Larangan Mengharapkan Mati Karena Ditimpa Cobaan Harta Maupun Kesehatan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati karena ditimpa dengan cobaan (bencana). Jika memang mengharapkannya, maka berdoalah dengan mengucapkan, “Ya Allah hidupkanlah aku jika kehidupan itu lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan dan memohon mati sebelum ajal mendatanginya. Apabila salah seorang dari kahan mati, maka terputuslah amalnya. Sungguh, seseorang yang beriman itu harus menambah kebajikan dalam umurnya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati. Kalau dia orang baik, maka dia masih bisa menambah kebaikan; dan kalau dia orang jahat, mudah-mudahan dia masih bisa bertobat terlebih dahulu.”
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah kalian mengharapkan mati, karena kematian itu adalah sesuatu yang sangat dahsyat. Sungguh termasuk kebahagiaan jika seorang hamba panjang usianya hingga Allah memberi kesempatan untuk bertobat.” Hakikat Kematian
Menurut para ulama, kematian bukanlah kehilangan atau kemusnahan semata. Kematian adalah peristiwa terputusnya hubungan roh dengan jasad, terpisahnya jiwa dari raga, pergantian keadaan, dan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Kematian adalah musibah yang paling besar. Allah Ta’ala menyebut kematian sebagai musibah sebagaimana dalam firman-Nya,
“Lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (QS. al-Ma’idah: 106)
Kematian memang suatu musibah dan malapetaka yang besar. Tetapi, menurut para ulama, musibah yang lebih besar lagi ialah fupa pada kematian itu sendiri, tidak mau mengingatnya, jarang memikirkannya, dan tidak mau beramal untuk menghadapinya. Sesungguhnya di dalam kematian itu sendiri terdapat pelajaran bagi yang mau berpikir. Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seandainya binatang itu mengetahui akan kematian seperti yang kalian ketahui, niscaya kalian tidak akan memakan binatang yang gemuk.”
Diceritakan bahwa ada seorang dusun (Arab Badui) sedang menunggangi seekor unta. Entah kenapa untanya mendadak jatuh lalu mati. Lalu, ia segera turun sambil berputar-putar, ia berpikir apa yang sedang terjadi. la bertanya pada untanya, “Kenapa kamu tidak mau berdiri lagi? Lihat itu, seluruh anggota tubuhmu masih utuh dan tidak ada yang terluka! Ada apa denganmu? Apa yang membuatmu begini? Apa yang menyebabkan kamu tidak bisa bergerak sama sekali?” Kemudian ia meninggalkan untanya begitu saja sembari terus berpikir kenapa bisa terjadi seperti itu. la benar-benar merasa heran dan tidak habis pikir.
Seorang penyair membacakan syair tatkala menyaksikan seorang perwira yang meninggal di hadapannya,
“Isyarat kematian sudah menjemputnya ja terkapar dengan tangan terbentang dan mulut menganga dengan baju besi dan senjata yang masih dipegang terkapar seperti sebuah mangsa besar bahkan, ia tidak peduli panggilan agung para raja karena maut telah menghinggap di atas kepalanya apa kiranya yang terjadi pada dirimu ketangguhanmu telah hilang, bahkan kamu tidak mampu bicara lagi kabar ini, bukanlah pemberitaan di tempat ini hanya saja, kita masih tidak peduli dan seakan-akan tidak pernah tahu.”
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, aku mende. ngar dari Qutaibah bin Sa‘ad dan Khathib bin Salim dari Abdul Aziz al-Majisyun dari Muhammad ibnu al-Munkadir, dia berkata, putra Nabi Adam a.s. meninggal, falu beliau memberitahukan peristiwa itu kepada istrinya dan berkata, “Hawa, anakmu telah meninggal.” Hawa bertanya, “Apa itu meninggal?” Beliau menjawab, “Orang meninggal itu tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa berdiri, dan tidak bisa duduk” Mendengar itu, Hawa menangis keras. Beliay lalu berkata, “Hindari olehmu dan anak-anak wanitamu dari tangisan keras, aku dan anak-anak lakiku tidak bertanggung jawab atas hal itu.”
Adapun sabda Nabi Saw., “Mudah-mudahan dia masih bisa bertobat terlebih dahulu,” maksudnya ialah mencari keridaan Allah. Dan satu-satunya cara ialah dengan bertobat serta tidak mengulangi perbuatan dosa. Demikian dikatakan Syekh al-Jauhari. Di dalam al-Qur’an, hal itu diungkapkan oleh Allah Ta’ala saat menyinggung orang-orang kafir,
“Dan jika mereka minta belas kasihan, maka mereka itu tidak termasuk orang yang pantas dikasihani.” (QS. Fushshilat: 24)
Sahal bin Abdullah at-Tastari berkata, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati kecuali untuk tiga orang. Yaitu, orang yang tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah mati, orang yang sengaja lari dari takdir Allah, dan orang yang sudah sangat rindu bertemu dengan Allah ‘Azza wa Jalla.”
Ada riwayat yang mengatakan bahwa suatu hari Malaikat Maut mendatangi Nabi Ibrahim a.s., kekasih Allah, untuk mencabut nyawanya. Beliau lantas berkata, “Wahai Malaikat Maut, pernahkah engkau melihat ada kekasih mencabut nyawa kekasihnya sendiri?” Malaikat Maut lalu naik ke langit menemui Tuhannya untuk mengadukan hal itu. Allah lalu berfirman kepada Malaikat Maut, “Katakan kepadanya, pernahkah engkau melihat seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya?” Malaikat Maut pun turun untuk menyampaikan pesan Tuhannya itu. Setelah kalimat itu disampaikan kepada Nabi Ibrahim a.s., maka beliau berkata, “Cabutlah nyawaku saat ini juga.”
Abu Darda’ berkata, setiap mukmin yang ditimpa dengan kematian, maksudnya adalah baik. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang berbakat.” (QS. Ali ‘Imran: 198)
“Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya.” (Qs. Ali ‘Imran: 178)
Hayyan al-Aswad berkata, “Kematian adalah sebuah jembatan yang menghubungkan pertemuan dua kekasih.”
Boleh Mengharapkan Mati Untuk Menyelamatkan Agama Allah Ta’ala mengabarkan kisah Nabi Yusuf a.s. dalam firman-Nya,
“Wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)
Allah juga mengabarkan kisah Maryam dalam firman-Nya,
“Wahai, betapa (baiknya) aku matt sebelum ini, aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.” (QS. Maryam: 23)
Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Malik dari Abu Zinad al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kiamat tidak akan terjadi sebelum ada seseorang yang melewati kubur orang lain seraya berkata, “Alangkah baiknya seandainya aku berada di tempatnya.”
Menurutku, ini tidak bertentangan dengan apa yang apa telah saya jelaskan sebelumnya.
Menurut Qatadah, tidak ada seorang nabi pun yang mengharapkan untuk mati selain Nabi Yusuf a.s.. Ketika sudah mendapat kenikmatan-kenikmatan yang sempurna dan berhasil meraih segalanya, Nabi Yusuf a.s. rindu untuk segera bertemu Tuhannya. Karena itulah, ia berkata seperti yang dikutip dalam Surah Yusuf ayat 101,
“Ya tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian tabir mimpi,” Karena itulah, ia sudah ingin bertemu dengan Tuhannya ‘Azza wa Jalla.
Ada yang berpendapat bahwa sebenarnya Nabi Yusuf a.s. tidak hanya sekedar mengharapkan untuk mati, tetapi ingin meninggal dalam keadaan Islam. Dengan kata lain, ia berkata, “Jika telah tiba ajalku, maka wafatkanlah aku dalam keadaan Islam.” Ini adalah pendapat yang dipilih oleh ahli ta’wil dalam menafsirkan ayat tersebut. Wallahu a’lam.
Ada dua alasan yang mendorong Maryam mengharapkan mati, yaitu:
Pertama, dia takut terus-menerus disangka buruk dan dicela. Karena hal tersebut dapat membuat fitnah terhadap agama.
Kedua, gara-gara dirinya, dia tidak ingin kaumnya jatuh dalam jurang kebohongan dan kedustaan, sehingga mereka menuduhnya telah berbuat zina, dan itu bisa membuat mereka celaka.
Menyinggung orang yang telah memfitnah Aisyah, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar (dari dosa yang diperbuatnya), dia mendapat azab yang besar (pula).” (QS. an-Nur: 11)
“Dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar.” (QS. an-Nur: 15)
Para ulama Ahli Tafsir berselisih pendapat mengenai Maryam. Apakah ia seorang wanita yang benar-benar sangat jujur seperti dalam firman-Nya,
“Dan ibunya seorang yang berpegang teguh pada kebenaran.” (QS. al-Ma’idah: 75)
Ataukah dia seorang nabi wanita seperti dalam firman-Nya,
“Kami mengutus roh kami (Jibril) kepadanya.” (QS. Maryam: 17)
“Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, ‘Wahai maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu.” (QS. Ali ‘imran: 42)
Dia diuji dengan ujian yang berat berupa fitnah dan berita bohong yang menimpa dirinya. Berdasarkan dua penafsiran yang saya kemukakan tadi, bisa diambil kesimpulan bahwa mengharapkan mati bagi Maryam dalam keadaan seperti itu boleh dengan alasan seperti tadi. Wallahu a’lam.
Sedang hadis Abu Hurairah tadi, yang menjelaskan tentang keinginan mati seseorang yang melewati kubur, itu merupakan kabar. Artinya, hal itu bisa terjadi disebabkan keadaan manusia yang sudah memprihatinkan karena sudah sangat minimnya akhlak dan nilai-nilai agama. Sementara yang bersangkutan tidak berdaya mengatasinya. Jadi, bukan karena penderitaan yang menimpa, baik yang menyangkut kesehatan, ekonomi, maupun yang lainnya. Hal itu diperjelas dengan doa yang dipanjatkan Rasulullah Saw.,
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar dapat melakukan kebajikan kebajikan, meninggalkan kemungkaran-kemungkaran, dan mencintai orang-orang miskin. Dan, jika Engkau telah menghendaki suatu fitnah terhadap manusia, maka cabutlah nyawaku kepada-Mu dalam keadaan tidak terkena fitnah.” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Tirmidzi, dan Malik.
Hal itu semakin diperjelas oleh doa yang pernah dipanjatkan Umar bin Khaththab dalam riwayat Malik dalam kitab al-Muwaththa, “Ya Allah, kekuatanku telah melemah, usiaku sudah tua, dan rakyatku sudah menyebar Ke mana mana. Karenanya, panggillah aku menghadap-Mu dalam keadaan tidak menyia-nyiakan ataupun lalai terhadap kewajiban.” Dan, tidak genap satu bulan, Umar pun pergi ke rahmatullah.
Diriwayatkan oleh Abu Umar bin Abdit Barr sebuah hadis dalam kitab at-Tamhid dan al-istidzkar, dari Zadan Abi Umar dari ‘Alim al Kindi, dia berkata, ketika Abu al-Abbas al-Ghifari duduk bersamaku di sebuah teras, dia melihat beberapa orang yang menderita penyakit tha’un. Dia lalu berkata sebanyak tiga kali, “Hai tha’un, bawalah aku kepadamu.” Mendengar ucapan aneh itu, aku bertanya, “Mengapa kamu berkata seperti itu? Bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan mati, karena pada saat itu terputuslah amalnya, dan ia tidak bisa lagi berbuat amal saleh dan mengharapkan keridaan Allah atas kesalahan-kesalahannya.”
Maka Abu al-Abbas menjawab, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Mintalah segera kematian karena enam hal. Yakni, jika orang-orang bodoh menjadi penguasa, banyaknya tanda-tanda kiamat, maraknya penjualan hukum, diremehkannya darah (nyawa), maraknya pemutusan hubungan kekeluargaan, dan generasi yang menjadikan al-Qur’an sebagai permainan, sampai-sampai mereka menyuruh orang untuk melagukannya padahal ia sangat minim pengetahuannya tentang agama.”
Mengingat Mati dan Persiapan Menghadapinya
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan.” Maksudnya ialah kematian. Hadis ini diriwayatkan juga oleh ibnu Majah dan Tirmidzi.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafhizh dengan sanad hadis dari Malik bin Anas dari Yahya bin Sa’id dari Sa’id bin al-Musayyib dari Umar bin Khaththab, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang dapat melenyapkan kenikmatan-kenikmatan.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sesuatu yang dapat melenyapkan kenikmatan-kenikmatan itu?” Beliau menjawab, “Kematian.”
Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari ibnu Umar, dia berkata, ketika kami duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba muncul sahabat Anshar. Setelah mengucapkan salam kepada beliau, kemudian dia bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah mukmin terbaik itu?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” Dia bertanya kembali, “Siapakah mukmin yang paling cerdas itu?” Beliau menjawab, “Yang paling sering mengingat mati dan yang mempunyai persiapan terbaik untuk menyambut apa yang terjadi sesudahnya. Mereka itulah orang yang paling cerdas.” Hadis ini juga diterangkan oleh Malik.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Syaddad bin Aus bahwa Nabi Saw. bersabda, “Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri dan beramal untuk kepentingan akhirat nanti. Dan, orang yang rugi adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya tetapi berharap-harap terhadap ampunan Allah.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sering-seringlah mengingat mati, karena hal itu bisa membersihkan dosa dan dapat bersikap zuhud terhadap dunia.”
Rasulullah Saw. juga bersabda, “Cukuplah kematian itu sebagai pelajaran dan sesuatu yang memisahkan.”
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw. pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, apakah di akhirat nanti seseorang yang meninggal akan dikumpulkan bersama para syuhada?” Beliau menjawab, “Ya, ada. Yaitu seseorang yang mengingat mati sebanyak 20 kali sehari semalam.”
Menafsiri firman Allah dalam Surah Al Mulk ayat 2, “Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya,” Abdurahman as-Suddi berkata, “Yang dimaksud ialah orang yang paling banyak mengingat mati, yang memiliki persiapan paling baik, dan paling takut menghadapinya.”
Menurut para ulama, sabda Nabi Saw. “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan” adalah sebuah kalimat yang singkat tetapi sarat dengan pesan dan pelajaran. Orang yang mengingat mati, dengan sendirinya ia akan sadar tentang hakikat nikmat yang sedang dirasakan di dunia, sehingga ia tidak akan berharap banyak bahwa nikmat itu akan abadi dan ia akan bersikap zuhud. Tetapi, bagi orang yang berjiwa keruh dan berhati lalai, memerlukan nasihat yang detail dan berulang-ulang serta kata-kata yang indah.
Sabda Nabi Saw., “Sering-seringlah kalian mengingat sesuatu yang akan melenyapkan kenikmatan-kenikmatan” dan firman Allah dalam surah Ali ‘Imran ayat 185, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati,” tentu hal itu sudah cukup menjamin bahwa ia akan menjadi mukmin yang baik.
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab sering membaca bait-bait syair ini,
“Tidak ada sesuatu pun yang kamu lihat gemerlapan itu abadi karena yang abadi hanyalah Tuhan, adapun harta dan anak-anakmu akan lenyap Hurmuz pada suatu hari pernah tidak membutuhkan kekayaannya kaum ‘Ad pernah ingin abadi, tapi gagal begitu pula dengan Sulaiman, sang pengendali angin, manusia, dan jin mana raja yang dulu pernah berjaya di muka bumi? Di akhirat kelak semua akan tunduk dan tak mampu berbohong.”
Hikmah Mengingat Mati
Setelah merasa kukuh terhadap apa yang saya sampaikan tadi, maka ketahuilah bahwa mengingat mati itu akan menimbulkan perasaan cemas, di saat meninggalkan kehidupan dunia yang fana menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Seseorang pasti tidak mungkin lepas dari suka dan duka, nikmat dan derita. Ketika dia sedang berduka dan menderita, maka dengan mengingat mati akan membantu mempermudah menghadapinya, karena apa yang dia alami itu tidak akan abadi. Dan, ketika dia dalam keadaan suka mengenyam nikmat, maka dengan mengingat mati akan membuat dia tak mau tertipu oleh kenikmatan-kenikmatan yang tengah dia rasakan, dan akan tetap bersikap tenang.
Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair berikut ini,
“Ingatlah kematian, yang melenyapkan segala kenikmatan dan bersiaplah menghadapi kematian yang pasti akan datang.”
Penyair lain mengatakan,
“Ingatlah kematian, niscaya kamu mendapati kenikmatan ingatlah kematian, yang dapat mematahkan angan-angan kosong belaka.”
Semua sepakat bahwa kematian itu tidak terikat umur, waktu, dan penyakit tertentu. Hal itu dimaksudkan agar manusia selalu dalam posisi siap siaga menghadapinya, kapan dan di mana Saja.
Dahulu, ada orang saleh yang setiap malam menyeru di atas bangunan tinggi sebuah kota, “Ayo berangkat! Ayo berangkat!” Ketika orang itu meninggal, tidak pernah lagi terdengar seruan tersebut. Suatu hari, Wali Kota menanyakan orang itu, dan ketika mendengar bahwa orang tersebut telah meninggal, ia lalu berkata,
“Ada yang setiap malam berseru mengingatkan kematian itu, hingga unta pun terusik untuk selalu siap kemudian ia pun ditimpa rahil dalam keadaan siap sedia mempunyai bekal dan tidak pernah lalai oleh angan-angan.”
Yazid ar-Raqasyi pernah berkata pada dirinya sendiri, “Yazid, Yazid. Celaka kamu! Setelah kamu meninggal nanti, siapa yang mau shalat untukmu? Siapa yang sudi berpuasa atas namamu? Dan, siapa yang bersedia memintakan keridaan Allah atas namamu?” Selanjutnya dia berkata, “Hai manusia, mengapa kalian tidak menangisi sisa hidup kalian yang tinggal berapa lama lagi? Kalian akan dijemput sang maut, di mana kubur akan menjadi rumahnya, beralas tanah dan berteman cacing.” Merasa dicekam oleh rasa takut yang luar biasa, Yazid pun menangis lalu jatuh pingsan.
At-Taimi juga berkata, “Ada dua hal yang pasti akan melenyapkan kenikmatan dunia dariku, yakni ingat mati dan ingat ketika kita akan berhadapan dengan Allah Ta’ala.”
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengumpulkan para ulama. Mereka satu sama lain saling mengingatkan tentang kematian, kiamat, dan akhirat. Saat itu, mereka menangis seakan-akan jenazah orang tercinta berada di hadapan mereka.
Abu Nu’aim berkata, jika Sufyan ats-Tsauri mengingat mati, selama berhari-hari ia kelihatan bersedih dan wajahnya tampak murung. Setiap kali ditanya tentang sesuatu, ia hanya menjawab, “Saya tidak tahu, saya tidak tahu.”
Asbath berkata, suatu hari Nabi Saw. mendengar beberapa orang sahabatnya memuji-muji kehebatan seseorang. Beliau lalu bertanya kepada mereka, “Apakah ia sering mengingat mati?” Mereka menjawab, “Tidak sama sekali.” Beliau lalu bersabda, “Kalau begitu, mereka tidak sehebat yang kalian katakan.”
Ad-Daqqaq berkata, “Barang siapa sering mengingat mati, maka dia akan dimuliakan dengan tiga hal. Yakni, menyegerakan bertobat, hati yang qana’ah (menerima apa adanya), dan semangat dalam beribadah. Dan, barang siapa yang lupa akan kematian, maka dia akan diberi sanksi dengan tiga hal. Yakni, menangguhkan bertobat, tidak puas dengan pemberian Allah, dan malas beribadah.”
Hai orang yang tertipu akan kematian dan sakaratul maut. Kematian adalah janji yang pasti akan ditepati. Kematian adalah hakim yang adil. Kematian adalah luka. Kematian membuat mata menangis. Kematian mengakibatkan perpisahan. Kematian melenyapkan kenikmatan-kenikmatan. Dan, kematian juga memutuskan harapan serta angan-angan. Pernahkah kamu memikirkan kematianmu, hai anak cucu Adam? Itulah saat di mana kamu harus berpindah dari tempatmu di dunia yang lapang ke sebuah liang lahad yang sangat sempit, dan teman-temanmu yang terdekat sekalipun tega mengkhianailmu dengan tidak berbuat apa-apa. Saudara serta handai tolanmu juga semua pergi meninggalkanmu. Sedangkan kamu pada saat itu meninggalkan pakaianmu yang mewah, berganti dengan pakaian tanah yang kotor.
Hai orang yang selalu menghimpun harta! Hai orang-orang yang mendirikan bangunan pencakar langit, saat itu kamu sudah tidak punya harta sama sekali, hanya beberapa lembar kain kafan, itu pun sebentar lagi pasti akan rusak. Tubuhmu lalu dimakan tanah. Lalu, di manakah harta yang selama ini kamu tumpuk? Apakah ia akan dapat menyelamatkanmu dari hura-hara? Tidak. Tetapi, kamu tinggalkan (hartamu) untuk orang yang justru tidak berterima kasih kepadamu. Sementara dosa-dosamu kamu ajukan kepada Allah yang pasti tidak mau menerima alasanmu.
“Dan, carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu.” (QS. al-Qashash: 77)
Bagus sekali orang yang menafsirkan firman Allah itu, dengan mengatakan, “Carilah surga di negeri akhirat dengan apa yang telah Allah berikan kepadamu di dunia ini.” Seorang mukmin harus dapat mengelola dunia untuk kepentingan akhirat bukan yang lain. Jadi, seolah-olah dikatakan kepadanya, “Janganlah kamu lupa bahwa kamu pasti akan meninggalkan seluruh hartamu, kecuali satu bagimu, yakni kain kafan.” Dalam hal ini seorang penyair berkata,
“Bagianmu dari seluruh hartamu yang dikumpulkan sepanjang hidupmu hanyalah dua lapis kain kafan yang membungkus tubuhmu dan sebutir obat pengawet tubuh.”
Penyair lain mengatakan,
“Adalah sifat qana’ah yang tidak bisa kamu carikan gantinya di situ ada banyak kenikmatan di situ ada yang menyenangkan badan lihat, orang paling kaya di dunia sekalipun apakah ia akan diusung ke kubur tanpa kain kafan?”
Orang Cerdas Adalah Orang yang Dapat Mengendalikan Nafsu
Sabda Nabi Saw. “Orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya sendiri ….” maksudnya ialah bahwa orang cerdas adalah orang yang selalu introspeksi diri. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah orang yang sanggup mengendalikan nafsunya.
Menurut Abu Ubaid, orang yang sanggup menaklukkan nafsu, ia pasti akan bisa memperbudaknya untuk diajak beribadah kepada Allah dan beramal untuk kepentingan akhirat. Demikian pula, ia akan introspeksi diri dengan kelalaiannya, memanfaatkan usianya dengan baik, membekali diri untuk menyongsong akhir kehidupannya dengan beramal saleh, mengingat dan taat kepada Allah kapan saja. Itulah bekal utama untuk menghadapi hari di mana seluruh makhluk akan menuju ke tempat kembali mereka yang abadi.
Sedangkan, kebalikan orang cerdas adalah orang lemah atau bodoh. Yaitu orang yang lalai dari taat kepada Allah karena selalu mengikuti hawa nafsunya, namun masih mengharapkan Allah berkenan mengampuninya, maka inilah yang disebut orang yang tertipu.
Hasan al-Bashri berkata, ada satu kaum, karena asyik dimabuk oleh angan-angan, mereka meninggal tanpa meninggalkan kebajikan apa pun. Namun, salah seorang dari mereka berkata, “Aku telah berbaik sangka terhadap Tuhanku.” Sudah barang tentu ia berdusta, sebab, berbaik sangka kepada Allah itu harus dibuktikan dengan
amal-amal saleh. Selanjutnya dia (al-Hasan) membaca firman Allah, “Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat: 23)
Sa’id bin Jubair berkata, “Yang disebut dengan menipu Allah ialah jika seseorang yang keras kepala melakukan maksiat tetapi masih mengharapkan ampunan Allah.”
Baqiyah bin al-Walid mengatakan bahwa Abu Umairah ash-Shuri berkirim surat kepada temannya. Isinya, “Amma ba‘du. Selama ini kamu hanya memikirkan dunia, namun masih saja mengharapkan ampunan Allah dengan perbuatanmu yang buruk. itu sama saja seperti kamu menempa besi yang dingin. Wassalam.”
Mengingat Kematian dan Akhirat, Serta Zuhud Terhadap Dunia
Diriwayatkan oleh Muslim dart Abu Hurairah, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah berZiarah ke Kubur ibunya. Beliau menangis dan orang-orang di sekitar beliau juga ikut menangis. Beliau lalu bersabda, “Aku minta izin kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun baginya (ibuku), tetapi Dia tidak mengizinkan aku. Lalu, aku meminta izin kepada-Nya untuk berziarah ke kubur ibuku, maka Dia memberi izin kepadaku. Karenanya, ziarah kuburlah kalian, karena Ziarah kubur itu dapat mengingatkan mati.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku pernah melarang Kalian dari ziarah kubur. Maka ziarahilah oleh kalian, karena ziarah Kubur itu dapat membuat kamu zuhud terhadap dunia dan mengingat akhirat.”
Hukum Ziarah Kubur Bagi Laki-laki dan Wanita
Berdasarkan kesepakatan para ulama, ziarah kubur bagi kaum laki-laki itu hukumnya boleh. Tetapi, mereka berbeda pendapat tentang ziarah kubur bagi kaum wanita. Bahkan, bagi kaum wanita yang masih muda, hukumnya haram. Ada juga yang berpendapat boleh hukumnya ziarah Kubur bagi semua kaum wanita, asalkan mereka tidak berbaur dengan kaum laki-laki. Menurut pendapat ini, sabda Nabi Saw., “Karenanya, ziarah kuburlah kalian,’ adalah bersifat umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita.
Ziarah kubur pada waktu dan di tempat yang bisa menimbulkan fitnah akibat berbaurnya laki-laki dan wanita, hal itu tidak diperbolehkan dan tidak halal, Karena pandangan laki-laki terhadap wanita, atau sebaliknya dapat menimbulkan fitnah.
Menurut sebagian ulama, kutukan atau laknat Nabi Saw. terhadap wanita-wanita yang berziarah kubur itu berlaku sebelum ada rukhsah (keringanan) ziarah kubur. Setelah beliau memberi rukhsah, maka hal itu sudah mencakup kaum laki-laki dan kaum wanita. Jadi, pendapat pertama yang telah saya sampaikan itulah yang paling sahih.
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, sesungguhnya dia pernah pergi ke suatu kuburan. Setibanya di sana, dia berkata, “Hai para penghuni kubur, kabarkan kepada kami tentang kalian, atau kami akan mengabarkan kepada kalian. Kalau kabar dari kami, harta kalian sudah dibagikan, istri-istri kalian sudah menikah lagi, dan tempat tinggalmu sudah ditempati orang lain.” Lalu Ali berkata lagi, “Demi Allah, seandainya mereka bisa menjawab, mereka akan mengatakan, bagi kami, bekal yang paling baik adalah takwa.”
Sungguh indah apa yang dikatakan oleh Abu al-Athiyah,
“Heran aku kepada manusia, seandainya mereka mau introspeksi diri, melihat, dan melewatkan dunia pada yang lain, mereka akan tahu bahwa dunia itu hanyalah sebuah jembatan tidak ada kebanggaan sejati kecuali kebanggaan orang-orang yang bertakwa kelak ketika Allah mengumpulkan semua makhluk di Padang Mahsyar mereka akan tahu bahwa bertakwa dan berbakti adalah simpanan yang terbaik aku heran kepada orang yang sombong Padahal besok ia akan dikubur tanpa punya kuasa untuk menyegerakan yang diharapkan dan menangguhkan yang ditakuti semua yang ia usahakan berpindah kepada orang lain.”
Faedah Ziarah Kubur
Menurut para ulama, hati dapat mengambil manfaat dari ziarah kubur, apalagi hati yang keras. Karenanya, bagi yang memiliki hati yang keras, sebaiknya ia mengatasinya dengan empat hal, yaitu:
Pertama, rajin mengaji di majelis taklim untuk mendengarkan nasehat, pelajaran, peringatan, cerita-cerita orang saleh, dan lain sebagainya. Hal tersebut bisa menaklukkan hati.
Kedua, mengingat mati sebagai suatu peristiwa yang pasti akan melenyapkan semua kenikmatan dan memisahkan dari keluarga serta handai tolan serta membuat anak-anak menjadi yatim.
Suatu hari ada seorang wanita mengadu kepada Aisyah tentang hatinya yang keras. Aisyah lalu memberinya saran, “Sering-seringlah mengingat mati, niscaya hailmu akan lunak.” Setelah menuruti saran tersebut, hati wanita itu menjadi lunak. Beberapa hari kemudian, ia ‘kembali menemui Aisyah untuk menyampaikan rasa terima kasihnya.
Menurut para ulama, mengingat mati itu dapat mencegah dari maksiat, membuat hati yang keras menjadi lunak, menghilangkan rasa senang terhadap dunia, dan menganggap remeh semua musibah yang terjadi di dunia.
Ketiga, menunggui orang-orang yang sedang dalam keadaan kritis (sakaratul maut). Dengan menyaksikan Orang-orang yang sedang mengalami sakaratul maut, lalu membayangkan bagaimana nasibnya nanti setelah ia mati, maka hal itu akan membuat jiwa orang tidak tertarik pada kenikmatan dunia, membuat hati selalu gelisah memikirkannya, membuat mata enggan tertidur, membuat tubuh tertahan dari kesenangan-kesenangan, membangkitkan etos beramal saleh, dan menambah semangat untuk lebih tekun beribadah kendatipun harus bersusah payah.
Diceritakan bahwa pada suatu hari Hasan al-Basri menjenguk orang sakit yang sedang mengalami sakaratul maut. Setelah memperhatikan bagaimana susahnya orang itu Saat nyawanya hendak dicabut, ia pulang ke rumahnya dengan roman muka yang berbeda. Ketika keluarganya menyuguhi makanan, ia menolak dengan alasan sama sekali tidak sedang berselera. Ketika ditanya alasannya, ia mengatakan, “Demi Allah, aku baru saja melihat peristiwa kematian. Aku berjanji akan selalu melakukan amal kebaikan untuk menghadapinya sampai aku bertemu dengan Allah Ta’ala nanti.”
Ketiga hal tersebut patut diperhatikan sekaligus dipraktikkan oleh orang yang hatinya keras. Untuk menghilangkan dosa, ia harus meminta pertolongan berupa obat yang cocok untuk penyakitnya, sekaligus dapat mengatasi fitnah-fitnah setan, yang kerjanya memang ingin menyesatkan manusia. Jika ketiga mujarab, itulah yang diharapkan. Tetapi, jika tidak mujarab dan penyakitnya semakin menjadi-jadi, maka terapi terakhir (ke-4) harus diterapkan.
Keempat, ikut menyaksikan pemakaman jenazah di kubur. Hal ini merupakan cara yang lebih efektif daripada cara yang pertama dan kedua tadi. Oleh karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Berziarah kuburlah kalian, karena Ziarah kubur itu dapat mengingat kematian dan akhirat, serta dapat membuat kamu zuhud kepada dunia.”
Dengan ikut menyaksikan acara pemakaman jenazah, maka ia akan mendengar suara azan, dan memberitahukan kepada hatinya ke mana nanti tempat kembali yang abadi. Hal itu diharapkan dapat menimbulkan rasa takut seperti ketika sedang menyaksikan orang dalam keadaan sakaratul maut. Begitu juga dengan menziarahi dan melihat kuburan kaum muslimin secara langsung. Maka poin yang ketiga dan keempat lebih besar pengaruhnya daripada poin yang pertama dan kedua.
Dalam hadis riwayat Ahmad, Nabi Saw. bersabda, “Mendengar berita itu tidaklah seperti melihat dengan mata kepala sendiri.” Hadis ini hanya diriwayatkan dari ibnu Abbas saja. Harus diakui bahwa seseorang tidak di sembarang tempat bisa menyaksikan orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut, lagi pula terkadang hal itu tidak sesuai dengan kondisi mental orang yang ingin mengobati hatinya. Berbeda dengan ziarah kubur yang lebih gampang dan hasilnya pun lebih efektif.
Karenanya, bagi orang yang berziarah kubur, ia harus memperhatikan adab-adabnya. Antara lain yang paling utama ialah niat dengan sungguh-sungguh, bukan sekedar keliling kubur saja seperti kelakuan binatang. Kita memohon perlindungan Allah darinya. Tujuan ziarah kubur ialah mencari keridaan Allah, memperbaiki hati yang sedang rusak, dan memberikan manfaat kepada si mayat dengan membacakan ayat-ayat al-Qur’an.
Peziarah kubur dilarang berjalan-jalan di kubur atau di atasnya, serta harus melepaskan alas kaki seperti yang diterangkan dalam beberapa hadis. Begitu hendak masuk kuburan, diusahakan mengucapkan salam terlebih dahulu kemudian mengucapkan, “As-salaamu ‘alaikum daara qaumin mu’miniin” (Salam sejahtera bagi kalian semua para penghuni kubur kaum mukminin). Itulah salam kepada penghuni kubur yang pernah diucapkan Nabi Saw..
Dan, ketika sampai dekat kubur yang dituju (yang dikenalnya), maka ucapkanlah salam terlebih dengan ucapan, “‘Alaika as-salam.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab al-Jami’ at-Tirmidzi, sesungguhnya ada seorang laki-laki menemui Nabi Saw. dan mengucapkan, “Alaika as-salam.” Mendengar itu, Nabi Saw. menegurnya, “Jangan mengucapkan salam seperti itu (‘alaika as-salam), karena hal itu adalah salam penghormatan untuk mayat.”
Termasuk adab berziarah kubur ialah mengucapkan salam dengan posisi menghadap, seperti layaknya kalau sedang berbicara dengan orang yang masih hidup. Selanjutnya ialah berkonsentrasi penuh untuk mengambil pelajaran dari penghuni kubur yang ia ziarahi.
Peziarah harus merenungkan, bagaimana Kawan-kawannya yang telah mendahului menghadap Allah. Setelah berhasil mencapai harapan dan harta sudah terkumpul, tiba-tiba Narapan mereka terputus dan tidak dapat menikmati harta yang telah dikumpulkannya itu. Tubuh mereka yang tampan ditimbuni tanah, anggota-anggota tubuh mereka terpisah di dalam kubur, istri-istri yang mereka tinggalkan menjanda, anak-anak mereka menjadi yatim bahkan mungkin negeri mereka dijajah oleh negeri lain.
Peziarah harus merenungkan, bagaimana nasib orang yang sedang diziarahinya. Sepasang kakinya rusak dan hancur, padahal dahulu selalu berjalan bolak balik memenuhi keinginannya. Matanya meleleh, padahal dahulu selalu dipakai melihat kesenangan-kesenangan. Lidahnya sudah dimakan cacing, padahal dahulu selalu berkata tajam. Giginya rusak, padahal dahul selalu tertawa. Yakinlah, bahwa kelak keadaannya akan seperti itu. Dengan merenungkan dan mengambil pelajaran darinya, ia akan tekun melakukan amal-amal kebajikan untuk kepentingan akhirat. Dengan kata lain, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia dan selalu menaati Allah, Tuhannya. Karenanya, hatinya menjadi tunak dan anggota tubuhnya menjadi khusyu. Wallahu a’lam.
Keadaan Ayah dan Ibu Nabi Saw. di Akhirat
Ada sebuah hadis, sekilas bertentangan dengan hadis yang tadi. Yakni, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali alKhatib dalam kitabnya, as-Sabiq wa al-Lahiq, dan Abu Hafsh Umar bin Syahin dalam kitabnya, an-Nasikh wa al-Mansukh, dengan isnad yang bersumber dari Aisyah, dia berkata, ketika sedang menjalankan haji Wada’, Nabi Saw. membawaku melewati sebuah jalan Aqabah al Hajun. Tiba-tiba, beliau tampak menangis sedih dan memilukan. Lalu, aku pun ikut menangis karenanya. Kemudian beliau melompat turun, dan berkata kepadaku, “Hai istriku sayang, bertahanlah di sini sebentar.”
Aku lalu bersandar di dekat unta. Setelah meninggalkan aku cukup lama, beliau kembali lagi dengan senyum gembira. Aku lalu bertanya, “Demi ayah dan ibuku, engkau tadi ketika sedang bersamaku tampak menangis sedih dan memilukan, sehingga aku pun menangis karenanya. Kemudian, engkau kembali lagi kepadaku dengan tersenyum gembira. Ada apa, wahai Rasulullah?” Beliau lalu bersabda, “Aku tadi baru melewati’ kubur ibuku, Aminah. Aku mohon kepada Tuhanku agar berkenan menghidupkannya kembali. Allah pun menghidupkan ibuku kembali lalu ia beriman kepadaku. Setelah itu, kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengembalikannya lagi.” Hadis ini maudhu’. Lafaz hadis tersebut disampaikan oleh al-Khatib.
Dituturkan oleh as-Suhaili dalam kitabnya, ar-Raudh al-Unuf, dengan isnad yang di dalamnya terdapat nama-nama perawi yang tidak diketahui identitasnya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala menghidupkan kembali ayah dan ibu beliau, lalu mereka berdua beriman kepada beliau (Nabi Saw.).”
Menurut Syekh al-Qurthubi, tidak ada pertentangan sama sekali. Sebab, dihidupkannya ayah dan ibunda Nabi Saw. terjadi setelah berlakunya larangan memohon ampunan untuk mereka berdua. Hal ini berdasarkan hadis Aisyah yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada saat beliau menjalankan haji Wada’. Menurut Ibnu Syahin, hadis ini menasakh (membatalkan) Nadis-hadis yang telah disebutkan sebelumnya.
Menurutku, hadis-hadis di atas tadi disangkal hadis lain, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim dari Anas bahwa ada seorang laki-laki pernah datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah ayahku?” Beliau menjawab, “Di neraka.” Ketika laki-laki itu hendak berlalu, beliau memanggilnya kembali dan bersabda, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di neraka.”
Usamah bin Yazid al-Ju’fi berkata, ketika Rasulullah Saw. melihat kecemasan kami, beliau bersabda, “ibumu bersama ibuku.”
Ini sangkalannya, kalau memang benar keduanya sempat dihidupkan kembali oleh Allah. Aku juga pernah mendengar riwayat bahwa Allah sempat menghidupkan kembali paman Nabi Saw. yaitu Abu Thalib, lalu ia beriman kepada beliau. Wallahu a‘lam.
Ada yang berpendapat bahwa hadis yang mengatakan ayah dan ibu Nabi Saw. itu beriman adalah hadis maudhu’ yang disanggah oleh al Qur’an dan ijma. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tidak (pula diterima tobat} dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran.” (QS. an-Nisa’: 18)
Jadi, barang siapa meninggal dalam keadaan kafir, percuma saja ia beriman setelah dibangkitkan. Bahkan, sekali pun itu terjadi secara nyata, yakni beriman ketika ajal datang, tetap saja imannya tidak berguna.
Dalam kitab Tafsir, konon ketika Nabi Saw. pernah berkata, “Andai saja aku tahu apa yang telah dilakukan kedua orang tuaku,” maka turuniah ayat,
“Dan engkau tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. al-Baqarah: 119)
Tetapi, menurut Syekh Imam al-Qurthubi, apa yang disampaikan oleh al-Hafizh Abu al Khaththab Umar bin Dihyah itu perlu dilihat terlebih dahulu. Soalnya, keistimewaan-keistimewaan Nabi Saw. itu masih terus muncul, bahkan sekali pun beliau sudah wafat. Jadi dengan kata lain, peristiwa sempat dihidupkanNya ayah dan ibu beliau lalu mereka beriman, adalah termasuk keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada beliau. Dalam pendekatan rasio dan syariat, hal itu bukanlah hal yang mustahil.
Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa seorang korban pembunuhan dari Bani Israil pernah dihidupkan kembali dalam rangka untuk mengungkapkan siapa pembunuhnya. Nabi Isa a.s. menghidupkan orang-orang yang telah mati. Demikian pula dengan Nabi Saw. pernah juga menghidupkan orang-orang yang telah meninggal. Berdasarkan hal itu, mungkin saja kedua orang tua Nabi Saw. sempat dihidupkan kembali oleh Allah lalu mereka beriman sebagai tambahan dari keistimewaan Nabi Saw. di samping adanya riwayat yang menerangkan hal itu. Hal tersebut Nanya khusus berlaku bagi orang yang mati dalam keadaan kafir.
Adapun sabda Nabi Saw. “Barang siapa mati dalam keadaan kafir ….” ditolak berdasarkan riwayat yang menyatakan bahwa Allah pernah mengembalikan matahari ke tangan Nabi Saw. sesudah ia menghilang.
Menurut Abu Ja’far at-Thawi, itu: adalah hadis sahih. Jika kembalinya matahari dianggap tidak ada gunanya dan tidak ada lagi pembaharuan waktu, tentu Allah tidak menggembalikan lagi ke tangan beliau. Demikian pula peristiwa dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Saw. juga berguna karena mereka hendak beriman kepada Allah dan membenarkan risalah beliau.
Di dalam sejarah, Allah pernah menerima iman dan taubatnya kaum Nabi Yunus a.s., padahal mereka sudah terlanjur diazab. Mengenai mereka yang berpendapat dengan berpegang pada aspek lahiriah ayat al-Qur’an, bisa dijawab bahwa azab yang menimpa kedua orang tua Nabi Saw. itu berlaku sebelum mereka menyatakan beriman. Allah Ta’ala lebih mengetahui hal-hal yang gaib.
Doa Saat Tiba di Kuburan, Serta Hukum Menangis di Sisi Kubur
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Buraidah bin Khushaib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang berziarah kuburlah kalian, karena pada ziarah kubur itu terdapat peringatan bagimu.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Buraidah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa ingin berziarah kubur, maka lakukanlah dan janganlah kalian mengucapkan perkataan yang buruk.”
Diriwayatkan oleh Abu Umar dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Setiap orang yang melewati kubur kawannya sesama mukmin yang dikenalnya, dan mengucapkan salam kepadanya, maka penghuni kubur itu akan menjawab salamnya.”
Dalam hadis daif riwayat Baihaqi dan ad Dailami diriwayatkan secara mauquf dari Abu Hurairah, dia berkata, “Sekalipun tidak mengenalnya tetapi orang itu mengucapkan salam kepadanya, niscaya dia akan menjawab salamnya.”
Diriwayatkan oleh Muslim bahwa Aisyah mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang apa yang harus diucapkan saat ziarah kubur. Beliau menjawab, “Ucapkanlah,
“Semoga keselamatan senantiasa dilimpahkan kepada para penghuni kubur, dari kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah mengasihi orang-orang terdahulu dan orang-orang yang terakhir di antara kami. Sesungguhnya kami, jika Allah menghendaki, juga akan menyusul kalian.”
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dan Buraidah dengan tambahan,
“Aku memohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kalian.”
Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim bahwa pada suatu hari Nabi Saw. mendapati seorang wanita sedang menangis di sebuah kubur keluarganya. Beliau lalu bersabda kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah ….”
Beberapa Larangan di Saat Ziarah Kubur
Hadis-hadis tadi mengandung pengertian, bahwa boleh hukumnya ziarah kubur bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan. Hadis tersebut juga menjelaskan bahwa mayat itu bisa menjawab salam kepada orang yang mengucapkan salam kepadanya serta bolehnya kaum wanita menangis di kuburan.
Seandainya wanita itu haram berziarah kubur dan menangis di kubur, tentu saja Nabi Saw. melarangnya dan mengancam pelakunya. Jadi, riwayat yang menyatakan Nabi Saw. melarang wanita berziarah kubur adalah riwayat yang tidak sahih. Yang sahih ialah riwayat yang memperbolehkannya, dengan syarat tidak boleh melanggar hal-hal yang dilarang syariat seperti membuka aurat, berbaur dengan laki-laki lain, mengucapkan kalimat-kalimat kotor, dan lain sebagainya.
Seorang wanita boleh saja menangis di kubur seorang anggota keluarganya karena sedih atau mengharap agar orang yang meninggal tadi mendapatkan rahmat. Di kalangan masyarakat Arab, menangisi mayat itu berarti menangis sambil meratap dengan menjerit-jerit, menampar pipi sendiri, dan merobek saku baju. Berdasarkan ijma para ulama, hal itu hukumnya haram dan mendapat ancaman terhadapnya, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Aku berlepas diri dari para wanita yang mencukur rambutnya, yang meratap, dan yang merobek-robek bajunya sendiri.” (HR. Muslim)
Adapun menangis yang tidak sampai meratap, baik pada saat kematian atau pada saat dikubur, hukumnya boleh. Itu adalah tangisan ungkapan rasa sedih dan kasihan yang bersifat manusiawi. Nabi Saw. sendiri juga pernah menangis atas kematian putranya, Ibrahim. Umar bin Khaththab juga pernah membiarkan beberapa orang wanita menangisi kematian Abu Salman, asalkan tidak sampai meraung-raung sambil menaburkan pasir di kepala. Wallahu a’lam.
Orang Mukmin Meninggal Dengan Keringat di Keningnya
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seorang mukmin akan meninggal dengan keringat di keningnya.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan dia berkata, hadis ini hasan.
Salman al-Farisi berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Perhatikan tiga hal pada orang yang akan meninggal. Jika keningnya berkeringat (basah), sepasang matanya berlinang, dan hidungnya mengembang, maka itu adalah rahmat Allah yang turun kepadanya. Jika dia mendengkur seperti unta muda yang dicekik, kulitnya berwarna padam (gelap), dan sepasang sudut mulutnya berbuih, maka itu adalah azab Allah yang turun kepadanya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul.
Abdullah berkata, “Pada saat hendak meninggal, sisa-sisa dosa dari seorang mukmin akan segera diseka atau dibersihkan sehingga hal itu mengakibatkan keningnya berkeringat (basah).”
Ada sementara ulama yang berpendapat bahwa kening yang berkeringat (basah) tersebut adalah tanda bahwa ia sedang merasa malu kepada Allah karena pernah melanggar larangan-larangan-Nya. Tubuhnya yang bagian bawah sudah mati sehingga yang masih bergerak hidup ialah yang bagian atas. Letak rasa malu itu tampak di kedua matanya. Hal itu tidak akan tampak pada orang kafir atau orang Islam yang sedang diazab. Jadi, keringat yang keluar dari kening seorang mukmin saat meninggal merupakan pertanda bahwa ia sedang merasa malu kepada Tuhannya.
Menurutku, ketiga tanda rahmat Allah pada orang yang akan meninggal tersebut bisa terlihat semuanya, atau hanya dua saja, atau bahkan hanya satu saja, yakni keningnya yang berkeringat. Semua itu tergantung pada tingkat ketakwaan dan amalannya masing-masing.
Dalam riwayat Baihaqi dan Thabrani disebut sebuah hadis yang bersumber dari Abdullah bin Mas’ud, “Kematian seorang mukmin itu ditandai dengan kening yang berkeringat (basah). Dosa-dosa yang masih tersisa diseka dengannya saat meninggal.”
Keadaan Roh Orang Mukmin dan Kafir di Saat Keluar dari Jasad
Diriwayatkan oleh Thabrani dan Abu Nu’aim dari al-A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Nyawa (roh) orang mukmin itu dicabut dengan perlahan-lahan. Sedangkan nyawa orang kafir dicabut secara kasar seperti mencabut roh keledai. Sungguh, seorang mukmin yang pernah melakukan dosa di dunia, ia akan menemui kesulitan ketika akan meninggal, sebagai kafarat atas dosa-dosanya di dunia. Seorang kafir yang melakukan kebaikan akan dipermudah kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya tersebut.”
Kematian Itu Didahului Dengan Sakaratul Maut
Allah Ta’ala menggambarkan kerasnya kematian pada empat ayat di bawah ini,
“Dan, datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.” (QS. Qaf: 19)
“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakaratul maut,” (QS. al-An’am: 93)
“Maka, kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan.” (QS. al-Waqi’ah: 83)
“Tidak! Apabila (nyawa) telah sampai ke kerongkongan.” (QS. al-Qiyamah: 26)
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah bahwa di depan Rasulullah Saw. ada sebuah bejana dari kulit yang berisikan air. Beliau memasukan tangannya ke dalam air tersebut dan mengusapkannya ke wajah seraya berkata, “La ilaha illallah (Tidak ada tuhan selain Allah). Sesungguhnya kematian itu didahului dengan sakaratul maut.” Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya seraya berkata, “Kepada Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha tinggi,” sampai beliau wafat, dan tangannya pun jatuh terkulai.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Aisyah berkata, “Tidaklah aku berharap seseorang mengalami kematian dengan mudah, setelah aku melihat dahsyatnya kematian Rasulullah Saw..”
Sebuah hadis diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Aisyah berkata, “Rasulullah Saw. wafat, dan beliau berada di antara tulang selangkaku dan ujung daguku. Tidaklah aku membenci selamanya terhadap beratnya kematian seseorang setelah Nabi Saw..”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dalam Musnad-nya dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ceritakanlah oleh kalian tentang Bani Israil. Sesungguhnya pada mereka terdapat cerita yang aneh-aneh dan menakjubkan.” Kemudian beliau mulai bercerita kepada kami bahwa beberapa orang dari Bani Israil pergi menuju ke sebuah kuburan. Mereka lalu berkata, “Seandainya kita shalat dua rakaat dan berdoa kepada Allah, niscaya akan muncul kepada kita salah seorang penghuni kubur ini yang bisa menceritakan kepada kita tentang kematian.”
Setelah shalat dua rakaat, mendadak muncul di Hadapan mereka seorang laki-laki yang berpakaian putih, berkulit hitam legam, dan di antara kedua matanya terdapat bekas sujud. Laki-laki itu lalu berkata, “Apa yang Kalian inginkan dariku? Aku sudah meninggal sejak seratus tahun yang lalu, tapi sampai sekarang aku masih merasakan panasnya kematian. Karena itu, tolong kalian doakan kepada Allah agar Dia berkenan mengembalikan aku seperti semula.”
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda (dalam hadis maudhu’), “Sesungguhnya seorang hamba pasti akan mengalami bencana maut dan sakaratul maut. Persendiannya akan mengucapkan salam kepada sebagian yang lain sambil berkata, keselamatan atasmu, kamu telah meninggalkanku dan aku pun akan meninggalkanmu hingga tiba hari Kiamat.”
Disebutkan oleh al-Muhasabi dalam kitabnya, ar-Ri’ayah, sesungguhnya Allah bertanya kepada Nabi Ibrahim akss., “Wahai kekasih-Ku, bagaimana engkau merasakan kematian?” Beliau menjawab, “Seperti sebatang besi yang sangat panas lalu ditempelkan pada kapas yang basah kemudian ditarik (hingga kapas tersebut kering seketika).” Allah Ta’ala lalu berfirman, “Tetapi, Kami meringankan engkau, wahai Ibrahim.”
Diceritakan ketika roh Nabi Musa as. sudah sampai kepada Allah, Allah bertanya kepadanya, “Wahai Musa, bagaimana engkau dapati kematian ?” Beliau menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor burung emprit (pipit) yang dipanggang hidup-hidup di atas wajan.”
Dalam riwayat fain, Nabi Musa a.s. menjawab, “Aku dapati diriku seperti seekor kambing yang dikuliti hidup-hidup oleh tukang jagal.”
Nabi Isa a.s. berkata, “Wahai para sahabat karibku, berdoalah kepada Allah agar Dia berkenan memberikan kemudahan pada kalian di saat sakaratul maut.”
Ada yang mengatakan bahwa kematian itu lebih dahsyat (sakit) daripada tebasan pedang, digergaji, maupun digunting.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dalam kitabnya, al-Hilyah, dari Makhul dari Wa’ilah bin Asfa bahwa Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, rasa sakit ketika mati itu lebih sakit daripada seribu kali tebasan pedang.”
Disebutkan dalam hadis Hamid ath-Thawil dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya para malaikat itu mengelilingi dan memagari seorang hamba yang akan meninggal. Sebab kalau tidak demikian, maka dia akan terlempar ke padang pasir atau ke gurun yang tandus karena kerasnya tekanan sakaratul maut.”
Ada sebuah riwayat yang ditunjukkan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi, setelah seluruh makhluk hidup itu mati, lalu Malaikat Maut disuruh Allah untuk mencabut nyawanya sendiri. Malaikat Maut lalu berkata, “Demi keperkasaan Engkau, seandainya aku tahu betapa sakitnya sakaratul maut seperti yang aku rasakan ini, niscaya aku tidak akan mau mencabut nyawa orang-orang mukmin.”
Dalam hadis daif, Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang dahsyatnya kematian. Lalu beliau bersabda, “Kematian yang paling ringan adalah seperti sebatang duri yang ada dalam kapas. Apakah mungkin mengambil duri tersebut tanpa bersama kapas yang menempelnya?”
Syahr bin Hausab berkata, ketika Amr bin ‘Ash hendak meninggal, putranya berkata, “Wahai ayah, engkau pernah bilang kepadaku ingin bertemu dengan seseorang yang pintar saat menjelang ajal untuk menceritakan apa yang ia rasakan. Ternyata orang itu adalah engkau sendiri. Sekarang coba ceritakan kepadaku rasanya menjelang mati.” Amr bin ‘Ash menjawab, “Hai anakku, kematian membuatku sangat takut, lidahku terasa gagap. Aku seolah-olah bernapas melalui lobang jarum. Aku merasa ada sebatang duri yang ditarik dari ujung telapak kakiku sampai ke ujung kepalaku.” Selanjutnya ia membaca syair,
“Kalau saja sebelumnya aku tahu ini aku akan menggembalakan kambing hutan di puncak gunung.”
Diriwayatkan oleh Abu Maisarah secara marfu’, dia berkata, “Seandainya rasa sakit yang dialami oleh sehelai rambut seorang mayat diletakan di atas penghuni langit dan bumi, niscaya mereka akan mati semua,” Ia lalu membaca syair,
“Akan kuingat terus kematian, tanpa kenal takut karena hatiku sangat keras laksana seonggok batu akan kuburu terus dunia, karena aku akan merasa hidup kekal meski di belakangku Kematian terus membuntuti jejakku ketahuilah, kematian seharusnya sudah cukup sebagai pelajaran dan ia telah ditentukan kepada siapa saja ia menunggu di sekitarnya tanpa ada yang bisa selamat darinya.”
Malaikat Maut
Hai manusia, telah tiba waktunya bangun bagi siapa pun yang tidur lelap. Telah tiba waktunya untuk sadar bagi siapa pun yang lalai sebelum ia disergap kematian. Jika kematian datang, badan tidak bisa digerakkan, roh berpisah dari badan, jasad dibawa ke alam kubur dan ditimbun dengan tanah.
Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz bahwa dia pernah berkirim surat kepada para sahabat-sahabatnya berisi pesan sebagai berikut, “Amma ba‘du. Aku berpesan kepada kalian untuk selalu bertakwa kepada Allah Yang Mahaagung. Jadikanlah takwa dan sifat wara’ sebagai bekal kehidupan di akhirat, karena sesungguhnya kalian berada di sebuah negeri yang sebentar lagi akan dibalikkan beserta para penghuninya.
Allah telah menyiapkan kiamat dan segala kengerian-kengeriannya. Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada kalian tentang segala sesuatu hingga yang paling kecil sekali pun. Kalian semua adalah hamba Allah. Karenanya, ingatlah kematian yang pasti tiba dan perhatikan firman Allah Ta’ala,
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘imran: 185)
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” (QS. ar-Rahman: 26)
“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka.” (QS. Muhammad: 27)
Dan telah sampai kepadaku, Wallahu a’lam bahwa mereka dipukul oleh Malaikat Maut dengan cemeti yang terbuat dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan.” (QS. as-Sajdah: 11)
Dan telah sampai juga kepadaku, Wallahu a’lam bahwa kepala Malaikat Maut itu berada di langit sementara kedua kakinya berada di bumi. Seluruh dunia ini berada dalam genggaman Malaikat Maut, seperti sebuah piring yang berada di hadapan seseorang di antara kalian ketika hendak makan. Malaikat Maut akan memandang ke wajah setiap anak cucu Adam (manusia) sebanyak 336 kali, dan memandang ke setiap rumah yang berada di bawah naungan langit sebanyak 600 kali.
Malaikat Maut berdiri di tengah-tengah dunia ini lalu memandang ke seluruh penjuru baik daratan, lautan, Maupun gunung-gunung. Di hadapannya, dunia seperti sebutir telur di antara sepasang kaki seorang di antara Kalian.
Selain itu, Malaikat Maut mempunyai pembantu-pembantu yang cukup banyak dan sangat setia. Jika salah satu di antara mereka disuruh untuk menelan langit dan bumi dengan sekali telan saja, maka ia akan melakukannya.
Malaikat Maut adalah malaikat yang paling ditakuti oleh malaikat-malaikat lainnya, sama seperti ketakutan salah seorang di antara kalian kepada binatang buas. Jika salah seorang para malaikat pembawa Arasy didekati oleh Malaikat Maut, maka dia akan meleleh dan mengecil seperti seutas rambut karena saking takutnya.
Malaikat Maut akan mencabut nyawa anak cucu Adam (manusia) dari bagian bawah tiap-tiap anggota tubuh. Yakni mulai dari kukunya, uratnya, rambutnya, dan anggota-anggota tubuhnya yang lain. Lalu, ketika roh meninggalkan persendian persendiannya, maka rasa sakitnya pun melebihi daripada seribu kali tebasan pedang.
Seandainya sakit yang dirasakan oleh sehelai rambut si mayat itu diletakkan pada langit dan bumi, maka keduanya akan meleleh. Jika roh orang yang akan meninggal sudah sampai di tenggorokan, mulailah Malaikat Maut mencabut nyawa orang itu.
Jika Malaikat Maut telah mencabut nyawa orang mukmin, maka rohnya diletakkan pada kain sutra berwarna putih dengan aroma yang sangat harum. Sedangkan roh orang Kafir diletakkan pada kain hitam dalam tembikar api, baunya lebih busuk daripada bau bangkai yang sudah lama.”
Disebutkan dalam suatu riwayat, ketika ajal seorang mukmin telah dekat, ada empat malaikat yang turun menghampirinya. Satu malaikat mencabut nyawa dari telapak kaki kanannya, satu malaikat lagi mencabut nyawa dari telapak kaki kirinya. Kemudian nyawanya lepas begitu saja seperti air yang mengalir dari pancuran. Adapun nyawa orang Kafir dicabut seperti mencabut sebatang besi yang panas dari tumpukan kapas yang basah. Demikian yang disebutkan oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah.
Karenanya, bayangkan dirimu, hai orang yang tertipu, ketika nanti kamu mengalami sakaratul maut yang sangat mencekam. Saat itu, kamu sudah benar-benar tidak berdaya. Aku melihatmu terbaring lemas. Aku yakin kamu menangis seperti seorang tawanan yang baru jatuh ke tangan musuh. Sedangkan orang lain akan berkata, “Sungguh, Fulan telah berwasiat, dan hartanya sudah dihitung.” Ada juga yang berkata, “Lidah Fulan sudah terasa berat untuk berbicara. Dia sudah tidak mengenali tetangga dan saudaranya.” Sekali lagi, kamu hanya bisa mendengar pembicaraan mereka itu, namun kamu sama sekali tidak kuasa menjawabnya.
Lalu, anak perempuanmu menangis seperti seorang tawanan yang mengadu, “Wahai ayahku tercinta, mengapa ayah tinggalkan aku hingga aku menjadi seorang yatim? Siapa yang akan menanggung dan memenuhi keperluan-keperluanku” Demi Allah, saat itu kamu pasti mendengar perkataan mereka tapi kamu tidak bisa menjawabnya.
Seorang penyair mengatakan,
“Putri bungsuku menempelkan pipinya pada dadaku pelan-pelan lalu menggosok-gosokkannya sembari menangis dan berseru, ayah, aku tidak tahan, bagaimana nasib anak-anak yatim yang kamu tinggalkan nanti? Mereka akan seperti anak-anak burung yang dipisahkan dari induknya.”
Bayangkan dirimu, hai anak manusia. Setelah kamu diangkat dari tempat tidurmu untuk dimandikan lalu dibungkus kain kafan. Saat itu, kamu dilepas oleh keluarga dan tetangga, Kawan-kawan dekat menangisimu. Bagaimana dengan istri dan anak-anakmu, yang setelah itu mereka tidak akan melihatmu lagi selama-lamanya? Seorang penyair mengatakan,
“Hai orang yang tertipu, mengapa kamu masih asyik bermain dengan sejuta harapan ketika ajal kematianmu sudah sangat dekat? seharusnya kamu tahu, sesungguhnya rakus adalah samudra luas yang menjauhkan bahtera dunia ke tengah-tengahnya seharusnya kamu tahu, kematian itu pasti menyergapmu dan rasanya sangat menyakitkan saat itu kamu lihat dengan mata nanar anak-anakmu yang akan menjadi yatim dan istrimu yang akan menjanda mereka meratap sedih sambil menampar-nampar wajah sendiri setelah tubuhmu dibungkus kain kafan, lalu diusung dan ditimbuni tanah sementara matamu terkatup rapat-rapat.”
Adapun sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya kematian itu didahului dengan sakaratul maut,” maksudnya kesusahan-kesusahan. Jadi, maksud dari sakaratul maut yaitu kesusahan-kesusahan menjelang mati.
Sakaratul Maut yang Dialami Para Nabi
Para ulama berkata bahwa tekanan sakaratul maut juga menimpa para nabi, para rasul, para wali, dan orang-orang bertakwa. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang selama hidupnya tidak mau mengingat mati dan tidak mau mempersiapkan diri? “Katakanlah, ‘Itu (al-Qur’an) adalah berita besar yang kamu berpaling darinya.” (QS. Shad: 67-68)
Menurut para ulama, dahsyatnya kematian dan tekanan sakaratul maut yang dialami para nabi mengandung dua pelajaran bagi manusia.
Pertama, supaya mereka tahu betapa sakitnya Kematian, dan itu bersifat sangat rahasia sekali. Yang lazim dilihat jika seseorang akan meninggal, maka dia tidak bisa bergerak, seakan-akan rohnya keluar dengan mudah, sehingga kita berkesimpulan bahwa kematian adalah sebuah peristiwa yang sederhana. Hal ini dikarenakan ketidaktahuan kita terhadap rasa sakit mati yang sebenarnya. Namun, ketika diberi kabar bahwa para nabi yang notabene adalah orang-orang pilihan Allah juga mengalami dahsyatnya kematian, maka kita pun sadar sesungguhnya kematian itu memang sangat menyakitkan, kecuali bagi Orang-orang yang mati syahid.
Kedua, ada sementara orang yang bertanya-tanya mengapa para nabi dan para rasul yang menjadi kekasih Allah saja mesti harus mengalami sakitnya kematian seperti itu? Bukankah Allah sanggup memberikan keringanan kepada mereka seperti yang telah Dia berikan kepada Nabi Ibrahim a.s. lewat firman-Nya, “Aku akan memudahkan kematianmu?” Jawabannya ialah sabda Nabi Saw., “Sungguh, manusia yang paling berat menerima cobaan di dunia adalah para nabi, lalu orang yang paling mirip dengan mereka, lalu orang yang paling mirip dengan mereka berikutnya.” Hadis tersebut diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya.
Allah mencoba mereka (para nabi) itu justru untuk menyempurnakan keutamaan dan derajat mereka di sisi-Nya. Jadi, bukan karena mereka memang harus diazab. Sekali lagi, jika Allah berkehendak mengakhiri hidup mereka dengan cobaan-cobaan yang berat meskipun Dia sanggup meringankan, itu semata-mata untuk mengangkat derajat mereka dan memberikan pahala yang besar sebelum mereka meninggal.
Contohnya adalah seperti Nabi Ibrahim a.s. yang dicoba dengan api, Nabi Musa ass. yang dicoba dengan rasa takut dan dikejarkejar Fir’aun, Nabi isa a.s. yang dicoba dengan pengembaraan di gurun pasir, dan Nabi Muhammad Saw. yang dicoba dengan kemiskinan dunia dan selalu diperangi oleh orang-orang kafir. Semua itu justru untuk mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Jangan diartikan bahwa hal itu merupakan kekejaman Allah terhadap mereka. Adapun kepedihan yang dirasakan oleh orang-orang kafir, itu merupakan hukuman atas dosa-dosa mereka.
Kematian Terdapat di Tiga Alam
Ada orang yang mengatakan, sesungguhnya seluruh makhluk pasti akan mengalami tekanan-tekanan sakaratul maut. Itu. benar adanya. Tetapi, dalam hal ini ada perbedaan dan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Allah Ta’ala selaku satu-satunya zat yang tidak akan fana berhak untuk memberikan rasa kematian yang berbeda-beda di antara seluruh makhluk-Nya, sesuai dengan kedudukan dan derajat mereka. Makhluk bumi seperti manusia maupun bukan manusia (hewan), dan makhluk di atasnya, yaitu alam ruhani, semua pasti akan mengalami mati, sebagaimana firman Allah,
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali ‘Imran: 185)
Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “Ulum al-Akhirah, mengatakan, “Allah memastikan kematian pada tiga alam. Yaitu, alam dunia, alam malakut, dan alam jabarut. Yang ada di alam dunia adalah Adam berikut anak cucunya dan semua binatang. Yang ada di alam malakut adalah para malaikat dan jin. Dan yang ada di alam jabarut ialah malaikat-malaikat pilihan.
Allah Ta’ala berfirman,
Allah memilih para utusan(Nya) dari malaikat dan dari manusia.” (QS. al-Hajj: 75)
Mereka (malaikat pilihan) yang dimaksud adalah para malaikat pembawa Arasy yang sangat dekat dengan Allah dan penjaga kemah yang terdapat di Arasy. Allah menyifati mereka sebagaimana dalam firman-Nya,
“Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan (malaikat-malaikat) yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka (malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan siang.” (QS. al-Anbiya’: 19-20)
Mereka juga adalah makhluk suci seperti yang disinggung dalam firman-Nya,
“Seandainya Kami hendak membuat suatu permainan (istri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami, jika Kami benar-benar menghendaki berbuat demikian.” (QS. alAnbiya’: 17)
Mereka semua akan mati dengan mendapatkan tempat terhormat dari sisi Allah seperti itu. Kedekatan mereka dengan Allah tidak lantas membuat mereka kebal dari kematian.”
Menurut Ibnu Qasi, selain perbedaan
perbedaan tersebut, juga terdapat perbedaan-perbedaan dalam kematian. Ada orang yang begitu gampang mengalami kematian, yaitu ketika sedang nyenyak tidur tiba-tiba nyawanya dicabut oleh Malaikat Maut, seperti yang terjadi pada orang-orang saleh. Boleh jadi hal ‘itu tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Sebab, katanya satu sumbatan saja dalam kerongkongan lebih sakit daripada ditebas pedang seribu kali. Tetapi, itulah rahasia kuasa Allah yang tidak mungkin dapat dikenali secara mutlak.
Dalam merasakan kematian, juga berbeda-beda antara satu golongan manusia dengan manusia yang lain. Kematian yang dirasakan golongan atau umat Islam berbeda dengan kematian yang dirasakan oleh selain umat Islam.
Di kalangan umat Islam sendiri perbedaan itu juga berlaku. Artinya, kematian yang dirasakan oleh para nabi berbeda dengan kematian yang dirasakan oleh selain nabi. Bahkan, perbedaan dalam merasakan kematian tersebut juga berlaku di kalangan para nabi sendiri, sesuai dengan derajat dan kedudukan mereka di sisi Allah, sebagaimana firman-Nya,
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang (langsung) Allah berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat.” (QS. al-Baqarah: 253)
Allah telah meringankan proses kematian Nabi Ibrahim a.s. seperti yang dinyatakan sendiri lewat firman-Nya, “Aku akan membantu meringankan kematianmu, wahai_ Ibrahim.” Apa yang diringankan Allah berarti tidak ada yang lebih ringan lagi darinya sebagaimana apa yang dibesarkan Allah berarti tidak ada lagi yang lebih besar darinya. Menyinggung tentang kenikmatan-kenikmatan surga, Allah Ta’ala berfirman,
“Apabila kamu melihat di sana (surga) niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar.” (QS. al-Insan: 20)
Jadi kalau tidak ada yang lebih besar daripada kerajaan surga, maka demikian pula tidak ada yang lebih ringan daripada kematian yang dialami oleh Nabi Ibrahim a.s.. Demikian menurut Ibnu Qasi. Wallahu a’lam.
Kematian Merupakan Bencana yang Sangat Mengerikan
Setelah memperhatikan apa yang sudah saya sampaikan tadi, maka ketahuilah bahwa kematian adalah bencana yang sangat mengerikan, peristiwa yang sangat dahsyat, dan petaka yang menghentikan segala kenikmatan dan kesenangan duniawi.
Kematian akan memisahkan anggota badanmu dan menghancurkan seluruh sendi-sendi mu. Kematian adalah sebuah peristiwa besar dan mencekam. Dan, hari kematian adalah awal yang akan menentukan nasibmu.
Ketika Khalifah Harun ar-Rasyid sakit keras, seorang tabib berkebangsaan Persia di datangkan. la disuruh melihat air seni sultan dan air seni beberapa orang sakit dan sehat. Lalu, ia mencoba memperhatikan botol-botol berisi air seni tersebut. Begitu melihat botol yang berisikan air seni sultan, si tabib menyuruh agar ia (sultan) segera berwasiat kepada keluarganya karena penyakitnya sudah cukup parah. Dan, ketika memperhatikan botol-botol lainnya, ia pergi begitu saja. Sultan merasa putus asa terhadap dirinya sendiri, lalu ia bersyair,
“Si tabib itu meski pandai mengobati ternyata dia tidak sanggup menolak ajal yang datang menjelang ia pun bisa mati oleh penyakit yang ia obati sendiri yang mengobat, yang diobati, perbuat obat, dan penjual obat semuanya pasti akan mati.”
Konon, ketika itu orang-orang sudah ramai membicarakan tentang kematian Khalifah Harun ar-Rasyid. Mendengar penyakitnya semakin parah, Khalifah minta disiapkan seekor keledai lalu naik ke atasnya. Tidak berapa lama kemudian ia meminta diturunkan kembali karena sama sekali tidak nyaman.
Selanjutnya, ia meminta beberapa kain kafan dan memilihnya sendiri mana yang paling disukainya, selanjutnya kubur pun digali tepat di depan kamar tidurnya. Ketika ia melongokan kepala untuk melihatnya, ia berkata, “Sudah tidak ada gunanya lagi hartaku, dan lepaslah kekuasaanku.” Maka pada malam harinya ia pun meninggal.
Hai anak manusia, bagaimana pikiranmu tentang Malaikat Maut yang akan menghampirimu lalu pergi dengan membawa nyawamu. Malaikat yang mengubah pandanganmu dan penglihatanmu serta merusak keindahan postur tubuhmu. Malaikat yang memaksamu berpisah dengan orang-orang tercinta, yang membalikkan keadaanmu yang semula bergelimang nikmat, bebas, kuat, terhormat, dan pemberani menjadi mayat yang segera dimasukkan ke liang lahad yang sempit dan gelap gulita oleh orang-orang yang dahulu menyayangimu dan menghormailmu?
Selanjutnya, kamu akan ditimbuni pasir dan batu-batu. Dan, kamu hanyalah tinggal nama. Kamu telah tiada ditelan tanah dan diinjak-injak, bahkan terkadang di atasnya didirikan dinding atau dijadikan tempat untuk menyalakan api.
Suatu hari, Ali bin Abi Thalib disodori sebuah bejana berisikan air minum. Setelah memegang dengan tangan dan melihatnya, ia lalu berkata, “Allah pasti mengetahui, berapa banyak mata yang jeli serta pipi halus yang ada padamu.”
Ada suatu cerita, dua orang sedang bertengkar sengit soal sebidang tanah bangunan. Atas kehendak Allah, sepotong batu bata di sana tiba-tiba bisa bicara, “Hai kalian berdua, sebenarnya apa yang kalian ributkan? Aku ini semula adalah salah seorang raja besar yang memiliki segala kekuasaan selama sekian tahun. Kemudian aku mati dan menjadi tanah. Seribu tahun kemudian aku diambil oleh seorang pembuat tembikar lalu dijadikannya sebuah bejana. Setelah dipakai hingga pecah, aku pun kembali menjadi tanah selama seribu tahun lagi. Kemudian aku diambil oleh seorang pembuat batu bata lalu dijadikannya aku sebuah batu bata, dan akhirnya aku menempel di dinding ini. Jadi untuk apa kalian bertengkar seperti itu.”
Banyak cerita serupa yang intinya memberi pesan bahwa sesuatu yang sudah hancur lebur itu bisa jadi baru lagi, dan bahwa semua yang berubah bisa diubah lagi. Pada waktu masih muda, suatu hari aku bersama kawanku memindahkan tanah ke atas punggung binatang pengangkut dari sebuah pekuburan orang-orang Yahudi yang terletak di luar Cordoba. Tanah itu sudah bercampur dengan sisa-sisa tulang, daging, rambut, dan kulit orang-orang yang telah mati di sana. Tanah itu kami setorkan kepada para pengrajin tembikar.
Para ulama berkata bahwa perubahan itu hanya terkait dengan jasad dan badan bukan dengan roh, karena ia (roh) urusannya dengan Allah. Apa yang terpisah darimu tidak berarti hilang sia-sia, dan perpisahan antara nyawa dan jasad nanti akan berkumpul kembali kelak. Allah Ta’ala berfirman,
“Sungguh, Kami telah mengetahui apa yang ditelan bumi dari (tubuh) mereka, sebab pada Kami ada kitab (catatan) yang terpelihara baik.” (QS. Qaf: 4)
“Fir‘aun berkata, Jadi bagaimana keadaan umat-umat yang dahulu?’ Dia (Musa) menjawab, ‘Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa.” (QS. Thaha: 51-52)
Kematian Adalah Kafarat Bagi Setiap Muslim
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Ashim al-A’wal dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” Hadis ini dituturkan juga oleh al-Qadhi Abu Bakar Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin. Menurutnya, ini hadis sahih sekaligus hasan.
Kematian adalah kafarat bagi segala penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh mayat sewaktu ditimpa penyakit. Dalam hadis riwayat Muslim, Nabi Saw. bersabda, “Setiap umat muslim yang ditimpa penderitaan, baik berupa sakit dan lainnya, itu merupakan balasan Allah terhadap perbuatan jahat yang dilakukan orang tersebut, sebagaimana batang pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”
Disebutkan di dalam kitab al-Muwaththa’, sebuah riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa dikehendaki Allah dengan kebaikan, maka Allah akan mengujinya.”
Dalam sebuah hadis ma’tsur, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku tidak akan mengeluarkan (mematikan) seseorang dari dunia, sedang Aku berkehendak merahmatinya, sebelum Aku membalas kepadanya atas semua kesalahan yang pernah ia lakukan, berupa sakit di tubuhnya, musibah yang menimpa keluarga dan anaknya, kesempitan dalam hidupnya, kesulitan rezekinya, sampai hal-hal yang terkecil lainnya. Apabila masih ada sisa dosanya, maka Aku akan mempersulit dengan kematiannya, hingga akhirnya ia datang kepada-Ku seperti pada saat ia dilahirkan ibunya.”
Ini berbeda dengan orang yang tidak dicintai dan tidak mendapat rida Allah, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Demi keperkasaan dan keagunganKu, Aku tidak akan mengeluarkan (mematikan) ‘dari dunia seorang hamba yang ingin Aku siksa, sampai Aku memenuhi setiap kebajikan yang pernah dilakukannya berupa kesehatan di tubuhnya, kelapangan pada rezekinya, kesenangan dalam kehidupannya, dan rasa aman di dalam perjalanannya sampai hal-hal terkecil lainnya. Jika masih ada sisa kebaikannya, Aku akan memudahkan kematiannya, sampai akhirnya ia datang kepada-Ku dalam keadaan tidak mempunyai kebajikan sama sekali untuk menjaga dirinya dari neraka.”
Hadis senada juga diterangkan Abu Daud dengan sanad yang sahih seperti yang dituturkan Abdul Hasan Ibnu al-Hishar dari Ubaid bin Khalid as-Sulami bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kematian mendadak adalah hukuman yang menyedihkan bagi orang kafir.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud secara mursal.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Aisyah, dia berkata, “Sesungguhnya kematian mendadak adalah kesenangan bagi orang mukmin, dan hukuman yang menyedihkan bagi orang kafir.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, sesungguhnya pada hari Sabtu, Nabi Daud a.s. meninggal secara mendadak.
Diriwayatkan dari Said bin Aslam, budak Umar bin Khaththab, dia berkata, “Jika seorang mukmin masih mempunyai dosa yang belum terhapus oleh amalnya, maka dia akan mendapat kesulitan ketika menghadapi kematiannya dengan tekanan sakaratul maut dan kedahsyatannya, yang akan menghantarkannya masuk ke dalam surga. Jika orang kafir melakukan kebajikan di dunia, maka Allah akan memudahkan kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya di dunia. Kemudian di akhirat, ia masuk ke dalam neraka.” Hadis ini juga dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis al-A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Nyawa (roh) orang mukmin itu dicabut dengan perlahan-lahan. Sedangkan nyawa orang kafir dicabut secara kasar seperti mencabut roh keledai. Sungguh, seorang mukmin yang pernah berdosa di dunia, ia akan menemui kesulitan ketika akan meninggal, di mana kesulitan-kesulitan tersebut merupakan kafarat atas dosa-dosa di dunia. Adapun orang kafir yang melakukan kebaikan akan dipermudah kematiannya sebagai balasan atas kebajikannya tersebut.”
Ibnu al-Mubarak menyebutkan, sesungguhnya Abu Darda’ pernah berkata, “Aku mencintai kematian karena aku rindu kepada Tuhanku. Aku mencintai penyakit karena akan menghapus kesalahanku. Dan, aku mencintai kemiskinan karena akan membuatku tawadhu kepada Tuhanku ‘Azza wa Jalla.”
Berbaik Sangka di Saat Meninggal dan Takut Kepada Allah
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, aku mendengar tiga hari sebelum wafatnya Rasulullah Saw., beliau bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah.” Hadis ini diriwayatkan juga oleh Bukhari.
Hadis tersebut juga disebutkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dalam kitab Husnu azh-Zhann Billah. Dia menambahkan, sesungguhnya, ada suatu kaum yang dibinasakan Allah karena mereka berburuk sangka kepada Allah. Maka, Allah Ta’ala berfirman kepada mereka,
“Dan itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, (dugaan itu) telah membinasakan kamu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi.” (QS. Fushshilat: 23)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bahwa Nabi Saw. pernah menjenguk seorang pemuda yang sedang kritis. Beliau bertanya, “Bagaimana perasaanmu Pe” Dia menjawab, “Aku mengharapkan rida Allah, wahai Rasulullah dan aku juga mengkhawatirkan dosa-dosaku.” Lalu beliau bersabda, “Jika dalam hati seorang hamba mukmin ada dua perasaan seperti itu, Allah akan mengabulkan harapannya, dan menyelamatkannya dari apa yang dia takutkan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus gharib, juga diriwayatkan dari Tsabit dari Nabi Saw. secara mursal.
Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al Ushul, berkata, ia mendengar dari Yahya bin Habib dari Ady dari Basar al-Mufadhdhal dari Auf dari al-Hasan, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, Tuhanmu ‘Azza wa Jalla telah berfirman, “Aku tidak menghimpun pada hamba-Ku dua rasa takut dan dua rasa aman. Barang siapa takut kepadaKu cdi dunia, maka Aku akan membuatnya aman Ai akhirat. Dan, barang siapa merasa aman dari-Ku di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di akhirat.”
Bersumber dari Abu Bakar bin Sabiq al Umawi dari Abu Malik al-Janbi dari Juwaibir dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas dari Rasulullah Saw. bahwa menyinggung tentang munajat Nabi Musa a.s., Allah berfirman, “Wahai Musa, sesungguhnya setiap hamba-Ku yang bertemu Aku pada hari Kiamat, nanti pasti akan Aku periksa apa yang ada pada kedua tangannya kecuali dari orang-orang yang wara’. Aku merasa malu kepada mereka dan akan memuliakan mereka serta memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa merasa malu kepada Aliah di dunia ini dari apa yang telah ia lakukan, maka Allah pun merasa malu memeriksa dan menanyainya. Tidak mungkin terkumpul dua rasa malu sekaligus padanya, sebagaimana juga tidak mungkin terkumpul padanya dua rasa takut.”
Berbaik sangka kepada Allah, seharusnya lebih kental mendominasi seorang Namba saat hendak meninggal daripada saat ia masih dalam keadaan sehat. Sebagai imbalannya, Allah berjanji akan mengasihinya dan akan mengampuni dosa-dosanya. Dan bagi orang-orang yang berada di dekatnya, harus mau mengingatkannya agar ia masuk ke dalam golongan sebagaimana yang terdapat dalam hadis Qudsi, “Aku tergantung bagaimana sangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Silakan dia menyangka Aku sekehendaknya.” Demikian diriwayatkan oleh Ahmad dan Hakim.
Diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah
dari Tsabit dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian meninggal kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, karena berbaik sangka kepada Allah adalah harga (bayaran) dari surga.” Hadis daif ini diriwayatkan juga oleh al-Khatib dalam Tarikh Baghdad.
Diriwayatkan dari ibnu Umar, dia berkata, “Tiang, target, dan tujuan utama agama adalah berbaik sangka kepada Allah. Barang siapa di antara kalian yang meninggal dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah, maka dia akan masuk ke dalam surga dengan perasaan lega.”
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan selain Allah, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan sangkaan yang sama kepadanya. Hal ini karena segala kebajikan ada di tangan-Nya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Sufyan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Apabila kalian melihat seseorang hendak meninggal, berilah ia kabar gembira supaya ia bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya. Dan, apabila ia dalam keadaan hidup, maka berilah kabar yang menakutkan.”
Al-Fudhail berkata, “Dalam keadaan sehat, rasa takut seorang hamba lebih baik daripada berharap. Tetapi, ketika hendak meninggal, berharap itu lebih baik daripada rasa takut.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari Yahya bin Abdullah al-Bashri dari dari Sawwar bin Abdullah dari Mu’tamir, dia berkata, ketika ayahku hendak meninggal, dia berkata kepadaku, “Hai Mu’tamir, ceritakan kepadaku keringanan keringanan agar nanti aku bertemu Allah dalam keadaan berbaik sangka kepada-Nya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari ‘Amr bin Muhammad bin-Naqid dari Khalf bin Khalifah dari Hushain dari !brahim, dia berkata, “Orang-orang salaf suka sekali memberitahukan amal kebajikan seseorang yang hendak meninggal sehingga ia berbaik sangka kepada Tuhannya ‘Azza wa Jalla.”
Tsabit al-Banani bercerita, ada seorang pemuda yang terkenal bandel sehingga sering membuat kesal ibunya. Sewaktu hendak meninggal, ibunya dengan penuh kasih sayang menghampirinya dan berkata, “Hai anakku, aku telah memperingatkanmu tentang kesudahan kamu seperti ini.” Dia menjawab, “Wahai ibu, sesungguhnya aku mempunyai Tuhan yang sangat dermawan dan baik. Hari ini aku masih berharap mudah-mudahan Dia tidak kikir atas kebaikan-Nya padaku.” Akhirnya, anak itu dikasihani Allah berkat prasangkanya yang baik kepada Allah Ta’ala.
Suatu hari ‘Amr bin Dzar bersama kedua orang sahabatnya Ibnu Abi Daud dan Abu Hanifah. Dia berkata, “Ya Allah, masa Engkau akan menyiksa kami, sementara kami mengesakan Engkau? Aku tidak pernah melihat Engkau melakukan seperti itu. Ya Allah, ampunilah orang yang bersikap seperti para tukang sihir Fir’aun. Engkau mengampuninya Karena mereka mengatakan, “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam.” (QS. asy-Syu’ara’: 47)
Mendengar ucapan tersebut, Abu Hanifah berkata, “Semoga Allah merahmailmu, sepeninggalmu nanti, caramu itu tetap saja haram.”
Konon setiap kali Yahya bin Zakaria bertemu dengan Isa putra Maryam, ia (Yahya) bermuka cemberut, padahal Isa sudah berusaha untuk tersenyum. Ketika ditanya ofeh Isa mengapa cemberut, Yahya bin Zakaria menjawab, “Karena setiap kali bertemu denganmu, kamu selalu tersenyum, seolah-olah kamu sudah merasa aman di dunia ini.” Allah kemudian mewahyukan kepada mereka berdua, “Sesungguhnya di antara kalian berdua yang Aku cintai ialah yang paling baik prasangkanya kepada-Ku.” Demikian Khabar Israiliyat ini.
Zaid bin Aslam berkata, pada hari Kiamat kelak, seseorang dihadapkan kepada Allah, lalu Allah berfirman kepada malaikat, “Bawa pergi orang ini ke neraka.” Dia lalu bertanya, “Ya Tuhanku, lalu bagaimana dengan shalat dan puasaku?” Allah lalu menjawab, “Hari ini, Aku putuskan kamu dari rahmat-Ku, sebagaimana kamu telah memutuskan hamba=hamba-Ku dari rahmat-Ku sewaktu kamu hidup di dunia.”
Berkaitan dengan itu semua, Allah Ta’ala berfirman,
“Dia (Ibrahim) berkata, “Tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang yang sesat.” (QS. al-Hijr: S56)
Menalkinkan Mayat Dengan Kalimat ‘La ilaha illallah’’
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Talkinkanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian dengan kalimat “La ilaha illallah.”
Diriwayatkan oleh ibnu Abi ad-Dunya dari Zaid bin Aslam dari Usman bin Affan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila seseorang sedang menghadapi kematian, maka talkinkanlah dia dengan kalimat, “La ilaha illallah.” Karena, setiap hamba yang akhir hidupnya membaca Kalimat tersebut, niscaya hal itu merupakan bekalnya menuju surga.”
Umar bin Khaththab berkata, “Saksikanlah Orang-orang yang akan meninggal di antara kalian dan talkinkanlah mereka dengan kalimat, “La ilaha illallah,” karena pada saat itu mereka akan melihat apa yang tidak kalian lihat.”
Sebuah hadis (gharib) diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Makhul dari Ismail bin Ayasy bin Abu Mu’adz Utbah bin Humaid dari Watsilah Ibnu al-Asqa’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian, dan tuntunlah mereka membaca kalimat, “La ilaha illallah.” Lalu, berikanlah mereka kabar gembira dengan surga. Sebab, orang yang sangat bijaksana sekali pun akan bingung pada suasana menjelang kematian seperti itu. Adapun setan, pada saat itu sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pandangan Malaikat Maut itu lebih dahsyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sebelum dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.”
Tata Cara Talkin
Menurut para ulama, menalkinkan orang yang akan meninggal dengan kalimat “La ilaha illallah” Hukumnya sunnah ma’tsur yang telah diamalkan kaum muslimin. Hal itu dimaksudkan agar kalimat terakhir yang diucapkan ialah kalimat “La ilaha illallah”’ (tiada tuhan selain Allah) sehingga ia mendapatkan kebahagiaan di akhirat, dan agar termasuk oran gp yang disinggung sebagaimana sabda Nabi Saw., “Barang siapa ucapan terakhirnya kalimat “la ilaha illallah”’, maka dia masuk surga.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dari Mu’adz bin Jabal, dan dinilai sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq.
Karenanya, hendaklah orang yang sedang menghadapai kematian itu diingatkan untuk membaca “La ilaha illallah” agar dia terlindung dari godaan setan yang ingin merusak agidahnya.
Apabila orang yang sedang menghadapi ajal (kematian) tersebut sudah membaca kalimat “La ilaha illallah” satu kali saja, jangan disuruh mengulanginya agar ia tidak merasa gelisah. Para ulama justru tidak suka memperbanyak talkin dengan cara terus mendesaknya.
Ibnu al-Mubarak berkata, “Ajarkanlah orang yang akan meninggal dengan mengucapkan, “La ilaha illallah.” Dan, jika dia sudah mengucapkannya, maka biarkanlah dia.” Dikemukakan oleh al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah.
Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Jika didesak terus untuk mengucapkan kalimat tersebut (/a ilaha illallah), padahal dia sudah mengucapkannya satu kali, hal itu dikhawatirkan membuatnya gelisah lalu dimanfaatkan oleh setan, sehingga menyebabkan dia mendapati su’u khatimah.”
Demikian juga yang diamalkan oleh Ibnu al-Mubarak. Al-Hasan berkata bahwa lbnu al-Mubarak pernah berpesan kepadaku, “Talkinkanlah aku jika aku akan meninggal, dan janganlah kamu berulang-ulang kecuali jika aku sudah berbicara yang lain lagi.”
Tujuan talkin ialah agar keadaan hati seseorang yang akan meninggal hanya mengingat Allah saja. Jadi, masalahnya terfokus pada hati. Amalan hatilah yang diperhitungkan, dan yang membawa keselamatan. Gerakan bibir saja namun hatinya tidak, maka tidak bermanfaat baginya.
Menurutku, talkin juga bisa dengan cara membicarakan hadis, jika yang akan meninggal misalnya seorang ulama besar, seperti yang diceritakan oleh Abu Nu’aim berikut ini. Waktu itu, Abu Zar’ah sedang menghadapi ajal yang ditunggui oleh Abu Hatim, Muhammad bin Salamah, al-Mundzir bin Syazan, dan beberapa ulama lainnya yang membicarakan tentang hadis talkin. Mereka berharap mudah-mudahan Abu Zar’ah masih hidup.
Mereka lalu berkata, “Kawan-kawan, mari kita saling mengingatkan hadis tentang talkin.” Muhammad bin Salamah memulainya terlebih dahulu, “Aku mendengar dari adh-Dhahhak bin Mukhili dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib.” Sampai disitu, mereka semua terdiam.
Tiba-tiba terdengar suara berat Abu Zar’ah dan berkata, “Aku pernah mendengar dari Abu Ashim dari Abdul Hamid bin Ja’far dari Shalih bin Abu Gharib dari Katsir bin Marrah al-Hadhrami dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa pada akhir perkataannya mengucapkan, “La ilaha illallah,’ maka ia masuk surga.” Dalam satu riwayat disebutkan, “.. maka Allah mengharamkan ia masuk neraka.” Setelah itu Abu Zar’ah meninggal. Semoga Allah merahmatinya.
Abdullah bin Syabramah bercerita, suatu hari bersama dengan Amir as-Syu’bi, aku menjenguk orang sakit yang sudah sangat kritis. Kami mendapati ada seseorang sedang menalkinnya agar dia membaca kalimat, “La ilaha illallah” dengan diulang-ulang terus.
Asy-Syu’bi lalu menghampiri orang itu dan berkata, “Tolong, kasihani dia.” Tiba-tiba orang yang sakit kritis itu berkata, “Kamu talkini aku atau tidak, aku tidak akan pernah meninggalkan kalimat takwa tersebut.” Bahkan dia membaca ayat, “(Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memiliki-nya.” (QS. al-Fath: 26). Melihat hal itu, as-Syu’bi berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah berkenan menyelamatkan teman kita ini.”
Konon, ketika al-Junaid hendak meninggal, dia dituntun untuk membaca kalimat “La ilaha illallah.” Tetapi, al-Junaid malah menjawab, “Aku belum lupa, dan akan aku ingat terus.”
Menurutku, menalkinkan orang yang akan meninggal seharusnya dengan diajarkannya membaca, “La ilaha illallah” dan Kalimat syahadat, kendati pun yang bersangkutan dalam keadaan sangat sadar, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Makhul dari Watsilah bin al-Asqa’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Saksikanlah orang-orang yang akan meninggal di antara kalian, dan tuntunlah mereka membaca kalimat, “La ilaha illallah.” Lalu, berikanlah mereka kabar gembira dengan surga. Sebab, orang yang sangat bijaksana sekali pun akan bingung pada suasana menjelang kematian seperti itu. Adapun setan, pada saat itu sangat dekat dengan manusia. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pandangan Malaikat Maut itu lebih dahsyat sakitnya daripada seribu kali tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidaklah keluar nyawa seorang hamba dari dunia sebelum dia merasakan sakit pada sekujur tubuhnya.”
Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat Maut akan menghampiri seseorang. Dia lalu memeriksa ke dalam hati orang itu, namun tidak ditemukan apa-apa. Dia lalu membuka kedua rahang orang itu, dan dia dapati ujung lidah orang itu sedang bergerak-gerak mengucapkan kalimat, “La ilaha illallah.” Maka, Allah mengampuninya karena kalimat ikhlas tersebut.” Hadis ini daif.
Berkata Baik Ketika Menghadiri Orang Meninggal
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kalian menjenguk orang sakit atau melayat Orang meninggal, maka berkatalah yang baik-baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kalian katakan.”
Ummu Salamah berkata, ketika Abu Salamah meninggal, aku langsung menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal.” Beliau bersabda, bacakanlah olehmu, “Ya Allah, ampunilah aku dan dia serta berikanlah ganti padaku balasan yang lebih baik darinya.” Lalu Ummu Salamah berkata, “Kemudian Allah berkenan memberikan ganti yang lebih baik darinya, yakni Rasulullah Saw. itu sendiri.”
Diceritakan oleh Ummu Salamah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. segera mendatangi Abu Salamah yang sudah menjadi mayat. Melihat matanya yang mas:h terbuka, beliau lalu menutupkannya dan bersabda, “Sesungguhnya ketika nyawa dicabut, ia diikuti oleh pandangan mata.” Mendengar beberapa keluarga Abu Salamah yang berteriak-teriak dan hiruk pikuk, beliau bersabda, “Janganlah kalian mendoakan sesama diri kalian kecuali yang baik-baik, karena malaikat akan mengamini apa yang Kalian katakan.” Selanjutnya beliau bersabda, “Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkat derajatnya ke dalam golongan orang-orang yang memperoleh petunjuk, berikan kepadanya ganti di antara Orang-orang yang masih hidup, ampunilah kami dan dia, ya Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya dan terangilah dia di dalamnya.” Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan Abu Daud.
Orang-orang Saleh Seharusnya Menghadiri Orang yang Akan Meninggal
Sabda Nabi Saw, “Apabila kalian menjenguk orang sakit atau melayat orang meninggal, maka berkatalah yang baik-baik,” menurut para ulama, hadis tersebut merupakan imbauan keras sekaligus pelajaran tentang apa yang seharusnya diucapkan ketika berada di dekat orang sakit atau mayat. Dan juga pemberitahuan bahwa para malaikat itu akan mengamini doa yang diucapkan oleh orang yang berada di sana.
Karenanya, para ulama menganjurkan untuk mengundang orang-orang saleh pada seseorang yang dalam keadaan kritis. Mereka diminta untuk mendoakan yang baik-baik baginya berikut keluarga yang akan ditinggalkannya. Doa mereka akan diamini oleh para malaikat, sehingga hal itu sangat bermanfaat bagi mayat, keluarga yang sedang terkena musibah, dan orang-orang yang ditinggalkannya.
Bacaan Saat Memejamkan Mata Jenazah
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Syaddad bin Aus, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila kalian menyaksikan Orang yang telah meninggal di antara kalian, maka pejamkanlah matanya, karena mata itu mengikuti perginya roh. Serta berkatalah yang baik-baik, karena para malaikat akan mengamini apa yang dikatakan oleh keluarga mayat.”
Al-Khara’ithi Abu Bakar bin Muhammad bin Ja’far menyebutkan sebuah hadis dari Abu Musa imran bin Musa dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ismail bin Ulyat dari Hisyam bin Hassan dari Hafshah binti Sirin dari Ummul Hasan, dia berkata, ketika aku bersama Ummu Salamah, tiba-tiba muncul seseorang dan berkata, “Si Fulan telah meninggal.” Lalu Ummu Salamah berkata kepadaku, “Pergilah. Jika telah hadir di sana maka ucapkanlah, semoga salam sejahtera dilimpahkan kepada para rasul dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.”
Bersumber dari Sufyan ats-Tsauri dari Sulaiman at-Taimi dari Bakar bin Abdullah alMujani, dia berkata, ketika engkau memejamkan mata mayat maka ucapkanlah,
“Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti tuntunan Rasulullah Saw..” Sesudah itu bacalah tasbih. Kemudian Sufyan membaca surah asy-Syura ayat 5.
Abu Daud berkata bahwa memejamkan mata itu dilakukan setelah roh itu benar-benar telah keluar.
Aku pernah mendengar Muhammad bin Ahmad al-Mugri berkata, aku telah mendengar Abu Maisarah, seorang yang terkenal rajin beribadah berkata, aku memejamkan mata Ja’far al-Mu’alim, seorang yang terkenal pintar, saat ia meninggal. Malam harinya, dalam tidur aku bermimpi melihat, dan berkata, “Sungguh, yang sangat aku benci adalah jika engkau menutupkan mataku sebelum aku benar-benar meninggal.”
Setan Hadir di Saat Orang Akan Meninggal
Nabi Saw. bersabda, ketika seorang hamba akan meninggal, ada dua setan yang duduk di dekatnya. Satu di samping kanan, dan satunya lagi di samping kiri. Setan di samping kanan menjelma seperti ayahnya dan berkata, “Hai anakku, aku sangat sayang dan cinta padamu. Karenanya, matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Nasrani, agama terbaik dari semua agama yang ada.” Dan setan di samping kiri menjelma seperti ibunya dan berkata, “Hai anakku, akulah yang mengandungmu, menyusuimu, dan membesarkanmu. Karenanya, matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Yahudi, agama terbaik dari semua agama yang ada.” Riwayat ini dituturkan oleh Abu Hasan al Qabisi dalam Syarah Risalah Ibni Abi Zaid.
Riwayat senada diriwayatkan oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, ketika nyawa seseorang akan dicabut, datanglah berbagai fitnah kepadanya. Iblis memerintahkan kepada anak buahnya untuk menggodanya. Mereka mendatanginya dan menjelma sebagai sosok orang tercinta yang sangat dihormati; seperti ayah, ibu, kakak, adik, teman karib, dan lain sebagainya.
Mereka berkata, “Sebentar lagi, kamu akan meninggal, hai Fulan. Dan, kami telah mendahuluimu. Matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Yahudi, sebagai satu-satunya agama yang di terima di sisi Allah.” Jika ia berpaling dan menolak ajakan itu, maka datang lagi anak buah iblis lainnya dan berkata, “Matilah kamu dalam keadaan memeluk agama Nasrani, agama Isa al-Masih yang menghapus agama Musa.” Mereka kemudian menceritakan kepadanya akidah setiap agama. Pada saat itulah, Allah memalingkan orang yang dikehendakiNya, dan itulah makna firman-Nya,
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu,” (QS. Ali ‘Imran: 8)
Dengan kata lain, maksud ayat tersebut, “Janganlah Engkau goyangkan hati kami pada saat menghadapi kematian setelah sebelumnya Engkau karuniakan kepada kami petunjuk.”
Kalau Allah menghendaki hamba-Nya mendapat petunjuk serta ketetapan, maka ia akan didatangi rahmat. Ada yang mengatakan, yang dimaksud rahmat ialah Malaikat Jibril, sehingga setan pun lari dengan wajah pucat pasi, dan ia pun tersenyum. Banyak orang yang terlihat tersenyum ketika akan meninggal karena merasa gembira atas kedatangan Malaikat Jibril yang diutus Allah. Jibril menghampirinya dan bertanya, “Hai Fulan, kenalkah kamu terhadapku? Aku adalah Jibril, dan mereka tadi itu adalah setan musuh-musuhmu. Matilah kamu dengan tetap setia memeluk agama Islam yang hanif dan syariatnya yang agung.”
Pada saat itu, tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seseorang kecuali datangnya Malaikat Jibril tadi. Dan itulah makna firmanNya,
“Dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali ‘Imran: 8)
Setelah itu, nyawa orang tersebut dicabut dengan suatu hentakan.
Dalam Manqib al-lmam Ibnu Hanbal karya Ibnu al-Jauzi, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, ketika ayahku menjelang wafat, aku menyeka keringat yang membasahi jenggotnya dengan menggunakan kain lap. Tiba-tiba dia siuman dari pingsannya, dan sambil menggerakkan tangan berkali-kali dia berkata, ‘Jangan, aku tidak mau. Jangan, aku tidak mau.” Setelah tenang aku bertanya, “Ayah, ada apa? Apa yang engkau lihat?” Dia menjawab, “Aku tadi melihat setan berdiri tepat di depanku. Sambil mencengkeramku dengan jari-jarinya, ia (setan) berkata, hai Ahmad, ayo ikut aku.” Lalu aku menjawab, “Jangan, aku tidak mau. Jangan, aku tidak mau, hingga aku meninggal sekali pun.”
Imam Abdul Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi menceritakan pengalamannya saat dia berada di perbatasan kota Iskandaria. Suatu hari, aku menjenguk guruku, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Qurthubi yang sedang kritis. Ketika seseorang menalkinkannya dengan membaca kalimat “La ilaha illailah”, ia malah menjawab, “Tidak, tidak.”
Setelah siuman, aku menghampirinya dan menceritakan hal itu. Dia lalu berkata, “Tadi, ada dua setan datang kepadaku dari sebelah kanan dan sebelah kiriku. Yang satu bilang, matilah dengan memeluk agama Yahudi, agama yang terbaik. Dan satunya lagi bilang, matilah dengan memeluk agama Nasrani, agama yang terbaik.” Kemudian aku menjawab, “Tidak, tidak.”
Dalam salah satu kitab karya Tirmidzi dan an-Nasa’i yang aku simpan, terdapat riwayat dari Nabi Saw., sesungguhnya setan akan menghampiri salah seorang di antara kalian ketika dia akan meninggal, dan berkata, “Matilah kamu sebagai seorang Yahudi, matilah kamu sebagai seorang Nasrani!” Jadi, jawabanku tadi bukan untuk kalian, tetapi jawaban untuk setan.
Pengalaman seperti itu sering dialami oleh orang-orang saleh. Jadi, kalau mereka menjawab, “Tidak”, ketika ditalkin, itu. bukan ditujukan kepada orang yang menalkin, melainkan kepada setan yang datang membujuknya ke jalan yang sesat.
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dan Sufyan dari Laits dari Mujahid, dia berkata, “Setiap orang yang akan meninggal, dia akan diperlihatkan keadaan majelis dan orang-orang yang diikutinya sewaktu di dunia. Jika dia itu orang lalai, maka dia termasuk golongan yang lalai. Dan jika dia ahli zikir, maka dia termasuk golongan ahli zikir.” Riwayat hadis ini daif.
Rabi’ bin Marrah bin Ma’bad al-Juhani, seorang penduduk Bashrah yang terkenal rajin ibadahnya menceritakan pengalamannya. Suatu hari, aku mendapatkan beberapa orang di Syam sedang menalkinkan seorang laki-laki yang akan meninggal, “Hai Fulan, katakanlah, “La ilaha illallah.’” Tetapi, orang itu malah meminta air minum. Mereka mencoba mengulanginya lagi, “Hai Fulan, katakanlah, “La ilaha illallah.” Kali ini dia hanya menjawab, “Sepuluh, sebelas, dua belas ….” Belakangan aku tahu bahwa dia adalah seorang pegawai kantor bagian keuangan dan akuntan. Inilah tafsirannya, sebagaimana yang Dikatakan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.
Abu Muhammad Abdul Haq menceritakan sebuah hikayat dalam kitabnya, al-Aqibah, sebagai berikut. Seorang laki-laki berdiri di halaman rumahnya yang mirip sebuah bangunan tempat pemandian. Tiba-tiba dia melihat seorang gadis cantik datang menghampirinya dan bertanya, “Manakah jalan menuju ke tempat pemandian yang bagus di daerah ini?” Dia menjawab sambil menunjukkan rumahnya, “Ini adalah tempat pemandian yang bagus.”
Gadis itu masuk ke rumah itu, dan dia pun mengikutinya dari belakang. Begitu masuk rumah, ternyata tidak ada tempat pemandian. Gadis itu merasa tertipu. Namun, diam-diam dia merasa senang karena berduaan dengan laki-laki itu di dalam rumahnya. Si gadis minta disediakan makanan yang enak-enak. Laki-laki itu berkata, “Tentu, aku akan memenuhi segala apa yang kamu inginkan.” Dia lalu keluar dan meninggalkan pintu rumahnya tidak terkunci.
Sambil membawa makanan lezat yang diminta gadis itu, dia pulang dengan hati sangat girang. Tetapi begitu masuk rumah, gadis itu sudah tidak ada. Dengan tak sadarkan diri, dia berjalan mondar-mandir sendiri ke sana kemar; sambil menyebut-nyebut terus nama gadis itu. Berkali-kali dia bertanya sendiri, “Hai wanita yang bertanya padaku tentang jalan yang menuju ke pemandian, di manakah kamu sekarang?”
Sang gadis ternyata masih berada di rumah itu dan sengaja bersembunyi di atas loteng menjawab, “Bukankah kamu sudah berhasil menjebaknya di rumahmu?” Mendengar jawaban itu semakin tidak mengerti. Akhirnya, dia mengalami stres berat cukup lama. Kemudian dia jatuh sakit parah. Ketika seorang teman menalkinkannya agar mengatakan, “La ilaha illallah”, dia malah menjawab,
“Hai wanita yang pada suatu hari bertanya padaku tentang jalan menuju pemandian di manakah kamu sekarang?”
Dan, itulah kata-kata yang terus disebut-sebutnya sampai akhirnya dia meninggal. Kita berlindung kepada Allah dari peristiwa yang Sangat tragis tersebut.
Menurutku, banyak orang yang mengalami peristiwa seperti itu. Meski kasusnya berbeda namun intinya sama, yaitu karena terlena oleh fitnah duniawi, dia tidak sanggup mengucapkan, “La ilaha illallah” pada akhir hayatnya. Yang dia ucapkan justru kalimat-kalimat aneh yang menyangkut keinginan atau ambisi yang diburunya namun belum tercapai.
Sungguh, aku melihat bahwa seorang yang kerjanya suka menghitung, ketika disuruh membaca, “La ilaha illallah” (saat akan meninggal), namun ucapan yang keluar dari mulutnya adalah hitungan. Ada juga orang ketika disuruh membaca, “La ilaha illallah,” dia malah berkata, “Dengan biaya ini, perbaikilah rumah Fulan dan garaplah kebunnya.” Ada juga yang berkata ketika disuruh talkin, “Pikiranmu seperti pikiran keledai,” atau “Sapi ini berwarna kuning.” Kesibukannya terhadap sesuatu di dunia mempengaruhinya ketika dia akan meninggal. Kami memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan kemuliaan.
Ibnu Dha’far dalam kitabnya, an-Nasha’ih, bercerita, Yunus bin Ubaid adalah seorang penjual kain yang terkenal sangat jujur. Dia tidak mau ada orang yang membeli barang dagangannya tertipu, apalagi sampai sengaja berbuat curang. Karenanya, dia tidak berjualan pada saat hari masih terlalu pagi atau sudah hampir petang atau ketika cuaca gelap. Pada saat seperti itu, dia khawatir pembeli barang dagangannya akan salah memilih sehingga kecewa.
Bahkan, pada suatu hari, dia merusak alat timbangannya yang sudah tidak bisa berfungsi secara normal, dan menggantikannya dengan yang baru. Ketika ditanya temannya mengapa tidak berusaha memperbaikinya, dia menjawab, “Aku tidak mau menyimpan barang yang bisa menimbulkan bencana.” Lalu, ketika ditanya mengapa harus merusaknya, dia menjawab dengan menceritakan pengalamannya, dan berkata, suatu saat, aku menyaksikan seorang laki-laki sedang menghadapi ajal. Aku berusaha menalkinkannya agar mengucapkan, “La ilaha illallah.” Tetapi, dia diam saja dengan mata melotot. Ketika aku desak, dia menjawab terus terang, “Tolong kamu saja yang mendoakanku kepada Allah. Lidahku terasa menempel di lidah timbangan yang biasa aku pakai melakukan kecurangan dalam berdagang. Itulah sebabnya aku tidak sanggup mengucapkan kalimat yang kamu ajarkan tadi.”
Dan, sejak saat itu, Yunus bin Ubaid memberlakukan syarat kepada orang yang mau membeli barang dagangannya untuk membawa timbangannya sendiri dan menimbang dengan tangannya sendiri. Bagi pembeli yang tidak mau, Yunus lebih baik tidak bersedia melayaninya.
Su’al-Khatimah
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seseorang yang sudah lama mengerjakan amalan-amalan penghuni surga, namun tiba-tiba dia mengakhirinya dengan amalan penghuni neraka. Dan, seseorang yang sudah lama mengerjakan amalan-amalan penghuni neraka, namun tiba-tiba dia mengakhirinya dengan amalan penghuni surga.”
Di dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad dari Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya benar-benar ada seorang hamba yang beramal amalan penghuni neraka, padahal dia adalah penghuni surga. Dan, benar-benar ada seorang hamba yang beramal amalan penghuni surga, padahal dia adalah penghuni neraka. Dan sesungguhnya amal itu bergantung pada akhirnya.”
Abu Muhammad Abdul haq berkata, bagi orang-orang yang istiqamah dan yang berakal bersih, su’al-khatimah (akhir yang jelek) tidak akan pernah terjadi. Su’al-khatimah akan terjadi kepada orang yang akalnya rusak dan yang selalu berdosa besar, hingga kematian datang kepadanya sebelum sempat bertobat. Pada saat akan meninggal, setan mendatanginya dan merayunya.
Namun, su’al-khatimah bisa juga terjadi kepada orang-orang yang istiqamah pada awalnya, tapi kemudian melenceng dari sunah. Hal ini terjadi kepada iblis, dalam suatu riwayat disebutkan bahwa iblis telah beribadah kepada Allah selama 80.000 tahun. Begitu juga apa yang dialami oleh Bal’am bin Ba’ura yang telah dikaruniai Allah, namun dia selalu mengikuti nafsunya. Atau kepada Barshisha, seorang ahli ibadah yang diceritakan dalam firman-Nya,
“(Bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu!” (QS. al-Hasyr: 16)
Diriwayatkan ada seorang laki-laki di Mesir yang selalu mengumandangkan azan dan melaksanakan shalat. Laki-laki tersebut rajin beribadah dan sangat taat. Suatu hari, dia menaiki menara untuk mengumandangkan azan. Menara tersebut berada di atas rumah milik seorang Nasrani. Pada saat dia akan naik ke atas menara, seketika itu juga dia melihat anak gadis si pemilik rumah itu. Lalu, dia pun menemuinya. Dia tidak mengumandangkan azan, namun pergi ke rumah gadis itu.
Sesampainya di rumah gadis, gadis itu lalu bertanya, “Apa yang kamu inginkan?” Dia menjawab, “Aku menginginkanmu.” Gadis itu berkata, “Kenapa kamu menginginkanku?” Dia menjawab, “Karena kamu telah mencuri perhatianku.” Gadis itu berkata, “Jawabanmu meragukanku.” Dia menjawab, “Kalau begitu, aku akan menikahimu.” Gadis itu berkata, “Kamu seorang muslim, sedangkan aku seorang Nasrani. Ayahku tidak akan menikahkanku denganmu.” Dia menjawab, “Kalau begitu aku akan pindah agama menjadi seorang Nasrani.” Gadis itu lalu berkata, “Jika begitu, lakukanlah.”
Kemudian laki-laki tersebut menjadi seorang Nasrani dan tinggal bersama gadis itu. Pada hari itu juga, laki-laki tersebut naik ke atas rumahnya lalu terjatuh dan meninggal. Sedangkan dia sudah menjadi pemeluk Nasrani. Na‘udzu billah.
Diriwayatkan seorang laki-laki yang mencintai seorang wanita, namun wanita tersebut benci kepadanya. Saking karena cintanya, laki-laki itu jatuh sakit dan terbaring di ranjangnya. Lalu, disuruhlah seorang perantara di antara keduanya, hingga wanita tersebut mau menjenguknya. Saking gembiranya, laki-laki tersebut merasa diringankan dari penderitaannya. Di tengah jalan, tiba-tiba wanita itu mengurungkan niatnya, lalu pulang kembali seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak mau terjerumus ke dalam tindakan yang mencurigakan. Aku tidak mau menjadi gunjingan orang.”
Setelah laki-laki itu tahu bahwa wanita tersebut tidak jadi menjenguknya, dia pingsan dan semakin parah penyakitnya. Lalu, muncullah darinya tanda-tanda kematian.
Perawi berkata, aku dengar Laki-laki itu berkata di saat sakitnya semakin parah,
“Salam, hai pelipur laraku hai penyejuk jiwaku yang kotor yang sakit karena diliputi duka dan didera nestapa yang kudambakan adalah keridaanmu oleh hatiku yang terluka daripada rahmat sang Pencipta Yang Mahaagung lagi Mahakuasa.”
Perawi berkata, aku lalu berkata kepadanya, “Hai Fulan, bertakwalah kepada Allah Ta’ala.” Namun dia menjawab, “Apa yang telah terjadi sudah terjadi.” Aku lalu bangkit untuk meninggalkannya. Baru juga sampai ke depan pintu, dia telah meninggal. Na’udzu billah, kita berlindung kepada Allah dari kesudahan yang buruk dan su’al-khatimah (akhir yang jelek).
Syekh al-Qurthubi berkata, diriwayatkan oleh Bukhari dari Salim bin Abdullah, dia berkata bahwa Nabi Saw. sering kali bersumpah dengan mengucapkan, “Tidak, demi Allah yang membolak-balikkan hati.” Maksudnya adalah mengubah hati seseorang dengan cepatnya. Cepatnya melebihi kecepatan angin, seperti perasaan suka jadi benci, perasaan mau jadi tidak mau, sebagaimana firman-Nya,
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. al-Anfal: 24)
Menurut Mujahid, maksud ayat tersebut adalah memisahkan seseorang dengan pikirannya hingga dia tidak menyadari apa yang telah dilakukannya. Menjelaskan hal tersebut, Allah Ta’ala berfirman,
“Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.” (QS. Qaf: 37) Maksud hati dalam ayat tersebut adalah pikiran.
Menurut ath-Thabari, Allah-lah yang memiliki hati setiap hamba. Dia lebih berkuasa terhadap hati-hati hamba-Nya daripada mereka sendiri, hingga seseorang tidak mengetahui apa pun kecuali seizin Allah.
Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. sering kali mengucapkan, “Ya Tuhan, yang membolak-balikkan hati, berilah ketetapan dalam hatiku untuk selalu taat kepada-Mu.” Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ketika akan berdoa, engkau sering kali mengucapkan itu. Takutkah engkau wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Aisyah, apa yang membuatku aman dari-Nya? Bukankah hati seorang hamba berada di antara dua buah jari dari jari-jari Tuhan Yang Mahakuasa. Jika Dia bermaksud membalikkan hati seorang hamba, bagi Dia itu sangatlah mudah.”
Para ulama berkata, jika hidayah Allah berpaling, istiqamah terhenti, akhir hidup manusia sesuatu yang gaib, dan kehendak Allah tidak terkalahkan, maka kamu janganlah bangga dengan imanmu, amalmu, shalatmu, puasamu, dan semua amal baikmu yang lain. Karena, walaupun itu hasil usahamu, namun tetap ciptaan Tuhanmu juga, sebagai pemberian dan karunia-Nya kepadamu. Jika kamu membanggakan itu semua, berarti kamu sama saja dengan membanggakan harta orang lain. Mungkin bisa saja dia mengambil harta miliknya sewaktu-waktu darimu hingga hailmu menjadi kosong. Banyak taman yang kemarin bunganya tumbuh tetapi sekarang sudah layu kering hingga beterbangan karena angin. Begitu juga, banyak juga terjadi seorang hamba yang dahulu hatinya bersih, sekarang menjadi kotor.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Utsman, dia berkata, “Jauhilah minuman keras (arak), karena dia adalah induk segala kejahatan. Sebelum kalian, sungguh ada seorang laki-laki yang rajin ibadah. Lalu, ada seorang wanita pelacur yang membujuknya, agar ia mau memenuhi undangannya untuk menjadi saksi terhadap pernyataan syahadat wanita tersebut.
Wanita pelacur itu lalu mengutus seorang pembantunya untuk menyampaikan undangan tersebut, lalu berkata, “Majikan kami seorang wanita. la mengundangmu untuk menjadi saksi atas syahadatnya.” Laki-laki itu. kemudian pergi untuk memenuhi undangan perempuan itu. Sesampainya di tempat tujuan, laki-laki itu masuk ke rumah itu. Setiap kali dia masuk pintu, pembantu itu menguncinya. Hingga akhirnya laki-laki itu sampai di suatu tempat. Di sana, dia bertemu dengan seorang wanita cantik dan anak kecil serta beberapa gelas minuman keras.
Wanita itu lalu berkata, “Aku mengundangmu ke sini bukan untuk menjadi saksi syahadatku melainkan agar kamu tunduk kepadaku. Jika tidak, kamu boleh pilih, meminum satu gelas arak atau membunuh anak kecil ini.’ Maka laki-laki itu memilih meminum arak. Setelah meminum satu gelas, laki-laki itu berkata, “Tambah lagi minuman untukku.” Laki-laki itu terus menerus meminum arak dan tanpa disadari dia tunduk kepada perempuan itu dengan berbuat zina dengannya. Setelah itu, dia membunuh anak kecil tadi.
Karenanya, jauhilah arak, demi Allah, tidak akan terkumpul dalam diri seseorang itu antara iman dan kebiasaan meminum arak, melainkan salah satunya akan mengeluarkan yang lain.
Diriwayatkan ada seorang tawanan muslim yang hafal al-Qur’an. Dia ditugaskan membantu dua orang rahib (pendeta). Dari tawanan muslim itu, kedua rahib tersebut banyak menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Akhirnya, kedua rahib tersebut masuk Islam, sedangkan tawanan muslim menjadi seorang Nasrani. Lalu, dikatakan kepada tawanan tersebut, “Kembalilah kepada agamamu semula karena kami tidak memerlukan lagi orang yang tidak menjaga agamanya.” Tawanan itu lalu berkata, “Selama-lamanya, aku tidak akan kembali kepadanya.” Maka kemudian tawanan tersebut dibunuh.
Utusan Malaikat Maut Sebelum Terjadinya Kematian
Dikisahkan dalam sebuah khabar, bahwa sebagian nabi bertanya kepada Malaikat Maut, “Adakah utusan yang memperingatkan kepada manusia agar mereka bersiap-siap menerima kedatanganmu?” Malaikat Maut menjawab, “Ya. Aku telah memperingatkan kepada mereka dengan mengirim banyak utusan. Di antaranya, tenaga yang sudah menurun, penyakit, tumbuhnya uban, usia yang sudah lanjut, serta pendengaran dan penglihatan yang sudah mulai berubah. Jika orang tersebut belum bertobat, maka aku akan berkata ketika mencabut nyawanya, bukankah telah aku kirim kepadamu utusan demi utusan dan peringatan demi peringatan? Aku adalah utusan dan pemberi peringatan yang terakhir.”
Sepanjang matahari masih terbit dan terbenam, Malaikat Maut selalu berseru, “Hai orang-orang yang berumur 40 tahun, inilah saatnya kalian untuk mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, karena pikiran dan kekuatanmu masih kuat. Hai orang-orang yang berumur 50 tahun, waktu memetik hasil telah dekat. Hai orang-orang yang berumur 60 tahun, kalian telah lupa dengan azab dan tidak mengindahkan panggilan, dan tidak ada seorang pun yang menjadi penolong kalian.” Firman Allah Ta’ala, “Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?” (QS. Fathir: 37)
Demikian disebutkan oleh Abu al-Faraj lbnu al-Jauzi dalam kitabnya, Raudhah al-Musytaq wa ath-Thariq Ila al-Malik al-Khallaq.
Dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan dar; Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Allah telah memberi kemudahan kepada seseorang dengan menangguhkan ajalnya hingga umur 60 tahun.” Allah telah memberikan kemudahan yang terbesar kepada Bani Adam dengan mengutus para rasul untuk menyempurnakan risalah mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS. al-isra’: 15)
Ada yang berkata bahwa pemberi peringatan di sini adalah al-Qur’an. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah para rasul yang diutus kepada mereka.
Ibnu Abbas, ikrimah, Sufyan, Waki’, Husain bin al-Fadhl, al-Farra’, dan Thabrani, mereka semua berkata bahwa makna asy-syaib (tumbuhnya uban), karena uban itu datang kepada seseorang pada usia tua, merupakan tanda untuk memisahkan usia muda dan tua, sebagaimana syair ini,
“Aku sudah saksikan tumbuhnya uban sebagai pengingat kematian bagi pemiliknya, dan cukupkah itu sebagai penegur.”
Dikisahkan Malaikat Maut mendatangi Nabi Daud a.s.. lalu Nabi Daud berkata padanya, “Siapa engkau?” Malaikat Maut menjawab, “Tiada pembesar yang aku takuti, tiada satu pun benteng yang dapat mencegahku, dan tiada seorang pun yang dapat menyuapku.” Nabi Daud berkata, “Engkaulah Malaikat Maut.” Malaikat Maut menjawab, “Benar.” Nabi Daud berkata, “Mengapa engkau mendatangiku di saat aku belum siap?” Malaikat Maut lalu berkata, “Di manakah Fulan temanmu itu? Di manakah tetanggamu Fulan?” Nabi Daud menjawab, “Dia telah meninggal.” Malaikat Maut berkata, “Mereka semua merupakan peringatan kepadamu agar engkau siap-siap menghadapi kematian.”
Ada yang berkata, orang yang meninggal itu merupakan pemberi peringatan, namun tidak berbicara. Ada juga yang mengatakan bahwa demam itu merupakan pemberi peringatan.
Al-Azhari berkata, demam merupakan utusan kematian. Maksudnya, mengingatkan kita terhadap kematian.
Ada juga yang mengatakan, kematian keluarga, teman, kerabat, merupakan peringatan untuk kita semua di setiap waktu.
Ada yang berkata, akal yang sempurna yaitu akal yang mengetahui hakikat segala sesuatu, dapat membedakan yang baik dan buruk, dan rida terhadap keputusan dar! Tuhan. Maka, akal yang seperti inilah yang dapat berfungsi sebagai pemberi peringatan. Adapun pemberi peringatan yang diutus kepada Bani Adam yaitu para rasul, masa tua, dan lain sebagainya.
Usia 60 tahun merupakan peringatan yang terakhir. Pada usia ini ketetapan Allah telah mendekati seseorang. Pada usia ini, sepantasnya seseorang menyerahkan diri kepada Allah sepenuhnya. Serta, siap menerima takdir berjumpa dengan-Nya.
Dua pemberi peringatan itu, antara lain:
Pertama, peringatan yang disampaikan oleh Nabi Saw..
Kedua, masa tua, yaitu usia yang telah mencapai 40 tahun. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan umurnya mencapai empat puluh tahun dia berdoa, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu” (QS. Al-Ahqaf: 15)
Allah mengatakan bahwa jika orang telah mencapai usia 40 tahun, sudah waktunya menghitung nikmat-nikmat Allah dan bersyukur kepada orang tuanya.
Malik berkata, “Aku mendapati orang-orang berilmu yang bermukim di daerahku selalu bekerja keras untuk dunianya dan bergaul satu sama lainnya. Namun, jika sudah menginjak usia 40 tahun, mereka mengasingkan diri dari orang banyak.”
Beberapa orang ulama mengisahkan bahwa ada seorang alim yang senang sekali beristirahat di taman. Dan, yang boleh ada di taman tersebut hanyalah orang-orang yang berilmu. Namun, ia melihat ada seorang laki-laki yang masuk ke taman dengan menyelinap di antara pohon-pohon.
Orang alim itu lalu marah dan berkata, “Siapa yang mengizinkan orang ini masuk?” Lalu, laki-laki itu datang menghadapnya dan berkata, “Bagaimana pendapat tuan tentang seseorang yang berutang, namun dia berpendapat boleh tidak membayarnya?” Orang alim itu menjawab, “Hakim boleh memberinya waktu, jika itu dianggap baik.” “Itu juga telah dilakukan, namun tetap saja tidak membayarnya,” kata laki-laki itu. “Kalau begitu dia harus dihukum,” jawab orang alim itu. Laki-laki itu lalu berkata, “Sungguh, hakim telah berlaku lembut terhadapnya bahkan memberinya tempo lebih dari 50 tahun.” Orang alim itu lalu menundukkan kepala, dan keringat bercucuran dari wajahnya. Adapun laki-laki tersebut pergi meninggalkannya. Setelah sadar, orang alim itu pergi mencari laki-laki si penanya tersebut. Dan penjaga taman pun tidak melihat ada orang yang keluar masuk taman itu. Lalu orang alim itu berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Pulanglah kalian.” Semenjak itu, dia tidak pernah terlihat lagi kecuali di dalam majelis ta’lim di saat dia mengajar.
