Segala puji bagi Allah yang Tunggal dan Maha Kuasa, yang Maha Perkasa lagi Pengampun, yang menakdirkan dan mengatur segala sesuatu, yang menetapkan malam sesudah siang, agar direnungkan oleh orang-orang yang berakal dan berpenglihatan, yang menyadarkan di antara makhluknya orang yang dipilihnya kemudian dimasukkannya dalam golongan orang-orang yang baik. Dia memberi taufik kepada hamba pilihannya, kemudian menjadikannya sebagai orang-orang yang tajarrub dan salihin serta menyadarkan siapa yang dicintainya, kemudian menjadikan mereka sebagai orang yang zahid di dunia ini.

 

Mereka pun berijtihad untuk memperoleh keridaannya, bersiap-siap untuk kehidupan yang kekal dan menjauhi hal-hal yang menimbulkan kemarahannya. Mereka takut akan siksa neraka sehingga berijtihad untuk melakukan ketaatan kepadanya. Mereka selalu mengingatnya pada pagi dan petang, malam dan siang, dalam segala keadaan, sehingga bersinarlah hati mereka dengan cahaya yang cemerlang. Kucurahkan puji atas segala nikmatnya dan kumohon tambahan keutamaan dan karunianya.

 

Saya! bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang Maha Besar dan Tunggal, tempat tujuan, yang Maha Perkasa lagi Bijaksana. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulnya, kecintaan dan kekasihnya, makhluk terutama dan termulia di antara orang-orang yang terdahulu dan akan datang. Salawat dan salamnya tercurah atasnya dan nabi-nabi yang lain beserta keluarganya dan orang-orang salihin lainnya.

 

Amma ba’du. Allah yang Maha Agung, Perkasa dan Bijaksana telah berfirman:

 

“Maka ingatlah kalian kepadaKu, Aku pun akan ingat kepadamu ….” (Q.S. Al-Baqarah: 152)

 

Dalam firman yang lain:

 

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku.” (Q.S. Az-Zaariyat: 56)

 

Dengan ini telah diketahui bahwa keadaan hamba yang paling utama adalah saat di mana ia mengingat Tuhan sekalian alam (Robbul Alamin) dan menyibukkan diri dengan zikir-zikir yang diriwayatkan dari Rasulullah  pemimpin para Rasul. Para ulama telah menulis mengenai amalan siang dan malam, doa-doa dan zikir-zikir dalam kitabkitab yang banyak diketahui oleh pembaca. Akan tetapi karena sanad dan pengulangannya terlalu banyak, maka menyebabkan berkurangnya semangat untuk mempelajarinya.

 

Saya bermaksud memudahkan hal itu untuk para pembaca yang berkeinginan. Maka saya mulai dan susun dalam kitab ini secara ringkas. Saya tinggalkan sanad-sanad pada sebagian besarnya guna peringkasannya.

 

Insyaallah akan saya sebutkan sesuatu yang lebih penting dari itu sebagai ganti sanad, yaitu penyebutan hadis sahih, hasan, dhaif, dan munkar. Hal itu perlu diketahui oleh semua orang, kecuali sedikit saja dari para muhaddisin.

 

Bagian ini amat penting untuk diperhatikan, diyakini dan patut diandalkan oleh pelajar dari pihak ahli hafal yang teliti dan para imam yang pandai. Akan saya tambahkan sejumlah masalah berharga dari ilmu hadis, seluk-beluk fiqh, kaidah-kaidah penting, latihan-latihan rohani serta tata cara yang harus diketahui oleh orang yang menjalaninya.

 

Saya sebutkan semuanya secara jelas, sehingga mudah dipahami bagi orang awam dan orang yang mempelajarinya.

 

Telah diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa mengajak kepada kebenaran, diapun mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikitpun dari pahala mereka (pahala yang ia dapatkan tidak mengurangi pahala mereka).”

 

Maka, saya ingin menolong orang yang menyukai kebaikan dengan memudahkan jalannya, memberi isyarat kepadanya dan menjelaskannya. Dalam permulaan kitab, saya sebutkan pasal-pasal penting yang diperlukan oleh pengkaji kitab ini dan pembaca-pembaca lainnya.

 

Apabila dalam periwayatan ada sahabat yang tidak masyhur bagi orang yang tidak mengetahuinya, maka saya katakan: Kami riwayatkan dari Fulan, As-Sahabi, agar tidak diragukan persahabatannya.

 

Saya utamakan kitab ini dengan hadis-hadis yang bersumber dari lima kitab yang masyhur, yaitu: Sahih Bukhari dan Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasz’i. terkadang saya meriwayatkan dari kitab masyhur lainnya.

 

Adapun jilid-jilid dan sanad-sanad, maka tidak saya sebutkan, kecuali pada tempat yang jarang. Juga jarang saya sebutkan hadis yang dhaif dan masyhur. Saya hanya mengutamakan hadis yang sahih.

 

Oleh karena itu, saya harap kitab ini akan menjadi sumber yang bisa diandalkan. Dalam suatu masalah, saya hanya menyebutkan hadis-hadis yang dilalah (penunjukan)nya jelas dalam masalah itu.

 

Kepada Allah yang Maha Pemurah saya memohon taufik, tobat, dan pertolongan. Saya juga memohon petunjuk, penjagaan dan pemudahan kebaikan-kebaikan yang saya tuju. Akhirnya, saya berharap untuk memperoleh kemuliaan yang kekal, yang bisa mengumpulkan diri saya dengan para kekasihnya di surga, serta macam kesenangan lainnya.

 

Cukuplah Allah bagiku dan Dia sebaik-baik tempat berserah diri, Tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Saya berserah diri dan berlindung kepadanya. Saya mohon pertolongan dan menyerahkan urusan saya kepadanya.

 

Kutitipkan agama dan diriku, kedua orang tua dan saudara-saudaraku, para kekasih, semua orang yang berbuat baik kepadaku dan seluruh orang muslim dan semua kenikmatan yang diberikan untukku dan untuknya berupa urusan dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah jika dititipi sesuatu, pastilah Dia menjaganya, dan Dia adalah sebaik-baiknya penjaga. Abdullah itu adalah sebaik-baiknya orang.

 

Suruhan berikhlas diri dan berniat baik dalam seluruh amalan yang nampak dan yang samar

 Allah berfirman:

 

”Dan mereka tidak diperintah melainkan supaya mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (Q.S. Al-Bayyinah:5)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah  tetapi yang sampai kepadaNya adalah ketakwaan tahan…” (Q.S. Al-Hajj:37)

 

Ibnu Abbas berkata: Maknanya adalah: “Akan tetapi, niatlah yang mendapatkannya.”

 

Melalui Umar bin Khattab, Muslim meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

“Sesungguhnya setiap amalan itu harus dengan niat, dan perbuatan setiap orang itu berlangsung menurut apa yang diniatkannya. Barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasulnya, maka hijrahnya akan sampai karena Allah dan Rasulnya. Barangsiapa berlujrah karena kesenangan dunia atau perempuan yang ingin dinikahi, maka hijrahnya sebatas pada apa yang dintatkannya.”

 

Hadis ini disepakati kesahihan, kebesaran dan keagungannya. Ini adalah salah satu hadis yang merupakan inti agama Islam.

 

Ulama salaf dan para pengikutnya menyukai pembukaan karangan dengan hadis ini, untuk mengingatkan niat pengkajinya (orang yang membaca) dan perhatiannya akan hal tersebut.

 

Imam Abi Said Abdurrahman bin Mahdi  menganjurkan: Barangsiapa ingin mengarang kitab, hendaklah ia memulai dengan hadis ini.

 

Imam Abu Sulaiman Al-Khattabi  mengatakan: Guru-guru kami yang terdahulu menyukai pendahuluan hadis “amalan dengan niat” di depan segala sesuatu yang dikarang dan dimulai dalam urusan-urusan agama, karena keumuman keperluan akan hal itu dalam segala macamnya.

 

Telah sampai kepada kami dari Ibnu Abbas bahwasannya dia berkata: Sesungguhnya seseorang itu dipelihara sesuai kadar niatnya. Dan lainnya berkata: Sesungguhnya manusia diberi balasan menurut kadar niatnya.

 

Fudhail bin Iyadh  menjelaskan: Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ dan beramal karena manusia adalah syirik, sedang keikhlasan berarti Allah  membebaskanmu dari keduanya (riya’ dan syirik).

 

Imam Haris Al-Muhasibi , menyebutkan: Manusia yang benar adalah yang tidak perduli andaikata keluar setiap yang ditetapkan baginya dalam hati manusia demi kebaikan hatinya, dan tidak menyukai orang mengetahui kebaikan amalannya sedikitpun, serta tidak membenci apabila orang lain mengetahui keburukan amalannya.

 

Hudzaifah Al-Mar’asi  mengatakan: Keikhlasan adalah apabila perbuatan manusia menjadi sama antara lahir dan batin.

 

Al-Qusyairi , menyebutkan: Ikhlas itu pengkhususan untuk Allah  dalam ketaatan dengan tujuan. Yaitu dengan ketaatannya itu ia ingin mendekatkan diri kepada Allah semata-mata, tanpa berpura-pura kepada makhluk, mengharap kedudukan di kalangan orang-orang, ingin pujian dari manusia, atau hal lain yang bukan pendekatan diri kepadanya.

 

Sahal At-Tastari  berkata: Orang-orang bijaksana yang menyelidiki penafsiran ikhlas, maka mereka tidak mendapati selain ini, yaitu: Gerakan dan ketenangannya/diamnya dalam kerahasiaan maupun terang-terangan hanya bagi Allah  tidak dicampuri hawa nafsu dan keduniaan.

 

Ali Ad-Daggag  mengatakan: Ikhlas ialah menjaga diri dari pengawasan manusia. Kebenaran adalah menjauhkan diri dari ketaatan kepada hawa nafsu. Orang yang muhlis tidak mengenal riya dan orang yang benar tidaklah sombong.

 

Zinnun Al-Misri  menjelaskan: Tiga perkara yang merupakan tanda-tanda ikhlas: Kesamaan antara pujian dan celaan dari orang awam, lupanya melihat amal dalam beramal dan menghendaki pahala amal itu di akhirat.

 

Al-Qusyairi  juga menyebutkan: Setidaknya, kebenaran itu adalah kesamaan antara kerahasiaan dan perbuatan terang-terangan.

 

Sahal At-Tastari juga berkata: Tidaklah mencium bau kebenaran, manusia yang berpura-pura kepada dirinya dan orang lain.

 

Banyak lagi perkataan mengenai hal ini. Yang telah saya sebutkan, cukuplah kiranya bagi orang yang mengerti.

 

Patut bagi orang yang mengetahui amalan-amalan utama untuk mengamalkannya, walaupun sekali saja, agar ia termasuk fadilah dari ahlinya, dan tidak patut ia meninggalkannya sama sekali. Akan tetapi, hendaklah ia melakukan amalan yang mudah, sesuai sabda Nabi dalam hadis Sahih:

 

“Apabila aku memerintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, maka kerjakanlah menurut kemampuanmu.”

 

Para ulama, baik ahli hadis, fugaha dan lainnya berkata: Boleh dan dianjurkan mengamalkan hadis yang dhaif mengenai amalan-amalan utama dan anjuran ibadah serta ancaman dosa, asalkan bukan hadis maudhu’ (palsu) atau yang sangat dhaif, seperti yang diriwayatkan oleh seorang pendusta dan tercela. Pengalaman hadis dhaif mempunyai dua syarat, yaitu adanya syahid (persaksian) yang menguatkannya, seperti kedudukannya sebagai kaidah umum dan di saat pengamalannya tidak diyakini ketetapannya melainkan hanya karena berhati-hati.

 

Adapun hukum-hukum mengenai halal dan haram, jual beli, nikah dan talag serta lainnya, maka dalam hal itu tidaklah diamalkan kecuali dengan hadis sahih atau hasan, kecuali untuk berhati-hati dalam hal semacam itu.

 

Seperti, apabila terdapat hadis dhaif yang tidak menyukai sebagian macam jual beli atau nikah, maka dianjurkan untuk menjauhkan diri darinya, akan tetapi tidak wajib.

 

Pasal ini saya sebutkan, karena dalam kitab ini terdapat hadis-hadis yang saya sebutkan sahihnya, hasannya atau dhaifnya. Atau saya diamkan hal itu karena suatu hal. Saya inginkan tetapnya kaidah ini pada pengkaji kitab ini.

 

Ketahuilah, sebagaimana dianjurkan berzikir, maka disunnahkan pula duduk di dalam majelis zikir.

 

Ibnu Umar  menyebutkan sabda beliau :

 

“Apabila kamu melewari kebun surga, maka menyebarlah di situ. Para sahabat bertanya: Apakah kebun surga itu ya Rasulullah? Rasulullah  menjawab: Majelis zikir. Sesungguhnya Allah  mempunyai banyak malaikat yang berkehling mencari majehs zikir. Apabila mereka mendatangi orang-orang yang berzikir, merekapun mengelilingi majelis itu.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Muawiyah yang berkata: Rasulullah mendatangi kelompok zikir dari para sahabatnya, lalu bersabda: :

 

“Apakah yang menyebabkan kalian duduk? Mereka menjawab: Kami duduk bersikir kepada Allah  dan memujinya atas hidayah dan karuntanya yang diberikan kepada kami berupa agama Islam. Behau bertanya: Demi Allah, apakah hanya untuk itu kahan duduk? Sesungguhnya saya tidak menyuruh kahan bersumpah sebagai tuduhan terhadap kalhtan, akan tetapi Jibril mendarangiku dan mengabarkan bahwa Allah  membanggakan kalian kepada para malaikat.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abi Said Al-Khudri dan Abu Hurairah , bahwa keduanya menyaksikan Rasulullah  bersabda:

 

“Tidaklah suatu kaum duduk sambil berzikir kepada Allah  melainkan mereka itu dikelilingi para malaikat dan diliputi rahmat. Turunlah ketentraman atas diri mereka. Orang-orang itu disebut Allah di antara malaikat -malaikatnya.”

 

Zikir itu dilakukan di dalam hati dan dengan lidah, sedang yang paling utama ialah dengan hati dan lidah secara bersama-sama. Apabila dilakukan dengan salah satu dari keduanya maka hatilah yang paling utama. Tidak patut zikir dengan lidah dan hati ditinggalkan karena takut lituduh riya. Akan tetapi zikir itu dilakukan bersama-sama dengan keduanya, dan diharapkan keridaan Allah  dengan zikirnya.

 

Telah kami kemukakan dari Al-Fudhail bahwa meninggalkan amal karena manusia adalah riya”. Andaikata manusia membuka kesempatan untuk diamati manusia lain dan penjagaan diri terhadap dugaan-dugaan yang batil, niscaya tertutuplah sebagian besar pintu kebaikan. Ia berarti menyia-nyiakan sesuatu yang besar dari tugas-tugas agama atas dirinya, sedang ini bukanlah perilaku orang-orang yang mengerti.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah  yang berkata: Ayat ini turun mengenai doa:

 

”..Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam solat dan Janganlah (pula) merendahkannya….” (Q.S. Al-Isra’: 110)

 

Said bin Jubair dan ulama lainnya berkata, bahwa keutamaan zikir tidak terbatas dalam tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan semacamnya. Akan tetapi, setiap orang yang beramal karena Allah dk, maka ia pun berzikir kepadanya.

 

Atha’  berkata: Majelis zikir adalah majelis halal dan haram. Yaitu, bagaimana kamu membeli dan menjual, bersembahyang dan berpuasa, menikah dan menceraikan, pergi haji, dan sebagainya.

 

Allah  berfirman:

 

“Sesungguhnya kaum muslimin dan mushmat… (Hingga firman Allah ) dan orang-orang laki-laki dan perempuan yang banyak mengingat nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. Al-Ahzab:35)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasul  bersabda:

 

“Telah beruntung orang-orang yang mengEsakan. Para sahabar bertanya: Siapakah orang-orang yang mengEsakan itu, ya Rasulullah?. Behau menjawab: Orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah, baik lakilaki maupun perempuan.”

 

Pemahaman tentang dalil di atas patut diperhatikan oleh pengkaji kitab ini. Telah timbul perbedaan mengenai hal itu. Dengan mengutip pendapat Ibnu Abbas, Al-Wahidi berkata, bahwa yang dimaksud ialah mereka yang berzikir kepada Allah sehabis solat, pagi dan petang, di tempat tidur dan setiap bangun dari tidur dan setiap pergi atau pulang ke rumahnya.

 

Mujahid mengatakan: Tidaklah termasuk orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan, kecuali ia berzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring.

 

Atha’ menyatakan: Barangsiapa yang mengerjakan solat lima waktu dengan sempurna, maka ia termasuk dalam firman Allah :

 

dan laki-laki yang banyak mengingat Allah dan perempuan-perempuan yang banyak mengingatnya)…” (Q.S. Al-Ahzab:35)

 

Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Said AlKhudri, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Apabila seorang lelaki membangunkan istrinya di waktu malam, kemudian mendirikan solat dua rakaat bersama-sama, maka keduanya ditulis sebagai orang laki-laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah.”

 

Abu Amr bin Solah ditanya tentang kadar yang menggolongkan agar termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir. Beliau menjawab: Apabila seseorang selalu melakukan berbagai zikir yang nyata dari Rasulullah , yang mana telah diterangkan dalam kitabamalan siang dan malam, pada pagi dan petang, siang dan malam, dan dalam berbagai waktu dan keadaan yang berbeda-beda, maka ia termasuk orang-orang laki dan perempuan yang banyak berzikir kepada Allah.

 

Para ulama sepakat atas kebolehan berzikir dengan hati dan lisan bagi orang yang berhadas, orang junub, perempuan haid dan nifas. Itu dimaksudkan dalam tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan salawat atas Rasulullah serta doa dan selainnya.

 

Akan tetapi, membaca Al-Quran diharamkan atas orang junub, perempuan yang haid dan nifas, baik ia membaca sedikit atau banyak, ataupun hanya satu ayat. Dibolehkan bagi mereka membaca Al-Qur’an di dalam hati, juga memandang ayat Al-Qur’an dalam mushaf dan merenungkannya.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Boleh bagi orang junub dan perempuan yang haid mengucapkan di waktu mengalami musibah:

 

“Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepadaNyalah kita kembali.”

 

Ketika menaiki kendaraan maka mengucapkan?:

 

”Maha Suci Allah yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasarnya.”

 

Sewaktu berdoa, mengucapkan’:

 

”Wahai Tuhan kami, berikanlah kebaikan di dunia dan akhirat,dan lindungilah kami dari siksa api neraka.”

 

Orang junub dan perempuan yang haid boleh mengucapkannya dengan syarat tidak meniatkan membaca Al-Qur’an. Kedua macam orang itu juga boleh mengucapkan ”Bismillah wal Hamdulillah”, jika keduanya tidak meniatkan membaca Al-Qur’an, baik keduanya bertujuan zikir atau tidak.

 

Dibolehkan bagi keduanya membaca bacaan yang sudah dibatalkan, seperti:

 

“Orang tua laki dan orang tua perempuan apabila berzina, maka rajamlah keduanya.”

 

Apabila keduanya berkata kepada seseorang’:

 

“Ambillah (pelajarilah) Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.” atauf: “Masuklah kedalamnya dengan sejahtera dan aman.” dan semacam itu, sedang keduanya bukan berniat membaca Al-Qur’an, maka tidaklah haram.

 

Jika keduanya tidak mendapatkan air, hendaklah bertayamum dan keduanya boleh membaca Al-Qur’an. Apabila berhadas sesudah itu, tidaklah haram baginya membaca Al-Qur’an, seperti: Andaikata ia mandi kemudian berhadas.

 

Tidak ada bedanya antara tayamum yang disebabkan ketiadaan air di rumah atau sewaktu bepergian, ia pun boleh membaca Al-Quran sesudahnya walaupun berhadas. Sebagian sahabat Imam Nawawi berkata: Apabila tidak bepergian, ia boleh mengerjakan solat dengannya dan membaca Al-Quran di waktu solat, dan tidak boleh membacanya di luar solat. Yang benar adalah kebolehannya sebagaimana kami kemukakan, karena tayamumnya. adalah sebagai pengganti mandi.

 

Andaikata orang yang junub bertayamum, kemudian melihat air, haruslah ia memakainya, karena haram baginya membaca Al-Qur’an dan segala yang diharamkan bagi orang junub, sehingga dia mandi. Andaikata ia bertayamum, solat dan membaca Al-Qur’an, kemudian ingin bertayamum karena berhadas atau kewajiban yang lain, tidaklah diharamkan baginya membaca Al-Qur’an:

 

Ini adalah mazhab yang benar dan terpilih. Ada pendapat salah seorang sahabat Imam Nawawi yang menyebutkan, bahwa ia diharamkan. Pendapat ini lemah. Bilamana orang yang junub tidak mendapatkan air maupun tanah, maka ia pun mengerjakan solat untuk menghormati waktu menurut keadaannya. Haram baginya membaca Al-Qur’an di luar solat. Haram pula baginya membaca surat di dalam solat lebih dari Al-Fatihah.

 

Timbul pertanyaan: Apakah diharamkan (membaca surat) AlFatihah? Ada dua macam pendapat: Yang paling tepat adalah tidak haram, bahkan wajib, karena solat tidak sah kecuali dengan membaca surat AlFatihah. Sebagaimana dibolehkan solat karena darurat, maka dibolehkan membacanya. Pendapat kedua mengharamkan. Akan tetapi ia boleh mengucapkan zikir-zikir yang boleh diucapkan oleh orang yang tidak mengerti bacaan Al-Qur’an.

 

Furu’ ini perlu disebutkan, karena ada kaitannya dengan pembahasan. Maka saya sebutkan secara ringkas atau bisa dilihat secara lengkap di dalam kitab-kitab fiqh dengan dalil-dalilnya.

 

Orang yang berzikir patut berada dalam keadaan yang terbaik. Apabila ia sedang duduk di suatu tempat, maka hendaklah menghadap kiblat dan duduk merendahkan diri dengan khusyuk dan tenang serta penghormatan sambil menundukkan kepala.

 

Andaikata ia berzikir bukan dengan cara yang seperti itu, dibolehkan, dan tidak tercela (makruh) sebagai haknya. Akan tetapi, bilamana tanpa uzur, maka ja meninggalkan sesuatu yang lebih utama. Dalil tiadanya celaan (tidak adanya kemakruhan) adalah firman Allah :

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan perbedaan malam dan siang adalah sebagai tanda bagi orang-orang yang berakal. Yang berzikir kepada Allah sambil berdiri dan duduk maupun berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi….” (Q.S. Ali Imran: 190-191)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah  yang berkata:

 

”Dulu Rasulullah  berpegangan pada pangkuanku sedang aku dalam keadaan haid, dan behau membaca Al-Qur’an.”

 

Dalam suatu rrwayat: “Kepalanya berada di pangkuanku sedang diriku dalam keadaan hard.”

 

Aisyah ag juga berkata: “Sesungguhnya aku membaca hizib (berzikir) sambil berbaring di atas tempat tidur.”

 

Lebih patut untuk melakukan zikir di tempat yang sunyi dan bersih, karena hal itu lebih utama dalam penghormatan kepada Allah. Oleh karena itu, dipujilah zikir yang dilakukan di masjid-masjid dan tempat suci lainnya.

 

Abi Maisaroh berkata: Tidak pantas berzikir kepada Allah  melainkan di tempat yang baik. Diusahakan mulutnya dalam keadaan bersih. Apabila berbau kurang sedap, dihilangkan dengan siwak. Apabila ada benda najis, dicucinya dengan air. Jika hal ini tidak dilakukan, maka dihukumi makruh.

 

Ketahuilah, zikir itu disukai dalam segala keadaan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang dikecualikan syara”. Di antara hal itu ialah, dihukumi makruh atau dimakruhkan berzikir dalam keadaan duduk ketika membuang hajat, dalam keadaan bersetubuh, ketika mendengar suara khatib berkhutbah, di waktu berdiri dalam solat kecuali bacaannya, dan dalam keadaan mengantuk. Tidaklah dihukum makruh berzikir di jalan maupun di tempat pemandian (sauna).

 

Yang dimaksud berzikir adalah konsentrasi hati. Inilah yang harus menjadi tujuan orang yang berzikir, sehingga memperoleh hasilnya dan merenungkan zikir yang diucapkannya serta memahami maknanya. Renungan di waktu berzikir dituntut sebagaimana dituntut dalam bacaan, karena keduanya bersekutu dalam makna yang dituju. Oleh karena itu, dianjurkan kepada orang yang berzikir untuk memanjangkan perkataan:

 

”Laa ilaha Illallah”, karena bisa menimbulkan renungan. Pendapat ulama sajaf dan imam-imam dalam hal ini telah masyhur.

 

Bagi orang yang terbiasa berzikir dalam suatu waktu, pada malam atau siang hari, sehabis solat atau dalam suatu keadaan tertentu, kemudian tertinggal, patut untuk menyusulnya (menggadhanya) dan mengerjakannya jika mungkin. Karena, apabila sudah terbiasa melakukannya, tidaklah ia membiarkannya tertinggal. Bila menggampangkan dalam menggadhanya, terasa mudah untuk menyia-nyiakan pada waktunya. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Umar bin Khattab, bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa tidur dengan meninggalkan hizib (zikir)nya atau sebagiannya, kemudian membacanya antara solat Subuh dan Zuhur, maka ia pun dianggap seperti membacanya dari malam hari.”

 

Menghentikan zikir bila ada gangguan

 

Di antaranya:

 

  1. Apabila ada orang memberi salam, maka dijawab salamnya, kemudian berzikir lagi.
  2. Jika ada orang bersin, diucapkan ”yarhamukallah”, lalu berzikir kembali.
  3. Ketika khatib berkhutbah.
  4. Ketika mendengar suara muazin, dijawab dengan kalimat-kalimat azan dan ikamah, dan kembali berzikir.
  5. Bila ada kemungkaran, ia mencegahnya atau menunjukkan jalan kebaikan, kemudian berzikir lagi.
  6. Ketika ngantuk. Dan sebagainya.

 

Ketahuilah, zikir-zikir yang ditetapkan dalam solat dan lainnya, baik wajib maupun sunnah, tidaklah diperhitungkan sedikitpun dan tidak dianggap sampai diucapkan sehingga dirinya bisa mendengar jika pendengarannya baik.

 

Ketahuilah, sejumlah imam telah mengarang kitab-kitab berharga mengenai amalan pagi dan petang. Mereka meriwayatkan dengan sanadsanad yang bersambung dan mereka tuliskan jalan-jalannya. Di antaranya adalah karya Imam Abi Abdurrahman An-Nasz’. Yang lebih banyak, baik dan bermutu adalah yang ditulis oleh Imam Abu Bakar bin Muhammad bin Ishaq As-Sunni.

 

Saya telah mendengar seluruh kitab Ibnu Sunni dari guru kami, AlImam Al-Hafidh Abi Al-Baqo’ Khalid bin Yusuf bin Saad bin Hasan. Ia berkata:

 

Diberitakan kepada kami oleh Al-Imam Al-Allamah Abu Al-Yaman Zaid ibn Al-Hasan bin Zaid ibn Al-Hasan Al-Kindi pada tahun 602 yang berkata:

 

Diberitakan kepada kami oleh As-Syekh Al-Imam Abu Al-Hasan Sadu Al-Khair Muhammad bin Sahl Al-Anshari yang berkata:

 

Diberitakan kepada kami oleh As-Syekh Al-Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Saad bin Ahmad ibn Al-Hasan Ad-Duni yang berkata:

 

Diberitakan kepada kami oleh Al-Qadhi Abu Nashr Ahmad ibn AlHusein bin Muhammad ibn Al-Kassar Ad-Dainuri yang berkata:

 

Diberikan kepada kami oleh As-Syekh Al-Imam Abu Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Ishaq As-Sunni .

 

Sesungguhnya disebutkan  ini di sini, karena akan dikutip beberapa riwayat dari kitab Ibnu Sunni. Dari itu didahulukan snadnya. Hal ini disetujui oleh imam-imam hadis dan selain mereka.

 

Saya mengkhususkan penyebutan isnad kitab itu, karena itu adalah kitab yang paling lengkap dalam bidangnya. Hadis yang saya sebutkan adalah riwayat-riwayat Sahih yang saya dapatkan dengan pendengaran yang bersambung, kecuali hanya sebagian kecil saja. Saya mengutip dari kitab-kitab yang merupakan sumber-sumber Islam, yaitu Saksh Bukhari dan Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasz’i. Juga dari kitab-kitab Masanid’ dan Sunan, seperti, Al-Muwaththa’ oleh Imam Malik, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Abi Uwanah, Sunan Ibnu Majah, Daruguthni, Baihaqi dan lainnya.

 

Ketahuilah, hadis-hadis yang ada dalam kitab ini saya hubungkan dengan kitab-kitab yang masyhur, dan lainnya. Kecuali Sahih Bukhari dan Muslim atau salah satu dari keduanya, saya cukupkan rujukan pada kedua kitab itu karena tujuannya telah tercapai, yaitu keabsahannya.

 

Perlu diketahui bahwa, Sunan Abu Daud termasuk kitab terbesar yang saya kutip. Abu Daud berkata: Saya sebutkan hadis Sahih dan yang serupa serta yang mendekatinya. Yang tidak saya sebutkan sedikitpun, maka berarti hasan (baik), dan sebagiannya lebih Sahih dari yang lain. Yang diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya. dan tidak disebutkan kelemahannya, maka menurut dia berarti Sahih atau hasan, dan keduanya dijadikan hujjah dalam berbagai hukum, apalagi dalam amalan-amalan utama.

 

Apabila sudah ditetapkan demikian, maka bilamana ada riwayat Abu Daud yang tidak ada komentar mengenai kelemahannya, berarti ia tidak melemahkannya.

 

Saya mendahulukan sebuah bab mengenai keutamaan berzikir. Saya sebutkan kalimat pengantar bagi yang sesudahnya, kemudian saya sebutkan maksud kitab ini dalam bab-babnya. Akhir kitab ini mengenai istighfar (mohon ampunan), dengan berharap bahwa Allah  akan mengakhiri umur kita dengannya. Allahlah yang memberi taufik, kepadanya kita beriman, bertawakkal dan menyandarkan diri.

 

Keutamaan zikir tanpa terikat dengan waktu

 Allah  berfirman:

 

Dan (ketahuilah) mengingat Allah (solat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain)…” (Q.S. Al-Ankabut: 45)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Maka ingatlah kalian kepadaKu, Aku akan ingat pada kahan….” (Q.S. Al-Baqarah:152)

 

Dalam surat Ash-Shaffat, ayat 143-144, Allah menerangkan:

 

“Kalau saja ia (Nabi Yunus) tidak termasuk orang yang bertasbih, niscaya za tinggal di perutnya (ikan) hingga hari kiamat.”

 

Allah juga berfirman:

 

“Mereka bertasbih di waktu malam dan siang dengan tiada hentinya.” (Q.S. Al-Anbiya’: 20)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasul menyebutkan:

 

”Dua perkataan yang ringan ucapannya, berat timbangannya dan disenangi oleh Yang Maha Pengasih Subhanallah wa Bihamdihi (Maha Suci Allah dengan segala puji baginya), Subhanallah Al-Adhim (Maha Sud Allah Yang Maha Agung).” Rasulullah bersabda kepada Abu Dzar :

 

“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang ucapan yang paling disukai Allah Sesungguhnya wapan yang paling disukai ialah: Subhanallah wa Bihamdih. Dalam satu riwayat: Rasulullah saw. ditanya: Perkataan mana yang paling utama? Behau menjawab: Yang dipilih Allah bagi para malaikat atau hamba-hambanya: Subhanallah wa Bihamdihi.” (H.R. Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Muslim bin Jundub, bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Perkataan yang paling disukai Allah & ada empat: Subhanallah (Maha Suci Allah), wal Hamdhulillah (dan segala puji bagi Allah), wa laa ilaaha Illallah (dan nada Tuhan selam Allah), wallahu Akbar (dan Allah Maha Besar), tidaklah menggangguMu dengan yang mana engkau mulai.” Melalui Malik Al-Asyari , Muslim meriwayatkan sabda beliau :

 

”Bersuci itu sebagian dari iman, Alhamdulillah itu memenuhi timbangan (di akhirat) dan Subhanallah wal Hamdulillah itu memenuhi timbangan atau memenuhi antara langit dan bumi.”

 

Pada suatu hari, Rasulullah  keluar dari rumahnya untuk solat Subuh. Saat itu, Juwairiyah  berada di tempat salatnya. Kemudian Nabi pulang setelah solat Duha. Ketika melihat Juwairiyah masih tetap di tempatnya, bersabdalah Rasul :

 

“Engkau masih tetap dalam keadaan ketika aku meninggalkanmu?

 

Juwairiyah menjawab: Ya. Maka, Beliau bersabda: Sejak tadi aku mengucapkan empat perkataan sebanyak tiga kah. Andarkata ditimbang dengan ucapanmu sejak tadi pagi, tentulah ia akan mengimbanginya, yaitu: Subhanallah wa Bihamdihi (Maha Suci Allah dengan segala, puji bagiNya) sebanyak makhlukNya, sebesar keridaanNya, seberat timbangan ArasyNya dan sebanyak rinta kalimat-kahmatNya.” (H.R. Muslim)

 

Dalam suatu riwayat: “Subhanallah (Maha Suci Allah) sebanyak makhluknya, Subhanallah sebesar keridaannya, Subhanallah seberat timbangan ArasyNya, Subhanallah sebanyak tinta kalimat-kalimatnya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, bahwa Rasulullah  bersabda kepada Juwairiyah:

 

“Maukah kuajari beberapa perkataan yang perlu engkau ucapkan? Maha Suci Allah sebanyak makhlukNya, tiga kali, Maha Suci Allah sebesar keridaanNya, tiga kali, Maha Suci Allah seberat timbangan ArasyNya, tiga kah, Maha Suci Allah sebanyak tinta kahmat-kahimatNya, tiga kah.” Melalui Abu Hurairah , Muslim meriwayatkan sabda Beliau :

 

“Mengucapkan Subhanallah, wal Hamduhilah wa laa ilaaha Illallah, wallahu Akbar, lebih kusukai daripada tempat naiknya matahari (dunta ini).

 

Abu Ayyub Al-Anshari menyebutkan sabda Rasul :

 

“Barangsiapa mengucapkan: “Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu baginya, baginya segala kekuasaan, dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu sepuluh kali, maka seakan-akan ia membebaskan empat orang dari anak Ismail.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, Abu Hurairah yg menyebutkan sabda Rasul :

 

“Barangsiapa mengucapkan: “Tiada Tuhan selam Allah yang nada sekutu bagiNya, baginya segala kekuasaan dan pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, dalam sehari seratus kali, maka sama dengan membebaskan sepuluh orang budak. Ditulis baginya seratus kebaikan dan dihapus darinya seratus keburukan (dosa). dia pun terjaga dari setan pada hari itu sehingga tiba waktu sore. Tak seorang pun yang bisa melebihinya, kecuah orang yang melakukan lebih banyak dari itu.”

 

Dalam sabda yang lain:

 

“Barangsiapa mengucapkan: Subhanallah wa Bihamdihi: dalam sehari seratus kali, dihapuskan dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Jabir bin Abdillah  yang mendengar sabda beliau : ,

 

“Zikir yang paling utama adalah Laa ilaaha Ilallah.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Rasul menegaskan:

 

“Perumpamaan orang yang mengingat Tuhannya (berzikir) dan yang tidak mengingat-nya seperti orang hidup dan orang mati.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Saad bin Abi Waqqash menceritakan: Seorang dusun datang kepada Nabi, lalu berkata: Ajarilah perkataan yang kuucapkan. Beliau bersabda, katakanlah:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang riada sekutu baginya, Allah Maha Besar sebesar-besarnya, segala puji baginya, Maha Suci Allah Tuhan sekahan alam, tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongannya yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” Orang dusun itu berkata: Semua ini untuk Tuhanku, manakah bagianku? Rasulullah  mengajarkan:

 

”Katakanlah, ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah diriku, berilah aku petunjuk dan berilah rezeki kepadaku.” (H.R. Muslim)

 

Saad bin Abi Waqqash juga menceritakan: Kami sedang bersama beliau  ketika bersabda:

 

“Tidak sanggupkah seseorang dari kamu menghasilkan seribu kebaikan setiap hari? Salah seorang yang duduk di situ bertanya: “Bagaimana caranya menghasilkan seribu kebaikan? Beliau bersabda: Dengan bertasbih seratus kah, maka ditulis baginya seribu kebaikan atau dihapus darinya seribu dosa.” (H.R. Muslim)

 

Dalam Sahik Muslim, Abu Dzar  menyebutkan sabda Rasul :

 

”Seriap anggota badan dari kamu adalah sedekah, setiap tasbih adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, serap tahhl adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh berbuat kebaikan adalah sedekah, melarang berbuat kejahatan adalah sedekah, dan semua itu bisa dipenuhi dengan solat Duha dua rakaat.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Musa AlAsyari  bahwa Nabi  bersabda:

 

“Maukah kutunjukkan salah satu benda terpendam di surga? Aku katakan: Tentu saja wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Katakanlah: Tiada daya kekuatan melamkan dengan pertolongan Allah.”

 

Diriwayatkan dalam Suman Abu Daud dan Tirmizi, bahwa Saad bin Abi Wagash datang bersama Rasulullah  kepada seorang perempuan yang sedang bertasbih dengan menggunakan biji kurma atau batu kecil. Saat itu, Rasulullah  bersabda:

 

“Maukah kuberitahukan sesuatu yang lebih mudah dan lebih utama? Kemudian beliau mengucapkan: Maha suci Allah sebanyak makhlukNya di langit, Maha Suci Allah sebanyak makhlukNya di bum, Maha Suci Allah sebanyak makhlukNya di antara langit dan bumi, Maha Suci Allah sebanyak makhlukNya. Allah Maha Besar seperti itu, segala puji bagi Allah seperti itu: tiada Tuhan selain Allah seperti itu, nada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah seperti itu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan

 

Dengan isnad hasan, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Yusairah (sahabat perempuan dari golongan Muhajirin) bahwa Nabi menyuruh mereka mengucapkan takbir (Allahu Akbar), tagdis (Subhanallah), dan tahhil (Laa Ilaaha Illalah), dan menghitungnya dengan jari, karena jarijari itu akan ditanya dan disuruh bicara.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dengan snad hasan dari Abdullah bin Umar «: ”Aku melihat Rasulullah menghitung tasbih, Dalam suatu riwayat, ada tambahan: “Dengan tangan kanannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Abi Said Al-Khudri  bahwa Rasul  bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan: ” Aku rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Rasul, wajiblah surga baginya.”

 

Melalui Abdullah bin Busrin (sahabat Nabi), Tirmizi meriwayatkan bahwa seorang lelaki bertanya: “Ya Rasulullah, sesungguhnya syariat Islam telah banyak bagiku, maka beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang bisa kupegangi.” Mendengar itu, bersabdalah Rasulullah :

 

 

“Apabila lidahmu selalu basah karena berzikir kepada Allah Ta’ala.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Abi Said Al-Khudri menyebutkan bahwa Nabi ditanya: Ibadah manakah yang derajatnya paling utama di sisi Allah pada hari kiamat? Beliau menjawab: Orang-orang yang banyak berzikir. Abi Said bertanya: “Ya Rasulullah, apakah lebih utama dari orang yang berperang di jalan Allah ” Dijawab:

 

“Seandainya seseorang memukul dengan pedangnya terhadap orang-orang kafir dan musyrik sehingga patah dan berlumuran darah, tentulah orang-orang yang berzikir kepada Allah lebih utama daripadanya.” (HR.Tirmizi)

 

Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Darda  bahwa Rasul bersabda:

 

“Maukah kuberitahukan tentang amalmu yang terbaik dan tersuci di sisi Tuhan, yang pahng tinggi derajatnya, yang lebih utama daripada membelanjakan emas dan uang, yang lebih baik daripada berhadapan dengan musuhmu sambil menebas batang leher mereka dan mereka menebas leher kahan! Para sahabat menjawab: Tentu saja. Beliau bersabda: Berzikir kepada Allah .”

 

Al-Hakim menggolongkan sebagai hadis yang Sahih isnadnya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Ibnu Mas’ud , bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Aku bertemu dengan Ibrahim pada malam Isra”, kemudian ia berkata: Ya Muhammad, sampaikan salamku kepada umatMu dan beritahukan mereka bahwa surga itu baik tanahnya, tawar airnya, dan ia merupakan panah datar, dan bekal untuk memasukinya adalah: Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Melalui Jabir , Tirmizi juga meriwayatkan sabda Nabi :

 

“Barangsiapa mengucapkan: “Maha Suci Allah dengan segala puji baginya.” ditanamkan untuknya sebuah pohon kurma di surga.” Tirmizi

 

menggolongkan sebagai hadis hasan. Tirmizi meriwayatkan pertanyaan Abu Dzar : Ya Rasulullah, perkataan apa yang paling disukai Allah Dijawab:

 

“Yang dipilihkan Allah bagi para malaikatNya, yaitu: Maha Suci Tuhanku dengan segala puji bagiNya, Maha Suci Tuhanku dengan segala puji bagiNya.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ucapan ketika bangun tidur

 

Rasul  bersabda:

 

“Jika salah seorang dari kamu tidur, setan mengikat belakang kepala sebanyak tiga ikatan. la memukulkan kepadamu setiap ikatan pada tempatnya dengan ucapan: Malam masih panjang, teruslah tidur: Apabila ia bangun dan berzikir kepada Allah, terlepaslah ikatannya. Apabila ia berwudu, terlepaslah ikatannya. Apabila ia solar, terlepaslah ikatannya semuanya, sehingga ia menjadi giat dan baik jiwanya. Kalau tidak, maha Jiwanya menjadi buruk dan pemalas.” (H.R.Bukhari dan Muslim)

 

Melalui Hudzaifah ibn Al-Yaman dan Abu Dzar, Bukhari meriwayatkan bahwa apabila hendak tidur, Rasulullah mengucapkan:

 

“Ya Allah, dengan namaMu aku hidup dan mati.” Jika bangun dari tidur, maka mengucapkan:

 

 

“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami sesudah mematikannya dan kepadanya kami dibangkitkan.”

 

Dengan isnad sahih, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa beliau bersabda:

 

“Jika seseorang di antara kamu bangun dari tidurnya, hendaklah mengucapkan: Segala puji bagi Allah yang mengembalikan jiwaku dan memberikan kesehatan dalam tubuhku dan mengizinkan aku berzikir kepadaNya.”

 

Melalui Aisyah , Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabdanya:

 

“Tiada seorang hamba pun yang ketika dikembalikan Allah ruhnya (bangun dari tidur) mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya, Ia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian, sedang ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Nabi  juga bersabda:

 

“Siapa yang bangun dari tidurnya kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah yang menciptakan tidur dan kesadaran, segala puji bagi Allah yang membangkitkan aku dengan selamat dan utuh, aku bersaksi bahwa Allah menghidupkan orang mati dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Maka Allah  pun berkata: Benarlah hambaKu.” (H.R.Ibnu Sunni)

 

Aisyah  berkata:

 

“Bahwasanya Rasulullah  jika bangun di waktu malam, ia bertakbir sepuluh kali, memuji Allah sepuluh kali, mengucapkan Subhanallah wa Bihamdihi sepuluh kah, mengucapkan Subhana Al-Quduus sepuluh kah, dan beristighfar sepuluh kah, serta bertahhi sepuluh kali. Kemudian beliau mengucapkan: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari sempitnya dunia dan sempitnya hari kiamat, sepuluh kah, lalu memulai solat.” (H.R. AbuDaud)

 

Melalui Aisyah  Abu Daud meriwayatkan bahwa Rasulullah bangun di waktu malam, ia mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah. Maha Suci Engkau Ya Allah. Aku mohon ampun kepadaMu atas dosaku dan mohon rahmat kepadaMu. Ya Allah, tambahilah aku ilmu dan jangan sesatkan hatiku sesudah Engkau beri petunjuk. Berilah rahmat dari pihakMu. Sesungguhnya Engkaulah yang memberikan segala sesuatu.

 

Ucapan ketika memakai pakaian

 

Dianjurkan mengucapkan Bismillah. Dalam setiap amalan, juga dianjurkan pengucapan yang sama.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abi Said Al-Khudri? , bahwa jika Nabi  memakai gamis (baju panjang), selempang atau surban, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan tubuh yang memakainya. Aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan tubuh yang memakannya.”

 

Dalam kitab yang sama, Muadz bin Anas  menyebutkan sabda beliau :

 

“Barangsiapa memakai baju baru, lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang memakaikan baju ini kepadaku dan memberikannya sebagai reseki kepadaku tanpa daya dan kekuatan daripadaku, niscaya Allah mengampuni dosanya yang terdahulu.”

 

Ucapan ketika memakai baju baru, sandal dan semisalnya

 

Dianjurkan untuk mengucapkan perkataan seperti tersebut di atas Abu Daud, Tirmizi, dan Nasa’i, meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri  bahwa apabila Nabi memakai baju baru, beliau menyebut menurut jenisnya, misalnya surban, gamis atau selempang, kemudian mengucapkan: 

 

“Yg Allah, segala puji bagiMu. Engkau memakaikannya kepadaku. Aku memohon kebaikannya dan kebaikan tubuh yang memakainya. Aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan tubuh yang memakainya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Melalui Umar  Tirmizi juga meriwayatkan sabda Nabi :

 

“Barangsiapa memakai baju baru, lalu berkata: “Segala puji bagi Allah yang memakaikan pakaian yang menutupi auratku dan yang kupakai untuk berkas dalam hidupku.” kemudian ia mengambil baju yang lama Jalu bersedekah dengannya, maka ia dalam penjagaan Allah dan dalam nazungannya. Ia pun dijalan Allah, hidup dan mati.”

 

Ucapan bila teman memakai baju baru

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Majah dan Ibnu Sunni, dari Ibnu Umar  bahwa Nabi melihat Umar  memakai sebuah baju, lalu bersabda:

 

“Masih baru atau sudah dicuri (lama)? Umar menjawab: Sudah dicuci. Beliau bersabda: Pakailah yang baru, hiduplah secara terpuji, dan marilah (sebagai) syahid.”

 

Cara memakai baju dan sandal

 

Ketika memakai baju, sandal, celana dan sebagainya, dianjurkan untuk memulai dengan yang kanan, dan menanggalkan yang sebelah kiri kemudian kanan.

 

Demikian pula mamakai celak, bersiwak, menggunting kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kepala, salam dalam solat, memasuki masjid, keluar dari kamar kecil, berwudu, mandi, makan, minum, berjabat tangan, mencium Hajar Aswad, mengambil sesuatu dari orang dan menyerahkannya dan sebagainya, semua itu dimulai melakukannya dengan yang kanan dan sebaliknya dengan yang kiri.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah  yang berkata: “Adalah Rasulullah  senang mendahulukan sebelah kanan dalam segala urusannya, dalam bersuci dan memakai sesuatu di kaki.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah  yang berkata: “Rasulullah  menggunakan tangan kanannya untuk bersuci dan makan, tangan kirinya untuk membuang hajat dan kotoran.”

 

Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan kesaksian Hafsah : “Adalah Rasulullah  menggunakan tangan kanannya untuk makan, minum dan berpakaian. Ia menggunakan tangan kirinya untuk yang selain itu.”

 

Melalui Abu Hurairah , Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan Baihaqi menyebutkan sabda beliau :

 

“Jika kamu memakai sesuatu dan jika kamu berwudu, maka mulailah dengan sebelah kanan.” (Hadis Hasan)

 

Ucapan ketika menanggalkan pakaian untuk mandi, tidur dan sebagainya

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Tabtr antara mata jin dan aurat anak adam (manusia) ialah, apabila seorang muslim hendak menanggalkan pakatannya, maka mengucapkan: Dengan nama Allah yang rada Tuhan selain dia.”

 

 

Ucapan ketika keluar dan masuk rumah

 

  1. Ketika keluar rumah Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Ummu Salamah bahwa jika Nabi keluar dan rumah, ia mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepadanya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu agar tidak tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, menganiaya atau dianiaya, bersifat bodoh atau tidak dihiraukan orang.”

 

Melalui Anas Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan lainnya juga meriwayatkan sabda beliau :

 

“Barangsiapa ketika keluar rumah mengucapkan: “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepadanya, dan tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongannya.” maka dikatakan kepadanya: “Engkau telah mendapat petunjuk, telah dilindungi dan dijaga, dan setan pun menyingkir darinya.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam riwayatnya, Abu Daud menambahkan: “Maka berkatalah setan yang satu kepada yang lain: Bagaimanakah tindakanmu terhadap orang yang mendapat petunjuk, terjaga dan terlindung?”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah , bahwa apabila Nabi keluar dari rumahnya, maka ia mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepadanya. Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolonganNya.”

 

  1. Ketika masuk rumah Ketika memasuki rumah, dianjurkan untuk mengucapkan ” Bismillah” dan memperbanyak zikir kepada Allah Ia pun dianjurkan mengucapkan salam, baik di dalam rumah ada orang atau tidak. Firman Allah :

 

”.. Apabila kamu memasuki rumah-rumah hendaklah kamu memberi salam (kepada penghuninya, yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, dengan salam penuh berkah dan baik di sisi Allah….” (Q.S. An-Nur: 61)

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, bahwa Rasulullah  mengajarkan kepada Anas :

 

“Hai anakku, jika engkau masuk ke rumah keluargamu, maka ucapkan salam, mscaya ia akan mendatangkan berkat atas dirimu dan penghuni rumahmu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu daud, dari Abi Malik Asyari  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Jika seseorang masuk ke rumahnya, hendaklah mengwcapkan: “Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikan ketika masuk dan ketika keluar dari rumah. Dengan nama Allah kami masuk, dengan namanya pula kami keluar.” Kepada Allah kami bertawakkal. Kemudian, hendaklah ia mengucapkan salam kepada penghuninya.”

 

Melalui Abu Umamah Al-Bahili?  Abu Daud juga meriwayatkan sabda beliau :

 

“Tiga macam orang yang semuanya terjamin di sisi Allah : Orang yang berperang di jalan Allah, maka ia terjamin di sisiNya, sehingga Allah mematikan dan memasukkannya ke dalam surga, atau mengembahkannya dengan mendapat pahala dan rampasan perang. Orang yang pergi ke masjid, maka ia terjamin di sisi Allah  hingga Dia memarikannya lalu memasukkannya ke dalam surga, atau memulangkannya dengan membawa pahala dan hasil. Orang yang masuk ke rumahnya dengan mengwcapkan salam, maka ia terjamin di sisi Allah .”

 

Muslim meriwayatkan dari Jabir  yang mendengar sabda Nabi :

 

“Apabila seseorang masuk ke rumahnya, lalu berzikir kepada Allah di waktu masuknya dan di waktu makannya, berkatalah setan kepada temannya: Tiada tempat bermalam bagimu dan tiada makanan. Apabila ia masuk tanpa zikir kepada Allah  di waktu masuknya, berkatalah setan kepada temannya: Kamu telah mendapatkan tempat bermalam. Apabila ia tidak bersikir kepada Allah di waktu makannya, setan pun berkata: Kamu telah mendaparkan tempat bermalam dan makanan.”

 

Dalam kitab Ibnu Sunni, Amr ibn Al-Ash berkata bahwa ketika Rasul pulang ke rumahnya di waktu siang, beliau mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang menjaga diriku dan memberi rumah kepadaku. Segala puji bagi Allah yang memberi makan dan minum kepadaku. Segala puji bagi Allah yang mengaruniai diriku. Aku mohon perlindungan dari api neraka.” Isnadnya dhaif.

 

Imam Malik menyebutkan dalam kitabnya, Al-Muwaththa’, bahwasanya jika masuk rumah yang tidak ditempati, dianjurkan mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kami dan hambaNya yang saleh.”

 

Ucapan ketika bangun di waktu malam dan keluar dari rumah

 

Ketika bangun di waktu malam dan keluar dari rumahnya, dianjurkan untuk memandang ke langit dan membaca surat Ali Imran, mulai ayat 190 hingga akhir surat.

 

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah melakukan amalan di atas. Kecuali lafaz “memandang ke langit”, hanya terdapat dalam Sahsh Bukhari.

 

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa jika bangun di waktu malam, Nabi bertahajud seraya mengucapkan:

 

“ya Allah, segala puji bagiMu Engkau yang mengurusi langit dan bumi serta isinya. Segala puji bagiMu, Engkau yang memiliki kekuasaan atas langit dan bumi serta penghumnya. Segala puji bagiMu, Engkau adalah cahaya langu dan bumi serta penghuninya. Segala puji bagiMu, Engkaulah kebenaran, janjiMu adalah benar, pertemuan denganMu adalah benar, perkataanMu adalah benar, surga adalah benar, api neraka adalah benar, Muhammad adalah benar, hari kiamat adalah benar”

 

“Ya Allah, kepadaMu aku menyerah, kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri, kepadaMu aku bertobat, demi Engkau aku bertengkar: kepadaMu aku mengadu, maka ampunilah dosa-dosaku yang lampau dan yang akan datang, yang kusembunyikan dan yang kutampakkan, Engkau yang memajukan dan Engkau yang mengakhurkan, nada Tuhan selai Engkau.”

 

Dalam satu riwayat, ada tambahan: “Dan nada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.”

 

Ucapan akan masuk kamar kecil

Dalam Sahihain!, Anas  menyebutkan bahwa ketika masuk kamar kecil, Rasul mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari setan laki-laki dan perempuan.”

 

Dalam sabda yang lain:

 

“Dengan nama Allah. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari godaan setan laki-laki dan perempuan.” Dalam riwayat Tirmizi, Ali menyebutkan sabda beliau :

 

“Tabir antara mata jin dan aurat anak Adam (manusia) talah, apabila memasuki kamar kecil, mengucapkan Bismillah.”

 

Hadis dhaif. Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Zikir itu dianjurkan, baik di dalam bangunan maupun di lapangan. Melalui Umar , Ibnu Sunni dan Thabrani meriwayatkan bahwa, apabila masuk kamar kecil, beliau gp mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kotoran yang najis, keji dan menimbulkan kekejian, (dan dari) setan yang terkutuk.”

 

Larangan berzikir dan berbicara di kamar kecil

 

Makruh berzikir dan berbicara di saat buang air, baik di tanah lapangatau di dalam bangunan.

 

Segala zikir dan perkataan adalah sama dalam hal itu, kecuali karena darurat. Sehingga dikatakan: orang bersin tidak perlu mengucapkan- Alhamdulillah dan tidak perlu mendoakan orang bersin, tidak menjawab salam, tidak menjawab orang yang menyerukan azan dan tinggallah orang muslim berkurang haknya karena tidak mendapat jawaban. Semua ucapan ini makruh karohah tansih”?. Apabila ia bersin, lalu mengucapkan Alhamdulillah dalam hatinya dan tidak menggerakkan lidahnya, maka dibolehkan. Demikian pula bila dilakukan di saat bersetubuh.

 

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar: Seorang lelaki lewat di depan Nabi , sedangkan beliau dalam keadaan buang air kecil. Orang itu mengucapkan salam, maka beliau tidak menjawabnya.

 

Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Muhajir bin Ounfudz  yang berkata: Aku mendatangi Nabi ketika beliau buang air kecil Aku mengucapkan salam, tetapi tidak dijawabnya, hingga beliau berwudu. Setelah itu, Beliau bersabda:

 

“Aku tidak suka berzikir kepada Allah & kecuah sudah dalam keadaan suci”

 

Larangan mengucapkan salam kepada orang yang sedang buang air

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Dihukum makruh mengucapkan salam kepada orang yang sedang buang air. Apabila mengucapkan salam, maka tidak perlu dijawab. Pendapat ini sesuai hadis Ibnu Umar dan Muhajir yang tersebut pada bagian sebelumnya.

 

Ucapan ketika keluar dari kamar kecil

 

“Ya Allah, aku mohon ampunanMu. Segala puji bagiMu yang menghilangkan gangguan dariku dan memberikan kesehatan kepadaku.”

 

Dalam riwayat Abu Daud dan Tirmizi, Rasulullah  mengucapkan “ghufraanaka”. Sedang Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan selebihnya.

 

Ibnu Sunni dan Thabrani meriwayatkan perkataan Ibnu Umar : Apabila keluar dari kamar kecil, Rasulullah  mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kelezatan dan memberikan kekuatannya kepadaku serta menyingkirkan gangguannya daripadaku.”

 

Ucapan ketika hendak menuangkan air wudu atau dituangkan

 

disunnahkan untuk membaca:

 

“Dengan menyebut nama Allah.”

 

Ucapan ketika wudlu

Dianjurkan mengucapkan ” Bismillahirrahmanirrahim” pada permulaan wudu. Apabila hanya mengucapkan Bismillah, sudah mencukupi. Jika terlupa ucapan itu pada permulaannya, maka diucapkan pada pertengahan wudu.

 

Apabila meninggalkan ucapan basmalah hingga selesai, maka lewatlah kesempatannya dan tidak bisa memenuhinya, sedang wudunya sah, baik meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa. ini adalah mazhab kami dan mazhab sebagian besar ulama.

 

Banyak hadis dhaif mengenai tasmiyah (ucapan basmalah). Ahmad bin Hanbal  berkata: Saya tidak mendapati hadis yang kuat mengenai tasmiyah ketika berwudu:

 

Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Nabi  bersabda”:

 

“Tidak ada wudu bagi siapa yang tidak menyebut nama Allah atasnya.” Sesudah berwudu, maka mengucapkan:

 

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang riada sekutu bagiNya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.” Ya Allah, jadikanlah aku golongan orang-orang yang bertobat dan Jadikanlah aku golongan orang-orang yang suci. Maha Suci Engkau dengan segala pujian bagiMu. Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun dariMu dan bertobat kepadaMu.”

 

Dalam Sahihnya, Muslim meriwayatkan dari Umar bin Khattab, bahwa Beliau  bersabda:

 

”Barangsiapa berwudu, lalu mengucapkan: Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Allah yang riada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, maka dibukalah untuknya pintu-pintu surga yang berjumlah delapan. Ia bisa memasuki dari mana saja yang dikehendaki.”

 

Dalam riwayat Tirmizi, ada tambahan:

 

“Ya Allah, jadikanlah aku golongan orang-orang yang bertobat dan jadikanlah aku golongan orang-orang yang suci.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Daruguthni, dari Ibnu Umar , bahwa Nabi  bersabda:

 

”Barangsiapa selesai wudu mengucapkan: Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, sebelum berbicara, mscaya diampuni dosanya antara dua wudu.” Isnadnya dhaif.

 

Melalui Anas , Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah, Ibnu Sunni, meriwayatkan sabda Beliau :

 

”Barangsiapa berwudu dan membaguskannya, kemudian mengucapkan sebanyak tiga kali Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya, niscaya dibukakan baginya delapan pintu surga dan bisa dimasukinya dari manapun yang dikehendakinya.” Isnadnya dhaif.

 

Abu Musa Al-Asyari  berkata: Aku membawa air untuk wudu Rasulullah , maka beliau pun berwudu. Aku mendengar beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkarilah rezekiku.”

 

Kemudian aku berkata: Ya Nabi Allah, aku mendengar engkau berdoa begini dan begini. Beliau menjawab: Apakah doa itu meninggalkan sesuatu? (H.R.Nasai dan Ibnu Sunni)

 

Ucapan ketika mandi

Dianjurkan bagi orang yang mandi untuk mengucapkan semua yang kami sebutkan dalam bagian wudu, berupa basmalah dan lainnya. Tidak ada bedanya dalam hal ini antara orang yang berada dalam keadaan junub, haid dan sebagainya.

 

Sebagian sahabat Imam Nawawi mengatakan: Apabila dalam keadaan junub atau haid, tidak boleh mengucapkan basmalah. Yang masyhur, ucapan itu dianjurkan bagi keduanya seperti yang lain. Akan tetapi, tidak boleh diniatkan membaca Al-Qur’an.

 

Ucapan ketika tayamum

 

Dianjurkan mengucapkan Bismillah pada permulaannya. Apabila dalam keadaan junub atau haid, maka dilakukan seperti di waktu mandi. Adapun tasyahud sesudahnya dan zikir lain, seperti yang tersebut pada bagian wudu, atau doa ketika mengusap wajah dan kedua telapak tangan, maka saya tidak menemukan suatu pendapat tentang hal itu. Yang jelas, hukumnya seperti yang kami sebutkan mengenai wudu, karena tayamum adalah Ihaharah seperti wudu.

 

Ucapan ketika menuju masjid

 

Telah kami kemukakan mengenai ucapan ketika keluar dari rumah untuk menuju suatu tempat. Apabila keluar menuju masjid, dianjurkan untuk menambahkan doa yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Abbas ketika menginap di rumah bibinya, Maimunah  Hadis itu menyebutkan tentang tahajud Nabi , kemudian disebutkan: Maka juru azan (muazin) menyerukan azan untuk solat Subuh, lalu beliau pergi untuk solat seraya mengucapkan:

 

“Ya Allah, berikan cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lidahku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dalam penglihatanku, cahaya dari belakangku, cahaya dari hadapanku, cahaya dari atasku, dan cahaya dari bawahku. Ya Allah, berikanlah cahaya kepadaku.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, bahwa Bilal 4g berkata: Apabila keluar untuk solat, Rasul gp mengucapkan!’:

 

”Dengan nama Allah, aku beriman kepadanya, aku berserah diri kepadanya, tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongannya. Ya Allah, dengan hak orang-orang yang memohon kepadaMu dan dengan hak kepergianku ini, maka sesungguhnya aku tidak keluar dengan angkuh, sombong, mengharap pujian maupun ketenaran. Aku keluar mengharap keridaanMu dan takut amarahMu. Aku mohon perhndunganMu dari api neraka. Dan semoga Engkau memasukkan diriku dalam surgaMu.”

 

Ucapan ketika masuk dan keluar masjid

 

Dianjurkan mengucapkan:

 

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, kepada wajahNya yang mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan yang terkutuk,segala puji bagi Allah. Ya Allah, curahkanlah salawat dan salam atas Nabi Muhammad dan keluarganya. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukalah bagiku berbagai pintu rahmatMu.”

 

Kemudian mengucapkan ”bismillah” dan mendahulukan kaki kanan ketika masuk dan sebaliknya, sambil mengucapkan bacaan yang sama. Hanya saja perkataan pintu rahmatMu (abwaaba rahmatika) diganti dengan pintu keutamaanMu (abwaaba fadhlika).

 

Dengan isnad sahih, Muslim”, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Abi Humaid’”, bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, hendaklah ia mengucapkan salam kepada Nabi kemudian mengucapkan: Ya Allah, bukalah bagiku pintu rahmatMu. Apabila keluar, hendaklah mengucapkan: Ya Allah, sesungguhnya aku mohon keutamaanMu.” Dalam riwayatnya, Ibnu Sunni menambahkan:

 

“Apabila keluar (dari masjid), hendaklah mengucapkan salam kepada Nabi & dan mengucapkan: Ya Allah, hndungilah aku dari setan yang terkutuk.” Dengan isnad jayyid (baik), Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash yang berkata Apabila masuk masjid, Nabi mengucapkan: 

 

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Agung, wajahNya yang mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan yang terkutuk. Beliau bersabda: Apabila orang mengucapkan itu, berkatalah setan: Ia terjaga dariku selama sisa harinya.”

 

Dalam kitab Ibnu Sunni, disebutkan bahwa Anas  berkata:” Apabila memasuki masjid, Rasulullah mengucapkan: Bismillaah, Allahumma shalih ala muhammad. Jika keluar mengucapkan: Bismillaah, Allahumma shalli ala Muhammad.” Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar mengenai salawat kepada Nabi ketika masuk dan keluar masjid.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni dari Abdullah bin Hasan, dari ibunya, dari neneknya yang berkata: Apabila masuk masjid Rasulullah  mengucapkan Alhamdulillah dan Bismillah, lalu mengucapkan:

 

“Ya Allah, ampunilah aku dan bukalah bagiku pintu-pintu rahmatMu. Apabila keluar, mengucapkan seperti itu dan ditambah: Ya Allah, bukalah bagiku pintu-pintu keutamaanMu.”

 

Melalui Abu Umamah  Ibnu Sunni juga meriwatkan sabda beliau :

 

“Sesungguhnya salah seorang di antara kamu apabila hendak keluar masjid, berserulah bala tentara iblis dan ribut serta berhimpun pada pemimmpinnya. Maka, apabila salah seorang diantara kamu berdiri di pintu masjid, hendaklah ia mengucapkan: Ya Allah, sesungguhnya aku berhndung kepadaMu dari iblis dan tentaranya. Apabila ia mengucapkan itu, ibhis tidak bisa mengganggunya.

 

Ucapan di dalam masjid

 

Dianjurkan memperbanyak zikir kepada Allah Tasbih, tahhl, tahmid dan takbir serta zikir-zikir yang lain. Dianjurkan pula memperbanyak membaca Al-Qur’an. Kita pun dianjurkan membaca hadis Rasulullah dan ilmu fiqh serta beberapa ilmu syariat lainnya.

 

Allah  berfirman:

 

”(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut namaNya, di sana bertasbih (menyucikan) namaNya pada waktu pagi dan petang. Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah…” (Q.S. An-Nuur: 36-37)

 

Dalam firman yang lain:

 

”. dan barangsiapa mengagungkan tanda-tanda kebesaran Allah, maka sesungguhnya hal itu termasuk ketakwaan hati.” (Q.S. Al-Hajj: 32)

 

Dalam surat yang sama ayat 30, Allah menerangkan:

 

”. dan barangsiapa mengagungkan kesucian Allah, maka ia lebih baik baginya di sisi Tuhannya…” (Q.S. Al-Hajj: 30)

 

Melalui Buraidah , Muslim menyebutkan sabda Nabi :

 

“Masjid-masjid itu hanyalah dibangun untuk solat dan berzikir:”

 

Ketika seorang dusun kencing di masjid, Rasul berkata kepadanya:

 

“Sesungguhnya masjid ini tidak baik terkena sedikit pun dari kencing dan kotoran ini. Ia hanya digunakan untuk bersikir kepada Allah.  dan membaca Al-Qur’an.” (H.R. Muslim)

 

Patut bagi orang yang duduk di masjid untuk berniat iktikaf walaupun hanya sebentar. Sahabat Imam Nawawi berkata: Adalah sah iktikaf dari orang yang masuk masjid sambil lewat dan tidak menetap. Maka, patutlah orang yang lewat itu juga berniat iktikaf agar mendapat pahalanya.

 

Yang lebih utama ialah berhenti sebentar, kemudian berlalu. Juga patut orang yang duduk di situ menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan/kemungkaran, meskipun manusia disuruh juga untuk melakukannya di luar masjid. Hanya saja perbuatan itu lebih utama di dalam masjid demi menjaga, mengagungkan dan memuliakan serta menghormati keberadaannya.

 

Salah seorang sahabat Imam Nawawi berkata: Barangsiapa masuk masjid dan tidak sempat solat tahiyat masjid karena berhadas atau sesuatu hal, dianjurkan mengucapkan: Subhanallah Wal Hamdulillah, Wa Laa Ilaha Illallah, Wallahu Akbar, sebanyak empat kali.

 

Penyangkalan dan celaan Rasulullah & atas orang yang mencari barang hilang dalam masjid dan berjualan di dalamnya

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa mendengar seseorang mencari barang hilang di dalam masjid, hendaklah ia berkata: Allah tidak akan mengembalikan barang itu kepadamu, karena masjid tidak dibangun untuk ini.”

 

Juga dalam Sahih Muslim, Buraidah 38 menyebutkan bahwa seorang lelaki mencari sesuatu di dalam masjid, lalu bertanya: Siapa yang mendapatkan unta merah? Maka, bersabdalah Rasulullah &:

 

“Engkau tidak akan mendapatkannya, karena masjid hanya untuk solat dan berziktr”

 

Dalam akhir kitab jual beli, Tirmizi meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah bersabda:

 

Jika kalian melihat orang menjual atau membeli sesuatu di dalam masjid, maka katakanlah: Allah tidak akan mendatangkan keuntungan bagi perdaganganmu. Dan jika kahan melihat orang mencari barang yang hnlang di dalamnya, maka katakanlah: Allah tidak akan mengembalikannya kepadamu.” (Hadis hasan)

 

Celaan Rasulullah terhadap orang yang mengalunkan syair yang bukan merupakan pujian terhadap Islam dan bukan merupakan anjuran berakhlak baik dalam masjid

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Tsauban , bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa melihat orang mengalunkan syair di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya: semoga Allah merobek mulutmu tiga kali.

 

Keutamaan azan

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Andaikata manusia mengetahui keutamaan yang terdapat dalam azan dan saf (barisan) pertama, kemudian tidak ada jalan untuk mendapatkannya kecuah dengan melakukan undian, niscaya mereka pun akan melakukannya.”

 

Masih melalui Abu Hurairah, Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sabda Beliau :

 

“Apabila diserukan azan untuk solat, larilah setan dan ia pun kentut sehingga tidak mendengar azan.”

 

Dalam riwayat Bukhari, Abi Said Al-Khudri  berkata: Aku mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Tidaklah mendengar jangkauan suara juru azan, baik jin maupun manusia dan sesuatu apa pun kecuali ia menyaksikan baginya pada hari kramat.”

 

Sifat azan

 

Ketahuilah, lafaz-lafaznya masyhur dan tarji’ menurut kami sunnah. Yaitu, apabila ia berseru dengan suara tinggi: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, kemudian ia mengucapkan pelan-pelan sehingga dirinya sendiri yang mendengar dan orang yang di dekatnya, yaitu: Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah, Asyhadu An Laa Ilaaha Illallah, Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah, Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah. Kemudian ia kembali mengeraskan suara untuk mengucapkan: Asyhadu An Laa Ilaha Illailah, Asyhadu An Laa Ilaha Illallah, Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah, Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah.

 

Menurut kami, taswib juga sunnah. Yaitu mengucapkan Ash-Shalatu khatr minan naum (dua kali) sesudah lafaz hayya ala Falah. Hal ini berlaku dalam azan Subuh.

 

Terdapat hadis yang masyhur mengenai keduanya. Seandainya juru azan meninggalkan !aryi’ dan faswib, tetap sah azannya, tapi ia telah meninggalkan sesuatu yang lebih utama.

 

Tidaklah sah azan anak kecil yang belum bisa membedakan, orang perempuan dan orang kafir.

 

Jika orang kafir menyerukan azan, kemudian masuk Islam, maka, dianggap ia sudah Islam ketika menyerukan azan. Pendapat ini menurut mazhab yang Sahih dan terpilih.

 

Salah seorang sahabat Imam Nawawi mengatakan: Ia tidak dianggap Islam dan tidak ada perselisihan bahwa azannya tidak sah, karena pada mulanya ia belum dianggap Islam.

 

Dalam bab ini terdapat banyak cabang yang ditetapkan dalam kitab-kitab fiqh. Pembahasannya tidak mungkin dilakukan pada kitab ini.

 

Sifat ikamah

 

Mazhab yang sahih dan terpilih menyebutkan bahwa ikamah terdiri dari sebelas kalimat: Allahu Akbar, dua kali, Asyhadu an laa Ilaha Illallah,

 

Asyhadu anna Muhammad Rasulullah, hayya alas shalat, hayya alal falah, qad qamatis solat, masing-masing dua kali, Allahu Akbar, dua kali, Laa ilaha Ilallah.

 

Ketahuilah, azan dan ikamah adalah sunnah. Pendapat ini berdasarkan mazhab yang Sahih dan terpilih baik dalam azan Jumat dan lainnya. Sebagian ulama mengatakan fardu kifayah. Yang lain mengatakan fardu kifayah dalam azan Jumat, bukan pada lainnya. Maka, apabila kita katakan Jardu kifayah: Seandainya ia ditinggalkan oleh penduduk suatu negeri atau suatu tempat, mereka pun diperangi karena meninggalkannya. Apabila kita katakan sunnah, mereka pun tidak diperangi menurut mazhab yang Sahih dan terpilih, sebagaimana mereka tidak diperangi karena meninggalkan sunnah Zuhur dan sebagainya.

 

Sebagian sahabat Imam Nawawi mengatakan: Mereka diperangi, karena ia adalah syiar yang nyata.

 

Dianjurkan membaguskan azan dan mengeraskan suaranya. Juga dianjurkan mempercepat ikamah. Hendaknya suaranya lebih rendah daripada azan.

 

Bagi muazin, dianjurkan untuk memiliki suara yang baik, bisa dipercaya, mengerti waktu dan pandai.

 

Dianjurkan untuk menyerukan azan di tempat yang tinggi sambil berdiri dalam keadaan suci dan menghadap kiblat.

 

Makruh menyerukan azan atau ikamah dengan membelakangi kiblat, duduk, berbaring, berhadas, atau dalam keadaan junub. Kemakruhan dalam keadaan junub lebih besar daripada keadaan berhadas kecil dan kemakruhan ikamah lebih berat.

 

Azan tidak ditetapkan kecuali bagi solat lima waktu: Subuh, Zuhur| Asar, Magrib dan Isya. Sama saja, tepat pada waktunya dan yang tertinggal tidak berbeda bagi orang yang menetap dan bepergian, demikian pula . orang yang solat sendirian atau berjamaah.

 

Apabila satu orang menyerukan azan, maka cukuplah bagi yang lain. Apabila seseorang menggadha solat-solat yang tertinggal dalam satu waktu, ia pun menyerukan azan bagi yang pertama saja, dan menyerukan ikamah bagi setiap solat.

 

Apabila seseorang menjamak antara dua solat, ia pun menyerukan azan yang pertama saja dan menyerukan ikamah bagi masing-masing solat.

 

Selain solat lima waktu, maka tidak diserukan azan. Hal ini tidak ada perselisihan.

 

Dalam solat berjamaah, ada di antaranya yang dianjurkan untuk mengucapkan: As-salatu jaami’atan, seperti solat Id, Kusuf (gerhana matahari) dan /srisga (minta hujan).

 

Ucapan seperti itu tidak dianjurkan dalam solat sunnah dan nawafi/ yang mutlak. Terdapat perselisihan ketika solat tarawih dan jenazah. Yang paling benar adalah diucapkan dalam solat Tarawih, dan tidak dikumandangkan ketika solat jenazah.

 

Tidak sah ikamah kecuali masuk waktu dan hendak solat. Selain Subuh, tidak sah azan kecuali sesudah masuk waktu solat. Karena azan Subuh boleh dilakukan sebelum masuk waktu.

 

Timbul perselisihan mengenai waktu yang boleh melakukannya. Yang paling sahih adalah boleh melakukannya sesudah lewat tengah malam. Ada yang mengatakan pada waktu dinihari, seluruh malam, dan sesudah lewat duapertiga malam. Yang terpilih adalah yang pertama.

 

Perempuan dan seseorang yang memiliki dua alat kelamin dari lahir hanya boleh menyerukan ikamah, karena keduanya dilarang mengeraskan suara.

 

Ucapan orang yang mendengar azan dan ikamah

 

Bagi orang yang mendengar suara azan dan ikamah, dianjurkan untuk menirukan ucapannya, kecuali dalam perkataan: Hayya alas shalat, hayya alal falah, maka pendengarnya mengucapkan: laa haula walaa quwwata illa Billah.

 

Dalam perkataan: Ash-Shalar khairu minan naum (solat itu lebih baik daripada tidur), maka pendengar mengucapkan: shadagta wa bararta (engkau berkata benar dan berbuat baik). Ada yang mengatakan, pendengar mengucapkan: Shadaga Rasulullah  ash-shalat khairu minan naum (benarlah Rasulullah $ bahwa solat itu lebih baik daripada tidur).

 

Ketika mendengar dua kalimat ikamah, pendengar mengucapkan: Agamahallahu wa adaamaha (semoga Allah menegakkan dan mengekalkannya). Sesudah perkataan: Asyhadu anna Muhammad Rasulullah, pendengar mengucapkan: Wa ana asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Kemudian pendengar mengucapkan: Radhitu Billahi Rabba (aku rela Allah sebagai Tuhanku)  Muhammad  Rasulallah (dan Muhammad  sebagai Rasul) wa bil Islami dinan (dan Islam sebagai agama).

 

Apabila selesai mengikuti seluruh azan, pendengar mengucapkan salawat kepada Nabi kemudian berdoa:

 

“Ya Allah yang memiliki panggilan yang sempurna ini dan solat yang tegak, berilah Muhammad perantaraan dan keutamaan, bangkitkanlah da dengan kedudukan terpuji yang Engkau janjikan kepadanya.”

 

Kemudian pendengar berdoa sesuka hatinya bagi kepentingan dunia dan akhiratnya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Said AlKhudri  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila kamu mendengar azan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan muain.”

 

Dalam Sagihnya, Muslim meriwayatkan kesaksian Abdullah bin Amr ibn Al-Ash yang berkata: Aku mendengar Nabi gih bersabda:

 

“Apabila kamu mendengar muazin menyerukan azan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya, kemudian ucapkanlah salawat kepadaku. Karena, barangsiapa mengucapkan salawat untukku sekah, miscaya Allah memberikan salawat atasnya sepuluh kali. Kemudian, mohonkanlah perantaraan bagiku, karena ia adalah kedudukan di surga yang tidak pantas kecuah bagi salah seorang hamba Allah, dan aku berharap akan mendapatkan kedudukan itu. Maka, barangsapa memohonkan perantaraan bagiku, berhaklah ia atas syafaatku.”

 

Melalui Umar bin Khattab , Muslim juga meriwayatkan sabda Beliau :

 

“Apabila muazin mengucapkan: Allahu Akbar, dua kemudian salah seorang dari kamu mengucapkan Allahu Akbar, dua kah. Setelah itu muazin mengucapkan: Asyhadu an laa ilaha Iilallahu, lalu pendengar Juga mengucapkan, Asyhadu an laa Haha Ilallahu. Kemudian muazin mengucapkan: asyhadu anna Muhammad Rasulullah dan pendengar mengucapkan: Asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Lalu muazin mengucapkan: Hayya alas shalat, dan pendengar mengucapkan: Laa haula wa laa guwwata illa Billah. Selanjutnya muazin mengucapkan: Hayya alal falah, lalu pendengar mengwapkan: Laa haula walaa guwata illa Billah. Kemudian muazin mengucapkan: Allahu Akbar, dua kali lau pendengar mengucapkan: Allahu Akbar, dua kali. Kemudian muazin mengucapkan: Laa Ilaha ilallah, lalu pendengar mengucapkan: Laa Haha Illailah, dari hatinya, ia pun masuk surga.”

 

Muslim meriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash , bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa ketika mendengar azan mengucapkan: Aku bersaksi bahwa rada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Aku rela Allah sebagai Tuhanku, Muhammad  sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku. Niscaya diampunilah dosanya.”

 

Dalam suatu riwayat: “Barangsiapa kerika mendengar azan mengucapkan: Dan aku bersaksi.”

 

Dengan israd sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah apabila mendengar azan, beliau pun bertasyahud seraya mengucapkan: “Dan aku, dan aku.”

 

Dalam Sahihnya, Bukhari meriwayatkan dari Jabir  bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa kerika mendengar azan mengucapkan: “Ya Allah yang memiliki panggilan yang sempurna ini dan solat yang tegak, berilah Muhammad peranraraan dan keutamaan, dan bangkitkanlah dia dalam kedudukan terpuji yang Engkau janjikan kepadanya, niscaya ta berhak atas syafaatku pada hari kiamat.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Muawiyah, bahwa jika mendengar muazin mengucapkan: hayya alal falah (mari menuju kemenangan), beliau berdoa:

 

“Ya Allah, jadikanlah kami golongan orang-orang yang menang.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari seorang lelaki, dari Syahr bin Hausyab, dari Abu Umamah , bahwa Bilal , mengucapkan ikamah. Ketika sampai pada perkataan:

 

(Waktu solat telah tiba). Maka Nabi  mengucapkan:  (Semoga Allah menegakkan dan mengekalkannya).

 

Apabila seseorang mendengar muazin atau orang yang mengucapkan ikamah sedang ia dalam keadaan solat, ia tidak perlu menjawab. Apabila mengucapkan salam barulah ia menjawabnya sebagaimana biasanya. Jika dijawab pada satu solat, tidak batal salatnya tetapi makruh. Begitu juga apabila ia mendengar ketika berada di kamar kecil, maka tidak perlu menjawab. Setelah keluar baru dijawab.

 

Bila seseorang membaca Al-Qur’an, bertasbih, membaca hadis atau ilmu lain, maka ia pun menghentikan semua ini dan menjawab muazin, lalu kembali kepada kegiatan semula. Karena ‘jabahnya telah lewat, sedang kegiatan itu telah ditunda. Apabila muazin telah selesai mengumandangkannya, tapi ia tidak menjawab saat itu juga, dianjurkan untuk menyusulnya, asal waktunya tidak terlalu lama.

 

Doa sesudah azan

 

Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibnu sunni, meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Tidaklah tertolak doa azan dan ikamah.”

 

Dalam riwayat Tirmizi, ada tambahan: .

 

”Apakah yang kita katakan (sesudah azan), Ya Rasulullah? Behau menjawab: Mintalah kepada Allah keselamatan lahir batin lafiar) di dunia dan akhirat.” Abdullah bin Amr ibn Al-Ash berkata, bahwa seorang lelaki bertanya: Ya Rasulullah, sesungguhnya para muazin melebihi kita? Maka Rasulullah  menjawab:

 

“Katakanlah seperti yang mereka ucapkan. Apabila engkau selesai, mintalah (kepada Allah) tentu engkau diberi.” (H.R.Abu Daud)

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Sahal bin Saad  bahwa Nabi  bersabda: –

 

” Dua perkara yang tidak ditolak atau jarang ditolak: Doa di waktu azan dan di waktu peperangan, di mana orang-orang saling berdesakan satu sama lam.”

 

Ucapan sesudah dua rakaat sunnah Subuh

 Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abi Malih”, dari ayahnya, bahwa Rasulullah  solat sunnah dua rakaat fajar. Kemudian mendengar beliau bersabda sambil duduk:

 

“Yg Allah, Tuhan Jibril, Israfil, dan Mikail serta Muhammad H&, aku berlindung kepadaMu dari api neraka, diucapkan sebanyak tiga kali.”

 

Dalam sabda lain:

 

“Barangsiapa di waktu hari Jumat sebelum solat Subuh mengucapkan: “Aku mohon ampun kepada Allah yang nada Tuhan selam Dia, yang hidup dan senantiasa mengurusi makhlukNya, dan aku bertobat kepadaNya sebanyak tiga kali, niscaya Allah  mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Ucapan ketika tiba di saf

 

Diriwayatkan oleh Nasa’i, Ibnu Sunni dan Bukhari, bahwa Saad bin Abi Waqqash  berkata: Ketika Rasulullah sedang solat, seorang lelaki datang untuk melakukan perbuatan yang sama. Ketika tiba di saf, ia berkata: Ya Allah, berilah aku sebaik-baik yang Engkau berikan kepada hamba-hambaMu yang saleh. Ketika selesai solat, Rasulullah bertanya: Siapakah yang tadi berdoa? Orang itu menjawab: Saya ya Rasulullah. Mendengar pengakuan itu, bersabdalah beliau :

 

“Jika begitu, seakan-akan kudamu terbunuh dan engkau mati di jalan Allah.”

 

Ucapan ketika hendak solat

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dan Ummi Rafi yang berkata: Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku amalan dengan mana Allah  memberi pahala kepadaku. Beliau  bersabda:

 

”Hai Ummi Rafi, jika engkau hendak solat, maka bertasbihlah sepuluh kali, ucapkan tahlil (Laa ilaha Illallah) sepuluh kali, bertahmidlah (ucapkan Alhamdulillah) sepuluh kah, bertakbirlah (ucapkan Allahu Akbar) sepuluh kali dan beristighfarlah sepuluh kali.” Apabila engkau bertasbih, Allah berkata: “Ini untukKu, apabila engkau bertahlil, Allah berkata: Ini untukKu, apabila bertahmid, Allah berkata: Ini untukKu, apabila engkau bertakbir, Allah berkata: Ini untukKu, dan apabila engkau beristighfar, Allah berkata: Telah Kuampuni.”

 

Doa ketika mulai ikamah

 

Dalam kitabnya, Al-Umm, Imam Syafi’i meriwayatkan sebuah hadis mursar?.

 

“Carilah istijabah (pengabulan) doa di waktu bertemunya pasukan-pasukan dan waktu solat (ikamah) serta turunnya hujan.”

 

Berkata As-Syafi’i: Aku telah menghafal dari banyak orang mengenai pencarian yabah ketika turun hujan dan hendak masuk solat (ikamah).

 

Takbiratul ihram

 

Ketahuilah, solat itu tidak sah kecuali dengan takbiratul ihram, baik solat wajib maupun nafilah (sunnah).

 

Takbir menurut As-Syafi’i dan sebagian besar ulama adalah bagian dari solat dan salah satu rukunnya. Menurut Abu Hanifah: Ia adalah syarat yang bukan termasuk bagian solat.

 

Perlu diketahui bahwa lafaz takbir adalah mengucapkan Allahu Akbar atau Allahu! Akbar. Kedua macam ini boleh menurut As-Syafi’i dan Abu Hanifah serta yang lain, sedang Malik melarang yang kedua. Untuk berhati-hati, hendaknya orang mengucapkan yang pertama, agar keluar dari perselisihan.

 

Tidak boleh takbir tanpa kedua lafaz itu. Andaikata mengucapkan: Allahu Adhim, Allahu Muta’al, Allahu A’dham, AWazzu, atau Ajallu, dan sebagainya, menurut As-Syaff’i dan sebagian besar ulama tidak sah salatnya. Abu Hanifah mengatakan sah.

 

Bagi orang yang mampu berbahasa Arab, tidak sah takbir selain dengan bahasa itu. Barangsiapa yang tidak mampu, dibolehkan, dan wajib dirinya belajar bahasa Arab.

 

Bacaan sesudah Takbiratul ihram

 

Banyak hadis mengenai bacaan sesudah takbiratul ihram.

 

Keseluruhannya adalah:

 

“Allah Maha Besar sebesar-besarnya, pujian yang tak terhenti bagi Allah, Maha Suci Allah pagi dan petang. Aku hadapkan wajahku dengan lurus kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi. Diriku sebagai orang muslim, dan bukanlah aku termasuk orang-orang musyrik.”

 

“Sesungguhnya, salatku, ibadahku, hidupku dan matiku bagi Allah Tuhan sekahan alam, nada sekutu bagiNya, dan dengan itu aku diperintah dan aku termasuk orang-orang mushmin.”

 

Dan mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkaulah Penguasa. Tiada Tuhan yang aku sembah kecuah Engkau. Aku adalah hambaMu, Aku telah berbuat aniaya atas diriku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah semua dosa-dosaku. Sesungguhnya ndak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Berilah aku petunjuk kepada budi pekerti yang baik, tidak ada yang bisa menunjukkan kepada budi pekerti yang terbaik melainkan Engkau. Singkirkanlah keburukan budi pekerti dariku, tidak ada yang bisa menyingkirkannya kecuah Engkau. Aku sambut Engkau dan kebaikan seluruhnya dalam tanganMu, sedang keburukan tidaklah menuju kepadaMu. Aku bergantung dan berserah diri kepadaMu, Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku mohon ampun dan bertobat kepadaMu. Juga mengucapkan:

 

“Ya Allah, jauhkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau Jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari dosadosaku seperti baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari dosa-dosaku dengan es dan embun.”

 

Dalam bagian ini, terdapat hadis-hadis lain, di antaranya telah diriwayatkan oleh Tirmizi, Abu Daud dan Ibnu Majah, dengan isnad lemah, bahwa Aisyah berkata: Jika memulai solat, Nabi mengucapkan:

 

“Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puja bagiMu. Maha Suci namaMu, Maha Tinggi kekuasaanMu dan tiada Tuhan selain Engkau.” Baihaqi berkata: Riwayat yang paling sahih adalah dari Umar bin Khattab, yaitu: Rasulullah  bertakbir, kemudian mengucapkan:

 

“Maha Suci Engkau ya Allah dengan segala puji bagiMu, Maha Suci namaMu, Maha Tinggi kekuasaanMu dan tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Baihaqi, dari Al-Harits, bahwa Ali  berkata: Apabila memulai solat, Nabi mengucapkan :

 

“Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Aku telah berbuat antaya atas diriku dan telah berbuat keburukan, maka ampunilah dosaku. Sesungguhnya tidaklah bisa mengampuni dosa melainkan Engkau. Aku hadapkan wajahku… (hingga akhirnya).”

 

Adapun ucapan Rasulullah : ”Kejahatan/keburukan itu tidak tertuju kepadaMu”, maka ketahuiLah bahwa mazhab ahli! hak dari muhaddisin, fugaha dan mutaktallimin dari sahabat dan tabiin serta ulama muslimin sesudah mereka adalah bahwa segala wujud yang baik dan buruk, bermanfaat dan berbahaya, semuanya berasal dari Allah  dengan kehendak dan takdirNya.

 

Apabila telah jelas demikian, maka hadis ini harus ditawilkan. AnNudhar bin Syumail dan para imam sesudahnya memberikan penjelasan tentang pengertian hadis itu:

 

  1. Kejahatan bukanlah alat untuk mendekatkan diri kepadaMu.

 

  1. Kejahatan tidak menuju kepadaMu, yang menuju kepadaMu hanyalah perkataan yang baik.

 

  1. Kejahatan itu tidaklah dikaitkan kepadaMu. Sebagai sopan santun, maka tidak dikatakan: Wahai Pencipta kejahatan, meskipun Dialah yang menciptakannya, sebagaimana tidak dikatakan: Wahai Pencipta babi, meskipun Dialah Penciptanya.

 

  1. Kejahatan itu bukanlah dipandang dari segi bahwa ia adalah hikmahMu, sedang Engkau tidak menciptakan sesuatu dengan siasia.

 

Taawud sesudah Doa Istiftah

Ketahuilah, taawud (memohon perlindungan kepada Allah) sesudah doa iftitah adalah sunnah berdasar kesepakatan, dan ia adalah permulaan dari bacaan. Allah  berfirman:

 

“Apabila engkau membaca Al-Qur’an, maka berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Q.S. An-Nahl:98)

 

Menurut sebagian besar ulama, maknanya adalah: Apabila engkau hendak memulai bacaan Al-Qur’an, maka berlindunglah kepada Allah.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi, bahwa sebelum memulai bacaan dalam solat, Nabi  mengucapkan:

 

“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari kesombongannya dan sihirnya serta godaannya.”

 

Dalam suatu riwayat:

 

“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Mengetahui, dari godaan setan dan kesombongannya serta sihirnya.”

 

Taawud dianjurkan, andaikata ditinggalkan, tidak berdosa dan tidak batal salatnya, baik dengan sengaja atau karena lupa. Ia tidak perlu melakukan sujud sahwi. Taawud dianjurkan dalam seluruh solat wajib dan sunnah.

 

Menurut mazhab yang paling sahih, taawud juga dianjurkan dalam solat jenazah dan bagi orang yang membaca di luar solat.

 

Bacaan sesudah Taawud

 

Menurut jumhur ulama, bacaan Al-Fatihah itu wajib dalam solat. Tidak cukup membaca lainnya bagi yang mampu membacanya.

 

Dengan isnad sahih, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban meriwayatkan sabda Rasul :

 

“Tidaklah cukup solat yang di dalamnya tidak dibaca Fatihatul Kitab.”

 

Dalam sabda yang lain:

 

“Tidak sah solat tanpa membaca Fatiharul Kitab.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Apabila tidak pandai membaca Al-Fatihah, haruslah ia membaca lainnya menurut kadarnya. Apabila tidak bisa membaca ayat Al-Qur’an, hendaklah ia membaca zikir-zikir, seperti tasbih dan tahlil menurut kadar ayat-ayat Al-Fatihah. Apabila sulit mempelajarinya, hendaklah ia berdiri menurut kadar lamanya bacaan itu, kemudian rukuk. Dengan cara seperti jitu sudah memadai salatnya, asalkan tidak ceroboh dalam belajar. Jika ceroboh, wajib ia mengulangi.

 

Kesimpulannya, bila belajar, ia wajib belajar membaca surat AlFatihah. Jika pandai membaca bukan dengan bahasa Arab, maka tidak boleh membacanya dengan selain bahasa itu. Ia pun dianggap tidak mampu dan harus menggantinya dengan yang telah kami sebutkan.

 

Sesudah surat Al-Fatihah, dibaca surat Al-Quran atau sebagian saja. Bacaan itu adalah sunnah. Andaikata ditinggalkan, sah salatnya dan tidak perlu melakukan sujud sahwr, baik solat wajib atau nafilah (sunnah).

 

Menurut pendapat yang paling sahih, tidak dianjurkan membaca surat dalam solat jamaah, karena didasarkan atas nafi/ah (peringanan).

 

Boleh memilih antara membaca suatu surat atau sebagiannya. Surat yang pendek lebih utama daripada yang panjang. Dianjurkan membaca menurut tertibnya di dalam mushaf.

