Kitab Al Aqidah Al Islamiyah Sayyid Sabiq Dan Terjemah [PDF]

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang” ,

 

Alhamdulillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa shahbihi wa man walah.

 

Amma ba’du.

 

Sebenarnya segala kenikmatan yang oleh Tuhan dikeruniakan kepada ummat manusia, baik yang berupa kenikmatan materi atau kebendaan serta kenikmatan rohaniah atau kesucian jiwa itu rasanya baiklah dikembalikan saja kepada para pahlawan yang secara gagah perkasa sekali telah berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, sebab mereka itulah yang nyata-nyata telah mengenyamnya.

 

Pahlawan-pahlawan itu hatinya telah dipenuhi dengan keimanan, jiwanya diisi padat-padat dengan keyakinan. Mereka malahan gemar melibatkan dirinya dalam berbagai perjuangan, baik jihad terhadap nafsu ataupun terhadap musuh yang sesungguhnya. Disamping itu merekapun tidak henti-hentinya memberikan pengurbanan-pengurbanan untuk membela yang hak dan benar, juga untuk mencapai taraf kehidupan yang baik dan layak setapak demi setapak maju kemuka.

 

Amat mungkin sekali bahwa kenikmatan-kenikmatan yang telah dicapai itu akan makin berlipat ganda, yang sebuah disusul pula dengan kerunia yang lainnya, andaikata akidah yang dimiliki itu tetap tidak berubah sebagaimana keadaannya semula, tinggi, luhur, bersih dan suci. Juga masih dipertahankan kemurniannya oleh golongan yang benar-benar ikhlas, sekalipun amat kecil jumlahnya.

 

Tetapi sayangnya bahwa ‘akidah itu sudah dicampuri — Secara keseluruhan — oleh pemikiran-pemikiran yang diada-adakan oleh manusia, bahkan ada yang dinodai oleh sekumpulan pendapat yang tidak mencerminkan keyakinan yang hak. Oleh sebab itu, lalu tidak dapat mendalam sampai ke dasar jiwa dan tidak pula dapat mengarahkan ke jurusan yang bermanfaat dalam kehidupan ini, juga tidak dapat memberi pertolongan untuk dijadikan pendorong guna menempuh jalan yang suci yang mencerminkan kemurnian peri kemanusiaan serta keluhuran rohaniah.

 

Sementara itu kemajuan materi sudah merayap ke segenap penjuru dari seluruh bidang kehidupan, sehingga kesannya amat terasa sekali dalam akal dan jiwa. Sampai-sampai ‘akidah keagamaan — sebagaimana keadaannya yang sudah kami uraikan diatas — tidak tahan lagi berhadapan dengan kekuatan ilmu pengetahuan yang terus mendesak, agaknya silau untuk berhadapan dengan berbagai pemecahan ilmiah yang datang bertubi-tubi setiap hari.

 

Akhirnya ‘akidah yang sedemikian itu dihinggapi oleh suatu tekanan yang keras sekali, digoncangkan secara dahsyat dan ditusuk dengan berbagai pendapat yang runcing yang hampir-hampir akan menyebabkan kebinasaan dan lenyapnya. Dilain fihak disana-sini terdengarlah suara yang memanggil-manggil untuk mengajak kembali kepokok pangkal agama yang aseli, berpegang erat-erat kepada ‘akidah yang diwariskan oleh para nabi dan rasul Tuhan, sebelum kegelapan materi itu merajalela di segenap sudut kehidupan di alam semesta ini dan juga sebelum kesesatan bersitegang urat leher diseluruh penjuru dunia, sehingga tidak seorangpun akan dapat melawannya nanti. Namun amat disayangkan sekali bahwa suara-suara itu belum dapat mencapai sasarannya, belum dapat merealisasikan tujuannya dan belum kuasa mentahkikkan apa yang dicita-citakannya. Sebabnya ialah karena suara-suara itu tidak mempunyai suatu pendukung yang berdiri sekokoh-kokohnya, yang dapat benar-benar memuaskan, juga berkekuatan teguh dan pula alat-alat yang cukup sempurna. Sebab andaikata kekuatan yang teguh dan alat-alat yang sempurna itu ada, tentulah dapat mengeluarkan suara yang nyaring, keras, didengarkan, diikuti dan diperkatikan secara nyata. Selain itu, para penganjur yang memberikan dakwah dan penerangan dalam hal-hal yang berhubungan erat dengan ‘akidah-‘akidah itu tidak mampu untuk menunjukkan mutu yang tinggi dan nilai yang berharga dan murni yang dapat menanamkan kesan yang meresap dalam akal fikiran serta hati ummat manusia.

 

Dalam pada itu ilmu pengetahuan modern dengan penemuan-penemuannya yang serba baru menempuh jalannya sendiri dan agaknya dapat memberikan kenyataan kepada ummat manusia perihal kelezatan-kelezatan materi yang segera dapat dikenyam, juga dapat menyempurnakan kesenangan mereka dengan mengeluarkan sebanyak mungkin kemanfaatan yang terkandung dalam benda-benda yang ada di alam semesta ini. Digalilah berbagai kegunaan, kebaikan dan penghasilan dari apa-apa yang maujud itu dengan berdasarkan ilmu pengetahuan yang modern tersebut.

 

Namun demikian, sekalipun ilmu pengetahuan tadi sudah melangkah terlampau jauh menempuh berbagai jalan untuk memperkembangkan pengaruhnya, tetapi masih juga tidak dapat memberikan kepuasan ummat manusia dalam hal keamanan dan kesejahteraan, tidak pula dapat melimpahkan kemesraan dan kecintaan, kesayangan dan keibaan, sikap tolong-menolong dan mendahulukan kepentingan masyarakat ramai, bahkan tidak kuasa pula mengisi didikan dalam jiwa atau meluruskan akhlak yang sudah rusak. Oleh sebab hal-hal yang sedemikian ini, lalu ummat manusia dihinggapi oleh suatu kelumpuhan yang menguatirkan sekali akibat berlebihnya keluasan akal fikiran disamping kesempitan hati nurani.

 

Sebenarnya ummat manusia seluruhnya di dunia pada zaman kita sekarang ini: memiliki ilmu pengetahuan yang berlimpah ruah dan akal fikiran yang amat luas, tetapi boleh dikatakan masih dalam periode kanak-kanak yang baru tumbuh, dan oleh karena itu mungkin akan merupakan suatu bahaya terhadap jiwa perikemanusiaan bahkan bahaya itu mungkin akan mengenai seluruh manusia pada umumnya.

 

Oleh sebab itu, maka sangat penting sekali mengadakan perubahan secara radikal terhadap jiwa manusia itu dengan jalan menanamkan ‘akidah yang benar dan sehat yang tidak tercampur dengan pemikiran-pemikiran yang dibuat-buat oleh siapapun dan tidak pula diselundupi oleh pendapat dan pengaruh hawa nafsu.

 

Benar-benar suatu kerunia dan keutamaan Allah Ta’ala bahwa ‘akidah ini masih dapat berwujud tetap dalam kemurnian, kesucian, kelengkapan dan kebersihannya.

 

Sesungguhnya yang menjamin untuk tetap terang benderangnya ‘akidah itu, sesuai dengan wahyu yang benar. benar dari Tuhan adalah kitab suci Al Qur’an  sendiri yang tidak akan dihinggapi oleh kebatilan, baik dari manapun datangnya, dari muka atau belakang. Disamping itu juga dijamin kesuciannya oleh hadits-hadits shahih yang memberikan ketetapan dan kemantapan yang tidak mungkin disusupi oleh sangkaan-sangkaan atau perkira-kiraan belaka.

 

Sebagian daripada keistimewaan-keistimewaan ‘akidah yang kekal ini ialah bahwa ia adalah pusaka yang ditinggalkan oleh sekalian rasul Tuhan, juga bahwa ‘akidah itulah yang merupakan penghimpun yang mengikat erat antara seluruh kaum mukminin dengan satu agama yang datang dari Allah yang Maha Esa yang tidak mungkin akan berbeda, baik dimasa atau di tempat manapun juga. Selain itu ‘akidah itu adalah suatu kepercayaan yang tidak memaksa, tidak sukar untuk diterima oleh akai fikiran, tetapi kuasa untuk mengarahkan setiap manusia untuk menuju ke arah kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan ini.

 

Hanya saja untuk menyuburkan ‘akidah: tadi sangat diperlukan sekali tenaga yang militant, kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menyebarkannya, meratakannya dan menyampaikannya keseluruh ummat manusia. Tenaga yang kokoh yang berdiri di belakangnya mutlak perlu untuk usa: ha ini, sehingga mempunyai tempat yang wajar dalam kalbu dan akal fikiran ummat, juga agar dapat menguasai pengaruh kehidupan dan masyarakat ramai.

 

Oleh karena risalat Muktamar Islam adalah suatu risalat yang mempunyai kewajiban untuk menyirnakan kegeLapan dan meratakan sinar cahaya, juga memajukan cara berfikir, menyucikan hati, meluruskan sepak terjang untuk menuju kearah keluhuran akhlak, ketinggian budi dan kelurusan langkah dan jejak, maka dipandang perlu untuk menyajikan kitab ini keseluruh ummat manusia yakni kitab yang diberi nama :

 

 

 

 

AQAID ISLAMIYAH

 

oleh Ustadz : Sayid Sabiq

 

Sebagai suatu saham dari Muktamar Islam untuk merealisasikan risalatnya.

 

Penyusun kitab ini berusaha sekuat tenaganya untuk menampakkan dan membeberkan ‘akidah-akidah Islam itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam kitab-kitab suci Tuhan Seru sekalian alam, juga yang didakwahkan oleh semua nabi dan rasul ‘alaihimusshalatu wassalam. Isinya dibersihkan sama sekali dari segala noda yang mencampurinya, disucikan dari pengaruh hawa nafsu yang mengotorinya sejak bertahun-tahun dan berabad-abad yang lalu.

 

Tidak satupun usaha yang ditinggalkan oleh penyusun kitab ini untuk mengemukakan penjelasan-penjelasan hakikat yang sebenarnya dari ‘akidah-“akidah itu agar lebih mudah diterima oleh akal fikiran yaitu dengan menggunakan apa-apa yang sudah ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern. Hal ini dilakukan sedapat mungkin. Selain itu juga memakai cara pemikiran yang berdasarkan akal yang telah memperoleh hidayat yang kiranya akan lebih mengokohkan tertanamnya ‘akidah-akidah agama itu.

 

Dengan cara sebagaimana diatas itu akan dapat bertemulah wahyu Rabbani dengan akal fikiran Insani secara bersamaan guna mengangkat taraf kehidupan serta menyampaikan manusia ketingkat tertinggi yang mungkin dapat dicapainya yakni yang berbentuk kesempurnaan materi dan rohani, kebendaan dan kebudayaan sejati.

 

Muktamar Islam, dengan menyajikan hidangan yang berupa kitab ini, dapatlah dianggap sebagai satu bagian dari sekian banyak beban risalah yang dipikulnya, disamping memohonkan kepada Allah Ta’ala agar mengeruniakan tambahan ilmu yang bermanfaat dan amal perbuatan yang shalih kepada penyusunnya ini.

 

Sebagaimana halnya juga Muktamar Islam memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar karya penyusunan kitab ini dijadikan sebagai suatu amal yang dengan ikhlas ditujukan untuk mengharapkan keridlaan Dzatnya yang Maha Mulia. Semogalah kemanfaatan akan merata dengan tersiarnya kitab ini dan dicatat sebagai suatu karya yang diterima disisiNya. Tuhan kiranya satu-satunya Pelindung kita dan Dialah sebaik-baiknya Dzat.

 

DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG.

 

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak barkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak (pula) disebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapislapis), Allah membimbing kepada cahayaNya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. S. An-Nur 35.

ISLAM ADALAH KEIMANAN DAN PERBUATAN

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad — Shalawatullah wa salamuhu ‘alaih — dan ia adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal).

 

Keimanan itu merupakan ‘akidah dan pokok, yang diatasnya berdiri syari’at Islam. Kemudian dari pokok itu keluarlah cabang-cabangnya.

 

Perbuatan itu merupakan syari’at dan cabang-cabang yang dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan serta ‘akidah itu.

 

Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain ‘akidah dan syari’at. keduanya itu antara satu dengan yang lain sambung-menyambung, hubung-menghubungi dan tidak dapat berpisah yang satu dengan lainnya. Keduanya adalah sebagai buah dengan pohonnya. sebagai musabbab dengan sebabnya atau sebagai natijah (hasil) dengan mukaddimahnya (pendahuluannya).

 

Oleh karena adanya hubungan yang amat erat itu, maka amal perbuatan selalu disertakan penyebutannya dengan keimanan dalam sebagian besar ayat-ayat AlQuran Alkarim.

 

Sebagai misal dapatlah dikemukakan firman-firman Allah Ta’ala :

 

“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berIman dan berbuat kebaikan, bahwasanya mereka itu akan memperoleh surga yang dibawahnya mengalirlah beberapa sungai”. S. Baqarah 25.

 

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan baik ia lelaki atau perempuan dan ia seorang yang beriman, maka pastilah Kami (Allah) akan memberinya kehidupan yang baik dan pasti Kami beri balasan dengan pahalanya, menurut yang telah dikerjakan dengan sebaik-baiknya”. S. Nahl 97.

 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, maka Tuhan yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. S. Maryam 96.

 

PENGERTIAN KEIMANAN ATAU ‘AKIDAH

 

Pengertian keimanan atau ‘akidah itu tersusun dari enam perkara yaitu :

 

  1. Ma’rifat kepada Allah, ma’rifat dengan nama-namaNya yang mulia dan sifat-sifatNya yang tinggi. Juga mar’ifat dengan bukti-bukti wujud atau adaNya serta kenyataan sifat keagunganNya dalam alam semesta atau di dunia ini.

 

  1. Ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini yakni alam yang tidak dapat dilihat. Demikian pula kekuatan-kekuatan kebaikan yang terkandung didalamnya yakni yang berbentuk malaikat, juga kekuatan-kekuatan jahat yang berbentuk iblis dan sekalian tentaranya dari golongan syaithan. Selain itu juga ma’rifat dengan apa yang ada didalam alam yang lain lagi seperti jin dan ruh.

 

  1. Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah Ta’ala yang diturunkan olehNya kepada para rasul. Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dan yang bathil, yang baik dan yang jelek, yang halal dan yang haram. juga antara yang bagus dan yang buruk.

 

  1. Mar’ifat dengan nabi-nabi serta rasul-rasul Allah Ta’ala yang dipilih olehNya untuk menjadi pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh makhluk guna menuju kepada yang hak.

 

  1. Ma’rifat dengan hari akhir dan peristiwa-peristiwa yang terjadi disaat itu seperti kebangkitan dari kubur (hidup lagi sesudah mati), memperoleh balasan, pahala atau siksa, surga atau neraka.

 

  1. Ma’rifat kepada takdir (qadla’ dan qadar) yang diatas landasannya itulah berjalannya peraturan segala yang ada di alam semesta ini, baik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.

 

KESATUAN ‘AKIDAH

 

Inilah yang merupakan pengertian pokok dalam keimanan, yakni ‘akidah yang untuk menyiarkannya itulah Allah Ta’ala menurunkan kitab-kitab suciNya, mengutus semua rasulNya dan dijadikan sebagai wasiatNya baik untuk golongan awwalin (orang-orang dahulu) dan golongan akhirin (orang-orang belakangan).

 

Itulah ‘akidah yang merupakan kesatuan yang tidak akan berubah-ubah karena pergantian zaman atau tempat tidak pula berganti-ganti karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah Ta’ala berfirman :

 

“Allah telah mensyari’atkan agama untukmu semua yaitu yang diwasiatkan kepada Nuh yang Kami wahyukan padamu, juga yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa, hendaklah kamu semua menegakkan agama itu dan jangan berselisih didalam melaksanakannya” S. Syura 13,

 

Jelaslah dari ayat diatas itu bahwa agama yang disyari’atkan oleh Allah Ta’ala kepada kita itu adalah sebagai. mana yang pernah diwasiatkan kepada rasul-rasulNya yang dahulu-dahulu, yakni agama yang merupakan pokok-pokok ‘akidah dan tiang-tiang atau rukun-rukun keimanan. Jadi bukannya cabang-cabangnya agama atau syari’at-syari’at. nya yang berupa amalan. Sebabnya ialah karena setiap um: mat itu tentu memiliki syari’at-syari’at amaliah yang sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal-ihwal serta jalan fikiran serta kerohanian mereka itu pula.

 

Hal ini terang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :

 

..Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami buatkan aturan dan jalan (yang harus ditempuhnya)”. S. Maidah 48.

 

APA SEBABNYA ‘AQIDAH ITU SATU DAN KEKAL

 

‘Akidah sebagaimana yang diuraikan dimuka itu oleh Allah Ta’ala dijadikan umum dan merata untuk seluruh ummat manusia, kekal sepanjang masa, sebab sudah nyatalah bekas-bekas kemanfaatan dan keperluannya, baik dalam kehidupan perorangan ataupun perkembangan masyarakat ramai.

 

Marilah kita kupas secara terperinci :

 

Pertama ialah ma’rifat kepada Allah Ta’ata yang akan memancarkan berbagai perasaan yang baik dan dapat dibina diatasnya semangat untuk menuju kearah perbaikan. Marrifat ini dapat pula memberi didikan kepada hati untuk senantiasa menyelidiki dan meneliti mana-mana yang salah dan tercela, malahan dapat menumbuhkan kemauan untuk mencari keluhuran kemuliaan dan ketinggian budi dan akhlak dan sebaliknya juga menyuruh seseorang supaya menghindarkan dirinya dari amal perbuatan yang hina, rendah dan tidak berharga sedikitpun.

 

Kedua ialah ma’rifat kepada malaikatnya Allah Ta’ala. Hal ini dapat mengajak hati sendiri untuk mencontoh dan meniru perilaku mereka yang serba baik dan terpuji itu, juga dapat tolong-menolong dengan mereka untuk mencapai yang hak dan luhur. Selain itu mengajak pula untuk memperoleh penjagaan yang sempurna, sehingga tidak satupun yang timbul dari manusia itu melainkan yang baik baik dan segala tindakannya pun tidak akan ditujukan melainkan untuk maksud yang mulia belaka.

 

Ketiga ialah ma’rifat kepada kitab-kitab suci Allah Ta’ala. Ini adalah suatu ma’rifat yang memberikan arah untuk menempuh jalan yang lurus: bijaksana dan diridlai oleh Tuhan yang tentunya sudah digariskan oleh Allah Ta’ala agar seluruh ummat manusia itu mentaatinya. Sebabnya ialah karena hanya dengan melalui jalan inilah, maka seseorang itu dapat sampai kearah kesempurnaan yang hakiki, baik dalam segi kebendaan (materi) atau segi kerohanian dan akhlak (adabi).

 

Keempat ialah ma’rifat kepada rasul-rasul Allah Ta’ala. Dengan mar’ifat ini dimaksudkan agar setiap manusia itu mengikuti jejak langkahnya, memperhias diri dengan meniru akhlak para rasul itu. Selain itu juga bersabar dan tabah hati dalam mencontoh sepak terjang beliau-beliau itu sebab sudah jelaslah bahwa tindak langkahnya para rasul itu mencerminkan suatu teladan yang tinggi nilainya dan yang bermutu baik sekali, bahkan itulah yang merupakan kehidupan yang suci dan bersih yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala agar dimiliki oleh seluruh ummat manusia.

 

Kelima ialah ma’rifat kepada hari akhir dan ini akan menjadi pembangkit yang terkuat untuk mengajak manusia itu berbuat kebaikan dan meninggalkan keburukan.

 

Keenam ialah ma’rifat kepada takdir dan ini akan memberikan bekal kekuatan dan kesanggupan kepada seseorang untuk menanggulangi segala macam rintangan, siksaan, kesengsaraan dan kesukaran. Sementara itu akan dianggap kecil sajalah segala penghalang dan cobaan. sekalipun bagaimana juga dahsyat dan hebatnya.

 

Hal-hal sebagaimana diatas itu tampak dengan jelas bahwa ‘akidah itu tujuan utamanya memberi didikan yang baik dalam menempuh jalan kehidupan, menyucikan jiwa lalu mengarahkannya kejurusan yang tertentu untuk mencapai puncak dari sifat-sifat yang tinggi dan luhur dan lebih utama lagi supaya diusahakan agar sampai tingkatan mar’ifat yang tertinggi.

 

Menempuh jalan yang dilandasi oleh didikan yang mur. ni dan utama yang dilakukan oleh seseorang dengan me: lalui penanaman ‘akidah keagamaan adalah suatu saluran yang terbesar yang paling tepat dalam memperoleh cita-cita pendidikan terbaik.

 

Sebabnya demikian itu ialah karena agama itu nyata-nyata mempunyai suatu kekuasaan yang tertinggi dalam hati dan jiwa juga memberikan kesan yang mendalam pada perasaan, bahkan rasanya tidak ada kekuasaan atau pengaruh serta kesan yang dapat ditimbulkan oleh hal-hal lain yang dapat lebih menghasilkan dari pada agama itu sendiri, baik yang sudah dicoba oleh para cerdik cendikiawan para ahli kebijaksanaan ataupun para sarjana pendidikan.

 

Jadi teranglah bahwa penanaman ‘akidah atau kepercayaan didalam hati dan jiwa itu adalah setepat-tepatnya jalan yang wajib dilalui untuk menimbulkan ungur-unsur kebaikan yang dengan bersendikan itu akan terciptalah kesempurnaan kehidupan, bahkan akan memberikan saham yang paling banyak untuk membekali jiwa seseorang dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai dengan petunjuk Tuhan.

 

Bentuk pendidikan yang semacam ini akan memberikan hiasan kehidupan itu dengan baju keindahan, kerapihan dan kesempurnaan, juga menaunginya dengan naungan kecintaan dan kesejahteraan.

 

Manakala kecintaan sudah terpateri dalam kalbu dan berkuasa untuk menimbulkan tindakan, maka pastilah permusuhan akan lenyap, pertengkaran akan sirna, persepakatan akan diperoleh sebagai ganti percekcokan dan persahabatan akan muncul sebagai ganti permusuhan. Dengan demikian seluruh manusia akan saling dekat-mendekati, hubung-menghubungi dan muncullah kerukunan, persatuan serta ikatan yang seerat-eratnya. Setiap orang akan berusaha untuk memberikan sumbangan sebanyak-banyaknya guna kebaikan ummat dan masyarakat dan sebaliknya ummat dan masyarakat itupun berusaha keras untuk memberikan kebahagiaan kepada setiap perorangan serta menyumbangkan tenaganya untuk kebaikan siapapun.

 

Dari segi ini tampaklah betapa besar hikmatnya, mengapa keimanan itu dijadikan umum dan kekal, tidak berbeda antara keimanan yang diajarkan oleh Tuhan dizaman dahulu dan dizaman sekarang, bahkan dimasa dan di tempat manapun. Semua sama dan satu macam.

 

Tidak suatu generasi atau ummatpun yang dibiarkan kosong oleh Allah Ta’ala tanpa mengutus rasulNya kepada mereka itu yang diberi tugas.untuk mengajak kepada keimanan yang sedemikian ini serta menancapkan dalam-dalam akarnya ‘akidah itu dalam hati.

 

Sebagian besar dakwah untuk pembaharuan ‘akidah itu diberikan oleh Allah Ta’ala setelah rusaknya hati ummat manusia dan tersesatnya kepercayaan yang mereka miliki: juga runtuhnya semua akhlak dan perikemanusiaan. Disaat itu pasti nyata sekali kebutuhan manusia kepada suatu kekuasaan yang ampuh yang dapat mengembalikan mereka kepada fithrah aseli mereka yang benar dan sejahtera. Bimbingan semacam itu mutlak diperlukan oleh umat, agar secara langsung dapatlah manusia itu meneruskan perbaikan kemakmuran bumi dan agar kuat pula untuk membawa amanat kehidupan di alam semesta ini.

 

‘Akidah ini merupakan ruh bagi setiap orang: dengan berpegang teguh padanya itu ia akan hidup dalam keadaan yang baik dan menggembirakan, tetapi dengan meninggalkannya itu akan matilah semangat kerohanian manusia. Ia adalah bagaikan cahaya yang apabila seseorang itu buta dari padanya, maka pastilah ia akan tersesat dalam liku-liku kehidupannya, malahan tidak mustahil bahwa ia akan terjerumus dalam lembah-lembah kesesatan yang amat dalam sekali.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

..Adakah orang yang sudah mati, kemudian Kami (Allah) hidupkan dan Kami berikan padanya cahaya yang terang yang dengannya itu ia dapat berjalan ditengah-tengah manusia, sama dengan orang yang dalam keadaan gelap gulita yang ia tidak dapat keluar dari situ ?”, S. An’am 122.

 

Memang. akidah adalah sumber dari rasa kasih sayang yang terpuji, ia adalah tempat tertanamnya perasaan-perasaan yang indah dan luhur, juga sebagai tempat tumbuhnya akhlak yang mulia dan utama. Sebenarnya tidak suatu keutamaan pun, melainkan ia pasti timbul dari situ dan tidak Suatu kebaikanpun, melainkan pasti bersumber dari padanya.

 

AlQuran Alkarim, diwaktu memperbincangkan perihal kebaikan, maka disebutkanlah bahwa ‘akidah itulah yang menjadi perintis atau pendorong dari amal-amal perbuatan yang shalih itu. Jadi ‘akidah diumpamakan sebagai pokok yang dari situlah munculnya beberapa cabang, atau sebagai fundamen yang diatasnyalah bangunan didirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

..Bukanlah kebaikan itu jika kamu semua menghadapkan mukamu kearah timur atau barat, tetapi yang disebut kebaikan itu ialah kebaikan seseorang yang beriman kepada Allah, hari akhir (hari kiamat), malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya itu kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang yang terlantar dalam perjalanan, orang minta-minta, orang-orang yang berusaha melepaskan perbudakan, mendirikan shalat, menunaikan zakat, memenuhi janji apabila berjanji, sabar dalam kesengsaraan dan kemelaratan dan juga diwaktu peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan merekalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah”. .S. Baqarah 177.

 

JALAN YANG DITEMPUH PARA RASUL DALAM MENANAMKAN ‘AKIDAH

 

Sekalian rasul Tuhan memberitahukan kepada masingmasing ummatnya ‘akidah sebagaimana yang tersebut dimuka dan mereka menempuh cara yang semuanya itu dapat dikatakan mudah, ringan dan gampang. Juga semuanya itu mudah dimengerti, difahamkan dan diterima. Beliaubeliau ‘alaihimus salam itu menyuruh ummatnya supaya mengarahkan pandangan mereka ke kerajaan langit dan bumi, digerakkanlah akal fikiran mereka itu supaya suka mengenang-ngenangkan serta memikir-mikirkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan. fithrahnya dibangunkan agar jiwanya dapat menerima tanaman dengan mempunyai perasaan yang teguh lagi cocok dalam beragama dan selain itu diajaknya pula merasakan suatu alam lain yang ada dibalik alam semesta yang dapat dilihat ini.

 

Diatas landasan-landasan sebagaimana diatas itu pulalah Rasulullah — shalawatullah wa salamuhu ‘alaih — menanamkan ‘akidah itu dalam hati dan jiwa ummatnya, umat Muhammad yang terbesar ini.

 

Beliau s.a.w. menyuruh agar pandangan mereka diarahkan dan pemikiran mereka ditujukan kejurusan ini. Akal mereka digerakkan dan fithrah mereka dibangunkan sambil mengusahakan penanaman ‘akidah itu dengan memberikan didikan, lalu disuburkan dan dikokohkan, sehingga dapat mencapai puncak kebahagiaan yang dicita-citakan.

 

Rasulullah s.a.w. dapat mengubah ummat yang asal mulanya sebagai penyembah berhala dan patung, yang dahulunya melakukan syirik dan kufur menjadi ummat yang ber’akidah tauhid, mengesakan Tuhan Seru sekalian alam. Hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Sementara itu beliau s.a.w. dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin-pemimpin yang harus diikuti dalam hal perbaikan budi dan akhlak, bahkan menjadi pembimbing-pembimbing kebaikan dan keutamaan. Bahkan lebih dari itu lagi, karena beliau s.a.w. telah membentuk generasi dari ummatnya itu sebagai suatu bangsa yang menjadi mulia dengan sebab adanya keimanan dalam dada mereka. berpegang teguh pada hak dan kebenaran. Maka pada saat itu ummat yang langsung dibawah pimpinannya adalah bagaikan matahari dunia, disamping sebagai penga jak kesejahteraan dan keselamatan pada seluruh ummat manusia.

 

Allah Ta’ala membuat kesaksian sendiri pada generasi itu bahwa mereka itu benar-benar memperoleh ketinggian dan keistimewaan yang khusus, sebagaimana firmanNya :

 

,,Kamu semua adaluh sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kebaikan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”. S. Ali ‘Imran 110

 

Keimanan yang dimiliki oleh sebagian sahabat-sahabat beliau s.a.w. itu sampai mencapai suatu tingkat yang dapat dikatakan : ,Andaikata tabirpun disingkapkan, tidaklah bertambah keyakinanku”. Maksudnya ialah sudah penuh dan ada dipuncak yang tertinggi, maka sekalipun tabir keghaiban terbuka, keyakinan itu tidak dapat ditambah lagi.

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Harits bin Malik Anshari r.a. terdapat suatu gambaran yang gamblang untuk memberikan pengertian kepada kita, betapa dahsyatnya keimanan yang dimiliki oleh sebagian sahabat: sahabat beliau s.a.w. Inilah gambaran yang cemerlang sekali mengenai keimanan seseorang.

 

Diceriterakan bahwa Haritsah berjalan melalui tempat Rasulullah s.a.w. lalu beliau s.a.w. bertanya dengan sabdanya :

 

Bagaimanakah engkau berpagi-pagi ini. hai Haritsah ? Haritsah menjawab . ,,Saya sebagai seorang mukmin yang sungguh-sungguh”.

 

Rasulullah s.a.w. bersabda lagi : ,,Fikirkanlah baik-baik apa yang kaukatakan itu, sebab segala sesuatu itu pasti ada kenyataannya. Maka dari itu, apakah kenyataan keimananmu ?”.

 

Haritsah menjawab : , Jiwaku tidak memperhatikan lagi keduniaan. Waktu malam saya beriaga dan waktu siangnya saya haus (artinya malam bangun shalat dan siang berpuasa).

 

Seolah-olah saya melihat ‘arasy Tuhanku yang tampak jelas.

 

Seolah-olah saya melihat para ahli surga saling: ziarah-menziarahi dan seolah-olah saya melihat para ahli neraka sama berteriak-teriak didalamnya”.

 

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda : Engkau sudah benar-benar mengerti itu, hai Haritsah, Kalau begitu, tetapilah”.

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan sanad dla’if.

 

PENYELEWENGAN DARI JALAN YANG DITEMPUH PARA RASUL DAN AKIBATNYA

 

Semenjak kedaulatan Negara Tauhid berdiri dibawah pimpinan Rasul Tuhan yang terakhir yakni Nabi Besar Muhammad s.a.w. keadaan ‘akidah masih tetap dalam kesuciannya yang berasal dari wahyu Ilahi dan ajaran-ajaran yang diberikan dari langit. Dasar utamanya yang digunakan sebagai pedoman adalah AlQuran dan Assunnah. Pada tingkat permulaan arah yang dituju ialah memberikan didikan dalam watak dan tabiat, meluhurkan sifat-sifat yang bersangkutan dengan gharizah kalbu dan cara didikan yang harus dilalui dan ditempuh. Maksudnya ialah agar setiap manusia dari kalangan masyarakat itu dapat memperoleh keluhuran yang sesuai dengan kehormatan dan kemuliaan dirinya dan dengan demikian akan tumbuhlah suatu kekuatan secara automatis yang amat kokoh dalam kehidupan.

 

Selanjutnya setelah datang masa kekhilafatan yang banyak bersendikan soal siasat dan politik, apalagi setelah ada hubungannya dengan cara-cara pemikiran yang ditimbulkan berbagai mazhab yang berdasarkan filsafat atau yang di bawa oleh agama-agama lain kemudian memaksa Otak manusia supaya menyelami sesuatu yang ia tidak kuasa mencapainya, maka Itulah yang menjadi sebab pokok sehingga terjadinya pergantian atau penyelewengan dari jalan yang lazim ditempuh oleh para nabi dan rasul Inj pula yang merupakan aebah ulama mengapa keimanan yang asalnya cukup luas dan mudah diterima, tetapi yang amat tinggi nilainya itu lalu menjadi berbagai macam pemikiran yang berisikan filsafat atau menjadi bahan kiasan yang banyak diperselisihkun menurut ketentuan mantik atau ilmu bahasanya. juwa menjadi pokok perdebatan dan perselisihan pendapat yang kiranya hampir menyerupai persengketaan bizantium. yang tidak berujung dan berpangkal sama sekali.

 

Ajaran keimanan yang sudah berubah itu akhirnya tidak lagi mencerminkan keimanan yang dengannya dapatlah jiwa menjadi suci, amal perbuatan menjadi mulia dan baik ataupun yang dapat memberi semangat gerak pada perorangan atau yang dapat memberikan daya hidup pada ummat dan bangsa.

 

Sebagai bekas dari adanya perselisihan dalam persoalan-persoalan siasat dan politik itu dan disebabkan pula adanya penyelewengan dari jalan yang lazim ditempuh oleh para rasul Tuhan sebagai fithrah, “bahkan ditambah pula dengan kesan-kesan pemikiran-pemikiran secara mazhab dan aliran yang baru datang dan dilanjutkan pula oleh pemaksaan akal untuk menyelidiki yang bukan semestinya, sehingga akhirnya penganjur-penganjur ‘akidah itu berpecah-belah menjadi beberapa golongan yang memberikan pengajaran yang berlain-lainan, berbeda antara satu dengan lainnya. Setiap ajaran atau madrasah mencerminkan suatu corak tersendiri dari cara pemikiran yang tertentu. Masing-masing pihak menganggap bahwa apa yang dimiliki dan dipegang itu sajalah yang benar, sedang yang tidak cocok dengan pendapatnya adalah salah belaka. Demikianlah anggapan setiap golongan itu. Malahan ada anggapan yang lebih kejam lagi dari itu yakni siapa saja yang tidak masuk dalam golongan kelompoknya, maka menurut pandangannya dianggap sudah keluar dari Islam.

 

Oleh karena itu, maka disana timbullah madrasah untuk ahli hadits. disitu ada madrasah kaum ‘Asy’ariah, disini ada pula madrasah bagi kaum Maturidiah. Ada pula mad: rasah untuk kaum Mu’tazilah, madrasah kaum Syi’ah, madrasah kaum Jahmiah dan masih banyak lagi madrasah-madrasah yang berlain-lainan dan berbeda-beda aliran dan mazhabnya. malahan berselisih pula pendapat-pendapatnya antara yang segolongan dengan golongan lainnya.

 

Ada seorang ahli sya’ir berkata :

 

,,Setiap orang mengaku, Ada hubunganku dengan puteri Laila. Tetapi Laila sendiri membisu, Tidak ikut disini ataupun sana. Dikala air mata sudah bertimbun, Membasahi seluruh pelupuk mata, Nyatalah nanti siapa sebenarnya yang menangis Dan siapa pula yang berpura-pura”. Diantara perselisihan yang tersohor yang memperluas jurang antara ummat Muhammad yang satu ini ialah yang terjadi antara kaum ‘Asy’ariah dan kaum Mur’tazilah.

 

Pokok-pokok utama yang menyebabkan timbulnya pertengkaran dan perbedaan pendapat itu ialah yang berkisar dalam hal-hal dibawah ini :

 

  1. Apakah keimanan itu sebagai kepercayaan saja ataukah kepercayaan dan amal perbuatan ?
  2. Apakah sifat-sifat Allah Ta’ala yang dzatiah itu kekal padanya ataukah dapat lenyap dari padanya ?
  3. Manusia itu musayyar atau mukhayyar ?

 

Tentang musayyar atau mukhayyar, harap diperiksa dalam bab Takdir.

 

  1. Apakah wajib atas Allah Ta’ala itu mengerjakan yang baik atau yang terbaik, ataukah tidak wajib ?
  2. Apakah baik atau buruk itu dapat dikenal dengan akal atau dengan syari’at ?
  3. Apakah Allah Ta’ala itu wajib memberi pahala kepada orang yang taat dan menyiksa pada orang yang bermaksiat, ataukah tidak wajib yang sedemikian itu ?
  4. Apakah Allah Ta’ala itu dapat dilihat diakhirat nanti taukah hal itu mustahil sama sekali ?
  5. Bagaimanakah hukumnya seseorang yang menumpuk-numpuk dosa besar dan sehingga matinya tidak bertaubat ?

 

Dan masih banyak lagi persoalan-persoalan yang merupakan bahan perselisihan pendapat antara berbagai golongan kaum muslimin dan itu pula yang menyebabkan tersobek-sobeknya ummat Islam menjadi berbagai-bagai golongan dan partai.

 

Benar-benar menyedihkan, sebab sebagai hasil dari pada pertengkaran yang tidak berujung pangkal ini. juga sebagai bekas dari perpecahan itu. lalu kaum muslimin membuat suatu kesalahan yang amat besar sekali, suatu kekeliruan yang amat berbahaya.

 

Apakah itu ? Yaitu bahwa ‘akidah yang asalnya teguh dan mantap telah menjadi goyah dan goncang dalam hati, keimananpun tidak meresap tertanamnya dalam jiwa, sehingga ‘akidah itu tidak lagi dapat menguasai pada jalan kehidupan yang harus ditempuh oleh setiap manusia muslim dan bahkan keimanan itu sendiri tidak dapat lagi menjadi pusat pemerintahan yang menjiwai segala tindak dan langkahnya orang yang mengaku sebagai pemeluknya.

 

Sebagai kelanjutan dari ‘akidah yang sudah lemah itu. lalu kelemahan itu merata pula pada peribadi perorangan. seluruh keluarga, masyarakat dan negara dan bahkan pengaruh kelemahan tadi mengenai pula segala segi kehidupan ummat manusia. Kelemahan itu merayap disegenap penjuru, sehingga ummat itu akhirnya tidak kuasa lagi bangun dan bergerak sampai menurun kepada generasi-generasi yang berikutnya, tidak pula dapat memberikan pertanggungan jawabnya baik kedalam maupun keluar.

 

Ummat Islam tidak lagi menetapi sebagaimana yang (dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadi pribadi yang cukup cakap untuk menjadi pemimpin ummat serta pemberi petunjuk kepada seluruh bangsa di dunia. Ini adalah akibat dari kelemahan yang datang bertubi-tubi sebagaimana diuraikan diatas itu.

 

PENTINGNYA KEMBALI KEARAH PEMBAHARUAN DAKWAH KEPADA KEIMANAN

 

Setelah kita semua menyadari bahwa sebab kemunduran ummat dari tujuannya yang terbesar itu adalah karena kelemahan ‘akidah, maka yang menjadi kewajiban kita semua pada saat sekarang ini — dan kini kitapun telah  memulai bekerja untuk mengembalikan kejayaan ummat kita — yaitu bekerja keras tanpa mengenal lelah untuk menanamkan ‘akidah yang sebenar-benarnya itu dalam kalbu dan jiwa kita. Hendaknya pula kita menempuh jalan yang sudah digariskan oleh Rasulullah s.a.w. dalam memberikan tuntunan dan memperopagandakannya itu. Caranya ialah dengan pendidikan dan pengajaran yang sistimatik serta kemudian merawatnya sampai hidup subur, sehingga akhirnya ‘akidah itu dapat mencapai puncak tertinggi yakni tertanam kokoh kuat dan tidak mungkin terobohkan lagi. Selain itu juga dapat mencapai titik terakhir yang berbentuk keyakinan yang mendorong kita semua untuk maju kedepan dalam menempuh kehidupan yang jaya, yang kelak akan dapat mengangkat kita ke tingkat yang utama yang berupa kemegahan dan kemuliaan.

 

Kitab ini tidak lain hanyalah sebagai suatu daya upaya yang timbul karena desakan ‘akidah itu dan ingin menampakkan bekas-bekasnya dalam jiwa dan dalam kehidupan.

 

Dalam penyusunannya kami berpedoman pada sumber-sumber pokok dan aseli yakni dari Kitabullah AlQuran Alkarim serta Sunnah Rasulullah s.a.w.

 

Harapan kami kepada Allah Ta’ala amat besar sekali agar supaya tersebarnya ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya itu akan diterima dengan penuh kegembiraan dan tangan terbuka seluas mungkin. sehingga kita seluruh ummat Islam dapat memiliki suatu ‘akidah yang dengannya dapatlah kita semua menjadi pemimpin dan penuntun ummat manusia sedunia dan disamping itu kitapun akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat.

 

Allah Ta’ala jualah yang memberikan pertolongan kepada kita sekalian.

 

Hasbunallah wa ni’mal wakil.

 

Sebenarnya ma’rifat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah seluhur-luhur ma’rifat dan bahkan yang semuliamulianya, sebab ma’rifat kepada Allah Ta’ala itulah yang merupakan asas atau fundamen yang diatasnya didirikanlah segala kehidupan kerohanian.

 

Dari ma’rifat kepada Allah itulah bercabangnya marifat kepada para nabi dan rasul serta hal-hal yang berhubungan dengan beliau-beliau itu, mengenai terlindungnya dari dosa dan kemaksiatan. tugas-tugasnya, sifat-sifatnya, hajat ummat manusia terhadap diutusnya beliau-beliau itu, juga yang dimasukkan sebagai persoalan yang erat hwbungannya dengan para nabi dan rasul itu seperti masalah mu’jizat, kewalian, kekeramatan dan kitab-kitab suci yang diturunkan dari langit.

 

Bahkan dari ma’rifat kepada Allah Ta’ala itu juga bercabangnya ma’rifat dengan alam yang ada dibalik alam semesta ini, seperti malaikat. jin dan ruh.

 

Juga dari ma’rifat kepada Allah itu pulalah timbulnya ma’rifat perihal apa yang akan terjadi setelah kehidupan di dunia ini berakhir, juga mengenai kehidupan di alam Barzakh, kehidupan di alam Akhirat yang berupa ba’ats (kebangkitan kembali dari kubur). hisab (perhitungan amal), pahala, siksa, surga dan neraka.

 

CARA BERMA’RIFAT

 

Untuk berma’rifat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu mempunyai dua cara, yaitu :

 

Pertama : Dengan menggunakan akal fikiran dan memeriksa secara teliti apa-apa yang diciptakan oleh Allah Ta’ala yang berupa benda-benda yang beraneka ragam ini.

 

Kedua : Dengan memarrifati nama-nama Allah Ta’ala serta sifat-sifatNya.

 

Maka dengan menggunakan akal fikiran dari satu sudut dan dengan mema’rifati nama-nama serta sifat-sifat Allah dari sudut lain akan dapatlah seseorang itu berma’rifat kepada Tuhannya dan ja akan memperoleh petunjuk kearah itu.

 

Baiklah kami uraikan sekedar penerangan untuk mengetahui setiap macam dari dua cara ini :

 

BERMA’RIFAT DENGAN FIKIRAN

 

Sesungguhnya setiap anggota itu tentu ada tugasnya, sedang tugas akal ialah mengangan-angankan, memeriksa, memikirkan dan mengamat-amati. Jikalau kekuatan-kekuatan semacam ini menganggur maka hilang pulalah pekerjaan akal, juga menganggurlah tugasnya yang terpenting baginya dan ini pasti akan diikuti oleh terhentinya kegiatan hidup. Jikalau ini sudah terjadi, akan menyebabkan pula adanya kebekuan, kematian dan kerusakan akal itu sendiri.

 

Agama Islam menghendaki agar akal itu bergerak dan melepaskan kekangannya: segera bangun dari tidur nyenyaknya, kemudian mengajak untuk mengadakan perenungan dan pemikiran. Pekerjaan yang sedemikian ini termasuk inti peribadatan kepada Tuhan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Katakanlah : ,,Periksalah langit dan bumi !” olehmu semua apa-apa yang ada S. Yunus 101,

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Katakanlah : ,,Aku hanya hendak mengajarkan kepadamu semua satu perkara saja yaitu hendaklah kamu semua berdiri dihadapan Allah, dua-dua orang atau seorang-seorang, kemudian berfikirtah kamu semua (gunakanlah akal fikiranmu) !” S. Saba’ 46,

 

Barangsiapa yang mengingkari kenikmatan akal dan tidak suka menggunakannya untuk sesuatu yang semestinya dikerjakan oleh akal itu, bahkan melalaikan ayat-ayat dan bukti-bukti tentang ada dan kuasanya Allah Ta’ala, maka orang semacam itulah yang patut Sekali mendapat cemoohan dan hinaan. Malahan Allah Ta’ala sendiri telah mencela sekali orang semacam itu dengan tirmanNya :

 

,,Alangkah banyaknya ayat (tanda kekuasaan Tuhan) di langit dan di bumi yang mereka lalui, tetapi mereka itu semua membelakanginya saja (tidak memperhatikannya?”. S. Yusuf 105.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Tidaklah datang kepada mereka itu suatu ayat dari beberapa ayat Allah, melainkan mereka itu membelakanginya saja (tidak memperhatikannya) . S. Yasin 46.

 

Menganggurkan akal dari tugas yang semestinya itu akan menurunkan manusia itu sendiri ke suatu taraf yang lebih rendah dan lebih hina dari taraf binatang. Keadaan seperti itulah yang merupakan penghalang besar bagi ummat yang dahulu untuk langsung menembus kepada hakikat-hakikat yang ada didalam diri, jiwa dan alam semesta.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Sesungguhnya Kami judikan untuk isi neraka Jahannam itu kebanyakan dari jin dan manusia, yang mempunyai hati, tetapi tidak memahamkan dengan hatinya, mempunyai mata, tetapi tidak melihat dengan matanya dan mempunyai telinga, tetapi tidak mendengarkan dengan telinganya. Orang-orang itu seperti ternak, bahkan lebih sesat. Itulah orang-orang yang lalai (dari kebenaran)”. S. A’raf 179.

 

TAQLID ADALAH PENUTUP AKAL FIKIRAN

 

Taklid itu adalah suatu penghalang besar untuk kemerdekaan akal. Itulah pengekang utama terhadap kebebasan berfikir dan oleh sebab itulah maka Allah Ta’ala memuji sekali kepada orang-orang yang dapat menjernihkan sesuatu tentang hakikatnya, disisihkannya dari benda-benda lain, dibedakan dan dimurnikan benda-benda itu setelah dibahas, diperiksa. diteliti dan disaring oleh akal fikirannya. Selanjutnya lalu diambillah mana-mana yang dianggapnya terbaik dan ditinggalkanlah yang lainnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Maka berikanlah berita gembira kepada hamba-hambaKu yang mendengarkan ucapan lalu mengikuti mana-mana yang terbaik dari ucapan itu. Mereka itulah orang-orang yang memperoleh petunjuk Allah dan mereka itu pulalah orang-orang yang mempunyai akal fikiran”. S. Zumar 17-18.

 

Allah Ta’ala benar-benar mencela dan mengejek serta menyalahkan kepada orang-orang yang suka mengekor, mengembik yakni ahli taklid yang tidak suka menggunakan akal fikirannya sendiri. Yang mereka ikuti hanyalah akal orang-orang lain. Mereka betul-betul beku. sebab hanya mengikuti alam fikiran kuno yang sudah terbiasa dan ber. langsung sejak dulu disekitarnya. sekalipun yang baru itu sebenarnya lebih tepat, lebih cocok, lebih sesuai dan lebih dapat dipertanggungjawabkan karena sejalan dengan pe. tunjuk dari Tuhan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan apabila dikatakan kepada mereka : Ikutilah apa yang diturunkan Allah !”. Mereka lalu berkata : ,,Tidak, kita hanya mengikuti apa yang telah kita dapati dari ayah-ayah kita”. Padahal ayah-ayah mereka itu tidak mengerti sedikitpun dan tidak pula mengikuti petunjuk yang benar”. S. Baqarah 170.

 

BIDANG-BIDANG PEMIKIRAN

 

Agama Islam mengajak seluruh ummat manusia supaya berfikir dan menggunakan akalnya dan bahkan demikian hebatnya anjurannya kearah itu, tetapi yang dikehendaki itu bukanlah pemikiran secara tidak terkendalikan lagi kebebasannya. Semua itu dimaksudkan oleh Islam agar dilakukan dalam batas yang tertentu yang memang merupakan lapangan bagi manusia dan yang dapat dicapai oleh akal manusia itu.

 

Maka yang dianjurkan oleh Islam untuk difikirkan itu ialah dalam hal ciptaan Allah Ta’ala yakni apa-apa yang ada di langit, di bumi, dalam dirinya sendiri, dalam masyarakat manusia dan lain-lain. Tidak sebuah pemikiranpun yang dilarangNya. melainkan memikirkan Dzatnya Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebab soal yang satu ini adalah pasti diluar kekuatan akal fikiran manusia.

 

Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Berfikirlah kamu semua perihal makhluk Allah (apa-apa yang diciptakan oleh Allah) dan janganlah kamu sekalian berfikir mengenai Dzat Allah, sebab sesungguhnya kamu semua sudah tentu tidak dapat mencapai keadaan hakikatnya.

 

Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitab ,,Alhilyah” dengan sanad dla’if tetapi isi dan maknanya shahih.

 

AlQuran Alkarim sendiri penuh dengan beratus ratus ayat (bukti dan tanda) yang mengajak kita semua untuk mengenangkan keadaan alam semesta yang terbuka lebar dan luas dihadapan kita ini, beserta cakrawalanya yang tiada terbatas oleh suatu apapun karena sangat besarnya dan tidak ada ujung pangkalnya ini.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepadamu semua, agar supaya kamu suka berfikir tentang dunia dan akhirat” S. Baqarah 219-220.

 

Alangkah luas dan lebarnya dunia yang diperintah oleh Islam untuk difikirkan itu, tetapi sedemikian luasnya masih belum memadai sedikitpun dari keluasan yang terdapat didalam alam akhirat.

 

TUJUAN PEMIKIRAN

 

Diantara tujuan-tujuan utama yang dikehendaki oleh Islam dalam hal diperintahnya mengadakan pemikiran-pemikiran itu ialah untuk membangunkan akal dan menggunakan tugasnya dalam berfikir, mengenangkan dan menyelidiki: yang dengan demikian ini akan sampailah manusia itu kepada petunjuk yang memberikan penerangan sejelas-jelasnya mengenai peraturan-peraturan kehidupan, sebab-sebabnya perwujudan, tabiat-tabiat keadaan dan hakikat hakikat segala sesuatu benda.

 

Manakala hal-hal itu sudah terlaksana baik-baik, tentu akan dapat merupakan cahaya terang untuk menyingkap persoalan siapa yang sebenarnya menjadi Maha Pencipta dan Pembentuk semuanya itu. Selanjutnya setelah ini diperoleh: maka dengan perlahan-lahan akan dicapailah hakikat yang terbesar yaitu berma’rifat kepada Allah Ta’ala.

 

Jadi kema’rifatan kepada Allah Ta’ala itulah yang sesungguhnya merupakan buah atau natijah dari pada akal fikiran yang cerdik dan bergerak terus, juga sebagai hasil dari usaha pemikiran yang mendalam serta disinari oleh cahaya yang terang-benderang.

 

Inilah salah satu perantaraan yang digunakan oleh AlQuran untuk memberikan pembuktian tentang Allah Ta’ala

 

AlQuran telah mendorong akal fikiran manusia dengan mengemukakan ayat-ayat tentang ilmu alam yang menJelaskan segala isi dalam dunia semesta ini, dengan menggunakan hasil dari pemikiran itu nanti akan terciptalah kema’rifatan kepada Allah Ta’ala. Kemakrifatan ini terdiri dari hal-hal seperti mengenal kesempurnaan sifat-sifatNya. keagungan-keagungan hal-ihwalNya. kenyataan-kenyataan dari kebesaran dan keluhuranNya, bukti-bukti kesucianNya, kelengkapan ilmuNya, kelangsungan kekuasaanNya dan keesaanNya dalam hal menciptakan dan membuat yang baru.

 

Marilah kita semua renungkan baik-baik dalam kalbu dan pikiran kita ma’na dari ayat-ayat yang tercantum dibawah ini :

 

,Karakanlah : ,,Segenap puji adalah bayi Allah dan keselamatan untuk hamha-hambaNya yang dipilih olehNya. Adakah Allah itu yang lebih baik, ataukah yang mereka persekutukan dengan Allah itu yang lebih baik ?

 

Atau siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit kepadamu semua, kemudian Kami (Allah) menumbuhkan dengan sebab air tadi kebun-kebun yang indah permai. Kamu semua tentu tidak sanggup menumbuhkan pohonnya. Adakah tuhan disamping Allah ? Tetapi mereka itu adalah kaum yang berpaling dari kebenaran.

 

Atau siapakah yang menjadikan bumi untuk tempat berdiam dan menjadikan sungai-sungai ditengah-tengahnya, menjadikan gunung-gunung untuk menjadi pasak dan menjadikan batas antara dua lautan ? Adakah tuhan disamping Allah ? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui yang sedemikian itu.

 

Atau siapakah yang memperkenankan permohonan orang yang dipaksa keadaan menderita, upabila memohon kepadaNya agar menghilangkan penderitaannya itu dan siapakah yang menjadikan kamu semua sebagai khalifah di bumi ? Adakah tuhan disamping Allah ? Sedikit sekali kamu semua mengingat kepada Allah itu.

 

Atau siapakah yang menunjukkan jalan kepadamu semua dulam kegelapan di lautan dan di daratan ? Dan siapakah yang mengirim angin untuk membawa berita gembira sebelum datangnya kerahmatan Allah ? Adakah tuhan disamping Allah ? Muha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan dengan Allah itu. Atau siapakah yang memulai menciptakan makhluk, kemudian akan mengulanginya kembali ? Dan siapakah yang memberikan rizki kepadamu semua dari langit dan bumi ? Adakah tuhan disamping Allah ? Katakanlah keterangan (alasan)mu, jikalau kamu semua memang benar !” S. Naml 59-64.

 

Fikirkanlah baik-baik, apakah ada suatu keterangan yang lebih jelas dari keterangan yang tertera diatas itu, adakah suatu hujah yang lebih kuat dari pada hujah diatas ?

 

Jikalau akal masih juga tidak suka tunduk kepada keterangan diatas itu, tidak suka takluk pada hujah itu, maka sungguh-sungguh ia tidak akan tunduk pada keterangan apapun yang selainnya dan tidak pula hendak takluk pada hujah manapun juga. Memang suatu alamat akal yang sesat dan enggan pada petunjuk yang benar.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan barangsiapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah, maka orang itupun tidak akan memperoleh cahaya apapun”, S, Nur 40,

 

Seorang penyair berkata :

,,Hati nurani manusia itu, Pasti tidak akan mampu memperoleh sesuatu apapun. Jikalau ia tetap menuntut bukti, Mengapa waktu siang itu terang benderang”.

 

BERMA’RIFAT DENGAN JALAN MEMAHAMI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT ALLAH

 

Jalan lain dalam mencapai ma’rifat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu ialah memahami nama-nama Allah Ta’ala yang baik-baik serta sifat-sifatNya yang luhur dan tinggi.

 

Jadi nama-nama dan sifat-sifat itulah yang merupakan perantara yang digunakan oleh Allah Ta’ala agar makhlukNya itu dapat berma’rifat padaNya. Inilah yang dapat dianggap sebagai saluran yang dari situ hati manusia dapat mengenal Allah Ta’ala secara spontan. Malahan itu pulalah yang dapat menggerakkan cara penemuan yang hakiki dan membuka alam yang amat luas terhadap kerohanian guna menyaksikan cahaya Allah ‘Azza wa Jalla.

 

Namamama itu adalah yang disebutkan ‘oleh Allah dalam firmanNya :

 

,,Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Rahman, Mana saja nama Tuhan yang kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik”. S. Isra’ 110.

 

Dengan nama-nama itulah yang kita semua diperintah untuk menyerunya. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Bagi Allah adalah nama-nama yang baik, maka serulah dengan menggunakan nama-nama itu”. S. A’raf 180.

 

Adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (Asmaullah Alhusna) itu ada sembilan puluh sembilan nama.

 

Imam-imam Bukhari, Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah r.a.. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Allah itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama. Barangsiapa menghafalnya, ia masuk surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap) dan cinta sekali pada hal yang ganjil (tidak genap)”. R. Ibnu Majah.

 

Imam Tirmidzi memberikan tambahan dalam riwayatnya sebagai berikut :

 

 Sembilan puluh sembilan nama Allah Ta’ala yaitu :

 

  1. Allah :

Lafazh yang Maha Mulia yang merupakan nama dari Dzat Ilahi yang Maha Suci serta wajib adanya yang berhak memiliki semua macam pujian dan sanjungan. Adapun nama-nama lain, maka setiap nama itu menunjukkan suatu sifat Tuhan yang tertentu dan oleh sebab itu bolehlah dianggap sebagai sifat bagi lafazh yang Maha Mulia ini (yakni Allah) atau boleh dijadikan sebagai kata beritanya.

  1. Arrahman :

Maha Pengasih, pemberi kenikmatan yang agung-agung, pengasih di dunia.

  1. Arrahim :

Maha Penyayang, pemberi kenikmatan yang pelik-pelik, penyayang di akhirat.

  1. Almalik :

Maha Merajai, mengatur kerajaanNya sesuai dengan kehendakNya sendiri. .

  1. Alquddus :

Maha Suci, tersuci dari segala cela dan kekurangan.

  1. Assalim :

Maha Menyelamatkan, pemberi keamanan dan kesentausaan pada seluruh makhlukNya.

  1. Almu’min :

Maha Pemelihara keamanan, yakni siapa yang bersalah dari makhluknya itu benar-benar akan diberi siksa, sedang kepada yang taat akan benar-benar dipenuhi janjiNya dengan pahala yang baik.

  1. Almuhaimin :

Maha Penjaga, memerintah dan melindungi segala sesuatu.

  1. Al’aziz

Maha Mulia, kuasa dan mampu untuk berbuat sekehendakNya.

  1. Aljabbar :

Maha Perkasa, mencukupi segala kebutuhan, melangsungkan segala perintahnya serta memperbaiki keadaan seluruh hambaNya.

11.Almutakabbir :

Maha Megah, menyendiri dengan sifat keagungan dan kemegahanNya.

  1. Alkhalik :

Maha Pencipta, mengadukan seluruh makhluk tanpa usal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.

  1. Albari’ :

Maha Pembuat, mengadakan sesuatu yang bernyawa yang ada asal mulanya.

  1. Almushawwir :

Maha Pembentuk, memberikan gambaran atau bentuk pada sesuatu yang berbeda dengan lainnya. (Jadi Alkhalik adalah mengadakan sesuatu yang belum ada asal mulanya atau yang menakdirkan adanya itu. Albari’ ialah mengeluarkannya dari yang sudah ada asalnya, sedang Almushawwir ialah yang memberinya bentuk yang sesuai dengan keadaan dan keperluannya).

  1. Alghaffir :

Maha Pengampun, banyak pemberian maafNya dan menutupi dosa-dosa dan kesalahan.

  1. Alqahhar :

Maha Pemaksa, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaanNya serta memaksa segala makhluk menurut kehendakNya.

  1. Alwahhab :

Maha Pemberi, banyak kenikmatan dan selalu memberi kerunia.

  1. Arrazzaq : Maha Pemberi rizki, membuat berbagai rizki serta membuat pula sebab-sebab diperolehnya.
  2. Alfattih :

Maha Membukakan, yakni membuka gedung penyimpanan rahmatNya untuk seluruh hambaNya.

  1. Al ‘alim :

Maha Mengetahui, yakni mengetahui segala yang maujud ini dan tidak ada satu bendapun yang tertutup oleh penglihatanNya.

  1. Alqabidl :

Maha Pencabut, mengambil nyawa atau mempersempit rizki bagi siapa yang dikehendaki olehNya.

  1. Albasith :

Maha Meluaskan, memudahkan terkumpulnya rizki bagi Siapa yang diinginkan olehNya.

  1. AlkhafidI :

Maha Menjatuhkan, yakni terhadap orang yang selayaknya dija, tuhkan karena akibat kelakuannya sendiri dengan memberinya kehinaan, kerendahan dan siksaan.

  1. Arrafi’ :

Maha Mengangkat, yakni terhadap orang yang selayaknya diangkat kedudukannya karena usahanya yang giat yaitu yang termasuk golongan kaum yang bertaqwa.

  1. Almu’iz :

Maha Pemberi kemuliaan, yakni kepada orang yang berpegang teguh pada agamaNya dengan memberinya pertolongan dan kemenangan.

  1. Almudzil :

Maha Pemberi kehinaan, yakni kepada musuh-musuhNya dan musuh ummat Islam seluruhnya.

  1. Assami’ :

Maha Mendengar.

  1. Albashir :

Maha Melihat.

  1. Alhakam :

Maha Menetapkan hukum, sebagai hakim yang memutuskan yang tidak seorangpun dapat menolak keputusanNya, juga tidak seorangpun yang kuasa merintangi kelangsungan hukumNya itu.

  1. Al’adl :

Maha Adil, serta sangat sempurna dalam keadilanNya itu.

  1. Allathif :

Maha Halus yakni mengetahui segala sesuatu yang samar-samar, pelik-pelik dan kecil-kecil.

  1. Alkhabir :

 Maha Waspada.

  1. Alhalim :

Maha Penghiba, penyantun yang tidak tergesa-gesa melakukan kemarahan dan tidak pula gegabah memberikan siksaan.

  1. Al’azhim :

Maha Agung, yakni mencapai puncak tertinggi dari mercusuar keagungan karena bersifat dengan segala macam sifat kebesarar dan kesempurnaan.

  1. Alghafur :

Maha Pengampun, banyak pengampunanNya kepada hamba-hamba-Nya.

  1. Asysyakur :

Maha Pembalas yakni memberikan balasan yang banyak sekali atas amalan yang kecil dan tidak berarti.

  1. A’aliy :

Maha Tinggi, yakni mencapai tingkat yang setinggi-tingginya yang tidak mungkin digambarkan oleh akal fikiran siapapun dan tidak dapat difahami oleh otak yang bagaimanapun pandainya.

  1. Alkabir :

Maha Besar, yang kebesaranNya tidak dapat diikuti oleh pancaindera ataupun akal manusia.

  1. Alhafizh :

Maha Pemelihara yakni menjaga segala sesuatu jangan sampai rusak dan goncang. Juga menjaga segala amal perbuatan hambahambaNya, sehingga tidak akan disia-siakan sedikitpun untuk memberikan balasanNya.

  1. Almuqit :

Maha Pemberi kecukupan, baik yang berupa makanan tubuh ataupun makanan rohani.

  1. Alhasib :

Maha Penjamin. yakni memberikan jaminan kecukupan kepada seluruh hambaNya. Juga dapat diartikan Maha Menghisab amalan hamba-hambaNya pada hari kiamat.

  1. Aljalil :

Maha Luhur, yang memiliki sifat-sifat keluhuran karena kesempurnaan sifat-sifatNya.

  1. Alkarim :

Maha Pemurah, mulia hati dan memberi siapapun tanpa diminta atau sebagai penggantian dari sesuatu pemberian.

  1. Arraqib :

Maha Peneliti, yang mengamat-amati gerak-gerik segala sesuatu dan mengawasinya.

  1. Almujib :

Maha Mengabulkan, yang memenuhi permohonan siapa saja yang berdoa padaNya.

  1. Alwisi’ :

Maha Luas, yakni bahwa kerahmatanNya itu merata kepada segala yang maujud, dan luas pula ilmuNya terhadap segala sesuatu.

  1. Alhakim

Maha Bijaksana ,yakni memiliki kebijaksanaan yang tertinggi kesempurnaan ilmuNya serta kerapiannya dalam membuat segala sesuatu,

  1. Alwadud :

Maha Pencinta, yang menginginkan segala kebaikan untuk seluruh hambaNya dan pula berbuat baik pada mereka itu dalam segala hal-ihwal dan keadaan.

  1. Almajid :

Maha Mulia, yakni yang mencapai tingkat teratas dalam hal kemuliaan dan keutamaan.

  1. Alba’its :

Maha Membangkitkan, yakni membangkitkan para rasul, membangkitkan semangat dan kemauan, juga membangkitkan orang-orang yang telah mati dari masing-masing kuburnya nanti setelah tibanya hari kiamat.

  1. Asysyahid : Maha Menyaksikan atau Maha Mengetahui keadaan semua makhluk.
  2. Alhaq :

Maha Haq, Maha Benar yang kekal dan tidak akan berubah sedikitpun.

  1. Alwakil :

Maha Memelihara penyerahan, yakni memelihara semua urusan hamba-hambaNvya dan apa-apu yang menjadi kebutuhan mereka itu.

  1. Alqawiy :

Maha Kuat, yaitu yang memiliki kekuasaan yang sesempurna sempurnanya.

  1. Almatin :

Maha Kokoh atau Perkasa, yakni memiliki keperkasaan yang sudah sampai dipuncaknya.

  1. Alwaliy :

Maha Melindungi, yakni melindungi serta menertibkan semuu kepentingan makhlukNya karena kecintaanNya yang sangat pada mereka itu dan pemberian pertolonganNya yang tidak terbatas pada keperluan mereka.

  1. Alhamid :

Maha Terpuji, yang memang sudah selayaknya umuk memperoleh pujian dan sanjungan.

  1. Almuhsi:

Maha Penghitung, yang tidak satupun tertutup dari pandanganNya dan semua amalan itupun diperhitungkan sebagaimana wajarnya.

  1. Almubdi’

Maha Memulai, yang melahirkan sesuatu yang asalnya tidak ada dan belum maujud.

  1. Almu’id :

Maha Mengulangi, yakni menumbuhkan kembali setelah lenyapnya atau setelah rusaknya.

  1. Almuhyi :

Maha Menghidupkan, yakni memberikan daya kehidupan pada setiap sesuatu yang berhak hidup.

  1. Almumit :

Yang Mematikan, yakni mengambil kehidupan (ruh) dari apa-apa yang hidup, lalu disebut mati.

  1. Alhay :

Maha Hidup, kekal pula hidupNya itu.

  1. Alqayyim :

Maha Berdiri sendiri, baik DzatNya, SifatNya, AfalNya. Juga membuat berdirinya apa-apa yang selain Dia. DenganNya pula berdirinya langit dan bumi ini.

  1. Alwajid :

Maha kaya, dapat menemukan apa saja yang diinginkan olehNya, maka tidak membutuhkan pada suatu apapun karena sifat kavuNya yang secara mutlak.

  1. Almajid :

Maha Mulia, (sama dengan no. 49 yang berheda hanyalah tulisannya dalam bahasa Arab. Ejaan sebenarnya no. 49 Almajid, sedang no. 66 Almajid).

  1. Alwahid :

Maha Esa.

  1. Ashshamad :

Maha Dibutuhkan, yakni selalu menjadi tujuan dan harapan orang diwaktu ada hajat keperluannya.

  1. Alqadir :

Maha Kuasa.

  1. Almuqtadir :

Maha Menentukan.

  1. Almuqaddim :

Maha Mendahulukan, yukni mendahulukan sebagian benda dari, yang lainnya dalam perwujudannya, atau dalam kemuliaan, selisih waktu atau tempatnya.

  1. Al-mu-ikhkhir :

Maha Mengakhirkan atau Membelakangkan.

  1. Al-awwal :

Maha Pertama, Dahulu sekali dari semua yang maujud.

  1. Al-ikhir :

Maha Penghabisan, Kekal rerus setelah habisnya segala sesuatu yang maujud.

  1. Azhzhaihir :

Maha Nyata, yakni menyatakan dan menampakkan kewujudanNya itu dengan bukti-bukti dan tanda-tanda ciptaanNya.

  1. Albathin :

Maha Tersembunyi, tidak dapat dimaklumi DzatNya, sehingga tidak seorangpun dapat mengenal DzatNya itu.

  1. Alwali :

Maha Menguasai, menggenggam segala sesuatu dalam kekuasaan Nya dan menjadi milikNya.

  1. Almuta’ali :

Maha Suci. terpelihara dari segala kekurangan dan kerendahan.

  1. Albar :

Maha Dermawan, banyak kebaikanNya dan besar kenikmatan yang dilimpahkanNya.

  1. Attawwab :

Maha Penerima taubat, memberikan pertolongan kepada orangorang yang bermaksiat untuk melakukan taubat lalu Allah akan menerimanya.

  1. Almuntaqim :

Maha Penyiksa, kepada orang yang berhak untuk memperoleh siksaNya.

  1. Al’afuw :

Maha Pemaaf, pelebur kesalahan orang yang suka kembali untuk meminta maaf padaNya.

  1. Arrauf :

Maha Pengasih, banyak, kerahmatan dan kasih sayangNya.

  1. Malikul mulk :

Maha Menguasai kerajaan, maka segala perkara yang berlaku di alam semesta, langit, bumi dan sekitarnya serta yang dibaliknya alam semesta itu semuanya sesuai dengan kehendak dan iradatnya.

  1. Dzuljalali wal ikram :

Maha Memiliki kebesaran dan kemuliaan. Juga Dzat yang mempunyai keutamaan dan kesempurnaan, pemberi kerunia dan kenikmatan yang amat banyak dan melimpah ruah.

  1. Almuqsith :

Maha Mengadili, yakni memberikan kemenangan pada orang-orang yang teraniaya dari tindakan orang-orang yang menganiaya dengan keadilanNya.

  1. Aljami’ :

Maha Mengumpulkan, yakni mengumpulkan berbagai hakikat yang telah bercerai-berai dan juga mengumpulkan seluruh ummat manusia pada hari pembalasan.

  1. Alghaniy :

Maha Kaya, maka tidak membutuhkan apapun dari yang selain DzatNya sendiri, tetapi yang selainNya itu amat membutuhkan padaNya.

  1. Almughni :

Maha Pemberi kekayaan yakni memberikan kelebihan yang berupa kekayaan yang berlimpuah-limpah kepada siapa saja yang dikehendaki dari golongan hamba-hambaNya.

  1. Almani’ :

Maha Membela atau Maha Menolak, yaitu membela hamba-hambaNya yang shalih dan menolak sebab-sebab yang menyebabkan kerusakan.

  1. Adldlar :

Maha Pemberi bahaya, yukni dengan menurunkan siksassiksaN ya kepada musuh-musuhNya.

  1. Annafi’ :

Maha Pemberi kemanfaatan, yakni meratalah kebaikan yang dikeruniakanNya itu kepada semua hamba dan negeri.

  1. Annur :

Maha Bercahaya yakni menonjolkan DzatNya sendiri dan menampakkan untuk yang selainNya dengan menunjukkan tanda-tanda kekuasaanNya.

94  Alhadi :

Maha Pemberi petunjuk, yaitu memberikan jalan yang benar kepada segala sesuatu agar langsung adanya dan terjaga kehidupannya.

  1. Albadi’ :

Maha Pencipta yang baru, sehingga tidak ada contoh dan yang menyamai sebelum keluarnya ciptaanNya itu.

  1. Albaqi’:

Maha Kekal, yakni kekal hidupNya untuk selama-lamanya.

  1. Alwarits : Maha Pewaris, yakni kekal setelah musnahnya seluruh makhluk,
  2. Arrasyid : Maha Cendekiawan, yaitu memberi penerangan dan tuntunan pada seluruh hambaNya dan yang segala peraturanNya itu berjalan menurut ketentuan yang digariskan oleh kebijaksanaan dan kecendikiawananNya.
  3. Ashshabur :

Maha Penyabar yang tidak tergesa-gesa memberikan siksaan dan tidak pula cepat-cepat melaksanakan sesuatu sebelum waktunya,

 

Jalla jalaluhk.

 

Dalam kitab Addinul Islami disebutkan sebagai berikut: ,,Nama-mama Allah yang baik-baik (Asma-illah Alhusna) yang tercantum dalam AlQuran Alkarim yaitu :

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan Dzatnya Allah Ta’ala, yakni :
  2. Alwdhid (Maha Esa) b. Al-ahad (Maha Esa) c. Al Haq (Maha Benar) d. Alquddus (Maha Suci) e. Ashshamad (Maha dibutuhkan) f. Alghaniy (Maha Kaya) g. Al-iwwal (Maha Pertama) h. Aldkhir (Maha Penghabisan). i. Algayyum (Maha Berdiri sendiri).

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan penciptaan, yakni :
  2. Alkhdlik (Maha Menciptakan) b. Albidri’ (Maha Pembuat) c. Almushawwir (Maha Pembentuk) d. Albadi’ (Maha Pencipta yang baru)

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan sifat kecintaan dan kerahmatan, selain dari lafazh Rab (Tuhan), Rahman (Maha Pengasih) dan Rahim (Maha Penyayang) yakni :
  2. Arra-if (Maha Pengasih) b. Alwadid (Maha Pencinta) c. Allathif (Maha Halus) d. Alhalim (Maha Penghiba) e. Al’afuw (Maha Pemaaf) f. Asysyakir (Maha Pembalas, Pemberi kerunia) g. Almu’min (Maha Pemelihara keamanan). h. Albir (Maha Dermawan) Rafi’ud darajat ( Maha Tinggi derajatNya) j. Arrazzaq (Maha Pemberi Rizki) k. Alwahhib (Maha Pemberi) l. Alwasi’ (Maha luas)

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan keagungan serta kemuliaan Allah Ta’ala yakni:
  2. Alazhim (Maha Agung) b. Al’aziz (Maha Mulia) c. Al’aliy (Maha Tinggi) d. Almuta’ali (Maha Suci) e. Alqawiy (Maha Kuat) f. Alqahhar (Maha Pemaksa) g. Aljabbar (Maha Perkasa) h. Almutakabbir (Maha Megah) i. Alkabir (Maha Besar) j. Alkarim (Maha Pemurah) k. Alhamid (Maha Terpuji) l. almajid ( Maha Mulia) m. Almatin (Maha Kuat) n. Azhzhahir (Maha Nyata) o. Dzuljalali wal-ikram (maha memiliki kesabaran dan kemuliaan)

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan ilmunya Allah Ta’ala yakni :
  2. Al’alim (maha mengetahui) b. Alhakim (maha bijaksana) c. Assami’ (maha mendengar) d. Alkhabir (maha waspada) e. Albashir ( maha melihat) f. Asysyahid (maha menyaksikan) g. Arraqib (maha meneliti) h. Albathin (maha tersembunyi) i. Almuhaimin (maha menjaga)

 

  1. Nama-nama yang berhubungan dengan kekuasaan Allah ta’ala serta cara mengatur nya terhadap segala sesuatu yakni:
  2. Alqadir (maha kuasa) b. Alwakil (maha memelihara penyerahan) c. Alwaliy (maha melindungi) d. Alhafizh (maha pemelihara) e. Almalik (maha merajai) f. Almalik (maha memiliki) g. Alfattah (maha pembuka) h. Alhasib (maha penjamin) i. Almuntaqim (maha penyiksa) j. Almuqit (maha pemberi kecukupan)

 

  1. ada pula nama-nama lain yang tidak disebutkan dalam nashnya alquran al-karim tetapi merupakan sifat-sifat yang erat kaitan nya dengan sifat atau perbuatan Allah ta’ala yang tercantum dalam alquran al karim yakni:
  2. Alqabidl (maha pencabut) b. Albasith (maha meluaskan) c. Arrafi’ (maha mengangkat) d. Almu’iz (maha pemberi kemuliaan) e. Almundzil (maha pemberi kehinaan) f. Almujib (maha mengabulkan) g. Alba’its (maha membangkitkan) h. Almushshi (maha menghitung) i. Almubdi (maha memulai) j. Almu’id (maha mengulangi) k. Almuhyi (maha menghidupkan) l. Almumit (maha mematikan) m. Malikul mulk (maha menguasai kerajaan) n. Aljami’ (maha mengumpulkan) o. Almughni (maha pemberi kekayaan) p. Almu’thi (maha pemberi) q. Almani’ (maha membela, maha menolak) r. Alhadi (maha pemberi petunjuk) s. Albaqi (maha kekal) t. Alwarits (maha pewaris)

 

  1. ada pula nama-nama lain bagi allah ta’ala yang terambil dari makna atau pengertian nama-nama yang terdapat dalam alquran al-karim yakni:
  2. Annur (maha bercahaya) b. Ashshabur (maha penyabar) c. Arrasyid (maha cendekiawan) d. Almuqsith (maha mengadili) e. Alwali (maha menguasai) f. Aljalil (maha luhur) g. Al’adl (maha adil) h. Alkhafidl (maha menjatuhkan) i. Alwajid (maha kaya) j. Almuqaddim (maha mendahulukan) k. Almu-akhir (maha mengakhirkan) l. Adldlar (maha memberi bahaya) m. Annafi’ (maha pemberi kemanfaatan)

 

Dengan nama-nama diatas dirangkaikan pulalah sifat-sifat:

  1. Takkallum (berfirman) dan b. Iradat (berkehendak)

 

NAMA ALLAH YANG TERAGUNG

 

Sebagaimana kita memaklumi bahwasanya Allah Ta’ala itu mempunyai beberapa buah nama yang baik-baik, tetapi Dia juga memiliki sebuah nama yang teragung?) diantara semua nama itu yang jikalau dengan nama itu Dia dimintai, pastilah permintaan itu akan dikabulkan dan jikalau sesuatu do’a dipanjatkan dengan menggunakan nama tersebut, maka do’a itu akan diluluskan.