Beberapa Kisah Tentang Peringatan dan Ancaman Menjelang Kematian
Dikisahkan ada seorang yang kaya raya yang mempunyai seorang budak wanita. Jika kematian datang kepadanya, dia selalu menolaknya jika tidak didahului dengan tahapan-tahapannya. Ketika ditanya alasannya, dia pun langsung bercerita, tiap kali aku bersenang-senang dengan budak wanitaku, aku semakin cinta padanya. Suatu hari, saat aku menyingkapkan rambutnya, terlihat dua helai rambutnya yang putih. Lalu aku cabut dan aku perlihatkan kepadanya. Namun tiba-tiba dia berkata, “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.” (QS. al-Isra’: 81)
Dia lalu menatapku dan berkata, “Ketahuilah, jika tidak ada kewajibanku untuk menaailmu, pastinya aku tidak akan kembali kepadamu. Karenanya, biarkan siang atau malam ini aku mengumpulkan bekal akhiratku.” Aku lalu berkata, “Tidak mengapa aku tidak disebut dermawan juga.” Aku lihat dia marah kepadaku, dan berkata, “Apakah engkau menghalangiku dari Tuhanku, padahal Tuhanku telah memberitahuku bahwa aku akan segera bertemu dengan-Nya.” Dia lalu berdoa, “Ya Allah, semoga dia membenciku.”
Malam itu, aku menjauhkannya dariku, itulah yang aku sukai. Malahan, aku kemudian berusaha untuk menjualnya. Lalu, datanglah kepadaku seseorang yang akan membelinya sesuai dengan harga yang aku inginkan. Ketika aku akan menerima bayarannya, wanita itu menangis. Aku lalu berkata padanya, “Ini adalah yang kamu inginkan, bukan?” Wanita itu lalu berkata, “Demi Allah, di dunia ini hanya engkau yang aku sukai. Namun, maukah engkau memerdekakanku karena Allah ‘Azza wa Jalla? Itu akan membuat engkau memiliki yang lebih besar daripada memiliki diriku, dan mendapatkan pahala yang besar karenanya.” Aku lalu berkata, “Ya, aku merdekakan kamu.” Wanita itu lalu berdoa, “Semoga Allah memperkenankan akadmu, dan membalasmu dengan berlipat ganda.” Dan semenjak itu, aku berzuhud karena wanita tersebut.
Abdullah bin Nuh berkata, aku pernah melihat laki-laki tua di masjid Rasulullah Saw.. Sering aku melihatnya sedang membersihkan debu dari dinding-dinding masjid dengan pelepah kurma. Ketika aku tanyakan tentang dia, salah seorang menjawabnya, “Dia merupakan salah seorang keturunan Utsman bin Affan.
Sebenarnya dia telah mempunyai beberapa anak, beberapa budak, dan harta kekayaan yang melimpah. Suatu hari, di saat melihat wajahnya di cermin, dia berteriak kemudian gila hingga akhirnya tinggal di masjid, seperti yang kamu lihat ini. Jika keluarganya hendak mengobatinya, dia melarikan diri dan berlindung di kubur Rasulullah Saw. yang mulia, kemudian mereka pun membiarkannya.”
Setelah mendengar cerita itu, aku pun mengamatinya di siang hari. Dia baik-baik saja, tidak ada yang kurang. Malam harinya, aku mengamatinya lagi. Setelah tengah malam, aku lihat dia keluar masjid, lalu aku pun mengikuti di belakangnya. Ternyata, dia pergi ke kuburan Baqi’. Di tempat itu, dia berdiri, shalat, dan menangis hingga menjelang terbit fajar. Setelah itu, dia duduk dan berdoa. Setelahnya, datang seekor binatang kepadanya. Aku tidak mengetahuinya, apakah itu seekor domba, rusa, atau yang lainnya. Binatang tersebut berdiri persis di depannya. Lalu, laki-laki itu menetek dari puting susu binatang tersebut dan mengelus-elus punggungnya sambil berkata, “Pergilah, semoga Allah merahmailmu.” Binatang tersebut kemudian berpaling.
Aku segera berangkat mendahuluinya ke masjid. Aku terus melakukannya beberapa malam. Saat dia keluar menuju kuburan Baqi’, aku mengikutinya tanpa sepengetahuannya. Aku mendengarnya di saat dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengutus dia kepadaku, namun Engkau belum mengizinkannya. Jika Engkau telah meridaiku, maka izinkanlah aku. Namun, jika Engkau tidak meridainya, maka berikanlah pertolongan kepadaku dan kepada yang Engkau ridai.”
Aku lalu mendatangi laki-laki tua itu untuk pamitan, di saat sudah dekat kepulanganku meninggalkan kota Madinah. Aku lalu berkata kepadanya, “Beberapa malam ini, aku selalu menemanimu di saat kamu berada di Baqi’. Aku shalat mengikuti shalatmu dan mengaminkan doamu.” Dia lalu berkata, “Apakah Kamu memberitahukan hal tersebut kepada yang lain?” “Tidak,” jawabku. Dia lalu berkata, “Pergilah kamu baik-baik.” Aku lalu bertanya lagi kepadanya, “Tolong ceritakan kepadaku, apa tanda yang telah dikirimkan kepadamu?” Laki-laki itu lalu berkata bahwa dia melihat dirinya di cermin, tiba tiba dilihatnya uban berada di wajahnya, dan itu merupakan tanda dari Allah.
Lalu, aku meminta kepadanya agar mendoakanku, namun dia menolaknya, karena merasa belum pantas. Dia lalu berkata, “Mari kita bertawasul dengan wasilah Rasulullah Saw..” Akhirnya kami berdua pergi menuju kubur Rasulullah Saw. yang mulia itu. Sesampainya di sana, dia bertanya kepadaku, “Apa kebutuhanmu ?” “Permintaan maaf,” jawabku. Lalu, laki-laki tua itu berdoa dan aku mengaminkannya. Namun, tiba-tiba dia condong ke dinding kubur, dan akhirnya dia meninggal.
Lalu, aku pun menghindar darinya, dan Orang-orang pun mengerti apa yang terjadi padanya. Maka, anak-anak dan budak-budaknya datang dan membawa serta mengurus jenazah laki-laki itu. Bersama yang lain, aku pun sempat menshalatinya.
Diceritakan, dahulu ada seorang raja Yunani. Dia mempunyai pelayan seorang budak wanita, yang khusus mengurus pakaian raja. Pelayan tersebut belum pernah terdidik. Suatu hari, dia memakaikan pakaian raja dan memasang cermin di depannya. Terlihat oleh raja sehelai rambut putih, lalu pelayan tersebut memotong uban tersebut. Kemudian uban itu dia tempelkan ke telinganya.
Lalu raja berkata padanya, “Apa yang kamu dengarkan dari uban tersebut?” Pelayan itu menjawab, “Rambut ini mendapat cobaan. la tidak mendapat kehormatan lagi dekat dengan raja. Aku mendengar dia berkata dengan perkataan ajaib.” “Apakah itu?” Tanya raja. Pelayan menjawab, “Aku tidak berani mengatakannya.”
“Coba katakan! Jika perkataanmu bijak, kamu pasti aman.” Jawab raja. Pelayan itu lalu berkata, sesungguhnya uban itu mengatakan, “Wahai raja, yang berkuasa sementara, dari semula aku khawatir bahwa engkau akan menghukumku dengan sewenang-wenang. Karenanya, aku tidak muncul selama ini. Namun, akhirnya, aku mengambil janji anak-anakku agar membalas dendam kepadamu. Sekarang, mereka tidak sabar lagi untuk memberontak kepadamu. Mungkin mereka akan membunuhmu atau mengurangi nafsumu, Kekuatanmu, ataupun kesehatanmu, hingga kamu menyangka bahwa Kematian itu adalah seekor kambing.”
Raja lalu berkata, “Tolong tulis perkataanmu itu.” Pelayan itu lalu menulis apa yang tadi dia ucapkan. Akhirnya, raja itu merenung sendiri, lalu melepaskan kerajaannya sambil berkata, “Mungkin, inilah maksudnya.”
Diceritakan dalam kisah Israiliyat, ketika Nabi Ibrahim a.s. pulang dari mengurbankan anaknya kepada Tuhan ‘Azza wa Jalla, Sarah, istrinya melihat sehelai rambut putih pada janggut beliau. Nabi Ibrahim a.s. merupakan manusia pertama yang beruban di muka bumi. Melihat itu, Sarah seolah-olah tidak mempercayainya. Kemudian dia memperhatikan rambut suaminya.
Adapun Nabi Ibrahim a.s. merasa tertarik dengan uban tersebut. Sedangkan Sarah tidak menyukainya dan menyuruh beliau agar menghilangkannya, namun dia tidak mau. Pada saat itu, lalu datanglah Malaikat Maut sambil berkata, “Keselamatan semoga tercurah kepadamu, wahai Ibrahim.”
Nama beliau aslinya yaitu Ibram. Namun Malaikat Maut menambahnya dengan huruf Ha, yang dalam bahasa Suryani berarti ungkapan penghormatan. Karenanya, Nabi Ibrahim a.s. senang dengan panggilan tersebut. Dia lalu berkata, “Aku bersyukur kapada Tuhanku dan Tuhan segala sesuatu.” Malaikat Maut lalu berkata kepadanya, “Sungguh, Allah benar-benar telah menjadikanmu orang mulia di kalangan penghuni langit dan bumi. Tanda kehormatan tersebut Allah berikan pada namamu dan fisikmu, Adapun namamu, baik di langit maupun di bumi, kamu tetap dipanggil Ibrahim. Pada fisikmu, Allah menjadikan kemuliaan, dan pada rambutmu Allah menjadikan cahaya.
Nabi Ibrahim a.s. lalu mengabarkannya kepada Sarah apa-apa yang telah dikatakan Malaikat Maut tadi, lalu dia berkata, “Apa yang kamu benci, sebetulnya itu adalah cahaya dan kemuliaan.” Sarah lalu berkata, “Aku tetap tidak menyukainya.” “Namun aku menyukainya,” jawab Nabi Ibrahim, lalu dia berdoa, “Ya Allah, tambahkanlah cahaya dan kemuliaan kepadaku.” Maka keesokan harinya, janggut Nabi Ibrahim a.s. semuanya menjadi putih.
Dalam atsar Nabi Saw. dikatakan, “Barang siapa beruban sehelai dalam keadaan Islam, maka uban itu menjadi penerang di hari Kiamat.” Nabi Saw. juga bersabda, “Sesungguhnya Allah merasa malu mengazab orang yang beruban.”
Kapan Manusia Tidak Mengenal Lagi Sesamanya? Serta Anjuran Bertobat
Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, kapan seseorang itu tidak lagi mengenal sesamanya?” Beliau menjawab, “Jika dia telah melihat kenyataan (maut).”
Sabda Nabi Saw., “jika dia telah melihat kenyataan (maut),” Maksudnya adalah jika orang yang akan meninggal itu telah melihat kehadiran Malaikat Maut dan para malaikat lainnya. Wallahu a’lam.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selama (roh) belum sampai di tenggorokan.”
Maksudnya, Jika nyawa (roh) sudah sampai di tenggorokan, maka tobat seseorang tidak akan diterima. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka iman mereka ketika mereka telah melihat azab Kami tidak berguna lagi bagi mereka.” (QS. Ghafir: 85)
“Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” (QS. an-Nisa’: 18)
Allah telah memberikan kemudahan ke. pada hamba-Nya untuk bertobat dari segala amal jahatnya sebelum ajal datang kepadanya, yaitu saat roh sampai di kerongkongan dan urat tali jantung telah terputus. Karenanya, seseorang mesti bertobat sebelum datang kematian dan se. belum roh sampai di kerongkongan, sebagaimana firman-Nya,
“Kemudian mereka segera bertobat.” (QS. an-Nisa’: 17)
Menurut Ibnu Abbas dan as-Suddi, maksud dari makna min qarib yaitu sebelum datangnya penyakit dan kematian. Sedangkan menurut Abu Mujlaz, adh-Dhahhak, ‘Ikrimah, Ibnu Zaid, dan yang lainnya, bahwa yang dimaksud min qarib yaitu sebelum seseorang dilihat oleh Malaikat Maut, sebelum dicabut nyawanya, dan sebelum orang tersebut tidak sadarkan diri.
Para ulama berpendapat, sah bertobat di saat melihat Malaikat Maut, karena pada saat itu masih ada harapan, sebagaimana sahnya penyesalan dan keinginan untuk meninggalkan perbuatan dosa.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa makna ayat tersebut yaitu segeralah bertobat setelah berbuat dosa yang tidak terus menerus. Menyegerakan bertobat di saat sehat lebih utama daripada hanya berbuat amal saleh.
Dikisahkan oleh al-Hasan, saat berada di surga, iblis berkata kepada Allah, “Aku bersumpah, selama roh masih berada di dalam jasadnya, aku tidak akan melepaskan Bani Adam (manusia).” Allah lalu berfirman, “Aku juga bersumpah, selama roh belum sampai di tenggorokannya, Aku masih membuka pintu tobat bagi Bani Adam.”
Hukum Tobat dan Syarat-syaratnya
Bagi semua orang-orang mukmin, tobat wajib baginya, sebagaimana firman-Nya,
“Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS. an-Nur: 31)
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya.” (QS. at-Tahrim: 8)
Empat macam syarat untuk bertobat, yaitu menyesali diri dalam hati, meninggalkan perbuatan maksiat pada waktu itu) juga, bermaksud tidak mengulangi perbuatan maksiat tersebut, dan memupuk atau menanamkan sikap malu serta takut kepada Allah. Jika tidak terpenuhi salah satu syaratnya maka tidak sah tobatnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa syarat tobat itu adalah mengakui perbuatan dosa itu sendiri, banyak bersitigfar, dan menanamkan makna tobat di dalam hati, tidak sekedar hanya diucapkan dengan lidah.
Orang yang hanya mengucapkan istigfar di lidah, namun dalam hatinya masih tersimpan untuk melakukan maksiat lagi, maka istigfar tersebut masih membutuhkan istigfar lagi, sebagaimana yang dikatakan Hasan al-Bashri, “Istigfar kita membutuhkan istigfar.”
Menurut Syekh al-Qurthubi, itulah ucapan Hasan al-Bashri pada waktu zamannya. Kalau Zaman sekarang, Orang-orang berbuat zalim dan tobat dijadikan sesuatu guyonan saja. Merekalah yang orang-orang yang mempermainkan ayat-ayat Allah. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan.” (QS. al-Baqarah: 231)
Diriwayatkan dari Ali, suatu hari dia melihat seorang laki-laki yang berdoa setelah mengerjakan shalatnya, “Ya Allah, aku memohon ampunan dan bertobat kepada Mu dengan segera.” Ali lalu berkata kepadanya, “Bersegera mengucapkan istigfar merupakan tobatnya pembohong. Tobat membutuhkan tobat lagi sesudahnya.”
Dia lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apa sebenarnya makna tobat itu?” Ali menjawab, “Tobat itu merupakan satu kata yang memiliki enam makna, yaitu bertobat untuk dosa-dosa yang lampau, menyesali diri karena telah banyak meninggalkan beberapa kewajiban, bertobat atas kezaliman, membiasakan diri agar selalu taat kepada Allah, memerintahkan kepada diri sendiri agar merasakan ketaatan, menghiasi diri dengan ketaatan kepada Allah dan banyak menangis sebagai gantinya tawa.”
Dikatakan juga bahwa yang dimaksud tobat nasuha adalah mengembalikan kembali barang-barang yang telah diambil secara zalim, melenyapkan pertengkaran, dan membuat kita selalu taat kepada Allah.
Dosa-dosa yang harus ditobati itu bisa berupa kekafiran atau yang lainnya. Bagi orang kafir, tobatnya dengan beriman sambil menyesali atas kekafirannya yang lalu. Adapun dosa-dosa selain kekafiran, bisa berupa pelanggaran terhadap hak Allah dan pelanggaran terhadap hak manusia.
Bertobat dari pelanggaran terhadap hak Allah cukup dengan meninggalkannya. Namun, ada juga yang harus diqadha menurut syara, seperti shalat dan puasa. Selain itu ada juga yang harus dengan kafarat, seperti sumpah.
Bertobat dari pelanggaran terhadap hak manusia, seperti menyampaikan kepada orang yang berhak menerimanya. Jika orang tersebut telah meninggal, maka bersedekah atas nama mereka. Jika tidak mempunyai apa pun karena miskin, maka dianjurkan untuk meminta ampun kepada Allah Ta’ala.
Siapakah Orang Bertobat tu?
Dijelaskan dalam sebuah hadis marfu’ mengenai sifat orang yang bertobat, yang diriwayatkan dari lbnu Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda kepada para sahabatnya, “Apakah kalian tahu, siapakah yang sebenarnya bertobat itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak mengetahuinya, wahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Seseorang yang bertobat tapi tidak pemaaf dan selalu dendam, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah pakaiannya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah majelisnya (teman-temannya), maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah nafkah serta perhiasannya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah tempat tidur dan bantalnya, maka dia belum dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi belum bisa mengubah akhlaknya, maka dia belum
dikatakan bertobat. Seseorang yang bertobat tapi tidak lapang hati dan lapang tangan, maka dia belum dikatakan bertobat.” Beliau lalu bersabda, “Siapa saja yang bertobat dari semua yang telah aku sebutkan tadi, maka itu sebenar-benarnya tobat.”
Para ulama berkata, yang dimaksud pemaaf yaitu meridakan segala perbuatan keji seseorang terhadap kita. Yang dimaksud mengubah pakaian yaitu menggantinya dari yang haram ke yang halal. Jika pakaian tersebut berupa rasa angkuh dan sombong, maka diubah dengan pakaian kesederhanaan. Yang dimaksud mengubah majelis yaitu meninggalkan majelis yang penuh dengan canda tawa, permainan, kebodohan, dan bid’ah kepada majelis zikir atau majelis para salihin.
Yang dimaksud mengubah makanan yaitu dengan memakan barang-barang yang halal dan meninggalkan segala yang syubhat. Yang dimaksud mengubah nafkah yaitu mencari nafkah dengan cara yang halal dan meninggalkan cara yang haram. Yang dimaksud mengubah perhiasan yaitu meninggalkan segala perhiasan, baik itu perabotan, rumah, ataupun pakaian. Yang dimaksud mengubah tempat tidur yaitu melakukan ibadah malam sebagai pengganti dari sifat lalai dan maksiat, sebagaimana firman-Nya
“Lambung mereka jauh dari tempat ti. durnya.” (QS. as-Sajdah 16)
Yang dimaksud mengubah akhlak yaity mengubah dari sifat keras ke lembut, sempit ke lapang, pemarah ke toleran. Yang dimaksud lapang hati yaitu memberi kepercayaan dan bersikap istiqamah. Yang dimaksud lapang tangan yaitu pemurah, mengubah perbuatan dosa, dan menyesali perbuatan yang menyebabkan kerugian diri sendiri. Jika beberapa syarat tobat dan semua yang disebutkan tadi bisa diamalkan, pastinya Allah akan menerima tobat orang tersebut, walaupun dosa dan kesalahannya setinggi gunung. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Thaha: 82)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ada seorang laki-laki yang telah membunuh 100 orang. Lalu laki-laki itu bertanya kepada seorang alim tentang tobatnya. Maka orang alim itu berkata, “Pergilah kamu ke suatu tempat yang banyak didiami oleh orang-orang saleh. Sungguh, orang-orang tersebut menyembah Allah. Di sana, beribadahlah kamu bersama mereka dan jangan kembali lagi ke negeri asalmu. Sungguh, negeri asalmu selalu berbuat dosa.”
Dalam Musnad Abu Daud ath-Thayalisi dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abdul Karim aiJazuri dari Ziyad dari Abdullah bin Mughaffal, dia berkata, aku bersama dengan ayahku di samping Ibnu Mas’ud. Ayahku lalu berkata kepadanya, “Pernahkah engkau mendengar hadis Nabi Saw.
yang bersabda bahwa seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya lalu. bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya.” Dia lalu berkata, “Ya, aku juga pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa penyesalan itu adalah tobat.”
Dalam Shahih Muslim dan Shahih al-Bukhari, Aisyah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Seorang hamba yang mengakui dosa-dosanya lalu bertobat kepada Allah, maka Allah akan menerima tobatnya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hatim al-Bisti dalam Musnad ash-Shahih dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. duduk di atas mimbar lalu berkata, “Aku bersumpah, demi Allah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya.” Beliau mengucapkannya sebanyak 3 kali. Beliau lalu terdiam sehingga setiap dari kami yang berada dekat beliau menangis sedih atas sumpah beliau. Beliau lalu berkata, “Tidaklah seorang hamba yang selalu mengerjakan shalat lima waktu, puasa Ramadan, dan meninggalkan tujuh dosa besar, kecuali pada hari Kiamat Allah akan membukakan baginya pintu surga yang delapan sehingga pintu-pintu itu bergetar.” Kemudian beliau membaca firman-Nya,
“Sika kalian menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalalahanmu.” (QS. an-Nisa’: 31)
Menurut syekh al-Qurthubi, al-Qur’an telah menunjukkan bahwa dosa itu ada yang besar dan ada juga yang kecil. Jadi tidak benar, jika ada yang beranggapan bahwa semua dosa merupakan dosa besar, sebagaimana yang terdapat dalam surah an-Nisa’ ayat 31.
Sejalan dengan itu, ada hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Shalat lima waktu yang dikerjakan dari Jumat ke Jumat berikutnya, dan puasa Ramadan sampai dengan puasa Ramadan berikutnya, itu dapat menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan antara waktu tersebut, sepanjang orang tersebut tidak melakukan dosa besar.”
Para ulama tafsir dan ulama fiqih menyepakatinya. Sedang dosa besar dapat dihapus dengan bertobat dan berjanji tidak akan pernah mengulanginya kembali.
Roh Orang Mukmin dan Kafir Tidak Akan Keluar Sebelum Dia Diberitahu Apa yang Akan Terjadi Pada Dirinya
lbnu al-Mubarak meriwayatkan dari Haiwah dari Abu Shakhr dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, dia berkata, jika seorang mukmin akan meninggal, maka Malaikat Maut mendatanginya dan berkata, “Keselamatan atasmu, wahai wali Allah. Allah memberi salam kepadamu.” Lalu, Malaikat Maut mencabut nyawanya. Demikian sebagaimana firman-Nya
“(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum.” (QS. an-Nahl: 32)
Ibnu Mas’ud berkata, jika Malaikat Maut datang untuk mancabut roh seorang mukmin, dia akan berkata, “Tuhanmu mengucapkan salam untukmu.”
Al-Barra’ bin Azib berkata, maksud firman Allah,
“Penghormatan mereka” (orang-orang mukmin itu) ketika mereka menemui-Nya ialah, “Salam,” (QS. al-Ahzab: 44), yaitu Malaikat Maut akan mengucapkan salam pada orang mukmin ketika rohnya akan dicabut. Dan rohnya tidak akan keluar sebelum Malaikat Maut mengucapkan salam kepadanya.
Mujahid berkata, sesungguhnya seorang mukmin akan dikabari mengenai kebaikan anak-anaknya agar hatinya tenteram.
Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika seorang laki-laki saleh akan meninggal, maka para malaikat akan mendatanginya dan berkata,
“Keluarlah hai jiwa yang suci, dari tubuh yang suci. Keluarlah hai jiwa yang terpuji, bergembira rialah hai jiwa yang tentram, sungguh Tuhanmu meridainya, tidak murka.” Malaikat tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata itu hingga roh itu keluar dari jasad.
Kemudian malaikat membawanya naik ke langit. Sesampainya di langit, dibukakan pintu untuknya. Para malaikat penjaga pintu bertanya, “Siapa orang ini?” Malaikat menjawab, “Dialah Fulan bin Fulan.” Para malaikat penjaga pintu itu lalu berkata, “Selamat datang hai jiwa yang suci, yang berasal dari tubuh yang suci, masuklah dan bergembira rialah hai jiwa yang tenteram, sungguh Tuhanmu meridainya, tidak murka.” Tidak henti-hentinya perkataan tersebut diucapkan kepadanya hingga sampai ke langit, di mana roh itu menemui Allah.
Jika yang akan meninggal itu seorang yang banyak berdosa, maka malaikat berkata kepadanya, “Keluarlah hai jiwa yang kotor, dari tubuh yang kotor. Keluarlah hai jiwa yang tercela, kamu akan dimasukkan ke dalam neraka Jahim.”
Malaikat tidak henti-hentinya mengucapkan kata-kata itu hingga roh itu keluar dari jasad.
Kemudian malaikat membawanya naik ke langit. Sesampainya di langit, dibukakan pintu untuknya. Para malaikat penjaga pintu bertanya, “Siapa orang ini?” Malaikat menjawab, “Dialah Fulan.” Para malaikat penjaga pintu itu lalu berkata, “Tidak ada selamat datang untukmu hai jiwa yang kotor, yang berasal dari tubuh yang kotor. Pergilah hai jiwa yang tercela. Sungguh, pintu-pintu langit tertutup untukmu.” Kemudian roh (jiwa) itu keluar dari langit dan dikembalikan ke alam kubur.
Diriwayatkan oleh Syababah bin Yasar dan Suwar dari Ibnu Abi Dzi’b dari Muhammad bin Amr bin Atha’ dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya para malaikat akan mendatangi kepada orang yang akan meninggal. Jika dia seorang yang saleh, maka dikatakan kepadanya, “Keluarlah engkau hai jiwa yang bersih (suci).”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, “Jika roh seorang mukmin telah keluar, maka dua orang malaikat akan membawanya ke langit.”
Diceritakan oleh Hammad mengenai wanginya roh seorang mukmin. Para penghuni langit lalu berkata, “Telah datang roh yang baik dari bumi. Shalawat atasnya (roh) dan atas jasadmu yang telah kamu tempati.” Kemudian roh itu. dibawa kepada Allah, dan Allah berfirman, “Pisahkanlah dia hingga datang hari Kiamat.” Sedang bau busuk roh seorang kafir, para penghuni langit lalu berkata, “Telah datang roh yang kotor dari bumi.” Lalu dikatakan kepadanya, “Pisahkanlah dia hingga datang hari Kiamat.”
Dikatakan oleh Abu Hurairah, Rasulullah Saw. lalu menutup hidungnya dengan secarik kain tipis.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Siapa pun yang ingin berjumpa dengan Allah, maka Allah pun ingin berjumpa dengannya. Dan Siapa pun yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa dengannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.
Diceritakan bahwa Aisyah, atau sebagian istri beliau berkata kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya kami dahulu membenci kematian.” Beliau lalu berkata, “Jangan begitu, sebab jika seorang mukmin meninggal, maka dia akan digembirakan dengan keridaan dan kemuliaan dari Allah. Tidak ada sesuatu pun yang diharapkannya Saat itu kecuali berjumpa dengan Allah, dan Allah pun senang berjumpa dengannya. Namun, jika seorang kafir yang meninggal, maka dia akan diberi kabar tentang azab Allah dan hukuman-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang lebih dibencinya saat itu kecuali berjumpa dengan Allah, dan Allah pun benci berjumpa dengannya.”
Beberapa Hadis yang Menerangkan Proses Keluarnya Roh
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa dia berkata kepada Syuraih bin Hani sesuatu yang didengarnya dari Abu Hurairah. Aisyah berkata, “Bukan seperti itu, namun jika Kulitnya telah meradang, matanya telah terbuka (karena kematian telah datang kepadanya), dan kerongkongannya berbunyi. Maka Allah pun ingin sekali berjumpa dengannya. Dan siapa yang benci berjumpa dengan Allah, maka Allah pun benci berjumpa dengannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.
Dirtwayatkan dari Aisyah, dia berkata, jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba maka diutuslah malaikat kepadanya selama setahun sebelum kematiannya untuk membetulkan amalnya, dan dijadikannya seorang yang selalu berbuat amal saleh, hingga saat dia meninggal orang-orang berkata, “Fulan meninggal dalam keadaan baik.” Ketika rohnya akan dicabut, dilihatnya pahala yang telah dikumpulkannya. Jiwanya merasa senang dan rindu ingin berjumpa dengan Allah, dan Allah pun ingin berjumpa dengannya.
Namun, jika Allah menginginkan keburukan pada seorang hamba, maka diutuslah setan selama setahun sebelum kematiannya untuk menyesatkan dan menimpakan fitnah kepadanya, hingga saat dia meninggal orang-orang berkata, “Fulan meninggal dalam keadaan buruk.” Ketika rohnya akan dicabut, dilihatnya azab Allah yang akan mengenai dirinya. Saat itulah, dia benci berjumpa dengan Allah dan Allah pun benci berjumpa dengannya.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Bab Taqdir dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh, jika Allah ‘Azza wa Jalla menginginkan kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan melakukannya.” Maka dikatakan kepadanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah melakukannya?” Beliau menjawab, “Allah akan memberi petunjuk kepadanya untuk beramal saleh sebelum kematiannya.” Menurut Abu tsa, hadis ini sahih.
Syekh al-Qurthubi berkata, ada hadis lain yang berkenaan dengan hal itu, “Jika Allah menginginkan kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan memberinya madu.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa maksud dari memberinya madu itu?” Beliau bersabda, “Allah akan membukakan pintu bagi orang tersebut untuk berbuat baik, hingga semua orang di sekitarnya meridainya.”
Dari Qatadah, mengenai tafsir firman Allah Ta’ala, “Maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta surga (yang penuh) kenikmatan.” (QS. al-Waqi’ah: 89). Dia berkata, yang dimaksud “rauh” adalah rahmat atau kasih sayang, dan “rathan” adalah perjumpaan dengan malaikat ketika akan meninggal.
Diriwayatkan oleh Ibnu Juraij bahwa Rasulullah Saw. menjelaskan kepada Aisyah mengenai tafsir firman Allah Ta’ala, “Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia),” (QS. al-Mu’minun: 99). Beliau bersabda, jika seorang mukmin melihat para malaikat, maka para malaikat berkata kepadanya, “Kami akan mengembalikanmu lagi ke dunia.” Orang mukmin itu pasti akan berkata, “Ke negeri kesusahan dan kesedihan?” Lalu dia berkata lagi, “Bawalah aku menghadap Allah.” Adapun orang kafir, maka malaikat akan berkata kepadanya, “Kami akan mengembalikanmu lagi ke dunia.” Orang kafir itu pasti akan berkata, “Kembalikanlah aku ke dunia agar aku dapat berbuat amal-amal saleh.”
Adapun sabda Nabi Saw., “Hingga sampai ke langit, di mana roh itu menemui Allah” maksudnya, sampai ke langit di mana dia menemui perintah dan keputusan Allah, yaitu di langit ketujuh, di sana terdapat Sidratul Muntaha, yaitu suatu tempat di mana arwah orang yang sudah meninggal akan naik ke sana. Namun tidak semua arwah bisa naik ke sana. Dan dari sana juga segala sesuatu turun ke bumi. Demikian dikatakan oleh Muslim pada hadis Isra’.
Begitu juga dalam hadis riwayat al-Barra’, bahwa roh itu akan dibawa ke langit.
Saya pernah berdialog dengan para sahabat kami, para qadhi dan ulama mengenai pernyataan Abu Umar bin Abdul Barr tentang firman Allah Ta’ala,
“Yaitu Yang Maha Pengasih yang bersemayam di atas Arasy.” (QS. Taha: 5)
Pada saat itu, saya sebutkan kepada Abu Umar hadis ini, namun dia menjawab bahwa hadis itu tidak sahih bahkan dia melaknat para perawinya. Lalu saya berkata kepadanya, “Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya. Janganlah engkau menolak khabar-khabar seperti dengan perkataanmu itu, namun coba dita’wilkan dengan hal-hal yang layak bagi Allah Ta’ala.”
Diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam Musnad-nya dari hadis Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Jika seorang mukmin akan meninggal, maka para malaikat akan datang kepadanya membawa kain sutra yang
berisi minyak kesturi, dan beberapa ikat kayu wangi. Kemudian roh itu dihunus bagaikan rambut yang dicabut dari adonan terigu, lalu dikatakan kepadanya, “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya.” (QS. al-Fajr: 27-28)
Maksudnya, diridai untuk menuju kepada rahmat dan kemuliaan Allah. Jika rohnya telah keluar, maka disimpannya di atas minyak kesturi dan wewangian itu, kemudian dibungkus dengan kain sutra dan diantarkan menuju ‘Illiyyin.
Namun, jika seorang kafir akan meninggal, maka para malaikat akan datang kepadanya membawa kain kasar yang berisi bara api. Kemudian rohnya dicabut dengan kasar sekali, lalu dikatakan kepadanya, “Hai roh yang busuk, keluarlah dengan murka dan dimurkai, menuju kehinaan dan azab Allah.” Jika rohnya telah keluar, maka disimpannya di atas bara api kemudian dibungkus dengan kain kasar dan diantarkan menuju Sijjin.
Para Arwah Bertemu di Langit dan Saling Bertanya Mengenai Keadaan Para Penduduk Bumi
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak da. ri Abi Ayyub al-Anshari, dia berkata, jika roh seorang mukmin telah dicabut, maka roh tersebut ditemui oleh hamba-hamba Allah yang mendapat rahmat dari-Nya, sebagaimana mereka menemui pembawa kabar sewaktu di dunia. Mereka menyambutnya sambil berkata kepada sesamanya, “Perhatikan saudara kalian, biarkan mereka istirahat dahulu.”
Setelah itu, mereka lalu bertanya, “Apa yang diperbuat Fulan? Apa yang diperbuat Fulanah? Apakah dia telah menikah?” Mereka lalu menanyakan kepada roh orang mukmin tersebut, “Apa yang terjadi kepada seseorang yang meninggal sebelummu?” Roh itu menjawab, “Dia sangat menderita.” Mereka lalu berkata, “Inna lillahi wainna ilaihi raji’un. Dia akan dilemparkan ke dalam neraka Hawiyah, tempat kembali yang terburuk.”
Kemudian diperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya. Jika kebaikan yang terlihat, mereka bergembira dan bersuka ria sambil berkata, “Ya Allah, inilah nikmat-Mu terhadap hamba-Mu, maka sempurnakanlah nikmat-Mu itu.” Jika keburukan yang terlihat, mereka pun berkata, “Ya Allah, kembalikanlah hamba-Mu ini.”
Ibnu al-Mubarak berkata dari Shafwan bin Amr dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair bahwa Abu Darda’ berkata, “Sungguh, perbuatan kalian itu akan diperlihatkan kepada kerabat kalian yang telah meninggal. Jika perbuatan kalian baik, mereka akan gembira. Namun, jika perbuatan kalian jelek, mereka akan terhina.” Abu Darda’ lalu berkata, “Ya Allah, hanya kepadaMu aku berlindung dari perbuatan yang dapat mendatangkan kehinaan bagi diri Abdullah bin Rawahah.”
Dikisahkan oleh Abdullah bin Adurrahman bin Ya’la ats-Tsaqafi dari Utsman bin Abdullah bin Aus sesungguhnya Said bin Jubair meminta izin kepada Utsman bin Abdullah untuk melihat anak perempuan saudaranya. Lalu, dia pun mengizinkannya. Setelah sampai di dalam, dia lalu bertanya, “Bagaimana tingkah laku suamimu terhadapmu” Perempuan itu lalu menjawab, “Dia telah berusaha semampunya berbuat baik kepadaku.” Mendengar itu, Said bin Jubair bergembira sekali. Dia lalu berkata kepada Utsman, “Hendaklah engkau berbuat baik kepada istrimu. Tahukah engkau bahwa Kabar orang yang hidup itu sampai kepada kerabatnya yang telah meninggal?” Utsman menjawab, “Ya. Jika kabar baik sampai kepada kerabatnya yang telah meninggal, mereka pastinya tenteram dan gembira. Namun, jika kabar buruk yang sampai kepada mereka, mereka pastinya kecewa dan sedih. Mereka lalu saling bertanya jika ada orang yang meninggal, serta dikatakan kepada mereka, “Apakah dia sudah datang kepadamu?” Mereka lalu. menjawab, “Belum. Dia sedang menuju neraka Hawiyah.”
Hasan al-Bashri berkata, jika roh seorang mukmin telah dicabut, maka roh itu dinaikkan ke langit, dan akan berjumpa dengan arwah orang-orang mukmin lainnya. Lalu arwah-arwah itu akan berkata kepadanya, “Apa yang telah dilakukan Fulan?” Roh seorang mukmin itu lalu menjawab, “Apakah dia belum datang kepada kalian” Mereka lalu menjawab, “Demi Allah, dia belum datang. Mungkin saja dia dimasukkan ke dalam neraka Hawiyah, tempat kembali yang terburuk.”
Wahab bin Munabbih berkata, “Allah bersemayam di langit ketujuh. Tempat tinggal tersebut berwarna putih. Di sana, tempat berkumpulnya arwah orang-orang mukmin yang telah meninggal. Jika ada orang yang seri karena perbuatan baik mereka. Karenanya, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, hai hamba-hamba Allah. Janganlah kalian sakiti kerabat kalian yang telah meninggal dengan perbuatan buruk kalian.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau bersabda, arwah orang-orang yang meninggal akan bertanya kepada salah seorang di antara kalian yang baru saja meninggal. Mereka akan menanyakan tentang kerabat dan keluarganya yang masih hidup. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Biarkan dia istirahat dahulu.” Setelah itu, mereka lalu bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat Fulan? Apa yang diperbuat Fulanah?”
Jika beritanya kebaikan, maka mereka bergembira dan bersuka cita. Namun, jika beritanya keburukan, maka mereka berkata, “Ya Allah, ampunilah dia.” Lalu, mereka bertanya kepadanya, “Apakah Fulan telah bersitri? Apakah Fulanah telah bersuami?”
Lalu, mereka menanyakan kabar tentang seorang laki-laki yang meninggal lebih dulu daripada orang mukmin tersebut. Lalu, orang mukmin tersebut berkata, “Dia meninggal sebelumku. Berjumpakah kalian dengannya?” Mereka menjawab, “Tidak, demi Allah.” Mereka lalu berkata lagi, “inna lillahi wainna ilaihi raji‘un. Laki-laki tersebut dibawa ke tempat kembali yang terburuk, yaitu neraka Hawiyah.” Hadis ini diceritakan oleh ats-Tsa’labi.
Sungguh telah diceritakan dalam sabda Nabi Saw. “Arwah itu bagaikan kumpulan tentara yang sudah terlatih. Arwah yang saling mengenal akan bersatu, dan arwah yang tidak saling mengenal akan berpisah.”
Larangan Menjelek-jelekkan Orang yang Telah Meninggal
Diriwayatkan dari Ibnu Lahi’ah dari Bakir bin al-Asyaj dari Qasim bin Muhammad dari Aisyah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mayat yang berada di dalam kubur akan merasakan sakit sebagaimana ia disakiti sewaktu berada di rumahnya.”
Maksudnya, perbuatan atau perkataan orang yang masih hidup itu dapat menyakiti mayat. Hal itu akan sampai ke dalam kuburnya baik lewat perantara malaikat, tanda-tanda, dalil-dalil, atau apa pun yang dikehendaki Allah, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Urwah berkata, di dekat Umar ada seorang laki-laki yang menjelek-jelekkan Ali. Umar lalu berkata kepadanya, “Apa yang telah kamu perbuat, maka Allah pun akan berbuat kepadamu. Sungguh kamu telah menyakiti Rasulullah Saw. di dalam kuburnya.”
Para ulama berkata bahwa hadis tersebut merupakan larangan menjelek-jelekkan orang yang telah meninggal.
Disebutkan dalam suatu hadis, dilarang mencaci orang yang meninggal karena perbuatan buruknya sewaktu di dunia. Selain itu, dilarang juga berbuat durhaka kepada orang tua yang sudah meninggal.
Disebutkan dalam suatu hadis , “Nabi Saw. memberikan pahala sedekah kepada Khadijah sebagai ungkapan silalurahim dan kebaikan beliau kepada istrinya itu.”
Ada juga yang menyatakan bahwa maksud dari hadis di atas tersebut yaitu orang yang telah meninggal akan diuji (disiksa) di dalam kuburnya, sebagaimana dia pernah disiksa sewaktu hidupnya di dunia.
Dalam sebuah khabar dari Nabi Saw., “Malaikat menjauh dari seseorang yang suka berdusta sejauh 2 mil karena bau busuk atas dustanya itu, dan setiap orang yang bermaksiat kepada Allah dapat membuat malaikat yang datang kepadanya merasa tersakiti.”
Malaikat akan menyakiti dan mengazab terhadap orang yang meninggal dalam keadaan terus menerus bermaksiat kepada Allah dan belum sempat bertobat, untuk membersihkan dosa-dosanya. Azab malaikat terhadap orang tersebut untuk membersihkan dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Wallahu a’lam.
Keberadaan Roh Setelah Keluar dari Jasad
Abu Hasan al-Qabisi berkata, menurut mazhab Ahlus Sunnah, jika roh telah keluar dari jasad, maka para malaikat akan membawanya ke hadapan Allah dan ditanya. Jika dia termasuk Orang yang bernasib baik (beruntung) maka dikatakan kepadanya, “Bawalah dia ke dalam surga, dan perlihatkan tempatnya di surga.” Para malaikat lalu membawa roh tersebut ke dalam surga selagi jasadnya dimandikan.
Jika jasadnya telah dimandikan dan dikafani, maka roh tersebut dikembalikan, dan roh akan berada di antara kain kafan dan jasadnya. Pada saat mayat itu dibawa di atas keranda, dia (roh) akan mendengar perkataan manusia. Ada yang membicarakan kebaikannya, dan ada juga yang membicarakan keburukannya. Sesampainya mayat itu di kuburan dan dimasukkan ke dalam kubur, maka roh tersebut masuk ke dalam jasadnya dan akan duduk, layaknya manusia yang bernyawa dan berjasad. Lalu, akan datang dua malaikat yang akan bertanya kepadanya di alam kubur.
Diriwayatkan dari Amr bin Dinar, dia berkata, “Jika seseorang telah meninggal maka rohnya akan berada di tangan malaikat. Roh tersebut akan melihat jasadnya dimandikan, dikafani, dibawa ke pemakamannya, dan dikuburkan.”
Daud menambahkan, ketika dia sedang berada di dalam surga, dikatakan kepadanya, “Dengarkan olehmu pujian-pujian manusia kepadamu.”
Dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid menyatakan, jika malaikat mencabut nyawa seseorang yang beruntung, maka rohnya akan dibawa oleh dua malaikat yang berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau wangi. Roh tersebut akan diberinya pakaian dari sutra yang berasal dari surga sebagai karunia dari amal yang telah dikerjakannya sewaktu di dunia.
Lalu roh tersebut dibawa ke langit melewati umat-umat yang terdahulu, laksana belalang yang beterbangan. Ketika sampai di pintu langit dunia, lalu malaikat al-Amin mengetuk pintu. Penjaga pintu langit dunia itu lalu berkata, “Siapakah engkau?” Malaikat itu menjawab, “Aku Shalsha’il, aku bersama Fulan, seorang yang bagus namanya. Aku sangat mencintainya.” Penjaga pintu langit dunia itu lalu berkata, “Betul, Fulan itu akidahnya sangat baik.”
Setelah melewati langit pertama, lalu malaikat membawa roh tersebut ke langit kedua. Ketika sampai di pintu langit kedua, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit kedua bertanya kepadanya, “Siapakah engkau ?” Maka dijawab seperti jawaban yang pertama. Lalu mereka mengatakan, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu memelihara shalat fardunya.”
Lalu, roh tersebut dibawa ke langit ketiga. Ketika sampai di pintu langit ketiga, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit ketiga bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?’” Maka dijawab seperti jawaban yang pertama dan kedua. Lalu penjaga langit ketiga berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang dermawan.”
Lalu, roh tersebut dibawa ke langit keempat. Ketika sampai di pintu langit keempat, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit keempat bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit keempat berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu menunaikan puasa dan selalu menjaga dirinya dari perbuatan tercela dan makanan yang haram.”
Lalu, roh tersebut dibawa ke langit kelima. Ketika sampai di pintu langit kelima, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit kelima bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit kelima berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia berhaji dengan ikhlas, tidak karena sombong dan riya.”
Lalu, roh tersebut dibawa ke langit keenam. Ketika sampai di pintu langit keenam, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit keenam bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit keenam berkata kepadanya, “Selamat datang hai hamba yang saleh dan jiwa yang bersih. Dia selalu berbuat baik kepada kedua orang tuanya.” Lalu pintu dibukakan untuknya.
Lalu, roh tersebut dibawa ke langit ketujuh. Ketika sampai di pintu langit ketujuh, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit ketujuh bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban yang tadi. Lalu penjaga langit ketujuh berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia seorang yang selalu beristigfar, yang bersedekah secara diam-diam, dan yang menanggung anak yatim.” Lalu pintu dibukakan untuknya.
Setelah itu, sampailah di tempat yang tertinggi. Ketika sampai di pintu langit tersebut, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga langit tersebut bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban tadi. Lalu penjaga langit tersebut berkata kepadanya, “Selamat datang hai hamba yang saleh dan jiwa yang bersih. Dia seorang yang selalu beristigfar, yang selalu memerintahkan kebaikan dan melarang keburukan, dan selalu memuliakan orang-orang miskin.”
Dan mereka terus berjalan dan bertemu dengan para malaikat, semua merasa senang atas kedatangannya. Lalu, malaikat membawa roh tersebut hingga ke Sidratul Muntaha. Ketika sampai di pintunya, maka diketuklah pintu. Lalu, penjaga pintu berkata kepadanya, “Siapakah engkau?” Maka dijawab seperti jawaban tadi.
Lalu penjaga pintu tersebut berkata kepadanya, “Selamat datang hai Fulan. Dia selalu berbuat amal saleh untuk mengharapkan keridaan-Nya” Maka dibukalah pintu tersebut.
Lalu malaikat membawa roh tersebut melewati lautan api, lautan cahaya, lautan kegelapan, lautan air, lautan salju, dan fautan embun. Panjang setiap tautan tersebut adalah seribu tahun perjalanan. Kemudian mereka menembus hijab yang terpasang pada Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih. Hijab tersebut berupa kemah yang berjumlah 80.000 kemah. Pada Masing-masing kemah terdapat 80.000 balkon. Di atas masing-masing balkon terdapat 80.000 bulan, Semua yang terdapat di Arasy selalu bertahlil, bertasbih, dan bertaqdis (menyucikan) kepada Allah. Seandainya satu buah bulan muncul dj langit dunia, pastinya akan disembah sebagai tuhan selain Allah, dan akan membakar cahaya langit.
Lalu, dari balik kemah-kemah tersebut ada yang berkata, “Roh siapa yang kalian bawa itue’” Malaikat lalu menjawab, “Roh Fulan bin Fulan.” Allah lalu berkata, “Dekatkanlah dia kepada-Ku.” Pada saat roh itu berada dekat Allah, dia merasa malu dengan berbagai celaan dari Allah karena perbuatannya. Dia merasa dirinya akan binasa. Kemudian, setelah itu Allah memaafkannya.
Diriwayatkan dari Yahya bin Aktsam al Qadhi, sungguh dia telah bermimpi melihat dirinya telah meninggal. Lalu dikatakan kepadanya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Dia lalu menjawab, “Aku disuruh menghadap ke hadirat-Nya.” Allah lalu bertanya, “Hai orang tua jahat, kamu telah berbuat ini dan ini.” Aku lalu berkata, “Ya Allah, yang aku lakukan semata-mata karena perkataan-Mu.” Allah lalu berkata, “Apa yang telah Aku katakan?” Aku lalu berkata, telah bercerita kepadaku az-Zuhri dari Ma’mar dari Urwah dari Aisyah dari Nabi Saw. dari Jibril bahwa Engkau telah berfirman, “Aku merasa malu mengazab seorang muslim yang telah beruban dalam islam.” Allah lalu berfirman kepada Yahya, “Engkau benar hai Yahya, azZuhri, Ma’mar, Urwah, Aisyah, Muhammad, dan Jibril. Semuanya mereka benar. Aku telah mengampunimu.”
Dari ibnu Nabatah, sungguh dia ditanya dalam mimpinya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Ibnu Nubatah menjawab, pada saat aku berada di hadapan-Nya, Allah berkata kepadaku, “Engkau selalu jujur dalam berbicara.” Aku lalu berkata, “Mahasuci Engkau ya Allah, aku selalu jujur kepada-Mu.” Allah lalu berkata, “Apa yang kamu ucapkan sewaktu masih di dunia?” Aku menjawab, “Dialah Allah, yang akan menghancurkan mereka setelah menciptakannya, mendiamkan mereka setelah membuat mereka pandai bicara, mengadakan mereka kembali setelah menghilangkannya, dan yang akan mengumpulkan mereka setelah dipisahkan-Nya.” Allah lalu berfirman kepadaku, “Kamu benar. Sekarang pergilah, Aku telah mengampunimu.”
Dari Manshur bin Ammar, sungguh dia ditanya dalam mimpinya, “Apa yang Allah lakukan kepadamu?” Manshur lalu menjawabnya, pada saat aku berada di hadapan-Nya, Allah berkata kepadaku, “Apa yang kamu bawa?” Aku lalu berkata, “Aku menghadap Engkau dengan membawa 36 kali haji.” Allah berkata, “Satu pun alasanmu tidak akan Aku terima. Apalagi yang kamu bawah?” Aku berkata, “Aku menghadap Engkau dengan membawa 360 kali khatam al Qur’an.” Allah lalu berkata, “Aku tidak akan menerimanya. Apalagi yang kamu bawah” Aku lalu berkata, “Aku tidak membawa apa-apa. Aku datang hanya karena-Mu.” Allah lalu berkata, “Engkau telah ada di hadapan-Ku. Sekarang pergilah, Aku telah mengampunimu.”
Dari sebagian manusia, ketika sampai di al-Kursi dikembalikan lagi ke balik hijab. Di antara mereka, ada yang berhasil menemuiNya, dan merekalah yang mengenal Allah.
Roh Orang Kafir Sangat Menderita
Adapun roh orang kafir akan di tarik dengan paksa. Saat itu wajahnya seperti orang yang sedang memakan buah peria. Malaikat lalu berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor, dari jasad yang kotor.” Orang kafir itu lalu menjerit melebihi kerasnya jeritan keledai.
Setelah rohnya dicabut Izrail, lalu roh tersebut diberikan kepada Malaikat Zabaniyah. Malaikat tersebut berwajah seram, berpakaian hitam, dan berbau sangat busuk. Di tangen mereka ada kain kasar dari rambut. Mereka membungkus roh itu di dalamnya hingga berubah menjadi sesosok manusia seukuran belalang. Padahal di akhirat, jasad orang kafir lebih besar daripada jasad orang mukmin. Dalam riwayat Shahih disebutkan bahwa di akhirat, geraham orang kafir besarnya seperti gunung Uhud.
Selanjutnya, roh orang kafir itu dibawa oleh malaikat hingga langit dunia, lalu diketuklah pintu. Penjaga pintu langit dunia lalu berkata, “Siapakah engkau?” Maka malaikat itu berkata, “Aku adalah Daqya’il, utusan Zabaniyah.” Lalu, penjaga pintu itu bertanya lagi, “Siapakah Orang yang bersamamu?” Malaikat itu berkata, “Ini adalah Fulan bin Fulan. Namanya sangat jelek dan sangat dibenci sewaktu di dunia.” Malaikat penjaga pintu lalu berkata, “Tiada kemudahan dan kegembiraan untukmu.” Sebagaimana firman-nya,
“Tidak akan Dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga.” (QS. al-A’raf: 40)
Pada saat Daqya’il mendengar perkataan itu, maka roh orang kafir itu jatuh dari tangannya. Allah Ta’ala berfirman,
“Barang siapa menyekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj: 31)
Lalu, saat roh tersebut sampai di bumi, maka Zabaniyah menangkapnya. Lalu, roh tersebut dimasukkan ke dalam Sijjin, yaitu sebuah batu besar yang sangat keras, tempat kembalinya roh-roh yang berbuat jahat.
Adapun roh orang-orang Yahudi dan Nasrani, arwah mereka ditolak dari Kursi dan akan akan dikembalikan lagi ke dalam kubur seraya menyaksikan jasadnya sewaktu dimandikan dan dikuburkan. Orang-orang musyrik, rohnya akan diterbangkan oleh angin, tidak ada yang dapat melihatnya. Sedangkan roh orang munafik akan ditolak dalam keadaan dimurkai dan terusir, kemudian dilemparkan ke dalam lubang kubur.
Orang-orang mukmin yang merasa amal perbuatannya kurang, mereka berada dalam keadaan yang bermacam-macam. Orang mukmin yang selalu memendekkan shalatnya, maka shalatnya itu akan dilipat sebagaimana melipat pakaian lalu dipukulkan ke wajahnya. Kemudian shalat itu akan berkata kepadanya, “Sebagaimana kamu telah menyempitkanku, maka Allah akan menyempitkanmu.” Di antara mereka ada yang zakatnya dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berzakat karena ingin dikatakan dermawan. Juga, puasanya ada yang dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berpuasa karena hanya menahan diri dari makan. Namun, lisannya tidak dapat menahan dari perkataan keji. Setelah Ramadan, mereka keluar dengan bermegah-megahan. Ada juga yang ibadah hajinya dikembalikan lagi kepada mereka. Mereka berhaji karena ingin orang-orang tahu bahwasanya dia telah berhaji. Atau, mereka berhaji dengan memakai uang kotor.
Di antara manusia ada yang dikembalikan semua amal baiknya. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali para ulama.
Diriwayatkan oleh Muadz bin Jabal mengenai amalan seseorang yang ditolak Allah. Pada saat jasadnya dimandikan, roh itu akan duduk di samping kepalanya hingga proses pemandian selesai. Jika mayat itu akan dikafani, maka roh tersebut menempel di dada mayat seraya berkata, “Cepat, bawalah aku menuju rahmat Allah. Tahukah kalian bahwa kalian Sekarang sedang membawaku menuju Rahmat Allah.” Jika roh itu mendapat kabar bahwa dia akan diazab, maka dia akan berkata, “Tunggulah Sebentar. Tahukah kalian bahwa kalian sekarang Sedang membawaku menuju siksa kubur?”
Pada saat dia dimasukkan ke dalam kubur, dan ditimbun, maka tanah berkata kepadanya “Dulu, di atas punggungku kamu bersenang-senang. Sekarang, kamu takut berada di dalam perutku. Dulu, ketika berada di atas punggungku kamu memakan beraneka macam makanan, Sekarang, di dalam perutku kamu akan dimakan ulat dan cacing.”
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang mencela dan menghina si mayat. Pertanyaan tersebut dilemparkan hingga selesai kubur diratakan. Jika mayat tersebut sudah dimasukkan ke dalam kubur, maka malaikat Ruman akan menemuinya. Dialah malaikat yang pertama kali menemui mayat jika telah dimasukkan ke dalam kubur. Keterangan tersebut, Insya Allah nanti akan dijelaskan pada bab berikutnya.
Setiap Manusia, Beda-beda Cara Matinya
Allah menjelaskan kematian dalam al Qur’an secara umum dan terperinci. Allah Ta’ala berfirman,
“(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik.” (QS. an-Nahl: 32)
“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.” (QS. as-Sajdah: 11)
“Malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya dan mereka tidak melalaikan tugasnya.” (QS. al-An’am: 61)
“(Yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) zalim kepada diri sendiri.” (QS. an-Nahl: 28)
Ayat-ayat di atas tadi menceritakan kematian secara garis besarnya, bagaimana Cara Allah Ta’ala mematikan mereka. Ayat-ayat tersebut nanti akan diterangkan lebih lanjut oleh hadis Rasulullah Saw..
Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir sambil memukul wajah dan punggung mereka.” (QS. al-Anfal: SO)
“Maka bagaimana (nasib mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka, memukul wajah dan punggung mereka” (QS. Muhammad: 27)
kedua ayat ini, Khusus menjelaskan kematian orang-orang kafir pada waktu Perang Badar. Hal ini berdasarkan pendapat ahli ta’wil dan sebagian besar ulama. Namun, al-Mahdawi dan yang lainnya berbeda pendapat mengenai hal ini. Menurutnya, jika orang-orang Kafir sedang menghadapi kematian, mereka berada dalam kehinaan dan kesakitan. Itu berlaku dari dulu hingga sekarang.
Dalam hadis yang cukup panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Zamil dari lbnu Abbas, dia berkata, ketika seorang laki-laki dari kaum muslimin berusaha mengejar laki-laki kaum musyrikin, tiba-tiba dia mendengar bunyi pukulan cemeti besar dan bunyi penunggang kuda dari atas kepalanya berkata, “Cepatlah, hai Haizum!” Tiba-tiba dia melihat di depannya orang musyrik tadi sudah jatuh terlentang. Hidung dan wajahnya hancur terkena cambuk. Padahal, ia sama sekali belum melancarkan serangan.
Lalu, seorang sahabat Anshar mendatang: Nabi Saw. dan menceritakan kejadian tersebut. Lalu, beliau bersabda, “Kamu benar. Itu adalah bantuan dari langit kedua.” Pada hari itu, ada 70 orang musyrik mati terbunuh, dan 70 orang lainnya lagi ditawan. Allah Ta’ala berfirman,
“(Alangkah ngerinya) sekiranya engkau melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam kesakitan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Pada hari ini kamu akan dibalas dengan azab yang sangat menghinakan, karena kamu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS. al-An’am: 93)
Bagaimana Malaikat Maut Mencabut Nyawa Manusia Dalam Satu Waktu dan Tempat yang Berbeda?
Bagaimana jika ada orang yang bertanya, “Bagaimana caranya Malaikat Maut dalam waktu bersamaan mencabut nyawa orang yang berada di ilmur dan orang yang berada di barat?” Maka jawabnya adalah bahwa asal kata kematian itu berasal dari kata meminta kembali utang yang telah diberikan. Jika utang tersebut diambil, maka tidak ada lagi yang tersisa.
Kematian, pada satu sisi disandarkan kepada Malaikat Maut, karena dialah yang mencabut nyawa manusia secara langsung. Namun, kadang juga disandarkan kepada malaikat lainnya yang membantu Malaikat Maut. la juga mempunyai kewenangan dalam hal tersebut. Pada sisi lain, kematian bisa juga disandarkan kepada Allah, karena pada hakikatnya Allah-lah yang mewafatkan semua makhluk. Allah Ta’ala berfirman,
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)
“Dan Dialah yang menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu.” (QS. al-Hajj: 66)
“yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu.” (QS. al-Mulk: 2)
Jadi, malaikat yang diperintahkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, hakikatnya dia hanya melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah Ta’ala.
Al-Kalabi berkata, setelah Malaikat Maut mencabut nyawa (roh) seseorang dari jasadnya, jika roh itu orang mukmin, maka diserahkannya kepada Malaikat Rahmat. Namun, jika roh orang kafir maka diserahkannya kepada Malaikat Azab. Inilah makna yang tersurat pada hadis al-Barra’.
Dalam sebuah riwayat diterangkan dari Nabi Saw., sesungguhnya Malaikat Maut memanggil arwah-arwah sebagaimana seseorang dari kalian memanggil anak kudanya atau anak sapihan kudanya, “Hai kemarilah! Hai kemarilah!”
Pada riwayat tersebut di atas, Nabi Saw. menyatakan, “Malaikat Maut memanggil roh orang-orang yang akan dimatikan, dan dicabut oleh Allah Ta’ala sendiri.”
Dalam suatu kisah diceritakan bahwa pada malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban), Malaikat Maut duduk, dan didepannya terdapat sebuah buku. Pada malam itu, segala urusan besar dipisahkan, yaitu rezeki dan ajal. Hal tersebut menurut pendapat sebagian ulama seperti Ikrimah dan yang lainnya.
Dan yang benar adalah malam yang memisahkan segala urusan yang besar itu adalah malam Lailalul Qadar. Ini adalah pendapat Qatadah, al-Hasan, Mujahid, dan para ulama lainnya. Pendapat mereka itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Ha Mim. Demi Kitab (Al-Qur’an) yang jelas, sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” (QS. ad-Dukhan: 1-3) Yakni malam Lailalul Qadar.
Ibnu Abbas berkata, pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Allah telah menetapkan suatu keputusan. Lalu, pada malam Lailalul Qadar keputusan tersebut diserahkan kepada malaikat yang akan mengurusnya. Ini merupakan penggabungan kedua pendapat tadi. Wallahu a’lam.
Jika ajal seseorang telah datang, maka akan jatuh dari Sidratul Muntaha sebuah daun yang bertuliskan nama orang tersebut. Hari itu sebuah tanda bahwa ajal dan rezeki Orang tersebut telah diputuskan. Ada juga sebuah riwayat yang menceritakan bahwa Malaikat Maut itu berada di bawah Arasy. Jika ada seseorang yang akan meninggal, maka jatuhlah catatan yang bertuliskan nama orang tersebut ke bawah Arasy. Yang dimaksud catatan di sini yaitu daun yang berasal dari pohon Sidrah. Wallahu a’lam
Ada sebuah riwayat yang menceritakan jika Malaikat Maut telah memperhatikan seseorang yang akan meninggal, maka diputuskanlah rezeki dan makanannya. Lalu, dia akan menghadapi dan merasakan pedihnya sakaratul maut.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang peristiwa Isra’, Nabi Saw. bersabda, aku melewati seorang malaikat yang sedang duduk. Seluruh dunia dan isinya berada di antara kedua lututnya. Di tangannya, terdapat sebuah papan yang bertulis, yang dia pandangi terus tanpa berpaling ke kiri ataupun ke kanan. Aku lalu. bertanya, “Siapakah dia, wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Dia Malaikat Maut.” Aku lalu bertanya kepadanya, “Wahai Malaikat Maut, bagaimana caranya engkau mencabut nyawa semua makhluk yang berada di bumi, baik yang di laut maupun yang di darat?” Malaikat Maut menjawab, “Sesungguhnya bumi beserta isinya berada di antara kedua lututku. Seluruh makhluk berada di antara kedua mataku. Kedua tanganku mampu mencapai ilmur dan barat.
Jika ajal seseorang telah tiba, aku akan melihat ke arahnya. Jika aku telah melihat ke arah orang itu, maka malaikat lain tahu bahwa nyawa orang tersebut harus’ dicabut. Lalu, mereka semua pergi untuk mencabut roh orang itu. Jika roh telah sampai di kerongkongan, maka sesuatu pun tiada yang aku tidak ketahui mengenai orang tersebut. Lalu, tanganku akan mencabut dan membawa roh itu keluar dari dalam jasadnya.
Dalam sebuah riwayat, ada empat malaikat yang turun menghampiri seseorang yang akan meninggal. Malaikat pertama mencabut nyawa dari kaki kanannya, malaikat kedua mencabut nyawa dari kaki kirinya, malaikat ketiga mencabut nyawa dari tangan kanannya, dan malaikat keempat mencabut nyawa dari tangan kirinya. Riwayat ini dikisahkan oleh Abu Hamid.
Diceritakan bahwa orang yang akan meninggal, sebelum sekaratnya, kadang-kadang mengetahui alam malakut. Malaikat lalu memperlihatkan amalnya hingga orang tersebut mengetahui tempat yang akan dihuninya nanti. Jika lisannya masih bersih, ia akan menceritakan apa yang dilihatnya. Kadang-kadang ia merasa ragu, mungkin saja pemandangan tersebut itu perbuatan setan, lalu ia akan terdiam. Para malaikat akan mencabut nyawa mereka melalui ujung jari kaki dan tangan. Roh itu akan terlepas bagaikan air yang ditumpahkan dari tong.
Adapun orang yang berdosa, ia akan dicabut nyawanya bagaikan sebatang besi yang sangat panas yang dihunuskan ke dalam gulungan wol yang basah. Ini berdasarkan sabda Nabi Saw.. Dia merasa duri-duri memenuhi perutnya, seolah-olah bernapas lewat lubang jarum, seakan-akan dia diimpit oleh langit dan bumi. Jika nyawanya telah sampai ke han, lidahnya tidak bisa berbicara lagi, dan seorang pun tidak bisa berbicara kepadanya.
Dalam Keadaan seperti ini, yaitu napas telah terhimpun di dalam dada, maka siapa pun tidak akan dapat berbicara lagi kepadanya. Hal tersebut karena adanya dua rahasia,
Pertama, ini merupakan peristiwa yang sangat dahsyat terjadi pada dirinya. Dadanya menyempit karena jiwanya berkumpul di sana. Jika dada seseorang kena pukulan, maka orang tersebut akan bingung dan tidak akan berkata-kata. Namun, jika pukulan tersebut mengenai seluruh tubuh, maka ia akan berteriak.
Kedua, suara tersebut berasal dari energi panas. Jika energi tersebut hilang, maka terjadilah panas dan dingin. Pada saat itu, Malaikat Maut memukul dengan tombak yang mengandung racun dari api, yang mengakibatkan roh tersebut keluar. Malaikat mengambil roh tersebut seperti air raksa sebesar belalang, dan menyerahkannya kepada Malaikat Zabaniyah.
Ada juga yang meninggal dengan dicabut rohnya secara berangsur, hingga roh tersebut berkumpul di kerongkongan, sedikit yang berhubungan dengan dadanya. Saat itu, Malaikat Maut memukulnya dengan tombak beracun tadi.
Syekh al-Qurthubi berkata, riwayat tersebut dari Abu Nu’aim al-Hafizh.
Diriwayatkan dari Ahmad bin Abdullah dari Mahmud dari Muhammad bin Ahmad bin Yahya dari Salamah bin Syabib dari al-Walid bin Muslim Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata, Malaikat Maut memiliki tombak, panjangnya mencapai jarak antara ilmur dan barat. Jika di dunia telah Sampai ajal seseorang, maka tombak tersebut akan dipukulkan ke kepalanya. Dia lalu berkata, “Sekarang, kamu akan mengunjungi orang-orang yang telah mati.”
Sulaiman bin Muhair al-Kilabi berkata, aku menemui Malik bin Anas, dan datang juga kepadanya seorang laki-laki yang bertanya, “Hai Abu Abdullah, apakah Malaikat Maut juga mencabut nyawa kutu-kutu?” Malik agak lama berpikirnya, lalu dia berkata, “Apakah kutu-kutu itu mempunyai roh?” “Benar,” jawab laki-laki itu. Malik lalu menjawab, “Ya, Malaikat Mautlah yang mencabut nyawanya,” sebagaimana firman-Nya,
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)
Begitu yang disebutkan oleh al-Khathib Abu Bakar.
Rupa Malaikat Maut Ketika Mencabut Nyawa Orang Mukmin dan Kafir
Para ulama berkata, rasa takut akan menyelimuti ketika kedatangan Malaikat Maut. Takutnya tidak dapat digambarkan. Hanya oleh yang merasakan dapat diketahuinya.
Ikrimah berkata, aku melihat sebagian suhuf Syits yang menyatakan bahwa Nabi Adam a.s. berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bentuk Malaikat Maut hingga aku bisa mengenalinya.” Allah lalu mewahyukan kepada beliau, “Sifat-sifat yang dimiliki Malaikat Maut tidak akan sanggup dilihat oleh manusia. Akan Aku gambarkan kepadamu bentuk Malaikat Maut seperti yang aku berikan kepada para nabi dan orang-orang pilihan.”
Lalu diutuslah Jibril dan Mikail kepada Adam dengan membawa Malaikat Maut dalam bentuk seekor domba yang bersayap. Sayapnya berjumlah 4000 buah. Lebar sayap-sayap tersebut ada yang melebihi panjang bumi dan langit, ada yang melebihi bumi-bumi, ada yang melebihi panjang arah ilmur yang terjauh, dan ada juga yang melebihi panjang arah barat yang terjauh.
Bagi Malaikat Maut, bumi beserta gunung, lembah, danau, jin, manusia, binatang, laut-laut, liang-liang, dan lubang, semua berada di lekukan Malaikat Maut laksana biji sawi yang terdapat di tengah gurun. Sayapnya berkembang pada tempat yang ditujunya. Sayap kanannya dikembangkan untuk orang-orang yang terpilih. Adapun sayap kirinya untuk orang-orang kafir. Dalam sayap kirinya, terdapat duri, pendongkel besi, dan berbagai macam gergaji.
Nabi Adam a.s. pun lalu pingsan dengan berteriak keras. Pada hari ketujuh dia baru sadar. Pada saat bangun, keringatnya wangi seperti kesturi. Kisah ini diambil dari kitab an-Nasha’ih yang dituturkan oleh Ibnu Zhafar al-Wa’id, yang disebut juga dengan nama Abu Hasyim Muhammad bin Muhammad.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Ibrahim a.s. meminta Malaikat Maut agar memperlihatkan cara mencabut nyawa Orang mukmin. Malaikat Maut lalu berkata, “Palingkan wajahmu dariku.” Beliau lalu memalingkan wajahnya. Pada saat Nabi Ibrahim a.s. menoleh ke arahnya, Malaikat Maut sudah menjelma sesosok laki-laki tampan yang berpakaian indah, berbau wangi, dan wajah yang berseri-seri, Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Demi Allah, seandainya seorang mukmin tidak pernah mendapatkan nikmat apa pun, namun sudah cukup baginya jika dia melihatmu dalam bentuk seperti ini.”
Ibrahim lalu berkata lagi, “Perlihatkan kepadaku bagaimana engkau mencabut nyawa seorang kafir!’” Malaikat Maut lalu berkata, “Engkau tidak akan kuat melihatnya.” Ibrahim lalu menjawab, “Aku ingin sekali melihatnya.” Malaikat Maut lalu berkata, “Palingkan wajahmu dariku.” Lalu beliau memalingkan wajahnya. Pada saat menoleh ke arah Malaikat Maut, ternyata dia sudah menjelma sesosok laki-laki yang hitam legam dengan wajah yang sangat mengerikan. Kakinya berada di bumi, sedang kepalanya berada di langit. Rupanya buruk sekali, seburuk-buruk rupa yang pernah kamu lihat. Di tubuhnya, terdapat rambut-rambut berapi yang menyala. Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Demi Allah, seandainya orang Kafir tidak menerima hukuman apa pun, maka dengan memandangmu itu sudah cukup baginya.”
ibnu Abbas berkata bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah seorang pencemburu. Dia memiliki sebuah rumah yang digunakan untuk tempat beribadah. Setiap harinya, dia pergi keluar rumah dan selalu mengunci pintu: rumahnya. Pada suatu hari, saat dia kembali ke rumahnya, tiba-tiba terlihat olehnya seorang laki-laki berada di dalam rumah. Ibrahim lalu berkata kepadanya, “Siapa yang memasukkanmu ke dalam rumahku?” Dia menjawab, “Pemiliknya.” Ibrahim berkata, ‘Akulah pemiliknya.” Dia menjawab, “Maksudku adalah pemilik yang lebih berhak dibanding engkau.” Ibrahim lalu berkata, “Berarti engkau malaikat.” Dia menjawab, “Benar, aku Malaikat Maut.” Ibrahim lalu berkata, “Mampukah engkau memperlihatkan bentukmu di saat mencabut nyawa orang mukmin?” Malaikat Maut itu menjawab, “Ya.” Lalu Ibrahim menoleh ke arahnya, tiba-tiba Malaikat Mautsudah menjelma sesosok laki-laki tampan yang berpakaian indah dan harum baunya. Ibrahim lalu berkata, “Wahai Malaikat Maut, seandainya seorang mukmin ketika akan meninggal melihatmu dalam bentuk seperti ini, maka sudah cukup baginya sebagai nikmat.” Setelah itu, Malaikat Maut mencabut nyawa Ibrahim.
Pendapat Para Ulama Mengenai Perubahan Rupa Malaikat Maut
Para ulama berkata, tidak aneh jika Malaikat Maut menjelma dalam dua rupa yang berbeda. Hal itu seperti perubahan pada diri manusia seperti sehat, sakit, kecil, besar, muda, tua, warna kulit yang memutih karena demam, wajah yang pucat karena terik matahari. Karena kuasa Allah, pada diri malaikat hal tersebut bisa terjadi dalam sekejap. Sedangkan pada manusia memerlukan waktu yang lama.
Malaikat Maut Bertugas Mencabut Nyawa Setiap Makhluk
Tugas Malaikat Maut adalah mencabut nyawa semua makhluk yang bernyawa. Setiap harinya, dia berdiri sebanyak 5 kali pada setiap rumah, dan setiap satu jam dia memperhatikan makhluk yang bernyawa. Dalam sehari, sebanyak 70 kali dia memandangi wajah-wajah para hamba. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu.” (QS. as-Sajdah: 11)
lbnu Umar berkata, jika Malaikat Maut telah mencabut nyawa seorang mukmin, dia berdiri di dekat pintu rumah tersebut. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan semua berteriak. Sebagian mereka ada yang memukul-mukul wajahnya, ada yang menjambak-jambak rambutnya, dan ada juga yang meratap. Malaikat Maut lalu berkata kepada mereka, “Mengapa kalian semuanya mengeluh Demi Allah, aku tidak mengurangi nyawa (umur) kalian, aku tidak menghilangkan rezeki kalian, dan aku tidak berbuat zalim kepada kalian. Jika kalian marah dan benci kepadaku, maka sesungguhnya Allah yang memerintahkanku. Jika kemarahan kalian ditimpakan kepada mayat, maka sesungguhnya dia telah tersiksa. Jika kemarahan kalian ditimpakan kepada Allah, maka sesungguhnya kalian telah berbuat ingkar kepada-Nya. Sungguh, kalian semuanya pasti akan aku datangi.”
Jika keberadaan Malaikat Maut dapat dilihat mereka dan suaranya dapat didengar, maka mereka akan menghiraukan mayat tersebut dan menangisi diri mereka sendiri. Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Muthi’ Makhul bin al-Fadhl an-Nasafi dalam kitabnya, al-Lu‘lu’yah.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada satu rumah pun kecuali setiap harinya Malaikat Maut akan berdiri di pintunya sebanyak 5 kali. Jika Malaikat Maut telah menentukan seseorang akan meninggal, maka diputuskanlah rezeki dan ajalnya. Lalu, dia akan menghadapi dan merasakan pedihnya sakaratul maut. Sedang keluarganya ada yang menjambak-jambak rambutnya, ada yang memukul-mukul wajahnya, ada yang menangis histeris, dan ada juga yang meratap.
Maka Malaikat Maut berkata kepada mereka, “Celakalah kalian! Mengapa kalian mengeluh? Aku tidak menghilangkan rezeki kalian dan memendekkan ajal kalian. Sebelum Allah memerintahkanku, aku tidak akan mencabut nyawa kalian. Sungguh, aku akan mendatangi kalian, hingga tidak ada yang tersisa dari kalian.”
Rasulullah Saw. bersabda, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika keberadaan Malaikat Maut dapat dilihat mereka dan suaranya dapat didengar, maka mereka akan menghiraukan mayat tersebut, dan menangisi diri mereka sendiri.
Jika mayat telah dibawa di atas keranda, maka mayat itu berkata, “Hai keluargaku, hai anakku, janganlah kalian dibuat lalai oleh dunia sebagaimana aku telah lalai dengannya. Aku mengumpulkan harta dengan jalan halal dan haram.”
Diriwayatkan oleh Ja’far bin Muhammad dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah melihat Malaikat Maut berada di dekat kepala laki-laki Anshar. Kemudian Nabi Saw. berkata kepadanya, “Hendaklah engkau bersikap lembut kepada sahabatku ini sebab dia seorang mukmin.” Lalu Malaikat Maut berkata, “Wahai Muhammad, laki-laki ini jiwanya bersih dan pandangannya lembut. Kepada setiap mukmin, aku pasti akan bersikap lembut. Ketahuilah bahwa kepada setiap penghuni rumah, baik di darat atau pun di laut, aku selalu memberi salam sebanyak 5 kali setiap harinya. Sehingga diketahuinya apa yang telah diperbuatnya sewaktu kecil maupun besarnya. Demi Allah wahai Muhammad, aku mencabut nyawa seseorang sesuai dengan perintah Allah dan keputusan-Nya.”
Ja’far bin Muhammad berkata, aku mendengar bahwa salamnya Malaikat Maut kepada penghuni rumah itu pada waktu-waktu shalat.
Syekh al-Qurthubi berkata, riwayat tersebut menjelaskan bahwa Malaikat Maut itu mewakili Allah untuk mencabut nyawa semua makhluk. Jika Allah telah memerintahkannya, maka dia pun langsung melaksanakannya.
Ibnu ‘Athiyah berkata, “Dalam sebuah hadis diceritakan bahwa Allah langsung mencabut nyawa semua binatang ternak tanpa perantara Malaikat Maut. Itu seakan-akan Allah melenyapkan kehidupannya.” Dia juga berkata, “Kemuliaan bagi Bani Adam karena rohnya dicabut oleh Malaikat Maut dan Malaikat lainnya. Malaikat Maut diciptakan untuk mencabut dan mengeluarkan roh dari badan.”
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sekiranya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir.” (QS. al-Anfal: 50)
“Malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya.” (QS. al-An’am: 61)
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur.” (QS. az-2u. mar: 42)
“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu.” (QS. al-Mulk: 2)
“Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan.” (QS. al-Baqarah: 258)
Malaikat Maut mencabut nyawa se. seorang dibantu oleh malaikat lainnya. Dan, Allah-lah yang mewafatkannya. Allah telah memberikan wewenang kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawa, baik secara langsung atau pun lewat perantara. Karenanya, kematian sangat erat kaitannya dengan Malaikat Maut.
Syekh al-Qurthubi berkata, sebagaimana hadis Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw,, “Sesungguhnya proses penciptaan kalian itu berkumpul di dalam rahim ibu kalian selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal darah selama sekian hari pula, lalu menjadi segumpal daging selama sekian hari pula. Setelah itu, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh kepadanya.”
Abdullah berkata, jika air mani (sperma) telah berada di dalam rahim seorang ibu selama 40 hari, maka darinya Allah berkehendak untuk menciptakannya seorang manusia. Semua proses kejadiannya berlangsung di dalam rahim. Yaitu, dari proses air mani berubah menjadi segumpal darah, hingga proses lainnya seperti pembentukan kuku dan rambut.
Dalam Shahih Muslim, Hudzaifah bin Usaid al-Ghifari berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, jika 42 malam air mani telah berada di dalam rahim, maka Allah mengutus malaikat kepadanya untuk membuat rupa, pendengaran, penglihatan, rambut, kulit, daging, dan tulangnya. Malaikat lalu berkata, “Ya Tuhanku, dia itu laki-laki ataukah perempuan”
Dalam suatu riwayat diceritakan, sebelum air mani berumur genap 42 hari, Allah tidak akan mengutus malaikat kepadanya. Proses pembentukan dan penciptaan yang berlangsung pada segumpal darah itu merupakan kekuasaan Allah. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan kamu, kemudian membentuk (tubuh)mu.” (QS. al-A’raf: 11)
Makna ayat tersebut adalah jika janin tersebut telah ditiup oleh malaikat, maka Allah akan memberikan roh dan kehidupan pada janin tersebut. Ada juga pendapat lain, bahwa hanya Allah-lah yang mempunyai peranan dalam proses penciptaan tersebut, tidak ada yang lainnya. Allah-lah yang mencabut nyawa semua makhluk. Adapun Malaikat Maut dan yang lainnya hanyalah perantara saja. itu adalah pendapat yang benar.
Malik bin Anas telah ditanya tentang seekor kutu, “Apakah Malaikat Maut yang mencabut nyawanya?” Malik agak lama berpikirnya, lalu dia berkata, “Apakah kutu-kutu itu mempunyai roh?” “Benar,”’ jawab laki-laki itu. Malik lalu menjawab, “Ya, Malaikat Mautlah yang mencabut nyawanya,” sebagaimana firman-Nya,
Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)
Diriwayatkan oleh Abu Hamid dalam kitab al-ihya bahwa Malaikat Maut dan Malaikat Hayat saling berargumen. Malaikat Maut berkata, “Akulah yang mematikan orang hidup.” Lalu Malaikat Hayat berkata, “Akulah yang menghidupkan orang mati” Lalu Allah mewahyukan kepada kedua malaikat itu, “Laksanakanlah tugas kalian berdua masing-masing. Janganlah kalian berdua saling hina. Akulah yang mematikan dan menghidupkan. Tiada yang dapat mematikan dan menghidupkan kecuali Aku.”
Diriwayatkan dari Tsabit al-Banani, dia berkata, “Malam dan siang, selama 24 jam Malaikat Maut selalu mendatangi semua makhluk yang bernyawa. Jika dia diperintahkan untuk mencabut nyawa seseorang, maka Malaikat Maut langsung mencabutnya. Jika tidak diperintah, maka dia pergi. Semua ini berlaku pada semua makhluk yang bernyawa.”
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap hari, Malaikat Maut melihat wajah-wajah semua hamba sebanyak 70 kali. Jika ada seorang hamba yang sedang tertawa padahal Malaikat Maut diutus kepadanya, maka Malaikat Maut akan berkata, “Aneh orang ini. Aku diutus untuk mencabut nyawanya, namun dia malah tertawa.” Wallahu a’lam.
Mengapa Malaikat Maut Bertugas Mencabut Nyawa Setiap Makhluk?
Az-Zuhri, Wahab bin Munabbih, dan yang lainnya meriwayatkan bahwa sesungguhnya Allah mengutus Jibril turun ke bumi untuk mengambil beberapa tanah darinya. Namun, ternyata bumi meminta perlindungan kepada Allah dari perbuatan tersebut, dan Dia pun melindunginya. Kemudian Allah mengutus Mikail untuk tugas yang sama, namun bumi pun meminta perlindungan kepada Allah dari perbuatan tersebut, dan Dia pun melindunginya.
Kemudian Allah mengutus Izrail untuk melakukan tugas tersebut. Bumi lalu. meminta perlindungan kepada Allah, namun Izrail tidak memberikan pelindungan hingga akhirnya dia mengambil sebagian tanah dari bumi itu. Allah lalu bertanya, “Apakah bumi meminta perlindungan-Ku darimu ?” Izrail menjawab, “Benar, ya Tuhanku.” Allah lalu bertanya, “Mengapa engkau tidak mengasihinya sebagaimana Jibril dan Mikail.” Izrail menjawab, “Ya Tuhanku, bagiku taat kepada perintah-Mu lebih wajib daripada memberikan rahmatku kepadanya.” Allah lalu berkata, “Pergilah! Engkau adalah Malaikat Maut. Aku telah memberi wewenang kepadamu untuk mencabut nyawa-nyawa mereka.”
Mendengar itu, maka Malaikat Maut menangis. Allah lalu bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Malaikat Maut menjawab, “Ya Tuhanku, dari makhluk itu Engkau telah menciptakan para nabi, orang-orang pilihan, dan para rasul. Engkau sama sekali tidak menciptakan suatu makhluk yang dibenci mereka kecuali kematian. Jika mereka tahu bahwa akulah yang mencabut nyawa mereka, pastinya mereka akan membenciku dan memakiku.” Allah lalu berkata, “Aku akan menjadikan suatu penyakit dan beberapa sebab lainnya sebagai penyebab kematian, sehingga mereka tidak akan menyebutmu sebagai penyebabnya.” Allah lalu menciptakan berbagai macam penyakit dan segala sesuatu yang menyebabkan kematian.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas hadis yang serupa, Malaikat Maut lalu mengambil tanah asal kejadian Adam dari 6 buah bumi. Dan, yang paling banyak diambil olehnya adalah tanah yang berasal dari bumi yang keenam. Adapun bumi yang ketujuh adalah Jahanam. Di sana tidak terdapat apa-apa. Ketika Malaikat Maut datang dengan membawa tanah tersebut, Allah lalu berkata, “Kenapa bumi tidak berlindung kepada-Ku darimu.”
Al-Qutaibi menambahkan hadis tersebut, bumi lalu berkata, “Ya Tuhanku, Engkaulah yang menciptakan langit, dan tidak ada yang kurang darinya sesuatu pun. Namun, pada saat Engkau menciptakanku, maka Engkau mengurangiku.” Allah lalu berkata, “Demi keagungan-Ku dan kebesaran-Ku, orang baik dan orang jahat di antara mereka, akan Aku kembalikan kepadamu.” Bumi lalu berkata, “Demi keagungan-Mu, siapa pun yang durhaka kepada-Mu, maka aku akan mengazabnya.”
Al-Qutaibi berkata, lalu tanah asal ke. jadian Adam tadi disiram dengan air yang ber. asal dari bumi, baik dengan air asin, air manis. air tawar, air bersih, dan air kotor. Lalu dibiarkan bercampur selama 40 hari yang lainnya mengatakan 40 tahun dalam keadaan belum ditiupkan roh kepadanya (tanah asal kejadian Adam). Adapun malaikat yang lewat di dekatnya hanya memperhatikan tanah itu sambil berdiri, Mereka lalu berkata, “Inilah makhluk Allah yang paling bagus.” Kemudian iblis melewati tanah tersebut dan memukulnya hingga terdengar bunyi seperti kuali besar (belanga). Iblis lalu berkata, “Aku tidak akan pernah patuh kepadanya, jika dia lebih utama (mulia) dariku. Namun, jika aku lebih utama darinya, maka aku akan membinasakannya. Dia berasal dari tanah, sedang aku dari api.”
Diriwayatkan dalam suatu kisah bahwa iblis diutus oleh Allah untuk mengambil beberapa tanah dari bumi. Ini terjadi setelah Allah mengutus dua malaikat terlebih dahulu. Lalu bumi meminta perlindungan kepada Allah darinya dan berkata, “Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah darimu.” Namun, iblis tetap saja mengambil sebagian tanah dari bumi itu, dan memberikannya kepada Allah. Allah lalu bertanya, “Apakah bumi meminta perlindungan kepada-Ku darimu?” Iblis lalu berkata, “ Benar, ya Tuhanku.” Allah lalu berkata, “Demi keagunganKu, dari tanah yang kamu ambil itu, Aku akan ciptakan suatu makhluk yang kamu tidak akan menyenanginya.” Wallahu a’lam.
Ketika Roh Dicabut, Akan Diikuti Oleh Pandangan Mata
Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Ummu Salamah bahwa Nabi Saw. menengok Abu Salamah ketika dia meninggal. Beliau mendapatkan kedua matanya masih terbuka. Beliau lalu menutup kedua mata Abu Salamah sambil berkata, “Sesungguhnya jika roh telah dicabut, maka pandangan mata si mayat akan mengikutinya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidakkah kalian perhatikan jika seseorang meninggal, maka matanya akan terus terbuka.” Mereka lalu menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau lalu berkata, “Itu menunjukkan bahwa mata itu mengikuti (memperhatikan) ke mana roh itu pergi.”
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mata mayat itu terbuka disebabkan dia melihat Mi’raj, yaitu tingkatan yang menghubungkan langit dengan bumi. Mi’raj tersebut terbuat dari jamrud yang berwarna hijau, yang indah bentuknya.”
Keterangan:
Sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya jika roh telah dicabut, maka pandangan mata si mayat akan mengikutinya.” Serta sabdanya, itu menunjukkan bahwa mata itu mengikuti (memperhatikan) ke mana roh itu pergi.” Maka pada waktu itu segala ucapan yang ditujukan kepadanya tidak akan berguna. Roh dan jiwa merupakan dua kata yang artinya sama.
Anjuran Membaguskan Kain Kafan Mayat Karena Mereka Akan Saling Berkunjung di Alam Kuburnya
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengafani mayat saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya.”
Abu Nashr Abdullah bin Sa’id bin Hatim al-Waili as-Sijistani al-Hafizh telah meriwayatkan hadis dalam kitabnya, al-lbanah ‘an Madzhab Salaf ash-shalih fil al-Qur’an wa Iizalati Syubah az-Za‘ighin bi Wadhih al-Burhan; Hibbatullah bin Ibrahim bin Umar meriwayatkan dari Ali bin al-Hasan bin Bandar dari Muhammad bin al-Mushaffa dari Mu’awiyah dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abi az-Zubair dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Baguskanlah kain kafan mayat-mayat kalian, karena sesungguhnya mereka akan saling membanggakan diri dan saling berkunjung di dalam kubur mereka.”
lbnu al-Mubarak berkata, aku lebih senang jika mengafani mayat dengan pakaian yang pernah dipakainya untuk shalat.
Menyegerakan Pengurusan Jenazah
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, jika jenazah telah diletakkan lalu dibawa oleh para pemandu di atas pundak mereka, maka apabila jenazah itu orang saleh, dia akan berkata, “Segerakan aku, segerakan aku.” Namun, jika bukan orang saleh, dia akan berkata, “Celakalah aku. Ke mana mereka akan membawanya?” Suara jenazah itu dapat didengar oleh setiap makhluk apa pun kecuali manusia. Dan, seandainya ada manusia yang dapat mendengarnya pasti dia akan jatuh pingsan.
Sebelumnya telah disebutkan dalam riwayat hadis Anas, bahwa mayat itu akan berkata, “Hai keluargaku, hai anakku, ….” al-Hadis.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Hendaklah kalian menyegerakan dalam mengurus jenazah. Jika jenazah itu orang saleh, maka kalian mempercepatnya menuju kebaikan. Namun, jika jenazah bukan orang saleh, maka kalian meletakkan keburukan dari pundak-pundak kalian.”
Sha’iqa maksudnya meninggal atau mati. Maksud dari kata al-Isra’u adalah menyegerakan membawa jenazah untuk dikuburkan. Atau, menyelenggarakan jenazah sesegera mungkin agar jenazah tersebut tidak berubah.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Muhammad bin Abdul A’la dari Khalid dari Uyainah bin Abdirrahman dari ayahku, dia berkata, aku melihat jenazah Abdurrahman bin Samurah. Lalu, Ziyad berjalan menuju keranda yang diikuti oleh beberapa orang laki-laki keluarga Abdurrahman dan para budaknya. Mereka lalu membawa keranda tersebut di atas pundaknya sambil berkata, “Perlahan-lahanlah, semoga Allah memberkahi kalian.” Lalu mereka berjalan membawa jenazah itu dengan perlahan.
Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan Abu Bakrah yang berada di atas keledainya. Ketika dia melihat rombongan tersebut, dia lalu mempercepat jalannya menyusul mereka, dan mencambuk keledainya sambil berkata, “Lapangkan jalan untuk mereka. Demi Allah yang memuliakan wajah Abu al-Qasim (Muhammad Saw.), sungguh kami dahulu telah menyaksikannya bersama Rasulullah Saw., dan kami benar-benar berlari kecil dalam membawa jenazah.” Kemudian orang-orang segera mempercepat jalannya. Hadis ini disahihkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi Majidah dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, kami pernah bertanya kepada Nabi kami, Muhammad Saw. tentang berjalan membawa jenazah. Beliau lalu bersabda, “Berjalanlah dengan tidak terlalu cepat. Jika jenazah itu orang baik, maka percepatlah ia kepada kebaikan. Jika bukan orang baik, maka kehinaan bagi penghuni neraka.”
Pendapat yang dianut oleh ahli ilmu adalah mempercepat sedikit dari berjalan yang wajar. Mereka lebih menyukai tergesa-gesa daripada berjalan lambat. Makruh hukumnya jika berjalan dengan cepat namun menyulitkan orang-orang lemah yang mengikuti jenazah tersebut.
Ibrahim an-Nakha’i berkata, yang paling baik membawa jenazah itu adalah mempercepat sedikit, tidak terlalu pelan (merayap) seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.
Membentangkan Kain di Atas Lubang Kubur Ketika Menguburkan Mayat
Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah berkata yang bersumber dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw. pernah mengantarkan jenazah, Setelah beliau melaksanakan shalat atasnya, beliau meminta kami untuk diambilkan sepotong kain. Beliau lalu membentangkan kain tersebut di atas kuburnya sambil berkata, “Janganlah kalian melihat-lihat ke dalam kubur. Sesungguhnya jenazah itu amanat. Boleh jadi tali kafan terlepas, lalu seseorang melihat seekor ular hitam yang melilit leher mayat. Sungguh jenazah itu amanat. Boleh jadi mayat itu disiksa, lalu terdengarlah suara gemerencing rantai.”
Disebutkan oleh Abdurrazaq dari Ibnu Huraih dari asy-Sya’bi dari seseorang bahwa Sa’ad bin Malik berkata, “Ketika menguburkan Sa’ad bin Mu’adz, Nabi Saw. pernah menyuruh kami untuk membentangkan kain di atas kuburnya.”
Sa’ad berkata, “Ketika Nabi Saw. masuk ke dalam kubur Sa’ad bin Mu’adz, beliau memerintahkan kami untuk membentangkan kain di atas kuburnya, dan aku termasuk yang ikut memegang kain tersebut.”
Beberapa Hukum Membentangkan Kain di Atas Kubur
Para ulama berbeda pendapat mengenai hal itu. Abdullah bin Yazid, Syuraih, dan Anmad bin Hanbal berpendapat, membentangkan kain di atas kubur laki-laki termasuk makruh. Menurut Ahmad dan Ishak, membentangkan kain hanya di atas kubur perempuan. Ada juga yang berpendapat, tidak mengapa membentangkan kain di atas kubur laki-laki.
Abu Tsaur berpendapat, tidak ada larangan membentangkan kain, baik di atas kubur laki-laki maupun kubur perempuan. Sedang Imam Syafi’i berpendapat, menutupkan kain pada kubur perempuan lebih kuat daripada menutupkannya pada kubur laki-laki. Itulah yang disebutkan oleh Ibnu al-Mundzir.
Syekh al-Qurthubi berkata bahwa Nabi Saw. pernah membentangkan kain di atas kubur laki-laki dan perempuan disebabkan karena ada halangan (uzur), sebagaimana yang terdapat dalam hadis, di saat Nabi Saw menguburkan Sa‘ad bin Mu’adz. Wallahu a’lam.
Salah seorang sahabat kami mengabarkan kepada kami bahwa dia mendengar suara gemerencing rantai di dalam sebuah kubur. Begitu juga sahabat kami al-Faqih al-Alim Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Qashri mengabarkan kepada kami bahwa ada seorang pejabat pemerintah di Konstantinopel yang meninggal. Maka digalilah untuknya sebuah kubur. Ketika orang-orang selesai menggalinya, dan mayat akan dimasukkan ke dalam kubur, tiba-tiba di dalamnya ada seekor ular hitam. Mereka pun takut untuk memasukkan mayat tersebut ke dalamnya. Lalu, digalilah kubur yang lain untuknya. Dan, ketika mereka akan memasukkan mayat tadi ke dalam lubang kubur yang kedua itu, ternyata ular pun sudah ada di sana. Begitu seterusnya hingga 30 kubur yang mereka gali, namun ular tetap saja menghadang pada saat kubur tersebut akan dipakai untuk mayat. Akhirnya, mereka pun kelelahan dan bertanya-tanya apa yang harus mereka perbuat. Kemudian ada seseorang yang berkata, “Kuburkanlah ia bersama ular tadi.” Kita memohon kepada Allah agar diberi keselamatan dan ditutupi cela kita di dunia dan akhirat.
Hukum Membaca al-Qur’an di Sisi Kubur, di Saat Mengubur Mayat Maupun Setelahnya
Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-ihya dan Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitab al-Aqibah menuturkan bahwa Muhammad bin Ahmad al-Marwadzi berkata, aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata, “Jika kalian mengunjungi kuburan, maka bacalah surah al-Fatihah, an-Nas, al-‘Alaq, dan al-ikhlash. Hendaklah bacaan kalian tersebut peruntukkan kepada penghuni kubur. Maka, pahalanya niscaya akan sampai kepada mereka.”
Ali bin Musa al-Haddad berkata, pernah suatu hari aku bersama Ahmad bin Hanbal berada di dekat jenazah. Di sana kami melihat Muhammad bin Qudamah sedang membaca alQur’an. Disaat kami selesai menguburkan mayat, seorang laki-laki buta datang lalu membaca al-Qur’an di sisi kubur. Ahmad mendatanginya dan berkata, “Apa yang engkau lakukan ini? Membaca al-Qur’an di sisi kubur itu bid’ah.”
Pada saat kami keluar dari kuburan, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad, “Wahai Abu Abdullah, bagaimana pendapat engkau tentang Mubasysyir bin ismail?” Ahmad lalu menjawab, “Dia seorang yang tsiqah.” Muhammad bin Qudamah lalu bertanya kembali, “Pernahkah engkau menulis sesuatu darinya?” Ahmad lalu menjawab, “Ya.” Muhammad bin Qudamah lalu berkata, “Mubasysyir bin Ismail pernah mengabarkan padaku dari Abdirrahman bin al-‘Ala bin al-Hajjaj dari ayahnya, sesungguhnya ia berwasiat jika nanti jenazahnya selesai dikubur, maka agar dibacakan di dekat posisi kepalanya awal dan akhir surah al-Baqarah.”
Muhammad bin Qudamah pun melanjutkan, “Dan, aku pun pernah mendengar bahwa Ibnu Umar pernah berwasiat seperti itu.” Mendengar itu, Ahmad lalu berkata, “Pergilah engkau ke kuburan tadi, katakan pada laki-laki tersebut agar ia melanjutkan bacaan al-Qur’annya.”’
Sebagian ulama membolehkan membaca al-Qur’an di sisi kubur berdasarkan hadis Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. pernah menyuruh salah seorang sahabatnya untuk mengambil ranting pohon yang masih basah. Beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian, dan menancapkannya di atas kubur mereka masing-masing.
Beliau lalu bersabda, “Mudah-mudahan Allah meringankan siksa mereka selama dua ranting pohon ini belum kering.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Sedangkan dalam Musnad Abu Daud ath-Thayalisi dikatakan, beliau lalu meletakkan ranting itu pada salah satu kubur sebagian, dan sebagian lagi pada kubur yang satunya lagi sambil bersabda, “Sesungguhnya kedua ahli kubur itu diringankan selama dua ranting pohon ini belum kering.”
Para ulama berkata, hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa menanam pohon dan membaca al-Qur’an di sisi kubur itu besar manfaatnya. Jika dengan adanya pohon-pohon itu ahli kubur diringankan siksanya, maka apalagi dengan dibacakan al-Qur’an oleh seorang laki-laki mukmin.
Diriwayatkan oleh as-Salafi dari Ali bin Abu Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa melewati kuburan dan membaca surah al-Ikhlas sebanyak 11 kali dan pahalanya ditujukan kepada orang-orang yang telah meninggal, maka dia akan diberi pahala sebanyak orang yang telah meninggal.”
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah
Saw. bersabda, “Jika seorang mukmin membaca ayat Kursi, dan pahalanya ditujukan kepada penghuni kubur, maka Allah akan memberikan 40 cahaya pada setiap kubur orang mukmin yang berada di ilmur maupun di barat. Juga Allah akan meluaskan kubur mereka. Pembacanya akan diberi pahala 60 orang nabi, ditinggikan derajatnya, dan diberi baginya 10 kebaikan dari tiap-tiap mayat tersebut.
Al-Hasan berkata, jika seseorang berada di kuburan lalu mengucapkan, “Ya Allah, Tuhan penguasa jasad yang telah hancur dan tulang belulang yang lapuk, Engkau telah mengeluarkannya dari dunia dalam keadaan beriman kepada-Mu. Maka masukkanlah rahmat-Mu kepada mereka, dan salam dariku.” Maka dia akan diberi kebaikan sejumlah orang yang telah meninggal.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Para mualim (guru) adalah sebaik-baiknya manusia dan sebaik-baik, orang yang berjalan di muka bumi. Setiap kaj agama dirusak, maka mereka akan memperbaruinya. Berilah mereka tapi janganlah mengupah mereka. Jika seorang guru menyuruh anak kecil membaca basmalah (Bismillahir rahmani, rahim), maka Allah akan menjaga anak kecil, guru, dan kedua orang tua anak tersebut dari siksa api neraka.” Hadis ini diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi.
Syekh al-Qurthubi berkata, pembahasan ini berkenaan dengan pahala sedekah yang Sampai kepada orang yang telah meninggal. Pahala sedekah akan sampai juga kepada orang yang telah meninggal, sebagaimana sampainya pahala membaca al-Qur’an, doa, dan istigfar. Sedekah itu tidak hanya berbentuk harta saja.
Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang menqaasar shalat di saat situasi dalam keadaan aman. Beliau lalu bersabda, “itu adalah sedekah Allah kepadamu. Karenanya, terimalah pemberian-Nya itu.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih adalah sedekah. Setiap bacaan tahlil adalah sedekah. Setiap bacaan takbir adalah sedekah. Setiap bacaan tahmid adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah sedekah. Dan, cukup untuk menggantikan itu semua dengan dua rakaat shalat dhuha.”
Karenanya, para ulama sangat menganjurkan ziarah kubur, sebab bacaan al-Qur’an yang dibacakan oleh peziarah merupakan hadiah bagi orang yang telah meninggal.
Diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Mayat yang berada di dalam kubur itu bagaikan orang tenggelam yang meminta tolong. Dia menunggu doa yang datang dari ayahnya, saudaranya, atau temannya. Apabila doa tersebut sampai kepadanya, hal tersebut lebih ia cintai daripada dunia beserta isinya. Sesungguhnya hadiah orang hidup kepada orang yang telah meninggal adalah doa dan bacaan istigfar.”
Dikisahkan bahwa ada seorang wanita datang kepada Hasan al-Bashri dan berkata, “Putriku telah meninggal, dan aku ingin sekali melihatnya kembali. Tolong ajari aku suatu doa, jika aku membacanya akan membuatku melihatnya Kembali.” Setelah mengamalkan petunjuk Hasan al-Bashri yaitu membaca shalawat, dalam tidurnya wanita tadi bermimpi melihat putrinya memakai kain dari ter dengan leher dibelenggu dan kedua kakinya dirantai. Tiba-tiba dia bangun dan menemui kembali Hasan al-Bashri dan memberitahu mimpinya. Hasan al-Bashri pun merasa kasihan kepadanya.
Beberapa waktu kemudian, Hasan al Bashri bermimpi melihat putri wanita itu sedang rebahan di surga dengan memakai mahkota di kepala. “Wahai guru, engkau kenal aku?” Tanyanya. “Tidak,” jawab Hasan al-Bashri. “Aku adalah putri wanita yang pernah menemui engkau minta diajari bacaan suatu doa supaya dia melihatku,” jawabnya. “Apa masalahmu? Kenapa kamu jadi bisa berada di surga?” Tanya Hasan al-Bashri. Dia lalu menjawab, “Suatu hari, seorang yang saleh lewat di Kuburku, di sekitarnya terdapat 50 mayat yang tengah disiksa. Mendengar ia membacakan shalawat kepada Nabi Saw., tiba-tiba ada seruan, hentikan siksaan terhadap mereka karena keberkahan shalawat orang tersebut kepada Nabi Saw..”
Seseorang ada yang berkata, dalam mimpi, aku melihat saudaraku yang telah meninggal, lalu aku bertanya kepadanya, “Bagaimana keadaanmu ketika diletakkan di dalam kubur?” Dia menjawab, “Ada malaikat datang kepadaku dengan membawa bola api yang sangat mengerikan. Seandainya tidak ada orang yang mendoakanku, tentu ia sudah menyiksaku dengan bola api itu.”
Kisah serupa banyak diriwayatkan oleh orang-orang saleh, seperti yang dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah. Bahkan, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah dalam kitabnya, ‘Uyun al Akhbar, mengisahkan cerita seperti itu yang cukup panjang. Saya perlu menceritakannya kembali karena sarat dengan pelajaran, peringatan, dan nasihat sekitar perlunya mendoakan mayat.
Diriwayatkan oleh al-Harits bin Nabhan, suatu hari, aku (al-Harits) menuju ke sebuah pemakaman. Setelah mendoakan mereka, aku duduk termenung dan memikirkan para penghuni kubur yang ada di sekitarku. Mereka semua diam tak berbicara. Mereka saling bertetangga, tetapi satu sama lain tidak saling mengunjungi. Mereka tinggal di perut bumi. Aku lalu berseru, “dai para penghuni kubur! Jejak peninggalan kalian di dunia sudah hilang. Tetapi, dosa-dosa kalian masih ada. Kalian tinggal di negara bencana yang membuat kaki-kaki kalian bengkak.” Setelah menangis, aku lalu menuju ke sebuah cungkup kuburan tersebut, dan tertidur di bawahnya.
Saat tertidur, aku bermimpi melihat seorang penghuni kubur yang sedang dipukul dengan menggunakan sebuah martil besar. Aku melihat ia dirantai di lehernya, sepasang matanya berwarna biru dan wajahnya hitam. Dia berkata, “Celaka aku, kenapa ini terjadi padaku? Seandainya orang-orang yang masih hidup di dunia melihat apa yang aku alami ini, tentu mereka tidak akan mau melakukan maksiat kepada Allah. Aku dituntut untuk mempertanggungjawabkan kenikmatan-kenikmatan yang pernah aku salah gunakan. Kalau saja ada yang mau menolongku atau mengabarkan keadaanku ini kepada keluargaku, tentu aku akan senang sekali?”
Tiba-tiba aku terbangun. Hampir saja jantungku copot karena ketakutan atas mimpi itu. Aku lalu pulang ke rumah, dan malamnya aku tidak bisa tidur, karena terus-menerus memikirkan mimpi itu. Esoknya, aku kembali ke tempat tersebut. Aku berharap mudah-mudahan di sana bertemu dengan seorang peziarah yang mau mendengarkan pengalaman mimpiku itu. Sampai di tempat itu, ternyata keadaan sepi, dan tidak ada siapa-siapa. Aku lalu tertidur di sana dan bermimpi melihat orang itu lagi diseret mukanya dan berkata, “Aduh celaka aku! Apa yang sedang menimpaku ini? Usiaku cukup panjang tetapi buruk benar amal perbuatanku sewaktu di dunia, sehingga membuat Allah murka. Sungguh malang nasibku jika Dia tidak berkenan mengasihaniku.”
Tiba-tiba aku terbangun. Pikiranku hampir hilang oleh mimpi itu hingga bingung dan aku pun pulang ke rumah. Setelah tidur semalam, esoknya aku kembali ke tempat yang sama dan berharap yang sama seperti kemarin. Tetapi, lagi-lagi aku tidak menemui siapa-siapa. Kembali aku tertidur dan bermimpi melihat orang itu tengah merangkak sambil berkata, “Orang-orang yang masih hidup di dunia benar-benar telah melupakanku. Mereka tidak ada yang mau tahu keadaanku yang sedang diazab sepedih ini oleh Tuhan yang murka kepadaku. Sungguh celaka nasibku jika Dia Yang Maha Pengasih tidak berkenan menolongku.”
Kembali aku terbangun dengan ketakutan. Aku sudah ingin pulang, namun tiba-tiba muncul tiga orang anak gadis. Aku segera menjauh dan bersembunyi, supaya mendengar apa yang akan mereka katakan. Gadis yang paling kecil maju menghampiri kubur itu. Dia berkata, “Assalamu‘alaik, Ayah. Bagaimana tidur Ayah di situ? Bagaimana keadaan Ayah? Sepeninggal Ayah, hidup kami sengsara dan menderita.” Setelah itu, dia lalu menangis meraung-raung. Giliran kedua kakaknya yang maju. Setelah mengucapkan salam, mereka berkata, “Ini adalah kuburan Ayah yang sangat sayang kepada kami. Kami berdoa semoga Allah berkenan mengasihi Ayah dan menghentikan azab-Nya. Wahai Ayah, sungguh malang nasib kami. Kalau saja Ayah melihatnya, Ayah pasti merasa sedih. Kami diperlakukan oleh banyak kaum laki-laki kurang ajar, tanpa ada yang mau melindungi kami.”
Aku ikut menangis mendengar keluhan mereka itu. Maka, segera aku menghampiri mereka. Setelah mengucapkan salam, aku berkata kepada mereka, “Hai para gadis, amal itu terkadang diterima, dan terkadang dikembalikan kepada yang bersangkutan. Seperti amal ayah kalian yang sudah meninggal membuatku sangat takut dan menderita.”
Mendengar omonganku itu serta merta mereka membuka wajah mereka. “Hai orang saleh, apa maksudmu?” Tanya mereka. “Belakangan ini selama tiga hari berturut-turut, aku berada di tempat ini dan mendengar suara martil besar serta rantai yang mengerikan,” jawabku. “Kami tahu, ayah kami dibakar di neraka. Itulah yang membuat kami gusar dan hidup serba tak senang. Tetapi, kami akan terus memohon kepada Allah mudah-mudahan Dia berkenan membebaskan ayah kami dari neraka,” kata mereka yang langsung pergi begitu saja.
Aku pun lalu pulang. Setelah tidur semalam di rumah, esoknya aku kembali ke kuburan itu. Aku duduk sendiri lalu tertidur. Aku bermimpi melihat penghuni Kubur itu berwajah sangat tampan dan memakai alas kaki dari emas. la diapit oleh seorang gadis dan seorang pemuda. Aku menghampirinya seraya mengucapkan salam. “Semoga Allah merahmailmu. Siapa engkau sebenarnya?” Tanyaku. “Aku adalah ayah gadis-gadis itu. Sejak kemarin, aku tahu apa yang engkau lakukan di tempat ini. Aku bisa memahami kesedihanmu. Semoga Allah memberimu balasan kebajikan,” jawabnya.
“Lalu apa yang terjadi denganmu?” Tanyaku. “Setelah engkau kabarkan keadaanku kepada putri-putriku itu, mereka bertambah sedih. Dan seperti yang dijanjikan, mereka lalu rajin memohon ampunan kepada Allah dengan khusyu dan khidmat serta terus-menerus menangis tanpa henti. Akhirnya, Allah berkenan mengampuni dosa-dosaku dan membebaskanku dari neraka. Bahkan, aku ditempatkan di surga berdampingan dengan Muhammad, Nabi pilihan. Kalau saja aku melihat putri-putriku, akan aku kabarkan kepada mereka keadaanku sekarang yang sudah berada di surga yang penuh nikmat. Ini semua adalah berkat pengampunan Allah kepadaku,” jawabnya.
Aku lalu terbangun dengan perasaan gembira dan segera pulang. Setelah semalam tidur di rumah, kembali aku ke kuburan itu. Dari jauh aku melihat gadis-gadis itu dengan telanjang kaki sudah berada di sana dan aku hampiri mereka. Setelah mengucapkan salam, aku katakan kepada mereka berita tentang keadaan ayah mereka yang sudah berada di surga. “Rupanya Allah mendengar doa kalian. Karena itu, bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat yang telah Dia berikan kepada kalian,” kataku.
Mendengar itu, gadis yang paling kecil serta merta berdoa, “Ya Allah, Tuhan yang menghibur hati, Tuhan Yang Maha Menutupi aib, Tuhan Yang Maha Mengampuni dosa, Tuhan Yang Mengetahui sesuatu yang gaib, Tuhan Yang Mengabulkan harapan yang diminta, Engkau tahu permohonanku, keinginanku, dan alasanku menyendiri dengan-Mu. Ya Allah, Engkau tahu kebingunganku, Engkau melihat niat tulusku, Engkau mengerti tobatku, Engkaulah yang menguasai leherku, Engkaulah yang memegang ubun-ubunku, Engkaulah harapanku di kala sedang susah, Engkaulah yang membimbingku, Engkaulah yang menuntunku, dan Engkaulah yang mengabulkan doaku. Jika aku lalai dari perintah-Mu dan melanggar larangan-Mu, maka Engkau maafkan aku dan Engkau tutupi aibku. Aku ingin selalu menyebut nama-Mu. Dan aku pun ingin senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, tetapi tidak kuasa karena begitu banyaknya nikmat-Mu. Engkaulah Tuhan Yang Mahamulia, yang mengabulkan segala permintaan hamba-Nya. Engkaulah Yang Merajai hari pembalasan. Engkaulah yang mengetahui segala yang tersimpan di dalam hati dan yang mengatur seluruh makhluk. Jika Engkau mengabulkan hajat, itu adalah semata berkah kebaikan-Mu, Engkau telah memenuhi permohonanku menolong hambaMu. Rengkuhlah aku kepada-Mu. Dan Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” Selesai membaca doa yang cukup panjang tersebut, dia menjerit keras lalu meninggal.
Kemudian kakaknya yang satu bangkit berdiri. Dengan suara lantang ia berseru, “Ya Tuhan, berilah jalan keluar bagi kesulitanku dan bebaskan aku dari kebimbangan hatiku. Ya Tuhan yang menolongku ketika aku jatuh tersungkur atau terpeleset, yang menunjukkanku ketika aku bingung, dan yang menolongku ketika aku sedih. Jika Engkau terima tobatku, Engkau penuhi hajatku, dan Engkau luluskan permohonanku, susulkan aku dengan adikku tadi.” Selesai berdoa, dia menjerit keras lalu meninggal.
Giliran kakaknya satu lagi yang bangkit dan berdiri. Dengan suara lantang ia juga berseru, “Ya Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, Yang Mahakuasa lagi Mahamulia, Yang mengetahui orang yang diam dan orang yang berbicara. Milik Engkaulah segala anugerah dan kebesaran. Engkau adalah Yang Mahadahulu dan Maha Dermawan. Engkaulah yang membuat mulia orang yang mulia, yang membuat hina Orang yang hina, yang membuat bahagia orang yang bahagia, yang membuat dekat orang yang Engkau dekatkan, yang membuat jauh orang yang Engkau jauhkan, yang membuat miskin Orang yang Engkau miskinkan, yang membuat beruntung orang yang Engkau Karuniai, dan yang membuat rugi orang yang Engkau siksa, aku mohon pertolongan-Mu yang agung, Zat-Mu yang mulia, ilmu-Mu yang luas, yang membuat malam menjadi gelap, yang membuat siang menjadi terang, yang membuat gunung menjadi kukuh, yang menjadikan angin bertiup, yang menjadikan langit menjulang, yang membuat Suara-suara menjadi tunduk khusyu, dan yang menjadikan malaikat bersujud. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon pertolongan kepadaMu, jika Engkau berkenan memenuhi hajatku dan meluluskan permohonanku, tolong susulkan aku dengan kedua adikku.” Selesai berdoa, dia menjerit dan menemui ajal seperti kedua adiknya. Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada kita, kepada mereka, dan kepada segenap kaum muslimin. Itulah akhir kisahnya. Segala puji bagi Allah Tuhan seru semesta alam.
Diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memasuki kuburan lalu membaca Surah Yasin, maka Allah akan meringankan siksa para penghuninya, dan ia akan mendapatkan kebajikan-kebajikan sebanyak jumlah mayat yang ada di kuburan itu.”
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bin Khathab, sesungguhnya dia berpesan untuk dibacakan Surah al-Baqarah di sisi kuburnya. Dan riwayat dari al-Alla’ bin Abdurrahman juga memperbolehkan membaca al-Qur’an di sisi kubur.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan lainnya dari Ma’qil bin Yasar al-Madani bahwa Nabi Saw. bersabda, “Bacakanlah Surah Yasin pada Orang-orang yang meninggal di antara kalian.” Perintah beliau ini bisa berarti membacakan Surah Yasin kepada orang yang akan meninggal dan ketika mayat sudah berada di kuburnya.
Abu Muhammad Abdul Haq meriwayatkan dari Abu al-Walid Ismail bin Ahmad atau yang terkenal dengan Ibnu Afrand. Dia dan ayahnya seorang yang Saleh lagi terkenal. Dia berkata, pada saat ayahku meninggal, sebagian kawan karibnya bercerita kepadaku, suatu hari, aku berziarah ke kubur ayahmu. Di sana, aku membacakan beberapa ayat al-Qur’an lalu berkata, “Hai Fulan, bacaan ini aku hadiahkan untukmu, namun apa yang aku dapatkan darimu?” Tiba-tiba angin berembus sangat kencang sambil menebarkan bau harum yang menyengat. Begitu kencangnya hingga aku hampir terjatuh. Kemudian aku pulang, dan tanpa terasa aku sudah berjalan cukup jauh.
Abu Muhammad berkata, aku pernah mendengar seorang kawan karibku bercerita, “istriku telah meninggal, dan malamnya aku membaca beberapa ayat al-Qur’an, yang pahalanya aku hadiahkan kepadanya. Selain itu, aku juga berdoa dan memohonkan ampunan untuknya.” Pada malam berikutnya, seorang wanita yang kenal dekat denganku bercerita kepadaku bahwa kemarin ia bermimpi melihat istriku tidur di sebuah rumah yang sangat bagus. la mengeluarkan baki dari bawah tempat tidurnya yang berisi botol-botol yang penuh dengan cahaya seraya berkata, “Ini adalah persembahan dari suamiku untukku.” Setelah itu, aku tidak pernah memberitahukannya kepada siapa pun.
Syekh al-Qurthubi berkata, ada sebuah hadis marfu dari Anas yang menyatakan bahwa pahala membaca al-Qur’an itu untuk orang yang membaca, dan pahala mendengarkannya untuk si mayat. Keduanya sama mendapat rahmat.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204)
Berkat kemurahan Allah, bisa saja masing-masing mendapatkan pahala membaca al Qur’an sekaligus pahala mendengarkannya, kendatipun si mayat tidak bisa mendengarnya. Sama seperti sedekah, doa, dan istighfar, sebagaimana yang telah saya kemukakan di atas. Karena, pada hakikatnya al-Qur’an itu adalah doa, istigfar, dan merendah diri kepada Allah. Jadi, apa saja bisa digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti membaca al-Qur’an.
Nabi Saw. bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman, “Barang siapa yang menyibukkan diri dengan membaca al-Qur’an dan memohon sesuatu kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkan permohonannya melebihi apa yang ia mohonkan.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi. Menurutnya, hadis ini hasan sekaligus gharib.
Bacaan Atau Perbuatan yang Disedekahkan Untuk Mayat
Dalam hadis riwayat Muslim, Abu Daud, dan Ahmad, Nabi Saw. bersabda, “Apabila salah seorang anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya.”
Membacakan al-Qur’an termasuk doa, dan itu bisa diartikan sedekah dari anak, sedekah dari teman, sedekah dari kerabat dekat, atau orang-orang mukmin.
Ada yang menyanggah bahwa hal itu bertentangan dengan firman Allah,
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39)
Dengan kata lain, amal seseorang itu tidak bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Tetapi, para ulama berbeda pendapat tentang ayat ini.
Menurut Ibnu Abbas, ayat tersebut hukumnya mansukh (dihapus) oleh firman Allah lainnya,
“Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikut? mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengan anak cucu mereka (di dalam surga).” (QS. ath-Thur: 21)
Jadi pada hari Kiamat nanti, anak kecil dapat membantu timbangan ayahnya, sehingga Allah memberikan syafaat kepada ayah karena anak-anaknya, dan begitu pula sebaliknya. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu.” (QS. an-Nisa’: 11)
Bahkan menurut ar-Rabi’, yang dimaksud firman Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. an-Najm: 39) Maksudnya adalah orang kafir. Sedangkan orang mukmin selain memperoleh apa yang diusahakannya sendiri, juga memperoleh apa yang diusahakan orang lain.
Menurutku, banyak sekali hadis yang menunjukkan hal itu. Yakni, seorang mukmin itu bisa memperoleh pahala dari amal saleh Orang lain. Disebutkan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dengan masih punya tanggungan utang puasa, maka walinyalah yang membayarkan puasanya.”
Nabi Saw. pernah bersabda kepada seseorang yang berhaji atas nama orang lain padahal ia sendiri belum pernah berhaji, “Berhajilah untuk dirimu sendiri, baru atas nama Syubrumah.” Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Thabrani.
Diriwayatkan bahwa Aisyah pernah beritikaf atas nama adiknya, Abdurrahman bin Abu Bakar yang telah meninggal. Bahkan, Aisyah juga memerdekakan budak atas nama adiknya tersebut.
Sa’ad pernah bertanya kepada Nabi Saw., “Sesungguhnya ibuku telah meninggal, bolehkah aku bersedekah untuknya?” Beliau menjawab, “Ya.” Sa’ad lalu bertanya lagi, “Sedekah apa yang terbaik?” Beliau menjawab, “Memberi air minum untuk orang lain.” Ini hadis daif yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Hakim.
Disebutkan dalam kitab al-Muwaththa’ sebuah riwayat dari Abdullah bin Abu Bakar dari bibinya dari neneknya bahwa ia pernah bernazar akan berjalan ke masjid Quba’. Namun, belum sempat menunaikan nazar tersebut, ia keburu meninggal. Maka, Abdullah bin Abbas menyarankan agar putrinyalah yang melaksanakan nazarnya tersebut.
Menurutku, firman Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” itu adalah khusus dalam keburukan berdasarkan sebuah hadis sahih di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda bahwa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Apabila hamba-Ku telah berniat melakukan suatu kebajikan lalu tidak melakukannya, niscaya Aku catat untuknya satu kebajikan. Apabila dia melakukannya, niscaya Aku catat untuknya sepuluh sampai 700 kali lipat. Apabila dia berniat melakukan suatu kejahatan lalu tidak melakukannya, niscaya Aku tidak mencatatnya. Dan, jika dia melakukannya, niscaya Aku catat untuknya satu kejahatan.”
Banyak dalil al-Qur’an yang menunjukkan hal itu, antara lain firman Allah sebagai berikut.
“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. al-An’am: 160)
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji.” (QS. al-Baqarah: 261)
“Seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat.” (QS. al-Baqarah: 265)
“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak.” (QS. al-Baqarah: 245)
Semua itu adalah bagian dari anugerah Allah dan keadilan-Nya. Memang benar apa yang difirmankan Allah, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya” Akan tetapi, Allah Ta’ala sanggup memberikan anugerah menurut kehendak-Nya. Contohnya adalah seperti balasan yang dilipat gandakan, satu kebajikan bisa dibalas dengan sepuluh bahkan 700 kali lipatnya, bahkan hingga sejuta kali lipat.
Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Abi ad-Dunya disebutkan bahwa Abu Hurairah berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda “Sesungguhnya Allah bisa saja membalas satu kebajikan dengan sejuta kebajikan.” Itu merupakan karunia. Kalau Allah memberikan karunia kepada anak anak yang masih kecil dengan memasukkan mereka ke dalam surga tanpa berbuat amal, lalu bagaimana pendapat engkau tentang amal seorang mukmin yang dilakukan oleh dirinya sendiri atau yang dilakukan oleh orang lain untuk dirinya.
Al-Kharaithi dalam kitabnya, al-Qubur berkata, “Kebiasaan yang berlaku di kalangan orang-orang Anshar ialah setiap kali membawa mayat, mereka membacakan kepadanya Surah al-Baqarah.”
Sungguh indah syair ziarah yang dikatakan seorang penyair,
“Ziarahilah kedua orang tuamu berdirilah di dekat kubur mereka maka seolah-olah aku lihat kamu seperti mengusung mereka.”
Dalam syair lain dikatakan,
“Bacalah ayat al-Qur’an apa saja yang kamu bisa, lalu pahalanya kamu kirimkan kepada kedua orang tuamu.”
Saya perlu membahas cukup panjang masalah ini sebagai sanggahan atas fatwa yang pernah disampaikan oleh Syekh al-Qadhi al Imam Mufti, anak Abdul Aziz bin Abdussalam bahwa pahala bacaan al-Qur’an itu tidak bisa sampai kepada mayat. Dia berpedoman pada firman Allah surah an-Najm ayat 39, “Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” Ketika dia akan meninggal, seorang sahabat dekatnya yang biasa diajak diskusi dan bertukar pikiran menanyakan kembali masalah tersebut kepadanya, “Engkau tetap berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an itu tidak bisa dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal.” Dia lalu menjawab, “Pendapat itu aku sampaikan waktu dahulu. Sekarang, aku menariknya kembali, karena aku melihat ada unsur kemurahan Allah. Jadi, hal (pahala) itu bisa sampai kepada mayat.”
Seorang Hamba Dikubur di Dalam Tanah yang Merupakan Asal Penciptaannya
Diriwayatkan oleh Abu isa Tirmidzi dari Muthar bin Akamisy, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila Allah memutuskan seorang hamba akan meninggal di suatu tempat, maka Allah akan membuat hamba itu mempunyai keperluan datang ke tempat tersebut, atau ia mempunyai kepentingan padanya.” Tirmidzi berkata, menurut Abu Izzah hadis ini gharib karena Muthar bin Akamisy tidak pernah meriwayatkan dari Nabi Saw. selain hadis ini.