 

Termasuk sunnah adalah membaca surat sesudah Al-Fatihah. Andaikata dibaca sebelumnya, tidaklah dianggap membaca surat.

 

Ketahuilah, anjuran membaca surat adalah bagi imam dan munfarid serta makmum ketika imam membaca surat dengan pelan. Bila imam mengeraskan bacaan, maka makmum tidak lebih dari membaca surat AlFatihah.

 

Menurut pendapat yang paling sahih, apabila ia tidak mendengar atau mendengar suara imam yang kurang jelas, dianjurkan bagi makmum untuk membaca surat.

 

Dalam solat Subuh dan Zuhur, sunnah membaca surat yang panjang Ketika solat Asar dan Isya, dianjurkan membaca surat yang sedang Membaca surat yang pendek adalah sunnah dalam solat Magrib. Apabila ia seorang imam, hendaklah meringankan hal itu, kecuali jika diketahui bahwa para makmum lebih menyukai surat-surat yang panjang.

 

Ketika solat Subuh di hari Jumat, disunnahkan membaca surat As-Sajdah pada rakaat pertama. Pada rakaat kedua membaca surat Al-Mursalat. Keduanya dibaca keseluruhan. Ada sebagian orang yang membaca sebagiannya saja, maka itu bertentangan dengan sunnah.

 

Dalam solat Id dan /stisga’, dianjurkan membaca surat Oaaf Pada rakaat pertama, rakaat kedua dianjurkan membaca surat Al-Oamar. Boleh juga membaca surat Al-A’la pada rakaat pertama, dalam rakaat kedua membaca surat Al-Ghasiyah.

 

Ketika solat Jumat, pada rakaat pertama membaca surat Al-Jumw’ah, rakaat kedua membaca surat Al-Munafigun. Atau surat Al-A’la pada rakaat pertama, dan surat Al-Ghasiyah dalam rakaat kedua. Hal ini juga sunnah.

 

Dalam dua rakaat sunnah Subuh, dianjurkan pada rakaat pertama membaca surat Al-Baqarah, ayat 136, rakaat yang kedua membaca surat Ali Imran, ayat 64. Juga boleh membaca dalam rakaat pertama surat AlKafirun, rakaat yang kedua surat Al-Ikhlas. Dalam dua rakaat sunnah Magrib, sunnah Tawaf dan Istikharah, rakaat pertama adalah surat AlKafirun, rakaat kedua surat Al-Ikhlas.

 

Adapun solat Witir yang terdiri dari tiga rakaat, maka pada rakaat pertama membaca surat Al-A’la, rakaat kedua surat Al-Kafirun, dan rakaat ketiga Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas. Semua ini terdapat dalam hadis yang sahih dan masyhur.

 

Para ulama telah sepakat mengenai pembacaan dengan suara keras dalam solat Subuh dan dua rakaat pertama dari solat Magrib dan Isyak serta pembacaan dengan suara pelan dalam solat Zuhur dan Asar serta rakaat ketiga dari solat Magrib dan rakaat ketiga dan keempat dari solat Isya serta mengeraskan suara dalam solat Jumat, Idul Fitri dan Idul Adha, Tarawih dan Witir sesudahnya. Ini dianjurkan bagi imam dan orang yang solat sendirian (munfarid), sedangkan makmum tidaklah mengeraskan suaranya.

 

Disunnahkan mengeraskan suara dalam solat gerhana bulan dan israr (membaca pelan-pelan) dalam solat gerhana matahari serta mengeraskan suara dalam solat Istisga dan membaca pelan dalam solat jenazah, baik di waktu siang maupun malam, dan tidak mengeraskan bacaannya dalam solat sunnah di siang hari selain solat Id dan Istisqa’.

 

Timbul perbedaan pendapat mengenai solat rawafib (sunnah yang berdiri sendiri) di waktu malam. Ada yang mengatakan tidak dikeraskan bacaannya. Pendapat lain mengatakan dikeraskan. Yang paling sahih telah dikemukakan oleh Al-Qadhi Husein dan Baghawi, yaitu: antara yahar (suara keras) dan israr (suara pelan).

 

Ketahuilah bahwa jahar dan israr adalah sunnah. Andaikata mengeraskan suara di tempat yang seharusnya dibaca pelan atau membaca pelan di tempat yang seharusnya dikeraskan suaranya, maka salatnya benar/sah, hanya saja ia telah melakukan suatu perbuatan yang makruh karohah tanzih dan tidak perlu sujud sahwr.

 

Telah kami kemukakan bahwa membaca pelan dalam bacaan solat dan zikir-zikir yang ditetapkan di dalamnya haruslah bisa memperdengarkan kepada dirinya sendiri. Apabila ia tidak mendengarnya tanpa ada halangan, maka tidak sah bacaan maupun zikirnya. Apabila selesai membaca surat Al-Fatihah, dianjurkan mengucapkan amin. Banyak hadis sahih mengenai keutamaan dan besarnya pahala pada ucapan amin. Pengucapan itu dianjurkan bagi setiap orang, baik di dalam solat atau di luarnya.

 

Imam dan munfarid serta makmum mengeraskan ucapan amin, baik jumlah jamaahnya sedikit atau banyak. Dianjurkan ucapan dari makmum bersamaan dengan ucapan imam. Tidak ada dalam solat kebersamaan ucapan makmum dan imam, kecuali dalam hal ini.

 

Disunnahkan bagi siapa yang membaca ayat dalam solat atau lainnya, apabila mendapati ayat mengenai rahmat, hendaklah memohon kepada Allah  untuk mendapatkan keutamaannya. Apabila mendapati ayat mengenai azab (siksa), hendaklah memohon perlindungan dari api neraka dan siksaannya, kejahatan atau dari hal-hal yang tidak disukai. Maka, diucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon keselamatan dariMu.”

 

Jika mendapati ayat yang mensucikan Allah  maka diucapkan: Subhanahu wa Ta’ala, atau: Tabaraakallahu Rabbul Alamin. Dianjurkan mengucapkan tasbih dan memohon perlindungan bagi pembaca dalam solat dan lainnya, bagi imam dan makmum serta munfarid, karena ia adalah doa. Berarti sama saja mereka dalam hal ini, seperti mengucapkan amin.

 

Dianjurkan bagi yang membaca:

 

untuk mengucapkan:

 

Apabila membaca:

 

maka diucapkan:

 

Apabila membaca:

 

maka diucapkan:

 

Apabila membaca:

 

maka diucapkan:

 

Semua ini diucapkan di dalam solat dan lainnya. Dalil-dalil akan hal ini telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalat Al-Gur”an.

 

Zikir di dalam Rukuk

 

Banyak kabar yang sahih bahwa Rasulullah  bertakbir ketika hendak rukuk. Berarti ia adalah sunnah. Andaikata ditinggalkan, hukumnya makruh karohah tanzih, tidak batal salatnya dan tidak perlu sujud sahwi. Semua takbir yang terdapat di dalam solat hukumnya begitu, kecuali takbiratul ihram, karena ia adalah rukun yang tanpa itu tidaklah sah salatnya. Ada suatu riwayat dari Imam Ahmad, bahwa semua takbir ini wajib.

 

Apabila telah rukuk, maka diucapkan:

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung, tiga kah.”

 

Dalam Sahih Muslim disebutkan bahwa Hudzaifah melihat Rasul rukuk dengan mengucapkan: Subhana Rabbi Al-Adhim.

 

Rasulullah bersabda:

 

”Apabila salah seorang dari kamu mengucapkan Subhana Robbi AlAdhim tiga kali, maka telah sempurna rukuknya.” (H.R. Kelompok Sunan)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah  bahwa Rasulullah  mengucapkan dalam rukuk dan sujudnya:

 

“Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan segala puji bagiMu. Ya Allah, ampunilah aku.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ali , bahwa apabila rukuk, Nabi mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku rukuk kepadaMu dan aku beriman kepadaMu. Aku serahkan diriku kepadaMu, pendengaranku, penglihatanku, benakku, tulangku dan urat syarafku tunduk kepadaMu.”

 

Disebutkan dalam kitab-kitab Sunan:

 

“Pendengaranku, penglihatanku, benakku, tulangku dan urat kakiku funduk kepada Allah, Tuhan sekalian alam.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Aisyah  bahwa Rasulullah  mengucapkan dalam rukuk dan sujudnya:

 

“Yang patut disucikan, Maha Suci Tuhan para malaikat dan ruh.”

 

Dengan snad sahih, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i meriwayatkan dari Auf bin Malik yang berkata: Aku berdiri bersama Rasulullah  beliau membaca surat Al-Baqarah. Ketika sampai pada ayat mengenai rahmat, beliau berhenti dan memohon. Ketika sampai pada ayat mengenai siksaan, beliau berhenti dan berlindung. Kemudian beliau rukuk menurut kadar lamanya berdiri, dan mengucapkan dalam rukuknya:

 

“Maha Suci Tuhan yang memiliki kekuatan, kekuasaan, kebesaran dan keagungan.”

 

Kemudian beliau  mengucapkan seperti itu dalam sujudnya. Diriwayatkan dalam Saghih Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Adapun rukuk, maka agungkanlah Tuhan di dalamnya.”

 

Hadis terakhir adalah maksud dari pasal ini, yaitu pengagungan Tuhan yang Maha Suci di dalam rukuk, dengan lafaz apapun. Akan tetapi, yang paling utama adalah menggabungkan zikir-zikir ini semuanya dan didahulukan tasbihnya. Apabila ingin mempersingkat, maka cukuplah dengan tasbih. Kesempurnaan minimal adalah tiga kali tasbih. Andaikata dibaca hanya satu kali, maka itulah aslinya.

 

Ketahuilah, zikir di waktu rukuk adalah sunnah. Apabila ditinggalkan dengan sengaja atau karena lupa, tidaklah batal salatnya dan tidak berdosa, Ia pun tidak perlu melakukan sujud sahwi.

 

Imam Ahmad bin Hanbal dan segolongan ulama berpendapat bahwa hal itu adalah wajib. Maka, patutlah bagi orang yang melaksanakan solat untuk menjaganya menurut hadis-hadis yang jelas dan sg/ih mengenai suruhan untuk melakukannya, seperti hadis yang telah disebutkan oleh Ibnu Abbas.

 

Dihukum makruh bacaan Al-Qur’an di dalam rukuk dan sujud. Dalam Sahih Muslim, Ali berkata: ”Aku dilarang oleh Rasulullah  membaca ayat Al-Qur’an di dalam rukuk atau sujud.”

 

Melalui Ibnu Abbas, Muslim juga meriwayatkan sabda beliau :

 

”Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang membaca Al-qur’an dalam keadaan rukuk atau sujud.”

 

Ucapan ketika mengangkat kepala dari Rukuk dan dalam keadaan Iktidal

 

Ketika mengangkat kepala dari rukuk, sunnah mengucapkan:

 

“Allah mendengar siapa yang memujiNya.” Juga boleh mengucapkan:

 

“Barangsiapa memuji Allah, maka Dia mendengarnya.”

 

Dalam kitabnya, Al-Umm, Imam Syafii menyebutkan: Apabila berdiri tegak (iktidal), diucapkan:

 

“Tuhan kami, segala puji bagiMu yang banyak dan baik serta diberkati sepenuh langit dan bukti dan sepenuh antara keduanya dan sepenuh yang Engkau kehendaki sesudah itu. Engkau patut mendapat pujian dan kemuliaan, ucapan yang paling tepat dari hamba. Kami semua adalah hambaMu.” Tiada penghalang bagi yang Engkau berikan dan tiada pemberi bagi yang Engkau halangi, dan tidaklah bermanfaat usaha seseorang melainkan dengan penentruanMu.”

 

Sambil berdiri dari rukuk, Rasul  mengucapkan:

 

“Tuhan kami, segala puji bagiMu. Dalam riwayat lain: Dan segala puji bagiMu, dengan tambahan “wawu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ali dan Ibnu Abi Aufa, bahwa Rasulullah jika mengangkat kepalanya dari rukuk, maka mengucapkan:

 

“Allah mendengar siapa yang memujiNya: Tuhan kami, segala puji bagiMu sepenuh langit dan sepenuh bumi serta sepenuh yang Engkau kehendaki sesudah itu.”

 

Melalui Abi Said Al-Khudri, Muslim juga meriwayatkan bahwa

 

Rasulullah  jika mengangkat kepalanya dari rukuk, maka mengucapkan: –

 

”Ygla Allah, Tuhan kami, segala puji bagiMu sepenuh langit dan bumi dan sepenuh yang Engkau kehendak sesudah itu. Engkau patut mendapat pujian dan kemuhaan, ucapan yang paling tepat dari hamba dan kami semua adalah hambaMu. Ya Allah, nada penghalang bagi yang Engkau berikan dan nada pemberi bagi yang Engkau halangi dan tidak bermanfaat usaha seseorang melainkan dengan penentuanMu.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Rifaah bin Abi Rafi Az-Zargi : Pada suatu hari, kami solat di belakang Nabi . Ketika mengangkat kepalanya dari rukuk, beliau mengucapkan:

 

“Allah mendengar siapa yang memujiNya.”

 

Maka berkatalah seorang lelaki di belakangnya:

 

”Tuhan kami, segala puji bagiMu, pujian yang banyak dan baik serta diberkati.”

 

Ketika selesai, beliau bertanya: Siapakah yang berbicara itu? Ia menjawab: Saya. Rasulullah  bersabda: Aku melihat lebih dari tiga puluh malaikat berebutan untuk menulisnya pertama kali.

 

Ketahuilah, dianjurkan menggabungkan semua zikir-zikir ini seperti yang kami kemukakan dalam zikir-zikir rukuk. Apabila menyingkatnya, hendaklah mengucapkan seperti yang dituturkan oleh Ali dan Ibnu Abi Aufa. Apabila ingin lebih singkat lagi maka diucapkan:

 

Zikir-zikir ini semua dianjurkan bagi imam, makmum serta munfarid. Hanya saja imam tidak perlu mengucapkan seluruhnya, tergantung keadaan para makmumnya. Ketahuilah, zikir ini seandainya ditinggalkan, dihukum makruh karohah tanzih dan tidak usah melakukan sujud sahwi.

 

Zikir-zikir Sujud

 

Apabila seseorang mengucapkan zikir pada waktu iktidal, ia pun bertakbir, lalu memanjangkan takbirnya. Ini adalah sunnah. Andaikata ditinggalkan, tidak batal salatnya dan tidak perlu melakukan sujud sahwi.

 

Ketika sujud, diucapkan zikir-zikirnya. Terdapat banyak zikir, di antaranya yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Hudzaifah, bahwa ketika bersujud, Nabi mengucapkan:

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah , bahwa Nabi memperbanyak ucapan dalam rukuk dan sujudnya:

 

“Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, dengan segala puji bagiMu. Ya Allah, ampunilah aku.”

 

Aisyah  juga berkata, bahwa Rasulullah  mengucapkan dalam rukuk dan sujudnya:

 

“Yang patut disucikan dan Maha Suci, Tuhan para malaikat dan ruh.” (H.R. Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ali ak bahwa Rasulullah  apabila bersujud, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah kepadaMu aku bersujud, denganMu aku beriman, kepadaMu aku serahkan diri. Wajahku bersujud kepada Tuhan yang menciptakannya dan membentuk rupanya, pendengaran dan penglihatannya, Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta.”

 

Ashab As-Sunan (kelompok Sunan) meriwayatkan dari Auf bin Malik, bahwa Rasulullah melakukan rukuk yang lama dan mengucapkan di dalamnya:

 

“Maha Suci Tuhan yang memiliki kekuatan, kekuasaan, kebesaran dan keagungan.” (Hadis Sahih)

 

Kemudian mengucapkan dalam sujudnya seperti itu.

 

Disebutkan dalam kitab-kitab Sunan, bahwa Nabi  mengajarkan: Apabila seseorang bersujud, hendaklah ia mengucapkan:

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi. Tiga kah, dan itulah yang paling sedikit.”

 

Aisyah berkata: Pada suatu malam, aku kehilangan Nabi  Aku pun mencarinya. Ternyata dia sedang rukuk atau sujud sambil mengucapkan:

 

“Maha Suci Engkau dengan segala puji bagiMu, tida Tuhan selain Engkau.” (H.R. Muslim)

 

Aisyah menambahkan: Maka tersentuhlah tanganku pada belakang telapak kakinya, sedang ia bersujud. Kedua telapak kaki itu tegak.

 

Beliau mengucapkan:

 

“ya Allah, dengan keridaanMu aku berlindung dari kemarahanMu dan dengan pemaafan yang Engkau berikan dari hukumanMu, dan aku berlindung kepadaMu dari (kemurkaan) diriMu sendiri. Aku tidak bisa menghitung pujian kepadaMu sebagaimana Engkau memuji diriMu sendiri.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Abbas  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Adapun rukuk, maka agungkanlah Tuhan di dalamnya. Adapun sujud, maka berijrihadlah dalam berdoa, niscaya doamu akan dikabulkan.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Jarak terdekat antara hamba dan Tuhannya ialah kerika ia sedang bersujud. Maka, perbanyaklah doa.”

 

Muslim juga meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah mengucapkan dalam sujudnya:

 

“Ya Allah, ampunilah dosaku semuanya, sedikit dan banyaknya, permulaan dan akhirnya, yang terang dan yang tersembunyi.”

 

Dianjurkan menggabungkan dalam sujud seluruh bacaan yang kami sebut. Apabila tidak mungkin dalam satu waktu, maka dalam beberapa waktu, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Apabila disingkat, maka cukuplah dengan tasbih bersama sedikit doa.

 

Timbul perbedaan pendapat antara ulama mengenai lamanya bacaan, manakah yang lebih utama dalam solat, di waktu sujud atau berdiri. Imam Syafi’i dan pengikutnya berpendapat: Berdiri lebih utama, karena perkataan Nabi & dalam Sahih Muslim:

 

“Solat yang paling utama adalah lamanya Ounut (bacaan sambil berdiri).”

 

Maknanya adalah berdiri, karena zikir di waktu berdiri adalah ayat Al-Qur’an, sedang zikir di waktu sujud adalah tasbih. Al-Qur’an lebih utama, maka Al-Qur’an yang lama dibaca adalah lebih utama. Sebagian ulama berpendapat bahwa sujud lebih utama, karena sabda Rasulullah :

 

“Jarak terdekat antara hamba dan Tuhannya talah ketika ia sedang bersujud.”

 

Apabila melakukan sujud tilawat, dianjurkan mengucapkan dalam sujudnya seperti yang kami sebutkan dalam sujud solat dan disunnahkan mengucapkan:

 

Ya Allah, jadikanlah ia (sujud) bagiku sebagai simpanan di sisiMu. Besarkanlah pahalanya bagiku dan hapuskanlah dosa dariku dengannya, Dan terimalah dariku sebagaimana Engkau menerimanya dari Daud .” (H.R. Abu Daud, Al-Hakim menggolongkan sebagat hadis Sahih.)

 

Dianjurkan pula mengucapkan”:

 

”Maha Suci Engkau Tuhan kami, sesungguhnya janjiMu pasti berlaku.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dari Aisyah  bahwasanya Rasulullah mengucapkan dalam sujud tilawah:

 

”Wajahku bersujud kepada Tuhan yang menciptakannya dan membentuk pendengaran dan penglihatannya, dengan daya kekuatanNya.” (Tirmizi menggolongkan sebagai hadis sahih.)

 

Dalam hadis Sahih menurut syarat Bukhari dan Muslim, Al-Hakim menambahkan:

 

“Maha Suci Allah sebaik-baik Pencipta.”

 

Ucapan ketika mengangkat kepala dari sujud dan ketika duduk antara dua sujud

 

Adalah sunnah bertakbir sejak mulai mengangkat kepala dan memanjangkan takbir hingga duduk tegak. Sunnah juga berdoa sesuai dengan yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Baihaqi serta lainnya, dari Hudzaifah , bahwa Rasulullah  mengucapkan di antara dua sujud:

 

”Tuhanku, ampunilah aku. Dua kali.”

 

Kemudian duduk selama sujudnya.

 

Juga dalam Sunan Baihaqi, dari Ibnu Abbas , dalam hadis ketika ia menginap di rumah bibinya, Maimunah , serta sembahyang Nabi  di waktu malam. Disebutkan, apabila mengangkat kepala dari sujud, beliau  mengucapkan:

 

“Tuhan, ampunilah aku, kasihanilah aku, perbaikilah aku, angkatlah derajatku dan berilah rezeki kepadaku serta tunjukilah aku.”

 

Dalam riwayat Abu Daud: “Dan selamatkanlah aku (lahir batin).” Isnadnya hasan.

 

Qunut di waktu solat Subuh

 

Ketahuilah, gunut dalam solat Subuh adalah sunnah muakkad. Andaikata ditinggalkan, baik sengaja atau karena lupa, tidak batal salatnya, akan tetapi melakukan sujud sahwi.

 

Diriwayatkan oleh Al-Hakim, bahwa Anas  berkata: ” Rasulullah tetap melakukan gunur di waktu Subuh hingga beliau meninggal dunia.” Hadis sahih.

 

Timbul pertanyaan, apakah boleh melakukan qunut selain Subuh?

 

Ada tiga pendapat bagi As-Syafii as: Yang paling Sahih dan masyhur adalah, bila timbul bencana pada kaum muslimin, mereka boleh melakukan gunur. Kalau tidak ada, maka tidak boleh. Yang kedua, boleh melakukan gunut secara mutlak. Yang ketiga, tidak boleh melakukan gunut sama sekali.

 

Dianjurkan melakukan gunut pada separuh terakhir dari bulan Ramadan dalam rakaat terakhir dari solat Witir. Kami mempunya pendapat untuk melakukan gumur dalam solat Witir selama bulan Ramadan. Pendapat ketiga dalam sepanjang tahun, yaitu maz/ab Abu Hanifah. Dan yang terkenal dalam mazhab kami adalah yang pertama.

 

Ketahuilah, saat bergunut dalam solat Subuh adalah sesudah mengangkat kepala dari rukuk dalam rakaat kedua. Malik berpendapat: Ounut dilakukan sebelum rukuk. Sahabat-sahabat Imam Nawawi berpendapat: Andaikata seseorang yang bermazhab Syafi’i melakukan sujud sahwi sebelum rukuk, tidaklah itu dianggap gunut. Kami mempunyai pendapat bahwa ia dianggap gunut. Yang paling tepat hendaklah ia mengulanginya sesudah rukuk dan melakukan sujud sahwi. Ada pula yang mengatakan tidak perlu melakukan sujud sahwi.

 

Adapun lafaznya, maka yang terpilih adalah mengucapkan seperti yang diriwayatkan dalam hadis Sahih dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi”, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi serta lainnya, dengan isnad Sahih dari Hasan bin Ali: Rasulullah  mengajari aku kata-kata yang kuucapkan dalam solat Witir:

 

”Ya Allah, tunjukilah aku sebagaimana orang yang Engkau beri petunjuk. Dan bebaskanlah aku (dari kekurangan lahir batin) sebagaimana orang yang Engkau bebaskan. Dan jadikanlah aku sebagai orang yang menuju kepadaMu semata. Dan berkatilah aku dalam rezeki yang Engkau berikan. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menakdirkan dan bukan Engkau yang ditakdirkan. Tidaklah luna orang yang mencintaiMu. Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi.”

 

Dalam suatu riwayat, Baihaqi menyebutkan bahwa Muhammad bin Hanafiah, putra Ali bin Abi Thalib berkata: Sesungguhnya doa ini adalah yang diucapkan oleh ayahku ketika beliau melakukan gunut dalam solat Subuh.

 

Para sahabat Imam Nawawi berkata: Apabila seseorang membaca gunut yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab, maka hal itu adalah baik, yaitu dalam solat Subuh sesudah rukuk:

 

“ya Allah, sesungguhnya kami mohon pertolonganMu dan ampunanMu, tidak ingkar kepadaMu dan beriman kepadaMu serta menjauhi orang yang menyelewengkan agamaMu. Ya Allah, kepadaMu kami menyembah. UntukMu kami mendirikan solat dan bersujud. KepadaMu kami berjalan dan bersegera. Kami mengharap rahmatMu dan takut siksaanMu. Sesungguhnya siksaanMu yang pedih pasti menimpa orang kafir. Ya Allah, siksalah orang-orang kafir yang menghalangi jalanMu dan mendustakan rasul-rasulMu serta memerangi para waliMu. Ya Allah, ampunilah orang-orang mukminin dan mukminat, muslimin dan musiimat. Perbatkilah keadaan mereka dan luluhkanlah hati mereka. Masukkan iman dan hikmah dalam hati mereka dan tetapkanlah mereka di atas agama RasulMu  serta ilhamkanlah kepada mereka untuk memenuhi janjiMu yang Engkau berikan kepada mereka. Tolonglah mereka terhadap musuhMu dan musuh mereka. Wahai Tuhan kebenaran, Jadikanlah kami dari golongan mereka.”

 

Dianjurkan menggabungkan antara gunut Umar dan gunut yang pertama. Yang lebih tepat mengakhirkan gunut Umar. Apabila menyingkat, hendaklah membaca yang pertama. Hanya disunnahkan menggabungkan antara keduanya jika solat sendirian atau makmumnya sedikit dan tidak keberatan dengan bacaan yang panjang.

 

Menurut mazhab terpilih, bacaan gunur tidak tertentu doanya. Maka, doa manapun yang dibaca bisa merupakan gunut, walaupun dengan satu atau beberapa ayat dari Al-Qur’an Al-Adhim yang berisi doa. Akan tetapi, yang paling utama adalah yang terdapat dalam sunnah. Segolongan ulama dari sahabat Imam Nawawi mengatakan: Ounut itu sudah tertentu, jadi tidak boleh membaca lainnya.

 

Selain bagi dirinya, imam dianjurkan untuk mendoakan semua makmum. Apabila ditujukan hanya kepada dirinya, maka hal itu adalah makruh. Karena imam tidak dibenarkan mengkhususkan doa bagi dirinya saja.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Tsauban , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Tidaklah boleh seseorang menjadi imam bagi suatu kaum lalu mengkhususkan doa bagi dirinya tanpa mereka. Maka apabila dilakukannya, ia pun telah mengkhianati mereka.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. :

 

 

Tasyahud dalam solat

 

Menurut Syafi’i, Ahmad dan sebagian besar ulama, tasyahud akhir itu wajib. Menurut Abu Hanifah dan Malik, hal itu adalah sunnah. Adapun tasyahud pertama, maka sunnah menurut Syafi’i, Malik dan Abu Hanifah serta sebagian besar ulama. Menurut Ahmad adalah wajib. Andaikata ditinggalkan, baik sengaja atau karena terlupa, tetap sah salatnya, tapi ia melakukan sujud sahwi.

 

Telah ditetapkan dari Rasulullah tiga macam lafaz tasyahud.

 

  1. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasul mengucapkan:

 

“Penghormatan dan solat serta kebaikan itu bagi Allah. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.”

 

  1. Diriwayatkan oleh Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa beliau mengucapkan:

 

“Penghormatan, solat dan kebaikan itu bagi Allah. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hambahamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah.”

 

  1. Melalui Abu Musa Al-Asyari , Muslim juga meriwayatkan sabda Rasulullah :

 

“Penghormatan, kebaikan dan solat itu bagi Allah. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selam Allah. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.”

 

Dengan isnad jayyid, Baihaqi menyebutkan bahwa Aisyah  mengajarkan tasyahud Rasulullah  kepada Al-Oasim, yaitu:

 

“Penghormatan itu bagi Allah dan solat serta kebaikan. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh.”

 

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.”

 

Dengan isnad sahih, Imam Malik dan Baihaqi menyebutkan bahwa Abdurrahman bin Umar Al-Oari mendengar Umar bin Khattab mengajarkan tasyahud kepada orang-orang dari atas mimbar dengan ucapan:

 

“Penghormatan itu bagi Allah, kesucian itu bagi Allah, kebaikan dan solat itu bagiNya. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagiNya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya.”

 

Dengan zsnad sahih, Imam Malik, Baihaqi dan lainnya menyebutkan bahwa Aisyah mengucapkan dalam tasyahud:

 

“Penghormatan, kebaikan, solat dan kesucian itu bagi Allah. Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Salam atasmu wahai Nabi dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh.”

 

Dalam suatu riwayat, Aisyah juga mengucapkan:

 

“Penghormatan, solat, kebaikan dan kesucian itu bagi Allah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Wahai Nabi, salam atasmu dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh.”

 

Juga dengan isnad sahih, Imam Malik dan Baihaqi meriwayatkan, bahwa Ibnu Umar mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah. Penghormatan itu bagi Allah, solat itu bagi Allah, kesucian itu bagi Allah. Salam atas Nabi dan rahmat Allah serta berkatNya. Salam atas kita dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa rada Tuhan selain Allah. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah RasulNya.”

 

Inilah macam-macam tasyahud. Imam Syafi’i dan ulama lainnya berkata: Boleh bertasyahud dengan salah satu yang tersebut. Namun, yang paling utama adalah hadis Ibnu Abbas karena adanya tambahan lafaz. ”Al-Mubarakatu”. Ditambahkan: Karena suruhannya mengandung keluasan dan pilihan, maka berbedalah lafaz-lafaz para rawinya.

 

Termasuk sunnah dalam tasyahud adalah membacanya secara pelan. Karena telah terdapat ymak kaum muslimin mengenai hal itu. Hadis yang mendasarinya adalah riwayat Abu Daud, Tirmizi, dan Baihaqi, dari Abdullah bin Mas’ud, yaitu: “Termasuk sunnah adalah membaca tasyahud dengan suara pelan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Namun, Al-Hakim menyatakan sebagai hadis sahih.

 

Inilah mazhab yang sahih dan terpilih, yang dipegangi oleh sebagian besar ulama dan fugaha, perawi hadis, ahli usu/ dan mutakallimin Andaikata dikeraskan suaranya, maka dihukum makruh dan tidak batal salatnya serta tidak perlu melakukan sujud sahwi.

 

Salawat atas Nabi sesudah Tasyahud

 

Menurut Imam Syafii, salawat atas Nabi sesudah tasyahud akhir adalah wajib. Andaikata ditinggalkan, tidak sah salatnya. Mengenai salawat atas keluarga Nabi dalam tasyahud akhir, menurut mazhab yang sahih dan masyhur adalah dianjurkan.

 

Sebagian sahabat Imam Nawawi mengatakan wajib. Sesudah tasyahud, yang lebih utama adalah mengucapkan?:

 

”Ya Allah, curahkanlah salawat atas hamba dan RasulMu, Muhammad, Nabi yang buta huruf. Dan atas keluarganya dan istri-istrinya serta keturunannya, sebagaimana Engkau curahkan salawat atas Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah Muhammad, Nabi yang ummi dan keluarganya serta keturunannya, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim dan keluarganya di seluruh alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Mulia.”

 

Adapun tasyahud pertama, maka tidak wajib salawat atas Nabi tanpa ada perselisihan. Timbul pertanyaan: apakah dianjurkan? Ada dua pendapat mengenai hal ini. Yang paling sahih adalah dianjurkan. Dan bersalawat atas keluarga Nabi, menurut mazhab yang sahih adalah tidak dianjurkan.

 

Menurut Imam Nawawi, tidak dianjurkan berdoa dalam tasyahud, bahkan sahabatnya mengatakan makruh, karena tasyahud pertama didasarkan atas peringanan/taf/fif, berlainan dengan tasyahud akhir.

 

Doa sesudah Tasyahud Akhir

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa Nabi  mengajari mereka tasyahud, kemudian menyuruh untuk memilih doa yang disukainya.

 

Ketahuilah, doa ini dianjurkan, bukan wajib. Dianjurkan memanjangkannya. Kecuali imam, boleh ia berdoa sekehendaknya mengenai urusan dunia dan akhirat. Ia juga boleh berdoa dengan yang dibuatnya. Namun, yang paling utama adalah seperti yang diriwayatkan dalam beberapa sabda beliau .

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila salah seorang dari kamu selesai dari tasyahud akhir, hendaklah ia mohon perlindungan kepada Allah, dari empat hal: siksa neraka, siksa kubur, fitnah di masa hidup dan sesudah mati, kejahatan Al-Masih Ad-Dayal.”

 

Dalam suatu riwayat, disebutkan:

 

“Apabila seseorang di antara kamu selesai dari tasyahud, hendaklah ia mohon perlidungan kepada Allah dari empat hal, dengan mengucapkan: Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa neraka, siksa kubur, fitnah di masa hidup dan sesudah mati, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dayjal.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah , bahwa Nabi  berdoa dalam solat:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal, dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah di masa hidup dan sesudah mati. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari dosa dan hutang.”

 

Melalui Ali Muslim menyebutkan: Apabila Rasul solat, maka akhir ucapan antara tasyahud dan salam ialah:

 

“Ya Allah, ampunilah dosaku yang telah lampau dan yang akan datang, yang tersembunyi dan yang terang-terangan dan berlebih-lebihan serta yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkau yang mendahulukan dan Engkau yang mengaklurkan. Tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Amr Ibnu Ash, dari Abu Bakar Siddig , bahwa ia berkata kepada Rasulullah : Ajarilah aku doa yang aku ucapkan di dalam salatku. Maka bersabdalah Beliau:

 

“Katakanlah: Ya Allah, sesungguhnya aku telah berbuat aniaya kepada diriku dengan penganiayaan yang banyak dan tiada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Maka, ampunilah aku dengan ampunan dariMu dan kasihanilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

 

Bukhari, Baihaqi dan imam-imam yang lain telah berhujjah bahwa doa ini diucapkan pada akhir solat. Istidal ini Sahih. Di antara doa yang dianjurkan dalam setiap keadaan adalah:

 

“Yg Allah, aku mohon kepadaMu ampunan dan kesehatan|keselamatan. Ya Allah, aku mohon kepadaMu petunjuk, ketakwaan, kesucian dan kecukupan.”

 

Salam untuk menyelesaikan solat

 

Ketahuilah, salam untuk menyelesaikan solat adalah satu rukun dan salah satu kewajibannya. Tanpa itu, tidak sah salatnya. Ini adalah mazhap Syafi’i, Malik, Ahmad dan sebagian besar ulama terdahulu dan sekarang.

 

Hadis-hadis sahih dan masyhur menjelaskan hal itu. Yang paling sempurna dalam salam adalah mengucapkan assalamualaikum wa rahmatullah ke sebelah kanan dan assalamualaikum ke sebelah kiri. Tidak dianjurkan mengucapkan wa barakatuh. Berlainan dengan yang masyhur dari Rasulullah  walaupun terdapat dalam riwayat Abu Daud.

 

Sama saja, apakah orang yang solat itu sebagai imam, makmum atau sendirian, dalam jamaah yang banyak atau sedikit, dalam solat wajib atau nafilah (sunnah), maka dalam hal ita mengucapkan dua salam seperti yang kami sebutkan dan menoleh ke arah dua sisi.

 

Yang wajib adalah satu salam, sedang yang kedua adalah sunnah. Andaikata ditinggalkan, tidak membatalkan salatnya.

 

Adapun lafaz salam yang wajib ialah: Assalamualaikum. Salah seorang sahabat Imam Nawawi, Al-Qadhi Abu Thayib At-Tabhari, berkata: Apabila imam mengucapkan salam, maka makmum boleh memilih, langsung mengucapkan salam, atau memanjangkan doa, baru mengucapkan salam.

 

Ucapan orang yang solat jika diajak bicara

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Sahal bin Saad

 

As-Saidy , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa terganggu oleh sesuatu ucapan dalam salatnya, hendaklah ia mengucapkan: Subhanallah.”

 

Dalam sabda yang lain:

 

“Apabila kamu terganggu oleh sesuatu hal (di dalam solat), hendaklah yang laki-laki mengucapkan Subhanallah dan yang perempuan bertepuk tangan.”

 

Dalam suatu riwayat: “Ucapan Subhanallah bagi orang laki-laki dan tepuk tangan bagi orang perempuan.”

 

Zikir-zikir sesudah solat

 

Para ulama telah sepakat atas anjuran berzikir sesudah solat. Banyak hadis sahih mengenai macam-macamnya. Maka, kami sebutkan sebagian daripadanya yang terpenting. Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abi Umamah  yang berkata: Ditanyakan kepada Rasulullah :

 

“Doa mana yang paling didengarkan (oleh Allah)? Beliau menjawab: Di malam hari, pada saat terakhir dan sesudah solat wajib.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Ibnu Abbas  berkata: Aku mengetahui selesainya solat Rasulullah  dengan takbir. Dan bahwasanya orang-orang di zaman Rasulullah  membaca zikir dengan suara keras setelah selesai mengerjakan solat wajib.

 

Tsauban  berkata: Apabila selesai solat, Rasulullah  memohon ampun tiga kali dan mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dariMu keselamatan. Maha Suci Engkau wahai Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keagungan.” (H.R. Muslim)

 

Ditanyakan kepada Al-Auzai, yaitu salah satu perawi hadis ini: Bagaimanakah memohon ampun itu? Ucapkanlah: Astaghfirullah (dua kali).

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Mughirah bin Syu’bah, bahwa Rasulullah  apabila selesai solat, maka mengucapkan:

 

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu baginya. Dia memiliki segala kekuasaan dan baginya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tiada penghalang bagi yang Engkau berikan dan tiada pemberi bagi yang Engkau halangi dan tidaklah bermanfaat upaya seseorang tanpa penentuan dariMu.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abdullah bin Zubair bahwa Rasulullah  sesudah selesai solat, mengucapkan:

 

”Tiada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan baginya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan kecuali Allah. Kami tidak menyembah melainkan kepadaNya. BagiNya segala kenikmatan dan keutamaan, dan bagiNya pujian yang baik. Tiada Tuhan selam Allah, dengan mengikhlaskan mengikuti agamaNya, walaupun dibenci oleh orang-orang kafir”

 

Melalui Abu Hurairah, Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa kaum Muhajirin yang miskin mendatangi Rasulullah  lalu berkata: Orang-orang kaya mendapat derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka solat seperti yang kami lakukan. Mereka berpuasa seperti yang kami kerjakan. Mereka mempunyai kelebihan harta, sehingga mereka bisa melakukan haji dan umrah dan bersedekah. Mendengar itu, maka bersabdalah beliau:

 

“Maukah kuajari sesuatu yang bisa kalian gunakan untuk menyusul orang-orang yang mendahului kamu dan mendahului orang-orang yang sesudah kamu, dan tidak ada orang yang lebih utama darimu kecuali orang yang berbuat seperti yang kamu lakukan? Mereka menjawab: Tentu saja, ya Rasulullah. Rasulullah  bersabda: Kalian ucapkan tasbih, tahmid dan takbir sesudah solat sebanyak tiga puluh nga kali.”

 

Tentang cara mengucapkannya, Abu Saleh, yang meriwayatkan dari Abu Hurairah menyebutkan: Subhanallah, Al-Hamdulillah, Allahu Akbar, sehingga masing-masing berjumlah tiga puluh tiga kali.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Kaab bin Ujrah :, bahwa Beliau bersabda:

 

“Beberapa ucapan yang tidak sia-sia bagi orang yang mengucapkannya atau pelakunya sesudah selesai solat wajib adalah, tiga puluh tiga kali tasbih, tiga puluh tiga kali tahmid dan tiga puluh empat kali takbir”

 

Diriwayatkan dalam sahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa setiap selesai solat bertasbih kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kah, bertahmid kepada Allah tiga puluh tiga kah dan bertakbir tiga puluh tiga kah, kemudian menggenapkan seratus dengan ucapan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”, niscaya diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Pada permulaan kitab Jihad, Bukhari meriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash  bahwa Rasulullah  memohon perlindungan sesudah selesai solat dengan perkataan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut, aku berlindung kepadaMu dari keadaan hidup terhina, aku berlindung kepadaMu dari Jutnah dunia, dan aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dari Abdullah bin Umar , bahwa Nabi  bersabda:

 

“Dua perbuatan yang tidak dijaga oleh seorang hamba yang muslim melainkan ia masuk surga. Keduanya mudah, sedang yang melakukannya sedikit, yaitu: Bertasbih kepada Allah sepuluh kali, bertahmid sepuluh kah, dan bertakbir sepuluh kah sesudah tiap-tiap solat. Semuanya berjumlah seratus lima puluh lima kali dengan ucapan dan seribu lima ratus dalam timbangan. Dan jika hendak tidur, maka bertakbir tiga puluh empat kali, bertahmid tiga puluh tiga kali, dan bertasbih tiga puluh tiga kali. Semua itu seratus kali dalam ucapan dan seribu pahala dalam timbangan. Aku melihat Rasulullah  menghitung dengan tangannya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana keduanya dikatakan mudah, sedang orang yang mengerjakannya sedikit? Beliau menjawab: Setan mendatangi seseorang di antara kamu, lalu menidurkannya sebelum mengucapkannya, dan mendatanginya dalam salatnya, lalu mengingatkannya akan suatu keperluan sebelum mengucapkannya.”

 

Isnadnya sahih. Hanya terdapat Atha’ Ibnu Saib yang masih dipersoalkan. Abu Ayub As-Sakhtiyani mengisyaratkan keabsahan hadisnya.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i serta lainnya, bahwa Ugbah bin Amir berkata: Rasulullah  menyuruhku membaca Al-Muawwizatain sesudah solat.

 

Dalam riwayat Abu Daud disebutkan, “dengan Al-Muawwizar”, maka patutlah dibaca surat Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Rasul  memegang tangan Muadz dan bersabda:

 

“Hai Muadz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu. Lalu Beliau bersabda: Aku pesankan kepadamu hai Muadz, jangan tinggalkan tiap habis solar, yaitu engkau ucapkan: Ya Allah, tolonglah aku dalam berzikir dan bersyukur serta membaguskan ibadah kepadaMu.”

 

Anas  berkata: Apabila selesai menunaikan solat, Rasulullah  mengusap dahinya dengan tangan kanannya, kemudian mengucapkan:

 

“Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selam Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Ya Allah, hilangkanlah dariku kesusahan dan kedukaan.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Abi Umamah  berkata: Tidaklah aku mendekat dari Rasulullah tiap habis solat wajib maupun sunnah melainkan aku mendengar beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, ampunilah segala dosa dan kesalahanku. Ya Allah, segarkanlah aku dan perbatkilah aku serta tunjukilah perbuatan-perbuatan dan akhlak yang baik. Sesungguhnya tiada yang menunjuki kebaikan dan menyingkirkan keburukan melaimkan Engkau.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abi Said Al-Khudri  bahwa Nabi  apabila selesai solat, aku tidak mengetahui, apakah sebelum atau sesudah salam ia mengucapkan:

 

“Maha Suci Tuhanmu, Tuhan yang Maha Perkasa yang jauh dari yang mereka sifatkan, dan salam atas para rasul serta segala puji bagi Allah, Tuhan sekahan alam.”

 

Anas  berkata: Apabila selesai solat, maka Rasul  mengucapkan:

 

“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada akhirnya dan sebaik-baik amalku pada penghabisannya, dan jadikanlah sebaik-baik hariku pada hari di saat bertemu denganMu.”

 

Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Bakar, bahwa Rasulullah selesai solat mengucapkan:

 

“Yg Allah, aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kemiskinan serta siksa kubur”

 

Dengan isnad lemah, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaidillah, bahwa Rasul bersabda: “Apabila seseorang dari kamu selesai solat, hendaklah memulai dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian mengucapkan salawat atas Nabi lalu berdoa sekehendak hatinya.”

 

Anjuran berzikir sesudah solat Subuh

 

Ketahuilah, waktu paling mulia untuk berzikir di siang hari adalah zikir sesudah solat Subuh.

 

Tirmizi dan lainnya meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa solat Subuh berjamaah, kemudian duduk berzikir kepada

 

Allah  sehingga naik matahari, kemudian solat dua rakaat (Dhuha), maka pahalanya seperti haji dan umrah yang sempurna.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Melalui Abu Dzar  mereka juga meriwayatkan sabda Rasul :

 

“Barangsiapa mengucapkan dalam keadaan duduk sesudah solar Subuh sebelum berbicara: “Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”, sebanyak sepuluh kali, ia pun mendapat sepuluh kebaikan dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan serta diangkat baginya sepuluh derajat. Pada hari itu, ia pun dalam perlindungan Allah dari setiap gangguan dan dijaga dari setan. Tidak patut ia mendapat dosa pada hari itu kecuali menyekutukan Allah .”

 

Rasulullah  mengajarkan kepada Muslim ibn Haris Attamimi:

 

“Jika engkau selesai solat Magrib, maka ucapkanlah: Ya Allah, lindungilah aku dari api neraka, sebanyak tujuh kali. Maka, apabila engkau mengucapkannya, kemudian engkau mati pada malam iru, ditetapkan bagimu perlindungan daripadanya. Jika engkau solat Subuh, maka ucapkanlah seperti itu, karena jika engkau mati pada hari itu, ditetapkan bagimu perlindungan daripadanya.” (H.R. Abu Daud)

 

Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Ummu Salamah berkata: Apabila solat Subuh, Rasul mengucapkan:

 

“Yg Allah, aku mohon kepadaMu ilmu yang berguna, amal yang diterima dan rezekinya yang baik.”

 

Ketika Rasulullah mengucapkan sesuatu sesudah solat Subuh, maka Suhaib  bertanya: Ya Rasulullah, apa yang engkau ucapkan? Beliau menjawab: “Ya Allah, demi Engkau aku berusaha/berjuang, demi Engkau aku menyerang dan demi Engkau aku berperang.”

 

Zikir di waktu pagi dan sore

 

Zikir di waktu pagi dan sore adalah paling banyak penjelasannya dalam kitab ini. Insya Allah saya sebutkan sejumlah zikir. Maka, barangsiapa diberi taufik untuk mengamalkan seluruhnya, hal itu adalah suatu kenikmatan dan keutamaan dari Allah  baginya, dan beruntunglah dia. Barangsiapa yang tidak mampu mengamalkan seluruhnya, hendaklah ia menyingkat sesuai yang dikehendakinya, walaupun satu zikir. Allah  berfirman:

 

”.. Bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum naik matahari dan sebelum terbenam….” (Q.S. Thaha: 130)

 

Allah  juga berfirman:

 

“Berzikirlah kepada Tuhanmu dalam dirimu dengan kerendahan diri dan rasa takut tanpa mengeraskan ucapan di waktu pagi dan sore….” (Q.S. Al-A’raaf : 205) –

 

Dalam firman yang lain:

 

“Janganlah engkau mengusir orang-orang yang berdoa kepada Tuhan mereka pada pagi dan petang hari karena menginginkan keridaanNya….” (Q.S. Al-An’am: 52)

 

Dalam surat An-Nuur, ayat 36-37, Allah menyebutkan:

 

“Di rumah-rumah di mana Allah mengizinkan untuk mengagungkanNya dan menyebut namaNya, bertasbih kepadaNya di situ pagi dan petang. Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan maupun jual beli dari berzikir kepada Allah…” Allah juga menerangkan:

 

“Sungguh, Kami-lah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi.” (Q.S. Shaad:18)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Syaddad bin Aus , bahwa beliau  bersabda:

 

“Induk istighfar adalah: Ya Allah, Engkau Tuhanku, nada Tuhan selain Engkau. Engkau ciptakan aku dan aku adalah hambaMu. Aku dalam jaminan dan janjiMu menurut kemampuanku. Aku mengakui atas kenikmatan yang Engkau berikan kepadaku, dan aku mengakui dosaku. Maka, ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan perbuatanku.

Apabila seseorang mengucapkan itu di waktu sore, lalu mati, ia pun masuk surga, atau termasuk penghuni surga. Dan apabila mengucapkan di waktu pagi, lalu mati pada hari itu, ia pun masuk surga.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasul  bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi dan sore: Maha Suci Allah dengan segala puji bagiNya, seratus kah, tidak ada seorang pun pada hari kiamat yang bisa berbuat lebih baik dari yang dilakukannya, kecuali orang yang mengucapkan seperti yang diucapkannya, atau melebihinya.”

 

Dalam riwayat Abu Daud: “Maha Suci Allah Yang Maha Agung dengan segala puji bagiNya.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan lainnya diriwayatkan bahwa Abdullah bin Hubaib berkata: Pada suatu malam yang sangat gelap dan turun hujan, kami keluar mencari Nabi untuk menjadi Imam solat bagi kami. Lalu, kami pun menyusulnya, dan bersabdalah beliau: Katakanlah! Saat itu, saya tidak mengucapkan apa-apa. Beliau bersabda lagi: Katakanlah! Saya tidak mengucapkan sesuatu pun. Kemudian, beliau bersabda lagi: Katakanlah! Maka, saya pun bertanya: Ya Rasulullah, apa yang harus saya katakan? Beliau menjawab:

 

”Bacalah Gul Huwallahu Ahad dan Al-Muawoizatain (Al-Falag dan An-Naas) di waktu pagi dan sore, masing-masing tiga kah, maka ia akan melindungimu dari segala sesuatu.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi  mengucapkan di waktu pagi:

 

“Ya Allah, denganMu kami memasuki waktu pagi, denganMu kami memasuki waktu sore, denganMu kami hidup, denganMu kami mati dan kepadaMu kami dibangkitkan.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi apabila sedang bepergian dan menjelang fajar, maka mengucapkan:

 

“Hendaklah pendengarnya menyampaikan pujian kepada Allah dan kebaikan cobaannya aras kami. Wahai Tuhan kami, temanilah kami dan Iindungilah kami dari api neraka.”

 

Dalam Sahihnya, Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata: Apabila memasuki waktu sore, Nabi mengucapkan:

 

“Kami memasuki waktu sore dengan segala kekuasaan bagi Allah dan segala puji bagi Allah. Tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya.” Perawinya berkata: Dalam suatu riwayat, beliau mengucapkan:

 

“BagiNya segala kekuasaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa aras segala sesuatu. Wahai Tihanku, aku mohon kepadaMu kebaikan yang terdapat dalam malam ini dan kebaikan sesudahnya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan yang terdapat dalam malam ini dan kejahatan sesudahnya. Wahai Tuhanku, aku berhndung kepadaMu dari kemalasan, keruaan dan keburukan masa tua. Aku berlindung kepadaMu dari siksaan di neraka dan siksaan di kubur: Dan apabila memasuki waktu pagi mengucapkan itu juga, yaitu: Kami memasuki waktu pagi dengan segala kekuasaan milikNya… (dan seterusnya).

 

Abu Hurairah berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi, lalu bertanya: Ya Rasulullah, tadi malam saya disengat kalajengking, apakah yang harus saya ucapkan? Beliau menjawab:

 

“Andaikata engkau ucapkan ketika memasuki waktu sore: “Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya, niscaya ia tidak akan membahayakanmu.” (H.R. Muslim)

 

Dalam riwayat Ibnu Sunni:

 

“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya, dibaca tiga kali, niscaya tidak ada sesuatu yang membahayakannya.”

 

Dengan isnad Sahih, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Abu Bakar As-Siddig  berkata: Ya Rasulullah, suruhlah aku mengucapkan perkataan di waktu pagi dan sore. Beliau bersabda:

 

“Katakanlah: Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui kegaiban dan kenyataan, Tuhan dari segala sesuatu dan rajanya, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku dan kejahatan setan serta syiriknya. Beliau menerangkan: Ucapkanlah di waktu pagi dan sore dan ketika engkau hendak tidur” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Diriwayatkan semacam itu dalam Sunan Abu Daud, dari Abi Malik Al-Asyari , bahwa para sahabat berkata: Ya Rasulullah, ajarilah kami perkataan yang kami ucapkan di waktu pagi dan sore dan ketika hendak tidur. Maka beliau pun menyebutkannya.

 

Terdapat tambahan dalam riwayat Abu Daud, yaitu:

 

“Dan dari perbuatan kami yang buruk terhadap diri kami atau terhadap orang muslim.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Usman bin Affan bahwa Rasul  bersabda:

 

“Tidaklah seorang hamba mengucapkan di waktu pagi setiap hari dan di waktu sore setiap malam: Dengan nama Allah yang dengan namaNya tidak bisa tertimpa bahaya oleh suatu apapun di bumi dan di langit, dan Dia Maha Mendengar lagi Mengetahui, sebanyak tiga kali, melainkan ia tidak ditimpa bahaya oleh sesuatu apapun.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Dalam riwayat Abu Daud:

 

“Tidaklah ta akan ditimpa bencana mendadak.” Melalui Tsauban Tirmiz juga meriwayatkan sabda beliau :

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu sore: ‘Aku rela Allah Tuhanku, Islam agamaku, Muhammad NabiKu , maka tentulah Allah merelakannya.”

 

Dengan isnad jayyid (baik) Abu Daud meriwayatkan dari Anas & bahwa Rasul $& bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi dan sore: Ya Allah, sesungguhnya aku memasuki waktu pagi dengan menjadikan Engkau dan para pembawa arasyMu dan para malaikatMu serta semua makhlukMu sebagai saksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau, dan Muhammad adalah hamba dan RasulMu, niscaya Allah membebaskan seperempatnya dari api neraka. Apabila diucapkannya dua kali, maka Allah membebaskan setengahnya dari api neraka. Barangsiapa mengucapkannya tiga kali, Allah membebaskan uga perempatnya. Dan apabila diucapkannya empat kali, maka Allah membebaskannya dari api neraka.”

 

Juga dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abdullah bin Ghannaam Al-Baayadhi (sahabat Nabi), bahwa beliau  bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi: “Ya Allah, kenikmatan yang Engkas berikan di waktu pagi hanya berasal dariMu, tiada sekutu bagMu, bagiMu segala puji dan segala syukur, maka ia pun telah menunaikan syukur pada hari itu. Barangsiapa mengucapkannya di makru sore, maka ta pun telah menunaikan syukur pada malam itu.”

 

Dengan sanad sahih, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Umar  yang berkata: Tidaklah Rasul  meninggalkan doadoa ini di waktu pagi dan sore:

 

“Yg Allah, aku mohon kepadaMu keselamatan lahir batin di dunia dan akhirat. Ya Allah, aku mohon kepadaMu ampunan dan keselamatan dalam urusan agamaKu, dumaKu dan keluarga serta hartaKu. Ya Allah, tutupilah auratKu dan amankanLah ketakutanKu. Ya Allah, AndungiLah aku dari depan dan dari belakangKu, dari sebelah kanan dan dari sebelah kiriKu, dan dari atasKu. Aku juga berlindung dengan keagunganMu agar tidak dibinasaKan dari bawahKu.”

 

A-Nakim menggolongkan sebagai hadis yang sahih isnadnya.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya meriwayatkan dari Ali  bahwa Rasul  mengucapkan ketika hendak tidur: ,

 

“Yg Allah, aku berlindung dengan wajahMu yang mulia dan kalimatMu yang sempurna dari kejahatan makhlukMu. Ya Allah, Engkaulah yang bisa menyingkirkan hutang dan dosa. Ya Allah, tidaklah terkalahkan tentaraMu, tidaklah diingkari janjiMu dan tidaklah bermanfaat usaha seseorang tanpa penentuan dariMu. Maha Suci Engkau dengan segala puji bagiMu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dengan isnad Jayyid dari Abi Iyaasy  bahwa Rasulullah mengucapkan:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi: “Tiada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka sama dengan membebaskan seorang budak dari anak Ismail , dan ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan serta diangkat baginya sepuluh derajat dan ta dalam perlindungan dari setan hingga sore. Apabila ia mengucapkannya di waktu sore, maka seperti itu pula halnya hingga pagi.”

 

Melalui Abi Malik Al-Asyari, Abu Daud juga meriwayatkan bahwa Rasul  bersabda:

 

“Apabila tiba waktu pagi, hendaklah seseorang di antara kamu mengucapkan: Telah tiba waktu pagi, dan kekuasaan itu bagi Allah, Tuhan sekahan alam. Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikan hari int, pembukaannya, kemenangannya, cahayanya, berkat dan petunjuknya. Dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan yang terdapat di dalamnya dan kejahatan sesudahnya. Kemudian, apabila tiba waktu sore, maka wcapkanlah seperti itu.”

 

Abdurrahman bin Abi Bakrah berkata kepada ayahnya: Wahai ayahku, setiap pagi aku mendengar engkau berdoa:

 

“ya Allah, berilah kesehatan di badanku. Ya Allah, berilah kesehatan dalam pendengaranku. Ya Allah, berilah kesehatan pada penglihatanku. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan kemiskinan. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur. Tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Engkau ucapkan itu setiap pagi dan sore tiga kali. Maka berkatalah Abu Bakrah : “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah  berdoa dengannya, maka aku suka menjalani sunnahnya.” (H.R. Abu Daud)

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud??: dari Ibnu Abbas  bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi: “Maha Suci Allah di waktu sore dan di waktu pagi, dan segala puji bagiNya di langit dan bumi. Di waktu petang dan di waktu Zuhur: Dia menghidupkan orang mati dan mematikan orang hidup serta menghidupkan bumi sesudah kematiannya, demikianlah kamu dikeluarkan.” (q.S. Ar-Rum: 17-18), maka ia pun bisa menyusul ketinggalannya pada siang hari itu. Siapa yang mengucapkannya di waktu sore, ia pun bisa menyusul ketinggalannya pada malamnya itu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari salah seorang putri Nabi bahwa beliau  mengajarinya untuk mengucapkan:

 

“Katakanlah di waktu pagi: Maha Suci Allah segala puji bagiNya tiada kekuatan melainkan pertolonganNya. Apa yang dikehendaki akan terjadi, dan yang tidak dikehendaki tidak mungkin terjadi. Aku tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan ihmunya meliputi segalanya. Maka, siapa yang mengucapkannya di waktu pagi, ia pun terjaga hingga tiba waktu sore. Dan siapa yang mengucapkannya di waktu sore, ia pun terjaga hingga tiba waktu pagi.”

 

Said Al-Khudri , berkata: Pada suatu hari, Rasulullah  memasuki masjid. Di situ, ada seorang laki-laki Anshar yang bernama Abu Umamah. Maka, bertanyalah Rasulullah : Mengapakah engkau duduk di dalam masjid di luar waktu solat? Ia menjawab: Kesusahan dan hutang menimpa saya, ya Rasulullah. Beliau bersabda: Maukah kuajari engkau perkataan yang apabila engkau ucapkan, niscaya Allah menghilangkan kesusahanmu dan melunaskan hutangmu? Ia berkata: Tentu saja, ya Rasulullah. Ucapkanlah di waktu pagi dan sore:

 

”Y9 Allah, aku berlindung kepadaMu dari kesusahan dan kedukaan. Aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan kekikiran. Dan aku berlindung kepadaMu dari kebanyakan hutang dan penindasan orang. Abu Umamah berkata: Aku jalankan suruhan itu, dan Allah & menghilangkan kesusahan dan keresahanku serta melunaskam hutangku.” (H.R. Abu Daud)

 

Dengan isnad sahih, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abdullah bin Abza  yang berkata: Di waktu pagi, Rasulullah $mengucapkan:

 

”Kami berada di atas kesucianifutrah Islam dan kalimat ikhlas, dan agama Nabi kami Muhammad  dan agama Ibrahim  dengan lurus sebagai orang Muslim. Dan bukanlah aku termasuk kaum musyrikin.”

 

Abdilaah bin Abi Aufa  berkata: Di waktu pagi Rasulullah  mengucapkan:

 

“Di waktu pagi kami adalah milikNya dan segala kekuasaan adalah kepunyaan Allah  Segala puji bagi Allah. keangkuhan dan keagungan adalah bagiNya. Makhluk dan perintah malam dan siang, dan semua yang terdapat di dalamnya adalah kepunyaan Allah Ya Allah, jadikanlah permulaan siang ini kebaikan dan pertengahannya keberhasilan serta akhirnya kemenangan, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.” (H.R. Ibnu Sunni) Dengan isnad dhaif (lemah),

 

Tirmizi dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Magil bin Yasar, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi sebanyak tiga kah: ” Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Mengetahui dari setan yang terkutuk, dan membaca tiga ayat dari surat Al-Hasyr, maka Allah mewakilkan dengannya tujuh puluh ribu malaikat yang mendoakannya hingga tiba waktu sore. Apabila ia mari di hari itu, ia pun mati syahid. Dan barangsiapa mengucapkannya di wakru sore, ia pun mendapatkan derajat itu.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah  di waktu pagi dan sore berdoa dengan:

 

“ya Allah, aku mohon kepadaMu kebakan yang mendadak, dan aku berlindung kepadaMu dari kejahatan yang tak terduga.” Ibnu Sunni juga meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah mengajarkan kepada Fatimah :

 

“Apakah halauganmu untuk mendengar wasiatku? Engkau ucapkan di waktu pagi dam sore: “Wahai Tuhan yang hidup dan selalu mengurusi makhlukNya, kepadaMu aku minta pertolongan. Maka baikkanlah semua urusanku, dan gangan Engkau serahkan kepadaku sekejap mata pun.”

 

Dengan isnad dharf, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Ibnu Abbas  bahwa seorang lelaki mengeluh kepada Rasulullah tentang bencana yang menimpanya. Maka bersabdalah beliau :

 

“Katakanlah di waktu pagi: “Aku titipkan kepada Allah diriku, keluarga dan hartaku”, maka engkau pun tidak akan kehilangan sesuatu. Orang itu pun mengucapkannya, dan hilanglah bencana itu daripadanya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Majah dan kitab Ibnu Sunni, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah di waktu pagi mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu ilmu yang berguna, rezeki yang baik dan amal yang diterima.” Melalui Ibnu Abbas , Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda Rasul :

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi: “Ya Allah, aku berada di pagi hari dalam kenikmatan, kesehatan dan perlindunganMu, maka sempurnakanlah kenikmatanMu atasku dan kesehatan serta perlindunganMu di dunia dan akhirat, (bila) diucapkan riga kali pada pagi dan sore hari, niscaya Allah  menyempurnakan baginya.”

 

Tirmizi dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Zubair bin Awwam, bahwa beliau  bersabda:

 

“Tidaklah hamba-hamba Allah memasuki waktu pagi, melainkan salah satu malatkat berseru: Maha Suci Penguasa yang patut dipuja.” Dalam riwayat Ibnu Sunni: “Melainkan berteriak salah satu malaikat: Hai para makhluk, bertasbihlah kepada Penguasa yang patut dipuja.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Buraidah  bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di waktu pagi dan sore: “Tuhanku Allah, kepadaNya aku berserah diri. Tiada Tuhan selain Dia, kepadaNya aku berserah diri, dan Dia Pemilik arasy yang agung. Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Tinggi dan Agung. Yang dikehendaki Allah telah terjadi dan yang tidak dikehendakiNya tidak akan terjadi. Aku tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Aku pun tahu kalau ilmunya meliputi segala sesuatu. Kemudian, apabila dia mati sesudah itu, maka ia pun masuk surga.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah  juga bersabda:

 

”Tidak mampukah seseorang di antara kamu berbuat seperti Abu Dhamdham? Para sahabat bertanya: Siapakah Abu Dhamdham itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab: Apabila tiba waktu pagi, ia mengucapkan: Ya Allah, aku telah memberikan diriku dan kehormatanku bagiMu. Maka, tidaklah dimaki orang yang memakinya, tidak dianiaya orang yang menganiayanya dan tidak dipukul orang yang memukulnya.”

 

Melalui Abi Darda’, Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda Nabi :

 

“Barangsiapa setiap pagi dan sore mengucapkan: “Cukuplah Allah bagiku. Tiada Tuhan selain Dia. KepadaNya aku serahkan diri. Dan Dia adalah Pemilik arasy yang agung. (Bila) diucapkan tujuh kah, niscaya Allah  membebaskannya dari kesusahan dalam urusan dunia dan akhirat.”

 

Dengan isnad dhaif, Tirmizi dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abv Hurairah bahwa Rasul  bersabda:

 

“Barangsiapa membaca di waktu pagi surat Al-Mukmin, mulai ayat 1 sampai ayat 3, dan ayat kursi, ia pun terjaga dengan kedua ayat itu hingga sore hari. Dan barangsiapa membacanya di waktu sore, ia pun terjaga dengan kedua ayat itu hingga pagi.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Thalig bin Habib, ia berkata bahwa seorang lelaki datang kepada Abi Darda’, lalu mengatakan: Hai Aba Darda’, telah terbakar rumahmu. Maka ia menjawab: Tidak bisa terbakar. Tidaklah Allah  melakukan itu dengan kalimat-kalimat yang kudengar dari Rasulullah : Barangsiapa mengucapkan pada permulaan siangnya, tidaklah ia tertimpa musibah hingga sore. Dan siapa yang mengucapkannya pada akhir siang, tidaklah ia terkena musibah hingga pagi, yaitu:

 

“Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau. KepadaMu aku serahkan diri. Engkau adalah Tuhan Arasy yang agung. Yang Engkau kehendaki telah terjadi, dan yang tidak Engkau kehendaki tidak akan terjadi. Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolonganMu yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Aku tahu bahwa Engkau Maha Kuasa aras segala sesuatu, dan ilmuMu melipuri segala sesuatu. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan diriku dan kejahatan setiap makhluk melata yang nyawanya berada di tanganMu. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus.”

 

Sejumlah hadis yang telah kami sebutkan ini, akan terasa cukup bagi siapa yang mendapat petunjuknya. Kita mohon taufik kepada Allah yang Maha Agung untuk mengamalkannya dan macam kebaikan yang lain. Ucapan pada Jumat pagi

 

Ketahuilah, apa yang diucapkan di lain hari Jumat boleh diucapkan pula pada hari Jumat. Anjuran berzikir pada hari itu lebih banyak dibanding hari yang lain. Juga dianjurkan memperbanyak salawat atas Rasulullah  Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas , bahwa beliau  bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan di pagi hari Jumat sebelum solat Subuh: “Aku mohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang kidup dan selalu mengurusi makhlukNya, dan aku bertobat kepadaNya, sebanyak riga kahi. Niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih atr laut.”

 

Dianjurkan memperbanyak doa dalam seluruh hari Jumat, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, karena mengharap ketepatan dengan saat ijabah (pengabulan doa).

 

Telah timbul perbedaan pendapat mengenai saat ijabah. Ada yang mengatakan sesudah terbit fajar dan sebelum terbit matahari. Ada yang mengatakan sesudah terbit matahari. Yang lain mengatakan sesudah tergelincir matahari. Ada yang mengatakan sesudah Asar. Dan ada juga yang mengatakan lainnya. Yang sahih dan tepat, dan tidak boleh selain itu adalah yang diriwayatKan dalam Suhih Muslim, dari Abu Musa AlAsyari, dari Rasulullah bahwa ia adalah antara duduknya imam di atas mimbar hingga mengucapkan salam dari solat.

 

Ucapan jika matahari terbit

 

Dengan isnad lemah, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri yang berkata: Jika matahari terbit, Rasulullah mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang mendatangkan kesehatan pada hari ini dan menerbitkan matahari dari tempatnya. Ya Allah, aku bersaksi dengan apa yang Engkau saksikan bagi diriMu dan yang disaksikan oleh malaikat-malaikatMu dan para pembawa arasyMu serta semua makhlukMu, bahwa Engkaulah Allah, tiada Tuhan selainMu yang menegakkan keadilan. Tiada Tuhan selam Engkau yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Tulislah penyaksianku sesudah penyaksian para malaikatMu dan ahh ilmu. Ya Allah, Engkau keselamatan, dariMu keselamatan dan kepadaMu kembali keselamatan. Aku mohon kepadaMu wahai Tuhan yang memiliki kemuliaan dan keagungan, agar Engkau mengabulkan doa kami dan memberikan keinginan kami serta mencukupi kami dari kebutuhan makhlukMu yang Engkau cukupi. Ya Allah, baikkanlah agamaku yang merupakan penjaga urusanku, dan baikkanlah duniaku yang di dalamnya terdapat penghidupanku, serta baikkanlah akhiratku yang kepadanya aku kembah.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Abdullah bin Mas’ud pernah menyuruh orang memperhatikan terbitnya matahari. Ketika orang itu mengabarkan bahwa matahari telah naik, ia pun mengucapkan: Segala puji bagi Allah yang memberikan hari ini kepada kami dan membebaskan kesalahan-kesalahan kami di dalamnya.

 

Ucapan jika matahari telah tinggi

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Amru bin Absah  bahwa beliau  bersabda:

 

“Tidaklah tertinggal suaru apapun dari makhluk Allah di saat matahari telah tinggi, melainkan ia bertasbih kepada Allah dan memujinya, kecuali setan dan manusia-manusia yang sombong. Kemudian aku bertanya tentang manusia yang sombong. Beliau menjawab: Sejaharjahat manusia.”

 

Ucapan jika matahari sudah tergelincir hingga waktu

 

Asar Dianjurkan memperbanyak zikir dan ibadah lainnya sesudah matahari tergelincir.

 

Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Sa’ib, bahwa Rasul solat empat rakaat sebelum Zuhur, sesudah matahari tergelincir, dan bersabda:

 

“Sesungguhnya ta adalah saat di mana pintu langit dibuka. Maka, aku ingin amalku yang baik naik pada saat itu.” (Hadis hasan)

 

Ucapan sesudah Asar hingga matahari terbenam

 

Sangat dianjurkan memperbanyak zikir di waktu Asar. Juga dianjurkan memperbanyak zikir di waktu Subuh. Menurut pendapat yang sahih, salah satu dari keduanya termasuk solat pertengahan. Allah berfirman:

 

Sucikanlah dengan pujian kepada Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam ….” (Q.S. Thaha:130)

 

Dalam firman yang lain:

 

Sucikanlah dengan pujian kepada Tuhanmu di waktu sore dan pagi.” (Q.S. Al-Mukmin: 55)

 

Dalam surat Al-A’raaf, ayat 205, Allah berfirman:

 

”Berzikirlah kepada Tuhanmu di dalam dirimu dengan kerendahan hati dan rasa takut tanpa mengeraskan perkataan di waktu pagi dan sore….”

 

Allah juga berfirman:

 

”…Bertasbih di dalamnya pagi dan petang. Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perniagaan maupun jual beli dari berzikir kepada Allah…” (Q.S. An-Nuur:36-37)

 

Dengan isnad lemah, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Anas  bahwa Rasul bersabda:

 

“Duduk bersama kaum yang bersikir kepada Allah  mulai solat Asar hingga terbenam matahari, lebih kusukai daripada melepaskan delapan dari anak Ismail.”

 

Ucapan ketika mendengar azan Magrib

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Ummu Salamah yang berkata: Aku diajari Rasulullah mengucapkan di waktu azan Magrib:

 

“Ya Allah, ini adalah kedatangan malamMu dan lenyapnya siangMu, serta suara orang-orang yang berdoa kepadaMu, maka ampumilah aku.”

 

Juga melalui Ummu Salamah, Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Rasul jika selesai solat Magrib, maka beliau masuk, lalu solat sunnah dua rakaat, kemudian mengucapkan doa:

 

”Wahai Tuhan yang menggerakkan hari, tetapkanlah hati kami di atas agamaMu.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi’ dari Ammarah bin Syabib bahwa beliau  menerangkan:

 

“Barangsiapa mengucapkan: “Tiada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya, Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, dibaca sepuluh kah sesudah solat Magrib, maka Allah  mengutus penjaga-penjaga yang menjaganya dari godaan setan hingga pagi hari. Allah pun menulis baginya sepuluh kebaikan yang menentukan, dan menghapus darinya sepuluh keburukan yang membinasakan, dan sama dengan melepaskan sepuluh budak mukmin.”

 

Bacaan dalam solat Witir dan ucapan sesudahnya

 

Adalah sunhah bagi siapa yang solat Witir tiga rakaat, sesudah membaca surat Al-Fatihah, maka pada rakaat pertama membaca surat Al-A’la, rakaat kedua surat Al-Kafirun, rakaat ketiga membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas. Apabila pada rakaat pertama lupa membaca surat Al-A’la, maka digabungkan dengan surat Al-Kafirun pada rakaat kedua. Demikian pula apabila lupa membaca surat Al-Kafirun pada rakaat kedua, maka digabungkan dengan bacaan yang tersebut pada rakaat ketiga.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya meriwayatkan dari Ubay bin Kaab  yang berkata: “Jika selesai mengucapkan salam pada solat Witir, Rasulullah  mengucapkan:

 

”Maha Suci Raja yang dipuja.”

 

Dalam riwayat Ibnu Sunni: “Maha Suci Raja yang dipuja, diucapkan sebanyak tiga kali.” Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dari Ali  bahwa Nabi  mengucapkan pada akhir witirnya:

 

“Ya Allah, aku berlindung dengan keridaanMu dari kemarahanMu, dan aku berlindung dengan pemaafanMu dari hukumanMu. Aku berlindung kepadaMu dari (kemurkaan)Mu. Aku tidak bisa menghitung pujian bagiMu sebagaimana Engkau memuji diriMu.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Ucapan jika hendak tidur dan berbaring di atas tempat tidur Dalam surat Ali Imran, ayat 190-191, Allah berfirman:

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta perbedaan malam dan siang adalah tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Yang berzikir kepada Allah sambil berdiri dan duduk serta berbaring…”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Hudzaifah dan Abu Dzar bahwa Rasulullah apabila menuju tempat tidurnya, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, dengan namaMu aku hidup dan mati.”

 

Rasulullah  mengajarkan kepada Ali dan Fatimah”:

 

“Apabila kahan hendak tidur, maka bertakbirlah riga puluh nga kali dan bertasbihlah tiga puluh tiga kahi serta bertahmidlah tiga puluh tiga kah.”

 

Dalam suatu riwayat: “Tasbih tiga puluh empat kali.” Dalam riwayat yang lain: “Takbir tiga puluh empat kali.”

 

Ali  berkata: Maka tidaklah kutinggalkan sejak aku mendengarnya dari Rasulullah  Ada yang bertanya kepadanya: Apakah juga demikian dalam malam perang Shiffin? Ia menjawab: Juga pada malam Shiffin.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu hendak tidur, maka kibaslah tempar tidurnya dengan ujung sarungnya, karena ia tidak tahu barang kali ada kotoran yang melekat, kemudian mengucapkan: Tuhanku, dengan namaMu aku letakkan sisi tubuhku, dan dengan namaMu aku mengangkarnya. Jika engkau cabut nyawaku, maka kasihanilah aku. Jika Engkau lepaskan dia, maka jagalah sebagaimana Engkau menjaga hamba-hambaMu yang saleh.”

 

Dalam suatu riwayat: “Mengibasnya tiga kali.”

 

Melalui Aisyah  Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa jika akan tidur, setiap malam Rasulullah  merapatkan kedua telapak tangannya, lalu menghembusnya sambil membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falag, dan surat An-Naas. Kemudian mengusapkan tangannya pada bagian tubuhnya yang bisa dicapainya. Dimulai dari kepala, wajah dan bagian tubuh yang di bawahnya. Ini dilakukannya sebanyak tiga kali.

 

Diriwayatkan dalam Sahihain, dari Abu Mas’ud Al-Anshari Al-Badri Ugbah bin Amr bahwa Rasul  bersabda:

 

“Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surar AlBaqarah dalam satu malam, ia pun telah terjagala dicukupi oleh keduanya.”

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai perkataan “terjaga/dicukupi.” Ada yang mengatakan terjaga dari gangguan bencana. Ada yang berpendapat dicukupi dari solat malam.

 

Diriwayatkan dalam Sehihain, Al-Barra bin Azib  bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudulah seperri wudu ketika solat, kemudian berbaringlah pada sisi sebelah kanan dan engkau wapkan: Ya Allah, aku serahkan diriku kepadaMu dan kuserahkan urusanku kepadaMu dan kulindungkan punggungku kepadaMu dengan harapan dan rasa takut kepadaMu. Tiada tempat berlindung dan tempar keselamatan daripadaMu kecuah kembali kepadaMu. Aku beriman pada kitahMu yang Engkau turunkan dan NabiMu yang Engkau utus.” Apabila kamu mari, maka kematianmu dalam keadaan fitrah, dan jadikanlah ia ucapanmu yang terakhir.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Hafshah, Ummul mukminin  bahwa Rasulullah  apabila hendak tidur, maka meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya, kemudian mengucapkan:

 

“Ya Allah, lindungilah aku dari siksaanMu pada hari di mana Engkau membangkitkan hamba-hambaMtu, dibaca tiga kali.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dan Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah  dari Nabi bahwa beliau apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, pemilik langit dan bumi serta pemilik arasy yang agung, Tuhan kami dan Tuhan segala sesuatu, yang membelah biji dan benih, yang menurunkan Taurat dan Injil serta Al-Qur’an, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala makhluk jahat yang nyawanya berada di tanganMu. Engkaulah yang pertama. Maka tidak ada sesuatu apapun sebelum Engkau. Engkaulah yang terakhr. Maka, tdak ada sesuatu apapun sesudahMu. Den Engkaulah yang nyata. Maka, ndak ada sesuatu apapun di atasMu. Engkau pula yang tersembunyi. Maka, ndak ada sesuatu apapun di bawahMu. Lunaskanlah hutang kami dan cukupilah kebutuhan kami.”

 

Dalam riwayat Abu Daud: “Lunaskanlah hutangku dan cukupilah kebutuhanku.”

 

Diriwayatkan dengan sanad sahih dalam Suman Abu Daud dan Nasa’i dari Ali  dari Rasulullah  bahwa beliau apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung dengan wajahMu yang Maha Mulia dan kalmatMu yang sempurna, dari kejahatan makhlukMu. Ya Allah, Engkau membebaskan hutang dan dosa. Ya Allah, ridak dikalahkan tentaraMu dan tidak dingkari janjiMu dan tidak bermanfaat upaya seseorang tanpa penentuan dariMu. Maha Suci Engkau ya Allah, dengan segala puji bagiMu.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Anas , bahwa Rasulullah apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang memberi kami makanan dan minuman, dan mencukupi kami serta memberi rumah. Berapa banyak orang yang tidak dicukupi dan tidak mempunyai rumah.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih. Dengan isnad hasan, Abu Daud meriwayatkan dari Abu Al-Azhari”, bahwa Rasulullah apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah aku letakkan sisi tubuhku. Ya Allah, ampunilah dosaku dan hinakanlah setanku, bebaskanlah belengguku dan jadikanlah aku dalam kelompok para malaikat tertinggi.”

 

Diriwayatkan dalam Suran Abu Daud dan Tirmizi, dari Naufal AlAsyjai  bahwa beliau  mengajarkan:

 

“Bacalah surat Al-Kafirun, kemudian tidurlah dengannya sebagai bacaan terakhir. Karena ia membebaskan dari syirik.”

 

Dalam Musnadnya, Abi Ya’la Al-Mushili meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dari Nabi, bahwa beliau  bersabda:

 

“Maukah kutunjukkan kalimat yang bisa menyelamatkan dari mempersekutukan Allah  Hendaklah kamu baca surat Al-Kafirun di waktu hendak tidur.”

 

Diriwayatkan dengan :isnad sahih dalam Sunan Abu Daud, dari Ibnu Umar bahwa Nabi  apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang mencukupi aku dan memberiku rumah, memberiku makanan dan minuman, yang memberikan karunia kepadaku dan melebihkannya, yang memberiku sesuatu lalu memperbanyaknya, segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan. Ya Allah, Pemilik segala sesuatu dan rajanya, dan Tuhan segala sesuatu, aku berlindung kepadaMu dari api neraka.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abi Said Al-Khudri  dari Nabi bahwa beliau bersabda:

 

”Barangsiapa ketika hendak tidur mengucapkan: “Aku mohon ampun kepada Allah yang nada Tuhan selain Dia yang hidup dan berdiri sendiri dan aku bertobat kepadanya.” tiga kali, niscaya Allah mengampuni dosanya walaupun sebanyak buih laut, walaupun sebanyak bintang, walaupun sebanyak pasir. walaupun sebanyak harta di dunia.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari seorang lelaki sahabat Nabi .“ Ia berkata: Aku sedang duduk dekat Rasulullah  Datanglah salah seorang sahabatnya seraya berkata: Ya Rasulullah, aku disengat binatang tadi malam hingga tidak bisa tidur sampai pagi. Binatang apa? tanya Rasulullah  Orang itu menjawab: Kalajengking:

 

Beliau bersabda :

 

“Sesungguhnya, andaikata engkau mengucapkan di waktu sore: Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya, niscaya tidak ada yang membahayakanmu, insya Allah.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas bahwa Nabi  berpesan kepada seorang laki-laki: Apabila hendak tidur agar membaca surat Al-Hasyr. Dan bersabda: “Apabila engkau mati, maka engkau sebagai syahid atau termasuk penghuni surga.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Umar  bahwa ia menyuruh seorang lelaki jika hendak tidur agar membaca”:

 

“Ya Allah, Engkau ciptakan diriku dan Engkau memarikannya. BagiMu kehidupan dan kemanannya. Bila Engkau menghidupkannya, maka Iindungilah dia. Bila Engkau matikan, maka ampunilah dia. Ya Allah, aku mohon kepadaMu keselamatan.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Sunni, dari Syaddad bin Aus  bahwa beliau  bersabda:

 

“Apabila seorang muslim hendak ridur lalu membaca (salah satu) surat dari kitab Allah ketika naik ke tempat tidurnya, maka Allah  menugaskan malatkat untuk tidak membiarkan sesuatu apapun mengganggunya hingga ia bangun dari tidur:.” Isnadnya dhaif

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Jabir l bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Sesungguhnya apabila orang hendak ndur, maka berebutanlah malaikat dan setan. Maka berkatalah malaikat: Ya Allah, akhirilah dengan kebaikan. Kemudian berkatalah setan: Akhirilah dengan keburukan. Apabila orang itu berzikir kepada Allah, kemudian tertidur, maka malaikat pun menjaganya.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Amr bir Ash dari Rasulullah  bahwa apabila beliau berbaring hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“ya Allah, Tuhanku, dengan namaMu aku letakkan sisi tubuhku. Maka, ampunilah dosaku.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Umamah  yang berkata: Aku mendengar Nabi  bersabda:

 

”Barangsiapa berbaring di tempat tidurnya dalam keadaan suci dan berzikir kepada Allah  hingga terserang kantuk dan ridak beranjak sesaat pun dalam memohon kepada Allah  kebaikan di dunia dan akhirat, niscaya Allah akan mengabulkannya.”

 

Aisyah  berkata: Bahwasanya Rasulullah  apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, berilah kenikmatan kepadaku dengan pendengaran dan penglihatanku. Jadikanlah keduanya sehat dan kuat padaku. Tolonglah aku dalam menghadapi musuhku dan tunjukkan pembalasanku kepadanya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kebanyakan hutang dan dari kelaparan, karena ia adalah seburuk-buruk teman tidur.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ibnu Sunni juga meriwayatkan dari Aisyah  yang berkata: “Sejak aku menemui Rasulullah dh hingga beliau meninggalkan dunia, apabila hendak tidur, beliau selalu mohon perlindungan kepada Allah dari sifat penakut, kemalasan, kebosanan, kekikiran, keburukan masa tua dan keburukan pandangan dalam keluarga dan harta, siksa kubur dan setan scrta syiriknya.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah juga bahwa ia apabila hendak tidur, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu mimpi yang baik, benar dan tidak dusta, bermanfaat dan tidak berbahaya.”

 

Apabila ia mengucapkan doa ini, ia pun tidak mau berbicara hingga pagi hari atau bangun di waktu tengah malam.

 

Diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Hafiz Abu Bakar bin Abu Daud dengan isnadnya dari Ali : Aku tidak sependapat dengan seseorang berakal yang pergi tidur sebelum membaca tiga ayat terakhir dari surat Al-Baqarah.

 

Diriwayatkannya juga dari Ali : Aku tidak sependapat dengan orang muslim berakal yang tidur sebelum membaca ayat Kursi.

 

Ketahuilah, hadis dan arsar dalam bab ini banyak. Kiranya yang telah kami sebutkan cukup bagi orang yang mendapat taufik untuk mengamalkannya. Yang paling utama adalah mengamalkan seluruh zikir yang tersebut dalam bagian ini. Apabila tidak mungkin, hendaklah diamalkan yang terpenting menurut kemampuannya.

 

Keburukan tidur tanpa berzikir kepada Allah 

 

Dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasul  bersabda:

 

”Barangsiapa duduk di suatu tempat tanpa berzikir kepada Allah maka ia mengalami kekurangan di sisiNya. Dan barangsiapa berbaring di tempat tidur tanpa berzikir kepada Allah  maka ia pun mengalami kekurangan di sisiNya.”

 

Ucapan ketika bangun di waktu malam dan hendak tidur sesudahnya

 

Ketahuilah, orang yang bangun di waktu malam ada dua macam. Pertama, orang yang tidak tidur sesudahnya. Kedua, orang yang ingin tidur sesudahnya. Untuk yang kedua ini dianjurkan berzikir kepada Allah  hingga tertidur. Mengenai ini, banyak terdapat zikir, di antaranya yang telah disebutkan pada macam pertama.

 

Juga dapat ditemukan dalam Sahih Bukhari, dari Ubadah bin Shamit bahwa Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa bangun di waktu malam, lalu mengucapkan: “Tiada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian. Dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah Maha Suci Allah. Tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Tiada daya kekuatan melainkan pertolonganNya. Kemudian mengucapkan: Ya Allah, ampunilah aku atau berdoa, niscaya dikabulkan baginya. Apabila ia berwudu, diterima salatnya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Aisyah  bahwa Rasulullah  apabila bangun di waktu malam, maka mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau Ya Allah. Aku memohon ampun kepadamu bagi dosaku dan aku mohon RahmatMu. Ya Allah, tambahilah ilmuku dan jangan sesatkan hatiku sesudah Engkau beri petunjuk kepadaku dan berikanlah RahmatMu kepadaku, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah  yang berkata: Rasulullah  apabila bangun di waktu malam, maka mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang tunggal dan Maha Mengalahkan. Tuhan langit dan bumi dan segala yang terdapat di antara keduanya. Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”

 

Dengan isnad dhaif, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila Allah & mengembalikan nyawa hamba yang muslim di waktu malam (bangun dari tidur) lalu bertasbih kepadaNya dan mohon ampunanNya serta berdoa kepadaNya, niscaya Allah mengabulkannya.”

 

Dengan isnad jayyid, Tirmizi, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah mengajarkan:

 

“Apabila seorang di antara kamu bangun dari tidur di waktu malam, kemudian ingin tidur lagi, hendaklah ia mengibasnya dengan pinggir sarungnya tiga kali, karena ia tidak tahu apa yang tertinggal di situ. Apabila berbaring, hendaklah ia mengucapkan: Ya Allah, dengan namaMu aku letakkan sisi tubuhku, dan dengan namaMu aku mengangkatnya.Jika Engkau cabut nyawaku, maka kasihanilah dia. Jika Engkau kembalikan dia, maka jagalah dia sebagaimana Engkau menjaga hamba-hambaMu yang saleh.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam kitabnya, Al-Muwaththa’, Imam Malik  meriwayatkan dari Abi Darda’ yang berkata: Apabila Rasul bangun di tengah malam, maka :

 

mengucapkan: “Mata terpejam dan bintang menghilang, sedang Engkau hidup dan selalu bangun.”

 

Ucapan jika tidak bisa tidur

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Zaid bin Tsabit  mengeluh kepada Rasulullah  karena tidak bisa tidur. Mendengar itu, beliau bersabda:

 

Ya Allah, telah lenyap bintang-bintang dan mata pun telah terpejam, sedang Engkau terap hidup dan selalu bangun tidak bisa mengantuk dan tertidur. Wahai Tuhan yang hidup dan selalu bangun, tenangkanlah malamku dan tidurkanlah mataku.” Maka aku pun mengucapkannya, sehingga Allah  menghilangkan keluhan itu dariku.”

 

Diriwayatkan dari Muhammad bin Yahya bin Hibban bahwa Khalid bin Walid , mengeluh kepada Rasulullah lantaran tidak tidur. Maka, beliau pun menyuruhnya memohon perlindungan kepada Allah dengan kalimatnya yang sempurna, dari kemarahanNya dan kejahatan hambahambaNya dan dari godaan-godaan setan serta kehadiran mereka.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Buraidah , bahwa Khalid bin Walid mengeluh kepada Nabi  Ya Rasulullah, aku tidak bisa tidur di waktu malam. Maka, bersabdalah beliau :

 

“Apabila engkau hendak tidur, maka ucapkanlah: Ya Allah, Tuhan langit yang tujuh dan semua yang bernaung di bawahnya dan Tuhan bumi dan semua yang dikandungnya dan Tuhan dari setan serta semua yang disesatkanNya, jadilah Engkau pelindungku dari semua kejahatan makhlukMu, sehingga tidak ada seorang pun di antara mereka yang menggangguku dan mengantarku. Sungguh perkasa perlindunganMu dan mulia pujian kepadaMu. Tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Ucapan jika merasa takut dalam tidurnya

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Sunni dan lainnya, dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah  mengajari mereka untuk mengucapkan di waktu merasa takut:

 

“Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna, dari kemarahanNya dan kejahatan hamba-hambaNya, dan dari godaan setan serta kehadirannya.”

 

Adalah Abdullah bin Amru mengajarkan kalimat-kalimat itu kepada anak-anaknya yang sudah berakal, sedang bagi yang belum berakal ditulis dan dikalungkan di lehernya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni bahwa seorang lelaki datang kepad, Nabi  seraya mengeluh bahwa ia merasa takut dalam tidurnya. Maka bersabdalah beliau:

 

“Apabila engkau hendak tidur, maka ucapkanlah: Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna, dari kemarahanNya dan kejahatan hamba-hambaNya, dan dari godaan setan serta kehadirannya. Orang itu mengucapkennya, maka hilanglah takutnya.”

 

Ucapan jika bermimpi baik atau buruk

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abi Said Al-Khudri bahwa ia mendengar Nabi  mengucapkan:

 

“Apabila seseorang di antara kamu melihat dalam mimpi sesuatu yang disukainya, maka sesungguhnya ta berasal dari Allah  Pujilah Dia atas hal itu dan ceritakanlah.”

 

Dalam suatu riwayat: “Maka janganlah menceritakannya kecuali kepada orang yang menyukainya. Apabila melihat selain itu yang tidak disukai, maka sesungguhnya ia berasal dari setan, dan berlindunglah dari keburukannya. Janganlah menyebutnya kepada seseorang, karena sesungguhnya impian tidak membahayakannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Oatadah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Impian yang baik dari Allah dan angan-angan itu dari setan. Maka barangsiapa melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ita menghembus ke sebelah kirinya tiga kah dan berlindung dari setan, sesungguhnya tmpian ridak bisa membahayakannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Jabir , bahwa Rasulullah mengajarkan:

 

“Apabila seseorang di antara kamu melihat dalam mimpi sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia meludah ke sebelah kirinya tiga kah, dan berlindung kepada Allah dari setan nga kah, serta berpindah dari tempat yang semula dia tidur.”

 

Melalui Abu Hurairah l Tirmizi meriwayatkan sabda Nabi:

 

“Apabila seseorang di antara kamu melihat dalam mimpi sesuatu yang ndak disukainya, maka janganlah menceritakannya kepada seorang pun dan bangunlah lalu solatlah.” Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah, dari Nabi :

 

“Apabila seseorang di antara kamu melihat dalam mimpi sesuatu yang tidak disukarnya, hendaklah ia meludah tiga kali, lalu mengucapkan: Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari perbuatan setan dan keburukan angan-angan. Maka, impian itu ndak membahayakan apa-apa.”

 

Ucapan ketika mendengar cerita tentang mimpi baik

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Nabi  apabila diberitahu tentang mimpi baik, maka mengucapkan:

 

“Kebaikan yang engkau lihat dan kebaikan yang akan terjadi.”

 

Dalam suatu riwayat: “Kebaikan yang engkau dapatkan dan keburukan yang engkau jauhi. Kebaikan bagi kita dan keburukan bagi musuh-musuh kita, serta segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

 

Anjuran berdoa dan beristighfar pada separuh yang kedua dari setiap malam

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Jabir bin Abdillah  dari Rasulullah bahwa beliau bersabda:

 

“Tuhan kita turun setiap malam ke langint dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu berseru: Barangsiapa berdoa kepadaKu, tentu Aku kabulkan. Barangsiapa meminta kepadaKu, maka Aku memberinya. Barangsiapa minta ampun kepadaKu, tentu Aku mengampuninya.”

 

Dalam riwayat Muslim:

 

“Allah turun ke langit dunia seriap malam, ketika lewar sepertiga malam yang pertama, lalu berseru: Akulah Raja, Akulah Raja. Barangsiapa berdoa kepadaKu, maka Aku mengabulkannya. Barang siapa yang meminta kepadaKu, maka Aku memberinya. Barangsiapa minta ampu  kepadaKu, maka Aku mengampuninya. Demikianlah hal itu berlangsu hingga terbit fajar.”

 

Dalam suatu riwayat: “Jika lewat sebagian malam atau dua pertiganya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Amr bin Absah , bahwa ia mendengar Nabi  mengucapkan:

 

“Jarak terdekat antara Tuhan dan hambaNya adalah di tengah malam yang terakhir. Maka, apabila engkau mampu berzikir kepada Allah  Pada saat itu maka lakukanlah.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Keistimewaan doa di waktu malam

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Jabir bin Abdillah  yang mendengar Nabi  mengucapkan:

 

“Sesungguhnya di waktu malam, ada suatu saat yang apabila bertepatan dengan seorang muslim yang memohon kepada Allah  kebaikan dari urusan duma dan akhirat, niscaya Allah mengabulkannya, dan itu terdapat pada setiap malam.”