 

Mengenai nama Allah Ta’ala Al-A’zham (Teragung) itu disebutkan dalam beberapa hadits diantaranya sebagaimana yang tercantum dibawah ini :

 

Pertama : Diriwayatkan dari Buraidah r.a. katanya :

 

,,Alldhumma inni as’aluka bi-anni asyhadu annaka antallahu la ilaha illa antal ahadush shamad, alladzii lam yalid wa lam yulad wa lam yakul lah kufuwan ahad”.

 

(Artinya : Ya Allah. sesungguhnya aku mohon padaMu dengan pengakuan bahwa aku menyaksikan Engkaulah Allah yang tiada Tuhan selain dari padaMu, Maha Esa, Maha Dibutuhkan yang tidak berputera, tidak diputerakan dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamaiNya).

 

Buraidah melanjutkan keterangannya : ,,Demi mendengar itu, lalu Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Demi Dzat yang jiwaku ada didalam genggamanNya. Sesungguhnya orang itu telah memohon kepada Allah dengan namaNya yang Teragung, yang apabila dipanjatkan do’a dengan menggunakan nama itu, maka Allah akan mengabulkannya dan apabila dimintai pasti akan diberinya”.

 

Kedua : Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., katanya :

 

Nabi s.a.w. suatu ketika masuk kedalam masjid dan disitu ada seorang lelaki 4) yang sudah bersembahyang dan didalam do’anya ia mengucapkan :

 

,,Allahumma Id ildha illalldh antal mannan, badi ‘us sama wati wal ardli, dzul jaldli wal ikram”.

 

(Artinya : Ya Allah yang tiada Tuhan melainkan Allah. Engkau adalah Maha Pemberi kerunia. Maha Pencipta langit dan bumi, Maha Memiliki keagungan dan kemuliaan ).

 

Demi Nabi s.a.w. mendengar itu, lalu beliau s.a.w. bersabda :

 

,,Tahukah kamu semua, dengan lafazh apakah orang itu berdo’a ? Ia berdo’a dengan menggunakan nama Allah yang teragung, yang apabila dipakai untuk berdo’a, maka Allah mengabulkan dan apabila diminta tentu memberi”.

 

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa-i dan Ibnu Majah. Ketiga : Diriwayatkan dari Asma puteri Yazid r. ‘anha, katanya : ,,Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Nama Allah yang teragung itu terletak dalam dua buah ayat ini, yaitu :

 

.Wa iladhukum i-lahuw wdhid. La ilaha illa huwar rahmanur rahim”,

 

(Artinya : Dan Tuhanmu semua adalah Tuhan yang Maha Esa. Tiada Tuhan melainkan Dzat yang Maha Pengasih lagi Penyayang).

 

Dan dipermulaan surat Ali’Imran, yaitu :

 

“Alif lam mim. La ilha illa huwal hayyul qayyim”.

 

(Alif lam mim — Allah Ta’ala lebih mengetahui apa tujuannya kata-kata ini — Tiada Tuhan melainkan Dia yang Maha Hidup lagi Berdiri Sendiri).

 

Keempat : Dari Sa’ad bin Malik r.a. katanya : Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sukakah kamu semua saya tunjukkan nama Allah yang leragung, yang jikalau digunakam untuk berdo’a dengannya itu, maka Allah mengabulkan dan jikalau diminta maka memberi ?

 

Yaitu do’a yang dengannya itulah Yunus memohonkan kepada Tuhan agar diselamatkan yakni ketika memanggilNya dalam kegelapan tiga macam (maksudnya kegelapan dalam kegelapan yang bertumpuk-tumpuk karena saat itu beliau a.s. dalam perut ikan hut atau ikan hiu vang menelannya).

 

Do’a itu ialah :

,,La ilaha illa anta Subhanaka inni kuntu minazh zhalimin”.

 

(Artinya : Tiada Tuhan melainkan Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya hamba ini termasuk golongan orang yang menganiaya diri sendiri).

 

Kemudian ada seorang bertanya : ,,Ya Rasulullah, apakah do’a’itu khusus untuk Nabi Yunus a.s. saja ataukah umum untuk semua orang mukmin ?

 

Beliau s.a.w. lalu bersabda :

 

,,Apakah engkau tidak pernah mendengar firman Allah ‘Azza wajal (yang artinya) :

 

,Dan Kami (Allah) menyelamatkan Yunus dari kedukaannya dan demikian itu pulalah Kami menyelamatkan semua orang mukmin”. :

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Hakim. Inilah nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang membukakan bidang yang amat luas sekali dari hal kema’rifatan kepada Allah Ta’ala jikalau seseorang sudah memahaminya dan dapat mencapai makna dan pengertiannya, juga apabila jiwanya sudah dapat meresapkan dan berkesan dalam kalbunya serta suka menggunakannya sebagai pelita. Dengan menyelidiki nama-nama tersebut akan terbuka jelaslah sebesar-besar hakikat yang ada dalam alam semesta yang maujud ini.

 

 

 

 



KEMUSTAHILAN UNTUK MENEMUKAN DZAT KETUHANAN

 

Sesungguhnya hakikat dari Dzat Ketuhanan itu tidak mungkin dima’rifati oleh akal fikiran dan sudah pasti tidak akan dapat dicapai betapa keadaan yang sebenarnya atau puncak dari padanya itu. Sebabnya ialah karena fikiran manusia itu sudah tentu tidak dapat menjangkau hal tersebut, karena manusia itu tidak diberi dan tidak ditunjuki pula jalan menemukannya atau wasilah mencapainya.

 

Akal manusia ini sekalipun bagaimana juga cerdik dan pandainya, meskipun sudah begitu kuat penangkapannya, tetapi tetap terbatas dalam suatu batas yang tertentu dan malahan lemah sekali atau belum dapat mema’rifati hakikat berbagai benda yang dilihatnya sehari-hari.

 

Manusia itu sampai saat kinipun masih belum dapat mengetahui secara sebenar-benarnya tentang hakikat jiwa manusia itu sendiri. Bahkan pengetahuan tentang hal jiwa ini hingga sekarang tetap merupakan penyelidikan yang hangat dalam rangkaian persoalan-persoalan yang erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan filsafat.

 

Manusia itupun tidak dapat menguraikan hakikat cahaya atau sinar, padahal cahaya atau sinar itu sebenarnya adalah benda yang amat terang dan jelas sekali.

 

Juga belum dapat diketahui hakikat sesuatu benda serta hakikat dari atom yang setiap benda itu pasti tersusun dari himpunan atom-atom itu, padahal semuanya ini adalah yang terdekat sekali hubungannya dengan manusia itu sendiri.

 

Maka dari itu sampai saat sekarang inipun ilmu pengetahuan modern masih belum kuasa menguraikan berbagai hakikat benda dan apa yang ada di alam semesta ini. Ringkasnya kata terakhir masih belum dapat dijelaskan, sebagai tanda bahwa hakikat apa yang dicari itu belum terpecahkan dengan memuaskan.

 

Seorang profesor yang terkenal bernama Kamyl Flamaryon menulis dalam bukunya ,,Kekuatan alam yang belum dikenal” sebagai berikut :

 

Kita semua tahu bahwa kita ini berfikir, tetapi apakah sebenarnya makna berfikir itu ? Rasanya tidak ada . seorangpun yang dapat menjawab pertanyaan ini.

 

Kita semua mengerti bahwa kita ini pun berjalan. Tetapi apakah sebenarnya pekerjaan otot itu ? pun tidak seorang pun dapat mengetahui hakikatnya.

 

Aku menyadari bahwa kehendakku itu adalah merupakan suatu kekuatan yang bukan termasuk dalam kebendaan (materi) dan saya menyadari pula bahwa segala khususiatkhususiat diriku itupun bukan termasuk kebendaan juga. Namun demikian, setiap aku berkehendak akan mengangkat tanganku, maka aku tahu bahwa kehendakku itulah yang menggerakkan benda milikku yakni tangan tadi.

 

Jadi bagaimana hal itu dapat terjadi secara spontan sekali. Apakah kiranya yang menjadi perantara yang berada ditengah-tengah antara kekuatan akal dalam menimbulkan suatu hasil yang mempengaruhi gerakan kebendaan itu ?

 

Tentang pertanyaan inipun belum ada orang yang dapat memberikan jawaban padaku.

 

Atau secara mudahnya, cobalah katakan padaku dan jawablah ini : ,,Bagaimanakah urat-urat saraf mata ity dapat memindahkan gambaran-gambaran benda itu sampai ke dalam akal ?”.

 

Cobalah jawab pula : ,.Bagaimana pulalah akal itu lalu dapat menerimanya ?”.

 

Lagi pula : ,,Dimana letaknya akal tersebut ? Dan bagaimanakah tabiat pekerjaan otak itu ?”.

 

Cobalah katakan padaku, hai Tuan-tuan (yang dimaksudkan ialah orang-orang yang membantah) ……………

 

Tetapi, yah ……… cukuplah sudah, cukup ………

 

Mungkin saya dapat bertanya kepada tuan-tuan selama duapuluh taliun, tetapi saya percaya bahwa orang yang memiliki sebesar-besar kepala diantara tuan-tuan itu pasti belum dapat mengemukakan jawaban dari pertanyaanpertanyaanku yang serendah-rendahnya”.

 

Jikalau demikian ini kedudukan akal dalam menghadapi persoalan hakikat jiwa, cahaya dan benda, serta apa yang ada dalam alam semesta ini, baik yang dapat dilihat oleh mata ataupun yang tidak, maka bagaimanakah akal itu akan dapat mema’rifati Dzatnya Tuhan yang Maha Menciptakan semuanya itu yang bersifat Maha Luhur keadaanNya. Bagaimanakah akal yang sesempit itu dapat mencapai Dzatnya Tuhan yang Maha Tinggi itu ?

 

Sesungguhnya Dzatnya Allah masih jauh lebih besar dari apa yang dapat dicapai oleh akal ataupun yang dapat diliputi oleh pemikiran-pemikiran. Oleh sebab itu alangkah tepatnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yakni :

 

,,Allah tidak akan dapat dicapai oleh penglihatan-penglihatan dan Dia dapat mencapai penglihatan-penglihatan itu dan Dia adalah Maha Halus dan Waspada”. S. An’am 103.

 

KELEMAHAN MEMA’RIFATI HAKIKAT BENDABENDA TIDAKLAH MEMBUKTIKAN KETIADAAN BENDA-BENDA ITU

 

Terbatasnya akal fikiran dan kelemahannya atau tidak dapatnya mencapai hakikat benda-benda itu tidaklah dapat digunakan sebagai bukti bahwa benda-benda itu tidak ada (‘adam).

 

Jadi kalau akal fikiran tidak dapat mencapai apa hakikat dari pada jiwa, maka tidaklah ini berarti bahwa jiwa itu tidak ada. Akal fikiran yang tidak dapat menjelaskan hakikat cahaya, tidaklah berarti bahwa cahaya itu sendiri tidak ada. Jelas sekali bahwa cahaya itu ada dan merata keseluruh alam semesta ini. Juga kalau akal fikiran tidak dapat mencapai hakikat dari atom, maka tidaklah ini membuktikan bahwa atom itu tidak ada, sedangkan atom adalah bagian-bagian kecil yang dari himpunannya itulah tersusunnya sesuatu benda.

 

Demikianlah keadaannya benda-benda yang lain yang akal fikiran manusia belum dapat meraih hakikat yang sebenarnya dan masih tetap lemah untuk memarifati puncak yang sesungguhnya.

 

Semacam itu pulalah halnya Dzat Ketuhanan (Ilaihiah). Jikalau manusia belum dapat mencapai hakikatnya, maka tidaklah ini berarti bahwa Dzat Ilahiah itu tidak ada, tetapi yang benar ialah bahwa Dzat Ilihiah itu ada dengan sekokoh-kokoh penetapan sebagai sesuatu yang wajib ada.

 

Sesungguhnya tentang wujud atau adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sudah merupakan ketentuan sejak masa yang pertama kali dapat dikenal, bahkan dapat dipastikan oleh akal yang sehat. Hal yang sedemikian ini rasanya tidak seorangpun menuntut untuk meminta pembuktiannya. Kalaupun ada orang yang menginginkan supaya perihal wujudnya Tuhan diberikan alasan dan ditegakkan dalil yang menentukannya, maka orang ini pastilah manusia yang congkak dan sombong serta amat durhaka, tetapi picik pandangannya. Orang sedemikian itu tidak ubahnya sebagai seorang buta matanya yang menuntut supaya ditegakkan bukti yang jelas atau alasan yang kuat tentang adanya matahari yang bersinar terang benderang pada waktu siang.

 

Meskipuh sudah demikian jelasnya. tetapi kami rasa masih perlu diberikan beberapa dalil yang dapat menur. jukkan kearah yang hag juga berbagai bukti yang dapat menyingkap kebenaran.

 

ALAM SEMESTA ADALAH MENGOKOHKAN WUJUDNYA MAHA PENCIPTA

 

Sebenarnya tentang hal wujudnya Allah itu sudahlah nyata, bahkan suatu hakikat yang tidak perlu lagi diragu-ragukan persoalannya. Bahkan tidak ada jalan untuk mengingkarinya. Hal Wujudnya Allah Ta’ala adalah terang bagaikan terang benderangnya matahari yang bersinar, juga sudah jelas sejelas-jelasnya bagaikan cahaya fajar diwaktu pagi yang cerah.

 

Semua yang ada dilingkungan alam semesta inipun dapat digunakan sebagai bukti tentang wujudnya Tuhan. bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada pencipta dan pengaturnya.

 

Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita itu yang didalamnya terlihat pula matahari, bulan, bintang dan sebagainya, demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan segala sesuatu yang ada disitu, baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka warna itu serta yang menguatkan keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali merupakan tanda dan bukti perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya Dzat itu juga membuktikan keesaannya dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk mencip: takannya. :

 

Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa benda-benda itu terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan, sebagaimana juga halnya tidak mungkin terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu tidak ada yang membuatnya.

 

Manakala akal memustahilkan bahwa ada kapal terhang yang melayang-layang di udara atau ada kapal seiam yang menyelam didasar lautan tanpa ada pembuat dari kapal terbang dan kapal selam itu, maka — jikalau hal-hal diatas itu dimustahilkan —, akal akan menetapkan secara pasti tentang kemustahilannya alam semesta yang amat indah permai tanpa adanya Maha Pencipta yang menciptakannya serta adanya Maha Pengatur yang mengatur segala urusannya.

 

Sementara itu dapatlah kita mengemukakan tiga macam theori yang boleh saja kita jadikan sebagai bahan pertimbangan untuk mengemukakan sebab asal mula adanya alam semesta ini. Kiranya tidak mungkin akan ada theori lain dibalik ketiga macam hal yang kami sebutkan dibawah ini.

 

Pertama : Bahwa timbulnya alam semesta ini dari tidak ada, kemudian ada dengan sendirinya.

 

Kedua : Bahwa ada suatu jauhar (sel) yang merupakan inti yang dari situlah munculnya segala sesuatu yang terdapat di alam semesta yang molek ini.

 

Ketiga : Bahwa memang ada yang mengadakan, yang menciptakan atau yang membuatnya.

 

Marilah kita mengupas persoalan ini dengan menguraikan theori diatas itu satu persatu.

 

Theori pertama adalah jelas keliru dan salah jikalau ditilik secara sepintas lalu saja dari asas atau pokoknya. Ingatlah bahwa apa yang disebabkan (musabbab) itu pasti erat hubungannya dengan sebab-sebabnya, juga adanya natijah atau hasil pasti erat pula hubungannya dengan mukaddimah atau titik permulaannya.

 

Apakah kiranya patut dalam gambaran akal fikiran kita, bahwa ada sesuatu yang disebabkan tetapi tanpa ada sebab yang menimbulkannya, patutkah ada suatu hasil tanpa permulaannya atau ada natijah tanpa ada mukaddimahnya ?

 

Jadi timbulnya alam semesta dari tidak ada itu sama saja artinya dengan mengatakan adanya yang disebabkan tanpa ada sebab, atau adanya hasil tanpa ada permulaannya atau adanya natijah tanpa ada mukaddimahnya. Jadi seolah-olah alam semesta ini ada dari dirinya sendiri dan munculnya itu lepas sama sekali dari adanya sebab, seperti pembuat.

 

Bahwa adanya benda-benda itu dari dirinya sendiri, lepas sama sekali dari sebab-sebabnya, maka hal itu adalah suatu hal yang amat mustahil baik dipandang dari segi akal atau kejadian yang lazim. Sebabnya ialah karena adanya benda-benda dari dirinya sendiri yang terlepas sama sekali dari sebab-sebabnya itu adalah memenangkan segi adanya dan mengalahkan segi tidak adanya, tanpa bukti yang dapat digunakan untuk memenangkannya itu. padahal mememangkan secara yang sedemikian ini adalah mustahil sekali.

 

Renungkanlah baik-baik ! Andaikata kita mengatakan : ,,Alam semesta ini ada dari dirinya sendiri, terlepas sama sekali dari sebab-sebabnya”, maka ucapan semacam ini sama saja dengan ucapan bahwa tidak ada (adam) itu yang merupakan sebabnya ada (wujud). Patutkah ini dalam fikiran kita.

 

Itulah sebabnya, maka theori pertama diatas sangatlah keliru dan meleset, sebab selamanya tentu tidak mungkin dapat dibuktikan bahwa ‘adam (tidak ada) itu akan tergambar sebagai sebab yang menimbulkan wujud (ada). Tanpa adanya benda, tentu tidak mungkin dapat memberikannya.

 

Inilah yang dituju oleh ayat yang mulia yang berbunyi :

 

,,Merekakah yang diciptakan dari tiadanya sesuatu, ataukah mereka sendiri yang menciptakan ?

 

Atau merekalah yang menciptakan langit dan bumi ? (Tidak), melainkan mereka tidak yakin dalam kepercayaannya”. S. Thur 35 – 36.

 

Maksudnya : Apakah orang-orang itu diciptakan tanpa ada penciptanya ? Artinya : Apakah mereka itu sendiri yang menciptakan diri mereka sendiri, sehingga tidak membutuhkan seseorangpun yang menciptakan diri mereka itu? Hal ini jelas mustahil atau tidak mungkin atau tidak masuk sama sekali dalam akal fikiran yang sehat.

 

Selanjutnya marilah kita perbincangkan theori kedua.

 

Theori ini lebih tersesat dan lebih keliru lagi jika dibandingkan dengan yang pertama, sebab jauhar (sel) itu tidak mungkin dapat menimbulkan susunan yang serapi ini, sebagaimana yang kita saksikan. Tidak pula dengan itu dapat muncul kekuatan dan keindahan yang sebagaimana kita semua melihatnya ini.

 

Bayangkanlah, apakah benda inti atau sel — yang bagaimanapun juga keadaannya — dapat menciptakan atau membedakan ciptaannya antara jenis lelaki dan perempuan, jantan dan betina,juga dapat mempertautkan antara kedua jenis itu dengan kerukunan yang seindah ini ?

 

Apakah patut kiranya bahwa sel itu yang membuat bumi ini dengan segala sesuatu yang ada disitu, baik manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan atau benda padat ?

 

Apakah sel itu yang dapat menggantungkan bumi kita: ini di cakrawala, juga menjalankannya mengelilingi sumbunya yang sama sekali tidak pernah menggeser dari jalannya itu sekalipun hanya sekedar sehelai rambutpun, padahal sudah berjalan berjuta-juta tahun lamanya ?

 

Apakah sel itu pula menggerakkan jalannya bintang-bintang dan planit-planit yang sedemikian besar dan banyaknya dan perjalanannya sangat cepatnya yang benarbenar mengherankan, tanpa pernah terjadi tubrukan sama sekali antara yang sebuah dengan yang lainnya ?

 

Patutkah kiranya dalam akal fikiran kita bahwa sel itu yang mewujudkan atau membikin unsur-unsur lain yang dari padanya itu terbentuknya alam semesta ini ?

 

. Patutkah bahwa sel itu yang mengatur demikian rapi dan cermatnya seluruh apa yang ada di jagad raya ini, menetap sampai suatu masa yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala dan masih sanggup menetap untuk selama-lamanya jikalau Allah Ta’ala menghendakinya pula ? Resapkanlah !

 

Patutkah semua yang tersebut diatas itu terjadi ?

 

Sebenarnya, sifat, keadaan, hal ihwal dan bentuk benda yang amat kecil yakni atom, itu saja sudah sangat membingungkan akal fikiran dan mengagumkan para ahli ilmu pengetahuan, karena menilik tatacara susunannya yang demikian rapi dan indah teraturnya. Pendek kata penyusunannya sangat ajaib sekali, bahkan hubungan yang terjadi antara bagian yang satu dengan bagian lainnya benar-benar membuat setiap orang yang menyaksikannya dapat menggelengkan kepalanya berkali-kali. Bayangkanlah hal itu, apakah layak kiranya bahwa adanya penyusunan, perang. kaian dan perhubungan itu berlaku dengan kekuasaan sel, Suatu benda yang mati ?

 

Cobalah kita perhatikan sebentar apa yang diucapkan oleh para ahli ilmu pengetahuan yang berkecimpung dalam penyelidikan perihal atom ini, apakah yang dapat mereka katakan ?

 

Tentang benda atom ini, para sarjana berkata :

 

,,Sesuatu benda itu tersusun dari beberapa buah atom dan atom ini tidak dapat dilihat sekalipun dengan meng: gunakan mikroskop yang terkuat. Untuk membayangkan betapa kecilnya bentuk atom ini, bolehlah kita membayang: kan bahwa apabila kita menyusun secara rapi sekali atom demi atom, ditumpukkan antara yang sebuah dengan lainnya, maka jikalau yang kita susun itu sudah ada sebanyak seratus juta buah atom, barulah panjangnya itu kira-kira sebesar sehelai benang sutera. Sebagai penggambaran yang lain dapatlah kita kemukakan bahwa didalam ukuran setetes air laut itu terdapat sebanyak limapuluh juta buah atom dari emas murni.

 

Atom itu tersusun dari perikel yang disekitarnya itu berkelilinglah listerik yang bermuatan negatif dan inilah yang disebut .,elektron”. Pengelilingnya adalah sesuai dengan bentuk tatasurya yang membulat. Antara setiap dua buah dari elektron ini terdapat ruangan kosong yang menyerupai kosongnya ruang angkasa antara beberapa planit dengan matahari. Ini jikalau ditilik dari segi bentuk per: kiraan jarak jauhnya.

 

Timbangan dari seringan-ringan perikel itu dapat mencapai 1850 kali dari timbangan elektron. Jikalau duapuluh ribu elektron disusun secara rapi berdampingan antara yang sebuah dengan lainnya, maka panjang daerahnya adalah seperti panjang daerah atom itu. Bolehlah disebutkan dengan perkataan lain bahwa perimbangan antara parikel . dengan atom itu adalah sebagaimana kepala tongkat bila dibandingkan dengan sebuah rumah yang berbentuk sedang.

 

Elektron itu berputar mengelilingi perikel dalam suatu susunan yang menyerupai susunan planit-planit diwaktu mengelilingi matahari, hanya saja yang ini adalah lebih banyak pemberian pengaruhnya tetapi lebih sedikit penentuan batasnya dari pada susunan falak-falak planit itu.

 

Jikalau sekiranya suatu benda yang terdiri dari perikel-perikel atom itu ditertibkan secara penumpukan antara yang sebuah dengan yang lainnya tanpa ada ruang kosong yang ada diantara perikel dan elektron-elektron, maka sampailah timbangan sepotong dari uang sebentuk dua ketip disekitar 40 juta ton.

 

Adapun perikel itu sendiri adalah terdiri dari listerik yang bermuatan positif dan ini dinamakan proton. Jumlahnya menyamai jumlah listerik-listerik yang bermuatan negatit yakni elektron yang berkeliling disekitar perikel itu sendiri.

 

Diluar dari proton itu terdapat pula listerik-listerik ‘lain yang bermuatan pertengahan dan inilah yang disebut netron. Sekiranya kita dapat menguraikan ikatan ini yakni ikatan yang ada antara proton dan netron atau lebih jelasnya lagi, andaikata kita dapat menyediakan jalan untuk melenyapkan sebuah netron dari kumpulan netron-netron yang mengelilingi proton itu, maka jikalau ini kita dapat memecahkannya, pastilah akan menimbulkan suatu kekuatan yang dahsyat sekali. Adapun orang yang mula-mula dapat memecahkan ini ialah Prof. Einstein. Kekuatan itu sama dengan himpunan dalam perempatan kecepatan sinar yang diperkirakan dengan sentimeter setiap detiknya.

 

Demikianlah peliknya susunan atom itu.

 

Selanjutnya jikalau kita berpindah dari persoalan atom dan kita menengadahkan kepala keatas sebentar untuk melihat matahari, maka kita mendapatkan suatu keajaiban yang lebih-lebih lagi.

 

Resapkanlah apa yang dikemukakan oleh para sarjana kosmografi :

 

,,Matahari adalah benda bulat berbentuk bola yang penuh berisi zat api yang jauh lebih dahsyat dan lebih dapat membakar dari semua api yang ada di bumi.

 

Matahari adalah lebih besar dari pada bumi, lebih dari Sejuta kalinya. Tentang letaknya jauhnya dari kita ini, diperkirakan ada kira-kira 92.500.000 mil. Demikian keadaan Matahari itu dan sekalipun demikian, ia tidak lain hanya sebuah bintang saja dan bukan termasuk dalam golongan bintang yang terbesar.

 

Ada suatu persoalan yang memusyrikkan tetapi amat mengajaibkan yang lain lagi yakni pemecahan terakhir yang dilakukan akal fikiran para ahli falak dan sarjana-sarjana perbintangan.

 

Sebagaimana dapat diketahui dari ilmu pembentukan lapisan bumi terdapat sebuah uraian yang menyatakan bahwa matahari itu secara terus-menerus tetap memancarkan ukuran atau kadar panasnya, selama berjuta-juta tahun. Jikalau panas yang diberikannya itu adalah hasil dari pembakarannya, maka apakah sebabnya matahari itu tidak pernah kehabisan bahan bakarnya, padahal sudah dipakainya sejak berjuta-juta tahun yang lampau ? Jadi dengan keterangan ini jelaslah rasanya bahwa jalan pembakaran yang berlangsung pada matahari itu tidaklah sebagaimana yang lazim kita ketahui ini, sebab andaikata proses pembakarannya itu seperti yang ada dibumi, maka kiranya untuk menerangi jagad ini hanyalah cukup untuk digunakan selama 6000 tahun saja dan setelah itu pasti akan habislah daya panasnya.

 

Mengenai kelebihan atau keistimewaan yang diberikan oleh matahari kepada kita semua ini, maka dapatlah kita ketahui bahwa matahari itu bukanlah hanya sebagai sumber cahaya serta api kita ini saja, tetapi matahari juga merupakan sebagai sumbu dari susunan tatasurya kita dan sebagai sumber kehidupan kita. Bukankah matahari itu yang menguapkan air lautan kemudian mengangkatnya keatas dan beralih menjadi awan di angkasa untuk selanjutnya berubah pula menjadi hujan yang turun diatas permukaan bumi ini. Dari inilah timbulnya saluran air sungai besar dan kecil yang dapat mengairi sawah ladang kita, lalu menumbuhkan tanam-tanaman kita pula. Selain itu matahari juga yang meniupkan angin, menyebabkan timbulnya gelombang lautan dan menjadikan udara menjadi bersih dan suci. Ia pula yang menggerakkan kapal dan perahu ditengah samudera besar, bahkan ia pulalah yang menjalankan kendaraan-kendaraan, memutarkan mesin-mesin berasap dan lain-lain lagi. Betul bahwa mesin-mesin itu dijalankan oleh arang batu, tetapi bukankah arang batu itu hanyalah berasal dari panas cahaya yang terpendam sejak bertahun-tahun yang lampau. Lama benar tersimpannya itu untuk dapat diambil kemanfaatannya oleh putera-putera dunia yang datang kemudian.

 

Ringkasnya andaikata tidak ada matahari, sudah pasitilah tidak akan ada pula kehidupan bagi binatang dan tumbuh-tumbuhan. Binatang-binatang menjadi bersemangat karena panas matahari itu, burung-burungpun bersiul setelah tampak sinarnya, mengucapkan tasbih serta memahasucikan Dzat yang Maha Menciptakannya. Juga karena panas dan sinar matahari itu pula tanam-tanaman tumbuh, pohon-pohonpun menjadi kian hari kian bertambah besar, bunga-bungapun muncul, buah-buahanpun menjadi masak dan banyak lagi akibat-akibat lain yang ditimbulkan olehnya.

 

Kita semua amat berhutang budi pada matahari itu karena kita terpaksa menggantungkan padanya akan hasil makan dan minum kita semua. Itulah sebab adanya kita diatas permukaan bumi ini”.

 

Jikalau kita sekalian sudah puas rasanya untuk melihat keindahan dan kedahsyatan matahari, maka marilah kini kita melihat kelain benda lagi. Kita akan menemukan bahwa :

 

,,Sedekat-dekat bintang yang ada disisi bumi kita ini setelah matahari itu sama dengan 260.000 kali jauh matahari dari kita”,

 

Ini dianggap sebagai bintang yang tersuram cahayanya kalau ditilik dari bintang-bintang Bimasakti yang oleh orang-orang kuna disebutnya dengan nama ,,Jalan penanaman”.

 

Bahkan tatasurya yang terdiri dari berbagai bintang yang merupakan tatasurya, kita ini hanyalah akan dianggap sebagai sebuah atom kecil saja, jikalau dibandingkan dengan gugusan Bimasakti itu, sebab isi kandungannya ini: adalah sebanyak seratus juta bintang yang terpencar dan tersebar luas seolah-olah sebagai suatu bidang yang luas secara nisbi.

 

Pengarang buku ,,Ilmu Falak Umum” yang bernama Herbert Spenser Jones berkata :

 

Cahaya memakan waktu selama seratus ribu tahun untuk dapat sampai antara kedua tepi gugusan bintang. bintang Bimasakti. Sebagaimana telah dimaklumi bahwa cahaya itu berjalan dengan kecepatan sebanyak 116.000 mil setiap detik atau 300.000 kilometer.

 

Berdasarkan uraian ini, maka ketentuan cahaya setahun itu sama dengan sepuluh biliyun kilometer.

 

Padahal apa yang dikenal dengan nama gugusan bintang-bintang Bimasakti yang sudah mencapai kebesaran sebagaimana diuraikan diatas itu, yang akal fikiran manusia sudah pasti tidak mungkin akan meraihnya, kiranya tidak lain hanyalah salah satu dari sekian banyak susunan yang ada di alam cakrawala yang sama sekali tidak dapat dihitung.

 

Masih ada sebuah lagi yang tertinggal yang perlu kita maklumi yakni bahwa gedekat-dekat tatasurya yang mendampingi tatasurya kita ini jauhnya ialah dalam jarak tujuhratus ribu tahun cahaya.

 

Kini setelah kita mengetahui dan memahami uraian (liatas itu. maka marilah kita renungkan dalam akal fikiran kemudian bertanya : Apakah mungkin diterima oleh akal kita bahwa semua keadaan semacam susunan tatasurya dan lain-lain itu timbulnya hanyalah dari sel atau dengan jalan proses yang ditumbuhkan oleh sel belaka ?

 

Sesungguhnya pendapat yang mengatakan bahwa sel itulah yang sebagai permulaan adanya alam semesta ini, maka yang sedemikian itu sungguh-sungguh tidak dapat tergambarkan oleh akal yang sehat, tidak pula dapat cocok dengan ilmu pengetahuan yang hakiki dan agaknya tidak seorangpun yang akan mengatakannya itu, melainkan jikalau ia telah kehilangan kekhususiatannya yang membedakan antara manusia dengan yang bukan manusia. Manusia semacam ini rasanya sudah tidak dapat menemukan kebenaran dan tidak pula dapat membeda-bedakan sesuatu dengan lainnya.

 

Seorang failasuf bangsa Jerman, bernama Edward Harenman wakil dari Syopenhor berkata dalam bukunya yang bernama ,,Aliran Darwin”, demikian : ,,Sebenarnya pendapat yang menetapkan ketiadaan kesengajaan dalam alam semesta ini yang dianut oleh pengikut Darwinisme adalah suatu pendapat yang sama sekali tidak dapat dibuktikan. Itu hanyalah disebabkan karena adanya angan-angan salah yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam penyelidikan ilmu pengetahuan”.

 

Prof. Von Bayer bangsa Jerman dalam bukunya yang berjudul ,,Kedangkalan aliran Darwin”, mengatakan :

 

Apabila golongan Darwinisme itu melancarkan suara sekeras-kerasnya bahwa memang tidak ada kesengajaan dalam pembuatan atau penciptaan alam semesta ini, atau . dengan kata lain bahwa alam ini terjadinya tidak lain hanya karena suatu proses kebetulan belaka yang semata-mata terpimpin oleh kedaruratan yang buta, maka saya berkeyakinan bahwa salah satu kewajiban saya ialah saya harus menyatakan disini apa yang telah menjadi keyakinan dan kepercayaan saya dalam persoalan ini.

 

Adapun keyakinan saya itu adalah sebagai kebalikan sama sekali dari yang tersebut diatas. Saya berpendapat bahwa semua kedaruratan inilah justeru yang membuka bahwa disana ada berbagai tujuan yang luhur dan besar”.

 

Ustadz alkabir Mohammad Farid Wajdi — rahimahullah — setelah menguraikan persoalan ini, maka pada akhir katanya menyebutkan : .,Jikalau sekiranya kita dapat merasa puas dengan beratus-ratus puncak ilmu pengetahuan dan filsafat mengenai pendapat perihal tidak adanya unsur kesengajaan dalam penciptaan alam semesta dan jagad raya ini, maka tentulah kita tidak diharuskan untuk mengikuti yang itu, lebih dari apa yang sudah jelas tertera dalam nash-nash agama (dalil naqal)”. ,

 

Oleh sebab itu, manakala sudah tetap bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka tetap pulalah perihal adanya Tuhan sebagai Dzat Maha Pengatur yang bijaksana, Maha Mulia dan Tinggi, yakni dari jalan yang sama-sama dapat dirasakan. Dengan demikian tidak ada jalan lain untuk membantah atau mengingkarinya dan ini tepat sekali dengan apa yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi ?” S. Ibrahim 109.

 

Kini kita kembali kepada perbincangan mengenai tiga macam theori dimuka.

 

Jikalau yang pertama dan yang kedua sudah dapat diyakinkan ketiadaan benarnya, sebab memang nyata-nyata keluar dari bidang-bidang yang dapat diterima oleh akal fikiran serta cara penyelidikan dan ilmu pengetahuan, maka tidak ada lain yang dapat digunakan sebagai pegangan kecuali theori yang ketiga.

 

Adapun isi dari theori ini ialah bahwa jagad raya yang maujud ini pasti ada penciptanya dan ada pengaturnya. Inilah yang pasti sesuai dengan akal fikiran serta cara penelitian yang sehat. Pendapat semacam itu pulalah yang menyebabkan Socrates mempercayai serta beriman kepada Allah, juga yang dapat menundukkan Aristophanes yang mengingkari adanya Ketuhanan. Keduanya pernah mengadakan suatu percakapan yang dapat kami kutipkan sebagai berikut :

 

Socrates :

Adakah orang-orang yang dapat mengherankan Tuan karena kepandaian mereka atau karena keindahan buatannya?

 

Aristophanes :

Ya ada memang, seperti dalam hal sajak atau puisi saya sangat tertarik dan heran sekali kepada syair-syair ceritera dari Homero, dalam bidang lukisan ialah Zoxes dan dalam hal pembuatan patung ialah Polextic.

 

Socrates :

Pencipta-pencipta manakah yang kiranya patut lebih diherankan, yakni pencipta gambar-gambar yang tanpa dapat memberi akal serta gerakan ataukah yang menciptakan benda-benda yang juga dengan memberinya akal fikiran serta kehidupan ?

 

Aristophanes :

Tentu saja patut lebih diherankan yang menciptakan benda-benda yang dapat merasakan kenikmatan dengan memiliki akal fikiran serta kehidupan. Tetapi itupun yang terjadinya bukan karena sebagai hasil dari keadaan yang merupakan kebetulan belaka.

 

Socrates :

Apakah kiranya patut dianggap sebagai hal yang kebetulan, jikalau sekiranya anggauta-anggauta tubuh ini diberikan untuk digunakan maksud atau tujuan-tujuan yang tertentu, misalnya saja seperti mata yang dapat melihat, telinga dapat mendengar, hidung dapat mencium, lidah dapat merasakan. Lihat pula seperti mata ini disekitarnya terdapat berbagai penjagaan, karena sangat besar rasa keinderaan- nya dan pula sangat lemahnya. Oleh karena itu diwaktu tidur pasti ditutupkan ataupun juga ditutupkan diwaktu ada keperluan, dilindungi pula dengan bulu mata dan alis diatasnya.

 

Demikian pula seperti telinga, didalamnya diberi suatu alat penerima yang dapat mengumpulkan segenap macam suara .dan masih banyak lagi contoh yang lain-lain.

 

Cobalah Tuan fikirkan, patutkah itu semua terjadinya sebagai hasil dari yang secara kebetulan ?

 

Selain itu dapat pula dikemukakan adanya kecondongan dalam hati untuk mempunyai keturunan, begitu pula perasaan iba dan kasih sayang yang ada didalam kalbu setiap ibu terhadap anaknya, padahal suatu hal yang amat jarang sekali bahwa seorang ayah atau ibu dapat menerima balasan kemanfaatan atau keuntungan dari anaknya itu. Sementara itu bagaimana hal-ihwal seorang bayi yang dengan sendirinya lalu dapat memperoleh pengertian untuk menyusu dan cara menyusunya itu, sebentar setelah ja dilahirkan. Apakah menurut pendapat Tuan hal itu semua terlaksana hanya sebagai hasil yang didapat secara kebetulan ?

 

Aristophanes :

Tentunya juga bukan karena kebetulan. Yah, saya baru mengerti sekarang dengan secara pasti bahwa disana memang ada petunjuk akan adanya penciptaan. Tetapi yang pasti ialah bahwa yang menciptakan itu tentu bersifat sangat agung sekali, yang mencintai akan adanya segala yang hidup. Namun masih ada yang menyukarkan otak saya, – karena mengapa kita semua tidak dapat melihat yang menciptakan itu ?

 

Socrates :

Kalau begitu kita sudah menemukan titik yang sama yaitu mengakui adanya Maha Pencipta yang Maha Agung dan Mencintai kehidupan dialam semesta ini. Tentang persoalan mengapa kita tidak dapat melihat Maha Pencipta, maka saya Ingin mendapat jawaban Tuan, yaitu apakah Tuan merasa mempunyai nyawa, sebab kalau Tuan tidak her. nyawa, tentunya Tuan sudah mati. Punyakah atau tidak ?

 

Aristophanes :

Ya, tentu saja saya punya. Mengapa ?

 

Socrates :

Jikalau demikian sudah mudah pemecahannya. Mengapa Tuan sendiri tidak dapat melihat nyawa yang menguasai diri Tuan sendiri.

 

Jadi kalau Tuan tidak pernah melihat nyawa Tuan, apakah ini berarti kita boleh mengatakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang timbul dari diri Tuan itu adalah semata-mata disebabkan karena secara kebetulan semuanya, tanpa ada pemikiran sebelumnya ?

 

Sampai disini selesailah percakapan kedua orang ahli falsafat itu, yang sungguh-sungguh berfaedah untuk diresapkan dan direnungkan dalam-dalam.

 

Maha Benarlah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman :

 

,,Dan setengah dari pada tanda-tanda (ayat-ayat) mengenai adanya Allah ialah malam dan siang, serta matahari dan bulan. Janganlah kamu semua bersujud kepada matahari atau kepada bulan. Tetapi bersujudlah kepada Allah yang Maha Menciptakan semuanya itu, jikalau kamu semua benar-benar menyembahNya”. S.Fushshilat 37.

 

FITHRAH SEBAGAI BUKTI ADANYA ALLAH

 

Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang tampak sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan yang Maha Mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu ialah berupa perasaan-perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat disebut sebagai perasaan fithrah. Fithrah adalah keaselian yang diatasnya itulah Allah Ta’ala menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain sebagai gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.

 

Gharizah diniah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang, sebab binatang pasti tidak memilikinya. Gharizah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang dihinggapi penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya terhadap Tuhan. Ia tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat dibangunkan dari kelalaiannya itu, kecuali apabila ada penggerak yang menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah kebangunannya ini barulah ia akan meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau bahaya apa yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka iapun berdoulah kepada Kami (Allah) diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya yang telah menghinggapinya itu”. S. Yunus 12.

 

BUKTI KEJADIAN DAN PENGALAMAN-PENGALAMAN

 

Jikalau penyelidikan dengan akal fikiran perihal keadaan alam semesta serta rahasia-rahasia yang terkandung didalamnya ini sudah dapat menunjukkan kepada Dzat yang Maha Menciptakan yang Maha Agung dan Luhur, demikian pula jikalau perasaan fithrah sudah dapat merasakan secara pasti akan adanya Dzat yang Maha Besar ity dalam jiwa setiap manusia, baik bagi orang pandai ataupun bodoh, bagi orang yang sudah maju atau yang masih ter. belakang, bagi kaum lelaki atau perempuan, bagi orang-orang zaman dahulu ataupun orang-orang belakangan ini, tetapi disana masih ada lagi bukti yang lain yang dapat digunakan guna membuktikannya itu.

 

Apakah bukti yang lain itu ?

 

Bukti itu ialah apa yang pernah terjadi atas manusia itu sendiri atau dengan kata lain pengalaman-pengalamannya.

 

Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada Tuhannya, kemudian dikabulkanlah apa yang menjadi permintaannya. Pernah pula memanggilNya dan iapun dijawab apa yang diinginkan serta dikehendakinya. Ia pernah pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan. Ia pernah pula menyerahkan sesuatu urusan bulat-bulat padaNya serta bertawakkal sepenuh-penuhnya, kemudian Tuhan itu menjamin kebaikan dirinya. Tidak sedikit orang yang sakit dan memohon kesembuhan padaNya disamping berusaha pengobatan yang dilakukan dan inipun berhasil pula, iapun sembuh kembali sebagaimana semula. Banyak juga penyakit yang diringankan penderitaannya, sementara itu berlimpah-limpah rizki yang telah dikeruniakan padanya, malahan tidak sedikit kesusahan yang telah dilapangkan untuknya atau kesedihan yang telah dilenyapkan sama sekali.

 

Pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupannya di dunia. ini sebenarnya sudah membimbing dirinya sendiri untuk dapat sampai kepada penemuan akan Allah secara kesadaran dan bukan karena adanya paksaan, sebab pengalaman-pengalaman itu memang dapat membuka segala macam hakikat yang ia sendiri pasti tidak merasakan dengan pencainderanya. Hakikat inilah yang sebenarnya mengatur kesempurnaan susunan dalam jagad raya yang amat luas ini, dijalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan-peraturan yang sudah terpateri sesuai dengan kebijaksanaan Dzat yang Maha Menciptakannya itu. Memang pastilah sudah bahwa setiap manusia dalam kehidupannya jtu akan memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat menuntunnya untuk berma’rifat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dapat menunjuk ke jurusan yang mengarah kesitu serta yang dapat menghantarkan dirinya untuk dapat menyadarinya.

 

Perhatikanlah sejenak. Bukan main banyaknya orang yang sesungguhnya telah kehilangan sebab-sebab materi yang dikiranya dapat digunakan sebagai jalan untuk memperoleh kemanfaatan untuk dirinya atau keuntungan untuk keluarganya, juga yang dikiranya dapat menolak keburukan yang agaknya pasti akan mengenai dirinya atau salah seorang keluarganya. Tetapi setelah ia kehabisan akal dan tidak menemukan jalan berfikir lagi, akhirnya ia menyerah dan menghadapkan seluruh isi hati nuraninya kehadlirat Tuhan semesta alam ini, Pemilik dari semua yang maujud. Tiba-tiba apakah yang terjadi ?

 

Suatu yang tidak pernah diperkirakan atau tidak mungkin menurut perasaannya tiba-tiba menjadi kenyataan. Kebaikan, keuntungan dan kemanfaatan yang diinginkan tiba-tiba muncul dan menjelma atau keburukan, bahaya atau kesulitan yang agaknya akan dihadapi tiba-tiba lenyap dan sirna. apa yang dikuatirkan dan ditakutkan tidak muncul sama sekali. Setelah diteliti tidak juga ia dapat menemukan sebabnya yang lahiriah, tidak juga memperoleh jalan yang menjadikan ia mendapat keuntungan atau tertolak dari bahaya itu.

 

Kini cobalah renungkan, kenyataan-kenyataan semacam ini akan ditafsiri dengan tafsir yang bagaimana lagi yang setepatnya ?

 

Sudah pasti tidak ada penafsiran lain yang ada dibalik kenyataan sebagaimana diatas itu, kecuali bahwa dibelakang semuanya tadi memang ada Dzat yang mengaturnya. Dia adalah Yang Maha Menguasai segenap yang berkuasa dan Yang Maha Menyebabkan timbulnya segala macam sebab.

 

PENGOKOH KETUHANAN

 

Kini marilah kita memperbincangkan tentang wujudnya Tuhan itu dari segi pengokohan yang dikeruniakan olehNya kepada kaum yang beriman padaNya.

 

Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi ialah bahwa ummat yang beriman kepada Tuhan dengan keimanan yang sebenar-benarnya, mereka itulah ummat yang tertinggi dari yang lain-lainnya perihal ilmu pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata kesopanannya. Selain ity juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak memberikan kemanfaatan keya, da sesama manusia.

 

Resapkanlah baik-baik, apakah kiranya yang menye. babkan perubahan watak dan tabiat mereka itu, apa pula yang memalingkan kecondongan dan kegemaran mereka itu yang tentunya tidak sedemikian itu jadinya. sekiranya mereka itu bukan orang-orang yang beriman. Apakah kiranya yang menjuruskan arah mereka itu sehingga lebih senang menuju kepada yang hag, benar, baik, indah. bagus dan sempurna ?

 

Mengapakah mereka yakni kaum yang mukmin itu tidak berkeadaan seperti yang lain-lainnya yakni yang tidak beriman kepada Allah Ta’ala, yaitu tetap bersifat keras kepala dan diliputi oleh kebodohan, kekasaran watak, kebusukan jiwa, kegelapan dalam hati nurani, kerusakan akhlak dan budi pekerti serta ala binatang dalam mencari tuntutan dan kebutuhannya ? Sudah pastilah bahwa dibalik semua jni ada rahasia yang terpendam.

 

Sebenarnya rahasianya itu mudah saja diketahui dan bukan terlalu pelik untuk diselidiki. Rahasia itu ialah bahwa kaum mukminin itu memang sengaja diberi oleh Allah Ta’ala suatu pertolongan yang berupa kekuatan yang dapat digunakan untuk membetulkan perikemanusiaannya, agar de: ngan demikian dapatlah dicapai setinggi-tinggi kesempur naan hidup yang dapat diperoleh manusia sebagai makhluk Tuhan. Jadi adanya perubahan dalam jiwa kaum mukminin. sifat-sifat, akhlak atau budi pekerti serta kecondongan kecondongan itu adalah merupakan bukti yang seterang terangnya tentang adanya kekuatan rohaniah yang amat rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-diam dibalik tubuh yang kasar ini. Kesan-kesan sedemikian ini tampak jelas dalam apa yang ditempuh oleh kaum mukminin dalam perjalanan hidupnya dan dengan ikatan-ikatan yang penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang setinggi-tingginya.

 

BUKTI-BUKTI DARI NAQAL (KETERANGAN AGAMA)

 

Diantara bukti-buktinya yang dapat kita saksikan tentang wujudnya Tuhan yang Maha Esa itu ialah bahwa para nabi dan rasul yang terpilih dari sekian banyak hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah manusia yang amat pilihan sekali, seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s. sampai kezaman Rasulullah Muhammad s.a.w. mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar sama dan sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh ummat manusia bahwa di alam semesta ini ada Tuhan yang Maha Bijaksana. Oleh segenap nabi dan rasul itu hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang merupakan hal yang terpenting sekali.

 

Perihal bukti-bukti kebenaran para rasul itu kiranya tidak perlu diperbincangkan disini, sebab hanya manusia yang mengingkari terangnya cuaca dipanas matahari saja yang kiranya akan menanyakan kebenaran beliau-beliau itu. Allah Ta’ala sendiri memberikan pengokohan untuk beliau-beliau itu, dengan mengalahkan segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan kalimat Tuhan sebagai mercusuar yang tertinggi sedang kalimat kekufuran dibenamkan sampai kebawah sekali.

 

Oleh sebab itu, bukti apakah pula yang hendak diinginkan ? Ucapan mana pulakah yang kiranya lebih gamblang kebenarannya dari pada sabda para rasul dan nabi shadiqin, benar dalam ucapannya terhadap Allah Ta’ala, berikhlas hati untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang benar, membela keagungan agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa kemukjizatan dari padaNya.

 

TIDAK ADA SANDARAN YANG KUAT UNTUK MENGINGKARI

 

Sebagai ujung pembahasan dalam persoalan ini baiklah kami tekankan disini bahwa memang tidak ada suatu buktipun yang menetapkan tentang ketiadaan Allah Ta’ala itu. Ringkasnya tidak mungkin ada bukti apapun mengenai hal diatas itu yang dapat digunakan sebagai sandaran dan pegangan, baik dari segi akal fikiran ataupun dari segi penyelidikan ilmu pengetahuan.

 

Apakah yang diucapkan oleh kaum penentang tentang adanya Allah itu sebenarnya tidak lain hanyalah menggy, nakan dasar yang sama sekali tidak kokoh, tidak kuat, amat lemah sekali dari segi alasan dan hujahnya, tidak juga menggunakan kecantikan yang sehat, juga tidak dapat didasarkan kepada ilmu pengetahuan yang dapat di. pertanggung-jawabkan.

 

Penentangan semacam ini sebenarnya bukanlah barang yang baru bagi ummat manusia, juga bukan hanya hidup dizaman kita sekarang ini saja. Persoalan penentangan atau tegasnya pengingkaran perihal adanya Tuhan itu adalah soal kuna, yang amat lama sekali usianya. Dahulu persoalan sedemikian itu sudah pernah dihadapi oleh para nabi disepanjang generasi dan masa.

 

AlQuran Alkarim sendiri sudah menyebutkan perihal penentangan dan pengingkaran itu, sebagai berikut :

 

,,Mereka berkata : ,,Tidak ada lain kehidupan kita ini kecuali kehidupan di dunia sekarang ini saja. Kita mati dan kita . hidup dan tidak ada yang menyebabkan kerusakan (kematian) kita ini melainkan berlalunya masa (sudah tua)”.

Mereka itu tidak mempunyai pengetahuan yang benar perihal apa yang mereka katakan. Mereka itu tidak lain hanyalah mendasarkannya kepada sangkaan-sangkaan belaka”. S. Jatsiah 24.

 

Cobalah bayangkan, apakah disitu ada perbedaannya antara apa yang diucapkan orang-orang kuna dahulu dizaman jahiliah dengan apa yang diucapkan oleh orang-orang sekarang pada zaman kita ini yang menurut istilah mereka dinamakan sebagai masa perkembangan cahaya dan ilmu pengetahuan ?

 

Padahal dalam masa kemajuan sebagaimana zaman sekarang ini dimana keadaan ilmu pengetahuan sudah memuncak terus dan belum pernah ada pencapaian sebelum: nya itu, ternyata seluruh penyelidikan dalam ilmu-ilmu yang modern tadi tidak dapat mengingkari akan adanya Allah Ta’ala, bahkan semuanya menetapkan bahwa benar-benar ada Dzat yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta ini. Sementara itu para sarjana-sarjana dari ilmu-ilmu pengetahuan, para cerdik cendekiawan, malahan termasuk orang-orang yang amat kuat keimanannya kepada Tuhan. Tentu saja yang kami maksudkan disini bukanlah para sarjana yang termasuk kaum materialis atau yang masih dangkal isinya, tetapi yang kami maksudkan adalah benarbenar para sarjana yang sudah mendalam dan yang matang penyelidikannya secara hakiki.

 

Apa yang kami uraikan diatas itu dapatlah dikuatkan dengan ucapan yang disiarkan oleh Dr. Denret, demikian :

 

,,Dari penelitian untuk pemecahan pendapat-pendapat golongan ilmu falsafat yang dilakukan oleh para sarjana yang besar-besar dan ternama, dengan maksud untuk mengetahui bagaimana kepercayaan-kepercayaan yang dianut mereka itu, maka ternyatalah bahwa dari sejumlah 290 sarjana, perihal kepercayaan keagamaannya tercatat sebagai berikut :

 

242 orang dari para sarjana itu menyatakan percaya dan beriman secara sempurna kepada Allah.

 

28 orang menyatakan belum sampai menemukan kepercayaan yang dimantapi.

 

20 orang menyatakan tidak memperhatikan pemikiran pemikiran mengenai keagamaan.

 

Letakkanlah perimbangan angka-angka diatas dalam neraca. Kita dapat menemukan bahwa lebih dari 90% secara perhitungan kasar sudah menyatakan dengan terang terangan akan keimanannya kepada Tuhan dengan melalui penyelidikan-penyelidikan ilmu pengetahuan yang mereka lakukan. Sementara itu sebagian dari mereka masih dalam keragu-raguan atau tidak menaruh perhatian sama sekali tentang kepercayaan keagamaan, sesuai dengan penelitian ilmu pengetahuan yang dilakukan itu.

 

Sekalipun demikian, kita dapat berharap dan berbaik sangka bahwa golongan yang masih dalam kebimbangan itu pada suatu saat nanti rasanya akan dapat juga sampai kepada hakikat yang sebenarnya, sedang bagi yang belum memperoleh petunjuk dari ilmu pengetahuan yang diselidikinya untuk dapat sampai kepada bidang yang dikaruniakan oleh Allah ta’ala, tidak mustahil bahwa mereka itupun mengalami kekurangan dalam penelitiannya dan andaikata kekurangan itu sudah dipenuhi dan disempurnakan, sudah pasti akan dapat pula mencapai kepada kebenaran yang diinginkan dan pasti akan mengakui akan adanya Dzat yang Maha Agung itu.

 

PENGAKUAN KAUM INTELEK MODERN TENTANG WUJUD ALLAH

 

Inilah pembahasan terakhir dari bab ini yakni mengenai dalil agli (bukti secara akal fikiran) perihal wujudnya Allah Ta’ala dengan mengutip berbagai keterangan yang diucapkan oleh para sarjana yang kenamaan.

 

Prof. Harshell, seorang ahli ilmu Falak bangsa Inggeris berkata : ,Setiap bidang ilmu pengetahuan itu makin meluas, maka semakin bertambah pulalah bukti-bukti yang memastikan dan lebih mengokohkan perihal adanya Dzat yang Maha Menciptakan, juga Maha Dahulu yang tidak ada batas untuk kekuasaanNya dan pula tidak akan ada habisNya yakni kekal selama-lamanya.

 

Para ahli Geologie, Alam, Falak dan Pasti saling tolong-menolong dan bantu-membantu. Mereka semua memberikan jaminan yang mantap perihal pengokohan seruan ilmu pengetahuan yakni seruan pernyataan kemaha-agungan Allah yang Maha Esa”.

 

Dr. Wets seorang ahli Kimia bangsa Perancis berkata :

 

,,Jikalau pada suatu ketika aku merasa bahwa kepercayaanku kepada Allah agaknya kurang mantap dan agak bergoncang, maka segeralah aku menunjukkan arah perhatianku kepada akademi ilmu pengetahuan agar keimanan itu kembali kokoh dan kuat sentausa”.

 

Voltair secara sendagurau berkata :

 

,,Mengapa Tuan-tuan masih juga meragu-ragukan akan adanya Allah itu, padahal andaikata Allah tidak ada, rasanya pastilah bahwa isteriku sendiri akan mengkhianati diriku dan mungkin aku diculik oleh pelayanku”.

 

 

 

 



Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Maha Pencipta alam semesta ini, selain memiliki asma-ul husna (nama-nama yang baik) sebagaimana diuraikan dimuka, juga memiliki sifat-sifat yang luhur yang merupakan penetapan dari kesempurnaan ketuhananNya serta keagungan ilahiahNya.

 

Sifat-sifat ini hanyalah dimiliki oleh Maha Pencipta itu sendiri dan oleh sebab itu tidak sesuatupun yang menyekutuiNya atau memiliki sifat-sifat yang sama sebagaimana yang dipunyai oleh Allah Ta’ala itu. Sebabnya demikian ini ialah karena Allah Ta’ala itu adalah Maha Esa, Dia sebagai Tuhan dan pujaan yang satu-satunya, tiada Tuhan selain dari padaNya, tiada pujaan yang boleh disembah melainkan Allah.

 

Sifat-sifat yang menjadi milik Allah Ta’ala itu, diantaranya ada yang disebut sifat-sifat salbiah dan diantaranya lagi ada yang disebut sifat-sifat tsubutiah.

 

SIFATSIFAT SALBIAH

 

Adapun yang termasuk dalam golongan sifat-sifat sal biah yaitu :

 

Allah Ta’ala itu bersifat Awwal dan Akhir. Awwal dan Akhir :

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Awwal yakni Maha Dahulu. Arti dari kemaha-awwalannya itu ialah bah, wa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tidak ada permulaan bagi wujudnya. Jadi wujud atau adanya Allah Ta’ala itu tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelumnya.

 

Allah Ta’ala adalah Maha Akhir yakni Maha Belakang Arti dari kemaha-belakangannya itu ialah bahwa Allah Sub. hanahu wa Ta’ala adalah tidak ada akhir atau pengha. bisannya bagi wujudNya. Allah adalah Maha Kekal dan tidak ada nihayah atau puncak keakhirannya.

 

Oleh sebab itu, maka Allah Ta’ala itu adalah Maha Azali yakni sudah ada sejak zaman azali yaitu zaman sebelum adanya sesuatu apapun selain dari Dia sendiri, juga Dia adalah Maha Abadi yakni kekal untuk selama-lamanya. Allah Ta’ala tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelum: nya dan tidak pernah dihinggapi oleh kerusakan atau kebinasaan, sebab Allah Ta’ala itu memang wajibul wujud yakni wajib adaNya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dia (Allah) adalah Maha Pertama, Maha Terakhir, Maha Terang dan Maha Tersembunyi dan Dia adalah Maha Mengetahui segala sesuatu”. S. Hadid 3.

 

Maha Pertama maksudnya yang terdahulu sekali wujudnya bila dibandingkan dengan segala yang maujud ini tanpa didahului oleh ketiadaan.

 

Maha Terakhir maksudnya kekal selama-lamanya setelah rusaknya segala yang maujud ini.

 

Maha Terang maksudnya bahwa dengan bekas-bekas iptaanNya merupakan bukti yang terang yang menunjukan tentang adanya Allah Ta’ala itu.

 

Maha Tersembunyi maksudnya bahwa Allah Ta’ala adah Dzat yang tidak dapat dicapai oleh pancaindera dan tidak dapat diliputi oleh akal fikiran.

 

Selain ayat diatas, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfir man :

 

,,Segala sesuatu itu pasti rusak, melainkan DzatNya Allah”. S. Qashash 88.

 

Juga berfirman :

 

,,Segala yang ada di bumi itu akan musnah. . Dan Dzat Tuhanmu akan tetap kekal selama-lamanya, yaitu Tuhan yang Maha Agung dan mulia”. S. Rahman 26-27.

 

Imam-imam Bukhari dan Baihaqi meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Imran bin Hushain, katanya :

 

,,Suatu ketika saya ada disamping Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah sekelompok kaum dari Bani Tamim. kemudian beliau s.a.w. bersabda :

 

,,Sambutlah berita gembira itu, hai Bani Tamim.

 

(Berita gembira yang dimaksudkan ialah barangsiapa yang masuk Islam tentu akan selamat dari pada kekal di neraka).

 

Kaum Bani Tamim berkata : ,,Tuan telah memberikan berita gembira pada kita, maka berilah kita sesuatu”.

 

Selanjutnya tidak lama sesudah itu masuklah orang-orang dari penduduk Yaman, lalu beliau s.a.w. bersabda :

 

Sambutlah berita gembira ini hai ahli Yaman, sebab kaum Bani Tamim tidak suka menyambutnya”. Orang Yaman itu berkata » Kita semua suka menyambutnya. Memang kita datang ini ada lah untuk belajar urusan agama, juga untuk menanyakan kepada Tuan perihal mula-mula keadaan alam semesta ini sejak pertama kalinya, bagaimanakah itu ?”.

 

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda :

 

Mula-mula Allah memang sudah ada dan adanya Allah itu sebelum adanya sesuatu apapun. ‘Arasynya adalah diatas air, kemudian Allah menciptakan langit dan bumi, selanjutnya ditulislah segala sesuatu itu dalam zikir (lauh mahfuzh)’. R. Bukhari dan Baihaqi.

 

Zikir yang dimaksudkan dalam hadits diatas ialah Lauh Mahfuzh, yaitu suatu bentuk makhluk yang agung dan besar sekali diantara segala yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Disitu dicatatlah segala yang ada di alam semesta ini serta segala apa yang ditakdirkan untuk masing-masing yang menjadi makhlukNya itu. Jadi bolehlah ditegaskan dengan perkataan lain bahwa Lauh Mahfuzh adalah merupakan ilmunya Allah Ta’ala yang berhubungan dengan segala sesuatu yang maujud ini, baik yang secara Keseluruhan atau bagian-bagiannya, baik yang kecil ataupun yang besar.

 

Adapun pengertian bahwa ‘arasynya Allah Subhanahu : wa Ta’ala itu ada diatas air, maka maksudnya ialah bahwa ‘arasy itu ada dibagian atau tempat yang lebih atas, sedang air itu ada dibagian atau tempat yang dibawahnya. Bukan sekali-kali yang dimaksudkan itu ialah ‘arasy Allah Ta’ala itu benar-benar ada diatas air, menempel diatas air seperti perahu yang terapung-apung diatasnya. Ini sama saja dengan perkataan bahwa langit itu ada diatas bumi. Jikalau kita mendengar ucapan ini, tentunya tidak mungkin kita akan membayangkan bahwa langit itu melekat pada bumi, tetapi yang dimaksudkan tentulah bahwa langit itu dibagian atas dan bumi ada dibawahnya dan jauh sekali jarak antara dua benda itu.

 

Permulaan kejadian menurut pendapat para alim ulama :

 

Dari uraian beberapa hadits dapat diambil kesimpulan yang terang bahwa ‘arasy adalah makhluk yang termasuk tingkat tinggi yang pertama kali diciptakan oleh Allah Ta’ala, sedang air adalah pertama kali makhluk yang berupa benda dan bahwa Allah Ta’ala menciptakan air itu adalah lebih dulu dari pada menciptakan ‘arasy.

 

Demikian hadits yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad dan Tirmidzi.

 

Setelah menciptakan ‘arasy dan air, lalu Allah Ta’ala menciptakan langit dan bumi.

 

Selain itu jelas pula ditilik dari uraian sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam-imam Ahmad dan Tirmidzi bahwa pertama-tama makhluk yang termasuk dalam golongan maknawiah (tersembunyi atau ghaib) ialah galam. Kedua ahli hadits diatas itu meriwayatkan dari ‘Ubbadah bin Shamit bahwa Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Pertama kali yang dibuat oleh Allah ialah galam (arti yang sebenarnya ialah pena), kemudian Allah Ta’ala berfirman padanya : ,Catatlah”. : Kemudian galam itu terus berjalan mencatat apa yang ada (segala yang terjadi di alam semesta ini) sampai datangnya hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Baihaqi.

 

Mengenai ceritera yang menyebutkan bahwa pertama kali makhluk yang diciptakan oleh Allah Ta’ala itu adalah akal, maka hal yang sedemikian ini sama sekali tidak ada keterangannya dalam hadits. Begitu pula tidak dapat dianggap sah hadits yang berbunyi :

 

,,Pertuma kali yang diciptakan oleh Allah yaitu nur (cahaya) nabimu ini, hai Jabir”.

 

Sebenarnya memang tidak ada suatu dalilpun yang dapat dijadikan pegangan yang kuat yang terperinci mengenai asal mula penciptaan alam semesta ini beserta segala yang maujud, jikalau ditiltk dari segi syari’at.

 

Permulaan kejadian menurut pendapat sarjana-sarjana ilmu falak dan susunan bumi :

 

Para sarjana dan ahli ilmu falak serta susunan bumi semua sependapat dengan para alim ulama syari’at yaitu bahwa alam semesta yang maujud ini adalah benda yang baru. Kejadiannya itu melalui fase demi fase yang dahulu. nya memang tidak ada sama sekali. Tetapi yang diperlisih. kan ialah mengenai permulaannya ataupun fase perputaran atau proses kejadiannya itu.

 

Syari’at atau tegasnya agama tidak pernah memper. bincangkan persoalan ini, sementara para sarjana falak itu menyatakan suatu pendapat, sebagaimana yang diuraikan oleh George Gambou dalam kitabnya yang bernama Sejarah Bumi, demikian :

 

,,Kejadian alam ini sudah dimulai prosesnya sejak berbilyun-bilyun tahun yang lampau. Adapun perihal kejadian bumi, maka ia boleh dikata baru-baru saja tumbuhnya, sebab bumi itu memang belum pernah ada, melainkan hanya sejak dua bilyun tahun ini saja.

 

Adanya makhluk hidup diatas permukaan bumi ini baru dimulai sejak sebilyun tahun yang lalu. Binatang: : binatang amphibi adanya sejak duaratus juta tahun, sedang binatang yang menyusui, yang golongan manusia dapat dimasukkan didalamnya dan merupakan salah satu cabangnya, maka timbulnya diatas permukaan bumi itu barulah sejak seratus duapuluh juta tahun yang lewat saja.

 

Manusia adalah pendatang yang terbaru diatas permukaan bumi ini, sebab permulaan adanya bentuk manusia yang sebenarnya sebagaimana yang kita saksikan sekarang ini adalah sejak limapuluh juta tahunan saja”.

 

Begitulah sekedar pendapat yang ditemukan oleh para ahli dan sarjana tersebut.

 

Tetapi Allah Ta’ala adalah yang lebih Maha Mengetahui perihal hakikat yang sesungguhnya dari semua yang diuraikan diatas itu.

 

Sementara itu perlu kita insafi, bahwa tidak patut sama sekali seseorang itu menanyakan demikian : ,,Sesungguhnya Allah Ta’ala itulah yang menciptakan makhluk ini, kalau demikian siapakah yang membuat Allah Ta’ala itu sendiri?”.

 

Pertanyaan semacam diatas itu tidak boleh diajukan, sebab hal itu adalah suatu kesalahan yang besar sekali, karena Dzat yang Maha Menciptakan itu sama sekali tidak boleh dianggap sebagai suatu makhluk yang diciptakan. Sebabnya demikian ini ialah karena kalau Allah itu diciptakan. tentu membutuhkan pula pada penciptanya dan demikianlah seterusnya sehingga tidak akan ada habisnya

 

ertanyaan semacam itu. Akal fikiran kita sendiri tentu tidak mungkin dapat mencapai hakikat keadaan itu sendiri, sebab terang sekali bahwa akal fikiran ini terbatas dan amat dangkal sekali. Jadi kalau untuk menemukan apa sebenarnya akal fikiran itu saja, kita sudah tidak dapat memecahkannya, maka konon pula jikalau kita hendak mengetahui hakikat Dzat Ilahiah atau Ketuhanan. Oleh sebab itulah Allah Ta’ala melarang kita sekalian mengadakan pembahasan atau penyelidikan mengenai Dzat Allah itu.

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., katanya : ,,Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Tidak henti-hentinya orang-orang itu saling tanya-menanya sehingga hal ini diucapkan : ,,Allah telah membuat makhluk, maka siapakah yang membuat Allah itu ? Oleh sebab itu, barangsiapa yang mendapatkan sesuatu dari paristiwa itu, maka hendaklah mengucapkan : ,,Saya beriman kepada Allah”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

 

Salah seorang ulama yang menyelidiki bagaimana cara menjawab pertanyaan sebagaimana diatas itu menulis keterangan yang merupakan penjelasan, yakni dengan menggunakan suatu perumpamaan sebagai berikut. Ia berkata :

 

,,Jikalau pada suatu ketika engkau meletakkan kitabmu diatas mejamu, kemudian engkau keluar dari bilikmu dan sejurus kemudian engkau kembali ke bilikmu tadi. Tetapi kini engkau melihat kitabmu itu tidak lagi ada diatas meja, sebagaimana engkau tinggalkan sebelum keluar dari bilik itu dan sebagai gantinya kitab itu telah terletak diatas tempat dudukmu. Bagaimanakah perasaan fikiranmu pada saat itu ? Sudah pasti bahwa engkau meyakinkan bahwa ada orang lain yang telah mengambilnya dari meja lalu meletakkannya diatas tempat dudukmu Ini sudah tentu dan tidak boleh dibantah lagi. Sebabnya engkau berfikiran demikian ialah karena engkau tahy dengan yakin seyakin-yakinnya bahwa sifat kitab — yang la adalah benda mati —, tidak dapat berpindah sendirj Ingatah dulu kesimpulan ini dan kini marilah beralih ke kesimpulan yang lain lagi.

 

Jikalau pada suatu ketika dalam bilik belajarmu ada orang lain. misalnya kawanmu yang sedang duduk diatas kursi. Kemudian untuk sesuatu keperluan engkau lalu keluar. Tidak lama sesudah itu engkau kembali ke bilikmu dan kawanmu itu tiba-tiba engkau dapati sudah duduk diatas lantai umpamanya. Pada saat itu tentulah engkau tidak akan menanyakan padanya bagaimana sebab perpindahannya, sedang dalam fikiranmu juga meyakinkan dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak seorangpun yang memindahkan kawanmu tadi dari kursi yang semula didudukinya. Sebabnya demikian ini karena engkau sudah menyadari dengan sebenar-benarnya bahwa salah satu sifat manusia ialah bahwa ia dapat berpindah dengan dirinya sendiri atau dengan kemauannya sendiri dan tidak memerlukan adanya orang lain yang memindahkannya. Ingatlah kesimpulan ini. Jadi sudah ada dua macam kesimpulan dengan yang diatas itu.

 

Kini perhatikanlah apa yang saya ketengahkan.

 

Segenap makhluk yang maujud ini adalah barang yang baru yakni buatan baru. Kita pasti memaklumi. menyadari dan meyakinkan bahwa salah satu diantara tabiat, sifat dan keadaan benda-benda yang baru itu ialah tidak dapat menjadi ada dengan dirinya sendiri, tetapi sudah pasti bahwa benda-benda itu ada pembuat yang mengadakannya yang asalnya tidak ada. Selanjutnya kitapun menyadari, memaklumi dan mempercayai bahwa yang membuat atau mengadakannya ialah Allah Ta’ala yang Maha Suci dan Maha Luhur.

 

Oleh sebab kesempurnaan ketuhanan itu memastikan ketidak butuhannya kepada Tuhan yang selainNya, bahkan salah satu sifat dan tabiat Tuhan itu jalah Maha Berdiri dengan Dzatnya sendiri, maka kitapun menyadari, meyakinkan dan mempercayai pula bahwa Allah Ta’ala Yang Maha Suci lagi Luhur itu adanya dengan Dzatnya sendiri dan tidak memerlukan sama sekali kepada apapun yang lain yang mewujudkanNya.

 

Sekiranya dua macam kesimpulan diatas engkau letakkan secara persesuaian dengan apa yang sedang kita perbincangkan ini, maka rasanya jelaslah sudah kedudukan persoalannya dan dapat mudah difahamkan dan diterima.

 

Sebenarnya akal fikiran manusia amat pendek sekali untuk digunakan memecahkan persoalan yang lebih mendalam lagi dari apa yang sedang kita hadapi ini.

 

Allah Ta’ala tidak serupa dengan sesuatu :

 

Diantara sifat-sifat Allah Ta’ala lainnya ialah bahwa Allah itu tidak serupa dengan sesuatu apapun. Dia tidak menyamai segala yang merupakan maklukNya ini dan tidak sesuatu makhlukpun yang menyamai Dia.

 

Oleh sebab itu apa saja yang terlintas dalam fikiran dan kenanganmu, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti berbeda dengan itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya dan Diu adalah Maha Mendengar lagi Mengetahui”. S. Syura 11.

 

Kalaupun terdapat adanya persamaan antara selain Allah Ta’ala denganNya, maka itu hanyalah dalam sebagian sifat dan semata-mata mengenai namanya saja, jadi bukan sekali-kali dalam hakikat yang sebenarnya. Maka dari itu sekiranya ada seseorang yang berkata :

 

,,Si Polan itu adalah seorang yang mengetahui, hidup. ada, kuasa, bijaksana dan pengasih”.

 

Ucapan sebagaimana diatas itu memang benar, tetapi semata-mata mengenai lahiriahnya belaka. Padahal sifat mengetahui, hidup, kuasa, bijaksana dan kasih sayang yang ada didalam Dzatnya Allah Ta’ala adalah jauh lebih sempurna dan sudah mencapai puncak kesempurnaan, sedang yang terletak didalam diri manusia adalah sangat kurang dan merupakan kurang yang sehebat-hebatnya, sekiranya dibandingkan dengan yang dimiliki oleh Allah Ta’ala.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah itu mempunyai perumpamaan yang tertinggi dan Dia udalah Maha Mulia lagi Bijaksana”. S. Nahl 60,

 

Perhatikanlah :

 

Manusia itu dibuat serba lemah sedang Allah Ta’ala adalah Maha Kuat dan Perkasa.

 

Manusia diciptakan fakir — tak punya apa-apa dan sangat memerlukan pertolongan —, sedangkan Allah Maha Kaya lagi Utama.

 

Manusia ada yang sebagai ayah yang menganakkan atau sebagai anak yang dianakkan, sedang Allah Ta’ala tidak berputera dan tidak diputerakan.

 

Manusia mudah lalai, lupa dan keliru atau bersalah, sedang Allah Ta’ala tidak akan lupa, lalai, keliru atau bersalah.

 

Manusia adalah bersifat kurang dalam segala hal, sedang Allah Ta’ala adalah Maha Sempurna secara mutlak.