Diriwayatkan dari Abu Izzah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila Allah memutuskan seorang hamba akan meninggal di suatu tempat, maka Allah akan membuat hamba itu mempunyai keperluan datang ke tempat tersebut, atau ia mempunyai kepentingan padanya.” Hadis ini hasan sekaligus sahih. Abu Izzah adalah seorang sahabat. Nama aslinya adalah Yassar bin Ubaid.
Seorang penyair mengatakan,
Sika seekor burung dara milik seseorang berada di suatu negeri pasti ada keperluan mengapa ia terbang ke sini.”
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, bahwa Abu Wurairah berkata, suatu hari, Rasulullah Saw. mengajak kami berkeliling ke segenap sudut kota Madinah. Ketika melihat sebuah kubur sedang digali, beliau mendekat dan berdiri di depannya. Beliau lalu bertanya, “Untuk Siapakah kubur ini?” Mereka menjawab, “Untuk seorang laki-laki dari Habasyah (Ethiopia).”
Beliau lalu bersabda, “Tidak ada tuhan selain Allah. la memang telah digiring dari negerinya dan langitnya hingga dikubur di tanah, tempat ia berasal.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah telah menentukan kematian seseorang dan tempat kematiannya, maka Allah akan membuat hamba itu datang ke tempat tersebut karena ada hajat atau keperluan. Dan, pada hari Kiamat, bumi tempat ia dikuburkan berkata, ya Allah, ini adalah titipan-Mu yang Engkau titipkan dulu padaku.”
Menurut para ulama, hadis tadi merupakan peringatan kepada seorang hamba agar senantiasa mengingat kematian dan mempersiapkan diri dengan cara menaati segala perintah Allah dengan sebaik mungkin, berhenti berbuat zalim, segera membayar utang, dan melaksanakan wasiat yang pernah ia nyatakan, terutama ketika ia akan pergi meninggalkan negerinya, karena tidak diketahui persis di mana ia akan meninggal.
Diriwayatkan bahwa pada zaman dahulu ada seorang umat Nabi Sulaiman berkata, “Wahai Nabi Allah, aku ada keperluan di negeri India. Tolong engkau perintahkan angin untuk membawaku ke sana saat ini juga.” Nabi Sulaiman a.s. memandang ke arah Malaikat Maut yang berada di dekatnya sedang tersenyum. Beliau lalu bertanya, “Kenapa engkau tersenyum?” Malaikat Maut menjawab, “Aku memang diperintah Allah untuk mencabut nyawa orang ini di negeri India, dan aku melihat ia berada di sisi engkau.” Kemudian angin membawa orang itu ke India pada saat itu juga. Dan, di sanalah nyawanya dicabut. Wallahu a’lam.
Tanah Kubur, Rezeki, dan Ajal
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika setiap yang dilahirkan meninggal, maka jasadnya akan ditimbun dengan tanah Rahan kuburnya.”
Abu Ashim an-Nabil berkata, “Keutamaan paling besar yang aku lihat pada Abu Bakar dan Umar ialah bahwa mereka diciptakan dari tanah yang sama dengan tanah asal kejadian (penciptaan) Rasulullah Saw…” Demikian menurut sebuah riwayat dari Abu Hurairah.
Diriwayatkan oleh Murrah dari ibnu Mas’ud, sesungguhnya malaikat yang ditugasi Allah mengurus penciptaan mengambil air mani (sperma) dari dalam rahim. Setelah meletakkan di telapak tangannya, ia lalu bertanya, “Ya Tuhanku, apakah ini disempurnakan penciptaannya atau tidak?” Jika Allah menjawab, “Disempurnakan penciptaannya”, malaikat lalu bertanya lagi, “Bagaimana rezekinya, bahan tanahnya, dan ajalnya?’” Allah lalu berfirman, “Lihatlah dia Ummu! Kitab.” lalu malaikat melihatnya di Lauh Mahfuzh. Setelah dilihat, ternyata di sana sudah ada ketentuan tentang rezekinya, bahan tanahnya, ajalnya, dan amalnya. Kemudian malaikat mengambil tanah di tempat dia akan dikubur, lalu tanah itu diaduk dan dicampur dengan sperma tersebut. Itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu.” (QS. Thaha: 5S)
Hadis di atas tersebut diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul.
Diriwayatkan dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata, ketika air mani sudah berada di dalam rahim, ia diambil oleh malaikat lalu diletakkan di telapak tangannya. Malaikat lalu bertanya, “Ya Tuhanku, apakah ini disempurnakan penciptaannya atau tidak?” Jika Allah menjawab, “Tidak disempurnakan penciptaannya”, maka mani itu berubah menjadi darah. Dan, jika Allah menjawab, “Disempurnakan penciptaannya”, malaikat lalu bertanya, “Diciptakan laki-laki atau wanita? Sebagai orang celaka atau bahagia? Bagaimana ajalnya, bahan tanahnya dan rezekinya? Di manakah ia nanti meninggal Allah lalu berfirman, “lihatlah di Ummul Kitab di sana engkau akan mendapati mani (nuthfon itu.” Lalu, mani itu ditanya, “Siapa Tuhanmu? la menjawab, “Allah.” Ditanya lagi, “Siapa yang memberimu rezeki?” la menjawab, “Allah”. ia lalu diciptakan, diberi kehidupan serta rezeki Namun, jika ajalnya telah tiba, maka ia akan di kubur di tanah tempat dia berasal.
Muhammad bin Sirin berkata, “Jika aku harus bersumpah, maka aku akan bersumpah dengan benar dan jujur tanpa ragu. Sesungguhnya Allah menciptakan Muhammad Saw., Abu Bakar dan Umar dari bahan tanah yang sama, dan akan mengembalikan mereka pada bahan tanah yang sama pula.”
Menurutku, termasuk yang diciptakan dari bahan tanah tersebut ialah Nabi Isa bin Maryam, insya Allah akan kami sampaikan penjelasannya pada bagian akhir buku ini. Bab ini hanya menjelaskan makna firman Allah Ta’ala,
“Wahai manusia! jika kamu meragukan (hari) kebangkitan, maka sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah.” (QS. al-Hajj: 5)
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal (kematianmu), dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya.” (QS. al-An’am: 2)
“Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).” (QS. as-Sajdah: 8)
Ayat-ayat tersebut sama sekali tidak ada yang bertentangan sebagaimana yang saya jelaskan dalam kitab al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, termasuk dengan keterangan hadis yang terkait.
Apa yang Mengikuti dan Menemani Mayat di Dalam Kuburnya?
Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tiga perkara yang mengikuti mayat, lalu yang dua pulang dan yang satunya lagi tidak. Yang mengikutinya ialah harta dan keluarganya lalu keduanya akan pulang, dan yang tetap tinggal adalah amalnya.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari hadis Qatadah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tujuh perkara yang pahalanya tetap mengalir bagi seorang hamba ketika ia berada di alam Kubur. Yaitu, orang yang pernah mengajarkan ilmu, yang membangun pengairan, yang menggali sumur, yang menanam pohon kurma, yang membangun masjid, yang mewariskan mushaf, atau anak saleh yang memohonkan ampunan untuknya setelah ia meninggal.’” Hadis Qatadah ini gharib, karena hanya diriwayatkan secara tunggal oleh Abu Nu’aim Abdurrahman bin Hani’ an-Nakhai dari al-Azrami Muhammad bin Abdullah dari Qatadah. Tetapi, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Abu Abdullah bin Muhammad bin Yazid bin Majah al-Qazuwaini dalam Sunan-nya dari hadis az-Zuhri.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Abdullah al-Aghar dari Abu Wurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya amal kebajikan yang menyusul seorang mukmin setelah kematiannya ialah ilmu yang ia ajarkan dan yang ia sebar luaskan, anak saleh yang ia tinggalkan, mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia dirikan, rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, pengairan yang dibangunnya, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya sewaktu masih dalam keadaan sehat. Semua itu akan menemui dia setelah kematiannya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah, dia berkata bahwa Anas bin Malik mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa sedekah yang kamu keluarkan atas seseorang yang telah meninggal akan dibawa malaikat dan diletakkan di atas talam yang terbuat dari cahaya. Kemudian malaikat berdiri di samping kuburan dan berseru, “Hai penghuni kubur yang asing, keluargamu mengirimkan hadiah ini kepadamu, maka terimalah.” Lalu, hadtbah itu dimasukkan ke dalam kubur orang tersebut sehingga kuburnya itu menjadi luas dan bercahaya. Penghuni kubur lalu berkata, “Semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada keluargaku.” Adapun penghuni kubur di sampingnya berkata, “Sayang sekali aku tidak meninggalkan seorang anak atau siapa pun yang mau mengingatku dengan mengirimkan sesuatu.” la merasa sedih, sedangkan yang lain merasa gembira karena sedekah.
Basyar bin Ghalib bercerita, aku bermimpi bertemu Rabi’ah al-Adawiyah, seorang wanita yang tekun beribadah. Aku memang sering mendoakannya. Dia berkata kepadaku, “Hai Basyar, hadiahmu sudah aku terima dalam sebuah talam yang terbuat dari cahaya dan ditutupi sapu tangan dari sutra. Hat Basyar, doa orang-orang mukmin yang masih hidup yang ditujukan kepada saudara-saudara mereka yang telah meninggal akan diterima seraya dikatakan, ini hadiah dari Fulan untukmu.”
Isma’il bin Rafi’ berkata, “Tiada seorang pun kerabat yang hubungannya lebih erat dengan saudaranya selain orang yang menghadiahkan pahala haji untuk saudaranya, memerdekakan budak, atau memberi sedekah. Semua itu merupakan amalan-amalan yang sampai kepada orang yang meninggal. Di mana semua amal perbuatan tersebut pahalanya ditujukan untuk orang yang sudah meninggal.”
Dahsyatnya Sakaratul Maut
Sudah disebutkan sebelumnya sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “‘Janganlah kalian mengharapkan mati, karena kematian itu adalah sesuatu yang sangat dahsyat….” al-Hadis
Ketika Umar bin Khaththab ditikam, seorang sahabat berkata kepadanya, “Aku berharap semoga Kulit engkau tidak tersentuh api neraka.” Sejenak Umar memandang kepadanya lalu berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang tertipu denganmu, sungguh akan tertipu. Demi Allah, seandainya aku mempunyai apa pun yang ada di bumi, akan aku gunakan untuk menebus dahsyatnya sakaratul maut.”
Abu Darda’ berkata, “Tiga perkara yang membuat aku tertawa, dan tiga perkara yang membuat aku menangis. Tiga perkara yang membuat aku tertawa ialah orang yang masih mengangan-angankan dunia padahal kematian akan menjemputnya, orang lalai tetapi tidak merasa lalai, dan orang tertawa lepas namun ia tidak tahu apakah Allah meridainya atau memurkainya. Sementara tiga perkara yang membuat aku menangis ialah berpisah dengan Orang-orang tercinta seperti Muhammad Saw. dan para sahabatnya, menghadapi dahsyatnya sakaratul maut, dan berdiri di hadapan Allah pada hari di mana semua yang tersembunyi akan terungkap, dan aku tidak tahu nasibku ke surga atau ke neraka.”
Abu Darda’ berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad dari Anas bin Malik, dia berkata, “Maukah kalian aku ceritakan tentang dua hari dan dua malam di mana seluruh makhluk apa pun belum pernah mendengarnya. Yaitu, hari pertama ketika kamu didatangi malaikat pembawa kabar dari Allah yang mungkin membawa rida-Nya atau murka-Nya. Dan, hari ketika Tuhanmu menyerahkan buku catatan amal kepadamu, dan kamu mungkin menerimanya dengan tangan kanan atau tangan kirimu. Kemudian malam pertama ketika kamu mulai menginap di kubur yang belum pernah kami alami sama sekali, dan malam yang esoknya terjadi hari Kiamat.”
Kubur Adalah Persinggahan Pertama Menuju Akhirat
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Hani’ bin Utsman, dia berkata, setiap kali berdiri di depan kubur, Utsman selalu menangis hingga jenggotnya basah kuyup. Seorang sahabat lalu bertanya, “Ketika diingatkan surga dan neraka, engkau tidak menangis. Tetapi, kenapa sekarang engkau menangis?” Dia menjawab bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya kubur adalah persinggahan pertama menuju akhirat. Jika seseorang selamat darinya, selanjutnya akan lebih mudah. Dan jika dia tidak selamat darinya, berikutnya akan lebih sulit lagi.”
Utsman juga pernah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku tidak pernah me. lihat pemandangan yang lebih mengerikan selain kubur.” Kedua hadis ini masing-masing diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi. Ditambahkan oleh Razin, “Aku pernah mendengar Utsman menyanyikan syair tentang kubur,
“Jika kamu selamat darinya maka kamu selamat dari bahaya yang sangat besar dan jika tidak aku yakin kamu pasti celaka.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari al-Barra’, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantar jenazah. Beliau duduk di tepi kubur lalu menangis, dan aku pun ikut menangis sampai air mataku jatuh ke tanah. Kemudian beliau bersabda, “Hai saudara-saudaraku, seperti inilah kalian akan dikembalikan.”
Asal Permulaan Mengubur Mayat
Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang pertama kali membuat kubur. Ada yang berpendapat bahwa yang pertama kali membuat kubur adalah seekor burung gagak ketika terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap adiknya sendiri, Habil.
Adapun Bani Israil berpendapat bahwa Qabil sebenarnya sudah tahu bagaimana cara mengubur adiknya, tetapi dia sengaja membiarkannya di gurun pasir. Allah lalu mengutus seekor burung gagak kemudian burung tersebut menggaruk-garuk pasir untuk menimbun mayat Habil. Pada saat itu, Qabil berkata seperti yang dikutip al-Qur’an, “Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah dia termasuk orang yang menyesal.” (QS. al-Ma’idah: 31)
Qabil menyesal melihat Allah memuliakan Habil dengan mengutus seekor burung gagak untuk menguburkannya. Tetapi, penyesalan Qabil tersebut bukan penyesalan tanda tobat. Ada yang bilang, Qabil menyesal karena merasa kehilangan saudara, bukan karena menyesal telah membunuhnya.
Ibnu Abbas berkata, “Seandainya Qabil menyesali pembunuhan tersebut, maka penyesalannya itu merupakan tobat.”
Ada juga riwayat yang mengatakan, konon sehabis membunuh adiknya, Qabil duduk menangis di dekat kepala adiknya yang telah menjadi mayat. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada dua ekor burung gagak yang sedang bertengkar saling membunuh. Setelah burung gagak yang kalah mati, yang menang segera mengenali tanah untuk menguburnya. Hal tersebut kemudian diikuti Qabil terhadap mayat adiknya. Itulah yang kemudian menjadi sunah yang terus-menerus berlaku di tengah-tengah Bani Adam. Allah Ta’ala berfirman, “Kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya.” (QS. ‘Abasa: 21)
Artinya, Allah menjadikan kubur untuknya sebagai penghormatan. Bukannya dilemparkan begitu saja di atas tanah sehingga dimakan burung-burung pemakan bangkai dan serigala. Demikian dikatakan oleh al-Farra’.
Abu Ubaidah berpendapat bahwa makna kata fa aqbarahu adalah membuatkan kubur untuknya, dan memerintahkan agar menguburkannya.
Abu Ubaidah berkata, ketika Umar bin Hubairah membunuh Shalih bin Abdurrahman, maka Bani Tamim segera membuat kubur dan memasukkan ke dalamnya. Setelah itu mereka berkata, “Kita baru saja menguburkan Shalih.”
Ketentuan Tentang Bentuk Kubur
Bentuk (permukaan) kubur sebaiknya dibuat datar-datar saja atau ditinggikan ke atas sedikit dari permukaan tanah. Dilarang mengapurnya dan membuat bangunan di atasnya, baik dengan cat ataupun batu.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah Saw. melarang mengecat kubur, duduk di atasnya, atau mendirikan bangunan di atasnya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah Saw. melarang mengecat kubur, menulisinya, mendirikan bangunan di atasnya, dan menginjak-injaknya.”. Menurut Abu Isa, hadis ini sahih.
Menurut para ulama, Imam Malik tidak suka kubur itu dicat karena hal itu termasuk membanggakan dan menonjolkan perhiasan manusia. Padahal, kubur adalah tempat persinggahan pertama menuju akhirat sehingga tidak layak untuk dijadikan kebanggaan. Yang dapat menghiasi Kubur seorang mayat ialah amal-amalnya.
Seorang penyair berkata,
“Jika kamu menguasai perkara suatu kaum semalam saja ketahuilah, sesudah itu kamu akan dimintai tanggung jawab dan apabila kamu mengusung jenazah ke kubur sadarlah bahwa setelah dia kamu pasti akan diusung hai penghuni kubur bagian atas kuburmu bisa saja diukir tetapi kamu yang di dalam mungkin sedang dibelenggu.”
Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah riwayat dari Abu al-Hayyaj al-Asadi dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Maukah kamu aku wasiatkan sesuatu seperti yang pernah diwasiatkan Rasulullah Saw. kepadaku? Setiap kali melihat patung Kamu harus merusaknya, dan setiap kali melihat kubur yang tinggi kamu harus meralakannya.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam al Marasil dari ‘Ashim bin Abu Shalih, dia berkata, “Aku melihat kubur Nabi Saw. setinggi kira-kira satu jengkal dari permukaan tanah.”
Menurut sebagian ulama, kubur maksimal hanya boleh dibentuk seperti punuk unta, sekadar tanda pengenal saja. Tidak boleh terlalu tinggi seperti kebiasaan yang dilakukan orang-orang jahiliah dahulu. Mereka melakukan itu untuk kebanggaan diri, sebagaimana kata penyair,
“Jika orang-orang kaya mati mereka membangun istana di atas kuburnya untuk dibanggakan kepada orang-orang miskin demi Allah, padahal seandainya kamu buka kubur-kubur itu kamu tidak akan bisa mengenali mana orang kaya dan mana orang miskin mana kulit yang ditutupi kain biasa dan kulit yang ditutupi kain sutra semua dimakan tanah itulah bukti bahwa tidak ada keutamaan bagi orang kaya atas yang miskin.”
Hai orang-orang yang telah meninggal, mana harta yang selama ini kamu kumpulkan dan kamu persiapkan untuk menghadapi dahsyatnya kematian? Setelah mati, kamu tidak mempunyai apa-apa. Kamu semula terhormat, sekarang menjadi hina dina. Keluarga dan rumah-rumah mewah kamu tinggalkan begitu saja. Mengapa dahulu kamu tidak mau menempuh jalan yang benar? Mengapa kamu tidak menganggap penting membawa bekal akhirat? Sekarang kamu benar-benar dalam posisi yang sangat sulit dan berat.
Hai orang tertipu, betapa pun kamu harus berangkat menjemput hari yang penuh dengan ketakutan yang mencekam. Tidak ada yang bermanfaat bagimu di hadapan Allah Yang Mahakuasa. Tanganmu tidak lagi keras, langkah kakimu lumpuh, mulutmu tidak bisa berbicara, dan anggota-anggota tubuhmu yang lain tak dapat bergerak. Jika Allah mengasihi, kamu beruntung masuk surga. Dan jika tidak, kamu akan celaka masuk neraka.
Hai orang lalai, berapa kali kamu diingat. kan tetapi kamu tetap saja lalai. Kamu pikir ini masalah kecil? Dan, kamu anggap ini persoalan sepele? Semua sudah tidak ada artinya jika sudah tiba saatnya kamu harus berangkat menuju akhirat. Kamu kira hartamu bisa menyelamatkanmu ketika kamu dicelakakan oleh amal perbuatannya sendiri? Kamu kira penyesalanmu berguna ketika kakimu sudah terpeleset? Kamu kira keluargamu ada yang bisa menolongmu ketika kamu sudah dikumpulkan di Padang Mahsyar? Tidak. Demi Allah, perkiraanmu keliru. Kamu dahulu tidak pernah merasa cukup, kamu tidak pernah merasa kenyang makan yang haram, kamu tidak per. nah mau mendengar nasihat-nasihat, dan juga tidak pernah takut ancaman. Kamu biarkan dirimu tenggelam bersama kesenangan nafsu, berjalan membabi buta, selalu silau oleh kemewahan, dan tidak pernah ingat apa yang akan terjadi nanti di hadapanmu.
Hai orang yang tidur dalam kelengahan, berapa lama kamu telah lengah? Kamu pikir kamu akan dibiarkan begitu saja tanpa dihisab? Atau, kamu mengira Malaikat Maut bisa disuap? Tidak. Demi Allah, harta dan anak-anak tidak dapat meloloskanmu dari kematian. Yang berguna bagi para penghuni kubur hanyalah amal baik. Sungguh beruntung orang yang mau mendengar, sadar, dan mampu mengendalikan nafsunya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).” (QS. an-Najm: 39-40)
Bangunlah dari tidur panjang ini. Kumpulkan amal saleh sebanyak mungkin sebagai menjawab, “Aku ingin mengambil sekantung tanah merah yang terletak di sebuah lereng gunung di Mesir.” Ka’ab bertanya, “Semoga Allah mengasihimu. Apa maksudmu?” Dia menjawab, “Aku akan menaruhnya di atas kuburku.” Ka’ab berkata, “Mengapa kamu berkata seperti itu, padahal kamu berada di Madinah. Bukankah kamu sudah tahu keutamaan pemakaman Baqi’.” Dia menjawab, “Menurut keterangan kitab-kitab Allah yang dahulu, itu adalah sebuah tempat yang sangat suci yang berada antara Qashir dan Yahmum.”
Tanah Suci
Menurut para ulama, tidak ada tempat apa pun yang dapat membuat seseorang suci dan bersih dari dosa kecuali tobat yang sebenar-benarnya dengan disertai amal-amal saleh. Adapun kaitannya dengan tempat yang dianggap suci ialah dalam pengertian apabila seseorang berbuat amal saleh di tempat tersebut, maka pahalanya akan dilipatgandakan baginya daripada di tempat-tempat lain karena berkahnya, sehingga dapat menghapus kesalahan-kesalahannya. Selain itu, dapat memberatkan timbangan amal baiknya serta memasukkannya ke dalam surga.
Diriwayatkan oleh Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, dia berkata, “Aku lebih suka dimakamkan di pemakaman lain daripada di pemakaman Baqi’. Karena, aku khawatir akan menyingkirkan tulang-tulang mayat orang-orang saleh yang sudah ada di sana terlebih dahulu. Atau, kuburanku berdampingan dengan kubur orang zalim.”
Ini menunjukkan bahwa masalah keutamaan menguburkan mayat di tempat-tempat yang dianggap suci masih diperdebatkan. Bahkan, ada sementara orang justru lebih suka mayatnya dimakamkan bersama kaum kerabat sendiri, tetangga, atau teman-temannya.
Benarkah Malaikat Maut Ditampar Nabi Musa a.s.?
Mengenai masalah Nabi Musa a.s. yang menampar Malaikat Maut sehingga matanya bengkak, ada enam pendapat sebagai berikut.
Pertama, hal itu bersifat fiktif atau bukan peristiwa nyata. Pendapat ini batil karena mengesankan bahwa para nabi itu bisa melihat wujud (rupa) malaikat yang bermacam-macam, bukan yang sebenarnya. Ini adalah pendapat mazhab Salimiyah.
Kedua, peristiwa itu merupakan pengalaman spiritual. Dan, ini majaz atau bukan hakikat yang sebenarnya.
Ketiga, mungkin Nabi Musa as. tidak tahu kalau itu adalah Malaikat Maut yang diutus Allah untuk mencabut nyawanya. Nabi Musa mengiranya adalah orang biasa yang masuk rumahnya tanpa izin karena menginginkan nyawanya. Karenanya, Nabi Musa berusaha mempertahankan diri dengan cara menampar Orang itu hingga bengkak matanya. Hal itu sangat mungkin terjadi. Tetapi, menurut Imam Abu Bakar bin Khuzaimah, pendapat ini justru bertentangan dengan isi hadis itu sendiri yang menyatakan bahwa ketika Malaikat Maut kembali kepada Allah, ia berkata, “Ya Tuhanku, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak menginginkan kematian.” Seandainya benar Nabi Musa tidak mengenal Malaikat Maut, tentu Malaikat Maut tidak sampai melapor kepada Allah seperti itu.
Keempat, Nabi Musa a.s. dikenal emosional. la sangat marah terhadap Malaikat Maut yang bertindak kasar kepadanya. Demikian pendapat yang dikemukakan Ibnu al-Arabi di dalam kitabnya, al-Ahkam. Tetapi, pendapat ini keliru karena para nabi tidak mungkin melakukan perbuatan tidak terpuji seperti itu.
Kelima, menurut pendapat Ibnu al-Mahdi, pada saat Nabi Musa menampar, Malaikat Maut menjelma dalam bentuk lain karena ia memang termasuk makhluk yang bisa menjelma apa saja sesuai keinginannya.
Keenam, dan ini insya Allah merupakan pendapat yang paling sahih, ialah Nabi Musa sudah tahu bahwa sebelum Allah mencabut nyawanya, ia akan diberi-Nya pilihan terlebih dahulu. Karena itu, ketika Malaikat Maut datang begitu Saja untuk mencabut nyawanya, secara reflek Nabi Musa menamparnya hingga kedua mata Malaikat Maut bengkak. Hal itu untuk memberi pelajaran kepada Malaikat Maut karena ia tidak mau menjelaskan adanya pilihan terlebih dahulu kepadanya. Salah satu bukti yang menunjukkan kebenaran pendapat ini ialah, ketika Malaikat Maut datang lagi kepada Nabi Musa, dia menawarkan dua pilihan, apakah ia memilih tetap hidup atau mati. Ternyata Nabi Musa memilih kematian dan tunduk kepadanya. Sesungguhnya Allah-lah yang mengetahui segala yang gaib.
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi di dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Semula, Malaikat Maut datang kepada manusia untuk mencabut nyawa secara terang-terangan hingga ia mendatangi Nabi Musa a.s.. Maka dia menamparnya yang mengakibatkan kedua mata Malaikat Maut bengkak….” Dan pada akhir hadis disebutkan, “Sejak peristiwa itu, Malaikat Maut mendatangi manusia secara diam-diam.”
Anjuran Mengubur Mayat di Tengah-tengah Kuburan Orang-orang Saleh
Disebutkan oleh Abu Sa’id al-Malayini dalam kitabnya, al-Mu’talaf wal-Mukhtalaf, dan Abu Bakar al-Kharaithi dalam kitabnya, al Qubur, hadis riwayat Tirmidzi dari Sufyan ats Tsauri dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Muhammad bin al-Hanafiyah dari Ali, dia berkata, “Rasulullah Saw. menyuruh kami menguburkan orang-orang yang meninggal di tengah-tengah kuburan orang-orang saleh, karena sungguh mayat itu merasa terganggu oleh tetangga yang buruk sebagaimana yang dialami oleh Orang-orang yang masih hidup yang terganggu olehnya
Dalam riwayat Ibnu Abbas, Nabi Saw. bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian meninggal, hendaklah memperbagus kain kafannya, segerakan melaksanakan wasiatnya, memperdalam kuburnya, dan jauhkanlah dia dari tetangga kubur yang buruk.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tetangga, kubur yang baik itu bermanfaat di akhirat?” Beliau balik bertanya, “Apakah tetangga yang baik bermanfaat di dunia?” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Demikian pula, ia ber. manfaat di akhirat.” Demikian dituturkan oleh az-Zamakhsyari dalam kitabnya, Rabi’ al-Abrar.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis Malik bin Anas berikut sanadnya dari pamannya Nafi’ bin Malik dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kuburlah orang-orang yang meninggal di antara Kalian di tengah-tengah Kuburan Orang-orang saleh, karena sesungguhnya mayat itu merasa terganggu oleh tetangga yang jahat.”
Menurut para ulama, dianjurkan untuk menguburkan mayat di tengah-tengah ahli kubur Orang-orang saleh. Tujuannya, selain untuk mendapatkan berkah mereka, juga sebagai upaya tawasul mendekatkan diri kepada Allah. Sebaliknya, dianjurkan untuk menjauhkan mayat dari ahli kubur orang-orang jahat karena ia akan terganggu dan merasa sakit berada di tengah-tengah mereka, seperti yang ditegaskan dalam hadis tadi.
Diriwayatkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, “Seorang wanita dikubur di sebuah pemakaman di kota Cordoba. Pada suatu malam, dia mendatangi keluarganya lewat mimpi dan mengeluh karena dikuburkan di dekat tempat pembakaran kapur hingga dia merasa sangat tersiksa. Esoknya, mereka (keluarganya) pergi ke tempat pemakaman tersebut dan mereka tidak mendapati tempat seperti itu.
Dari keterangan penjaga makam, mereka tahu bahwa kubur di samping wanita itu adalah kubur seorang algojo yang semasa hidupnya terkenal zalim dan kejam. Akhirnya, mereka membongkar kubur keluarganya tersebut dan memindahkannya ke tempat lain.”
Seorang dusun (Arab Badui) pada suatu malam bermimpi bertemu dengan putranya yang telah meninggal. Dia bertanya, “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu, anakku?” Si anak menjawab, “Aku baik-baik saja. Tetapi, aku merasa sangat terganggu karena dikubur di samping kubur seorang yang fasik. Aku ikut merasa tersiksa ketika ia tengah disiksa dengan berbagai azab.”
Pengalaman serupa dikemukakan oleh Thawus bin Dzakwan al-Yamani seperti yang dikutip oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu al-Walid Rabbah bin al-Walid al-Mushili dan dari Abdul Malik bin Abdul Aziz, dia berkata, pengalaman ini aku alami ketika aku sedang berhaji. Ketika tengah malam, aku shalat di dekat sebuah kubur. Saat itu, aku memakai syal yang aku beli di Yaman seharga 70 dinar.
Di tengah-tengah shalat, tiba-tiba aku melihat sebuah lampu mengiringi usungan jenazah. Kemudian dari kubur yang sudah digali itu, aku mendengar suara orang berdoa, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga jahat.” Aku lalu ruku, sujud, dan membaca salam. Selesai shalat, aku beranjak pergi. Di tengah jalan, aku bertemu dengan iringan jenazah tersebut, lalu aku hampiri mereka dan berkata, “Jangan kalian kuburkan mayat ini di sini, Kuburkanlah di tempat yang agak jauh.” Mereka menjawab, “Kami tidak mungkin menguburkannya di tempat lain.” Lalu aku berkata, “Siapakah orang yang lebih berhak dari mayat ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah anaknya.”
Lalu aku berkata kepada anak tersebut, “Sudikah engkau jika pakaianmu aku tukar dengan syal ini. Syal ini lebih mahal daripada 70 daerah di sini. Jika bapakmu mempunyai utang maka akan terbayar utangnya. Jika tidak, maka akan bermanfaat bagi ahli warisnya sebagai peninggalan, dan akan mencukupimu.” Kaum tersebut mengingkari perkataanku karena mana mungkin seorang laki-laki mempunyai syal seharga 70 dinar.
Akhirnya, aku memperkenalkan diriku yang sebenarnya kepada mereka. Aku lalu berkata, “Kenalkah kalian dengan Thawus al-Yamani?” Mereka berkata, “Ya.” Lalu aku berkata, “Akulah Thawus al-Yamani. Aku berkata dengan benar.” Maka, laki-laki itu (anak orang meninggal) bersedia menukarkan pakaiannya dengan syal milikku yang berharga cukup mahal itu. Kemudian dia pun pergi meninggalkanku. Selanjutnya, aku kembali lagi ke kubur tempat aku mendengar orang berdoa tadi. Aku katakan kepadanya, “Sekarang engkau tidak jadi punya tetangga jahat, aku berhasil menolaknya.” Lalu, aku kembali meneruskan shalat.
Orang Meninggal Itu Saling Berkunjung di Dalam Kubur Mereka
Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu Nashr Abdullah bin Sa’id bin Hatim al-Wa’ ili as-Sijistani dalam kitabnya, al-ibanah, dari Hibatullah bin Ibrahim bin Umar dari Ali bin al-Husain bin Bandar dari Muhammad bin al-Mushaffa dari Mu’awiyah dari Zuhair bin Mu’awiyah dari Abi az-Zubair dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Baguskanlah kain kafan mayat-mayat kalian, karena sesungguhnya mereka akan saling membanggakan diri dan saling mengunjungi di dalam kubur mereka.”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mengafani mayat saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya.”
Perkataan Kubur Setiap Harinya, dan Perkataannya Kepada Mayat yang Berada di Dalamnya
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, ketika Rasulullah Saw. masuk ke dalam mushalla, beliau melihat beberapa orang sedang ribut. Beliau lalu bersabda, jika kalian banyak mengingat yang melenyapkan kenikmatan-kenikmatan, yaitu kematian, pastinya Kalian tidak akan sempat melakukan seperti yang aku Lihat. Sering-seringlah kalian mengingat yang melenyapkan kenikmatan-kenikmatan, yaitu kematian. Karena, setiap hari Kubur selalu berkata, “Aku adalah rumah asing dan sunyi. Aku adalah rumah yang beralaskan tanah dan tempat berdiamnya cacing.”
Ketika seorang hamba mukmin dikubur, maka kubur menyambutnya seraya berkata kepadanya, “Selamat datang. Dahulu aku suka Orang seperilmu berjalan di atas punggungku dengan sopan. Pada hari ini, saat aku menguasaimu dan kamu pun telah kembali lagi padaku, kamu akan melihat apa yang akan aku lakukan terhadapmu.” Lalu, kuburnya menjadi luas seluas mata memandang, dan dibukakanlah buatnya sebuah pintu menuju surga.
Dan, ketika seorang hamba zalim atau kafir yang dikubur, maka kubur menyambutnya dengan berkata, “Tidak ada keselamatan buatmu. Dahulu aku tidak suka orang seperilmu berjalan di atas punggungku dengan sombong. Sekarang, setelah aku menguasaimu dan kamu pun telah kembali lagi padaku, kamu akan melihat apa yang akan aku lakukan terhadapmu.” Beliau lalu bersabda, “Maka kubur itu mengimpitnya hingga dia terkapar dan tulang belulangnya hancur dan patah.”
Sambil memasukkan sebagian jari-jari tangan ke sebagian rongga jarinya, Rasulullah Saw. bersabda, “Allah lalu mendatangkan kepadanya 90 atau 99 ekor ular besar. Padahal jika seekor dari ular-ular itu menyembur di bumi (tanah) maka selamanya tanah itu tidak akan sanggup menumbuhkan apa-apa. Selanjutnya, ia digigit ular tersebut terus menerus hingga datang hari hisab.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kubur itu bisa menjadi sebuah taman di antara taman-taman di surga, atau sebuah jurang di antara jurang-jurang neraka.” Menurut Abu Isa, hadis ini gharib.
Menurut riwayat Hannad bin as-Sarri dari Hasan al-Ju’fi dari Malik bin Mughaffal dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, sesungguhnya Allah menjadikan kubur itu mempunyai lisan untuk berbicara. la berkata, “Haj anak cucu Adam, kenapa kamu lupa padaku? Asal kamu tahu, aku adalah rumah (sarang) cacing, rumah yang terpencil, dan rumah yang mengerikan.”
Hannad berkata, telah menceritakan ke. pada kami, Waki’ dari Malik bin Mughaffal dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, sesungguhnya kubur itu menangis seraya berkata, “Aku adalah rumah yang mengerikan, aku adalah rumah yang terpencil, dan aku adalah rumah (sarang) cacing.”
Dituturkan oleh Abu Umar bin Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid, sebuah riwayat dari Yahya bin Jabir ath-Tha’i dari lbnu A’idz al-Azdi dari Ghadhif bin al-Harits bahwa ia bercerita, aku dan Abdullah bin ‘Ubaid bin Umar pergi ke Baitul Maqdis. Ketika duduk-duduk di rumah Abdullah bin Amr bin ‘Ash, kami mendengar dia berkata, sesungguhnya kubur itu berbicara kepada seorang hamba yang baru saja diletakkan padanya, “Hai anak cucu Adam, kenapa kamu lalai terhadapku? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah terpencil? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah yang sangat gelap? Apakah kamu tidak tahu bahwa aku ini rumah kebenaran? Hai anak cucu Adam, kenapa kamu lalai terhadapku? Begitu sombongnya kamu berjalan di sekitarku!”
Lalu temanku Abdullah bin Ubaid bin Umair yang lebih tua dariku, bertanya kepada Abdullah bin Amr bin ‘Ash, “Kalau ia orang mukmin, apa yang terjadi padanya?” Dia lalu menjawab, “Kuburnya akan dilapangkan, tempat tinggalnya akan dibuat nyaman, dan rohnya akan dibawa naik ke langit.”
Diriwayatkan pula oleh Abu Muhammad Abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, dari Abu Hajjaj ats-Tsimali, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, kubur akan berkata kepada mayat yang baru saja diletakkan di dalamnya, “Celaka kamu, hai anak cucu Adam. Kenapa kamu lalai terhadapku? Tidakkah kamu tahu bahwa aku adalah rumah fitnah, rumah yang sangat gelap, dan rumah (sarang) cacing? Apa yang mendorongmu begitu sombong ketika berjalan di atasku?” Beliau lalu berkata, jika orang saleh, akan ada yang memberikan jawaban atas pertanyaan kubur tadi, “Apakah kamu tidak tahu bahwa dia termasuk orang yang melakukan amar makruf dan nahi mungkar?” Kubur lalu berkata, “Baiklah, aku akan menolong agar jasadnya bercahaya dan rohnya terbang menghadap Tuhan seru semesta alam.” Hadis ini juga dituturkan oleh Abu Ahmad al-Hakim dalam kitabnya, al-Kina.
Disebutkan juga oleh Qasim bin Ashbagh dia berkata, “Dikatakan kepada Abu Hajjaj, apa yang dimaksud sombong (fidad) di sini?” Dia menjawab, “Yaitu orang yang mendahulukan seseorang dan mengakhirkan lainnya, yaitu orang yang berjalan dengan keangkuhan.”
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Daud bin Nafidz dari Abdullah bin Ubaid bin Umair, dia berkata, aku mendengar suatu riwayat yang menyatakan bahwa begitu mayat dimasukkan di dalam kubur, ia terduduk bingung dan membisu. ta bisa mendengarkan langkah kaki para pengantarnya yang hendak pulang meninggalkannya. Lalu kubur berkata kepadanya, “Celaka kamu, hai anak cucu Adam. Bukankah kamu sudah diperingatkan tentang aku yang begini sempit, gelap, dan menakutkan? Inilah yang aku siapkan untukmu. Lalu apa yang kamu siapkan untukku ?”
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Barang siapa sering mengingat kubur, maka dia akan mendapatkan sebuah taman di dalam surga. Dan, barang siapa melalaikannya, maka dia akan mendapatkan sebuah jurang di neraka.”
Ahmad bin Harb berkata bahwa bumi merasa heran terhadap orang yang senang merapihkan ranjangnya yang nyaman dan empuk untuk tidur. la (bumi) lalu berkata, “Hai anak cucu Adam, apakah kamu tidak ingat bahwa nanti kamu akan tidur panjang di perutku tanpa menggunakan alas apa pun?”
Seorang ulama yang terkenal zuhud pernah ditanya, “Pelajaran apa yang paling berkesan?” Dia menjawab, “Mengingat tempat orang-orang mati.”
Seorang penyair mengatakan,
“Kuburan yang diam membisu itu sedang memberi pelajaran kepadamu waktu-waktu yang terus berlalu telah mengabarkan berita kematianmu tetapi kamu asyik terlena dengan kesenangan dunia nafsumu berbisik padamu bahwa kamu masih hidup dan belum mati.”
Diriwayatkan oleh Hasan al-Bashri, dia berkata, suatu hari aku ikut mengantarkan usungan jenazah. Begitu sampai di kubur yang telah disiapkan, tiba-tiba aku mendengar suara seorang wanita, “Hai para penghuni kubur, seandainya kalian tahu orang yang sebentar lagi akan bergabung dengan kalian ini, kalian pasti enggan menerimanya.” Lalu aku mendengar suara jawaban dari dalam kubur itu, “Ya, dia akan dimasukkan padaku dengan membawa dosa-dosa sebesar gunung. Dan, aku telah diberi izin Tuhanku untuk memakannya sampai hancur lebur.” Aku melihat jenazah yang masih ada di dalam keranda itu terguncang keras sekali, lalu aku pun pingsan.
Himpitan Kubur Kepada Penghuninya Sekali pun Orang Saleh
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Inilah orang yang telah membuat Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah berguncang, dibukakan untuknya pintu-pintu langit, dan disaksikan oleh 70.000 malaikat. Sungguh, dia diimpit dengan sekali himpitan lalu dilepaskannya.” Menurut Abu Abdurrahman an-Nasa’i, yang dimaksud orang dalam hadis ini ialah Sa’ad bin Mu’adz.
Diriwayatkan dari Syu’bah bin al-Hajjaj berikut isnadnya yang sampai kepada Aisyah Ummul Mukminin, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di kubur itu ada himpitan. Kalau ada seseorang yang selamat darinya tentunya Sa’ad bin Mu’adz-lah orangnya.” Ini adalah hadis sahih riwayat Ahmad dan Baihadi.
Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Muhammad bin Fudhail dari ayahnya dari ibnu Abu Malikah, dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang diselamatkan dari himpitan kubur termasuk Sa’ad bin Mu’adz, yang sapu tangannya lebih baik daripada dunia seisinya.”
Hannad bin as-Sarri juga mendengar riwayat lain dari Abdat dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi’, dia berkata, “Aku mendengar bahwa jasad Sa’ad bin Mu’adz itu disaksikan oleh 70.000 malaikat, yang tidak pernah turun ke bumi sama sekali.” Dan telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sungguh teman kalian ini diimpit sekali himpitan di dalam kuburnya.”
Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dalam kitabnya, ath-Tha’ah wal-Ma’shiyah, dari Nafi’, dia berkata, Shufyah binti Ubaid, istri dari Ibnu Umar, datang kepada kami dengan ketakutan.
Aku bertanya padanya, “Ada apa denganmu?” Dia menjawab, aku baru saja bertemu dengan salah seorang istri Nabi Saw. dan bercerita pa. daku bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku benar-benar melihat, andai ada orang yang selamat dari azab kubur, tentu Sa’ad bin Mu’adz-lah orangnya. Namun, nyatanya dia juga diimpit dengan sekali himpitan di dalam kuburnya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam al-Ausath secara mursal.
Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Zan-zan dari Abu Umar, dia berkata, setelah memakamkan putrinya, Zainab, Rasulullah Saw. duduk di dekat kubur dengan wajah tampak sangat sedih lalu mendadak ceria. Para sahabat lalu bertanya, “Tadi kami melihat wajah engkau tampak sangat sedih namun mendadak ceria. Ada apa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Aku ingat putriku yang lemah ini, bagaimana dia menghadapi himpitan kubur. Aku lalu berdoa kepada Allah, dan Dia berkenan menolongnya. Demi Allah, saat dia diimpit kubur, suara jeritannya dapat terdengar oleh makhluk dari ujung barat hingga ujung ilmur.” Demikianlah hadis daif riwayat Ibnu al-Jauzi.
Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Ibrahim al-Ghanawi dari seorang laki-laki, dia berkata, ketika aku berada di dekat Aisyah, tiba-tiba muncul usungan jenazah anak kecil lalu Aisyah menangis. Kemudian aku bertanya kepadanya, “Kenapa engkau menangis wahai Ummul Mukminin” Dia menjawab, “Aku menangis karena kasihan pada anak kecil itu, bagaimana dia nanti menghadapi himpitan kubur?”
Menurutku, kendati pun hadis Aisyah tadi mauquf, tetapi hadis yang serupa tadi tidak bisa disebut sebagai pendapat pribadi.
Diriwayatkan oleh Umar bin Sya’bah dalam kitabnya, al-Madinah, tentang cerita wafatnya Fatimah binti Asad, ibu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib. Dia berkata, ketika Rasulullah Saw. sedang bersama sahabatnya, tiba-tiba muncul seseorang dan berkata, “Sungguh, ibunya Ali, Ja’far, dan Aqil, telah meninggal dunia.” Beliau lalu bersabda, “Ayo kita pergi kepada ibuku.” Maka kami pun segera bangkit, seakan-akan ada burung di atas kepala kami. Pada saat kami sampai di depan pintu, beliau melepaskan baju gamisnya seraya bersabda, “Jika kalian mengafaninya, maka pakaikan gamis ini kepadanya di bawah kain kafannya.”
Ketika jenazah wanita itu diusung, beliau ikut berjalan kaki bersama kami. Bahkan, sesekali beliau ikut memikul keranda, sesekali beliau mempercepat langkahnya, dan sesekali beliau memperlambat langkahnya. Setibanya di kubur, beliau masuk ke dalam liang lahad lalu keluar seraya bersabda, “Masukkan ia dengan menyebut bismillah (dengan menyebut nama Allah) atau ‘ala ismillah (atas nama Allah).” Selesai dikuburkan, beliau bangkit berdiri seraya bersabda, “Semoga Allah memberi balasan yang baik kepada seorang ibu, pengasuh ini.”
Kemudian kami bertanya kepada beliau, kenapa melepaskan baju gamisnya dan masuk ke liang lahad. Beliau lalu menjawab, “Aku ingin dia selamanya tidak disentuh api neraka, jika Allah menghendaki. Aku berharap semoga Allah melapangkan kuburnya. Tidak ada yang selamat dari himpitan kubur kecuali Fatimah binti Asad.” Seorang dari kami lalu bertanya, “Tidak juga al Qasim, putra engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Dan, bahkan tidak pula Ibrahim.” Yaitu, putra beliau yang paling kecil di antara keduanya.
Riwayat senada juga dituturkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Ashim al-Ahwal dari Anas. Tetapi, tidak menyebut tentang pertanyaan kenapa beliau melepaskan baju gamisnya dan masuk ke dalam liang lahad.
Dalam hadis riwayat Abu Hatim dan Abu Nu’aim, Anas berkata, ketika Fatimah binti Asad bin Hasyim wafat, Rasulullah Saw. duduk dengan khusyu di dekat kepalanya seraya berkata,
“Semoga Allah merahmati engkau, wahai ibuku. Engkau adalah pengganti ibuku. Engkau rela lapar asal aku kenyang. Engkau rela telanjang asal aku berpakaian. Engkau rela tidak makan makanan yang enak-enak demi aku. Semua itu engkau lakukan untuk mencari keridaan Allah serta keuntungan negeri akhirat.”
Selanjutnya beliau menyuruh untuk memandikan jenazahnya sebanyak tiga kali. Yang terakhir, beliau sendiri ikut menuangkan air. Kemudian beliau melepaskan baju gamisnya dan mengenakannya kepada jenazah Fatimah binti Asad, lalu ditutupnya dengan kain kafan di atasnya. Kemudian beliau memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khaththab, dan seorang budak berkulit hitam untuk menggali kuburnya.
Ketika jenazah sampai di liang lahad, beliau masuk ke dalamnya dan ikut mengeluarkan sisa-sisa tanah dengan tangannya. Setelah selesai, beliau memasukkan jenazah dan membaringkan di dalamnya. Setelah itu, beliau berdoa, “Segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Menghidupkan dan Mematikan. Dia Mahahidup dan tidak akan pernah mati. Ya Allah ampunilah ibuku, Fatimah binti Asad ini. Ajarilah dia hujahnya dan lapangkanlah tempat masuknya dengan kebenaran nabi-Mu ini dan para nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.” Setelah membacakan takbir empat kali, beliau lalu memasukkannya ke dalam liang lahad dibantu Abbas dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Semoga Allah meridai mereka semua.
Mayat Itu Disiksa Karena Tangisan Keluarganya
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya jika seorang hamba yang sudah menjadi mayat diletakkan di kuburnya, ia terduduk mendengarkan ucapan keluarga yang meratapinya, “Hai pemimpinku! Hai junjunganku! Hai penguasaku!” Maka malaikat berkata, “Dengar apa yang mereka katakan itu, benarkah kamu seorang pemimpin, seorang junjungan, dan seorang penguasa?” Lalu mayat itu berkata, “Alangkah baiknya jika mereka itu diam saja.” Kemudian Nabi Saw. bersabda lagi, “Lalu ia (mayat) diimpit sekali himpitan saja sehingga tulang-tulangnya patah dan hancur lebur.” Tangisan Manakah yang Dilarang Itu?
Para ulama mengatakan bahwa sebagian besar para ulama berpendapat, sesungguhnya mayat itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang hidup, jika tangisan tersebut merupakan pesan mayat sebelumnya, atau kemauannya sendiri, seperti yang dikatakan oleh seorang penyair,
“Jika aku nanti mati tangisilah aku sambil merobek-robek bajumu, hai putri Ma’bad.”
Terdapat riwayat yang menunjukkan bahwa mayat itu diazab karena tangisan orang yang masih hidup, sekalipun itu bukan karena suruhan atau pesan si mayat sebelumnya. Mereka berpedoman pada hadis Anas di atas tadi dan riwayat hadis Qailah binti Makharamah. Diceritakan bahwa seorang wanita menemui Rasulullah Saw.. Setelah menceritakan anaknya yang baru saja meninggal, dia pun menangis. Beliau berusaha menenangkannya dan berkata, “Apakah di antara kalian ada yang mau dikalahkan oleh pertemanan yang baik dengan seseorang di dunia? Lalu, pada saat dia dan temannya itu terhalang oleh Zat Yang Lebih dekat daripada temannya, tapi dia masih mengharapkan temannya tadi kembali lagi kepadanya?” Beliau lalu berdoa, “Ya Allah, sempumakanlah pahala padaku atas apa yang telah aku lakukan, dan bantulah aku untuk memelihara nikmat yang telah aku tinggalkan. Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya orang yang tidak mengerti di antara kalian pasti akan menangisi keluarganya yang mati. Hai hamba-hamba Allah, janganlah kalian menyiksa orang-orang yang telah meninggal di antara kalian.”
Hadis ini dituturkan oleh Ibnu Abu Khai. usamah, Abu Bakar bin Abu Syaibah, dan lainnya. Isnad hadis ini cukup terkenal sehingga tidak ada masalah. Hadis ini menunjukkan bahwa tangisan wanita tersebut adalah dari kehendaknya sendiri, bukan atas pesan mendiang putranya yang termasuk salah seorang sahabat Rasulullah, seperti yang lazim berlaku di kalangan orang-orang jahiliah dahulu.
Abu Umar bin Abdil Barr mengatakan dalam al-isti’ab sebuah hadis dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Nabi Saw. bersabda, “Mayat itu diazab karena tangisan orang yang hidup. Ketika meratap dia menyebut, hai pemimpinku, hak penolongku, hai pemberi pakaianku. Lalu akan ditentang dan dikatakan padanya, apakah memang kamu penolongnya, pembantunya, atau pemberi pakaiannya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Nu’man bin Basyir, dia berkata bahwa Abdullah bin Rawahah jatuh pingsan sehingga adik perempuannya, Umrah, menangis seraya berkata-kata, “Aduh celaka aku!” Begitu siuman, Abdullah berkata kepada adiknya, “Setiap kali kamu mengucapkan kalimat itu, pasti aku akan ditanya nanti, benarkah kamu celaka?” Maka, ketika dia meninggal, maka dia tidak ditangisi oleh adik perempuannya tersebut.
Hal itu bukan karena suruhan, kehendak, atau wasiat dari Abdullah bin Rawahah. Pengetahuan agamanya yang mendalam tidak mungkin mendorong dia melakukan semua itu.
Diriwayatkan oleh al-Hafizh Ahmad Abdul Ghani bin Sa’id dari Manshur bin Zadzan dari al-Hasan dari Imran bin Wushain, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menyiksa mayat karena ratapan keluarga terhadapnya.” Seseorang lalu bertanya, “Bagaimana dengan orang yang meninggal di Khurasan, tetapi diratapi di sini?” Imran menjawab, “Rasulullah Saw. benar perkataannya, dan kamu dusta.”
Al-Hasan berkata, “Orang yang paling jahat terhadap mayat adalah keluarganya sendiri. Mereka menangisinya tetapi tidak mau membayarkan utang-utangnya.”
Apa yang Menyelamatkan Seseorang dari Himpitan dan Fitnah Kubur?
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu al-A’la Yazid bin Abdullah bin Syakhir dari ayahnya, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa membaca Surah al ikhlas pada waktu sakit yang menyebabkannya meninggal, niscaya dia tidak akan mendapatkan fitnah kubur, selamat dari himpitan kubur, dan pada hari Kiamat nanti, malaikat akan membawa dengan telapak tangannya hingga berhasil menyeberangi jembatan (ash-Shirath) menuju surga.” Menurut Abu Nu’aim, hadis ini gharib berasal dari hadis Uzaid yang hanya diriwayatkan secara sendirian oleh Nashr bin Hammad al-Bajali.
Doa yang Dibaca Saat Meletakkan Mayat di Dalam Kubur
Lahad adalah tanah yang digali untuk meletakkan mayat disamping kanan kuburnya, jika keadaan tanah itu keras. Dan itu lebih utama daripada dibelah tengahnya saja. Itulah pilihan Allah Ta’ala untuk Nabi Saw..
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dia berkata, ketika para sahabat bermaksud menggali kubur untuk jenazah Rasulullah Saw., maka mereka mengutus seseorang untuk menemui Abu Ubaidah, seorang penggali kubur untuk penduduk Mekah. Dan, mereka juga mengutus seseorang untuk menemui Abu Thalhah, seorang penggali kubur untuk penduduk Madinah. Mereka mengutus dua orang utusan untuk menemui kedua penggali kubur itu. sambil berkata, “Ya Allah, pilihlah yang terbaik untuk Rasul-Mu itu.” Mereka hanya berhasil mendapatkan Abu Thalhah, lalu dia pun didatangkan. Sedang Abu Ubaidah tidak dapat diketemukan. Lalu dia menggalikan lahad untuk kubur Rasulullah Saw..
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Untuk kita adalah liang lahad, dan untuk selain kita adalah liang landak (belah tengah).” Hadis ini diriwayatkan juga oleh lbnu Majah dan Tirmidzi yang menganggapnya sebagai hadis gharib.
Orang-orang bersyair,
“Letakkan pipiku di atas lahad, maka letakkanlah siapa yang menimbun kubur, maka biarkanlah bantalan mereka mencabikkan kain kafan untukku mereka menyembunyikanku di dalam kubur yang dalam andaikan kalian menyaksikannya ketika ia sudah masuk pada hari yang ketiga, maka kalian tidak mengenalnya lagi karena kedua bola matanya meleleh Pipi dan mulutnya terkoyak dan lumpur memanggil, ini adalah Fulan. apakah kalian mengenalinya? ia adalah kekasihmu dan tetanggamu yang rela berkorban namun kalian melupakannya mereka membenamkan kekasih mereka, mereka hanya ingin mendapatkan yang tertinggal mereka meninggalkannya dalam keadaan sendiri dalam kubur mereka tidak mau membekalinya kecuali pakaian dan kedukaan pilu.”
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari Sa’id bin al-Musayyib, dia bercerita, “Aku pernah melihat Ibnu Umar mengantarkan jenazah ke dalam kubur. Ketika jenazah diletakkan di liang lahad, maka dia membaca doa,
“Dengan nama Allah dan semoga dia meninggal di jalan Allah.”
Ketika liang lahad diratakan dengan tanah, maka dia berdoa,
“ya Allah, lindungilah dia dari setan dan azab kubur.”
Dan, ketika meratakan pasir pada kubur, maka dia berdiri di samping kubur, dan berdoa,
“ya Allah, renggangkanlah bumi dari kanan kirinya, naikkan rohnya, dan songsonglah dia dengan rida-Mu.”
Selesai penguburan, aku bertanya kepada ibnu Umar, “Doa yang aku dengar tadi, apakah dari Rasulullah Saw., ataukah dari engkau sendiri?’” Dia menjawab, “Aku mungkin bisa mengucapkannya seperti itu. Tetapi, sungguh aku pernah mendengarnya dari Rasulullah Saw…” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya..
Abu Abdullah at-Tirmidzi berkata, ayahku (semoga Allah meridainya) berkata bahwa al-Fadl bin Zakin meriwayatkan kepada kami dari Sufyan dart al-A’masy dari Amr bin Murrah, dia berkata, ketika mayat dimasukkan ke dalam liang lahadnya, mereka suka berdoa, “Ya Allah, lindungilah dia dari godaan setan yang terkutuk”
Diriwayatkan dari Sufyan ats-Tsauri, ke. tika mayat ditanya, “Siapa Tuhanmu?” Setan menampakkan diri menjelma sesosok manusia. Sambil menunjuk dirinya sendiri, dia berkata, “Akulah Tuhanmu.”
Menurut Abu Abdullah, itu merupakan fitnah kubur yang sangat besar. Karena itulah Rasulullah Saw. selalu mendoakan mayat agar diberi keteguhan, “Ya Allah, teguhkanlah perkataannya dalam menghadapi masalah itu, dan bukakanlah pintu-pintu langit untuk rohnya.”
Seandainya setan tidak ada di sana, niscaya Rasulullah Saw. tidak berdoa seperti itu. Ini adalah tahqiq (ketetapan) ketika diriwayatkannya dari Sufyan.
Berdiri Sebentar di Dekat Kubur Setelah Pemakaman Seraya Mendoakan Mayat Agar Diberi Keteguhan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Syamasah al-Mahri, dia berkata, kami menyaksikan Amr bin ‘Ash sewaktu sedang menghadapi sakaratul maut …. Lalu Amr bin ‘Ash berkata, “Jika kalian nanti menguburku, maka tuangkan air dingin di atas kuburku, Jalu berdirilah sebentar di sekitar kuburku. Berusahalah untuk menyembelih seekor kambing, lalu dagingnya dibagikan, sehingga aku merasa senang dengan kehadiran kalian, dan aku dapat menimbang jawabanku kepada para malaikat utusan Tuhanku ‘Azza wa Jalla.”
Hadis senada diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Yazid bin Abu Habib dari Abdurrahman bin Syamasah, dia berkata bahwa Amr bin ‘Ash berpesan, “Jika aku nanti meninggal, kencangkanlah kainku karena aku akan menghadapi pertanyaan. Tuangkan air dingin di atas kuburku. Sesungguhnya sebelah kananku tidak lebih berhak ditimbun tanah daripada sebelah kiriku. Jangan memasang nisan pada Kuburku, baik yang terbuat dari kayu maupun dari batu. Dan, jika kalian telah menguburku, maka duduklah beberapa saat , dan berusahalah untuk menyembelih seekor kambing dan membagi-bagikannya supaya aku merasa senang melihat kalian.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Utsman bin Affan, dia berkata, jika Rasulullah Saw. selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri di dekatnya seraya bersabda, “Mohonkanlah ampunan dan keteguhan buat saudara kalian, karena sekarang dia sedang ditanya malaikat.”
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul dari Utsman bin Affan, dia berkata, jika Rasulullah Saw. selesai menguburkan jenazah, beliau berdiri sejenak seraya memohonkan keteguhan untuk si mayat. Beliau lalu bersabda, “Tidak ada ketakutan akhirat yang dihadapi oleh seorang mukmin, melainkan ketakutan kuburlah yang lebih menakutkan.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Atha’ bin Maisarah al-Kharasani dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. berdiri di depan kubur seorang sahabatnya yang baru saja dimakamkan seraya bersabda, “Sesungguhnya kita milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya. Ya Allah, sesungguhnya dia telah beristirahat kepada-Mu, dan Engkau adalah sebaik-baiknya tempat beristirahat. Ya Allah, renggangkanlah bumi dari kanan kirinya, bukakanlah pintu-pintu langit untuk rohnya, terimalah dia di sisi-Mu dengan penerimaan yang baik, dan teguhkanlah perkataannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan malaikat.”
Beberapa Perbuatan yang Dilakukan Setelah Menguburkan Mayat
Menurut al-Ajuri Abu Bakar Muhammad bin al-Husain dalam kitabnya, an-Nashihah, setelah memakamkan mayat dianjurkan untuk berdiri sebentar di depan kubur untuk memohon semoga lisannya diberi keteguhan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat. Katakanlah, “Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Engkau lebih mengetahuinya daripada kami. Tetapi, setahu kami dia adalah orang baik. Sekarang, Engkau telah mendudukkannya buat Engkau tanyai. Ya Allah, teguhkanlah dia dengan perkataan yang teguh di akhirat, sebagaimana Engkau telah meneguhkannya dalam kehidupan dunia. Ya Allah, kasihanilah dia dan gabungkanlah dia dengan Nabi Muhammad Saw.. Sepeninggalnya, janganlah Engkau sesatkan kami, dan janganlah Engkau halangi kami atas pahala dia.”
Menurut Abu Abdullah at-Tirmidzi, selain menshalatinya, berdiri di depan kubur seraya memohon keteguhan pada mayat yang baru dikuburkan, juga dapat menolongnya. Bagi mayat, Orang-orang mukmin yang menshalatinya secara berjamaah adalah laksana sekawanan pasukan yang tengah berkumpul untuk memohonkan ampunan serta keteguhan. Hal itu sangat berguna bagi mayat untuk menghadapi dahsyatnya di alam kubur.
Larangan Meratapi Mayat
Ketika dalam keadaan kritis, Amr bin ‘Ash sempat berpesan, “Jika aku nanti meninggal, maka jangan iringi jenazahku dengan ratapan tangis dan api. Singkirkan keduanya dariku, karena hal itu. termasuk perbuatan orang-orang jahiliah. Dan, hal ini juga dilarang oleh Nabi Saw..”
Menurut para ulama, termasuk perbuatan orang-orang jahiliah ialah ramai-ramai berzikir kepada Allah di sekitar jenazah, mendirikan bangunan di atas kubur, berkumpul di masjid-masjid, di makam-makam, dan di tempat-tempat lain untuk membaca al-Qur’an dan lainnya yang pahalanya ditujukan buat orang-orang yang telah meninggal.
Demikian pula dengan mengumpulkan keluarga yang berduka, membuat makanan, dan menginap di rumah mereka. Semua itu termasuk perbuatan jahiliah. Contohnya lagi seperti membuat makanan oleh keluarga yang berduka pada hari ketiga atau ketujuh tepat meninggalnya mayat dengan mengundang banyak orang untuk berkumpul dalam satu majelis untuk mendoakan mayat.
Semua itu menurut ulama adalah perkara yang diada-adakan dan tidak terpuji. Tidak sepatutnya kaum muslimin meniru perbuatan orang-orang kafir. Seorang muslim wajib melarang anggota keluarganya menghadiri majelis-majelis seperti itu dan hal-hal lain yang dilarang syariat: seperti menampar-nampar pipi sendiri, menarik-narik rambut sendiri, merobek baju, dan meratap.
Begitu pula dengan kaum laki-laki dan kaum wanita yang berkumpul dalam satu majelis untuk menyantap makanan yang dibuat oleh keluarga yang berduka, hal itu termasuk perbuatan orang-orang yang tidak berakhlak. Bahkan, menurut Ahmad bin Hanbal, itu termasuk perbuatan kaum jahiliah.
Ketika ditanya tentang sabda Nabi Saw. dalam hadis riwayat Ahmad dan Hakim, “Buatjah makanan untuk keluarga Ja’far”, Ahmad bin Hanbal menjawab bahwa makanan itu tidak dibuat oleh keluarga Ja’far. Tetapi, justru dibuatkan oleh orang lain untuk membantu beban mereka. Seorang muslim wajib melarang anggota keluarganya dari hal tersebut. Barang siapa memperbolehkan keluarganya melakukan hal itu, berarti dia telah durhaka kepada Allah, atau membantu mereka dalam berbuat dosa. Allah Ta’ala berfirman,
“Periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. at-Tahrim: 6)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya, dari Jarir bin Abdullah al-Bajali, dia berkata, “Kami menganggap berkumpul dengan keluarga yang berduka dan membuat makanan termasuk dari meratap.” Menurut Hilal bin Khabbab seperti yang dikutip al-Khara’ithi, membuat makanan karena kematian termasuk perbuatan jahiliah juga.
Diriwayatkan oleh al-Ajuri dari Abu Musa al-Asy’ari, dia berkata, ketika saudara perempuan Abdullah bin Umar meninggal, aku berkata kepada istriku, “Pergilah ke sana, dan hiburlah mereka, karena keluarga Kami dan keluarga Umar sudah terjalin hubungan yang baik!” Kemudian istriku pun pergi. Namun, tidak berapa lama kemudian, istriku pulang lagi (tidak bermalam). Kemudian aku berkata, “Bukankah aku telah menyuruhmu untuk bermalam di Sanae” Lalu istriku menjawab, aku sebenarnya hendak bermalam di sana. Namun, Ibnu Umar melarangku, dan berkata, “Keluarlah, karena hal itu bisa mendatangkan siksa bagi mendiang saudariku.”
Abu al-Bakhtari juga berpendapat sama. Menurutnya, menginap di rumah keluarga yang berduka untuk menghibur mereka termasuk perbuatan jahiliah.
Syekh al-Qurthubi berkata, hal-hal seperti itu sekarang ini sudah lazim terjadi, dan meninggalkannya malah dianggap sebagai tindakan bid’ah. Ini jelas memutarbalikkan kebenaran. Tepat sekali apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas bahwasanya setiap tahun, kematian sunah dan kemunculan bid’ah selalu ada, dan itu dialami manusia. Akibatnya, sunah semakin tenggelam, dan bid’ah semakin subur serta semarak di mana-mana.
Dewasa ini, orang yang mengamalkan sunah dan mengingkari bid’ah akan gampang dibenci oleh banyak orang Karena dianggap telah merusak tradisi mereka. Tetapi, siapa yang tetap konsisten melakukan hal itu, ia akan diberi ganti oleh Allah dengan yang lebih batik. Rasulullah Saw. bersabda, “Apa pun yang kamu tinggalkan, Allah pasti akan memberimu ganti yang lebih baik darinya.” Hadis ini diriwayatkan oleh ibnu Majah.
Dalam hadis riwayat Thabrani, Rasulullah Saw. bersabda, “Akan selalu ada dalam umat ini sekelompok orang yang berperang karena perintah Allah. Mereka tidak merasa terkena mudarat oleh orang yang menentang mereka dan yang memusuhi mereka.”
Beberapa Larangan yang Berkenaan Dengan Mayat
Hadis senada disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, merobek baju, dan berdoa dengan doa kebiasaan orang-orang jahiliah.”
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim juga terdapat riwayat hadis yang bersumber dari Abu Burdah bin Abu Musa, dia berkata, Abu Musa menderita suatu penyakit. Dia pingsan dengan posisi kepala di pangkuan seorang wanita yang masih kerabat dekatnya hingga wanita itu menjerit, dan tidak ada yang mampu mencegahnya sama sekali. Begitu Abu Musa siuman, dia berkata, “Aku tidak bertanggung jawab terhadap perbuatanmu, dan Rasulullah Saw. pun tidak bertanggung jawab terhadap orang sepertinya. Yaitu, wanita yang berteriak-teriak (meratap) waktu datang bencana, wanita yang mencukur bersih rambut kepalanya, dan wanita yang merobek-robek bajunya.”
Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Abdurrahman bin Yazid dan Abu Burdah bin Abu Musa, mereka berkata bahwa Abu Musa jatuh pingsan. Istrinya muncul lalu menjerit dengan histeris. Begitu Abu Musa siuman, dia berkata kepada istrinya, apakah kamu tidak tahu kalau Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Aku tidak bertanggung jawab terhadap wanita yang menjambak rambutnya, yang berteriak-teriak ketika datang bencana, dan yang merobek-robek bajunya.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Umamah bahwa Rasulullah Saw. meltlaknat wanita yang melukai (mencakar-cakar) wajahnya sendiri, yang merobek-robek bajunya, dan yang mengerang dengan menyebut binasa dan celaka. Sanadnya sahih.
Hatim al-Asham berkata, “Jika Kamu melihat orang yang sedang tertimpa musibah merobek-robek pakaiannya sendiri dan memperlihatkan kesedihannya lalu kamu ikut bertakziah atau berkabung kepadanya, itu berarti kamu ikut ambil bagian dalam perbuatan dosanya. Dia sebenarnya orang yang sedang berbuat kemungkaran dan harus diingatkan.”
Abu Sa’id al-Balkhi berkata, “Barang siapa yang ditimpa musibah lalu dia merobek-robek pakaian atau memukul-mukul dada, maka seolah-olah dia sedang memegang sebilah tombak dan ingin menyerang Tuhannya ‘Azza wa Jalla.”
Menalkinkan Mayat Setelah Dikubur Dengan Bacaan Syahadat
Diriwayatkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dari Abu Umamah al-Bahili, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, jika salah seorang di antara kalian meninggal, maka hendaklah seseorang meratakan kuburnya lalu berdiri di atas kuburnya disamping posisi kepala mayat dan berkata, “Hai Fulan bin Fulan,” pada saat itu mayat mendengarnya namun tidak bisa menjawab. Lalu, katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” untuk kedua kalinya, maka mayat tersebut sudah mampu duduk. Lalu katakanlah,
“Hai Fulan bin Fulanah,” untuk ketiga kalinya, maka mayat itu akan menjawab, “Semoga kami mendapatkan petunjuk.” Namun, kalian tidak akan dapat mendengarnya.
Lantas, dikatakan kepadanya, “Sebutkan apa yang dahulu kamu sebut di dunia” “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Aku telah rida Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku, Muhammad sebagai nabiku, dan al Qur’an sebagai imanku.” Lalu Munkar dan Nakir berkata, “Orang yang duduk di depan kami ini lancar jawabannya. Hujahnya begitu meyakinkan. Dan, Allah akan membela mayat itu.”
Lalu, seorang laki-laki bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika dia tidak mengenal ibunya?” Beliau lalu menjawab, “Dia, dinisbahkan kepada ibunya, Hawa.”
Diriwayatkan oleh Hammad bin Zaid dari Said al-Azdi, dia berkata, aku menengok Abu Umamah ketika dia sedang sakaratul maut. Dia lalu berkata kepadaku, hai Said, jika aku meninggal, maka lakukanlah kepadaku sebagaimana Rasulullah Saw. lakukan. Beliau bersabda bahwa jika seseorang di antara kalian meninggal, maka kuburkanlah dia. Setelah itu, berdirilah salah seorang kalian di atas kuburnya di samping posisi kepala mayat dan berkata, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka sesungguhnya mayat itu akan mendengar. Lalu, katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka mayat tersebut sudah mampu duduk. Lalu katakanlah, “Hai Fulan bin Fulanah,” maka mayat itu akan menjawab, “Semoga kami mendapatkan petunjuk.” Lantas, dikatakan kepadanya, “Sebutkan apa yang dahulu kamu sebut di dunia?” “Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sesungguhnya hari Kiamat itu akan datang, tidak ada keraguan lagi padanya, dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan para penghuni kubur” Lalu Munkar dan Nakir berpegangan tangan dan berkata, “Kami tidak akan berbuat apa pun kepada orang ini. Hujahnya begitu meyakinkan. Dan, Allah akan membela mayat itu.” Hadis Abu Umamah ketika sakaratul maut ini dianggap gharib.
Abu Muhammad Abdul Haq berkata bah, wa Syaibah bin Abu Syaibah telah mengatakan, ketika ibuku akan meninggal, dia berwasiat kepadaku, “Hai anakku, jika engkau telah menguburku maka berdirilah di dekat kuburku lalu katakanlah, hai ibu Syaibah katakanlah, “La ilaha illallah.” Setelah itu, pergilah.” Ketika malam telah tiba, dia bermimpi melihat ibunya berkata, “Hai anakku, engkau telah menyelamatkanku dari siksaan. Apa jadinya jika engkau tidak mengajariku mengucapkan, “La ilaha illalah.” Sungguh engkau telah benar-benar melaksanakan wasiatku,”
Syekh al-Qurthubi berkata, guru kami Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Qurthubi berkata bahwa mayat yang sedang berada di kubur mestinya harus kita tuntun untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Munkar dan Nakir, Maka katakanlah kepadanya, “Allah tuhanku, Islam agamaku, Muhammad rasulku.” Perintah tersebut telah diamalkan di Cordoba. Katakan kepadanya, “Muhammad adalah rasul Allah.” Begitu pula ketika mayat ditimbuni tanah. Hal ini tidak bertentangan dengan firman-Nya,
“Dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22)
“Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar.” (QS. ar-Rum: 52)
Beliau pernah menyeru kepada orang yang memiliki hati dan pendengaran, “Kalian tidak akan mampu mendengarkan mereka dan mereka pun tidak akan menjawab pertanyaan kalian.” Sungguh Nabi Saw. pernah bersabda, “Orang yang mati itu dapat mendengar suara langkah sandal kalian.”
Orang yang Tidak Ingat Kematian Karena Panjang Angan-angan dan Lalai
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya orang-orang yang mengantarkan jenazah diawasi oleh malaikat. Mereka itu sedih dan gundah. Apabila mayat telah diletakkan di kubur, maka pengantar tersebut pulang. Malaikat lalu mengambil sekepal tanah dan melemparkannya sambil berkata kepada mereka, “Pulanglah ke rumah kalian. Sesungguhnya Allah telah melupakan kematian kalian hingga kalian melupakannya.” Kemudian mereka pun kembali berniaga, seolah-olah mereka tidak akan mati dan tidak akan pernah melihat kematian.
Diriwayatkan ketika Allah ‘Azza wa Jalla mengusap punggung Nabi Adam ass. lalu keluarlah anak cucunya (keturunannya). Pada saat itu malaikat berkata, “Ya Allah, mungkin bumi tidak akan mampu menampungnya.” Allah lalu berkata, “Aku akan mematikan mereka.” Malaikat lalu berkata, “Ya Allah, kehidupan tidak akan menyenangkan bagi mereka.” Allah lalu berkata, “Aku akan menciptakan harapan-harapan bagi mereka.”
Pada hakikatnya, Harapan adalah termasuk rahmat Allah yang karenanya orang bisa merencanakan kehidupan, mengatur urusan-urusan dunia, memberi semangat kepada orang yang sedang berkarya maupun yang sedang tekun beribadah. Yang dikecam ialah harapan yang sampai membuat orang terlena, sehingga melupakan akibat dan membikin malas dalam beramal saleh.
Al-Hasan berkata, lupa dan harapan adalah nikmat yang sangat besar yang dianugerahkan kepada manusia. Tanpa keduanya, dinamika kehidupan kaum muslimin akan berhenti. Sementara Mutharrif bin Abdullah mengatakan, seandainya aku sampai tahu kapan ajalku tiba, aku khawatir justru aku akan menjadi gila. Untungnya, Allah mengaruniai hamba-hamba-Nya lupa akan kematian. Seandainya tidak demikian, mereka akan menganggap remeh kehidupan dan pasar pun tidak akan pernah berdiri.
Rahmat Allah Kepada Hamba-Nya Saat Dimasukkan ke Dalam Kubur
Atha’ al-Khurasani berkata, “Tuhan mengasihi kepada hamba-Nya ketika dia dimasukkan ke dalam kubur, dan saat ditinggal oleh para pengantar serta keluarganya.” Demikian menurut sebuah hadis marfu’ yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Abu Ghalib berkata, aku menemui Abu Umamah al-Bahili di Syam. Pada suatu hari, aku menjenguk seorang pemuda yang jatuh sakit, tetangga dekat Abu Umamah. Aku melihat dia tengah ditunggui oleh pamannya. Pamannya lalu berkata kepadanya, “Hai musuh Allah, bukankah aku telah menyuruhmu dan melarangmu?” Pemuda itu lalu berkata, “Paman, seandainya Allah mempertemukanku dengan mendiang ibuku, apa yang akan dilakukan ibuku padaku?” Pamannya menjawab, “Dia akan memasukkanmu ke dalam surga.” Pemuda itu berkata, “Sesungguhnya Allah lebih sayang padaku daripada ibuku sendiri.” Sehabis berkata begitu, pemuda itu meninggal.
Lalu, aku bersama pamannya ikut masuk ke dalam kuburnya. Ketika kuburnya dirapikan, tiba-tiba pamannya berteriak kaget. Aku bertanya, “Ada apa dengan engkau ?” Dia menjawab, “Allah telah melapangkan kuburnya dan memenuhinya dengan cahaya.”
Abu Sulaiman ad-Darani pernah berdoa, “Ya Allah, Tuhan Yang Mahakuasa, kasihanilah aku nanti yang merasa asing dan sendirian di dalam kubur. Ya Allah, yang menemani setiap orang yang sendirian, hiburlah kesendirianku nanti di dalam kubur.”
Sungguh indah apa yang dikatakan oleh seorang penyair Abu Bakar Abdurrahman bin Muhammad bin Mafawiz,
“Hai orang yang berdiri di dekat kuburku, ambillah pelajaran dengarkan kata tulang-tulang yang telah hancur lebur mereka meninggalkanku begitu saja di perut liang lahad ini mereka takut dosa-dosaku, dan putus asa dari Allah sang Pemberi Karunia. ingin aku katakan kepada mereka, janganlah mengeluh, karena aku selalu berbaik sangka kepada Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah.”
Kapan Malaikat Maut Meninggalkan Seorang Hamba? Allah Ta’ala berfirman,
“Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.” (QS. Qaf: 21)
“Sungguh, akan kamu jalani tingkat demi tingkat (dalam kehidupan).” (QS. al-Insyiqaq: 19)
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Ja’far Muhammad bin Ali dari Jabir, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya anak cucu Adam (manusia) itu benar-benar lalai terhadap apa yang telah diciptakan Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah, yang tidak ada tuhan selain-Nya, jika berkehendak menciptakannya, Dia berfirman kepada malaikat, “Tulislah rezekinya, umurnya, dan ajalnya. Dan tulislah, apakah ia orang celaka atau orang bahagia?” Lalu malaikat itu naik. Sepeninggal malaikat itu, Allah memerintahkan malaikat lain untuk menjaga anak cucu Adam itu hingga dia mengerti.
Selanjutnya, Allah mengutus malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan, untuk mencatat amal baiknya dan amal buruknya. Ketika telah tiba ajalnya, maka kedua malaikat itu berlalu. Lalu muncullah Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya. Ketika dia dikuburkan, maka Malaikat Maut mengembalikan nyawa (roh) anak cucu Adam ke dalam jasadnya. lalu, muncullah dua malaikat kubur. Setelah mengujinya, keduanya pun berlalu.
Dan ketika tiba hari Kiamat, malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan turun kepada anak cucu Adam. Kedua malaikat itu melepaskan tulisan yang tergantung di lehernya, kemudian keduanya hadir bersamanya; yang satu sebagai pengiring, dan satunya lagi sebagai saksi. Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Sungguh, kamu dahulu falai tentang (peristiwa) ini, maka Kami singkapkan tutup (yang menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” (QS. Qaf: 22)
Rasulullah Saw. lalu bersabda tentang firman Allah, “Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat”, beliau bersabda, “Yaitu keadaan demi keadaan dalam kehidupan di dunia.”
Kemudian Nabi Saw. bersabda pula, “Sesungguhnya di hadapan kalian akan ada suatu perkara yang besar. Karenanya, mohonlah pertolongan kepada Allah Yang Mahabesar.” Menurut Abu Nu’aim, hadis ini gharib. ta berasal dari hadis Abu Ja’far dan hadis Jabir yang diriwayatkan secara tunggal oleh Jabir bin Yazid al-Ju’fi dari alMufadhdhal.
Menurutku, Jabir bin Yazid al-Ju’fi adalah seorang perawi yang hadisnya ditinggalkan (matruk), sehingga hadis tersebut tidak bisa dijadikan sebagai hujah dalam masalah yang menyangkut hukum.
Di kota Cordoba, tepatnya di dekat kubur wazir (perdana menteri) agung Abu Amir bin Syahid, terdapat tulisan yang menerangkan bahwa ia dimakamkan di dekat kawan dekatnya yaitu wazir Abu Marwan az-Zujaji. Seolah-olah dia hendak mengatakan sesuatu kepada temannya tersebut. Mereka dimakamkan di sebuah taman. Dulu, mereka sering berkumpul di sana. Isi tulisan tersebut antara lain, “Hai kawanku, bangkitlah kita telah lama di sini. Apakah kita akan terus tinggal di sini?” Dia lalu menjawab,
“Kita tidak akan beranjak dari sini sepanjang di atas kita masih ada langit. Kita ingat berapa kali kita pernah menikmati malam-malam indah di sini. Ini sepertinya tidak akan pernah ada habis-habisnya. Tetapi, kita akan celaka kalau tidak mendapatkan rahmat dari siksa Allah yang dahsyat. Ya Allah, ampunilah aku, Engkau adalah penolong hamba-Mu yang lalai.”
Pertanyaan Dua Malaikat, dan Memohon Perlindungan dari Azab Kubur dan Neraka
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seorang hamba telah diletakkan di dalam kuburnya dan ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya, maka dia bisa mendengar detak suara alas kaki mereka. Lalu datanglah dua malaikat kepadanya. Setelah menyuruhnya duduk, mereka lalu bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang seorang laki-laki bernama Muhammad itu?” Bagi yang beriman, dia akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allah.” Lalu dikatakan kepadanya, “Lihat, itu adalah tempatmu di neraka yang telah Allah gantikan dengan sebuah tempat di surga.” Dia lalu melihat kedua tempat itu (Surga dan neraka) semuanya.
Qatadah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada kami, “Lalu kuburnya diluaskan sepanjang 40 hasta.” Menurut riwayat Muslim, “Seluas 70 hasta yang dipenuhi dengan kenikmatan hingga hari berbangkit.”
Kembali lagi pada hadis Anas, adapun kepada orang munafik atau orang kafir, dia akan ditanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang orang itu?” Maka dia akan menjawab, “Aku tidak tahu. Aku mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang.” Maka dikatakan kepadanya, “Kamu tidak pernah tahu, dan tidak pula membaca tentang orang itu.” Lalu tengkuknya dipukul palu besi dengan satu kali pukulan saja sehingga dia menjerit keras, dan suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.
Menurutku, hadis tersebut tidak ada dalam riwayat Muslim secara lebih lengkap. Hadis Anas hanya ada pada riwayat Bukhari, yang hadisnya lebih utama. ;
Adapun yang dimaksud dengan “tidak pula membaca” dalam hadis tersebut, menurut imam Ahmad bin Hanbal adalah tidak mengetahui dan tidak pernah membaca al-Qur’an saat di dunianya.
Nasib Mayat Ketika Malaikat Munkar dan Nakir Bertanya Kepadanya
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya mayat akan masuk ke dalam kubur. Jika dia orang saleh, maka dia akan duduk di kuburnya tanpa rasa takut dan gelisah. Lalu dia ditanya, “Apa yang kamu anut dahulu?” Dia menjawab, “Aku beragama Islam.” Lalu ditanya lagi, “Siapa orang itu?” Dia menjawab, “la adalah Muhammad, utusan Allah. Beliau datang kepada kami dengan membawa penjelasan-penjelasan dari Allah dan kami pun membenarkannya.” Lalu ditanya lagi, “Apakah kamu pernah melihat Allah?” Dia menjawab, “Tidak. Tidak ada seorang pun yang mampu melihat-Nya.”
Lalu dia diperlihatkan ke arah neraka. Dia pun melihat sebagian penghuninya sedang membakar sebagian lainnya. Kemudian dikatakan, “Sekarang lihatlah, Allah telah melindungimu darinya.” Selanjutnya, dia diperlihatkan pada surga. Dia melihat keindahan surga dan segala kenikmatannya. Lalu dikatakan kepadanya, “Itulah tempatmu.” Kemudian dikatakan padanya, “Di atas suatu keyakinanlah kamu hidup, kamu mati, dan insya Allah kamu akan dibangkitkan kembali di atasnya.”
Sementara, bagi orang jahat, dia duduk di dalam kuburnya dengan sangat ketakutan, kemudian ditanya, “Apa yang kamu anut dahulu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu ditanya lagi, “Apa yang kamu ketahui tentang orang itu?” Dia menjawab, “Aku hanya mendengar orang-orang berkata suatu ucapan, maka aku pun ikut-ikutan mengatakannya.” Dia lalu diperlihatkan surga, dan dia pun melihat surga yang penuh dengan keindahan dan segala kenikmatannya. Kemudian dikatakan kepadanya, “Sekarang lihatlah, Allah telah memalingkanmu darinya.” Kemudian dia diperlihatkan kepada neraka, dan dia pun melihat hal-hal yang sangat mengerikan. Lalu dikatakan kepadanya, “Itulah tempatmu, karena kamu hidup dan mati dalam kebimbangan, maka insya Allah akan dihidupkan kembali dalam kebimbangan.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika mayat telah dikuburkan, maka akan didatangi oleh dua malaikat berkulit hitam kebiru-biruan, Yang satu, bernama Munkar dan yang satunya lagi Nakir. Mereka bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang orang ini?” Dia menjawab dengan seperti apa yang dikatakannya dahulu, “Dia adalah hamba sekaligus utusan Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.” Kedua malaikat itu berkata, “Kami tahu bahwa kamu akan menjawab seperti itu.” Setelah itu, kuburnya dilapangkan seluas 70 hasta kali 70 hasta dan disinari cahaya. Malaikat Munkar dan Nakir lalu berkata, “Tidurlah.” ia lalu berkata, “Aku ingin pulang kepada keluargaku untuk menyampaikan kabar gembira ini.” Malaikat Munkar dan Nakir berkata, “Tidurlah seperti tidurnya pengantin baru, yang bangun jika dibangunkan oleh orang yang paling dicintainya, sampai Allah membangkitkannya kembali dari tempat tidurnya tersebut.”
Jika orang munafik, maka akan menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan oleh orang-orang.” Malaikat Munkar dan Nakir berkata, “Kami sudah tahu bahwa kamu akan menjawab seperti itu.” Lalu mereka menyuruh bumi untuk mengimpitnya sehingga tulang-tulang rusuknya remuk. Kemudian, dia terus-menerus disiksa sampai Allah membangkitkannya dari tempat tersebut. Tirmidzi berkata, hadis ini hasan gharib.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bahwa Rasulullah Saw. pernah memasuki sebuah ladang kurma milik Bani Najjar. Beliau mendadak mendengar sebuah suara yang mengagetkan. Beliau lalu bertanya, “Siapa penghuni kubur di sini?” Para sahabat menjawab, “Orang-orang yang meninggal pada zaman jahiliah.” Beliau lalu. bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan fitnah Dajal.” Mereka bertanya, “Kenapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, sesungguhnya ketika seorang mukmin diletakkan di dalam kubur, malaikat datang kepadanya dan bertanya, “Apa yang kamu sembah dahulu?” Jika Allah memberi petunjuk, maka dia akan menjawab, ‘Aku menyembah Allah.” Lalu malaikat bertanya lagi, “Apa yang Kamu katakan tentang orang itu” Dia menjawab, “la adalah hamba sekaligus utusan Allah.”
Hanya itulah pertanyaan yang diajukan kepadanya. Selanjutnya, dia dibawa oleh malaikat ke sebuah tempat di neraka seraya berkata, “Itu sebenarnya rumahmu di neraka. Tetapi, karena kamu dilindungi dan dirahmati Allah, maka kamu diberi-Nya sebuah rumah di surga”’ Dia lIalu berkata, “Tolong biarkan aku pulang menemui keluargaku untuk mengabarkan hal ini.” Malaikat lalu berkata, “Tinggallah di sini saja.”
Dan ketika orang kafir diletakkan di dalam Kuburnya, malaikat datang kepadanya dan bertanya dengan suara membentak, “Apa yang Kamu sembah dahulu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat berkata, “Kamu memang tidak akan tahu.” Malaikat lalu bertanya, “Apa yang Kamu katakan tentang orang itu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu. Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan orang-orang.” Lalu tengkuknya dipukul palu besi dengan satu pukulan saja sehingga dia menjerit keras, dan Suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-Barra’ bin Azib, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantarkan jenazah seorang sahabat Anshar hingga ke kuburnya. Ketika mayat sudah dimasukkan ke dalam liang lahad, beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau dengan khusyu dan khidmat, seolah-olah di atas kepala kami ada seekor burung. Saat itu, beliau memegang sebatang Kayu, lalu beliau tancapkan ke kubur itu. Beliau lalu mengangkat kepala dan bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau mengulanginya dua sampai tiga Kali. Selanjutnya beliau bersabda, “Sebenarnya dia mendengar detak alas kaki kalian saat meninggalkannya bersamaan ketika dia ditanya, siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan, siapa Nabimu?”
Beliau lalu berkata lagi, kemudian dia didatangi dua malaikat. Setelah menyuruhnya duduk, mereka lalu bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab “Tuhanku adalah Allah.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Apa agamamu?” Dia menjawab “Agamaku adalah Islam.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Siapa orang yang diutus di tengah-tengah kalian?” Dia menjawab, “Dia adalah utusan Allah.” Kedua malaikat bertanya lagi, “Dari mana kamu tahu?” Dia menjawab, “Aku membaca Kitab Allah, lalu beriman dan percaya.” Selanjutnya terdengar seruan dari langit, “Hamba-Ku benar. Karena itu, berikan kepadanya hamparan dan pakaian dari surga. Bukakan untuknya pintu surga supaya dapat mencium aroma dan keharumannya.” Lalu dilapangkan kuburnya sejauh mata memandang.
Adapun mengenai kematian orang kafir, begitu nyawanya dikembalikan ke jasadnya, dia didatangi oleh dua malaikat. Setelah menyuruhnya duduk, kedua malaikat itu bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab dengan terbata-bata, “Ah … ah … Aku tidak tahu.” Kedua malaikat itu bertanya lagi, “Siapa rasul yang diutus di tengah-tengah kalian?” Dia menjawab dengan terbata-bata lagi, “Ah … ah … Aku tidak tahu.” Lalu, terdengar seruan dari langit, “Hambaku ini berdusta. Berikan padanya hamparan dan pakaian dari neraka. Bukakan untuknya pintu neraka supaya dia merasakan panasnya.” Lalu dia diimpit oleh kuburnya hingga tulang-tulang rusuknya remuk.
Ditambahkan dalam hadis Jarir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Allah mendatangkan padanya seorang laki-laki buta dan bisu. Tangannya membawa sepotong besi, jika dihantamkan pada sebuah gunung, niscaya ia akan hancur menjadi debu.” Lalu beliau berkata, “Kemudian benda itu dipukulkan kepadanya. Dia menjerit keras yang suaranya terdengar oleh makhluk dari ujung ilmur hingga ujung barat kecuali jin dan manusia. Lalu dia menjadi debu, kemudian rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya.”
Hal yang Pertama Kali Dialami Mayat di Dalam Kubur
Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, menuturkan sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud bahwa dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang pertama kali terjadi pada mayat begitu dimasukkan ke dalam kuburnya?” Beliau menjawab, hai Ibnu Mas’ud, belum ada orang yang menanyakan hal ini kepadaku selain engkau. Pertama-tama, akan terdengar seruan malaikat yang bernama Ruman, yang bertugas memeriksa segala penjuru kubur. Malaikat lalu berkata, “Hai hamba Allah, tulislah amalanmu.” Maka dia menjawab, “Aku tidak mempunyai tinta dan kertas.” Malaikat lalu berkata, “Itu tidak mungkin. Kertasmu adalah kain kafanmu, tintamu adalah ludahmu, dan penamu adalah jari-jarimu sendiri.” Lalu dia diberi sepotong kain kafannya, lalu mayat itu menulis amal kebajikan dan keburukannya, seperti amalan dalam satu hari, meskipun di dunia dia tidak dapat (pandai) menulis. Lalu malaikat melipat tulisan di kafan, dan mengalungkannya di leher orang itu.”
Kemudian Nabi Saw. membacakan firman Allah Ta’ala,
“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya.” (QS. al-lsra’: 13) Rasulullah Saw. bersabda, “Maksudnya adalah amalnya.”
Nabi Saw. lalu bersabda, “Setelah itu, muncullah dua malaikat kubur yang berkulit hitam dan menggaruk tanah dengan sepasang taringnya. Rambutnya sangat panjang hingga menyentuh tanah dan bicaranya keras bagaikan halilintar yang menggelegar. Matanya setajam kilat yang menyambar, dan nafasnya bagaikan angin yang tertiup sangat kencang. Masing-masing membawa palu besar dari besi yang Sangat berat. Seandainya palu besar itu dipukulkan ke sebuah gunung terbesar pasti gunung itu akan hancur lebur.
Apabila nyawa seorang mayat memandang kedua malaikat tersebut, pasti akan menggigil ketakutan, dan lari terbirit-birit lalu masuk ke dalam lubang hidung jasadnya yang sudah menjadi mayat. Kemudian jasad itu hidup, mulai pada bagian dadanya saja seperti halnya keadaan orang yang mengalami sekarat. Dia tidak bisa bergerak sama sekali tetapi bisa mendengar dan melihat.”
Beliau lalu melanjutkan, setelah disuruh duduk, dia lalu dibentak dengan keras oleh kedua malaikat yang menyeramkan tadi lalu ditanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa nabimu? Apa kiblatmu?” Jika dia diberi pertolongan Allah dan diteguhkan perkataannya, maka dia akan balik bertanya kepada kedua malaikat tersebut, “Siapa yang memberi kalian mandat menanyaiku? Siapa yang mengutus kalian kepadaku?” Dan yang bisa memberikan jawaban seperti itu hanya ulama pilihan.
Salah satu malaikat berkata pada lainnya, “Dia benar. Cukup sudah kita berlaku kasar padanya.” Lalu mereka berdua memasangkan sebuah kubah besar di kuburnya dan dibukakan baginya pintu surga dari arah kanannya. Lalu dia diberi hamparan alas tidur sutra surga yang baunya sangat harum. Lalu kuburnya diberi angin lembut dari surga yang sejuk dan harum baunya. Kemudian amalnya menjelma dalam bentuk manusia yang dicintainya dan bercakap-cakap dengannya. Cahaya memenuhi kuburnya, dan dia selalu berada dalam kesenangan dan kegembiraan hingga tiba hari Kiamat. Dia selalu bertanya, “Kapan terjadinya kiamat?” Sebab, baginya tidak ada yang lebih menyenangkan kecuali datangnya hari Kiamat.
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya bagi seorang mukmin yang rajin beramal saleh sewaktu di dunia, menjelang kedatangan malaikat Munkar dan Nakir, dia akan ditemui oleh amalnya yang menjelma sesosok makhluk yang sangat tampan, berpakaian indah, dan menggunakan parfum yang sangat harum. Makhluk itu bertanya kepadanya, “Apakah kamu kenal aku?” Dia menjawab, “Tidak. Siapa kamu?” Makhluk itu menjawab, “Aku adalah amalmu. Jangan takut. Sebentar lagi kamu akan didatangi malaikat Munkar dan Nakir. Mereka hendak menanyaimu, namun tenang Saja, aku akan mengajarimu bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.”
Setelah makhluk itu pergi, tidak lama kemudian muncul malaikat Munkar dan Nakir. Dengan suara membentak, mereka menyuruhnya untuk duduk, lalu bertanya, “Siapa Tuhanmu? Dan seterusnya.” Dengan tenang dia menjawab, “Allahlah Tuhanku, Muhammad nabiku, al-Qur’an imamku, Ka’bah kiblatku, Ibrahim bapakku, dan agamanya adalah agamaku.”
Kedua malaikat tersebut berkata, “Engkau benar.” Oleh kedua malaikat itu, dia lalu dibawa memasuki sebuah pintu neraka. Neraka diperlihatkan padanya dengan segala macam siksanya. Neraka itu dipenuhi dengan ular, kalajengking, rantai, belenggu, air yang sangat panas, dan semua kepedihannya. Dia juga lantas melihat nanah yang bercampur dengan darah dan buah zaqqum. Dia sempat ketakutan, namun malaikat itu berkata, “Jangan takut. Semua itu memang tempat yang disediakan buatmu. Tetapi, Allah telah menggantinya dengan sebuah tempat di surga yang akan kamu tempati. Sekarang tidurlah dengan nyenyak.” Setelah berkata begitu, kedua malaikat tersebut pergi sambil menutup pintu neraka darinya. Tidak diketahui sudah berapa bulan, tahun, dan abad yang dilewatinya
Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa tuhanmu?” Dia tidak bisa menjawab tuhanku Allah. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Itu karena sewaktu di dunia akidahnya sangat lemah. Akibatnya, dia dipukul oleh kedua malaikat dengan martil besar dari api neraka sehingga membuat kuburnya terbakar. Setelah api padam beberapa hari, siksaan itu diulangi lagi. Begitu terus terjadi selama masih ada kehidupan di dunia.
Ada lagi Orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Apa agamamu?” Dia tidak bisa menjawab agamaku Islam. Dia malah menjawab yang tidak-tidak. Hal itu karena dia sering diliputi oleh kebimbangan atau tengah ditimpa fitnah kematian. Sehingga, nasibnya sama seperti orang yang pertama tadi.
Ada juga orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa panutanmu?” Dia sulit menjawab panutanku adalah al-Qur’an. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena ayat-ayat al-Qur’an yang biasa dibacanya sewaktu di dunia tidak pernah diamalkannya, tidak dipatuhi perintah-perintahnya, tidak dijauhi larangan-larangannya, dan tidak diambil pelajarannya. Akibatnya, dia pun mengalami nasib yang sama seperti mereka berdua tadi.
Dalam sebuah hadis diceritakan, ada orang yang amalnya berubah menjadi seekor anak anjing, yang menyiksanya di dalam kubur sesuai dengan kadar dosanya.
Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa nabimu?” Dia tak bisa menjawab nabiku adalah Muhammad. Dia malah menjawab yang tidak-tidak. Hal itu karena . semasa hidupnya, dia lupa terhadap sunah-sunah beliau.
Ada orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Apa kiblatmu?” Dia tak bisa menjawab Ka’bah adalah kiblatku. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena dia sering lalai shalat, wudhu tidak benar, suka menoleh ke kanan Kiri saat shalat, sering melakukan sujud atau ruku secara salah, dan lain sebagainya. Padahal, telah jelas Allah tidak berkenan menerima shalat orang seperti itu, atau berpakaian dari hasil pekerjaan yang diharamkan syariat.
Dan, ada pula orang ketika ditanya malaikat Munkar dan Nakir, “Siapa bapakmu?”
Dia tak bisa menjawab Ibrahim adalah bapakku. Dia malah menjawab yang bukan-bukan. Hal itu karena dia pernah terpengaruh dan sempat percaya pada omongan beberapa orang yang menyatakan bahwa Ibrahim itu seorang Yahudi atau Nasrani. Semua ini diungkap secara jelas oleh Abu Hamid dalam kitabnya, al-lhya’
Adapun terhadap orang yang suka berbuat dosa, malaikat Munkar dan Nakir bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat lalu berkata, “Kami tahu bahwa kamu memang tidak tahu.” Mereka lalu memukulinya dengan martil besar. Hanya dengan satu kali pukulan saja, tubuhnya amblas dan tenggelam sampai ke bumi lapis ketujuh. Oleh bumi, dia dilempar lagi ke kuburnya. Di sana, dia dipukul lagi sebanyak tujuh kali sehingga tulang-tulang rusuknya remuk.
Ada sekelompok orang yang amalnya berubah menjadi seekor anjing yang terus menggigitnya hingga tiba hari Kiamat. Mereka itulah kaum Khawarij. Ada pula orang yang amalnya berubah menjadi seekor babi, yang menyiksanya di dalam kubur, yaitu mereka yang senantiasa berbuat dosa. Dan, masih banyak lagi siksa lainnya. Namun pada dasarnya, seseorang itu akan disiksa di dalam kuburnya dengan sesuatu yang amat ditakutinya di dunia. Mungkin, ada juga orang yang lebih takut kepada seekor anjing daripada seekor serigala atau singa. Karena watak manusia itu berbeda-beda. Kita selalu memohon keselamatan serta ampunan kepada Allah sebelum menyesal nanti.
Apakah Dua Malaikat Atau Satu Malaikat yang Menanyai di Alam Kubur itu?
Di dalam hadis Bukhari dan Muslim, diterangkan bahwa yang menanyai mayat setelah dimasukkan ke dalam kubur adalah dua malaikat, yakni Munkar dan Nakir. Demikian pula keterangan dalam hadis Tirmidzi. Tetapi, keterangan dalam salah satu hadis Abu Daud menyatakan bahwa yang menanyai hanyalah satu malaikat, dan dalam hadis lainnya adalah dua malaikat. Kendatipun demikian, hal itu tidak sampai menimbulkan pertentangan. Semuanya dianggap benar.
Keterangan dalam hadis Abu Daud bisa diartikan bahwa kedua malaikat tersebut sama-sama mendatangi mayat, namun yang mengajukan pertanyaan hanya satu malaikat. Beberapa hadis juga beragam mengenali Cara tanya jawab antara malaikat dengan mayat. Yang jelas, hal itu sangat tergantung pada keadaan mayat yang bersangkutan. Ada yang ditanya secara singkat, yakni hanya menyangkut masalah akidahnya saja. Tetapi, ada juga yang ditanya secara detail, yakni tentang segala amalnya sewaktu di dunia. Dan, itu tidak bertentangan, karena persoalannya hanya terletak pada perawij hadis sendiri.
Ada yang mengutip pertanyaan malaikat secara singkat dan ada pula yang mengutipnya secara detail atau lengkap. Sehingga, mayat yang bersangkutan ditanyai tentang seluruh amalnya, seperti yang diterangkan dalam hadis al-Barra’ bin Azib di atas. Mengenai mayat yang menjawab dengan gelagapan, “Ah … ah … aku tidak tahu.” Itu karena ia sedang gugup lantaran memikul beban dosa yang sangat berat.
Hadis Al-Barra’ yang Masyhur Mengenai Proses Kematian dan Alam Kubur
Hadis al-Barra’ yang sahih dan cukup panjang tersebut diriwayatkan oleh beberapa Orang perawi dengan berbagai jalur sanad yang berbeda-beda. Di antaranya oleh Abu Daud ath-Thayalisi dan Abdu bin Humaid dalam Musnad mereka yang mendapat riwayat dari Abu Awanah dari al-A’masy dan dari al-Barra’ bin Azib. Atau oleh Ali bin Ma’bad dalam kitabnya, ath-Tha‘ah wal-Ma’shiyah. Atau oleh Hannad bin as-Sarri dalam kitabnya, az-Zuhd, dan Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya di mana mereka Mendapatkan rawayat dari Abu Mu’awiyah dari al Amasy dari al Minhal bin Amr dari al Barra’ bin Azib Atau oleh Abu Daud yang Mendapathan riwayat dari Amr bin Tsabit dari al Minhal bin Amit dari Zadzan dari al Barra’ bin Azib.
Dalam hadis riwayat Abu Daud dari al-Barra, dia berkata, kami pernah bersama Rasulullah Saw. mengantarkan jenazah seorang sahabat Anshar hingga ke kuburnya. Ketika mayat sudah dimasukkan ke dalam liang lahad, beliau duduk dan kami pun duduk di sekitar beliau dengan khusyu dan khidmat, seolah-olah di atas kepala kami ada seekor burung. Setelah sejenak memandang ke atas langit, beliau lalu menundukkan kepalanya ke bumi, berkali-kali beliau berdoa, “Aku berlindung kepada Allah dari siksa kubur.”
Kemudian beliau bersabda, jika seorang hamba mukmin telah menghadap ke akhirat dan terputus dari dunia (akan meninggal), maka dia langsung didatangi malaikat dan duduk di dekat kepalanya seraya berkata, “Keluarlah, hai jiwa yang suci menuju ampunan serta rida Allah.” Maka, keluarlah roh itu dari jasad dengan sangat pelan seperti air menetes dari mulut kendi. Lalu turunlah para malaikat berwajah putih laksana matahari membawakan kafan dari surga serta wewangiannya. Lalu mereka duduk di depannya sejauh mata memandang. Jika Malaikat Maut telah mencabut roh orang itu, maka para malaikat tidak membiarkan roh tersebut berada di tangannya sekejap pun. Beliau bersabda, itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Maka malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya dan mereka tidak melalaikan tugasnya.” (QS. al-An’am: 61)
Rohnya lalu keluar dengan menebarkan aroma sangat harum, dan roh tersebut dibawa naik oleh para malaikat. Setiap kali melewati rombongan malaikat yang berdiri antara langit dan bumi, mereka bertanya, “Roh siapakah ini?” Maka dijawab, “Roh Fulan,” dengan menyebut namanya yang terbaik Ketika tiba di pintu-pintu langit dunia, maka dibukanya pintu itu untuknya. Lalu, di setiap langit, dia diiringi malaikat yang didekatkan Allah hingga ke langit ketujuh, Allah memerintahkan agar amalnya dicatat di ‘illiyyin. “Dan tahukah engkau apakah ‘Illiyyin itu? (Yaitu) kitab yang berisi catatan (amal), yang disaksikan oleh (malaikat-malaikat) yang didekatkan (Kepoda Allah).” (QS. al-Muthaffifin: 19-21)
Lalu, ditulislah kitabnya di ‘Illiyyin. Selanjutnya Allah berfirman, “Kembalikan roh itu ke bumi (tanah), karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka, sesungguhnya darinya mereka diciptakan, kepadanya mereka dikembalikan, dan darinya mereka dikeluarkan pada suatu saat nanti.”
Setelah roh tersebut dikembalikan ke bumi dan masuk ke dalam jasadnya, muncul dua malaikat yang langsung membentaknya dengan sangat keras. Setelah menyuruhnya duduk, kedua malakat itu bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?” Dia lalu menjawab, “Tuhanku Allah, dan agamaku Islam.” Lalu kedua malaikat bertanya, “Apa yang dapat kamu katakan tentang laki-laki ini (Muhammad) yang diutus kepadamu?” Dia menjawab, “Dia utusan Allah.” Lalu kedua malaikat bertanya lagi, “Bagaimana kamu mengetahuinya?” Dia menjawab, “Telah datang penjelasan-penjelasan dari Tuhan kami. Maka kami percaya dan beriman.” Beliau lalu bersabda, itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)
Setelah itu, terdengarlah seruan dari langit, “Hamba-Ku benar. Sediakan untuknya hamparan serta pakaian dari surga dan perlihatkan tempatnya!” Kemudian kuburnya dilapangkan sejauh mata memandang. Tidak lama kemudian muncul amalnya yang menjelma sesosok laki-laki berwajah tampan, berpakaian sangat indah, dan sangat harum seraya berkata, “Bergembiralah kamu dengan apa yang Allah janjikan kepadamu, yaitu keridaan Allah dan surga yang penuh dengan kenikmatan yang disediakan untukmu.” Dia lalu bertanya kepada laki-laki itu, “Allah telah menggembirakanmu dengan kebaikan. Siapakah kamu ini? Wajahmu adalah wajah pembawa kebajikan.” Laki-laki itu menjawab, “Inilah hari yang telah dijanjikan kepadamu. Akulah amalmu yang saleh. Demi Allah, kamu adalah orang yang sangat taat kepada Allah dan sangat takut berbuat maksiat, hingga Allah memberi balasan terbaik kepadamu.” Mendengar jawaban itu, dia berkata, “Mudah-mudahan Allah menyegerakan datangnya kiamat supaya aku bisa bertemu dengan keluargaku.”
Tetapi bagi orang kafir, yang selalu menghadap ke dunia dan terputus dari akhirat, begitu meninggal dan memasuki alam akhirat, dia langsung didatangi malaikat. Sambil duduk di depan kepalanya, malaikat itu berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor. Sambutlah murka dan kebencian Allah.” Tidak lama kemudian muncul malaikat berwajah hitam dengan membawa kain hitam dari neraka. Dan apabila Malaikat Maut itu mencabut nyawa orang itu, para malaikat berdiri, dan tidak membiarkan roh orang itu berada di tangannya sekejap mata pun.
Setelah itu, dengan kasar, Malaikat Maut mencabut nyawa orang itu dari jasadnya, hingga semua otot dan uratnya terputus, seperti mencabut sebatang besi yang bercabang banyak dari Kapas yang basah. Lalu para malaikat mengambil roh itu dari Malaikat Maut. Roh tersebut baunya sangat busuk. Ketika melewati rombongan malaikat yang berada di antara langit dan bumi, mereka bertanya, “Roh siapakah yang sangat busuk ini?” Mereka menjawab, “Roh Fulan,” dengan menyebut namanya yang paling buruk.
Namun, ketika sampai di langit dunia, pintu langit tersebut tidak dibukakan baginya. Kemudian Allah berfirman, “Kembalikan roh itu ke bumi (tanah), karena sesungguhnya Aku telah berjanji kepada mereka, sesungguhnya darinya mereka diciptakan, kepadanya mereka dikembalikan, dan darinya mereka dikeluarkan pada suatu saat nanti.” Kemudian roh itu dilemparkan dari langit ke bumi.
Lalu, beliau membacakan firman Allah,
“Barang siapa menyekutukan Allah maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu di. sambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj: 31)
Setelah jatuh di bumi dan roh tersebut masuk ke dalam jasadnya, muncul dua malaikat yang langsung membentaknya dan menyuruhnya duduk sambil bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu?” Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu kedua malaikat bertanya lagi, “Apa yang dapat kamu katakan tentang laki-laki ini (Muhammad) yang diutus kepadamu?” Dia tidak bisa menjawab meskipun sudah diberitahu namanya. “Aku hanya mengenalnya seperti yang dikatakan orang-orang saja. Aku tidak tahu namanya.” Maka dikatakan kepadanya, “Kamu tidak tahu.” Lalu, dia diimpit oleh kuburnya hingga tulang-tulang rusuknya remuk.
Tidak lama kemudian muncul amalnya yang menjelma sesosok laki-laki berwajah sangat jelek, berpakaian lusuh, dan berbau busuk seraya berkata, “Bergembiralah kamu dengan azab dan murka Allah.” Dia lalu bertanya, “Siapakah kamu? Wajahmu adalah wajah pembawa keburukan?” Laki-laki itu menjawab, “Aku adalah amalmu yang jahat. Demi Allah, kamu adalah orang yang tidak menaati Allah dan selalu bermaksiat kepada-Nya.”
Diriwayatkan oleh Amr dari al-Minhal dari Zadzan dari al-Barra’ bin Azib, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Allah mendatangkan kepadanya malaikat yang bisu dan tuli dengan membawa sebuah martil besi. Jika martil besi itu dipukulkan ke gunung, maka gunung itu akan hancur lebur menjadi debu. Ia (mayat) lalu dipukul dengan martil besi itu dengan sekali pukulan hingga menjerit kesakitan, Suaranya bisa didengar oteh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Setelah itu, rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya lalu dipukul lagi.”
Menurut hadis dari Abu Daud ath-Thayalisi yang diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad melalui beberapa jalur periwayatan yang mirip hadis tersebut, ada tambahan, “Lalu datanglah kepadanya malaikat yang bisu dan tuli dengan membawa sebuah martil besi yang dipukulkan kepadanya dengan sekali pukulan, maka hancurlah seluruh tubuhnya dari ujung kepala hingga telapak kaki. Lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya, kemudian ia dipukul sekali lagi hingga badannya hancur lagi dari mulai ujung kepala hingga telapak kaki.”
Dalam riwayat lain, pada Kalimat “martil besi”, terdapat tambahan, “Kalau sekiranya seluruh jin dan manusia berkumpul untuk memindahkan martil besi itu, pasti mereka tidak akan dapat memindahkannya. Kemudian martil besi itu dipukulkan kepadanya hingga tubuhnya hancur lebur menjadi tanah, lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya. Setelah hidup lagi, lalu martil besi itu dipukulkan kembali kepada tubuhnya, yang suaranya dapat didengar seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Lalu dikatakan padanya, berikan baginya dua buah hamparan batu yang berasal dari neraka, dan bukakan baginya pintu neraka.”
Sedang tambahan pada kalimat “terputus dari akhirat”, kemudian turun kepadanya malaikat-malaikat kasar dan kejam sambil membawa buah-buahan dari neraka serta jubah yang terbuat dari ter neraka. Malaikat itu mengelilinginya dan mencabut rohnya seperti mencabut sepotong besi yang bercabang banyak dari kapas yang basah, sehingga terputuslah urat-uratnya berikut ototnya. Ketika rohnya itu keluar, seluruh malaikat yang berada baik di langit maupun di bumi melaknatnya.
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah Husain bin Husain bin Harb, teman ibnu al-Mubarak dalam kitabnya, ar-Raqa’iq, dengan sanad dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, sesungguhnya dia pernah bercerita, ketika seorang hamba gugur di jalan Allah (syahid), darah pertama yang menetes ke bumi merupakan kafarat (penghapus) bagi dosa-dosanya. Allah lalu mengirimkan mantel dari surga untuk membungkus rohnya, dan dikirim pula sebuah gambar dari surga-surga.
Oleh sekelompok malaikat, roh tersebut dibawa naik ke dalam gambar itu, seakan-akan dia rombongan malaikat. Sementara semua malaikat yang berada di langit berkata, “Telah datang roh yang baik dari bumi.” Setiap kali melewati pintu langit, maka pintu itu dibukakan baginya. Para malaikat yang ada di sana selalu bershalawat, mendoakannya, dan mengiringkannya hingga dia bertemu dengan Allah Yang Maha Pengasih. Lalu para malaikat berkata, “Ya Allah, inilah hamba-Mu yang gugur di jatan-Mu.” Kemudian roh itu bersujud sebelum para malaikat bersujud. Lalu, para malaikat pun bersujud setelahnya. Setelah diampuni dosa-dosanya, maka dia dibawa ke tempat arwah para syuhada yang telah mendahuluinya. Dia mendapatkan mereka sedang berada di dalam kubah-kubah yang terbuat dari sutra, di dalam taman-taman yang hijau.
Di dalamnya, ada seekor ikan dan seekor sapi jantan. Setiap paginya, ikan itu selalu berenang di sungai-sungai surga, dan memakan segala tumbuhan yang harum di dalamnya. Jika hari telah sore, maka sapi jantan menanduk ikan itu dan menyembelihnya untuk mereka. Kemudian mereka memakan daging ikan tersebut yang sangat harum baunya. Pada waktu malam, sapi jantan itu berada di halaman surga. Di saat pagi hari, sapi jantan tersebut disengat oleh ikan seperti itu dan menyembelihnya untuk mereka. Kemudian mereka memakan daging sapi jantan tersebut yang sangat harum baunya. Sesudahnya, mereka lalu kembali dan melihat rumah-rumah mereka di surga. Mereka selalu memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar menyegerakan kiamat.
Dalam riwayat lain yang serupa disebutkan, ketika seorang hamba mukmin menjelang ajalnya, Allah mengutus dua malaikat menemuinya dengan membawa kain dari surga dan berkata, “Keluarlah hai jiwa yang tenang. Keluarlah menuju kedamaian dan wewangian. Tuhanmu tidak murka terhadapmu.” Lalu, rohnya pun keluar dengan aroma minyak kesturi yang sangat harum. Tidak pernah seorang pun yang mencium bau seperti itu. Sementara malaikat yang berada di segenap penjuru langit berkata, “Telah datang roh dan jiwa yang baik dari bumi.”
Setiap kali melewati pintu langit, maka pintu itu dibukakan baginya. Para malaikat yang ada di sana selalu bershalawat dan mendoakannya. Ketika tiba di hadapan Allah Yang Maha Pengasih, rombongan malaikat itu sama-sama bersujud dan berkata, “Ya Tuhanku, inilah hamba-Mu yang Engkau matikan dalam keadaan menyembah-Mu tanpa menyekutukan sesuatu pun kepada-Mu.” Lalu Allah berfirman, “Suruh agar dia bersujud.” Maka roh itu bersujud. Kemudian Allah memanggil malaikat Mikail dan berkata padanya, “Bawalah roh ini, dan tempatkanlah bersama roh orang-orang mukmin lainnya, hingga Aku memintanya kembali padamu pada hari Kiamat nanti.” Kemudian kuburnya dilapangkan, lebar dan panjangnya masing-masing 70 hasta. Di dalamnya, ditaburi bunga dan dihamparkan sutra. Jika dia hafal al-Qur’an walaupun sedikit, maka akan diterangi kuburnya, atau mendapatkan cahaya seperti cahayanya matahari. Dia bagaikan pengantin baru di dalam kuburnya. Jika tidur, tidak ada yang berani membangunkannya kecuali kekasihnya. Dia mengatakan bahwasanya dia tidur sebentar.
Dan jika orang kafir, maka ketika menjelang ajalnya, Allah mengutus dua malaikat menemuinya dengan membawa kain kasar dari neraka yang baunya sangat busuk seraya berkata, “Keluarlah hai jiwa yang kotor. Keluarlah menuju air yang sangat panas dan azab. Tuhanmu marah kepadamu. Keluarlah, sungguh buruk apa yang kamu persembahkan untuk dirimu sendiri.” Lalu rohnya pun keluar dengan bau yang sangat busuk sekali, yang belum pernah seorang pun men. ciumnya. Sementara malaikat yang berada di segenap penjuru langit berkata, “Telah datang roh dan jiwa yang kotor dari bumi.”
Para malaikat menutup semua pintu langit, sehingga roh tersebut tidak bisa nai, menghadap Tuhannya. Kemudian kuburnya menjadi sempit, dan muncullah ular-ular besar yang memakan seluruh dagingnya hingga habis dari tulang-tulangnya, sama sekali tidak ada yang tersisa. Setelah itu, muncul beberapa malaikat yang tuli dan buta lalu menghajar mereka dengan menggunakan palu dari neraka. Karena bisu dan buta, mereka tidak mendengar jeritannya yang meraung-raung. Mereka tidak merasa kasihan terhadapnya dan terus menyiksanya. Setelah itu, dia diperlihatkan tempatnya di neraka Siang dan malam. Lalu dia memohon agar azabnya dihentikan. Namun, azab itu tidak pernah ter. putus hingga dia masuk neraka.
Diriwayatkan oleh Abu Abdurrahman an Nasa’i yang sanadnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seorang mukmin akan menjelang ajalnya, malaikat rahmat datang menghampirinya dengan membawa kain sutra berwarna putih dan berkata, “Keluarlah dengan rida dan diridai-Nya menuju kedamaian dan wewangian. Tuhanmu rida dan tidak murka kepadamu.” Lalu, rohnya pun keluar dengan aroma minyak kesturi yang sangat harum. Lalu para malaikat membawanya ke langit. Ketika sampai pintu langit, para malaikat penjaga pintu langit bertanya, “Alangkah harumnya yang kalian bawa dari bumi?” Dia juga disambut oleh arwah orang-orang mukmin yang begitu gembira melebihi kegembiraan seseorang yang menyambut kedatangan keluarga yang telah lama bepergian. Mereka lalu bertanya kepadanya, “Apa yang dikerjakan Fulan? Apa yang dikerjakan Fulanah?” Para malaikat berkata pada arwah orang-orang mukmin tersebut, “Biarkan dulu dia karena masih merasakan kegelapan dunia (kesusahan).” Dan jika roh itu bertanya, “Apakah Fulan dan Fulanah belum sampai kepada kalian” Mereka (arwah orang mukmin) menjawab, “Dia dibawa ke ibunya, Hawiyah.”
Dan jika orang kafir, maka ketika akan menjelang ajalnya, malaikat azab datang kepadanya dengan membawa kain kafan yang sangat kasar seraya berkata, “Keluarlah kamu dengan murka dan dimurkai-Nya menuju azab Allah.” Lalu roh itu keluar dengan bau yang sangat busuk. Lalu para malaikat membawanya ke pintu bumi, maka para malaikat penjaganya bertanya, “Roh siapakah ini, baunya sangat busuk” Lalu mereka membawanya untuk dikumpulkan bersama arwah orang-orang kafir.
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Hammad dari Qatadah dari Abdul Jauza’ dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika seorang mukmin meninggal, maka para malaikat Rahmat datang menghampirinya lalu mengucapkan salam. Setelah itu, mereka membungkus roh itu dengan Kain sutra berwarna putih. Mereka lalu berkata, “Kami belum pernah mencium aroma seharum ini.” Maka mereka (arwah Orang-orang mukmin) bertanya kepadanya, namun para malaikat menimpalnya, “Perlahanlah kepadanya karena dia baru keluar dari kegelapan dunia.” Mereka lalu berkata, “Apa yang dikerjakan Fulan? Apa yang dikerjakan Fulanah e”
Rasulullah Saw. bersabda, ketika roh orang kafir keluar dari jasadnya, maka malaikat penjaga bumi berkata, “Kami tidak pernah sama sekali mencium bau sebusuk ini.” Lalu rohnya dibawa turun ke bumi yang paling bawah.
Sanggahan Terhadap Orang-orang Kafir yang Mengingkari Siksa Kubur
Ada enam pasal untuk membicarakan sanggahan terhadap keyakinan atau anggapan Orang-orang kafir.
Pasal Pertama: Seputar Masalah Roh
Cobalah engkau renungkan hadis-hadis tadi, hati saudaraku. Tentu engkau tahu bahwa roh dan nyawa adalah satu hal yang sama. Itu adalah jasad halus (roh) yang menyerupai jasad-jasad biasa yang dapat diindera. la bisa masuk dan keluar. Dalam kain kafan, ia dibungkus dan dilipat. la naik ke atas langit, ia tidak mati dan tidak pula musnah. la berawal tetapi tidak berakhir. la punya sepasang mata dan sepasang tangan. Dan, ia bisa memiliki aroma harum atau berbau busuk.
Dalam hadis riwayat Malik, Bilal mengatakan, “Dia mengambil nyawaku, sebagaimana dia mengambil nyawa engkau, wahai Rasulullah.” Dalam riwayat hadis Zaid bin Aslam serta riwayat al-Wadi, Rasulullah Saw. bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya Allah mengambil arwah kita. Kalaulah Allah berkehendak, Dia akan mengembalikannya lagi kepada kita pada saat yang lain.” Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, “Jika roh dicabut, maka ia diikuti oleh pandangan mata.” Beliau juga pernah bersabda, “Demikianlah, ketika pandangan matanya mengikuti nyawanya (roh) yang keluar.”
Terjadi perselisihan pendapat yang cukup tajam di kalangan para ulama tentang masalah roh. Yang paling sahih ialah pendapat ulama-ulama Ahlus Sunnah seperti yang sudah saya katakan tadi, yakni bahwa sesungguhnya roh adalah jisim. Allah Ta’ala berfirman,
“Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya.” (QS. az-Zumar: 42)
Menurut para ulama ahli ta’wil, yang dimaksud jiwa (nyawa) ialah roh. Allah Ta’ala berfirman,
“Maka, mengapa ketika nyawa sampai kerongkongan.” (QS. al-Waqi’ah: 83)
Maksudnya ialah ketika nyawa akan keluar dari jasad. Itu adalah sifat jisim. Orang yang mengatakan roh itu mati dan musnah ialah orang kafir. Demikian pula orang yang percaya akan adanya paham reinkarnasi, yakni bahwa nyawa orang yang telah mati itu akan menjelma menjadi makhluk lain berupa anjing, keledai, atau lainnya. Yang benar, sesungguhnya nyawa itu dalam pengawasan Allah. la bisa diberi nikmat atau siksa.
Pasal Kedua: Mengimani Siksa Kubur
Percaya pada azab dan fitnah kubur itu wajib sesuai yang dikabarkan Rasulullah Saw.. Sesungguhnya Allah menghidupkan kembali seseorang yang telah mati dalam kuburnya. Dia juga diberi akal seperti ketika masih hidup di dunia supaya dia bisa memahami hal-hal yang akan ditanyakan kepadanya dan bagaimana menjawabnya. Juga supaya dia mengerti apa yang akan diberikan Allah kepadanya di dalam kubur, baik berupa kemuliaan atau kehinaan.
Itulah yang dinyatakan dalam beberapa riwayat Nabi Saw., dan yang sering beliau singgung dalam doa-doa yang selalu beliau panjatkan pada tengah malam, pagi hari, dan petang hari. Itulah pendapat para ulama Ahlus Sunnah. Demikian pula yang dipahami oleh para sahabat beliau, selaku orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Saw. dan para tabi’in yang hidup sesudah generasi mereka. Dan, seterusnya dan seterusnya.
