Umar keluar. Lalu dia mengirim seseorang untuk memanggil Ka’ab. Ketika Ka’ab datang, dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, demi Allah yang menggenggam jiwaku, belum akan habis bulan Zulhijah ini, sehingga engkau masuk ke dalam surga.” Umar menjawab, “Apakah itu, hai Ka’ab? Sekali waktu di surga, dan sekali waktu di neraka.” Ka’ab berkata, “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, sungguh, kami benar-benar mendapati engkau dalam Kitab Allah berada di tepi salah satu pintu Jahanam. Engkau merintangi orang-orang yang akan terjerumus ke dalamnya. Namun, jika engkau telah meninggal, maka mereka akan terus-menerus memasukinya sampai hari Kiamat.”

 

Bukhari meriwayatkan dari Amr bin Yahya bin Sa’id, dia berkata, kakekku telah mengabarkan padaku, dan berkata, aku pernah duduk bersama Abu Hurairah di Masjid Nabi Saw. di Madinah. Pada saat itu, Marwan ada bersama dengan kami. Lalu, Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kehancuran umatku berada di tangan anak-anak kecil dari golongan kabilah Quraisy.” Maka Marwan berkata, “Semoga Allah melaknat mereka, anak-anak kecil itu’ Lalu Abu Hurairah berkata, “Kalau kamu menginginkan, niscaya aku sebutkan kepadamu Bani Fulan dan Bani Fulan, niscaya akan aku lakukan.”

 

Amr bin Yahya berkata, aku pernah pergi bersama kakekku mendatangi Bani Marwan ketika mereka menguasai Syam. Dan, di saat kakekku melihat mereka nyatanya masih muda dan anak-anak, maka dia berkata kepada kami, “Mungkin anak-anak itu termasuk dari mereka.” Lalu kami berkata, “Engkau lebih tahu akan hal itu”

 

Sementara itu Muslim mencatat dalam Shahih Muslim, pada kitab al-Fitan, dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Umatku akan dihancurkan oleh kaum Quraisy dari kabilah ini’ Abu Hurairah berkata, “Kalau begitu, apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau bersabda, “Andai saja manusia menghindar dari mereka.”

 

Para ulama berkata bahwa hadis ini menunjukkan bahwa Abu Hurairah, dengan pengetahuan yang banyak, dia mengetahui banyak tentang fitnah-fitnah, dan mengetahui siapa saja orang-orang yang akan menimbulkan kerusuhan besar. Perhatikan hingga dia berkata, “Kalau kamu menginginkan, niscaya aku sebutkan kepadamu Bani Fulan dan Bani Fulan, niscaya akan aku lakukan.” Tetapi dia diam saja, tidak menyebutkannya kepada mereka, karena khawatir akan menyebabkan kerusakan.

 

Namun, sekan-akan yang dia maksud Wallahu a’lam, mereka adalah Yazid bin Mu’awiyah, Ubaidillah bin Ziyad, dan lain-lainnya yang mempunyai kedudukan seperti mereka, yaitu penguasa Bani Umayah. Dari merekalah munculnya para pembunuh yang telah membunuh dan menahan Ahli Bait Rasulullah Saw… Dan, mereka juga telah membunuh tokoh-tokoh terkemuka kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah, Mekah, dan kota-kota lainnya. Begitu juga al-Hajjaj, Sulaiman bin Abdul Malik dan anaknya, yang telah melakukan pertumpahan darah, perusakan harta benda, serta pembunuhan manusia di Hijaz, Irak, dan negeri-negeri lainnya.

 

Kesimpulannya, Bani Umayah-lah yang telah melanggar dan membangkang terhadap wasiat Nabi Saw tentang keluarganya dan umatnya.

 

Mereka menumpahkan darah Ahlul Bait dan umat beliau, menawan para wanita dan anak-anak mereka, menghancurkan rumah-rumah mereka, tidak mengakui kelebihan dan kemuliaan mereka, bahkan mereka mencaci makinya dan melaknat mereka. Alangkah keji perbuatan mereka, dan alangkah malunya mereka, jika kelak berhadapan dengan Rasulullah Saw… Wallahu a’lam.

 

Pembunuhan Terhadap Al-Husain bin Ali bin Abu Thalib

 

Disebutkan dari Abu Ali Sa’id bin Utsman bin as-Sakan al-Hafizh dari Abu Abdullah alHusain bin Ismail dari Muhammad bin Ibrahim al-Halwani dari Ibnu Sakan dari Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Ismail dari Ahmad bin Abdillah bin Ziyad al-Haddad dari Sa’id bin Abdil Malik bin Waqid dari ‘Atha’ bin Muslim dari Asy’at bin Suhaim dari ayahnya dari Anas bin al-Harits bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, cucuku ini akan dibunuh di salah satu kawasan di negeri Irak. Siapa pun di antara kalian yang mendapatkannya, maka tolonglah dia.” Ternyata Anas pun ikut terbunuh bersama al-Husain bin Ali.

 

Sementara itu, kami juga telah diberitahu secara ijazah Syekh oleh al-Faqih al-Qadhi Abu Amir dari Abu al-Qasim bin Basykawal dari Abu Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin itab dan Abu Imran Musa bin Abdurrahman bin Abu Talid dari Abu Umar bin Abdul Barr dari al-Hafizh Abu al-Qasim Khalaf bin al-Qasim dari al-Imam al-Hafizh Ali bin as-Sakan, lalu dia menuturkan hadis tadi.

 

Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya, dia berkata, Muammal menceritakan pada kami dari Imarah bin Zadzan dari Tsabit dari Anas bahwa Malaikat Rahmat meminta izin untuk menemui Nabi Saw., maka beliau mengizinkannya. Kemudian, beliau berkata pada Ummu Salamah, “Tahanlah pintu itu agar jangan ada seorang pun yang masuk kepada kami-”

 

Tiba-tiba al-Husain datang dan masuk, lalu Rasulullah Saw. mencegahnya. Namun, anak itu melompat dan duduk di punggung Nabi Saw., di pundaknya, dan di bahu beliau. Lalu Malaikat Rahmat bertanya kepada Nabi Saw., “Apakah engkau mencintainya” Beliau menjawab, “Ya.” Lalu Malaikat Rahmat berkata lagi, “Ketahuilah, bahwa umatmu akan membunuhnya. Kalau engkau berkehendak, maka aku akan perlihatkan padamu tempat di mana dia dibunuh.” Maka Malaikat Rahmat itu memukulkan tangannya, lalu dia datangkan segenggam tanah merah. Kemudian Ummu Salamah mengambil tanah itu, dan dimasukkan ke dalam kerudungnya.

 

Tsabit berkata, kami mendengar kabar bahwa tanah itu berasal dari Karbala.

 

Mush’ab bin Zubair berkata bahwa alHusain telah berhaji sebanyak 25 kali sambil berjalan kaki. Nabi Saw. berkata tentang al-Hasan dan al-Husain, “Sungguh, keduanya (al-Hasan dan al-Husain) adalah pemimpin para pemuda penghuni surga.” Dan sabda beliau, “Sungguh, keduanya (al-Hasan dan al-Husain) adalah wewangianku dari dunia.”

 

Jika melihat kedua cucunya itu, Nabi Saw. selalu menyambutnya dengan girang sekali, dan sering kali beliau mengambil mereka. Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa pada saat Nabi Saw. sedang berkhutbah, maka kedua anak itu masuk masjid. Lalu beliau memotong khutbahnya, dan turun mengambil mereka dan menaikkan mereka ke mimbar sambil berkata, “Jika aku melihat kedua anak ini, maka aku tidak sabar.”

 

Mengenai kedua cucunya itu, Rasulullah Saw. berkata, “Ya Allah, sungguh, aku mencintai keduanya, dan mencintai siapa pun yang mencintai keduanya.”

 

Terbunuhnya Al-Husain

 

Al-Husain, semoga Allah merahmatinya dan tidak merahmati pembunuhnya, terbunuh pada hari Jumat, 10 Muharam 61 H di Karbala, dekat suatu tempat yang dikenal dengan athThuf dekat Kufah.

 

Para ahli sejarah menceritakan, tatkala Mu’awiyah meninggal, dan kekhalifahan berpindah kepada anaknya, Yazid bin Mu’awiyah di tahun 6O H, maka Yazid memberi perintah kepada al-Walid bin Utbah, gubernur Mu’awiyah di Madinah agar dia mengambil baiat dari penduduk Madinah. Maka, pada suatu malam, alWalid pun mengirim seorang suruhan kepada al-Husain bin Ali dan Abdullah bin az-Zubair. Kemudian, orang suruhan tersebut berhasil mendatangkan dan membawa keduanya. Kemudian al-Walid berkata kepada keduanya, “Berbaiatiah kalian berdua!” Lalu, kedua orang tersebut berkata, “Tidak sepantasnya kami berbaiat sembunyi-sembunyi. Namun, kami harus berbaiat di hadapan orang banyak besok.”

 

Lalu, keduanya pun pulang ke rumahnya masing-masing. Dan, pada malam itu juga, yakni pada malam Ahad, dua hari terakhir dari bulan Rajab, mereka berdua pergi ke Mekah. Al-Husain tinggal di Mekah sejak Sya’ban hingga masuk Ramadan, Syawal, dan Zultqa’dah. Dan pada hari Tarwiyah, dia berangkat menuju Kufah.

 

Pada saat mendengar keberangkatan al-Husain ke Kufah, maka Ubaidillah bin Ziyad — gubernur Kufah saat itu—mengutus pasukan berkuda untuk membunuhnya, di bawah pimpinan Amr bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Dan, Amr berhasil menemukan al-Husain di Karbala. Dan, ada juga yang mengatakan bahwa Ubaidillah bin Ziyad mengirim surat kepada al-Hurr bin Yazid ar-Rayahi, “Tekanlah al-Husain.” Para ahli bahasa menjelaskan bahwa maksud surat itu adalah penjarakan dia dan persempit ruang geraknya.

 

Sesudah itu, Ubaidillah mengirim pasukan sebanyak 4000 orang yang dipimpin Amr bin Sa’ad. Kemudian Ubaidilah menambah lagi pasukannya, serta mengumpulkan masyarakat hingga berjumlah 22.000 orang. Semuanya itu dibawah kendali Amr bin Sa’ad. Kepadanya, Ubaidilah berjanji akan memberi kekuasaan di kota Rayy. Si fasik itu benar-benar telah menjual kebenaran dengan kesesatan. Si laknat itu benar-benar telah berhasil mendesak al-Husain sesempit-sempitnya, dan menutup ruang jalan baginya.Dan akhirnya, al-Husain terbunuh pada hari Jumat. Ada juga yang mengatakan pada hari Sabtu, 10 Muharam.

 

Adapun Ibnu Abdil Barr berkata dalam kitabnya, al-Isti’ab, al-Husain terbunuh dalam usia 56 tahun, hari Ahad, 10 Muharam, di suatu tempat yang termasuk wilayah Kufah bernama Karbala, atau yang dikenal juga dengan athThuf. Beliau terbunuh dalam keadaan memakai jubah tenunan sutra bulu berwarna kehitaman. Demikian pula kata seorang ahli ilmu nasab Quraisy, az-Zubair bin Bakar.

 

Menurut az-Zubair bin Bakar, al-Husain lahir pada tanggal 5 Syaban 4 H. Pada tahun itu, terjadi perang Dzat ar-Riqa’, mulai adanya shalat qashar, dan pernikahannya Rasulullah Saw. dengan Ummu Salamah.

 

Para ulama sepakat bahwa al-Husain terbunuh pada hari Asyura, 10 Muharam 61 H. Tahun itu disebut Am al-Huzn (tahun kesedihan), karena bersamanya pula terbunuh 82 orang sahabat setelah melakukan perlawanan. Termasuk di antaranya al-Hurr bin yazid, dia bertobat dan akhirnya berbalik membela al-Husain. Dan, terbunuh pula seluruh anak-anak al-Husain kecuali Ali, yang dilebih dikenal dengan nama Zainal Abidin. Pada saat itu, dia sakit lalu ditawan setelah ayahandanya dibunuh. Dan, kebanyakan saudara-saudara al-Husain dan sepupu-sepupunya juga dibunuh,. Semoga Allah meridai mereka semua. Ja’far ash-Shadiq berkata bahwa pada jasad al-Husain, ditemukan 33 tusukan pedang dan 34 pukulan.

 

Siapa Pembunuh Al-Husain?

 

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang siapa yang telah membunuh al-Husain. Yahya bin Ma’in berkata bahwa orang-orang Kufah mengabarkan bahwa yang membunuhnya adalah Amr bin Sa’ad. Menurut ibnu Abdil Barr, Amr bin Sa’ad dituduh telah membunuh al-Husain, karena dialah yang memimpin pasukan berkuda yang dikirim Ubaidillah bin Ziyad untuk memerangi al-Husain.

 

Ubaidillah telah mengangkat Amr bin Sa’ad sebagai pemimpin pasukan berkuda itu, dan juga telah berjanji kepadanya akan memberi kekuasaan atas kota Rayy, jika Amr berhasil menangkap dan membunuh al-Husain. Dan, dalam pasukan berkuda itu, Wallahu a’larn terdapat pula beberapa orang dari Mesir dan Yaman.

 

Sementara ada lagi yang mengatakan bahwa al-Husain dibunuh oleh Sinan bin Abu Sinan an-Nakha’i. Pendapat ini dikemukakan oleh Mush’ab, seorang ahli ilmu nasab. Dia berkata, al-Husain bin Ali telah dibunuh oleh Sinan bin Abu Sinan an-Nakha’i. Dia adalah kakek Syuraik al-Qadhi.

 

Adapun menurut Khalifah bin Khayyath, bahwa yang membunuh al-Husain adalah Syamr bin Ozul Jaisyan dan panglima pasukannya, Amr bin Sa’ad. Syamr adalah seorang penderita kusta. Dia telah mendapat bantuan dari Khauli bin Yazid al-Ashbuhi dari Himyar. Syamr inilah yang telah memenggal kepala al-Husain, dan membawanya ke hadapan Ubaidillah bin Ziyad sambil berkata,

 

“Isilah kendaraanku hingga penuh dengan emas dan perak sungguh aku telah membunuh seorang raja yang dihormati aku telah membunuh orang yang terbaik ibu ayahnya dan orang yang terbaik nasabnya.”

 

Ini menurut riwayat Abu Umar bin Abdil Barr dalamnya, al-Isti’ab. Sedang yang lain mengatakan bahwa Bisyr bin Malik al-Kindi inilah yang membawa kepala al-Husain. Dia menemui Ubaidillah bin Ziyad, lalu berkata,

 

“silah kendaraanku hingga penuh dengan emas dan perak sungguh aku telah membunuh seorang raja yang dihormati dialah manusia terbaik di saat disebut nasabnya aku telah membunuh orang yang terbaik ibu ayahnya di bumi Najed, Hira, dan Yatsrib.”

 

Maka marahlah Ubaidillah bin Ziyad, lalu berkata, “Jika kamu tahu dia seperti itu, mengapa kamu membunuhnya? Demi Allah, kamu tidak akan mendapatkan imbalan apa pun dariku selama-lamanya. Dan, aku akan menangkapmu.” Kemudian dia memenggal leher Bisyr bin Malik. Namun, riwayat ini masih diperdebatkan. Karena ada yang mengatakan bahwa Yazid bin Muawiyah sendirilah yang membunuh Bisyr bin Malik.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal dari Abdurrahman bin Mahdi dari Hammad bin Salamah dari Ammar bin Abi Ammar dari Ibnu Abbas, dia berkata, aku pernah melihat Rasululjah Saw. pada tengah hari dalam keadaan kusut rambutnya dan berdebu badannya. Pada saat itu, beliau sedang memegang sebuah botol berisi darah, dan selalu memperhatikan botol itu. Aku jalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab, “Ini adalah darah al-Husain dan teman-temannya, yang akan senantiasa aku perhatikan mulai hari ini.”

 

Ammar mengatakan, “Kami hafal hari itu, dan ternyata benar bahwa al-Husain terbunuh pada hari itu.” Sanad ini sahih, tidak ada yang patut dicela.

 

Orang-orang itu menggiring keluarga Rasulullah Saw. seperti menggiring para tawanan musuh. Sehingga, ketika mereka tiba di Kufah, penduduk kota itu keluar rumah. Mereka melihat iring-iringan itu. Dalam tawanan itu, terdapat Ali bin al-Husain yang sedang sakit parah dengan tangan diikat ke lehernya. Ada pula Zainab, putri Ali yang juga putri Fatimah az-Zahra’, dan kedua saudaranya, Ummi Kultsum dan Fatimah, serta Sakinah binti al-Husain. Mereka semua digiring oleh orang-orang zalim dan fasik.

 

Menurut riwayat Futhr dari Munzir atsTsauri dari Muhammad bin al-Hanafiyah, dia berkata, “Di saat terbunuhnya al-Husain, ada 17 orang lainnya yang ikut terbunuh. Semuanya dari anak cucu Fatimah.”

 

Sementara itu, Abu Umar bin Abdul Barr menuturkan dari al-Hasan al-Bashri, dia berkata, “Di saat terbunuhnya al-Husain, ada 16 orang lainnya yang ikut terbunuh. Semuanya itu dari kalangan Ahli Bait yang terbaik.”

 

Ada pula yang mengatakan bahwa yang terbunuh bersama al-Husain adalah dari anak-anaknya, saudara-saudaranya, dan keluarganya yang lain, semuanya mencapai 23 orang.

 

Kepala Al-Husain dan Keluarganya Dibawa ke Damaskus

 

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari pada kitab al-Manaqib dari Anas bin Malik, “Kepala al-Husain itu diserahkan ke hadapan Ubaidillah bin Ziyad. Maka kepala itu disimpan di sebuah bejana, lalu dia menggoresnya sambil berkata mengenai kebaikan al-Husain.” Anas mengatakan, “Al-Husain adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah Saw…”

 

Dan, si fasik itu telah menggores kepala al-Husain yang mulia dengan tongkat. Kemudian Ubaidillah bin Ziyad mengikatkan kepala itu ke sebuah tombak dengan tali yang terbuat dari sutra. Karenanya, pada saat itu orang-orang kebanyakan menghindar darinya, kecuali Thariq bin al-Mubarak. Dia berdiri lalu. mencongkel mata al-Husain, dan menggantungkannya di pintu istana Ubaidillah. Selanjutnya, Ubaidillah mengajak orang-orang berkumpul di masjid, lalu dia berkhutbah di hadapan mereka dengan khutbah yang tidak layak untuk diceritakan.

 

Selanjutnya, Ubaidillah menyeru Ziyad bin Hurr bin Qais al-Ja’fi, dan menyerahkan kepadanya kepala al-Husain, dan kepala saudara-saudaranya, anak-anaknya, keluarganya lainnya, dan sahabat-sahabatnya, lalu dipanggillah Ali bin al-Husain. Setelahnya, dia bersama bibi-bibinya dan saudara-saudaranya yang perempuan ditandu, dan dikirim kepada Yazid bin Mu’awiyah.

 

Pada saat itu, di setiap negeri dan tempat persinggahan, orang-orang keluar untuk menemui mereka, dan akhirnya mereka sampai juga di kota Damaskus. Mereka memasuki kota tersebut melalui pintu Tauma. Lalu, mereka ditempatkan di tangga pintu masjid jami’, yaitu sebuah tempat yang selalu dipakai untuk mengumpulkan para tawanan. Kemudian, disimpanlah kepala yang mulia itu di hadapan Yazid, dan dia memerintahkan agar kepala itu disimpan dalam sebuah , bejana dari emas.

 

Kemudian Yazid berkata dengan perkataan kotor, dan memerintahkan agar menyalib kepala tersebut di Syam. Dan, ketika kepala yang mulia itu telah disalib, maka ada seseorang yang bernama Khalid bin Afran, salah seorang tabi’in yang terkemuka. Pada saat itu, dia bersembunyi dari teman-temannya. Maka orang-orang pun mencarinya selama sebulan. Ketika mereka menemukannya, mereka bertanya mengapa dia sampai mengucilkan diri. Maka dia menjawab, “Tidakkah kalian lihat apa yang menimpa kita?”

 

Beberapa Pendapat Mengenai Keberadaan Kepala Al-Husain Orang-orang berbeda pendapat, dibawa ke negeri manakah kepala al-Husain? Al-Hafizh Abu al-A’la al-Hamadani berkata bahwa setelah kepala al-Husain diserahkan kepada Yazid, maka dia mengirimnya ke Madinah dengan diani tar oleh sejumlah bekas budak Bani Hasyim dan bekas budak Abu Sufyan. Selanjutnya, dikirimnya juga barang-barang milik al-Husain dan keluarganya yang masih hidup. Selain itu, Yazid juga membekali mereka, dan memenuhi keperluan mereka di Madinah.

 

Yazid mengirim kepala al-Husain kepada Amr bin Sa’id bin al-‘Ash. Ketika itu, Amr menjadi gubernur Madinah. Maka Amr berkata, “Aku lebih suka jika kepala ini tidak dikirim kepadaku.” Lalu, Amr bin Sa’id bin al-‘Ash memerintahkan agar kepala al-Husain dikafani dan dimakamkan di pekuburan Baqi’, di dekat kubur ibundanya, Fatimah r.a.. Inilah pendapat yang paling sahih dalam masalah ini. Karenanya, az-Zubair, seorang ahli ilmu nasab keluarga Nabi Saw., dan yang paling tahu dalam masalah ini berkata, “Sesungguhnya kepala al-Husain dibawa ke Madinah.”

 

Sedang kaum Syiah Imamiyah mengatakan bahwa kepala al-Husain dikembalikan lagi ke jasadnya di Karbala, 40 hari setelah dia terbunuh, yaitu pada hari yang cukup terkenal di kalangan mereka yang disebut dengan “Ziarah Arba’in”. Adapun riwayat yang mengatakan bahwa kepala itu ada di Asqalan atau di Kairo adalah riwayat yang batil, tidak sahih, dan tidak kuat.

 

Hukuman Allah Bagi Para Pelaku Pembunuh Al-Husain

 

Dan, sungguh Allah Ta’ala telah membunuh para pembunuh al-Husain dengan secara perlahan-lahan, dan memberinya rasa sedih dan ketakutan yang berkepanjangan. Allah Ta’ala telah memberikan rasa malu dan cela kepada mereka hingga mereka terbunuh semuanya di suatu tempat, di mana dulu mereka pernah meletakkan kepala al-Husain di tempat tersebut. Itu terjadi 6 tahun setelah terbunuhnya alHusain. Lalu al-Mukhtar mengirim kepala itu ke Madinah, dan diletakkan di hadapan anak cucu al-Husain yang mulia.

 

Demikian juga nasib Amr bin Sa’ad dan teman-temannya yang terkutuk itu. Mereka mati terbunuh. Leher mereka dipenggal oleh pedang. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Orang-orang yang berdosa itu diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (QS. ar-Rahman: 41)

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya, dari Washil bin Abdul A’la dari Abu Mu’awiyah dari al-A’masy dari Imarah bin Umairah, dia berkata, ketika didatangkan kepala Ubaidillah bin Ziyad dan teman-temannya, maka kepala-kepala itu diletakkan di masjid, di halaman yang luas. Lalu, aku pergi menemui mereka, sedang mereka berkata, “Telah datang!” Yang dimaksud adalah seekor ular. Ular tersebut datang dan berjalan di sela-sela kepala itu, dan masuk ke dalam tubang hidung Ubaidillah. Ular itu diam di sana beberapa saat lamanya, lalu keluar dan pergi menghilang.”

 

Para ulama berkata bahwa itu semua adalah pembalasan dari Allah terhadap Ubaidillah atas perbuatan yang telah dilakukannya terhadap kepala al-Husain. Itu merupakan salah satu azab yang nyata bagi mereka. Allah Ta’ala telah memberi kemampuan kepada al-Mukhtar untuk mengalahkan mereka dan membunuhnya.

 

Dikisankan, suatu ketika panglima pasukan irak yang dipimpin Mudzhaj bin Ibrahim bin Malik berhadapan dengan Ubaidillah bin Ziyad, panglima pasukan Syam, pada jarak sekitar 5 farsakh dari Mosul. Adapun Ubaidillah membawa 30.000 prajurit, sedang prajurit Mudzhaj bin Ibrahim kurang dari 20.000 orang. Selanjutnya, mereka pun saling menikam dengan tombak mereka, saling melempar dengan anak panah mereka, dan saling menghantam dengan pedang mereka, hingga kegelapan malam mengaburkan pandangan mereka.

 

Pada saat itu, Mudzhaj bin Ibrahim melihat seseorang yang berpakaian indah dengan baju besinya yang lengkap, serban sutra yang berwarna kehitaman serta baju sutra yang berwarna hijau. Orang itu sedang memegang lembaran warna keemasan. Mudzhaj bin Ibrahim mendekatinya untuk memperoleh lembaran itu, dan mengambil kuda yang dikendarainya. Ketika telah berpapasan, orang tersebut langsung dipukulnya dengan pedang hingga mati. Maka diambilnya lembaran itu, sedang kudanya lari dan menghilang, dia tidak dapat menangkapnya.

 

Pada saat itu, benar-benar gelap yang mengakibatkan satu sama lain tidak bisa saling mengenal. Karenanya, tentara Irak satu demi satu kembali ke pangkalan mereka. Kuda-kuda mereka berjalan dengan menginjak mayat-mayat yang bergelimpangan. Pertempuran tersebut banyak menelan korban. Dari pasukan irak sebanyak 73 orang, sedang dari pasukan Syam sebanyak 70.000 orang.

 

Esok harinya, panglima menemukan kembali kuda yang lari semalam itu. Kuda tersebut diantar oleh seseorang yang telah menangkapnya. Ketika dia tahu bahwa orang yang dibunuhnya semalam itu adalah Ubaidillah bin Ziyad, dia bertakbir dan bersujud, sambil berkata, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah membunuh dia lewat tanganku.” Kemudian, dia mengirim kepala Ubaidillah bin Ziyad kepada alMukhtar.

 

Syekh al-Qurthubi berkata bahwa berita ini dikutip dari kitab Maraj al-Bahrain fi Mazayid al-Masyriqain wa al-Maghribain, karya al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah Rahimahumulah.

 

Apa yang pernah dirasakan oleh Ubaidillah bin Ziyad, dirasakan juga sebelumnya oleh Bisr bin Artha’ah al-Amiri, yang telah membunuh orang-orang Islam secara keji, tanpa memperdulikan kehormatan Rasulullah Saw.. Dia telah membunuh Ahlul Bait beliau, dan memutuskan lengan-lengan mereka dengan pedang. Dia telah menyembelih kedua putra Ubaidillah bin Abbas bin Abdul Muthalib yang masih kecil, yaitu Qutsam dan Abdurrahman. Mereka dibunuh ketika sedang bermain-main dengan ibunya, sehingga ibu mereka mengalami tekanan jiwa sampai gila akibat kehilangan anak-anaknya.

 

Abu Bakar bin Abu Syaibah meriwayatkan dalam Mushanaf-nya sebuah hadis yang panjang bahwa Abu Ozar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah Saw., dalam shalatnya yang lama, baik ketika berdirinya maupun ketika ruku dan sujudnya, dia memohon perlindungan dari kejahatan di hari yang menyakitkan dan memalukan tersebut. Maka Abu Bakar berkata, “Dari apa engkau berlindung kepada Allah, dan apa yang engkau baca dalam doa itu?”

 

Abu Dzar menjawab, “Aku memohon agar aku dilindungi dari kejahatan di hari yang menyakitkan dan memalukan. Sungguh, akan ada beberapa wanita muslimat yang ditawan, lalu mereka disuruh untuk membuka betis mereka. Siapa pun di antara mereka yang betisnya sintal, maka dia dibeli dengan harga yang mahal. Karenanya, aku memohon kepada Allah agar aku tidak mengalami masa tersebut. Mungkin kalian akan mengalami masa itu.”

 

Abu Umar bin Abdul Barr berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad bin Muhammad bin Abdul Mu’min dari Abu Muhammad Ismail bin Muhammad al-Habthali di Baghdad dalam kitabnya, at-Tarikh al-Kabir, dari Muhammad bin Mu’min bin Hammad Salman bin Syaikh dari Muhammad bin Abdul Hakam dari Awanah, dia berkata, Mu’awiyah telah mengirim pasukan yang dipimpin oleh Bisr bin Artha’ah al-Amiri. Pengiriman pasukan tersebut dilakukannya setelah terjadinya tahkim oleh dua Orang juru damai. Pasukan tersebut berangkat dari Syam menuju Madinah. Saat itu, gubernur Madinah yang diangkat oleh Ali adalah Abu Ayub al-Anshari, seorang sahabat Rasulullah Saw.. Maka Abu Ayyub melarikan diri menemui Ali.

 

Setelah Bisr berada di Madinah, dia lalu naik mimbar, dan berkata, “Di manakah orang tuaku yang dulu berkuasa di sini? —Maksudnya Utsman bin Affan—. Wahai penduduk Madinah, demi Allah, jika kalian tidak berpihak kepada Mu’awiyah, maka akan aku bunuh kalian semuanya.” Sesudah itu, dia menyuruh kepada seluruh penduduk Madinah agar berbaiat kepada Mu’awiyah. Lalu dia juga berkata kepada Bani Salamah, “Kalian tidak akan merasa aman, dan baiat kalian tidak akan diterima, kecuali kalian serahkan Jabir bin Abdullah kepadaku.”

 

Selanjutnya, pernyataan Bisr itu disampaikannya kepada Jabir. Maka dia pun pergi meninggalkan Madinah menuju Syam. Di sana, dia menemui Ummu Salamah, istri Nabi Saw. lalu berkata, “Apa pendapatmu, hai Ummu Salamah? Sungguh aku takut dibunuh, namun ini adalah baiat yang sesat.” Ummu Salamah menjawab, “Menurutku, berbaiatlah kamu. Malahan, aku menyuruh anakku, Umar bin Abu Salamah untuk berbaiat.” Akhirnya, Jabir pun mendatansi Bisr dan berbaiat kepada Mu’awiyah di hadapan dia.

 

Setelah menghancurkan rumah-rumah di kota Madinah, Bisr lalu meneruskan perjalanannya ke Mekah. Pada saat itu, di Mekah ada Abu Musa al-Asy’ari. Dia melarikan diri karena Khawatir akan keselamatan dirinya kalau-kalau dia dibunuh. Lalu, hal itu dilaporkan dan dikatakan kepada Bisr, lalu dia berkata, “Sungguh, aku datang tidak untuk membunuhnya (Abu Musa al-Asy’ari).” Karenanya, Bisr tidak mencari Abu Musa, Abu Musa lalu menulis surat ke Yaman untuk memberitahukan bahwa pasukan Mu’awiyah telah datang, dan akan membunuh siapa pun yang mengingkari pemerintahannya.

 

Kemudian Bisr berangkat menuju Yaman. Pada saat itu, gubernur Yaman yang diangkat oleh Ali adalah Ubaidillah bin Abbas. Pada saat dia mendengar kabar keberangkatan Bisr ke Yaman, maka dia pun melarikan diri ke Kufah, dan memerintahkan kepada Ubaidillah bin Abdul Madan al-Haritsi untuk mengganti posisinya. Akhirnya, Bisr mendatangi Ubaidillah bin Abdul Madan al-Haritsi lalu membunuhnya, begitu juga dengan anak laki-lakinya ikut terbunuh. Selanjutnya, Bisr pergi ke kediaman Ubaidillah bin Abbas untuk mencarinya. Namun, di sana, dia hanya menemukan kedua anaknya yang masih kecil. Kemudian, kedua anak itu dibunuhnya juga. Sesudah itu, barulah dia kembali pulang ke Syam.

 

Abu Amr asy-Syaibani berkata, pada saat Mu’awiyah memerintahkan Bisr bin Artha’ah untuk membunuh seluruh para pendukung Ali, maka dia pun berangkat menuju Madinah. Di sana, dia membunuh kedua anak Ubaidillah bin Abbas, yang bernama Qutsam dan Abdurrahman. Akhirnya, penduduk Madinah lari berhamburan hingga mereka masuk ke suatu wilayah tak berpasir, yaitu perkampungan Bani Salim. Kemudian, pasukan Bisr menyerang Kabilah Hamadan. Di sana, dia membunuh penghuninya, dan menawan para wanita mereka. Itu merupakan kali pertama wanita ditawan dalam Islam. Di samping itu juga, Bisr telah melakukan pembunuhan di beberapa perkampungan Bani Sa’ad.

 

Para ahli sejarah berbeda pendapat, di manakah Bisr membunuh kedua anak kecil dari Ahlul Bait tadi. Apakah di Madinah, Mekah, ataukah Yaman? Hal itu dikarenakan Bisr telah masuk ke negeri-negeri tersebut, dan banyak melakukan kerusakan. Di sana, dia sangat memusuhi dan benci kepada Ali. Dia juga telah memerintahkan pasukannya untuk menangkap seluruh Ahlul Bait yang mulia. Dia membunuh, menawan, dan membinasakan mereka.

 

Pada tahun 40 H, Mu‘awiyah mengirim Bisr ke Yarmman. Disana, ada Ubaidillah bin Abbas, saudara Abdullah bin Abbas. Maka Ubaiditiah melarikan diri ke Kufah, dan tinggallah Bisr dan pasukannya di Yaman. Di sana, dia menjual agamanya dengan harga murah, merampok, menakut-nakuti orang di jalan, menjual para wanita muslimah, dan melanggar hal-hal lainnya yang diharamkan syariat. Karenanya, Ali lalu mengirim pasukannya yang dipimpin oleh Haritsah bin Qudamah as-Sa’di. Pasukan tersebut berhasil mengalahkan pasukan Bisr hingga mereka kembali ke Syam. Lalu asy-Syarif Abu Abdillah Muhammad —Ubaidiliah bin Abbas kembali lagi ke Yaman. Dia meneruskan jabatan menjadi gubernur di sana hingga meninggalnya Ali bin Abu Thalib.

 

Apakah Bisr bin Artha’ah al-Amiri itu seorang sahabat Nabi Saw. atau bukan? Ada yang mengatakan bahwa Bisr bin Artha’ah sama sekali tidak pernah mendengar satu huruf pun dari Nabi Saw., karena ketika Rasulullah Saw. wafat, dia masih kecil. Maka, tidak benar jika dia disebut sebagai seorang sahabat. Begitulah kata Imam Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, dan lain-lainnya. Dan yang lainnya mengatakan bahwa di akhir hayatnya, akal pikiran Bisr menjadi rusak. Sedangkan Yahya bin Ma’in mengatakan bahwa Bisr adalah seorang yang jahat. Demikian diriwayatkan oleh Abu al-Khaththab bin Dihyah.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Junadah dari Ibnu Abi Umayyah, dia berkata, kami pernah menaiki kapal laut bersama Bisr bin Artha’ah. Maka didatangkan kepadanya seorang pencuri bernama Manshur, Dia mencuri barang milik Bisr yang tidak begitu berharga. Maka Bisr berkata, aku mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah menghukum potong tangan ketika berperang.” Lalu Bisr melanjutkan, “Jika bukan karena itu, pasti aku potong tangannya.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “ Bisr lahir pada masa Rasulullah Saw. masih hidup. Ada kabar-kabar buruk mengenai dirinya dengan Ali dan para sahabat lainnya. Bisr-lah yang telah menyembelih kedua anak Ubaidillah bin Abbas, hingga ibu mereka kehilangan akal, dan pergi tak tentu arahnya. Karenanya, Ali berdoa agar Allah memperpanjang umur Bisr, dan menghilangkan akalnya. Dan, doa Ali pun dikabulkan.

 

Ibnu Dihyah berkata, setelah Bisr menyembelih kedua anak kecil tadi, dan ibu mereka hilang akal, maka ibu itu bersyair dengan syair yang memilukan, yang membuat mata siapa pun menangis dan sedih. Syair itu berbunyi,

 

“Hai, siapakah yang dapat merasakan betapa tampan kedua anakku bagaikan dua butir mutiara berharga yang telah terbelah kulit-kulitnya hai, siapakah yang dapat merasakan betapa tarnpan kedua anakku merekalah pendengaranku dan pikiranku namun, terenggut sudah kesayanganku aku katakan kepada Bisr aku tak percaya lagi perkataan yang mereka ucapkan dan juga dusta yang dia lakukan aku tak tega melihat kedua urat leher anakku putus dipotong tiada berdaya begitu kejam yang Bisr perbuat.”

 

Fitnah Lisan Lebih Tajam Daripada Tebasan Pedang

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan terjadi suatu fitnah (kekacauan) yang melanda bangsa Arab, yang dapat menghantarkan mereka ke dalam neraka. Pada saat itu, lidah lebih tajam daripada tebasan pedang.”

 

Hadis ini riwayatkan juga oleh Tirmidzi, dan menurutnya hadis gharib,

 

Diriwayatkan juga oleh Abu Daud dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan terjadi suatu fitnah yang tuli, bisu, dan buta. Siapa pun yang mendekatinya, maka fitnah itu bakal menariknya lebih dekat. Pada saat itu, lidah bagaikan tebasan pedang.”

 

Hadis yang serupa diriwayatkan juga oleh lbnu Majah dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jauhilah oleh kalian fitnah, karena sesungguhnya ketika itu ldah seperti tebasan pedang.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw. “Menghantarkan”, maksudnya adalah kekacauan tersebut akan menghantarkan mereka ke dalam neraka. Mereka berperang karena urusan duniawi, mengikuti setan, dan menuruti hawa nafsu mereka.

 

Sabda Nabi Saw, “Pada saat itu, lidah lebih tajam daripada tebasan pedang”, maksudnya adalah perkataan atau ucapan dusta dari penguasa zalim yang disampaikan kepada rakyatnya, atau perkataan yang diada-adakan yang disampaikan kepada mereka. Kekacauan tersebut dapat menimbulkan perampasan terhadap harta, pembunuhan, dan kerusakan-kerusakan yang besar lainnya.

 

Di dalam ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim), diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, perkataan seseorang dapat menjerumuskannya ke dalam api neraka, yang luasnya sejauh jarak antara ilmur dan barat.”

 

Dalam suatu riwayat, Abu Hurairah mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, perkataan seseorang yang tidak jelas maksudnya, maka hal itu akan menjerumuskannya ke dalam neraka, yang luasnya sejauh jarak antara ilmur dan barat.” Lafaz ini menurut Muslim.

 

Telah diriwayatkan dari yang lain, “Sungguh, seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dimurkai Allah, yaitu kata-kata yang tidak mempunyai arti, maka hal itu dapat menjerumuskannya ke dalam neraka, yang jaraknya sejauh perjalanan 70 tahun.”

 

Yang dimaksud “kata-kata yang dimurkai Allah” dalam hadis tersebut adalah seperti perkataan-perkataan dusta, perkataan yang mengada-ada, atau perkataan-perkataan yang dimaksudkan untuk menipu agar membuat orang tertawa. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Saw., “Celakalah bagi orang yang mengucapkan perkataan dusta, agar membuat orang-orang tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.”

 

Dalam hadis Ibnu Mas‘ud, Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, seseorang yang mengucapkan kata-kata yang dimurkai Allah karena kesenangan hidupnya, maka hal itu dapat menjerumuskannya ke dalam neraka, yang luasnya sejauh jarak antara langit dan bumi.”

 

Menurut Abu Ziyad al-Kalabi, yang dimaksud dengan “Kesenangan hidupnya” dalam hadis tersebut adalah kelapangan, ketenteraman, dan kesejahteraan hidup. Dengan demikian, yang dimaksud oleh Abdullah bin Mas’ud yaitu perkataan yang bernada meremehkan nikmat yang sedang dinikmatinya sewaktu dia dalam keadaan lapang dan sejahtera dunianya, sehingga Allah ‘Azza Wa Jalla murka kepadanya.

 

Perintah Bersabar dan Berserah Diri Ketika Menghadapi Fitnah

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah memanggilku, “Hai Abu Dzar!” Lalu aku menjawab, “Labbaika, ya Rasulullah wa sadaika.” Lalu Abu Dzar menuturkan hadis seterusnya, di mana Rasulullah Saw. bertanya, “Bagaimana menurutmu, jika seseorang ditimpa kematian, dan mayatnya diurus oleh pelayan?” Abu Dzar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” —atau dia menjawab—, “Allah dan Rasul-Nya belum mengajariku.” Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Kamu bersabar.” atau, beliau bersabda, “Bersabarlah kamu.”

 

Kemudian beliau memanggilku lagi, “Hai Abu Dzar!” Lalu Abu Dzar menjawab, “Labbaika wa sa’daika.” Lalu beliau pun bertanya, “Bagaimana menurutmu, jika kamu melihat Ahjoraz Zait tenggelam dengan darah?” Abu Dzar menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya belum mengajariku.” Lalu beliau bersabda, “Hendaklah kamu bersama orang-orang dari golonganmu.” Lalu Abu Ozar berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa tidak aku bawa saja pedang di atas pundakku?” Lalu beliau bersabda, “Jika demikian, kamu bersekutu dengan orang-orang tersebut.”

 

Lalu Abu Dzar bertanya lagi, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku?” Beliau bersabda, “Tinggallah kamu di rumahmu.” Lalu Abu Dzar bertanya, “Bagaimana jika seseorang masuk menyerang ke dalam rumahku?” Beliau bersabda, “Jika kamu khawatir terpengaruh oleh kilatan pedangnya, maka tutupi wajahmu dengan bajumu, niscaya dia akan pulang membawa dosanya dan dosamu.”

 

Hadis yang sama dikeluarkan oleh Ibnu Majah, di mana dia berkata, “Kamu bersabar” Lalu dia menambahkan, Rasulullah Saw. lalu bersabda, “Bagaimana menurutmu, di saat orang-orang diserang kelaparan, hingga kamu datang ke masjidmu, lalu kamu tidak mampu lagi pulang ke ranjangmu, atau Kamu tidak mampu lagi berdiri dari ranjangmu menuju masjidmu?” Abu Dzar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Atau, “Allah dan Rasul-Nya belum mengajariku.” Beliau laltu bersabda, “Kamu harus bersikap ‘iffah (tidak meminta).” Lalu beliau bersabda lagi, “Bagaimana menurutmu, jika orang-orang sedang dilanda pembunuhan, hingga menenggelamkan Hijarah az-Zait dengan darah? …” al-Hadis.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Maka tutupi wajahmu dengan ujung mantelmu, niscaya dia akan pulang dengan membawa dosanya dan dosamu, dan dia tergolong sebagai penghuni neraka.”

 

Dalam hadis Abdullah bin Mas’ud, ketika menceritakan fitnah, dia berkata, “Hendaknya kamu diam di rumahmu.” Maka seseorang bertanya, “Bagaimana jika seseorang masuk menyerang ke dalam rumahku?” Lalu lbnu Mas’ud menjawab, “Jadilah kamu seperti unta kelabu yang lamban, yang tidak mau berdiri dan berjalan kecuali dengan dipaksa.”

 

Menurut Abu Daud, al-Miqdad bin al-Aswad berkata, demi Ailah, aku telah mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, orang-orang bahagia itu adalah orang-orang yang menjauhi berbagai macam fitnah dan bersabar menahan mulutnya ketika diuji.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan datang suatu zaman kepada manusia, di mana orang yang sabar memegang agamanya bagaikan orang yang memegang bara api.” Hadis ini gharib menurut Tirmidzi. Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Mayatnya diurus oleh pelayan,” maksudnya adalah bahwa pada waktu itu orang-orang sibuk hingga tidak sempat menguburkan mayat keluarga mereka yang terbunuh, dan tidak ada yang mau menggali kubur dan menguburkannya, Kecuali dengan mengupah orang lain.

 

Dan, kadang juga maknanya menjadi, bahwa di waktu itu lokasi pekuburan menjadi sempit, maka terpaksa mereka membeli tempat untuk mengubur mayat keluarga mereka. Tiaptiap lubang kubur diurus oleh seorang pelayan.

 

Sabda Nabi Saw., “Tenggelam dengan darah,” maksudnya adalah terus menerus berlumuran dengan darah. Ahjar az-Zait adalah nama tempat yang terletak di Madinah. Menurut riwayat Tirmidzi dari Umair Abu Lahm, maula Abu Lahm, bahwasanya dia pernah melihat Rasulullah Saw. berdoa memohon hujan sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

 

Umar bin Syaibah menuturkan dalam kitabnya, al-Madinah, dia berkata, telah diceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yahya dari !bnu Abi Fudaik, dia berkata, “Aku menemukan di Ahjar az-Zait, tiga butir batu yang saling berhadapan, di rumah Ummu Kilab, yang sekarang terkenal dengan nama Rumah Bani Asad. Lalu, batu-batu itu tertimbun sampah dan akhirnya terkubur”

 

Umar bin Syaibah berkata, telah diceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yahya, dia berkata, “Telah mengabarkan kepada kami Abu Dhamrah al-Laitsi dari Inan dari Ibnu al-Harits bin Ubaid dari Abu Hilal bin Thalhah al-Fihri bahwa Hubaib bin Salamah al-Fihri telah menulis surat kepada seseorang dari kaumku yang mengerti sesuatu tentang tanah di negeri ini.” Tatkala Ka’ab tiba di Madinah, dia datang kepadaku membawa suratnya, lalu bertanya, “Apakah engkau mengerti sesuatu tentang tanah di negeri ini?” Lalu aku jawab, “Ya, karena terbukti di az-Zaura’, ada batu-batu, yang oleh para tukang minyak wangi dijadikan tempat untuk meletakkan barang-barang keperluan mereka.”

 

Lalu, kami pun pergi ke sana. Setibanya di sana, maka aku berkata, “Inilah batu-batu azZaura’.” Lalu Ka’ab berkata, “Bukan, demi Allah, sifatnya bukan seperti ini dalam Kitab Allah. Berjalanlah di depanku, karena kamu lebih tahu jalan daripada aku.” Maka kami pun meneruskan perjalanan hingga tiba di Bani Abu al-Asyhal, lalu Ka’ab berkata, “Hai Abu Hilal, sungguh aku menemukan batu-batu az-Zait (Ahjar az-Zait) dalam Kitab Allah Ta’ala.” Karenanya, Ka’ab bertanya kepada mereka tentang batu-batu az-Zait itu. Pada hari itu, banyak orang-orang yang berkumpul di sana. Lalu, dia pun bertanya kepada mereka tentang batu-batuan itu, lalu dia berkata, “Sungguh, akan ada peperangan di Madinah, di sekitar batu-batu tersebut.”

 

Sabda Nabi Saw., “Jadilah kamu seperti unta kelabu’”, menurut al-Ashma’i maksudnya adalah unta yang berwarna putih kehitaman. Dalam pengertian ini, abu disebut juga dengan auraq dan burung dara disebut warqa. Lalu alAshma’i menyebutkan bahwa unta kelabu itu adalah unta yang enak dagingnya, namun tidak disukai oleh orang Arab karena jalannya begitu lamban, dan tidak kuat jika dipakai untuk bekerja.

 

Ubaid berkata, sungguh Abdulah bin Mas’ud mengkhususkan bahwa unta kelabu itu lemah dalam bekerja, kemudian disifati dengan lamban pula, maka semakin lambatlah dia.

 

Adapun perintah Rasulullah Saw. kepada Abu Dzar, untuk diam saja di rumah dan menyerahkan diri untuk dibunuh, maka sebagian golongan berkata, hal itu. berlaku untuk semua kekacauan, dan umat muslim tidak boleh ikut campur dalam huru-hara tersebut walau dalam keadaan apa pun. Mereka mengatakan, “Dia (seorang muslim) harus menyerahkan diri untuk dibunuh oleh sesama muslim jika nyawanya dikehendaki tanpa harus membela diri darinya.” Alasan ini, selain berdasarkan hadis zahir di atas, mungkin juga mereka beranggapan bahwa peperangan tersebut di atas kebenaran.

 

Mereka mengatakan bahwa setiap kelompok dari pihak-pihak yang berperang, masing-masing mereka berperang hanya untuk ta’wil. Dan terbukti bahwa ta’wil itu hakikatnya keliru. Namun, menurut pihak yang membelanya adalah benar, dan siapa pun tidak boleh membunuhnya. Alasannya, seperti alasan hakim kaum muslimin yang memutuskan suatu keputusan tentang perkara yang diperselisihkan para ulama. Hakim itu memutuskan sesuatu yang dianggapnya benar. Jika keputusan itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an, Sunah, dan Ijma’, maka hakim lain tidak boleh membatalkannya.

 

Mereka yang berperang dalam huru-hara tersebut, masing-masing dari mereka merasa benar, sedang yang lain salah, karena ta’wil yang diyakini oleh mereka. Karenanya, siapa pun tidak boleh memerangi mereka.

 

Sungguh telah kami sebutkan di atas, ada beberapa orang yang tidak ikut berperang dalam Nhuru-hara tersebut kemudian mereka menyesal, antara lain Imran bin al-Hushain dan Ibnu Umar. Dantelah diriwayatkan dari keduanya dan dari yang lain, seperti Ubaidah As-Salmani, bahwasanya barang siapa mengucilkan diri dari dua kelompok yang bertikai, lalu ada seseorang masuk ke rumahnya dan menghendaki nyawanya, maka hendaklah dia membela diri ketika itu. Kalau tidak membela diri, maka dia telah keliru (tidak benar). Hal ini sebagaimana sabda Nabi Saw., “Barang siapa menginginkan dirinya dan hartanya, lalu dia terbunuh karena mempertahankan diri dan hartanya tersebut, maka dia mati syahid.”

 

Mereka berkata, wajib bagi orang yang akan dibunuh atau hartanya akan dirampas secara zalim untuk membela diri dengan jalan apa pun, selagi ada jalan untuk mencegahnya baik penyerang itu melakukan ta’wil, ataupun karena sengaja hendak menganiaya.

 

Menurutku, pendapat inilah yang sahih, insya Allah Ta’ala. Di dalam Shahih Muslim, Abu Hurairah berkata, telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahu aku jika ada seseorang datang dan hendak mengambil hartaku.” Beliau bersabda, “Jangan kamu berikan hartamu kepadanya.” Lalu laki-laki itu bertanya, “Bagaimana jika dia memerangiku?” Beliau bersabda, “Bunuh, atau lawan dia.” Lalu laki-laki itu bertanya, “Bagaimana jika dia membunuhku?” Beliau bersabda, “Kamu mati syahid.” Lalu laki-laki itu bertanya, “Bagaimana jika aku membunuhnya?” Beliau bersabda, “Dia masuk neraka.”

 

lbnu al-Mundzir berkata, ada berita-berita atau hadis yang otentik dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Barang siapa terbunuh demi mempertahankan hartanya, maka dia mati syahid.” Dan, telah diriwayatkan kepada kami dari jama’ah ulama, bahwa mereka berpendapat boleh melawan dan memerangi para pencuri. Ini merupakan pendapat Ibnu Umar, al-Hasan al-Bahsri, Qatadah, Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan Nu’man.

 

Abu Bakar berkata, “Pendapat ini pula yang dianut oleh para ulama umumnya, bahwa seseorang boleh berperang demi mempertahankan diri dan hartanya, jika ada yang hendak berbuat aniaya kepadanya. Namun, ada sebagian ulama yang seolah-olah berpendapat bahwa orang yang akan dibunuh, atau yang akan diambil hartanya oleh orang lain, maka dia tetap tidak boleh melawan maupun memeranginya, berdasarkan riwayat dari Rasulullah Saw. yang menyuruh kita agar tetap bersabar atas dan kezaliman yang dilakukan terhadap kita.”

 

Kesejahteraan Umat Ini Pada Generasi Awal, dan Bencana Mereka Pada Generasi Akhir

 

Menurut riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata, kami pernah menemani Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, lalu kami singgah di suatu tempat. Maka, pada saat itu, di antara kami ada yang memperbaiki tendanya, ada yang berlomba memanah, dan ada pula yang menggembala ternaknya. Tiba-tiba, penyeru Rasulullah Saw. berseru untuk melaksanakan shalat berjamaah, maka kami pun berkumpul dan melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saw..

 

Setelah shalat, beliau bersabda, sungguh, tidak ada seorang nabi pun sebelumku, melainkan dia berkewajiban untuk mengajarkan kebaikan yang diketahuinya kepada umatnya. Sungguh, Allah telah menyejahterakan umatku pada masa-masa awal mereka, dan menimpakan bencana dan perkara-perkara yang Kalian ingkari pada generasi terakhir mereka.

 

Fitnah tersebut datang silih berganti. Ketika fitnah itu datang, maka orang mukmin berkata, “Inilah kebinasaanku.” Lalu fitnah tersebut hilang darinya. Kemudian, fitnah tersebut datang lagi, maka orang mukmin itu berkata, “Ini adalah bagian dari fitnah tersebut.” Karenanya, barang siapa ingin terhindar ketika itu dari api neraka, dan masuk ke dalam surga, hendaklah dia mati dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir.

 

Dan, barang siapa yang ingin didatangi orang lain, maka Hendaklah dia mendatangi lebih dulu kepadanya. Dan, barang siapa berbaiat kepada seorang pemimpin, maka hendaklah dia menaatinya sepanjang kemampuannya. Dan, jika ada pemimpin lain yang hendak mengganggu pemimpin tersebut, maka bunuhlah pemimpin lain itu.

 

Ibnu Abdurrahman bin Abdu ar-Rabb al-Ka’bah berkata, karenanya aku dekati Abdullah bin Umar dan bertanya kepadanya, “Apakah engkau benar-benar mendengar ini dari Rasulullah Saw.?” Maka Ibnu Umar menundukkan telinga dan hatinya kepadaku dengan kedua tangannya, lalu berkata, “Itulah yang aku dengar dengan kedua telingaku, dan dihafal oleh hatiku.”

 

Maka, aku berkata kepadanya, “Bagaimanakah jika anak pamanmu, Mu’awiyah menyuruh kami memakan harta sesama kami secara batil dan membunuh jiwa sebagian dari kami? Padahal Allah Ta’ala berfirman,

 

“Wahai orang-orang yang beriman, janganiah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.’ (QS. an-Nisa’: 29)

 

Setelah lama terdiam, akhirnya lbnu Umar berkata, “Taatlah kamu kepadanya selama itu dalam ketaatan kepada Allah, dan inkarilah dia selama itu dalam kedurhakaan kepada Allah.” Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Fitnah tersebut akan datang silih berganti”, yaitu fitnah itu datang secara beruntun, setelah bagian yang lain menimpa sebagian lainnya. Fitnah tersebut mengucur secara deras.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka bunuhlah pemimpin lain itu”, maksudnya adalah cegahlah dia, atau lepaslah dia. Dan, ada juga yang mengatakan, “Penggallah kepalanya, dan hilangkan nyawanya.” Tafsiran ini berdasarkan hadis lain, “Maka pukullah dia dengan pedang, apa pun keadaan dia.” Artian tersebut berdasarkan zahir hadis. Namun, itu kalau pemimpin yang pertama seorang yang adil. Wallahu a’lam.

 

Boleh Memohon Mati Ketika Terjadi Berbagai Macam Fitnah

 

Diriwayatkan oleh Malik dari Yahya bin Sa’id bahwa Rasulullah Saw. berdoa, “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu agar dapat melakukan kebajikan-kebajikan, meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, dan mencintai orang-orang miskin. Dan, jika Engkau telah menghendaki suatu fitnah terhadap manusia, maka cabutlah nyawaku kepada-Mu tanpa terkena fitnah.”

 

lbnu Wahab berkata, Malik telah menceritakan kepadaku bahwa Abu Hurairah pernah bertemu dengan seseorang, dan berkata padanya, “Matilah kamu, jika kamu bisa!” Maka Jjaki-laki itu bertanya, “Kenapa?” Dia berkata, “Mati, dan kamu tahu untuk apa kamu mati, itu lebih baik daripada mati, dan kamu tidak tahu untuk apa kamu mati.”

 

Malik berkata, “Aku tidak melihat Umar berdoa agar mati syahid kecuali ketika ada fitnah (huru-hara).”

 

Menurutku, makna ini datang secara marfu’ dari Abu Hurairah, an-Nadhar bin Syumail meriwayatkan dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Celakalah bangsa Arab akibat kejahatan fitnah yang telah dekat. Karenanya, matilah kalian, jika kalian bisa.”

 

Ini merupakan peringatan keras dari Rasulullah Saw. bahwa fitnah itu sangat berbahaya. Selain itu, Rasulullah Saw. mengharapkan agar umatnya jangan sampai terlibat ke dalamnya, sampai-sampai beliau mengatakan bahwa kematian lebih baik daripada ikut campur dalam melakukan kekacauan tersebut.

 

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sika para pemimpin Kalian adalah orang-orang terbaik di antara kalian, orang-orang kaya di antara kalian adalah orang-orang dermawan di antara kalian, dan urusan-urusan kalian dimusyawarahkan di antara kalian, maka permukaan bumi lebih baik daripada perutnya. Namun, jika para pemimpin kalian adalah orang-orang jahat di antara kalian, orang-orang kaya di antara kalian adalah orang-orang bakhil di antara kalian, dan urusan-urusan kalian diserahkan kepada wanita-wanita kalian, maka perut bumi lebih baik daripada permukaannya.”

 

Abu Isa berkata, “Hadis ini gharib, kami mengetahuinya dari periwayatan Shalih al-Murri. Hadis-hadisnya banyak yang gharib tanpa muttabi’, walaupun dia orang saleh.”

 

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seseorang yang melewati kubur orang lain seraya berkata, “Duhai, jika saja aku berada di tempatnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dengan menambahkan, “Dan, tidaklah laki-laki itu tekun beragama melainkan karena bencana.”

 

Syu’bah meriwayatkan dari Salamah bin Kuhail, dia berkata, aku mendengar Abu Zahra menceritakan dari Abdullah bahwasanya dia berkata, akan tiba saatnya suatu zaman kepada manusia, di mana seseorang mendatangi kuburan seraya berkata, “Duhai, jika saja aku berada di tempatnya.” Itu, bukan karena dia cinta kepada Allah, akan tetapi karena dahsyatnya bencana (huru-hara) yang dia lihat.

 

Menurutku, ini adalah isyarat bahwa fitnah yang banyak, bencana yang dahsyat, dan berbagai kesulitan dan krisis yang rasakan oleh manusia itu sendiri, baik harta maupun anak-anaknya, benar-benar akan menghilangkan agama darinya, dan dari kebanyakan orang. Atau, kurangnya kepedulian terhadap agama dari para pemeluknya ketika fitnah itu terjadi.

 

Tapi, ini juga merupakan suatu isyarat, alangkah besar nilai suatu ibadah yang senantiasa dilakukan dalam situasi huru-hara (kekacauan atau fitnah), hingga Nabi Saw. bersabda, “Beribadah yang dilakukan di tengah-tengah terjadinya kekacauan (fitnah), maka pahalanya adalah seperti berhijrah kepadaku.”

 

Sebab-sebab Terjadinya Berbagai Fitnah, Ujian, dan Bencana

 

  1. Perbuatan Zalim Para Penguasa yang Didukung Oleh Para Ulamanya Abu Nu’airmm meriwayatkan dari Abu Idris

 

al-Khaulani dari Abu Ubaidah bin al-Jarrah dari Umar bin Khaththab, dia berkata, pada suatu waktu, Rasulullah Saw. memegang janggutku, dan aku mengetahui kesedihan pada wajah beliau, lalu beliau berkata, “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Baru saja Jibril mendatangiku dan berkata, “inna lillahi wa inna ilathi raji’un” Maka aku berkata, “inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un. Ada apa, wahai Jibril ?” Jibril menjawab, “Sepeninggalmu nanti, umatmu akan terkena fitnah pada waktu yang tidak lama lagi-’’ Aku bertanya, “Fitnah kekafiran ataukah fitnah kesesatan?” Jibril menjawab, “Semuanya itu akan terjadi.” Aku bertanya, “Dari mana munculnya fitnah tersebut? Padahal aku tinggalkan Kitabullah bagi mereka?”

 

Jibril berkata, “Justru dengan Kitabullah itultah mereka terkena fitnah. itu karena ulah para penguasa mereka dan para qarinya (ulamanya). Para penguasa menghalangi hak-hak rakyatnya, menganiaya hak-hak mereka dan tidak mau memberikannya kepada mereka. Karenanya, mereka pun saling berperang dan temakan fitnah. Sementara itu, para qari (ulama) mengikuti keinginan-keinginan para penguasa. Karenanya, mereka makin terjerumus ke dalam kesesatan dan terus menerus melakukan hal itu.” Aku bertanya, “Bagaimana caranya agar orang bisa selamat dari mereka?” Jibril menjawab, “Dengan menahan diri dan bersabar. Jika para penguasa itu memberikan hak-hak mereka, maka terimalah. Dan, jika para penguasa itu menahannya, maka biarkanlah.”

 

  1. Maraknya Perbuatan Keji, Pengurangan Timbangan, dan Keengganan Untuk Berzakat

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Ibnu Umar bahwasanya Nabi Saw. bersabda, “Jika kekejian sudah terlihat dengan jelas dan merajalela pada suatu kaum, maka akan muncul di tengah-tengah mereka wabah penyakit dan kelaparan, yang tidak pernah terjadi kepada orang-orang dahulu di antara mereka. Jika mereka mengurangi takaran dan timbangan, maka mereka akan ditimpa masa paceklik, beban hidup yang sangat berat, dan penguasa yang tidak adil. Jika mereka tidak mau mengeluarkan zakat harta mereka, maka mereka akan ditahan dari tetesan hujan dari langit. Jika bukan karena adanya binatang-binatang ternak, pasti hujan sama sekali tidak akan turun kepada mereka. Jika mereka melanggar janji Allah dan janji Rasul-Nya, maka mereka akan dikendalikan oleh musuh-musuh mereka. Musuh itu akan mengambil sebagian dari apa yang ada di tangan mereka. Dan, jika para pemimpin mereka tidak berhukum kepada Kitabullah, niscaya Allah akan menjadikan kebengisan terjadi di antara sesama mereka (perang saudara).” |bnu Majah meriwayatkan juga dalam Sunan-nya.