 

Manusia pasti dihinggapi kematian, sedang Allah Ta’ala adalah Maha Hidup yang tidak akan mati sama sekali.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah, tiada Tuhan selain dari Dia yang Maha Hidup serta Berdiri sendiri (ada dengan sendiriNya dan tidak membutuhkan sesuatupun dari makhlukNya).

 

Tidak dihinggapi oleh rasa kantuk atau tertidur.

 

BagiNya segala yang ada di langit dan yang ada di bumi. Siapakah yang dapat menolong (memberi syafa’at) disisi Allah selain dengan izinNya ?

 

Allah Maha Mengetahui apa yang ada dihadapan mereka serta apa yang ada dibelakang mereka.

 

Mereka tidak dapat mengetahui sedikitpun dari imu Allah melainkan sekedar apa yang dikehendaki olehNya.

 

Kursi Tuhan itu meluas meliputi seluruh langit dan bumi.

 

Tuhan tidak merasa berat memelihara keduanya itu. Dia adalah Maha Tinggi lagi Agung”. S. Baqarah 255.

 

Selidikilah baik-baik isi ayat diatas. Ayat itu mengikrarkan dengan sejelas-jelasnya bahwa :

 

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Esa dalam kedudukannya sebagai Tuhan yang oleh karenanya, maka tidak boleh sama sekali adanya sesuatu yang disembah atau dipuja selain dari padaNya, karena Dia adalah Maha Hidup yang secara sempurna sekali sifat kehidupanNya, juga yang Maha Berdiri sendiri dan atas kekuasaannNya pulalah tegaknya langit dan bumi ini.

 

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Suci dari perserupaan dengan yang selainNya dari golongan makhlukNya, yang bersifat hidup dan terutama pula yang tidak bersifat hidup. Oleh sebab itu Allah tidak akan dihinggapi kantuk, tidur ataupun terlalai yang merupakan pendahuluan dari kantuk itu.

 

  1. Segala yang maujud didalam alam semesta ini, baik yang berupa langit, bumi ataupun yang ada didalam kandungan keduanya itu, semua adalah menjadi milikNya dan berada dibawah kekuasaanNya dan bahwa segala sesuatu yang ada disitu serta semua orang yang ada didalamnya wajib tunduk padaNya. Selain itu mau tidak mau pasti tidak dapat keluar dari takdir yang telah ditentukan olehNya dan tidak dapat terlepas dari peraturan yang sudah menjadi ketentuan dan kepastianNya.

 

  1. Bahwatidak seorangpun akan dapat memberikan pertolongan atau syafa’at disisinya, melainkan dengan izin serta dikehendaki olehNya.

 

  1. Ilmu pengetahuanNya adalah meliputi segala sesuatu yang ada, tampak atau tersembunyi, yang sudah lampau, yang sekarang atau yang akan terjadi.

 

  1. Tidak seorangpun dapat mencapai sedikitpun dari ilmu yang dimiliki oleh Allah Ta’ala itu melainkan menurut dar yang telah dikehendaki olehNya pula.

 

  1. KursiNya adalah meluas diseluruh langit dan bumi

 

  1. Bahwa Allah Ta’ala tidak keberatan atau merasa kesukaran memelihara, mengatur, menertibkan serta me. ngamankan keadaan dalam langit dan bumi itu dan bahwa Allah Ta’ala adalah bersifat Maha Luhur, Tinggi dan Agung.

 

Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. pernah ditanya oleh seseorang dan berkata : ,,Berilah keterangan pada kita perihal Tuhanmu itu !”. Maka disaat itu Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan surat Ikhlas yang berbunyi :

 

,,Katakanlah : ,,Dia adalah Allah yang Maha Esa. Yaitu Allah yang menjadi tempat bermohon. Dia tidak berputera dan tidak diputerakan. Dan tidak ada seorangpun yang serupa dengan- Nya”. S. Ikhlas 1-4.

 

Tidak seorangpun yang serupa denganNya maksudnya jalah sama sekali tidak ada yang menyamai atau menandingi segala sesuatu yang ada didalam ketuhananNya itu.

 

Didalam berbagai ayat AlQuran Alkarim ataupun hadits-hadits syarif memang ada beberapa uraian yang kiranya dapat menimbulkan keragu-raguan jikalau hanya ditilik sepintas lalu menurut zahirnya saja, yakni seolaholah ada perserupaan antara Allah Ta’ala dengan makhlukNya itu dalam sebagian sifat-sifatNya. Jikalau kita menemui yang sedemikian ini, maka wajiblah kita menaruh kepercayaan atau keimanan pada isi nash-nash tersebut tanpa adanya perserupaan yang dapat diperkirakan. Jadi wajiblah difahamkan bahwa didalam nash-nash itu tidak ada persamaan, persesuaian atau kecocokan antara sifat sifat yang dimiliki oleh Allah Ta’ala dengan sifat-sifat yang ada pada diri makhluk. Dalam hal yang sedemikian cukup Jah kita mengikuti apa yang sudah digariskan oleh kaum salaf yakni alim ulama yang dahulu-dahulu dan yang menyebabkan kepuasan dan kerelaan mereka dalam menaisiri hal-hal yang sedemikian itu.

 

Sebaik-baik ucapan dalam hal ini adalah apa yang telah dikemukakan oleh imam Syafi’i yang mengatakan :

 

,,Saya beriman kepada firman Allah sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Allah dan juga dengan sabda Rasulullah sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Rasulullah”.

 

Allah Ta’ala adalah Maha Esa :

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Esa, baik dalam Dzatnya, Sifatnya serta Af’alnya.

 

Esa dalam Dzatnya itu maksudnya ialah bahwa Dzatnya Allah Ta’ala itu tidaklah tersusun dari beberapa bagian yang terpotong-potong dan bahwa Allah Ta’ala itu tidak ada sekutu bagiNya dalam memerintah dan menguasai kerajaanNya ini.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Maha Suci Tuhan. Dia adalah Allah yang Maha Esa lagi Perkasa”. S. Zumar 4.

 

Esa dalam sifat-sifatNya itu maksudnya ialah tidak ada sesuatu atau seorang pun yang sifatnya menyerupai sifat-sifat Allah Ta’ala.

 

Esa af’alNya atau perbuatanNya itu maksudnya ialah bahwa tidak seorangpun yang selain Allah Ta’ala itu yang mempunyai perbuatan sebagaimana yang dilakukan olehNya. Maka Allah Ta’ala itu adalah Maha Pencipta segala sesuatu, Pembuat untuk pertama kalinya segala yang maujud. Jadi Dia Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Esa dan Menyendiri dalam hal menciptakan, membuat, mewu: yudkan dan membentuk.

 

Dalam surat Ikhlash ini, Allah Ta’ala telah menjelaskan keadaan Peribadinya yaitu :

 

  1. ,Katakanlah :-…,,Dia adalah Allah yang Maha Esa”

Jadi Allah Ta’ala itu Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan Af’alNya, segala perkara adalah kembali padaNya dan ge. gala sesuatu semntata-mata dalam genggaman kekuasaanNya,

 

  1. Yaitu Allah yang menjadi tempat bermohon”.

Maksudnya ialah bahwa Allah Ta’ala adalah tempat semua orang yang berhajat memanjatkan permohonan pa. daNya, karena Dia adalah Maha Kaya yang menjadi tujuan setiap makhluk bila ada kepentingan atau keperluannya.

 

  1. Dia tidak berputera”.

Yakni bahwa dari padaNya itu tidak ada seorang anak. pun yang muncul, karena Dia Maha Sempurna dalam puncak kesempurnaan yang setinggi-tingginya.

 

  1. ,Dan Dia tidak diputerakan”.

Yakni bahwa Allah Ta’ala itu tidak berasal dari yang selainNya, sebab memang tidak ada permulaan perihal wujudNya itu.

 

  1. ,,Dan tidak ada seorangpun yang serupa dengan: Nya”.

Maksudnya tidak seorangpun yang menyamai ataupun menyerupaiNya.

 

Mengapa wajib tidak ada sekutu bagi Allah Ta’ala itu dalam ketuhananNya ? Sebabnya ialah jikalau ini terjadi, sudah pasti akan berantakanlah susunan alam semesta yang indah dan amat menakjubkan ini. Peraturannya akan hancur binasa, porak poranda dan tidak menentu lagi. Hal ini jelas difirmankan Oleh Allah Ta’ala :

 

,,Andaikata di keduanya (langit dan bumi) itu ada Tuhan lagi selain Allah, pasti keduanya akan rusak binasa”. S. Anbia’ 22.

 

Maksudnya ialah andaikata di langit dan bumi ada lagi Tuhan selain Allah Ta’ala yang ikut-ikut mengatur dan memikir-mikirkan keadaan dan keamanan serta kesejahteraannya, maka sudah tentu akan morat-maritlah keadaan susunannya, karena kedua Tuhan itu akan berebut dalam melaksanakan kebijaksanaannya sendiri-sendiri yang tentunya antara yang satu dengan yang lainnya akan bertentangan. Jikalau masing-masing sudah ingin melebihi dari yang lainnya, ingin mengatur sendiri, ingin berkuasa sendiri dan ingin lebih unggul, maka tidak ada lain yang akan terjadi kecuali kehancuran dan kebinasaan.

 

Hal ini sesuai benar dengan apa yang difirmankan oleh Allah Ta’ala, yaitu :

 

,,Allah tidak mengambil (mempunyai) anak dan tiada pula Tuhan yang lain disampingNya. (Andaikata Tuhan itu ada yang selain Allah), maka tentulah setiap Tuhan itu membawa makhluk yang diciptakannya sendiri dan sebagian hendak mengalahkan yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sebutkan itu”.S. Mu’minun 91.

 

Ayat diatas memberikan pengertian pada kita bahwa :

 

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak mengambil seorang anakpun karena pasti ada perpisahan antara anak dengan ayahnya. Yang sedemikian ini akan menterapkan adanya susunan yang tentunya amat mustahil untuk dijadikan sifat pada Allah Ta’ala. Selain itu anak tersebut tentunya akan menyerupai atau menyamai ayahnya, sedangkan Allah Ta’ala itu tidak Serupa dengan sesuatu apapun.

 

  1. Allah Ta’ala tidak layak jikalau disampingnya ada sTuhan” yang lain, sebab andaikata disampingnya ada »Tuhan” lain yang sama-sama mempunyai kedudukan ketuhanan dan ,,Tuhan” yang lain ini juga kuasa menciptakan sesuatu disamping ciptaan Tuhan, maka setiap ,,Tuhan” yang ada itu tentulah akan membawa kebahagiaan untuk ciptaannya sendiri-sendiri dan pula masing-masing akan ingin lebih unggul dari saingannya.

 

Jadi jelasnya .,Tuhan-Tuhan” itu akan saling kalahmengalahkan, tunduk-menundukkan dengan tujuan hendak meluaskan daerah kekuasaan dan kerajaannya. Sekiranya yang sedemikian ini terjadi, maka tidak ada lain yang terjadi kecuali akan rusaklah susunan alam semesta yang sudah teratur rapi dan indah ini.

 

Memang, andaikata ada ,,Tuhan-Tuhan” itu selain dari pada Allah Ta’ala sebagaimana yang dikehendaki oleh kaum musyrikin, maka ,,Tuhan-Tuhan” itu tentu akan menuntut kemenangan padaNya dan menandingi kekuasaan dari Dzat yang Maha Tinggi dan Luhur itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Katakanlah : Jikalau kiranya disamping Allah itu ada ,,tuhan-tuhan” yang lain, sebagai yang mereka ucapkan itu, tentulah mereka dapat mencari jalan kepada Allah yang memiliki Singgasana (‘urasy).

 

Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu, dengan amat tingginya”. S. Isra’ 42-43,

 

Tritunggal adalah ‘akidah keberhalaan :

 

‘Akidah atau kepercayaan yang dianut oleh Kaum Nasrani adalah berasal atau berdasarkan pada Tritunggal yang suci. Tri artinya tiga dan Tunggal artinya satu, jadi tiga unsur yang menjadi satu dalam kesatuan.

 

Ringkasnya ialah bahwa Tritunggal itu terdiri dari tiga macam unsur atau pokok yaitu : ‘

 

  1. Allah.
  2. Anak dan
  3. ‘Ruhulkudus.

 

Ketiganya merupakan tiga macam jauhar dan masing: masing jauhar itu berdiri sendiri dari yang lain.

 

Tetapi kesatuan dari ketiga-tiganya itulah yang meru pakan Tuhan yang Maha Esa.

 

Salah seorang pemeluk agama Nasrani berkata :

 

,,Tuhan adalah Allah, anak Allah dan ruhulkudus, Ketiga-tiganya menjadi satu yang tidak terbagi”.

 

Sebenarnya faham adanya tritunggal dalam ketuhanan itu tidaklah merupakan faham yang khusus bagi pemeluk agama Nasrani belaka. Baiklah kiranya disini kami kutip kan secara singkat sekedarnya apa yang ditulis dalam Dairah Ma’arif Abad XIX (Perancis) dalam memberikan definisi kata ,,Tritunggal Ketuhanan”. Diantaranya ditulis lah sedemikian :

 

,,Tritunggal adalah kesatuan dari tiga tubuh yang berbeda-beda yang menjelmakan sebutan Tuhan yang Esa. Faham sedemikian ini terdapat dalam kepercayaan agama Keristen dan sebagian agama-agama lain. Oleh sebab itu seringkali dikatakan : Tritunggal dalam agama Kristen, Tritunggal dalam agama Hindu dan sebagainya”.

 

Almarhum Profesor Ustadz Farid Wajdi berkata :

 

Memang benar bahwa faham Tritunggal itu sudah ada sejak dahulu dalam keagamaan bangsa Mesir kuna untuk menyebutkan ,,Tuhan-Tuhan” kebangsaan mereka. Kini agama itu telah sirna dari permukaan bumi.

 

Adapun faham tritunggal bagi pemeluk agama Hindu, maka sampai sekarang inipun masih ada, yaitu yang dianut oleh berjuta-juta manusia dari golongan bangsa India dan Cina. Golongan kasta Brahmana meyakinkan bahwa Maha Pencipta itu mula-mula menjelmakan dirinya dalam bentuk yang disebutkan dewa ,,Brahma”, kemudian dalam dewa »Wisnu” dan akhirnya dalam dewa ,,Syiwa”. Mereka menggambarkan ketiganya itu bergandengan antara yang satu dengan lainnya dan ini memberikan pengertian sebagai lambang adanya perangkaian tiga tubuh menjadi satu.

 

Sementara itu kaum pemeluk arama Budha meyakinkan bahwa dewa ,,Wisnu” yang merupakan salah satu bagian dari tritunggal yang dipercayai oleh agama Hindu itu seringkali menjelmakan dirinya dalam tubuh kasar untuk menyelamatkan alam dunia ini dari berbagai keburukan, kejahatan dan dosa. Penjelmaan dirinya dalam tubuh kasar yang akhirnya menjadi pujaan pemeluk agama Budha itu adalah untuk kesembilan kalinya”.

 

Jadi kepercayaan adanya tritunggal ini pada hakikatnya adalah ‘akidah keberhalaan, kemudian menyelinap secara aneh sekali dalam Agama Allah Ta’ala. Padahal Allah Ta’ala adalah Maha Suci dari perserupaan atau persamaan dengan sesuatu apapun atau Dia tidak akan menyamai atau menyerupai benda yang selainNya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidak ada sesuatupun yang serupa denganNya”. S. Syura 11.

 

Dzatnya Allah Ta’ala adalah diatas kekuatan akal kiran untuk memecahkannya, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dia tidak dapat dicapai oleh semua penglihatan sedang Dia dapat mencapai penglihatan-penglihatan itu dan Dia adalah Mahg Halus lagi Waspada”. S. An’am 103.

 

Dzat Allah Ta’ala yang Maha Suci itu sama sekali tidak boleh merupakan susunan dari beberapa bagian ataupun sebagai kesatuan dari beberapa benda ataupun menjelma dalam salah satu dari golongan makhlukNya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,, Allah Maha Mengetahui apa yang ada dihadapan. mereka juga yang ada dibelakang mereka dan mereka itu tidak dapat meliputi (mengetahui) Tuhan itu dengan pengetahuannya”. S. Thaha 110.

 

Adapun kepercayaan yang berupa ketauhidan yakni mengesakan Allah Ta’ala yang memang Maha Esa itu adalah sebagai ‘akidah semua para nabi dan rasul, sampaipun peribadi Almasih nabiullah ‘Isa a.s. sendiri. Jikalau ada orang-orang Nasrani yang mengira selain yang tersebut diatas yakni bahwa Almasih ‘Isa a.s. tidak mengesakan Tuhan, maka sebenarnya mereka itu tidak memiliki bukti yang nyata yang patut diterima oleh akal yang sehat. Mereka tidak pula mempunyai catatan yang aseli yang benarbenar berasal dari ajaran Almasih itu sendiri. Jadi apa yang mereka perkirakan itu hanyalah semata-mata sebagai persangkaan atau angan-angan yang bukan-bukan saja dengan sebab didatangkannya faham tersebut dari agama keberhalaan yang kuna sekali.

 

Selanjutnya dalam halaman lain Dairah Ma’arif Abad XIX itu menulis :

 

,, Akidah atau kepercayaan tritunggal, tidak terdapat uraiannya dalam kitab Perjanjian Baru atau Injil dan tidak terdapat pula dalam pekerjaan bapak-bapak Rasul, bahkan tidak pula dalam ajaran murid-murid mereka yang terdekat.

 

Hanya saja gereja Katolik dan aliran Protestan yang semata-mata mendasarkan atas taklid buta mempercayai bahwa ‘akidah itu sudah diterima dengan baik dikalangan kaum Masehi atau para pemeluk agama Keristen itu disegala masa. Ini dibuktikan dari catatan sejarah yang dapat memperlihatkan kepada kita sekalian, bagaimana asal mulanya timbulnya kepercayaan tritunggal ini, bagaimana pula perkembangannya dan bagaimana hubungannya dengan gereja setelah itu.

 

Memang benar bahwa adat istiadat dalam pembaptisan itu senantiasa disebutkan nama Allah, Anak Allah dan Rohulkudus, tetapi marilah kami tunjukkan pada anda bahwa ketiga macam kata-kata ini mempunyai pengertian yang tersendiri yang berbeda sekali dengan apa yang difaham-. kan oleh kaum Keristen pada zaman kita sekarang ini.

 

Para murid Almasih yang pertama-tama dahulu yang mengenal betul peribadi Almasih dan mendengar sendiri ucapan-ucapannya adalah yang paling menjauhi adanya kepercayaan bahwa Almasih itu sebagai salah satu kesatuan dari tiga unsur yang menjelmakan Dzat Maha Pencipta.

 

Petros yang termasuk salah seorang penganut Almasih yang dapat dianggap sebagai pembelanya yang sejati menganggap Almasih tidak lain hanyalah sebagai orang yang diberi wahyu dari sisi Allah.

 

Adapun Paulus, maka orang ini sangat menyalahi sekali dengan ajaran-ajaran atau ‘akidah yang dianut oleh murid-murid Almasih yang terdekat pada ‘Isa a.s.

 

Paulus berkata : ,,Almasih adalah lebih luhur kedudukannya dari manusia, Ia sebagai lambang manusia baru yakni akal yang tinggi, diperanakkan dari Allah. Ia ada sebelum wujudnya alam semesta ini. Almasih telah menjelmakan dirinya dalam tubuh kasar itu adalah untuk menyelamatkan seluruh ummat manusia, tetapi sekalipun demikian Ia tetap mengikuti kepada Tuhan Allah”.

 

Dibagian lain lagi Dairah Ma’arif menyebutkan demikian :

 

,,Keadaan pada zaman itu ialah bahwa ‘akidah kemanusiaan ‘Isa itu dapat memperoleh kemenangan disaat terbentuknya gereja yang pertama yakni yang didirikan oleh kaum Yahudi yang beragama Nasrani.

 

Sesungguhnya ummat Nasrani dari penduduk Naza: reth, golongan Ethputi serta kelompok-kelompok Nasrani yang lain-lain yang penganutnya terdiri dari kaum Yahudi, semuanya mempercayai bahwa ‘Isa Almasih adalah manusia biasa belaka yang diperkokohkan dengan Rohul. kudus. Faham semacam ini tidak seorangpun yang mendakwa bahwa penganutnya itu telah menjauh dari ajaran yang sebenarnya ataupun dianggap telah mendurhakai kebenaran.

 

Justin Marseir, salah seorang ahli sejarah Latin pada abad II, menulis :

 

,,Pada zamannya Almasih sendiri, dalam gereja itu semua orang mempercayai dan meyakinkan bahwa ‘Isa adalah Almasih dan mereka menganggapnya sebagai manusia biasa, sekalipun tentunya lebih tinggi kedudukannya dari golongan manusia lain. Selanjutnya terjadi suatu keadaan yaitu setiap bertambah pemeluk agama Nasrani itu yang berasal dari kaum penyembah berhala, maka timbullah berbagai kepercayaan yang baru pula yang sebelum: nya itu tidak ada”.

 

Sekianlah kutipan dari kitab Dairah Ma’arif (Perancis) itu yang termuat dalam kitab Kanzul ‘Ulum wal Lughah.

 

Dari uraian diatas, dapatlah kita ketahui bahwa kekeliruan kepercayaan tritunggal itu sudah jelas sekali sebagaimana terang benderangnya matahari dihari siang. Namun demikian kita tetap tidak mengerti dan sangat heran sekali, mengapa pemeluk-pemeluk agama Nasrani masih gigih benar mempertahankan faham yang sudah terang salah itu. Mereka sangat fanatik dengan cara yang membuta, tanpa landasan sejarah ataupun hujah yang layak diterima oleh akal fikiran.

 

Tepatlah apa yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Maka sesungguhnya tidaklah buta penglihatan-penglihatan itu, tetapi yang buta adalah hati yang ada didalam dada. S. Haj 46.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Barangsiapa yang oleh Allah tidak diberi cuhaya ( petunjuk ) maka tidak ada cahaya apapun yang dapat diperolehnya”. S. Nur 40.

 

Perlu kiranya dikutipkan dibawah ini sebagian percakapan yang lucu sekali, yaitu antara seorang muslim dengan seorang pendeta.

 

Muslim :

Betulkah berita ini tuan Pendeta, sebab orang-orang sama ramai mengatakan bahwa kepala malaikat telah meninggal dunia.

 

Pendeta :

Oh. tidak betul. Itu adalah dusta semata-mata. Sebabnya jalah karena malaikat itu tidak akan mati, ja adalah kekal selama-lamanya.

 

Muslim :

Ah, aneh sekali kalau begitu. Bukankah Tuan seringkali berkhutbah dalam ceramah Tuan, bahwa ,,Tuhan” telah wafat di kayu salib. Jadi bagaimana dapat terjadi bahwa Tuhan” itu mati, sedang malaikat kekal dan tidak mati.

 

Seketika itu juga pendeta tersebut berdiam diri dalam seribu bahasa dan tidak sepatah katapun dikeluarkannya. Ia tampak berkomat-kamit dengan bibirnya.

 

Untuk melengkapkan uraian ini baiklah kami kutipkan syair yang dikarangkan oleh seorang muslim, sebagai berikut :

 

Aneh sekali,

Anggapan kaum Nasrani terhadap Almasih itu,

Juga penyangkaan mereka kepada Allah,

Bahwa Dia adalah ayahnya.

 

Mereka serahkan Almasih kepada orang-orang Yahudi,

Lalu mereka berkata :

Yahudi telah membunuhnya,

Kemudian menyalibkannya.

 

Andaikan!

Betul apa yang mereka ucapkan,

Cobalah tanya,

Bagaimana sikap ayahnya ?

 

Oh,

Kiranya ayahnya itu rela anaknya disiksa,

Kalau begitu,

Ucapkanlah terima kasih pada Yahudi itu karena perbuatannya.

 

Tetapi,

Sekiranya ayahnya murka dan tidak rela,

Kalau begitu,

Sembahlah orang Yahudi itu sebab telah mengalahkannya.

 

Ada lagi rangkaian syair yang diciptakan oleh Bushairi dalam kasidahnya, demikian :

 

Almasih telah datang,

Sebagai rasul dari Tuhan,

Tiba-tiba ….

Sementara akal orang-orang di alam ini enggan menerimanya.

 

Adakah kamu pernah mendengar,

Bahwa Tuhan itu membutuhkan sesuatu ?

Semacam minuman ?

Atau makanan ?

 

Pernahkah Tuhan itu tidur sebab lelah ?

Atau berdoa pada Tuhannya ?

Atau ingin berteduh,

Dari teriknya panas matahari ?

 

Tuhankah itu ?

Padahal terkena juga oleh kesakitan,

Yang dirinya sendiri tidak dapat menghindarinya Juga tidak dapat mengubahnya ?

 

Wahai, tegak bulu romaku,

Karena orang-orang itu mengira,

Bahwa telah matilah Tuhan mereka,

Yang menjamin kesejahteraan alam semesta.

 

Mereka mengira,

Tuhan menebus dosa seluruh hamba dengan tubuhnya sendiri,

Diperlihatkan,

Bahwa yang membunuh adalah terbunuh.

 

Patutkah kiranya,

Ucapan seseorang yang memaha sucikan Tuhannya :

Maha Suci tuhan yang membunuh dirinya sendiri,

Kalau demikian aku akan berkata begitu pula.

 

Atau palutkah Tuhan itu menjadi agung,

Karena kamu mengira,

Orang Yahudi meletakkan duri pohon di kepalanya,

Sebagai mahkota ?

 

Kemudian Tuhan itu berjalan sambil menyerah,

Membawa kayu salib kematiannya sendiri ?

Kedua tangannya terikat erat dan …………

Ia dalam keadaan serba terhina ? .

 

Benar-benar tersesatlah kaum Nasrani itu,

Dalam menganggap diri Almasih,

Mereka pasti dapat meyakinkan,

Tidak memperoleh petunjuk kejalan yang benar.

 

Mereka menganggap tiga Tuhan menjadi satu,

Andaikata mereka suka menerima petunjuk baik,

Tentulah tidak ada gunanya sama sekali,

Hitungan banyak dijadikan sedikit.

 

Memang jikalau Allah suduh menghendaki,

Kefitnahan sesuatu golongan. :

Jikalau telah menghendaki menyesatkan mereka,

Tampaklah dimata mereka itu yang buruk seolah-olah baik.

 

SIFAT-SIFAT TSUBUTIAH

 

Sifat-sifat Allah Ta’ala sebagaimana yang sudah diuraikan dimuka itu semuanya adalah sifat salbiah.

 

Adapun sifat-sifat tsubutiah (sebagai ketetapan keadaan Allah Ta’ala) yaitu : :

 

Kuasa (Oudrah) :

 

Allah Ta’ala itu adalah Maha Kuasa, tidak lemah sedikitpun untuk melakukan sesuatu. Apa yang tampak di alam semesta ini, tidak lain hanyalah sebagai penjelmaan atau pengejawantahan dari sifat kuasa dan agungnya Allah Ta’ala juga..

 

Adapun kekuasaan Allah Ta’ala itu dapat berlaku dalam segala waktu yakni untuk mewujudkan semua yang mung: kin atau melenyapkanNya. :

 

Dengan cara pemikiran yang sederhana saja mengenai hal-ihwal langit, bumi, malam, siang, hidup, mati dan segala apa yang terjadi dalam setiap detik, semuanya itu cukup dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui kekudratan atau kemaha kuasaannya Allah Ta’ala yang sudah amat jelas itu.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

,Sungguh Kami telah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari dan Kami tidak merasakan kelelahan sedikitpun”. S. Qaf 38.

 

Allah Ta’ala berfirman pula : –

 

,,Dia adalah yang menghidupkan serta mematikan dan dibawah kekuasaanNya pula adanya pertukaran malam dan siang. Apakah kamu semua tidak menggunakan akalmu” ? S. Mu’mimun 80.

 

Ada lagi firmanNya :

 

,,Tidakkah engkau mengetahui bahwa Alluh menghalau awan, kemudian dikumpulkannya lalu menjadi satu tumpukan ?

 

Kemudian engkau dapat melihat hujan keluar dari seluselanya.

 

Allah juga menurunkan salju dari langit (yaitu) dari (gumpalan awan yang serupa) gunung, yang didalamnya ada salju, lalu diberikannya kepada siapa yang dikehendaki olehNya dan dihindarkannya dari siapa yang dikehendaki olehNya.

 

Cahaya kilatannya hampir saja membutakan mata.

 

Allah mempertukarkan malam dan siang. Sesungguhnya itu menjadi pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai pengli. hatan (yang digunakan sebagai bahan penyelidikan)”.

 

Dan Allah menciptakan segala jenis hewan dari air, maka sebahagian dari hewan itu ada yang berjalan dengan perutnya dan sebahagian dengan dua kaki dan sebahagian lagi dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya, sesung, guhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. S. Nur 43-44-45,

 

Berkehendak (Iradah) :

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala itu adalah Maha Berkehendak. Maksudnya ialah bahwa Dia menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebagian dari apa yang pantas ber: laku untuknya. Oleh sebab itu ada benda yang dijadikannya panjang atau pendek, elok atau buruk, pandai atau bodoh, di tempat ini atau di tempat lain dan sebagainya. Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala itu berhak untuk mengatur segala sesuatu yang maujud ini sesuai dengan apa yang telah menjadi kehendakNya, kemauanNya, keinginanNya atau yang cocok dengan kebijaksanaanNya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hanyasanya firman Kami pada sesuatu itu apabila Kami menghendaki adanya, Kami berfirman : ,,Adalah (Jadilah) ?’, maka benda itupun ada (jadi)”. S. Nahl 40.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan Tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan yang dipilihnya, sedang mereka itu tidak dapat membuat pilihan sendiri. Maha Suci Allah dan Maha Luhur dari apa-apa yang mereka sekutukan”. S. Qashash 68.

 

Dan firmanNya :

 

Katakanlah : ,,Ya Allah yang menguasai seluruh kerajaan. Engkau memberikan kerajaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau mencabut kerajaan itu dari siapa yang Engkau kehendaki.

 

Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki.

 

Dalam kekuasaanMulah segala kebaikan, sesungguhnya Engkau itu Maha Kuasa atas segala sesuatu”. S. Ali’Imran 26.

 

Selain itu Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Bagi Allah adalah kerajaan langit dan bumi. Allah menciptakan apa saja yang dikehendaki olehNya. Dia mengeruniakan anak lelaki kepada siapa yang dikehendaki dan mengeruniakan anak perempuan kepada siapa yang dikehendaki.

 

Atau mengeruniakan sejodoh sekali yaitu perempuan dan lelaki. Juga barangsiapa yang dikehendaki olehNya dapat saja dijadikannya mandul (tidak dapat beroleh anak). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Kuasa”. S. Syura 49-50.

 

Ada pula firmanNya :

 

,,Allah berkehendak akan menyucikan kamu semua dan menyempurnakan kenikmatanNya padamu, barangkali kamu Semua suka berterima kasih”. S. Maidah 6.

 

Sekali lagi firmanNya :

 

,,Allah berkehendak ukan memberikan keterangan padamu semua dan menunjukkan jalan orang-orang yang dahulu dari kamu dan hendak menerima taubatmu. Allah adalah Maha Mengetahui lagi Bijaksana.

 

Allah berkehendak akan menerima taubat dari padamu semua, tetapi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin sekali supaya kamu semua berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”. S. Nisa” 26-27.

 

Mengetahui (Ilmu) :

 

Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu dan memang apa saja yang maujud sebagai makhlukNya ini diliputi oleh pengetahuanNya, baik sesuatu yang telah lampau terjadi. yang sedang terjadi ataupun yang akan terjadi nanti.

 

Mengetahuinya Allah Ta’ala itu tidak pernah didahului oleh ketidak tahuan (kebodohan). Allah Ta’ala juga tidak pernah dihinggapi oleh kelupaan dan bahkan mengetahui Nya itu tidak dibatasi dengan masa atau tempat.

 

Pengetahuan Allah Ta’ala perihal keseluruhannya adalah sebagaimana pengetahuannya perihal perinciannya. Sebenarnya apa yang tampak didalam alam semesta ini yang demikian rapi susunannya, indah tata tertibnya, kokoh buatannya dan elok serta sedap dipandangnya, semuanya itu tidak lain hanyalah sebagai bukti-bukti yang terang dan jelas, betapa agung kemaha pengetahuannya Allah Ta’ala itu serta betapa besar kebijaksanaanNya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,, Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah itu Maha Mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia. antara tiga orang, melainkan Dia ” adalah yang keempatnya dan tiada pula antara lima orang, melainkan Dia adalah yang keenamnya dan tiada pula kurang atau lebih dari itu melainkan Dia bersama mereka dimana saja mereka berada. Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat.tentang apa yang telah mereka lakukan. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu”. S. Mujadalah 7.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Disisi Allah adalah kunci-kunci perkara yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya selain dari Dia sendiri, Allah Maha Mengetahui apa yang ada di darat dan di laut dan tidak sehelai daunpun yang gugur, melainkan Dia pasti mengetahuinya. Tidak ada sebutir biji dalam kegelapan bumi pula yang basah dan yang kering, melainkan semua tentu tertulis dalam kitab yang terang”. S. An’am 59.

 

Pula firmanNya :

 

,Dan apa saja yang menjadi urusanmu dan apa saja yang engkau baca dari AlQuran Alkarim dan tidak ada pekerjaan yang engkau kerjakan, melainkan Kami menjadi saksimu, ketika kamu melakukannya itu. Tidak akan luput dari pengetahuan Allah ba. rang sebesar debupun yang ada di bumi atau di langit dan tidak pula yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar dari padanya, melainkan semuanya ada didalam kitab yang terang”. S. Yunus 61,

 

Hidup (Hayat):

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Hidup. Kehidupan ini adalah sifat yang membenarkan pada yang disifati yang berkeadaan dalam sifat kuasa, berkehendak, mengetahui, mendengar dan melihat. Jadi andaikata Allah Ta’ala itu tidak hidup, sudah pastilah bahwa sifat-sifat lima macam tersebut akan tidak ada pula, sebab bagaimana sesuatu yang mati itu dapat bersifat kuasa, berkehendak dan lain-lain sebagainya.

 

Hidupnya Allah Ta’ala adalah kehidupan yang amat sempurna sekali, bahkan tidak ada suatu kehidupan yang mendekati kesempurnaan dari pada kehidupan yang dimiliki olehNya. Bagaimana keadaan kehidupan yang hakiki dari Allah Ta’ala itu tentulah tidak mungkin dapat dicapai oleh akal fikiran manusia, bagaimana yang sesungguh-sungguhnya itu semua terserah kepada pengetahuan Allah Ta’ala sendiri pula. Ringkasnya hal itu tidak dapat dipecahkan sampai kepada hakikatnya, sebagaimana juga sifat-sifatNya yang lain-lain.

 

Kehidupan Allah Ta’ala itu tidak pernah dihinggapi oleh ketiadaan dan tidak pernah pula diterapi oleh kemusnahan dan kerusakan.

 

Terciptanya alam semesta ini tidak mungkin timbul melainkan dari sesuatu Dzat yang Maha Hidup.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan bertawakkallah kepada yang Maha Hidup yang tidak akan mati”. S. Furqan 58.

 

Pula firmanNya :

 

,,Dia adalah Maha Hidup. Tiada Tuhan melainkan Dia, maka sembahlah Dia dengan ikhlas dalam melaksanakan agama untukNya. Segala puji alalah bagi Allah yang menguasai seluruh alam”. S. Ghafir 65.

 

Dan firmanNya pula :

 

,,Dan seganap muka tunduk kepada yang Maha Hidup lagi Berdiri sendiri”. S. Thaha 111.

 

Berfirman (Kalam):

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Berfirman.

 

Cara berfirman Allah Ta’ala itu tidak dengan huruf ataupun suara. Sifat ini ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk Dirinya sendiri dan bahwa Dia telah berbicara kepada Musa a.s., sebagaimana firmanNya :

 

,,Allah telah memfirmankan firmanNya kepada Musa”. S. Nisa’ 164.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan setelah Musa sampai pada waktu yang ditentukan itu dan Tuhannya berfirman kepadanya”. S. A’raf 143.

 

Allah Ta’ala juga memberikan firmanNya kepada para nabiNya, sebagaimana yang dijelaskan dalam AlQuran :

 

,,Dan tidak seorangpun yang diberi firman oleh Allah, melainkan berupa wahyu”. S. Syura S1.

 

Dijelaskan pula bahwa kalimat yakni firman Allah Ta’ala itu tidak ada batasnya. sebagaimana ter dalam AlQuran :

 

,,Katakanlah : ,Jikalau lautan menjadi tinta semuanya untuk menuliskan kalimat Tuhanku, pastilah lautan itu akan habis sebelum habisnya kalimat-kalimat Tuhanku (selesai dituliskan), sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi tambahnya”. S. Kahf 109.

 

Dan pula firmanNya :

 

,,Dan andaikata semua pohon yang ada di bumi ini dijadikan pena dan lautan dijadikan tinta dengan ditambah lagi sesudah itu tujuh lautan yang lain, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan”. S. Luqman 27.

 

Sifat berfirman itu adalah termasuk dari sekian banyak sifat yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala untuk Dirinya sendiri. Oleh sebab itu kita semua wajib beriman dengan adanya sifat itu tanpa mempercakapkan hakikat yang sebenarnya dari sifat tersebut, sebab sebagaimana juga halnya dengan sifat-sifat yang lain oleh sebab merupakan sifat-sifat Ketuhanan maka tidak mungkin akal fikiran manusia dapat sampai untuk mengetahui kepada hakikat yang sesungguh-sungguhnya.

 

Mendengar (Sama) dan Melihat (Bashar) :

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Mendengar. Jadi dapat mendengar segala sesuatu yang maujud ini, sampaipun geraknya seekor semut hitam yang berjalan diatas batu licin pada malam yang amat gelap gulita. Ini dapat didengarnya tanpa dikalahkan oleh pendengarannya pada benda-benda lain yang semuanya itupun dapat didengarnya pula. Juga tanpa adanya perserupaan karena kesukaran bahasa sedikitpun baginya, ataupun terkesankan oleh kehiruk-pikukan yang luar biasa, ataupun menjadi repot dengan adanya berbagai suara yang mendatang.

 

Allah Ta’ala dalam mendengar segala sesuatu itu tidak lah dengan menggunakan alat penangkap suara. perkakas penerima, telinga atau alat pendengaran apapun juga sifat nya seperti yang digunakan manusia.

 

Pernah terjadi bahwa salah seorang istri sahabat Rasulullah s.a.w. mengadukan hal suaminya kepada beliau s.a.w. Isteri.ini agaknya keras kepala sehingga terjadilah perdebatan antara wanita itu dengan beliau s.a.w. Kemudian turunlah sebuah ayat yang berbunyi :

 

,,Sungguh Allah telah mendengar pada wanita yang mengajukan perkara tentang hal suaminya itu padamu dan mengadukan itu kepada Allah. Allah mendengar tentang percakapanmu berdua. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Melihat”. S. Mujadalah 1.

 

Sebagaimana halnya Allah Ta’ala itu dapat mendengar segala sesuatu yang maujud ini, maka Diapun dapat pula melihat semuanya dengan cara penglihatan yang mengandung pengertian seluas-luasnya. Segala apa saja diliputi oleh penglihatanNya, tetapi penglihatan Allah Ta’ala ini tidaklah dengan menggunakan mata, orang-orangan mata dan lain-lain sebagainya seperti cara melihatnya manusia atau lain-lain.

 

Allah Ta’ala telah mengutus Musa dan Harun alaihimas salam lalu kepada keduanya itu Dia berfirman :

 

Pergilah engkau berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya ia sudah durhaka yang melampaui batas.

 

Ucapkanlah kepadanya perkataan yang halus, barangkali in suka memperhatikan atau takut (kepada Tuhan)”.

 

Keduanya bersembah : ,,Ya Tuhan kami, kami takut kalau. kalau ia terlebih dulu bersiap sedia menantang kami dan melaku. kan kekejaman diluar batas”.

 

Allah berfirman : ,,Janganlah Kamu berdua takut, sesungguhnya Aku bersamamu, Aku mendengar dan Aku melihat”. S. Thaha 43-46,

 

Pula firmanNya :

 

,,Allah mengetahui pengkhianatan mata dan apa yang tersembunyi dalam hati”. S. Ghafir 19.

 

Pengkhianatan mata maksudnya pemandangan mata atau kedipan kepada sesuatu yang terlarang, kerlingan atau lain-lain lirikan mata untuk mengejek dan membawa kejalan yang tidak benar.

 

Dan pula Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah.memutuskan perkara dengan kebenaran (keadilan). Apa yang mereka seru (puja) selain dari Allah itu, tidaklah dapat memutuskan perkara apapun. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Melihat”. S. Ghafir 20.

 

SIFAT-SIFAT DZAT DAN SIFAT-SIFAT AFAL

 

Sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala itu ada yang termasuk dalam sebutan sifat-sifat Dzat dan ada yang termasuk dalam sebutan sifat-sifat Af’al (perbuatan).

 

Sifat-sifat Dzat yaitu sifat-sifat Tsubutiah atau sifat sifat Maknawiah, yakni sifat hidup, mengetahui, kuasa, berkehendak, mendengar, melihat dan berfirman.

 

Adapun sifat-sifat Af’al itu ialah seperti sifat menciptakan dan memberi rizki. Jadi Allah yang Maha Menciptakan dan Maha Pemberi rizki Dialah yang membuat makhluk ini dan juga yang mengaruniakan rizki pada mereka.

 

Para alim ulama telah sependapat bahwa sifat Af’al itu bukanlah sifat Dzat dan kedudukan sifat Af’al itu ‘ adalah sebagai tambahan dari sifat Dzat itu.

 

Hanya saja yang diperselisihkan oleh para alim ulama itu jalah tentang kedudukan sifat Dzat itu sendiri. Yang menjadi persoalannya ialah :

 

  1. Apakah sifat-sifat itu ‘ainnya Dzat ? Dengan kata lain : Apakah Allah Ta’ala itu Mengetahui dengan Dzat, Hidup dengan Dzat dan seterusnya yang termasuk sifat-sifat Tsubutiah itu ?
  2. Apakah sifat-sifat itu merupakan tambahan dari Dzat ? Dengan kata lain: Apakah Allah Ta’ala itu Mengetahui dengan pengetahuan, Hidup dengan kehidupan, Kuasa dengan kekuasaan, Berkehendak dengan kehendak, Mendengar dengan pendengaran,

 

Melihat dengan penglihatan dan Berfirman dengan firman ? .

 

Itulah bentuk yang mereka perselisihkan itu. Bagaimanakah sikap kita ?

 

Kita sependapat dengan para alim ulama serta para pemuka-pemuka agama yang berpendapat bahwa persoalan sebagaimana diatas itu adalah hal yang diada-adakan dalam tubuh agama Islam. Itulah yang boleh dikatakan sebagai kebid’ahan dalam urusan ‘akidah. Bahkan boleh. dianggap sebagai bentuk kemungkaran yang harus dilenyapkan dari lubuk hati kaum muslimin. Seluruh ummat Islam wajib menyucikan dirinya dari persoalan tetek bengek semacam itu. Sebabnya tidak lain hanyalah karena Dzatnya Allah Ta’ala masih jauh lebih luhur dan lebih agung dari apa yang dipecahkan dengan pemikiran persoalan-persoalan sebagaimana diatas itu.

 

Pemikiran-pemikiran seperti itu termasuk dalam golongan hal-hal yang kita semua dilarang untuk memikirkan, tidak pula Allah Ta’ala memaksa akal kita untuk mencapainya, sebab jelaslah bahwa persoalan seperti diatas itu sudah keluar dari batas kemampuan akal fikiran manusia sekalipun yang sepandai-pandainya atau secerdik-cerdiknya. Akal manusia amat terbatas, sedang Dzatnya Allah Ta’ala adalah Jauh diatas apa yang dapat dicapai olehnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tuhan tidak dapat dicapai oleh penglihatan-penglihatan dan Dia dapat mencapai penglihatan-penglihatan itu. Dia adalah Maha Halus lagi Waspada”. S. An’am 103.

 

Pula firmanNya :

 

,,Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah itu. Dia adalah Maha Mendengar lagi Melihat”. S. Syura 11.

 

Juga firmanNya :

 

,,Allah Maha Mengetahui apa yang ada dihadapan dan dibelakang mereka. Mereka (manusia-manusia) itu tidak dapat meliputi (mengetahui) Tuhan dengan pengetahuannya”, S. Thaha 110.

 

Dalam sebuah hadits disebutkan :

 

,,Berfikirlah mengenai makhluk Allah dan jangan berfikir mengenai Allah (Dzatnya), sebab kamu semua tentu tidak dapat mencapai kadar perkiraannya”.

 

Kita semua harus menyadari, bahwa batas-batas yang diperintahkan kepada kita untuk mengetahuinya ialah hendaknya kita mengerti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu maujud yakni ADA dan bahwa Dia memiliki asmaul husna (nama-nama yang terbaik), sifat-sifat yang amat luhur dan kesempurnaan secara mutlak.

 

Adapun yang dibalik semua itu, yakni mengenai Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka wajiblah seseorang itu menahan diri untuk mengadakan penyelidikannya dan bahkan dilarang keras untuk mengadakan pembahasan perihal itu, sebab mengetahuinya itupun tidak akan membawa kemanfaatan dan tidak mengetahuinyapun tidak akan menyebabkan timbulnya bahaya apa-apa.

 

SIFAT-SIFAT ALLAH SEBAGAI TIANG PENUNJUK JALAN

 

Kita semua wajib dapat mengambil petunjuk dari adanya sifat-sifat Allah itu, berjalan dengan menggunakan cahaya dari padanya dan mengambilnya sebagai percontohan yang tertinggi, malahan wajib kita jadikan sebagai puncak tujuan, sehingga kita dapat mencapai derajat kejiwaan dan kerohanian yang sesempurna mungkin yang dapat dicapai oleh seseorang manusia.

 

Hujjatul Islam. Imam AlGhazali rahimahullah telah mengarangkan sebuah kitab yang diberinya nama ,,Almag shidul Asna”. Didalamnya beliau menguraikan perihal asmaul husna bagi Allah Ta’ala, dijelaskan pula disitu apa yang menjadi bagian setiap orang mukmin dari setiap nama itu. Itulah yang sepatutnya kita gunakan sebagai pedoman untuk kembali.

 

Dari kitab ,,Addinul Islami (Agama Islam)”, kita dapat mengutip sedikit uraian-uraian sebagai berikut :

 

Allah adalah Rabbul ‘alamin yakni menguasai seluruh alam.

 

Ini adalah sebagai percontohan yang amat tinggi sekali yang setiap orang mukmin wajib merasakan isi kandungannya dan menyontohnya. Oleh sebab itu wajiblah ia berbuat baik untuk memberikan didikan kepada dirinya sendiri, berbuat baik pula kepada seluruh keluarganya dan berbuat segala sesuatu yang membawa kebaikan dan kemaslahatan serta kebahagiaan untuk dirinya sendiri, keluarganya, ummatnya, bangsanya, negaranya dan seterusnya.

 

Allah adalah Rahman, yakni Maha Pengasih.

 

Dia memberikan kenikmatan kepada seluruh makhlukNya, menunjukkan kecintaanNya kepada semuanya itu, sekalipun makhluk-makhlukNya itu tidak menunaikan pekerjaan yang wajib dipersembahkan kepada Tuhan itu yang menjadi hakNya untuk diterimaNya.

 

Inipun merupakan percontohan yang amat luhur sekali yang setiap manusia hendaknya memperhias dirinya dengan sifat itu. Dengan demikian ja akan menjadi seorang yang penyantun, pengasih dan penyayang kepada ummatnya, bangsanya, mengerjakan segala kebaikan semata-mata mengharapkan keridlaan Allah Ta’ala, bukan karena ingin mengharapkan mengambil kemanfaatan atau keuntungan atau karena takut terkena bahaya yang tidak dikehendaki,

 

Allah adalah Rahim, yakni Penyantun, membalas setiap manusia sesuai dengan amalan yang dilakukan.

 

Inipun merupakan percontohan yang tertinggi pula yang memberikan pelajaran kepada setiap orang supaya suka membandingi kebaikan dengan kebaikan pula dan tidak sebaliknya.

 

Allah Ta’ala adalah Maliki yaumiddin, yakni merajai hari pembalasan. Jadi Allah itu akan memperhitungkan semua amal perbuatan seluruh manusia tepat dan sesuai dengan apa yang ada dengan seadil-adilnya. Kemudian yang berbuat buruk akan dibalasnya pula dengan balasan yang buruk. Ini bukannya dilakukan karena ‘ hendak membalas dendam, tetapi dilaksanakan dengan jiwa yang penuh kasihan dan kelapangan dada, sebagaimana yang dilakukan seorang tuan yang penyayang kepada hambanya yang sedang bersalah, ataupun sebagai seorang ayah terhadap anaknya.

 

Inipun merupakan percontohan yang keluhurannya kiranya tidak ada tara dan bandingannya, sebab dengan mengenangkan sifat ini, maka setiap orang yang suka meniru dan menyontohnya pasti akan mengharuskan peribadinya untuk juga bersifat lapang dada, toleransi, suka memaafkan dalam pergaulan dan mu’amalatnya dengan segala lapisan manusia didalam masyarakat.

 

Keempat macam sifat diatas itu memang merupakan sifat-sifat Allah Ta’ala yang terluhur dan paling menonjol sekali. Itu pulalah yang dapat dijadikan sebagai percontohan yang terbaik dan termulia. Apa yang dapat dikatakan mengenai keempat sifat itu, dapat pula dikatakan dari sifat-sifat yang lainnya.

 

Misalnya saja sifat kecintaan dan kesayangan (rahmah) yang merupakan sifat-sifat Allah Ta’ala pula yang ‘lalu dituangkan dalam nama-nama Allah Ta’ala yang berbunyi seperti :

 

  1. Rauf (Maha Belas kasihan).
  2. Wadud (Maha Mencintai).
  3. ‘Afuw (Maha Mengampunkan).
  4. Syakur (Maha Menerima terima kasih).
  5. Salam (Maha Menyelamatkan).
  6. Mu’min (Maha Memberikan kesentausaan atau ketenangan).
  7. Bar (Maha Baik dalam tindakan dan pemberian).
  8. Rafi’ud darajat (Maha Meninggikan derajat).
  9. Razzaq (Maha Pemberi rizki).
  10. Wahhab (Maha Pemberi kerunia).
  11. Wasi’ (Maha luas anugerahnya).

 

Semua sifat yang tertera diatas itu hendaknya digunakan oleh setiap manusia sebagai contoh untuk tindakan yang perlu dilaksanakan. Hendaknya dijadikan sebagai pelita penunjuk jalan yang harus ditempuhnya dalam perjalanan hidupnya, mengikuti petunjuk yang benar yang diberikan dan pula hendaknya dirinya itu diberi hiasan dengan sifat-sifat yang baik-baik itu, sebagaimana yang kami uraikan dimuka.

 

Juga seperti sifat-sifat ilmu atau mengetahui yang lalu dituangkan dalam nama-nama Allah Ta’ala yang berbunyi seperti :

 

  1. ‘Alim (Maha Mengetahui).
  2. Hakim (Maha Bijaksana).
  3. Sami’ (Maha Mendengar).
  4. Bashir (Maha Melihat).
  5. Syahid (Maha Menyaksikan).
  6. Raqib (Maha Meneliti atau mengamat-amati).
  7. Bathin (Maha Mengetahui yang rahasia).

 

Sifat-sifat diatas itupun wajib pula diikuti oleh setiap manusia, agar ia dapat mencapai tingkat yang tertinggi yang mungkin dapat dicapai oleh manusia dalam hal ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan untuk menjadikan manusia ini sebagai khalifah atau pengganti yang diletakkan diatas permukaan bumi, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan dikala Tuhanmu berfirman kepada malaikat-malaikat :

,,Sesungguhnya Aku membuat khalifah (pengganti) di bumi”. S. Baqarah 30.

 

Manusia yang dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai khalifahNya itu diberi keistimewaan olehNya dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lain. Oleh sebab itu manusia itupun diberinya pengetahuan perihal nama-nama seluruh benda yang ada. Allah Ta’ala berfirman ‘:

 

,,Dun Allah mengajarkan kepada Adam akan nama-namu semuanya”. S. Baqarah 31.

 

Dalam hal yang berhubungan khusus dengan kebijaksanaanNya, maka Allah Ta’ala telah mengutus rasul-rasulNya untuk memberikan bimbingan, pimpinan dan petunjuk kepada ummat manusia, juga untuk mengajarkan kebijaksanaan. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sebagaimana (kau lihat), Kami telah mengutus untukmu seorang rasul dari golonganmu sendiri, dibacakannya kepadamu keterangan-keterangan Kami, disucikannya kamu, diajarkannya kepadamu kitab dan hikmat kebijaksanaan”. S. Baqarah 151.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Allah Ta’ala mengeruniakan kenikmatan kepada seluruh kaum mukminin, ketika Dia mengutus kepada mereka seorang rasul dari antara mereka sendiri yang membacakan uyat (keterangan-keterangan)Nya, menyucikan mereka, mengajarkan kepada mereka itu kitab dan hikmat kebijaksanaan”. : . S. Ali’Imran 164.

 

Selain itu ada pula firmanNya :

 

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat (keterangan-keterangan)Nya, menyucikan mereka, mengajarkan kepada mereka itu Kitab dan Hikmat, sekalipun mereka itu sebelumnya (dahulunya) adalah dalam kesesatan yang nyata”. S. Jum’at 2.

 

Dalam hal yang khusus berhubungan dengan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menunjukkan kekuasaan dan cara mengaturNya ialah sebagaimana yang telah terjadi bahwa seluruh malaikat diperintah tunduk memberi kehormatan kepada manusia yakni nabiullah Adam a.s., juga ditundukkannya semua langit dan bumi untuk berkhidmat guna kemanfaatan manusia itu.

 

Oleh sebab itu sudah sewajibnyalah bahwa manusia itu mengambil sifat-sifat Allah Ta’ala sebagai contoh dan suri teladan, guna dijadikan sebagai bahan mengerjakan sesuatu yang erat hubungannya dengan kedudukannya sebagai khalifah Tuhan diatas bumi. Manusia wajib dapat mengambil guna dan kemanfaatan dari apa yang dikeruniakan dan ditundukkan oleh Allah Ta’ala untuknya.

 

Tentu saja bukanlah maksud kami bahwa dengan mengambil sifat-sifat Allah Ta’ala sebagai contoh yang tertinggi itu lalu manusia akan diharuskan dapat mencapai tingkat kesempurnaan yang sampai ke puncaknya. Ini tidaklah maksud kami dan bukan sekali-kali demikian itu tujuan kami. Tetapi yang kami maksudkan ialah supaya manusia itu menjadikan sifat-sifat itu sebagai tambahan dalam menempuh kehidupannya, agar dengan menggunakannya ia akan dapat memperoleh kehidupan yang nyaman, sentausa, aman, makmur dan karta raharja.

KENYATAAN-KENYATAAN KEIMANAN

 

Keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala itu merupakan hubungan yang semulia-mulianya antara manusia Dengan Dzat yang Maha Menciptakannya. Sebabnya yang sedemikian ini jalah karena manusia adalah semulia-mulia makhluk Tuhan yang menetap diatas permukaan bumi, sedang semulia-mulia yang ada didalam tubuh manusia itu ialah hatinya dan semulia-mulia sifat yang ada didalam hati itu adalah keimanan.

 

Dari segi ini dapatlah kita maklumi bahwasanya mendapatkan petunjuk sehingga menjadi manusia yang beriman, adalah seagung-agung kenikmatan yang dimiliki oleh seseorang, juga semulia-mulia kerunia Allah Ta’ala yang dilimpahkan kepada hambaNya secara mutlak.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

Mereka merasa telah memberi ni’mat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah : ,,Janganlah kamu merasa telah memberi ni mat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan ni’mat kepadamu dengan memimpin kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”. : S. Hujurat 17.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Tetapi Allah telah menimbulkan cintamu kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu perhiasan dalam hatimu dan ditumbuhkan pula oleh Allah itu rasa kebencian dalam hatimu terhadap kekufuran, kejahatan dan kedurhakaan. Mereka itulah orangorang yang mengikuti jalan yang benar. Demikian itu adalah suatu kerunia dan kenikmatan dari Allah”. S. Hujurat 7-8.

 

Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja ataupun hanya semacam keyakinan dalam hati belaka, tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu ‘akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati nurani dan dari situ akan muncul pulalah bekas-bekas atau kesankesannya, sebagaimana munculnya cahaya yang disorotkan oleh matahari dan juga sebagaimana semerbaknya bau harum yang disemarakkan oleh setangkai bunga mawar.

 

Salah satu dari pada kesan-kesan keimanan itu ialah apabila Allah dan RasulNya dirasakan lebih dicintai olehnya dari segala sesuatu yang ada. Ini wajiblah ditampakkan, baik dalam ucapan, perbuatan dan segala geraknya dalam pergaulan dan sewaktu sendirian. Jikalau dalam kalbunya itu dirasakan masih ada sesuatu yang lebih dicintai olehnya dari pada Allah dan RasulNya, maka dalam keadaan semacam ini dapatlah dikatakan bahwa keimanannya memang sudah masuk, tetapi ‘akidahnya yang masih goyang.

 

Perhatikanlah firman Allah Ta’ala ini :

 

,,Katakanluh : , Jikalau ayah-ayahmu, anak-anakmu, sam dara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum keluargamu, kekayaanmu yang kamu semua peroleh, perniagaan yang kamu semua kuatirkan ruginya dan tempat kediaman yang kamu semua sukai itu lebih dicintai olehmu dari pada Allah dan RasulNya serta berjuang fi sabilillah, muka nantikanlah sehingga Allah akan mendatangkan perintahNya (perintah membinasakan). Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik”. S. Taubat 24.

 

Meniliki ayat diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa kehidupan di dunia dengan segala apa yang ada didalamnya seperti orang tua, anak, cucu, saudara, isteri atau suami, keluarga, harta, perniagaan, rumah dan lain-lain itu, jikalau semua itu ada salah satunya yang masih lebih dicintai oleh seseorang melebihi kecintaannya kepada Allah dan RasulNya, maka baiklah ia menunggu saja siksaan Allah Ta’ala yang akan menimpa dirinya. Orang semacam itu pasti hatinya lebih sibuk untuk memikirkan apa-apa yang dicintainya itu dari pada memperhatikan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah guna dilaksanakan dan apa-apa yang dilarang olehNya guna dijauhi.

 

Keimanan itu memang tidak mungkin dapat sempurna melainkan dengan rasa cinta yang hakiki, yang senyata-nyatanya dan yang sebenar-benarnya. Cinta itu ialah yang ditujukan kepada Allah Ta’ala, kepada RasulNya dan kepada syari’at yang diwahyukan oleh Allah kepada RasulNya itu.

 

Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkanlah sabda Rasulullah s.a.w., demikian :

 

,Ada tiga perkara yang barangsiapa sudah memiliki ketiganya itu, maka ia akan dapat merasakan kelezatan ni’matnya keimanan, yaitu :

 

  1. Apabila Allah dan RasulNya itu lebih dicintai olehnya dari pada yang selain keduanya itu.
  2. Apabila seseorang itu mencintai orang lain dan tidaklah mencintanya itu, melainkan karena Allah juga (mengharapkan keridlaan Tuhan).
  3. Apabila seseorang itu benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana bencinya kalau dilemparkan kedalam api neraka”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Rasulullah s.a.w. bersabda pula :

 

,,Belum sempurnalah keimanan seseorang dari kamu semua sehingga saya lebih dicintai olehnya melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anaknya, juga dirinya sendiri yang ada diantara kedua lambungnya dan seluruh manusia”.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Umar r.a. pernah datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata : ,,Ya Rasulallah, sebenarnya bahwa Tuan itu yang paling ku cintai melebihi segala sesuatu selain diriku sendiri”. Beliau lalu bersabda :

 

Tidak boleh, hai Umar, sehingga akulah yang lebih kay cintai dari pada dirimu sendiri”.

 

Umar berkata lagi: ,,Demi Allah yang mengutus Tuan dengan benar, sesungguhnya Tuanlah yang lebih kucintai dari diriku sendiri”. Beliau s.a.w. lalu bersabda pula : ,,Nah, sekarang, hai Umar, sekarang benar-benar sempurna keimananmu”,

 

Beliau s.a.w. bersabda lagi :

 

,,Tidak sempurnalah keimanan seseorang, sehingga ia dapat mengikutkan keinginan hatinya itu sesuai dengan agama yang saya bawa ini (yakni kemauannya disesuaikan dengan hukum hukum agama)”.

 

Sebagaimana keimanan itu dapat membentuk buah yang berupa kecintaan, maka ia harus pula dapat menimbulkan buah lain yang berupa perjuangan (jihad) dan berkurban untuk meninggikan kalimatullah yakni bahwa agama Allah harus diatas segala-galanya. Juga mengadakan pembelaan untuk mengibarkan setinggi-tingginya bendera kebenaran, berusaha segigih-gigihnya untuk menolak adanya penganiayaan, kezaliman dan kerusakan yang dibuat oleh manusia yang sewenang-wenang diatas permukaan bumi ini.

 

Banyak sekali keimanan itu dirangkaikan penguraiannya dengan persoalan jihad, karena memang jihad ini adalah jiwa keimanan dan itu pula yang merupakan kenyataan amaliahnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hanyasanya kaum mukminin ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, kemudian tidak pernah bimbang lagi dan berjihad dengan harta dan dirinya untuk mengagungkan agama Allah, maka mereka itulah orang-orang yang benar”. S. Hujurat 15.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orang-orang yang beriman dengan memberikan surga kepada mereka itu, mereka berperang fi sabilillah dan oleh sebab itu mereka lalu membunuh dan terbunuh, menuruti janji yang sebenarnya dari Allah yang tersurat dalam kitab Taurat, Injil dan Ouran. Siapakah yang lebih menepati janjinya dari pada Allah itu? Oleh karena itu, maka bergembiralah kamu semua dengan perjanjian yang telah kamu semua parbuat. Demikian itu adalah suatu keuntungan yang besar sekali”. S. Taubat 111.

 

Perjuangan sebagaimana diatas itu sudah tampak nyata dikalangan kaum mukminin yang pilihan yakni mereka yang hidup dalam permulaan waktu perkembangan Islam yang jaya, sehingga patutlah bahwa mereka itu memperoleh pujian Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Diantara orang-orang yang beriman itu ada beberapa orang yang menepati apa yang telah dijanjikannya kepada Tuhan, dian. taranya ada yang mati syahid dan diantaranya ada pula yang sedang menantikan kematian syahid itu dan mereka tidak ada yang berubah barang sedikitpun”. S. Ahzab 23.

 

Adapun kesan keimanan itu tampak nyata sekali dalam ketakutannya kepada Allah Ta’ala serta segan padaNya. Sebabnya ialah karena seseorang yang sudah mengetahui dan menginsafi benar-benar akan kedudukan Allah, menyadari pula akan kemaha-agunganNya, merasakan kebesaran kekuasaan dan kemuliaanNya, kemudian mengerti pula keadaan dirinya sendiri yang sangat lalai, gegabah dan kurang banyak menaruh perhatian pada hak-haknya Allah Ta’ala, maka tentulah orang yang sedemikian ini akan menjadi sangat takut dan segan kepada Tuhannya Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambuhambaNya, hanyalah pura ulama”. S. Fathir 28,

 

Inilah yang merupakan tanda dari orang-orang yang berpegang teguh pada kebenaran serta memperjuangkan betul-betul akan keluhuran agama Allah Ta’ala. Dalam hal ini Allah berfirman :

 

,,Orang-orang yang teguh agamanya ialah orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka itu takut kepadaNya dan tidak ada seseorangpun yang ditakuti melainkan Allah. Cukuplah Allah itu pembuat perhitungan” . S. Ahzab 39,

 

Manakala kema’rifatan kepada Allah itu sudah lebih sempurna, maka ketakutan kepadaNya itu akan lebih mendalam pula. Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya saya adalah orang yang lebih mengetahui tentang Dzatnya Allah itu dan sayalah yang paling takut kepadaNya itu”.

 

Sebesar-besar hal yang ditampakkan oleh keimanan itu jalah berpegang teguh pada wahyu, sebab memang wahyu itulah yang merupakan sumber yang paling jernih yang sama sekali tidak dicampuri oleh kotoran hawa nafsu atau bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh perkiraan atau persangkaan.

 

Berpegang teguh kepada wahyu Ilahi itulah yang justeru merupakan perhubungan yang seerat-eratnya dengan Allah Ta’ala itu sendiri. Hal itu dapat diperoleh dengan mudah sekali tanpa menggunakan perantara dan yang sedemikian ini adalah setepat-tepatnya cara berhubungan sebab dapat dilakukan secara langsung.

 

Seluruh kaum mukminin tentunya harus mengarahkan pandangannya kearah ini, sehingga tidak bercampur baurlah kebenaran yang menjadi kepercayaan mereka itu dengan berbagai macam kebathilan yang dibikin-bikin oleh manusia serta pengertian-pengertian yang keluar dari penafsiran manusia sendiri.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hanyasanya ucapan-ucapan kaum mukminin itu, apabila mereka dipanggil kepada Alluh dan RasulNya, supaya Rasul menghukum (mengadili) diantara mereka, mereka lalu mengatakan ; Kita mendengar dan kitapun mentaatinya”. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.

 

Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, juga takut dan bertagwa kepadaNya, maka itulah orang-orang yang memperoleh kebahagiaan”. S. An-Nur 51, 52.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Bagi seorang yang beriman, baik lelaki atau perempuan, apabila Allah dan RasulNya sudah menetapkan suatu keputusan, mereka tidak akan memilih menurut kemauannya sendiri dalam urusan mereka itu. Dan barangsiapa yang tidak mentaati Allah dan RasulNya, maka ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata”.

  1. Ahzab 36.

 

Lagi firmanNya :

 

..Tetapi, tidak ! Demi Tuhanmu. Mereka itu belum beriman dengan sebenarnya, sehingga mereka suka meminta keputusan kepadamu (Muhammad) dalam perkara-perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak menaruh keberatan dalam hatinya terhadap putusan yang engkau adakan dan mereka menyerah dengan penyerahan yang sepenuh-penuhnya”. S. Nisa’ 65.

 

Keimanan itu akan menimbulkan ikatan yang beraneka ragam. Ia akan dapat merupakan tali pengikat antara kaum muslimin dengan Allah. Tali pengikat itu berupa kecintaan dan kesukaan. Juga akan menumbuhkan hubungan yang erat sekali antara sesama kaum mukminin itu sendiri, antara yang seorang dengan lainnya, yang didasarkan atas landasan kekasih sayangan serta kerahmatan.

 

Tetapi keimanan juga dapat menumbuhkan hubungan antara kaum mukminin dengan para musuh Tuhan yang hendak menghalang-halangi jalan yang benar, yaitu atas dasar kekerasan dan ketegasan sikap.

 

Perhatikanlah firman Allah Ta’ala ini :

 

,,Hai orang-orang yang beriman. Barangsiapa yang surut kembali dari agamanya, maka nanti Allah akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan merekapun mencintaiNya. Mereka itu bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir. Mereka berjuang dijalan Allah dan tidak takut pada celaan dari orang yang mencelanya. Demikian itulah keutamaan Allah yang dikeruniakan kepada siapa yang dikehendakiNya. Allah adalah Maha Luas pemberianNya serta Maha Mengetahui”. S, Ma-i’dah 54.

 

Sifat-sifat sebagaimana diatas itu telah jelas tampak dalam peribadi Rasulullah s.a.w. serta sekalian sahabatnya, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Muhammad adalah pesuruh Allah dan orang-orang yang besertanya itu bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi kasih sayang antara sesama mereka. Engkau melihat mereka ruku dan sujud, mencari keutamaan dari Allah serta keridlaanNya. Diwajah mereka ada tanda-tanda bekas sujud (pada air mukanya membayang cahaya keimanan dan kesucian batin). Itulah perumpamaan mereka dalam Taurat dan perumpamaan mereka dalam Injil, yaitu sebagai tanaman yang mengeluarkan tunasnya yang lembut, kemudian bertambah kuat dan besar, dapat tegak diatas batangnya ,menyebabkan orang-orang yang menanam itu menjadi keheran-heranan, tetapi dapat menyebabkan orang-orang yang kafir menjadi marah sekali. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, bahwa mereka akan memperoleh pengampunan dan pahala yang besar”. S. Fath 29.

 

Amal perbuatan yang shalih yang dengannya itu jiwa dapat menjadi suci, hati menjadi bersih dan kehidupan menjadi tenang, sentausa dan makmur adalah merupakan salah satu bekas yang ditimbulkan oleh rasa keimanan yang mendalam.

 

Oleh sebab itu dalam AlQuran seringkali terdapat ayat: ayat yang merangkaikan persoalan keimanan itu dengan amalan yang shalih, karena memang keimanan itu apabila sunyi dari amal perbuatan yang shalih, maka itu adalah keimanan yang dijangkiti oleh penyakit. Jadi keimanan yang demikian itu adalah sebagai pohon yang tidak menumbuhkan buah-buahan apapun dan tidak pula mengeluarkan daun yang rindang. sehingga dapat digunakan berteduh dibawahnya, pohon yang sedemikian itu lebih baik dilenyapkan saja daripada tetap ada.

 

Tetapi sebaliknya apabila suatu perbuatan yang tampaknya baik, jikalau tidak disertai dengan rasa keimanan, maka amalan yang sedemikian itu adalah merupakan perbuatan ria’ atau pameran dan pula sebagai suatu perilaku kemunafikan. Kemunafikan dan pameran itu adalah sejahat-jahatnya sifat yang hinggap dalam hati seseorang manusia. | |

 

Resapkanlah firman Allah Ta’ala ini :

 

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang

,,Demi masa. Sesungguhnya manusia itu niscaya dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengamalkan perbuatan-perbuatan yang baik, saling mewasiati untuk menetapi kebenaran dan saling mewasiati untuk berhati sabar”. S. ‘Ashr 1-3.

 

Keimanan yang dapat membuahkan amal shalih itulah keimanan yang diajarkan oleh AlQuran dan itu pulalah keimanan yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala agar dimiliki oleh semua hamba-hambaNya. :

 

Keimanan itu apabila telah menjadi suatu kenyataan yang sehebat-hebatnya, maka ia dapat berubah dan beralih sehingga merupakan suatu tenaga atau kekuatan yang tanpa dicari-cari akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan ini, sebab keimanan tadi akan mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap dan kemauan, mengubah kekalahan menjadi kemenangan, keputus-asaan menjadi penuh harapan dan harapan ini akan dicetuskan dalam perbuatan yang nyata.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Sesungguhnya Kumi (Allah) akan menolong pesuruh-pesuruh (rasul-rasul) Kami dan orang-orang yang beriman, dalam kehidupan dunia ini dan pada hari berdirinya para saksi (hari kiamat)”. S. Ghafir S1.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan sudah menjadi hak Kami untuk memberi pertolongan kepada orang-orang yang beriman itu”. S. Rum 47.

 

BUAH-BUAH KEIMANAN

 

Jikalau seseorang itu sudah berma’rifat benar-benar kepada Tuhannya dengan jalan akal dan hati, maka hal itu akan menjadikan jiwanya kokoh dan kuat dan meninggal“kan kesan yang baik dan mulia. Selain itu kema’rifatan itu pula yang akan mengarahkan tujuan dan pandangannya kelurusan yang baik dan benar, malahan ketingkat keluhuran dan keindahan.

 

Buah keimanan itu sebagian akan kami simpulkan dalam uraian dibawah ini :

 

  1. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.

 

Sebabnya sifat itu timbul ialah karena keimanan yang sebenar-benarnya itu akan memberikan kemantapan dalam jiwa seseorang bahwa hanya Allah sajalah yang Maha Kuasa untuk memberi kehidupan, mendatangkan kematian, memberikan ketinggian kedudukan, menurunkan dari pangkat yang tinggi, juga hanya Dia sajalah yang dapat memberikan kemadlaratan atau kemanfaatan kepada seseorang manusia. Selain Allah tidak ada yang kuasa melakukannya. Jadi untuk apa diri suka diperintah oleh orang yang tidak kuasa apa-apa itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,Katakanlah . ,,Saya tidak berkuasa menarik kemanfaatan atau kemadlaratan untuk diriku sendiri, kecuali yang telah dikehendaki oleh Allah. Andaikata saya dapat mengetahui hal-hal yang ghaib, tentulah saya dapat memperoleh kebaikan (keuntungan) yang banyak dan saya tidak akan disentuh oleh bahaya apapun. Saya ini tidak lain kecuali hanyalah seorang yang menyampaikan berita yang menakutkan serla menggembirakan kepada kaum mukmin”. S. A’raf 188.

 

Sebenarnya sebab utama yang mengekang manusia sehingga tidak dapat bergerak dengan bebas dan cepat, juga yang merupakan penghalang yang terbesar untuk mencapai kemajuan itu ialah sikap tunduk dan patuh pada kemauan orang lain. Sikap kediktatoran dari orang atau golongan lain itulah yang menghambat segala macam kemajuan. baik yang dilakukan sebagai kediktatoran politik oleh para penguasa pemerintahan atau kepala-kepala negara, ataupun yang dilakukan sebagai kediktatoran kependetaan oleh para ahli agama atau pendeta-pendetanya.

 

Dengan penetapan yang diberikan oleh Islam dalam . kenyataan ini, maka segala macam perhambaan haruslah dilenyapkan, sedangkan sebagai gantinya haruslah diperkembangkan kemerdekaan setiap orang dari kungkungan dan belenggu para pengekang dan penghambat yang telah berjalan berabad-abad lamanya.

 

  1. Keimanan yang hakiki itu dapat menimbulkan jiwa keberanian dan ingin terus maju karena membela kebenaran. Kematian akan dianggap tidak berharga sama sekali, diremehkan dan sebaliknya malahan akan dicarilah kematian secara syahid, demi untuk menuntut tegaknya keadilan dan kejujuran serta hak.

 

Apakah sebabnya jiwa keberanian itu akan timbul ? Sebabnya ialah karena keimanan itu akan mengajarkan bahwa yang kuasa memberikan umur itu tidak ada selain Allah Ta’ala. Umur itu tidak akan berkurang sebab manusia itu menjadi berani dan terus maju, tetapi tidak pula akan bertambah dengan adanya sikap pengecut dan licik. Alangkah banyaknya manusia yang mati diatas kasurnya yang . empuk, tetapi alangkah pula banyaknya orang yang selamat ditengah berkecamuknya peperangan yang maha dahsyat dan pertarungan yang amat sengit.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidaklah seseorang itu akan mati, melainkan dengan izin Allah. Kematian adalah suatu batas waktu (ajal) yang sudah ditetapkan”. S. Al’Imran 145.

 

Dan firmanNya :

 

,,Dan sebagian yang lain telah dicemaskan oleh jiwanya sendiri sampai mereka itu menduga terhadap Allah dengan dugaan yang tidak benar, seperti dugaan kaum Jahiliah. Mereka berkata : Apakah kita akan memperoleh pertolongan agak sedikit saja ?”. Katakanlah : Sesungguhnya pertolongan itu seluruhnya kepunyaan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hatinya barang yang tidak diterangkannya terhadap kamu. Mereka mengatakan : .Sekiranya kita mendapatkan pertolongan agak sedikit saja, niscaya kita tidak akan terbunuh di tempat ini”. Katakanlah : »Kalau sekiranya kamu semua tinggal dalam rumahmu, niscaya orang-orang yang sudah ditetapkan mati terbunuh itu pergi ke tempat mereka berbaring. Allah hendak menguji apa yang ada didalam dadamu dan hendak membersihkan apa yang ada didalam hatimu. Allah adalah Maha Mengetahui segala isi hati”. S. Ali’Imran 154.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dimana saja kamu semua berada, pastilah kematian ity akan mendapatkan kamu, biarpun kamu semua dalam benteng yang teguh”. S. Nisa’ 78,

 

  1. Keimanan itu akan menimbulkan keyakinan yang sesungguh-sungguhnya bahwa hanya Allah jualah yang Maha Kuasa memberikan rizki, juga bahwa rizki itu tidak “dapat dicapai karena kelobaanya orang yang bersifat tamak dan tidak dapat pula ditolak oleh keengganannya orang yang tidak menyukainya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

»Tidak ada seekor binatang pun di bumi ini, melainkan Allah yang menanggung rizkinya. Dia yang mengetahui kediamannya serta tempat penyimpannya. Semua sudah ditetapkan dalam kitab (catatan) yang nyata”. ‘ S. Hud 6.