Ketika mendengar Nabi Saw. menceritakan tentang fitnah yang dihadapi mayat dalam kuburnya dan pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, Umar bin Khaththab bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah akalku juga akan dikembalikan?” Beliau menjawab. “Tentu.” Umar berkata, “Kalau begitu, akan aku hadapi semua malaikat itu. Kalau nanti mereka bertanya kepadaku tentang siapa Tuhanku, akan aku jawab, tuhanku Allah. Lalu, siapa tuhan kalian?” Ini hadis munkar riwayat Baihaqi.
Diriwayatkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi kitabnya, Nawadir al-Ushul, bahwa pada suatu hari Rasulullah Saw. menceritakan tentang dua malaikat kubur, maka Umar bin Khaththab lalu bertanya, “Apakah akal kita juga akan dikembalikan, wahai Rasulullah?” Beliau, menjawab, “Ya, sama seperti sekarang ini.” Uma, lalu berkata, “Maka di mulutnya akan ada batu.”
Sahal bin Ammar berkata, aku pernah bermimpi bertemu dengan Yazid bin Harun yang belum lama ini meninggal. Aku bertanya kepadanya, “Apa yang diperbuat Allah terhadapmu?” Dia menjawab, “Ada dua malaikat yang keras dan kasar yang mendatangiku di kubu, Mereka bertanya kepadaku, apa agamamu? Siapa Tuhanmu? Dan siapa nabimu?” Sambil memegang jenggotku yang memutih aku katakan kepada mereka, “Selama 80 tahun jawaban dar pertanyaan kalian itu sudah aku ajarkan kepada orang-orang.” Mendengar jawabanku tersebut kedua malaikat itu pergi. Namun, sebelumnya mereka sempat bertanya, “Apakah kamu pernah menuliskannya dari Huraiz bin Utsman?” Aku jawab, “Ya.” Mereka berkata, “Dia telah membenci Ali. Akibatnya, Allah pun membencinya.” Disebutkan dalam hadis al-Barra’ bin Azib, “… lalu rohnya dikembalikan lagi ke dalam jasadnya.” Ada yang mengatakan, sesungguhnya yang ditanya dan disiksa malaikat itu adalah roh bukan jasad. Jadi, apa yang saya kemukakan sebelum itu benar. Wallahu a’lam.
Pasal Ketiga: Adakah Siksa Kubur Itu?
Orang-orang kafir dan orang-orang Islam yang menganut aliran filsafat mengingkari azab kubur. Menurut mereka, siksa kubur itu tidak ada. Mereka berdalih, “Kami telah membongkar kubur. Nyatanya di sana kami tidak melihat malaikat yang buta dan tuli sedang mengazab manusia dengan palu. Kami juga tidak melihat ada ular besar, api, atau lainnya. Kami tidak melihat adanya kubur yang sempit atau lapang. Semua sama seperti dibuat pertama kali. Tidak ada mayat yang disuruh duduk oleh malaikat lalu ditanya. Pokoknya apa yang diceritakan tentang siksa kubur itu pada hakikatnya tidak ada.” Sebagai orang beriman, kita harus percaya apa yang diterangkan dalam beberapa riwayat hadis tentang siksa kubur dan kedahsyatannya.
Allah kuasa menyiksa dan memberikan nikmat kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Allah pun kuasa memalingkan penglihatan mata kepala kita dari hal-hal seperti itu, sehingga kita sama sekali tidak dapat melihatnya. Allah kuasa melakukan apa saja, bahkan terhadap apa yang tidak mungkin bagi kita. Kalau misalnya kita saja sanggup menggali kubur dengan sangat dalam dan luas sehingga kita bisa berdiri dan duduk, kenapa Allah tidak? Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah’, maka jadilah sesuatu itu.” (QS. Yasin: 82)
Setiap muslim harus percaya pada sifat Allah tersebut. Allah sangat kuasa mendatangkan dua malaikat kepada orang-orang yang telah mati untuk ditanya tanpa orang-orang yang hadir di sekitar mengetahuinya, dan seorang mayat pun memberikan jawaban tanpa didengar oleh mereka. Contohnya, seperti ada dua orang yang tidur; yang satunya sedang disiksa dan yang satunya lagi sedang diberi nikmat. Seseorang yang terjaga didekatnya bisa saja ia tidak merasakan atau menyadari hal itu. Ketika keduanya bangun, masing-masing akan menceritakan pengalamannya.
Yang jelas, keadaan kubur dan para penghuninya itu sangat berbeda dengan keadaan orang-orang yang masih hidup di dunia. Betapa pun keduanya tidak bisa disamakan. Ini suatu hal yang seharusnya tidak bisa dibantah. Dan seandainya Rasulullah Saw. tidak mengabarkan hal itu, kita tidak akan mengerti sama sekali.
Ada sementara orang yang mengatakan, “Semua hadis yang menerangkan tentang keadaan orang-orang yang telah mati di dalam kubur bertentangan dengan akal dan logika. Kita melihat orang yang disalib berada di tiang salibnya selama beberapa waktu, ternyata dia tidak ditanya dan juga tidak dihidupkan. Atau, mayat yang tergeletak di atas tempat tidur juga tidak mampu menjawab orang yang bertanya, bahkan tidak sanggup bergerak sedikit pun. Atau, orang-orang yang dimakan binatang buas atau yang disambar burung sehingga anggota tubuhnya terpisah ke mana-mana atau orang mati yang berada di perut ikan. Bagaimana cara mengumpulkannya?
Dalam keadaan seperti itu, bagaimana kita membayangkan malaikat Munkar dan Nakir menanyainya? Dan, juga bagaimana cara memahami suatu riwayat yang menyatakan bahwa kubur itu bisa menjadi sebuah taman surga atau menjadi sebuah jurang neraka.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi, kita akan mendekatinya dengan empat hal sebagai berikut:
Pertama, menerangkan ha! ini adalah sama dengan menerangkan tentang shalat fardhu yang lima waktu. Jadi, kita hanya bisa menerima apa yang dikutip oleh para ulama kepada kita.
Kedua, salah satu hal yang telah disepakati oleh umat ialah bahwa orang yang sudah berada di dalam kubur itu sebenarnya ditanya dan Allah menghalangi orang-orang yang masih hidup di dunia untuk mengetahui apa yang terjadi dengan mereka (mayat). Sama seperti mereka tidak bisa melihat malaikat, kendatipun para malaikat bisa melihatnya. Siapa yang mengingkari ini, berarti dia telah mengingkari pertemuan Malaikat Jibril dengan para nabi. Menyinggung tentang setan, Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya dia dan pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. al-A’raf: 27)
Ketiga, menurut sebagian ulama, sangat mungkin orang yang disalib itu dihidupkan kembali tanpa kita mengetahuinya. Sama seperti kita mengira orang yang pingsan itu mati. Padahal, sebenarnya tidak. Begitu pula dengan orang yang mati diterkam serigala lalu bagian-bagian anggota tubuhnya terpisah ke mana-mana. Allah juga bisa menghidupkan kembali bagian-bagian anggota tubuhnya tersebut.
Menurutku, hal itu bisa dikembalikan lagi seperti semula. Contohnya seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang seseorang yang berpesan kepada keluarganya, “Jika aku nanti meninggal, tolong bakar jasadku lalu abunya kamu taburkan di tepi laut supaya diterbangkan angin ke mana-mana.” Tetapi, Allah menyuruh daratan dan lautan untuk mengumputkan kembali abu jasadnya tersebut. Setelah terkumpul, Allah bertanya kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan hal itu?” Dia menjawab, “Karena aku takut kepada-Mu.”
Selain itu, juga disebutkan kisah Nabi Ibrahim a.s. yang ingin mengetahui cara Allah menghidupkan orang mati, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman kepadanya,
“Kalau begitu ambillah empat ekor burung.” (QS. al-Baqarah: 260)
Keempat, menurut Abu al-Ma’ali, sesungguhnya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir itu ditujukan kepada bagian-bagian yang hanya diketahui Allah, yakni berupa hati dan lainnya. Dan, itu secara logika bukan hal yang mustahil. Tidak jauh berbeda dengan dzarr atau cikal bakal keturunan yang dikeluarkan Allah dari tulang punggung Nabi Adam as. Lalu, dipersaksikan kepada mereka dan ditanya, “Bukankah Aku Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Ya.”
Pasal Keempat: Nasib Anak Kecil di Dalam Kubur
Ada sementara orang yang menanyakan tentang anak-anak. Menurutku, mereka sama seperti orang-orang dewasa. Di dalam kubur, akal mereka juga akan dikembalikan lagi supaya mereka mengetahui kedudukan dan kebahagiaan mereka. Juga supaya mereka bisa menjawab apa yang akan ditanyakan kepada mereka. Itu menurut keterangan hadis secara lahiriahnya.
Ada riwayat yang menyatakan bahwa anak-anak pun akan diimpit oleh kubur sebagaimana yang dialami orang-orang tua (dewasa). Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Abu Mu’awiyah dari Yahya bin Sa’id dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abu Hurairah, dia berkata, sesungguhnya Nabi Saw. juga menshalatkan jiwa-jiwa yang belum pernah melakukan dosa sama sekali. Beliau lalu berdoa, “Ya Allah, tolong lindungi dia dari azab kubur.”
Pasal Kelima: Apa Maksud dari Kubur Sebagai Salah Satu Jurang Neraka, dan Salah Satu Taman Surga?
Ada sementara orang yang menanyakan tentang penafsiran riwayat yang menyatakan bahwa Kubur itu adalah salah satu jurang neraka, atau salah satu taman surga. Menurut kita, hal itu merupakan hakikat bukan majaz atau simbolik belaka. Bagi mayat mukmin, kubur itu penuh dengan tanaman yang asri dan tumbuh-tumbuhan yang hijau. Hal itu sesuai dengan apa yang dikatakan Abdullah bin Amr bin ‘Ash, “Yaitu tumbuh-tumbuhan yang harum baunya. Namun, bagi mayat yang kafir, kubur adalah tempat yang penuh dengan api yang sangat panas.”
Memang ada sementara ulama yang mengartikan hal itu sebagai simbolik atau majaz saja. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan semangat kepada orang mukmin. Jadi, kehidupan di dalam kubur itu diidentikan dengan surga, dan segala kenikmatan yang ada itu disamakan dengan taman-taman. Orang biasa mengatakan, “Fulan hidup di surga.” Artinya, dia hidup sangat sejahtera tak Kurang suatu apa pun. Seorang mukmin itu mengalami kehidupan yang nikmat dan menyenangkan di dalam kuburnya. la tidak merasakan kuburnya sangat sempit tetapi terasa sangat lapang sejauh mata memandang.
Sedangkan yang dimaksud dengan jurang neraka ialah himpitan Kubur, beratnya pertanyaan malaikat, dan berbagai ketakutan yang dialami oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang selalu melakukan dosa-dosa besar. Namun, pendapat yang paling sahih ialah pertama tadi, karena apa yang dikisahkan Allah dan Rasul-Nya adalah benar adanya. Dan, hal itu sama sekali tidak mustahil.
Pasal Keenam: Beberapa Keyakinan Tentang Siksa Kubur
Diriwayatkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, at-Tamhid, dari Ibnu Abbas bahwa dia pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata, “Hai manusia, sesungguhnya rajam itu benar adanya. Karena itu, janganlah kalian terperdaya hingga tidak melakukannya. Buktinya, Rasulullah Saw. sendiri dan Abu Bakar pernah melakukannya. Dan, kami juga akan benar-benar melakukannya setelah mereka berdua. Kelak akan muncul suatu kaum yang mendustakan rajam, mendustakan Dajal, mendustakan terbitnya matahari dari arah barat, mendustakan siksa kubur, mendustakan syafaat, dan mendustakan orang-orang yang keluar dari neraka setelah terbakar hangus di dalamnya.”
Menurut para ulama, mereka itu adalah kaum Qadariyah, kaum Khawarij, dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Abu al Huzail dan Bisyr berkata, “Itu berada di luar rangkaian keimanan. Azab tersebut terjadi antara dua tiupan, serta pertanyaan malaikat hanya terjadi pada saat-saat tersebut.”
Al-Bakhi dan al-Juba’i termasuk anaknya mempercayai adanya siksa kubur bagi orang kafir dan fasik. Dan, tidak akan terjadi bagi orang-orang yang beriman.
Menurut mayoritas ulama Mu’tazilah, tidak boleh hukumnya menyebut nama malaikat Allah dengan sebutan Munkar dan Nakir. Sebab, yang disebut Munkar ialah menjawab dengan sulit atau gagap ketika ditanya. Dan yang disebut Nakir ialah yang memotong pembicaraan.
Shalih berkata, “Azab kubur itu berlaku bagi orang-orang yang meninggal, tanpa harus mengembalikan roh lagi ke dalam jasadnya, dan mayat yang bersangkutan akan merasakan sakitnya azab tersebut. Ini adalah pendapat jamaah Karimiyah.”
Ada sekelompok ulama Mu’tazilah yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah mengazab mayat di kuburnya, namun mereka tidak merasakannya selagi masih berada di dalam kubur. Tapi, pada saat dikumpulkan di Padang Mahsyar, mereka baru merasakan sakit. Menurut mereka, siksaan bagi mayat itu sama seperti orang mabuk atau pingsan. Artinya, ketika dipukul mereka tidak merasakan sakitnya. Dan, ketika sudah sadar, dia baru merasakan sakitnya.”
Sementara ulama-ulama Mu’tazilah seperti Dharar bin Amr, Bisyri al-Marisi, Yahya bin Kamil, dan lainnya mengingkari sama sekali adanya siksa kubur. Menurut keyakinan meraka, orang meninggal itu menjadi mayat di kuburnya sampai hari kebangkitan nanti. Ini adalah pendapat keliru yang bertentangan dengan riwayat-riwayat di atas. Disebutkan dalam al-Qur’an,
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang,” (QS. Ghafir: 46)
Sifat (Bentuk) Dua Malaikat Kubur dan Pertanyaan Mereka
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadis Tirmidzi sebelumnya, kedua malaikat kubur itu berkulit hitam kebiru-biruan. Yang satu bernama Munkar dan satunya lagi Nakir.
Diriwayatkan oleh Ma’mar bin Amr bin Dinar dari Sa’id bin Ibrahim dari Atha’ bin Yasar bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Umar, “Wahai Umar, bagaimana nasibmu nanti jika Munkar dan Nakir mendatangimu, yaitu ketika engkau meninggal lalu kaummu membuat kuburmu yang tidak seberapa luas (tiga hasta satu jengkal kali tiga hasta satu jengkal). Lalu, mereka memandikanmu, mengafanimu, mengusung mayatmu, dan meletakkan mayatmu di dalam kubur. Setelah menimbunnya dengan tanah mereka pulang meninggalkanmu. Lalu datang kepadamu dua malaikat penguji kubur, Munkar dan Nakir, suaranya menggelegar seperti halilintar, sorot matanya seperti kilat menyambar, rambutnya panjang sampai menyentuh tanah, dan tangannya memegang martil besi yang sangat berat hingga tidak sanggup dibawa oleh penduduk bumi.” Umar lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, betapa pun perpisahan memang pasti terjadi. Apakah kelak kita juga akan dibangkitkan hidup kembali seperti semula?” Beliau menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Kalau begitu, aku akan meminta petunjuk kepada engkau untuk mengatasi mereka berdua.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas sebuah hadis tentang pengalaman Isra’, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, aku bertanya kepada Jibril, “Siapa Mereka?” Jibril menjawab, “Munkar dan Nakir. Mereka akan mendatangi setiap manusia ketika sudah diletakkan di dalam kuburnya sendirian.” Aku bertanya lagi, “Jibril, tolong ceritakan padaku sifat kedua malaikat itu.” Jibril menjawab bahwa mereka adalah makhluk yang tinggi besar, tampangnya sangat mengerikan, suaranya menggelegar bagai halilintar, sorot matanya tajam bagai kilat yang menyambar, taringnya runcing bagai tanduk, serta dari mulut, lubang hidung, dan telinganya keluar api yang menyala-nyala, rambutnya menyapu tanah, kukunya runcing, dan masing-masing memegang tongkat besi yang sangat berat sehingga tidak sanggup digerakkan oleh seluruh makhluk yang ada di muka bumi.
Kedua malaikat itu mendatangi seseorang yang telah diletakkan di dalam kuburnya sendirian. Dengan izin Allah, mereka mengembalikan rohnya ke jasadnya. Setelah menyuruhnya duduk di kubur, mereka membentaknya dengan suara yang sangat keras hingga mampu menggetarkan tulang-tulang rusuknya, menghentikan semua persendiannya, dan membuatnya pingsan. Setelahnya, mereka menyuruhnya untuk duduk kembali. Lalu mulailah kedua malaikat itu berkata kepadanya, “Sekarang kamu sudah berada di alam barzakh. Renungkanlah keadaanmu dan kenalilah tempatmu.”
Setelah membentaknya yang kedua kali, kedua malaikat berkata, “Hai Fulan, sekarang kamu telah meninggalkan dunia dan akan menuju ke tempat Kembalimu yang abadi. Jawablah pertanyaan Kami, siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?” Jika dia orang mukmin, Allah akan mengajari hujahnya sehingga dia bisa menjawab, “Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah Islam, dan nabiku adalah Muhammad.”
Pada saat itu mereka membentak lagi dengan suara yang sanggup membuat persendiannya rontok dan otot-ototnya terputus, Kedua malaikat berkata, “Hai Fulan, coba kamu pikirkan kembali jawabanmu tadi.” Karena Allah telah memberinya keteguhan berupa ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, memberinya rasa aman, dan menghilangkan rasa takut sebagai bukti kasih sayang-Nya, maka dia sama sekali tidak merasa gentar kepada kedua malaikat tersebut. Dia lalu berkata, “Aku tahu kalian sedang mengancamku supaya aku ragu terhadap Tuhanku. Kalian ingin supaya aku mengambil pelindung selain-Nya. Padahal, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Dialah Tuhanku, Tuhan kalian, dan Tuhan segala sesuatu. Nabiku Muhammad dan agamaku Islam.”
Kemudian kedua malaikat itu membentaknya lagi dan mengulangi lagi pertanyaannya. Tetapi, dengan penuh keyakinan dia menjawab, “Tuhanku adalah Allah pencipta langit dan bumi. Hanya kepada-Nyalah kami menyembah. Aku tidak menyekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan aku tidak akan menjadikan siapa pun selain-Nya sebagai tuhan. Aku tahu kalian sedang mengujiku supaya aku meragukan Tuhanku. Sungguh Dialah Allah yang tidak ada tuhan selain Dia.”
Setelah mendengar jawaban tersebut yang diulang sampai tiga kali, kedua malaikat itu. pun akhirnya menyerah. Mereka aku terlihat sangat bersahabat dengannya. Sambil tersenyum, mereka berkata kepadanya, “Kamu benar. Allah telah menenteramkan hailmu dan memberimu keteguhan. Bergembiralah kamu dengan surga dan kemuliaan dari Allah.”
Kemudian kuburnya dilapangkan sejauh mata memandang dan dibukakan untuknya sebuah pintu ke arah surga. Lalu angin surga yang baunya harum semerbak masuk ke dalam kuburnya. Keindahannya sebagai Karunia Allah yang belum pernah dia rasakan sama sekali. Melihat hal itu, dia yakin sebagai orang yang beruntung. Karenanya, dia bersyukur kepada Allah. Kemudian di dalam kuburnya, kedua malaikat itu menyediakan sebuah hamparan permadani dari sutra surga yang tebal dan memasang penerangan (nur); satu berada di dekat kepalanya dan satunya lagi di dekat kakinya. Lalu berembus aroma lain. Begitu menciumnya, dia langsung mengantuk dan ingin tidur. Kedua malaikat lalu berkata, “Tidurlah kamu dengan suka cita seperti pengantin baru tanpa rasa takut dan sedih.”
Selanjutya, di dekat kepalanya muncul sesosok laki-laki yang sangat tampan dan beraroma sangat harum. Kedua malaikat lalu berkata, “Itulah amalmu dan ucapanmu yang baik. Allah telah mengubahnya menjadi sesosok laki-laki yang sangat tampan dan sangat harum untuk menemani kesendirianmu di kubur. Bersamanya, kamu akan aman dari binatang yang menyakiilmu. Dia tidak akan menelantarkanmu di kuburmu ini sampai nanti kamu masuk surga berkat rahmat Allah. Tidurlah sebagai orang yang berbahagia. Sungguh beruntung kamu karena mendapatkan tempat kembali yang baik.” Setelah mengucapkan salam, maka kedua malaikat itu pun berlalu.
Nama Malaikat Penguji Kubur
Adapun sabda Nabi Saw., “Lalu datang kepadamu dua malaikat penguji kubur, Munkar dan Nakir.”
Abu Abdullah at-Tirmidzi berkata, “Keduanya dinamakan penguji Kubur Karena jika bertanya selalu dibarengi dengan bentakan. Rupa kedua malaikat tersebut sangat menyulitkan. Dinamakan Munkar dan Nakir Karena rupanya tidak sama dengan manusia, malaikat, burung, hewan ternak, ataupun binatang melata. Tidak ada yang senang melihat wajah kedua malaikat tersebut. Namun, bagi orang mukmin, Kedua malaikat itu akan memberikan kesenangan dan pertolongan. Bagi Orang munafik, kedua malaikat itu akan membuka aib dan mengazabnya di alam barzakh sebelum dia dibangkitkan, hingga azab yang sesungguhnya menimpa mereka.”
Cara Munkar Nakir Menanyai Seluruh Mayat yang Berada di Beberapa Tempat
Ada sementara orang yang bertanya, “Bagaimana mungkin kedua malaikat itu sanggup menanyai seluruh mayat di tempat yang berbeda-beda dan di kubur yang berjauhan dalam waktu yang sama? Dan, bagaimana mungkin amal bisa berubah menjadi sesosok makhluk?”
Jawaban untuk yang pertama ialah bahwa seperti yang disebutkan dalam beberapa riwayat bahwa kedua malaikat tersebut sangat besar. Mereka dapat bertanya kepada seluruh mayat yang berada di tempatnya masing-masing dengan tujuan yang sama, dengan satu kali pembicaraan. Namun, setiap orang menyangka bahwa pertanyaan tersebut hanya diajukan untuk dirinya saja. Allah telah menghalangi penghuni kubur untuk mendengarkan tanya jawab malaikat dengan penghuni kubur fain. Dia hanya mendengar pembicaraannya dengan kedua malaikat tersebut, walau dikuburkan dalam satu kubur. Dan, sudah dijelaskan sebelumnya bahwa suara siksa kubur itu bisa didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia. Lagi pula Allah bisa membuat mendengar siapa saja yang dikehendaki-Nya, karena Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.
Adapun jawaban untuk pertanyaan kedua ialah, sesungguhnya Allah bisa menjadikan pahala bagi amal baik maupun amal buruk berupa sosok makhluk. Jadi, bukan semata-mata dia berubah menjadi permata, karena hal itu memang bukan termasuk permata. Contohnya, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih, “Sesungguhnya kematian itu kelak akan didatangkan seperti seekor kambing jantan yang berwarna putih kehitam-hitaman. Kambing jantan tersebut disuruh berhenti di atas jembatan (ash-Shirath), lalu disembelih.”
Jadi, mustahil maut berubah menjadi seekor kambing, karena kematian itu bukan benda. Maksudnya ialah bahwa Allah Ta’ala menciptakan sosok makhluk yang dinamakan maut lalu disembelih di antara surga dan neraka. Wallahu a’lam.
Lapangnya Kubur Orang-orang Mukmin Sesuai Dengan Amal-amal Mereka
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya kubur orang mukmin itu dilapangkan seluas 70 hasta.” Menurut riwayat Tirmidzi, “Seluas 70 hasta dikali 70 hasta.” Sedangkan, menurut al-Barra’, “Sejauh mata memandang.”
Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Mu’adzah, dia berkata, aku bertanya kepada Aisyah, “Tolong ceritakan kepada kami, apa yang akan terjadi pada kubur keluarga kami, dan apa yang akan dia alami?” Aisyah menjawab, “Jika dia orang mukmin, maka kuburnya akan dilapangkan seluas 40 hasta.”
Menurutku, ini terjadi karena sebelumnya kuburnya itu sempit. Setelah berhasil menjawab pertanyaan malaikat, maka kuburnya menjadi luas. Sedangkan bagi orang kafir, maka kuburnya menjadi sempit.
Aku mendengar sebagian ulama berkata suatu hari, seorang penggali kubur di sebuah pemakaman di Mesir sedang menggali tiga buah kubur sekaligus. Setelah selesai, dia kelelahan lalu mengantuk dan tidur. Dalam tidurnya, dia bermimpi melihat ada dua malaikat berdiri di dekat salah satu kubur yang digalinya. Malaikat berkata kepada temannya, “Tulis, satu farsakh kali satu farsakh.” Kemudian mereka menghampiri kubur kedua, lalu malaikat berkata kepada temannya, “Tulis, satu mil kali satu mil” Selanjutnya mereka menghampiri kubur yang ketiga, lalu malaikat berkata kepada temannya, “Tulis satu jengkal kali satu jengkal.”
Begitu terbangun, dia melihat jenazah seorang laki-laki asing yang belum pernah di. kenalnya dikuburkan di kubur pertama. Lalu, menyusul usungan jenazah seorang laki-laki lain yang dikuburkan di kubur kedua. Dan terakhir muncul usungan jenazah seorang wanita kaya yang diantarkan oleh banyak orang, dan dikuburkan di kubur ketiga yang sangat sempit tersebut. Luasnya hanya satu fatrah (satu jengkal).
Satu fatrah sama dengan seukuran jarak antara ibu jari dan telunjuk. Kita berlindung kepada Allah dari kesempitan kubur dan azabnya. Azab Kubur Itu Benar-benar Ada, Serta Beragamnya Siksa Bagi Orang Kafir
Allah Taa’la berfirman,
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit,” (QS. Thaha: 124)
Menurut Abu Sa’id al-Khudri dan Abdullah bin Mas’ud, yang dimaksud “penghidupan yang sempit” ialah siksa kubur.
“Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang zalim masih ada azab selain itu.” (QS. ath Thur: 47)
Ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud “ada azab selain itu” adalah azab kubur, karena Allah menyebut ayat itu sesudah ayat,
“Maka biarkanlah mereka hingga mereka menemui hari (yang dijanjikan kepada) mereka, pada hari itu mereka dibinasakan.” (QS. ath Thur: 45),
Yang dimaksud “hari (yang dijanjikan kepada) mereka”, yaitu hari terakhir dalam kehidupan dunia. Hal itu menunjukkan bahwa azab yang mereka alami pada hari itu adalah azab kubur. Demikian pula dengan firman Allah,
“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. al-Anfal: 34)
Karena azab kubur adalah perkara gaib yakni kasat mata. Atau firman Allah Ta’ala,
“Fir‘aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang sangat buruk. Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 45-46)
Ini adalah azab kubur di alam barzakh. Mengomentari firman Allah Ta’ala,
“Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). Kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.” (QS. at-Takatsur: 3-4)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ialah kamu akan mengetahui azab yang akan ditimpakan kepadamu di kubur dan azab yang akan menimpamu di akhirat. Jadi, pengulangan itu menunjukkan dua keadaan.
Diriwayatkan oleh Zarr bin Hubaisy dari Ali, dia berkata, semula kami meragukan azab kubur, hingga turunlah firman Allah Ta’ala,
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu).” (QS. at-Takatsur: 1-3), yakni mengetahui akan adanya siksa kubur.
Dalam hadis hasan riwayat Tirmidzi, Abu Hurairah berkata, “Kubur orang kafir itu disempitkan malaikat hingga membuat tulang-tulang mereka remuk. Dan, itu merupakan kehidupan yang sempit.”
Diriwayatkan oleh lbnu Majah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Kalian tahu, untuk siapa ayat ini diturunkan? “Maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124) Dan kalian tahu, apa yang dimaksud dengan penghidupan yang sempit itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Beliau bersabda, “Itu adalah siksa kubur bagi orang kafir. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka akan dililit oleh 99 ekor ular besar. Tahukah kamu apa at-tanin itu? Yaitu 99 ekor ular besar. Masing-masing ular mempunyai sembilan kepala yang menyembur ke jasad kafir itu. Ular besar tersebut menjilat, melilit, dan menggigit tubuh orang kafir itu hingga hari Kiamat nanti, lalu akan dikumpulkan dari dalam kuburnya menuju Padang Mahsyar dalam keadaan buta.”
Abu Bakar bin Abu Syaibah menyebutkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Orang-orang kafir di dalam kuburnya akan disiksa dengan 99 ekor ular besar. Ular besar tersebut akan menggigit dan menyengatnya hingga tiba hari Kiamat. Seandainya seekor ular besar itu menyembur ke arah bumi, maka bumi itu akan mati (tidak dapat menumbuhkan tanaman).”
Disebutkan dalam sebuah hadis mauquf, Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata, “Kemudian kuburnya menjadi sempit, dan muncullah ular-ular besar yang memakan seluruh daging orang kafir itu hingga habis dari tulang-tulangnya, sama sekali tidak ada yang tersisa. Setelah itu, muncul beberapa malaikat yang tuli dan buta, lalu menghajar mereka dengan menggunakan palu dari neraka ….” al-Hadis. Hadis ini telah disebutkan sebelumnya.
Azab Kubur Bagi Orang Kafir Berbeda-beda
Jangan menganggap ini bertentangan dengan hadis marfu’ yang menyatakan, “Allah menguasakan malaikat yang buta dan bisu untuk menyiksa orang kafir,” karena siksa yang ditimpakan kepada orang-orang kafir itu berbeda-beda. Ada yang disiksa oleh satu malaikat dan ada pula yang disiksa oleh beberapa malaikat. Demikian juga, ini tidak bertentangan dengan riwayat yang mengatakan bahwa dagingnya akan dimakan oleh beberapa ekor ular besar, karena kedua azab tersebut bisa sama-sama ditimpakan, sebagaimana firman Allah,
“Inilah neraka Jahanam yang didustakan oleh orang-orang yang berdosa. Mereka berkeliling di sana dan di antara air yang mendidih.” (QS. ar-Rahman: 43-44)
Sekali tempo mereka disuruh makan buah zaqqum, dan pada tempo lain mereka dipaksa meminum air yang sangat mendidih. Sekali tempo mereka diazab dengan api yang menyala-nyala, dan pada tempo lain mereka diazab dengan suhu yang sangat dingin. Semoga Allah melindungi kita dari siksa kubur dan siksa neraka berkat rahmat dan kebaikan-Nya. Selain itu, mereka diberi hamparan yang berasal dari batu neraka dan dikatakan padanya, “Tidurlah kamu laksana tidurnya orang yang digigit ular!”
Sebuah hadis diriwayatkan oleh Ali bin Ma/’bad dari Abu Hazim dari Abu Hurairah secara mauquf, dia berkata, ketika mayat diletakkan di dalam kubur, dia didatangi malaikat yang diutus Tuhannya dan bertanya, “Siapa Tuhanmu?” Bagi orang yang diberi keteguhan oleh Allah, dia akan menjawab, “Tuhanku adalah Allah.” Ketika ditanya, “Apa agamamu?” Dia menjawab, “Agamaku Islam.” Dan ketika ditanya, “Siapa nabimu?” Dia menjawab, “Nabiku adalah Muhammad.” Karena merasa sebagai orang beruntung, dia berkata kepada malaikat, “Biarkan aku bertemu dengan keluargaku. Aku ingin menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka.” Namun, malaikat berkata, “Tidurlah saja dengan tenang, sungguh kamu mempunyai teman-teman yang belum bertemu denganmu.”
Tetapi, bagi orang yang tidak diberi keteguhan oleh Allah, ketika ditanya malaikat, “siapa Tuhanmu?” Dia tidak bisa menjawabnya Sehingga dia dipukul malaikat dengan palu, dan menjerit kesakitan yang suaranya bisa didengar, oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia Lalu malaikat itu berkata, “Tidurlah kamu laksana tidurnya orang yang digigit ular!”
Ahli bahasa mengatakan bahwa “dimanhus” dengan sin yang tidak bertitik artinya seseorang disengat dan digigit ular. Namun, “dimanhus” bisa juga artinya sadar karena sakit yang amat sangat berat. Atau, bisa juga artinya tertidur laksana orang yang tengah mabuk.
Azab Kubur Bagi Orang Kafir
Diriwayatkan oleh al-Wa’ili al-Hafizh dalam kitabnya, al-lbanah, dari Malik bin Mughaffal dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata, ketika aku sedang berjalan di pekuburan Badar, tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari dalam tanah dengan berkalungkan rantai di lehernya. Sedang ujungnya dipegang oleh seorang yang hitam. Laki-laki itu lalu berkata, “Hai Abdullah, tolong beri aku minum.” Aku heran dari mana dia kenal aku. Lalu orang hitam itu berkata kepadaku, “Jangan penuhi permintaannya! Dia seorang kafir.” Tidak lama kemudian, orang itu ditariknya hingga masuk kembali ke dalam tanah. Aku lalu menemui Rasulullah Saw. untuk menceritakan hal itu. Beliau lalu bersabda, “Engkau melihat dengan mata kepala sendiri? Itu adalah musuh Allah, Abu Jahal bin Hisyam. Itulah siksanya hingga hari Kiamat nanti.”
Azab Kubur Itu Sesuai Dengan Tingkat Kemaksiatannya Masing-masing
Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu
Syaibah dan al-Hakim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kebanyakan azab Kubur itu diakibatkan oleh air kencing.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah melewati dua buah kubur. Beliau lalu bersabda, “Kedua penghuninya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu karena dia suka mengadu domba, dan yang satunya lagi karena tidak mau membersihkan air seni sehabis buang air kecil.” Beliau lalu meminta seorang sahabat untuk mengambilkan pelepah kurma yang masih basah. Beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian dan menancapkannya di atas kubur mereka masing-masing. Beliau lalu bersabda, “Mudah-mudahan kedua mayat ini diringankan siksanya selama pelepah kurma ini belum kering.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan, “Dulu, dia tidak bersuci setelah kencing,’”’ Dalam kitab Abu Daud disebutkan, “Dulu, dia tidak menyiram kencingnya.” Menurut Hannad bin as-Sarri, “Dia tidak bersuci dari air kencingnya.” Menurut Bukhari, “Mereka berdua disiksa bukannya karena dosa besar, namun siksanya benar-benar besar.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Abu Bakrah, dia berkata, ketika aku dan sahabat lain sedang berjalan bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba beliau menghampiri dua kubur lalu bersabda, “Sesungguhnya penghuni dua kubur ini sekarang sedang disiksa di dalam kuburnya. Siapa di antara kalian yang mau mengambilkan pelepah pohon kurma itu?” Maka aku dan temanku tadi segera berlomba adu cepat dan aku berhasil mendahuluinya. Begitu mendapatkan benda itu, aku langsung menyerahkannya kepada Nabi Saw… Setelah membelahnya menjadi dua bagian, maka separuh beliau letakkan pada kubur yang satu, dan yang separuhnya lagi diletakkan pada kubur yang lainnya seraya bersabda, “Sesungguhnya kedua mayat ini akan diringankan siksanya selama pelepah kurma ini masih basah (segar). Mereka disiksa karena suka menggunjing dan tidak membersihkan air kencing.”
Syekh al-Qurthubi berkata, hadis-hadis di atas tadi memberikan petunjuk bahwa siksa itu bisa diringankan hanya karena separuh pelepah kurma selama masih basah (segar).
Disebutkan dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, … Beliau bertanya kepadaku, “Hai Jabir, ingatkah kamu tempat aku berhenti beberapa saat tadi?” Aku menjawab, “Ya. Aku masih ingat, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Carilah dua batang pohon itu, dan petiklah masing-masing satu ranting dan bawalah ia kemari. Jika kamu telah sampai di tempatku berdiri, tancapkan ranting yang ada ditangan kananmu dan ranting yang ada di tangan kirimu.”
Aku langsung bangkit dan memecahkan batu hingga tajam. Lalu aku mencari dua batang Pohon dan kupotong dengan batu tersebut masing-masing satu ranting. Kemudian aku berdiri dekat tempat berdirinya Rasulullah Saw. dan menancapkan sebuah ranting yang ada pada tangan kananku dan ranting yang ada pada tangan kiriku. Setelah berhasil melaksanakan perintah tersebut, aku segera menemui beliau dan berkata, “Aku sudah melakukannya, wahai Rasulullah.” Maka pada saat itulah, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tadi melewati dua buah kubur yang sedang disiksa penghuninya. Maka aku ingin memberikan syafaatku untuk meringankan siksa mereka selama ranting pohon tersebut masih basah (segar).”
Dalam hadis tersebut ada penambahan pada ungkapan “selama ranting tersebut masih basah (segar),” juga syafaat Nabi Saw.. Menurutku, itu menjelaskan bahwa kedua hadis tersebut berbeda, sebagaimana pendapat yang umum. Dalam hadis Ibnu Abbas dan Abu Bakrah, hanya ada satu pelepah kurma, yang kemudian Nabi Saw. membelahnya menjadi dua bagian. Sedangkan pada hadis Jabir, ada dua pelapah kurma, dan tidak dijelaskan sebab-sebab kedua penghuni Kubur itu disiksa.
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari al-A’masy dari Mujahid dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. pernah menghampiri dua buah kubur lalu bersabda, “Kedua penghuninya sedang disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu suka memakan daging manusia (menggunjing) dan yang satunya lagi suka mengadu domba.” Beliau lalu minta diambilkan sebuah pelepah kurma. Setelah dibelahnya menjadi dua bagian, yang satu beliau letakkan di kubur ini dan yang satunya lagi beliau letakkan di kubur yang lain seraya bersabda, “Mudah-mudahan Allah meringankan siksa mereka berdua selama kedua pelepah kurma ini masih basah (segar).”
Ada yang berpendapat, boleh jadi kedua penghuni kubur tersebut adalah orang kafir. Sabda beliau, “Kedua penghuninya sedang disiksa bukan karena dosa besar” maksudnya adalah dosa lain selain kekafiran dan kemusyrikan. Tetapi ada yang berpendapat bahwa penghuni kubur tersebut adalah orang mukmin yang berdosa tetapi belum sempat bertobat. Jika benar mereka orang kafir maka siksa yang sedang mereka jalani itu hanyalah siksa tambahan saja, di luar siksa kekafiran mereka. Tetapi, menurut pendapat yang lebih kuat, kedua penghuni kubur yang sedang disiksa tadi adalah orang mukmin.
Menurutku, kedua penghuni kubur tersebut adalah orang mukmin sebagaimana zahir hadis tersebut.
Diriwayatkan oleh ath-Thahawi dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi Saw. bersabda, ada salah seorang hamba di antara hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla diperintahkan untuk disiksa di dalam kuburnya dengan dicambuk seratus kali. Karena dia terus-menerus berdoa kepada Allah memohon keringanan, akhirnya dicambuk satu kali saja. Walaupun dicambuk dengan satu kali dera, kuburnya tetap saja dipenuhi dengan api. Setelah api itu menghilang, dia siuman lalu bertanya kepada malaikat, “Kenapa kalian mencambukku ?” Malaikat menjawab, “Karena kamu shalat tanpa bersuci (berwudhu) dulu, dan kamu tidak mau menolong orang yang teraniaya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub, dia berkata, apabila Nabi Saw. selesai dari melaksanakan shalatnya, beliau membalikkan wajahnya kepada kami dan bertanya, “Siapa di antara kalian yang semalam bermimpi?” Lalu ada orang yang merasa bermimpi dan menceritakan pengalaman mimpinya kepada beliau. Beliau lalu berkata, “Masyah Allah.” Suatu hari, beliau bertanya kepada kami, ‘“Apakah di antara kalian ada yang bermimpi” Kami menjawab, “Tidak ada.”
Beliau lalu bersabda, semalam aku bermimpi melihat dua orang laki-laki datang kepadaku. Mereka menggandeng tanganku dan membawaku pergi ke tanah suci. Di sana, aku melihat dua orang laki-laki, yang satu duduk, dan satunya lagi berdiri dengan tangan memegang sebatang besi. Besi itu dia masukkan ke dalam mulut orang yang duduk hingga menembus ke tengkuknya. Begitu pula dia lakukan terhadap yang lainnya, sehingga mulut itu pecah. Selanjutnya, mulut itu kembali utuh seperti semula. Hal itu, dia lakukan berulang-ulang kali. Aku lalu bertanya, “Siapa orang itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”
Aku pun mengikuti mereka hingga aku melihat seorang laki-laki tengah berbaring, dan seorang laki-laki lain sedang berdiri di dekat kepala orang itu dengan memegang sebuah batu. Batu itu dia gunakan untuk memukul kepala orang yang berbaring tadi. Begitu dipukulkan, batu itu terlempar. Kemudian diambilnya lagi, dan dipukulkannya lagi hingga kepala orang itu hancur. Selanjutnya, kepala tersebut utuh kembali. Begitu seterusnya. Aku lalu bertanya, “Siapa orang itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”
Aku pun mengikuti mereka. Ketika aku sampai di suatu tempat, aku melihat di suatu lubang seperti dapur api, bagian atasnya sempit namun bagian bawahnya luas. Di bawahnya ada api yang menyala. Jika api tersebut menyembur ke atas, maka mereka terangkat hingga hampir saja mereka keluar darinya. Namun, jika api tersebut mulai berhenti, maka mereka kembali padanya. Di lubang itu, terdapat beberapa orang laki-laki dan beberapa orang wanita. Mereka semua dalam keadaan telanjang. Aku lalu bertanya, “Siapa mereka itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami”
Aku pun mengikuti mereka. Lalu aku melihat sebuah sungai darah. Di dalam sungai tersebut, ada seorang laki-laki yang berdiri, dan seorang laki-laki lainnya berdiri di tepi sungai sambil memegang batu-batu. Ketika orang yang berada di sungai tersebut ingin keluar darinya, maka laki-laki yang berada di tepi sungai tadi melemparnya dengan batu yang dipegangnya tepat ke mulutnya. Karenanya, dia pun kembali ke tempat asainya (sungai darah). Begitulah seterusnya. Aku lalu bertanya, “Siapa mereka itu?” Namun, kedua orang itu menjawab, “Mari ikut kami.”
Aku pun mengikuti mereka. Lalu aku sampai pada sebuah taman yang asri. Di situ terdapat sebuah pohon besar, dan di bawahnya ada seorang kakek tua dan beberapa anak kecil. Lalu, di dekat pohon tersebut tampak seorang laki-laki yang sedang menyalakan api. Kedua orang tadi mengajakku menaiki pohon dan membawaku masuk ke sebuah rumah yang sangat indah. Di dalam rumah itu terdapat beberapa orang yang sudah tua, para pemuda, para wanita, dan anak-anak. Kemudian kedua orang tadi mengajakku keluar dari sana. Lalu menaiki pohon itu lagi, dan membawaku memasuki sebuah rumah yang jauh lebih indah dan lebih baik daripada rumah tadi. Di dalam rumah itu, terdapat beberapa orang yang sudah tua dan para pemuda.
Aku lalu berkata, “Malam ini, kalian berdua membawaku berkeliling. Tolong ceritakan kepadaku tentang semua yang aku lihat itu.” Kedua orang itu menjawab, “Baiklah. Orang yang engkau lihat mulutnya sedang dimasuki sebatang besi itu adalah seorang pendusta yang suka berkata bohong hingga tersebar Ke mana-mana. Dia akan dihukum terus seperti itu sampai hari Kiamat nanti. Orang yang engkau lihat sedang dipukuli kepalanya itu adalah orang yang diberi pengetahuan tentang al-Qur’an oleh Allah, namun dia tidak mengamalkannya. Dia akan dihukum terus seperti itu sampai hari Kiamat.
Orang-orang yang engkau lihat di lubang itu adalah orang-orang yang suka berzina. Orang yang engkau lihat di sungai tadi itu adalah orang yang gemar memakan riba. Orang tua yang engkau lihat berada di bawah pohon itu adalah Nabi Ibrahim a.s., dan anak-anak kecil yang di sekelilingnya itu adalah anak-anak manusia (yang meninggal di waktu masih kecil). Laki-laki yang menyalakan api itu adalah Malaikat Malik, penjaga neraka. Rumah pertama adalah rumah Orang-orang mukmin, dan rumah kedua yang lebih bagus dan lebih indah adalah rumah para syuhada. Aku sendiri adalah Jibril dan temanku ini adalah Mikail. Sekarang angkatlah kepalamu.” Ketika kuangkat kepalaku, aku melihat di atasku ada benda seperti awan. Kedua malaikat itu lalu. berkata, “Itu adalah tempatmu.” Aku lalu berkata, “Bisakah aku memasukinya.” Salah satu di antara mereka berkata, “Sisa umurmu masih ada. Jika telah habis umurmu, engkau bisa memasukinya.”
Mimpinya Para Nabi
Menurut para ulama, dalam hadis Bukhari tersebut memang tidak dijelaskan keadaan orang-orang yang sedang disiksa di dalam kubur mereka. Meskipun hanya dalam mimpi, namun pengalaman mimpi para nabi adalah wahyu, berdasarkan pernyataan Nabi Ibrahim a.s. dalam al Qur’an,
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.” (QS. ash Shaffat: 102)
Lalu dijawab oleh Isma’il,
“Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu.” (QS. ash-Shaffat: 102)
Adapun hadis ath-Thahawi di atas juga merupakan nash. Di sana dijelaskan sanggahan terhadap anggapan orang-orang Khawarij dan orang-orang yang menganggap kafir terhadap mukmin yang berbuat dosa. Menurut ath Thahawi, orang yang meninggalkan shalat itu tidaklah kafir. Sebab, orang yang shalat tanpa bersuci dianggap sama halnya tidak shalat. Jika mereka orang kafir, doanya tidak mungkin dikabulkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan doa orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.” (QS. ar-Ra’d: 14)
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim mengandung petunjuk bahwa bersuci dari buang air kecil itu hukumnya wajib. Sebab, seseorang itu disiksa karena meninggalkan kewajiban. Demikian pula wajib hukumnya menghilangkan najis. Dan inilah pendapat mayoritas ulama. Ibnu Wahab berkata yang diriwayatkan dari Malik, “Barang siapa melaksanakan shalat dalam keadaan belum bersuci dari buang air kecil, sama halnya ia shalat tanpa bersuci (berwudhu).”
Penjelasan Atas Kekeliruan
Sebuah koreksi mengenai adanya anggapan yang menyatakan bahwa kubur yang ditanami pelepah kurma oleh Nabi Saw. adalah kubur Sa’ad bin Mu’adz. Ini jelas anggapan yang salah (keliru). Yang benar adalah bahwa Sa’ad diimpit oleh kuburnya lalu direnggangkannya lagi seperti yang sudah saya sampaikan pada pembicaraan sebelumnya. Faktor yang menyebabkan dia diimpit oleh kuburnya sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Yunus bin Bakir dari Muhammad bin ishak dari Umayyah bin Abdullah bahwa dia pernah bertanya kepada salah seorang anggota keluarga Sa’ad, “Telah sampaikah mengenai sabda Rasulullah Saw. ini kepada kalian?” Dia lalu menjawab, “Telah dituturkan kepada kami bahwa Rasulullah Saw. telah ditanya mengenai perkara tersebut, maka beliau bersabda, “la pernah lalai bersuci sesudah buang air kecil.”
Disebutkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Ibnu Fudhail dari Abu Sufyan dari al-Hasan, dia berkata, ketika Sa’ad bin Mu’adz terluka parah, maka Nabi Saw. menyuruh seorang wanita untuk mengobatinya. Pada malam harinya Sa’ad meninggal, maka Jibril menemui Nabi Saw, membawa berita kematian itu. Jibril Lalu berkata, “Malam ini ada seseorang di antara Kalian yang meninggal. Arasy tergoncang Karena Allah suka bertemu dengannya.” Ternyata yang meninggal adalah Sa’ad bin Mu’adz. Rasulullah Saw. lalu mendatangi kubur Sa’ad sambil membacakan takbir, tahlil, dan tasbih. Ketika pulang, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, kami sama sekali belum pernah melihat engkau berbuat seperti itu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia sempat diimpit sekali himpitan dalam Kuburnya hingga tubuhnya menjadi seperti sehelai rambut. Aku tadi berdoa agar Allah berkenan memberi kelonggaran. Kabarnya, hal itu disebabkan ia pernah tidak membersihkan sisa air kencingnya setelah buang air kecil.”
Menurut as-Salimi Abu Muhammad Abdul Ghalib dalam kitabnya bahwa hadis-hadis yang menerangkan tentang siksa kubur jumlanhnya sangat banyak sekali. Di antaranya ialah sabda Nabi Saw. tentang Sa’ad bin Mu’adz, “Sesungguhnya dia diimpit oleh bumi dengan himpitan yang sanggup meremukkan tulang-tulangnya.” Atas hal itu, maka beberapa sahabat berkata, “Sedikit pun dia tidak pernah melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Hanya saja, dia pernah tidak membersihkan dari kencingnya dalam beberapa perjalanan.”
Menurutku, sabda Nabi Saw., “agar Allah berkenan memberi kelonggaran” adalah dalil yang menyatakan pengurangan siksaan. Bahkan, dia tidak disiksa lagi di dalam kuburnya. Sa’ad bin Mu’adz adalah orang yang mempunya! keutamaan, yang kematiannya mampu menggoncangkan Arasy Tuhan Yang Maha Pemurah, dan nyawanya disambut dengan penuh gembira oleh para malaikat. Jadi, apa yang mereka katakan itu tidak mungkin menimpa Sa’ad bin Mu’adz. Hanya orang bodoh yang punya anggapan negatif seperti itu. Sa’ad adalah orang yang terkenal baik dan harum namanya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan lainnya, “Sa’ad bin Mu’adz adalah orang yang mendapat perintah untuk menetapkan hukum terhadap Bani Quraidzah, sesuai dengan kehendak Allah dari langit ketujuh.” Hal itu disampaikan oleh Rasulullah Saw. melalui periwayatan Bukhari, Muslim, dan lainnya. Beberapa Sabda Nabi Saw. Tentang
Azab Kubur Dalam Peristiwa Isra’
Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Rabi’ bin Anas dari Abu al-Aliyah dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,
“Mahasuci (Allah) yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (QS. al-isra’: 1)
Abu Hurairah berkata, “Seekor kuda didatangkan kepada Nabi Saw. lalu beliau pun menaikinya. Setiap langkahnya adalah sejauh mata memandang saking cepatnya. Beliau berjalan ditemani Jibril. Beliau lalu diperlihatkan suatu kaum yang sedang menanam, dan pada hari berikutnya menuai serta begitu seterusnya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Satu kebajikan mereka dilipatgandakan sampai 700 kali lipat.”
“Dan apa yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS. Saba’: 39)
Kemudian beliau diperlihatkan kaum yang memecahkan kepalanya sendiri dengan batu sampai pecah (remuk). Mereka mengulanginya lagi seperti semula tanpa henti-hentinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak mau (malas) melaksanakan shalat.”
Setelah itu, beliau diperlihatkan suatu kaum, di mana bagian depan (kemaluan) dan belakang (dubur) mereka tertutup oleh secarik kain. Mereka dihalau seperti binatang ternak yang kurus dan diberi makan buah zaqqum dan batu-batu panas neraka Jahanam. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang tidak memberikan zakat dari harta mereka. Allah tidak menganiaya mereka, dan Allah bukanlah penganiaya terhadap hamba-Nya.”
Kemudian beliau diperlihatkan suatu kaum, di depan mereka terdapat daging matang dan daging busuk. Namun, mereka memakan daging busuk dan membiarkan daging matang. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Dia adalah seorang laki-laki yang sudah memiliki istri yang halal dan baik, tetapi dia mendatangi wanita lain bahkan tidur bersamanya sampai pagi.”
Kemudian beliau diperlihatkan pada sebatang kayu di tengah jalan yang mencelakakan setiap orang yang melewatinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, apa itu?” Jibril menjawab, “Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kamu duduk di setiap jalan dengan menakut-nakuti.” (QS. al-A’raf: 86)
Kemudian beliau melihat seorang laki-laki yang tidak kuat memikul seikat kayu yang banyak, namun ia malah berusaha ingin menambahinya. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa dia?” Jibril menjawab, “Dia adalah salah seorang umatmu yang tidak menyampaikan amanat yang dipikulnya tetapi dia malah ingin menambahnya lagi.”
Kemudian beliau melihat suatu kaum yang menggunting bibirnya sendiri dengan gunting dari besi neraka. Setiap kali digunting, bibir itu kembali lagi seperti semula. Begitu seterusnya tanpa berhenti. Beliau lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah para mubalig yang suka menyebarkan fitnah.”
Kemudian beliau melihat sebuah batu kecil. Dari dalam batu kecil itu keluar seekor sapi sangat besar. Lalu, sapi itu berusaha ingin masuk kembali ke tempat dari mana ia keluar, namun ia tidak sanggup memasukinya. Beliau lalu bertanya, “wahai Jibril, apa itu?” Jibril menjawab, “Itu adalah seorang laki-laki yang mengucapkan suatu kalimat (perkataan), kemudian dia menyesalinya. Dia ingin menariknya kembali ucapan tersebut tetapi tidak sanggup melakukannya ….”
Diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abi Harun al-Abdi dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa Nabi Saw. ditanya oleh para sahabatnya, “Wahai Rasulullah, ceritakan kepada kami tentang pengalaman engkau pada malam Isra’ ….” Beliau lalu bersabda, “Aku lalu naik bersama Jibril dan bertemu dengan malaikat penjaga langit dunia yang bernama Ismail. Di depannya ada 70.000 malaikat, dan masing-masing malaikat mempunyai tentara sebanyak 100.000 malaikat. Lalu beliau bersabda, “Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri.” (QS. al Muddatstsir: 31)
Jibril minta agar dibukakan pintu langit dunia. Pada saat itu, aku bertemu Nabi Adam a.s. dalam bentuknya seperti dia pertama kali diciptakan Allah. Tampaklah kepadanya arwah-arwah keturunannya yang beriman. Nabi Adam a.s. lalu berkata, “Roh yang baik dan jiwa yang baik, tempatkanlah mereka di ‘illiyyin-” Kemudian diperlihatkan juga kepadanya arwah-arwah keturunannya yang kafir, lalu dia berkata, “Roh yang jahat dan jiwa yang jahat, tempatkanlah mereka ai Sijjin.”
Setelah berjalan beberapa saat, aku melihat sebuah meja makan yang di atasnya tersaji daging segar yang aromanya sangat lezat. Namun, tidak ada seorang pun yang mendekatinya. Aku juga melihat sebuah meja makan lainnya yang di atasnya tersaji daging busuk yang aromanya sangat busuk dan menjijikkan, namun banyak orang yang memakannya. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau . yang meninggalkan yang halal dan memilih yang haram.”
Setelah berjalan beberapa saat, aku bertemu dengan suatu kaum yang perutnya sebesar rumah. Setiap kali seorang dari mereka berusaha bangkit, maka jatuh kembali seraya berkata, “Ya Allah, jangan datangkan dulu kiamat.” Mereka adalah pengikut jalan yang ditempuh oleh keluarga Fir’aun. Aku lalu mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka memakan riba, sebagaimana firman-Nya,
“Orang-orang yang memakan riba tidak Dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan gila.” (QS. al-Baqarah: 275)
Setelah meneruskan perjalanan beberapa saat, aku bertemu dengan kaum, di mana mulut mereka seperti mulut unta. Mereka membuka mulutnya lalu menyuapinya dengan bara api panas, kemudian keluar dari dubur mereka. Aku mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka memakan harta anak yatim secara zalim, sebagaimana firman-Nya,
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. an-Nisa’: 10)
Setelah meneruskan perjalanan beberapa saat, aku bertemu dengan beberapa orang wanita yang digantung payudaranya. Aku mendengar mereka gegap gempita memohon pertolongan Allah “Azza wa Jalla. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita penzina dari umat engkau.” Setelah melanjutkan perjalanan beberapa saat, aku melihat suatu kaum yang memotong daging lambungnya sendiri lalu disuapkannya kepada mereka. Dikatakan kepadanya, “Makanlah sebagaimana kamu dahulu memakan daging saudaramu!” Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah umat engkau yang suka mengumpat dan mencela ….” al-Hadis.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, dalam perjalanan Mi’raj, aku menyaksikan suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga, dan mereka mencakari wajah-wajah serta dada-dada mereka sendiri dengan kuku tersebut. Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, siapa mereka?” Jibril lalu menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan merusak kehormatan mereka.”
Kegembiraan Orang Mukmin di Dalam Kuburnya
Ka’ab al-Ahhbar berkata, begitu seorang hamba sateh diletakkan di dalam kuburnya, maka amal-amalnya yang saleh mengerumuninya. Pada saat malaikat azab ingin mendekat dari arah sepasang kakinya, maka amal shalatnya berkata, “Menjauhlah kalian darinya.” Mereka lalu mencoba datang dari arah kepalanya, maka amal puasanya berkata, “Tidak ada jalan bagi kalian memasukinya. Di dunia, dia cukup lama berlapar dahaga karena Allah ‘Azza wa Jaila.” Mereka mencoba lagi mendekat dari arah tubuhnya, maka amal haji dan jihadnya berkata,
“Menyingkirlah kalian darinya. Tubuhnya telah bersusah payah berhaji dan berjihad karena Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak ada jalan bagi kalian untuk mendekatinya.” Mereka mencoba mendekat dari arah sepasang tangannya, maka amal sedekahnya berkata, “Berhentilah mendekati kawanku. Sudah cukup banyak sedekah yang keluar dari sepasang tangan itu hingga dia berperang karena Allah ‘Azza wa Jalla demi mengharap keridaan-Nya. Tidak ada jalan bagi kalian untuk mendekatinya.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Tidurlah dengan tenang, engkau hidup bahagia dan mati pun bahagia.”
Menurutku, itulah keberuntungan bagi orang yang beramal ikhlas karena Allah, benar ucapan dan tindakannya, bersih niatnya, baik pada saat beramal dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan. Sehingga, amal-amalnya menjadi hujah baginya dan membelanya. Hal ini tidak bertentangan dengan pembicaraan-pembicaraan pada bab-bab sebelumnya, karena keadaan manusia itu berbeda-beda dalam keikhlasan amalnya. Wallahu a’lam.
Berlindung dari Azab dan Fitnah Kubur
Diriwayatkan oleh an-Nasai dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. menemuiku ketika aku sedang menerima tamu seorang wanita Yahudi. Wanita itu berkata, “Sesungguhnya kalian akan terkena fitnah (ujian) di dalam kubur.” Lalu aku menyampaikannya kepada beliau. Mendengar itu, Rasulullah Saw. tersentak kaget lalu bersabda, “Sesungguhnya yang terkena fitnah itu adalah orang-orang Yahudi.” Selang beberapa malam tinggal di rumahku, Rasulullah Saw. bersabda, “Apakah engkau juga berpikir bahwa aku pernah diberi wahyu yang menyatakan bahwa kalian (orang-orang mukmin) akan terkena fitnah di dalam kubur?” Lalu, aku (Aisyah) mendengar bahwa Rasulullah Saw. memohon perlindungan kepada Allah dari azab kubur.
Diriwayatkan oleh para imam-imam dari Asma’ bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya baru saja diwahyukan kepadaku bahwa kalian akan terkena fitnah di dalam kubur, atau seperti fitnah Dajal yang aku sendiri tidak tahu apa itu.” Asma’ berkata bahwa salah seorang kalian akan ditanya oleh malaikat, “Apa yang kamu ketahui tentang orang itu (Muhammad) ?” Bagi orang mukmin atau orang yang meyakininya, dia akan menjawab sebanyak tiga kali, “Dia adalah Muhammad utusan Allah. Beliau datang kepada kami dengan membawa keterangan-keterangan dan petunjuk. Lalu kami ikuti dan taati” Kemudian malaikat berkata kepadanya, “Tidurlah. Kami tahu bahwa kamu beriman kepadanya. Tidurlah sebagai orang saleh.” Adapun bagi orang munafik atau yang bimbang, maka dia akan menjawab, “Aku tidak tahu apa yang kalian tanyakan itu?” Atau dia menjawab, “Aku tidak tahu, karena aku hanya mendengar tentang dirinya dari Omongan orang-orang saja.” Lafaz hadis ini menurut Muslim
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. berdoa,
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari azab kubur, azab neraka, Fitnah ketika hidup maupun ketika mati, dan fitnah Dajal.” Hadis senada ini jumlahnya cukup banyak sekali dan diriwayatkan oleh para perawi terkemuka.
Azab Kubur Hanya Dapat Didengar Oleh Binatang
Diriwayatkan oleh Muslim dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, suatu hari kami sedang bersama Nabi Saw. di kebun milik Bani Najjar. Saat itu beliau menaiki seekor keledai betina miliknya Tiba-tiba binatang itu terperanjat kaget dan lia, hingga beliau hampir terjatuh. Ternyata, di Sana terdapat enam, lima, atau empat buah Kubur Beliau lalu bertanya, “Siapa yang tahu Penghuni kuburan ini?” Seorang sahabat menjawab, “Aku Beliau bertanya, “Kapan mereka meninggal?” Dia menjawab, “Mereka meninggal dalam keadaan musyrik.” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya umat ini sedang diuji di dalam kubur mereka. Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar Dia memperdengarkan kepada kalian siksa kubur seperti yang aku dengar.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ajisyah, dia berkata bahwa dua perempuan tua Yahudi Madinah bertamu kepadaku. Mereka lalu berkata, “Sesungguhnya para penghuni Kubur itu disiksa di dalam Kubur mereka.” Karena tidak percaya mereka, aku membantahnya, “Kalian berdusta.” Sepeninggal kedua perempuan tua itu, Rasulullah Saw. datang dan aku bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, tadi dua perempuan tua Yahudi Madinah berkata padaku bahwa penghuni kubur itu akan disiksa di dalam kubur mereka.” Lalu Nabi Saw. bersabda, “Mereka benar. Sesungguhnya para penghuni kubur itu akan diazab dengan azab yang bisa terdengar oleh binatang.” Sejak saat itu, aku melihat beliau selalu berdoa memohon perlindungan dari siksa kubur setiap selesai dari shalatnya.
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dengan ada sedikit tambahan, “… dengan azab yang bisa didengar oleh seluruh binatang.”
Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dalam kitabnya, az-Zuhd, dari Waki’ dari alA’masy dari Syaqiq dari Aisyah, dia berkata bahwa seorang wanita Yahudi datang kepadaku dan bercerita tentang siksa kubur, kemudian aku menganggapnya bohong. Tidak lama kemudian muncul Nabi Saw… Ketika hal itu aku ceritakan kepada beliau, Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya mereka akan disiksa di dalam kubur mereka hingga semua binatang mendengar suara mereka.”
Menurut para ulama, keledai yang dinaiki Nabi Saw. tersebut sampai terperanjat kaget karena mendadak mendengar suara orang-orang yang sedang disiksa di dalam kubur. Hanya saja, makhluk yang berakal seperti jin dan manusia tidak bisa mendengarnya. Hadis Nabi Saw. yang mengatakan, “Seandainya kalian tidak akan saling menguburkan” Allah sengaja menyembunyikan hal itu dari kita supaya kita menguburkan mayat. Itulah kebijaksanaan dan kasih sayang Allah kepada kita, karena kita akan takut jika mendengarnya dan tidak kuasa mendekati kuburan atau menguburkan teman kita. Atau mungkin, orang yang masih hidup akan binasa pada saat mendengarnya.
Selama masih di dunia, kita tidak akan sanggup mendengar azab Allah yang ditimpakan kepadanya di dalam kubur. Kekuatan kita melemah. Bayangkan, ketika mendengar suara halilintar yang menggelegar atau gempa yang dahsyat saja banyak orang yang langsung mati? Apalagi jika sampai jeritan orang di dalam kubur yang sedang disiksa oleh malaikat dengan menggunakan palu dari neraka didengar oleh orang yang berada di dekatnya? Rasulullah Saw. sendiri pernah menyatakan, “Seandainya seseorang mendengar suara mayat yang sedang disiksa, pasti dia akan pingsan.”
Menurutku, itu baru siksa yang ditimpakan kepada orang-orang mukmin, apalagi siksa yang ditimpakan kepada orang-orang kafir. Kita senantiasa memohon keselamatan, ampunan, dan rahmat kepada Allah Yang Maha Dermawan.
Dalam sebuah hikayat, Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Abu al-Hamin al-Burjan mengatakan bahwa pada suatu hari ada beberapa Orang yang mengubur mayat di sebuah desa bagian ilmur Isybiliyah (Sevilla). Sesudah itu, mereka duduk-duduk santai di sebuah tempat.
Tidak jauh dari tempat mereka, beberapa ekor kambing sedang merumput. Mendadak ada seekor kambing yang berlari menghampiri kubur tersebut. la mendekatkan telinganya padanya, seolah-olah sedang mendengarkan suara. Sesudah itu, ia terus berpaling. Perbuatannya tersebut dilakukan berkali-kali.”
Mendengar hikayat tersebut, Abu al-Hakam berkata, tiba-tiba aku jadi teringat akan kematian dan sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya para penghuni kubur itu akan diazab dengan azab yang bisa terdengar oleh binatang.”
Mayat Mendengar Perkataan Orang Hidup yang Ditujukan Kepadanya
Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bin Malik bahwa Umar bin Khaththab bercerita tentang pasukan Perang Badar dari kaum kafir. Dia berkata, kemarin Rasulullah Saw. memperlihatkan kepada kami tempat tewasnya mereka seraya berkata, “Insya Allah, besok si Fulan akan mati di sini.” Umar lalu berkata, “Demi Allah, apa yang katakan beliau ternyata benar.” Setelah beberapa pasukan kafir itu mati, mereka dimasukkan ke dalam sebuah sumur besar, saling bertindih satu sama lainnya. Setelah itu, Rasulullah Saw. menghampiri mereka dan berkata, “Hai Fulan bin Fulan, bukankah kalian telah mendapati bahwa janji Allah dan RasulNya itu benar? Sungguh, aku telah mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar.” Umar lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin engkau berbicara kepada jasad-jasad yang sudah tak bernyawa itu?” Beliau lalu menjawab, “Mereka lebih mendengar perkataan dibanding kalian. Hanya saja, mereka tidak mampu menjawab apa pun kepadaku.”
Dalam hadis riwayat Muslim dari Anas bin Malik disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membiarkan korban Perang Badar dari pasukan kafir selama tiga hari. Setelah itu, beliau menghampiri mereka dan berseru, “Hai Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Utbah bin Rabi’ah, dan Syaibah bin Rabi’ah! Bukankah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian itu benar? Sungguh, aku telah mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku itu benar.” Mendengar seruan Nabi Saw. tersebut, Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka bisa mendengar? Apakah mereka bisa menjawab? Bukankah mereka sudah menjadi mayat yang membusuk?” Beliau lalu menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, mereka lebih mendengar perkataan dibanding kalian. Hanya saja, mereka tidak mampu untuk menjawabnya.” Kemudian beliau menyuruh untuk melemparkan mayat-mayat tersebut ke dalam sumur di Badar.
Perbedaan Pendapat Mengenai Pengetahuan Mayat
Ketahuilah bahwa sesungguhnya Aisyah semula tidak mempercayai akan Nal ini. Dia berpedoman pada firman Allah Ta’ala,
“Maka sungguh, engkau tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar.” (QS. ar-Rum: 52)
“Dan engkau (Muhammad) tidak akan sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS. Fathir: 22)
Tidak ada pertentangan antara riwayat tadi dengan kedua ayat di atas. Mungkin saja mereka (orang yang mati), bisa mendengar pada suatu waktu, atau pada keadaan tertentu. Mentakhsis yang bersifat umum itu boleh dan sah sepanjang ada yang ditakhsishkan. Hal itu ada dalam masalah ini, berdasarkan dalil riwayat seperti yang telah saya Kemukakan, dan juga pada sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya ia (si mayat) bisa mendengar detak alas Kaki mereka.” Kemudian mengenai pertanyaan dua malaikat kepada mayat di dalam kuburnya dan jawabannya atas pertanyaan mereka adalah termasuk sesuatu yang tidak bisa dipungkiri.
Disebutkan oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid wal-Istidzkar, dari lbnu Abbas dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Hadis ini dianggap sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq. Penjelasan Ayat, ‘‘ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat,’? (QS. Ibrahim: 27)
Diriwayatkan oleh Muslim dari al-Barra’ bin Azib bahwa Nabi Saw. bersabda, firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)
Beliau lalu bersabda bahwa ayat tersebut (QS. Ibrahim: 27) turun menyinggung tentang azab kubur. Ditanyakan kepada mayat, “Siapa Tuhanmu?” Dia menjawab, “Tuhanku Allah dan nabiku Muhammad.” Itulah makna firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan akhirat.”
Menurut riwayat lain, ada yang mengatakan bahwa itu tadi adalah ucapan al-Barra’ sendiri, bukan sabda Nabi Saw..
Menurutku, kendati pun hadis tadi mauquf misalnya, namun ia tidak bisa disebut sebagai pendapat al-Barra’ pribadi. Tetapi menurut riwayat pertama, itu adalah sabda Nabi Saw. yang juga diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam Sunan an-Nasa‘i, oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, dan oleh Bukhari dalam Shahih al Bukhari.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ja’far bin Umar dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubadah dari al-Barra’ bin Azib, bahwa Nabi Saw. bersabda, ketika seorang hamba mukmin telah disuruh duduk di dalam kuburnya, dia didatangi malaikat. Kemudian dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, maka itulah maksud firman Allah, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu.” (QS. Ibrahim: 27)
Abu Daud dalam Sunan-nya, juga meriwayatkan hadis yang bersumber dari al-Barra’ bin Azib, dengan lafaz bahwa Rasulullah Saw. bersabda, jika seorang muslim sudah ditanya oleh malaikat di dalam Kubur, lalu dia bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, maka itulah maksud firman Allah Ta’ala, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim: 27)
Pengertian hadis di atas, telah diterangkan sebelumnya dalam hadis panjang dari al-Barra’ yang marfu’.
Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ibnu Mas’ud, ibnu Abbas, dan Abu Sa’id al Khudri. Abu Sa’id al-Khudri berkata, ketika kami sedang melayat jenazah bersama Nabi Saw., beliau lalu bersabda, hai manusia, sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya. Ketika seseorang sudah dikubur dan ditinggal pulang sahabat-sahabatnya, dia akan didatangi malaikat dengan membawa palu. Setelah mayat itu) disuruh duduk, dia akan ditanya, “Apa pendapatmu tentang orang itu (Muhammad)?” Jika orang mukmin, dia akan menjawab, “Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata yang tidak memiliki sekutu sama sekali, dan aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.” Malaikat lalu berkata berkata kepadanya, “Kamu benar.” Malaikat lalu membukakan untuknya pintu menuju neraka seraya berkata, “Itulah tempatmu seandainya kamu kafir kepada Tuhanmu.”
Dan, kepada orang kafir atau orang munafik, malaikat bertanya, “Apa yang kamu katakan tentang orang itu (Muhammad)?” Dia akan menjawab, “Aku tidak tahu.” Malaikat lalu berkata kepadanya, “Kamu memang tidak tahu dan tidak pernah mengetahuinya.” Kemudian malaikat membukakan untuknya pintu menuju Surga seraya berkata, “Itulah tempatmu seandainya kamu beriman kepada Tuhanmu. Tetapi, karena kamu mengingkari-Nya, maka Allah mengganti tempatmu itu dengan tempat di neraka.” Selanjutnya malaikat membukakan pintu menuju ke neraka. Kemudian malaikat memukul dengan palu sekali pukulan hingga dia menjerit, yang jeritannya bisa didengar oleh seluruh makhluk Allah kecuali jin dan manusia.
Sebagian sahabat Rasulullah Saw. berkata, “Kepala siapa pun yang tegak di hadapan malaikat pada saat itu, pasti akan merasakan ketakutan.” Rasulullah bersabda mengutip firman Allah Ta’ala
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)
Azab Kubur yang Dialami Oleh Sebagian Mukmin
Secara keseluruhan, hadis-hadis Nabi Saw. yang menerangkan tentang azab kubur adalah hadis-hadis sahih. Jadi tidak perlu dipertentangkan, apalagi dicela atau dikecam. Disebutkan juga dalam beberapa atsar sebelumnya bahwa orang kafir itu akan diuji, ditanya, dicela, dan diazab di dalam kuburnya.
Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya azab kubur itu tidak hanya khusus bagi orang-orang kafir dan munafik Saja. Tetapi, berlaku juga bagi sebagian mukmin sesuai dengan dosa dan tingkat kesalahannya, walaupun menurut keterangan nash-nash di atas disebutkan bahwa siksa kubur itu dikaitkan dengan orang-orang kafir dan munafik.”
Namun Abu Umar bin Abdul Barr dalam kitabnya, at-Tamhid, mengatakan, “Terdapat beberapa atsar yang kuat, yang menyatakan bahwa fitnah kubur itu hanya berlaku bagi orang mukmin atau munafik yang mengaku-ngaku Islam, yaitu mereka yang dilindungi darahnya karena bersyahadat secara tampak (lahir). Sedangkan orang kafir yang keras kepala dan ingkar, mereka tidak termasuk yang akan ditanya oleh malaikat tentang siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya. Yang akan ditanya seperti itu adalah orang-orang yang masih beragama Islam. Wallahu a’lam. Namun, Allah pasti meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dan meragukan orang-orang yang tidak beriman. Sedangkan orang-orang yang batil akan mengalami kebimbangan”
Lebih lanjut Umar bin Abdul Barr mengatakan, disebutkan dalam hadis Zaid bin Tsabit bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya umat ini akan diuji di dalam kuburnya.” Dalam riwayat lain menggunakan kalimat “akan ditanya.” Berdasarkan riwayat terakhir ini, maka ujian atau pertanyaan tersebut hanya berlaku bagi umat Islam. Wallahu a’lam.”
Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitab Nawadir al-Ushul mengatakan, “Sesungguhnya pertanyaan malaikat hanya khusus berlaku bagi umat Nabi Muhammad Saw. saja. Karena bagi umat-umat terdahulu langsung diazab, jika mereka mengingkari risalah para rasul. Lalu, Allah mengutus Muhammad Saw. dengan membawa rahmat dan keselamatan bagi seluruh makhluk, sebagaimana firman-Nya,
“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya’: 107)
Allah tidak segera menjatuhkan azab kepada mereka yang menolak risalah Muhammad Saw.. Tetapi, Allah mengizinkan untuk memerangi mereka hingga mereka mau masuk Islam karena merasa takut. Karenanya, Allah tidak lagi menurunkan azab seperti dahulu. Dari sinilah mulai terungkap dengan jelas kemunafikan, yaitu sikap yang menyembunyikan kekufuran dan memperlihatkan keislaman. Mereka punya tabir di tengah-tengah kaum muslimin. Tetapi, begitu meninggal, Allah akan mendatangkan dua malaikat ke dalam kubur mereka untuk menyingkap tabir atau kedok mereka dengan pertanyaan-pertanyaan supaya bisa dibedakan mana orang-orang jahat dan mana orang-orang baik. Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia, dan akan menyesatkan orang-orang zalim.”
Syekh al-Qurthubi berkata, yang paling benar adalah pendapat Abu Muhammad Abdul Haq, Wallahu a’lam. Hadis-hadis yang sudah saya kemukakan sebelumnya tadi menunjukkan bahwa orang kafir juga akan ditanya oleh dua malaikat, akan diuji dengan pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, dan akan dipukul dengan palu besi. Wallahu a’lam.
Hal-hal yang Dapat Menyelamatkan Orang Mukmin dari Bencana, Fitnah, dan Azab Kubur
Ada lima hal yang dapat menyelamatkan Orang-orang mukmin dari bencana, fitnah, dan azab kubur. Yakni, menjaga perbatasan wilayah (negara), mati syahid, bacaan al-Qur’an, sakit perut, dan meninggal pada saat waktu-waktu tertentu.
- Menjaga Perbatasan Wilayah
Diriwayatkan oleh Muslim dari Salman, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Menjaga perbatasan wilayah di baris terdepan selama sehari semalam, itu lebih baik daripada puasa sebulan dan shalat malamnya. Apabila dia meninggal, maka akan mengalir kepadanya amal-amal yang pernah dilakukannya, rezekinya akan terus mengalir kepadanya, dan dia akan selamat dari berbagai macam fitnah.”
Menjaga perbatasan wilayah adalah amal paling utama yang pahalanya mengalir setelah yang bersangkutan meninggal sebagaimana yang diterangkan dalam hadis al-Ala’ bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Apabila anak cucu Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara….” al-Hadis.
Hadis sahih yang diriwayatkan Muslim tersebut sudah dikemukakan sebelumnya. Tetapi, ada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Nu’aim bahwa pahala itu akan disusulkan kepada mayat yang berhak mendapatkannya. Tetapi, itu semua akan terputus, jika telah hilang atau lenyap. Seperti pahala sedekah bisa terputus jika telah habis, ilmu jika telah lenyap atau hilang, anak salih jika telah mati, pohon kurma jika telah ditebang, dan yang lain-lainnya.
Sedang pahala menjaga perbatasan wilayah akan terus dilipatgandakan bagi orang yang bersangkutan hingga hari Kiamat kelak, berdasarkan sabda Nabi Saw., “Apabila dia meninggal, maka akan mengalir kepadanya amal-amal yang pernah di lakukannya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Fudhalah bin Ubaid bahwa Rasulullah Saw. bersabda. “Setiap mayat akan tertutup amalnya kecuali orang yang meninggal dalam tugas menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah. Amalnya akan terus berkembang hingga hari Kiamat dan dia akan aman dari fitnah kubur.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus sahih. Hadis senada diriwayatkan oleh Abu Daud. “Dia akan aman dari dua malaikat kubur.”
Maksud dari kata “berkernbang” di sini adalah berlipat ganda. Pahalanya akan terus menerus tidak akan berhenti walau dengan kematiannya. itu merupakan karunia abadi dari Allah. Sebab, segala amal kebajikan tidak akan bisa dilakukan dengan leluasa tanpa adanya rasa aman dan damai dari ancaman musuh.
Amal yang mengalir hanyalah amal-amal saleh yang pernah dilakukannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan isnad yang sahih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang meninggal dalam keadaan tugas menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah, maka Allah akan terus mengalirkan pahala atas amal saleh yang pernah dilakukannya, rezekinya akan terus mengalir kepadanya, menyelamatkannya dari fitnah kubur, dan membangkitkannya dalam keadaan aman dari ketakutan yang besar.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Jubair bin Bakir, Kabir bin Murrah, dan Amr bin al-Aswad dari al-Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap amal akan terputus dari pemiliknya begitu dia meninggal, kecuali orang yang menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah. Pahalanya akan terus berkembang dan rezekinya akan terus mengalir hingga hari perhitungan amal.”
Dalam hadis ini dan hadis Fudhalah bin Ubaid sebelumnya, ada dua syarat agar pahala amal salehnya itu terus berkembang (mengalir), yakni meninggal dalam keadaan menjaga perbatasan wilayah (negara). Wallahu a’lam.
Diriwayatkan oleh an-Nasai, Ahmad, dan Hakim dari Utsman bin Affan, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menjaga perbatasan wilayah semalam di jalan Allah, maka dia akan mendapatkan pahala yang sebanding dengan puasa dan shalat sunah selama seribu malam.”
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah selama sehari demi menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan penuh ikhlas di bulan selain Ramadan, itu lebih besar pahalanya daripada puasa dan shalat sunah malamnya selama seratus tahun. Dan menjaga perbatasan wilayah di jalan Allah selama sehari demi menjaga kehormatan kaum muslimin, dengan penuh ikhlas pada bulan Ramadan, itu lebih utama dan lebih besar lagi pahalanya di sisi Allah.”
Menurut riwayat lain dikatakan, “(Pahala menjaga perbatasan wilayah itu lebih besar) daripada ibadah puasa dan shalat sunah selama seribu tahun. Jika Allah mengembalikan ia kepada keluarganya dalam keadaan selamat, maka amal keburukannya tidak akan ditulis untuknya selama seribu tahun, dan yang ditulis untuknya adalah kebajikan-kebajikannya, serta akan mengalir kepadanya pahala menjaga perbatasan wilayah itu hingga hari Kiamat.”
Hadis tersebut menunjukkan bahwa orang yang menjaga perbatasan wilayah selama sehari pada bulan Ramadan, itu dapat menghasilkan pahala yang lestari, kendatipun dia meninggal tidak dalam keadaan menjaga perbatasan wilayah. Wallahu a‘lam.
Semula, menjaga perbatasan wilayah itu berarti menambatkan kuda untuk digunakan berperang di jalan Allah melawan orang-orang kafir. Kemudian dikembangkan menjadi upaya untuk menjaga perbatasan di daerah kekuasaan kaum muslimin, baik sebagai pasukan berkuda maupun pasukan jalan kaki. Sedangkan bagi penduduk setempat yang memang tinggal dan mencari kehidupan di daerah tersebut, mereka tidak bisa disebut sebagai penjaga perbatasan wilayah, demikian kata para ulama. Hal ini diterangkan secara rinci dalam kitab al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an min Surah Ali ‘Imran.
- Mati Syahid
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Rasyid bin Sa’ad dari seorang sahabat Rasulullah Saw. bahwa seorang laki-laki telah berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa orang-orang mukmin terkena ujian (fitnah) di kubur mereka, dan tidak bagi yang mati syahid ?” Beliau menjawab, “Kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sudah cukup sebagai ujian.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan Ibnu Majah, Tirmidzi dalam Jami’az. Tirmidzi, dan yang lainnya dari al-Miqdad bin Ma/’dikarib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang mati syahid itu memiliki enam keistimewaan di sisi Allah. Yaitu, diampuni dosanya ketika pertama Kali darahnya menetes diperlihatkan surga sebagai tempat tinggalnya, dilindungi dari azab Kubur serta aman dari ketakutan yang besar (hari Kiamat), dikenakan pada kepalanya mahkota kehormatan berupa batu mulia, yang nilainya lebih baik daripada dunia seisinya, dijodohkan dengan tujuh puluh dua bidadari, dan dia diizinkan untuk memberikan syafaat kepada tujuh puluh orang dari keluarganya.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih gharib.
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan, “Diberi perhiasan iman.” Sebagai ganti dari ungkapan, “Dikenakan pada kepalanya mahkota kehormatan.”
Syekh al-Qurthubi berkata, dalam kumpulan naskah Tirmidzi dan Ibnu Majah terdapat enam keistimewaan. Namun, dalam kandungan hadisnya terdapat tujuh keistimewaan, bahkan ada delapan keistimewaan jika ditambah dengan perkataan Ibnu Majah, “Diberi perhiasan iman.”
Abu Bakar Ahmad bin Salman an-Najad menyatakan ada delapan yang disandarkan pada Miqdam bin Ma’dikarib, yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ada delapan keistimewaan bagi orang yang syahid di sisi Allah.”
- Bacaan al-Qur’an
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dia berkata, ada seorang sahabat Rasulullah Saw. yang membuat kemah di atas sebuah kubur. Sebelumnya dia tidak tahu bahwa itu adalah sebuah kubur. Ternyata itu adalah sebuah kubur seseorang yang biasa membaca Surah al-Mulk hingga khatam. Dia lalu menemui Nabi Saw. dan menceritakan pengalamannya tersebut. Nabi Saw. lalu bersabda, “Surah al-Mulk adalah penyelamat, yang dapat menyelamatkan mayat dari azab kubur.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus gharib.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa membaca Surah al-Mulk setiap malam, maka surah tersebut akan datang membela orang yang membacanya.”
Diriwayatkan bahwa Surah al-Mulk akan menjadi pelindung dalam kubur bagi orang yang membacanya. Dalam riwayat lain dikatakan, “Barang siapa membaca Surah al-Mulk setiap malam, maka akan diselamatkan dari fitnah kubur.”
Seorang ulama ahli fiqih dan ahli hadis, syekh Abu al-Abbas Ahmad bin Umar al-Anshari al-Qurthubi di benteng Iskandaria, dia berkata, aku pernah mendengar dari Syekh Shalih Abu Bakar Muhammad bin Abdullah ibnu al-Arabi al Ma’afiri dari Syekh asy-Syarif Abu Muhammad Yunus bin Abu al-Hasan bin Abu al-Barkah al Hasyimi al-Baghdadi dari Abdul Waqti dari adDawudi dari al-Hamawi dari Abu Ishak Ibrahim bin Khazim asy-Syasyi dari Abd bin Humas al-Kasyi dari Ibrahim ibnu al-Hakam dari ayahnnya dari Ikrimah dari ibnu Abbas, dia berkata kepada seorang laki-laki, “Maukah kamu aku beritahu sebuah hadis yang membuatmu gembira ?” Laki-laki itu menjawab, “Tentu saja, hai Ibnu Abbas. Semoga Allah merahmati engkau.” Ibnu Abbas lalu berkata, “Bacalah Surah al-Mulk. Hafalkan surah itu dan ajarkan kepada keluargamu, anak-anakmu, dan anak-anak anggota keluargamu serta tetanggamu. Sesungguhnya surah itu adalah surah yang dapat menyelamatkan, membantu, dan membelamu di hadapan Allah pada hari Kiamat kelak. la akan memohon kepada Allah agar orang yang membacanya diselamatkan dari azab neraka. Karenanya, Allah pun akan menyelamatkan orang yang membacanya dari azab kubur.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Aku sangat senang sekali jika surah itu berada di dalam hati setiap orang dari umatku.” Diriwayatkan oleh Baihaqi dan Thabrani.
Riwayat senada diterangkan oleh Syekh Abu Abdullah Muhammad bin Ibrahim al-Anshari at-Tilmasami dari gurunya Syekh asySyarif Abu Abdullah Yunus dari Abu al-Waqti, “Barang siapa membaca Surah al-lkhlash pada waktu sakit yang menyebabkannya meninggal, niscaya dia akan terhindar dari fitnah dan azab kubur.”
- Sakit Perut
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid. Dia akan selamat dari fitnah kubur. Pagi dan petangnya, dia akan mendapatkan rezeki dari surga.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Jami’ bin Syaddad dari Abdullah bin Yassar, dia berkata, aku duduk berada di samping Sulaiman bin Sharad dan Khalid bin Arfathat. Ketika mendengar kabar seseorang yang meninggal karena sakit perut, mereka berniat untuk mengantarkan jenazahnya. Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya, bukankah Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Barang siapa meninggal karena sakit perut, maka dia tidak akan diazab di dalam kuburnya?”
Riwayat senada dituturkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya, dari Syu’bah dari Jami’ bin Syaddad dengan ada tambahan, “… Maka temannya menjawab, benar.”
- Meninggal Pada Waktu yang Baik
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Rabi’ah bin Saif dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap muslim yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, niscaya Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”
Menurut Tirmidzi, Hadis ini hasan dan gharib. Isnadnya tidak muttasil, karena Rabi’ah bin Yusuf hanya meriwayatkan dari Abdurrahman al-Habli dari Abdullah bin Amr. la tidak pernah mendengar riwayat dari Abdullah bin Amr.
Menurutku, hadis yang sama juga dikeluarkan oleh Abu Abdullah at-Tirmidzi dalam kitabnya, Nawaadir al-Ushul, dengan sanad muttasil dari Rabi’ah bin Saif al-lskandari dari lyyadh bin Uqbah al-Fahri dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat, niscaya Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”
Hadis senada juga dikeluarkan oleh Ali bin Ma’bad dari Abdullah bin Amr, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada hari Jumat, maka Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.”
Dikeluarkan juga oleh Abu Nu’aim al Hafizh dari Muhammad bin al-Munkadar dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal pada malam Jumat atau hari Jumat, niscaya dia akan dilindungi dari azab kubur, dan pada hari Kiamat nanti dia akan datang dengan membawa cap (stempel) syuhada di mukanya.”
Hadis tersebut Nanya dari perkataan Jabir dan Muhammad. Diriwayatkannya secara sendirian oleh Umar bin Musa al-Wajhi, seorang penduduk Madinah namun layyin (lemah) dart Muhammad dari Jabir.
Bertentangankah Hadis-hadis di Atas Dengan Hadis-hadis Sebelumnya?
Menurutku, hadis-hadis ini tidak bertentangan dengan hadis-hadis sebelumnya. Tetapi, ini merupakan pengkhususan yang menerangkan tentang orang-orang yang tidak akan ditanya dan selamat dari fitnah kubur, serta terbebas dari ketakutan ketika berada di kubur. Dalam hal ini, tidak berlaku kiyas atau analogi, karena itu semua merupakan sabda Rasulullah Saw. yang harus diterima.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan ibnu Majah dari Jabir bahwa Nabi Saw bersabda, apabila mayat sudah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka di hadapannya ditampakkan matahari di saat hendak terbenam, Kemudian dia duduk dan mengusap-usap mata. nya dan berkata, “Biarkan aku shalat.”
Barangkali dia termasuk orang yang dijaga dari fitnah kubur. Jadi, tidak ada masalah dengan riwayat ini.
Macam-macam Mati Syahid
Sabda Nabi Saw., “Kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sudah cukup sebagai ujian,” maksudnya ialah bahwa seandainya orang-orang yang sedang bertempur dengan pasukan kafir memiliki sifat munafik, begitu melihat kilatan pedang musuh, mereka lari terbirit-birit meninggalkan medan perang. Karena salah satu sifat orang munafik pasti akan gentar dan lari jika melihat bahaya yang dapat mengancam nyawanya. Sebaliknya, bagi orang mukmin sejati keadaan itu justru merupakan kesempatan emas untuk mengorbankan jiwanya demi menegakkan kalimat Allah. Dia sama sekali tidak gentar atau takut. Jadi, percuma saja malaikat harus menanyai orang seperti itu di dalam kuburnya? Demikian kata Tirmidzi al-Hakim
Manurutku, kalau orang yang gugur secara syahid saja dijamin aman dari fitnah kubur, apalagi orang jujur yang dijanjikan mendapatkan pahala lebih besar! Di dalam al-Qur‘an sendiri, Allah lebih dulu menyebut orang-orang jujur daripada orang-orang yang mati syahid, sebagaimana firman-Nya,
“Mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid.” (QS. an-Nisa’: 69)
Seorang penjaga perbatasan wilayah di jalan Allah, yang martabatnya lebih rendah daripada orang yang mati syahid saja aman dari fitnah kubur, apalagi orang-orang yang martabatnya lebih tinggi daripada keduanya! Wallahu a’lam.
Sabda Nabi Saw., “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid,” ini bersifat umum, yakni mencakup segala macam penyakit. Tetapi, kemudian dibatasi oleh sabda beliau pada hadis lain, “Barang siapa meninggal karena sakit perut.” Jadi, yang masuk dalam golongan syahid ialah orang yang meninggal karena sakit perut.
Dan, mengenai sakit perut ini ada dua pengertian.
Pertama, sakit perut yang menyebabkan diare. Seperti mules, menceret, dan lain-lainnya.
Kedua, sakit perut yang menyebabkan muntah-muntah. Tetapi, jarang sekali ada orang meninggal hanya karena muntah-muntah saja, tanpa disertai berak. Penyakit inilah yang lazim disebut dengan muntaber atau muntah dan berak. Seseorang yang menderita penyakit ini biasanya tidak hilang kesadaran akalnya sampai ia meninggal. Berbeda dengan orang yang meninggal karena keracunan, demam berdarah, atau penyakit-penyakit lain yang menyebabkan penderitanya kehilangan akal akibat tekanan rasa sakit yang luar biasa. Jadi, orang yang meninggal karena sakit perut itu dalam keadaan sadar. Wallahu a’lam.
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abdullah bin Muhammad dari Ibnu Sa’id dari Muhammad bin Harb al-Wasithi dari Nashr bin Hammad dari Hammam dari Muhammad bin Hajadah dari Thaihah bin Mushrif dari Khaitsamah bin Abdurrahman dari Ibnu Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal bertepatan dengan berakhirnya bulan Ramadan, maka dia masuk surga. Barang siapa meninggal bertepatan dengan berakhirnya hari Arafah, maka dia masuk surga. Dan, barang siapa meninggal bertepatan setelah dia habis memberikan sedekah atau zakatnya, maka dia masuk surga.”
Mayat Diperlihatkan Tempatnya di Akhirat Setiap Pagi dan Sore
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari lbnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila salah seorang kalian meninggal, maka dia akan diperlihatkan tempatnya (di akhirat nanti) pada pagi dan sore hari. Jika dia termasuk penghuni surga, maka diperlihatkan tempatnya di surga. Jika dia termasuk penghuni neraka, maka diperlihatkan tempatnya di neraka. Dikatakan kepadanya, itulah tempatmu kelak, hingga Allah membangkitkanmu pada hari Kiamat nanti.”
Menurut para ulama, sabda Nabi Saw., “Maka dia akan diperlihatkan tempatnya,” ini sudah merupakan salah satu bentuk siksa yang cukup besar. Dalam kehidupan di dunia, hal itu sama seperti seseorang yang disuruh melihat peristiwa pembunuhan atau bentuk-bentuk siksaan lainnya. Atau, seperti orang yang diancam akan dibunuh, tetapi dia tidak tahu alat atau cara yang akan digunakan untuk membunuhnya. Kita memohon perlindungan kepada Allah dengan kemuliaan dan rahmat-Nya dari azab dan hukuman-Nya.
Berkaitan dengan hal tersebut, disebutkan dalam al-Qur‘an,
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 46)
Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa neraka akan diperlihatkan kepada orang-orang kafir, sebagaimana surga akan diperlihatkan kepada orang-orang mukmin yang beruntung berdasarkan sebuah hadis sahih yang menerangkan tentang hal itu. Pertanyaannya, apakah benar setiap orang mukmin pasti akan diperlihatkan surga kepadanya? Ada yang berpendapat bahwa yang akan diperlihatkan surga itu hanya orang-orang mukmin yang sempurna imannya dan orang-orang yang dikehendaki Allah.
Adapun orang-orang mukmin yang mencampur adukkan amal saleh dan amal jahat, yakni orang fasik atau yang tidak sempurna keimanannya, mereka akan diperlihatkan surga dan juga neraka dalam waktu bersamaan atau berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan penghuni surga di sini ialah semua orang yang masuk surga apa pun dengan cara bagaimana pun. Wallahu a’lam.
Ada sementara ulama yang mengatakan bahwa surga itu diperlihatkan hanya kepada roh saja. Ada yang berpendapat kepada roh dan sebagian anggota badannya. Dan, ada juga yang berpendapat kepada roh dan seluruh anggota tubuhnya. Pada saat mayat itu disuruh duduk oleh malaikat Munkar dan Nakir setelah rohnya dikembalikan kepada jasadnya, kedua malaikat itu berkata kepadanya, “Lihatlah tempatmu di neraka, Allah telah menggantinya untukmu dengan sebuah tempat di surga.” Sesungguhnya azab itu bisa dirasakan sakitnya oleh roh dan ia benar-benar ada. Para ulama membuat contoh bahwa roh orang yang tidur itu dapat merasakan azab dan nikmat, kendati pun jasadnya tidak merasakannya sama sekali.
Abdullah bin Mas’ud berkata, arwah keluarga Fir’aun itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hitam. Setiap hari, sebanyak dua kali, neraka diperlihatkan kepada mereka seraya dikatakan, “Inilah tempat tinggal kalian”’ Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala,
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang.” (QS. Ghafir: 46)
Dalam riwayat lain, Abdullah bin Mas’ud juga mengatakan bahwa arwah keluarga Fir’aun itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hitam. Setiap hari, sebanyak dua kali pergi mengunjungi Jahanam untuk diperlihatkan tempat mereka.
Diriwayatkan oleh Syu’bah dari Ya’la bin Athal dari Maimun bin Maisarah, dia berkata, setiap pagi Abu Hurairah biasa berseru, “Kita berada di waktu pagi, alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sedang neraka telah diperlihatkan kepada keluarga Fir’aun.” Dan, sore harinya dia pun berseru, “Kita berada di waktu sore alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sedang neraka telah diperlihatkan kepada keluarga Fir’aun.” Bahkan, setiap saat Abu Hurairah selalu memohon perlindungan kepada Allah dari azab neraka.
Ada yang mengatakan bahwa arwah keluarga Fir’aun itu berada dalam sebuah batu besar berwarna hitam yang terdapat di bawah bumi lapis ketujuh, yakni di tepi jurang neraka Jahanam. Kalimat pagi dan petang itu hanyalah sekadar istilah bagi kita di dunia bukan bagi mereka di akhirat. Sebab, di akhirat sana tidak ada istilah tersebut (pagi dan petang).
Lalu mengenai firman Allah Ta’ala,
“Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang,” (QS. Maryam: 62)
Menurutku, keduanya sama saja. Keterangan lebih lanjut mengenai hal ini, insya Allah akan dibicarakan nanti pada Bab Tentang Surga. Arwah Para Syuhada Berada di Dalam Surga
Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dalam hadis Ibnu Umar, “Inilah tempatmu hingga Allah membangkitkanmu pada hari Kiamat.” Ini berlaku bagi orang-orang yang tidak mati syahid.
Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah riwayat dari Masruq, dia berkata, kami bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud tentang firman Allah Ta’ala,
“Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki,” (QS. Ali ‘Imran: 169)
Abdullah bin Mas’ud lalu menjawab bahwa arwah mereka itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Mereka memiliki pelita-pelita yang tergantung di bawah Arasy. Burung-burung tersebut terbang bebas di dalam surga semaunya, lalu kembali hinggap di pelita-pelita tersebut. Kemudian, Tuhan menemui mereka dan bertanya, “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Apa lagi yang kami inginkan, sedang kami bebas berbuat apa saja di dalam surga ini?” Allah lalu: mengulangi pertanyaan tersebut sampai tiga kali, dan dijawab sama Oleh mereka. Setelah mereka merasa tidak ditanya lagi, mereka lalu berkata, “Wahai Tuhan, kami ingin arwah kami dikembalikan ke dalam jasad kami supaya kami bisa berperang di jalan-Mu lagi.” Tatkala Allah melihat mereka tidak mempunyai keinginan lagi, maka mereka pun dibiarkan pergi.
Lima Hal Mengenai Arwah Para Syuhada
Menanggapi masalah tersebut, ada lima sanggahan yang perlu saya sampaikan di sini berikut dengan jawabannya.
Pertama, sudah disinggung sebelumnya sebuah riwayat yang menyatakan, “Siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Bagaimana mengompromikannya dengan riwayat ini?
Jawabnya ialah bahwa hadis ini bersifat umum yang kemudian ditakhsis oleh riwayat lainnya. Jadi, penghuni Kubur tersebut bukan termasuk orang yang mati syahid (syuhada).
Kedua, diriwayatkan oleh Malik dari Ibnu Syihab dari Abdurrahman bin Ka’ab bin Malik al-Anshari dari ayahnya, Ka’ab bin Malik berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya roh seorang mukmin itu menjadi seekor burung yang bergelantungan pada pohon-pohon surga, hingga Allah mengembalikannya ke dalam jasadnya pada hari dia dibangkitkan.” Bagaimana mengompromikannya dengan riwayat ini?
Jawabnya ialah, yang bebas bergerak di surga itu adalah arwah orang-orang yang mati syahid bukan arwah yang lain. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘imran: 169)
Hanya, makhluk hiduplah yang mendapatkan rezeki. Berdasarkan kesepakatan para ulama, siapa pun tidak bisa segera menikmati nikmat-nikmat surga selain orang-orang yang mati syahid. Demikian diceritakan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitab Siraj al-Muridin. Sementara bagi yang meninggal selain syahid, dia hanya mendapatkan karunia keselamatan di dalam kubur yang terasa lapang. Jadi, yang dimaksud dengan kalimat “roh seorang mukmin” dalam riwayat di atas ialah roh seorang mukmin yang mati syahid, berdasarkan kelanjutan riwayat itu sendiri, yakni, “hingga Allah mengembalikannya ke dalam jasadnya pada hari dia dibangkitkan.”
Ketiga, sesungguhnya arwah akan saling bertemu di langit dan di surga. Surga itu berada di langit, berdasarkan sabda Rasulullah Saw. dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, “Ketika tiba bulan Ramadan maka pintu-pintu langit dibuka.” Dalam suatu riwayat malah disebutkan secara tegas, “Apabila bulan Ramadan telah tiba maka pintu-pintu surga dibuka.” Lalu, bagaimana hubungannya dengan riwayat ini?
Jawabannya, arwah-arwah tersebut bertemu di langit tidak berarti harus saling ketemu di surga. Bahkan, arwah orang-orang mukmin yang tidak mati syahid itu terkadang berada di bumi, di halaman kuburnya, dan terkadang pula berada di langit. Tetapi, yang jelas tidak berada di dalam surga. Bahkan, ada yang mengatakan bahwa sekali-kali arwah itu mengunjungi kuburnya setiap hari Jumat secara rutin. Karena itulah, ada sementara ulama yang menganjurkan berziarah kubur pada malam Jumat atau hari Jumat atau Sabtu pagi. Wallahu a’lam.
Menurut Ibnu al-Arabi, hal itu juga berdasarkan pada hadis tentang pelepah kurma yang dibelah menjadi dua oleh Nabi Saw., lalu diletakkan di atas dua kubur dengan harapan bisa meringankan siksa yang tengah dijalani oleh masing-masing penghuninya. Hadis inilah yang dibuat dalil oleh sementara ulama bahwa arwah di dalam kubur itu ada yang sedang menjalani siksa dan ada pula yang sedang menikmati anugerah Allah. Hadis ini lebih jelas daripada hadis dari ibnu Umar yang menyatakan, “Apabila salah seorang kalian meninggal, maka dia akan diperlihatkan tempatnya pagi dan petang.” Riwayat tersebut tidak menyertakan keterangan hakikat tempat yang diperlihatkan. Bahkan, secara tegas hadis tentang kisah pelepah kurma yang dibelah dua tadi menyatakan bahwa penghuninya sedang disiksa oleh malaikat. Demikian pula hadis tentang orang Yahudi.
Jadi, menurutku, riwayat yang menjadi topik pembahasan dalam bab ini tidak bertentangan dengan riwayat yang menyatakan, “Siapa pun yang melewati kubur saudaranya yang mukmin, yang dia kenal sewaktu di dunia, lalu dia mengucapkan salam kepadanya, niscaya saudaranya (yang telah meninggal) itu akan mengenalinya dan menjawab salamnya.” Wallahu a’lam.
Keempat, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda dalam hadis riwayat an-Nasa’i dan Hakim, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, lalu dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, lalu dihidupkan lagi, sementara dia masih punya tanggungan utang, maka dia tidak Masuk surga sebelum utangnya terbayar.”
Ini menunjukkan bahwa sebagian Orang yang mati syahid belum bisa masuk ke dalam surga sejak mereka gugur. Arwah mereka tidak berada di perut burung berwarna hijau dan juga tidak berada di dalam kubur mereka. Lalu di manakah mereka?
Jawabannya ialah merujuk pada riwayat yang diterankan oleh Ibnu Wahab dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, “Orang, Orang yang mati syahid itu berada di tepi sungguh dekat pintu surga. Mereka mendapatkan rezeki dari dalam surga setiap pagi dan petang.”
Barangkali merekalah yang dimaksud Orang-orang yang terhalang masuk surga Karena masih punya tanggungan utang. Karena itulah, beberapa ulama mengatakan bahwa orang-orang yang mati syahid itu memiliki tingkatan-tingkatan dan tempat tinggal yang berbeda-beda, namun mereka semua mendapatkan rezeki dari Allah.
Sebelumnya, sudah disebutkan sebuah riwayat yang menyatakan, “Barang siapa meninggal karena sakit maka dia mati syahid. Pagi dan petangnya, dia akan mendapatkan rezeki dari surga.” Ini menunjukkan bahwa keadaan Orang-orang yang mati syahid itu berbeda-beda.
Kelima, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Umamah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid di laut sama seperti orang yang mati syahid di darat. Orang yang tenggelam di lautan sama seperti orang yang berlumuran darah di daratan. Kedua macam orang tersebut, sama-sama mati dalam ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Allah menyerahkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut roh-roh, kecuali roh orang yang mati syahid di lautan, karena rohnya langsung diangkat Allah. Sesungguhnya Dia mengampuni orang yang mati syahid di daratan atas segala dosa-dosanya kecuali utang. Tetapi, untuk orang yang mati syahid di lautan diampuni segala dosanya dan juga utangnya.”
Menurutku, apabila seseorang berutang karena miskin atau karena dia berada dalam kesulitan lalu meninggal, sementara dia tidak meninggalkan harta yang bisa untuk membayarnya, maka Allah tidak akan menahannya untuk masuk ke dalam surga, baik dia mati secara syahid maupun tidak. Karena, pihak penguasalah yang berkewajiban membayarnya.
Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggalkan tanggungan utang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa, maka itu adalah menjadi tanggungan Allah dan RasulNya. Dan, barang siapa yang meninggalkan harta, hendaklah dia wariskan. Jika penguasa tidak mau membayarnya, maka Allah-lah yang akan membayarnya dan meridai orang yang mengutanginya.”
Dalil yang menunjukkan hal itu ialah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan lbnu Majah dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, saat seseorang telah meninggal, utang itu akan menjadi penghalang bagi pelakunya kecuali orang yang terpaksa berutang karena tiga alasan. Yakni, 1) Seseorang yang merasa tidak mempunyai kekuatan untuk berperang di jalan Allah hingga dia perlu berutang agar menjadi kuat menghadapi musuh Allah. 2) Seseorang yang menanggung seorang muslim lainnya yang meninggal namun dia tidak memiliki harta untuk membeli kain kafan dan biaya penguburannya kecuali dengan berutang. 3) Dan seseorang yang khawatir akan terus membujang lalu dia berutang dan menikah demi menyelamatkan agamanya. Maka sesungguhnya Allah pada hari Kiamat akan menanggung utang mereka.”
Adapun orang yang berutang lalu digunakan dalam kefasikan atau dihambur-hamburkan hingga dia meninggal dan belum sempat melunasi utangnya, atau dia meninggalkan harta namun tidak berwasiat agar utangnya dibayar, atau sebenarnya dia sudah sanggup membayar tetapi tidak segera dilaksanakan, maka orang seperti itu terhalang masuk surga sebelum ada perhitungan yang diambil dari amal-amal baiknya, atau ditambahi amal-amal buruknya.
Sabda Nabi Saw. tentang orang yang mati syahid di lautan tadi mungkin masih bersifat umum. Atau, bisa diartikan sebagai orang yang berutang dengan maksud akan membayarnya, bukan bermaksud mengemplang. Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mengambil (meminjam) harta orang lain dengan maksud akan membayarnya, maka Allah akan membayarkan utangnya. Dan, barang siapa mengambil harta orang lain dengan maksud merusaknya, maka Allah pun akan membinasakannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari.
Sebenarnya, isnad hadis Abu Umamah tersebut lemah. Yang lebih tinggi dan lebih kuat isnadnya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang terbunuh di jalan Allah itu dapat melebur segala sesuatu, kecuali utang.” Tidak ada ketentuan yang menyatakan apakah ia terbunuh (syahid) di daratan ataukah di lautan.
Demikian pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah, sesungguhnya seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapus dosa-dosaku?” Rasulullah Saw. bersabda, “Benar, jika engkau terbunuh di jalan Allah dalam keadaan bersabar, ikhlas karena Allah, dan tetap menghadapi musuh dengan tidak melarikan diri.” Namun, Rasulullah Saw. kembali bertanya, “Apa yang kamu tanyakan tadi?” Sahabat itu pun mengulangi lagi pertanyaannya, “Bagaimana pendapat engkau jika aku terbunuh di jalan Allah, apakah Allah akan menghapus dosa-dosaku?” Beliau menjawab, “Benar, jika engkau terbunuh di jalan Allah dalam keadaan bersabar, ikhlas karena Allah, dan tetap menghadapi musuh dengan tidak melarikan diri, kecuali jika engkau mempunyai utang. Sesungguhnya Jibril mengatakan hal itu kepadaku barusan.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Qadhi kota Bashrah, Syuraih dari Abdurrahman bin Abu Bakar ash-Shiddiq bahwa Nabi Saw. bersabda, sesungguhnya pada hari Kiamat kelak, Allah akan menyeru kepada seseorang yang masih mempunyai tanggungan utang. Allah berfirman, “Hai anak cucu Adam, kenapa kamu telantarkan hak-hak sesama manusia? Kenapa kamu lenyapkan harta mereka?” Dia menjawab, “Ya Tuhan, aku tidak melenyapkannya. Tetapi, aku terkena musibah tenggelam atau kebakaran.” Allah lalu berfirman, “Hari ini, Aku berkewajiban untuk membayar utangmu.” Maka kebajikan-kebajikan orang itu lebih berat daripada keburukan-keburukannya, dan Allah menyuruhnya masuk ke dalam surga.
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari beberapa jalur sanad, dan termasuk hadis daif.
Yazid bin Harun berkata dalam hadisnya, “. Allah lalu menyuruh untuk meletakkan sesuatu pada timbangannya sehingga timbangan kebajikannya lebih berat daripada keburukannya.”
Menurutku, itu tadi merupakan nash yang menyatakan bahwa Allah-lah yang akan membayar utang orang-orang yang berutang selama dia tidak merusak atau melenyapkan harta orang yang memberi utang. Segala puji bagi Allah yang berkenan menunjukkan kebenaran dan menjelaskan lewat lisan Rasul-Nya sesuatu yang belum jelas bagi hamba-hamba-Nya.
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa semua arwah orang-orang mukmin itu berada di surga al-Ma’wa. Disebut al-Ma’wa karena tempat berkumpul (kembalinya) arwah orang-orang mukmin. Surga al-Ma’wa itu berada di bawah Arasy. Di dalamnya, mereka mendapatkan kenikmatan dan mencium baunya yang sangat harum. Di dalam surga tersebut, arwah bisa bebas terbang dan bergelantungan pada pelita-pelita cahaya di bawah Arasy. Hal ini telah kami terangkan sebelumnya, itulah yang lebih sahih. Wallahu a’lam.
Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Tsaur bin Yazid dari Khalid bin Ma’dan dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata bahwa arwah orang-orang mukmin itu menjadi seperti burung tiung. Semuanya saling mengenal dan mereka mendapatkan rezeki di dalam surga.
Ibnu Lahi’ah meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib, sesungguhnya Manshur bin Abu Manshur mengatakan bahwa dia bertanya kepada Abdullah bin Amr bin ‘Ash mengenai tempat arwah orang-orang muslim nanti setelah meninggal. Maka dia menjawab, “Bagaimana pendapat kalian, hai penduduk Irak?” Aku lalu berkata, “Aku tidak tahu.” Lalu dia berkata lagi, “Arwah mereka itu menjadi seekor burung berwarna putih yang berada di naungan Arasy. Sedangkan arwah orang-orang kafir berada di dalam bumi lapisan ketujuh ….”
Menurutku, inilah hujah bagi orang yang menyatakan bahwa seluruh arwah orang-orang mukmin semuanya berada di dalam surga. Wallahu a’lam. Namun, ada pula yang menakwillan firman Allah tersebut, hingga ada yang menyatakan bahwa maksud hadis tersebut adalah arwah orang-orang mukmin yang mati syahid.
Diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Abdullah bin Abi Yazid, sesungguhnya dia mendengar Ibnu Abbas berkata, “Arwah para syuhada itu menjadi seekor burung berwarna hijau.” Beberapa Kenikmatan yang Dirasakan Arwah Para Syuhada
Dalam hadis Ibnu Mas’ud disebutkan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Sedangkan dalam hadis Malik, jiwa orang mukmin itu laksana burung.
Diriwayatkan oleh al-A’masy dari Abdullah bin Murrah, dia berkata, Abdullah bin Mas’ud pernah ditanya tentang arwah para syuhada. Dia lalu menjawab, “Di sisi Allah, arwah para syuhada itu laksana burung-burung berwarna hijau yang bergelantungan pada pelita-pelita di bawah Arasy. Burung tersebut terbang bebas Ke mana saja. Setelah itu, burung tersebut bergelantungan kembali pada pada pelita-pelita tersebut….”
Diriwayatkan oleh ibnu Syhab dari Ka’ab bin Malik dari ayahnya bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Arwah para syuhada itu menjadi seekor burung berwarna hijau yang bergelantungan pada pohon-pohon surga.” Hadis ini sesuai dengan hadis Malik yang lebih sahih dari pada riwayat yang mengatakan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau. Abu Umar telah menyebutkannya dalam kitab al-Istidzkar.
Abu Hasan al-Qubaisi berkata, para ulama mengingkari pendapat yang menyatakan bahwa arwah para syuhada itu berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, karena riwayat tersebut tidak sahih. Jika demikian, arwah tersebut akan merasa sempit di dalamnya dan akan terbatas tempatnya.
Menurutku, riwayat hadis tersebut semuanya sahih karena terdapat dalam Shahih Muslim. Kata fi (di dalam) bermakna ‘ala (di atas) adalah sama, sehingga menjadi kalimat arwah mereka (para syuhada) berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma.” (QS. Thaha: 71)
Kata fi dalam ayat tersebut berarti pada atau di atas, bukan di dalam.
Mungkin juga kata “Jauf” (perut), yang dimaksud adalah “Zhahr” (punggung), karena perut itu mencakup punggung. Menurut Abu Muhammad Abdul Haq, ini pendapat yang baik sekali.
Di dalam kitab al-lfshah al-Mun’im ‘ala Jihah Mukhtalifah, Syubaib bin Ibrahim mengatakan bahwa arwah para syuhada itu ada yang menjadi burung yang bergelantungan pada Pohon-pohon surga, ada yang berada di dalam perut seekor burung berwarna hijau, ada yang berkumpul pada pelita-pelita di bawah Arasy, ada yang berada di dalam perut seekor burung berwarna putih, ada yang berada di dalam perut seekor burung seperti burung tiung, ada yang berubah menjadi sesuatu bentuk di surga, ada yang menjadi lukisan yang diciptakan Karena pahala kebaikan mereka, ada yang terbang dan kembali kepada jasadnya, ada yang bertemu dengan arwah yang baru saja meninggal, ada yang berada dalam lindungan Malaikat Mikail, ada yang berada dalam lindungan Nabi Adam a.s., dan ada juga yang berada dalam lindungan Nabi Ibrahim ass..
Pendapat Syubaib bin Ibrahim lebih kuat Karena menggabungkan semua Nadis yang menerangkan tentang hal tersebut, hingga tidak ada lagi pertentangan padanya.
Siapa Saja Orang-orang yang Mati Syahid Itu? Kenapa Disebut Syahid?
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari al-Ajuri dari Abu Malik al-Asyja’i, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang berangkat pergi (mengasingkan diri) dijalan Allah, lalu dia mati atau dibunuh maka dia syahid. Atau mati karena jatuh dari kuda atau untanya, atau mati karena disengat binatang berbisa, atau mati di atas tempat tidurnya karena sebab apa pun yang dikehendaki Allah, maka sesungguhnya dia syahid dan baginya surga.” Hadis ini daif.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid itu ada lima macam. Yaitu, mati Karena sakit perut, mati karena tha’un (wabah), mati karena tenggelam, mati Karena tertimpa reruntuhan, dan mati di jalan Allah ‘Azza wa Jalla.’” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Jabir, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang mati syahid itu ada tujuh macam, selain yang terbunuh di jalan Allah. Yaitu, mati karena penyakit tha’un (wabah), mati karena penyakit perut, mati karena tenggelam, mati karena terbakar, mati karena busung, mati karena tertimpa reruntuhan, dan mati dalam keadaan hamil.-”
Ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah wanita yang meninggal karena melahirkan sedang anaknya berada dalam perut ibunya dalam keadaan telah sempurna. Ada yang mengatakan, jika seorang wanita meninggal karena nifas, maka dia syahid, baik anaknya dalam keadaan hidup ataupun meninggal dalam kandungannya. Ada juga yang mengatakan, wanita yang meninggal dalam keadaan perawan, belum disentuh laki-laki. Dan, ada juga yang mengatakan, wanita yang meninggal sebelum mengalami haid. Itulah beberapa kabar yang satu sama lainnya berbeda.
Di dalam kitab at-Tirmidzi, Abu Daud dan an-Nasa’i meriwayatkan dari Sa’id bin Zaid, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena membela hartanya, maka dia syahid. Barang siapa meninggal karena membela nyawanya, maka dia syahid. Barang siapa meninggal karena membela agamanya, maka dia syahid. Dan, barang siapa meninggal karena membela keluarganya, maka dia syahid.”
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Suwaid bin Muqrin, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal karena dizalimi (dianiaya), maka dia syahid.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda. “Mati dalam perantauan adalah syahid.” Hadis senada diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dengan lapaz, “Mati orang yang berada di rantau adalah syahid.”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Khara’ith; dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam perantauan, maka dia mati syahid.” Hadis serupa juga diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam perantauan, maka dia mati syahid.”
Sebuah hadis Nabi Saw. yang telah diutarakan sebelumnya, “Barang siapa meninggal karena sakit, maka dia mati syahid.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ma’qi bin Yasar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa pada pagi hari membaca, Audzu billahis-samiji ‘ilalimmi minasy syaitanir rajim’ (aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk) sebanyak tiga Kali, dan membaca tiga ayat terakhir Surah al-Hasyr, maka Allah akan menyuruh 70.000 malaikat untuk membaca shalawat padanya hingga sore. Dan, jika dia meninggal pada hari itu, maka dia mati syahid. Dan, barang siapa membaca itu pada waktu sore hari, maka dia akan mendapatkan seperti itu juga.”
Diriwayatkan oleh ats-Tsa’labi dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa membaca bagian akhir Surah al-Hasyr (ayat 21-24), lalu dia meninggal pada malam harinya, maka dia mati syahid.”
Diriwayatkan oleh al-Ajiri dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Anas, “Hai Anas, jika engkau mampu selamanya dalam keadaan berwudhu, maka kerjakanlah! Sebab, jika Malaikat Maut mencabut roh seorang hamba, sedang hamba tersebut dalam keadaan berwudhu, maka dia dicatat sebagai syahid.”’
Diriwayatkan oleh asy-Sya’bi dari ibnu Umar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa melaksanakan shalat dhuha, berpuasa tiga hari setiap bulannya, dan tidak pernah meninggalkan shalat witir baik di rumah maupun dalam perjalanan, maka ditulis untuknya pahala syahid.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.
Diriwayatkan dari hadis Abu Hurairah dan Abu Dzar bahwa Nabi Saw. bersabda, “Jika kematian datang kepada seseorang yang sedang menuntut ilmu, sedang dia dalam keadaan menuntut ilmu, maka dia mati syahid.” Disebutkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, Bayan al-Ilmi, suatu riwayat yang menyatakan, “Antara dia (penuntut ilmu) dengan para nabi hanya satu derajat.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang benar-benar mengharapkan mati syahid, maka dia akan diberi pahala mati syahid, walaupun dia tidak mengalami mati syahid yang sesungguhnya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Sahal bin Hanif bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang benar-benar meminta mati syahid kepada Allah, maka Allah akan mengantarkan dia kepada derajat orang-orang yang mati syahid, sekalipun dia mati di tempat tidurnya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dari hadis ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Setiap orang tentu mempunyai barang-barang berharga (binatang ternak) di antara hartanya, yang dia sendiri tidak mau menyembelihnya. Sesungguhnya Allah juga mempunyai makhluk di antara makhluk-makhluk-Nya, yang Dia sendiri tidak mau menyembelihnya. Mereka adalah orang-orang yang dimatikan di atas tempat tidur mereka, namun mereka mendapatkan pahala orang-orang yang yang mati syahid.”
Makna Mati Syahid
Kata “syuhada” adalah bentuk plural atau jamak dari bentuk mufrad atau tunggal dari kata “syahid”. Menurut para ulama ahli bahasa seperti al-Jauhari dan lainnya, syahid adalah sebutan orang yang gugur di jalan Allah yang dijanjikan masuk surga. Menurut Ibnu Faris (ahli bahasa) dalam kitabnya, al-Mujmal, syahid adalah orang yang terbunuh di jalan Allah dan disaksikan oleh para malaikat.
Dan ada yang mengatakan, disebut syahid itu karena rohnya akan berada di surga Darus Salam, sebagaimana firman-Nya,
“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169) Sementara arwah selain mereka belum ada yang sampai Ke surga.
Ada pula yang mengatakan, syahid dalam arti orang yang gugur di atas bumi dan disaksikan oleh bumi. Dan ada pula yang mengatakan, syahid dalam arti orang yang bersaksi, karena dia telah bersaksi kepada Allah untuk mempertaruhkan nyawanya sesuai dengan sumpah setia yang diikrarkan sebagaimana yang disinggung dalam firman Allah,
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.” (QS. at-Taubah: 111)
Jadi, hal ini terkait erat dengan kesaksiannya selaku seorang hamba-Nya. Karena itulah Nabi Saw. bersabda, “Allah lebih tahu tentang orang yang terluka di jalan-Nya.”
Menyinggung tentang orang-orang syahid dalam pertempuran Uhud, beliau bersabda dalam hadis riwayat Bukhari, “Aku adalah saksi mereka,” karena mereka telah rela mengorbankan jiwa mereka demi beliau dan mereka terbunuh di hadapannya.
Adapun “syahadah” adalah orang yang membawa kesaksian dan menyampaikannya. Dan, untuk mendapatkan predikat syahadah tersebut harus memenuhi tiga syarat, yaitu kehadiran, kesadaran, dan pelaksanaan.
Yang dimaksud kehadiran yaitu hadirnya saksi-saksi untuk menyaksikan apa yang harus disaksikannya. Yang dimaksud kesadaran yaitu saksi sadar mengenai apa yang disaksikannya dan benar-benar mengerti apa yang dilihatnya. Sedangkan yang dimaksud pelaksanaan yaitu melaksanakan penyaksian itu pada saat yang dibutuhkan. inilah makna dari syahadah.
Sedang syahadah yang sempurna hanya bisa dilakukan olah Allah Ta’ala sebagaimana firman-nya,
“Nabi-nabi dan saksi-saksi pun dihadirkan lalu diberikan keputusan di antara mereka secara adil.” (QS. az-Zumar: 69)
Yang dimaksud dengan saksi-saksi dalam ayat tersebut adalah orang-orang yang adil di dunia dan akhirat. Maksudnya, mereka adalah Orang yang selalu menunaikan kewajiban mereka kepada Allah sewaktu di dunia.
Penyakit Tha’un
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari al-‘Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, para syuhada dan orang-orang yang meninggal di atas tempat tidur berdebat di hadapan Allah tentang Orang-orang yang meninggal karena penyakit tha’un. Para syuhada berkata, “Apakah mereka mati sama seperti kami?” Orang-orang yang mati di atas tempat tidur juga berkata, “Mereka adalah teman-teman kami. Mereka mati di atas tempat tidur, sama seperti kami.” Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, “Lihatlah luka-luka mereka. Jika luka-luka mereka sama dengan luka orang-orang yang terbunuh, maka mereka termasuk golongan mereka.” Ternyata luka mereka (tha’un) sama seperti luka yang mereka alami.
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kepunahan umatku adalah karena tha’an (tikaman) dan penyakit tha’un.” Aisyah lalu bertanya, “Kalau tikaman, kami semua sudah tahu. Lalu apa itu tha’un?” Beliau menjawab, “Semacam virus (cairan) seperti yang ada pada unta, yang keluar pada kulit Kulit yang busuk dan kethak. Siapa yang mati karenanya, maka dia mati syahid.” Hadis ini dituturkan oleh Abu Umar dalam kitabnya, at-Tamhid wa al-lstidzkar.
Jasad Manusia Akan Hancur Dimakan Tanah Kecuali Tulang Ekor
Diriwayatkan oleh Muslim dan ibnu Majah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu yang ada pada jasad manusia akan hancur kecuali satu tulang. yaitu tulang ekor. Dari tulang inilah, semua makhluk akan disusun kembali pada hari Kiamat nanti.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap anak cucu Adam pasti akan dimakan tanah kecuali tulang ekor. Dari tulang inilah, dia akan diciptakan dan disusun kembali.”
Tulang ekor dalam bahasa Arab, ada yang mengatakan “‘Ujm” dan ada juga yang mengatakan “‘Ujb’”. la adalah bagian yang Sangat kecil yang terletak pada ujung bawah tulang punggung. Organ ini lazim disebut dengan tulang ekor, seperti yang diriwayatkan oleh lbnu Abi Daud dalam kitabnya, al-Ba’tsu, dari hadis Abu Sa’id al-Khudri bahwa seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu?” Beliau lalu menjawab, “la seperti sebutir biji sawi, darinya kalian akan diciptakan kembali.”