 

Abu Umar bin Abdul Barr menuturkan dari Abu Bakr al-Khatib dari hadis Sa’id bin Katsir bin Afir bin Muslim bin Yazid dari Malik dari pamannya, Abu Suhail dari Atha’ bin Abi Rabah dari Ibnu Umar, bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Saw., “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” Orang itu bertanya lagi, “Mukmin manakah yang paling pandai?” Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian, dan yang paling baik perbekalannya untuk menghadapinya. Mereka itulah orang-orang yang pandai.”

 

Kemudian beliau bersabda, “Hai kaum Muhajirin, jika kekejian sudah merajaiela pada suatu kaum hingga mereka secara terang-terangan melakukannya, maka akan muncul di tengah-tengah mereka wabah penyakit dan kelaparan, yang tidak pernah terjadi kepada orang-orang dahulu di antara mereka ….” al-Hadis.

 

  1. Maraknya Riba dan Perzinaan

 

Atha’ al-Khurasani berkata, “Jika telah terjadi lima perkara, maka akan muncullima perkara. Yaitu, jika riba telah dimakan, maka akan terjadi longsor dan gempa. Jika para penguasa tidak adil, maka hujan akan terhenti. Jika perzinaan sudah merajarela, maka akan banyak terjadi kematian. Jika zakat tidak dipenuhi, maka binatang ternak akan musnah. Dan, jika Ahlu Zimmah dianiaya, maka akan terjadi pergolakan di dalam negara.” Ini dituturkan oleh Abu Nu’aim.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Jika umatku telah berjalan dengan sikap sombong, dan pelayannya adalah anak-anak raja Persia dan Romawi, maka orang-orang jahat dari umatku akan berkuasa terhadap orang-orang baik dari mereka.” Tirmidzi berkata, hadis ini gharib.

 

  1. Tidak Adanya yang Menyuruh Kepada Kebaikan dan Mencegah dari Kemungkaran

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Qais bin Abu Hazm, dia berkata, Abu Bakar berdiri untuk khotbah. Setelah bertahmid, lalu dia berkata, “Hai manusia, sesungguhnya kalian sudah pernah membaca ayat ini,

 

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. al-Ma’idah: 105)

 

Dan sungguh kami telah mendengar bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda, “Sungguh, jika manusia sudah melihat kemungkaran, namun mereka tidak mau mengubahnya, maka Allah akan mengazab mereka secara merata.”

 

Hadis ini dikeluarkan juga oleh Abu Daud dalam Sunan-nya, dan Tirmidzi dalam Jami’-nya.

 

  1. Saling Berlomba Dalam Kemewahan

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Amr bin al-Ash dari Rasulullah Saw. beliau bersabda, “Bagaimanakah kalian, jika Persia dan Romawi telah ditaklukkan oleh kalian, dan untuk kalian?” Lalu Abdurrahman bin Auf berkata, “Kami akan tetap seperti yang diperintahkan (kehendaki) Allah.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Atau, bukan seperti itu. Bahkan kalian akan berlomba-lomba dalam urusan dunia, saling mendengki, saling bentrok, lalu saling membenci, atau sejenisnya. Kemudian kalian akan menindas orang-orang miskin kaum Muhajirin, dan kalian jadikan sebagian mereka menindas yang lainnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Amr bin Auf, seorang sahabat Bani Amir bin Lu’ay, yang pernah mengikuti perang Badar bersama Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke Bahrain untuk mengambil jizyah dari mereka. Dan, sungguh, Rasulullah Saw. pada sebelumnya telah mendamaikan di antara penduduk Bahrain, dan mengangkat al-A’la bin al-Hadhrami sebagai pemimpin mereka.

 

Setelah Abu Ubaidah menjalankan tugasnya di Bahrain, dia kembali lagi kepada Rasulullah Saw. dengan membawa uang jizyah tersebut. Mendengar kedatangan kembali Abu Ubaidah, maka orang-orang Anshar melaksanakan shalat Subuh bersama Rasulullah Saw.. Ketika sudah selesai dari shalatnya, maka Rasulullah Saw. pun berlalu. Namun, tiba-tiba mereka orang-orang Anshar menghadang beliau, maka belliau pun tersenyum melihat kelakuan mereka, dan berkata, “Mungkin, kalian telah mendengar bahwa Abu Ubaidah telah kembali dengan membawa sesuatu dari Bahrain.” Mereka berkata, “Benar, wahai Rasulullah.”

 

Maka beliau bersabda, “Karenanya, gembiralah kalian, dan berharaplah kalian terhadap apa pun yang dapat menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi kelapangan rezeki, seperti yang telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian. Maka kalian berlomba-lomba dalam kesenangan sehingga membinasakan kalian, sebagaimana yang telah terjadi kepada umat-umat sebelum kalian.”

 

Dalam suatu riwayat, “Maka kelapangan rezeki itu membuat kalian lalai, sebagaimana telah membuat lalai mereka.” Sebagai ganti dari riwayat, “Sehingga membinasakan kalian.”

 

  1. Maraknya Pengaruh Wanita Terhadap laki-laki

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sepeninggalku nanti, tidaklah aku tinggalkan suatu bencana (fitnah) yang lebih berbahaya atas kaum laki-laki, selain fitnah yang ditimbulkan oleh kaum perempuan.” Hadis ini diriwayatkan pula oleh Bukhari dan Muslim.

 

Ibnu’ Majah meriwayatkan pula dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, tidak datang satu pagi pun kecuali ada dua malaikat yang menyeru, “Celakalah laki-laki karena perempuan, dan celakalah perempuan karena laki-laki-”

 

Ibnu Majah meriwayatkan juga dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. pernah berdiri ketika menyampaikan khutbahnya, “Sungguh, dunia ini hijau lagi manis. Dan, sungguh Allah telah mempergilirkan kalian di dunia ini. Maka Dia akan menyaksikan apa yang telah kalian perbuat di dalamnya. Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah, dan berhati-hatilah terhadap perempuan.”

 

Dan, hadis ini diriwayatkan juga oleh Muslim, dan kalimat, “Bertakwalah kalian kepada Allah,” dia ganti dengan, “Maka, takutlah kalian kepada neraka, dan berhati-hatilah terhadap perempuan.” Dan, dia tambahkan juga, “Karena, sesungguhnya bencana yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah karena perempuan.”

 

  1. Tamak Terhadap Harta

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ka’ab bin lyadh, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, bagi setiap umat itu ada fitnah (bencana). Dan, fitnah terhadap umatku adalah harta.” Abu Isa at-Tirmidzi berkata, hadis ini hasan, sahih, dan gharib.

 

  1. Mengambil Hati Para Penguasa

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa pun yang mendiami kampung Badui, maka dia akan menjadi keras. Siapa pun yang mengejar binatang buruan, maka dia akan lalai. Dan, siapa pun yang mendatangi pintu-pintu raja, maka dia akan mendapat fitnah.”

 

Peringatan Allah Ta’ala Mengenai Fitnah Harta dan Wanita

 

Allah Ta’ala telah memperingatkan hamba-hamba-Nya tentang fitnah-fitnah yang timbul dari harta dan wanita, sebagaimana firman-Nya,

 

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (QS. atTaghabun: 14)

 

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu).” (QS. at-Taghabun: 15)

 

“Maka, bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Dia melipatgandakan (balasan) untukmu dan mengampuni kamu.” (QS. at-Taghabun: 16-17)

 

Barang siapa yang terpelihara dari bencana anak-anak dan harta, maka dia terpelihara dari segala bencana dan hawa nafsu. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang.” (QS. Ali ‘Imran: 14)

 

“Katakanlah, ‘Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga.” (QS. Ali ‘Imran: 15)

 

Maka Allah Ta’ala menjanjikan balasan bagi Orang-orang yang bertakwa di sisi Tuhannya, yang mempunyai sifat-sifat sebagaimana dalam ayat selanjutnya,

 

“Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga.” (QS. Ali Imran: 15)

 

Dan orang-orang yang memohon ampun pada waktu sebelum fajar.” (QS. Ali ‘Imran: 17)

 

Ini sebagai peringatan bagi mereka agar bersikap zuhud terhadap hal-hal yang indah dari pandangan mereka, dan lebih menyukai terhadap balasan yang lebih baik dari Tuhan mereka. Dan arahan seperti ini banyak sekali dalam alQur’an al-Karim.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Sikap sombong”, maksudnya, berjalannya seperti orang-orang yang takabur. Dalam hadis dikatakan, “Jika umatku telah berjalan dengan sikap sombong, dan pelayannya adalah anak-anak raja Persia dan Romawi, maka orang-orang jahat dari umatku akan berkuasa terhadap orang-orang baik dari mereka.”

 

Sabda Nabi Saw., “Kemudian kalian akan menindas orang-orang miskin kaurm Muhajirin’, maknanya adalah, apabila telah terjadi di antara kalian berlomba-lomba dalam kemewahan, saling mendengki, dan saling membenci, maka hal itu. akan menyebabkan orang kuat merampas harta orang-orang miskin secara zalim dan paksa. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa orang-orang miskin dari kaum Muhajirin yang lemah, pada saatnya nanti akan menaklukkan sebagian dunia sehingga mereka menjadi penguasa, dan sebagian mereka menindas yang lain. Inilah yang dipilih al-Qadhi Iyadh.

 

Pendapat pertama adalah yang dipilih guru kami, Abu Abbas al-Qurthubi. Beliau berkata bahwa pendapat yang pertama itu didukung oleh konteks dan makna hadis itu sendiri. Dalam hal itu, Nabi Saw. mengabarkan kepada mereka bahwa keadaan mereka itu akan mengalami perubahan. Dan, dari mereka, atau dari sebagian mereka akan terdapat beberapa perbuatan yang tidak diridai, yang menyimpang dari perbuatan-perbuatan mereka sebelumnya, seperti saling berlomba-lomba dalam kemewahan, saling membenci, dan menindas orang-orang miskin kaum Muhajirin. Wallahu a’lam.

 

Ketaatan Merupakan Penyebab Turunnya Rahmat dan Keselamatan

 

Abi Nua’im al-Hafizh menuturkan dari Sulaiman bin Ahmad dari al-Miqdam bin Daud dari Ali bin Ma’bad ar-Riqqi dari Wahab bin Rasyid dari Malik bin Dinar dari Khallas bin Amr dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sungguh Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, “Aku adalah Allah, tiada tuhan selain Aku. Aku adalah penguasa segala raja, dan Raja para raja. Hati semua raja berada di tangan-Ku. Sungguh, jika hamba-hamba-Ku taat terhadap-Ku, maka Aku akan mengubah hati raja mereka menjadi sayang terhadap mereka. Namun, jika hamba-hamba-Ku durhaka kepada-Ku, maka Aku akan mengubah hati raja mereka menjadi murka dan kejam terhadap mereka, sehingga raja itu menimpakan siksa yang buruk kepada mereka. Karenanya, janganlah kalian sibuk dengan mendoakan yang tidak baik terhadap raja kalian. Namun, sibukkanlah diri kalian dengan berzikir dan taat kepada-Ku, maka Aku pun akan melindungi kalian dari raja-raja kalian.” Hadis ini gharib dari hadis Malik yang marfu’, dan telah diriwayatkan sendiri oleh Ali bin Ma’bad dari Wahab bin Rasyid.

 

Tanda-tanda Akan Terjadinya Peperangan

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pembangunan Baitul Maqdis adalah tanda akan hancurnya Yatsrib (Madinah), dan hancurnya Yastrib adalah tanda akan munculnya peperangan. Muncuinya peperangan adalah dengan ditaklukkannya Konstantinopel, dan ditaklukkannya Konstantinopel adalah tanda akan keluarnya Dajal.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Auf bin Malik, dia berkata, aku mendatangi Nabi Saw. dalam Perang Tabuk. Pada saat itu, beliau berada dalam sebuah tenda dari kulit. Beliau lalu bersabda, “Hitunglah, ada enam peristiwa yang akan terjadi sebelum datangnya kiamat. Yaitu, kematianku, kemudian penaklukkan Baitul Maqdis, kemudian kematian massal yang merata di kalangan kalian seperti penyakit kambing, kemudian melimpahnya harta sehingga jika seseorang diberi seratus dinar tapi dia masih juga tidak puas, kemudian munculnya fitnah (huru-hara) yang memasuki rumah orang Arab, kemudian terjadinya perdamaian antara kalian dengan Bani al-Ashfar, yang kemudian mereka mengkhianati kalian. Mereka akan mendatangi kalian dengan membawa 80 bendera. Dan, di bawah masing-masing bendera terdapat 12.000 orang prajurit.”

 

Abu Qasim ath-Thabrani meriwayatkan dalam kitab al-Mu‘jam al-Kabir, dengan maknanya yang sama, namun dia menambahkan setelah perkataan 12.000 orang prajurit, “Pada saat itu, tenda besar kaum muslimin berada di suatu negeri yang disebut al-Ghauthah, di kota Damaskus.” Demikian pula, menurut penuturan Abu al-Khaththab bin Dihyah-dengan isnad yang sama, dalam kitab Maraj al-Bahrain fi-Fawa’id al-Masyriqain wa al-Maghribain.

 

Auf bin Malik al-Asyja’i telah menyaksikan wafatnya Nabi Saw.. Dan, dia juga hadir beserta Amirul Mukminin Umar bin Khaththab pada saat penaklukkan Baitul Maqdis. Penaklukkan kota itu secara damai, terjadi pada hari ke-5 bulan Zulqa’dah tahun 10 H. Lalu, dia juga hadir pada saat pembagian harta kekayaan Kisra Persia yang dilakukan oleh Amirul Mukminin Umar bin Khaththab. Dan, dia juga ikut hadir pada saat terjadinya perang Jamal dan Shiffin. Dan, pada saat sebelumnya, Auf juga turut menyaksikan atas kematian yang terjadi di Syam, yang disebabkan Tha’un Amawas. Pada waktu itu, yang meninggal ada 26.000 orang, sedang menurut al-Madini, 25.000 orang.

 

Keterangan:

 

Amawas maksudnya adalah wabah yang menular. Amawas juga merupakan nama desa di antara Ramajah dan Baitul Maqdis. Di desa inilah meninggalnya orang kepercayaan umat ini, yaitu Abu Ubaidah bin al-Jarrah, dan pemimpin alim, Abu Abdirrahman Mua’dz bin Jabal.

 

Dalam Tarikh-nya, Imam Ahmad bin Hanbal berkata, bahwa penyakit Tha‘un Amawas terjadi pada tahun 18 H. Sedangkan Ahmad Abu Zur’ah ar-Razi berkata bahwa penyakit Tha’un Amawas terjadi pada tahun 17 H atau 18 H. Pada tahun 17 H, Umar bin Khaththab baru kembali dari Saragh.

 

Sabda Nabi Saw., “Seperti penyakit kambing” yakni sejenis penyakit yang menyerang kambing tanpa membiarkannya hidup lebih lama lagi. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah sejenis penyakit yang menyerang dada, seakan-akan menghancurkan leher.

 

Adapun kelima kisah (kejadian) yang disebutkan Rasulullah Saw. itu semuanya telah terjadi. Auf bin Malik hidup sampai zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan, tahun 73 H. Sedangkan menurut al-Wagqidi, Auf bin Malik meninggal di Syam pada tahun 93 H. Jika benar apa yang dikatakan al-Waqidi, berarti Auf meninggal pada masa al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan. Wallahu a’lam.

 

Perang Melawan Pasukan Romawi

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Auf bin al-Asyja’i, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, antara kalian dengan Bani alAshfar akan terjadi perdamaian. Kemudian mereka akan mengkhianati kalian. Mereka akan berangkat menuju kalian dengan membawa 80 bendera. Dan, di bawah masing-masing bendera terdapat 12.000 orang prajurit.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Dzu Mikhmar, salah seorang sahabat Rasulullah Saw., dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Bangsa Romawi akan mengadakan perdamaian dengan kalian dengan perdamaian yang aman. Kemudian, kalian dan mereka akan menyerbu musuh lain. Kalian akan mendapatkan kemenangan, mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah), dan membagi-bagikannya dalam keadaan selamat. Kemudian, kalian pun pulang, hingga akhirnya kalian berhenti sebentar di suatu tanah lapang yang berbukit-bukit.

 

Maka, pada saat itu, seseorang dari kaum Salib —bangsa Romawi berdiri dengan mengangkat tanda salibnya seraya berkata, “Salib telah menang.” Karenanya, maka seseorang dari kaum muslimin marah, lalu menghampiri orang itu (bangsa Romawi) dan mendorongnya. Dan, pada saat itulah orang-orang Romawi berkhianat. Mereka menghimpun kekuatan untuk berperang. Kemudian, mereka datang dengan membawa 80 bendera. Dan, di bawah masingmasing bendera terdapat 12.000 orang prajurit.”

 

Abu Daud meriwayatkan juga, dan menambahkan, “Dan, kaum muslimin pun cepat-cepat mengambil senjata-senjata mereka, lalu mereka pun berperang. Maka, Allah memuliakan pasukan kaum muslimin dengan kematian syahid.”

 

Diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya dengan isnad yang sahih. Al-Auza’i berkata bahwa Dzu Mikhmar adalah kemenakan an-Najasyi. Sedangkan Abu Umar menyatakan bahwa Dzu Mikhmar adalah mantan budak Rasulullah Saw.. Demikian menurut Ibnu Dihyah.

 

Al-Auza’i dan Ibnu Dihyah mengeluarkan dari Ibnu Majah dan Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal dari Nabi Saw. beliau bersabda, “Peperangan besar, penaklukkan Konstantinopel, dan keluarnya Daijjal, itu terjadi dalam waktu tujuh bulan.” Hadis ini dikeluarkan pula oleh Tirmidzi, dan menurutnya hadis ini hasan sahih.

 

Abdullah bin Busr berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Antara peperangan dan penaklukkan kota itu (Konstantinopel) berjarak enam tahun, dan Dajal keluar pada tahun ketujuh.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Daud. Abu Daud berkata, hadis ini sahih dari Isa.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Basyir bin Jabir, dia berkata, suatu hari, pernah terjadi angin merah yang bertiup kencang di Kufah. Lalu, seseorang yang tidak mempunyai adat (kebiasaan), datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata, “Ketahuilah, hai Abdullah bin Mas’ud, kiamat telah datang.” Maka Abdullah pun duduk bersandar, lalu berkata, “Sungguh, Kiamat itu tidak akan datang sebelum harta waris tidak lagi dibagikan, dan harta rampasan perang tidak lagi menggembirakan” Kemudian, dia mengisyaratkan tangannya ke arah Syam, dan berkata, “Di sana, musuh akan berhimpun untuk menyerang umat Islam, dan umat Islam pun berhimpun untuk menghadapi mereka.”

 

Basyir lalu berkata, “Apakah yang engkau maksud itu orang-orang Romawi?” Dia menjawab, “Ya. Pada saat perang itu berkobar, maka terjadilah pemurtadan besar-besaran. Karenanya, pada saat itu kaum muslimin membentuk pasukan terdepan yang siap mati. Pasukan tersebut tidak boleh kembali pulang kecuali jika meraih kemenangan. Maka, mereka pun berperang sampai malam memisahkan mereka. Lalu masing-masing pihak bertahan di tempatnya masing-masing tanpa ada pemenang, dan pasukan terdepan tadi pun mati terbunuh.

 

Pada esoknya, kaum muslimin membentuk lagi pasukan terdepan yang siap mati. Pasukan tersebut tidak boleh kembali pulang kecuali jika meraih kemenangan. Maka, mereka pun berperang sampai waktu sore tiba. Lalu, masing-masing pihak bertahan di tempatnya masing-masing tanpa ada pemenang, dan pasukan terdepan tadi pun mati terbunuh.

 

Kemudian, kaum muslimin membentuk lagi pasukan terdepan yang siap mati. Pasukan tersebut tidak boleh kembali pulang kecuali jika meraih kemenangan. Maka, mereka pun berperang sampai waktu sore tiba. Lalu, masing-masing pihak bertahan di tempatnya masing-masing tanpa ada pemenang, dan pasukan terdepan tadi pun mati terbunuh.

 

Pada hari keempat, pasukan kaum muslimin yang tersisa menyerang mereka. Maka Allah memberi kekalahan kepada musuh. Peperangan itu begitu sengit, yang belum pernah terjadi sebelumnya, atau belum pernah terjadi semisalnya. Hingga ada seekor burung yang melewati tubuh-tubuh mereka, namun belum juga sampai melewati mereka, tiba-tiba burung itu terjatuh mati. Ada anak-anak dari seorang ayah, yang mempunyai seratus orang anak, namun yang tersisa hanya seorang anak saja. Maka, harta rampasan manakah yang menggembirakan, dan harta warisan manakah yang akan dibagikan?

 

Pada saat mereka dalam keadaan seperti itu, maka tiba-tiba mereka mendengar akan kedatangan orang-orang yang lebih banyak daripada itu. Lalu, seseorang datang sambil berteriak, “Sungguh, Dajal telah keluar menyerbu anak-anak keturunan mereka’ Maka mereka pun membuang apa saja yang ada di tangan mereka dan bersiaga. Lalu, mereka mengutus sepuluh orang penunggang kuda untuk mengintai-”

 

Seterusnya Ibnu Mas’ud berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, aku mengetahui nama-nama mereka, nama-nama ayah mereka, dan warna kuda-kuda mereka. Mereka adalah penunggang kuda yang terbaik di muka bumi, atau para penunggang kuda yang terbaik pada hari itu.”

 

Abu Daud meriwayatkan dari Tsauban, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda

 

“Tidak akan lama lagi, bangsa-bangsa akan mengerubungi Kalian seperti orang-orang makan yang mengerubungi talam mereka.” Lalu seseorang dari suatu kaum berkata, “Apakah karena pada waktu itu jumlah kita sedikit?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan jumlah kalian banyak. Namun, Kalian hanyalah buih, seperti buih aliran air. Dan, Allah benar-benar mencabut rasa takut dari dada musuh-musuh kalian, dan benar-benar menimpakan kelemahan pada hati-hati kalian.” Maka seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kelemahan itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan benci kematian.” Keterangan: Sabda Nabi Saw., “Bani al-Ashfar” yakni bangsa Romawi. Ada dua pendapat dalam pemberian nama ini (julukan).

 

Pertama, pada suatu ketika, pasukan dari Habasyah mengalahkan pasukan dari Romawi. Maka para pasukan Habasyah itu memperkosa para wanita Romawi, dan melahirkan anak-anak berkulit kuning (Ashfar). Demikian menurut al Anbari.

 

Kedua, bangsa Romawi dinisbahkan kepada al-Ashfar bin ar-Rum bin Ishu bin Ishaq bin Ibrahim a.s., Demikian menurut Ibnu Ishaq. Pendapat ini lebih mendekati kebenarannya dibanding pendapat pertama.

 

Sementara itu, telah diriwayatkan pula secara sahih dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Dan, di bawah masing-masing bendera terdapat 12.000 orang prajurit.” Jadi musuh berjumlah 960.000 orang, demikian disebutkan oleh al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah.

 

Telah diriwayatkan secara marfu’ dalam sebuah hadis panjang dari Hudzaifah, bahwasanya Allah Ta’ala menjadikan Raja Romawi, Heraklius V, yang bernama Dhamarah, seorang pemimpin perang. Dia berkeinginan berdamai dengan al-Mahdi, karena kaum muslimin dapat mengalahkan kaum musyrikin. Maka, Dhamarah dan al-Mahdi pun berdamai hingga tujuh tahun lamanya. Pada saat itu, al-Mahdi menarik jizyah dari mereka, sedang mereka dalam keadaan tunduk. Pada saat itu, salib mereka pun dihancurkan, dan pasukan kaum muslimin pun kembali ke Damaskus.

 

Pada saat itu, tiba-tiba seseorang dari bangsa Romawi menoleh, maka dia melihat beberapa orang laki-laki dan perempuan mereka dalam keadaan dirantai dan dibelenggu. Lalu dia mencela dirinya sendiri, dan mengangkat salibnya tinggi-tinggi, seraya berteriak dengan sekerasnya, “Ketahuilah, siapa pun yang menyembah salib, maka tolonglah dia.” Lalu, seseorang dari kaum muslimin bangkit dan merusak salib itu, seraya berkata, “Allah-lah yang memenangkan dan menolong.” Dan, pada saat itulah bangsa Romawi berkhianat. Secara diam-diam, mereka menghimpun seluruh raja Romawi di negeri mereka. Kemudian, mereka mendatangi negeri kaum muslimin, sedang kaum muslimin tidak menyadarinya. Kaum muslimin menganggap bahwa mereka masih tetap berpegang teguh pada perjanjian damai.

 

Bangsa Romawi mendatangi kota Anthakia dengan membawa 12.000 bendera. Dan, di bawah masing-masing bendera ada 12.000 orang prajurit. Maka, pada saat itu, seluruh penganut Nasrani yang berada di jazirah Arab, Syam, maupun Anthakia, semuanya mengangkat salibnya. Dan, pada saat itu juga, al-Mahdi mengirim utusannya kepada penduduk Syam, Hijaz, Yaman, Kufah, Bashrah, dan Irak untuk memberitahu mereka tentang keberangkatan bangsa Romawi. Dia berkata kepada mereka, “Bantulah aku untuk memerangi musuh Allah dan musuh kalian.”

 

Lalu, datang kepadanya utusan dari Masyriq (Ilmur), seraya berkata, “Telah datang kepada kami musuh dari Khurasan, di tepi sungai Eufrat, dan menduduki kami. Karenanya, kami tidak akan metalaikan perintahmu.” Kemudian, sebagian penduduk Kufah dan Bashrah mendatangi al-Mahdi, dan disambut olehnya. Maka, dia bersama kaum muslimin berangkat untuk menghadapi musuh mereka. Pada saat kaum muslimin tiba di Damaskus, maka bangsa Romawi pun tiba di kota itu, dan menetap selama 40 hari. Selama itu, mereka menghancurkan desa-desa, membunuh para penduduknya, merusak rumah-rumah, dan menebang pohon-pohonnya.

 

Kemudian Allah Ta’ala menurunkan kesabaran dan pertolongan-Nya kepada kaum muslimin sehingga mereka bisa berangkat ke kota tersebut untuk menghadapi musuh mereka. Maka terjadilah pertempuran di antara mereka. Sebagian besar dari kaum muslimin gugur sebagai syahid. Betapa dahsyatnya pertempuran tersebut, dan alangkah ngerinya pada saat itu. Pada saat itu, dari bangsa Arab, ada empat kabilah yang murtad, yaitu kabilah Sulaim, Nahd, Ghassan, dan Thay’. Mereka menggabungkan diri bersama pasukan Romawi, dan meminta suaka kepada mereka setelah menyaksikan kengerian dan kedahsyatan pada saat itu.

 

Kemudian Allah Ta’ala menurunkan pertolongan, kesabaran, dan kemenangan kepada kaum muslimin. Sebagian besar pasukan Romawi terbunuh, sampai kuda-kuda mereka tercebur ke dalam genangan darah mereka. Pertempuran masih saja tetap berkobar di antara mereka, sampai-sampai besi patah oleh besi lainnya. Dan, sampai-sampai seorang muslim, hanya dengan besi penusuk daging, mampu menusuk seorang kafir yang bertubuh besar dan berbaju besi hingga tembus. Kaum muslimin mampu membunuh sebagian banyak kaum musyrikin, sampai kuda-kuda mereka tercebur ke dalam genangan darah mereka.

 

Allah Ta’ala menolong kaum muslimin, dan marah kepada orang-orang kafir. itu semua adalah karena rahmat Allah Ta’ala kepada mereka. Pada saat itu, pasukan kaum muslimin adalah sebaik-baik makhluk Allah dan hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Di antara mereka, tidak ada yang durhaka, murtad, membangkang, ragu, ataupun munafik.

 

Kemudian kaum muslimin memasuki wilayah kekuasaan Romawi dengan mengumandangkan takbir di kota-kota dan di benteng-benteng mereka. Lalu, pagar-pagar kota dan benteng-benteng runtuh atas kehendak Allah, dan kaum muslimin pun masuk ke kota-kota dan benteng-benteng tersebut. Mereka mengambil harta benda di sana sebagai rampasan perang (ghanimah) dan menawan kaum wanita dan anak-anaknya.

 

Khalifah al-Mahdi berkuasa selama 40 tahun, yaitu 10 tahun di Maghrib, 12 tahun di Kufah, 12 tahun di Madinah, dan 6 tahun di Mekah.

 

“Tidak mempunyai adat’, adat artinya kebiasaan atau tradisi. “Angin merah”, yaitu angin kencang yang bergerak, yang mengakibatkan pohon-pohon mengering dan berwarna merah, dan tanah-tanah terbuka lebar hingga warnanya memerah. Pada saat melihat kejadian seperti itu, orang tersebut takut hingga dia menyangka bahwa kiamat telah dekat. “Pasukan terdepan yang siap mati, maksudnya pasukan terdepan. Pasukan tersebut mempunyai tanda khusus. “Pasukan terdepan tadi pun mati terbunuh”, maksudnya pasukan terdepan lenyap (hilang). “Tidak boleh kembali’, maksudnya pulang. Contoh penggunaan kata tersebut ada dalam al-Qur’an,

 

“Sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah.” (QS. al-Hujarat: 9)

 

“Seseorang datang sambil berteriak”’, yang sama artinya dengan orang yang berteriak ketika ada sesuatu yang menakutkan. “Pengintai” yaitu. pasukan yang bertugas untuk mengamati segala sesuatunya. “Bangsa-bangsa akan mengerubungi kalian”, yakni mereka berkumpul dan mengajak yang lain, sehingga bangsa Arab pada saat itu bagaikan talam di tengah orang-orang yang makan. “Seperti buih aliran air’, maksudnya apa pun yang dilemparkan air bah ke tepi jurang dari rerumputan, tetumbuhan, dan kain-kain sisa. Wallahu a’lam.

 

Penjelasan Ayat, “Sampai perang selesai ….” (QS. Muhammad: 4)

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, suatu waktu Rasulullah Saw. berhasil menaklukkan suatu negeri, maka aku mendatangi beliau, dan berkata, “Alhamdulillah, wahai Rasulullah, Islam telah kuat dan perang telah selesai.” Maka beliau bersabda, “Sungguh, perang tidak akan berhenti sebelum terjadi enam perkara. Tidakkah kamu tanyakan itu kepadaku, hai Hudzaifah?” Lalu aku berkata, “Tentu, wahai Rasulullah. Apa yang pertamanya?” Beliau lalu bersabda, “Yaitu, kematianku, lalu penaklukkan Baitul Maqdis, lalu dua golongan yang sama-sama muslim, namun mereka saling berperang sesamanya, lalu harta melimpah sehingga seseorang diberi seratus dinar tapi masih juga dia tidak puas, lalu

 

; kematian massal seperti penyakit kambing, lalu ada seorang anak dari Bani al-Ashfar, yang berkembang dalam sehari seperti sebulan, dan dalam sebulan seperti setahun. Maka kaumnya pun menyukainya, dan mengangkatnya menjadi raja seraya berkata, “Kami berharap kepadamu agar kerajaan kita dapat kembali lagi kepada kita.” Maka, raja itu pun mengumpulkan orang banyak, dan berangkat hingga sampai di al-‘Arisy dan Anthakia.

 

Pada saat itu, pemimpin kalian adalah sebaik-baiknya pemimpin. Dia berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Apa pendapat kalian?” Mereka menjawab, “Kita perangi saja mereka, sampai Allah memberi keputusan antara kita dan mereka.” Tapi pemimpin itu menjawab, “Tidak, aku tidak berpandangan demikian. Kita bawa keluar dahulu anak-anak dan keluarga kita.

 

Selanjutnya, kita bisa bersiaga terhadap mereka, dan kita serbu mereka. Kita telah menjaga terlebih dahulu anak-anak dan keluarga kita.”

 

Maka mereka pun berangkat hingga tiba di kotaku ini. Lalu, pemimpin itu meminta penduduk Syam agar membantunya, maka mereka pun membantunya. Dia lalu berkata, “Jangan ada yang mengikuti ajakanku, kecuali orang yang menjual dirinya kepada Allah, sehingga dia sanggup menghadapi dan menghadang mereka.” kemudian dia memecahkan sarung pedangnya dan berperang hingga Allah memberi keputusan di antara mereka.

 

Pada saat itu, ada 70.000 orang atau lebih yang memenuhi seruan pemimpin itu, lalu dia berkata, “Cukuplah 70.000 orang. Negeri ini tidak akan sanggup lagi mengurus mereka.” Di antara orang-orang yang berkumpul itu, terdapat matamata musuh. Lalu mata-mata itu memberitahu kepada musuh apa pun yang sedang terjadi. Maka, pemimpin itu berangkat mendatangi musuh, dan meminta kepadanya agar membebaskan siapa pun yang ada hubungan nasab dengan mereka. Lalu, dia pun datang dan menyeru sahabat-sahabatnya sambil berkata, “Tahukah kalian apa yang mereka pinta?”

 

Sahabat-sahabat itu berkata, “Hanya kitalah yang layak mendapatkan pertolongan Allah, dan memerangi mereka.” Karena itulah, maka pemimpin itu berseru, “Maju, pecahkan sarung pedang kalian!” Maka Allah mencabut pedang-Nya atas musuh. Selanjutnya, dari pihak musuh terbunuh dua pertiga, dan sepertiganya lagi lari dengan menggunakan beberapa kapal. Namun, ketika gunung-gunung negeri mereka mulai kelihatan, maka Allah mengirim angin kencang kepada mereka, hingga angin itu membawa kapal mereka ke Syam. Di sana, mereka ditangkap dan dibantai oleh kaum muslimin, di bawah kapal-kapal mereka di tepi pantai. Dan, pada saat itulah perang selesai.”

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Ismail bin lyasy dari Abdurrahman bin Ziyad bin An’um dari Rabi’ah bin Sufyan bin Mati’ al-Ma’afiri dari Makhul dari Hudzaifah dari Rasulullah Saw.. itu, diceritakan oleh al-Faqih Ibnu Barjan dalam kitabnya, al-irsyad. Dari kitab itulah, aku kutip cerita ini. Tapi, isnadnya masih diperdebatkan orang. Wallahu Alam.

 

Perang Melawan Pasukan Turki, dan Ciri-ciri Mereka

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian memerangi Khauz dan Kirman dari bangsa ‘Ajam (bangsa non Arab). Mereka itu merah wajahnya, pesek hidungnya, dan sipit matanya. Wajah mereka bagaikan perisai yang dilapisi Kulit, dan sandal mereka dari rambut.”

 

Menurut Riwayat Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Menjelang kiamat, kalian akan memerangi suatu kaum, yang sandal mereka terbuat dari rambut, dan wajah mereka bagaikan perisai yang dilapisi kulit. Mereka itu, merah wajahnya, sipit matanya, dan pesek hidungnya.”

 

Dalam riwayat lain dikatakan, “Mereka berpakaian dari rambut, dan berjalan dengan rambut pula.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Daud, anNasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan lain-lain.

 

ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian memerangi suatu kaum yang bermata sipit dan berwajah lebar. Mata mereka bagaikan biji mata belalang, dan wajah mereka bagaikan perisai yang dilapisi kulit. Mereka memakai sandal dari rambut, membuat perisai dari kulit, dan mengikat kuda-kuda mereka pada pohon kurma.”

 

Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya dari Nabi Saw. dalam sebuah hadis, “Kelak, kalian akan diperangi oleh suatu kaum yang bermata sipit, yakni bangsa Turki. Kalian akan menggiring mereka sebanyak tiga kali, hingga kalian mendesak mereka di jazirah Arab. Pada penggiringan pertama, mereka selamat dengan melarikan diri. Pada penggiringan kedua, sebagian mereka selamat, dan sebagiannya lagi terbunuh. Dan, pada penggiringan ketiga, mereka semuanya dihabisi.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Perisai yang dilapisi kulit”, yaitu kulit penutup yang sudah dicetak. Wajah bangsa Turki itu lebar-lebar, dan pipinya menonjol. Ini dimisalkan dengan perisai yang dilapisi kulit.

 

Al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah berkata bahwa syekh kami yang Ahli Hadis, Ahli Bahasa dan Nahwu, Abi Ishaq al-Hazmi mengatakan kepadaku, “Yang benar ialah almuthraqah dengan Tha sukun dan Ra fathah. Artinya, kulit yang dicetak secara berlapis-lapis, sehingga menjadi tebal, seakan-akan perisai yang berlapis-lapis.”

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, makna ini dinukil dari al-Khaththabi, pakar bahasa telah berkata bahwa ash-shahah dan al-mizan dan almuthraqah adalah perisai yang dibuat dengan menempelkan kulit di atas kulit dengan berlapis-lapis. Sama seperti sandal yang terbuat dari kulit yang berlapis-lapis.

 

Sabda Nabi Saw., “Sandal mereka dari rambut”, maksudnya, mereka memakai sandal yang terbuat dari rambut. Mereka membuat tali-tali dari rambut, lalu dari tali-tali tersebut mereka buat jadi sandal. Tali-tali tersebut bisa juga dijadikan pakaian. Ini ditandai dengan sabdanya, “Mereka berpakaian dari rambut, dan berjalan dengan rambut pula.”

 

Tapi, bisa juga maksudnya, rambut mereka lebat dan panjang. Jika digeraikan akan seperti pakaian. Begitu pun dengan jambul mereka, karena panjangnya bisa mencapai kaki seperti sandal. Namun, pendapat pertama lebih kuat.

 

Ibnu Dihyah berkata, “Sungguh, sandalsandal mereka terbuat dari kepangan rambut atau dari kulit-kulit binatang yang masih berbulu,

 

Sabda Nabi Saw., “Pesek hidungnya”, maksudnya hidungnya itu tebal dan lebar. Ada juga yang mengatakan bahwa hidungnya itu rendah ujung-ujungnya.

 

Saling Serang Antara Pasukan Muslimin dan Pasukan Turki

 

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal di dalam Musnad-nya dari Abu Nu’aim dari Basyir bin Muhajir dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya, dia berkata, aku pernah duduk di samping Nabi Saw., lalu aku mendengar beliau bersabda, “Sungguh, umatku akan digiring hingga tiga kali oleh kaum yang berwajah lebar dan bermata sipit. Wajah mereka seolah-olah seperti perisai. Mereka mendesak kaum muslimin di Jazirah Arab. Pada penggiringan pertama, maka umatku selamat dari mereka dengan melarikan diri. Pada penggiringan kedua, sebagian umatku terbunuh, dan sebagiannya lagi selamat. Dan, pada penggiringan yang ketiga, umatku yang tersisa semuanya dihabisi.”

 

Kemudian para sahabat bertanya, “Wahai Nabi Allah, siapakah mereka itu?” Beliau bersabda, “Mereka adalah bangsa Turki.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Ketahuilah, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, mereka itu akan mengikat kuda-kuda mereka pada pagar-pagar masjid kaum muslimin.” Semenjak itu, Buraidah selalu dekat dengan dua atau tiga ekor untanya, sebagai bekal perjalanan dan minumannya, karena takut dengan sabda Rasulullah Saw. tentang kehancuran yang ditimbulkan oleh bangsa Turki itu.

 

Imam Abu al-Khaththab Umar bin Dihyah berkata bahwa sanad ini sahih dari imam Ahli Hadis yang selalu bersabar atas berbagai cobaan, yaitu Abu Abdullah Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani dari imam yang adil dan terpercaya, Abu Nua’im al-Fadhl bin Dakin. Adapun Basyir bin Muhajir adalah seorang yang terpercaya. Anas mengatakan bahwa hadis initsiqah, sebagaimana yang dikatakan oleh ulama Ahli Hadis.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ja’far bin Musafir dari Khallad bin Yahya dari Basyir bin Muhajir dari Abdullah bin Buraidah dari bapaknya dari Nabi Saw. bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, kalian akan diperangi oleh suatu kaum yang bermata sipit, yakni bangsa Turki. Kalian akan menggiring mereka sebanyak tiga kali, hingga kalian mendesak mereka di jazirah Arab. Pada penggiringan pertama, mereka selamat dengan melarikan diri. Pada penggiringan kedua, sebagian mereka selamat, dan sebagiannya lagi terbunuh. Dan, pada penggiringan ketiga, mereka semuanya dihabisi.”

 

Sabda Nabi Saw., “Semuanya dihabis?”’, maksudnya membasmi hingga ke akar-akarnya.

 

Pada hadis pertama menyatakan bahwa pasukan Turki itu akan menyerang kaum muslimin dan membunuhnya. Peristiwa tersebut memang telah terjadi sebagaimana riwayat Nabi Saw.. Pada saat itu, mereka menyerang kaum muslimin. Tidak ada yang dapat melindungi dan mencegah mereka kecuali Allah. Mereka seolaholah Ya’juj dan Ma’juj.

 

Al-Hafizh as-Sayyid bin Dihyah berkata, pada bulan Jumadil Awal, tahun 617 H, berangkatlah rombongan pasukan Turki, yang disebut dengan pasukan Tatar. Mereka membunuh dengan sangat kejam dan menakutkan. Tujuan mereka adalah membantai kaum mukminin. Tidak ada satu pun kaum yang dapat menemukan jalan untuk melawan mereka. Mereka memerangi penduduk yang bermukim di seberang sungai dan negeri-negeri lainnya, di antaranya adalah Khurasan. Mereka juga memusnahkan sisa-sisa kerajaan Bani Sasan. Pasukan tersebut (Tatar) adalah orang-orang yang mengingkari Tuhan Yang Maha Pengasih. Mereka berpendapat bahwa pencipta alam semesta ini adalah api. Raja mereka dikenal dengan Khan Khaqan.

 

Di Kota Neshawar, mereka menghancurkan rumah penduduk dan membakarnya. Di kota Khuwarizmi, semua penduduknya dibunuh, yang tersisa hanyalah mereka yang bersembunyi di dalam gua-gua dan lubang bawah tanah, yang akhirnya mereka dapat ditemukan dan dibunuh pula. Selain itu, mereka juga menawan dan menghancurkan bangunan-bangunan. Setelahnya, mereka membanjiri kota tersebut dengan air yang berasal dari sungai Jaihan, hingga bangunan-bangunan dan pilar-pilar yang berada di dalamnya tenggelam. Kemudian di kota Thus, mereka meratakan kota tersebut dengan tanah. Di sana, mereka menodai nilai-nilai keagamaan, bahkan agama yang sesat sekalipun.

 

Ketika tiba di negeri Qahastan, mereka menghancurkan kota Rayy, Qazwain, Abhar, Zanzan, Ardabil, dan Maraghah, ibukota Azerbeizan. Di negeri ini, mereka membunuh para ulama dan pemimpinnya hingga habis. Selain itu, mereka juga membolehkan membunuh perempuan dan menyembelih anak-anak.

 

Kemudian mereka sampai juga di Irak untuk yang kedua kalinya. Pada saat itu, kota terbesar dilrak adalah Ashbahan. Adapun rumah-rumah di kota tersebut berpagar dengan tinggi 40.000 hasta. Bangunannya sangat tinggi dan kuat. Penduduknya banyak yang mempelajari Ilmu Hadis. Karenanya, Allah menjaga kota itu dan para penghuninya dari tangan orang-orang kafir. Selain itu, Allah juga menurunkan kekuatan dan kebaikan kepada mereka. Kemudian, dengan penuh keberanian, mereka mendatangi pasukan Tatar Mereka membuktikan bahwa mereka adalah prajurit berkuda yang tangguh, maka berkumpullah 100.000 prajurit. Bagaikan singa-singa yang lapar, mereka menuju pasukan Tatar. Mereka berpakaian serba putih bagaikan hamparan bunga Uqhawan, dan berbaju perang yang keperak perakkan, bagaikan perak yang berada di tengah sungai yang jernih.

 

Surga disediakan bagi para mujahid, dan neraka bagi orang-orang kafir. Maka kematian menghinggapi pasukan Tatar, bagaikan takdir untuk mereka. Karenanya, mereka berlarian meninggalkan Ashbahan bagaikan anak panah yang dilepaskan oleh pemanah.

 

Lalu mereka semua (pasukan Tatar) melarikan diri seperti larinya setan pada waktu Perang Badar. Menurut mereka, jika mereka diam di sana, maka mereka akan mati. Akhirnya, secara sembunyi-sembunyi mereka keluar dari Hamadan. Lalu, mereka menaiki gunung Auzand dan membunuh kaum muslimin yang saleh. Selain itu, mereka menghancurkan beberapa taman dan kebun, merusak kaum perempuan, serta merusak kehormatan agama Islam.

 

Dua pertiga negeri dari wilayah Ilmur tersebut telah dikuasai mereka. Di sana, mereka membunuh banyak manusia hingga tak terhingga. Di Irak, pada saat kedatangan mereka yang kedua kalinya, mereka membunuh manusia dalam jumlah yang sulit untuk dihitung. Mereka menambatkan kuda-kuda mereka pada pagarpagar masjid orang-orang muslim, sebagaimana yang dikisahkan dalam hadis yang menerangkan tentang hal ihwal kemunculan mereka.

 

Kemudian mereka memasuki Ke negeri-negeri bagian Ilmur dan bertindak sewenang-wenang di sana. Mereka menghimpun bala tentara seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Raghal, sebagaimana yang pernah disabdakan Nabi Saw… Akhirnya, mereka memutus jalan dan kehidupan penduduknya. Di kampung-kampung, mereka berbuat sewenang-wenang, yang membuat hati kaum mukminin dicekam rasa takut. Berbagai bentuk penindasan mereka lakukan di negeri-negeri itu, hingga pedang-pedang merekalah yang menjadi hakim terhadap leher-leher penghuni negeri tersebut. Tangan-tangan mereka pun dengan sebebasnya berbuat kerusakan dan kehancuran, di dataran rendah dan di dataran tinggi.

 

Karenanya, mereka adalah bangsa yang sedari dulu sudah diberitakan kedatangannya dalam hadis di atas. Mereka akan datang tiga kali, yang akhirnya mereka akan menghabisi setiap orang yang ditemuinya.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, alhamdulillah, kejadian-kejadian tersebut telah terjadi. Mereka telah menyerang Irak pada kali pertama dan keduanya, sebagaimana yang telah disebutkan tadi di atas. Namun, pada saat ini, mereka menyerang Irak untuk kali ketiga. Mereka menyerang Baghdad dan daerah-daerah di sekitarnya. Di sana, mereka membunuh semua anggota keluarga kerajaan, para ulama, dan para hamba-hamba yang mulia. Lalu, mereka melintasi sungai Eufrat hingga sampai di kota Halab. Mereka menyerang dan membunuh penghuni kota tersebut, lalu mereka meninggalkan dan mengosongkannya. Mereka terus bergerak hingga dapat menguasai seluruh negeri Syam dalam waktu beberapa hari saja. Di sana, mereka membantai kepala-kepala manusia dengan pedangnya.

 

Namun, pada saat mereka akan memasuki Mesir, mereka berada dalam ketakutan. Hal ini karena raja Mesir, al-Mudhaffar Quthuz telah mengumpulkan pasukannya dengan tekad yang bulat dan niat yang ikhlas. Akhirnya, mereka bertempur di daerah ‘Ain Jalut, dan kemenangan berpihak pada kaum muslimin. Hal ini sebagaimana Thalut membunuh kebanyakan kaum kafir. Kemudian, mereka (pasukan Tatar) semuanya angkat kaki dari bumi Syam dengan menyeberangi sungai Eufrat, dan semua penghuninya kembali lagi memeluk Islam.

 

Tentang Kota Bashrah, Ailah, Baghdad, dan Iskandariah (Alexandria)

 

Abu Daud ath-Thayalisi berkata, telah menceritakan kepada kami al-Hasyraj bin Nabatah al-Kufi dari Sa’id bin Jihan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari bapaknya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada sekelompok, dari umatku yang mendiami suatu tempat yang dikenal dengan Bashrah. Jumlah mereka akan selalu bertambah banyak, begitu pula dengan mazhabnya. Lalu, datanglah suatu kaum dari Bani Qanthura, yang berwajah lebar dan bermata sipit, hingga mereka tinggal di jembatan kaum muslimin yang bernama Dajlah. Maka, kaum muslimin akan menjadi tiga kelompok. Adapun kelompok pertama, mereka mengambil unta-unta mereka dan mengungsi ke padang pasir, lalu mereka semua binasa. Kelompok kedua, mereka menyerahkan diri kepada Bani Qanthura dan menjadi kafir, kelompok ini sama saja dengan yang sebelumnya. Sedangkan kelompok ketiga, mereka meninggalkan anak cucu mereka di belakang mereka, lalu mereka berperang hingga terbunuh dan syahid. Semoga Allah memberikan kemenangan bagi orang yang tersisa di antara mereka.”

 

Hadis ini dikeluarkan juga oleh Abu Daud as-Sakhtiani dalam Sunan-nya, lalu dia berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya bin Faris dari Abdushshamad bin Abdul Warits dari Sa’id bin Jihan dari Muslim bin Abu Bakrah, dia berkata, aku telah mendengar bapakku bercerita bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada orang-orang dari umatku yang mendiami sebuah kota yang tenang, yang dikenal dengan Bashrah. Kota tersebut terletak di pinggir sungai yang bernama Dajlah, dan di atasnya terdapat sebuah jembatan. Penghuni kota tersebut banyak, dan akan menjadi salah satu kota besar bagi kaum yang berhijrah.”

 

Ma’mar berkata bahwa kota tersebut merupakan salah satu kota kaum muslimin. Jika akhir zaman sudah tiba, maka Bani Qanthura, yang berwajah lebar dan bermata sipit, akan menyerang kota tersebut, dan akan tinggal di tepi sungai. Kemudian, penduduk kota tersebut terpecah menjadi tiga kelompok. Kelompok pertasulullah Saw. menamakannya az-Zaura’?” Kemudian All menjawab, “Karena, peperangan tersebut akan terjadi di daerah sekitarnya, sampai-sampai menutupi kota tersebut.”

 

Artha’ath bin Mundzir mengatakan bahwa ada seseorang berkata kepada ibnu Abbas, yang di sampingnya ada Hudzaifah bin al-Yamani. Orang tersebut berkata, “Tolong beritahukan kepadaku tentang tafsir Firman Allah Ta’ala, Ha Mim, Ain Sin Qaf?” (QS. asy-Syura’: 1-2)

 

Maka Ibnu Abbas berpaling, hingga orang tersebut mengulangnya sampai tiga kali. Kemudian Hudzaifah berkata, “Aku akan katakan kepadamu, sungguh aku tahu mengapa dia tidak mau menjelaskannya. Ayat tersebut turun berkenaan dengan salah seorang dari keluarganya yang bernama Abdu al-ilah atau Abdullah, yang akan tinggal di tepi sungai di wilayah Ilmur. Dia akan membangun dua kota yang dipisahkan oleh sungai tersebut. Jika Allah berkehendak untuk membinasakan kerajaan dan memutus kekuasaan mereka, maka Allah mengirimkan api pada salah satu kota itu di malam harinya, hingga kota itu menjadi hitam dan gelap. Lalu, kota itu semuanya terbakar, seakan-akan tidak pernah ada kota di tempat itu.

 

Akhirnya, penghuni kota yang satunya lagi merasa kaget, bagaimana mungkin itu bisa terjadi begitu cepatnya? Kemudian, tidak sampai siang hari, para penguasa zalim sudah berkumpul di kota tersebut. Lalu Allah membenamkan kota itu bersama mereka semua ke dalam tanah, maka itulah Ha Mim, Ain Sin Qaf yakni ketentuan, cobaan, serta qadha Allah.

 

Ha Mim, Ain Sin Qaf, maksudnya kehendak yang tidak dapat dihindari oleh makhluk-Nya, yang terjadi di dua kota ini.

 

Tafsiran yang sama juga diriwayatkan Jarir bin Abdullah al-Bajali, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan dibangun sebuah kota di antara Dajlah dan Dujail, serta antara Quthrubil dan Eufrat.

 

Di dalamnya, akan berkumpul raja-raja sombong yang ada di bumi ini. Ke kota tersebut, akan datang berbagai kekayaan. Lalu, Allah akan membenamkan kota tersebut seluruhnya ke dalam tanah.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu seluruh penghuninya dibenamkan ke dasar bumi. Maka kota tersebut lenyap ke dalam tanah lebih cepat daripada tonggak runcing yang terbenam ke dalam tanah yang subur dan lunak.”

 

Ibnu Abbas telah membaca Ha Mim, Ain Sin Qaf, tanpa Ain. Begitu juga yang tertulis dalam mushaf Abdullah bin Mas’ud. Ini menurut ath-Thabari.

 

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Ali mengetahui fitnah-fitnah yang akan terjadi di kota tersebut.

 

Al-Qusyairi dan ats-Tsa’labi menyebutkan di dalam tafsir mereka, ketika ayat ini turun, wajah Rasulullah Saw. kelihatan bersedih. Lalu dikatakan pada beliau, “Wahai Rasulullah, apa yang engkau sedihkan?” Beliau menjawab, “Aku diberitahu tentang bencana-bencana yang akan menimpa umatku. Bencana tersebut di antaranya terbenam ke dalam tanah, fitnah, kebakaran yang membinasakan mereka, angin kencang yang menghempaskan mereka ke lautan, serta tanda-tanda lainnya yang muncul silih berganti, yang menandakan akan turunnya Isa dan Dajal.”

 

Telah diriwayatkan hadis tentang az-Zaura’ oleh Muhammad Zakaria al-Ghalabi dari Ali bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Adapun kehancuran kota itu di tangan as-Sufyani, seakan-akan aku melihatnya. Demi Allah, sungguh tembok-tembok kota itu roboh menimpa atap-atap rumah.” Ad-Daruquthni berkata, Muhammad bin Zakaria senantiasa membuat hadis palsu atas nama Rasulullah Saw..

 

lbnu Wahab telah menyebutkan dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, sungguh dikatakan kepadanya ketika sedang berada di Iskandariah, “Sungguh, orang-orang merasa takut.” Maka Abdullah mengambil pedang dan kudanya. Lalu seseorang datang, maka Abdullah bertanya kepadanya, “Mengapa mereka ketakutan?” Lalu dia menjawab, “Ada beberapa kapal yang datang dari arah Qubrus (Siprus).” Abdullah berkata, “Menghindarlah dari kudaku!” Lalu orang itu berkata, “Semoga Allah memberikan kemaslahatan padamu. Sungguh, orang-orang sudah menaiki kendaraan mereka untuk berperang.” Lalu Abdullah berkata, “Ini bukanlah perang Iskandariah, yang pastinya musuh akan datang dari arah barat, yakni dari arah Anthabulus. Mereka datang dengan seratus, lalu seratus lagi sehingga berjumlah 900 orang.”

 

Diriwayatkan oleh al-Wa’ili Abu Nashir dalam kitab al lbanah, dari Rusydin bin Sa’ad dari Aqil dari az-Zuhri dari Ka’ab, dia berkata, “Sungguh, aku telah menemukan di dalam Kitab Allah yang diturunkan kepada Musa bin Imran bahwa di Iskandariah akan terdapat para syuhada yang syahid di tanah lapangnya. Mereka lebih baik daripada umat-umat terdahulu maupun yang akan datang. Mereka adalah orang-orang yang dimuliakan Allah bersama para syuhada Badar.” Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Sebuah kota yang tenang’ adalah kota yang tenang untuk didiami di muka bumi. Bashrah adalah batu lunak, lalu kata ini dipakai untuk nama kota.

 

Bani Qanthura adalah bangsa Turki. Ada juga yang menyatakan bahwa Qanthura adalah budak perempuan Nabi Ibrahim a.s. yang melahirkan beberapa anak di kemudian harinya. Dari keturunan merekalah, orang-orang Turki berasal. Ada pula yang mengatakan bahwa Bani Qanthura adalah keturunan Yafits, yang mempunyai banyak ras. Di antara mereka ada yang tinggal di kota, di benteng-benteng, di puncak-puncak gunung, di gurun pasir, dan di celah-celah bukit.

 

Pekerjaan mereka hanyalah berburu. Bagi mereka yang tidak mendapatkan binatang buruan, maka hewan tunggangannya dilukai dan diambil darahnya. Kemudian, darah tersebut dimasaknya, lalu dimakan. Mereka juga memakan burung rakham (nasar), gagak, dan binatang-binatang lainnya. Mereka tidak beragama. Namun, ada juga di antara mereka yang beragama Majusi dan Yahudi. Raja mereka disebut Khaqan, yang selalu berpakaian sutra, bermahkota emas, dan sering banyak bersembunyi. Mereka mempunyai keberanian yang besar dan ilmu sihir. Kebanyakan dari mereka penganut Majusi.

 

Wahab bin Munabbih berkata, “Bangsa Turki adalah keponakan Ya’juz dan Ma’juz. Mereka semua adalah keturunan Yafits.” Dan ada pula yang mengatakan bahwa bangsa Turki dan sebagian dari mereka berasal dari Yaman, dari kabilah Himyar. Dan, ada juga yang berpendapat bahwa mereka berasal dari sisa-sisa kaum Tubba’. Wallahu a’lam. ini disebutkan oleh Abu Umar bin Abdil Barr dalam kitab al-Ibanah.

 

Bercampurnya Bangsa Arab Dengan Non Arab

 

Al-Hafizh Abu Nu’aim telah menyebutkan dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan lama lagi, Allah akan memenuhi tangan-tangan kalian dengan orang-orang ‘Ajam (non Arab). Kemudian, Allah menjadikan mereka seperti singa-singa. Mereka tidak akan melarikan diri dari pertempuran. Mereka akan membunuh tentara-tentara kalian dan memakan harta rampasan Kalian.” Hadis ini gharib dari Yunus.

 

Keutamaan Negeri Syam Sebagai Tempat Pertahanan Perang

 

Al-Bazzar meriwayatkan dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika aku tidur, aku bermimpi melihat tiangal-Kitab diambil oleh malaikat dari bawah kepalaku. Aku menyangka benda tersebut akan dibawa pergi. Karenanya, aku ikuti dengan pandanganku. Nyatanya, tiang tersebut dibawa ke negeri Syam. Ketahulah, bahwa keimanan akan ada di Syam ketika terjadinya berbagai fitnah (kekacauan).”

 

Abu Bakar Ahmad bin Salman an-Nazar telah meriwayatkan juga, tapi dia mengatakan, “Tiang-tiang Islam.” Abu Muhammad bin Abdul Haq mengatakan bahwa ini hadis sahih. Barangkali fitnah ini datang ketika akan keluarnya Dajal. Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.

 

Al-Hafizh Abu Muhammad Abdulghani bin Sa’id meriwayatkan dari al-Hakam bin Abdullah bin Khaththaf al-Azdi, seorang yang matruk, dari az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bangun dari tidurnya dan terkejut sambil mengucapkan lafaz istirja’ (nna lillahi wa inna ilaihi raji‘un). Lalu aku berkata, “Ada apa dengan engkau. Aku tebus engkau dengan ayah dan ibuku?” Beliau lalu menjawab, tiang-tiang Islam telah dibawa dari bawah kepalaku, Jlalu aku melemparkan pandanganku. Tiba-tiba ia sudah berada di negeri Syam. Lalu dikatakan kepadaku, “Wahai Muhammad, sungguh Allah telah memilihkan untukmu negeri Syam dan menjadikannya sebagai negeri kemenangan, tempat berkumpul, dan pertahanan bagimu.” Lalu dikatakan pula, “Siapa pun yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, maka Dia akan menempatkannya di Syam dan memberinya bagian dari Syam. Dan, siapa pun yang dikehendaki Allah dengan keburukan, maka Dia akan mengeluarkan anak panah dari wadahnya yang tergantung di tengah-tengah negeri Syam, kemudian memanahnya. Dia tidak akan selamat, baik di dunia maupun di akhirat-”

 

Dan diriwayatkan dari Abdul Malik bin Habib, dia berkata, telah menceritakan kepadaku seseorang yang aku percayai, bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman kepada negeri Syam, “Kamu adalah pilihan-Ku di antara seluruh bumi-Ku dan negeri-Ku, agar kamu didiami oleh makhluk-makhluk-Ku yang terbaik. Dan, kepadamulah mereka akan dikumpulkan. Siapa pun yang keluar darimu karena benci kepadamu, maka Aku memurkainya. Dan, siapa pun yang mendatangimu karena cinta kepadamu, maka Aku meridainya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Darda’ bahwa Rasuluilah Saw. bersabda, “Pada saat terjadinya peperangan, kaum muslimin berkemah (bermarkas) di Ghauthah, dekat sebuah kota yang dinamakan Damaskus (Dimasyqa), yaitu salah satu kota terbaik di negeri Syam.”

 

Diriwayatkan oleh Abu-Bakar bin Abi Syaibah dari Abu Zahrah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tempat pertahanan kaum muslimin dari peperangan-peperangan adalah Damaskus. Tempat pertahanan mereka dari Dajal adalah Baitul Maqdis. Dan, tempat pertahanan mereka dari Ya’juz dan Ma’juz adalah bukit Thur”

 

Menurutku, hadis tersebut sahih, maknanya tsabit, dan diriwayatkan secara marfu’.

 

Allah Ta’ala Mengutus Pasukan Pembela Agama Ketika Terjadinya Peperangan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika peperangan telah terjadi, maka Allah mengutus tentara-tentara yang terdiri dari bekas para hamba sahaya. Mereka adalah pasukan berkuda yang terbaik dari bangsa Arab, dan paling baik pula senjata mereka. Melalui mereka, Allah akan memperkuat agama-Nya.”

 

Kehancuran Kota Madinah dan Mekah

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, tempat-tempat pemukiman di Madinah akan mencapai ke wilayah thab atau Yuhab.” Zuhair bertanya pada Suhail, “Berapa jarakkah dari kota Madinah?” Lalu dia menjawab, “sekian dan sekian mil.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan lama lagi, kaum muslimin akan dikepung hingga mereka pergi ke kota Madinah. Sehingga, tempat pengintaian mereka yang terjauh mencapai wilayah Silah.” Az-Zuhri berkata, wilayah Silah itu di dekat Khaibar.