 

Allah Ta’ala berfirman pula : –

 

,,Berapa banyaknya binatang yang tidak membawa rizkinya sendiri. Allah itulah yang: memberi rizki kepadanya juga ke padamu, dan Dia adalah Maha Mendengar lagi Mengetahui”. S. ‘Ankabut 60.

 

Lagi firmanNya :

 

,,Allah mencukupkan rizki kepada siapa yang dikehendaki diantara hamba-hambaNya dun Dia pula yang membatasinya. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu”. S. ‘Ankabut 62.

 

Manakala ‘akidah yang sebenar-benarnya itu sudah mendalam sekali meresapnya dalam jiwa, maka sudah pasti manusia yang memilikinya itu akan terlepas dari hinanya sifat-sifat kikir, tamak, rakus, dan loba dan sebagai gantinya ia akan bersifat dan berbudi yang utama seperti dermawan, suka memberikan bantuan, gemar menolong, suka memaafkan, pandai bergaul dan lain-lain. Ia akan menjadi manusia yang dapat diharap-harapkan kebaikannya dan orang-orang lain akan merasa aman sentausa dari kejahatannya.

 

  1. Ketenangan atau thumakninah adalah salah satu bekas dari pada keimanan. Yang dimaksudkan ialah ketenangan hati dan ketenteraman jiwa.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Orang-orang yang beriman itu, hati mereka menjadi tenang karena mengingat (berzikir) kepada Allah. Ingatlah bahwa dengngan mengingat kepada Allah itulah hati akan menjadi tenang”. S. Rad 28.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Allah itulah yang memberikan ketenteraman dalam hatinya orang-orang yang beriman, supaya keimanan mereka itu bertambah dari keimanan yang telah ada”. S. Fath 4.

 

Jikalau hati sudah tenang dan jiwapun sudah tenteram, maka manusia itu pasti akan dapat merasakan kelezatannya beristirahat, juga keni’matan keyakinan , dalam kalbu. Disamping itu ia akan berani menanggung segala kesukaran dan kesengsaraan dengan sikap yang berani, ia akan tabah menghadapi segala marabahaya sekalipun bagaimana juga besar dan dahsyatnya. Sementara itu ia meyakinkan pula bahwa pertolongan Allah pasti akan diulurkan pada dirinya, karena hanya Dialah yang Maha Kuasa untuk membuka segala pintu yang tertutup dan mendobrak sepala jendela yang terkunci. Dengan ke. percayaan yang sedemikian ini, maka tidak mungkin akan dihinggapi oleh rasa kesedihan, penyesalan ataupun hendak mundur kebelakang. Apalagi keputus asaan, maka sifat ing sama sekali tidak terdapat dalam kamus kalbunya.

 

Allah Ta’ala dalam hal ini berfirman :

 

,,Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang. . Adapun orang-orang kafir itu pelindungnya adalah thaghut (syaiIhan). Mereka itu dikeluarkan dari cahaya yang terang kepada kegelapan. Mereka itulah yang akan menjadi isi neraka dan mereka akan kekal disitu selama-lamanya”. S. Baqarah 257.

 

5 Keimanan itu dapat mengangkat seseorang dari kekuatan maknawiah kemudian menghubungkannya dengan sifat dari Dzat yang Maha Tinggi yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan sumber kebaikan dan kebajikan serta pokok dari segala kesempurnaan.

 

Dengan memiliki semua itu, manusia akan dapat lebih tinggi kedudukannya dari pada segala yang ada, ia dapat melepaskan diri dari berbagai materi keduniaan, menghindarkan diri dari semua macam kesyahwatan, tidak lagi mengindahkan kelezatan-kelezatan duniawiah dan lain-lain hal yang tidak ada kemanfaatannya. Sebaliknya ia akan meyakinkan bahwa kebaikan dan kebahagiaan itu terletak dalam kesucian dan kemuliaan budi serta merealisasikan segala tindakan yang baik dan bernilai tinggi. Dari sudut ini, seseorang akan mengarahkan tujuannya yang benar: benar menjurus kearah kebaikan dalam segala bidang, baik yang kemanfaatannya akan kembali pada dirinya sendiri, ummatnya ataupun seluruh masyarakat ramai.

 

Inilah yang merupakan rahasia, mengapa amal shalih dengan segenap cabang dan rantingnya itu selalu dihubungkan dengan keimanan. Tidak lain sebabnya, hanyalah karena memang keimanan itulah yang merupakan pokok pangkal yang dari situ akan muncullah amal perbuatan yang baik-baik itu dan dari padanya pula bercabangbya segala tindak tanduk yang menyehatkan keridlaan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya orang-orang yang beriman dun beramal shalih itu akan diberi petunjuk oleh Tuhan dengan sebab keimanan mereka”, S. Yunus 9.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Sesungguhnya Allah itu pasti memberikan petunjuk kepada Orang-orang yang beriman kejalan yang lurus”. S. Haj 54.

 

Lagi firmanNya :

 

,,Barangsiapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan memberikan petunjuk dalam hatinya”. S. Taghabun 11.

 

Ingatlah bahwa manakala hati sudah memperoleh petunjuk yang baik. maka kebaikan apa lagi yang akan ditinggalkannya ? Semua amal kebaikan pasti akan dilaksanakan dengan sekuat tenaga yang dimiliki.

 

  1. Kehidupan yang baik, adil dan makmur akan dipercepatkan oleh Allah pelaksanaannya untuk seluruh kaum mukminin selagi mereka ada di dunia ini sebelum mereka menginjak alam akhirat nanti.

 

Kehidupan sebagaimana diatas itu menjelma dalam beberapa hal, seperti :

  1. Kekuasaan yang dikeruniakan oleh Allah Ta’ala pada orang yang beriman itu, sehingga dapat memerintah dengan baik diatas permukaan bumi ini.
  2. Diberinya petunjuk yang baik dalam kepemimpinannya atas seluruh ummat manusia.
  3. Dimenangkannya dalam melawan semua Musuh yang hendak menghalang-halangi perkembangan masyarakat, baik dibidang keduniaan atau keagamaan.
  4. Dilindungi dari serangan mendadak yang dilancar. kan oleh musuh, sehingga tidak mungkin dapat dihan. curkan dengan tiba-tiba.
  5. Selalu diberi bimbingan, sekiranya ia salah dan tergelincir dalam sesuatu persoalan.
  6. Yang lebih dari itu semua ialah bahwa ia akan dikeruniai kenikmatan benda (materi) yang berlimpah ruah banyaknya, sehingga inilah yang dapat digunakan untuk menempuh perjalanan hidupnya untuk menuju ke akhirat dengan mudah dan gampang sekali.

 

Perhatikan beberapa ayat dibawah ini :

  1. Datangnya kebahagiaan hidup :

 

,,Barangsiapa yang beramal shalih, baik lelaki atau perempuan dun ia beriman, maka pasti Kami (Allah) akan mengeruniainya kehidupan yang bahagia dan pasti pula Kami akan memberikan balasan padanya dengan pahala sesuai dengan kebaikan yang telah mereka lakukan”. : S. Nahl 97.

 

  1. Kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat :

 

,,Kepada orang-orang yang bertakwa dikatakan : ,,Apakah yang diberikan oleh Tuhan kepadamu semua ?”. Mereka menjawab : ,,Segala yang baik”, Orang-orang yang mengerjakan kebaikan di dunia ini tentu mendapatkan kebaikan pula dan niscayalah bahwa perumahan di akhirat itu lebih baik lagi. Alangkah nikmatnya kediaman orang-orang yang bertakwa itu S. Nahl 30.

 

  1. Kekuasaan yang dijanjikan :

 

,,Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan berbuat amal kebaikan, bahwa Dia akan mengangkat mereka sebagai khalifah (pemegang kekuasaan sebagai pengganti Tuhan) di bumi, sebagaimana Dia telah mengkhilafahkan orang-orang yang sebelum mereka itu. Allah juga akan meneguhkan keduduwkan agama yang diridiai olehNya untuk mereka serta mengganti keadaan mereka sesudah adanya perasaan takut menjadi aman sentosa”. S. Nur 55.

 

  1. Pertolongan Tuhan :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) pasti memberikan pertolongan kepada rasul-rasul Kami serta orang-orang yang beriman didalam kehidupan di dunia ini dan pada hari para saksi tampil kemuka”. S. Ghafir S1.

 

  1. Terbukanya keberkahan langit dan bumi :

 

,,Dan andaikata penduduk negeri itu sama beriman dan bertakwa, pastilah Kami (Allah) membukakan kepada mereka keberkahan-keberkahan dari langit dan bumi” S. A’raf 96.

 

  1. Lenyapnya siksa dan datangnya kenikmatan :

 

,,Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu negeri yang beriman lalu keimanannya itu memberikan kemanfaatan kepada mereka, melainkan kaumnya Yunus ? Setelah mereka itu beriman. lalu Kami lenyapkanlah siksaan yang hina dalam kehidupan mereka di dunia dan mereka Kami karuniai kesenangan (kenikmatan) sampai pada waktu yang ditentukan”. S. Yunus 93

 

Seluruh alam ini rasanya sudah cukup menginsafi dan mengerti terhadap hakikat keimanan yang sedemikian in dan buah apa yang dapat ditimbulkan olehnya. Oleh sebab Itu rasanya tidak perlu lagi diperpanjangkan uraian mengenai bukti-bukti yang sudah ditetapkan dalam ku. pasan dan tulisan para alim ulama ataupun catatan-catatan yang mereka saksikan dalam pengalamannya.

 

Hanya saja agaknya memadailah sekiranya disini dicantumkan sekedarnya mengenai artikel yang disiarkan oleh sebuah surat kabar ,,Al-Jumhuriah” yang terbit pada hari Sabtu tanggal 29-11-1962.

 

Dengan judul : ,,Kaum -cendekiawan menggunakan agama sebagai obat penyakit otak”. Surat kabar itu berkata :

 

………… Benar-benar merupakan suatu ketabahan hati dan kelapangan dada bagi orang-orang yang tetap teguh pada agamanya serta tidak tergoncang keimanannya sekalipun dalam suasana kemajuan yang amat gelap gulita dan yang sangat menyedihkan ini. Yang kami maksudkan ialah detik-detik yang digunakan oleh kaum propagandis untuk menggembar-gemborkan pendapatnya yang baru. Pokok pangkalnya ialah pendapat yang berkisar sekitar theorie Darwin mengenai pertumbuhan dan perkembangan (evolusi). Para penganjurnya itu meneriakkan dengan lantang: nya bahwa agama itu adalah suatu hal yang dibuat-buat sendiri oleh manusia, sedangkan manusia itu sebenarnya dapat menguasai keperibadiannya sendiri di alam marcapada ini, sebagaimana yang diyakini oleh Julian Haxly, nenek seorang pengarang dan philosofi bangsa Inggris yang kenamaan bernama Dousy Haxly.

 

Kaum cerdik cendekiawan yang ahli dalam penyakit otak, kini tidak dapat menemukan suatu senjata yang lebih mujarrab atau lebih membekas pengaruhnya untuk mengobati penyakit itu selain dari pada agama ……. .. yaitu mempercayai akan adanya serta kekuasaan Allah, juga merenungkan betapa besar kerahmatan Tuhan dan berpegang teguh pada perlindungan Ilahi. Demikian pula kepercayaan bernaung pada kekuatan Maha Pencipta yang Maha Dahsyat ini, sementara itu sudah menjadi jelaslah akan kelemahan sesuatu kekuatan yang selain kekuatan Ilahi tadi ! ! !

 

Percobaan di rumah sakit Mc Heawar, sebuah daerah dalam lingkungan kota New York telah dimulai. Rumah sakit ini khusus untuk para narapidana yang dihinggapi penyakit otak.

 

Percobaan itu dimulai dengan cara memasukkan rasa keagamaan sebagai suatu cara yang baru untuk pengobatan, disamping memberikan getaran-getaran secara’ elektris pada tabu-tabu otak atau obat-obat penentram jiwa dan penenang urat saraf.

 

Bagaimanakah hasilnya ? Sungguh memuaskan ……… Orang-orang yang semula diperkirakan akan sukar sembuh atau bahkan sudah tidak ada harapan untuk dapat disembuhkan sama sekali ………. tiba-tiba telah beralih dari keadaan gila menjadi orang yang dapat menggunakan kembali otaknya yakni otaknya sudah dapat dikatakan sehat kembali ……… Mereka itu tergolong narapidana besar yang sudah kehilangan kemauan, kini sekali lagi dapat menikmati kehidupan ini, dapat menguasai kehendaknya, dapat berfikir dan menyatakan kebaikan atau keburukan. Air mata mereka bercucuran karena perasaan menyesal ……… dan semuanya dengan sepenuh hati mengharapkan kerahmatan dari langit serta pengampunan Tuhan yang Maha Esa.

 

Kini kaum cerdik cendekiawan itu – telah menyerah bulat-bulat sambil menengadahkan tangannya ke langit. Mereka mengakui akan kelemahan dirinya dan dengan tegas mereka mengatakan keseluruh pelosok dunia bahwa ilmu pengetahuanlah yang menyebabkan timbulnya keimanan dan hal ini sama sekali tidak dapat dibantah atau diingkari.

 

Dan ……… Tuan tentunya tidak perlu lagi memperbanyak pembicaraan perihal ini, sebab sekiranya Tuan merasa ketinggalan kereta api, cukuplah Tuan melangkahkan kaki kemuka, disana terdapat rumah-rumah Allah, didalamnya tentulah berisikan kelapangan hati dan ketabahan jiwa !!!!!

 

 

 

ALLAH TA’ALA ADALAH MAHA PEMBUAT YANG BEBAS

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Dzat yang Maha Merajadi seluruh alam semesta ini. Dia mengatur segala sesuatu yang ada didalam kerajaanNya itu dengan kebijaksanaan dan kehendakNya sendiri. Maka dari itu apa saja yang terjadi di alam semesta ini, semuanya berjalan sesuai dengan kehendak yang telah direncanakan sejak semula oleh Allah Ta’ala dan juga mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditetapkan dalam alam yang maujud ini.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Segala sesuatu itu disisi Allah adalah dengan ketentuan takir”. S. Ra’d 8.

 

Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak menanggung sesuatu kewajiban apapun dan tidak pula mengaturnya itu karena mengikuti dorongan kemauan atau perintah siapapun juga.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Katakanlah : ,,Ya Allah yang Maha Memiliki kerajaan, Engkau memberikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, Engkau mencabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau memuliakan orang yang Engkau kehendaki dan merendahkan orang yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaanMulah segala kebaikan, sesungguhnya Engkau adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Engkau masukkan malam kedalam siang dan Engkau masukkan siang kedalam malam, Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup dan Engkau, memberikan rizki kepada orang yang Engkau kehendaki tanpa ada perhitungannya”. S. Ali’Imran 26-27.

 

Makna dari ayat yang tercantum diatas itu ialah bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada RasulNya supaya diberitahukan kepada seluruh ummat manusia hal-hal dibawah ini :

 

  1. Allah Subhanahu wa. Ta’ala adalah Maharaja yang sebenar-benarnya yang berhak menguasai seluruh kerajaan dalam alam semesta ini.
  2. Dia berhak mengeruniakan kerajaan atau kekuasaan memerintah itu kepada siapa saja yang dikehendaki.
  3. Dia berhak pula mencabut kerajaan atau kekuasaan memerintah itu dari siapa saja yang dikehendaki.
  4. Baik memberi atau mencabut itu adalah dengan dasar sunnatullah yang berlaku dalam hal memberi atau mengambil kembali.
  5. Dia berhak memuliakan siapa saja yang dikehendaki dengan jalan memberikan pertolongan kepadanya untuk mencapai kemuliaan itu setelah mengerjakan sebabsebab yang dapat digunakan untuk memperolehnya.
  6. Dia berhak merendahkan siapa saja yang dikehendaki dengan menakdirkan ia menjadi orang yang hina dina.

g Juga didalam kekuasaan Allah Ta’ala pulalah letak segala kebaikan atau keburukan.

  1. Dia berhak memberi dan mengambil kembali, berhak memberikan kemuliaan dan kehinaan, juga berhak memberikan kemanfaatan atau kemadlaratan kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, sebab Dia memang Maha Kuasa untuk melakukan segala sesuatu itu sesuai dengan kehendak yang telah ditetapkan.

i, Bahwa sebagai tanda kekuasaan Allah Ta’ala ialah apa yang dapat disaksikan di alam semesta ini yakni dengan adanya waktu yang berganti-gantian, malam dimasukkan dalam siang dan siang dimasukkan dalam malam, dari yang mati dikeluarkan makhluk yang hidup dan dari yang hidup dikeluarkanlah makhluk yang mati.

  1. Bahwa Allah Ta’ala berhak melimpahkan rizki sebanyak-banyaknya kepada siapa saja yang dikehendaki tanpa ada perhitungan sama sekali, juga tanpa penyelidikan dan lain-lain, sebab segala urusan itu hanyalah dalam kekuasaanNya sendiri saja secara mutlak, tiada sekutu yang berupa apapun yang berhak mencampuri wewenangNya itu.

 

Ringkasnya dari semua itu ialah supaya dimaklumi oleh seluruh ummat manusia bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Pembuat yang bebas.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan Tuhanmu itu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihNya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”. S. Qashash 68.

 

Jadi Allah Ta’ala itulah yang menciptakan dan oleh sebab itu bebas pula memilih siapapun dari makhluknya sesuai dengan apa yang telah dikehendaki, sebab memang Dia adalah Pengatur secara mutlak. Tidak seorangpun yang memiliki hak untuk memilih yang sesuai dengan kehendak: nya sendiri itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

“Jikalau Allah menimpakan bahaya kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya selain dari Dia dan jikalau Allah menghendaki kebaikan untukmu, maka tidak ada yang dapat menghalang-halangi keruniaNya. Kebaikan itu diberikan olehNya kepada orang yang dikehendaki dari hamba-hambaNya. Dia adalah Maha Pengampun dan Penyayang”. S. Yunus 107.

 

Jelaslah, dari ayat diatas itu bahwa Allah Ta’ala mengatur dalam lingkungan kerajaanNya ini, menurut kehendakNya sendiri dengan mengikuti dasar kebijaksanaan dan kerahmatan. Ini adalah hakNya yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat.

 

Oleh karena itu, apabila seseorang itu tertimpa bencana, pasti tidak ada yang dapat menyelamatkannya selain Allah Ta’ala. Tetapi sebaliknya apabila Allah Ta’ala menghendaki seseorang itu memperoleh kebaikan, juga tidak seorangpun yang dapat menghalang-halangi atau menolaknya..

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,.Apa saja yang berupa kerahmatan yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia, maka tidak seorangpun yang dapat menghambatnya dan apa saja yang ditahan oleh Allah, maka tidak Seorangpun yang dapat melepaskannya, selain dari Dia sendiri. Allah adalah Maha Mulia dan Bijaksana”. S. Fathir 2.

 

Lagi firmanNya :

 

Bagi Allah adalah segenap apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jikalau kamu semua memperlihatkan apa-apa yang ada didalam hatimu atau kamu semua menyembunyikannya, niscaya Allah akan memperhitungkan itu semua pada dirimu. Maka dari itu Allah mengampuni orang yang dikehendaki dan menyiksa orang yang dikehendaki pula. Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. S. Baqarah 284.

 

Bukankah sudah terang. sebagaimana yang tercantum dalam ayat diatas bahwa seluruh kerajaan langit dan bumi Ini adalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata, Dia yang Maha Esa. Terang pula bahwa segala sesuatu yang oleh manusia itu ditampakkan secara terang-terangan, atay yang disembunyikan rapat-rapat, atau apa’saja yang dikan. dung dalam sanubarinya yang berupa keniatan, kehendak, kemauan, tujuan dan lain-lain, semuanya itu pasti akan diperhitungkan oleh Allah Ta’ala, seluruhnya akan dihisab nanti pada hari kiamat. Jikalau baik, tentulah akan diberi balasan baik dan jikalau buruk, maka akan diberi balasan buruk pula. Tetapi sementara itu, Allah Ta’ala juga akan mengampuni siapa yang dikehendaki olehNya untuk diampuni. Tentang siapa yang dikehendaki akan memperoleh pengampunan ini, oleh Allah Ta’ala dijelaskan dalam ayat lain, yaitu ‘:

 

-,,Dan sesungguhnya Aku pastilah Maha Pengampun kepada orang yang bertaubat, beriman serta beramal shalih kemudian suka pula menerima petunjuk yang baik S. Thaha 82.

 

Jadi pengampunan Allah Ta’ala itu tidaklah diterapkan kepada sembarang orang saja, tetapi diberinya syarat-syarat, misalnya orang itu haruslah bertaubat yakni kembali menghadap kehadlirat Allah dengan menyatakan kesalahan dirinya lalu mengikrarkan suatu taubat yang nasuha dan tidak akan mengulangi lagi kemaksiatan yang sudah-sudah itu. Selain itu harus pula ia memperbaharui keimanannya kepada Allah Ta’ala, lalu diikuti pula dengan berbuat amal-amal shalih yang dapat melenyapkan segala keburukan yang pernah dilakukan. Dengan melaksanakan semua itu, akan dicapailah suatu tingkat yang luhur yaitu memperoleh petunjuk yang dapat menenteramkan kalbu sebab merasa bahwa itulah yang haq, benar dan diyakininya secara pasti.

 

Sebagai kebalikannya ialah bahwa siksa Allah Ta’ala itu akan diturunkan kepada orang-orang yang melakukan kemaksiatan yang berhak untuk memperoleh siksa tersebut dan inipun berlandaskan pula dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku sesuai dengan keadilan Ilahi. Jadi setiap amal perbuatan itu akan memperoleh balasannya yang setimpal.

 

Mempercayai persoalan-persoalan sebagaimana diatas itu adalah sebagian dari keimanan kepada Allah Ta’ala dan dari situlah bercabangnya keimanan dengan takdir.

 

MAKNA KADAR ATAU TAKDIR

 

Dalam AlQuran Alkarim, berkali-kali disebutkan masalah kadar atau takdir itu, seperti :

 

  1. Segala sesuatu terlaksana dengan takdir Tuhan :

 

,,Dan segala sesuatu itu disisi Tuhan adalah dengan ketentuan takdir”. S. Ra’d 8.

 

 

  1. Segala sesuatu dalam perbendaharaan takdir Tuhan :

 

,,Dan tidak ada sesuatu apapun, melainkan disisi Kamilah perbendaharaannya dan Kami turunkan itu dengan takdir yang dipastikan”. S. Hijr 21.

 

  1. Segala sesuatu diciptakan dengan takdir :

 

,,Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu itu dengan takdir”. S. Qamar 49.

 

Yang dapat diambil kesimpulan dari ayat-ayat yang tertera diatas itu bahwa maksud dan makna kadar atau takdir itu ialah suatu peraturan yang tertentu yang telah dibuat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk segala yang ada dalam alam semesta yang maujud ini. Jadi peraturan-peraturan tersebut adalah yang merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang diikatkan didalamnya antara sebab dengan musabbabnya, juga antara sebab dan akibatnya.

 

Imam Nawawi rahimahullah memberikan definisi takdir itu dan berkata : ,,Sesungguhnya segala sesuatu yang maujud ini oleh Allah Ta’ala sudah digariskan sejak zaman gidam dahulu. Dia Subhanahu wa Ta’ala Maha Me. ngetahui apa saja yang akan terjadi atas segala sesuatu tadi dalam waktu-waktu yang telah ditentukan, sesuai dengan garis yang ditetapkan olehNya. Jadi terjadinya itu nanti pasti akan cocok menurut sifat-sifat dan keadaannya yang khusus. tepat seperti yang digariskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itu”.

 

KEWAJIBAN BERIMAN KEPADA TAKDIR

 

Dalam hadits shahih disebutkan dari Rasulullah s.a.w. bahwa beriman dengan takdir adalah satu bagian dari bab ‘akidah.

 

Umar bin Al-Khaththab r.a. menceriterakan bahwa pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. didatangi oleh seorang lelaki yang pakaiannya serba putih, rambutnya sangat hitam, bekas perjalanannya tidak terlihat dan tidak seorang dari para sahabat yang hadlir disitu ada yang mengenalnya, lalu ia mengemukakan beberapa pertanyaan. Selain perihal rukun-rukun Islam, juga rukun-rukun Iman dan Ihsan. Mengenai rukun-rukun keimanan ini, ia berkata : »Beritahukanlah saya tentang hal keimanan”.

 

Rasulullah s.a.w. lalu menjawab :

 

,,Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabnya, rasul-rasulNya, hari akhir dan beriman pula kepada kadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk Orang tersebut Jalu berkata : ,,Tuan benar”, — Diriwayatkan oleh Muslim.

 

Orang tersebut adalah Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada ummat beliau s.a.w. dengan jalan soal jawab.

 

Makna yang gamblang dari pada takdir itu ialah bahwa Allah Ta’ala membuat beberapa ketentuan, peraturan dan undang-undang yang diterapkan untuk segala yang maujud ini dan bahwa segala sesuatu yang maujud itu pasti akan berlaku, beredar dan berjalan tepat dan sesuai dengan apa-apa yang telah dipastikan dalam ketentuan, peraturan dan undang-undang tadi.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan suatu tanda (kekuasaan Allah) untuk mereka itu ialah adanya waktu malam. Kami tanggalkan siang dari padanya, kemudian serta-merta mereka dalam kegelapan.

 

Dan matahari itu berjalan ditempat peredarannya. itulah ketetapan Yang Maha Perkusa lagi Mengetahui.

 

Juga bulan telah Kami tetapkan tempat-tempatnya sampai kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua (melengkung).

 

Tidak sepatutnya matahari mengejar bulan dan malam tidak dapat mendahului siang. Masing-masing itu berjalan dalam garis edarannya”. Yasin 37-40.

 

Beriman kepada takdir adalah sebagian dari kepercayaan atau ‘akidah yang ditanamkan benar-benar dalam hati setiap orang muslim. Dalam hal takdir itu tidak ada pengertian paksaan.

 

Imam Al-Khaththabi berkata : ,,Banyak orang yang mengira bahwa arti gadla’ dan gadar adalah pemaksaan yang dilaksanakan oleh Allah Ta’ala kepada hambaNya untuk mengikuti apa saja yang telah digariskan menurut ketentuan dan keputusanNya. Padahal sebenarnya tidaklah demikian dan salah sekali apa yang mereka sangkakan itu. Yang benar ialah bahwa arti takdir itu adalah suatu pemberitahuan mengenai telah diketahuinya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala perihal apa yang ada dalam perbuatan setiap orang yang berupa apapun. Jadi timbulnya itupun menurut takdir yang ditentukan oleh Allah Ta’ala, sesuai dengan asli penciptaannya yakni tentang buruk atau baiknya. Ringkasnya bahwa takdir ilu adalah sebagai nama untuk sesuatu yang timbul yang ditentukan dari perbuatan Dzat yang Maha Menentukan”.

 

Dengan demikian, dapatlah kita maklumi bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu pasti Maha Mengetahui apa-apa yang ahan terjadi dan terlaksananya kejadian itu nanti pasta cocok sebagaimana yang telah diketahui dalam ilmu uhan itu. Tetapi sama sekali pengetahuan Tuhan tadi ti. daklah akan memberi bekas apapun pada kehendak sese. orang hamba, karena mengetahui itu adalah sifat penyingkapan sesuatu, bukannya suatu sifat yang memberikan kesan, bekas atau pengaruh. Sebagai contoh ialah seseorang nyah yang mengctahui bahwa anaknya itu pandai, cerdik dan cerdas otaknya, giat dalam mempelajari semua pelajarannya dan berusaha keras untuk menghafal dan memahaminya. Pengetahuan semacam ini belum tentu akan memberi kebahagiaan atau kelulusannya kepada anak itu dalam menempuh ujian. Demikian sebagai misal yang mudah kita mengerti.

 

HIKMAT KEIMANAN KEPADA TAKDIR

 

Adapun hikmatnya keimanan kepada takdir itu ialah supaya kekuatan dan kecakapan manusia itu dapat mencapai kepada pengertian untuk menyadari adanya peraturan dan ketentuan-ketentuan Tuhan, kemudian dilaksanakan untuk membina dan membangun dengan bersendikan itu, juga untuk mengeluarkan harta benda yang terdapat dalam perbendaharaan bumi agar dapat diambil ke manfaatannya. Selain itu agar dapat diolah pula segala kebaikan yang dapat digali dari benda-benda yang terdapat dalam alam semesta ini.

 

Dengan demikian maka keimanan kepada takdir itu adalah merupakan suatu kekuatan yang dapat membang:kitkan kegiatan bekerja dan kegairahan berusaha, malahan dapat merupakan dorongan yang positif untuk memperoleh kehidupan yang layak dan pantas di dunia ini, sebagaimana juga halnya keimanan kepada takdir itu akan menghubungkan manusia ini dengan Tuhan yang Maha Menguasai seluruh yang maujud ini. Demikianlah sehingga manusia itu akan dapat mengangkat dirinya kepada sifat-sifat yang luhur dan mulia. Akhirnya ia akan menjadi seorang yang enggan diperintah. tabah menghadapi kesukaran, berani membela yang hak, berhati baja untuk merealisasikan halhal yang benar serta menetapi segala kewajiban yang dipikulkan kepadanya.

 

Beriman kepada takdir itu akan memberikan pelajaran kepada manusia bahwa segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini hanyalah berjalan sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Dzat yang Maha Tinggi. Oleh sebab itu, jikalau ia tertimpa oleh kemadlaratan, iapun tidak akan menyesal, tetapi sebaliknya jikalau ia dilimpahi pertolongan dan keuntungan, iapun tidak bergembira sehingga lupa daratan. Manakala seseorang itu sudah tidak bersifat kedua hal diatas yakni tidak menyesal, lemah atau lumpuh karena timbulnya keburukan yang tidak diharap-harapkan, juga tidak gembira yang melampaui batas karena mendapat pertolongan dan keuntungan, maka itulah seorang manusia yang lurus, terpuji, dapat mencapai arah keluhuran dan ketinggian yang teratas sekali. Inilah yang dituju dalam arti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

 

,,Tidak ada suatu musibah (bencana) yang terjadi di bumi atau yang mengenal dirimu semua itu melainkan telah tercantum dalam kitab catatan sebelum Kami laksanakan terjadinya. Sesungguhnya hal yang sedemikian itu bagi Allah adalah suatu hal yang mudah sekali.

 

Perlunya ialah supaya kamu semua tidak berduka-cita terhadap apa yang lepas dari tanganmu dan tidak pula bangga terhadap apa yang diberikan oleh Allah padamu. Allah tidak mencintai setiap orang yang sombong serta membanggakan diri sendir?” S. Hadid 22-23.

 

Pengertian sebagaimana diatas itulah yang wajib kita afi untuk memahamkan makna takdir itu. Itulah pengertian yang dikemukakan sesuai dengan yang diajarkan oleh rasulullah s.a.w., juga seperti itulah yang difahami oleh para sahabatnya r. ‘anhum.

 

Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. masuk ke rumah ‘Ali karramallahu wajhah sehabis shalat ‘isya. Saat itu dilihat menantunya sudah masuk tidur dan terlampau awwal se. kali. Beliau s.a.w. lalu bersabda :

 

,,Alangkah baiknya kalau kamu bangun dari sebagian waktu malam (untuk bersembahyang sunnat)”. Ali r.a, menjawab : ,,Ya Rasulullah, diri kita semua ini adalah dalam genggaman kekuasaan Allah. Jikalau Tuhan menghendakinya tentu dilimpahkan kerahmatanNya dan jikalau Tuhan menghendaki tentu ditariknya kembali”. Mendengar jawaban itu Rasulullah s.a.w. marah tampaknya. Beliau s.a:w: lalu keluar sambil memukul-mukul pahanya dan bersabda : ,,Sungguh-sungguh manusia itu umat banyak sekali membantahnya”.

 

Pernah pula terjadi bahwa dizaman pemerintahan Khalifah Umar r.a., terjadi suatu pencurian. Setelah pencuri itu tertangkap dan dibawa kehadapan Umar r.a., lalu di tanya : Mengapa engkau mencuri ?”. Tiba-tiba pencuri itu menjawab : ,,Memang Allah sudah menakdirkan demikian ini atas diriku”. Marah sekali beliau mendengar jawa ban orang itu, kemudian berkata : ,,Pukul saja orang itu tigapuluh kali dengan cemeti, setelah itu potonglah tangan nya !”. Orang-orang yang ada disitu bertanya : ,,Mengapa hukumannya diberatkan seperti itu ?”. Beliau r.a. menjawab : Ya, itulah yang tepat. Ia wajib dipotong tangan nya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Tuhan”.

 

Menilik dua kejadian diatas itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa takdir itu sama sekali tidak boleh dianggap sebagai jalan untuk bertawakkal yang tidak sewajar nya, tidak boleh pula dijadikan sebab untuk melakukan kemaksiatan, bahkan tidak boleh diartikan sebagai suatu paksaan Tuhan kepada seseorang bambaNya. Tetapi bahkan sebaliknya yaitu bahwa takdir haruslah dianggap sebaga! jalan untuk mentahkikkan tujuan-tujuan atau cita-cita yang besar dari sekian banyak macam amal perbuatan yang besar pula. Dari situ dapat pula diambil kenyataan bahwa takdir itu dapat ditolak dengan takdir, misalnya ialah adanya takdir rasa lapar, maka ini dapat dilawan dengan takdir makan, takdir rasa dahaga dilawan dengan takdir minum sampai puas, takdir sakit dilawan dengan takdir pengobatan diri sampai sehat kembali dan takdir kemalasan dilawan dengan takdir kegiatan serta kegairahan bekerja.

 

Abu ‘Ubaidah bin Jarrah r.a. pernah bertanya kepada ‘Umar r.a. sewaktu ‘Umar r:a. lari dari penyakit tha’un, katanya : ,,Mengapa Tuan lari dari takdir Tuhan ?”. “Umar r.a. menjawab : ,,Betul, saya memang lari dari takdir Allah untuk pergi ketakdir Allah pula”.

 

Yang dimaksudkan ialah bahwa beliau r.a. itu lari dari takdir tibanya penyakit dan marabahaya untuk pergi kearah takdir tetap sehat wal’afiat. Selanjutnya dibuatlah suatu perumpamaan olehnya sebagai suatu tanah yang tandus dan tanah yang subur. Artinya ialah apabila seseorang itu berpindah dari tanah yang tandus ke tanah yang subur, agar disitu dapat menggembala untanya, maka berartilah bahwa ia berpindah dari suatu takdir dan pergi kesuatu takdir pula.

 

Sebenarnya dapat saja Rasulullah s.a.w. dan para sa habatnya itu berdiam diri untuk tidak mengelakkan bahaya yang dihadapi, sebagaimana berdiamnya kaum lemah yang sudah berputus-asa dan tidak berdaya, serta membuat buat alasan dengan menggunakan cara pemahaman yang salah yang biasa digunakan oleh orang yang sudah tidak bertenaga apa-apa tetapi Rasulullah s.a.w. tidak suka berbuat sedemikian itu. Beliau s.a.w. merasa berkewajiban untuk menyingkapkan tabir sehingga akan tampak jelaslah arah yang benar. Oleh sebab itu tidak ada rasa kerendahan atau kelemahan yang menimpa pada dirinya. Beliau s.a.w. malahan meminta pertolongan dengan takdir itu untuk mentahkikkan risalatnya yang terbesar, dengan terus menetapi sunnatullah untuk memberikan pertolongan pada hamba-hambaNya.

 

Dengan bersendikan pengertian yang benar sebagaimana diatas itu, lalu dilawanlah kemiskinan dengan berusaha keras dan bekerja giat, kebodohan dilenyapkan dengan menuntut ilmu pengetahuan, penyakit dengan pengobatan.

 

kekufuran dan kemaksiatan dengan jihad dan lebih dari itu lagi apa yang dilakukan oleh beliau s.a.w. itu yaitu se. lalu memohon perlindungan kepada Tuhan agar dijauhkan dari malapetaka kesedihan, kesusahan, kelemahan, kemalasan dan lain-lain lagi.

 

Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang banyak mendapatkan kemenangan yang gilang-gemilang itu tidak lain hanyalah sebagai salah satu kenyataan dari iradah atau kehendak Allah Ta’ala yang tertinggi yang semuanya itu berjalan sesuai dengan kemau. an dan takdirNya yang tercantum sejak zaman azali.

 

Tidak sekali dua kali Rasulullah s.a.w. menakut-nakuti sekalian ummatnya, agar jangan sampai mempunyai pengertian yang salah perihal takdir itu. Beliau s.a.w. selalu menganjurkan supaya membetulkan serta menangkis orang yang berpendapat salah mengenai hal itu.

 

Diriwayatkan oleh Jabir r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya :

 

,,Pada akhir zaman nanti akan ada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan, kemudian mereka berkata : ,,Allah menakdirkan perbuatan itu kita lakukan”. Orang yang menentang pendapat mereka (yang salah) pada zaman itu adalah bagaikan orang yang menghunus pedangnya fi sabilillah”.

 

Itulah takdir yang seyogyanya kita maklumi perihal makna dan pengertiannya. Adapun segala sesuatu yang ada dibalik pengertian takdir yang semacam diatas itu, maka sama sekali kita tidak boleh mengadakan pembahasannya ataupun berselisih pendapat perihal itu, sebab yang sede mikian itu adalah termasuk dalam rahasia Allah Ta’ala yang pasti tidak dapat dicapai oleh akal fikiran dan tidak pula dapat diselidiki oleh siapapun juga.

 

Uraian diatas itu adalah berdasarkan pada sebuah hadits yang diceriterakan dari Abu Hurairah r.a., katanya : ,,Pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. datang di tempat kita dan kita pada waktu itu sedang memperselisihkan persoalan takdir. Demi beliau s.a.w, mengetahui apa yang sedang diperselisihkan itu, tampak sekali kemarahannya sehingga merah padamlah wajahnya. Lalu beliau s.a.w. bersabda :

 

,,Adakah dengun cara demikian itu aku ini diutus padamu semua ? Sebenarnya yang menyebabkan orang-orang yang sebelummu itu menjadi rusak binasa keyakinannya ialah ketika mereka memperselisihkan persoalan ini. aku berharap supaya kamu semua tidak memperselisihkan lagi hal semacam itu”.

 

Oleh sebab itu Abu Hurairah r.a. setiap kali ditanya oleh orang mengenai hal yang pelik dan sangat mendalam perihal takdir, selalu mengucapkan : ,,Itu adalah suatu jaan gelap, maka jangan saudara lalui”. Jikalau masih juga dipaksa untuk menerangkannya, maka dijawab dengan ucapan : ,Itu adalah suatu lautan yang amat dalam, maka jangan saudara terjun didalamnya”. Jikalau masih juga meneruskan pertanyaannya, lalu dijawab : ,,Itu adalah rahasia yang dimiliki oleh Allah Ta’ala, maka janganlah mencoba disingkapkan”.

 

Pencegahan semacam ini hanyalah dilakukan terhadap sesuatu pertanyaan yang berhubungan langsung dengan ketentuan Allah Ta’ala dalam cara mengatur perihal kehidupan atau kematian, kelapangan rizki atau kesempitannya dan lain-lain lagi. Jadi bukan sekali-kali yang mengenai persoalan takdir itu sendiri.

 

KEBEBASAN (KEMERDEKAAN) MANUSIA

 

Sejak zaman purbakala, manusia itu sudah memikirkan tentang kedudukan dirinya sendiri, juga tentang alam semesta yang berada dilingkungan dirinya itu.

 

Akhirnya manusia itu berpendapat bahwa kemerdekaan dan kebebasan dirinya adalah suatu hal yang mutlak perlu dan inilah yang dianggap sebagai keputusan yang dicapai oleh akal fikirannya. Oleh sebab itu pemikiran mengenai hal itu tidaklah berhenti sampai disitu saja, tetapi terus menerus merupakan persoalan besar yang harus selalu diperhatikan dan diselidiki. Pemikiran sedemikian Itu sampai zaman kita sekarang ini pun belum dihentikan, malahan makin diperhebat lagi sehingga menjadi bahan pembahasan dalam perdebatan, seminar dan percaturan umum antara para ahli fikir dan filsafat. Perhatian mereka itu sedemikian besarnya, sebab justeru itulah yang menjadi pokok pangkal tempat bergantungnya segala sendi kehidupan manusia itu sendiri dan pula yang ada hubungannya dengan apa yang akan terjadi dibelakang hari nanti. Maka dari itu manusia tetap mengadakan pembahasannya, ber. usaha keras dan bahkan sampai larut-larut memperbincang. kannya dengan menaruh suatu harapan, barangkali ia akan dapat sampai kepada suatu pemecahan yang benar dan tepat. Jikalau ini dapat dicapai, tentulah akan mudah ditentukan garis yang lurus yang harus ditempuhnya dengan berlandaskan cahaya pemecahan yang telah didapatinya itu untuk memperoleh kesempurnaan petunjuk kearah yang dianggapnya sangat penting dan pelik ini.

 

Sudah tentu saja bahwa yang hendak disingkapkan oleh manusia guna diselidiki kebenarannya dalam persoalan ini dan yang hendak dijadikan arena pembahasan itu, tentunya bukanlah perbuatan-perbuatan atau keadaan-keadaan yang keluar serta lepas dari iradah, kemauan dan kebebasan memilihnya, umpama saja perihal mengapa ia seorang berkulit putih atau hitam, bukan pula seperti pembahasan mengapa ia dilahirkan dari orang tua ini atau itu, tidak pula yang semacam gerakan hati, pernafasan, aliran darah dalam urat sarafnya dan lain-lain. Sebabnya ialah hak hal semacam ini adalah keluar sama sekali dari acara pembahasan yang diperlukan, karena manusia itu sendiri tentunya tidak dapat mengadakan pemilihan antara yang satu hal dengan yang lainnya. Jadi hal-hal sebagaimana diatas itu tidak dapat ditundukkan oleh iradah dan kemauan jiwanya.

 

Adapun yang dituju oleh manusia dalam pembahasan persoalan ini ialah mengenai perbuatan-perbuatan atau keadaan-keadaan yang berasal dari prakarsa yang masuk dalam lingkungan iradah dan kemauan serta yang manusia itu kuasa memilih dalam tindakan yang hendak dilakukan nya. Ringkasnya yang berhubungan erat sepanjang kemerdekaan dan kebebasannya untuk mengerjakan amalan-amalan itu, seperti perihal keluarnya dari rumah, mengambil makanan yang tertentu, mengenakan sesuatu macam pakaian, mengutamakan suatu ilmu pengetahuan, menulis suatu tulisan, memasuki suatu karya, meninjau orang lain dan lain-lain pekerjaan yang termasuk dalam golongan yang manusia itu bebas memilihnya yakni mengerjakan atau tidak adalah urusannya sendiri.

 

Banyak sekali perbedaan pendapat mengenai persoalan itu, antara satu macam pendapat dengan yang lain saling bertentangan jauh sekali, sehingga hampir-hampir lenyaplah harapan untuk mengetahui mana diantara pendapatpendapat yang dapat dianggap benar.

 

Diantaranya ada yang mengatakan bahwa manusia itu hanyalah musayyar (mengikuti apa-apa yang ia harus melakukannya sesuai dengan perintah), bukan mukhayyar (diberi kebebasan memilih mana-mana yang hendak dikerjakan sesuai dengan kehendak hatinya). Dengan berpedoman pendapat ini, maka jelaslah bahwa manusia itu seolah-olah sebagai suatu benda yang dipaksa untuk mengerjakan gerakan yang sebenarnya ia dapat memilih menurut kemauannya. tetapi karena adanya tekanan itu ia tidak bebas lagi memilihnya sepanjang yang diinginkan. Jadi manusia itu bolehlah dianggap sebagai setangkai bulu yang ada ditengah-tengah angin sedang berhembus dengan kencangnya. Ia dapat diombang-ambing kesana-kemari, kekanan dan kekiri sepanjang kehendak angin itu belaka. Mazhab sedemikian adalah yang dianut oleh golongan kaum Jabariah.

 

Sementara itu ada pendapat lain yang bertentangan sekali dengan yang diatas itu yakni yang mengatakan bahwa manusia itu bukannya musayyar, tetapi mukhayyar dan bahwa ia dapat melaksanakan pekerjaannya yang dipilih, semata-mata dengan iradah dan kemauannya.

 

Pendapat kedua ini adalah dipegang oleh kaum Mu’tazilah dan Imamiyah.

 

Adapun pendapat yang ketiga yang merupakan pendapat kaum Asy’ari yaitu bahwa manusia hanyalah sebagai pelaku saja dari amalan-amalannya itu. Jelasnya ialah bahwa Allah Ta’ala Lah yang menciptakan sesuatu amalan seketika manusia itu melakukannya. Dengan kata lain dapat diterangkan bahwa Allah Ta’ala itu membuat kekenyangan diwaktu manusia itu makan, membuat kepandaian diwaktu manusia itu belajar dan demikian selanjutnya. Jadi bagi seseorang itu tidak ada lain kecuali untuk melaksanakan saja pada perbuatan itu, tetapi dengan menilik apa yang diperbuatnya itu manusia diterapi oleh perintah agama maka itulah sebabnya ia berhak memperoleh pahala dan siksa, pujian dan celaan.

 

Dalam pada itu, mengenai persoalan ini, bagi kita yang dapat dianggap tepat dan boleh digunakan sebagai pegangan adalah yang ditetapkan sendiri oleh Islam, yakni sebagaimana yang teruraikan dibawah ini :

 

ISLAM MENETAPKAN KEMERDEKAAN BERKEHENDAK

 

Agama Islam menetapkan bahwa manusia itu dibuat dengan dibekali kekuatan, bakat, persiapan dan persediaan tenaga dan ilmu. Semuanya itu (kekuatan dan lain-lain) dapat digunakan untuk menuju kearah kebaikan, tetapi juga dapat digunakan untuk menuju kearah keburukan. Oleh sebab itu tidak mungkin bahwa semuanya itu akan diarahkan kepada kebaikan semata-mata atau kearah keburukan semata-mata, sekalipun perlu diakui pula bahwa kehendak kearah kebaikan dalam diri sebagian manusia adalah lebih kuat dan kehendak keburukan disebagian orang yang lain lagi lebih kuat pula. Selisih yang sedemikian ini rasanya tidak ada yang dapat mengetahui selain Allah Ta’ala sendiri. Dalam hadits shahih disebutkan :

 

,,Setiap anak itu dilahirkan menurut fithrah (asal kejadiannya yakni suci, bersih dan murni)”.

 

Hadits lain menyebutkan :

 

,,Manusia-manusia ini adalah bagaikan benda pertambangan seperti galian emas dan perak. Manusia pilihan diantara mereka dikala zaman Jahiliah itulah yang pilihan pula dikala zaman Islam, jikalau mereka pandai ………

 

Kedua hadits di atas dikokohkan oleh firman Allah Ta’ala :

 

,,Dan jiwa serta apa yang disempurnakan untuknya. Kemudian Allah mengilhamkan padanya yang salah dan yang tagwa (benar)”. S. Syams 7-8.

 

Maksudnya ialah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah menciptakan manusia, lalu diberi suatu jiwa yang dapat digunakan untuk alat penyempurnaan manusia itu sendiri. Jiwa ini mula-mula dijadikan dalam keadaan sama rata, lurus dan jujur, tetapi mempunyai fungsi dapat menerima kebenaran dan kesalahan, juga mempunyai persiapan untuk menjadi baik atau buruk.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala membekali manusia itu akal fikiran sejak lahirnya yang dengannya ia dapat membedakan antara yang benar dan salah perihal apa-apa yang berhubungan dengan ‘akidah dan kepercayaan, juga dapat membedakan antara yang baik dan buruk dalam hal per buatan, bahkan juga dapat digunakan untuk membedakan antara yang dusta dan yang bukan dusta dalam hal ucapan.

 

Dan dengan akal yang bersumber pada otak, manusia itu oleh Allah Ta’ala diberi suatu kemampuan yang dengannya itu ia dapat menyatakan sesuatu yang benar sebagai kebenaran, juga sesuatu yang bathil sebagai kebathilan. Dengan kekuasaannya pula ia dapat melaksanakan tercapainya sesuatu kebaikan atau meninggalkan sesuatu kejahatan, juga dapat berkata yang benar, menjauhi yang dusta, bahkan juga dapat menggariskan jalan yang benar, hak dan baik, sesuai dengan perintah-perintah yang terdapat dalam kitab-kitab suci Tuhan dan sesuai pula dengan . ajakan-ajakan yang diberikan oleh para rasulNya.

 

Jadi selama manusia itu masih mempunyai akal fikiran yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, mempunyai kekuasaan untuk berbuat mana saja yang disukai, juga mengetahui jalan mana yang akan ditempuhnya sesuai dengan keinginannya dan semua itu secara jelas terbuka dihadapannya, maka teranglah bahwa manusia itu benar-benar mempunyai kemerdekaan berkehendak dan mempunyai hak pemilihan dalam segala perbuatan dan tindakannya.

 

Maka dari itu, manusia tentunya secara sukarela hen. dak mengarahkan kekuatannya yang sesuai dengan pilihan jiwanya, apakah itu benar atau salah, haq atau bathil, baik atau buruk, dusta atau bukan dan lain-lain sebagainya.

 

Dalam AlQuran Alkarim Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan petunjuk kepada manusia itu akan jalan yang dapat ditempuhnya (untuk mencapai kebaikan), tetapi adakalanya manusia itu berterima kasih dan adakalanya ia bersikap kufur (menutupi-kenikmatan yang dilimpahkan padanya)”. S. Insan 3.

 

Jelasnya ialah bahwa Allah Ta’ala sudah memberikan petunjuk dan bimbingan, ada yang menjurus kearah yang hak dan ada yang ke bathil, kepada kebaikan dan keburukan, kearah benar dan dusta. Maka manusia itu sendiri yang berhak memilihnya untuk menempuh salah satu dari keduanya. Jikalau ia menempuh jalan yang berupa petunjuk yang lurus, berartilah mensyukuri kenikmatan hidayat yang diberikan padanya dan jikalau ia menempuh jalan yang bengkok, maka berarti ia menutupi kenikmatan itu.

 

Seirama dengan pengertian ini, Allah berfirman pula dalam AlQuran Alkarim :

 

,,Dan Kami (Allah) memberikan petunjuk kepada manusia itu akan dua jalan”. S. Balad 20

 

Insafilah bahwa setiap manusia itu pasti akan dimin. tai pertanggungan jawabnya perihal didikan dirinya sendiri, usaha memperbaikinya dan daya upaya untuk meluruskannya sehingga ia dapat mencapai kepada suatu kesempurnaan yang ditakdirkan untuknya itu. Sebabnya ialah karena memperbaguskan diri dan jiwanya sendiri, mensucikannya lalu menumbuhkannya dengan diisi ilmu pengetahuan yang bermanfaat, amal shalih dan tindakan yang jujur adalah suatu jualan untuk memperoleh kebahagian dan keuntungannya sendiri, sebab pasti diridlai oleh Allah Ta’ala, maluhan dapat mendekatkan diri untuk menyaksikan keagungan dan keinduhan Tuhan. Sebaliknya dengan melaluikan didikan diri dan jiwa, meneledorkan dan mengenyampingkannya itu adalah sebagai menempuh jalan untuk menjadikannya rugi, menyesal dan berbahaya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sunyyuh berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya. Dan amut merugilah orang yang mengotorkannya , S. Syams 9-10.

 

Lagi firmanNya :

 

,,Malahan manusia itu dapat melihat dengan terang terhadap dirinya sendiri”. S. Qiamah 14.

 

Juga firmanNya :

 

,,Setiap diri itu tergadai karena perbuatannya sendiri”. S. Muddatstsir 38.

 

Dan pula firmanNya :

 

,,Setiap orang itu tergadai dengan perbuatannya sendiri”. S. Thur 21.

 

Adapun ayat-ayat yang menjelaskan perihal ketetapan kebebasan atau kemerdekaan manusia itu amat banyak sekali, diantaranya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

 

,,Barangsiapa yang mengerjakan perbuatan baik, maka keuntungannya adalah untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan buruk, maka bahayanya adalah atas dirinya sendiri” pula, Tuhanmu tidaklah menganiaya (merugikan) pada hamba-hambanya”. S. Fushshilab 46.

 

Teranglah bahwa dalam ayat itu dijelaskan tentang amal yang shalih atau yang buruk, seluruhnya disandarkan pada kehendak manusia itu sendiri. Andaikata manusia itu tidak merdeka dan bebas untuk memilihnya, tentunya tidaklah akan disandarkan perbuatannya itu atas dirinya.

 

Dalam tempat yang lain dari AlQuran Alkarim, Allah Ta’ala berfirman lagi :

 

,,Apa saja mushibah Bencana) yang menimpa dirimu semua itu adalah disebabkan oleh perbuatanmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosa itu”. S. Syura 30.

 

Jadi keburukan-keburukan atau bencana-bencana yang diderita oleh seseorang itu hanyalah sebagai bekas atau kesan dari hasil perbuatannya sendiri dan itu pulalah yang merupakan buah dan natijah dari cara pilihan dan pemikirannya yang merdeka dan bebas.

 

Sementara itu AlQuran Alkarim juga seringkali memperbincangkan tentang kerusakan atau marabahaya yang selalu meliputi diri manusia itu, lalu dijelaskannya bahwa itu semua bukanlah karena perbuatan Tuhan, tetapi hanyalah merupakan akibat perbuatan manusia belaka.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tampaklah kerusakan didaratan dan lautan dengan sebab apa yang dilakukan oleh tangan-tangan manusia, karenanya Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat dari perbuatan mereka, barangkali mereka suka surut dari kelakuannya yang salah itu”. S. Rum 41.

 

Inilah penetapan yang diikrarkan oleh Islam dan dijelaskan oleh AlQuran yang ringkasnya ialah :

 

  1. Manusia wajib merasa bahwa segala sesuatu itu timbul dari dirinya sendiri.
  2. Manusia wajib mengakui bahwa amalan-amalan yang dilakukannya itu adalah timbul dari kemauan dan kehendaknya sendiri. Ia berhak melakukannya sepanjang iradahnya dan berhak pula melaksanakan sepanjang apa yang dipilih oleh hatinya.
  3. Manusia boleh mengerjakan segala macam perbuatan, baik atau jahat, benar atau salah, sekehendak hatinya, tetapi boleh pula meninggalkan itu sekehendak hatinya.
  4. Jikalau manusia itu mengerjakan yang bermanfaat dan berfaedah, ia berhak untuk memperoleh pujian dan pahala.
  5. Jikalau manusia itu mengerjakan yang berbahaya dan menyebabkan kerusakan, ia pasti akan memperoleh celaan dan siksa.

 

  1. Jadi ia mempunyai kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih, karena andaikata ini tidak ada, tentulah ia tidak berhak menerima pujian sebab amalan baiknya, dan tidak berhak menerima celaan sebab amalan buruknya.

 

Demikian kesimpulannya dari berbagai ayat yang ter tera diatas.

 

Lagi pula andaikata manusia itu tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan memilih, tentu di dunia ini tidak ada yang berhak disebut orang baik dan orang jahat, sebab baik yang berbuat kebaikan atau keburukan itu sama-sama terpaksa saja dalam melakukannya yakni kelakuan-kelakuan itu tidak timbul dari kehendak dan kemauannya sendiri. Dengan demikian, maka tentu tidak bergunalah adanya amar ma’ruf (perintah kebaikan) dan nahi munkar (larangan berbuat jahat). Kedua hal ini nanti akan menjadi tidak berguna, sebab seluruh manusia sudah tidak beriradah lagi, kemauan dan kehendaknya telah dirampas. Jikalau ini terjadi, tentulah pula tidak ada artinya perintah-perintah Allah Ta’ala (taklif) yang dibebankan kepada ummat manusia ini, sebab diberi perintah tetapi kemampuan untuk beriradah dan berkehendak sudah dilenyapkan dan dirampas, adalah merupakan suatu penganiayaan yang tiada taranya lagi, padahal Maha Suci Allah Ta’ala dari sifat sedemikian itu. Ini adalah sama dengan ucapan seorang peyair :

 

Ja dilemparkan di laut,

Tangan kakinya diikat erat-erat,

Namun kepadanya diberi kata pengingat :

Awas, awas, jangan sekali-kali tubuhmu tersentuh air”

Mungkinkah itu terjadi ?

 

Lebih dari itu lagi bahayanya, sekiranya manusia itu sudah terampas iradahnya dan hanya sebagai makhluk yang musayyar seperti mesin belaka. Sebab dengan demikian, akan tersia-sialah kegunaan dari adanya undang undang dan syari’at, juga tidak berartilah adanya balasan pahala dan siksaan itu.

 

Dahulu kaum musyrikin itu sama mengemukakan ala. san sebab kemusyrikannya itu dengan ditimpakan pada iradah dan kehendak Allah Ta’ala. Mereka mengatakan, sekiranya Allah Ta’ala tidak berkehendak untuk menjadikan mereka musyrik dan kafir, tentulah tidak terjadi bahwa mereka itu musyrik dan kafir. Alasan mereka yang tidak masuk akal itu lalu dibantah sekeras-kerasnya oleh Allah Ta’ala dan ditolak serta digugurkan dengan firmanNya :

 

,,Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan itu nanti akan mengatakan : , Jikalau Allah menghendaki, niscaya kita dan nenek-moyang kita tidak akan mempersekutukanNya, pula tidak akan mengharamkan sesuatu apapun. Demikian itulah cara-cara yang dilakukan oleh orang-orang yang sebelum mereka itu, mereka mendustakan kebenaran Tuhan, sehingga mereka merasakan hukuman kamu”.

 

Katakanlah : ,,Apakah kamu semua mempunyai pengetahuan yang dapat kamu semua kemukakan kepada kami ? Kamu semua itu hanya memperturutkan persangkaan saja dan kamu semua itupun hanya membuat kebohongan semata-mata.

 

Katakanlah pula : ,,Allah mempunyai alasan yang tepat. Jikalau sekiranya Dia menghendaki niscaya kamu semua akan diberi petunjuk”. S. An’am 148-149.

 

Dalam ayat diatas, AlQuran mengemukakan penolakan terhadap kebohongan kaum musyrikin itu dari dua jurusan, yaitu :

 

Pertama : Allah Ta’ala akan memberikan azab dan siksaNya kepada kaum kafirin dan musyrikin. Andaikata mereka itu tidak mempunyai hak pilihan menurut kemauan dan kehendak mereka sendiri, juga andaikata kesalahan-kesalahan, kemaksiatan-kemaksiatan, dosa, kufur dan syirik yang mereka lakukan itu bukan timbul dari diri mereka sendiri, tentulah Allah Ta’ala tidak akan menurunkan azab dan siksa itu pada mereka, sebab Allah adalah Maha Adil, tidak akan menganiaya seseorangpun, sekalipun hanya seberat timbangan debu yang amat ringan sekali.

 

Kedua : Kaum durhaka diatas itu menyangka bahwa mereka melakukan kekufuran dan kemusyrikan itu adalah sebab tidak mengerti tentang Ketuhanan, tidak mengerti tentang agama yang benar. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai pengetahuan yang dapat digunakan sebagai sandaran dan tempat bertolak kembali. Tetapi yang jelas ialah bahwa kekufuran dan kemusyrikan mereka itu adalah karena penyelewengan dari agama yang benar, juga merupakan pengingkaran dari kebenaran yang diturunkan oleh Allah Ta’ala yang disampaikan oleh para rasulNya.

 

Oleh sebab itu, terhadap ummat-ummat yang dahulu (kuno) Allah Ta’ala sudah menurunkan siksaNya. Maka jikalau kaum kafir dan musyrik itu sudah tidak mempunyai alasan lagi yang dapat dikemukakan, jelaslah bahwa apa yang dikemukakan oleh mereka tersebut hanyalah sebagai dakwaan yang bersendikan persangkaan belaka yang sama sekali tidak perlu diperhatikan, karena tidak beralasan sedikitpun, malahan tidak terdapat suatu buktipun yang membenarkan.

 

Dengan demikian, apa yang sudah dikemukakan oleh Allah Ta’ala adalah suatu bantahan yang benar-benar mengenai sasarannya kepada orang-orang musyrik itu. Andaikata Allah Subhanahu wa Ta’ala bermaksud hendak memberi petunjuk kepada mereka itu, tentulah petunjuk ini akan dilaksanakan dengan serta-merta. Tetapi bukan demikian itu sunnatullah, sebab kalau ini terjadi, pastilah by. kan manusia lagi namanya, karena yang sebenarnya manusia itu terang-terangan dikeruniai suatu hak untuk he. bas dan merdeka memilih mana-mana yang disukainya.

 

ANTARA KEHENDAK TUHAN DAN KEHENDAK MANUSIA

 

Ada sementara orang yang berkata : ,,Jikalau memang benar bahwa Allah Ta’ala itu memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada hambaNya itu untuk memilih mana: mana yang disukai dan dikehendaki oleh hatinya, maka bagaimana pengertiannya ayat yang berbunyi :

 

,,Itu adalah bagi siapa diantara kamu yang berbuat kejujuran (lurus). Tetapi kamu semua tidak akan dapat berbuat demikian itu melainkan jikalau Allah Seru sekalian alam menghendaki seperti itu pula”. S. Takwir 28-29.

 

Terhadap penanya ini, baiklah kita jawab demikian :

 

Maksudnya ialah kehendak manusia itu tidak akan tercapai melainkan harus mengikuti salah satu dari dua jalan yang sudah ditentukan oleh kehendak dan iradah Tuhan. Jadi kehendak manusia itu tidaklah terlepas dari kehendak Tuhan itu. Namun demikian Allah Ta’ala tetap berkehendak agar manusia itu memilih salah satu antara dua jalan yang masing-masing itu boleh dengan sesuka hatinya ditempuh dan dilalui yaitu jalan petunjuk dan jalan sesat.

 

Kalaupun manusia itu memilih jalan pertama yang berupa petunjuk baik dan hidayat, maka itupun tetap termasuk dalam lingkungan kehendak Ilahi jua dan kalaupun ia memilih jalan kedua yakni kesesatan, maka itupun termasuk pula dalam lingkungan kehendakNya.

 

Semua ayat yang tercantum dalam Al-Ouran yang serupa atau hampir serupa dengan ayat diatas, maka pengertiannya tentulah tidak akan keluar dari apa yang telah kami uraikan diatas itu.

 

PETUNJUK DAN KESESATAN

 

Ada pula orang yang kadang-kadang berkata: ,,Dalam AlQuran Alkarim disebutkan firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

,,Allah menyesatkan orang yang dikehendaki dan menunjukkan orang yang dikehendaki olehNya”. 8. Nahi 93.

 

Apakah pengertiannya itu ?

 

Maksudnya ialah bahwasanya Allah Ta’ala itu pasti menyesatkan orang yang dikehendakinya tersesat dan menunjukkan orang yang dikehendakinya memperoleh petunjuk. Jikalau Allah Ta’ala itu menyesatkan dan menunjukkan, maka tentulah manusia ini terang tidak mempunyai wewenang untuk memilih, tidak merdeka dan bebas lagi berbuat sepanjang yang diingini oleh kalbunya.

 

Tetapi sebenarnya bukanlah sedemikian itu pengertiannya. Petunjuk atau kesesatan adalah merupakan hasil, natijah atau akibat dari hal-hal yang datang kemudian. Ia adalah hal-hal yang jatuh sebagai yang disebabkan dari adanya sebab-sebab yang lebih dulu adanya.

 

Hal-hal diatas itu samalah dengan ucapan bahwa makanan itu mengenyangkan, air itu memuaskan dahaga, pisau itu memotong dan api itu membakar dan menimbulkan rat panas

 

Seperti itulah pengertian petunjuk dan kesesatan itu. Disitu pasti ada sebab-sebab yang menyebabkan seseorang itu dapat memperoleh petunjuk dan ada sebab-sebab pula yang menyebabkan seseorang itu terjerumus dalam lembah kesesatan.

 

Petunjuk atau hidayat adalah buah atau hasil dari amal perbuatan yang baik dan shalih.

 

Kesesatan atau dlalalah adalah buah atau hasil dari amal perbuatan yang buruk.

 

Jadi disandarkannya pengertian hidayat dan dlalalah pada Dzatnya Allah Ta’ala itu tujuannya hanyalah sebagai kiasan bahwa Allah Ta’ala itulah yang meletakkan penertiban sebab-sebab dan akibat-akibat yang timbul dari sebab-sebab itu. Bukan sekali-kali bermaksud bahwa Allah Ta’ala Itu yang memaksakan manusia untuk pasti memperoleh petunjuk tanpa ada sebab-sebab yang dilakukan atau men. dapat kesesatan tanpa ada sebab-sebab yang dilakukan pula, Yang sedemikian ‘ini tentulah kezaliman. Maha Suci Allah Ta’ala.dari perbuatan ini.

 

Sebagai imbangannya, marilah kita meneliti ayat-ayat dalam AlQuran Alkarim yang lain-lain lagi. Disitu kita akan mendapatkan kupasan yang lebih jelas dalam persoal. an yang pelik ini, tetapi kiranya tidak terlalu sukar untuk ditangkap, sebab jelas, terang dan tiada kesyubhatan di. dalamnya. Perhatikanlah tiga ayat yang difirmankan oleh Allah Ta’ala ini :

 

  1. ,,Allah memberi petunjuk kepada orang yang kembali (ber taubat) kepadaNya”. S. Ra’d 27.

 

  1. ,,Orang-orang yang berjihad untuk. membela agama Kami, pasti Kami tunjukkan jalan-jalan Kami (yang benar)” S. ‘Ankabut 69.

 

  1. , Orang-orang yang mengikuti pimpinan yang baik, Allah tambahkan petunjuk untuk mereka dan kepada mereka diberikan pula sifat tagwa”. S. Muhammad 17.

 

Jelaslah kiranya dari ayat-ayat diatas itu bahwa hidayat yang dilimpahkan oleh Allah Ta’ala kepada manusia itu adalah semata-mata sebagai kasih sayangNya yang diberikan pada hambaNya yang giat beramal shalih. Jadi hidayat yang diterima itu sebenarnya adalah buah kesungguhannya menekan jiwanya sendiri sehingga tidak berbuat keburukan dan lagi karena sukanya bertaubat, berpegang teguh kepada kebenaran dan membela mati-matian akan wahyu Tuhan yang diberikan kepada rasulNya

 

Dalam hal dialalah atau kesesatan Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dengan perumpamaan itu Allah menyesatkan kebanyakan orang dan dengannya pula Allah memberi petunjuk kebanyakan orang. Tetapi tidaklah Allah itu menyesatkan, melainkan orang-orang yang fasik (jahat). Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah diteguhkannya perjanjian tadi dan memutuskan apa-apa yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkannya dan mereka juga membuat kerusakan di bumi. Itulah orang-orang yang mendapat kerugian”. S. Baqarah 26-27.

 

Firmannya pula :

 

,,Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang mantap dalam kehidupan dunia ini dan juga di akhirat dan Allah menyesatkan orang-orang yang menganiaya (berbuat kedurhakaan). Allah itu berbuat atas sesuatu yang dikehendaki?. S. Ibrahim 27.

 

Juga firmanNya :

 

,,Begitulah Allah menutup setiap hati orang yang congkak dan berbuat sewenang-wenang”, S. Ghafir 35,

 

Dan pula firmanNya :

 

,,Setelah mereka berbuat sesat, maka Allah menyesatkan hati mereka. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (jahat). S. Shaf 5.

 

Ada lagi firmanNya :

 

,,Jangan beranggapan demikian, bahkan apa yang telah mereka kerjakan itu menjadi karat bagi hati mereka”. S. Muthaffifin 14,

 

Sekali lagi firman Allah Ta’ala.

 

,,Bahkan Allah telah menutup hati mereka disebabkan keka. firannya itu. Mereka tidak akan beriman, kecuali beberapa orang saja” S. Nisa” 155,

 

Dari ayat-ayat yang tercantum diatas itu, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebab tibanya kesesatan itu adalah karena perbuatan kedurhakaan dan keluar dari ajaran-ajaran Allah yang sebenarnya. Juga dapat disebabkan karena timbulnya kecongkakan, kesewenang-wenangan, merasa tinggi dan bangga diatas seluruh manusia tanpa kebenaran, melanggar perjanjian yang telah ditetapkan, memutuskan sesuatu yang diperintah oleh Allah untuk dihubungkan, menghubungi sesuatu yang diperintah oleh Allah untuk diputuskan, membuat kerusakan diatas bumi, melakukan kekufuran dan menimbun dosa.

 

Itulah hal-hal yang menyebabkan sesatnya manusia dan itu pula yang menyelewengkan jiwanya dari jalan kebenaran. Sebab jikalau sifat-sifat diatas itu telah dilakukan, maka berartilah bahwa manusia itu telah lebih menyukai kebutaan daripada petunjuk, lebih gemar kegelapan dari pada cahaya. Oleh sebab itu dengan sendirinya Allah akan memberikan balasan yang setimpal pula yaitu ditulikan sama sekali telinganya sehingga tidak dapat mendengarkan mana yang benar, dibutakan sama sekali matanya sehingga tidak dapat melihat yang hag. Membuta tulikan ini adalah cocok sekali dengan landasan nizham yang telah digariskan oleh Allah Ta’ala untuk menghubungkan antara sebab dengan musabbabnya atau antara sebab dengan akibatnya.

 

Demikianlah yang tersurat dalam takdir Ilahi dan yang semacam ini banyak kita jumpai dalam Kitabullah, dianta yanya ialah firmanNya :

 

Sungguh Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam itu kebanyakan dari golongan jin dan manusia, yang mempunyai hati tetapi tidak memahamkan dengan hatinya, mempunyai mata tetapi tidak melihat dengan matanya, mempunyai telinga tetapi tidak mendengarkan dengan telinganya. Mereka itu adalah sebagai binatang, bahkan lebih sesat lagi. Itulah orang-orang yang lalai (dari kebenaran)”. S. A’raf 179.

 

Berhati tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk memikirkan wahyu Illahi, bermata tetapi tidak juga digunakan sebagaimana layaknya untuk melihat mana-mana yang haq dan benar, bahkan bertelinga tetapi tidak digunakan sebagaimana lazimnya yaitu untuk mendengar petunjuk dan nasihat yang baik-baik. Patutlah kalau ditampilkan sebagai binatang yang tahunya hanyalah makan minum, tidur dan memuaskan nafsu.

 

Orang-orang sebagaimana diatas itu nyata-nyata telah mengabaikan sama sekali alat-alat untuk dapat menerima ilmu pengetahuan dan pendidikan, dibiarkan tidak terpakai sama sekali menurut kodratnya yakni untuk apa alat-alat itu diciptakan oleh Tuhan dan sebab itu tidak satupun cahaya kebenaran yang diterima atau yang dapat sampai pada dirinya.

 

Karena itu hatinya tertutup rapat, tidak lagi menyelidiki wahyu yang diajarkan oleh Tuhan, matanya buta sehingga tidak mengetahui kebesaran kerajaan Tuhan di alam marcapada ini, telinganya tuli sama sekali karena tidak pernah dipakai untuk mendengarkan ayat-ayat Allah yang suci. Diumpamakan sebagai hewan sebab tidak dapat menggunakan panca inderanya yang lahiriah ini dan juga yang batiniah sedikitpun. Malahan oleh Allah Ta’ala disebutkan bahwa orang-orang semacam itu lebih sesat lagi dari binatang yang tidak berakal, sebab binatang itu jelas tidak dibekali sebagaimana bekal yang diberikan kepada manusia, yaitu yang berupa kekuatan jiwa, akal fikiran dan ruh.

 

 

 

 

 

SIAPAKAH MALAIKAT ITU ?

 

Almala-ul a’ala (kelompok tertinggi) yakni Malaikat, adalah suatu alam yang halus, termasuk hal-hal yang ghaib, tidak dapat dicapai oleh pancaindera. Jadi mereka itu tidak termasuk dalam golongan makhluk yang wujud jasmaniah-nya dapat dilihat, didengar, diraba, dicium dan dirasakan. Mereka hidup dalam suatu alam yang berbeda dengan kehidupan alam semesta yang kita saksikan ini, oleh sebab itu tidak dapat dicapai oleh pandangan kita. Yang mengetahui perihal keadaan mereka itu dan hakikat yang sebenarnya adalah Allah Ta’ala sendiri.

 

Malaikat itu disucikan dari kesyahwatan-kesyahwatan hayawaniah, terhindar gama sekali dari keinginan-ke inginan hawa nafsu, terjauh dari perbuatan-perbuatan dosa dan salah.

 

Mereka itu tidak seperti manusia yang suka makan, minum, tidur, berjenis lelaki atau wanita. Jadi mereka itu memang mempunyai suatu alam yang tersendiri, berdiri dalam bidangnya sendiri, bebas menurut hal-ihwalnya sendiri, tidak dihinggapi oleh-sifat yang biasa diterapkan terhadap manusia, misalnya hubungannya dengan kebenAaan (materi keduniaan), juga mereka itu mempunyai kekuasaan dapat menjelama dalam rupa manusia atau lainlain bentuk yang dapat dicapai oleh rasa dan penglihatan. Hal ini jelas sekali sebagaimana kedatangannya Jibril a.s. ke tempat sayidah Maryam yang saat itu ia menjelmakan dirinya dalam bentuk dan rupa manusia, sebagaimana yang disebutkan dalam AlQuran Alkarim :

 

,,Dan ceritakanlah (kisah) Maryam (yang tersebut) dalam AlQuran, ketika ia berangkat meninggalkan keluarganya kesuatu tempat yang terletak disebelah timur.

 

Ia membuat tabir (yung melindunginya) dari mereka. Kemudian Kami (Allah) mengutus Ruh Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menjelma dihadapannya (sebagai seorang) manusia yang sebenarnya”. S. Maryam 16-17.

 

Ada suatu kissah lain yang menyebutkan bahwa sekelompok malaikat datang di tempat nabiullah Ibrahim a.s. dan mereka itupun menjelma pula sebagai manusia. Kedatangannya itu dengan membawa berita gembira. Oleh Nabi Ibrahim a.s. yang menyangka bahwa mereka itu adalah tamu-tamu manusia biasa, lalu diberi hidangan makanan. Peristiwa ini tercantum dalam AlQuran Alkarim, yaitu :

 

,,Niscayalah telah datang utusan-utusan Kami (malaikat) kepada Ibrahim dengan membawa berita kegembiraan. Mereka mengucapkan padanya : ,,Salam (damai). Ibrahim menjawab ,,Selamatlah”. Sejurus kemudian dihidangkanlah daging sapi yang dibakar.

 

Setelah dilihat oleh Ibrahim bahwa tanyan mereka tidak men. jamah makanan itu, iapun mulai curiga dan merasa takut kepadanya. Mereka berkata ,, Janganlah engkau takut, Sesungguh. nya Kami dikirim untuk kaum Luth”,

 

Dan isterinya berdiri dengan tersenyum, lalu Kami sampaikan berita gembira itu dengan akan dilahirkannya Ishak dan dibelakang Ishak nanti, lahir pulalah Ya’kub.

 

Isterinya itu berkata : ,,Aduhai, apakah aku akan melahirkan anak, sedang aku adalah wanita yang sudah tua sekali, dan ini Suamiku sudah tua pula ? Bukankah ini suatu peristiwa yang ganjil sekali”.