Sabda Nabi Saw. “Dari tulang inilah, dia akan diciptakan dan disusun kembali,” maksudnya adalah bahwa tulang ekor merupakan organ pertama kali yang diciptakan pada manusia. Dan darinya, Allah menciptakan manusia pada kali yang kedua.
Jasad Para Nabi dan Syuhada Tidak Dimakan Tanah Allah Ta’ala berfirman,
“Sebenarnya mereka itu hidup, di sisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘Imran: 169)
Karena itulah jenazah mereka tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. Itu semua telah diterangkan dalam hadis-hadis sahih tentang para syuhada Uhud.
Diriwayatkan oleh Malik dari Abdurrahman bin Abu Sha’sha’ah bahwa dia mendengar tentang Kubur Amr bin al-Jamuh dan Abdullah bin Amr al-Anshari yang terkikis aliran air. Keduanya orang Anshar dari Bani Sulaim, dan termasuk syuhada Uhud. Keduanya dikubur dalam satu kubur, dan berdekatan dengan aliran air tersebut. Karena khawatir terkikis aliran air lagi, kubur mereka terpaksa dipindahkan ke tempat lain yang aman. Ketika kubur tersebut digali, didapati mayat mereka tidak berubah sama sekali. Bahkan, seperti yang baru meninggal kemarin. Salah satu dari keduanya dikubur dalam keadaan tangannya diletakkan di atas lukanya. Ketika tangan itu digeser dari lukanya, tetap saja tidak bisa. Tangan itu kembali lagi seperti posisi semula. Jarak waktu antara Perang Uhud dan penggalian itu adalah 46 tahun.
Syekh al-Qurthubi berkata, “Itulah keistimewaan orang-orang salaf yang syahid di jalan Allah, atau yang terbunuh demi membela kebenaran seperti yang dilakukan oleh para nabi mereka.”
Diriwayakan oleh Tirmidzi tentang kisah Ashab al-Ukhdud (para penghuni parit yang dibakar karena mempertahankan iman kepada Allah), “Seorang pemuda dikubur setelah dibunuh raja zalim. Namun, ketika kuburnya digali kembali pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab, jari-jari mayat itu masih berada di pelipisnya, posisinya persis ketika dia dibunuh.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.
Kisah Ashab al-Ukhdud ini juga diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dikatakan bahwa mereka itu tinggal di Najran, pada masa waktu antara Nabi Isa a.s. dan Nabi Muhammad Saw..
Diceritakan bahwa Mu’awiyah mengalirkan mata air yang ditemukannya di Madinah ke tengah-tengah tanah pekuburan. Karena ingin memanfaatkannya, dia memerintahkan Orang-Orang untuk memindahkan mayat-mayat yang telah dikubur di sana. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahannya, beberapa tahun setelah bersatunya kaum muslimin setelah Perang Shiffin, kurang lebih 50 tahun setelah Perang Uhud. Pada saat kuburan itu digali, mereka mendapatkan jasad-jasad itu masih utuh dan sama sekali tidak rusak. Orang-orang melihat keadaan mereka ketika sebuah sekop mengenai telapak kaki Hamzah bin Abdul Muthalib, ternyata masih mengalirkan darah. Bahkan, ketika Jabir bin Abdullah mengeluarkan mayat ayahnya, Abdullah bin Waram, keadaannya tampak seperti yang baru dikubur kemarin. itulah peristiwa mengenai kisah beberapa orang syuhada yang terkenal.
Dan telah diceritakan oleh seluruh penduduk Madinah mengenai dinding kubur Nabi Muhammad Saw. yang pernah roboh, dan tampaklah oleh mereka beberapa telapak kaki. Mereka takut kalau-kalau itu adalah telapak kaki Nabi Saw… Namun, akhirnya Sa’id bin al-Musayyib berkata kepada mereka, “Sesungguhnya jasad para nabi itu berada di bumi tidak lebih dari 40 hari saja sejak dikuburkan, setelah itu diangkat oleh Allah.” Kemudian, Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab muncul di tempat itu. Dan, dia yakin bahwa itu adalah telapak Kaki kakeknya, Umar bin Khaththab, yang dulu mati syahid. Peristiwa yang cukup menggemparkan ini terjadi pada Zaman Khalifah al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan dan Gubernur Madinah dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz.
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seorang muazin yang senantiasa mengharapkan rida Allah, sama halnya seperti orang yang mati syahid berlumuran darah. Jika dia mati, jasadnya tidak akan dimakan cacing di dalam kuburnya.” Dengan kata lain, jasad seorang mukmin yang senantiasa mengharapkan rida Allah, juga tidak akan hancur dimakan tanah.
Diriwayatkan oleh Abu Daud dan ibnu Majah dalam Sunan keduanya dari Aus bin Aus, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik hari kalian adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula beliau diwafatkan. Pada hari itu sangkakala ditiup, dan pada hari itu pula terjadinya tiupan yang sangat mematikan. Karenanya, pada hari itu (Jumat), perbanyaklah kalian membacakan shalawat kepadaku, karena sesungguhnya bacaan shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin bacaan shalawat kami diperlihatkan kepada engkau, sedangkan jasad engkau telah musnah?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi.”
Menurutku, hadis serupa juga Diriwayatkan, oleh Ibnu Majah dari sanad yang lain yakni. dari Amr bin Sawad al-Mishri dari Abdullah by Wahab dari Amr bin al-Harits dari Sa’id bin Abi Hilal dari Zaid bin Aiman dari Ubadah bin Nasi’ dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perbanyaklah kalian membacakan shalawat kepadaku pada hari Jumat, karen pada hari itu disaksikan oleh malaikat. Siapa pun yang membacakan shalawat kepadaku, Maka shalawatnya itu akan diperlihatkan kepadaku, sampai selesai.” Aku lalu bertanya, “Hingga Sesudah mati pun?” Beliau menjawab, “Ya, hingga Sesudah mati pun. Sesungguhnya Allah mengharamkan, bumi memakan jasad para Nabi.”
Dengan begitu, Nabi Allah, Muhammad Saw. pun tetap hidup dengan mendapatkan rezeki.
Hancurnya Seluruh Makhluk, Tiupan Sangkakala Pertama dan Kedua, Serta Jarak Waktu Antara Dua Tiupan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Dajal akan keluar di tengah-tengah umatku dan dia akan tinggal selama 40 aku tidak mengetahuinya apakah 40 hari, 40 bulan, ataukah 40 tahun Lalu Allah mengutus Isa bin Maryam yang menjelma seolah-olah seperti Urwah bin Mas’ud, untuk mencari dan membinasakan Daijjal. Kemudian Isa tinggal bersama manusia selama tujuh tahun dalam keadaan damai (tidak ada permusuhan di antara mareka).
Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla mengirim angin sejuk (dingin) dari arah Syam. Siapa pun yang di dalam hatinya masih terdapat kebaikan atau iman walaupun hanya seberat zarrah, maka nyawanya akan tercabut oleh angin itu. Bahkan, kendatipun dia masuk ke dalam perut gunung, maka angin itu tetap akan masuk dan mencabut nyawanya. Sehingga, yang tersisa di bumi ini adalah orang-orang jahat yang liar dan ganas. Mereka tidak mengenal sesuatu yang makruf dan tidak mengingkari sesuatu yang mungkar.
Kemudian datanglah setan kepada mereka dan berkata, “Tidaklah kalian bersedia memenuhi ajakanku?” Mereka balik bertanya, “Apa yang kamu perintahkan kepada kami?” Lalu setan menyuruh mereka agar menyembah berhala. Pada saat itu, rezeki mereka tetap berlimpah dan hidup sejahtera. Kemudian ditiuplah sangkakala, dan siapa pun yang mendengarnya akan menjerit terhuyung-huyung dan kebingungan. Dan, yang pertama kali mendengar suara sangkakala itu adalah seorang penggembala yang sedang menggiring untanya ke sebuah telaga, kemudian dia mati, dan mati pula yang lainnya. Selanjutnya, Allah menurunkan hujan gerimis -embun- yang darinya tumbuh jasad-jasad manusia,
“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
Kemudian dikatakan, “Hai manusia, menghadaplah kepada Tuhan kalian.” “Tahanlah mereka (di tempat perhentian) sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS. ash-Shaffat: 24)
Kemudian dikatakan lagi, “Keluarkan penghuni neraka di antara mereka!” Ada yang bertanya, “Berapa banyak?” Dijawab, “999 orang dari setiap seribu orang.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, “Dan itulah hari yang membuat anak-anak beruban seketika dan setiap Orang tersingkap betisnya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jarak antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40.” Para sahabat bertanya kepada Abu Hurairah, “Hai Abu Hurairah, maksudnya 40 hari?” Dia menjawab, “Bukan.’ Mereka bertanya lagi, “Apa 40 bulan?” Dia menjawab, “Bukan.” Mereka bertanya lagi, “Apa 40 tahun?” Dia menjawab, “Bukan.” Kemudian Allah menurunkan air dari langit, dan mereka pun tumbuh (bangkit) dari kuburnya seperti tumbuhnya sayuran.
Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu yang ada pada jasad manusia akan hancur kecuali satu tulang.” Dalam satu riwayat disebutkan, “Tulang tersebut selamanya tidak bisa dimakan oleh bumi.” Tulang yang dimaksud adalah tulang ekor, yang akan dibangkitkan kembali pada hari Kiamat. Menurut ibnu Wahab, yang dimaksud 40 dalam hadis ini adalah 40 Jumat. Namun pendapat ini ditolak karena sanadnya terputus.
Jawaban Abu Hurairah mengandung dua arti. Pertama, Abu Hurairah sebenarnya sudah tahu dari Nabi Saw. apa yang dimaksud dengan 40, tetapi dia sengaja tidak mau menerangkannya. Kedua, Abu Hurairah memang benar-benar tidak tahu, karena dia tidak sempat menanyakan kepada Nabi Saw… Makanya, dia menjawab seperti itu. Yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama. Abu Hurairah tidak mau menjelaskannya, karena tidak ada petunjuk untuk menyampaikannya.
Dalam hal ini, ada riwayat dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, “Aku mempunyai dua wadah ilmu. Satu aku sebarluaskan, dan yang satunya lagi, andai aku sebarluaskan maka kerongkonganku akan terputus.”
Ada suatu riwayat yang menerangkan bahwa jarak antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40 tahun. Wallahu a’lam.
Disebutkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Wakil dari Sufyan dari Abdurrahman as-Suddi, dia berkata, “Aku bertanya kepada Sa’id bin Jubair tentang ayat,
“Miliknya-Nya segala yang ada di hada. pan kita, yang ada di belakang kita dan segala yang ada di antara keduanya.” (QS. Maryam: 64)
Dia tidak menjawab pertanyaanku itu, Tetapi, kemudian aku mendengarnya mengatakan bahwa maksud ayat itu adalah jarak antara dua tiupan sangkakala.” Wallahu a’lam. Penjelasan Ayat, ‘Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah.’? (QS. az-Zumar: 68)
Maksud ayat tersebut apakah para malaikat, para syuhada, para nabi, penjaga Arasy, Jibril, Mikail, ataukah Malaikat Maut, yang dikehendaki Allah untuk tetap hidup di saat sangkakala itu ditiup?
Diriwayatkan oleh beberapa Imam Hadis dari Abu Hurairah, dia berkata, di pasar Madinah, ada seorang laki-laki Yahudi yang berkata, “Demi Tuhan yang telah memilih Musa sebagai utusan bagi manusia.” Mendengar itu, seorang laki-laki Anshar mengangkat tangannya dan menampar orang tersebut seraya berkata, “Beraninya kamu mengatakan seperti itu, sementara di tengah-tengah kami ada Rasulullah Saw..”
Kemudian aku melaporkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman,
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu), maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
Lalu beliau bersabda, “Akulah, Nabi Saw,., orang Kali pertama kali yang mengangkat kepala (waktu dibangkitkan dari kubur). Dan, tiba-tiba pada saat itu, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau dia termasuk orang yang dikecualikan Allah. Barang siapa yang mengatakan bahwa aku lebih baik daripada Yunus bin Matta, sungguh dia telah berdusta.
Siapa yang Dikecualikan Allah Itu?
Para ulama berbeda pendapat mengenai siapa saja yang dikecualikan dalam firman Allah tersebut. Ada yang berpendapat bahwa mereka itu adalah para malaikat. Ada pula yang berpendapat mereka itu adalah para nabi, dan ada juga yang berpendapat mereka adalah para syuhada. Al-Hulaimi cenderung pada pendapat yang terakhir, yaitu para syuhada, berdasarkan firman-Nya,
“Sebenarnya mereka itu hidup, disisi Tuhannya mendapat rezeki.” (QS. Ali ‘Imran: 169)
Menurutnya, pendapat-pendapat yang lain adalah lemah. Tetapi, menurut guru Kami, Syekh Abu al-Abbas, tidak ada satu pun hadis sahih yang menyatakan siapa yang dikecualikan Allah itu. Jadi, semuanya masih mungkin.
Menurutku, ada sebuah hadis dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa yang dimaksud ialah para syuhada. Itulah pendapat yang sahih. Hal itu didukung oleh an-Nahasi seperti yang dia tuturkan dalam kitabnya, Ma’ani al Qur’an. Dia berkata, aku mendapatkan riwayat dari Husain bin Umar al-Kufi dari Hannad bin as-Sarri dari Waki dari Syu’bah dari Imarah bin Abi Hafsh dari Hajar al-Hijri dari Sa’id bin Jubair, dia berkata, yang dimaksud dengan firman “Kecuali mereka yang dikehendaki Allah” ialah para syuhada. Mereka adalah orang dikecualikan Allah. Mereka menyandang pedang di sekitar Arasy.
Sedangkan, menurut al-Hasan, mereka yang dikecualikan Allah adalah sekelompok malaikat. Namun, akhirnya mereka juga mati di antara dua tiupan sangkakala.
Yahya bin Salam dalam Tafsirnya mengatakan, “Aku mendengar bahwa yang terakhir masih tetap hidup ialah Jibril, Mikail, Israfil, dan Malaikat Maut. Setelah Jibril, Mikail, dan Israfil mati, Allah lalu menyeru kepada Malaikat Maut, “Matilah kamu!” Maka Malaikat Maut pun mati. Hal itu nanti akan diterangkan dalam sebuah Hadis marfu’ yang cukup panjang dari Abu Hurairah.
Namun ada yang berpendapat, mereka yang tersisa itu adalah malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, dan Malaikat Maut.”
Al-Hulaimi berkata, siapa pun yang beranggapan bahwa yang dikecualikan oleh Allah itu adalah malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, Malaikat Maut, anak-anak dan bidadari surga, atau Nabi Musa a.s., maka sesungguhnya Nabi Saw. pernah bersabda, “Aku adalah orang pertama kali yang dikeluarkan oleh tanah. Ketika mengangkat kepalaku, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau dia termasuk orang yang dikecualikan Allah ‘Azza wa Jalla” Menurut al-Hulaimi, pendapat mereka, satu pun tidak ada yang benar.
Mengomentari pendapat yang pertama, perlu ditegaskan bahwa sesungguhnya malaikat pembawa Arasy bukanlah termasuk penduduk langit maupun bumi, karena letak Arasy itu berada di atas semua langit. Jadi, bagaimana mungkin malaikat pembawa Arasy itu berada di dalam langit? Adapun Jibril, Mikail, dan Malaikat Maut, mereka tergolong para malaikat yang berbaris bertasbih di sekitar Arasy. Jadi, kalau letak Arasy itu berada di atas semua langit, tentunya mereka berbaris di sekitar Arasy, bukan di langit.
Demikian pula dengan pendapat kedua, karena anak-anak dan bidadari itu berada di surga. Sekalipun surga itu terdiri dari beberapa tingkatan, namun ia terletak di atas langit dan di bawah Arasy. Surga adalah alam tersendiri yang diciptakan untuk keabadian. Jadi, ia bukan termasuk makhluk yang dimusnahkan Allah.
Lalu mengenai Musa hal itu jelas tidak mungkin. Karena pada hakikatnya, dia telah meninggal terlebih dahulu, bukan meninggal pada saat tiupan sangkakala yang kedua. Kalau begitu, dia jelas bukan termasuk yang dikecualikan oleh Allah.
Sabda Nabi Saw. tentang Musa berikut ini tidak bertentangan dengan riwayat yang pertama tadi. Beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, seluruh manusia dalam keadaan pingsan. Maka, aku adalah orang pertama kali yang dibangkitkan. Ketika itu, aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, ataukah dia mendapat balasan atas pingsannya sewaktu di gunung Thusrina dulu?”
Namun, ada yang mengatakan bahwa maksud hadis tersebut adalah, jika sangkakala telah ditiup sekali lagi, maka aku adalah orang yang pertama-tama mengangkat kepala. Namun, tiba-tiba aku melihat Musa sedang berpegang pada salah satu tiang Arasy. Aku tidak tahu, apakah dia bangkit sebelumku, atau hal itu. merupakan anugerah tersendiri dari Allah kepadanya, sebagaimana anugerah serupa yang Allah berikan kepadanya sewaktu masih di dunia, yaitu dia bisa bercakap-cakap dengan-Nya secara langsung. Atau, itu merupakan balasan atas pingsannya sewaktu di gunung Thusrina dulu?”
Guru kami, Ahmad bin Umar berkata, secara zahir hadis Nabi Saw. tersebut memberi petunjuk bahwa kebangkitan beliau terjadi setelah peristiwa tiupan sangkakala yang kedua, yaitu tiupan kebangkitan. Sementara nash al-Qur’an secara tegas mengisyaratkan bahwa pengecualian itu terjadi setelah tiupan kematian. Karenanya, ada sebagian ulama yang berpendapat, mungkin Nabi Musa as. termasuk nabi yang belum meninggal. Tetapi, pendapat ini keliru karena banyak riwayat yang menyatakan bahwa beliau itu sudah meninggal terlebih dahulu di alam dunia.
Menurut al-Qadhi lyadh, mungkin yang dimaksud dengan kematian tersebut adalah kematian mendadak setelah manusia dibangkitkan hidup kembali, yaitu pada saat terbelahnya langit dan bumi. Tetapi pendapat ini disanggah oleh Abu al-Abbas, berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa ketika Nabi Saw. keluar dari kubur, beliau mendapati Musa tengah bergantung pada tiang Arasy, dan itu terjadi setelah tiupan kebangkitan.
Untuk mengatasi kemusykilan tersebut, Syekh Ahmad bin Umar merujuk pada pengertian mendasar bahwa pada hakikatnya kematian itu bukan murni kemusnahan, tetapi sebuah proses perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lain. Buktinya ialah bahwa setelah terbunuh di medan perang, para syuhada itu tetap hidup di sisi Tuhan mereka dan mendapatkan rezeki. Mereka bergembira ria dan bersuka cita. Kehidupan mereka sama seperti kehidupan di dunia. Jadi, kalau para syuhada sudah seperti itu, apalagi dengan para nabi yang martabat serta derajatnya di sisi Allah jauh lebih tinggi daripada mereka. Lalu, di samping itu juga ada sebuah riwayat sahih dari Nabi Saw., “Sesungguhnya jasad para nabi itu tidak akan dimakan oleh tanah.” Dan sesungguhnya Nabi Saw. pada malam isra’, sempat bertemu dengan para nabi di Baitul Maqdis dan juga di langit terlebih dengan Nabi Musa a.s..
Nabi Saw. mengabarkan kepada kita bahwa Allah mengembalikan roh beliau kepada jasadnya sehingga bisa menjawab salam kepada orang yang mengucapkan salam kepada beliau. Pada hakikatnya kematian para nabi itu hanya kembali kepada kehidupan gaib yang tidak diketahui oleh manusia. Kalau para nabi dianggap masih tetap hidup, hal itu tidak ada bedanya dengan para malaikat yang tetap hidup tanpa bisa dilihat oleh manusia, kecuali orang-orang yang sangat dekat dengan Allah sebagai karamah dan anugerah istimewa.
Jadi, ketika sangkakala kematian ditiup, semua makhluk yang ada di langit dan di bumi mati kecuali yang dikehendaki Allah. Kematian makhluk selain para nabi adalah kematian yang sebenarnya. Sementara kematian para nabi menurut pendapat yang diunggulkan hanyalah pingsan. Ketika sangkakala ditiup sekali lagi, siapa yang mati akan bangkit kembali dan yang pingsan akan tersadar kembali. Hal itu sebagaimana sabda beliau dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, “Maka, aku adalah orang pertama kali yang dibangkitkan kembali.”
Riwayat tersebut hasan sekaligus sahih. Nabi Saw. lah yang pertama kali keluar dari kubur mendahului semua manusia dan juga semua nabi, kecuali Nabi Musa a.s.. Tetapi, hal itu masih dipertanyakan, apakah Musa dihidupkan kembali dari pingsannya sebelum Nabi Saw., atau Musa memang tetap dalam keadaan sadar sebelum terjadi tiupan kematian. Jika benar, ini merupakan anugerah tersendiri dari Allah kepada Nabi Musa. Sekalipun demikian, hal itu tidak lantas mengurangi keutamaan Nabi Saw., sebab, bagaimana pun secara mutlak beliau adalah makhluk yang paling utama. Wallahu a‘lam.
Syekh al-Qurthubi berkata, pendapat yang dipilih ialah pendapat al-Hulaimi. Dia menyatakan bahwa terlepas apakah para malaikat yang disebutkan tadi mati atau tidak mati, tetapi yang jelas kami menolak kalau mereka dikatakan sebagai yang dikecualikan Allah. Soalnya, terdapat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa Allah mematikan malaikat pembawa Arasy, Malaikat Maut, dan Mikail. Kemudian Allah juga mematikan malaikat yang terakhir kali dimatikanNya, yaitu Jibril, kemudian menghidupkannya. Dan setelah itu, Allah menghidupkan juga malaikat-malaikat tersebut.
Tidak ada satu pun hadis yang mengenai penduduk surga. Hanya dijelaskan kalau surga itu adalah tempat yang abadi. Siapa yang telah memasukinya ia tidak akan pernah mati untuk selamanya. Apalagi, dengan makhluk yang diciptakan di dalamnya. la juga tidak akan pernah mati untuk selamanya. Lagi pula kematian itu adalah pemaksaan terhadap orang-orang yang terkena tuntutan beban atau mukalaf, dan kepindahan mereka dari satu alam ke alam lain. Sedangkan penghuni surga itu tidak terkena tuntutan beban. Jika mereka dibebaskan dari kematian, itu sama seperti mereka dibebaskan dari tuntutan beban.
Ada sementara orang yang mencoba mempersoalkan hal ini dengan mengangkat firman Allah Ta’ala,
“Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.” (QS. al-Qashash: 88)
Menurut mereka, ayat ini menunjukkan bahwa surga itu sendiri akan binasa lalu dikembalikan lagi pada hari pembalasan. Lalu, kenapa harus diingkari kalau anak-anak dan bidadari itu mati kemudian dihidupkan kembali? Maka ada yang menjawab, mungkin makna firman Allah tersebut adalah bahwa segala sesuatu itu akan binasa jika dikehendaki Allah, Kecuali Allah itu sendiri. Dia Yang Maha Mendahului tidak akan mungkin binasa. Dia tidak mungkin fana, dan selain-Nya adalah baru. Segala sesuatu yang baru itu pasti akan fana. Tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan bahwa Arasy itu akan musnah begitu pula dengan surga.
Nabi Yunus a.s. Ataukah Nabi Muhammad Saw. yang Lebih Dekat Kepada-Nya?
Sabda Rasulullah Saw. dalam hadis, “Barang siapa yang mengatakan bahwa aku lebih baik daripada Yunus bin Matta, sungguh dia telah berdusta.”
Dalam riwayat hadis di atas mengandung beberapa macam penakwilan menurut para ulama. Penakwilan yang paling baik adalah seperti yang dituturkan oleh al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi. Dia berkata, aku mengutip cerita dari beberapa sahabat Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf al-Juwaini bahwa dia pernah ditanya, “Apakah Tuhan Yang Maha Pencipta itu berada di suatu sudut” Dia menjawab, “Tidak. Allah terlalu tinggi dari sifat itu.” Mereka bertanya lagi, “Apa dalilnya?” Dia menjawab, “Dalilnya ialah sabda Nabi Saw., janganlah kalian mengutamakanku daripada Yunus bin Matta.” Mereka bertanya lagi, “Di mana letak dalil dari hadits ini?” Dia menjawab, “Aku akan menjawab kalau tamuku ini bisa mendapatkan uang seribu dinar untuk membayar utangnya.” Maka dua orang laki-laki itu bangkit, dan berkata, “Baik, kami bersedia memberikannya.” Dia lalu berkata, “Aku ingin salah seorang dari kalian saja yang memberinya.” Maka salah seorang di antara mereka berkata, “Aku yang akan memberinya (menanggung utangnya).”
Setelah itu, dia pun menjawab, “Sesungguhnya Yunus bin Matta telah menceburkan dirinya ke laut sehingga dimakan oleh ikan besar. Maka dia berada di dasar laut dalam tiga kegelapan. Dia lalu berseru, “Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. al-Anbiya’: 87)
Sedang Nabi Muhammad Saw. di saat duduk di atas permadani hijau, yang membawanya naik ke suatu tempat, dia lalu bermunajat kepada Tuhannya. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya sesuatu wahyu. Pada saat itu, beliau tidaklah lebih dekat kepada Allah daripada Nabi Yunus, di saat dia berada di kegelapan laut.”
Syekh al-Qurthubi berkata, Allah Yang Mahasuci sangat dekat dengan hamba-hamba-Nya. Dia mendengar doa mereka dan mengetahui segala gerak-gerik mereka. Bahkan, Dia mendengar dan melihat seekor semut hitam, yang berada pada batu hitam pada waktu malam yang gelap gulita di bawah bumi yang rendah. Dia juga melihat dan mendengar zikir dan tasbih para malaikat pembawa Arasy yang terletak di atas langit yang ketujuh. Mahasuci Allah. Tiada ada tuhan selain Dia yang mengetahui Segala yang gaib dan yang nyata. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
Semua Makhluk Akan Musnah, dan Kekuasaan Hanya Milik Allah Semata
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda pada hari Kiamat kelak, Allah menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan, Nya, kemudian Dia berfirman, “Akulah Maharaja, Mana raja-raja bumi?”
Dalam hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat kelak, Allah melipat langit lalu mengambilnya dengan tangan kanan. Nya seraya berfirman, “Akulah Maharaja. Mana para penguasa diktator yang sewenang-wenang? Mana orang-orang sombong?” Selanjutnya Allah melipat bumi dengan tangan kiri-Nya seraya berfirman, “Akulah Maharaja. Mana para penguasa diktator yang sewenang-wenang? Mana orang-orang sombong?”
Dari Ubaidillah bin Muqsim bahwa dia pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar, “Bagaimana yang dikisahkan Rasulullah Saw.?” Dia lalu menjawab, “Allah mengambil seluruh langit-langit dan bumi dengan sepasang tangan-Nya seraya berfirman, Akulah Allah?” Dan sambil mengepalkan jari-jarinya, kemudian membukanya kembali, beliau bersabda, Allah lalu berfirman, “Akulah Maharaja.” Aku lalu melihat ke arah mimbar yang bergerak dari bawah hingga aku berkata dalam batinku, “Jangan-jangan mimbar itu akan jatuh menimpa Rasulullah Saw..”
Pada Hari Kiamat, Kepunyaan Allah-lah Kerajaan Langit dan Bumi
Hadis-hadis tadi menunjukkan bahwa setelah memusnahkan seluruh makhluk, Allah ‘azza Wa Jalla bertanya, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Dijawab-Nya sendiri, “Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha mengalahkan.” Ini hadis riwayat Ibnu al-Mubarak dan ath-Thabari.
Ada yang berpendapat, setelah seluruh makhluk dikumpulkan di suatu bumi yang perwarna putih laksana perak, yang tidak pernah sama sekali digunakan untuk maksiat kepada Allah, terdengar ada yang berseru, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Lalu para hamba menjawab, “kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Diriwayatkan oleh Abu Wa’il dari Ibnu Mas’ud.
Abu Ja’far an-Nahhas berkata, hadis ini diriwayatkan secara sahih dari Ibnu Mas’ud.
Syekh al-Qurthubi berkata, yang sahih jalah pendapat pertama tadi yang menunjukkan dominasi tunggal Allah sebagai satu-satunya yang berkuasa ketika semua raja dengan kekuasaannya dan semua orang sombong dengan kesombongannya lenyap sama sekali. Pendapat ini didukung oleh al-Hasan dan Muhammad bin Ka’ab sebagai akibat dari firman Allah Ta’ala, “Aku lah Maharaja. Mana raja-raja bumi?”
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah diterangkan lebih lanjut, “Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla menyuruh Israfil meniup sangkakala kematian, sehingga matilah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, kecuali beberapa yang dikehendaki Allah tetap hidup. Ketika mereka semua sudah mati, datanglah Malaikat Maut menghadap Allah seraya berkata, “Seluruh penghuni langit dan bumi sudah mati, kecuali beberapa yang Engkau kehendaki.” Allah lalu bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa yang masih ada?” Malaikat Maut menjawab, “Wahai Tuhanku, masih ada Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati, para malaikat pembawa Arasy, Jibril, Mikail, Israfil, dan aku sendiri.”
Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, “Matikan Jibril dan Mikail.” Setelah itu, Allah menjadikan Arasy bisa berbicara, dia berkata,
“Wahai Tuhanku, apakah Jibril dan Mikail akan dimatikan juga?” Allah lalu berfirman, “Diamlah kamu. Aku telah menentukan kematian itu pada semua yang berada di bawah Arasy-Ku.” Lalu keduanya pun mati.
Setelah mencabut nyawa Jibril dan Mikail, Malaikat Maut kembali menghadap Allah Yang Maha Mengatakan, “Wahai Tuhanku, Jibril dan Mikail sudah mati.” Lalu, Allah Yang Mahasuci bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa lagi yang masih ada” Malaikat Maut menjawab, “Wahai Tuhanku, masih ada Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati, para malaikat pembawa Arasy, dan aku sendiri.” Allah lalu berfirman, “Matikan para malaikat pembawa Arasy.” Lalu matilah para malaikat pembawa Arasy.
Kemudian Allah memerintahkan Arasy agar mencabut sangkakala dari Israfil, lalu berfirman, “Matikan Israfil!” Kemudian Malaikat Maut mencabut nyawa Israfil. Setelah itu, Malaikat Maut kembali menghadap, “Wahai Tuhanku, para malaikat pembawa Arasy dan Israfil sudah mati.” Lalu Allah kembali bertanya, padahal Dia sendiri mengetahuinya, “Siapa lagi yang masih ada?” Malaikat Maut menjawab, “Tinggal Engkau Yang Mahahidup dan yang tidak akan pernah mati serta aku sendiri.” Allah lalu berfirman, “Bagaimanapun juga kamu adalah makhluk yang Aku ciptakan seperti yang lainnya. Matilah kamu!” Maka, Malaikat Maut pun mati.
Ketika seluruhnya telah mati, maka yang masih hidup hanyalah Allah Yang Maha Esa Lagi Maha Perkasa. Dialah Tuhan tempat meminta segala sesuatu dan yang tidak memiliki anak maupun teman,
“Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada satu pun yang setara dengan Dia.” (QS. al-Ikhlash: 3-4)
Setelah melipat langit laksana melipat lembaran-lembaran kertas, Allah lalu berfirman, “Akulah Tuhan Yang Mahakuasa. Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini?” Karena tidak ada seorang pun yang menjawabnya, maka Dia berfirman sendiri,
“Bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. al-Mu’min: 16)
Sebenarnya hadis Abu Hurairah tersebut masih cukup panjang. Itu tadi adalah bagian tengahnya, sementara bagian awal dan bagian akhir insya Allah akan diterangkan nanti, sehingga semua akan tersambung.
Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim dari Laqith bin Amir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Setelah kalian berdiam beberapa waktu, terdengarlah suatu teriakan. Maka demi Tuhanmu, teriakan tersebut akan membuat seluruh makhluk mati, termasuk para malaikat yang berada di dekat Allah. Selanjutnya Allah berkeliling di negeri-negeri kosong yang sudah tidak berpenghuni sama sekali.”
Menurut sebagian ulama, sabda Nabi Saw., “Selanjutnya Allah berkeliling cdi negeri-negeri kosong yang sudah tidak berpenghuni sama sekali,” maksudnya ialah bahwa ketika seluruh makhluk penghuni seluruh negeri yang ada di dunia sudah mati, bumi pun menjadi kosong. Tidak ada yang tinggal selain Allah saja, seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya,
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap kekal.” (QS. ar Rahman: 26-27)
Pada saat itulah, zaman kehidupan dunia telah berakhir. Setelah itu akan berlangsung peristiwa kebangkitan kembali. Allah Ta’ala berfirman, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini’” Adalah Kejadian pada detik-detik menjelang berakhirnya umur dunia. Setelah itu disusul dengan kiamat datang, Kebangkitan, penghimpunan dan sebagainya.
Mengenai masalah fananya (binasa) surga dan neraka bersamaan dengan fananya seluruh makhluk lain, ada dua pendapat.
Pertama, Allah memang memusnahkan keduanya, hingga tidak ada sesuatu pun yang masih ada selain Allah sendiri. itulah makna ayat,
“Dialah yang Awal dan yang Akhir.” (Qs al-Hadid: 3)
Kedua, surga dan neraka itu tidak fana. Keduanya tetap kekal abadi bersama Allah Yang Mahakekal.
Ada yang mengatakan bahwa ketika seluruh makhluk sudah mati, terdengarlah seruan, “Kepunyaan siapakah kekuasaan pada hari ini Para penghuni surga menjawab, “Bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” Penjelasan Hadis yang Menyebut Kata “Tangan dan Jari’’
Jika ada yang bertanya, bagaimana menafsirkan kata tangan yang digunakan Allah untuk menggenggam dan melipat bumi, padahal secara mutlak dan hakikat, Allah mustahil mempunyai tangan seperti manusia? Jawabnya ialah, dalam bahasa Arab, tangan (al-Yadd) itu memiliki lima arti.
Pertama, tangan bisa berarti kekuatan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Dan ingatlah akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan.” (QS. Shad: 17)
Kedua, tangan bisa berarti kekuasaan dan kekuatan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya karunia itu cdi tangan Allah. Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Ali ‘imran: 73)
Ketiga, tangan bisa berarti nikmat/jasa. Orang-orang Arab biasa mengatakan, “Berapa banyak nikmatku yang ada pada si Fulan?” Maksudnya, berapa saja kenikmatan yang sudah aku berikan kepadanya?
Keempat, tangan bisa berarti pertalian atau hubungan. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri.” (QS. yasin: 71)
Maksudnya, dengan apa yang telah Dia ciptakan dengan tangan-Nya sendiri. Firman Allah,
‘Atau dibebaskan oleh orang yang akad nikah ada di tangannya.” (QS. al-Baqarah: 237)
Kelima, tangan bisa berarti bagian dari anggota tubuh. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah.” (QS. Shad: 44)
Tetapi, dalam kaitannya dengan Allah, kata tangan lazim diartikan sebagai ungkapan kekuasaan Allah yang meliputi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Dengan kata lain, mereka semua berada dalam genggaman-Nya. sebagaimana firman-Nya,
“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat,” (QS. az-Zumar: 67) bisa berarti bahwa seluruh bumi ini pada hari Kiamat nanti akan hilang musnah. Demikian pula dengan firman Allah Ta’ala berikutnya dalam surah dan ayat yang sama, “Dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”
Yang dimaksud dengan “digulung” di sini bukan diperbaiki, namun dibinasakan dan dilenyapkan. Dikatakan, “Kita telah melipat dan tidak mengungkit lagi hal-hal yang telah dialami, karena kita telah membuka lembaran baru.” Maksudnya, sudah berlaku dan telah dilalui.
Disebutkan dalam sebuah riwayat, “Ia mengepalkan jari-jarinya, kemudian membukanya kembali,” menurut orang-orang Yahudi aliran materialis, kalimat tangan dalam riwayat tersebut adalah dalam arti yang sesungguhnya, yaitu bagian dari anggota badan. Padahal, itu jelas mustahil bagi Allah. Allah Mahasuci dari sifat seperti itu. Yang dimaksud itu adalah bahwa Rasulullah Saw. menggenggam tangannya lalu membuka jari-jari beliau. Itu merupakan gambaran bagaimana Allah Ta’ala mengambil bumi dan langit.
Al-Khaththabi berkata, dalam al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ada yang menyebutkan bahwa Allah mempunyai jari-jari. Hadis yang menyebutkan bahwa Allah mempunyai jari diragukan kesahihannya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa seorang Ahli Kitab menemui Nabi Saw. dan bertanya, “Wahai Aba al-Qasim, aku sampaikan kepada engkau sesungguhnya Allah membawa seluruh langit di atas satu jari, seluruh bumi di atas satu jari, pohon di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari-’” Rasulullah Saw. tersenyum lebar hingga gigi bagian depannya kelihatan. Lalu Allah “Azza wa Jalla menurunkan ayat,
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)
Diriwayatkan oleh Muslim dan Ahmad dari Abdullah bin Umar bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya seluruh hati anak cucu Adam itu berada di antara dua jari dari jari-jari Tuhan Yang Maha Pemurah, seperti sepotong hati yang bisa dibolak-balikkan semaunya.” Kemudian Rasulullah Saw. berdoa, “Ya Allah, Tuhan Yang membolak-balikkan hati, arahkanlah hati kami untuk taat kepada Engkau.”
Dalam kedua riwayat tersebut, kalimat jari disebut secara tegas. Bagaimana jawabannya? Ketahuilah, sesungguhnya kalimat jari-jari itu terkadang bisa diartikan sebagai salah satu anggota tubuh dan Allah tidak memilikinya. Atau, bisa diartikan kekuasaan atas sesuatu. Contohnya, seperti ucapan orang yang menganggap sepele kepada orang lain yang meledeknya, “Aku bisa membawanya hanya dengan menggunakan jari-jariku.” Atau, “Aku sanggup mengangkatnya hanya dengan menggunakan jari-jariku.” Atau, “Aku bisa menahannya hanya dengan menggunakan jari kelingkingku,’ dan lain sebagainya.
Atau, bisa diartikan sebagai nikmat dan itulah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya seluruh hati anak cucu Adam itu berada di antara Gua jari Cari jari-jari Tuhan Yang Maha Pemurah.” Maksudnya, dua nikmat di antara sekian banyak nikmat-Nya. Meskipun seluruh langit dan bumi itu termasuk makhluk yang besar dan berat, namun bagi Allah adalah sesuatu yang sangat kecil dan remeh. Sehingga, untuk mengangkat, menahan, dan menggerakkannya cukup dengan menggunakan jari-jari-Nya. Sama seperti yang bisa kita lakukan terhadap sebutir biji.
Ada yang mempersoalkan penggunaan kalimat tangan kiri pada Allah, karena hal itu bisa berkonotasi kekurangan dan kelemahan. Sesungguhnya Kalimat tangan kiri dalam kaitannya dengan Allah hanya disebutkan satu-satunya dalam riwayat yang diterangkan oleh seorang perawi bernama Umar bin Hamzah dari Salim. Riwayat-riwayat lain tidak menggunakan kalimat tersebut, tetapi menggunakan Kalimat tangan kanan atau kedua tangan.
Baihaqi berkata, “Ada riwayat selain hadis ini yang menyebutkan dengan tangan kiri, namun hadisnya lemah sekali. Yang sahih, pasti Hadis-hadis Nabi Saw. yang menyatakan dengan ungkapan tangan kanan atau boleh jadi ungkapan dengan tangan kiri hanyalah ungkapan dari yang menyampaikan hadis tersebut. Atau kemungkinan lainnya berdasarkan tradisi orang Arab yang selalu menyebut kiri sebagai lawannya kanan.”
Al-Khaththabi mengatakan, “Tidak etis menggunakan Kalimat tangan kiri dalam kaitannya dengan Allah, karena Kalimat tersebut bisa menunjukkan kekurangan dan kelemahan.” Yang ideal ialah menggunakan Kalimat tangan Kanan atau kedua tangan. Lagi pula, menurut kami kalimat tangan bagi Allah itu bukan dalam arti yang sebenarnya, yaitu salah satu anggota badan, melainkan sebuah sifat yang kita artikan sesuai dengan al-Qur’an dan sunah tanpa kita rekayasa. Itulah pendapat ahli sunnah wal jama’ah.
Dalam bahasa Arab, tangan kanan bisa diartikan sebagai kekuasaan. Contohnya seperti firman Allah,
“Hamba sahaya perempuan yang kamu miliki.” (QS. an-Nisa’: 3) Maksudnya, adalah budak-budak yang kamu kuasai. Contoh lain ialah seperti firman Allah,
“Pasti Kami pegang dia pada tangan kanannya.” (QS. al-Haqqah: 45)
Dengan kata lain, Allah akan memegang ia dengan kuat, yaitu Allah akan mengambil kemampuannya dan kekuatannya.
Al-Farra’ berkata bahwa al-Yamin (tangan kanan) maksudnya adalah kemampuan dan kekuatan. Kata al-Yamin (kanan tangan) di kalangan orang-orang Arab itu mempunyai art keagungan dan kebesaran, sehingga dikatakan, “Bagi kami si Fulan sebagai tangan Kanan.” Maksudnya, dia mempunyai posisi yang sangat menentukan.
Sabda Nabi Saw., “Kedua Tangan-Nya adalah kanan,” maksudnya adalah kesempurnaan Allah. Secara kultural, mereka (Orang Arab) menyukai yang kanan dan tidak menyukai yang kiri, karena kanan itu identik dengan kesempurnaan, dan kiri itu identik dengan kekurangan.
Lalu, ketika Allah menggulung langit dan bumi, di mana posisi manusia? Jawabnya, posisi mereka sedang meniti jembatan neraka, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Alam Barzakh
Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dari Muhammad bin Fudhail dari Waki’ dari Fithr, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Mujahid tentang firman Allah, “Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mu’minun: 100) Dia menjawab, “Itu adalah alam antara kematian dan kebangkitan kembali.”
Ketika ditanya tentang posisi orang yang telah meninggal, asy-Sya’bi menjawab, “Dia tidak berada di dunia, dan juga tidak di akhirat. Dia ada di Barzakh.”
Dalam bahasa Arab, al-Barzakh itu berarti sesuatu yang memisahkan di antara dua hal. Contohnya seperti firman Allah,
“Dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus.” (QS. al-Furqan: 53)
Dengan Kata lain, maksud ayat ini adalah mulai dari waktu kematian hingga dibangkitkan hidup kembali. Jadi, barang siapa meninggal, maka dia masuk alam barzakh, sebagaimana firman-Nya,
“Dan di hadapan mereka ada barzakh (dinding) sampai pada hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-Mu’minun: 100)
Maksudnya, di hadapan mereka ada dinding yang menghalangi.
Tiupan Sangkakala Kedua Sebagai Tanda Hari Berbangkit
Bab ini membahas tentang proses kebangkitan kembali seluruh penghuni kubur, siapa yang pertama-tama keluar dan bangkit dari kubur, siapa yang pertama-tama dihidupkan kembali setelah kematian seluruh makhluk, sebaya dengan siapakah ketika mereka keluar dari kuburnya, apa bahasa yang digunakan mereka, serta penjelasan mengenai firman Allah Ta’ala,
“Dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.” (QS. al-Insyiqaq: 4)
Allah Ta’ala berfirman,
“Pada waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata.” (al-An’am: 73)
Apabila sangkakala ditiup, maka tidak ada lagi pertalian keluarga di antara mereka pada hari itu (hari Kiamat), dan tidak (pula) mereka saling bertanya.” (QS. al-Mu’minun: 101)
“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
“(Yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong.” (QS. an-Naba’: 18)
“Maka apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Mudatsir: 8)
Para ulama ahli tafsir berkata, tiupan sangkakala yang pertama akan membuat seluruh makhluk mati. Allah berfirman menceritakan tentang kaum kafir Quraisy dalam surah Yasin ayat 49, “Mereka tidak menunggu ….”
Maksudnya, mereka tidak menunggu orang-orang kafir terakhir memeluk agama Abu Jahal dan kawan-kawannya, “Melainkan satu teriakan saja yang akan membinasakan mereka .. ” Yakni, tiupan sangkakala pertama yang menyebabkan mereka semua binasa. “Ketika mereka sedang bertengkar” Mereka bertengkar demi kepentingan-kepentingan masing-masing. Allah Ta’ala berfirman,
“Tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” (QS. al-A’raf: 187)
“Sehingga mereka tidak mampu membuat suatu wasiat.” (QS. Yasin: 50) Maksudnya, mereka tidak dapat lagi saling berwasiat.
“Dan mereka juga tidak dapat kembali kepada keluarganya.” (QS. Yasin: 50) Maksudnya, mereka tidak berkuasa berbuat apa pun dari bencana yang tengah mereka hadapi,
“Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja; maka seketika itu mereka.” (QS. Yasin: 29)
“lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya kuburnya.” (QS. Yasin: 51)
Yang dimaksud tiupan dalam ayat terakhir ini ialah tiupan kedua yang membuat seluruh makhluk dibangkitkan kembali.
Rupa Sangkakala
Sangkakala yang ditiup Malaikat Israfil adalah berupa sebuah tanduk yang terbuat dari cahaya, tempat menyimpan arwah-arwah. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa sangkakala itu lubangnya sebanyak bilangan roh seluruh makhluk hidup, sebagaimana yang akan diterangkan nant.
Sedangkan menurut Mujahid seperti yang dikutip oleh Bukhari, sangkakala itu bentuknya seperti trompet. Apabila sangkakala itu ditiup oleh malaikat untuk kedua kalinya, maka semua arwah akan keluar menuju jasadnya masing-masing. “Maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya, menuju Tuhan mereka.” Menurut sebuah riwayat, tenggang waktu antara tiupan pertama dan tiupan kedua adalah 40 tahun.
Ibnu Abbas berkata, tiupan sangkakala pertama disebut ar-Rajifah (bumi yang berguncang dengan hebat). Sedangkan tiupan sangkakala kedua disebut dengan ar-Radifah.
Sebuah riwayat dari Mujahid menyatakan bahwa sebelum tiba hari Kiamat, orang-orang kafir di dalam kuburnya diberi kesempatan untuk tidur nyenyak. Namun, begitu terdengar teriakan kepada para penghuni kubur, mereka segera bangun dengan ketakutan lalu menunggu apa yang akan terjadi pada mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
Allah berfirman mengutip ucapan orang-orang kafir saat itu,
“Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur).” (QS. Yasin: 52)
Keluhan mereka itu langsung dijawab oleh malaikat atau orang-orang yang beriman seperti yang dikutip oleh Allah,
“Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul-(Nya).” (QS. Yasin: 52)
Jadi, begitu dibangkitkan, mereka satu sama lain saling mengeluh, “Aduh malang nian nasib kita. Siapa yang telah membangunkan kita dari tidur kita yang nyenyak tadi?” Pada saat itulah, mereka baru sadar bahwa itulah yang pernah dijanjikan Allah Yang Maha pengasih, Mereka mengakui bahwa para Rasul itu benar Tetapi, kesadaran dan pengakuan mereka itu sia-sia belaka. Karena, sebentar lagi mereka sudah harus diperintah untuk berkumpul di Padang Mashyar dan dihadapkan kepada Allah untuk dihisab amal-amal mereka.
Ikrimah berkata, “Ada orang-orang yang meninggal karena tenggelam atau karam di laut yang dagingnya dimakan ikan-ikan hingga yang tersisa hanyalah tulang belaka. Lalu, tulang. tulang itu dihempas oleh gelombang hingga terdampar di pantai. Setelah begitu lama, tulang tersebut menjadi hancur dan dimakan oleh sekelompok unta. Setelah menjadi kotoran, dijadikannya kompos oleh manusia. Lalu, abu-abunya beterbangan tertiup angin ke segenap penjuru bumi.
Maka ketika datang tiupan sangkakala yang kedua, “Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68). Mereka sama-sama bangkit seperti ahli kubur lain, “Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja.” (QS. Yasin: 29)
Maksudnya hanya satu kali tiupan sangkakala, “Maka seketika itu mereka semua dihadapkan kepada Kami (untuk dihisab).” (QS. Yasin: 53)
Para ulama berkata, “Tiupan sangkakala merupakan sebab para penghuni kubur dan yang lainnya sama-sama keluar dari dalam kuburnya. Hal ini terjadi setelah Allah mengembalikan arwah mereka ke dalam jasadnya, termasuk orang-orang mati karena tenggelam di laut atau dimakan serigala, yang bagian-bagian dari tubuhnya tersebar ke mana-mana. Termasuk juga bayi yang keguguran. Mereka semua akan dihidupkan kembali, karena Nabi Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya bayi yang keguguran benar-benar berada di depan pintu surga. Ketika disuruh masuk ke dalam surga, dia menjawab, tidak, sebelum kedua orang tuaku masuk.” Ini terjadi jika janin tersebut sudah sempurna ciptaannya, dan sudah diberikan roh.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya.” (QS. at-Takwir: 8)
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang bayi wanita yang dikubur hidup-hidup pun tetap akan dikumpulkan dan ditanya. Dia akan keluar dari kuburnya dan dibangkitkan lagi. Sedangkan bayi yang belum ada rohnya, dia sama seperti benda mati lainnya. Ini dikatakan oleh al-Hakim Abu Al-Hasan al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.
Sesungguhnya keluarnya makhluk (bangkit dari kuburannya) adalah karena seruan Allah, sebagaimana firman-Nya,
“Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhinya sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra’: S2) Maksudnya, kamu berdiri seraya berkata, “Mahasuci Engkau ya Allah. Aku menyucikan Engkau sambil memuji-Mu.”
Para ulama berkata, hari Kiamat adalah hari yang dimulai dengan pujian kepada Allah, dan diakhiri juga dengan pujian. Allah berfirman,
“Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhinya sambil memuji-Nya.” (QS. al-Isra’: 52)
“Lalu diberikan keputusan di antara mereka (hamba-hamba Allah) secara adil dan dikatakan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. az-Zumar: 75)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ibad bin al-Awwam dari Hajjaj bin Athiyah dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya tangan masing-masing dua malaikat peniup sangkakala memegang dua tanduk. Keduanya menajamkan pandangan menunggu kapan diperintah meniupnya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dia berkata bahwa seorang dusun (Arab Badui) datang kepada Nabi Saw. dan bertanya, “Apa itu sangkakala?” Beliau menjawab, “Tanduk yang ditiup.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.
Dari Abu Sa’id al-Khudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Bagaimana mungkin aku bisa bersenang-senang, sementara malaikat peniup sangkakala telah memasukkan tanduk ke dalam mulutnya, seraya siap-siap mendengar pemberitahuan kapan ia diperintah untuk meniupnya.” Melihat para sahabat yang mendengar itu tampak sedih, beliau lalu menyuruh mereka untuk mengucapkan, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baiknya pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Hadis ini hasan.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Malaikat peniup sangkakala, matanya tidak pernah berkedip sejak dia ditugaskan Allah. Dia selalu Siap siaga di depan Arasy untuk meniupnya. Dia khawatir begitu diperintah dari Allah datang, dia sedang mengedipkan matanya. Sepasang matanya seolah-olah laksana dua bintang yang terus bersinar.” Hadis tersebut ada dalam kitab Fawaid imam abu al-Hasan bin Sakhar.
Sebuah hadis panjang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak, Mu’ammil bin Ismail, dan Ali bin Ma’bad dari Ibnu Mas’ud yang kutipannya sebagai berikut, dia berkata, “ … Kemudian malaikat peniup sangkakala berdiri antara langit dan bumi, lalu meniupnya Sangkakala adalah sebuah tanduk maka seluruh makhluk Allah yang berada di langit maupun di bumi akan mati, kecuali yang dikehendaki Tuhanmu. Kemudian di antara dua tiupan sangkakala, ada makhluk yang masih tetap hidup selama Allah menghendaki.”
Ditambahkan oleh Mu’ammil bin Ismail sebuah riwayat dari Sufyan ats-Tsauri, yaitu tulang ekor. Beliau bersabda lagi, “Allah falu mengirimkan air dari bawah Arasy sebuah cairan yang berwarna putih, yaitu air mani, seperti air maninya laki-laki. Dengan cairan tersebut, maka jasad-jasad dan daging-daging mereka tumbuh kembali sebagaimana bumi menumbuhkan tanaman dari dalam tanah.” Ibnu Mas’ud lalu membacakan firman Allah Ta’ala,
Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan, maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering). Seperti itulah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)
Beliau bersabda lagi, “Kemudian malaikat peniup sangkakala itu berdiri di antara langit dan bumi lalu meniupnya. Maka setiap roh
beterbangan menuju ke jasadnya masing-masing, sehingga masuk ke dalamnya. Selanjutnya, mereka pun bangkit dan serentak memenuhi panggilan, sambil berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”
Ibnu al-Mubarak dan Mu’ammil berkata, “Kemudian mereka pun berdiri serentak memberikan satu penghormatan.”
Disebutkan oleh Abu Ubaid al-Qasim bin Salam dari ibnu Mahdi dari Sufyan dari Salamah bin Kuhail dari Abi Zar’a dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Maka mereka pun bangkit, lalu serentak memberi penghormatan, sambil berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”
Bentuk penghormatan mereka kepada Allah pada saat itu ada dua kemungkinan:
Pertama, posisi orang sedang ruku, yaitu meletakkan tangan di atas kedua lututnya. Itulah arti penghormatan seperti yang tergambar dalam hadis di atas, “Sambil berdiri menghadap Tuhan seru semesta alam.”
Kedua, dengan menelungkupkan wajah sambil berjongkok. Cara ini cukup dikenal selama ini di kalangan manusia.
Ada juga sebagian ulama yang mengartikan penghormatan tersebut dengan makna, “Maka mereka menyungkurkan wajah bersujud kepada Tuhan semesta alam.” Artinya, bersujud merupakan penghormatan. Cara ini juga telah dikenal di kalangan manusia.
Diriwayatkan dari Ali bin Ma’bad dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. telah mengkhabarkan kepada kami, saat itu kami sedang berada di tengah-tengah para sahabat beliau. Beliau membacakan hadis yang panjang, hingga akhirnya beliau menyampaikan firman Allah Ta’ala,
“Milik Allah Yang Maha Esa, Maha Mengalahkan.” (QS. Gafir: 16)
“(Yaitu) pada hari (ketika) dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (QS. Ibrahim: 48)
Setelah langit dan bumi dihamparkan dan dibentangkan, hingga kedua-duanya Sejajar, sebagaimana firman-Nya,
“(Sehingga) kamu tidak akan melihat lagi ada tempat yang rendah dan yang tinggi di sana.” (QS. Thaha: 107)
Setelah itu, Allah membentak seluruh makhluk-Nya dengan sekali bentakan, maka seketika itu juga mereka sudah berada di atas bumi yang telah berganti tersebut, seperti posisi mereka semula. Barang siapa yang mulanya berada di dalam tanah, maka dia pun akan kembali berada di dalam tanah. Barang siapa yang mulanya berada di atas permukaan tanah, maka dia pun akan kembali ke atas permukaan tanah tersebut. Selanjutnya, Allah menurunkan air dari bawah Arasy, yang disebut dengan air kehidupan. Air tersebut turun dari langit selama 40 tahun, sehingga air itu menggenangi kalian setinggi 12 hasta.
Kemudian Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan jasad-jasad untuk tumbuh kembali seperti tumbuhnya kecambah dan sayur-sayuran. Apabila jasad-jasad kalian itu telah sempurna seperti sedia kala, maka Allah berfirman, “Hiduplah malaikat pembawa Arasy!” Maka para malaikat pembawa Arasy hidup kembali. Setelah itu Allah berfirman, “Hiduplah Jibril, Mikail, dan Israfill” Setelah itu, Allah menyuruh Israfil untuk mengambil sangkakala, lalu Allah menyeru semua arwah, maka semua arwah berdatangan dan berkumpul memenuhi seruan-Nya.
Adapun arwah orang-orang muslim, tampak berkilauan cahaya, sementara arwah-arwah yang lain kelihatan gelap gulita. Kemudian Allah memasukkan arwah-arwah tersebut ke dalam sangkakala, lalu menyuruh Israfil untuk meniup sangkakala tersebut. Begitu ditiup, semua arwah keluar laksana kawanan lebah yang memenuhi ruang antara langit dan bumi. Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku. Aku perintahkan agar seluruh arwah kembali ke jasadnya masing-masing?” Maka arwah-arwah itu turun ke bumi dan masuk ke dalam jasadnya masing-masing lewat lubang hidungnya, lalu menjalar ke sekujur tubuh bagaikan menjalarnya sengatan racun di dalam tubuh.
Selanjutnya bumi terbelah untuk kalian, dan aku adalah orang yang pertama-tama keluar darinya (kubur), kemudian disusul oleh kalian. Kalian keluar dari kubur dalam keadaan masih muda. Umur kalian pada saat itu kira-kira 33 tahunan. Bahasa yang dipakai pada saat itu adalah bahasa Suryani. Kalian lalu bergegas menuju Tuhan kalian. Allah Ta’ala berfirman,
“Dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, ‘ini adalah hari yang sulit.” (QS. al-Qamar: 8) “Itulah hari keluar (dari kubur).” (QS. Qaf: 42)
“Dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (QS. al-Kahfi: 47)
Setelah itu, kalian akan berdiri di Padang Mahsyar dalam keadaan telanjang dan tidak berkhitan selama 70 tahun. Mereka semua akan bermandikan keringat hingga keringat itu membanjiri mereka hingga sebatas dagu. Dalam keadaan tubuh dibelenggu, mereka menjerit pilu, “Siapa yang dapat memohonkan syafaat untuk kami kepada Tuhan kami?”
Hadis tersebut sangat panjang dan berhubungan dengan masalah syafaat. Mengenai syafaat nanti insya Allah akan kami uraikan.
Diriwayatkan oleh al-Khattali Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu Bakar Khalifah bin al-Harits bin Khalifah dari Muhammad bin Ja’far al-Mada’in dari Salam bin Muslim ath-Thawil dari Abdul Hamid ari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi Saw. tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.” (QS. al-Insyiqaq: 1-2)
Rasulullah Saw. bersabda, aku adalah orang yang pertama-tama keluar dari kubur ketika bumi terbelah. Ketika aku duduk di atas kuburku, tiba-tiba dibukakan untukku sebuah pintu menuju langit tepat di atas kepalaku, hingga aku bisa melihat Arasy dengan mata kepalaku sendiri.
Kemudian dibukakan juga untukku sebuah pintu di bawahku, hingga aku bisa melihat bumi sampai lapis ketujuh. Dan terlihat olehku kekayaan yang dipendamnya. Setelah itu, dibukakan untukku sebuah pintu dari sebelah kananku, hingga aku bisa memandang ke surga dan tempat-tempat yang akan didiami oleh sahabat sahabatku. Namun, tiba-tiba bumi bergerak-gerak lalu aku berkata padanya, “Ada apa denganmu, hai bumi?” Bumi menjawab, “Aku diperintahkan Tuhanku untuk memuntahkan siapa Saja yang ada di dalam perutku, sehingga aku menjadi kosong seperti semula, tidak ada apa pun di dalam diriku.” Itulah yang dimaksud firman-Nya,
“Dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh.” (QS. al-insyiqaq: 4-5) Maksudnya, bumi hanya mendengarkan perintah Allah dan menaatinya.
Dan mengenai tafsir Firman Allah,
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya.” (QS. al-Fajar: 27-28)
Ini adalah firman-Nya yang ditujukan kepada setiap arwah agar kembali kepada jasad-jasadnya. Maksud dari “kepada Tuhanmu” adalah kepada jasad yang memilikimu. Seperti ungkapan bahasa Arab Rab al-Ghulam (tuan pemilik budak laki-laki), maksudnya pemilik budak ini.
“Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku.” (QS. al-Fajar: 29) Maksudnya masuk ke dalam jasad mereka melalui lubang hidung-hidung mereka, sebagaimana hadis yang di atas.
Sebuah riwayat mengatakan bahwa Allah menciptakan sangkakala ketika selesai menciptakan langit dan bumi. Luas bulatan sangkakala tersebut seluas langit dan bumi.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Demi diriku yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, luas bulatan trompet tersebut seluas langit dan bumi.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Sangkakala mempunyai dua kepala, satu di ilmur, dan satu di barat.”
Peristiwa Apa Saja yang Terjadi Antara Dua Tiupan?
As-Shur dengan huruf shad artinya tanduk. Pada tiupan pertama, tanduk itu ditiup untuk menghilangkan atau melenyapkan. Tiupan ini disebut juga dengan tiupan kehancuran. Tiupan tersebut selalu diikuti dengan pukulan pada an-naqar (sangkakala). Hal Ini berdasarkan firman-Nya,
Apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Muddatstsir: 8)
Tiupan diikuti dengan sangkakala itu agar terasa lebih berat dan lebih dahsyat pekikan Suaranya. Setelahnya, suasana sangat sepi dan selama 40 tahun manusia seperti itu.
Setelah 40 tahun berlalu, Allah menurunkan air dari bawah Arasy, seperti air maninya laki-laki, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan air tersebut (atas kehendak Allah), jasad-jasad terbentuk kembali hingga menjadi manusia kembali. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam riwayat orang-orang yang dikeluarkan dari neraka dalam keadaan telah menjadi arang. Namun, karena telah dimandikan di suatu sungai yang berada di dekat pintu surga maka mereka tumbuh menjadi manusia kembali bagaikan tumbuhnya biji-bijian yang terbawa, arus air. Demikian riwayat hadis Abu Hurairah Dalam riwayat Muslim dan lainnya, “Lalu mereka itu tumbuh bagaikan tumbuhnya sayur-sayuran”
Ketika jasad telah siap dan sempurna seperti asalnya, maka sangkakala itu ditiup sekali lagi dengan tiupan kebangkitan tanpa disertai pukulan pada sangkakala itu. Tujuan tiupan ini untuk mengirim seluruh arwah dari lubang-lubang sangkakala ke dalam jasad-jasad mereka Ini tiupan bukan untuk memisahkan mereka dari jasadnya sebagaimana tiupan pertama. Tiupan pertama itu untuk memisahkan dan menghancurkan, yang bunyinya sangat dahsyat hingga orang-orang mati karenanya. Atay seperti teriakan yang sangat dahsyat yang dilakukan seorang laki-laki terhadap anak kaget hingga membuatnya kaget lalu meninggal.
Jika sangkakala ditiup dengan tiupan kebangkitan, tanpa diikuti dengan pukulan, maka seluruh arwah keluar dari tempatnya menuju jasadnya masing-masing. Lalu, Allah Ta’ala menghidupkan kembali jasad-jasad tersebut. Hal ini berlangsung dalam waktu sekejap, sebagaimana firman-Nya,
“Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
“Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (QS. Luqman: 28)
Menurut pendapat ahlus sunnah, Allah akan menciptakan kembali jasad-jasad kita secara utuh dan lengkap, seperti jasad kita sekarang ini di dunia. Namun, sebagian ada yang berpendapat bahwa yang akan dikembalikan adalah sifat dan tabiatnya. Allah akan mengembalikan sifat dan tabiatnya sebagaimana Allah mengembalikan jasad dan warna kulitnya.
Al-Qadhi Abu Bakar bin al-Arabi mengatakan, itu semua bisa saja terjadi menurut hukum Allah dan kekuasaan-Nya. Bahkan, bagi Allah sangatlah mudah mengumpulkan sifat, jasad, dan warna kulitnya. Namun, tidak ada hadis yang menerangkan bahwa sifat-sifat itu juga akan dikembalikan Allah pada hari Kiamat.
Kata ash-Shur bukanlah jamak dari kata ash-shurah (gambar), sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian orang. Kerena nash al Qur’an dengan jelas dalam firman-Nya,
“Kemudian ditiup lagi (sangkakala itu).” (QS. az-Zumar: 68)
Dalam ayat di atas memakai fihi bukan fiha. Ini menjadikan alasan bahwa ash-Shur bukan jamak dari ash-Shurah.
Al-Kalabi berkata, “Aku tidak mengetahui asal kata ash-Shur. Ada yang mengatakannya bentuk jamak dari ash-Shurah, Bushratun, atau Bushrun. Jadi maksud dari “Kemudian ditiup” yaitu gambar orang-orang mati itu dibuat agar arwah-arwah mereka bisa masuk ke dalamnya.
Al-Hasan membacakan, “Dan milik-Nyalah segala kekuasaan pada waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata.” (QS. al-“An’am: 73) Dia membaca yanfukhu (meniup) bukan yunfakhu (ditiup) sebagaimana mestinya.
Menurutku, takwil yang mengatakan bahwa kata ash-Shur merupakan bentuk jamak dari kata ash-Shurah (gambar), sebagaimana pendapat Abu Ubaidah Ma’mar bin al-Matsani, itu merupakan pendapat yang tidak bisa diterima. Juga menurut Abu Ubaidah, malaikat tidak meniup sangkakala kedua kalinya untuk membangkitkan. Tiupan sangkakala terjadi hanya satu kali saja oleh Malaikat Israfil. Dia meniup sangkakala dalam bentuk tanduk. Sedang Allah Ta’ala menghidupkan gambar-gambar dan meniupkan roh ke dalamnya, sebagaimana firman-Nya,
“Maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami.” (QS. at-Tahrim: 12)
“Dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya.” (QS. Shad: 72)
lbnu Zaid mengatakan, Allah menciptakan manusia di dalam tanah dalam bentuk makhluk yang lain. Kemudian Allah memerintahkan langit untuk menurunkan hujan selama 40 hari kepada mereka, maka mereka pun tumbuh di dalam tanah tersebut. Lalu, tanah itu terbuka hingga muncullah kepala-kepala mereka, seperti terbukanya tanah oleh kepala jamur. Maka, pada hari itu, bumi (tanah) diumpamakan seperti perempuan yang sakit karena akan melahirkan anak. Dia menunggu datangnya perintah Allah untuk memuntahkan tumbuhan tersebut ke atas tanah. Dan, pada saat terjadi tiupan, maka bumi pun memuntahkan mereka.
Malaikat Peniup Sangkakala
Para ulama mengatakan, seluruh umat sepakat bahwa yang meniup sangkakala adalah Malaikat Israfil.
Menurutku, ada satu hadis yang mengatakan bahwa yang meniup sangkakala itu bukan Malaikat Israfil. Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Nua’im al-Hafidz dari Sulaiman dari Ahmad al-Qasim dari Affan bin Muslim dari Hammad bin Salamah dari Ali bin Zaid dari Abdullah bin al-Harits, dia berkata, aku pernah bersama Aisyah, dan di sana juga ada Ka’ab al-Ahbar. Tiba-tiba Ka’ab menuturkan tentang Israfil, lalu Aisyah berkata, “Hai Ka’ab, ceritakan kepadaku tentang Israfil.’” Ka’ab menjawab, “Engkau pun telah mengetahuinya.” Aisyah berkata, “Benar, tapi ceritakanlah.” Kemudian Ka’ab berkata, “Dia mempunyai empat sayap. Dua sayap berada di udara, satu sayap dikenakannya, dan satu sayapnya lagi ada pada bagian pundaknya. Arasy berada di pundaknya, al-Qalam (pena) ada pada telinganya. Pada saat wahyu turun, maka al-Qalam mencatatnya, dan malaikat mempelajarinya. Sedang malaikat peniup sangkakala berlutut pada salah satu lututnya, dan yang satunya lagi ditegakkan. Dengan mengulum sangkakala, dia membungkukkan punggungnya dan menajamkan pandangan matanya melihat Kepada Israfil. Jika melihat sepasang sayap Israfil telah tertutup (berhimpun), maka itu merupakan tanda perintah untuk meniup sangkakala.” Aisyah falu berkata, “Demikian juga yang aku dengar dari Rasulullah Saw…”
Abu Nu’aim berkata, hadis ini gharib dari Ka’ab, tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali Abdullah bin al-Harits. Diriwayatkan juga oleh Khalid al-Hida’ dari al-Walid Abu Basyar dari Abdullah bin Ribah dari Ka’ab dengan lafaz seperti tadi.
Menurutku, apa yang diriwayatkan Abu Isa at-Tirmidzi dan yang lainnya menunjukkan bahwa yang memegang sangkakala adalah Israfil, dan dia sendiri yang meniupnya. Sedang hadis Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah menunjukkan bahwa ada malaikat lain yang bersama Israfil.
Dalam Musnad-nya, Abu Bakar al-Bazzar meriwayatkan, termasuk Abu Daud dalam kitab al-Huruf yang merupakan bagian dari Sunan-nya dari hadis ‘Athiyyah al-‘Aufi dari Abu Sa’id al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah menyebut-nyebut malaikat peniup sangkakala seraya bersabda, “Disebelah kanannya ada Jibril, dan di sebelah kirinya ada Mikail.” Mungkin, salah satu dari kedua malaikat itu memegang tanduk lain, yang kemudian akan ditiupnya. Wallahu a’lam.
Abu as-Sirri Hanad bin as-Sirri at-Taimi al Kufi telah menuturkan dari Abu al-Ahwash dari Manshur dari Mujahid dari Abdurahman bin Abu Umar, dia berkata, tidaklah datang pagi melainkan ada dua malaikat yang berseru, “Hai para pencari kebaikan, majulah. Hai para pencari keburukan, mundurlah.” Dan, ada dua malaikat lain lagi berkata, “Ya Allah, lapangkanlah orang yang berderma, dan sempitkanlah orang kikir’’ Dan, ada dua malaikat lain lagi berkata, “Mahasuci Allah, Raja Yang Maha Quddus.” Dan dua malaikat lagi yang ditugaskan meniup sangkakala.
Diriwayatkan dari Waki’ dari al-A’masyi dari Mujahid dari Abdullah bin Dhamrah dari Ka’ab, dia berkata, tidaklah pagi datang … (sama seperti di atas), kemudian ia menambahkan, “Dan dua malaikat dengan sangkakalanya, keduanya menunggu perintah untuk meniupnya.”
Adapun hadis dari ‘Athiyyah, seorang pun tidak ada yang menjadikannya sebagai Nujah. Demikian yang dituturkan oleh Abu Muhammad Abdul Haq dan lainnya.
Berapa Kalikah Sangkakala itu Ditiup?
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah tiupan sangkakala. Ada yang mengatakan bahwa jumlahnya sampai tiga kali tiupan.
Pertama, tiupan untuk mengejutkan sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, maka terkejutlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan seruan mereka datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri.” (QS. An-Naml : 87)
Kedua, tiupan untuk mematikan secara keseluruhan. Dan yang ketiga, tiupan untuk membangkitkan kembali. Tiupan untuk mematikan dan membangkitkan berdasarkan firman-Nya,
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sekali lagi (sangkakala itu) maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” (QS. az-Zumar: 68)
Dan ini merupakan pendapat yang dipilih oleh ibnu al-Arabi dan yang lainnya.
Ada juga yang mengatakan bahwa sangkakala ditiup hanya dua tiupan saja. yaitu tiupan yang membuat manusia terkejut, yaitu tiupan kematian dan tiupan kebangkitan. Tiupan tersebut terjadi bersamaan. Maksudnya, begitu terkejut mendengar tiupan sangkakala mereka langsung mati. Hadis yang menerangkan hal tersebut sangatlah jelas seperti hadis Abu Hurairah dan hadis Abdullah bin Umar. Semua hadis tersebut menyebutkan bahwa sangkakala itu ditiup dua kali bukan tiga kali. Inilah yang benar. insya Allah.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan sangkakala pun ditiup, maka matilah semua makhluk yang di langit dan di bumi kecuali mereka yang dikehendaki Allah.” (QS. az-Zumar: 68)
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari al-Hasan, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tenggang waktu antara dua tiupan itu adalah 40 tahun. Tiupan pertama, Allah mematikan semua makhluk hidup. Dan, pada tiupan kedua, Allah menghidupkan semua makhluk yang telah mati.”
Al-Hulaimi berkata, “Semua riwayat sepakat bahwa tenggang waktu antara dua tiupan sangkakala itu adalah 40 tahun. Hal itu setelah Allah mengumpulkan kembali jasad-jasad manusia yang tercerai-berai karena dimakan binatang-binatang buas atau dimakan ikan atau hangus terbakar atau tenggelam di laut atau hancur oleh panas matahari ataupun diterpa angin, dan sebagainya. Jika sudah terkumpul dan menjadi jasad kembali secara utuh, namun belum ada rohnya, maka Allah mengumpulkan semua roh dalam sangkakala dan memerintahkan Israfil untuk meniupnya. Ketika sangkakala itu ditiup, maka dengan izin Allah, masing-masing roh kembali ke dalam jasadnya masing-masing.”
Dalam sebagian khabar dikatakan bahwa orang yang dimakan Burung atau binatang buas, maka jasadnya akan dihimpun dari dalam perut binatang tersebut, seperti yang dijelaskan oleh riwayat yang diterangkan oleh az-Zuhri dari Anas, dia berkata, dalam Perang Uhud, Rasulullah Saw. mendapati jasad Hamzah sudah dipotong-potong dan dirobek-robek. Beliau lalu bersabda, “Seandainya Shafiyah tidak akan bersedih hatinya, niscaya aku akan membiarkan dia dalam keadaan seperti ini, hingga Allah mengumpulkan (membangkitkan) jasadnya nanti dari perut-perut binatang buas dan burung-burung.” Hadis ini riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, dan Hakim.
Sebagian orang-orang sesat tidak mempercayai adanya sangkakala seperti tanduk. Abu al-Haisam berkata, “Siapa yang tidak mempercayai bahwa sangkakala itu seperti sebuah tanduk, berarti dia juga tidak mempercayai adanya Arasy, jembatan (ash-Shirath) neraka, dan timbangan amal (mizan).”
Proses Peristiwa Kebangkitan Kembali
Allah Ta’ala berfirman,
“Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.” (QS. al-A’raf: 57)
“Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira. Padahal walaupun sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mau.” (QS. ar-Rum: 48-50)
“Seperti itulah kebangkitan itu.” (QS. Fathir: 9)
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi, Baihaqi, dan yang lainnya, dari Abu Razin al“Uqaili, dia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah mengulangi penciptaan makhluk-Nya? Apa tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat pada makhluk-Nya” Beliau balik bertanya, “Pernahkah kamu melewati lembah kaummu yang tandus, kemudian kamu melewatinya lagi dalam keadaan sudah hijau subur?” Aku menjawab, “Pernah.” Beliau bersabda, “Itulah tanda-tanda kekuasaan Allah pada makhluk-Nya.” Menurutku, hadis ini sahih karena sesuai dengan nash alQur’an.
Disebutkan dalam hadis dari Laqith bin Amir bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kemudian Tuhanmu memerintahkan langit untuk menurunkan hujan dari sisi Arasy. Demi Tuhanmu, maka dengan hujan itu, akan terbelah kuburnya setiap tempat matinya orang yang terbunuh, atau tempat dikuburnya seorang mayat. Sehingga, dia diciptakan kembali dari arah kepalanya ….”
Setiap Hamba Dibangkitkan Menurut Keadaannya Ketika Dia Mati
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Setiap hamba akan dibangkitkan menurut keadaannya ketika dia mati.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “‘Jika Allah hendak mengazab suatu kaum, maka Dia menimpakan azab-Nya kepada siapa pun yang ada di tengah-tengah mereka. Lalu, mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan niat mereka masing-masing.”
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika Allah hendak mengasah suatu kaum, maka Dia menimpakan azab Nya kepada siapa pun yang ada di tengah-tengah mereka. Lalu, mereka dibangkitkan kembali sesuai dengan amal mereka masing-masing.”
Diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidak seorang pun yang terluka di jalan Allah hanya Allah-lah yang tahu terhadap orang yang terluka di jalan-Nya Kecuali pada hari Kiamat nanti dia akan datang dengan luka yang mengalirkan darah berwarna merah dan beraroma minyak kesturi.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abdullah bin Amr, dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolong kabarkan kepadaku tentang jihad dan pe. rang.” Beliau bersabda, “Hai Abdullah, jika kamu terbunuh dalam keadaan sabar dan hanya mengharap rida Allah, maka kamu akan dibangkitkan dalam keadaan sabar dan mengharap ridho Allah. Namun, jika kamu terbunuh dalam keadaan riya dan untuk membanggakan diri maka kamu akan dibangkitkan dalam keadaan riya dan membanggakan diri. Dalam keadaan apa pun kamu berperang atau terbunuh, niscaya Allah akan membangkitkan kamu dalam keadaan seperti itu.”
Diriwayatkan oleh Abu Hudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam keadaan mabuk, maka seolah-olah dia melihat Malaikat Maut dalam keadaan mabuk, melihat Munkar dan Nakir dalam keadaan mabuk, dan pada hari Kiamat, dia akan dibangkitkan dalam keadaan mabuk, serta akan dikirim menuju sebuah parit di tengah neraka Jahanam, yang dinamakan Sakran. Di dalam parit tersebut, terdapat sumber mata air yang mengalirkan darah. Orang tersebut tidak mendapatkan makanan dan minuman selain itu.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang laki-laki sedang berihram bersama Nabi Saw.. Tiba-tiba dia terjatuh karena terjangan untanya hingga meninggal. Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara, serta kafanilah dengan pakaiannya. Jangan diberi wewangian dan jangan tutupi kepalanya, karena dia akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.” Dalam satu riwayat lain, “Dalam keadaan menundukkan kepala.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.
Diriwayatkan oleh Abbad bin Katsir dari az-Zubair dari Jabir, dia berkata, “Sesungguhnya para muazin dan orang-orang yang bertalbiyah, maka pada hari Kiamat mereka akan keluar dari kubur mereka, yang muazin dalam keadaan berazan, dan yang bertalbiyah dalam keadaan membaca talbiyah.” Riwayat ini juga disebutkan oleh al-Hulaimi dalam kitabnya, al-Minhaj.
Keutamaan “La ilaha illallah” Bagi Pembacanya Saat Bangkit dari Kubur
Disebutkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Abu Muhammad Abdullah bin Yunus bin Bakir dari ayahku dari ‘Amr bin Syamr dari Jabir dari Muhammad bin Ali dari Ibnu Abbas dan Ali bin Husain bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jibril memberitahukan kepadaku bahwa kalimat, “La ilaha illallah” itu akan menjadikan ketenangan bagi seorang muslim, baik pada saat kematiannya, di dalam kuburnya, dan ketika dia keluar dari kuburnya. Wahai Muhammad, seandainya engkau melihat ketika mereka keluar dari kuburnya, maka mereka menggerakkan kepala mereka sambil mengucapkan, “La ilaha illallah walhamdulilah.” Maka wajah mereka menjadi putih bercahaya. Adapun yang lainnya dengan wajah hitam muram berseru, aduh celaka, aku telah melakukan kelalaian di sisi Allah.”
Dan disebutkan juga oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim bin Muhammad al-Khatali dari Yahya bin Abdul Humaid al-Hammani dari Abdurrahman bin Yazid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada kesedihan (kesepian) bagi orang-orang yang senantiasa membaca kalimat, “La ilaha illallah,” baik pada saat kematian mereka, di dalam kubur mereka, maupun pada saat mereka dibangkitkan. Aku seakan-akan melihat mereka mengibas-ibaskan debu dari kepala mereka seraya berkata, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami.”
Derita yang Bakal Dialami Peratap Mayat Saat Bangkit dari Kubur
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i bahwa Nabi Saw. bersabda, “Wanita yang meratapi mayat, maka pada hari Kiamat dia akan keluar dari kuburnya dalam keadaan kusut masai rambutnya dan penuh debu, berpakaian baju kurung dari laknat Allah dan jubah dari api neraka. Sambil meletakkan tangannya di atas kepala, dia berkata, aduh, celaka sekali aku!”
Hadis serupa diterangkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Malik al-Asy’ari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Meratapi mayat termasuk dari kebiasaan jahiliah. Jika orang yang meratapi mayat itu meninggal, maka Allah akan memberinya pakaian dari api neraka dan jubah dari nyala api.”
Sedangkan menurut lafaz Muslim, “Pada hari Kiamat, dia akan dibangkitkan dengan mengenakan pakaian dari ter (timah panas) dan jubah dari kudis.”
Dalam menafsirkan hal di atas, ats-Tsa’labi menyandarkan tafsirnya kepada riwayat Abu Hurairah. Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, wanita-wanita yang meratapi mayat akan dibariskan menjadi dua shaf. Satu shaf di sebelah kanan, dan satu shafnya lagi di sebelah kiri. Mereka akan menggonggong seperti anjing, yaitu pada hari di mana perhitungan sehari sama dengan 50.000 tahun. Kemudian mereka diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka.”
Dua orang Syekh telah mengabarkan kepada kami, yaitu Syekh al-Haj ar-Rawiyah Abu Muhammad Abdul wahab Syahr bin Ibnu Rawah dan Syekh al-Imam Ali bin Hibbatullah asy-Syafi’i, keduanya mengatakan bahwa as-Salafi telah mengabarkan kepada kami dari ar-Ra’is Abu Abdillah ats-Tsaqafi dari Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Haulah al-Abhari dari Abu Umar dan Ahmad bin Muhammad bin Hakim al-Madani dari Abu Umayyah Muhammad bin Ibrahim ath-Tharsusi dari Sa’id bin Sulaiman dari Sulaiman bin Dawud as-Salmani dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, wanita-wanita yang meratapi mayat akan dibariskan menjadi dua shaf di dalam neraka Jahanam. Satu shaf di sebelah kanan, dan satu shafnya lagi di sebelah kiri. Mereka akan menggonggong seperti anjing kepada penghuni neraka.” Hadis ini gharib dari hadis Abu Nashr Yahya bin Katsir dari Abu Salamah, riwayatnya menyendiri dari Sulaiman bin Dawud.
Anas berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, wanita yang meratapi mayat akan keluar dari kuburnya dalam keadaan kusut masai, wajahnya hitam berdebu, matanya biru dan rambutnya berantakan, mukanya muram, berpakaian baju kurung dari laknat Allah dan jubah dari kemarahan Allah. Salah satu tangannya terbelenggu di pundaknya, dan satu tangannya lagi diletakkan di atas kepalanya. Dia lalu berseru, “Alangkah celakanya aku, alangkah menyesalnya aku, alangkah sedihnya aku.” Di belakang mereka malaikat mengaminkan setiap ucapannya. Setelah itu mereka menjadi bagian dari neraka.
Diriwayatkan oleh ibnu Majah dari Ikrimah dari lbnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Meratapi mayat termasuk dari kebiasaan jahiliah. Jika orang yang meratapi mayat itu. meninggal dan belum sempat bertobat, maka dia akan dibangkitkan di hari Kiamat dengan mengenakan pakaian dari ter (timah panas), kemudian diberikan kepadanya jubah dari nyala api neraka.”
Derita yang Bakal Dialami Pemakan Riba
Saat Bangkit dari Kubur
Mengenai pemakan riba, dalam ayat suci al-Qur’an disebutkan,
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila.” (QS. al. Baqarah: 275)
Para ahli takwil mengatakan, maksudnya adalah bahwa mereka (pemakan riba) tidak dapat berdiri dari kubur mereka. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ibnu Jubair, Qatadah, ar-Rabi’, as-Suddi, adh-Dhahak, lbnu Zaid, dan yang lainnya. Dia mengatakan bahwa sebagian dari mereka bersama dengan setan yang mencekiknya.
Sebagian ulama berkata, pada hari Kiamat, para pemakan riba akan dibangkitkan seperti orang yang dicekik, sebagai bentuk siksaan atas mereka. Dan, Allah menampakkan kemurkaan-Nya terhadap mereka di hadapan penduduk Mahsyar. Maka Allah menjadikan azab ini sebagai tanda khusus bagi para pemakan riba. Mereka memenuhi perut mereka dengan memakan riba sehingga memberatkan bagi mereka. Jika mereka keluar dari kubur mereka, mereka berdiri namun kembali terjatuh lagi karena besarnya perut mereka. Kita memohon perlindungan kepada Allah semoga diberikan keselamatan dan kesejahteraan, di dunia dan di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
“Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa ape yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161) Penjelasan tentang ini akan dikemukakan selanjutnya.
Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa meninggal dalam suatu keadaan, maka pada hari Kiamat Allah akan membangkitkannya dalam keadaan tersebut.” Demikian, disebutkan oleh pengarang kitab al-Qut. Hadis ini sahih maknanya, menguatkan hadis-hadis lain yang telah kami sebutkan di atas.
Kebangkitan Nabi Saw. dari Kuburnya
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Abu Luhai’ah dari Khalid bin Yazid dari Sa’id bin Abi Hilal dari Nabih bin Wahab bahwa Ka’ab pernah menemui Aisyah. Di sana, pada saat itu orang-orang sedang menyebut-nyebut nama Rasulullah Saw.. Ka’ab lalu berkata, “Tidak terbit satu fajar pun —pagi Kecuali ada 70.000 malaikat yang turun mengelilingi Kubur beliau. Sambil mengembangkan sayap-sayapnya, mereka bershalawat kepada Nabi Saw.. Ketika waktu sore, mereka baru naik ke langit. Berikutnya, turun pula 70.000 malaikat yang mengelilingi kubur beliau. Sambil mengembangkan sayap-sayapnya, mereka bershalawat kepada Nabi Saw.. Jumlah mereka 70.000 di malam hari, dan 70.000 lagi di siang hari. Sehingga, ketika bumi sudah terbelah, beliau keluar dari kuburnya dengan diiringi oleh 70.000 malaikat yang menyambut kedatangan beliau.”
Kabar di atas merupakan petunjuk yang kuat bahwa semua manusia akan keluar dari kubur mereka dalam keadaan telanjang, dan dalam keadaan seperti itu pula mereka dikumpulkan, sebagaimana yang akan diterangkan nanti. Insya Allah.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul dari Bisyr bin Khalid dari Sa’id bin Maslamah dari Ismail bin Umayyah dari Naf’ dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Nabi Saw. pernah keluar dengan diapit Abu Bakar di sebelah kanannya, dan Umar di sebelah kirinya, lalu beliau bersabda, “Demikianlah, kelak kami dibangkitkan pada hari Kiamat.” Dibangkitkannya Hari, Malam, Serta Hari Jumat
Diriwayatkan dari Abu Musa. al-Asy’ari bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, Allah ‘Azza wa Jalla akan membangkitkan hari-hari seperti keadaannya semula, dan akan membangkitkan hari Jumat dalam Keadaan bersinar terang. Orang-orang yang memuliakan hari Jumat akan bergembira seperti melihat seorang pengantin wanita yang hendak diboyong kepada suaminya. Mereka (orang yang memuliakan hari Jumat) berjalan di bawah cahayanya. Rupa mereka putih laksana salju, dan aromanya seharum minyak kesturi. Mereka melintasi gunung yang penuh tumbuh-tumbuhan. Jin dan manusia lainnya memandang mereka dengan kagum dan mereka masuk ke dalam surga. Dan, hanya para muazin yang tulus yang dapat bergabung dengan mereka.”
Sementara Abu Imran al-Juni berkata, ‘ tidak datang satu pun malam kecuali malam itu berseru, “Berbuat baiklah kalian kepadaku semampu kalian, karena aku tidak akan kembali lagi kepada kalian sampai hari Kiamat.’’
Ketika Seorang Mukmin Bangkit dari Kubur, Maka Dia Disambut Oleh Dua Malaikat dan Amal Kebaikannya
Sudah disinggung sebelumnya sebuah hadis marfu’ dari Jabir, “Dan ketika tiba hari Kiamat, maka malaikat pencatat kebajikan dan malaikat pencatat keburukan turun kepada anak cucu Adam. Kedua malaikat itu melepaskan tulisan yang tergantung di lehernya, kemudian keduanya hadir bersamanya; yang satu sebagai pengiring, dan satunya lagi sebagai saksi.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Tsabit al-Banani bahwa dia sedang membaca surah Fushshilat. Ketika sampai pada ayat 30 surah tersebut, dia berhenti dan berkata, kami mendengar, begitu seorang hamba mukmin dibangkitkan dari kuburnya, maka dia akan disambut oleh dua malaikat yang selalu bersamanya dulu saat di dunia. Lalu kedua malaikat itu akan berkata, “Jangan takut dan jangan bersedih. Bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
Al-Banani juga berkata, “Maka Allah melindunginya dari ketakutan dan memberinya kesenangan, ketika manusia dilanda bencana besar pada hari Kiamat. Seorang hamba mukmin justru merasa senang terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, dan terhadap balasan amal yang pernah dia lakukan sewaktu di dunia.”
Amr bin Qais al-Mala’i mengatakan, begitu hamba mukmin keluar dari kuburnya, maka dia disambut oleh amalnya yang baik, yang menjelma sesosok yang sangat tampan dan beraroma sangat harum. la amalnya bertanya, “Apakah kamu mengenalku?” Hamba mukmin menjawab, “Tidak. Namun, aku yakin Allah-lah yang telah membuat aromamu sangat harum dan memperindah bentukmu.” Amalnya itu berkata, “Demikian pula dengan kamu sewaktu di dunia. Aku adalah amalmu yang saleh. Selama itu aku telah mengendaraimu di dunia, dan sekarang kendarailah aku.” Lalu Amr bin Qais membacakan firman Allah,
“(ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)
Sedangkan bagi orang kafir, maka dia disambut oleh amalnya yang buruk, yang menjelma sesosok yang sangat jelek dan berbau sangat busuk. la amalinya bertanya, “Apakah kamu mengenalku?” Dia menjawab, “Tidak. Namun, aku yakin Allah-lah yang telah membuat bentukmu jelek dan berbau sangat busuk.”
Amalnya itu berkata, “Begitu pula dengan kamu sewaktu didunia. Aku adalah amalmu yang buruk. Selama itu kamu telah mengendaratku di dunia dan sekarang aku yang akan mengendaraimu Lalu Amr bin Qais membacakan firman Allah,
“Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amatlah buruk apa yang mereka pikul itu.” (QS. al-An‘am: 31)
Menurut al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Ara. bi, hadis tadi tidak sahih dari segi sanadnya.
Di Manakah Manusia Berada Ketika Bumi dan Langit Diganti Dengan Bumi dan Langit Lainnya?
Diriwayatkan oleh Muslim dari Tsauban, (bekas budak Rasulullah Saw.), dia berkata, ketika aku sedang berdiri di dekat Rasulullah Saw., muncul seorang pendeta Yahudi dan berkata, “Semoga keselamatan tercurah kepada engkau. Wahai Muhammad, di manakah keberadaan manusia, (yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit?”’ Rasulullah Saw. menjawab, “Mereka berada dalam kegelapan, di depan jembatan.” Hadis ini cukup panjang dan akan dijelaskan nanti.
Diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Ali bin Mushir dari Dawud bin Abu Hind dari asy-Sya’bi dari Masruq dari Aisyah, dia berkata, ketika Rasulullah Saw. ditanya tentang firman Allah,
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit,” (QS. Ibrahim: 48)
“Di manakah keberadaan manusia pada saat itu?” Beliau menjawab, “Di atas jembatan.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abu Umar dari Sufyan dari Dawud bin Hind dari asySya’bi dari Masruq dari Aisyah, dia berkata, “Wahai Rasulullah, firman-Nya,
“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)
Lalu, di mana keberadaan orang-orang mukmin pada saat itu” Beliau menjawab, “Di atas jembatan, hai Aisyah.” Menurut Tirimidzi, hadis ini hasan sahih.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Mujahid bahwa Ibnu Abbas bertanya, “Tahukah engkau, berapa luas neraka Jahanam itu?” Aku jawab, “Tidak tahu.” Dia lalu berkata, “Baik, demi Allah, kamu pasti tidak tahu. Aisyah bercerita kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. az-Zumar: 67)
Aisyah lalu bertanya, “Lalu, di mana manusia pada saat itu berada, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Di atas jembatan Jahanam.” Hadis ini hasan, sahih, dan gharib.
Hadis-hadis tersebut di atas merupakan nash yang secara tegas menyatakan bahwa bumi dan langit itu akan musnah. Selanjutnya, Allah akan menciptakan bumi dan langit lain untuk manusia setelah mereka berada di atas jembatan. Jadi, tidak seperti anggapan banyak orang yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pergantian bumi hanyalah perubahan sifat-sifatnya karena mengalami kerusakan total, seperti jurang-jurangnya diratakan, gunung-gunungnya dihancurkan, atau tanahnya dihamparkan.
Disebutkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Syahr bin Hausyab dari ibnu Abbas, dia berkata, ‘Jika hari Kiamat telah tiba, maka bumi akan hamparkan seperti dihamparkannya Kulit, dan luasnya akan ditambah sekian dan sekian ….”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Bumi akan diganti dengan bumi yang lain. Lalu Allah akan meratakan bumi tersebut dan menghamparkannya seperti dihamparkannya kulit.”. Hadis ini disebutkan oleh ats-Tsa’labi dalam Tafsir-nya.
Diriwayatkan oleh Ali bin Husain, dia berkata, “Jika hari Kiamat telah tiba, maka Allah akan menghamparkan bumi seperti dihamparkannya kulit, sehingga setiap manusia hanya mempunyai tempat untuk memijakkan kedua telapak kakinya saja.” Demikian yang dituturkan oleh al Mawardi. Namun, apa yang telah kami sebutkan terdahulu lebih sahih, karena nashnya berasal dari Nabi Saw..
Ada yang mengatakan bahwa makna mengganti dalam bahasa Arab itu berarti mengubah sesuatu. Misalnya, firman Allah,
“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain agar mereka merasakan azab.” (QS. an-Nisa’: 56)
“Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (perintah lain) yang tidak diperintahkan kepada mereka.” (QS. al-Baqarah: 59)
Jadi, ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa maksud “mengganti” itu bukan berarti menghilangkan substansinya, namun hanya mengubah sifatnya. Jika dimaksud menghilangkan substansinya, pasti bunyinya “Yauma tubdalul ardha” (pada hari bumi diganti). Seandainya bermakna menghilangkan substansinya, maka menghilangkan substansi bumi itu lebih ringan. Hal itu memang benar. Tetapi, juga ada firman Allah yang menyatakan,
“Mudah-mudahan Tuhan memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik dari pada yang ini.” (QS. al-Qalam: 32)
“Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (QS. an-Nur: 55)
“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.” (QS. al-Furqan: 70)
Ayat-ayat tersebut apakah dibaca dengan ringan (tanpa tasydid) atau berat (pakai tasydid) artinya adalah satu, yaitu diganti. Itulah yang dikatakan pakar bahasa Abu Nashr al-Jauhari dalam kitabnya, ash-Shihah.
Selain itu, al-Qur’an dan perkataan orang Arab menunjukkan bahwa kata “baddala” dan “abdala” semakna yaitu mengganti. Sungguh, Nabi Saw. telah menafsirkannya pada salah satu pengertian tersebut. Itu adalah tafsir yang tertinggi yang tidak boleh diuraikan lagi dengan penafsiran dan perkataan lain.
lbnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berkata, “Kelak Allah akan mengganti bumi yang sekarang ini dengan bumi lain yang berwarna putih laksana perak. Di atas bumi tersebut, tidak pernah terjadi pertumpahan darah yang haram, dan tidak pernah pula dilakukan perbuatan dosa apa pun.”
Menurut Ibnu Mas’ud lagi, “Bumi yang sekarang ini akan diganti dengan cahaya dan surga berada di belakangnya, sehingga cahaya dan kemegahannya bisa terlihat dengan jelas.”
Abu al-Jalad Hailan bin Farwah berkata, “Dari beberapa kitab-kitab Allah yang kubaca, aku menemukan bahwa bumi nanti akan memancarkan cahaya pada hari Kiamat.”
Ali berkata, “Bumi yang sekarang ini akan diganti dengan perak, dan langit akan diganti dengan emas.”
Jabir berkata, aku pernah bertanya kepada Abu Ja‘far Muhammad bin Ali tentang makna firman Allah,
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)
Dia menjawab “Bumi ini akan diganti dengan roti, yang akan dimakan oleh seluruh makhluk Allah pada hari Kiamat.” Kemudian dia membacakan firman Allah,
“Dan Kami tidak menjadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tidak memakan makanan.” (QS. al-Anbiya’: 8)
Menurut Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Ka’ab, bumi ini akan diganti menjadi roti berwarna putih, yang akan dimakan oleh orang mukmin dari bawah telapak kakinya.
Menurutku, apa yang dikatakan Sa’id bin Jubair dan Muhammad bin Ka’ab tersebut, pendapat inilah yang dianut oleh Ibnu Barjan dalam kitabnya, al-Irsyad, karena sesuai dengan pendapat para sahabat dan tabi’in. Yakni, pada saat itu orang mukmin akan menyantap makanan yang berada di bawah dua telapak kakinya dan meminum dari air telaga.
Penggantian Langit
Adapun yang menyangkut pergantian langit, menurut Ibnu Abbas, kelak matahari dan bulan akan digulung hingga bintang-bintangnya berjatuhan. Ada juga yang berpendapat, keadaan langit akan berubah-ubah. Sekali tempo, ia berwarna seperti lelehan perak, dan pada tempo yang lain seperti minyak, seperti yang diceritakan oleh Ibnu al-Anbari. Dan menurut Ka‘ab, kelak langit akan menjadi seperti kabut, dan lautan menjadi api. Ada lagi yang mengatakan bahwa langit akan dilipat laksana dilipatnya lembaran-lembaran sebuah buku.
Abu al-Hasan Syabib bin Ibrahim bin Haidarah menyebutkan dalam kitabnya, al-Ishah, “Pendapat-pendapat tersebut pada hakikatnya tidak saling bertentangan. Sebab pengertiannya, bumi dan langit itu akan mengalami pergantian sebanyak dua kali. Salah satunya, yang pertama, Allah akan mengubah sifat-sifat bumi dan langit sebelum tiupan sangkakala kematian. Pertama-tama, bintang-bintang berguguran, matahari dan bulan meredup dan tampak meleleh seperti lelehan perak. Setelah itu, gunung-gunung diterbangkan, bumi berguncang, dan laut pun menjadi api. Lalu, bumi terbelah dari satu tempat ke tempat lainnya hingga bentuk dan konstruksinya pun berubah.
Dan yang kedua, ketika sangkakala kematian ditiup, maka langit pun dan bumi dihamparkan. Langit diganti dengan dengan langit yang lain. Dan itulah makna firman Allah,
“Dan bumi (padang Mahsyar) menjadi terang benderanglah dengan cahaya (keadilan) Tuhannya.” (QS. az-Zumar: 69)
Penggantian Bumi
Bumi juga diganti maksudnya dikembalikan seperti semula dan permukaannya diratakan, di mana terdapat kubur-kubur, sedangkan manusia ada yang berada di juar kubur dan ada pula yang berada di dalam kubur.
Selanjutnya, ketika manusia sudah berada di Padang Mahsyar, bumi akan diganti untuk kedua kalinya. Pada waktu itu, bumi ini akan diganti dengan bumi lain, yang disebut dengan as-sahirah, dan menjadi tempat tinggal manusia. As-sahirah yaitu tanah putih dari perak, di mana di bumi tersebut tidak pernah terjadi sama sekali pertumpahan darah yang haram dan tidak pernah pula dilakukan kezaliman sama sekali.
Pada waktu itulah, seluruh manusia berada di atas jembatan (ash-Shirath). Jembatan tersebut tidak dapat memuat seluruh makhluk, meskipun ada riwayat yang menyatakan bahwa jembatan ini tingginya 1000 tahun perjalanan, lebarnya 1000 tahun pejalanan, dan luasnya 1000 tahun perjalanan. Tetapi, ia (jembatan) itu tidak sanggup menampung jumlah seluruh makhluk yang terlalu banyak. Orang yang berada di luar jembatan maka terpaksa harus berdiri di punggung Jahanam, yaitu wilayah yang menyerupai tanah keras. Itulah bumi yang dikatakan Abdullah, yaitu bumi yang tanahnya berupa api yang akan membuat manusia berkeringat.
Jika hisab itu telah selesai dilewati di bumi as-sahirah itu dan jembatan telah dilintasi, maka penghuni surga berkumpul di seberang jembatan, dan penghuni neraka sudah masuk ke dalam neraka. Yaitu, pada saat orang-orang mukmin berhenti untuk minum di sumur para nabi, maka bumi pun diganti lagi menjadi seperti bulatan sumsum. Mereka memakan makanan tersebut dari bawah kaki mereka. Dan, ketika mereka masuk ke dalam surga, mereka tetap bisa menikmati makanan roti tersebut dengan tambahan lauk berupa hati sapi di surga dan hati ikan Nun.
Kejadian-kejadian Sebelum Kiamat
Diriwayatkan oleh Ali bin Ma’bad dari Abu Hurairah, dia berkata, ketika kami berada di antara para sahabat, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala, setelah menciptakan langit dan bumi, Dia lalu menciptakan sangkakala dan memberikannya kepada Israfil. Lalu Israfil meletakkan benda itu di mulutnya, sedang pandangan matanya menatap tajam ke arah Arasy sambil menunggu kapan dia diperintah meniupnya.” Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu sangkakala?” Beliau menjawab, “Benda seperti tanduk.” Aku bertanya lagi, “Bagaimana bentuknya?” Beliau menjawab, “Sangat besar sekali. Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, besar lingkaran di dalamnya seluas langit dan bumi. Benda itu akan ditiup sebanyak tiga kali. Pertama, tiupan yang mengagetkan. Kedua, tiupan yang mematikan. Dan ketiga, tiupan yang membangkitkan mereka untuk menghadap Tuhan seru semesta alam.” Allah menyuruh Israfil untuk meniup tiupan yang pertama dengan firman-Nya, “Tiuplah tiupan yang mengejutkan!” Maka terkejutlah seluruh makhluk yang ada di langit dan di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah. Allah menyuruh Israfil meniupnya agar diperpanjang, dan terus-menerus dalam waktu yang lama.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan sebenarnya yang mereka tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya.” (QS. Shad: 15)
Peristiwa itu akan terjadi pada hari Jumat pertengahan bulan Ramadan. Tiupan tersebut adalah tiupan yang terus menerus berlangsung tanpa terputus. Pada saat itu, Allah akan membuat gunung-gunung berjalan dan melintas bagaikan awan. Setelah itu berubah menjadi fatamorgana.
Kemudian beliau bersabda lagi, adapun bumi berguncang dengan hebat hingga semua makhluk yang ada di bumi bingung dan ketakutan. Dan itulah makna firman Allah,
“(sungguh, kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut.” (QS. an-Nazia’at: 6-8)
Pada saat itu, bumi seperti sebuah perahu di tengah samudera yang sedang diombang-ambing gelombang. Manusia yang berada di dalamnya berteriak histeris minta tolong. Sungguh itu merupakan peristiwa yang sangat mengejutkan. Wanita yang sedang menyusui anaknya mengalami kebingungan, wanita hamil mengalami keguguran, anak-anak kecil menjadi beruban, dan setan-setan lari terbirit-birit ke segenap penjuru namun berhasil dikejar oleh malaikat, dan dipukul wajah mereka. Saat itu, manusia lari ke sana dan ke mari, seraya satu sama lain saling memanggil, sebagaimana firman-Nya,
“Dan wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil (yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang Cari), tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan kamu dari (azab) Allah. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, niscaya tidak ada sesuatu pun yang mampu memberi petunjuk.” (QS. Gafir: 32-33)
Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba bumi saling berbenturan dengan dirinya sendiri, yaitu antara satu tempat dengan tempat yang lain. Mereka menyaksikan pemandangan yang sangat dahsyat itu, yang belum pernah mereka saksikan sebelumnya. Akhirnya, mereka dilanda sebuah bencana dan ketakutan. Hanya Allah-lah yang mengetahui sebesar apa bencana dan ketakutan tersebut. Kemudian, mereka memandang ke langit, yang warnanya tiba-tiba seperti lelehan perak lalu terbelah. Matahari dan bulan meredup dan bintang-bintang pun jatuh berguguran. lalu langit pun tidak tampak lagi untuk mereka.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Pada saat itu, orang-orang yang telah mati tidak mengetahui sama sekali tentang semua itu.” Aku (Abu Hurairah) lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, Siapa yang dikecualikan Allah seperti dalam firman-Nya,
“Maka terkejutlah segala yang di langit dan segala yang di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah.’ (QS. an-NamI: 87)
Beliau menjawab, “Mereka adalah para syuhada. Mereka hidup di sisi Allah dengan mendapatkan rezeki. Rasa terkejut itu hanya dialami oleh orang-orang yang masih hidup Saja. Sedang Allah melindungi para syuhada dari keburukan hari itu dan diamankan darinya. Kejadian tersebut sebagai azab yang ditimpakan kepada makhluk-makhluk-Nya yang berdosa, sebagaimana firman-Nya,
“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari Kiamat adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).” (QS. al-Hajj: 1)
Setelah itu, kalian akan berada dalam keadaan tersebut beberapa lama sesuai yang dikehendaki Allah. Setelah itu, Allah memerintahkan Israfil untuk meniup sangkakala penghancuran (kematian). Ini adalah akhir dari sebuah hadis yang panjang, sedang bagian tengahnya telah disebutkan sebelumnya.
Hadis yang cukup panjang dituturkan oleh ath-Thabari dan ats-Tsa’labi dan dianggap sa hih oleh Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin. Dia mengatakan, hari keguncangan adalah sebutan lain atau nama yang kedua belas di antara nama-nama hari Kiamat. Inilah hadis sahih yang menjelaskan bahwa keguncangan tersebut terjadi pada saat tiupan pertama. Nabi Saw. mengabarkan bahwa ketika tiupan pertama terjadi, bumi akan berguncang dengan guncangan yang sangat dahsyat. Pada saat itu, timbul rasa terkejut dan takut yang luar biasa, seperti firman-Nya, “Sesuatu yang sangat besar (dahsyat).”
Dahsyatnya peristiwa tersebut membuat seorang pun tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri. Inilah maksud firman Allah kepada Nabi Adam as., “Kirimkan utusan ke neraka.” maka terjadilah pengiriman itu di tengah hari itu juga.
Kejadian itu terjadi ketika bumi berguncang dengan sangat dahsyat. Ketika tiupan pertama telah ditiup, maka anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami Keguguran dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan.
Ada dua pendapat mengenai kapan rasa terkejut luar biasa itu akan terjadi.
Pertama, ada yang berpendapat bahwa akhir kalimat dalam hadis itu bersyarat kepada awal kalimatnya hingga kalimatnya menjadi, dikatakan kepada Nabi Adam as., “Kirimkan utusan ke neraka, pada hari di mana anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami keguguran, dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan.”
Kedua, ada juga yang berpendapat begitu mendengar suara tiupan sangkakala yang pertama kali, semua manusia langsung terkejut luar biasa. Sehingga, saking dahsyatnya, anak-anak menjadi beruban, wanita hamil mengalami keguguran, dan wanita yang sedang menyusui mengalami kebingungan. Dalam pendapat yang kedua, anak-anak menjadi beruban dan lain-lainnya itu merupakan gambaran betapa dahsyatnya peristiwa tersebut. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya selain kata-kata tersebut. Ungkapan tersebut merupakan metode orang Arab dalam menyampaikan ungkapan yang fasih.
Menurutku, apa yang disampaikan ibnu al-Arabi itu perlu dicermati kembali. Berdasarkan keterangan Abu Muhammad abdul Haq dalam kitabnya, al-Aqibah, bahwa di dalam bab ini ada sebuah hadis munqathi’ yang disebutkan oleh ath-Thabari dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Sangkakala itu ditiup tiga kali. Pertama ialah tiupan yang mengagetkan ….” Abu Muhammad abdul Haq berkata bahwa hadis tersebut menurut ath-Thabari berkenaan dengan Surah Yasin.
Menurutku, sebelumnya sudah dikemukakan bahwa tiupan sangkakala itu terjadi sebanyak dua kali, bukan tiga kali. Adapun hadis Muslim tentang firman Allah kepada Nabi Adam a.s., “Hai Adam, kirimkan utusan ke neraka!” Hal itu sesudah terjadinya kebangkitan pada hari Kiamat. Tiupan sangkakala yang membuat semua makhluk terkejut adalah tiupan yang membuat mereka semua mati. Kalau tiupan sangkakala yang membuat mereka terkejut itu bukan tiupan sangkakala yang membuat mereka mati, tentu setelah itu manusia masih hidup, dan masih ada siang dan malam. Keadaan ini berlangsung hingga terdengar tiupan sangkakala kematian yang membuat seluruh makhluk mati, seperti yang sudah dijelaskan dalam hadis Abdullah bin Amr bin ‘Ash sebelumnya. Wallahu a‘lam.
Adapun gempa yang akan mengguncangkan bumi tidak harus timbul akibat tiupan sangkakala. Kita melihat bumi dan segala yang ada di atasnya seperti gunung dan air berguncang karena gempa, dan perahu-perahu di lautan terhempas ke kiri dan ke kanan oleh gelombang yang datang bergulung-gulung walaupun tidak ada tiupan sangkakala. Namun, gempa bumi yang dimaksud adalah gempa sebagai salah satu dari tanda-tanda kiamat.
Alqamah, asy-Sya’bi, Anas bin Malik, dan Hasan al-Bashri mengatakan, “Gempa bumi termasuk tanda-tanda kiamat, dan itu terjadi di dunia.” Al-Qusyairi Abu Nashr Abdurrahim bin Abdul Karim dalam Tafsirnya berkata bahwa yang dimaksud dengan tiupan yang mengejutkan ialah tiupan yang kedua, yaitu tiupan di mana orang-orang mati akan dihidupkan kembali dalam keadaan mengalami dua kali terkejut. Pertama, ketika mereka berkata, seperti dikatakan dalam firman-Nya,
“Siapakah yang membangunkan kami dari tempat tidur kami (kubur).” (QS. Yasin: 52)
Kedua, pada saat mereka merasa ngeri, gemetar, dan terkejut. Wallahu a’lam. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh al Mawardi.
Ada yang mengatakan bahwa peristiwa gempa bumi yang sangat dahsyat tersebut terjadi sebelum hari Kiamat, yakni pada pertengahan bulan Ramadan sebelum matahari terbit dari barat. Wallahu a’lam.
Mengenai firman Allah Ta’ala,
“ingatlah pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu).”
Dhamir dalam kata taraunaha (kamu melihat keguncangan itu), apakah dhamirnya kembali kepada keguncangan, atau kepada hari Kiamat. Dalam hal ini ada dua pendapat.
Pertama, keguncangan tersebut terjadi di dunia sebelum peristiwa peniupan sangkakala kematian (penghancuran), mengingat begitu dahsyatnya keguncangan tersebut, dan begitu Kuatnya bumi bergerak. Jadi, hal itu tidak berlangsung pada hari Kiamat. Sebab, pada hari Kiamat nanti sudah tidak ada orang yang sempat menyusui, atau orang hamil. Semua manusia terlihat dalam keadaan mabuk karena ketakutan yang luar biasa.
Kedua, hal itu mengandung dua pendapat. Pertama, keguncangan itu hanya sekadar contoh atau bersifat simbolik saja. Artinya, akan muncul suatu hari yang membuat siapa pun hanya mau memikirkan kepentingan dirinya sendiri saja. Sampai-sampat, andaikan ada yang wanita hamil pasti akan mengalami keguguran karena mendengar pekikan yang keras. Kedua, keguncangan tersebut benar-benar terjadi secara nyata, bukan sekadar contoh atau simbolik. Artinya, siapa saja wanita yang menyusui anaknya, maka begitu melihat bencana yang terjadi pada hari itu, dia akan kebingungan dan tidak memedulikan lagi mengenai keselamatan nyawa anaknya.
Keadaan yang sama juga dialami oleh wanita hamil. Begitu dibangkitkan kembali pada hari Kiamat nanti, mereka terkejut luar biasa lalu keguguran. Sehingga, membuat bayi-bayi yang dikandungnya pun ikut mati juga. Jadi, mereka hanya mengalami satu kematian saja. Soalnya kematian itu tidak mungkin menimpa mereka dua kali, karena pada hari Kiamat itu tidak ada istilah kematian. Semua makhluk hidup kembali. Jadi, pada waktu itu adalah hari kehidupan. Atau, mungkin Allah menghidupkan kembali semua janin yang sudah utuh ciptaannya dan yang telah diberi roh. Lalu ibu-ibu mereka kebingungan memikirkan kandungannya. Walaupun dia tidak mengabaikannya, namun setelah melahirkan dia tetap saja tidak sanggup menyusui anaknya karena pada hari tersebut tidak ada susu atau makanan apa pun. Hari itu adalah hari perhitungan amal yang tidak menerima alasan atau uzur apa pun. Dalam keadaan yang sangat mencekam seperti itu, tidak mungkin ada wanita yang masih sempat memikirkan orang lain termasuk anaknya sendiri sekalipun. Soalnya, masing-masing sibuk hanya memikirkan diri sendiri.
Janin yang gugur sebelum diberi roh, maka ia akan menjadi abu dan tanah, dan tidak dihidupkan. Sebab hari itu adalah hari penciptaan ulang. Siapa yang tidak pernah mati di dunia, maka di akhirat dia tidak akan pernah dihidupkan. Demikian menurut al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.
Mengenai firman Allah Ta’ala,
“Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk.” (QS. al-Hajj: 2)
Hasan al-Bashri menafsirkan bahwa manusia dalam keadaan mabuk karena mereka melihat azab yang pedih, dan merasa ketakutan. Firman-Nya, “Padahal sebenarnya mereka tidak mabuk.” Tidak mabuk karena minuman.
Sampai Kapankah Iblis Diberi Penangguhan Umur?
Hal ini yang dapat memberikan tambahan penjelasan atas apa yang telah saya kemukakan di atas ialah bahwa sesungguhnya iblis berkata seperti yang dikutip dalam al Qur’an, “Berilah aku penangguhan waktu sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. al-A’raf: 14)
Iblis meminta kepada Allah agar diberi waktu tangguh (tidak dimatikan) hingga hari kebangkitan dan perhitungan amal atau hisab, karena setelah peristiwa kebangkitan itu tidak ada lagi kematian, semua telah dihidupkan kembali. Allah pun memenuhi permintaan iblis seraya berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk yang diberi penangguhan, sampai hari yang telah ditentukan (Kiamat).” (QS. al-Hijr: 37-38)
Ibnu Abbas, Abdurrahman as-Suddi, dan yang lainnya mengatakan, “Menanggapi permintaan iblis tersebut, Allah Nanya menangguhkan kematian iblis sampai peniupan sangkakala pertama, ketika seluruh makhluk hidup akan mati. Semula iblis minta agar diberi tangguh hingga tiupan sangkakala yang kedua kalinya yaitu saat manusia bangkit menghadap Tuhan seru semesta alam. Tetapi, Allah tidak berkenan memenuhi permintaannya tersebut.” Kapankah Peristiwa-peristiwa Tersebut Terjadi?
Syekh al-Qurthubi berkata, mengenai peristiwa terbelahnya langit, bintang-bintang saling bertabrakan, serta terhapusnya matahari dan bulan, menurut al-Muhasabi dan lainnya bahwa semua itu terjadi setelah seluruh manusia berkumpul di Padang Mahsyar. Itu juga dikatakan oleh al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din.
Semua peristiwa-peristiwa tersebut terjadi pada hari Kiamat, sebelum peritiswa perhitungan amal (hisab). Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu,; sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS. al-Hajj: 1-2)
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya, dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?” Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua amal perbuatannya. Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah: 1-8)
Seperti yang sudah ditegaskan sebelumnya, guncangan itu terjadi setelah manusia dihidupkan kembali, dan dibangkitkan dari kubur mereka. Karena, guncangan itu dimaksudkan untuk menundukkan mereka dan membuat mereka menjadi ketakutan. Allah bermaksud supaya mereka (manusia) menyaksikan guncangan tersebut lalu muncul rasa takut. Dan, itu tentu saja mereka dalam keadaan hidup. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,” (QS. al-Zalzalah: 4)
Yaitu tentang amal kebajikan dan amal keburukan yang dilakukan di atasnya. Allah berfirman dalam ayat berikutnya,
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok.” (QS. az-Zalzalah: 6)
Hal itu menunjukkan bahwa guncangan tersebut terjadi ketika manusia masih dalam keadaan hidup, dan yang dimaksud dengan kalimat pada “hari itu” dalam ayat di atas ialah hari pembalasan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup.” (QS. al Haqqah: 13)
Maksudnya pada hari Akhirat. Dan firman-Nya,
“Dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya dengan sekali benturan. Maka pada hari itu terjadilah hari Kiamat, dan terbelahlah langit karena pada hari itu langit rapuh. Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit. Pada hari itu delapan malaikat menjunjung Arasy (singgasana) Tuhanmu di atas (kepala) mereka. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tidak ada sesuatu pun dari kamu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haqqah: 14-18)
Firman-firman Allah tadi menunjukkan bahwa peristiwa benturan antara bumi dan gunung-gunung hanya terjadi setelah manusia dihidupkan kembali, atau setelah tiupan sangkakala yang kedua kali. Wallahu a’lam.
Firman Allah Ta’ala,
“Dan wahai kaumku! sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil.” (QS. Ghafir: 32)
Menurut al-Hasan dan Qatadah, yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah hari ketika penduduk surga berseru kepada penduduk neraka, “Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhan kami kepada kami!” Sementara penduduk neraka berseru kepada penduduk surga, “Tolong datangkan air kepada kami!”
Firman Allah Ta’ala,
“(Yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang (lari).” (QS. Ghafir: 33)
Menurut Mujahid, maksudnya yaitu hari di mana mereka berpaling dari neraka karena merasa tidak sanggup lagi berada di dekatnya. Ada pula yang berpendapat, yaitu hari ketika penghuni neraka mengeluh celaka sambil berpaling ke belakang karena tidak kuat menyaksikan dahsyatnya azab Allah. Ada juga yang berpendapat bahwa itu adalah hari ketika sebagian manusia memanggil sebagian yang lain di Padang mahsyar sambil berpaling ke belakang ketika Mereka melihat salah satu siksa neraka.
Menurut Qatadah, makna firman Allah, “Kamu berpaling ke belakang (lari),” ialah kalian, bergegas menuju neraka. Pada saat itu, kalian tidak mempunyai seorang penolong pun yang bisa menolong kalian.
Tiupan Sangkakala Itu Hanya Dua Kali
Orang yang berpendapat bahwa tiupan sangkakala itu berlangsung selama tiga kali Mereka berpedoman pada firman Allah,
“(Sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua.” (QS. an-Nazi’at: 6-7) Sampai pada firman. Nya, “Maka pengembalian itu hanyalah dengan sekali tiupan saja.” (QS. an-Nazia’at: 13)
Menurut zahirnya, tiupan itu berlangsung tiga kali. Padahal tidak demikian. Sebab yang dimaksud dengan pengembalian (zajrah) dalam ayat tadi ialah tiupan kedua yang membuat seluruh makhluk keluar dari kubur mereka masing-masing. Demikian pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Atha’, Ibnu Zaid, dan yang lain.
Menurut Mujahid, ada dua tiupan. Tiupan pertama, dengan izin Allah segala sesuatu akan mati. Dan tiupan kedua, dengan izin Allah pula segala sesuatu akan hidup kembali. Mujahid mengatakan juga bahwa tiupan kedua terjadi ketika langit sudah terbelah, bumi serta gunung-gunung diangkat, kemudian dibenturkan dengan sekali benturan.
Menurut Atha’, tiupan pertama (ar Rajifah) ialah hari Kiamat, dan tiupan kedua (ar Radifah) ialah peristiwa kebangkitan kembali. Sedangkan menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud tiupan pertama ialah kematian, dan tiupan yang kedua ialah kiamat. Ini semua sependapat dengan penjelasan saya bahwa yang dimaksud dengan pengembalian (zajrah) ialah tiupan yang kedua kalinya. Maksud Makna as-Sahirah
Para ulama berbeda pendapat cukup tajam mengenai maksud as-Sahirah. Menurut Ibnu Abbas, as-Sahirah ialah bumi dari perak berwarna putih, yang tidak pernah digunakan maksiat kepada Allah barang sekejap pun. Tanah tersebut adalah bumi yang diciptakan-Nya pada waktu itu juga. itulah maksud firman-Nya,
“Pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)
Sebagian lagi berpendapat, as-Sahirah ialah nama bumi lapis ketujuh, yang akan didatangkan Allah untuk digunakan sebagai tempat menghisab seluruh makhluk-Nya. Yaitu, ketika bumi yang sekarang ini sudah diganti dengan bumi yang lain.
Menurut Qatadah, as-Sahirah ialah Jahanam tempat orang-orang kafir. Ada juga yang berpendapat, as-Sahirah ialah sebuah padang pasir yang terletak di dekat jurang neraka Jahanam. Menurut Sufyan ats-Tsauri, as-Sahirah adalah nama sebuah tanah di wilayah Syam. Dan ada juga yang berpendapat, as-Sahirah berarti begadang. Sebab, manusia pada saat itu tinggal di atasnya dan tidak akan bisa tidur, selalu terjaga karena dicekam kebingungan dan ketakutan.
Pengumpulan
Hal itu berlangsung empat kali. Dua pengumpulan terjadi di dunia, dan dua lagi terjadi di akhirat.
Adapun pengumpulan yang terjadi di dunia, yaitu:
Pertama, adalah seperti yang disinggung firman Allah,
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara Ahli Kitab dari kampung-kampung halamannya pada saat pengusiran yang pertama.” (QS. al-Hasyr: 2)
Az-Zuhri berkata, “Mereka adalah orang-orang Yahudi, yang sebelumnya tidak pernah mengalami pengusiran. Allah ‘Azza wa Jalla menentukan pengusiran bagi mereka. Seandainya tidak begitu, niscaya Allah akan mengazab mereka di dunia. Dan, itulah awal peristiwa pengusiran yang terjadi di dunia. Kemudian pada waktu itu mereka dikumpulkan di negeri Syam.”
ibnu Abbas berkata, barang siapa yang meragukan adanya pengumpulan di negeri Syam, maka hendaklah dia membaca ayat tadi. Waktu itu Nabi Saw. bersabda kepada mereka, “Keluarlah kalian!” Mereka lalu bertanya, “Ke mana?” Beliau menjawab, “Ke bumi Mahsyar.”
Qatadah berkata, “Itulah peristiwa pengumpulan yang pertama.” Riwayat ini disampaikan oleh as-Suyuthi dalam kitab ad-Dur al-Mantsur.
Kedua, diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Manusia akan dikumpulkan dengan tiga cara ada kelompok yang dikumpulkan dalam keadaan selalu berharap dan takut kepada Allah; ada dua orang yang mengendarai seekor unta, dan tiga orang yang mengendarai seekor unta; dan selebihnya mereka akan digiring dengan api. Api tersebut menyala menemani mereka di manapun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di manapun mereka tidur siang, tetap menyala menemani mereka di waktu pagi, dan tetap menyala menemani mereka di waktu sore.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.
Qatadah berkata, “pengumpulan kedua ialah api yang mengusir mereka dari ilmur ke barat. Api itu tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka tidur siang, dan akan melumat siapa saja di antara mereka yang tertinggal.”
Al Qadhi Iyadh berkata, “Pengumpulan ini terjadi di dunia sebelum hari Kiamat tiba, dan hal itu merupakan tanda-tanda Kiamat yang terakhir, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim, di mana dia katakan, “Dan tanda kiamat yang terakhir ialah api yang akan keluar dari dasar sebuah jurang di Aden, yang mengusir manusia.” Dalam satu riwayat disebutkan, “Yang akan mengusir manusia ke tempat berkumpul mereka.”
Disebutkan dalam hadis lain riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Saw. bersabda, “Kiamat tidak akan terjadi sebelum muncul api yang keluar dari tanah Hijaz.”
Riwayat tersebut memberi petunjuk bahwa peristiwa pengumpulan tersebut terjadi sebelum hari Kiamat, sebagaimana sabda beliau, “Api tersebut menyala menemani mereka di mana pun mereka bermalam, tetap menyala menemani mereka di mana pun mereka tidur siang, tetap menyala menemani mereka di waktu pagi
Selain riwayat Muslim, ada sebagian riwayat yang mengatakan, ‘“Apabila kalian mendengar berita itu, maka keluarlah (pergilah) kalian menuju Syam.” Seolah-olah itu merupakan perintah untuk berada di Syam, sebelum api itu mengagetkan kalian.