 

Menurutku, al-musalih yaitu tempat pemukiman sekaligus sebagai tempat pengintaian. Al-Jauhari berkata, al-maslahah adalah bentuknya seperti benteng. Dalam suatu hadis dikatakan sebagai tempat pengintaian tentara Persia yang dekat dengan negeri Arab dan al-Adzib.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian semua akan meninggalkan kota Madinah dalam keadaan yang paling baik. Tiada yang mendatangi kota itu kecuali binatang pemangsa, yaitu binatang buas dan burung-burung. Lalu, ada dua orang penggembala yang berangkat dari Muzainah, hendak menuju Madinah. Mereka berteriak sambil menggiring kambingnya. Maka, mereka berdua mendapati kota Madinah dalam keadaan senyap. Hingga, ketika mereka berdua tiba di Tsaniyyah ai-Wada’, maka wajah kedua orang tersebut tersungkur.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda mengenai kota Madinah, “Kelak, kota itu akan benar-benar ditinggalkan oleh penghuninya dalam keadaan yang paling baik. Lalu binatang pemangsa, yaitu binatang buas dan burung-burung akan menguasai kota tersebut.”

 

Hudzaifah berkata, “Rasulullah Saw. telah menceritakan kepadaku sesuatu yang akan terjadi hingga datangnya hari Kiamat. Aku sudah menanyakannya kepada beliau tentang semua kejadian tersebut, kecuali tentang sesuatu yang menyebabkan keluarnya penduduk Madinah dari kota itu.”

 

Abu Zaid Umar bin Syabah telah menyebutkan di dalam kitab al-Madinah, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Kelak, sesungguhnya para penduduk kota Madinah benar-benar akan keftuar dalam keadaan yang paling baik. Sebagian dari mereka cerah, dan sebagiannya lagi basah.” Lalu ditanyakan kepadanya, “Siapa yang mengusir mereka, hai Abu Wurairah?” Dia menjawab, “Para penguasa yang jahat.”

 

Abu Zaid meriwayatkan dari Sulaiman bin Ahmad dari Walid bin Muslim dari Ibnu lahi’ah dari Abu Zubair dari Zabir, sesungguhnya dia mendengar Umar bin Khaththab berkata di atas mimbar, bahwasanya dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, sesungguhnya penduduk kota Madinah akan keluar dari kota itu. Lalu, mereka akan kembali lagi ke sana, dan membuat keramaian, hingga kota itu penuh kembali. Lalu, mereka akan keluar lagi dari kota itu, dan tidak akan pernah kembali lagi ke sana selama-lamanya.”

 

Abu Zaid juga meriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, sesungguhnya penduduk kota Madinah akan keluar dari kota itu, lalu mereka akan kembali lagi ke sana. Kemudian, mereka akan keluar lagi dari kota itu, dan tidak akan pernah kembali lagi ke sana selama-lamanya. Sungguh, mereka keluar pada saat Kota itu dalam keadaan subur.” Lalu dikatakan kepada beliau, “Siapakah yang akan memakannya?” Beliau menjawab, “Burung-burung dan binatang buas.”

 

Abu Zaid meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sungguh akan terjadi suatu peperangan di kota Madinah, yang disebut dengan al-Haliqah. Aku tidak mengatakannya haliqah asy-sya’ri (pemotong rambut), akan tetapi haliqah ad-din (penghancur agama). Karenanya, mereka keluar dari kota itu walaupun dalam jarak satu barid.”

 

Asy-Syaibani berkata, “Kelak, kalian pasti akan keluar dari kota Madinah, sedang beberapa bendera besar masih tegak berdiri.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kelak, Ka’bah akan dihancurkan oleh seorang laki-laki dari Habasyah, yang mempunyai dua betis kecil (Dzu Suwaiqatain).”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seakan-akan aku bersamanya. Dia seorang laki-laki yang berkulit hitam dan paha renggang. Orang itu melepaskan satu persatu batu-batuan Ka’bah.”

 

Dalam suatu hadis Hudzaifah yang panjang, Rasulullah Saw. bersabda, “Seakan-akan aku melihat seorang Habasyah. Dia mempunyai dua betis yang renggang, kedua matanya biru, berhidung pesek, dan berperut besar. Temantemannya menghancurkan Ka’bah, batu demi batu, lalu membawanya dan melemparkannya ke laut.” Demikian Abu al-Faraj bin al-Jauzi menyebutkan di dalam hadis yang panjang.

 

Abu Ubaidah al-Qasim bin Salam berkata mengenai perkataan Ali, “Perbanyaklah kalian thawaf di Baitulah ini sebelum kalian dirintangi darinya. Seakan-akan aku melihat seorang laki-laki Habasyah yang bagian depan kepalanya botak, kepala dan telinganya kecil, serta kecil pula kedua betisnya. Dia duduk di atas Ka’bah, di saat Ka’bah itu dihancurkan.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, ada seorang laki-laki yang akan dibaiat di antara rukun (Hajar Aswad) dan Magam (Maqam Ibrahim). Dan, yang pertama-tama menganggap halal atas perbuatan yang tidak benar terhadap Baitullah adalah keluarganya sendiri (penduduk Mekah). Jika mereka telah menghalalkannya, maka janganlah ditanya tentang kehancuran bangsa Arab. Kemudian orang-orang Habasyah datang, lalu mereka menghancurkan Baitullah, dengan kehancuran yang tidak akan dibangun lagi setelah itu selama-lamanya. Mereka adalah orang-orang yang membongkar kekayaan Ka’bah.”

 

Al-Hulaimi menyebutkan bahwa peristiwa tersebut akan terjadi pada saat Nabi Isa as. turun ke bumi. Saat itu, ada sebuah teriakan yang terdengar olehnya, bahwa ada seseorang yang mempunyai dua betis kecil berangkat dari Habasyah untuk menghancurkan Baitullah. Lalu Nabi Isa a.s. mengirim sekelompok orang ke sana, sekitar delapan atau sembilan orang jumlahnya.

 

Abu Hamid telah menyebutkan di dalam kitabnya, Manasik al-Hajj, dan kitab lainnya, dia berkata, “Sehari pun, matahari tidak akan terbenam sebelum ada seorang laki-laki yang terhormat berthawaf di Baitullah. Dan, fajar pun tidak akan terbit pada suatu malam sebelum ada seseorang dari kalangan pemimpin yang berthawaf di Baitullah ini. Jika itu semua terputus (terhenti), maka itulah penyebab Ka’bah diangkat dari muka bumi ini. Maka, pada pagi harinya, manusia mendapatkan Ka’bah telah diangkat dari muka bumi, dan tidak ada bekasnya sama sekali. Hal ini akan terjadi jika dalam waktu selama tujuh tahun tidak ada seorang pun yang berhaji.

 

Lalu, dihilangkanlah al-Qur’an dari mushaf-mushafnya. Maka, pada pagi harinya, manusia mendapatkan kertas-kertas itu menjadi putih, dan tulisannya pun terhapus, hingga tidak ada lagi satu huruf pun yang tersisa. Kemudian AlQur’an akan lenyap dari semua hati manusia, hingga tidak ada lagi orang yang mengingatnya walaupun satu kalimat saja. Setelahnya, manusia akan kembali lagi pada syair-syair, lagu-lagu, dan cerita-cerita jahiliah. Kemudian Daijjal pun keluar, dan Nabi Isa a.s. turun ke bumi lalu membunuh Dajal. Ketika itu, kiamat seperti wanita hamil yang sudah mendekati masa melahirkan.”

 

Dalam riwayat lain, “Perbanyaklah thawaf di Baitullah sebelum Ka’bah itu diangkat. Ka’bah akan dihancurkan dua kali, dan pada ketiga kalinya Ka’bah akan diangkat.”

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, ada yang mengatakan bahwa kehancuran Ka’bah akan terjadi setelah diangkatnya (dihapusnya) al-Qur’an dari semua dada manusia, dan dari semua mushaf. Hal itu semua, terjadi setelah meninggalnya Nabi Isa a.s.. Inilah pendapat yang sahih, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

 

Ajakan Tinggal di Madinah

 

Di dalam hadis sahih, ada ajakan untuk tinggal di Madinah. Rasulullah Saw. bersabda, kelak, kepada manusia akan datang suatu masa, di mana seorang laki-laki akan mengajak keponakan dan kerabatnya, “Marilah kita menuju kemakmuran (kesenangan), marilah kita menuju kemakmuran (kesenangan).” Pada waktu itu, Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya. Demi Allah yang menggenggam jiwaku di tangan-Nya, tiada yang keluar seorang pun dari Madinah karena benci kepadanya, kecuali Allah akan menggantinya dengan orang-orang yang lebih baik darinya.

 

Ketahuilah, bahwa Madinah itu seperti tungku api pandai besi, yang akan mengeluarkan kotoran (kaum kafir dan munafik). Dan, kiamat tidak akan terjadi sebelum Madinah bersih dari keburukan orang-orang yang ada di dalamnya, sebagaimana tungku api pandai besi yang menghilangkan kotoran-kotoran besi.” Hadis ini dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim.

 

Dari Abu Sa’id bin Abu Wagash, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menghendaki berbuat jahat terhadap penduduk Madinah, maka Allah akan meleburnya sebagaimana meleburnya garam di dalam air.”

 

Hadis yang seperti ini banyak perselisihan. Tampaknya, hal ini bertentangan padahal tidak demikian. Maka anjuran untuk tinggal di Madinah, barangkali muncul di saat kota-kota lain ditaklukkan, dan banyak kebaikan di kota Madinah. Seperti hadis dari Sufyan bin Abu Zuhair, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, Yaman akan ditaklukkan (oleh kaum muslimin), dan akan datang suatu kaum yang mencari kehidupan. Mereka pindah bersama keluarga mereka dan orang-orang yang menuruti mereka. Sedangkan Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya.

 

Lalu, negeri Syam akan ditaklukkan, dan akan datang suatu kaum yang mencari kehidupan. Mereka pindah bersama keluarga mereka dan orang-orang yang menuruti mereka. Sedangkan Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya. Lalu, negeri Irak pun akan ditaklukkan, dan akan datang suatu kaum yang mencari kehidupan. Mereka pindah bersama keluarga mereka dan orang-orang yang menuruti mereka. Sedangkan Madinah lebih baik bagi mereka jika mereka mengetahuinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh para Imam Hadis, dan lafaznya dari Muslim.

 

Rasulullah Saw. menganjurkan untuk tetap tinggal di Madinah, di saat beliau mendengar kabar gencarnya kepindahan orang-orang dari Madinah, yaitu pada saat setelah ditaklukkannya kota-kota lain oleh pasukan muslimin. Beliau berpendapat bahwa Madinah adalah kota tempat turunnya wahyu, dan di sanalah mereka akan bertetangga dengan beliau. Dan, jika beliau masih hidup, maka mereka dapat melihat wajah beliau yang mulia. Dan, jika beliau telah wafat, maka beliau meninggalkan peninggalan-peninggalan yang agung. Karenanya, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang pun yang bersabar atas musibah dan kesulitan yang ada di kota Madinah, kecuali aku akan memberi syafaat dan menjadi pembelanya pada hari Kiamat.”

 

Sabdanya pula, “Barang siapa yang bisa meninggal di Madinah, maka hendaklah dia meninggal di sana. Sesungguhnya aku akan memberi syafaat pada siapa pun yang meninggal di kota tersebut.”

 

Tetapi, apabila keadaan telah berubah dan terjadi fitnah-fitnah, serta ketakutan telah melanda di kota Madinah, maka tidak apa pun jika meninggalkan kota tersebut. Dan, alangkah baiknya meninggalkan kota tersebut pada saat itu. Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Barang siapa yang menghendaki berbuat jahat terhadap penduduk Madinah,” ini khusus pada masa hidup beliau, seperti dalam hadis lain, “Tiada yang keluar seorang pun dari Madinah karena benci kepadanya, kecuali Allah akan menggantinya dengan orang-orang yang lebih baik darinya.”

 

Setelah Rasulullah Saw. wafat, para sahabat keluar dari Madinah, tetapi Allah tidak menggantinya dengan yang lebih baik dari mereka. Hal ini menunjukkan bahwa sabda beliau itu berlaku di masa hidup beliau, di mana Allah Ta’ala senantiasa mengganti sahabat yang tidak mencintai Madinah dengan sahabat lainnya yang lebih baik darinya dan ini lebih jelas.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka Allah akan meleburnya,”’ adalah kinayah dari binasa. Mereka akan dibinasakan di dunia sebelum kematiannya. Allah pernah melakukan hal itu kepada orang yang bermaksud jahat terhadap penduduk Madinah, seperti halnya kepada Muslim bin Uqbah. Allah telah membinasakannya ketika dia meninggalkan Madinah menuju Mekah untuk membunuh Abdullah bin Zubair. Allah memberikan musibah kepadanya dengan cairan Kuning di perutnya, jalu dia mati setelah sampai di wilayah Qudaid, selang tiga hari setelah penyerbuannya terhadap kota Madinah.

 

At-Thabari berkata, “Dia (Muslim bin Uqbah) mati di daerah Harsya, tiga hari setelah penyerangan tersebut. Harsya adalah sebuah gunung di daerah Tihamah, di jalan Syam dan Madinah, dekat daerah Juhafah.

 

Begitu juga Allah telah membinasakan Yazid bin Mu’awiyah, setelah dia menyerang penduduk Madinah, dan memerangi kaum Muhajirin dan Anshar yang tersisa. Dia mati kurang tiga bulan setelah penyerbuan Madinah serta usaha dia untuk membakar Ka’bah. Dia mati karena sakit di lambung, pada pertengahan Rabi’ul Awal di Hawarain, salah satu kampung di Himsh. Kemudian, mayatnya dibawa ke Damaskus dan dishalatkan oleh anaknya, Khalid.

 

Al-Mas’udi mengatakan bahwa Yazid bin Mu’awiyah dishalatkan oleh putranya yang lain, Mu’awiyah. Kemudian mayatnya dikuburkan di pemakaman Bab ash-Shagsir. Dia meninggal pada usia 37 tahun, setelah berkuasa selama 3 tahun 8 bulan 12 hari.

 

Sabda Nabi Saw., “Kalian semua akan meninggalkan kota Madinah,” al-Mukhathib telah menceritakan kepada kami bahwa yang dimaksud dengan kalian semua adalah bukanlah para sahabat yang mendengarkan pada saat itu, tetapi penduduk Madinah yang jenisnya sama dengan mereka, atau anak cucu mereka yang akan mengalaminya, di mana Madinah dalam keadaan yang paling baik sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw., dan itu sungguh pernah terjadi.

 

Setelah Nabi Saw. wafat, Madinah lalu menjadi pusat kekhalifahan. Selain itu, kota Madinah menjadi tujuan manusia, tempat tinggal, tempat pertahanan dan perlindungan mereka yang aman, bahkan orang-orang Kemudian berlomba-lomba untuk tinggal di sana, sehingga memperluas garis batas kota. Mereka bercocok tanam dan menghuni di daerah yang belum pernah ada penghuni di dalamnya. Selain itu, mereka juga membangun rumah-rumah yang kokoh di mana-mana, sehingga sampai ke daerah lhab.

 

Ketika kota Madinah sudah sempurna dan indah, lalu kota tersebut menurun sehingga menjadi gersang di beberapa tempat. Kemudian kota tersebut akan diduduki oleh orang-orang Badui, dan sering Kali di kota itu terjadi fitnah Secara bergantian. Karenanya, penduduknya merasa takut dan meninggalkan kota itu.

 

Kemudian, kekhalifahan pindah ke negeri Syam. Di sana, Yazid bin Mu’awiyah mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Syam, yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah, untuk menyerang Madinah. Sesampainya di Madinah, selama tiga hari, dia memerangi penduduknya, menghalaunya, dan membunuhnya di Harrah al-Madinah. Karenanya, kejadian itu dikatakan peristiwa Harrah.

 

Perang Harrah terjadi pada hari Rabu, dua hari menjelang akhir bulan Zulhijah, tahun 33 H. Perang itu disebut juga dengan Harrah Zuhrah. Peperangan tersebut terjadi di suatu tempat yang dikenal dengan Waqim, jaraknya satu mil dari Masjid Rasulullah Saw.. Pada waktu itu, para sahabat Muhajirin dan Anshar serta para tabi’in, semuanya mati terbunuh. Semuanya berjumlah 1.700 orang. Sedang rakyat-rakyat jelata yang terbunuh sampai berjumlah 10.000 orang, selain kaum wanita dan anak-anak. Adapun dari para penghafal al-Qur’an, yang terbunuh mencapai 700 orang dari suku Quraisy, dan 97 orang di antaranya dibunuh dengan secara zalim.

 

Al-Imam al-Hafizh Abu Muhammad bin Hazm telah berkata dalam kitab al-Martabah ar-Rabi‘ah, “Pasukan berkuda berputar-putar di dalam Masjid Rasulullah Saw.. Kuda-kuda tersebut kencing dan membuang kotorannya di antara kubur beliau dan mimbarnya. Padahal, Allah memuliakan keduanya. Saat itu, orang-orang dipaksa berbaiat pada Yazid bahwasanya mereka adalah para budaknya. Jika dia suka, maka dia akan menjualnya atau memerdekakannya. Dan disebutkan bahwa Yazid bin Abdullah bin Zam‘ah telah memberi nasihat kepada Muslim bin Uqbah agar berhukum kepada al-Qur’an dan Sunnah, namun Muslim malah menyuruh orang untuk membunuh Yazid bin Abdullah. Akhirnya, kepala Yazid bin Abdullah dipenggalnya.”

 

Dan banyak orang-orang bercerita bahwa kota Madinah pada saat itu sunyi dan tidak ada penghuninya. Buah-buahan yang ada di pohon, dimakan oleh para pencari mangsa, yaitu) burung-burung dan binatang-binatang buas, sebagaimana sabda Nabi Saw… Lalu, orang-orang kembali lagi ke kota itu. Ketika kota Madinah itu sepi, anjing-anjing bertebaran di pagar-pagar masjid. Wallahu a’lam

 

Abu Zaid Umar bin Syabah berkata, telah menceritakan kepada kami Shafwan bin Syuraih bin Ubaid, bahwa dia membaca sebuah tulisan di sisi Ka’bah, “Suatu waktu, sesungguhnya penduduk Madinah benar-benar akan diliputi suasana yang menyeramkan hingga mereka meninggalkan kota itu. Bahkan, kucing-kucing pun kencing di atas kain sutra tanpa ada yang melarangnya, dan serigala-serigala pun berkeliaran di pasar tanpa ada yang menghardiknya.”’

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu, ada dua orang penggembala yang berangkat dari Muzainah, hendak menuju Madinah … Hingga, ketika mereka berdua tiba di Tsaniyyah al-Wadat maka wajah kedua orang tersebut tersungkur” maksudnya, kedua orang itu jatuh lalu mati.

 

Namun, para ulama mengatakan bahwa peristiwa tersebut akan terjadi nanti menjelang hari Kiamat, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, “Orang terakhir kali yang akan dikumpulkan adalah dua orang penggembala dari Muzainah.” Mengenai hadis ini, ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah orang yang terakhir kali meninggal lalu dikumpulkan ke Padang Mahsyar. Ini karena pengumpulan itu terjadi setelah kematian seseorang. Dan, alasan mereka berdua dikumpulkan paling akhir, karena mereka berdua paling akhir kematiannya.

 

Abu Ja’far Ahmad bin Nashar Adh-Dhaudi berkata dalam kitabnya, Syarah al-Bukhari, bahwa sabda Nabi Saw., Saw., “Mereka berteriak sambil menggiring kambingnya,” Maksudnya adalah mencari tempat penggembalaan.

 

Tsaniyyah al-Wada’, adalah nama tempat di dekat Madinah, arah ke Mekah.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka wajah kedua orang tersebut tersungkur,” maksudnya adalah mati karena terkejut mendengar tiupan sangkakala yang pertama, yaitu tiupan kematian.

 

Sabda Nabi Saw., “Orang terakhir kali yang akan dikumpulkan,’ kedua pengembala tersebut pada saat itu berada di ujung kota Madinah. Maka, mereka berdua berada di deretan terakhir orang yang akan dibangkitkan dari kuburnya. Ini bukan berarti bahwa manusia itu dibangkitkan setelah sebagian yang lainnya, Karena manusia itu dibangkitkan secara bersamaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Teriakan itu hanya sekali saja, maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami (untuk dihisab).” (QS. Yasin: 53)

 

Nabi Saw. juga bersabda, “Kelak, pada hari Kiamat seluruh manusia akan terkejut, dan akulah orang yang pertama kali dibukakan tanah nya (Kuburnya). Namun, nyatanya Musa sedang memegang pada salah satu kaki Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit lebih dulu dariku, ataukah dia termasuk orang yang dikecualikan Allah.”

 

Sementara itu guru kami, Abu al-Abbas al-Qurthubi berkata, ada kemungkinan bahwa orang terakhir kali yang akan dikumpulkan yaitu orang yang terakhir kali dikumpulkan ke Madinah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam kitab Shahih Muslim.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, apa yang dituturkan oleh Ibnu Syabah berlawanan dengan semua itu. Dia menyebutkan dari Hudzaifah bin Usaid, dia berkata bahwa manusia yang paling akhir dikumpulkan adalah dua orang dari Muzainah. Keduanya tidak akan mendapatkan Orang-orang selain mereka itu sendiri. Salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya, “Sungguh, kita telah kehilangan manusia lainnya. Mari kita pergi menemui seseorang dari Bani Fulan.”

 

Maka, keduanya pun berangkat, namun tidak menemukan seorang pun juga. Lalu dia berkata, “Ayo kita pergi bersama ke Madinah!” Lalu mereka berdua pun pergi, dan tidak menemukan siapa pun juga di sana. Lalu dia berkata, “Ayo kita pergi ke pemukiman suku Quraisy di Baqi’ al-Gharqad!” Maka mereka berdua pun pergi. Dan di sana, mereka melihat serigala-serigala dan binatang-binatang buas lainnya. Karenanya, keduanya pun pergi menuju Baitullah al-Haram.

 

Adapun sabda Nabi Saw. dalam hadis dari Abu Hurairah, “Orang terakhir kali yang akan dikumpulkan adalah dua orang. Yaitu, seorang dari Juhainah, dan yang lainnya dari Muzainah.” Keduanya berkata, “Mana manusia lainnya?” Kemudian keduanya menuju Madinah, tapi mereka tidak melihat apa pun kecuali serigala-serigala. Lalu, dua malaikat turun kepadanya dan menarik wajah mereka hingga mereka bertemu dengan manusia lainnya.”

 

Sabda Nabi Saw. dalam  riwayat Abu Hurairah, “Kelak, ada seorang laki-laki yang akan dibaiat di antara rukun (Hajar Aswad) dan Maqqam (Maqam Ibrahim),” maksudnya dia adalah al-Mahdi, yang akan datang di akhir zaman. Nanti, dia akan menguasai seluruh dunia. Wallahu a’lam.

 

Dalam hal ini, diriwayatkan bahwa raja-raja yang telah menguasai dunia semuanya ada empat orang. Dua mukmin, dan dua lagi kafir. Yang mukmin adalah Sulaiman bin Daud dan Iskandar. Dan yang kafir adalah Namrudz dan Bukhtanashar (Nebukadnezar). Dan, dari umat ini yang akan merajai seluruh dunia adalah al-Mahdi, raja yang kelima.

 

Khalifah di Akhir Zaman Bernama AI-Mahdi dan Tanda-tanda Kemunculannya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Nadhrah, dia berkata, kami pernah duduk di samping Jabir bin Abdullah, lalu dia berkata, “Tidak akan lama lagi, penduduk Irak tidak didatangi gafiz maupun dirham.” Lalu kami bertanya, “Dari mana, hai Jabir?” Dia menjawab, “Dari bangsa Ajam. Mereka menghalangi itu.”

 

Lalu dia berkata lagi, “Dan, tidak akan lama lagi, penduduk Syam pun tidak didatangi dinar dan mudyu (makanan).” Lalu kami berkata, “Dari mana engkau tahu hal itu, hai Jabir?” Dia menjawab, “Dari bangsa Romawi.” Kemudian Jabir diam sejenak dan berkata bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir zaman, akan ada seorang khalifah yang akan membagi-bagikan harta secara cuma-cuma, dan sama sekali tidak akan menghitungnya.” Lalu dikatakan kepada Abu Nadhrah dan Abu al-A’la, “Apakah kamu berdua berpendapat bahwa khalifah itu adalah Umar bin Abdul Aziz?” Lalu mereka berdua menjawab “Bukan.”

 

Abu Daud meriwayatkan dari Ummu Salamah, istri Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Kelak, akan terjadi suatu pertentangan di saat meninggalnya khalifah. Maka seorang laki-laki penduduk Madinah melarikan diri menuju Mekah. Lalu orang itu didatangi oleh beberapa orang penduduk Mekah yang hendak menjadikannya pemimpin, namun dia tidak menyukainya. Akhirnya, mereka membaiatnya juga di antara Rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Maqam Ibrahim).

 

Selanjutnya, datanglah pasukan tentara dari negeri Syam, namun mereka tenggelam ke dalam tanah di al-Baida’, yaitu suatu tempat antara Mekah dan Madinah. Ketika orang-orang mengetahui hal itu, maka para pemimpin negeri Syam dan para pemuka dari negeri Irak mendatanginya, lalu mereka membaiatnya.

 

Lalu, muncullah seorang laki-laki dari kaum Quraisy, paman-pamannya dari pihak ibu adalah Kabilah Kalab. Laki-laki ini mengirim suatu pasukan, yang disebut dengan pasukan Kalab, untuk memerangi orang yang dibaiat tadi. Akan tetapi, pasukan Kalab tersebut dapat dikalahkannya. Hanya kekecewaanlah bagi orang yang tidak menghadiri peristiwa perampasan harta kekayaan Bani Kalab. Lalu dia (orang yang dibaiat) membagikan harta tersebut dan memimpin manusia dengan sunah Nabi Saw.. Pada saat itu, agama Islam menjadi kuat di muka bumi. Keadaan ini berlangsung selama tujuh tahun. Kemudian dia meninggal, dan dishalatkan oleh kaum muslimin.”

 

lbnu Syaibah telah menyebutkan dari Musa bin Ismail dari Hammad bin Maslamah dari Abu al-Muhzim dari Abu Hurairah, dia berkata, kelak, akan datang pasukan tentara dari Syam yang akan memasuki wilayah Madinah. Lalu, terjadilah suatu peperangan. Mereka merobek perut-perut perempuan, dan berkata kepada perempuan-perempuan hamil, “Bunuhlah janin jelek itu!” Namun, apabila mereka telah menaiki al-Baida’ dari Dzul Hulaifah, maka mereka tenggelam ke dalam tanah. Karenanya, Orang-orang yang berada di bawah tidak melihat mereka yang berada di atas. Begitu juga sebaliknya.” Abu alMuhzim berkata, “Ketika pasukan Ibnu Daljah tiba, kami kira itulah mereka yang dimaksud. Namun, nyatanya bukan.”

 

Ibnu Syaibah telah menyebutkan juga dari Muhammad bin Yahya dari Abu Dhamrah alLaitsi dari Abdurrahman bin al-Harb bin Ubaid dari Hilal bin Thalhah al-Fihri, dia berkata bahwa Ka’ab al-Ahbar berkata, “Berkemaslah hai Hilal!” Hilal lalu berkata, “Maka kami pun keluar hingga sampai di al-Aqiq, di wiltayah Bathn al-Masil, di bawah sebatang pohon. Pada hari itu, pohon tersebut masih tegak berdiri.” Lalu Ka’ab berkata, “Hai Hilal, sungguh aku telah mendapatkan sifat-sifat pohon ini dalam Kitab Allah-’” Aku berkata, “Pohon yang ini?” Lalu kami turun Kemudian shalat di bawah pohon itu.

 

Setelahnya, lalu kami menaiki kendaraan lagi. Tatkala kami sampai di puncak al-Baida’, Ka’ab berkata, “Hai Hilal, sesungguhnya aku juga telah mendapatkan sifat-sifat al-Baida’” Aku berkata, “Kamu sekarang sudah berada di atasnya.” Ka’ab berkata, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh dalam Kitab Allah tercantum bahwa ada sekelompok pasukan yang akan mengepung Baitullah al-Haram. Ketika mereka sedang berada di atas al-Baida’, maka barisan yang berada di belakang menyeru kepada barisan yang berada di depan, perlahan-lahan kalian. Maka, tidak lama kemudian, mereka tenggelam ke dalam tanah beserta harta benda, kekayaan, dan anak cucu mereka sampai hari Kiamat.”

 

Lalu kami pun melanjutkan perjalanan. Ketika unta-unta kami turun hingga bagian terendah (paling bawah) dari ar-Rauha’, Ka’ab Jalu berkata, “Hai Hilal, sungguh aku telah mendapatkan sifat-sifat ar-Rauha’.” Aku berkata, “Sekarang kita memasuki ar-Rauha’.”

 

lbnu Syaibah menuturkan pula, telah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Isa dari Ibnu Isa dari Ubaidillah bin Wahab dari Ibnu Luhai’ah dari Bisyr bin Muhammad al-Ma’afir, dia berkata, aku mendengar Abu Nuwwas berkata, aku mendengar Abdurrahman bin Amr berkata, “Jika telah ada sebuah pasukan yang ditenggelamkan di al-Baida’, maka itu adalah pertanda akan munculnya al-Mahdi.”

 

Keterangan:

 

“Diam sejenak” artinya sebentar sekali. Sementara itu, ada juga riwayat dengan dua ha, yaitu hunai’atan. Adapun menurut athThabari, dengan hamzah yakni hunai’atan, tapi ini tidak tepat.

 

Isi hadis tersebut menunjukkan kebenaran sabda Nabi Saw., yaitu beliau memberitakan apa yang akan terjadi, kemudian benar-benar menjadi kenyataan. Seperti hadis lain yang menyatakan, “Tidak akan lama lagi, penduduk Irak tidak didatangi qafiz maupun dirham.” Maksudnya, yaitu mereka akan dicegah, sekalipun hadis ini menggunakan fi’il madhi dalam pemberitaannya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu meminta agar dipercepat (datang) nya.” (QS. an-Nahl: 1)

 

Jadi maksud hadis di atas itu adalah bahwa gafiz maupun dirham tidak akan sampai ke negeri tersebut (irak), sebagaimana yang diterangkan hadis. Wallahua’lam. Nanti, mereka akan berpaling dari kebenaran dan menolak jika diperintahkan sesuatu. Mereka akan murtad dan tidak mau membayar pajak. Kejadian ini belum terjadi pada zaman Rasulullah Saw., namun beliau telah memberitahukan bahwa mereka akan melakukannya.

 

Munculnya As-Sufyani yang Berusaha Membunuh Al-Mahdi, Namun Pasukannya Ditenggelamkan ke Bumi

 

Diriwayatkan dari hadis Hudzaifah bin al-Yaman, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebutkan bakal terjadinya suatu fitnah (kekacauan) di antara penduduk Ilmur dan Barat. Ketika hal itu terjadi, maka muncullah as-Sufyani, yang menyerang mereka dengan cepat dari sebuah lembah yang kering pada saat itu juga.

 

Selanjutnya, ketika as-Sufyani sampai di Damaskus, maka dia mengutus dua pasukan, yakni pasukan ke Ilmur dan pasukan ke Madinah. Pasukan yang pertama, mereka berjalan ke Ilmur dan singgah di daerah Babil, yaitu kota yang dilaknat dan tanah yang buruk, yaitu Baghdad. Di sana, mereka membunuh lebih dari 3000 orang dan memperkosa lebih dari 100 orang wanita. Selain itu, mereka juga membunuh lebih dari 300 ekor domba kepunyaan anak-anak al-Abbas.

 

Kemudian, mereka menuju Syam. Pada saat itu, muncullah pasukan-pasukan dari Kufah. Maka, pasukan itu merintangi pasukan asSufyani selama dua malam, dan membunuh semua bala tentaranya. Sehingga tiada seorang pun yang bisa melarikan diri untuk memberitahu kejadian tersebut. Semua tahanan dan ghanikaum muslimin. Karenanya, Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kalian mempercayai Ahli Kitab itu, dan jangan pula kamu mendustakan mereka. Tapi katakanlah oleh kalian, kami beriman kepada Allah dan apa pun yang telah diturunkan kepada kami.”

 

Disebutkan pula dalam kitab al-I’tisham, bahwa Ibnu Abbas berkata, “Apa mungkin kalian bertanya kepada Ahli Kitab itu, padahal Kitab (al-Qur’an), kitab suci kalian yang diturunkan kepada Rasul-Nya adalah sesuatu yang paling benar. Kalian bisa membacanya tanpa tercampur dengan perkataan manusia. Dan sungguh, alQur’an sendiri telah menjelaskan kepada kalian bahwa para Ahli Kitab itu telah mengganti dan mengubah firman Allah. Dan, mereka telah menulis dengan tangan-tangan mereka lalu mengatakan, “Ini adalah dari sisi Allah (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.” (QS. al-Baqarah: 79)

 

Apakah ilmu yang telah datang kepada kalian tidak mencegah kalian dari bertanya kepada meraka? Tidak, Demi Allah. Kami belum pernah melihat salah seorang dari mereka yang bertanya kepada kalian tentang apa pun yang telah diturunkan kepada kalian.”

 

Ibnu Dihyah berkata, “Bagaimana mungkin orang yang telah berkhianat kepada Allah, mendustakan-Nya, mengingkari-Nya, serta bersikap takabur dan zalim akan beriman?”

 

Binatang Melata (Dabbah)

 

Ibnu Dihyah berkata, “Adapun hadis tentang kemunculan binatang melata (ad-Dabbah) telah diterangkan dalam al-Qur’an. Jadi wajib untuk diimani. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka, Kami keluarkan makhluk bergerak yang bernyawa dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka.” (QS. an-NamI: 82)

 

maka mereka memeranginya selama tiga hari, dan akhirnya mereka pun berhasil memasukinya. pi sana, mereka menahan kaum wanita dan anak-anak. Kemudian, mereka berangkat menuju Mekah untuk memerangi al-Mahdi dan para pengikutnya. Namun, pada saat mereka sampai di al-Baida’, maka Allah membinasakan mereka semua. Itulah firrman Allah Ta’ala,

 

“Dan (alangkah mengerikan) sekiranya engkau melihat mereka (orang-orang kafir) ketika terperanjat ketakutan (pada hari Kiamat); lalu mereka tidak dapat melepaskan diri dan mereka ditangkap dari tempat yang dekat (untuk dibawa ke neraka).” (QS. Saba’: 51)

 

Mengenai as-Sufyani, Abu al-Husain Ahmad bin al-Munadi menuturkan di dalam kitab al-Malahim, disebutkan bahwa dia adalah orang yang ditenggelamkan bersama pasukannya. Menurut Abu al-Husain, as-Sufyani adalah Uthbah bin Hind. Dialah yang berdiri di depan penduduk Damaskus, lalu berkata, “Hai penduduk Damaskus, aku adalah bagian dari Kalian, dan kalian adalah orang-orang terdekat kami. Kakekku adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan, penguasa kalian dulu. Dia orang yang baik, dan kalian pun baik ….”

 

Kemudian Abu al-Husain menyebutkan dalam kitab itu tentang surat as-Sufyani kepada suku Jurhum, yang mendiami wilayah Syam. Dan, dia menyebutkan pula soal kedatangan as-Sufyani ke salah seorang dari Barqah, yang tinggal di suatu tempat yang dekat dengan perbatasan Barqah, yaitu di wilayah barat, ‘ berseberangan dengan kota itu. Sampai akhirnya dia mengatakan, “Maka orang Jurhum itu datang dan berbaiat kepada as-Sufyani. Orang Jurhum tersebut namanya Uaqaill bin ‘Aqaqal. Lalu, datang juga orang Barqah yang bernama Hammam bin ‘ al-Ward.”

 

Abu al-Husain juga menceritakan tentang perjalanan as-Sufyani ke Mesir dan peperangannya dengan raja-raja Mesir. Selama tujuh hari, mereka berperang di atas jembatan alFarma atau di bawahnya. Akhirnya, penduduk Mesir bisa tertolong, walaupun 70.000 orang lebih dari pihak mereka mati terbunuh. Lalu, penduduk Mesir mengadakan perdamaian dan berbaiat kepada as-Sufyani. Selanjutnya, maka dia pun kembali ke Syam.

 

Abu al-Husain menyebutkan juga bahwa as-Sufyani mengangkat beberapa gubernur dari bangsa Arab. Yaitu seorang dari Hadramaut, seorang dari Bani Khuza’ah, seorang dari “‘Abis, dan seorang lagi dari Tsa’labah. Dan, dalam kitab itu pula disebutkan mengenai tenggelamnya pasukan as-Sufyanti ke dalam tanah sampai leher-leher mereka, sedang kepala-kepala mereka masih tetap tampak di atas tanah. Adapun kuda-kuda mereka, harta, barang-barang bawaan, kekayaan, tenda-tenda, dan tawanan mereka, semuanya masih lengkap. Maka, tersiarlah kabar tentang mereka ke Mekah dan didengar oleh Muhammad bin Ali, keturunan cucu Rasulullah Saw., yakni al-Hasan bin Ali.

 

Tatkala dia mendengar kejadian itu, maka Allah memendekkan jarak di bumi ini untuknya sehingga sampailah dia al-Baida’. Ternyata, di sana dia menemukan orang-orang yang tubuhnya tenggelam ke dalam tanah, sedang kepala mereka muncul keluar. Mereka dalam keadaan masih hidup.

 

Selanjutnya, Muhammad bin Ali dan pengikutnya memuji Allah, menangis, berdoa, bertasbih, dan bertahmid kepada-Nya atas kejadian tersebut. Pada saat itu juga, tampaklah bumi menenggelamkan mereka, yakni pasukan as-Sufyani. Sementara cucu al-Hasan dan pasukannya serta para tahanan masih dalam keadaan utuh (selamat). Dan banyak lagi yang disebutkan oleh Abu al-Husain, Wallahu a’lam. Dia menyatakan bahwa kitab ini dikutip dari kitab Daniyal.

 

Al-Hafizh Abu al-Khathtab bin Dihyah berkata, “Daniyal adalah salah satu nabi dari Bani israil. Bahasanya Ibrani, dan mengikuti ajaran Nabi Musa bin Imran. Dia hidup beberapa masa menjelang lahirnya Nabi Isa bin Maryam.”

 

Siapa pun yang menghubungkan cerita seperti ini kepada seorang nabi tanpa menyebutkan sanadnya dari seorang perawi yang tsiqat, dan tanpa keterangan dari Nabi Saw., maka keadilannya telah jatuh. Kecuali jika dia menerangkan bahwa hadis itu maudhu’ (palsu), agar amanahnya tetap terpelihara.

 

Dalam kitab tersebut memang dituturkan berbagai peperangan dan kejadian-kejadian, baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi. Akan tetapi, di dalamnya terdapat beberapa pertentangan yang luar biasa. Malahan, riwayat yang aneh pun ada di sana. Itu merupakan kegilaan dan kepalsuan-kepalsuan, di mana antara awal dan akhirnya saling bertolak belakang, yang tidak dapat ditakwil oleh seorang penakwil.

 

Bahkan, dalam kitab tersebut, ada pula hal-hal yang berkaitan dengan kaum Zindiaq, yang hakikatnya merupakan pendustaan terhadap Nabi Saw.. Contohnya, bahwa pada tahun 300 H, Dajal akan keluar dari golongan kaum Yahudi Isfahan. Padahal, sekarang sudah masuk awal tahun 700 H. Jelas, ini adalah sesuatu yang tidak pernah terbukti. Ini termasuk kepalsuan yang sengaja diada-adakan.

 

Mengapa dia tidak takut kepada Allah dan azab-Nya? Pelecehan yang paling berat terhadap agama, antara lain seperti menukil kisah-kisah Israiliyat dari orang-orang Yahudi? Sungguh, tiada jalur sanad yang digunakan Abu al-Husain untuk meriwayatkan hadis tentang Daniyal itu, kecuali dari kaum Yahudi, dan tidak ada riwayat tentang hal itu selain dari mereka.

 

Bukhari meriwayatkan dalam tafsir Surah al-Baqarah dari Abu Hurairah, dia berkata, dahulu, para Ahli Kitab membacakan Taurat dengan menggunakan bahasa Ibrani, dan menafsirkannya dengan menggunakan Bahasa Arab kepada kaum muslimin. Karenanya, Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kalian mempercayai Ahli Kitab itu, dan jangan pula kamu mendustakan mereka. Tapi katakanlah oleh kalian, kami beriman kepada Allah dan apa pun yang telah diturunkan kepada kami.”

 

Disebutkan pula dalam kitab al-i’tisham, bahwa Ibnu Abbas berkata, “Apa mungkin kalian bertanya kepada Ahli Kitab itu, padahal Kitab (al-Qur’an), kitab suci kalian yang diturunkan kepada Rasul-Nya adalah sesuatu yang paling benar. Kalian bisa membacanya tanpa tercampur dengan perkataan manusia. Dan sungguh, alQur’an sendiri telah menjelaskan kepada kalian bahwa para Ahli Kitab itu telah mengganti dan mengubah firman Allah. Dan, mereka telah menulis dengan tangan-tangan mereka lalu mengatakan, “Ini adalah dari sisi Allah (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.” (QS. al-Baqarah: 79)

 

Apakah ilmu yang telah datang kepada kalian tidak mencegah kalian dari bertanya kepada meraka? Tidak, Demi Allah. Kami belum pernah melihat salah seorang dari mereka yang bertanya kepada kalian tentang apa pun yang telah diturunkan kepada kalian.”

 

Ibnu Dihyah berkata, “Bagaimana mungkin orang yang telah berkhianat kepada Allah, mendustakan-Nya, mengingkari-Nya, serta bersikap takabur dan zalim akan beriman?” Binatang Melata (Dabbah)

 

ibnu Dihyah berkata, “Adapun hadis tentang kemunculan binatang melata (ad-Dabbah) telah diterangkan dalam al-Qur’an. Jadi wajib untuk diimani. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Dan apabila perkataan (ketentuan masa kehancuran alam) telah berlaku atas mereka, Kami keluarkan makhluk bergerak yang bernyawa dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka.” (QS. an-NamI: 82)

 

Pada saat aku berada di Andalusia, aku membaca banyak buku-buku yang dikarang oleh al-Muqri’ al-Fadhil Abu Umar Utsman bin Sa’id bin Utsman, yang wafat pada tahun 444 H. Di antara karya-karyanya adalah sebuah kitab yang berjudul as-Sunan al-Waridah bi al-Fitan wa Ghawa’iliha wa al-Azminati wa Fasadiha wa as-Sa‘ati wa Asyrathiha. Kitab ini terdiri dari beberapa jilid, yang di dalamnya sudah tercampur antara yang sahih dan yang tidak sahih. Pengarangnya tidak membedakan antara yang salah dan yang benar, bahkan di dalamnya terdapat hal-hal yang maudhuw’ (palsu).

 

Disebutkan pula di dalamnya mengenai binatang melata dalam sebuah bab tersendiri. Dalam bab tersebut diriwayatkan tentang peristiwa yang terjadi di az-Zaura’, kejadian-kejadiannya, tanda-tandanya, peperangan-peperangannya, dan perkara besar lainnya yang berkaitan dengan kota tersebut.

 

Hal itu diriwayatkan dari Abdurrahman dari Sufyan ats-Tsauri dari Qais bin Muslim dari Rib’i bin Khurasy dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan terjadi suatu peristiwa besar di az-Zaura’”’ Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apa azZaura’ itu?” Beliau menjawab, “Sebuah kota yang berada di Ilmur, yang terletak di antara sungai-sungainya. Kota itu dihuni makhluk-makhluk Allah yang jahat dan orang-orang yang sombong dari umatku. Mereka itu akan diazab dengan empat macam azab.”

 

Lalu al-Muqri’ menyebutkan hadis tentang Kemunculan as-Sufyani bersama 360 orang penunggang unta, hingga mereka tiba di Damaskus. Bahkan, dia menyebutkan pula tentang kemunculan al-Mahdi, yang menurutnya bernama Ahmad bin Abdullah. Lalu, dia sebutkan tentang Keluarnya binatang melata.

 

Dalam riwayat itu, dinyatakan bahwa Hudzaifah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah binatang melata itu?” Beliau menjawab, “Binatang yang berbulu halus dan kasar. Panjangnya 60 mil. Orang yang mencarinya tidak akan mendapatkannya, dan orang-orang tidak akan bisa meloloskan diri darinya.”

 

Dikatakan pula oleh al-Muqri’ bahwa Hudzaifah menyebut pula perihal Ya’juj dan Ma’juj. Menurutnya, mereka itu ada tiga jenis: Ada yang bentuknya seperti batang pohon cemara yang tinggi; ada yang lebar dan tingginya sama, yaitu 120 X 120 hasta. Mereka sangat kuat sekali walaupun dipukul dengan besi; dan, ada yang salah satu telinganya terbuka sementara yang satunya lagi tertutup.

 

Riwayat yang disandarkan kepada Hudzaifah dalam beberapa lembar ini, jelas sekali kepalsuannya dan dibuat-buat. Di dalamnya, dikisahkan pula bahwa ada sebuah kota yang bernama al-Maqathi’. Kota tersebut terletak di atas laut, yang tidak dapat dilewati kapal. Setiap kapal akan selalu tenggelam di atasnya. Kabarnya, laut itu tidak mempunyai dasarnya. Dan seterusnya, hingga akhirnya Hudzaifah mengatakan bahwa Abdullah bin Salam berkata, “Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan membawa kebenaran, sesungguhnya keterangan tentang kota tersebut ada di dalam Kitab Taurat. Panjangnya 1000 mil dan lebarnya 500 mil.” Dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kota itu mempunyai 360 pintu, dan dari setiap pintu itu keluar 100.000 tentara.”

 

Al-Hafizh Abu al-Khaththab berkata, “Kami membenci menulis kertas dengan hadis-hadis maudhu’. Kami ingin memasukkan hadis yang sahih-sahih saja, yang dapat mendekatkan kami kepada Tuhan pemilik bumi dan langit. Adapun yang meriwayatkan hadis ini dari ats-Tsauri adalah Abdurrahman, nama aslinya adalah Abu Nu’aim ibnu Hani’ an-Nakha’i al-Kufi.”

 

Menurut Yahya bin Ma’in, “Dia (Abdurrahman) adalah seorang pendusta.” Sedang menurut Ahmad, “Dia bukanlah siapa-siapa.” Dan menurut Ibnu Adi, “Hadis yang diriwayatkannya, kebanyakan tidak ada pengikutnya.-”

 

Telah meriwayatkan Umar bin Yahya dari ats-Tsauri dengan sanad yang telah disebutkan tadi, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka (penghuni kota az-Zaura’) diazab dengan empat macam azab, yaitu ditenggelamkan bumi, diubah wujudnya, dan lemparan batu.” Menanggapi hadis ini, al-Barqani berkata, “Yang keempatnya tidak disebutkan. Dan, Umar bin Yahya adalah seorang yang matruk hadisnya.”

 

Mengenai hadis tentang az-Zaura’, Muhammad bin Zakariya al-Ghallabi telah meriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya dari Ali bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Adapun kehancuran kota itu di tangan as-Sufyani. Maka demi Allah, aku seakan-akan melihatnya roboh menimpa atap-atap rumah mereka.” Menurut Abu al-Hasan Daruqutni, “Muhammad bin Zakariya al-Ghallabi sering memalsukan hadis atas nama Rasulullah Saw…”

 

Mengenai besarnya binatang melata dan tingginya Ya’juj dan Ma’juj sebagaimana yang diceritakan di atas, itu menunjukkan bahwa hadis tersebut palsu. Orang-orang yang mempunyai akal pikiran pastinya sudah tahu bahwa hal tersebut tidaklah benar. Ukuran besar dan panjangnya hewan tersebut merupakan kebohongan belaka. Adakah kota yang jalan-jalannya bisa dilalui oleh binatang sebesar itu yang lebarnya mencapai 60 mil? Dan, jalan manakah yang bisa menampung Ya’juj dan Ma’juj, yang salah seorang dari mereka tinggi dan lebarnya mencapai 240 hasta? Sungguh, orang fasik benar-benar telah berbuat lancang terhadap Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Menang, dengan mengada-ada terhadap Nabi pilihan-Nya.

 

Sedang telah diriwayatkan secara sahih dengan ijma’ seluruh para ulama hadis terkemuka, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa dengan sengaja berbohong atas namaku, maka bersiap-siaplah menempati tempat tinggalnya di dalam neraka.” Lalu, kebohongan-kebohongan dari kaum Yahudi akan mendatangi kita di saat kita menukil sesuatu dari Taurat mereka.

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu Salamah, ketika dia ditanya tentang pasukan yang ditenggelamkan ke dalam bumi, yang terjadi di saat pemerintahan Ibnu az-Zubair, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada seseorang yang berlindung di Baitullah. Lalu dikirimlah kepadanya sebuah pasukan. Namun, tatkala pasukan tersebut sampai di al-Baida’, maka mereka ditenggelamkan ke dalam bumi.” Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan orang yang dipaksa untuk melakukan itu?” Beliau menjawab, “Dia pun ikut ditenggelamkan juga bersama mereka, tetapi pada hari Kiamat dia akan dibangkitkan kembali sesuai dengan niatnya.”

 

Mengenai al-Baida’, Abu Ja’far berkata bahwa yang dimaksud ialah sebuah gurun yang berada di Madinah. Abdul Aziz bin Rafi’ berkata bahwa sabda Nabi Saw., “Tatkala pasukan tersebut sampai di al-Baida,” maka sesungguhnya yang dimaksud ialah sebuah gurun yang berada di Madinah.

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Shafwan, dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Hafshah, bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, sesungguhnya Baitullah ini akan diserbu oleh sebuah pasukan. Sehingga, tatkala mereka sampai di al-Baida’, maka orang-orang yang berada di barisan tengah pasukan tersebut ditenggelamkan. Lalu, orang-orang yang berada di barisan depan menyeru mereka yang berada di barisan belakang. Tapi, kemudian mereka juga ditenggelamkan seluruhnya, hingga tidak ada yang tersisa dari mereka, kecuali seorang yang lari untuk memberitahukan kabar tentang mereka.” Hadis ini diriwayatkan Ibnu Majah.

 

Di saat tentara al-Hajjaj tiba, kami berpendapat bahwa merekalah yang dimaksud dalam hadis tersebut, sehingga ada seseorang yang berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau tidak berdusta terhadap apa pun yang dikatakan Hafshah, dan Hafshah pun tidak berdusta terhadap apa yang disabdakan Rasulullah Saw..”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Shafwan dari Ummul mukminin, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada yang meminta perlindungan kepada Baitullah ini, yaitu suatu kaum yang tidak mempunyai pembela, tidak mempunyai kekuatan, dan tidak mempunyai peralatan. Kepada mereka akan dikirim sebuah pasukan. Sehingga, tatkala pasukan tersebut sampai di al-Baida’, maka mereka dibenamkan.”

 

Yusuf bin Malik menceritakan, pada waktu itu pasukan Syam berjalan menuju Mekah. Tapi, Abdullah bin Shafwan menyanggahnya dan berkata, “Ketahuilah, demi Allah, bahwa yang dimaksud bukanlah pasukan tersebut.”

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Suatu kaurm yang tidak mempunyai pernbela (qaurun laisa lahum mana‘ah),” maksudnya, adalah kelompok yang tidak mempunyai pasukan. Tapi, ada pula yang membacanya dengan man’ah, yang artinya kekuatan dan pencegahan. Namun, Abu Hatim as-Sijistani menyanggah bacaan tersebut. Dan, dalam hadis-hadis yang berkenaan dengan itu, tidak ada keterangan bahwa pasukan tersebut ditenggelamkan bersama dengan harta kekayaan mereka. Tapi, yang ditenggelamkan hanya orang-orangnya saja.

 

Orang-orang yang Mendukung Kekuasaan Al-Mahdi

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Tsauban, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada tiga orang yang berperang di dekat gudang kekayaan kalian. Semuanya adalah putra khalifah. Kemudian, tiada yang berhasil memenangkannya kecuali seorang saja dari mereka. Lalu, muncullah bendera-bendera hitam dari wilayah Ilmur. Kemudian, mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan kaum mana pun. Jika kalian melihat khalifah tadi, maka berbaiatlah kalian kepadanya meskipun sambil merangkak di atas es. Sungguh, dia adalah khalifah Allah yang mendapat petunjuk (al-Mahdi).” Sanad hadis ini sahih.

 

lbnu Majah meriwayatkan pula dari Abdullah bin Harits bin Juz az-Zubaidi, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada beberapa orang dari wilayah Ilmur. Mereka akan memperkuat al-Mahdi, yakni memperkuat kekuasaannya.”

 

Abu Daud meriwayatkan dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada seorang laki-laki dari seberang sungai, yang bernama al-Harits bin Harats. Di depannya, ada seorang laki-laki yang bernama Manshur. Dia akan memperkuat atau mendukung keluarga Muhammad Saw., sebagaimana kaum Quraisy mendukung Nabi Saw.. Diwajibkan bagi setiap orang mukmin untuk menolongnya atau membantunya.”

 

Ciri-ciri Al-Mahdi, Namanya, dan Berapa Lama Beliau Tinggal di Bumi

 

Selain itu, al-Mahdi juga akan muncul bersama Nabi Isa a.s. lalu membantunya memerangi Dajal.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kelak, akan ada di tengah-tengah umatku al-Mahdi. Jika dia berada di bumi sebentar, maka dia akan berkuasa selama tujuh tahun. Jika tidak, maka dia akan berkuasa selama sembilan tahun. Pada saat itu, umatku akan mendapat kenikmatan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Makanan akan didatangkan tanpa seorang pun dari mereka yang tertinggal. Ketika itu, harta menumpuk. Dan seseorang berdiri lalu berkata, “Hai Mahdi, berilah aku.” Lalu dia menjawab, “Ambillah.”

 

Abu Daud juga meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Mahdi itu dari golonganku. Keningnya lebar dan hidungnya mancung. Kelak, dia akan memenuhi bumi ini dengan kejujuran dan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi ini dipenuhi dengan keguncangan dan kezaliman. Dia akan berkuasa selama tujuh tahun.”

 

Abdurrazak menerangkan kepada kami dari Ma’mar dari Abu Harun al-Abdi dari Mu‘awiyah bin Qurrah dari Abu ash-Shiddiq an-Naji dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, “Rasulullah Saw. pernah menyebutkan beberapa musibah yang akan menimpa umat ini, sehingga seseorang tidak akan dapat menemukan tempat untuk berlindung dari kezaliman. Maka Allah mengutus seorang laki-laki dari keluargaku, Ahli Baitku. Dengannya, Allah memenuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi ini dipenuhi dengan keguncangan dan kezaliman.

 

Semua penghuni langit dan bumi rida terhadapnya. Langit tidak akan menahan tetesan hujannya sedikit pun, melainkan ia akan menurunkannya secara deras. Bumi tidak akan menahan tumbuh-tumbuhannya sedikit pun, melainkan ia akan menumbuhkannya. Sehingga, pada saat itu semua yang hidup berpikiran bahwa mereka tidak akan mati. Al-Mahdi akan hidup dalam kekuasaannya selama tujuh, delapan, atau sembilan tahun.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud lewat beberapa jalur.

 

Diriwayatkan dari Abdullah dari Nabi Saw. bahwasanya beliau bersabda, “Kalaupun umur dunia ini hanya tinggal sehari saja,” beliau menambahkan, “Niscaya Allah akan memperpanjang hari itu, sehingga pada hari itu Allah akan mengutus seorang laki-laki dari umatku atau dari Ahli Baitku. Namanya sama seperti namaku, dan nama ayahnya sama juga dengan nama ayahku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, menurutnya hadis ini hasan sahih.

 

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Hudzaifah secara marfu’ dan panjang, dikatakan, “Kalaupun umur dunia ini hanya tinggal sehari lagi, niscaya Allah akan memperpanjang hari itu sampai datang kepada mereka seorang laki-laki dari Ahli Baitku. Dia akan disertai para malaikat, dan Islam akan muncul ke permukaan.”

 

Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Sa‘id al-Khudri, dia berkata, kami merasa takut jika Nabi Saw. sudah tiada akan terjadi beberapa peristiwa. Maka kami bertanya kepada beliau, lalu beliau pun bersabda, “Sungguh, di tengah-tengah umatku akan ada al-Mahdi. Dia akan ada dan hidup selama lima, tujuh, atau sembilan tahun.” —Ada tambahan hadis kami bertanya, “Pada saat itu, apa yang terjadi?” Rasulullah Saw. bersabda bahwa ada seorang laki-laki mendatangi al-Mahdi, lalu berkata, “Hai al-Mahdi, berilah aku.” Maka dia memenuhi pakaian orang itu sesuai dengan kadar yang dia bawa.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.

 

Dalam hadis lain, Abu Nu’aim al-Hafizh menuturkan hadis dari Muhammad bin Hanafiyah dari ayahnya dari Ali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Al-Mahdi itu dari golongan kami dan Ahli Baitku. Allah ‘Azza Wa Jalla telah menjadikannya saleh dalam waktu satu malam —atau beliau katakan dalam dua hari.”

 

Apakah Al-Mahdi Itu Nabi tsa a.s.?

 

Dalam kitab asy-Syihab disebutkan, “Segala sesuatu tidak akan bertambah, melainkan (bertambah) sulit. Dunia tidak akan bertambah, melainkan (bertambah) mundur. Manusia tidak akan bertambah, melainkan (bertambah) pelit. Kiamat tidak akan terjadi, melainkan kepada makhluk yang tercela. Dan, tidak ada al-Mahdi kecuali Isa bin Maryam.”

 

Menurutku, ungkapan yang serupa dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, dia menuturkan kepada kami dari Yunus bin Abdul A’la dari Muhammad bin Idris asy-Syafi’i dari Muhammad bin Khalid al-Jundi dari Aban bin Shalih dari al-Hasan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu tidak akan bertambah, melainkan (bertambah) sulit ….” al-hadis. Menurut Ibnu Majah, tidak ada yang meriwayatkan hadis ini kecuali asy-Syafi’l.

 

Adapun sabda Nabi Saw., “Dan, tidak ada al-Mahdi kecuali Isa bin Maryam,” ini berlawanan dengan hadis-hadis lain dalam bab ini.

 

Al-Jundi adalah seorang yang tidak dikenal, dan sanadnya berlawanan dengan riwayat qatadah, yang meriwayatkan hadis dari Aban bin Shalih dari al-Hasan dari Nabi Saw. secara mursal, dan Aban adalah seorang yang daif. Dan terkadang, dia meriwayatkannya dari Aban bin shalih dari al-Hasan dari Anas bin Malik dari Nabi Saw. dalam sebuah hadis yang panjang. Dan, alJundi sendirilah yang meriwayatkan hadis ini dari Aban —padahal dia matruk—dari al-Hasan.

 

Adapun beberapa hadis lain dari Nabi Saw. yang menyatakan bahwa al-Mahdi itu akan muncul dari kalangan keluarga beliau, yakni dari keturunan Fathimah, semuanya tsiqah dan lebih sahih daripada hadis yang di atas. Jadi, yang benar bahwa al-Mahdi itu dari keturunan Fathimah, bukan yang lainnya.

 

Menurutku, bahwa guru dari para guru besar kami, Abu Hasan Ali bin al-Mufadhdhal alMaqdisi menyebutkan bahwa Muhammad bin Khalid al-Jundi telah meriwayatkan dari Aban bin Shalih dari al-Hasan al-Bashri. Hadis itu juga diriwayatkan oleh Imam Idris asy-Syafi’i, “Dan, tidak ada al-Mahdi kecuali Isa bin Maryam,” Tapi, hadis ini majhul. Namun, hadis ini dinyatakan kuat oleh Yahya bin Ma’in, dan Ibnu Majah meriwayatkan hadis tersebut darinya.

 

Abu Hasan Muhammad bin Husain bin Ibrahim bin Ashim al-Abari as-Sijzi menyimpulkan bahwa banyak di antara hadis-hadis yang menjelaskan tentang al-Mahdi dari Nabi Saw… Dan sesungguhnya dia termasuk Ahli Bait beliau. Dia akan berkuasa selama tujuh tahun dan akan memenuhi bumi dengan keadilan. Dia akan muncul bersamaan dengan Nabi Isa a.s., lalu akan membantunya membunuh Daijjal di Babu Lud (Pintu Lud), di Palestina. Dia (al-Mahdi) akan mengimami shalat umat ini, sedang Nabi Isa a.s. menjadi makmum di belakangnya. Begitu dituturkan secara panjang lebar dalam kisahnya.

 

Menurutku, boleh jadi sabda Nabi Saw. “Dan, tidak ada al-Mahdi kecuali tsa bin Maryam,” maksudnya ialah, tiada orang yang diberi petunjuk (al-Mahdi) yang sempurna dan ma’shum (terpelihara dari dosa) selain Nabi Isa a.s.. Dengan inilah, maka hadis-hadis lain dapat disatukan, dan tidak ada lagi pertentangan.