 

Asmaul Husna

Allah berfirman:

 

“Allah mempunyai nama-nama yang batk, maka panggillah Dia dengannya…” (Q.S. Al-A’raaf: 180) Rasulullah bersabda?’:

 

“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barangsiapa menghitungnya/menghafalnya, ia pun masuk surga. Dia adalah ganjil/tunggal dan menyukai bilangan ganjil, Dia adalah Allah, rada Tuhan selain Dia, yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Raja, yang Dipuja, keselamatan, Yang memberi Keamanan, yang mengawasi, yang gagah perkasa, yang Maha Mengalahkan, yang Maha Besar, Yang Menciptakan, Yang Menciptakan Tanpa Tandingan, yang memberi bentuk dan rupa, yang Maha Pengampun, yang menaklukkan, yang Maha Memberi, yang memberi rezeki, yang membuka pintu rahmat, yang Maha Mengetahui, yang menyempitkan rezeki, yang melapangkan rezeki, yang menurunkan, yang mengangkat, yang memuhakan, yang menghinakan, yang Maha Mendengar, yang Maha Melihat, yang memutuskan, yang adil, yang ramah tamah, yang mengetahui segala sesuatu, yang Maha Pemaaf, yang Maha Agung, yang Pengampun, yang memberi pahala, yang Maha Tinggi, yang Maha Besar, yang Maha Menjaga, yang memberi pertolongan, yang mencukupi, yang Maha Mulia, yang Maha Pemurah, yang Maha Mengawasi, yang mengabulkan doa, yang Maha Luas, yang Maha Bijaksana, yang menyayangi, yang Maha Muha, yang membangkitkan, yang Maha Menyaksikan, yang Maha Benar, yang melaksanakan segala urusan, yang Maha Kuat, yang Maha Teguh, yang menolong, yang Maha Terpuji, yang mencatat, yang memulai, yang mengulangi kehidupan, yang menghidupkan, yang mematikan, yang hidup, yang berdiri sendiri, yang kaya, yang Maha Mulia, yang funggal, tempat bergantung, yang berkuasa, yang Maha Kuasa, yang mendahulukan, yang mengakhirkan, yang permulaan, yang penghabisan, yang nyata, yang tersembunyi, yang memilih dan mengurusi, yang Maha Tinggi, yang berbuat kebaikan, yang menerima tobat, yang membalas kejahatan, yang Maha Pemaaf, yang penuh kasih sayang, yang memiliki kekuasaan, yang memiliki kemuliaan dan keagungan, yang berlaku adil, yang mengumpulkan, yang Maha Kaya, yang memberikan kekayaan, yang menghalangi, yang menimbulkan bahaya, yang menimbulkan manfaat, cahaya, yang memberi petunjuk, yang memberi hidayah, yang tidak ada tandingannya, yang Maha Kekal, yang tetap hidup, yang memberi bimbingan, yang Maha Sabar.”

Ketahuilah, membaca Al-Qur’an adalah zikir yang paling utara dan dituntut membacanya dengan seksama. Pembacaan itu memiliki cara dan tujuan. Sebelum ini, telah saya kumpulkan kitab ringkas meliputi cara penting bagi para pembaca, sifat-sifatnya dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Tidak patut bagi pembaca Al-Qur’an untuk mengabaikannya. Saya tunjukkan dalam kitab ini tujuan-tujuannya secara ringkas. Patutlah orang selalu membacanya malam dan siang, di waktu bepergian dan di rumah. Para ulama terdahulu mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang bermacam-macam dalam kadar waktu pengkhatamannya. Segolongan mereka ada yang mengkhatamkan setiap dua bulan sekali. Ada yang menamatkan setiap sebulan sekali. Ada yang setiap sepuluh malam sekali. Ada yang menyelesaikan setiap delapan malam sekali. Ada yang mengkhatamkan setiap tujuh malam sekali. Ini adalah yang dilakukan sebagian besar ulama sa/af. Ada juga yang mengkhatamkan dalam setiap enam malam sekali, lima malam, empat malam dan banyak juga dalam setiap tiga malam, juga dalam setiap siang dan malam sekali. Bahkan segolongan orang ada yang mengkhatamkan dalam sehari semalam dua kali. Yang lain sampai tiga kali dalam sehari semalam. Sebagian orang ada yang mengkhatamkan dalam sehari semalam delapan kali, empat kali di waktu malam dan empat kali di waktu siang, di antaranya adalah yang mulia, Ibn Al-Katib As-Shufi. Ini adalah penghataman terbanyak yang sampai kepada kami dalam waktu sehari semalam.

 

Dengan isnad sahih, Ibnu Abu Daud meriwayatkan bahwa Mujahid  mengkhatamkan Al-Qur’an dalam bulan Ramadan antara Magrib dan Isya. Sedang mereka yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu rakaat tidaklah terhitung banyaknya, di antaranya Usman bin Affan, Tamim AdDaari dan Said bin Jubair. Semua itu berbeda menurut keadaannya.

 

Segolongan ulama terdahulu tidak menyukai pengkhataman dalam sehari semalam. Dalil atas hal itu adalah yang diriwayatkan dengan isnad sahih dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan lainnya, dari Abdullah bin Amr ibn Ash, bahwa Rasul Hp bersabda:

 

“Tidaklah bisa mengerti orang yang membaca Al-Qur’an kurang dari tiga hari.”

 

Adapun waktu permulaan dan pengkhataman, maka terserah kepada pilihan pembaca. Andaikata ada yang mengkhatamkan dalam seminggu sekali, maka Usman bin Affan memulainya pada malam Jumat dan mengkhatamkanya pada malam Kamis.

 

Dalam kitabnya, Ihya” Ulumuddin, Imam Al-Ghazali berkata: Yang lebih utama adalah mengkhatamkan sekali di waktu malam dan sekali di waktu siang. Menjadikan pengkhataman siang hari pada hari Senin dalam solat sunnah Subuh dan menjadikan pengkhataman malam pada malam Jumat dalam solat sunnah Magrib atau sesudahnya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Daud bahwa Amr bin Murroh (seorang tabiin) berkata: Mereka suka mengkhatamkan Al-Qur’an dari permulaan malam atau dari permulaan siang.

 

Talhah bin Musharraf (seorang tabiin) berkata: Barangsiapa mengkhatamkan Al-Qur’an pada saat manapun di siang hari, maka para malaikat mendoakan baginya hingga tiba waktu sore. Dan barangsiapa mengkhatamkan Al-Qur’an pada saat manapun di waktu malam, maka para malaikat mendoakan baginya hingga pagi hari.

 

Diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi, dari Saad bin Abi Waqqash d&: “Apabila seseorang bertepatan pengkhataman Al-Qur’an yang dibacanya dengan pemulaan malam, maka para malaikat mendoakan baginya hingga pagi hari. Bilamana pengkhatamannya bertepatan dengan akhir malam, maka para malaikat mendoakan baginya hingga sore.” AdDarimi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ketahuilah, pembacaan paling utama adalah di waktu solat. Mazhab Syafi’i dan lainnya menyebutkan bahwa lamanya berdiri di dalam solat dengan membaca Al-Qur’an adalah lebih utama daripada lamanya sujud, Adapun membaca Al-Qur’an di luar solat, maka yang paling utama adalah membaca di waktu malam, hingga separuh malam. Yang terakhir lebih utama daripada yang permulaan. Dan membaca Al-Qur’an antara Magrih, dan Isya dianjurkan.

 

Adapun membaca Al-Qur’an di siang hari, maka yang paling utama adalah waktu Subuh. Tidak ada kemakruhan dalam membaca di waktu kapanpun, bahkan di waktu-waktu yang terlarang untuk solat. Harihari yang patut dipilih adalah Jumat, Senin, Kamis, hari Arafah, sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijjah, bulan Ramadan dan sepuluh hari terakhirnya.

 

Tata cara pengkhataman Al-Qur’an dan segala yang berkaitan dengannya

 

Diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi, dari Ibnu Abbas  bahwa ia menyuruh untuk mengamati orang yang membaca Al-Qur’an. Bilamana ada yang ingin mengkhatamkannya, maka diberitahukan kepada Ibnu Abbas  dan ia pun menyaksikannya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abu Daud, dengan isnad sahih, bahwa Oatadah berkata: Anas bin Malik jika mengkhatamkan Al-Qur’an, ia pun mengumpulkan keluarganya dan berdoa.

 

Al-Hakam bin Utaibah berkata: Mujahid dan Ubaidah bin Abi Lubabah datang kepada saya seraya berkata: Kami datang kepadamu, karena kami hendak mengkhatamkan Al-Qur’an, sedang doa itu mustajab di waktu mengkhatamkan Al-Qur’an. Dalam salah satu riwayatnya yang sahih: Bahwasanya rahmat itu turun di waktu mengkhatamkan Al-Ouran. Mujahid berkata: Orang-orang berkumpul di waktu mengkhatamkan AlOuran.

 

Sangat dianjurkan untuk berdoa ketika mengkhatamkan Al-Ouran. Diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi, dari Humaid Al-Araj  Barangsiapa membaca Al-Qur’an kemudian berdoa, maka diamankan doanya oleh empat ribu malaikat.

 

Patut untuk terus menerus berdoa dengan beberapa hal yang penting dan kalimat-kalimat yang menyeluruh. Hendaknya seluruh atau sebagian besar doa itu mengenai segala kepentingan hari akhir dan kaum muslimin, serta kebaikan para pemimpinnya. Di samping hal-hal lain yang diperlukan, juga perlu memohon bagi mereka untuk mendapat petunjuk guna melakukan ketaatan dan menjauhi pendurhakaan. Apabila selesai dari pengkhataman, dianjurkan langsung memulai lagi membaca sebagaimana dianjurkan oleh ulama salaf. Mereka berhujjah dengan hadis Anas dp bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sebaik-baik amal adalah selesai dan pergi. Ada yang bertanya: Apakah keduanya itu? Beliau menjawab: Memulai pembacaan Al-Qur’an dan pengkhatamannya.”

 

Suruhan memelihara bacaan Al-Qur’an dan peringatan untuk tidak membiarkannya terlupakan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa AlAl-Asyari  dari Nabi beliau bersabda:

 

“Teruslah membaca Al-qur’an. Karena, demi Allah yang menguasai

 

nyawa Muhammad, ia lebih mudah lolosnya daripada unta yang terikat.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya perumpamaan pembaca Al-Qur’an adalah seperti unta yang terikat. Jika terus diawasi, ia pun akan bisa menahannya. Jika ia melepaskannya, unta itu pun akan lari.”

 

Melalui Anas , Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan sabda beliau :

 

”Ditunjukkan kepadaku pahala umatku hingga kotoran yang disingkirkan orang dari magid dan ditunjukkan kepadaku dosa-dosa umarku. Maka aku tidak melihat dosa yang lebih besar dari surat Al-Qur’an atau ayat yang dihafal oleh seseorang kemudian dilupakannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Musnad Ad-Darimi, dari Saad bin Ubadah  dari Nabi bahwa beliau bersabda:

 

“Barangsiapa membaca Al-Qur’an kemudian melupakannya, maka pada hari kiamat ia akan menjumpai Allah  dalam keadaan kurang berkatnya.”

 

Beberapa masalah dan tata cara yang patut diperhatikan oleh pembaca Al-Qur’an

 

Pertama kali disuruh mengikhlaskan diri dalam membacanya dan hanya mengharap keridaan Allah . Tidak bertujuan selain itu. Juga bersikap sopan terhadap Al-Qur’an dan merenungkan bahwa ia sedang berbicara di hadapan Allah  dan membaca kitabNya.

 

Bagi pembaca Al-Qur’an, patut membersihkan giginya (bersiwak) dengan kayu aroq atau lainnya sebelum mulai membaca. Dalam membacakannya, diupayakan dengan khusyuk dan merenungkannya. Karena, dengannya dada menjadi lapang dan hati menjadi terang.

 

Dianjurkan untuk bisa menangis dan pura-pura menangis bila tidak bisa menangis, karena menangis adalah sifat orang-orang arrfim dan syiar hamba-hamba Allah yang saleh.

 

Allah  berfirman:

 

“Mereka pun rebah bersujud sambil menangis dan bertambah kekhusyukan mereka.” (Q.S. Al-1sra’:109)

 

Membaca dalam mushaf lebih utama daripada membaca dengan hafalan. Demikianlah pendapat yang masyhur dari ulama salaf, dan ini tidak mutlak. Apabila membaca dengan hafalan lebih menimbulkan renungan dan kekhusyukan daripada membaca dalam mushaf, maka membaca dengan hafalan lebih urama. Apabila sama, maka dari mushaf lebih utama. Inilah yang dimaksudkan oleh kaum salaf.

 

Terdapat banyak arsar mengenai keutamaan mengeraskan suara dalam bacaan dan keutamaan israr (membaca dengan pelan). Para ulama berpendapat bahwa israr lebih menjauhkan riya. Bagi yang mengkhawatirkan hal itu, maka israr lebih utama. Bagi yang tidak mengkhawatirkannya, maka mengeraskan suara lebih utama dengan syarat tidak mengganggu lainnya seperti orang yang sedang solat atau orang tidur.

 

Dalil atas keutamaan mengeraskan suara adalah pengamalannya lebih banyak, dan karena manfaatnya bisa meluas kepada lainnya. Dengan cara itu bisa menyadarkan hati pembaca dan memusatkan pikirannya, mengusir kantuk dan menambah kegiatan serta menyadarkan orang lain yang lalai.

 

Bilamana pembacaan dengan suara keras diikuti niat-niat tersebut, maka cara ini lebih utama. Dianjurkan membaguskan suara, asalkan tidak merusak bacaan. Tidak disukai perkataan: Saya lupa ayat ini atau surat ini. Akan tetapi, diucapkan: Saya dibuat lupa akan ayat itu, atau saya telah menggugurkannya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasul bersabda:

 

“Janganlah seseorang di antara kamu mengatakan, saya lupa ayat begini dan begini. Akan tetapi, ta telah dibuat lupa.”

 

Dalam suatu kesempatan, Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan:

 

“Adalah buruk orang yang mengatakan, saya lupa ayat begini dan begini. Akan tetapi, (katakanlah) ia telah dibuat lupa.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah bahwa Nabi mendengar seorang lelaki membaca Al-Qur’an. Beliau bersabda:

 

“Semoga Allah mengasihaninya, ia telah mengingarkan aku sebuah ayat yang telah kugugurkan.”

 

Dalam suatu riwayat: ” Aku telah dibuat lupa akan ayat itu.”

 

Sebagaimana kami kemukakan, bahwa pembacaan Al-Qur’an adalah zikir yang paling ditekankan, maka patutlah terus melakukannya. Janganlah melewatkan sehari semalam tanpa membaca ayat-ayat yang sedikit.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah dh bersabda:

 

“Barangsiapa membaca dalam sehari semalam lima puluh ayat, tidaklah ia dianggap orang yang lalai. Barangsiapa membaca seratus ayat, ia Gitetapkan dalam golongan orang-orang yang selalu taat. Barangsiapa membaca dua ratus ayat, tidaklah ia diprotes oleh Al-Qur’an pada hari kiamat. Barangsiapa membaca lima ratus ayat, ditetapkan baginya satu pikul” pahala.”

 

Melalui Abu Hurairah  Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda beliau :

 

“Barangsiapa membaca sepuluh ayat, ia pun tidak ditulis sebagai orang yang lalai.”

 

Banyak hadis mengenai pembacaan surat dalam sehari semalam, di antaranya: Yasin, Tabarak (Al-Mulk) Al-Wagiah dan Ad-Dukhan.

 

Masih melalui Abu Hurairah  Ibnu Sunni meriwayatkan sabda Nabi :

 

”Barangsiapa membaca surat Yasin dalam sehari semalam dengan mengharap wajah (keridaan) Allah, ia akan diampuni dosanya.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah  bahwa Rasul  bersabda:

 

”Barangsiapa membaca surat AdDukhan dalam malam Jumat, ia akan diampum dosanya pada pagi harinya.”

 

Melalui Ibnu Mas’ud , Ibnu Sunni, Baihaqi, Abu Ya’la dan lainnya meriwayatkan sabda Nabi :

 

”Barangsiapa membaca surat Al-Wagiah seriap malam, ia tidak akan ditimpa kemiskinan.”

 

Jabir  berkata: Bahwasanya Rasulullah tidak tidur setiap malam sebelum beliau membaca A/f lam mim tanzilul Kitab dan surat Tabarak (AlMulk).

 

Nabi  juga bersabda:

 

“Barangsiapa membaca dalam satu malam surat Az-Zalzalah, maka sama dengan membaca separuh Al-Qur’an. Barangsiapa membaca surat Al-Kafirun, sama dengan membaca seperempat Al-Qur’an. Barangsiapa membaca surat Al-Ikhlas, sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an.”

 

Dalam suatu riwayat: “Barangsiapa membaca ayat Kursi dan permulaan surat Ha’mim, maka ia pun terjaga pada hari itu dari setiap keburukan.”

Allah  berfirman:

 

“Katakanlah, segala puji bagi Allah dan keselamatan atas hamba-hamba Allah yang terpilih…” (Q.S. An-Naml: 59)

 

Pada ayat terakhir dari surat An-Naml, disebutkan:

 

“Katakanlah, segala puji bagi Allah, nanri Dia akan menunjuki kamu tanda-tanda kekuasaanNya….” (Q.S. An-Nami: 93)

 

Allah  juga berfirman:

 

“Katakanlah, segala puji bagi Allah yang ridak mempunyai anak….” (Q.S. Al-lsra’: 111)

 

Dalam firman yang lain:

 

Andaikata kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambahi kamu…” (Q.S. Ibrahim: 7)

 

Allah menjelaskan:

 

“Ingatlah sebutlah Aku, niscaya aku mengingat menyebut kalian dan bersyukurlah kepadaku dan janganlah kalian mengingkari Aku.” (Q.S.Al-Baqarah:152)

 

Ayat yang menjelaskan suruhan memuji, bersyukur dan keutamaannya banyak sekali. Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah serta Musnad Abi Uwanah Al-Asfarayini, yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah :

 

“Setiap urusan penting yang tidak dimulai dengan ucapan Alhamdulhilah, maka akan sedikit berkatnya.

 

Dalam suatu riwayat, disebutkan:

 

“Setap pembicaraan yang tidak dimulai dengan Alhamdulillah, maka akan sedikat berkatnya.”

 

Lafaz-lafaz ini terdapat dalam kitab Al-Arbain, oleh Al-Hafidh Abdul Kadir Ar-Rahawi, dan ia adalah hadis hasan. Para ulama berkata: Dianjurkan memulai dengan ucapan Alhamdulillah bagi setiap pengarang, pelajar, pengajar, khatib, orang yang meminang, dan dalam menghadapi urusan-urusan penting lainnya. Imam Syafi’i  berkata: Aku suka bila orang memulai khutbahnya dan setiap urusan yang ingin dilakukannya dengan memuji Allah  dan menyanjungnya serta bersalawat atas Rasulullah  Ketahuilah, ucapan Alhamdulillah itu disukai dalam memulai setiap urusan penting. Juga dianjurkan untuk mengucapkan Alhamdulillah setelah selesai makan dan minum, di waktu bersin, di waktu meminang perempuan, di waktu akad nikah dan sesudah keluar dari kamar kecil.

 

Alhamdulillah adalah rukun dalam khutbah Jumat. Tidak sah khutbahnya tanpa mengucapkannya. Yang wajib adalah Alhamduhllah dan lebih utama untuk menambah pujian. Perinciannya terdapat dalam kitab-kitab fiqih. Untuk mengucapkannya, disyaratkan dengan bahasa Arab.

 

Dianjurkan mengakhiri doa dengan ucapan Alhamdulillah Rabbit Alamin dan juga memulainya dengan ucapan Alhamdulillah. Allah  berfirman:

 

Akhir ucapan mereka adalah Alhamdulillahi Rabbil Alamin (segala puji bagi Allah, Tuhan sekahan alam).” (O.S .Nunus:10)

 

Dianjurkan memuji Allah di waktu mendapatkan kenikmatan, lenyapnya kesulitan atau malapetaka, baik terjadi pada dirinya, kawannya atau kaum muslimin.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa pada malam /sr#, Nabi  ditunjukkan dua gelas yang berisi khamar dan susu. Maka, beliaupun mengambil yang berisi susu. Melihat itu, Jibril berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menunjukimu kepada fitrah/ kesucian. Andaikata engkau mengambil yang berisi khamar, akan sesatlah umatmu.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan lainnya, dari Abu Musa AlAsyari  bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Apabila mati anak manusia, Allah  bertanya kepada para malaikatNya: Kamu telah mencabut nyawa anak hambaKu? Mereka menjawab: Ya. Allah  bertanya: Kamu telah mematikan buah hatinya? Mereka menjawab: Ya. Kemudian Allah  bertanya: Apa kata hambaKu? Mereka menjawab: Ia memujiMu dan mengwapkan: Inna Lillahi wa inna ilaihi rajiun. Maka Allah berkata: Dirikanlah bagi hambaKu sebuah rumah di surga dan namakanlah baitul hamdi (rumah pujian)” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dari Abi Nasrin At-Yammar, dari Muhammad bin Nudhar ia berkata: Adam  berkata: “Ya Tuhanku, Engkau telah menyibukkan aku dengan pekerjaan tanganku sesuatu yang merupakan kumpulan pujian dan tasbih. Maka, Allah mewahyukan kepadanya: Hai Adam, jika tiba waktu pagi, ucapkanlah tiga kali dan di waktu sore, ucapkanlah tiga kali: Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Pujian yang memadai dengan kenikmatanNya dan setimpal dengan tambahanNya. Itulah kumpulan pujian dan tasbih.

Allah  berfirman:

 

“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya memberikan salawar (rahmat) atas Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ucapkan salawat (mintakanlah rahmat) dan salam (kesejahteraan) baginya.” (Q.S. Al-‘Ahzab: 56)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abdullah bin Amr ibn Ash, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan salawat atasku dengan satu salawat, maka Allah memberikan salawat kepadanya sepuluh kah.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi”, dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Orang yang paling utama bagiku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak mengucapkan salawat kepadaku.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aus bin Aus  bahwa Rasul bersabda:

 

“Sesungguhnya harimu yang paling utama adalah hari Jumat. Maka perbanyaklah salawat kepadaku pada hari itu, karena salawatmu ditunjukkan kepadaku. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana solawat kami ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau (tubuhmu) telah usang? Rasulullah menjawab: Sesungguhnya Allah  mengharamkan tubuh para Nabi bagi bumi (sehingga tetap utuh).”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, pada akhir kitab haji, dalam bab ziarah kubur, dengan isnad sahih dari Abu Hurairah, bahwa Rasul bersabda:

 

“Janganlah kamu menjadikan kuburanku untuk perayaan dan ucapkanlah salawat kepadaku. Karena salawatmu akan sampai kepadaku di manapun kamu berada.”

 

Juga dengan zsnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Nabi  bersabda:

 

“Tidaklah seseorang memberikan salam kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku kepadaku, sehingga aku bisa menjawab salamnya.”

 

Suruhan untuk mengucapkan salawat dan salam ketika mendengar nama Nabi Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abu Hurairah 4g bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Adalah hina seseorang yang mendengar namaku disebut tanpa mengucapkan salawat kepadaku.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Dengan isnad jayyid, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa ketika mendengar namaku disebut, hendaklah ia mengucapkan salawat kepadaku. Sebab, siapa yang mengucapkan salawat kepadaku sekali, maka Allah memberikan salawat kepadanya sepuluh kali.”

 

Dengan isnad dhaif, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasul  menegaskan:

 

” Barangsiapa mendengar namaku disebut dan tidak mengucapkan salawat kepadaku, maka celaka.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Ali  bahwa Rasulullah  bersabda”:

 

”Orang kikir ialah yang mendengar namaku disebut dan tidak mengucapkan salawat kepadaku.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Mengenai hadis ini, Tirmizi berkata: Diriwayatkan dari salah seorang ahli ilmu, bahwa apabila seseorang mengucapkan salawat kepada Nabi sekali di dalam majelis, cukuplah baginya asalkan masih di dalam majelis itu. :

 

Sifat salawat kepada Nabi

 

Apabila seseorang mengucapkan salawat kepada Nabi hendaklah ia mengumpulkan antara salawat dan tas/im, dan tidak menyingkat dengan salah satu dari keduanya. Maka, janganlah mengucapkan “shallallahu alaihi” dan “alaihi salam” saja.

 

Dianjurkan bagi pembaca hadis dan lainnya yang serupa, apabila menyebut Rasulullah hendaknya ia mengeraskan suaranya dengan salawat dan tas/im, dan jangan terlalu keras.

 

Di antara yang meriwayatkan tentang hal ini adalah Al-Hafidh Abu Bakar Al-Khatib Al-Bagdadi dan lainnya. Para ulama dari sahabatsahabat Imam Nawawi dan selain mereka telah menetapkan, bahwasanya dianjurkan mengeraskan suaranya dengan salawat kepada Rasulullah dalam talbiyah.

 

Mengenai pembukaan doa dengan Alhamdulillah dan salawat kepada Nabi

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dari Fudhalah bin Ubaid  bahwa Rasulullah  mendengar seorang lelaki berdoa tanpa memuliakan Allah  dan tanpa mengucapkan salawat kepada Nabi . Maka bersabdalah beliau :

 

”Orang ini terburu-buru. Kemudian behau memanggilnya dan berkata kepadanya, atau lainnya: Apabila seseorang di antara kamu mengucapkan salawat, hendaklah ia memulai dengan memuliakan Tuhannya dan menyanjungnya kemudian mengucapkan salawat dan salam kepada Nabi  lalu berdoa sesudah itu sesuai dengan yang dikehendakinya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Umar bin Khattab : Sesungguhnya doa itu terhenti antara langit dan bumi, tidak naik sedikitpun daripadanya hingga diucapkan salawat kepada Nabi

 

Para ulama sepakat atas anjuran memulai doa dengan Alhamdulillah dan menyanjungnya, lalu mengucapkan salawat kepada Nabi. Dan begitu pula mengakhiri doa dengan keduanya.

 

Mengenai salawat kepada para nabi dan keluarganya

 

Para ulama sepakat atas dianjurkannya salawat kepada Nabi kita Muhammad Demikian pula mereka yang menganggap kebolehan dan penganjurannya atas seluruh nabi dan malaikat secara tersendiri. Adapun selain para nabi, maka jumhur ulama berpendapat tidak diucapkan salawat kepada mereka pada permulaan. Maka tidak dikatakan: Abu Bakar

 

Timbul perselisihan mengenai larangan ini. Sebagian sahabat Imam Nawawi mengatakan haram. Ada yang mengatakan makruh karohah tanzih, dan banyak yang berpendapat tidak makruh. Yang sahih, yaitu yang dipegangi sebagian besar ulama adalah makruh karohah tanzih, karena ia adalah syiar ahli bid’ah, sedang kita dilarang mengikuti syiar mereka. Dan makruh adalah yang mengandung larangan tertentu. Yang dipegangi dalam hal ini adalah bahwa salawat itu dikhususkan bagi para nabi.

 

Dianjurkan mendoakan untuk mendapat keridoan dan rahmat bagi sahabat dan tabiin, penerus mereka dari golongan ulama dan orang-orang yang saleh.

 

Maka dikatakan: Radhiyallahu anhu atau rahimahullah. Adapun pendapat sebagian ulama bahwa perkataan radhiyallahu anhu dikhususkan bagi sahabat, sedang bagi yang lain rghimahullah saja, ini tidaklah disepakati.

 

Yang sahih adalah pendapat jumhur ulama mengenai penganjurannya dan dalilnya banyak sekali. Apabila yang disebut adalah seorang putra sahabat, maka dikatakan: Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, demikian pula Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Ibnu Jakfar, Usamah bin Zaid dan lainnya yang mencakup ayah dan putranya.

Ketahuilah, yang saya sebutkan dalam bagian-bagian yang lalu terulang setiap hari dan malam menurut apa yang telah dijelaskan. Adapun yang saya sebutkan sekarang, maka ia adalah zikir-zikir dan doadoa pada berbagai waktu lantaran sebab-sebab yang ada. Oleh karenanya, tidak harus bergantung pada urutannya. Doa Istikharah

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Jabir bin Abdillah  yang berkata: Bahwasanya Rasulullah  mengajari kami Istikharah dalam semua urusan, seperti mengajarkan bacaan surat dari Al-Qur’an. Beliau bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu ingin melakukan sesuatu, hendaklah ia melakukan solat dua rakaat selai solat wajib. Kemudian mengucapkan: Ya Allah, aku minta pilihan kepadaMu dengan pengetahuanMu, dan aku mohon keputusan dengan kekuasaanMu. Aku mohon kepadaMu dari keutamaanMu yang besar. Sesungguhnya Engkau mampu, sedang aku tidak kuasa, dan Engkau mengetahui sedang aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini baik bagiku, dalam agama, penghidupan dan akhir urusanku, atau masa dekat dan masa depan hal itu, maka takdirkan dan mudahkanlah bagiku, kemudian berkarilah aku di dalamnya. “Apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku, dalam agama, penghidupan dan akhir urusanku, atau buat masa dekat dan masa depannya, maka singkirkanlah ia dariku dan takdirkanlah kebaikan bagiku di manapun juga, kemudian jadikanlah aku rida dengannya dan menyebut keperluan itu.”

 

Para ulama berkata: Dianjurkan Istikharah dengan solat dan doa tersebut. Solat itu berjumlah dua rakaat sebagai solat najilah. Yang jelas, ia bisa dilakukan dengan dua rakaat sunnah rawatib atau tahiyat masjid atau lainnya.

 

Dalam rakaat pertama sesudah surat Al-Fatihah, dibaca surat AlKafirun. Dalam rakaat kedua membaca surat Al-Ikhlas. Andaikata berhalangan melakukan solat, maka Istikharah dilakukan dengan berdoa.

 

Dianjurkan memulai doa tersebut dan mengakhirinya dengan ucapan Alhamdulillah dan salawat serta tas/im kepada Rasulullah  Perlu diketahui bahwa Istikharah itu dianjurkan dalam segala urusan, sebagaimana dijelaskan oleh nash dari hadis yang sahih itu. Apabila selesai beristikharah,

 

la pun melakukan apa yang melapangkan dadanya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dengan isnad dhaif dari Abu Bakar, bahwa Nabi  apabila hendak melakukan sesuatu, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, pilihkanlah bagiku.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas , bahwa Rasulullah mengajarkan kepadanya:

 

“Hai Anas, jika engkau ingin melakukan sesuatu, maka mintalah pilihan kepada Tuhanmu tujuh kali, kemudian koreksilah ke dalam hatimu, mana yang lebih mantap, karena sesungguhnya kebaikan terdapat di situ.” Isnadnya gharib.

Doa di waktu kesusahan dan ketika menghadapi berbagai urusan yang penting Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah  mengucapkan di waktu kesusahan:

 

”Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Agung dan Pemaaf. Tiada Tuhan selain Allah Pemilik arasy yang agung. TiadaTuhan selain Allah Pemilik langit dan bumi serta Arasy Yang Mulia.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Anas  dari Nabi  bahwa apabila beliau menghadapi urusan penting, maka mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan yang hidup dan selalu bangun (mengurusi hambaNya), dengan rahmatMu aku mohon pertolongan.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abu Hurairah  bahwa Nabi apabila menghadapi urusan penting, maka mengangkat kepalanya ke langit, seraya mengucapkan: “Maha Suci Allah yang Maha Agung.”

 

Apabila beliau berijtihad dalam doa, beliau mengucapkan: “Wahai Tuhan yang hidup dan selalu bangun (mengurusi makhlukNya).”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Anas berkata: Bahwasanya kebanyakan doa Rasulullah adalah:

 

“Yg Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka.”

 

Muslim menambahkan dalam riwayatnya: Bahwasanya Anas apabila hendak berdoa, ia pun mengucapkan doa tersebut.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Nasa’i dan kitab Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Jakfar, dari Ali  ia berkata: Rasulullah  mengajari aku kalimat-kalimat ini dan menyuruh aku bilamana ditimpa kesulitan untuk mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Pemurah dan Maha Agung, Maha Suci Dia. Maha Suci Allah Pemilik Arasy yang agung. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

 

Adalah Abdullah bin Jakfar mengajarkan dan menghembuskan kepada penderita sakit demam dan putrinya yang sudah kawin.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Abi Bakrah bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Doa-doa orang yang kesusahan adalah: Ya Allah, aku mengharap rakmatMu, maka jangan serahkan aku kepada diriku sekejap mata pun, baikkanlah semua urusanku. Tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Asma binti Umais  yang berkata: Rasulullah dh bersabda kepadaku:

 

“Maukah kuajarkan kepadamu beberapa kalimat yang perlu engkau wapkan di waktu kesusahan? Allah, Allah Tuhanku, aku tidak menyekutukanMu dengan sesuatu apapun.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Oatadah  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa membaca ayat Kursi dan akhir surat Al-Baqarah di waktu kesusahan, niscaya Allah  menolongnya. Melalui Saad bin Abi Waqqash , Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda beliau:

 

“Aku mengetahui suatu kalimat yang ridak diucapkan oleh orang yang ditimpa kesusahan melainkan hilang kesusahannya itu, yaitu kalimar saudaraku, Yunus  (Maka berserulah ia dalam kegelapan: Tiada Tuhan selai Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang. orang yang berbuat amaya)”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Saad bin Abi Waqqash bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Doa Zinnun (Nabi Yunus) ketika berdoa kepada Tuhannya, sedang ia di dalam perut ikan paus: Tiada Tuhan selai Engkau, Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuar aniaya. Tidaklah seseorang berdoa dengannya, melarikan akan terkabul.”

 

Ucapan di waktu ketakutan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Tsauban , bahwa Nabi jika merasa takut akan sesuatu, maka mengucapkan:

 

“Dia adalah Allah, Allah Tuhanku, tiada sekutu bagiNya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah mengajari mereka beberapa kalimat di waktu ketakutan:

 

Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kemarahanNya dan kejahatan hamba-hambaNya, dari godaan setan dan kehadiran mereka.”

 

Ucapan ketika ditimpa kesusahan atau kedukaan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Abu Musa Al-Asyari bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Barangsiapa dirimpa kesusahan atau kedukaan, hendaklah ia berdoa dengan kalimat-kalimat ini: Aku hambaMu, anak hambaMu, anak hambaMu, dalam genggamanMu, nyawaku di tanganMu, hukumMu berlaku pada diriku, keputusanMu padaku adalah adil. Aku mohon kepadaMu dengan seriap namaMu yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau menurunkannya di dalam kitabMu, atau Engkau ketahui sendiri dalam kegaiban di sisiMu, agar Engkau menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya dadaku, ketentraman hariku, lenyapnya kedukaanku dan hilangnya kesusahanku. Seorang lelaki berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya orang yang bodoh adalah orang yang mengurangi kalimat-kalimat ini. Beliau bersabda: Ya, maka ucapkanlah kalimat-kalimat itu dan ajarkanlah. Barangsiapa yang mengucapkannya dengan mengharapkan apa yang terdapat di dalamnya, niscaya Allah menghilangkan kedukaannya dan terus menambah kegembiraannya.”

 

Ucapan ketika ditimpa bencana

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ali bahwa Rasulullah bersabda kepadanya:

 

“Hai Ah, maukah kuajarkan kepadamu kalimat-kahmat yang engkau ucapkan ketika menghadapi bencana? Aku menjawab: Ya, Allah telah menjadikan aku sebagai pembelamu. Beliau bersabda: Apabila engkau menghadapi bencana, maka ucapkanlah: Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Agung. Sesungguhnya Allah menyingkirkan dengannya, macam-macam cobaan yang diberikanNya.”

 

Ucapan bila takut kepada suatu kaum

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asyari  bahwa Nabi apabila takut kepada suatu kaum, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, kami jadikan Engkau sebagai lawan mereka dan kami berlindung kepadaMu dari kejahatan-kejahatan mereka.”

 

Ucapan bila takut kepada raja atau penguasa

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ibnu Umar, bahwa Rasul  bersabda: Apabila engkau takut kepada raja atau lainnya, maka ucapkanlah:

 

“Tiada Tuhan selain Allah, yang Maha Pemaaf dan Bijaksana. Maha Suci Allah Pemilik langit yang tujuh dan Pemilik arasy yang agung. Tiada Tuhan selain Engkau, perkasa perlidunganMu, mulia pujianMu.”

 

Ucapan ketika melihat musuh

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas ia berkata: Kami bersama Nabi dalam suatu peperangan. Lalu beliau bertemu dengan musuh, maka aku mendengar beliau mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan yang merajai hari kiamat, kepadaMu aku menyembah dan kepadaMu aku meminta tolong. Maka telah kulihat orang-orang itu terjatuh dipukuli oleh para malaikat dari depan dan dari belakang.”

 

Ucapan jika setan mendatanginya atau takut kepadanya

 

Allah berfirman:

 

“Barangkali setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mengetahui.” (Q.S. Al-Araaf: 200)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Apabila engkau membaca Al-Qur’an, kami jadikan antara engkau dan orang-orang yang tidak bertman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup.” (Q.S. Al-Isra’:45)

 

Maka patutlah orang untuk memohon perlindungan kepada Allah, lalu membaca ayat yang mudah baginya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abi Darda’, ia berkata: Rasulullah sedang solat, maka kami mendengar beliau mengucapkan: Aku berlindung kepada Allah darimu. Kemudian beliau berkata: Aku kutuk engkau dengan kutukan Allah, sebanyak tiga kali, dan membentangkan tangannya seakan-akan beliau mengambil sesuatu.

 

Ketika selesai solat, kami berkata: Ya Rasulullah, engkau mengucapkan sesuatu di dalam solat yang tidak pernah kami dengar sebelum itu, dan kami lihat engkau membentangkan tanganmu. Beliau bersabda:

 

“Sesungguhnya musuh Allah, iblis, datang dengan obor api untuk memukulkannya pada wajahku. Maka aku ucapkan: Aku berlindung kepada Allah darimu, tiga kali, kemudian kuucapkan: Aku kutuk engkau dengan kutukan Allah yang sempurna. Maka mundurlah ia tiga kali. Kemudian aku ingin mengambilnya. Demi Allah, kalau bukan karena doa saudaraku, Sulaiman, niscaya ia telah terikat menjadi mainan anak-anak penduduk Madinah.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Sahih bin Abi Salih, bahwa ia berkata: Aku dikirim oleh ayahku ke Bani Harisah. Bersama saya ikut seorang budak (atau teman). Tiba-tiba ada suara memanggil namanya dari arah dinding, ia menoleh ke arah itu dan tidak mendapati apa-apa. Maka, kuceritakan hal itu kepada ayahku. Ayahku berkata: Andaikata engkau merasa bakal menjumpai hal ini, maka saya tidak akan mengirimMu. Akan tetapi, apabila engkau mendengar suara itu, maka serukanlah azan. Karena saya mendengar Abu Hurairah memberitakan dari Rasulullah  yang bersabda: “Sesungguhnya setan itu berlari jika diserukan azan.”

 

Ucapan bila menghadapi urusan berat

 

Diriwayatkan dari Sahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, dan masing-masing mempunyai kelebihan. Bergiatlah untuk mendapatkan kemanfaatan bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan lemah. Apabila engkau ditimpa sesuatu, jangan katakan: Andatkata saya lakukan begini, tentu terjadi begini dan begini. Akan tetapi, katakanlah: “Allah telah menakdirkan, dan apa yang dikehendakinya telah dilakukanNya. Karena sesungguhnya “Andaikata” itu membuka amalan setan.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Auf bin Malik  bahwa Nabi memutuskan perkara antara dua orang laki-laki. Berkatalah orang yang kalah: Cukuplah Allah bagiku dan Dia sebaik-baik yang mengurusi Maka bersabdalah Nabi :

 

“Sesungguhnya Allah  mencela kecerobohan. Akan tetapi, hendaklah engkau melakukan sesuatu dengan wajar. Apabila engkau merasa berat, maka ucapkanlah: Cukuplah Allah bagiku dan Dia sebaik-baik yang Mengurusi.”

 

Ucapan bila menemukan kesulitan dalam urusan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Ya Allah, rada kemudahan kecuali yang Engkau mudahkan, dan bila Engkau kehendaki, tanah yang keras dan berbukit bisa Engkau jadikan datar.”

 

Ucapan jika penghidupan terasa sulit Diriwayatkan. dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ibnu Umar  dari Nabi  yang bersabda:

 

“Apakah halangannya salah seorang dari kamu jika susah penghidupannya untuk mengucapkan di waktu keluar dari rumahnya: Dengan nama Allah (aku serahkan kepada Allah) diri, harta dan agamaku.

 

Ya Allah, jadikanlah aku rela dengan keputusanMu dan berkatilah aku dalam hal yang ditakdirkan bagiku semoga aku tidak suka menyegerakan yang Engkau tunda dan menunda yang Engkau segerakan.”

 

Ucapan untuk menolak kecelakaan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas bin Malik  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Tidaklah Allah memberikan kenikmatan kepada seorang manusia pada istri, harta dan anak, lalu mengucapkan: Apa yang dikehendaki Allah, riada kekuatan melainkan dengan pertolonganNya, melaimkan ia tidak akan mengalami kecelakaan selain mati.”

 

Ucapan ketika tertimpa musibah

 

Allah  berfirman:

 

”.. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) yang apabila terkena musibah, mereka mengucapkan: Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepadanya kita kembali. Mereka itu mendapat salawat dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah: 155-157)

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Hendaklah seseorang dari kamu mengembahkan kepada Allah dalam segala sesuatu, bahkan pada kerusakan tahi sandainya, karena ia termasuk musibah.”

 

Ucapan bila hutang tidak terbayar

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Ali bahwa seorang mukatab (yang ingin menebus dirinya dari perbudakan) datang kepadanya, lalu berkata: Aku tidak mampu menebus diriku, maka tolonglah aku. Aku berkata: Maukah engkau kuajari beberapa kalimat yang diajarkan Rasulullah  kepadaku. Seandainya engkau menanggung hutang sebesar gunung, niscaya Allah melunaskannya bagimu. Katakanlah:

 

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal tanpa yang haram, dan cukupkanlah aku dengan keutamaanMu tanpa yang selain dariMu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ucapan bila merasa takut sendirian Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Al-Walid bin Walid ia berkata: Ya Rasulullah, aku merasa takut sendirian. Beliau bersabda:

 

“Apabila engkau hendak tidur, maka ucapkanlah: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari kemarahanNya dan hukumanNya dan kejahatan hamba-hambaNya dan dari godaangodaan setan serta kehadiran mereka. Maka, tidaklah bisa mereka membahayakanmu atau mendekarimu.”

 

Al-Barra bin Azib  : Telah datang seseorang yang mengeluh kepada Rasulullah  bahwa ia merasa takut sendirian. Maka bersabdalah beliau :

 

“Sering-seringlah engkau mengucapkan: “Maha Suci Raja yang patut dipuja, Tuhan para malaikat dan ruh, Engkau telah menguasai langit dan bumi dengan kegagahan dan kekuatan. Orang itu mengucapkannya, maka hulang ketakutannya.”

 

Ucapan orang yang was-was

 

Allah  berfirman:

 

“Barangkali setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mengetahui.” (Q.S. Fusshilat: 36)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Rasul bersabda:

 

“Setan datang kepada salah seorang di antara kamu, lalu berkata: Siapa menciptakan ini dan siapa menciptakan int, hingga dikatakan: Siapa yang menciptakan Tuhanmu? Apabila sampai di siru, maka berlindunglah kepada Allah dan berhentilah.”

 

Dalam suatu riwayat yang sahih:

 

“Manusia saling bertanya, hingga dikatakan: Ini adalah makhluk ciptaan Allah, maka siapakah yang menciptakan Allah? Barangsiapa mengalami hal itu, hendaklah ia mengucapkan: Aku beriman kepada Allah dan para RasulNya.”

 

Diriwayatkan oleh kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah bahwa Nabi  mengajarkan:

 

“Barangsiapa mendapati was-was ini (seperti tersebut di atas), hendaklah ia mengucapkan: Kami beriman kepada Allah dan Rasul-rasulNya, tiga kali, karena sesungguhnya hal itu bisa lenyap darinya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Usman bin Abi Al-Ash  yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya setan telah merintangi antara aku, salatku dan bacaanku yang dibingungkan atas diriku. Maka, bersabdalah Rasulullah :

 

“Itu adalah setan yang bernama Khinzab. Apabila engkau merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah daripadanya dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali. Maka, akupun melakukannya, dan Allah menghilangkan gangguan itu dariku.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dengan isnad jayyid, dari Rumail: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas: Apakah gerangan yang terdapat dalam dadaku? Ibnu Abbas bertanya: Apakah itu? Aku menjawab: Demi Allah, aku tidak bisa mengatakannya. Ibnu Abbas bertanya: Apakah semacam keraguan? Ia tertawa dan berkata lagi: Tidak seorang pun yang selamat, hingga Allah menurunkan ayat:

 

“Apabila engkau dalam keraguan mengenai apa yang Kami turunkan kepadamu…” (Q.S. Yunus: 94)

 

Apabila engkau mendapati suatu keraguan dalam dirimu, maka ucapkanlah:

 

“Dia yang pertama dan terakhir, yang nyata dan tersembunyi dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. AlHadid: 3)

 

Diriwayatkan dengan Isnad sahih dalam risalah Al-Ustad Al-Oasim Al-Qusyairi , dari Ahmad bin Ath2 Ar-Rudzabari: Dulunya, saya sangat berhati-hati dalam masalah thaharah. Pada suatu malam, dada saya terasa sesak lantaran banyaknya air yang saya tuangkan, dan hati saya tidak tenang. Maka saya katakan: Kumohon maaf dariMu ya Tuhan, kumohon maaf dariMu ya Tuhan. Kemudian saya mendengar suara gaib berkata: Maaf itu dari ilmu, maka hilanglah was-was itu dariku.

 

Salah seorang ulama mengatakan: Dianjurkan mengucapkan Laa Ilaha Illallah bagi siapa yang mengalami was-was dalam wudu atau dalam solat, atau yang serupa itu, karena setan apabila mendengar zikir, ia pun mundur, sedang Laa Ilaha Illallahu adalah induk zikir. Oleh karena itu, maka para ulama besar dalam mendidik murid-muridnya memilih perkataan Laa Ilaha Illallah bagi yang berkhalwat dan menyuruh untuk terus mengucapkannya. Mereka berkata: Penyembuhan yang paling bermanfaat dalam menolak was-was adalah berzikir kepada Allah  dan diperbanyak mengerjakannya.

 

Ahmad ibn Hawariy berkata: Aku mengeluh kepada Abi Sulaiman Ad-Darany tentang was-was. Maka ia berkata: Jika engkau ingin menghilangkan was-was sewaktu engkau merasakannya, maka bergembiralah. Karena bila engkau bergembira, hilanglah ia darimu. Tidak ada sesuatu yang lebih dibenci setan daripada kegembiraan orang mukmin. Apabila engkau selalu gembira, setan pun bertambah benci.

 

Ini menguatkan perkataan salah seorang imam: Sesungguhnya was. was itu hanya menimpa orang yang sempurna imannya, karena pencuri ity tidak memasuki rumah yang rusak.

 

Bacaan terhadap orang yang kurang akal dan yang disengat binatang

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Said AlKhudri : Serombongan sahabat Rasulullah  sedang bepergian, hingga tibalah mereka di salah satu perkampungan Arab. Mereka minta bertamu di situ, tetapi penetapnya menolak. Pada waktu itu juga pemimpin perkampungan disengat binatang, maka berupayalah mereka dengan sesuatu yang bisa bermanfaat. Berkata salah seorang dari mereka: Andaikata kamu mendatangi rombongan itu, barangkali mereka mempunyai suatu obat. Maka mereka pun datang kepada tamu-tamu itu dan berkata: Hai rombongan, pemimpin kami kena sengat dan kami telah berupaya tapi tidak berhasil untuk menyembuhkannya. Apakah salah seorang di antara kamu mempunyai sesuatu? Salah seorang tamu menjawab: Demi Allah, sesungguhnya saya memakai rugyah/azimat, akan tetapi kami telah minta bertamu sedang kalian menolaknya, maka saya tidak mau memberikan azimat kepada kalian, hingga kamu mau memberi imbalan.

 

Akhirnya, mereka pun setuju dengan imbalan sejumlah kambing. Kemudian orang itu meludahi lukanya dan mengucapkan Alhamdulillah Rabbil Alamin. Tiba-tiba orang itu seperti terlepas dari ikatan, lalu pergi berjalan dan hilang rasa sakitnya. Maka, mereka pun memenuhi imbalan yang mereka janjikan. Salah seorang dari mereka berkata: Bagikanlah kambingnya. Berkatalah orang yang mengobati itu: Janganlah dilakukan sebelum kita menjumpai Nabi untuk menceritakan peristiwa ini dan menunggu keputusan beliau.

 

Mereka datang kepada Nabi  lalu menceritakan kepada beliau. Nabi bertanya: Darimanakah engkau tahu bahwa ia adalah rugyah/ azimat? Kemudian beliau bersabda: Kalian telah berhasil, maka bagikan dan ikutkanlah aku dalam pembagian bersama kalian, dan Rasulullah  tertawa.

 

Dalam suatu riwayat: Orang itu mulai membaca surat Al-Fatihah dan mengumpulkan ludahnya. Lalu, orang itu meludahinya, maka sembuhlah ia.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari seorang laki-laki, dari ayahnya yang berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi  seraya berkata: Saudaraku sedang sakit. Rasulullah bertanya: Apakah penyakit saudaramu? Orang itu menjawab: Ia terkena jin. Rasulullah berkata: Bawalah ia kemari. Kemudian orang itu datang dan duduk di hadapannya, lalu Nabi  membacakan baginya surat Al-Fatihah, empat ayat permulaan dari surat Al-Baqarah, dan surat yang sama pada ayat 163-164. Setelah itu membaca ayat Kursi dan tiga ayat dari akhir surat Al-Baqarah. Juga membaca ayat pertama dan ayat 18 surat Ali Imran. Setelah itu membaca surat Al-Araaf, ayat 54, surat AlMukminun, ayat 116, dan ayat ke-3 dari surat Al-Jin. Juga membaca ayat pertama dari surat As-Shaffat, tiga ayat terakhir dari surat Al-Hasyr, dan membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Kharijah ibn Shalt, dari pamannya yang berkata: Aku mendatangi Nabi lalu masuk Islam, kemudian aku pulang dan singgah pada suatu kaum di mana terdapat seorang lelaki gila yang sedang diikat. Keluarganya berkata: Kami mendengar kabar, bahwa kawanmu telah datang membawa kebaikan. Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk mengobatinya. Maka aku pun membacakan surat Al-Fatihah kepadanya, akhirnya ia pun sembuh. Lalu mereka memberiku seratus ekor kambing. Kemudian aku mendatangi Nabi lalu kuceritakan kepada beliau dan Nabi pun bertanya: Apakah hanya ini? Aku berkata: Tidak. Beliau bersabda: Ambillah, sesungguhnya ada orang yang makan dengan azimat yang batil, sedang engkau telah makan dengan rugyah/azimat yang hak.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia membaca di telinga orang yang kurang akal, lalu orang itupun sadar. Maka Rasulullah bertanya kepadanya: Apakah yang engkau baca di telinganya? Ibnu Mas’ud menjawab: Aku membaca:

 

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.” (Q.S. Al-Mukminun: 115) … sampai akhir surat.

 

Maka, bersabdalah beliau: Andaikata seseorang membacanya dengan penuh keyakinan terhadap sebuah gunung, niscaya hilanglah gunung itu.

 

Perlindungan kepada anak kecil

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah  memohon perlindungan bagi Al-Hasan dan Al-Husein dengan ucapan:

 

“Aku memohon perlindungan bagi kamu berdua dengan kalimat Allah yang sempurna dari segala setan dan binatang berbisa, dan dari segala mata panas. Sesungguhnya bapakmu (Nabi Ibrahim ) memohon perlindungan bagi Ismail dan Ishaq, solawat dan salam atas mereka semua.”

 

Ucapan untuk menyembuhkan bisul

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari salah seorang istri Nabi  ia berkata: Rasulullah  datang dan aku sedang menderita bisul di jariku. Beliau bersabda: Apakah engkau punya kayu wangi? Maka beliau pun meletakkannya di atas bisul, dan bersabda:

 

”Ucapkanlah: Ya Allah yang bisa mengecilkan yang besar dan membesarkan yang kecil, kecilkanlah bisulku ini. Maka bisul itu pun pecah.”

Anjuran untuk banyak mengingat kematian

 

Diriwayatkan dengan isnad sahih dalam kitab T’irmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Perbanyaklah mengingat (maut) yang memutus segala kelezatan/ kenikmatan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Anjuran untuk bertanya kepada keluarga orang sakit dan kerabatnya serta jawaban dari orang yang ditanya

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas bahwa Ali bin Abi Thalib keluar dari kamar Rasulullah  ketika beliau sedang sakit yang membawa kematiannya. Orang-orang berkata: Hai ayah Hasan, bagaimana keadaan Rasulullah  Ali menjawab: Dengan pujian kepada Allah, Muhammad baik-baik saja. Ucapan orang sakit dan yang dikatakan serta dibacakan kepadanya dan pertanyaan mengenai keadaannya

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah bahwa Rasulullah apabila hendak tidur, maka merapatkan kedua telapak tangannya, lalu menghembus pada keduanya. Kemudian membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas, lalu mengusapkannya pada bagian tubuhnya yang terjangkau, dimulai pada kepala, wajah, dan bagian bawahnya. Semua ini dilakukan tiga kali. Aisyahberkata: Ketika Rasulullah sakit, beliau menyuruh aku melakukannya.

 

Dalam suatu riwayat yang sahih: Bahwa Nabi  menghembus pada tubuhnya di waktu sakit yang menyebabkan wafatnya dan membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas.

 

Aisyah berkata: Ketika beliau merasa berat, aku menghembuskan pada tubuhnya dan membacakannya serta mengusap dirinya dengan tanganku.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah bahwa Nabi memohon perlindungan kepada Allah bagi salah seorang istrinya, ia mengusap dengan tangan kanannya dan mengucapkan:

 

”Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah kepayahan, sembuhkanlah, Engkaulah yang menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan dengan kesembuhanMu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”

 

Dalam suatu riwayat, beliau mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan manusia, hilangkan kepayahan (diriku). Di tanganMu terdapat kesembuhan. Tiada yang bisa menyingkirkannya (penyakit) melainkan Engkau.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Anas  bahwa ia bertanya kepada Tsabit . Maukah aku berikan bacaan/azimat Rasulullah Tsabit menjawab: Ya. Anas mengucapkan:

 

“Ya Allah, Tuhan manusia, yang menghilangkan kepayahan, sembuhkanlah! Engkau yang menyembuhkan. Tiada yang bisa menyembuhkan selain Engkau. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Usman bin Abi Al-Ash bahwa ia mengeluh karena rasa sakit pada tubuhnya. Maka, Rasulullah  mengajarkan kepadanya:

 

“Letakkan tanganmu di atas bagian tubuhmu yang sakit, dan ucapkanlah: Dengan nama Allah, riga kah, dan ucapkanlah tujuh kali: Aku berlindung dengan kegagahan Allah dan kekuasaanNya dari segala kejahatan yang kujumpai dan kutakuri.”

 

Pada suatu hari, Rasulullah  menengok Saad bin Abi Waqqash lalu berkata:

 

“Ya Allah, sembuhkanlah Saad. Ya Allah, sembuhkanlah Saad. Ya Allah, sembuhkanlah Saad.” (H.R. Muslim)

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda:

 

”Barangsiapa menengok orang sakit yang tidak meninggal, lalu mengucapkan nga kali padanya: Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, pemilik Arasy yang Agung, untuk menyembuhkanmu. Maka Allah  menyembuhkan dari penyakit itu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan”.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Abdullah bin Amr ibn Al-Ash , bahwa Nabi  bersabda:

 

“Apabila seseorang datang untuk menengok orang yang sakit, hendaklah ia mengucapkan: Ya Allah, sembuhkanlah hambaMu yang memerangi musuh demi Engkau atau berjalan untuk menunarkan solat demi Engkau.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi bahwa Ali  berkata: Aku sedang sakit ketika Rasulullah  singgah kepadaku, sedang Aku mengucapkan: “Ya Allah, jika ajalku telah tiba, maka ringankanlah bagiku. Jika masih tertunda, hilangkanlah dariku. Jika merupakan ujian, maka sabarkanlah aku.” Mendengar itu, Rasulullah bertanya: “Bagaimana engkau mengucapkan?” Maka ia pun mengulangi ucapannya. Kemudian Rasulullah  menyentuh dengan kakinya seraya berkata: “Ya Allah, sembuhkanlah dia.” Ali berkata: “Maka aku pun tidak merasa sakit lagi.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan dalam kitab T’irmizi dan Ibnu Majah, dari Abi Said Al-Khudri dan Abu Hurairah mp, bahwa keduanya menyaksikan ketika Rasulullah bersabda:

 

”Barangsiapa mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar, maka Tuhannya membenarkannya, lalu berkara: Tiada ruhan selain Aku dan Aku Maha Besar. Apabila ia mengucapkan: Tiada Tuhan selam Allah yang Tiada sekutu bagiNya. Allah  berkara: Tiada Tuhan selain Aku dan riada sekutu bagi Ku. Apabila ia mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah, bagiNya segala kekuasaan dan pujian. Allah berkara: Tiada Tuhan selain Aku, bagiKu segala kekuasaan dan pujian.”

 

Apabila ia mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah dan riada daya kekuaran melainkan dengan pertolonganNya. Allah pun berkata: Tiada Tuhan selain Aku dan riada daya kekuaran melainkan dengan pertolongan Ku.

 

Kemudhan bersabdalah Rasulullah : “Barangsiapa mengucapkannya di waktu sakirnya, lalu mati, maka ia pun tidak bisa termakan api neraka.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dengan isnad sahih, Muslim, Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri , bahwa Jibril mendatangi Nabi  lalu bertanya:

 

”Hai Muhammad, apakah engkau mengeluh?” Beliau menjawab: “Ya.”

 

Jibril berkata: “Dengan nama Allah, aku berikan bacaan kepadamu dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang dengki, Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku berikan bacaan kepadaMu. Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas  bahwa Nabi  datang kepada seorang dusun yang sedang sakit untuk menjenguknya, lalu bersabda:

 

“Tidak berat, dalam keadaan suci, insya Allah (bila Allah menghendaki)”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas bahwa Rasulullah  menengok seorang dusun yang sedang sakit demam, seraya berkata: “Tebusan (dosa) dan kesucian.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Sunni, dari Abu Umamah , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Kesempurnaan menengok orang sakit ialah dengan meletakkan tanganmu di atas dahinya atau tangannya, sambil menanyakan keadaannya.”

 

Itu adalah lafaz Tirmizi, sedang dalam riwayat Ibnu Sunni:

 

“Termasuk kesempurnaan menengok orang ialah dengan meletakkan tanganmu di atas badan orang yang sakit sambil bertanya: Bagaimana keadaanmu?”

 

Usman bin Affan berkata: Pada suatu hari, aku sedang sakit. Rasulullah datang menengokku dan mendoakan perlindungan bagiku dengan mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Aku mohon perlindungan bagimu kepada Allah yang Maha Tunggal dan tempat bergantung, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang bisa menandingiNya, dari keburukan penyakit yang engkau derita. Kerika Rasulullah  berdiri, beliau bersabda: Hai Usman, berlindunglah dengannya, sebab, kalian belum pernah berlindung dengan yang seperti itu.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ucapan di waktu sakit kepala atau demam

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ibnu Abbas  bahwa Rasulullah  menganjurkan, apabila menderita sakit demam,  mengucapkan:

 

“Dengan nama Allah yang Besar, kami berlindung kepada Allah yang Maha Agung dari kesakitan urat yang berdarah dan panas api neraka.” Patut dibaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falag dan An-Naas, kemudian menghembus kedua telapak tangannya. Boleh mengeluh, asal sabar

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Saad bin Abi Waqqash kedatangan Rasulullah untuk menengok keadaannya yang sedang sakit.

 

Maka Saad berkata: Telah terjadi padaku sebagaimana engkau lihat, sedang diriku mempunyai harta dan tidak ada yang mewarisi melainkan anak perempuanku.

 

Makruh mengharap kematian, kecuali takut timbul fitnah dalam agama

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Anas bahwa Nabi  bersabda:

 

“Janganlah seseorang di antara kamu menginginkan mati lantaran suatu gangguan yang menimpanya. Apabila harus dilakukannya, maka ucapkanlah: Ya Allah, hidupkanlah aku selama kehidupan iru lebih baik bagiku, dan matikanlah aku apabila kematian itu lebih baik bagiku.”

 

Anjuran berdoa agar mati di Tanah Suci Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari ummul mukminin, Hafsah binti Umar bahwa Umar berdoa: ‘Ya Allah, berilah aku kematian yang syahid di jalanMu, dan jadikanlah kematianku di negeri RasulMu  Maka aku bertanya: “Kapankah ini berlaku?” Umar menjawab: “Allah akan melakukannya jika dikehendakiNya.”

 

Anjuran untuk menghibur orang yang sakit

 

Dengan isnad lemah, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri  bahwa Rasul  bersabda:

 

”Apabila kamu menjenguk orang yang sakit, maka lapangkanlah dia tentang ajalnya, karena hal itu ndak menolak sesuatu dan menghiburnya.”

 

Pujian kepada orang yang sakit dengan menyebut amalnya yang baik

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, bahwa ketika Umar bin Khattab terkena tikaman, Ibnu Abbas  berkata: “Wahai Amirul Mukminin, tidaklah semuanya begini. Engkau telah menemani Rasulullah  dan melangsungkan persahabatan yang baik dengannya. Kemudian beliau berpisah denganmu, sedang beliau rido kepadamu. Kemudian engkau juga menemani Abu Bakar dan menjalin persahabatan yang baik dengannya. Lalu ia berpisah denganmu sedang ia rido kepadamu. Kemudian engkau menemani kaum muslimin dan menjalin persahabatan yang baik dengan mereka. Bila engkau berpisah dengan mereka niscaya mereka rido kepadamu’ (hingga akhir hadis). Umar berkata: ‘Itu adalah dari Allah 

 

Ucapan yang menggairahkan orang sakit untuk makan

 

Dengan isnad dharf, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan sabda Nabi  Pada suatu hari, Rasulullah  menengok seseorang yang sakit lalu bertanya: “Apakah engkau menyukai sesuatu, apa engkau suka kue?” Orang itu menjawab: “Ya.” Maka beliau pun mengusahakannya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, bahwa Ugbah bin Amir  menyebutkan sabda beliau :

 

“Janganlah kalian memaksa orang yang sakit untuk makan, karena sesungguhnya Allah memberi makan dan minum kepadanya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Permintaan doa dari orang yang sakit

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Sunni, dari Maimun bin Mahran, dari Umar bin Khattab  bahwa Nabi  bersabda:

 

“Jika engkau menengok orang yang sakit, maka suruhlah ia berdoa bagimu, karena doanya seperti doa malaikat.”

 

Nasihat kepada orang yang sakit Allah #l berfirman:

 

”.. Teparilah janji, sesungguhnya janji itu akan ditanya.” (Q.S. Al-Isra’: 34)

 

Dalam firman yang lain:

 

”Dan mereka yang menepati janji bila mereka berjanji …” (Q.S. Al-Baqarah: 177)

 

Ketika Khawwat bin Jubair  sedang sakit, maka Rasululah  menengoknya seraya berkata: Sehat badanmu, hai Khawwat. Aku berkata: Badanmu juga sehat, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Tepatilah janjimu kepada Allah. Aku berkata: Aku tidak menjanjikan apa-apa kepada Allah. Beliau bersabda: Ya, tidak ada orang yang sakit melainkan Allah menimbulkan kebaikan. Maka tepatilah janjimu kepadaNya. (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ucapan orang yang tidak ada harapan untuk hidup

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah, bahwa Aisyah berkata: Aku melihat Rasulullah  dalam sakararul maut, sedang tangannya memegang gelas berisi air dan memasukkan tangannya di dalam gelas, kemudian mengusap wajahnya dengan air, lalu mengucapkan: Ya Allah, tolonglah aku dalam menghadapi saat maut dan sakaratul maut. Rasulullah bersandar kepada Aisyah, dan mengucapkan:

 

“Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku dan susulkanlah aku kepada Teman yang Maha Tinggi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Dianjurkan banyak membaca Al-Qur’an dan berzikir. Tidak dibenarkan berputus asa, berlaku buruk, memaki, memusuhi dan bertengkar dalam hal yang bukan urusan agama.

 

Dianjurkan pula untuk bersyukur kepada Allah dengan hati dan lidahnya, dan merenungkan dalam pikirannya bahwa ini adalah akhir waktunya di dunia. Maka, ia pun berusaha untuk mengakhirinya dengan kebaikan dan bersegera dalam menunaikan hak-hak kepada ahlinya, seperti: menyelesaikan perselisihan, mengembalikan barang titipan dan pinjaman. Juga minta maaf dari keluarganya, seperti: istri, orang tua, anak, tetangga, dan teman-temannya, serta siapa saja yang melakukan hubungan pekerjaan dengannya.

 

Patutlah ia berwasiat untuk berbuat baik kepada anaknya, apabila tidak ada kakek yang bisa mengurusinya dan berwasiat untuk membereskan urusan yang tidak mungkin bisa segera dikerjakannya, seperti menunaikan hutang dan sebagainya. Hendaklah ia berbaik sangka kepada Allah  bahwa Dia mengasihaninya, dan merenungkan dalam pikirannya bahwa ia adalah hina di antara makhluk Allah . Dan meyakini kalau Allah  tidak terganggu tanpa menyiksanya dan tanpa ketaatan kepadaNya, dan ia adalah hambaNya. Dari itu, maaf, kebaikan dan karunia hanyalah diminta dari Allah .

 

Dianjurkan selalu membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan penuh harapan, dan membacanya dengan suara pelan. Dibacakan baginya oleh orang lain sementara dia mendengarkan.

 

Dianjurkan pula untuk minta dibacakan hadis-hadis mengenai harapan, kisah dan keadaan orang-orang salihin di saat menjelang kematian dan memperbanyak amalan yang baik, menjaga solat, menjauhi bendabenda najis dan selain itu, yang merupakan ajaran agama serta bersabar atas hal itu.

 

Hendaklah jangan menggampangkannya, karena keadaan terburuk adalah kecerobohan pada saat terakhir di dunia, yang merupakan ladang bagi akhirat.

 

Dianjurkan berwasiat kepada keluarga dan teman-temannya untuk bersabar menghadapi keadaannya yang sedang sakit. Hendaklah ia berwasiat agar keluarganya berbuat baik kepada teman-temannya, sebagaimana sabda Rasulullah :

 

“Sesungguhnya termasuk perbuatan baik yang paling utama adalah bila seseorang meneruskan kesenangan ayahnya.”

 

Juga telah sah riwayat dari Rasulullah  bahwa beliau menghormati teman-teman Khadijah sesudah kematiannya. Apabila telah dekat ajalnya, hendaklah ia memperbanyak ucapan laa ilaha Illallah agar menjadi akhir kalimatnya. Diriwayatkan dalam hadis yang masyhur dalam Sunan Abu Daud, dari Muadz bin Jabal  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa yang akhir wapannya “laa ilaha Illallahu” ia pun masuk surga.” Al-Hakim menggolongkan sebagai hadis yang sahih isnadnya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i dari Abi Said Al-Khudri  bahwa Rasulullah  bersabda”:

 

“Suruhlah orang-orang yang hampir mati membaca laa ilaha Tllallahu (riada Tuhan selain Allah)” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis Hasan Sahih.

 

Para ulama berkata: Apabila ia tidak mengucapkan laaa ilaha illallah, maka hendaklah orang yang hadir menyuruh membaca dan melakukannya dengan perlahan-lahan supaya ia tidak merasa jemu. Apabila sudah diucapkannya sekali, janganlah mengulanginya, kecuali bila ia mengucapkan perkataan lain.

 

Ucapan sesudah memejamkan mata mayit

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Ummu Salamah” berkata bahwa Rasulullah  memejamkan mata Abu Salamah, kemudian bersabda:

 

“Sesungguhnya ruh itu jika dicabut, ia diikuti oleh penglihatan, maka ributlah orang-orang dari keluarganya.” Kemudian beliau bersabda: Janganlah kamu mendoakan bagi dirimu melainkan dengan kebaikan, karena para malaikat mengaminkan apa yang kahan ucapkan. Kemudian beliau berdoa: Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya dalam golongan orang-orang yang mendapat petunjuk dan gantilah dia dalam keturunannya yang tertinggal. Ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan sekalian alam, lapangkanlah Jalam kuburnya dan terangilah di dalamnya.”

 

Ucapan untuk mayit

 

Diriwayatkan dalam Szhih Muslim, dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Apabila kamu berada di hadapan orang sakit atau orang mati, maka katakanlah yang baik, karena para malaikat mengaminkan apa yang kamu wapkan.”

 

Ummu Salamah berkata: Ketika Abu Salamah meninggal, aka mendatangi Rasulullah lalu kukatakan: Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal. Beliau bersabda: Katakanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan dia, berilah bagiku pengganti yang lebih baik. Maka Allah memberikan pengganti bagi Ummu Salamah orang yang lebih baik, yaitu Muhammad .

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Magi bin Yasar bahwa Nabi  bersabda:

 

“Bacalah Yasin terhadap orang mari di antara kamu.”

 

Ucapan bagi keluarga yang kematian

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Ummu Salamah mendengar sabda Rasul :

 

“Apabila seseorang dari kamu mengalami musibah, hendaklah ia mengucapkan: Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepadaNyalah kita kembah, Ya Allah, berilah pahala kepadaku dalam musibahku dan gantilah aku dengan yang lebih baik daripadanya. Melainkan Allah memberi pahala dalam musibahnya dan mengganti dengan yang lebih baik daripadanya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Ummu Salamah ap bahwa Nabi bersabda:

 

“Tidaklah seorang hamba yang mengalami musibah lalu mengucapkan: Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepadaNyalah kita kembali. Ya Allah, aku perhitungkan musibahku di sisiMu, maka berilah pahala kepadaku dalam musibah itu dan memberi pengganti yang lebih baik daripadanya.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abu Musa Al-Asyari  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Jika anak manusia mani, Allah  berkata kepada para malaikatNya: Kamu telah mencabut nyawa anak hambaKu? Mereka menjawab: Ya. Kamu telah mencabut buah harinya? Mereka menjawab: Ya. Allah  berkata: Apa kata hambaKu? Mereka menjawab: Ia memujiMu dan mengembalikannya kepadaMu. Maka, berkatalah Allah Dirikanlah bagi hambaKu sebuah rumah di surga dan namakanlah Baitul Hamdi (rumah pujian).”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Allah berkata: Tidak ada balasan bagi hambaKu di sisi Ku yang Kucabut nyawa kekasihnya dari penghuni dunia sedang ia memperhitungkannya, melainkan surga.”

 

Ucapan orang yang mendengar kematian temannya

 

Melalui Ibnu Abbas , Ibnu Sunni meriwayatkan sabda Nabi :

 

“Kematian itu menakutkan. Maka, apabila seseorang dari kamu mendengar kematian saudaranya, hendaklah ia mengucapkan: Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepadaNyalah kula kembali, dan sesungguhnya kepada Tuhan kami kita kembah. Ya Allah, tulislah/tetapkanlah dia di sisiMu dalam golongan orang-orang yang berbuat baik dan jadikanlah amalannya di Illiyyin (tempat yang tinggi) dan ganrilah dia dalam keluarganya yang masih tertinggal. Jangan Engkau haramkan bagi kami pahalanya, dan jangan timbulkan fitnah kepada kami sesudahnya.”

 

Ucapan ketika musuh Islam telah mati

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Ibnu Mas’ud  mendatangi Rasulullah lalu berkata: Allah telah membunuh Abu Jahal. Beliau bersabda:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menolong hambaNya dan memuhakan agamaNya.”

 

Haramnya meratapi mayit dan berteriak secara jahiliah

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Bukanlah termasuk golongan kita orang yang menampar pipi dan merobek pakaian serta berteriak dengan teriakan Jahiliah.”

 

Melalui Abu Hurairah , Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sabda beliau :

 

”Dua perkara di kalangan manusia yang merupakan kekafiran: Menuduh nasab seseorang dan meratapi mayit.”

 

Adapun menangisi mayit tanpa teriakan dan ratapan, tidaklah haram,

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar  bahwa Rasulullah  bersama Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud untuk menengok Saad bin Ubadah. Saat itu, Rasulullah  menangis. Ketika orang-orang melihat tangisan Rasulullah , mereka pun menangis, lalu bersabda Rasulullah :

 

“Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak menyiksa lantaran air mata dan kesedihan hari, akan tetapi Dia menyiksa lantaran ini (ratapan) sambil menunjuk kepada Idah beliau .”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Usamah bin Zaid , bahwa Rasulullah  diberitahu mengenai cucunya yang hampi meninggal, maka berlinanglah air mata Rasulullah  dan berkatalah Saad kepadanya: Apakah ini ya Rasulullah? Beliau bersabda:

 

“Ini adalah rahmat yang dijadikan Allah  dalam hati para hambaNya, dan Allah hanya menyayangi hamba-hambaNya yang penyayang.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Anas  bahwa Rasulullah  menengok putranya, Ibrahim, sedang ia hampir meninggal. Maka berlinanglah air mata Rasulullah . Abdurrahman bin Auf  berkata kepada beliau: Engkau menangis, ya Rasulullah Maka, beliau bersabda:

 

“Hai Ibnu Auf, sesungguhnya itu adalah rahmat. Sesungguhnya air mata berlinang dan hari sedih sedang kira tidak mengucapkan kecuali yang menimbulkan keridaan Tuhan kita, dan kami sungguh sedih dengan kepergianmu hai Ibrahim.”

 

Adapun hadis-hadis Sahih bahwa mayit disiksa dengan tangisan keluarganya, maka bukanlah menurut zahirnya dan kemutlakannya. Akan tetapi ia bisa di-zkwil-kan.

 

Para ulama berbeda mengenai penakwilannya. Yang paling benar adalah, bila mayit telah berwasiat kepada keluarganya untuk menangis dan menjadi sebab dari tangisan itu.

 

Telah saya kumpulkan semuanya atau bagian terbesar darinya dalam kitab janars dari As-Syarhl Muhazzab. Para sahabat Imam Nawawi berkata: Dibolehkan menangis sebelum kematian dan sesudahnya, akan tetapi sebelumnya lebih utama berdasarkan hadis sahih:

 

“Apabila telah datang kemarian, maka janganlah seorang pun menangis.”

 

As-Syafii menetapkan bahwasanya dihukumi makruh karohah Tanzil menangis sesudah kematian. Hadis tersebut ditakwilkan sebagai karohah, Takziyah

 

Tirmizi dan Baihaqi meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa menghibur orang yang kesusahan, maka ia mendapat imbalan seperti pahalanya.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abi Barzah  bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa menghibur orang yang kemarian anaknya, maka ia pun diberi pakaian burdah di surga.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis yang lemah isnadnya.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i, dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Nabi  bertanya kepada Fatimah : “Apa yang menyebabkan engkau keluar dari rumah, hai Fatimah?” Ia menjawab:”Aku pergi ke rumah keluarga yang kematian ini dan mendoakan rahmat bagi mayit atau menghibur mereka atas kematiannya.”

 

Dengan isnad hasan, Ibnu Majah dan Baihaqi meriwayatkan dari Amr bin Hazmin bahwa Nabi  bersabda:

 

Yang terpilih adalah, takziyah tidak dilakukan sesudah lewat tiga hari, kecuali dalam dua perkara yang dikecualikan oleh para ulama, Yaitu, apabila orang yang melakukan takziyah atau orang yang mengalami musibah tidak hadir di waktu pemakaman dan kedatangannya setelah lewat tiga hari.

 

Dianjurkan untuk meratakan takziyah kepada seluruh keluarga mayit dan kerabatnya, besar dan kecil, laki-laki dan perempuan, kecuali perempuan yang masih muda, maka hanya dilakukan oleh mahramnya.

 

Adapun lafaz takziyah, tidak ada penentuan baginya. Maka, dengan lafaz mana pun takziyah itu diucapkan, telah berlaku. Sahabat-sahabat Imam Nawawi menganjurkan untuk melakukan takziyah kepada orang muslim dengan ucapan:

 

“Semoga Allah membesarkan pahalamu, membaguskan hiburanmu dan mengampuni mayitmu.”

 

Kepada orang muslim yang kematian orang kafir dengan ucapan: Semoga Allah membesarkan pahalamu dan membaguskan hiburanmu. Dan kepada orang kafir yang kematian orang muslim: Semoga Allah membaguskan hiburanmu dan mengampuni mayitmu. Dan kepada orang kafir yang kematian orang kafir: Semoga Allah memberi ganti kepadamu.

 

Takziyah terbaik adalah yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Usamah bin Zaid berkata: Salah seorang putri Nabi mengirim utusan kepada beliau untuk memanggilnya dan memberitahukas bahwa seorang putranya yang masih kecil hampir meninggal. Maka, bersabdalah Rasulullah kepada utusan itu:

 

“Kembalilah dan beritahukan kepadanya bahwa yang diambil Allah adalah kepunyaanNya dan yang diberikanNya adalah milikNya. Segala sesuatu di sisiNya adalah dengan waktu yang tertentu, maka suruhlah dia bersabar dan memperhitungkan (pahalanya).”

 

Dengan isnad hasan, Nasa’i meriwayatkan dari Muawiyah bin Ourrah bin Iyas, dari ayahnya, bahwa Nabi menanyakan salah seorang sahabatnya. Para sahabat berkata: Ya Rasulullah, anaknya yang pernah engkau lihat telah meninggal dunia. Maka Rasulullah menemuinya dan menanyakan tentang putranya. Lalu orang itu memberitahukan kepadanya bahwa putranya telah meninggal dunia. Rasulullah menghiburnya, seraya berkata:

 

“Hai Fulan, manakah yang lebih engkau sukai: Engkau bersenang-senang dengannya seumur hidupmu atau ia mendatangi salah satu pintu surga dan engkau dapari dia telah mendahuluimu di situ dan membukanya bagimu? Orang itu menjawab: Wahai Nabi Allah, saya lebih suka dia mendahuluiku ke surga dan membukanya bagiku. Beliau bersabda: Nah, itulah kepunyaanmu.”

 

Imam Syafii  sedih karena mendengar bahwa anak laki Abdurrahman bin Mahdi meninggal. Imam Syafii menulis surat kepadanya:

 

”Hai saudaraku, hiburlah dirimu sebagaimana engkau menghibur rang lain dan burukkanlah perbuatanmu yang engkau anggap buruk pada orang lain.”

 

“Ketahuilah, musibah yang paling berat adalah hilangnya kegembiraan dan pengharaman pahala. Maka, bagaimana seandainya kedua keadaan itu berkumpul bersama timbulnya dosa? Maka, terimalah nasibmy hai saudaraku jika telah dekat darimu sebelum engkau memintanya sedang ia telah jauh darimu, semoga Allah mengilhamimu kesabaran di waktu kesusahan dan memberikan pahala kepada kami dan engkau,

 

Dilanjutkan:

 

“Aku ucapkan takziyah kepadamu bukan karena aku percaya akan kekekalan, akan tetapi ia adalah sunnah agama. Maka, tidaklah yang menerima takziyah kekal sesudah kematiannya. Dan tidak pula yang mengucap taksiyah walaupun keduanya hidup hingga suatu waktu.”

 

Seorang lelaki menulis kepada salah seorang saudaranya untuk mengucapkan takziyah atas kematian anaknya.

 

“Amma ba’du. Anak terhadap orang tua selama hidup menimbulkan kesedihan dan fitnah. Apabila ia mendahului, maka timbullah kesejahteraan dan rahmat. Oleh karena itu, janganlah menyesali hilangnya kesedihan dan fitnahnya dan menyia-nyiakan penggantian Allah bagimu berupa kesejahteraan dan rahmatNya.”

 

Musa ibn Al-Mahdi mengucapkan takziyah atas kematian putrs Ibrahim bin Salim: ” Apakah engkau gembira, sedang ia bisa menimbulkan bencana dan fitnah. Apakah engkau merasa sedih, sedang ia menimbulkan kesejahteraan dan rahmat?”

 

Seorang lelaki mengucapkan takziyah kepada seorang lainnya: “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah dan bersabar, dengan itulah orang yang mengharap pahala berpegang dan kepada kesabaranlah orang yang menyesal itu kembali.”

 

Seorang lelaki lain mengucapkan takziyah: “Sesungguhnya orang yang menimbulkan pahala bagimu di akhirat lebih baik dari orang yang menimbulkan kegembiraan di dunia.”

 

Abdullah bin Umar mengubur salah seorang anaknya dan tertawa di kuburannya. Ada yang bertanya kepadanya: Apakah engkau tertawa di kuburan? Ibnu Umar menjawab: Aku ingin menghinakan setan.

 

Ibnu Juraij berkata: Barangsiapa tidak terhibur di waktu mengalami musibah dengan pahala dan kesabaran, ia pun lupa seperti hewan yang lupa.

 

Humaid Al-A’raj melihat Said bin Jubair berkata mengenai anaknya sambil memandang kepadanya: Sesungguhnya aku melihat sifat terbaik padanya. Ada yang bertanya: Apakah itu? Ia meninggal sedang aku memperhitungkan (pahala)nya.

 

Seorang lelaki menyesali kematian anaknya, dan mengeluh kepada Hasan Al-Bashri. Maka, berkatalah Hasan: Apakah anakmu lenyap darimu? Orang itu berkata: Ya. Kelenyapannya lebih banyak dari kehadirannya. Hasan berkata: Biarkan dia lenyap, karena ia sebenarnya tidak lenyap, pahalanya lebih besar bagimu daripada ini dalam kelenyapannya. Orang itu berkata: Hai Aba Said, engkau telah meringankan kesedihanku atas kematian anakku.

 

Maimun bin Mahran menceritakan: Seorang lelaki mengucapkan takziyah kepada Umar bin Abdul Aziz  atas kematian putranya, Abdul Malik. Maka, berkatalah Umar: Perkara yang menimpa Abdul Malik adalah perkara yang telah kami ketahui. Maka, ketika terjadi, kami tidak mengingkarinya.

 

Basyar bin Abdullah menceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz berkata di atas kuburan putranya, Abdul Malik: “Semoga Allah memberikan rahmatNya kepadamu, hai anakku. Di waktu bayi, engkau membawa kegembiraan. Di waktu remaja, engkau berbuat kebaikan. Yang kusenangi adalah bahwa aku memanggilmu dan engkau menjawabnya.”

 

Diriwayatkan dari Maslamah: Ketika Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz meninggal dunia, ayahnya menyingkapkan penutup wajahnya seraya berkata: Semoga Allah memberikan rahmatNya kepadamu hai anakku, aku gembira ketika mendengar kelahiranmu dan aku hidup gembira denganmu dan tidak ada saat bagiku yang lebih menggembirakan bagiku mengenai dirimu daripada saat ini. Demi Allah, bukankah engkau mengajak ayahmu ke surga?

 

Abu Hasan Al-Madainy berkata: Umar bin Abdul Aziz menengok putranya di waktu sakitnya, lalu berkata: Hai anakku, bagaimana keadaanmu? Anaknya menjawab: Keadaanku dalam kebenaran.

 

Beliau berkata: Adanya engkau di dalam timbanganku lebih kusukai daripada adanya aku di dalam timbanganmu.

 

Anaknya menjawab: Wahai ayahku, kesukaanmu lebih kusukai daripada kesukaanku.

 

Diriwayatkan dari Juwairiyah binti Asma, dari pamannya, bahwa tiga orang bersaudara berperang, lalu mati syahid. Pada suatu hari ibu mereka keluar ke pasar untuk suatu keperluan, maka bertemulah ia dengan seorang lelaki yang ikut berperang. Perempuan itu bertanya tentang keadaan anak-anaknya. Orang itu menjawab: Mereka mati syahid. Perempuan itu bertanya: Dalam keadaan maju atau mundur? Orang itu menjawab: Dalam keadaan maju. Perempuan itu mengucapkan: Alhamdulillah, mereka telah beruntung dan memelihara keluarga dengan diriku, ayah dan ibuku.

 

Pada suatu waktu, Imam Syafii kematian putranya, lalu beliau bersyair: Demikianlah kehidupan ini, maka sabarlah atas musibah harta atau perpisahan dengan kekasih.

 

Pemberitahuan tentang kematian

 

Dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, Hudzaifah  berkata: “Bila aku mati, jangan beritahukan seseorang mengenai kematianku. Aku takut ja merupakan pemberitaan, karena aku mendengar Rasulullah melarang pemberitaan/pengumuman.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Abdullah bin Mas’ud  bahwa Rasul  bersabda:

 

“Janganlah kamu memberitakan/mengumumkan kematian, karena pengumuman kematian termasuk amal jahihah.”

 

Terdapat riwayat lain dari Abdullah bin Mas’ud yang tidak dimarfukkan. Adapun Tirmizi telah melemahkan kedua riwayat itu.

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan bahwa Nabi bertanya mengenai mayit yang dikubur oleh para sahabat di waktu malam: ”Mengapakah kalian tidak memberitahu aku tentang kematiannya?”

 

Berkata para ulama muhaggigin dan sebagian besar sahabat Imam Nawawi serta lainnya: Dianjurkan memberitahu keluarga mayit dan teman-temannya berdasarkan dua hadis ini. Mereka menegaskan: Pemberitaan kematian yang dilarang hanyalah pemberitaan kematian secara Jahiliah.

 

Kebiasaan mereka, jika ada orang besar yang mati, mereka mengutus penunggang kuda kepada kabilah-kabilah/suku-suku sambil berseru: Si Fulan telah mati, bencana bagi bangsa Arab. Pengumuman itu diikuti dengan keributan dan ratapan.

 

Pengarang kitab Al-Hawi menyebut dua macam pendapat mengenai anjuran pemberitahuan kematian dan penyiarannya dengan seruan dan pengumuman. Maka, hal itu dianjurkan oleh sementara ulama bagi mayit yang asing dan dekat, karena bisa menyebabkan banyaknya orang yang menyolati dan mendoakannya. Sementara ulama mengatakan: Dianjurkan bagi mayit yang asing/jauh dan tidak dianjurkan bagi yang lain. Menurut pendapat saya: Yang terpilih adalah anjurannya secara mutlak jika hanya sekedar pemberitahuan.

 

Ucapan ketika memandikan mayit dan mengafaninya

 

Dianjurkan memperbanyak zikir kepada Allah  dan doa bagi mayit di waktu memandikan dan mengkafaninya.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Apabila yang memandikan melihat sesuatu pada mayit yang baik, seperti bersinarnya wajah, kewangian baunya dan serupa itu, dianjurkan memberitahukan hal itu, Apabila ia melihat sesuatu yang jelek, seperti kehitaman wajahnya dan kebusukan bau serta perubahan tubuh, rupa dan sebagainya, maka haram baginya menceritakannya.

 

Para ulama berhujjah dengan hadis yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Umar  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Sebutlah kebaikan-kebaikan orang mati di antara kamu, dan janganlah menyebut keburukan-keburukannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Baihaqi?, dari Abi Rafi (sahaya Rasulullah ) bahwa beliau bersabda:

 

“Barangsiapa memandikan mayit lalu menyembunyikan keburukannya, niscaya Allah mengampuninya empat puluh kah.”

 

Sebagian besar sahabat Imam Nawawi memutlakkan masalahnya. sebagaimana disebutkan: Abu Al-Khair Al-Yamani berkata: Andaikata si mayit seorang ahli bid’ah yang menonjolkan bid’ahnya dan tukang mandinya melihat kejelekannya, maka giyasnya menghendaki supaya hal itu diceritakan kepada orang-orang agar menjadi pencegah manusia untuk melakukan bid’ah.

 

Zikix solat atas mayit

 

Ketahuilah, solat atas mayit adalah fardu kifayah. Demikian pula memandikan, mengafani dan mengkuburnya. Semua ini telah disepakati.

 

Yang bisa mencukupi fardu solat jenazah ada empat pendapat. Yang paling sahih menurut sebagian besar sahabat Imam Nawawi adalah bisa dilakukan, walaupun dengan satu orang, yang kedua dengan dua orang, yang ketiga dengan tiga orang, dan yang keempat dengan empat orang, baik solat secara berjamaah maupun sendiri-sendiri.

 

Adapun caranya adalah dengan bertakbir sebanyak empat kali dan harus dikerjakan semuanya. Apabila kurang satu, tidak sah salatnya.

 

Timbul pertanyaan: bagaimana bila terjadi dengan lima takbir? Ada dua macam pendapat. Yang lebih sahih tidak batal. Dianjurkan mengangkat tangan bersama setiap takbir.

 

Mengenai zikir-zikir yang diucapkan, sesudah takbir pertama dibaca surat Al-Fatihah, yang kedua diucapkan salawat atas Nabi , sesudah takbir ketiga mendoakan bagi mayit. Yang wajib adalah bacaan yang bisa disebut doa. Adapun sesudah takbir keempat, maka tidak wajib zikir menurut asalnya, akan tetapi dianjurkan zikir yang akan saya sebutkan.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berbeda pendapat mengenai anjuran mengucapkan teawud dan doa jfritah sesudah takbir yang pertama sebelum membaca surat Al-Fatihah dan pembacaan surat sesudah Al-Fatihah dalam tiga macam pendapat.

 

Pertama, dianjurkan membaca semuanya. Kedua, tidak dianjurkan. Ketiga, yaitu yang paling sahih, hanya dianjurkan membaca taawud tanpa iftitah dan pembacaan surat.

 

Mereka sepakat atas anjuran mengucapkan amin sesudah Al-Fatihah.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas , bahwa ia menyolati jenazah, maka ia membaca surat Al-Fatihah, dan berkata: “Ketahuilah, ia adalah sunnah.” Perkataan sunnah sama artinya dengan perkataan sahabat: Termasuk sunnah adalah ”begini” dan ”begini.” Dalam Sunan Abu Daud terdapat perkataan: Ia termasuk sunnah, maka dimarfutkan kepada Rasulullah  menurut yang sudah ditetapkan. Haj ini dapat dilihat dalam kitab-kitab hadis dan ushul.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Yang sunnah dalam bacaannya adalah membaca pelan-pelan, bukan membaca keras, baik solat di waktu malam atau siang. Ini adalah mazhab sahih dan masyhur yang dipegangi oleh sebagian besar sahabat-sahabat kami.

 

Segolongan ulama di antara mereka berpendapat: Apabila salatnya di siang hari, maka dibaca pelan-pelan. Apabila dilakukan pada malam hari, maka bacaannya dikeraskan.

 

Untuk bacaan sesudah takbir kedua, maka wajibnya yang paling sedikit adalah: Allahumma shalli alaa Muhammad, dan dianjurkan menambahkan: Ha ala aali Muhammad. Yang terakhir tidak wajib menurut sebagian besar ulama.

 

Adapun sesudah takbir yang ketiga, maka diwajibkan mendoakan bagi si mayit. Paling sedikit adalah: Rahimahullah (semoga Allah mengasihaninya), atau semoga Allah mengampuninya, atau, Ya Allah, ampunilah dia, atau kasihanilah dia, dan sebagainya.

 

Yang dianjurkan adalah seperti yang terdapat dalam hadis-hadis dan beberapa arsar. Adapun dalam hadis, maka yang paling sahih adalah yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Auf bin Malik berkata: Rasulullah  menyolati jenazah, maka saya menghafal dari doa yang diucapkannya, yaitu:

 

“Ya Allah, ampunilah dia dan kasihanilah dia, selamatkanlah dia dan maafkanlah dia, muhakanlah tempatnya, lapangkanlah jalan masuknya, cucilah dia dengan air, es dan embun. Bersihkanlah dia dari dosa-dosa sebagaimana Engkau membersihkan baju putih dari kotoran. Ganrilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, keluarga yang lebih baik dan istri yang lebih baik. Masukkan dia ke dalam surga. Lindungilah dia dari siksa kubur dan siksa api neraka. Sampai aku berharap, akulah yang menjadi mayit itu.”

 

Dalam riwayat Muslim: “Lindungilah dia dari fitnah kubur dan siksa kubur.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Baihaqi, dari Abu Hurairah 8 dari Nabi dh bahwa beliau menyolati jenazah seraya mengucapkan”:

 

“Ya Allah, ampunilah yang hidup dan yang mati di antara kami, yang kecil dan yang besar di antara kami, yang laki-laki dan yang perempuan di antara kami, yang hadir dan yang tidak hadir di antara kami.