 

Mereka mengatakan : ,,Apakah engkau heran terhadap kepulusan Allah. Kerahmatan dan keberkahan Allah untukmu, hai penghuni rumah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Terpuji dan Termulia”. S. Hud 69-73.

 

DARI APAKAH MALAIKAT ITU DICIPTAKAN

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan malaikat itu dari pada nur (cahaya), sebagaimana Dia menciptakan nabi Adam a.s. dari pada tanah liat, juga sebagaimana mencipta: kan jin dari pada api.

 

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah r. ‘anha, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Malaikat itu diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api dan Adam Diciptakan dari apa yang telah diterangkan padaMU semua”. R. Muslim.

 

Tempat kediaman malaikat itu ada di langit, tetapi mereka itu dapat pula turun dari langit itu dengan perintah Allah Ta’ala.

 

Imam-Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas r. ‘anhuma bahwa Rasulullah s.a.w. bertanya kepada Jibril a.s., sabdanya :

 

Apakah yang menghalang-halangi Tuan jikalau berziarah kepada kami, lebih banyak lagi dari. yang biasa Tuan lakukan!?” Jibril a.s. lalu menyampaikan ayat yang artinya :

 

,,Dan kami (Jibril) tidaklah turun, melainkan dengan perintah Tuhanmu, bagiNya adalah apa yang ada di hadapan kita, apa yang di belakang kita dan apa yang ada diantara keduanya itu. Tuhanmu itu bukanlah pelupa”. S. Maryam 64.

 

Allah Ta’ala menciptakan malaikat itu lebih dulu daripada menciptakan manusia. Sebelum itu Allah Ta’ala memang telah memberitahukan kepada seluruh malikat bahwa manusia itu hendak diciptakan untuk dijadikan sebagai khalifah (pengganti) di atas permukaan bumi ini, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan dikala Tuhanmu berfirman kepada malaikat : Sesungguhnya Aku hendak membuat khalifah di bumi”. Malaikat lalu berkata : ,,Apakah Engkau akan membuat di bumi itu orang yang hendak membuat kerusakan serta menumpahkan darah (bunuh-membunuh), sedang kita memahasucikan dengan memuji syukur padaMu serta mentakdirkan padaMu”. Allah lalu berfirman : Sesungguhnya Aku adalah Maha Mengetahui apa yang kamu semua tidak mengetahuinya” S. Baqarah 30.

 

KEUTAMAAN MANUSIA MELEBIHI MALAIKAT

 

Yang terang dan jelas ialah bahwa manusia itu lebih utama dan lebih mulia dari pada malaikat itu, sebagaimana yang nyata tentang kelemahan malaikat itu untuk menjawab berbagai pertanyaan yang dikemukakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka itu mengenai nama-nama benda yang tertentu, sedangkan Adam a.s. dapat memberikan jawabannya dengan tepat dan benar. Jadi Allah Ta’ala telah memuliakan manusia itu dengan mengeruniakan ilmu pengetahuan yang tidak diberikan kepada malaikat itu, juga manusia itu diberi keistimewaan untuk mengenal, mengetahui dan memarrifati bermacam-macam benda dan barang. Selain itu Allah Ta’ala pernah memerintahkan kepada malaikat itu untuk memberi penghormatan kepada Adam a.s. Hal ini rasanya cukup sebagai bukti bahwa Allah Ta’ala sengaja menunjukkan bahwa memang manusialah yang dianggap lebih utama dan lebih mulia dari pada malaikat itu sendiri.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

,,Dan Allah mengajarkan kepada Adam akan beberapa nama, kemudian Allah memperlihatkan semuanya itu (benda-bendanya) kepada malaikat, kemudian Dia berfirman : ,,Beritahukanlah padaKu nama-nama semuanya ini, jikalau kamu semua benar !”.

 

Malaikat berkata: ,,Maha Suci Engkau, kita tidak mengetahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kita, sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui lagi Bijaksana”.

 

Allah berfirman : ,,Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama semuanya itu”.

 

Setelah Adam memberitahukan semua nama-namanya, Allah lalu berfirman: ,,Bukanlah sudah Kukatakan padamu semua bahwa sesungguhnya Aku mengetahui keghaiban-keghaiban di langit dan bumi, juga Aku mengetahui apa-apa yang kamu semua tampakkan dan yang kamu semua sembunyikan”.

 

Maka dikala itu Kami berfirman kepada malaikat : ,,Berilah penghormatan kepada Adam”. Kemudian merekapun menghormat padanya, melainkan iblis. Ia enggan dan menyombongkan diri dan ia termasuk dalam golongan orang-orang yang kafir (tidak beriman)”. S. Baqarah 31-34.

 

Dari sudut lain, kitapun dapat mengetahui bahwa ketaatan yang diberikan oleh malaikat itu adalah suatu hal yang terjadi secara otomatis (dengan sendirinya), juga mereka meninggalkan kemaksiatan itupun tidak perlu dengan menekan jiwa atau diusahakan dengan sesungguh-sungguhnya. Jadi tanpa dipaksa-paksakanpun sudah dapat menghindarkan diri dari kemaksiatan itu, karena memang tidak ada kesyahwatan mereka.

 

Oleh sebab itu, manapun yang dapat dinamakan keutamaan bagi golongan malaikat itu dalam hal ketaatan dan kebaktian, juga dalam meninggalkan kemaksiatan, sedangkan kedua hal tersebut mereka laksanakan sebagai suatu hal yang sudah semestinya berjalan sedemikian itu. Jadi tidak ubahnya dengan berkembang-kempisnya jantung, mengalirkan darah dan gerakan kedua paru-paru ketika bernafas. Sedangkan manusia tidak seenak itu dalam cara beribadat, berbakti serta meninggalkan kemaksiatan dan berbuat dosa. Ia harus berjuang dengan segenap tenaga dan jiwa, melawan kehendak hawa nafsu, memerangi ajakan syaitan, memaksakan diri untuk melakukan ketaatan dan bekerja keras guna menyempurnakan kesucian jiwa, meluhurkan ruh dan membersihkan hati, baik ia melakukan itu dengan senang hati atau hanya terdorong oleh rasa takut pada. siksa.

 

Disinilah letak perbedaan yang jelas, bahwa manusia itu memang lebih mulia dari pada malaikat.

 

TABIAT MALAIKAT

 

Tabiat atau pembawaan malaikat itu ialah secara sempurna berbakti kepada Allah, tunduk dan patuh pada kekuasaan dan keagunganNya, melaksanakan semua perintahNya dan mereka itupun ikut mengatur hal-ihwal alam semesta ini, dengan mengikuti kehendak dan iradah Allah Ta’ala. Jadi Allah Ta’ala dalam mengatur dan menertibkan segenap isi kerajaanNya ini dengan menggunakan tenaga malaikat itu dan malaikat itu tidak kuasa melakukan sesuatu yang timbul dari kemauannya sendiri.

 

Dalam AlQuran Alkarim disebutkan :

 

»Malaikat itu takut kepada Tuhannya yang berkuasadiatas mereka dan mengerjakan apa saja yang diperintahkar”. S. Nahl 59

 

Ada pula ayat lain disitu yang berbunyi :

 

,,Bahkan malaikat itu adalah para hamba Allah yang dimuliakan”.

 

Mereka tidak mendahului Allah dengan perkataan dan mereka mengerjakan sesuai dengan perintahNya.

 

Allah mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada dibelakang mereka. Mereka juga tidak dapat memberikan pertolongan, melainkan kepada orang yang disukai oleh Allah dan mereka itupun selalu berhati-hati karena takut kepadaNya. S. Al-Anbiya 26-28

 

Ada lagi firman Allah, yaitu :

 

,,Malaikat itu tidak bermaksiat kepada Allah mengenai apa apa yang diperintahkan olehNya kepada mereka dan tentu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan” S. Tahrim 6.

 

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Apabila Allah menentukan suatu Letusan di langit, maka semua malaikat itu sama memukulkan sayap-sayapnya karena tunduk pada firmanNya, yang seolah-olah sebagai suatu bunyibunyian yang nyaring di atas sebuah batu yang licin. Selanjutnya apa bila telah lenyap ketakutan itu dari hati mereka, merekapun berkata: ,,Apakah yang diucapkan oleh Tuhanmu?”. Jawabnya: ,,Kebenaran dan Dia adalah Maha Luhur lagi Maha Besar”.

 

TAFAWUT (PERBEDAAN) MALAIKAT

 

Malaikat itu dalam penciptaannya ada tafawut atau perbedaannya, sebagaimana juga perbedaan mereka dalam hal kedudukan, pangkat dan sebagainya yang itu semua hanya dimaklumi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Segenap puji bagi Allah, Maha Pencipta langit dan bumi, yang membuat malaikat sebagai utusan-utusan yang mempunyai sayap-sayap, uda yang dua, ‘tiga atau empat. Allah menambahkan pada ciptaanNya apa yang dikehendakiNya, sesungguhnya Allah itu adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu” . S. Fathir 1

 

Maksudnya ialah bahwa Allah Ta’ala itu menciptakan malaikat berupa makhluk yang bersayap dan diantaranya ada yang bersayap dua buah, tiga buah, empat buah dan ada pula yang lebih dari itu. Semua ini menunjukkan nilai dan selisihnya kepangkatan disisi Allah Ta’ala, juga tentang kekuasaannya cepat atau lambatnya dalam berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

 

Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud r. ?’anhuma, demikian :

 

Rasulullah s.a,w. melihat Jibril a.s. dan ia mempunyai enamratus buah sayap”.

 

Banyaknya sayap adalah sebagai tanda dapat lebih cepatnya menunaikan perintah-perintah Allah Ta’ala serta menyampaikan risalatNya. Dalam Al-Ouran Alkarim disebutkan :

 

, Tiada seorangpun diantara kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu.

 

Sesungguhnya kami bershaf-shaf (dalam menunaiken perintah Allah).

 

Dan sesungguhnva kami benar-benar bertasbih (memaha sucikan Tuhan)”. S. Shaffat 164-166.

 

Inti dari ayat-ayat diatas menunjukkan pengikraran seluruh malaikat sebagai mengatakan : ,,Kita semua bershatshaf dengan rapi dan teratur baik, kemudian bersama-sama memahasucikan Tuhan dengan mengucapkan tasbih, mengagungkan, mentagdiskan dan memahasucikanNya dari segala sifat yang berupa kekurangan. Jadi kita semua adalah hamba-hambaNya, membutuhkan kepadaNya dan tunduk serta patuh pula pada perintahNya”.

 

Perlu dimaklumi bahwa perihal sayap malaikat itu adalah termasuk soal-soal ghaib yang kita diwajibkan untuk mempercayainya, tetapi tanpa membahas bagaimana keadaan, sifat, bentuk, warna dan lain-lainnya lagi, sebab memang kita tidak diperintah untuk mengetahui hal-hal seperti itu, sedangkan Rasulullah s.a.w. sendiripun tidak memberitahukan sedikitpun mengenai hal ini.

 

Perihal tempat malaikat, maka Ibnu Katsir berkata :

 

,,Tidak satu malaikatpun, melainkan ia pasti mempunyai sebuah tempat yang khusus ada di langit, juga kediaman yang tentu untuk melaksanakan peribadatan kepada Tu’ han. Tempat kediaman ini tidak akan dilaluinya atau dilewati dari batas yang dikhususkan tadi”.

 

Ibnu ‘Asakir berkata dalam Tarjamahnya dengan sanad dari Muhammad bin Khalid dari Abdurrahman bin ‘Ala bin Sa’din dari ayahnya yang termasuk salah seorang yang mengucapkan bai’at pada hari pembebasan kota Makkah, yaitu bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda pada suatu hari kepada sahabat-sahabatnya, demikian :

 

»Langit bergerak dan sudah dipastikan bahwa ia akan bergerak. Tidak ada setapak kakipun, melainkan diatasnya tentu ada malaikat yang ruku’ atau sujud”.

 

Beliau s.a.w. lalu membaca ayat diatas yang artinya : Tiada seorangpun dari kami (malaikat) melainkan mempunyai kedudukan yang tertentu. Sesungguhnya kami bershaf-shaf dan sesungguhnya kami benar-benar bertasbih”. S. Shaffat 164-166 .

 

KARYA MALAIKAT

 

Malaikat itu mempunyai pekerjaan tersendiri dalam alam Ruh disamping pekerjaan mereka dalam alam dunia semesta ini. Merekapun mempunyai hubungan yang khusus dengan bangsa manusia.

 

KARYA MALAIKAT DALAM ALAM RUH

 

Karya malaikat yang ada didalam alam Ruh itu dapat disimpulkan sebagai berikut :

 

  1. Bertasbih (memahasucikan) serta patuh dan tunduk sepenuhnya kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Sesungguhnya semua malaikat yang ada disisi Tuhanmu itu tidak menyombongkan diri dan tidak enggan beribadat kepadaNya. Mereka memahasucikan dan bersujud kepadaNya. S. A’raf 206.

 

Juga firmanNya :

 

,,Engkau lihat malaikat-malaikat itu berkerumun disekitar ‘arasy sambil memahasucikan dengan memuji kepada Tuhan mereka”. S. Zumar 75.

 

  1. Memikul ‘arasy sebagaimana firmanNya :

 

,,Malaikat-malaikat yang memikul ‘arasy dan yang ada berada disekitarnya itu sama memahasucikan dengan memuji kepada Tuhan mereka dan merekapun beriman padaNya”. S. Ghafir 7.

 

Pula firmanNya :

 

,,Dan delapan malaikat pada hari itu memikul singgasana Tuhanmu diatas mereka” S. Haggah 17,

 

  1. Memberi salam kepada para ahli surga, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan para malaikat sama masuk menemui mereka (ahli surga) itu dari segala pintu. Mereka mengucapkan : ,,Salam (damai) atas fuan-tuan sekalian, karena tuan-tuan telah berteguh hati”. S. Ra’d 23-24.

 

d., Menyiksa para ahli neraka, sebagaimana firman: Nya :

 

,,Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri dan para keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya: adalah manusia dan batu. Disitu dijaga oleh para malaikat yang kasar-kasar tindakannya lagi bengis, tidak bermaksiat (menyalahi) kepada Allah perihal perintah-perintahNya dan mereka itu selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan” S. Tahrim 6.

 

Juga firmanNya :

 

,,Adukah yang memberitahukan padamu, apakah Sagar itu? Neraka Sagar itu tiada meninggalkan dan tiada membiarkan. Membakar dan mengganti kulit manusia. Yang menjaganya ada sem- bilanbelas malaikat.

 

Tidaklah Kami jadikan untuk menjaga neraka itu melainkan malaikat”. S. Muddatstsir 27-31.

 

MALAIKAT YANG TURUN MEMBAWA WAHYU

 

Adapun malaikat yang bertugas untuk menyampaikan wahyu ialah Jibril a.s., sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam AlQuran Alkarim :

 

,,Katakanlah : ,,Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Sesungguhnya Jibril itu menurunkan wahyu kedalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan wahyu yang terdahulu dari padanya untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. S. Baqarah 97.

 

Jibril a.s. juga diberi nama Ruh Al-Amin (yang terpercaya), sebagaimana firmanNya :

 

,,Sesungguhnya wahyu itu adalah diturunkan dari Tuhan seru sekalian alam, yang membawanya turun ialah Ruh Al-Amin, pada kalbumu, supaya engkau dapat memberi peringatan (kepada manusia)”. S. Syu’ara 192-194.

 

Juga diberi nama Ruh Kudus (yang suci), sebagaimana firmanNya :

 

,,Katakanlah, wahyu itu diturunkan 6 oleh Ruh Kudus dari Tuhanmu dengan benar”, .S. Nahl 102.

 

Ada pula nama lain untuk Jibril a.3. yaitu Namus, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah s.a.w. pada permulaan kalinya menerima wahyu, yaitu :

 

,,Pula firmanNya :

 

,,Dan delapan malaikat pada hari itu memikul singgasana Tuhanmu diatas mereka” S. Haggah 17,

 

  1. Memberi salam kepada para ahli surga, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan para malaikat sama masuk menemui mereka (ahli surga) itu dari segala pintu. Mereka mengucapkan : ,,Salam (damai) atas fuan-tuan sekalian, karena tuan-tuan telah berteguh hati”. S. Ra’d 23-24.

 

d., Menyiksa para ahli neraka, sebagaimana firman: Nya :

 

,,Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri dan para keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya: adalah manusia dan batu. Disitu dijaga oleh para malaikat yang kasar-kasar tindakannya lagi bengis, tidak bermaksiat (menyalahi) kepada Allah perihal perintah-perintahNya dan mereka itu selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan” S. Tahrim 6.

 

Juga firmanNya :

 

,,Adukah yang memberitahukan padamu, apakah Sagar itu? Neraka Sagar itu tiada meninggalkan dan tiada membiarkan. Membakar dan mengganti kulit manusia. Yang menjaganya ada sem- bilanbelas malaikat.

 

Tidaklah Kami jadikan untuk menjaga neraka itu melainkan malaikat”. S. Muddatstsir 27-31.

 

,,Tuan telah didatangi oleh Namus yang pernah diturunkan oleh Allah kepada Musa”,

 

MALAIKAT YANG TURUN MEMBAWA WAHYU

 

Adapun malaikat yang bertugas untuk menyampaikan wahyu ialah Jibril a.s., sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam AlQuran Alkarim :

 

,,Katakanlah : ,,Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka Sesungguhnya Jibril itu menurunkan wahyu kedalam hatimu dengan izin Allah, membenarkan wahyu yang terdahulu dari padanya untuk menjadi petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. S. Baqarah 97.

 

Jibril a.s. juga diberi nama Ruh Al-Amin (yang terpercaya), sebagaimana firmanNya :

 

,,Sesungguhnya wahyu itu adalah diturunkan dari Tuhan seru sekalian alam, yang membawanya turun ialah Ruh Al-Amin, pada kalbumu, supaya engkau dapat memberi peringatan (kepada manusia)”. S. Syu’ara 192-194.

 

Juga diberi nama Ruh Kudus (yang suci), sebagaimana firmanNya :

 

,,Katakanlah, wahyu itu diturunkan 6 oleh Ruh Kudus dari Tuhanmu dengan benar”, .S. Nahl 102.

 

Ada pula nama lain untuk Jibril a.3. yaitu Namus, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Waraqah bin Naufal kepada Rasulullah s.a.w. pada permulaan kalinya menerima wahyu, yaitu :

 

,,Pula firmanNya :

 

,,Dan delapan malaikat pada hari itu memikul singgasana Tuhanmu diatas mereka” S. Haggah 17,

 

  1. Memberi salam kepada para ahli surga, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan para malaikat sama masuk menemui mereka (ahli surga) itu dari segala pintu. Mereka mengucapkan : ,,Salam (damai) atas fuan-tuan sekalian, karena tuan-tuan telah berteguh hati”. S. Ra’d 23-24.

 

d., Menyiksa para ahli neraka, sebagaimana firman: Nya :

 

,,Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri dan para keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya: adalah manusia dan batu. Disitu dijaga oleh para malaikat yang kasar-kasar tindakannya lagi bengis, tidak bermaksiat (menyalahi) kepada Allah perihal perintah-perintahNya dan mereka itu selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan” S. Tahrim 6.

 

Juga firmanNya :

 

,,Adukah yang memberitahukan padamu, apakah Sagar itu? Neraka Sagar itu tiada meninggalkan dan tiada membiarkan. Membakar dan mengganti kulit manusia. Yang menjaganya ada sem- bilanbelas malaikat.

 

Tidaklah Kami jadikan untuk menjaga neraka itu melainkan malaikat”. S. Muddatstsir 27-31.

 

,,Tuan telah didatangi oleh Namus yang pernah diturunkan oleh Allah kepada Musa”,

 

Sesungguhnya Ruh Kudus membisikkan dalam kalbuku bahwa seseorang itu tidak akan mati sehingga ia memperoleh cukup dari rizki yang ditentukan untuknya. Maka dari itu takutlah kamu semua kepada Allah dan berbuat baguslah dalam mencari rizki (jangan tamak atau melalui jalan yang tidak halal)”.

 

KARYA MALAIKAT DALAM ALAM DUNIA DAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN MANUSIA Malaikat itu juga mempunyai pekerjaan dalam mengatur alam semesta ini, seperti mengirimkan angin dan udara, menggiring awan dan mega, menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman dan lain-lain yang termasuk dalam golongan pekerjaan yang tidak dapat disaksikan oleh mata dan tidak mungkin pula dapat dicapai oleh pancaindera lainnya. Mereka itu senantiasa menyertai manusia sepanjang hidupnya dan bahkan setelah meninggalnya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.

 

,,Sesungguhnya ada makhluk yang menyertai kamu semua dan tidak memisahkan diri dari padamu melainkan diwaktu kamu Semua berada di tempat sunyi (buang air besar atau kecil), juga ketika bersetubuh. Maka dari itu bersikap malulah kepada mereka itu dan muliakanlah mereka”. Makhluk yang dimaksud itu ialah para malaikat.

 

Menggiatkan kekuatan rohani yang ada dalam diri manusia dengan mengilhamkan kebaikan dan kebenaran : Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah S.a.w. bersabda :

 

,Syaithan Itu dapat menggetarkan hati (mengajak hati) anak Adam (manusia) dan malaikatpun dapat menggerakkan hati (mengajak hati) pula. Adapun ajakan syaithan ialah untuk mengulangi kejahatan dan mendustakan kebenaran, sedangkan ajakan malaikat ialah mengulangi kebaikan dan mempercayai kebenaran. Maka barangsiapa yang menemukan (merasa mendapat. kan) sesuatu dari ajakan malaikat, hendaklah ia mengerti bahwa yang sedemikian itu adalah dari kerunia Allah, maka hendaklah pula memuji kepada Allah itu. Tetapi barangsiapa yang menemukan yang lainnya (yakni ajakan dari syaithan), hendaklah memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syaithan”.

 

Selanjutnya beliau s.a.w. membaca ayat yang artinya :

 

,Syaithan itu menjanjikan kemiskinan kepadamu dan menyuruh mengerjakan perbuatan keji sedang Allah menjanjikan pengampunan dan kurnia dari padaNya, kepadamu dan Allah itu Maha Luas pemberianNya lagi Maha Mengetahui”. S. Baqarah 268).

 

Do’a malaikat untuk orang-orang mukmin :

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala itu karena sangat pengampun dan juga karena sangat cinta kepada hamba-hambaNya, maka mengilhamkan kepada para malaikat itu supaya mereka merendahkan diri kepadaNya guna memanjatkan do’a serta memohon dengan kerahmatanNya yang meluas pada seluruh apa-apa yang maujud, juga dengan pengetahuannya yang merata atas segala sesuatu yang ada ini, agar supaya Allah mengeruniakan pengampunan kepada orang-orang yang suka bertaubat dan supaya dimasukkan dalam golongan hamba-hambaNya yang shalih.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

Para malaikat yang memikul ‘arasy dan yang ada disekitarnya ilu sama memahasucikan dengan memuji kepada TuhanNya dan mereka beriman denganNya serta memohonkan pengampunan untuk orang-orang yang beriman. Mereka berkata: ,,Wahai Tuhan, maha luaslah kerahmatan dan pengetahuanmu, maka ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalanMu. Peliharalah mereka dari siksa neraka jahannam.

 

Ya Tuhan kami, masukkanlah orung-orung yang sedemikian tadi dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan juga kepada orang-orang yang baik dari nenek moyang mereka, isteri-isteri serta keturunan mereka. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mulia lagi Bijaksana.

 

Peliharalah mereka dari perbuatan-perbuatan yang buruk. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari perbuatan-perbuatan yang buruk pada hari itu, maka sesungguhnya Engkau telah menganugrahkan rahmat padanya, dan yang sedemikian itu adalah suatu keuntungan yang amat besar”. S. Ghafir 7-9.

 

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

Pada setiap pagi para hambu Tuhan pusti disertai dua malaikat yang berdoa. Yang satu berkata : ,,Ya Allah, berikanlah kerusakan terhadap orang yang enggan membelanjakan hartanya (untuk sedekah), sedang yang lainnya berkata : ,,Ya Allah, berikanlah penggantian terhadap orang yang gemar membelanjakan hartanya (untuk kebaikan)”.

 

Bacaan ta’min malaikat bersama orang-orang yang bersembahyang :

 

Malaikat itupun mengikuti pula bacaan ta’min (amin) bersama-sama dengan orang-orang yang bersembahyang.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

Jikalau imam mengucapkan : Ghairil maghdlubi ‘alaihim waladh dhdillin, maka ucapkanlah : Amin.

 

Karena sesungguhnya malaikat itupun mengucapkan : Amin.

 

Sesungguhnya imampun mengucapkan : A min.

 

Maka barangsiapa yang bacaan aminnya bersamaan dengan bacaan aminnya malaikat, maka diampunkanlah untuknya dosadosa yang telah lalu”.

 

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Nasa-i.

 

Maksudnya supaya bacaan aminnya makmum dibuat bersamaan benar dengan aminnya imam. Karena itu imam baiklah mengeraskan suara aminnya).

 

Kehadliran malaikat dalam shalat-shalat Shubuh dan ‘Ashar setiap hari :

 

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Keutamaan shalat jama’ah (bersama-sama) melebihi shalat sendirian itu dengan selisih duapuluh lima derajat.Malaikat malam dan malaikat siang itu sama berkumpul pada waktu shalat fajar (shubuh)”.

 

Abu Hurairah lalu mengatakan : Bacalah sekehendakmu ayat yang artinya :

 

Dan (dirikanlah shalat) shubuh, sesungguhnya shalat shubuh itu di saksikan (oleh malaikat). (S. Isra’ 78).

 

Selanjutnya dalam sebuah hadits lain yang diceriterakan oleh imam Bukhari dan imam Muslim dari Abu Hurairah pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,Berganti-gantilah dalam mengawasi kamu semua itu antara malaikat yang bertugas malam dengan malaikat yang bertugas siang. Tetapi mereka itu sama berkumpul (bertemu) diwaktu shalat shubuh dan shalat ‘ashar, kemudian naiklah malaikat yang semalaman menyertaimu itu, lalu Tuhan bertanya kepada mereka — dan Tuhan adalah lebih mengetahui tentang keadaan hamba-hambaNya itu — firmanNya : ,,Bagaimanakah ketika kamu semua tinggalkan hamba-hambaKu itu ?”. Mereka menjawab : »Kita meminggalkan mereka diwaktu sedang bersembahyang dan kita datangi mereka diwaktu mereka sedang bersembahyang pula”.

 

Turunnya malaikat diwaktu ada bacaan AlQuran : Malaikat itu turun ketika ada bacaan AlQuran untuk ikut mendengarnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (dengan lafazh Muslim) demikian:

 

»,,Diceriterakan dari Abu Sa’id Khudri r.a. bahwa Usaid bin Hudlair, pada suatu malam sedang membaca AlQuran disuaty tempat dekat kandang kudanya, tiba-tiba kudanya itu melompat, la diam lalu membaca lagi dan kuda itu melompat pula. Sekali lagi ia diam, lalu membaca lagi dan sekali lagi pula kuda ity melompat.

 

Usaid yang membaca AlQuran itu berkata : ,,Oleh karena kuda itu melompat-lompat saja, maka saya takut kalau-kalay nanti menginjak kawanku yang bernama Yahya. Kemudian saya berdyi dan mendekati tempat kuda itu. Tiba-tiba ada suatu bendu bagaikan naungan (awan) yang ada diatas kepalaku, didalamnya tampak bagaikan beberapa pelita bercahaya yang terus naik keatas, sehingga saya tidak dapat melihatnya lagi.

 

Paginya saya mendatangi tempat Rasulullah s.a.w. dan ber. kata» ,,Ya Rasulullah, diwaktu malam hari tadi saya membaca AlQuran disuatu tempat dekat kandang kudaku, tiba-tiba kudaku itu melompat.

 

Rasulullah s.u.w. bersabda : ,,Bacalah terus, hai anak Hudlair”.

 

Usaid berkata : ,,Saya terus membaca, tetapi kudaku itu melompat lagi”.

 

Rasulullah s.a.w. bersabda : ,,Baca saja terus, hai anak Hudlair”.

 

Usaid berkata : ,,Saya terus membaca lagi, tetapi kudaku itu melompat pula”,

 

Rasulullah s.a.w. bersabda : ,,Bacalah terus, hai anak Hudlair”.

 

Usaid berkata : ,,Tidak, lalu saya bangkit, sebab Yahya tidur didekat kuda itu dan saya takut kalau-kalau kudaku itu menginjaknya. Selanjutnya saya melihat seolah-olah seperti naungan (awan) yang didalamnya ada beberapa pelita bercahaya, naik ke atas sehingga saya tidak dapat melihatnya lagi”.

 

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda :

 

Itu adalah malaikat yang mendengarkan bacaanmu. Andai: kata engkau membacanya terus sampai pagi, niscaya orang-orang dapat melihat sesuatu yang hingga kini masih terselubung bagi mereka itu.

 

Kehadliran malaikat dalam majlis dzikir (pengajian dar Jainlain) :

 

Malaikat itu selalu mencari majlis yang diadakan untuk berzikir yakni ingat kepada Allah Ta’ala yang berupa penga jian agama dan sebagainya. Kepentingannya ialah untuk memberikan dorongan semangat kepada para hadlirinnya dengan kekuatan rohaniah.

 

Disebutkan dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah r.a., – katanya : ,,Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,, Sesungguhnya Allah itu mempunyai malaikat yang menyebar di jalan untuk mencari kumpulan orang-orang yang ahli berdzikir (sedang mengadukan pengajian atau hal-hal urusan keagamaan). Jikalau mereka telah menemukan sekelompok kaum yang berdzikir kepada Allah, lalu mereka berseru : ,,Marilah, disini dapat lerpenuhi hajatmu semua”. Mereka itu kemudian mengebas-ngebas sayap-sayap mereka sehingga datang di langit dunia”,

 

Rasulullah s.a.w. meneruskan sabdanya :

 

Tuhan lalu bertanya — tetapi Dia adalah lebih mengetahui perihal keadaan hamba-hambaNya : .

 

»Apakah yang diucapkan oleh hamba-hambaKu itu ?”.

 

Malaikat menjawab : ,,Mereka itu sama memahasucikan, memahabesarkan, memuji serta memahaagungkan kepadaMu”.

 

Tuhan : ,,Apakah mereka telah pernah melihat Aku ?”.

 

Malaikat : Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihatMu”.

 

Allah : ,,Bagaimana sekiranya mereka dapat melihat Aku ?”

 

Malaikat : ,,Andaikata mereka dapat melihatMu, tentulah mereka akan lebih sangat ibadatnya, lebih lagi mengagungkan dan lebih banyak memahasucikannya padaMu”,

 

Allah : ,,Apakah yang mereka minta padaKu ?”

 

Maliakat : ,,Mereka meminta surga padaMu”.

 

Allah : ,,Apakah mereka sudah pernah melihat surga ?”.

 

Malaikat : ,,Tidak, demi Allah mereka belum pernah melihatnya.

 

Allah : ,,Bagaimanakah sekiranya mereka sudah melihatnya ?”

 

Malaikat : ,,Andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka akan lebih tertarik untuk memperolehnya dan lebih sungguhsungguh mencarinya , juga lebih sangat pula keinginan untuk mencapainya”.

 

Allah : ,,Dari apakah mereka meminta perlindungan ?”.

 

Malaikat : ,,Mereka memohonkan perlindungan dari neraka”.

 

Allah : ,,Apakah mereka telah melihat neraka itu ?”

 

Malaikat : ,,Tidak, demi Allah mereka tidak pernah melihat

 

nya”.

 

Allah : ,,Bagaimana sekiranya mereka telah melihatnya ?”

 

Malaikat : ,,Andaikata mereka telah melihatnya, tentulah mereka akan lebih lari untuk menjauhinya dan sangat pula ketakutannya dari neraka itu”.

 

Allah : ,,Aku persaksikan padamu semua bahwa Aku telah mengampuni hamba-hambaKu itu”.

 

Seorang diantara para malaikat itu ada yang berkata:

 

,,Diantara mereka ada seorang yang sebenarnya bukan termasuk golongan ahli dzikir itu. Ia datang disitu hanya ada sesuatu keperluan yang lain saja”.

 

Allah berfirman : ,,Mereka itu adalah suatu kelompok kaum yang siapa saja mengawani mereka tentu tidak akan menjadi orang celaka”.

 

Hadits diatas diriwayatkan oleh Bukhari dengan lafazh dari padanya pula. Juga diriwayatkan oleh Muslim dengan lafazh yang berbeda sedikit, yaitu demikian :

 

Sesungguhnya Allah yang Maha Suci dun Luhur itu mempunyai malaikat yang berkeliling dan utama sifatnya. Mereka itu mencari majelis-majelis dzikir (pengajian atau hal-hal keagamaan . Apabila mereka menemukan suatu majelis yang didalamnya berisi dzikir, lalu merekapun duduklah beserta hadlirin yang ada di situ. Mereka berbaris antara yang sebagian dengan lainnya dengan merapikan letak sayapnya sehingga memenuhi tempatlempat yang ada diantara mereka dengan langit”,

 

Rasulullah s.a.w. melanjutkan sabdanya :

 

“Allah ‘Azza wa Jalla lalu bertanya dan Dia adalah lebih mengetahui tentang keadaan hamba-hambaNya :

 

,,Dari mana kamu semua datang ?”.

 

Para malaikat menjawab : ,,Kita semua datang dari tempat hamba-hambaMu di bumi, Mereka itu sama memahasucikan, memahabesarkan, mengesakan, memuji serta memohon kepadaMu”.

 

Allah : ,,Apakah yang mereka mintakan padaKu ?”,

 

Malaikat : ,,Mereka memohonkan surgaMu'”,

 

Allah : ,,Apakah mereka sudah pernah melihat surgaKu ?’.

 

Malaikat : ,,Belum ya Tuhan”,

 

Allah : ,,Bagaimana sekiranya mereka tahu surgaKu itu ?’ (Maksudnya tentu akan lebih hebat lagi ibadatnya).

 

Malaikat : ,,Mereka memohonkan perlindungan padaMu”.

 

Allah : ,,Dari apakah mereka memohonkan perlindungan ?”. Malaikat : ,,Dari nerakaMu ya Tuhan”.

 

Allah : ,,Apakah mereka sudah pernah melihat nerakaku ?”. Malaikat : ,,Belum ya Tuhan”.

 

Allah : ,,Bagaimana kalau mereka melihat nerakaKu itu ?. (tentunya akan lebih takut lagi)”.

 

Malaikat : ,,Mereka juga memohonkan pengampunan padaMu”.

 

Allah : ,,Aku telah memberikan pengampunan kepada mereka dan Kuberikan pula apa yang mereka minta serta Kuperlindungkan pula mereka itu dari apa yang mereka mohonkan perlindungannya”.

 

Malaikat :,.Di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak kesalahannya, ya Tuhan. la hanyalah berjalan melalui tempat majelis dzikir itu, lalu ikut duduk dengan orang-orang tersebut”.

 

Allah : ,,Orang itupun Kuampuru. Kelompok itu adaluh kaum yang siapa saja menemani mereka tentu tidak akan menjadi orang yang celaka”.

 

Permohonan kerahmatan dari malaikat untuk kaum mukmi:nin, terutama para ahli ilmunya :

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dia (Allah) serta para malaikatnya yang memberikan kerahmatan padamu sekalian supaya mengeluarkan kamu sekalian dari kegelapan kepada cahaya. Tuhan adalah Maha Penyayang kepada kaum yang beriman”. S. Ahzab 43.

 

Diriwayatkan dari Abu Umamah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya Allah, para malaikatNya, para penghuni: langit dan bumi niscayalah memberikan kerahmatannya kepada orang yang mengajarkan kebaikan”.

 

Ini adalah hadits hasan dan diriwayatkan oleh Tirmidzi.

 

Pemberian keberkahan dari malaikat kepada para ahli ilmu dengan merendahkan dirinya :

 

Dari Abuddarda r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya para malaikat itu niscaya meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu pengetahuan, sebab ridla dengan apa yang dilakukan oleh penuntut ilmu pengetahuan itu”.

 

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi. Membawakan berita gembira :

 

Adakalanya malaikat itu juga membawakan berita gembira kepada seseorang yang tertentu, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Mus: lim dari Abu Hurairah dari Nabi s.a.w., sabdanya :

 

,,Ada seorang lelaki berziarah kepada saudaranya yang berdiam disebuah desa yang lain. Kemudian Allah menurunkan malaikat untuk menghadangnya di jalan. Setelah orang itu datang di tempat malaikat itu, malaikat itupun bertanya : ,,Hendak kemana engkau pergi ?”. Orang tadi menjawab : ,,Saya hendak pergi ke tempat saudaraku yang berdiam di desa ini”. Malaikat bertanya lagi : ,,Apakah ada suatu kenikmatan dari saudaramu ilu yang diberikan padamu yang kau anggap baik (maksudnya : Apakah engkau hendak membalas suatu jasa yang sudah diberikan olehnya, sehingga engkau harus pergi ke tempatnya itu ?). Orang itu menjawab : ,,Tidak, hanya sebab saya mencintainya karena mengharapkan keridlaan Allah Azza wa Jalla”. Malaikat itu lalu berkata : ,,Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk menemuimu guna menyampaikan bahwa sesungguhnya Allah itu mencintaimu sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu”.

 

Pemberitahuan malaikat terhadap orang yang dicintai atau dibenci oleh Allah Ta’ala :

 

Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya Allah Ta’ala itu apabila mencintai seseorang hambaNya, lalu dipanggillah Jibril, kemudian berfirman :

 

,,Sebenarnya Aku ini mencintai si Anu itu, maka cintailah ia. Orang itupun dicintai oleh Jibril. Selanjutnya Jibril berseru di langit dan berkata : ,,Allah mencintai si Anu, maka cintailah orang itu”. Iapun lalu dicintai oleh seluruh penghuni langit. Kemudian diletakkanlah rasa penerimaan dalam hati penduduk bumi.

 

Sebaliknya apabila Allah Ta’ala itu membenci seseorang hambaNya, lalu dipanggillah Jibril, kemudian berfirman :

 

,,Sebenarnya Aku ini membenci si Anu itu, maka bencilah ia. Orang itupun dibenci oleh Jibril. Selanjutnya Jibril berseru di langit dan berkata : ,,Allah membenci si Anu, maka bencilah orang itu”. Iapun lalu dibenci oleh seluruh penghuni langit. Kemudian diletakkanlah rasa kebencian itu dalam hati penduduk bumi”. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

 

Mencatat amal perbuatan :

 

Diantara malaikat-malaikat itu ada yang bertugas mencatat amal-amal perbuatan seluruh manusia. Mereka perhitungkan dalam catatannya itu secara teliti sekali, kebaikan-kebaikan atau kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh manusia tersebut.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

“Sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat padanya dari urat lehernya sendiri.

 

Ingatlah ketika disambut oleh dua malaikat penyambut. Yang seorang duduk di sebelah kanan dan yang seorang lagi duduk di sebelah kiri.

 

Tidak sebuah katapun yang diucapkan oleh manusia itu, melainkan didekatnya ada pengawas, yakni malaikat Raqib (pencatat kebaikan) serta ‘Atid (pencatat kejahatan)”. S. Qaf 16-18.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Sesungguhnya untukmu semua ada beberapa penjaga. Malaikat yang mulia sebagai pencatat. Mereka mengetahui apa saja yang kamu semua lakukan”. S. Infithar 10-12.

 

Alhasan r.a. dalam mengulas firman Allah Ta’ala yang berbunyi : ,’Anil yamini wa ‘anisy syimali ga’id” yang artinya : ,,Yang seorang duduk di sebelah kanan dan yang seorang duduk disebelah kiri”.

 

Ia berkata : ,,Hai manusia, ingatlah !

 

Sudah jelas bahwa disisimu itu ada halaman sebagai catatan yang akan selalu dituliskan disitu. Untukmu ditekankan dua malaikat yang mulia, seorang ada disebelah Kananmu dan seorang lagi ada disebelah kirimu. Yang ada dikananmu itu tugasnya ialah mencatat amal-amal perbuatanmu yang baik, sedang yang ada dikirimu itu mencatat amal perbuatanmu yang buruk. Oleh sebab itu beramallah. pilih saja sekehendak hatimu, juga sesukamulah untuk berapa banyak atau sedikit. Tetapi insaflah benar-benar akibatnya. Jikalau engkau sudah meninggal dunia, maka halaman catatanmu itu akan ditutup dan akan disertakan – denganmu dalam kubur, dikalungkan dilehermu. Nanti apabila saat hari kiamat telah tiba dan engkau dibangkitkan kembali dari kuburmu, maka dikala itulah Allah Ta’ala akan berfirman :

 

,,Kepada setiap manusia itu Kami ikatkan amal-amal perbuatannya dikuduk lehernya dan Kami keluarkan padanya pada hari kiamat, merupakan suatu catatan yang didapatinya terkembang dimukanya” S. Isra’ 13.

 

Alhasan r.a. meneruskan uraiannya : ,,Benar-benar adillah, demi Allah, karena Allah Ta’ala telah memberikan pencatat amal perbuatan untuk dirimu itu”.

 

Allah Ta’ala berfirman pula dalam ayat lain :

 

,,Adakah mereka (manusia-manusia) itu telah membuat rencana pekerjaan, maka Kami (Allah) pun membuat rencana pula. Ataukah mereka mengira bahwa Kami tidak mendengarkan rahasia dan bisik-bisikan mereka ? Sebenarnya beberapa utusan (malaikat) Kami berada didekat mereka sambil mencatat amal-amal perbuatan mereka itu”. S. Zukhruf 79-80.

 

Para malaikat yang ditugaskan khusus sebagai pencatat amal-amal perbuatan ini, memang menyediakan untuk masing-masing orang sebuah buku catatan, agar nantinya mudah diperlihatkan pada hari kiamat diwaktu perhitungan amal (hisab) diadakan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kepada setiap manusia itu Kami ikatkan amal-amal perbuatunnya dikuduk lehernya dan Kami keluarkan padanya pada hari kiamat, merupakan suatu catatan yang didapatinya terkembang dimukanya.

 

Bacalah kitab catatanmu. Cukuplah pada hari ini engkau membuat perhitungan atas dirimu sendiri” S. Isra” 13-14.

 

Selanjutnya pada waktu penunjukan amal itu, manusia-manusia itu sendiri akan menyaksikan apa-apa yang telah dilakukannya, baik yang berupa kebaikan atau kejahatan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan ditiuplah sangkakala, itulah hari yang dijanjikan. Setiap orang datang kemuka, masing-masing dengan penghalau dan saksinya (Malaikat-malaikat).

 

Kepadanya dikatakan : ,,Engkau lengah tentang ini, tetapi sekarang Kami bukakan tabir yang menutupi engkau, sebab itu pemandanganmu pada hari ini amat tajam sekali”. S. Qaf 20-22.

 

Pemberian perkokohan kepada kaum mukminin :

 

Sebagian malaikat lagi ada yang bertugas untuk memberikan perkokohan kepada kaum mukminin agar mantaplah apa-apa yang ditanam dalam hati sanubari mereka itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat : ,,Sesungguhnya Aku (Allah) bersama kamu semua, maka perkokohlah pendirian orang-orang yang beriman”. S. Anfal 12.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Tidaklah akan engkau dapati kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu berkasih sayang dengan orang yang melawan Allah dan RasulNya, biarpun orang itu ayah, anak, saudara ataupun keluarga mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang dituliskan oleh Allah keimanan dalam hati mereka dan Allah mengokohkan mereka dengan Ruh dari padanya” S. Mujadalah 22.

 

Ruh yang dimaksudkan dalam ayat diatas ialah Ruhul Kudus yakni Jibril a.s. Malaikat yang bertugas mencabut nyawa :

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kemudian apabila seseorang dari kamu semua itu telah didatangi oleh kematian, maka iapun diwafatkan oleh utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat), Mereka itu tidaklah melalaikan kewajibannya”. S. An’am 61

 

Juga firmanNya :

 

Katakanlah : Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu”. S. Sajdah 11.

 

Disamping itu para malaikat itu juga memberikan penghormatan yang baik sekali kepada orang-orang yang baik amal perbuatannya diwaktu hendak mencabut nyawa mereka ini.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik, maka malaikat itu mengucapkan : ,,Salam (damai) untukmu semua”, S. Nahl 32.

 

Mereka itupun memberi kegembiraan dengan mengingatkan akan surga, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

 

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan : ,,Tuhan kita adalah Allah”, kemudian mereka itu berpendirian teguh, maka para malaikat akan turun kepada mereka dan berkata : ,,Jangan kamu takut, jangan pula berdukacita, bergembiralah untuk memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu semua”.

 

Kamilah Pelindung kamu semua dalam kehidupan dunia dan di akhirat. Disana kamu semua akan memperoleh apa saja yang menjadi keinginan hatimu dan disana kamu semua juga akan memperoleh apa saja yang kamu semua minta.

 

Yaitu hidangan dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Penyayang”. S. Fushshilat 30-32.

 

Jadi menurut ayat diatas teranglah bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang sebenar benarnya yang diikuti dengan hati istiqamah (berpendirian teguh) dalam menempuh jalan yang telah digariskan oleh Allah untuk hamba-hambaNya, maka para malaikat itu akan turun menemui mereka jikalau sudah saatnya mereka akan meninggal dunia. Dikala itu malaikat akan berkata : sJanganlah engkau takut apa yang akan engkau hadapi nanti, baik kesukaran-kesukaran dan kesengsaraan-keseng: saraan yang ada dalam kubur, siksa akhirat dan lain-lain. Juga janganlah berdukacita mengenangkan apa-apa yang engkau tinggalkan dibelakang, seperti harta benda dan anak-anak. Engkau boleh bergembira sebab akan memperoleh surga yang telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala.

 

Sebaliknya terhadap orang-orang yang berlaku fasik, para malaikat itu bersikap mencemoohkan, malahan juga memukuli muka dan belakang mereka.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh para maLaikat dan mereka dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri (berbuat kefasikan, kemaksiatan dan lain-lain). Para malaikat berkata : ,,Bagaimanakah keadaanmu (maksudnya : Mengapa seburuk itu amalanmu)”. S. Nisa’ 97.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan jikalau engkau lihat, ketika malaikat mengambil nyawa orang-orang kafir, maka malaikat itu memukul muka dan punggung mereka”. S, Anfal 50.

 

BERIMAN KEPADA MALAIKAT

 

Oleh sebab keadaan malaikat itu sebagaimana yang sudah diuraikan dimuka yakni bahwa mereka itu berada didalam alam ruh dan demikian pula hal karya-karya mereka yang dikerjakan secara otomatis sekali dalam alam semesta atau alam dunia ini, juga oleh sebab begitu itulah hubungan antara mereka dengan manusia di alam ini serta di alam yang akan datang nanti, maka sudah sewajibnyalah kita beriman bahwa mereka itu benar-benar ada. Selain itu harus pula kita berdaya upaya untuk menghubungkan diri dengan mereka itu dengan jalan menyucikan jiwa, membersihkan hati serta beribadat kepada Allah dengan peribadatan yang sekhusyuk-khusyuknya.

 

Dalam menghubungkan diri dengan malaikat itu akan diperolehlah ketinggian jiwa, sebagai suatu realisasi dari hikmat yang tertinggi yang untuk itulah manusia itu diciptakan. Ketinggian jiwa itu dapat berwujud dalam penunaian amanat kehidupan dan pula memegang tampuk pimpinan kekhalifahan dari Allah Ta’ala di atas permukaan bumi ini.

 

Oleh sebab itu beriman kepada malaikat adalah termasuk kelakuan baik dan merupakan tanda-tanda kebenaran, kepercayaan serta ketaqwaan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tetapi yang disebut kebaktian itu ialah orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta malaikat”. S. Baqarah 177.

 

Sebenarnya keimanan itu belum dapat dianggap sebagai keimanan .yang hakiki, kecuali apabila seseorang itu sudah beriman dengan alam rohani yakni alam malaikat Itu dengan keyakinan yang sedikitpun tidak dicampuri oleh kebimbangan dan tidak pula diselundupi oleh angan-angan dan persangkaan yang bukan-bukan.

 

Demikianlah jalan yang ditempuh oleh para nabi dan kaum mukminin yang segala macam hakikat dan kenyataan itu dapat tampak jelas dihadapan mereka itu. Oleh karenanya, maka mereka dapat mencapai apa yang sewajarnya dapat dicapai dalam alam semesta ini, tetapi yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang yang lalai dan lupa dari ajaran yang sebenarnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Rasul itu beriman dengan wahyu yang diturunkan padanya dari Tuhannya, demikian pula kaum mukminin. Semuanya beriman kepada Allah, malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya”. S. Baqarah 285.

 

,,Sesungguhnya alam yang ghaib sebagaimana alam malaikat itu tidak dapat dicapai oleh rasa atau akal, bahkan syaithan sendiripun tidak dapat sampai kealam itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Mereka (syaithan-syaithan) itu tidak dapat mendengarkan kepada alam yang tertinggi (alam malaikat) dan mereka itupun dilempari dari segenap penjuru”. S. Shaffat 8.

 

Jadi jalan satu-satunya untuk mema’rifati alam malaikat itu hanyalah dengan mempercayai wahyu yang telah diturunkan kepada Rasulullah s.a.w:, sebab hal itu memang termasuk dalam salah satu keghaiban dari sekian banyak keghaiban yang masih dirahasiakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Katakanlah (olehmu Muhammad) : ,,Aku hanyalah seorang pemberi peringatan. Tiada Tuhan selain dari Allah yang Maha Esa lagi Perkasa.

 

Yang Maha Menguasai langit dan bumi dan apa saja yang ada diantara keduanya itu, yang Maha Mulia lagi Pengampur”.

 

Katakanlah : ,,Yang kukatakan itu adalah suatu berita yang agung (amat penting).

 

Tetapi kamu semua agaknya tidak memperdulikannya.

 

Aku tidak mempunyai pengetahuan tentang kelompok makhluk yang tertinggi itu, ketika mereka bertukar fikiran sesamanya.

 

Yang diwahyukan kepadaKu tidak lain kecuali : Aku ini hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata”. S. Shad 65-70.

 

Hal yang lebih penting dan lebih utama lagi untuk diperhatikan ialah supaya kita semua beriman kepada adanya para malaikat itu, kita jaga baik-baik hak persahabatan dengan mereka serta kita perkokoh kan perhubungan kita dengan mereka itu sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.

 

,,Sesungguhnya ada makhluk (malaikat) yang menyertai kamu Semua dan tidak memisahkan diri denganmu melainkan diwaktu kamu semua berada di tempat sunyi (buang air besar atau kecil), juga ketika bersetubuh. Maka dari itu bersikap malulah kepada mereka itu dan muliakanlah mereka”.



JIN SIAPAKAH JIN ITU ?

 

Jin adalah suatu macam makhluk yang termasuk dalam golongan ruh yang berakal yang juga diberi perintah taklif (menjalankan syari’at agama), sebagaimana halnya bangsa manusia, hanya saja mereka itu tidak mempunyai bahan-bahan kebendaan sebagaimana yang dipunyai oleh manusia dan oleh sebab itu lalu tertutup dari pancaindera. Jadi mereka itu menurut keaseliannya tidaklah dapat dilihat oleh mata, tidak dapat diketahui bentuk hakikinya dan mereka itu mempunyai kekuasaan untuk menjelmakan diri dalam bentuk lain yang kasar.

 

JALAN MENGETAHUI JIN

 

Jalan bagi kita untuk mengetahui alam jin itu adalah wahyu. Kitab AlQuran dan Sunnah Rasulullah sa.w. memberikan petunjuk kepada kita mengenai bahan apa yang dari padanya itu jin diciptakan, juga mengenai penggolongan-penggolongannya serta kemana perginya masing-masing golongan tersebut. Demikian pula perihal mereka tentang diperintah menjalankan syari’at (taklif) dan tentang mendengarkannya pada bacaan Al-Qur’an dari Rasu lullah s.a.w.

 

BAHAN UNTUK MENCIPTAKAN JIN

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang asal bahan yang dari padanya jin itu diciptakan olehNya, sebagaimana firmanNya :

 

Sungguh Kami (Allah) telah menciptakan manusia itu dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam, yang diberi bentuk. Dan Kami ciptakan jin sebelum itu dari api yang sangat panas”. S. Hijr 26-27

 

Dua buah ayat diatas menunjukkan bahwa :

 

  1. Manusia itu pada asal mulanya diciptakan dari tanah, kemudian diaduk dengan air sehingga menjadi tanah liat. Selanjutnya dibiarkan agak lama sehingga menjadi lumpur hitam. Lumpur hitam ini akhirnya kering dan sudah berubah pula baunya, sehingga menjadi tanah liat kering.
  2. Jin itu pada asal mulanya diciptakan dari pada api yang tiada berasap, sebab yang diartikan samum itu adalah nyala api yang murni sama sekali.
  3. Penciptaan jin adalah lebih dulu dari pada penciptaan manusia.

 

PENGGOLONGAN JIN :

 

Jin itu banyak sekali penggolongannya.

 

Diantara mereka itu ada yang sempurna istigamahnya (berpendirian teguh), baik perangainya serta bagus kelakuannya.

 

Tetapi diantara mereka ada yang tidak sebagaimana diatas.

 

Diantara mereka ada yang bodoh, lemah akal fikirannya serta lalai.

 

Diantara mereka pula ada yang kafir dan inilah bagian yang terbanyak sekali dikalangan bangsa jin itu.

 

Allah Ta’ala berfirman dalam mengemukakan cerita tentang jin yang mendengarkan bacaan Alquran, firmanNya:

 

,,Diantara kita ada golongan yang baik dan diantara kita ada yang tidak demikian (yakni tidak baik). Kita sama menempuh jalan yang berlain-lainan” S. Jin 11.

 

Maksudnya ialah bahwa diantara golongan jin itu ada yang sempurna kebaikannya, ada yang sedikit saja kebaikannya, ada yang tidak baik dan ada yang sangat tidak baik. Jadi banyak sekali macam-macam coraknya itu sebagaimana yang dapat disaksikan dari golongan manusia sendiri.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula :

 

,,Diantara kita ada yang patuh (memeluk agama Islam) dan diantara kita pula ada yang menganiaya (kafir). Barangsiapa yang patuh (masuk Islam) itulah yang sengaja menempuh jalan yang benar.

 

Adapun yang menganiaya, maka mereka itulah yang menjadi kayu bakar neraka Jahannam”. S. Jin 14-15.

 

Jelaslah bahwa diantara mereka itu ada muslim dan ada yang kafir. Yang muslim itulah yang nyata-nyata mencari petunjuk dengan amal perbuatannya, sedang yang kafir itu adalah yang nyata-nyata menganiaya dirinya sendiri, sebab suka menjadi bahan bakarnya neraka Jahanam.

 

JIN JUGA DITAKLIF SEPERTI MANUSIA

 

din itu juga diperintahkan untuk mengerjakan syari’at agama (ditaklif) sebagaimana halnya manusia, sedang rasul yang mereka ikuti adalah rasul dari manusia. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hai para jin dan manusia! Bukankah sudah datang padamu rasul-rasul yang dari golonganmu sendiri, menceriterakan ayatayat (keterangan-keterangan) Ku dan memberi peringatan padamu Semua tentang pertemuanmu dengan hari ini?”. Mereka mengatakan : ,,Kami menjadi saksi akan kesalahan kami sendiri”.

 

Mereka itu’ telah tertipu oleh kehidupan dunia dan mereka itu menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka itulah orangorang yang kafir”. S. An’am 130.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Kami (Allah) akan bertindak terhadap kamu semua hai dua macam penduduk dunia (manusia dan jin).

 

Yang manakah dari kerunia Tuhanmu itu yang hendak kau dustakan ?

 

Hai sekalian jin dan manusia ! Jikalau kamu semua sanggup melintasi penjuru langit dan bumi, maka lintasilah ! Tetapi kamu semua tidak akan sanggup melintasinya kecuali dengan kekuasaan. Yang manakah dari kerunia Tuhanmu yang hendak kau dustakan”. S. Rahman 31-34.

 

Secara ringkasnya arti ayat-ayat diatas itu ialah :

 

  1. Kamu semua akan Kami tindak dengan tegas dengan memperhitungkan amal perbuatanmu secara teliti sekali dan yang sedemikian itu tidak akan membuat kerepotan Kami sama sekali. Ingatlah, hai kedua macam penduduk dunia !

 

  1. Dua macam penduduk dunia yang dimaksudkan itu Ialah jin dan manusia.

 

  1. Hai seluruh jin dan manusia. Jikalau kamu semua dapat melarikan diri dari seluruh sudut dan penjuru langit atau bumi, karena hendak menghindari hisab (perhitungan amal), maka cobalah lari kesana. Ayo larilah cepat-cepat ! Tetapi jelas bahwa kamu semua tidak dapat dan tidak akan dapat untuk selama-lamanya melaksanakan kehendakmu Itu, melainkan jikalau kamu semua sudah memiliki suatu kekuatan dan kekuasaan yang dapat melebihi apa yang dimiliki oleh Tuhan. Hal yang sedemikian ini pasti tidak mungkin terjadi, sebab termasuk hal yang mustahil sekali.

 

JIN MENDENGAR BACAAN ALQURAN DARI RASUL.

 

Pernah terjadi bahwa ada beberapa tamu dari jin yang datang di tempat Rasulullah s.a.w. perlu mendengarkan bacaan AlQuran dari beliau s.a.w. itu. Tetapi beliau s.a.w sendiri tidak mengetahui kehadliran mereka dan bahkan tidak tahu bahwa mereka ada didekatnya itu.

 

Peristiwa ini diceriterakan oleh Allah Ta’ala dengan firmanNya :

 

,,Dan ingatlah, ketika sekelompok jin, Kami (Allah) hadapkan padamu (Muhammad) untuk mendengarkan AlOurin. Setelah mereka hadlir disana, mereka berkata : ,,Dengarlah baik-baik . Setelah bacaan itu selesai, merekapun kembalilah kepada kaumnya untuk memberikan peringatan.

 

Mereka berkata : ,,Hai kaum Kami, sesungguhnya kita telah mendengar bunyi kitab yang diturunkan (dari Tuhan) sesuduh Musa, membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, menunjukkan kepada kebenaran dan kearah jalan yang lurus.

 

Hai kaum kami, Turutilah orang yang mengajak ke (jalan) Allah dan percayalah kepadaNya, maka Allah akan mengampuni dosamu dan menyelamatkan kamu semua dari siksa yang menyakitkan !

 

Dan barangsiapa yang tidak menuruti orang yang mengajak ke (jalan) Allah, maka ia tidak sanggup menggagalkan rencana Allah dimuka bumi dan ia tidak mendapatkan pelindung selain dari Allah. Mereka itu adalah dalam kesesatan yang nyata sekali”. S. Ahqaf 29-32.

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r. ‘anhuma, ia menceriterakan demikian :

 

,,Rasulullah s.a.w. tidak” membacakan AlOuriin kepada jin dan beliau s.a.w. tidak pula melihatnya.

 

Pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. bepergian dengan sekumpulan sahabatnya menuju ke pekan ‘Ukazh.

 

Saat itu terhalanglah antara syaithan-syaithan dan berita langit. Kepada mereka itu terkirimkanlah pancaran api. Syaithan’ Syaithan itupun lalu kembali kekaumnya. Kaumnya itu bertanya : ,Ada apa kamu semua ini ?”. Yang baru datang menjawab : Kita terhalang untuk memperoleh berita dari langit. Ada pancuran api yang terkirimkan kepada kita semua”.

 

Kaumnya berkata : ,,Hal itu tidak akan terjadi, melainkan pasti karena ada sesuatu yang terjadi. Maka itu cobalah kamu semua berkeliling diseluruh penjuru bumi. dibagian timur dan bara?”.

 

Sekelompok dari mereka yang mengambil jalan Tuhamah berjalan melalui Nabi s.a.w. dan beliau s.a.w, saat Itu sedang shalat Shubuh bersama dengan para sahabatnya. Demi mereka mendengar bacaan AlQuran itu merekapun lalu memperhatikan. nya, Setelah selesai mereka berkata : ,,Inilah yang menyebabkan kita semua terhalang mendapatkan berita langi?”.

 

Kemudian merekapun kembalilah ke tempat kaumnya dan berkata : ,,Hai kaum kami, kita telah mendengarkan AlQuran yang amat mengagumkan. Ia memberi petunjuk kearah kebenaran, maka kitapun beriman dengannya dan kita tidak akan menyekutukan sesuatupun dengan Tuhan kita”.

 

Allah Ta’ala kemudian menurunkan wahyu kepada NabiNya S.a.w. yang artinya :

 

,,Katakanlah : ,,Diwahyukan kepadaku bahwa ada sekelompok dari jin mendengar (bacaan AlQuran)”.

 

Hadits diatas diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa-i dan Baihagi.

 

Alhafizh Baihagi berkata :

 

,,Demikianlah yang diceriterakan oleh Ibnu Abbas r. anhuma. Itulah pertama kali ada jin yang mendengarkan bacaan AlQuran dari Rasulullah s.a.w. dan mereka tahu keadaannya. Pada saat itu Rasulullah s.a.w. sendiri tidak membacakan AlQuran untuk mereka dan bahkan beliau s-a.w. tidak pula melihat mereka. Tetapi setelah peristiwa itu ada penganjur dari bangsa jin itu yang datang kepada beliau s.a.w. dan kepadanya inilah beliau s:a.w. membaca kan AlQuran dan diajak untuk beribadat dan patuh kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

 

Dalam persoalan ini ada sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi dari ‘Aiqamah r.a. Ia berceritera demikian :

 

.Saya (“Alqamah) berkata kepada Ibnu Mas’ud : ,,Apakah dari saudara-saudara ini ada seorang yang mengawani Nabi s.a.w. pada malam jin itu ? (Maksudnya malam diwaktu ada peristiwa jin mendengarkan AlQuran).

 

Ibnu Mas’ud menjawab : ,,Tidak seorangpun dari kita yang mengawani beliau s.a.w. itu. Tetapi pada suatu malam kita semua kehilangan beliau s.a.w. Saat itu beliau s.a.w. ada di Makkah. Kita bertanya-tanya : Beliau s.a.w. diculik atau beliau s.a.w. dilarikan. Apa yang terjadi atas beliau s.a.w. ini ?”.

 

Pada malam hari itu kita bermalam dalam keadaan yang tidak enak sekali sepanjang yang pernah kita alami. Setelah waktu pagi tiba atau waktu sudah hampir pagi, tiba-tiba kita menemuinya dan beliau s.a.w. datang dari arah Hira”.

 

Selanjutnya Ibnu Mas’ud menyambung katanya : ,, Orang-orang sama memberitahukan kepada Rasulullah s.a.w. perihal keadaan mereka pada malam harinya itu. Beliau s.a.w. lalu bersabda : ,,Saya didatangi oleh penganjur-penganjur dari bangsa jin. Saya datangi mereka, lalu saya membacakan AlOurin untuk mereka itu”. Beliau s.a.w. lalu pergi dan menunjukkan kepada kita bekas-bekas mereka dan bekas-bekas api yang mereka bawa.

 

Mereka itu juga meminta bekal kepada beliau s.a.w. lalu beliau s.a.w. bersabda : ,.Bagimu adalah semua tulang yang disebutkan nama Allah atasnya (diwaktu menyembelihnya) yang jatuh ditanganmu, maka itu akan menjadi daging yang sempurna, sedang setiap kotoran atau tahi dapatlah menjadi makanan binatangmu”,

 

JIN TIDAK MENGETAHUI HAL-HAL YANG GHAIB

 

Ilmu ghaib (pengetahuan mengenai hal-hal yang ghaib) adalah hal-hal yang dikhususkan oleh Allah Ta’ala untukNya sendiri. Jadi tidak sebuah soal ghaibpun yang ditunjukkan Oleh Allah Ta’ala itu kepada siapapun juga, kecuali jikalau AIlah Ta’ala menghendaki untuk disampaikan kepada salah seorang rasulNya yang dikehendaki, dan oleh rasul ini perU sekali untuk disampaikan kepada ummat manusia.

 

Mengenai hal-hal ghaib ini Allah Ta’ala berfirman –

 

,,Allah adalah Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib, maka tidak diperlihatkan ranasia keghaiban itu kepada seorangpun jua.

 

Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya. Sesungguhnya Dia mengadakan pengawal (malaikat) dihadapan dan dibelakang rasul itu” S. Jin 26-27.

 

Maksud ayat diatas ialah bahwa Allah sengaja membuat suatu penjagaan yang rapat disekeliling rasul yang hendak diberitahu sebagian dari keghaiban-keghaiban yang ada hubungannya dengan risalatnya. Penjaga-penjaga itu adalah terdiri dari golongan malaikat dan bintang-bintang, agar supaya amanlah terpeliharanya keghaiban-keghaiban ini dari permainan syaithan yang terkutuk.

 

Dalam menceriterakan Nabiullah Sulaiman a.s., AlQuran mengatakan :

 

,,Setelah Sulaiman Kumi wafatkan, tiadalah yang menunjukkan kematiannya itu melainkan binatang bumi yang makan tongkatnya (secara berangsur-angsur). Setelah ia roboh, terangluh bagi jin itu, bahwa sekiranya mereka mengetahui hal yang ghaib, tentulah mereka tidak tinggal tetap dalam siksaan yang memberikan kehinaan” S. Saba’ 14.

 

JIN DITUNDUKKAN UNTUK SULAIMAN A.S.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala menundukkan jin kepada nabiullah Sulaiman a.s., sedang untuk selain beliau a.s. in! tidak ada lagi. Demikianlah yang sepanjang kita ketahui dengan berdasarkan firman Allah Ta’ala :

 

,,Kemudian Kami tundukkan untuknya (Sulaiman) angin yang dapat bertiup dengan baik menurut perintahnya, kemana dikehendakinya.

 

Dan Kami tundukkan pula untuknya syaithan-syaithan (jinjin), masing-masing pembuat bangunan dan penyelam.

 

Dan yang lain diikat bersama-sama dengan belenggu (rantai).

 

Inilah kerunia Kami, sebab itu bolehlah engkau berikan atau engkau tahan, kesemuanya tanpa perhitungan sama sekali”. S. Shad 36-39.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan diantara jin ada yang bekerja dihadapannya (Sulaiman) dengan izin Tuhannya dan barangsiapa yang menyimpang diantara mereka dari perintah Kami, kepadanya akan Kami rasakan siksa api neraka Sa’ir.

 

Jin-jin itu membuat untuknya (Sulaiman) apa-apa yang dikehendaki olehnya, seperti gedung-gedung yang tinggi, patungpatung, piring-piring besar seperti kolam air dan periuk tetap”. S. Saba’ 12-13.

 

Nabiullah Sulaiman a.s. pernah meminta kepada salah seorang yang ada dalam majlis pertemuannya, supaya didatangkan kepadanya singgasana Ratu Balkis, sebagaimana Yang tercantum dalam Alquran :

 

,,Siapakah diantara kamu semua ini yang sanggup membawa singgasananya (Ratu Bilkis) kepadaku, sebelum mereka datang menyerah.

 

Seorang ‘Ifrit dari golongan jin itu menjawab : ,,Saya sanggup membawanya kepada Tuan, sebelum Tuan berdiri dari tempat Tuan itu. Sesungguhnya saya mampu untuk melaksanakannya dan dapat dipercaya”. S. Naml 38-39.

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a:w., sabdanya :

 

,,Sesungguhnya ada seorang ‘Ifrit dari golongan jin lepas tadi malam untuk menggoda aku agar putus shalatku, kemudian aku diperkenankan oleh Allah memegangnya dan iapun kuambil. Aku bermaksud hendak mengikatnya pada suatu dinding dari dinding-dinding masjid, sehingga kamu semua dapat melihatnya, tetapi tiba-tiba aku teringat akan do’a saudaraku Sulaiman yang berbunyi : ,,Ya Tuhanku, berilah hamba suatu kerajaan (kekuasaan) yang tidak patut lagi dimiliki oleh seseorangpun sepeninggal hamba nanti”. Karena itu, lalu ‘Ifrit itupun saya lepaskan kembali dalam keadaan terhina”.

 

IBLIS DAN SYAITHAN

 

Iblis adalah suatu nama yang berasal bukan dari bahasa Arab yakni dari bahasa ‘Ajam dan sebab itu menurut ilmu bahasanya kata tersebut tidak boleh ditanwinkan.

 

Sebagian ahli bahasa ada yang mengatakan bahwa kata Iblis itu juga bahasa Arab yang asal katanya ialah Iblas dan artinya putus asa dari rahmat atau kasih sayang Tuhan. Boleh juga diartikan jauh dari kebaikan. Adapun sebab tidak ditanwinkannya ialah karena tidak ada lagi nama yang menyamainya itu atau oleh sebab serupa dengan nama ‘Ajam atau yang berasal dari selain bahasa Arab.

 

Iblis itu adalah nenek moyang seluruh syaithan. Jadi itulah ayah pertama bagi mereka ini.

 

Adapun syaithan itu adalah golongan yang keterlaluan dari alam bangsa jin.

 

Manakala malaikat itu merupakan tentara Allah Ta’ala yang mencerminkan kebaikan, kebahagiaan dan kebajikan, maka Iblis serta seluruh syaithan yang menyertainya itu memusuhi Allah Ta’ala dan mencerminkan kejahatan dan kerusakan serta kebinasaan. Jadi amal perbuatan yang dilakukan oleh malaikat dengan yang dilakukan oleh syaithan itu adalah sebagai dua ujung yang berlawanan.

 

Sebabnya ialah karena amal perbuatan malaikat adalah sasaran yang pertama menjurus kearah beribadat kepada Allah, mengatur urusan-urusan yang maujud dalam alam semesta ini, mendirikan peraturan dan melaksanakan penertiban-penertiban dalam dunia ini. Malaikat senantiasa berbuat untuk kerukunan, persatuan dan kecocokan hidup, juga memberi petunjuk kepada manusia kejalan yang hak dan benar serta berdo’a kepada Allah untuk manusia supaya diampuni kesalahan-kesalahannya dan dilindungi dari kejahatan-kejahatan.

 

Sebaliknya, adalah amal perbuatan syaithan. Ini ditujukan terutama sekali untuk membangkang kepada perintah Allah Ta’ala, mengajak kearah kehancuran, kebinasaan, perpecahan dan kebinasaan total. Selain itu senantiasa menyuruh untuk memutuskan sesuatu yang oleh Allah diperintah untuk dihubungi ataupun menghubungi sesuatu yang oleh Allah diperintah untuk diputuskan.

 

Maka dari itu tidak satu kejahatanpun di bumi dan tidak satu kerusakanpun di alam ini yang tidak ada hubungannya dengan syaithan itu. Jadi semua kejahatan pasti ada hubungannya dengan pengaruh syaithan.

 

Syaithan itulah yang mengajak ummat-ummat yang dahulu untuk berbuat keburukan yang pada lahirnya ditampakkan sebagai suatu hiasan dan keindahan. Kekufuran dan kemaksiatan dipertontonkan sebagai kebaikan dan keutamaan. Mereka diajak mendustakan para rasul dan menyalahi perintah-perintah Tuhan. Demikianlah amal perbuatan syaithan itu selama-lamanya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Demi Allah : sesungguhnya telah Kami utus beberapa rasul kepada ummat-ummat yang sebelummu, tetapi syaithan itulah yang menampakkan baik dalam pandangan mereka akan pekerjaan mereka yang buruk. Syaithan Itulah pemimpin mereka pada hari itu dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih sekali”. . Nahl 63.

 

Diriwayatkan dari ‘Iyidl Al-Mujasyi’i r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda pada suatu hari dalam khutbahnya :

 

,,Ingatlah bahwa Tuhanku menyuruh padaku supaya aku mengajarkan apa yang tidak kamu semua ketahui tentang hal yang hari ini juga diajarkan padaku.

 

Tuhan berfirman : ,,Semua haria yang Ku keruniakan pada seseorang hambaKu adalah halal

 

Aku menciptakan hamba-hambaKu itu semua condong pada kebenaran

 

Mereka itu lalu didatangi oleh Syaithan-syaithan, kemudian syaithan-syaithan itulah yang menyelewengkan mereka dari agamanya (yakni dibawa kearah kebathilan).

 

Syaithan-syaithan itu juga membuat-buat keharaman terhadap sesuatu yang Ku halalkan (seperti binatang ternak, halal lalu diharamkan sebagaimana yang dilakukan oleh sementara permimpin-pemimpin agama).

 

Juga syaithan-syaithan itu menyuruh mereka supaya menyekutukan padaKu, padahal Aku tidak menurunkan perintah demikian itu”.

 

Sesungguhnya Allah melihat kepada penduduk bumi, lalu memurkai semuanya itu, baik yang dari bangsa Arab atau bangsa lainnya, kecuali sebagian kecil dari golongan Ahlulkitab

 

Tuhan berfirman lagi : ,,Hanyasanya Aku mengutusmu itu untuk mencobamu dan mencoba denganmu

 

Aku juga menurunkan kepadamu kitab suci yang tidak tercuci oleh air .

 

Kitab itu dapat engkau baca sambil tidur atau jaga”. Jelaslah bahwa syaithan jualah yang mengajak manusia itu mengubah-ubah agama dan ajaran-ajarannya, keluar dari fithrah, melakukan kemusyrikan kepada Tuhan, menyuruh diharamkannya yang halal atau menghalalkan yang haram. Pekerjaan keji dari syaithan yang sedemikian ini terus dilakukan. Mereka selalu duduk disetiap jalan untuk menghalang-halangi orang-orang yang hendak menempuh jalan menuju pada keridlaan Allah, merintangi orang yang hendak berjuang fi sabilillah serta berusaha keras untuk menyelewengkannya dari amalan-amalan yang mulia dan utama. .

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sabrah bin Fakih, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya syaithan itu duduk untuk menghadang anak Adam (manusia) itu dibeberapa jalan.

 

Ia duduk di jalan keislaman. Ia berkata kepada orang yang hendak memeluk agama Islam : ,,Apakah engkau hendak masuk Islam ? Apakah engkau hendak meninggalkan agamamu sendiri dan agama nenek moyangmu ?”. Orang itu tidak memperhatikan seruannya lalu terus saja memeluk agama Islam.

 

Ia duduk di jalan Hijrah. Ia berkata kepada orang yang hendak berhijrah : ,,Apakah engkau hendak berhijrah ? Apakah . engkau hendak meninggalkan bumi dan langitmu ?”. Orang itu tidak memperhatikan seruannya lalu terus saja berhijrah.

 

Ia duduk di jalan jihad. Ia berkata kepada orang yang hendak berjihad : ,,Apakah engkau hendak berjihad, padahal jihad itu adalah berarti kebinasaan badan dan harta. Apakah engkau hendak berperang lalu engkau dibunuh, isterimu lalu kawin lagi dan hartamu dibagi-bagi ?”. Orang itu tidak mengindahkan seruannya lalu terus saja berjihad.

 

Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda : ,,Maka barang-siapa yang melakukan demikian (yakni tidak mengikuti ajakan syaithan) kemudian meninggal dunia, maka haklah bagi Allah untuk memasukkannya kedalam surga”.

 

Sementara itu syaithan pula yang ikut memegang peranan utama dalam penentuan dakwah Islam dikala permulaan pertentangan dan pertikaiannya dengan musuh-musuh Islam itu.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,,Dikala syaithun menghiaskan (menampakkan seolah-olah baik) akan pekerjaan-pekerjaan yang mereka (orang-orang kafir) lakukan dan berkata : ,,Tidak ada orang yang dapat mengalahkan kamu semua pada hari ini dan sesungguhnya aku adalah pelindungmu”. Tetapi setelah kedua pasukan itu menampakkan diri yang satu dengan lainnya, iapun lalu mundur kebelakang dan berkata : Sesungguhnya aku berlepas diri dari padamu. Aku melihat upa yang kamu semua tidak lihat. Aku takut kepada Allah dan Allah itu sangat hebat siksaannya”. S. Anfal 48.