 

Tanda-tanda Kemunculan Al-Mahdi dan Dari Mana Dia Akan Muncul? Dia Dibaiat Dua Kali, dan Akan Membunuh AsSufyani

 

Sebelumnya telah disebutkan hadis Ummu Salamah dan Abu Hurairah bahwa alMahdi akan dibaiat di antara Rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Maqam Ibrahim). Zahir hadis tersebut menyatakan bahwa al-Mahdi sebelumnya tidak pernah dibaiat. Tetapi, tidak demikian. Sesungguhnya ada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan beberapa sahabat lainnya, bahwa al-Mahdi akan muncul pada akhir zaman dari Maghrib al-Aqsha. Kemenangannya pun akan terus meluas hingga sejauh 40 mil. Bendera-benderanya berwarna putih dan kuning. Pada bendera tersebut terdapat nomor nomornya. Padanya terdapat tulisan Allah yang paling agung. Karenanya, tidak ada bendera lain yang dapat mengalahkannya. Bendera-bendera tersebut muncul dan berkibar dari tepi laut, di Suatu tempat yang disebut dengan Masinah, di wilayah barat. Dan, bendera-bendera tersebut diikat di tengah suatu kaum yang telah ditetapkan Allah akan mendapatkan pertolongan dan kemenangan. Firman-Nya,

 

“Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (QS. al-Mujadilah: 22)

 

Dalam sebuah riwayat yang panjang dinyatakan, maka orang-orang mendatangi al-Mahdi dari segala arah dan tempat. Pada hari itu, mereka membaiatnya di Mekah, di antara Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim. Namun, dia tidak suka dengan pembaiatan yang kedua ini, setelah dia mendapatkan pembaiatan pertama yang dilakukan orang-orang di wilayah Maghrib.

 

Selanjutnya, al-Mahdi berkata, “Hai sekalian manusia, pergilah kalian untuk memerangi musuh Allah dan musuh kalian!” Mereka semua menaatinya dan tidak membangkang terhadap perintahnya. Maka al-Mahdi pun berangkat bersama barisan kaum muslimin dari Mekah menuju Syam untuk memerangi Urwah bin Muhammad as-Sufyani dan pengikutnya dari golongan Bani Kalab. Kemudian, pasukan Urwah as-Sufyani Luluh lantah dibuatnya. Lalu, as-Sufyani sendiri tertangkap di puncak pohon, di tepi danau Thabariah. Pada saat itu, alangkah ruginya orang-orang yang tidak ikut memerangi Bani Kalab. Mereka dapat mengalahkannya meskipun dengan hanya satu kalimat atau satu ucapan takbir atau satu teriakan saja.”

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa mereka halal untuk dibunuh, sedangkan mereka itu muslim yang bertauhid?” Lalu beliau menjawab, “Sungguh keimanan mereka telah berbalik (murtad), karena mereka orang-orang yang telah keluar dari Islam, Mereka berhukum berdasarkan pendapatnya sendiri bahwa arak itu halal. Di samping itu, mereka juga hendak memerangi Allah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar.” (QS. al-Ma’idah: 33)

 

Lebih lengkapnya, hadis ini akan kita temui nanti. Adapun berita tentang as-Sufyani lebih lanjut disampaikan pula oleh Amr bin Ubaid dalam Musnad-nya. Wallahu a’lam.

 

Diriwayatkan hadis yang panjang dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sepeninggalku nanti, ada sebuah pulau yang akan ditaklukkan, yang bernama pulau Andalus. Akan tetapi, orang-orang kafir kemudian dapat menguasai mereka (kaum muslimin). Maka, orang-orang kafir mengambil harta benda mereka dan sebagian besar kota-kota mereka, menahan kaum wanita dan anak-anak mereka, merobek-robek aurat mereka, dan merobohkan rumah-rumah mereka.

 

Akhirnya, sebagian besar negeri tersebut kembali menjadi tandus dan gersang. Sebagian besar rakyatnya terusir dari rumah-rumah dan harta-benda mereka. Orang-orang kafir itu merampas sebagian besar wilayah pulau tersebut sehingga tidak ada yang tersisa kecuali sedikit saja. Dan, di Maghrib terjadi kekacauan dan ketakutan. Penduduknya ditimpa kelaparan dan kenaikan harga barang-barang. Di sana, banyak terjadi huru-hara, dan sebagian orang memakan sebagian lainnya. Maka pada saat itulah, muncul dari wilayah Barat al-Aqsha, seorang laki-laki dari keluarga Fathimah binti Rasulullah Saw.. Dia adalah al-Mahdi yang muncul di akhir zaman. Itu adalah tanda yang pertama akan terjadinya kiamat.”

 

Menurutku, semua yang diutarakan dalam hadis Mu’awiyah ini benar-benar telah terjadi di negeri-negeri tersebut, dan sebagian besar telah kami saksikan, kecuali munculnya al-Mahdi.

 

Lalu, ada sebuah riwayat dari Syuraik, bahwa ada kabar yang sampai kepadanya, sebelum al-Mahdi muncul, terlebih dahulu akan terjadi gerhana dua kali di bulan Ramadan. Wallahu a’lam.

 

Ad-Daruquthni menyebutkan dalam Sunan-nya, sambil berkata, telah mengabarkan kepada kami Abi Sa’id al-Ushthukhri dari Muhammad bin Abdullah bin Naufal dari Ubaid bin Ya’isy dari Yunus bin Bukair dari Umar bin Syamar dari Jabir dari Muhammad bin Ali, dia berkata, “Sesungguhnya sebelum al-Mahdi kita muncul, maka akan ada dua tanda yang sama sekali belum pernah terjadi semenjak Allah menciptakan langit dan bumi. Yaitu, gerhana bulan di awal Ramadan, dan gerhana matahari di pertengahan Ramadan. Kedua gerhana ini belum pernah terjadi sejak Allah menciptakan langit dan bumi.”

 

Gunung Dalam, Konstantinopel, Romawi, dan Anthakia, Semuanya Akan Dikuasai Al-Mahdi, Serta Penjelasan Surah al-Isra’ Ayat 5

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalaupun umur dunia tinggal sehari saja, niscaya Allah ‘Azza Wa Jalla akan memanjangkan hari tersebut hingga seorang dari Ahli Baitku dapat menguasai gunung Dalam dan Kostantinopel.” Hadis ini sahih.

 

Diriwayatkan dari hadis Hudzaifah dari Nabi Saw., di mana setelah beliau menyebutkan firman-Nya,

 

“yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.” (QS. al-Maidah: 33)

 

Lalu beliau bersabda, “Selanjutnya al-Mahdi beserta kaum muslimin yang menjadi pengikutnya mendatangi kota Anthakia, yaitu sebuah kota besar yang terletak di tepi laut. Di sana, mereka mengumandang takbir sebanyak tiga kali, dengan kekuasan Allah maka tembok kota itu pun runtuh dari tepi laut, sehingga mereka bisa membunuh kaum laki-laki, menawan kaum perempuan dan anak-anak, serta mengambil kekayaan mereka. Dan, Anthakia pun dapat dikuasai al-Mahdi. Kemudian, di kota tersebut didirikan masjid-masjid dan pemukiman besar untuk kaum muslimin.

 

Kemudian mereka berangkat menuju Romawi, Kostantinopel, dan Geraja Emas. Pertama, mereka menyerbu Konstantinopel dan Romawi. Di sana, mereka membunuh 400.000 prajurit dan menawan 70.000 anak gadis. Mereka dapat menaklukkan kota-kota dan benteng-benteng, mengambil harta penduduknya, membunuh kaum laki-lakinya, dan menawan kaum perempuan dan anak-anak.

 

Selanjutnya, mereka mendatangi Gereja Emas. Di sana, mereka mendapati harta rampasan yang dulu pernah diambil al-Mahdi. Harta inilah yang disimpan Raja Romawi di Gereja Emas, ketika dia menyerbu Baitul Maqdis. Harta itu diambil darinya (Baitul Maqdis), dan diangkut dengan menggunakan 70.000 gerobak ke Gereja Emas. Jumlahnya masih lengkap, tidak berkurang, masih seperti apa yang dia ambil dahulu. Kemudian, al-Mahdi mengambilnya kembali harta tersebut dan menyimpannya di Baitul Maqdis.”

 

Hudzaifah berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh Baitul Maqdis di sisi Allah mempunyai kedudukan yang tinggi, penting, dan sangat berarti.” Beliau lalu bersabda, “ia merupakan salah satu rumah yang dimuliakan. Allah telah membangun Baitul Maqdis untuk Sulaiman bin Daud. Terbuat dari emas, perak, mutiara, yakut, dan zamrud. Dan, Allah sendiri telah menundukkan bangsa jin bagi Sulaiman. Lalu, bangsa jin itu membawakan kepadanya, berupa emas dan perak dari beberapa pertambangan, serta membawa permata, yaqut, dan zamrud dari dalam lautan dengan cara menyelam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan, semuanya ahli bangunan dan penyelam.” (QS. Shad: 37)

 

Pada saat bangsa jin datang dengan membawa berbagai barang tambang, maka barang-barang tersebut dia (Sulaiman) gunakan untuk mendirikan istananya (Baitul Maqdis). Dia membuat lantainya dari emas, ada juga lantai dari perak. Bahkan tiang-tiangnya pun dia buat dari emas dan perak. Selanjutnya, dia menghiasinya dengan intan permata, yakut, dan zamrud. Dan, sungguh Allah telah menaklukkan bangsa jin untuknya sehingga mereka bisa mendirikan itu semua.”

 

Hudzaifah berkata lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin barang-barang tersebut bisa diambil dari Baitul Maqdis?” Beliau bersabda, “Di saat Bani Israil durhaka dan membunuh para nabi, maka Allah menjadikan Nebukadnezar berkuasa atas mereka. Dia seorang Raja Majusi. Kekuasaannya berumur 700 tahun. Itulah sebagaimana firman-Nya,

 

“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di kampung-kampung. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (QS. al-Isra’: 5)

 

Kemudian, pasukan Nebukadnezar ini memasuki Baitul Maaqdis. Di sana, mereka membunuh kaum laki-laki dan menawan kaum perempuan dan anak-anak. Mereka juga mengambil paksa harta kekayaan dan semua barang berharga yang ada di Baitul Maqdis tadi. Mereka mengangkutnya dengan menggunakan 70.000 gerobak, lalu mereka simpan di Negeri Babilonia. Mereka lalu tinggal di sana, dan menindas Bani Israil layaknya sebagai budak. Mereka memperlakukan Bani Israil dengan penuh penghinaan, siksaan, dan penderitaan selama 100 tahun.

 

Lalu, Allah ‘Azza Wa Jalla menyayangi mereka. Maka Allah memberi ilham kepada salah seorang raja Persia agar mendatangi kaum Majusi di Negeri Babilonia itu, untuk menyelamatkan Bani Israil dari penindasan. Lalu, raja itu pun berangkat dan sampai di kota Babilonia. Selanjutnya, raja itu membebaskan sisa-sisa Bani Israil yang masih hidup dari kekuasaan kaum Majusi, sekaligus menyelamatkan perhiasan dan harta kekayaan yang sebelumnya berada di Baitul Maqdis. Kemudian dia mengembalikannya ke tempat semula. Dia (raja) lalu berkata kepada Bani Israil, hai Bani Israil, jika kalian kembali berpaling dan durhaka, maka kami akan menawan dan membunuh kalian. Itu sebagaimana yang digambarkan dalam firman-Nya,

 

“Mudah-mudahan Tuhan kamu melimpahkan rahmat kepada kamu; tetapi jika kamu kembali (melakukan kejahatan), niscaya Kami kembali (mengazabmu).” (QS. al-lsra’: 8)

 

Yang dimaksud dengan “kembali” adalah jika kembali kepada kedurhakaan, maka kami pun akan kembali mengazab kalian.

 

Selanjutnya, kaum Bani Israil kembali ke Baitul Maqdis. Di sana, mereka kembali lagi berbuat durhaka. Karenanya, Allah menjadikan Kaisar Romawi yang berkuasa atas mereka. Itu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

 

“Apabila datang saat hukuman (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu lalu mereka masuk ke dalam masjid (Masjidil Aqsa), sebagaimana ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka membinasakan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. al-lsra’: 7)

 

Lalu, pasukan Kaisar Romawi pun memerangi mereka dari darat dan laut, sehingga berhasil mengalahkan Bani Israil. Kemudian mereka membunuh kaum laki-lakinya dan menawan kaum perempuan dan anak-anak. Seluruh harta kekayaan di Baitul Maqdis diambil paksa olehnya, dan dibawa dengan menggunakan 70.000 gerobak. Lalu harta tersebut dibawa dan disimpan di Gereja Emas.

 

Sampai sekarang, harta tersebut masih berada di sana sampai nanti direbut kembali oleh al-Mahdi, dan dikembalikan lagi ke Baitul Maqdis. Pada saat itu, kaum muslimin menjadi pemenang atas orang-orang musyrik. Dan, pada saat itu juga, Allah akan mengirim kepada mereka Kaisar Romawi yang lain, yaitu keturunan kelima dari Dinasti Heraklius.” Ini adalah hadis yang melengkapi hadis sebelumnya. Wallahu ‘alam.

 

Penaklukkan Konstantinopel Adalah Pertanda Munculnya Dajal dan Turunnya Nabi Isa a.s. Untuk Membunuhnya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kiamat tidak akan terjadi sebelum pasukan Romawi menaklukkan A’maq atau Dabiq. Lalu, pasukan dari Madinah yang terdiri dari penduduk bumi yang terbaik berangkat untuk menghadapi mereka. Ketika mereka sudah berhadap-hadapan, maka pasukan Romawi berkata, “Biarkan kami memerangi orang-orang yang telah menawan teman-teman Kami.” Lalu kaum muslimin menjawab, “Tidak, demi Allah, kami tidak akan membiarkan kalian menyerang saudara-saudara kami.”

 

Maka pasukan Romawi menyerbu kaum muslimin, lalu sepertiga pasukan kaum muslimin melarikan diri. Allah tidak akan menerima tobat mereka selama-lamanya. Lalu, sepertiganya lagi terbunuh sebagai syuhada yang terbaik di sisi Allah. Adapun sepertiga lainnya berhasil memenangkan peperangan, tanpa mendapat bencana sama sekali. Mereka dapat menaklukkan Konstantinopel

 

Selanjutnya, ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang dan telah menggantungkan pedang-pedang mereka di atas pohon zaitun, tiba-tiba setan berteriak di antara mereka, “Sungguh, al-Masih (Dajal) telah menyerang Keluarga kalian.” Maka mereka pun segera berangkat, padahal berita tersebut bohong.

 

Tatkala mereka sampai di Syam, barulah Dajal itu keluar. Ketika mereka sudah bersiap slaga untuk berperang dan menyusun barisan, tiba-tiba datanglah waktu shalat. Maka pada saat itu, turunlah Isa bin Maryam dan mengimami shalat mereka. Jika musuh Allah itu (Dajal) melihatnya, maka dia akan melebur bagaikan garam melebur di dalam air. Seandainya Isa membiarkannya begitu saja, niscaya dia akan terus melebur sampai hancur. Akan tetapi Allah membunuhnya (Dajal) dengan perantaraan tangan Isa. Lalu Isa menunjukkan darah Dajal yang ada pada tombaknya kepada kaum muslimin.

 

Kemudian lbnu Majah meriwayatkan sebuah hadis, seraya berkata, telah menceritakan kepada kami Ali bin Maimun ar-Riqqi dari Ya’qub bin al-Hunaini dari Katsir bin Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum markas kaum muslimin yang terdekat ada dj Baula’” Kemudian beliau bersabda, “Hai Ali, hai Ali, hai Ali!”

 

Beliau melanjutkan sabdanya, “Hai anakku.” Lalu beliau bersabda, “Sungguh, kalian akan memerangi Bani al-Ashfar (Romawi), dan akan memerangi mereka pula orang-orang sesudah kalian, hingga akhirnya mereka diserang oleh kaum muslimin dari penduduk Hijaz. Mereka adalah pembela-pembela Islam dan tidak pernah takut dicela oleh siapa pun. Lalu mereka berhasil menaklukkan Konstantinopel dengan mengumandangkan tasbih dan takbir. Mereka memperoleh berbagai macam harta rampasan perang, yang belum pernah mereka peroleh sebelumnya, sampai-sampai mereka membaginya dengan perisai.

 

Tiba-tiba seseorang datang lalu berkata, sungguh, al-Masih (Dajal) telah berangkat menuju negeri kalian. Ketahuilah, bahwa itu adalah berita bohong. Karenanya, orang yang mengambil harta rampasan menyesal, begitu juga orang yang tidak mengambilnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pernahkah kalian mendengar suatu kota yang sebelahnya berada di darat, dan sebelahnya lagi berada di laut?” Para sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum kota itu diserang oleh 70.000 prajurit Bani Ishaq. Jika mereka telah sampai di kota itu, maka mereka dapat menguasainya. Mereka tidak berperang dengan menggunakan senjata ataupun dengan melempar anak panah. Mereka hanya mengucapkan, “La ilaha illallah wallahu akbar,” maka robohlah sebelah kota itu.”

 

Tsaur lalu berkata, aku tidak tahu, sebelah yang mana, melainkan beliau bersabda, “Sebelah yang ada di laut.” Kemudian, mereka mengucapkan lagi, “La ilaha illallah wallahu akbar’ untuk kali kedua, maka sebelahnya lagi runtuh. Kemudian, mereka mengucapkan lagi, “La ilaha illallah wallahu akbar’ untuk kali ketiga, maka terbukalah kota itu bagi mereka. Maka mereka pun memasuki kota itu dan memperoleh harta rampasan perang. Akan tetapi, pada saat mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan tersebut, tiba-tiba mereka mendengar teriakan, “Sungguh Dajal telah muncul.” Maka mereka pun meninggalkannya dan bergegas pulang.”

 

Adapun menurut Tirmidzi dari Anas, dia berkata, “Penaklukkan Konstantinopel bersamaan dengan terjadinya Kiamat.” Riwayat ini mauquf, dan gharib hadisnya.

 

Konstantinopel merupakan kota bangsa Romawi. Kota tersebut akan ditaklukkan di saat kemunculan Dajal. Kota tersebut, juga pernah ditaklukkan ketika zaman salah seorang sahabat Rasulullah Saw..

 

Menurutku, yang dimaksud dengan zaman salah seorang sahabat Rasulullah Saw. yaitu ketika zaman pemerintahan Utsman bin Affan. Demikian menurut ath-Thabari dalam Tarikh-nya.

 

Pada tahun 27 H, Afrika ditaklukkan oleh Abdullah bin Abi Sarah. Ini terjadi ketika Utsman mengangkat Amr bin Ash sebagai gubernur Mesir. Dia tidak akan memecat siapa pun dari jabatannya kecuali jika ada pengaduan. Abdullah bin Abi Sarah merupakan salah tentara Utsman bin Affan. Utsman telah mengirimnya untuk memimpin suatu pasukan ke Afrika. Ikut pula bersamanya Abdullah bin Nafi’. Setelah Abdullah bin Abi Sarah menaklukkan Afrika, maka dia bersama Abdullah bin Nafi’ berangkat ke Andalusia. Mereka berdua mendatanginya dari arah laut. Lalu, Utsman bin Affan menulis sepucuk surat melalui kurir nya ke Andalusia, yang berbunyi, “Amma ba‘du, sungguh Konstantinopel dapat dikalahkan dari arah Andalusia. Jika kalian dapat mengalahkannya, maka kalian sama-sama mendapat pahala.”

 

Karenanya, disebutkan bahwa Konstantinopel sudah pernah ditaklukkan pada masamasa itu. Kelak, kota itu akan ditaklukkan lagi, seperti yang disebutkan dalam hadis-hadis bab ini maupun bab sebelumnya.

 

Ada sebagian ulama kita yang mengatakan bahwa hadis Abu Hurairah pada awal bab ini menunjukkan bahwa Konstantinopel dapat ditaklukkan melalui peperangan. Sedangkan hadis Ibnu Majah menunjukkan dengan cara yang berbeda. Wallahu a’lam.

 

Menurutku, mungkin al-Mahdi akan menaklukkan kota itu dua kali. Sekali melalui peperangan, dan sekali lagi dengan takbir, sebagaimana dia menaklukkan Gereja Emas dua kali. Pada saat al-Mahdi muncul dari wilayah Maghrib (Barat), seperti keterangan di atas, maka penduduk Andalusia akan datang kepadanya lalu mereka berkata, “Hai wali Allah, tolonglah jazirah Andalusia. Penduduknya telah binasa karena dikalahkan oleh orang-orang kafir dan musyrik dari pasukan Romawi.”

 

Maka al-Mahdi mengirim surat yang ditujukan kepada semua suku Arab, yang saat itu (suku Arab) sedang dalam keadaan pincang, lemah, dan terhina. Selain itu, al-Mahdi juga mengirim surat kepada seluruh kabilah-kabilah yang berada di wilayah Maghrib, seperti Quzwalah, Khudzalah, Qudzalah, dan kabilah-kabilah lainnya. Adapun surat itu berisikan, “Tolonglah agama Allah dan syariat Muhammad Saw.!”

 

Kemudian, dari segala penjuru, mereka berdatangan kepadanya untuk memenuhi seruannya dan menaati perintahnya. Adapun barisan terdepan dipimpin oleh raja Khartum. Dia adalah seorang pemilik unta indah dan pembela islam; seorang sahabat al-Mahdi dan wali Allah yang sebenarnya. Maka, pada saat itu al-Mahdi dibaiat oleh 80.000 bala tentara, yang terdiri dari penunggang kuda (kavaleri) dan pejalan kaki (Infantri). Semoga Allah meridai mereka.

 

“Merekalah golongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (QS. al-Mujadilah: 22)

 

Maka, mereka menjual diri mereka demi Allah, dan Allah-lah pemilik Karunia yang sangat besar. Mereka menyeberangi lautan sampai ke wilayah Himsha, yaitu sebuah kota di Isybiliah (Sevilla). Di sana, al-Mahdi menaiki mimbar di sebuah masjid jami’ lalu berkhutbah dengan khutbah yang sangat mendalam. Maka penduduk Andalusia berdatangan, lalu semua orang Islam yang tinggal di sana berbaiat kepadanya. Kemudian, dia bersama kaum muslimin berangkat ke berbagai kota di neggeri Romawi. Dia berhasil menaklukkan 70 kota dari seluruh kota-kota Romawi, dan membebaskannya dari tangan musuh secara paksa (kekerasan)…. al Hadis. ,

 

Sedang dalam hadis lain dituturkan, “Selanjutnya, al-Mahdi dan para pengikutnya tiba di Gereja Emas. Di sana, mereka menemukan harta kekayaan yang banyak. Kemudian al-Mahdi mengambilnya dan membagikannya di antara mereka dengan merata. Di gereja itu pula, al Mahdi mendapatkan pula Tabut as-Sakinah (Peti Ketenteraman). Peti Ketenteraman tersebut berisi selendang besar Nabi Isa a.s. dan tongkat Nabi Musa a.s.. Tongkat tersebut yaitu tongkat yang dibawa turun oleh Nabi Adam a.s., pada saat dia dikeluarkan dari surga.

 

Sebelumnya, Kaisar Romawi telah mengambil peti itu dari Baitul Maqdis beserta sejumlah tawanan, ketika dia menguasai tempat tersebut. Kaisar Romawi membawa semua harta kekayaan itu ke Gereja Emas. Barang-barang itu masih ada di sana sampai sekarang ini, sampai nanti diambil kembali oleh al-Mahdi.

 

Jika kaum muslimin telah berhasil mengambil kembali tongkat tersebut, maka mereka akan saling berebut, dan masing-masing ingin memilikinya. Jika Allah menghendaki mengakhiri kekuasaan Islam di Andalusia, maka Allah akan mencampur adukkan pikiran mereka dan mencabut akal sehat dari orang-orang berakal di antara mereka. Hingga kemudian, mereka memotong-motong (membagi) tongkat itu menjadi empat bagian. Masing-masing dari pasukan mengambil satu bagian. Pada saat itu, mereka terdiri dari empat pasukan. Jika mereka telah melaksanakannya, maka Allah akan mencabut kemenangan dan pertolongan dari mereka. Dan akhirnya, di antara mereka terjadi perselisihan tentang benda tersebut.”

 

Ka’ab al-Ahbar berkata, “Lalu. mereka (kaum muslimin) dapat dikalahkan oleh kaum musyrikin, hingga akhirnya mereka terdesak ke laut. Maka Allah mengutus satu malaikat dalam bentuk seekor unta. Malaikat tersebut membawa mereka menyeberangi sebuah jembatan yang pernah dibangun oleh Zulqarnain, Khusus untuk ini. Kemudian, kaum muslimin mengikuti di belakang malaikat hingga mereka tiba di kota Paris, sedang pasukan Romawi mengejar di belakang mereka. Mereka akan terus seperti itu. Tiap kali kaum muslimin berpindah tempat, maka kaum musyrikin pun mengikuti mereka. Hingga di saat kaum muslimin tiba di negeri Mesir, maka pasukan Romawi pun tetap mengejar di belakang mereka.”

 

Dalam sebuah hadis Hudzaifah diceritakan, “Dan mereka (pasukan Romawi) berhasil menguasai Mesir hingga ke kota al-Fayyum. Kemudian, setelah itu mereka pun mundur kembali.” Wallahu a’lam,

 

Kapan Terjadinya Hari Kiamat Itu?

 

Mengenai kapan terjadinya kiamat, maka tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Dalam sebuah hadis mengenai pembicaraan Malaikat Jibril dan Nabi Saw., beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Diriwayatkan oleh Muslim

 

Menurut riwayat asy-Sya’bi, dia berkata, Jibril pernah menemui Nabi Isa a.s., maka Nabi Isa a.s. bertanya kepadanya, “Kapan kiamat itu terjadi?” Maka Jibril menggerak-gerakkan sayapnya seraya berkata, “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang berada di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepada kalian melainkan dengan secara tiba-tiba.”

 

Abu Nu’aim menyebutkan sebuah hadis dari Makhul dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat itu ada tanda-tandanya.” Lalu beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah tanda-tandanya itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang fasik merajalela di masjid-masjid, dan orang-orang jahat menang atas orang-orang baik.” Seorang Badui bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku, wahai Rasulullahe” Beliau menjawab, “Tinggalkanlah mereka itu, dan jadilah kamu orang yang betah tinggal di rumahmu.”

 

Hadis ini gharib dari Makhul. Kami tidak menulisnya kecuali sebagai hadis dari periwayatan Hamzah an-Nashibi dari Makhul.

 

Hikmah dari Kemunculan Tanda-tanda Hari Kiamat

 

Para ulama menerangkan bahwa hikmah didahuluinya kiamat dengan tanda-tandanya adalah agar manusia sadar dari tidurnya dan lebih berhati-hati, serta segera bertobat dan kembali kepada Allah. Dengan begitu, maka mereka tidak akan terkejut jika tiba-tiba ditimpa suatu bencana. Setelah tampak tanda-tanda kiamat, maka manusia sebaiknya berhati-hati dan berpaling dari dunia, serta bersiap-siap menghadapi kiamat yang telah dijanjikan, kapan saja itu bisa terjadi. Wallahu a’lam.

 

Tanda-tanda tersebut merupakan tanda-tanda akan berakhirnya alam dunia. Di antaranya adalah keluarnya Dajal, turunnya Nabi Isa a.s. yang kemudian membunuh Dajal, munculnya Ya’juj dan Ma/’juj, munculnya dabbah (binatang melata), dan terbitnya matahari dari arah barat. ini semua merupakan tanda-tanda besar, yang akan diterangkan lebih lanjut lagi nanti.

 

Namun, sebelum munculnya tanda-tanda besar tersebut, maka akan terjadi beberapa peristiwa. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain: dicabutnya ilmu agama, tersebarnya kebodohan, banyaknya orang-orang bodoh berkuasa dan memperjualbelikan hukum, alat-alat musik tampak di mana-mana, semakin banyaknya orang yang meminum jenis arak, kaum wanita mencari kepuasan dengan sesamanya, dan begitu juga dengan kaum laki-lakinya, bangunan-bangunan ditinggikan, masjid-masjid banyak dihiasi, anak-anak menjadi penguasa, generasi akhir umat ini mengutuk generasi sebelumnya, dan sering terjadi hura-hura (kekacauan). Semua itu adalah tanda-tanda yang sedang terjadi.

 

Periwayatan beberapa hadis yang memperingatkan akan terjadinya kiamat sebenarnya berlebihan. Namun tetap harus disebutkan di sini. Sehingga diketahui serta terbukti mukjizat Nabi Saw. dan kebenaran sabda beliau. Penjelasan Sabda Nabi Saw., “‘Diutusnya aku dan kiamat adalah seperti dua jari ini”’

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Diutusnya aku dan kiamat adalah seperti dua jari ini,” sambil menggabungkan (menempelkan) jari telunjuk dengan jari tengah.

 

Hadis ini diriwayatkan dari berbagai jalur. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ibnu Majah sekalipun lafaznya berbeda-beda, namun maknanya sama, yaitu menyatakan bahwa kiamat itu semakin dekat waktunya, dan akan segera datang. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala, ;

 

“Karena tanda-tandanya sungguh telah datang.” (QS. Muhammad: 18)

 

“Urusan kejadian kiamat itu, hanya seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi).” (QS. an-Nahl: 77)

 

“Telah sermakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka berada dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat).” (QS. al-Anbiya’: 1)

 

“Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.” (QS. al-Qamar: 1)

 

“Ketetapan Allah pasti datang, maka janganlah kamu rmeminta agar dipercepat (datangnya).” (QS. an-Nahil: 1)

 

Ada riwayat yang mengatakan, ketika diturunkan kepada Nabi Saw. firman Allah, “ata amrullah”, beliau melompat. Dan, ketika turun Kata “Sala tasta’jiluhu” maka beliau duduk Kembali. Ada yang mengatakan bahwa melompatnya Nabi Saw. ketika itu karena takut Kiamat akan segera tiba.

 

Menurut adh-Dhahhak dan al-Hasan, tanda hari Kiamat yang pertama adalah diutusnya Nabi Muhammad Saw.. Sedang menurut riwayat Musa bin Ja’far dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Ali berkata, “Di antara tanda-tanda telah dekatnya kiamat adalah tersebarnya penyakit wasir dan kematian yang mendadak.”

 

Kapan Datangnya Hari Kiamat itu?

 

Apakah Nabi Saw. mengetahui kapan datangnya hari Kiamat? Telah diriwayatkan secara tsabit (kuat) bahwa Nabi Saw. ditanya oleh Jibril tentang kiamat. Maka beliau menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya …”” al-Hadis. Ini menunjukkan bahwa Nabi Saw. tidak tahu kapan datangnya Kiamat itu.

 

Tapi, ada juga yang meriwayatkan dari beliau, bahwa beliau bersabda, “Diutusnya aku dan kiamat adalah seperti dua jari ini.” Ini menunjukkan bahwa beliau tahu kapan kiamat itu akan terjadi. Bagaimanakah cara menyelaraskan kedua berita tersebut?

 

Jawabannya bahwa al-Qur’an telah menegaskan dengan firman-Nya yang hak,

 

“Katakanlah, “Sesungguhnya, pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia.” (QS. al-A’raf: 187)

 

Jadi siapa pun itu tidak akan ada yang tahu kapan kiamat itu terjadi, bahkan Nabi Saw. juga tidak tahu kecuali Allah Ta/’ala.

 

Adapun mengenai sabda Nabi Saw., “Diutusnya aku dan kiamat adalah seperti dua jari ini,’ maksudnya ialah aku adalah Nabi terakhir, tidak ada nabi lagi setelahku. Setelahku adalah hari Kiamat. Ini, seperti halnya setelah jari tejunjuk terdapat jari tengah. Tidak ada jari lain di antara keduanya.

 

Walaupun demikian, Kiamat itu benar-benar akan terjadi Karena tanda-tandanya pun terjadi silih berganti. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Karena tanda-tandanya sungguh telah datang.” (QS. Muhammad: 18)

 

Maksudnya, hari Kiamat itu benar-benar telah dekat. Tandanya yang pertama adalah Nabi Muhammad Saw., Karena beliau adalah Nabi akhir zaman. Beliau benar-benar telah diutus, dan tidak ada nabi lagi antara beliau dengan datangnya kiamat. Adapun tanda-tanda lainnya dijelaskan oleh Nabi Saw., sebagaimana sabdanya, “Jika budak perempuan telah melahirkan tuannya sendiri….” dan lain seterusnya, sebagaimana yang akan Kami sebutkan dan jelaskan nanti, Insya Allah Ta’ala.

 

Beberapa Kejadian yang Merupakan Tanda-tanda Menjelang Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada dua kelompok besar yang saling berperang. Di antara keduanya, bertempur secara besar-besaran dengan alasan yang sama. Kiamat tidak akan terjadi sebelum munculnya Dajal-dajal pendusta. Jumlah mereka hampir ada 30 orang. Mereka semuanya mengaku utusan Allah. Kiamat tidak akan terjadi sebeium ilmu dicabut, terjadi banyak gempa bumi, waktu-waktu berdekatan (terasa cepat), fitnah-fitnah bermunculan, dan terjadi banyak huru-hara, yakni pembunuhan.

 

Kiamat tidak akan terjadi sebelum harta berlimpah di tengah kalian, sehingga pemilik harta kesulitan mencari siapa yang akan menerima sedekahnya, sampai-sampai dia menawarkan sedekahnya itu, maka orang yang ditawarinya berkata, aku tidak membutuhkannya. Kiamat tidak akan terjadi sebelum manusia berlomba-lomba meninggikan bangunannya.

 

Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seorang laki-laki yang melewati kubur orang lain lalu berkata, andaikan aku berada di tempatnya. Kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari sebelah barat. Apabila ia telah terbit, dan semua orang melihatnya, maka ketika itulah, “Tidak berguna lagi inan seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu.” (QS. alAn’am: 158)

 

Kiamat benar-benar akan terjadi ketika dua orang laki-laki menghamparkan kain jualannya, namun mereka berdua tidak sempat bertransaksi dan tidak melipat kainnya. Kiamat benar-benar akan terjadi ketika seorang laki-laki pulang membawa susu untanya, namun dia tidak sempat meminumnya. Kiamat benar-benar akan terjadi ketika seseorang memperbaiki kolamnya, namun dia tidak sempat mengisinya. Kiamat benar-benar akan terjadi ketika seseorang mengangkat makanan ke mulutnya, namun dia tidak sempat memakannya.”

 

Beberapa Hadis Palsu Sekitar Tanda-tanda Hari Kiamat

 

Para ulama menerangkan bahwa ketiga belas dari tanda-tanda kiamat ini dihimpun oleh Abu Hurairah dalam satu hadis. Setelah tanda-tanda tersebut, tidak ada lagi tanda-tanda lainnya, baik yang berkaitan dengan peringatan Nabi Saw. mengenai rusaknya zaman, beralihnya agama maupun hilangnya amanat.

 

Karenanya, kita tidak memerlukan dan membutuhkan lagi keterangan-keterangan bohong atau hadis-hadis palsu tentang tanda-tanda hari Kiamat. Umpamanya, hadis yang diriwayatkan Qatadah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada tahun 200 akan terjadi ini dan itu, pada tahun 210 akan terjadi ini dan itu, pada tahun 220 akan terjadi ini, pada tahun 230 akan terjadi ini, pada tahun 240 akan terjadi ini, pada tahun 250 akan terjadi ini, dan pada tahun 260 matahari akan berhenti selama satu jam, maka matilah separuh manusia dan jin.”

 

Bukankah waktu-waktu tersebut telah berlalu? Sebenarnya hadis palsu tersebut adalah hal-hal yang masih bersifat umum, bisa saja terjadi di suatu negeri, seedang di negeri lain tidak. Contohnya adalah diamnya matahari. Setiap orang akan mengalaminya, baik yang berada di Ilmur ataupun di Barat. Juga, soal tahun 200 H, itu sudah berlalu juga, wafatnya Nabi Saw. itu sudah berlalu. .

 

Adapun bukti lain tentang kepalsuan hadis tadi, yakni bahwa pada masa Nabi Saw., penanggalan belum disahkan. Penanggalan baru disahkan pada masa Khalifah Umar. Maka, bagaimana mungkin waktu-waktu tersebut bisa ditetapkan pada masa Nabi Saw., lalu dikatakan pada tahun 200 atau 220 akan terjadi begini dan begitu, padahal penanggalan belum dibuat?

 

Contoh hadis palsu lainnya ialah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila tahun 599 telah tiba, maka al-Mahdi akan muncul di kalangan umatku, pada saat manusia sedang berselisih. Dia akan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman. Dia diridai oleh segenap penghuni langit dan bumi. Allah akan membukakan baginya gudang-gudang kekayaan bumi. Langit akan . menurunkan hujan untuknya, dan bumi pun akan mengeluarkan buah-buahannya. Para petani menanam satu sha’ di tanahnya, maka dia akan memperoleh 100 sha’. Pada saat itu, kenaikan harga, kegersangan, dan kelaparan, semuanya hilang dari manusia.

 

Kemudian, al-Mahdi akan berangkat menuju Andalusia dan tinggal di sana. Dia akan berkuasa di sana selama 9 tahun. Selama itu, dia menundukkan 70 kota dari kota-kota Romawi. Dia mendapatkan Harta rampasan perang dari bangsa Romawi dan merebut Gereja Emas. Di dalam Gereja Emas itu, dia mendapatkan Tabut as-Sakinah (Peti Ketenteraman). Peti Ketenteraman tersebut berisi selendang besar Nabi isa a.s. dan tongkat Nabi Musa a.s.. Kemudian, mereka memotong tongkat tersebut menjadi empat potong. Jika mereka telah melakukan itu, maka Allah akan menghilangkan kemenangan dan kebesaran dari mereka.

 

lalu, Dzul Urf datang, dan menyerbu mereka dengan 100.000 bala tentara, setelah mereka bersumpah setia kepada bangsa Romawi bahwa mereka tidak akan pernah kembali kecuali jika menang, dan mereka akan berjuang sampai mati. Pada waktu itu, kaum muslimin mengalami kekalahan, dan lari hingga mereka sampai di Saraqusthah (Zaragoza), kota putih. Mereka memasuki kota itu dengan izin Allah Ta‘ala. Kemudian Allah memuliakan penghuni kota tersebut dengan kematian syahid. Setelah Zaragoza hancur, maka kaum muslimin di Andalusia tidak memiliki lagi tempat tinggal yang tetap.

 

Kemudian, mereka pun berangkat ke Cordoba, namun mereka tidak menemukan seorang pun di kota itu. Mereka melarikan diri meninggalkan Andalusia karena ditimpa ketakutan yang besar terhadap pasukan Romawi. Pada saat mereka berkumpul di tepi pantai, Jawabannya bahwa al-Qur’an telah menegaskan dengan firman-Nya yang hak,

 

“Katakanlah, “Sesungguhnya, pengetahuan tentang kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia.” (QS. al-A’raf: 187)

 

Jadi siapa pun itu tidak akan ada yang tahu kapan kiamat itu terjadi, bahkan Nabi Saw. juga tidak tahu kecuali Allah Ta’ala.

 

Adapun mengenai sabda Nabi Saw., “Diutusnya aku dan kiamat adalah seperti dua jari ini,’ maksudnya ialah aku adalah Nabi terakhir, tidak ada nabi lagi setelahku. Setelahku adalah hari Kiamat. Ini, seperti hainya setelah jari telunjuk terdapat jari tengah. Tidak ada jari lain di antara keduanya.

 

Walaupun demikian, kiamat itu) benar-benar akan terjadi karena tanda-tandanya pun terjadi silih berganti. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Karena tanda-tandanya sungguh telah datang.” (QS. Muhammad: 18)

 

Maksudnya, hari Kiamat itu benar-benar telah dekat. Tandanya yang pertama adalah Nabi Muhammad Saw., karena beliau adalah Nabi akhir zaman. Beliau benar-benar telah diutus, dan tidak ada nabi lagi antara beliau dengan datangnya kiamat. Adapun tanda-tanda lainnya dijelaskan oleh Nabi Saw., sebagaimana sabdanya, “Jika budak perempuan telah melahirkan tuannya sendiri….“” dan lain seterusnya, sebagaimana yang akan kami sebutkan dan jelaskan nanti, Insya Allah Ta’ala.

 

Beberapa Kejadian yang Merupakan Tanda-tanda Menjelang Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada dua kelompok besar yang saling berperang. Di antara keduanya, bertempur secara besar-besaran dengan alasan yang sama. Kiamat tidak akan terjadi sebelum munculnya Dajal-dajal pendusta. Jumlah meremana Allah Ta’ala menciptakan Nabi Adam as-s.. Namun, Jumat yang mana dulu. Tidak ada yang bisa menetapkannya kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Wallahu a’lam.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, aku telah mendengar dari salah seorang sahabat kami, bahwa penetapan tahun yang terdapat dalam hadis Abu Sa’id al-Khudri di atas ditentukan setelah lewat 100 tahun, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya, “Andaikan anak ini terus hidup, barangkali dia tidak akan mencapai usia tua hingga kiamat terjadi.”

 

Dalam riwayat lain, Anas berkata, “Pada saat itu, anak tersebut sebaya denganku.” Riwayat Muslim. Sedang dalam hadis Jabir, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah di muka bumi ini, jiwa yang diberi nafas —maksudnya, sejak sekarang ini sampai 100 tahun.” Menurut Abu isa Tirmudzi, hadis ini hasan dan sahih.

 

Anas wafat di Bashrah pada usia 110 tahun. Dia wafat pada tahun 697 H. Dan, semua yang disebutkan tadi belum terjadi pada saat itu. Wallahu a’lam.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis Abu Sa’id, Ibnu Umar, dan Jabir dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa Khidhir itu telah meninggal, dan tidak akan muncul lagi. Sedang ats-Tsa’labi berkata dalam Kitab al-Ara’isy, “Menurut semua pendapat, Khidhir itu seorang nabi yang umurnya panjang, dan terhalang dari penglihatan mata semua orang.”

 

Amr bin Dinar berkata, “Sesungguhnya Khidhir dan Nabi Ilyas a.-s. itu masih hidup di bumi. Kelak, jika al-Qur’an itu telah diangkat (dihapus) dari bumi, barulah keduanya meninggal.” Ini adalah pendapat yang benar dalam bab ini, sebagaimana yang Kami jelaskan dalam tafsir Surah al-Kahfi pada kitab Jami li Ahkam al-Qur’an. Keterangan Hadis Abu Hurairah

 

Adapun tanda-tanda hari Kiamat yang berjumlah 13 itu sebagaimana yang terdapat dalam hadis Abu Hurairah, sebagian besarnya telah terjadi.

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada dua kelompok besar yang saling berperang. Di antara keduanya bertempur secara besar-besaran dengan alasan yang sama.’ Yang dimaksud dalam hadis tersebut yaitu peperangan antara pasukan Mu’awiyah dan pasukan Ali di Shiffin, sebagaimana yang telah diceritakan sebelumnya. Al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi mengatakan bahwa ini adalah bencana pertama yang menimpa Islam.

 

Menurutku, sesungguhnya bencana pertama yang menimpa Islam adalah wafatnya Nabi Saw., lalu disusul dengan wafatnya Umar bin Khaththab. Dengan wafatnya Nabi Saw., maka terputuslah wahyu dan kenabian berhenti. Lalu, kejahatan muncul, sebagian bangsa Arab murtad, dan lain-lainnya. Dan, dari situlah, kebaikan mulai menyusut dan terputus.

 

Abu Sa’id berkata, “Belum lagi kami mengibaskan tangan kami dari tanah kuburnya Nabi Saw., maka seolah-olah kami tidak mempercayai lagi hati kami.”

 

Mengenai wafatnya Nabi Saw., Abu Bakar berkata dalam syairnya, “Kelak, sepeninggal beliau, beberapa peristiwa akan benar-benar terjadi. Jiwa dan raga akan guncang menghadapinya.” Sedang Shafiyyah binti Abdul Muththalib berkata dalam syairnya, “Demi hidupmu, aku tidak menangisi Nabi meskipun beliau telah pergi. Namun yang aku takuti kekacauan yang akan terjadi nanti.”

 

Adapun dengan wafatnya Umar, maka mulai terhunuslah pedang perang saudara yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman. Namun, apa pun yang terjadi, itu merupakan takdir dan ketetapan (qadha) Allah. Peristiwa-peristiwa itu sesuai dengan keterangan sebelumnya.

 

Sabda Nabi Saw. “Kiamat tidak akan terjadi sebelum munculnya Dajal-dajal pendusta. Jumlah mereka hampir ada 30 orang.” Dajal mempunyai banyak arti sebagaimana akan disebutkan nanti. Salah satunya ialah pendusta, seperti orang yang dinyatakan dalam hadis ini.

 

Dalam Shahih Muslim disebutkan, “Di akhir zaman akan muncul Dajal-dajal pendusta….” al-Hadis.

 

Malik bin Anas berkata mengenai Muhammad bin Ishaq, “Dia tidak lain adalah salah seorang dari sekian Dajal-dajal. Kami telah mengusirnya dari kota Madinah.”

 

Abdullah bin Idris al-Azdi berkata, “Kami tidak mengetahui bahwasanya lafaz Dajal yang dijamakkan dengan lafaz Dajjajilah, melainkan setelah mendengarnya dari Malik bin Anas.”

 

Sabda Nabi Saw., “Jumlah mereka hampir ada 30 orang.” Dalam hadis ini, bilangan mereka tidak tertentu. Sedang dalam hadis Hudzaifah jumlahnya terperinci. Dia meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, akan ada di tengah-tengah umatku 27 Dajal pendusta. Di antara mereka ada empat orang perempuan. Sedang aku adalah penutup para nabi. Tidak ada nabi lagi sesudahku.”

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh. Menurutnya, hadis ini gharib hanya diriwayatkan oleh Mu’awiyah bin Hisyam. Dalam Kitabnya ditemukan bahwa hadis ini ditulis dengan tulisan tangan ayahnya, dan diceritakan oleh Ahmad bin Hanbal dari Ali bin al-Madini.

 

Menurut al-Qadhi lyadh, “Hadis ini telah myata. Kalau orang-orang yang mengaku nabi dihitung dari sejak zaman Nabi Saw. sampai sekarang, yaitu orang-orang yang benar-benar terkenal saja, serta banyak pengikut, walaupun dia nyata-nyata sesat, maka akan ditemukan bilangan tersebut. Siapa pun yang mengkaji kitab al-Akhbar Wea at-Tawarikh, maka dia akan mengetahui kebenaran hadis ini.”

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum ilmu dicabut.” Sungguh, benar-benar telah dicabut pengamalan dari ilmu, dan yang tersisa hanyalah tulisan-tulisannya saja sebagaimana akan diterangkan lebih lanjut nanti.

 

Sabda Nabi Saw., “Terjadi banyak gempa bumi,” menurut Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi, gempa sering terjadi di Irak, di mana banyak orang-orang non-Arab (Ajam) yang meninggal. Begitu juga gempa yang terjadi di Andalusia. Dan ini akan kita terangkan lagi nanti.

 

Sabda Nabi Saw., “Waktu-waktu berdekatan (terasa cepat).” Maksudnya, pada masing-masing zamannya, keadaan manusia hampir sama, yakni agamanya menipis. Sehingga di kalangan mereka tidak ada lagi seseorang yang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, seperti yang terjadi sekarang ini, di mana kefasikan semakin merajalela.

 

Dalam sebuah hadis dinyatakan, “Manusia akan tetap berada dalam kebaikan selama di antara mereka ada yang terbaik. Apabila mereka telah sama rata, maka binasalah mereka.” Maksudnya, mereka tetap akan berada dalam kebaikan, selama di antara mereka ada orang yang memiliki keutamaan, saleh, dan rasa takut kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Kemudian, orang-orang tersebut akan menjadi rujukan di saat-saat yang sulit, dimintai nasihatnya, serta dimintakan berkah dari doanya. Dan ada pula yang mengatakan bahwa bukan itu maksudnya, sebagaimana keterangan flalu pada Bab “Suatu Masa Akan Datang, Tapi Keadaannya Lebih Buruk daripada Masa Sebelumnya.”

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum harta berlimpah di tengah kalian, sehingga pemilik harta kesulitan mencari siapa yang akan menerima sedekahnya,” ini termasuk perkara yang belum terjadi, tapi nanti pasti akan terjadi, sebagaimana akan diterangkan nanti.

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum manusia berlomba-lomba meninggikan bangunannya,” ini telah kita saksikan di berbagai tempat. Jadi tidak perlu dibahas lagi.

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seorang laki-laki yang melewati kubur orang lain lalu berkata, andaikan aku berada di tempatnya,” ini karena dia melihat bencana yang dahsyat terjadi di mana-mana. Musuh-musuh mendapat keuntungan, para pemimpin berbuat zalim, orang-orang bodoh berkuasa, dan para ulama tidak berdaya. Pada saat itu, hukum-hukum penuh dengan kebatilan, kezaliman merajalela, kemaksiatan dilakukan terang-terangan, harta orang-orang dipenuhi dengan perkara yang haram, dan terjadi kesewenang-wenangan terhadap tubuh, harta, dan kehormatan, tanpa alasan yang benar, seperti yang terjadi saat ini.

 

Di awal Bab ini telah diungkapkan hadis riwayat Abu Isa al-Ghifari bahwa Nabi Saw. bersabda, “Bersegeralah melakukan kebajikan karena akan datang enam perkara ….” al-Hadis.

 

Al-A’masy Sulaiman bin Mihran meriwayatkan dari Amr bin Murrah dari Abu Nadhrah dari Abdullah bin ash-Shamit, dia berkata bahwa Abu Dzar berkata, tidak akan lama lagi, suatu zaman akan datang kepada manusia, di mana orang ingin hartanya sedikit, sebagaimana sekarang orang ingin hartanya banyak. Dan, orang ingin bersembunyi dan menjauhi raja, sebagaimana sekarang orang ingin terkenal dan dimuliakan raja. (Kiamat tidak akan terjadi) sebelum ada jenazah yang melewati sebuah pasar dan di hadapan orang banyak. Kemudian seorang laki-laki melihatnya, sambil menggelengkan kepalanya, dia berkata, “Andaikan aku menempati tempat orang ini.” Maka aku (Abdullah bin ash-Shamit) bertanya, “Hai Abu Dzar, apakah hal itu terjadi karena perkara yang besar?” Dia berkata, “Ya, hai keponakanku. Itu peritiwa yang besar.”

 

Menurutku, itu adalah zaman di mana kebatilan dapat mengalahkan kebenaran. Para budak dapat mengalahkan orang-orang merdeka. Mereka memperjualbelikan hukum, dan para hakim meridainya. Akibatnya, hukum menjadi pungutan liar dan kebenaran menjadi kebalikannya. Manusia benar-benar telah mengganti agama Allah, mengubah hukum-Nya, dan memakan harta yang diharamkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. al-Ma’idah: 44)

 

“Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (QS. al-Ma’idah: 45)

 

“Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. al-Ma’idah: 46)

 

Ayat-ayat ini khusus ditujukan untuk orang-orang kafir. Namun, ada pula yang mengatakan bahwa ayat-ayat itu bersifat umum. Siapa pun yang mengganti dan mengubah hukum Allah, Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian benar-benar akan mengikuti perilaku umat-umat sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Sehingga, jika mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kalian pun akan ikut memasukinya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, maksudnya kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka.”

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum matahari terbit dari sebelah barat,” ini akan kita bicarakan nanti, insya Allah.

 

Dalam hadis tersebut, Rasulullah Saw. mengabarkan bahwa kiamat itu terjadi begitu cepat, sehingga seseorang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya. Dan contoh yang paling dekat ialah, seseorang yang baru saja mengangkat sesuap ke mulutnya, tiba-tiba kiamat terjadi. Demikian pula penjual dan pembeli kain, baru saja keduanya menghamparkan kain dan belum sempat lagi melipatnya. Maka Ketahuilah itu!

 

Pembaca al-Qur’an (Qari’) di Akhir Zaman

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Tsabit dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, di akhir zaman, akan muncul hamba-hamba-Ku yang bodoh dan para qari’ (pembaca al-Qur’an) yang fasik.”

 

Hadis ini gharib dari Tsabit. Kami tidak menulisnya kecuali sebagai hadis dari Yusuf bin ‘Athiyah dari Tsabit. Yusuf bin “Athiyah adalah seorang Qadhi di Bashrah. Sebagian hadis-hadisnya ada yang munkar.

 

Menurutku, hadis tersebut sahih maknanya karena kenyataannya telah tampak. Makhul berkata, “Suatu masa akan datang kepada manusia, di mana orang yang berilmu (alim) lebih busuk daripada bangkai keledai.”

 

Tirmidzi al-Hakim meriwayatkan dalam Nawadir al-Ushul, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Hausyab bin Abdul Karim dari Hammad bin Zaid dari Aban dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di akhir zaman nanti, ada kebiasaan buruk para qari’. Siapa pun yang mengalami zaman itu, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Mereka adalah orang-orang busuk. Pada saat itu, manusia tidak ada perasaan malu lagi berzina. Pada saat itu, orang yang berpegang teguh pada agamanya bagaikan orang yang memegang bara api. Pada saat itu, orang yang berpegang teguh pada agamanya, pahalanya seperti pahala lima puluh orang.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, maksud dari lima puluh orang itu, dari kami atau dari mereka?” Beliau menjawab, “Dari kalian.”

 

Abu Muhammad ad-Darimi meriwayatkan dan berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin al-Mubarak dari Shadaqah bin Khalid dari Ibnu Jabir dari seorang Syekh yang biasa dipanggil Abu Amr dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, kelak al-Qur’an akan lusuh di dalam hati beberapa kaum sebagaimana lusuhnya baju. Lalu, lepas sedikit demi sedikit. Mereka membacanya, namun tidak menemukan kegairahan dan ketenangan padanya. Mereka memakai kulit-kulit domba pada hati-hati serigala. Perbuatan mereka itu adalah keserakahan, dan mereka tidak merasa takut. Jika mereka menginginkan sesuatu, maka mereka berkata, “Kita akan mencapainya.” Jika mereka berbuat jahat, maka mereka berkata, “Kita akan diampuni, karena kita tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.”

 

Telah diterangkan sebelumnya dalam pembahasan mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Bahan bakarnya manusia dan batu.” (QS. al-Baqarah: 24)

 

Telah kami sebutkan hadis riwayat Abbas bin Abdul Muthalib, di mana Rasulullah Saw. bersabda, kemudian beberapa kaum yang membaca al-Qur’an datang. Jika mereka membacanya, maka mereka berkata, “Siapakah yang bacaannya lebih baik daripada kami? Siapakah yang lebih alim daripada kami?” Kemudian Rasulullah Saw. berpaling kepada para sahabatnya sambil bersabda, “Apakah kalian melihat kebaikan pada Orang-orang itu?” Mereka -menjawab, “Tidak.” Beliau lalu bersabda, “Mereka adalah golongan kalian dan dari umat ini. Mereka adalah bahan bakar neraka.”

 

Tanda-tanda Lainnya Menjelang Hari Kiamat

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum pantat-pantat wanita suku Daus bergoyang-goyang di sekeliling Dzul Khalashah.”

 

Dzul Khalashah ialah sebuah berhala yang disembah Kabilah Daus di zaman jahiliah.

 

Dari Abu Wurairah pula, Rasulullah Saw. bersabda, “Malam-malam tidak akan lenyap sebelum seorang laki-laki yang bernama al-Jahjah menjadi penguasa atau raja.”

 

Pada riwayat lain selain Muslim disebutkan, “Seorang laki-laki dari golongan budak yang bernama al-Jahjah.”

 

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum keluarnya seorang laki-laki dari Kabilah Qahthan, yang akan menghalau manusia dengan tongkatnya.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum munculnya api dari negeri Hijaz, yang akan menerangi leher-leher unta di Bushra.”

 

Tirmidzi meriwayatkan dari tonu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, api akan muncul dari Hadhramaut —atau dari arah Hadhramaut sebelum kiamat.” Para sahabat bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pergilah kalian ke Syam.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib sahih dari Ibnu Umar

 

Bukhari meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tanda kiamat yang pertama adalah api besar yang menghimpun (menggiring) manusia dari ilmur menuju ke barat.”

 

Tirmidzi meriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian membunuh pemimpin kalian, saling memukul dengan pedang-pedang kalian, dan dunia kalian dikuasai oleh orang-orang jahat di antara kalian.” Menurut Tirmidzi, hadis ini gharib dan juga dikeluarkan oleh Ibnu Majah.

 

Abdurrazaq berkata, telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Asy’at bin Abdullah dari Syahr bin Hausyab dari Abu Hurairah, dia berkata, “Suatu hari, ada seekor serigala yang mendatangi seorang penggembala domba dan mengambil seekor di antara domba-domba tersebut. Maka penggembala itu mencarinya hingga dapat merebutnya kembali darinya.”

 

Abu Hurairah melanjutkan, maka serigala itu duduk di atas bukit, bersandar pada kedua kakinya, lalu berkata dengan lantang dan percaya diri, “Aku telah mendatangi rezeki yang telah dikaruniakan Allah kepadaku dan aku anak-anak kami pun membacakannya kepada anak-anak mereka hingga hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Ibumu kehilanganmu, hai Ziyad! Sungguh, aku mengira kamu adalah orang yang paling faqih di Madinah. Bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani juga membaca Taurat dan Injil, namun mereka tidak mengamalkan isinya sama sekali?”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jubair bin Nafir dari Abu Darda’, dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Saw., maka beliau melayangkan pandangannya ke langit, lalu bersabda, “Inilah saatnya ilmu diambil dari manusia sehingga mereka tidak sanggup mendapatkannya lagi.” Maka Ziyad bin Labid al-Anshari bertanya, “Bagaimana ilmu bisa diambil dari kami, padahal kami selalu membaca al-Qur’an. Demi Allah, Kami akan selalu membacanya, dan pasti akan membacakannya juga kepada istri-istri kami dan anak-anak kami.” Beliau bersabda, “Ibumu kehilanganmu, hai Ziyad. Sungguh, aku mengira kamu adalah orang yang paling faqih di Madinah. Taurat dan injil yang ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, apakah itu bermanfaat bagi mereka?”

 

Jubair berkata, setelah mendengar hadis itu, aku menemui Ubadah bin Shamit dan bertanya, “Sudahkah kamu mendengar apa yang dikatakan saudaramu, Abu Darda’?” Kemudian aku ceritakan apa yang dikatakan Abu Darda’. Kemudian Ubadah berkata, “Abu Darda’ benar. Kalau mau, aku bahkan ingin menceritakan kepadamu tentang ilmu yang pertama kali akan diangkat Allah dari tengah-tengah manusia, yaitu kekhusyuan. Tidak akan lara lagi, akan ada seseorang memasuki masjid untuk berjamaah, namun dia tidak melihat seorang pun di sana yang khusyu”

 

Menurut Abu isa, ini adalah hadis gharib. Mu’awiyah bin Shalih adalah seorang rawi yang dapat dipercaya (tsiqat) menurut Ahli Hadis. Yang aku tahu, hanya Yahya bin Sa’id al-Qaththan yang selalu membicarakan tentang dirinya (Mu’awiyah Orang tersebut, dan pahanya memberitahukan kepadanya tentang pembicaraan keluarganya sepeninggal dia.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib sahih. Kami tidak mengetahuinya kecuali dari riwayat al-Qasim bin al-Fadhal. Dia adalah seorang yang tsiqat dan terpercaya.

 

Al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah berkata, Abu Isa at-Tirmidzi memutuskan bahwa hadis ini sahih. Namun, setelah kami teliti sanadnya tanpa hanya bertaklid kepadanya, ternyata di dalamnya terdapat beberapa kekurangan.

 

Abu Isa at-Tirmidzi berkata, “Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki’ dari bapaknya dari al-Qasim bin al-Fadhal dari Abu Nadhrah al-Abdi dari Abu Sa’id al-Khudri.” Kemudian dia sebutkan hadis ini.

 

Ibnu Dihyah berkata, “Di dalam Shahih keduanya, Bukhari dan Muslim tidak pernah meriwayatkan satu huruf pun hadis dari Sufyan bin Waki’. Ini dikarenakan dia kemasukan hadis maudhu’.’” Bukhari berkata, “Mereka membicarakan Sufyan karena adanya beberapa hadis yang mereka terima darinya secara lisan.”

 

Abu Muhammad bin Adi berkata, “Jika Sufyan diajari secara talqin (lisan), maka dia akan menerima begitu saja. Dan, inilah kecacatan hadis darinya yang tidak diketahui oleh Abu Isa at-Tirmidzi.”

 

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum harta melimpah banyak, sebelum seorang laki-laki mengeluarkan zakat hartanya namun dia tidak menemukan seorang pun yang mau menerima zakatnya, dan sebelum tanah Arab kembali menjadi padang rumput dan sungai-sungai.”

 

Keterangan:

 

Mengenai Dzul Khalashah, itu terdapat dalam Shahih al-Bukhari-Muslim, yakni bahwa suatu hari Rasulullah Saw. pernah mengirim Jarir bin Abdullah al-Bajali ke tempat peribadatan yang disebut Dzul Khalashah. Jarir berkata, “150 orang dari kabilah Ahmas berangkat menuju rumah peribadatan itu. Maka, kami pun menghancurkan tempat itu, dan membunuh orang-orang yang kami temukan di sana.”

 

Abu al-Khaththab bin Dihyah berkata, “Dzul Khalashah dengan mendhamahkan kha dan larm menjadi Ozul Khulushah. Ucapan itu menurut para ahli bahasa dan ahli sejarah. Adapun Kha dan lam difathah, itu menurut Ibnu Hisyam, sebagaimana yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari-Muslim. Sementara itu, Imam Abu al-Walid al-Kinani al-Waqsyi mengucapkannya dengan memfathah kha dan mensukun fam sehingga menjadi Dzul Khalshah. Begitu juga menurut ibnu Zaid.

 

Adapun yang dimaksud Dzul Khalashah memang masih diperdebatkan orang. Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud adajah rumah tempat berhala milik kabilah Daus, Khasy’am, Bujailah, serta kabilah Arab lainnya.

 

Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah sebuah berhala yang dipasang Amr bin Luhay di dataran rendah kota Mekah, sehingga dipasangnya pula berhala-berhala lainnya di banyak tempat. Mereka memakaikan kalung-kalung dan menggantungkan telur-telur burung unta pada berhala itu. Selain itu, mereka melakukan penyembelihan korban-korban di hadapannya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa Dzul Khalashah itu adalah sebuah Ka’bah yang berada di Yaman. Seluruhnya itu diberi nama Dzul khalashah, karena bertujuan agar ibadah itu dilakukan dengan murni dan ikhlas kepadanya.