“Ya Allah, barangsiapa yang Engkau hidupkan di antara kami, maka hidupkanlah dia diatas Islam. Barangsiapa yang Engkau matikan di antara kami, maka hidupkanlah dia diatas iman. Ya Allah, jangan haramkan bagi kami pahalanya, dan jangan timbulkan fitnah pada kami sesudahnya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, bahwa Abu Hurairah mendengar sabda Rasul :

 

“Apabila kamu menyolari mayit, maka ikhlaskanlah doa baginya.”

 

Mengenai doa bagi jenazah, Abu Daud meriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa beliau  bersabda:

 

“Ya Allah, Engkau adalah Tuhannya dan Engkau mendapatkannya, Engkau menunjukinya kepada agama Islam dan Engkau mencabut ruhnya, Engkau lebih mengetahui rahasia dan kejelasannya. Kami datang memohonkan ampun, maka ampunilah dia.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Wasilah ibn Al-Asga ia berkata: Rasulullah solat bersama kami atas jenazah seorang laki-laki muslim. Maka aku mendengar beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, sesungguhnya Fulan anak Fulan dalam perjanjian denganMu dan ikatan perlindunganMu, maka lindungilah dia dari fitnah kubur dan siksa neraka, sedang Engkau patut ditepari janjiNya dan patut dipuji. Ya Allah, ampunilah dia dan kasihanilah dia. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Penyayang.”

 

Imam Syafi’i memilih doa yang dipetiknya dari kumpulan hadishadis ini. Beliau mengucapkan?’:

 

“Yg Allah, ini adalah hambaMu anak hambaMu, keluar dari dunia dan keluasannya sedang kesukaan dan kekasih-kekasihnya terdapat di sit, untuk menuju kegelapan kubur dan apa yang terdapat di dalamnya. Ja telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulMu, dan Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah, ia telah pergi kepadaMu dan Engkau sebaik-baik yang dikunjungi. la membutuhkan rahmatMu dan Engkau tidak harus menyiksanya. Kami telah datang kepadaMu, mengharap dan memohonkan ampunan baginya. Ya Allah, apabila ia seorang yang berbuat baik, maka tambahilah kebaikannya. Apabila ia seorang yang berbuat keburukan, maka maafkanlah dia. Berikanlah keridaanMu dengan rahmatMu dan lindungilah dia dari fitnah kubur dan siksaannya. Lapangkanlah baginya dalam kuburnya dan jauhkanlah bumi dari kedua sisinya. Amankanlah dia dari siksaanMu dengan rahmatMu hingga Engkau membangkitkannya ke dalam surgaMu. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Apabila mayitnya anak kecil, maka didoakan bagi kedua orang tuanya, lalu mengucapkan: /

 

“Ya Allah, jadikanlah dia pendahulu bagi kedua orang tuanya. Jadikanlah dia sebagai perintis bagi kedua orang tuanya. Jadikanlah dia sebagai simpanan bagi kedua orang tuanya. Beratkanlah timbangan kedua orang tuanya dengannya. Curahkanlah kesabaran atas hati keduanya. Jangan menimbulkan fimah pada kedua orang tuanya sesudah kepergiannya. Janganlah Engkau haramkan pahalanya bagi keduanya.”

 

Adapun setelah takbir yang keempat, tidaklah diwajibkan zikir berdasarkan kesepakatan. Akan tetapi, dianjurkan mengucapkan yang terdapat nashnya dari Imam Syafi’i dalam kitab Al-Buwarrhy.

 

Sesudah takbir yang keempat, diucapkan:

 

“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan pahalanya bagi kami, dan jangan timbulkan fitnah atas kami sesudah kepergiannya.”

 

Doa sesudah takbir keempat diambil hwjjahnya dalam Sunan Baihaqi, dari Abdullah bin Abi Aufa , bahwa ia bertakbir di waktu menyolati jenazah salah seorang putranya dengan empat takbir. Kemudian ia berdiri sesudah takbir keempat seperti lamanya berdiri antara dua takbir, ia memohonkan ampunan dan berdoa baginya, lalu berkata: Dulunya Rasulullah berbuat begini.

 

Dalam suatu riwayat: Ia bertakbir empat kali lalu diam sesaat hingga kami mendengar bahwa ia akan bertakbir lima kali, kemudian mengucapkan salam ke sebelah kanan dan kirinya.

 

Ketika selesai, kami bertanya: Apakah ini? Ia menjawab: Aku tidak menambahimu dari apa yang telah dilakukan Rasulullah . Al-Hakim menggolongkan sebagai hadis sahih.

 

Apabila selesai mengucapkan takbir dan zikir-zikirnya, maka diucapkan salam dua kali, berdasarkan yang kami riwayatkan dari hadis Abdullah bin Abi Aufa dan hukum salam adalah menurut yang telah kami sebutkan dalam solat yang lain. Inilah mazhab yang sahih dan terpilih. Ucapan orang yang mengantar jenazah

 

Dianjurkan baginya menyibukkan diri dengan berzikir kepada Allah dan merenungkan apa yang dihadapi si mayit, ke mana ia akan pergi dan apa yang terjadi padanya, ini adalah akhir dunia dan tempat kembali penghuninya.

 

Janganlah membicarakan hal-hal yang tidak ada faedahnya, karena ini adalah waktu renungan dan zikir yang tidak boleh lalai dan bermain-main serta berbicara dengan omongan yang kosong. Karena omongan yang tak ada faedahnya itu dilarang dalam seluruh keadaan, apalagi dalam keadaan ini.

 

Yang tepat dan terpilih adalah yang dipegangi oleh ulama salaf, yain, berdiam diri di waktu mengantarkan jenazah. Maka tidak diperkenankan mengeraskan suara dengan bacaan dan zikir serta lainnya.

 

Hikmah dalam hal itu adalah jelas, yaitu lebih menenangkan hati dan memusatkan pikiran yang berkenaan dengan jenazah. Inilah yang hak, Jangan terpedaya oleh banyaknya penentang.

 

Abu Ali Al-Fudhail bin Iyad berkata: Ikutilah jalan kebenaran. Tidaklah membahayakanmu sedikitnya orang-orang yang menempuhnya, Jangan mengikuti jalan kesesatan, dan jangan terpedaya oleh banyaknya orang-orang yang binasa.

 

Ucapan ketika melihat jenazah lewat Dianjurkan mengucapkan:

 

“Maha Suci Allah yang hidup dan tidak bisa mati.”

 

Dalam kitabnya, al-Bahr, Abu Al-Muhsin Ar-Ruyani mengatakan: Dianjurkan mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang hidup dan tidak bisa mari.”

 

Juga dianjurkan mendoakan bagi jenazah dan menyebut kebaikan yang dilakukannya. Jangan asal memujinya.

 

Ucapan orang yang memasukkan mayit ke dalam kuburnya

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Baihaqi serta lainnya, dari Ibnu Umar dari Nabi bahwa beliau apabila meletakkan mayit dalam kuburnya, maka mengucapkan: “Dengan nama Allah dan berdasarkan ajaran/agama Rasulullah ” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Asy-Syafi’i dan para sahabatnya berpendapat: Dianjurkan pula mendoakan bagi si mayit bersama ini. Adapun doanya yang dimuatnya dalam Mukhrasar Al-Muzany adalah:

 

“Ya Allah, orang-orang yang tidak merelakannya dari istri dan anaknya, kerabat dan saudara-saudaranya menyerahkannya kepadaMu, ta telah berpisah dari orang yang senang berada di dekatnya dan ia keluar dari kegelapan duma dan kehidupan menuju kegelapan kubur dan kesempitannya, ia pergi kepadaMu dan Engkau adalah sebaik-baik yang dikunjungi.

Apabila Engkau menghukumnya, maka lantaran dosa. Bila Engkau memaafkannya, maka Engkaulah yang patut memaafkan. Engkau tidak perlu menyiksanya sedang ia membutuhkan rahmatMu.

Ya Allah, syukurilah kebaikannya, ampunilah dosanya, lindungilah dia dari siksa kubur dan berikanlah keamanan baginya dari siksaanMu dengan rahmatMu. Lindungilah dia dari seriap kepergian selain surga. Ya Allah, gantilah dia dalam peninggalannya pada orang-orang yang masih hidup. Angkatlah dia dalam illiyyin dan tetapkanlah dia di situ dengan keutamaan rahmatMu. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Ucapan setelah pemakaman

 

Termasuk sunnah bagi orang yang berada di atas kuburan adalah menaburkan tanah dengan kedua tangannya tiga kali di arah kepalanya. Segolongan sahabat Imam Nawawi berkata: Dianjurkan untuk mengucapkan: Pada penaburan pertama:

 

”Daripadanya Kami ciptakan kamu.”

 

Pada penaburan kedua:

 

”Di dalamnya Kami mengembalikanmu.”

 

Pada penaburan ketiga:

 

“Daripadanya Kami mengeluarkanmu sekali lagi.”

 

Dianjurkan untuk duduk sesaat setelah selesai pemakaman gund membaca Al-Quran dan doa bagi si mayit, nasihat dan cerita orang-orang yang saleh.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Ali  berkata: Kami sedang mengubur jenazah di Bagi’ Al-Gharqad, kemudian datanglah Rasulullah  kepada kami, maka duduklah beliau dan kami di sekelilingnya sedang beliau memegang tongkat. Lalu beliau menunduk dan mencukil tanah dengan tongkatnya, kemudian bersabda:

 

“Tidak seorangpun di antara kamu melainkan sudah diterapkan tempatnya di neraka dan temparnya di surga. Para sahabat bertanya: Tidakkah kita bertawakkal saja kepada suratan takdir kira? Behau menjawab: Beramallah, setiap orang itu dimudahkan bagi apa yang diperuntukkan baginya.”

 

Dengan isnad hasan, Abu Daud dan Baihaqi meriwayatkan dari Usman : Bahwasanya Nabi  jika selesai dari mengubur mayit, ia berdiri di atasnya dan bersabda:

 

”Mohonkanlah ampunan bagi saudaramu dan mohonkanlah penetapan (hari) baginya, karena ia sekarang sedang ditanya.”

 

Imam Syafii dan para sahabatnya berkata: Dianjurkan membaca sedikit ayat Al-Qur’an.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Baihaqi, bahwa Ibnu Umar menganjurkan untuk membaca permulaan Surat Al-Baqarah dan penghabisannya sesudah mengubur mayit.

 

Adapun selain terhadap mayit sesudah penguburan, maka banyak sahabat kami yang menganjurkannya. Di antara yang berpendapat mengenai penganjurannya adalah Al Qadhi Husein, Abu Saad AlMutawalli, Al-Imam Abu Al-Fathi Nashr bin Ibrahim bin Nashr AlMagdisy dan Imam Abu Al-Oasim Ar-Rafii. Mengenai lafaznya, berkata As-Syekh Nashr:

 

Bila selesai dari penguburannya, hendaklah berdiri di sebelah kepalanya dan mengucapkan:

 

“Hai Fulan bin Fulan, ingatlah perjanjian di atas mana engkau keluar dari dunia: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Hari kiamat itu pasti datang, tak diragukan lagi. Dan Allah membangkitkan orang mati yang ada dalam kubur.”

 

“Katakanlah: Aku rela Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, Kakbah sebagai kiblat, Al-Qur’an sebagai imam, kaum muslimin sebagai saudara, Tuhanku adalah Allah, tiada Tuhan selain Dia, dan Dia adalah Pemilik arasy yang agung.”

 

Ada yang mengatakan: Hai hamba (laki-laki) Allah anak hamba (perempuan) Allah dan ada yang mengatakan: Hai hamba Allah anak Hawa.

 

Ditanyakan kepada Al-Imam Abu Amr Ibnu Shalah  tentang talqin ini, maka ia menjawab dalam fatwanya: Talqin adalah amalan yang kami pilih dan kami jalankan.

 

Disebutkan oleh segolongan sahabat Imam Nawawi dari Khurasan: Diriwayatkan sebuah hadis dari Abu Umamah yang tidak kuat sanadnya mengenai talqin. Akan tetapi ia dikuatkan dengan kesaksian-kesaksian dan pengamalan penduduk negeri Syam di waktu lampau.

 

Adapun talqin terhadap anak kecil, maka tidak ada sandaran yang bisa diandalkan, dan kami tidak sependapat mengenai hal itu.

 

Menurut pendapat saya: Yang tepat adalah bahwa terhadap anak kecil tidak dilakukan talqin sama sekali, baik yang masih menyusu maupun yang lebih besar, asalkan belum baligh dan belum menjadi mukallaf.

 

Sesuatu yang bermanfaat bagi mayit

 

Para ulama telah sepakat bahwa doa bagi orang mati bisa bermanfaat bagi mereka dan sampai pahalanya kepada mereka. Para ulama berhujjah dengan firman Allah :

 

”Dan orang-orang yang datang sesudah mereka berkata: Wahai Tuhan kami, ampumlah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan iman ….” (Q.S. Al-Hasyr: 10)

 

Dan dengan ayat-ayat lainnya yang masyhur dan semakna dengannya. Dalam hadis-hadis masyhur, disebutkan bahwa Rasulullah  berdoa dengan:

 

“Ya Allah, ampunilah penghuni (kuburan) Bagi’ Al-Gharaad.”

 

Dalam kesempatan yang lain, Nabi berdoa:

 

“Ya Allah, ampunilah orang yang hidup di antara kami dan yang mati di antara kami.”

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai sampainya pahala pembacaan Al-Qur’an. Yang masyhur dari mazhab Syafi’i dan segolongan ulama, adalah tidak sampainya pahala. Ahmad bin Hanbal dan segolongan ulama dari mazhab Syafi’i berpendapat bahwa ia bisa sampai. Yang terpilih adalah pendapat agar pembaca mengucapkan sesudah selesai membaca AlQur’an: Ya Allah, sampaikanlah pahala ayat yang kubaca kepada Fulan.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Anas berkata: Para sahabat melewati jenazah seseorang, lalu mereka memujinya.

 

Maka, bersabdalah Nabi : “Wajiblah (kalau begitu).” Kemudian mereka melewati jenazah yang lain, lalu mereka mencelanya. Maka, bersabdalah Rasulullah : ”Wajiblah (kalau begitu).” Umar bin Khattab bertanya: Apakah yang wajib?” Rasulullah  bersabda: “Yang ini kalian sebutkan kebaikannya, maka wajiblah surga baginya, dan yang ini kalian sebutkan keburukannya, maka wajiblah neraka baginya. Kalian adalah saksi-saksi Allah di bumi.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abi Al-Aswad, ia berkata: Aku datang ke Madinah, lalu aku duduk di samping Umar bin Khattab . Kemudian, lewatlah jenazah di hadapan para sahabat, maka disebutlah kebaikan orang mati itu. Umar berkata: “Wajiblah (kalau begitu). Kemudian lewat jenazah lain, lalu disebutkan kebaikannya. Maka Umar berkata: “Wajiblah (kalau begitu).” Setelah itu lewat jenazah ketiga, lalu disebutkan keburukannya. Maka Umar berkata: “Wajiblah (kalau begitu).” Berkata Abu Al-Aswad: “Apakah yang wajib, wahai Amirul Mukminin?” Umar berkata: Aku katakan seperti sabda Nabi :

 

“Orang muslim mana yang disaksikan oleh empat orang tentang kebaikannya, maka Allah memasukkannya ke dalam surga. Kami berkata: Dan nga orang? Beliau menjawab: Ya, tiga orang. Kami bertanya: Dan dua orang? Behau menjawab: Ya, dua orang.”

 

Larangan memaki orang mati

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Janganlah kamu memaki orang yang sudah mati, karena mereka telah mendapatkan hasil perbuatannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Ibnu Umar, bahwa Rasul bersabda:

 

“Sebutlah kebaikan-kebaikan orang yang sudah mati dan janganlah menyebut berbagai keburukannya.”

 

Para ulama mengatakan: Diharamkan memaki orang muslim yang mati, yang tidak menunjukkan kefasikannya secara terang-terangan. Adapun orang kafir dan muslim yang berbuat kefasikan secara terangterangan, maka terdapat perbedaan di antara ulama salaf. Mengenai hal itu terdapat nash-nash yang saling bertentangan.

 

Terdapat banyak kabar mengenai izin untuk memaki orang-orang jahat, di antaranya yang difirmankan oleh Allah  dalam kitabnya yang mulia. Juga dalam hadis-hadis Sahih, seperti hadis mengenai Amr bin Luhay, kisah Abi Rughal yang mencuri barang dengan tongkat bengkok dan kisah Ibnu Jad’an dan lainnya. Tak ketinggalan hadis sahih yang kami kemukakan ketika lewat jenazah yang disebut keburukannya dan tidak disangkal oleh Nabi  bahkan beliau mengatakan: “Wajiblah.”

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai penggabungan antara nash-nash di atas. Yang paling sahih adalah, orang-orang kafir yang sudah mati boleh disebut keburukan mereka. Adapun orang-orang muslim yang sudah mati, yang berbuat kefasikan secara terang-terangan atau mengerjakan bid’ah dan sebagainya, maka boleh disebut keburukan mereka apabila bisa menimbulkan maslahat, di mana diperlukan untuk memperingatkan tentang keadaan mereka dan menghindarkan penerimaan akan perkataan mereka dan agar tidak mengikuti perbuatannya. Apabila tidak perlu, maka tidak boleh.

 

Ucapan orang yang menziarahi kubur

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Aisyah : Bahwasanya Rasulullah keluar pada akhir malam menuju Bagi’ Al-Gharqad, lalu mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kamu, penghuni tempat kaum mukminn. Telah datang kepada kamu apa yang telah dijanjikan, besok kamu tertunda, dan bila Allah menghendaki, kami akan menyusul kalian. Ya Allah, ampunilah penghuni Bagi Al-Ghargad.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Aisyah ia berkata: Ya Rasulullah, bagaimana aku mengucapkan dalam ziarah kubur? Beliau bersabda:

 

”Ucapkanlah: Semoga keselamatan atas penghuni kuburan dari kaum mukminin dan muslimin, semoga Allah mengasihani orang-orang yang pergi lebih dahulu dan yang pergi kemudian dari kamu dan kami. Bila Allah menghendaki, kami akan menyusulmu.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah keluar menuju pekuburan, lalu mengucapkan:

 

” Semoga keselamatan atas kamu penghuni kuburan kaum mukminin. Bila Allah menghendaki, kami akan menyusulmu.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, bahwa Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melewati kuburan Madinah, lalu beliau mendatangi kuburan dan mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kamu, hai penghuni kubur: Semoga Allah mengampuni kami dan kamu. Kalian telah mendahului kami, dan kami akan mengikutimu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Buraidah, bahwasannya Nabi mengajari ucapan ketika menuju kuburan:

 

“Semoga kesejahteraan atas kamu penghuni kubur dari kaum mukmin. Bila Allah menghendaki, kami pasti menyusulmu. Aku mohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kamu.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah bahwa Nabi mendatangi kuburan Bagi’, lalu mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kamu penghuni kubur dari kaum mukminin. Kamu mendahului kami dan kami akan menyusulmu. Ya Allah, janganlah Engkau haramkan bagi kami pahala mereka dan jangan sesatkan kami sesudah kepergian mereka.”

 

Dianjurkan bagi peziarah untuk banyak membaca Al-Qur’an, zikir dan doa bagi penghuni kuburan itu dan orang muslimin lain yang telah mati. Dianjurkan memperbanyak ziarah dan mengutamakan orang-orang yang saleh.

 

Mencegah orang yang menangis di kuburan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Anas  berkata: Rasulullah  melewati seorang perempuan yang sedang menangis di kuburan, lalu bersabda: “Takutlah kepada Allah dan sabarlah.”

 

Tangis dan rasa takut ketika melewati kuburan orang-orang yang zalim dan penampakan kebutuhan kepada Allah

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda kepada para sahabatnya ketika mereka sampai di pekuburan kaum Tisamud:

 

“Janganlah kalian mendatangi orang-orang yang tersiksa ini, kecuali kamu bisa menangis. Apabila kahan tidak menangis, maka janganlah kamu mendatangi mereka. Tidaklah menimpa kamu apa yang telah menimpa mereka.”

Zikir dan doa yang dianjurkan di hari Jumat dan malamnya

 

Dianjurkan banyak membaca Al-Qur’an, beberapa zikir dan doa pada hari Jumat dan malamnya, dan banyak membaca salawat atas Rasulullah  serta membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat. Dalam kitabnya, Al-Umm, Imam Syafi’i mengatakan: Aku menyukai pembacaan surat Al-Kahfi pada malam Jumat. Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah  menyebut hari Jumat, lalu bersabda:

 

“Di dalamnya terdapat suatu saat yang apabila bertepatan dengan seorang hamba muslim sedang solat ia memohon sesuatu kepada Allah  niscaya Allah akan memberikan kepadanya.”

 

Beliau memberi isyarat dengan tangannya bahwa waktunya sedikit. Para ulama berbeda pendapat mengenai saat ini. Telah saya kumpulkan pendapat-pendapat tersebut di dalam kitab Syarhil Muhazzab dan banyak sahabat mengatakan ia adalah sesudah Asar.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  dari Nabi  bahwa beliau bersabda:

 

“Barangsiapa mengucapkan pada pagi hari Jumat sebelum solat Subuh: ‘Aku mohon ampun kepada Allah yang ridak ada Tuhan selain Dia, yang hidup dan selalu mengurusi makhlukNya dan aku bertobat kepadaNya: tiga kali, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih air laut.”

 

Melalui Abu Hurairah Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa, apabila Rasulullah memasuki masjid, beliau memegang kedua sisi pintu, lalu mengucapkan:

 

“Ya Allah, jadikanlah aku sebaik-baik orang yang menuju kepadaMu dan orang terdekat yang mendekatkan diri kepadaMu, dan orang paling utama yang memohon dan berharap kepadaMu.”

 

Melalui Aisyah, Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda Nabi :

 

“Barangsiapa membaca sesudah solat Jumat: Qul Huwallahu ahad, GlQul auzu bi Rabbil falaq dan Oul duzu bi Rabbin naas: tujuh kah, niscaya Allah melindunginya dari segala kejahatan hingga Jumat berikutnya.”

 

Dianjurkan banyak berzikir kepada Allah  sesudah solat Jumat.

 

Allah berfirman:

 

“Apabila solat telah selesai dilakukan, maka menyebarlah di bumi dan carilah keutamaan (rezeki) Allah serta banyak berzikirlah kepada Allah, mudah-mudahan kamu herbahagia.” (Q.S. Al-Jumw’ah: 10)

 

Zikir yang dianjurkan pada dua Hari Raya

 

Dianjurkan menghidupkan dua malam Id dengan berzikir kepada Allah dan solat serta ketaatan-ketaatan lainnya. Hadis mengenai hal ini adalah:

 

“Barangsiapa menghidupkan dua malam Id, tidaklah mati hatinya pada hari di saat hati manusia pada mati.”

 

Dalam riwayat lain:

 

”Barangsiapa meramaikan dua malam hari raya (Id) karena Allah dengan mengharapkan pahala, niscaya tidak mati hatinya ketika hati manusia pada mati.”

 

Demikianlah yang terdapat dalam riwayaat As-Syafi’i dan Ibnu Majah. Ia adalah hadis Yharf yang diriwayatkan dari Abu Umamah secara marfuk dan mauquf. Keduanya lemah. Akan tetapi, hadis-hadis mengenai amalan utama boleh dilakukan.

 

Dianjurkan bertakbir pada dua malam dari kedua hari raya. Dan dianjurkan pada hari raya Idul Fitri dari terbenamnya matahari hingga imam mulai bertakbir untuk solat Id dan itu dianjurkan sesudah solat dan dalam keadaan lainnya.

 

Takbir diperbanyak di waktu orang-orang sudah banyak berkumpul. Boleh bertakbir dalam keadaan berjalan, duduk, berbaring, di jalan, di masjid dan di atas tempat tidur. Adapun Idul Adha, maka takbirnya dilakukan setelah solat Asar sampai akhir hari Tasyrig tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah sehabis solat Asar. ‘

 

Inilah yang paling sahih diamalkan. Banyak hadis yang diriwayatkan dalam Suman Baihaqi dan telah saya jelaskan dalam Syarhil Muhazzab, dan saya sebutkan semua cabang-cabang yang berkaitan dengannya.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Lafaz takbir adalah mengucapkan:

 

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.”

 

Al-Imam Syafi’i dan sahabat-sahabat Imam Syafi’i berkata: Jika lebih maka berkata (jika ingin lebih):

 

Dianjurkan bertakbir pada dua malam dari kedua hari raya. Dan dianjurkan pada hari raya Idul Fitri dari terbenamnya matahari hingga imam mulai bertakbir untuk solat Id dan itu dianjurkan sesudah solat dan dalam keadaan lainnya.

 

Takbir diperbanyak di waktu orang-orang sudah banyak berkumpul. Boleh bertakbir dalam keadaan berjalan, duduk, berbaring, di jalan, di masjid dan di atas tempat tidur. Adapun Idul Adha, maka takbirnya dilakukan setelah solat Asar sampai akhir hari Tasyrig tanggal 11, 12, 13 Zulhijjah sehabis solat Asar. ‘

 

Inilah yang paling sahih diamalkan. Banyak hadis yang diriwayatkan dalam Suman Baihaqi dan telah saya jelaskan dalam Syarhil Muhazzab, dan saya sebutkan semua cabang-cabang yang berkaitan dengannya.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Lafaz takbir adalah mengucapkan:

 

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.”

 

Al-Imam Syafi’i dan sahabat-sahabat Imam Syafi’i berkata: Jika lebih maka berkata (jika ingin lebih):

 

“Allah Maha Besar sebesar-besarnya. Segala puji bagi Allah sebanyakbanyaknya. Maha Suci Allah pagi dan sore. Tiada Tuhan selain Allah. Kita tidak menyembah selain Dia dengan mengikhlaskan agama bagiNya walaupun tidak disukai oleh orang-orang kafir.

 

Tiada Tuhan selain Allah. Dia menelan janjiNya, menolong hambaNya, mengalahkan persekutuan musuh-musuhNya sendirian. Tiada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar.” Maka lebih baik.

 

Segolongan sahabat Imam Nawawi mengatakan: Dibolehkan mengucapkan seperti biasanya:

 

“Allah Maha Besar, (3X). Tiada Tuhan selain Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan segala puji bagiNya.”

 

Adalah sunnah bertakbir dalam solat Id sebelum membaca ayat. Maka, pada rakaat pertama bertakbir tujuh kali, selain takbir pembukaan. Yang kedua lima takbir, selain takbir ketika bangkit dari sujud. Takbir dalam rakaat pertama dilakukan setelah doa istiftah dan sebelum taawud.

 

Dianjurkan untuk mengucapkan antara dua takbir: Subhanallah wal hamdulillahi va laa ilaha Illallah Wallahu Akbar. Demikianlah pendapat Jumhur ulama.

 

Sebagian ulama mengatakan, adalah dengan mengucapkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang riada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian. Di tanganNya segala kebaikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Andaikata ditinggalkan semua zikir ini dan takbir-takbir yang berjumlah tujuh dan lima, sah salatnya dan tidak melakukan sujud sahwi. Akan tetapi, hilang keutamaannya. Adapun kedua khutbah dalam solat Id, maka dianjurkan bertakbir dalam pembukaan khutbah pertama sembilan kali dan khutbah kedua tujuh kali.

 

Zikir pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah Allah berfirman:

 

”.. Mereka menyebutkan nama Allah dalam hari-hari tertentu …” (Q.S. Al-Hajj: 28)

 

Ibnu Abbas, As-Syafi’i dan jumhur ulama berkata: Ia adalah sepuluh hari pertama bulan Zullhijjah. Ketahuilah, dianjurkan memperbanyak zikir dalam sepuluh hari ini lebih banyak dari lainnya, dan pada hari Arafah lebih banyak dari hari-hari yang lain.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas dari Nabi bahwa beliau bersabda:

 

“Tidak ada amalan dalam hari-hari yang lebih utama daripadanya dalam sepuluh hari ini. Para sahabat bertanya: Tidak pula jihad di jalan Allah? Beliau menjawab: Tidak pula jihad, kecuali seorang lelaki yang keluar untuk mempertaruhkan jiwa dan hartanya lalu tidak kembali Dengan suatu apapun.”

 

Dalam riwayat Tirmizi:

 

“Tidak ada dari hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih disukai

 

Allah  daripada sepuluh hari ini.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi :

 

“Doa yang paling utama adalah doa pada hari Arafah, dan ucapan paling utama yang kuucapkan dan yang diucapkan nabi-nabi sebelum aku adalah: Tiada Tuhan selam Allah yang rada sekutu bagiNya. BagiNya segala kekuasaan dan segala pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Zikir yang disyariatkan di waktu gerhana

 

Di waktu gerhana matahari dan bulan disunnahkan memperbanyak Zikir dan doa kepada Allah . Dengan jmak (kesepakatan) kaum muslimin, disunnahkan solat pada waktu itu.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda?’:

 

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari berbagai kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana lantaran kematian seseorang atau kehidupannya. Maka, apabila kamu melihatnya berdoalah kepada Allah dan bertakbirlah serta bersedekahlah.”

 

Dalam suatu riwayat: “Apabila kamu melihat itu, maka berzikirlah kepada Allah ”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa AlAsyari, dari Nabi, bahwa beliau  bersabda:

 

“Apabila kamu melihat suatu gerhana, maka segeralah berzikir dan berdoa serta memohon ampun kepadaNya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Mughirah bin Syu’bah”:

 

“Apabila kamu melihatnya (gerhana), maka berdoalah kepada Allah dan solatlah.”

 

Dalam Sahih Muslim, Abdurrahman bin Samurah berkata: Aku menemui Nabi dan timbul gerhana matahari, sedang beliau berdiri dalam solat sambil mengangkat kedua tangannya. Beliau terus bertasbih, bertahlil, bertakbir, bertahmid dan berdoa hingga berakhir gerhananya Ketika gerhana berakhir, beliau membaca dua surat dan solat dua rakaat.

 

Dianjurkan memanjangkan bacaan dalam solat gerhana matahari. Maka, dibaca dalam rakaat pertama sepanjang surat Al-Baqarah. Dalam rakaat kedua sepanjang dua ratus ayat. Dalam rakaat ketiga sepanjang seratus lima puluh ayat. Dalam rakaat keempat sepanjang seratus ayat. Dan bertasbih dalam rukuk pertama, sekadar seratus ayat. Dalam rukuk kedua sekadar tujuh puluh ayat. Dalam rukuk ketiga begitu pula. Dalam rukuk keempat sekadar lima puluh ayat, dan memanjangkan sujud seperti rukuk yang pertama. Sujud yang kedua seperti rukuk yang kedua. Inilah yang sahih.

 

Jangan ragu mengenai anjuran memanjangkan sujud. Akan tetapi, yang masyhur dalam kebanyakan kitab-kitab para sahabat Imam Nawawi adalah, bahwasannya ia tidak dipanjangkan. Ini adalah keliru atau lemah. Yang tepat adalah memanjangkannya. Hal itu telah jelas dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Rasulullah  melalui jalan yang banyak. Telah saya jelaskan dengan dalil-dalil dan beberapa kesaksiannya dalam Syarhi Muhazzab. Saya sebutkan di sini agar tidak terpedaya oleh kebalikannya.

 

As-Syafi’i 88 telah memuat dalam berbagai tempat mengenai anjuran untuk memanjangkannya.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi mengatakan: Tidak dipanjangkan duduk antara dua sujud, akan tetapi dilakukan seperti biasanya. Pendapat ini perlu ditinjau. Karena telah jelas dalam hadis yang sahih mengenai pemanjangannya.

 

Telah saya sebutkan secara jelas hal itu dalam Syarhi/ Muhazzab. Yang terpilih adalah anjuran untuk memanjangkannya. Andaikata ditinggalkan pemanjangan bacaan-bacaan ini semuanya dan mencukupkan pada surat Al-Fatihah, sahlah solatnya.

 

Disunnahkan mengeraskan bacaan dalam solat gerhana bulan dan dianjurkan merendahkan bacaan dalam solat gerhana matahari.

 

Kemudian, setelah solat, berkhutbah dua kali dengan mengingatkan manusia untuk taat kepada Allah  bersedekah dan membebaskan budak sebagaimana terdapat hal itu dalam hadis-hadis yang masyhur serta menyerukan manusia untuk mensyukuri kenikmatan Allah  dan memperingatkan mereka dari kelalaian dan kesesatan.

 

Zikir dalam solat Istisga

 

Dianjurkan memperbanyak doa dan zikir serta Istighfar dengan kerendahan diri. Doa-doa dalam solat tersebut telah musyhur, yaitu:

 

“Yg Allah, turunkanlah hujan kepada kami yang bisa menolong kami, yang nyaman, deras dan merata, meliputi semuanya, selamanya. Ya Allah, turunkanlah hujan di atas bukit-bukit dan tempat tumbuhnya pohon dan lembah-lembah. Ya Allah, kami mohon ampunan kepadaMu, sesungguhnya Engkau maha Pengampun. Maka turunkanlah hujan yang deras di atas kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan jangan Engkau jadikan kami sebagai orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, tumbuhkan tanaman bagi kami dan perbanyaklah air susi untuk kami. Turunkanlah hujan kepada kami dari berkatnya langit, dan fumbuhkan tanaman bagi kami dari berkatnya bumi.

Ya Allah, singkirkan kepayahan, kelaparan dan ketelanjangan dari kami. Jauhkanlah kami dari bencana yang tidak bisa disingkirkan oleh yang selain Engkau.”

 

Dianjurkan, apabila ada seorang lelaki yang termashur kesalehannya, hendaknya ia dijadikan perantara, dengan mengatakan: Ya Allah, kami mohon hujan dan menjadikan hambaMu si Fulan sebagai perantara kepadaMu.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, bahwa Umar bin Khattab apabila mengalami kekeringan, ia memohon hujan dengan perantaraan Abbas bin Abdul Mutthalib. Ia mengucapkan: Ya Allah, kami menjadikan Nabi kami  sebagai perantara, maka Engkau turunkan hujan kepada kami dan kami menjadikan paman Nabi kami sebagai perantara, maka turunkanlah hujan kepada kami, lalu mereka pun mendapat hujan.

 

Dianjurkan membaca dalam solat Istisga seperti membaca dalam solat Id. Setelah doa iffitah, dalam rakaat pertama diucapkan tujuh takbir, dan dalam rakaat kedua lima takbir seperti solat Id. Kemudian berkhutbah dua kali dengan memperbanyak istighfar dan doa.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dengan isnad sahih berdasarkan syarat Muslim, dari Jabir bin Abdillah  yang berkata: Datang orang-orang perempuan yang menangis menemui Rasulullah lalu beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami yang bisa menolong, membawa kesuburan, berguna dan tidak berbahaya, segera dan tidak tertunda. Maka, langit pun langsung mendung.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya  yang berkata: Bahwasanya Rasulullah  apabila memohon hujan, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada hamba-hambaMu dan binatangbinatangMu, dan sebarkanlah rahmatMu serta hidupkanlah negeriMu yang mati.”

 

Aisyah  berkata bahwa orang-orang mengeluh kepada Rasulullah  perihal ketiadaan hujan. Maka, beliau menyuruh mendirikan mimbar di tempat solat dan menentukan hari bagi orang-orang untuk keluar pada waktu itu. Ketika matahari naik, Rasulullah  keluar, lalu duduk di atas mimbar, bertakbir dan memuji Allah  dan bersabda:

 

“Kalian mengeluh perihal kekeringan kampungmu dan terlambatnya hujan dari waktu turunnya di atas kalian. Allah telah menyuruh kamu berdoa kepadaNya dan Dia berjanji kepadamu akan mengabulkan doa kalian, kemudian beliau mengucapkan: Segala puji bagi Allah Tuhan sekahan alam, yang Maha Pengasih lagi Penyayang, yang menguasai hari kiamat, rada Tuhan selain Allah. Dia melakukan apa yang dikehendakiNya. Ya Allah, Engkau adalah Allah, nada Tuhan selain Engkau, yang Maha Kaya. Kami adalah orang-orang miskin, turunkanlah hujan di atas kami. Dan jadikanlah yang Engkau turunkan bagi kami kekuatan. Samparkanlah kepada kami hingga wakru tertentu.”

 

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan terus mengangkatnya hingga tampak putihnya kedua ketiaknya. Beliau memalingkan punggungnya kepada orang-orang dan kembali lagi atau menggeser selempangnya sambil mengangkat kedua tangannya. Setelah itu, Nabi menghadap mereka, dan beliau pun turun, lalu solat dua rakaat. Saat itu, Allah menurunkan awan, terdengar guntur dan tampaklah kilat, lalu turunlah hujan dengan izinNya.

 

Belum sampai Rasulullah kembali ke masjidnya, datanglah banjir. Ketika beliau melihat cepatnya mereka diam, beliau pun tertawa hingga nampak gigi taringnya. Maka, bersabdalah Rasulullah : Aku bersaksi bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan bahwa aku adalah hamba dan RasulNya. (H.R. Abu Daud)

 

Ketahuilah, dalam hadis ini terdapat penjelasan bahwa khutbahnya dilakukan sebelum solat. Begitulah yang dijelaskan dalam Sahih Bukhari dan Muslim. Dari itu, ini bisa berarti kebolehan.

 

Yang masyhur dalam kitab-kitab fiqh dari sahabat-sahabat Imam Nawawi adalah, dianjurkan mendahulukan solat daripada khutbah. Berdasarkan hadis-hadis yang lain, bahwa Rasulullah mendahulukan solat daripada khutbah.

 

Dianjurkan menggabungkan antara suara keras dan pelan dan mengangkat tangan yang tinggi.

 

Imam Syafi’i berkata: Hendaklah mereka berdoa dengan:

 

“Ya Allah, Engkau menyuruh kami berdoa kepadaMu dan Engkau berjanji untuk mengabulkannya, kami telah berdoa kepadaMu sebagaimana Engkau telah menyuruh kami, maka kabulkan doa kami sebagaimana Engkau janjikan.

Ya Allah, karuntailah kami dengan ampunan atas dosa-dosa kami dan dengan pengabulanMu dalam penurunan hujan kepada kami dan perluasan rezeki kepada kami.”

 

Dan mendoakan bagi kaum mukminin dan mukminat, mengucapkan salawat atas Nabi membaca satu dua ayat, dan imam mengucapkan: Aku mohon ampun kepada Allah, dan bagimu juga.

 

Juga berdoa untuk menolak bencana dan doa lain, seperti: Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat. Lindungilah kami dari siksa neraka. Juga doa-doa lainnya yang telah kami sebutkan dalam hadis-hadis sahih.

 

As-Syafi’i berkata: Imam berkhutbah dalam solat Istisga dua kali khutbah sebagaimana berkhutbah dalam solat Id, bertakbir kepada Allah dan memujinya dan mengucapkan salawat atas Nabi dan memperbanyak istighfar di dalamnya hingga menjadi ucapannya yang terbanyak. Juga banyak mengucapkan:

 

“Mintalah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.

Dia menurunkan hujan dari langit kepadamu dengan deras.”

 

Kemudian beliau meriwayatkan dari Umar  bahwa ia memohor hujan dan doanya yang terbanyak adalah istighfar. Dilanjutkan olehnya Hendaklah sebagian besar doanya adalah istighfar. Memulainya dengan istighfar, berhenti di tengah-tengahnya dengan istighfar dan mengakhirinya dengan istighfar. Ia menjadi ucapannya yang terbanyak hingga selesai khutbahnya serta menyerukan manusia agar bertobat dan melakukan ketaatan serta mendekatkan diri kepada Allah.

 

Ucapan bila angin bertiup kencang

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Aisyah  bahwasanya apabila angin bertiup kencang, Nabi  mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang terdapat di dalamnya dan kebaikan yang diturunkan bersamanya. Aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang terdapat di dalamnya dan keburukan yang diturunkan bersamanya.”

 

Abu Hurairah  mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Angin itu termasuk rahmat Allah  terhadap hambaNya. Ia bisa datang membawa rahmat dan bisa datang membawa siksa. Maka, apabila kamu melihatnya, janganlah memakinya, dan mintalah kepada Allah kebaikannya dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya.” (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah)

 

 Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Aisyah up bahwa Nabi apabila melihat awan bergerak di ufuk langit, beliau pun meninggalkan pekerjaannya walaupun di dalam solatnya, kemudian mengucapkan: “Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari keburukannya. Apabila turun hujan, beliau mengucapkan: Ya Allah, turunkanlah hujan yang nyaman.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan lainnya, dari Ubay bin Kaab  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Janganlah kamu memaki angin. Apabila kamu melihat sesuatu yang tidak disukai, maka ucapkanlah: Kami mohon kepadaMu kebaikan angin ini dan kebaikan yang terdapat di dalamnya dan kebaikan yang dibawahnya. Kami berlindung kepadaMu dari keburukan angin ini dan keburukan yang terdapat di dalamnya serta keburukan yang dibawahnya.” Tirmiri menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Salamah Ibnu Al-Akwa bahwasanya Rasulullah apabila angin bertiup kencang, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, jadikanlah ia membawa kesuburan dan jangan jadikan ia membawa kekeringan.”

 

Diriwayatkan oleh imam As-Syaf’i  dalam kitabnya, A/-Umm, dengan snadnya dari Ibnu Abbas  yang berkata: Tidaklah angin bertiup melainkan Nabi  duduk di atas kedua lututnya dan mengucapkan:

 

“Ya Allah, jadikanlah ta sebagai rahmat dan jangan jadikan ia sebagai siksaan. Ya Allah, jadikanlah angin yang banyak dan jangan jadikan satu macam angin.”

 

Ibnu Abbas berkata: Telah disebutkan dalam firman Allah :

 

“Sesungguhnya Kami kirimkan kepada mereka angin yang sangat kencang….” (Q.S. Fusshilat: 16)

 

Allah juga berfirman:

 

“Dan Kami kirimkan kepada mereka angin yang membawa kekeringan.” (Q.S. Az-Zaariyat: 41)

 

Dalam surat Al-Hijr, ayat 22, Allah menerangkan:

 

“Dan Kami kirimkan angin-angin yang membawa kesuburan…”

 

Dalam firman yang lain:

 

“Dan di antara tanda-tandaNya Dia mengirimkan angin-angin yang membawa kegembiraan…” (Q.S. Ar-Rum: 46)

 

As-Syafii  menyebutkan suatu hadis yang terputus sanadnya, dari seorang lelaki, bahwa ia mengeluh kepada Nabi atas kemiskinannya, maka berkatalah Rasulullah : Barangkali engkau pernah memaki angin.

 

Imam Syaf’i menerangkan: Tidaklah patut bagi seseorang memaki angin, karena sesungguhnya angin adalah makhluk Allah  yang penurut dan salah satu bala tentaraNya. Dia bisa menjadikannya sebagai rahmat dan siksaan jika dikehendakiNya.

 

Ucapan bila mendengar guntur

 

Dengan isnad dhaif, Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Umar  bahwa Rasulullah  apabila mendengar suara guntur dan petir, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, janganlah membunuh kami dengan kemarahan dan janganlah membinasakan kami dengan siksaanMu dan selamatkanlah kami sebelum itu.”

 

Dengan isnad sahih, Imam Malik meriwayatkan bahwa, apabila Abdullah bin Zubair mendengar guntur, maka ia meninggalkan pembicaraan dan mengucapkan:

 

“Maha Suci Allah yang kepadaNya guntur dan para malaikat bertasbih dengan memujiNya lantaran takut kepadaNya.”

 

Dengan isnad sahih, Imam Syafii meriwayatkan: Apabila Thawus mendengar guntur, maka mengucapkan: Maha Suci Allah yang kepadaNya  engkau (guntur) bertasbih. As-Syafi’i berkata: Seakan-akan ia kembali kepada firman Allah :

 

”Dan guntur bertasbih dengan pujian kepadaNya.”

 

Ibnu Abbas  berkata: Kami bersama Umar  dalam suatu perjalanan, maka terdengar guntur dan petir, dan turunlah hujan. Kaab berkata kepada kami: Barangsiapa ketika mendengar guntur mengucapkan:

 

“Maha Suci Allah yang kepadaNya guntur dan para malaikat bertasbih dengan pujian kepadaNya lantaran takut kepadaNya, tiga kah, niscaya ia selamat dari guntur itu. Maka kami mengucapkannya dan selamatlah kami daripadanya.”

 

Ucapan ketika turun hujan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Aisyah bahwa Rasulullah  apabila turun hujan maka mengucapkan’”:

 

“Yg Allah, turunkanlah hujan yang berguna.”

 

Imam Syafi’i meriwayatkan hadis mursal, bahwa Nabi bersabda:

 

“Carilah pengabulan doa di saat peperangan dan ikamah solat serta Turunnya hujan.”

 

Ucapan sesudah turun hujan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa Rasulullah solat Subuh bersama kami di Hudaibiyah sesudah turun hujan di waktu malam. Setelah selesai, beliau menghadap orang-orang, lalu bersabda:

 

“Tahukah kamu apa yang dikatakan oleh Tuhanmu? Para sahabat menjawab: Allah dan RasulNya lebih tahu. Rasulullah berkata: Allah berkata: Di antara hamba-hambaKu, ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Adapun yang mengatakan: Kami mendapat hujan dengan keutamaan Allah dan rahmatNya, maka orang itu beriman kepadaKu dan kafir terhadap perbintangan. Adapun yang mengatakan: Kami mendapat hujan dengan sebab bintang begini dan begini, maka orang itu kafir terhadapKu dan beriman kepada perbintangan.”

 

Para ulama berkata: Bila seorang muslim berkata: Kami mendapat hujan dengan sebab bintang begini dan dimaksudkan bahwa bintang itu adalah yang mengadakan dan menurunkan hujan itu, maka ia pun menjadi kafir tanpa diragukan.

 

Apabila ia mengatakannya dengan maksud bahwa itu adalah tanda turunnya hujan sehingga hujan turun pada waktu terdapat tanda ini, sedang turunnya adalah dengan perbuatan Allah dan ciptaanNya, maka ja tidak menjadi kafir.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai karohahnya dan yang terpilih adalah bahwa ia makruh, karena termasuk lafaz orang-orang kafir. Ini adalah dhahir hadis. Dan telah dimuat oleh Asy-Syafi’i  dalam kitab Al-Umm dan lainnya.

 

Dianjurkan untuk bersyukur kepada Allah  atas kenikmatan ini, yaitu turunnya hujan.

 

Ucapan bila takut bahaya hujan

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Anas, menceritakan: Seorang laki-laki masuk ke dalam masjid pada hari Jumat. Saat itu, Rasulullah  sedang berkhutbah. Berkatalah orang itu: Ya Rasulullah, harta lenyap dan jalan-jalan terputus, maka doakan agar Allah menolong kami. Maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya, lalu mengucapkan:

 

“Ya Allah, tolonglah kami. Ya Allah, tolonglah kami. Ya Allah, tolonglah kami.”

 

Anas berkata: Demi Allah, kami tidak melihat awan di langit maupun pecahan awan, dan antara kami dan (nama gunung dekat Madinah) tidak ada rumah maupun bangunan. Maka, naiklah dari belakangnya suatu awan seperti perisai. Ketika sampai di tengah langit, ia tersebar lalu turun hujan. Demi Allah, kami tidak melihat matahari sedikit pun. Kemudian, masuklah seorang lelaki melalui pintu pada hari Jumat berikutnya, dan Rasulullah  sedang berkhutbah. Orang itu berkata: Ya Rasulullah, harta lenyap dan jalan-jalan terputus. Maka, doakanlah kepada Allah agar melindungi kami darinya. Rasulullah mengangkat kedua tangannya, lalu mengucapkan:

 

“Ya Allah, turunkanlah di sekitar kami, jangan turunkan di atas kami. Ya Allah, turunkanlah di atas tanah-tanah, bukit-bukit dan dasar-dasar lembah serta tempat-tempat tumbuhnya pohon.”

 

Kemudian lenyaplah awan tersebut dan keluarlah kami berjalan di sinar matahari.

 

Zikir solat Hajat Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Abi Aufa, bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Barangsiapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada salah seorang dari anak Adam (manusia), maka hendaklah ia berwudu dan membaguskannya, kemudian solat dua rakaat, lalu memuji Allah dan mengucapkan salawat kepada Nabi. Selanjutnya, hendaklah ia mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Pemaaf dan Pemurah. Maha Suci Allah Pemilik arasy yang agung. Segala puji bagi Allah, Tuhan sekahan alam. Aku mohon curahan rahmatMu dan kepastian ampunanMu dan perolehan segala kebaikan dan keselamatan dari segala dosa. Jangan biarkan dosa padaku melainkan Engkau telah mengampuninya, dan jangan biarkan kesusahan padaku melainkan Engkau telah menghilangkannya. Jangan biarkan keperluan yang Engkau ridai melainkan Engkau telah memenuhinya. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Menurut Imam Nawawi, hendaklah berdoa: Ya Allah, berilah kebaikan kepada kami di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Usman bin Hanif , bahwa seorang lelaki buta mendatangi Nabi  lalu berkata: Berdoalah kepada Allah  agar menyembuhkan aku. Beliau bersabda: Jika engkau kehendaki, aku doakan, dan jika engkau kehendaki, bersabarlah. Itu lebih baik bagimu. Orang itu berkata: Maka doakanlah. Kemudian Rasulullah menyuruhnya berwudu dan membaguskannya lalu berdoa dengan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu dan menuju kepadaMu dengan NabiMu, Muhammad  Nabi yang membawa rahmat. Ya Muhammad, aku menuju dengan perantaraanmu kepada Tuhanku dalam keperluan ini agar dipenuhi bagiku. Ya Allah, jadikanlah dia sebagai perantara dalam keperluanku ini.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih Zikir Solat Tasbih

 

Tirmizi berkata: Telah diriwayatkan lebih dari satu hadis mengenai solat Tasbih dan banyak yang tidak sah.

 

Ibnu Mubarak dan banyak ahli ilmu berpendapat adanya solat Tasbih dan mereka menyebut keutamaan di dalamnya.

 

Tirmizi berkata: Diberitakan kepada kami oleh Ahmad bin Abdah, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Wahbin, ia berkata: Aku bertanya kepada Abdullah bin Mubarak tentang solat Tasbih. Ia menjawab: Mula-mula bertakbir, kemudian mengucapkan:

 

”Maha Suci Engkau ya Allah dengan segala puji bagiMu, Maha Suci namaMu dan Maha tinggi kekuasaanMu. Tiada Tuhan selain Engkau.”

 

Kemudian mengucapkan sebanyak lima belas kali:

 

“Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, nada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar.”

 

Kemudian memohon perlindungan (ta’awudz) dan membaca surat Al-Fatihah dan surat yang lain, kemudian mengucapkan seperti di atas sebanyak sepuluh kali. Kemudian rukuk dan mengucapkannya sepuluh kali. Setelah itu mengangkat kepalanya dan mengucapkan sejumlah itu. Selanjutnya bersujud dan mengucapkan dalam jumlah yang sama.

 

Dilanjutkan dengan mengangkat kepala (duduk) dan mengucapkan sepuluh kali. Kemudian bersujud lagi dan mengucapkan dengan cara yang sama.

 

Solat Tasbih dikerjakan empat rakaat dengan cara ini. Maka jumlahnya tujuh puluh lima tasbih dalam tiap rakaat, dimulai dengan lima belas kali tasbih, kemudian membaca surat, kemudian bertasbih sepuluh kali.

 

Apabila solat di malam hari, maka Imam Nawawi lebih suka mengucapkan salam dalam dua rakaat. Apabila solat di siang hari, maka boleh mengucapkan salam sesudah dua rakaat dan boleh mengucapkannya sesudah empat rakaat.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Abi Rafi bahwa Rasulullah  bersabda kepada Al-Abbas:

 

“Hai paman, maukah aku menyambung (kekeluargaan), mencintai, dan memberikan manfaat kepadamu? Abbas menjawab: Tentu saja, ya Rasulullah. Behau bersabda: Hai paman, solat empat rakaat. Engkau baca dalam serap rakaat surat Al-Fatihah dan surat yang lain. Apabila selesai, maka ucapkanlah: Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah, dan Maha Suci Allah: lima belas kah sebelum engkau rukuk. Setelah itu rukuklah dan ucapkanlah sepuluh kali. Angkatlah kepalamu setelah itu dan ucapkanlah sepuluh kali, lalu sujudlah dan ucapkanlah sepuluh kali, angkatlah kepalamu dan ucapkanlah sepuluh kali sebelum berdiri. Semua itu berjumlah tujuh puluh lima tasbih dalam setiap rakaat, dan tiga ratus tasbih dalam empat rakaat. Walaupun dosa-dosamu sebanyak pasir halus, niscaya Allah mengampuninya bagimu. Abbas berkata: Ya Rasulullah, siapa yang bisa melakukannya setiap hari? Beliau bersabda: Apabila engkau tidak mampu melakukannya setiap hari, maka lakukanlah setiap Jumat. Apabila engkau tidak mampu melakukannya setiap Jumat, maka lakukanlah serap bulan. Demikianlah seterusnya hingga beliau mengatakan: Lakukanlah setiap tahun.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis gharib (ganjil)

 

Imam Abu Bakar ibn Al-Arabi dalam kitabnya, Al-Ahwazi Fi Syarhi At-Tirmizi, mengatakan bahwa hadis Abi Raft ini lemah, tidak ada asalnya dalam kesahihan maupun kehasanannya. Tirmizi menyebutnya agar tidak terpedaya olehnya, dan perkataan Ibnu Mubarak bukan hujjah. Al-Agily berkata: Tidak terdapat hadis sahih mengenai solat Tasbih. Abu Al-Faraj ibn Al-Jauzy menyebut hadis-hadis solat Tasbih dari beberapa jalan, kemudian melemahkan semuanya dan menjelaskan kelemahannya. Ia menyebutkan dalam kitabnya tentang hadis-hadis maudhu’ (buatan).

 

Telah sampai kepada kami dari Imam Al-Hafidh Abi Al-Hasan AdDaruguthni bahwa ia berkata: Hadis paling sahih mengenai keutamaan surat adalah surat Al-Ikhlas dan hadis paling sahih mengenai keutamaan solat adalah solat Tasbih.

 

Perkataan ini telah saya sebutkan dengan sanadnya dalam kitab Thabagat Al-Fugaha (tingkatan-tingkatan para ahli fiqh) dalam terjemah Abi Al-Hasan Ali bin Umar Ad-Daruguthni.

 

Tidak lazim dari ungkapan ini bahwa hadis mengenai solat Tasbih adalah Sahih, karena mereka mengatakan: Ini paling sahih yang terdapat dalam bab ini, meskipun dharf. Maksud mereka adalah yang paling kuat dan paling sedikit kelemahannya.

 

Sekelompok imam sahabat kami telah menulis mengenai anjuran untuk menjalankan solat Tasbih ini, di antaranya Abu Muhammad AlBaghawi dan Abu Al-Mahasin Ar-Ruyani.

 

Zikir yang berkaitan dengan zakat

 

Allah  berfirman:

 

“Ambillah dari harta mereka sedekah yang bisa menyucikan mereka dan membersihkan mereka serta berdoalah bagi mereka….” (Q.S. At-Taubah: 103)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim bahwa menurut Abdullah bin Abi Aufa apabila suatu kaum datang kepada Rasul dengan membawa sedekah, maka beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, berikanlah kesejahteraan kepada mereka.”

 

Abi Aufa datang dengan membawa sedekahnya, maka Rasulullah berdoa:

 

“Ya Allah, berikanlah kesejahteraan kepada keluarga Abi Aufa.”

 

Imam Syafi’i dan ulama lainnya mengatakan: Yang terpilih adalah agar penerima zakat mengucapkan kepada pemberinya:

 

“Semoga Allah memberi pahala kepadamu dalam sedekah yang engkau berikan dan menjadikannya suci bagimu. Semoga Dia juga memberi berkat kepadamu dalam harta yang engkau sisakan.”

 

Doa ini dianjurkan bagi penerima zakat, baik ia sebagai orang yang membagikan atau orang miskin.

 

Adapun perkataan Nabi : Allahumma shalhi alaihim, maka beliau mengucapkannya karena lafaz Ash-Shalatu adalah khusus bagi dirinya, maka beliau boleh menggunakannya kepada siapa yang dikehendakinya, berlainan dengan kita.

 

Ketahuilah, niat zakat adalah wajib dan niatnya terdapat di dalam hati seperti ibadah yang lain. Dianjurkan menggabungkannya dengan ucapan lisan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya.

 

Apabila ia mencukupkan pada pengucapan lisan tanpa niat di hati, maka terdapat perselisihan pendapat mengenai keabsahannya. Yang paling sahih adalah tidak sah, dan tidak wajib pula atas pemberi zakat jika ja berniat untuk mengucapkan: ”Ini adalah zakat”, akan tetapi cukuplah baginya memberikannya kepada orang yang berhak atasnya. Andaikata ia mengucapkannya hal itu, tidaklah mengganggunya.

 

Dianjurkan bagi siapa yang memberikan zakat, sedekah, nazar atau kafarat dan sebagainya untuk mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami, Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Mengetahui.”

 

Allah telah memberitahu tentang hal itu dari Ibrahim, Ismail dan istri Imran.

Ucapan bila melihat bulan sabit dan bila melihat bulan

 

Diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi dan kitab Tirmizi, dari Talhah bin Ubaidillah bahwa Nabi  apabila melihat bulan sabit, maka mengucapkan:

 

“Yg Allah, turunkanlah bulan sabit itu di atas kami dengan membawa berkat dan iman, keselamatan dan Islam. Tuhanku dan Tuhan kamu (bulan sabit) adalah Allah.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi, bahwa Ibnu Umar  berkata: Bahwasanya Rasulullah  apabila melihat bulan sabit, maka mengucapkan:

 

“Allah Maha Besar: Ya Allah, turunkanlah bulan sabit itu di atas kami dengan membawa keamanan dan iman, keselamatan dan Islam, taufik kepada perbuatan yang Engkau sukai dan yang Engkau ridai. Tuhan kami dan Tuhan kamu (bulan sabut) adalah Allah.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dalam kitab Al-Adab, dari Oatadah, bahwa ia mendengar Rasulullah apabila melihat bulan sabit, maka mengucapkan:

 

”Bulan sabit yang membawa kebaikan dan petunjuk yang benar, bulan sabit yang membawa kebaikan dan petunjuk yang benar, bulan sabit yang membawa kebaikan dan petunjuk yang benar. Aku beriman kepada Allah yang menciptakanmu, tiga kali. Segala puji bagi Allah yang melenyapkan dan mendatangkan bulan ini.”

 

Diriwayatkan dalam Hilyat Al-Auliya’, dengan isnad dhaif dari Ziyad An-Numarri, dari Anas  bahwa Rasulullah  apabila memasuki bulan Rajab, maka mengucapkan:

 

“Allah, berkatilah kami dalam bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadan.”

 

Zikir yang dianjurkan di waktu puasa

 

Dianjurkan menggabungkan antara niat dalam hati dan ucapan dengan lisan seperti dalam ibadah-ibadah lainnya. Apabila berniat dalam hati saja, sudah cukup. Apabila berniat hanya dengan lisan, maka tidaklah cukup. Hal ini sudah disepakati.

 

Adalah sunnah apabila ada orang lain memakinya atau memusuhinya untuk mengucapkan: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Puasa itu adalah perisai. Maka, apabila seseorang di antara kamu berpuasa, janganlah berkata kotor dan janganlah meladeni permusuhan. Apabila ada orang yang memusuhinya atau memakinya, maka wapkanlah: Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa. Dua kali.”

 

Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Tiga macam orang yang tidak ditolak doanya: Orang yang sedang berpuasa hingga dia berbuka, imam yang adil dan doa orang yang teraniaya.” ‘Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ucapan ketika berbuka

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i, dari Ibnu Umar bahwa apabila berbuka, Nabi mengucapkan:

 

“Rasa haus lenyap, urat-urat menjadi basah dan pahala ditetapkan, insyaAllah.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Muadz bin Zuhrah, bahwa ia mendengar Nabi  apabila berbuka, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, untukMu aku berpuasa dan atas rezekiMu aku berbuka.”

 

Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Muadz bin Zuhrah berkata: Adalah Rasulullah apabila berbuka, maka mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menolongku sehingga aku berpuasa dan memberi rezeki kepadaku sehingga aku berbuka.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah apabila berbuka, maka mengucapkan:

 

“Ya Allah, untukMu kami berpuasa dan atas rezekiMu kami berbuka, maka terimalah dari kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Mengetahui.”

 

Melalui Abdullah bin Abi Mulaikah, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amr ibn Al-Ash mendengar sabda Rasul &:

 

“Sesungguhnya orang yang berpuasa itu di waktu berbuka mempunyai doa yang tidak ditolak.”

 

Ibnu Abi Mulaikah berkata: Aku mendengar Abdullah bin Amr apabila berbuka mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu dengan rahmatMu yang meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku.”

 

Ucapan apabila berbuka di tempat seseorang

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Anas  bahwa Nabi datang kepada Saad bin Ubadah. Maka ia membawa roti dan minyak, saat itu, beliau makan. Setelah itu, Nabi bersabda:

 

“Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempatmu dan orang-orang yang saleh memakan makananmu, dan para malaikat mendoakan bagimu. ”

 

Ucapan bila bertepatan dengan Lailatul Oadar

 

Dengan isnad sahih, Yirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan bahwa Aisyah  berkata: Ya Rasulullah, jika aku mengetahui Lailatul qadar, apakah yang harus kuucapkan pada waktu itu? Beliau bersabda: Katakanlah: “

 

“Yg Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan menyukai maaf, maka maaftanlah aku.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Sahabat Imam Nawawi berkata: Dianjurkan memperbanyak doa ini, dan dianjurkan membaca Al-Qur’an dan zikir-zikir lainnya serta doa-doa yang disukai di tempat-tempat mulia.

 

Imam Syafi’i berkata: Aku suka apabila usahannya pada siang hari seperti usahannya pada malam harinya. Dan dianjurkan memperbanyak doa di dalamnya mengenai berbagai kepentingan kaum muslimin.

 

Inilah syiar kaum Safi’i dan hamba-hamba Allah yang arifin.

 

Zikir di waktu Iktikaf

 

Dianjurkan banyak membaca Al-Qur’an di waktu iktikaf dan zikirzikir lainnya. Zikir Haji

 

Ketahuilah, zikir haji dan doanya banyak dan tak terhitung. Akan tetapi kami tunjukkan dua macam zikir yang terdapat di dalamnya yaitu, dalam perjalanannya dan zikir dalam haji itu sendiri.

 

Adapun zikir dalam perjalanannya, maka kami akhirkan untuk kami sebutkan dalam bagian itu. Tidak akan saya kemukakan beberapa dalil pada umumnya, karena khawatir terlalu panjang dan bisa menjenuhkan pembacanya, karena bab ini panjang sekali.

 

Apabila seseorang hendak berihram, ia pun mandi dan berwudu serta memakai sarung dan selempangnya, kemudian solat dua rakaat.

 

Dianjurkan membaca surat Al-Kafirun pada rakaat pertama sesudah surat Al-Fatihah. Pada rakaat kedua surat Al-Ikhlas.

 

Apabila berniat ihram, maka dilakukan dengan hatinya, dan dianjurkan mengucapkannya juga. Maka dikatakan: Saya berniat haji dan melakukan ihram karena Allah Ta’ala.

 

Yang wajib adalah berniat di dalam hati sedang pengucapannya adalah sunnah. Apabila berniat dalam hati saja, sudah cukup. Andaikata berniat dengan ucapan saja, maka tidak cukup. Kemudian mengucapkan talbiyah, seperti yang dilakukan Rasulullah :

 

“ya Allah, aku sambut panggilanMu, aku sambut panggilanMu. Tiada sekutu bagiMu, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala pujian, kenikmatan dan kekuasaan itu kepunyaanMu, tiada sekutu bagiMu.”

 

Ketahuilah, talviyah itu sunnah. Andaikata ditinggalkan, sah haji dan umrahnya, akan tetapi ia kehilangan keutamaan yang besar dan tidak mengikuti amalan Rasulullah.

 

Ada yang mewajibkannya. Ada yang mensyaratkannya bagi keabsahan haji. Yang tepat adalah sunnah.

 

Apabila berihram atas nama orang lain, maka diucapkan: Aku berniat haji dan aku berihram karena Allah atas nama Fulan.

 

Dianjurkan mengucapkan salawat atas Rasulullah sesudah ta/biyah dan berdoa bagi dirinya dan siapa saja yang diinginkannya mengenai urusan dunia dan akhirat. Juga memohon keridoannya, surga dan berlindung kepadanya dari api neraka.

 

Dianjurkan memperbanyak ucapan talbiyah. Hal itu dianjurkan dalam segala keadaan, berdiri, duduk, berjalan, berkendaraan, berbaring, turun, bepergian, berhadas, junub, haid, di waktu malam dan siang, dinihari, berkumpul dengan teman-teman, sehabis solat di dalam masjid. Yang paling sahih adalah tidak dilakukan talbiyah dalam keadaan tawaf dan sa’i, karena keduanya mempunyai zikir-zikir khusus.

 

Dianjurkan mengeraskan suaranya di waktu talbiyah. Orang perempuan tidak diperkenankan mengeraskan suara, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah.

 

Ketahuilah, talbiyah itu terus dianjurkan hingga melempar Jumratul Agabah pada hari penyembelihan kurban atau melakukan rewaf ifadah apabila didahulukan darinya. Jika memulai dengan salah satu dari keduanya, maka ia pun menghentikan talbiyah bersama permulaan pelaksanaannya dan menyibukkan diri dengan takbir.

 

Imam Syafi’i berkata: Orang yang melakukan umrah mengucapkan talbiyah hingga mencium Hajar Aswad. Apabila orang yang berihram sampai ke Makkah, dianjurkan mengucapkan:

 

“Ya Allah, ini tempat suciMu dan keamananMu, maka haramkanlah aku di atas api neraka, dan amankanlah aku dari siksaanMu pada hari di mana Engkau membangkitkan hamba-hambaMu. Dan jadikanlah aku termasuk golongan para waliMu dan ahli ketaatan kepadaMu.”

 

Kemudian ia berdoa sesuka hatinya.

 

Apabila memasuki Makkah dan melihat Kakbah dan sampai ke masjid, dianjurkan mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Terdapat kabar bahwa doa orang muslim dikabulkan ketika melihat Kakbah. Maka mengucapkan:

 

“Yg Allah, tambahilah rumah ini kemuhaan dan keagungan, kehormatan dan kewibawaan. Tambahilah kemuliaan, kehormatan, dan keagungan serta kebaikan orang yang memuhakan dan menghormatinya di antara orang-orang yang melaksanakan haji dan umrah. Ya Allah, Engkau adalah keselamatan dan dariMu keselamatan. Wahai Tuhan kami, hidupkanlah kami dengan keselamatan.”

 

Kemudian berdoa sekehendak hatinya berupa kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat.

 

  1. Zikir ketika Tawaf

 

Dianjurkan ketika mencium Hajar Aswad dan memulai tawaf untuk mengucapkan:

 

”Dengan nama Allah aku melakukan tawaf, Allah Maha Besar. Ya Allah, aku beriman kepadaMu, percaya kepada kitabMu, menepati janji kepadaMu dan mengikuti sunnah NabiMu .”

 

Dianjurkan mengulangi zikir ini ketika menghadap Hajar Aswad dalam setiap tawaf. Ketika berjalan cepat pada tiga kali tawaf, dianjurkan mengucapkan:

 

“yg Allah, jadikanlah ia haji yang mabrur, dosa yang diampuni dan amalan yang disyukuri.”

 

Dan mengucapkan dalam empat tawaf lainnya:

 

“Ya Allah, ampunilah dan kasihanilah, maafkanlah dosa yang Engkau ketahui, Engkaulah yang Maha Perkasa dan Maha Pemurah. Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”

 

Imam Syafi’i berkata: Dalam seluruh tawaf, aku suka mengucapkan: Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.

 

Dianjurkan berdoa di antara tawafnya apa yang disukainya berupa urusan agama dan dunia. Andaikata seseorang berdoa dan jamaah mengaminkan, maka hal itu adalah baik.

 

Diceritakan dari Al-Hasan bahwa doa itu mustajab dalam lima belas tempat: Dalam tawaf, di Multazam, di bawah mizab, di Kakbah, di sumur Zamzam, di Shafa dan Marwa, di tempat di belakang makam Ibrahim, di Arafah, di Muzdalifah, di Mina, di waktu melempar jumrah yang berjumlah tiga. Maka, sungguh merugi orang yang tidak berdoa di tempat-tempat itu.

 

Imam Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya mengatakan: Dianjurkan membaca Al-Quran dalam tawaf, karena ia adalah tempat zikir, zikir yang paling utama adalah membaca Al-Ouran. Abu Al-Halimi, salah seorang ulama besar sahabat Imam Syaf’i memilih bahwa tidak dianjurkan membaca Al-Qur’an di waktu tawaf. Yang sahih adalah yang pertama.

 

Apabila selesai dari tawaf dan dari solat dua rakaat, dianjurkan untuk berdoa dengan yang disukainya. Di antara doa yang dinukilkan dalam hal itu adalah:

 

“Ya Allah, aku adalah hambaMu dan anak hambaMu. Aku datang kepadaMu dengan dosa-dosa yang besar dan perbuatan-perbuaran yang buruk. Inilah kedudukan orang yang berlindung kepadaMu dari api neraka. Maka ampumilah aku, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Penyayang.”

 

  1. Doa di Multazam” Di antara doa-doa yang diriwayatkan adalah:

 

“Ya Allah, segala puji bagiMu, pujian yang memadai dengan kenikmatanMu dan sepadan dengan tambahanMu. Aku memujiMu dengan seluruh pujian kepadaMu, baik yang kuketahui daripadanya maupun yang tidak diketahui, atas seluruh kenikmatanMu, baik yang kuketahui daripadanya maupun yang tidak kuketahut, dan dalam segala keadaan.

Ya Allah, berilah salawat (rahmat) dan salam (keselamatan) atas Muhammad dan keluarganya. Ya Allah, lindungilah aku dari setan yang terkutuk, dan lindungilah aku dari setiap perbuatan yang buruk dan puaskanlah aku dengan rezeki yang Engkau berikan kepadaku, dan berkarilah aku dalam hal itu. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai tamuMu yang paling mulia, dan tetapkanlah aku di jalan yang lurus sehingga aku bisa bertemu denganMu. Wahai Tuhan sekahan alam. Setelah itu, berdoa sesuka harinya.

 

  1. Doa di Hijir Ismail Di antara doa yang diriwayatkan mengenai hal itu adalah:

 

“Ya Tuhan, aku datang kepadaMu dari jarak yang jauh dengan mengharapkan kebaikanMu, maka berikanlah kepadaku kebaikan dariMu yang mencukupi aku, sehingga tidak memerlukan kebaikan dari yang selai Engkau. Wahai Tuhan yang dikenal dengan kebaikan.”

 

  1. Doadi Kakbah Diriwayatkan dalam kitab Nasa’i, dari Usamah bin Zaid bahwa Rasulullah ketika memasuki Kakbah, beliau mendatangi bagian belakangnya lalu menempelkan wajah dan pipinya padanya, dan memuji Allah serta menyanjungnya. Ia juga berdoa kepadanya serta beristighfar. Kemudian beliau berjalan menuju masing-masing rukun dari Kakbah dan mengucapkan takbir, tahlil, tasbih, dan pujian kepada Allah dan berdoa serta beristighfar, lalu keluar.

 

  1. Zikir ketika Sa’i Disunnahkan untuk berdiri lama di Shafa dan menghadap Kakbah lalu bertakbir dan berdoa dengan mengucapkan:

 

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan segala pugi bagiNya. Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikanNya kepada kami dan segala puji bagi Allah atas apa yang diutamakanNya bagi kami. Tiada Tuhan selam Allah yang nada sekutu bagiNya. Dua memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian, Dia menghidupkan dan mematikan. Di tanganNya segala kebaikan dan Dra Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada Tuhan selam Allah. Dia melaksanakan janyiNya, menolong hambaNya, mengalahkan persekutuan musuh-musuhNya sendirian, Tiada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain Dia, dengan mengikhlaskan agama kepadaNya walaupun tidak disukai Oleh orang-orang kafir. Aku mohon kepadaMu sebagaimana Engkau telah menunjuki aku kepuda Islam, agar Engkau tidak mencabutnya dariku sehingga Engkau mematikan aku sebagai orang musim.”

 

Kemudian berdoa dengan kebaikan di dunia dan akhirat, dan mengulangi zikir dan doa ini sebanyak tiga kali. Saat itu, tidak mengucapkan /albiyah.

 

Apabila sampai ke Marwah, naik ke atasnya dan mengucapkan beberapa zikir dan doa yang diucapkan di Shafa. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia mengucapkan di atas Shafa:

 

“Ya Allah, lindungilah kami dengan agamaMu dan ketaatan kepadaMu serta ketaatan kepada RasulMu dan jauhkanlah kami dari larangan-laranganMu. Ya Allah, jadikanlah kami mencintaiMu dan mencintai malaikat-malaikatMu, Nabi-nabiMu, Rasul-rasulMu dan mencintai hamba-hambaMu yang saleh. Ya Allah, mudahkanlah kami untuk mendapatkan kemudahan, dan jauhkanlah kami dari kesulitan.

Ampunilah kami di dunia dan akhirat. Jadikanlah kami dari golongan para pemimpin orang-orang yang bertakwa.”

 

Dan dalam perjalanan pulang antara Shafa dan Marwah, mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan, ampunilah, kasihanilah dan maafkanlah dosa yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa dan Maha Pemurah. Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”

 

Di antara doa-doa pilihan di waktu Sa’i dan di setiap tempat adalah:

 

“Ya Allah, wahai Tuhan yang bisa membalikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agamaMu. Ya Allah, aku mohon kepadaMu curahan rahmatMu, kepastian ampunanMu, keselamatan dari segala dosa, keberuntungan dengan masuk surga dan keselamatan dari api neraka. Ya Allah, aku mohon petunjukMu, ketakwaan, kebersihan akhlak serta kecukupan. Ya Allah, tolonglah aku dalam berzikir kepadaMu dan bersyukur kepadaMu serta membaguskan ibadah kepadaMu. Ya Allah, aku mohon kebaikan semuanya, baik yang telah kuketahui maupun yang tidak kuketahui. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan seluruhnya, baik yang telah kuketahui daripadanya maupun yang tidak kuketahui. Aku mohon surga dan perkataan atau perbuatan yang mendekatkan diriku kepadanya.”

 

Andaikata membaca Al-Qur’an seluruhnya, maka lebih utama. Dan sebaiknya, menggabungkan zikir-zikir, beberapa doa dan membaca Al-Qur’an. Jika ingin menyingkat, hendaklah melakukannya dengan zikir yang penting.

 

  1. Zikir dari Makkah menuju Arafah Dianjurkan ketika keluar dari Makkah menuju Mina untuk mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkaulah yang kuharapkan dan kepadaMulah aku berdoa, maka sampaikanlah aku kepada harapanku yang baik. Ampunilah segala dosaku. Karumalah aku dengan apa yang telah Engkau berikan kepada orang-orang yang taat kepadaMu.Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Apabila berjalan dari Mina menuju Arafah, maka dianjurkan mengucapkan:

 

“Ya Allah, kepadaMu aku menuju dan keridaanMu yang muha aku inginkan. Maka, jadikanlah dosaku terampuni dan hajiku mabrur (diterima). Kasihanilah aku, dan jangan sia-siakan aku. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Dan mengucapkan talbiyah, membaca Al-Ouran, memperbanyak zikir dan doa yang lain, juga ucapan:

 

”Yg Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan lebarkan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.”

 

  1. Beberapa zikir dan doa di Arafah

Telah kami kemukakan hadis Nabi  dalam zikir hari raya, yaitu:

 

”Sebaik-baik doa adalah di hari Arafah dan sebaik-baik yang kuucapkan dan yang diucapkan para Nabi sebelumku adalah: Tiada Tuhan selain Allah yang rada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Maka dianjurkan memperbanyak zikir dan doa ini. Hari Arafah adalah hari yang paling utama untuk berdoa dalam setahun. Ia adalah bagian haji yang terbesar. Maka, patutlah orang mencurahkan kemampuannya dalam zikir, doa, dan dalam membaca Al-Ouran. Berdoa dan berzikir dengan macam-macamnya. Berdoa bagi dirinya serta berzikir di setiap tempat. Berdoa sendirian dan bersama jamaah (sekelompok orang) bagi dirinya, kedua orang tuanya, sanak kerabatnya, guru-gurunya dan sahabatnya dan orang-orang yang dicintainya serta beberapa orang muslim lainnya yang berbuat baik kepadanya.

 

Janganlah sampai ceroboh dalam hal itu, karena hari itu tidak mungkin digantinya, berlainan dengan hari lainnya. Jangan memaksakan bersajak dalam berdoa, karena ia bisa melalaikan dan menghilangkan kerendahan hati, rasa tunduk, kekurangan, kehinaan, kerendahan dan kekhusyukan (di hadapan Allah ).

 

Disunnahkan merendahkan suaranya dengan doa, memperbanyak istighfar dan pengucapan tobat dari segala pendurhakaan bersama iktikad dalam hati dan bertekun dalam doa. Juga disunnahkan mengulanginya dan memohon agar segera dikabulkan. Memulai doanya serta mengakhirinya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah salawat dan taslim atas Rasulullah. Hendaklah diusahakan agar menghadap Kakbah dan dalam keadaan suci.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, bahwa Ali  berkata: Kebanyakan doa Nabi pada hari Arafah adalah:

 

“Ya Allah, segala puji bagi-Mu seperti yang kami ucapkan dan lebih baik dari yang kami ucapkan. Ya Allah, bagiMu solat, ibadah, hidup dan matiku, dan kepadaMu aku datang. Hartaku adalah kepunyaanMu, wahai Tuhanku. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur, was-was di hati dan urusan yang berantakan. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari keburukan yang ditimbulkan oleh angin.”

 

Dianjurkan memperbanyak ta/bryah di sela-sela doa dan salawat serta salam atas Rasulullah  dan memperbanyak tangisan bersama zikir dan doa.

 

Di sinilah tertumpah air mata dan dibebaskan kesalahan-kesalahan dan diharapkan pengabulan segala permintaan. Sesungguhnya ia adalah tempat perhentian yang besar dan pertemuan yang mulia. Di situ bertemu hamba-hamba Allah yang mengikhlaskan diri, dan ia adalah tempat berkumpul terbesar di dunia.

 

Di antara doa-doa yang menjadi pilihan adalah:

 

“Yg Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka. Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menganiaya diriku dan tidak ada yang bisa mengampuni dosa melainkan Engkau. Maka, ampunilah aku dengan ampunan dari sisiMu. Kasihanilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Penyayang. Ya Allah, ampunilah aku dengan ampunan yang membaikkan urusanku di duma dan akhirat. Kasihanilah aku dengan rahmat yang menyebabkan aku bahagia di dunia dan akhirat. Karumailah aku dengan tobat nasuha (yang benar) yang tidak kulanggar selamanya. Tetapkanlah bagiku jalan yang lurus ,yang tidak bisa aku menyeleweng darinya selamanya. Ya Allah, pindahkanlah aku dari kerendahan maksiat kepada kemuliaan taat. Cukupkanlah aku dengan kehalalanMu tanpa membutuhkan keharamanMu, dan dengan ketaatan kepadaMu tanpa mendurhaka kepadaMu, dan keutamaanMu tanpa membutuhkan yang selain Engkau. Terangilah hatiku dan kuburku. Lindungilah aku dari kejahatan seluruhnya. Dan kumpulkanlah kebaikan bagiku seluruhnya.”

 

  1. Zikir dari Araf ah menuju Muzdalifah

Telah dijelaskan mengenai anjuran memperbanyak talbiyah di setiap tempat dan ini adalah yang paling ditekankan. Dan memperbanyak pembacaan Al-Qur’an dan berdoa serta dianjurkan mengucapkan: Laa ilaha illallahu, Wallahu akbar. Ucapan itu diulang-ulang, dan mengucapkan:

 

“Ya Allah, kepadaMu aku berharap dan Engkaulah yang kuharapkan, maka terimalah ibadahku. Berilah aku taufik dan rezeki di dalamnya dari kebaikan sebanyak-banyak yang kuminta dan jangan sia-siakan aku. Sesungguhnya Engkau adalah Allah yang Maha Dermawan lagi Pemurah.”

 

Malam ini adalah malam hari raya. Telah dikemukakan mengenai keutamaan menghidupkannya dengan zikir dan solat, sedang malam yang mulia ini berkaitan dengan tempat yang mulia dan kelangsungannya di tempat suci dalam keadaan ihram. Ia adalah tempat berkumpulnya orangorang haji dan sesudah ibadah yang besar ini sedang doa-doa yang mulia itu terdapat dalam tempat itu.

 

  1. Zikir di Muzdalifah dan Masy’aril Haram

Allah  berfirman:

 

”… Apabila kamu bertolak dari Arafah, maka berzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram (tanda yang suci) dan berzikirlah kepadanya sebagaimana Dia telah menunjuki kamu, meskipun sebelumnya kamu termasuk orang-orang yang sesat.” (Q.S. Al-Baqarah: 198)

 

Dianjurkan memperbanyak doa di Muzdalifah di malam harinya dan berbagai zikir, /albiyah serta pembacaan Al-Qur’an, karena ia adalah malam yang agung, sebagaimana kami kemukakan sebelum ini.

 

Di antara doa yang diucapkan dalam malam itu adalah:

 

“Yg Allah, aku mohon kepadaMu agar Engkau memberi rezeki kepadaku di tempat ini berupa segala kebaikan dan agar Engkau membaikkan urusanku semuanya. Aku mohon agar Engkau menyingkirkan dariku kejahatan seluruhnya, karena tidakada yang bisa melakukan hal itu selain Engkau dan tidak bisa memberikannya melainkan Engkau.”

 

Apabila solat Subuh pada hari tersebut, hendaklah melakukan pada awal waktu, dan melakukannya dinihari, kemudian pergi ke Masyaril Haram, yaitu gunung kecil di ujung Muzdalifah yang bernama” Ouzah.”

 

Apabila mungkin untuk dinaiki, ia pun menaikinya. Kalau tidak, berdiri di bawahnya dengan menghadap Kakbah (kiblat). Saat itu, ia memuji, bertakbir, bertahlil, mengesakanNya, dan bertasbih kepadaNya serta memperbanyak talbiyah. Dianjurkan mengucapkan:

 

“Ya Allah, sebagaimana Engkau telah menghentikan kam di sim dan menunjukkannya kepada kami, maka berilah kami taufik untuk berzikir kepadaMu sebagaimana Engkau telah menunjuki kami. Ampunilah kami dan kasihanilah kami sebagaimana Engkau telah menjanjikan kepada kami dengan perkataanMu, dan firmanMu yang benar adalah: (Apabila kamu bertolak dari Arafah, maka berzikirlah kepada Allah di Masyaril Haram (tanda yang suci) dan berzikirlah kepadaNya sebagaimana Dia telah menunjuki kamu, meskipun sebelumnya kamu termasuk orang-orang yang sesat, kemudian bertolaklah dari tempat mana orang-orang bertolak dan mintalah ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang).

 

Dan memperbanyak ucapan:

 

“Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirar, dan lindungilah kami dari siksa neraka.” Dan dianjurkan mengucapkan:

 

“Ya Allah, bagiMu segala pujian dan segala kesempurnaan, bagiMu segala kemuliaan dan segala pemujaan. Ya Allah, ampunilah seluruh dosaku yang lampau dan lindungilah aku dari dosa yang kemudian. Berilah rezeki kepadaku berupa amal saleh yang menyebabkan Engkau rida kepadaku, wahai Tuhan yang memiliki keutamaan yang besar. Ya Allah, aku mengambil perantaraan kepadaMu dengan hamba-hambaMu yang utama dan menjadikan Engkau sebagai perantara kepada diriMu sendiri, aku mohon agar Engkau memberi rezeki kepadaku berupa kumpulan segala kebaikan dan mengaruntai aku dengan apa yang telah Engkau karuniakan kepada para waliMu. Aku mohon agar Engkau membarkkan keadaanku di duma dan akhirat. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

  1. Zikir dari Masy’aril Haram menuju Mina

Apabila fajar menyingsing, pergilah dari Masy’aril Haram menuju Mina, dan syiarnya adalah talbiyah, zikir dan doa, serta memperbanyak ucapan-ucapan itu semua.

 

Hendaklah betul-betul memperhatikan pengucapan talbiyah, karena ini adalah akhir waktunya. Barangkali tidak ditakdirkan baginya untuk bersdibtyah (mati) sesudah itu.

 

  1. Zikir di Mina

Apabila bertolak dari Masy’aril Haram dan tiba di Mina, dianjurkan mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menyampaikan aku dengan selamat dan sehat kepadanya. Ya Allah, inilah Mina, aku telah datang kepadanya. Aku adalah hambaMu dan dalam genggamanMu, aku mohon kepadaMu agar Engkau mengarumai aku dengan yang telah Engkau karuniakan kepada para waliMu. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegagalan amal dan musibah dalam agamaku. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang diantara para penyayang.”

 

Apabila mulai melempar jumratrul Aqabah, maka dihentikanlah talbiyah bersama batu pertama dan mengucapkan takbir bersama setiap batu yang dilemparkan. Tidak disunnahkan berdiri di situ untuk berdoa. Apabila ia mempunyai hewan sembelihan, maka dipotong.

 

Dianjurkan ketika menyembelih untuk mengucapkan:

 

 

”Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. ya Allah, berilah salawat dan salam kepada Muhammad dan keluarganya. ya Allah, (kurban ini) berasal daripadaMtu dan kembali kepadaMu, terimalah kurban ini dariku, atau terimalah dari Fulan jika ia menyembelih untuk orang lain.”

 

Apabila ia mencukur rambutnya sesudah menyembelih, maka sahabat kami menganjurkan agar ketika mencukur memegang jambulnya dengan tangannya dan bertakbir tiga kali, lalu mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah atas petunjukNya kepada kami dan segala puji bagi Allah atas kenikmatanNya yang diberikan kepada kami. Ya Allah, ini adalah ujung rambutku, maka terimalah dariku, dan ampunilah dosa-dosaku. Ya Allah, ampunilah orang-orang haji yang bercukur dan memendekkan rambutnya. Wahai Tuhan yang Maha Luas ampunanNya. Amin.”

 

Apabila selesai bercukur, maka bertakbir dan mengucapkan,

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menunaikan bagi kami ibadah kami. Ya Allah, tambahilah kami iman, keyakinan, taufik dan pertolongan, dan ampunilah kami, bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, dan kaum muslimin semuanya.”

 

  1. Zikir pada Hari Tasyrig

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Nabisyah Al-Khair AlHuzali (seorang sahabat), bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Hari-hari Tasyrig adalah hari-hari untuk makan dan minum serta berzikir kepada Allah.”

 

Maka dianjurkan memperbanyak zikir, dan yang terutama adalah membaca Al-Qur’an.

 

Disunnahkan berdiri setiap hari di waktu melempar pada lemparan pertama (Al-Jumratul Ula) jika melemparinya dan menghadap Kakbah (kiblat), memuji Allah 48, bertakbir, bertahlil, bertasbih, berdoa bersama kehadiran hati dan kekhusyukan anggota tubuh. Ia terus dalam keadaan itu sekadar bacaan surat Al-Baqarah. Begitu pula ketika jumrah yang tengah, dan tidak berdiri pada yang ketiga, yaitu Jumrah Agabah.

 

Apabila bertolak dari Mina, maka telah selesai hajinya dan tidak ada lagi zikir yang berkaitan dengan haji. Akan tetapi, ia adalah musafir, maka dianjurkan baginya takbir, tahlil, tahmid dan tamjid (memuliakan) serta zikir-zikir lainnya yang dianjurkan bagi para musafir. Akan datang penjelasannya, insya Allah.

 

Apabila masuk Makkah dan hendak melakukan umrah, maka ia pun mengucapkan zikir-zikir seperti yang dilakukannya dalam haji dan umrah, yaitu ihram, tawaf, sa’i, penyembelihan dan pencukuran rambut.

 

  1. Ucapan ketika minum air Zamzam

Diriwayatkan dari Jabir  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Air Zamzam itu bermanfaat menurut apa yang dimatkan ketika meminumnya.”

 

Ini telah diamalkan oleh para ulama dan orang-orang baik. Mereka meminumnya demi hajat yang mulia, sehingga mereka pun mendapatkannya. Para ulama berkata: Dianjurkan bagi siapa yang meminumnya untuk mohon ampunan atau kesembuhan dari penyakit. Di sela-selanya agar mengucapkan:

 

“Ya Allah, telah sampai padaku bahwa Rasulullah  bersabda:

 

Air Lamzam itu bermanfaat menurut apa yang diniatkan ketika meminumnya. Ya Allah, sesungguhnya aku meminumnya agar Engkau mengampuni aku dan agar Engkau melakukan “begini” dan “begini” (menurut permintaannya) pada diriku. Maka ampunilah (atau berilah) aku, atau dengan ucapan: Ya Allah, sesungguhnya aku meminumnya dengan memohon kesembuhan, maka sembuhkanlah aku.” Apabila hendak keluar dari Makkah untuk pulang ke tanah airnya, maka hendaklah melakukan tawaf wada” (perpisahan), lalu mendatangi Multazam dan berdiri di situ seraya mengucapkan:

 

“Ya Allah, rumah mi adalah rumahMu dan hamba ini adalah hambaMu, anak hambaMu yang laki-laki dan anak hambaMu yang perempuan. Engkau telah membawa aku di atas makhlukMu (kendaraan) yang telah Engkau mudahkan bagiku, sehingga Engkau jalankan aku di negerinegeriMu dan telah Engkau sampaikan aku dengan kemkmatanMu, sehingga Engkau tolong aku dalam menunaikan ibadahMu.

Maka, apabila Engkau rida kepadaku, tambahilah keridaan kepadaku. Kalau tidak, maka mulai sekarang, sebelum Engkau menjauhkan rumahMu dari rumahku, ini adalah saat kepergianku jika Engkau izinkan aku tanpa memintaMu dan rumahMu sebagai ganti dan tanpa berpaling dariMu dan dari rumahMu.

Yg Allah, berilah aku kesehatan dalam badanku dan perlindungan dalam agamaku. Baikkanlah kepulanganku. Berilah aku rezeki berupa ketaatan kepadaMu selama Engkau menghidupkan aku. Kumpulkan bagiku kebaikan-kebaikan duma dan akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

Doa ini dimulai dan diakhiri dengan pujian kepada Allah dan salawat atas Rasulullah sebagaimana dalam doa-doa yang lalu. Apabila ia seorang perempuan yang sedang haid, dianjurkan berdiri di pintu masjid dan berdoa dengan doa ini, Jalu pergi.

 

  1. Ziarah kepada Rasulullah dan zikirnya

Ketahuilah, adalah patut bagi setiap orang yang menunaikan ibadah haji untuk berziarah ke makam Rasulullah baik kepergiannya merupakan jalannya atau bukan, karena ziarahnya itu merupakan pendekatan paling penting, amal yang paling beruntung dan tuntutan yang paling utama.

 

Apabila pergi untuk berziarah ke situ, hendaklah memperbanyak salawat atas Rasulullah  dalam perjalanannya. Di saat pandangannya tertumbuk pada pohon-pohon Madinah dan tempat sucinya, maka ditambahlah salawat dan taslim atas Rasulullah dan memohon kepada

 

Allah  agar memberikan manfaat kepadanya dengan ziarahnya ke makam beliau dan memberikannya kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan hendaklah mengucapkan:

 

“Ya Allah, bukalah pintu-pintu rahmatMu dan berilah rezeki kepadaku dalam menziarahi NabiMu  seperti yang Engkau berikan kepada para waliMu dan orang-orang yang taat kepadaMu dan ampunilah aku serta kasihanilah aku. Wahai Tuhan sebaik-baik tempat meminta.”

 

Apabila hendak memasuki masjid, dianjurkan mengucapkan seperti ucapan ketika memasuki masjid yang lain. Apabila setelah solat tahiyat! masjid, maka mendatangi kuburan yang mulia, lalu menghadapinya dan membelakangi kiblat kira-kira empat hasta dari dinding kuburan dan mengucapkan salam dengan tidak mengeraskan suara, lalu mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan bagimu wahai Rasulullah. Semoga keselamatan atasmu wahai pilihan Allah di antara makhlukNya. Semoga keselamatan atasmu wahai kekasih Allah. Semoga keselamatan atasmu wahai pemimpin para Rasul dan penutup para Nabi. Semoga keselamatan atasmu, keluargamu, para sahabatmu, penghuni rumahmu dan orangorang saleh yang lam. Aku bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanat dan menasihati umat. Dari itu, semoga Allah membalas jasamu terhadap kami dengan balasan paling utama yang diberikan kepada seorang Rasul atas jasanya terhadap umatnya.”