Syekh al-Qurthubi berkata, menurut al-Hulaimi dalam kitabnya, Minhaj ad-Din, yang dikutip dari hadis Ibnu Abbas bahwa peristiwa api tersebut terjadi di akhirat kelak. Jadi, yang dimaksud sabda Nabi Saw. “Manusia akan dikumpulkan dengan tiga cara,’ yaitu, kelompok orang-orang yang berbuat baik, kelompok Orang-orang yang mencampuradukkan Kebaikan dan keburukan, dan kelompok orang-orang kafir.
Orang-orang yang berbuat baik adalah Orang-orang yang menyongsong pahala yang telah disediakan Allah kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang diliputi perasaan harap-harap cemas. Mereka akan diberi kendaraan sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis yang akan kita bahas nanti.
Adapun orang-orang yang mencampuradukkan kebaikan dan keburukan ialah mereka yang dimaksud dengan hadis tadi. Ada yang mengatakan, mereka itulah yang naik beberapa ekor unta.
Sedangkan kelompok orang-orang kati; adalah mereka yang digiring oleh api. Allah akan mengirim malaikat yang menyalakan api untuk menggiring mereka.
Mengenai unta yang disebut-sebut dalam hadis tadi, mungkin unta dari surga atau unta yang dihidupkan kembali pada hari Kiamat. Dalam hal ini, tidak ada keterangan yang jelas. Diduga kuat unta ini bukan termasuk binatang dari surga, sebab pada saat itu yang naik kendaraan tersebut yaitu orang-orang yang berbuat baik, Mereka adalah orang-orang yang berada dalam perasaan harap-harap cemas. Di antara mereka ada dosanya yang diampuni Allah lalu masuk ke dalam surga, dan ada juga yang disiksa terlebih dahulu di neraka baru kemudian dimasukkan ke dalam surga. Jika demikian, mereka tidak sepantasnya mengendarai kendaraan surga menuju tempat hisab. Malahan, sebagian mereka ada yang ditempatkan di dalam neraka. Sebab, barang siapa yang telah mendapatkan kemuliaan dari Allah dengan surga, maka dia tidak akan mendapat kehinaan dari Allah dengan api neraka.
Al-Hulaimi berkata, mengenai kelompok pertama, seperti yang disebutkan dalam hadis lain dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Manusia akan dikumpulkan ….” Akhir hadis tersebut dikatakan, “Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.”
Wajah orang-orang yang bertakwa tampak berseri-seri. Mereka itulah rombongan terdahulu yang naik unta. Allah mengampuni dosa-dosa mereka ketika dihisab hingga mereka tidak disiksa-Nya, walau di surga tingkatan mereka berbeda-beda. Ada yang paling tinggi dan ada juga yang paling rendah tingkatannya.
Kelompok kedua adalah mereka yang akan disiksa Allah karena dosa-dosa mereka. Namun kemudian, Allah akan mengeluarkan mereka dari neraka dan memasukkan mereka ke dalam surga. Nanti, mereka ini akan berjalan kaki. Atau, mungkin sementara waktu mereka berjalan kaki baru kemudian naik kendaraan. Atau, mereka semua naik kendaraan, namun begitu hampir sampai di Padang Mahsyar, mereka turun dari kendaraannya lalu berjalan kaki. Dengan pengertian ini, kedua hadis tersebut bisa dikompromikan. Sedangkan kelompok ketiga ialah orang-orang kafir yang berjalan dengan wajah mereka.
Secara singkat, mungkin manusia pada waktu itu terbagi kepada tiga kelompok. Yaitu, satu kelompok yang terdiri dari kaum muslimin, mereka itulah yang berkendaraan. Dan, dua kelompok yang terdiri dari orang-orang Kafir, yang pertama ialah para gembong kafir yang digiring dan berjalan dengan wajahnya, dan yang lain adalah pengikut-pengikut mereka yang berjalan kaki.
Syekh al-Qurthubi mengatakan bahwa pendapat yang terakhir inilah yang dianut oleh Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “Ulum al-Akhirah ketika menjelaskan sabda Nabi Saw., di saat ditanya, “Bagaimana cara manusia nanti dikumpulkan di Padang Mahsyar, wahai Rasulullah” Beliau menjawab, “Ada yang naik seekor unta berdua, ada yang naik seekor unta berlima, dan ada juga yang naik seekor unta bersepuluh.”
Dengan kata lain, hadis tersebut bisa diartikan bahwa ada suatu kaum yang hanya memiliki satu ekor unta untuk mereka naiki. Mereka itulah Orang-orang yang amalnya Sangat minim. Mereka ibarat satu rombongan yang mengadakan perjalanan jauh tetapi tidak punya banyak bekal untuk membeli kendaraan yang bisa mengantarkan mereka ke tempat tujuan. Akhirnya, terpaksa mereka membelinya antara dua atau tiga orang untuk seekor unta sebagai kendaraan mereka dalam menempuh perjalanannya. Bahkan, ada seekor unta dimiliki sepuluh orang.
Oleh Karena itu, beramallah sebanyak mungkin supaya kamu mempunyai seekor unta yang bisa kamu naiki sendirian. Dan, Orang-orang yang bertakwa adalah perutusan yang terhormat, sebagaimana firman-Nya,
“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)
Disebutkan dalam sebuah hadis gharib, sesungguhnya pada suatu hari Rasulullah Saw. bercerita kepada sahabat-sahabatnya, “Dahulu, ada seorang laki-laki Bani Israil yang banyak berbuat kebajikan hingga dia dikumpulkan di tengah-tengah Kalian.” Mereka bertanya, “Apa yang dia lakukan?” Beliau menjawab bahwa dia mendapatkan banyak harta warisan dari mendiang ayahnya. Dengan hartanya, dia membeli sebuah kebun yang hasilnya dia pakai untuk menolong orang-orang miskin. Dia lalu berkata, “inilah kebunku kelak di sisi Allah.” Kemudian, dia membagikan uang yang banyak kepada kaum-kaum yang lemah, lalu berkata, “Dengan membagikan uang ini, kelak aku membeli bidadari di surga.” Dan, dengan harta itu juga kemudian dia membebaskan para budak lalu berkata, “Mereka adalah pelayanku kelak di surga.”
Pada suatu hari, dia melihat seorang laki-laki buta kedua matanya. Laki-laki tersebut, kadang berjalan, kadang merangkak. Kemudian, dia membelikannya binatang tunggangan, lalu berkata, “Di sisi Allah kelak, inilah kendaraanku yang akan Kutunggangi.” Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seolah-olah aku melihat binatang tunggangan yang dibelinya mendatangi laki-laki Bani Israil tersebut, lengkap dengan tali kekangnya, lalu dia mengendarainya menuju Padang Mahsyar.”
Al-Qadhi Iyadh berkata bahwa pengumpulan tersebut di atas berlaku di dunia. Karena, istilah pagi, sore, bermalam, dan tidur siang seperti yang disebut dalam riwayat hadis di atas hanya berlaku di dunia. Sama sekali bukan di akhirat.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan menjadi tiga kelompok. Yaitu, ada yang berjalan kaki, ada yang naik kendaraan, dan ada yang berjalan dengan muka mereka.” Seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mereka bisa berjalan dengan muka mereka?” Beliau menjawab, “Bukankah Tuhan yang telah menjalankan mereka dengan kedua kaki mereka, juga kuasa menjalankan mereka dengan muka mereka? Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.”
Sabda Nabi Saw., “Ketahuilah, dengan wajah mereka, mereka dapat menghindari tiap-tiap gundukan tanah dan duri.” Maksudnya, bahwa hal itu berlaku di dunia bukan di akhirat.
Diriwayatkan oleh an-Nasa‘i dari Abu Dzar, dia berkata, “Rasulullah Saw. bercerita kepadaku bahwa kelak manusia akan dikumpulkan menjadi tiga rombongan. Rombongan pertama naik kendaraan dengan senang hatinya. Rombongan kedua berjalan dengan diseret muka mereka oleh malaikat. Dan, rombongan ketiga berjalan kaki dalam keadaan yang sangat menyedihkan dan mereka berharap menemui Allah dan melihatNya. Namun, mereka tidak sanggup melihatNya. Malahan, ada seseorang yang di dunia mempunyai sebuah kebun dan menafkahkan setiap hasil setiap panennya, namun tetap tidak bisa melihat-Nya.”
Diriwayatkan oleh Umar bin Syaibah dalam kitab al-Madinah ‘ala Sakiniha as-Salam dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa ada dua Orang laki-laki yang terakhir kali dikumpulkan di Padang Mahsyar. Satu dari suku Juhainah dan satunya lagi dari suku Muzainah. Kedua orang laki-laki itu. bertanya, “Di manakah orang-orang?” Lalu kedua orang laki-laki itu mendatangi sebuah kota dan hanya melihat seekor serigala. Kemudian kedua orang laki-laki itu dihampiri oleh dua malaikat yang langsung menyeret muka mereka untuk dikumpulkan dengan seluruh manusia yang lainnya.
Hadis tersebut menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi di dunia, sebagaimana yang dikatakan oleh al-Qadhi lyadh.
Ketiga, pengumpulan manusia di Padang Mahsyar. Penjelasan mengenai hal ini insya Allah akal dibahas dalam pembicaraan nanti. Allah berfirman,
“Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia), dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (QS. al-Kahfi: 47)
Keempat, pengumpulan manusia menuju surga dan neraka. Allah Ta’ala berfirman,
“(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)
Yaitu, mereka naik unta sebagai kendaraannya. Ada yang mengatakan bahwa mereka menaiki amal-amal saleh mereka.
Terdapat beberapa riwayat hadis yang menerangkan tentang hal itu. Di antaranya ialah hadis yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Sa’ad dari Ali dari Nabi Saw. tentang firman Allah,
“(ingatlah) pada hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, bagaikan kafilah yang terhormat.” (QS. Maryam: 85)
Beliau lalu bersabda, “Mereka dikumpulkan bukan dengan berjalan kaki dan bukan pula dengan cara digiring paksa oleh malaikat. Tetapi, mereka menaiki unta surga yang belum pernah dilihat oleh seluruh makhluk. Pelananya terbuat dari emas dan tali kendalinya terbuat dari zamrud. Mereka duduk di atasnya dengan nyaman hingga sampai di depan pintu surga.”
Orang-Orang yang bertakwa disebut sebagai perutusan (kafilah) yang terhormat karena mereka mendahului manusia lainnya dalam memenuhi seruan Allah untuk melaksanakan perintah-Nya. Mereka selalu melaksanakan perintah-Nya dengan segera dan bersungguh-sungguh, sehingga mereka disambut malaikat dengan berita gembira. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan para malaikat akan menyambut mereka dengan ucapan, ‘Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS. al-Anbiya’: 103)
Kabar gembira tersebut membuat mereka semakin bersemangat dalam berbuat kebaikan. Orang-orang yang bertakwa selalu berlomba-lomba dalam ketaatan kepada Allah.
Adapun nasib orang-orang zalim adalah seperti yang difirmankan Allah Ta’ala,
“Dan Kami akan menggiring orang yang durhaka ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 86)
Maksudnya, mereka akan dihalau ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan haus.
“Pada hari itu Kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan (wajah) biru muram.” (QS. Thaha: 102)
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli.” (QS. al-isra’: 97)
“Orang-orang yang dikumpulkan di neraka Jahanam dengan diseret wajahnya, mereka itulah paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS. al-Furqan: 34)
Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw. “Wahai Rasulullah, orang-orang itu dikumpulkan dengan cara diseret muka mereka, apakah orang kafir juga demikian?” Beliau balik bertanya, “Bukankah Tuhan yang telah menjalankan dia dengan kedua kakinya, juga kuasa menjalankan dia dengan mukanya pada hari Kiamat?”
Ketika sabda Nabi Saw. tersebut sampai kepada Qatadah, dia berkata, “Demi Allah, tentu saja Allah kuasa.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari.
Abu Hamid berkata, “Sudah menjadi watak manusia tidak akan percaya pada hal-hal yang belum pernah disaksikannya. Seandainya saja seseorang belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri seekor ular yang bisa berjalan dengan perutnya, tentu ia tidak akan mempercayainya. Sebab, berdasarkan pengalaman yang diketahui, berjalan itu harus dengan kaki. Bahkan, seandainya ia belum pernah melihat orang berjalan dengan kaki, sangat boleh jadi ia tidak mempercayainya. Oleh sebab itu, janganlah kamu memungkiri keajaiban-keajaiban pada hari Kiamat dengan alasan karena bertentangan dengan logika. Seandainya kamu belum pernah menyaksikan keajaiban-keajaiban dunia, lalu kamu diperlihatkannya, sangat boleh jadi kamu tidak akan mempercayainya. Bayangkanlah keadaan dirimu di akhirat nanti. Kamu akan berdiri di hadapan Allah dalam keadaan telanjang, hina, kebingungan, tercengang sambil menunggu keputusan Allah terhadap dirimu, apakah termasuk orang bahagia ataukah orang celaka.”
Pengumpulan di Padang Mahsyar
Disebutkan bahwa yang dimaksud adalah ash-Shakhrah adalah batu besar yang berada di Baitul Maqdis. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.” (QS. Qaf: 41)
Abu Nu’aim berkata, telah mengabarkan kepada kami bapakku dari Ishak dari Muhammad dari Abdurrazaq dari al-Mundzir dari Nu’man bahwa dia mendengar Wahab bin Munabbih berkata, Allah Ta’ala berfirman kepada batu besar (ash-Shakhrah) di Baitul Maqdis, “Aku akan meletakkan Arasy-Ku di atasmu, dan di atasmu pula Aku akan mengumpulkan seluruh ciptaan-Ku. Pada saat itu, Daud akan mendatangimu dengan menunggangi kendaraannya.” Mengenai firman-Nya,
“Dan dengarkanlah (seruan) pada hari (ketika) penyeru (malaikat) menyeru dari tempat yang dekat.” (QS. Qaf: 21)
Sebagian ulama berkata bahwa seorang malaikat akan berdiri di atas ash-Shakhrah di Baitul Maqdis seraya berseru, “Hai tulang belulang yang telah usang, hai anggota badan yang telah terputus, hai tulang belulang yang telah keropos, hai kain-kain kafan yang telah rusak, hai hati-hati yang telah kosong, hai tubuh-tubuh yang telah hancur, hai mata-mata yang telah leleh, bangkitlah kalian untuk menemui Tuhan pemilik semesta alam!”
Menurut Qatadah, yang menyeru itu adalah malaikat pemegang sangkakala, dia menyeru dari atas ash-Shakhrah di Baitul Maqdis.
Ka’ab berkata, ash-Shakhrah ini merupakan tempat terdekat dari langit, jaraknya sekitar 18 mil, ini menurut pendapat al-Mawardi. Pendapat lain mengatakan bahwa jaraknya hanya 12 mil, seperti disebutkan oleh al-Qusyairi. Pendapat lain mengatakan bahwa malaikat yang menyeru adalah Malaikat Jibril. Wallahu a’lam.
Ikrimah mengatakan, penyeru akan berseru, seolah-olah berseru langsung ke telinga mereka masing-masing. Dalam Surah Qaf ayat 42 disebutkan, “(Yaitu) pada hari (ketika) mereka mendengar suara dahsyat dengan sebenarnya.” Yang dimaksud adalah tiupan sangkakala. “itulah hari keluar (dari kubur). (Yaitu) pada hari (ketika) bumi terbelah, mereka keluar dengan cepat.” Malaikat penyeru adalah Malaikat peniup sangkakala dari Baitul Maqdis. “Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi kami.” (QS. Qaf : 44).
Apabila ada yang bertanya, “Bagaimana mungkin orang yang telah mati akan mendengar seruan?” Maka jawabannya adalah bahwa tiupan untuk menghidupkan itu akan berlangsung lama dan panjang. Yaitu, tiupan di awal untuk menghidupkan, dan selanjutnya untuk mengagetkan sehingga mereka bangkit dari kubur Manakala tiupan di awal tidak terdengar maka tiupan yang panjang itu akan didengarnya, sehingga manusia hidup kembali dan bangkit dari dalam kuburnya, sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa roh-roh tersebut berada dalam sangkakala. Maka ketika sangkakala itu ditiup untuk kedua Kalinya, roh-roh tersebut akan mendatangi jasadnya masing-masing. Allah Ta’ala berfirman,
“Lalu ditiuplah sangkakala, maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya.” (QS. Yasin: 51)
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, “Manusia akan kumpulkan pada hari Kiamat dalam Keadaan gelap’ gulita, langit dilipat, bintang-bintang berjatuhan, matahari dan bulan lenyap. Kemudian terdengar seruan, dan pada saat itu manusia mengikuti suara tersebut. Itulah maksud dari firman Allah Ta’ala,
“Pada hari itu mereka mengikuti (panggilan) penyeru (malaikat) tanpa berbelok-belok (membantah).” (QS. Thaha: 108)
Pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
“Apabila langit terbelah, dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan, dan apabila lautan dijadikan meluap.” (QS. al-Infithar: 1-3)
Yaitu, meluapnya air tawar ke dalam air asin dan meluapnya air asin ke dalam air tawar. Di dalam tafsirnya, Qatadah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ayat, “Dan apabila kuburan-kuburan dibongkar.” (QS. al infithar: 4), yakni orang-orang yang sudah mati dikeluarkan Kembali dari kuburnya masing-masing.
Allah Ta’ala berfirman,
“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya patuh, dan apabila bumi diratakan.” (QS. al-Insyiqaq: 1-3)
Bumi benar-benar menjadi sangat rata, yakni, saat bumi ini telah diganti dengan bumi lain yang tanahnya putih seperti perak. Sedikit pun belum pernah perbuatan dosa dikerjakan di atasnya. Pada waktu itu, bumi memuntahkan orang-orang yang telah mati sehingga semuanya berkumpul di atas bumi tersebut.
Muslim meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan di tanah yang berwarna putih mengkilap laksana tepung yang putih bersih. Tidak seorang pun di atasnya yang mengenali orang lain.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Khathib dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, “Pada hari Kiamat manusia akan dikumpulkan dalam keadaan lapar yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dalam keadaan haus yang belum pernah dirasakan sebelumnya, dalam keadaan telanjang yang belum pernah mereka telanjang seperti itu, dalam keadaan sangat lesu yang belum pernah mereka alami rasa lesu seperti itu. Barang siapa memberi makan orang lain, maka Allah akan memberi dia makan pada waktu itu. Barang siapa memberi minum orang lain, maka Allah akan memberinya minum pada waktu itu. Barang siapa memberi pakaian kepada orang lain, maka Allah akan memberinya pakaian pada waktu itu. Barang siapa beramal karena Allah, maka Allah akan melindunginya pada waktu itu. Barang siapa menolong agama Allah di dunia, maka Allah akan memberikan ketenteraman padanya pada hari itu.”
Manusia Dikumpulkan di Padang Mahsyar Dalam Bentuk Beraneka Ragam
Diriwayatkan dari hadis Mu’adz bin Jabal, dia berkata, aku bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, apa maksud dari firman Allah, “(yaitu) pada hari (ketika) sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong-bondong,” (QS. an-Naba’: 18)
Nabi Saw. lalu bersabda, “Hai Mu’adz, engkau bertanya tentang sesuatu yang besar.” Kemudian beliau tidak dapat menahan air mata dan menangis. Beliau pun melanjutkan sabdanya, “Umatku akan kumpulkan dalam sepuluh kelompok. Allah Ta’ala akan memisahkan mereka dari jama’ah kaum muslimin dan mengganti wajah mereka. Di antara mereka akan ada yang berbentuk kera; sebagian lagi ada yang berbentuk babi; sebagian lagi ada yang terbalik, kakinya berada di atas sedangkan wajahnya diseret; sebagian lagi ada yang buta dengan berjalan bolak balik; sebagian lagi ada yang tuli, bisu, dan tidak memiliki akal; sebagian lagi ada orang yang terus menggigit lidahnya sendiri, yang terjulur keluar sampai ke dada, sedang dari mulutnya mengalir cairan busuk yang membuat orang-orang merasa jijik padanya; sebagian lagi ada yang memotong tangan dan kaki mereka sendiri; sebagian lagi ada yang disalib di atas-batang-batang api; sebagian lagi ada yang berbau lebih busuk daripada bangkai; dan sebagian lagi ada yang mengenakan jubah-jubah longgar dari ter.
Adapun orang-orang yang berbentuk kera adalah para pemfitnah, yaitu pengadu domba. Orang-orang yang berbentuk babi adalah para pemakan harta batil, haram, dan pungutan liar. Orang-orang yang terbalik kepala dan wajahnya adalah para pemakan riba. Orang buta adalah Orang yang menyelewengkan hukum. Orang tuli dan bisu adalah orang yang merasa sombong dengan amal-amalnya. Orang yang terus menggigit lidahnya sendiri adalah para ulama dan tukang-tukang cerita, yang perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya. Orang yang memotong tangan dan kakinya sendiri adalah orang yang selalu menyakiti tetangga. Orang yang disalib di atas batang-batang api adalah mereka yang mengadukan orang yang tak bersalah kepada penguasa. Orang yang baunya lebih busuk daripada bangkai adalah mereka yang menuruti hawa nafsunya dan menghalangi hak Allah dari hartanya.
Sedangkan orang yang mengenakan jubah-jubah longgar dari ter adalah mereka yang sombong, takabur, dan berbangga diri.”
Dalam kitab Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid mengatakan bahwa sebagian manusia yang dikumpulkan di Padang Mahsyar berdasarkan pada kesenangannya sewaktu di dunia. Ada yang kebiasaan di dunianya bersandar di tiang masjid untuk beri’tikaf. Maka ketika mereka bangkit dari kuburnya, ada yang memegang tangan Kanannya, lalu dia berkata, “Enyahlah kamu, sungguh kamu telah menghalangiku dari zikir kepada Allah.” Kemudian pegangan itu datang lagi seraya berkata, “Aku adalah sahabat yang akan menemanimu sampai Allah menetapkan hukum-Nya untuk kita. Sebab, Dia-lah yang sebaik-baik pemberi putusan.” Orang yang suka mabuk akan dibangkitkan dalam keadaan mabuk, peniup seruling akan dibangkitkan dalam keadaan memainkan seruling. Setiap orang akan dibangkitkan dalam keadaan yang telah menghalanginya dari jalan Allah.
Abu Hamid berkata, “Seperti hadis yang diriwayatkan secara sahih bahwa peminum arak akan dibangkitkan dengan botol tergantung di lehernya dan tangannya memegang gelas. Baunya sangat busuk melebihi baunya bangkai yang ada di bumi. Setiap orang yang melewatinya akan melaknatnya.
Ketika setiap orang sudah duduk di atas kuburnya dengan kondisi masing-masing, ternyata di antara mereka ada yang telanjang, ada yang berpakaian, ada yang hitam, ada yang putih, ada yang bercahaya tapi dengan cahaya yang lemah, dan ada juga yang bercahaya terang seperti matahari. Kepala mereka semua tertunduk selama ribuan tahun. Sampai akhirnya, muncul kobaran api dari arah barat, yang digiring oleh suara gemuruh. Maka, seluruh pemimpin rombongan, baik manusia, jin, burung, dan binatang buas, heran dan terkejut dengan datangnya api itu. Kemudian setiap amal masing-masing berkata kepada mereka, bangunlah dan berangkatlah ke Padang Mahsyar.”
Orang yang mempunyai amal kebaikan, pada saat itu akan menjadi kendaraan baginya. Ada yang berbentuk bigal, keledai, dan ada juga yang berbentuk kambing. Binatang tersebut kadang dinaiki dan kadang juga dituntun. Allah menjadikan cahaya yang melingkar dari arah depan dan kanan mereka seperti senter. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah,
“Betapa cahaya mereka bersinar di depan dan di samping kanan mereka.” (QS. al-Hadid: 12)
Tidak ada cahaya dari arah kiri mereka, hanya kegelapan yang hebat sehingga tidak dapat ditembus oleh pandangan, sebab tidak ada cahaya sama sekali. Orang-orang kafir kebingungan dan bolak balik tanpa arah. Orang. orang mukmin pun dapat merasakan kegelapan dahsyat itu, sehingga mereka bertahlil dan bertahmid atas cahaya yang diberikan Allah, yang terpancar dari depan dan samping kanan mereka sehingga mereka dapat berjalan dengan cahaya itu. Sebab, Allah hendak memperlihatkan kepada hamba-Nya yang beriman, agar dia dapat melihat berbagai siksa yang pedih, sehingga dia dapat merasakan nikmat pahala yang diberikan kepadanya. Sebagaimana yang dilakukan Allah terhadap penghuni surga dan penghuni neraka, sebagaimana firman-Nya,
“Maka dia meninjaunya, lalu dia melihat (teman)nya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala.” (QS. ash-Shaffat: 55)
“Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang zalim itu.” (QS. al-A’raf: 47)
Ada empat perkara yang tidak bisa dirasakan nikmatnya kecuali oleh empat orang; Yaitu: Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya hidup kecuali orang mati; Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya nilai kekayaan kecuali orang fakir; Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya nilai kesehatan kecuali bagi mereka yang terkena musibah dan penyakit; Dan, tidak ada yang mengetahui betapa berharganya masa muda kecuali orang sudah tua.
Satu riwayat menambahkan, “Tidak ada yang mengetahui betapa berharganya surga yang penuh dengan kenikmatan kecuali penghuni neraka Jahim.
Di antara mereka juga saat itu, ada yang tetap berdiri sampai ada cahaya bersinar, lalu kembali berhenti karena kadang cahaya itu hilang dan sirna. Kondisi mereka di akhirat ditentukan oleh kadar keimanan dan amal seseorang sewaktu di dunianya.
Menyatukan Ayat-ayat Tentang Hari Pengumpulan, yang Menurut Zahirnya Ayat Itu Seolah-olah Bertentangan
Allah Ta’ala berfirman,
- “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa) seakan-akan tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali sesaat saja pada siang hari (pada waktu) mereka saling berkenalan.” (QS. Yunus: 45)
- “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur dalam keadaan buta, bisu, dan tuli (QS. al-Isra’: 97)
- “Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur) (QS. Yasin: 52)
Firman Allah (Yasin: S2) berlawanan dengan firman-Nya yang mengatakan bahwa mereka akan bisu (al-Isra’: 52). Sedang pada ayat ini (Yunus: 45) dikatakan bahwa mereka Kelak an berkenalan satu sama lain.
Allah Ta’ala berfirman,
“Paka pasti akan Kami tanyakan kepada at yang telah mendapat seruan (dari Rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul,” (QS. al-A’raf: 6)
Tanya jawab tersebut tidak mungkin terjadi kecuali dengan berbicara dan mendengar. Hal ini seolah-olah berlawanan dengan ayat yang mengatakan bahwa kelak mereka akan menjadi tuli dan bisu. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari itu kami kumpulkan orang-orang yang berdosa dengan (wajah) biru muram.” (QS. Thaha: 102)
“Maka seketika itu mereka keluar dari kuburnya (dalam keadaan hidup), menuju kepada Tuhannya.” (QS. Yasin: 51)
“(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” (QS. al-Ma’arij: 43)
Keluar dengan segera yang dinyatakan dalam ayat-ayat di atas tentunya berlawanan dengan pengumpulan yang dilakukan dengan diseret wajahnya, yang disebutkan pada ayat sebelumnya.
Untuk menjawab permasalahan ini maka bisa dikemukakan jawaban sebagai berikut:
Pada saat manusia dihidupkan dan dibangkitkan dari kubur mereka masing-masing, kondisi mereka tidak sama semuanya, tidak sama kedudukannya, dan tidak sama posisinya. Mereka semua berbeda-beda. Perbedaan informasi tentang mereka karena memang keadaan mereka yang sama. Secara umum mereka terbagi kepada lima keadaan: 1) Keadaan mereka saat dibangkitkan dari dalam kubur; 2) Keadaan mereka saat menuju tempat hisab; 3) Keadaan mereka saat dihisab; 4) Keadaan mereka saat menuju ke tempat pembalasan; dan 5) Keadaan mereka saat berada di tempat terakhir mereka yang abadi.
Kondisi pertama, yaitu keadaan mereka saat dibangkitkan dari dalam kubur. Orang-orang kafir dibangkitkan dari dalam kubur dalam kondisi pancaindra dan anggota badan yang sempurna. Allah Ta’ala berfirman,
“(Pada waktu) mereka saling berkenalan.” (QS. Yunus: 45)
“Mereka saling berbisik satu sama lain, “Kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sepuluh (hari).” (QS. Thaha: 103)
“Maka seketika itu mereka bangun (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah)” (Qs. az-Zumar: 68)
“Berapa tahunkah firman-Nya kamu tinggal di bumi?” Mereka menjawab, “Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada mereka yang menghitung.” Dia (Allah) berfirman, “Kamu tinggal (di bumi) hanya sebentar saja, jika kamu benar-benar mengetahui.” Maka apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami” (QS. al-Mu’minun: 112-115)
Kondisi kedua, yaitu keadaan mereka saat menuju tempat hisab. Pada saat ini, mereka juga masih mempunyai pancaindra yang sempurna. Sebagaimana firman Allah Ta‘ala,
“(Diperintahkan kepada malaikat), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah, selain Allah, tatu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka (di tempat perhentian), sesungguhnya mereka akan ditanya.” (QS. ash-Shaffat: 22-24)
Makna dari kata fahduuhum adalah tunjukkanlah kepada mereka. Tentu saja, tidak ada petunjuk bagi mereka yang buta dan tuli, dan tidak akan ada pertanyaan untuk mereka yang bisu. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa keadaan mereka saat itu lengkap dengan pandangan, pendengaran dan lisan yang bisa berbicara.
Kondisi ketiga, yaitu keadaan mereka saat dihisab. Saat itu mereka juga berada dalam kondisi pancaindra yang sempurna untuk mendengarkan apa yang disampaikan kepada mereka, membaca kitab yang diberikan kepada mereka, dan mereka berbicara termasuk anggota badannya untuk menceritakan amal mereka, yang baik atau pun yang buruk. Allah Ta’ala berfirman,
“Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya.” (QS. al-Kahfi. 49)
Mereka lalu berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (QS. Fushshilat: 21), sehingga mereka menyaksikan berbagai peristiwa di hari Kiamat yang pada saat di dunia mereka mendustakan kedahsyatannya. Dan pada saat itu kondisi manusia berbeda-beda.
Kondisi keempat, yaitu keadaan mereka saat menuju ke tempat pembalasan, atau pada saat mereka menuju neraka Jahanam. Pada saat itu, Allah Ta’ala mencabut pendengaran, penglihatan, dan lisan mereka. Sebagaimana firman Allah,
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat dengan wajah tersungkur, dalam keadaan buta, bisu, dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam.” (QS, al-Isra’: 97)
“Orang-orang yang berdosa itu diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (QS. ar-Rahman: 41)
Bisa jadi dimaksudkan sebagai isyarat terhadap yang mereka rasakan karena penglihatan, pendengaran dan lisan mereka telah dicabut oleh Allah.
Kondisi kelima, yaitu keadaan mereka saat berada di tempat terakhir mereka yang abadi, atau keadaan mereka ketika sudah berada di dalam neraka. Kondisi mereka terbagi ke dalam dua bagian. Yaitu mereka yang tinggal selama-lamanya dan mereka yang hanya menerima balasan dari perbuatan buruknya saja. Mereka yang tinggal selamanya-lamanya melewati perjalanan dari tempat hisab sampai ke pinggir neraka dalam keadaan buta, tuli, dan bisu. Kondisi ini sebagai bentuk penghinaan untuk mereka sekaligus membedakan mereka dengan yang lainnya. Kemudian pancaindra mereka dikembalikan agar mereka dapat menyaksikan kedahsyatan neraka dan siksa-siksa yang dijanjikan Allah untuk mereka, termasuk Malaikat Zabaniah dan seluruh siksaan bagi mereka yang mendustakannya di dunia. Selanjutnya, mereka menetap di neraka dengan pancaindra yang sempurna. Mereka dapat berbicara, mendengar, dan melihat. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tertunduk karena (merasa) hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu.” (QS. asy-Syura: 45)
“Dan seandainya engkau (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia) tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (QS. al-An’am: 27)
“Setiap kali suatu umat masuk, dia melaknat saudaranya, sehingga apabila mereka telah masuk semuanya, berkatalah orang yang (masuk) belakangan (kepada) orang yang (masuk) terlebih dahulu, “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami. Datangkanlah siksaan api neraka yang berlipat ganda kepada mereka.” Allah berfirman, “Masing-masing mendapatkan (siksaan) yang berlipat ganda, tetapi kamu tidak mengetahui.” Dan orang-orang yang (masuk) terlebih dahulu berkata kepada yang (masuk) belakangan, “Kamu tidak mempunyai kelebihan sedikit pun atas kami. Maka rasakanlah azab itu karena perbuatan yang telah kamu lakukan.” (QS. al-A’raf: 38-39)
“Setiap kali ada sekumpulan (orang-orang kafir) dilemparkan ke dalamnya, penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka, “Apakah belum pernah ada orang yang datang memberi peringatan kepadamu (di dunia)?”
Mereka menjawab, “Benar, sungguh, seorang pemberi peringatan telah datang kepada kami, tetapi kami mendustakan(nya) dan kami katakan, Allah tidak menurunkan sesuatu apa pun.” (QS. al-Mulk: 8-9)
Allah Ta’ala mengabarkan bahwa penghuni neraka akan memanggil-manggil penghuni surga. Firman-Nya,
“Para penghuni neraka menyeru para penghuni surga, “Tuangkanlah (sedikit) air kepada kami atau rezeki apa saja yang telah Dikaruniakan Allah kepadamu.” (QS. al-A’raf: 50)
Allah juga akan mengabarkan bahwa para penghuni surga akan memanggil para penghuni neraka. Firman-nya,
“Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, “Sungguh, Kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Mereka menjawab, “Benar.” (QS. al-A’raf: 44)
lalu penghuni neraka akan berkata sebagaimana dalam firman-Nya,
Dan mereka berseru, “Wahai (Malaikat) Moatik! Biarlah Tuhanmu mematikan kami saja.” Dio menjawab, “Sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (QS. az-Zukhruf: 77)
Penghuni neraka akan berkata kepada penjaga neraka, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu agar Dia meringankan azab atas kami sehari saja. Maka (penjaga-penjaga Jahanam) berkata, “Apakah rasul-rasul belum datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata” Mereka menjawab, “Benar, sudah datang.” (Penjaga-penjaga Jahanam) berkata, “Berdoalah kamu (sendiri!)” Namun doa orang-orang kafir itu sia-sia belaka.” (QS. Ghafir: 49-50)
Adapun orang-orang yang masuk ke dalam neraka sebagai akibat dari kejahatan mereka akan berkata, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia), jika kami masih juga kembali (kepada kekafiran)sungguh, kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Mu’minun: 107) lalu Allah berfirman, “Dia (Allah) berfirman, “Tinggalah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)
Dan ditetapkan oleh Allah bahwa mereka kekal dalam siksaan di neraka, seperti yang ditampakkan di hadapan mereka seekor domba hitam yang berbelang putih, yang diberi nama “kematian”. Kemudian domba itu disembelih di atas jembatan antara surga dan neraka. Kemudian dia berseru, “Hai penghuni surga, kalian kekal di dalamnya, tidak akan ada lagi kematian. hai penghuni neraka, kalian kekal di dalamnya, tidak akan ada lagi kematian.” Dan, pada saat itu pendengaran mereka dicabut. Ada juga yang berpendapat bahwa penglihatan dan lidah mereka dicabut. Akan tetapi, yang pasti dicabut adalah pendengaran mereka, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Mereka merintih dan menjerit di dalamnya (neraka), dan mereka di dalamnya tidak dapat mendengar.” (QS. al-Anbiya’: 100)
Saat pendengaran mereka dicabut, mereka merintih merasakan kesakitan yang sangat di dalam api neraka. Penyebab dari dicabutnya pendengaran mereka, bisa jadi karena mereka tidak memedulikan seruan Allah ketika di dunia, bahkan mereka mengingkarinya. Padahal bukti yang nyata sudah terlihat jelas di hadapan mereka. Sehingga balasan yang setimpal bagi mereka adalah dengan mencabut pendengaran mereka.
Saat di dunia, mereka mengatakan kepada nabi yang membawa berita, “Pada telinga kami terdapat sumbatan. Dan di antara kami dengan kamu terdapat penghalang.” (QS. Fushshilat: 5)
Mereka juga berkata kepada sesamanya, Janganlah kalian mendengarkan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk di dalamnya.” (QS. Fushshilat: 26)
Umat Nabi Nuh menjadikan pakaian mereka sebagai penutup mata dan telinga agar mereka tidak melihat Nabi Nuh as. dan agar tidak mendengar ajakannya. Allah juga menceritakan tentang Orang-orang kafir pada masa Rasulullah Saw..
“Ingatlah, sesungguhnya mereka (orang, orang munafik) memalingkan dada untuk untuk menyembunyikan diri dari dia (Muhammad). Ingatlah, ketika mereka menyelimuti dirinya dengan kain.” (QS. Hud: 5)
Jika dikatakan bahwa pandangan mereka juga dicabut, bisa saja demikian karena di dunia mereka melihat hal lainnya sedangkan mereka tidak mau mengambil pelajaran dari kebenaran. Dan lisan yang dicabut karena mereka ketika disampaikan kebenaran kepada mereka, mereka mengingkarinya (dengan lisannya). ini merupakan bentuk kompromi antara ayat-ayat tersebut di atas, sebagaimana yang disampaikan oleh para ulama. Wallahu ‘alam.
Manusia Dikumpulkan di Hadapan Allah Dalam Keadaan Tidak Beralas Kaki, Telanjang, dan Tidak Berkhitan
Muslim meriwayatkan dari ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, hai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan, sebagaimana firman-Nya,
“Sebagaimana kita diciptakan pertama kali, seperti itu pula kita akan dikembalikan sebagai satu janji yang telah kami tetapkan. Dan Kami sungguh akan melakukannya.” (QS. al-Anbiya’: 104)
Ketahuilah bahwa manusia pertama yang akan diberikan pakaian saat itu adalah Ibrahim a.s.. Saat itu, ada sebagian dari umatku yang diseret kepada kelompok kiri, kemudian aku berkata, “Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku-” Kemudian Allah menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan sepeninggalmu.” lalu, aku berkata seperti yang dikatakan oleh seorang hamba yang saleh,
“Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di tengah-tengah mereka. Maka setelah Engkau mewafatkan aku, Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkaulah yang Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. al-Ma’idah: 117-118)
Kemudian Nabi Saw. bersabda, lalu dikatakan kepadaku, “Sesungguhnya mereka selalu berpaling dan murtad sejak engkau tinggalkan mereka.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Majah.
Bukhari dan Tirmidzi juga meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Haidah dari Nabi Saw. dalam sebuah hadis, dia berkata, bahwa Nabi Saw. pernah menunjuk dengan tangannya ke arah Syam, seraya bersabda, “Ke sanalah kalian akan dikumpulkan. Ada yang menunggangi kendaraan dan ada juga yang berjalan kaki, bahkan ada yang berjalan dengan mukanya sendiri di hari Kiamat. Kalian akan mendapatkan berangus pada mulut-mulut kalian. Kalian akan menyempurnakan 70 umat. Kalian merupakan umat terbaik dan paling mulia di sisi Allah. Maka yang pertama-tama berbicara tentang diri salah seorang dari kalian adalah pahanya”
Dalam riwayat lain yang disebutkan oleh Ibnu Abi Syaibah, “Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya.
Sabda Nabi Saw., “tidak berkhitan” maksudnya adalah belum berkhitan dan berwarna, seperti tepung, putih kemerah-merahan. Al Fidam artinya diberangus yang dilapisi oleh sebuah wadah seperti panci, sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Laitsi. Abu Ubaid berkata, yang demikian itu dimaksudkan karena mereka dilarang berbicara sebelum anggota badannya berbicara, maka keadaan ini sama dengan seperti diberangus, sehingga yang pertama kali berbicara adalah paha-paha mereka.
Sabda Nabi Saw, “Manusia pertama yang akan diberikan pakaian saat itu adalah Ibrahim a.s.” itu menunjukkan keutamaan dan keagungan yang dianugerahkan kepada Nabi Ibrahim a.s., keistimewaan yang sama seperti yang anugerahkan kepada Nabi Musa a.s. yang didapati oleh Rasulullah Saw. tengah bergantung pada kaki Arasy. Sedang Nabi Saw adalah orang yang pertama-tama keluar dari bumi (kubur) pada hari Kiamat. Keistimewaan tersebut bukan berarti dia (Musa) lebih utama dari Nabi Muhammad Saw..
Abu al-Abbas Ahmad bin Umar mengatakan dalam kitabnya, al-Mufham, “Mungkin juga yang dimaksud dengan manusia pada hadis ini adalah manusia selain Nabi Saw..” Wallahu a’lam.
Menurutku, pendapat ini baik, kalau saja tidak ada dalil yang menyanggahnya. Ibnu al Mubarak dalam kitab ar-Raqa’iq meriwayatkan dari Sufyan dari Umar bin Qais dari al-Minhar bin Umar dari Abdullah bin al-Harits dari Ali, dia berkata, “Orang yang pertama-tama diberikan pakaian saat itu adalah khalilullah Ibrahim, yaitu dua potong kain Qibthiyyah. Kemudian Muhammad Saw. diberikan pakaian, yaitu sepotong kain yang indah dari sebelah kanan Arasy.” Riwayat ini disebutkan juga oleh Baihaqi.
Orang yang Pertama Kali Diberi Pakaian Pada Hari Kiamat Adalah Nabi Ibrahim a.s.
Ibad bin Katsir meriwayatkan dari Abu az-Zubair, dia berkata, “Pada hari Kiamat, para muazin dan pembaca talbiyah akan keluar dari kubur mereka dalam keadaan mengumandangkan azan dan bertalbiyah. Dan, orang yang pertama-tama diberi pakaian dari surga adalah Ibrahim khalilullah, lalu Nabi Muhammad Saw., lalu para nabi dan para rasul, lalu para muazin. Mereka akan disambut oleh para malaikat dengan kendaraan-kendaraan yang terbuat dari cahaya berwarna merah. Tali kekangnya dari zamrud hijau dan tempat duduknya dari emas. Mereka diiringi dari kubur mereka menuju Padang Mahsyar oleh 70.000 malaikat.” Hadis ini disebutkan oleh al-Hulaimi dalam kitab Minhaj ad-Din.
Abu Nu’aim al-Hafizh menyebutkan dari hadis al-Aswad, Al qamah, dan Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata, telah datang kepada Nabi Saw. dua orang anak Mulaikah, dan di antara mereka terlibat pembicaraan, “… Maka orang yang pertama-tama diberi pakaian adalah Ibrahim a.s.. Kemudian dikatakan kepadanya, berikan pakaian kepada kekasih-Ku. Lalu, didatangkan kepadanya dua potong kain berwarna putih, dan langsung dipakaikan kepadanya, lalu dia duduk menghadap Arasy. Kemudian didatangkan juga pakaianku, maka aku pun langsung memakainya dan berdiri di sebelah kanannya. Pada saat itu, tidak ada yang berdiri kecuali aku. Karenanya, umat-umat yang dahulu maupun umat yang kemudian menginginkan kedudukan sepertiku ….”
Dalam kitab al-Asma’ wa ash-Shifah Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya sendiri dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki dan telanjang. Dan orang yang pertama-tama diberi pakaian dari surga adalah Ibrahim a.s.. Dia diberi pakaian berupa sepotong kain dari surga, lalu dia duduk di atas kursi, di sebelah kanan Arasy. Kemudian didatangkan pula kepadaku pakaian berupa sepotong kain dari surga. Pada saat itu, tidak ada seorang pun manusia yang tegak berdiri. Lalu diberikan kepadaku sebuah kursi, maka aku pun duduk dengan menghadap Arasy.”
Riwayat tersebut menjelaskan bahwa Nabi Ibrahim a.s. adalah orang yang pertama kali diberi pakaian dari surga, kemudian Nabi kita Muhammad Saw., seperti yang dijelaskan oleh Nabi Saw. dalam hadis tersebut. Maka benar-benar beruntung orang yang saat itu diberi pakaian dari surga. Artinya, dia akan terlindung dari hal-hal yang tidak menyenangkan di Padang Mahsyar. Dia akan terhindar dari keringat, sengatan panas matahari, dan kengerian. kengerian lainnya yang ada di Mahsyar.
Hikmah Diberikannya Pakaian Pertama Kepada Nabi Ibrahim as.
Para ulama berbicara tentang hikmah dari diberikannya pakaian pertama kepada Ibrahim a.s.. Disebutkan bahwa salah satu kemungkinan kenapa beliau yang terpilih adalah bahwa tidak ada orang, baik dari generasi terdahulu atau pun berikutnya yang sangat takut kepada Allah kecuali Nabi Ibrahim as. Sehingga didahulukanlah dia untuk mendapatkan pakaian tersebut agar hatinya tenang dan tenteram.
Penyebab lainnya mungkin juga karena Nabi Ibrahim a.s. adalah orang pertama yang mendapatkan perintah untuk mengenakan celana ketika akan melaksanakan shalat, agar lebih hati-hati dalam menutup aurat serta memelihara farjinya agar jangan menyentuh tempat shalatnya. Beliau menjalankan perintah Allah dengan penuh komitmen sehingga beliau menjadi orang yang pertama kali diberi pakaian untuk menutupi auratnya di hari Kiamat.
Kemungkinan lain adalah karena besar dugaan bahwa pada saat beliau akan dilemparkan ke dalam api, orang-orang yang melemparkannya menanggalkan pakaian beliau di depan orang-orang. Apa yang beliau alami itu merupakan pengorbanan beliau menegakkan tauhidullah. Demikian sabar dan tabahnya beliau, sehingga beliau pantas mendapatkan balasan dan perlindungan Allah dari bahaya api di dunia dan di akhirat, hingga beliau menjadi Orang pertama yang mendapatkan perlindungan pada saat semua Orang telanjang pada hari Kiamat. inilah mungkin takwil yang terbaik. Wallahu a’lam.
Setelah pakaian pertama diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s., selanjutnya pakaian kedua diserahkan kepada Nabi Muhammad Saw., dan tidak ada satu pun manusia yang bangkit berdiri. Artinya, Pakaian tersebut merupakan pakaian terbaik, sehingga posisi beliau setara dengan Nabi Ibrahim a.s. yang mendapatkan kesempatan pertama mendapatkannya. Demikian yang disebutkan oleh al-Hulaimi.
Sabda Nabi Saw., “Kalian akan mendapatkan berangus pada mulut-mulut kalian.” Al Fidam adalah kerangkeng yang dilapisi wadah seperti panci sebagaimana yang disebutkan oleh Imam al-Laitsi.
Abu ‘Ubaid berkata, “Maksudnya adalah bahwa mulut mereka dilarang untuk berbicara sebelum seluruh anggota badannya berbicara. Hal itu sama dengan diberi berangus atau kerangkeng mulut, yang dilapisi wadah seperti panci.” Sufyan berkata, “Kerangkeng mulut atau berangus mereka dari lidah mereka sendiri. Kerangkeng atau berangus ini merupakan bentuk perumpamaan.”
Penjelasan Ayat, “‘Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya.’”? (QS. ‘Abasa: 37)
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas Kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.” Aku lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, laki-laki dan perempuan dikumpulkan, mereka bisa saling melihat satu sama lainnya?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, pada waktu itu urusan mereka jauh lebih dahsyat daripada saling melihat (aurat) satu sama lain.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dikumpulkan dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.” Salah seorang perempuan bertanya, “Pada waktu itu, apakah sebagian dari kami akan melihat aurat sebagian yang lain?” Beliau lalu bersabda, “Hai Fulanah, “Setiap orang Cari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa : 37) Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan dan sahih.
Keadaan Jasad Manusia Saat Dibangkitkan
Bab ini dan yang sebelumnya menjelaskan bahwa manusia akan dibangkitkan dan dikumpulkan di Padang Mahsyar dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan, sebagaimana firman-Nya,
“Sebagaimana pertama diciptakan, sepert? itu pula dikembalikan.” (QS. al-Anbiya’: 104)
Para ulama berkata, “Pada hari Kiamat, tiap-tiap hamba akan dikumpulkan dalam kondisi lengkap anggota-anggota badannya, sebagaimana ketika dia dilahirkan. Karenanya, anggota badan yang terputus darinya, maka akan dikembalikan lagi kepadanya pada hari Kiamat, termasuk khitan.”
Namun, pernyataan tersebut sepertinya bertolak belakang dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud yang terdapat dalam kitab Sunan-nya dari Abu Sa’id al-Khudri, bahwa pada saat akan meninggal, dia meminta untuk dipakaikan pakaian baru, lalu dipakaikannya sambil berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya mayat itu akan dibangkitkan dengan memakai pakaian yang dipakainya pada saat dikuburkan.”
Abu Umar bin Abdil Barr mengatakan bahwa hadis tersebut bisa dijadikan hujah oleh mereka yang mengatakan bahwa orang-orang yang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang Sama seperti pada saat mereka dikuburkan.
Namun, jumhur ulama mengatakan bahwa hadis tersebut di atas berkaitan dengan para syuhada, di mana para syuhada itu diperintahkan untuk dikafani dan dikubur dengan pakaian yang sedang dipakainya saat syahid. Bahkan, darahnya tidak boleh dicuci, dan tidak boleh ada yang diubah sedikit pun dari kondisi tubuhnya pada saat itu. Dalilnya adalah hadis Ibnu Abbas dan Aisyah. Karenanya, maka para ulama berkata, ada kemungkinan bahwa Abu Sa’id al-Khudri mendapati hadis ini terkait dengan orang yang mati syahid, kemudian dia menakwilkannya secara umum. Wallahu a’lam.
Menurutku, pendapat jumhur ini menunjukkan kecocokan hadis Aisyah dan hadis lbnu Abbas dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan kamu benar-benar datang sendiri-sendiri kepada Kami sebagaimana Kami ciptakan kamu pada mulanya.” (QS. al-‘An’am : 94)
“Kamu akan dikembalikan kepada-Nya sebagaimana kamu diciptakan semula.” (QS. al-A’raf : 29)
Seluruh pakaian di dunia ini adalah harta, dan di akhirat tidak ada lagi yang namanya harta. Sejak kematian, hilanglah seluruhnya termasuk pakaian. Semua harta ditinggal di dunia, yang ada tinggal diri sendiri. Yang akan memeliharanya dari segala hal yang buruk saat itu hanyalah amal baiknya atau karena rahmat Allah Ta’ala yang diberikan kepadanya. Tidak ada lagi manfaat dari pakaian saat itu, kecuali pakaian dari surga.
Abu Hamid lebih sependapat dengan hadis Abu Sa’id al-Khudri seperti yang disebutkan dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sempumakanlah kalian dalam mengafani mayat-mayat kahan, karena Sesungguhnya umatku kelak akan dikumpulkan bersama dengan kain kafannya, sedang umat lainnya dalam keadaan telanjang.” Hadis ini diriwayatkan, oleh Abu Sufyan dalam Musnad-nya.
Syekh al Qurthubi berkata, aku tidak sependapat dengan hadis ini, sebab Allah-lah yang mengetahui kesahihan hadis ini. Sekalipun hadis ini shahih, maka maksud yang lebih tepat adalah bahwa, “Umatku yang mati syahid akan dibangkitkan kelak dengan kain kafannya” Sehingga tidak bertentangan dengan hadis lainnya. Wallahu a’lam.
Penjelasan pada bab ini tidak bertentangan dengan keterangan yang telah disebutkan pada pembahasan awal kitab ini, bahwa orang yang telah meninggal itu akan saling berkunjung dalam kubur mereka satu sama lainnya dengan mengenakan kain kafan masing-masing. Hal ini terjadi pada saat mereka masih berada di alam Barzakh. Namun, pada saat mereka bangkit dari kubur, mereka akan keluar dalam keadaan telanjang, kecuali para suhada. Wallahu a’lam.
Yang Menemani Nabi Muhammad Saw. Saat Beliau Bangkit dari Kubur
Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit menuturkan dari Abdullah bin Ibrahim bin Abu Umar al Ghifari dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari lbnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, aku akan dikumpulkan di antara Abu Bakar dan Umar, sehingga aku berdiri di antara dua tanah suci, kemudian datanglah penduduk Madinah dan Mekah.” Hadis ini gharib dari Malik karena hanya diriwayatkan darinya oleh Abdullah bin Ibrahim.
Satu pendapat mengatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkannya kecuali Abdul Aziz bin Abdullah al Hasyimi al-Baghdadi dari Al-Ghifari.
Nama-nama Hari Kiamat dan proses Kejadiannya
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari lbnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ingin melihat peristiwa hari Kiamat, maka hendaklah dia membaca surah at-Takwir, al-Infithar, dan al-Insyiqaq.” menurut Tirmidzi, hadis ini hasan.
Menurutku, ketiga surah ini membicarakan secara khusus tentang bagaimana terjadinya hari Kiamat. Berbagai peristiwa dahsyat terjadi pada saat itu, seperti terbelah dan terpecahnya langit, digulungnya matahari, berjatuhannya bintang-bintang, bergugurannya planet-planet lainnya, dan berbagai peristiwa dahsyat lainnya yang terjadi pada saat terjadinya kiamat.
Dan dalam surah-surah tersebut, diceritakan juga tentang bagaimana keluarnya seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing menuju penjara (neraka) atau ke istana mereka, setelah membuka dan membaca buku catatan amal mereka. Ada yang mengambil buku tersebut dengan tangan kanannya, dengan tangan kirinya, bahkan ada pula di antara mereka yang mendapati buku mereka dari arah belakang mereka, yaitu ketika mereka sedang berada di Padang Mahsyar.
Proses Terbelahnya Langit
Allah Ta’ala berfirman,
“Apabila langit terbelah.” (QS. al-insyiqaq: 1)
“Apabila langit terbelah.” (QS. al-infithar: 1)
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) langit pecah mengeluarkan kabut putih.” (QS. al-Furqan: 25)
Maka kamu akan melihat langit terpecah-pecah, seperti digambarkan pada ayat lain,
“Dan langit pun dibukalah, maka terdapatlah beberapa pintu.” (QS. an-Naba’: 19)
Adapun kabut putih akan menutupi antara langit dan bumi. Satu pendapat mengatakan bahwa pada kata bil-ghamami, huruf bi’ (dengan) mengandung arti ‘an (karena). Maksudnya pecah terbelah karena adanya awan putih.
Satu pendapat mengatakan, maksud pecah terbelah karena adanya panas api neraka Jahanam yang menyeruak memasuki wilayah langit. Pada Saat itu, air sama sekali tidak berfungsi, dan api bersemburan di mana-mana. Maka, awal mula kejadian tersebut adalah langit berwarna merah jernih seperti minyak, kemudian pecah terbelah, karena Allah berkeinginan untuk menghancurkan alam semesta dan memusnahkannya.
Ada juga yang berpendapat, warna langit pada waktu itu berubah-ubah. Pertama-tama kuning kemudian merah. Atau, mula-mula merah kemudian kuning, seperti halnya anak kuda. Warnanya kekuning-kuningan di saat musim semi. Ketika hawa panas bertambah panas, langit pun berubah menjadi kemerah-merahan kemudian menjadi kelabu, demikian menurut al-Hulaimi.
Penjelasan Surah at-Takwir Ayat 1-14
Firman-Nya, “Apabila matahari digulung.” (QS. at-Takwir: 1)
ibnu Abbas berkata, yang dimaksud digulung pada ayat ini adalah ketika matahari dimasukkan ke dalam Arasy. Sebagian lagi mengatakan, ketika cahayanya dihilangkan, demikian menurut al-Hasan dan Qatadah. Begitu juga dengan riwayat Ibnu Abbas dan Mujahid .
Abu Ubaidah berkata, matahari itu digulung seperti menggulung serban yang rusak lalu dibuang. Ar-Rabi’ bin Khaistam berkata, digulung kemudian dibuang. Makna lainnya adalah gugur atau terjatuh.
Menurutku, makna awalnya at-Takwir adalah al-jam’u (menyatukan, mengumpulkan, menggulung), diambil dari kata dasar kaa ra. Kalimat kaa ra al-amamah artinya menggulung dan melipat serban kepala, sehingga seluruhnya terhimpun. Inilah maksud dari kata menggulung. Kemudian cahaya matahari yang digulung itu hilang, lalu dilemparkan atau dibuang. Wallahu ‘alam.
Firman-Nya, “Dan apabila bintang-bintang berjatuhan.” (QS. at-Takwir: 2)
Maksudnya bertebaran karena hancur dan bercerai berai. Ada juga yang berpendapat, berjatuhan dari tangan para malaikat, karena para malaikat juga dimatikan oleh Allah.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa bintang-bintang bergantungan di antara langit dan bumi, dengan rantai-rantai di tangan para malaikat.
Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud berjatuhan di sini adalah mengalami perubahan. Asal kata al-inkidar adalah al-Inshibab (kosong atau rusak), sehingga jatuh ke lautan kemudian berubah menjadi api, setelah air laut itu mengering.
Firman-Nya, “Dan apabila gunung-gunung Dihancurkan.” (QS. at-Takwir: 3)
Ayat tersebut sama seperti yang difirmankan pada ayat lain, “Pada hari gunung-gunung benar-benar berjalan.” (QS. al-Kahfi: 47)
Maksudnya, berpindah dari bentuk batu menjadi pasir-pasir yang beterbangan, atau pasir yang mengalir, lalu menjadi seperti kapas. Atau gunung-gunung itu seperti debu yang beterbangan dengan dahsyat, atau seperti fatamorgana padahal bukan apa-apa.
Pendapat lain mengatakan, setelah gunung-gunung tersebut hancur dan menjadi seperti bulu-bulu kapas, disebabkan panasnya hembusan api neraka Jahanam. itu seperti halnya langit, karena terkena Nawa panasnya Jahanam, maka ia seperti lelehan perak.
Al-Hulaimi berkata, “Ini semua. terjadi, Wallahu a’lam, sebab ada air di bumi, yang asalnya tersumbat di antara langit dan bumi. Maka, ketika sumbatnya dicabut, dan ditambah dengan meningkatnya panas api neraka Jahanam, maka hal tersebut berpengaruh terhadap langit dan bumi, maka terjadilah sebagaimana yang telah diterangkan tadi.”
Firman-Nya, “Dan apabila unta-unta yang bunting ditinggalkan (tidak terurus),” (QS. at. Takwir: 4)
Yakni ditinggalkan oleh pemiliknya, tanpa sempat memeras susunya yang banyak karena disibukkan mengurusi dirinya sendiri.
Kata yang dipergunakan adalah al-‘Isyar yaitu unta-unta yang sedang bunting. Al-‘syar adalah bentuk jamak dari ‘asyra’u yaitu unta dengan usia kandungan 10 bulan. Namun namanya tetap demikian, baik sebelum atau pun sesudah melahirkan. Kata ini dipergunakan secara khusus, sebab menurut pandangan orang Arab, unta jenis ini sangat berharga dan bernilai. Karena hebatnya kiamat, orang tidak lagi memperhatikan hal yang berharga tersebut.
Yang dimaksud dari ayat ini adalah pada saat mereka dibangkitkan dari kubur-kubur mereka, mereka bisa saling melihat satu sama lain dan dapat juga melihat binatang-binatang buas maupun binatang ternak milik mereka, Di sana juga terdapat unta-unta bunting milik mereka sendiri yang sangat berharga. Pada Saat itu, mereka tidak lagi tertarik dan mereka tidak memedulikan itu semua karena demikian dahsyatnya urusan mereka Saat itu.
Ada juga yang berpendapat, mereka tidak memperhatikannya lagi karena Allah sudah membatalkan hak milik mereka atas itu semua, sehingga para pemilik unta-unta bunting itu tidak lagi mempunyai hak untuk memilikinya lagi.
Satu pendapat mengatakan, maksud al‘Isyar adalah as-Sahab (awan) yang tidak menurunkan hujan. Ada juga yang mengatakan, al-‘isyar ini artinya ad-Diyar (rumah) yang ditinggalkan dan tidak dihuni. Ada juga pendapat yang mengatakan, maksudnya adalah lahan subur yang ditinggalkan, tidak lagi ditanami. Namun, pendapat yang paling masyhur adalah pendapat pertama.
Firman-Nya, “Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (QS. at-Takwir: 5) Yakni dikumpulkan pada satu tempat menjadi satu.
Firman-Nya, “Dan apabila lautan dipanaskan.” (QS. at-takwir: 6)
Yakni dinyalakan hingga menjadi api yang menyala, demikian menurut riwayat Adh-Dhahak dari lbnu Abbas. Sedang Qatadah berkata, air laut itu lenyap hingga mengering. Al-Hasan dan adh-Dhahak mengatakan, maksudnya air laut itu akan meluap.
Ibnu Abu Zamanaini berkata, kata sujjirat hakikatnya adalah airnya melimpah, kemudian saling berbenturan, sampai tidak ada lagi yang tersisa di dalam lautan. Itu yang dimaksud dari pernyataan al-Hasan.
Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa matahari dilipat dan dilemparkan ke lautan sehingga air laut menjadi panas membara dan menjadi api. Al-Hulaimi berkata, apabila pengertiannya demikian, maka yang dimaksud dengan lautan menurut mereka yang berpendapat meluap adalah api. Ketika itu api lah yang lebih banyak meluap dan bergelombang. Sebab ukuran matahari jauh lebih besar dibandingkan bumi. Apabila matahari dilipat dan dilemparkan ke lautan, sudah pasti air laut akan menjadi api dan semakin meluap apinya.
Firman-Nya, “Dan apabila roh-roh dipertemukan (dengan tubuh),” (QS. at-Takwir: 7)
Al-Hasan menafsirkan, masing-masing akan bertemu dengan kelompoknya. Orang Yahudi akan bertemu dengan orang Yahudi, orang Nasrani akan bertemu dengan orang Nasrani, dan orang Majusi akan bertemu dengan orang Majusi. Singkatnya, siapa pun yang menyembah kepada selain Allah akan saling dipertemukan. Orang munafik akan bertemu dengan orang munafik, dan orang mukmin akan bertemu dengan orang mukmin.
Ikrimah berkata, yang dimaksud adalah roh tersebut akan dikembalikan kepada jasadnya. Ada juga yang berpendapat, maksudnya adalah bahwa orang-orang sesat akan dipertemukan kembali dengan yang telah menyesatkannya, baik dari golongan setan atau manusia. Pendapat lain mengatakan bahwa akan disandingkannya orang-orang mukmin dengan bidadari, sedangkan orang-orang kafir disandingkan dengan setan-setan.
Firman-Nya, “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya,” (QS. at-Takwir : 8)
Yang dimaksud adalah bayi-bayi perempuan mereka yang dikubur hidup-hidup pada masa jahiliah. Mereka mengubur hidup-hidup Karena dua sebab:
Pertama, mereka menganggap bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, maka anak-anak perempuan mereka diserahkan untuk menjadi anak-Nya.
Kedua, mereka takut akan kemiskinan dengan hadirnya anak perempuan tersebut.
Kata su’ilat (ditanya) merupakan redaksi pencelaan (at-taubikh) bagi pelakunya, seperti pertanyaan yang diajukan kepada anak kecil yang dipukul, “Kenapa kamu dipukul? Apa kesalahanmu ?”
Al-Hasan berkata, dengan kalimat itu Allah hendak mencela pelakunya, sebab anak-anak perempuan tersebut dibunuh tanpa dosa.
Sebagian ulama menafsirkan bahwa arti kata su’ilat adalah akan ditanya tentangnya, mereka akan dipinta pertanggungjawaban atas perbuatan mereka yang telah membunuh. Sebagaimana disebutkan dalam ayat, ” Karena janji itu pasti dirninta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-isra’ : 34)
Firman-nya, “Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal) telah dibuka lebar-lebar,” (QS. at-Takwir : 10) yakni untuk dihisab.
Firman-Nya, “Dan apabila langit dilenyapkan,” (QS. at-Takwir: 11).
Satu pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah langit dilipat, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya lainnya,
‘“(ingatlah) pada hari langit Kami gulung seperti menggulung lembaran-lembaran kertas.” (QS. Al-Anbiya : 104)
Yakni seperti dilipatnya lembaran-lembaran kertas dengan segala apa yang ada di dalamnya.
Satu pendapat mengatakan, melenyapkan atap, maksudnya mencabutnya. Dengan Kata lain, “Aku mencabutnya” mengandung arti melenyapkannya. Arti kata al-Kisythu dan al-Qisthu, sama adalah al-Qal’u (mencabut).
Ada juga yang berpendapat bahwa as-Sijjil adalah seorang juru tulis Nabi Saw… Namun, tidak dikenal seorang sahabat beliau yang bernama as-Sijjil.
Firman-Nya, “Dan apabila neraka Jahim dinyalakan.” (QS. at-Takwir: 12).
Su‘irat maksudnya adalah dinyalakan.
Firman-Nya, “Dan apabila surga di dekatkan.” (QS. at Takwir: 13)
Didekatkan kepada calon penghuninya.
Firman-Nya, “Maka setiap jiwa akan mengetahui apa-apa yang telah diperbuatnya.” (QS. at-Takwir: 14).
Ini senada dengan firman-Nya, “Maka tiap-tiap jiwa akan tahu apa yang telah dikerjakan dan apa yang dilalaikannya.” (QS. al-infithar: 5).
Juga senada dengan firman-Nya, “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya.” (QS. al-Qiyamah: 13)
Jadi, yang dimaksud adalah bahwa pada hari itu disebut hari terbelahnya langit, hari terpecahnya langit, hari digulungnya matahari, hari berguguran dan berjatuhannya bintang-bintang, dan hari dijalankannya gunung-gunung, sebagaimana firman-Nya, “Dan gunung benar-benar berjalan.” (QS. ath-Thur: 10).
Firman-Nya, “Dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS. at-Takwir: 3)
Pada hari kerusakan, laut meluap, bumi meledak, bulan bintang berjatuhan, dan langit dilipat.
Firman-Nya, “Dan apabila bumi diratakan.” (QS. al-Insyiqaq: 3)
Dan perkara dahsyat lain terjadi, itulah hari terjadinya kiamat. Hari yang dijanjikan, hari yang Saat itu segala perkara besar terjadi. Sehingga banyak orang yang bertanya-tanya tentang hal ini kepada Rasulullah Saw. seperti digambarkan dalam firman-Nya,
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, “Kapan terjadi Katakanlah, “Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada (seorang pun) yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.” (QS. al-A’raf: 187)
Nama-nama Hari Kiamat
Sesuatu yang besar biasanya mempunyai banyak sifat dan nama. Seperti pedang, ia mempunyai banyak manfaat dan kegunaan. Besar sekali perannya sehingga orang Arab menyebut pedang dengan banyak nama yang mencapai 500 Kata yang merujuk kepada arti ‘pedang’. Hal ini berlaku sama kepada yang lain seperti kejadian kiamat yang besar. Sehingga Allah Ta’ala menyebutnya dengan banyak nama di dalam al-Qur’an, bahkan Allah menyifatinya dengan banyak sifat untuk menjelaskannya. Termasuk pada tiga surah yang sudah disebutkan di atas.
Sebagian penafsiran mengatakan bahwa Allah akan membangkitkan hari pada hari Kiamat sesuai dengan keadaannya masing-masing. Hari-hari itu akan berdiri di sisi Allah. Hari Jumat adalah hari yang paling indah bentuknya, ia bersinar bagaikan bunga mekar, sehingga seluruh makhluk dapat mengenalinya.
Hari Kiamat merupakan hari yang mencakup seluruh hari-hari, sehingga Kiamat dengan berbagai peristiwa dahsyat di dalamnya, dinamai dan disebut dengan hari kejadian tersebut. Dalam sebuah ayat disebutkan hari ditiupnya sangkakala,
“Yaitu hari yang pada waktu itu ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok.” (QS. an-Naba’: 18)
Disebutkan juga, “Pada hari manusia seperti anai-anai yang bertebaran.” (QS. al-Qari’ah: 4)
Pada ayat lain disebutkan,
“Pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya.” (QS. an-Naba’: 40)
Ini merupakan peristiwa lain yang terjadi pada hari Kiamat.
Pada ayat lain disebutkan,
“Pada hari kamu dihadapkan kepada Tuhanmu, tidak sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi bagi Allah. (QS. al-Haqqah: 18)
“Pada hari manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam supaya diperlihatkan kepada mereka balasan pekerjaan mereka.” (QS. al-Zalzalah: 6)
Peristiwa-peristiwa itu terus berlangsung sepanjang kiamat terjadi, sebab setiap peristiwa pada hari itu selalu baru, seperti hari-hari di dunia yang datang silih berganti. Sehingga secara berulang-ulang Allah Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya,
“Tahukah kamu apakah hari pembalasan itu? Sekali lagi, tahukah kamu apakah hari pembalasan itu?” (QS. Al-Infithar: 17-18)
Sebab yang dimaksud dengan hari pada hari Kiamat itu adalah hari yang tidak ada lagi hari lain setelahnya. Itulah hari yang besar sebab padanya terangkum seluruh hari yang pernah ada. Bagi Allah, kiamat itu satu hari. Sedang, bagi makhluk-makhluk-Nya merupakan hari-hari yang banyak. Pada saat itu, tidak ada lagi malam dan siang. Demikian pendapat Tirmidzi al-Hakim
Di antara nama-nama hari Kiamat adalah:
- As-Sa’ah
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan pada hari (ketika) terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah, bahwa mereka berdiam (dalam kubur) hanya sesaat (saja).” (QS. ar-Rum: 55)
“Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang berdosa terdiam berputus asa.” (QS. ar-Rum: 12)
“Dan pada hari terjadinya Kiamat, di hari itu mereka manusia bergolong-golongan.” (QS. ar-Rum: 14)
“Dan pada hari terjadinya kiamat, dikatakan kepada Malaikat, “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (QS. al-Mu’min: 46)
Ada banyak ayat yang menyebutkan Kata as-Sa’ah sebagai nama lain kiamat. Dalam bahasa Arab, kata as-Sa’ah merujuk pada arti satu bagian dari waktu yang tidak terbatas. As-Sa‘ah adalah waktu satu jam dari rentetan 24 jam dalam satu hari satu malam.
Ketika orang arab mengatakan, “lf’al hadza as-Sa’ah!” Artinya: Kerjakan ini sekarang!. atau ungkapan, “Ana as-Sa’ah fi amri kadza.” Artinya: Saya sekarang sedang melakukan sesuatu. Kata as-Sa’ah yang diawali dengan alif dan lam menunjukkan waktu yang sedang anda jalani, yaitu “sekarang”. Kiamat dinamai dengan as-Sa’ah karena demikian dekat waktu terjadinya, ia datang tidak lama lagi bahkan bisa sekarang. Atau sebagai bentuk peringatan bahwa peristiwa kiamat itu luar biasa dahsyatnya hingga bisa mengupas Kulit dan menghancurkan tulang belulang.
Ada juga yang mengatakan, dinamai asSa’ah karena terjadi secara tiba-tiba dalam waktu itu juga. Ada juga yang mengatakan, dinamai as-Sa‘ah karena Allah memerintahkan langit agar menurunkan air kehidupan. Air itulah yang menghidupkan kembali seluruh jasad yang berada di dalam kubur, atau jasad yang berada di mana saja, di laut maupun di darat. Sehingga berkat air kehidupan itu, jasad-jasad itu akan tumbuh dan bergerak kembali, walaupun belum ada rohnya. Lalu dipanggillah roh-roh, maka roh-roh orang mukmin datang bercahaya, sedangkan roh orang-orang kafir datang gelap gulita.
Jika roh-roh telah dipanggil, maka diletakannya di dalam sangkakala, kemudian Allah memerintahkan Israfil untuk meniupnya. Ketika sangkakala itu ditiup, maka roh-roh keluar dari lubang sangkakala, dan diperintahkan untuk masuk ke dalam jasad mereka masing-masing. Lalu, roh-roh itu masuk ke dalam jasad mereka masing-masing lebih cepat dari kedipan mata. Disebut as-Sa’ah karena demikian cepatnya pergerakan roh tersebut menuju jasadnya.
Abu Nu’aim mengatakan dengan sanadnya dari Wabah bin Munabbih, dinamai as-Sa’ah karena pada hari itu batu akan memekik seperti pekikan perempuan dan tulang-tulang akan mengalirkan darah.
- Al-Qiyamah
Allah Ta’ala berfirman,
Aku bersumpah dengan hari kiamat.” (QS. al-Qiyamah: 1)
Dalam bahasa Arab, kata al-Qiyamah merupakan bentuk mashdar dari kata Qaama — Ya quu mu — Qiyam (artinya: bangkit atau berdiri). Selanjutnya ditambahkan ta ta’nits yang mengandung arti mubalaghah (sangat) sebagaimana kebiasaan orang-orang Arab berbicara. Sehingga menjadi Qiyamah. Terdapat beberapa perbedaan pendapat, kenapa dinamai dengan al-Qiyamah.
Pertama, disebabkan adanya beberapa hal yang sangat mengerikan pada saat hari itu.
Kedua, karena pada hari itu merupakan hari bangkitnya (baca: qiyam) manusia dari kubur mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Yaitu pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat.” (QS. al-Ma’arij: 43)
Ketiga, hari bangkitnya manusia untuk menghadap Tuhan semesta alam, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Hari di mana manusia bangkit menghadap Tuhan semesta alam. Hari di mana salah seorang dari mereka berdiri dalam keringatnya sendiri yang mencapai setengah telinganya.” lbnu Umar menambahkan, “Mereka berdiri di sana selama 100 tahun.” Sedangkan dari riwayat Ka’ab, “Selama 300 tahun.”
Keempat, karena hari itu, roh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ketika roh dan malaikat berdiri bershaf-shaf.” (QS. an-Naba’: 38)
Para ulama berkata, ketahuilah bahwa orang yang meninggal itu sesungguhnya telah terjadi kiamat baginya. Kiamat itu ada yang kecil dan ada yang besar. Kiamat kecil akan terjadi kepada seluruh manusia, yaitu ketika perginya roh dari jasadnya, berpisah dari keluarganya, dan terputus dari amal usahanya. Tinggallah menunggu balasan, amal baik akan berbalas baik, dan amal buruk akan mendapatkan siksa.
Sedangkan kiamat besar adalah kiamat yang terjadi secara menyeluruh kepada seluruh manusia. Seluruh roh akan dicabut sekaligus tanpa pengecualian.
Yang menunjukkan bahwa setiap orang yang meninggal sesungguhnya telah terjadi kiamat baginya adalah sabda Rasulullah Saw. kepada sebagian kaum Arab Badui yang bertanya kepada beliau, “Kapankah terjadinya kiamat?” Sambil melihat orang yang paling muda di antara mereka, beliau lalu bersabda, “Jika orang ini hidup, dan tidak sampai tua telah meninggal, maka sesungguhnya kiamat telah datang kepada kalian.” Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya.
- Yaum an-Nafkhah
Allah Ta’ala berfirman,
“Yaitu pada hari (ketika) sangkakala ditiup.” (QS. an-Naba’: 18)
- Yaum al-Zalzalah dan Yaum ar-Razifah
Allah Ta’ala berfirman, “(Sungguh kamu akan dibangkitkan) pada hari tiupan sangkakala pertama mengguncangkan alam. Tiupan pertama ini diikuti oleh tiupan kedua.” (QS. anNaziat: 6-7)
5, Yaum an-Naqur
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
“Maka apabila sangkakala ditiup.” (QS. al-Muddatstsir: 8)
- Al-Qari’ah
Dinamakan dengan al-Qari’ah karena bergetarnya (qa ra‘a) karena peristiwa dahsyat yang terjadi saat itu.
- Yaum al-Ba’tsi
Yaitu hari kebangkitan. Hakikatnya adalah metampakkan sesuatu yang sudah lama tersembunyi dan menggerakkannya yang selama ini diam.
- Yaum an-Nusyur
Maksudnya adalah hari dihidupkannya seluruh makhluk. Dengan kata lain, Allah Ta’ala menghidupkan mereka kembali sehingga mereka hidup kembali dari dalam kuburnya. Perhatikanlah ayat berikut,
“Dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali.” (QS. al-Baqarah: 259)
- Yaum al-Khuruj
Yaitu hari keluar. Allah Ta’ala berfirman,
“(Yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat.” (QS. al-Ma’arij: 43)
Pertama, keluarnya manusia dari kubur mereka masing-masing. Selanjutnya, keluarnya orang-orang mukmin dari api neraka.
- Yaum al-Hasyr
Yaitu hari pengumpulan. Dalam penggunaannya, kadang kata al-Hasyr mengandung arti memaksa, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya,
“Kemudian Fir’aun mengirimkan ke kota-kota para petugas yang mengumpulkan.” (QS. asy-Syu’ara’: 53)
Yaitu para petugas yang mengumpulkan pesihir-pesihir dengan paksa.
- Yaum al-Ardh
Yaitu hari dihadapkannya semua makhluk kepada Tuhan semesta alam. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (QS. al-Haqqah: 18)
Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.” (QS. al-Kahfi: 48)
Arti sebenarnya adalah menemukan sesuatu dengan salah satu dari pancaindra manusia sehingga bisa mengetahui keadaannya, baik dengan pendengaran dan penglihatan. Seluruh makhluk akan terus menerus berdiri dalam suatu hari, yang kadarnya sama dengan 50.000 tahun. Mereka berdiri selama waktu yang dikehendaki Allah, mereka berkata, “Di dunia kami telah memohonkan syafaat, sekarang marilah kita memohon syafaat kepada Tuhan kita.” Mereka lalu’. berkata, “Datanglah kalian kepada Nabi Adam as. ….”
Ibnu al-‘Arabi berkata, terkait dengan bagaimana cara manusia dihadapkannya kepada Allah, ada sembilan hadis yang membicarakan masalah tersebut.
Pertama, hadis masyhur yang sahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, sedangkan lafaznya menurut Abu Sa’id al Khudri, dia berkata bahwa pada masa Rasulullah Saw. orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah pada hari Kiamat kelak kami dapat melihat Tuhan kami?” Beliau lalu bersabda, “Apakah kalian merasa samar melihat matahari pada saat cuaca cerah tidak berawan? Dan apakah kalian merasa samar melihat bulan pada saat malam purnama yang cerah tidak berawan?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dapat melihat Allah seperti halnya kalian melihat matahari dan bulan.”
Pada hari Kiamat, ketika penyeru berseru agar setiap umat mengikuti apa yang mereka sembah di dunia, maka tidak ada yang tersisa dari mereka yang menyembah selain Allah (seperti berhala dan sebagainya), melainkan mereka semua jatuh satu per satu ke dalam api neraka. Sehingga yang tersisa adalah mereka yang dulu menyembah Allah, baik orang taat, orang durhaka, dan selain Ahli Kitab.
Kemudian orang-orang Yahudi ditanya, “Apa yang dulu kalian sembah di dunia?” Mereka menjawab, “Kami menyembah ‘Uzair putra Allah.” Maka dikatakan kepada mereka, “Kalian berdusta, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah mengambil istri maupun anak.” Kemudian mereka ditanya, “Lalu, apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, kami haus, berilah kami minum.” Kemudian Allah memberi isyarat kepada para malaikat agar tidak mengabulkan permintaan mereka. Lalu mereka pun dijatuhkan ke dalam neraka.
Selanjutnya orang-orang Nasrani dipanggil dan ditanya, “Apa yang dulu kalian sembah di dunia?” Mereka menjawab, “Kami menyembah Isa putra Allah.” Maka dikatakan kepada mereka, “Kalian berdusta, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah mengambil istri dan anak.” Kemudian mereka ditanya, “Lalu, apa yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, kami haus, berilah kami minum.” Kemudian Allah memberi isyarat kepada para malaikat agar tidak mengabulkan permintaan mereka. Lalu mereka pun dijatuhkan ke dalam neraka.
Selanjutnya, terjadi hal yang sama kepada seluruh manusia. Sehingga yang tersisa dari mereka adalah orang-orang yang dulu menyembah Allah, baik orang taat maupun orang durhaka Lalu, Tuhan semesta alam mendatangi mereka dalam bentuk yang lebih rendah dari bentuk, yang mereka kenal seraya berfirman, “Apa lagi yang kalian nantikan? Setiap umat sudah mengikuti apa yang mereka sembah dulu di dunia” Mereka menjawab, “Ya Tuhan kami, semasa di dunia kami menjauh dari manusia itu meskipun kami sangat memerlukan mereka, dan kami bukan teman-teman mereka.” Allah lalu berfirman, “Aku Tuhan kalian.” Maka mereka berkata, “Kami berlindung kepada Allah darimu, sungguh kami tidak menyekutukan Allah dengan apa pun.” Mereka mengulang-ulang perkataan tersebut dua hingga tiga kali. Sehingga pada saat sebagian dari mereka akan berpaling, maka Allah bertanya kepada mereka, “Apakah di antara kalian dengan Dia ada suatu tanda, sehingga kalian dapat mengetahui-Nya?” Mereka menjawab, “Ya.”
Kemudian tersingkaplah ‘betis’. Maka semua yang ketika di dunia bersujud kepada Allah dengan ikhlas, saat itu juga Allah mengizinkannya bersujud kepada-Nya. Namun, mereka yang ketika di dunianya sujud karena munafik dan riya, maka Allah menjadikan punggung mereka tetap datar. Setiap kali mereka mencoba untuk sujud, maka wajah mereka tersungkur ke tanah. Ketika mereka semua mengangkat kepala mereka, tiba-tiba Allah mengubah wujud-Nya dalam bentuk seperti yang pertama kali mereka melihat-Nya. Allah lalu berfirman, “Aku Tuhan Kalian.” Mereka lalu berkata, “Ya, Engkau Tuhan kami.” Selanjutnya dibentangkanlah ash-Shirath (jembatan) di atas neraka Jahanam, dan dibolehkannya meminta syafaat. Mereka lalu berkata, “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.”
Kedua, hadis sahih yang diriwayatkan dari Aisyah, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang dibantah ketika dihisab, maka dia akan azab.” Aku berkata, wahai Rasulullah, bukankah Allah telah berfirman,
“Maka dia akan dihisab dengan hisab yang mudah?” (QS. al-Insyiqaq: 8)
Beliau lalu menjawab, “Itu bukan pada saat dihisab. Tetapi, itu ketika menghadap Allah.”
Ketiga, al-Hasan meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan sebanyak tiga kali.”
Keempat, diriwayatkan dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, anak cucu Adam akan didatangkan bagaikan seekor anak domba ….”
Kelima, diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Abu Sa’id al-Khudri, dan lafaz hadis ini menurut Sa’id, pada hari Kiamat, ada seorang hamba didatangkan lalu ditanya, “Bukankah Aku telah memberimu pendengaran, penglihatan, harta, anak, dan Aku telah memberikan kekuasaan kepadamu untuk menikmatinya? Lalu kamu mengira akan bertemu dengan-Ku pada hari ini?” Dia menjawab, “Aku tidak mengiranya.” Lalu dikatakan padanya, “Pada hari ini kamu akan diabaikan, sebagaimana kamu telah telah mengabaikan-Ku dahulu.” Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmidzi, ini hadis yang panjang.
Keenam, Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, didatangkan seorang hamba yang telah diberi naungan oleh Allah. Lalu dikatakan kepadanya, “Hai hamba-Ku, ingatkah kamu pada hari ini dan ini, ketika kamu melakukan ini dan ini.” Lalu, hamba tersebut mengakuinya hingga dia merasa yakin bahwa dirinya akan binasa. Allah lalu berfirman kepadanya, “Hai hamba-Ku, semua itu telah Aku tutupi terhadapmu di dunia. Dan pada hari ini, Aku telah mengampunimu.”
Ketujuh, dan dalam kitab ash-Shahih, yang diriwayatkan dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sungguh aku benar-benar mengetahui penghuni surga yang terakhir masuk surga dan penghuni neraka yang terakhir keluar dari neraka, yaitu seorang laki-laki yang didatangkan pada hari Kiamat, lalu dikatakan kepadanya, “Perlihatkan kepadanya dosa-dosa kecilnya, dan angkatlah (hilangkan) darinya dosa-dosa besarnya.”
Kedelapan, dan dalam kitab ash-Shahih, yang diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada empat orang yang dikeluarkan dari neraka, lalu dihadapkan kepada Allah. Maka salah seorang dari mereka menoleh dan berkata, “Ya Tuhanku, jika Engkau telah mengeluarkanku darinya, maka janganlah Engkau mengembalikanku lagi ke dalamnya.” Maka Allah pun menyelamatkannya dari neraka.
Muslim meriwayatkan bahwa Allah akan mengumpulkan manusia. Lalu orang-orang mukmin akan berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka. Mereka lalu mendatangi Adam dan berkata, “Hai bapak kami, tolong bukakan surga bagi kami.” Lalu, Adam berkata kepada mereka, “Bukankah yang menyebabkan kalian keluar dari surga hanya karena kesalahan bapak kalian ini, Adam? Aku tidak patut melakukan itu ….” Disebutkan oleh Muslim bahwa hadis ini terdapat dalam hadis tentang syafaat.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka.” (QS. al-Ahqaf: 20)
Kesembilan, menghadap kepada Allah Ta’ala, aku tidak mengetahuinya di dalam hadis kecuali pernyataan yang sama seperti yang dinyatakan oleh hadis sebelumnya, “Sehingga yang tersisa dari mereka adalah orang-orang yang dulu menyembah Allah, baik orang taat maupun orang durhaka. Lalu, Tuhan semesta alam mendatangi mereka ….”
Menurutku, jika beberapa hadis ini Anda teliti, maka hadis hasan dan sahih lebih dari sembilan. Telah diriwayatkan dari Abi Burdah al-Aslami, dia berkata bahwa Rasulullah telah bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara ….”
Sabda beliau dalam hadis yang lain, “Jika hari Kiamat telah terjadi, Allah akan memanggil salah seorang hamba-Nya. Lalu hamba tersebut disuruh berdiri di hadapan-Nya dan ditanya tentang pangkatnya, sebagaimana Dia bertanya tentang amal perbuatannya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Adi bin Hatim, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun dari kalian melainkan Allah akan mengajaknya berbicara dengannya tanpa adanya juru bahasa di antara keduanya ….” Hadis Ini akan dibahas nanti.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Nuh akan dipanggsil, dia lalu menjawab, labbaika wa sa’daika ya Tuhanku ….” Hadis tni akan dibahas nanti.
Dan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh selain Bukhari, termasuk dihadapkannya Lauh Mahfuzh, tsrafil, Jibril, dan para nabi satu par satunya. Mengenai hal ini akan dibahas nanti
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah sebuah hadis tentang seorang laki-laki yang dibukakan dihadapannya 99 buku catatan amalnya. Hal ini akan dibahas nanti.
Semua ini termasuk penghadapan kepada Allah. Jika Anda lebih teliti lagi, maka Anda akan menemukan hadis-hadis tentang penghadapan kepada Allah itu lebih banyak lagi. Penghadapan itu terjadi di tempat-tempat yang berlainan dan berbeda-beda pula orangnya. Wallahu a’lam. Dan menurut sebagian khabar, ada beberapa orang laki-laki yang mengharapkan langsung dihalau ke dalam neraka, dengan tidak diperlihatkan keburukan-keburukan mereka di hadapan Allah, dan dengan tidak pula diperlihatkan kejahatan-kejahatan mereka di hadapan seluruh makhluk.
Menurutku, tentang tersingkapnya ‘betis’ yang disebutkan dalam hadis tadi dan tentang wajah Allah Ta’ala akan lebih jelas lagi pada hadits riwayat Abu Hurairah dalam buku ini juga.
Adapun lamanya hari Kiamat ini dan berdirinya semua makhluk pada saat itu, yang disebutkan hanya berlangsung pada suatu hari yang kadarnya 50.000 tahun. Maka sebagai bandingannya, ada sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Dalam suatu har; yang kadarnya (ukurannya) 50.000 tahun.” Aby Sa’id lalu berkata, “Ini sangatlah lama.” Beliay lalu barsabda, “Demi Allah, yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pada hari itu orang mukmin benar-benar akan merasa ringan, sehingga hari itu akan lebih ringan (pendek) baginya daripada shalat wajib yang dilakukannya sewaktu di dunia.” Hal ini disebutkan oleh al-Qasim bin Ashbagh. Ada juga yang mengatakan tidak juga seperti itu. Ini akan dibahas nanti.
- Yaum al-Jam’i
Makna dari kata al-Jam’u adalah menghimpun atau mengumpulkan yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
“(Ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan kamu pada hari berhimpun, itulah hari pengungkapan kesalahan-kesalahan.” (QS. At-Taghabun: 9)
“Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya.” (QS. an-Nisa’: 87)
- Yaum at-Tafarruq
Yaitu hari bergolong-golongan. Allah Ta‘ala berfirman:
“Dan pada hari (ketika) terjadi Kiamat, pada hari itu manusia terpecah-pecah (dalam kelompok). Maka adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka di dalam taman (surga) bergembira. Dan adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami serta (mendustakan) pertemuan hari akhirat, maka mereka tetap berada di dalam azab (neraka).” (QS. ar-Rum: 14-16)
“Sekelompok, masuk surga dan sekelompok, masuk neraka.” (QS. asy-Syura’: 7)
- Yaum ash-Shad’i wa ash-Shadr
Yaum ash-Shad’i yaitu hari terpisah-pisah. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (QS. ar-Rum: 43)
Sedangkan Yaum ash-Shadr adalah hari keluar dari kubur. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam.” (QS. al-Zalzalah: 6)
- Yaum al-Ba’tsarah
Yaitu hari bercampur-baur. Al-Ba’tsarah sendiri artinya mengorek sesuatu yang bercampur-baur dengan benda lain untuk memisahkannya. Pada hari itu, Allah memisahkan jasad dari tanah, memisahkan orang-orang kafir dari kaum mukminin dan kaum munafik, Kemudian memisahkan kaum mukminin dari kaum munafik, sebagaimana dalam hadis sahih, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengumpulkan umat-umat terdahulu dengan umat-umat yang datang kemudian di satu lapangan.”
- Yaum al-Iltiqath
Yaitu hari pematukan, sebagaimana diriwayatkan dalam suatu hadis, “Pada hari itu akan keluar dari neraka sebatang leher lalu mematuk orang-orang kafir seperti seekor burung yang mematuk biji wijen.” Hadis ini sahih.
Ada lagi sabda Nabi Saw. bahwa akan ada beberapa orang laki-laki yang diambil dari sebelah kirinya, lalu aku berkata, “Ya Tuhanku, mereka semua adalah sahabat-sahabatku.” Lalu Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang telah mereka lakukan sepeninggalmu.”
- Yaum al-Faz’i
Yaitu hari ketakutan atau kepanikan. Yaum al-Faz’i artinya adalah menunjukkan kelemahan diri ketika menghadapi sesuatu yang tiba-tiba, yang berada di luar kebiasaan. Selanjutnya akan menjadi satu sikap pengecut, di mana pada saat itu ia mengharapkan sesuatu yang dapat menguatkan jiwanya. Dalam sebuah ayat disebutkan,
“Kejutan yang dahsyat tidak membuat mereka merasa sedih.” (QS. al-Anbiya’: 103)
Al-Hasan mengatakan bahwa pada saat itu merupakan waktu diperintahkannya para penghuni neraka masuk ke dalam neraka. Menurut al-Hasan juga, bahwa yang dimaksud dengan al-Faza‘ul Akbar adalah tiupan sangkakala kedua, yang disusul oleh keluarnya manusia dari kubur-kubur mereka.
- Yaum at-Tanad
Yaitu hari panggil memanggil. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan wahai kaumku! Sesungguhnya aku benar-benar khawatir terhadapmu akan (siksaan) hari saling memanggil, (yaitu) pada hari (ketika) kamu berpaling ke belakang (lari).” (QS. Ghafir: 32-33)
Diriwayatkan dari Abu Wurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Allah lalu menyuruh IIsrafil untuk meniup tiupan yang menakutkan, maka seluruh penghuni langit dan bumi merasa ketakutan ….”
- Yaurn ad-Du’a atau an-Nida
Yaitu hari memanggil. Ada delapan macam seruan, seperti yang diuraikan oleh fbnu al-‘Arabi, yaitu:
- Seruan penghuni surga kepada penghuni neraka yang disertai dengan celaan.
- Seruan penghuni neraka yang meminta pertolongan kepada penghuni surga.
- Seruan terhadap manusia bersama para pemimpin-pemimpin mereka. Inilah maksud firman-Nya dalam sebuah hadis, “Agar setiap umat hendaklah mengikuti tuhan yang pernah mereka sembah dulu.” Ada yang mengatakan, mereka dipanggil bersama buku catatan amal mereka. Dan ada juga yang mengatakan, mereka dipanggil bersama nabi mereka. Sariy as-Saqthi berkata, pada hari Kiamat, masing-masing umat akan dipanggil bersama dengan nabi mereka masing-masing. Maka dikatakan, “Hai umat Musa, hai umat Isa, hai umat Muhammad.” Adapun orang-orang yang cinta kepada Allah, mereka akan dipanggil, “Hai para kekasih Allah, kemarilah kepada Allah Yang Mahasuci.” Maka hati mereka merasa copot karena gembiranya.
- Seruan malaikat, “Ingatlah, sesungguhnya Fulan bin Fulan sudah ditetapkan bahagia dan tidak akan celaka selama-lamanya. Dan, sesungguhnya Fulan bin Fulan sudah ditetapkan celaka, setelah ini dia tidak akan pernah bahagia selama-lamanya.”
- Seruan ketika ‘maut’ disembelih. Allah Ta‘ala berfirman, “Hai penghuni surga, kekallah kalian selamanya. Ingatlah, tidak akan ada lagi kematian. Hai penghuni neraka, kekallah kalian selamanya. Ingatlah, tidak akan ada lagi kematian.”
- Seruan para penghuni neraka, “Rugi dan celakalah kami sekarang.”
- Seruan para saksi, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an, “Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim.” (QS. Hud: 18)
- Seruan Allah terhadap penghuni surga, “Hai penghuni surga, apakah kalian rida?” Mereka menjawab, “Bagaimana kami tidak rida, Engkau telah memberi Kami apa-apa yang tidak Engkau berikan kepada siapa pun dari makhiuk-Mu.” Allah lalu berfirman, “Akan Aku anugerahkan sesuatu yang lebih besar dari itu, yaitu keridaan-Ku.”
Syekh al-Qurthubi berkata, Adapun seruan yang kesembilan adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Nu’aim dari Marwan bin Muhammad, dia berkata bahwa Abu Hazim al-A’raj berkata kepada dirinya sendiri, “Hai al-A’raj, pada hari Kiamat akan terdapat seruan. Hai orang yang berbuat dosa begini, begini, dan begini. Lalu dosa itu akan bangkit beserta orang yang berdosa itu. Lalu, ada seruan lagi, hai orang yang berbuat dosa lainnya, lalu dosa itu akan bangkit beserta orang yang berdosa itu. Namun, aku melihatmu hai al-A’raj, mengapa kamu mau bergabung dengan orang yang suka berbuat segala dosa?”
Allah Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) pada hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka dan berfirman, “Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang dahulu kamu sangka?” (QS. al-Qashash: 62)
Seruan yang terdapat dalam Surah al-Qashash ini sama maksudnya dengan seruan yang terdapat dalam Surah az-Zumar.
- Yaum al-Wagi’ah
Kata waqa‘a dalam bahasa Arab berarti Kana dan wajada (ada atau terjadi). Seperti disebutkan dalam ayat,
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka.” (QS. an-Naml: 82)
Yang dimaksud “perkataan” pada ayat ini adalah kabar tentang terjadinya kiamat, bahwa hari itu sudah sangat dekat dan ciri yang paling terlihat adalah keluarnya sejenis binatang melata.
- Al-Khafidhat ar-Rafi’ah
Yaitu yang merendahkan dan mengangkat. Maksudnya adalah bahwa pada hari itu, penghuni surga derajatnya diangkat, sedangkan penghuni neraka dijatuhkan. Dalam kebiasaan orang Arab, kata al Khafdhu dan ar Raf’u dipergunakan untuk menunjukkan kedudukan, kemuliaan, dan kehinaan. Saat itu, Allah menempatkan para penolong agama Nya di tempat dan kedudukan yang tertinggi. Dan menempatkan para musuh-musuhnya di tempat yang serendah-rendahnya. Allah Ta’ala berfirman,
“(ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat, dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga.” (QS. Maryam: 85-86)
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kami berada di atas gundukkan tanah, di atas manusia yang lainnya.”
lbnu al-‘Arabi mengatakan, hadis tersebut dalam kitab Muslim sedikit rancu. Perawinya tidak teliti. Yang dimaksud adalah bahwa pada saat itu semua makhluk berada di atas hamparan tanah, kecuali Nabi Muhammad Saw. bersama dengan umatnya. Mereka semua berada di tempat yang tinggi, semacam di atas gundukan tanah, sedangkan umat-umat yang lainnya berada di bawah mereka.
Dan dalam riwayat lainnya, pada hari Kiamat, aku dan umatku akan berada di atas sebuah bukit. Tuhanku memberiku pakaian yang berwarna hijau, dan aku pun direstui-Nya. Dan itulah al-Maqam al-Mahmuda (kedudukan yang terpuji).
Menurutku, tempat tersebut ditinggikan bergantung tingginya kedudukan. Menurut Ibnu al-Arabi, kedudukan itu bermacam-macam. Sebagai contoh, Allah mengangkat kedudukan Nabi Muhammad Saw. dengan diizinkannya memberikan syafaat walaupun terhadap umat yang terdahulu. Nabi Saw. merupakan orang yang pertama kali masuk surga dan yang mengetuk pintunya. Contoh lainnya, Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berbuat adil, sebagaimana sabda Nabi Saw., “Orang-orang yang berlaku adil akan berada di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, di sebelah kanan Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan, kedua tangannya adalah kanan.”’
Allah juga mengangkat derajat para qari hingga waktu di mana mereka menyelesaikan bacaannya. Lalu dikatakan kepada mereka, “Bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya dulu dengan tartil sewaktu di dunia. Sungguh, kedudukanmu hingga batas akhir ayat yang kamu baca.”’
Allah juga mengangkat derajat para syuhada, sebagaimana sabda Nabi Saw. “Di dalam surga terdapat seratus tingkatan yang telah disediakan Allah bagi para pejuang di jalan Allah
Allah juga akan mengangkat derajat para penanggung anak yatim. Rasulullah Saw. bersabda, “Di dalam surga, aku dan orang yang menanggung anak yatim bagaikan dua jari ini.’ Menurut riwayat Malik, beliau sambil menunjukkan telunjuk dan jari tengahnya. Maksudnya adalah bertetangga.
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya para penghuni surga pasti akan melihat penghuni kamar yang lebih tinggi, sebagaimana mereka melihat bintang terang yang sangat jauh di kaki langit. Sungguh, Abu Bakar dan Umar termasuk penghuni kamar yang lebih tinggi dan selalu diberi nikmat.”
Allah juga mengangkat derajat Aisyah melebihi derajatnya Fathimah. Hal itu karena Aisyah berada bersama Nabi Saw. sedangkan Fathimah bersama Ali bin Abu Thalib.
- Yaum al-Hisab
Yaitu hari perhitungan. Pada hari itu, Allah akan menghitung setiap amal perbuatan manusia di dunia. Yang baik atau pun yang buruk. Amal baik akan mendapatkan pahala kenikmatan, dan yang buruk akan mendapatkan balasan siksa. Juga, Allah akan mempertemukan sebagian dengan sebagian yang lain dengan berhadap-hadapan.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang pun dari kalian kecuali Allah akan mengajaknya bicara langsung dengannya tanpa adanya juru bahasa di antara keduanya.” Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa proses hisab itu akan dilaksanakan oleh Allah secara sekaligus, tidak perseorangan. Allah Ta’ala berfirman,
“Ketahuilah bahwa segala keputusan (pada hari itu) kepunyaan-Nya.” (QS. al-‘An’am: 62)
“Dan Dia adalah hakir yang sebaik-baiknya.” (QS. Yusuf: 80)
Dalam sebuah khabar dikatakan bahwa ada seorang yang sudah tua disuruh berdiri untuk dihisab. Lalu Allah berfirman kepadanya, “Hai orang tua, mengapa kamu belum insaf juga? Sedari kecil, berbagai nikmat telah Aku berikan kepadamu. Namun, tatkala sudah besar kamu mendurhakai-Ku. Ketahulah bahwa sikapku terhadapmu tidak seperti sikapmu terhadap dirimu sendiri. Sekarang, pergilah kamu. Aku telah mengampuni dosa-dosamu.”
Lalu, didatangkan seorang pemuda yang banyak berbuat dosa. Pada saat disuruh berdiri, seluruh anggota badannya merasa gemetar, dan kedua lututnya saling bertubrukan. Lalu, Allah berfirman kepadanya, “Kenapa kamu tidak merasa malu kepada-Ku? Kenapa kamu tidak merasa takut kepada-Ku? Kenapa kamu tidak . merasa cemas terhadap azab-Ku? Apakah kamu tidak tahu bahwa Aku ini selalu mengawasimu.” Lalu dikatakan kepada malaikat, “Ambillah orang ini. Serahkan ia kepada ibunya, Hawiyah.”
Ada yang mengatakan bahwa malaikatlah yang bertugas untuk menghisab. Mereka menghisab karena perintah Allah, sebagaimana para hakim yang menjalankan roda keadilan atas perintah Allah Ta’ala. Sungguh Allah telah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang memperjual belikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat, Allah tidak akan menyapa mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 77)
Namun, bagi orang yang tidak mempunyai sifat seperti itu, maka Allah Ta’ala akan berbicara langsung dengannya. Allah akan berbicara dan menghisab orang-orang mukmin dengan hisab yang mudah dan tanpa adanya juru bicara. itu semuanya sebagai penghormatan kepada mereka, sebagaimana Allah telah mem. beri penghormatan kepada Nabi Musa as. sewaktu di dunia dengan mengajaknya berbicara., Sedangkan bagi orang-orang kafir, Allah tidak mau berbicara dengannya. Karenanya, para malaikatlah yang akan menghisab mereka.
Dalam masalah hisab, Allah membedakan antara orang-orang kafir dengan orang yang mendapat kemuliaan dari-Nya. Namun, Karena Mahakuasa-Nya, Dia tetap menghisab seluruh makhluk-nya secara bersamaan. Hal itu sebagaimana Mahakuasa-Nya untuk menciptakan makhluk yang banyak secara bersamaan. Allah Ta’ala berfirman,
“Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (mudah). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Luqman: 28)
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, pada saat dia ditanya tentang cara Allah menghisab seluruh makhluk-Nya. Dia lalu menjawab, “Allah menghisab makhluk-Nya sebagaimana Dia memberi rezeki kepada mereka pada waktu pagi. Begitu pula Dia menghisab mereka pada satu waktu.”
Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya, “Apakah pada hari Kiamat kelak kami dapat melihat Tuhan kami?” Beliau menjawab, “Apakah kalian merasa samar melihat matahari pada saat cuaca cerah tidak berawan? Dan apakah kalian merasa samar melihat bulan pada saat malam purnama yang cerah tidak berawan?” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” beliau lalu bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, pada hari Kiamat, kalian akan dapat melihat Allah seperti halnya kalian melihat matahari dan bulan.”
Beliau bersabda, kemudian didatangkan seorang hamba dan ditanyakan kepadanya, “Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikanmu pemimpin, menikahkanmu, menundukan bagimu kuda dan unta, serta Aku juga telah menjadikanmu pemimpin sehingga kamu bisa bersenang-senang?” Dia menjawab, “Benar.” Lalu ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah kamu menyangka bahwa kamu akan bertemu dengan-Ku?” Dia menjawab, “Tidak.” Allah lalu berfirman, “Aku akan mengabaikanmu sebagaimana kamu telah mengabaikan-Ku.”
Kemudian didatangkan lagi seorang hamba yang kedua, dan dikatakan kepadanya dengan pertanyaan yang sama, dan dia menjawab dengan jawaban yang sama dengan sebelumnya. Selanjutnya, didatangkan lagi seorang hamba yang ketiga, dan dikatakan kepadanya dengan pertanyaan yang sama. Kemudian dia menjawab, “Ya Tuhanku, aku telah beriman kepada-Mu, kitab-kitab-Mu, dan rasul-rasul-Mu. Aku pun mendirikan shalat, bersedekah, dan berpuasa.” Lalu orang itu dengan semampunya memuji Allah dengan pujian yang baik. Lalu dikatakan kepadanya, “Sekarang Aku akan menghadirkan saksi yang membenarkan ucapanmu.” Dia lalu berkata pada dirinya sendiri, “Siapa yang akan menjadi saksiku.” Namun, tiba-tiba mulutnya terkunci, dan dikatakan kepada pahanya, “Bicaralah kamu!” Maka pahanya, dagingnya, tulangnya, semuanya berbicara tentang amal yang pernah dilakukannya. Itu semua supaya dia tidak bisa membela dirinya, karena dia orang munafik. Allah memurkai orang seperti dia, sebagaimana firman-Nya,
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini yang menjadi hisab terhadapmu.” (QS. al-tsra’: 14)
- Yaum as-Su’al
Allah sebagai Pencipta akan bertanya kepada makhluk-Nya, atas amal dan perbuatannya. Ini menjadi hujah dan menunjukkan hukum Allah. Allah Ta’ala berfirman,
“Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka.”(Qs. al-Baqarah: 211)
“Dan Tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut.” (QS. al-‘Araf: 163).
“Dan Tanyakanlah kepada Rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu” (QS. az-Zukhruf: 45)
“Agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.” (QS. al-Ahzab: 8)
“Apabila bayi-bayi’ perempuan yang Dikubur hidup-hidup ditanya.” (QS. at-Takwir: 8)
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanya mereka semua, tentang apa yang dulu telah mereka kerjakan.” (QS. al-Hijr: 92). Ada yang menafsirkan tentang La ilaha illallah.
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-tsra’: 36)
Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara ….” Ini akan kami bahas nanti.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya setiap diri kalian adalah pemimpin, dan akan ditanya tentang apa yang pimpinnya. Pemimpin negara akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin keluarganya, dan akan ditanya tentang mereka.
Seorang perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya, dan akan ditanya darinya. Dan, budak adalah pemimpin harta majikannya, dan akan ditanya tentangnya. Maka ingatlah, bahwa setiap diri kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.”
24.Yaum asy-Syahadah
Yaitu hari kesaksian. Kesaksian itu ada empat macam:
Pertama, kesaksian Nabi Muhammad Saw. dan umatnya sebagai perwujudan dari kesaksian para rasul terhadap umatnya masing-masing.
Kedua, kesaksian bumi, hari, malam, dan Siang terhadap setiap amal perbuatan dan yang terjadi di dalamnya.
Ketiga, kesaksian anggota badan sebagaimana firman Allah,
“Pada hari ketika, lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. an-Nur: 24)
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kari.” (QS. Fushshilat: 21)
Keempat, kesaksian yang dinyatakan dalam hadis riwayat Anas Saw., bahwa pada hari Kiamat, mulut akan dikunci, dan akan dikatakan kepada seluruh anggota tubuh lainnya, “Bicaralah tentang perbuatan-perbuatan dia!”
- Yaum al-Jidal
Yaitu hari perdebatan. Allah Ta’ala berfirman,
“ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri.” (QS. an-Nahl: 111)
Yaitu, bertengkar dan membela dirinya. Dalam sebuah khabar disebutkan bahwa pada hari Kiamat, setiap orang akan berkata, “Diriku, diriku karena kengerian yang terjadi pada waktu itu, kecuali Nabi Muhammad Saw.. Beliau yang akan membela umatnya.”
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththah berkata kepada Ka’ab, “Wahai Ka’ab, takutilah kami, gelisanhkanlah hati kami, ceritalah kepada kami, dan ingatkanlah kami.” Ka’ab lalu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sekali pun engkau kelak di hari Kiamat datang dengan membawa pahala senilai 70 orang nabi, namun engkau tetap akan menemui gelombang-gelombang, dan yang akan engkau pikirkan hanyalah diri engkau sendiri. Sungguh neraka Jahanam itu memiliki desisan yang membuat orang bertekuk di atas Iututnya, baik dia itu malaikat yang didekatkan Allah, ataupun seorang nabi pilihan. Bahkan Ibrahim a.s. sekalipun yang menjadi kekasih Allah, saat itu dia akan berkata, Ya Tuhanku, aku adalah kekasih-Mu, tidak ada yang aku pinta pada hari ini selain keselamatan diriku sendiri.” Umar lalu berkata, “Wahai Ka’ab, mana ayat yang menunjukkan tentang hal ini?” Ka’ab menjawab, Firman Allah Ta’ala,
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi dap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. an-Nahl: 111)
Terkait dengan ayat ini, Ibnu Abbas mengemukakan bahwa perdebatan di hari Kiamat itu akan terus terjadi, bahkan sampai roh mendebat jasadnya. Roh berkata, “Ya Tuhanku, aku adalah ciptaan-Mu, Engkau telah menciptakannya. Aku tidak memiliki tangan untuk memukul kaki untuk melangkah, mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan akal untuk berpikir, sehingga aku datang dan masuk ke dalam jasad ini. Karenanya, siksalah jasad ini dengan berlipat ganda, dan selamatkanlah aku.”
Di sisi lain jasad berkata, “Ya Tuhanku, Engkau menciptakanku dengan tangan-Mu. Asalnya, aku laksana sebatang kayu, yang tidak bisa menggerakkan tangan untuk memukul, kaki untuk melangkah, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar. Kemudian datanglah roh seperti sinar matahari. Karena dia, lisanku bisa berucap, mataku bisa melihat, kakiku bisa berjalan, dan telingaku bisa mendengar. Karenanya, siksalah roh ini dengan berlipat ganda, dan selamatkanlah aku.”
lbnu Abbas berkata lagi, kemudian Allah memberikan perumpamaan kepada keduanya (jasad dan roh) dengan kisah orang buta dan orang lumpuh. Keduanya masuk ke sebuah kebun. Di dalam kebun tersebut terdapat buah yang banyak. Orang buta tidak dapat melihat buah, dan orang lumpuh tidak dapat mencapainya. Maka si lumpuh berkata kepada si buta, “Bawalah aku ke pohon ini untuk mengambil buahnya, nanti kamu aku beri.” Maka si buta pun mengangkat tubuh si lumpuh, hingga keduanya mendapatkan buah. Allah lalu bertanya kepada roh dan jasad, “Siapakah yang pantas menerima hukuman?” Roh dan jasad menjawab, “Keduanya.” Kemudian Allah berfirman, “Maka kalian berdua Sama-sama akan menanggung azab.”
- Yaum al-Qishash
Yaitu hari pembalasan. Cukup banyak hadis yang menjelaskan tentang hal ini dan insya Allah akan dibahas pada bab tertentu. 27. Yaum Al-Haqqah
Yaitu hari kebenaran nyata. Menurut ath-Thabar, dinamakan dengan al-Haqqah karena pada hari itu segala perkara menjadi nyata. Ada juga yang mengatakan, dinamakan al-Haqqah itu karena kiamat itu benar-benar akan terjadi, tidak diragukan lagi. Dan, ada juga yang mengatakan, dinamakan al-Haqqah itu karena pada hari itu sebagai pembuktian adanya neraka, yang akan diperlihatkan kepada siapa pun.
- Yaum ath-Thammah
Yaitu hari yang menang. Maksudnya, hari Kiamat itu dapat mengalahkan apa saja. Menurut al-Hasan, yang dimaksud ath-Thammah adalah tiupan sangkakala kedua.
- Yaum ash-Shakhkhah
Yaitu hari berdenting. Menurut ikrimah, ash-Shakhkhah adalah tiupan sangkakala pertama, dan ath-Tharnmmah adalah tiupan sangkakala kedua. Sedangkan menurut ibnu al-Arabi, ash-Shakhkhah itu sesuatu yang menyebabkan tuli namun membuat mendengar juga.
- Yaum al-Wa’id
Yaitu hari ancaman. Yaitu, Allah memberikan perintah dan menentukan larangan. Dia juga memberikan janji dan memberikan ancaman. Janji-Nya berupa kenikmatan surga, dan ancamannya adalah siksa api neraka.
- Yaum ad-Din
Atau disebut juga Yaum al-Jaza’ hari pembalasan.
- Yaum al-Jaza’
Yaitu hari pembalasan. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ini, sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan.” (QS. at-Tahrim: 7)
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. (QS. Ghafir: 17)
Disebut juga dengan yaum-al-Wafa’, sebagaimana firman-Nya,
“Di heri ini Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestiny.” (QS. an-Nur: 25)
“Sebagai perbatasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. at-Taubah: 82)
“Sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. as-Sajdah: 17)
“Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir.” (QS. Fathir : 36)
- Yaum an-Nadamah
Disebut juga sebagai hari penyesalan. Karena pada saat itu semua orang akan merasakan penyesalan. Orang yang sudah beramal baik pun akan menyesal pada saat memperoleh pahala kebaikannya, kenapa selama di dunia tidak lebih banyak lagi berbuat kebaikan. Apalagi bagi orang kafir, dia akan sangat menyesal dengan kekafirannya. Pada saat orang kafir diseret kepada siksa neraka, maka dia sangatlah menyesal. Sehingga hari itu disebut dengan yaum al-Hasrah (hari Penyesalan).
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus.” (QS. Maryam: 39)
- Yaum at-Tabdil
Yaitu hari pergantian. Allah Ta’ala berfirman,
“(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit. ” (QS. Ibrahim: 48).
- Yaum at-Talaqi
Yaitu hari pertemuan. Allah Ta’ala berfirman,
“Supaya Dia memperingatkan (manusia) tentang hari penentuan (hari Kiamat).” (QS. Ghafir: 15)
Ada empat pengertian terkait dengan makna pertemuan ini, yaitu:
Pertama, pertemuan antara orang-orang yang baru saja meninggal dengan mereka yang telah terlebih dahulu meninggal, lalu mereka saling bertanya tentang penduduk dunia yang telah mereka tinggalkan.
Kedua, pertemuan manusia dengan (balasan) amal yang telah mereka lakukan.
Ketiga, pertemuan penghuni langit dengan penghuni bumi di Padang Mahsyar.
Dan keempat, pertemuan antara makhluk (manusia) dengan Allah, pencipta mereka.
- Yaum al-Azifah
Yaitu hari yang dekat. Azifa berarti qaraba (mendekat). Hari Kiamat benar-benar telah dekat sebagaimana firman-Nya,
“Dan tahukah kamu (hai Muhammad) boleh jadi hari berbangkit itu. sudah dekat waktunya.” (QS. al-Ahzab : 63).
- Yaum al-Ma’ab
Yaitu hari kembali. Al-Ma‘ab artinya ar-Ruju” (kembali atau pulang). Yang dimaksud adalah kembali ke hadapan Allah. Tiada sesuatu pun yang hilang dari Allah, melainkan semua. nya akan kembali kepada-Nya.
- Yaurn al-Mashir
Yaitu hari kembali. Sama halnya dengan Yaum al-Ma’ab, Yaum al-Mashir juga mengandung arti Kembali. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk).” (QS. an-Nur: 42)
Maka semua makhluk akan kembali kepada Allah, dan akan ditempatkan sesuai amalnya, di surga atau di neraka yang menjadi tempat kembalinya. Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka.” (QS. Ibrahim: 30)
- Yaum al-Qadha
Yaitu hari pengadilan. Atau, bisa disebut juga dengan hari penegakkan Hukum (Yaum al-Hukmi). Hal pertama yang akan digelar adalah masalah darah atau pembunuhan. Ada juga yang menyatakan bahwa hari itu disebut dengan yaum al-Fashli (hari Pengelompokkan). Yang dimaksud adalah bahwa setelah ditetapkan hukum melalui pengadilan Allah, maka manusia akan dikelompokkan dan dipisah-pisahkan. Ada yang tergolong orang-orang mukmin, orang-orang kafir, orang-orang baik, dan orang-orang jahat. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari Kiamat, Dia akan memisahkan antara kamu. (QS. al-Mumtahanah: 3)
“Kekuasaan di hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka.” (QS. al-Hajj: 56)
“Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu.” (QS. al-Muntahanah: 10)
- Yaum al-Wazni
Yaitu, hari penimbangan. Allah Ta’ala berfirman, “Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan).” (QS. al-‘Araf: 8)
Pada hari itu amal perbuatan manusia selama di dunia akan ditimbang. Pembahasan tentang hal ini akan diuraikan pada bab khusus.
- Yaum al-Asir (Hari Kesulitan)
Yaitu hari kesulitan. Hari itu merupakan hari sulit bagi Orang-orang kafir. Mereka sudah tidak bisa melihat lagi kebaikan di depannya. Putus sudah harapan mereka untuk selamat. Bahkan ketika melihat orang-orang mukmin dikeluarkan dari neraka, mereka meminta hal itu. Sayang, tidak ada yang bisa mereka lakukan. Dikatakan kepada mereka,
“Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)
Adapun orang-orang mukmin, mereka bisa terlepas dari kesulitan itu. Mereka memperoleh kemudahan, baik ketika berkumpul di Padang Mahsyar atau pun setelahnya, yaitu pada saat dihisab dan ditimbang, termasuk ketika melewati jembatan (ash-Shirath).
- Yaum al-Masyhud
Yaitu hari yang disaksikan. Dinamakan demikian karena pada saat itu seluruh makhluk dapat menyaksikan. Ada juga pendapat yang mengatakan karena pada hari itu para saksi memberikan kesaksiannya.
- Yaurn at-Taghabun
Yaitu hari diungkapkankannya segala kesalahan. Karena, pada saat itu manusia saling metampak-tampakkan kesalahan orang lain untuk merebut kedudukan di sisi Allah. Sehingga yang beriman tampak keimanannya, dan yang kafir tampak kekafirannya. Orang-orang yang beriman ditempatkan di surga dan orang-orang kafir ditempatkan di neraka
Allah Ta’ala berfirman,
“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (dunia), maka Karni segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki.” (QS. al-Isra’: 18)
“Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan, barang siapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya suatu bagian pun di akhirat.” (QS. Asy-Syura’’: 20)
- Yaum Abus Qamtharir
Yaitu hari berwajah suram yang dipenuhi dengan kesulitan. Qamtharir maksudnya adalah sangat sulit atau sangat panjang. Sedangkan Abus adalah yang berwajah suram. Maksud berwajah suram yaitu mengerutnya bagian wajah antara dua mata serta perubahan rupa muka yang biasanya berseri-seri. Manusia berwajah suram pertama-tama ketika keluar dari kuburnya, dan pada saat melihat amalnya yang buruk. Pada saat itu, mereka melihat dengan mata terbelalak. Pandangan mereka hanya tertuju pada satu arah. Allah Ta’ala berfirman,
“Sampai hari pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim: 22)
- Yaum Tubla as-Sara’ir
Yaitu hari terbongkarnya rahasia-rahasia. Maksudnya, segala sesuatu yang asalnya tersembunyi pada hari Kiamat, maka semuanya akan terbongkar.
- Yaum la tamilliku nafsun li nafsin syai’an
Yaitu hari pertanggungjawaban masing-masing, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa‘at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.” (QS. al-Baqarah: 48).
“Yaitu hari yang seorang karib tidak dapat memberi manfaat kepada karibnya sedikitpun.” (QS. ad-Dukhan: 41)
Setiap orang akan mempertanggungjawabkan dirinya sendiri, dia tidak dapat meminta pertolongan kepada yang lain, demikian sebaliknya. Bahkan kepada ayah dan saudaranya sekalipun. Oleh karena itu, saat itu disebut juga sebagai yaum al-Fashi (hari Pemisahan) dan yaum al-Firar (hari meninggalkan). Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya hari keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan.” (QS. an-Naba’: 17)
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” (QS. ‘Abasa: 34-37)
- Yaumu yuda’una ila nari jahannama da’an
Maksudnya yaitu hari di mana manusia pada saat itu didorong ke dalam neraka Jahanam sekuat-kuatnya. Allah Ta’ala berfirman, “ingatlah) pada hari mereka diseret ke neraka atas muka mereka.” (QS. al-Qamar: 48)
- Yaum at-Taqallub
Yaitu. hari berguncang. Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (QS. an-Nur: 37)
Yang dimaksud adalah hati orang-orang kafir. Hati mereka berguncang dari tempatnya sehingga tidak bisa kembali ke tempat semula. Akal mereka pun berguncang sehingga mereka berbicara tanpa bisa mengerti.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan berguncang di sini adalah bahwa mereka bimbang antara ingin selamat dengan takut celaka. Sedangkan mereka memperhatikan dari arah mana kitab mereka diberikan dan mereka terima.
- Yaum asy-Syukhush wal-Iqna’
Yaitu hari terbelalak dan mendongak Allah Ta’ala berfirman,
“Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim : 42)
Menurut al-Fara’, matanya tidak terpejam karena kengerian yang mereka saksikan pada Saat itu. Sedangkan menurut ibnu Abbas, pada Saat itu penglihatan semua makhluk tertuju ke angkasa karena kebingungan, serta tidak bisa dipejamkan, sebagaimana dalam firman-Nya,
“Mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya.” (QS. Ibrahim: 43)
Mujahid dan adh-Dhahak berpendapat maksud dari kalimat “muqni’i ru’usahum” yaitu mereka dalam keadaan mengangkat kepalanya, Sedangkan menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, mengangkat sedikit kepalanya. Adapun alHasan berpendapat, pada saat itu, wajah-wajah manusia memandang ke atas langit, tiada seorang pun yang melihat kepada yang lainnya.
Jika ada yang bertanya, sungguh Allah telah berfirman dalam firman-Nya,
“Pandangan mereka tertunduk.” (QS. al-Ma’arij: 44)
“Pandangan mereka tertunduk.” (QS. al-Qamar: 7)
Jadi bagaimana mungkin mengangkat pandangannya dalam jangka waktu yang lama? Maka sebagai jawabannya adalah bahwa pada saat manusia menuju ke Padang Mahsyar, mereka memang menundukkan pandangannya. Namun, pada saat mereka berkumpul di Padang Mahsyar, saat itulah mereka mengangkat kepalanya sambil memandang ke atas langit dalam jangka waktu yang lama. Pada saat itu mereka merasa sukar untuk memejamkan matanya.
- Yaum la yanthiqun, wa la yu’dzanu lahum faya’tadzirun
Yaitu saat manusia tidak dapat berbicara dan pada saat itu juga mereka tidak diizinkan untuk mengemukakan alasan apa pun, sebagaimana firman-Nya,
“Inilah hari, saat mereka tidak dapat berbicara, dan tidak diizinkan kepada mereka mengemukakan alasan agar mereka dimaafkan.” (QS. al-Mursalat: 35-36)
Yaitu pada saat dikatakan kepada mereka, “Dia (Allah) berfirman, “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (QS. al-Mu’minun: 108)
- Yaum la yanfa’u azh-zalimina ma‘dziratahum
“(Yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim.” (Ghafir: 52) Yaitu, walaupun mereka mengemukakan berbagai alasan dalam permintaan maaf mereka, namun tetap saja permintaan maaf mereka ditolak. Beberapa contoh alasan yang dikemukakan mereka, sebagaimana firman-Nya,
“Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami.” (QS. al-Ahzab: 67)
“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami darinya (kembalikanlah kami ke dunia).” (QS. al-Mu’minun: 107)
- Yaum la yaktumunallaha haditsan
“Padahal mereka tidak dapat menyembunyikan sesuatu kejadian apa pun dari Allah.” (an-Nisa’: 42)
- Yaum al-Fitnah
Maksud fitnah di sini adalah azab. Allah Ta’ala berfirman,
“(Hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka.” (QS. adz-Dzariyat: 13)
- Yaum la maradda lahu minallah
“Suatu hari (Kiamat) yang tidak dapat ditolak, pada hari itu mereka terpisah-pisah.” (QS. ar-Rum: 43) Tidak ada seorang pun yang dapat menolak kedatangan hari Kiamat.
- Yaum al-Ghasyiyah
Hari di mana manusia menjadi tidak sadarkan diri, karena dahsyatnya peristiwa dan bencana di hari itu.