 

Adapun maksud dari hadis Dzul Khalashah tersebut di atas bahwa bangsa Arab pada suatu saat nanti akan murtad dan kembali kepada zaman jahiliah dengan menyembah berhala. Di akhir zaman, para wanita kabilah Daus akan mengelilingi berhala tersebut dan menggoyang-goyangkan pantat mereka di dekatnya. Peristiwa itu terjadi setelah meninggalnya semua orang yang di dalam hatinya masih ada iman meskipun hanya sebutir zarrah. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Aisyah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Tidak akan hilang malam-malam dan hari-hari sebelum Lata dan Uzza disembah kembali….”. al-Hadis. Hadis ini akan kita temui nanti.

 

Sabda Nabi Saw., “Yang akan menghalau manusia dengan tongkatnya,” adalah suatu perumpamaan betapa taat rakyat kepada pemimpin tersebut, sampai-sampai mereka menuruti segala perintahnya. Tongkat itu perumpamaan, betapa taatnya mereka kepada pemimpin itu, dan dia berkuasa atas mereka. Namun, dengan penyebutannya (tongkat), itu mengandung arti bahwa pemimpin itu kejam terhadap rakyatnya. Ada juga yang mengatakan bahwa pemimpin itu benar-benar menghalau mereka dengan tongkatnya sebagaimana menghalau unta dan hewan ternak lainnya. Pemimpin tersebut dari Qahthan, yang bernama al-Jahjah. Wallahu a‘lam.

 

Diriwayatkan dari ‘Aidz bin Amr, salah seorang yang ikut baiat di bawah pohon (Baiat Ridnwan), bahwa dia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, sejahat-jahatnya penggembala adalah penggembala yang kejam.”

 

Kata ru’at, menurut bahasa adalah jamak dari ra’i, yaitu penggembala. Rasulullah Saw. mengumpamakan ini untuk para pemimpin jahat. Al-huthameah itu asal artinya adalah orang yang kasar terhadap unta ketika dia menghalaunya di pasar, atau ketika mengeluarkan dan memasukkannya ke dalam kandang.

 

Sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum munculnya api dari negeri Hijaz,” munculnya api yang besar ini memang telah terjadi. Wal tersebut diawali dengan terjadinya gempa yang besar pada malam Rabu, setelah sepertiga malam terakhir dari bulan Jumadil Akhir 654 H. Gempa tersebut berlangsung hingga waktu dhuha di hari Jumat. Setelah gempa itu reda, selanjutnya muncullah api menyebar cepat di lembah Tan’im, di tepi wilayah tak berpasir Lembah itu dikelilingi desa-desa yang menyerupai sebuah kota besar.

 

Selain itu, lembah tersebut dikelilingi tembok-tembok, yang di atasnya terdapat beberapa balkon, seperti balkon-balkon yang terdapat di benteng-benteng, menara-menara, dan Kastil-kastil. Dan, di sana terlihat ada beberapa orang yang menggiring api itu.

 

Setiap kali api itu melewati gunung, maka hancurlah gunung itu. Adapun bekas-bekasnya membentuk sebuah sungai merah dan sungai biru. Air sungai itu sangat bergemuruh. Sungai tersebut melintasi padang pasir dan gunung-gunung yang berada di depannya. Akhirnya, sungai itu bermuara di suatu danau yang menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal Irak. Maka dari kejadian itu semua, terkumpullah sisa-sisa bangunan yang rusak bagaikan sebuah gunung yang besar.

 

Kemudian, api tersebut berhenti di dekat Madinah. Berkat keberadaan kubur Nabi Saw., maka saat itu Madinah dihembus angin sejuk. Api itu terus meluap-luap bagaikan luapan laut, dan berhenti di suatu desa di wilayah Yaman, lalu menghanguskan desa tersebut. Salah seorang sahabat kami berkata, “Sungguh, aku melihat api itu naik ke udara dari sebuah lubang, yang jaraknya sejauh perjalanan lima hari dari Madinah.”

 

Menurutku, setelah api tersebut, aku juga mendengar ada api yang dapat terlihat dari Mekah, dan dari atas gunung-gunung di Bushra. Api yang lain juga keluar dari dalam tanah di wilayah kota Madinah, dan membakar seluruh tanah Haram lainnya. Bahkan, api itu dapat mencairkan timah-timah yang menjadi Sandaran tiang-tiang bangunan, sehingga runtuh tiang-tiang itu. Tiada yang tersisa kecuali tembok-tembok yang berdiri tegak.

 

Setelah itu, maka terjadilah penaklukkan Baghdad oleh pasukan Tatar. Pasukan tersebut membunuh dan menawan penduduk kota itu, sedang Baghdad pada saat itu merupakan tiang Islam dan air bagi kaum muslimin. Maka, ketakutan menyebar kesusahan meningkat, kecemasan semakin menjadi-jadi, dan kesedihan semakin mencekam. Pasukan Tatar menyebar ke berbagai pelosok negeri-negeri, sehingga orang-orang merasa kebingungan seperti halnya orang mabuk. Pada saat itu, mereka tidak mempunyai khalifah, pemimpin, ataupun pengadil. Akhirnya, berbagai bencana dan huru-hara semakin banyak.

 

Sabda Nabi Saw., “Kelak, api akan muncul dari Hadhrameaut —atau dari arah Hadhramaut sebelum kiamat,” itu mungkin api yang diriwayatkan oleh Hudzaifah. Hudzaifah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari itu, api benar-benar akan menuju Kalian. Pada hari ini, api dalam keadaan tenang di suatu lembah yang bernama Barjut. Kelak, api itu akan menyiksa manusia dengan siksaan yang pedih, memakan jiwa dan harta, berputar mengelilingi seluruh dunia selama delapan hari, dan melayang diudara bagaikan angin dan awan. Karena panasnya, maka matlam hari lebih dahsyat daripada di siang hari. Api tersebut akan bergaung di antara bumi dan langit bagaikan suara petir yang menjilat dengan cepat. Api itu akan lebih dekat kepada kepala seluruh makhluk daripada Arasy.”

 

Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada hari itu api tersebut akan mengenai kaum mukmin laki-laki dan perempuan?” Beliau menjawab, “Pada hari itu, tidak ada kaum mukmin laki-laki ataupun perempuan. Pada hari itu, manusia lebih buruk daripada keledai. Mereka bersetubuh seperti binatang. Tiada seorang pun di antara mereka yang berkata, jangan, jangan.”

 

Demikian yang diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Bab Makhul Abi Abdillah, imam penduduk Syam dari Abu Salamah dari Makhul dari Hudzaifah.

 

Sabda Nabi Saw., “Sampai-sampai gantungan cambuk,” maksudnya tali yang terikat pada ujung cambuk atau cemeti. Hadis ini merupakan sanggahan terhadap para dokter kafir dan kaum zindik yang menyimpang dari agama. Sesungguhnya kemampuan untuk berbicara tidak berkaitan dengan kepintaran ataupun kebodohan. Allah Yang Maha Pencipta lagi Mahaagung kekuasaan-Nya bisa saja menciptakan kemampuan berbicara kepada siapa saja yang Dia kehendaki, baik itu dari benda mati maupun binatang apa pun. Hal itu merupakan ketetapan Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengasih. Sungguh telah terjadi bahwa batu dan pohon mengucapkan salam kepada Nabi Saw… Contoh lainnya seperti cerita tentang pembicaraan antara seekor sapi dan serigala dalam sebuah hadis Nabi Saw., dalam Shahih al-Bukhari-Muslim. Demikian Kata Ibnu Dihyah.

 

Sabda Nabi Saw., “Dan sebelum tanah Arab kembali menjadi padang rumput dan sungai-sungai,” ini merupakan kabar mengenai bakal terjadinya kebiasaan baru bangsa Arab, yaitu membuat padang-padang rumput dan tempat-tempat penggembalaan dengan cara menggali sungai-sungai, menanam pohon-pohonan, serta mendirikan perkampungan-perkampungan.

 

Diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr dari Abu Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya sebelum kiamat, pemberian salam hanya akan diucapkan kepada orang-orang khusus (kenal) saja, perniagaan akan meluas sehingga seorang wanita mencela suaminya karena perniagaan, terputusnya tali silalurrahim, menyebarnya pena, munculnya kesaksian paisu, dan kesaksian yang benar tidak tampak.”

 

Abu Umar bin Abdul Barr berkata, maksud dari sabda Nabi Saw., “Menyebarnya pena,” adalah munculnya para penulis dan banyaknya buku-buku.

 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Ja”far ath-Thahawi dengan lafaz dan makna yang sama. Namun, dia berkata, “Sehingga seorang wanita membantu suaminya,” bukannya mencela suaminya, dan dia tidak menyebutkan terputusnya tali silalurrahim. itu kata Abu Muhammad Abdul Haq.

 

Abu Daud ath-Thayalisi mengeluarkan suatu riwayat sambil berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fadhalah dari al-Hasan dari ‘Amr bin Tsa’labah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, di antara tanda-tanda kiamat ialah kalian memerangi suatu kaum yang sandalnya terbuat dari rambut. Sungguh, di antara tanda-tanda kiamat ialah kalian memerangi suatu kaum yang wajahnya seperti perisai berlapis Kulit. Dan Sungguh, di antara tanda-tanda kiamat ialah banyaknya bentuk perniagaan dan munculnya pena.”

 

ibnu al-Mubarak bin Fadhalah menceritakan dari al-Hasan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum dicabutnya (dihilangkan) ilmu, melimpahnya harta kekayaan, dan banyaknya bentuk perniagaan.”

 

Al-Hasan berkata, sungguh kita telah mengalami suatu zaman, di mana orang-orang berkata, “Saudagar Bani -Fulan, penulis Bani Fulan.” Di dalam hidupnya, yang ia lakukan hanyalah sebagai saudagar dan penulis saja.

 

Abu Daud ath-Thayalisi menceritakan dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Sungguh, konon di antara tanda-tanda hari Kiamat ialah bahwa masjid-masjid akan dijadikan jalan untuk umum, seseorang mengucapkan salam hanya kepada orang yang terkenal saja, suami istri berniaga semuanya, dan mas kawin wanita dan harga kuda-kuda menjadi mahal. Kemudian harga tersebut menjadi murah, dan tidak mahal lagi selama-lamanya hingga hari Kiamat.”

 

Bukhari meriwayatkan dari Mu’awiyah, dia berkata, aku mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, di antara tanda-tanda hari Kiamat ialah berkurangnya ilmu, munculnya kebodohan, munculnya perzinaan, banyaknya kaum wanita, dan sedikitnya kaum laki-laki, sehingga 50 orang wanita hanya mempunyai seorang pengurus.” Demikian hadis Muslim dari Anas

 

Menurut riwayat Muslim dari Abu Musa bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sungguh suatu zaman akan datang kepada seluruh manusia, di mana seorang laki-laki berkeliling membawa Zakat emas, namun dia tidak menemukan orang yang mau menerima zakatnya tersebut.”

 

Dan sabda beliau juga, “Dan terlihat seorang laki-laki diikuti oleh 40 orang wanita yang berlindung kepadanya. Ini karena sedikitnya jumlah kaum laki-laki dan banyaknya kaum wanita.” Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Dan terlihat seorang laki-laki diikuti oleh 40 orang wanita,’ maksudnya, Wallahu a’lam, bahwa di waktu itu, banyak kaum laki-laki yang gugur di berbagai peperangan, yang mengakibatkan istri-istri mereka menjadi janda. Lalu, para istri itu menerima seorang laki-laki untuk memenuhi hajat dan kemaslahatan mereka. itu sebagaimana yang disabdakan Nabi Saw. dalam hadis sebelumnya, “Sehingga 50 orang wanita hanya mempunyai seorang pengurus,” maksudnya, yang akan memimpin dan mengurus mereka dalam hal jual-beli, mengambil, memberi, dan lainnya. Dan, peristiwa seperti ini, atau yang hampir mendekatinya telah terjadi pada kita, yaitu di Andalusia.

 

Namun, ada juga yang mengatakan, maksud hadis tersebut adalah karena sedikitnya jumlah kaum laki-laki, dan begitu kuat dorongan nafsunya pada wanita, maka seorang laki-laki diikuti oleh 40 orang wanita, hingga masing-masing wanita berkata, “Nikahi aku, nikahi aku.” Tapi pendapat yang pertama lebih mendekati kebenaran.

 

Telah mengabarkan kepadaku sahabat kami Abu al-Qasim, saudara dari guru kami Abu al-Abbas Ahmad bin Umar bahwa dia pernah mengikat sekitar 50 orang perempuan, satu per satu dengan satu tali, karena khawatir akan ditawan musuh, hingga mereka bisa keluar dari Cordoba. Semoga Allah mengembalikan kota itu kepada kita.

 

Adapun mengenai, “Munculnya perzinaan,” ini sudah diketahui di berbagai kota di Mesir. Dan, dari gejala ini juga, maka berbagai jenis arak dan tempat-tempat maksiat muncul di mana-mana. Kita berlindung kepada Allah dari berbagai bencana yang tampak maupun yang tidak tampak.

 

Adapun mengenai, “Berkurangnya ilmu, munculnya kebodohan,” itu sudah terjadi di mana-mana, di semua negeri. Adapun berkurang atau dihapusnya ilmu, maksudnya adalah sangat sedikit orang yang mau mengamalkannya, sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah bin Mas“ud, “Bukanlah menghafal al-Qur’an itu dengan menghafal huruf-hurufnya, akan tetapi dengan menegakkan hukum-hukumnya.” Ini disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak.

 

Proses Dicabutnya Ilmu

 

Telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu setelah diberikan-Nya kepada kalian dengan sekali cabut saja, tetapi Dia akan mencabutnya dari mereka dengan cara mematikan para ulama berikut dengan ilmu mereka. Maka, tinggallah manusia-manusia yang bodoh. Jika mereka dimintai fatwa, maka mereka berfatwa sesuai dengan pendapatnya sendiri, sehingga fatwa mereka menyesatkan, dan sesat pula mereka.”

 

Dalam satu riwayat lain, “Sehingga, apabila tidak ada seorang alim pun yang tersisa, maka orang-orang pun mengangkat para pemimpin yang bodoh. Lalu orang-orang bertanya, maka mereka berfatwa tanpa ilmu sehingga sesat dan menyesatkan.”

 

Kata intiza’an (sekali cabut saja) adalah mashdar tanpa lafaz. Sama seperti kata nabatan, seperti dalam firman-Nya,

 

“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan (sebaik-baik) pertumbuhan.” (QS. Nuh: 17)

 

Abu Daud meriwayatkan dari Salamah bin al-Hurr, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Di antara tanda-tanda hari Kiamat ialah para jama’ah masjid yang saling menolak untuk menjadi imam. Mereka tidak mendapatkan seorang imam pun yang akan melaksanakan shalat bersama mereka.”

 

Bumi Akan Mengeluarkan Simpanan Kekayaan dan Berbagai Macam Harta

 

Para Imam Hadis meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan lama lagi, sungai Eufrat akan mengeluarkan simpanan emasnya. Siapa pun yang menyaksikan itu, maka janganlah mengambilnya sedikit pun juga.” Riwayat lain mengatakan, “Sebuah gunung dari emas.” Ini menurut lafaz Bukhari dan Muslim.

 

Muslim menuturkan dalam sebuah riwayatnya, “Maka orang-orang pun berperang memperebutkannya. Lalu, dari setiap seratus orang, maka ada 99 orang yang terbunuh. Dan, masing-masing dari mereka berkata, mudah-mudahan akulah yang selamat.”

 

Sedang menurut Ibnu Majah, “Lalu manusia saling membunuh Karenanya. Dan, dari setiap sepuluh orang, ada sembilan orang yang terbunuh.”

 

Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, bumi akan mengeluarkan simpanannya yang terbaik seperti tiang-tiang dari emas dan perak. Lalu, seorang pembunuh datang serta berkata, “Karena inilah aku membunuh.” Lalu, datang juga seseorang yang telah memutuskan silalurrahim serta berkata, “Karena inilah aku memutuskan silalurrahimku.” Lalu, datang juga seorang pencuri serta berkata, “Karena inilah tanganku dipotong.” Setelah itu, mereka meninggalkannya, dan tidak mengambilnya sedikit pun juga.”

 

Tirmidzi tidak menyebutkan, “Pencuri dan pemotongan tangan.” Menurutnya, hadis ini hasan gharib.

 

Al-Hulaimi berkata dalam kitabnya, Minhaj ad-Din, mengenai sabda Nabi Saw., “Tidak akan lama lagi, sungai Eufrat akan mengeluarkan sebuah gunung dari emas. Siapa pun yang menyaksikan itu, maka janganlah mengambilnya sedikit pun juga.”

 

Al-Hulaimi berkata, ini setidaknya akan terjadi di akhir zaman seperti yang telah dikabarkan Nabi Saw., bahwa pada saat itu harta akan berlimpah di sungai itu, namun tidak ada seorang pun yang mengambilnya. Itu terjadi pada saat turunnya Nabi Isa a.s.. Mungkin itu juga disebabkan karena harta yang melimpah dari kemunculan gunung emas itu, dan banyaknya harta yang berhasil dirampas kaum muslimin dari kaum musyrikin.

 

Adapun larangan Rasulullah Saw. untuk mengambil harta dari gunung emas itu, mungkin karena telah dekatnya hari Kiamat, dan telah muncul tanda-tandanya. Maka, bersandar kepada dunia dan mengumpulkannya adalah sebuah kebodohan. Atau, larangan untuk mengambil harta tersebut agar mereka tidak saling berebut dan berperang.

 

Atau, bisa jadi jika mengambilnya, maka dia tidak akan mendapatkan orang yang mau menerima zakat darinya. Pada waktu itu, harta tidak diberkahi lagi Allah Ta’ala. Karenanya, lebih baik menahan diri darinya.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, “Penjelasan yang bersifat pertengahan adalah, penjelasan yang ditunjukkan oleh hadis tersebut.” Wallahu a’lam.

 

Perilaku dan Sifat-sifat Para Penguasa di Akhir Zaman

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, ketika kami berada di samping Rasulullah Saw. dalam suatu majelis, di mana saat itu beliau berbicara kepada orang-orang yang hadir. Namun, tiba-tiba, seorang Badui datang dan berkata, “Kapan hari Kiamat itu?” Maka, Nabi Saw. tetap meneruskan pembicaraan beliau, hingga sebagian orang berkata, “Beliau mendengar perkataan orang itu, namun beliau tidak suka menjawabnya.” Dan, sebagian lainnya berkata, “Beliau tidak mendengar perkataan orang itu.”

 

Setelah selesai pembicaraannya, maka beliau berkata, “Mana orang yang menanyakan hari Kiamat tadi?” Orang Badui itu menjawab, “Aku, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Apabila amanat disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Orang Badui itu bertanya lagi, “Bagaimana amanat itu disia-siakan?” Beliau lalu bersabda, “Apabila perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.”

 

Al-Hafizh Abu al-Khaththab berkata bahwa riwayat yang sahih menurut semua periwayatan Bukhari ialah idzaq wussida, tetapi al-Faqih Imam al-Muhaddis Abu al-Hasan alQabisyi meriwayatkan dengan ussida. Al-Hafizh meneruskan penjelasannya, yang aku tahu adalah wussida. Dalam salah satu teks Bukhari, terdapat pensyakalan antara wussida atau ussida. Tapi, kedua lafaz itu maknanya sama.

 

Adapun maksud sabda Nabi Saw. “Apabila perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya,” ialah kepemimpinan. Artinya, jika kepemimpinan telah diberikan kepada yang bukan ahlinya, lalu masyarakat mengikutinya, sebagaimana yang terjadi di zaman sekarang. Ini karena Allah telah memberikan kepercayaan kepada para pemimpin dan penguasa untuk mengatur hamba-hamba-Nya, sehingga mereka bersikap bijak kepada rakyat yang dipimpinnya. Nabi Saw. bersabda, “Tiap-tiap kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang dipimpinnya.”

 

Karenanya, sebaiknya rakyat menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang taat agama dan mampu menjaga amanah. Apabila rakyat mematuhi pemimpin yang tidak taat agama, berarti mereka telah menyia-nyiakan amanah yang diwajibkan atasnya.

 

Diriwayatkan oleh Muslim sebuah hadis yang panjang, di mana Jibril bertanya kepada Rasulullah Saw., “Beritahukan kepadaku tentang hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu daripada yang bertanya.” Jibril berkata lagi, “Kalau begitu, beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya.” Beliau menjawab, “Jika budak wanita telah melahirkan tuannya, jika kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, fakir, dan penggembala kambing saling berlomba-lomba mendirikan bangunan yang megah.”

 

Riwayat lain mengatakan, “Apabila kamu melihat wanita melahirkan tuannya, itulah di antara tanda-tandanya. Dan, apabila kamu melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, tuli, dan bisu, menjadi penguasa-penguasa dunia, itu juga merupakan di antara tanda-tandanya.”

 

Menurut riwayat Tirmidzi dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum orang yang paling bahagia di dunia adalah luka’ bin luka’ —si keji anak si keji—” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib. Kami mengetahuinya dari Amr bin Abu Amr.

 

Abu Thalib Muhammad al-Ghailani berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dan asy-Syafi’i dari Musa bin Sahal bin Katsir dari Yajid bin Harun dari Muhammad bin Abdul Malik bin Qudamah dari al-Maqbari dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kelak, akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipu daya. Pada saat itu, seorang pendusta akan dipercaya, sedang seorang yang jujur akan didustakan; seorang pengkhianat dipercaya, sedang seorang yang terpercaya tidak lagi dipercaya. Pada saat itu, arruwaibidhah akan berbicara.” Lalu ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, siapakah arruwaibidhah itu?” Beliau menjawab, “Orang hina yang berbicara tentang urusan masyarakat.”

 

Maksud hina di sini dari kata at-tafih yang menurut Abu Ubaid artinya orang rendahan. Abu Ubaid juga berkata, yang menerangkan tentang bakal munculnya ar-ruwaibidhah ini talah sebuah hadis bahwa Rasulullah Saw. bersabda. “Di antara tanda-tanda kiamat adalah jika kamu melihat para penggembala kambing menjadi pemimpin-pemimpin manusia, dan jika kamu melihat orang-orang yang telanjang, tidak beralas kaki bermegah-megahan mendirikan bangunan, dan jika budak wanita melahirkan tuannya.”

 

Abu Ubaid menerangkan dalam kitabnya, al-Gharib, sebuah hadis dari Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi sebelum tampaknya kekejian dan kebakhilan; seorang terpercaya tidak lagi dipercaya, sedang seorang pengkhianat dipercayai para al-wa‘ul binasa, sedang para at-tahut menang.” Para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah al-wa’ul dan at-tahut itu?” Beliau menjawab, “Al-wa’ul adalah orang-orang yang mulia, sedang at-tahut adalah orang-orang yang derajatnya di bawah telapak kaki manusia dan tidak dikenal.”

 

Dikeluarkan oleh Abu Nu’aim sebuah hadis, yang sanadnya marfu’ dari Hudzaifah, “Di antara tanda-tanda kiamat adalah orang-orang fasik merajalela di masjid-masjid, dan orang-orang jahat menang atas orang-orang baik.”

 

Maka seorang laki-laki Badui bertanya, “Lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tinggalkanlah mereka itu, dan jadilah kamu orang yang betah tinggal di rumahmu.”

 

Keterangan:

 

Para ulama kami berkata bahwa apa yang telah dikabarkan Nabi Saw. dalam bab ini dan lainnya, seperti peristiwa yang telah lalu maupun yang akan terjadi di masa mendatang, sebagian besar telah terjadi, dan sudah menyebar ke mana-mana. Contoh, pemerintahan yang diberikan kepada orang yang bukan ahlinya, dan para pemimpin masyarakat yang terdiri dari Orang-orang rendah (hina), budak, dan bodoh. Mereka bekerja hanya mengumpulkan harta dan mempertinggi bangunan rumah-rumah mereka, sebagaimana yang terjadi di akhir-akhir ini. Mereka tidak mau mendengarkan petunjuk dan tidak mau berhenti dari maksiat. Mereka benar-benar tuli, bisu, dan buta.

 

Qatadah berkata, maksudnya, tuli dari mendengarkan perkara yang hak, bisu dari mengucapkan yang hak, begitu juga buta dari melihat yang hak. Semua ini adalah sifat-sifat orang bodoh dan tidak beradab.

 

Kata al-buhum adalah jamak dari bahimah yang artinya domba atau kambing kecil. Dalam riwayat lainnya, kata-kata ini telah digunakan Qatadah untuk menafsirkan sabda Rasulullah yakni para penggembala kambing.

 

Sabda Nabi Saw., “Sika budak wanita telah melahirkan tuannya,” sedangkan dalam riwayat lainnya adalah tuan. Menurut Waki’ maksudnya adalah orang Ajam (non Arab) melahirkan orang Arab, sebagaimana yang disebutkan Ibnu Majah dalam Sunan-nya.

 

Para ulama berkata, itu terjadi disebabkan kaum muslimin pada saat itu menduduki negeri-negeri kafir. Lalu, banyak wanita-wanita tawanan yang mereka jadikan istri, dan lahirlah anak-anak Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Qaisi al-Qurthubi yang terkenal dengan Ibnu Hujjah, dia berkata dengan berkali-kali, bahwa itu merupakan kabar tentang orang-orang kafir yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin, sebagaimana yang telah terjadi di zaman ini. Di mana, mereka telah menguasai Andalusia, Khurasan, dan negeri-negeri lainnya,. Maka mereka menahan para wanita hamil dan anaknya yang masih kecil. Kemudian, keduanya dipisahkan sehingga anak itu tumbuh besar. Lalu, ada kemungkinan keduanya akan berkumpul dan menikah sebagaimana banyak yang telah terjadi, Inna lilahi wa inna ilaihi raji’iun. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan dalam sabda Nabi Saw., “Jika seorang wanita telah melahirkan suaminya.-”

 

Hadis tersebut sesuai dengan tanda-tanda di atas, di samping sabda Nabi Saw. lainnya, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum bangsa Romawi menjadi penduduk yang terbanyak di bumi ini.” Wallahu a‘lam

 

Lima Belas Perkara yang Menyebabkan Datangnya Bencana

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika umatku telah melakukan lima belas perkara, maka mereka akan ditimpa suatu bencana.” Lalu dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau lalu bersabda, “Jika harta rampasan perang dianggap sebagai harta negara; amanat dianggap sebagai ghanimah; zakat dianggap sebagai utang; suami patuh kepada istrinya, tapi mendurhakai ibunya; seseorang berbuat baik kepada sahabatnya, tapi mencaci maki ayahnya; di masjid-masjid banyak terdengar suara-suara keras; pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka; seseorang dihormat karena takut kejahatannya; berbagai arak sudah menjadi minuman biasa; kain sutra sudah banyak dipakai; para penyanyi dan alat musik dijadikan sesuatu yang disukai; dan generasi terakhir dari umat ini melaknati pendahulunya. Maka, pada saat itu mereka tinggal menunggu datangnya angin merah (hamra’), tanah longsor, atau perubahan wujud.” Menurut Tirmidzi, hadis ini gharib karena di dalam isnadnya terdapat nama Faraj bin Fudhalah, seorang perawi yang lemah hafalannya.

 

Tirmidzi juga meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika harta fa’i dianggap sebagai harta negara; amanat dianggap sebagai ghanimah; zakat dianggap sebagai utang; ilmu selain ilmu agama banyak diperdalam; suami sudah patuh kepada istrinya, tapi mendurhakai ibunya; seseorang lebih dekat kepada sahabatnya, tapi menjauh dari ayahnya; di masjid-masjid sudah muncul suara-suara gaduh; suatu kabilah dipimpin oleh orang fasik di kalangan mereka; pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka; seseorang dihormati karena takut kejahatannya; para penyanyi dan alat musik banyak bermunculan di mana-mana; berbagai arak sudah menjadi minuman biasa; dan generasi terakhir dari umat ini melaknati pendahulunya. Maka, pada saat itu mereka tinggal menunggu datangnya angin merah (hamra’), gempa bumi, tanah longsor, perubahan wujud, pelemparan batu dari langit, atau tanda-tanda lainnya yang datang secara bertubi-tubi, laksana kalung mutiara yang rapuh dan putus benangnya, lalu lepas terurai.”

 

Perubahan Wujud

 

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada akhir zaman, akan ada suatu kaum dari umatku yang diubah menjadi kera dan babi.’ Lalu dikatakan, “Wahai Rasulullah, bukannya mereka juga bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa engkau adalah utusan Allah, dan mereka juga berpuasa?” Beliau menjawab, “Benar.” Lalu dikatakan, “Lalu apa salah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Mereka suka memainkan alat-alat musik, menyanyi, menabuh rebana, dan meminum berbagai macam arak. Semalaman mereka bergadang sambil minum-minum dan bersenang-senang. Lalu paginya, mereka diubah menjadi kera dan babi.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Malik al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, akan ada beberapa Orang dari umatku yang meminum arak. Mereka menamainya dengan nama lain. Di atas kepala mereka, dimainkan alat-alat musik dan para penyanyi wanita. Maka, Allah membenamkan mereka ke dalam bumi, dan mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Malik bin Abu Maryam, dia berkata, kami menemui Abdurrahman bin Ghanim lalu kami membahas ath-thalla’ —anggur yang dimasak hingga menjadi minuman keras—. Dia lalu berkata, Abu Malik al-Asy’ari telah berkata kepadaku bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, akan ada beberapa orang dari umatku yang meminum arak. Mereka menamainya dengan nama lain.”

 

Ibnu Abu Syaibah menambahkan, “Di atas kepala mereka, dimainkan alat-alat musik dan para penyanyi wanita. Lalu Allah membenamkan mereka ke dalam bumi.”

 

Abu Muhammad Abdul Haq berkata, mereka berdua meriwayatkannya dari hadis Mu’awiyah bin Shalih al-Himsh. Namun, sebagian mereka mendaifkannya, yakni Yahya bin Mu’in dan Yahya bin Sa’id, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Abu Hatim. Dan, Abu Hatim berkata mengenai hadis tersebut, “itu hadis hasan, dan tidak bisa dijadikan Nhujah. Namun, Ahmad bin Hanbal dan Abu Zar’ah menganggapnya tsiqat.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Malik al-Asy’ari, atau dari Abu Amir bahwa dia mendengar Nabi Saw. bersabda, akan ada beberapa orang dari umatku yang menghalalkan perzinaan, sutra, dan alat-alat musik. Dan, sungguh akan ada beberapa kaum yang tinggal di seorang alim. Lalu, orang alim tersebut memberi kKeleluasaan terhadap mereka. Karena ada suatu urusan, lalu orang alim itu datang kepada mereka, tetapi mereka menolaknya dengan mengatakan, “Datanglah lagi kepada kami besok.” Maka pada malam harinya, Allah membiarkan mereka tidur, dan menghapus ilmu. Dan, Allah juga mengubah yang lain-lainnya menjadi kera dan babi sampai hari Kiamat nanti.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, hadis ini mensahihkan hadis-hadis sebelumnya.

 

Sebuah Kisah Tentang Tanda-tanda Kiamat

 

Pertama, diriwayatkan oleh al-Khathib Abu Bakar Ahmad bin Ali dari Abdurrahman bin Ibrahim ar-Rasibi dari Malik bin Anas dari Nafi’ bin Umar, dia berkata bahwa Khalifah Umar bin Khaththab berkirim surat kepada Sa’ad bin Abu Waaqaash di Qadisiah, agar memerintahkan Nadhlah Abu Mu’awiyah al-Anshari bergerak ke Hulwan Irak, dan menyerang daerah-daerah pinggiran kota tersebut. Maka Sa’ad pun mengirim Nadhliah dengan membawa pasukan berkuda sebanyak 300 personil. Maka mereka pun berangkat hingga tiba di daerah Hulwan irak. Tanpa mengalami kesulitan, pasukan kaum mustimin berhasil menaklukkan musuh. Maka, mereka pun pulang dengan membawa harta ghanimah dan sejumlah tawanan.

 

Ketika hampir habis waktu Asar, dan matahari sudah hampir tenggelam, maka mereka pun membawa ghanimah dan tawanan itu ke kaki sebuah gunung. Kemudian Nadhiah mengumandangkan azan. Ketika berseru, “Allahu Akbar,” tiba-tiba terdengar suara yang menyahut dari dekat, “Kamu benar-benar telah bertakbir hai Nadhlah.” Nadhiah berseru lagi, “Asyhadu anla ilaha illallah,” terdengar sahutan, “!Itu kalimat ikhlas, hai Nadhlah.” Nadhlah berseru lagi, “Asyhadu anna muhammadar rasulullah,” terdengar sahutan, “Dia adalah pemberi peringatan yang pernah dikabarkan oleh Nabi Isa a.s.. Kiamat akan tiba pada zaman umatnya yang terakhir.”

 

Nadhiah berseru lagi, “Hayya ‘alash shalah,’ terdengar sahutan, “Sungguh beruntung orang yang rajin menunaikannya.” Nadhlah berseru lagi, “Hayya ‘alal falah,” terdengar sahutan, “Sungguh beruntung orang yang mau memenuhi ajakan Muhammad.’ Nadhiah mengakhiri azannya, “Allahu akbar Allah akbar, la ilaha illallah,” terdengar sahutan, “Kamu sepenuhnya telah ikhlas, hai Nadhlah. Karenanya, Allah melarang neraka menyentuh jasadmu.”

 

Selesai azan, Nadhlah bertanya kepada makhluk itu, “Siapakah kamu, semoga Allah merahmailmu? Kamu ini malaikat, jin, ataukah sekelompok, dari hamba-hamba Allah? Kamu tetah memperdengarkan suaramu kepada kami. Sekarang tunjukkan sosokmu! Kami adalah delegasi Allah, delegasi Rasul-Nya, dan juga delegasi Umar bin Khaththab.”

 

Tiba-tiba gunung itu terbelah, dan muncullah sosok manusia dengan rambut kepala dan jenggot berwarna putih. Dia berpakaian dart wol yang sudah usang. Makhluk itu lalu berkata, “Assalamu‘alaikum warahmatullahi wabarokatuh.” Kami menjawab, “Walaikassalam warahmatullahi wabarakatuh, siapa kamu ini sebenarnya. Semoga Allah selalu merahmailmu?” Dia menjawab, “Namaku Zarnab bin Barsamala. Isa bin Maryamlah yang telah menyuruhku agar tetap tinggal di tempat ini, dan yang mendoakanku berumur panjang, hingga kelak dia akan turun kembali dari langit, lalu membunuh babi, memberantas lambang salib, dan membersihkan dirinya dari perkataanperkataan kaum Nashrani. Aku tidak sempat bertemu dengan Nabi Muhammad, tolong sampaikan salamku kepada Umar. Katakan padanya supaya tetap berada pada jalan yang lurus, karena sebentar lagi akan terjadi kiamat. Dan, kabarkan pula kepadanya perkara-perkara yang tadi sudah aku beritahukan kepada kalian.

 

Dan, apabila perkara-perkara ini telah terjadi di kalangan umat Muhammad Saw., maka larilah, larilah. Perkara-perkara tersebut yaitu: Jika kaum laki-laki mencari kepuasan dengan laki-laki, begitu juga dengan kaum wanitanya; orang mengaku-ngaku mempunyai nasab keturunan orang lain, dan mengaku berkerabat dengan selain majikan mereka; kaum tua tidak sayang lagi kepada yang lebih muda, dan kaum muda pun tidak menghargai lagi yang lebih tua; kebajikan ditinggalkan hingga tiada lagi yang menyuruh untuk melakukannya, dan kemungkaran dibiarkan hingga tidak ada lagi yang melarangnya.

 

Jika orang alim di antara mereka belajar ilmu hanya untuk mendapatkan dirham dan dinar; hujan jarang sekali turun; anak-anak memarahi orang tuanya; orang-orang bersaing membangun menara-menara yang tinggi; mushaf-mushaf banyak ditelantarkan; bangunan-bangunan dibuat menjulang tinggi dan megah; orang menjadi budak dari nafsunya; menjual agama dengan dunia; masalah darah dianggap sepele; Hubungan silalurrahim banyak diputuskan; Hukum ramai dijual belikan; riba marak dimakan; harta kekayaan menjadi kebanggaan; seorang laki-laki keluar dari rumahnya, lalu datang Kepadanya orang yang lebih baik darinya, maka laki-laki tersebut memberi salam kepadanya; dan, kaum wanita biasa pergi sendirian.” Kemudian, makhluk itu pun menghilang dari pandangan kami.

 

Maka, Nadhliah pun menulis surat kepada Sa’ad, dan Sa’ad pun menulis surat kepada Umar bin Khaththab. Lalu Umar berkirim surat kepada Sa’ad yang isinya, “Hai Sa’ad, Demi Allah, berangkatlah kamu bersama kaum Muhajirin dan Anshar ke kaki gunung itu. Jika kamu menemukan makhluk itu, maka sampaikan salamku kepadanya. Itu karena Rasulullah Saw. pernah menceritakan kepada kami bahwa ia adalah salah satu makhluk yang telah diberi perintah oleh Isa bin Maryam. Makhluk tersebut tinggal di gunung itu, yaitu sebuah tempat di wilayah Irak.”

 

Lalu, Sa’ad pun berangkat ke gunung itu dengan membawa 4000 orang yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, dan tinggal di sana selama 40 hari. setiap kali dia mengumandangkan azan, tidak pernah lagi terdengar sama sekali suara yang menyahut.

 

Al-Khathib berkata, Ibrahim bin Raja’ Abu Musa telah menyelidiki Abdurrahman ar-Rasibi mengenai periwayatannya dari Malik. Namun, riwayat tersebut tidak tsabit. .

 

Kedua, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim sebuah hadis dari Hudzaifah bin al-Yaman, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat ada 72. Yaitu, jika kalian melihat manusia sudah tidak mau lagi mengerjakan shalat, menyia-nyiakan amanat, memakan harta riba, menghalalkan dusta, meremehkan darah, meninggikan bangunan-bangunan, menjual agama dengan dunia, memutuskan hubungan kekeluargaan, hukum menjadi lemah, kebohongan dibenarkan, sutra ramai dipakai, kezaliman merajalela, perceraian terjadi di mana-mana, dan kematian terjadi secara mendadak, pengkhianat dipercaya, orang jujur dianggap berkhianat, pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan, tuduhan zina semakin marak, hujan jarang sekali turun, anak suka marah-marah, orang-orang bodoh bermunculan, orang-orang mulia semakin jarang, para penguasa lalim, para menteri berdusta, penerima amanat berkhianat, pemuka masyarakat berbuat zalim, dan para qari’ fasik.

 

Jika mereka memakai pakaian dari bahan kulit domba, sementara hati-hati mereka lebih busuk daripada bangkai dan lebih pahit daripada shabir —getah pohon yang paling pahit maka Allah akan menimpakan bencana kepada mereka, hingga mereka merasa kebingungan sebagaimana yang pernah dialami oleh orang-orang Yahudi yang zalim. Jika dinar dan dirham bermunculan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan, para pemimpin menyimpang, mushaf-mushaf dihiasi, masjid-masjid digambari, mimbar-mimbar ditinggikan, hati-hati manusia banyak yang rusak, arak banyak diminum, hukum-hukum tidak ditegakkan, budak wanita melahirkan tuannya, orang-orang yang tidak beralas kaki dan telanjang menjadi penguasa, seorang wanita ikut suaminya berniaga, kaum laki-laki menyerupai wanita, dan kaum wanita menyerupai laki-laki.

 

Jika bersumpah atas nama Allah, memberikan kesaksian tanpa diminta, mengucapkan salam kepada orang yang dikenainya saja, memperdalam ilmu selain ilmu agama, mencari dunia dengan amalan akhirat, harta rampasan perang (ghanimah) dianggap sebagai harta negara, amanat dianggap sebagai ghanimah, zakat dianggap sebagai utang, pemimpin suatu kaum adalah orang yang paling hina di antara mereka, durhaka kepada ayahnya, membenci ibunya, berbuat baik hanya kepada teman dekatnya saja, suami taat kepada istrinya, terdengar teriakan suara orang fasik di masjid-masjid, para biduan dan para pemain musik beraksi, arak diminum di jalan-jalan, kezaliman dijadikan sebagai kebanggaan, Hukum ramai dijualbelikan, banyak syarat-syarat dalam perjanjian, al-Qur’an dijadikan lagu-lagu, kulit-kulit binatang buas dijadikan pakaian rangkap, masjid-masjid dijadikan jalan, dan generasi terakhir dari umat ini melaknati pendahulunya. Maka, pada saat itu mereka tinggal menunggu datangnya angin merah (hamra’), tanah longsor, pelemparan batu, dan tanda-tanda azab Allah lainnya.” Hadis ini gharib dari Abdullah bin Umar dari Hudzaifah. Sepengetahuan kami, tak ada yang meriwayatkan hadis ini darinya selain Far] bin Fadhalah.

 

Syekh al-Qurthubi berkata, tanda-tanda ini telah dijelaskan pada hadis-hadis sebelum-.nya dengan terpisah-pisah. Semuanya mempunyai penafsiran yang sama, Kecuali pada ungkapan, “Kulit-kulit binatang buas dijadikan pakaian rangkap.”

 

Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dari Amir asy-Sya’bi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Di antara tanda-tanda dekatnya Kiamat ialah jika bulan sabit (hilal) terlihat sebelum waktunya, sehingga dikatakan, itu untuk dua malam, masjid-masjid dijadikan jalan, dan kematian secara mendadak terjadi di mana-mana.”

 

Al-Jauhari berkata, makna, “Sebelum waktunya,’”’ adalah bulan sabit itu terlihat saat terbit karena besarnya. Pada hadis lain dijelaskan, “Di antara tanda-tanda Kiamat adalah membesarnya bulan sabit.” Dan, ada juga yang menyatakan, maksudnya adalah aku melihat hilal dengan begitu jelasnya.

 

Ulama di Akhir Zaman

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dafam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari Umar bin . Abu Umar dari Hisyam bin Khalid ad-Dimsyigi dari Ismail bin tyasy dari Laits dari Ibnu Sabith dari Abu Umamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kelak, di tengah-tengah umatku akan muncul keguncangan, sehingga orang-orang mendekat kepada para ulama mereka. Namun, tiba-tiba saja mereka berubah menjadi kera dan babi.”

 

Abu Abdullah berkata, maksud dari kata al-maskh adalah perubahan wujud dari bentuk yang ash. Wujud para ulama diubah karena mereka berani mengubah kebenaran dari aslinya, menyelewengkan kalimat-kalimat dari yang semestinya, dan menutup mata serta hati mereka sehingga tidak bisa melihat kebenaran.

 

Akibatnya, Allah mengubah wujud mereka, sebagaimana mereka mengubah kebenaran menjadi kebatilan.

 

Diangkatnya Amanat dan Iman dari Hati Manusia

 

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan lainnya, dan lafaznya menurut Muslim dari Hudzaifah, dia berkata, Rasulullah Saw. telah menceritakan kepada kami dua hadis, yang salah satunya sudah aku lihat, dan satunya lagi aku tunggu. Beliau menceritakan kepada kami, “Sesungguhnya amanat itu turun ke dalam akar hati manusia. Kemudian al-Qur’an turun, lalu mereka pun mengerti hukum dari alQur’an dan sunah.”

 

Kemudian beliau menceritakan kepada kami tentang diangkatnya (hilangnya) amanat, lalu beliau bersabda, “Seseorang tidur sejenak, lalu amanat itu diambil dari hatinya, maka jadilah bekasnya seperti bekas titik. Kemudian dia tidur lagi sejenak, lalu amanat itu diambil dari hatinya, maka jadilah bekasnya seperti bengkak, sebagaimana halnya bara api yang kamu gelincirkan di atas kakimu lalu melepuh. Kemudian kamu melihatnya menggelembung, tetapi di dalamnya tidak apa pun.”

 

Hudzaifah lalu mengambil batu kecil, dan menggelindingkannya di atas kakinya hingga melepuh. Beliau lalu bersabda lagi, kemudian, pagi-pagi manusia melakukan jual beli, hingga hampir tidak ada seorang pun yang menunaikan amanat. Selanjutnya dikatakan, “Sesungguhnya dalam golongan si Fulan ada seorang laki-laki yang dapat dipercaya.” Dan, dikatakan kepada seseorang, “Betapa tegarnya dia, betapa hebatnya dia, dan betapa pandainya dia.” Tetapi di dalam hatinya tidak terdapat iman seberat biji sawi pun.”

 

Hudzaifah berkata, “Sungguh, suatu zaman pernah datang kepadaku, dan aku tidak memedulikan siapa pun di antara kalian yang bertransaksi denganku. Kalau dia seorang muslim, niscaya agamanya akan membuat dia kembali lagi kepadaku. Dan, kalau dia seorang Yahudi atau Nasrani, niscaya pemimpinnya akan mengembalikannya kepadaku. Adapun hari ini, aku tidak melakukan jual beli selain kepada si Fulan dan si Fulan.”

 

Keterangan:

 

“Akar,” maksudnya adalah pangkal. Baik nasab, perhitungan, pohon, atau yang lainnya. “Bekas titik,” maksudnya adalah bekas yang tipis. “Bengkak,” maksudnya adalah lepuhan yang menggelembung yang berisi air di dalamnya. “Menggelembung,” maksudnya kulitnya membesar.

 

“Sungguh, suatu zaman pernah datang kepadaku ….” maksudnya adalah bahwa amanat itu pernah ada, lalu aku menceritakannya pada saat itu. “Niscaya pemimpinnya akan mengembalikannya kepadaku,” maksudnya adalah nanti akan ada seorang pemimpin di kalangan Yahudi dan Nasrani yang bersikap adil kepadaku, walaupun dia tidak beragama Islam.

 

“Aku tidak melakukan jual beli selain kepada si Fulan dan si Fulan,” Abu Ubaidah menjelaskan, jual beli yang dimaksud adalah jual beli yang disebabkan oleh sedikitnya amanat.

 

IImu Lenyap dari Manusia, dan Ilmu Fara’idh-lah yang Pertama Kali Akan Hilang

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Waki’ dari al-A’masyi dari Salim bin Abu al-Ja’du dari Ziyad bin Labid, dia berkata bahwa Nabi Saw. menyebutkan sesuatu lalu beliau bersabda, “Yang demikian itu. terjadi pada saat hilangnya ilmu.” Ziyad bertanya, “Bagaimana ilmu itu dapat hilang, sementara kami selalu membaca al-Qur’an, membacakannya kepada anak-anak kami, dan anak-anak kami pun membacakannya kepada anak-anak mereka hingga hari Kiamat?” Beliau menjawab, “Ibumu kehilanganmu, hai Ziyad! Sungguh, aku mengira kamu adalah orang yang paling faqih di Madinah. Bukankah orang-orang Yahudi dan Nasrani juga membaca Taurat dan Injil, namun mereka tidak mengamalkan isinya sama sekali?”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jubair bin Nafir dari Abu Darda’, dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Saw., maka beliau melayangkan pandangannya ke langit, lalu bersabda, “Inilah saatnya ilmu diambil dari manusia sehingga mereka tidak sanggup mendapatkannya lagi.” Maka Ziyad bin Labid al-Anshari bertanya, “Bagaimana ilmu bisa diambil dari kami, padahal kami selalu membaca al-Qur’an. Demi Allah, kami akan selalu membacanya, dan pasti akan membacakannya juga Kepada istri-istri kami dan anak-anak kami.” Beliau bersabda, “ibumu kehilanganmu, hai Ziyad. Sungguh, aku mengira kamu adalah orang yang paling faqih di Madinah. Taurat dan Injil yang ada pada orang-orang Yahudi dan Nasrani, apakah itu bermanfaat bagi mereka?”

 

Jubair berkata, setelah mendengar hadis itu, aku menemui Ubadah bin Shamit dan bertanya, “Sudahkah kamu mendengar apa yang dikatakan saudaramu, Abu Darda’?” Kemudian aku ceritakan apa yang dikatakan Abu Darda’. Kemudian Ubadah berkata, “Abu Darda’ benar. Kalau mau, aku bahkan ingin menceritakan kepadamu tentang ilmu yang pertama kali akan diangkat Allah dari tengah-tengah manusia, yaitu kekhusyuan. Tidak akan lama lagi, akan ada seseorang memasuki masjid untuk berjamaah, namun dia tidak melihat seorang pun di sana yang khusyu.”

 

Menurut Abu isa, ini adalah hadis gharib. Mu‘awiyah bin Shalih adalah seorang rawi yang dapat dipercaya (tsiqat) menurut Ahli Hadis. Yang aku tahu, hanya Yahya bin Sa’id al-Qaththan yang selalu membicarakan tentang dirinya (Mu’awiyah bin Shalih). Dan, sebagian ulama meriwayatkan hadis tersebut dari Abdurrahman bin Jubair bin Nafir dari ayahnya dari Auf bin Malik.

 

Menurut Syekh al-Qurthubi, hadis tersebut juga diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Muhammad Abdul Ghani dari Abdullah bin Ja’far ibnu al-Warad dari Yahya bin Ayyub dari Yahya bin Bakir dari al-Laits dari Ibrahim bin Abu “Ablagh dari Al-Walid bin Abdurrahman dari Jubair bin Nafir dari Auf bin Malik al-Asyja’i, dia berkata, pada suatu hari, Rasulullah Saw. memandang ke langit, lalu bersabda, “Inilah waktunya ilmu diangkat.” lalu seorang sahabat Anshar bernama Ziyad bin Labid bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin ilmu bisa diangkat? Bukankah ilmu itu sudah ditulis dalam kitab-kitab dan dihafal di dalam dada?” Rasulullah Saw. menjawab, “Sungguh, aku mengira kamu adalah orang yang paling faqih di Madinah.” Kemudian beliau menyebutkan orang-orang Yahudi dan Nasrani berikut kesesatan mereka terhadap Kitab Allah yang berada pada mereka.

 

Ketika hal itu kuceritakan kepada Syaddad bin Aus, dia berkata, “Auf bin Malik benar. Maukah kamu aku beritahu mengenai yang pertama kali akan hilang? Yaitu, kekhusyuan sehingga kamu tidak akan melihat seorang pun yang khusyu.” Telah disebutkan bahwa hadis ini merupakan hadis hasan.

 

Menurutku, hadis ini pula telah disebutkan dalam Musnad Ziyad bin Labid dengan sanad sahih seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Majah. Hadis tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dari diangkatnya ilmu adalah dicabut pengamalannya, sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Mas’ud, “Bukanlah menghafal alQur’an itu dengan menghafal huruf-hurufnya, akan tetapi dengan menegakkan hukum-hukumnya.” Setelah diangkat pengamalannya, barulah dihilangkan tulisan dan kitab hingga tak tersisa satu ayat pun darinya.

 

Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan ibnu Majah sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pelajarilah ilmu Fara’idh, dan ajarkanlah ilmu itu kepada manusia, karena ia adalah separuh ilmu. ilmu tersebut akan dilupakan, dan ilmu yang pertama kali dicabut dari umatku.” Ini menurut lafaz ad-Daruquthni.

 

Hadis-hadis tersebut tidak saling bertentangan. Sebab, Khusyu adalah ilmu yang menyangkut hati, seedangkan ilmu Fara’idh adalah ilmu lahiriah. Jadi, keduanya berbeda. Alhamdu Lillah.

 

Lenyapnya Islam dan al-Qur’an

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ali bin Muhammad dari Abu Mu’awiyah dari Abu Malik al-Asyja’i dari Rabi’i bin Harrasy dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, islam akan hilang seperti hilangnya lukisan pada kain, sehingga orang tidak mengetahui lagi apa itu puasa, shalat, ibadah, ataupun sedekah. Sungguh, Kitab Allah akan lenyap di waktu malam, sehingga di muka bumi tidak tersisa satu pun ayatnya. Lalu, yang tinggal hanyalah beberapa kelompok manusia, yakni kakek-kakek dan nenek-nenek yang berkata, “Kami mendapati nenek moyang kami membaca kalimat ini, “La ilaha iHallah”, maka kami pun mengucapkannya.”

 

Shilah berkata kepada Hudzaifah, “Kalimat “La ilaha illallah” tersebut tidak memberikan manfaat kepada mereka, karena mereka tidak mengetahui apa itu shalat, puasa, ibadah, ataupun sedekah.” Lalu, Hudzaifah berpaling darinya. Kemudian, Shilah mengulangi kembali ucapannya sebanyak tiga kali, namun Hudzaifah tetap saja berpaling. Setelah itu, Hudzaifah menghadap kepadanya dan berkata sebanyak tiga kali, “Hai Shilah, kalimat itu akan menyelamatkan mereka dari neraka.”

 

Menurutku, peristiwa itu terjadi setelah kematian Nabi isa a.s., bukan ketika munculnya Ya’juj dan Ma‘juj. Hal ini berdasarkan riwayat hadis Muqatil seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Menurut Abu Hamid al Ghazali, misi Nabi lisa a.s. turun kembali ke dunia adalah untuk memperbaharui syariat islam yang telah terhapus. Mengenai penjelasannya, insya Allah akan diterangkan nanti.

 

Sepuluh Tanda Datangnya Hari Kiamat, dan Penjelasan Ayat, ‘‘Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.’’ (QS. al-Qamar: 1)

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata, kami pernah duduk di bawah naungan sebuah tembok di Madinah. Sementara, pada saat itu Rasulullah Saw. berada di dalam Kamar. Lalu, beliau menengok kami dan bertanya, “Sedang apa kKalian duduk di situ?” Kami menjawab, “Kami sedang bercakap-cakap.” Beliau lalu bertanya, “Tentang apa?” Kami menjawab, “Tentang kiamat” Lalu, beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian tidak akan melihat kiamat sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya. Pertama-tama ialah matahari terbit dari arah barat, kemudian kabut (asap), kemudian Dajal, kemudian binatang melata, kemudian tiga kali tanah longsor: sekali di Ilmur, sekali di Barat, dan sekali di semenanjung Arab, kemudian turunnya Isa, dan keluarnya Ya’juj dan Ma’juj. Dan, yang terakhir dari semua itu ialah keluarnya api dari Yaman, dari sebuah lubang di Aden. Api itu akan menggiring manusia ke tempat penghimpunan.” Demikian dituturkan oleh al-Qutbi dalam kitabnya, Uyun al-Akhbar.

 

Hadis yang semakna diriwayatkan oleh Muslim dari Hudzaifah, dia berkata, ketika kami sedang berbincang-bincang tentang kiamat, maka Rasululllah Saw. muncul kepada kami dari sebuah kamar dan bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul sepuluh tanda-tandanya. Yaitu, matahari terbit dari arah barat, Dajal, kabut (asap), binatang melata, Ya’juj dan Ma’juj, turunnya Isa bin Maryam, tiga kali tanah longsor: sekali di timur, sekali di Barat, dan sekali di semenanjung Arab, dan api yang keluar dari sebuah jurang di Aden. Api itu akan menggiring manusia ke tempat penghimpunan, dan akan menemani mereka, siang dan malam.”

 

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi, dan menganggapnya sebagai hadis hasan.

 

Dalam riwayat lain disebutkan, “.. Kabut, Dajal, binatang melata, matahari terbit dari arah barat, turunnya Isa bin Maryam, tiga kali tanah longsor: sekali di Ilmur, sekali di Barat, dan sekali di semenanjung Arab, dan yang terakhir dari semua itu ialah api yang Keluar dari Yaman, yang akan menggiring manusia ke tempat penghimpunan.”

 

Diriwatkan oleh Bukhari dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tanda kiamat yang pertama kali ialah munculnya api yang mengumpulkan manusia dari Ilmur ke Barat.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata, aku masih ingat bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya tanda kiamat yang pertama kali keluar ialah matahari terbit dari arah barat, dan keluarnya binatang melata kepada manusia di waktu dhuha. Dan, mana saja di antara keduanya yang lebih dulu keluar maka yang lainnya terjadi setelahnya dalam waktu dekat.”

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah secara marfu’, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seakan-akan aku melihat seorang Habasyah. Dia mempunyai dua betis yang kecil, kedua matanya biru, berhidung pesek, dan berperut besar. Dia bersama teman-temannya merapatkan kedua telapak kakinya di atas Ka’bah. Mereka menghancurkan Ka’bah, batu demi batu. Kemudian, mereka membawa batu-batuan tersebut dan melemparkannya ke laut. maka, pada saat itulah muncul tanda-tanda kiamat yang lebih mengerikan lagi. Yaitu, matahari terbit dari arah barat, kemudian Dajal, kemudian Ya’juj dan Ma’juj, kemudian binatang melata ….” al-Hadis.

 

Deretan Kejadian Tanda-tanda Kiamat

 

Tanda-tanda hari Kiamat yang diterangkan dalam hadis-hadis di atas tidak berurutan, Hanya pada hadis Hudzaifah yang diterangkan secara berurutan dengan memakai kata tsumma (kemudian), meskipun urutannya bukan begitu.

 

Karena, ada lagi hadis dari Hudzaifah, yang urutannya berbeda dengan yang pertama, sebagaimana yang diterangkan dalam hadis Muslim dari Hudzaifah bahwa Rasulullah Saw. berada di kamar atas, dan kami berada di bawahnya. Beliau lalu memandang ke arah kami dan bertanya, “Apa yang sedang kalian perbincangkan?” Kami menjawab, “Kiamat.” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi sebelum kalian melihat sepuluh tanda-tandanya. Yaitu, tanah longsor di timur, tanah longsor di Barat, tanah longsor di Semenanjung Arab, kabut (asap), Dajal, binatang melata, Ya’juj dan Ma’juj, matahari terbit dari arah barat, dan keluarnya api dari jurang di Aden yang menggiring manusia.”

 

Menurut salah seorang perawi, tanda kiamat yang kesepuluh ialah turunnya Isa bin Maryam. Sementara menurut perawi lain ialah angin yang melemparkan manusia ke laut. Diriwayatkan oleh Muslim

 

Berdasarkan riwayat tersebut, maka tanda-tanda kiamat yang pertama-tama ialah tiga peristiwa tanah longsor. Salah satunya sudah pernah terjadi pada zaman Nabi Saw., sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Ibnu Wahab sebelumnya.

 

Menurut Abu al-Faraj ibnu al-Jauzi, di Irak, di wilayah al-Ajam, pernah terjadi gempa dan beberapa kali tanah longsor yang hebat, hingga menewaskan banyak korban nyawa manusia.

 

Menurutku, keterangan beberapa orang guru saya, gempa berkekuatan besar juga pernah terjadi di bagian timur Andalusia. Tepatnya di sebuah desa Qatharthandat. Begitu hebatnya bencana tersebut hingga sanggup memusnahkan sebuah gunung di sana.

 

Menurut keterangan beberapa teman saya, bencana yang sama hebatnya juga pernah terjadi di sebuah desa yang bernama Tursah. Sehingga, menewaskan hampir seluruh penduduknya. Hanya beberapa orang saja yang berhasil selamat.

 

Dalam riwayat hadis di atas disebutkan bahwa binatang melata itu Keluar terlebih dahulu sebelum Ya’juj dan Ma’juj. Ini tidak benar. Tanda-tanda hari Kiamat yang pertama ialah munculnya Dajal, kemudian turunnya Nabi isa a.s., kemudian keluarnya Ya’juj dan Ma’juj. Ketika Allah telah membunuh mereka semua dengan ulat di leher-leher mereka, seperti yang akan diterangkan nanti, lalu Dia mencabut nyawa Nabi Isa a.s., sehingga bumi menjadi kosong dari kenabian. Dan, akhirnya sebagian syiar islam pun menghilang. Maka pada saat itulah manusia kembali pada kebiasaan semula, yakni berlaku kafir dan fasik.

 

Selanjutnya, Allah mengeluarkan binatang melata kepada mereka. Sehingga, orang mukmin bisa dibedakan dari orang kafir yang terus dalam kekufurannya. Binatang tersebut akan menghentikan orang-orang kafir dari kekafiran mereka, dan menghentikan orang-orang fasik dari kefasikan mereka. Kendati pun demikian, mereka masih diberi kesempatan untuk bertobat. Selanjutnya, binatang melata itu pun lenyap, dan manusia kembali lagi lalai.

 

Ketika manusia tetap saja mengerjakan perbuatan jahat, maka terbitlah matahari dari arah barat. Dan pada saat itulah, tidak ada lagi kesempatan bagi orang kafir maupun orang fasik untuk bertobat. Mereka sudah tidak dibebani lagi untuk menjalankan syariat. Maka, sejak saat itu kiamat sangat dekat, karena Allah Ta’ala telah berfirman,

 

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

 

Jadi, kalau mereka sudah tidak lagi dibebani menyembah Allah, maka sudah tentu tidak lama lagi umur dunia akan segera berakhir. Demikian menurut para ulama.

 

Adapun mengenai kabut (asap), itu disinggung dalam sebuah riwayat dari Hudzaifah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara tanda-tanda hari Kiamat ialah kabut yang memenuhi timur dan barat. lta akan berada di bumi selama 40 hari.” Bagi orang mukmin yang terkena kabut tersebut, ia hanya terserang penyakit semacam flu. Tetapi, bagi orang kafir, ia akan mabuk. Kabut itu masuk dari lubang hidungnya, kerongkongannya, matanya, telinganya, dan anusnya. Ada yang mengatakan bahwa kabut tersebut berasal dari pengaruh neraka Jahanam pada hari Kiamat.

 

Demikian yang diriwayatkan dari Ali, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Malikah, dan al-Hasan. iItulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tarmpak jelas.” (QS. adhDukhan: 10)

 

Menanggapi ayat tersebut Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan dukhan di sini yaitu kesulitan dan kesusahan yang pernah menimpa kaum Quraisy, sehingga langit terlihat oleh mereka seperti berkabut pada saat itu. Akibat dari kesulitan tersebut, mereka terpaksa memakan tulang-tulang.