 

Apabila ada orang yang berpesan kepadanya agar menyampaikan salam kepada Rasulullah maka diucapkan: Semoga keselamatan atasmu wahai Rasulullah sebagai pesan dari Fulan anak Fulan, kemudian mundur satu hasta ke arah kanannya, lalu mengucapkan salam kepada Abu Bakar, kemudian mundur kira-kira sehasta lagi untuk mengucapkan salam kepada Umar Setelah itu kembali ke tempatnya yang pertama di hadapan wajah Rasulullah lalu memohon perantaraan bagi dirinya sendiri dan untuk meminta pertolongan kepada Tuhannya dan mendoakan bagi dirinya, kedua orang tuanya, para sahabatnya, kekasih-kekasihnya, siapa yang telah berbuat baik kepadanya dan kaum muslimin lainnya, dan berusaha dalam memperbanyak doa. Dan memanfaatkan tempat yang mulia ini dengan memuji Allah bertasbih, bertakbir dan bertahlil serta mengucapkan salawat atas Rasulullah dan memperbanyaknya. Kemudian mendatangi Rudhah di antara kubur dan mimbar dan memperbanyak doa di situ.

 

Telah diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah  dari Rasulullah :

 

“Di antara kubur dan mimbarku terdapat salah satu taman surga.”

 

Apabila hendak keluar dari Madinah, dianjurkan meninggalkan masjid dengan solat dua rakaat dan berdoa sesuka hatinya. Kemudian mendatangi kubur, lalu mengucapkan salam seperti mengucapkan salam pertama kali dan mengulangi doa. Lalu meninggalkan makam Nabi seraya mengucapkan:

 

“Ya Allah, jangan jadikan perpisahan ini sebagai akhir pertemuan dengan tempat suci RasulMu dan mudahkanlah bagiku untuk kembali ke AlHaramain (dua tempat suci), jalan yang mudah dengan karunia dan keutamaanMu. Berilah aku maaf dan keselamatan di dunta dan akhirat. Kembalikanlah kami dengan selamat dan berhasil ke tanah air kami dengan aman.”

 

Inilah akhir zikir-zikir haji yang telah saya himpun dengan taufik dari Allah. Meskipun di dalamnya ada yang panjang dibandingkan dengan kitab ini, maka ia adalah ringkas dibandingkan dengan yang kami hafal dan kepada Allah yang Maha Pemurah kita mohon petunjuk agar diberi ketaatan dan agar Dia mengumpulkan antara kita dan saudara-saudara kita di tempat kemuliaanNya (surga).

 

Telah saya jelaskan dalam kitab Manasik hal-hal yang berkaitan dengan zikir-zikir ini berupa kelengkapan-kelengkapan, furu (cabangcabang) dan tambahan-tambahan. Allah lebih mengetahui yang tepat.

 

BagiNya segala pujian, kenikmatan dan petunjuk serta perlindungan.

 

Utba berkata: Aku sedang duduk di kuburan Nabi kemudian datanglah seorang Arab dari dusun seraya berkata: Semoga keselamatan atasmu wahai Rasulullah, aku mendengar Allah berfirman:

 

”.. Andaikata mereka mengamaya diri mereka lalu mereka datang kepadamu dan minta ampun kepada Allah dan Rasul memintakan ampun bagi mereka, niscaya mereka dapati Allah Maha Penerima tobat dan Maha Penyayang.” (Q.S. An-Nisa’: 64)

 

Aku telah datang kepadamu minta ampun atas dosaku dan minta olong kepadamu sebagai perantara kepada Tuhanku. Kemudian ia bersyair:

 

“Wahai orang terbaik yang tulang-tulangnya terpendam dalam kuburan ini. Baiklah sudah kuburan dan gundukan tanah lantaran baiknya tulangtulang itu. Jiwaku siap berkorban bagi kuburan yang engkau diami. Di dalamnya terdapat kesucian dan di dalamnya terdapat kedermawanan dan kemurahan.”

 

Kemudian orang dusun itu pergi, lalu aku tidur dan kulihat Nabi dalam tidur, maka bersabdalah beliau kepadaku:

 

“Hai Urba, susullah orang dusun itu dan berilah kabar gembira kepadanya, bahwa Allah telah mengampuninya.”

Anjuran memohon mati syahid Anas  berkata: Rasulullah menemui Ummu Haram. Beliau tidur kemudian terjaga dan tertawa. Ummu Haram bertanya: “Wahai Rasulullah apakah yang menyebabkan engkau tertawa?” Beliau menjawab: “Umatku ditunjukkan kepadaku sebagai prajurit-prajurit di jalan Allah dengan menaiki kapal di laut, mereka bagaikan raja-raja di atas pembaringannya, atau seperti raja-raja.” Ummu Haram berkata: “Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku dijadikan sebagai golongan mereka.” Maka, Rasulullah mendoakan baginya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Muadz  bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa memohon kepada Allah agar ia mati syahid dengan tulus, kemudian ia mati atau terbunuh, maka ia pun mendapat pahala orang yang syahid.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis Hasan Sahih.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa memohon dengan tulus supaya mati syahid, ia pun diberi pahalanya, walaupun tidak mengalaminya.”

 

Melalui Sahal bin Hunaif Muslim juga meriwayatkan sabda Rasul :

 

” Barangsiapa memohon dengan tulus kepada Allah supaya mati syahid, niscaya Allah menyampaikannya kepada derajat para syuhada, walaupun ia mati di atas tempat tidurnya.”

 

Nasihat dan strategi perang Buraidah  berkata: Adalah Rasulullah apabila menunjuk seseorang sebagai panglima pasukan atau regu, beliau berpesan secara khusus kepadanya agar bertakwa kepada Allah. Demikian pula kaum muslimin yang bersamanya agar berbuat kebaikan. Lalu beliau bersabda:

 

”Berperanglah dengan nama Allah di jalanNya. Perangilah siapa yang ingkar kepadaNya. Berperanglah dan jangan menyeleweng, berkhianat, menyiksa, jangan membunuh anak kecil. Apabila engkau menjumpa musuhmu dari orang-orang musyrik, maka ajaklah mereka kepada tiga perkara.” (H.R. Muslim)

 

Anjuran memberi semangat kepada kaum muslimin untuk berperang

 

Allah berfirman:

 

“Hai Nabi, berilah semangat kepada kaum muslimin untuk berperang….” (Q.S. An-Anfal: 65)

 

Anas berkata: Rasulullah keluar di saat kaum Muhajirin dan Anshar sedang menggali #handak (parit perlindungan) dalam suatu pagi yang dingin. Ketika melihat kepayahan dan kelaparan yang menimpa mereka, beliau pun bersabda:

 

“Ya Allah, sesungguhnya kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan di akhirat. Maka, ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin.”

 

Doa dan takbir ketika berperang Allah berfirman:

 

”Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertempur dengan kaum (kafir itu), maka tetaplah (hatimu) dan berzikirlah kepada Allah sebanyakbanyaknya, mudah-mudahan kamu mendapat kemenangan. Taatlah kepada Allah dan RasulNya dan janganlah saling bertengkar sehingga kamu bisa gagal dan lenyap kebesaranmu. Dan sabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.

Janganlah kamu seperti orang yang keluar dari rumah mereka dengan sombong dan ingin dipuji orang serta menghalangi jalan Allah…” (Q.S. Al-Anfal: 45-47)

 

Sebagian ulama mengatakan: Ayat ini paling lengkap mengenai strategi peperangan.

 

Diriwayatkan dalam Sahih, dari Ibnu Abbas  bahwa ketika Nabi berada dalam kubahnya beliau bersabda:

 

“Ya Allah, aku menuntut jaman dan janjiMu. Ya Allah, jika Engkau kehendaki, Engkau tidak akan disembah setelah hari ini.”

 

Maka, Abubakar memegang tangan beliau dan berkata: “Cukuplah bagimu wahai Rasulullah, engkau telah mendesak Tuhanmu.” Setelah itu, keluarlah beliau dan mengucapkan:

 

“Golongan itu akan dikalahkan dan mereka pun mengundurkan diri. Hari kiamat itu dijanjikan bagi mereka. Hari kiamat itu lebih celaka dan lebih pahit.” (Q.S. Al-Oamar: 45-46)

 

Dalam suatu riwayat disebutkan, bahwa peristiwa itu terjadi di waktu perang Badar.

 

Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi menghadap kiblat, kemudian mengulurkan kedua tangannya. Mulailah beliau berdoa kepada Tuhannya dan mengucapkan:

 

 

“Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, berilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika orang-orang yang memeluk agama Islam ini binasa, Engkau tidak akan disembah di bum.”

 

 

Beliau terus berdoa sambil mengangkat kedua tangannya, sehingga jatuh selempangnya.

 

Abdullah bin Abi Aufa menceritakan bahwa ketika Rasulullah menghadapi musuh, beliau menunggu hingga condongnya matahari. Kemudian, beliau bersabda di hadapan orang-orang:

 

”Hai manusia, janganlah kahan menginginkan perjumpaan dengan musuh dan mohonlah keselamatan dari Allah. Apabila kalian berjumpa dengan musuh, sabarlah. Ketahuilah surga itu di bawah bayang-bayang pedang. Kemudian, beliau bersabda: Ya Allah, yang menurunkan AlKitab dan yang menjalankan awan dan yang mengalahkan persekutuan musuh, kalahkan mereka. Bantulah kami dalam menghadapi mereka. Dalam suatu riwayat: “Ya Allah, yang menurunkan AlKitab, yang cepat perhitunganNya, kalahkanlah persekutuan musuh. Ya Allah, kalahkanlah mereka dan goncangkanlah mereka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Anas berkata: Pada suatu pagi, Nabi tiba di Khaibar. Ketika musuh melihatnya, mereka berkata: “Muhammad telah tiba pada hari Kamis ini.” Maka, mereka pun berlindung di benteng. Lalu, Nabi mengangkat kedua tangannya seraya berkata: “Allah Maha Besar, Khaibar telah roboh. Sesungguhnya, apabila kita tiba di tempat suatu kaum, maka buruklah keadaan orang-orang yang diberi ancaman itu di waktu pagi.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Dengan sanad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Sahal bin Saad bahwa Rasul bersabda:

 

“Dua perkara yang tidak ditolak atau jarang ditolak: doa di waktu agan dan di waktu peperangan ketika sedang berkecamuk antara satu pihak dengan pihak yang lain.”

 

Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i meriwayatkan dari Anas bahwa apabila Nabi berperang, beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkau adalah kekuatanku dan penolongku. DenganMu aku menolak, menyerang dan memerangi (musuh).” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Melalui Abu Musa Al-Asyari, Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan bahwa apabila takut kepada suatu kaum, Nabi mengucapkan:

 

“Ya Allah, kami jadikan Engkau sebagai lawan mereka. Dan kami berlindung kepadaMu dari kejahatan mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Ammaroh bin Za’karoh, yang mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah & berkata: hambaKu yang sejati adalah yang menyebutKu ketika ia sedang menghadapi musuhnya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis yang lemah isnadnya.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Jabir bin Abdullah di waktu perang Hunain, Rasulullah mengucapkan:

 

“Janganlah kamu menginginkan pertemuan dengan musuh, karena kamu tidak tahu apa yang bakal menimpamu dari mereka. Apabila kamu bertemu dengan mereka, ucapkanlah: Ya Allah, Engkau adalah Tuhan kami dan Tuhan mereka. Hati kami dan hati mereka di tanganMu. Hanya Engkaulah yang bisa mengalahkan mereka.”

 

Anas berkata: Kami sedang bersama Nabi dalam suatu peperangan. Ketika bertemu dengan musuh, aku mendengar beliau mengucapkan:

 

“Wahai Tuhan yang merajai hari kiamat, Engkaulah yang kami sembah dan kepadaMulah kami meminta tolong.”

 

Maka, kulihat orang-orang itu terjatuh karena dipukuli oleh para malaikat dari depan dan dari belakangnya. (H.R. Ibnu Sunni)

 

Dengan isnad mursal, Imam Syafi’i meriwayatkan dalam kitabnya, Al-Umm, bahwa Rasul mengajarkan:

 

“Carilah pengabulan doa di waktu bertemunya pasukan-pasukan (peperangan), di waktu ikamah solat dan di waktu turunnya hujan.”

 

Menurut Imam Nawawi: Sangat dianjurkan untuk membaca ayat Al-Qur’an yang mudah baginya dan mengucapkan doa di saat kesusahan yang telah disebutkan sebelumnya.

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim disebutkan sabda beliau :

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Agung dan Penyabar. Tiada Tuhan selain Allah pemilik Arasy (singgasana) yang agung. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan langit dan Tuhan bumi dan pemilik Arasy yang mulia.” Dalam hadis lain disebutkan:

 

“Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Penyabar dan Maha Pemurah. Maha Suci Allah, Tuhan langit yang tujuh dan pemilik Arasy yang agung. Tiada Tuhan selain Engkau, perkasa perlindunganMu dan mulia pujianMu.”

 

Rasul juga mengucapkan:

 

“Cukuplah Allah bagi kami, dan Dia sebaik-baik yang diserahi urusan.”

 

Sabda yang lain:

 

“Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah, yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Apa yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan melainkan dengan pertolonganNya. Kami berlindung kepada Allah, kami meminta tolong kepada Allah, kami bertawakkal kepada Allah.”

 

Beliau  juga menyatakan:

 

”Kulindungkan kita semua kepada Tuhan yang hidup dan berdiri sendini, yang tidak bisa mati selamanya. Aku menolak gangguan dari kita dengan perkataan: Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”

 

Dalam hadis yang lain, Nabi mengucapkan: –

 

“Wahai Tuhann yang telah lama kebaikannya, wahai Tuhan yang kebaikannya di atas segala kebaikan, wahai Tuhan yang merajai duma dan akhirat, wahai Tuhan yang hidup dan berdiri sendiri, wahai Tuhan yang memiliki kemuliaan dan kehormatan, wahai Tuhan yang tidak bisa dikalahkan oleh sesuatu apapun dan tidak ada yang bisa menandingi kebesarannya, tolonglah kami dalam menghadapi musuh-musuh kami ini dan selain mereka. Unggulkanlah kami atas mereka dalam keadaan sehat, keselamatan yang menyeluruh dan secepatnya.”

 

Perkataan untuk menakut-nakuti musuh di waktu bertempur

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah  berkata pada waktu perang Hunain:

 

“Akulah Nabi yang tidak berdusta. Akulah anak Abdul Muthalib.” Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Salamah ibn Al-Akwa, bahwa Ali ketika bertempur dengan Marhab di Khaibar, ia berseru:

 

“Akulah yang dinamakan ibuku si macan.”

 

Tabah karena luka Allah berfirman:

 

“Janganlah kamu mengira mereka yang terbunuh di jalan Allah itu man, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dan mendapat rezeki. Mereka gembira dengan apa yang diberikan Allah dari keutamaanNya dan memberitahukan kepada mereka yang ndak terbunuh bersama mereka dh dunia, agar mereka tidak merasa takut dan sedih.

Mereka bersuka ria dengan nikmat Allah dan karumaNya dan sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala kaum mukmin.

Yang menjawab seruan Allah dan Rasul sesudah mereka terkena luka. Bagi yang berbuat kebaikan dan bertakwa, disediakan pahala yang besar. Mereka yang mendapat berita dari orang-orang. Sesungguhnya orangorang (kafir) telah menghimpun (kekuatan) untuk menghadapi kamu, maka takutlah kepada mereka, maka bertambahlah iman mereka (kaum muslimin) dan mereka berkata: Cukuplah Allah bagi kami dan Dia sebaikbaik yang diserahi urusan.

Maka, kembalilah mereka dengan kemkmatan dari Allah dan keutamaan, tidaklah mereka ditimpa keburukan dan mereka mengikuti keridaan Allah mempunyai keutamaan yang besar.” (Q.S. Ali Imran: 169-174)

 

Ucapan ketika kaum muslimin mendapat kemenangan

 

Ketika mendapat kemenangan, patutlah bersyukur kepada Allah, memujiNya dan mengakui bahwa hal itu berasal dari keutamaanNya, bukan dari daya kekuatan kita. Berarti, kemenangan itu dari Allah. Janganlah membanggakan banyaknya jumlah, karena ditakutkan terjadinya kekalahan, sebagaimana firman Allah :

 

“Dan pada hari (peperangan) Hunarn ketika kamu membanggakan jumlahmu yang banyak, maka tidaklah ta bisa bermanfaat bagi kamu sedikit pun. Bumi terasa sempit bagimu dengan keluasannya, kemudian kamu mundur ke belakang.” (Q.S. At-Taubah: 25)

 

Dianjurkan bagi orang yang berjalan di waktu siang dan malam dan dalam keadaan tertentu untuk berzikir. Dan bagi musafir ada tambahan zikir-zikir yang lain. Itulah yang menjadi pembahasan pada bagian ini. Karena jumlahnya begitu banyak, maka akan diringkas sesuai tujuan yang diharapkan.

 

Zikir ketika hendak keluar rumah

 

Ketika hendak keluar rumah, dianjurkan untuk solat dua rakaat. Anjuran ini berdasarkan hadis Mugattam Ibn Al-Migdam (seorang sahabat Nabi), bahwa beliau bersabda:

 

“Tidaklah seseorang meninggalkan sesuatu pada keluarganya yang lebih utama dari dua rakaat yang dikerjakannya di rumahnya ketika hendak bepergian.” (H.R. Thabrani)

 

Salah seorang sahabat Iman Nawawi mengatakan: Pada rakaat pertama sesudah membaca surat Al-Fatihah, dianjurkan membaca surat Al-Kafirun. Dan pada rakaat kedua setelah membaca surat Al-Fatihah, dianjurkan membaca surat Al-Ikhlas.

 

Ada juga yang mengatakan: “Dibaca pada rakaat pertama sesudah surat Al-Fatihah adalah surat Al-Falag. Dan pada rakaat kedua adalah surat An-Naas.”

 

Apabila selesai mengucapkan salam, maka membaca Ayat Kursi. Menurut suatu riwayat, barangsiapa membaca Ayat Kursi sebelum keluar dari rumahnya, maka ia tidak akan ditimpa sesuatu yang tidak disukainya hingga ia kembali ke rumahnya. Ketika hendak bepergian, juga dianjurkan untuk membaca surat Ouraisy.

 

Seorang ahli fikih dari mazhab Syafi’i, Al-Imam As-Sayid Abu AlHasan Al-Oizwaini, yang memiliki kekeramatan dan pengetahuan yang tinggi, ia berkata: Sesungguhnya surat Ouraisy itu bisa menimbulkan keamanan dari gangguan.

 

Abu Thahir bin Jahsuwaih berkata: “Aku ingin bepergian, sedang aku merasa takut. Aku datang kepada Al-Oizwaini untuk minta doa. Sebelum aku mengutarakan maksud kedatanganku, ia sudah berkata: Barangsiapa hendak bepergian dan merasa takut terhadap musuhnya atau binatang buas, hendaklah ia membaca surat Ouraisy, karena membaca surat itu bisa menimbulkan keamanan dari segala gangguan. Maka, akupun membacanya dan tidaklah aku mengalami gangguan hingga sekarang.”

 

Apabila selesai membaca surat ini, dianjurkan untuk berdoa dengan ikhlas dan pelan. Di antara doa yang terbaik adalah:

 

“Ya Allah, kepadaMu aku meminta tolong. Ya Allah, mudahkanlah urusanku. Berilah aku kebaikan lebih banyak dari yang kuminta. Dan sengkirkanlah dariku segala kejahatan. Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, terangilah hatiku dan mudahkanlah urusanku.

Ya Allah, aku mohon penjagaanMu. Aku titipkan padaMu diriku, keluargaku, kerabatku dan segala kenikmatan yang Engkau berikan padaku dan pada mereka berupa dunia dan akhirat. Jagalah kami semuanya dari segala gangguan, wahai Tuhan yang Maha Pemurah.”

 

Doanya dimulai dan diakhiri dengan memuji Allah  Setelah itu, mengucapkan salawat dan salam atas Rasulullah 

 

Apabila hendak berangkat, hendaklah ia mengucapkan doa seperti yang diriwayatkan oleh Anas, bahwa apabila Rasulullah bangkit dari duduknya, untuk pergi jauh, ia mengucapkan:

 

“Ya Allah, kepadaMu aku menuju dan kepadaMu aku berlindung. Ya Allah, lindungilah aku dari kesusahan yang menimpa diriku dan dari sesuatu yang tidak kuperhatikan. Ya Allah, bekalilah aku dengan ketakwaan. Ampunilah dosaku. Tunjukkanlah aku kepada kebaikan ke mana aku menuju.”

 

Zikir ketika keluar rumah

 

Diriwayatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal dan lainnya, dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Apabila Allah dititipi sesuatu, pasti Dia menjaganya.”

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dan lainnya, dari Abu Hurairah bahwa Nabi menerangkan:

 

“Barangsiapa hendak bepergian, hendaklah ia mengucapkan kepada yang ditinggalkannya: Aku titipkan kahan kepada Allah yang ndak bisa hilang titipannya.” Dalam sabda yang lain:

 

“Apabila salah seorang di antara kamu hendak bepergian, hendaklah a berpamitan kepada saudara-saudaranya, karena Allah  menjadikan kebaikan dalam doa mereta.” (H.R. Thabrani)

 

Disunnahkan bagi orang yang dipamiti untuk mengucapkan sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Oaz’ah: Berkata Ibnu Umar kepadaku:” Kemarilah, aku titipkan engkau (kepada Allah) sebagaimana Rasulullah menitipkan aku:

 

“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan akhir amalmu.”

 

Al-Khattabi berkata: Yang dimaksud amanat di sini adalah keluarga dan siapa yang ditinggalkannya serta hartanya yang diamanatkan. Penyebutan agama di sini karena perjalanan itu bisa menimbulkan keletihan. Dari itu, mungkin bisa menyebabkan terlantarnya sebagian Urusan agama.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar berkata: “Apabila Nabi menitipkan (kepada Allah) seseorang lelaki, beliau memegang tangannya. Tidaklah beliau melepaskannya hingga orang ity yang melepaskan lebih dulu tangan beliau.

 

Ucapan beliau:

 

“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu dan akhir amalmu.”

 

Melalui Salim, Tirmizi meriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengatakan kepada orang yang hendak bepergian: Dekatlah kepadaku, kutitipkan engkau sebagaimana Rasulullah  menitipkan kami. Ia mengucapkan:

 

”Kuritipkan kepada Allah agamamu, amanatmu serta akhir amalmu.”

 

Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan Sahih.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Yazid Al-Khutami berkata: Jika hendak melepas pasukan, Nabi mengucapkan:

 

”Kutitipkan kepada Allah agama kahan, amanat kalian dan akhir amal kalian.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, bahwa Anas, menceritakan: Seorang lelaki datang kepada Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku hendak bepergian, maka bekalilah aku. Beliau bersabda:

 

“Semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan. Orang itu berkata: Tambahilah aku. Behau bersabda: Dan mengampum dosamu. Orang itu berkata: Tambahilah aku. Beliau bersabda: Dan memudahkan kebaikan bagimu di manapun engkau berada.” ‘Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Anjuran meminta wasiat dari orang yang saleh

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah bahwa seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah, aku hendak bepergian, maka nasihatilah aku. Maka, beliau bersabda:

 

“Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah  dan bertakbir di atas setiap tempat yang tinggi. Kerika orang itu pergi, berdoalah Rasulullah: Ya Allah, dekatkanlah baginya jarak yang jauh dan mudahkanlah perjalanannya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ucapan ketika naik kendaraan Allah berfirman:

 

“Dan Dia menjadikan bagi kamu kapal dan binatang-binatang untuk kamu kendarai agar kamu duduk tenang di atas punggungnya, kemudian sebutlah kenikmatan Tuhanmu jika kamu telah duduk di atasnya dan agar kamu ucapkan: Maha Suci Tuhan yang telah memudahkan (kendaraan) ini bagi kami dan tidaklah kami mampu melakukannya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.” (Q.S. Az-Zukhruf: 12-14)

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Ali bin Rabi’ah berkata: Aku melihat Ali bin Abi Thalib dibawakan seekor kuda untuk dinaikinya. Ketika ia meletakkan kakinya, ia mengucapkan: Bismillah (Dengan nama Allah).

 

Ketika ia telah duduk tenang di atas punggungnya, ia mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah memudahkan (kendaraan) bagi kami dan tidaklah kami mampu melakukannya. Sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.”

 

Kemudian mengucapkan Alhamdulillah sebanyak tiga kali, lalu mengucapkan Allahu Akbar sebanyak tiga kali. Setelah itu mengucapkan:

 

“Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku telah mengamaya diriku, maka ampumlah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa melainkan Engkau.”

 

Setelah itu ia tertawa. Ada yang bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, apa sebabnya engkau tertawa?” Ia menjawab: “Aku melihat Nabi berbuat seperti yang aku perbuat, lalu beliau tertawa.” Maka aku bertanya kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa sebabnya engkau tertawa? Beliau menjawab: “Sesungguhnya Tuhanmu yang Maha Suci merasa heran terhadap hambaNya jika ia berkata: Ampunilah dosa-dosaku. Karena ia tahu bahwa tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa selain Allah.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam Sahih Muslim, pada kitab Manasik, diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar berkata: Apabila Rasulullah telah duduk di atas untanya untuk bepergian, beliau bertakbir tiga kali, kemudian mengucapkan:

 

“Maha Suci Tuhan yang telah memudahkan (kendaraan) ini bagi kami. Tidaklah kami mampu melakukannya. Dan kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah, kami mohon kepadaMu dalam perjalanan ini kebaikan, ketakwaan dan amal yang Engkau ridai. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan ini dan dekatkanlah kejauhannya dari kami. Yg Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan wakil dalam keluarga. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari keletihan perjalanan, kemurungan pandangan dan keburukan akibat harta dan keluarga.”

 

Apabila beliau pulang, diulanginya, dan menambahkan:

 

“Kami pulang, kami bertobat, kami menyembah Tuhan kami, dan kami memujiNya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Abdullah bin Sarjis berkata: Apabila Rasulullah bepergian, ia memohon perlindungan dari keletihan perjalanan dan kesusahan di saat pulang, dari kemaksiatan sesudah ketaatan dan dari doa orang yang teraniaya, dari keburukan pemandangan dalam keluarga dan harta.

 

Tirmizi, Nasa’ dan Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Abdullah bin Sarjas yang berkata: Apabila Nabi bepergian ia mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan wakil dalam keluarga. Ya Allah, aku berlidung kepadaMu dari keletihan perjalanan dan kesusahan di waktu pulang, dari kemaksiatan sesudah ketaatan dan dari doa orang yang teraniaya, dari keburukan pemandangan dalam keluarga dan harta.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Ucapan ketika naik kapal

 

Allah  berfirman:

 

“Nuh berkata: Naiklah kamu di dalamnya dengan nama Allah ketika berlayar dan berlabuh.” (Q.S. Huud: 41)

 

Dalam firman yang lain:

 

”..Dan Dia menjadikan bagi kamu kapal dan binatang-binatang untuk kamu naiki.” (Q.S. Az-Zukhruf: 12)

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Hasan bin Ali bahwa Rasul &bersabda:

 

“Yang mengamankan umatku dari kehanyutan apabila mereka naik kapal adalah ucapan: Dengan nama Allah ia berlayar dan berlabuh. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengasih dan Penyayang. Tidaklah mereka menghargai Allah dengan penghargaan yang sepatutnya.”

 

Anjuran berdoa dalam perjalanan

 

Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Tiga doa yang mustajab dan tak ada keraguan di dalamnya: Doa orang yang terantaya, doa musafir dan doa ayah terhadap anaknya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ucapan ketika tunggangan sulit dikendalikan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Abi Abdillah Yunus bin Ubaid bin Dinar Al-Bashri, seorang tabiin yang dikenal akan kemuliaan, hafalan dan ketaatan agamanya, ia berkata: Tidaklah seorang lelaki berada di atas tunggangan yang sulit dikendalikan, lalu ia mengucapkan di telinganya:

 

“Apakah selain agama Allah yang mereka inginkan? KepadaNya menyerah segala yang ada di langit dan bumi dengan taat dan terpaksa. KepadaNya mereka dikembalikan.” Melainkan tunggangan itu jinak dengan izin Allah.

 

Ucapan ketika akan masuk suatu desa

 

Diriwayatkan oleh Nasa’i dan Ibnu Sunni, bahwa Suhaib yang berkata: Apabila Nabi melihat suatu desa yang ingin dimasukinya, beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah Tuhan langit yang tujuh dan segala yang dinaunginya, Tuhan bumi yang tujuh dan segala yang dikandungnya, Tuhan dari setan dan segala yang disesatkannya, Tuhan dari angin dan segala yang diterbangkannya, aku mohon kepadaMu kebaikan desa ini dan kebaikan penghuninya serta kebuikan segala yang terdapat di dalamnya. Kami berlindung kepadaMu dari keburukannya dan kejahatan penghuninya serta keburukan segala yang terdapat di dalamnya.”

 

 Aisyah  berkata: Adalah Rasulullah jika melihat suatu desa yang ingin dimasukinya, beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikan desa ini dan kebaikan segala yang Engkau kumpulkan di dalamnya. Aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan segala yang Engkau kumpulkan di dalamnya. Ya Allah, berilah kami rasa malu di dalamnya, lindungilah kami dari wabahnya, senangkanlah kami kepada penghumnya dan senangkanlah orang-orang saleh dari penghuninya kepada kami.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ucapan ketika singgah di suatu tempat

 

Muslim, Malik, Tirmizi dan lainnya meriwayatkan dari Khaulah binti Hakim, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

 

”Barangsiapa singgah di suatu tempat kemudian mengucapkan: Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhlukNya, tidaklah ia dibahayakan oleh suatu apapun hingga dia pergi dari tempatnya itu.”

 

Disebutkan dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, bahwa Abdullah bin Umar bin Khattab berkata: Apabila Rasulullah bepergian, hingga tiba waktu malam, maka beliau bersabda:

 

” Hai bumi, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu, kejahatan segala makhluk di dalammu dan kejahatan segala yang melata di atasmu. Aku berlindung kepadamu dari singa, manusia, ular, kalajengking dan dari penghuni negeri bumi (jin) dan dari iblis bapak dan anaknya.” Ucapan jika pulang dari perjalanan

 

Dalam Sahih Muslim disebutkan bahwa Anas #8 berkata: Kami datang bersama Nabi Saya, Abu Talhah dan Shafiyah mengikutinya di atas unta. Ketika kami mendekati Madinah, beliau rnengucapkan: Kami kembali kami bertobat, kami menyembah dan memuji Tuhan kami. Ucapan musafir sesudah solat Subuh

 

Dianjurkan bagi musafir sesudah solat Subuh untuk mengucapkan zikir-zikir bagi musafir seperti yang telah dijelaskan. Dianjurkan pula berzikir seperti yang diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abi Barzah: Adalah Rasulullah  jika solat Subuh, lalu hendak bepergian, beliau mengucapkan dalam perjalanannya dengan suara yang bisa didengar oleh para sahabatnya:

 

”Yg Allah, baikkanlah bagiku agamaku yang telah Engkau jadikan sebagai penjaga urusanku. Ya Allah, baikkanlah bagiku duniaku yang telah Engkau jadikan penghidupanku di situ (diulang nga kah). Ya Allah, baikkanlah akhiratku bagiku yang telah Engkau jadikan ia sebagai tempat kembaliku (diulang riga kah). Ya Allah, aku berlindung dengan keridaanMu dari kemarahanMu. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu (diulang riga kali). Tidak ada yang bisa menghalangi apa yang Engkau berikan, tidak ada yang bisa memberikan apa yang Engkau halangi dan tidaklah bisa bermanfaat upaya seseorang tanpa penentuan dariMu.”

 

Ucapan ketika tiba dari perjalanan dan masuk ke rumah

 

Dalam kitab Ibnu Sunni, disebutkan bahwa Ibnu Abbas  berkata: Adalah Rasulullah jika kembali dari perjalanannya, lalu masuk ke rumahnya, beliau mengucapkan:

 

”(Aku mohon) tobat, (aku mohon) tobat dari Tuhan kira dan aku kembahi tidak meninggalkan dosa.” Ucapan ketika datang dari bepergian

 

Dianjurkan mengucapkan: ”Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkanmu”, atau “Segala puji bagi Allah yang telah mempersatukan kami denganmu.”

 

Allah berfirman:

 

“..Andaikata kamu bersyukur, niscaya Kami tambahi (kenikmatan) kepadamu…” (Q.S. Ibrahim: 7)

 

Ucapan untuk yang tiba dari peperangan

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, bahwa Aisyah  berkata: Rasulullah pulang dari suatu peperangan. Ketika beliau masuk, akupun menyambutnya dan memegang tangannya, lalu aku berkata:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menolongmu, memuliakanmu dan menghormatimu.” Ucapan untuk yang tiba dari ibadah haji

 

Masih dari Ibnu Sunni, Ibnu Umar berkata: Datang seorang anak muda kepada Rasulullah . Ia berkata: Aku hendak pergi haji. Saat itu, berjalanlah ia bersama Rasulullah lalu beliau bersabda:

 

“Hai anak muda, semoga Allah membekalimu dengan ketakwaan, mengarahkanmu dalam kebaikan dan melindungimu dari kesusahan.”

 

Ketika anak muda itu kembali, ia memberi salam kepada Nabi Melihat itu, beliau bersabda:

 

“Hai anak muda, semoga Allah menerima hajimu, mengampuni dosamu dan mengganti belanjamu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Baihaqi, dari Abu Hurairah , bahwa Rasul  bersabda:

 

“Ya Allah, ampunilah orang yang melakukan ibadah haji dan siapa yang dimohonkan ampun oleh orang yang melakukan ibadah itu.”  Al-Hakim menggolongkan hadis yang sahih berdasarkan syarat Muslim.

 

Ucapan saat dihidangkan makanan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdullah bin Amr ibn Al-Ash, bahwa Nabi bila dihidangi makanan, ia mengucapkan:

 

“Yg Allah berkarilah kami dalam rezeki yang Engkau berikan kepada kami dan lindungilah kami dari siksa neraka. Bismillah.”

 

Anjuran mempersilahkan makan kepada tamu

 

Ketahuilah, dianjurkan bagi pemilik makanan untuk mengucapkan kepada tamunya ketika menghidangkan makanan dengan: Bismillah, makanlah, atau kata-kata lain yang semakna itu, yang mengizinkan untuk memulai makan. Ucapan ini tidak wajib. Akan tetapi, cukuplah penghidangan makanan kepada para tamu. Mereka pun boleh makan dengan cara begitu tanpa mensyaratkan lafad. Sebagian sahabat kami (Imam Nawawi) mengatakan: Harus dengan lafad. Yang tepat adalah yang pertama. Dalam hadis-hadis sahih berupa lafad izin mengenai hal itu bisa diartikan istihbab (anjuran). Tasmiyah ketika makan dan minum

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Umar bin Abi Salamah, bahwa Rasul mengajarkan kepadanya:

 

”Sebutlah nama Allah dan makanlah dengan tangan kananmu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Aisyah pahwa Nabi  juga mengajarkan:

 

“Apabila salah seorang di antara kamu makan, hendaklah ia menyebut nama Allah pada permulaannya. Jika ta lupa menyebut nama Allah pada permulaannya, hendaklah ia mengucapkan: Dengan nama Allah pada permulaannya dan akhirnya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Jabir mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu menyebut nama Allah di waktu masuknya dan di waktu makan, berkatalah setan (kepada temannya): Tidak ada tempat bermalam bagi kamu dan tidak ada makanan. Apabila masuk dan tidak menyebut nama Allah di waktu masuknya, berkatalah setan (kepada temannya): Kamu telah mendapat tempat bermalam. Dan apabila ia tidak menyebut nama Allah di waktu makan, berkatalah setan (kepada temannya): Kamu telah mendapatkan tempat bermalam dan makanan.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dalam hadis Anas yang meliputi mukjizat-mukjizat Rasulullah yang nyata. Ketika beliau diundang Abu Talhah dan Ummu Sulaim untuk makan, ia berkata: Nabi bersabda: Izinkanlah untuk sepuluh orang. Maka, ia mengizinkan bagi mereka, lalu masuklah mereka. Nabi  juga bersabda: Makanlah dan sebutlah nama Allah . Mereka pun makan, sehingga berlangsunglah hal itu dengan delapan puluh orang.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, bahwa Hudzaifah  berkata: Apabila kami makan bersama Rasulullah tidaklah kami meletakkan tangan kami pada makanan, sehingga Rasulullah memulai dan meletakkan tangannya.

 

Dalam suatu kesempatan, kami menghadiri jamuan makan bersama beliau . Tiba-tiba datang seorang anak perempuan yang kecil, seakanakan ia mendorong, lalu meletakkan tangannya pada makanan, maka Rasulullah memegang tangannya. Kemudian, datanglah seorang Arab dusun, seakan-akan ia mendorong, lalu Rasulullah  memegang tangannya. Beliau pun bersabda:

 

“Sesungguhnya setan menghalalkan makanan yang tidak disebut nama Allah atasnya. Ia membawa anak perempuan ini untuk menghalalkan dengannya, maka kupegang tangannya. Setan pun membawa orang dusun ini untuk menghalalkan dengannya, maka kupegang tangannya. Demi Allah yang nyawaku berada di tanganNya, sesungguhnya tangannya (setan) dalam tanganku bersama tangan keduanya.”

 

Kemudian beliau menyebut nama Allah dan memakannya.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i, dari Umayyah bin Makhsi (seorang sahabat Nabi), ia berkata: Ketika Rasulullah duduk, seorang lelaki (di dekatnya) sedang makan. Ia tidak menyebut nama Allah hingga tidak tersisa makanannya kecuali hanya sesuap. Ketika menyuapkannya ke mulutnya, ia pun berkata: Dengan nama Allah permulaannya dan akhirnya. Mendengar itu, tertawalah Nabi lalu bersabda: Tetaplah setan makan bersamanya. Ketika ia menyebut nama Allah, setan telah memuntahkan isi di dalam perutnya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, bahwa Aisyah berkata: Rasulullah  memakan makanan bersama enam orang sahabatnya. Lalu, datanglah seorang Arab dusun dan memakannya dua suap. Maka, bersabdalah Rasulullah :

 

“Sesungguhnya, Andaikata ta menyebut nama Allah, niscaya telah cukup bagi kahan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Jabir  berkata, bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa lupa menyebut nama Allah terhadap makanannya, hendaklah ia membaca: Qul Huwallahu Ahad, jika selesai.”

 

Para ulama telah sepakat atas anjuran menyebut nama Allah ketika makan pada permulaannya. Apabila ditinggalkan pada permulaannya secara sengaja atau karena lupa atau terpaksa atau tidak mampu karena sesuatu hal, lalu dilakukannya di tengah-tengah makannya, maka dianjurkan mengucapkan: Dengan nama Allah pada permulaannya dan akhirnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang lalu.

 

Penyebutan nama Allah di waktu minum air, susu, madu, kuah dan minuman-minuman yang lain adalah seperti penyebutan dalam makanan dalam seluruh keadaan yang disebutkan.

 

Para ulama dari sahabat Imam Nawawi dan lainnya mengatakan: “Dianjurkan memperdengarkan penyebutan nama Allah agar bisa mengingatkan lainnya untuk menyebutnya dan bisa diikuti.”

 

Yang terpenting untuk diketahui mengenai sifat penyebutan dan kadar yang dibolehkan adalah dengan mengucapkan: ” Bismillahirrahmanirrahim.”

 

Bila mengucapkan Bismillah, maka telah cukup baginya dan berlakulah sunnahnya. Sama saja dalam hal ini adalah orang yang junub dan haid.

 

Bagi orang yang makan, patut menyebut nama Allah. Andaikata salah seorang dari mereka telah mengucapkannya, cukuplah bagi yang lain. Demikianlah menurut Imam Syafi’i.

 

Hal ini telah saya (Imam Nawawi) sebutkan dalam kitab Thabagat pada riwayat hidup Imam Syafii. la menyerupai jawaban salam dan mendoakan orang bersin. Maka, cukuplah ucapan salah seorang dari kelompok yang hadir.

 

Tidak boleh mencela makanan dan minuman

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, bahwa Abu Hurairah  berkata: Tidaklah Rasulullah mencela makanan sama sekali. Jika ia suka, maka dimakannya. Jika tidak suka, maka ditinggalkannya.

 

Dalam suatu riwayat, ditambahkan oleh Muslim: Jika tidak disukainya, beliau pun diam.

 

Menolak makanan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Khalid bin Walid ketika para sahabat menghidangkan biawak yang dipanggang untuk Rasulullah. Kemudian beliau mendekatkan tangannya (seakanakan menolak) makanan itu. Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, itu adalah biawak.” Maka, beliau & mengangkat tangannya. Khalid bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah biawak itu haram?” Beliau menjawab: “Tidak.” Akan tetapi, ia tidak terdapat di negeri kaumku, maka aku pun tidak menyukainya.

 

Pujian terhadap makanan yang dihidangkan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Jabir  bahwa Nabi menanyakan kuah kepada istrinya. Mereka (istri-istrinya) menjawab: ”Kami tidak mempunyai kecuali cuka.” Maka, beliau menyuruh mengambil dan mulai makan dengannya. Ia memuji: “Sungguh enak kuah cuka ini (diulang dua kali).”

 

Ucapan orang yang berpuasa ketika menghadiri jamuan makan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda:

 

“Jika seseorang di antara kamu diundang, hendaklah ia datang. Apabila Ia berpuasa, hendaklah ia berdoa. Apabila ia tidak berpuasa, hendaklah ia makan.”

 

Dalam kitab Ibnu Sunni, disebutkan:

 

“Apabila ia tidak berpuasa, hendaklah ia makan. Dan apabila ia berpuasa, hendaklah ta mendoakan agar diberi berkah.”

 

Ucapan orang yang diundang makan bila ada yang ikut bersamanya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Mas’ud Al-Anshari, ia berkata: Seorang lelaki mengundang makan Nabi untuk makan dalam kelompok yang berjumlah lima orang. Ada lelaki lain yang mengikuti mereka. Ketika sampai di pintu, bersabdalah Nabi : “Sesungguhnya orang ini mengikuti kami. Jika engkau bolehkan ia makan, izinkanlah dia. Jika engkau inginkan dia pulang, biarlah dia pergi. Orang itu berkata: Baiklah, aku izinkan dia wahai Rasulullah.

 

Nasihat ketika aturan makan tidak diindahkan

 

Diriwayatkan dalam Suhih Bukhari dan Muslim, dari Umar bin Abi Salamah ia berkata: Aku berada di pangkuan Rasulullah ketika aku masih kecil. Tanganku bergerak ke sana kemari ketika mengambil makanan. Rasulullah  mengajari aku: “Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah. Makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah dari bagian yang ada di depanmu.

 

Salamah bin Al-Akwa berkata: Seorang lelaki makan di sisi Nabi dengan tangan kirinya. Maka berkatalah beliau: “Makanlah dengan tangan kananmu.” Orang itu berkata: “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda: “Engkau tidak bakal bisa. Tidak ada halangannya melainkan kesombongan. Maka orang itu tidak bisa mengangkatnya ke mulutnya. (H.R. Muslim)

 

Ketika makan tidak kenyang

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Wahsyi bin Harb, bahwa para sahabat Rasulullah berkata: “Wahai Rasulullah, kami makan dan tidak merasa kenyang.” Beliau berkata: ” Barangkali kamu terpisah-pisah.” Mereka menjawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Berkumpullah di waktu makan dan sebutlah nama Allah, niscaya kamu diberkati dalam makananmu.”

 

Ucapan jika selesai makan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abu Umamah bahwa Nabi apabila selesai makan mengucapkan:

 

“Segala puji yang banyak, baik dan diberkati bagi Allah, yang tidak memerlukan bantuan dan selalu diharapkan dan dibutuhkan, wahai Tuhan kami.”

 

Dalam suatu riwayat dikatakan: Jika selesai makan, Nabi mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah mencukupi kita, mengenyangkan kita dan tidak memerlukan bantuan serta tidak bisa diingkari kenikmatanNya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Anas bahwa Rasul menyatakan:

 

“Sesungguhnya Allah rido kepada hambaNya yang memakan makanan lalu memujiNya atas makanan itu dan meminum minuman lalu memujiNya atas minuman itu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan kitab A/-Jumi dan As. Syamail oleh Tirmizi, dari Abi Said Al-Khudri, bahwa Nabi apabila selesai makan, maka mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan dan memberi minum kami serta menjadikan kami orang-orang muslim.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan dari Abu Ayub bin Zaid Al-Anshari yang berkata: Bahwasanya Rasulullah  apabila makan atau minum, maka mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah memberi makan, memberi minum dan memudahkannya serta memberinya jalan keluar”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah dari Muadz bin Anas bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa memakan makanan, lalu mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan makanan ini kepadaku dan memberikannya sebagai rezeki kepadaku tanpa daya maupun kekuatan daripadaku.” Maka Allah mengampuni dosanya yang lampau.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi mengatakan, bahwa hadis mengenai pujian kepada Allah setelah selesai makan diriwayatkan dari Ugbah bin Amir, Abi Said, Aisyah, Abu Ayub dan Abu Hurairah.

 

Dengan isnad hasan, Nasa’i dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abdurrahman bin Jubair (seorang tabiin) bahwa seorang lelaki yang telah mengabdi kepada Nabi selama delapan tahun mengatakan kepadanya: Apabila dihidangkan makanan, Nabi mengucapkan ”Bismillah.” Apabila selesai makan, beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, Engkau telah memberi makan, minum, mencukupi, memuaskan, memberi petunjuk dan berbuat kebaikan. Maka, segala puji bagiMu atas segala yang telah Engkau berikan.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan kitab Ibnu Sunni, dari Ibnu Abbas bahwa Rasul mengajarkan:

 

“Apabila seseorang di antara kamu makan. Dan dalam riwayat Ibnu Sunni: Barangsiapa diberi rezeki berupa makanan oleh Allah, maka hendaklah ia mengucapkan: “Ya Allah, berkatilah kami dalam makanan ini dan berilah makanan kepada kami yang lebih baik daripadanya.”

 

Dan barangsiapa yang diberi rezeki oleh Allah berupa susu, hendaklah ia mengucapkan: “Ya Allah, berkatilah kami dalam minuman imi dan tambahilah kami daripadanya. Karena, tidak ada sesuatu yang bisa mencukupi berupa makanan dan minuman selain susu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Doa bagi tuan rumah apabila selesai makan

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Anas yang berkata bahwa Nabi datang ke rumah Saad bin Ubadah. Ia menghidangkan roti dan minyak, lalu beliau makan. Kemudian, bersabdalah Nabi:

 

“Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempatmu, orang-orang yang saleh telah memakan makananmu dan para malaikat mendoakan kamu.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari seorang lelaki, dari Jabir  ia berkata: Abu Haitsam bin Tihan mengundang makan Nabi  bersama para sahabatnya. Ketika selesai makan, bersabdalah Nabi: “Balaslah saudaramu.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah balasannya?” Beliau bersabda:

 

“Sesungguhnya orang yang didatangi rumahnya dan dimakan makanannya serta diminum minumannya, lalu mereka (bara tamu) mendoakan baginya, maka itulah balasannya.”

 

Doa ketika diberikan air atau susu

 

Dalam hadis yang panjang, Muslim meriwayatkan dari Miqdad yang berkata: Nabi mengangkat kepalanya ke langit, mengucapkan:

 

“Ya Allah, berilah makan kepada siapa yang telah memberi makan kepadaku. Dan berilah minum kepada siapa yang telah memberi minum kepadaku.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Amr bin Hamig memberi susu kepada Nabi. Maka, beliau bersabda: “Ya Allah, berilah dia kenikmatan dengan masa mudanya.” Maka, lewatlah umurnya delapan puluh tahun tanpa ada uban di kepalanya sehelai rambut pun.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Amr bin Akhtab yang berkata: Rasulullah meminta minum, maka kubawakan air dalam wadah dari kayu. Di situ terdapat seutas rambut, maka kukeluarkan. Kemudian, bersabdalah Rasulullah: “Ya Allah, baguskanlah dia.” Perawinya berkata: Maka, kulihat ia dalam usia 93 tahun, rambut kepala dan janggutnya ternyata tetap hitam.

 

Pujian bagi seseorang yang memuliakan tamunya

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang menceritakan: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: ”Aku lapar.” Maka beliau mengajaknya ke rumah salah seorang istrinya. Berkatalah istrinya: “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mempunyai selain air.”

 

Kemudian, beliau mengajak orang itu ke rumah istrinya yang lain. Ia pun berkata begitu. Dan, semua istrinya berkata seperti itu. Bersabdalah Rasulullah: Siapa yang menerima orang ini sebagai tamu, semoga Allah mengasihinya. Kemudian, berdirilah seorang lelaki Anshar seraya berkata: “Aku wahai Rasulullah.”

 

Pergilah orang itu dengannya menuju kendaraannya. Ia berkata kepada istrinya: ” Apakah engkau mempunyai sesuatu?” Istrinya menjawab: Tidak, kecuali makanan bagi anak-anakku.” Orang itu berkata: “Bujuklah mereka dengan sesuatu. Apabila tamu kita masuk, maka padamkanlah lampu dan tunjukkanlah kepadanya kalau kita sedang makan. Apabila dia mau makan, maka berdirilah engkau menuju lampu untuk memadamkannya.” Kemudian, duduklah mereka dan makanlah tamu itu.

 

Ketika tiba waktu pagi, datanglah Rasulullah  kepadaku. Lalu, Beliau bersabda: Allah telah merasa heran akan perbuatan kalian berdua terhadap tamu kalian malam tadi. Maka, Allah  telah menurunkan ayat ini:

 

”..Mereka lebih mengutamakan (orang lain) daripada diri mereka, walaupun mereka dalam keadaan melarat….” (Q.S. Al-Hasyr: 9)

 

Menurut Imam Nawawi: Hal ini bisa diartikan bahwa anak-anak tidak memerlukan makanan sebagai kebutuhan mendesak. Biasanya, anak kecil itu meskipun kenyang, masih minta makanan jika melihat orang yang makan. Perbuatan lelaki dan perempuan tersebut bisa diartikan bahwa keduanya lebih mengutamakan tamunya daripada bagian mereka berdua. Sikap dan ucapan ketika tamu datang”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abi Syuraih Al-Khuza’, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya.”

 

Abu Hurairah  menceritakan: Rasulullah keluar pada suatu siang atau malam. Beliau bertemu dengan Abubakar dan Umar. Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian berdua keluar dari rumah kalian pada saat ini?” Keduanya menjawab: “Kami lapar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Demi Tuhan yang nyawaku berada di tangannya, aku pun keluar karena lapar seperti kalian. Ayolah kita pergi.”

 

Maka, pergilah ia ke rumah mendatangi seorang lelaki Anshar. Ternyata, orang tersebut tidak berada di rumahnya. Ketika istrinya melihat beliau, maka berkatalah perempuan itu: “Selamat datang sebagai keluarga. Bersabda Rasulullah kepadanya: “Di mana si Fulan?” Perempuan itu menjawab: Ia pergi mengambil air bagi kita.

 

Tiba-tiba, datanglah orang Anshar itu. Ia memandang kepada Rasulullah  dan kedua sahabatnya, kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah, tiada seorang pun yang lebih menghormati tamu daripada aku pada hari ini.”

 

Ucapan ketika selesai makan Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah  bahwa Rasul  bersabda:

 

“Cairkanlah makananmu dengan menyebut Allah dan berdoa. Janganlah kamu sampai tertidur karena kekenyangan, sehingga hatimu menjadi keras karenanya.”

 

Allah  berfirman:

 

”..Jika kamu masuk rumah, maka berilah salam kepada ahlinya, sebagai penghormatan dari sisi Allah yang diberkati dan batk….” (Q.S. An-Nur: 61)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Jika kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka berilah penghormatan dengan yang lebih baik dari itu atau balaslah….” (Q.S. An-Nisa’: 86)

 

Allah juga menyatakan:

 

”…Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sampai kamu mendapat 1zin dan memberi salam kepada penghuninya…” (Q.S. An-Nur: 27)

 

Masih dalam surat An-Nur, ayat 59, Allah menyebutkan:

 

“Apabila anak-anak kamu telah mencapai usia baligh, maka hendaklah mereka minta izin sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka meminta izin….”

 

Allah menerangkan:

 

“Tidakkah engkau mendengar berita tamu Ibrahim yang mulia ketika mereka masuk kepadanya, lalu mereka berkata: Selamat. Ibrahim menjawab: Selamat….” (Q.S. Az-Zariyat: 24-25)

 

Keutamaan salam dan suruhan menyebarkannya

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Amr ibn Al-Ash, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah : “Islam manakah yang paling baik?” Beliau menjawab:

 

“Engkau beri makan dan ucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan yang tidak engkau kenal.”

 

Dalam Sahihnya, Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Rasul menerangkan:

 

“Allah  telah menciptakan Adam menurut bentuknya. Panjangnya enam puluh hasta”. Ketika Allah menciptakannya, Dia berkata: Pergilah dan berilah salam kepada mereka itu. Yaitu, sekelompok malaikat yang sedang duduk. Maka, dengarkanlah apa yang mereka ucapkan sebagai penghormatan kepadamu, karena sesungguhnya ia adalah penghormatanmu dan penghormatan anak turunanmu.

Maka, berkatalah Adam: Semoga keselamatan atas kamu. Mereka menjawab: Semoga keselamatan dan rahmat Allah atasmu. Mereka pun menambahkan: Dan rahmat Allah.”

 

Al-Barra bin Azib berkata: Rasulullah  menyuruh kami tujuh perkara: Menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang bersin, menolong orang yang lemah dan teraniaya, menyebarkan salam dan melaksanakan atau memenuhi sumpah. (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Melalui Abu Hurairah Muslim meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

”Kamu tidak bisa masuk surga sehingga kamu beriman dan kamu tidak beriman sehingga kamu saling mengasihi. Maukah aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang apabila kamu melakukannya, niscaya kamu saling mengasihi? Sebarkanlah salam di antara kalian.”

 

Diriwayatkan oleh Ad-Darimi, Tirmizi, Ibnu Majah dan lainnya, dengan isnad-isnad yang baik, dari Abdullah bin Salam ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Hai manusia, sebarkanlah salam, berilah makanan (kepada orang miskin) dan sambunglah hubungan kekeluargaan. Solatlah di saat orang-orang sedang tidur, niscaya kamu masuk surga dengan selamat.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis sahih.

 

Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Umamah yang berkata: “Nabi menyuruh kami agar menyebarkan salam.” Dalam kitabnya, Al-Muwaththa’, Imam Malik ra. mengisahkan dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Talhah, bahwa Tufail bin Ubay bin Kaab mengabarkan kepadanya bahwa ia datang kepada Abdullah bin Umar lalu pergi bersamanya ke pasar. Ia berkata: “Ketika kami pergi ke pasar, tidaklah Abdullah melewati orang-orang yang berjualan dan orang miskin serta Siapa pun melainkan ia memberi salam kepada mereka.”

 

Disebutkan dalam Sahih Bukhari, bahwa Ammar, berkata: “Tiga perkara yang apabila terdapat pada seseorang, maka ia telah mengumpulkan iman, yaitu: berbuat baik dan bijaksana, memberi salam kepada semua orang, dan bersedekah dalam keadaan kekurangan.”

 

Menurut pendapat saya (Imam Nawawi) Dalam tiga perkara ini telah terkumpul kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat.

 

Berbuat baik dan bijaksana menghendaki seseorang untuk menunaikan seluruh hak Allah segala yang disuruhnya dan menjauhi seluruh larangannya, menunaikan hak-hak manusia dan tidak menuntut sesuatu yang bukan kepunyaannya serta berbuat baik kepada dirinya juga. Maka, tidaklah ia menjerumuskannya dalam keburukan dengan sendirinya.

 

Adapun memberi salam kepada semua orang, maka berarti ia tidak boleh sombong kepada siapa pun dan tidak terdapat antara dia dan seseorang pertengkaran yang menyebabkannya tidak memberi salam.

 

Adapun bersedekah dalam keadaan kekurangan, maka berarti kesempurnaan kepercayaan kepada Allah penyerahan diri kepadanya dan kasih sayang kepada kaum muslimin.

 

Kita mohon kepada Allah yang Maha Pemurah agar memberikan taufik bagi seluruh perkara itu.

 

Cara memberi salam Ketahuilah, yang lebih utama adalah ucapan orang muslim:

 

“Semoga keselamatan dan rahmat Allah serta berkatNya tercurah atas kamu.”

 

Bentuk salam tidak berubah meskipun yang diberi salam hanya satu orang. Dan orang yang diberi salam menjawab dengan jawaban yang sama:

 

Dalilnya ialah yang diriwayatkan dalam Musnad Ad-Darimi, Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Imran bin Hushain ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi  lalu berkata:

 

” Assalamualaikum.” Nabi menjawabnya. Kemudian orang itu duduk. Nabi bersabda: “Sepuluh (pahalanya).”

 

Datang orang lain seraya mengucapkan: ”Assalamualaitum wa Rahmatullah.” Nabi menjawabnya. Kemudian orang itu duduk. Bersabdalah Nabi : “Dua puluh (pahalanya).”

 

Setelah itu, datang orang lain seraya mengucapkan: “Assalamualaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuhu.” Nabi  menjawabnya. Kemudian orang itu duduk. Bersabdalah Nabi : “Tiga puluh (pahalanya).” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam suatu riwayat yang diperoleh dari Muadz bin Anas, Abu Daud menyatakan ada tambahan atas hadis ini, yaitu: Kemudian datang orang lain seraya mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan, rahmat Allah dan berkatNya serta ampunanNya tercurah atas kamu.”

 

Nabi bersabda: “Empat puluh (pahalanya).” Dan bersabda: Demikianlah pahala amalan-amalan utama.”

 

Dengan isnad dhaif, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Anas yang berkata: Seorang lelaki melewati Nabi ketika sedang menggembalakan hewan-hewan para sahabatnya. Orang itu berkata: “Assalamualaika ya Rasulullah.” Nabi menjawab:

 

 “Semoga keselamatan, rahmat Allah, berkatNya dan ampunanNya serta keridaanNya tercurah atasmu.”

 

Ada yang berkata: “Wahai Rasulullah, engkau memberi salam kepada orang ini dengan salam yang tidak pernah engkau berikan kepada seorangpun dari sahabat-sahabatmu?” Beliau menjawab: “Apakah halanganku untuk melakukan hal itu, sedang ia menyamai pahala lebih dari sepuluh orang?”

 

Pengucapan salam yang paling sedikit dan bisa memenuhi sunnah bagi yang melakukannya adalah dengan mengeraskan suaranya, sehingga bisa memperdengarkannya kepada orang yang diberi salam. Apabila ia tidak bisa memperdengarkannya, tidaklah dianggap mengucapkan salam, sehingga tidak wajib menjawabnya.

 

Di waktu menjawab salam, maka untuk memenuhi kewajiban tersebut, haruslah ia mengeraskan suaranya, sehingga yang memberi salam pertama bisa mendengarnya. Jika ia tidak bisa memperdengarkannya, maka tidaklah gugur kewajiban menjawab salam. Demikianlah menurut pendapat Al-Mutawalli dan lainnya.

 

Makruhnya isyarat salam dengan tangan dan semacamnya tanpa ucapan

 

Diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, dari Amr bin Suaib dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Rasul bersabda:

 

“Bukanlah termasuk golongan kita orang yang meniru golongan lain.

Janganlah kamu meniru orang Yahudi dan Nasrani, karena pemberian salam oleh orang Yahudi adalah isyarat dengan jari dan pemberian salam oleh orang Nasrani adalah isyarat dengan telapak tangan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis yang lemah isnadnya.

 

Adapun hadis yang diriwayatkan dalam kitab Tirmizi, Asma binti Yazid, bahwa Rasulullah lewat di masjid pada suatu hari dan orangorang perempuan sedang duduk di situ maka beliau memberi isyarat salam dengan tangannya. Hadis ini bisa berarti bahwa Rasulullah menggabungkan antara ucapan dan isyarat. Pengertian ini ditunjukkan oleh riwayat Abu Daud yang mengatakan: “Kemudian beliau memberi salam kepada kami.”

 

Hukum salam

 

Ketahuilah, memberi salam adalah sunnah yang dianjurkan (sunnah kifayah), bukan wajib. Apabila yang mengucapkan salam ada beberapa orang, maka pemberian salam oleh salah seorang dari mereka sudah cukup. Andaikata semuanya mengucapkan salam, maka lebih baik.

 

Dalam kitab As-Siyar, Al-Qadhi Husein berkata: Tidaklah kami mendapati sunnah kifayah selain ini.

 

Menurut pendapat Imam Nawawi, apa yang dikatakan oleh Al-Qadhi ini perlu dipertanyakan. Sahabat-sahabat kami berkata: Mendoakan orang bersin adalah sunnah kifayah, sebagaimana akan diketahui dalam pembahasan masalah ini.

 

Segolongan sahabat kami, bahkan semuanya mengatakan: Menyembelih kurban adalah sunnah kifayah, dalam hak masing-masing penghuni rumah. Apabila salah seorang dari mereka mengadakan penyembelihan kurban, timbullah syiar dan sunnah bagi mereka semua.

 

Adapun menjawab salam, maka apabila yang diberi salam hanya seorang, wajiblah ia menjawabnya. Apabila mereka dalam kelompok, maka menjawab salam adalah fardu kifayah atas mereka. Jika salah seorang dari mereka menjawab, maka gugurlah kewajibannya dari yang lain. Jika mereka semua meninggalkannya, maka mereka berdosa. Dan jika mereka semua menjawab, maka hal itu adalah puncak kesempurnaan dan keutamaan.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Ali bahwa Rasul bersabda:

 

“Cukuplah salah seorang dari kelompok yang lewat mewakili mereka dalam memberi salam dan cukuplah salah seorang dari kelompok orang yang duduk mewakili mereka dalam menjawab salam.”

 

Diriwayatkan dalam A/-Muwathrha’, dari Zaid bin Aslam, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Apabila salah seorang dari kaum memberi salam, maka cukuplah ia sebagai wakil dari mereka.”

 

Aisyah berkata: Rasulullah  bersabda kepadaku: ”Ini Jibril memberi salam kepadamu.” Aisyah menjawab: “Semoga keselamatan dan rahmat Allah serta berkatnya tercurah atasnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Apabila seseorang mengirim salam melalui orang lain, lalu perantaranya berkata: “Si Fulan mengirim salam kepadamu”, maka wajiblah ia menjawabnya segera. Dianjurkan menjawab salam itu kepada yang menyampaikan juga, sehingga dikatakan: “Alaika wa alaihis salam” (“Semoga keselamatan tercurah atasmu dan atasny?”).

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Ghalib Al-Qattan, dari seorang lelaki, ia berkata: Diberitakan kepadaku oleh bapakku, dari kakekku, ia berkata: Ayahku mengutusku kepada Rasulullah untuk menyampaikan salamnya. Akupun pergi kepada beliau, lalu aku berkata: Ayahku mengirim salam kepadamu. Maka, beliau bersabda: ”Semoga keselamatan tercurah atasmu dan atas ayahmu.”

 

Hadis ini meskipun diriwayatkan dari seorang yang tak dikenal, akan tetapi telah dikemukakan bahwa hadis-hadis mengenai amalan-amalan utama diberikan kelonggaran dalam penerimaannya.

 

Al-Mutawalli berkata: Jika seseorang memberi salam kepada seorang yang tidak bisa mendengar, maka patutlah diucapkan lafaz salam, karena ia mampu melakukannya dan mengisyaratkan dengan tangannya, sehingga bisa terjadi pemahaman dan patut mendapatkan jawaban. Seandainya tidak digabungkan antara pengucapan salam dan isyarat, maka tidaklah patut mendapatkan jawaban.

 

Ia berkata pula: Demikian pula Andaikata seorang yang tuli memberi salam kepadanya dan ingin menjawabnya, maka di ucapkan dengan lidah dan memberi isyarat jawaban agar bisa menimbulkan pemahaman dan gugurlah darinya kewajiban menjawab.

 

Dilanjutkan oleh Mutawalli: Andaikata seseorang memberi salam kepada anak kecil, tidaklah wajib ia menjawabnya, karena anak kecil tidak dibebani kewajiban. Pendapat ini adalah benar. Akan tetapi, menurut sopan santun dan yang dianjurkan baginya adalah menjawabnya.

 

Berkata Al-Qadhi Husein dan Al-Mutawalli: Andaikata anak kecil memberi salam kepada orang dewasa, apakah wajib atas orang tersebut menjawabnya? Ada dua macam pendapat yang didasarkan atas keabsahan Islamnya. Jika kita katakan sah Islamnya, maka salamnya seperti salam orang dewasa, sehingga wajib menjawabnya. Jika kita katakan tidak sah Islamnya, maka tidak wajib menjawab salamnya, akan tetapi dianjurkan.

 

Menurut pendapat saya (Imam Nawawi), yang benar dari kedua macam ini adalah kewajiban menjawab salam, berdasarkan firman Allah:

 

“Jika kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka hormatilah dengan yang lebih baik daripadanya atau balaslah sesuai dengannya….” (Q.S. An-Nisa’: 86)

 

As-Syasi berpendapat: Ini adalah dasar yang tidak benar. Andaikata seseorang yang sudah baligh memberi salam kepada sekelompok orang yang di antara mereka terdapat anak kecil, lalu anak kecil itu menjawab sedang lainnya tidak menjawab, maka apakah gugur kewajiban menjawab dari mereka?

 

Ada dua macam pendapat: Yang paling benar di antara keduanya adalah yang dipegangi oleh Al-Qadhi Husein dan Al-Mutawalli, bahwa kewajiban menjawab tidak gugur, karena anak kecil tidak dibebani kewajiban, sedang menjawab salam adalah wajib. Maka, tidaklah gugur dengannya sebagaimana tidak gugur kewajiban dalam solat jamaah.

 

Yang kedua, yaitu pendapat As-Syasi, bahwa kewajibannya gugur sebagaimana sahnya azan anak kecil bagi orang lelaki dewasa dan gugur dari mereka tuntutan azan.

 

Adapun solat atas jenazah, maka telah timbul perselisihan pendapat di antara sahabat-sahabat kami mengenai gugurnya kewajiban dengan solat anak kecil. Berdasarkan dua pendapat yang masyhur dan yang suhih dari keduanya adalah gugurnya kewajiban. Ini telah ditetapkan oleh Imam Syafi’i.

 

Jika seseorang memberi salam, kemudian berjumpa lagi dengannya dalam waktu dekat, disunnahkan baginya untuk memberi salam kedua, ketiga atau lebih.

 

Pendapat ini dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, dalam peristiwa orang yang salah solatnya. Bahwa orang itu datang dan solat. Setelah itu, ia datang kepada Nabi lalu memberi salam kepadanya. Maka, beliau pun menjawabnya dan bersabda: Kembalilah dan solatlah. Sesungguhnya engkau tidak solat. Maka, kembalilah orang itu dan solat. Setelah itu, ia datang memberi salam kepada Nabi sehingga ia melakukannya tiga kali.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu berjumpa dengan saudaranya, hendaklah ia memberi salam kepadanya. Jika keduanya terhalang oleh pohon, tembok atau batu, kemudian berjumpa, hendaklah ia memberi salam kepadanya.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, bahwa Anas  berkata: “Sahabat-sahabat Rasulullah  sedang berjalan-jalan. Jika mereka berhadapan dengan sebuah pohon atau bukit, menyebarlah mereka ke kanan dan ke kiri, kemudian bertemu di belakangnya. Mereka saling memberi salam.”

 

Apabila seseorang bertemu dengan lainnya, lalu yang memulai salam mengucapkan: “Wa alaikum salam”, maka Al-Mutawalli berpendapat bahwa ucapan itu bukan salam, sehingga tidak perlu dijawab. Karena, bentuk ini tidak sesuai untuk memulai.

 

Adapun jika dikatakan: Alaika atau alaikum salam tanpa ”wa”, maka imam Abu Al-Hasan Al-Wahidi memutuskan bahwa ia adalah salam yang wajib untuk dijawab, walaupun ia telah membalik lafaz yang biasa. Pendapat Al-Wahidi inilah yang unggul. Imamul Haramain juga berpendapat sama.

 

Mengenai penamaannya sebagai salam, terdapat dua macam pendapat seperti dua macam pendapat dari sahabat-sahabat kami dalam hal taha/lul dari solat dengan ucapan: “Alaikum salam.” Apakah berlaku tahallul dengan ucapan itu atau tidak? Yang paling suhih adalah berlaku.

 

Terdapat kemungkinan kalau ini tidak patut mendapatkan jawaban dalam setiap keadaan, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan lainnya, dengan isnad sahih dari Abi Jaza AlHuyaimi. Ia berkata: Aku menjumpai Rasulullah  lalu kukatakan: “Alaika salam, ya Rasulullah.” Beliau bersabda: “Jangan mengucapkan dlaika salam, karena itu adalah penghormatan untuk orang mati.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Menurut pendapat Imam Nawawi, hadis ini mungkin menjelaskan Cara yang lebih baik dan lebih sempurna. Tidak berarti bahwa ia bukan salam.

 

Dalam kitabnya, Ihya’ Ulumuddin, Al-Ghazali berkata: Berdasarkan hadis itu, makruh mengucapkan pada permulaan dengan: “Alaikum salam.”

 

Berdasarkan mazhab yang terpilih, makruh memulai salam dengan bentuk ini. Apabila diawalinya dengan ucapan itu, maka wajib dijawab, karena ia adalah salam.

 

Yang sunnah adalah memulai salam sebelum berbicara. Cara ini sudah masyhur dilakukan oleh umat Islam. Inilah yang diandalkan pada bagian ini.

 

Adapun sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Tirmizi:

 

“Salam itu diucapkan sebelum berbicara.”

 

Sesungguhnya hadis ini adalah dha’if (lemah). Tirmizi pun menggolongkan sebagai hadis munkar”.

 

Memulai salam adalah lebih baik, berdasarkan sabda Rasulullah dalam hadis sahih:

 

“Sebark-baik di antara keduanya adalah yang memulai salam.”

 

Pautulah dua orang yang bertemu berusaha untuk memulai salam.

 

Dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abu Umamah, bahwa Rasul bersabda:

 

“Sesungguhnya manusia yang lebih utama di sisi Allah adalah yang memulai salam kepada orang-orang lainnya.”

 

Juga melalui Abu Umamah, Tirmizi meriwayatkan: Seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apabila dua orang bertemu, manakah yang memulai salam?” Beliau menjawab: “Yang lebih utama di sisi Allah di antara keduanya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Saat yang dianjurkan dan yang dilarang dalam pemberian salam

 

Ketahuilah, kita disuruh menyebarkan salam. Akan tetapi hal itu dituntut pada beberapa keadaan, dilonggarkan dalam keadaan tertentu dan dilarang dalam sebagian lainnya.

 

Di antaranya adalah jika yang diberi salam sedang kencing, bersetubuh, orang yang tidur, mengantuk, orang yang sedang solat, orang yang menyerukan azan atau ikamah, orang yang sedang berada di kamar mandi atau seseorang yang sedang makan dan makanannya masih ada di mulutnya, maka tidak disukai memberi salam kepadanya. Seandainya memberi salam, tidak perlu dijawab.

 

Jika seseorang sedang makan dan makanannya tidak terdapat di mulutnya, maka dibolehkan memberi salam dan wajib dijawab. Demikian pula dalam keadaan jual beli dan perbuatan-perbuatan lainnya, boleh memberi salam dan wajib dijawab.

 

Adapun salam dalam khutbah Jumat, maka sahabat-sahabat Imam Nawawi berpendapat: Tidak disukai memberi salam, karena para hadirin disuruh diam untuk mendengarkan khutbah.

 

Apabila menyalahi, apakah dijawab salamnya? Terdapat perselisihan mengenai hal ini. Ada yang mengatakan: Tidak dijawab salamnya karena kecerobohannya. Yang lain berpendapat: Jika kita katakan bahwa diam itu wajib, maka tidak boleh dijawab. Jika kita katakan diam itu sunnah, maka salah seorang dari hadirin menjawabnya. Tidak perlu menjawab lebih dari seorang pada masing-masing keadaan itu.

 

Adapun salam kepada orang yang sedang membaca Al-Qur’an, maka Al-Wahidi mengatakan: Yang lebih utama adalah tidak memberi salam kepadanya karena kesibukannya dalam membaca. Apabila memberi salam kepadanya, cukuplah menjawab dengan isyarat. Jika menjawab dengan lafaz, ia pun memulai isti’adzah (mohon perlindungan) kemudian kembali membaca.

 

Pendapat Al-Wahidi ini perlu ditinjau. Yang benar adalah memberi salam kepadanya dan wajib menjawabnya dengan lafaz. Jika ia sibuk berdoa dengan khusyuk maka terdapat kemungkinan bahwa ia dianggap orang yang sibuk membaca. Karena itu, tidak disukai memberi salam kepadanya, karena ia akan terganggu.

 

Tidak disukai memberi salam kepada orang yang sedang mengucapkan talbiyah dalam keadaan ihram, karena makruh memutus talbiyah. Apabila memberi salam, haruslah dijawab dengan lafaz. Inilah pendapat Imam Syafi’i dan sahabat-sahabat kami (Imam Nawawi)

 

Telah dikemukakan beberapa keadaan yang tidak disukai memberi salam. Telah disebutkan pula bahwa ia tidak perlu dijawab. Timbul pertanyaan: Apabila yang diberi salam hendak membalas, apakah diharuskan atau dianjurkan? Dalam hal ini terdapat beberapa perincian:

 

  1. Untuk orang yang sedang kencing dan semacamnya, maka tidak disukai menjawab salam. Hal ini telah dikemukakan pada bagian awal.

 

  1. Untuk orang yang sedang makan dan semacamnya, dianjurkan (tidak wajib) menjawabnya.

 

  1. Untuk orang yang sedang solat, maka diharamkan atasnya mengucapkan: “Wa alaikum salam.”

 

Jika ia melakukan hal itu, batallah solatnya bila ia mengetahui pengharamannya. Jika tidak tahu, tidaklah batal berdasarkan pendapat yang lebih sahih. Jika ia mengatakan alaihis salam tidaklah batal solatnya, karena ia adalah doa, bukan percakapan langsung.

 

Yang dianjurkan adalah membalas salamnya dengan isyarat. Jika dijawab dengan lafaz sesudah solat, dibolehkan.

 

Tidaklah dihukum makruh bagi muazin untuk membalas dengan lafaz yang biasa, karena hal itu mudah dan tidak membatalkan azan.

 

Kepada siapa memberi dan menjawab salam?

 

Ketahuilah, bagi orang muslim yang tidak mencolok kefasikannya dan tidak tersohor dengan perbuatan bid’ah, bolehlah ia memberi salam dan diberi salam. Disunnahkan kepadanya memberi salam dan wajib baginya menjawab salam.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Perempuan bersama perempuan seperti lelaki bersama lelaki. Tentang perempuan bersama lelaki, Al-Mutawalli berpendapat: Jika perempuan itu adalah istrinya, budak perempuannya atau salah seorang mahram nya, maka ia bersamanya seperti orang lelaki.

 

Dianjurkan salah satu dari keduanya memulai salam, dan wajib atas yang lain membalas salamnya. Apabila perempuan itu bukan mahram nya dan ia seorang yang cantik yang ditakutkan bisa menimbulkan fitnah, maka orang laki-laki tidak boleh memberi salam kepadanya. Jika ia memberi salam, tidak boleh perempuan itu menjawabnya. Dan perempuan itu sendiri tidak boleh memulai salam kepadanya.

 

Apabila perempuan itu memberi salam, tidak perlu dijawab. Bila dijawab, dihukum makruh baginya. Jika perempuan itu sudah tua dan tidak bisa menimbulkan fitnah, bolehlah ia memberi salam kepada orang laki-laki. Wajib atas orang laki-laki untuk menjawab salamnya.

 

Jika perempuan-perempuan berkumpul dalam suatu kelompok, maka orang laki-laki boleh memberi salam kepada mereka. Atau orang-orang lelaki dalam suatu kelompok memberi salam kepada seorang perempuan, maka hal itu dibolehkan, apabila tidak ditakutkan timbulnya fitnah bagi kedua belah pihak.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan lainnya, dari Asma binti Yazid yang berkata: Rasulullah lewat di depan kami, kelompok orang-orang perempuan, lalu beliau memberi salam kepada kami. Lafaz riwayat Abu Daud ini digolongkan oleh Tirmizi sebagai hadis hasan.

 

Adapun riwayat Tirmizi adalah: Rasulullah lewat di masjid. Saat itu sekelompok orang perempuan sedang duduk, maka beliau memberi isyarat salam dengan tangannya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah melewati sekelompok orang perempuan, lalu memberi salam kepada mereka.

 

Sahal bin Saad, berkata: “Ada seorang perempuan tua yang sedang memasak dan menggiling biji-biji sya’z. Apabila kami selesai solat Jumat, pergilah kami memberi salam kepadanya, lalu ia menghidangkan makanan buat kami.” (H.R. Bukhari)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ummu Hani binti Abu Thalib ia berkata: “Aku mendatangi Nabi pada hari penaklukan kota Makkah. Beliau sedang mandi dan Fatimah me-nutupinya, maka aku memberi salam.”

 

Mengenai ahli Zimmah (orang kafir yang berada dalam naungan pemerintah Islam), sahabat-sahabat Imam Nawawi berselisih pendapat mengenai mereka. Sebagian besar memutuskan, tidak boleh memulai salam kepada mereka. Ulama yang lain berpendapat: Perbuatan itu tidak haram, melainkan makruh. Jika mereka memberi salam kepada seorang muslim, maka dijawab dengan: ”Wa alaikum.” Tidak lebih dari ini.

 

Imam Mawardi menyebutkan satu pendapat dari salah seorang sahabat Imam Nawawi bahwasanya dibolehkan memulai salam kepada mereka. Akan tetapi, cukuplah orang muslim mengatakan: Assalamualaika, dan tidak mengucapkannya dengan lafaz jamak (Assalamualaikum).

 

Al-Mawardi menyebutkan suatu pendapat bahwa, apabila mereka memulai salam, dijawab dengan: ”Wa alaikum salam.” Akan tetapi, tidak mengucapkan “wa rahmatullah.” Kedua pendapat ini adalah ganjil dan tertolak.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Janganlah kamu memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kamu bertemu seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah ia ke bagian jalan yang tersempit.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Anas bahwa

 

Rasul bersabda:

 

 “Jika ahlil Kitab memberi salam kepadamu, maka ucapkanlah: Wa alaikum (Dan atasmu).”

 

Melalui Ibnu Umar Bukhari juga meriwayatkan sabda Rasul:

 

 

“Jika orang Yahudi memberi salam kepadamu, maka sesungguhnya ia mengucapkan: Assaamu alaika (Semoga engkau mari). Maka ucapkanlah: Dan semoga engkau juga.”

 

Al-Mutawalli berkata: Andaikata memberi salam kepada seseorang yang dikira orang muslim, kemudian ternyata ia seorang kafir, maka dianjurkan mencabut kembali salamnya, lalu berkata kepadanya: “Kembalikan salamku.”

 

Tujuan dari perbuatan itu adalah untuk meresahkannya dan menampakkan kepadanya bahwa di antara keduanya tidak terdapat kasih Sayang.

 

Diriwayatkan bahwa Ibnu Umar memberi salam kepada seorang lelaki, kemudian diberitahukan kepadanya bahwa ia seorang Yahudi, maka Ibnu umar mengikutinya dan berkata kepadanya: “Kembalikan salamku.”

 

Imam Malik pernah ditanya tentang orang muslim yang memberi salam kepada orang Yahudi atau Nasrani, apakah ia harus menarik kembali salam itu? Beliau menjawab: Tidak. Maka inilah mazhabnya.. Demikianlah pendapat Ibnu Al-Arabi Al-Maliki.

 

Abu Saad berkata: Andaikata seseorang hendak memberi penghormatan kepada orang Zimmi, maka dilakukan tanpa salam, melainkan dengan ucapan: Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, atau semoga Allah memberi kenikmatan kepadamu di waktu pagi (Selamat pagi).

 

Pendapat Abu Saad ini dibolehkan jika diperlukan, sehingga dikatakan: Semoga engkau berada di waktu pagi dengan kebaikan atau kebahagiaan, atau semoga Allah memberikan kegembiraan, kebahagiaan dan kenikmatan, atau yang serupa itu.

 

Jika tidak diperlukan, maka yang terbaik adalah tidak mengatakan sesuatu. Karena hal itu merupakan kelapangan, kesenangan dan penampakan kasih sayang baginya, sedangkan kita tidak disuruh bersikap keras dan dilarang mengasihi mereka.

 

Apabila seorang muslim lewat di hadapan sekelompok orang yang terdiri dari orang muslim dan kafir, maka disunnahkan memberi salam kepada mereka dan ditujukan kepada orang-orang muslim atau seorang muslim yang ada di situ.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi lewat di suatu majelis di mana bercampur antara orang-orang muslim, musyrik dan Yahudi, Nabipun memberi salam kepada mereka.

 

Jika seorang muslim mengirim surat kepada orang musyrik dan menulis salam di dalamnya atau yang semacamnya, maka patutlah ia menulis: Salam kepada orang yang mengikuti petunjuk.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dalam hadis Abu Sufyan tentang kisah Heraklius, raja Romawi, bahwa Rasulullah menulis: Dari Muhammad hamba Allah dan RasulNya kepada Heraklius, saja Romawi. Salam kepada siapa yang mengikuti petunjuk.

 

  1. Ucapan ketika menjenguk orang zimmi yang sedang sakit.

 

Ketahuilah, sahabat-sahabat Imam Nawawi berbeda pendapat mengenai penjengukan orang Zimmi. Segolongan menganjurkannya dan yang lain melarangnya. As-Syasi menyebut perbedaan itu, lalu berkata: Yang tepat adalah pendapat yang membolehkan menjenguk orang kafir secara singkat. Hal itu berdasarkan atas semacam penghormatan yang berkaitan dengannya berupa keadaan bertetangga atau kerabat. Pendapat As-Syasi ini baik.

 

Anas berkata: Seorang anak muda Yahudi menjadi pelayan Nabi dan ia sedang sakit. Nabi datang menjenguknya. Lalu beliau duduk di dekat kepalanya dan berkata: “Masuklah ke dalam agama Islam.” Anak itu memandang bapaknya yang berada di situ. Bapaknya berkata: “Taatilah Aba Al-Oasim (Rasulullah ).” Maka anak itu pun masuk Islam. Kemudian keluarlah Nabi dan beliau bersabda: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari api neraka.” (H.R. Bukhari)

 

Bagi seorang muslim yang menjenguk orang Zimmi, dianjurkan untuk menerangkan kebaikan-kebaikan agama Islam dan mendorongnya serta memberi semangat agar menyegerakannya untuk beri obat. Jika berdoa baginya, maka didoakan agar orang itu diberi hidayah.

 

Adapun orang yang melakukan bid’ah dan dosa besar yang tidak bertobat, maka patut tidak memberi salam dan tidak menjawab salam mereka. Demikianlah pendapat Bukhari dan ulama lainnya.

 

Bukhari berhujjah mengenai masalah ini sesuai dengan yang diriwayatkan dalam kisah Kaab bin Malik  ketika ia bersama dua orang kawannya tidak menghadiri peperangan Tabuk. Ia berkata: Rasulullah melarang berbicara dengan kami. Ia berkata pula: Aku mendatangi Rasulullah lalu memberi salam kepadanya. Aku pun bertanya: Apakah Rasulullah  menggerakkan kedua bibirnya dengan menjawab salam atau tidak? Abdullah bin Amr berkata: Janganlah kamu memberi salam kepada peminum khamar.

 

Menurut Imam Nawawi: Jika terpaksa memberi salam kepada orangorang jahat dengan berkunjung kepada mereka dan khawatir timbulnya kerusakan dalam agamanya, dunianya atau lainnya karena tidak memberi salam, maka ia harus memberi salam kepada mereka.

 

Ibnu Arabi berkata: Para ulama berpendapat: Orang jahat diberi salam dan diniatkan bahwa As-Sglam adalah salah satu nama Allah.

 

Maknanya ialah: Allah mengawasi kamu. Adapun untuk anak-anak kecil, maka disunnahkan memberi salam kepada mereka.

 

Dalam Sufih Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Anas, lewat di hadapan anak-anak kecil, lalu memberi salam kepada mereka. Anas  berkata: Bahwasanya Nabi melakukannya.

 

Muslim juga meriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah lewat di hadapan anak-anak kecil, lalu memberi salam kepada mereka.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi lewat di hadapan anak-anak kecil yang sedang bermain, lalu beliau memberi salam kepada mereka.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni dan lainnya yang menyebutkan bahwa Nabi  mengucapkan: “Assalamualaikum hai anak-anak.” Tentang sopan santun dan beberapa masalah mengenai salam

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda:

 

“Orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki. Orang yang berjalan kaki memberi salam kepada orang yang duduk. Yang berjumlah sedikit memberi salam kepada yang berjumlah banyak.”

 

Dalam riwayat yang lain, Bukhari menyebutkan:

 

“Yang kecil memberi salam kepada yang besar. Yang berjalan kaki memberi salam kepada yang duduk. Yang sedikit memberi salam kepada yang banyak.”

 

Yang disebut ini adalah sunnah. Andaikata mereka melakukan sebaliknya, sehingga yang berjalan kaki memberi salam kepada yang berkendaraan atau yang duduk memberi salam kepada keduanya (yang berjalan dan yang berkendaraan) tidaklah dimakruhkan. Masalah ini telah dijelaskan oleh Al-Mutawalli dan lainnya.

 

Berdasarkan hal ini, tidaklah dihukum makruh orang banyak yang memberi salam kepada yang sedikit dan orang besar yang memberi salam kepada yang kecil. Ini berarti meninggalkan hak pemberian salam dari orang lain kepadanya. Sopan santun ini adalah jika dua orang bertemu di jalan.

 

Bila seseorang datang kepada orang yag sedang duduk, maka yang datang memberi salam, baik anak kecil atau orang besar, sedikit atau banyak. Al-Mawardi menamakan yang kedua ini sebagai amalan sunnah dan yang pertama sebagai sopan santun. Ia (Al-Mawardi) menjadikannya di bawah sunnah dalam keutamaannya.

 

Al-Mutawali berkata: Jika seseorang bertemu dengan sekelompok orang, lalu ia ingin mengkhususkan salamnya kepada segolongan dari mereka, maka tidaklah disukai, karena tujuan salamnya adalah persahabatan dan kerukunan. Dalam pengkhususan sebagian kelompok itu bisa menimbulkan ketidak senangan pada yang lain dan barang kali bisa menyebabkan permusuhan.

 

Apabila seseorang berjalan di pasar atau jalan-jalan yang banyak dilewati, di mana terdapat banyak orang yang berpapasan, maka Al-Mawardi menyebutkan bahwa salam di sini ditujukan kepada sebagian orang, tanpa lainnya.

 

Al-Mawardi berpendapat: Andaikata ia memberi salam kepada setiap orang yang ditemuinya, ia pun bisa lalai dari kepentingannya. Orang itu juga telah keluar dari kebiasaan. Ia melanjutkan: Salam ditujukan hanya karena salah satu dari dua perkara: Mungkin bisa menghasilkan kasih sayang dan mungkin bisa menyingkirkan ketidak senangan.

 

Al-Mutawalli berkata: Apabila sekelompok orang memberi salam kepada seorang lelaki, lalu mengucapkan: Waalaikum salam, dan ia bertujuan menjawab mereka semua, gugurlah kewajiban menjawab darinya kepada mereka semua, seperti Andaikata menyolati beberapa jenazah dalam satu kali solat, maka gugurlah kewajiban solat atas semuanya.

 

Al-Mawardi berkata: Jika seseorang datang kepada sekelompok kecil, cukuplah bagi mereka satu salam. Pengkhususan kepada salah seorang di antara mereka adalah sopan santun. Cukuplah satu orang dari mereka menjawabnya. Jika yang menjawab lebih banyak, maka itu adalah sopan santun.

 

Lebih jauh, Al-Mawardi mengatakan: Apabila salam tidak bisa tersebar dalam suatu kelompok, seperti di masjid Jamik atau dalam majelis yang penuh sesak, maka sunnahnya salam adalah dengan memulai salam oleh orang yang masuk pada permulaan, jika ia menyaksikan orang-orang itu. Ia pun menunaikan sunnah salam dalam hak semua orang yang mendengarnya. Semua pendengarnya masuk dalam fardu kifayah untuk menjawab salam.

 

Apabila ia ingin duduk di antara mereka, gugurlah darinya sunnah salam pada orang-orang lain yang tidak mendengarnya.

 

Apabila ia ingin duduk di antara orang-orang yang sesudah mereka, di mana tidak mendengar salamnya yang terdahulu, maka ada dua pendapat.

 

Pertama, sunnah salam telah berlaku ketika memberi salam kepada orang-orang yang pertama dari mereka, karena mereka adalah satu kelompok. Andaikata ia mengulangi salam kepada mereka, perbuatan itu adalah sopan santun. Penghuni masjid yang menjawabnya, telah menggugurkan fardu kifayah dari seluruhnya.

 

Kedua, sunnah salam tetap ada bagi siapa yang mendengar salamnya yang terdahulu jika ia ingin duduk di antara mereka. Karena itu, tidaklah gugur kewajiban menjawab salam oleh orang-orang yang terakhir.

 

Jika masuk rumah, dianjurkan untuk memberi salam, biarpun tidak ada orang. Yaitu dengan mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kami dan hamba-hamba Allah yang saleh.”

 

Telah disebutkan pada permulaan bab ini ucapan jika masuk ke rumahnya. Begitu pula jika masuk masjid atau rumah orang lain yang tidak ada orang di dalamnya, maka dianjurkan mengucapkan:

 

“Semoga keselamatan atas kami dan hamba-hamba Allah yang saleh.

Semoga keselamatan atas ahlul bait dan rahmat Allah serta berkatNya.”

 

Apabila seseorang duduk bersama suatu kelompok, kemudian berdiri meninggalkan mereka, maka sunnahnya adalah memberi salam kepada mereka.

 

Dengan isnad yang baik, Abu Daud, Tirmizi dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah , bahwa Rasul  bersabda:

 

“Apabila salah seorang di antara kamu hendak duduk di suatu majelis, maka hendaklah ia memberi salam. Apabila ta hendak berdiri, maka hendaklah 1a memberi salam. Karena, tidaklah (salam) yang pertama

 

lebih berhak dari yang terakhir.” ‘Tirmizi menggolongkan sebagai

 

hadis hasan.

 

Dafirnya hadis ini adalah: Diwajibkan atas sekelompok orang menjawab salam kepada orang yang memberi salam, lalu meninggalkan mereka.

 

Al-Qadhi Husein dan Al-Mutawalli berkata: Telah berlaku kebiasaan sebagian orang memberi salam di saat meninggalkan kaum. Hal itu adalah doa yang dianjurkan menjawabnya dan tidak wajib. Karena penghormatan itu hanyalah terjadi ketika bertemu, bukan ketika berpisah.

 

As-Syasi mengingkarinya dengan mengatakan: Ini adalah fasid. Karena salam itu adalah sunnah ketika berpisah, sebagaimana sunnah ketika duduk. Hadis di atas adalah mengenai hal itu.

 

Apabila lewat di hadapan satu orang atau lebih dan besar dugaannya bahwa apabila ia memberi salam tidak bakal dijawab salamnya, mungkin karena kesombongan orang yang dilewati dan mungkin karena ia mengabaikan orang yang lewat atau mungkin karena sebab lain, maka patutlah ia memberi salam dan tidak meninggalkanya lantaran dugaan ini. Sesungguhnya salam itu disuruh mengucapkannya. Suruhan kepada orang yang lewat adalah memberi salam dan tidak disuruh menghasilkan jawaban. Mungkin orang yang lewat telah salah duga terhadap orang yang dilewati mengenai hal itu dan orang itu telah menjawabnya.

 

Adapun pendapat yang menyebutkan bahwa salam orang yang lewat adalah sebab terjadinya dosa dalam hak orang yang dilewati maka ini kebodohan dan ketololan, karena perintah syariat tidak gugur dari manusia dengan khayalan-khayalan seperti ini.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abdurrahman Ibnu Syiblin, bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Barangsiapa menjawab salam, maka itulah kewajibannya. Barangsiapa tidak menjawabnya, maka ia bukan dari golongan kira.”

 

Dianjurkan bagi siapa yang memberi salam kepada seseorang, sedang orang itu tidak menjawabnya, agar mengucapkan kepadanya dengan perkataan yang lembut: “Menjawab salam adalah wajib. Patutlah engkau menjawab salamku agar gugur kewajibanmu.

 

Minta izin

 

Allah berfirman:

 

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu masuk rumah yang bukan rumahmu sehingga kamu minta izin dan memberi salam kepada penghuninya…” (Q.S. An-Nur: 27)

 

Dalam surat yang sama, Allah berfirman:

 

“Apabila anak-anak kamu telah baligh, maka hendaklah mereka minta izin sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka meminta izin…” (Q.S. An-Nur: 59)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa AlAsyari, bahwa Nabi menerangkan’:

 

“Minta izin itu tiga kali. Jika engkau diberi izin, masuklah. Kalau tidak, pulanglah.”