- Yaum la yu’adzdzibu adzabahu ahad, wala yutsiqu watsaqahu ahad
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka. pada hari itu tidak seorang pun menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.” (QS. alFajr: 25-26)
- Yaum la bai’un fihi wala khilal
Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah (Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, “Hendaklah mereka melaksanakan salat, menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan secara sembunyi atau terang-terangan sebelum datang hari, ketika tidak ada lagi jual beli dan persahabatan.” (QS. Ibrahim: 31)
“Wahai orang-orang yang beriman! Infokkaniah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafaat.” (QS. al-Baqarah: 254)
Syafaat yaitu usaha perantara dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudarat bagi orang lain. Syafaat yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafaat bagi orang-orang kafir.
- Yaum Ia raiba fih
Maksudnya yaitu hari yang tidak diragukan lagi. Walaupun orang-orang kafir meragukan terjadinya kiamat, tidak ada alasan yang jelas atas keraguan mereka. Padahal bukti nyata tampak jelas tentang hal ini. Allah Ta’ala berfirman,
“Apakah ada keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” (QS. Ibrahim: 10)
Alam ini merupakan bukti nyata dan tidak ada alasan untuk meragukan keberadaan Allah. Demikian juga dengan akan datangnya hari Kiamat, tidak ada keraguan tentang terjadinya kiamat. Allah Ta’ala berfirman
“Yang demikian itu karena sungguh, Allah, Dialah yang hak, dan sungguh, Dialah yang menghidupkan segala yang telah mati, dan sungguh, Dia Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sungguh, (hari) Kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan padanya,; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun yang di dalam kubur.” (QS. al-Hajj: 6-7)
- Yaum tabyadhdhu wujuh wa taswaddu wujuh
Yaitu hari di mana ada wajah-wajah yang putih berseri, dan wajah-wajah yang hitam muram. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram.” (QS. Ali Imran: 106)
- Yaum al-Adzan
Yaitu hari panggilan. Diriwayatkan bahwa Thawus datang menemui Hisyam bin Abdul Malik seraya berkata, “Bertakwalah engkau kepada Allah, dan waspadalah terhadap hari panggilan.” Hisyam bertanya, “Apa yang engkau maksud dengan hari panggilan itu?” Thawus menjawab, Allah Ta’ala berfirman,
“Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (QS. al-A’raf: 44)
Mendengar ayat tersebut, Hisyam pun pingsan saat itu juga. Lalu Thawus berkata, “Baru saja Mendengar ceritanya, dia sudah pingsan bagaimana jika melihatnya nanti?”
- Yaum asy-Syafa’ah
Yaitu hari syafaat. Allah Ta’ala berfirman
“Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. al-Baqarah: 255)
“Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah.” (Qs. al-Anbiya’: 28)
“Dan Tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nyg memperoleh syafaat itu.” (QS. Saba’: 23)
“Maka Kami tidak mempunyai pemberi syafaat seorang pun.” (QS. asy-Syu’ara’: 100)
- Yaum al-‘lraq
Yaitu hari keringat. Yaitu, hari di mana ke. ringat tertumpah dan melimpah hingga seperti danau.
- Yaum al-Qalaq wal-Jaulan
Yaitu hari kecemasan dan kegundahan. Pada hari itu tidak ada ketenangan. Tidak seorang pun yang merasa aman dan tenang pada Saat itu.
- Yaum al-Firar
Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya.” (QS. ‘Abasa: 34-36)
Maksudnya, pada hari Kiamat, setiap orang akan menghindar dari orang lain, karena dia takut orang tersebut menuntut atas kesalahan yang diperbuat terhadapnya. Atau karena dia khawatir orang lain mendapati dirinya dalam keadaan menderita.
Abdullah bin Thahir al-Abhari berkata, seseorang menjauh dari orang lain karena dia sendiri tahu bahwa orang lain tidak dapat memberikan pertolongan apa pun kepadanya. Seandainya hal itu dia sadari sejak masih di dunia, tentu dia hanya akan bergantung kepada Allah semata.
Al-Hasan berkata, orang yang pertama kali menghindar dari ayahnya adalah Nabi Ibrahim a.s.. Orang yang pertama kali menghindar dari anaknya adalah Nabi Nuh a.s.. Orang yang pertama kali menghindar dari istrinya adalah Nabi Luth a.s.. Para ulama berpendapat bahwa ayat ini turun terkait dengan peristiwa ini. Menghindarnya Nabi Ibrahim a.s., Nuh a.s., dan Luth a.s. merupakan bentuk berlepas diri mereka atas apa yang terjadi kepada ayah, anak, dan istri mereka. Semoga Allah menyelamatkan kita dari kondisi berat itu di hari Kiamat nanti.
Syekh al-Qurthubi berkata, “Itulah beberapa nama lain bagi hari Kiamat yang dikemukan oleh para ulama ahli tafsir. Di antaranya adalah lbnu Najjah dalam kitabnya, Subul al-Khairah, Abu Hamid al-Ghazali dalam kitabnya, ihya ‘Ulum ad-Din dan lainnya, dan al-Qatabi dalam kitabnya, ‘Uyun al-Akhbar. Sedang yang ada dalam kitab ini adalah nama-nama hari Kiamat menurut tafisr al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin.”
Syukur alhamdulillah saya masih bisa memberikan tambahan. Masih terbuka lebar nama-nama lain bagi hari Kiamat yang belum sempat disebutkan tadi. Contohnya saja seperti yaum al-Khazyi (Hari Kehinaan), yaum at-Tadhayuq (Hari Berdesak-desakan), yaum adz-Dzulli (Hari Kenistaan), yaum al-Iftiqar (Hari Kemiskinan atau Kebutuhan), yaum al-Migat (Hari Pertemuan), yaum al-Mirshad (Hari Penantian). Dan masih banyak lagi nama-nama lainnya.
Bencana Besar yang Dihadapi Manusia Ketika Berada di Padang Mahsyar
Al-Muhasibi dalam kitabnya, at-Tawahhum wa al-Ahwal, mengatakan bahwa Allah akan mengumpulkan makhluk dari golongan jin dan manusia di Padang Mahsyar dalam keadaan telanjang dan hina. Kekuasaan sudah dicabut dari raja-raja yang pernah berkuasa di muka bumi. Mereka menjadi kerdil dan tidak lagi sombong. Mereka menjadi hina setelah berkuasa secara diktator atas hamba-hamba Allah di muka bumi.
Kemudian muncullah binatang-binatang yang keluar dari tempatnya masing-masing menghadap dengan menundukkan kepala, yang sebelumnya begitu ganas terhadap makhluk-makhluk lain, saat itu tampak hina tak berdaya oleh ketakutan hari berbangkit (penghimpunan). Mereka mengambil tempat di belakang manusia dan jin sambil tertunduk. Selanjutnya, muncullah rombongan setan dengan hina tak berdaya di hadapan Allah Yang Mahakuasa, setelah sebelumnya mereka begitu congkak dan pongah. Semuanya datang menghadap, baik itu jin, setan, binatang liar, binatang ternak, maupun binatang melata.
Adapun bintang-bintang di langit mendadak jatuh berguguran dari atas kepala mereka. Cahaya matahari dan bulan dihapus, sehingga gelap gulita menyelimuti mereka. Pada saat itu, langit lapis pertama berputar-putar di atas kepala mereka, dan kejadian ini berlangsung selama 500 tahun. Lalu, terdengar suara yang mengekakkan telinga mereka ketika benda-benda langit itu pecah, terbelah, dan saling bertubrukan. Kemudian langit itu hancur dan meleleh sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala,
“Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah mawar seperti (kilauan) minyak.” (QS. ar-Rahman: 37)
“(ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga, dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan).” (QS. al-Ma’arij: 8-9)
Setelah itu, para malaikat turun dari tepi-tepi menuju bumi dengan bertasbih, menyucikan Tuhannya. Kehadiran mereka ke muka bumi ini sempat menakutkan dan menciptakan suasana tegang di kalangan seluruh makhluk bumi yang sudah ada terlebih dahulu di Padang Mahsyar.
Tubuh mereka besar-besar dan suara mereka keras menggelegar. Padahal, keadaan para malaikat itu sama. Mereka juga sama-sama ketakutan dan tertunduk tak berdaya di hadapan Allah.
Setelah seluruh malaikat penghuni langit pertama sampai ketujuh turun ke bumi dan menyatu dengan seluruh makhluk penghuni bumi selama sepuluh tahun, matahari lalu didekatkan tepat di atas kepala seluruh makhluk. Pada hari itu, tidak ada naungan sama sekali selain naungan Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih. Suara hiruk-pikuk mewarnai mereka yang sedang berdesakkan. Telapak kaki mereka saling menginjak. Tenggorokan mereka terasa haus.
Mereka semua berkumpul menjadi satu di bawah terik matahari yang menyengat sangat panas. Desah napas terdengar tersengal-sengal. Tubuh mereka diimpit sangat rapat dan tidak ada celah sedikit pun. Keringat mereka pun mengucur dan mengalir di muka bumi. Keringat tersebut ada yang membanjiri hingga telapak kakinya, bahkan ada yang lebih tinggi lagi dari itu, sesuai dengan martabat mereka di sisi Allah; apakah mereka termasuk yang beruntung atau yang celaka. Ada dari mereka yang keringatnya naik hingga sebatas pundak dan ada yang sebatas telinga. Bahkan ada yang sampai sebatas ujung kepala hingga hampir menenggelamkannya.
Menurutku, keterangan al-Muhasibi tadi dan peristiwa terbelahnya langit, sepertinya terjadi setelah seluruh manusia berkumpul di Padang Mahsyar. Namun, sebelum itu sudah kami sampaikan bahwa peristiwa tersebut terjadi sebelumnya, berdasarkan zahir al-Qur’an dan hadis marfu’ dari Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Sedangkan yang dituturkan oleh al-Muhasibi di atas, juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berbunyi, “Jika hari Kiamat telah terjadi, maka bumi akan dihamparkan seperti kulit yang disamak, dan luasnya ditambah sekian dan sekian. Seluruh makhluk dikumpulkan di satu tanah lapang, baik jin maupun manusia. Pada Saat itu, tiba-tiba langit digenggam dari Para penghuninya, sehingga mereka bertebaran di muka bumi. Padahal jumlah penghuni langit jauh lebih banyak daripada seluruh makhluk Penghuni bumi, baik jin Maupun manusia ….” al-Hadis.
Selengkapnya hadis tadi diriwayatkan oleh lbnu al-Mubarak dalam kitabnya, ar-Raqa‘iq, dar; ‘Auf dari Abu al-Minhal Yassar bin Salamah ar. Rayahi dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas.
Selain itu, Ibnu al-Mubarak juga meriwayatkan hadis senada dari Juwaibir dari adh-Dhah. hak, dia berkata, “Jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah memerintahkan langit pertama atau langit dunia untuk terbelah, lalu para malaikat penghuninya turun ke bumi. Mereka pun menutupi bumi dan para penghuninya. Perintah yang sama Allah sampaikan kepada langit kedua, lalu para malaikat penghuninya pun turun ke bumi. Mereka berbaris di belakang barisan malaikat tadi. Begitu seterusnya hingga pada langit ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Masing-masing penghuninya berbaris secara berkelompok-kelompok.
Lalu, turunlah Allah Yang Mahaluhur, Mahaagung, yang diiringi neraka Jahanam di sebelah kiri-Nya. Desah apinya terdengar oleh seluruh makhluk. Mereka tidak dapat lari karena segenap penjuru bumi penuh dengan barisan para malaikat yang sedang berdiri tegak dan tidak bisa ditembus oleh siapa pun. Itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (QS. ar-Rahman: 33)
Waktu itu sudah tidak ada kekuasaan sama sekali, kecuali milik Allah semata. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan datanglah Tuhanmu, dan malaikat berbaris-baris.” (QS. al-Fajr: 22)
“Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi rapuh. Dan para malaikat berada di berbagai penjuru langit.” (QS. Al-Haqqah: 16-17)
Maka, pada saat itulah, tiba-tiba mereka mendengar suara yang memerintahkan supaya mereka bersiap-siap untuk dihisab.”
Menurutku, kedua sanad dari periwayatan itu tidak sahih, Karena Syahr dan Juwaibir adalah dua perawi yang dianggap lemah oleh Bukhari, Muslim, dan sejumlah ulama ahli hadis lainnya.
Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “‘Ulum al-Akhirah, juga menuturkan riwayat serupa dari Ibnu Abbas dan adh-Dhahhak, mirip seperti yang telah dituturkan oleh al-Muhasibi tadi, dia berkata, “Ketika seluruh makhluk sudah berkumpul di satu tanah lapang, yaitu umat-umat yang terdahulu dan umat-umat yang terakhir, maka Allah Yang Mahaagung memerintahkan para malaikat penghuni langit pertama atau langit dunia untuk menguasai (mengurus) mereka. Lalu, masing-masing malaikat tersebut mengambil seorang manusia, dan satu makhluk lainnya yang dibangkitkan dari kubur, baik dari golongan manusia, jin, binatang-binatang liar, maupun burung-burung. Mereka lalu dipindahkan ke bumi yang kedua, yaitu tanah yang berwarna putih, yang terbuat dari perak yang bersinar. Dengan membentuk satu lingkaran, para malaikat penghuni langit pertama tadi berdiri di belakang makhluk seluruh alam. Jumlah para malaikat tersebut lebih banyak hingga 10 kali lipat daripada penghuni bumi.
Kemudian, para malaikat penghuni langit kedua turun mengelilingi mereka sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 20 kali lipat. Kemudian, para malaikat penghuni langit ketiga turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 30 kali lipat.
Kemudian, para malaikat penghuni langit keempat turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 40 kali lipat. Kemudian, para malaikat penghuni langit kelima turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 50 kali lipat.
Kemudian para malaikat penghuni langit keenam turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 60 kali lipat. Terakhir, para malaikat penghuni langit ketujuh turun mengelilingi mereka di belakang lingkaran malaikat sebelumnya, sambil membentuk satu lingkaran. Jumlah mereka lebih banyak hingga 70 kali lipat.
Pada saat itu, seluruh makhluk bercampur aduk jadi satu dan berdesak-desakan, bahkan berimpitan. Sehingga satu kaki mereka terinjak oleh seribu kaki orang yang di atasnya karena begitu banyaknya orang. Adapun manusia tenggelam oleh keringat mereka, dengan keadaan yang berbeda-beda. Ada yang sampai setinggi dagu, setinggi dada, setinggi pinggang, atau setinggi lutut. Ada yang hanya kebasahan sedikit saja seperti orang yang duduk di tepi pemandian, bahkan ada juga yang hanya terkena sedikit percikan saja, seperti orang yang terpercik air minumnya sendiri. Bagaimana mereka semua tidak gelisah dan berkeringat, sedang pada saat itu matahari berada tepat di atas kepala mereka hanya sebatas jangkauan tangan, dan panasnya digandakan menjadi 70 kali lipat.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Seandainya matahari itu terbit menyinari bumi seperti terbitnya pada hari Kiamat, niscaya ia sudah sanggup membakar bumi, melelehkan batu-batu keras dan besar, serta mengeringkan sungai-sungai.”
Saat itu, di bumi yang berwarna putih itu, seluruh makhluk berdesak-desakkan bagaikan gelombang. Hal tersebut sebagaimana firman Nya,
“Yaitu pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain.” (QS. Ibrahim: 48)
Di Padang Mahsyar itu, seperti yang telah diterangkan hadis Mu’adz sebelumnya, keadaan manusia itu bermacam-macam, sesuai dengan amalnya masing-masing sewaktu di dunia. Para penguasa yang sombong (zalim) sewaktu di dunia akan menjadi seperti semut. Maksudnya, mereka akan terinjak-injak oleh kaki manusia lainnya sehingga mereka merasa terhina. Sementara hamba-hamba Allah asyik menikmati minuman air yang dingin, segar, dan bening yang diberikan oleh anak-anak mereka.
Sebagian ulama salaf berkata, ketika sedang tidur, aku bermimpi melihat kiamat seakan-akan telah terjadi. Tiba-tiba aku merasa sudah berada di tengah Padang Mahsyar dalam keadaan kehausan. Aku lalu melihat beberapa anak-anak orang muslim tengah memberi minum kepada orang tua mereka di sekelilingku. Aku lalu panggil mereka untuk meminum barang seteguk pun. Tetapi, salah seorang dari mereka bertanya kepadaku, “Apakah anak Anda berada di antara kami?” Aku menjawab, “Tidak.” la berkata, “Kalau begitu, aku tidak mau memberi minum Anda.” Akhirnya, orang tersebut menikah. Di akhirat, seorang anak dapat memberi minum kepada Orang tuanya jika memenuhi syarat-syarat yang telah kami sebutkan dalam kitab al-lhya’.
Selain itu, di Padang Mahsyar, akan ada sekelompok manusia yang dinaungi awan di atas kepala mereka. Mereka akan tercegah dari panas matahari. Itu adalah penjelmaan dari sedekah yang tulus waktu di dunia. Selama 1000 tahun mereka menikmati itu. Akhirnya, terdengar suara tiupan sangkakala yang membikin hati menggigil keras dan membuat pandangan mata tertunduk karena saking mengerikannya. Orang-orang kafir mengira bahwa hal itu merupakan azab tambahan bagi mereka. Namun, itu adalah Arasy yang dibawa oleh delapan malaikat. Masing-masing malaikat, luas telapak kakinya sejauh perjalanan 20.000 tahun.
Kedatangan Arasy tersebut diiringi pula oleh rombongan malaikat dan berbagai Macam awan sambil membaca tasbih. Suara mereka Sangat bergemuruh sekali. Selanjutnya, mereka meletakan Arasy di bumi yang berwarna putih yang khusus diciptakan Allah Ta’ala untuk masalah ini. Dengan keberadaan Arasy tersebut, maka semua kepala menunduk, semua makhluk merasa takut, para ulama merasa khawatir dan para wali serta para syuhada merasa takut akan azab Allah, yang tidak ada seorang pun yang dapat memikulnya. Akan tetapi, tiba-tiba muncul cahaya, yang dapat mengalahkan cahaya matahari yang sangat panas, yang menyiksa mereka selama ini. Mereka terus menerus berdesak-desakan selama 1000 tahun, tanpa diajak bicara oleh Allah sepatah kata pun.
Pada saat itu, manusia menemui Nabi Adam a.s… Mereka lalu berkata, “Wahai bapak manusia, sekarang ini kami sedang berada dalam kesulitan yang sangat besar.” Sedang orang kafir berkata, “Ya Tuhanku, istirahatkanlah aku walau dengan masuk neraka sekali pun.” Orang kafir berkata demikian karena mengalami penderitaan yang hebat. Lalu, orang-orang itu berkata kepada Nabi Adam a.s., “Engkau adalah manusia yang diciptakan Allah dengan Tangan-Nya, para malaikat diperintahkan bersujud kepadamu, dan Dia telah meniupkan kepadamu sebagian roh-Nya, berilah kami syafaat dalam menentukan putusan ini.”
Selanjutnya, dikisahkan bahwa permintaan syafaat itu dari seorang nabi ke nabi lainnya. Mereka mendatangi satu persatu para nabi selama Kurun waktu 1000 tahun, hingga akhirnya mereka bertemu dengan Nabi Muhammad Saw., sebagaimana yang akan diterangkan nanti dalam masalah syafaat.
Cerita tersebut juga dituturkan oleh alFaqih Abu Bakar bin Barjan dalam kitabnya, Al-Irsyad, dia berkata, “Pada saat itu, Allah mengumpulkan seluruh makhluk dari yang pertama sampai yang terakhir di satu tanah lapang. Saat itu juga, matahari telah digulung, bintang-bintang berjatuhan, langit berguncang keras tepat di atas kepala seluruh makhluk. Tidak lama kemudian, langit pecah karena dahsyatnya pada hari itu. Langit tersebut terbelah dan mengeluarkan awan. Lalu, langit menjadi merah mawar seperti kilauan minyak, dan satu per satu semua langit dihancurkan.
Pada saat itulah malaikat turun. Sementara seluruh makhluk lainnya tetap tegak berdiri selama 40 tahun sampai 300 tahun. Mana saja yang benar karena pada hari itu panjang sekali, sebagaimana sabda beliau, “Tidak seorang pun yang mempunyai unta….” Lalu dikatakan, “Lalu ia didatangi oleh rombongan pertama dalam suatu hari yang ukurannya 50.000 tahun.” Lengkapnya hadis ini akan jelaskan nanti.
Mereka berdiri di dalam kegelapan yang mencekam, berada di bawah jembatan, sebagaimana dalam Shahih Muslim, dari hadis Tsauban. Mereka itu telanjang dan tidak berkhitan. Mereka merasa kehausan dan kelaparan, yang belum pernah mereka alami sama sekali-. Tidak ada yang diberi minum saat itu kecuali Orang yang pernah memberi minum orang lain karena Allah. Tidak ada yang diberi makan saat itu kecuali orang yang pernah memberi makan orang lain karena Allah. Tidak ada yang diberi pakaian saat itu kecuali orang yang pernah memberi pakaian kepada orang lain karena Allah. Dan, tidak ada yang diberi jaminan kecuali orang yang dulu bertawakal kepada Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah,
“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya rnerata di mana-mana. Dan mereka memberi makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.” Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan.” (QS. al-Insan: 7-11)
Maksudnya yaitu pada hari Kiamat, Allah akan menghilangkan rasa lapar, haus, telanjang, kesusahan, ketakutan, dan hal-hal yang mengerikan lainnya.
Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Mu’awiyah dari Ashim dari Abu Usman dari Salman, dia berkata, pada hari Kiamat, matahari akan memancarkan cahaya panas seukuran 20 tahun. Kemudian ia akan didekatkan tepat di atas ubun-ubun manusia Sampai jarak dua busur panah. Akibatnya, mereka mengeluarkan keringat ke bumi. Keringat mereka mula-mula setinggi badan, lalu naik lagi hingga menenggelamkan orang. Pada saat itulah, sebagian dari mereka berkata kepada sebagian lain, “Apakah kalian tidak melihat bahaya yang mengancam kalian saat ini? Temui bapak kalian, Adam, agar dia memberikan syafaat kepada kalian.” Hadis ini cukup panjang. Kita jelaskan nanti secara marfu’ dari Abu Hurairah.
lbnu al-Mubarak meriwayatkan dari Sulaiman at-Taimi dari Abu Utsman an-Nahdi dari Salman, dia berkata, pada hari Kiamat, matahari akan didekatkan kepada manusia Sampai jarak dua busur panah dari atas kepala mereka. Matahari akan memancarkan cahaya panas seukuran sepuluh tahun. Pada saat itu, tidak ada seorang pun yang berpakaian. Namun, orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan tidak akan terlihat auratnya, dan tidak akan merasakan panasnya matahari. Sedangkan yang lainnya, atau orang-orang kafir, maka matahari itu akan menghanguskan mereka hingga perut mereka mendidih.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Salim bin Amir dari Miqdad bin al-Aswad, dia berkata, aku pernah mendengar Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, matahari akan didekatkan kepada = seluruh makhluk hingga jaraknya dari mereka sejauh satu mil.” Salim bin Amir bertanya, “Demi Allah, aku tidak tahu maksud dari satu mil. Apakah mil ukuran jarak (panjang) yang biasa di bumi, atau mil pensil yang biasa digunakan untuk celakan mata?” Beliau lalu bersabda, “Jarak satu mil yang dimaksud tidak sama bagi setiap orangnya. Itu tergantung pada amalnya sewaktu di dunia. Di antara mereka, keringatnya ada yang setinggi mata kakinya, setinggi lututnya, setinggi pinggangnya, dan ada juga yang sampai kepada mulutnya, seakan-akan ia dikendalikan oleh keringatnya.” Ketika mengucapkan kalimat terakhir tadi, Rasulullah Saw. mengisyaratkan tangannya ke mulutnya.
Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Tirmidzi, dengan tambahan, “Dengan mil itu, dicelaki matanya, lalu matahari akan melelehkan mereka.”
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Malik bin Maghul dari Ubaidillah bin al-’Ilzar, dia berkata, pada hari Kiamat, sesungguhnya telapak-telapak kaki manusia laksana mata anak panah yang berada pada sebuah tanduk. Orang yang berbahagia ialah orang yang mendapatkan tempat berpijak bagi kedua telapak kakinya. Adapun matahari akan didekatkan kepada kepala mereka hingga jaraknya hanya satu atau dua mil saja. Kemudian suhu panasnya dinaikkan lebih dari enam puluh kali lipat.
Sementara di dekat timbangan amal (al-Mizan), terdapat malaikat yang menunggu. Ketika seorang hamba selesai ditimbang amalnya, maka malaikat itu berseru, “Ketahuilah, sesungguhnya bobot amal-amal baiknya Fulan bin Fulan lebih berat. Sungguh dia telah berbahagia, dan tidak akan sengsara selama-lamanya. Dan ketahuilah, sesungguhnya bobot amal-amal baiknya Fulan bin Fulan lebih ringan. Sungguh dia telah Celaka dan tidak akan bahagia selama-lamanya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, keringat manusia akan membanjiri bumi setinggi 70 depa, dan ia bisa mencapai mulut manusia atau telinga mereka”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar, maksud ayat,
“(Yaitu) hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan seru semesta alam.” (QS. al-Muthaffifin: 6)
Beliau bersabda, “Yaitu hari ketika salah seorang di antara mereka berdiri dengan keting. gian keringatnya mencapai separuh telinganya,
Diriwayatkan oleh Hannad bin as-Sarri dar; Muhammad bin Fudhail dari Dhirar bin Murrah dari Abdullah bin al-Maktab dari Abdullah bin Umar, dia berkata, ada seorang laki-laki berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdurahman (Ibnu Umar), sungguh penduduk Madinah itu benar-benar memenuhi takaran.” Maka Ibnu Umar berkata, “Tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak memenuhi takaran, karena Allah Ta’ala telah berfirman,
“Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)! (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi. Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (QS. al-Muthaffifin: 1-6)
Sesungguhnya ketinggian keringat pada waktu itu akan mencapai separuh telinga mereka, karena dahsyatnya hari Kiamat.”
Dikeluarkan oleh al-Wa’ili dari lbnu Wahab dari Abdurrahman bin Maisarah dari Abi Hani’ dari Abu Abdurrahman al-Habli dari Abdullah bin Amr, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. membaca ayat,
“(yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (QS. al-Muthaffifin: 6)
Kemudian beliau bersabda, “Bagaimana dengan nasib kalian nant ketika Allah ‘Azza wa Jalla mengumpulkan kalian seperti mengumpulkan anak-anak panah dalam wadahnya selama 50.000 tahun, dan Dia tidak berkenan memandang kalian?” Menurut al-Wa’ili, hadis ini gharib, namun isnadnya jayyid.
Muslim juga mengetengahkan beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari lbnu Wahab dari Abi Hani’ dari al-Habli dari Abdullah bin Amr dari al-Auza’i, dia berkata, aku pernah mendengar Bilal bin Sa’id berkata, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, manusia akan mengalami kebingungan. Itulah makna firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Pada hari itu manusia berkata, ‘Ke mana tempat lari?” (QS. al-Qiyamah: 10)
“Dan (alangkah mengerikan) sekiranya engkau melihat mereka (orang-orang kafir) ketika terperanjat ketakutan (pada hari Kiamat).” (QS. Saba’: 51)
Rasulullah Saw. bersabda, “Jibril pernah menakut-nakutiku tentang hari Kiamat hingga membuatku menangis.” Aku lalu bertanya, “Wahai Jibril, bukankah Tuhanku akan mengampuni dosa-dosaku yang lalu dan yang akan datang?” Jibril lalu menjawab, “Wahai Muhammad, engkau benar-benar akan menyaksikan huru-hara pada hari itu, hingga engkau lupa akan ampunan Allah.” Ini disebutkan oleh abu al-Faraj ibnu al-Jauzi.
Menurutku, riwayat Ibnu al-Mubarak dari Salman yang menyatakan bahwa panas matahari tersebut secara umum tidak membahayakan orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan, yaitu orang-orang mukmin yang telah sempurna keimanannya. Atau, ia tergolong salah seorang yang mendapatkan naungan Arasy Allah Yang Maha Pengasih, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim, “Ada tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya ….”
Demikian pula dengan riwayat yang menyatakan bahwa seseorang akan diberi naungan oleh amal sedekah dan amal-amal saleh lainnya yang pernah ia lakukan. Semua itu berasal dari naungan Arasy. Wallahu a’lam.
Selain mereka (tujuh golongan yang diberi naungan oleh Allah), semua manusia tenggelam oleh keringat mereka, dengan bermacam-macam tingkatan, seperti yang ditunjukkan dalam hadis riwayat Muslim. Ibnu al-Arabi berkata, “Setiap orang dari mereka berdiri bersama keringatnya sendiri-sendiri, dengan ketinggian yang tidak sama dari segala sisi. Misalnya, dari sisi kanannya setinggi mata kaki, dari sisi kirinya setinggi lutut, dari depannya setinggi pusat, dan dari belakangnya setinggi dada.”
Al-Faqih Abu Bakar bin Barjan dalam kitabnya, al-Irsyad berkata, “Memang seperti itulah yang terjadi. Semua manusia berada di satu tanah lapang. Posisi mereka sama. Tetapi, salah seorang atau sebagian mereka ada yang minum dari telaga, sementara yang lainnya tidak bisa. Sebagian mereka ada yang mendapatkan cahaya di depan mereka, sementara yang lainnya berada dalam kegelapan, padahal tempat mereka berdekatan dan berdesak-desakan. Dan, ada juga sebagian mereka yang tenggelam oleh keringat mereka sendiri sampai ke mulutnya, atau sampai ke anggota tubuhnya yang lain, sesuai dengan yang dikehendaki Allah. Semua itu sebagai balasan dari amalnya sewaktu di dunia. Ada juga sebagian mereka yang berada di bawah naungan Arasy.
Itulah perumpamaan yang berlaku di dunia antara yang mukmin dan Kafir. Di dunia, Orang mukmin berjalan di tengah manusia dengan membawa cahaya keimanannya. Sedang Orang Kafir berjalan di tengah-tengah mereka dalam kegelapan kekafirannya. Orang mukmin selalu dalam penjagaan dan perlindungan Allah.
Sementara orang kafir atau orang durhaka di biarkan-Nya saja tanpa perlindungan. Orang mukmin ahli sunnah wal jama’ah akan tetap setia pada sunah Rasulullah Saw., berjalan dalam garis-garis petunjuk Allah, dan mengikuti jejak dengan benar. Sementara ahli bid’ah, di tengah-tengah jalan yang sesat dan tidak tahu ke mana harus melangkah. Begitulah alam kegelapan yang tidak mendapat cahaya sama sekali. Hanya petunjuk dari Allah melalui Rasul-Nya yang dapat menyembuhkannya. Karenanya, yakinlah terhadap Allah dan mintalah pertolongan kepada-Nya, pastinya Allah akan menolongmu. Firman Allah adalah hak (benar) dan memberi petunjuk ke jalan yang benar.”.
Abu Hamid berkata, “Ketahuilah, bahwa setiap keringat yang tidak dikeluarkan di jalan Allah, seperti pergi haji, berjihad, berpuasa, shalat, menolong sesama muslim yang sedang memerlukan bantuan, amar makruf atau nahi munkar, dan lain sebagainya, maka keringat tersebut akan dikeluarkan oleh rasa malu dan rasa takut pada hari Kiamat, sehingga menenggelamkannya. Bagi seorang anak yang baik dan cerdik, dia akan tahu bahwa jerih payah yang dia alami dalam menanggung kesulitan-kesulitan dunia itu jauh lebih ringan dan lebih sebentar waktunya daripada beratnya kesulitan-kesulitan dan penantian yang terjadi pada hari Kiamat nanti. Sesungguhnya kiamat adalah hari yang sangat besar dan panjang prosesnya.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Abu Hazim, dia berkata, “Jika ada seruan dari langit yang menyerukan bahwa penghuni bumi telah aman (terbebas) dari masuk neraka, namun mereka tetap saja akan merasa ketakutan yang luar biasa karena dahsyatnya hari itu.”
Hal-hal yang Dapat Menyelamatkan dari Berbagai Penderitaan di Hari Kiamat
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang membantu menghilangkan Satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan Orang muslim ketika di dunia, maka Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dirinya pada hari Kiamat ….”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim qalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari ayahnya dari Abdullah bin Nafi’ dari Ibnu Abi Fudaik dan Abdurahman bin Abu Abdullah dari Sa’id bin al-Musayyib dari Abdurrahman bin Samurah, dia berkata, pada suatu hari Rasulullah Saw menemui kami yang sedang berada di masjid Madinah. Beliau lalu berkata, “Tadi malam, aku bermimpi sangat menarik sekali. Aku melihat seorang dari umatku didatangi Malaikat Maut untuk dicabut nyawanya. Ketika Malaikat Maut mau mencabut nyawanya, maka muncul kepadanya amal kebaikannya kepada kedua orang tuanya, dan menghalau Malaikat Maut tadi.
Aku melihat seorang dari umatku sudah siap menerima azab kubur. Maka muncul kepadanya amal wudhunya, yang menyelamatkannya dari azab kubur itu. Aku melihat seorang dari umatku didatangi dan digoda oleh setan-setan. Maka muncul kepadanya amal zikirnya kepada Allah, yang menyelamatkannya dari godaan setan itu. Aku melihat seorang dari umatku sudah dikelilingi oleh malaikat azab. Maka muncul kepadanya amal shalatnya, yang menyelamatkannya dari tangan mereka.
Aku melihat seorang dari umatku yang menjulurkan lidahnya karena kehausan. Setiap kali dia mendatangi telaga, dia dihalau darinya. Maka muncul kepadanya amal puasanya, yang memberinya minum hingga dia puas. Aku melihat seorang dari umatku, sedang para nabi tengah duduk di dalam majelis mereka. Setiap kali orang itu mendekati majelis mereka, mereka selalu menolaknya. Maka muncul kepadanya amal mandi janabahnya, yang menggandengnya dan menyuruhnya duduk di sampingku.
Aku melihat seorang dari umatku sedang berada dalam kegelapan, baik di depannya, belakangnya, kanannya, kirinya, atasnya, maupun bawahnya. Dia kebingungan dikelilingi kegelapan dari segala arah. Maka muncul kepadanya amal haji dan umrahnya, yang mengeluarkannya dari kegelapan, dan memasukkannya ke dalam cahaya terang.
Aku melihat seorang dari umatku ingin berbicara dengan orang-orang mukmin, namun mereka tidak mau menanggapinya. Maka muncul kepadanya amal silalurahminya seraya berkata, hai kaum mukminin, berbicaralah kalian kepadanya. Maka, mereka pun berbicara dengannya. Aku melihat seorang dari umatku takut kepada percikan api neraka. Dengan tangannya, dia berusaha menghindarkan wajahnya dari percikan api itu. Maka muncul kepadanya amal sedekahnya, yang melindungi wajah dan kepalanya.
Aku melihat seorang dari umatku sedang dikepung Malaikat Jabaniyah dari berbagai arah. Maka muncul kepadanya amal amar makruf dan nahi mungkarnya, yang menyelamatkannya dari tangan mereka dan memasukkannya bersama Malaikat Rahmat. Aku melihat seorang dari umatku sedang bertekuk lutut di hadapan Allah, namun ada sekat yang menghalanginya. Maka muncul kepadanya amal akhlaknya yang baik, yang menggandengnya mendekat kepada-Nya.
Aku melihat seorang dari umatku yang diberi catatan amalnya dari sebelah kiri. Maka muncul kepadanya amal rasa takutnya kepada Allah, yang membantu mengambilnya, dan diberikan kepadanya dari sebelah kanan. Aku melihat seorang dari umatku yang ringan timbangan kebaikannya. Maka muncul kepadanya anak-anaknya yang meninggal lebih dulu, yang memberatkan timbangan kebaikannya.
Aku melihat seorang dari umatku sedang berdiri di tepi Neraka Jahanam. Maka muncul kepadanya tangisan air matanya yang pernah keluar karena rasa takut kepada Allah, yang menyelamatkannya dari neraka itu. Aku melihat seorang dari umatku berdiri gemetar di atas jembatan (ash-Shirath) bagaikan getaran pelepah Kurma. Maka muncul kepadanya amal baiknya berbaik sangka kepada Allah, yang mampu menenangkannya, dan dia pun melewatinya.
Dan, aku juga melihat seorang dari umatku sedang berdiri di depan pintu-pintu surga, namun pintu-pintu masih terkunci untuknya. Maka muncul kepadanya syahadatnya bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang membukakan dan memasukannya ke dalam surga.”
Menurutku, itu adalah adalah sebuah hadis penting yang berisi amal-amal khusus yang bisa menyelamatkan seseorang dari bencana dan kesulitan-kesulitan kiamat. Wallahu alam. Fadhilah Membebaskan Utang
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ada seseorang umat sebelum kalian yang sedang dihisab, dan tidak ditemukan amal Kebajikannya sedikit pun, kecuali dia pernah menyuruh budak-budaknya untuk membebaskan utang dari orang-orang yang sedang dalam kesulitan. Lalu, Allah “Azza wa Jala berfirman, “Aku lebih layak melakukannya daripada kamu. Bebaskan hamba-Ku ini.”
Bersumber dari Hudzaifah bahwa Nabi Saw. bersabda, ada seseorang yang meninggal lalu masuk surga. Maka dikatakan kepadanya, “Apa yang pernah Kamu lakukan?” Dia lalu menjawab, “Aku dahulu seorang pedagang. Aku biasa memberikan tangguh waktu kepada orang yang sedang kesulitan, dan aku membebaskan dalam masalah keuangan, atau dalam pembayaran tunai.” Karenanya dia diampuni. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Muslim.
Diriwayatkan pula oleh Muslim dari Abu Qatadah bahwa suatu hari dia mencari orang yang mempunyai utang kepadanya, namun orang itu selalu bersembunyi darinya. Lalu, dia menemukannya, namun orang itu berkata, “Sungguh, aku benar-benar sedang kesulitan.” Abu Qatadah berkata, “Demi Allah.” Lalu orang itu menjawab, “Demi Allah.” Kemudian Abu Qatadah berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa ingin diselamatkan Allah dari kesusahan-kesusahan di hari Kiamat, maka hendaklah dia membantu menghilangkan kesusahan orang yang sedang mengalami kesulitan, atau merelakan tanggungan utangnya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdul Yasar namanya adalah Ka’ab bin ‘Amr bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang menangguhkan piutangnya kepada orang yang sedang mengalami kesulitan, atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan-Nya.”
Anas bin Malik berkata, “Barang siapa yang menangguhkan tagihan kepada orang yang berutang, maka setiap hari di sisi Allah, dia mendapatkan pahala sebesar Gunung Uhud, sepanjang dia belum menagihnya.”
Tujuh Golongan yang Mendapatkan Naungan Allah Ta’ala
Diriwayatkan oleh beberapa Imam hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Ada tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Yaitu, pemimpin yang adil; seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah; orang yang hatinya selalu bergantung kepada masjid; dua orang yang saling mencintai karena Allah, baik ketika berkumpul maupun ketika berpisah; seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita cantik dan terhormat, namun dia berkata, aku takut kepada Allah; seseorang yang bersedekah lalu dia merahasiakannya, sehingga apa yang diberikan tangan kanannya tidak diketahui tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat (berzikir) kepada Allah dalam kesunyian sambil menangis.”
Adapun maksud dari naungan Allah yaitu berada dalam naungan Arasy-Nya.
Diriwayatkan oleh Abu WHudbah Ibrahim bin Hudbah dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mengenyangkan kepada orang yang lapar, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, atau memberi tempat berteduh kepada orang yang sedang dalam perjalanan, maka Allah akan melindunginya dari berbagai bencana di hari Kiamat.”
Diriwayatkan oleh Thabrani Sulaiman bin Ahmad dari Yazid ar-Raqasyi dari Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa memberi makanan satu suap saja kepada saudaranya, maka Allah akan memalingkannya dari pahitnya Keadaan hari Kiamat.”
Diriwayatkan dalam al-Qur’an beberapa ayat yang sesuai dengan riwayat-riwayat hadis tadi, yaitu sebagai berikut:
“Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), “Sesungguhnya kari rmemberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (azab) Tuhan pada hari (ketika) orang-orang berwajah rnasam penuh kesulitan.” Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu.” (QS. al-Insan: 6-11)
“Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan yang baik itu.” (QS. al-Kahfi: 30)
“Maka tidak ada rasa khawatir padanya dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. al-Ma’idah: 69)
Dosa yang Tidak Dapat Dihapus Dengan Ibadah
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizhdari Sulaiman bin Ahmad dari Ahmad bin Yahya bin Khalid dari Muhammad bin Salam dari Yahya bin Bakir dari Malik dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada beberapa dosa yang tidak dapat dihapus oleh shalat, puasa, haji, dan umrah.” Aku bertanya, “Lalu apa yang dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bersusah payah (sungguh-sungguh) dalam mencari nafkah.” Yahya bin Bakir mengabarkan hadis tersebut ketika seseorang datang kepadanya mengadukan penyakit malas yang dideritanya.
Syafaat Umum Nabi Muhammad Saw. Kepada Seluruh Umat Manusia di Padang Mahsyar
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, dia berkata, pada suatu hari didatangkan kepada Nabi Saw. masakan sepotong daging kesukaan beliau, dan beliau pun memakannya lalu bersabda, aku adalah pemimpin umat manusia di hari Kiamat. Tahukah kalian dengan apa itu? Allah akan mengumpulkan umat-umat yang terdahulu dan umat-umat yang terakhir di satu tanah lapang. Di sana diperdengarkan kepada mereka seruan seorang penyeru, dan mereka pun semuanya bisa terlihat.
Dan, matahari semakin mendekat kepada mereka, maka manusia sangat sengsara dan kesusahan, sehingga mereka tidak sanggup menanggung derita. Sebagian mereka berkata kepada yang lainnya, “Tidakkah kalian pikirkan derita yang kalian alami? Mengapa kalian tidak mencari orang yang dapat memberikan syafaat kepada kalian di hadapan Tuhan kalian?”
Lalu yang lainnya berkata, “Datanglah kalian kepada Nabi Adam a.s..” Maka mereka pun mendatanginya seraya berkata, “Wahai Adam, engkau adalah nenek moyang kami seluruh umat manusia. Allah telah menciptakan engkau dengan Tangan-Nya, lalu meniupkan sebagian roh-Nya padamu. Allah juga memerintahkan para malaikat bersujud kepadamu. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang ?”
Kemudian Nabi Adam a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, Dia pernah melarangku mendekati pohon Khuldi, namun aku melanggarnya. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Nuh a.s…”
Maka mereka pun mendatangi Nabi Nuh a.s. seraya berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi, dan Allah menyebutmu “hamba yang bersyukur”,. Karenanya, minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang Kami hadapi dan kami alami sekarang
Kemudian Nabi Nuh a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, aku pernah berdoa untuk kebinasaan umatku. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Ibrahim a.s..”
Maka mereka pun mendatangi Nabi Ibrahima.s. seraya berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah nabi Allah dan kekasih-Nya di antara seluruh penghuni bumi. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”
Kemudian Nabi Ibrahim a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya.” Lalu dia menceritakan beberapa dusta yang
pernah dilakukannya. Dia Lalu berkata, “Aduh malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Musa a.s..”
Maka mereka pun mendatangi Nabi Musa a.s. seraya berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah mengutamakanmu dengan risalah-Nya daripada sekalian manusia. Dan, Allah juga telah mengajakmu untuk bercakap-cakap. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”
Kemudian Nabi Musa a.s. menjawab, “Sesungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya. Dahulu, aku pernah membunuh seorang manusia, yang aku sendiri tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Nabi Isa a.s..”
Maka mereka pun mendatangi Nabi Isa a.s. seraya berkata, “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah. Engkau telah bisa berbicara dengan manusia sejak masih bayi. Engkau adalah kalimat dari-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam dan roh dari-Nya. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang kami hadapi dan kami alami sekarang?”
Kemudian Nabi Isa a.s. menjawab, “Se. sungguhnya pada hari ini Tuhanku sangat marah kepadaku. Dia tidak pernah marah sehebat ini, baik sebelumnya maupun sesudahnya.” Beliau tidak menyebutkan dosa apa yang pernah dilakukannya. Nabi Isa a.s. lalu berkata, “Aduh, malangnya diriku. Pergilah kalian kepada Muhammad Saw..”
Maka, mereka pun mendatangi Nabi Muhammad Saw. seraya berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni seluruh dosamu, baik yang terdahulu maupun yang terakhir. Karenanya, minta kan syafaat untuk kami kepada Tuhanmu. Tidakkah engkau melihat penderitaan yang sedang Kami hadapi dan kami alami sekarang?”
Kemudian aku (Nabi Muhammad Saw.) beranjak dan berangkat hingga sampai di bawah Arasy. Selanjutnya aku bersujud kepada Allah. Kemudian Allah membukakan pintu-Nya untukku dan mengilhamkan kepadaku pujian-pujian. Pintu tersebut tidak akan dibukakan untuk siapa pun selain untukku. Kemudian dikatakan, “Wahai Muhammad, angkatlah kepalamu. Pintalah pasti kamu diberi. Dan, sampaikan syafaatmu, pasti syafaatmu diterima.”
Aku lalu mengangkat kepalaku dan berkata, “Wahai Tuhanku, umatku, umatku.” Maka dikatakan, “Wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu, yaitu orang-orang yang tidak dihisab melalui pintu sebelah kanan di antara pintu-pintu surga.” Demi Allah yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya jarak antara dua tiang pintu dari pintu-pintu surga adalah sejauh antara Mekah dan Hijr, atau sejauh antara Mekah dan Bushra. Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.
Menurut riwayat Bukhari disebutkan sejauh jarak antara Mekah dan Himyar.
Syafaat umum ini khusus disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw. di antara para nabi yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw., “Setiap nabi mempunyai satu permintaan (doa) yang dikabulkan. Setiap nabi permintaannya disegerakan. Dan aku menangguhkan permintaanku agar dapat dijadikan syafaat untuk umatku.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Syafaat umum tersebut adalah berupa dipercepatnya proses hisab, sehingga mereka terhindar dari rasa takut yang berkepanjangan di hari Kiamat.
Sabda beliau, “Wahai Tuhanku, umatku, umatku.” Ini menunjukkan betapa besar kekhawatiran dan perhatian beliau terhadap kondisi umatnya. Pernyataan tersebut juga menunjukkan demikian besar kecintaan dan kasih sayang beliau terhadap umatnya.
Sabda beliau, “Maka dikatakan, wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu orang-orang yang tidak dihisab.” ini memperlihatkan bahwa syafaat beliau dikabulkan, sehingga ketika orang-orang yang tidak perlu dihisab itu dimasukkan langsung ke dalam surga, maka itu mempermudah dan mempercepat proses hisab bagi yang lainnya.
Permintaan syafaat dari umat manusia kepada Nabi Muhammad Saw. merupakan ilham dari Allah kepada mereka untuk memperlihatkan maqamam mahmuda (kedudukan yang terpuji) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. sebagaimana yang telah dijanjikanNya. Karenanya, setiap nabi yang didatangi oleh umat manusia saat itu mengatakan, “Aku tidak berhak melakukannya, aku tidak berhak melakukannya.” Hingga akhirnya sampai di hadapan Rasulullah Saw. permintaan syafaat itu, lalu beliau bersabda, “Akulah yang berhak melakukannya.”
Muslim meriwayatkan dari Qatadah dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan manusia, maka mereka mengalami penderitaan karenanya.” Dalam riwayat lain, “Lalu mereka dibisiki sehingga mereka berkata, andai saja ada seseorang yang memintakan syafaat kepada Tuhan kami agar Dia membebaskan kami dari tempat ini. Lalu mereka mendatangi Nabi Adam a.s. ….”
Abu Hamid menuturkan bahwa perjalanan dari Nabi Adam untuk menemui Nabi Nuh adalah selama 1000 tahun. Demikian juga jarak menuju nabi-nabi berikutnya hingga sampai di hadapan Nabi Muhammad Saw..
Disebutkan juga bahwa pada saat itu manusia akan berkumpul secara berkelompok dengan wujud dan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan dosa dan perbuatan mereka selama di dunia, seperti orang yang tidak mau berzakat, penipu, pengkhianat, dan lain-lain. Ada yang kemaluannya membesar dengan bau busuk yang sangat menusuk sehingga mengganggu orang yang ada di sekitarnya, ada yang disalib pada tiang-tiang api, dan ada pula yang lidahnya menjulur sampai ke dada hingga membuat rupanya sangat buruk. Adapun mereka tersebut adalah para penzina, pelaku sodomi, dan para pendusta. Ada juga yang perutnya membesar hingga sebesar gunung, yaitu orang-orang yang selalu. makan riba. Pada hari itu, para pelaku kejahatan akan dibangkitkan sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya.
Pada bagian akhir dari buku ini (Kasyf ‘Ulum al-Akhirah), tram Abu Hamid menuturkan bahwa pada hari Kiamat, para rasul dan nabi akan berada di atas mimbar-mimbar. Sedang para ulama berada di atas mimbar-mimbar yang lebih kecil. Mimbar setiap rasul itu tergantung kepada kedudukannya masing-masing. Para ulama yang mengamalkan ilmunya akan berada di atas kursi-kursi dari cahaya. Sedang para syuhada dan orang-orang saleh lainnya, seperti para pembaca al-Qur’an dan muazin akan berada di atas bukit pasir minyak kesturi. Para ulama yang duduk di atas kursi cahaya itulah yang mengajukan permohonan syafaat kepada para nabi, mulai dari Nabi Adam, Nabi Nuh, sampai ke hadapan Rasulullah Saw..
Dalam kitab al-Irsyad, Abu Bakar bin Barjan mengatakan, “Pada hari Kiamat, di hari yang sangat menyengsarakan itu, Allah memberi ilham kepada para pemimpin dari pengikut para rasul untuk memohonkan syafaat kepada para rasul mereka agar memperoleh pertolongan dari Allah.”
Syafaat Itulah yang Disebut Afaqam al-Mahmudi (Kedudukan yang terpuji)
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, aku adalah pemimpin anak cucu Adam, dan itu bukan sombong. Bendera pujian berada di tanganku, dan itu bukan sombong. Pada hariitu, semua nabi termasuk Nabi Adam dan lain-lainnya berada di bawah benderaku. Aku adalah orang pertama kali yang membuat bumi terbelah (bangkit dari kubur), dan itu bukan sombong.”
Beliau lalu berkata, manusia mengalami tiga kali ketakutan. Mereka lalu mendatangi Nabi Adam a.s. dan berkata, “Engkau adalah bapak kami. Tolong mohonkan syafaat kepada Tuhanmu untuk kami!” Nabi Adam a.s. lalu menjawab, “Dahulu, aku pernah berbuat dosa yang karenanya aku diturunkan ke bumi. Datanglah kalian kepada Nabi Nuh a.s.”
Mereka lalu menemui Nabi Nuh a.s.. Namun dia berkata, “Dahulu, aku pernah berdoa yang membuat penduduk bumi binasa. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Ibrahim a.s..”
Mereka lalu menemui Nabi Ibrahim a.s.. Namun, dia juga tidak sanggup seraya berkata, “Dahulu, aku pernah berdusta tiga kali. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Musa a.s. Menurut Rasulullah, yang diperbuat Nabi Ibrahim a.s. adalah dalam rangka membela agama Allah.
Mereka lalu menemui Nabi Musa a.s. Namun, dia juga tidak sanggup dan berkata “Dahulu, aku pernah membunuh orang. Tetap; datanglah kalian kepada Nabi Isa a.s.”
Mereka lalu menemui Nabi Isa a.s.. Namun dia juga tidak sanggup dan berkata, “Dahulu, aku telah dijadikan sembahan oleh manusia. Tetapi, datanglah kalian kepada Nabi Muhammad Saw..” Akhirnya, mereka pun menemuiku, maka aku pun berangkat bersama mereka.
Anas berkata seperti yang dikutip oleh lbnu Jad’an, saat itu aku seakan-akan melihat Rasulullah Saw. ketika beliau bersabda, “Lalu aku mendekat ke sebuah daun pintu surga dan mengetuknya.” Para malaikat yang menjaga. Nya bertanya, “Siapakah itu?” Aku jawab, “Muhammad” Begitu pintu dibuka dan melihatku, mereka menyambutku seraya mengucapkan selamat datang. Aku lalu bersujud kepada Allah seraya memanjatkan pujian dan sanjungan. Lalu dikatakan kepadaku, “Angkatlah kepalamu, dan mintalah, pasti kamu akan diberi. Sampaikan syafaat, pasti akan diterima syafaatmu. Dan, berkatalah, pasti akan didengar perkataanmu.” Itulah kedudukan yang terpuji yang telah disinggung Allah dalam firman-Nya,
“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79)
Hadis yang sama diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Ibnu Abbas. Abu Daud berkata, aku mendapatkan riwayat ini dari Hammad bin Maslamah dari Ali bin Zaid dari Abu Nadhrah, dia berkata, di Bashrah, Ibnu Abbas pernah berkhotbah di atas mimbar di hadapan kami. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah, selanjutnya dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, setiap nabi memiliki suatu doa. Doa mereka semua telah ditunaikan sewaktu di dunia. Sedangkan aku masih menyimpan doaku untuk syafaat bagi umatku pada hari Kiamat nanti. Ketahuilah, sesungguhnya Aku adalah pemimpin anak cucu Adam pada hari Kiamat, dan itu bukan sombong. Pada hari Kiamat, aku adalah orang pertama kali yang Membuat bumi terbelah (bangkit dari kubur), dan itu bukan sombong.
Bendera pujian ada di tanganku. Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lainnya berada di bawah benderaku, dan itu bukan sombong. Ketika manusia sedang dilanda kesulitan pada hari itu, mereka lalu berkata, “Mari kita temui Nabi Adam a.s., bapak manusia agar dia mau memintakan syafaat untuk kita kepada Tuhan kita “Azza wa Jalla hingga Dia memutuskan di antara kita ….. Mereka lalu menemui Nabi Isa a.s. dan berkata, “Minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu hingga Dia memutuskan di antara kami.” Nabi Isa a.s. lalu menjawab, “Aku tidak sanggup memenuhi permintaan kalian. Aku dan ibuku sama-sama pernah dianggap sebagai tuhan selain Allah. Tetapi bagaimana menurut kalian seandainya ada barang dalam sebuah bejana yang sudah ditutup rapat, apakah isinya bisa diambil tanpa merusak tutupnya” Mereka menjawab, “Tidak.” Nabi Isa as. lalu berkata, “Sesungguhnya Muhammad pada hari ini diberikan keistimewaan. Dosanya yang lalu dan yang akan datang sudah diampuni-Nya.”
Manusia lalu menemuiku dan berkata, “Minta kan syafaat bagi kami kepada Tuhanmu hingga Dia memutuskan di antara kami.” Aku lalu berkata, “Aku berhak melakukan itu kepada orang yang dikehendaki dan diridhai Allah.”
Selanjutnya, setiap kali Allah berkehendak untuk memutuskan di antara makhluk-makhlukNya, ada penyeru yang berseru, “Mana Muhammad dan umatnya?” Aku lalu berdiri dan diikuti oleh umatku dalam keadaan wajah putih berseri karena bekas bersuci.
Rasulullah Saw. bersabda, “Kami adalah umat yang terakhir dan terdahulu, yaitu umat yang paling dahulu dihisab, dan jalan kami dilapangkan di antara umat-umat yang lainnya.” Karenanya, mereka lalu berkata, “Sepertinya umat ini seluruhnya terdiri dari para nabi….”
Disebutkan dalam riwayat Bukhari sebuah hadis yang bersumber dari Ibnu Umar, dia berkata, pada hari Kiamat, sesungguhnya manusia akan berlutut semuanya. Setiap umat akan mengikuti nabinya masing-masing seraya berkata, “Hai Fulan, minta kan syafaat bagi kami. Hai Fulan, minta kan syafaat bagi kami.” Sampai akhirnya, permintaan syafaat itu diajukan kepada Nabi Muhammad Saw.. Dan, itulah hari di mana Allah mengangkat beliau pada Maqam al-Mahmud (kedudukan yang terpuji). Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang firman Allah Ta’ala, “Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79) Beliau lalu menjawab, “Itu adalah syafaat.” Menurut Tirmidzi, hadis ini sahih. Tiga Kali Ketakutan Sabda Nabi Saw., “Manusia mengalami tiga kali ketakutan,” Wallahu a’lam, maksudnya adalah:
- Ketika mereka diseret ke dekat neraka dengan menggunakan rantai-rantainya. Peristiwa ini terjadi sebelum mereka dihadapkan kepada Allah untuk dihisab. Setiap kali memandang mereka, lidah api neraka itu menjilat ke sana kemari. Dengan sangat ganas, lidah api neraka itu bersuara mendesis seraya menerkam mereka. la sangat marah karena kemurkaan Allah (akan diterangkan nanti pada Bab Tentang Neraka). Pada saat itu, mereka bertekuk lutut dan berjatuhan di sekeliling api itu. Mereka benar-benar tidak berdaya, bahkan air mata mereka mengalir deras, dan orang-orang zalim berteriak menyesali nasib mereka yang sangat malang.
- Untuk kedua kalinya, terdengar lagi desis suara jilatan api neraka yang menambah rasa takut di hati mereka.
- Dan, untuk ketiga kalinya terdengar lagi desis suara jilatan api neraka. Pada kali ini mereka berjatuhan tersungkur pada wajah-wajah mereka. Pandangan mata mereka menunduk, dan sekali-kali melirik ke arah api, khawatir api itu akan sampai kepada mereka, dan membakar mereka. Semoga
Allah menyelamatkan kita darinya. Perbedaan Pendapat Tentang Kedudukan yang Terpuji (Maqam al-Mahmud)
Para ulama berselisih pendapat mengenai maksud “Kedudukan yang terpuji.” Ada lima pendapat dalam masalah ini, antara lain:
Pertama, kedudukan yang terpuji ialah syafaat beliau bagi manusia pada hari Kiamat, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Ini adalah pendapat Hudzaifah bin al-Yaman dan lbnu Umar.
Kedua, kedudukan yang terpuji ialah bendera pujian yang diberikan Allah kepada Nabi Saw. pada hari Kiamat. Menurutku, pendapat ini tidak bertentangan dengan pendapat pertama tadi. Artinya, sambil memegang bendera tersebut, beliau memberikan syafaat kepada manusia.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Anas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah manusia yang pertama kali keluar dari kubur ketika mereka dibangkitkan. Aku adalah juru bicara mereka ketika mereka datang. Aku adalah pemberi kabar gembira ketika mereka sudah merasa putus asa. Bendera pujian berada di tanganku. Dan, aku adalah anak cucu Adam yang paling mulia di sisi Tuhanku, dan ini bukan sombong.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw. bersabda, “Aku adalah manusia yang pertama kali keluar dari kubur ketika mereka dibangkitkan. Aku adalah pemimpin mereka ketika mereka datang. Aku adalah juru bicara mereka ketika mereka diam. Aku adalah pemberi syafaat mereka ketika mereka sudah merasa putus asa. Aku adalah pemberi kabar gembira ketika mereka bersedih hati. Bendera kemuliaan berada di tanganku. Aku adalah anak cucu Adam yang paling mulia di sisi Tuhanku. Dan, ada seribu pelayan yang mengelilingiku, seakan-akan mereka semua adalah mutiara yang tersimpan.”
Ketiga, seperti yang dikutip oleh ath-Thabari dari Mujahid, yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji ialah bahwa sesungguhnya Allah mempersilakan Nabi Muhammad Saw. duduk bersama-Nya di atas Kursi-Nya.
Menurutku, kendatipun sahih hadisnya, namun pendapat ini tidak disukai. Soalnya, orang bisa saja menakwilkan bahwa Allah mem, persilakan Nabi Saw. duduk bersama-Nya, berikut nabi-nabi lainnya dan para malaikat-Nya.
Ibnu Abdul Barr berkata dalam kitabnya, at-Tamhid, “Kendatipun Mujahid termasuk salah satu ulama tafisr terkemuka, namun dalam menafsirkan al-Qur’an, tercatat ia melakukan dua kali penafsiran yang kontroversial. Pertama ialah penafsiran ini. Dan kedua, ialah ketika dia menafsiri firman Allah ta’ala,
“Wajah-wajah (orang) mukmin pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya,” (QS. al-Qiyamah: 22-23)
Mujahid berkata bahwa orang-orang mukmin sedang menunggu balasan pahala dari Allah, bukan melihat-Nya.
Keempat, yang dimaksud dengan kedudukan yang terpuji yaitu kewenangan Nabi Saw. yang bisa mengeluarkan orang-orang tertentu dari neraka.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Yazid Al-Faqir, dia berkata, aku pernah terpengaruh oleh salah satu pendapat kaum Khawarij. Karenanya, suatu waktu kami berhaji bersama teman-temanku. Ketika melewati Madinah, kami melihat Jabir bin Abdullah sedang bercerita kepada Orang-orang atau suatu kaum tentang Rasulullah Saw.. Pada saat Jabir berbicara tentang penghuni neraka Jahanam, aku berkata kepadanya, “Wahai sahabat Rasulullah, apa perlunya kalian ceritakan itu? Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman,
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya orang yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh, Engkau telah menghinakannya.” (QS. Ali ‘Imran: 192)
“Setiap kali mereka hendak keluar darinya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya.” (QS. as-Sajdah: 20)
Lalu, apa yang akan kalian katakan?” Maka Jabir balik bertanya kepadaku, “Pernahkah kamu membaca al-Qur’an?” Aku jawab, “Ya.” Dia bertanya, “Pernahkah kamu mendengar tentang kedudukan Nabi Muhammad Saw., yaitu di saat Allah ‘Azza wa Jalla akan mengangkat beliau ke posisi itu?” Aku menjawab, “Ya.” Dia lalu berkata, “Sesungguhnya itu adalah kedudukan Nabi Muhammad Saw.. Karenanya, Allah berkenan mengeluarkan sebagian penghuni neraka ….”
Disebutkan dalam riwayat Bukhari sebuah hadis dari Anas dari Nabi Saw.. Anas berkata, aku mendengar bahwa beliau bersabda, “Maka aku pun keluar. Kemudian aku mengeluarkan mereka, dan memasukkan mereka semua ke dalam surga, sehingga tidak ada lagi yang tersisa di neraka kecuali orang-orang yang ditahan oleh al-Qur’an, yaitu mereka yang harus tinggal selama-lamanya di sana (neraka).” Anas berkata, “Kemudian beliau membaca ayat ini,
“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. al-Isra’: 79)
Itulah tempat terpuji yang telah dijanjikan Allah kepada Nabi kalian.”
Kelima, kedudukan yang terpuji ialah syafaat Nabi Saw. kepada salah satu dari empat orang (akan diterangkan nanti selanjutnya). Untuk Siapakah Syafaat Nabi Saw. itu?
Sesungguhnya kedudukan yang terpuji itu identik dengan syafaat yang tidak sanggup diberikan oleh para nabi, kecuali Nabi Muhammad Saw.. Beliaulah yang akan memberikan syafaat secara umum kepada seluruh manusia yang berada di Padang Mahsyar, baik yang mukmin maupun yang kafir. Tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai berapa kali syafaat beliau.
An-Naqqasy berkata, “Ada tiga macam syafaat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.. Pertama, syafaat yang bersifat umum tadi untuk semua manusia. Kedua, syafaat untuk menyegerakan mereka masuk surga. Dan ketiga, syafaat terhadap orang-orang yang melakukan dosa besar.”
Sedang Ibnu Athiyah dalam Tafsirnya berkata, “Yang paling dikenal, syafaat itu hanya ada dua macam saja. Yakni, syafaat umum dan syafaat untuk mengeluarkan orang-orang yang berdosa dari neraka. Syafaat yang kedua ini tidak saja dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw., namun dimiliki juga oleh nabi-nabi yang lain dan para ulama.”
Al-Qadhi lyadh berkata, “Syafaat Nabi Muhammad Saw. pada hari Kiamat nanti itu ada lima macam.
- Syafaat yang bersifat umum.
- Syafaat beliau untuk memasukkan suatu kaum ke dalam surga tanpa dihisab terlebih dahulu.
- Syafaat beliau kepada beberapa orang umatnya yang seharusnya masuk neraka karena dosa-dosa mereka, lalu Nabi Saw. memberi syafaat kepada mereka. Siapa saja yang beliau kehendaki, maka beliau memberi syafaat dan memasukkannya ke dalam surga. Jenis syafaat inilah yang ditentang oleh ahli-ahli bid’ah, termasuk Khawarij dan Muktazilah. Mereka menolaknya berdasarkan argumen-argumen rasio dan logika mereka yang keliru.
- Syafaat beliau untuk mengeluarkan umatnya yang berdosa dari neraka hingga mereka bisa keluar darinya. Jenis syafaat ini, juga dimiliki oleh nabi-nabi lainnya, para malaikat, dan saudara-saudara mereka yang beriman. Syafaat ini justru lebih ditentang oleh orang-orang Muktazilah daripada syafaat yang sebelumnya tadi, karena dianggap lebih tidak rasional.
- Syafaat beliau untuk menambah dan meninggikan derajat penghuni surga. Menurut al-Qadhi lyadh, kaum Muktazilah tidak menentang jenis syafaat ini, sebagaimana mereka tidak menentang syafaat pertama di Padang Mahsyar.”
Menurutku, masih ada syafaat yang keenam. Yaitu, syafaat beliau kepada pamannya, Abu Thalib, agar siksanya diringankan. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa_ ketika mendengar pamannya (Abu Thalib) disebut-sebut di sisi Rasulullah Saw., maka beliau bersabda, “Mudah-mudahan syafaatku pada hari Kiamat berguna baginya, sehingga dia ditempatkan di neraka yang paling dangkal, yang hanya sampai kepada kedua mata kakinya, namun menyebabkan otaknya mendidih.”
Jika ada yang mempersoalkan hal itu dengan mengemukakan firman Allah Ta’ala,
“Maka, tidak berguna lagi bagi mereka syafaat (pertolongan) dari orang-orang yang memberikan syafaat,” (QS. al-Muddatstsir: 48)
Maka perlu dijelaskan kepadanya bahwa yang dimaksud tidak bermanfaat ialah syafaat untuk mengeluarkan penghuni neraka, seperti syafaat yang diberikan oleh ahli tauhid yang berdosa, walaupun mereka telah keluar dari neraka dan masuk ke surga.
Adakah Para Nabi yang Berdosa?
Para ulama berbeda pendapat mengenai para nabi yang terlibat dalam dosa-dosa kecil, setelah mereka menjadi nabi, yang membuat mereka patut ditindak, dicela, dan disesalkan oleh diri mereka sendiri. Bukankah semua ulama sepakat bahwa para nabi adalah orang-orang yang dijaga dari dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil.
Menurut al-Qadhi Abu Bakar dan Ustaz Abu Bakar, masalah ini harus disikapi dengan pendekatan dalil. Kaum Muktazilah cenderung menyikapinya dengan pendekatan dalil rasio dan logika. Sementara menurut ath-Thabari dan ulama-ulama lain dari kalangan ahli fiqih, ahli kalam, dan ahli hadis mengatakan, mungkin Saja terjadi para nabi itu melakukan dosa-dosa kecil. Pendapat mereka ini ditentang oleh kaum Rafidhah yang menyatakan bahwa para nabi itu dijaga dari segala macam dosa. Adapun alasan ath-Thabari dan yang lainnya adalah bahwa ayat-ayat al-Qur’an mengisahkan beberapa perbuatan dosa yang pernah dilakukan para nabi, begitu juga hadis yang mengisahkan penyesalan mereka atasnya.
Kebanyakan (jumhur) ahli fiqih dari kalangan mazhab Maliki, Abu Hanifah, dan Syafi’i berpendapat bahwa para nabi itu dijaga (terpelihara) dari segala macam dosa kecil, sebagaimana mereka juga dijaga dari segala macam dosa besar. Mereka adalah panutan bagi umatnya masing-masing, yang menjadi tokoh sempurna tanpa cela. Jika mereka sampai melakukan satu kesalahan atau dosa sekeci| apa pun, maka hal itu dapat merusak citra mereka sebagai tokoh yang dijadikan teladan, sehingga mereka tidak patut diikuti.
Ustaz Abu Ishak al-Isfarayani berkata, “Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah dosa-dosa kecil pada diri para nabi. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa para nabi tidak mungkin melakukan dosa kecil. Tetapi, ada juga sebagian ulama yang berpendapat sebaliknya, meskipun tanpa dasar yang Kuat.”
Para ulama muta’akhirin yang cenderung pada pendapat pertama tadi mengatakan, “Satu hal yang harus ditegaskan ialah bahwa sesungguhnya Allah telah mengabarkan sendiri tentang adanya beberapa orang nabi yang melakukan suatu perbuatan dosa hingga Dia mencela mereka, meskipun akhirnya mereka bertobat dan memohon ampunan kepadaNya. Semua itu disebutkan oleh beberapa ayat yang tegas sehingga tidak perlu ditafsiri lagi. Yang jelas hal ini tidak sampai mencemarkan derajat dan martabat para nabi. Mungkin saja perbuatan tersebut sangat jlangka terjadi. Jika saja terjadi, mungkin itu tidak sengaja, atau dilakukan karena tupa, atau alasan lain yang membutuhkan takwil.”
Karena itu, indah sekali apa yang dikatakan oleh al-Junaid, “Kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang baik adalah belum tentu baik bagi orang-orang yang didekatkan kepada Allah (al-mugarrabin).”.. Maksudnya, amalan-amalan para nabi harus jauh lebih baik daripada amalan orang-orang biasa. Walaupun ada ayat dan nash yang menyatakan bahwa para nabi pernah melakukan dosa, namun sama sekali tidak sampai merusak citra maupun menurunkan derajat mereka. Mereka tetap menjadi orang-orang yang luhur, terpuji, bersih, suci, dan terpilih. Semoga rahmat dan salam sejahtera Allah senantiasa dicurahkan kepada mereka.
Permintaan Syafaat Orang-orang Kafir Terhadap Iblis
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Rusydin bin Sa’ad dari Abdurrahman bin Ziyad dari Dakhin al-Hajari dari ‘Uqbah bin ‘Amir bahwa Rasulullah Saw. bersabda, adi akhirat nanti, Nabi isa a.s. akan berkata, “Aku ingin menunjukkan kepada kalian seorang Nabi yang ummi (Muhammad).” Mereka lalu mendatangiku. Setelah mendapatkan izin dari Allah, aku pun bangkit berdiri. Pada saat itulah, dari tempat dudukku tersebar aroma yang sangat harum, yang belum pernah dicium oleh seorang pun. Setelah bertemu Tuhanku, Dia pun memberikan syafaat-Nya kepadaku dan memberikan cahaya padaku, mulai dari ujung rambut sampai kuku kakiku.
Kemudian orang kafir berkata kepada teman-temannya, “Orang-orang mukmin telah mendapatkan orang yang mau memberi syafaat kepada mereka. Lalu, siapakah yang akan memberikan syafaat kepada kita?” Seorang temannya menjawab, “Tidak lain adalah iblis. Dialah yang telah menyesatkan kita.” Mereka lalu menemui iblis dan berkata, “Orang-orang mukmin sudah mendapatkan orang yang akan memberikan syafaat kepada mereka. Karenanya, berdirilah kamu, berilah kami syafaat, karena kamulah yang telah menyesatkan kami!”
Iblis pun berdiri, dan dari tempat duduknya tersebar bau yang sangat busuk, yang belum pernah dicium oleh seorang pun. Kemudian iblis menyuruh mereka pergi ke Jahanam seraya berkata seperti yang dikutip alQur’an,
“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu menyekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22)
Orang yang Paling Bahagia Dengan Syafaat Nabi Saw.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah, dia berkata, aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, pada hari Kiamat, siapakah orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaat engkau?” Beliau lalu bersabda, “Sudah aku duga sebelumnya, wahai Abu Hurairah. Engkau pasti orang pertama yang akan menanyakan hadis ini kepadaku mengingat begitu besar hasratmu terhadap hadis. Orang yang paling bahagia dengan mendapatkan syafaatku pada hari Kiamat ialah orang yang senantiasa mengucapkan “La ilaha illallah” dengan tulus ikhlas dari lubuk hatinya.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi al-Hakim dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, dari Zaid bin Arqam bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa mengucapkan “La ilaha illallah” dengan ikhlas niscaya dia masuk surga.” Seorang sahabat bertanya, “Apa bukti ikhlasnya itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika yang dibacanya itu sanggup mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah.”
Penyerahan Catatan Amal
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Umar bin Khaththab, dia berkata, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan beramallah untuk menyambut hari pertemuan yang agung (hari Kiamat). Sesungguhnya hisab itu akan diringankan terhadap orang yang menghisab dirinya ketika di dunia.”
Atha’ al-Khurasani berkata, seperti yang dikutip oleh Abu Nu’aim, “Pada hari Kiamat, seorang hamba dihisab berdasarkan hal-hal yang dia ketahui, supaya dia merasakan hal yang lebih berat baginya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang dihisab pada hari Kiamat, maka dia akan diazab.” Aku lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah berfirman,
“Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah” (QS. al-Insyiqaq: 7-8)
Beliau lalu bersabda, “ltu bukan pada saat dihisab. Tetapi, itu ketika menghadap Allah. Barang siapa yang dibantah ketika dihisab pada hari Kiamat, maka dia akan diazab.” Hadis riwayat Muslim dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Umar bin al-Ala’ al-Yasykari dari Shalih bin Thabraj dari Umar bin Khaththab, dia berkata, aku pernah mendengar Aisyah berkata ketika di depannya disebut-sebut tentang hakim, maka dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, akan didatangkan seorang hakim yang adil, maka dia akan mendapatkan hisab yang sangat berat, sehingga dia berpikiran andai saja dahulu tidak memutuskan sengketa antara dua orang sekalipun dalam kasus sebutir kurma.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan al-Hasan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasujullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri dan memberikan alasan-alasan. Namun, pada pertemuan ketiga, lembaran-lembaran catatan amal melayang ke tangan-tangan mereka. Ada yang diambil dengan tangan kanannya, dan ada pula yang diambil dengan tangan kirinya.”
Abu Isa berkata, “Hadis ini tidak sahih. AlHasan tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah. Namun, sebagian mereka telah meriwayatkannya dari Ali bin Ali ar-Rifa’i dari al-Hasan dari Abu Musa dari Nabi Saw..”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Bazzar dari Abu Musa al-Asy’ari bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri. Namun pada pertemuan ketiga, buku-buku catatan amal melayang di sebelah kanan dan kiri.”
Tirmidzi al-Hakim mengetengahkan riwayat lain yang senada dari Rasulullah Saw. dalam kitabnya, Nawadir al-Ushul, “Sesungguhnya pada hari Kiamat, manusia akan dihadapkan kepada Allah sebanyak tiga kali. Pada pertemuan pertama dan kedua, mereka bisa membela diri dan memberikan alasan-alasan. Namun pada pertemuan ketiga, lembaran-lembaran catatan amal melayang. Pembelaan tersebut datang dari Orang-orang yang suka menuruti nafsu. Mereka membela diri karena pada saat itu mereka tidak mengenal Tuhan mereka. Mereka menyangka dengan pembelaan tersebut, mereka merasa yakin akan selamat.
Adapun alasan-alasan itu diterima tergantung Allah Ta’ala semata. Dia Yang Mahamulia akan menerima alasan-alasan Nabi Adam a.s. dan nabi-nabi lainnya. Bagi Allah, para nabi menjadi hujah-Nya (alasan) untuk membantah atau menyangkal dakwaan manusia, lalu mengirim mereka ke neraka. Sungguh, hujah Allah yang ada pada para nabi dan kekasih-Nya yakin menang, sehingga mereka tidak kebingungan.”
Karenanya, ada riwayat dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih mencintai pujian kecuali Allah. Tidak ada seorang pun yang paling suka menerima alasan selain Allah. Adapun pada pertemuan ketiga, bagi orang-orang mukmin, adalah menghadap kepada yang paling agung, di mana Allah akan bersendiri bersama mereka, lalu Allah mengecam mereka. Siapa pun dari mereka yang hendak Dia kecam, orang itu akan merasa Malu. Akibatnya, karena merasa malu, mereka mengeluarkan banyak keringat hingga air keringatnya membanjiri sebatas telapak kaki mereka. Setelah itu, Allah mengampuni dan meridai mereka.”
Diriwayatkan oleh Abu Ja’far al-Uqaili dari Nu’aim bin Salim dari Anas bin Malik dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Semua buku catatan amal itu berada di bawah Arasy. Ketika tiba hari perhitungan amal, Allah mengutus angin untuk menerbangkannya ke kanan dan kiri. Tulisan pertama yang ada di dalamnya berbunyi,
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al-Isra’: 14)
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah, dia berkata, ketika teringat neraka, aku menangis. Melihat itu, Rasulullah Saw. bertanya, “Kenapa engkau menangis?” Aku menjawab, “Aku ingat neraka, makanya aku menangis. Apakah pada hari kiamat, mereka akan ingat terhadap keluarganya?” Beliau lalu bersabda, “Pada tiga tempat, tidak ada seorang pun yang ingat kepada yang lainnya. Yaitu, pada saat amalnya sedang dihisab hingga diketahui timbangannya, apakah lebih ringan atau lebih berat; Pada saat lembaran-lembaran catatan amalnya dilayangkan hingga diketahui di mana buku tersebut jatuh, apakah di tangan kanannya, tangan kirinya, atau di belakang punggungnya; Dan, pada saat sedang berada di atas jembatan (ash-Shirath), jika telah sampai di atas Jahanam hingga dia berhasil melewatinya.”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Tsabit al-Khathib dari Zaid binTsabit, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Orang yang pertama-tama di antara umatku yang menerima buku catatan amal dengan tangan kanannya ialah Umar bin Khaththab. Wajahnya bercahaya seperti cahayanya matahari.” Ketika ditanyakan, “Lalu di mana Abu Bakar, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Sudah jauh. Dia sudah diboyong malaikat ke surga.”
Diriwayatkan oleh al-Hafizh Abu al-Qasim Abdurrahman bin Mandah dalam kitabnya, atTauhid, dari Mu’adz bin Jabal bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang sangat keras namun tidak mengerikan, “Wahai Hamba-hamba-Ku! Aku-lah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Aku-lah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang, Maha Bijaksana, dan Mahacepat dalam menghisab. Wahai hamba-hamba-Ku! pada hari ini, tidak ada kekhawatiran atas kalian, dan kalian pun tidak perlu bersedih hati. Hadirkanlah hujah (alasan) kalian dan mudahkanlah jawaban kalian, karena kalian akan ditanya dan dihisab. Wahai para malaikat-Ku! Perintahkan agar hamba-hamba-Ku itu berdiri berbaris dan berjinjit pada ujung jari kaki mereka untuk dihisab.” Ini hadis daif riwayat ad-Dailami.
Diriwayatkan oleh Samurah bin Athiyah, dia berkata, pada hari Kiamat, ada seseorang dihadapkan kepada Allah untuk dihisab. Lembaran catatan amal kebaikannya bagaikan gunung. Tetapi, Tuhan Yang Mahamulia, Maha Memberkahi, dan Mahatinggi berfirman, “Pada hari ini dan ini, Kamu shalat agar dikatakan, Fulan shalat. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.
Pada hari ini dan ini, Kamu berpuasa agar dikatakan, Fulan berpuasa. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.
Pada hari ini dan ini, kamu bersedekah agar dikatakan, Fulan bersedekah. Ketahuilah, Aku-lah Allah, tiada Tuhan selain Aku. Hanya ibadah yang tulus mengharapkan rida-Ku yang Aku terima.” Sedikit demi sedikit catatan amal kebajikannya berkurang, sehingga tidak ada yang tersisa sama sekali dari lembaran amalnya. Lalu, kedua malaikat yang mengawasinya berkata, “Kenapa untuk selain Allah kamu beramal?”
Dan hadis yang semakna, juga diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dalam Sunan ad-Daruquthni dari hadis Anas bin Malik, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, lembaran-lembaran amal yang tertutup rapat-rapat akan didatangkan, kemudian dihadapkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dia lalu berfirman, “Buang ini, dan terima ini!” Para malaikat lalu berkata, “Demi keperkasaan-Mu, kami tidak melihat kecuali catatan-catatan yang baik saja.” Allah ‘Azza wa Jalla lalu berfirman, Dan Dia pastinya lebih tahu“Sungguh, isi lembaran-lembaran ini dilakukan bukan untuk-Ku. Aku tidak menerima amal kecuali yang dilakukan karena mengharapkan keridaan-Ku.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah dari Nabi Saw. tentang firman Allah Ta’ala,
“(ingatlah) pada hari (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya,” (QS. al-Isra’: 71)
Nabi Saw. bersabda, ada salah seorang dari mereka dipanggil lalu diberikan bukunya pada tangan kanannya. Maka tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta, wajahnya menjadi putih bersih, dan dipasangkan di atas kepalanya mahkota dari mutiara yang berkilauan. Lalu dia pergi menemui kawan-kawannya. Ketika mereka melihatnya dari kejauhan, mereka lalu berkata, “Ya Allah, berikan yang seperti ini kepada kami, dan berkahilah kami sepertinya.” Dia pun lalu menghampiri mereka seraya berkata, “Gembiralah kalian, karena bagi setiap muslim akan sepertiku.”
Adapun orang kafir wajahnya berubah menjadi hitam, tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta seperti bentuk Nabi Adam a.s., dan memakaikan mahkota dari api neraka. Teman-temannya yang melihatnya lalu berkata, “Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari keburukan seperti ini. Ya Allah, jangan Engkau datangkan seperti ini kepada kami.”
Tetapi, Dia tetap datang kepada mereka. Mereka lalu berkata, “Ya Allah, nistakanlah dia.” Namun dia berkata, “Semoga Allah menjauhkan kalian dari rahmat-Nya. Sungguh, setiap seorang dari kalian pasti akan sepertiku.” Menurut Abi ‘Isa at-Tirmidzi, hadis ini hasan gharib.
Diriwayatkan bahwa suatu hari Nabi Isa a.s. melewati sebuah kubur. Ketika kakinya menginjak kubur tersebut, dia berkata, “Dengan seizin Allah, hai penghuni kubur, keluarlah!” Maka tidak lama kemudian bangkit di depannya seorang laki-laki dan berkata, “Wahai Ruhullah (Isa), apa yang engkau inginkan? Sungguh, aku telah menunggu hisab sejak 70 tahun yang lalu, hingga aku mendengar seruan panggilan, penuhi panggilan Ruhullah!”
Nabi Isa a.s. lalu berkata, “Hai Fulan, sungguh kamu dahulu banyak berdosa. Apa yang telah kamu lakukan?” Dia lalu menjawab, “Demi Allah, wahai Ruhullah, pekerjaanku adalah pencari kayu bakar. Aku memanggul kayu bakar di atas kepalaku. Aku memakan harta halal dan aku pun bersedekah.” Nabi Isa a.s. berkata dengan heran, “Subhanallah. Seorang pencari kayu bakar seperilmu, yang memanggul kayu bakar di atas kepalanya, yang memakan rezeki halal, dan suka bersedekah saja harus menunggu sejak 70 tahun untuk giliran dihisab.”
Dia lalu berkata, “Wahai Ruhullah, salah satu cercaan Allah kepadaku ialah bahwa aku telah diberi upah oleh seseorang untuk memanggul seikat kayu miliknya. Namun aku mengambil sebatang kayu kecil darinya, yang aku gunakan untuk membersihkan sisa makanan yang ada pada gigiku, lalu sebatang kecil kayu itu aku buang tidak pada tempatnya. Aku telah meremehkan Tuhanku, padahal Dia adalah Tuhanku yang selalu mengawasiku.”
Tentang Pengalungan Catatan Amal
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal perbuatannya di lehernya.” (QS. al-Isra’: 13)
Az-Zujjaj berkata, “Penggunaan kata leher dan kalung sangat tepat sebagai dua bagian yang punya hubungan erat.”
Ibrahim bin Adham berkata, setiap anak cucu Adam, di lehernya melingkar kalung yang tertulis catatan amal perbuatannya. Apabila dia meninggal, maka catatan itu digulung. Dan ketika dia dibangkitkan lagi dari kuburnya, maka catatan itu dibuka, lalu dikatakan kepadanya,
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu,(QS. al-isra’: 14)
Ibnu Abbas berkata, makna tha’iruhu adalah amalnya. Adapun mengenai firman Allah Ta’ala,
“Dan pada hari Kiamat, Kami keluarkan baginya sebuah kitab dalam keadaan terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al. Isra’: 13-14)
Al-Hasan berkata, “Siapa pun pasti akan bisa membaca kitabnya, termasuk orang yang buta huruf sewaktu di dunia.”
Mengomentari ayat, “Dan setiap manusia telah Kami kalungkan (catatan) amal per. buatannya di lehernya.” (QS. al-Isra’: 13)
Abu Suwar al-Adawi mengatakan, lembaran amal perbuatan itu dihamparkan dua kali, dan digulung sekali. Karenanya wahai anak cucu Adam, ketika kamu masih hidup, lembaran amalmu masih terhampar, maka isilah hidupmu dengan amal kebajikan sebanyak mungkin. Sebab, begitu kamu meninggal, maka lembaran amalmu akan digulung. Kemudian lembaran tersebut akan hamparkan lagi ketika kamu dibangkitkan lagi, lalu dikatakan kepadamu,
“Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghitung atas dirimu.” (QS. al-Isra’: 14)
Selanjutnya, jika manusia telah berdiri dengan membawa lembaran catatan amalnya masing-masing, yang diberikan kepada mereka sewaktu dibangkitkan, kemudian mereka pun dihisab berdasarkan lembaran catatan amainya itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Maka adapun orang yang catatannya diberikan dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.” (QS. al-Insyiqaq: 7-8)
Ini menunjukkan bahwa pemeriksaan amal itu (penghisaban) berlangsung ketika buku catatan amal sudah didatangkan. Soalnya, pada saat manusia dibangkitkan kembali, mereka masih belum ingat akan amal-amal mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari itu mereka semua dibangkitkan Allah, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah menghitungnya (semua amal perbuatan itu), meskipun mereka telah melupakannya.” (QS. alMujadilah: 6)
Di depan sudah disinggung mengenai hisab Allah terhadap amal-amal manusia pada hari Kiamat. Begitu mereka dibangkitkan kembali dari kubur lalu dikumpulkan dan digiring ke Padang Mahsyar di hadapan Allah, mereka semua dalam keadaan tidak beralas kaki dan telanjang. Ketika tiba waktunya pemeriksaan amal (penghisaban), Dia memerintahkan untuk menyerahkan buku catatan amal yang telah ditulis oleh para malaikat. Sebagian mereka ada yang menerimanya dengan tangan kanan, mereka adalah orang-orang beruntung. Dan, sebagiannya lagi menerima dengan tangan kirinya, atau pada punggungnya, mereka adalah orang-orang celaka. Pada saat itulah, masing-masing mereka bisa membaca isi kitabnya.
Bayangkan dirimu, hai saudaraku. Ketika buku catatan amalmu dibagikan, timbangan sudah dipasang, lalu namamu dipanggil oleh malaikat, “Mana Fulan bin Fulan? Ayo, menghadap Allah!” Malaikat tanpa kesulitan akan segera menangkap dan membawamu kepada Allah untuk menjalani hisab. Saat itu, hailmu terasa terbang, seluruh persendian tubuhmu menggigil keras, seluruh anggota tubuhmu gemetaran, dan warna kulit wajahmu mendadak berubah pucat pasi. Itu semua Karena Kamu sudah tahu apa yang sebenarnya akan terjadi padamu.
Bayangkan pula dirimu ketika sudah berada di hadapan Allah. Saat itu, tanganmu gemetar memegang buku yang mencatat semua amal perbuatan yang pernah kamu lakukan sewaktu di dunia. Tidak ada satu pun yang dirahasiakan atau disembunyikan. Dengan lidah yang kaku dan hati yang hancur, kamu membaca isinya pada saat huru-hara tengah berkecamuk di sekelilingmu. Kesalahan-kesalahan kecil yang telah kamu lupakan dan kamu sembunyikan, semua akan terungkap dengan jelas dalam buku catatan amalmu itu.
Amal perbuatan yang Kamu kira baik ternyata buruk, yang kamu sangka ikhlas ternyata tidak, yang kamu yakini berbobot ternyata kosong, dan seterusnya. Saat itu, hailmu akan merintih pilu karena kecewa atas apa yang telah kamu lalaikan selama hidupmu.
Allah Ta’ala berfirman,
“Adapun orang yang kitabnya diberikan cdi tangan kanannya.” (QS. al-Haqqah: 19)
Maka dia tahu bahwasanya dia termasuk penghuni surga.
“Maka dia berkata, Ambillah, bacalah kitabku (ini).” (QS. al-Haqaqah: 19)
Seketika itu juga Allah mengizinkan orang tersebut untuk membaca kitab catatan perbuatannya.
Bagi seorang pemimpin kebaikan, yang selalu mengajak dan menyuruh kepada kebaikan, serta banyak orang yang mengikuti ajakannya, maka dia akan dipanggil dengan namanya dan nama ayahnya. Dia pun maju menghadap Allah. Ketika sudah dekat, dikeluarkanlah kitabnya yang berwarna putih dengan tulisan putih pula. Di dalam kitab itu, tertulis perbuatan-perbuatannya yang buruk, dan di luarnya tertulis perbuatan-perbuatannya yang baik.
Ketika mulai membaca amal keburukannya, seketika wajahnya menjadi pucat pasi. Namun, ketika membaca bagian akhir kitab itu, yang bertuliskan bahwa amal kejahatannya telah diampuni-Nya, maka wajahnya berubah ceria. Dia sangat senang sekali. Dan, ketika dia membalikkan lembaran kitab berikutnya, dan membaca catatan amal kebajikannya, dia semakin bertambah senang. Apalagi ketika pada bagian akhir kitab itu bertuliskan bahwa amal kebajikannya sudah dilipatgandakan pahalanya, sehingga wajahnya tampak putih berseri-seri.
Kemudian dia diberi mahkota yang diletakkan di atas kepalanya, dan diberi pakaian dua lapis. Setiap persendian tubuhnya diberi hiasan, dan tubuhnya ditinggikan sampai 60 hasta, seperti perawakan Nabi Adam a.s., lalu dikatakan kepadanya, “Pergilah kamu, temui teman-temanmu. Sampaikan kabar gembira kepada mereka bahwa setiap dari mereka akan seperti dirinya.”
Ketika dia hendak pamitan kepada mereka, dia berkata,
“Maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini). Sesungguhnya aku yakin bahwa (suatu saat) aku akan menemui perhitungan terhadap diriku.” (QS. al-Haqqah: 19-20)
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai.” (QS. al-Haqqah: 21), maksudnya Allah benar-benar meridainya.
“Di dalam surga yang tinggi.” (QS. al-Haqqah: 21), maksudnya di langit
“Buah-buahannya dekat.” (QS. al-Haqqah: 23), maksudnya buah-buahannya berikut tandan-tandannya didekatkan kepada mereka.
Dia bertanya kepada teman-temanya, “Apakah kalian mengenaliku?” Mereka menjawab, “Sungguh, kemuliaan Allah telah menutupimu. Kami tidak ingat siapa sebenarnya kamu?” Dia lalu menjawab, “Aku adalah Fulan bin Fulan. Aku memberi kabar gembira bahwa kalian semua akan sepertiku.”
“(Kepada mereka dikatakan), ‘Makan dan minumlah dengan nikmat karena amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (QS. al-Haqqah: 24), yaitu yang telah kalian lakukan sewaktu di dunia.
Adapun bagi seorang pemimpin kejahatan, yang selalu mengajak dan menyuruh kepada kejahatan, serta banyak orang yang mengikuti ajakannya, maka dia akan dipanggil dengan namanya dan nama bapaknya. Dia dihisab, dan dikeluarkan untuknya kitab catatan amalnya yang berwarna hitam dengan tulisan hitam. di dalam kitab itu, tertulis perbuatan-perbuatannya yang baik, dan di luarnya tertulis perbuatan-perbuatannya yang buruk.
Ketika pertama kali membaca bagian awalnya yang penuh dengan amal kebaikan, dia mengira akan selamat. Tetapi, ketika sampai pada bagian akhir kitab itu, bertuliskan bahwa amal kebajikannya itu sudah dikembalikan lagi padanya (ditolak Allah), maka wajahnya menjadi hitam muram. Dia sangat sedih dan putus asa oleh tulisan tersebut. Dan, ketika dia membalikkan lembaran kitab berikutnya dan membaca catatan amal keburukannya, dia semakin sedih dan wajahnya semakin hitam muram.
Ketika sampai pada bagian akhir kitab itu, yang bertuliskan bahwa amal keburukannya telah dilipatgandakan azabnya, maka hatinya semakin tak menentu. Dia memandang ke neraka dengan mata yang telah membiru dan wajah yang hitam muram. Setelah dikenakan pakaian dari ter, dia beranjak pergi menemui kawan-kawannya untuk memberitahukan bahwa setiap dari mereka akan seperti dirinya. Dia menghampiri mereka seraya berkata,
“Alangkah baiknya jika kitabku (ini) tidak diberikan kepadaku. Sehingga aku tidak mengetahui bagaimana perhitunganku. Wahai, kiranya (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu.” (QS. al-Haqqah: 25-27)
“Kekuasaanku telah hilang dariku.” (QS. al-Haqqah: 29)
Menurut Ibnu Abbas, tafsir ayat tersebut adalah hujahku sudah tidak ada lagi dariku.
Kemudian Allah Ta’ala berfirman,
“Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (QS. al-Haqqah: 30-32)
Hanya Allah yang tahu apa yang dimaksud dengan hasta. Tetapi, menurut al-Hasan dan Ibnu Abbas, yang dimaksud ialah 7O hasta malaikat.
Al-Kalabi berkata, “Rantai itu dimasukkan lewat mulut, dan keluar lewat dubur.” Ada yang mengatakan, “Rantai itu dimasukkan lewat dubur, dan keluar lewat mulut.” Dan, ada juga yang mengatakan, “Lehernya dimasukkan ke dalam rantai, kemudian ditarik dengannya.”
Ada yang mengatakan, jika satu mata rantai saja disimpan di atas sebuah gunung, maka gunung itu akan meleleh karenanya.
Selanjutnya, dia memanggil kawan-kawannya dan bertanya, “Apakah kalian mengenaliku?” Mereka lalu menjawab, “Tidak, namun yang jelas kami melihat kamu benar-benar menderita. Siapa kamu sebenarnya kamu?” Dia menjawab, “Aku adalah Fulan bin Fulan. Setiap orang dari kalian semua nanti akan bernasib sepertiku.”
Adapun orang yang diberi kitabnya dari belakang punggungnya, maka pundak yang sebelah kirinya dicabut, lalu tangannya diletakkan ke belakang untuk menerima kitabnya. Sedang menurut Mujahid, “Wajahnya diputar ke tempat kuduknya, lalu dia membaca kitabnya dalam keadaan demikian.”
Bayangkan dirimu, hai saudaraku. Sika kamu termasuk orang-orang yang berbahagia, maka kamu akan muncul di hadapan seluruh makhluk dengan wajah berseri-seri. Sungguh kamu telah mendapatkan kesempurnaan, kebaikan, dan keindahan. Dengan memegang kitabmu pada tangan kananmu, dan digandeng oleh malaikat yang berseru di hadapan seluruh makhluk, “Inilah Fulan bin Fulan. Dia telah memperoleh kebahagiaan, dan selama-lamanya dia tidak akan pernah celaka.”
Sebaliknya, jika kamu termasuk orang-orang yang celaka, maka Kamu akan berjalan gontai di hadapan seluruh makhluk dengan wajah hitam muram, dan seluruh makhluk akan menjauh darimu. Dengan memegang kitabmu pada tangan kirimu, atau pada belakang punggungmu dan digandeng oleh malaikat yang berseru di hadapan seluruh makhluk, “Inilah Fulan bin Fulan. Dia telah celaka, dan selama-lamanya dia tidak akan pernah bahagia.”
Menurutku, sabda Nabi Saw, “Inilah Fulan bin Fulan,” ini menunjukkan bahwa di akhirat nanti seseorang itu akan dipanggil dengan namanya berikut nama bapaknya. Disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Abu Darda’, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Karena itu, baguskanlah nama-nama kalian.”
Penjelasan Ayat, “Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.”? (QS. Ali ‘Imran: 106)
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Ghalib, dia berkata bahwa suatu ketika Abu Umamah al-Bahili pernah melihat beberapa potong kepala orang yang diletakkan di sebuah benteng kota di Damaskus, maka dia berkata, “Anjing-anjing neraka ini adalah seburuk-buruknya pembunuhan yang terjadi di bawah langit, namun lebih baik daripada orang yang membunuhnya.” Kemudian Abu Umamah membaca firman Allah Ta’ala,
“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.” (QS. Ali ‘Imran: 106)
Lalu, aku bertanya kepada Abu Umamah, “Apakah engkau mendengarnya sendiri dari Rasulullah Saw. ?” Dia menjawab, “Seandainya aku tidak mendengarnya kecuali hanya sekali, dua kali, atau tiga kali, bahkan dia menghitungnya sampai tujuh kali, niscaya tidak akan aku ceritakan hal tersebut kepadamu.”
Diriwayatkan oleh Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Khathib dari Malik bin Salim al Harawi, saudara Ghassan, dari Malik bin Anas dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda ketika menjelaskan tentang firman Allah Ta’ala,
“Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram.” (QS. Ali ‘Imran: 106)
Beliau bersabda, “Wajah-wajah golongan ahli sunnah akan menjadi putih, dan wajah-wajah golongan ahli bid’ah akan menjadi hitam.”
Malik bin Anas berkata, yang dimaksud dengan wajah yang hitam muram adalah wajah Orang-orang yang suka menuruti hawa nafsunya. Menurut al-Hasan, itu adalah wajah orang-orang munafik. Menurut Qatadah, itu adalah wajah orang-orang murtad. Sedangkan menurut Ubay bin Ka’ab, itu adalah wajah orang-orang kafir. Dan, pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang dipilih oleh ath-Thabari.
Ya Allah, putih bersihkanlah wajah kami pada hari ketika wajah kekasih-kekasih-Mu tampak putih berseri. Janganlah Engkau jadikan wajah kami hitam muram pada Nari ketika musuh-musuh-Mu tampak hitam muram. Lewat kebenaran para rasul-Mu, para nabi-Mu, dan orang-orang pilihan-Mu, kami mohon anugerah dan Kebaikan-Mu, wahai Tuhan pemberi anugerah yang agung dan Tuhan Yang Maha Dermawan.
Penjelasan Ayat, “(Dan diletakkanlah kitab (catatan amal), lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya,?’ (QS. al-Kahfi: 49)
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari al-Hakam atau Abu al-Hakam dari Ismail bin Abdurrahman dari seorang laki-laki Bani Asad, dia berkata bahwa suatu hari Umar berkata kepada Ka’ab, “Wahai Ka’ab! Tolong ceritakan kepada kami sebuah hadis tentang akhirat.” Ka’ab menjawab, “Baiklah, wahai Amirul Mukminin. Jika hari Kiamat telah terjadi, maka Lauh Mahfuzh akan diangkat sehingga setiap makhluk akan melihat amalnya. Lalu, didatangkanlah lembaran-lembaran yang berisi catatan amal para hamba, kemudian lembaran-lembaran itu dibentangkan di sekitar Arasy. Dan, itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Dan diletakkanlah kitab (catatan amal) lalu engkau akan melihat orang yang berdosa merasa ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, “Betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya,” dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menzalimi seorang jua pun.” (QS. al-Kahfi: 49)
Menurut as-Suddi, yang dimaksud “yang kecil” ialah dosa selain syirik, dan yang dimaksud “yang besar” ialah dosa syirik.
Yang dimaksud “melainkan tercatat semuanya,” Ka’ab berkata, “Kemudian orang mukmin akan dipanggil dan diberikan kitabnya dari sebelah kanan. Setetah dilihat, maka orang-orang secara jelas bisa melihat kebaikan-kebaikannya. Lalu dia membaca keburukan-keburukannya.
Ketika membaca ayat tersebut, al-Fudhail bin lyadh berkata, “Aduhai celaka kami, mereka hiruk-pikuk mempersoalkan dosa-dosa kecil kepada Allah, sebelum dosa-dosa besar.”
Ibnu Abbas berkata, yang dimaksud “yang kecil” dalam ayat tadi ialah tersenyum, dan “yang besar” ialah tertawa, maksudnya ialah senyum dan tawa ketika melakukan perbuatan maksiat kepada Allah.
Diriwayatkan bahwa Nabi Saw. pernah membuat perumpamaan mengenai dosa-dosa kecil. Beliau bersabda, “Sesungguhnya dosa-dosa kecil itu seperti perumpamaan suatu kaum yang singgah di sebuah padang yang kering dan gersang. Ketika tiba waktu makan, masing-masing mereka pergi untuk mencari kayu bakar. Ada yang datang dengan membawa sebatang kayu, dan ada pula yang membawa dua batang kayu. Sehingga, akhirnya mereka berhasil menghimpun setumpuk kayu untuk menyalakan api dan memanggang roti. Sesungguhnya dosa-dosa kecil bisa terhimpun pada pelakunya, lalu membinasakannya, kecuali Allah berkenan mengampuninya. Karenanya, janganlah kalian meremehkan dosa, karena ia bisa menjadi penuntut.”
Telah mengabarkan kepada kami, dua orang syekh, yaitu Abu Muhammad Abdul Wahab al-Qurasyi dan Imam Abu al-Husain asy-Syaf’i dari as-Salafi dari ats-Tsaqafi dari Abu Thahir Muhammad bin Mahmasy az-Ziyadi, dengan cara dikte di Naisabur, dari Hajib bin Ahmad athThusi dari Muhammad bin Hammad al-Abyurdi dari Anas bin ‘lyadh al-Laitsi dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ‘“Janganlah kalian meremehkan dosa karena hal itu seperti suatu kaum yang singgah di sebuah jurang. Lalu, muncullah si ini dengan membawa sebatang kayu, si itu membawa sebatang kayu. Sehingga, mereka berhasil mengumpulkan kayu yang cukup untuk mematangkan kue mereka. Janganlah meremehkan dosa, Karena jika pelakunya ditindak karenanya, ia bisa menghancurkannya.” Hadis ini gharib berasal dari riwayat Abu Hazim Salamah bin Dinar.
Sebagian ulama berkata, “Sesungguhnya semua dosa itu besar.” Sebagian lain mengatakan, “Janganlah kamu memandang kecilnya dosa. Tetapi, pandanglah siapa yang kamu durhakai. Dari segi ini, menentang-Nya berarti dosa besar.” Dan menurut pendapat yang sahih, dosa itu ada yang besar dan ada yang kecil. Sifat dan Bentuk Pertanyaan Terhadap Manusia Pada Hari Kiamat
Allah Ta’ala berfirman,
“Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-tsra’: 36)
“Selanjutnya, kepada Kamilah kembalimu, kelak akan Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 23)
“Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak demikian, demi Tuhanku, kamu pasti dibangkitkan, kemudian diberitakan semua yang telah kamu kerjakan.” (QS. ath-Taghabun: 7)
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan, barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. az-Zalzalah 7-8)
“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” (QS. at-Takatsur: 8)
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa ketika turun ayat, “Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)” (QS. at-Takatsur: 8), para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, nikmat apa saja yang akan ditanyakan kepada kami? Sesungguhnya kami hanya memakan kurma dan meminum air, sedangkan musuh sudah tiba dan senjata sudah ada di pundak kami?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya hal itu pasti akan terjadi.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya pertanyaan pertama yang akan diajukan kepada seorang hamba di hari Kiamat nanti ialah, akan dikatakan kepadanya, “Bukankah Aku telah mengaruniakan kepadamu tubuh yang sehat dan minuman yang segar?”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari hadis al-A’masy dari Abu Wa’il Syaqig dari Abdullah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang hamba melangkahkan kakinya di dunia, melainkan pada hari Kiamat dia akan ditanya tentang langkahnya itu, untuk apa tujuannya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Barzah al-Aslami bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; Tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan; Tentang amalnya, apa saja yang telah dia kerjakan; Dan tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan Ke mana dia belanjakan.”
Diriwayatkan oleh Abu Barzah dan Abu Sa’id dari Mu’adz bin Jabal bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya tentang empat perkara: Tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; Tentang masa mudanya, untuk apa dia gunakan; Tentang hartanya, dari mana dia dapatkan dan Ke mana dia belanjakan Dan tentang amalnya, apa saja yang telah dia kerjakan.”
Diriwayatkan oleh Thabrani Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub dari Ahmad bin Khalid al-Halabi dari Yusuf bin Yunus al-Afthas dari Sulaiman bin Hilal dari Abdullah dari Abdullah bin Dinar dari lbnu Umar, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Sika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah akan memanggil seorang Hamba di antara hamba-hamba-Nya. Setelah berada di hadapan-Nya, lalu Allah akan bertanya kepadanya tentang kedudukannya sebagaimana Dia menanyakan tentang amal perbuatannya.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Shafwan bin Mahraz, dia berkata, ada seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar, “Bagaimana yang engkau dengar dari Rasulullah tentang an-najwa (dialog rahasia)?” Ibnu Umar menjawab, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda bahwa pada hari Kiamat, seorang mukmin akan didekatkan kepada Allah. Setelah Allah memasang tabir pada hamba-Nya itu, dan si hamba pun sudah mengakui dosa-dosanya, lalu Allah bertanya, “Apakah kamu mengetahui dosa-dosamu?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengetahuinya.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia, dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.” Maka orang mukmin itu diberi lembaran catatan amal kebajikannya.
Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, Allah memanggil mereka bersama par, pemimpin-pemimpin mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendustakan Allah. Pada akhir, riwayat ini, Rasulullah Saw. membacakan ayat,
“Orang-orang inilah yang telah berbohong terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) kepada orang yang zalim” (QS. Hud: 18)
Diriwayatkan dari hadis Ali bin Abi Thalib, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda jika hari Kiamat telah terjadi, maka Allah ‘Azza wa Jalla berduaan dengan seorang hamba-Nya yang mukmin. Setelah memeriksa dosanya satu persatu, lalu Allah mengampuninya tanpa sepengetahuan malaikat yang dekat dengan. Nya maupun nabi utusan-Nya. Allah menutupi dosa-dosa hamba-Nya itu, yang dia tidak suka melihatnya. Kemudian Allah berkata kepada ke. burukan-keburukannya, “Jadilah kamu kebaikan. kebaikan.”
Diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Ishak bin Ibrahim al-Khatali dalam kitabnya, ad-Dibaj, dari Harun bin Abdullah dari Sayyar dari Ja’far dari Abu Imran al-Juni dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan mendekat kepada seorang hamba. Setelah Allah memasang tabir padanya hingga dia tertutup dari seluruh makhluk, Allah menyerahkan lembaran catatan amalnya dari balik tabir seraya berfirman, “Bacalah kitabmu, wahai anak cucu Adam!”
Ketika mendapati tulisan amal kebajikan, wajahnya putih berseri. Dan ketika mendapati tulisan amal keburukan, wajahnya hitam muram. Lalu Allah bertanya kepadanya, “Wahai hamba-Ku, apakah kamu mengetahui dosa-dosamu?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengetahuinya.” Allah lalu berfirman, “Sesungguhnya Aku lebih mengetahuinya dari padamu. Aku telah mengampuninya untukmu.”
Seterusnya, setiap kali kebajikannya diterima dan kejahatannya diampuni, maka hamba tersebut bersujud. Seluruh makhluk tidak memerhatikan kecuali hanya itu, sehingga mereka saing memanggil sesamanya, “Sungguh beruntung hamba ini, dia tidak pernah berbuat durhaka sama sekali.” Dan, mereka tidak tahu isi dialog rahasia yang terjadi antara Allah dengan hamba itu.
Diriwayatkan oleh Abdul Wahab al-Qurasyi dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seseorang didatangkan, lalu dikatakan kepada malaikat, “Perlihatkan kepadanya dosa-dosanya yang kecil dan sembunyikan dosa-dosanya yang besar.” Lalu dikatakan kepada orang itu, “Pada hari itu kamu melakukan perbuatan ini, ini, dan ini.” Dia pun mengakuinya, tidak memungkiri.
Orang tersebut merasa takut jika dosa-dosanya yang besar akan didatangkan. Namun, ketika Allah menghendakinya baik, Dia berfirman, “Berikan kepadanya satu kebajikan pada setiap keburukannya.” Lalu, dengan sangat berharap, dia berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya dosa-dosa yang aku miliki sudah tidak aku lihat lagi di sana-sini.”
Abu Ozar berkata, “Saat itu aku melihat Rasulullah Saw. tersenyum hingga gigi-gigi depan beliau kelihatan. Kemudian beliau membaca firman-Nya,
“Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan.” (QS. al-Furqan: 70)
Hadis tersebut di atas telah dikeluarkan juga oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Muhammad bin Abdullah bin Numair dari al-A’masyi.
Keterangan:
Sabda Nabi Saw., “Pada hari Kiamat, kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser sebelum dia selesai ditanya,” ini bersifat umum (‘om), yang kemudian ditakhsis (dikecualikan) oleh sebuah riwayat dari beliau, di mana beliau bersabda, “Ada 70.000 orang dari umatku yang masuk surga tanpa dihisab ….” Ini akan dijelaskan lebih lanjut nanti.
Lalu ditakhsis juga dengan firman Allah Ta’ala kepada beliau, “Wahai Muhammad, masukkanlah dari umatmu, yaitu orang-orang yang tidak dihisab melalui pintu sebelah kanan di antara pintu-pintu surga.” Hadis ini telah disebutkan tadi di atas.
Lalu ditakhsis lagi dengan firman Allah Ta’ala,
“Orang-orang yang berdosa diketahui dengan tanda-tandanya, lalu direnggut ubun-ubun dan kakinya.” (QS. ar-Rahman: 41)
Sabda Nabi Saw., “Dan tentang amainya, apa saja yang telah dia kerjakan,” ini menurutku, ( sangat menakutkan. Soalnya ini yang menyangkut sesuatu yang dilakukan bukan sekadar yang diucapkan. Beliau tidak bersabda, “Dan tentang amalnya, apa saja yang telah dia katakan.” Dengan kata lain, seorang hamba disuruh untuk memperhatikan tentang apa yang telah dia lakukan. Apakah benar-benar ikhlas karena Allah sebagaimana firman-Nya,
Mereka itulah orang-orang yang benar-benar (imannya).” (QS. al-Baqarah: 177)
“Maka setelah mereka, datanglah generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat ….” (QS. al-A’raf :169)
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat).” (QS. al-Baqarah: 44)
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak kerjakan (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. ash-Shaf: 2-3)
Sabda Nabi Saw., “Lalu Allah memasang tabir pada hamba-Nya itu,” ini maksudnya adalah penutup, kelembutan, dan kemuliaan Allah. Ini menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang mukmin. Dalam pertemuan tersebut, Allah bertanya dengan lembut kepada hamba-Nya, “Apakah kamu mengetahui dosa-dosamu ini?” Dia menjawab, “Ya, aku memang mengetahui, wahai Tuhanku.” Lalu, Allah berfirman dengan penuh kasih sayang, “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia,” maksudnya yaitu, Aku tidak mempermalukanmu dengan menampakkan dosa-dosa itu di dunia. Dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.
Kemudian ada yang mengatakan bahwa dosa-dosa yang telah diampuni itu adalah dosa-dosa di mana pelakunya sudah bertobat darinya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Nu’aim dari al-Auza’i, dari Hilal bin Sa’ad, dia berkata, “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa, dan tidak menghapusnya dari lembaran catatan amal sebelum Dia memperlihatkan dosa-dosa itu kepada pelakunya pada hari Kiamat, walaupun dia sudah bertobat dari dosa tersebut.”
Syekh al-Qurthubi berkata bahwa hal tersebut tidaklah bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur‘an dan hadis. Sebuah hadis menyatakan bahwa untuk mengganti kejahatan dengan kebajikan itu harus dengan tobat. Barangkali hal ini mengandung pengertian, yaitu setelah amal amalnya diperlihatkan kepada Allah. Wallahu a’lam.
Ada yang berpendapat bahwa hadis di atas maksudnya adalah dosa-dosa kecil yang dilanggar. Juga ada yang berpendapat, maksudnya adalah dosa-dosa besar yang terkait dengan Allah. Sebab, kalau dosa besar yang terkait dengan sesama hamba, maka untuk mengganti keburukan dengan kebaikan harus dengan qisas. Juga ada yang berpendapat, itu adalah tentang perasaan batin yang negatif kepada Allah yang tidak kuasa dibendung. Pendapat terakhir ini merupakan pendapat pilihan ath-Thabari, anNuhas, dan ulama-ulama lainnya. Menurut mereka, hadis tersebut menafsiri firman Allah Ta’ala,
“Jika kamu nyatakan apa yang ada di dalam hailmu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah memperhitungkannya (tentang perbuatan itu) bagimu.” (QS. al-Baqarah: 284)
Karenanya, ayat tersebut muhkam, tidak mansukh. Wallahu a’lam.
Diriwayatkan dari lbnu Mas’ud, dia berkata, “Tidaklah Allah menutupi dosa seorang hamba di dunia, kecuali Dia akan menutupinya juga di akhirat.” Ini diambil dari hadis tentang dialog rahasia antara Allah dengan seorang hamba-Nya yang mukmin, dan juga dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, “Tidaklah Allah menutupi aib seorang hamba di dunia kecuali Dia pun akan menutupinya juga pada hari Kiamat.”
Disebutkan dalam Shahih Muslim sebuah hadis dari Abu Hurairah bahwa Nabi Saw. bersabda, “Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya dij dunia dan di akhirat.” Disebutkan dalam riwayat lain, “Barang siapa yang menutupi cela seorang muslim, maka Allah akan menutupi celanya pada hari Kiamat.”
Abu Hamid berkata, “Karena itulah, sangat ditekankan kepada orang mukmin agar sedapat mungkin berusaha menutupi aib atau cela orang lain. Jangan gampang menggerakkan lidah yang dapat menyakiti mukmin lainnya. Semua perbuatan itu akan dibalas pada hari Kiamat.”
Firman Allah Ta’ala yang dikutip Nabi Saw., “Sesungguhnya Aku dahulu telah menutupi dosa-dosamu itu ketika di dunia, dan pada hari ini Aku telah mengampuninya.” Ini adalah nash dari Allah Ta’ala yang membenarkan pendapat para ulama Ahli Sunnah yang menyatakan bahwa sangat mungkin Allah tidak jadi melaksanakan ancaman-Nya kepada orang-orang mukmin yang berdosa.
Menurut Ibnu al-Arabi, kabar seperti itu pasti terjadi sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad Saw., baik yang menyangkut pahala maupun azab. Para Muhaqqiq berkata bahwa ayat-ayat al-Qur‘an yang menyinggung tentang janji dan ancaman Allah itu bersifat mutiak dan umum. Tetapi, kemudian ditakhsis (dikhususkan) oleh syariat dan diterangkan oleh Allah pada ayat-ayat lain dalam al-Qur‘an. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena rmenyekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. an-Nisa’ : 48)
“Sungguh, Tuhanmu benar-benar memiliki ampunan bagi manusia atas kezaliman mereka.” (QS. ar-Ra’d: 6)
“Ha Mim. Kitab ini (al-Qur’an) diturunkan dari Allah Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui, yang Mengampuni dosa dan menerima tobat dan keras hukuman-Nya, yang memiliki karunia. Tidak ada tuhan selain Dia.” ( QS. Gafir: 1-3)
Juga ditakhsis oleh adanya syafaat yang dikaruniakan Allah kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai suatu kemuliaan, dan kepada orang-orang lainnya yang Dia kehendaki selain beliau. Allah Ta’ala Akan Berbicara Dengan Hamba-Nya Tanpa Juru Bahasa
Diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Ady bin Hatim, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun dari
kalian melainkan akan diajak bicara oleh Allah tanpa juru bahasa di antara keduanya. Lalu si hamba melihat ke sebelah kanannya, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali amal yang telah dia lakukan. Kemudian dia melihat ke sebelah kirinya, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali amal yang telah dia lakukan. Selanjutnya dia melihat ke depan, maka tidak ada yang dilihatnya kecuali neraka yang terpampang di hadapannya. Karenanya, takutlah kalian akan neraka, walaupun bersedekah hanya dengan sebutir kurma.”
lbnu Hajar menambahkan bahwa al-A’masyi berkata, “Walaupun hanya dengan perkataan yang baik.” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sekaligus sahih.
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ismail bin Muslim dari Hasan dan Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi Saw., beliau bersabda, pada hari Kiamat, akan didatangkan seorang anak cucu Adam dan dihadapkan kepada Allah. Allah lalu bertanya kepadanya, “Aku telah memberimu anugerah, karunia, dan kenikmatan. Lalu apa yang telah kamu perbuat?” Dia menjawab, “Wahai Tuhanku, aku telah mengumpulkannya, mengembangkannya, lalu meninggalkannya dalam keadaan lebih banyak daripada sebelumnya. Maka kembalikanlah aku, nanti aku akan datang lagi kepada-Mu dengan membawa semua itu.”
Allah lalu berfirman, “Perlihatkan saja kepada-Ku apa yang telah kamu lakukan itu.” Ternyata dia seorang hamba yang tidak pernah melakukan satu kebajikan pun dengan nikmat tersebut. Karenanya, dia dibawa ke neraka.
Hadis serupa dituturkan oleh Ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin, dengan ada tambahan kalimat pada bagian akhir, “Seolah-olah dia seperti anak domba yang ringkih.” Sedang menurut al-Harawi, tambahannya, “Seolah-olah dia seperti anak domba karena hinaannya.”
Menurutku, sabda Nabi Saw., “Tidak seorang pun dari kalian,” maksudnya, bahwa setiap orang yang akan masuk surga —yang bukan tanpa hisab, dia pasti akan diajak bicara oleh Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya sewaktu di dunia. Wallahu a’lam.
Cobalah direnungkan, hai saudaraku. Ketika Allah menyebut dosa-dosamu secara langsung, ketika Dia berkata, “Hai hamba-Ku, apakah kamu tidak merasa malu berhadapan dengan-Ku dalam keadaan membawa dosa yang begitu banyak? Nyatanya, kamu merasa malu terhadap makhluk-Ku dan berusaha memperlihatkan kebaikan kepada mereka. Tetapi, itu tidak kamu lakukan kepada-Ku. Apakah di matamu, Aku ini lebih rendah daripada mereka, sehingga kamu meremehkan pengawasan-Ku dan tidak memedulikan Aku? Bukankah Aku yang telah memberikan kenikmatan-kenikmatan kepadamu? Apa yang telah memperdayakanmu berbuat kepadaku seperti itu?”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, tidak seorang pun dari kalian melainkan akan diajak berdua dengan Allah sebagaimana salah seorang dari kalian yang sedang berdua dengan bulan di malam purnama. Kemudian Allah berfirman, “Wahai anak cucu Adam, apa yang telah memperdayakanmu sehingga kamu tidak memperhatikan-Ku? Wahai anak cucu Adam, apa yang telah kamu lakukan dengan pengetahuan yang kamu miliki? Wahai anak cucu Adam, kenapa kamu tidak memenuhi seruan para utusan itu? Wahai anak cucu Adam, bukankah Aku selalu mengawasi sepasang matamu, tetapi mengapa kedua matamu kamu gunakan untuk memandang hal-hal yang tidak halal bagimu? Bukankah Aku selalu mengawasi kedua telingamu? (Demikian seterusnya dengan anggota-anggota tubuh yang lain).
Bagaimana dengan rasa malumu atas kenikmatan-kenikmatan yang telah diberikan kepadamu, dan kedurhakaan serta keburukan-keburukan lain yang kamu Lakukan? Jika kamu mengingkari semua itu, maka anggota-anggota tubuhmu akan memberikan kesaksian yang sebenarnya.” Karenanya, kita selalu berlindung kepada Allah dari pengungkapan aib di hadapan para makhluk atas kesaksian anggota-anggota tubuh kita sendiri. Allah Ta’ala telah berjanji akan menutupi aib orang-orang yang beriman, dan tidak akan memperlihatkannya kepada orang lain. Ini semata-mata karunia dari-Nya.
Kemudian, ada pertanyaan, apakah Allah Ta’ala akan berbicara dengan orang-orang Kafir ketika mereka dihisab? Hal tersebut terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, sebagaimana yang telah kami sebutkan pada bab Nama-nama Hari Kiamat. Insya Allah, lebih lengkapnya nanti akan diterangkan.
Apakah Allah Ta’ala Berbicara Juga Dengan Golongan Jin?
Jika dikatakan, sesungguhnya Allah mengabarkan kepada manusia bahwa amal perbuatan mereka itu akan dibalas dan dihisab, Allah juga mengabarkan bahwa Dia akan memenuhi neraka Jahanam dengan jin dan manusia. Tetapi, Dia tidak mengabarkan sama sekali tentang balasan pahala dan hisab bagi jin. Bagaimana pendapat kalian? Apakah Allah juga berbicara kepada jin? Jawabnya ialah bahwa sesungguhnya Allah mengabarkan bahwa jin dan manusia itu akan ditanya sebagaimana firman-Nya,
“Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?’ Mereka menjawab, “(Ya). Kami menjadi saksi atas dirj kami sendiri.” (QS. al-An’am: 130)
Itu tadi merupakan salah satu contoh pertanyaan Allah kepada jin. jadi, mereka termasuk yang terkena khithab Allah. Pemakaian kalimat “minkum” atau di antara kalian dalam beberapa ayat al-Qur‘an itu secara eksplisit sebenarnya mencakup manusia sekaligus juga jin. Mengingat kedua jenis makhluk ini mempunyai banyak kesamaan, terutama dalam masalah pahala dan siksa, maka khitab untuk mereka dijadikan satu. Jadi, seakan-akan mereka adalah satu jama’ah atau golongan, dan mereka diciptakan juga sama-sama untuk mengabdi kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.’ (QS. adz-Dzariyat: 56)
Masalah pahala dan siksa itu erat kaitannya dengan pengabdian atau penyembahan. Hanya Saja, jin itu diciptakan dari nyala api, sementara manusia diciptakan dari tanah. Jadi, asal ciptaan kita dengan mereka berbeda. Sama seperti kita, mereka ada yang beriman dan juga ada yang kafir. Iblis juga musuh bagi jin dan juga pagi kita. Iblis akan memusuhi jin yang beriman dan akan mengasihi yang kufur. Mereka juga memiliki berbagai macam aliran; seperti Syiah, Qadariyah, dan Murji’ah. Dan, itulah makna firman Allah Ta’ala,
“Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. al-Jinn: 11)
Ada yang mengatakan bahwa firman Allah Ta’ala,
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka itu penghuni surga. Mereka kekal di dalamnya,” (QS. al-Baqarah: 82)
Ini mencakup jin dan manusia. Jadi seperti halnya manusia, jin pun termasuk yang dijanjikan Allah masuk surga.
Seterusnya, jika ditanyakan, apa hikmah disebutnya jin dan manusia dalam ayat yang menyinggung tentang ancaman, tetapi dalam ayat yang menyinggung tentang janji, jin tidak disebut-sebut? Jawabnya ialah bahwa sebenarnya manusia maupun jin itu sama-sama disebut dalam ayat yang menyinggung tentang janji. Contohnya seperti firman Allah Ta’ala,
“Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat dahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Ahqaf: 18)
“Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf: 19)
Yang dimaksud “setiap orang” pada ayat ini adalah jin dan manusia, janji dan ancaman untuk bangsa jin sama dengan manusia.
Ada juga yang mengatakan, baik jin dan manusia sama-sama mendapat khithab dari Allah di dalam neraka, berdasarkan firman-Nya,
“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri.“” (QS. Ibrahim: 22)
“(Setan) yang menyertainya berkata (pula), “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang jauh.’” (QS. Qaf: 27)
Namun, mengapa tidak ada kabar tentang dialog kedua golongan tersebut di dalam surga? Maka bisa dikatakan bahwa dialog yang terjadi itu adalah antara salah seorang manusia dengan setan yang menjadi garin-nya (teman dekatnya) di dunia, orang itu mengatakan, “Dia yang telah menyesatkan aku dan membuatku durhaka.” Setan qarin tersebut menjawab, “Tuhanku, aku tidak menyesatkannya justru dia sendirilah yang tersesat dan durhaka.” Dan hal ini tidak menjadi sebab dialog antara keduanya di dalam surga, sehingga tidak ada pembicaraan itu.