 

Dan, sungguh kejadian itu sudah pernah terjadi, baik peristiwa kekerasan, turunnya kabut tebal, dan azab. Hadis yang menceritakan peristiwa tersebut terdapat dalam Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadis lainnya.

 

Ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan itu adalah peristiwa Perang Badar.

 

Menurut Abu al-Khaththab bin Dihyah, peristiwa munculnya Kabut tersebut terjadi sebanyak dua Kali. Pertama, itu sudah pernah terjadi. Dan kedua, yang akan terjadi nanti. Yang telah terjadi adalah kabut yang mereka lihat seperti kabut-kabut biasa. Bukan kabut yang menjadi salah satu tanda-tanda datangnya hari Kiamat. Dan tidaklah menyalahi, pada saat kabut tersebut ada, maka orang-orang yang akan berkata sebagaimana dalam firman-Nya,

 

“Ya Tuhan kami, lenyapkanlah azab itu Cari kami. Sungguh, kami akan beriman.” (QS. ad-Dukhan: 12)

 

Namun, setelah azab itu dilenyapkan, maka mereka kembali lagi berbuat dosa.

 

Apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud, itu bukan berasal dari Nabi Saw.. Itu adalah penafsirannya sendiri, yang ternyata bertentangan dengan nash yang bersumber dari Rasulullah Saw..

 

Syekh al-Qurthubi berkata, ada riwayat dari Ibnu Mas’ud sebagaimana yang dikutip oleh Mujahid. lbnu Mas’ud berkata bahwa peristiwa munculinya kabut terjadi dua kali. Yang pertama telah terjadi, dan yang kedua ialah kabut yang akan memenuhi antara langit dan bumi. Kabut ini akan membuat seorang yang beriman terserang semacam penyakit flu, tetapi membuat telinga orang kafir sangat tersiksa. Saat itu, bertiuplah angin selatan dari Yaman, yang akan mencabut nyawa setiap orang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga yang tersisa hanyalah orang-orang jahat.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai yang dimaksud dengan kata al-bathsyah (kekerasan) dan izamm (keputusan) dalam riwayat hadis di atas. Menurut Ubay,. yang dimaksud al-bathsyah ialah pembunuhan dengan senjata pedang pada perang Sadar Pendapat ini didukung oleh Ibnu Mas’ud dan sebagian besar od para ulama. Berdasarkan pendapat ini, maka al-bathsyah dan lizarm mempunyai makna yang sama. Menurut Ibnu Mas’ud, al-bathsyah alkubra adalah pertempuran Badar. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa yang dimaksud ialah hari Kiamat.

 

Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan izamm adalah sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu).” (QS. al-Furqan: 77) yaitu, azab yang sangat pedih.

 

Dan, mengenai binatang melata dari bumi adalah seperti yang disinggung dalam firman Allah Ta’ala,

 

“Dan apabila perkataan (ketentuan rmasa kehancuran alarn) telah berlaku atas mereka, kari keluarkan makhluk bergerak yang bernyawa dart bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.” (QS. An-Naml: 82)

 

Menurut para ulama Ahli Tafsir binatang melata dari bumi tersebut adalah seekor makhluk yang sangat besar. Makhluk tersebut akan keluar dari suatu celah di bukit Shafa. Seorang pun tiada yang dapat meloloskan diri dari makhluk tersebut. la akan menyinari orang-orang beriman, dan memberi tanda pada sepasang matanya “orang mukmin”. Sebaliknya, wajah orang-orang kafir menjadi hitam muram, dan memberi tanda pada sepasang matanya “orang kafir”.

 

Menurut keterangan riwayat dari Abdullah bin Umar, binatang melata dari bumi ini adalah al-Jassasah, sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian dalam hadis tentang Daijjal.

 

Menurut keterangan riwayat dari ibnu Abbas, makhluk itu adalah seekor ular besar yang berada di dalam sumur di dekat Ka’bah. Nanti, ular besar tersebut akan disambar oleh seekor burung rajawali. Penjelasan mengenai hal ini juga akan diterangkan selanjutnya.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Dan, yang terakhir Cari sernua itu ialah keluarnya api dari Yaman,”’ menurut riwayat lain, “Dan api yang keluar dari sebuah jurang di Aden,” dan menurut riwayat lainnya lagi, “Munculnya api dari negeri Hijaz.”’ Menurut al-Qadhi bin lyadh, mungkin yang dimaksud adalah dua api yang berkumpul, yang akan menggiring manusia ke tempat penghimpunan. Atau juga, pertama api tersebut keluar dari Yaman, lalu yang kedua keluar dari Hijaz.

 

Menurutku, mengenai api yang muncul dari Hijaz, hal itu sudah terjadi sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya. Yang belum terjadi ialah api yang akan menggiring manusia ke tempat penghimpunan, yaitu api yang akan muncul dari Yaman.

 

Mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Saat (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah”, (QS. al-Qamar: 1)

 

Disebutkan dalam sebuah riwayat Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab-kitab hadis lainnya bahwa pada suatu hari orang-orang Mekah pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang tanda-tanda kenabiannya. Maka, beliau pun memperlihatkan kepada mereka bulan yang terbelah menjadi dua bagian, dan di tengah-tengahnya terdapat gunung, seraya bersabda, “Lihat itu.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan selain keduanya.

 

Sebagian ulama berpendapat bahwa insyaqqa dalam Surah al-Qamar ayat 1 itu bermakna yansyaqqu (akan terbelah), sebagaimana kata ataq yang terdapat dalam Surah an-Nahl ayat 1, yang bermakna akan datang, bukan telah datang.

 

Dalam kitab Minhaj ad-Din, al-Hulaimi Abu Abdillah berkata, yang dimaksud dari “Bulan pun terbelah,” adalah bahwa bulan tersebut akan terbit dalam keadaan terbelah, sebagai salah satu tanda-tanda kiamat. Bukan terbelahnya ketika Rasulullah Saw. memperlihatkan tanda kenabiannya kepada kafir Quraisy.

 

Tanda-tanda Kiamat Mulai Terjadi Setelah 200 Tahun

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Qatadah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tanda-tanda kiamat itu terjadi setelah 200 tahun.”

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Yazid arRaqasyi dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Umatku terbagi atas lima periode. 40 tahun terdiri orang-orang berbuat baik dan bertakwa. Lalu, angkatan setelahnya sampai 120 tahun, orang-orang saling mengasihi dan saling menyambung tali persaudaraan. Lalu, angkatan setelahnya sampai 160 tahun, orang-orang saling bermusuhan dan saling memutuskan tali persaudaraan. Selanjutnya ialah pembunuhan demi pembunuhan. Maka, carilah olehmu keselamatan dan keselamatan.”

 

Dalam riwayat lain dari Abu Ma’an dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Umatku terbagi atas lima periode. Setiap periode adalah 40 tahun. Pada periodeku dan periode sahabat-sahabatku adalah orang-orang berilmu dan beriman. Adapun pada periode kedua, yakni antara 40 sampai 0O tahun adalah Orang-orang yang berbakti dan bertakwa …..” Selanjutnya, hadis ini sama dengan yang di atas. Orang-orang yang Akan Dibenamkan Atau Diubah Wujudnya

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepadanya, “Hai Anas, sesungguhnya orang-orang akan membangun banyak kota. Di antara kota tersebut bernama Bashrah atau Bushairah. Apabila kamu melewati atau mengunjungi kota tersebut, maka hati-hatilah kamu dengan tanahnya, tempat gembalanya, pasarnya, dan pintu para pejabatnya. Karenanya, hendaklah kamu berjalan di pinggiran-pinggirannya. Karena, sesungguhnya di tempat itu akan terjadi longsor dan gempa. Dan, ada suatu kaum yang malamnya tidur namun pada pagi harinya bentuk mereka berubah menjadi kera dan babi-babi.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Miajah dari Nafi’ bahwa sesungguhnya ada seseorang menemui Ibnu Umar lalu berkata, “Si Fulan berkirim salam kepada engkau.” Maka Ibnu Umar menjawab, sesungguhnya aku mendengar bahwa dia suka melakukan bid’ah. Jika memang benar dia suka melakukan bid’ah, maka jangan sampaikan salamnya kepadaku, karena aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Akan terjadi di tengah umatku atau di tengah umat ini longsor perubahan wujud, dan pelemparan batu.”

 

Sebelumnya telah dikemukakan hadis dari Sahal bin Sa’ad dan beberapa hadis serupa yang menceritakan tentang pasukan yang dibenamkan ke bumi ketika mereka sedang menuju Mekah untuk memerangi Khalifah al-Mahdi. Kedua hadis ini dikeluarkan oleh Muslim dan lainnya.

 

Sebuah hadis diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dalam Tafsir-nya, dari Jarir bin Abduilah al-Bajali, dia berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Akan dibangun sebuah kota antara Dajlah, Dujail, Qathrabil, dan as-Surah. Di sana akan berkumpul manusia-manusia yang sombong di muka bumi. Lalu, didatangkan ke kota tersebut berbagai macam kekayaan, kemudian kota tersebut dibenamkan ke bumi.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu penghuninya dibenamkan ke dasar bumi. Maka kota tersebut lenyap ke dalam tanah lebih cepat daripada tonggak runcing yang terbenam ke dalam tanah yang subur dan lunak. Konon, kota itu adalah Baghdad.” Hal ini telah dikemukakan sebelumnya, Woallahu alam.

 

Kemunculan Dajal

 

Menurut para ulama, seperti yang dikutip oleh al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah dalam kitabnya, Maraja al-Bahrain fi fawa’id al-Masyriqain wa al-Maghribain, kalimat Dajal itu memiliki sepuluh makna, yaitu:

 

  1. Menurut al-Khalil dan lainnya, Dajal adalah pendusta. Disebut pendusta, karena memasukkan kebatilan pada kebenaran.

 

  1. Menurut al-Ashmu’i, Dajal itu diambil dari kalimat dajala yang berarti mengecat dengan ter.

 

  1. Disebut demikian karena Dajal melintasi pelosok-pelosok bumi.

 

  1. Dajal itu berarti menutupi. Hal itu dikarenakan Dajal itu menutupi bumi atau menjelajah ke seluruh bumi.

 

  1. Disebut Dajal karena menjelajahi bumi. Dajal menginjakkan kakinya di seluruh negeri kecuali Mekah dan Madinah.

 

  1. Disebut Dajal karena suka menipu manusia dengan kejahatannya.

 

  1. Kata Dajal itu sinonim dengan mukhariqa, artinya orang yang merobek-robek atau mengoyak-oyak.

 

  1. Menurut Tsa’labah, kata Dajal itu sinonim dengan al-mumawwih, artinya orang yang melapis.

 

  1. Kata Dajal berarti air emas yang dicatkan kepada sesuatu sehingga bagian luarnya kelihatan bagus namun dalamnya tidak. Disebut demikian, Karena Dajal memang suka memperindah sesuatu yang batil. .

 

  1. Kata Dajal sama dengan farnad as-saif, artinya barik-barik pada pedang.

 

Menjaga Diri dari Dajal

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Darda’ bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa pun yang hafal sepuluh ayat dari permulaan Surah al-Kahfi, maka dia akan dijaga dari Dajal.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, “Dari akhir Surah al-Kahfi.”

 

Ciri-ciri Dajal

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Faltan bin Ashim bahwa Nabi Saw. bersabda, ‘“Adapun al-Masth adh-Dhalalah (Dajal) itu adalah seorang laki-laki yang lebar dahinya, buta mata kirinya, bidang dada bagian atasnya, dan bengkok kakinya.”

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dajal itu buta mata kirinya dan keriting rambutnya. Dia memiliki surga dan neraka. Nerakanya adalah surga Allah, dan surganya adalah neraka Allah.”

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, aku lebih tahu apa yang dibawa Dajal. Dia membawa dua sungai yang mengalir. Salah satu sungai tersebut berupa air putih, dan satunya lagi api yang menyala-nyala. Jika salah seorang di antara kalian mendapatinya, Hendaklah mendatangi sungai yang dilihatnya berupa api. Setelah itu pejamkan mata, tundukkan kepala, lalu minumilah air tersebut. Karena, sesungguhnya itu adalah air yang sejuk. Sungguh, Dajal itu terhapus (buta) sebelah matanya. Di matanya, ada lapisan daging yang tebal. Di antara kedua matanya tertulis “kafir”’, yang dapat dibaca oleh setiap orang mukmin, baik yang dapat menulis ataupun yang tidak dapat menulis.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dia berkata, pada suatu hari di tengah-tengah manusia, Rasulullah Saw. menuturkan tentang al-Masih Dajal, beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah. Ketahuilah, sesungguhnya al-Masih Dajal itu buta mata kanannya, seakan-akan matanya itu buah anggur yang tersembul.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, ketika aku tertidur di sisi Ka’bah, tiba-tiba aku bermimpi melihat seorang laki-laki yang sangat tampan yang belum pernah kamu lihat sebelumnya. Rambutnya lurus dan panjang sebatas bahu. Kepalanya meneteskan air. Dia berthawaf di Baitullah sembari tangannya diletakkan pada pundak dua orang laki-laki. Aku lalu bertanya, “Siapakah dia itu?” Mereka menjawab, “Al-Masih putra Maryam.”

 

Kemudian aku menengok ke belakang, ternyata ada seorang laki-laki yang berbadan besar, berambut keriting, dan mata sebelah kanannya buta. Di antara manusia yang pernah kamu lihat, ia hampir mirip dengan Ibnu Qaththan. Dia berthawaf di Baitullah sembari tangannya diletakkan pada pundak dua orang laki-laki. Aku lalu bertanya, “Siapakah dia itu?” Mereka menjawab, “Dia adalah al-Masih Daijjal.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dajal itu buta sebelah matanya, keriting, putih dan berkilau, seolah-olah kepalanya seperti dahan pohon. Dia adalah orang yang paling mirip dengan Abdul ‘Uzza bin Qaththan al-Khuza’i. Jika Dajal memperdayai kalian, maka ketahuilah sesungguhnya dia buta sebelah matanya. Dan, sesungguhnya Allah tidak buta sebelah.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Adapun al-Masth adh-Dhalalah (Dajal), maka sesunggeuhnya dia adalah seseorang yang buta sebelah matanya, lebar dahinya, bidang dada bagian atasnya, dan bengkok kakinya. la seperti Qaththan bin Abdul Uzza.” Maka seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kemiripan itu itu membahayakanku?” Beliau menjawab, “Tidak. Kamu muslim, sedang dia kafir.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata, ketika disinggung tentang Dajal di sisi Rasulullah Saw., atau ketika Rasulullah Saw. menyinggung tentang Dajal, beliau bersabda, “Salah satu matanya seperti kaca hijau, dan mata itu meminta perlindungan kepada Allah dari azab kubur.”

 

Tempat Munculnya Dajal dan Tanda-tandanya

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Bakar ash-Shiddiq, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, Dajal akan muncul dari bumi sebelah Ilmur yang disebut Khurasan. Dajal akan diikuti oleh kaum yang berbondong-bondong. Wajah-wajah mereka seperti tameng yang dilapisi kulit.” Isnad hadis ini sahih.

 

Dituturkan oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dari Abu Hani al-Abdi dari Abu Said al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Daijjal akan diikuti oleh 70.000 orang dari umatku yang mengenakan jubah berwarna hijau.”

 

Diriwayatkan oleh Thabrani dari Qatadah dari Syahr bin Hausyab dari Asma’ binti Yazid, ketika disinggung tentang Dajal di sisi Nabi Saw., maka beliau bersabda, “Sungguh, sebelum Dajal keluar, tiga tahun langit menahan hujannya. Pada tahun pertama, langit menahan sepertiga hujannya, dan bumi pun menahan sepertiga tumbuhannya. Pada tahun kedua, langit menahan dua pertiga hujannya, dan bumi pun menahan dua pertiga tumbuhannya. Dan, pada tahun ketiga, langit menahan seluruh hujannya, dan bumi pun menahan seluruh tumbuhannya. Sehingga, pada saat itu, setiap binatang yang bertaring dan berkuku akan mati ….” al-Hadis.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah bersumber dari Abu Umamah. Pada sebagian riwayat hadis ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Dan, pada tahun ketiga, Allah menahan hujan dan semua tumbuhan. Langit tidak menurunkan hujan setetes pun, dan bumi tidak menumbuhkan hijau-hijauan maupun tetumbuhan apa pun. Sehingga, bumi seperti tembaga dan langit seperti kaca. Lalu, manusia yang tersisa semuanya akan mati karena kelaparan dan kepayahan. Berbagai kekacauan dan pembunuhan terjadi di mana-mana, dan sebagian manusia membunuh sebagian yang lain. Mereka keluar dengan mempertaruh-kan nyawa masing-masing, dan pada saat itu bencana menguasai penduduk bumi.

 

Maka pada saat itu, muncullah Dajal terkutuk dari arah Asbahan, yaitu dari sebuah desa yang disebut dengan Yahudiyah. Dajal akan menunggangi seekor keledai yang ekornya terpotong, sehingga mirip seperti biga!. Jarak antara kedua telinga keledai tersebut 40 hasta.

 

Di antara ciri-ciri Dajal ialah bertubuh besar dan tinggi, berambut keriting, mata kanannya buta seperti belum diciptakan, dan mata yang lainnya bercampur dengan darah. Di antara kedua matanya tertulis “kafir”, yang bisa dibaca oleh setiap orang yang beriman kepada Allah. Ketika Dajal telah keluar, maka dia akan berteriak keras sebanyak tiga kali, yang teriakannya akan terdengar oleh seluruh makhluk yang berada di bumi belahan timur dan barat.”

 

Dan, diriwayatkan juga, “Jika akhir zaman telah tiba, maka dari laut akan muncul seorang wanita yang sangat cantik. Dia akan mengajak manusia untuk bergabung dengannya lalu berbuat kerusakan di banyak negeri. Siapa saja yang memenuhi ajakannya berarti ia telah kufur kepada Allah. Maka, pada saat itulah Allah mengeluarkan Dajal kepada kalian.”

 

Dan, di antara tanda-tanda keluarnya Dajal ialah dengan ditaklukkannya kota Konstantinopel. Karena, ada riwayat yang menyatakan bahwa tenggang waktu antara keluarnya Daijjal dan penaklukkan kota Konstantinopel adalah tujuh bulan, seperti yang sudah disinggung di atas.

 

Pengakuan Dajal Bahwa Dirinya Tuhan yang Dapat Menghidupkan dan Mematikan

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari al-Hasyraj bin Nabatah dari Sa’id bin Jamhan dari Safinah, dia berkata, di depan kami, Rasulullah Saw. pernah berkhutbah, sesungguhnya setiap nabi telah memperingatkan kepada umatnya tentang Dajal. Ketahuilah, sesungguhnya Dajal itu buta mata kirinya, dan di mata kanannya terdapat lapisan daging yang tebal. Di antara kedua matanya tertulis “kafir”. Dajal akan keluar dengan membawa dua lembah: satu surga, dan satunya lagi neraka. Neraka Dajal adalah surga, dan surganya adalah neraka. Dajal akan berkata kepada manusia, “Bukankah aku ini tuhan kalian, yang dapat mematikan dan menghidupkan?”

 

Ada dua malaikat yang bersama dengan Dajal. Dua malaikat tersebut menyerupai dua orang nabi di antara para Nabi Allah. Sungguh, aku tahu nama keduanya serta nama ayahnya. Kalau aku mau, aku bisa saja menyebutkan nama mereka. Malaikat itu berada di samping kanan Dajal, dan satunya lagi di samping kirinya. Dajal lalu berkata, “Bukankah aku ini tuhan kalian, yang dapat mematikan dan menghidupkan?” Maka salah satu malaikat itu menjawab, “Kamu dusta.” Maka, tiada seorang pun manusia yang mendengar hal itu kecuali malaikat satunya lagi yang berkata kepadanya, “Kamu benar.” Dan, itu adalah fitnah. Kemudian Dajal terus berjalan. Ketika sampai di Madinah, dia berkata, “Ini adalah kota orang itu (Muhammad).” Lalu Dajal tidak diizinkan memasukinya. Selanjutnya, Dajal meneruskan perjalanannya hingga sampai di Syam. Dan, Allah membinasakan Dajal di sana, di puncak sebuah bukit.”

 

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz al-Baghawi pada juz kesepuluh dari Mukhtashar al-Mu‘jam dari Muhammad bin Abdul Wahab dari Hasyraj dari Sa’id bin Jamhan dari Safinah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya setiap nabi sebelumku telah memperingatkan kepada umatnya tentang Dajal. Sesungguhnya Daijjal itu buta mata kirinya, dan di mata kanannya terdapat lapisan daging yang tebal. Di antara kedua matanya tertulis “kafir”, yang bisa dibaca oleh setiap orang yang beriman kepada Allah.

 

Dajal akan membawa dua lembah: satu surga, dan satunya lagi neraka. Ada dua malaikat yang bersama dengan Dajal. Dua malaikat tersebut menyerupai dua orang nabi di antara para Nabi Allah. Kalau aku mau, aku bisa saja menyebutkan nama mereka dan nama ayah mereka. Malaikat itu berada di samping kanan Dajal, dan satunya lagi di samping kirinya. Dajal lalu berkata, “Bukankah aku ini tuhan kalian, yang dapat mematikan dan menghidupkan?” Maka salah satu malaikat itu menjawab, “Kamu dusta.” Maka, tiada seorang pun manusia yang mendengar hal itu kecuali malaikat satunya lagi yang berkata kepadanya, “Kamu benar.’ Lalu, semua manusia mendengar jawaban itu, dan mereka mengira bahwa malaikat itu membenarkan Dajal. Dan, itu adalah fitnah. Lalu, Dajal terus berjalan. Ketika sampai di Madinah, maka dia tidak diizinkan memasukinya. Dajal lalu berkata, “Ini adalah kota orang itu (Muhammad).” Selanjutnya, Dajal meneruskan perjalanannya hingga sampai di Syam. Dan, Allah membinasakan Dajal di sana, di puncak sebuah bukit.”

 

Ibnu Barjan mengatakan dalam kitabnya, al-irsyad, “Aku yakin mengenai kedua malaikat itu, bahwa malaikat yang satu menyerupai alMasih Isa bin Maryam, sedang yang satunya lagi menyerupai Nabi Muhammad Saw..”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya, dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku dahulu pernah menuturkan kepada kalian tentang Daijjal, sehingga aku khawatir Kalian tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Dajal itu seorang laki-laki pendek, berkaki bengkok, berambut keriting, buta sebelah matanya, sedang mata satunya lagi tertutup, tidak menonjol, dan tidak juga cekung. Jika kalian diperdayainya, maka Ketahuilah bahwa Tuhan kalian ‘Azza Wa Jalla tidaklah buta sebelah.”

 

itulah ciri-ciri Dajal yang telah diterangkan Nabi Saw. dengan sangat jelas. Setiap orang yang berakal sehat pasti bisa memahaminya. Semuanya itu adalah sifat-sifat tercela. Tetapi, orang yang ditetapkan celaka oleh Allah, ia akan percaya dan mengikuti ajakan Dajal yang menjerumuskan, serta tidak mau mengikuti cahaya kebenaran.

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya dia buta sebelah matanya. Dan, sesungguhnya Allah tidak buta sebelah”, itu maksudnya memberikan penjelasan kepada orang-orang berakal sempit dan lalai bahwa Dajal itu sangat lemah dan banyak kekurangannya. Jangankan mengatasi kelemahan dan kekurangan yang ada pada orang lain, mengatasi kelemahan dan kekurangan dirinya sendiri saja ia tidak sanggup. Dan yang seperti itu, sangat tidak pantas mengaku atau disebut dengan tuhan.

 

Di dalam hadis Hudzaifah disebutkan, “Dajal itu buta mata Kirinya-” Sedang riwayat Ibnu Umar disebutkan, “Sesungguhnya Dajal itu buta mata kanannya.” Para ulama merasa kesulitan untuk mengompromikan kedua riwayat yang bertentangan tersebut. Bahkan, Abu Umar bin Abdul Barr pun mengakuinya dalam kitabnya, al-Tambhid.

 

Disebutkan dalam hadis riwayat Ahmad dari Samurah bin Jundub bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya Dajal itu akan keluar Buta mata kirinya. Di matanya, terdapat lapisan daging yang tebal. Sesungguhnya dia akan menyembuhkan orang buta dan orang berpenyakit kusta serta dapat menghidupkan orang mati. Lalu Dajal akan berkata kepada manusia, “Aku adalah tuhanmu.” Barang siapa menjawab, “Bena, kamu adalah tuhanku”, maka dia sudah terkena fitnah. Dan barang siapa menjawab, “Tuhanku adalah Allah ‘Azza Wa Jalla,” dan dia tetap setia sampai mati pada ucapannya itu, maka dia akan dilindungi dari fitnah, sehingga dia selamat dari fitnah dan azab.

 

Dajal akan berada di bumi selama waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian Nabi Isa as. datang dari arah barat. Dia membenarkan Nabi Muhammad Saw. dan agamanya. Selanjutnya, Nabi tsa a.s. akan membunuh Dajal. Dan, tidak lama lagi kemudian kiamat terjadi.

 

Abu Umar bin Abdul Barr berkata, “Menurut keterangan hadis tadi, Dajal itu buta mata kirinya. Sedang, menurut hadis Malik sebelumnya, Dajal itu buta mata kanannya. Wallahu a’lam. Namun, dari segi isnad, hadis Malik lebih sahih.” Namun, hal ini disanggah oleh Abu al-Khaththab bin Dihyah. Menurutnya, jalur Sanadnya sama-sama sahih. Ahmad bin Umar dalam kitabnya, al-Mufham, juga mengaku kesulitan untuk mengompromikan Kedua riwayat tersebut.

 

Namun, al-Qadhi lyadh mencoba untuk mengkompromikan kedua riwayat tersebut. Menurutnya, mata Dajal yang sebelah cacat, tidak menonjol, dan tidak juga cekung. Buta matanya. Sedang mata yang satunya lagi cacat karena bawaan, menonjol keluar seperti bintang berbentuk mutiara.

 

Sekalipun secara lahiriah, penafsiran seperti itu terkesan lemah, tetapi menurutku hal tersebut tetap bisa dibenarkan. Berdasarkan keterangan riwayat-riwayat di atas, kebutaan yang menimpa sepasang mata Daijjal itu tidak sama. Yang sebelah tampak biasa tetapi tidak ada cahayanya, tidak menonjol keluar, dan juga tidak menjorok ke dalam. Dan, satunya lagi tampak berdarah. Tetapi, itu jelas merupakan aib atau cacat besar, apa lagi ada lapisan daging yang tebal padanya, yang menutupi pandangan mata sehingga tidak bisa dipergunakan untuk melihat sesuatu. Berdasarkan hal ini, maka bisa jadi Dajal itu buta atau hampir buta.

 

Menurut keterangan hadis Safinah, bahwa lapisan daging yang tebal itu terdapat di mata kanan Dajal, sedang menurut hadis Samurah bin Jundub, terdapat di mata kirinya. Karenanya, mungkin kedua belah mata Daijjal itu tertutup oleh lapisan daging yang tebal. Disebutkan dalam hadis Hudzarfah bahwa Dajal itu terhapus (buta) sebelah matanya. Di matanya, terdapat tapisan daging yang tebal. Kalau mata yang terhapus dan ada lapisan dagingnya saja seperti itu, apalagi yang tidak buta. Jadi riwayat-riwayat hadis yang terkesan bertentangan tersebut sudah bisa dikompromikan. Wallahu A’lam.

 

Pandangan Kaum Khawarij, Mu’tazilah, dan Jahmiah Mengenai Dajal

 

Percaya terhadap keluarnya Dajal adalah suatu keharusan. Ini adalah pendapat para ulama Ahli Sunnah dan sebagian besar para ulama Ahli Fiqih dan Ahli Hadis lainnya. Sementara para ulama kaum Khawarij dan sebagian ulama dari kalangan Muktazilah mengingkarinya.

 

Kendati demikian, sebagian ulama aliran Jahmiyah dan lainnya, pada dasarnya percaya, tetapi mereka masih melihat ada kejanggalan-kejanggalan dan rekayasa-rekayasa dalam soal Dajal ini. Menurut mereka, sekalipun rekayasa-rekayasa tersebut bisa dibenarkan, namun masih terdapat kerancuan antara yang mendustakan dan yang membenarkan. Sehingga, masalahnya sama seperti antara seorang nabi dan orang yang mengaku-ngaku sebagai nabi.

 

Tetapi, alasan mereka ini lemah. Sebab, Dajal bukan mengaku-ngaku sebagai nabi, melainkan mengaku-ngaku sebagai tuhan. Oleh karena itulah Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah”, untuk mengingatkan akal bahwa Dajal itu lemah, sekalipun sosoknya sangat besar. Selanjutnya beliau bersabda, “Di antara kedua matanya tertulis “kafir”, yang dapat dibaca oleh setiap orang mukmin laki-laki maupun perempuan, baik yang dapat menulis ataupun yang tidak dapat menulis.” Hal itu bisa disaksikan dengan indra penglihatan yang membuktikan kebohongan dan kekafiran Dajal.

 

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa tulisan “kafir” yang ada di antara kedua mata Dajal itu selain bisa dibaca oleh orang mukmin, juga bisa dilihat oleh orang kafir. Pendapat seperti itu mengada-ada dan keliru. karena keluar atau menyimpang dari substansi tanpa ada alasan sama sekali. Allah sengaja membuat orang-orang kafir tidak dapat membaca tulisan tersebut, supaya mereka tertipu oleh penampilan sosok Dajal yang tinggi besar. Sehingga, Karena hal itu mereka tergiring ke dalam neraka Jahim.

 

Pada hakikatnya, sosok Dajjai yang tinggi besar itu sendiri sudah merupakan ujian. la akan mendatangi manusia dan berkata, “Aku adalah tuhan kKalian.” Mendengar itu, orang-orang beriman akan menjawab, “Kami berlindung kepada Allah darimu.” Mereka menjawab seperti itu karena tahu bahwa itu adalah Dajal. Apalagi pada Zaman itu penuh dengan keanehan-keanehan dan hal-hal yang luar biasa. Orang yang tidak bisa menulis tetapi bisa membaca tulisan “kafir” pada Dajal, adalah termasuk sesuatu yang aneh dan di luar kebiasaan. Tetapi, kalau orang kafir tidak bisa membaca tulisan tersebut, itu karena ia memang tidak tahu dan lalai. Sama seperti ia lalai bahwa buta sebelah yang ada pada Dajal itu merupakan bukti kekurangan dan kelemahannya.

 

Dan, berbeda pula antara nabi dan orang-orang yang mengaku-ngaku nabi, karena orang-orang yang mengaku-ngaku nabi itu tidak memiliki mukjizat. Dan kalau hal itu terjadi, sama halnya membalikkan dalil kebenaran pada dalil kedustaan. Dan, ini jelas mustahil.

 

Pendapat yang mengatakan bahwa apa yang dibawa Dajal merupakan rekayasa dan sesuatu yang aneh, adalah pendapat yang sangat keliru. Sebab, penjelasan Nabi Saw. mengenai hal-hal tersebut merupakan kebenaran, dan akal siapa pun tidak sanggup merekayasanya sama sekali. Jadi, kebenaran itu harus dipelihara. Secara rinci, hal ini akan dijelaskan kemudian, dengan pertolongan Allah Ta’ala.

 

Negeri-negeri yang Tidak Dapat Dimasuki Dajal

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada suatu negeri pun melainkan akan diinjak oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah ..,.’”al-Hadis.

 

Dan, dalam hadis Fathimah binti Qais, Dajal berkata, “Maka aku tidak meninggalkan satu kota pun, melainkan aku mendatanginya selama 40 malam, kecuali Mekah dan Madinah. Kedua kota tersebut diharamkan bagiku ….” al-Hadis. Akan diterangkan lagi nanti.

 

Dan disebutkan oleh Abu Ja’far ath-Thabari dari hadis Abdullah bin Amr, “Kecuali Ka’bah dan Baitul Maaqdis.” Abu Ja’far ath-Thahawi menambahkan dari Janadah bin Abu Umayyah, salah seorang sahabat Nabi Saw., “… dan gunung Thur”

 

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Maka tiada suatu tempat pun melainkan akan diinjak oleh Dajal, kecuali Mekah, Madinah, Baitul Maqdis, dan gunung Thur. Karena sesungguhnya para malaikat akan mengusirnya dari tempat-tempat tersebut.”

 

Pengakuan Dajal Sebagai Tuhan, dan Pengepungannya Terhadap Kaum Mukminin di Baitul Maqdis

 

Diriwayatkan dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Samurah bin Jundub, ketika Nabi Saw. menuturkan kisah Dajal, beliau bersabda, “Sesungguhnya ketika Dajal keluar, dia mengaku sebagai tuhan. Barang siapa yang percaya, mengikuti, dan membenarkannya, maka seluruh amal saleh yang dahulu pernah ia lakukan tidak ada manfaat lagi baginya. Dan, barang siapa yang mengingkari dan mendustakannya, maka ia tidak akan disiksa sedikit pun karena amalnya yang telah lalu. Dan, Sungguh Dajal akan mendatangi ke seluruh bumi, kecuali tanah Haram dan Baitul Maqdis. Dan, sesungguhnya Dajal akan mengepung kaurm mukminin di Baitul Maqdis.”

 

Abu Bakar bin Abu Syaibah berkata, tetapi, Allah memukul mundur Dajal dan pasukannya, sehingga dinding-dinding kebun dan batang-batang pohon berseru, “Hai orang mukmin, ini orang kafir bersembunyi di balikku.” Lalu mereka berkata, “Bunuhlah dia.” Tetapi, hal itu tidak ter. jadi karena orang mukmin ragu-ragu.

 

Besar Tubuh Dajal dan Kematiannya

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Imran bin Hushain, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Antara penciptaan Adam sampai datangnya Nari Kiamat, tiada satu pun makhluk yang lebih besar daripada Dajal.’” Dalam satu riwayat disebutkan kalimat, “Tiada seorang pun” sebagai pengganti kalimat “Satu pun makhluk-’”

 

Disebutkan dalam hadis Tamim ad-Dari, “Kemudian kami bergegas hingga mamasuki sebuah biara. Tiba-tiba, di dalam biara itu ada manusia yang sangat besar badannya sepanjang yang pernah kami lihat, dan paling hebat kekuatannya ….” al-Hadis. Akan diterangkan lagi nanti.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwasanya dia pernah bertemu dengan Ibnu Shayyad di suatu jalan di kota Madinah. Kemudian Ibnu Umar mengatakan sesuatu yang membuatnya marah, sehingga membuat keributan di jalan. Selanjutnya, Ibnu Umar menemui Hafshah dan menceritakan hal itu kepadanya. Lalu Hafshah berkata kepada kepadanya, “Mudah-mudahan Allah selalu melimpahkan rahmat kepadamu. Apa yang kamu kehendaki dari Ibnu Shayyad? Bukankah kamu sudah tahu bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda —dalam hadis Muslim “Dia hanya akan keluar kepada manusia karena kemarahan yang melandanya.”

 

insya Allah, akan diterangkan cerita-cerita tentang Ibnu Shayyad yang menunjukkan bahwa dia itu adalah Daijjal.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, dari Muhammad bin Sabiq dari Ibrahim bin Thahman dari Abu Zubair dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dajal akan keluar ketika agama sudah tidak kuat dan itmu telah diangkat, —maksudnya orang yang berilmu sangat sedikit—. Selama 40 malam, Dajal akan berkeliling di muka bumi. Sehari seperti setahun, sehari lagi seperti sebulan, dan sehari lagi seperti seJumat (seminggu). Selanjutnya, hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian ini.

 

Dajal memiliki seekor keledai yang dia tunggangi. Jarak antara kedua telinga keledai tersebut 40 hasta. Dia akan berkata kepada manusia, “Aku adalah tuhan kalian.” Sesungguhnya Dajal itu buta sebelah matanya (pecak), sedang Tuhan kalian tidak buta sebelah. Di antara kedua mata Dajal tertulis “kafir’, yang bisa dibaca oleh setiap orang yang beriman, baik yang dapat menulis maupun tidak dapat menulis.

 

Dajal akan memasuki setiap air dan aliran air kecuali Madinah dan Mekah. Allah telah mengharamkan Dajal memasuki kedua kota itu. Dan, para malaikat berdiri menjaga pintu keduanya. Dajal membawa roti yang menggunung, sedang pada saat itu semua manusia berada dalam kesusahan, kecuali orang yang mengikuti Dajal.

 

Dajal juga membawa dua buah sungai. Aku lebih tahu keduanya daripada dia. Satu sungai yang disebutnya surga, dan satu sungai lagi yang disebutnya neraka. Siapa pun yang masuk ke dalam sungai yang disebutnya surga, maka sesungguhnya itu adalah neraka. Dan, siapa pun yang masuk ke dalam sungai yang disebutnya neraka, maka sesungguhnya itu adalah surga.

 

Pada saat Dajal keluar, akan dibangkitkan pula setan-setan yang berbicara kepada manusia. Dan, pada saat itu terjadilah fitnah yang besar. Dajal menyuruh langit agar menurunkan hujan, maka hujan pun turun dalam penglihatan manusia. Kemudian Dajal juga membunuh seseorang lalu menghidupkannya kembali dalam pengiihatan manusia. Kemudian dia berkata kepada mereka, “Hai manusia, bukankah yang sanggup melakukan itu hanya tuhan?” Kemudian, manusia tari ke gunung Dukhan yang terletak di Syam. Maka Dajal mengejar dan mengepung mereka di sana. Mereka dikepung dengan begitu ketatnya.

 

Setelah merasa tersiksa oleh pengepungan Dajal, maka turunlah Nabi Isa a.s.. Pada saat dini hari beliau datang dan berkata, “Hai manusia, kenapa kalian tidak berani keluar menghadapi si pendusta yang jahat itu?” Maka mereka menjawab, “Laki-laki ini.”” Maka mereka pun bergerak. Pada saat laki-laki itu ingin menemui Nabi Isa a.s., tiba-tiba terdengar iqamat shalat. Lalu dikatakan kepadanya, “Majulah, wahai Ruh Allah.” Tetapi beliau berkata, “Silakan pemimpin Kalian mengimami shalat kalian.”

 

Jika mereka telah menunaikan shalat Subuh, maka mereka berangkat menemui Dajal. Dan, ketika Dajal melihat Nabi Isa a.s., dia meleleh seperti melelehnya garam di dalam air. Maka Nabi Isa a.s. pun membunuh Dajal. Sampai-sampai pohon dan batu berseru, “Wahai Ruh Allah, ini orang Yahudi.” Akhirnya, semua pengikut Dajal dibunuhnya tanpa ada satu pun yang tersisa.”

 

Dalam sebagian riwayat dikatakan bahwa keledai Dajal itu sekali melangkah bisa mencapai 21 mil panjangnya. Kecuali Mekah dan Madinah, Dajal dengan keledainya mendatangi tanah yang datar maupun yang terjal.

 

Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ma’mar dari Ibnu Khaitsam dari Syahr bin Hausyab dari Asma’ binti Yazid al-Anshariyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dajal akan berada di bumi selama 40 tahun. Setahun seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti sehari, sehari seperti sejam, dan sejam seperti hangusnya pelepah kurma dalam api.”

 

Menurut pendapat yang sahih, Dajal akan berada di bumi selama 40 malam, seperti yang diterangkan dalam hadis Jabir di atas. Demikian pula yang terdapat dalam Shahih Muslim, seperti yang akan diterangkan kemudian.

 

Dajal dan Berbagai Fitnahnya, Serta Turunnya Nabi Isa a.s.

 

Telah dikemukakan dalam hadis Hudzaifah bahwa Dajal memiliki surga dan neraka. Surganya itu sesungguhnya adalah neraka, dan nerakanya itu sesungguhnya adalah surga. Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Imran bin Hushain, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang mendengar keluarnya Dajal, maka sebaiknya ia menjauh darinya. Maka Demi Allah, sungguh ada seorang laki-laki yang mendatanginya. Dia mengira bahwa Dajal itu seorang mukmin, lalu dia mengikuti keraguan-keraguan yang dibawanya —Atau karena keragu-raguan yang dibawanya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, waktu Dajal keluar, maka ada seorang laki-laki mukmin yang mendatanginya. Laki-laki itu disambut oleh para pengawal Dajal yang bersenjatakan pedang. Mereka bertanya, “Kamu mau Ke mana?” Laki-laki itu menjawab, “Aku akan menemui orang yang telah keluar tersebut”. Mereka bertanya, “Apakah kamu beriman kepada tuhan kami?” laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Mereka lalu berkata, “Bunuh saja dia” Sebagian mereka berkata, “Bukankah tuhan kalian telah melarang kalian membunuh siapa pun tanpa sepengetahuan dia?” Maka, mereka pun membawanya kepada Dajal.

 

Ketika orang mukmin itu melihat Dajal, maka dia berkata, “Hai manusia, inilah Dajal yang telah diceritakan Rasulullah Saw…” Maka, Dajal memerintahkan agar taki-laki itu dibelenggu. Dajal berkata, “Tangkap dan hukum dia!” Akhirnya, punggung dan perut mukmin itu dipukuli. Setelah itu Dajal bertanya, “Apakah kamu beriman kepadaku?” Dia menjawab, “Kamu adalah al-Masih pendusta.” Setelah itu, maka diperintahkan agar mukmin itu digergaji. Lalu digergajilah ia tepat di tengah kepalanya (dibelah) hingga kedua kakinya terpisah. Lalu, Dajal berjalan di antara kedua bagian tubuh itu seraya berkata, “Berdirilah!” Tiba-tiba orang itu berdiri tegak. Lalu Dajal berkata lagi kepadanya, “Apakah kamu beriman kepadaku?” Dia menjawab, “Sekarang, aku semakin tahu siapa dirimu.”

 

Kemudian dia berkata lagi, “Hai manusia, sesungguhnya Dajal akan berbuat seperti ini kepada siapa pun setelahku.” Dajal lalu menangkap orang tersebut untuk disembelih. Namun, di antara batang leher sampai tulang bahu laki-laki itu ada lapisan tembaga, sehingga Dajal pun tidak sanggup menyembelihnya. Lalu, Dajal memegang kedua tangan dan kaki orang itu dan melemparnya. Maka orang-orang mengira bahwa dia lempar ke dalam neraka, sedang dia dilempar ke dalam surga.

 

Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Inilah orang yang syahid teragung di sisi Tuhan semesta alam.” Abu tishak as-Sabi’i berkata, “Ada yang mengatakan bahwa orang tersebut adalah Nabi Khidir.”

 

Disebutkan dalam suatu riwayat Bukhari, Dajjai datang, tetapi dia diharamkan memasuki kota Madinah. Karenanya, dia hanya sampai di sebidang tanah yang berpasir di dekat Madinah. Kemudian pada hari itu ada seorang laki-laki terbaik —atau dari golongan terbaik yang keluar menemui Dajal dan berkata, “Aku bersaksi bahwa kamu adalah Dajal yang telah diberitakan Rasulullah Saw. kepada kami.” Dajal berkata, “Bagaimana pendapat kalian jika aku bunuh orang itu lalu menghidupkannya lagi? Apakah kamu meragukan perihalku?” Mereka menjawab, “Tidak.” Maka Dajal pun membunuh orang tersebut dan menghidupkannya lagi. Pada waktu dihidupkan lagi, laki-laki itu berkata, “Demi Allah, sekarang aku semakin tahu siapa dirimu sebenarnya.” Dajal berusaha membunuhnya tapi dia tidak mampu.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada suatu negeri pun melainkan akan diinjak oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Tiada satu lorong pun dari lorong-lorong Mekah dan Madinah, melainkan di situ ada para malaikat yang berbaris rapat untuk melindungi kedua kota tersebut. Lalu Dajal turun di suatu tanah yang berpasir di luar kota Madinah. Maka bumi bergoncang sebanyak tiga kali. Setiap orang kafir dan munafik keluar mendatangi Dajal-”

 

Dalam suatu riwayat, “Setiap orang munafik, laki-laki maupun perempuan.”

 

Berapa Lama Dajal Tinggal di Bumi?

 

Diriwayatkan dari an-Nawwas bin Sam’an al-Kilabi, dia berkata bahwa suatu pagi Rasulullah Saw. bercerita tentang Dajal. Terkadang beliau memelankan suaranya dan terkadang mengeraskannya, sehingga kami menyangka Dajal berada di tengah-tengah kebun kurma. Beliau lalu bersabda, “Ada yang lebih aku takutkan atas kalian selain Dajal. Kalau Dajal keluar, dan aku masih berada di tengah-tengah kalian, maka akulah yang bisa melawannya. Tetapi, jika dia keluar, dan aku sudah tidak berada lagi di tengahtengah kalian, maka setiap orang harus membela dirinya sendiri. Dan Allah adalah penggantiku yang akan melindungi setiap orang muslim.

 

Sesungguhnya Daijjal itu seorang pemuda, rambutnya sangat keriting, matanya menonjol, seolah-olah aku sedang menyerupakannya dengan Abdul ‘Uzza bin Qathn. Karenanya, siapa pun di antara kalian yang bertemu dengannya, hendaklah bacakan kepadanya permulaan Surah al-Kahfi. Sesungguhnya Dajal akan ketuar di perbatasan antara Syam dan Irak, kemudian dia akan merusak kanan kirinya. Karenanya, maka teguhkaniah hati kalian, hai hamba-hamba Allah.”

 

Kami lalu berkata, “Wahai Rasulullah, berapa lamakah Dajal tinggal di bumi?” Beliau menjawab, “Selama 40 hari. Sehari seperti setahun, sehari lagi seperti sebulan, sehari lagi seperti seJumat (seminggu). Selanjutnya, hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian ini” Kami lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada hari yang seperti setahun tadi, cukupkah bagi Kami menunaikan shalat seperti sehari saja?” Beliau menjawab, “Tidak. Bagilah hari itu dengan ukuran hari-hari biasa.”

 

Kami bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana kecepatan Dajal di bumi ini?” Beliau menjawab, “Seperti hujan yang ditiup angin. Setiap kali, dia mendatangi suatu kaum untuk mengajak mereka, maka mereka pun beriman kepadanya dan mau memenuhi ajakannya. Setelah itu, dia memerintahkan langit agar menurunkan hujan, maka langit pun menurunkan hujan. Kemudian dia memerintahkan bumi agar menumbuhkan tetumbuhan, maka bumi pun menumbuhkan tetumbuhan, sehingga ternak mereka makan sepuas-puasnya, tubuhnya padat berisi, dan melimpah air susunya.

 

Kemudian Dajal mendatangi kaum lain dan mengajak mereka, namun mereka menolak ajakannya. Maka dia pun meninggalkan mereka. Namun, pada keesokan harinya, mereka mengalami paceklik, tidak ada suatu harta pun pada mereka. Ketika melewati suatu tanah kosong, Dajal berkata, “Keluarkan harta simpananmu!” Maka, harta simpanan tersebut keluar dan mengikuti Dajal bagaikan sekawanan lebah.

 

Setelah itu, Dajal memanggil seorang pemuda lalu dipukulnya pemuda itu dengan pedang hingga terbelah menjadi dua bagian. Jarak masing-masing bagian kira-kira sejauh satu lemparan. Selanjutnya, pemuda tersebut dipanggil lagi, lalu pemuda itu datang ke hadapannya dengan wajah berseri-seri dan tertawa.

 

Ketika Dajal dalam keadaan demikian, Allah mengutus al-Masih Isa bin Maryam. isa turun di atas menara putih, di sebelah timur Damaskus. Beliau mengenakan dua kain yang telah disepuh, dan meletakkan kedua tangannya di atas dua sayap malaikat. Apabila beliau menundukkan kepalanya, maka seakan-akan air pun menetes. Dan, apabila beliau mengangkat kepalanya, maka seakan-akan keluar darinya bulir-bulir air seperti mutiara. Setiap orang kafir yang mencium bau nafas Isa al-Masih pasti akan mati, dan nafasnya itu dapat tercium dari sejauh pandangan matanya.

 

Kemudian Isa mencari Dajal dan menemukannya di pintu kota Lud (Babu Lud), lalu membunuhnya. Setelah itu, Isa mendatangi kaum yang telah dijaga Allah dari kejahatan Dajal. Kemudian Isa mengusap wajah-wajah mereka dan menceritakan kedudukan mereka di surga. Ketika Isa al-Masih dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Allah mewahyukan kepadanya, “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku. Tidak ada seorang pun yang dapat mengalahkan mereka. Karena itu, lindungi dan kumpulkanlah hamba-hamba-Ku ke gunung Thur.”

 

Kemudian Allah Ta’ala mengeluarkan (membangkitkan) Ya’juj dan Ma’juj. Firman-Nya,

 

“Mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.” (QS. al-Anbiya’: 96)

 

Maka kelompok (barisan) pertama dari mereka melewati danau Thabariyah, dan meminum airnya. Tatkala kelompok terakhir dari mereka melewatinya, mereka lalu berkata, “Sungguh, di danau ini dahulu pernah ada airnya.”

 

Lalu Nabi Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya dikepung, sehingga pada hari itu kepala seekor sapi lebih berharga daripada seratus dinar milik salah seorang di antara kalian. Kemudian Nabi Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya berdoa kepada Allah, lalu Allah mengirimkan ulat-uiat pada leher-leher mereka (Ya’juj dan Ma’juj), sehingga mereka semua mati dalam sekejap mata.

 

Setelah itu, Nabi Isa a.s. dan sahabat-sahabatnya turun dari gunung itu. Dan ternyata, mereka tidak menemukan sejengkal pun di bumi kecuali telah dipenuhi oleh bau busuk dan mayat Ya’juj dan Ma’juj. Selanjutnya, Nabi Isa a.s. dan para sahabatnya berdoa Kepada Allah, maka Allah mengirim sekelompok burung yang lehernya seperti leher unta. Laiu, burung-burung tersebut mengambil dan melemparkan mayatmayat mereka ke mana saja sesuai dengan kehendak Allah. Setelah itu, Allah mengirimkan hujan yang menyiram setiap rumah, baik yang terbuat dari batu bata maupun yang terbuat dari bulu. Hujan tadi membersihkan bumi sehingga menjadi licin seperti kaca. Lalu dikatakan kepada bumi, “Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikan berkahmu.”

 

Maka, pada hari itu orang-orang merasa cukup dengan memakan  satu biji buah delima dan berteduh di bawah kelopaknya. Begitu juga dengan air susu binatang yang diberkahi. Sehingga air susu seekor unta dapat memenuhi sekelompok banyak orang. Air susu seekor sapi dapat memenuhi satu kabilah. Dan, air susu seekor kambing dapat mencukupi satu jama’ah (keluarga).

 

Ketika mereka berada dalam keberkahan itu, maka Allah mengirim angin beraroma sangat harum. Angin itu menyerang bawah ketiak mereka, lalu tercabutlah nyawa setiap orang mukmin dan muslim. Sehingga, yang tersisa adalah orang-orang jahat. Mereka melakukan persetubuhan sesamanya seperti keledai (bersetubuh di depan umum tanpa rasa malu). Maka terhadap mereka itulah kiamat terjadi.

 

Dalam riwayat lain ditambahkan setelah ungkapan —Sungguh, di danau ini dahulu pernah ada airnya Kemudian mereka (Ya’juj dan Ma’juj) berjalan sehingga mereka sampai ke gunung al-Khams, yaitu sebuah gunung di Baitul Maaqdis, lalu mereka berkata, “Kita telah membunuh orang-orang yang ada di bumi, marilah kita bunuh makhluk-makhluk yang berada di langit.” Lalu mereka melemparkan anak-anak panah mereka ke langit. Maka Allah mengembalikan anak-anak panah mereka dalam keadaan berlumuran darah.

 

Tirmidzi menambahkan, kemudian mereka berjalan, sehingga ketika sampai di sebuah gunung di Baitul Maqdis, mereka berkata, “Sungguh, kami telah membunuh semua makhluk yang berada di bumi. Selanjutnya, mari kita bunuh makhluk yang berada di langit.’” Maka mereka melemparkan anak-anak panah mereka ke langit. Maka Allah mengembalikan anak-anak panah mereka dalam keadaan berwarna merah darah. Dan Nabi Isa a.s. dikepung ….” al-Hadis.

 

Sabda Nabi Saw., “Lalu, burung-burung tersebut mengambil dan melemparkan mayat-mayat mereka ke mana saja sesuai dengan kehendak Allah,” maka dalam riwayat Tirmidzi menjadi, “Maka burung-burung itu melemparkan mereka dengan bantuan unta besar.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Dan, orang-orang muslim menggunakan tongkat-tongkat dan anak-anak panah mereka untuk menyalakan api selama tujuh tahun.” Juga beliau bersabda, “Dan, Allah mengirimkan hujan kepada mereka” al-Hadis.

 

Selain riwayat Tirmidzi disebutkan, “Maka burung-burung tersebut melemparkan mereka ke tempat yang menyeramkan, yaitu ke lautan tempat terbitnya matahari.”

 

Disebutkan oleh ibnu Majah seperti yang telah disebutkan oleh Tirmidzi dari Hisyam bin Ammar dari Yahya bin Hamzah dari Ibnu Jabir dari Yahya bin Jabir ath-Tha’i dari Abdurrahman bin Jubair bin Nafir dari ayahnya bahwa dia mendengar an-Nawwas bin Sarm’an berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dan, orang-orang muslim menyalakan api dengan tongkat-tongkat Ya’juj dan Ma’juj, anak-anak panah mereka, dan tameng-tameng (perisai) mereka selama tujuh tahun.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ali bin Muhammad dari Abdurrahman al-Muharabi dari Ismail bin Rafi’ Abi Rafi’ dari Abu Umar asy-Syaibant Zur’ah dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah berkhutbah di tengah-tengah kami. Sebagian besar isi khutbah beliau adalah cerita tentang Dajal yang kami ceritakan dan kami khawatirkan. Antara lain beliau bersabda, “Sesungguhnya tidak ada ujian (fitnah) di muka bumi sejak Allah Ta’ala menciptakan Adam, yang lebih besar daripada fitnah Dajal. Dan sungguh, setiap nabi yang diutus Allah ‘Azza Wa Jalla pasti dia memperingatkan umatnya terhadap Dajal. Aku adalah nabi terakhir, dan kalian adalah umat terakhir. Nanti, Dajal pasti akan keluar di tengah-tengah kalian, tidak diragukan lagi. Jika Dajal keluar, dan aku masih berada di tengah-tengah kalian, maka aku akan membela setiap orang muslim. Tetapi, jika Dajal keluar sepeninggalku, maka masing-masing harus membela dirinya sendiri. Dan, Allah adalah penggantiku yang akan melindungi setiap orang muslim.

 

Sesungguhnya Dajal akan keluar di perbatasan antara Syam dan Irak, kemudian dia akan merusak kanan kirinya. Karenanya, maka teguhkanlah hati kalian, hai hamba-hamba Allah. Sungguh, aku akan menyebutkan kepada kalian ciri-ciri Dajal, yang belum pernah disebutkan oleh seorang nabi pun sebelumku.

 

Sesungguhnya Dajal akan keluar dan berkata, “Aku adalah nabi Allah.” Padahal, tidak ada seorang pun nabi setelahku. Setelah memuji dirinya sendiri, Dajal berkata lagi, “Aku adalah tuhan kalian.” Padahal kalian tidak akan melihat Tuhan kalian sebelum kalian mati. Sesungguhnya Dajal itu. matanya buta sebelah (pecak), sedangkan Tuhan kalian tidak buta sebelah. Di antara kedua matanya tertulis “kafir”, yang dapat dibaca oleh setiap mukmin, baik yang dapat menulis maupun yang tidak dapat menulis.

 

Di antara fitnah Dajal ialah bahwa dia membawa surga dan neraka. Siapa pun yang dicoba dengan nerakanya, maka hendaklah memohon perlindungan Allah dan bacalah awal Surah al-Kahfi, niscaya neraka itu akan terasa sejuk dan menyelamatkannya, seperti yang pernah dialami oleh Nabi Ibrahim a.s…

 

Dan, sesungguhnya di antara fitnah Dajal ialah bahwa dia akan bertanya kepada seorang Arab Badui, “Bagaimana pendapatmu jika aku hidupkan kembali mendiang ayah dan ibumu, apakah kamu mau bersaksi bahwa aku ini adalah tuhanmu?” Arab Badui itu menjawab, “Ya.” Maka, dua setan menjelma menjadi mendiang ayah dan ibunya seraya berkata, “Hai anakku, ikutilah dia (Dajal) karena dia adalah tuhanmu.”

 

Dan, sesungguhnya di antara fitnah Dajal ialah bahwa dia akan menangkap seseorang untuk dibunuhnya. Setelah menggergaji orang tersebut hingga menjadi dua bagian, dia lalu berkata, “Lihat hambaku yang sudah mati ini. Sekarang, aku akan membangkitkannya, kemudian dia akan mengaku ada tuhan selain aku.” Setelah dihidupkan kembali oleh Allah, dia ditanya oleh Dajal yang jahat, “Siapa tuhanmu?” Orang itu menjawab, “Tuhanku adalah Allah, dan kamu adalah musuh Allah. Kamu itu Dajal. Demi Allah, sekarang ini aku semakin mengenal siapa dirimu.”

 

Diriwayatkan oleh Abu al-Hasan ath-Thanafasi dari al-Muharabi dari Abdullah bin al-Walid ar-Rashafi dari Athiyah dari Abu Said al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang tersebut adalah umatku yang mempunyai derajat paling tinggi di surga.” Abu Sa’id berkata, “Setahuku, orang itu adalah Umar bin Khaththab, sebelum akhirnya dia meninggal.”

 

Al-Muharabi berkata, mari kita kembali pada kelanjutan hadis Abu Rafi’. Rasultullah Saw. bersabda, “Dan, sesungguhnya di antara fitnah Dajal ialah bahwa dia menyuruh langit agar menurunkan hujan, maka hujan pun turun. Juga menyuruh bumi agar menumbuhkan tetumbuhan, maka tetumbuhan pun tumbuh.

 

Dan, sesungguhnya di antara fitnah Dajal ialah bahwa dia meiewati penduduk sebuah perkampungan, maka mereka semua membenarkannya. Lalu Dajal menyuruh langit agar menurunkan hujan, maka hujan pun turun. Dan, Dajal juga menyuruh bumi agar menumbuhkan tetumbuhan, maka tetumbuhan pun tumbuh, sehingga binatang-binatang ternak mereka dapat merumput dengan kenyang, tubuhnya padat berisi, dan melimpah air susunya.

 

Semua penjuru bumi akan diinjak dan dikuasai oleh Dajal, kecuali Mekah dan Madinah. Dajal tidak dapat memasuki kedua kota tersebut karena setiap pintu-pintunya dijaga oleh para malaikat dengan pedang-pedang yang terhunus. Akhirnya, Dajal singgah di sebuah gunung kecil bertanah merah, tandus, dan berpasir. Pada saat itu terjadi tiga kali gempa di Madinah yang menggoncangkan penduduknya, sehingga semua orang munafik, baik laki-laki maupun perempuan semuanya keluar mendatangsi Dajal. Karenanya, Madinah terbebas dari orang-orang yang bermaksiat, seperti api yang menghilangkan karat besi. Dan, hari itu disebut Hari Pembersihan (Yaum al-Khalash).”

 

Lalu, Ummu Syuraik binti Abi al-Askar berkata, “Wahai Rasulullah, di manakah orang-orang Arab pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Miereka sedikit. Sebagian besar mereka ada di Baitul Maqadis, yang dipimpin oleh seorang laki-laki yang saleh. Dia akan menjadi imam mereka di saat shalat Subuh. Tiba-tiba, pada saat itu Nabi isa a.s. turun, lalu imam pun mundur ke belakang dan mempersilakan Nabi Isa a.s. yang menjadi imam mereka. Tetapi, beliau menolak, dan mempersilakan orang itu untuk maju ke depan menjadi imam.

 

Ketika shalat selesai, maka Nabi Isa as. meminta agar pintu dibukakan. Ketika pintu itu dibuka, maka di belakangnya terdapat Dajal bersama 70.000 orang Yahudi, yang semuanya membawa pedang dan senjata lainnya. Begitu melihat Nabi Isa a.s., Dajal meleleh seperti melelehnya garam di dalam air, lalu lari tunggang-langgang. Nabi Isa ass. lalu berkata, “Sungguh, aku mempunyai satu pukulan yang tidak mungkin bisa kamu hindari.” Kemudian, Nabi Isa a.s. berhasil menangkap Dajal di pintu kota Lud sebelah ilmur dan membunuhnya.

 

Kemudian, Allah mengalahkan orang-orang Yahudi hingga porak-poranda. Batu, pohon, dinding, dan binatang ternak apa pun, yang dijadikan tempat-tempat persembunyian orang-orang Yahudi, maka Allah jadikan semua itu mampu berbicara, —kecuali pohon al-Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi—. Benda-benda itu akan berkata, “Hai hamba Allah yang muslim, orang Yahudi ada di sini. Ayo, bunuh saja dia.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya hari-hari Dajal itu 40 tahun. Setahun seperti setengah tahun, setahun seperti sebulan, sebulan seperti seJumat (seminggu), dan hari-hari lainnya seperti bunga api. Pada pagi hari, salah seorang di antara kalian berada di depan pintu sebuah kota, namun belum sampai lagi ke pintu yang lainnya, waktu ternyata sudah sore.” Lalu, dikatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami mengerjakan shalat pada hari-hari yang sesingkat (pendek) itu?” Beliau menjawab, “Kalian kira-kira sendiri saja, seperti kalian mengira-ngira pada hari yang panjang ini, lalu shalatlah.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Di tengah-tengah umatku, Nabi Isa a.s. akan menjadi haKim yang adil dan imam yang adil pula. Dia akan menghancurkan salib, membunuh babi, membebaskan pajak, membiarkan sedekah, tidak mengambil zakat kambing ataupun unta, dan menghilangkan permusuhan, Kebencian, dan kedengkian. Setiap binatang yang mempunyai zat racun akan lenyap, sehingga seorang laki-laki kecil yang memasukkan tangannya ke dalam mulut ular sama sekali tidak berbahaya. Seorang wanita kecil yang menyerang singa tidak digigitnya. Dan, seekor serigala yang berada di tengah-tengah kawanan kambing seperti seekor anjing yang menjaganya.