 

Itulah karya syaithan. Malahan ia pula yang menampakkan seolah-olah baik saja apa yang lazim menjadi keinginan hawa nafsu bagi setiap orang. yang biasa disenangi oleh kemauan buruknya, misalnya saja mencintai kebangsaan secara berlebih-lebihan, tamak pada harta, loba akan kedudukan, ingin memperoleh pangkat tinggi, lebih mengutamakan pendapatnya sendiri, gemar pada kecurangan dan malah lebih dari itu lagi. Syaithan jugalah yang mengutik-ngutik hati dan jiwa orang-orang yang memeluk agama dengan baik-baik, sehingga orang-orang itu lalu menambah nambahkan apa yang disyari’atkan oleh Allah Ta’ala ataupun dikuranginya. Dengan demikian agama itu disesuaikan dengan kehendak hawa nafsunya dan ditundukkan kepada keinginan dan syahwat jahatnya.

 

Syaithan juga gemar sekali menanamkan kebencian, permusuhan serta perselisihan antara ummat manusia. Dialah yang memisahkan antara seorang saudara dengan saudaranya, antara suami dengan isterinya dan antara segolongan ummat atau jamaah.

 

Dia jugalah yang menyalakan api peperangan antara ummat atau bangsa yang asalnya erat bersatu, meniupkan sebab-sebab yang menjurus kearah peperangan itu sehingga akan mengakibatkan rusaknya tanaman dan keturunan dan melanda kepada yang hijau serta yang kering.

 

Selama syaithan itu masih tetap lebih kuasa memberikan pengaruh kejahatan kepada manusia, maka ia akan dianggap terdekat kedudukannya serta lebih tinggi nilai dan pangkatnya disisi pemimpinnya yakni Iblis laknat Tuhan.

 

Diriwayatkan dari Jabir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya :

 

,,Sesungguhnya Iblis ita meletakkan singgasananya diatas air, kemudian ia mengirimkan pasukan-pasukannya. Yang terdekat kedudukannya pada Iblis itu ialah yang terhebat membuat fitnah. Salah seorang diantara pengikutnya itu datang pada Iblis lalu berkata: ,, Saya telah mengerjakan demikian, demikian”. Iblis lalu berkata : ,,Engkau belum bekerja apa-apa”, Salah satunya lagi datang pula lalu berkata: ,,Orang yang saya goda itu tidak saya tinggalkan sampai saya dapat memisahkan antara ig dengan isterinya”, Iblis itu lalu mendekatkan yang baru datang itu dan berkata : ,,Amat baik sekali kerjamu”.

 

Sebenarnya kerusakan bangsa. kerusakan akhlak, kerusakan siasat dan politik, kerusakan ekonomi dan semua yang dialami oleh ummat manusia yang berupa fitnah dan kecelakaan itu adalah sebagai hasil dari karya Iblis serta tentaranya yang jahat-jahat itu. Laknat Tuhan tetap atas mereka seluruhnya.

 

SETIAP MANUSIA DISERTAI SYAITHAN 

 

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengirimkan malaikat kepada manusia untuk memberikan petunjuk dan mengokohkannya. maka Allah Ta’ala juga menciptakan syaithan bagi manusia yang mempunyai tugas sematamata hendak menggoda dan menampakkan hal-hal yang jelek-jelek itu seolah-olah baik saja. Syaithan itu juga berusaha menjerumuskannya dengan mengajak berbuat kemunkaran, mengajaknya kepada fitnah. Dalam hal adanya godaan dan rayuan semacam ini, tidak ada perbedaan antara golongan para nabi atau manusia biasa.

 

Allah Ta’ala berfirman .

 

,,Demikianlah untuk tiap-tiap nabi, Kami (Allah) adakan musuh-musuhnya, yaitu syaithan-syaithan yang terdiri dari bangsa manusia dan jin, sebagian menyampaikan perkataan pulsu kepada yang lainnya untuk mengadakan penipuan”. S. An’am 112.

 

Sementara itu tersebutlah dalam sebuah hadits dari Aisyah r. ‘anha, katanya :

 

,,Nabi s.a.w, pada suatu malam keluar dari sisiku, Aku cemburu padanya. Kemudian beliau s.a.w. datang dan melihat apa yang kulakukan, kemudian bersabda : ,,Mengapa engkau ini hai “Aisyah, apakah engkau cemburu ?”. Aku berkata : ,,Bagaimana tidak akan cemburu orang yang seperti aku ini pada orang yang semacam Tuan itu”. Beliau s.a.w. lalu bersabda : ,,Apakah engkau sudah didatangl oleh syaithanmu ?”, Saya bertanya : ,Ya Rasulullah, apakah aku ini disertai oleh Syaithan ?”. ,,Beliau s.a.w, menjawab :,,Ya”, Aku bertanya lagi : ,, Apakah setiap orang itu disertai oleh syaithan ?”, Jawabnya : ,,Ya”. Sekali lagi aku bertanya : Apakah Tuan juga disertai oleh syaiIhan?”, Beliau saw. bersabda : ,,Ya, tetapi Tuhanku memberikan pertolongan padaku untuk mengalahkannya, sehingga iapun menyerahlah”, . Diriwayatkan oleh Muslim.

 

Diceriterakan pula dari Abdullah bin Mas’ud r. ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Tidak seorangpun dari kamu semua melainkan pasti disertai seorang jin (syaithan). Para sahabat bertanya : ,,Tuan juga demiklankah, ya Rasulullah ?”, Beliau saw. bersabda : ,,Untukku Pun ada pula, hanya saja Allah memberikan pertolongan pada ku untuk mengalahkannya, sehingga lapun menyerah dan tidak mengajak aku kecuali yang baik-baik saja”, Diriwayatkan oleh Muslim,

 

MENYELEWENG DARI PETUNJUK ALLAH DAPAT MEMPERKUAT KEDUDUKAN SYAITHAN

 

Syaithan itu tidak mungkin dapat mempengaruhi atau kokoh kedudukannya dalam jiwa seseorang manusia. melainkan jikalau ia itu sendiri sudah menyeleweng dari petunjuk Allah Ta’ala serta keluar dari jalan yang sudah digariskan oleh Allah.

 

Jadi apabila manusia itu sendiri sudah menyeleweng dari jalan yang digariskan dan diridlai oleh Allah Ta’ala, maka Allah akan menghukum orang itu dengan mengokohkan kedudukan syaithan dalam hatinya dan syaithan itu lalu mengajaknya untuk mengarah kejurusan kejahatan, keburukan dan kerusakan, baik dalam setiap ucapan atau setiap perbuatannya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan barangsiapa yang tidak memperdulikan peringatan Tuhan yang Maha Pengasih itu, maka Kami akan adakan untuknya seorang syaithan dam itulah yang akan menjadi kawannya.

 

Syaithan itu akan menyelewengkan orang-orang yang tidak memperdulikan peringatan Tuhan tadi dari jalan kebenaran, tetapi mereka mengira bahwa mereka adalah mengikuti petunjuk yang benar,

 

Sehingga apubila orang itu datang kepada Kami (Allah), ia berkata kepada kawannya (Syaithan itu) : Alangkah baiknya undaikata antara aku dan engkau ini ada jarak sejauh antara Iimur dan barat, Engkaulah kawan yang seburuk-buruknya”.

 

Pada hari itu, karena kamu ternyata bersalah, tidaklah berguna penyesalan itu padamu, Kamu bersama-sama senasib dalam siksaannya”. S. Zukhruf 36-39.

 

Dengan terus-menerus bergelimang dalam kecurangan dan kesesatan, maka syithanpun dapat berkuasa atas jiwa seseorang manusia yang melakukannya itu. Ia dapat dipe“ngaruhi dan ditekan secara sempurna sekali, dapat diperintah sekehendak syaithan itu, sehingga manusia tersebut dapat menjelmakan dirinya sebagai salah seorang tentara dari Iblis pula atau setidak-tidaknya merupakan anggauta yang setia dari persatuan syaithan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Syaithan telah menguasai mereka, lalu melupakan mereka itu dari mengingat kepada Allah.. Mereka itulah golongan syaithan. Ingatlah bahwasanya golongan syaithan itu adalah yang menderita kerugian”. S. Mujadalah 19.

 

Disaat manusia itu sudah sampai ketingkat sebagaimana yang tersebut diatas dan sudah menurun sekali tabiatnya sampai kederajat yang terendah itu, maka nyata-nyata ia telah mengalami kemerosotan yang luar biasa dalam bidang kerohanian dan telah menjadi manusia yang paling kufur yakni menutupi keindahan jiwa yang seharusnya dibuat cemerlang dan bersinar terang.

 

Dalam tingkat yang sedemikian itu, maka hancurlah sudah pertimbangan, goncanglah neraca dan bercampur aduklah segala macam kenyataan yang ada. Kekuasaan kebathilan akan menanjak setinggi-tingginya, hukum rimba akan merajalela menguasai masyarakat dan kehidupan, setiap orang akan melanggar hak orang sebagaimana halnya yang lazim dilakukan oleh binatang-binatang buas terhadap mangsanya. Jikalau ini telah terlaksana, maka manusia yang semula merupakan seindah-indah makhluk yang diciptakan oleh kekuasaan Tuhan ahkirnya merupakan alat atau perkakas untuk menimbulkan kehancuran, kebinasaan, kecelakaan, kejahatan dan kerusakan. Bahkan ia akan menjadi pengatur dan pelaksana dari segala bentuk kehancuran dan kemusnahan total.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidakkah engkau lihat bahwa Kami (Allah) mengirimkan syaithan untuk orang-orang yang kafir itu untuk menghasut mereka dengan mengajak melakukan kejahatan”. S. Maryam 83,

 

Malahan dapat sampai pula kesuatu tingkat yang syai:than sendiri merasa tidak ikut campur didalamnya yakni cuci tangan dari perbuatan itu, karena sangat nista dan kejinya.

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sebagaimana syaithan ketika berkata kepada manusia : ,jadilah orang kafir (menyangkal atau melawan Tuhan)”. Setelah orang itu menjadi kafir, syaithan itu berkata : ,,Saya berlepas tangan terhadap engkau, sesungguhnya saya takut kepada Allah Seru sekalian alam”. S. Hasyr 16.

 

SIAP SIAGA TERHADAP PERMUSUHAN SYAITHAN

 

Syaithan itu jelas mencerminkan segala macam keburukan, kejahatan dan kecelakaan diatas permukaan bumi ini. Pekerjaannya tidak ada lain kecuali menuju kearah kehancuran kehidupan manusia dengan jalan menyelewengkan manusia itu dari petunjuk Allah Ta’ala yang benar serta menjauhkannya dari jalan kelurusan, kebenaran dan kebaikan.

 

Oleh sebab itu Allah Subhanahu wa Ta’ala betul-betul mengingatkan kita semua agar kita berhati-hati jangan sampai terkena tipu daya dan rayuan busuknya. Kita diberitahu pula tentang betapa besar permusuhan syaithan itu yang dihadapkan kealamat kita kangsa manusia ini dan kita dianjurkan untuk melawan dan menentang ajakannya dengan segala macam daya upaya dan jalan, sehingga hancurlah kekuatannya, lemahlah kekuasaannya dan sirnalah kejahatan dan keburukannya yang hendak ditusukkan kepada kita itu.

 

Peringatan Allah Ta’ala sebagaimana diatas itu jelas dapat kita baca dari firmanNya :

 

,,Sesungguhnya syaithan itu musuhmu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh pula. Ia hanya mengajak kawan segolongannya supaya sama-sama menjadi isi neraka Sa’ir”. S. Fathir 6.

 

Allah Ta’ala juga menceritakan kepada kita semua tentang permusuhan yang dilakukan oleh syaithan itu kepada ayah kita yang pertama yakni nabiullah Adam a.s. Disitu terkandunglah suatu nasihat yang maha penting. Syaithan itulah yang sudah dapat menyelewengkan beliau a.s. itu sehingga makan buah pohon yang terlarang dan akhirnya sampai dikeluarkan dari surga. Ini dilakukan dengan senjata kebohongan dan tipuan semata-mata. Beliau a-s. diajak olehnya untuk menyalahi perintah Tuhan dan melakukan apa-apa yang dilarang. Setelah Allah Ta’ala menceritakan semuanya, lalu dinasihatinya kita semua jangan sampai tertipu olehnya, sebagaimana yang sudah pernah dilakukan terhadap ayah kita dahulu itu.

 

FirmanNya :

 

,,Hai anak-anak Adam Janganlah kamu semua dapat dibujuk oleh syaithan, sebagaimana ia telah dapat mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga. Dibukakannya pakaian keduanya, supaya ia dapat memperlihatkan kepada keduanya itu akan kemaluannya. Sesungguhnya syaithan itu, ia dan golongannya dapat melihatmu dan kamu tidak dapat melihat mereka. Sesungguhnya syaithan itu Kami (Allah) jadikan pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman”. S. A’raf 27.

 

Selain itu Allah Ta’ala menjelaskan pula apa yang akan dilaksanakan terus oleh syaithan itu sejak menyatakan permusuhan pertamanya dahulu terhadap nabiullah Adam a.s. Ia berjanji akan duduk menghadang dijalan kebenaran dengan maksud hendak menyelewengkan ummat manusia, menyesatkan dan menyimpangkan mereka dari jalan Tuhan.

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Syaithan berkata » ,,Terangkanlah kepadaku, inikah (Adam) yang Engkau muliakan lebih dari aku ? Kalau Engkau memberikan padaku tangguh (dinantikan dan tidak mati) sampai hari kiamat, sudah tentu aku akan membinasakan (menyesatkan) keturunannya, selain dari sebagian kecil saja”.

 

Tuhan berfirman : ,,Pergilah, siapa diantara mereka yang mengikuti engkau, sudah tentu neraka Jahannam akan menjadi halasan untuk kamu semua itu, suatu balasan yang cukup.

 

Dan gerakkanlah siapa yang dapat engkau gerakkan dengan suaramu dan kerahkanlah terhadap mereka dengan pasukanmu yang berkuda dan yang jalan kaki dan berserikatlah dengan mereka tentang harta dan anak, janjikanlah apa-apa kepada mereka itu. Dan apa-apa yang dijanjikan oleh syaithan itu tidak lain hanya tipuan belaka.

 

Sesungguhnya terhadap hamba-hambaKu (yang baik) itu tidaklah enkau akan dapat menguasainya”.  S. Isra’ 62-65.

 

Dalam surat lain, Allah Ta’ala berfirman :

 

,Syaithan berkata : ,,Karena Engkau (Allah) telah menghukum aku, maka aku akan duduk mengganggu mereka dari jalanMu yang lurus.

 

Kemudian uku pasti akan mendatangi mereka dari hadapan dan dari belakangnya, dari kanan dan dari kirinya. Dan Engkau tidak akan dapati kebanyakan mereka itu menjadi orang-orang yang bersyukur”. S. A’raf 16-17.

 

Apa yang ditetapkan oleh Iblis itu mula-mula hanyalah sebagai suatu sangkaan dan perkiraan, tetapi hakikatnya berhasil pula. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya benarlah terjadi persangkaan Iblis terhadap mereka dan mereka lalu menurut kepadanya kecuali (yang tidak menurut) sebagian orang-orang yang beriman”.

 

Dalam surat lain Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Yang mereka sembah selain Tuhan itu hanyalah patung-patung perempuan dan tidak ada yang mereka sembah itu melainkan syaithan yang durhaka.

 

la dilaknati oleh Allah. Syaithan itu berkata : Sudah tentu saya akan menarik (menggoda) sebagian yang ditentukan dari hamba-hambaMu.

 

Mereka tentulah akan saya sesatkan dan saya janjikan kepadg mereka harapar-haropan kosong, saya suruh mereka memotong telinga binatang dan saya suruh mereka mengubah makhluk Allah. Barangsiapa yang mengambil syaithan sebagai pemimpin selain dari Allah, maka sesungguhnya ia telah mendapat kerugian yang nyata.

 

Syaithan ifu memberikan janji-janji  dan angan-angan kosong kepada mereka, tetapi tidaklah janji-janji syaithan itu melainkan hanyalah tipuan belaka”, S, Nisa “117-120,

 

Ada lagi yang diajarkan oleh Allah Ta’ala kepada kita sekalian yaitu bahwa syaithan itu giat sekali menanamkan lintasan-lintasan gerakan dalam hati yang berupa kejahatan, bahkan berusaha untuk mengokohkan meresapnya halhal yang menyebabkan timbulnya keburukan dan kebathilan dalam jiwa manusia.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Syatthan itu menjanjikan (menakut-nakuti) kamu semua dengan kemiskinan dan menyuruh kamu semua mengerjakan perbuatan keji”. S. Baqarah 268.

 

Maksudnya ialah bahwa syaithan itu selalu menggoda manusia dan seolah-olah mengesankan dalam kalbunya bahwa membelanjakan harta untuk kebaikan dan kemaslahatan ummat itu menyebabkan kemiskinan, yang berarti membuang harta dengan sia.sia. Ia mengajak manusia itu supaya menahan terus hartanya, bersifat bakhil dan kikir, tetapi terus tamak dan loba dalam mencari harta itu dan disamping itu zakat yang telah menjadi kewajiban tidak perlu ditunaikan. Inilah bisikan busuk dari syaithan yang terlaknat itu.

 

Oleh sebab itu, maka wajiblah setiap orang itu berhatihati dari godaannya dan selalu menghindarkan diri dari ajakan jahat dan buruknya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Janganlah kamu semua mengikuti jejaknya syaithan, sebab la adulah musuhmu yang nyata. Syaithan itu hanyalah menyuruh kamu semua berbuat keburukan dan kekejian dan supaya kamu semua mengatakan tentang hal Allah, yang kamu semua tidak mengetahui”, S. Baqarah 168-169.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Hai orang-orang yang beriman | Janganlah kamu semuy mengikuti pejak langkah syaithan dan barangsiapa yang mengikuti jejak langkah syaithan, maka sesungguhnya syaithan itu mengajak kepada kekejian dan kemungkaran”. S. Nur 21.

 

Salah satu uraian yang sangat ditandaskan oleh Allah Ta’ala dalam memperingatkan kita sekalian agar jangan sampai mengikuti ajakan syaithan ialah firmanNya yang terdapat dalam surat An’am, yakni :

 

,,Dan pada hari Tuhan mengumpulkan mereka semuanya, lalu berfirman : ,,Hai golongan jin, sesungguhnya kamu telah banyak menyesatkan manusia”. Kawan-kawan mereka dari golongan manusia menjawab – ,,Ya Tuhan kami, sebagian kami telah merasa senang kepada yang lain dan kami telah sampai pada suatu waktu yang telah Engkau tentukan untuk kami”. S. An’am 128.

 

Maksudnya ialah bahwa Allah Ta’ala berfirman pada hari kiamat diwaktu berkumpulnya seluruh makhluk itu kepada jin, demikian : ,,Kamu semua telah banyak menyesatkan manusia”.

 

Pengikut mereka yang terdiri dari bangsa manusia berkata : ,,Memang ya Tuhan, sebagian kita sudah senang pada yang lain yakni manusia itu senang untuk menerima pimpinannya dan tunduk pada kekuasaannya, maka jin merasa lezat sekali memperoleh kekuasaan atas manusia. Sementara itu manusia juga menampakkan berbagai kesyahwatan pada jin itu dan dipertontonkan seolah-olah segala sesuatu baik saja dan bahkan banyak jalan menuju kearah itu. Saling cinta-mencintai semacam ini terus berlangsung hingga saat yang tertentu yakni tibanya ajal kematian.

 

Dalam menguraikan salah satu adegan dari sekian banyak adegan yang akan terjadi pada hari kiamat nanti, Allah Ta’ala menyisihkan kaum yang bersalah. Dan kepada mereka diajukan pertanyaan yang bernada mencemoohkan, mengapa suka menaati ajakan syaithan dan mengapa pula suka menyembahnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Menyisihlah kamu semua pada hari ini, hai orang-orang yang berdosa !

 

Bukankah Aku (Allah) telah memerintahkan padamu semua hai bani Adam, agar kamu semua jangan sampai memuja-muja syaithan, sesungguhnya syaithan itu adalah musuhmu yang nyata.

 

Dan hendaklah kamu semua menyembah Aku. Inilah jalan yang benar.

 

Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sejumlah besar dari kamu semua. Apakah kamu semua tidak mengerti ?”. S. Yasin 59-62

 

Dalam adegan lain yang akan terjadi pada hari kiamat itu pula syaithan menghadapkan pembicaraannya kepada para pengikutnya dan memberikan cemoohannya kepada mereka mengapa dapat disesatkan dan mengapa mengikuti ajakannya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

.Syaithan berkata setelah perkara diputuskan : ,Sesungguhnya Tuhan telah menjanjikan perjanjian yang sebenarnya kepada kamu semua dan akupun berjanji pula kepada kamu semua, lalu aku mungkiri. Aku sendiri tidak mempunyai kekuasaan apa-upa kepadamu, melainkan kamu semua kuajak dan kamu semua menuruti kemauanku. Oleh sebab itu janganlah aku kamu semua cela, tetapi celalah dirimu sendiri, Aku tidak dapat menjadi penolongmu dan kamu semuapun tidak dapat menjadi penolongku. Aku sejak dahulupun tidak juga membenarkan kamu semua mempersekutukan aku dengan Tuhan, Sesungguhnya orang-orang yang bersalah itu akan mendapat siksaan yang pedih”. S. Ibrahim 22.

 

Dalam mengupas tafsiran ayat diatas itu Ibnu Katsir berkata sebagai berikut :

 

,,Allah Ta’ala memberitahukan perihal omongan yang dihadapkan oleh Iblis kepada para pengikutnya dan ini terjadi setelah keputusan diambil mengenai siapa yang berhak masuk surga dan siapa yang harus merasakan siksa api neraka. Disaat itulah Iblis la’natullah berpidato, pada saat sesulit itu ja mengemukakan isi hatinya, suatu ucapan yang sungguh-sungguh tidak diinginkan oleh sekalian pengikutnya itu. Tetapi ini harus terlaksana, agar kesedihan yang diderita orang-orang yang berdosa itu makin bertambah tambah dan bertumpuk-tumpuk, kesusahannya bertimbun timbun dan penyesalannya tidak habis-habisnya. Iblis berkata : Allah Ta’ala itu sudah memberikan janji yang benar yang dituangkan dengan seruan-seruan yang disampaikan oleh rasul-rasulNya. Bukankah Allah Ta’ala sudah menjanjikan kepadamu semua akan memperoleh surga dan keselamatan, jikalau kamu semua mengikuti rasulNya itu. Ini adalah janji yang benar. Ini adalah berita yang tidak dusta. Tetapi tiba-tiba kamu semua terpesona oleh ajakanku. Akupun berjanji, namun janjiku adalah palsu dan pasti kusalahi. Mestinya kamu semua sudah pernah mendengar firman Allah Ta’ala, yaitu :

 

,,Syaithan itu menjanjikan pada mereka serta memberikan angan-angan kosong. Tidaklah yang dijanjikan oleh syaithan itu melainkan tipuan belaka”. An-Nisa 120.

 

Bukankah Allah Ta’ala sudah berfirman pula dalam menceritakan keadaanku ini. yakni :

 

,,Saya ini tidak mempunyai kekuasaan sama sekali atasmu semua”. Ibrahim 22.

 

Jadi apa yang kuajak dan apa yang kuserahkan padamu semua itu tidak ada dalil kebenarannya sama sekali. bahkan tidak beralasan apa-apa, melainkan hanyalah sebagai ajakan seorang penipu belaka.

 

Tetapi anehnya, mengapa kamu semua tiba-tiba mengikuti ajakanku itu. padahal hanya seperti ini sajalah kenyataannya. Sementara itu disebelah sana ada rasul Tuhan yang nyata-nyata memberikan penerangan-penerangan yang baik dan benar dengan disertai bukti dan dalil yang hak sebagai tanda kebenaran dari ajakan yang dikemukakan itu. Ajakan rasul yang baik itu lalu kamu semua ingkari. Akhirnya kamu semua telah menjadi sebagaimana yang sudah kamu lakukan itu. Sayang sekali, sayang ……

 

Oleh sebab itu, saya minta kamu semua janganlah mencela aku pada hari ini, celalah dirimu sendiri yang bodoh dan dungu serta tidak dapat berfikir jernih itu. Jadi dosanya haruslah kamu semua tanggung sendiri, sebab hujah yang benar sudah kau ingkari dan sebaliknya kamu semua telah mengikuti ajakanku yang semata-mata menjurus kearah kebathilan. Sudah jelas bahwa aku tidak dapat memberi pertolongan padamu, aku tidak dapat menyelamatkan kamu dari siksa yang pasti harus kau derita ini.

 

Bukankah sejak dulu aku sudah tidak membenarkan kalau kamu semua menyekutukan aku dengan Allah yang Maha Esa, tetapi masih juga kamu semua lakukan”.

 

Demikianlah kira-kira isi pidato yang akan diucapkan syaithan nanti pada hari kiamat setelah selesainya keputusan.

 

Qatadah berkata : ,,Yang tidak dibenarkan oleh syaithan itu jalah sebab yang menjadikan orang-orang itu menyekutukan syaithan dengan Allah Ta’ala sebelum terjadinya kemusyrikan itu sendiri”.

 

Ibnu Jarir mengatakan : .Syalthan itu berkata : sebenarnya saya sendiri tidak setuju kalau saya ini dijadikan sekutu bagi Allah Ta’ala… Apa yang dikatakannya Ini dianggapnya sebagai pendapat yang tepat dan rajih …”

 

Selanjutnya ia berkata : ,:Nanti diwaktu manusia dan kawannya (syaithan) itu sama-sama berdiri menghadap kehadlirat Allah Ta’ala di akhirat. lalu manusia itu mengatakan pengaduannya : ,.Ya Tuhan, kawanku syaithan inilah yang menyesatkan hamba sehingga terlalai dari ingat pada Tuhan sesudah hamba menerima peringatan dan petunjuk baik sebelum itu”. Lalu syaithan yang oleh kepalanya diserahi untuk menggodanya itu berkata : ,,Ya Tuhan, bukannya hamba yang menyesatkannya, tetapi ia sendiri sebenarnya sudah dalam kesesatan yang nyata sekali”.

 

Untuk menghentikan perdebatan kedua makhluk yang celaka itu. lalu Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Jangan kamu semua bertengkar dihadapanKu. Sesungguhnya Aku telah memberikan peringatan padamu semua. PutusanKu tidak akan diubah dan Aku tidak berbuat sewenang-wenang terhadap hamba-hambaKu”. S. Qaf 28-29.

 

Maksudnya ialah : ,,Kamu semua tidak perlu bertengkar sekarang ini, sebab sudah tidak berguna lagi. Bukankah Aku telah memberikan bimbingan dengan melalui para ra: sulKu, kitab sucipun sudah Ku turunkan, hujah, keterangan dan bukti-bukti yang benarpun sudah sampai ditelingamu”.

 

ORANG MUKMIN TIDAK DAPAT DIPERINTAH SYAITHAN

 

Keimanan itu memberikan cahaya cemerlang dalan jiwa dan memenuhi hati nurani dengan nur yang gilang-gemilang. Jikalau hati sudah cemerlang dan jiwa sudah bersinar dengan nur atau cahaya keimanan, maka pasti terhapuslah segala macam godaan dan rayuan syaithan itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Apabila engkuu membaca AlQuran, maka mohonkan perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk.

 

Sesungguhnya syaithan itu tidak berkuasa apa-apa terhadap orang-orang yang beriman dan orang yang menyerahkan dirinya kepada Tuhannya.

 

Hanyasanya kekuasaan syaithan itu dapat terlaksana terhadap orang-orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin dan orang-orang yang mempersekutukan Tuhan dengannya”. S. Nahl 98-100.

 

Dalam ayat diatas terangkanlah bahwa syaithan itu tidak dapat menguasai kaum mukminin yang bertawakkal, tetapi ja dapat berkuasa atas orang yang mencintainya serta kaum musyrikin. Maksud kekuasaan ialah jalan yang digunakan untuk memerintah atau mempengaruhi orang lain, baik dengan cara menyesatkan atau menyeleweng dari arah yang hak dan benar.

 

Hati nurani manusia yang benar-benar sudah erat hubungannya dengan Allah Ta’ala itu apabila tersentuh sedikit saja dari bisikan syaithan, maka pastilah dirasanya sangat sakit jiwanya dan dengan segera ia kembali ingat dan terjaga dari kelalaiannya. Hal ini jelas difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Sesungguhnya orang yang bertakwa itu apabila tersentuh ( terkena) oleh tipuan syaithan yang berkunjung, mereka ingat kembali dan ketika itu mereka menjadi orang-orang yang dapat melihat (kebenaran). S. A’raf 201.

 

Sudah Jelaslah bahwa syaithan itu telah dapat menyelewengkan nabiullah Adam as. dengan makan buah pohon yang terlarang yakni syajaratul khuldi dan sudah berhasil pula menjerumuskannya kedalam suatu yang ia diperintah untuk menjauhinya oleh Allah. Hatinya digerakkan untuk menimbulkan hal-hal yang menjadi keinginan nafsu yang berbahaya, melakukan sebab-sebab yang membuahkan kecelakaan dan semuanya dilaksanakan dengan cara penipuan dan bujukan yang disertai dengan rayuan manis tetapi berbisa.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala menceriterakan dalam AlQuran, dengan firmanNya :

 

,,Syaithan berkata : ,,Tidaklah Tuhan melarang engkau berdua mendekati pohon ini, kecuali supaya engkau berdua jangan sampai menjadi malaikat atau menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”.

 

Syaithan itu bersumpah kepada keduanya (Adam dan isterinya) dan berkata : Sesungguhnya aku ini adalah termasuk orang-orang yang memberi nasihat padamu berdua”.

 

Kemudian syaithan dapat membujuk keduanya itu dengan tipu daya dan setelah keduanya merasakan buah pohon itu, terbukalah bagi keduanya aurat mereka. Keduanya menutupinya dengan daun surga. Kemudian Tuhan memanggil keduanya dan berfirman : ,,Bukankah Aku telah melarang engkau berdua dari mendekati pohon kayu itu dan telah Kukatakan padamu sekalian bahwa syaithan itu bagimu adalah merupakan musuh yang nyata”. S. A’raf 20-22.

 

Hanya saja masih sangat beruntung sekali, karena pendorong kebaikan dan pengaruh kebenaran itu masih tetap tertancap dalam hati sanubari Adam a.s. dan juga isterinya yakni Hawa’. Mereka mengerti dengan jelas, bahwa syaithanlah yang menipu mereka dan menusukkan jarum bujukannya dengan halus. Oleh sebab itu merekapun segera menggunakan pengaruh-pengaruh kebaikan itu untuk menindas godaan dan rayuan syaithan tadi serta menekan habis-habisan kemauan hawa nafsunya, sehingga tidak membuat kesalahan yang lain lagi. Keduanya cepat-cepat bertaubat kepada Allah Ta’ala, mengakui kekeliruannya dan kembali memohonkan rahmat dan pengampunanNya. Ini diterangkan dalam firman Allah Ta’ala :

 

,,Keduanya berkata : ,,Wahai Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan kalau sekiranya Engkau tidak memberikan pengampunan dan kerahmatan kepada kami, pastilah kami akan termasuk golongan orang-orang yang mendapat kerugian”. S. A’raf 23.

 

Allah Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Penyayang berkenan menerima taubatnya dan mengabulkan permohonan kedua makhluk yang menyatakan penyesalannya itu, sebagaimana firmanNya :

 

,,Setelah itu Adam menerima beberapa kalimat Tuhannya, lalu Ia menerima taubatnya. Sesungguhnya Tuhan itu Maha Penerima taubat lagi Penyayan?”. S. Baqarah 37.

 

Juga firmanNya :

 

,,Adam tidak mematuhi perintah Tuhannya, karena itu sesatlah jalan yang ditempuhnya.

 

Setelah itu ia dipilih lagi oleh Tuhannya dan diterima taubatnya, juga diberinya petunjuk yang benar”. S. Thaha 121-122.

 

Dengan jalan bertaubat dan kembali menyerahkan diri kepada Tuhan, maka jelaslah fihak kebenaran pasti dapat mengalahkan fihak kejahatan. Manakala fihak kebaikan sudah dapat mengalahkan fihak kejahatan dalam jiwa seSeorang, maka sudah pastilah manusia itu sudah akan me herima petunjuk yang baik dari Tuhan. Selanjutnya mana. kala manusia itu sudah benar-benar menerima petunjuk yang baik, maka berhaklah ia untuk menjadi orang yang terpilih dan dikasihi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Allah Ta’ala tidaklah akan menyebutkan ceritera sebagaimana yang pernah dialami oleh ayah pertama kita Yakni nabiullah Adam a.s. itu melainkan agar supaya kita dapat memperoleh gambaran atau suri teladan dan cermin yang hidup, untuk menempuh jalan yang seharusnya dilalui oleh setiap manusia itu. Manusia bukannya suatu makhluk yang diciptakan penuh kesucian dan tidak sedikitpun ada kekurangannya. Manusia bukanlah malaikat, tetapi ia diciptakan sebagai makhluk yang mempunyai persiapan untuk menerima kebaikan atau keburukan, ia dapat melakukan hal-hal yang berpahala atau berdosa, benar atau salah, bagus atau jelek, taat atau maksiat, ketagwaan atau kedurhakaan, suka berbakti atau gemar berbuat kecurangan. Ini jelas difirmankan oleh Allah Taala :

 

,,Dan jiwa serta apa yang disempurnakannya.

 

Maka diilhamkanlah padanya yang salah dan yang taqwa (benar). S. Syams 7-8.

 

Manusia itu sesuai dengan kedudukan yang dikeruniaikan oleh Allah Ta’ala yakni sebagai khalifah (pengganti! Tuhan di bumi, maka ia diharuskan untuk mengembangkan makna-makna kebaikan, kebenaran, kebagusan, ketaatan dan ketaqwaan dalam jiwanya, sementara itu haruslah melawan segigih-gigihnya makna-makna kedosaan, kekeliruan. kekejian dan kedurhakaan, sehingga dengan melakukan dua macam hal diatas itu manusia akan dapat mencapai kesempurnaan rohaniah yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala untuk dirinya.

 

Dalam mengadakan perjuangan yang sedemikian itu. merayaplah syaithan kedalam tubuh manusia dengan tujuan yang dianggapnya utama sekali, yaitu :

 

  1. Dari satu sudut ia hendak menyelewengkan manusia dari semangat memperkembangkan sesuatu yang luhur dan hasrat yang mulia pada jiwanya.

 

  1. Dari sudut yang lain syaithan ilu berusaha keras dengan sekuat tenaganya hendak melemahkan ruh dan semangat kebaikan manusia tadi dengan jalan penipuan, rayuan halus dan bujukan serta menampakkan kesyahwatan dan kemaksiatan menjadi baik sehingga manusia itu tercelincir dari jalan yang benar dan diridlai oleh Allah Ta’ala.

 

Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban manusia yang paling utama sekali ialah supaya berhati-hati, jangan sampai dirinya terkena tipuan syaithan yang durhaka itu dan untuk ini hendaklah dimaklumi pula cara-cara yang dilakukan oleh syaithan apabila hendak menyelewengkan manusia serta membelokkannya dari tugas utamanya dalam kehidupan di dunia ini.

 

Sekali waktu apabila kakinya dirasanya tergelincir atau dirinya terjerumus dalam suatu kedosaan atau merasa menyisihkan diri dari hal-hal yang nyata benar atau berkecimpung dalam suatu kesalahan atau melakukan kemaksiatan serta membuat kedurhakaan, maka hendaklah ia segera ingat apa yang pernah terjadi atas diri nabiullah Adam a.s. Dihadapannya haruslah dapat dilukiskan suatu jalan sebagaimana yang pernah ditempuh oleh beliau a.s. itu yakni dengan melakukan taubat dan secepat mungkin memulai kehidupan yang lebih suci dan bersih.

 

Dengan mengikuti cara sebagaimana yang diuraikan diatas, maka manusia itu akan terlepaslah dari kekuasaan, cengkeraman serta kungkungan syaithan laknat Tuhan.

 

MELAWAN SYAITHAN

 

Sebenarnya Allah Ta’ala tidak menyebutkan dalam AlQuran perihal nafsu amarah bissu’ (jiwa yang mengajak kepada kejahatan) dan nafsu lawwamah (jiwa yang menyesali diri) itu melainkan hanya sekali saja. Tetapi Allah Ta’ala menyebutkan perihal syaithan bukan main banyaknya, diulang-ulangi selalu untuk memperingatkan kepada kita betapa hebat godaannya yang berbahaya itu. Ini difirmankan dalam cara dan gambaran yang beraneka ragam.

 

Apakah sebabnya demikian itu ? Tidak lain maksud Allah Ta’ala hanyalah agar kita ummat manusia ini benar-benar mengambil perhatian yang sepenuh-penuhnya untuk menjauhinya Itu, sebab hanya dengan demikian Itulah letak keselamatan dan kesejahteraan kita dan kita tidak akan lersesnt dan celaka

 

Syaithan Itu nyata-nyata pandai menyelundup dalam jiwa dan hati manusia. Karya syaithan dalam batin manusia Itu adalah sebagaimana karyanya baksil dalam tubuh. Baksil itu senantiasa menantikan kesempatan yang baik, la menunggu disaat kelemahan tubuh. Maka dikala itulah ia akan menghantam dan menyerhu tubuh tadi secara sekaligus, sehingga dengan sekali serangan dimaksudkan sudah dapat lumpuhlah tubuh ftu, bahkan jikalau mungkin terus mati sama sekali. Tubuh itu tidak mungkin akan melepaskan diri dari hantaman baksil yang berbahaya tadi melainkan apabila ia mempunyai penjagaan yang kokoh kuat, benteng yang ampuh dan tidak akan terobohkan. Oleh sebab itu tubuh yang baik perlu sekali mempunyai tameng untuk mencegah, menghalang-halangi dan menggagalkan usaha baksil tadi, bahkan yang sekiranya dapat mengusirnya untuk selama-lamanya.

 

Baksil sebagaimana yang diuraikan sifatnya diatas itu adalah sama dengan sifat-sifatnya syaithan. Bukankah syaithan itu juga selalu menantikan peluang yang baik, menunggu kelemahan jiwa dan kesakitannya dan setelah dirasa lemah lalu diserangnya serta diusahakan supaya rusak dan bahkan kalau mungkin akan dihancurkan untuk selama-lamanya dengan mengikuti ajakan dan perintahnya.

 

Sesungguhnya tidak ada jalan untuk menyelematkan diri dari serangan syaithan itu melainkan dengan jalan membersihkan serta menyucikan jiwa agar ia tidak terkena penyakit penyakitnya, sebab justeru adanya penyakit-pe nyakit inilah yang merupakan jalan yang hakiki dan mudah bagi syaithan untuk menancapkan godaan dan rayuan kotornya pada jiwa manusia.

 

Penyakit-penyakit jiwa yang merupakan jalan masuknya syaithan laknat itu ialah segala macam cela dan kekurangan manusia yang lazim tertanam dalam kalbunya. Inilah yang secara mutlak perlu dibersihkan, sehingga tidak ada jalan lagi bagi syaithan untuk menerobosnya. Penyakit penyakit yang terdapat dalam jiwa yang hakikatnya merupakan cela dan kekurangan manusia itu secara ringkasnya dapat dihimpun dalam sifat-sifat tercela dibawah :

 

  Lemah jiwa 2 putus asa 3 putus harapan 4 angkuh 5 gembira tak terbatas 6 ‘Ujub(heran pada diri sendiri) tujuh megah 8 aniaya 9 curang 10 ingkar pada kebenaran 11 tidak tahu terima kasih 12 tergesa-gesa 13 sempit dada 14 kurang panjang akal 15 kikir berbuat baik 16 bachir pada harta 17 loba 18 pembantah 19 pamer 20 bimbang pada kebenaran 21 ragu-ragu pada petunjuk baik 22 bodoh 23 lalai pada kekurangan diri 24 suka keras di waktu ber bantah 25 tertipu perasaan diri sendiri 26 berpura-pura 27 gelisah 28 keluh kesah 29 enggan membantu 30 lari dari kebenaran 31 menentang kekuasaan tuhan 32 durhaka 33 melampaui batas 34 cinta harta 35 terpesona oleh ke duniaan

 

Itulah penyakit-penyakit hati dan jiwa dan dengan melalui lubang-lubang itulah syaithan memasukkan jarum berbisanya kedalam batin manusia, agar hancurlah segi-segi kehidupannya, lalu digoyahkan usahanya yang semula ditujukan kearah keutamaan dan kemuliaan, kemudian dibelokan kearah yang merupakan perlawanannya.

 

Maka dari itu tidak ada jalan lagi untuk mengusir dan mengenyahkannya, tidak ada jalan untuk menyembuhkan was-was serta ajakan penyelewengannya itu, melainkan jiwa itu sendirilah yang wajib dirawat baik-baik, diobati dan diusahakan sekuat tenaga untuk melenyapkan bekas-bekas dari kedurhakaan syaithan itu. Ini wajiblah dilaksanakan dengan konsekwen dan bersungguh-sungguh, sehingga jiwa itu benar-benar bersih dari penyakit-penyakit tadi secara keseluruhan. Akhirnya akan kembali sehat wal’afiat dan menjadi jiwa yang tenang, tenteram dan rela menerima dan mengerjakan yang hak, benar dan baik.

 

Jikalau penumpasan penyakit-penyakit jiwa itu sudah dilaksanakan secara menyeluruh dan berhasil baik, maka akan muncullah dalam jiwa yang sudah bersih dan suci itu hal-hal yang baik-baik saja seperti senantiasa dzikir atau ingat kepada Allah Ta’ala, selalu mohon perlindungan Tuhan, mengakui bahwa tidak ada daya dan kekuatan pada dirinya melainkan dengan izin Tuhan serta menyerahkan bulat-bulat jiwa raganya kepada Dzat yang Maha Mengatur langit dan bumi ini. Semua itu akan mengarah kejurusan pengokohan kebatinan manusia itu sendiri lalu mengangkatnya sampai ketingkat alam rohaniah yang hakiki. Akhirnya manusia itu akan sampailah kepada derajat yang | ja akan ditakuti oleh syaithan, sekalipun hanya menemuinya dijalan yang dilaluinya. Ini adalah sebagaimana yang sudah dicapai oleh.sayidina Umar bin Khathathab r.a.

 

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda kepada Umar r.a., demikian :

 

,,Hai Ibnu Khaththab, tidak pernah syaithan itu bertemu dengan engkau di suatu jalan, melainkan syaithan itu pasti. mencari jalan lain, yakni yang berbeda dengan jalan yang kau lalui itu (karena takutnya padamu)”.

 

Alangkah bahagianya orang yang sudah ditakuti oleh syaithan, sehingga bertemu saja sudah enggan, sebab itu orang semacam ini sudah tidak mungkin lagi akan didekati oleh syaithan itu. ‘

 

Ingatlah bahwa kebahagiaan manusia itu tidak mungkin dapat sempurna kecuali dengan jalan mengekang hawa nafsu dan menundukkannya dengan jalan mengikuti wahyu Tuhan serta memerangi ajakan dan bisikan syaithan yang jahat

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Katakanlah : Ya Tuhanku, aku mohon perlindungan kepadaMu dari bisikan (tipuan) syaithan. Dan aku mohon perlindungan pula padaMu, supaya mereka jangan datang mendekati aku”. S. Mukminun 97-98.

 

Lagi pula firmanNya :

 

,,Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang.

 

»Katakanlah : Saya mohon perlindungan kepada Tuhan manusia.

 

Raja manusia.

Sembahan manusia.

Duri kejahatan godaan syaithan yang bersembunyi.

Yang menggoda dalam dada manusia.

Dari bangsa jin dan manusia”. S. Nas 1-6.

 

HIKMAT DICIPTAKANNYA IBLIS

 

Sementara orang ada yang berkata : ,,Mengapa Allah Ta’ala itu menciptakan Iblis sebagai makhluk yang berkarya untuk menggoda manusia, membisikkan segala kejahatan dalam kalbunya, mengajak melawan, menentang dan memerangi Tuhan serta ajaran-ajaranNya ?”

 

Untuk menjawab pertanyaan orang yang bertanya sedemikian itu, sebagian alim ulama ada yang memberikan jawabannya, demikian : ‘

 

Sudah nyata dan jelas bahwa Allah Ta’ala itu Maha Kuasa membuat penentang atau lawan dari apa-apa yang sudah diciptakan. Maka dari itu Allah Ta’ala sengaja menciptakan makhluk yang merupakan seburuk-buruk makhlukNya itu dan yang menjadi pokok pangkal dari segala kejahatan, sebagai tandingan dari penciptaan Jibril yang dianggap sebagai semulia-mulia makhluk, sesuci-suci dan sebagus-bagusnya. yang juga merupakan sumber dari segala kebaikan. Maha Sucilah Allah yang menciptakan ini dan itu, yakni baik dan buruk.

 

Hal yang semacam ini tidak ubahnya dengan penciptaan malam dan Siang, penyakit dan obat, hidup dan mati, baik dan buruk, bagus dan jelek dan lain-lain lagi. Itu semua adalah sebagai pertanda yang sekokoh-kokohnya atas kesempuraan Allah Ta’ala, kemuliaanNya, kebesaran kekuasaan dan pemerintahanNya. Jadi olehNya dibuatkan sesuatu itu dengan lawannya sekali, yang satu ditentang dengan yang lainnya dan dijadikan sebagai jalan dan cara dalam mengatur serta menertibkan alam semesta ini. Jikalau alam semesta ini sunyi atau tidak ada sama sekali lawan atau tantangannya secara keseluruhan, maka pasti akan tidak terlaksanalah hikmat kebijaksanaan dalam mengatur alam ini, lenyap pula arti kesempurnaan dalam pemikiran dan penertiban kerajaanNya.

 

Oleh sebab adanya lawan atau kebalikan dari segala sesuatu yang diciptakan itu, maka muncul pulalah nama-nama Tuhan yang mengandung pengertian KeperkasaanNya, seperti :

 

  1. Maha Perkasa. b. maha pemberi balasan c. maha adil d. maha pemberi bencana e. maha disiksa nya f. maha cepat memperhitungkan ( amalan) g. maha sangat azab nya h. maha menurunkan derajat i. maha mengangkat j. Maha Memuliakan. k. Maha Merendahkan.

 

Nama-nama yang mengandung pengertian perbuatanperbuatan sebagaimana diatas itu adalah sebagai kesempurnaan yang hanya dimiliki oleh Allah Ta’ala sendiri yang pasti ada hubungan dengan apa yang sebenar-benarnya di alam semesta ini.

 

Jadi andaikata jin dan manusia itu mempunyai sifat dan watak sebagaimana yang dimiliki oleh malaikat, maka tidak ada gunanya sama sekali nama-nama Tuhan sebagaimana diatas itu, karena tidak tampak pembekasannya terhadap makhluk manapun.

 

Diantara hikmat-hikmatnya lagi ialah munculnya bekas-bekas atau kesan-kesan dari nama-nama Tuhan yang mengandung pengertian kekasih sayanganNya, seperti :

 

  1. Maha Pengampun. b. Maha Pelebur dosa. c. Maha menutupi kesalahan. d. Maha Melampaui dalam memberi hak dan membebaskan dosa hambahamba-Nya yang dikehendaki-Nya.

 

Jadi andaikata Allah Ta’ala tidak menciptakan sesuatu yang tidak disukai olehNya yang merupakan sebab-sebab yang menimbulkan kesan-kesan dalam benda-benda itu. maka tentu akan menganggur sajalah hikmat dan faidahnya.

 

Oleh sebab itu Rasulullah s.a.w. mengisyaratkan hal tersebut dalam sabdanya :

 

,,Andaikata kamu semua tidak pernah melakukan dosa, maka pastilah kamu semua akan dilenyapkan oleh Allah Ta’ala dan tentu akan datanglah suatu golongan yang pernah berdosa, yang kemudian memohon pengampunan kepada Allah, lalu mereka itu diampuni olehNya”.

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah r.a.

 

Diantaranya lagi ialah timbulnya nama-nama Tuhan yang mengandung pengertian kebijaksanaan. Allah itu adalah Maha Bijaksana lagi Waspada yang pasti meletakkan sesuatu itu pada tempatnya atau menurunkan sesuatu itu juga pada tempat yang cocok untuknya. Jadi belum pernah dan tidak akan terjadi bahwa Allah Ta’ala itu meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya ataupun menurunkannya tidak pada kedudukan yang sepatutnya sepanjang yang sesuai dengan penerapan kesempurnaan sifat ilmuNya, kelengkapan hikmatNya dan kebagusan cara mengaturNya.

 

Allah Ta’ala itu Maha Mengetahui dimana hendak menjadikan risalatnya dan Maha Lebih Mengetahui pula terhadap siapa orang yang patut menerimanya, lalu mensyukuri kerunia baikNya. Bahkan mengetahui pula siapa orang yang tidak patut untuk menerima risalat itu. Risalah kepada umumnya manusia itu adalah yang berupa beban bagi manusia untuk memikul tanggung jawab sebagai khalifah Tuhan diatas permukaan bumi. Orang inilah yang wajib menjalankan kekuasaan yang dikeruniakan oleh Allah xsesual dengan keridlaanNya.

 

Andaikata sebab-sebab yang tidak diingini itu dihilangkan sama sekali dengan pengertian lain semua kejahatan ditiadakan, maka akan hilang pulalah berbagai hikmat dan kepentingan, lenyap pulalah. berbagai kemaslahatan dan kemanfaatan. Apabila sebab-sebab itu sudah tidak ada dan dengan demikian lalu keburukan juga tidak ada, maka akan lenyap pula adanya kebaikan yang merupakan hal yang lebih agung dari keburukan itu sendiri dalam hal-hal yang menyebabkannya. Tidak lain sebabnya ialah karena sesuatu itu dapat dikatakan baik jikalau dibagian lainnya ada yang dikatakan busuk. Jadi jikalau yang busuk tidak ada, maka mana pulakah yang dikatakan baik dan mana pula yang lebih baik.

 

Hal yang sebagaimana diatas itu adalah seperti matahari, hujan dan angin yang didalamnya mengandung bermacam-macam kemaslahatan dan ini adalah jauh lebih banyak dan bahkan berlipat gandalah banyaknya keuntungan yang diperoleh dari pada bahaya atau bencana yang ditimbulkan.

 

Diantaranya lagi ialah terlaksananya berbagai macam ketaatan yang sekiranya tidak ada iblis, pasti ketaatan ketaatan itu tidak ada pula. Ingatlah perihal jihad, yakni berjuang dan berperang untuk membela agama Allah Ta’ala yang suci. Jihad itu adalah salah satu diantara sekian banyak macam ketaatan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala. Cobalah bayangkan, sekiranya seluruh ummat manusia itu mukmin dan muslim tanpa terkecuali satu orangpun, maka sudah tentu tidak diperlakukan lagi adanya ketaatan atau peribadatan yang berupa jihad fi sabilillah ini. Mengikuti jihad adalah termasuk kecintaan yang sebesar-besarnya kepada Allah, sebab menghancurkan musuh dan membinasakannya demi kecintaannya kepada Allah itu pula. Ambilah sekali lagi sebagai contoh yaitu amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf ialah menyuruh orang-orang supaya berbuat kebaikan dan apa saja yang menyebabkan keridlaan Allah. sedang nahi mungkar ialah melarang orang-orang supaya jangan berbuat kemunkaran atau apa saja yang menyebabkan kemurkaan Allah. Adakah ini terlaksana sebagai suatu ketaatan, sekiranya seluruh penghuni dunia ini sudah memeluk agama Islam secara baik. Masih banyak lagi contoh-contohnya yang akan menganggur tanpa guna, sekiranya iblis dan syaithan itu ditiadakan, seperti menyalahi kemauan hawa nafsu, lebih mengutamakan sesuatu yang merupakan kebaktian pada Allah Ta’ala dari pada yang lain-lain, bertaubat, memohonkan pengampunan, sabar dan tabah hati, memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala agar diselamatkan dari musuhnya, dijaga dari tipuan dan perbuatan jahatnya dan masih banyak lagi lain-lain hikmat yang tidak dapat dicapai oleh akal fikiran manusia itu sendiri.

 

 

 

KITAB-KITAB YANG TERCATAT

 

Sesungguhnya Allah Ta’ala itu mempunyai beberapa ajaran dan wasiat yang diwahyukan kepada para rasul dan nabiNya.

 

Diantara ajaran-ajaran dan wasiat-wasiat itu ada yang dicatatkan dalam kitab dan diantaranya ada yang tidak dapat kita ketahui sama sekali. Tetapi yang jelas ialah bahwa setiap nabi itu pasti mendapatkan risalat yang wajib disampaikan kepada ummat dan kaumnya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Seluruh manusia itu adalah ummat (bangsa) yang satu, kemudian Allah mengutus beberapa orang nabi sebagai pembawu berita gembira dan menyampaikan peringatan, dan diturunkanlah bersama dengan mereka itu kitab dengan haq, supaya ia dapat memberikan keputusan diantara seluruh manusia itu perihal perkara yang mereka perselisihkan”. S. Baqarah 213.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Jikalau mereka itu mendustakan engkau (Muhammad), maka sesungguhnya rasul-rasul sebelummupun pernah didustakan. Mereka datang dengan membawa keterangan-keterangan yang nyata, surat-surat dan kitab-kitab yang memberikan penerangar”’. S. Al:’Imran 184.

 

Adapun kitab-kitab yang tercatat ialah :

 

Kitab Taurat yang diturunkan kepada nabiullah Musa a.s.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) telah menurunkan Taurat, didalamnya berisi petunjuk kebenaran dan cahaya yang terang, dengan itulah nabi-nabi yang patuh (kepada Allah) memutuskan perkara untuk orang-orang Yahudi, juga orang-orang yang tahu dalam ilmu ketuhanan serta para pendeta, disebabkan mereka disuruh menjaga Kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi bagiNya”. S. Maidah 44.

 

Allah Ta ala berfirman pula :

 

,,Mereka Itu tidak menghargai Allah denyan penyharyaan yang semestinya, ketika mereka mengatakan : Allah tidak menurunkan sesuatu apapun kepada manusia”, Katakanlah ,,Siapakah yang menurunkan kitab yang dibawa oleh Musa, men. jadi penerangan dan petunjuk untuk seluruh manusia ? Kamu menjadikan tulisarrtulisan itu bercerai-berai, kamu memperlihat. kan sebahagiannya dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya? S, An’am 91.

 

Kitab yang tercatat lagi falah Injil yang diturunkan kepada nabiullah ‘Isa a.s.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami iringkan jejak mereka dengan mengutus ‘Isa putera Maryam untuk membenarkan apa yang terdahulu dari padanya yaitu Taurat. Kami memberikan Injil kepadanya, didalamnya berisi petunjuk dan cahaya kebenaran, membenarkan apa yang telah dahulu dari padanya yaitu Taurat untuk menjadi petunjuk dan nasihat bagi orang-orang yang bertaqwa”. S. Maidah 46.

 

Selain Taurat dan Injil, Allah Ta’ala juga menurunkan Zabur kepada nabiullah Dawud a.s.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami (Allah) telah memberikan Zabur kepada Dawud”. S. Isra” 55.

 

Diantara yang tercatat lagi ialah beberapa shahifah (lembaran-lembaran suci) yang diturunkan kepada nabiullah Ibrahim a.s.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Apakah belum diberitakan dalam shahifah-shahifah Musa ?

 

Dan yang diberikan kepada Ibrahim yang selalu memenuhi kewajiban ?

 

Yaitu buhwa seseorang pemikul beban tidak dapat memikul beban orang lain.

 

Dan bahwa manusia itu hanya memperoleh apa yang diusahakannya sendiri.

 

Dan bahwa hasil usahanya itu nanti akan dilihatnya.

 

Selanjutnya akan diberikan kepadanya balasan yang cukup.

 

Dan kepada Tuhanmu adalah akhir tujuannya”. S. Najm 36-42.

 

Dan firmanNya :

 

,,Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan dirinya. Dan mengingat nama Tuhannya kemudian mengerjakan shajat. Tetapi kamu semua lebih mengutamakan (lebih memilih) ke hidupan keduniaan.

 

Sedang kehidupan pada hari kemudian adalah lebih baik dan lebih kekal.

 

Sesungguhnya ini ada di dalam shahifah purbakala.

 

Yaitu shahifah-shahifah yang diberikan kepada Ibrahim dan Musa”. S. A’la 14-19.

 

Disebutkan dalam sebuah hadits, demikian bunyinya :

 

Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a., katanya : ,,Saya bertanya kepada Rasulullah, Bagaimana isi ajaran-ajaran dalam shahifahshahifah Ibrahim itu ?”

 

Beliau s.a.w. bersabda : Semuanya merupakan perumpamaan :

 

UMPAMA :

 

Hai raja yang berkuasa yang terkena cobaan dan tertipu (melupakan hak-hak Allah yang seharusnya ditunaikan). Sesungguhnya Aku (Allah) tidaklah mengirimkan engkau itu agar engkau mengumpulkan harta dunia yang sebagian di atas sebagiannya (yakni sampai bertumpuk-tumpuk), tetapi Aku mengirimkan engkau itu agar tertolaklah permohonan orang yang dianiaya itu dari padaKu, sebab sesungguhnya Aku ini tidak akan menolak permohonan yang disebabkan penganiayaan itu sekalipun yang timbul dari seorang kafir. ,

 

Bagi seorang yang berakal, yang tidak dikalahkan atas kejernihan akal fikirannya, hendaklah ia membagibagikan beberapa waktu yang tertentu untuk dirinya, yaitu :

 

Sesaat untuk bermunajat kepada Tuhannya.

 

Sesaat untuk memperhitungkan amalan dirinya.

 

Sesaat untuk memikirkan buatan-buatan Allah ‘Azza wa Jalla.

 

Sesaat pula ditentukan untuk menghasilkan apa-apa yang menjadi hajat keperluannya yakni yang berupa makanan atau minuman.

 

Seorang yang berakal hendaklah jangan terlampau memperhatikan melainkan untuk tiga macam kepentingan ini, yaitu :

 

  1. Usahakanlah bekal untuk kembali ke alam akhirat.
  2. Usahakanlah bekal untuk selama hidup di dunia.
  3. Usahakanlah kelezatan yang tidak diharamkan.

 

Seorang yang berakal hendaklah meneliti benarbenar suasana zamannya, berhati-hati dalam tindakannya serta menjaga baik-baik ucapannya.

 

Barangsiapa yang mengangyap bahwa pembicaraannya itu termasuk amalan yang harus dipertanggung jawabkan, maka pasti akan sedikitlah bicaranya dan tidak akan bercakap-cakap melainkan yang ia memerlukannya (yakni tidak berbicara yang tidak diperlukannya)”.

 

Saya (Abu Dzar) berkata : ,.Bagaimanakah isi ajaran-ajaran dalam shahifah Musa a.s. ?

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Semuanya merupakan ibarat dan suri tauladan.

 

UMPAMA :

 

Saya heran kepada orang yang meyakinkan akan mati, tetapi ia tetap dapat bersukaria.

 

Saya heran kepada orang yang meyakinkan adanya neraka, tetapi ia tetap dapat tertawa.

 

Saya heran kepada orang yang meyakinkan takdir, tetapi tetap ia tidak pernah lelah menambah kekayaan.

 

Saya heran kepada orang yang sudah melihat keadaan dunia ini, juga perputaran penduduknya, tetapi tetap ia dapat tenang hidupnya (tanpa menambah kebaikan amalnya).

 

Saya heran kepada orang yang meyakinkan adanya hisab (perhitungan amal) pada hari kiamat itu, tetapi ia tetap tidak suka beramal baik”,

 

Saya berkata : ,,Ya Rasulullah, berikanlah wasiat kepadaku”.

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Saya memberi wasiat padamu supaya engkau bertagwa kepada Allah, sebab tagwa itu adalah pokok seluruh perkara (jika diharapkan kebaikannya)”.

 

Saya berkata : ,Ya Rasulullah. tambahkanlah wasiat itu !”

 

Beliau s.a.w. bersabda : Hendaklah engkau suka membaca AlQuran dan berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, sebab itulah yang merupakan cahaya di bumi dan simpanan di langit.

 

Saya berkata : ,Ya Rasulullah, tambahkanlah ?”.

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Janganlah engkau terlalu banyak ketawa, sebab yang demikian itu dapat mematikan hati nurani (sehingga tidak dapat menerima nasihat yang baik) serta melenyapkan pammor muka”. Saya berkata : ,,Ya Rasulullah tambahkanlah !”.

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Hendaklah engkau berani berjihad, sebab kelakuan ini (perang untuk meluhurkan dan membela agama Allah) adalah sebagai tanda kependetaan ummatku”.

 

Saya berkata : ,,Ya Rasulullah, tambahkanlah !”

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Cintailah orang-orang miskin dan bergaullah dengan mereka”.

 

Saya berkata : ,,Ya Rasulullah, tambahkanlah ?”.

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Lihatlah kepada orang yang tingkatannya ada dibawahmu dan jangan engkau melihat orang yang tingkatannya ada diatasmu (dalam hal keduniaan), sebab cara yang sedemikian inilah yang lebih membuktikan bahwa engkau tidak meremehkan kenikmatan yang telah dilimpahkan oleh Allah padamu”.

 

Saya berkata : ,,Ya Rasulullah, tambahkanlah !”

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Katakanlah apa yang benar sekalipun pahit rasanya”.

 

Saya berkata : ,,Ya Rasulullah, tambahkanlah !”

 

Beliau s.a.w. bersabda : ,,Hendaklah engkau meno lak dari orang-orang, apa yang engkau ketahui dari dirimu sendiri dan jangan melarang mereka apa yang engkau sendiri lakukan. Cukuplah engkau dianggap – mempunyai cela, jikalau engkau melihat keburukan yang ada didalam diri orang lain, tetapi engkau tidak menyadari keburukan yang ada di dalam dirimu sendiri atau engkau melarang orang lain apa yang engkau sendiri lakukan”.

 

Beliau s.a.w. lalu menepuk dadaku, kemudian bersabda :

 

,,Hai Abu Dzar, tidak ada akal yang baik seperti yang digunakan untuk berfikir.

 

Tidak ada kewara’an yang sempurna seperti menahan diri dari hawa nafsu.

 

Tidak ada perbuatan yang mulia seperti melaksanakan budi pekerti yang utama”.

 

Hadist ini diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya dan demikian itulah bunyi lafazhnya. Juga diriwaYatkan oleh Hakim dan ia mengatakan bahwa hadits di atas adalah shahih isnadnya.

 

ALQURAN ALKARIM ADALAH KITAB LANGIT TERAKHIR

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah tiada Tuhan selain Dia — Yang Hidup kekal dan senantiasa Berdiri sendiri.

 

Dia menurunkan kitab AlQuran padamu (Muhammad) dengan sebenarnya, membenarkan kitab-kitab yang telah lebih dulu dari padanya dan juga menurunkan kitab Taurat dan Injil.

 

Sebelum (Al-Qur’an diturunkan, Taurat dan Injil itu) menjadi petunjuk bagi manusia. Dan Dia menurunkan AlFurqan (AlQuran)”. S. Ali’Imran 2-4.

 

KEISTIMEWAAN-KEISTIMEWAAN ALQURAN ALKARIM

 

Kitab suci Alquran Alkarim itu memiliki keistimewaankeistimewaan yang dapat dibedakan dari kitab-kitab suci yang diturunkan sebelumnya dan diantaranya ialah :

 

  1. Alquran itu memuat ringkasan dari ajaranajaran Ketuhanan yang pernah dimuat oleh kitab-kitab suci sebelamnya seperti Taurat. Zabur, Injil dan lain-lain lagi. Juga ajaran-ajaran dari Tuhan yang berupa wasiat. Alquran juga mengokohkan perihal kebenaran yang pernah didakwahkan oleh kitab-kitab suci dahulu-dahulu itu yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah yang Maha Esa, beriman kepada para rasul, membenarkan adanya balasan pada hari akhir, keharusan menegakkan hak dan keadilan, berperangai dengan akhlak yang luhur serta budi yang mulia dan lain-lain lagi.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami menurunkan kitab AlQuran kepadamu Muhammad) dengan sebenarnya, untuk membenarkan dan menjaga kitab yang terdahulu sebelumnya. Maka dari itu, hukumlah diantara sesama mereka itu menurut apa yang diturunkan oleh Allah. Janganlah engkau perturutkan nafsu mereka yang membelokkan engkau dari kebenaran yang sudah datang padamu. Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami tetapkan aturan dan jalan”. S. Maidah 48.

 

Jelaslah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sudah menurunkan kitab Suci Alquran Alkarim kepada nabiullah Muhammad s.a.w. dengan disertai kebenaran mengenai apa saja yang terkandung di dalamnya, juga membenarkan isi kitab-kitab suci yang diturunkan oleh Allah Ta’ala sebelum Alquran itu sendiri yakni kitab-kitab Ilahiah yang diberikan kepada para nabi sebelum Rasulullah s.a.w. Bahkan sebagai pemeriksa, peneliti, penyelidik dari semuanya itu.

 

Oleh sebab itu Alquran dengan terus terang dan tanpa ragu-ragu menetapkan mana-mana yang benar, tetapi juga menjelaskan mana-mana yang merupakan pengubahan, pergantian, penyelundupan dan pertukaran dari yang murni dan asli.

 

Selanjutnya dalam ayat di atas disebutkan pula bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kepada nabiNya supaya dalam memutuskan segala persoalan yang timbul diantara seluruh ummat manusia ini dengan menggunakan hukum dari Alquran itu, baik orang-orang yang beragama Islam ataupun yang termasuk golongan ahlul-kitab (Kaum Nasrani dan Jahudi) dan jangan sampai mengikuti hawa nafsu mereka sendiri saja.

 

Dijelaskan pula bahwa setiap ummat itu oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala diberinya syari’at dan jalan dalam hal-hal hukum-hukum amaliah yang sesuai sekali dengan persiapan serta kemampuan mereka.

 

Adapun yang berhubungan dengan persoalan ‘akidah, ibadat, adab kesopanan serta hal halal dan haram, juga yang ada hubungannya dengan sesuatu yang tidak akan berbeda karena perubahan masa dan tempat, maka semuanya itu dijadikan seragam dan hanya satu macam, sebagaimana yang juga tertera dalam agama-agama lain yang bersumber dari wahyu Ilahi.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah telah menetapkan agama untukmu semua yang telah diwasiatkan olehNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa, (yang semua itu serupa saja) yakni hendaklah kamu semua menegakkan agama yang benar dan janganlah kamu sekalian berpecah-belah”. S. Syura 13.

 

Seterusnya lalu dibuanglah beberapa hukum yang berhubungan dengan amaliah yang dahulu-dahulu itu dan diganti dengan syari’at Islamiah, yang merupakan hukumhukum penghabisan yang kekal serta sesuai untuk diterapkan dalam segala waktu dan tempat.

 

Oleh sebab itu, maka ‘akidahpun menjadi satu macam, sedang syariatnyapun seragam pula untuk seluruh ummat manusia sedunia.

 

  1. Ajaran-ajaran yang termuat dalam Alguran adalah kalimat Allah yang terakhir untuk memberikan petunjuk dan pimpinan yang benar kepada ummat manusia dan inilah yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala supaya tetap sepanjang maga, kekal untuk selama-lamanya.

 

Maka dari itu dijagalah kitab Alquran itu sehingga tidak dikotori oleh tangan-tangan yang hendak mengotori kesuciannya, hendak mengubah kemurniannya, hendak mengganti isi yang sebenarnya ataupun hendak menyusup: kan sesuatu dari luar atau mengurangi dari kelengkapannya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Sesungguhnya AlQuran itu adalah kitab yang mulia.

 

Tidak akan dihinggapi oleh kebathilan (kepalsuan), baik dari hadapannya ataupun dari belakangnya. Itulah wahyu yang turun dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Terpuji”. S. Fushshilat 41-42.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkan peringatan (AlQuran) itu dan sesungguhnya Kami pasti senantiasa melindunginya (dari kepalsuan)”. ‘ S. Hijr 9.

 

Adapun tujuan menjaga dan melindungi Alquran dari kebathilan, kepalsuan dan pengubahan itu tidak lain hanyalah agar supaya hujah Allah akan tetap tegak di atas seluruh manusia, sehingga Allah Ta’ala dapat mewarisi bumi ini dan siapa-siapa yang ada diatas permukaannya.

 

  1. Kitab Suci Alquran yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala akan kekekalannya itu, tidak mungkin pada suatu hari nanti akan terjadi bahwa suatu ilmu pengetahuan akan mencapai titik hakikat yang bertentangan dengan hakikat yang tercantum didalam ayat AlQuran. Sebabnya ialah tidak lain, karena AlQuran itu adalah firman Allah Ta’ala, sedang keadaan yang terjadi di dalam alam semesta ini semuanya merupakan buah karya Allah Ta’ala pula. Sudah dapat dipastikan bahwa firman dan amal perbuatan Allah itu tidak mungkin akan bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan yang dapat terjadi ialah bahwa yang satu akan membenarkan yang lainnya.

 

Dari sudut inilah, maka kita menyaksikan sendiri betapa banyaknya hakikat yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern tiba-tiba sesuai dan cocok benar dengan apa yang terkandung dalam AlQuran. Jadi apa-apa yang ditemukan itu adalah memperkokoh dan mentahkikkan kebenaran dari apa yang sudah difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri.

 

Dalam hal ini baiklah kita ambil firmanNya :

,,

Akan Kami (Allah) perlihatkan kepada mereka kelak bukti-bukti kekuasaan Kami disegenap penjuru dunia ini dan bahkan pada diri mereka sendiri, sampai jelaslah kepada mereka bahwa AlQuran itu adalah benar. Belum cukupkah bahwa Tuhanmu itu Maha menyaksikan segala sesuaru ?”. S. Fushshilat 53.

 

  1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berkehendak supaya kalimatNya itu disebar-luaskan dan disampaikan kepada semua akal fikiran dan pendengaran, sehingga menjadi suatu kenyataan dan perbuatan. Kehendak semacam ini tidak mungkin akan berhasil, kecuali jikalau kalimat-kalimat itu sendiri benar-benar mudah untuk diingat, dihafalkan serta difahamkan. Oleh karena itu AlQuran sengaja diturunkan oleh Allah Ta’ala dengan suatu gaya bahasa yang istimewa mudahnya, tidak sukar bagi siapapun untuk memahamkannya dan tidak sukar pula mengamalkannya, asalkan disertai dengan keikhlasan hati dan kemauan baik.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sungguh Kami (Allah) telah membuat mudah pada AlQuran itu untuk diingat dan difahamkan. Tetapi adakah orang yang mengambil pelajaran ?”. S. Qamar 17.

 

Diantara hal-hal yang membuktikan kemudahannya bahasa yang digunakan oleh AlQuran itu ialah banyak sekali orang-orang yang hafal di luar kepala, baik dari kaum lelaki, wanita, anak-anak, orang-orang tua, orang kaya atau miskin dan lain-lain sebagainya. Mereka mengulangulangkan bacaannya itu dalam rumah atau mesjid. Tidak henti-hentinya suara ahli baca Alquran itu berkumandang diseluruh penjuru bumi. Rasanya tidak ada satu kitabpun selain AlQuran ini yang mendapatkan keistimewaan, apa.lagi yang melebihi, sedang yang menyamainya saja takkan ditemukan.

 

Bahkan dengan berbagai keistimewaan sebagaimana yang diuraikan di atas itu, maka jelas bahwa AlQuran itu tidak ada tara atau bandingannya dalam hal membekasnya dalam kalbu atau kehebatan pimpinan dan cara memberikan petunjuknya, juga tidak dapat dicarikan persamaan dalam hal maudlw’nya serta ketinggian tujuannya. Oleh sebab itu dapatlah diyakinkan bahwa AlQuran memanglah sebaik-baik dan seutama-utama kitab secara mutlak.

 

PENGUBAHAN TAURAT.

 

Beriman kepada kitab suci Taurat yang diturunkan kepada Nabiullah Musa a.s. adalah merupakan salah satu rukun dari rukun-rukun keimanan. Allah Ta’ala juga telah memberitahukan bahwa didalam kitab itu terdapatlah cahaya penerangan serta petunjuk yang baik, malahan dipujinya pula dengan firmanNya :

 

,,Sungguh Kami (Allah) telah memberikan kitab pemisah (antara yang baik dan yang buruk) kepada Musa dan Harun dar menjadi cahaya serta peringatan bagi orang-orang yang bertaqwa”. S. Anbia’ 48.

 

Hanya saja kitab Taurat yang pernah diturunkan kepada nabiullah Musa a.s. itu kini sudah tidak ada sama gekali yang murni, sebagaimana yang sudah diketengahkan oleh seluruh alim ulama dan kaum cendekiawan.

 

Adapun kitab Taurat yang beredar sekarang ini, maka sebenarnya adalah merupakan karangan yang ditulis oleh lebih dari seorang penyusun dan pula ditulisnya itu dalam masa yang berlain-lainan.

 

Sudah jelas bahwa di dalamnya itu banyak terdapat perubahan.

 

Almarhum Ustadz Alkabir Farid Wajdi. berkata : ,,Salah satu bukti bahwa kitab Taurat itu sudah berubah dari kemurniannya ialah bahwa Taurat yang beredar ditangan kaum Nasrani adalah berbeda jauh dengan Taurat yang beredar ditangan kaum Yahudi”.

 

AlQuran sendiri menetapkan adanya perubahan ini dan mencela sekali kepada ummat Yahudi yang memasukkan perubahan dan pengubahan pada kitab suci tersebut. Allah Ta’ala menjelaskan hal itu dengan firmanNya :

 

,,Apakah kamu semua menaruh harapan yang besar buhwa mereka itu akan beriman padamu, padahal sebagian dari mereka itu mendengar firman Allah kemudian mereka mengubahnya sesudah mereka mengerti dan merekapun mengetahui mana yang sebenarnya ?” S. Baqarah 75,

 

Jadi nyatalah bahwa kaum durhaka sudah berani mengubah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Ta’ala. Tujuan pengubahan itu ialah untuk menutupi mana-mana yang haq dan benar dan mereka lalaikanlah bagian yang terpenting dari apa-apa yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam kitab Taurat itu.

 

Maka dari itu Taurat yang kini ada di tangan mereka itu tidak seluruhnya benar, tetapi hanya sebagian saja.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Diantara ummat Yahudi ada orang-orang yang mengubah kalimat-kalimat Allah dari yang semestinya”. 5. Nisa” 46.

 

Bukti yang utama atas kecaman AlQuran terhadap kitab Taurat yang beredar sekarang ini dan yang bukan merupakan wahyu Allah Ta’ala yang diturunkan kepada nabiullah Musa yang dijadikan sebagai cahaya dan petunJuk, ialah terdapatnya sifat-sifat Allah dalam Taurat itu yang sama sekali tidak sesuai dengan kemuliaan serta keagunganNya.

 

Dalam Kitab Kejadian dari Wasiat Lama bab 3 awal Ayat 22. disebutkan sebagai berikut :

 

Maka firman Tuhan Allah : ,. Bahwasanya manusia ini telah menjadi bagaikan seorang kita, sebab diketahuinya akan baik dan jahat”

 

Terdapat pula dalam Kitab Kejadian bab 6 ayat 6, kata. kata yang berbunyi .

 

Maka berseaallah Tuhan sebab telah dijadikannya Manusia di atas bumi, maka ia itu mendukacitakan hati. nya”.

 

Cobalah fikirkan baik-baik ! Apakah patut menurut akal fikiran kita bahwa dua kalimat di atas itu benar-benar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ? Patutkah kiranya bahwa ada manusia yang sudah dapat menyamai derajatnya dengan Tuhan ? Patut pulakah bahwa Tuhan itu mempunyai sifat penyesalan karena merasa salah telah melakukan sesuatu, kemudian bersedih hati dan berdukacita pula ?