 

Melalui Sahal bin Saad, Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan sabda Rasul :

 

“Permintaan izin itu hanyalah dijadikan untuk kepentingan pandangan.”

 

Permintaan izin sebanyak tiga kali diriwayatkan dari jalan yang banyak. Sunnahnya adalah memberi salam, kemudian minta izin, lalu berdiri di pintu, sehingga tidak bisa melihat yang berada di dalam rumah. Kemudian mengucapkan: Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk? Apabila tidak ada seorang pun yang menjawabnya, maka diucapkan lagi untuk kedua dan ketiga kalinya. Apabila tidak ada yang menjawab, maka lebih baik ia pergi.

 

Dengan isnad sahih Abu Daud meriwayatkan dari Rubayyi bin Hirasy (seorang tabiin) yang berkata: Diberitakan kepada kami oleh seorang lelaki dari Bani Amir yang minta izin kepada Rasulullah sedang beliau ada di rumah. Lelaki itu berkata: “Bolehkah?” maka berkatalah Rasulullah kepada pelayannya.

 

Keluarlah kepada orang ini, lalu ajarilah dia cara meminta izin katakan padanya: Ucapkan ”Assalamualaikum.” Bolehkah saya masuk? Lelaki itu pun mendengarkannya, lalu mengucapkan Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk? Mendengarkan itu Nabi mengizinkan masuk.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, bahwa Kaladah ibn Hanbal berkata: “Aku datang ke tempat Nabi tanpa memberi salam.” Maka, bersabda Nabi  “Kembalilah, lalu ucapkanlah: ” Assalamualaikum. Apakah saya boleh masuk masuk?.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam hal ini, Al-Mawardi menyebutkan tiga pendapat.

 

  1. Mendahulukan salam daripada meminta izin adalah benar.
  2. Mendahulukan minta izin daripada salam.
  3. Jika orang yang minta izin bertemu muka dengan tuan rumah sebelum masuk, maka ja mendahulukan salam. Jika tidak bertemu muka, maka ia mendahulukan permintaan izin. Inilah yang benar.

 

Timbul pertanyaan: Apabila telah minta izin tiga kali dan tidak diberi izin kepadanya dan ia menduga bahwa tuan rumah tidak mendengar, maka apakah ia perlu menambah permintaan izin itu? Ibnu Arabi menyebutkan tiga pendapat mengenai hal ini, yaitu: Mengulanginya, tidak mengulanginya, jika dengan lafaz seperti tersebut diatas, maka tidak perlu mengulanginya. Jika dengan kalimat lain, maka ia harus mengulanginya.

 

Ibnu Arabi menambahkan: Yang paling benar adalah tidak mengulanginya sama sekali. Pendapat yang dikemukakannya ini adalah yang dikehendakinya sunnah.

 

Patut bagi seseorang yang minta izin kepada orang lain dengan salam atau dengan mengetuk pintu, untuk ditanya: “Siapa kamu?” Hendak ia menjawab Fulan bin Fulan Al-Fulani. atau fulan yang dijuluki begini atau yang semacamnya. sehingga terjadi pemberitahuan yang sempurna. Tidaklah disukai dengan menyingkat ucapan: saya, pelayan, atau lain yang tidak jelas.

 

Disebutkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim tentang peristiwa Isra bahwa Rasul menerangkan:

 

“Kemudian Jibril menaikkan aku ke langit dunia, lalu minta dibukakan. Maka ditanyakan lagi: Siapa ini? Ia menjawab jibril. Ditanyakan lagi: Siapakah yang bersamamu? Jibril Menjawab: Muhammad. Kemudian ia mengikkan aku ke langit yang kedua, ketiga dan langit-langit yang lain. Tiap-tiap pintu di langit ada yang menanyakan: “Siapa ini?” la pun menjawab: Jibril.”

 

Abu Musa, berkata: Ketika Nabi berada di kebun, beliau duduk di atas sumur. Abu bakar datang dan meminta izin. Beliau bertanya: “Siapa?” Ia menjawab: “Abu Bakar.” Umar juga datang dan minta izin. Beliau bertanya siapa: “Siapa?” Ia menjawab: “Umar.” Usman pun juga begitu. (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Jabir  yang berkata: “Aku datang kepada Rasulullah dengan mengetuk pintu.” Beliau bertanya: “Siapa ini?” Aku menjawab: ”Saya.” Beliau berkata: “Saya, saya, seakan akan beliau tidak menyukainya.”

 

Dibolehkan menyebutkan dirinya, dengan yang sudah dikenal jika tuan rumah tidak mengenal lainnya, meskipun terdapat bentuk penghormatan baginya dengan menjuluki dirinya, atau mengatakan. Saya mufti Fulan, gadhi Fulan, syekh Fulan, atau yang semacam itu.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ummu Hani’ binti Abi Thalib? yang berkata: Aku datang kepada Nabi ketika beliau sedang mandi, sementara Fatimah menutupnya. Beliau bertanya: ”Siapa ini?” Aku menjawab: “Saya, Ummu Hani.”

 

Abi Dzar berkata: Aku keluar pada suatu malam, tiba-tiba kulihat Rasulullah berjalan sendirian. Maka, mulailah aku berjalan di bayangbayang bulan. Kemudian beliau menoleh dan melihatku. Beliau bertanya: ”Siapa ini?” Aku menjawab: “Abu Dzar.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Oatadah dalam hadis yang meliputi mukjizat-mukjizat Rasulullah dan sejumlah ilmu. Dalam hadis itu, ia berkata: Maka Nabi mengangkat kepalanya, lalu berkata: ”Siapa ini?” Aku menjawab: ” Abu Oatadah.”

 

Peristiwa semacam ini banyak. Sebabnya adalah kebutuhan dan tiada maksud untuk membanggakan. Mendekati ini adalah yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah”!. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, doakan kepada Allah agar memberi hidayah kepada ibu Abu Hurairah.”

 

Setelah itu, aku pun pulang, lalu aku berkata: “Wahai Rasulullah, Allah telah mengabulkan doamu dan memberi hidayah kepada ibu Abu Hurairah.”

 

Cabang-cabang Salam

 

  1. Mencium

Apabila hendak mencium tangan orang lain lantaran kezuhudannya, dan kesalehannya, ilmunya, kemuliaannya, kehormatannya, atau yang semacamnya berupa urusan-urusan agama, tidaklah dihukum makruh, bahkan dianjurkan. Jika hal itu dilakukan lantaran kekayaan dan dunianya serta kedudukannya di kalangan orang-orang di dunia dan sebagainya, maka hal itu sangat tidak disukai.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud,” dari Zari’  yang termasuk rombongan Abdul Oais, ia berkata: ” Kami pun berlomba-lomba turun dari kendaraan kami, lalu kami mencium tangan dan kaki Nabi .”

 

Adapun mencium pipi anak kecil oleh bapaknya atau mencium seseorang oleh saudaranya atas dasar kasih sayang antara sesama kerabat, maka itu adalah sunnah. ‘

 

Hadis mengenai hal itu banyak, sahih dan masyhur. Sama halnya antara anak laki-laki dan perempuan. Demikian pula mencium anak kecil yang bukan anaknya.

 

Jika mencium dengan syahwat, maka diharamkan berdasarkan kesepakatan. Demikian pula melihat dengan syahwat kepada yang bukan istrinya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah yang berkata: ” Nabi mencium Hasan bin Ali dan di situ ada Aqra bin Habis At-Tamimi.” Melihat itu, ia berkata: “Aku mempunyai sepuluh anak dan tidak seorang pun dari mereka yang kucium.” Rasulullah memandang dengan heran, lalu bersabda: “Barangsiapa tidak menyayangi, ia pun tidak disayang oleh Allah.”

 

Aisyah  berkata: Serombongan orang dusun datang kepada Rasulullah lalu mereka bertanya: Apakah kamu pernah mencium anak-anakmu? Mereka (para sahabat) menjawab: ”Ya.” Orang-orang dusun itu berkata: Akan tetapi kami, demi Allah, tidak pernah mencium, Mendengar pengakuan itu Rasulullah bersabda: “Apakah dayaku jika Allah  mencabut kasih sayang dari kalian?” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan lainnya, dari Anas, yang berkata: “Rasulullah  mengambil anaknya, Ibrahim, lalu mengecup dan menciumnya.

 

Abu Daud meriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib yang berkata: Pertama kali aku datang ke Madinah bersama Abu Bakar 48. Ternyata Aisyah putrinya, berbaring terserang demam. Maka, datanglah Abu Bakar kepadanya, lalu berkata: “Bagaimana keadaanmu, hai anakku?” Kemudian ia mencium pipinya.

 

Dengan isnad sahih, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Shafwan bin Assal yang berkata: Seorang Yahudi berkata kepada temannya: Pergilah bersama kami kepada Nabi ini. Maka, datanglah keduanya kepada Rasulullah lalu bertanya kepadanya tentang sembilan ayat yang jelas. Akhir hadis ini adalah: “Maka, mereka pun mencium tangan dan kakinya.” Keduanya berkata: “Kami bersaksi bahwa engkau adalah Nabi.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Iyas bin Dagfal yang berkata: Aku melihat Abu Nadrah? mencium pipi Hasan bin Ali.

 

Sahal bin Abdillah At-Tastari, salah seorang yang zahid dari umat ini, mendatangi Abu Daud As-Sajastani dan berkata: “Keluarkanlah lidahmu yang engkau gunakan untuk menceritakan hadis Rasulullah agar aku bisa menciumnya. Maka, ia pun menciumnya.”

 

Perbuatan para ulama salaf dalam bab ini banyak sekali.

 

Dibolehkan mencium wajah mayit yang saleh untuk mengambil berkatnya. Juga dibolehkan orang yang mencium wajah sahabatnya jika datang dari bepergian.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Aisyah  dalam hadis yang panjang mengenai wafatnya Rasulullah , ia berkata: Abu Bakar  masuk lalu menyingkapkan penutup wajah Rasulullah kemudian membungkukkan badan lalu menciumnya dan ia menangis.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Aisyah yang berkata: Zaid bin Haritsah  datang ke Madinah. Saat itu, Rasulullah berada di rumahku, lalu ia datang kepada beliau dan mengetuk pintu. Maka Nabi bangun menyongsongnya, lalu memeluk dan menciumnya. Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Adapun saling berpelukan dan mencium wajah selain anak kecil dan selain orang yang datang dari bepergian dan sebagainya, maka tidaklah disukai. Abu Muhammad Al-Baghawi dan sahabat-sahabat Imam Nawawi yang lain menulis tentang kemakruhan keduanya.

 

Dalilnya adalah yang diriwayatkan dalam kitab Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Anas yang berkata: Seorang lelaki bertanya: “Wahai Rasulullah, jika seseorang dari kita bertemu saudaranya atau temannya, apakah dia harus membungkuk kepadanya? Beliau menjawab: ”Tidak.” Orang itu berkata: “Apakah ia harus memeluk dan menciumnya?” Beliau menjawab: ”Tidak.” Orang itu berkata: “Apakah ia harus memegang tangannya dan bersalaman dengannya?” Beliau menjawab: ”Ya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Inilah yang disebutkan oleh Imam Nawawi mengenai penciuman dan berpelukan. Hal itu dibolehkan untuk dilakukan ketika tiba dari bepergian dan sebagainya dan mukruh karohah tangih dalam keadaan lainnya. Yaitu pada orang yang berkumis/berjanggut dan berwajah ganteng. Adapun yang tidak berkumis/berjanggut, maka diharamkan menciumnya, bagaimanapun juga. Baik ia tiba dari bepergian atau tidak. Yang jelas, pemelukannya seperti menciumnya. Tidak ada bedanya dalam hal ini. apakah perbuatan itu terjadi antara dua orang lelaki yang saleh atau fasik, atau salah satunya saleh, maka semuanya sama.

 

  1. Berjabat tangan

Ketahuilah, berjabat tangan ketika berjumpa adalah amalan sunnah yang telah disepakati.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, bahwa Abu Oatadah berkata: Kutanyakan kepada Anas. Apakah para sahabat Nabi  dulunya saling berjabat tangan? ia menjawab: “Ya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, tentang hadis Kaab bin Malik, pada kisah tobatnya. Ia berkata: ”Maka Talhah bin Ubaidillah bergegas menyongsong aku, sehingga ia berjabat tangan denganku dan memberi selamat kepadaku.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Anas yang berkata: Ketika orang Yaman datang, Rasulullah berkata kepada mereka: “Telah datang kepadamu orang Yaman dan mereka adalah yang pertama kali berjabat tangan.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Al-Barra bin Azib bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu saling bersalaman, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah.”

 

Dalam kitabnya, Al-Muwarhtha’, Imam Malik, meriwayatkan dari Atha bin Abdullah Al-Khurasani, bahwa Nabi bersabda:

 

“Hendaklah kamu sahng berjabat tangan, niscaya hilanglah rasa dengki.

Hendaklah kamu saling menghadiahi, mscaya kamu saling mencintai dan hilanglah permusuhan.” Ini adalah hadis mursal.

 

Ketahuilah, berjabat tangan dianjurkan pada setiap pertemuan. Adapun berjabatan tangan yang biasa dilakukan orang-orang sesudah solat Subuh dan Asar, maka tidak ada dasarnya dalam syara”. Akan tetapi dibolehkan, karena asal mushafahah (berjabat tangan) adalah sunnah.

 

Dalam kitabnya, Al-Oawaid, Imam Abu Muhammad Abdus Salam  menyebutkan bahwa bid’ah itu ada lima macam: Wajib, haram, makruh, sunnah dan mubah. Ia berkata: Di antara biduh yang mubah adalah berjabatan tangan sesudah solat Subuh dan Asar.

 

Dianjurkan bermuka manis, ramah dan tersenyum ketika berjabat tangan. Dalam Sahih Muslim disebutkan:

 

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun, walaupun menghadap saudaramu dengan wajah gembira.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Al-Barra bin Azib, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Sesungguhnya jika dua orang muslim bertemu lalu saling berjabat tangan, saling mengasihi dan menasihati, niscaya bertebaranlah (lenyaplah) dos-dosa yang terdapat pada kedua orang itu.”

 

Dalam suatu riwayat disebutkan:

 

“Jika dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan dan memuji Allah  serta minta ampun, niscaya Allah mengampuni keduanya.”

 

Melalui Anas Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidaklah dua orang hamba yang saling mencintai dijalan Allah, kemudian keduanya bertemu lalu berjabat tangan dan mengucapkan salawat kepada Nabi niscaya diampuni dosa keduanya sebelum berpisah, baik dosa yang terdahulu maupun yang kemudian.”

 

Ibnu Sunni juga meriwayatkan dari Anas yang berkata: Tidaklah Rasulullah berjabat tangan dengan seseorang kemudian berpisah, melainkan beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan di akhirat dan bindungilah kami dari api neraka.”

 

Tidaklah disukai membungkukkan badan dalam setiap keadaan. Dalil atas hal ini adalah hadis Anas yang telah dikemukakan, yaitu perkataan: “Apakah ia harus membungkuk kepadanya?” Rasulullah  menjawab: ”Tidak.”

 

Itu adalah hadis hasan sebagaimana telah disebutkan dan tidak ada penentangnya. Maka, tidak ada jalan untuk melanggarnya. Janganlah terpedaya dengan banyaknya orang yang melakukannya walaupun mereka dianggap orang berilmu atau orang baik dan mempunyai sifat-sifat utama, Mengambil teladan kehidupan hanyalah dari Rasulullah Allah berfirman: l

 

”..Apa yang diberikan Rasul, maka ambillah dan apa yang dilarang bagimu, maka janganlah melakukannya….” (Q.S. Al-Hasyr: 7)

 

Dalam surat An-nur, ayat , Allah berfirman:

 

”..Hendaklah orang-orang yang menentang perintahNya merasa takut akan timbulnya bencana pada mereka atau siksaan pedih yang menimpa mereka.”

 

Telah dikemukakan di bagian Jana dari Fudhail bin Iyadh yang artinya: “Ikutilah jalan kebenaran. Tidaklah bisa membahayakanmu, sedikitnya orang-orang yang menempuhnya. Jauhkanlah dirimu dari jalan kesesatan. Jangan terpedaya dengan banyaknya orang-orang yang binasa. Dengan Allah kita mendapat taufik.

 

Ketika orang yang memiliki keutamaan datang, dianjurkan untuk memberi hormat dengan berdiri. Berdiri ini dilakukan untuk kebaikan dan penghormatan, bukan untuk mengharap pujian dan pengagungan. Amalan ini dilakukan oleh ulama salaf (terdahulu) dan halaf (yang kemudian).

 

Sangat dianjurkan bagi kita untuk berziarah dan menghormati kepada orang-orang yang saleh, saudara-saudara, tetangga-tetangga dan teman-teman serta kerabat-kerabat. Juga berbuat baik dan menyambung hubungan dengan mereka. Pelaksanaannya disesuaikan menurut cara dan Waktu yang disenangi mereka.

 

Hadis dan wrsar dalam masalah ini banyak dan masyhur. Yang terbaik adalah diriwayatkan dalam Suhih Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi mengisahkan: Seorang lelaki berkunjung kepada saudaranya di desa lain. Allah  menyuruh malaikat untuk mengamati jalannya. Ketika datang kepadanya malaikat itu bertanya: “Mau kemanakah engkau?” Orang itu menjawab: ”Aku ingin mengunjungi seorang saudaraku di desa ini.” Malaikat itu juga bertanya: “Apakah engkau memberikan kenikmatan kepadanya seperti apa yang selalu engkau lakukan?” Orang itu menjawab: ”Tidak, hanya saja aku mencintainya dalam ketaatan kepada Allah .” Malaikat itu berkata: “Saya adalah utusan Allah kepadamu, sesungguhnya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya dalam ketaatan kepada Allah  maka berserulah juru panggil: Baiklah engkau dan baiklah perjalananmu dan engkau telah memperoleh suatu tempat di surga.”

 

  1. Anjuran meminta kunjungan yang lebih banyak kepada orang saleh

Diriwayatkann dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas  bahwa Nabi  bertanya kepada Jibril:

 

“Apakah halanganmu mengunjungi kami lebih banyak dari kunjungan yang engkau lakukan kepada kami?”

 

Sebagai jawaban atas pernyataan itu, maka Allah menurunkan firmanNya:

 

“Tidaklah kami turun melainkan dengan perintah Tuhanmu, Dia memiliki segala yang terdapat di hadapan kita dan segala yang terdapat di belakang kita…” (Q.S. Maryam: 64)

 

Mendoakan orang bersin dan hukum menguap

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abu Hurairah bahwa Rasul  bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah  menyukai orang yang bersin dan tidak menyukai orang yang menguap (karena mengantuk). Jika seseorang di antara kamu bersin dan memuji Allah  maka patutlah setiap orang muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan: “Semoga Allah mengasihimu.” Adapun menguap, sesungguhnya itu dari setan. Jika seseorang di antara kamu menguap, hendaklah ia mengatasinya sekuat tenaganya. Karena, apabila seseorang di antara kamu menguap, tertawalah setan karenanya.”

 

Para ulama berkata: Maknanya adalah bersin itu sebabnya baik Yaitu keringanan tubuh karena berkurangnya kotoran dan meringankan makanan. Hal ini dianjurkan, karena melemahkan hawa nafsu dan memudahkan ketaatan. Sedangkan menguap adalah kebalikannya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

”Jika seseorang di antara kamu bersin, hendaklah mengucapkan: Segala puji bagi Allah. Dan hendaklah saudaranya atau temannya mengucapkan: Semoga Allah mengasihimu. Apabila ia berkata kepadanya: Semoga Allah mengasihimu. Maka hendaklah orang yang bersin itu mengucapkan: Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan membaikkan urusanmu.”

 

Anas  berkata: “Dua orang lelaki bersin di dekat Nabi tetapi beliau hanya mendoakan yang satu. Berkatalah orang yang tidak didoakannya: ”Si Fulan bersin, lalu engkau mendoakannya. Aku juga bersin, tetapi engkau tidak mendoakan aku. Maka, bersabdalah Nabi : “Orang ini memuji Allah sedang engkau tidak memujiNya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Musa Al-Asyari mendengar Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu bersin lalu memuji Allah maka doakanlah dia. Jika ridak memujiNya, maka janganlah kamu mendoakannya.”

 

Al-Barra bin Azib  berkata: Rasulullah  menyuruh kami dengan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Kami disuruh menjenguk orang sakit, mengantarkan jenazah, mendoakan orang bersin, menghadiri undangan, menjawab salam, menolong orang yang teraniaya, dan menunaikan sumpah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi menerangkan:

 

”Hak orang muslim atas muslim lainnya ada lhma: Menjawab salam, menjenguk orang sakit: mengantarkan jenazah: menghadiri undangan, dan mendoakan orang bersin.”

 

Dalam suatu riwayat, disebutkan oleh Muslim:

 

“Hak orang muslim atas muslim lainnya ada enam perkara: Jika engkau berjumpa, maka berilah salam, jika ia mengundangmu, maka hadirilah, Jika ia minta nasihat, maka nasihatilahj jika ia bersin lalu memuji Allah maka doakanlah: jika ta sakit, maka jenguklah, dan jika ia mati, maka antarkanlah jenazahnya.”

 

Para ulama sepakat bahwasanya dianjurkan bagi orang yang sesudah bersin mengucapkan: “Alhamdulillah. Andaikata ia mengucapkan: “Alhamdulillah Rabbil Alamin”, maka lebih baik. Dan andaikata mengucapkan: “Alhamdulillah di atas segala keadaan”, maka lebih utama.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasul mengajarkan:

 

“Jika seseorang di antara kamu bersin, hendaklah ia mengucapkan: Segala puji bagi Allah di atas segala keadaan. Dan hendaklah saudaranya atau temannya mengucapkan: Semoga Allah mengasihimu. Orang yang bersin mengucapkan: Semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan membaikkan urusanmu.”

 

Ibnu Umar menceritakan bahwa seorang lelaki bersin di sebelahnya, lalu berkata: “Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan atas Rasulullah.” Mendengar itu, Ibnu Umar mengucapkan: “Segala puji bagi Allah dan semoga keselamatan atas Rasulullah, sesungguhnya bukanlah demikian kami diajari Rasulullah . Kami diajari mengucapkan: ”Segala puji bagi Allah di atas segala keadaan.” (H.R. Tirmizi)

 

Dalam kitabnya, Al-Muwarhrha’, Inam Malik meriwayatkan dari Nafi, bahwa Ibnu Umar mengajarkan: Jika seseorang di antara kamu bersin, lalu ada yang mengucapkan: “Semoga Allah mengasihimu.” Maka orang yang bersin itu mengucapkan: “Semoga Allah mengasihi dan mengampuni kami dan kamu.”

 

Amalan ini adalah sunnah, bukan wajib. Sahabat-sahabat Imam Nawawi mengatakan: Mendoakan orang bersin dengan perkataan Yarhamukallah (Semoga Allah mengasihimu) adalah sunnah kifayah. Andaikata sebagian orang yang hadir mengucapkannya, cukuplah bagi mereka.

 

Akan tetapi yang lebih utama adalah diucapkan oleh masing-masing dari mereka. Sabda Nabi:

 

“Adalah hak atas setiap orang muslim yang mendengarnya untuk mengucapkan kepadanya: Semoga Allah mengasihimu.”

 

Jika orang bersin tidak memuji Allah, tidak perlu ia didoakan. Pujian kepada Allah dan mendoakan orang bersin serta jawabannya paling tidak bisa didengar oleh orang yang berada di dekatnya. Jika orang yang bersin mengucapkan perkataan lain yang bukan pujian kepada Allah, maka ia tidak perlu didoakan.

 

Salim bin Ubaid Al-Asja’i berkata: Ketika kami sedang bersama Rasulullah tiba-tiba bersinlah seorang lelaki di antara kami, lalu ia mengucapkan: “Assalamualaikum (semoga keselamatan atas kamu).” Maka,

 

Rasulullah menjawab: “Semoga keselamatan atasmu dan atas ibumu.” Kemudian beliau bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu bersin, hendaklah ia memuji Allah. Hendaklah orang yang berada bersamanya mengucapkan: Semoga Allah mengasihimu. Orang itu hendaknya menjawab: Semoga Allah mengampuni kami dan tamu.” (H.R. Abu Daud dan Tirmizi)

 

Apabila seseorang bersin ketika solat, dianjurkan mengucapkan: Alhamdulillah, dan memperdengarkan dirinya. Ini adalah mazhab kami. Sahabat-sahabat Imam Malik mempunyai tiga pendapat. Salah satunya adalah ini dan dipilih oleh Ibnu Arabi. Yang kedua, memuji dalam hatinya. Yang ketiga adalah pendapat Sahnun, yaitu tidak memuji secara terang dan tidak pula dalam hatinya.

 

Disunnahkan bagi orang yang bersin untuk meletakkan tangannya, bajunya atau yang semacamnya di atas mulutnya dan merendahkan suaranya.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Abu Hurairah  yang berkata: “Apabila bersin, Rasulullah meletakkan tangannya atau bajunya di atas mulutnya dan merendahkan suaranya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abdullah bin Zubair  bahwa Rasul bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah tidak suka pengerasan suara ketika menguap dan bersin.”

 

Melalui Ummu Salamah Ibnu Sunni juga meriwayatkan sabda Rasul :

 

”Penguapan yang keterlaluan dan bersin yang keras adalah dari setan.”

 

Jika seseorang bersin beberapa kali, maka disunnahkan mendoakannya, hingga mencapai tiga kali.

 

Muslim meriwayatkan bahwa Salamah ibn Al-Akwa’  pernah mendengar Nabi berkata kepada seorang lelaki yang bersin di dekatnya: “Semoga Allah mengasihimu.” Kemudian ia bersin lagi. Maka bersabdalah Rasulullah: Orang ini pilek.”

 

Adapun riwayat Abu Daud dan Tirmizi, maka Salamah berkata: ”Seorang lelaki bersin di dekat Rasulullah sedang saya ada di situ.” Bersabdalah Rasulullah : “Semoga Allah mengasihimu.” Kemudian orang itu bersin kedua dan ketiga kalinya. Maka, Rasul  bersabda: ”Semoga Allah mengasihimu. Orang ini pilek.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Adapun sabda Rasul yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Ubaidillah bin Rifaah:

 

”Orang bersin itu didoakan tiga kali. Apabila lebih, jika engkau kehendaki, doakanlah dia lagi. Jika engkau kehendaki, tidak usah engkau doakan.”

 

Maka ini adalah hadis lemah, seperti yang dikatakan oleh Tirmizi: Hadis gharib dan isnadnya tidak dikenal.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dengan isnad di mana terdapat seorang lelaki yang tak bisa dipastikan keadaannya. Sedang isnad sisanya adalah sahih dari Abu Hurairah  bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu bersin, hendaklah teman duduknya mendoakannya. Jika lebih dari tiga kali, maka ia pilek. Dan tidak didoakan sesudah tiga kali.”

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini. Ibnu Arabi berkata: Ada yang mengatakan bahwa sesudah bersin yang kedua dikatakan bahwa orang tersebut pilek. Ada yang mengatakan sesudah bersin yang ketiga. Juga ada yang mengatakan pada bersin yang keempat. Yang paling sahih adalah pada bersin yang ketiga.

 

la melanjutkan: Maknanya adalah bahwa engkau bukan termasuk Orang yang didoakan sesudah ini, karena engkau terserang pilek. Penyakit bukan keringanan akibat bersin.

 

Jika ada yang mengatakan: Apabila sakit, maka patut ia didoakan dan dimohonkan belas kasihan (kepada Allah), karena ia lebih berhak untuk didoakan daripada lainnya. Maka jawabnya adalah bahwa dianjurkan mendoakannya. Akan tetapi bukan doa untuk orang bersin yang sudah ditetapkan, melainkan doa orang muslim kepada muslim lainnya agar sehat, selamat dan semacamnya. Dan tidak termasuk doa orang bersin.

 

Bila seseorang bersin dan tidak memuji Allah  maka telah dijelaskan bahwa ia tidak didoakan. Demikian pula andaikata ia memuji Allah dan tidak ada orang yang mendengarnya, maka tidak perlu mendoakannya. Apabila mereka dalam kelompok, dan hanya sebagian dari mereka yang mendengarnya, maka yang terpilih adalah bahwa ia didoakan oleh orang yang mendengarnya, tanpa lainnya.

 

Ibnu Arabi menyebutkan perbedaan dalam mendoakan orang bersin oleh mereka yang tidak mendengar pujian kepada Allah sedangkan mereka mendengar temannya mendoakan orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa ia didoakan, karena ia mengetahui bersinnya dan pujiannya (kepada Allah) dengan doa yang diucapkan oleh temannya. Ada yang mengatakan tidak, karena ia tidak mendengarnya.

 

Ketahuilah, jika seseorang tidak memuji Allah pada asalnya, dianjurkan bagi orang yang di dekatnya untuk mengingatkannya supaya memujinya. Inilah pendapat yang terpilih.

 

  1. Apabila orang Yahudi bersin

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi dan lainnya meriwayatkan bahwa Abu Musa Al-Asyari berkata: Orang-orang Yahudi pura-pura bersin di dekat Rasulullah sambil berharap agar beliau mendoakan mereka dengan ucapan: “Semoga Allah mengasihi kamu.” Melihat itu, beliau bersabda: “Semoga Allah memberi petunjuk dan membaikkan urusanmu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Dalam Musnadnya, Abi Ya’la Al-Mushili meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa berbicara, kemudian ia bersin di waktu itu, maka ia adalah benar.”

 

Para rawinya bisa dipercaya dan cakap, hanya Ugbah ibn Al-Walid masih dipersoalkan. Kebanyakan ahli hafal dan imam-imam berhujjah dengan riwayat dari orang-orang Syam. Yaitu yang telah diriwayatkan dari Muawiyah bin Yahya As-Syami.

 

Apabila seseorang menguap, maka sunnahnya adalah mencegahnya sekuat tenaga, berdasarkan hadis sahih yang telah dikemukakan. Disunnahkan meletakkan tangannya di atas mulutnya, berdasarkan hadis yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abi Said Al-Khudri  bahwa Nabi mengajarkan:

 

“Apabila seseorang di antara kamu menguap (karena mengantuk), hendaklah ta menahan tangannya di atas mulutnya. Karena sesungguhnya setan masuk.”

 

Baik menguap itu terjadi di waktu solat atau di luarnya, dianjurkan meletakkan tangan di atas mulut. Yang tidak disukai bagi orang yang solat adalah meletakkan tangannya di atas mulutnya, jika tidak ada keperluan seperti menguap dan semacamnya.

 

Pujian Memuji orang yang menyanjungnya dengan sifat-sifatnya yang baik adakalanya berlangsung di hadapan orang yang dipuji dan adakalanya tanpa kehadirannya. Tidak dilarang memuji tanpa kehadiran orang yang . dimaksud. Kecuali apabila pemujinya memuji dengan sembarangan dan berdusta, sehingga diharamkan atasnya dengan sebab dusta, bukan karena sifatnya sebagai pujian.

 

Pujian yang tidak mengandung dusta ini disukai jika menimbulkan maslahat dan tidak menyebabkan kerusakan dengan sampainya pujian itu kepada orang yang dipuji, sehingga bisa terpesona atau akibat lain.

 

Adapun pujian di hadapan orang yang dipuji, maka telah banyak hadis yang menunjukkan kebolehan atau penganjurannya. Juga banyak hadis yang menghendaki larangannya.

 

Para ulama berkata: Cara menggabungkan hadis-hadis itu adalah dengan mengatakan: Jika orang yang dipuji memiliki kesempurnaan iman, keyakinan yang baik dan jiwa yang bersih serta pengetahuan yang sempurna sehingga tidak bisa terpesona dan tidak bisa terpedaya dengan pujian itu dan tidak bisa mempermainkan dirinya, maka tidak haram dan tidak makruh. Jika ditakutkan timbulnya sesuatu di antara perkara-perkara ini, maka sangat tidak disukai memujinya.

 

Di antara hadis-hadis yang melarang adalah yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Miqdad , bahwa seorang lelaki memuji Usman maka Migdad sengaja berlutut dan mulai menaburkan tanah ke mukanya. Bertanyalah Usman kepadanya: “Apa yang kamu lakukan ini?” Migdad menjawab: Sesungguhnya Rasulullah  bersabda:

 

“Apabila kamu melihat orang-orang memuji, maka taburkanlah tanah di wajah mereka.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa AlAsyari yang berkata: Nabi mendengar seorang lelaki memuji dan menyanjung-nyanjung seseorang lainnya. Maka beliau bersabda: ”Kamu telah membinasakan atau memotong punggung orang itu.”

 

Melalui Abi Bakrah ., Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa seorang lelaki disebut di dekat Nabi. Ternyata, lelaki lain memuji orang yang disebut. Mendengar itu, beliau bersabda:

 

”Celakalah engkau karena telah memotong leher temanmu (diucapkan berkah-kah). Jika seseorang dari kamu harus memuji, maka hendaklah ta mengucapkan: Aku rasa dia begini dan begini. Jika ia berpendapat bahwa orang itu demikian dan yang memperhitungkannya adalah Allah. Tidak seorang pun bisa menyucikan selain Allah.”

 

Adapun hadis yang membolehkan banyak sekali. Akan tetapi kami tunjukkan sebagiannya. Di antaranya sabda Rasulullah dalam hadis sahih kepada Abu Bakar : “Apakah sangkaanmu dengan dua orang sedang Allah adalah yang ketiga?”

 

Dalam hadis lain: “Engkau tidak termasuk dalam golongan mereka, yaitu bukan termasuk orang-orang yang menyeret bajunya dengan sombong.”

 

Kepada Abu Bakar  Rasul juga bersabda: “Hai Abu Bakar, janganlah engkau menangis. Sesungguhnya orang yang paling menjaga amanat dalam persahabatan dan harta adalah engkau. Andaikata aku harus mengangkat pendamping dari umatku, niscaya kuangkat dirimu sebagai pendampingku.”

 

Rasul & juga bersabda: “Aku berharap engkau menjadi salah satu dari mereka, yaitu dari orang-orang yang disuruh masuk dari seluruh pintu Surga.”

 

Dalam hadis lain: “Suruhlah dia masuk dan beritahukanlah bahwa ia masuk surga.”

 

Nabi bersabda: “Aku masuk surga. Ketika kulihat sebuah istana, aku pun bertanya: Kepunyaan siapakah ini? Para malaikat menjawab: Kepunyaan Umar. Aku ingin memasukinya, tapi aku ingat kecemburuanmu. Umar berkata: Demi ayah dan ibuku, apakah aku bisa cemburu kepadamu?”

 

Dalam hadis lain: “Hai Umar, tidaklah setan berjumpa denganmu sedang engkau berjalan di satu sisi, melainkan ia berjalan di sisi yang tidak engkau lalui.”

 

Dalam suatu kesempatan, Nabi menyatakan: “Bukalah pintu bagi Usman dan beritahukan bahwa ia masuk surga.”

 

Dalam hadis lain, beliau berkata kepada Ali : “Engkau sebagian daripadaku dan aku sebagian daripadamu.”

 

Rasul juga berkata kepada Ali: “Tidak senangkah engkau terhadap aku untuk menempati kedudukan seperti Harun terhadap

 

Musa?”

 

Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda kepada Bilal : “Aku mendengar suara sandalmu di surga.”

 

Beliau bersabda kepada Ubay bin Kaab: “Engkau mendapat kenikmatan ilmu, hai Aba Mundzir.”

 

Kepada Abdullah bin Salam, Rasul menyatakan: ” Engkau tetap di atas agama Islam hingga mati.”

 

Dalam hadis lain, beliau menerangkan kepada dua orang Anshar: “Allah tertawa atau kagum melihat perbuatan-perbuatan kalian berdua.”

 

Juga kepada kaum Anshar, Rasul menyatakan: “Kalian termasuk orang-orang yang paling kucintai.”

 

Dalam hadis lain, beliau memuji Asyaj Abdul Oais: “Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang disukai Allah dan Rasulnya: Sifat pemaaf dan penyabar.”

 

Semua hadis itu masyhur dalam kitab Sahih. Oleh karena itu tidak saya tambahi. Contoh hadis yang kami sebutkan mengenai pujian Rasulullah di hadapan orang yang dipuji banyak sekali. Adapun pujian terhadap sahabat-sahabat, para tabiin dan ulama sesudah mereka terlalu banyak.

 

Pada akhir kitab zakat dari /hya” Ulumuddin, Al-Ghazali berkata: Apabila seseorang bersedekah, patutlah orang yang menerima sedekah melihat. Jika pemberi sedekah termasuk orang yang suka disyukuri atas sedekah itu dan suka menyiarkannya, maka patutlah penerima sedekah menyembunyikannya, karena penunaian haknya adalah dengan tidak menolongnya atas kezaliman, sedang permintaannya untuk berterima kasih adalah kezaliman. Sebaliknya, jika diketahui dari keadaannya bahwa ia tidak suka disyukuri dan tidak bermaksud demikian, maka patutlah penerima sedekah berterima kasih kepadanya dan menonjolkan sedekahnya.

 

Sufyan At-Isauri berkata: Barangsiapa mengetahui dirinya, tidaklah ia bisa dibahayakan oleh pujian orang.

 

Al-Ghazali menambahkan: Perincian makna-makna ini patut diperhatikan oleh orang yang memelihara hatinya, karena sesungguhnya perbuatan-perbuatan anggota tubuh beserta pengabaian terhadap perincian-perincian ini bisa membuat setan tertawa lantaran banyaknya kepayahan dan sedikitnya manfaat.

 

Perumpamaan ilmu ini adalah perkataan bahwa belajar suatu masalah lebih utama dari ibadah setahun. Karena dengan ilmu ini, hiduplah ibadah seumur hidup. Dan dengan kebodohan, matilah ibadah seumur hidup dan tidak bermanfaat.

 

Pujian dan penyebutan berbagai kebaikan Allah berfirman:

 

” Janganlah kamu menyucikan (memuji) dirimu….” (Q.S. An-Najm: 32)

 

Ketahuilah, menyebut kebaikan-kebaikan diri itu ada dua macam:

 

Tercela dan terpuji.

 

Yang tercela adalah apabila menyebut kebaikan-kebaikan untuk kebanggaan, menonjolkan ketinggian dan keistimewaannya kepada orang lain.

 

Yang terpuji adalah apabila terdapat nasihat agama. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kejahatan, menasihati, menunjukkan kemaslahatan, mengajar, mendidik, memperingatkan, mendamaikan antara dua orang, menolak gangguan dari dirinya, atau semacam itu. Kemudian menyebut kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa pujian ini lebih mendekati perkataan yang diucapkannya atau bahwa perkataan yang diucapkannya tidak terdapat pada lainnya.

 

Mengenai hal ini banyak nash yang menunjang, seperti sabda Nabi:

 

“Akulah yang tidak berdusta. Aku adalah pemimpin anak Adam. Akulah yang tanahnya pertama kali terbelah. Akulah yang paling mengenal Allah dan paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya aku bermalam di sisi Tuhanku.”

 

Dalam ayat Al-Qur’an, disebutkan bahwa Yusuf memohon:

 

” Jadikanlah aku penjaga perbendaharaan bumi. Sesungguhnya aku sangat menjaga (amanat) dan mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 55)

 

Yang tercela adalah apabila menyebut kebaikan-kebaikan untuk kebanggaan, menonjolkan ketinggian dan keistimewaannya kepada orang lain.

 

Yang terpuji adalah apabila terdapat nasihat agama. Hal itu dilakukan dengan menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kejahatan, menasihati, menunjukkan kemaslahatan, mengajar, mendidik, memperingatkan, mendamaikan antara dua orang, menolak gangguan dari dirinya, atau semacam itu. Kemudian menyebut kebaikan-kebaikannya dengan meniatkan bahwa pujian ini lebih mendekati perkataan yang diucapkannya atau bahwa perkataan yang diucapkannya tidak terdapat pada lainnya.

 

Mengenai hal ini banyak nash yang menunjang, seperti sabda Nabi:

 

“Akulah yang tidak berdusta. Aku adalah pemimpin anak Adam. Akulah yang tanahnya pertama kali terbelah. Akulah yang paling mengenal Allah dan paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya aku bermalam di sisi Tuhanku.”

 

Dalam ayat Al-Qur’an, disebutkan bahwa Yusuf memohon:

 

” Jadikanlah aku penjaga perbendaharaan bumi. Sesungguhnya aku sangat menjaga (amanat) dan mengetahui.” (Q.S. Yusuf: 55)

 

Masalah-masalah yang berkaitan dengan pembahasan bagian ini

 

Dianjurkan menjawab orang yang memanggilmu dengan jawaban “labbaik wa sa’daik” atau “labbaik” saja.

 

Dianjurkan mengucapkan kepada orang yang datang kepadanya ””marhaban” dan mengucapkan kepada orang yang berbuat baik kepadanya atau melihat perbuatan baik darinya: “Semoga Allah menjagamu dan semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dan yang serupa itu.”

 

Dalil masalah ini dari hadis yang sahih banyak dan masyhur.

Ucapan saat meminang

 

Dianjurkan bagi orang yang meminang untuk memulai dengan pujian kepada Allah dan sanjungan kepadaNya serta salawat atas Rasulullah  juga mengucapkan: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah yang tiada sekutu bagiNya. Aku pun bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Aku datang menghendaki putri saudara, si Fulanah, atau saudara perempuanmu, si Fulanah binti Fulan, atau yang semacam itu.”

 

Abu Daud, Ibnu Majah, dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasul bersabda:

 

“Setiap pembicaraan, dan ada di sebagian riwayat: Setiap urusan yang tidak dimulai dengan Alhamdulillah (pujian kepada Allah), maka kuranglah berkatnya.” Hadis ini tergolong hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Tirmizi, dari Abu Hurairah, bahwa beliau bersabda:

 

“Setiap khutbah yang tidak ada tasyahhud di dalamnya, maka ia seperti tangan yang buntung.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tawaran untuk mengawini anaknya

 

Ketika wafat suami anaknya, Hafsah, Umar berkata: Aku bertemu dengan Usman, lalu kutawarkan Hafsah kepadanya. Aku berkata: Jika engkau mau, kunikahkan engkau dengan puteriku, Hafsah.” Usman menjawab: “Akan kupertimbangkan dulu urusan ini.” Beberapa malam telah berlalu, Jalu ia menemui Umar dan berkata: “Telah kuputuskan untuk tidak kawin pada waktu ini.” Kemudian Umar menemui Abu Bakar Siddig lalu berkata: “Jika engkau mau, kunikahkan engkau dengan puteriku, Hafsah.” Abu Bakar terdiam. (H.R. Bukhari)

 

Ucapan di waktu Akad Nikah

 

Dianjurkan khutbah sebelum akad nikah yang meliputi masalah yang telah disebutkan sebelum ini dan lebih panjang dari itu. Baik yang khutbah adalah orang yang menikahkan atau lainnya.

 

Yang paling utama adalah yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya, dengan isnad sahih dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata: Rasulullah mengajari kami khutbah di waktu akad nikah, yaitu:

 

“Segala puji bagi Allah, kepadaNya kita meminta tolong dan meminta ampun, kepadaNya pula kita berlindung dari kejahatan diri kita. Barangsiapa ditunjuki Allah, maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkanNya, tidak ada yang bisa menunjukinya. Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Hai manusia, takutlah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari Jiwa yang satu dan menciptakan pasangannya darinya dan menyebarkan dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan takutlah kamu kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta serta takutlah kamu dari memutuskan hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya dan janganlah kamu mati melainkan sebagai orang musim. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah membaikkan perbuatan-perbuatanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, maka ia telah mendapat keuntungan yang besar.” Lafaz ini adalah salah satu riwayat Abu Daud.

 

Dalam riwayat yang lain, sesudah sabda Rasulullah  (sebelum ayat) adalah sebagai berikut:

 

“Allah mengutusnya dengan kebenaran sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan tentang hari kiamat. Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, maka ia pun telah mendapatkan kebenaran. Barangsiapa durhaka kepada keduanya, maka sesungguhnya ia hanya membahayakan dirinya sendiri dan tidak membahayakan Allah sedikit pun.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Sahabat-sahabat Imam Nawawi mengatakan: Bersama ini dianjurkan mengucapkan: “Kukawinkan engkau berdasarkan apa yang disuruh Allah yaitu pergaulan yang baik atau melepaskan dengan baik.”

 

Khutbah ini sedikitnya adalah: “Segala puji bagi Allah dan salawat semoga tercurah atas Rasulullah. Aku berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah.”

 

Ketahuilah, khutbah ini adalah sunnah. Andaikata tidak diucapkan sama sekali, sahlah nikahnya dengan kesepakatan ulama. Daud AdDahiri berpendapat: Tidak sah. Para ulama berpendapat: Mereka tidak menganggap pendapat Daud sebagai perbedaan yang berarti dan mak tidak terpengaruh dengan penentangannya.

 

Untuk pengantin lelaki, mazhab yang terpilih mengatakan bahwa ia tidak mengucapkan khutbah, melainkan jika wali dari pengantin perempuan mengucapkan: “Aku kawinkan engkau dengan Fulanah,” maka ia pun menjawab: ” Aku terima perkawinannya.” Boleh juga mengucapkan: ”Aku terima pernikahannya.”

 

Andaikata ia mengucapkan: “Segala puji bagi Allah dan salawat atas Rasulullah aku terima.” Maka tetap sah nikahnya. Ucapan antara jab dan gabul itu tidak mengganggunya, karena hanya berselang sedikit yang berkaitan dengan akad.

 

Sebagian sahabat Imam Nawawi berpendapat: Ucapan itu membatalkan nikah. Sebagian dari mereka mengatakan tidak batal, bahkan dianjurkan melakukannya. Yang tepat adalah yang telah dikemukakan, yaitu tidak melakukannya. Bila menyalahi sehingga melakukannya, tidaklah batal nikahnya.

 

Ucapan setelah Akad Nikah

 

Disunnahkan mengucapkan kepada pengantin lelaki: “Semoga Allah memberi berkat bagimu, atau, semoga Allah memberi berkat atasmu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

 

Dianjurkan mengucapkan kepada suami istri: “Semoga Allah memberi berkat kepada kalian dalam berpasangannya dan mengumpulkan kalian dalam kebaikan.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Anas  bahwa ketika Abdurrahman bin Auf mengabarkan kepada Nabi kalau dia telah kawin, maka beliau bersabda: “Semoga Allah memberi berkat atasmu.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi berdoa untuk orang yang kawin:

 

“Semoga Allah memberi berkat kepadamu dan memberi berkat atasmu dan mengumpulkan kahan berdua dalam kebaikan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Ucapan suami kepada istri saat malam pengantin

 

Dianjurkan menyebut nama Allah dan memegang jambulnya” ketika pertama kali bertemu dan mengucapkan: Semoga Allah memberi berkat bagi kita. Juga mengucapkan seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Sunni dan lainnya, dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi  bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu kawin dengan seorang perempuan atau membeh sahaya, hendaklah mengucapkan: Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan padanya. Aku juga berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan yang Engkau ciptakan padanya. ‘ Apabila membeli unta, hendaklah memegang pucuk punuknya dan mengucapkan seperti itu. Dalam suatu riwayat: Hendaklah 1a juga memegang ujung rambutnya dan mendoakan agar mendapat berkat pada zstri dan pelayan.”

 

Ucapan kepada orang laki-laki setelah bertemu istrinya

 

Anas  berkata: Rasulullah kawin dengan Zainab . Beliau mengadakan walimah dengan hidangan roti dan daging. Dalam hadis ini disebutkan sifat wa/mah dan banyaknya undangan. Kemudian ia berkata: Maka keluarlah Rasulullah  menuju kamar Aisyah, lalu bersabda:

 

“Semoga keselamatan tercurah atas kamu ahlul bait dan rahmat Allah serta berkahNya.” Maka Aisyah menjawab: “Semoga keselamatan dan rahmat Allah tercurah atasmu. Bagaimana engkau dapati istrimu? Semoga Allah memberi berkat kepadamu. Kemudian beliau mengunjungi kamar-kamar seluruh istrinya dan berkata kepada mereka sebagaimana beliau berkata kepada Aisyah. Mereka pun mengucapkan seperti yang diucapkan Aisyah. (H.R. Bukhari)

 

Ucapan ketika bersetubuh

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi  bersabda:

 

“Andaikata seseorang di antara kamu ketika bersetubuh dengan istrinya mengucapkan: Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkan kami dari setan. Jauhkan pula setan dari anak yang Engkau berikan. Kemudian ditakdirkan keduanya mendapat anak, niscaya setan tidak bisa membahayakannya .”

 

Dalam riwayat Bukhari: “Niscaya setan ndak bisa membahayakannya selamanya.” Rayuan dan senda gurau suami Rasul bertanya kepada Jabir : “Apakah engkau kawin dengan perawan atau janda?” Jabir menjawab: “Aku kawin dengan seorang janda.” Beliau berkata: “Mengapa engkau tidak mengawini perawan agar engkau merayunya dan ia merayumu?” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Melalui Aisyah, Tirmizi dan Nasa’i meriwayatkan sabda Rasul :

 

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya di antara kaum mukmimin dan yang paling lemah lembut di antara mereka terhadap istrinya.”

 

Sopan santun berbicara terhadap keluarga istri

 

Dianjurkan bagi suami untuk tidak berbicara dengan seorang pun di antara kerabat istrinya dengan perkataan yang menyebutkan persetubuhan, ciuman, pelukan, atau macam kenikmatan lainnya atau yang mengandung pengertian itu.

 

Ali bekata: “Aku seorang lelaki yang sering keluar madzi. Aku malu menanyakannya kepada Rasulullah karena kedudukan putrinya di sisiku. Maka, kusuruh Migdad untuk menanyakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Ucapan saat melahirkan

 

Patutlah diperbanyak membaca doa di waktu kesusahan seperti yang telah dikemukakan.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Fatimah  bahwa Rasulullah  menyuruh Ummu Salamah dan Zainab binti Jahsyin membaca Ayat Kursi, surat Al-A’raf ayat 54    sampai akhir ayat, dan Al-Muawwizaram (Al-Falag dan An-Naas) di sisinya ketika ia hampir melahirkan.

 

Azan di telinga bayi

 

Abu Daud, Tirmizi dan lainnya menyebutkan kesaksian Abi Rafi , seorang sahaya Rasul, yang mengatakan: “Aku melihat Rasulullah  mengumandangkan azan di telinga Husein bin Ali  ketika Fatimah  melahirkannya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Sebagian sahabat Imam Nawawi mengatakan: Dianjurkan mengucapkan azan di telinga kanannya dan mengucapkan ikamah di telinga kirinya.

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Husein bin Ali bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa mendapat anak yang baru lahir, kemudian mengucapkan azan di telinganya yang kanan dan mengucapkan ikamah di telinga kirinya, niscaya ia tidak diganggu oleh Ummu Sibyan (sebangsa jin pengganggu anak-anak kecil)”

 

Disunnahkan memberi nama bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya atau pada hari kelahirannya.

 

Mengenai anjuran pada hari ketujuh adalah menurut riwayat Tirmizi, dari Amr bin Syuaib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwa Nabi menyuruh memberi nama bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya dan memotong tali pusarnya serta mengadakan akikah (upacara memangkas rambut bayi yang ditandai dengan penyembelihan hewan, seperti kambing). Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya meriwayatkan dari Samurah bin Jundub, bahwa Rasul & bersabda:

 

“Setiap anak kecil tergantung dengan akikahnya yang disembelih baginya pada usia tujuh hari dan ia pun dicukur serta diberi nama.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dan lainnya, dari Anas, bahwa Nabi menyatakan:

 

“Malam ini aku mendapat anak, maka kuberi nama dengan nama bapakku (Nabi) Ibrahim.”

 

Anas berkata:” Abi Talhah mendapat anak, maka aku membawanya kepada Nabi lalu beliau mengecup mulutnya dan menamainya Abdullah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Sahal bin Saad As-Saidi berkata: “Ketika Al-Mundzir bin Abi Usaid lahir, ia dibawa kepada Rasulullah. Beliau meletakkannya di atas pahanya sedang Abu Usaid duduk. Nabi terlupa oleh sesuatu di hadapannya. Lalu Abu Usaid menyuruh mengangkatnya dari atas paha beliau. Kemudian mereka membawanya pulang.”

 

Nabi teringat, lalu beliau bertanya: ” Di mana anak kecil ?” Abu Usaid menjawab: “Telah kami bawa pulang, wahai Rasulullah.” Beliau bertanya: “Siapa namanya?” Dijawab oleh Abu Usaid: “Fulan.” Beliau bersabda: “Tidak, tetapi namanya Al-Mundzir. Maka beliau  menamakannya pada waktu itu Al-Mundzir.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Anjuran memberi nama yang baik

 

Dengan isnad jayyid, Abu Daud meriwayatkan dari Abi Darda bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya kamu dipanggil pada hari kiamat dengan nama-namamu dan nama-nama bapak-bapakmu, maka baikkanlah nama-namamu.” Nama-nama yang paling disukai Allah

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Umar bahwa Rasul bersabda:

 

“Sesungguhnya nama-namamu yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”

 

Jabir , berkata: ”Seorang lelaki di antara kami mendapat anak, maka la menamainya Al-Oasim.” Kami berkata: “Kami tidak bisa menjuluki kamu dengan Aba Al-Oasim dan tidak ada kemuliaan.” Maka, orang itu memberitahu Nabi lalu beliau bersabda: ”Namailah putramu Abdurrahman.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Melalui Abi Wuhaib Al-Jasymi, Abu Daud, Nasa’i dan lainnya meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

“Pakailah nama nabi-nabi dan nama-nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman. Yang paling benar di antaranya adalah: Haris dan Hammam. Yang paling jelek di antaranya adalah Harb dan Murrah.”

 

Anjuran memberi selamat dan jawaban orang yang diberi selamat

 

Dianjurkan memberi selamat kepada orang yang mendapat anak. Sahabat-sahabat Imam Nawawi berkata: Dianjurkan memberi selamat sesuai dengan yang diriwayatkan dari Husein bin Ali bahwa ia mengajari orang memberi selamat. Ia berkata: Ucapkanlah: Semoga Allah memberi berkat kepadamu dan anakmu. Semoga engkau bersyukur kepada Pemberinya (Allah ). Semoga anak itu mencapai usia dewasa dan berbakti kepadamu.

 

Dianjurkan menjawab orang yang memberi selamat dengan ucapan: Semoga Allah memberi berkat kepadamu. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Semoga Allah memberikan kepadamu yang seperti itu. Atau, semoga Allah memperbanyak pahalamu.

 

Larangan memberi nama yang tidak disukai

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya nama yang paling rendah di sisi Allah adalah orang laki-laki yang memakai nama raja dari segala raja.”

 

Dalam suatu riwayat, Muslim menyebutkan:

 

“Orang yang paling dimurkai di sisi Allah pada hari kiamat dan yang paling jelek adalah orang yang memakai nama raja dari segala raja, sedang tidak ada raja selai Allah.”

 

Larangan memanggil bapak dan gurunya dengan namanya

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi melihat seorang lelaki bersama anak kecil. Beliau bertanya kepada anak itu: “Siapa ini?” Anak itu menjawab: “Bapakku.” Beliau bersabda: “Jangan berjalan di depannya, jangan berbuat keburukan, jangan duduk sebelum dia duduk dan jangan memanggil dengan namanya.”

 

Ibnu Abbas  berkata: “Dulunya Juwairiyah bernama Barrah, maka Rasulullah mengubahnya menjadi Juwairiyah. Beliau tidak suka dikatakan keluar dari rumah si Barrah.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Said ibn Al-Musayyib bin Hazan, dari bapaknya, bahwa bapaknya datang kepada Nabi. Beliau bertanya: “Siapa namamu?” Ia menjawab: ”Hazan (tanah keras).” Beliau bersabda: “Namamu Sahal (mudah).” Orang itu berkata: Aku tidak mau merubah nama yang diberikan bapakku.” Ibn Al-Musayyib berkata: “Maka tetaplah kami memiliki sifat kekerasan hati.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar bahwa Nabi mengganti nama Ashiyah (suka melawan) dengan Jamilah (cantik).

 

Dalam Sunan Abu Daud, Nasa’i dan lainnya disebutkan bahwa ketika Suraih Hani’ Al-Haritsi datang bersama kaumnya kepada Rasulullah  beliau mendengar mereka menjulukinya dengan Abi Al-Hakim (Bapak Hakim). Maka Rasulullah memanggilnya seraya bertanya: “Sesungguhnya Allah adalah Hakim dan Dialah yang memutuskan hukum. Lantas, kenapa engkau dijuluki Abi Al-Hakim?” Ia menjawab: “Sesungguhnya jika kaumku berselisih tentang suatu hal, mereka datang kepadaku lalu aku putuskan di antara mereka sehingga masing-masing pihak merasa puas.”

 

Mendengar itu, Nabi memujinya dan bertanya: “Alangkah baiknya hal ini, siapakah nama anakmu?” Abu Suraih menjawab: “Anak-anak saya bernama Suraih, Muslim dan Abdullah.” Beliau bertanya: “Siapakah yang terbesar di antara mereka?” Aku menjawab: ”Suraih.” Beliau berkata: “Maka engkau adalah Abu Suraih (bapak si Suraih).”

 

Larangan dan kebolehan menyebut julukan orang

 

  1. Larangan

Allah berfirman:

 

”… Janganlah kamu saling menjuluki dengan julukan yang buruk…” (Q.S. Al-Hujurat: 11)

 

Para ulama telah sepakat atas pengharaman menjuluki orang dengan julukan yang tidak disenanginya, baik hal itu adalah sifatnya, seperti, si buta, si pincang, si mata satu, si belang, si koreng, si kuning, si bungkuk, Si tuli, si biru, si pesek, si sumbing, si buntung, si lumpuh dan sebagainya, atau merupakan sifat bapaknya, ibunya atau selain itu yang tidak disukai.

 

Para ulama juga sepakat atas kebolehan menyebutnya sebagai pengenalan bagi orang yang tidak bisa mengenalnya selain dengan cara itu.

 

  1. Kebolehan

Di antaranya Abu Bakar As-Siddig. Namanya Abdullah bin Usman, julukannya Atig. Inilah yang sahih yang disepakati oleh sebagian besar ulama, para ahli hadis dan ahli sejarah.

 

Ada yang mengatakan namanya Atig, seperti diceritakan oleh AlHafidh Abu Al-Oasim Ibnu Asakir dalam kitabnya Al-Arraf. Yang tepat adalah yang pertama dan para ulama sepakat bahwa itu adalah julukan yang baik.

 

Mereka berselisih pendapat tentang sebab penamaannya dengan nama Atiq. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda: ”Abu Bakar adalah orang yang dibebaskan Allah dari api neraka.” Ia (Aisyah) berkata: “Maka sejak itu ia dinamai Atiq.”

 

Mush’ab Ibnu Zubair dan ahli nasab lainnya berkata: Ia dinamai Atiq, karena dalam nasabnya tidak terdapat sesuatu yang patut dicela dan ada yang mengatakan selain itu.

 

Juga Abu Turab, sebagai julukan bagi Ali bin Abi Thalib .. Julukan lainnya adalah Abu Al-Hasan.

 

Disebutkan dalam hadis yang sahih bahwa Rasulullah  mendapati Ali sedang tidur di masjid dan badannya berlumuran tanah. Maka beliau bersabda: “Bangunlah hai Aba Turab (Bapak Tanah), bangunlah hai Aba Turab.” Dengan demikian, tetaplah julukan yang baik dan bagus ini padanya.”

 

Julukan bagi orang yang tidak punya anak

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, dari Aisyah yang berkata: “Ya Rasulullah, teman-temanku semua punya julukan.” Beliau bersabda: ”Pakailah julukan anakmu (keponakanmu), Abdullah.” Yang dimaksud adalah Abdullah bin Zubair, yaitu putra saudaranya, Asma” binti Abu Bakar dan Aisyah dijuluki Ummu Abdullah (Ibu si Abdullah). Inilah yang sahih.

 

Adapun yang diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Aisyah  yang berkata: “Aku mengalami keguguran, maka Nabi menamainya Abdullah dan menjuluki aku dengan Ummu Abdullah.” Maka ini adalah hadis yang dhaif.

 

Larangan memakai julukan Abu Al-Oasim

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari sekelompok sahabat, di antaranya Jabir dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

”Namailah (anak-anakmu) dengan namaku dan janganlah menjuluki mereka dengan julukanku.”

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai julukan dengan Abu AlOasim atas tiga pendapat. Imam Syafi’i berpendapat bahwa tidak halal bagi seseorang memakai julukan Abu Al-Oasim, baik namanya Muhammad atau bukan. Di antara yang meriwayatkan dari As-Syafi’i adalah para imam ahli hafal yang patut dipercaya, para fuyaha dan ahli hadis, yaitu: Abu Bakar Al-Baihaqi, Abu Muhammad Al-Baghawi pada kitabnya At-Tahdzib dalam permulaan kitab Nikah dan Abu Al-Oasim Ibnu Asakir dalam Zarikh Damsyik.

 

Mazhab kedua adalah mazhab Malik  bahwasanya boleh memakai julukan Abu Al-Oasim bagi yang bernama Muhammad dan bagi lainnya. Larangan itu khusus berlaku di masa kehidupan Rasulullah Mazhab ketiga adalah, tidak dibolehkan bagi yang namanya Muhammad dan dibolehkan bagi yang lain.

 

Imam Abu Al-Oasim Ar-Rafi’i berkata: Nampaknya muzhab ketiga ini lebih tepat, karena orang-orang tetap memakai julukan ini dari seluruh masa, tanpa ada pengingkaran. Pendapat yang disebutkan oleh yang punya mazhab ini merupakan penyalahan yang jelas terhadap hadis itu.

 

Adapun kesempatan orang-orang yang melakukannya, padahal yang memakai julukan itu adalah imam-imam ternama dan tokohtokoh utama, sedang mereka itu dijadikan teladan dalam urusan-urusan agama yang penting, maka hal itu menguatkan muzhab Malik mengenai kebolehannya secara mutlak dan mereka telah memahami dari kehidupan itu pengkhususannya pada masa kehidupan Rasulullah sebagaimana yang tersohor berupa sebab larangan itu dalam penjulukan orang Yahudi dengan Abu Al-Oasim dan pemanggilan mereka, hai Aba Al-Oasim, untuk mengganggu Rasulullah sedang makna ini telah lenyap.

 

Ketahuilah, dalam bab ini akan disebutkan beberapa macam zikir dan doa yang cukup besar gunanya. Dan tidak ada ketentuan dalam penertiban pembahasannya.

 

Anjuran memuji Allah ketika mendapat kabar gembira

 

Ketahuilah, dianjurkan bagi orang yang mendapat kenikmatan atau terhindar dari bencana, agar bersujud sebagai tanda sukur kepada Allah dan memuji atau menyanjungNya. Hadis dan atsur mengenai hal ini banyak dan masyhur.

 

Dalam hadis yang panjang, diceritakan bahwa Umar 4, mengutus puteranya, Abdullah, kepada Aisyah yang minta izin kepadanya untuk dapat dimakamkan bersama sahabatnya. Ketika Abdullah datang, Umar bertanya: “Bagaimana hasilnya?” Ja menjawab: “Sebagaimana yang engkau inginkan wahai Amirul Mukminin, ia telah memberi izin.” Umar berkata: “Segala puji bagi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih penting bagiku daripada itu.” (H.R.Bukhari)

 

Ucapan ketika mendengar kokok ayam jantan, ringkikan keledai dan gonggongan anjing

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

“Apabila kamu mendengar ringkikan keledai, maka berlindunglah kepada Allah dari godaan setan, karena sesungguhnya ia melihat setan. Dan apabila kamu mendengar kokok ayam jantan, maka mintalah kepada Allah dari keutamaannya, karena sesungguhnya ta melihat malaikat.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasul mengajarkan:

 

“Apabila kamu mendengar gonggongan anjing dan ringkikan keledai di waktu malam, maka berlindunglah kepada Allah, karena binatangbinatang itu melihat apa yang tidak bisa kamu lihat.”

 

Ucapan ketika melihat kebakaran

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Amr bin Suaib, dari kakeknya, bahwa Nabi  bersabda:

 

“Apabila kamu melihat kebakaran, maka bertakbirlah. Sesungguhnya takbir itu bisa memadamkannya.”

 

Ucapan ketika bangun dari majlis

 

Melalui Abu Hurairah , Tirmizi dan lainnya menyebutkan sabda Rasul yaitu:

 

“Barangsiapa duduk dalam suatu majelis, sedang ia banyak berkata buruk di situ, kemudian ia mengucapkan sebelum bangun dari duduknya: Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selam Engkau. Aku mohon ampun kepadaMu dan bertobat kepadaMu. Maka, diampunilah dosanya di saat itu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, dari Abi Barzah, (Nadhlah), ia berkata: Jika hendak bangun dari majelis. Rasulullah : mengucapkan”:

 

“Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu. Aku bersaksi bahwa nada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun kepadaMu dan aku bertobat kepadaMu. Seorang laki-laki berkata: Ya Rasulullah, engkau mengucapkan perkataan yang telah engkau ucapkan tadi. Beliau bersabda: Itu adalah tebusan bagi kesalahan yang terjadi di dalam majelis.”

 

Diriwayatkan dalam kitab Hiyar Al-Auliya’, bahwa Ali, berkata: Barangsiapa ingin mendapat timbangan yang penuh (di hari kiamat), maka hendaklah ia mengucapkan di akhir majelisnya atau ketika berdiri:

 

“Maha Suci Tuhanmu yang memiliki pengecualian dari yang mereka sifatkan. Keselamatan pun semoga tercurah atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

 

Doa dalam suatu kelompok

 

Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Umar yang berkata: Jarang sekali Rasulullah bangun dari duduknya sebelum mendoakan para sahabatnya dengan doa:

 

“Ya Allah, berilah rasa takut kepadaMu yang bisa menghalangi antara kami dan pendurhakaan kepadaMu. Berilah ketaatan kepadaMu yang bisa menyampaikan kami dengannya ke surgaMu. Dan berilah keyakinan yang bisa meringankan musibah-musibah duma atas diri kami dengannya. Ya Allah, berilah kcnikmatan dengan pendengaran kami, penglihatan kami dan kekuatan kami selama Engkau hidupkan kami. Jadikanlah ia tetap kuat pada diri kami. Balaslah orang yang menindas kami. Janganlah Engkau menjadikan musibah kami dalam agama ini. Janganlah Engkau jadikan dunia sebagai keinginan kami yang terbesar. Janganlah Engkau batasi pengetahuan kami hanya sebatas itu. Dan jangan biarkan orang yang tidak mengasihi kami untuk menguasai diri kami.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Makruhnya berdiri dari majlis sebelum menyebut Asma Allah

 

Diriwayatkan dengan isnad sahih dalam Sunan Abu Daud dan lainnya, dari Abu Hurairah , bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidaklah suatu kaum yang berdiri dari majelis sedang mereka ndak menyebut Asma Allah, melaimkan mereka seakan-akan berdiri dari suatu bangkai keledai dan mereka ditimpa penyesalan.”

 

Abu Daud juga meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasul menegaskan:

 

 

“Barangsiapa duduk di suatu tempat tanpa menyebut Asma Allah, niscaya za mengalami kekurangan di sisi Allah. Dan barangsiapa berbaring di suatu tempat tanpa menyebut Asma Allah, ia pun mengalami kekurangan di sisi Allah.”

 

Masih melalui Abu Hurairah Tirmizi meriwayatkan bahwa Nabi  menjelaskan:

 

“Tidaklah suatu kaum duduk di suatu tempat tanpa menyebut Asma Allah dan tanpa mengucap salawat atas Nabi mereka, melainkan mereka mengalami kekurangan di sisiNya. Jika Allah menghendaki, mereka akan disiksa. Dan jika Allah menghendaki, mereka akan diampuni.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Zikir di jalanan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

“Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majelis tanpa menyebut Allah melainkan mereka mengalami kekurangan (di sisi Allah). Dan tidaklah seseorang yang berjalan di jalanan tanpa menyebut Allah melainkan ia mengalami kekurangan (di sisi Allah).”

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni dan Dalail An-Nubuwah, karya Baihaqi, dari Abu Umamah Al-Bahili, ia berkata: Jibril datang kepada Rasulullah  ketika beliau berada di Tabuk. Ia berkata: “Hai Muhammad, saksikanlah jenazah Muawiyah bin Muawiyah Al-Muzani.” Kemudian, keluarlah Rasulullah dan turunlah Jibril bersama tujuh puluh ribu malaikat. Lalu, ia meletakkan sayapnya yang kanan di atas gunung-gunung, sehingga rendahlah gunung-gunung itu dan meletakkan sayapnya yang kiri di atas bumi-bumi, sehingga beliau bisa melihat Makkah dan Madinah. Setelah itu, jenazah itu disolati oleh Rasulullah dan Jibril serta para malaikat. Setelah selesai, beliau menanyakan: “Hai Jibril, dengan apakah Muawiyah bisa mencapai derajat ini?” Ia menjawab: “Dengan kebiasaannya membaca Qul Huwallahu Ahad di waktu berdiri, berkendaraan dan berjalan kaki.” Ucapan ketika marah

 

Allah berfirman:

 

”..Orang-orang yang sabar menahan amarah dan orang-orang yang memaafkan…” (Q.S. Ali Imran: 134)

 

Dalam surat yang lain:

 

“Barangkali datang setan menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Mengetahui.” (Q.S. Fussilat: 36)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Bukanlah orang yang perkasa itu yang pandai bergulat. Akan tetapi, orang yang perkasa itu adalah yang bisa menguasai dirinya di waktu marah.”

 

Melalui Ibnu Mas’ud, Muslim meriwayatkan sabda Rasul: “Bagaimana anggapanmu mengenai jago gulat di antara kamu?” Kami menjawab: “Orang yang tidak bisa dikalahkan oleh orang lain.” Beliau bersabda: “Bukan itu. Akan tetapi, ia adalah yang bisa menguasai dirinya di waktu marah.”

 

Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Muadz bin Anas Al-Juhani (seorang sahabat Rasul), bahwa beliau  menyatakan”:

 

“Barangsiapa menahan marah sedang ia mampu melakukannya, maka Allah  memanggilnya di hadapan manusia pada hari kiamat, untuk memilih bidadari mana yang disukainya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Sulaiman bin Shurad berkata: “Aku duduk bersama Rasulullah dan di situ ada dua orang saling memaki.” Salah satu dari keduanya sudah merah mukanya dan menegang urat lehernya. Maka, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya aku tahu perkataan yang jika diucapkannya, hilanglah kemarahannya. Apabila dia mengucapkan: “Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, akan lenyaplah kemarahannya.” Para sahabat berkata kepadanya: Sesungguhnya Nabi bersabda: “Berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk.” Orang itu menjawab: “Apakah saya digoda setan?” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

Aisyah berkata: Nabi datang kepadaku ketika aku sedang marah. Maka, beliau memegang hidungku, lalu mengelus-elusnya seraya bersabda: Hai Uwais (Aisyah), ucapkanlah:

 

“Ya Allah, ampumlah dosaku, hilangkanlah kemarahan hatiku dan lindungilah aku dari setan.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Atiyah bin Urwah AsSadi, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Sesungguhnya kemarahan itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Maka, apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah ia berwudu.”

 

Ucapan ketika mencintai seseorang

 

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Migdam bin Madikarib, bahwa Nabi mengajarkan:

 

“Apabila seseorang mencintai saudaranya, hendaklah ia memberitahu kepadanya bahwa ia mencintatnya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Anas berkata: Seorang lelaki berada bersama Nabi. Saat itu, seorang lelaki lewat di depannya. Ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang ini.” Beliau bertanya: “Apakah engkau beritahukan kepadanya?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Beliau berkata: “Beritahukan kepadanya.” Maka orang itu menyusulnya, lalu berkata:” Sesungguhnya aku mencintaimu di jalan Allah.” Orang itu berkata: “Aku pun mencintaimu sebagaimana engkau mencintai aku.” (H.R. Abu Daud)

 

Sambil memegang tangan Muadz, beliau bersabda:

 

“Hai Mu’adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu. Aku berwasiat kepadamu, janganlah engkau tinggalkan setiap selesai solat dengan ucapan: Ya Allah, tolonglah aku dalam menyebutMu dan bersyukur kepadaMu serta membaguskan ibadah kepadaMu.” (H.R. Abu Daud dan Nasa’i)

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Yazid bin Nuamah Ad-Dhabi, bahwa Rasulullah bersabda”:

 

“Jika seseorang mempersaudarakan orang lain, hendaklah ia menanyainya lentang namanya dan nama bapaknya juga suku bangsanya, karena hal itu lebih menandakan kasih sayang.”

 

Ucapan ketika melihat orang sakit

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abu Hurairah « bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa melihat orang yang kena musibah dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari musibah yang ditimpakan kepadamu dan melebihkan aku dari banyak makhlukNya dengan suatu kelebihan.” Maka cobaan itu tidak akan menimpanya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Melalui Umar bin Khattab Tirmizi juga meriwayatkan bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa melihat orang yang kena musibah dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari cobaan yang ditimpakan kepadamu dan melebihkan aku dari banyak makhlukNya dengan suatu kelebihan. Maka, ia diselamatkan dari cobaan itu bagaimanapun juga.” Timidzi menggolongkan sebagai hadis yang lemah isnadnya.

 

Sebagian ulama mengatakan: Doa itu harus diucapkan secara pelan, hingga orang yang kena musibah tidak mendengar, sehingga tidak tersinggung. Kecuali cobaan itu merupakan maksiat maka dibolehkan mengucapkannya di depannya.

 

Ucapan ketika masuk pasar

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Umar bin Khattab  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa masuk pasar dengan mengucapkan: “Tiada Tuhan selain Allah dan tiada sekutu bagiNya. Dia memiliki segala kekuasaan dan bagiNya segala pujian. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia hidup dan tidak bisa mati. KekuasaanNya meliputi segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Maka Allah menuliskan baginya sejuta kebaikan, menghapus darinya sejuta keburukan dan menaikkan baginya sejuta derajat.”

 

Dalam salah satu riwayatnya, Al-Hakim menambahkan: Dan didirikan baginya sebuah rumah di surga. Salah satu perawinya menyebutkan: Aku datang ke Khurasan. Kutemui Outaibah bin Muslim, lalu kuucapkan: Aku datang kepadamu membawa hadiah. Maka, kuceritakan hadis itu kepadanya. Setelah itu, Outaibah bin Muslim berkendaraan dalam tombongannya sehingga ia tiba di pasar dan mengucapkannya, kemudian la pergi.

 

Al-Hakim berkata: Pada bagian ini terdapat beberapa riwayat, di antaranya dari Jabir, Abu Hurairah, Buraidah Al-Aslami dan Anas. Ia berkata: Yang terdekat dari syarat bagian ini adalah hadis Buraidah dengan lafaz:

 

”Dengan nama Allah. Ya Allah, aku mohon kepadaMu kebaikan pasar ini dan kebaikan segala yang terdapat di dalamnya. Dan aku berlindung kepadaMu dari keburukannya dan keburukan segala yang terdapat di dalamnya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu agar aku tidak melakukan sumpah palsu atau perdagangan yang rugi di situ.”

 

Ucapan ketika melihat cermin

 

Ali, berkata: Apabila Nabi melihat cermin, beliau mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah. Ya Allah, sebagaimana Engkau membaguskan bentukku, maka baguskanlah budi pekertiku.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Juga dari Ibnu Sunni, Anas  berkata: Adalah Rasulullah apabila melihat wajahnya di cermin, ia mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan bentukku lalu mengaturnya, memuliakan rupa wajahku lalu membaguskannya dan menjadikan aku dari golongan orang-orang musim.”

 

Ucapan ketika memantik

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, dari Ali bahwa Rasul bersabda:

 

” Barangsiapa membaca ayat Kursi ketika berpantik, maka ia menimbulkan manfaat bagi pemantikannya.”

 

Ucapan jika telinga berdenging

 

Seorang sahaya Rasul, Abi Rafi’  menyebutkan bahwa beliau telah bersabda:

 

“Apabila telinga salah seorang dari kamu berdengung, hendaklah ia menyebutku dan mengucapkan salawat kepadaku. Dan hendaknya ia mengucapkan: Semoga Allah membalas dengan kebaikan pada siapa yang menyebutku.”

 

Ucapan jika kaki kejang

 

Dalam kitab Ibnu Sunni disebutkan, Haitsam bin Manasi berkata: Kami sedang bersama Abdullah bin Umar. Tiba-tiba, kejanglah kakinya. Seorang lelaki berkata kepadanya: ”Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka, Abdullah berkata: “Ya Muhammad.” Tiba-tiba, ia pun berdiri. Seakan-akan ia terbebas dari ikatan.

 

Juga dari kitab Ibnu Sunni, disebutkan bahwa Mujahid berkata: Seorang lelaki kejang kakinya di dekat Ibnu Abbas. Maka, berkatalah Ibnu Abbas: ”Sebutlah orang yang paling engkau cintai.” Maka, orang itu berkata: ”” Muhammad.” Kemudian, lenyaplah kekejangannya.

 

Bolehnya mengutuk penindas dan penganiaya kaum muslimin

 

Telah jelas tentang kebolehan mengutuk penindas dan penganiaya kaum muslimin. Hal ini didasarkan pada beberapa nash dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

 

Hadis tentang hal ini sangat banyak, di antaranya telah diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ali, bahwa Nabi bersabda pada hari peperangan Ahzab:

 

“Semoga Allah memenuhi rumah-rumah dan kuburan-kuburan mereka dengan api, sebagaimana mereka telah melalaikan kita dari solat Asar.”

 

Dari beberapa jalan, Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah mengutuki orang-orang yang membunuh ahli baca AlQur’an dan terus mengutuki mereka selama sebulan seraya memohon: “Ya Allah, kutuklah suku Ri’il dan Zakwan serta Ushayyah.”

 

Melalui Ibnu Mas’ud, Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam hadis yang panjang mengenai kisah Abu Jahal dan kawan-kawannya dari suku Ouraisy. Ketika mereka meletakkan kotoran unta di atas punggung Nabi maka beliau mengutuk mereka. Jika beliau mengutuk, dilakukannya tiga kali. Kemudian beliau bersabda: ”Ya Allah, tindaklah kaum Ouraisy (tiga kali).” Dan dilanjutkan: “Ya Allah, tindaklah Abu Jahal dan Utbah bin Rabi’ah.” Beliau juga menyebutkan selainnya sampai berjumlah tujuh orang.

 

Melalui Abu Hurairah, Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan permintaan Rasul yang berbunyi:

 

“Ya Allah, keraskanlah injakanMlu atas suku Mudhar. Ya Allah, timpakanlah atas mereka tahun-tahun seperti tahun-tahun Nabi Yusuf (yang penuh kekeringan).”

 

Jabir bin Samurah berkata: Penduduk Kufah mengadukan Saad bin Abi Waqqash kepada Umar bin Khattab. Maka ia memecat dan menggantinya. Disebutkan dalam hadis ini bahwa Umar mengirim beberapa orang” ke Kufah untuk menanyakannya. Tiap-tiap sampai di masjid, ia pun menanyakan tentang Saad. Orang-orang pun memujinya, sampai ia masuk ke masjid Bani Absin.

 

Kemudian, bangkitlah seorang lelaki di antara mereka yang bernama Usamah Ibnu Oatadah, yang dijuluki Aba Sadah. Ia berkata: Bila engkau meminta keterangan dari kami, maka sesungguhnya Saad tidak pergi bersama pasukan, tidak membagi dengan adil dan tidak berbuat adil dalam memutuskan perkara. Saad menjawab: Demi Allah, aku akan sebutkan tiga perkara. Ya Allah, jika hambaMu ini berdusta dan berbuat karena ingin dipuji dan sombong, maka panjangkanlah umurnya, lamakanlah kemiskinannya, berilah dia cobaan. Setelah itu, orang tersebut berkata: “Aku seorang tua yang kena cobaan, tertimpa doa (kutukan) Saad.”

 

Berkata Abdul Malik bin Umair yang meriwayatkan kisah ini dari Jabir bin Samurah: “Maka, kulihat sesudah itu kedua alis matanya rontok lantaran ketuaannya. Dan apabila bertemu dengan anak-anak perempuan di jalanan, ia pun mencubit mereka.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Urwah Ibnu Zubair, bahwa Said bin Zaid  diadukan oleh Arwah binti Aus kepada Marwan Ibn Al-Hakam dan mengaku bahwa Said mengambil sebidang tanahnya. Maka, Said menjawab:” Apakah saya berani mengambil sebidang

 

tanahnya setelah saya mendengar dari Rasulullah  Marwan bertanya: “Apakah yang engkau dengar dari Rasulullah?” Said menjawab: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

 

”Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara amaya, maka dikalungkan lanah itu padanya hingga tujuh lapis bumi.” Marwan berkata: “Aku tidak perlu lagi menanyakan bukti darimu sesudah ini.” Kemudian, Said berkata:

 

Ya Allah, jika perempuan itu berdusta, maka butakanlah matanya dan akhirkan umurnya di tanahnya. Ternyata, butalah mata perempuan itu. Ketika ia sedang berjalan di tanahnya, tiba-tiba ia pun terjatuh di dalam lobang, dan mati.

 

Pengingkaran terhadap ahli bid’ah dan maksiat

 

Abu Burdah bin Abu Musa berkata: Abu Musa merasakan sakit yang tiada terhingga, sehingga pingsan dan kepalanya di pangkuan seorang perempuan dari keluarganya. Kemudian, berteriaklah seorang perempuan dari keluarganya, sedangkan ia tidak bisa menolaknya sama sekali.

 

Ketika sadar, ia berkata: “Aku melepaskan diri dari sesuatu yang tidak disukai Rasulullah. Sesungguhnya Rasulullah tidak menyukai perempuan yang berteriak dengan keras, perempuan yang mencukur rambutnya dan perempuan yang merobek bajunya di waktu mengalami musibah.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Yahya bin Ya’mar, ia berkata: Kukatakan kepada Ibnu Umar : ”Hai ayah Abdurrahman, sesungguhnya telah ada sebelum kita orang-orang yang membaca Al-Qur’an. Mereka beranggapan bahwa tidak ada takdir dan sesuatu perbuatan itu hanya dimulai oleh manusia. Ia berkata: “Jika engkau berjumpa dengan mereka, maka beritahukanlah kalau aku tidak termasuk golongan mereka dan mereka tidak termasuk golonganku.”

 

Ucapan ketika melihat kemungkaran

 

Ibnu Mas’ud berkata: Ketika Nabi memasuki Makkah pada hari penaklukannya, di sekeliling Ka’bah terdapat tiga ratus enam puluh area. Maka, mulailah beliau menghancurkannya dengan sebuah tongkat di tangannya, sambil mengucapkan:

 

“Telah datang kebenaran dan binasalah kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu pasti binasa. Telah datang kebenaran dan tidaklah kebatilan itu bisa memulai dan tidak bisa mengulangi. (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Ucapan orang yang berkata kotor

 

Hudzaifah, berkata: “Aku mengeluh kepada Rasulullah tentang buruknya ucapanku.” Maka, beliau bertanya: “Bilakah engkau meminta ampun?” Dijawab: “Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah setiap hari seratus kali.” (H.R. Ibnu Majah dan Ibnu Sunni)

 

Ucapan ketika kendaraan berontak

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Abi Al-Malih (seorang tabiin), dari seorang laki-laki, ia berkata: Aku berkendaraan di belakang Nabi. Pada saat itu, kendaraanku berontak. Aku mengucapkan: “Celakalah setan.” Beliau bersabda: “Jangan ucapkan: Celakalah setan. Sesungguhnya, jika engkau mengucapkan perkataan itu, setan pun membesar hingga menyerupai rumah. Setan pun mengucapkan: Dengan kekuatanku. Akan tetapi, ucapkanlah: Bismillah. Jika engkau mengucapkan itu, setan menjadi kecil hingga seperti lalat.”

 

Doa untuk perbuatan baik

 

Abdullah bin Abbas berkata: “Nabi hendak buang air. Maka, aku pun menaruh air untuk wudu beliau.” Ketika keluar, ia bertanya: “Siapa yang telah menaruh ini?” Maka aku memberitahukannya. Beliau pun bersabda: “Ya Allah, pahamkanlah dia ilmu agama.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

 

Dalam hadis yang panjang, yang meliputi mukjizat yang bermacammacam, Abu Oatadah berkata: Rasulullah berjalan hingga tengah malam, sedang saya berjalan di sampingnya. Ketika beliau mengantuk, duduknya miring di atas kendaraan. Maka akupun menegakkannya tanpa membangunkannya, sehingga beliau tegak di atas kendaraannya. Kemudian berjalan terus hingga menjelang pagi. Nabi kembali miring kedudukannya. Aku pun menegakkannya tanpa membangunkannya, hingga beliau tegak di atas kendaraannya.

Kemudian berjalan terus hingga tiba waktu dini hari yang terakhir. Beliau pun juga mengantuk dan lebih miring dari waktu sebelumnya, hingga hampir terjatuh. Aku pun menegakkannya. Lalu, beliau mengangkat kepalanya seraya bertanya: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Abu Oatadah.” Beliau juga bertanya: “Kapankah engkau mulai berjalan bersamaku?” Aku menjawab: “Perjalananku ini sejak tadi malam.” Beliau bersabda: “Semoga Allah menjagamu sebagaimana engkau menjaga NabiNya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Usamah bin Zaid 4, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa mendapat perlakuan baik, lalu berkata kepada pelakunya: Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, maka ta pun telah menyamparkan pujian.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Rabiah (seorang sahabat Nabi) yang berkata: Nabi berhutang kepadaku empat puluh ribu. Setelah mendapat uang, beliau membayarkannya kepadaku dan bersabda:

 

“Semoga Allah memberkatimu dalam keluargamu dan hartamu. Balasan hutang hanyalah pujian dan pelunasan.”

 

Jarir bin Abdullah Al-Bajali berkata: Di zaman jahiliyah, ada sebuah rumah suku Khas’am yang dinamai Kakbah Yamaniyah dan dinamai Zul Khalsah. Maka bertanyalah Rasulullah  kepadaku: ” Apakah engkau mau membebaskan aku dari Zul Khalsah?” Kemudian aku bertolak bersama seratus lima puluh prajurit berkuda dari Ahmas?. Kami kalahkan dan kami bunuh orang-orang yang terdapat di situ. Setelah itu, kami menghadap Rasulullah dan melaporkan kepadanya mengenai hal itu. Maka, beliau mendoakan kami dan Ahmas.

 

Dalam suatu riwayat: Maka, Rasulullah mendoakan keberkatan bagi kuda-kuda Ahmas dan penunggang-penunggangnya sebanyak lima kali.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah mendatangi sumur Zamzam ketika para sahabat sedang memberi minum dan bekerja di situ. Beliau bersabda: “Bekerjalah kalian, sesungguhnya kalian sedang mengerjakan perbuatan yang baik.”

 

Anjuran membalas doa

 

Aisyah berkata: Rasulullah mendapat hadiah seekor kambing. Beliau bersabda: Bagikanlah dagingnya. Setelah pelayan membaginya, Aisyah bertanya: “Apa kata mereka?” Pelayan menjawab: Mereka mengucapkan: “Semoga Allah memberi berkat kepada kalian.” Maka Aisyah berkata: “Semoga Allah memberi berkat kepada mereka. Kita membalas seperti yang mereka ucapkan, dan tetaplah pahala bagi kita.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ketika perbuatan baik dilakukan

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Said Ibn Al-Musayib, dari Abi Ayub Al-Anshari bahwa ia mengambil sesuatu yang melekat di janggut Rasulullah. Maka, bersabdalah Rasulullah: “Semoga Allah menghapus darimu apa yang tidak engkau sukai, hai ayah Ayub.”

 

Dalam suatu riwayat, dari Saad, bahwa Abi Ayub mengambil sesuatu kotoran dari Rasulullah. Maka, bersabdalah beliau: “Tidak akan ada keburukan (gangguan) yang menimpamu, hai ayah Ayub. Tidak akan ada gangguan yang menimpamu.”

 

Abdullah bin Bakrin Al-Bahili berkata: “Umar  mengambil sesuatu dari janggut seorang laki-laki (atau dari kepalanya).” Maka, orang itu berkata: “Semoga Allah menyingkirkan keburukan darimu.” Umar , berkata: “Sejak kita masuk Islam, keburukan telah disingkirkan Allah dari kita. Akan tetapi, apabila keburukan (gangguan) telah disingkirkan darimu, maka ucapkanlah: “Semoga tanganmu telah mengambil sesuatu yang baik.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Saat panen buah pertama

 

Abu Hurairah  berkata: Apabila orang-orang melihat panen buah pertama, mereka pun membawanya kepada Rasulullah. Apabila Rasulullah mengambilnya, beliau bersabda: “Semoga Allah memberkati kita pada buah-buahan kita dan kota kita. Dan memberkati ukuran sak kita dan mug kita.” Kemudian beliau memanggil anak yang terkecil dan memberikannya kepadanya.” (H.R. Muslim)

 

Anjuran bersikap wajar dalam menasihati dan mengajarkan ilmu

 

Ketahuilah, dianjurkan bagi orang yang menasihati atau mengajarkan ilmu agar bersikap wajar dan tidak memanjangkannya, sehingga membosankan mereka. Hal ini dilakukan agar mereka tidak merasa jemu dan tidak hilang kebaikan ilmunya dan keagungannya dari hati mereka. Juga, agar mereka tidak membenci ilmu dan tidak enggan mendengarkan kebaikan, sehingga bisa terjerumus dalam bahaya.

 

Syafiq bin Salamah berkata: Ibnu Mas’ud menasihati kami setiap hari Kamis. Seorang laki-laki berkata kepadanya: “Hai ayah Abdurrahman, aku ingin engkau menasihati kami setiap hari. Mendengar itu, Ibnu Mas’ud berkata: “Adapun yang menghalangiku untuk melakukannya adalah aku tidak suka membosankan kamu. Aku bersikap wajar dalam menasihati sebagaimana Rasulullah 4 bersikap wajar dalam memberikan nasihat kepada kami, karena khawatir kami menjadi bosan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ammar bin Yasir, bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya, lamanya solat seseorang dan pendeknya khutbah, pertanda ia seorang yang fagih. Maka, lamakanlah solat dan pendekkanlah khutbah.”

 

Ibnu Sihab Az-Zuhri berkata: “Apabila majlis berlangsung lama, maka setan ikut ambil bagian di dalamnya.”

 

Keutamaan menunjukkan kebaikan dan anjuran untuk melakukannya Allah berfirman: ke

 

”..Bertolong-tolonganlah di atas kebaikan dan ketakwaan…” (Q.S. Al-Maidah: 2)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Barangsiapa mengajak kepada kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengikutinya. Tidak kurang pahalanya dari pahala mereka sedikit pun. Dan barangsiapa mengajak kepada kesesatan, maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengikutinya. Tidak kurang dosanya dari dosa mereka sedikit pun.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Mas’ud Al-Anshari Al-Badri, bahwa beliau menyatakan:

 

“Barangsiapa menunjukkan kebaikan, maka ia mendapat pahala seperti pahala pelakunya.”

 

Melalui Sahal bin Saad , Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda kepada Ali

 

“Demi Allah, petunjuk yang engkau berikan kepada satu orang, lebih baik bagimu daripada unta merah.”

 

Rasul juga bersabda:

 

“Allah selalu menolong hambaNya selama hambaNya menolong saudaranya.”

 

Hadis dalam bab ini banyak. Dan disebutkan dalam riwayat yang sahih. Kiranya, cukuplah apa yang disebut ini sebagai teladan.

 

Anjuran untuk menunjukkan orang yang lebih tahu tentang suatu ilmu

 

Suraih bin Hani berkata: Aku datang kepada Aisyah untuk menanyakan kepadanya tentang mengusap di atas kedua sepatu khuff la menjawab: “Tanyakanlah kepada Ali bin Abi Thalib karena ia sering bepergian bersama Rasulullah . Maka, kami pun menanyakan kepadanya…” (hingga akhir hadis). (H.R. Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, suatu hadis yang panjang mengenai kisah Saad bin Hisyam bin Amir, ketika ia ingin menanyakan tentang solat Witir Rasulullah . Saad mendatangi Ibnu Abbas dan menanyainya tentang hal itu. Maka, Ibnu Abbas berkata: “Maukah saya tunjukkan orang yang paling mengetahui di antara penghuni bumi mengenai solat Witir Rasulullah Saad bertanya: “Siapa?” Ibnu Abbas menjawab: “Aisyah. Pergilah kepadanya dan tanyailah dia….” (hingga akhir hadis).

 

Dalam Sahih Bukhari disebutkan bahwa Imran bin Hattan bertanya kepada Aisyah tentang sutera. Ia menjawab: “Pergilah kepada Ibnu Abbas dan tanyakanlah kepadanya.” Maka, aku pun bertanya kepadanya. Ibnu Abbas berkata: “Tanyakanlah kepada Ibnu Umar.” Aku pun bertanya kepada Ibnu Umar. Ia berkata: “Abu Hafshin (Umar bin Khattab) memberitahukan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya orang lelaki yang memakai sutera di duma adalah orang yang ndak mendapat bagian di akhirat.”