Pemberlakuan Qisas Pada Hari Kiamat
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasuluilah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, hak-hak itu pasti akan dikembalikan kepada pemiliknya, sehingga kambing yang tidak bertanduk pun akan melakukan pembalasan kepada kambing yang bertanduk.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang pernah berbuat zalim kepada saudaranya, baik terhadap harga diri maupun sesuatu yang lain, maka hendaknya dia meminta halal (meminta maaf) kepadanya pada hari itu juga, sebelum tidak ada dinar dan dirham, di mana jika dia mempunyai amal kebaikan pada hari itu, maka pada hari itu juga amal kebaikannya akan dilimpahkan kepada orang yang dizaliminya, seukuran dengan perbuatan zalim yang telah diperbuatnya. Dan, jika dia tidak mempunyai amal kebaikan, maka keburukan orang yang dizaliminya akan dilimpahkan kepadanya (orang yang menzalimi).”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut (al-muflis) itu?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut itu adalah mereka yang tidak memiliki dirham atau harta benda.” Beliau berkata, “Orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Tetapi, ketika di dunia dia mencaci orang, menuduh orang, memakan harta orang, membunuh orang, dan memukul orang. Sehingga, dia memberikan sebagian kebajikan-kebajikannya kepada orang itu, dan sebagiannya lagi dia berikan kepada yang lainnya. Jika kebajikan-kebajikannya sudah habis padahal masih ada tanggungan yang belum dipenuhinya, maka dosa-dosa mereka (orang yang dizalimi) dibebankan kepadanya hingga dia dilemparkan ke neraka.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Muhammad bin Tsa’labah bin Siwa’ dari Muhammad bin Siwa’ dari Husain al-Mu’allim dari Mathar al-Waraq dari Nafi’ dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang meninggal, dan dia masih mempunyai tanggungan utang satu dinar atau satu dirham (padahal dia mampu), maka dia harus melunasinya dengan kebajikan-kebajikannya. Di sana, tidak ada dinar ataupun dirham. Dan barang siapa yang meninggalkan utang atau harta pada orang lain, maka itu menjadi tanggungan Allah dan rasul-Nya.”
Diriwayatkan oleh al-Harits bin Abu Usamah dari Abdullah bin Unais, dia berkata, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,
Allah akan mengumpulkan hamba-hamba-Nya atau seluruh manusia, seraya beliau menunjuk kg arah negeri Syam, —dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan, dan sama sekali tidak mempunyai apa-apa Lalu Allah menyeru mereka dengan Suara yang dapat terdengar dari jauh maupun dari dekat, “Aku adalah Maharaja. Aku adalah Yang Mahakuasa. Tidak sepatutnya seorang dar penghuni surga masuk ke dalam surga, sementara ada seorang dari penghuni neraka yang menuntutnya karena pernah berbuat zalim kepadanya sekalipun itu hanya sekali tamparan, Dan tidak sepatutnya bagi penghuni neraka masuk ke dalam neraka, sementara ada Seorang dari penghuni surga yang menuntutnya karena pernah berbuat zalim kepadanya sekalipun itu hanya sekali tamparan.” Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara membalasnya, padahal kami datang kepada Allah dalam keadaan telanjang dan tidak berkhitan?” Beliau lalu bersabda, “Dengan kebaikan-kebaikan (pahala) dan keburukan-keburukan (dosa).”
Syekh al-Qurthubi berkata, hadis inilah yang dimaksud oleh Bukhari dengan mengatakan bahwa Jabir bin Abdullah melakukan perjalanan selama sebulan untuk menemui Abdullah bin Unais untuk mendapatkan sebuah hadis.
Sufyan bin Uyainah meriwayatkan dari Mus’ir bin Amr bin Marrah, dia berkata, aku mendengar bahwa asy-Sya’bi berkata, telah meriwayatkan kepadaku ar-Rabi’ bin Khaitsam, dia berkata, sesungguhnya di akhirat, orang-orang yang mempunyai piutang akan lebih keras lagi menagih piutangnya daripada kalian di dunia. Orang yang berutang akan ditahan, dan orang-orang yang mengutanginya akan mengambil apa saja darinya, hingga orang yang berutang itu berkata, “Wahai Tuhanku, tidakkah Engkau melihat bahwa aku sudah tidak mempunyai apa-apa?” Lalu Allah berfirman, “Ambillah kebaikan-kebaikannya seukuran utang yang harus dibayarkan kepada mereka.” Namun, jika dia tidak mempunyai kebaikan-kebaikan, maka Allah berfirman, “Tambahi keburukan-keburukannya dengan sebagian dari keburukan-keburukan mereka.”
Abu Umar bin Abdul Barr menyebutkan dari hadis al-Barra’ dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Pada hari Kiamat, orang-orang yang mempunyai utang akan ditawan karena utangnya.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim al-Hafizh dari Zadzan Abi Umar, dia berkata bahwa Ibnu Mas’ud telah berkata, pada hari Kiamat, masing-masing diletakkan di depan semua makhluk jalu terdengar seruan yang berbunyi, “Orang ini adalah Fulan bin Fulan. Barang siapa haknya pernah diambil orang ini, maka ambillah sekarang.” Pada saat mereka datang untuk meminta haknya, Allah berkata, “Berikanlah hak mereka.” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, aku sudah tidak mempunyai apa-apa lagi dan sudah habis sewaktu di dunia. Bagaimana mungkin aku dapat memberikan hak mereka?” Allah lalu berfirman kepada malaikat, “Ambillah amal kebaikannya, dan bagikan kepada setiap orang yang menuntut haknya, sesuai dengan tuntutannya.” Jika orang yang bersangkutan tersebut adalah orang yang dikasihi Allah (orang saleh), maka kebaikan-kebaikannya akan dilipatgandakan, sehingga semua hak orang lain yang ada padanya dapat dibayar dan dia pun dapat masuk ke dalam surga.
Kemudian Ibnu Mas’ud membaca firman Allah Ta’ala,
“sungguh, Allah tidak akan menzalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.” (QS. an-Nisa’: 40)
Jika hamba tersebut termasuk orang celaka, malaikat lalu berkata, “Ya Tuhan, amal kebajikannya sudah habis, sementara orang-orang yang menuntutnya masih banyak.” Allah lalu berfirman kepada malaikat, “Ambillah amal kejahatan mereka (orang yang menuntut) lalu limpahkan kepadanya. Setelah itu, pukullah dia dan masukkan ke dalam neraka.”
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari ibnu Mas’ud, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya ada seorang anak yang mempunyai utang kepada kedua orang tuanya. Pada hari Kiamat, mereka berdua akan menagihnya, lalu si anak menjawab, “Aku anak kalian sendiri.” Mereka akan tetap menagih atau bahkan berharap seandainya piutang mereka lebih banyak lagi.
Diriwayatkan oleh Abu Razin dari Abu Hurairah, dia berkata, kami mendengar bahwasanya pada hari Kiamat ada seseorang yang terkait dengan orang lain yang tidak dikenalinya, lalu orang itu berkata kepadanya, “Apa maumu, Kita saja tidak pernah kenal?” Dia lalu. menjawab, “Kamu pernah melihatku melakukan kesalahan dan kemungkaran, tetapi Kamu tidak mau mencegahku!”
Ibnu Mas’ud berkata, “Pada hari Kiamat, seorang wanita akan merasa sangat senang karena dia masih mempunyai hak terhadap ayahnya, anaknya, saudaranya, atau terhadap suaminya.”
“Maka tidakiah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya.” (QS. al-Mu’minun: 101)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir, dia berkata, ketika aku pulang menuju Rasulullah Saw. lewat jalur laut, beliau lalu bertanya, “Apakah kalian tidak ingin menceritakan kepadaku keajaiban-keajaiban yang pernah kalian saksikan di negeri Habsyah?” Lalu beberapa pemuda di antara mereka menjawab, “Tentu saja, wahai Rasulullah.” Pada suatu hari ketika kami sedang duduk santai, lewatlah seorang nenek di hadapan kami dengan memanggul kendi di atas kepalanya yang berisikan air. Dia berjalan melewati seorang pemuda. Lalu, pemuda itu memegangi pundak si nenek dan mendorongnya hingga dia jatuh terjungkal, dan kendinya pun pecah.
Lalu, nenek itu berusaha bangkit. Sambil memandang ke pemuda tersebut, dia berkata, “Kelak kamu akan tahu balasannya, hai anak durhaka, yaitu, ketika Allah sudah memasang Kursi-Nya dan mengumpulkan umat-umat yang dahulu dan terakhir, lalu tangan serta kaki mereka akan berbicara dan menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan. Dan, kamu akan tahu kelanjutan urusan kita ini nanti.”
Mendengar itu, Rasulullah Saw. bersabda, “Nenek itu benar, nenek itu benar. Bagaimana mungkin Allah akan menyucikan suatu umat, kalau kejahatan orang-orang yang kuat terhadap orang-orang yang lemah tidak dituntutnya.”
Ada sebagian orang-orang yang lalai yaitu orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa berpedoman kepada petunjuk Allah berkata, “Menurut kebijaksanaan dan keadilan Allah Ta’ala, tidaklah mungkin mengambil keburukan-keburukan seseorang lalu diberikan kepada orang lain yang sama sekali tidak pernah melakukannya. Begitu juga, tidaklah mungkin mengambil kebaikan-kebaikan seseorang lalu diberikan kepada orang lain yang sama sekali tidak pernah melakukannya. Dalam pandangan mereka, hal itu adalah tindakan sewenang-wenang dan zalim. Mereka berpedoman pada firman Allah Ta’ala,
“Setiap perbuatan dosa seseorang, dirinya sendiri yang bertanggung jawab. Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)
Jadi keabsahan hadis-hadis di atas perlu dipertanyakan kembali karena dianggap bertentangan dengan ayat al-Qur’an tadi dan akal.
Jawabannya adalah sesungguhnya Allah Ta’ala menjelaskan agama-Nya itu tidak berdasarkan akal manusia. Allah memberikan janji dan menyampaikan ancaman tidak diukur menurut pemahaman mereka, melainkan berdasarkan kehendak serta kuasa-Nya sendiri. Allah memberi perintah dan larangan juga berdasarkan hikmah dan kebijakan-Nya sendiri Dan kalau tidak terjangkau oleh akal manusia lalu ditolaknya, tentu sebagian besar syariat juga harus ditolak karena dianggap mustahil dapa terjangkau oleh akal manusia.
Contohnya, kenapa seseorang yang hanya karena mengeluarkan sperma, yang menurut, para sahabat dan sebagian besar ulama hukum, nya suci, dia diharuskan mandi janabat? Semen, tara kalau dia mengeluarkan tinja yang Menurut semua ulama hukumnya najis, kotor, dan busuk dia hanya diwajibkan cebok saja? Lalu, kenapa hanya karena mengeluarkan kentut, seseorang dihukumi sama seperti dia buang air besar Menurut akal, hal itu jelas kontradiktif. Sebab, bagaimana mungkin bisa dibenarkan oleh akal pikiran manusia menyamakan kentut yang tidak ada wujud bendanya dengan tinja yang berwujud benda menjijikkan dan berbau sangat busuk?
Contoh lain ialah orang yang mencuri uang sebanyak sepuluh dirham atau bahkan tiga dirham atau kurang, hukumannya sama dengan orang yang mencuri uang sebanyak ratusan ribu dinar; yakni dipotong tangan kanannya. Bagaimana bisa dipahami oleh akal ketetapan Allah tersebut? Di mana letak keadilannya?
Contoh lain lagi ialah, seorang ibu mendapatkan warisan sebanyak sepertiga dari anaknya yang meninggal. Tetapi, kalau mendiang anaknya itu mempunyai beberapa orang saudara perempuan, maka bagian warisan ibu hanya seperenam, dan saudara-saudaranya tidak mendapatkan warisan sekali. Akal siapa yang bisa menerima sistem pembagian seperti itu. Tetapi, betapa pun hal itu harus diterima dan dipatuhi, karena memang berasal dari Allah Ta’ala.
Masih banyak lagi contoh-contoh lain yang serupa. Demikian pula dengan masalah qisas, dengan memberikan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan nanti pada hari Kiamat. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tidak seorang pun dirugikan walau sedikit.” (QS. al-Anbiya’: 47)
“Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka.” (QS. al-Ankabut: 13)
“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka pada hari Kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).” (QS. an-Nahl: 25)
Itulah ayat-ayat yang menjelaskan firman Allah Ta’ala,
“Dan seseorang tidak akan memikul beban dosa orang lain.” (QS. al-An’am: 164)
Maksudnya, dia tidak memikul dosa orang lain sepanjang dia tidak bertindak zalim terhadap orang lain. Tetapi, jika dia bertindak zalim terhadap orang lain dan tidak memperoleh maaf darinya sampai meninggal, maka dia akan dibalas Allah dengan melimpahkan kebaikannya kepada orang tersebut, atau melimpahkan kejahatan orang tersebut kepadanya.
Kalau demikian, maka setiap muslim wajib menghisab dirinya sendiri, seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khaththab, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah kalian sebelum kalian ditimbang.” Menghisab diri sendiri artinya bertobat sebelum meninggal dari segala perbuatan maksiat dengan sebenar-benarnya tobat, menyesali kelalaian-kelalaian terhadap hal-hal yang diwajibkan Allah, menyelesaikan kezaliman-kezaliman sekecil apa pun dengan orang yang bersangkutan, dan meminta maaf kepada setiap orang yang pernah dizalimi, baik zalim dengan ucapan, tangan, ataupun hati. Sehingga, dia tidak lagi mempunyai beban atau masalah dan diharapkan dia bisa masuk ke dalam surga tanpa dihisab.
Apabila dia meninggal sebelum menyelesaikan semua persoalan itu, di akhirat kelak dia akan dikeroyok oleh orang-orang yang pernah dirugikannya. Ada yang memegang tangannya, ada yang merenggut ubun-ubunnya, ada yang memegang dadanya, dan lain sebagainya, sambil berkata, “Kamu dahulu pernah menzalimiku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah mencaciku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menghinaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menggunjingku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah berbuat jahat kepadaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menyalahiku, sekarang akan kutuntut.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah berlaku curang kepadaku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu pernah menipuku.” Ada yang berkata, “Kamu dahulu ketika kaya dan melihat aku miskin, kamu tidak mau menolong memberi makan aku.” Dan ada juga yang berkata, “Kamu dahulu melihat aku dizalimi orang, tetapi kamu tidak membelaku padahal kamu kuasa melakukannya.”
Begitu seterusnya. Kalau sudah dikeroyok seperti itu, dia akan kebingungan, bagaimana memenuhi tuntutan mereka semua. Dia tidak akan kuasa melawan mereka. Lalu, dia berusaha memohon pertolongan kepada Allah agar dibebaskan dari kesulitan tersebut. Namun, tiba-tiba telinganya malah mendengar seruan Allah Ta’ala,
“Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini.” (QS. Ghafir: 17)
Pada saat itu, hatinya terasa copot karena gentar dan ketakutan. Kehancurannya sudah berada di depan mata, lalu dia baru teringat apa yang dahulu pernah diperingatkan Allah dalam firman-Nya,
“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang tergesa-gesa (memenuhi panggilan) dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS. Ibrahim: 42-43)
Sangat boleh jadi, hari ini ketika masih di dunia kamu begitu senang menyerang kehormatan orang lain dan merampas harta mereka. Tetapi, pada hari Kiamat, kamu akan merasa rugi ketika berdiri di depan Allah untuk diadili atas segala kejahatan yang pernah kamu lakukan. Kelak semua amal kebaikanmu akan habis untuk membayar kezaliman-kezalimanmu pada orang lain. Pada saat itu, kamu dalam keadaan bangkrut, miskin, tak berdaya, terhina, dan tidak sanggup mengembalikan hak atau mengemukakan alasan apa pun. Semua kebajikan yang pernah kamu kumpulkan dengan susah payah selama hidup akan diambil, lalu diberikan kepada orang-orang yang pernah kamu zalimi.
Renungkan musibah yang akan menimpamu pada hari seperti itu, ketika kamu sudah tidak mempunyai kebajikan barang sedikit pun. Semua sudah habis oleh noda-noda pamrih dan segala tipu daya setan. Jika ternyata kamu masih punya sisa satu kebajikan saja, orang-orang yang pernah kamu zalimi akan segera memperebutkan untuk mendapatkannya.
Ada yang mengatakan bahwa sekalipun kamu memiliki pahala seperti yang dimiliki oleh 70 orang nabi, namun kamu masih punya tanggungan berupa separuh butir gandum yang belum kamu selesaikan, maka kamu tidak akan diperbolehkan masuk surga sebelum orang tersebut rida. Konon untuk membayar separuh butir gandum tersebut, kamu harus mengeluarkan 700 pahala shalat yang diterima Allah dan diberikan kepada orang tersebut. Demikian dituturkan oleh al-Qusyairi dalam kitabnya, at-Tahbir.
Abu Hamid mengatakan, “Seandainya kamu mau menghisab diri kamu sendiri yang selalu rajin berpuasa sunah pada siang hari dan menjalankan shalat sunah pada malam harinya, namun kamu setiap harinya kamu isi dengan mempergunjingkan sesama muslim (ghibah). Tetapi, untuk menebus kesalahan itu, kamu harus mengeluarkan seluruh amal kebajikanmu.
Lalu, bagaimana dengan amal-amal kejahatanmu yang lain, seperti memakan sesuatu yang haram atau syubhat dan melalaikan ketaatan-ketaatan kepada Allah? Bagaimana mungkin kamu berharap bisa selamat dari kezaliman-kezaliman yang pernah kamu lakukan, pada hari di mana kambing yang tidak bertanduk akan membalas kepada kambing yang bertanduk Pada saat itu, orang kafir akan mengatakan,
‘Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (QS. an-Naba’: 40)
Bagaimana nasibmu nanti, hai orang yang malang, pada hari ketika kamu melihat buku catatan amalmu kosong dari kebajikan-kebajikan yang telah kamu usahakan dengan susah payah? Saat itu kamu akan bertanya, “Di mana semua amal kebajikanku?” Dan akan dijawab, “Sudah dialinkan ke buku catatan amal orang-orang yang pernah kamu zalimi.”
Sebaliknya, kamu akan melihat buku catatan amalmu penuh dengan dosa-dosa orang lain. Ketika kamu protes kepada Allah dengan mengatakan bahwa dosa-dosa itu tidak pernah kamu lakukan, maka akan dijawab bahwa itu adalah dosa orang yang pernah kamu gunijing, dosa orang yang pernah kamu caci maki, dosa orang yang pernah kamu salahi, dosa orang yang pernah kamu zalimi, dosa orang yang pernah kamu curangi, dosa orang yang pernah kamu tipu, dan masih banyak lagi.
Takutlah kepada Allah, jangan sampai kamu berbuat zalim kepada sesama manusia dengan cara mengambil hartanya, menyerang kehormatannya, mengecewakan hatinya, atau tindakan apa saja yang merugikannya. Jika kamu berbuat salah kepada Allah, bergegaslah mohon ampunan kepada-Nya. Dan jika kamu berbuat zalim kepada orang lain yang sulit kamu temui untuk dimintai maafnya, sementara kamu sudah bertobat dari perbuatanmu, maka sering-sering memohonkan ampunan kepada Allah. Barangkali dengan cara itu, Allah berkenan membantu kesulitanmu tersebut membuat orang lain yang Kamu zalimi itu merasa rida dan ikhlas.
Sabda Nabi Saw., “Lalu Allah menyeru mereka dengan suara,” riwayat di atas merupakan dalil bagi orang yang mengatakan bahwa kalam (perkataan) Allah itu terdiri dari suara dan huruf. Padahal, mustahil Allah memiliki salah satu sifat seperti makhluk-Nya tersebut. Seruan Allah itu disampaikan lewat seruan majaikat yang dekat dengan-Nya. Dengan kata lain, malaikatlah yang menyeru berkat izin dan perintah Allah. Dan hal yang seperti itu lazim terjadi. Orang biasa mengatakan, “Si raja memanggil”, atau, “Aku mendengar panggilan Raja” dan lain sebagainya. Atau, seperti firman Allah Ta’ala
“Dan Fir’aun berseru kepada kaumnya.” (QS. az-Zukhruf: 51)
Yang dimaksud ialah seseorang berseru atas perintah Fir’aun. Istilah-istilah seperti itu sama seperti omongan orang, “Raja membunuh si Fulan”, atau, “Raja memukul si Fulan”’, dan lain sebagainya. Yang dimaksud bukan Raja yang melakukan sendiri pembunuhan atau pemukulan tersebut, namun dia hanya mengeluarkan perintah pembunuhan atau pemukulan. Hal itu juga sama dengan kalimat yang berlaku dalam hadis sahih yang menyatakan, sesungguhnya para malaikat berseru di hadapan seluruh manusia yang ada di Padang Mahsyar, lalu mereka berkata kepada orang-orang bertakwa dan mendapat petunjuk, “Ketahuilah, sesungguhnya Fulan bin Fulan …”
Contohnya lagi seperti keterangan di bawah ini yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id bahwa Rasulullah Saw. bersabda, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla akan menunda hingga berlalu separuh malam yang pertama. Kemudian Dia memerintahkan malaikat untuk berkata, “Apakah ada orang yang berdoa yang menginginkan dikabulkan doanya? Apakah ada orang yang memohon ampunan yang ingin diampuni dosanya? Dan, apakah ada orang yang meminta yang ingin dikabulkan permintaannya?”
Tetapi, ada yang menyanggah argumen yang saya kemukakan tadi. Soalnya, kalimat berikutnya yang berbunyi, “Aku adalah Yang Mahakuasa”, dan itu keluar dari Allah Tuhan seru semesta alam sendiri, bukan dari malaikat. Atas sanggahan tersebut periu saya katakan bahwa malaikat berseru itu atas nama Allah. Jadi, hukumnya dikembalikan kepada Allah Tuhan seru semesta alam. Dalilnya ialah, misalkan ada orang di antara kita membaca firman Allah, “Sesungguhnya Aku adalah Allah”, maka yang dimaksud kata “Aku” bukanlah orang yang membacanya tadi, tetapi Allah. Orang yang membaca tadi hanya sekadar mengutipnya saja.
Pengumpulan Binatang di Padang Mahsyar, Serta Berlakunya Qisas Sesamanya
Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah, apakah binatang ternak itu akan dikumpulkan kembali dan diberlakukan qisas di Padang Mahsyar atau tidak? Menurut salah satu pendapat Ibnu Abbas, dikumpulkannya binatang melata dan unggas adalah kematian mereka. Tetapi, menurut pendapat Ibnu Abbas lainnya seperti yang dikutip oleh adh-Dhahhak, binatang-binatang ternak itu kelak akan dikumpulkan dan dibangkitkan kembali. Pendapat ini didukung oleh Abu Dzar, Abu Hurairah, Amr bin ‘Ash, Hasan al-Bashri, dan ulama-ulama lainnya. Dan, sepertinya pendapat yang kedua inilah yang benar. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan”, (QS. at-Takwir: 5)
“Kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. al-An’am: 38)
Abu Hurairah berkata, pada hari Kiamat, Allah akan mengumpulkan seluruh makhluk, termasuk binatang ternak, burung-burung, binatang melata, dan semuanya. Bahkan, untuk menunjukkan keadilan Allah yang sempurna, kelak seekor kambing yang tak bertanduk akan diberi kesempatan untuk menuntut balas atas kambing yang bertanduk, yang pernah menzaliminya sewaktu di dunia. Kemudian Allah Ta’ala berfirman kepada mereka semua, “adilah kalian tanah.” Dan itulah yang mengilhami orang kafir yang sedang disiksa untuk mengatakan seperti yang dikutip al-Qur’an,
‘“Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (QS. an-Naba’: 40)
Riwayat senada dikutip dari Ibnu Umar dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘sh. Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa pada hari Kiamat, ketika binatang-bintang ternak sudah menjadi debu (tanah), maka debu itu kemudian ditaburkan oleh malaikat ke wajah orang-orang kafir. Itulah makna firman Allah,
“Dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram).” (QS-Abasa: 40)
Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud firman Allah Ta’ala,
“Kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan,” (QS.al-An’am: 38)
Yang dimaksud adalah pengumpulan orang-orang kafir. Sedangkan firman Allah sebelumnya,
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab,” (QS.al-An’am: 38) merupakan sisipan dalam rangka penegakan hujah atau argumen.
Ada yang mengatakan bahwa pembicaraan dalam hadis tadi merupakan gambaran betapa besarnya urusan hisab dan qisas. Sehingga, diharapkan timbul pemahaman bahwa setiap orang itu tidak mungkin bisa lolos dari urusan besar ini. Bahkan, ada keterangan tambahan dalam hadis selain kitab ash-Shahih, dikatakan, “Sehingga kambing yang tidak bertanduk akan menuntut balas terhadap kambing yang bertanduk, batu akan menuntut balas terhadap benda-benda yang pernah menaikinya, dan batang dahan kayu akan menuntut balas terhadap benda-benda yang pernah menggoresnya.”
Mereka berkata, maksud hadis tersebut hanyalah gambaran atau simbolik saja. Sebab, binatang dan benda-benda mati yang tidak berakal tidak akan diminta pertanggungjawaban, oleh Allah, apalagi disiksa atau diberi pahala. Tetapi, pendapat mereka disanggah oleh sebagian orang yang beranggapan bahwa jenis makhluk tersebut kelak akan dikumpulkan dapat dibangkitkan kembali. Menurut mereka, peristiwa pengumpulan dan kebangkitan kembali jenis makhluk yang tidak berakal tersebut adalah karena hikmah ilahi yang berlaku di dunia dan di akhirat, dan itu sudah diatur dan dipertimbangkan sedemikian rupa.
Ada juga sementara orang yang berpendapat bahwa jenis makhluk tersebut tidak di kumpulkan dan tidak pula dibangkitkan kembali, Menurut mereka, benda mati itu tidak mengetahui apa-apa dan binatang itu bukanlah manusia yang Mempunyai akal. Menyinggung tentang orang-orang yang sesat, Allah Ta’ala berfirman,
“Mereka itu hanyalah seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat jalannya.” (QS. al-Furqan: 44}
Seandainya binatang ternak itu mempunyai akal atau pemahaman, tentu derajat orang kafir atau orang fasik tidak akan sampai disandarkan seperti binatang-binatang itu, sebagai gambaran kehinaan dan kerendahannya. Allah juga menyifati orang kafir itu sebagai orang mati dan tuli, yang sedang diperintah untuk melihat dan mengingat, sebagaimana firman-Nya,
“Dan (tidak pula) menjadikan orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling ke belakang.” (QS. an-NamI: 80)
“Maka, apakah engkau (Muhammad) dapat menjadikan orang yang tuli bisa mendengar, atau (dapatkah) engkau memberi petunjuk kepada orang yang buta (hatinya).” (OS. az-Zukhruf: 40)
“Mereka tuli, bisu dan buta, sehingga mereka tidak dapat kembali.” (QS. al-Baqarah: 18)
Kepada mereka perlu dikatakan bahwa persoalannya tidak seperti itu. Anggapan kamu itu sama sekali tidak benar. Kamu kurang memahami ayat-ayat yang dijadikan dasar tersebut. Cobalah kamu renungkan lagi, nanti kamu akan mendapati bahwa Allah menyifati mereka (orang-orang kafir) sebagai benda mati dan tuli, sebagaimana Allah menyifati mereka dengan buta dan bisu. Pada hakikatnya, mereka bukanjah orang-orang mati, bukan tuli, bukan buta, dan bukan bisu dalam arti yang sebenarnya. Tetapi, mereka adalah orang-orang yang mati hatinya dan tidak bisa melihat kebenaran.
Demikian pula Allah menyifati binatang ternak sebagai makhluk yang sesat. Namun, dalam bukan arti yang sebenarnya. Binatang ternak tidaklah sesat, jika ditinjau dari syariat dan hikmahnya. Bagaimana mungkin binatang dikatakan sesat sedangkan Allah dengan tegas berfirman bahwa binatang tersebut akan dikumpulkan. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. al-An’am: 38)
Maka demi Tuhanmu, Kami akan mengumpulkan mereka sebanyak-banyaknya dan menghisabnya dengan hisab yang ringan. Andai saja al-Qur’an ini bukan dari sisi Allah, niscaya mereka akan mendapatkan banyak perselisihan di dalamnya. Sesungguhnya Allah hanya akan bertanya kepada yang berakal dan akan menghisab kepada orang yang diberi kelebihan dan keutamaan.
Allah menciptakan makhluk-Nya dengan dunianya sendiri-sendiri. Dunia yang satu berbeda dengan dunia lainnya. Allah menjadikan baginya masing-masing falak, ufuk, gelap, dan terang. Kemudian masing-masing makhluk akan berjalan pada falak dan ufuknya sesuai dengan malam dan siangnya, pendengaran dan penglihatannya, serta ilmu dan pemahamannya. Tiap-tiap makhluk itu akan mengambil suatu hukum sesuai dengan akalnya (kecerdasannya) atau kebodohannya, menjalankan tugasnya sesuai dengan nalurinya, hikmahnya, sunnahnya, dan syariatnya.
Makhluk itu ada yang paling rendah dan ada pula yang paling tinggi, contohnya malaikat rohani. Dalam barisannya, mereka dapat melihat kita, sedangkan kita tidak dapat melihat mereka. Pengetahuannya lebih banyak daripada pengetahuan kita. Mereka menyaksikan kelemahan kita sehingga mereka lebih banyak menguasai kita. Hal itu karena kurangnya pengetahuan kita terhadap hal-hal yang hakiki.
Siapa pun yang memperhatikan binatang ternak, maka dia akan mendapati binatang tersebut akan melaksanakan tugas yang diembankan sebatas kemampuannya. Maka, bisa juga dikatakan bahwa binatang tersebut tetap mengerti dan berakal.
Adapun yang berhubungan dengan ini, Rasulullah Saw. pernah bersabda, ketika menguasai seekor unta liar, yang berada di dalam pekarangan Bani Najjar. Pada saat itu, orang-orang tidak berani mendekatinya, lalu Rasulullah Saw. menghampirinya. Begitu melihat beliau, unta itu langsung duduk menderum dan meletakkan mulutnya di atas tanah. la tunduk di hadapan beliau dan menyerah. Beliau lalu minta diambilkan tali kekang. Setelah berhasil memasang tali kekang pada binatang itu, orang-orang yang menyaksikan kagum atas apa yang telah dilakukan beliau, lalu beliau berpaling ke arah mereka seraya bersabda, “Kenapa kalian meski kagum? Sesungguhnya makhluk yang berada di langit dan di bumi ini tahu bahwa Aku adalah utusan Allah, kecuali jin dan manusia yang durhaka.”
Dan dalam kitab-kitab Shahih, riwayatkan juga dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Pada hari Jumat, tidak seekor pun dari binatang, melainkan dia akan menajamkan telinganya menunggu tibanya hari Kiamat.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidaklah seorang pun yang mendengar suara muazin, baik itu jin, manusia, pohon, tanah, dan apa saja, melainkan semuanya akan memberikan kesaksian baginya pada hari Kiamat.”
Syekh al-Qurthubi berkata, hadis ini telah diriwayatkan oleh Malik dalam kitabnya, al-Muwaththa’, dan ibnu Majah dalam SunanNya, dengan menggunakan redaksi Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri. Dan sungguh telah disebutkan pula di atas bahwa suara mayat itu bisa didengar oleh apa saja, kecuali manusia. Dalam riwayat lainnya, Kecuali jin dan manusia. Riwayat seperti itu cukup banyak dan sebagian besar sudah saya tuturkan dalam kitab ini. Setiap binatang dan benda-benda mati juga akan dikumpulkan Allah di akhirat nanti. Karena, pada hakikatnya mereka juga mempunyai akal, penglihatan, dan perasaan menurut versi dan alam mereka, bukan versi dan alam kita. Allah Ta’ala berfirman,
“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS. al-tsra’ :44)
“Dan semua sujud kepada Allah baik yang di langit maupun yang di bumi, baik dengan kermauan sendiri maupun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayang mereka, pada waktu pagi dan petang hari.” (QS. ar-Ra’d: 15)
“Tidakkah engkau tahu bahwa siapa saja yang ada di langit dan siapa saja yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata.” (QS. al-Hajj: 18)
Sujud dan tasbih yang dilakukan jenis-jenis makhluk tersebut bukan dalam artian sebenarnya. Apa yang diterangkan Allah adalah benar apa adanya, sebagaimana firman-Nya,
“Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.” (QS. al, An’am: 57)
Orang yang memandang dengan Cahaya Allah, maka pandangannya akan jernih. Berbeda dengan orang-orang yang memandang sesuatu dari kaca mata diri mereka sendiri Saja dan dari segi logika serta akal. Akibatnya, mereka sering melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak mereka sadari. Begitulah kalau orang tidak memiliki cahaya.
Menurutku, hadis Abu Sa’id al-Khudri itu sahih, dan sahih juga hadis Abu Hurairah yang menerangkan tentang kesaksian bumi atas segala perbuatan yang pernah dilakukan di dalamnya. Begitu pula dengan hadis Abu Sa’id al-Khudri lainnya yang menyatakan bahwa harta itu akan memberikan kesaksian.
Diriwayatkan oleh Laits bin Abi Sulaim dari Abdurrahman bin Marwan dari Huzail dari Abu Dzar dari Nabi Saw., ketika Nabi Saw. berjalan dan mendapati seekor kambing yang bertanduk sedang menanduk kambing yang tidak bertanduk, beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala, pada hari Kiamat akan memutuskan perkara kambing yang bertanduk dan kambing yang tidak bertanduk.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Wahab dari Abu Luhai’ah dan ‘Amr al-Harits dari Bakar bin Sawadah, sesungguhnya Aba Salim al-Jaisyani berkata, suatu hari Tsabit bin Tharif minta izin kepada Abu Dzar dengan suara yang sangat keras. Abu Dzar menemuinya dan berkata, “Demi Allah, seandainya tidak ada hari qisas di akhirat nanti, aku pasti memukulmu.” Lalu dia mempersilakan masuk. Tsabit lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu, wahai Abu Dzar?” Abu Dzar menjawab, “Baik baik saja.” Tsabit bertanya, “Memangnya kenapa jika seandainya tadi engkau memukulku?” Abu Dzar menjawab, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, atau jiwa Muhammad di tangan-Nya, seekor kambing pun akan ditanyai tentang perbuatannya yang menanduk kambing lain. Dan, sebuah benda mati sekalipun yang membuat seseorang terluka juga akan ditanya.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Syu’bah dari al-A’masyi dari Ibrahim at-Taimi dari ayahnya dari Abu Dzar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. melihat dua ekor kambing yang sedang bertengkar. Beliau lalu bertanya, “Wahai Abu Dzar, tahukah engkau untuk apa kedua kambing itu bertengkar?” Aku menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Tetapi Allah mengetahuinya, dan pada hari Kiamat, Dia akan memutuskan di antara mereka yang berbuat.”
Amr bin ‘Ash berkata, pada hari Kiamat, bumi akan dihamparkan seperti menghamparkan Kulit yang disamak. Lalu jin, manusia, binatang ternak, dan binatang-binatang buas lainnya dikumpulkan. Pada hari itu, Allah memberlakukan qisas di antara binatang-binatang ternak, termasuk qisas bagi seekor kambing yang bertanduk yang pernah menanduk seekor kambing yang tidak bertanduk. Selesai memberlakukan qisas di antara binatang-bintang ternak itu, Allah berfirman kepada mereka, “Jadilah kalian tanah.” Orang kafir yang melihat itu berkata, “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.”
Imam Abu al-Qasim Abdul Karim al-Qusyairi dalam kitabnya, at-Tahbir, mengatakan, pada hari Kiamat, binatang-binatang ternak dan binatang-binatang buas atau melata akan dikumpulkan, dan mereka bersujud kepada Allah. Malaikat lafu berkata, “Ini bukan hari bersujud. Ini adalah harinya menerima pahala atau siksa.” Binatang-binatang ternak itu lalu berkata, “Ini adalah sujud syukur, karena Allah tidak menjadikan kami sebagai anak cucu Adam (manusia).” Dan dikatakan, sesungguhnya para malaikat berkata kepada binatang-binatang ternak itu, “Allah Yang Mahaagung mengumpulkan kalian bukan untuk diberi pahala ataupun siksa. Namun, Allah mengumpulkan kalian agar memberi kesaksian atas keburukan-keburukan yang pernah dilakukan oleh anak cucu Adam.”
Keutamaan Pahala Puasa Saat Dihisab
Ada sementara ulama yang beranggapan bahwa puasa itu adalah ibadah spesial. Orang yang menjalankannya akan diberi pahala yang melimpah ruah, dan pahalanya tersebut tidak bisa digunakan untuk menghapus perbuatan zalim yang pernah dia dilakukan kepada orang lain. Hal itu berdasarkan firman Allah Ta’ala dalam hadis Muslim dan Bukhari, “Puasa adalah untukKu, dan Akulah yang akan membalasnya.”
Tetapi, pendapat mereka ini bertentangan dengan beberapa hadis yang telah dikemukan sebelumnya. Yakni, bahwa hak orang lain itu diambilkan dari semua amal kebaikan, baik dari amal kebajikan ibadah puasa ataupun ibadah lainnya.
Ada yang mengatakan bahwa pahala puasa itu tidak diketahui oleh orang yang bersangkutan, dan juga tidak tertulis dalam buku catatan amalnya. Itu berarti, ia sengaja disembunyikan Allah untuk dijadikan sebagai perisai dari azab di akhirat nanti, yaitu ketika orang-orang dilemparkan ke dalam neraka akibat kejahatannya, maka puasa akan menjaganya karena ia memang merupakan perisai.
Al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-Arabi dalam kitabnya, Siraj al-Muridin, berkata, “Insya Allah, itu tadi merupakan takwil yang baik, sehingga syukur alhamdulillah tidak muncul kesan pertentangan sama sekali. ”
Larangan Berbuat Zalim Terhadap Kafir Dzimmi
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Shafwan bin Sulaim dari sejumlah putra-putra sahabat Nabi Saw. dari bapak-bapak mereka, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Ketahulah, barang siapa yang berbuat zalim kepada seorang kafir mu’ahad (yang dilindungi negara), atau mengurangi haknya, atau membebaninya di luar kemampuannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridaan hatinya, maka akulah yang akan menjadi pembelanya di hari Kiamat.” Hadis ini dianggap sahih oleh Abu Muhammad Abdul Haq.
Pada Hari Kiamat, Allah Meminta Keridaan Terhadap Orang-orang yang Bermusuhan
Telah diriwayatkan dalam kitab al-Arba’in, dan disebutkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitabnya, Husn azh-Zhan Billah Ta‘ala, dari Abu Hurairah, dia berkata, pada suatu hari, ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba aku melihat beliau tertawa ringan hingga gigi-gigi depannya kelihatan. Seorang dari kami lalu bertanya, “Kenapa engkau tertawa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, bahwa ada dua orang dari umatku sedang bersimpuh di hadapan Tuhanku ‘Azza wa Jalla. Seorang dari keduanya berkata, “Wahai Tuhanku, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu dia pernah berbuat zalim kepadaku.”
Kemudian Allah berkata kepada yang satunya lagi, “Berikan kepada saudaramu haknya atas perbuatan zalim yang pernah kamu lakukan kepadanya.” Lalu orang itu menjawab, “Wahai Tuhanku, aku sudah tidak mempunyai kebajikan sama sekali.” Kemudian, temannya tadi berkata, “Wahai Tuhanku, kalau begitu, biarkan dia menanggung sebagian dosa-dosaku.”
Sampai di sini, sepasang mata Rasulullah Saw. tampak berkaca-kaca hingga mengeluarkan air mata. Kemudian beliau melanjutkan sabdanya, “Sesungguhnya pada hari itu adalah hari di mana setiap manusia menginginkan agar ada orang lain yang memikul dosa-dosanya.” Kemudian Allah berfirman kepada yang menuntut haknya tadi, “Sekarang, angkat pandanganmu, dan lihatlah surga-surga itu.”
Maka orang itu mengangkat pandangannya, lalu dilihatnya berbagai keindahan dan kenikmatan yang sangat mengagumkan. Dia lalu bertanya, “Wahai Tuhanku, untuk siapakah ini?” Allah menjawab, “Untuk orang yang mampu membayar harganya.” Dia lalu bertanya, “Siapa orang yang bakal mampu membayar harganya” Allah menjawab, “Kamu.” Lalu dia bertanya, “Dengan cara apa aku membayarnya?” Allah menjawab, “Dengan pemberian maafmu kepada saudaramu itu.” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, kalau begitu, aku benar-benar telah memaafkannya.” Allah lalu berfirman, “Sekarang, pegang tangan saudaramu itu, dan ajaklah dia masuk ke dalam surga-” Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah, dan hendaklah kalian saling berdamai, karena pada hari Kiamat Allah akan mendamaikan persoalan yang terjadi di antara sesama kaum mukminin.”
Dan dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dia berkata, pada hari Kiamat, ada seorang mukmin datang dan tangannya digandeng oleh orang yang mengutanginya seraya berkata, “Orang ini masih mempunyai utang kepadaku.” Allah lalu berfirman, “Aku berkewajiban membayar utang hamba-Ku.” Mendengar firman Allah tersebut, Orang tadi merelakan piutangnya, dan Allah pun mengampuninya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi ad-Dunya dari Abdullah bin Muhammad bin Ismail, dia berkata, aku mendengar sesungguhnya Allah pernah mewahyukan kepada salah seorang nabi-Nya, “Dengan pengawasan pandangan-Ku, mereka tidak pernah merasa berat memikul beban. Demi mencari keridaan-Ku, mereka tak pernah bosan berusaha dan bersusah payah. Bagaimana mungkin kamu melihat-Ku melupakan amal mereka, padahal Aku ini adalah Tuhan yang paling penyayang di antara para penyayang. Seandainya Aku mau menyegerakan hukuman kepada seseorang, niscaya Aku lakukan kepada orang-orang yang putus asa dari rahmat-Ku. Dan, seandainya hamba-hamba-Ku yang beriman melihat bagaimana Aku bertindak adil terhadap orang-orang yang pernah berbuat zalim kepada mereka, niscaya mereka tidak akan pernah meragukan kebaikan dan kedermawanan-Ku.”
Menurutku, itulah keberuntungan bagi orang-orang yang tidak dikehendaki Allah untuk disiksa, tetapi malah diampuni-Nya, karena dia mendapatkan ampunan dari teman atau saudaranya yang punya piutang terhadapnya. Hal seperti itu, bisa juga terjadi pada orang-orang zalim yang sudah benar-benar bertobat, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Maka sungguh, Dia Maha Pengampun kepada orang-orang yang bertobat.” (QS. Al-Isra’’: 25)
Menurut Abu Hamid, lafaz “al-Awwab” adalah orang yang benar-benar berhenti dari perbuatan dosa, dan tidak mengulanginya lagi. Tetapi, berdasarkan hadis Anas, hal itu khusus bagi dua orang itu saja. Sebab, kalau berlaku bagi semua orang, niscaya tidak ada seorang pun yang akan masuk ke dalam neraka.
Demikian pula riwayat dari Nabi Saw. yang menyatakan bahwa pada hari Kiamat, ada yang menyeru dari bawah Arasy, “Wahai umat Muhammad, adapun urusan-urusan (dosa) yang menyangkut hak-Ku terhadap kalian sebelumnya sudah Aku maafkan bagi kalian. Dan, tinggallah dosa-dosa sesama kalian. Karenanya, saling maafkanlah kalian, dan masuklah kalian ke dalam surga dengan rahmat-Ku.”
Seandainya ampunan Allah itu diberikan kepada semua orang yang berdosa, maka tidak ada seorang pun yang masuk ke dalam neraka.
Yang Pertama Kali Dihisab Adalah Umat Nabi Muhammad Saw.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari ibnu Abbas dari Nabi Saw., beliau bersabda, kami adalah umat yang terakhir, tetapi umat yang pertama-tama dihisab di hari Kiamat. Pada saat itu, ada yang menyeru, “Mana umat yang buta huruf itu, dan manakah Nabi-nya?”
Dalam riwayat dari Ibnu Abbas ditambahkan, lalu umat-umat yang lain melapangkan jalan kepada kami, maka kami pun lewat dengan hati yang gembira dan wajah yang berseri-seri karena pengaruh dari wudhu. Lalu, umat-umat itu berkata, “Sepertinya umat ini terdiri dari para nabi semua.” Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dalam Musnad-nya.
Amal Pertama Kali Dihisab Adalah Shalat, dan Amal Pertama Kali yang Diputuskan Adalah Pembunuhan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Perkara yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia pada hari Kiamat adalah tentang pembunuhan.” Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, an-Nasa’i, dan Tirmidzi. Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Yang pertama kali akan dihisab dari amal seorang hamba adalah shalat. Dan yang pertama kali akan diputuskan di antara manusia adalah tentang pembunuhan.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Pada hari Kiamat, aku adalah orang yang pertama kali bersimpuh di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih untuk menuntut musuh-musuhku.”
Maksudnya, dia mengisahkan waktu berperang bersama dua orang sahabatnya melawan tiga orang dari kafir Quraisy. Abu Dzar berkata, berkenaan dengan peristiwa inilah ayat ini diturunkan,
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka bertengkar mengenai Tuhan mereka.” (QS. al Hajj: 19)
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dari seorang laki-laki Anshar dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata kepada kami mengenai sekelompok, sahabat beliau. Maka perkara yang pertama kali akan diputuskan di antara mereka adalah perkara pembunuhan. Lalu, tiap-tiap orang yang terbunuh di jalan Allah menghadap Allah, lalu Allah memerintahkan agar setiap orang yang terbunuh itu untuk membawa kepalanya sendiri, sedangkan urat-urat lehernya masih berlumuran darah.
Orang itu lalu berkata, “Wahai Tuhanku, tanyalah orang yang membunuhku, mengapa dia sampai membunuhku?” Allah lalu menanyakannya, padahal Dia telah tahu, “Mengapa kamu membunuhnya ?” Lalu dia menjawab, “Aku membunuhnya demi mempertahankan harga diriku.” Allah lalu berkata, “Hai pembunuh, sungguh kamu telah celaka.”
Selanjutnya, semua kasus pembunuhan dan kezaliman akan dibalas. Semua orang yang pernah menganiaya dibalas sesuai dengan Kadar penganiayaannya. Pada saat itu tergantung kehendak Allah. Jika Dia berkehendak, Dia bisa mengazabnya, atau memaafkannya. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Ghailani Abu Thalib Muhammad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ghailan dari Abu Bakar Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim bin Abdullah al-Bazzar, yang dikenal dengan asy-Syafi’i.
Diriwayatkan dari lbnu Abbas, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, orang-orang terbunuh akan datang dalam keadaan salah satu tangannya memegang kepalanya, sedang tangan yang lainnya memanggil orang yang telah membunuhnya. Dari sekujur tubuhnya, darah mengalir terus hingga dia bertemu dengan pembunuhnya. Dia lalu berkata kepada Allah, “Wahai Tuhanku, inilah orang yang telah membunuhku.” Allah lalu berkata kepada si pembunuh itu, “Hai pembunuh, celakalah kamu.” Lalu, si pembunuh itu dilemparkan ke dalam neraka.
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitabnya, al-Jami’, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, orang yang dibunuh akan mendatangi orang yang telah membunuhnya sambil memegang ubun-ubun dan kepalanya. Dari sekujur tubuhnya darah mengalir. Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, inilah orang yang telah membunuhku, hingga dia didekatkan oleh Allah ke Arasy.” Hadis ini hasan gharib.
Diriwayatkan oleh Malik dari Yahya bin Sa’id, dia berkata, “Aku mendengar bahwa amal seseorang yang pertama kali dilihat adalah shalat. Jika shalatnya diterima, maka amal-amal lainnya dilihat juga. Tetapi, jika shalatnya tidak diterima, maka amal-amal lainnya diabaikan.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan an-Nasa‘i dari Abu Hurairah dari Nabi Saw., beliau bersabda, pada hari Kiamat, amal manusia yang pertama kali akan dihisab adalah shalat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya “Periksalah shalat hamba-Ku ini, apakah sudah sempurna atau masih kurang. Jika sudah sempurna, maka catatlah sebagai amal yang sempurna, Dan, jika ada kekurangan, lihatlah apakah hambaKu ini mempunyai amalan shalat sunah? Jika ada, sempumakanlah amalan shalat fardhunya dengan amalan shalat sunahnya. Kemudian amal-amal yang lain juga diperlakukan seperti itu.”
Menyempurnakan Shalat Fardhu Dengan Shalat Sunah
Abu Umar bin Abdul Barr mengatakan, “Menyempurnakan amalan shalat fardhu dengan amalan shalat sunah itu bisa dilakukan jika orang yang bersangkutan lupa melakukan shalat fardhu, atau tidak melakukan ruku dan sujudnya dengan baik karena tidak mengetahuinya.
Namun, bagi seseorang yang sengaja meninggalkan shalat fardhu atau sebagian darinya, lalu dia ingat tetapi dia sengaja tidak melakukannya dan dia lebih disibukkan dengan shalat sunahnya hingga mengesampingkan shalat fardhunya, maka kekurangan amalan shalat fardhunya tidak bisa disempurnakan dengan amalan shalat sunahnya.” Wallahu a‘lam.
Berkaitan dengan ini, ada sebuah hadis munkar di antara hadis-hadis para ulama Syam yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Himyar dari Amr bin Qais as-Sakari dari Abdullah bin Qurth, dari Nabi Saw., beliau bersabda, “Barang siapa yang melakukan shalat namun tidak menyempurnakan ruku, sujud, dan khusyuknya, maka sebaiknya dia memperbanyak bacaan-bacaan tasbihnya hingga menjadi sempurna.” Hadis hasan riwayat Thabrani.
Menurutku, dianjurkan kepada seseorang agar selalu menjaga shalat fardhunya. Sedapat mungkin, dia harus shalat seperti yang diperintahkan Allah dengan hati yang Khusyu dan menyempurnakan syarat, rukun, hal-hal yang disunahkannya, dan lain-lainnya. Jika merasa ada yang dilalaikan, dia harus berusaha melakukan shalat sunah dengan sungguh-sungguh dan tidak boleh menggampangkannya. Biasanya, jika seseorang tidak bisa melakukan shalat fardhu dengan baik, maka dia juga tidak bisa melakukan shalat sunah dengan baik pula.
Ada sementara orang pintar yang malas melakukan shalat sunah karena menganggapnya sepele. Sehingga, tidak ada yang bisa digunakan untuk menyempurnakan shalat fardhunya yang masih ada kekurangan di sana-sini. itu yang terjadi pada mereka, bagaimana dengan orang-orang yang bodoh yang tidak mengetahui? Jika demikian, mereka tergolong orang yang menyia-nyiakan shalat sebagaimana firman-Nya,
“Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Para ulama berkata, “Yang dimaksud dengan menyia-nyiakan shalat yaitu tidak melakukannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkannya, seperti memperhatikan waktu shalat, dan bersuci (wudhu), tidak sempurnanya ruku, sujud, dan lainnya, walaupun shalat tersebut dilaksanakan. Namun, kadang kala dia shalat tepat pada waktunya, dan kadang kala di luar waktunya.” Mereka juga berkata, “Adapun orang yang sama sekali tidak melakukan shalat maka dianggap kafir.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Masud al-Anshari, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada pahala shalat bagi orang yang tidak meluruskan punggungnya pada saat ruku dan sujud.” Menurut Tirmidzi, hadis ini hasan sahih.
Menurut para ulama dari kalangan sahabat Nabi Saw. maupun generasi setelahnya, hendaknya seseorang dalam shalatnya itu meluruskan tulang punggungnya pada saat ruku dan sujud.
Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq berkata, barang siapa yang tidak meluruskan punggungnya ketika ruku dan sujud, maka shalatnya rusak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Tidak ada pahala shalat bagi orang yang tidak meluruskan punggungnya pada saat ruku dan sujud.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Zaid bin Wahab dari Hudzaifah bahwa dia melihat seseorang yang tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya. Maka ketika orang itu selesai dari shalatnya, Hudzaifah lalu berkata kepadanya, “Sungguh kamu belum melaksanakan shalat. Dan, jika kamu mati, maka kematianmu dalam keadaan tidak mengikuti sunah Muhammad Saw..”
Hadis yang sama diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Hudzaifah bahwa dia melihat seseorang yang mengerjakan shalat dengan cepat. Maka Hudzaifah berkata kepadanya, “Sejak kapan kamu mengerjakan shalat seperti ini?” Dia menjawab, “Sejak dari empat puluh tahun yang lalu.” Hudzaifah lalu berkata lagi, “Sungguh, kamu belum melaksanakan shalat. Jika kamu mati dan shalatmu masih seperti itu, maka kematianmu dalam keadaan tidak mengikuti fitrah Nabi Saw..” Lalu dikatakan pula, “Sungguh, orang bisa saja mempercepat shalatnya, namun harus tetap melaksanakannya dengan sempurna dan baik.”
An-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, amal seorang hamba yang pertama kali akan dihisab adalah shalat. Jika shalatnya sempurna, maka ditulis sempurna. Jika ternyata shalat itu ada kekurangannya, maka Allah berfirman kepada para malaikat, “Periksalah, apakah kalian mendapati dia melakukan shalat sunah untuk menyempurnakan shalat fardhunya?” Selanjutnya, seluruh amalannya juga diperlakukan seperti itu.
Ini memang nash, namun Umar berkata, “Barang siapa yang menyia-nyiakan shalat, maka dia pun lebih menyia-nyiakan lagi terhadap amal lainnya.”
Menurutku, jangan dihiraukan orang yang berpendapat bahwa seseorang sudah dapat dikatakan melaksanakan shalat adalah jika sudah dipenuhinya rukun-rukun shalat seperti ruku dan sujud, walaupun ruku dan sujudnya itu tidak sempurna, sebagaimana pendapat Abu Hanifah, yang disarankan juga oleh al-Qadhi Abdul Wahhab dalam kitabnya, at-Talqin.
Orang-orang yang melaksanakan shalat seperti itu, tidak sempurna rukun-rukunnya, dia bisa dikatakan hanya mematuk-matuk dalam shalatnya. Rasulullah Saw. mencela shalat yang dilaksanakan seperti itu sebagaimana sabdanya, “Itu adalah shalatnya orang-orang munafik. Dia duduk menunggu terbenamnya matahari. Jika matahari itu berada di antara kedua tanduk setan, dia pun bangkit lalu mematuk empat kali. Dia hanya sedikit mengingat Allah dalam shalatnya.” Diriwayatkan oleh Malik dalam kitab al-Muwaththa’ dan Muslim dalam Shahih-nya.
Dan hadis-hadis yang sahih lainnya menunjukkan bahwa shalat yang dilaksanakan seperti itu adalah rusak, sebagaimana yang telah kami jelaskan tadi. Dan sabda Nabi Saw. yang lain, “Adapun pada saat ruku, maka agungkanlah Allah ketika itu, dan pada saat sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdoa, mudah-mudahan Allah mengabulkan doa kalian’ Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.
Menyempurnakan Ruku dan Sujud Ketika Shalat
Dalam kitab al-Muwaththa’, Imam Mali, meriwayatkan dari Yahya bin Sa’id dari Nu’may bin Murrah al-Anshari bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabatnya, “Bagaimana menurut kalian mengenai peminum arak, pencuri, dan penzina?” —Pertanyaan beliau ini dia, jukan kepada mereka sebelum turun ayat yang berkenaan dengan itu Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Semua itu merupakan perbuatan-perbuatan, dosa dan keji, dan ada hukumannya. Dan, seburuk-buruknya pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya sendiri.” Mereka lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa mencuri dalam shalatnya?” Beliau bersabda, “Yaitu orang yang tidak menyempurnakan ruky dan sujudnya.”
Abu Daud ath-Thayalisi meriwayatkan dalam kitab Musnad-nya dari Muhammad bin Muslim Abu al-Wadhah dari al-Ahwash bin Ha. kim dari Khalid bin Ma’dan dari Ubadah bin Shamit, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ketika seseorang melaksanakan shalat dengan baik, yaitu dengan menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah memeliharamu sebagaimana kamu telah memeliharaku.” Kemudian shalatnya diangkat ke langit.
Sebaliknya, ketika seseorang melaksanakan shalat dengan tidak baik, yaitu dengan tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalat akan berkata kepadanya, “Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana kamu telah menyia-nyiakanku.” Kemudian shalatnya pun akan dilipat sebagaimana dilipatnya pakaian, lalu dicampakkan ke wajahnya.”
Orang yang tidak memelihara waktu-waktu shalat, sesungguhnya sama dengan tidak memelihara shalat itu sendiri, termasuk juga orang yang tidak memelihara kesempurnaan wudhu, ruku, dan sujud. Orang yang tidak memelihara itu semua, maka dia telah menyia-nyiakan shalat. Untuk shalat saja dia sia-siakan, maka bagaimana dia akan memelihara amal-amal lainnya. Maka penar adanya jika disebutkan, tidak memiliki agama orang yang tidak mendirikan shalat.
Kewajiban Mencegah Kemunkaran dan Kezaliman
Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata, aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan bertanya kepada seorang hamba, hingga akhirnya Dia berkata kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk mencegah kemunkaran ketika kamu melihatnya.” Maka, ketika Allah mendiktekan alasan hamba-Nya, maka hamba tersebut berkata, “Wahai Tuhanku, aku berharap bisa dekat dengan-Mu, dan menjauh dari manusia.”
Hadis yang sama diriwayatkan olah al-Faryabi dari Sufyan dari Zaid dari Amr bin Marrah dari Abu al-Bakhtari dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengabaikan dirinya tatkala melihat suatu urusan yang tercela, namun dia tidak menegurnya. Jika demikian, maka pada hari Kiamat Allah akan bertanya kepadanya, “Apa yang menghalangimu untuk menegur tatkala kamu melihat ini dan ini?” Dia lalu berkata, “Wahai Tuhanku, aku takut pada manusia.” Lalu dikatakan kepadanya, “Akulah yang lebih pantas kamu takuti.”
Abu Nu’aim al-Hafizh meriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad bin Ja’far dari Abdullah bin Muhammad bin Zakaria dari Ismail bin Amr dari Mandal dari Asad bin ‘Atha dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian berdiam diri ketika melihat seseorang dipukul secara zalim. Sungguh, laknat Allah akan turun dari langit kepada orang-orang yang menyaksikannya, jika mereka tidak berusaha mencegahnya. Dan, janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian berdiam diri ketika melihat seseorang dibunuh secara zalim. Sungguh, laknat Allah akan turun dari langit kepada orang-orang yang menyaksikannya, jika mereka tidak berusaha mencegahnya.”
Hadis tersebut gharib, berasal dari Asad dari Ikrimah. Sepengetahuanku, tiada yang meriwayatkan hadis ini dari Asad kecuali Mandal bin Ali-al-Ghanawi.
Kesaksian Anggota-anggota Tubuh Orang Kafir dan Munafik di Hadapan Allah Ta’ala
Allah Ta’ala berfirman,
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasin: 65)
“Pada hari (ketika), lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. an-Nur: 24)
“Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” (QS. Fushshilat: 21)
Abu Bakr bin Abu Syaibah meriwayatkan sebuah hadis dari Mu’awiyah bin Haidah al-Qurasyi bahwa Nabi Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, kalian akan datang dalam keadaan bisu. Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya.”
Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata, kami pernah bersama dengan Rasulullah Saw., kemudian beliau tertawa ringan sambil berkata, “Apakah kalian tahu, apa yang membuat aku tertawa?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang tahu.” Kemudian beliau bersabda, aku tersenyum karena dialog seorang hamba kelak di akhirat dengan Tuhannya. Hamba itu berkata, “Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah membebaskan aku dari kezaliman?” Allah menjawab, “Benar.” Hamba itu berkata, “Kalau begitu, aku tidak akan mengizinkan atas diriku untuk menjadi saksi kecuali saksi dari pihakku.” Allah menjawab, “Pada hari ini, cukuplah dirimu sebagai penghisab bagimu, dan cukuplah para mataikat pencatat amal yang mulia sebagai saksi.”
Kemudian ditutuplah mulut hamba tersebut hingga tidak bisa berkata-kata lagi. Lalu, anggota-anggota tubuhnya diperintahkan untuk berbicara melaporkan amal perbuatan yang telah dilakukan hamba tersebut. Kemudian, anggota tubuhnya mengungkapkan kejahatan-kejahatan hamba itu, sehingga hamba tersebut mencaci tubuhnya sendiri dengan perkataan, “Terkutuk dan celakalah kalian, bukankah dulu aku benar-benar membela kalian.”
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Sa’id dan Abu UHurairah, keduanya berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seorang hamba didatangkan dan dikatakan kepadanya, “Bukankah Aku telah memberimu pendengaran, penglihatan, harta, dan anak, dan telah Aku tundukkan bagimu hewan-hewan ternak dan tanam-tanaman, dan telah Aku biarkan kamu memimpin dan mengambil penghasilan? Lalu, apakah kamu tidak menyangka bahwa pada hari ini kamu akan bertemu dengan-Ku?” Hamba itu lalu menjawab, “Tidak, wahai Tuhanku.” Allah berfirman, “Sebagimana kamu telah melupakan-Ku dulu, maka pada hari ini Aku pun mengabaikanmu.” Menurut Tirmidzi, hadis ini sahih gharib, dan dikeluarkan pula oleh Muslim dari Abu Hurairah hadis yang lebih panjang lagi, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Anas bin Malik bahwa Nabi Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ada seorang kafir didatangkan dan dikatakan kepadanya, “Apakah kamu mengira jika Kamu memiliki emas sepenuh isi bumi, maka kamu akan menebus dirimu dengan itu?” Dia menjawab, “Benar.’” Lalu dikatakan kepadanya, “Sungguh, dahulu kamu telah dipinta dengan perkara yang lebih mudah dari itu.”
Paha dan Telapak Tangan Merupakan Anggota Tubuh yang Pertama Kali Bersaksi
Terkait sabda Nabi Saw, “Maka yang pertama kali berbicara dari anggota tubuh manusia adalah paha dan telapak tangannya,” ini mengandung dua penafsiran, yaitu:
Pertama, maksud anggota tubuh dapat berbicara yaitu untuk mempermalukan manusia yang berbuat jahat, di hadapan semua makhluk di akhirat. Walaupun telah tertulis di dalam kitab amal, namun tetap anggota tubuhnya akan berbicara untuk mengatakan kejahatan-kejahatannya, sebagaimana firman-Nya,
“Inilah kitab catatan Kami, yang menuturkan kepadamu dengan benar.” (QS. al-Jatsiyah: 29)
Ketika di dunia, dengan terang-terangan dia berbuat keji, hatinya terpaut erat pada per. buatan itu. Bahkan tidak sedikit pun merasa takut kepada Allah, malah dia merasa senang melakukannya. Karenanya, di akhirat, Allah akan dengan terang-terangan membuka kejahatannya kepada semua makhluk melalui kesaksian anggota-anggota tubuhnya.
Kedua, bisa juga mengandung arti bahwa manusia tidak menerima dan tidak mengerti atas apa yang dia dapati pada buku catatan amalnya sendiri. Bahkan dia berusaha mengingkarinya, maka Allah menutup mulutnya, dan giliran anggota badannyalah yang akan berbicara untuk menjadi saksi atas setiap amal perbuatan yang pernah dilakukannya di dunia.
Pengertian yang kedua ini lebih jelas daripada pengertian yang pertama. Hal ini karena didukung dengan kabar bahwa pada hari Kiamat, akan berkata kepada kulit mereka, atau kepada kemaluan mereka menurut riwayat Zaid bin Aslam, “Mengapa kamu memberi kesaksian atas kami?” Mereka sama sekali ingkar. Karenanya, sangatlah patut mereka mendapat kehinaan dari Allah.
Adapun sabda Nabi Saw, “Dan telah Aku biarkan kamu memimpin dan mengambil penghasilan”, maksudnya menjadi pemimpin kaummu dan mengambil penghasilan dari mereka berupa pajak atau pungutan lainnya.
Merupakan tradisi manusia dulu bahwasanya pemerintah mereka mengambil seperempat dari harta rampasan perang (ghanimah).
Adapun sabda Nabi Saw, “Sebagaimana kamu telah melupakan-Ku dulu, maka pada hari ini Aku pun mengabaikanmu” maksudnya pada hari ini Aku tidak memedulikanmu dan membiarkanmu berada dalam azab, sebagaimana kamu dahulu tidak mau peduli ibadah kepada-Ku dan tidak mengenal Aku.
Bertemukah Orang-orang Kafir Dengan Allah Ta’ala?
Jika ada yang bertanya, apakah orang kafir juga akan bertemu dengan Allah untuk dimintai pertanggungjawaban? Maka kami katakan, “Benar.” Berikut ayat-ayat yang menjadi dalilnya,
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus Rasul-rasul kepada mereka.” (QS. al-A’raf: 6)
“Dan seandainya kamu melihat ketika mereka dihadapkan kepada Tuhannya.” (QS. al-An’am : 30)
“Mereka akan dihadapkan kepada Tuhan mereka.” (QS. Hud 18)
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris.” (QS. al-Kahfi: 48)
“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. al-Ghasyiyah: 25-26)
“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “Ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguhnya mereka benar-benar pendusta. Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka, dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan.”(QS. al-Ankabut: 12-13)
Jika dikatakan bahwa orang-orang kafir tidak akan dihadapkan kepada Allah dengan berdasarkan kepada ayat, “Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (QS. arRahman: 41) dan sabda Rasulullah Saw., “Lalu, keluarlah leher dari dalam neraka seraya berkata, aku diberi tugas untuk menarik (Mematuk) tiga kelompok manusia, yaitu para penguasa zalim, Orang-orang musyrik, dan para pelukis.”
Maka jawaban kami, mungkin hal ini terjadi setelah kebaikan dan kejahatan mereka ditimbang dan kitab amal diberikan kepada mereka baik dari kanan ataupun dari kiri, serta setelah diperbesarnya tubuh mereka. Dan mungkin juga didukung oleh sabda Nabi Saw., “Dan para pelukis.” Jika para pelukis adalah orang-orang yang bertauhid, maka mereka pasti ditanya dan dihisab, bahkan mereka adalah orang yang paling berat siksaannya.
Terkait dengan proses ini, sebagian ulama berpendapat bahwa Allah akan menyebutkan hisab secara global, lalu hadis-hadis menerangkan secara detailnya. Pada sebagian hadis disebutkan bahwa orang-orang yang beriman akan masuk surga tanpa proses hisab, sehingga secara umum manusia menjadi terbagi kepada tiga golongan, yaitu golongan orang-orang yang tidak dihisab sama sekali, golongan orang-orang yang dihisab dengan hisab yang ringan (yaitu bagian dari orang-orang mukmin), dan orang-orang yang dihisab dengan hisab yang berat (yaitu orang-orang Islam dan orang-orang kafir).
Jadi, jika di antara orang-orang mukmin ada yang paling dekat dengan rahmat Allah, maka mereka itulah yang masuk ke dalam surga tanpa dihisab. Adapun orang-orang kafir yang paling dekat dengan azab Allah, mereka itulah yang masuk neraka tanpa dihisab.
Dalam kitab ad-Daqa’id, Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas bahwa setelah leher neraka itu menarik ketiga jenis manusia tersebut di atas, maka catatan lembaran-lembaran amal disebarkan dan timbangan amal dipasang, lalu setelah itu semua makhluk akan dipanggil untuk dihisab.
Jika dikatakan, bukankah Allah Ta’ala berfirman,
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (QS. al-Muthaffifin: 15)
“Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. al-Qashash: 78)
“Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. al-Baqarah: 174)
Jadi secara umum ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa orang-orang kafir itu tidak akan diajak bicara, dan tidak akan bertemu dengan Allah.
Maka jawaban kami, sesungguhnya proses kiamat itu terdiri di berbagai tempat pelaksanaan. Yaitu, ada tempat untuk tanya jawab, sedang di tempat lain tidak ada tanya jawab sama sekali. Jadi sebenarnya antara ayat-ayat dan kabar-kabar tersebut tidak ada pertentangan sedikit pun. Wallahu a‘lam.
Ikrimah berkata, “Proses Kiamat itu terdiri di berbagai tempat pelaksanaan. Ada tempat yang di dalamnya ada tanya jawab, sedang di tempat lainnya tidak ada tanya jawab.”
Ibnu Abbas berkata, “Mereka tidak ditanya dengan pertanyaan yang disukai mereka dan yang menenteramkan mereka. Namun, mereka ditanya dengan nada kecaman dan celaan terhadap perbuatan dosa mereka. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
“Maka Demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua.” (QS. al-Hijr: 92)
Para ahli takwil mengatakan, orang-orang kafir itu akan ditanya tentang “La ilaha illallah”. Ada juga yang menakwilkan bahwa orang-orang kafir itu akan dihisab atas kekufuran mereka dan pembangkangannya terhadap Allah selama hidup mereka. Mereka menentang dan tidak menerima dalil-dalil terkait keimanan dan tauhid yang disampaikan. Karenanya, mereka akan dicela dan dimintai pertanggungjawaban atas itu semua, di mana mereka telah mendustakan para rasul padahal sudah jelas bukti kebenaran risalah yang mereka bawa. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman, “ikutilah jalan kami, dan kami akan memikul dosa-dosamu,” padahal mereka sedikit pun tidak (sanggup) memikul dosa-dosa mereka sendiri. Sesungguh. nya mereka benar-benar pendusta. Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka, dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan.”(Qs. al-Ankabut: 12-13)
Cukup banyak ayat-ayat yang terkait dengan hal ini. Seperti firman Allah Ta’ala yang terdapat pada surah al-Mu’minun ayat: 101-118, yang memperjelas masalah ini.
Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Syahr bin Hausyab dari Ibnu Abbas bahwa setelah leher neraka itu menarik ketiga jenis manusia tersebut di atas, maka catatan lembaran-lembaran amal disebarkan dan timbangan amal dipasang, lalu setelah itu semua makhluk akan dipanggil untuk hisab. Menurut Muslim dalam kitabnya dan kitab-kitab lainnya, Syahr dianggap daif.
Jika dikatakan, bahwa al-Lalika’i menyebutkan dalam Sunan-nya dari Aisyah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Seseorang yang tidak dihisab pada hari Kiamat, melainkan dia akan masuk surga.” Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hisab di sini adalah perhitungan amal baik saja, sedangkan orang-orang kafir tidak mempunyai kebaikan sedikit pun sehingga tidak ada lagi yang dihisab dari mereka. Di samping itu yang melakukan hisab adalah Allah, sedangkan Allah Ta’ala sendiri telah berfirman,
“Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih.” (QS. al-Baqarah: 174)
Maka jawaban kami bahwa riwayat Aisyah di atas bertentangan dengan hadis-hadis dan ayat-ayat sahih terkait masalah ini. Jadi pendapat yang benar adalah bahwa orang-orang kafir itu tetap diajak bicara oleh Allah ketika dihisab.
Adapun makna dari kalimat, “Dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka” adalah bahwa Allah tidak akan mengajak berbicara mereka tentang apa yang menyenangkan mereka sebagaimana yang mereka inginkan.
Dalam ayat lain, Allah tetap berbicara kepada orang-orang kafir, firman-Nya,
“Tinggallah dengan hina di dalamnya dan janganlah kamu berbicara dengan-Ku.” (QS. alMu’minun: 108)
Dan jika dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (QS. al-Qashash: 78)
“Pada waktu itu, manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.” (QS. ar-Rahman: 39)
Yaitu, mereka tidak ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan perkenalan, yakni pertanyaan-pertanyaan yang tujuannya untuk membedakan mana orang-orang yang beriman dan mana orang-orang kafir. Jadi, pada hari Kiamat, para malaikat tidak usah lagi bertanya kepada orang tentang apa agamamu, sejauh mana yang telah kamu lakukan di dunia, dan seterusnya, untuk mengetahui tentang siapakah dirinya, mukmin ataukah kafir.
Namun, pada saat itu orang yang beriman wajahnya akan berseri dan lapang dada mereka. Sedang orang-orang musyrik akan menghitam wajahnya, suram, dan berduka. Maka para malaikat menggiring mereka ke dalam neraka dan mengenali mereka di Padang Mahsyar. Karenanya, cukuplah dengan mengetahui wajah mereka, tidak usah mengetahui apa agama mereka.
Mereka yang berpendapat seperti itu berpandangan bahwa pertanyaan di hari Kiamat berbeda dengan pertanyaan sebelumnya, yakni seperti yang dikisahkan dalam Hadis-hadis sahih mengenai pertanyaan dua malaikat kepada mayat yang berada di dalam kubur, di saat para pengantarnya telah kembali ke rumah-rumah mereka, di mana kedua malaikat tersebut bertanya kepada mayat itu siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya.
Jadi, jika hari Kiamat telah terjadi, maka para malaikat tidak akan menanyakan hal itu lagi kepada mereka. Sudah cukup baginya dengan memperhatikan wajah mereka hingga tidak perlu lagi mengetahui apa latar belakang mereka masing-masing. Yang dijadikan dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala,
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang dulu mereka kerjakan.” (QS. al-Hijr: 92)
Pada ayat ini, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan menanyai mereka semua terkait tentang amal perbuatan mereka. Dan, ayat ini berkaitan dengan orang-orang Kafir.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Allah menanyai mereka berkaitan dengan alasan-alasan kekafiran mereka dan pembangkangan terhadap ayat-ayat-Nya.
Kesaksian Bumi, Malam, Siang, dan Harta di Akhirat
Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah membaca ayat berikut, Pada hari itu, bumi menceritakan beritanya.” (QS. al-Zalzalah: 4)
Kemudian beliau bertanya, “Apakah kalian tahu, berita apa yang dimaksud?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Yang dimaksud berita-beritanya adalah bahwa bumi akan menjadi saksi atas setiap hamba, baik laki-laki maupun perempuan tentang perbuatan yang telah dilakukannya selama mereka hidup di atasnya. Bumi lalu akan berkata bahwa si anu pada hari ini mengerjakan ini, ini, dan ini. itulah kabar yang diceritakannya.” Hadis ini hasan gharib.
Abu Nu’aim meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurah dari Ma’qal bin Yasar bahwa Nabi Saw. bersabda, tidak satu pun hari yang dilewati anak cucu Adam, kecuali hari itu akan berseru, “Wahai anak cucu Adam, sesungguhnya aku ini ciptaan-Nya yang baru. Dan, aku menjadi saksi atas apa yang kalian lakukan. Maka kerjakanlah berbagai kebaikan pada diriku, niscaya aku akan menjadi saksimu. Sesungguhnya, jika aku telah berlalu, maka kamu tidak akan pernah menemukanku lagi selamanya.” Demikian pula apa yang dikatakan malam.
Hadis ini gharib dari riwayat Mu’awiyah, ada yang terpisah darinya yaitu Zaid al-‘Ammi. Tidak diketahui apakah hadis ini marfu’ sampai kepada Nabi Saw. kecuali dengan sanad ini saja.
Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash, dia berkata, “Barang siapa yang sujud di suatu tempat, baik itu di dekat sebuah pohon atau batu, maka pada hari Kiamat benda-benda tersebut akan menjadi saksi baginya di sisi Allah.”
ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Ibnu Abu Khalid dari Abu Isa Yahya bin Rafi’, dia berkata, aku mendengar Utsman bin Affan berkata mengenai maksud ayat,
“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari yang diancamkan. Setiap orang akan datang bersama (malaikat) penggiring dan (malaikat) saksi.” (QS. Qaf: 19-21)
Kemudian dia berkata, “Seorang malaika, menggiringnya ke hadapan Allah, dan seorang lagi menjadi saksi atas perbuatannya di dunia.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’ia al-Khudri bahwa Nabi Saw. bersabda, “Harta benda itu hijau (mempesona). Pemilik harta yang paling baik adalah yang dapat menyisihkan sebagian hartanya untuk orang miskin, anak yatim, dan ibnu sabil. Barang siapa yang memperoleh hartanya dengan jalan yang tidak benar, maka dia seperti orang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang juga. Dan kelak, harta itu akan menjadi saksi atas dirinya pada hari Kiamat.”
Dan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, “Tidaklah seorang pun yang mendengar suara muazin, baik itu jin, manusia, pohon, tanah, dan apa saja, melainkan semuanya akan memberikan kesaksian baginya pada hari Kiamat.”
Karenanya, renungkanlah wahai saudaraku. Walaupun kamu adalah seorang saksi yang adil, semesta akan menjadi saksi atas setiap amal perbuatan yang kita lakukan, bahkan tidak akan ada sedikit pun yang terlewatkan oleh kesaksiannya. Allah Ta’ala berfirman,
“Serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61).
Maka berbuatlah kebajikan disertai dengan kesadaran bahwa perbuatan tersebut akan dipersaksikan kelak di hari Kiamat. Mahasuci Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia. Kesaksian Dengan Dirinya Sendiri
Ibnu al-Mubarak meriwayatkan dari Rusydin bin Sa’ad dari Umar bin al-Harits dari Sa’id bin Abu Hilal dari Sulaiman bin Rasyid bahwa telah sampai kepadanya berita yang mengatakan, tidak ada sesuatu pun yang memberi kesaksian atas suatu perbuatan di dunia, melainkan dia akan memberi kesaksian tentangnya pada hari Kiamat di hadapan seluruh makhluk yang ada. Dan, tidaklah dia memuji seorang hamba di dunia, melainkan dia akan memujinya pada hari Kiamat di depan seluruh makhluk yang ada. Riwayat ini sahih, sebab diperkuat oleh firman Allah Ta’ala,
“Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.” (QS. az-Zukhruf: 19)
“Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Wallahu ‘alam.
Para Rasul Akan Dimintai Pertanggung Jawaban
Allah Ta’ala berfirman,
“Maka pasti akan Kami tanyakan kepada umat yang telah mendapat seruan (dari rasul-rasul) dan Kami akan tanyai (pula) para rasul, dan pasti akan Kami beritakan kepada mereka dengan ilmu (Kami) dan Kami tidak jauh (dari mereka).” (QS. al-A’raf: 6-7)
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,” (QS. al-Hijr: 92).
Berdasarkan ayat ini, terlihat bahwa yang pertama kali dimintai pertanggungjawaban adalah para nabi. Allah Ta’ala bertanya,
“Maka Allah bertanya, “Apa jawaban kaummu terhadap seruanmu?” (QS. al-Maidah: 109)
Berkenaan dengan tafsir ayat ini, di akhirat, pada saat Allah menanyakan kepada para Rasul-Nya tentang amanah yang diemban oleh mereka, sebenarnya mereka mengetahui jawabannya. Hanya saja, saat itu mereka kehilangan kesadaran yang diakibatkan oleh beratnya pertanyaan dan kondisi yang demikian berat saat itu. Sebab hari Kiamat merupakan hari yang mengerikan, sehingga mereka lupa menjawab pertanyaan tersebut. Jawaban yang keluar dari mereka adalah,
“Sesungguhnya Engkau yang mengetahui perkara yang gaib.” (QS. al-Maidah: 109) Kemudian Allah mendekatkan mereka, lalu dipanggillah Nabi Nuh a-.s..
Ada juga yang mengatakan, bahwa dahsyatnya hari Kiamat itu sampai menggetarkan hati mereka sehingga mengaburkan pikiran dan membuat mereka tidak bisa menjawab pertanyaan. Kemudian Allah meneguhkan dan mengembalikan ingatan serta kesadaran mereka sehingga mereka mampu menyampaikan sikap kaum mereka terhadap mereka.
Dan, ada juga yang mengatakan, bahwa Jawaban mereka (para nabi) itu sebagaimana disebutkan dalam ayat tadi, merupakan bentuk kepasrahan mereka kepada Allah, sebagaimana yang dilakukan Nabi Isa a.s. ketika mengatakan,
“Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. Al-Maidah 116).
Abu Hamid berkata, pendapat yang pertama merupakan pendapat yang paling tepat, karena para rasul itu mempunyai keutamaan-keutamaan. Al-Masih merupakan rasul yang sangat mulia di antara mereka, sebab dia adalah Kalimat-Nya dan Roh-Nya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Kuraib dan Ahmad bin Sinan dari Abu Mu’awiyah dari al-A’masy dari Abu Salih dari Abu Sa’id, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, seorang nabi akan datang ke hadapan Allah dengan membawa satu atau dua orang, bahkan tiga orang atau lebih daripada itu. Kemudian dikatakan kepada nabi tersebut, “Apakah engkau telah menyampaikan risalah kepada umatmu?” Dia menjawab, “Sudah, wahai Tuhanku.” Kemudian ditanyakan kepada mereka (kaumnya) “Apakah dia telah menyampaikan risalah kepada kalian’” Mereka menjawab, “Tidak, wahai Tuhan kami.”
Kemudian ditanyakan kembali kepada nabi tersebut, “Siapakah yang memberi kesaksian kepadamu?” Nabi itu menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.” Kemudian dipanggillah Nabi Muhammad beserta umatnya, lalu dikatakan, “Benarkah nabi ini telah menyampaikan risalahnya kepada kaumnyae” Mereka (umat Nabi Muhammad) menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Allah lalu bertanya lagi, “Dari mana kalian mengetahui hal itu?” Mereka menjawab, “Nabi kami Saw. telah menyampaikan kepada kami bahwa para rasul itu telah menyampaikan risalahnya, maka kami pun mempercayainya.” itulah yang dimaksud dalam firman Allah Ta’ala,
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, Allah akan memanggil Nabi Nuh a.s., maka dia pun berkata, “Wahai Tuhanku, aku penuhi panggilan-Mu.” Kemudian Allah bertanya, “Apakah engkau telah menyampaikan risalah-Ku.” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Sudah.” Kemudian ditanyakan kepada umatnya, “Benarkah dia telah menyampaikan risalah-Ku kepada kalian?” Mereka menjawab, “Belum pernah ada yang menyampaikan peringatan kepada kami.”
Kemudian Allah bertanya lagi kepada Nabi Nuh a.s., “Siapa yang akan bersaksi untukmu?” Dia menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.” Kemudian mereka pun memberi kesaksian bahwa Nabi Nuh a.s. benar-benar telah menyampaikan risalahnya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)
lbnu al-Mubarak meriwayatkan dalam kitab ar-Raqa’iq secara mursal dari Rusydin bin Sa’ad dari Ibnu An’am al-Maghafiri dari Hibban bin Abu Jablah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada saat Allah mengumpulkan hamba-hamba-Nya pada hari Kiamat, maka yang pertama kali dipanggil adalah Malaikat Israfil. Dig lalu ditanya, “Apakah telah engkau Sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Dia menjawab “Sudah aku sampaikan kepada Jibril.” Kemudian Jibril pun dipanggil dan ditanya, “Benarkah Israfil telah menyampaikannya kepadamu?” Jibri menjawab, “Benar, wahai Tuhanku, dia telah menyampaikannya kepadaku.” Kemudian Israfil pun dipersilahkan pergi.
Kemudian Jibril pun ditanya, “Apakah telah engkau sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Jibril menjawab, “Aku telah menyampaikannya kepada para rasul.” Kemudian para rasul pun dipanggil dan ditanya, “Benarkah Jibril telah menyampaikannya kepada kalian?” Mereka menjawab, “Benar, Jibril telah menyampaikannya kepada kami.” Kemudian Jibril pun dipersilahkan untuk pergi.
Selanjutnya para rasul pun ditanya, “Apakah telah kalian sampaikan tentang hari yang dijanjikan ini?” Mereka menjawab, “Kami telah menyampaikannya kepada umat kami.” Kemudian dipanggillah masing-masing umat mereka, lalu ditanyakan kepada mereka, “Apakah rasul kalian telah menyampaikan kepada kalian tentang hari yang dijanjikan ini?” Di antara mereka ada yang membenarkan, dan ada pula sebagian yang mengingkarinya.
Kemudian di antara para rasul itu berkata, “Kami mempunyai saksi bahwa kami benar-benar telah menyampaikannya.” Allah lalu bertanya, “Siapa yang menjadi saksi atas kalian?” Mereka menjawab, “Nabi Muhammad dan umatnya.’ Kemudian dipanggillah umat Nabi Muhammad Saw. dan ditanya, “Apakah kalian menyaksikan bahwa para rasul ini telah menyampaikan risalah-Ku kepada umat mereka?” Mereka menjawab, “Benar, wahai Tuhan kami, kami menjadi saksi bahwa mereka telah menyampaikannya.”
Umat-umat yang tadi menyangkal berkata, “Bagaimana mereka bisa menjadi saksi padahal mereka tidak bertemu dengan rasul kami?” Lalu, Allah menanyakan hal itu kepada umat Nabi Muhammad, dan mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, Engkau telah mengutus seorang rasul (Nabi Muhammad Saw.) kepada kami, dan Engkau telah menurunkan al-Qur’an kepada kami yang di dalamnya diceritakan tentang hari ini dan cerita tentang umat-umat terdahulu, di mana para rasul mereka telah menunaikan risalah yang Engkau berikan. Maka, dari situlah kami dapat mengetahuinya.” Kemudian Allah berfirman, “Mereka benar.” Itulah yang dimaksud dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. al-Baqarah: 143)
Syekh al-Qurthubi berkata, Abu Hamid berkata dalam kitabnya, Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, kelak di akhirat, Allah Ta’ala mengadili para binatang dan memberi kesempatan kepada binatang yang tidak bertanduk untuk membalas binatang yang bertanduk. Allah juga mengadili di antara binatang-binatang liar dan burung-burung. Lalu, Allah berkata kepada binatang-binatang itu, Jadilah kalian debu.” Maka pada saat itu juga mereka rata dengan tanah.
Pada saat itu, orang-orang kafir dan orang-orang durhaka mengharapkan agar mereka diratakan saja dengan tanah seperti binatang-binatang tersebut, sebagaimana firman-Nya,
“Orang-orang kafir dan yang mendurhakai rasul ingin supaya mereka diratakan dengan tanah.” (QS. an-Nisa’: 42)
Dan orang-orang kafir mengangankan sebagaimana firman-Nya,
“Alangkah baiknya sekiranya aku menjadi tanah.” (QS. ani-Nisa’: 40)
Setelah itu, Allah memanggil Lauh alMahfuzh. Naka Lauh al-Mahfuzh didatangkan dengan suara gemuruh yang sangat besar. Lalu, Allah berkata kepadanya, “Manakah kitab-kitab yang telah Aku tulis padamu, yakni Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an.” Lauh al-Mahfuzh menjawab, “Wahai Tuhanku, Kitab-kitab tersebut telah dipindahkan oleh Malaikat Jibril.” Kemudian Jibril dipanggil Allah. Dia tampak ketakutan dan kedua lututnya saling berada. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Jibril, Lauh al-Mahfuzh mengatakan bahwa engkau telah memindahkan kalam-Ku dan wahyu-Ku, benarkah itu?” Jibril menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Allah lalu bertanya, “Apa yang engkau lakukan dengan kalam-Ku dan wahyu-Ku itu?” Malaikat Jibril menjawab, “Taurat telah aku serahkan kepada Musa, Zabur telah aku serahkan kepada Daud, Injil telah aku serahkan kepada Isa, dan al-Qur’an telah aku serahkan kepada Muhammad. Kitab-kitab itu telah aku serahkan kepada rasul yang berhak menerimanya, demikian juga dengan lembaran-lembaran (suhuf) lainnya.”
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar seruan, “Wahai Nuh.” Maka Nabi Nuh a.s menghadap. Dia tampak ketakutan hingga tulang sendi-sendi saling beradu. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Nuh, Jibril mengatakan bahwa engkau adalah salah seorang rasul.” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Lalu ditanyakan kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan terhadap umatmu?” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Siang dan malam aku berdakwah kepada mereka, tapi mereka malah semakin menjauh dariku.”
Kemudian dipanggillah umatnya, dan ditanyakan kepada mereka, “Wahai kaum Nuh, ini adalah saudara kalian, Nuh. Dia mengaku bahwa dia telah menyampaikan risalah kepada kalian, benarkah itu?” Mereka menjawab, “Dia berbohong, wahai Tuihan kami. Dia tidak menyampaikan apa pun kepada kami.” Umatnya mengingkari pengakuan Nabi Nuh a.s.
Allah lalu berfirman kepada Nabi Nuh a.s., “Wahai Nuh, apakah engkau mempunyai bukti” Nabi Nuh a.s. menjawab, “Wahai Tuhanku, bukti yang aku miliki atas mereka adalah Muhammad dan umatnya.” Lalu umat Nabi Nuh pun menyanggah, “Kami adalah umat terdahulu sedangkan mereka adalah umat paling akhir, bagaimana mungkin mereka bisa menjadi saksi.” Kemudian dihadirkanlah Nabi Muhammad Saw. lalu dikatakan padanya, “Wahai Muhammad, ini adalah Nuh. Dia meminta kesaksianmu.” Maka beliau pun memberi kesaksian bahwa Nabi Nuh a.s. benar-benar telah menyampaikan risalahnya, kemudian beliau membacakan,
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan), “Berilah kaummu peringatan sebelon datang kepadanya azab yang pedih.” (QS. Nuh: 1) sampai akhir surah.
Kemudian Allah berfirman, “Engkau benar. Azab sudah ditetapkan bagi orang-orang yang kafir terhadap-Ku.” Selanjutnya orang-orang kafir itu digiring ke dalam neraka, tanpa ditimbang amalnya ataupun dihisab
Setelah itu, terdengarlah panggilan, “Di manakah Hud?” Selanjutnya terjadilah pembicaraan seperti yang dialami oleh Nabi Nuh a.s. dengan kaumnya. Akhirnya, Nabi Hud a.s. meminta kesaksian Nabi Muhammad Saw. dan beberapa umat beliau yang terpilih. Beliau lalu membacakan,
“Kaum Ad telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 123)
Setelah itu, terdengarlah panggilan, “Wahai Saleh! Hai Tsamud!” Lalu mereka pun datang. Pada saat kaum Tsamud mengingkarinya, maka Nabi Saleh a.s. meminta kesaksian Nabi Muhammad Saw.. Beliau lalu membacakan,
“Kaum Tsamud telah mendustakan para rasul.” (QS. asy-Syu’ara: 141) sampai akhir kisahnya.
Hingga akhir cerita, mereka diperlakukan seperti umat-umat yang sebelumnya. Allah memanggil setiap umat, dan mereka pun tampil. Ini merupakan suatu pelajaran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Dan banyak (lagi) generasi-generasi a; antara kaum-kaum tersebut.” (QS. al-Furqan: 38)
“Kemudian, Kari utus rasul-rasul Kami berturut-turut. Setiap kali seorang rasul datang kepada suatu umat, mereka mendustakannya” (QS. al-Mu’minun: 44)
“Dan orang-orang setelah mereka. Tidak ada yang mengetahui mereka selain Allah, Rasul-rasul telah datang kepada mereka membawa bukti-bukti (yang nyata).” (QS. Ibrahim: 9)
Ayat-ayat tersebut sangatlah menyentuh. Pada saat dahulu, ada kaum-kaum yang durhaka seperti kaum Tarukh, Tarah, Dauhan, Asra, dan yang lainnya. Kaum tersebut dipanggil dengan sekelompok-sekelompok. Akhirnya, sampailah panggilan tersebut untuk ashab ar-Rass, Tubba’ dan kaum Ibrahim. Timbangan tidak dipasang bagi mereka, dan tidak ada proses hisab pula bagi mereka. Pada hari itu, mereka terhalang dari Tuhan mereka. Hanya juru bicara yang berbicara dengan mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan mengazab terhadap orang yang diajak bicara dengan-Nya.
Lalu, dipanggillah Musa bin Imran. Dia datang dengan gemetar seperti sehelai daun yang diterpa angin kencang. Pucat mukanya dan kedua lututnya saling berbenturan. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai putra Imran! Benarkah Jibril telah menyampaikan risalah dan Taurat kepadamu? Maukah engkau bersaksi bahwa dia benar-benar telah menyampaikan semua itu kepadamu?” Nabi Musa a.s. menjawab, “Ya, aku siap bersaksi.” Lalu Allah menyuruh Nabi Musa a.s. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan wahyu yang telah diturunkan-Nya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Saat itu suasana menjadi hening sehingga semua makhluk yang berada di Padang Mahsyar mendengarkan bacaannya. Dia membacakan Taurat yang asli seperti pertama kali diturunkan, sehingga para pendeta merasa tidak pernah mengenalinya.
Lalu, dipanggillah Daud. Dia datang dengan gemetar seperti sehelai daun yang diterpa angin kencang. Kedua lututnya saling berbenturan dan pucat mukanya. Allah lalu berfirman kepadanya, “Wahai Daud! Apa benar Jibril telah menyampaikan Zabur kepadamu? Maukah engkau bersaksi bahwa dia benar-benar telah menyampaikan semua kepadamu?” Nabi Daud a.s. menjawab, “Ya, aku siap bersaksi wahai Tuhanku.” Lalu Allah menyuruh Nabi Daud a.s. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan wahyu yang telah diturunkan-Nya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Dia mempunyai suara yang paling merdu. Dalam sebuah hadis sahih, dia dikatakan juga sebagai Shahib al-Mazamir (Pemilik suara yang merdu).
Selanjutnya, dipanggillah Isa bin Maryam. Dia datang di pintu para rasul. Di sana, Allah lalu berfirman kepadanya,
“Wahai Isa putra Maryam! Engkaukah yang mengatakan kepada orang-orang, Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua Tuhan selain Allah?” (QS. al-Maidah: 116)
Nabi Isa a.s. lalu menjawab, “Mahasuci Engkau, tidak patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku. Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada-Mu. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib.” (QS. al-Maidah: 116)
Lalu, Allah Ta’ala tertawa sambil berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya.” (QS. alMaidah: 119)
Kemudian Allah menyuruh Nabi Isa as. agar kembali ke mimbarnya dan membacakan inzil yang telah diturunkan Jibril kepadanya. Maka pada saat itu juga dia naik mimbar dan membacakan wahyu-Nya. Saat itu, kepala seluruh manusia tertuju kepadanya karena keindahan pengulangan bacaannya. Nabi Isa a.s. merupakan orang yang paling tahu dalam meriwayatkan Injil. Dia membacakan Injil yang asli sehingga para rahib merasa tidak pernah mengenalnya. Kemudian kaumnya terbagi dua golongan, yaitu golongan orang-orang durhaka dan golongan Orang-orang beriman.
Dan, terakhir dipanggillah Nabi Muhammad Saw.. Beliau pun datang, lalu Allah berfirman kepadanya, “Wahai Muhammad, ini adalah Jibril. Dia mengaku bahwa dia telah menyampaikan al-Qur’an kepadamu.” Beliau menjawab, “Benar, wahai Tuhanku.” Kemudian Allah menyuruh beliau agar kembali ke mimbarnya dan membacakan al-Qur’an, kemudian beliau pun membacakan al-Qur’an. Sungguh bacaannya mengandung keindahan sehingga orang-orang yang bertakwa merasa senang mendengarkan bacaan tersebut. Tampak wajah mereka yang senyum gembira. Adapun orang-orang yang durhaka berwajah kumal dan kusam berdebu. Pada saat Nabi Saw. membacakan al-Qur’an, maka umatnya merasa seakan-akan tidak pernah mendengarnya sama sekali.
Dan berhubungan dengan masalah ini, maka al-Ashma’i pernah ditanya oleh keponakannya, “Kaum menganggap bahwa engkau adalah orang yang paling hafal kitab Allah, maka sampaikanlah sesuatu kepada kami.” Maka dia menjawab, “Wahai keponakanku, pada saat aku mendengarnya dari Rasulullah Saw., maka seakan-akan aku belum pernah mendengarnya sedikit pun.
Pada saat pembacaan kitab-kitab telah selesai, maka terdengarlah seruan dari arah suatu tempat yang agung,
“Dan dikatakan (kepada orang-orang kafir), “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat.” (QS. Yasin: 59)
Saat itu juga Padang Mahsyar pun gempar, terjadi ketakutan dan kekacauan yang hebat. Para malaikat bercampur baur dengan jin. Begitu juga jin bercampur baur dengan anak cucu Adam (manusia). Mereka membentuk satu gelombang yang dahsyat. Setelah itu terdengarlah seruan, “Wahai Adam, kirim utusan ke neraka.” Dia lalu bertanya, “Berapa, wahai Tuhanku?” Lalu dijawab, “Dari setiap seribu orang, maka 999 orang menuju neraka, sedang satu orang lagi masuk ke dalam surga.”
Maka tidak henti-hentinya Nabi Adam a.s. mengeluarkan satu persatu anak cucunya dari tempat itu, baik dari golongan orang-orang yang membangkang, orang-orang yang lalai, dan Orang-orang fasik menuju ke neraka. Dan, yang tertinggal hanyalah segenggam dengan ukuran genggaman Tuhan, sebagaimana yang disabdakan Nabi Saw., “Kami hanyalah beberapa genggaman saja dari genggaman-genggaman Tuhan Yang Mahasuci dan Mahatinggi.”
Beberapa Orang yang Memberi Kesaksian Pada Saat Proses Hisab
Para ulama berkata, para nabi dan yang lainnya akan menjadi saksi saat proses hisab, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Dan didatangkanlah para nabi dan saksisaksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, seedang mereka tidak dirugikan.” (QS. az-Zumar: 69)
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (QS. an-Nisa’: 41)
Saksi setiap umat adalah nabinya. Akan tetapi ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan saksi di sini adalah para malaikat pencatat amal. Dan, pendapat inilah yang lebih jelas. Kelak di akhirat, umat-umat itu akan didatangkan beserta rasulnya masing-masing, lalu dikatakan kepada mereka, “Apa jawaban kalian terhadap seruan para rasul?” Dan, kepada para rasul pun ditanyakan, “Apa jawaban umat kalian terhadap seruan kalian?” Saat itu para rasul menjawab,
“Tidak ada pengetahuan kami tentang itu, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui segala perkara yang gaib.” (QS. al-Ma’idah: 109)
Setelah itu, maka orang-orang itu dipanggil satu persatu. Pada saat itu yang memberi kesaksian hanyalah lembaran catatan amalnya sendiri dan malaikat pencatat amal. Ini adalah sebagaimana yang telah dikabarkan sewaktu masih di dunia, bahwasanya ada dua malaikat yang senantiasa mengawasi gerak gerik mereka dan mencatat amalnya.
Dalam kitab Kasyf ‘Ulum al-Akhirah, Abu Hamid al-Ghazali mengatakan, ada seorang penyeru yang menyerukan dari arah Allah, “Pada hari ini tidak akan ada kezaliman. Sesungguhnya Allah Mahacepat dalam menghisab.” Maka dikeluarkanlah kitab yang sangat besar untuk mereka, besar kitab tersebut menutupi lahan antara ilmur dan barat. Isi kitab itu adalah berupa catatan amal perbuatan semua makhluk. Tidak ada yang terlewat di dalamnya, baik amal kecil ataupun besar, semuanya tercatat di sana. Saat itu mereka menemukan apa saja yang telah mereka lakukan, dan Tuhanmu tidaklah berbuat curang terhadap siapa pun. Itu karena, setiap perbuatan makhluk dilaporkan kepada Allah tiap harinya, lalu para malaikat pencatat amal mencatatnya dalam kitab yang sangat besar itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.” (QS alJatsiyah: 29)
Selanjutnya, satu persatu manusia akan dipanggil untuk dihisab segala amal perbuatannya, baik dan buruknya akan dihitung. Maka, pada saat itu kaki dan tangannya sendiri yang memberi kesaksian atas perbuatannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS. An-Nur: 24)
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa ada seseorang yang dihadapkan kepada Allah, lalu Allah berfirman kepadanya, “Hai hamba yang jahat. dahulu kamu telah berbuat dosa dan bermaksiat kepada-Ku.” Dia lalu berkata, “Apa yang telah aku lakukan?” Seolah-olah dia menyangkat. AHah lalu berfirman, “Kamu perlu bukti?” Kemudian didatangkan malaikat yang mencatat amal-amalnya. Hamba itu lalu berkata, “Mereka perdusta atasku.” Maka selanjutnya, anggota-anggota badannya menjadi saksi atas perbuatan-perbuatannya. Maka dia pun digiring ke dalam neraka. Lalu hamba itu mencela anggota badannya sendiri. Namun, anggota badannya berkata kepada dia, “Kami tidak mempunyai pilihan, Tuhan kami yang menjadikan kami bisa berbicara.” Allah lalu berfirman, “Kulit mereka menjawab, “Yang menjadikan kami dapat berbicara adalah Allah, yang (juga) menjadikan segala sesuatu dapat berbicara.” (QS. Fushshilat: 21)
Terkait hal ini sudah dijelaskan secara gamblang pada pembahasan sebelumnya, bahwa bumi, hari-hari, malam-malam, dan harta, semuanya akan memberi kesaksian. Dan pada saat orang kafir berkata, “Aku tidak akan mengizinkan atas diriku untuk menjadi saksi kecuali saksi dari pihakku,” maka mulutnya ditutup, lalu anggota-anggota badannya yang lain memberi kesaksian terhadapnya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Kesaksian Nabi Muhammad Saw. Terhadap Umatnya
Diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari seorang laki-laki Ansar dari al-Minhal bin “Amr bahwasanya dia mendengar Sa’id bin al-Musayyib berkata, “Tiada satu hari pun melainkan akan didatangkan kepada Nabi Saw. umat beliau, pagi dan petangnya. Kemudian beliau mengetahui mereka dari tanda-tanda dan amal perbuatan mereka. Karenanya, beliau akan memberi kesaksian terhadap mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kari mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai soksi atas mereka.” (QS. an-Nisa’: 41)
Menurutku, sebelumnya telah diuraikan bahwa setiap amal manusia akan dilaporkan kepada Allah pada hari Kamis dan Senin. Juga dilaporkan kepada para nabi, ayah, dan ibu masing-masing pada hari Jumat. Sebetulnya dalam hal ini tidak ada pertentangan. Tapi, kemungkinan ada kekhususan untuk Nabi Muhammad Saw. bahwa amal-amal umatnya akan dilaporkan setiap hari. Dan, pada hari Jumat, dilaporkan juga bersama dengan amal para nabi lainnya. Wallahu a’lam.
Azab Bagi Orang yang Tidak Melaksanakan Zakat
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak seorang pun yang mempunyai emas ataupun perak, namun tidak mengeluarkan zakat darinya, melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan untuknya lempengan-lempengan besi dari api. Lempengan besi tersebut dipanaskan dalam neraka Jahanam lalu dilindaskan pada perut, kening, dan punggungnya. Jika lempengan-lempengan besi itu dingin, maka dipanaskan lagi, dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun, hingga datangnya pengadilan di antara manusia. Dan, setelah itu, dia akan melihat jalannya masing-masing, apakah ke surga atau ke neraka.”
Ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pemilik unta?” Beliau menjawab, “Juga termasuk pemilik unta yang tidak mau menunaikan hak darinya salah satu haknya adalah memijit susunya pada hart binatang itu mendatangi tempat minum melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan tanah seluas-luasnya untuk unta itu. Satu ekor pun tidak akan terlepas darinya. Dengan sepatu-sepatunya, unta itu berkali-kali memijak pemiliknya dan menggigitnya dengan mulutnya.
Ada lagi yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan pemilik sapi dan kambing?” Beliau menjawab, “Dan, tidak seorang pun pemilik sapi dan kambing yang tidak melaksanakan kewajiban darinya, melainkan pada hari Kiamat akan dibentangkan tanah yang rata untuk binatang-binatang tersebut. Satu ekor pun tidak akan terlepas darinya. Di sana, tidak ada satu pun binatang yang tanduknya rebah ke belakang, atau tidak bertanduk, atau patah tanduknya. Binatang-binatang tersebut akan menyeruduk pemiliknya dengan tanduknya, dan menginjak-injaknya dengan kukunya yang tajam. Tiap kali barisan pertama binatang-binatang itu lewat, maka diikuti pula oleh barisan yang lainnya, dalam sehari yang kadarnya 50.000 tahun, hingga datangnya pengadilan di antara manusia. Dan, setelah itu, dia akan melihat jalannya masing-masing, apakah ke surga atau ke neraka ….”
Diriwayatkan oleh Malik secara mauquf, an-Nasa’i dan Bukhari secara marfu’ dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, barang siapa yang diberikan harta oleh Allah tetapi dia tidak membayarkan zakat darinya, maka pada hari Kiamat hartanya itu akan menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’ (ular botak), yang memiliki dua racun di mulutnya. Lalu, ular itu akan melilitnya dan mematuk dagunya, yaitu tulang rahangnya sambil berkata, “Aku adalah hartamu. Aku adalah simpananmu.” Kemudian beliau membaca ayat,
“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 180)
Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, dia berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, dan tidak pula bagi orang yang memiliki simpanan harta tetapi dia tidak mau menunaikan zakatnya, melainkan pada hari Kiamat simpanan harta itu akan menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’. Ula, tersebut memburunya dengan mulut yang terbuka. Setiap kali ular itu. mendatanginya, maka dia berlari menghindarinya . Lalu, ular tersebut berseru, “Ambillah harta simpananmu yang telah kamu sembunyikan. Sungguh, aku tidak membutuhkannya.” Dan, apabila orang tersebut telah menyadarinya, dan apa yang harus dia lakukan, maka dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut, lalu ular itu menggigitnya seperti menggigit kambing pejantan ….”
Hukuman Bagi Orang yang Berkhianat
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Wurairah, dia berkata, pada suatu hari Rasulullah Saw. berdiri di tengah-tengah kami, lalu beliau menyebutkan tentang pengkhianatan dan akibatnya yang sangat besar. Lebih lanjutnya beliau bersabda, janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor unta yang melenguh-lenguh, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor kuda yang meringkik, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya seekor kambing yang mengembik, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya jiwa apa pun yang bersuara, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya kain-kain yang berkibar-kibar, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Janganlah sekali-kali aku mendapati salah seorang dari kalian pada hari Kiamat datang dengan memikul di atas pundaknya harta kekayaan, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku sudah tidak mampu berbuat apa-apa lagi bagimu. Sungguh, telah aku sampaikan kepadamu.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, pada hari Kiamat, ketika Allah mengumpulkan umat-umat yang terdahulu dan yang terakhir, maka Dia akan memasangkan bagi setiap orang yang berkhianat sebuah bendera (panji), seraya dikatakan, “inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan.”
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Pada hari Kiamat, setiap orang yang berkhianat akan memiliki bendera (panji) di bokongnya masing-masing.”
Diriwayatkan oleh Abu Daud ath-Thayalisi dari Qurrah bin Khalid dari Abdul Malik bin Umair dari Rafi’ bin Syidad dari ‘Amr bin al-Hamaq al-Khuza’i bahwa Nabi Saw. bersabda, “Apabila seseorang telah menjamin keselamatan darah orang tain, tetapi kemudian dia membunuhnya, maka pada hari Kiamat akan dikibarkan untuknya bendera (panji) khianat.”
Tafsir Ayat, “Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161)
Para ulama berpendapat bahwa itu dalam arti yang sebenarnya, sebagaimana yang dijelaskan Nabi Saw.. Artinya, pengkhianat itu akan membawa apa yang dikhianatkannya di atas punggung dan pundaknya dalam keadaan tersiksa. Selain akan merasakan berat, dia juga akan menanggung rasa malu dan terhina karena disaksikan oleh khalayak ramai. Demikian pula yang akan dialami oleh orang-orang yang tidak membayar zakat, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadis sahih.
Abu Hamid berkata, orang yang tidak membayar zakat untanya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor unta. Unta tersebut bersuara dan beratnya bagaikan gunung yang besar.
Orang yang tidak membayar zakat sapinya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor sapi. Sapi tersebut melenguh dan beratnya bagaikan gunung yang besar. Orang yang tidak membayar zakat kambingnya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya seekor kambing. Kambing tersebut mengembik dan beratnya bagaikan gunung yang besar. Adapun suara unta, sapi, dan kambing, kerasnya bagaikan petir yang menyambar.
Orang yang tidak membayar zakat hasil pertaniannya, maka pada hari Kiamat dia akan memikul di atas pundaknya barang-barang yang dia kikirkan, bisa gandum, jelai, atau lainnya yang sangat memberatkan hingga dia merintih-rintih karena tidak kuat. Sedang dari bawahnya, terdengar suara celaka dan binasa.
Dan, orang yang tidak membayar zakat hartanya, maka pada hari Kiamat hartanya tersebut menjelma seekor ular Syuja’ al-Aqra’, yang memiliki dua racun di mulutnya. Ekornya bergerak-gerak memasuki lubang hidungnya, membelit lehernya, dan menambah berat di pundak orang itu, seolah-olah orang tersebut berkalung binatang buas di muka bumi. Dan setiap orang berseru seperti tadi. Maka, para malaikat berkata, “Ini adalah harta yang kamu kikirkan di dunia, karena rasa cintamu kepadanya dan bakhil atasnya.” Dan itulah makna firman Allah Ta’ala,
“(Apa) harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat.” (QS. Ali ‘imran: 180)
Menurutku, siksaan yang ditimpakan Allah kepada orang yang berkhianat dan orang yang menolak membayar zakat, ini setara dengan yang siksaan yang ditimpakan kepada orang yang menepati janjinya. Allah menjadikan hukuman-hukuman ini menurut hukuman yang berlaku di kalangan manusia, agar mereka mau mengerti. Bahkan, di kalangan orang-orang Arab, orang yang berkhianat juga mendapatkan sanksi moral dan sosial yang cukup memberatkan, sebagaimana yang dialami oleh orang-orang yang melakukan berbagai tindak kejahatan lainnya.
Namun, ada sekelompok ulama yang berpendapat bahwa berita tentang beban yang dipikul oleh orang yang berkhianat di hari Kiamat nanti, itu bukan dalam arti yang sebenarnya, melainkan pemberitahuan tentang hinanya dosa khianat tersebut. Dengan kata lain, kelak pada hari Kiamat dia akan memikul beban dosa secara terbuka hingga dilihat oleh khayalak ramai.
Apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Saw. itu benar-benar hakiki dan lebih utama, karena didukung sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Samurah bin Jundub, dia berkata, setiap kali Nabi Saw. mendapatkan harta ghanimah, beliau menyuruh Bilal agar berseru di tengah-tengah manusia. Maka mereka berdatangan dengan membawa ghanimah masing-masing. Kemudian beliau mengambil satu perlimanya, dan selebihnya dibagi.
Pada suatu hari setelah seruan tersebut, maka datanglah seseorang dengan membawa tali kekang yang terbuat dari wol, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah ghanimah yang berhasil aku peroleh.” Beliau lalu bertanya, “Apakah kamu tidak mendengar seruan Bilal sebanyak tiga kali?” Dia menjawab, “Ya, aku mendengarnya.” Beliau bertanya, “Lalu, apa yang menahanmu sehingga kamu tidak datang dengan membawa seluruh ghanimah?” Dia lalu mengemukakan alasan-alasannya. Beliau lalu bersabda, “Janganlah sekali-kali begitu! Pada hari Kiamat, kamu akan datang membawanya. Karena itu, aku sudah tidak mau menerimanya darimu.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya batu yang bobotnya sudah dilipatgandakan menjadi tujuh kali lipat dilemparkan ke dalam neraka Jahanam, dan batu itu terjun ke dalamnya selama tujuh puluh tahun. Kemudian orang yang berkhianat dalam rampasan perang akan dilemparkan bersama batu itu, kemudian orang yang berkhianat itu akan mengambilnya kembali.”
Beliau lalu bersabda, “Itulah makna firman Allah, “Barang siapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (QS. Ali ‘Imran: 161).
Riwayat ini dituturkan oleh Sulaiman al-Muradi dalam kitabnya, a-Arba’in.
Bendera-bendera Pada Hari Kiamat
Sabda Nabi Saw. “Maka Dia akan memasangkan bagi setiap orang yang berkhianat sebuah bendera (panji)”, Hal ini menunjukkan bahwa di akhirat nanti manusia mempunyai beberapa macam bendera. Di antaranya, ada bendera kenistaan dan cela, yang dengan bendera tersebut, dapat diketahui perbuatan pemiliknya sewaktu di dunia. Juga ada bendera pujian, kemuliaan, dan kehormatan seperti yang disabdakan Rasulullah Saw, “Bendera pujian ada di tanganku.”
Diriwayatkan oleh az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Umrw’ al-Qais adalah pemegang (pembawa) bendera para penyair yang menuju ke neraka.”
Berdasarkan riwayat ini, maka seorang tokoh atau pemimpin dalam bidang apa pun, dia akan memegang bendera pengenal yang melapangkan kebajikan atau kejahatan. Sangat boleh jadi, orang-orang yang saleh dan para wali Allah juga memiliki bendera pengenal yang melapangkan mereka. Wallahu a’lam.
Jika mereka bukan orang yang terkenal, Nabi Saw. bersabda, “Boleh jadi, seorang yang perambut kusut penuh dengan debu yang ditolak di depan pintu, jikalau dia mau bersumpah atas nama Allah, maka Allah akan mengabulkan sumpahnya.” Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya Allah itu menyukai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan tidak dikenal orang.” Kedua hadis ini diriwayatkan oleh Muslim.
Abu Hamid dalam kitabnya, Kasyf “‘Ulum al-Akhirah, mengutip sebuah hadis sahih bahwa sesungguhnya yang pertama kali akan diputuskan oleh Allah pada hari Kiamat adalah tentang darah (pembunuhan). Orang yang pertama kali akan diberikan pahalanya oleh Allah adalah orang-orang yang buta. Pada hari Kiamat, Allah akan menyeru orang-orang yang buta, “Kalian lebih berhak untuk memandang Kami.” Allah merasa malu kepada mereka hingga Dia berfirman, “Pergilah kalian, dan bergabunglah dengan golongan kanan.”
Mereka diberi bendera yang diserahkan ke tangan Nabi Syu’aib a.s. untuk memegangnya. Dia (Nabi Syu’aib) berada di depan mereka yang bercampur dengan rombongan malaikat yang jumlahnya tidak dapat diketahui, kecuali Allah yang dapat mengetahuinya. Para malaikat lalu mengiringkan mereka seperti mengiringkan pengantin. Nabi Syu’aib a.s. membawa mereka melewati sebuah jembatan dengan cepat bagaikan kilat yang menyambar. Sifat salah seorang di antara mereka adalah sabar dan penyantun seperti Ibnu Abbas dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.
Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang menderita?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah menerima penghormatan yang sangat baik dari Allah, mereka disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberi bendera berwarna hijau yang diserahkan ke tangan Nabi Ayyub a.s.. Dia (Nabi Ayyub) berada di depan mereka. Sifat orang yang menderita ialah Sabar, penyantun, dan penuh keyakinan seperti Aqil bin Abi Thalib dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.
Kemudian terdengar seruan, “Mana anak-anak muda yang menjaga kehormatannya?” maka mereka pun didatangkan. Setelah mendapatkan sambutan kasih sayang dari Allah, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberi bendera berwarna hijau yang diserahkan ke tangan Nabi Yusuf a.s.. Dia (Nabi Yusuf) yang menjadi pemimpin mereka. Sifat anak-anak muda seperti itu ialah sabar, penyantun, dan penuh keyakinan seperti Rasyid bin Sulaiman dan pemimpin-pemimpin lain yang sepertinya.
Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang saling mencintai Karena Allan?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah mendapatkan sambutan kasih sayang dari Allah, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Sifat orang-orang yang saling mencintai karena Allah ialah sabar, penyantun, dan penuh keyakinan. la tidak marah maupun kecewa terhadap orang yang menyukai hal-hal yang bersifat duniawi. Contoh orang yang masuk golongan ini adalah Abu Turab, yakni Ali bin Abi Thalib dan pemimpin-pemimpin lain sepertinya.
Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang yang rajin menangis?” Maka mereka pun didatangkan. Setelah air mata mereka, darah para syuhada, dan tinta para ulama ditimbang, ternyata bobot air mata mereka yang lebih berat. Mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan, dan diberikan bendera berwarna-warni karena mereka menangis dalam berbagai alasan. Ada yang menangis karena takut kepada Allah, ada yang menangis karena sangat ingin mengharapkan keridaan Allah, dan ada juga yang menangis karena menyesal atas kesalahan yang pernah dia lakukan. Dan, bendera itu diserahkan ke tangan Nabi Nuh a.s.. Para ulama ingin sekali mendahului mereka seraya berkata, “Kamilah yang mengajarkan mereka sehingga mereka bisa menangis.” Kemudian terdengar seruan, “Pelan-pelan, wahai Nuh.” Nabi Nuh a.s lalu berhenti dengan rombongannya itu.
Setelah tinta ulama dan darah para syuhada ditimbang, ternyata darah para syuhada bobotnya lebih berat. Mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberikan bendera yang dilumuri minyak za’faran dan bendera itu diserahkan ke tangan Nabi Yahya. Dia (Nabi Yahya) kemudian beranjak di depan mereka. Para ulama ingin sekali mendahului mereka seraya berkata, “Karena ilmu kamilah mereka berperang, jadi kamilah yang lebih berhak maju daripada mereka.” Mendengar itu, Allah Yang Mahaagung tersenyum dan berfirman kepada mereka, “Di mata-Ku, kalian adalah seperti nabi-nabi-Ku. Berilah syafaat kepada siapa saja yang kalian inginkan.” Lalu, di antara mereka, ada yang memberikan syafaat kepada tetangga dan saudara-saudaranya.
Kemudian, Allah menyuruh malaikat untuk berseru di tengah-tengah manusia, “Ketahuilah, sesungguhnya Fulan yang alim ini telah diberikan wewenang untuk memberikan syafaat. Masing-masing mereka akan memberikan syafaat kepada orang yang pernah menolongnya ketika dia dalam kesulitan, atau yang pernah memberinya sesuap makan ketika dia lapar, atau yang pernah memberinya seteguk air ketika dia kehausan. Karenanya, temuilah dia, karena dia bisa memberikan syafaat.”
Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah Saw. bersabda, “Yang pertama kali memberikan syafaat ialah para rasul, kemudian para nabi, kemudian para ulama.” Mereka diberikan bendera berwarna putih dan diserahkan ke tangan Nabi Ibrahim karena dia adalah rasul yang paling berani mengungkapkan isi hatinya kepada Allah. Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang miskin?” Maka mereka pun di datangkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Lalu, Allah berfirman kepada mereka, “Selamat datang, hai orang-orang yang lama mendekam di penjara dunia”
Kemudian mereka disuruh bergabung dengan golongan kanan. Mereka diberikan ben, dera berwarna kuning dan diserahkan ke tangan Nabi Isa putra Maryam. Dia (Nabi Isa) berada di depan mereka menuju tempat golongan kanan, Kemudian terdengar seruan, “Mana orang-orang kaya?” Maka mereka pun didatangkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Setelah menghisab mereka selama 500 tahun, mereka lalu disuruh bergabung dengan golongan kanan, Mereka diberikan bendera berwarna-warni, laly diserahkan ke tangan Nabi Sulaiman. Dia (Nabi Sulaiman) berada di depan mereka menuju tempat golongan kanan.
Disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabi Saw. bersabda, ada empat golongan manusia yang meminta kesaksian dari empat golongan manusia lainnya. Orang-orang kaya dan yang hidup senang akan dipanggil, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Maka mereka menjawab, “Allah telah memberi kekuasaan dan kesejahteraan kepada kami, yang menyibukkan kami dari melaksanakan kewajiban-Nya di dunia.” Allah bertanya kepada mereka, “Siapa yang lebih besar kekuasaannya, kalian ataukah Sulaiman?” Mereka menjawab, “Sulaiman.” Maka Allah berkata, “Walaupun kekuasaannya lebih besar, Sulaiman tetap melaksanakan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”
Kemudian diserukan, “Manakah orang-orang yang menderita penyakit?” Maka mereka pun didatangkan dalam keadaan bermacam-macam, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Mereka menjawab, “Allah telah menguji kami dengan berbagai macam penyakit dan penderitaan, yang menyibukkan kami dari mengingat-Nya dan melaksanakan kewajiban-Nya.” Allah bertanya kepada mereka, “Siapa yang lebih berat penderitaannya, kalian ataukah Ayyub?” Mereka menjawab, “Ayyub.” Maka Allah berkata, “Nyatanya hal itu tidak menyibukkan dia dari mengabdi kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”
Lalu diserukan, “Manakah pemuda-pemuda tampan dan para budak?” Maka mereka pun didatangkan, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?” Maka para pemuda tampan menjawab, “Allah telah memberi kami ketampanan dan pesona. Hal itulah yang telah menyibukkan kami dari menunaikan kewajiban kepada-Nya.” Dan para budak pun menjawab, “Kegiatan perbudakanlah yang menyibukkan kami dari beribadah kepada-Nya.-” Maka Allah bertanya, “Siapa yang lebih tampan, kalian ataukah Yusuf?” Mereka menjawab, “Yusuf.” Maka Allah berkata, “Yusuf juga dulu berada dalam lingkungan perbudakan. Nyatanya hal itu tidak menyibukkannya dari menunaikan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami.”
Lalu diserukan, “Di manakah orang-orang fakir?” Maka mereka pun didatangkan dalam keadaan bermacam-macam, lalu ditanya, “Apa yang menyibukkan kalian dari mengabdi kepada Allah?’ Mereka menjawab, “Ailah telah menimpakan derita kemiskinan kepada kami di dunia, dan itulah yang membuat kami lupa mengingatnya.” Maka Allah bertanya, “Siapa yang lebih miskin, kalian ataukah Isa.” Mereka menjawab, “Isa.” Maka Allah berkata, “Nyatanya hal itu tidak membuat Isa lengah dari menunaikan kewajibannya kepada Kami dan selalu mengingat Kami ….” Maka, barang siapa yang diuji dengan salah satu dari empat cobaan ini, hendaklah dia mengingat kepada yang memberi cobaan tersebut.” Keterangan:
Sabda Nabi Saw., “Inilah pengkhianatan Fulan bin Fulan”, merupakan dalil bahwa di akhirat nanti manusia itu dipanggil dengan menggunakan nama sendiri dan nama ayah mereka. Ini merupakan sanggahan terhadap pendapat yang menyatakan bahwa mereka akan dipanggil dengan menggunakan nama ibu mereka.
Sabda Nabi Saw., “Lalu dilindaskan pada perut, kening, dan punggungnya,” karena anggota-anggota badan ini, yaitu perut, kening, dan punggung merupakan yang paling sensitif oleh rasa sakit. Tetapi, ada yang berpendapat bahwa ketiga anggota badan inilah yang paling berperan menolak memberikan zakat dengan cara kasar kepada orang yang datang meminta zakat. Jika ada orang yang meminta zakat, orang suka mengerutkan keningnya, memalingkan perutnya, dan punggungnya membelakangi si peminta.
Para ulama sufi mengatakan, “Ketika mereka meminta pangkat dan harta, Allah memburukkan wajah mereka. Ketika mereka menolak orang fakir duduk bersama mereka, lambung mereka digulung. Dan ketika mereka menyandarkan punggung mereka ke harta mereka karena saking sayangnya, punggung mereka dipanggang.”
Makna dari Lima Puluh Ribu Tahun
Allah Ta’ala berfirman,
“Dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun,” (QS. al-Ma’arij: 4)
Ada yang mengatakan, maksud 50.000 tahun ini adalah kalau yang menghisabnya selain Allah. Namun, jika Allah yang menghisab maka bisa selesai dalam waktu setengah hari menurut ukuran hari di dunia.
Ada yang mengatakan, bahwa 50.000 tahun itu adalah lamanya mereka berdiri di setiap pemberhentian untuk dihisab, demikian menurut pendapat al-Hasan. Sedang Ibnu al-Yamani berkata, di dalam setiap pemberhentian, mereka berdiri selama 1000 tahun.
Disebutkan dalam sebuah hadis dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya bagi orang yang beriman akan diringankan hisabnya, hingga berasa lebih ringan daripada mengerjakan shalat fardhu.”
Dirtwayatkan oleh Ibnu al-Mubarak dari Ma’mar dari Qatadah dari Zurarah bin Aufa dari Abu Hurairah, dia berkata, “Pada waktu itu, hisab seorang mukmin akan dipercepat seperti dia menjalankan sekali shalat fardhu saja.”
Dan dalam kitab