 

Pada saat itu, bumi benar-benar dipenuhi kedamalan seperti bejana yang dipenuhi air. Tiada yang disembahnya kecuali Allah. Perang berhenti sama sekali. Kaum Quraisy dapat mengambil kembali kekuasaannya. Bumi seperti hamparan perak yang menumbuhkan tumbuhan seperti pada masa Nabi Adam ass., sehingga sekelompok orang yang berkumpul pada satu tandan anggur saja dapat mengenyangkan mereka. Dan, kelompok lainnya yang berkumpul pada sebutir delima dapat mengenyangkan mereka pula. Hingga harga seekor sapi sekian dan sekian dari harta, seedang harga seekor kuda hanya beberapa dirham saja.”

 

Lalu dikatakan, “Wahai Rasulullah, apa yang membuat harga kuda sangat murah?” Beliau menjawab, “Karena binatang itu sudah tidak digunakan lagi untuk berperang.” Lalu dikatakan lagi, “Wahai Rasulullah, kenapa harga seekor sapi sangat mahal?” Beliau menjawab, “Karena binatang itu dipakai untuk membajak semua ladang.”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, sebelum Dajal keluar, selama tiga tahun manusia mengalami masa-masa yang sulit. Mereka dilanda bencana kekeringan dan kelaparan. Pada tahun pertama, Allah memerintahkan langit menahan sepertiga hujannya, dan memerintahkan bumi menahan sepertiga tumbuhannya. Pada tahun: kedua, Allah memerintahkan langit menahan dua pertiga hujannya, dan memerintahkan bumi menahan dua pertiga tumbuhannya. Dan, pada tahun ketiga, Allah memerintahkan langit menahan seluruh hujannya, sehingga tidak ada setetes pun hujan yang turun. Dan memerintahkan bumi menahan seluruh tumbuhannya, sehingga tidak ada satu pun tanaman yang tumbuh. Maka pada saat itu, setiap binatang yang berkuku dan bertaring akan mati, kecuali yang dikehendaki oleh Allah Lalu ditanyakan, “Lalu apa yang membuat manusia bisa hidup pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Dengan bacaan tahlil, takbir, tasbih, dan tahmid. Bacaan-bacaan tersebut cukup bagi mereka sebagai pengganti makanan.”

 

lbnu Majah berkata, aku pernah mendengar Abdurahman al-Muharabi mengatakan, “Sebaiknya hadis ini disampaikan kepada seorang pendidik agar diajarkan kepada anak-anak didiknya dalam majelis-majelis ilmu.”

 

Disebutkan dalam hadis Asma’ binti Yazid al-Anshariyah bahwa para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, engkau menuturkan tentang Dajal. Demi Allah, salah seorang Kami ada yang sedang membuat adonan. Namun, belum juga adonan itu menjadi roti, dia merasa takut terkena fitnah, sedang engkau pun bersabda bahwa makanan-makanan akan disisihkan darinya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Pada waktu itu, seorang mukmin akan merasa cukup seperti halnya para malaikat.” Mereka berkata, “Sesungguhnya para malaikat tidak makan dan tidak pula minum. Mereka hanya menyucikan Allah.” Lalu, Rasulullah Saw. bersabda, “Pada waktu itu, makanan orang-orang mukmin adalah bacaan tasbih.” ‘

 

Diriwayatkan oleh Abdurazzaq dari Ma’mar dari Qatadah dari Syahr bin Hausyab dari Asma’ binti Yazid al-Anshariyah, dia berkata, pada saat Rasulullah Saw. berada di rumahku, beliau menyinggung tentang Dajal dan bersabda bahwa sesungguhnya sebelum Daijjal keluar ada tiga tahun bencana. Pada tahun pertama, langit menahan sepertiga hujannya, dan bumi menahan sepertiga tumbuhannya. Pada tahun kedua, langit menahan dua pertiga hujannya, dan bumi menahan dua pertiga tumbuhannya. Dan, pada tahun ketiga, langit menahan seluruh hujannya, dan bumi menahan seluruh tumbuhannya. Sehingga, pada saat itu setiap binatang yang berkuku dan bertaring akan mati.

 

Dan, sesungguhnya di antara fitnah Dajjai yang paling dahsyat ialah ketika Dajal mendatangi seorang Arab Badui dan bertanya, “Bagaimana menurutmu jika aku hidupkan kembali untamu, apakah kamu akan percaya bahwa aku ini adalah tuhanmu?” Arab Badui itu menjawab, “Ya.” Maka setan menjeima menjadi seekor unta yang sangat bagus dan gemuk.

 

Selanjutnya, Dajal menemui seseorang yang ditinggal mati saudaranya atau ayahnya, lalu bertanya, “Bagaimana menurutmu jika aku hidupkan kembali mendiang saudaramu dan ayahmu, apakah kamu akan percaya bahwa aku ini adalah tuhanmu?” Orang itu menjawab, “Ya.” Maka setan menjelma menjadi saudaranya dan ayahnya.

 

Asma’ berkata, setelah beberapa saat keluar untuk suatu keperluan, Rasulullah Saw. kembali lagi. Sementara para sahabat gelisah dan bingung mendengar apa yang beliau ceritakan tadi. Lalu aku memegang kedua sisi pintu. Beliau lalu bertanya, “Apakah kamu juga bingung, hai Asma’?” Aku menjawab, “Cerita engkau tentang Dajal benar-benar hampir membuat jantung Kami terasa copot.” Beliau lalu bersabda, “Jika Dajal keluar nanti, dan aku masih berada di tengah-tengah kalian, maka akulah yang akan melawannya. Tapi, jika aku sudah tiada, maka Tuhankulah yang akan menolong terhadap orang yang beriman.” Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sedang membuat adonan, namun jika adonan itu tidak menjadi roti, maka kami akan kelaparan. Jadi bagaimana nasib orang-orang mukmin pada waktu itu?” Beliau bersabda, “Seperti halnya para penghuni langit, mereka cukup dengan membaca tasbih dan taqdis.”

 

Turunnya Nabi Isa a.s., dan Berapa Lama Beliau Tinggal di Bumi

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya tsa bin Maryam benar-benar akan turun sebagai hakim yang adil. Dia akan menghancurkan salib, membunuh babi, membebaskan pajak, tidak mengambil zakat unta, dan menghilangkan permusuhan, kebencian, dan kedengkian. Dan mereka akan menyeru manusia untuk mengambil harta, namun tidak ada seorang pun yang mau menerimanya.”

 

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana sikap Kalian kelak ketika Isa bin Maryam turun di tengah-tengah kalian, dan menjadi pemimpin di antara kalian?” Dalam riwayat lain disebutkan, “Pemimpin di antara kalian.”

 

lbnu Abu Dzi’b berkata, “Tahukah kamu maksud pemimpin di antara kalian?” Aku menjawab, “beritahukanlah kepadaku!” Ibnu Abu Dzi’b berkata, “Dia memimpin Kalian dengan Kitab Tuhan Kalian Azza Wa Jalla, dan sunnah Nabi kalian Saw..”

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, Sungguh isa bin Maryam akan muncul dari suatu tempat di Rauha’ untuk menunaikan haji atau umrah atau kedua-duanya.”

 

Diriwayatkan dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Al-Masih |Ibnu Maryam akan mendapatkan beberapa orang dari umatku yang seperti kalian, atau bahkan lebih baik daripada kalian.” Beliau mengulangi sabdanya tersebut sebanyak tiga Kali. Demikian yang dituturkan oleh Ibnu Barjan dalam kitabnya, al-irsyad.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Isa bin Maryam akan turun pada 500 orang laki-laki dan 400 orang perempuan, yang pada waktu itu mereka merupakan orang-orang pilihan di muka bumi, dan mereka seperti orang-orang saleh pada masa lalu.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Isa bin Maryam akan turun, lalu dia akan menikah dan dikaruniai seorang anak. Dia akan tinggal selama 45 tahun. Dia akan meninggal dan dikebumikan bersamaku dalam kuburku. Lalu, aku dan Isa akan bangkit dari kubur yang sama di antara Abu Bakar dan Umar.” Disebutkan oleh Abu Hafsh al-Mayanisyi.

 

Mungkin, setelah Nabi isa a.s. membunuh Dajal, dia menikahi seorang wanita Arab dan dikaruniai seorang anak perempuan, yang kemudian anak tersebut meninggal. Selanjutnya, dia pun meninggal setelah menjalani hidup selama dua tahun. Demikian dikatakan oleh Abu Laits as-Samarqandi. Tetapi, hal ini ditentang oleh Ka’ab. Menurutnya, Isa bin Maryam dikaruniai dua orang anak laki-laki, sebagaimana yang akan diterangkan nanti.

 

Disebutkan dalam hadis Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Setelah turunnya, Isa bin Maryam akan berada di bumi selama 40 tahun. Kemudian dia meninggal, dan jenazahnya dishalati serta dikebumikan oleh kaum muslimin.” Demikian dikemukakan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, yang mendapatkan riwayat dari Hisyam dari Qatadah dari Abdurrahman bin Adam dari Abu Hurairah.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Para nabi adalah saudara seayah. tbu mereka berlainan, tetapi agama mereka sama. Dan, aku adalah orang yang paling dekat terhadap Isa bin Maryam, karena di antara aku dan dia tidak ada seorang nabi. Jika kalian melihat Isa bin Maryam, maka kenalilah bahwa dia adalah seorang laki-laki yang tingginya sedang, berkulit putih kemerah-merahan, mengenakan dua kain yang telah disepuh. Kepalanya seakan-akan meneteskan air walaupun tidak basah, dan bermuka ceria.

 

Sesungguhnya Nabi Isa a.s. akan membunuh babi dan menghancurkan salib, dan harta akan melimpah ruah saat itu. Semua agama pada saat itu akan lenyap kecuali Islam. Dan, pada waktunya, Allah membinasakan Dajal, seorang yang buta sebelah (pecak) dan pendusta. Pada waktu itu, bumi menjadi aman sehingga singa digembalakan bersama unta, harimau bersama sapi, serigala bersama kambing, dan anak-anak pun bebas bermain-main dengan ular. Sebagian mereka tidak membahayakan sebagian yang lainnya. Nabi Isa a.s. tinggal di bumi selama 40 tahun. Kemudian dia meninggal, dan jenazahnya disalati serta dikebumikan oleh kaum muslimin.”

 

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Isa a.s. tinggal di bumi selama 24 tahun.

 

Disebutkan dalam hadis Abdullah bin Umar, “Kemudian manusia hidup selama tujuh tahun, tiada permusuhan di antara dua orang sekali pun. Kemudian Allah mengirim angin yang sejuk dari arah Syam ….” al-Hadis. Hadis ini selengkapnya sudah diterangkan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa Nabi Isa a.s. tinggal di bumi selama tujuh tahun. Wallahu a’lam.

 

Ka’ab al-Ahbar berkata bahwa Nabi Isa a.s. tinggal di bumi selama 40 tahun. Selama itu, dia membawa kebajikan. Berkah turun pada rezeki apa pun. Sebutir anggur saja cukup untuk dimakan seseorang. Buah delima juga melimpah ruah sehingga hampir tidak kuat dibawa oleh unta yang mengangkutnya. Sehingga seseorang yang masih hidup pada waktu itu berkata kepada orang yang telah mati, “Ayo, hiduplah kembali. Lihat, ini berkah yang diturunkan Allah.”

 

Nabi Isa a.s. menikah dengan seorang wanita keluarga si Fulan. Dia dianugerahi dua Orang anak laki-laki. Satu bernama Muhammad, dan satunya lagi bernama Musa. Bersama Nabi isa a.s., manusia yang hidup pada zaman itu benar-benar sejahtera, dan hal itu berlangsung selama 40 tahun. Selanjutnya Allah mencabut roh Nabi tsa a.s., kemudian jenazahnya dimakamkan di samping kubur Nabi Muhammad Saw., di kamar beliau. Tidak lama kemudian, orang-orang terbaik umat ini mati pula. Sehingga, yang tersisa adalah orang-orang jahat yang merajalela di tengah-tengah kaum mukminin yang jumlahnya sedikit. Dan itulah yang dimaksud sabda Rasulullah Saw. (dalam hadis riwayat Muslim), “Islam itu bermula dari sesuatu yang asing, dan akan kembali lagi menjadi asing sebagaimana saat awalnya.”

 

Ada yang mengatakan bahwa jenazah Nabi isa a.s. di kebumikan di Baitul Maqdis, di tempat pemakaman nabi-nabi.

 

Apakah Nabi Isa a.s. Dianggap Nabi Akhir Zaman?

 

Ada sementara orang yang mengatakan bahwa dengan turunnya Nabi Isa a.s., berarti tidak ada lagi beban kewajiban syariat. Pendapat ini keliru. Selain berdasarkan beberapa hadis Abu Hurairah yang telah saya ketengahkan di atas, juga berdasarkan firman Allah Ta’ala,

 

“Dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab: 40)

 

Juga berdasarkan sabda Nabi Saw, “Tidak ada seorang nabi pun sesudahku”, dan, “Aku adalah yang mengakhiri.” Maksudnya, yang mengakhiri para nabi.

 

Jadi, tidak boleh ada anggapan bahwa Nabi Isa a.s. itu turun dengan membawa syariat baru. Dia turun membawa syariat Nabi Muhammad Saw… Bahkan pada waktu, itu dia akan turun sebagai salah satu pengikut Nabi Muhammad Saw., seperti yang pernah beliau kabarkan kepada Umar (dalam hadis riwayat Ahmad), “Seandainya Musa masih hidup, dia tidak punya pilihan selain menjadi saiah seorang pengikutku.”

 

Diriwayatkan oleh Abu az-Zubair bahwasanya dia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda bahwa akan selalu ada di antara umatku sekelompok, orang yang berperang membela kebenaran sampai hari Kiamat kelak. Lalu, turunlah Nabi tsa a.s.. Maka berkatalah pemimpin mereka, “Silakan engkau menjadi imam shalat kami” Dia menjawab, “Tidak. Sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin bagi yang lainnya, sebagai penghormatan Allah terhadap umat ini.” Hadis ini diriwayatkan juga oleh Muslim dalam Shahih Muslim.

 

Nabi Isa a.s. turun untuk mengukuhkan syariat ini sebagai syariat yang paripurna, dan Nabi Muhammad Saw. adalah nabi dan rasul terakhir. Nabi Isa a.s. turun sebagai hakim yang adil. Selaku hakim, pada waktu itu dia adalah penguasa bagi kaum muslimin. Sebab, pada saat itu tidak ada imam, hakim, dan mufti, karena Allah telah mengangkat mereka semua. Karena itulah, Nabi Isa a.s. diturunkan. Sebelum diturunkan Allah dari langit, dia sudah diberi pengetahuan tentang syariat yang dibutuhkannya untuk menghukum di antara manusia, di samping yang akan diamalkannya sendiri. Pada waktu itu, orang-orang yang beriman bergabung dengannya, dan menjadikannya sebagai hakim bagi diri mereka. Karena, tidak ada seorang pun yang patut mengemban tugas mulia tersebut selain dirinya. Betapa pun kepemimpinan itu tidak boleh kosong atau vakum. Lagi pula keutuhan dunia itu tergantung dengan masih adanya beban syariat sampai di muka bumi tidak ada lagi yang menyebut-nyebut Allah, sebagaimana yang akan diterangkan nanti.

 

Beberapa Sebab Diturunkannya Nabi Isa a.-s. Pada Waktu itu

 

Lalu apa makna di balik diturunkannya Nabi Isa a.s. pada waktu itu, bukan yang lainnya? Maka, jawabannya ada tiga:

 

Pertama, mungkin hal itu terkait dengan keinginan orang-orang Yahudi, yang dahulu hendak membunuh dan menyalibnya. Cerita mengenai mereka dan Nabi Isa a.s. sudah dijelaskan Allah secara gamblang dalam al-Qur’an. Namun, mereka selalu mengklaim bahwa mereka-lah yang telah membunuh Nabi Isa a.s. Mereka menuduh Nabi Isa.a.s. sebagai tukang sihir dan tuduhan tuduhan keji lainnya. Padahal di mata Allah. dia adalah makhluk yang bersih. Atas tuduhan tersebut, maka Allah menimpakan kenistaan kepada mereka. Dan, itu terus berlanjut semenjak Allah memuliakan Islam dan mengibarkan benderanya. Di mana pun di muka bumi ini, mereka tidak memiliki kekuasaan maupun Kekuatan sama sekali, dan itu akan terus berlaku sampai menjelang kiamat nanti.

 

Ketika Dajal, si tukang sihir paling hebat muncul, mereka membaiatnya dan mengaku sebagai pasukannya. Mereka merasa sanggup melampiaskan dendam kepada kaum muslimin. Ketika itu yang terjadi, maka Allah menurunkan seseorang, yang menurut Keyakinan mereka telah dibunuhnya dahulu. Allah memperlihatkan kembali kepada mereka dan orang-orang munafik bahwa Nabi Isa a.s. masih hidup. Allah lalu menolong Nabi Isa a.s. dari mereka yang mengakuinya sebagai tuhan. Sampai-sampai Orang-orang Yahudi dibuatnya lari tunggang . langgang.

 

Pada saat itu, mereka tidak menemukan tempat untuk menyelamatkan diri. Ketika salah seorang dari mereka berusaha sembunyi di balik sebatang pohon, batu besar, atau dinding, maka benda-benda padat itu berseru memberitahukan, “Hai Roh Allah, ini ada orang Yahudi bersembunyi di balikku.” Sebagian ada yang selamat, dan sebagian lagi ada yang dibunuhnya. Demikian pula nasib yang dialami oleh seluruh orang Kafir, sehingga di muka bumi tidak ada lagi seorang pun dari mereka.

 

Kedua, mungkin alasan kenapa Nabi Isa a.s. turun pada waktu itu adalah karena memang ajalnya sudah dekat, bukan untuk membunuh Dajal. Sebab, makhluk yang tercipta dari tanah itu tidak sepatutnya meninggal di langit. Tetapi, dia harus mengikuti apa yang difirmankan Allah,

 

“Dari bumi (tanah) itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya Karni akan mengembalikan kamu dan darinya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55)

 

Karenanya, Allah menurunkan Nabi Isa a.-s. ke bumi, dan dikuburkan di sana. Setelah Allah mencabut nyawanya, maka orang-orang mukmin mengurus jenazahnya, menshalatkannya, dan mengebumikannya di pemakaman nabi-nabi, yaitu di Baitul Maqdis. Kemudian, kelak akan dibangkitkan kembali bersama mereka pada hari Kebangkitan.

 

Pada saat Nabi Isa a.s. diturunkan, itu bertepatan dengan kukeluarnya Dajal di pintu kota Lut, seperti yang kisahkan dalam beberapa hadis. Fitnah paling keji yang disebarluaskan Dajal ialah pengakuannya bahwa dia adalah tuhan. Tidak ada seorang pun dari kaum mukmin yang sanggup membunuh Dajal kecuali Nabi Isa a.s. Karena, memang dia termasuk orang yang dipilih Allah untuk menyampaikan risalah-Nya. Allah juga menurunkan kepadanya Kitab Injil dan menjadikan Ibundanya, Maryam yang melahirkan tanpa seorang ayah sebagai tanda kekuasaan-Nya. Jadi, itulah yang menjadi alasan kenapa dia diturunkan ke bumi.

 

Ketiga, disebutkan dalam Injil tentang keutamaan umat Nabi Muhammad Saw., seperti hainya yang difirmankan Allah Ta’ala,

 

“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil.” (QS. Al-Fath: 29)

 

Karenanya, Nabi Isa a.s. berdoa memohon kepada Allah “Azza Wa Jalla agar berkenan menjadikannya sebagai salah seorang umat Nabi Muhammad Saw., dan Allah pun mengabulkan permohonannya. Allah mengangkatnya ke langit, lalu pada akhir zaman, dia akan diturunkan kembali ke bumi sebagai pembaharu bagi ajaran-ajaran Islam yang hilang, agama Nabi Muhammad Saw… Peristiwa itu terjadi menyusul keluarnya Diajai yang kemudian dibunuhnya.

 

Sangat boleh jadi bahwa peristiwa pembunuhan Dajal oleh Nabi Isa a.s., karena di tengah-tengah manusia terjadi berbagai kekacauan yang sudah sangat parah, sehingga mereka semua berkewajiban melakukan jihad. ban Nabi (Isa a.s., seperti halnya para pengikut Nabi Muhammad Saw. yang lain, ikut terpanggil melaksanakan kewajiban tersebut.

 

Di manakah Nabi Isa a.s. Dikuburkan?

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai di mana sebenarnya Nabi Isa a.s. dimakamkan, Menurut al-Hulaimi, dia dimakamkan di Baitul Maqdis. Dan ada pula yang mengatakan bahwa Nabi Isa a.s. dimakamkan bersama Nabi Saw., sebagaimana yang telah kami kemukakan sebelumnya.

 

Beberapa Arti dari Kata al-Masih

 

Ada 23 pendapat ulama mengenai afaz al-Masih, seperti yang dikemukakan oleh Abdul Khaththab bin Dihyah dalam kitabnya, Majma’ al-Bahrain.

 

  1. Yang benar adalah al-Masyih, dengan mensukunkan sin dan mengkasrahkan ya, yang artinya pengembara.

 

  1. Menurut Ibnu Abbas, al-Masih berarti yang mengusap. Dalam arti bahwa setiap orang yang menderita penyakit begitu diusapnya langsung sembuh, dan orang yang telah meninggal begitu diusapnya langsung hidup kembali. Itulah mukjizat Allah yang diberikan kepada Nabi Isa a.s..

 

  1. Menurut Ibrahim an-Nakha’i, al-Masih sama dengan ash-Shiddiq yang berarti orang yang amat jujur. Pendapat ini didukung oleh alAshma’i dan al-A’rabi.

 

  1. Menurut Abu Ubaid, aslinya berasa dari kata Hama syaiha lalu berubah menjadi Masiyya, seperti yang diucapkan oleh orang-orang Yahudi.

 

  1. Menurut Ibnu Abbas seperti yang dikutip oleh Atha’, al-Masih berarti telapak kakinya terhapus. Maksudnya, telapak kakinya tidak terdapat lekukan.

 

  1. Al-Masih berarti yang diusap. Dikarenakan sewaktu keluar dari perut ibunya, tubuhnya bersih mengkilap seakan-akan baru diusap dengan minyak.

 

  1. Al-Masih berarti yang diolesi. Disebut demikian karena sewaktu dilahirkan dia langsung diolesi dengan minyak.

 

  1. Menurut Imam Abu Ishak al-Jawani dalam kitabnya, al-Gharib al-Kabir, itu adalah nama khusus pemberian Allah. Atau, karena dia diusap oleh Nabi Zakaria a.s..

 

  1. Al-Masih berarti tampan, karena dia memang berwajah tampan.

 

  1. Al-Masih berarti sepotong perak. Begitulah Isa bin Maryam yang Kulitnya putih kemerah-merahan laksana perak dan dadanya bidang.

 

  1. Menurut para ulama ahli bahasa, al-Masih bisa berarti keringat. Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata, “Ketika Rasulullah Saw. melihat apa yang sedang aku pikirkan, maka beliau menepuk dadaku sampai keluarlah keringatku, dan aku seakan-akan melihat Allah “Azza Wa Jalla dengan penuh rindu.”

 

  1. Al-Masih berarti bersetubuh. Demikian dikatakan oleh Ibnu Faris dalam kitabnya, al-Mujmal.

 

  1. Al-Masih berarti pedang. Ini pendapat Abu Amr dan al-Muthriz.

 

  1. Al-Masih berarti yang menyewakan.

 

  1. al-Masih berarti yang suka melancong. Demikian dikatakan seorang ulama ahli bahasa yang terpercaya Abu al-Abbas, yakni Ahmad bin Yahya Tsa’lab. Dikarenakan Nabi Iisa a.s. kadang berada di Syam, kadang berada di Mesir. Kadang berada di pantai, kadang berada di padang tandus, dan kadang berada di tempat yang sepi. Al-Masih Daijjal juga demikian. Dia suka menjelajahi bumi.

 

  1. Ketika ditanya oleh al-Hafizh Abu Amr adDani tentang al-Masih; Isa bin Maryam dan al-Masih Daijjal, Abu al-Hasan al-Qabisi mengatakan bahwa keduanya memang sama-sama al-Masih, yang berarti yang diusap. Nabi Isa a.s. diusap dengan usapan yang penuh dengan berkah, sementara Dajal diusap sepasang matanya alias buta. Menurut Abu al-Hasan, ada orang yang membaca al-Missiih ad-Dajal. Sementara menurut Ibnu Dihyah, al-Azhari mengatakan bahwa ada juga yang membacanya dengan al-Massiih ad-Dajal untuk membedakan Dajal dari Nabi Isa a.s.. Dan, ada juga yang membacanya dengan al-Masikh ad-Dajal. Tetapi, menurut para ulama semuanya salah. Yang benar ialah al-Masih, karena hal itulah yang diucapkan Rasulullah Saw. dan yang dikutip oleh para sahabat dari beliau.

 

  1. konon Dajal disebut al-Masih, orang yang tidak memiliki mata dan alis. Menurut lbnu faris, al-Masih itu orang yang separuh mukanya tidak bermata dan beralis, dan itu cocok dengan penampilan Dajal. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim bersumber dari Hudzaifah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, Dajal itu terhapus (buta) sebelah matanya, padanya ada lapisan daging yang tebal.”

 

  1. Al-Masih berarti pendusta. Dan, ini khusus bagi Dajal yang memang suka berdusta. Buktinya dia mengatakan, “Aku adalah Allah.” Dajal adalah manusia yang paling pendusta.

 

  1. Al-Masih berarti yang durhaka dan yang jahat. Ini khusus untuk Dajal.

 

  1. Dajal disebut al-Masih karena dia suka bepergian. Di sini Dajal akan bepergian ke semua negeri selama 40 hari, kecuali Mekah dan Madinah. Sedang point yang ke-15, pengertiannya Khusus dengan bepergian di bumi saja.

 

  1. Al-Masih berarti dirham yang tidak berukir. Demikian kata Ibnu Faris. Hal itu cocok dengan ciri-ciri Dajal yang buta sebelah matanya, karena separuh matanya terhapus. Dan, itu merupakan bentuk wajah yang paling buruk.

 

  1. Menurut al-Hafizh Abu Nu’airm dalam Kitabnya, Dala’il an-Nubuwwah, Isa bin Maryam disebut al-Masih yang berarti orang yang dihapus, karena Allah menghapus dosa dirinya.

 

  1. Menurut al-Hafizh Abu Nu’aim dalam kitab yang sama, Isa bin Maryam disebut al-Masih yang berarti orang yang diusap, karena Jibril mengusapnya dengan penuh berkah. Dan, itulah yang dimaksud firman Allah Ta’ala,

 

“Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada.” (QS. Maryam: 31)

 

Keterangan:

 

Sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya Dajal akan keluar di perbatasan antara Syam dan Irak,” Menurut sebuah hadis riwayat Tirmidzi, Dajal akan muncul di Khurasan, sedang menurut riwayat lainnya yaitu dari arah Asfahan, yaitu sebuah desa yang disebut dengan Yahudiyah Namun, dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan Muslim, yaitu antara Syam dan Irak. Maka kalau digabungkan, Dajal itu partama kali akan muncul di Khurasan, yaitu dari arah Asfahan. Lalu, Dajal keluar menuju Hijaz, yang terletak antara Irak dan Syam. Wallahu a‘lam.

 

Sabda Nabi Saw., “Maka teguhkanlah hati kalian, hai hamba-hamba Allah,” maksudnya teguhkan hati kalian dalam menganut Islam, karena Dajal akan memerintahkan langit menurunkan hujan dan memerintahkan bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan.

 

Sabda Nabi Saw., “Bagilah hari itu dengan ukuran hari-hari biasa,” al-Qadhi tyadh berkata bahwa ini merupakan kekhususan untuk hari yang sangat panjang di saat keluarnya Dajal. Siapakah Para Pengikut Setia Nabi Isa a.s.

 

Saat Beliau Turun ke Bumi?

 

Diriwayatkan dari Ismail bin Ishak dari Ibnu Abi Uwais dari Katsir bin Abdullah bin Auf dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, kami pernah mengikuti perang bersama Nabi Saw. ….” al-Hadis. Selengkapnya hadis tadi sudah dikemukakan di atas. Di mana pada saat itu beliau bersabda, “Dan, kiamat tidak akan terjadi sebelum Isa bin Maryam dan utusannya menunaikan haji atau umrah, atau Allah menghimpun keduanya untuknya.”

 

Katsir bin Abdullah bin Auf berkata, ketika hadis itu aku ceritakan kepada Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, rupanya dia sudah mendengarnya. Dia memberitahukan kepadaku tentang cerita dibalik keluarnya hadis tersebut. Katanya, “Ada seseorang yang membaca Taurat dan Injil dengan seksama, lalu dia masuk Islam. Semakin lama Islamnya semakin mantap. Ketika dia mendengar hadis tersebut dari suatu kaum, lalu dia bertanya, “Maukah kalian aku berikan kabar gembira tentang hadis tersebut?” Mereka menjawab, “Tentu.” Dia berkata, “Aku bersaksi bahwa hadis tersebut tertulis dalam Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa a.s., dan juga tertulis dalam Injil yang diturunkan Allah kepada Nabi Isa a.s., hamba Allah dan utusan-Nya, bahwa dia akan melewati Rauha’ untuk menunaikan haji atau umrah. Atau, Allah menghimpun hal itu untuknya. Kemudian Allah menjadikan pengikut setianya terdiri dari sekelompok pemuda Ashhabul Kahfi berikut anjingnya. Mereka sama-sama ikut pergi berhaji. Waktu itu mereka belum pernah berhaji dan belum meninggal.” Sebagian Pengikut Setia Nabi Isa a.s. Berasal dari Umat Nabi Muhammad Saw.

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim Abu Abdullah dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul pada point 123, dari al-Fadhil bin Muhammad alWasithi dari Ibrahim ibnu al-Walid ad-Dimisyai dari ayahnya dari Abdul Malik bin Uqbah al-Afriqi dari Abu Yunus, bekas budak (maula) Abu Hurairah dari Abdurrahman bin Samurah, dia berkata bahwa Khalid bin al-Walid pernah mengutusku untuk menyampaikan kabar gembira kepada Rasulullah Saw. pada perang Mu’tah. Begitu bertemu beliau, aku berkata, “Wahai Rasutullah,” namun, tiba-tiba beliau memotong ucapanku, “Pelan-pelanlah, hai Abdurrahman. Bendera telah dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Maka Zaid bertempur dan gugur. Semoga Allah merahmati Zaid. Selanjutnya, bendera diambil alih oleh jJa’far. Maka Ja’far pun bertempur dan gugur. Semoga Allah merahmati Ja’far. Selanjutnya, bendera diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Maka Abdullah pun bertempur dan gugur. Semoga Allah merahmati Abdullah bin Rawahah. Selanjutnya, bendera diambil alih oleh Khalid. Maka Allah memberi kemenangan kepada Khalid. Sungguh, Khalid adalah salah satu pedang di antara pedang-pedang Allah.”

 

Beberapa sahabat yang waktu itu berada di sekitarnya menangis. Beliau bertanya, “Mengapa kalian menangis?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami tidak menangis, sedang orang-orang terbaik kami, orang-orang mulia kami, dan orang-orang utama Kami, semuanya gugur?” Beliau bersabda, “Jangan menangis. Sesungguhnya perumpamaan umatku adalah seperti sebuah kebun yang dirawat oleh pemiliknya. Dia menggali saluran airnya, menyediakan alat-alat penyiramnya, dan memangkas pelepah-pelepahnya. Maka, selama setahun kebun tersebut dapat memberi makan kepada banyak orang. Begitu juga dengan tahun berikutnya lagi. Akhirnya, pada suatu tahun, kebun tersebut akan memberi makanan yang terbaik tandannya dan terpanjang dahannya. Demi Allah yang telah mengutusku dengan membawa kebenaran, Sungguh Ibnu Maryam akan mendapati sekelompok, dari umatku yang menjadi pengikut setianya.”

 

Dan telah mengabarkan kepada kami Ali bin Sa’id bin Marzuq al-Kindi dariisa bin Yunus dari Shafwan bin Amr as-Saksaki dari Abdurrahman bin Husain dari Jubair bin Nafir al-Hadhari, dia berkata, ketika para sahabat Rasulullah Saw.

 

merasa terpukul atas musibah yang menimpa teman-teman mereka bersama Zaid bin Haritsah pada Perang Mu’tah, maka Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, al-Masih Ibnu Maryam akan mendapati dari umat ini sekelompok, orang yang seperti kalian, atau bahkan lebih baik tiga kali lipat daripada kalian. Dan, Allah tidak akan menistakan umat yang awalinya adalah aku, dan akhirnya adalah al-Masih Ibnu Maryam.”

 

Dajal Tidak Mendatangkan Mudarat Bagi Orang yang Benar-benar Muslim

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Hudzaifah, dia berkata, kami berada di samping Rasulullah, maka beliau menuturkan tentang Daijjal-. Beliau lalu bersabda, “Sungguh, fitnah yang muncul dari sebagian Kalian lebih aku takuti daripada fitnah Dajal. Tiada satu fitnah pun, baik kecil ataupun besar, kecuali akan hilang oleh fitnah Dajal. Barang siapa yang selamat dari fitnah sebelum fitnah Dajal, maka dia akan selamat dari fitnah Dajal. Demi Allah, Dajal itu tidak akan mendatangkan mudarat kepada seorang muslim. Dan, di antara kedua matanya tertulis “Kafir’’.

 

Ada yang mempertanyakan dalam hadis tersebut bahwa Dajal itu tidak mendatangkan mudarat kepada seorang muslim. Namun kenyataannya, Dajal itu membunuh seorang muslim yang datang menemuinya dari Madinah dengan cara menggergaji kepalanya. Bukankah itu merupakan mudarat yang sangat besar?

 

Menurutku, bukan itu yang dimaksud. Melainkan bahwa seorang yang benar-benar muslim tidak akan terkena fitnah Dajal yang membuat dia harus keluar dari agamanya. Sebab, dia bisa melihat dengan jelas ciri-ciri Dajal dan mengenali wataknya. Tetapi, bagi seorang muslim lainnya, mungkin saja dengan gampangnya dia akan mengikuti Dajal setelah melihat apa pun yang dibawa Dajal, seperti yang sudah diterangkan dalam riwayat sebelumnya. Atau, mungkin hal fitnah Dajal itu bersifat umum yang kemudian di-takhshis (dikhususkan) oleh hadis tadi dan hadis lainnya. Wallahu a’lam.

 

Apakah Ibnu Shayyad Itu Dajal?

 

Nama aslinya adalah Shafi, dan panggilannya adalah Abu Yusuf.

 

Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Muhammad bin al-Munkadir, dia berkata, aku pernah melihat Jabir bin Abdullah bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa !Ibnu Shayyad itu adalah Dajal. Maka aku pun bertanya kepadanya, “Mengapa kamu berani bersumpah seperti itu?” Dia menjawab, “Sungguh, aku mendengar Umar juga pernah bersumpah demikian di hadapan Nabi Saw., dan beliau pun tidak mengingkarinya.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan isnad yang sahih dari Nafi’, dia berkata bahwa Ibnu Umar pernah berkata, “Demi Allah, aku tidak meragukan bahwa al-Masih Dajal adalah Ibnu Shayyad.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, kami pernah bepergian untuk menunaikan haji atau umrah. Pada saat itu, Ibnu Shayyad bersama kami. Ketika kami berhenti di suatu tempat, maka orang-orang berpencar, dan tinggallah aku dengan dia. Maka aku merasa khawatir lantaran apa yang dikatakan orang-orang tentangnya. Dia datang dengan membawa barang-barangnya, dan meletakkannya di atas barang-barangku. Aku lalu berkata, “Hari ini panas sekali. Lebih baik, barang-barangmu disimpan di bawah pohon itu.” Maka dia pun melakukannya.

 

Kemudian datanglah kepada kami sekawanan kambing. Setelah beberapa saat pergi, dia kembali lagi dengan membawa bejana besar seraya berkata, “Minumlah, hai Abu Sa’id.” Aku menjawab, “Hari ini panas sekali, dan air susu juga panas.” Aku sebenarnya tidak apa pun. Hanya saja aku tidak suka minum dari tangannya., lbnu Shayyad lalu berkata, “Hai Abu Sa’id, siapa yang masih ragu-ragu mengenai hadis Nabj Saw.? Semuanya sudah jelas bagi kalian, hai sekalian kaum Anshar. Bukankah kamu adalah orang yang paling alim di antara sahabat-sahabat Rasulullah Saw.? Bukankah Rasulullah Saw. telah bersabda bahwa Dajal itu kafir, sedangkan aku adalah muslim? Bukankah Rasulullah Saw. telah bersabda bahwa Dajal itu tidak akan memasuki Madinah dan Mekah, sedang aku datang dari Madinah, dan sekarang berada di Mekah?”

 

Dalam riwayat lain, Ibnu Shayyad berkata, “Dan aku sungguh telah berhaji.” Kata-katanya hampir membuatku bisa menerima alasannya. Kemudian Ibnu Shayyad berkata lagi, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengenal dia (Dajal), dan mengetahui tempat kelahirannya, dan di mana dia sekarang.” Aku lalu berkata kepadanya, “Celakalah kamu selamanya.”

 

Disebutkan dalam satu riwayat, Abu Sa’id berkata bahwa Ibnu Shayyad pernah ditanya, “Apakah kamu senang jika kamu menjadi orang itu, maksudnya Dajal?” Lalu dia menjawab, “Kalau itu disodorkan kepadaku, maka tidaklah aku menyukainya.”

 

Ibnu Umar pernah berkata, aku pernah bertemu dengan Ibnu Shayyad sebanyak dua kali. Pada waktu itu aku bertanya kepada salah seorang di antara mereka (sahabatnya Ibnu Shayyad), “Apakah kalian mengatakan bahwa Ibnu Shayyad itu adalah Dajal?” Orang itu menjawab, “Tidak, demi Allah.” Maka aku berkata, “Kamu telah berdusta kepadaku, demi Allah. Sungguh, sebagian dari kalian telah mengabarkan kepadaku bahwa Dajal itu tidak akan mati sebelum dia menjadi orang yang paling banyak harta dan anaknya di antara kalian. Demikian pula dengan anggapan tentang dia hingga hari ini.” Maka aku pun berbincang-bincang, lalu meninggalkannya.

 

Kemudian aku bertemu lagi dengan Ibnu Shayyad dalam kesempatan yang lain. Saat itu, aku melihat matanya telah hilang. Aku lalu bertanya, “Sejak kapan matamu seperti itu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Aku lalu berkata, “Bagaimana mungkin kamu tidak tahu, padahal mata itu berada di kepalamu sendiri?” Dia menjawab, “Jika Allah menghendaki, niscaya Dia bisa menjadikan hal ini pada tongkatmu itu.” Kemudian Ibnu Shayyad mendengus seperti dengusan keledai yang paling keras yang pernah aku dengar. Sehingga, sebagian sahabatku mengira aku telah memukulnya dengan tongkatku hingga mencederai matanya. Demi Allah, aku sama sekali tidak melakukan itu.

 

Selanjutnya, aku mendatangi rumah Ummul Mukminin (Hafshah), lalu menceritakan hal itu padanya. Maka Ummul Mukminin bertanya, “Apa yang kamu kehendaki darinya? Bukankah kamu sudah tahu bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, sesungguhnya penyebab awal yang mendorongnya keluar kepada manusia Karena kemarahan yang melandanya?”

 

Dan dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. dan Ubay bin Ka’ab al-Anshari pernah pergi menuju kebun kurma, di mana Ibnu Shayyad berada. Setelah masuk ke dalam kebun, Rasulullah Saw. berlindung di balik pohon Kurma, agar dapat mendengar sesuatu dari ibnu Shayyad sebelum dia melihat beliau. Maka, Rasulullah Saw. melihat Ibnu Shayyad sedang berbaring di atas hamparan kain beludru miliknya. Tiba-tiba, ibu Ibnu Shayyad melihat Rasulullah yang tengah bersembunyi di balik pohon kurma. Maka dia berkata kepada anaknya, “Hai Shafi (nama Ibnu Shayyad), ini ada Muhammad.” Ibnu Shayyad lalu bangun. Maka, Rasulullah Saw. bersabda, “Seandainya ibunya membiarkannya, tentu akan jelas keadaannya.”

 

Dalam riwayat lain disebutkan, selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku menyembunyikan sesuatu darimu.” Ibnu Shayyad berkata, “Itu adalah Dukh (asap).” Rasulullah Saw. bersabda, “Celaka kamu. Kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.” Lalu Umar bin al-Khaththab berkata, “Biarkan aku menebas lehernya, wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Jika dia Dajal, kamu tidak akan sanggup mengalahkannya. Dan jika dia bukan Dajal, maka sia-sia kamu membunuhnya.”

 

Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Kami telah kehilangan Ibnu Shayyad pada peristiwa Harrah.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Bakrah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ayah dan ibunya Dajal hidup selama 30 tahun tanpa dikaruniai anak. Lalu mereka dikaruniai anak laki-laki yang buta sebelah matanya (pecak). Anak itu sangat membahayakan, dan sedikit sekali kebaikannya. Matanya tidur tetapi hatinya tidak tidur.”

 

Rasulullah Saw. menerangkan kepada kami ciri-ciri kedua orang tua Dajal. Beliau bersabda, “Ayahnya sangat tinggi lagi Kurus. Hidungnya seperti paruh. Sedang ibunya adalah wanita gemuk, dan panjang kedua tangannya.”

 

Abu Bakrah berkata, aku pernah mendengar seorang bayi lahir dari golongan Yahudi di Madinah. Kemudian aku pergi ke sana bersama Zubair bin al-Awwam, sehingga kami menemui kedua orang tua bayi tersebut. Ternyata apa yang diterangkan Rasulullah Saw. ada pada kedua Orang tua itu. Kami lalu berkata, “Apakah kalian berdua mempunyai anak?” Mereka menjawab, “Selama 30 tahun, kami hidup tanpa dikaruniai anak. Kemudian kami dikaruniai seorang anak laki-laki yang buta sebelah matanya (pecak). Anak itu sangat membahayakan, dan sedikit sekali kebaikannya. Matanya tidur tetapi hatinya tidak tidur.”

 

Lalu kami keluar dari tempat mereka. Tiba-tiba anak mereka sedang terbaring di bawah terik matahari dengan berselimut sehelai kain beludru sambil mendengus. Lalu dia membuka kepalanya dan berkata, “Apa yang telah kalian berdua katakan?” Kami menjawab, “Apakah kamu mendengar apa yang kami katakan?” Dia berkata, “Ya. Kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur” Hadis ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya selain dari hadis Hammad bin Salamah.

 

Menurutku, hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari ayahnya.

 

Dirtwayatkan sebuah hadis yang cukup panjang dari Abu Hurairah, dia berkata, “Sesungguhnya seorang Yahudi menemui Nabi Saw. ….” al-Hadis. Dan pada bagian akhirnya, Yahudi itu bertanya, “Tolong kabarkan kepadaku tentang Dajal itu; apakah dia berasal dari keturunan Adam ataukah keturunan iblis?” Maka beliau bersabda, “Dia keturunan Adam, bukan dari keturunan iblis. Sesungguhnya dia pemeluk agama kalian, hai orang-orang Yahudi….” al-Hadis.

 

Ada yang mengatakan bahwa Dajal itu belum dilahirkan sama -sekali, dan baru akan lahir nanti pada akhir zaman. Tetapi, yang benar adalah pendapat pertama seperti yang telah kami kemukakan di atas.

 

Beberapa Pendapat Mengenai Ibnu Shayyad

 

Abu Sulaiman al-Khaththabi berkata bahwa orang-orang berbeda pendapat mengenai ibnu Shayyad. Bagaimana mungkin Rasulullah Saw. berteman dengan seorang pendusta yang mengaku-ngaku sebagai nabi, dan membiarkannya tinggal di Madinah sebagai tetangganya. Apa tujuan beliau di saat beliau menanyakan kepadanya ayat yang terdapat pada Surah adDukhan, lalu beliau berkata kepadanya, “Celaka kamu. Kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.”

 

Abu Sulaiman berkata bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat masih berlangsung perjanjian damai antara Rasulullah Saw. dengan orang-orang Yahudi dan para sekutunya. Ceritanya, begitu beliau sampai di Madinah, disepakati sebuah perjanjian antara kedua belah pihak. Dalam kesepakatan tersebut, disepakati bahwa orang-orang Yahudi diizinkan tinggal di Madinah dan melakukan urusan-urusan mereka. Dan, Ibnu Shayyad termasuk salah satu di antara orang-orang Yahudi tersebut.

 

Begitu mendengar tentang Ibnu Shayyad yang mengaku sebagai peramal dan bisa mengetahui perkara yang gaib, maka Rasulullah Saw. berusaha ingin mengujinya supaya mereka tahu siapa sebenarnya Ibnu Shayyad. Ketika berbicara langsung dengan Ibnu Shayyad, beliau tahu bahwa ternyata dia tukang sihir dan peramal. Atau, orang yang meragukan surga, atau orang yang akrab dengan setan. Sehingga, setan dipercaya menjadi juru bicaranya.

 

Makanya, ketika mendengar Ibnu Shayyad mengatakan, “Dukh”, maka beliau membentaknya seraya bersabda, “Celaka kamu. Kamu tidak akan melampaui kemampuanmu.” Beliau yakin bahwa itu adalah kata-kata setan yang diucapkan lewat mulut Ibnu Shayyad. Itu sama sekali bukan berasal dari wahyu, karena dia bukan orang yang memiliki kedudukan sebagai nabi yang diberitahu tentang perkara-perkara gaib. Juga bukan orang yang punya derajat wali yang diberikan ilham, ilmu, serta kebenaran berkat cahaya yang ada di hati mereka. Tetapi, itu hanyalah ucapan spekulasi yang bisa salah dan bisa benar. Dan, itulah yang dimaksud dengan ucapan ibnu Shayyad, “Aku didatangi orang jujur dan orang dusta.” Lalu, Rasulullah Saw. bersabda, “Perkara ini telah menjadi kabur olehmu.”

 

Masalah Ibnu Shayyad ini merupakan fitnah yang diujikan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, supaya bisa diketahui dengan jelas siapa yang beruntung dan siapa yang celaka. Sebelumnya, Allah juga pernah menguji kaum Nabi Musa a.s. dengan anak lembu yang membuat mereka terkena fitnah lalu menjadi binasa. Tetapi, di antara mereka masih ada yang diselamatkan dan dilindungi Allah.

 

Terdapat beragam riwayat mengenai masa tua Ibnu Shayyad. Ada riwayat yang mengatakan bahwa setelah bertobat dari ucapannya tersebut, dia meninggal di Madinah. Ketika orang-orang hendak menshalati jenazahnya, wajahnya sengaja dibuka sehingga mereka bisa melihatnya dengan jelas seraya dikatakan kepada mereka, “Saksikanlah dia!”

 

Tetapi, yang benar adalah pendapat Jabir dan Umar bahwa Ibnu Shayyad tidak lain adalah Dajal. Pendapat ini didukung oleh Abu ODzar yang mengatakan bahwa Ibnu Shayyad adalah Dajal. Juga riwayat dari Ibnu Umar. Dan, Jabir berkata, “Kami telah kehilangan Ibnu Shayyad pada peristiwa Harrah.” ini semua menyanggah riwayat yang menyatakan bahwa Ibnu Shayyad meninggal di Madinah. Wallahu a’lam.

 

Ya’juj dan Ma’juj Serta Kematiannya

 

Siapa Ya’juj dan Ma’juj itu? Di manakah mereka sekarang berada? Bagaimana sifatnya, pakaiannya, dan juga makanannya? Bagaimana mereka dapat melubangi dinding yang menutupi mereka? Serta bagaimana juga mereka dapat keluar darinya? juga penjelasan firman Allah Ta’ala,

 

“Maka apabila janji tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya.” (QS. al-Kahfi: 98)

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj selalu membuat lubang setiap harinya. Sehingga, ketika mereka hampir melihat cahaya matahari, maka pemimpin mereka berkata, “Pulanglah kalian. Kalian akan melubanginya lagi besok pagi.” Maka Allah mengembalikan dinding tersebut lebih kuat lagi daripada yang sebelumnya. Sehingga, jika tiba waktu mereka keluar, dan Allah hendak mengirimkan mereka kepada manusia, maka mereka (Ya’juj dan Ma‘juj) melubangi nya. Dan, di saat mereka hampir melihat cahaya matahari, maka pemimpin mereka berkata, “Pulanglah kalian. Kalian akan melubanginya lagi besok pagi, insya Allah.”

 

Maka esoknya mereka kembali lagi kepada lubang itu, namun mereka mendapatinya seperti keadaannya semula saat mereka tinggalkan. Karenanya, mereka terus melubanginya, dan akhirnya mereka berhasil keluar di tengah-tengah manusia. Mereka menghabiskan air, dan orang-orang berlarian berlindung ke dalam benteng-benteng mereka.

 

Kemudian Ya’juj dan Ma’juj melemparkan anak-anak panah ke langit, maka anak-anak panah tersebut kembali dalam keadaan berlumuran darah. itu yang aku hafal Lalu mereka berkata, “Kami sudah menaklukkan penduduk bumi, dan menguasai penduduk langit.” Setelah itu, Allah mengirimkan ulat-ulat ke tengkuktengkuk mereka (Ya’juj dan Ma’juj), sehingga mereka semua mati terbunuh.

 

Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya binatang-binatang di bumi menjadi gemuk, gesit, dan bersyukur karena dapat memakan banyak daging Ya’juj dan Ma’juj.”

 

Ka’ab al-Ahbar berkata, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj dengan paruhnya berusaha melubangi dinding yang mengurungnya. Ketika akan berhasil keluar, mereka berkata, “Sebaiknya kita lubangi lagi besok.” Namun, pada besoknya mereka mendapati dinding tersebut dalam keadaan seperti semula. Kejadian itu berulangulang sebanyak tiga kali.

 

Dan ketika mereka benar-benar berhasil keluar darinya, maka kelompok (barisan) mereka yang pertama mendatangi sebuah danau dan meminum semua airnya. Lalu kelompok mereka yang tengah, menyusul ke danau tersebut dan menjilati tanah danau itu. Kemudian kelompok mereka yang terakhir pun menyusul mereka seraya berkata, “Sungguh, di danau ini dahulu pernah ada airnya.”

 

Selanjutnya, mereka membidikkan anak-anak panah ke langit seraya berkata, “Kita telah berhasil mengatakan penduduk bumi dan juga penduduk langit.” Setelah itu, Allah menimpakan kepada mereka binatang-binatang melata sejenis ulat, yang menyerang tengkuk-tengkuk mereka sehingga mereka semua mati terbunuh. Bau busuk mayat mereka menyebar Ke segenap penjuru bumi. Kemudian Allah mengirim burung-burung untuk memindahkan mayat-mayat mereka ke laut. Selanjutnya, Allah menurunkan hujan selama 40 hari. Maka bumi pun menumbuhkan tanaman-tanamannya, sampai-sampai sebutir delima sanggup membuat kenyang satu anggota keluarga besar. Kemudian mereka mendengar suara teriakan …-”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, dinding dibukakan kepada Ya’juj dan Ma’juj, lalu mereka keluar sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan mereka turun dengan cepat dari tempat-tempat yang tinggi.” (QS. al-Anbiya’: 96)

 

Lalu, mereka akan menyebar di permukaan bumi, sedang orang-orang muslim akan menyingkir dan menjauhi Ya’juj dan Ma’juj. Sehingga yang tersisa hanyalah kaum muslimin yang berada di kota-kota dan benteng-benteng mereka, serta binatang-binatang ternak mereka.

 

Ketika melewati sebuah sungai, maka Ya’juj dan Ma’juj meminum airnya sampai habis, tidak ada yang tersisa. Lalu barisan mereka yang terakhir menyusul di belakang mereka. Di saat melewati sungai itu, salah seorang di antara mereka berkata, “Sungguh, di tempat ini dahulu pernah ada airnya.”

 

Setelah mereka menundukkan seluruh penduduk bumi, maka salah seorang dari mereka berkata, “Mereka semua penduduk bumi, Sungguh kita telah menumpas mereka semua, Selanjutnya, mari kita perangi penduduk langit.” Kemudian ketika salah seorang dari mereka melemparkan tombaknya ke atas langit, maka tidak lama kemudian tombak itu Kembali lagi dalam keadaan berlumuran darah. Karenanya, mereka berkata, “Sungguh, kita telah berhasil membunuh penduduk langit.”

 

Ketika mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba Allah mengirim kepada mereka binatang-binatang melata sejenis ulat belalang. Binatang-binatang tersebut menyerang leher-leher mereka sehingga mereka semua mati seperti matinya belalang. Sebagian dari mereka menindih sebagian lainnya. Dan esoknya, kaum muslimin tidak mendengar lagi suara-suara Ya’juj dan Ma’juj. Karenanya, mereka lalu berkata, “Siapa yang berani mengorbankan nyawanya untuk melihat keadaan mereka?”

 

Maka seorang laki-laki yang telah mantap rela mengorbankan nyawanya, walaupun dia meyakini bahwa Ya’juj dan Ma’juj akan membunuhnya. Ternyata, dia mendapati Ya’juj dan Ma’juj sudah mati semua. Lalu dia pun berseru kepada kaum muslimin, “Ketahuilah, bergembiralah kalian. Sungguh, telah binasa musuh-musuh kalian.” Maka orang-orang pun keluar, dan melepas binatang-binatang ternak mereka di tempat penggembalaan. Ternyata, tempat penggembalaan tersebut dipenuhi daging-daging Ya’juj dan Ma’juj. Akhirnya, binatang-binatang ternak mereka menjadi gemuk-gemuk, seperti saat mendapatkan makanan dari tumbuh-tumbuhan.

 

Setelah Dajal Terbunuh, Maka Keluarlah Ya’juj dan Ma’juj

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah afaznya menurut ibnu Majahdari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa pada malam Rasulullah Saw.

 

menjalani Isra’, beliau bertemu dengan Ibrahim a.s., Musa a.s., dan Isa a.s.. Mereka semua membicarakan tentang kiamat. Mula-mula mereka menanyakan kiamat kepada Ibrahim a.s., tetapi dia sama sekali tidak mengetahuinya. Lalu mereka menanyakannya kembali kepada Musa a.s., tetapi dia juga sama tidak mengetahuinya. Selanjutnya, pertanyaan diajukan kepada Isa a.s., dan dia berkata, “Aku sudah diberi pengetahuan tentang Kiamat kecuali kapan terjadinya. Tidak ada seorang pun yang tahu Kapan terjadinya hari Kiamat kecuali Allah.”

 

Kemudian mereka membicarakan tentang keluarnya Dajal. Maka Isa a.s. berkata, “Maka aku diturunkan untuk menghadapi Dajal, lalu membunuhnya. Setelah itu, orang-orang pun kembali lagi ke negeri-negeri mereka. Namun kemudian, Ya’juj dan Ma’juj mendatangi mereka.

 

“Dan mereka turun dengan cepat dari tempat-tempat yang tinggi.” (QS. al-Anbiya’: 96)

 

Setiap kali melewati air, maka mereka (Ya’juj dan Ma’juj) meminumnya sampai habis. Dan setiap kali melewati benda apa saja, maka mereka akan merusaknya. Karenanya, orang-orang menjerit memohon pertolongan kepada Allah. Dan, aku pun memohon kepada Allah agar Dia membunuh Ya’juj dan Ma’juj. Setelah Ya’juj dan Ma’juj mati, maka bumi menjadi busuk oleh bau mayat-mayat mereka. Karenanya, orang-orang menjerit memohon lagi kepada Allah. Dan, aku pun memohon kepada Allah. Maka Allah menurunkan hujan, yang membawa dan melemparkan mayat-mayat mereka ke laut.

 

Setelah itu, maka gunung-gunung dihancurkan, dan bumi dihamparkan seperti Kulit yang disamak. Kemudian aku diberitahu bahwa jika itu semua telah terjadi, maka itulah saatnya Kiamat akan datang kepada manusia, seperti seorang wanita hamil yang tidak diketahui oleh anggota keluarganya, kapan sewaktu-waktu dia melahirkan anaknya.” Ditambahkan oleh Ibnu Abu Syaibah, “Malam atau siang.”

 

Abu Al Awwam berkata bahwa keterangan yang lebih sahihnya lagi mengenai Ya’juj dan Ma’juj terdapat dalam Kitabullah. Allah Ta’ala berfirman,

 

“Hingga apabila dibukakan tembok Ya’juj dan Ma‘juj, dan mereka turun dengan cepat dari tempat-tempat yang tinggi.” (QS. al-Anbiya’: 96)

 

Setiap kali melewati air, mereka meminumnya sampai habis, dan setiap kali menjumpai benda apa saja, mereka merusaknya. Ditambahkan oleh Ibnu Abu Syaibah dengan ayat lain,

 

“Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit).” (QS. al-Anbiya’: 97)

 

Ciri-ciri Ya’juj dan Ma’juj

 

Diriwayatkan dari Amr bin al-‘Ash, dia berkata, “Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj adalah makhluk penghuni neraka Jahanam. Tidak ada satu pun di antara mereka yang jujur. Mereka terdiri dari tiga kelompok: Ada yang tingginya sejengkal, ada yang tingginya dua jengkal, dan sepertiga dari mereka, tinggi dan lebarnya sama. Mereka berasal dari keturunan Yafits bin Nuh a.s..”

 

Diriwayatkan dari Athiyah bin Hassan, dia berkata, “Ya’juj dan Ma’juj itu terdiri dari dua umat. Setiap umat terdiri dari 400.000 orang. Dan di antara mereka, tidak ada satu umat yang mirip dengan yang lainnya.”

 

Diriwayatkan dari al-Auza’i, dia berkata, “Bumi itu ada tujuh bagian. Enam bagian dihuni oleh Ya’juj dan Ma’juj, dan yang satu bagian lagi dihuni oleh semua makhluk.”

 

Diriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Bumi yang dihuni oleh seluruh makhluk selain Ya’juj dan Ma’juj itu hanya 24.000 farsakh. 12.000 farsakh untuk bangsa Hindu dan Sindu, 83.000 farsakh untuk bangsa China, 3.000 farsakh untuk bangsa Romawi, dan 1000 farsakh sisanya untuk bangsa Arab.”

 

Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Asy’ats dari Syu’bah dari Artha’ah bin al-Mundzir, dia berkata, ketika Ya’juj dan Ma’juj telah keluar, maka Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi tsa a.s., “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan salah satu makhluk di antara makhluk-makhluk-Ku yang tidak sanggup dihadapi oleh siapa pun kecuali Aku. Karenanya, pergilah kamu ke gunung Thur bersama pengikutmu.” Pada saat itu pengikut Nabi Isa a.s. sebanyak 12.000 anak-anak. Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj adalah makhluk penghuni neraka Jahanam. Mereka terdiri dari tiga kelompok: Sepertiga mereka ada yang setinggi pohon cemara, sepertiga lagi, tinggi dan lebarnya sama, kelompok inilah yang paling kejam. Dan, yang sepertiganya lagi, salah satu telinganya terbuka sementara yang satunya lagi tertutup. Mereka semua berasal dari keturunan Yafits bin Nuh a.s..

 

Makanan dan Minuman Ya’juj dan Ma’juj

 

Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Ya’juj adalah suatu umat yang memiliki 400 pemimpin. Begitu pula dengan Ma’juj. Salah seorang di antara mereka tidak akan mati sebelum melihat seribu penunggang kuda yang terdiri dari anak-anaknya. Sebagian dari mereka ada yang setinggi pohon cemara, sebagian lagi ada yang tingginya 120 hasta, dan sebagiannya lagi ada yang salah satu telinganya terbuka sementara yang satunya lagi tertutup.

 

Setiap kali mereka mendapati seekor gajah atau babi, mereka pasti memakannya. Dan mereka juga akan memakan sesama mereka yang sudah mati. Kelompok mereka yang terdepan berada di Syam, dan kelormpok mereka yang terakhir berada di Khurasan. Mereka akan meminum sungai-sungai yang berada di bagian ilmur, dan juga danau Thabariyah. Tetapi, Allah menghalangi mereka memasuki Mekah, Madinah, dan Baitul Maaqadis”

 

Dan diriwayatkan pula, “Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj suka memakan semua jenis binatang-binatang kecil di bumi, seperti ular, kalajengking, dan makhluk bernyawa apa pun yang berada di bumi. Tiada satu pun makhluk Allah yang begitu cepat perkembangan dan pertumbuhannya dalam setahun selain mereka. Mereka saling memanggil sesamanya dengan suara-suara seperti burung, atau dengan melolong seperti anjing. Dan, mereka bersetubuh sesamanya seperti binatang ternak, di mana saja mereka bertemu.”

 

Riwayat di atas bersumber dari kitab al-Qasha wal-Umam fi Ansab al-Arab wa al-Ajam. Dan, dikatakan pula dalam kitab tersebut bahwa di antara mereka ada yang memiliki tanduk, ekor, dan taring yang tajam. Mereka suka memakan daging-daging mentah.

 

Ka’ab al-Ahbar berkata seperti yang dikutip oleh al-Hafizh Abu Nu’aim, “Allah menciptakan Ya’juj dan Ma’juj dalam tiga kelompok: Ada yang tubuhnya seperti pohon cemara, ada yang tinggi dan lebarnya empat hasta, dan ada yang salah satu telinganya terbuka sementara yang satunya lagi tertutup. Mereka suka memakan ari-ari wanita mereka.”