 

Ucapan orang yang diajak menjalankan hukum Allah

 

Patutlah bagi orang yang dikatakan kepadanya: Antara saya dan kamu adalah “Kitab Allah” atau “sunnah Rasulullah ” atau “pendapat ulama muslimin” untuk mengucapkan: “Kami dengar dan kami taat.” Firman Allah :

 

“Adapun kaum mukminin itu apabila diajak kepada Allah dan RasulNya, untuk memutuskan hukum di antara mereka, maka mereka ucapkan: Kami dengar dan kami taat. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. An-Nuur: 51)

 

Berpaling dari orang-orang yang bodoh Allah berfirman:

 

” Ambillah maaf dan suruhlah berbuat kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-Arraaf: 199)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Apabila mereka mendengar perkataan yang tak berguna, mereka berpaling darinya dan berkata: Amalan kami untuk kami dan amalan kamu untuk kamu, semoga kamu selamat. Kami tidak menghendaki orangorang yang bodoh.” (Q.S. Al-Oashash: 55)

 

Dalam surat An-Najm, ayat 29, Allah menegaskan:

 

“Berpalinglah dari orang yang tidak menyebut Kami…”

 

Allah juga mengajarkan:

 

“..Berilah maaf dengan maaf yang baik” (Q.S. Al-Hjjr: 85)

 

Abdullah bin Mas’ud berkata: Ketika terjadi perang Hunain, Rasulullah melebihkan orang-orang yang termasuk pemuka Arab dalam pembagian rampasan perang. Maka, berkatalah seorang laki-laki: “Demi Allah, sesungguhnya tidak terdapat keadilan dalam pembagian ini dan tidak diharapkan keridaan Allah di dalamnya.” Ibnu Mas’ud berkata: “Demi Allah, pasti kuberitahukan kepada Rasulullah.” Kemudian aku datang kepada beliau melaporkan kepadanya. Maka, berubahlah wajahnya sehingga menjadi merah seperti bahan pewarna. Kemudian, beliau bersabda: “Siapa pula yang berbuat adil jika Allah dan RasulNya tidak berbuat adil?” Ditambahkan: “Semoga Allah mengasihi Musa, ia telah diganggu lebih banyak dari ini, namun ia terap sabar.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Ibnu Abbas  berkata: Uyainah bin Hishn bin Hudzaifah datang ke tempat anak saudaranya Al-Hurr bin Oais. Ja termasuk beberapa orang yang dekat dengan Umar bin Khattab Mereka selalu menghadiri majelis Umar. Mereka pun sering diajak bermusyawarah. Uyainah berkata kepada Al-Hurr: Hai anak saudaraku, engkau dikenal baik oleh Amirul Mukminin, maka mintalah izin bagiku untuk menemuinya. Maka, ia pun memintakan izin dan Umar pun mengizinkannya. Ketika masuk, ia berkata: “Hai Ibn Al-Khattab, demi Allah, engkau tidak memberi kami sesuatu yang banyak dan tidak berbuat adil terhadap kami.” Maka, marahlah Umar  hingga ia ingin memukulnya. Melihat itu, Al-Hurr berkata: “Hai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah berfirman kepada NabiNya :

 

“Ambillah maaf dan suruhlah berbuat kebaikan dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raaf: 199)

 

Sesungguhnya orang ini termasuk orang-orang yang bodoh. Demi Allah, Umar tidak melanggar ayat itu ketika dibacakan terhadapnya. Beliau selalu mengindahkan apa yang tertulis dalam KitabNya. (H.R. Bukhari)

 

Nasihat kepada orang yang lebih mulia

 

Ketahuilah, bagaian ini sangat perlu diperhatikan. Manusia wajib memberi nasihat dan petuah. Menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat kemungkaran kepada setiap anak kecil dan orang besar. Ini dilakukan selama tidak timbul dugaan nasihat itu bisa menimbulkan keburukan.

 

Allah berfirman:

 

“Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan bantahlah mereka dengan perkataan yang lebih baik.” (Q.S. An-Nahl: 125)

 

Manusia banyak mengabaikan hal ini, khususnya terhadap orang yang mempunyai status sosial yang tinggi. Menurut anggapan mereka, bila nasehat diberikan maka akan menimbulkan rasa malu. Sebetulnya, hal itu adalah kesalahan dan kebodohan yang ditampakkan.

 

Sesungguhnya hal itu tidak menimbulkan rasa malu. Ini adalah kehinaan dan kelemahan serta kecerobohan. Rasa malu selalu membawa kebaikan, sedang ini bisa menimbulkan keburukan. Maka, bukan rasa malu.

 

Menurut ulama Rabbaniyyin (yang mendalami tentang Ketuhanan) dan ilmuwan keagamaan, rasa malu itu adalah budi pekerti yang mendorong orang untuk meninggalkan perbuatan yang jelek dan tidak menimbulkan kecerobohan dalam menetapkan hak orang. Pengertian ini sesuai yang dikemukakan oleh Al-Junaid dalam karya Al-Ousyairi, yaitu: Rasa malu adalah melihat kenikmatan dan kecerobohan. Di antara keduanya itulah yang dinamakan rasa malu.

 

Sebetulnya, masalah ini telah dikupas secara panjang lebar oleh Imam Nawawi dalam syarah Sahih Muslimnya.

 

Anjuran untuk menepati janji Allah berfirman:

 

“Tepatilah janji Allah apabila kamu berjanji…” (Q.S. An-Nahl: 91)

 

Pada ayat pertama surat Al-Maidah, Allah menyatakan:

 

“Hai orang-orang yang beriman, tepatilah segala janji…”

 

Dalam firman lain:

 

”… Tepatilah janji, sesungguhnya janji iru akan ditanya.” (Q.S. Al-Isra’: 34)

 

Ayat mengenai hal ini banyak. Yang paling tegas adalah:

 

“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu ucapkan apa yang tidak kamu perbuat. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah bila kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.” (Q.S. Ash-Shaf: 2-3)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Tanda orang munafik ada nga: Jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari dan jika diberi amanat ia berkinanat.” Dalam suatu riwayat ditambahkan: “Walaupun ta berpuasa dan solat dan menganggap dirinya seorang muslim.”

 

Para ulama sepakat, seseorang yang menjanjikan sesuatu kepada orang lain tidaklah dilarang. Patut baginya untuk menepati janjinya. Permasalahannya: Apakah hal itu wajib atau dianjurkan?

 

Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Imam Syafi’i dan Abu Hanifah serta sebagian besar ulama berpendapat bahwa hal itu dianjurkan. Andaikata ditinggalkan, luputlah keutamaannya. Ia pun telah melakukan sesuatu yang tidak disukai dengah kemakruhan yang sangat. Akan tetapi, ia tidak berdosa.

 

Segolongan ulama berpendapat bahwa hal itu wajib. Imam Abu Bakar Ibn Al-Arabi Al-Maliki berkata: Orang besar yang berpegang pada mazhab ini adalah Umar bin Abdul Aziz. Ulama Malikiyah berpegang pada mazhab ketiga bahwa, apabila janjinya berkaitan dengan suatu sebab, seperti perkataan: ”Kawinlah engkau dan bagimu sekian.” Atau ”bersumpahlah bahwa engkau tidak akan memaki aku dan bagimu sekian.” Atau yang semacam itu, maka wajiblah ditepati. Jika janji itu bersifat mutlak (tidak terikat), maka tidaklah wajib.

 

Yang mewajibkannya berdalil bahwa ia semakna dengan hibah. Padahal, menurut jumhur (sebagian besar) ulama, hibah itu tidak berlaku, melainkan setelah diterima. Menurut mazhab Maliki, berlaku sebelum dikuasai/dipegang.

 

Anjuran mendoakan kepada orang yang menawarkan sesuatu pemberian

 

Anas 4 berkata: Ketika kaum Muhajirin tiba di Madinah, singgahlah Abdurrahman bin Auf di tempat Saad Ibn Rabi’. Ia berkata kepada Abdurrahman bin Auf: ”Aku sertakan engkau dalam hartaku dan kuberikan salah seorang istriku kepadamu.” Abdurrahman berkata: “Semoga Allah memberi berkat kepadamu pada istrimu dan hartamu.” Ketika orang kafir berbuat baik

 

Ketahuilah, tidak boleh mendoakan ampunan buat orang kafir, atau semacamnya. Akan tetapi boleh mendoakan agar orang tersebut diberi hidayah, kesehatan dan keselamatan.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni, bahwa Anas berkata: Nabi minta minum kepada oarang Yahudi, lalu orang itu memberikannya. Maka bersabdalah beliau kepadanya: “Semoga Allah membaguskan kamu.” Ternyata orang itu tidak beruban hingga akhir hidupnya.

 

Ucapan bila takut tertimpa bahaya oleh pandangan mata

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: “Mata (pandangan mata panas) itu adalah hak (kenyataan).”

 

Ummu Salamah menyatakan bahwa Nabi melihat di rumahnya seorang sahaya perempuan yang mempunyai kelainan di wajahnya. Maka beliau bersabda:

 

“Bacalah rugyah (ayat penolak) terhadapnya, karena ia mempunyai pandangan (yang membahayakan)” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Abu Daud meriwayatkan bahwa Aisyah berkata: Orang yang mempunyai mata panas (tajam) disuruh berwudu. Kemudian airnya dipakai untuk mandi oleh orang yang terkena. Isnadnya sahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.

 

Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Abi Said AlKhudri  yang berkata: “Adalah Rasulullah  berlindung dari jin dan pandangan mata manusia, sehingga turunlah

Al-Muwwazatain (Al-Falag dan An-Naas). Maka, tatkala turun kedua ayat tersebut, beliau memakai keduanya dan meninggalkan yang selain itu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas  bahwa Rasul membentengi Hasan dan Husain:

 

“Aku perlindungkan kalian dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari segala setan dan binatang berbisa, juga dari segala pandangan mata yang berbahaya. Sesungguhnya, bapak kalian (Nabi Ibrahim) memperlindungkan Ismail dan Ishaq dengan keduanya (Al-Muawwizatain).”

 

Said bin Hakim berkata: Bila Nabi takut membahayakan sesuatu dengan matanya, beliau mengucapkan:

 

 

“Ya Allah, berilah berkat kepadanya dan jangan timbulkan bahaya padanya.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Anas  bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa melihat sesuatu yang mengagumkannya, lalu ia mengucapkan: “Apa yang dikehendaki Allah, nada kekuatan melainkan dengan pertolonganNya: maka ia pun tidak bisa membahayakannya.”

 

Juga diriwayatkan dalam kitab Ibnu Sunni, dari Sahal bin Hanif bahwa Nabi menyatakan:

 

“Jika seseorang di antara kamu melihat sesuatu yang mengagumkannya, baik pada dirinya atau hartanya, maka hendaklah ia mendoakan agar diberi berkat padanya. Sesungguhnya pandangan mara iru hak (nyata).”

 

Melalui Amir bin Rabiah, Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Rasul juga bersabda:

 

“Apabila seseorang di antara kamu melihat pada diri dan hartanya, sedangkan ia merasa kagum atas apa yang dilihatnya, maka hendaklah ta berdoa agar diberi berkat.”

 

Dalam kitabnya Ar-Ta’lg Fil Mazhab, Al-Qadhi Husein menyebutkan: Pada suatu hari, salah seorang nabi melihat kaumnya. Ia kagum akan jumlah mereka yang banyak. Sehingga, matilah 70.000 orang di antara mereka. Kemudian, Allah mewahyukan kepadanya:

 

”Engkau telah membinasakan mereka dengan matamu. Seandainya ketika memandang engkau memperlindungkan mereka, niscaya mereka tidak binasa.” Nabi itu bertanya: “Dengan apakah aku memperlindungkan mereka?” Maka, Allah mewahyukan kepadanya: Engkau ucapkan,

 

”Kuperlindungkan kalian dengan Tuhan yang hidup dan berdiri sendiri, yang tidak bisa mari selama-lamanya. Aku menolak bahaya darimu dengan perkataan: Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”

 

Adalah kebiasaan Al-Qadhi, bila melihat sahabat-sahabatnya dan ia kagum akan sifat dan kebaikan mereka, maka ia memperlindungkan mereka dengan zikir tersebut.

 

Ucapan ketika melihat sesuatu yang disukai dan yang tidak disukai

 

Dengan isnad jayyid, Ibnu Majah dan Ibnu Sunni meriwayatkan bahwa Aisyah berkata: Apabila Rasulullah melihat sesuatu yang disukai, beliau mengucapkan:

 

“Segala puji bagi Allah yang dengan kenikmatanNya amal-amal yang baik menjadi sempurna. Dan apabila melihat sesuatu yang tidak disukai, beliau mengucapkan: Segala puji bagi Allah di atas segala keadaan.” Al-Hakim menggolongkan sebagai hadis yang sahih isnadnya.

 

Ketika melihat ke langit

 

Dianjurkan untuk mengucapkan:

 

” ..Wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini (langit) dengan siasia, Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari api neraka.” (Q.S. Ali Imran: 191)

 

Ucapan ini berdasarkan hadis Ibnu Abbas yang diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah mengucapkan itu. Ucapan ketika timbul prasangka buruk Muawiyah ibn Al-Hakam As-Sulami (seorang sahabat Nabi) berkata: ”Ya Rasulullah, di antara kami ada orang-orang yang berprasangka buruk tentang sesuatu.” Beliau bersabda: “Hal itu adalah sesuatu yang mereka rasakan di dalam hati mereka. Maka, janganlah mencegah mereka.” (H.R. Muslim)

 

Ugbah bin Amir Al-Juhani berkata: Nabi ditanya tentang prasangka (firasat) buruk, maka beliau bersabda:

 

“Yang paling benar adalah prasangka baik, dan tidak menolak orang muslim. Apabila kamu melihat sesuatu yang menimbulkan prasangka (irasar) buruk yang tidak kamu sukai, maka ucapkanlah: Ya Allah, lidaklah bisa mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, ridak bisa menyingkirkan keburukan kecuali Engkau dan riada daya kekuatan melainkan dengan pertolonganMu.” (H.R. Ibnu Sunni)

 

Ucapan ketika masuk kamar mandi

 

Dianjurkan menyebut Allah  dan memohon surga kepadaNya serta memohon perlindunganNya dari api neraka.

 

Dengan isnad dharf, Ibnu Sunni meriwayatkan dari Abu Hurairah tentang sabda Rasul :

 

“Sebaik-baik rumah adalah tempat mandi yang dimasuki orang muslim, yang apabila dimasukinya, ia memohon surga kepada Allah  dan memohon perlindunganNya dari api neraka.”

 

Anjuran minta berdiam diri Jarir bin Abdillah berkata: Nabi  memerintahkan aku pada waktu haji Wada’: ”Suruhlah orang-orang diam.” Dilanjutkan: “Janganlah kamu kembali menjadi orang-orang kafir sesudah kepergianku sehingga saling membunuh satu sama lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Pentingnya meminta keterangan dan memberi penjelasan

 

Allah berfirman:

 

”Dan tidaklah Kami utus seorang rasul melainkan dengan bahasa kaumnya agar’ ia bisa menjelaskan kepada mereka….” (Q.S. Ibrahim: 4)

 

Ali berkata: “Bicaralah di hadapan orang-orang dengan yang mereka ketahui. Apakah kamu suka Allah dan RasulNya didustakan orang?” (H.R. Bukhari)

 

Aisyah berkata: “Ucapan Rasulullah adalah perkataan yang jelas dan bisa dipahami oleh siapa saja yang mendengar.” (H.R. Abu Daud)

 

Anas berkata: “Apabila Nabi berbicara dengan suatu perkataan, diulanginya tiga kali hingga bisa dimengerti. Jika datang kepada kaum muslimin, beliau memberi salam tiga kali.” (H.R. Bukhari)

 

Sahal bin Saad As-Saidi berkata: Aku melihat Rasulullah berdiri di atas mimbar, lalu beliau bertakbir. Orang-orang di belakangnya pun ikut bertakbir. Kemudian beliau membaca dan rukuk. Orang-orang di belakangnya juga rukuk. Kemudian beliau mengangkat kepala, kembali ke belakang, dan sujud di atas tanah. Setelah selesai dari solatnya, Ia kembali ke mimbar dan menghadap mereka dengan bersabda:

 

”Hai manusia, kulakukan ini semata-mata untuk kalian ikuti dan agar kalian mempelajari solatku.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari bahwa Ali minum sambil berdiri. Ia berkata: Aku melihat Rasulullah melakukannya, sebagaimana kalian melihat aku melakukannya.

 

Hadis dan atsar dalam bagian ini sangat banyak dan masyhur dalam kitab-kitab sahih.

 

Selanjutnya, dianjurkan apabila melihat gurunya dan lainnya yang diikutinya melakukan sesuatu yang tampaknya bertentangan dengan kebiasaan untuk menanyakannya tentang hal itu dengan niat minta petunjuk.

 

Apabila orang tersebut telah melakukannya karena lupa, ia harus membetulkannya. Apabila melakukannya dengan sengaja dan benar, maka dijelaskan kepadanya.

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan bahwa Usamah bin Zaid berkata: Rasulullah bertolak dari Arafah. Ketika tiba di Syi’ib, beliau berhenti dan buang air kecil, kemudian berwudu. Aku bertanya:

 

“Ya Rasulullah, tidakkah kita solat?” Beliau menjawab: ”Solat ada di hadapanmu.”

 

Menurut pendapat Imam Nawawi: Usamah berkata begitu, karena ia menduga bahwa Nabi lupa solat Magrib, sedang waktunya telah masuk ketika beliau baru keluar. Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, disebutkan pertanyaan Saad bin Abi Waqqash: “Ya Rasulullah, kenapa engkau bersikap begitu terhadap si Fulan? Demi Allah, kulihat dia seorang mukmin.”

 

Menurut kesaksian Buraidah 4, pada hari penaklukan kota Makkah, Nabi melakukan beberapa solat dengan satu wudu. Melihat itu, Umar berkata: “Engkau telah melakukan sesuatu yang tidak pernah engkau lakukan sebelumnya.” Beliau menjawab: “Sengaja kulakukan itu, ya Umar.” (H.R. Muslim)

 

Pentingnya bermusyawarah Allah # berfirman:

 

”…Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam sesuatu urusan….” – (Q.S. Ali Imran: 159)

 

Ayat ini cukup sebagai dalil tanpa yang lain. Apabila Allah menyuruh NabiNya untuk bermusyawarah, maka lebih-lebih terhadap yang lain.

 

Bagi siapa yang ingin melakukan sesuatu urusan, dianjurkan untuk bermusyawarah mengenai sesuatu hal dengan orang yang bisa diandalkan tentang agamanya, pengalamannya, kepandaiannya, nasihatnya, kesuciannya dan kasih sayangnya.

 

Dianjurkan bermusyawarah dengan segolongan orang yang memiliki sifat tersebut dan meminta banyak nasihat dari mereka. Juga, memberi tahu tujuan musyawarah dan menjelaskan kepada mereka kebaikan dan keburukan yang terdapat di dalamnya. Hal ini jika ia mengetahui tentang hal itu.

 

Hadis sahih mengenai musyawarah Umar bin Khattab 4 dengan para sahabatnya dan kembalinya kepada pendapat-pendapat mereka banyak dan masyhur’.

 

Kegunaan musyawarah adalah menerima pendapat dari penasihat, selama tidak ada pengaruh negatif dari pendapat yang diberikannya. Hendaknya pemberi nasihat mencurahkan kemampuannya dalam pemberian nasihatnya.

 

Melalui Tamim Ad-Dairy  Muslim meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

“Agama itu nasihat. Para sahabat bertanya: Bagi siapa, ya Rasulullah Beliau menjawab: Bagi Allah, KitabNya, RasulNya dan pemimpin-pemimpin kaum muslimin serta orang-orang awam di kalangan mereka.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah  bahwa Rasul  bersabda: “Penasihat itu dibebani amanat.”

 

Anjuran untuk berkata baik

 

Allah  berfirman:

 

”..Rendahkanlah sayapmu (janganlah sombong) terhadap kaum mukminin.” (Q.S. Al-Hjjr: 88)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Adiy bin Hatim bahwa Nabi bersabda:

 

“Jagalah dirimu dari api neraka, walaupun dengan menyedekahkan separuh kurma. Barangsiapa yang tidak mendaparkannya, maka dengan mengucapkan perkataan yang baik.”

 

Melalui Abu Hurairah Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Nabi juga bersabda:

 

“Setiap anggora tubuh manusia bisa memberikan sedekah setiap hari di saat naiknya matahari. Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong orang dengan menaruh atau menaikkan barangnya di atas kendaraannya adalah sedekah. Perkataaan yang baik adalah sedekah. Setiap langkah menuju masjid adalah sedekah. Menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Dzar bahwa Rasul menerangkan:

 

“Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikit pun, walaupun menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri.”

 

Aisyah berkata: Ucapan Rasulullah adalah perkataan yang jelas dan bisa dipahami oleh siapa yang mendengarnya.” (H.R. Abu Daud)

 

Anas berkata: “Apabila Nabi berbicara dengan suatu perkataan, diulanginya tiga kali hingga bisa dimengerti. Jika datang pada kaum muslimin, beliau memberi salam tiga kali.” (H.R. Bukhari)

 

Tentang senda gurau

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Anas, bahwa Nabi berkata kepadanya: “Hai orang yang mempunyai dua telinga.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi dan berkata: ”Ya Rasulullah, bawalah aku.” Maka beliau berkata: “Kubawa engkau di atas anak unta.” Orang itu bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang bisa saya perbuat dengan anak unta?” Rasulullah menjawab: “Bukankah unta itu hanya beranak unta?” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Melalui Abu Hurairah, Tirmizi meriwayatkan bahwa para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, engkau bergurau dengan kami?” Beliau menjawab: ”Aku tidak mengatakan selain kebenaran.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Ibnu Abbas  berkata, bahwa Nabi bersabda:

 

“Janganlah engkau melawan saudaramu dan jangan bergurau dengannya.

Jangan menjanjikan sesuatu, tetapi engkau tidak menepatinya.” (H.R. Tirmizi)

 

Para ulama berkata: Senda gurau yang dilarang adalah yang keterlaluan dan terus menerus. Karena ia bisa menyebabkan tertawa dan kekerasan hati, melalaikan dari berzikir kepada Allah dan dari memikirkan tugas-tugas agama, dan seringkali menimbulkan gangguan dan rasa dengki serta menghilangkan kewibawaan.

 

Yang dibolehkan adalah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah. Sesungguhnya, Rasulullah hanya melakukannya pada saat tertentu saja karena suatu kepentingan dan untuk menenangkan jiwa orang yang diajak bicara dan menghiburnya. Hal ini tidak dilarang, bahkan termasuk perbuatan sunnah.

 

Pertolongan

 

Allah berfirman:

 

“Barangsiapa memberi pertolongan yang baik, ia pun mendapat bagian daripadanya. Barangsiapa memberi pertolongan yang jahat, ia pun mendapat bagian daripadanya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 85)

 

Abu Musa Al-Asyari berkata: Adalah Nabi apabila didatangi oleh seseorang yang meminta sesuatu, beliau mendatangi para sahabatnya seraya bersabda: “Berilah pertolongan, niscaya kamu akan mendapat pahala. Allah memutuskan apa yang disukainya melalui perkataan NabiNya.”

 

Dalam suatu riwayat: “Mintakanlah pertolongan kepadaku, niscaya kamu akan mendapat pahala. Biarkanlah Allah memutuskan apa yang dikehendakinya melalui perkataan NabiNya.” (H.R.Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Ibnu Abbas dalam kisah Barirah dan suaminya, Nabi menawarkan kepadanya: Bagaimana seandainya engkau kembali kepadanya?” Ia bertanya: Ya Rasulullah, engkau menyuruh aku?” Beliau menjawab: ” Aku hanya memintakan keringanan.” Barirah berkata: ”Saya tidak membutuhkannya lagi.”

 

Anjuran menggembirakan dan mengucapkan selamat

 

Allah berfirman:

 

“Kemudian malaikat menyeru Zakaria, ketika ia berdiri solat di mihrab: “Sesungguhnya Allah membawa kabar gembira kepadamu dengan kedatangan (kelahiran) Yahya….” (Q.S. Ali Imran: 39)

 

Allah  juga berfirman:

 

“Ketika datang utusan-utusan Kami kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira…” (Q.S. Al-Ankabut: 31)

 

Dalam firman yang lain: :

 

”Dan Kami berikan kepadanya kabar gembira dengan kelahiran seorang anak yang penyabar” (Q.S. Ash-Shaffat: 101)

 

Dalam surat Az-Zaariyat, ayat 28, Allah berfirman:

 

“..Mereka (para malaikat) berkata: Jangan takut. Lalu mereka mengabarkan kepadanya tentang kelahiran seorang anak yang pandai.”

 

Dalam surat Al-Hijjr, ayat 53, Allah juga berfirman:

 

(para malaikat) berkata: Jangan takut. Sesungguhnya Kami mengabarkan kepadamu tentang kelahiran seorang anak yang pandai.”

 

Allah mengabarkan kepada Sarah, istri Ibrahim:

 

“Dan istrinya berdiri lalu tertawa. Kemudian Kami kabarkan kepadanya tentang kelahiran Ishaq dan sesudah Ishaq adalah Ya’qub.” (Q.S. Huud:71)

 

Dalam surat yang lain, Allah berfirman:

 

“Ketika para malaikat berkata: Hai Maryam, sesungguhnya Allah mengabarkan kepadamu dengan perkataan darinya…” (Q.S. Ali Imran: 45)

 

Allah juga berfirman:

 

“Itulah yang dikabarkan Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman dan berbuat kebaikan…” (Q.S. Asy-Syuura: 23)

 

Allah memerintahkan:

 

“Kemudian, berilah kabar gembira kepada hamba-hambaKu yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik darinya.” (Q.S. Az-Zumar: 17-18)

 

Allah menyebutkan:

 

” .Bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (Q.S. Fushshilat: 30)

 

Dalam surat Al-Hadid, ayat 12, Allah menyatakan:

 

“Hari dimana engkau lihat kaum mukminin dan mukminat berkilauan cahaya di depan dan di sebelah kanan mereka. Hari ini kamu mendapat kegembiraan berupa surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya….”

 

Dalam surat At-Taubah, ayat 21, Allah juga menyatakan: ”

 

“Tuhan mereka mengabarkan tentang berita gembira berupa rahmat dariNya dan keridaan serta surga. Di dalamnya, mereka mendapar kenikmatan yang kekal.”

 

Hadis mengenai kabar gembira banyak sekali disebutkan dalam kitab sahih dan masyhur. Di antaranya hadis pemberitahuan kepada Khadijah tentang sebuah rumah di surga baginya yang terbuat dari permata. Di dalamnya tidak ada keletihan maupun keributan.

 

Juga hadis Kaab bin Malik pada kisah tobatnya. Ia berkata: “Aku mendengar teriakan yang berseru: “Hai Kaab bin Malik, bergembiralah.” Maka datanglah orang-orang memberi kabar gembira kepada kami, dan pergilah aku menuju Rasulullah Orang-orang pun menemui aku secara bergantian untuk mengucapkan selamat atas kesadaranku. Mereka berkata: “Selamat dengan ampunan Allah atasmu.”

 

Ketika aku tiba di masjid, ternyata Rasulullah dikelilingi orangorang. Kemudian, berdirilah Talhah bin Ubaidillah berlari-lari ke dalam hingga ia menjabat tanganku dan memberi selamat kepadaku. Peristiwa yang menghadirkan Talhah itu tidak dilupakan oleh Kaab.

 

Kaab berkata: “Ketika kuucapkan salam kepada Rasulullah, beliau pun berseri-seri wajahnya karena gembira.” Beliau bersabda: ”Bergembiralah dengan hari terbaik yang terlewati sejak engkau dilahirkan oleh ibumu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Kagum dengan mengucapkan Tasbih, Tahlil dan sebagainya

 

Abu Hurairah berkata, bahwa Nabi berjumpa dengannya sedang ia dalam keadaan junub. Ia pun menghindar lalu pergi mandi. Hal itu diperhatikan oleh Rasulullah. Ketika ia datang, beliau bertanya: “Di mana engkau tadi, hai Abu Hurairah?” ia menjawab: “Ya Rasulullah, engkau berjumpa denganku sedang aku dalam keadaan junub, maka tidak pantas aku duduk denganmu sebelum mandi.” Akhirnya beliau bersabda: “Maha Suci Allah, sesungguhnya orang mukmin tidak najis.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Aisyah  berkata: Seorang perempuan bertanya kepada Nabi tentang cara bersuci dari haid. Maka beliau menyuruhnya mandi. Ia pun memberi cara: “Ambillah sepotong kapas bercampur misik, lalu bersucilah dengannya.” Perempuan itu bertanya: “Bagaimana saya bersuci dengannya?” Jawab Nabi: “Bersucilah dengannya.” Perempuan itu bertanya:

 

“Bagaimana?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah, bersucilah engkau.” Maka, kusuruh perempuan itu mendekat kepadaku, lalu kukatakan: ”Cucilah bekas darahmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Anas berkata: Saudara perempuan Ar-Rabi’ Ummi Haritsah melukai seseorang. Maka, orang-orang mengadukan kepada Nabi. Jawab Nabi: ”A-Qishas, Al-Oishas.” Berkatalah Ummu Rubayyi’: ”Ya Rasulullah, apakah engkau harus melaksanakan gishas terhadap si Fulanah, padahal Allah tidak melaksanakan gishas terhadap dirinya?” Maka, bersabdalah Nabi: “Maha Suci Allah, hai Ummu Rubayyi’, gishas itu ditetapkan dalam Kitabullah.” (H.R. Muslim)

 

Dalam suatu hadis yang panjang, Imran bin Hushain menceritakan tentang kisah perempuan yang tertawan. Ia melarikan diri dengan mengendarai unta Rasulullah Mp sambil bernazar: “Apabila Allah menyelamatkannya, ia akan menyembelihnya. Kemudian, datanglah perempuan itu, lalu mereka menceritakan kepada Rasulullah. Beliau bersabda: “Maha Suci Allah, sungguh buruk balasannya.” (H.R. Muslim)

 

Abu Musa Al-Asyari dp menyebutkan dalam hadis isti’dzan (minta izin), bahwa ia berkata kepada Umar: “Hai Ibnul Khattab, janganlah engkau menyiksa sahabat-sahabat Rasulullah .” Ia berkata: “Maha Suci Allah, saya hanya mendengar sesuatu, maka saya pun melaksanakannya.” (H.R. Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim tentang hadis Abdullah bin Salim yang panjang, ketika dikatakan: “Sesungguhnya engkau termasuk ahli surga.” ia berkata: “Maha Suci Allah, tidak patut bagi seseorang mengucapkan apa yang tidak diketahuinya.”

 

Ajakan berbuat baik dan larangan berbuat buruk

 

Allah berfirman:

 

“Hendaklah ada di antara kamu umat yang mengajak kepada kebaikan dan menyuruh dengan ma’ruf dan melarang dari yang mungkar: dan mereka itulah orang orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)

 

Dalam firman yang lain disebutkan:

 

“Ambillah maaf dan suruhlah berbuat kebaikan…” (Q.S. Al-A’raaf: 199)

 

Dalam surat At-Taubah, ayat 71, Allah menyatakan:

 

”Kaum mukminin dan mukminat sebagian dari mereka menjadi wali dari sebagian lainya. Mereka menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan…”

 

Dalam firman yang lain:

 

“Mereka tidak saling melarang perbuatan buruk yang mereka lakukan…” (Q.S. Al-Maidah: 79)

 

Abi Said Al-Khudri berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa di antara kamu melihat perbuatan buruk, hendaklah ia mencegah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lidahnya. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Itulah iman yang terlemah.” (H.R. Muslim)

 

Tirmizi meriwayatkan bahwa Hudzaifah  berkata: Nabi bersabda: “Demi Allah yang nyawaku berada di tangannya. Hendaklah kamu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan. Atau Allah akan menimpakan siksaNya atas kamu, kemudian kamu berdoa kepadaNya, namun doamu tidak dikabulkan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah dengan rangkaian isnad yang sahih dari Abu Bakar Ash-Shiddig ia berkata: ” Hai manusia, apakah kamu telah membaca ayat ini:

 

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu memelihara dirimu, dan riadalah membahayakanmu orang yang sesat, apabila kamu mendapat hidayah.” (Q.S. Al-Maidah: 105)

 

Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya apabila orang-orang melihat orang yang berbuat kejahatan dan tidak melarangnya, maka Allah akan meratakan siksaanNya atas mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Abi Said, bahwa Nabi H bersabda: “Jihad yang paling utama adalah berkata benar di hadapan benguasa yang salim (jahat).” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Hadis-hadis yang disebutkan dalam bab ini sangat masyhur dan ayat mulia yang tersebut telah banyak diselewengkan oleh orang-orang bodoh dan diartikan tidak menurut kaidah yang sebenarnya. Pengertian sebenarnya adalah: Apabila melakukan apa yang disuruh kepadamu, maka tidaklah bisa membahayakanmu dan tidak terjadi kesesatan yang akan menimpa orang lain.

 

Di antara perintahNya adalah menyuruh berbuat kebajikan dan melarang berbuat keburukan.

 

Firman Allah dalam hai ini adalah:

 

” . Tidaklah ditugaskan kepada Rasul kecuah menyampaikan saja….” (Q.S. Al-Ankabut: 18)

Allah berfirman:

 

“Tidaklah seseorang mengucapkan suatu perkataan, melainkan di sisinya terdapat malaikat Ragib dan Arid.” (Q.S. Oaaf: 18)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Sesungguhnya Tuhanmu selalu mengawasi.” (Q.S. Al-Fajr: 14)

 

Ketahuilah, sesungguhnya patut bagi setiap mukallaf untuk menjaga lidahnya dari pembicaraan yang tidak mengandung kebaikan. Jika perkataan dan sikap diamnya sama-sama mengandung kebaikan, maka sunnah baginya adalah diam. Karena kadang-kadang pembicaraan yang mubah bisa menjurus pada pembicaraan yang haram atau makruh. Biasanya, arah pembicaraan seperti itu lebih banyak terjadi, sedang keselamatan harus lebih diutamakan.

 

Abu Hurairah berkata, bahwa Nabi bersabda:

 

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamar), hendaklah ia berkata baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Hadis itu disepakati kesuhihannya. Pengertian hadis itu adalah: Tidak patut seseorang berbicara, melainkan jika pembicaraannya baik, yaitu yang tampak masiahat (kepentingan)nya. Jika ragu-ragu akan timbulnya maslahat, rnaka sebaiknya jangan bicara.

 

Imam Syafi’i berkata: “Apabila ingin berbicara, hendaklah berpikir sebelum mengucapkan. Jika mengandung manfaat, barulah berbicara. Jika ragu-ragu, janganlah berbicara, hingga tampak kebaikannya.”

 

Abu Musa Al-Asyari berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: “Orang muslim manakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “Orang yang tidak pernah mengganggu kaum muslimin dengan lidah (ucapan) dan tangannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Sahal bin Sa’ad berkata, bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa menjamin bagiku lidahnya (ucapannya) dan kemaluannya (tidak berzina), akan kujamin surga baginya.” (H.R. Bukhari)

 

Abu Hurairah berkata, bahwa ia mendengar Nabi bersabda: “Sesungguhnya manusia adakalanya mengucapkan perkataan yang tidak dipikirkannya (apakah baik atau buruk), sehingga bisa menjerumuskannya ke dalam api neraka yang lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Abu Hurairah berkata, bahwa Nabi bersabda: “Sesungguhnya manusia itu adakalanya mengucapkan perkataan yang menimbulkan keridaan Allah dan membawa kepentingan, sehingga dengan perkataan itu Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya manusia, adakalanya mengucapkan perkataan yang menimbulkan kemarahan Allah dan tidak membawa kepentingan, sehingga bisa menjerumuskannya ke dalam api neraka.” (H.R. Bukhari)

 

Diriwayatkan dalam kitab Al-Muwaththa’, karya Imam Malik dan kitab Tirmizi serta Ibnu Majah, dari Bilal Ibn Al-Harits Al-Muzani bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya, manusia itu adakalanya mengucapkan perkataan yang menyebabkan keridaan Allah yang tidak diduganya akan memperoleh hal itu, sehingga Allah menetapkan keridaan baginya sampai hari pertemuan denganNya (hari kiamat). Dan sesungguhnya manusia itu adakalanya mengucapkan perkataan yang menyebabkan kemarahan Allah  sedangkan ia tidak menduga akan melakukan hal itu, sehingga Allah  menetapkan kemarahanNya sampai hari pertemuan denganNya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Sufyan bin Abdillah ia berkata: Aku bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu perkara yang bisa kupegangi.” Beliau bersabda: “Katakanlah: Tuhanku ialah Allah, kemudian berbuatlah kebaikan.” Aku bertanya:”Ya Rasulullah, apakah yang perlu dikhawatirkan atas diriku?” Maka beliau memegang lidahnya sendiri dengan berkata: “Ini.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Tirmizi juga meriwayatkan dari Ibnu Umar  bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah memperbanyak pembicaraan tanpa menyebut Allah, karena sesungguhnya banyak bicara tanpa menyebutNya bisa menyebabkan kekerasan hari. Sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah ialah yang keras hatinya.”

 

Masih dari Tirmizi yang meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa dilindungi Allah dari kejahatan lidahnya ( wapannya) dan kejahatan kemaluannya (perbuatan zina), ia akan masuk surga.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan oleh Tirimizi, dari Lugbah bin Amir ia bertanya: “Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu?” Beliau menjawab:

 

”Tahanlah lidahmu terhadap perkataan buruk dan hendaknya luaskan rumahmu bagimu serta tangisilah dosamu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi juga meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri bahwa Nabi bersabda: “Apabila anak Adam (manusia) memasuki waktu pagi, maka semua anggota badan memperingatkan lidah seraya berkata: Takutlah kepada Allah mengena diri kita, karena sesungguhnya kami tergantung pada kamu. Bila engkau lurus (berbuat kebaikan), maka kami pun lurus. Bila engkau bengkok (berbuat keburukan), kami pun seperti itu.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Ummi Habibah  bahwa Nabi bersabda:

 

“Setiap perkataan anak Adam (manusia) akan merugikannya, kecuali menyuruh berbuat kebajikan dan melarang berbuat keburukan atau berzikir kepada Allah.”

 

Tirmizi meriwayatkan Mu’adz bertanya kepada beliau: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang bisa memasukkan ke dalam surga dan menjauhkan aku dari api neraka.” Beliau menyatakan:

 

“Engkau telah bertanya tentang sesuatu yang besar, sedangkan ia mudah atas siapa yang diberi petunjuk oleh Allah”, yaitu: “Engkau sembah Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Mendirikan solat. Mengeluarkan zakat. Puasa di bulan Ramadan. Dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah.”

 

Dilanjutkan oleh beliau: “Maukah kutunjukkan kepadamu berbagai pintu kebaikan?” Dijelaskan oleh Nabi: “Puasa itu adalah perisai dan sedekah itu bisa memadamkan dosa seperti air memadamkan api, dan solat yang dilakukan seseorang pada larut malam.”

 

Kemudian beliau membaca:

 

“Tubuh mereka jauh dari tempat tidur (tidak tidur di tengah malam)….” (Q.S. As-Sajdah: 16)

 

Setelah itu beliau bersabda: “Maukah kuberitahukan kepadamu pokok perkara, sendi dan puncaknya?” Aku menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullah.” Beliau menyebutkan: “Pokok perkara adalah Islam, sendinya adalah solat dan puncaknya adalah jihad.” Dinyatakan juga oleh beliau: “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang maksud dari semuanya itu?” Aku menjawab: ”Tentu saja wahai Rasulullah.” Maka, beliau memegang lidahnya, lalu bersabda: ”Cegahlah ini terhadap dirimu.” Aku bertanya:”Ya Rasulullah, apakah kita akan dihukum karena sesuatu yang kita ucapkan?” Beliau menjawab: “Sungguh kasihan engkau. Bukankah manusia-manusia yang terjerumus ke dalam api neraka adalah korban dari lidah-lidah (ucapan-ucapan) mereka?” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda:

 

“Ciri Islam yang baik dari seseorang adalah meninggalkan segala sesuatu yang bukan urusannya.” (Hadis hasan)

 

Abdullah bin Amru Ibn Al-Ash berkata bahwa Nabi @ bersabda: “Barangsiapa berdiam diri (dari berkata buruk), ia pun akan selamat.” (H.R. Tirmizi)

 

Isnad hadis ini lemah, akan tetapi saya sebutkan untuk menjelaskannya, karena hadis ini masyhur, sedangkan hadis-hadis sahih semacam itu sudah banyak. Sebetulnya, matan (isi) hadis itu sudah cukup bagi siapa yang mendapat petunjuk.

 

Adapun atsar-atsar (pemberitaan) dari kaum sa/af dan lainnya dalam bab ini cukup banyak. Untuk itu, tidak perlu kami sebutkan.

 

Perlu kami kemukakan, bahwa apa yang kami sebutkan ini sebagai bahan peringatan untuk meninggalkan perbuatan yang tercela.

 

Diceritakan, bahwa Qiss bin Saidah dan Aktsam bin Shaifi berkumpul. Yang satu berkata kepada yang lain: “Berapa banyak kejelekan anak Adam yang telah engkau dapati?” Ia menjawab: “Terlalu banyak untuk dihitung dan yang telah saya temukan ada delapan ribu kejelekan. Saya menemukan satu perkara yang apabila engkau laksanakan, maka engkau bisa menutupi kejelekan-kejelekan itu semuanya.” Temannya bertanya: ” Apakah itu?” Yang lain menjawab: “Menjaga lidah (ucapan).”

 

Abi Ali Fudhail bin Iyadh  berkata: “Barangsiapa menganggap pembicaraannya termasuk amalnya, akan sedikitlah pembicaraannya dalam masalah yang bukan termasuk urusannya.”

 

Imam Syafi’i berkata kepada temannya: “Hai Rabi! Janganlah engkau mengucapkan perkataan yang bukan urusanmu, karena sesungguhnya apabila engkau melakukannya, maka perkataan itu akan menguasaimu, sedangkan engkau tidak bisa menguasainya.”

 

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata: “Tidak ada yang lebih patut dijaga selain lidah.”

 

Yang lain berkata: “Perumpamaan lidah seperti binatang buas. Jika engkau tidak mengikatnya, ia pun akan memangsamu.”

 

Ustadz Abi Al-Oasim Al-Qusyairi dalam risalahnya yang masyhur menyatakan: Berdiam diri itu menyebabkan keselamatan, dan itulah pokoknya. Sedangkan diam pada waktunya adalah sifat laki-laki sebagaimana dia mengucapkan sesuatu pada saat yang dibutuhkan. Itulah akhlak yang paling mulia.

 

Beliau berkata: Aku mendengar Aba Ali Ad-Daggag menyatakan: “Barangsiapa berdiam diri dari ucapan yang benar, maka ia seperti setan yang bisu.”

 

Diamnya orang-orang yang memerangi hawa nafsu itu sebetulnya mereka mengetahui kejelekan pembicaraan dan perlakuan yang ada di dalamnya, serta penonjolan sifat-sifat pujian dan kecenderungan untuk mendapatkan keistimewaan dengan ucapan yang baik serta cacat-cacat lainnya.

 

Itulah perilaku orang-orang yang memelihara jiwa dan salah satu sendi mereka dalam hukum perdebatan dan pendidikan akhlak. Di antara syi’ir mereka adalah:

 

“Hai manusia, jagalah lidahmu. Jangan sampai ia menyengatmu seperti ular: Berapa banyak orang masuk kubur karena lidahnya. Padahal ia ditakuti oleh para pemberani.”

 

Ar-Riyasi berkata:

 

“Demi umurmu, sesungguhnya dosaku melupakanku dari dosa-dosa Bani Umayyah. Perhitungan mereka terserah pada Tuhanku. KepadaNya berakhir pengetahuan itu, bukan kepadaku. Tidaklah aku merasa rugi akan apa yang telah mereka lakukan. Apabila Allah membaikkan urusanku.” Ghibah dan Namimah Ketahuilah, bahwa kedua perkara (ghibah dan namimah) ini termasuk perbuatan yang terburuk dan paling banyak tersebar di kalangan manusia, sehingga sedikit yang selamat dari keduanya. Pembahasan keduanya bertolak pada pentingnya untuk memperingatkan manusia akan hal itu.

 

Ghibah adalah menyebut sesuatu yang tidak disenangi pada diri orang lain baik itu terdapat pada badan, agama, dunia, diri, atau bentuk, budi pekerti, harta, anak, bapak, suami, pelayan, pakaian, jalan dan gerakgeriknya. Baik engkau sebut dengan ucapan atau tulisanmu, atau engkau isyaratkan dengan mata, tangan atau kepalamu, dan semacam itu.

 

Mengenai badan, seperti: buta, pincang, matanya berair, gundul, pendek, tinggi, hitam, kuning.

 

Mengenai agama, seperti: fasig, pencuri, pengkhianat, zalim, meremehkan solat, tidak mempersoalkan barang-barang najis, tidak berbakti kepada bapaknya, tidak mengeluarkan zakat sesuai kadarnya dan suka menggunjingkan orang.

 

Mengenai dunia, seperti: kurang ajar, suka meremehkan orang, tidak memperdulikan hak orang, banyak bicara, banyak makan atau tidur, tidak tidur pada waktunya, duduk tidak pada tempatnya.

 

Mengenai orang tuanya, seperti: bapaknya fasig, orang Negro, tukang sepatu, penjual senjata, tukang kayu, tukang besi, tukang tenun.

 

Mengenai budi pekerti, seperti: buruk perilaku, sombong, suka menentang, sering terburu-buru, suka memaksa, ceroboh, berhati lemah, suka cemberut, bermoral bejat dan sebagainya.

 

Mengenai baju, seperti: luas lengan bajunya, panjang potongan bajunya, kotor bajunya dan semacamnya.

 

Yang lain digiaskan (dilihat yang hampir sama) dengan yang telah kami sebutkan. Ringkasnya, ghibah adalah menyebut sesuatu yang tidak Dzulqarnain disukai.

 

Imam Abu Hamid Al-Ghazali mengutip yak (kesepakatan) kaum muslimin bahwa ghibah adalah: Bila engkau menyebut sesuatu pada orang lain yang tidak disukainya.

 

Adapun namimah ialah menyampaikan pembicaraan orang kepada yang lain dengan tujuan untuk membuat perselisihan antara keduanya.

 

Kaum muslimin sepakat untuk mengharamkan ghibah dan namimah. Berbagai dalil dalam hal ini adalah:

 

Firman Allah :

 

“Janganlah saling mencari-cari aib satu sama lam di antara kamu…” (Q.S. Al-Hujurat: 12)

 

Dalam surat Al-Humazah, pada ayat 1, Allah menyatakan:

 

“Celakalah (azablah) untuk tiap-tiap orang pengumpat dan pencela.”

 

Disebutkan dalam firman yang lain:

 

”Pencaci (orang) berjalan mengadu-adu.” (Q.S. Al-Oalam: 11)

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah melewati sebuah kuburan seraya bersabda: “Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa. Keduanya tidak disiksa karena dosa besar (dalam anggapan keduanya).” Dalam riwayat Bukhari: “Memang ia berdosa besar. Salah satunya suka berkeliling untuk menyampaikan aib orang sedang yang lain tidak membersihkan anggota badan dari kencingnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Tahukah kalian, apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab: “Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda: “Bila engkau mengatakan sesuatu pada saudaramu yang tidak disukainya.” Ada yang bertanya: “Bagaimana kalau yang saya katakan itu sesuai dengan keberadaannya?” Beliau menjawab:

 

“Apabila yang engkau katakan sesuai dengan keberadaannya, maka engkau telah menggunjingnya dan jika tidak terdapat padanya, maka engkau telah memfitnahnya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Bakrah, bahwa Rasulullah bersabda dalam khutbahnya saat hari penyembelihan kurban di Mina pada haji Wada’ (perpisahan):

 

“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatanmu diharamkan (melanggarnya) atas kamu, seperti kehormatan harimu ini, dalam bulan ini di negerimu ini. Bukankah hal ini telah kusampaikan?”

 

Aisyah menyatakan: “Kukatakan kepada Rasulullah : Cukuplah engkau dapati Shafiyyah seorang yang begini dan begini.“ (Dalam suatu riwayat: Seorang yang pendek).” Maka, bersabdalah Nabi &: “Engkau telah mengucapkan perkataan yang andaikata dicampur dengan air laut, niscaya akan tercampur dengannya.” (H.R. Tirmizi)

 

Tirmizi meriwayatkan perkataan Aisyah: Kuceritakan kepadanya tentang seseorang, maka beliau bersabda: “Yang kusukai adalah aku menceritakan tentang seseorang sedangkan aku mempunyai sifat begini dan begini.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Hadis di atas merupakan sabda Nabi yang paling tegas dalam melarang untuk membicarakan aib orang. Saya (Imam Nawawi) tidak menemukan matan hadis yang mencelanya lebih dari yang tertulis di atas.

 

Allah berfirman:

 

 

“Tiadalah ta berbicara menurut hawa nafsunya. Ia (Qur’an) tidak lain, hanya wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (Q.S. An-Najm: 3-4)

 

Abu Daud meriwayatkan dari Anas  bahwa Rasulullah bersabda: “Ketika naik ke langit, kulewati suatu kaum yang mempunyai kukukuku dari tembaga yang sedang mencakar wajah dan dada-dada mereka. Aku pun bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka ini?” Jibril menjawab: “Mereka inilah yang suka memakan daging manusia (menggunjingkan orang) dan menyerang kehormatan mereka.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Said bin Zaid, bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar adalah menyerang kehormatan orang muslim tanpa hak.”

 

Diriwayatkan juga oleh Tirmizi, dari Abu Hurairah  bahwa Rasul telah bersabda: “Orang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Tidak boleh mengkhianarinya, tidak boleh mendustainya dan tidak boleh menjauhinya. Setiap orang muslim terhadap orang muslim lainnya, haram kehormatan, harta dan darahnya. Ketakwaan itu di sini (dalam dada). Cukuplah kejahatan seseorang yang menghina saudaranya yang muslim.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Beberapa hal penting yang berkaitan dengan ghibah

 

Telah kami sebutkan bahwa ghibah adalah, bila engkau menyebut sesuatu pada seseorang yang tidak disukainya, baik dengan perkataan, tangan atau kepalamu.

 

Tepatnya ialah segala yang engkau jelaskan kepada orang lain tentang kekurangan seorang muslim, maka ia adalah ghibah yang diharamkan. Di antaranya adalah menirukan orang berpura-pura pincang, bungkuk atau dengan gerakan-gerakan lain yang sama dengan yang dihina. Seperti itu adalah haram, tanpa ada perselisihan pendapat.

 

Di antara hal itu adalah apabila seorang pengarang menyebut seseorang dengan namanya dalam tulisannya dengan berkata: Si Fulan berkata begini, dengan maksud menjelaskannya, maka perbuatan itu adalah haram.

 

Apabila ia ingin mengungkapkan kesalahannya agar tidak ditiru, atau menjelaskan kelemahannya dalam ilmu supaya tidak terpedaya dengannya, sehingga menerima pendapatnya, maka ini bukanlah ghibah, melainkan nasihat wajib yang diberi pahala apabila sesuai dengan yang dimaksudkan.

 

Demikian pula apabila suatu kaum atau golongan mengatakan begini, sebagai pernyataan salah atas kekhilafan dan sebagainya, maka itu bukanlah ghibah. Ghibah itu adalah menyebut seseorang atau segolongan orang tertentu saja.

 

Ketahuilah, sebagaimana ghibah diharamkan atas pelakunya, ia pun diharamkan atas pendengar untuk membenarkannya. Wajib atas orang lain untuk melarangnya. Jika tidak, dikhawatirkan timbul bahaya.

 

Apabila takut akan hal itu, wajiblah ia mengingkari dengan hatinya dan menjauhi majelis itu, jika ia bisa menjauhinya. Apabila sanggup disangkal dengan perkataannya atau memutuskan ghibah dengan pembicaraan yang lain, ia pun harus melakukannya. Jika tidak, maka berdosa.

 

Apabila ia mengucapkan ”diamlah”, padahal hatinya suka mendengarkannya, maka Abu Hamid Al-Ghazali berkata: “Itu adalah kemunafikan yang tidak membebaskannya dari dosa, dan haruslah ia membenci dengan hatinya.”

 

Jika ia terpaksa berdiri dalam majelis seperti itu, sedangkan ia tidak sanggup mengingkarinya atau hujjahnya tidak diterima, dan tidak bisa menjauhinya dengan salah satu jalan, maka diharamkan untuk mendengarkan ghibah. Caranya ialah menyebut Asma Allah dengan lisan dan hatinya atau dengan hatinya sambil memikirkan urusan lain agar ia lalai dari mendengarkannya.

 

Allah berfirman:

 

“Apabila engkau lihat orang-orang yang bercakap-cakap (memperolok-olokkan) ayat-ayat Kami, maka berpahnglah dari mereka sehingga mereka bercakap-cakap tentang perkara lainnya. Jika setan melalaikanmu, maka janganlah engkau duduk sesudah peringatan ini bersama kaum yang berbuat antaya.” (Q.S. Al-An’am: 68)

 

Diriwayatkan dari Ibrahim bin Adham bahwa ia pernah hadir pada undang walimah. Hadirin menyebutkan seseorang yang belum datang, dengan mengatakan: “Sesungguhnya orang itu malas.” Maka, berkatalah Ibrahim: “Aku telah melakukan ini sendiri, karena aku telah menghadiri suatu tempat di mana orang-orang menggunjing.” Kemudian ia keluar dan tidak makan tiga hari.

 

Penyair menyebutkan:

 

“Jagalah pendengaranmu dari mendengarkan kejelekan, seperti menjaga hdah dari mengucapkannya. Sesungguhnya ketika engkau mendengarkan kejelekan, sama saja dengan pelakunya, maka hati-hatilah.”

 

Cara menolak ghibah

 

Ketahuilah, bab ini banyak ditopang oleh dalil yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi akan diringkas dengan merujuk kepada beberapa sebutan. Maka, siapa yang mendapat taufik, ia pun tercegah dengannya. Dan barangsiapa yang tidak memperolehnya, ia pun tidak bisa berubah, meskipun telah membaca berjilid-jilid.

 

Andalan bab ini adalah dengan mengemukakan nash-nash yang telah disebutkan mengenai pengharaman ghibah, kemudian merenungkan firman Allah :

 

“Tiadalah perkataan yang dikeluarkan seseorang, melainkan di sisinya ada (malaikat) pengawas yang hadi” (Q.S. Oaaf: 18)

 

Dalam surat An-Nuur, ayat 15, Allah menyatakan:

 

“dan kamu kira hal iru tidak berdosa, padahal di sisi Allah (dosa) besar” (Q.S. An-Nuur: 15)

 

Diriwayatkan dari Hasan Al-Bashri, bahwa seorang laki-laki berkata kepadanya: “Sesungguhnya engkau menggunjingku.” Maka ia berkata: ”Derajatmu tidak sampai di sisiku untuk menyertakanmu dalam kebaikan-kebaikanku.”

 

Ibnu Mubarak # menyatakan: “Andaikata aku harus menggunjing seseorang, akan kuungkap aib kedua orangtuaku, karena keduanya lebih patut mendapatkan kebaikan-kebaikanku.”

 

Ghibah yang dibolehkan

 

Ketahuilah, meskipun ghibah itu asalnya diharamkan, akan tetapi ia dibolehkan untuk berbagai kepentingan. Yang membolehkan ghibah ialah tujuan yang benar berdasarkan syariat yang tidak bisa sampai kepadanya melainkan dengan itu.

 

Enam faktor dibolehkannya ghibah. Pertama, pengaduan karena teraniaya. Boleh bagi orang yang teraniaya untuk mengadukannya kepada raja, gadhi (hakim) atau lainnya yang memiliki kekuasaan untuk mengadilinya. Ia harus menyebutkan: Si Fulan telah menganiaya dan melakukan begini terhadapku dan mengambil sesuatu yang kumiliki. Dan sebagainya.

 

Kedua, menggunakannya untuk merubah kemungkaran dan mencegah kemaksiatan menjadi kebaikan. Maka, ia pun mengatakan kepada orang yang diharapkan kesanggupannya untuk menghilangkan kemungkaran, dengan pernyataan: Si Fulan telah melakukan perbuatan begini, maka cegahlah dia dari perbuatan itu. Maksudnya adalah sebagai perantara untuk menghilangkan kemungkaran. Jika tidak mempunyai tujuan itu, tetaplah diharamkan.

 

Ketiga, minta fatwa (penjelasan hukum agama) dengan mengatakan kepada mufti: Bapakku, saudaraku atau si Fulan telah berbuat aniaya kepadaku dengan berbuat begini. Apakah boleh ia melakukan hal itu? Dan bagaimanakah cara saya melepaskan diri darinya dan mendapatkan hak saya serta menolak kezaliman yang menimpaku? Atau semacam itu.

 

Demikian pula bila dikatakan: Istriku melakukan begini kepadaku, atau suamiku melakukan begini kepadaku dan semacam itu. Ungkapan Seperti itu dibolehkan, akan tetapi yang lebih baik adalah mengucapkan tanpa menyebutkan orangnya, dengan pernyataan: Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki yang melakukan begini atau seorang suami yang berbuat begini atau istri yang berbuat begini? Atau semacam itu. Itulah cara yang terbaik.

 

Penyebutan secara langsung dibolehkan, berdasarkan pernyataan Hindun: “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang kikir.” Rasulullah @ pun tidak melarangnya.

 

Keempar, peringatan kepada kaum muslimin akan kejahatan seseorang dan nasihat kepada mereka. Hal itu ada beberapa macam. Di antaranya: kritik terhadap orang-orang yang tercela di antara perawi hadis dan para saksi. Cara seperti itu dibolehkan dengan kesepakatan kaum muslimin, bahkan menjadi wajib karena pentingnya masalah tersebut.

 

Contoh dalam masalah ini adalah: jika seseorang minta nasihat kepadamu dalam mengawinkan anaknya, kerja sama dalam suatu pekerjaan, menitipkan sesuatu pada seseorang atau berurusan dagang dengannya, maka wajiblah engkau mengingatkannya akan apa yang engkau ketahui darinya dengan maksud memberi nasihat.

 

Apabila cukup dengan mengatakan: Tidak baik bagimu berurusan dagang dengannya atau bermenantukannya, atau jangan lakukan ini atau semacam itu, tidaklah boleh diselipi dengan menyebut keburukankeburukannya. Jika tidak terpenuhi maksudnya kecuali dengan menjelaskan kenyataannya, maka sebutlah dengan jelas. Di antaranya: Apabila engkau melihat orang membeli sesuatu yang sudah dikenal kejelekannya, maka haruslah engkau menjelaskannya, sehingga pembeli mengetahuinya.

 

Juga, apabila engkau melihat seorang ahli fiqih sering menemui seorang ahli bid’ah atau fasik untuk memperoleh ilmu darinya, sedang engkau takut ahli fiqih itu bisa mendapat bahaya, maka hendaklah engkau menasihatinya dengan menjelaskan keadaannya. Tujuannya didasarkan adanya keinginan menasihati.

 

Tidak jarang ditemukan orang yang mempunyai kekuasaan dan tidak menjalankannya menurut yang semestinya, mungkin karena bukan ahlinya dan mungkin karena seorang yang fasik atau tolol dan sebagainya. Maka, wajiblah melaporkan kepada orang yang lebih berkuasa darinya untuk menggantinya dengan mengangkat orang yang tepat. Atau mengetahui hal itu supaya engkau bisa berurusan sesuai dengan keadaannya, agar tidak tertipu dengannya, dan berusaha menyadarkan supaya berbuat baik atau menggantinya.

 

Kelima, orang yang terang-terangan berbuat kefasikan atau bid’ah, seperti orang yang terang-terangan minum khamar, merampas hak orang dan memeras serta menarik pajak dengan cara paksa, melaksanakan halhal yang batil, maka boleh menyebutnya dengan yang dilakukannya itu. Haram menyebutnya dengan cacat-cacat yang lain. Kecuali ada sebab lain bagi kebolehannya dari yang telah kami sebutkan.

 

Keenam, untuk mengenalkan. Jika seseorang dikenal dengan julukannya, seperti: si pincang, si tuli, si buta, si mata juling atau lainnya, maka bolehlah memberitahukannya dengan niat mengenalkan, dan haram menyebutnya dengan niat mencemoohkan. Seandainya bisa menyebut dengan cara lain, maka lebih baik. Ini adalah enam faktor yang dinyatakan oleh para ulama termasuk g/ibah yang dibolehkan.

 

Diantaranya adalah Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin. Dalil-dalilnya jelas berupa hadis-hadis yang sahih dan masyhur. Sebab-sebab ini telah disepakati mengenai kebolehan melakukan ghibah dengannya.

 

Aisyah menyatakan, bahwa seorang laki-laki minta izin untuk menemui Nabi maka beliau bersabda: ”Izinkanlah baginya. Sungguh buruk saudara dari keluarga ini.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Bukhari berhujjah dengannya atas kebolehan menggunjingkan orang yang sering berbuat kerusakan dan suka menimbulkan gangguan.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud  yang berkata: Rasulullah  membagikan barang rampasan perang, maka berkatalah seorang laki-laki Anshar: “Demi Allah, Muhammad tidak menghendaki keridaan Allah dengan pembagian ini.” Maka aku mendatangi Rasulullah lalu memberitahukan kepadanya sehingga berubah wajahnya dan bersabda: “Semoga Allah mengasihi Musa. Ia telah diganggu lebih banyak dari ini, namun ia tetap sabar.”

 

Dalam salah satu riwayatnya, Ibnu Mas’ud berkata: “Aku tidak akan menyampaikan pembicaraan kepada beliau sesudah ini.” Bukhari berhujjah dengannya mengenai pemberitahuan seseorang kepada saudaranya mengenai ucapan orang terhadap dirinya.

 

Aisyah ap berkata bahwa Rasulullah bersabda:” Aku tidak menduga si Fulan dan si Fulan mengetahui sedikit pun tentang agama kita.” (H.R. Bukhari)

 

Al-Laits bin Sa’ad, salah seorang perawinya, mengatakan: “Kedua orang itu munafik.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Zaid bin Argam berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Maka orang-orang pun mengalami kesulitan. Kemudian, berkatalah Abdullah bin Ubay: Janganlah kamu memberi nafkah kepada orang-orang yang bersama Rasulullah. Mendengar itu, bubarlah mereka yang berada di sekitarnya. Ia juga berkata: Jika kita kembali ke Madinah, niscaya orangorang yang mulia akan mengusir orang-orang yang hina (orang mukmin) dari situ. Maka, aku pun datang kepada Nabi untuk memberitahukan hal itu, lalu beliau mengirim utusan kepada Abdullah bin Ubay. Setelah itu, Allah menurunkan ayat yang membenarkan beliau:

 

“Apabila datang orang-orang munafik kepadamu….” (Q.S. Al-Munafiqun: 1)

 

Dalam kitab Sahih, disebutkan hadis Fatimah binti Oais dan perkataan Nabi kepadanya: “Mu’awiyah adalah seorang yang melarat, sedangkan Abu Jahm suka memukul.”

 

Sikap ketika adanya ghibah

 

Ketahuilah, sungguh patut bagi orang yang mendengar orang lain yang mengunjingkan orang muslim untuk menolak dan mencegah pelakunya. Apabila tidak bisa dengan lisan, dicegah dengan tangan. Jika tidak bisa dengan keduanya, hendaklah ia meninggalkan majelis.

 

Jika mendengar ghibah terhadap gurunya atau lainnya yang mempunyai kepentingan atasnya, atau seorang yang memiliki keutamaan dan kebaikan, maka lebih patut diperhatikan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abi Darda’, bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya, maka pada hari

kiamat, Allah menjauhkan api neraka dari wajahnya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Itban  berkata, bahwa Nabi berdiri hendak solat. Para sahabat bertanya: “Di mana Malik bin Dukhsyum?” Seorang laki-laki menjawab: “Itulah munafik yang tidak mencintai Allah dan RasulNya.” Mendengar itu, Nabi bersabda: “Janganlah engkau ucapkan itu. Tidakkah engkau lihat dia telah mengucapkan “La ilaaha Illallah”, sedangkan ia mengharapkan keridaan Allah dengan ucapan itu?” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Jabir bin Abdullah dan Abi Talhah, bahwa Rasulullah gg bersabda: “Barangsiapa membiarkan seorang muslim ketika kehormatannya diserang dan harga dirinya dijelekkan, maka Allah membiarkannya pada keadaan di mana ia mengharapkan pertolonganNya. Tidaklah seorang yang menolong orang muskm saat harga dirinya dijelekkan dan kehormatannya diserang, melainkan Allah menolongnya dalam keadaan di mana ia mengharapkan pertolonganNya.”

 

Abu Daud juga meriwayatkan dari Muadz bin Anas  bahwa Rasul bersabda:

 

“Barangsiapa melindungi orang mukmin dari orang munafik, maka Allah mengutus salah satu malaikat yang melindungi dagingnya dari api neraka pada hari tamat. Dan barangsiapa mencela orang muslim dengan maksud menjelekkannya, maka Allah menahannya di atas jembatan neraka, sehingga ta bebas dari yang dikatakannya.” Ghibah dalam hati

 

Ketahuilah, buruk sangka itu haram seperti pengucapannya. Sebagaimana diharamkan bagimu menceritakan kejelekan seseorang kepada orang lain. Diharamkan pula mengatakan kepada dirimu dengan hal itu dan berburuk sangka dengannya.

 

Allah berfirman:

 

” . Hindarlah dari banyaknya prasangka…” (Q.S. Al-Hujurat: 12)

 

Rasulullah bersabda:

 

”Hindarilah sangkaan, karena sangkaan itu adalah perkataan yang paling dusta.” (H.R. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah)

 

Yang dimaksud dengan hal itu ialah mengeluarkan dugaan dan membenarkannya serta menganggap buruk orang lain.

 

Jika bisikan dan suara hati seperti itu tidak lama, maka dimaafkan dengan kesepakatan para ulama. Karena tidak ada pilihan baginya dalam kejadiannya, dan tidak ada jalan baginya untuk membebaskannya.

 

Inilah yang dimaksud dalam hadis sahih, dari Rasulullah yang bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah memaafkan umatku atas apa yang dibisikkan oleh dirinya, sebelum diucapkan atau dilaksanakannya.”

 

Para ulama berpendapat: Sama saja, apakah bisikan hati itu merupakan ghibah, kekafiran atau lainnya. Barangsiapa terlintas di hatinya kekufuran, yang hanya berupa bisikan tanpa ada kesengajaan untuk mengeluarkannya, kemudian menyingkirkannya saat itu juga, maka ia bukan kafir dan tidak berdosa.

 

Telah dikemukakan dalam bab was-was, dalam hadis sahih, para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, seseorang di antara kami mendapati sesuatu yang penting untuk diucapkan.” Beliau bersabda: ”Itulah iman yang jelas.” Juga hadis lain yang mempunyai pengertian sama.

 

Sebab pemaafan adalah kesulitan menghindarkannya, sedangkan yang mungkin adalah menghindarkan kelangsungannya. Oleh karena itu, kelangsungan dan pembenarannya adalah haram.

 

Bagaimana pun timbulnya bisikan hati ini padamu, dengan membawa ghibah dan maksiat-maksiat lainnya, wajiblah engkau menolaknya dengan berpaling darinya dan menyebut berbagai takwil yang mengalihkannya dari pengertian lahirnya.

 

Berkata Imam Abu Hamid Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin: Andaikata timbul di hatimu sangkaan buruk, maka ia adalah was-was setan yang ditimpakan kepadamu. Patutlah engkau mendustakannya, karena ia adalah kefasikan yang paling jahat.

 

Allah  berfirman:

 

“Jika datang seorang fasik membawa berita, maka selidikilah, agar kamu ridak menimpa suatu kaum dengan kebodohan, sehingga kamu bisa menyesal atas apa yang telah kamu lakukan.” (Q.S. Al-Hujurat: 6)

 

Di antara tanda buruk sangka adalah berubahnya hatimu. Engkau pun berpaling darinya dan menganggapnya berat. Tidak lagi memperhatikan dan menghormatinya serta menganggapnya buruk. Karena setan itu adakalanya mendekatkan hati dengan khayalan yang terkecil kepada keburukan-keburukan manusia, dan menimbulkan kesan kepadanya kalau engkau orang yang pandai dan cerdas serta cepat bertindak.

 

Sesungguhnya orang mukmin itu melihat dengan cahaya Allah. Tepatnya, ia memberitahukan tipu daya setan dan kesesatannya. Walaupun engkau mendapat berita itu dari seorang yang adil, janganlah engkau membenarkannya dan jangan mendustakannya supaya engkau tidak berburuk sangka terhadap salah satu dari keduanya.

 

Betapa pun timbulnya bisikan di hatimu mengenai seorang muslim, usahakan engkau memperhatikan dan menghormatinya, karena hal itu membuat setan marah dan menyingkir darimu, sehingga ia tidak menimbulkan seperti itu lagi kepadamu, karena takut pada kesibukanmu mendoakan orang itu.

 

Serinci apapun yang engkau ketahui tentang kesalahan seorang muslim dengan alasan yang tidak meragukan, namun nasihatilah dia secara rahasia dan jangan sampai setan menipumu, sehingga menyebabkan engkau menggunjingnya. Apabila engkau menasihatinya, janganlah engkau melakukannya dengan senang karena mengetahui kekurangannya, sehingga ia memandangmu penuh kekaguman dan engkau memandangnya dengan pandangan merendahkan.

 

Berniatlah untuk membebaskannya dari dosa. Seperti engkau sedih terhadap dirimu ketika mengalami kekurangan. Harus kau yakinkan, tanpa nasihatmu lebih engkau sukai daripada pembebasannya dengan nasihatmu. Ini adalah perkataan Al-Ghazali.

 

Telah saya kemukakan bahwa wajib untuk menghentikan buruk sangka jika timbul pada dirinya. Tidak dilakukannya jika tidak terdapat alasan hukum yang mendorongnya kepada pemikiran itu.

 

Apabila terdapat kepentingan itu, bolehlah memikirkan kekurangan orang dan memperingatkannya. Seperti halnya kritik terhadap saksi-saksi, perawi dan lain-lain yang telah kami sebutkan dalam bab mengenai g/ibah yang dibolehkan. Tebusan ghibah dan tobat darinya Ketahuilah, siapa yang melakukan maksiat, haruslah ia segera bertobat. Tobat itu termasuk hak Allah H yang disyaratkan di dalamnya tiga hal: Berhenti dari maksiat saat itu juga, menyesal perbuatannya, dan bertekad untuk tidak mengulangi perbuatan itu.

 

Tiga perkara ini merupakan syarat yang harus dipenuhi. Dan yang keempat adalah mengembalikan hak kepada pemiliknya, atau meminta maaf dan minta dibebaskan darinya. Wajib atas penggunjing untuk bertobat dengan keempat perkara ini. Karena ghibah adalah hak manusia yang harus dimintakan penghalalannya dari orang yang digunjingkan.

 

Apakah cukup baginya dengan mengatakan: Aku telah menggunjingkanmu, maka halalkanlah aku? Ataukah ia harus menjelaskan apa yang digunjingkannya?

 

Terdapat dua pendapat dari para sahabat Imam Syafi’i.

 

Pertama, disyaratkan penjelasannya. Apabila dibebaskan tanpa menjelaskannya, hukumnya tidak sah. Seperti apabila ia dibebaskan dari suatu harta yang tidak diketahui.

 

Kedua, tidak disyaratkan. Karena termasuk perkara yang dimaafkan, maka tidak disyaratkan mengetahuinya. Berlainan dengan harta.

 

Yang pertama lebih unggul. Karena manusia itu adakalanya memberi maaf atas ghibah yang satu tanpa ghibah yang lain.

 

Apabila orang yang digunjingkan itu sudah mati atau tidak hadir, maka terhalanglah pembebasan darinya. Akan tetapi, para ulama berkata: Patutlah ia memperbanyak isrighfar dan mendoakan baginya serta memperbanyak amalan-amalan baik.

 

Ketahuilah, sesungguhnya dianjurkan bagi orang yang digunjingkan Untuk memaafkannya dari ghibah itu dan tidak wajib hal itu atas dirinya, karena hal itu adalah pemberian dan pengguQur’an hak, maka terserah kepada pilihannya. Akan tetapi, sangat dianjurkan baginya untuk memaafkannya, agar ia bisa menyelamatkan saudaranya yang muslim dari kebinasaan akibat maksiat ini. Ia pun mendapat pahala Allah yang besar dalam pemaafan dan kecintaan kepadanya.

 

Allah berfirman:

 

”Dan orang-orang yang menahan marah dan suka memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah pun mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ali Imran: 134)

 

Cara untuk menyadarkan dirinya adalah dengan mengingatkan kalau perkara ini telah terjadi dan tidak ada jalan untuk menghilangkannya. Dari itu, patut disayangkan kalau kehilangan pahalanya dan kehilangan kesempatan untuk membebaskan saudaranya yang muslim. Firman Allah :

 

”Barangsiapa bersabar dan suka memaafkan, sesungguhnya hal itu termasuk perbuatan yang bijaksana.” (Q.S. Asy-Syura: 43)

 

Allah juga berfirman:

 

”Maafkanlah….” (Q.S. Al-Araf: 199)

 

Dalam hadis sahih, Rasulullah bersabda:

 

” Allah selalu menolong hambaNya, selama hambaNya menolong saudaranya.”

 

Jmam Syafi’i berkata: “Barangsiapa minta diridoi, sedangkan ia tidak mau meridoi, maka ia adalah setan.”

 

Kaum salaf pun bersyair:

 

Dikatakan kepadaku, si Fulan telah memburukkanmu. Dan tetapnya manusia di atas kehinaan adalah jelek. Kukatakan, ia telah datang padaku dan minta maaf. Tebusan dosa pada kami adalah meminta maaf.

Pendapat yang kami sebutkan ini merupakan dorongan untuk memaafkan. Said Ibn Al-Musayyib berkata: ” Aku tidak menghalalkan orang yang menyakiti aku.” Ibnu Sirin juga berkata: “Aku tidak mengharamkannya atas seseorang, apalagi menghalalkannya. Karena Allah H telah mengharamkan ghibah dan saya tidak akan menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah selamanya.”

 

Pendapat itu lemah dan salah. Orang yang memaafkan tidak berarti menghalalkan yang haram, melainkan ia menggugurkan hak yang ditetapkan baginya.

 

Berbagai nash dalam Al-Quran dan As-Sunnah telah nyata mengenai anjuran memberi maaf dan pengguQur’an hak-hak yang khusus pada orang yang menggugurkan. Atau bisa diartikan perkataan Ibnu Sirin dengan: Saya tidak menghalalkan orang menggunjingkan diriku, selamanya. Ini adalah yang benar.

 

Andaikata manusia mengatakan: “Kubolehkan kehormatanku dibalikkan bagi orang yang menggunjingkan diriku. Tidaklah berarti perbuatan itu menjadi mubah, akan tetapi diharamkan atas setiap orang melakukannya, sebagaimana diharamkan menggunjingkan orang lain.

 

Adapun hadis yang berbunyi: “Tidak mampukah salah seorang di antara kalian berbuat seperti Abi Dhamdham, yang apabila keluar dari rumahnya, ia mengatakan: “Kusedekahkan kehormatan diriku kepada orang-orang.”

 

Pengertiannya adalah: Aku tidak menuntut orang yang menyakiti diriku, baik di dunia maupun di akhirat. Ini bermanfaat dalam pengguQur’an tuntutan yang terjadi sebelum memaafkannya. Yang terjadi sesudahnya, haruslah ada pemaafan yang baru.

 

Namimah

 

Telah kami sebutkan dalil-dalil pengharaman dan ancaman terhadapnya. Telah kami jelaskan pula hakikatnya, walaupun secara ringkas. Dalam bab ini, akan kami tambahkan keterangannya.

 

Imam Abu Hamid Al-Ghazali berkata: Namimah, umumnya diartikan bagi orang yang suka menyampaikan pembicaraan seseorang kepada orang yang dibicarakannya. Seperti perkataan: Si Fulan mengatakan kamu begini.

 

Namimah tidak hanya begitu. Batasannya adalah, mengungkapkan sesuatu yang tidak disukai pengucapannya, baik hal itu tidak disukai oleh orang yang mengucapkan perkataan itu atau orang yang menerima pembicaraannya.

 

Pengungkapan itu bisa dengan perkataan, tulisan, lambang, isyarat, dan yang sejenis. Sama saja: Apakah hal itu merupakan keburukan atau lainnya. Hakikat namimah adalah, penyebaran rahasia dan pembukaan rahasia sesuatu yang tidak disukai pengungkapannya.

 

Patutlah manusia itu mendiamkan segala keadaan manusia yang dilihatnya. Kecuali apabila terdapat faedah ketika menceritakannya, atau menolak maksiat. Apabila manusia melihat seseorang yang menyembunyikan hartanya, lalu orang itu menyebutnya, maka itu adalah nami.ah.

 

Al-Ghazali berkata: Barangsiapa yang disampaikan mamimah kepadanya dan dikatakan: Si Fulan mengatakan kamu begini, maka haruslah ia menjalankan enam perkara:

 

  1. Tidak mempercayainya. Karena pelaku namimah adalah orang fasik dan ditolak beritanya.

 

  1. Melarangnya dari perbuatan itu, menasihatinya serta menjelekkan perbuatannya.

 

  1. Membencinya karena Allah Sebab, perbuatan itu dibenci oleh Allah dan kebencian karenaNya adalah wajib.

 

  1. Tidak berburuk sangka kepada orang yang disampaikan pembicaraannya. Berdasarkan firman Allah :

”…Jauhilah kebanyakan sangka-sangka….” (Q.S. Al-Hujurat: 12).

 

  1. Pembicaraan yang disampaikan itu tidak menyebabkan engkau memata-matai dan menyelidiki kebenarannya. Allah &berfirman: ‘ “Janganlah kamu mencari aib orang.” (Q.S. Al-Hujurat: 12).

 

  1. Tidak menyenangi bagi dirinya apa yang dilarang bagi pelaku namimah,ia pun tidak menceritakan ramuimahnya.

 

Diceritakan, seorang laki-laki menyebutkan perbuatan orang lain kepada Umar bin Abdul Aziz. Maka, berkatalah Umar: ”Jika engkau kehendaki, kami selidiki urusanmu. Apabila engkau berdusta, maka engkau termasuk dalam ayat ini: Jika datang seorang fasik kepadamu membawa berita, maka selidikilah….” (Q.S. Al-Hujurat: 6).

 

Jika engkau berkata benar, maka engkau termasuk yang disebut dalam ayat ini: “Suka mencela dan berjalan mengadu domba.” (Q.S. Al-Oalam: 11).

 

Dan jika engkau kehendaki, kami maafkan.” Orang itu berkata: Maafkanlah wahai Amirul Mukminin. Saya tidak akan berbuat itu lagi, selamanya.

 

Seorang laki-laki menulis surat kepada Shahih bin Ibad untuk mengajaknya mengambil harta seorang anak yatim yang berjumlah banyak. Maka, dibalaslah suratnya: “Namimah itu jelek, walaupun benar adanya, Mayit itu dikasihi Allah, dan anak yatim itu dilindungi Allah.

 

Harta itu diperbanyak oleh Allah, sedang pelaku namimah itu dikutuk olehnya.” Larangan menyampaikan pembicaraan”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasul bersabda:

 

” Janganlah seseorang dari para sahabatku menyampaikan sesuatu tentang seseorang, karena aku ingin menemuimu dengan hati yang bersih.”

 

Larangan menyerang nasab

 

Allah berfirman:

 

“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati itu masing-masing akan ditanya (tentang perbuatannya).” (Q.S. Al-Isra: 36)

 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Dua hal pada diri manusia yang bisa menimbulkan kekafiran pada mereka: menyerang nasab dan meratapi mayit.”

 

Larangan membanggakan diri

 

Allah berfirman:

 

”.Janganlah menganggap dirimu suci. Dia (Allah) lebih mengetahui sapa yang bertakwa.” (QS. An-Najm: 32)

 

Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud, dari sahabat Iyadh bin Himam, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah  mewahyukan kepadaku agar kamu merendahkan diri, sehingga yang satu tidak berbuat amaya terhadap yang lain dan tidak pula yang satu membanggakan diri atas yang lain.”

 

Larangan menampakkan kebencian terhadap orang Muslim

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Watsilah Ibn Al-Asga’, bahwa Rasul bersabda:

 

“Janganlah engkau menampakkan kebencian terhadap saudaramu, Sehingga Allah mengasihinya dan menimpakan bencana kepadamu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis Hasan.

 

Allah menyatakan:

 

“Orang-orang yang mencela orang yang berbuat baik di antara orangorang beriman, tentang sedekah. Dan orang-orang yang rada memperoleh selain tenaganya, lalu mereka memperolok-olokkan orang-orang yang bersedekah itu. Allah memperolok-olokkan mereka pula dan untuk mereka siksaan yang pedih.” (Q.S. At-Taubah: 79)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kaum laki-laki menghinakan laki-laki (yang lain), karena boleh jadi kaum yang dihinakan itu lebih baik dari kaum yang menghinakan, dan jangan pula kaum perempuan (menghinakan) kaum perempuan (yang lain), karena boleh jadi perempuan yang dihinakan itu, lebih baik dari perempuan yang menghinakan. Janganlah kamu mencela sesama kamu dan jangan pula panggilmemanggil dengan gelaran (yang tidak baik)…” (Q.S. Al-Hujurat: 11)

 

Dalam surat Al-Humazah, pada ayat 1, Allah menegaskan: “Gelakalah (azablah) untuk tiap-tiap orang pengumpat dan pencela.”

 

Banyak hadis yang menyebutkan haramnya perbuatan ini. Di antaranya hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Janganlah saling menghasut dan jangan saling bertengkar. Jangan saling membenci dan jangan saling menjauhi. Janganlah salah seorang di antara kahan menjual barang di atas jual beli oleh orang lam, dan Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Orang muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Janganlah menganiaya, menelantarkan dan menghinanya. Ketakwaan itu di sini (menunjuk ke dadanya tiga kali). Cukuplah kejahatan orang muslim yang menghina saudaranya sesama muslim. Setiap orang muslim atas muslim lainnya, haram darahnya, hartanya dan kehormatannya.” (H.R. Muslim, dari Abu Hurairah)

 

Dalam riwayat Muslim, dari Ibnu Mas’ud, Rasul menyatakan:

 

“Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan, walaupun sedikit. Seorang laki-laki berkata: Sesungguhnya manusia itu ingin memakai baju dan sandal yang bagus. Beliau bersabda: Sesungguhnya Allah itu bagus dan menyukai kebagusan. Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan menghina orang.”

 

Kesaksian palsu

 

Allah berfirman:

 

”..Dan jauhilah perkataan bohong.” (Q.S. AlHajj: 30)

 

Difirmankan juga dalam surat Al-Isra’, ayat 36: “Janganlah engkau ikuti apa yang tidak engkau ketahut. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, Semua itu akan ditanya (tentang perbuatannya).”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Bakrah Nafi Ibn AlHarits, bahwa Rasul  bersabda: “Maukah kuberitahukan kepada kalian tentang dosa terbesar (diulangi sampai tiga kali)? Kami menjawab:”Tentu saja, ya Rasulullah.” Rasulullah # menyatakan: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Setelah bersandar, lalu ia duduk dan bersabda: “Juga perkataan bohong dan kesaksian palsu.” Beliau terus mengulanginya hingga kami menyebut (dalam hati), mudah-mudahan beliau diam.”

 

Larangan mengungkit pemberian

 

Allah berfirman:

 

”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu batalkan sedekahmu dengan mencerca dan menyakiti…” (Q.S. Al-Baqarah: 264)

 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abi Dzarr bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat. Dia tidak melihat dan tidak menyucikan mereka. Mereka pun mendapat siksaan yang pedih. Rasulullah mengucapkannya tiga kali. Abu Dzarr bertanya kepada beliau: Sia-sia dan rugilah mereka, siapakah mereka itu, ya Rasulullah? Beliau menjawab: Orang yang menyeret bajunya yang panjang sambil berjalan dengan congkak, orang yang suka mengungkit pemberian dan orang yang menjual barangnya dengan sumpah palsu.”

 

Larangan mengutuk

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Tsabit bin Dahhak bahwa Rasullah bersabda:

 

“Mengutuk orang mukmin itu seperti membunuhnya.”

 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidak patut seorang yang benar itu suka mengutuk.”

 

Dalam sabda yang lain, Rasulullah menyatakan: “Orang-orang yang suka mengutuk itu tidak bisa menjadi penolong dan saksi pada hari kiamat.” (H.R. Muslim, dari Abi Darda’ 2)

 

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Samurah bin Jundub bahwa Rasul memperingatkan:

 

“Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah dan jangan pula dengan kemurkaanNya dan api neraka.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi menyebutkan:

 

“Bukanlah seorang mukmin itu yang suka mencaci dan suka mengutuk, suka berkata kotor dan berkata buruk.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dalam sabda yang lain, dijelaskan oleh beliau:

 

“Apabila manusia mengutuk sesuatu, naiklah kutukan itu ke langit, lalu ditutuplah pintu-pintu langit di depannya. Kemudian ta turun ke bumi, lalu ditutuplah pintu-pintu di bawahnya. Kemudian ia melihat ke kanan dan kiri. Apabila ia tidak mendapat jalan, kembalilah ia kepada orang yang dikutuk, jika ia patut mendapatkannya. Kalau tidak, maka kembahlah kutukan itu kepada yang mengeluarkannya.” (H.R. Abu Daud, dari Abi Darda’)

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Ibnu Abbas bahwa Rasul juga bersabda:

 

“Barangsiapa mengutuk sesuatu tidak pada tempatnya, kembalilah kutukan itu kepadanya.”

 

Imran bin Hushain berkata: Ketika Rasulullah sedang bepergian, terdengar seorang wanita Anshar merasa kesal terhadap untanya, lalu mengutuknya. Maka, bersabdalah beliau: “Ambillah segala yang ada di atas unta itu dan biarkanlah dia, karena sesungguhnya unta itu terkutuk.” Imran berkata: Seakan-akan saya melihat unta itu sekarang berkeliaran tanpa ada yang merawatnya. (H.R. Muslim)

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai Islamnya Hushain, bapak Imran, dan persahabatannya dengan Rasulullah. Yang sahih adalah dia Islam dan bersahabat dengan Rasulullah. Oleh karena itu saya sebutkan.

 

Mengutuk pelaku maksiat

 

Banyak sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang hal ini, di antaranya: ”Allah mengutuk penyambung rambut dan orang yang minta disambungkan rambutnya.” “Allah mengutuk pemakan riba.” ”Allah mengutuk pemahat patung.” “Allah mengutuk pencuri perisai (penutup) kepala.”

 

Beliau juga bersabda: Ya Allah, kutuklah suku Ri’il dan Zakwan serta Ushayyah, mereka telah menentang Allah dan RasulNya. Ketiganya adalah suku Arab.

 

Dalam sabda yang lain, beliau menyatakan: “Allah mengutuk kaum Yahudi. Mereka diharamkan makan gajih, ternyata mereka menjualnya.”

 

Nabi menjelaskan “Allah telah mengutuk kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka telah menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai tempat solat.”

 

Dalam sabda yang lain, dinyatakan: “Allah mengutuk orang lelaki yang meniru perempuan dan orang perempuan yang meniru laki-laki.”

 

Jabir menyatakan bahwa Nabi melihat seekor keledai yang telah dicap dengan besi panas di wajahnya. Maka bersabdalah beliau: “AWah mengutuk orang yang telah mencapnya.” (H.R. Muslim)

 

Ibnu Umar melewati pemuda-pemuda Ouraisy yang telah mengikat seekor burung dan dilemparinya. Maka berkatalah beliau: “Allah mengutuk siapa yang melakukan ini.” Sungguh Rasul telah bersabda: “Allah mengutuk siapa yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran (untuk disakani)” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Ketahuilah, bahwa mengutuk orang muslim adalah haram dengan kesepakatan kaum muslimin. Dibolehkan mengutuk yang memiliki sifat tercela, seperti perkataan: Semoga Allah mengutuk orang-orang yang berbuat aniaya, semoga Allah mengutuk orang-orang kafir, semoga Allah mengutuk orang-orang Yahudi dan Nasrani, semoga Allah mengutuk orang-orang fasik, semoga Allah mengutuk para pemahat patung.

 

Adapun mengutuk seseorang yang memiliki sifat tertentu, seperti orang Yahudi, Nasrani, orang yang kejam, pelaku zina, pemahat patung, pencuri atau pemakan riba, maka keberadaan hadis-hadis itu menunjukkan ketidakharamannya.

 

Al-Ghazali menyebutkan pengharamannya, kecuali pada orang yang kita ketahui bahwa ia mati kafir, seperti: Abu Lahab, Abu Jahal, Firaun, Haman dan yang seperti mereka. Ia berkata: Karena kutukan itu menjauhkan dari rahmat Allah dan kita tidak tahu bagaimana kesudahan dari si fasik atau si kafir ini.

 

Adapun orang-orang yang dikutuk Rasulullah  secara tertentu, maka boleh dianggap bahwa Rasulullah  mengetahui kematian mereka dalam kekafiran.

 

Mendekati laknat adalah mendoakan buruk atas orang lain. Bahkan mendoakan orang yang berbuat aniaya, seperti perkataan: Semoga Allah tidak menyehatkan tubuhmu dan semoga Allah tidak menyelamatkannya dan semacamnya. Semua itu adalah tercela. Sama tercelanya ketika mengutuk semua binatang dan benda mati.

 

Anas ap berkata bahwa Nabi  melihat seorang laki-laki menggiring unta yang digemukkan. Maka, beliau bersabda: “Naikilah dia.” Orang itu berkata:”Ia adalah unta yang gemuk.” Diulangi oleh beliau: ”Naikilah dia.” Orang itu berkata: ”Ia adalah unta gemuk.” Beliau bersabda untuk ketiga kalinya: ”Naikilah dia, celakalah engkau.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Abi Said Al-Khudri  berkata: “Ketika kami sedang berada bersama Rasulullah beliau sedang membagi rampasan perang. Datang kepadanya Dzul Khuwaisharah, seorang laki-laki dari Bani Tamim. la berkata: “Ya Rasulullah, berbuatlah adil.” Rasulullah  menjawab: “Celakalah engkau. Siapa pula yang berbuat adil jika aku tidak melakukannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Adiy bin Hatim menyatakan, bahwa seorang laki-laki berkhutbah di dekat Rasulullah. Orang itu berkata: “Barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, ia telah menempuh jalan yang benar. Dan barangsiapa durhaka kepada’keduanya, maka ia telah sesat.” Bersabdalah Rasulullah : “Sungguh khatib yang buruk engkau ini.” Katakanlah: “Barangsiapa durhaka kepada Allah dan RasulNya.” (H.R. Muslim)

 

Jabir bin Abdillah ak berkata, bahwa seorang budak Al-Hatib datang kepada Rasulullah. Ia mengeluh tentang majikannya: ”Ya Rasulullah, biarlah si Hatib masuk neraka.” Rasulullah  menjawab: “Engkau berdusta. Ia tidak akan masuk neraka, karena ia ikut dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.” (H.R. Muslim)

 

Larangan membentak kaum lemah Allah  berfirman:

 

“Adapun anak yatim, janganlah dianiaya, dan peminta-minta, janganlah dibentak.” (Q.S. Adh-Dhuha: 9-10)

 

Firman yang lain:

 

“Janganlah engkau usir orang-orang yang menyembah kepada Tuhannya pada pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan Allah.” (Q.S. Al-An’am: 52)

 

Dalam surat Al-Kahfi, ayat 28, Allah berfirman: ”Sabarkanlah hatimu bersama orang-orang yang menyembah Tuhannya pada pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan Allah dan janganlah engkau palingkan pandanganmu dari mereka.” Allah juga berfirman: ” Rendahkanlah sayapmu (janganlah sombong) terhadap kaum mukminin.” (Q.S. Al-Hijr: 88)

 

A’idz bin Amru berkata, bahwa Abu Sufyan datang kepada Salman dan Suhaib serta Bilal dalam satu rombongan. Kemudian mereka berkata: ”Pedang-pedang Allah tidak mendapatkan sasarannya pada leher musuh Allah.” Maka, berkatalah Abubakar: “Apakah kamu mengatakannya kepada orang tua Ouraisy dan pemimpin mereka?” Lalu ia menemui Nabi dan memberitahukannya. Beliau pun bersabda: “Hai Abubakar, barang kali engkau telah membuat mereka marah? Andaikata engkau telah membuat mereka marah, maka engkau telah membuat marah Tuhanmu.” Kemudian pergilah Abubakar kepada mereka seraya berkata: ”Hai saudara-saudaraku, apakah aku telah membuat marah kalian?” Mereka menjawab: ”Tidak.” (H.R. Muslim)

 

Berbagai penggunaan sebutan dan ucapan Sebutan kafir

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Sahal bin Hunaif dan

 

Aisyah bahwa Nabi bersabda:

 

“Janganlah seseorang di antara kamu mengatakan: ‘ Diriku jaha?. Akan tetapi, katakanlah: “Diriku sempi?.”