 

Masih banyak lagi kekeliruan-kekeliruan yang terdapat dalam Taurat itu karena memang sudah diubah-ubah dan diganti-ganti oleh tangan manusia yang sengaja hendak menyelewengkannya dan sama sekali tidak bertanggung jawab. Periksalah kitab Taurat itu sekali lagi, di situ banyak uraian yang berkenaan dengan persoalan para nabiullah, kemuliaan beliau-beliau ini dilanggar dan dino dai, diingkari sifat-sifat beliau-beliau itu yang berupa penghindaran diri dari dosa dan kemaksiatan, tidak diakuinya kedudukan beliau-beliau yang tinggi dan akhlak beliaubeliau yang luhur. Cobalah perhatikan isi Taurat itu, kemudian rasakanlah uraian-uraian yang terkandung di dalamnya. Di situ terdapat keterangan sebagai berikut :

 

  1. Dikatakan bahwa nabiullah Ibrahim a.s. adalah pendusta besar.
  2. Nabiullah Luth a.s. berzina dengan kedua puterinya.
  3. Nabiullah Harun a.s. mengajak kaum Israil (Yahudi) supaya menyembah anak lembu.
  4. Nabiullah Dawud a.s. berzina dengan isteri Auria.
  5. Nabiullah Sulaiman a.s. menyembah beberapa berhala untuk menyenangkan hati isterinya.

 

Rasakanlah, pututkah semua dilontarkan ke alamat para nabiullah ‘alaihimus shalatu wassalam ?

 

Adakah lagi bukti yang lebih kuat untuk menunjukkan pengubahan Taurat itu yang melebihi dari uraian-uraian sebagaimana yang tercantum di atas itu ?

 

Kini bukan ummat Islam lagi yang mengoreksi isi kitab Taurat itu, bahkan dikalangan ummat Yahudi sendiri sudah muncul beberapa pengeritik yang memberikan kecaman pedas mengenai pengubahan kitab Taurat yang tidak sewajarnya itu. Para ahli dari kitab suci itu yang ingin mengadakan perbaikan agamanya, dengan terpaksa sekali mengakui adanya kenyataan yang pahit ini yakni bahwa kitab Taurat itu sudah diubah dan banyak yang diganti dari yang sebenarnya. Seorang pemimpin mazhab dari golongan Pembaharuan ini yang bernama Hakam Paris Agulian Wyl banyak memberikan pendapatnya dalam kitabnya yang berjudul ,,Agama Yahudi”.

 

PENGUBAHAN INJIL

 

Kitab Injil yang diturunkan kepada nabiullah ‘Isa a.s. adalah sama halnya dengan kitab Taurat yang diturunkan kepada nabiullah Musa a-s. Keduanya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang juga merupakan petunjuk dan cahaya penerangan bagi manusia. Hanya saja Injil itupun senasib juga dengan Taurat yakni sudah dihinggapi oleh berbagai perubahan dan penggantian yang dilakukan oleh tangan manusia.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,Dan diantara orang-orang yang mengatakan : ,,Sesungguhnya kita ini orang-orang Nasrani (keristen). Kami mengambil perjanjian dari mereka. Tetapi mereka melupakan sebagian dari apa yang telah diperingatkan kepada mereka. Oleh sebab itu Kami timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Nanti Allah akan memberitahukan kepada mereka apa-apa yang telah mereka kerjakan.

 

Hai Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) ! Sesungguhnya telah datang utusan Kami kepadamu semua untuk menjelaskan kepadamu semua banyak dari isi Kitab yang kamu semua sembunyikan dan banyak (pula yang) dibiarkannya”. S. Ma’idah 14-15.

 

Rasanya sudah cukup jelas bahwa untuk membuktikan kebenaran tuduhan tentang diubahnya kitab Injil itu ialah kenyataan yang menunjukkan asal mulanya kitab Injil yang beredar di tangan kaum Nasrani sekarang ini. Asal mulanya jumlah kitab-kitab Injil itu amat banyak sekali yakni tujuh puluh buah naskah yang dibuat oleh Umat Keristen, kemudian dipilih empat buah saja yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yahya (Yohanna).

 

Kitab-kitab Injil sebagaimana disebutkan di atas itu adalah memuat tulisan dan catatan perihal kehidupan atau sejarah hidupnya nabiullah ‘Isa a.s. Para pengarangnya dimaklumi dan nama-nama merekapun tercantum di situ. Para pengecam dari golongan ummat Keristen sudah mengakui bahwa apa-apa yang kini menjadi ‘akidah atau kepercayaan yang tertera dalam kitab Injil itu adalah semata-mata pendapat Paulus saja dan bukan pendapat kaum kawari (pengikut) nabiullah ‘Isa a.s. dan bukan pula pendapat orang-orang yang terdekat sekali kepada beliau a.s. itu.

 

Di kota Paris (ibukota Perancis) terdapat sebuah perpustakaan milik salah seorang pangeran. Di situ tersimpanlah sebuah naskah dari kitab Injil karangan Barnaba. Kitab ini telah dicetak kembali oleh percetakan Almanar setelah diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Isi dari Injil Barnaba ini sangat berbeda dengan isi kitab Injil empat macam yang tersebut di atas. Perbedaannya bukan sedikit, tetapi amat besar sekali.

 

PEMBENARAN ALQURAN PADA KITAB-KITAB YANG DAHULU

 

Manakala perubahan dan penggantian dalam kitabkitab Taurat dan Injil sudah bukan suatu yang perlu disangsikan lagi yakni sudah pasti secara hakiki, bahkan tidak perlu diraguragukan lagi hal itu sebab telah dijelaskan sendiri dengan nashnya AlQuran dari satu sudut, juga dengan bukti yang dapat dirasakan dari sudut lainnya, maka apakah pengertiannya bahwa AlQuran itu datang untuk membenarkan kitab-kitab suci Tuhan yang telah ada lebih dulu itu ?

 

Pengertiannya adalah bahwa AlQuran itu datang untuk mengokohkan hag dan kebenaran yang terdapat juga dalam kitab-kitab dahulu itu yaitu sebagaimana yang pernah diuraikan di muka mengenai penyembahan Allah Subhanahu wa Ta’ala, beriman kepada rasul-rasulNya, mempercayai adanya balasan di akhirat, melindungi hak dan keadilan serta menganjurkan seluruh manusia agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang tinggi dan budi pekerti yang luhur.

 

Tetapi disamping mengokohkan hal-hal sebagaimana di atas itu, AlQuran juga menunjukkan, menjelaskan dan menyingkapkan semua kesalahan dan kekeliruan yang terdapat di dalam kitab-kitab yang dahulu-dahulu yang tentunya disebabkan karena pengotoran tangan manusia yang membuat perubahan, penggantian, penukaran serta meletakkan mana-mana yang bukan semestinya.

 

Andaikata kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan yang dimasukkan oleh para pemimpin agama kedalam kitab-kitab suci dari langit itu tidak ada dan ditunjukkannya kitab-kitab itu dengan sebenarnya atas nama Allah, maka sudah pastilah bahwa apa yang haq itu akan tampak, benar akan kelihatan dan sudah tentu pula bahwa, Taurat dan Injil itu akan sejalan dengan Al-Qur’an.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Katakanlah : ,,Hai ahli kitab (pemeluk agama Keristen dan Yahudi). Tidaklah kamu semua mengikuti kebaikan sedikitpun, Sehingga kamu semua menjalankan Taurat dan Injil dan apa yang diturunkan kepadamu semua dari Tuhanmu”, S. Ma’idah 68,

 

Menjalankan kitab Taurat dan Injil itu tentu tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna sesuai dengan hakikatnya, kecuali lebih dulu harus, dibersihkan dan dimurnikan dari pemalsuan.

 

JALAN KEPADA HAKIKAT

 

Sebenarnya seseorang yang mencari kebenaran yang hakiki dan ingin memperoleh ajaran-ajaran Ketuhanan yang shahih, maka tidak ada jalan lain baginya kecuali

 

harus mematuhi apa-apa yang tercantum dalam kitab suci AlQuran.

 

Sebabnya tidak lain, karena memang AlQuran itulah satu-satunya kitab suci yang masih murni dan aseli, terjaga benar pangkal dan pokoknya, ajaran-ajarannya masih selamat dan sentausa dari perubahan dan penggantian. Itulah kitab suci yang berasal dari wahyu diterima oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. dari Jibril dan Jibril dari Allah Ta’ala, kemudian Nabi Besar s.a.w. sendiri yang mengajarkan kepada ummatnya tanpa selisih sedikitpun dari keasliannya. Bukankah ini suatu hal yang amat sempurna yang tidak mungkin dapat dicapai oleh kitab manapun jua dan sama sekali tidak ada yang dapat membandinginya ?

 

AlQuran itulah yang memuat segala macam mabda’ yang tertinggi, jalan yang paling lurus yang wajib ditempuh serta nizham dan peraturan yang sebagus-bagusnya untuk dilaksanakan.

 

AlQuran mengandung serta menghimpun segala hal yang amat diperlukan oleh ummat manusia, baik yang berupa persoalan-persoalan peribadatan, adab kesopanan, cara bermua’amalat (hubungan antara sesama manusia seperti berdagang dan lain-lain), juga soal-soal ketentuan yang pasti seperti ikatan perjanjian dan liin-lain lagi.

 

AlQuran sajalah satu-satunya ajaran yang pasti dapat menjamin untuk dapat membentuk peribadi manusia yang luhur, keluarga yang utama, masyarakat yang harmonis dan baik, pemerintahan yang adil, alat kekuatan yang kokoh yang dapat menegakkan hag dan keadilan, melenyapkan penganiayaan, menghilangkan permusuhan dan perselisihan dan lain-lain sebagainya.

 

Malahan lebih dari itu pula yakni AlQuran itu sajalah yang cukup mampu untuk merealisasikan kekhilafatan di atas permukaan bumi, sesuai dengan pernyataan Tuhan ‘ bahwa bumi ini diwariskannya kepada hamba-hambaNya yang shalih.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya telah datang padamu semua cahaya dari Allah serta kitab yang menerangkan.

 

Dengan kitab itulah Allah memimpin orang-orang yang suka mengikuti keridlaanNya ke jalan keselamatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang dengan izinNya dan memimpin mereka ke jalan yang lurus”. S. Ma’idah 15-16.

 

 

BERIMAN KEPADA RASUL-RASUL

 

Allah Ta’ala mewajibkan atas setiap orang Islam su paya beriman kepada semua rasul yang diutus olehNya, tanpa membeda-bedakan antara yang seorang dengan lainnya. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,Katakanlah : ,,Kita semua beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kita dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ja’kub dan anak-anaknya, juga apa yang diberikan kepada Musa dan ‘Isa dan apa yang diberikan kepada nabi-nabi 8) dari Tuhannya. Kisa tidak memperbedakan seorangpun di antara mereka dan kita patuh kepadaNya S. Baqarah 136.

 

Allah Ta’ala menjelaskan pula bahwa keimanan sebagaimana di atas Itulah yang merupakan ke imanan seluruh kaum mukminin. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Rasul itu mempercayai apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, begitu pula orang-orang yang beriman. Semuanya percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan utusan-utusanNya. Mereka berkata : ,,Kami semua tidak membeda-bedakan seorangpun di antara rasul-rasul Tuhan itu”. Mereka berkata pula : ,,Kami mendengar dan kamipun mentaati. Ampunilah kami wahai Tuhan dan kepadaMulah tempat kami, kembali”. S. Baqarah 285.

 

Allah memberitahukan bahwa letak kebaikan yang sebenarnya adalah dalam cara beriman. Firman Allah Ta’ala :

 

,,Tetapi kebaikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat, kitab dan para nabi”. S. Baqarah 177.

 

Apabila seseorang itu sudah beriman kepada sebagian rasul, sedang kepada sebagian rasul yang lain ia tidak berIman atau dengan kata-kata lain bahwa orang itu membedabedakan dalam keimanannya terhadap keseluruhan rasul Tuhan itu, maka ia adalah jelas menjadi orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya orung-orang yang kafir (tidak beriman) kepada Allah dan rasul-rasulNya dan berkehendak untuk membedabedakan antara Allah dan rasul-rasulNya dan mereka berkata :

,,Kita beriman kepada sebagian (rasul) dan kita tidak beriman kepada sebagian lainnya. Mereka bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) diantara yang demikian (iman dan kafir).

Mereka itu adalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya”. S. Nisa’ 150-151.

 

Diantara para rasul itu ada yang diceriterakan oleh Allah Ta’ala kepada kita, lalu disebutkan nama-nama beliau itu dan diantaranya lagi ada yang tidak diceriterakan kepada kita.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan beberapa rasul yang dahulu itu ada yang kami (Allah) ceriterakan kepadamu dan ada pula yang tidak kami ceriterakan kepadamu”. S. Nisa’ 164.

 

Adapun rasul-rasul yang diceriterakan oleh Allah Ta’ala kepada kita semua, maka jumlah hitungannya ada duapuluh lima orang, yaitu sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya :

 

,,Dan itulah hujah (alasan) yang Kami (Allah) berikan kepada Ibrahim dalam menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat

lsiapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu itu Maha Bijaksana lagi Mengetahui.

 

Dan Kami anugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishak dan Ya’qub, masing-masing Kami beri petunjuk dan sebelum itu kami berikan petunjuk pula kepada Nuh dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Begitulah Kami memberikan balasan pahala kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.

 

Dan Zakaria, Yahya, ‘Isa dan Ilyas, semuanya termasuk dalam golongan orang-orang yang baik-baik (shalih).

 

Dan Isma’il, Alyasa’, Junus dan Luth. Semuanya Kami berikan kelebihan keutamaan dari orang-orang seluruh alam”. S. An’am 83-86.

 

Ayat-ayat di atas itu sudah menghimpun sebanyak delapanbelas nama dari para rasul ‘alaihimus shalatu wassalam. Masih ada tujuh rasul lagi yang lain kita juga wajib beriman pada beliau-beliau itu. Nama-namanya disebutkan dalam berbagai ayat yang terpisah-pisah. yakni :

 

  1. ,Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi semesta alam”. S. Ali’Imran 33.
  2. ,,Dan kepada kaum ‘Ad Kami utuslah saudara mereka (sebagai rasul) yakni Hud”. S. A’raf 65.
  3. ,Dan kepada kaum Tsamud Kami utuslah saudara mereka yakni Shalih”. S. Hud 61. “

4, Dan kepada kaum Mad-yan Kami utuslah saudara mereka yakni Syu’aib”. . S. Hud 84.

  1. ,,Dan Isma’il, Idris dan Dzulkifli. Semuanya termasuk Orang-orang yang berhati tabah (sabar).

Kami masukkan semuanya itu dalam kerahmatan Kami. SeSungguhnya mereka itu adalah termasuk golongan orang-orang yang shalih”, S. Anbia’ 85-86.

  1. ,,Muhammad itu bukannya ayah seseorang lelaki dari kamu semua, tetapi ia adalah pesuruh Allah dan penghabisan (penutup) para nabi”. .S. Ahzab 40.

 

Perlu diketahui bahwa ada suatu keterangan yang menjelaskan bahwa jumlah hitungan seluruh nabi itu ada seratus duapuluh empat (124) orang.

 

SETIAP UMMAT MEMPUNYAI RASUL

 

Tidak sesuatu ummatpun yang tersunyi dari rasul. Jadi rasul-rasul itu dikirimkan oleh Allah Ta’ala kepada berbagai ummat dan golongan di sepanjang masa secara langsung. Maka tidak suatu ummatpun yang tidak ada rasulnya yang mengajak mereka itu untuk berbakti kepada Allah Ta’ala, menunjukkan jalan yang benar dan sekaligus sebagai pemimpin mereka.

 

Allah Ta’ala berfirman dalam berbagai ayat, demikian:

 

  1. ,Demi Allah, sungguh Kami (Allah) telah mengutus rasul-rasul kepada ummat-ummat yang sebelummu”. S. Nahl 63.
  2. ,,Dan tiadualah suatu ummat, melainkan dahulunya telah ada di antara mereka itu orang yang memberikan peringatan (rasul). S. Fathir 24.
  3. Setiap ummat ada rasulnya”. S. Yunus 47.
  4. Setiap kaum ada orang yang sebagai penunjuknya (rasulnya)”. S. Ra’d7.

 

RASUL ADALAH MANUSIA

 

Rasul adalah seorang manusia dari golongan ummat itu sendiri, sekalipun ia pasti terambil dari keturunan yang mulia yang telah dikhususkan serta dipilih oleh Allah Ta’ala dengan berbagai pemberian serta kerunia, baik kebaikan akal fikirannya ataupun kesucian rohaniahnya. Perlunya ialah supaya rasul itu dapat menyiapkan dirinya untuk menerima wahyu dari Allah Ta’ala.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

1., Allah adalah Lebih Maha Mengetahui dimana hendak meletakkan risalatNya (cara pemilihanNya dalam mengangkat rasul)”. S. An’am 124.

 

  1. ,,Allah memilih utusan-utusan (Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. S. Haj 75.

 

Sebabnya Allah Ta’ala mengistimewakan para rasul itu dengan mengeruniakan maziat-maziat (kekhususan-kekhususan) serta keutamaan-keutamaan itu ialah agar supaya ia cukup kuat untuk mengemban kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam risalat itu, lagi pula supaya dapat menjadi contoh dan suri teladan yang perlu ditiru dan diikuti oleh ummatnya, baik dalam urusan agama dan dunia. Andaikata para rasul Allah Ta’ala tidak memiliki keistimewaan-keistimewaan yang berupa kekhususan-kekhususan baik akal fikiran ataupun kerohaniannya, umpama saja telah merosot fithrahnya, lemah akalnya atau rusak tabiatnya, maka sudah pasti tidak ada bakat sama sekali untuk membawa petunjuk, risalat atau nubuwat yang diberikan oleh Allah Ta’ala itu untuk disampaikan kepada ummat manusia.

 

RASUL ADALAH SEORANG LELAKI

 

Rasul adalah sebagaimana manusia biasa. Ia pasti seorang lelaki (jadi tidak ada rasul wanita) dan juga makan makanan serta berjalan di pasar-pasar.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami tidaklah mengutus beberapa orang rasul sebelummu, melainkan mereka itu juga makan makanan dan berjalan di pasarpasar”, S. Furqan 20.

 

Rasul juga kawin Rasul itupun kawin dan juga mempunyai anak. Jadi tidak berbeda sebagaimana orang-orang lain pula.

 

,,Sungguh Kami telah mengutus beberapa orang rasul sebelummu dan Kami memberikan isteri-isteri dan keturunan kepada mereka”, 8. Ra’d 38,

 

Rasul itu juga terkena sesuatu yang biasa mengenai manusia lain

 

Oleh sebab rasul itu manusia biasa, maka iapun dapat pula terkena atau dihinggapi oleh hal-hal yang dapat mengenai orang lain, seperti sehat, diserang penyakit, kuat, lemah, merasa lezat, tidak enak, hidup, mati dan lain-lain. Hanya apa yang menghinggapi rasul itu tidak sampai menyebabkan orang-orang lain akan menjauhkan diri dari padanya.

 

Dalam menceriterakan nabiullah Ayyub a.s., Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketia ia berdoa kepada Tuhannya: Sesungguhnya kecelakaan telah menimpaku dan Engkau adalah yang paling penyayang diantara segala yang penyayang.

 

Lalu Kami (Allah) perkenankan permohonannya, kemudian Kami lenyapkan kecelakaan yang ada padanya, Kami berikan padanya pengikut-pengikutnya dan tambahannya lagi sebanyak ilu pula sebagai suatu kerahmatan dari Kami dan juga merupakan peringatan bagi orang-orang yang menyembah Allah”. S. Anbia’ 83-84.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

Tidak lain Muhammad itu hanya seorang rasul. Sungguh telah lewat sebelumnya itu beberapa orang rasul. Apakah kalau ia meninggal atau terbunuh, lalu kamu semua ukan surut ke belakang (kembali kepada kekufuran) ? Dan barangsiapa yang surut ke belakang, niscaya tidak akan membahayakan (merugikan) Allah sedikit juapun”. S. Ali’Imran 144,

 

Selanjutnya perlu disadari bahwa seorang rasul (tidak terkecuali yang manapun), tidak ikut mencampuri ketentuan perputaran alam semesta ini, yakni bahwa rasul itu tidak ada yang dapat memberikan kemanfaatan ataupun bahaya, tidak pula memberikan bekas, kesan ataupun pengaruh apa saja terhadap sesuatu yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala, bahkan tidak ada pula rasul yang dapat memaklumi hal-hal yang ghaib, melainkan sekedar yang telah dikehendaki oleh Allah Ta’ala untuk memberitahukan dan menunjukkannya.

 

Dalam AlQuran Alkarim disebutkan :

 

,,Katakanlah : ,,Aku tidak berkuasa untuk menarik kemanJa’atan dan menolak bahaya untuk diriku sendiri, selain dengan kehendak Allah. Sekiranya aku dapat mengetahui yang ghaib, tentulah aku banyak memperoleh kebaikan (keuntungan) dan tentu aku tidak dapat disinggung bahaya. Aku ini tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan dan pembawa berita gembira untuk kaum yang beriman”. S. A’raf 188.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Allah adalah Maha Mengetahui perkara yang ghaib (terSembunyi) dan tidak diterangkannya rahasiaNya itu kepada siapapun juga.

 

Melainkan kepada rasul yang diridhaiNya. Sesungguhnya Dia mengadakan penyawal-pengawal dihadapan dan di belakang rasul itu,

 

Supaya Dia mengetahui bahwa mereka (rasul-rasul) itu telah menyampaikan risalat (amanat) Tuhannya dan Dia adalah cukup mengetahui segala peristiwa yang terjadi didekat mereka dan Dia menghitung jumlah segala sesuatu”. S. Jin 26-28.

 

Rasul pasti seorang lelaki

 

Tidak ada rasul yang diangkat atau diutus oleh Allah Ta’ala, melainkan ia pasti seorang lelaki. Jadi tidak ada rasul dari golongan malaikat (sebab tidak lelaki dan tidak perempuan), juga tidak ada yang dari golongan kaum wanita. :

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami (Allah) tidak pernah mengutus rasul yang sebelummu (Muhammad) melainkan orang-orang lelaki yang Kami berikan wahyu kepada mereka itu”. S. Anbia’ 7.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Katakanlah : ,,Andaikata malaikat-malaikat yang berjalanjalan sebagai penghuni bumi, tentulah Kami (Allah) menurunkan malaikat kepada mereka sebagai rasul”. S. Isra’ 95.

 

TUJUAN DARI KEBANGKITAN RASUL-RASUL

 

Tujuan pokok dan utama dari dibangkitkannya rasul rasul itu oleh Allah Ta’ala ialah untuk mengajak ummat nya kepada beribadat kepada Allah serta menegakkan agamaNya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

Tidaklah Kami mengutus seseorang rasul vang sebelummu (Muhammad), melainkan Kami memberi wahyu kepadanya yaitu bahwa tiada Tuhan melainkan Aku sendiri, maka sembahlah olehmu semua Aku ini”. S. Anbia’ 25.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Sungguh telah Kami bangkitkan seorang rasul untuk tiap-tiap ummat dengan perintah : Sembahlah olehmu semua akan Allah dan jauhilah thaghut (berhala atau syaithan)”. S. Nahl 36.

 

Lagi firmanNya :

 

,,Allah teluh menetapkan uxuma bugimu semua upa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan yang telah Kami wahyukan kepadamu, juga yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa. Isinya serupa yakni : Tegakkanlah olehmu semua : ukan aguma dan janganlah kamu semua bercerai-berai dalam melaksanakannya”. S. Syura 13.

 

Menegakkan agama serta beribadat kepada Allah dan teratur rapinya keimanan kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya dan hari akhir, begitu juga tersusun rapinya amal-amal perbuatan yang shalih yang dapat menyucikan jiwa manusia serta membersihkannya dan tertanamnya kebaikan dalam hati. Dengan demikian dapat mencapai kesempurnaan materi (kebendaan) dan adabi (kerohanian) dalam kehidupan sekarang ini, Juga untuk bersiap sedia guna memperoleh kesempurnaan yang lebih tinggi nilainya dan lebih kekal pula untuk selama-lamanya.

 

Ajaran-ajaran yang luhur itu tidak mungkin dapat dicapai oleh seseorang hanya dengan menggunakan akal fikirannya sendiri saja, tetapi barulah dapat diperoleh Dengan belajar dan menyelidiki serta mentaati wahyu Allah Ta’ala yang diberikan kepada rasul-rasulNya itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah itulah yang mengutus dikalangan kaum yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat (keterangan-keterangan) Allah, membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmat (ilmu pengetahuan), padahal mereka itu dahulunya adalah dalam kesesatan yang nyata”. S. Jum’ah 2.

 

Oleh sebab itu tidak dapatlah diterima alasan-alasan yang dikemukakan oleh orang yang hatinya sengaja melalaikan mengingat-ingat Allah Ta’ala, kemudian “ia selalu mengikuti hawa nafsunya. Kelakuan orang yang sedemikian ini benar-benar sudah melampaui batas yang wajar.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) telah mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami juga telah mewahyukan kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang sesudahnya. Kami mewahyukan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak-cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Zabur kepada Dawud.

 

Dan beberapa orang rasul yang dahulu itu ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Allah telah memfirmankan kepada Musa dengan firman yang secara sebenarnya (langsung).

 

Rasul-rasul itu membawa berita gembira dan juga memberikan peringatan, supaya jangan ada alasan bagi manusia untuk menentang Allah sesudah adanya rasul-rasul itu. Allah adalah Maha Mulia lagi bijaksana”. S. Nisa’ 163-165.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Allah tidaklah akan menyesatkan sesuatu kaum sesudah memberikan petunjuk kepada mereka itu, sehingga dijelaskan kepada mereka apa yang seharusnya mereka jauhi. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu”. S. Taubat 115.

 

Ibnu Katsir berkata : ,,Jelas sekali dalam ayat di atas bahwa Allah Ta’ala telah memberitahukan kepada seluruh ummat manusia tentang keadaan Dirinya sendiri yang Maha Mulia, Pengasih dan Penyayang serta betapa keadilan hukumnya. Dia tidak akan menyatakan sesat sesuatu kaum, kecuali setelah diutusnya rasul untuk mereka itu yang menyampaikan apa-apa yang wajib disampaikan, sehingga dengan demikian itu lalu tidak ada lagi alasan yang dapat mereka kemukakan, jikalau kiranya ada anggapan mereka yang salah seolah-olah Allah Ta’ala tidak memberikan penerangan apa-apa kepada mereka itu.

 

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Adapun kaum Tsamud itu, Kamipun sudah memberikan petunjuk kepada mereka. Tetapi mereka lebih senang kebutaan (kesesatan) dari pada petunjuk yang baik itu”. S. Fushshilat 17.

 

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak akan menyiksa seseorang, sehingga hujah ditegakkan pada mereka dan melenyapkan alasan yang mungkin mereka kemukakan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami tidak akan menyiksa (sesuatu kaum), sehingga Kami mengutus seseorang rasul padanya”. “) S. Isra’ 15.

 

TERPELIHARANYA PARA NABI DARI DOSA

 

Para rasul ‘alaihimus shalatu wassalam adalah manusia: manusia yang benar-benar menjadi pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Sesungguhnya Allah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran atas seluruh alam”. S. Al:”Imran 33.

 

Para rasul itu juga disucikan dari segala macam keburukan, dipelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat, baik yang kecil ataupun yang besar.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidak selayaknya seseorang nabi itu berbuat pengkhianatan”. S. Ali’Imran 161.

 

Mereka itu juga diberi hiasan oleh Allah Ta’ala dengan akhlak yang luhur dan budi pekerti yang mulia, seperti sifat benar (shidiq), sentausa yakni dapat dipercaya (amanah), menghabiskan usianya untuk membela yang hag serta menunaikan kewajiban.

 

Diantara mereka ada yang menerima gelar shiddig (sangat lurus jujur), sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Dan ingatlah riwayat Ibrahim di dalam kitab, sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat lurus dan seorang nabi”. S. Maryam 41.

 

Di antara mereka ada pula yang dipilih oleh Allah Ta’ala untuk diriNya sendiri, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan Aku limpahkan kecintaanKu padamu dan supaya engkau diasuh dibawah pemandanganKu”. S. Thaha 39.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,, Kemudian engkau tinggal beberapa tahun dengan penduduk Mad-yan, kemudian engkau datang kemari menurut ukuran yang telah ditetapkan, hai Musa.

 

Dan Aku telah memilih engkau untuk diriKu (menjadi rasulKu)”. S. Thaha 40-41.

 

Diantara mereka lagi ada yang dinyatakan selalu dalam pandangan (penjagaan) Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,Dan berhati teguhlah engkau untuk melaksanakan perintah Tuhanmu, sesungguhnya engkau adalah dalam pandangan (penjagaan) Kami”. S. Thur 48.

 

Diantara mereka lagi ada yang selain dipilih, juga di beri pelajaran oleh Aliah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Demikianlah Tuhanmu memilihmu dan mengajarkan padamu pengertian perkataan-perkataan (kejadian-kejadian) dan menyempurnakan kenikmatanNya padamu dan pada keluarga Ya’qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan kenikmatanNya itu kepada kedua bapakmu yakni Ibrahim dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Mengetahui lagi Bijaksana”. S. Yusuf 6.

 

Dalam sebuah ayat, setelah Allah menyebutkan sejumlah nabi-nabi, yakni dalam surat Maryam, lalu berfirman :

 

,,Orang-orang itulah yang telah dikeruniai kenikmatan oleh Allah. Mereka itu adalah nabi-nabi dari keturunan Adam dan dari orang-orang yang Kami angkut bersama Nuh dan dari keturunan Ibrahim dan Israil dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk serta Kami pilih. Ketika dibacakan kepada mereka keterangan-keterangan (ayat-ayat) Tuhan yang Pengasih, merekapun terus menyungkur untuk bersujud sambil menangis”. S. Maryam 58.

 

Para rasul ‘alaihimus shalatu wassalam itu, sekalipun bertingkat-tingkat dalam kelebihan dan keutamaannya, namun mereka itu semuanya telah dapat mencapai puncak keluhuran, ketinggian rohaniah dan hubungan yang amat erat sekali dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang berkata-kata dengan Allah dan setengahnya Kami tinggikan beberapa tingkat. ?) Dan Kami telah memberikan keterangan-keterangan kepada ‘Isa putera Maryam serta Kami kokohkan dirinya dengan ruh suci”. S. Baqarah 253.

 

Demikian itulah nash-nash (dalil-dalil) yang banyak sekali terdapat dalam AlQuran Alkarim yang memperbincangkan perihal para nabi dan rasul ‘alaihimus shalatu wassalam. Nyata dan jelas sekali kesucian, kebersihan dan kemurnian mereka yang semuanya itu dapat digunakan sebagai suatu pedoman hidup, tuntunan yang amat baik serta suri teladan yang tertinggi untuk mencapai kesem:purnaan peri kemanusiaan yang hakiki.

 

Manusia-manusia yang seperti para nabi dan rasul sebagaimana yang diuraikan di atas itu, sama sekali tidak mungkin kalau tidak terjaga dari perbuatan dosa. Mereka itu pasti terpelihara dari segala macam perbuatan maksiat, tidak akan meninggalkan kewajiban, tidak pula akan melakukan keharaman, juga tidak akan memiliki sifat-sifat kecuali yang merupakan akhlak yang luhur yang oleh ummatnya dapat digunakan sebagai ikutan yang bagus dan tuntunan yang baik, dapat dijadikan cermin yang tertinggi yang perlu sekali dituruti jejaknya oleh seluruh ummat manusia, karena sudah semestinya bahwa manusia itu berdaya upaya untuk mencapai atau memperoleh kesempurnaan yang kiranya sudah ditentukan untuk masing-masing manusia itu.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang memimpin mereka itu untuk memberikan didikan dan pelajaran kepada mereka, memberikan perawatan rohaniah yang amat berguna dan bermanfaat pada mereka, memberikan ilmu pengetahuan yang cukup untuk bekal kepemimpinan mereka, sehingga dengan semua itu mereka akan merupakan puncak menara yang dapat dilihat dari segenap penjuru dan berhak untuk menerima pilihan serta kecintaan Allah Ta’ala.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Mereka itulah orang-orang yang Kami beri kirab, hikmat dan nubuwat (pengangkatan sebagai nabi), oleh sebab itu jikalau mereka (orang-orang kafir) tidak mempercayainya, tentulah Kami akan memberikannya kepada golongan yang tidak mengingkarinya.

 

Itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah, sebab itu Ikutilah petunjuk yang mereka peroleh tadi”. S. An’am 89-90.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan mereka Kami jadikan sebagai pemegang pimpinan yang memberikan petunjuk kepada seluruh manusia dengan perintah Kami. Kami juga mewahyukan kepada mereka supaya berbuat baik, mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Mereka itu hanya beribadat kepada Kami saja”. S. Anbia’ 73.

 

Lagi firmanNya :

 

Sesungguhnya mereka itu telah ber-lomba-lomba dalam usaha-usaha kebaikan dan mereka berdoa kepada Kami dengan menaruh harapan dan perasaan takut dan mereka adalah orangorang yang tunduk hatinya kepada Kami”. S. Anbia’ 90.

 

Ayat-ayat di atas itulah yang merupakan bukti-bukti yang jelas bahwa Allah Ta’ala telah mengeruniakan pertolongan kepada para nabi dan rasul itu untuk dapatnya mereka itu mencapai kesempurnaan kemanusiaan. Sekiranya tidak ada pertolongan yang sedemikian ini, sudah pastilah bahwa kewibawaan mereka akan jatuh dari seluruh hati nurani ummat manusia, juga dipandang amat kecil sajalah kedudukan mereka itu oleh setiap orang. Jikalau yang sedemikian terjadi, maka pasti akan lenyaplah kepercayaan dari hati ummatnya, sehingga tidak seorangpun akan suka mengikuti, patuh dan tunduk pada ajaran-ajaran yang mereka berikan. Dengan demikian akan lenyaplah pula hikmat dari diutusnya mereka itu yang diharapkan agar merekalah yang akan menjadi pemimpin, pembimbing dan penunjuk seluruh makhluk ke arah kebenaran.

 

Malahan andaikata ada di antara nabi atau rasul itu yang melakukan sesuatu hal yang menyalahi dengan kesempurnaan sifat kemanusiaan, misalnya melalaikan kewajiban atau melanggar keharaman atau melakukan sesuatu yang menyalahi keluhuran dan keutamaan akhlak serta budi pekerti, maka sudah tentu bukanlah mereka itu dapat dianggap sebagai pemberi contoh yang baik. Bahkan sebaliknya, mereka lalu menjadi contoh yang buruk. yang sama sekali tidak boleh diikuti. Mereka tentu tidak dapat menjadi.suri teladan yang perlu dipatuhi dan tidak dapat menjadi menara yang menyinarkan petunjuk kebaikan pada ummatnya.

 

Sesungguhnya para rasul Tuhan itu dapat mencapai lengan perasaan mereka sendiri, tentang perbedaan keadaannya yang jauh apabila dibandingkan dengan keadaan manusia biasa. Sebabnya tidak lain adalah karena mereka itu selalu dalam keadaan yang suci dihadlirat Dzat yang Maha Suci pula. Dalam segala sesuatu mereka itu dapat mengenal Allah Ta’ala dan oleh sebab itu mereka dapat menyaksikan lahiriahnya keindahan dan keagungan Tuhan.

 

bukti-bukti kekuasaan dan kebesaranNya, bekas-bekas kebijaksanaan dan kerahmatanNya. Mereka dapat mengetahui semua itu, baik dalam diri mereka sendiri ataupun di alam yang ada di sekitar mereka itu, di langit, di bumi, diwaktu malam atau siang, dalam kehidupan dan kematian serta lain-lain sebagainya. Oleh karena itu penuhlah hati sanubari mereka itu dengan rasa mengagungkan kepada Allah Ta’ala serta amat tunduk dan patuh padaNya. Rasanya tidak ada satu tempatpun yang terluang untuk kediaman syaithan dalam tubuhnya, tidak ada tempat bersemayam untuk hawa nafsu, tidak ada tempat berpijak untuk kesyahwatan yang munkar ataupun menghendaki sesuatu selain untuk ditujukan kepada yang hag, yang benar, mem: belanya sampai mati ataupun gugur sebagai pahlawan syahid, demi untuk merebut kebenaran itu.

 

Jikalau dalam AlQuran Alkarim ada sementara ayat yang menyangsikan kita, seolah-olah di antara para rasul atau nabi itu ada yang tampaknya mengerjakan suatu perbuatan dosa dan kemaksiatan, sehingga seolah-olah menyalahi ‘ishmah (terpeliharanya dari dosa) yang mereka miliki, maka hal itu bukan sekali-kali harus diartikan sebagai tampak lahiriahnya itu.

 

Untuk jelasnya, baiklah disebutkan masing-masing nabi yang ada sangkut pautnya dengan persoalan ini, kemudian diberikan sekedar uraiannya, sebagai berikut.

 

HAL-HAL YANG DINISBATKAN KEPADA PARA RASUL

 

Adam ‘alaihis salam

 

Yang ada hubungannya dengan nabiullah Adam a.s. ialah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam ayat :

 

,,Adam bermaksiat kepada Tuhannya, maka sesatlah jalan: nya”. S. Thaha 121.

 

Pada lahirnya ayat di atas, tampak jelaslah bahwa nabiullah Adam a.s. telah melakukan suatu kemaksiatan kepada Tuhannya dan oleh sebab itu iapun sesatlah, karena menyalahi perintah Allah Ta’ala dan mengikuti ajakan syaithan yang terlaknat. Selain itu tampak pula bahwa beliau a.s. ini tergelincir atau tersalah yang menyebabkan terperosok dirinya dalam kemaksiatan itu. Ini tepat sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala, yakni :

 

,,Kemudian mereka berdua (Adam dan Hawa) digelincirkan oleh syaithan dari Syurga itu dan keduanya dikeluarkan dari keadaan semula”. S. Baqarah 36.

 

Jadi mereka berdua itu digelincirkan dan ditipu oleh musuhnya yakni syaithan.

 

Marilah kini kita periksa baik-baik. Apabila kita suka mencermatkan penyelidikan kita dalam persoalan ini, maka dengan mudah sekali kita dapat meyakinkan bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh Adam a.s. itu, terjadinya adalah semata-mata karena kelupaan dalam hati sanubari Adam a.s. terhadap perjanjian Allah Ta’ala. Jadi sama sekali tidak ada unsur kesengajaan dalam perbuatan itu atau dengan kata lain bahwa perbuatan itu bukanlah timbul karena ada kehendak yang disengaja atau tujuan yang dimaksudkan.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah akan mengambil tindakan atau memberikan balasan terhadap sesuatu kesalahan yang dikerjakan tanpa disengaja atau kelupaan, sebab yang sedemikian ini teranglah merupakan tekanan atau paksaan dan perintah yang melebihi kemampuan manusia. Sedangkan Allah Ta’ala tidak akan memaksakan kepada seseorang sesuatu yang melebihi kesanggupan atau kekuatannya.

 

Pokok pangkal dari Kaidah ini ialah firman Allah Ta’ala sendiri yang berbunyi :

 

,,Tidak ada dosa atasmu sekalian dalam sesuatu yang kamu kerjakan dalam kesalahan (tanpa sengaja atau karena lupa) tenlang hal itu, tetapi yang dianggap dosa ialah apa-apa yang disengajakan oleh hatimu semua”. S. Ahzab 5.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

(Mereka berdo’a) : ,,Ya Tuhan kami, janganlah Engkau mengambil tindakan (menghukum) terhadap kami, jikalau kami terlupa atau tersalah”. S. Baqarah 286.

 

Adapun bukti serta dalil yang menyebutkan bahwa apa yang dilakukan oleh Adam a.s. itu semata-mata karena kelupaan dan bukan sekali-kali karena sengaja, adalah firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

,,Sungguh dahulu itu Kami telah memberikan janji (perintah jangan mendekati pohon larangan) kepada Adam, tetapi ia lupa dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat”. S. Thaha 115.

 

Maksudnya ialah bahwa nabiullah Adam a.s. benarbenar lupa akan janji yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala atau yang telah diwasiatkan sungguh-sungguh padanya, yakni dikala beliau a.s. ini melakukan sesuatu yang terlarang yaitu memakan buah pohon yang tertentu. Oleh sebab memang tidak ada maksud atau ‘azam untuk melakukan kemaksiatan, maka tidak pula ada hukumannya.

 

Kelalaian yang diperbuat oleh nabiullah Adam a.s. itu oleh AlQuran Alkarim dikemukakan sebagai suatu kemaksiatan, sebab menilik kedudukan Adam a.s. yang diciptakan oleh Allah Ta’ala dengan tangan kekuasaanNya secara langsung, ditiupkan kedalam tubuhnya itu dari ruhNya, kepadanya seluruh malaikat diperintah untuk menghormati dan tunduk, ditempatkan disurgaNya dan dipelajarinya pula berbagai nama sehingga dapat mengalahkan para malaikat itu.

 

Kiranya seseorang yang sedemikian hal-ihwalnya, rasanya tidak patut kalau sampai melupakan apa-apa yang telah diwasiatkan serta apa-apa yang telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala padanya. Jadi dalam hal ini seirama dengan suatu ucapan yaitu : Kebaikan bagi manusia yang berbuat baik setaraf nilainya dengan keburukan bagi orang yang sudah taqarrub (mendekat) kepada Tuhan.

 

Nuh ‘Alaihis Salam

 

Mengenai yang ada hubungannya dengan nabiullah Nuh a.s, maka yang kiranya dapat dianggap sebagai suatu kekeliruan tindakannya ialah bahwa beliau a.s. itu pernah bertanya kepada Allah perihal kebinasaan anaknya bersama dengan orang-orang yang perlu dibinasakan dalam air taufan (banjir besar), sedang Allah Ta’ala telah menjanjikan akan keselamatan dirinya sendiri serta kaum keluarganya dan orang-orang yang beriman.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku itu adalah termasuk keluargaku dan sesungguhnya janjiMu tentulah benar dan Engkau adalah Dzat yang paling bijaksana di antara sekalian hakim.

 

Tuhan berfirman : ,,Hai Nuh, sesungguhnya anakmu itu bukanlah termasuk keluargamu, sebenarnya ia melakukan amal perbuatan yang tidak baik. Oleh sebab itu janganlah engkau menanyakan padaKu perkara yang engkau tidak berpengetahuan tentang hal itu. Aku menasihatkan padamu supaya engkau jangan termasuk orang-orang yang bodoh.

 

Nuh berkata : ,,Ya Tuhanku, aku mohon perlindungan padaMu dari permohonan sesuatu perkara yang aku tidak mengerti dalam hal itu. Dan sekiranya Engkau tidak memberi pengampunan padaku serta tidak menaruh belas kasih padaku, maka tentulah aku termasuk orang-orang yang memperoleh kerugian”. S. Hud 45-47.

 

Jadi Nabiullah Nuh a.s. sebagai manusia biasa tidak mengerti bahwa dengan sebab kekufuran anaknya dan karena anaknya tidak suka menerima dakwah agama yang benar itu telah menyebabkan lenyapnya hubungan keke: luargaan antara dirinya dengan anak kandungnya tersebut. Ia tetap menyangka bahwa anak adalah selamanya sebagai kaitan keluarga. Oleh karenanya, maka beliau a.s. bertanya kepada Tuhan, mengapa anaknya itu harus dibinasakan, padahal telah ada pernyataan bahwa seluruh keluarganya akan diselamatkan dari marabahaya yang maha besar itu.

 

Dengan timbulnya pertanyaan sebagaimana yang disebutkan diatas itu, lalu Allah memberitahukan bahwa hubungan keagamaan dan nasab kerohanian itu adalah lebih kokoh dari pada nasab karena hubungan darah. Jadi apabila hubungan keagamaan ini lenyap, maka lenyap pulalah hubungan yang disebabkan keturunan atau aliran darah. Dalam hal ini Allah Ta’ala mengajarkan pada Nuh a.s. dengan firmanNya yang artinya : ,,Ia bukan lagi keluargamu”, lalu ditunjukkan pula putusnya hubungan kekeluargaan yaitu karena anaknya itu berkelakuan yang bukan shalih, melakukan keingkaran dan kekufuran. Maka oleh karena hubungan keagamaan telah putus, dengan itu pula putuslah hubungan keturunan, hilanglah nasab bahwa ia sebagai ayahnya dan dengan demikian anaknya itu tidaklah termasuk dalam lingkungan keluarga yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala akan diselamatkan dari bencana banjir besar.

 

Semestinya seseorang yang sebagai nabiullah Nuh a.s. yang merupakan ayah kedua dari seluruh ummat manusia, yang telah mengurbankan segenap kehidupannya untuk membela agama Allah Ta’ala dan menetapkan di kalangan ummatnya sampai hampir seribu tahun lamanya, bahkan berjihad untuk mengagungkan agamaNya dengan seluruh apa yang ada padanya, maka sepatutnya ia sudah dapat mengerti hal ini, sehingga tidak perlu menanyakannya kepada Tuhan. Tetapi oleh sebab ia kurang perhatiannya dalam persoalan itu, lagi pula jiwanya agaknya dikalahkan oleh perasaan kasih-sayang atau cinta sebagai seorang ayah terhadap anaknya, sehingga sampai terkeluar ucapannya untuk menagih janji Tuhan tersebut, padahal suatu tagihan yang tidak sewajarnya.

 

Inilah yang dianggap sebagai suatu kekurangan bagi dirinya sebagai seorang rasul Tuhan. Hal yang sedemikian ini adalah karena disesuaikan dengan kedudukannya yang amat tinggi itu serta derajatnya yang luhur disisi Allah Ta’ala yang karenanya Allah mencintainya. Tetapi setelah itu tidak lupalah beliau a.s. kembali menyadari kekeliruan nya, kemudian memohonkan pengampunan dari kekeliruan yang sama sekali tidak disengajanya itu dan bahkan tidak diketahuinya, bahwa itu adalah bentuk kesalahan yang tersendiri. Oleh sebab itu beliau a.s. berdo’a, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Ya Tuhanku, aku mohon perlindungan padaMu dari memohon sesuatu perkara yang aku tidak mengerti dalam hal itu. Dan sekiranya Engkau tidak memberi pengampunan serta tidak menaruh belas kasih padaku, maka tentulah aku termasuk orangorang yang memperoleh kerugian”. S. Hud 47.

 

Ibrahim ‘Alaihis Salam Dalam AlQuran Alkarim tersebutlah suatu keterangan perihal doanya nabiullah Ibrahim a.s, yaitu :

 

,,Dan Dia (Allah) yang sangat kuharapkan akan mengampuni kesalahanku pada hari pembalasan”. S. Syu’ara’ 82.

 

Kita sendiri tidak tahu apakah kesalahan nabiullah Ibrahim itu. Yang kita semua memaklumi tentunya ialah bahwasanya Allah Ta’ala telah mengambilnya sebagai kekasih dan ditambah pula dengan diberi berbagai sifat kesempurnaan yang memang sudah selayaknya untuk mem perolehnya itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sungguh Kami (Allah) telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya ia di akhirat adalah termasuk orang-orang yang baik”. S. Baqarah 130.

 

Lagi firmanNya :

 

Sesungguhnya Ibrahim itu dapat dijadikan sebagai contoh, sebagai seorang yang patuh kepada Allah dengan kecenderungan hari dan ia bukanlah termasuk golongan yang musyrik.

 

Ia berterima kasih kepada kenikmatan Allah. Allah memilihnya dan memberinya petunjuk ke ‘jalan yang lurus.

 

Dan Kami berikan kepadanya kebaikan didunia dan pasti ia diakhirat termasuk orang-orang yang shaleh”. S. Nahl 120-122.

 

Jadi apabila nabiullah Ibrahim a.s. itu memohonkan pengampunan kepada Allah supaya diampuni kesalahankesalahannya, maka kesalahan-kesalahan itu bukanlah dalam pengertian sebagaimana kita kenal sebagai kesalahan yang biasa kita lakukan ini. Tetapi kesalahan-kesalahan yang dimaksudkan itu adalah suatu perasaan yang ada dalam jiwanya yang seolah-olah sebagai suatu keteledoran atau kekurangan perhatiannya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah Ta’ala sebagaimana mestinya. Juga dalam menunaikan tugasnya sebagai rasul, ada yang dirasakan belum disempurnakan sebaik-baiknya. Maka ucapan kesalahan disini hanyalah karena menilik kedudukannya yang begitu tinggi dan jabatannya yang amat luhur itu.

 

Yusuf ‘Alaihis Salam

 

Tentang diri nabiullah Yusuf a.s. Allah Ta’ala menceriterakan dengan firmanNya :

 

,,Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud dengan wanita itu”. S. Yusuf 24.

 

Dalam persoalan ini belum ada satu petunjukpun yang menguraikan bahwa nabiullah Yusuf benar-benar ada mak: sud dan keinginan suka atau sengaja hendak berbuat suatu kemesuman atau kejahatan, sebab perkataan ,,hamma” disini dapat diartikan hendak memukul atau menyakiti wanita yang akan memperkosa dirinya itu.

 

Periksalah pendahuluannya yaitu bahwa isteri pembeSar negeri (imraatul ‘aziz) membujuk beliau a.s. agar suka berbuat mesum dengannya, sampai-sampai pintupun dikunci, diajaknya untuk bersenang-senang dengannya, tetapi beliau a.s. tetap memelihara kehormatan dirinya. Ia enggan dan terus berkata :

 

,Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya Tuanku (Oithfir) telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya tidak akan beruntunglah orang-orang yang berbuat aniaya’”. S. Yusuf 23.

 

Untuk menandingi sikap Yusuf a.s. ini yakni bahwa beliau ingin tetap memelihara kehormatan dirinya, enggan melakukan kemaksiatan dan menghindarkan diri dari perbuatan hina, maka wanita pembesar itupun mulai sengaja hendak berbuat kekasaran, seperti memukul atau menyakiti dirinya. Mungkin sekali wanita itu akan melakukan ini sebab sudah merasa tidak dapat membujuk dan merayunya, sekalipun dengan menggunakan segala jalan dan daya. Berhubung wanita itu bersikap demikian. maka sebagai tanggapannya Yusuf a.s. pun juga ingin berbuat sebagaimana perbuatan wanita itu, demi untuk membela dirinya sendiri. Jadi sedianya iapun ingin memukul dan menyakitinya, tetapi agaknya sebelum itu semua dilakukan, ia telah menyadari bahwa orang yang seperti dirinya tidak layaklah berbuat semacam itu. Bukankah ia termasuk manusia yang seharusnya berjiwa besar, tidak mudah membalas dendam, lebih-lebih mengenai rumah tangga yang ia diami selama itu: Ia ditempatkan di situ dengan baik, dimuliakan dan dihormati. Bahkan lebih dari itu lagi, karena ia merasa bahwa wanita yang hendak disakitinya itu adalah tuan puterinya yang mengangkatnya sebagai anak, sementara itu japun isteri dari seorang pembesar yang berkuasa atas suatu bangsa yang besar pula.

 

Sekiranya semua itu tidak dikenangkan dan tidak di: sadarinya, niscaya perbuatan wanita itu akan ditandingi dengan perbuatan yang setimpal pula, malahan tidak mustahil bahwa wanita itu akan dipukulnya dengan pukulan yang menyakitkan. Tetapi hal ini tidak dilaksanakan, karena amat halus perasaannya dan ia memiliki sifat kasih sayang terhadap sesama manusia yang sebesar-besarnya.

 

Sekalipun demikian Yusuf a.s. tidak hanya berdiam diri saja, lalu berdiri tegak bagaikan patung yang diberi pukulan yang bertubi-tubi dari wanita yang sudah kejangkitan gila karena kecintaan yang tidak terhingga dan tidak terkendalikan lagi itu. Jadi karena kecintaannya itu tidak memperoleh sambutan yang baik, lalu marahlah sejadi-ja. dinya. Kesyahwatan hayawaniahnya tidak terkabulkan, Ja: lu timbul nafsu kemurkaannya. Yusuf a.s. lebih suka memilih jalan lari dari pada mempertahankan diri dengan membalas memukul dan menyakiti. Ia ingin terhindar dari suatu kesalahan lain yang disebabkan oleh kesalahan yang pertama itu. Tetapi kiranya bukan wanita jikalau ia menerima begitu saja apa yang dilakukan oleh lelaki yang dianggapnya sudah dapat dikalahkannya. Ia mengejar kemana arah yang dituju oleh Yusuf a.s. itu, agar kemurkaannya dapat dilampiaskan sama sekali dengan sesempurnasempurnanya.

 

Dalam menceriterakan kejadian ini. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan keduanya (Yusuf dan isteri pembesar) itu berlomba mengejar pintu. Wanita itu lalu memegang bajunya dari belakang hingga koyak dan keduanya tiba-tiba mendapatkan suami wanita itu dimuka pintu”. S. Yusuf 25.

 

Pertemuan dengan tuan rumah inilah yang menyebabkan terlepasnya Yusuf a.s. dari cengkeraman wanita tadi.

 

Agaknya perlu sekali diuraikan sekedarnya bukti-bukti yang lebih jelas lagi untuk menunjukkan kesucian nabiullah Yusuf a.s. dalam persoalan ini, yaitu :

 

Pertama : Allah Ta’ala sudah mengeruniakan kepadanya ilmu pengetahuan dan hikmat kebijaksanaan, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan setelah sampai dewasa, maka Kami berikan kepadanya kebijaksanaan dan pengetahuan. Begitulah Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan”. S. Yusuf 22.

 

Kedua : Bahwa beliau a.s. menjawab isteri pembesar negeri itu yang membujuk dan merayunya, dengan jawaban yang cukup dijadikan sebagai bukti yang jelas bahwa hatinya sama sekali tidak bergerak untuk menginginkan suatu keburukanpun. Bukankah beliau a.s. juga mengatakan :

 

,,Aku berlindung kepada Allah, sesungguhnya Tuhanku telah memberikan tempat yang baik untukku. Sesungguhnya tidak akan beruntung orang yang berbuat aniaya”. S. Yusuf 23.

 

Kiranya orang yang mengucapkan sebagaimana pernyataan diatas itu, tidaklah akan tergambar sama sekali dalam fikiran kita bahwa ia mempunyai maksud atau keinginan hendak melakukan sesuatu keburukan, apalagi yang berbentuk kemesuman itu.

 

Ketiga : Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memang telah memalingkan atau menyingkirkan dari diri beliau a.s. segala macam keburukan dan kenistaan, bahkan dianggapnya sebagai seorang yang ikhlas beramal untukNya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Begitulah Kami hindarkan kesalahan dan perbuatan yang tidak sopan dari padanya. Sesungguhnya ia termasuk golongan hamba-hamba Kami yang ikhlas”. S. Yusuf 24.

 

Orang yang sebagaimana diatas itu sifat dan keadaannya, pasti tidak mungkin akan mengarahkan jiwanya kesembarang arah saja, apalagi kesuatu jalan yang hendak menjurus kepada keburukan, kemunkaran, kejahatan atau sesuatu yang tidak sopan, baik dalam ucapan atau perbuatan

 

Keempat : Bahwa setiap kata ,hamma” yang terdapat dalam AlQuran itu, hanyalah ditujukan untuk pengertian sengaja berbuat yang sifatnya menyakiti”, seperti memukul atau membunuh dan tidak berarti ,,sengaja berbuat kemesuman”.

 

Hal ini dapat dibuktikan dalam firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

»Setiap ummat berniat (sengaja) hendak mengambil tindakan (menangkap, membunuh dan lain-lain) terhadap rasul mereka itu”. S. Ghafir 5,

 

Lagi firmanNya :

 

,,Mereka bermaksud (sengaja) berbuat (sesuatu penganiayaan) yang tidak dapat mereka jalankan”. S. Taubat 74.

 

Demikianlah sekiranya kita hendak mengupas satu persatu tentang kesucian Yusuf a.s. dari kehendak yang tidak layak itu, pasti kita dapat menemukan alasan yang amat banyak sekali yang tidak cukup termuat dalam kitab yang merupakan ringkasan ini.

 

Musa ‘Alaihis Salam

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menceriterakan perihal nabiullah Musa a.s., berfirman :

 

,,Dan ia (Musa) masuk ke kota dikala penduduknya itu sedang lengah dan didapatinya di sana ada dua orang yang sedang bertengkar. Yang seorang dari kaumnya sendiri (yakni Bani Israil) sedang yang seorang lagi dari musuhnya (yakni kaumnya Firaun). Orang yang dari kaumnya itu memintd pertolongan kepadanya untuk menghadapi orang yang dari musuhnya, kemudian Musa meninjunya dan sampailah ajalnya orang tadi (meninggal dunia). Musa berkata : ,,Ini adalah pekerjaan syaithan. Sesungguhnya syaithan ilu musuh yang nyata-nyata menyesatkan”.

 

,,Seterusnya Musa lalu berdoa : ,,Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri. Oleh sebab itu ampunilah aku !” Kemudian Tuhan mengampuninya, sesungguhnya Tuhan itu adalah Maha Pengampun lagi Penyayang” S. Qashash 15-16.

 

Dalam ceritera di atas dinyatakan bahwa nabiullah Musa a.s. pada suatu ketika masuk kota.

 

Di tengah perjalanan itu ia menemui dya orang yang sedang bertengkar, pukul-memukul dan hantam-menghatam. Dilihatnya bahwa yang seorang adalah dari golongan bangsa Mesir sedang yang seorang lagi adalah golongannya sendiri, yang termasuk bangsa Isra’il. Orang Isra’il yang termasuk dalam kaumnya ini amat lemah sekali kelihatannya dan tidak kuasa untuk menentang kekuatan lawannya tadi. Ia meminta tolong pada Musa a.s., supaya diselamatkan dari serangan lawannya tadi.

 

Maka terjadilah suatu hal yang secara lazimnya juga terjadi di kalangan manusia biasa, yaitu bahwa Musa a.s. ingin menolong kawannya. Orang Mesir itupun dipukullah dengan tangannya, tetapi hanya sekali pukulan saja, tibatiba orang itu mati. Sama sekali ia tidak bermaksud hendak membunuhnya. Yang dikehendaki hanyalah ingin mencegah penganiayaan yang dilakukan terhadap sahabatnya itu belaka, lain tidak. Jadi pembunuhan yang terjadi dalam peristiwa ini adalah dilakukan secara khilaf, bukan ada unsur kesengajaan. Kesalahannya adalah kekurang hatihatinya dan ketiadaan perhitungan dalam melancarkan pukulan. “

 

Tapi karena hal ini dilakukan oleh seorang yang sudah mencapai tingkat kemanusiaan yang setinggi itu seperti Musa a.s. dan lain-lainnya yang juga termasuk kelompok rasul-rasul ulul ‘azmi (yang memiliki keteguhan hati) dirasanya suatu perbuatan dosa.

 

Maka dari itu Musa a.s. segera bertaubat kepada Tuhannya atas perasaan salah dan kekeliruannya tadi sambil memohon maaf dan pengampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Dawud ‘Alaihis Salam

 

Dalam menceriterakan perihal nabiullah Dawud a.s., Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sudahkah sampai padamu ceritera orang-orang yang bermusuhan, ketika mereka masuk ke dalam bilik peribadinya (Dawud) dengan memanjat dinding tembok ?

 

Ketika mereka masuk kehadapan Dawud, lalu Dawud terkejut karena kedatangan mereka. Mereka berkata : ,,Jangan Tuan takut, karena kami ini adalah dua orang yang bersengketa, yang seorang mengeniaya yang lain. Sebab itu putuskanlah perkara ini antara kami semua dengan kebenaran dan janganlah Tuan bersikap tidak adil dan berilah petunjuk kami ini kejalan yang benar.

 

Ini saudaraku, ia mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan saya hanya mempunyai seekor kambing saja. Ia berkata : ,,Serahkanlah yang seekor itu padaku”. Ia mengalahkan saya dalam pembicaraan (perdebatan)”.

 

Dawud menjawab : Sesungguhnya saudaramu telah menganiaya (bersalah) padamu, karena meminta seekor kambing milikmu untuk ditambahkan kepada kambingnya yang banyak itu. Sesungguhnya banyak orang-orang yang berserikat, diantaranya tidak jujur kepada kawannya, melainkan orang-orang yang beriman dan beramal shalih (itulah yang jujur), tetapi mereka itu amat sedikit”.

 

Dawud mengira bahwa Kami (Allah) mengujinya, maka ia memohonkan pengampunan kepada Tuhannya dan tunduk merendahkan diri sambil kembali (bertaubat).

 

Maka Kami mengampuni kesalahannya itu. Sesungguhnya ia dekat pada sisi Kami dan memperoleh tempat kembali yang amat baik S. Shad 21-25.

 

Dalam ceritera di atas itu tidak terdapat suatu buktipun yang menunjukkan bahwa nabiyullah Dawud a.s. telah berbuat kemaksiatan kepada Tuhannya dengan melakukan sesuatu yang menyalahi ke’ishmahannya (terpeliharanya dari dosa).

 

Secara keseluruhan, dalam cerita ini dapatlah diuraikan sebagai berikut :

 

Dawud a.s. menerima pengaduan dalam persoalan pertentangan antara dua orang yang sedang bersengketa. Kemudian beliau a.s. memutuskan perkara tersebut hanya dengan mendengarkan keterangan dari satu fihak saja dan belum mendengar alasan fihak yang satunya lagi. Kecerobohan dalam meletakkan keputusan sebelum mendengar keterangan dari kedua belah fihak itu dianggap sebagai suatu yang tidak bijaksana atau menyalahi norma-norma hukum. Lebih-lebih jikalau yang menjadi hakim (pemutus) itu adalah seorang yang berpangkat nabi, semacam nabiullah Dawud a.s., sedangkan nabi-nabi itu termasuk golongan manusia-manusia yang dikeruniai kebijaksanaan dan ketertiban pembicaraan oleh Allah Ta’ala.

 

Ada suatu kemungkinan yang lain lagi dengan terjadinya peristiwa diatas itu, yakni bahwa Dawud a.s. agaknya takut kepada dua orang yang memanjat dinding temboknya dan langsung memasuki bilik peribadinya itu, sedangkan masuknya itu adalah dalam keadaan yang tiba-tiba saja dan beliau a.s. dikala itu sedang bermunajat kepada Allah Ta’ala. Beliau a.s. takut kalau-kalau kedua orang itu akan membunuhnya, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh ummat Bani Isra’il yakni suka sekali membunuh nabi-nabi mereka itu.

 

Jadi ketakutan yang terjadi pada diri Dawud yang Waktu itu sedang berada di dalam bilik peribadi untuk bermunajat kehadlirat Tuhan, adalah suatu hal yang kurang layak sekali bagi Dawud a.s. itu, karena mengingat betapa tingginya kedudukannya, betapa agung derajatnya dan betapa erat hubungannya dengan Allah Ta’ala, yang Maha Menguasai akan segala sesuatu yang maujud ini.

 

Dawud a.s, mengira bahwa kesalahan yang telah dibuatnya yaitu : Cara tergesa-gesanya untuk menetapkan putusan atau ketakutannya pada kematian sebab dibunuh, adalah sebagai ujian dari Tuhan. Oleh sebab itu Dawud a.s. segera memohonkan pengampunan kepada Tuhan. tunduk dan merendahkan diri serta bertaubat, kembali patuh ke. padaNya dan atas kelakuannya sendiri itu disesalkannya serta berniat tidak akan mengulanginya lagi.

 

Kita harus menyadari bahwa apa yang terkandung dalam ceritera di atas itu tidak boleh diembel-embeli dengan tafsiran lain yang kiranya akan mengesankan sebagai suatu kekurangan dari derajat seorang nabiullah yang besar itu.

 

Umpama saja dengan adanya suatu penafsiran bahwa yang dimaksud dengan kambing betina itu adalah seorang wanita dan bahwa nabiullah Dawud a.s. telah merampas istri salah seorang panglimanya dengan menggunakan suatu tipudaya yang tidak dapat dibenarkan, maka ceritera yang sedemikian ini sebenarnya adalah kisah buatan atau bikinan yang bohong dari kumpulan kisah-kisah Isra’iliah (ciptaan kaum Yahudi) yang dimaksudkan untuk merongrong keagungan risalat, kesempurnaan nubuwat. kemuliaan dakwah yang diperintahkan oleh Allah kepada seorang yang dipilihnya sebagai rasul dan diangkatnya sebagai nabi yang bertugas memberi petunjuk kepada seluruh ummatnya.

 

Sulaiman ‘Alaihis Salam

 

Mengenai diri nabiullah Sulaiman a.s., Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman, Kami letakkan di atas singgasananya suatu tubuh yang tidak bernyawa, kemudian ia kembali kepada Tuhan.

Ia berkata : ,,Ya Tuhanku, ampunilah aku dan keruniakanlah kepadaku suatu kerajaan yang tidak layak dikeruniakan kepada seseorangpun sepeninggalku nanti. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pemberi”. S. Shad 34-35.

 

Adapun suatu bencana yang pernah diterima oleh Sulaiman a.s. ialah bahwa beliau pernah menderita penyakit yang menyebabkan tubuhnya terpaksa harus terus diam dikursinya, sehingga tidak dapat bergerak sama sekali. Ini vang mengakibatkan beliau sangat lemah tubuhnya dan lemah pula perjuangannya. Oleh sebab itu beliau a.s. bertaubat karena kelemahannya yang lazim juga diderita oleh umumnya manusia. Hanya saja yang lebih utama ialah supaya selalu bersikap sabar, sabar yang memberikan kesan yang baik terhadap jiwa.

 

Ada suatu cerita yang menyebutkan bahwa-Sulaiman a.S. itu mempunyai seorang anak yang durhaka, lalu merampas kekuasaan ayahnya itu dan dengan demikian hilanglah kerajaan besar itu dari tangannya dan berpindah ke tangan anak yang tidak kenal budi itu. Tetapi dengan pertolongan Allah Ta’ala kerajaan itu dapat diambil kembali setelah terampasnya. Maka setelah itu Sulaiman a.s. memohon pengampunan kepada Tuhan, karena ingat bahwa mungkin lenyapnya ke kerajaan yang dahulu itu adalah karena kurang syukur atau terima kasihnya kepada Tuhan, sehingga dicobanya sementara waktu dengan kehilangan singgasana tersebut.

 

Setelah kerajaan itu ada ditangannya lagi, beliau a.s. memohonkan pula kepada Tuhan agar dikeruniai suatu kerajaan atau kekuasaan yang tidak mungkin akan dikeruniakan oleh Tuhan (yang seperti itu) kepada siapapun yang datang sesudah beliau a.s. Allah Ta’ala mengabulkan permohonannya.

 

Muhammad Shalawatullah wa Salamuhu ‘Alaih

 

Dalam AlQuran Alkarim terdapatlah ayat yang berbunyi :

 

,,,Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah pengampunan karena dosamu (Muhammad)”. S. Muhammad 19

 

Ada pula ayat yang berbunyi :

 

Sesungguhnya Kami telah memberikan padamu (Muhammad) kemenangan yang nyata.

 

Supaya Allah mengampuni padamu kesalahan-kesalahannya yang telah lampau dan yang akan datang dan menyempurnakan kenikmatanNya padamu serta memberikan petunjuk padamu ke Jalan yang lurus.

 

Juga untuk memberikan pertolongan padamu dengan pertolongan yang membawa. kemenangan”, S, Fath 1-3,

 

Menilik dzahirnya ayat pertama itu dapat diambil kesan bahwa Rasulullah s.a.w. seolah-olah mempunyai dosa, oleh karena itu beliau s.a.w. dianjurkan memohon pengampunan pada Allah.

 

Adapun ayat kedua menunjukkan bahwa Allah Ta’ala sudah berikrar untuk mengampuni dosa-dosa beliau s.a.w. baik yang lampau atau yang akan datang. Ini mengesankan pula bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berbuat dosa.

 

Tetapi bagaimana sejarah hidup Rasulullah s.a.w. itu yang sebenarnya ?

 

Yang diketahui dari sejarah hidupnya Rasulullah s.a.w. bahwa beliau s.a.w. adalah terpelihara dari segala macam perbuatan dosa atau kemaksiatan sejak sebelum diutusnya sebagai rasul, apalagi sesudahnya. Allah Ta’ala sengaja memelihara dan menjaganya dari perilaku yang tidak pantas sejak menjadi kanak-kanak, juga dari permainan-permainan yang tidak layak sejak mudanya. Sekali saja belum pernah beliau s.a.w. mengerjakan hal-hal yang tidak baik sebagaimana yang pernah dilakukan oleh orang lain. Sebabnya tidak lain hanyalah karena beliau s.a.w. sedang dipersiapkan dirinya untuk menerima tugas sebagai rasul yang hendak mengemban amanat kerasulan, memberikan petunjuk dan cahaya kebenaran.

 

Dalam hal ini pernah beliau s.a.w. mengisyaratkan apa yang pernah terlintas dalam jiwanya sewaktu mudanya. sabdanya :

 

,,Aku tidak pernah tertarik akan sesuatu hal yang biasa dikerjakan oleh kaum Jahiliah dulu, melainkan hanya dua kali. Tetapi semua itu dihalang-halangi oleh Allah antara diriku dengan perbuatan itu, sehingga tidak pernah kulakukan. Setelah itu aku tidak pernah tertarik lagi sampai aku dimuliakan oleh Allah dengan diangkatnya sebagai rasul.

 

Yang pertama ialah pada suatu malam aku berkata kepada seorang bujang yang bersama-sama dengan aku mengembala kambing di bagian atas kota Makkah, demikian : ,,Kiranya saudara suka melihat-lihat (menjaga) kambingku ini sehingga aku dapat masuk Makkah. Aku ingin bersamrah (bangun malam sambil mengobrol dan main-main karena ada hajat perkawinan), sebagaimana umum pemuda-pemuda suka bersamrah”.

 

Ia berkata ,,Lakukanlah”.

 

Akupun keluarlah sehingga sampai di rumah pertama di Makkah dan di situ saya mendengar nyanyian-nyanyian (bunyi-bunyian).-Aku bertanya : ,,Ada apakah ini ?. Orang-orang berkata: ,,Perkawinan si lelaki Anu dengan wanita Anu”. Aku mulai duduk untuk mendengarkan. Tetapi kiranya Allah menyumbat telingaku, kemudian aku tertidur, sehingga tidak ada yang membangunkan aku melairkan panasnya matahari. Aku kembali ke tempat kawanku. Ia bertanya dan aku memberitahukan dengan sebenarnya apa yang aku alami.

 

Selanjutnya pada suatu malam yang lain, aku berkata seperti itu pula kepada sahabatku, aku memasuki Makkah, tetapi aku terkena sebagaimana halnya malam pertama.

 

Sehabis itu aku tidak pernah tertarik lagi oleh sesuatu perbuatan buruk”.

 

Begitulah yang ada dalam sejarah hidup Rasulullah S.a.w. Jadi selama hayatnya beliau s.a.w. belum pernah terlintas dalam hatinya suatu kehendak buruk. Maka jikalau sudah kita maklumi sedemikian itu keadaannya, apakah pengertian dosa yang beliau s.a.w: diminta oleh Allah untuk memohon pengampunanNya, dan dosa manakah yang diampuni oleh Allah untuknya, baik yang lampau maupun yang akan datang ?

 

Memang tidak perlu diperselisihkan lagi bahwa seseorang rasul itu kadang-kadang memberikan keputusan-keputusan yang hanya dikeluarkan dari cara pemikirannya sendiri, sebab tidak ada wahyu yang menentukannya. Jadi sekiranya wahyu tidak ada, maka persoalan itu sudah selazimnya diserahkan kepada ijtihad rasul itu sendiri yang khas. Maka ada kalanya apa yang diijtihadkan itu hanya sampai pada taraf yang cukup baik, belum lagi mencapai tingkat yang terbaik.

 

Cobalah bayangkan, kalau seorang rasul hanya terhenti pada pendapat yang baik, tetapi belum sampai kepada yang terbaik, itupun sudah dianggap sebagai suatu dosa baginya. karena menilik kedudukannya yang mulia dan derajatnya yang tinggi, serta yang seimbang dengan ilmu pengetahuan, akal fikiran dan cara berfikirnya serta kecakapan dan kepandaiannya itu.

 

Ijtihad yang pernah dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. yang hanya sampai pada tingkat baik dan belum ke tingkat yang terbaik, ialah sebagaimana yang disebutkan dalam AlQuran, yang diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut :

 

Rasulullah s.a.w. berijtihad dalam persoalan tawanan perang Badar, dan menerima tebusan untuk tawanan-tawanan itu. Dalam kedua perkara ini Allah Ta’ala benar-benar telah mencelanya sehingga menyebabkan beliau s.a.w. menangis. Celaan dari Allah Ta’ala disebutkan dalam firmanNya :

 

,,Tidak selayaknya bagi seorang nabi mempunyai tawanan, sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya dimuka bumi. Kamu semua menghendaki harta benda duniawiyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah itu Maha Kuasa dan Bijaksana.

 

Kalau kiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu semua ditimpa siksa yang besar karena keputusan yang kamu ambil”. S. Anfal 67-68.

 

Maksudnya ialah bahwa andaikata tidak ada ketentuan dari Allah Ta’ala atau hukumnya yang berlaku sejak dahulu yang menjelaskan tidak salahnya seseorang yang mengambil keputusan dengan pendapat atau ijtihadnya, maka pastilah Allah akan menurunkan siksa yang besar karena diterimanya harta tebusan tanpa adanya perjuangan yang sungguh-sungguh diatas bumi.

 

Demi Rasulullah s.a.w. menerima ayat sebagaimana di atas itu, lalu menangislah dan menangis pulalah sahabatnya yang setia yakni Abu Bakar Ash-Shiddiq. Keduanya menangis tersedu-sedu yang membuktikan penyesalan yang sedalam-dalamnya. Sampai-sampai disaat itu Rasulullah S.a.w. bersahda :

 

,,Andaikata siksa Tuhan turun dari langit, pasti tidak seorangpun akan selamat dari padanya, selain Umar” .

 

Memang hanya sayidina Umar r.a. sajalah yang tidak sependapat dengan adanya tebusan untuk tawanan itu.

 

Sebagaimana kita ketahui, dalam peristiwa seperti di atas itulah Rasulullah s.a.w. tidak dapat berbuat lain, kecuali hanya dengan berijtihad untuk mengambil keputusan yang dipandangnya baik, sebab nyata-nyata tidak ada wahyu sedikitpun yang mengikatnya, bagaimana yang harus diperbuat olehnya. Keputusan yang dilaksanakan itupun bukannya suatu kesalahan atau kekeliruan apalagi kemaksiatan. Sebabnya ialah karena seseorang rasul tidak patut berbuat semacam itu hanya saja ada keputusan yang se. benarnya lebih baik, tetapi yang ini tidak dimakluminya, lalu diambil sajalah keputusan yang baik.

 

Diantara ijtihad beliau s.a.w. yang lain lagi yang dianggap bukan terbaik ialah bahwa beliau s.a.w. menerima alasan orang-orang yang tertinggal di belakang garis peperangan yakni tidak ikut maju ke medan pertempuran, padahal belum diadakan penelitian yang seksama mengenai alasan-alasannya itu yang maksudnya untuk dapat membedakan, siapa orang yang alasannya memang dikemukakan dengan sebenar-benarnya dan siapa yang hanya berdusta saja.

 

Dalam hal ini Allah menyatakan sanggahan dengan firmanNya :

 

,,Allah telah memaafkan padamu (Muhammad), mengapa engkau sudah memberikan izin kepada mereka (yang tinggal di belakang itu), sehingga nyata benar padamu siapa-siapa yang benar ucapannya dan engkau ketahui pula siapa orang-orang yang berdusta” S. Taubat 43.