 

Di manakah Ya’juj dan Ma’juj Sekarang Berada?

 

Abdul Malik bin Habib berkata berkenaan dengan kisah Zulkarnain,

 

“Maka dia pun menempuh suatu jalan.” (QS. al-Kahfi: 85)

 

Maksudnya ialah bahwa Zulkarnain mendatangi dataran rendah maupun dataran tinggi bumi, dan jalan-jalannya.

 

“Hingga ketika dia sampai di antara dua gunung.” (QS. al-Kahfi: 93)

 

Yaitu dua bukit, yang dibelakangnya Ya’juj dan Ma’juj berada.

 

“Didapatinya di belakang (kedua gunung itu) suatu kaum yang hampir tidak memahami pembicaraan. Mereka berkata, ‘Wahai Zulkarnain, sungguh Ya‘juj dan Ma‘juj itu (makhluk yang) berbuat kerusakan di bumi,’ (QS. al-Kahfi: 94)

 

Abdul Malik berkata, “Ya’juj dan Ma’juj adalah dua umat dari anak cucu Yafits bin Nuh a.s.. Allah mengaruniai mereka dengan umur panjang dan kKeturunan yang sangat banyak. sehingga salah seorang dari mereka tidak akan mati sebelum memiliki seribu anak. Jadi, seluruh keturunan Adam ass. itu terbagi menjadi sepuluh bagian: Sembilan bagian merupakan Ya’juj dan Ma’juz, dan sisanya yang satu bagian lagi adalah anak cucu Adam lainnya.”

 

Lebih lanjut Abdul Malik berkata, “Dahulu, Ya’juj dan Ma’juj suka keluar ke permukiman suatu penduduk yang terdekat pada setiap musim semi. Mereka memakan seluruh tumbuh-tumbuhan yang masih segar milik penduduk tersebut, dan membawanya pulang jika tumbuhan tersebut sudah tampak mengering. Menyaksikan tingkah laku Ya’juj dan Ma’juj yang semena-mena itu, maka penduduk perkampungan tadi mengadu kepada Zulkarnain untuk meminta bantuan dicarikan jalan keluarnya.

 

“Maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau mernbuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka ?” Dia (Zulkarnain) berkata, “Apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadaku lebih baik (daripada imbalanmu), maka bantulah aku dengan kekuatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kamu dan mereka,” (QS. al-Kahfi: 94-95)

 

Mereka lalu bertanya kepada Zulkarnain, “Apa yang kamu inginkan?” Zulkarnain menjawab, “Berilah aku potongan-potongan besi.“ (QS. al-Kahfi: 96)

 

Maka, potongan-potongan besi lalu diletakkan satu sama lainnya sehingga menyerupai bangunan.

 

“Hingga ketika (potongan) besi itu telah (terpasang) sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, dia (Zulkarnain) berkata, “Tiuplah (api itu)!” Ketika (besi) itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).” Maka mereka (Ya‘juj dan Ma‘juj) tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.” (QS. al-Kahfi: 9697) Maksudnya, melubanginya dari bawah.

 

Abdul Malik berkata mengenai firman Allah Ta’ala,

 

“Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atasnya (besi panas itu).” (QS.al-Kahfi: 96) Maksudnya adalah tembaga yang cair, agar besi itu benar-benar menempel

 

Setelah selesai membuat dinding yang sangat kuat tersebut, lalu Zulkarnain berkata, “Maka apabila janji Tuhanku sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya.” (QS. al-Kahfi: 98)

 

Dalam Tafsir-nya, Abu al-Hasan al-Haufi berkata, “Di saat Zulkarnain menyaksikan keadaan yang dialami oleh penduduk tersebut, maka dia menuju dua bukit, dan mengukur jarak antara kedua bukit tersebut, yaitu yang berada di perbatasan Turki sebelah timur. Ternyata jarak antara keduanya yaitu 100 farsakh (1 farsakh: 5 km). Lalu, dia memulai bangunan itu dengan menggali tanah untuk fondasi. Pada saat penggalian mencapai air, maka lebar galian dia buat menjadi 50 farsakh. Selanjutnya galian itu diisi dengan batu-batu besar yang direkatkan dengan cairan tembaga, sehingga terlihat seperti keringat yang mengucur dari atas bukit.

 

Kemudian di atasnya, dia bangun dari potongan-potongan besi, dan dari celah-celahnya dituangkan cairan tembaga sehingga membentuk sebuah tanggul (dinding). Tanggul itu seperti salju yang berwarna kuning. Mungkin itu karena tembaganya yang berwarna kuning atau merah, dan besinya yang berwarna hitam. Setelah bangunan tersebut kokoh, maka Zulkarnain meninggalkannya, lalu. menemui pasukannya yang terdiri dari bangsa jin dan manusia.”

 

Perilaku dan lingkungan Ya’juj dan Ma’juj

 

Ali berkata, “Sekelompok Ya’juj dan Ma’juj ada yang tingginya sejengkal. Mereka memiliki cakar dan taring yang tajam seperti binatang buas. Mereka saling memanggil sesamanya dengan suara-suara seperti burung merpati, bersetubuh seperti binatang, dan melolong seperti serigala. Mereka memiliki rambut-rambut tebal yang dapat melindungi dari serangan panas dan dingin, memiliki sepasang telinga lebar, yang satu berbulu untuk menangkal cuaca dingin di musim dingin, dan satunya lagi berupa Kulit untuk menangkal cuaca panas di musim panas.”

 

Ibnu Abbas berkata, “Bumi itu terbagi menjadi enam bagian: Lima bagian dihuni Ya’juj dan Ma’juj, dan satu bagian lagi dihuni oleh makhluk yang lain.”

 

Siapakah Nenek Moyang Ya’juj dan Ma’juj?

 

Ka’ab al-Ahbar berkata, “Suatu malam, Nabi Adam a.s. mengalami mimpi basah. Air spermanya bercampur dengan tanah, sehingga dia merasa menyesal. Dan, dari sperma itulah Ya’juj dan Ma’juj tercipta.” Para ulama berkata bahwa riwayat ini perlu dipertanyakan lagi, mengingat para nabi itu tidak ada yang mengalami mimpi basah.

 

Menurut adh-Dhahhak, Ya’juj dan Ma’juj itu berasal dari bangsa Turki. Sedangkan menurut Muaqatil, Ya’juj dan Ma’juj berasal dari keturunan Yafits bin Nuh a.s.. Dan, pendapat ini sama seperti pendapat yang telah dikemukakan di atas. Wallahu a’lam.

 

Ashim membaca lafaz Ya’juj dan Ma’juj, dengan hamzah pada kedua lafaznya. Demikian saat membacanya pada surah al-Anbiya’. Kedua lafaz tersebut merupakan isim musytaq dari ajjat at-harr dan ajj an-nar, yang berarti panas yang menyala. Dengan begitu, lafaz Ya’juj dan Ma’juj berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ajja dan maja.

 

Ada juga yang membacanya dengan tanpa memakai hamzah, yakni Yajuj dan Majuj. ini – karena bahwa Yajuj dan Majuj itu merupakan kabilah Ajam (non Arab). Kedua lafaz tersebut tidak bisa menerima tanwin karena termasuk ‘ajam dan ma‘rifah.

 

Binatang Melata dan Ciri-cirinya, Serta Hadis Mengenai al-Jassasah

 

Abu Bakar al-Bazzar meriwayatkan dari Abdullah bin Yusuf dari Abdul Majid bin Abdul Aziz dari Musa bin Ubaidah dari Shafwan bin Salim dari salah seorang anak Abdillah bin Mas’ud dari ayahnya, dia berkata, “Perbanyaklah kalian menziarahi rumah ini (Baitullah) sebelum ia diangkat dan orang-orang lupa akan tempatnya. Perbanyaklah kalian membaca alQur’an sebelum ia lenyap.” Maka orang-orang bertanya, “Hai Abi Abdirrahman (Ibnu Mas’ud), jika mushaf-mushaf ini lenyap, lalu bagaimana dengan hafalan yang ada di hati orang-orang?” Ibnu Mas’ud menjawab bahwa pada suatu hari mereka akan berkata, “Sungguh, kami pernah memberitahukan dengan suatu perkataan, dan mengatakan dengan suatu ucapan. Lalu orang-orang kembali (berpaling) Ke syair-syair jahiliah dan kisah-kisah jahiliah. Itu terjadi di saat perkataan (ketentuan datangnya masa kehancuran alam) telah jatuh atas mereka.”

 

Menurut para ulama, maksud dari, “Perkataan telah jatuh atas mereka,” adalah ancaman telah dipastikan atas mereka lantaran mereka selaiu melakukan kemaksiatan, pembangkangan, kezaliman, berpaling dari ayat-ayat Allah, tidak merenungi kandungannya, dan tidak berhukum dengannya. Bahkan, karena sering melakukan kemaksiatan, mereka sudah tidak dapat lagi dipengaruhi oleh nasihat apa pun dan tidak ada peringatan apa pun yang dapat memalingkan mereka dari tindakan zalim.

 

Setelah keadaan mereka seperti itu, maka Allah Ta’ala berfirman,

 

“Kami keluarkan makhiuk bergerak yang bernyawa dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka.” (QS. an-Naml: 82)

 

Yaitu, sejenis binatang melata yang dapat berpikir dan berbicara. Hanya Allah-lah yang mengetahui hal tersebut. Peristiwa ini terjadi agar mereka benar-benar mengetahui bahwa peristiwa tersebut merupakan tanda kebesaran Allah. Karena pada umumnya, semua binatang melata, tidak dapat berbicara dan tidak berakal.

 

Tempat Keluarnya Binatang Melata

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, dia berkata, aku pernah diajak Rasulullah Saw. ke suatu tempat di padang pasir dekat Mekah. Nyatanya, di sana ada sepetak tanah kering yang dikelilingi pasir. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Binatang melata (Dabbah) itu akan keluar dari tempat ini, yang berupa lubang sedalam satu jengkal.”

 

Apa yang Dibawa Binatang Melata Tersebut?

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, binatang melata itu akan keluar dengan membawa cincin Sulaiman bin Daud dan tongkat Musa bin Imran. Lalu binatang tersebut akan membuat wajah orang mukmin bercahaya dengan tongkal Musa, dan membuat hidung orang Kafir berstempel dengan cincin Sulaiman. Sehingga, ada orang-orang yang sedang berkumpul pada suatu hidangan makanan, maka berkatalah binatang tersebut, “Ini, Nai orang mukmin, dan ini hai orang kafir.” Hadis ini diriwayatkan juga oleh Tirmidzi, dan menurutnya hadis hasan.

 

Binatang Melata Akan Muncul Sebanyak Tiga Kali

 

Abu Daud ath-Thayalisi meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Hudzaifah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah menerangkan tentang binatang melata. Beliau bersabda, binatang melata akan Keluar sebanyak tiga kali. ia akan keluar di suatu tempat di padang pasir yang jauh, namun beritanya tidak menyebar sampai ke kota Mekah. Selanjutnya, ia akan tinggal dalam waktu lama. Kemudian, ia akan keluar lagi setelah itu, dan beritanya menyebar di perkampungan padang pasir, bahkan sampai ke kota Mekah.

 

Ketika orang-orang sedang berada di dalam masjid yang paling agung kehormatannya dan paling mulia di sisi Allah, yaitu Masjidil Haram, maka binatang melata tersebut selalu berada di dekat mereka sambil mengeluarkan suara di antara Rukun (Hajar Aswad) dan Maqam (Maqam Ibrahim). Binatang tersebut mengibasngibaskan debu yang ada di kepalanya. Maka Orang-orang pun meninggalkannya. Sebagian mereka ada yang memisahkan diri dari yang lainnya, dan sebagian lagi ada yang berkelompok.

 

Kecuali ada beberapa orang mukmin yang tetap berada di tempat itu, karena mereka mengetahui bahwa mereka tidak akan dapat mengalahkan binatang itu. Karenanya, maka binatang tersebut membuat wajah mereka itu tampak bercahaya seperti bintang yang bersinar bagaikan mutiara.

 

Selanjutnya, binatang itu meninggalkan mereka pergi merayap di atas tanah. Sehingga, tidak dapat ditemukan oleh orang yang mencarinya, dan siapa pun tidak ada yang selamat lari darinya. Bahkan, ada seseorang yang berlindung darinya dengan shalat, maka binatang itu akan datang dari belakangnya sambil berkata, “Hai Fulan, mengapa baru sekarang Kamu shalat.” Lalu binatang itu mendekat dan memberinya tanda di wajah orang itu, lalu segera berlalu.

 

Ada yang mengatakan bahwa binatang melata tersebut memberi tanda pada wajah kedua kelompok itu dengan cara menyemprotnya. Dengan semprotantersebut, makaterhiaslah di wajah orang mukmin tulisan “mukmin” dan di wajah orang kafir tulisan “kafir”.

 

Ciri-ciri Binatang Melata

 

Diriwayatkan dari Athiyyah al-Aufi dari ibnu Umar, dia berkata, “Binatang melata akan keluar dari suatu celah yang terdapat di Ka’bah. Dia akan berlari secepat kuda selama tiga hari, namun sepertiga lagi dari tubuhnya belum semua keluar.”

 

Dituturkan oleh al-Mayanisyi dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Binatang melata akan keluar dari Jiyad. Dadanya sudah sampai ke Rukun (Hajar Aswad), sedang ekornya belum Keluar juga. la adalah binatang yang berbulu lebat dan berkaki.”

 

Hadis-hadis di atas dan beberapa pendapat para ulama mengenai binatang melata, semuanya menangkal pendapat beberapa mufasir kontemporer, yang menyatakan bahwa yang dimaksud binatang melata hanyalah seorang manusia yang pandai berbicara, yang mendebat ahli bid’ah dan orang Kafir hingga mereka semua Kkalah. Orang ini akan menghancurkan siapa pun yang ingin merusak tanda-tanda kekuasaan Allah.

 

Asal Usul Binatang Melata

 

Diriwayatkan dari Hisyam bin Yusuf al-Qadhi Abi Abdirrahman ash-Shan/’ani dari Rabah bin ‘Ubaidillah bin Umar dari Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seburuk-buruk kampung (suku) adalah Jiyad.” Para sahabat bertanya, “Kenapa bisa demikian, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, “Binatang melata akan ketuar dari kampung itu. ta akan bersuara keras sebanyak tiga kali sehingga dapat terdengar ke wilayah timur dan barat.” Hadis Rabah ini tidak memiliki muttabi’ (penguat). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Ahmad bin ‘Adi at Jurjani.

 

Diriwayatkan dari Amr bin al-‘Ash, dia berkata, “Binatang melata akan ketuar dari Mekah, dari sebatang pohon. Peristiwa itu terjadi pada musim haji. Kepalanya bisa mencapai awan, sedang kakinya belum keluar dari dalam tanah.” Al-Qutbi menuturkannya dalam kitab ‘Uyun al-Akhbar.

 

Para mufasir menyangkal apa yang dikatakan Amr. Menurut mereka, binatang melata tersebut adalah sesosok makhluk besar yang keluar dari suatu celah di bukit Shafa. Tidak ada seorang pun yang selamat dari binatang tersebut. la akan memberikan tanda pada orang mukmin sehingga wajahnya akan bercahaya, dan di antara kedua matanya tertulis “mukmin”. Lalu, ia juga akan memberikan tanda pada orang kafir sehingga wajahnya tampak hitam, dan di antara kedua matanya tertulis “kafir”.

 

Abdullah bin Umar berkata, “Binatang melata itu akan keluar dari bukit Shafa di Mekah, yang pada saat itu merekah (terbelah memanjang). Karenanya, maka binatang tersebut keluar darinya.” Abdullah bin Amr juga berpendapat sama, lebih lanjut dia mengatakan, “Kalau kamu mau, aku akan meletakkan telapak kakiku di atas tempat keluarnya binatang tersebut.”

 

Diriwayatkan dari Qatadah bahwa binatang melata tersebut akan keluar dari Tihamah. Diriwayatkan pula bahwa binatang melata tersebut akan keluar dari sebuah masjid di Kufah, tempat di mana api tungku Nabi Nuh menyala. Dan, ada lagi yang mengatakan bahwa binatang tersebut akan keluar dari Thaif.

 

Bentuk dan Sifat Binatang Melata

 

Diriwayatkan dari ibnu Umar bahwa binatang melata tersebut adalah suatu makhluk yang bentuknya sama seperti manusia. la setinggi awan, sedang kaki-kakinya berada di bumi.

 

Diriwayatkan dari ibnu az-Zubair bahwa binatang melata tersebut adalah kumpulan dari bentuk-bentuk semua binatang pada umumnya. Kepalanya seperti kepala sapi, matanya seperti mata babi, telinganya seperti telinga gajah, tanduknya seperti tanduk rusa, lehernya seperti leher burung unta, dadanya seperti dada singa, warnanya seperti warna harimau, pinggangnya seperti pinggang kucing, ekornya seperti ekor domba, dan kakinya seperti kaki unta. Dan, jarak antara masing-masing sendi dengan sendi yang lainnya sekitar 12 hasta. Riwayat ini disebutkan oleh ats-Tsa’labi, al-Mawardi, dan lainnya.

 

An-Naqaqasyi menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa binatang melata itu adalah ular besar yang dulu pernah berada di dekat tembok Ka’bah. Ular besar tersebut disambar oleh burung elang ketika kaum Quraisy hendak membangun Ka’bah.

 

Dan, diriwayatkan pula bahwa binatang melata itu adalah binatang berbulu halus dan jebat, memiliki kaki yang banyak, dan tingginya mencapai 60 hasta.

 

Al-Jassasah

 

Ada yang mengatakan bahwa binatang melata itu adalah al-Jassasah sebagaimana disebutkan dalam hadis panjang yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi. Abu Daud dan Tirmidzi juga meriwayatkannya secara ringkas.

 

Menurut riwayat Muslim, Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian, kenapa aku mengumpulkan Kalian?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Beliau lalu bersabda, “Demi Allah, tidakiah aku mengumpulkan kalian bukan untuk memberi kabar gembira atau kabar buruk. Aku mengumpulkan kalian ini karena Tamim ad-Dari, seorang pemeluk Nasrani, lalu dia berbai’at dan masuk Islam.

 

Tamim bercerita kepadaku suatu cerita yang sesuai dengan apa yang pernah aku ceritakan kepada kalian mengenai al-Masih Daijjal. Dia bercerita kepadaku bahwa dia pernah pergi berlayar bersama 30 orang temannya dari suku Lakham dan Judzam. Selama sebulan, ombak mengombang-ambingkan kapal mereka di lautan. Kemudian mereka berlabuh di sebuah pulau yang berada di tengah laut, tempat matahari terbenam. Lalu, mereka semua duduk di suatu tempat dekat kapal. Setelah itu, mereka memasuki pulau itu. Di sana, mereka bertemu dengan seekor binatang melata yang hampir seluruh tubuhnya ditumbuhi bulu yang lebat dan tak teratur. Karena lebatnya bulu binatang tersebut, maka tidak diketahui mana bagian depan dan belakang binatang itu.”

 

Sedang menurut riwayat Tirmidzi, ada sejumlah warga Palestina yang berlayar di lautan. Dengan perahu tersebut, mereka mengarungi lautan hingga terdampar di salah satu pulau di antara pulau-pulau yang berada ditengah laut. Di sana, mereka mendapati seekor binatang melata berbulu lebat dan terurai. Mereka lalu bertanya, “Siapa kamu?” Binatang tersebut menjawab, “Aku adalah al-Jassasah ….’” al-Hadis.

 

Menurut riwayat Muslim, mereka berkata, “Celaka kamu, siapa kamu sebenarnya?” la menjawab, “Aku adalah al-Jassasah.” Mereka kembali bertanya, “Apa itu al-Jassasah?” Namun binatang itu malah berkata, “Hai orang-orang, pergilah kalian menemui seorang laki-laki yang berada di dalam biara. Sesungguhnya dia sangat ingin mendengarkan berita-berita dari kalian.”

 

Tamim berkata, “Setelah binatang itu memberikan tanda-tanda orang tersebut, maka kamipun berpisah dengannya, dan jangan-jangan binatang itu adalah setan perempuan. Kemudian kami bergegas menuju biara yang dimaksud. Tiba-tiba, kami mendapati sesosok manusia yang sangat besar selama yang pernah kami lihat. Tubuhnya sangat Kuat. Kedua tangannya terikat ke pundaknya, serta antara dua lutut dan kedua mata kakinya dibelenggu dengan rantai besi.”

 

Sedang menurut riwayat Tirmidzi, “Di sana ada seorang laki-laki, yang kaki dan tangannya dibelenggu dengan rantai.”

 

Adapun menurut riwayat Abu Daud, di sana ada seorang laki-laki yang menarik rambutnya, dalam keadaan dibelenggu dengan rantai-rantai. la melompat-lompat antara langit dan bumi. Lalu kami bertanya, “Celaka kamu, siapa Kamu ini?” la menjawab, “Kalian telah mengetahui siapa diriku, sekarang beritahu aku, siapa Kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang Arab yang sedang mengarungi lautan dengan sebuah perahu. Selama sebulan, perahu kami diombang-ambing ombak lautan. Dan akhirnya, kami terdampar di pulaumu ini. Lalu, kami duduk di suatu tempat dekat kapal. Setelah itu, kami memasuki pulau ini. Tiba-tiba, Kami bertemu dengan seekor binatang melata yang hampir seluruh tubuhnya diturmbuhi bulu yang lebat dan tak teratur. Karena lebatnya bulu binatang tersebut, maka Kami tidak mengetahui mana bagian depan dan belakang binatang itu. Ternyata binatang tersebut adalah al-Jassasah. Binatang itu mengatakan kepada kami agar menemui seorang laki-laki yang berada di dalam biara, karena dia sangat ingin mendengarkan berita-berita dari kami. Lalu, kami pun bergegas menemuimu, dan berpisah darinya. Kami beranggapan, jangan-jangan binatang itu adalah setan perempuan.”

 

Kemudian laki-laki tersebut berkata, “Beritahu aku tentang kebun kurma di Baisan?” Menurut Tirmidzi, Baisan adalah suatu tempat di antara Yordan dan Palestina. Kami bertanya, “Kabar apa yang ingin kamu ketahui darinya?” Dia menjawab, “Aku ingin mengetahui, apakah pohon-pohon kurmanya sudah berbuah?” Kami menjawab, “Sudah.” Selanjutnya, dia berkata, “Sungguh, tidak akan lama lagi, pohon-pohon itu tidak akan berbuah.”

 

Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang danau Thabariyah ?” Kami balik bertanya, “Kabar apa yang ingin kamu ketahui darinya?” Dia menjawab, “Apakah danau tersebut masih ada airnya?” Kami menjawab, “Airnya masih banyak” Dia ialu berkata, “Sungguh, tidak akan tama lagi airnya akan habis.”

 

Dia bertanya tagi, “Beritahu aku tentang mata air Zughar?” Kami balik bertanya, “Kabar apa yang ingin kamu ketahui darinya?” Dia menjawab, “Apakah masih ada mata airnya? Apakah penduduk sekitarnya bercocok tanam dengan air itu?” Kami menjawab, “Airnya masih banyak, dan penduduk sekitarnya bercocok tanam dengan air itu.”

 

Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang nabi orang-orang ummi (buta huruf), apa yang telah beliau lakukan?” Kami lalu menjawab, “Beliau telah hijrah dari Mekah ke Yatsrib (Madinah) Dia lalu bertanya, “Apakah orang-orang Arab Quraisy memeranginya?” Kami menjawab, “Ya” Dia lalu bertanya, “Apa yang beliau perbuat terhadap mereka?” Lalu kami menceritakan kepadanya bahwa beliau berhasil mengalahkan -: mereka, sehingga mereka menaati beliau.” Lalu dia bertanya lagi, “Apakah memang demikian?” Kami menjawab, “Ya.”

 

Selanjutnya dia berkata, “Sebenarnya ketaatan mereka pada beliau adalah hal terbaik bagi mereka. Dan, sungguh aku akan memberitahukan kepada kKalian siapa aku ini. Aku adalah al-Masih Daijjal. Sungguh, sebentar lagi aku akan diizinkan keluar. Setelah keluar nanti, aku akan berjalan di muka bumi. Selama 40 malam, aku akan menginjakkan kakiku di seluruh kota, kecuali Mekah dan Thaibah (Madinah). Aku dilarang memasuki kedua kota tersebut. Setiap kali aku hendak memasuki salah satu dari kedua kota itu, maka seorang malaikat menghadangku dengan pedang yang terhunus di tangannya. Dia mengusirku dari kedua kota itu. Dan sungguh, pada tiap-tiap lorong yang ada di kedua kota itu, selalu ada para malaikat yang melindunginya.”

 

Rasulullah Saw. bersabda sambil memukulkan tongkatnya ke mimbar, “Inilah Thaibah (Madinah). Bukankah telah aku ceritakan hal itu kepada kalian?” Para sahabat menjawab, “Ya.” Beliau melanjutkan sabdanya, “Sungguh cerita Tamim ad-Dari ini menarik hatiku. Ceritanya sesuai dengan apa yang pernah aku ceritakan kepada kalian, baik itu tentang Dajal, Madinah, maupun Mekah. Dajal itu berada di laut Syam atau laut Yaman. Tidak, melainkan dia dari arah timur. Tidak salah lagi, dia dari arah ilmur.”’ Kemudian beliau berisyarat dengan tangannya ke arah ilmur

 

Fathimah binti Qais berkata, “Sungguh, aku telah hafal ini dari Rasulullah Saw…”

 

Ibnu Majah meriwayatkan sebuah hadis dari Fathimah binti Qais, dia berkata, pada suatu hari, Rasulullah Saw. berdiri lalu naik mimbar. Beliau tidak biasanya lama seperti itu kecuali pada hari Jum’at. Hal tersebut sangat memberatkan orang-Orang, sehingga sebagian mereka ada yang berdiri, dan ada pula yang duduk. Maka beliau memberi isyarat kepada mereka agar duduk semuanya. Beliau lalu bersabda, demi Allah, sungguh aku berdiri di tempatku ini bukan untuk mengabarkan berita gembira atau berita buruk kepada kalian, tetapi untuk mengabarkan sesuatu yang berguna bagi kalian.

 

Sungguh, Tamim ad-Dari telah mendatangiku, dan mengabarkan kepadaku suatu kabar yang membuatku tidak bisa istirahat karena bahagia. Karenanya, aku akan menyampaikan kepada kalian kegembiraan Nabi kalian ini. Keponakan Tamim ad-Dari memberitahuku bahwa angin telah membawa kapal mereka ke sebuah pulau yang tidak mereka kenal. Lalu mereka duduk di suatu tempat yang dekat dengan kapal itu. Setelah itu, mereka keluar memasuki pulau tersebut. Tiba-tiba, di sana mereka bertemu dengan suatu makhluk yang berwarna hitam dan berbulu lebat.

 

Mereka lalu bertanya kepadanya, “Siapa kamu?” la menjawab, “Aku adalah al-Jassasah.-” Mereka bertanya lagi, “Coba kabarkan kepada kami sesuatu.” la menjawab, “Kami tidak akan memberitahu kalian apa pun, dan tidak akan bertanya pula kepada kalian. Pergilah kalian ke sebuah biara. Di sana ada seseorang yang ingin mendengarkan berita-berita dari kalian, dan dia juga akan memberitahu sesuatu kepada kalian-”

 

Lalu, mereka pun mendatangi biara tersebut, dan bertemu dengan seorang laki-laki yang sudah tua, dalam keadaan terikat kuat-kuat. Dia kelihatan sangat bersedih dan menderita. Dia lalu bertanya kepada mereka, “Dari mana kalian?” Mereka menjawab, “Kami dari Syam.” Dia bertanya lagi, “Apa yang dilakukan orang-orang Arab?” Mereka menjawab, “Kami berasal dari Arab. Berkenaan dengan apa yang kamu tanyakan?” Dia bertanya lagi, “Apa yang telah dilakukan seseorang yang telah berada di tengah-tengah kalian?” Mereka menjawab, “Dia selalu berbuat baik. Setiap kaum yang didatanginya selalu tunduk kepadanya. Dia selalu menyeru kepada Tuhan yang satu, agama yang satu, dan nabi yang satu.”

 

Dia bertanya lagi, “Apa yang telah terjadi dengan mata air Zughare?” Mereka menjawab, “Mata air tersebut masih baik. Airnya dapat digunakan untuk tanaman dan keluarga mereka.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana keadaan kebun kurma yang tumbuh antara Amman dan Baisan?” Mereka menjawab, “Setiap tahunnya, kebun itu selalu. menghasilkan buahnya.” Dia bertanya pula, “Apa yang terjadi dengan danau Thabariyah?” Mereka menjawab, “Airnya melimpah hingga ke tepi-tepinya.”

 

Setelah itu, orang itu mendesah tiga kali, dan berkata, “Jika saja aku bisa lepas dari ikatanku, maka setiap jengkal tanah niscaya akan aku injak dengan kakiku, kecuali Thaibah. Tidak ada jalan bagiku untuk memasuki kota itu.”

 

Nabi Saw. bersabda, “Sampai di sini, dia akan berakhir dan hidup. Ini adalah Thaibah. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, setiap jalan di Madinah, baik yang sempit maupun yang tuas, dataran maupun pegunungan, maka masing-masing dijaga oleh seorang malaikat dengan pedang yang terhunus, hingga datangnya hari Kiamat.”

 

Syekh al-Qurthubi berkata, ini hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, Abu Daud, dan yang lainnya.

 

Benarkah Binatang Melata itu Anak Unta Nabi Shalih a.s.?

 

Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan binatang melata yang akan keluar dari dalam bumi itu adalah anak unta Nabi Shalih a.s.. Pada saat unta tersebut dibunuh, maka anaknya melarikan diri. Tiba-tiba, ada sebuah batu yang terbuka, dan anak unta itu masuk ke dalamnya, lalu batu itu tertutup kembali. Anak unta itu akan tetap berada di dalam batu itu hingga keluar atas izin Allah Ta’ala.

 

Menurutku, pendapat ini berdasarkan hadis Hudzaifah sebelumnya pada bab ini. Hubungan Kisah al-Jassasah Dengan Dajal

 

Ada ulama yang berpendapat bahwa Dajal itu bukanlah Ibnu Shayyad berdalil dengan hadis tentang al-Jassasah di atas, dan yang semakna dengannya. Namun, yang benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa ibnu Shayyad itu adalah Dajal, berdasarkan beberapa hadis yang telah disebutkan. Dan mungkin juga, pada saat itu Ibnu Shayyad sedang berada di putlau tersebut, sebagaimana hadis di atas, atau di tengah-tengah para sahabat di waktu lain, hingga pada suatu waktu mereka tidak menemukannya pada peristiwa Harrah.

 

Di samping itu, Abu Daud menerangkan dalam kitabnya mengenai hadis al-Jassasah, dalam hadis Abu Salamah bin Abdirrahman, dia berkata bahwa Jabir telah bersaksi bahwa Dajal itu adalah Ibnu Shayyad. Lalu, aku (Abu Salamah) bertanya, “Bukankah dia telah mati?” Jabir menjawab, “Walaupun dia telah mati?” Aku berkata iagi, “Bukankah dia telah masuk Islam?” Jabir menjawab, “Walaupun dia telah masuk islam.” Aku berkata lagi, “Bukankah dia berada di kota Madinah?” Jabir menjawab, “Walaupun dia berada di kota Madinah.”

 

Salf bin Umar mengatakan dalam kitab al Futuh wa ar-Riddah, bahwa ketika Abu Sabrah dan pasukannya sampai di kota Sus, maka kaum muslimin mengepung kota tersebut. Sementara pada saat itu, di kota tersebut terdapat Syahraban, saudara Hurmuzan, sehingga terjadilah peperangan antara kedua belah pihak. Serangan kaum muslimin ternyata dapat menyusahkan penduduk kota Sus. Sehingga pada suatu hari, para rahib dan pendeta mereka berseru kepada kaum muslimin, “Hai orang-orang Arab, sungguh, sesuai dengan keterangan orang-orang pandai kami dan orang-orang terdahulu kami, bahwa yang bisa menaklukkan kota Sus hanyalah Dajal, atau suatu kaum yang di dalamnya ada Dajal. Seandainya di antara kalian ada Dajal, niscaya kalian dapat menaklukkannya. Namun, jika tidak ada, maka janganlah kalian menyusahkan diri untuk melakukan pengepungan.”

 

Pada hari itu, Shafi bin Shayyad (lbnu Shayyad) bersama dengan an-Nu’man, berada di antara bala tentara yang lainnya. Lalu, lbnu Shayyad mendatangi pintu kota Sus dalam keadaan marah, dan menendang dengan kakinya sambil berkata, “Terbukalah!” Maka, pintu itu pun terbang terpelanting jauh. Rantai-rantai yang mengikatnya putus, dan belenggunya pecah. Lalu, terbukalah pintu-pintu yang lainnya, dan kaum muslimin pun dapat memasukinya.

 

Sedang kisahnya bersama Abu Said, Ibnu Shayyad (Dajal) berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengenal dia (Dajal), dan mengetahui tempat kelahirannya, dan di mana dia sekarang.”

 

Tirmidzi berkata, “Pengakuannya bahwasanya Dajal itu seorang muslim, beranak, tinggal di Madinah dan berkeinginan tinggal di Mekah, itu semua untuk mengecoh saja. Jika dia telah keluar, maka dia akan kafir. Dan pada saat itu juga, dia tidak mempunyai anak, dan tidak akan dapat masuk ke Mekah maupun Madinah.” Wallahu a‘lam.

 

Keterangan:

 

Menurut al-Khaththabi dan al-Maziri, yang dimaksud dengan al-muhlab yaitu rambut atau bulu yang tebal. Ada juga yang mengatakan dengan ahlab, yang bermakna hewan atau seseorang. Menurut ahli bahasa, kata ahlab mempunyai arti yang berlawanan, yaitu yang tidak mempunyai rambut.

 

Lafaz Baisan dan Zughar adalah nama dua buah tempat di Syam, yang letaknya antara Yordania dan Palestina, seperti yang dikisahkan dalam Hadis riwayat Tirmidzi. Al-Hafizh Abu al-Khaththab bin Dihyah berkata, Baisaqn adalah sebuah kota yang mempunyai pasar yang besar dan mata air yang bernama Ain Fulus.

 

Danau Thabariyah adalah sebuah danau air tawar yang sangat luas, dengan panjang 10 mil dan lebar 6 mil. Danau tersebut sangat dalam hingga kapal-kapal dapat berlayar di atasnya, dan orang-orang dapat memancing di sana. Airnya semanis air sungai Eufrat. Antara danau Thabariyah dan Baitul Maqdis, jaraknya sekitar 100 mil. la sudah termasuk wilayah Yordania. Danau Thabariyah disebut juga dengan laut kecil.

 

Nama mata air Zughar diambil dari kata zaghir yang bermakna berlimpah ruah. Namun, menurut al-Kilabi, kata-kata zughar berasal dari nama seorang perempuan yang menetap di daerah tersebut.

 

Sabda Nabi Saw., “Dajal itu berada di laut Syam atau laut Yaman.” Beliau mengatakannya dalam keadaan ragu atau perkiraan belaka. Setelahnya, beliau menafikan ucapannya dan berkata, “Tidak, melainkan dia dari arah timur.”

 

Terbitnya Matahari dari Barat dan Tertutupnya Pintu Tobat

 

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Sika tiga perkara telah terjadi, yakni terbitnya matahari dari barat, munculnya Dajal, dan keluarnya binatang melata dari dalam bumi, maka tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu.”

 

Tirmidzi dan ad-Daruquthni meriwayatkan dari Safwan bin ‘Assal al-Muradi, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di arah barat ada sebuah pintu yang selalu terbuka untuk bertobat, yang jaraknya sejauh perjalanan 70 tahun. Pintu itu tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari sana (barat).” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Sufyan berkata, “Pintu itu berada di arah Syam. Allah menciptakannya pada hari penciptaan langit dan bumi. Pintu itu senantiasa terbuka untuk untuk orang-orang yang bertobat, dan ia tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari sana (barat).” Tirmidzi berkata, hadis ini hasan sahih.

 

Abi Ishak ats-Tsa’labi dan para Ahli Tafsir lainnya menceritakan dalam sebuah hadis panjang riwayat Abu Hurairah, dari Nabi Saw., yang maknanya, sesungguhnya matahari akan ditahan dari manusia (tidak terbit) karena kemaksiatan merajalela di muka bumi, tidak ada satu orang pun yang menyeru kepada kebaikan, dan kemungkaran tersebar luas tanpa ada seorang pun yang mencegahnya. Setiap malamnya, matahari itu tertahan di bawah Arasy.

 

Setiap kali matahari sujud dan meminta izin kepada Tuhannya ‘Azza Wa Jalla dari mana ia harusterbit, maka ia tidak mendapatkan jawaban. Bahkan, bulan pun ikut sujud bersamanya, dan meminta izin dari mana ia harus terbit. Tetapi, bulan pun tidak mendapatkan jawaban. Sehingga keduanya pun duduk, dengan seukuran waktu tiga malam bagi matahari, dan dua malam bagi bulan. Tidak ada yang tahu panjangnya satu malam tersebut kecuali orang yang suka tahajud di muka bumi, yang pada saat itu jumlah mereka di setiap negeri kaum muslimin sangat sedikit.

 

Ketika sudah mencapai tiga malam, Allah mengirim Malaikat Jibril kepada keduanya. Jibril berkata, “Sesungguhnya Tuhan Subhanahu Wa Ta’ala telah memerintahkan kalian berdua agar kembali ke tempat terbenam kalian, dan terbitlah kalian berdua dari sana. Dan bagi Kalian berdua, tidak ada sedikit pun sinar ataupun cahaya dari Kami.” Lalu, matahari dan bulan terbit dari arah barat dalam keadaan hitam. Matahari tak bersinar, dan bulan pun tak bercahaya. Keduanya seperti dalam keadaan gerhana. Itulah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Lalu meatahari dan bulan dikumpulkan,” (QS. al-Qiyamah: 9)

 

“Apabila matahari digulung” (QS. at Takwir: 1)

 

Setelah itu, keduanya terus meninggi bagaikan dua ekor unta, atau dua ekor kuda. Dan, jika keduanya telah sampai di pertengahan langit, maka Malaikat Jibril memegang tanduk keduanya, dan mengembalikan Keduanya ke arah barat. Keduanya tidak terbenam di tempatnya biasa terbenam. Akan tetapi, Kali ini keduanya terbenam di Pintu Tobat.

 

Bila pintu tobat sudah ditutup, maka tobat siapa pun tidak akan diterima saat itu, dan setiap kebajikan yang dilakukannya tidak lagi bermanfaat. Sesungguhnya Allah hanya akan membalas setiap kebajikan yang dilakukan sebelum pintu tobat tertutup. itulah makna firman Allah Ta’ala,

 

“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidak berguna lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu, atau (belum) berusaha berbuat kebajikan dengan imannya itu.” (QS. al-An’am: 1S8)

 

Setelah itu, matahari dan bulan kembali mendapatkan sinar dan cahayanya. Keduanya kembali terbit dan terbenam di tempat biasanya.

 

Al-Mayanisyi menyebutkan, bahwa Abdullah bin Umar menuturkan dari Nabi Saw., “Setelah matahari terbit dari barat, maka kehidupan manusia di dunia tinggal 120 tahun lagi.”

 

Beriman Pada Saat Matahari Terbit dari Barat

 

Para ulama mengatakan bahwa iman seseorang tidak memberikan manfaat apa pun kepadanya saat terbitnya matahari dari barat, Karena, pada saat itu ketakutan menyelimut hatinya sehingga menyebabkan nafsu syahwat menjadi padam, dan kekuatan menjadi sirna., Kondisi manusia saat itu seperti orang yang sedang menghadapi kematian. Keinginan untuk berbuat maksiat tidak ada lagi, Karena ia yakin kiamat akan segera tiba.

 

Orang-orang yang tobat pada saat-saat seperti ini, tobatnya tidak akan diterima, seperti tidak diterimanya tobat orang yang sedang mengalami sakaratul maut, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selama (roh) belum sampai di tenggorokan. Yaitu, sebelum nyawa mencapai ujung tenggorokan. Karena pada saat itu, ia bisa melihat tempatnya di surga atau di neraka. Dan, kondisi manusia di saat melihat terbitnya matahari dari barat juga demikian, tobatnya tidak akan diterima.

 

Ada yang mengatakan bahwa hikmah terbitnya matahari dari barat adalah karena dahulu Nabi Ibrahim a.s. pernah berkata kepada Namrudz, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu.” (QS. al-Baqarah: 258)

 

Orang-orang yang mengingkari Allah dan para ahli perbintangan mengatakan bahwa hal itu mustahil dan tak mungkin terjadi. Karena itu, pada suatu waktu, Allah menerbitkan matahari dari barat untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya kepada orang-orang yang mengingkari hal tersebut. Allah bisa saja menerbitkannya dari timur ataupun dari barat sesuai kehendak-Nya.

 

Bisa jadi tobat dan keimanan yang ditolak itu adalah keimanan dan tobatnya mereka yang telah menyaksikan matahari terbit dari barat. Karena, mereka semula mengingkari hal tersebut dan mendustakan berita-berita yang disampaikan Rasulullah Saw… Adapun bagi yang membenarkannya, maka tobatnya akan tetap diterima, dan imannya akan memberi manfaat baginya sebelum kejadian itu. Wallahu a’lam. ”

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Tidak akan diterima amalan orang kafir serta tobatnya, jika dia masuk Islam setelah melihat kejadian tersebut (matahari terbit dari barat), kecuali anak kecil pada saat itu. Jika dia masuk Islam setelah kejadian itu, maka tobatnya diterima. Juga, orang mukmin yang berdosa, lalu bertobat dari dosanya, maka tobatnya diterima.”

 

Diriwayatkan dari Imran bin Hushain, dia berkata, “Sesungguhnya tobat tidak akan diterima di saat matahari terbit dari barat hingga terdengarnya suatu tiupan yang membinasakan semua orang. Maka, siapa pun yang masuk islam atau bertobat pada saat itu kemudian binasa, maka tobatnya tidak diterima. Tetapi, siapa pun yang bertobat sesudah itu, maka diterima tobatnya. Ini sebagaimana disebutkan juga oleh al-Laits as-Samarqandi dalam Tafsir-nya.

 

Beberapa Pendapat Tentang Tanda Pertama Kiamat

 

Ada beberapa perbedaan riwayat tentang tanda-tanda yang pertama muncul mengenai datangnya hari Kiamat. Ada yang meriwayatkan bahwa terbitnya matahari dari barat adalah tanda pertamanya, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim.

 

Dan ada juga yang mengatakan bahwa keluarnya Dajal adalah tanda pertamanya. Pendapat kedua inilah yang lebih kuat dan tepat, berdasarkan sabda Rasulullah Saw., “Sesungguhnya Dajal akan keluar kepada kalian, dan itu adalah pasti ….” al-Hadis.

 

Kalau matahari terbit dari arah barat terjadi sebelum Kemunculan Dajal, maka keimanan orang-orang Yahudi tidak ada gunanya pada saat turunnya Nabi Isa a.s.. Dan, bila itu yang terjadi, maka Isilam tidak menjadi agama satu-satunya yang dianut. .

 

Urutan Tanda-tanda Hari Kiamat

 

Penjelasan tentang hal ini sudah dikemukakan sebelumnya bahwa tanda yang pertama kali muncul adalah terjadinya beberapa kali tanah longsor. Kemudian, jika Nabi Isa a.s. turun ke bumi dan membunuh Dajal, dia lalu berhaji ke Mekah. Setelah berhaji, dia menziarahi kubur Nabi Muhammad Saw.. Saat sampai di kubur Rasulullah Saw., maka Allah mengirim angin yang harum baunya. Lalu, tercabutlah ruh Nabi Isa a.s. beserta kaum mukminin yang bersamanya. Kemudian dia dimakamkan dekat makam Rasulullah Saw. di Raudhah.

 

Setelah itu, manusia yang masih hidup berada dalam kebingungan. Akhirnya, banyak kaum muslimin yang kembali kepada kekafiran dan kesesatan. Mereka yang masih muslim dikuasai oleh orang-orang kafir. Maka pada saat itulah matahari terbit dari barat. Dan, pada saat itu pula al-Qur’an diangkat dari hati manusia dan dari mushaf-mushaf.

 

Kemudian orang-orang Habasyah mendatangi Baitullah, lalu merobohkannya. Satu persatu, mereka membuang batu ke laut. Selanjutnya, keluar binatang melata yang bisa berbicara kepada manusia. Setelah itu, muncul asap yang memenuhi ruang antara langit dan bumi. Bagi orang-orang mukmin, keadaan pada saat itu seperti yang terserang penyakit flu. Sedang bagi orang kafir dan orang jahat, asap tersebut akan masuk ke hidung mereka dan menyesakkan nafas mereka.

 

Selanjutnya, Allah mengirim angin dari selatan, yaitu dari arah Yaman. Angin itu berembus bagaikan sentuhan sutra. Aromanya harum bagaikan minyak kesturi. Angin tersebut mencabut nyawa kaum mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Dan, setelah itu yang tersisa adalah orang-orang jahat. Pada saat itu, kaum laki-laki tidak puas dengan wanita, dan begitu pun sebaliknya. Kemudian, Allah mengirim angin yang melemparkan mereka semuanya ke lautan.

 

Demikian urutan tanda-tanda kiamat yang disebutkan sebagian ulama, walaupun ada sedikit perbedaan pendapat, sebagaimana yang telah dituturkan dahulu. Wallahu a’lam.

 

Ada yang menyebutkan bahwa jika Allah menginginkan kehancuran dunia, mengakhiri malam-malamnya, dan dekatnya tiupan sangkakala, maka muncullah api dari suatu lembah di Aden. Api tersebut Menggiring manusia ke suatu tempat berhimpun. Api itu akan bermalam, di mana saja manusia itu bermalam, dan akan menjaga, di mana saja manusia itu beristirahat. Sehingga seluruh makhluk, baik manusia, jin, binatang melata, binatang liar, binatang buas, burung-burung, binatang berbisa, dan berbagai macam binatang yang lainnya, semuanya akan berkumpul di sana.

 

Dan, tatkala manusia sibuk melakukan jual beli, tiba-tiba saat itu terdengar suara yang menggelegar dahsyat dari langit, yang membuat sebagian makhluk pingsan selama tiga hari, dan sebagian lainnya hilang ingatan saking kagetnya. Mereka berdiri di atas kaki mereka dalam keadaan bingung. Itulah sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan sebenarnya yang mereka tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya.” (QS. Shad: 15)

 

Ketika kondisi mereka seperti itu, tiba-tiba terdengar lagi suara yang mengelegar lebih dahsyat lagi daripada suara yang pertama tadi, yang membuat seturuh makhluk hidup di dunia semuanya mati, sama sekali tidak ada yang tersisa. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

 

“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah sernua (makhiuk) yang di tangit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah” (QS. azZumar: 68)

 

Setelah itu, di dunia tidak ada lagi manusia, jin, maupun setan. Apa yang terdapat di bumi semuanya mati, baik binatang berbisa, binatang liar, binatang melata, dan makhluk yang bernyawa lainnya. Itulah yang disebut dengan al-waqtu al-ma’lum “saat yang telah ditentukan,” yang dijanjikan Allah kepada iblis yang terlaknat. Kehancuran Dunia

 

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin al-Yaman bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kehancuran dunia di mulai dari tepi-tepi bumi sebelum hancurnya Mesir. Dan, Mesir aman dari kehancuran sebelum hancurnya Bashrah. Kehancuran Bashrah berawal dari Irak. Adapun kehancuran Mesir disebabkan keringnya sungai Nil. Kehancuran Mekah disebabkan orang-orang Habasyah. Kehancuran Madinah disebabkan bencana kelaparan. Kehancuran Yaman disebabkan hama belalang. Kehancuran Ailah disebabkan pengepungan. Kehancuran Persia disebabkan kefakiran. Kehancuran Turki disebabkan bangsa Dailam. Kehancuran Dailam disebabkan bangsa Armenia,

 

Kehancuran Armenia disebabkan bangsa Khizir (bangsa yang bermata sipit). Kehancuran Khizir disebabkan bangsa Turki. Kehancuran Turki disebabkan amukan petir. Kehancuran Sindu disebabkan bangsa india. Kehancuran India disebabkan bangsa Cina. Kehancuran Cina disebabkan pasir. Kehancuran Habasyah disebabkan gempa bumi. Kehancuran negeri az-Zaura’ disebabkan pasukan as-Sufyani. Kehancuran ar-Rauha’ disebabkan terbenam bumi. Dan, kehancuran Irak disebabkan paceklik.”

 

Begitu, sebagaimana disebutkan Abu alFaraj bin al-Jauzi dalam kitab Raudhah al-Musytaq wea ath-Thariq ila al-Malik al-Khallaq. Sedang aku mendengar bahwa Kehancuran Andalusia disebabkan angin panas. Wallahu a’lam.

 

AbHafizh Abu Nu’aim menyebutkan dari Abu imran al-Juni dan Abu Harun al-Abdi, keduarrya mendengar Naufan al-Bakkali berkata, “Sesungguhnya dunia itu seperti seekor burung. Bila kedua sayapnya patah, maka ia akan jatuh. Dan, kedua sayap bumi adalah Mesir dan Bashrah.

 

Jika kedua kota tersebut hancur, maka dunia Ini akan runtuh.”

 

Dituturkan oleh Abu Zaid Umar bin Syaibah dari Musa bin Ismail dari Aban bin Yazid dari Yahya bin Abu Katsir dari Auf bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahuilah, demi Allah wahai penduduk Madinah, sesungguhnya kalian pasti akan meninggalkan kota ini selama 40 (tahun) sebelum kiamat.”

 

Ka’ab berkata, “Sebelum terjadinya kiamat, bumi ini akan kosong selama 4O tahun. Petir dan kilat akan pindah ke Syam, sehingga tidak ada lagi petir dan kilat kecuali di antara al-‘Arisy dan Eufrat.”

 

Diriwayatkan dari Ali bahwa Nabi Saw. bersabda, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya jika Aku hendak menghancurkan dunia (bumi), maka Aku mulai dengan rumah-Ku, ia akan Aku hancurkan. Selanjutnya, Aku menghancurkan dunia yang lainnya.”

 

Dan telah diterangkan sebelumnya, bahwa yang menghancurkan Baitullah adalah seseorang yang mempunyai dua betis Kecil (Dzu Suwaiqatain). Wallahu a’lam.

 

Kiamat Tidak Akan Terjadi Selama di Bumi Masih Ada yang Mengucapkan “Allah’’?

 

Muslim meriwayatkan dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kiamat tidak akan terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengucapkan, “Allah, Allah”

 

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kiamat tidak akan terjadi kepada seseorang yang mengucapkan, “Allah, Allah.”

 

Keterangan:

 

Para ulama mengatakan bahwa tentang harakat lafaz jalalah dalam hadis di atas, bita dibaca dengan rafa’ (Allahu), maka ini berarti bahwa kiamat akan terjadi jika tauhid telah hilang. Sedangkan jika membacanya dengan nasab (Allaha), maka ini berarti bahwa kiamat terjadi jika sudah tidak adanya amar makruf dan nahi mungkar. Pastinya, bahwa kiamat itu tidak akan terjadi selama masih ada orang yang berkata, “Takutlah kamu kepada Allah.”

 

Syekh al-Qurthubi mengatakan bahwa penafsiran seperti di atas dikuatkan oleh hadis Hudzaifah, “Api benar-benar akan mendatangi kalian dalam keadaan reda….” al-Hadis. Dalam hadis tersebut juga disebutkan, “.. Mereka lebih jahat daripada himar (keledai). Mereka bersetubuh seperti bersetubuhnya binatang, sedang di antara mereka tidak ada seorang pun yang menegurnya.”

 

Sesungguhnya ada yang mengatakan bahwa lafaz Allah itu sudah diberikan kepada mulut semua bangsa sejak Nabi Adam a.s. hingga berakhirnya dunia ini. Tiada yang mengingkari hal tersebut.

 

Hal itu sebagaimana kaum Nabi Nuh berkata, “Dan seandainya Allah menghendaki, tentu Dia mengutus malaikat.” (QS. al-Mu’minun: 24)

 

Kaum Nabi Hud berkata, Apakah kedatanganmu kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja” (QS. al-A’raf: 7O)

 

Mereka juga mengatakan, “Dia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” (QS. alMu’minun: 38)

 

“Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab, Allah.’ Katakanlah, “Segala puji bagi Allah.’” (QS. Luqman: 25)

 

Jika Allah menginginkan kehancuran dunia, maka Dia akan mencabut nyawa (roh) orang-orang mukmin, dan menghilangkan lafaz “Allah” dari lidah orang-orang yang mengingkari-Nya. Lalu, mereka akan dikejutkan oleh datangnya kiamat. Dan itulah sebagaimana sabda Nabi Saw., “Kiamat tidak akan terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengucapkan, “Allah, Allah.”

 

Dalam sebuah hadis dikatakan, sesungguhnya Allah berfirman kepada Malaikat Israfil, “Sika kamu mendengar seseorang yang mengucapkan kalimat “La ilaha illallah’ maka tundalah peniupan sangkakala selama 40 tahun, sebagai penghormatan bagi orang yang mengucapkannya.” Wallahu a‘lam.

 

Kepada Siapakah Kiamat itu Datang?

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdurrahman bin Syumasah al-Mahdi, dia berkata, aku pernah berada di dekat Maslamah bin Mukhallad dan Abdullah bin Amr bin al-“Ash. Lalu Abduljah berkata, “Kiamat tidak akan terjadi kecuali terhadap makhluk-makhluk yang jahat. Mereka lebih jahat daripada orang-orang jahiliah. Mereka tidak berdoa kepada Allah memohon sesuatu, melainkan Allah menolak permohonan mereka.”

 

Tidak lama kemudian, Uqbah bin Amir datang, lalu Ibnu Syumasah berkata kepadanya, “Hai Uqbah! Dengarkanlah apa yang dikatakan Abdullah!” Lalu, Uqbah menjawab, “Dia lebih tahu dariku. Sedang aku telah mendengar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang berperang Karena perintah Allah, dan mereka menerjang musuh-musuh mereka. Mereka tidak ditimpa kemudaratan dari orang-orang yang memusuhi mereka. Mereka akan tetap seperti itu hingga kiamat datang kepada mereka.”

 

Abdullah lalu berkata, “Betul.” Kemudian Allah mengirim angin yang aromanya seperti kesturi, dan sentuhannya seperti sutra. Angin tersebut mencabut nyawa setiap orang yang di dalam hatinya masih terdapat iman, walaupun hanya seberat zarrah. Dan setetah itu, yang tersisa adalah manusia-manusia yang jahat. Dan, kepada mereka itulah kiamat terjadi.

 

Diriwayatkan oleh Mustim dari Abdullah bin Mas‘ud, dia berkata, “Kiamat tidak akan terjadi kecuali atas manusia-manusia yang jahat.

 

Yaitu, orang yang tidak mengenal kebajikan dan tidak mengingkari kemungkaran. Mereka bersetubuh seperti bersetubuhnya keledai.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah, dia berkata, aku pernah mendengar RasutulHah Saw. bersabda, “Tidak akan hilang matam-malam dan hari-hari, sebelum berhala Lata dan ‘Uzza kembali disembah.” Lalu, aku (Aisyah) bertanya, “Wahai Rasulullah, ketika Allah Ta’ala menurunkan,

 

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (QS. at-Taubah: 33) Sungguh, aku mengira bahwa hal tersebut berlaku umum.”

 

Beliau falu bersabda, “Sesungguhnya hal tersebut akan terjadi sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Allah mengirim angin yang harum, maka wafatlah setiap orang yang di dalam hatinya masih terdapat iman, walaupun hanya seberat zarrah. Dan, setelah itu yang tersisa adalah orang yang tidak memiliki kebaikan sedikit pun. Mereka kembali pada agama nenek moyang mereka.” Wallahu a’lam.

 

Abu al-Hasan bin Baththal menyebutkan dalam Syorh al-Bukhari tentang hadis yang diriwayatkan Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum pantat-pantat wanita suku Daus bergoyang-goyang di sekeliling Ozul Khulashah ….” al-Hadis. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

 

Abu al-Hasan berkata, hadis-hadis ini dan hadis-hadis yang berkenaan dengan suku Daus, ites bersifat khusus. Dan, yang dimaksud bukan berarti semua ajaran agama akan musnah di berbagai tempat, hingga tidak ada yang tersisa sama sekali. Karena, ada riwayat dari Rasulullah Saw., “Sesungguhnya Islam itu akan kekal hingga hari Kiamat. Tetapi, ia lemah dan kembali asing seperti pada awal-awalnya.”

 

Hammad bin Salamah telah meriwayatkan dari Qatadah dari Mutharrif dari Imran bin Hushain bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang berperang demi kebenaran, sampai orang yang terakhir dari mereka memeransi al-Masih Dajal” Miutharrif berkata, “Mereka adalah penduduk Syam.”

 

Menurutku, apa yang dikatakan Abu al-Hasan bahwa ajaran agama tidak terputus dan islam akan kekal hingga hari Kiamat, ditentang oleh hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah dan Abdullah bin Amr dan juga hadis Imran bin Hushain yang telah disinggung terdahulu, yakni diceritakan dalam hadis tersebut bahwa Nabi tsa a.s. akan membunuh Dajal, dan Ya’juj dan Ma’juj akan muncul lalu mereka mati. Setelah itu, Nabi isa a.s. masih hidup dan Islam tetap ada. Pada saat itu, tidak ada yang disembah di muka bumi ini selain Allah, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Lalu, beliau berhaji bersama Ashhabul Kahfi, sebagaimana disebutkan oleh para Ahli Tafsir. Dan diterangkan juga sebelumnya, sesungguhnya mereka (Ashhabul Kahfi) adalah para pengikut setia Nabi Isa a.s., di saat beliau turun ke bumi kelak.

 

Dan, pada saat Nabi Isa a.s. telah wafat, maka Allah mengirim angin sejuk (dingin) dari arah Syam. Angin itu berembus ke bawah ketiak-ketiak mereka, lalu mencabut nyawa (roh) setiap orang mukmin dan muslim. Dan, setelah itu yang tersisa adalah orang-orang durhaka. Mereka bersetubuh seperti bersetubuhnya keledai. Dan, kepada mereka itulah kiamat akan terjadi. Demikian disebutkan dalam hadis an-Nawwas bin Sam’an yang terdahulu.

 

Dalam hadis Abdullah bin Amr disebutkan, “Kemudian Allah mengirim angin sejuk (dingin) dari arah Syam. Maka di muka bumi, tidak tersisa seorang pun yang di dalam hatinya terdapat iman, walaupun seberat zarrah, kecuali Allah mencabut nyawanya. Sehingga, seandainya ada salah seorang dari kalian yang masuk ke dalam gunung, maka angin itu akan masuk mengikutinya lalu mencabut nyawanya.”

 

Abdullah berkata, “Aku mendengarnya dari Rasulullah Saw ….” al-Hadis. Seperti yang telah dijelaskan dahulu dengan lengkap, di mana dikisahkan akan terjadinya tiupan sangkakala, kematian yang merata, dan kebangkitan kembali. ini merupakan penjelasan yang kuat tentang cara berakhirnya kehidupan dan waktu. Karenanya, kiamat tidak akan terjadi selama di bumi masih ada orang yang mengenal Allah, ataupun yang mengucapkan, “Allah, Allah.”

 

Abu Nu’aim menyebutkan riwayat dari Abu Zuhrayah dari Ka’ab al-Ahbar, dia berkata, “Manusia masih sempat hidup dalam ketenteraman dan kesenangan selama sepuluh tahun setelah keluarnya Ya’juj dan Ma’juj. Sampai-sampai, ada dua orang yang merasa kenyang hanya dengan sebutir delima, atau merasa kenyang dengan setandan anggur. Selama sepuluh tahun, mereka hidup dalam keadaan seperti itu. Lalu, Allah mengirim angin yang sangat harum. Angin itu mencabut nyawa setiap orang mukmin. Dan, setelah itu yang tersisa adalah orang-orang yang bersetubuh seperti bersetubuhnya keledai di tempat penggembalaan. Maka, pada saat mereka seperti itu, datanglah keputusan Allah dan kiamat pun terjadi.”

 

Kita memohon kepada Allah Yang Mahaagung, Rabb pemilik Arasy yang mulia, untuk mewafatkan kita dalam keadaan Islam, dan mempertemukan kita dengan para syuhada dan orang-orang shaleh.

 

Semoga Dia menjadikan kita’ termasuk golongan hamba-hamba-Nya yang muttaqin dan mendapatkan kemenangan, dan menjadikan apa yang saya tulis ini sebagai perbuatan ikhlas karena mengharap rida-Nya, serta memberikan manfaat bagi kita dan kedua orang tua kita serta seluruh kaum muslimin, amin.

 

Keagungan dan kemuliaan hanya milik Allah Ta’ala. Shalawat dan salam kita panjatkan kepada Nabi Muhammad Saw.. Dengan rahmat dan karunia-Nya, Alhamdulillah buku ini selesai pada pertengahan Ramadhan tahun 772 H, yang merupakan hasil karya dari al-Hasan bin Ali bin Manshur bin Nashir al-Hanafi. Semoga Allah memberikan ampunan baginya, kedua orang tuanya, para pembaca buku ini, serta bagi seluruh kaum muslimin.

 

Dan, semoga Allah selalu mencurahkan rahmat dan salam-Nya kepada Nabi Muhammad Saw., keluarganya, serta para sahabatnya, dengan limpahan yang sebanyak-banyaknya. Cukuplah Allah sebagai pelindung dan penolong yang terbaik bagi kami.