 

Diharamkan mengatakan: Jika saya berbuat begini, maka saya menjadi orang Yahudi atau Nasrani, atau keluar dari Islam, dan lainnya.

 

Apabila ia mengatakan itu dengan menghendaki hakikat pengaitan keluarnya dari Islam, maka ia menjadi kafir saat itu juga, dan berlakulah atasnya hukum-hukum orang murtad. Apabila ia tidak menghendaki itu, tidaklah menjadi kafir, akan tetapi ia telah melakukan sesuatu yang diharamkan. Maka, wajiblah ia bertobat, yaitu dengan berhenti dari maksiat seketika itu dan menyesali perbuatannya serta bertekad untuk tidak mengulanginya selamanya. Wajib mohon ampun kepada Allah dan mengucapkan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila seseorang berkata kepada saudaranya: “Ya kafir”, maka salah satu dari keduanya akan mendapatkannya. Apabila sesuai dengan apa yang diucapkannya, maka berlakulah. Kalau ndak, ucapan itu akan kembali kepadanya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzar  bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa mendoakan seseorang dengan kekafiran atau mengatakan ia sebagai musuh Allah, padahal tidak seperti itu, maka kembahlah ucapan itu kepadanya.”

 

Andaikata seorang muslim mengutuk muslim lainnya dengan perkataan: Ya Allah, rampaslah iman darinya. Ia pun mendurhaka dengan ucapan itu, apakah ia dikafirkan hanya dengan doa ini? Pendapat yang paling benar adalah tidak dikafirkan. Huyjah bagi pendapat ini adalah firman Allah  yang memberitahukan tentang Musa :

 

“Wahai Tuhan kami, binasakanlah harta mereka dan keraskanlah hari mereka, sehingga mereka tidak beriman.” (Q.S. Yunus: 88)

 

Andaikata orang-orang kafir memaksa seorang muslim mengucapkan kata kufur sedang hatinya tetap beriman, tidaklah ia dikafirkan dengan nash Al-Quran dan ymak kaum muslimin.

 

Ada lima pendapat mengenai pengucapan kata kufur untuk melindungi dari pembunuhan. Pertama, lebih baik bersabar untuk dibunuh dan tidak mengucapkan kata kufur. Berbagai dalil untuk menguatkan pendapat ini adalah dari hadis-hadis sahih dan perbuatan para sahabat.

 

Kedua, lebih baik mengucapkan kata kufur untuk melindungi dirinya dari pembunuhan.

 

Ketiga, apabila kehidupannya membawa muas/ahat bagi kaum muslimin, dengan mengharapkan pembalasan terhadap musuh atau menjalankan hukum-hukum syariat, maka lebih baik mengucapkannya. Jika tidak demikian, maka lebih baik bersabar.

 

Keempat, jika ia termasuk ulama dan semacamnya yang merupakan panutan masyarakat, maka lebih baik bersabar, agar orang-orang awam tidak terpedaya dengannya.

 

Kelima, wajib atasnya untuk mengucapkannya berdasarkan firman Allah dalam surat Al-Baqarah, ayat 195: ”..Janganlah kamu jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan.” Pendapat ini lemah sekali.

 

Andaikata orang muslim memaksa orang kafir, hingga ia mengucapkan dua kalimat syahadat, jika ia seorang harby (yang memerangi orang Islam), sahlah Islamnya, karena itu adalah paksaan yang benar.

 

Apabila ia seorang Zimmi (ahli kitab dalam naungan pemerintah Islam), maka ia tidak menjadi seorang muslim, karena kita tidak boleh mengganggunya. Jadi paksaan terhadapnya adalah tanpa hak. Ada pendapat lemah yang menyatakan bahwa ia menjadi muslim, karena disuruh berbuat kebenaran.

 

  1. Sebutan Khalifatullah

Bagi seseorang yang menjalankan urusan kaum muslimin, lebih tepat untuk mendapat julukan Khalifah Rasulullah dan Amirw Mukminin, bukan Khahifatullah. Diriwayatkan dalam Syarhu Sunnah oleh Imam Abi Muhammad Al-Baghawi ia berkata: Dibolehkan pemimpin yang mengurusi kaum muslimin dinamakan Amirul Mukminin dan Al-Khalifah, meskipun ia bertentangan dengan peri kehidupan imam-imam yang adil. Penyebutan itu karena ia mengurusi kepentingan kaum mukminin. Ia dinamakan Khalifah, karena ia menggantikan kedudukan pemimpin yang lalu.

 

Seseorang tidak dinamakan Kharifarullah sesudah Adam dan Daud Allah berfirman: ”…Sesungguhnya Aku jadikan di bumi ini seorang Khalifah (wakil)….” (Q.S. Al-Baqarah: 30)

 

Dalam firman yang lain: “Hai Daud, sesungguhnya Kami jadikan engkau Khalifah di muka bumi…” (Q.S. Shaad: 26)

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Mulaikah, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Abu Bakar Shiddiq:” Ya Khalifatullah.” Beliau menjawab: ”Aku adalah Khalifah Muhammad dan aku rida dengan sebutan itu.”

 

Seorang laki-laki berkata kepada Umar bin Abdul Aziz : “Ya Khalifarullah.” Beliau menjawab: ”Celakalah engkau. Dirimu telah menjangkau (memanggil) dengan jangkauan (panggilan) yang jauh. Sesungguhnya ibuku menamakan aku Umar. Seandainya engkau memanggilku dengan nama ini, niscaya kuterima. Kemudian aku menjadi tua dan dijuluki Abu Hafshin. Seandainya engkau memanggilku dengan sebutan itu, tentu kuterima. Kemudian kalian mengangkat diriku untuk mengurusi kalian. Maka, kalian sebut aku Amirul Mukminin. Seandainya aku dipanggil dengan sebutan itu, cukuplah bagimu.”

 

Al-Imam Al-Gadhi Abu Hasan Al-Mawardi Al-Bashri AsSyafii dalam kitabnya Al-Ahtam Ash-Sulthanryyah, mengatakan: “Imam itu dinamakan Khalifah, karena ia menggantikan Rasulullah dalam mengurusi umatnya.” Boleh dikatakan Al-Khalifah dan boleh dikatakan Khalifah Rasulullah.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai sebutan Kharifatullah. Sebagian membolehkan, karena ia melaksanakan hak-hak Allah dan makhlukNya. Hal ini didasarkan pada firman Allah: “Dia yang menjadikan kamu Khalifah (penguasa) di muka bumi…” (Q.S. Fathir: 39)

 

Jumhur ulama menolak hal itu dan menganggap orang yang mengatakannya sebagai fajir (berdosa). Inilah perkataan Al-Mawardi.

 

Yang pertama kali dinamakan Amirul Mukminin adalah Umar bin Khattab. Tidak ada perselisihan mengenai hal itu di kalangan ilmuan. Adapun dugaan sementara kalau sebutan itu terdapat pada Musailamah, maka hal itu merupakan kesalahan dan kebodohan yang bertentangan dengan kesepakatan ulama.

 

Imam Hafidh Ibnu Abdil Barr menyebutkan dalam kitabnya Al-Isti’ab, mengenai nama-nama sahabat. Ia menjelaskan bahwa disebutnya Umar dengan Amirul Mukminin adalah yang pertama kali. Dan Abubakar disebut Khalifah Rasulullah .

 

3, Sebutan Raja dari segala raja

Sangat diharamkan untuk menamakan raja atau makhluk lainnya dengan Sahan Sah, karena maknanya ialah Raja dari segala raja. Tidak boleh disifatkan demikian, selain Allah.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya nama terendah di sisi Allah ialah orang yang memakai nama Raja dari segala raja.”

 

  1. Sebutan As-Sayid

Ketahuilah, bahwa As-Sayid itu ditetapkan atas orang yang mengungguli kaumnya dan paling tinggi pangkatnya di antara mereka, ditetapkan atas pemimpin dan orang yang mulia, ditetapkan bagi orang yang sabar, ditetapkan atas orang yang pemurah dan atas majikan dan suami.

 

Banyak hadis yang menetapkan sebutan Sayid bagi orang yang memiliki keutamaan. Di antaranya dalam Sahih Bukhari, dari Abi Bakrah bahwa Nabi menaikkan Al-Hasan bin Ali di mimbar seraya bersabda:

 

“Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin. Dan kiranya Allah mendamaikan dengannya antar dua golongan muslimin.”

 

Dalam Sahih Bukhari dan Muslim, Abi Said Al-Khudri  meriwayatkan, bahwa Rasulullah berkata kepada orang Anshar ketika datang Saad bin Muadz: Berdirilah kalian untuk menyambut pemimpinmu.

 

Diriwayatkan oleh Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Saad bin Ubadah bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mendapati istrinya sedang berduaan dengan laki-laki lain?” Mala, beliau bersabda: ” Lihatlah apa yang dikatakan pemimpinmu.”

 

Mengenai larangan mengucapkan kepada golongan tertentu, diriwayatkan dengan isnad jayyid (baik) dalam Sunan Abu Daud, dari Buraidah  bahwa Rasul bersabda:

 

“Janganlah memanggil ”Sayid” (pemimpin) kepada orang munafik. Apabila ia menjadi pemimpin, maka kamu telah membuat marah Tuhanmu, Allah.”

 

Dengan dalil-dalil ini, berarti dibolehkan memanggil si Fulan dengan Sayid dan ya Sayid atau semacamnya, apabila yang dipertuan itu seorang yang mulia dan baik, bisa dengan ilmu, kebaikan budi atau selain itu. Apabila ia seorang yang fasik atau tertuduh dalam agamanya atau semacam itu, tidaklah dibenarkan baginya dengan panggilan Sayid. Lihat, riwayat dari Imam Abu Sulaiman Al-Khattabi dalam kitab Ma’alim AsSunan, mengenai percampuran antara keduanya.

 

  1. Dua pernyataan lain yang tidak dibolehkan

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Jabir  bahwa Rasulullah menemui Ummu Sa’ib atau Ummil Musayyib dan bertanya: “Kenapa engkau gemetar, hai Ummu Sa’ib?” Ja menjawab: “Penyakit demam. Semoga Allah  tidak memberi berkah padanya.” Beliau bersabda: “Janganlah engkau mencacinya, karena ia bisa menghilangkan dosa-dosa anak Adam seperti hembusan menghilangkan kotoran besi.”

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud meriwayatkan dari Zaid bin Khalid Al-Juhani bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Janganlah kamu memaki ayam jantan, karena ia membangunkan orang untuk solat.”

 

  1. Doa yang diharamkan

Diharamkan meminta ampunan dan semacamnya bagi siapa yang mati kafir. Firman Allah :

 

“Tidaklah patut bagi nabi dan orang-orang yang beriman memohon ampun bagi kaum musyrikin, meskipun mereka adalah sanak kerabat sesudah jelas bagi mereka, bahwa orang musyrik itu penghuni neraka.” (Q.S. At-Taubah: 113)

 

  1. Makian yang dilarang

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

”Memaki orang muslim itu adalah perbuatan dosa.”

 

Di antara kata-kata yang tercela dan biasa dipakai adalah ucapan kepada orang yang memusuhinya: hai keledai, hai bandot, hai anjing, dan sebagainya. Penyebutan seperti itu adalah jelek, berdasarkan dua alasan:

 

Pertama adalah dusta dan yang kedua adalah mengganggu. Berbeda dengan perkataan: Hai kejam dan semacamnya. Ucapan seperti itu bisa dimaklumi, karena keadaan darurat di waktu permusuhan, dan biasanya benar.

 

  1. Saat dilarangnya bisikan

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud  bahwa Rasul bersabda:

 

“Bila di antara kamu ada tiga orang, maka janganlah dua orang saling berbisik di hadapan lainnya, sehingga kamu bergaul dengan orang-orang. Sungguh perbuatan itu menyedihkannya.”

 

“Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar bahwa-Rasulullah bersabda: Apabila ada tiga orang, maka janganlah yang dua saling berbisik tanpa yang ketiga. Dalam Sunan Abu Daud dan Abu Shalih, perawinya menambahkan: Kutanyakan kepada Ibnu Umar: “Bagaimana kalau empat orang?” Ia menjawab: “Tidaklah mengganggumu.”

 

  1. Gambaran yang dilarang

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud  bahwa Rasul bersabda:

 

“Janganlah seorang perempuan bergaul dengan perempuan lain, lalu ia menggambarkan kepada suaminya, seakan-akan ia melihat kepadanya.”

 

  1. Serpihan ucapan lain
  2. Tidaklah disukai mengucapkan dalam doa: Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau kehendaki, atau jika Engkau ingini. Dari itu, hendaklah dipastikan permintaannya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah  bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Janganlah seseorang di antara kamu mengucapkan: Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau kehendaki. Ya Allah, kasihanilah aku jika Engkau kehendaki. Hendaklah ia memastikan permintaannya, karena tidak ada yang bisa memaksaNya.”

 

Dalam suatu riwayat, ditambahkan oleh Muslim:

 

“Akan tetapi, hendaklah ia memastikan dan membesarkan keinginannya. Sesungguhnya sesuatu yang diberikan Allah tidaklah terlalu besar bagiNya.”

 

  1. Tidaklah disukai bersumpah dengan selain nama Allah dan sifatsifatNya. Sama saja dalam hal itu Nabi , Kakbah, malaikat, amanat, kehidupan, ruh dan lain-lain. Di antara yang paling tidak disukai ialah bersumpah demi amanat.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar  bahwa Nabi  bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah melarang kamu bersumpah demi bapak-bapakmu. Barangsiapa bersumpah, hendaklah ia bersumpah demi Allah, atau tetaplah diam.”

 

Ancaman yang keras mengenai larangan bersumpah demi amanat, telah disebutkan dalam Sunan Abu Daud dengan isnad sahih, dari Buraidah bahwa Rasul menyatakan:

 

“Barangsiapa bersumpah demi amanat, maka bukanlah termasuk golongan kita.”

 

Juga tidak disukai banyak bersumpah dalam jual beli, meskipun benar. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abi Oatadah, ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Janganlah banyak bersumpah dalam jual beli, karena ia (barang) bisa terjual, kemudian hilang berkatnya.”

 

Tidaklah disukai bagi manusia apabila mengerjakan maksiat atau semacamnya untuk memberitahukannya kepada orang lain. Akan tetapi, patutlah ia bertobat kepada Allah lalu berhenti melakukannya seketika itu dan menyesal atas perbuatannya serta bertekad untuk tidak kembali mengerjakannya selamanya. Ketiga perkara ini adalah rukun-rukun tobat yang saling terkait. Tidak sah tobatnya melainkan dengan ketiganya.

 

Apabila ia memberitahukan kepada gurunya atau orang lain, yang dengan itu diharapkan bisa memberitahukan jalan keluar dari maksiatnya, atau untuk mengajar kepadanya cara menyelamatkan diri dari perbuatan seperti itu, atau memberitahukan sebab yang menimbulkannya, atau mendoakannya, atau semacam itu, maka dibolehkan. Bahkan itu adalah baik. Yang tidak disukai hanyalah jika tidak bertujuan seperti itu.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Seluruh umartku dibebaskan kecuali orang-orang yang melampaui batas. Sesungguhnya di antara perbuatan yang melampaui batas adalah yang berbuat sesuatu (maksiat) di waktu malam, kemudian di waktu pagi: sementara Allah & telah menutupinya atas dirinya, ia pun mengatakan: Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat “begini” dan “begini”, padahal tadi malam Tuhannya telah menutupinya, sedangkan di waktu pagi, ia membuka tabir Allah atas dirinya.”

 

  1. Diharamkan atas mukallaf untuk menceritakan kepada sahaya seseorang atau isterinya atau anaknya sesuatu yang bisa merusak mereka, jika apa yang diceritakan itu bukan merupakan suruhan berbuat kebajikan atau larangan berbuat keburukan.

 

Firman Allah :

 

”Bertolong-tolonganlah atas kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kamu bertolong-tolongan atas dosa dan permusuhan.” (Q.S. Al-Maidah: 2)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Tidaklah ia mengucapkan perkataan, melainkan di sisinya terdapar (malaikat) Ragib dan Atid.” (Q.S. Oaaf: 18)

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i, dari Abu Hurairah , bahwa Rasulullah menyatakan:

 

“Barangsiapa merusak istri seseorang atau sahayanya, maka bukanlah termasuk golongan kita.”

 

  1. Dilarang memohon dengan keridaan Allah, selain surga.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Jabir bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidaklah dimohon dengan wajah (keridoan) Allah, kecuah surga.”

 

  1. Dilarang mencegah orang yang memohon kepada Allah dan minta tolong kepadaNya.

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i dengan isnad yang disahihkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar, bahwa Rasul menegaskan:

 

“Barangsiapa memohon perlindungan kepada Allah, maka lindungilah dia dan barangsiapa memohon sesuatu kepada Allah maka berilah dia dan barangsiapa mengundang kalian, maka penuhilah undangannya dan barangsiapa berbuat kebaikan, maka balaslah dia. Apabila kamu tidak mendapatkan apa yang kamu berikan kepadanya, maka doakanlah dia, hingga kamu tahu kalau telah membalasnya.”

 

Beberapa nasihat penting

 

Di antara lafaz-lafaz tercela adalah: penghinaan, perdebatan dan bersitegang dalam pertengkaran. Imam Abu Hamid Al-Ghazali berkata: Penghinaan adalah mencela ucapan orang lain untuk menunjukkan kekurangan-kekurangan padanya. Tujuannya hanya untuk menghina orang yang mengucapkannya, sekaligus menunjukkan keistimewaan dirinya pada orang yang dihina.

 

Adapun perdebatan, ia ibarat suatu perkara yang berkenaan dengan penonjolan mazhab-mazhab dan pembenarannya.

 

Dan bersitegang adalah pembangkangan dalam omongan untuk mencapai tujuannya berupa harta atau lainnya. Sesekali terdapat pada permulaan dan terkadang merupakan sanggahan, sedang penghinaan tidak terjadi melainkan sebagai sanggahan.

 

Ketahuilah, perdebatan itu adakalanya dengan haq dan dalam waktu tertentu dengan bari.

 

Allah berfirman:

 

“Janganlah kamu membantah ahli kitab, melainkan dengan perkataan yang lebih baik…” (Q.S. Al-Ankabut: 46)

 

Dalam firman yang lain:

 

“dan debarlah mereka dengan perkataan yang lebih baik…” (Q.S. An-Nahl: 125)

 

Dalam surat Ghafir, ayat 4, Allah menyatakan:

 

“Tidaklah membantah ayat-ayat Allah melainkan orang-orang yang kafir.”

 

Bersandar pada kebenaran adalah terpuji. Apabila perdebatan untuk menolak kebenaran atau perdebatan tanpa ilmu, maka perbuatan itu tercela. Pembolehan dan pencelaannya akan kami kemukakan berdasar pada nash-nash yang ada.

 

Al-Mujadalah dan Al-Jidal mempunyai satu arti. Lihat dalam kitab Tahzib Al-Asma’ wa Al-Lughat.

 

Seorang alim mengatakan: Aku tidak melihat sesuatu yang lebih bisa menjauhkan diri dari agama, lebih mengurangi harga diri dan lebih menghilangkan kenikmatan serta lebih melalaikan hati, daripada pertengkaran.

 

Apabila saya katakan: Manusia itu harus bertengkar untuk bertahan pada hak-haknya. Maka, jawabnya adalah seperti yang dinyatakan oleh Imam Al-Ghazali, bahwa pencelaan hanyalah bagi orang yang bertengkar dengan batil atau tanpa ilmu, seperti wakil gadhi. Ia menjadi wakil dalam pengaduan sebelum ia mengetahui bahwa kebenaran ada di pihak mana, sehingga ia menerima pengaduan tanpa ilmu.

 

Termasuk yang tercela adalah orang yang menuntut haknya, yang tidak sekedar keperluannya. Ia pun menunjukkan permusuhan dan dusta untuk mengganggu dan menguasai lawannya.

 

Demikian pula siapa yang mencampur antara pengaduan dengan kata-kata yang mengganggu, sedangkan ia tidak membutuhkannya dalam memperoleh haknya. Demikian pula orang yang mengadu, hanya karena bersikeras untuk menindas lawannya dan mengalahkannya, maka ini tercela.

 

Adapun orang teraniaya yang membela hujjahnya dengan jalan syara’, tanpa permusuhan dan berlebih-lebihan, dan tambahan tuntutan di atas keperluan tanpa bermaksud membangkang dan mengganggu, maka perbuatannya tidak haram. Selama ada jalan untuk meninggalkan, itulah yang lebih baik. Karena, mengatur ucapan dan pengaduan secara wajar adalah sulit, sedangkan pengaduan itu bisa merangsang hati dan menimbulkan kemarahan.

 

Bilamana bangkit kemarahannya, timbullah rasa dengki antara keduanya, sehingga masing-masing merasa senang dengan keburukan pada yang lain dan merasa sedih dengan kegembiraanya serta menyerang kehormatannya.

 

Barangsiapa mengadu, ia pun cenderung mengalami keburukankeburukan itu, setidak-tidaknya hati menjadi lalai sehingga dalam solatnya dan pikirannya terus teringat akan persengketaan dan pengaduan. Maka, keadaannya tidak bisa menjadi tenang.

 

Pertengkaran itu sumber kejahatan. Demikian pula perdebatan dan penghinaan. Maka, patutlah tidak dilakukan pengaduan kecuali bila ada kebutuhan yang tidak bisa dielakkan. Pada saat itu, ia pun menjaga lidahnya dan hatinya dari keburukan pengaduan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Ibnu Abbas bahwa Rasul bersabda:

 

“Merasa cukuplah dosamu bila engkau terus bertengkar:”

 

Tidaklah disukai bagi siapa yang setelah solat Isya bercakap-cakap dengan pembicaraan yang mubah. Yang saya maksud mubah ialah apabila dikerjakan dan ditinggalkan sama saja.

 

Untuk pembicaraan yang diharamkan atau makruh, maka dalam waktu ini lebih-lebih lagi pengharaman dan kemakruhannya.

 

Adapun pembicaraan tentang kebaikan, seperti: belajar ilmu, cerita orang-orang yang saleh, akhlak yang mulia, pembicaraan bersama tamu, maka tidak ada kemakruhan di dalamnya, bahkan dianjurkan. Telah banyak hadis-hadis sahih mengenai hal itu.

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abi Barzah  bahwa Rasulullah tidak menyukai tidur sebelum solat Isya, dan tidak suka berbincang-bincang sesudahnya.

 

Adapun hadis yang membolehkan, jumlahnya pun sangat banyak. Di antaranya hadis Ibnu Umar dalam Sahihain (Bukhari dan Muslim), bahwa Rasulullah solat Isya pada akhir hidupnya. Ketika mengucap salam, beliau bersabda:

 

“Tahukah kalian tentang malam ini? Sesungguhnya dalam seratus tahun, tidak tertinggal di antara orang yang hidup di atas muka bumi hari ini seorang pun.”

 

Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari  bahwa Rasulullah mengakhirkan solat hingga larut malam, kemudian Rasulullah keluar lalu melakukan dengan para sahabat. Ketika selesai, beliau berkata kepada yang hadir:

 

“Tenanglah, kuberitahukan sesuatu yang menggembirakanmu. Adalah termasuk kenikmatan Allah atasmu, tidak ada seorang pun di antara manusia yang solat pada saat ini selain kamu.”

 

Melalui Anas Bukhari menerangkan bahwa mereka menunggu Nabi. Lalu beliau datang kepada mereka, sedangkan malam hampir terlewati. Kemudian beliau solat Isya bersama mereka. Setelah itu, beliau bersabda:

 

“Ketahuilah, sesungguhnya setelah orang-orang solat, kemudian mereka fidur: Sungguh kamu tetap dalam solatmu untuk menunggu solat yang lain.”

 

Di antara yang dilarang adalah menyebarkan rahasia. Hadis mengenai hal itu banyak jumlahnya. Apabila mengandung bahaya dan gangguan, maka perbuatan itu adalah haram.

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Jabir bahwa Rasul bersabda:

 

“Apabila seseorang menceritakan sesuatu, kemudian ta berlalu, maka itu adalah amanat.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tanpa ada keperluan, dilarang bertanya kepada seseorang, mengapa dia memukul istrinya.

 

Dalam hadis sahih disebutkan:

 

“Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang bukan urusannya.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Umar bin Khattab bahwa Nabi bersabda:

 

“Tidak boleh seorang laki-laki ditanya, mengapa dia memukul istrinya.”

 

Adapun syair, maka telah diriwayatkan dalam Musnad Abi Ya’la AlMushili dengan hadis hasan dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah ditanya tentang syair, maka beliau menjawab: “Ia adalah pernyataan yang baiknya adalah baik dan jeleknya adalah jelek.”

 

Telah disebutkan dalam beberapa hadis s4hih, bahwa Rasulullah mendengarkan syair dan menyuruh Hasan bin Tsabit mencaci orangorang kafir. Dalam salah satu sabdanya, dinyatakan: “Sesungguhnya dari syair bisa diambil hikmah.”

 

Dalam membedakan dengan syair yang buruk, ditegaskan dalam sabdanya: “”Penuhnya perut manusia dengan nanah, lebih baik baginya daripada penuh dengan syair (yang buruk).”

 

Selain itu, juga dilarang berkata keji dan tergesa-gesa mengeluarkan pernyataan. Hadis sahih mengenai dilarangnya masalah ini cukup banyak. Misalnya, penjelasan secara gamblang tentang sesuatu yang peka. Arah pembicaraan seperti ini banyak ditemukan pada lafaz persetubuhan dan semacamnya. Meskipun pembicaraan seperti ini benar, akan lebih baik untuk menggunakan kiasan, dan diucapkan dengan ungkapan yang dapat dipahami dalam maksud yang sama. Dalam beberapa firmanNya, Allah telah memberi petunjuk, di antaranya:

 

”Dihalaikan bagimu waktu malam (bulan) puasa bercampur dengan istri sirimu….” (Q.S. Al-Baqarah: 187)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Apabila kamu mentalak perempuan (istri-istrimu), sebelum kamu menyentuh (bersetubuh) dengan dia…” (Q.S. Al-Baqarah: 237)

 

Ketahuilah, bila diperlukan pernyataan yang dapat menjelaskan dengan tujuan untuk memberi pelajaran, karena dikhawatirkan memahami dalam arti yang lain, maka patut dijelaskan agar dapat dipahami makna yang sebenarnya. Pentingnya ungkapan yang jelas karena pemahaman dalam hal ini lebih utama daripada sekedar memperhatikan sopan santun.

 

Tirmizi meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud  bahwa Nabi murka dengan orang yang tidak menjaga lisannya. Sabdanya:

 

“Bukanlah orang mukmin itu yang suka mencaci dan mengutuk dan berkata kotor serta lancang mulut.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Anas bahwa Rasul menegaskan:

 

“Tidaklah perkataan kotor mengenai sesuatu itu kecuali memburukkannya dan tidaklah rasa malu pada sesuatu itu kecuali membaguskannya.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diharamkan membentak bapak dan ibu atau orang tua yang lain. Firman Allah:

 

“Tuhanmu memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia dan berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika seseorang di antara keduanya telah tua atau keduanya, janganlah berkata “cis” kepada keduanya dan jangan pula engkau hardik keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia (lemah lembut). Rendahkanlah sayap kelunaan (berhina dirilah) kepada keduanya, karena kasih sayang, dan katakanlah: Ya Tuhanku, kasihanilah keduanya, sebagaimana keduanya telah mengasuhku kerika aku masih kecil.” (Q.S. Al-lsra’: 23-24)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin Amr Ibn Al-Ash, bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Termasuk dosa besar adalah seseorang yang mencaci kedua orangtuanya. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah seseorang bisa mencaci kedua orangtuanya?” Behau menjawab: “Ya. Bila ia mencaci bapak orang lain, orang itu akan mencaci bapaknya dan bila ta mencaci ibu orang lam, orang itu akan mencaci ibunya.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, bahwa Ibnu Umar menjelaskan: “Aku mempunyai seorang istri yang kucintai, sedang Umar tidak menyukainya.” Maka, berkatalah ia kepadaku: ”Ceraikanlah dia.” Aku pun menolak Kemudian Umar menjumpai Rasulullah dan .menceritakan hal itu. Maka, bersabdalah Nabi : ”Ceraikanlah dia.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Dusta

 

Dengan berbagai dalil yang menunjang, kaum muslimin telah sepakat atas haramnya berkata dusta. Dari itu, tidak perlu untuk merincinya. Pembahasan ini akan lebih bertolak pada beberapa hal yang termasuk dalam pengecualiannya. Kajiannya akan didasarkan pada hadis-hadis yang telah disepakati keabsahannya.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah  bersabda:

 

“Tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia tidak menepati dan apabila diberi kepercayaan ia berkhianat.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr Ibn Al’Ash bahwa Nabi bersabda:

 

“Empat perkara yang apabila terdapat pada seseorang, maka ia adalah munafik sejati dan bilamana terdapat saru sifat di antaranya, maka ia memiliki satu sifat munafik, hingga ia meninggalkannya: Apabila diberi kepercayaan ia berkhianar, apabila berbicara ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila memusuhi ia berbuat kekejian.”

 

Adapun yang dikecualikan, telah diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Ummi Kultsum  bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Bukanlah pendusta itu orang yang mendamaikan antara manusia seraya

 

menceritakan kebaikan atau mengucapkan kebaikan.”

 

Muslim menambahkan dalam suatu riwayatnya, bahwa Ummu Kultsum berkata: Aku tidak mendengar beliau mengizinkan sesuatu (dusta) yang diucapkan manusia, kecuali dalam tiga perkara: Peperangan dan mendamaikan antara manusia, ucapan orang laki-laki kepada istrinya dan istri kepada suaminya.

 

Ini adalah hadis mengenai pembolehan sebagian dusta. Para ulama berpendapat tentang dibolehkan dusta semacam itu karena untuk kepentingan yang ada.

 

Satu rangka penelitian telah dilakukan oleh Al-Ghazali. Sungguh tepat ketika ia mengatakan: Pembicaran itu adalah perantara untuk mencapai tujuan. Maka, setiap tujuan terpuji yang bisa tercapai adalah dengan berkata benar atau berdusta untuk keseluruhannya. Dusta dalam hal itu adalah haram, karena ia tidak diperlukan.

 

Apabila hanya bisa dilakukan dengan dusta dan tidak bisa tercapai dengan berkata benar, maka dusta di sini dibolehkan, selama pencapaian tujuan itu adalah mubah dan wajib jika tujuannya merupakan keharusan.

 

Apabila seorang muslim bersembunyi dari seorang yang jahat dan ditanyakan tentang dirinya, maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Demikian pula andaikata terdapat titipan dan seorang yang jahat menanyakannya dengan maksud untuk mengambilnya, maka wajiblah berdusta untuk menyembunyikannya. Seandainya ia memberitahukan tentang adanya titipan itu padanya, lalu diambil dengan paksa, maka wajiblah diganti.

 

Andaikata orang muslim itu diminta bersumpah, haruslah ia bersumpah dan mengucapkan tausiyah (mengucapkan kata sindiran atau diplomatis) dalam sumpahnya. Apabila bersumpah dan tidak menyindir, ia pun berdusta menurut mazhab yang paling sahih. Demikian pula andaikata tujuannya adalah peperangan atau mendamaikan antara sesama muslim atau menarik hati korban kejahatan untuk memberi maaf atas kejahatan yang tidak bisa tercapai kecuali dengan dusta, maka dusta tidak haram. Sekali lagi, bilamana tujuannya tidak bisa tercapai kecuali dengan dusta dan untuk berhati-hati, maka diucapkan taurtyah.

 

Makna tauriyah ialah mengucapkan perkataan untuk tujuan yang benar, sedangkan ia tidak berdusta terhadap dirinya, meskipun lahirnya perkataan itu adalah dusta. Seandainya ia tidak bertujuan ini, tetapi mengucapkan perkataan dusta, maka tidaklah haram dalam keadaaan ini.

 

Abu Hamid Al-Ghazali menambahkan: Demikian pula segala yang berkaitan dengan tujuan yang benar baginya atau bagi lainnya.

 

Yang untuk kepentingannya ialah: Apabila seorang yang jahat bertanya tentang hartanya untuk mengambilnya, maka ia boleh mengingkarinya. Atau bila ia ditanya oleh raja tentang perbuatan keji yang dilakukannya dan merupakan dosa terhadap Allah, maka ia boleh menyangkalnya. Misalnya: Saya tidak berzina atau saya tidak minum khamar.

 

Telah masyhur beberapa hadis yang menganjurkan orang yang mengakui dosanya untuk menarik pengakuannya. Adapun untuk kepentingan orang lain, maka seperti orang yang menanyakan rahasia saudaranya lalu ia mengingkarinya dan sebagainya.

 

Perlu dipertimbangkan antara kerusakan yang timbul akibat dusta dan kerusakan yang timbul akibat berkata benar. Apabila perkataan yang benar lebih banyak bahayanya, maka bolehlah ia berdusta. Jika sebaliknya, atau ragu-ragu, haramlah ia berdusta.

 

Bilamana boleh berdusta sedang tujuan yang membolehkan adalah berkaitan dengan dirinya, maka dianjurkan untuk tidak berdusta. Bila berkaitan dengan lainnya, tidak boleh menggampangkan hak orang lain. Yang bijaksana adalah meninggalkannya dalam setiap keadaan yang dibolehkan, kecuali apabila wajib.

 

Ketahuilah, menurut mazhab Ahlus Sunnah, dusta itu merupakan pemberitahuan tentang sesuatu yang berlawanan dengan yang sebenarnya. Baik perbuatan itu dilakukan dengan sengaja atau tidak. Akan tetapi, tidaklah berdosa bila tidak sengaja. Dalil yang mendasarinya ialah hadis Nabi :

 

“Barangsiapa berdusta terhadapku dengan sengaja, merasa puaslah untuk bertempat di neraka.” Merahasiakan pembicaraan

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Hafs bin Ashim, seorang tabiin yang mulia, dari Abu Hurairah  bahwa Nabi bersabda:

 

“Cukuplah seseorang berdusta bilamana dia menceritakan segala yang didengarnya.”

 

Muslim telah meriwayatkan dari Umar bin Khattab yang menegaskan: “Cukuplah orang berdusta apabila ia menceritakan segala yang didengarnya.”

 

Ucapan dan perbuatan buruk Allah berfirman: ”Barangkali setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah…” (Q.S. Fushshilat: 36)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Dan mereka yang apabila berbuat kejahatan atau menganiaya dirinya, mereka ingat akan Allah, lalu meminta ampun aras dosanya itu. Dan tiadalah yang mengampuni dosa, kecuali Allah. Mereka itu tiada berkekalan atas perbuatannya itu, sedang mereka mengetahui. Balasan dari mereka itu ialah ampunan dari Tuhannya dan surga yang mengalir dir sungai di bawahnya, sedang itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.” (Q.S. Ali Imran: 135-136)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Abi Hurairah bahwa Nabi  bersabda:

 

“Barangsiapa bersumpah lalu mengucapkan dalam sumpahnya demi Latta dan Uzza (nama berhala), maka hendaklah ia mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah. Dan barangsiapa berkata kepada temannya: Marilah aku bertaruh denganmu, maka hendaklah ia bersedekah.”

 

Ketahuilah, tujuan penulisan pada bagian ini ialah menyebutkan doadoa yang dianjurkan dalam seluruh waktu. Karena pembahasannya sangat luas, maka akan dikhususkan pada doa-doa yang terpenting saja.

 

Pertama adalah doa-doa yang tersebut dalam Al-Qur’an yang diberitakan oleh Allah tentang para nabi dan orang-orang saleh. Doa itu banyak dan terkenal, di antaranya dari Rasulullah dh ketika mengucapkan atau mengajarkan kepada orang lain.

 

Diriwayatkan dengan isnad sahih dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Nu’man bin Basir ap bahwa Nabi bersabda:

 

 

”Doa itu adalah ibadah.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Abu Daud meriwayatkan dengan isnad jayyid (baik), bahwa Aisyah dp berkata: “Adalah Rasulullah dh menyukai doa yang menyeluruh”! dan meninggalkan yang selain itu.”

 

Abu Hurairah menyebutkan, bahwa Rasul telah bersabda:

 

”Tiada yang lebih muha di sisi Allah daripada doa.” (H.R. Tirmizi dan Ibnu Majah)

 

Dalam sabda yang lain, Abu Hurairah  menyebutkan, bahwa Nabi juga bersabda:

 

“Barangsiapa ingin merasa senang dikabulkan Allah doanya di kala mengalami kesulitan dan kesusahan, hendaklah ia memperbanyak doa di kala mengalami kesejahteraan.” (H.R. Tirmizi)

 

Melalui Anas, Bukhari dan Muslim menyebutkan tentang doa yang paling banyak diucapkan oleh Nabi, yaitu:

 

“Ya Allah, berilah kami kebaikan di duma dan akhirat, dan lindungilah kami dari api neraka.”

 

Muslim menambahkan dalam riwayatnya: Adalah Anas, apabila hendak berdoa, ia pun berdoa dengannya. Apabila hendak berdoa dengan yang lain, ia pun menyertakannya dalam doa itu.

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ibnu Mas’ud  bahwa Nabi berdoa seraya mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku mohon kepadaMu petunjuk, ketakwaan dan keluhuran budi pekerti serta kecukupan.”

 

Thariq bin Usaim Al-Asja’i  berkata: Apabila ada orang masuk Islam, Nabi mengajarinya solat, kemudian mengajarinya berdoa, yaitu:

 

“Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku dan tunjukilah aku dan seharkanlah aku serta berilah aku rezeki.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Thariq juga menyatakan bahwa ia mendengar Nabi ditanya oleh seorang laki-laki: “Ya Rasulullah, bagaimana harus kuucapkan ketika aku memohon kepada Tuhanku?” Beliau menjawab: “Katakanlah: ‘Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, sehatkanlah aku serta berilah aku rezeki. Sesungguhnya kalimat itu demi kepentinganmu di dunia dan akhirat.” (H.R. Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abdullah bin Amr Ibn Al-‘Ash, bahwa Rasul bersabda:

 

“Ya Allah yang bisa menggerakkan hari, gerakkanlah hati kami di atas ketaatan kepadaMu.”

 

Dalam salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi menganjurkan:

 

“Berlindunglah kepada Allah dari buruknya musibah dan pedihnya kesengsaraan, keburukan takdir dan hasutan musuh.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, dari Anas  bahwa Nabi pernah berdoa:

 

“Yg Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, sifat penakut, ketuaan serta kekikiran, dan aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur: Aku pun berlindung kepadaMu dari fitnah di masa hidup dan sesudah mati. Dalam suatu riwayat: Dan kesulitan hutang serta penindasan orang.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr Ibn AlAsh dari Abubakar As-Shiddiq bahwa ia berkata kepada Rasulullah : Ajarilah aku doa untuk kuucapkan dalam solatku. Beliau bersabda: ”Ucapkanlah:

 

“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku dengan banyak penganiayaan dan tiada yang bisa mengampuni dosa melainkan Engkau. Maka, ampunilah dosaku dengan ampunan dan kasih sayangMu. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun dan Penyayang.”

 

Masih dari Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al-Asy’ari, dari Nabi bahwa beliau berdoa dengan:

 

“Ya Allah, ampunilah dosaku dan kebodohanku, perbuaranku yang keterlaluan dan segala dosa yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Ya Allah, ampunilah kesalahanku yang sebenarnya dan senda gurauku, kekehruanku dan kesengajaanku yang semua itu ada padaku. Ya Allah, ampumlah dosaku yang lalu dan yang akan datang, yang kurahasiakan maupun yang kutampakkan dan yang lebih Engkau ketahui daripada aku. Engkaulah yang memajukan dan mengaklurkan, dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatunya.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Aisyah bahwa Nabi mengucapkan dalam doanya:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan segala perbuatanku dan kejahatan segala yang tidak kuperbuat.”

 

Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar  bahwa dalam doa yang lain, beliau mengucapkan:

 

“Yg Allah, aku berlindung kepadaMu dari hilangnya kenikmatanMu dan pudaruya kesehatan yang Engkau berikan dan bencana mendadak dariMu serta seluruh kemurkaanMu.”

 

Diriwayatkan dalam Saghih Muslim, dari Zaid bin Arqam, ia berkata: Aku tidak mengatakan kepadamu selain yang diucapkan Rasulullah beliau mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan kemalasan, sifat penakut, kekikiran dan kesusahan serta siksaan kubur: Ya Allah, berilah ketakwaan pada diriku dan sucikanlah dia. Engkau sebark-baik yang menyucikannya. Engkau pemimpin dan penguasanya. Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat dan hati yang tidak tunduk, jiwa yang tidak merasa puas dan doa yang tidak dikabulkan.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Ali , bahwa Rasul mengajarkan:

 

“Katakanlah: Ya Allah, tunjukilah aku dan luruskanlah aku. Dalam suatu riwayat: Ya Allah, aku mohon kepadaMu petunjuk dan kebenaran.”

 

Dalam Sahih Muslim, Saad bin Abi Waqqash meriwayatkan tentang seorang dusun yang datang kepada Nabi seraya berkata: Ya Rasulullah, ajarilah aku sesuatu untuk kuucapkan: Beliau menyatakan:

 

”Ucapkanlah: Tiada Tuhan selain Allah yang nada sekutu bagiNya. Allah Maha Besar sebesar-besarnya, dan segala puji bagiNya. Maha Suci Allah, Tuhan sekalian alam. Tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Perkasa dan Bijaksana. Orang itu berkata: Semua ini untuk Tuhanku, manakah bagianku? Beliau menjawab: Katakanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku, berilah petunjuk dan reseki kepadaku serta sehatkanlah aku.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abu Hurairah  ia berkata: Rasulullah mengucapkan:

 

“Ya Allah, baikkanlah agamaku yang merupakan penjaga urusanku. Baikkanlah duniaku yang di dalamnya terdapat penghidupanku. Baikkanlah akhiratku sebagai tempat aku kembali. Jadikanlah kehidupan sebagai tambahan bagiku dalam segala kebaikan. Dan jadikanlah kematian sebagai keselamatan bagiku dari segala kejahatan.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas  bahwa Rasulullah pernah mengucapkan:

 

“Yg Allah, kepadaMu aku menyerah dan kepadaMu aku beriman, kepadaMu aku berserah diri dan kepadaMtu aku bertobat dan dengan namaMu aku mengadu. Ya Allah, aku berlindung dengan kemuhaanMu, agar aku tidak tersesar. Tiada Tuhan selam Engkau yang hidup dan ndak bisa mati, sedangkan jim dan manusia pasti mati.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Buraidah  bahwa Rasulullah mendengar seorang lakilaki mengucapkan: “Ya Allah, aku mohon kepadaMu, aku bersaksi bahwa Engkau adalah Allah, tiada Tuhan selain Engkau, yang Tunggal tempat menuju, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak seorang pun bisa menandingiNya.” Mendengar itu, beliau bersabda: “Engkau telah memohon kepada Allah  dengan Nama yang apabila dimohon dengannya, Dia pun memberi. Dan apabila dipanggil dengannya, Dia akan menjawabnya (mengabulkan).” Dalam suatu riwayat: “Engkau telah memohon kepada Allah dengan NamaNya yang Maha Agung.” Tirmizi tenggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan Nasa’i, dari Anas  bahwa ia sedang duduk bersama Rasulullah dan seorang laki-laki sedang solat, kemudian berdoa: “Ya Allah, aku mohon kepadaMu dengan segala pujian. Tiada Tuhan selain Engkau yang memberi karunia dan menciptakan langit dan bumi. Wahai Tuhan yang memiliki kemuliaan dan kehormatan. Wahai Tuhan yang hidup dan berdiri sendiri.” Mendengar itu Nabi bersabda: “Orang itu telah berdoa kepada Allah dengan NamaNya yang Maha Agung. Yang apabila dipanggil dengannya, tentu Dia mengabulkan dan apabila diminta dengannya, tentu Dia memberi.”

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah, dengan isnad sahih dari Aisyah bahwa Nabi berdoa:

 

“ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari fitnah dan siksaan neraka dan dari keburukan kekayaan dan kemiskinan.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Tirmizi meriwayatkan dari Ziyad bin Alagah, dari pamannya yang bernama Outbah bin Malik, ia berkata: Adalah Nabi pernah mengucapkan:

 

”Yg Allah, aku berlindung kepadaMu dari budi pekerti dan perbuatan serta hawa nafsu yang tercela.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Nasa’i, bahwa Syakal bin Humaid berkata: “Ya Rasulullah, ajarilah aku doa.” Beliau bersabda:

 

“Katakanlah: Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kejahatan pendengaran dan penglihatanku, kejahatan lidah dan hatiku serta kejahatan air maniku (dari kemaluanku)”. Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dengan isnad sahih, Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi pernah mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari penyakit belang, kegilaan dan penyakit lepra serta penyakit lain yang berbahaya.”

 

Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan dari Abi Al-Yasar  seorang sdhabi, bahwa Rasulullah  pernah berdoa:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kerobohan. Aku berlindung kepadaMu dari kejaruhan. Aku berlindung kepadaMu dari kehanyutan, kebakaran dan ketuaan. Dan aku berlindung kepadaMu dari godaan setan di waktu mati. Aku berlindung kepadaMu dari kemarin dengan berpaling dari jalanMu. Dan aku berlindung kepadaMu dari kematian akibat tersengat binatang.”

 

Masih dari Abu Daud dan Nasa’i, dengan isnad sahih, bahwa Abu Hurairah  berkata: Adalah Rasulullah pernah mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kelaparan, karena sesungguhnya ia adalah seburuk-buruk teman tidur dan aku berlindung kepadaMu dari pengkhianatan, karena ia adalah seburuk-buruk kekenyangan.”

 

Tirmizi meriwayatkan dari Ali bahwa seorang mutatab (budak yang hendak menebus dirinya) datang kepadanya seraya berkata: Aku tidak mampu menebus diriku, maka bantulah aku. Ia berkata: Maukah engkau kuajari kata-kata yang diajarkan Rasulullah kepadaku, sehingga meskipun engkau berhutang seperti gunung Uhud, niscaya Allah melunaskannya bagimu? Setelah itu, disebutkan oleh beliau:

 

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang Engkau halaikan tanpa membutuhkan yang Engkau haramkan dan cukupkanlah aku dengan keutamaanMu tanpa membutuhkan yang selain Engkau.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi meriwayatkan dari Imran bin Hushain, bahwa Nabi mengajari bapaknya dua perkataan untuk berdoa, yaitu:

 

“Ya Allah, tunjukkanlah aku jalan kebenaran dan Iindungilah aku dari kejahatan diriku.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan. Dengan isnad dhaif (lemah),

 

Tirmizi meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah  pernah mengucapkan:

 

“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari permusuhan, kemunafikan dan budi pekerti yang buruk.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi bahwa Syahrin bin Hausyab bertanya kepada Ummu Salamah: Wahai Ummul Mukminin, apakah doa Rasulullah yang terbanyak bila beliau berada di tempatmu? Ummu Salamah menyebutkan:

 

“Wahai Tuhan yang bisa membalikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agamaMu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi meriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasul pernah mengucapkan:

 

”yg Allah, berilah aku kesehatan dalam tubuhku dan dalam pengliharanku. Jadikanlah ia tetap kuat padaku. Tiada Tuhan selain Engkau yang Maha Penyabar dan Pemurah. Maha Suci Allah Pemilik Arasy (singgasana) yang agung. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.”

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abi Darda’ bahwa Rasul bersabda:

 

“Di antara doa Nabi Daud adalah: Ya Allah, aku mohon kepadaMu kecintaan terhadapMu dan kecintaan terhadap orang yang mencintaiMu dan amal yang menyampaikan aku kepada kecintaanMu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan terhadapMu lebih kusukai daripada diriku, istriku dan daripada air dingin.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi meriwaytkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa Nabi bersabda:

 

“Adalah Zinnun, ketika berdoa kepada Tuhannya sedang ia berada di dalam perut ikan raksasa (paus): Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berbuat aniaya. Tidaklah seorang muslim berdoa dengannya dalam sesuatu apapun melainkan Allah mengabulkannya.” Al-Hakim menggolongkan isnadnya sahih.

 

Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Anas  bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi  seraya bertanya: “Ya Rasulullah, doa manakah yang paling utama?” Beliau menjawab: ”Mintalah kesehatan (keselamatan) dan pembebasan dari segala kekurangan di dunia dan akhirat.” Kemudian ia datang kepada beliau pada hari kedua seraya bertanya: “Ya Rasulullah, doa manakah yang paling utama?” Beliau juga menjawab seperti itu. Kemudian ia datang untuk ketiga kalinya dan bertanya seperti itu. Beliau menjawab: “Apabila engkau diberi kesehatan (keselamatan) di dunia dan diberi pula di akhirat, maka engkau telah beruntung.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abbas bin Abdul Muthalib, ia berkata: “Ya Rasulullah, ajarilah aku sesuatu untuk minta kepada Allah.” Beliau bersabda: “Mintalah kesehatan (keselamatan) kepada Allah.” Selang beberapa hari aku datang lagi, lalu aku berkata: “Ya Rasulullah, ajarilah sesuatu untuk kuminta kepada Allah .” Maka beliau bersabda: “Hai Abbas, mintalah kesehatan (keselamatan) di dunia dan akhirat.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Tirmizi meriwayatkan bahwa Abu Umamah  berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah mengucapkan banyak doa yang tidak bisa kami hafal.” Maka beliau bersabda:

 

“Maukah kutunjukkan kepadamu doa yang bisa menggabungkan semua tu? Engkau ucapkan: Ya Allah, aku mohon kepadaMu segala kebaikan yang telah diminta oleh NabiMu, Muhammad dan kami berlindung kepadaMu dari keburukan segala yang telah dimintakan perlindunganMu darinya oleh NabiMu, Muhammad . Engkaulah tempat meminta tolong —. dan Engkaulah yang menyampaikan dan tiada daya kekuatan melainkan dengan pertolonganMu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda”:

 

“Jangan ditinggalkan dan seringlah mengucapkan: Wahai Tuhan yang memiliki kemuliaan dan kehormatan.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas ia berkata: Adalah Nabi  pernah berdoa seraya mengucapkan:

 

“Wahai Tuhanku, tolonglah aku dan janganlah mencelakakan aku. Menangkanlah aku dan jangan kalahkan aku. Lakukanlah tipu daya bagiku dan jangan lakukan tipu daya terhadapku. Mudahkanlah petunjuk kepadaku dan tolonglah aku terhadap orang yang menganiayaku. Wahai Tuhanku, jadikanlah aku bersyukur kepadaMu, menyebutMu dan takut kepadaMu serta taat kepadaMu dan dengan menjawab seruanMu atau bertobat kepadaMu. Terimalah tobarku dan cucilah dosaku. Kabulkanlah doaku dan tetapkanlah pendirianku. Tunjukilah hariku. Benarkanlah ucapanku dan lenyapkanlah kedengkian” hariku.” Tirmizi menggolongkan hadis hasan sahih.

 

Dalam hadis lain:

 

“Barangsiapa mengeluarkan kotorannya? di jalan kaum muslimin, maka Allah mengutuknya.”

 

Diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Sunan Ibnu Majah, dari Aisyah  bahwa Nabi  bersabda:

 

“Katakanlah: Ya Allah, aku mohon kepadaMu segala kebaikan untuk saat ini dan yang akan datang, yang kuketahui ataupun tidak. Aku pun berlindung kepadaMu dari segala keburukan yang terjadi dan yang akan terjadi, yang kuketahui ataupun tidak. Dan aku mohon surga kepadaMu dan perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kepadanya. Aku juga berlindung kepadaMu dari api neraka dan perkataan atau perbuatan yang mendekatkan kepadanya. Aku mohon kebaikan segala yang diminta kepadaMu oleh hamba dan RasulMu, Muhammad. Aku pun berlindung kepadaMu dari keburukan segala yang dimintakan perlindunganMu darinya oleh hamba dan RasulMu, Muhammad. Aku juga mohon kepadaMu agar sesuatu yang Engkau takdirkan bagiku, maka Engkau jadikan akhirnya adalah kebenaran.”

 

Al-Hakim Abu Abdillah menggolongkan sebagai hadis yang sahih isnadnya. Dalam Al-Mustadrak, Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud yang berkata: Adalah di antara doa Rasulullah :

 

“yg Allah, kami mohon kepadaMu curahan rahmatMu dan kepastian ampunanMu. Juga keselamatan dari segala dosa dan penghasilan demi memperoleh kebaikan. Dan keberuntungan mendapat surga dan keselamatan dari api neraka.” (Hadis sahih)

 

Diriwayatkan dalam Al-Mustadrak, bahwa Jabir bin Abdillah berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah seraya berkata: Aduh dosaku, aduh dosaku, dua atau tiga kali. Maka bersabdalah Rasulullah kepadanya:

 

“Katakanlah: Ya Allah, ampunanMu lebih luas dari dosa-dosaku dan rahmatMu lebih kuharapkan daripada amalku.” Lalu orang itu mengucapkannya. Kemudian, Rasulullah berkata: ”Ulangilah.” Orang Itu pun mengulanginya. Kembah Rasulullah  menyatakan: ”Ulangilah.” Orang itu pun mengulanginya. Akhirnya Rasulullah  bersabda: ”Berdirilah, dosamu telah diampuni.”

 

Masih dalam Al-Mustadrak, Abu Umamah berkata, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah  mempunyai malaikat yang ditugaskan terhadap orang yang mengucapkan: “Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.” Maka, barangsiapa mengucapkannya tiga kali, berkatalah malaikat itu kepadanya: “Sesungguhnya Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang telah datang kepadamu, maka mintalah kepadanya.”

 

Tata cara berdoa

 

Ketahuilah, sesungguhnya mazhab yang dipegangi oleh para fugaha dan ahli hadis serta sebagian besar ulama dari semua golongan yang dahulu dan sekarang ialah bahwa doa itu disukai (dianjurkan). Firman Allah :

 

“Tuhanmu telah berkata: Berdoalah kepadaKu, tentu Kukabulkan doamu…” (Q.S. Ghafir: 60)

 

Dan FirmanNya:

 

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut.” (Q.S. Al-A’raf: 55)

 

Ayat-ayat mengenai hal itu banyak dan masyhur. Adapun hadis sahih mengenai doa, sudah banyak disebutkan dan telah dikemukakan pada halaman sebelumnya. Sesuai dengan tujuan penulisan pada bagian ini, yaitu tentang tata cara berdoa, maka kami sebutkan beberapa dalil yang memberi petunjuk. Imam Abu Al-Oasim Al-Qusyairi berkata: Orang orang berselisih pendapat mengenai yang lebih utama, doa, berdiam diri atau rida? Ada yang berpendapat: Doa adalah ibadah berdasarkan hadis yang telah tertulis, karena doa itu menunjukkan kebutuhan kepada Allah . Segolongan mengatakan: Diam dan pasrah pada hukum yang berlaku adalah lebih sempurna dan rida dengan yang telah ditakdirkan adalah lebih utama. Segolongan mengatakan: Hendaklah seseorang berdoa dengan lisan dan rida dengan hatinya agar melakukan dua hal itu bersama-sama. Berkata Al-Ousyairi: Lebih baik dikatakan bahwa waktunya bermacam-macam.

 

Dalam beberapa kesempatan, doa lebih baik daripada diam dan itulah sopan santunnya. Juga, dalam beberapa keadaan, diam lebih baik daripada doa dan itulah sopan santunnya. Penetapan itu hanya bisa diketahui dengan waktu.

 

Apabila seseorang dalam hatinya ada isyarat untuk berdoa, maka doa lebih utama. Apabila ia memperoleh isyarat untuk diam, maka diam lebih sempurna.

 

Al-Qusyairi juga berkata: Di antara syarat-syarat doa adalah makanannya halal. Yahya bin Mu’adz Ar-Razi, berkata: Bagaimana aku bisa berdoa kepadaMu sedang aku seorang pendurhaka? Dan bagaimana aku tidak berdoa kepadaMu sedang Engkau Maha Pemurah?

 

Dalam Ihya’ Uluumuddin, Al-Ghazali menyebutkan bahwa tata cara doa ada sepuluh:

 

  1. Mengutamakan waktu-waktu yang mulia, seperti: hari Arafah, bulan Ramadan, hari Jumat, sepertiga terakhir dari malam dan waktu dini hari.

 

  1. Mengutamakan keadaan-keadaan yang mulia, seperti: sujud, pertemuan antara pasukan (dalam peperangan), turunnya hujan, saat ikamah solat dan sesudahnya.

 

Imam Nawawi menambahkan: Keadaan kelembutan hati.

 

  1. Menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan dan mengusap wajah dengannya pada akhir doa.

 

  1. Menyedangkan suara.

 

  1. Tidak memasukkan unsur sajak. Model ini telah disepakati sebagai pelanggaran dalam doa.

 

Seorang ulama berkata: Berdoalah dengan kehinaan dan kebutuhan, bukan dengan lisan kefasihan dan kelancaran. Dikatakan: Para ulama dan para wali tidak melebihkan doa dari tujuh kata dan itu telah disebutkan oleh Allah pada akhir surat Al-Baqarah: ”.. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami…” hingga akhir ayat.

 

Allah tidak pernah memberitahukan dalam satu tempat tentang doa-doa hambaNya lebih banyak daripada itu.

 

Dalam surat Ibrahim pada ayat 35, dinyatakan: “Ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah) aman…” hingga akhir ayat.

 

Yang terpilih dan dipegangi sebagian besar ulama adalah bahwasanya tidak ada pembatasan dalam hal itu dan tidak disalahkan tambahan di atas tujuh kata. Bahkan dianjurkan (disukai) memperbanyak doa.

 

  1. Kekhusyukan dan rasa takut.

Allah  berfirman:

 

”..Sesungguhnya mereka bersegera dalam mengerjakan kebaikan dan berdoa kepadanya dengan penuh pengharapan dan rasa takut, sedang mereka tunduk kepada Kami.” (Q.S. Al-Anbiya: 90)

 

Dalam surat Al-A’raf, ayat 55, Allah memberikan petunjuk: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan kerendahan diri dan suara yang lembut…”

 

  1. Memastikan permintaannya dan meyakini pengabulannya.

Dalil mengenai hal ini telah banyak dan masyhur. Sufyan bin Uyainah berkata: Janganlah menghalangi doa seseorang di antara kamu sesuatu yang terdapat pada dirinya (berupa kekurangan, pen.), karena sesungguhnya Allah  mengabulkan permintaan makhluk terjahat, Iblis, tatkala ia berkata:

 

“Ia (Iblis) berkata: Berilah kesempatan padaku lingga hari mereka (manusia) dibangkitkan. Allah berfirman: Sesungguhnya engkau termasuk yang diberi kesempatan (boleh menunggu). (QS. Al-Arraf: 14-15)

 

Hendaklah tekun di waktu berdoa dan mengulanginya tiga kali, dan jangan menganggap lambat ijabah(pengabulan)nya.

 

Memulai doa dengan menyebut Allah . Dan dengan salawat kepada Rasulullah  sesudah memuji syukur kepada Allah dan mengakhirinya dengan itu pula.

 

  1. Yang terpenting dan pokok dikabulkannya doa, yakni tobat dan mengembalikan hak orang serta kembali kepada Allah .

 

Al-Ghazali berkata: Bilamana ditanyakan: Apa faedahnya doa, sedangkan takdir tak dapat ditolak? Maka ketahuilah, dengan doa, takdir yang buruk dapat tertolak. Jadi, doa adalah sebab penolakan bala dan timbulnya rahmat, sebagaimana perisai menangkis senjata dan air sebab keluarnya tumbuhan dari bumi. Maka, sebagaimana perisai bisa menolak panah sehingga saling bertabrakan, demikian pula doa dan bala bencana, bukanlah termasuk syarat takdir untuk tidak membawa senjata. Dalam surat An-Nisa’, ayat 102, Allah berfirman: ”..dan hendaklah mereka waspada dan membawa senjata-senjata mereka.”

 

Maka Allah menakdirkan perkara dan menetapkan sebabnya. Di antara faedah-faedahnya ialah kekhusyukan dan kebutuhan. Keduanya adalah puncak ibadah dan pengetahuan (mengenai Allah). (pen.)

 

Tawassul dengan amal saleh

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar  yang berkata: Aku mendengar Rasulullah  berceritera: Tiga orang lelaki dari kaum yang sebelum kamu pergi ke suatu tempat, dan sampailah mereka di satu gua, lalu mereka memasukinya. Kemudian, jatuhlah sebuah batu besar sehingga menutupi gua itu. Berkatalah salah seorang dari mereka: “Tidak ada yang bisa membebaskan kamu dari batu ini, kecuali kamu berdoa kepada Allah dengan amal yang baik.’

 

Salah seorang dari mereka berkata: Ya Allah, aku mempunyai bapak dan ibu yang sudah tua dan aku tidak pernah memberi minum kepada keluargaku maupun hartaku (ternak dan sebagainya) sebelum kedua orangtuaku.

 

Dalam hadis itu disebutkan bahwa masing-masing dari mereka berkata mengenai amalnya yang saleh: Ya Allah, jika aku telah melakukan hal itu karena mengharap keridaanMu, maka bebaskanlah kami dari kesulitan ini. Maka, tiap kali berdoa, terbukalah pintu gua sebagian. Setelah selesai doa orang yang ketiga, terbukalah seluruhnya, lalu keluarlah mereka.

 

Al-Qadhi Husein dan lainnya berkata mengenai solat istisqa” yaitu: ”Dianjurkan bagi siapa yang mengalami kesulitan untuk berdoa dengan amalnya yang baik.” Mereka berdalil dengan hadis ini.

 

Di antara peristiwa ulama salaf (yang terdahulu) yang terbaik mengenai doa ialah yang diceritakan oleh Al-Auza’i  ia berkata: Orang-orang keluar minta hujan. Kemudian di antara mereka berdiri Bilal bin Sa’ad, lalu ia memuji syukur kepada Allah  seraya bertanya: Hai orang-orang yang hadir, tidakkahaa kalian mengaku berbuat salah? Mereka menjawab: Ya. Maka, berkatalah Bilal: Ya Allah, sesungguhnya kami mendengar Engkau berfirman”: ”.. Tidak ada jalan untuk (menyiksa) orang-orang yang berbuat baik…” sedangkan kami telah mengakui berbuat keburukan. Bukankah ampunanMu hanya untuk orang yang seperti kami? Ya Allah, ampunilah kami dan kasihanilah kami serta berilah kami hujan. Maka ia mengangkat kedua tangannya dan orang-orang melakukan hal yang sama sehingga turun hujan.

 

Ada syair yang menyebutkan: Akulah orang berdosa dan bersalah, sedang ampunan itu luas. Andaikata tidak ada dosa, tentulah tak ada ampunan.

 

Sikap berdoa

 

Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Umar bin Khattab  ia berkata: Rasulullah  apabila mengangkat kedua tangannya ketika berdoa tidaklah menurunkannya, sehingga beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Melalui Ibnu Abbas, Abu Daud juga meriwayatkan hadis semacam itu. Dalam masing-masing riwayat, hadis seperti ini lemah syadnya.

 

Adapun penjelasan Hafidh Abdul Haq bahwa Tirmizi mengatakan tentang hadis pertama sebagai hadis sahih, maka tidak terdapat dalam naskah yang diandalkan bahwa hadis itu sahih, bahkan ia berkata: Hadis gharib (ganjil).

 

Dua anjuran penting

 

  1. Mengulangi doa Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud, dari Ibnu Masud bahwa Rasulullah suka berdoa tiga kali dan beristighfar tiga kali.
  2. Konsentrasi dalam berdoa Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Berdoalah kepada Allah yang kamu yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, Allah  tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan melantur” Isnad hadis ini mengandung kelemahan.

 

Mendoakan orang yang sudah mati Allah H berfirman:

 

”Dan yang datang sesudah mereka berkata: Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan iman…” (Q.S. Al-Hasyr: 10)

 

Dalam firman yang lain:

 

”..dan minta ampunlah (kepadaNya) untuk dosamu dan untuk (dosa) orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan….” (Q.S. Muhammad: 19)

 

Allah mengabarkan tentang perkataan Ibrahim

 

“Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan kaum mukminin pada hari di mana terjadi perhitungan.” (Q.S. Ibrahim: 41)

 

Allah  mengabarkan tentang perkataan Nuh :

 

”Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orangtuaku dan siapa yang masuk rumahku sebagai orang mukmin dan kaum mukmin serta mukminat….” (QS. Nuh: 28)

 

Diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Abi Darda , bahwa ia mendengar Rasulullah & bersabda:

 

“Tidaklah seorang hamba (manusia) muslim mendoakan saudaranya yang tidak hadir (sudah mati) melamkan malaikat berkata: Dan bagimu seperti itu.”

 

Muslim juga meriwayatkan dari Abi Darda  bahwa Rasulullah  menegaskan:

 

“Doa orang muslim bagi saudaranya yang tidak hadir adalah mustajab. Di dekat kepalanya terdapat malaikat yang ditugaskan. Setiap kali ia mendoakan kebaikan bagi saudaranya, berkatalah malaikat itu kepadanya: Amin, dan engkau mendapat seperti itu.”

 

Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau menyatakan:

 

”Doa yang paling cepat dikabulkan ialah doa kepada seseorang yang tidak hadir (sudah mari)” Tirmizi melemahkan hadis ini.

 

Meminta doa dari orang lain

 

Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmizi, dari Umar bin Khattab ia berkata: Aku minta izin kepada Nabi untuk melakukan umrah. Maka beliau mengizinkan seraya bersabda: Jangan lupakan kami dalam doamu, hai saudaraku. Kemudian beliau mengucapkan perkataan yang dengannya saya tidak senang memperoleh kenikmatan dunia.

 

Dalam riwayat lain: “Hai saudaraku, sertakanlah kami dalam doamu.” Timidzi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Larangan mengutuk diri, anak, pelayan dan hartanya

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dengan isnad sahih dari Jabir, bahwa Rasul  bersabda:

 

“Janganlah kamu mengutuk dirimu. Janganlah kamu mengutuk anakanakmu. Janganlah kamu mengutuk pelayan-pelayanmu. Dan janganlah kamu mengutuk hartamu. Jangan sampai kamu bertepatan dengan saat engkau mendapat pemberian sehingga Allah mengabulkan permintaanmu pada waktu itu (saat ijabah).”

 

Pada akhir kitab Sahihnya, Muslim meriwayatkan sebuah hadis yang berbunyi:

 

“Janganlah kamu mengutuk dirimu. Janganlah kamu mengutuk anakanakmu. Janganlah kamu mengutuk harta-hartamu. Jangan sampai kamu bertepatan dengan saat di mana kamu memohon sesuatu, lalu Allah mengabulkan permintaanmu pada waktu itu (saat ijabah).”

 

Sabar dalam berdoa

 

Allah  berfirman:

 

“Apabila hambaKu bertanya kepada engkau tentang halKu, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku perkenankan doa orang yang meminta, bila ig meminta kepadaKu….” (Q.S. Al-Baqarah: 186)

 

Dalam surat Ghafir ayat 60, Allah menegaskan:

 

”.. Berdoalah kepadaKu tentu Kukabulkan doamu….” Tirmizi meriwayatkan dari Ubadah bin Shamit , bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Tidak ada di muka bumi ini seorang muslim yang berdoa kepada Allah melainkan Allah mengabulkannya bagi orang itu, atau menyingkirkannya dari bencana seperti itu asalkan ia tidak berdoa dengan sesuatu yang mengandung dosa atau pemutusan rahim (hubungan kekeluargaan). Seorang laki-laki berkata: ‘Jika begitu, kami memperbanyak (doa)! Beliau menyatakan: ‘Allah lebih banyak (pemberianNya).” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

 

Dalam Al-Mustadrak, Al-Hakim Abu Abdillah meriwayatkan dari Abi Said Al-Khudri yang menambahkan: “Atau menyimpan baginya pahala yang seperti itu.”

 

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah  bahwa Nabi bersabda:

 

“Permintaan seseorang akan dikabulkan oleh Allah asalkan ia tidak terburu-buru, sehingga mengatakan: Aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan permintaanku.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan sahih.

Ketahuilah, bagian ini sangat penting, yang perlu diperhatikan dan dijaga pengamalannya. Sengaja diakhirkan dengan harapan agar Allah yang Maha Pemurah akan mengakhiri umur kita dengannya.

 

Allah berfirman:

 

”..Mintalah ampun bagi dosamu dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu di wakru perang dan pagi.” (Q.S. Ghafir: 55)

 

Dalam firman yang lain:

 

“Mintalah ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Penyayang.” (Q.S. An-Nisa’: 106)

 

Bagi orang-orang yang memohon ampunanNya, disebutkan oleh Allah:

 

”..Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Tuhan mereka surga yang mengalir” di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan isteri-isteri yang suci dan keridaan dari Allah. Allah Maha Melihat terhadap hamba yang berkata: Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari api neraka. Mereka yang bersabar dan berkata benar dan tunduk dan suka bersedekah serta memohon ampun di wakru dini hari.” (Q.S. Ali Imran: 15-17)

 

Allah juga menegaskan:

 

“Tidaklah Allah akan menyiksa mereka, sedang engkau berada di tengahtengah mereka dan tidaklah Allah menyiksa mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Q.S. Al-Anfal: 33)

 

Dalam surat yang lain, Allah menyebutkan:

 

”Dan mereka yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka, menyebut Allah lalu minta ampun bagi dosa-dosa mereka.

 

Dan riadalah yang bisa mengampuni dosa selain Allah. Dan mereka tidak bertahan atas apa yang mereka lakukan, sedang mereka mengetahui.” (Q.S. Ali Imran: 135)

 

Jaminan yang diberikan oleh Allah adalah: .

 

“Barangsiapa berbuat keburukan atau menganiaya dirinya kemudian meminta ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun dan Penyayang.” (Q.S. An-Nisa’: 110)

 

Allah mengajarkan:

 

“Mintalah ampun kepada Tuhanmu, kemudian tobatlah kepadaNya….” (Q.S. Hud:3)

 

Allah mengabarkan tentang Nuh :

 

“Maka aku berkata: Mintalah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.” (Q.S. Nuh: 10)

 

Allah mengabarkan tentang Hud :

 

“Hai kaumku, mintalah ampun kepada Tuhanmu, kemudian tobatlah kepadaNya…” (OS. Hud: 52)

 

Dalam beberapa hadis disebutkan tentang hal ini, di antaranya telah diriwayatkan dalam Sahih Muslim, dari Al-Aghar Al-Muzani, seorang sahabi, bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah setiap hari sebanyak seratus kali.”

 

Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan bertobat kepadaNya setiap hari lebih dari tujuh puluh kali.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Syaddad bin Aus bahwa Nabi menyatakan:

 

“Induk istighfar adalah ucapan seseorang: Ya Allah, Engkau Tuhanku, rada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menjadikan aku sebagai hambaMu, dan aku dalam ikatan perjanjian dengan menurut kemampuanku. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan perbuatanku. Aku mengakui kenikmatanMu atas diriku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa selam Engkau. Barangsiapa mengwapkannya sedang ia yakin dengannya di siang hari, lalu ia mati pada hari itu sebelum tiba waktu sore, maka ta masuk surga. Dan barangsiapa mengucapkannya di waktu malam, sedang ia yakin dengannya, lalu ia mati sebelum tiba waktu pagi, maka ia masuk surga.”

 

Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Umar  yang pernah menghitung dalam satu majlis di mana Rasulullah mengucapkan sebanyak seratus kali, yaitu:

 

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan berilah tobat kepadaku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Tobat dan Penyayang.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis sahih.

 

Diriwayatkan dalain Sunan Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:

 

“Barangsiapa selalu mengucapkan istighfar, Allah menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitan dan kebebasan dari setiap kesusahan. Allah pun memberinya rezeki dari jalan yang tidak diduganya.”

 

Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa beliau menegaskan:

 

“Demi Tuhan yang nyawaku berada di tanganNya, seandainya kamu tidak berdosa, niscaya Allah melenyapkan kamu dan mendatangkan suatu kaum yang berbuat dosa, sehingga mereka meminta ampun kepada Allah, Allah pun mengampuni dosa mereka.”

 

Melalui Abubakar Siddiq, Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan, bahwa Rasul menyebutkan:

 

“Tidaklah terus berdosa siapa yang meminta ampun, walaupun ia kembali (berdosa) dalam sehari sebanyak tujuh puluh kali.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis yang lemah isnadnya.

 

Dalam riwayat Tirmizi, Anas berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Allah berfirman: Hai anak Adam, sesungguhnya selama engkau memanggil Aku dan mengharap Aku, niscaya Kuampuni dosamu yang telah lampau dan Aku tidak peduh. Hai anak Adam, andaikata dosa-dosamu mencapai awan, kemudian engkau meminta ampun kepadaKu, niscaya Kuampuni dosamu. Hai anak Adam, andaikata engkau membawa kepadaKu dosa sepenuh bumi, kemudian engkau datang kepada Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu apapun, niscaya Kuberi ampunan kepadamu sepenuh bumi.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis hasan.

 

Dengan isnad jayyd (baik), Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdullah bin Busrin, bahwa Rasul bersabda:

 

”Bahagialah siapa yang mendapatkan dalam lembaran (amal)nya istighfar yang banyak.”

 

Diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud dan T’irmizi, dari Ibnu Mas’ud  bahwa beliau menyatakan:

 

“Barangsiapa mengucapkan: Aku mohon ampun kepada Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang hidup dan berdiri sendiri dan aku bertobat kepadaNya, niscaya diampuni dosa-dosanya, walaupun ia telah lari dari peperangan.” Berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim, AlHakim menggolongkan sebagai hadis sahih.

 

Ar-Rabi bin Khusyaim berkata: Janganlah seseorang di antara kamu mengatakan: Aku mohon ampun kepada Allah dan aku bertobat kepadaNya, sehingga menjadi dosa dan dusta jika tidak dilakukan. Akan tetapi, katakanlah: “Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah tobatku.” Inilah perkataan yang baik.

 

Imam Nawawi tidak sepakat dengan argumen di atas. Dinyatakan: Makna astaghfirullah ialah aku mohon ampunan Allah dan ini bukanlah dusta.”

 

Fudhail bin Iyadh mengatakan. ”istighfar tanpa berhenti dari maksiat adalah tobatnya orang-orang pendusta.”

 

Rabi’ah Al-Adawiyah  berkata: ”isrighfar kita membutuhkan istighfar yang banyak.”

 

Diriwayatkan bahwa seorang dusun berpegang pada kain penutup Kakbah seraya berkata: “Ya Allah, sesungguhnya istihgfarku bersama ketetapanku dalam maksiat adalah kehinaan dan sesungguhnya ketiadaan istighfarku bersama pengetahuanku akan keluasan ampunanMu adalah kelemahan.”

 

“Betapa banyak Engkau telah menunjukkan kecintaan kepadaku dengan berbagai kenikmatan, kendali pun Engkau tidak membutuhkan aku dan aku menunjukkan ketidaksenangan kepadaMu dengan maksiat, meskipun aku butuh kepadaMu.”

 

“Wahai Tuhan yang apabila berjanji Dia menepatinya dan apabila mengancam Dia membiarkan dan memaafkan, masukkanlah dosaku yang banyak dalam maafMu yang besar. Wahai Tuhan yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

 

Larangan berdiam diri dari pagi hingga malam

 

Dengan isnad hasan, Abu Daud meriwayatkan dari Ali bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidaklah dinamakan yatim sesudah bermimpi (mencapai usia baligh), dan tidak boleh berdiam diri dari pagi hingga malam.”

 

Dalam bukunya Ma’alim As-Sunan, Abu Sulaiman Al-Khattabi menerangkan hadis di atas dengan mengatakan: “Di antara tata cara ibadah Jahiliah ialah berdiam diri. Seseorang di antara mereka berikrikaf siang dan malam, dengan diam dan tidak mengucapkan apa-apa. Dalam Islam, praktek seperti itu dilarang. Mereka disuruh berzikir dan berbicara yang baik.”

 

Diriwayatkan dalam Sahih Bukhari, dari Oais bin Abi Hazim ia berkata: Abu Bakar Siddiq menjenguk seorang perempuan dari Ahmas yang bernama Zainab. Dilihatnya perempuan itu tidak berbicara. Beliau bertanya: “Kenapa engkau tidak berbicara?” Orang-orang menjawab: “Ia melakukan haji sambil berdiam diri.” Maka, berkatalah Abubakar kepadanya: ”Bicaralah, sesungguhnya ini tidak dibolehkan, ini adalah perbuatan Jahiliah.” Akhirnya, perempuan itu pun berbicara.

Berisi tiga puluh hadis sebagai inti Islam

 

  1. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Umar bin Khattab yang mendengar Rasul menyebutkan:

 

”Setiap amal itu harus dengan niat.”

 

  1. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Aisyah bahwa Nabi menegaskan:

 

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kami ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.”

 

  1. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Numan bin Basyir yang mendengar Rasul menegaskan:

 

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya terdapat hal-hal yang meragukan, yang tidak diketahut oleh banyak orang. Maka, barangsiapa menjaga diri dari keragu-raguan, Ia pun telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa masuk dalam hal-hal yang meragukan, ia pun masuk dalam hal yang haram, seperti penggembala di sekeliling tanah larangan (halaman orang), lambat laun ia akan masuk ke dalamnya, Ingatlah, setiap raja ada larangannya. Ingatlah, larangan adalah segala sesuatu yang diharamkannya. Ketahuilah, dalam tubuh itu ada segumpal daging, jika ia bath, baiklah tubuh seluruhnya. Jika ta rusak, rusaklah tubuh seluruhnya. Ingatlah, itu adalah hati.”

 

4 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasul menjelaskan:

 

“Sesungguhnya tiap orang di antaramu dikumpulkan pembentukannya (kejadiannya) di dalam rahim ibunya dalam 40 hari berupa nutfah (mam). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga (40 hari). Kemudian menjadi segumpal daging selama itu juga. Setelah itu, diutuslah malaikat yang mentupkan roh padanya, dan ditetapkan dengan empat perkara: Ditentukan rezekrinyay ajalnya (umurnya): amalnya (pekerjaannya), sengsara atau bahagia. Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya manusia melakukan perbuatan penghuni surga, sehingga tiada berjarak antara da dan surga melainkan sehasta, maka mendahuluilah atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan pekerjaan penghuni neraka, maka ja pun masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu mengerjakan pekerjaan ahli neraka, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka kecuali sehasta saja, maka ta didahului ketentuan Tuhan atasnya, lalu 1a mengerjakan pekerjaan ahli surga, maka, ia pun masuk ke dalam surga.”

 

  1. Tirmizi dan Nasai meriwayatkan dari Hasan bin Ali yang mendengar Rasulullah bersabda:

 

“Tinggalkan perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu.” Tirmizi menggolongkan sebagai hadis sahih.

 

  1. Melalui Abu Hurairah , Tirmizi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasul bersabda:

 

“Termasuk kebaikan Islam seseorang talah meninggalkan segala sesuatu yang bukan urusarnya. Hadis hasan

 

7, Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Anas  bahwa beliau menjelaskan:

 

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya (sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri,”

 

  1. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

 

Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah menyuruh kaum mukminin dengan apa yang diperintahkanNya kepada para rasul. Allah berfirman: “Hai para rasul, makanlah dari makanan yang baik dan berbuatlah kebaikan, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari makanan yang baik yang telah Kami berikan kepada kamu.” Kemudian behau menyebut orang yang lama bepergian, rambutnya kusut berdebu, mengulurkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku, sedangkan makanannya dan minumannya haram, dan pakatannya haram serta diberi makan dengan yang haram. Bagaimana doanya bisa dikabulkan karena itu?

 

  1. Rasulullah bersabda'”!:

 

“Janganlah engkau saling memudharatkan (merugikan, menyusahkan, dan lain sebagainya).”

 

  1. Diriwayatkan oleh Muslim, dari Tamim Ad-Dari, bahwa beliau menjelaskan:

 

“Agama itu nasihat (keikhlasan). Kami bertanya: Untuk sapa? Beliau menjawab: Bagi Allah, KitahNya, RasulNya, imam-imam kaum muslim dan bagi muslimin umumnya.”

 

  1. Melalui Abu Hurairah, Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Rasul menjelaskan:

 

“Apa yang kularang untuk kamu lakukan, maka jauhilah. Dan apa yang kusuruh untuk melakukan, maka lakukanlah menurut kemampuanmu. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kamu telah dibiasakan oleh banyaknya pertanyaan dan perselisihan dengan nabi-nabi mereka.”

 

  1. Ibnu Majah meriwayatkan dari Sahal bin Saad yang berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi seraya berkata: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang jika kukerjakan, Allah dan manusia mencintaiku.” Maka, beliau bersabda: ”Jauhilah yang tidak baik di dunia, niscaya Allah mencintaimu. Dan jauhilah yang tidak disenangi orang, niscaya manusia mencintaimu.” (Hadis hasan)

 

  1. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasul bersabda:

 

“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku (Muhammad) adalah Rasulullah, kecuali disebabkan salah satu dari tiga perkara: Janda yang berzina, saling membunuh, orang yang meninggalkan agamanya dan memisahkan diri dari jamaah (kaum muslimin)”

 

  1. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Umar bahwa Rasul menerangkan:

 

“Aku diutus untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa nada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan mendirikan solat serta mengeluarkan zakar. Apabila mereka melakukan perkara-perkara itu, terpelihara daripadaku darah dan harta mereka, kecuali menurut hukum Islam dan perhitungan amal mereka terserah pada Allah .”

 

  1. Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasul bersabda:

 

“Islam itu didirikan atas lima perkara: Bersaksi bahwa tiada Tuhan selam Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan solat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Bartullah dan puasa pada bulan Ramadan.”

 

  1. Masih dari Bukhari dan Muslim, yang diperoleh dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah menyebutkan:

 

“Andaikata manusia diberikan tuntutannya dengan dakwaan mereka, niscaya orang-orang mengaku menguasai harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi, bukti harus diberikan oleh yang mendakwa dan sumpah harus diucapkan oleh yang menyangkal.”

 

  1. Dalam Musnad Ahmad dan Ad-Darimi, diriwayatkan bahwa Wabisah bin Mabad, mendatangi Rasulullah. Beliau bertanya: “Apakah kedatanganmu untuk menanyakan tentang kebaikan dan dosa?” Ia menjawab: “Ya.” Maka, beliau bersabda: “Tanyakan kepada hatimu.” Ditambahkan: “Kebaikan itu yang bisa menenangkan jiwa dan menenteramkan hati, sedang dosa itu adalah sesuatu yang berpengaruh di dalam jiwa dan gelisah di dalam dada. Walaupun orang-orang memberi fatwa kepadamu. Walaupun orang-orang memberi fatwa kepadamu.” (Hadis hasan)

 

Dalam Sahih Muslim, dari An-Nawwas bin Sam’an , bahwa Nabi  bersabda:

 

“Kebaikan adalah kebagusan budi pekerti dan dosa adalah sesuatu yang berpengaruh dalam jiwamu dan engkau tidak suka apabila orang lain mengetahuinya.”

 

  1. Muslim meriwayatkan dari Syaddad bin Aus bahwa Rasulullah mengajarkan:

 

“Sesungguhnya Allah  mewajibkan perbuatan baik terhadap segala sesuatu. Maka, apabila kamu membunuh (dengan hak Islam), bunuhlah dengan baik. Dan apabila kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik. Hendaklah manusia menajamkan pinggir pisaunya dan menepatkan sembelihannya.”

 

  1. Melalui Abu Hurairah , Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa beliau bersabda:

 

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir (hari kiamat), hendaklah ia berkata baik atau diam. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari aklur, hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya.”

 

  1. Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah yang berkata: Seorang lelaki berkata kepada Rasulullah : ”Nasihatilah aku.” Beliau bersabda: “Jangan marah.” Diulanginya beberapa kali. Beliau pun tetap bersabda: “Jangan marah.”

 

  1. Dengan isnad hasan, Daruguthhi meriwayatkan dari Abi Tsa’labah Al-Hasni, bahwa Rasul menyebutkan:

 

“Sesungguhnya Allah menetapkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu menyia-nyiakannya. Dia menetapkan batas-batas (peraturan), maka janganlah kamu melanggarnya. Dia mengharamkan banyak hal, maka janganlah melanggarnya. Allah pun mendiamkan banyak hal sebagai rahmat bagimu, bukan lantaran lupa, maka janganlah kamu membahasnya.”

 

  1. Hadis yang diriwayatkan dari Muadz (Berhubung hadis ini sangat panjang dan telah dimuat dalam bab ‘Penjagaan Lisan’, maka sengaja tidak saya sebutkan dan cukup dilihat pada bab tersebut, Pen.).

 

  1. Diriwayatkan oleh Tirmizi, dari Abu Dzarr dan Muadz:, bahwa Rasul bersabda:

 

“Takutlah kepada Allah di mana pun engkau berada dan tutuplah sesuatu kejahatan itu dengan kebaikan, (Allah) pasti akan menghapusnya. Dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang baik.”

 

  1. Abu Daud dan Tirmizi meriwayatkan dari Irbad bin Sariyah. yang berkata: Rasulullah menasihati kami dengan suatu nasihat yang menggetarkan hati dan membuat air mata bercucuran. Kami berkata: “Ya Rasulullah, nampaknya seperti nasihat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat.” Beliau bersabda: “Aku berwasiat kepada “kalian supaya tetap bertakwa kepada Allah yang Maha tinggi dan Maha Mulia, serta mendengarkan perintah dan menaati, walaupun kalian diperintah oleh seorang sahaya.”

 

“Sesungguhnya, siapa yang hidup (sesudah kepergianku) di antara kamu, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ Ar-Rasyidin yang diberi petunjuk (oleh Tuhan). Dan pegangilah sunnahku erat-erat.”

 

”Jauhkanlah dirimu dari segala urusan yang dibuat-buat (bid’ah), karena setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Hadis hasan sahih)

 

  1. Diriwayatkan oleh Bukhari, dari Abi Mas’ud Al-Badri , bahwa Nabi bersabda:

 

“Sesungguhnya di antara yang dipahami manusia dari perkataan kenabian pertama ialah: Jika engkau tidak malu, maka lakukanlah apa saja yang engkau kehendaki.”

 

  1. Muslim meriwayatkan dari Jabir yang menyatakan bahwa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah : “Bagaimana pendapatmu jika aku mengerjakan solat wajib dan berpuasa Ramadan, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan aku tidak melebihi dari itu sedikit pun, apakah aku masuk surga?” Beliau menjawab: ”Ya.”

 

  1. Sufyan bin Abdillah berkata: “Ya Rasulullah, tunjukkanlah bagiku dalam Islam suatu perkataan yang tidak kutanyakan kepada seorang pun selain engkau tentang hal itu.” Beliau menjawab: “Katakanlah: Aku beriman kepada Allah. Kemudian, ikutilah jalan yang lurus (berbuatlah yang benar).” (H.R. Muslim)

 

Para ulama mengatakan: Hadis ini termasuk kalimat menyeluruh (Jawamik Al-Kalam) yang dimiliki Rasulullah  dan sesuai dengan firman Allah :

 

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata: Tuhan kami adalah Allah, kemudahan mereka berlaku lurus (melaksanakan ketaatan), maka tidaklah mereka merasa takut dan tidak pula merasa sedih.” (Q.S. Al-Ahgaf: 13)

 

  1. Hadis Umar bin Khattab, mengenai pertanyaan Jibril kepada Nabi tentang Iman, Islam dan Ihsan serta hari kiamat. Hadis ini masyhur dalam Sahih Muslim.

 

  1. Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata: Aku sedang berada di belakang Nabi maka beliau bersabda: “Hai anak, kuajari engkau beberapa kata: Jagalah (agama) Allah niscaya Allah menjagamu. Jagalah (agama) Allah niscaya engkau dapati Dia di depanmu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan jika engkau meminta tolong, mintalah tolong kepada Allah.”

 

“Ketahuilah, andaikata umat berkumpul untuk memberi manfaat kepadamu dengan sesuatu, tidaklah mereka bisa memberinya kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah bagimu. Dan jika mereka berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak bisa membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditetapkan Allah atasmu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran kertas telah kering (takdir telah berlaku).” (Hadis hasan sahih)

 

Dalam riwayat lain:

 

“Jagalah (agama) Allah, niscaya engkau dapati Dia di depanmu. Kenalilah Allah dalam kesejahteraan, niscaya Dia mengenalmu di saat kesulitan. Dan kerahulilah, sesuatu yang luput darimu tidaklah akan menimpamu dan sesuatu yang menimpamu tidaklah akan luput darimu.”

 

Dalam akhir hadis: “Dan ketahuilah, kemenangan itu beserta kesabaran dan kebebasan itu beserta kesusahan dan dengan kesukaran timbul kemudahan.”

 

  1. Hadis terakhir dan penutup kitab ini. Maka, kami sebutkan isnadnya secara lengkap dan kami mohon kepada Allah yang Maha Pemurah agar ia merupakan akhir yang membawa kebaikan.

 

Diberitakan kepada kami oleh guru kami Al-Hafidh Abi AlBaga’ Khalid bin Yusuf An-Nablusi/Ad-Damsyiki, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Thalib Abdullah, Abu Mansur Yunus, Abu Al-Oasim Hasan bin Hibatullah Ibnu Misry, Abu Ya’la Hamzah dan Abu Thahir Ismail, mereka berkata: Diberitakan kepada kami oleh Al-Hafidh Abu Al-Oasim Ali bin Husein, yaitu Ibnu Asakir, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Abdillah Muhammad bin Ali bin Yahya bin Sulwan, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Al-Oasim Al-Fadhlu bin Jakfar, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Bakar Abdurrahman Ibn AlOasim Ibn Al-Faraj Al-Hasymi, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Mashar, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Said bin Abdul Aziz dari Rabi’ah bin Yazid dari Abi Idris Al-Khaulani, dari Abi Dzarr , dari Rasulullah , dari Jibril , dari Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi, Dia berfirman:

 

“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diriKu dan Kujadikan kekejaman dh antara kamu sebagai perbuatan yang diharamkan, maka janganlah kamu saling menganiaya, Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya kamulah yang berbuat kesalahan pada waktu malam dan siang, dan Akulah yang mengampuni segala dosadosa, Aku pun tidak peduli, maka mintalah ampun kepadaKu, niscaya Kuampuni kamu. Hai hamba-hambaKu, masing-masing dari kamu lapar, kecuali siapa yang Kuberikan makanan, maka mintalah makan kepadaku, niscaya kamu Kuberi makan. Hai hamba-hambaKu, masing-masing dari kamu telanjang, kecuali yang telah Kuberi pakaian, maka mintalah pakatan kepadaKu, niscaya Kuberi pakaian kepadamu. Hai hamba-hambaKu, andaikata yang pertama dan yang terakhir dari kamu dan manusia serta jin semuanya mempunyai sifat terjahat yang kamu miliki, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaan Ku sedikitpun. Hai hamba-hambaKu, andaikata yang pertama dan terakhir dari kamu dan manusia serta jin semuanya memiliki hati dari orang yang paling bertakwa di antara kamu, tidaklah hal itu menambah kekuasaan Ku sedikitpun. Hai hamba-hambaKu, andaikata yang pertama dan terakhir dari kamu dan manusia serta jin semuanya berkumpul menjadi satu dan meminta kepadaKu, lalu Kuberi masing-masing dari mereka apa yang dimintanya, tidaklah hal itu mengurangi kekuasaanKu sedikitpun, kecuali seperti berkurangnya air laut apabila dicelupkan jarum di dalamnya dengan sekali celup. Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya 1a adalah amal-amalmu yang Kujaga atas dirimu. Maka, barangsiapa mendapati kebaikan, hendaklah ia memuji Allah. Dan barangsiapa mendapati selain itu (kejelekan), maka janganlah ia menyalahkan kecuali dirinya.”

 

Abu Mashar berkata bahwa Said bin Abdul Aziz mengatakan: Adalah Abu Idris, apabila menceritakan hadis ini, beliau duduk berlutut. Ini adalah sebuah hadis sahih yang diriwayatkan dalam Sahih Muslim, Isnadnya dari saya (Imam Nawawi) sampai Abu Dzarr.

 

Semuanya orang Damsyik. Adapun Abu Dzarr, ia pernah masuk Damsyik. Dalam hadis ini terkumpul sejumlah faedah, di antaranya adanya penjelasan beberapa kaidah dalam ushul (pokok-pokok) agama dan cabang-cabangnya, adab, seluk beluk hati dan lainnya.

 

Di antaranya keabsahan isnad dan matannya, ketinggiannya dan rangkaiannya dengan orang-orang Damsyik. Diriwayatkan dari Imam Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal , beliau berkata: Tidaklah penduduk Syam memiliki hadis yang lebih mulia dari hadis ini.