 

Diantaranya lagi ialah celaan Allah Ta’ala dengan sebab beliau s.a.w. menyembunyikan perintah perkawinannya dengan Zainab putri Jahsyi sesudah diceraikan oleh anak pungut beliau s.a.w. sendiri yakni Zaid bin Haritsah. Pada: hal Allah Ta’ala sendiri yang menyuruh beliau s.a.w. untuk mengawininya itu, dengan maksud untuk membatalkan atau melenyapkan kebiasaan yang diikuti oleh kaum Jahiliah yang turun temurun sebagai sesuatu yang dijadikan taklid buta. Sudah menjadi tradisi bagi kaum Jahiliah itu, bahwa mereka menetapkan keharamannya mengawini isteri seorang yang dianggap sebagai anak angkat setelah diceraikannya. Jadi seperti keharamannya mengawini isteri anak dari keturunan sendiri setelah diceraikan.

 

Zaid bin Haritsah adalah anak angkat beliau s.a.w.. maka oleh sebab itu sebagaimana lazimnya manusia biasa, beliau s.aw. merasa agak berat untuk menyalahi kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi atau taklid-taklid yang sudah berurat akar di kalangan kaumnya itu. Adat istiadat sedemikian ini dipegang sekokoh-kokohnya oleh kaum Jahiliah.

 

Namun demikian, apa yang dirasakannya, baik yang berupa kesempitan atau keberatan itu akhirnya dapat dilenyapkan setelah menerima celaan yang ringan tetapi cukup mengesankan dengan turunnya wahyu Allah Ta’ala sebagaimana firmanNya :

 

,,Dikala engkau berkata kepada orang yang telah diberi kerunia oleh Allah dan engkaupun telah memberi kerunia padanya : »Tetaplah engkau pelihara saja isterimu (jangan diceraikan) dan takutlah kepada Allah”. Engkau menyembunyikan dalam hatimu apa yang dijelaskan oleh Allah dan engkau takut kepada manusia, sedang Allah itulah yang lebih berhak untuk ditakuti.

 

Kemudian setelah Zaid menyampaikan hajatnya kepada wanita itu, lalu kami kawinkanlah ia denganmu, agar supaya di masa yang akan datang tidak lagi ada keberatan bagi orang-orang yang beriman untuk mengawini isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila mereka telah menyampaikan hajat mereka kepada wanita-wanita itu. Perintah Allah itu pastilah harus dilaksanakan.

 

Seseorang nabi tidak boleh berkeberatan tentang apa yang telah dimestikan oleh Allah kepadanya. Itulah peraturan yang tetap dari Allah bagi nabi-nabi dari dahulu kala. Perintah itu adalah suatu keputusan yang telah ditetapkan”. S. Ahzab 37-38.

 

Perlu ditandaskan bahwa jikalau ada ceritera-ceritera lain mengenai persoalan antara Rasulullah s.a.w., Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsyi, selain yang diuraikan di muka, maka jelaslah bahwa itu hanyalah dongengan dan isapan jempol belaka yang sama sekali tidak boleh dipercaya.

 

Peristiwa lain yang dapat dimasukkan dalam bidang ini ialah celaan yang dihadapkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasulullah s.a.w. dengan firmanNya :

 

,,Ia (Muhammad) bermuka masam dan membelakang.

 

Disebabkan ada orang buta yang datang kepadanya.

 

Tahukah kamu, barangkali ia ingin mensucikan diri.

 

Atau ia dapat menerima peringatan dan peringatan itu akan berguna untuknya.

 

Adapun orang yang merasa dirinya sudah serba cukup.

 

Maka engkau sangat memperhatikannya.

 

Padahal tidak ada celaan atasmu kalau ia tidak membersihkan diri.

 

Adapun orang yang datang bersegera kepadamu.

 

Dan ia takut pula kepada Tuhan.

 

Maka engkau mengabaikannya”. S. ‘Abasa 1-10.

 

Celaan itu datang dari Allah Ta’ala kepada Rasulullah s.a.W. karena beliau s.a.w. ini agaknya mengharap-harapkan untuk masuknya para pembesar, pemimpin dan pendekar Quraisy itu dalam Islam. Kalaupun tidak semuanya, sebagiannyapun cukuplah. Oleh sebab harapannya yang: amat besar itu, sehingga terjadilah suatu peristiwa yang menyedihkan. Dikala beliau s.a.w. sedang menghadapi para gembong Quraisy itu, menyampaikan dakwahnya untuk menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan dikala mereka itu juga dengan penuh perhatian mendengarkan ajaran-ajarannya dan beliaupun berusaha keras untuk menanamkan ketauhidan itu, tiba-tiba ……………

 

Disaat itu, diwaktu suasana sedang hangat-hangatnya, datanglah seorang lelaki yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Ia adalah seorang buta, termasuk dalam golongan orang kebanyakan yakni orang biasa dan rakyat jelata, bukan pemimpin dan pembesar.

 

Oleh sebab ia tidak dapat melihat. maka terus saja ia menuju ke hadapan Rasulullah s.a.w. dan memotong uca: pannya seraya mengucapkan : ,,Ya Rasulullah, berikanlah padaku pelajaran dari apa yang telah diajarkan oleh Allah pada Tuan”.

 

Berulang kali orang ini berkata demikian dan sudah tentu bagi Rasulullah s.a.w., sebagaimana juga kebiasaan manusia yang sedang mengharap-harapkan datang sesuatu yang besar, beliau s.a.w. merasa tidak enak terhadap orang ‘yang baru datang ini. Bukankah beliau s.a.w. sedang beramar ma’ruf bernahi munkar, tetapi dengan seenaknya saja pembicaraan itu diputuskan ditengah-tengah. Dada beliau s.a.W. serasa sempit dan wajahnyapun menunjukkan kemasaman karena tekanan jiwanya yang tidak enak itu. Padahal orang itu sama sekali tidak dapat melihat bahwa beliau sa.w. menunjukkan kemasaman wajahnya.

 

Oleh sebab itu Allah Ta’ala lalu mencela beliau s.a.w. karena sikapnya yang sedemikian itu.

 

Sejak peristiwa itu, setiap kali Rasulullah s.a.w. bertemu dengan Abdullah bin Ummi Maktum selalu mengucapkan :

 

,,Selamat bertemu dengan orang yang karenanya aku dicela oleh Tuhanku”.

 

Dalam hubungan ini dapatlah dikemukakan pula apa yang diriwayatkan, bahwa Rasulullah s.a.w. sewaktu membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

 

,,Maka apakah patut kamu (orang-orang yang musyrik) meNgunggap Lata dan Uzza. Dan Manat yang ketiga (sebagai anak Perempuan Allah)” S. Najm 19-20

 

,,Mereka itu (Lata, ‘Uzza dan Manat) adalah pujaan pujaan yang baik-baik dan syafaatnya masih diharapkan”.

 

Bahwa beliau s.a.w. pernah bersabda sebagaimana di atas itu adalah merupakan suatu riwayat dusta semata-mata dan kebohongan yang dibikin-bikin untuk dijadikan bahan perdebatan atau bertukar fikiran. Hal seperti tersebut diatas ada hubungannya dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi :

 

,, Tidaklah Kami mengutus seseorang rasul dan nabi sebelummu, melainkan apabila ia membaca (ayat-ayat Kami), lalu syaithan membisikkan ke ragu-raguan kepada (pendengarnya) tentang bacaannya itu, tetapi Allah lalu menghapuskan apa yang dibisikkan syaithan itu, selanjutnya Allah menguatkan keterangan keteranganNya (ayat-ayatNya). Allah adalah Maha Mengetahui lagi Bijaksana”. S. Haj 52.

 

Jelaslah kandungan ayat tersebut diatas merupakan seolah-olah suatu ketentuan, yaitu tidak seorang nabi atau rasulpun yang diwaktu mengharapkan agar kaum atau ummatnya itu menerima petunjuk Tuhan yang baik atau agar supaya mereka suka menerima ajakannya, melainkan pasti akan didatangi oleh syaithan yang akan meletakkan berbagai rintangan atau halangan dimuka nabi atau rasul tersebut. Selain itu ia bertugas pula untuk membisikkan dalam hatinya agar berputus asa saja untuk mencapai apa yang dicita-citakan tadi. Dibujuknya supaya hatinya tidak terlampau besar keinginannya untuk menghasilkan apa yang dicita-cita itu. Dengan demikian, jikalau bujukan itu berhasil, rasul atau nabi itu akan lemah perjuangannya atau menyerah tanpa usaha. Tetapi agaknya bukan pilihan Allah Ta’ala kalau bersifat demikian. Lagi pula Allah Ta’ala memberikan pertolongan pula padanya, sehingga diwaktu datangnya godaan syaithan itu, segeralah Allah melenyapkan bisikan yang menyebabkan keputus asaannya dan sebagai gantinya tetap dihidupkannya harapan dan cita-cita itu dalam jiwa dan kalbunya.

 

Inilah yang kiranya dapat dikaitkan dengan peribadi para rasul atau nabi yang diangkat oleh Allah Ta’ala. Hal yang sedemikian itu sekalipun juga merupakan yang tidak menyenangkan serta tidak memalingkan, juga masih belum dapat dimasukkan dalam lingkungan kemaksiatan, tidak pula menyalahi ke ‘ishmahan, tidak pula mengurangi derajat para nabi yang luhur ataupun menurunkan mereka dari pangkat luhur yang seharusnya dicapai.

 

Sementara itu perlu kita maklumi bahwa kaum Yahudi dan Nasrani agaknya tidak rela kalau tidak melontarkan yang bukan-bukan terhadap peribadi para nabi dan rasul itu, sehingga mereka itu memberikan tuduhan dengan sesuatu tuduhan yang kotor, yang sebenarnya para nabi dan rasul itu disucikan oleh Allah Ta’ala dari hal-hal itu, dijaga dan dilindunginya. Malahan buku-buku dan tulisan-tulisan mereka banyak sekali membuat kecaman-kecaman yang melampaui batas dan mengatakan bahwa para nabi dan rasul itu gemar berbuat kekejian dan kemungkaran.

 

Masih lebih dari itu lagi apa yang diperbuat oleh kaum Nasrani, mereka lebih sangat dan lebih hebat lagi cara mencela dan -menodakannya. Maksud mereka berbuat demikian itu tidak lain hanyalah hendak menetapkan adanya ke’ishmahan (terpelihara dari dosa) khusus untuk Almasih (Yesus Keristus) saja dan tidak untuk seluruh nabi dan rasul Tuhan. Dengan berbuat demikian mereka bermaksud untuk memberikan pembuktian yang sekokoh-kokohnya bahwa hanya ‘Isa a.s. saja yang tersuci dari segala kesalahan dan dosa dan dari segi lain hendak ditanamkan suatu’ keyakinan bahwa kedatangan beliau a.s. itu adalah perlu menyelamatkan seluruh ummat manusia karena kesalahan yang diperbuat oleh ayahnya yakni Adam a.s. serta apa ‘ yang diwariskan kepada anak-anaknya. Jadi ringkasnya Yesus Kristus hendak menebus segala dosa manusia ini dengan mengorbankan dirinya sendiri.

 

‘Akidah atau kepercayaan mengenai adanya tebusan dosa sebagaimana di atas itu adalah merupakan pokok atau asas dari agama Kristen. Kitab mereka yang kita telah yakin sudah banyak perubahannya, cukup untuk dijadikan alasan menolak kepercayaan mereka itu.

 

Periksalah baik-baik ! Di dalam kitab-kitab kaum Nasrani ada beberapa nash (keterangan menurut agama)! yang merupakan ketetapan bahwa Yohanna (Yahya) adalah lebih utama kedudukannya dari pada Almasih sendiri dan bahkan lebih agung derajatnya dan bahwa Yahya pulalah yang membaptiskannya (menyucikannya dengan air pembaptisan). Diterangkan pula bahwa Yahya itu terpelihara dari segala kesalahan dan ia tidak pernah sama sekali minum arak atau minuman keras.

 

Sebaliknya ada keterangan di situ yang menyebutkan bahwa Almasih sendiri pernah minum arak, bahkan pula tidak mengabulkan undangan ibunya diwaktu ia dipanggil olehnya.

 

Dalam Injil Lukas (1 : 15) disebutkan :

 

,,Karena ia akan menjadi besar kepada pemandangan Tuhan dan tiada ia akan minum air anggur atau minuman yang keras : dan ia akan penuh dengan ruhulkudus dari ibunya”.

 

Selanjutnya dalam Lukas (1 : 66) terdapat pula keterangan sebagai berikut :

 

,,Karena tangan Tuhan ada berserta dengan di.”.

 

Seterusnya dalam Injil Matius (11 : 11) disebutkan :

 

,,Dengan sesungguhnya aku berkata kepadamu, bahwa diantara segala orang yang dilahirkan oleh perempuan, belum bangkit seorangpun yang lebih besar dari Yahya Pembaptis”.

 

Selanjutnya terdapat pula di situ (11 : 18-19) keterangan sebagai berikut :

 

,,Karena Yahya itu sudah datang dengan tiada makan dan minum, maka kata orang : »Bahwa ia menaruh setan”,

,,Sekarang anak manusia datang makan serta minum, maka kata orang : ,,Tengoklah, seorang gelojoh dan peminum anggur, sahabat orang pemungut cukai dan orang : berdosa”.

 

Tentang ‘Isa a.s. sendiri, maka banyak terdapat uraian dalam berbagai kitab Injil bahwa beliau a.s. itu pernah menghinakan ibunya sendiri, padahal wanita yang bernama Maryam yang menganakkan beliau a.s. itu telah diutamakan oleh Allah Ta’ala melebihi seluruh wanita sedunia.

 

Dalam Injil Lukas (8 : 20-21) disebutkan :

 

»Maka orangpun berkhabar kepadanya dengan kata : sIbu dan saudara tuan berdiri di luar hendak berjumpa dengan tuan”..

 

Tetapi jawabnya seraya berkata kepada mereka itu : »Adapun ibuku dan saudaraku ialah yang mendengar firman Allah serta menurut”. ‘

 

RASUL-RASUL YANG TERMASUK ULUL ‘AZMI

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Maka bersikap sabarlah kamu sebagaimana sebenarnya rasul. rasul yang termasuk ulul ‘azmi”. S. Al-Ahkaf 35.

 

Ulul ‘azmi maksudnya teguh sekali hatinya dan segala Cita-citanya dikejar dengan segenap tenaga yang dimilikinya, sehingga akhirnya tercapai juga.

 

Ada sebagian alim ulama yang mengatakan bahwa yang termasuk dalam golongan ulul ‘azmi adalah semua rasul, jadi kata ,,min” yang artinya ,,dari” hanyalah menunjukkan keterangan yakni jenis rasul sebagai utusan Tuhan.

 

Tetapi yang tersohor diantara sekian banyak pendapat itu ialah yang mengatakan bahwa yang dinamakan ulul ‘azmi itu adalah lima orang rasul, yakni :

 

  1. Muhammad.
  2. Nuh.
  3. Ibrahim.
  4. Musa.
  5. ‘Isa.

 

‘Alaihimus shalatu wassalam.

 

Allah Ta’ala telah menyebutkan nama-nama beliau-be. lisu dalam dua buah ayat, dijelaskan benar-benar Nama-mama itu diantara seluruh nabi.

 

Pertama : Disebutkan dalam surat Ahzab demikian :

 

,,Ingatlah ketika Kami (Allah) mengambil perjanjian dari para nabi dan juga dari padamu, bahkan juga dari Nuh, Ibrahim, Musa dan ‘Isa putera Maryam dan Kami ambil dari mereka itu perjanjian yang sungguh-sungguh” S. Ahzab 7.

 

Kedua : Disebutkan dalam surat Syura, demikian :

 

,,Allah telah menetapkan agama kepadamu semua yang telah diwasiatkannya kepada Nuh dan yang telah Kami wahyukan kepadamu, juga yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa. Isinya serupa yakni : Tegakkanlah olehmu semua akan agama dan janganlah kamu semua bercerai-berai dalam melaksanakannya”. S. Syura 13.

 

Rasul yang paling utama

 

Seutama-utama rasul itu secara mutlak ialah junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. sebagai penutup seluruh nabi dan rasul. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang berkata-kata dengan Allah dan ada yang Kami tinggikan beberapa derajat. Dan Kami telah memberikan keterangan kepada ‘Isa putera Maryam serta Kami kokohkan dirinya dengan ruh suci”. S. Baqarah 253.

 

Dalam ayat di atas disebutkan rasul yang dikeruniai oleh Allah Ta’ala ketinggian beberapa derajat, maka yang dimaksudkan tidak ada lain kecuali junjungan kita Sayidina Muhammad s.a.w.

 

Adapun yang dapat digunakan sebagai bukti atau dalil yang paling terang dalam persoalan ini ialah ayat yang terdapat dalam surat Al ‘Imran yang menguraikan bahwa beberapa nabi sebelum beliau s.a.w. telah menerima berita gembira akan kedatangannya itu, bahkan telah diambilnya janji dan sumpah akan beriman kepada nabi yang akan datang tersebut dan hendak memberikan pertolongannya jikalau mereka mendapati waktu diangkatnya jadi rasul.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi : ,,Sesungguhnya Aku memberikan kitab dan kebijaksanaan padamu, kemudian datanglah kepadamu seorang rasul yang membenarkan ajaran yang ada padamu, hendaklah kamu percaya dan memberikan pertolongan kepadanya.

 

Allah berfirman : ,,Adakah kamu semua mengakui dan menerima perjanjianKu yang sedemikian itu ?”

 

Mereka menjawab : .,Kami semua mengakui”.

 

Allah berfirman pula : ,,Oleh sebab itu hendaklah kamu semua menjadi saksi dan Akupun menjadi saksi pula bersamamu”. S. Ali’Imran 81.

 

Sementara dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jabir menjelaskan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Demi Allah, andaikata Musa masih hidup ada di hadapanmu, maka tidak ada tempat baginya melainkan tentu mengikuti ajaranku”.

 

Adapun larangan Rasulullah s.a.w. kepada ummatnya supaya jangan mengadakan anggapan kelebih keutamaan antara nabi-nabi yang sebagian dengan yang lainnya, telah disabdakan olehnya dalam sebuah hadits yang berbunyi .

 

,,Janganlah kamu semua melebihkan keutamaan antara sesama nabinya Allah”.

 

Jadi maksudnya ialah sebagai suatu larangan untuk melebih-lebihkan dalam mengagungkan beliau-beliau itu dan jangan pula dikalangan kaum muslimin ada yang menganggap kurang terhadap salah seorang nabi dari nabinabi yang diangkat oleh Allah Ta’ala.

 

PENUTUP NUBUWAT DAN RISALAT

 

Sekalian nabi ‘alaihimus shalatu wassalam itu tugas utamanya haruslah lebih diperhatikan dalam hal memberikan pertolongan kepada semua ummat manusia dan mengeluarkan mereka dari alam kegelapan kepada cahaya. Maka dari itu selamanya mereka itu adalah merupakan pengajak atau penganjur kebaikan, pemimpin-pemimpin kebenaran dan pembawa cahaya yang cemerlang di dalam kegelapan dunia yang merajalela.

 

Setiap nabi itu akan datang sesudah nabi yang lain. untuk lebih menyempurnakan apa yang telah dibina oleh nabi yang sebelumnya itu. Jadi bagaikan memperbaiki bangunan, maka nabi yang baru datang itu seolah-olah sebagai penerus dan penyempurna. sehingga bangunar itu benar-benar sempurna.

 

Sebagai penyempurna terakhir adalah junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. dan oleh sebab itu maka agama yang dibawa oleh beliau s.a.w. ini adalah sebagai perasaan atau intisari dari agama-agama yang telah lalu, dakwahnya adalah dakwah yang sudah pasti akan kekal untuk selama-lamanya, karena di dalamnya terkandunglah unsur-unsur kehidupan dan tiang-tiang kemaslahatan duniawiah dan ukhrawiah.

 

Alalh Ta’ala berfirman :

 

,,Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu untukmu semua dan Aku telah melengkapkan kenikmatanKu padamu dan Aku telah rela Islam itu sebagai agama untukmu semua. S. Maidah 3.

 

Dengan kesempurnaan dan kelengkapan agama itu. maka habislah kenubuwatan dan selesailah tugas kerasulan.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,, Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu tetapi ia adalah utusan Allah dan penutup nabi-nabi”. S. Ahzab 40.

 

Manakala kenubuwatan sudah selesai. maka dengan demikian habis pulalah risalah dan oleh karenanya setelah sayidina Muhammad s.a.w. itu tidak ada lagi seorang yang diangkat oleh Allah Ta’ala sebagai seorang nabi dan tidak terdapat pula orang yang diberi tugas sebagai rasul atau utusan, karena beliau s.a.w. adalah penghujung dari semua rasul Tuhan. Mengenai ini Rasulullah shalawatullah wa salamuhu ‘alaih bersabda :

 

,,Perumpamaanku dan perumpamaan semua nabi itu adalah sebagaimana seorang yang mendirikan sebuah rumah (gedung), ia telah menyempurnakannya dan pula memperindahnya bangunan itu seluruhnya melainkan tempat sebuah batu merah. Kemudian ada seorang yang memasukinya lalu melihat bangunan tersebut iapun berkata : ,,Alangkah indahnya gedung ini, tetapi hanya tempat sebiji batu merah inilah yang belum selesai”.

 

Saya (Muhammad) itulah penyempurna tempat sebuah batu merah itu. Semua nabi ‘alaihimus shalatu wassalam diakhiri de. ngan kedatanganku”.

 

PEKERJAAN-PEKERJAAN BESAR YANG DILAKUKAN OLEH RASULULLAH S.A.W.

 

Junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w. itu mempunyai tugas-tugas yang merupakan pekerjaan-pekerjaan besar dan mencerminkan berhasilnya dalam memberikan dakwahnya ke seluruh ummat manusia.

 

Pekerjaan-pekerjaan besar itu dapatlah kita ringkaskan dalam beberapa hal di bawah ini :

 

Karya pertama : Rasulullah s.a.w. telah berhasil menumpas pemujaan dan penyembahan berhala dan sebagai gantinya ditempatkanlah dalam jiwa ummat manusia itu keimanan kepada Allah Ta’ala dan hari akhir.

 

Karya kedua : Rasulullah s.a.w. telah berhasil melenyapkan semua kekerdilan dan kehinaan tabiat dan watak kaum jahiliah dan sebagai gantinya didirikan dikalangan ummat manusia itu keutamaan, kemuliaan dan budi pekerti serta akhlak yang luhur dan baik.

 

Karya ketiga : Rasulullah s.a.w. telah berhasil menegakkan agama yang haq yang dapat menyampaikan ummat manusia kepuncak yang setinggi mungkin yang dapat dicapainya dalam hal kesempurnaan.

 

Karya keempat : Rasulullah s.a.w. telah mencetuskan suatu revolusi yang terbesar dalam sejarah, suatu perubahan cepat yang maha dahsyat untuk menumbangkan segala peraturan-peraturan yang merugikan ummat manusia, menjebol alam fikiran, hati nurani serta ketentuan-ketentuan hidup yang lazim dilaksanakan oleh golongan kaum jahiliah yang sama sekali tidak sesuai dengan alam perkembangan fikiran yang sehat dan maju.

 

Karya kelima : Rasulullah s.a.w. telah berhasil mempersatukan ummat Arab dan menegakkan suatu daulat terbesar yang bernaung di bawah panji AlQuran yakni berundang-undang dengan dasar agama Islam.

 

Inah yang kiranya dapat dikemukakan yang merupaan karya-karya agung yang mencerminkan keberhasilannya Rasululah saw dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang dipikulkan oleh Allah Ta’ala diatas pundaknya Sebagaimana kita semua memaklumi bahwa karya-karya macam di atas itu bukanlah pekerjaan ringan yang mudah dilakukan. Semua itu adalah pekerjaan-pekerjaan besar dan agung dan untuk menegakkannya atau untuk menyerahkan  salah satunya saja, kiranya harus menghadapi rintangan yang tidak kecil dan pasti amat berbahaya sekali.

 

Rasanya tidak mungkin untuk menghasilkan salah satunya itu jikalau dilaksanakan oleh orang yang bukan beliau s-a.w. sendiri. Apalagi untuk menghasilkan keseluruhannya dan dengan buah yang sangat menyenangkan, menggembirakan dan gilang gemilang sekali.

 

Melaksanakan pekerjaan-pekerjaan terbesar sebagaimana di atas itu kemudian berakhir dengan berhasilnya semuanya tadi dengan cara dan keadaan sebagaimana yang kita maklumi dalam sejarah beliau s.a.w. itu, niscayalah merupakan suatu kemu’jizatan yang terbesar yang dikeruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad s.a.w.

 

Kalaupun Nabi ‘Isa mempunyai kemu’jizatan dapat menghidupkan orang-orang yang telah meninggal dunia dan Nabi Musa mempunyai kemu’jizatan dengan tongkatnya, maka kedua macam kemu’jizatan ini jikalau kita bandingkan dengan apa yang telah dilaksanakan oleh Nabi kita Muhammad s.a.w., sungguh tidak memadai sesuatu hal yang tidak dapat di persamakan kedahsyatan dan keistimewaannya.

 

BUKTI-BUKTI KEBENARAN RASULULLAH S.A.W.

 

Diantara sekian banyak bukti-bukti kebenaran diutus: nya Rasulullah Muhammad s.a.w. dan benar-benar pula beliau sebagai pesuruh yang diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala itu ialah :

 

Pertama : Bahwa Rasulullah s.a.w. adalah seorang yang zuhud di dunia im. Beliau s.a.w. sama sekali untuk tugasnya itu tidak pernah mengharapkan upah atau balasan. Sebagaimana halnya beliau s.a.w. itu berzuhud dalam hal harta atau segala sesuatu yang boleh kita katakan sebagai kebendaan (muterialistis), maka beliau s.a.w juga berzuhud dalam kedudukan, pangkat, kemasyhuran, keting. gian derajat dan lainJuin yang berhubungan dengan kedu niaan.

 

Perihal zuhudnya dalam soal harta, maka jikalau ditilik dari kebiasaan kehidupannya saja, kiranya sudah dapat menunjukkan hal ini dengan bukti yang sejelas jelasnya. Beliau s.a.w. tidak membeberkan hamparan yang terbuat dari sutera tidak pernah mengenakan pakaian yang berasal dari sutera, juga tidak pernah mengenakan hiasan dari emas. Keadaan rumah dan rumah tangganya adalah sebagaimana lazimnya manusia biasa. Malahan pernah selama dua bulan, di rumahnya itu tidak pernah dinyalakan api sama sekali, sebagai tanda bahwa yang dimasak tidak ada.

 

Oleh sebab sampai dua bulan itu tidak pernah memasak, maka ‘Urwah r.a. pernah bertanya kepada bibinya yakni isteri beliau s.a.w. yaitu ‘Aisyah r. ‘anha dan isi pertanyaan itupun berhubungan dengan makanan itu. ‘Urwah berkata: »Bibiku, apakah yang dapat bibi gunakan sebagai bahan kehidupan (makanan) ?”. Beliau r. ‘anha lalu menjawab:

 

,,Hanya dua benda hitam belaka (aswadan) yakni kurma dan air”

 

Pada suatu ketika Umar bin Khaththab r.a. melihat Rasulullah s.a.w. tidur di atas selembar tikar yang sudah usang, malahan tubuh beliau s.a.w. terkena bekas garis garisnya. Umar r.a. lalu menangis.

 

Rasulullah s.a.w. bertanya : ,,Apakah sebabnya engkau menangis ?”,

 

Umar r.a. berkata :

 

,,Bagaimana keadaan Kisra (Maharaju Parsi) dan Kaisar (Maharaja Romawi) sama tidur di atas sutera tebal dan tipis, sedang Tuan sebagai Rusulullah sampai membekas dilambung Tuan itu hamparan tikar”.

 

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda : ,,Hai Umar, tidakkah engkau rela jikalau dunia ini mereka yang memilikinya sedang kita akan memiliki akhirat”.

 

Terjadi pula peristiwa yang lain yaitu pada suatu hari datanglah harta rampasan perang kepada Rasulullah s.a.w. setelah kaum muslimin memperoleh kemenangan gilang gemilang.

 

Para isteri beliau s.a.w. ingin sekali mendapatkan sebagian dari harta itu agar dapat meringankan sekedar kehidupannya yang serba kekurangan itu. Kemudian mereka bersama-sama meminta kepada beliau s.a.w. agar diberi bagian dari harta rampasan tersebut. Tiba-tiba turunlah sebuah ayat yang mulia yang dengan mentah-mentah menolak apa yang mereka inginkan itu.

 

Ayat yang mulia itu menyebutkan :

 

,,Hai nabi ! Katakanlah kepada isteri-isterimu : , Jikalau kamu semua menghendaki kehidupan dan perhiasan dunia, maka marilah Kuberikan kesenangan itu padamu dan akan Kuceraikan kamu dengan cara yang baik.

 

Tetapi jikalau kamu semua menghendaki Allah dan rasulNya serta perumahan di akhirat, maka sesungguhnya Allah telah menyediakan pahala yang besar untuk orang-orang yang berbuat kebaikan dari antaramu” S. Ahzab 28-29.

 

Setibanya wahyu tersebut, maka Rasulullah s.a.w. mengumpulkan seluruh isterinya, lalu bersabda yang maksudnya, apakah kalian lebih menginginkan Allah, rasulNya dan perumahan akhirat yang penuh bahagia ataukah lebih mencintai harta kedunjiaan, serta kesenangan-kesenangan yang sementara.

 

Mereka semua memilih mencintai Allah, rasulNya dan kebahagiaan di akhirat.

 

Oleh sebab itu turun pulalah ayat yang mulia yang merupakan pujian terhadap ketegasan sikap mereka itu, yaitu :

 

,,Hai isteri-isteri nabi, kamu semua tidaklah seperti wanita-wanita lain. Jikalau kamu semua takut kepada Allah, janganlah kamu semua tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya tetapi ucapkanlah perkataan yang baik”. S. Ahzab 32,

 

Tentang berbicara sambil tunduk (lemah-lembut) yang dilarang untuk para isteri nabi s.a.w. itu karena dapat menimbulkan keinginan nafsu bagi orang-orang yang buruk budi pekertinya atau yang jahat perangainya. Oleh karena itu diperingatkan kepada mereka supaya berkata yang sebenarnya dan dengan ketegasan yang wajar.

 

Kezuhudan Rasulullah s.a.w. dapat pula dibuktikan diwaktu wafatnya. Beliau s.a.w. ketika wafatnya itu, baju besinya sedang digadaikan kepada salah seorang Yahudi. Beliau s.a.w. selama hidupnya belum pernah kenyang sekalipun, dari makanan roti.

 

Adapun yang berhubungan dengan kezuhudan Rasulullah s.a.w. dalam hal kepangkatan, ketinggian derajat dan sebagainya, maka dapatlah ditinjau dari hal-ihwalnya sehari-hari.

 

Pada suatu hari para sahabat beliau s.a.w. sama memuji mujinya, mengelu-elukannya, tetapi bukan makin senang hati beliau &a.w. melihat sikap mereka tersebut, bahkan menunjukkan ketidak senangnya dan bersabda :

 

,,Janganlah kamu semud menyanjung-nyanjung diriku sebagaimana sanjungan yang diberikan oleh kaum Nasrani kepada Almasih (Isa) bin Maryam”.

 

Suatu ketika Walid bin Mughirah datang pada beliau s.a.w. sebagai utusan yang dikirimkan oleh kaum musyrik di Makkah. Maksud pokoknya ialah hendak menawarkan apa saja yang kiranya beliau suka menerimanya asalkan tidak menyebar-luaskan agama yang dibawanya itu. Tetapi jawab beliau s.a.w. adalah tegas sekali. Dibacakan dihadapan utusan itu permulaan surat Hamim/ Fushshilat. yang ringkasnya tawaran yang bagaimanapun, jikalau sifatnya hendak menghalang-halangi dakwahnya, pasti ditolak mentah-mentah. Padahal tawaran yang diajukan itu adalah berupa harta, pangkat sebagai raja, wanita dan sebagainya. Inilah kezuhudan yang merupakan salah satu tabiat dari sekian banyak rangkaian akhlak tinggi yang dimiliki oleh Rasulullah s.a.w. itu.

 

Kedua : Diantara bukti-bukti kebenaran nubuwat Rasulullah s.a.w. ialah bahwa beliau s.a.w. itu seorang ummi yakni tidak pandai membaca dan menulis. Tetapi sekalipun demikian beliau s.a.w. dapat melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar sebagaimana yang kita saksikan di muka, padahal beliau s.a.w. tidak pernah memasuki sekolah manapun, tidak pernah belajar dari guru siapapun. Namun demikian beliau s.a.w. amat berhasil sekali menunaikan kewajiban dan tugasnya dan dapat mencapai tingkatan yang tidak pernah dicapai oleh orang manapun sebelumnya ataupun yang sesudahnya nanti.

 

AlQuran Alkarim sendiri memberikan catatannya mengenai hakikat yang sedemikian ini, agar supaya dapat dijadikan pertanda tentang kebenaran beliau s.a.w. serta bukti amanatnya. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Begitulah Kami (Allah) wahyukan padamu wahyu (AlQuran) itu dengan perintah Kami. Engkau dahulunya tidak mengetahui apakah kitab itu dan apa pulakah kepercayaan itu. Kami jadikan Al Quran cahaya yang terang yang dengannya Kami pimpin orang-orang yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau memberikan petunjuk ke jalan yang lurus,

 

Yaitu Jalan Allah yang kepunyaannya segala apa yang ada di langit dan di bumi, Ingatlah, segala perkara itu kembalinya kepada Allah semata-mata”. S. Syura 52-53,

 

Memang dahulunya Rasulullah s.a.w. itu tentunya juga Seperti manusia biasa, tidak mengetahui sedikitpun tentang kenubuwatan dan bahkan tidak dapat sampai kepada Dzat Yang Maha Tinggi itu. Jadi diperolehnya semua itu dan dapatnya dilaksanakan oleh kedua tangannya adalah sebagai tanda kemu’jizatan yang dikeruniakan oleh Allah Ta’ala kepadanya.

 

Fikirkanlah, betapa banyaknya kaum terpelajar, yang semata-mata mencurahkan perhatiannya sepanjang usianya untuk menyelidiki ilmu pengetahuan dan penelitian yang ajaib-ajaib, tetapi mereka pasti tidak mampuh untuk memperoleh sesuatu yang pernah dicapai oleh Rasulullah s.a.w

 

Tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua yang disebutkan itu kenyataannya hanyalah dengan sebab pertolongan dan pengokohan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala belaka.

 

AlQuran Alkarim menyebutkan :

 

,,Dan engkau (Muhammad) sebelum AlQuran ini, tidak dapat membaca kitab dan tidak dapat pula menuliskannya dengan tangan kananmu. Andaikata engkau dapat menulis dan membaca, pastilah orang-orang yang menginkari kebenaranmu itu akan menjadi ragu-ragu (sebab menyangka bahwa AlOurin itu buatan Muhammad sendiri)”. S. ‘Ankabut 48.

 

Persoalan bahwa beliau s.a.w. berkeadaan sebagaimana di atas itu cukup disaksikan oleh para lawan dan musuhnya yang pernah berhadapan muka dengannya. Hakikat dan kenyataan yang sedemikian itu tidak pernah disangsikan oleh siapapun juga, baik kawan ataupun lawan. Jadi kenyataannya ialah bahwa wahyu AlQuran tadi bukan ciptaan Muhammad s.a.w. sendiri, sebab jangankan mengarang seperti itu, menulis dan membacapun tidak kuasa. Bukankah ini guatu kenyataan yang tidak dapat dibantah lagi.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang, maka orang-orang yang tidak mengharapkan menemui Kami itu berkata : ,,Kemukakanlah AlQuran yang lain dari ini atau robahlah”. Katakanlah kepadanya : ,,Tiadalah patut bagiku untuk merobahnya dengan kemauan diriku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan padaku. Sesungguhnya aku takut kepada siksaan hari yang dahsyat kalau aku mendurhakai Tuhanku”.

 

Katakanlah : Jikalau Allah menghendaki yang lain, tidaklah ayat ini kubacakan dan tidak pula Dia mengajarkan ayat iru kepadamu. Sesungguhnya seluruh hidupku sebelum (diturunkan AlQuran) ini, bersama-samamu, mengapa kamu semua tidak merenungkannya”. S. Yunus 15-16.

 

Ketiga : Ada hal lain yang dapat dijadikan sebagai bukti kebenaran nubuwat Rasulullah s.a.w., yaitu sifat shidiq (benar) yang dimiliki oleh beliau s.a.w. itu, yakni tidak pernah berdusta.

 

Perihal benarnya Rasulullah s.a.w. dalam segala ucapan dan kata-katanya ini, telah disaksikan oleh seluruh ummat manusia saat itu. Memang belum pernah terlihat satu kalipun bahwa beliau s.a.w. berbuat kedustaan, baik sebelum diutusnya sebagai rasul apalagi sesudahnya.

 

Ketika beliau s.a.w. pertama kali didatangi oleh wahyu, beliau s.a.w, segera pergi ke tempat isterinya yakni Khadijah dan bersabda :

 

»Sungguh saya takut tentang diriku sendiri ini”. Khadijah berkata kepadanya : ,,Demi Allah, tentu Allah tidak akan menghinakan Tuan selama-lamanya. Bukankah Tuan selalu benar dalam percakapan, mempereratkan tali kekeluargaan, menanggung beban kerabat, menjamu tamu, memberikan bantuan pada orang yang kekurangan dan menolong penderita sepanjang masa”.

 

Rasulullah s.a.w. untuk pertama kalinya menunjukkan kenubuwatannya (diangkatnya sebagai nabiullah) kepada Abu Bakar r.a. dan mengharapkan padanya supaya ia memeluk agama Islam. Beliau (Abu Bakar) r.a. dengan spontan saja mempercayainya dan apakah yang menyebabkan beliau r.a. segera menyatakan keimanannya ? Tidak lain hanyalah karena beliau r.a. sudah tahu benar-benar akan sifat shiddignya serta amanatnya Rasulullah s.a.w. itu. Sewaktu Rasulullah s.a.w. menunjukkan risalahnya itu, tampak pulalah adanya sifat shiddiq itu dalam wajahnya.

 

Pernah pula suatu ketika seorang A’rab (orang Arab pedalaman) datang kepada Rasulullah s.a.w. dan baru saja melihat air mukanya, dengan cepat orang tersebut berkata:

 

,,Wajah semacam ini, demi Allah, bukanlah wajah seseorang yang suka berdusta”.

 

PEMBERITAHUAN YANG MENGGEMBIRAKAN PERIHAL DATANGNYA SEORANG RASUL TERAKHIR

 

Tidak sebuah kitab sucipun yang diturunkan oleh Allah Ta’ala yang dahulu-dahulu sebelum diturunkannya AlQuran Alkarim, melainkan semuanya itu pasti mengandung suatu pemberitaan yang sangat menggembirakan perihal akan lahirnya seorang rasulullah yang terakhir yakni Muhammad s.a.w. serta kenubuwatannya.

 

Dalam Wasiat Lama dalam Kitab Ulangan (Taurat) terdapat suatu penggembiraan yang mengatakan sebagai berikut :

 

,,Tuhan datang dari Torsina dan naik kepada mereka itu dari Seir, lalu memancarlah sinarnya dari Paran, terus : maju ke muka beserta sepuluh ribu orang yang berbakti, sedang di tangan kanannya keluarlah kitab Taqwa”.

 

Apakah yang terkandung dalam ayat di atas ?

 

Kedatangan Tuhan dari Torsina menunjukkan bahwa Tuhan pernah datang kepada nabiullah Musa Alkalim a.s. di Torsina itu.

 

Kenaikannya dari Seir memberikan pengertian atas kemenangan nabiullah Dawud a.s. di daerah Seir itu.

 

Adapun tentang memancarnya sinar di Paran, maka itulah yang merupakan berita gembira perihal lahirnya seorang rasulullah yang bernama Muhammad s.a.w. yang berasal dari keturunan nabiullah Isma’il a.s. Paran adalah nama yang lain dari tanah Hejaz. Nama ini biasa digunakan pada zaman dahulu.

 

Selanjutnya mengenai majunya ke muka dengan disertai sepuluh ribu orang yang berbakti adalah sebagai isyarat perihal apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad s.a.w., sebab beliau s.a.w. ini sewaktu memasuki kota Makkah juga disertai para pengikut dan pembantunya sebanyak sepuluhribu orang itu. Jelasnya jalah waktu membebaskan kota tersebut dari cengkeraman kaum musyrikin dan kafirin.

 

Seterusnya dikatakan bahwa di tangan kanannya keluarlah kitab Taqwa. Ini menunjukkan tentang syariat yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. keseluruh alam semesta yang cahayanya terus akan memancar, kemudian menyinari segala sesuatu yang ada hubungannya dengan keagamaan dan keduniaan, baik yang mengenai urusan kehidupan secara umum ataupun untuk keluhuran budi pekerti perorangan dan masyarakat ramai.

 

Demikianlah sekedar tafsiran dari ayat di atas. Dalam Injil Yahya 14-15-17, disebutkan sebagai berikut:

 

,,Jikalau kamu mengasihi Aku, turutlah segala hukumKu. Dan Aku akan mintakan kepada Bapa, maka Ia akan mengeruniakan kepada kamu Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya. Yaitu Roh kebenaran”.

 

Maksud penolong yang lain itu tidak ada lagi kecuali Rasulullah Muhammad s.a.w. dan yang semacam ini ter. dapat pula keterangan dalam Algurin Alkarim bahwa Rasulullah Muhammad s.a.w. adalah sebagai penghabisan atau penutup dari sekalian nabi dan rasul oleh sebab itu dapatlah dikatakan bahwa beliau s.a.w. akan menyertai seluruh ummat manusia selama-lamanya dengan syari’at yang dibawanya itu.

 

Seterusnya dalam Injil Yahya 14 : 26, disebutkan demikian :

 

,,Tetapi Penolong itu yaitu Rohu’lkudus yang akan disuruhkan oleh Bapa atas Namaku, ialah akan mengajarkan kepadamu segala perkara itu dan akan mengingatkan kamu segala sesuatu yang Aku sudah katakan kepadamu”.

 

Bunyi ayat di atasitu sejiwa dengan firman Allah Ta’ala dalam AlQur’an Alkarim yang berbunyi :

 

,,Dan Kami menurunkan kitab (Al-Our’an) padamu sebagai penerangan untuk segala sesuatu”. : S. Nahi 89.

 

Dalam Injil Yahya 16 : 12, 13 juga disebutkan demikian:

 

,,Banyak lagi perkara yang Aku hendak katakan kepadamu, tetapi sekarang ini tiada dapat kamu menanggung a.

 

Akan tetapi apabila Ia sudah datang, yaitu Roh kebenaran, maka iapun akan membawa kamu kepada segala kebenaran, karena tiada fa berkata-kata dengan kehendaknya sendiri, melainkan barang yang didengarnya itu juga akan dikatakannya dan dikhabarkannya kepadamu segala perkara yang akan datang”.

 

Keterangan di atas itu sesuai sekali dengan firman Allah Ta’ala, yaitu :

 

,,Katakanlah : ,,Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungpuhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”. S. Isra” 81.

 

MUHAMMAD S.A.W. ADALAH KENYATAAN DARI DOANYA IBRAHIM A-S. DAN BERITA GEMBIRA DARI ISA A.S.

 

AlQuran Alkarim telah mencatat bahwa nabiullah Muhammad Rasulullah s.a.w. adalah sebagai pengabulan Allah Ta’ala terhadap doanya nabiullah Ibrahim a.s., sebagaimana juga hal itu adalah merupakan berita gembira yang pernah disampaikan oleh nabiullah ‘Isa a.s. kepada ummatNya.

 

Dalam surat Baqarah disebutkan sebuah cerita yang menguraikan bahwa Ibrahim dan Isma’il pernah berdo’a kepada Allah Ta’ala. Disaat itu keduanya sedang meninggikan asas baitullah, lalu memanjatkan do’anya demikian :

 

,,Ya Tuhan kami, utuslah seorang rasul untuk mereka itu dari golongan mereka sendiri yang akan membacakan ayat-ayatMu kepada mereka, mengajarkan kitab dan kebijaksanaan kepada mereka serta menyucikan mereka itu. Sesungguhnya Engkau udalah Maha Mulia lagi Bijaksana”. S. Baqarah 129.

 

Dalam surat Shaf Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan ingatlah ketika ‘Isa putera Maryam berkata : ,,Hai orang-orang Bani Israil, sesungguhnya aku ini utusan Allah untukmu, membenarkan wahyu yang diturunkan sebelumku, yaitu Taurat dan untuk menyampaikan berita gembira yakni kedatangannya seorang rasul sesudah aku nanti, namanya Ahmad (Muhammad). S. Shaf 6.

 

Imam Ahmad meriwayatkan dengan isnad hasan dari Abu Umamah, katanya : ,,Saya bertanya kepada Rasulullah s.a.w. demikian :

 

,,Ya nabiullah bagaimanakah permulaan peristiwa Tuan itu sebelum sekarang ini ?”.

 

Beliau s.a.w. lalu menjawab :

 

,,Hal itu adalah sebagai do’anya ayahku Ibrahim, dan sebagai berita gembira yang pernah disampaikan oleh ‘Isa”.

 

Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. berkata : ,,Ayat dalam AlQuran yang berbunyi :

 

,,Hai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, , pembawa berita gembira serta pemberi peringatar”. S. Ahzab 45.

 

Ayat itu sesuai dengan yang terdapat dalam kitab Taurat yang berbunyi :

 

,,Hai nabi, sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi pembawa berita gembira serta pemberi peringatan, perisai untuk kaum ummi (rakyat umum).

 

Engkau adalah hambaKu dan rasulKu. Engkau Kuberi nama Mutawakkil (orang yang menyerahkan diri). Tidak bersikap keras kepala, kasar watak dan tidak pula suka berteriak-teriak di pasar. Bahkan ia tidak suka membalas keburukan dengan keburukan pula, tetapi sebaliknya ia suka sekali memaafkan dan memberikan pengampunan.

 

Allah tidak akan mencabut nyawanya sehingga agama yang sudah menyeleweng itu dapat diluruskannya kembali dan seluruh manusia berkata : ,,Tiada Tuhan melainkan All

 

Oleh karena itu, dengan terutusnya rasul tadi akan terbukalah mata yang buta, telinga yang pekak dan hati yang lalai”.

 

AYAT-AYAT (TANDA-TANDA) KE-RASULAN

 

Setiap rasul yang diutus oleh Allah Ta’ala untuk menyampaikan agamaNya kepada seluruh ummat manusia dan mengajarkan syari’atnya, tentu diperkokohkan dengan ayat-ayat (tanda-tanda) yang membuktikan bahwa ia adalah benar-benar utusan yang diangkat olehNya, juga bahwa ja mempunyai hubungan yang erat dengan alam yang tertinggi untuk memperoleh serta menerima ajaran-ajaran dari situ.

 

Tanda-tanda yang digunakan sebagai pengkokoh kebenaran kerasulan yang diberikan oleh Allah Ta’ala itu sudah tentu harus melebihi atas sesuatu yang dapat dilaksanakan oleh manusia biasa dan yang keluar dari batas kekuasaan mereka, ilmu pengetahuan serta pengalaman mereka. Selain itu harus pula menyalahi atau tidak menyamai keadaan-keadaan yang lazim berlaku atas benda biasa, harus pula merupakan keluarbiasaan mengenai keadatan yang lazim dimaklumi sehari-hari atau ketentuan-ketentuan alam yang biasa berlaku.

 

Oleh sebab itu para ulama memberikan nama tanda-tanda yang dimiliki oleh rasul itu dengan nama mur’jizat karena kenyataannya memang dapat melemahkan atau mengalahkan akal fikiran manusia untuk memberikan penafsirannya, sebagaimana juga kekuasaan manusia tidak mungkin dapat melakukan yang sederajat dengan tandatanda tersebut.

 

Para ulama memberikan difinisinya tentang mu’jizat dengan ketentuan bahwa yang dimaksud dengan mu’jizat itu jalah sesuatu perkara yang luar biasa (keluar dari kebiasaan yang berlaku) yang dilaksanakan oleh Allah Ta’ala atas tindakan nabiNya yang terutus guna meneggakkan bukti yang jelas untuk menunjukkan kebenaran nubuwat rasul yang bersangkutan.

 

Oleh sebab itu, dengan menilik kepentingan-kepentingan diatas, maka adanya mu’jizat adalah suatu hal yang mutlak perlu, menampakkannya adalah merupakan kewajiban, agar supaya dengan demikian dapat sempurnalah tujuan untuk mentablighkan kerisalatan dan dengannya ita didirikanlah hujah Tuhan atas seluruh manusia.

 

Tanda-tanda yang merupakan mu’jizat itu adalah hal hal yang mungkin menilik kenyataannya, akal fikiran manusia juga tidak dapat menolaknya, ilmu pengetahuanpun tidak mengingkarinya dan bahkan apa yang kejadian itu dapat mengokohkan kemungkinan terjadinya.

 

Maka orang-orang yang mengaku menjadi rasul Tuhan itu kemudian menantang ummatnya dengan menunjukkan hal-hal yang luar biasa itu. Orang-orangpun menyaksikannya dengan mata kepala mereka sendiri dan selanjutnya berimanlah karena adanya Mu’jizat tadi beribu-ribu dan malahan berjuta-juta manusia, sepanjang berabad-abad lamanya dan sebanyak generasi yang berganti-ganti.

 

Ilmu pengetahuan yang moderenpun menetapkan bahwa peraturan-peraturan alam itu mungkin sekali menyalahinya sehingga menimbulkan suatu pembekasan-pembekasan yang berbeda pula yang merupakan peraturan-peraturan alam lain yang sifatnya lebih tinggi dan lebih baik. Inipun diakui oleh ilmu pengetahuan itu, sebagaimana juga diakuinya bahwa mu’jizat-mu’jizat para nabi yang sudah berjalan itu semuanya adalah benar dan shahih belaka.

 

Barangsiapa suka meneliti apa yang diuraikan oleh para sarjana dalam ilmu ruh (sukma) dan keajaiban-keajaiban cara mendatangkannya, juga barangsiapa yang suka menyelidiki daya tarik magnitisme ataupun yang sebangsa dengan itu, maka dengan pasti ia dapat menetapkan bahwa hal-hal yang tampaknya luar biasa itu sebenarnya adalah persoalan-persoalan yang mungkin belaka, tidak mustahil sama sekali terjadinya.

 

Kaum mukmin yang beriman kepada Allah tentu tidak akan sangsi lagi mempercayai sesuatu yang diterangkan lengan sesuatu dalil yang memastikan yang kiranya tidak perlu diragu-ragukan lagi, sebab mereka tentu mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mungkin akan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang dibuatnya sendiri. Ketetapan dalil itu saja sudah cukup untuk menenang:kan hati mereka. Misalnya saja dalam hal panasnya api. Kaum mukminin mengetahui dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah Ta’ala yang Maha Kuasa membuat api bersifat panas dan dapat membakar, tentu Maha Kuasa pula untuk menarik sifat yang telah diberikannya tadi yakni panas dan membakarnya itu, sehingga menjadi dingin seperti bukan api saja, sebagaimana yang berlaku atas diri nabiullah Ibrahim a.s. ketika dimasukkan dalam api. Beliau a.s. sama sekali tidak merasa panas dan tidak pula terbakar tubuhnya. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Orang-orang kafir iw berkata : » Bakarlah ia (Ibrahim) dan tolonglah tuhan-tuhanmu semua (yang berupa berhala-berhala), jikalau kamu benar-benar hendak bertindak”.

 

(Setelah ia dimasukkan dalam api), Kami berfirman : Hai api, jadilah dingin dan menjadi keselamatan bayi Ibrahim”. S. Anbia’ 68-69.

 

Kaum mukminin yang benar-benar percaya kepada kekuasaan Allah Ta’ala, pasti mempercayai pula bahwa Allah yang Maha Kuasa membuat manusia dari lelaki dan wanita. bahkan Maha Kuasa membuat nabiullah Adam a.s. dari tanah, pasti Maha Kuasa pula membuat manusia semata-mata dari Sayidah Maryam yang suci dan masih perawan itu tanpa persentuhan atau percampuran yang biasa menurut kelaziman alam atau buatan makhluk.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

“Maryam berkata :,,Bagaimanakah saya akan memperoleh seorang anak lelaki, sedangkan saya belum pernah disentuh oleh manusia dan saya bukanlah seorang wanita penzina (tunasusiln).

 

Ia menjawab (yakni malaikat yang diutus untuk memberitahukannya itu) – ,Memang sudah sedemikian itulah yang harus terjadi. Tuhanmu berfirman : ,,Hal itu bagiKu adalah mudah sekali dan perisuwa itu hendak Kami jadikan sebagai keterangan untuk selurah manusia dan sebagai rahmat dari Kami. Hal itu Sedah menjadi suatu perkara yang telah ditentukan”. S. Maryam 20-21.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Dan (ingatlah kisah) Maryam yang menjaga kehormatannya, lalu Kami tiupkanlah kedalam tubuhnya ruh (ciptaan) Kami, kemudian Kami jadikanlah ia serta puteranya itu sebagai ayat (tanda kekuasaan Kami) kepada seluruh alam”. S. Anbia’ 91.

 

Kaum mukminin yang sudah teguh kepercayaannya bahwa Allah Ta’ala Yang Maha Kuasa memberikan kepada wanita yang banyak anaknya kesuburan rahim yang sudah merupakan kebiasaan, tentu Maha Kuasa pula memberikan sedemikian itu kepada wanita yang biasa sudah disebut mandul. Hal yang sedemikian ini adalah sebagaimana yang dilakukan olehNya terhadap ibunya nabiullah Yahya bin Zakaria ‘alaihimus salam.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Di situ Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Ia berkata : ,,Ya Tuhanku, berilah untukku dari sisiMu turunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.

 

Lalu malaikat memanggilnya dan pada saat itu ia sedang berdiri mengerjakan shalat di mihrab (kata malaikat) : ,,Sesungguhnya Allah menyampaikan berita gembira padamu dengan kelahiran Yahya (anakmu) yang membenarkan kalimat dari Allah, menjadi pemimpin dan sebagai orang yang sopan serta menjadi nabi dan termasuk golongan orang-orang yang shalih”.

 

Zakaria berkata : ,,Ya Tuhanku, bagaimanakah aku dapat mempunyai anak, sedangkan aku sudah mencapai usia yang – Sangat tua dan isterikupun mandul pula”. Allah berfirman :

 

,,Demikianlah apa yang harus terjadi. Allah dapat berbuat apa saja yang dikehendaki olehNya”. S. Ali Imran 38-39-40.

 

Begitulah kepercayaan yang dimiliki oleh kaum yang beriman kepada Allah. Mereka mengetahui bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Pencipta seluruh alam semesta ini, pengatur segala sesuatu yang ada di dalamnya, juga yang membuat ketentuan-ketentuan, kepastian-kepastian dan keputusan-keputusan sesuai dengan apa yang menjadi kehendakNya. Oleh sebab itu, Allah Ta’ala itu sama sekali tidak terikat oleh susunan peraturan-peraturan yang tampak lahiriah sebagaimana yang kita semua saksikan ini.

 

Kaum mukminin percaya bahwa dibalik susunan susunan yang lahiriah terdapat susunan yang lain lagi yang di luar kemampuan pengetahuan kita ummat manusia. Tetapi bukanlah susunan-susunan yang tidak terlihat itu sebagai yang dikatakan oleh ahli materialistis yang dangkal pengetahuannya dan sempit pemandangan serta cara berfikirnya, sebab mereka ini mengtakan bahwa yang di balik pengetahuan kita itu adalah sebagai suatu mekanika yang berjalan sesuai dengan apa yang mereka perkirakan. Mereka, yakni para sarjana yang dangkal itu menganggap bahwa semua itu berjalan tanpa ada pengatur yang menertibkan susunannya, ataupun menyusun tatacaranya.

 

Kami tegas mengatakan : Tidak, tidak benar apa yang mereka ucapkan itu. Salah sekali apa yang mereka katakan. Alam semesta ini masih jauh lebih besar lagi dan jauh lebih agung dari apa yang tergambar dalam benak mereka yang sempit itu. Mereka tidak mungkin mengetahui keseluruhannya dan apa yang sudah mereka ketahui itu hanyalah merupakan nama-nama yang sebenarnya hanya digunakan sebagai penutup kebodohan mereka sendiri dan untuk melegakan hati mereka yang tertipu oleh perasaannya sendiri itu”.

 

Memang begitulah yang sebenarnya perihal keadaan dan hal ihwal mereka itu. Persoalannya mudah sekali kalau kita suka mengembalikannya kepada hukum aselinya yakni Al-Qur’an Alkarim.

 

Dalam hal ini AlQuran Alkarim menyebutkan tentang diri mereka itu sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan kamu semua itu tidaklah diberi ilmu pengetahuan, melainkan hanya sedikit sekali”. S. Al-Isra 85.

 

Sebagian sekedar pemecahan mu’jizat Dalam kitab Al-Islam ma’al hayat (slam dengan kehidupan) terdapat sebuah uraian dengan judul :

 

,,lImu pengetahuan modern dan terhentinya matahari”.

 

Diantaranya disebutkan sebagai berikut :

 

,,Dalam ceritera-ceritera nabi-nabi disebutkan bahwa Yusya’ bin Nun pada suatu hari sedang dalam peperangan yang sengit sekali melawan musuh-musuh Allah Ta’ala. Matahari sudah hampir terbenam, sedang peperangan belum lagi rampung. Yusya’ agaknya takut kalau-kalau musuh-musuhnya itu akan dapat mengalahkannya sekiranya peperangan akan berlarut-larut sampai hari esoknya. Ia ingin menyelesaikan peperangan itu pada hari itu juga, baik dalam keadaan menang ataupun kalah.

 

Oleh sebab itu iapun berkata kepada matahari :

 

..Hai matahari, engkau adalah dalam menjalankan ketaatan pada Allah, akupun demikian. Maka dari itu aku meminta padamu hendaklah engkau berhenti sebentar sehingga Allah akan memberikan balasan yang menentukan dan dapat mengalahkan musuh-musuhNya sebelum terbenammu nanti”.

 

Allah mengabulkan apa yang dimohonkan oleh Yusya’ dan oleh sebab doanya yang dikabulkan itu, maka mataharipun berhentilah sementara. Waktu siang ditambah sekedarnya sampai kemenangan itu dapat dicapai oleh Yusya’ bin Nun.

 

Demikianlah ceritera tentang Yusya’ bin Nun itu.

 

Selanjutnya ada pula yang lain, yaitu : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

,,Lalu Kami wahyukan kepada Musa : ,,Hendaklah engkau pukulkan tongkat itu ke lautan”.

 

Maka lautan itupun belahlah dua dan setiap belahan itu adalah bagai 2 , bagaikan gunung yang besar S. Syu’ara 63.

 

Para ahli tafsir mengtakan :

 

Musa a.s. serta orang-orang yang lari dengannya karena takut dibunuh oleh Fir’aun itu, ketika sampai di tepi lautan, dan tidak mendapatkan jalan untuk menyeberanginya, maka Allah Ta’ala berfirman kepada Musa a.s. supaya memukulkan tongkatnya pada lautan itu.

 

Demi beliau a.s. mematuhi perintah Tuhannya itu yakni setelah tongkat itu dipukulkan, maka belahlah laut itu dan kedua tepinya tiba-tiba berkumpul menyisih ke samping, sehingga melambung ke atas sampai setinggi gunung. Tanah yang ada ditengah-tengah belahan lautan itu dijadikan oleh Musa’a.s. sebagai jalan ke luar dari kesulitan yang sedang dihadapi olehNya. Disitulah beliau a.s. beserta sekalian pengikutnya berlalu. Fir’aun dengan kaumnyapun terus mengejarnya dan juga melalui jalan yang sama sebagaimana yang ditempuh oleh Musa a.s. Tetapi demi Musa dan pengikutnya sudah hampir sampai di tepi seberangnya sedang Fir’aun serta kaumnya masih ada di tengah lautan itu, tiba-tiba air lautan itupun berkumpul kembali. Jadi lautan yang masih dilalui oleh Musa a.s. menjadi kering, sedang yang dilalui oleh Firaun sudah kembali bersatu sebagaimana asalnya.

 

Dua peristiwa yang masing-masing merupakan mu’jizat itu dianggap dusta saja oleh kaum kafirin. Dua macam kejadian yang nyata itu dimustahilkan dan tidak dipercaya sama sekali. Sebabnya mereka tidak percaya itu ialah :

 

Pertama : Karena kejadian-kejadian itu menyalahi ketentuan-ketentuan alam yang lazim berlaku.

 

Kedua : Karena adanya anggapan bahwa andaikata benar, tentu disebutkan pula dalam kitab-kitab agama lainlain, sebab semua itu termasuk keajaiban-keajaiban alam yang sungguh-sungguh luar biasa dan belum pernah terjadi.

 

Itulah alasan-alasannya mengapa mereka tidak mempercayainya.

 

Saya pernah membaca dalam surat kabar Aljumhuriah tanggal 13 bulan 12 tahun 1957 bahwa ada sebuah kitab yang sudah terbit baru-baru ini dan menimbulkan banyak kegoncangan di kalangan para sarjana ilmu pengetahuan modern, juga-menyebabkan adanya kehiruk pikukan di kalangan para sarjana ilmu sejarah, sebab kitab tersebut dengan angka angka yang menentukan dan dapat dirasakan kebenarannya menyebutkan bahwa memang benar apa yang pernah terjadi menganai pecahnya air lautan juga mengenai terhentinya matahari di tengah-tengah langit.

 

Pengarang buku tersebut adalah bangsa Rusia (Sovyet Uni). la adalah seorang sarjana alam dan bernama Imanuel Phlykovsky. Ia memeberi pelajaran dalam ilmu alam di Universitas Edinburg, juga sebagai mahaguru dari Universitas Moskwa dalam ilmu sejarah, hukum dan kedokteran. Selain itu juga mengajar ilmu hayat di Berlin dan di Zurich, malahan juga mengajarkan ilmu jiwa kedokteran di Wiena.

 

Tiba-tiba tanpa disengajanya ia telah keluar dengan penyelidikan-penyelidikan yang amat menggemparkan yang dilakukan sejak berpuluh-puluh tahun lamanya. Penyelidikan-penyelidikan itu membuahkan suatu penetapan secara ilmiah yakni bahwa apa yang ada di dalam AlQuran Alkarim mengenai belahnya lautan serta apa yang terjadi dalam sejarah nabi-nabi itu benar dan bukan suatu kemustahilan lagi.

 

Rasanya ada manfaatnya juga sekiranya saya kutipkan sebagian dari isi kitab tersebut, sebagaimana yang sudah disalin dan disiarkan oleh surat Kabar Aljumhuriah tadi.

 

Surat kabar itu menulis : Pengarang kitab itu menyatakan demikian :

 

,,Suatu cahaya yang maha keras telah berlalu di samping bola bumi ini di zaman Yusya’ bin Nun yang menjabat sebagai khalifah Musa ‘alaihimus salam.

 

Peristiwa tampaknya cahaya yang dahsyat itu akan berulang kembali sesudah tujuhratus tahun lagi. Kenyataan alam yang hebat yang sebenarnya digerakkan oleh suatu kekuatan yang terpendam dan amat luar biasa keadaannya serta tidak dapat dilihat oleh mata, itulah yang disebut sebagai mu’jizat yang terkandung dalam kitab-kitab suci yang diturunkan dari langit, juga termuat dalam kitab Taurat, Injil dan AlOurin”.

 

Memanglah bahwa mendekatnya suatu planit atau suatu cahaya dahsyat ke arah bumi itu dapat menimbulkan berbagai-bagai kenyataan besar yang beraneka ragamnya serta berbentuk keluarbiasaan. Diantara akibat-akibat yang ditimbulkannya ialah bahwa perputaran bumi pada sumbunya itu akan menjadi lambat atau bahkan dapat berhenti sama sekali, sehingga dalam pandangan manusia seolah-olah mataharilah yang berhenti berputar dan tetap mandek di tengah-tengah cakrawala. Diantara akibat-akibatnya lagi ialah belahnya lautan atau bergantungnya awan yang berbentuk tiang lurus dari bawah ke atas sepanjang hari dan malam.

 

Pernah pula terjadi bahwa di zaman Fir’aun ada sebuah planit luar biasa yang tidak tampak setiap saat, berjalan mendekati bumi ini, lalu menyebabkan turunnya hujan ke bumi itu sehingga merupakan air bah (banjir) yang airnya berwarna merah. Air ini jikalau mengenai bumi atau masuk dalam sungai atau lautan lalu berupa bagaikan warna darah. Peristiwa inilah yang dikokohkan oleh ayat yang terdapat dalam AlQuran Alkarim yang berbunyi : 

 

,,Maka Kami (Allah) mengirimkan kepada mereka itu thafdn (banjir), belalang, kutu, katak dan darah”. S. A’raf 133.

 

Air yang berwarna merah ini berjatuhan diberbagai penjuru bumi yang terpencar-pencar di sana-sini.

 

Sebenarnya mu’jizat yang merupakan hal-hal luar biasa yang menyalahi ketentuan-ketentuan falak dan alam sebagaimana yang tertera “di atas itu tentulah tidak dapat membuatnya melainkan kekuasaan Dzat yang Maha MenCiptakan alam semesta ini sendiri.

 

Kemu’jizatan itu telah berakhir sewaktu Musa a.s. melarikan diri dari kejaran raja Fir’aun dari Mesir, kemudian Firaun sendiri mengikutinya dan disertai oleh bala tentaranya yang banyak itu. Tetapi air lautan berbelah dan Musa 88. dapat melaluinya dengan selamat sedang Fir’aun dan tentaranya mengikuti dari belakang. Tiba-tiba lautan itu kembali sebagaimana keadaan semula. Lautan tersebut menutup dan menyebabkan tenggelamnya kaum pengejar tadi, maka ditelanlah semua orang yang mengejarnya itu, beserta kuda-kuda dan kendaraannya sekali. Tidak seorangpun yang selamat dari bencana yang hebat itu”.

 

lagi Pengarang buku di atas itu di Jain bagian menyebutkan agi :

 

,,Pada mana yang bersamaan dengan zaman diutusnya Musa a.s. banyak ahli sejarah dari bangsa Cina yang menyatakan bahwa memang pada saat itu tampak matahari tidak terbenam pada waktu yang semestinya sudah harus terbenam, sehingga banyak akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa ini, misalnya saja hutan-hutan sama terbakar dan es menjadi cair sama sekali.

 

Demikianlah keadaan pada waktu itu, bumipun berdiam diri, seolah-olah memang ada suatu kekuatan yang perkasa yang membuat semuanya itu. Tetapi tidak dapat diketahui secara pasti berapa lamanya keadaan yang sedemikian tadi yakni sebelum bumi itu memulai perputarannya lagi secara normal mengelilingi sumbunya itu.

 

Tetapi apakah bumi itu sebenarnya juga mengikuti jalan perputarannya menurut arah yang lazim pada dirinya ?

 

Sebenarnya bumi yang sekarang berputar dari arah barat ke timur itu, apakah selamanya juga demikian halnya. Jikalau kita suka kembali kepada peta peta zaman purbakala untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan ini, maka jawabnya ialah : Tidak. Sebabnya ialah karena beberapa peta yang dilukis oleh orang-orang zaman Mesir kuna yang terletak di atap salah satu tempat pemujaan menunjukkan bahwa bumi ini sebelum terhentinya dulu itu adalah berputar dari arah timur ke barat. Pendapat ini dikokohkan pula oleh Plato dalam percakapannya mengenai suasana dunia ini dan ia berkata: ,,Matahari ini dahulunya terbenam di tempat yang kini kita lihat sebagai tempat terbitnya”. Demikianlah tepatnya apa yang diketengahkan oleh ayat AlQuran Alkarim yang berbunyi : .

 

,,Tuhan yang menguasai dua masyrik (tempat terbit) dan dua maghrib (tempat terbenam)”. S, Rahman 17.

 

PERBEDAAN ANTARA TANDA-TANDA PARA RASUL DENGAN YANG SELAINNYA BERUPA HAIHAL YANG LUAR BIASA

 

Tentulah tidak dapat dianggap sama atau dicampur baurkan saja antara mu’jizat-mu’jizat para rasul serta tanda-tanda yang dimiliki oleh para nabi dengan hal-hal yang terjadi di tangan orang yang selain rasul dan nabi itu, sekalipun tampaknya sama-sama merupakan persoalan-persoalan yang luar biasa.

 

Mu’jizat selalu diikuti dengan adanya tantangan dan adanya ialah di tangan orang-orang yang terkenal dengan ketagwaan dirinya dan amat shalih kelakuannya, lagi pula bahwa yang memiliki itu adalah orang-orang yang benarbenar sudah dapat mencapai puncak tertinggi dari kemuliaan akhlak dan ketaatan itu yang kiranya tidak mungkin dapat dijangkau oleh manusia manapun juga.

 

Selain itu kedatangan mu’jizat tersebut bukan sekalikali dengan diusahakan oleh seseorang manusia dan tidak mungkin dapat dipelajari oleh siapapun. Mu’jizat hanyalah semata-mata merupakan suatu pertolongan yang dikeruniakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada para rasul dan nabi yang diangkat itu. Jadi mereka itu mendapatkannya tanpa usaha apapun. sebab sebagaimana yang kami uraikan dimuka, bahwa mu’jizat itu memang sama sekali bukan menjadi kekuasaan mereka untuk menimbulkannya. Yang dapat melaksanakan hanyalah Allah Ta’ala sendiri. Jadi adanya mu’jizat itu ialah sebagai suatu tanda kekuasaan Allah dan menunjukkan ke EsaanNya. Mu’jizat itu diberikan kepada nabiNya untuk menantang pada orang-orang yang mendustakan dan mengingkari kebenaranNya. Menentang maksudnya sebagai ajakan apakah sipelawan itu: dapat pula melakukan sebagaimana yang dilakukannya itu. Jikalau tidak dapat, jelaslah bahwa kerasulannya serta kenubuwatannya itu adalah benar.

 

Adapun hal-hal yang dianggap sebagai luar biasa yang ditimbulkan oleh tangan orang biasa yakni selain rasul dan nabi, maka hal-hal itu adalah sebagaimana yang diuraikan oleh Sjekh Rasyid Ridla sebagai berikut :

 

»Memang ada keterangan-keterangan yang dikutip dari berbagai bangsa di segala massa, sebagai kutipan kutipan yang mutawatir (banyak jalannya) yang semuanya menge. nai jenisnya dan bukan warna-warninya, tetapi semuanya itu bukanlah kenyataan yang merupakan hakikat.

 

Di antara hal-hal yang dianggap sebagai luar biasa itu ada yang mempunyai sebab-sebab yang sebenarnya tidak diketahui oleh orang banyak, ada pula yang dapat dilakukan sebagai perbuatan dan kecepatan yang pasti dapat diketahui dengan jalan berusaha dan belajar yang khusus secara tekun, ada pula diantaranya yang merupakan keistimewaan bagi orang-orang yang memiliki kekuatan jiwa untuk diarahkan kepada tujuan-tujuannya yang tertentu atau dalam memberikan pembekasan dari orang-orang yang kokoh kuat iradahnya terhadap orang lemah iradahnya.

 

Dalam kedua bentuk itu dapatlah dimasukkan pula perihal mukasyafah (mengetahui sesuatu sebelum terjadinya) dalam sebagian perkara, ataupun menidurkan secara magnetisme, menyembuhkan orang sakit, terutama orang-orang yang terkena sakit 3araf yang di dalamnya dapatlah mengesan suatu kepercayaan atau persangkaan”.

 

Selanjutnya beliau berkata pula : ,,Diantaranya yang dianggap seolah-olah luar biasa ialah penipuan mata dengan cara ketakhayulan yang dilakukan secara mahir sekali oleh orang-orang tukang sulap dan juga apa yang dilakukan oleh para ahli sihir dizaman Fir’aun yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala :

 

,,Dan tiba-tiba tambang-tambang dan tongkat-tongkat mereka, kelihatan sebagai khayalan seolah-olah dapat berjalan, karena sihir mereka”. S. Thaha 66.

 

Selain itu termasuk masalah ini pula ialah seperti penipuan terhadap telinga, seperti yang dilakukan oleh orang yang mengaku mempunyai pelayan (khadam) yang berupa jin. Diwaktu malam orang-orang yang sedemikian itu sama berbicara dengan menggunakan suara yang menganehkan sekali yakni suara yang bukan biasanya sebagaimana lazim digunakan. Orang yang mempercayainya mengira bahwa itulah suara jin yang menjadi khadamnya. Kadang-kadang diwaktu siangpun mereka itu berbicara pula dengan menggunakan suara dalam yang keluar dari perutnya tanpa menggerakkan bibir dan mulut. Oleh sebab itu golongan orang-orang yang semacam tersebut di atas sama sekali tidak boleh dipercaya. Dan seterusnya ……………

 

Maka cobalah bandingkan hal-hal yang dianggap sebagai luar biasa itu dengan mu’jizatnya para nabi dan tanda-tanda kerasulannya.

 

Apakah artinya semua itu sekiranya dibandingkan dengan belahnya lautan sebagai mu’jizatnya Musa a.s., ataupun dengan menghidupkan orang yang sudah meninggal dunia sebagai mu’jizatnya ‘Isa a.s., ataupun dengan mengeluarkan unta dari batu besar sebagai mu’jizatnya Shalih a.s., ataupun memancarnya air dari jari-jari sebagai mu’jizatnya Muhammad s.a.w.

 

PERBEDAAN ANTARA MU’JIZAT DAN KERAMAT

 

Karamat adalah sesuatu yang timbul dari seseorang yang dianggap sebagai kekasih Allah Ta’ala atau yang lazim disebut waliullah dan merupakan tanda bahwa Allah Ta’ala memuliakannya. Tidak menjadi syarat bahwa karamat itu harus sesuatu yang luar biasa atau yang keluar dari adat kebiasaan yang lazim dimiliki oleh sesama orang manusia.

 

Di antara bentuk keramat itu ialah sifat istigamah (teguh pendirian), memperoleh taufik atau pertolongan untuk langsung terus mengerjakan ketaatan kepada Allah Ta’ala, bertambahnya ilmu pengetahuan dan amal perbuatan, juga memberikan petunjuk yang benar kepada seluruh makhluk.

 

Kadang-kadang timbul pula sementara hal-hal yang amat luar biasa di tangan sebagian orang-orang shalih dalam hal-ihwal yang tertentu. Inipun dapat pula dimasukkan dalam golongan karamat yang senantiasa menyertai orang-orang yang berikhlash untuk Allah Ta’ala serta orang-orang yang menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadat padaNya. Orang-orang sedemikian ini pastilah orang-orang yang bersih fithrahnya dan pula suci jiwanya, sebagaimana yang terjadi terhadap diri sayidah Maryam. Peristiwa ini diceriterakan oleh AlQuran Alkarim, yakni :

 

»Setiap Zakaria datang menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di dekatnya. Zakaria berkata : ,,Hai Maryam, bagaimanakah caranya engkau mendapatkan makanan ini?” Maryam menjawab : Itu adalah dari sisi Allah”. Sesungguhnya Allah itu memberikan rizki kepada siapa yang disukainya dengan tidak terbatas”. S. Ali Imran 37.

 

Namun demikian, kekaramatan itu tidak perlu dipertontonkan, tidak perlu digunakan sebagai penantangan, karena memang tidak untuk menaklukkan orang-orang yang hendak melawan. Jadi sesuai dengan aselinya, maka kekaramatan itu wajiblah disembunyikan dan disimpan serta – dirahasiakan.

 

Sjekh Ahmad Rifa’i mengatakan: ,,Sesungguhnya para ” waliullah itu harus menutupi atau tidak menunjuk-nunjukkan kekaramatan yang diperolehnya, sebagaimana seorang wanita harus menutupi atau tidak menunjuk-nunjukkan darah haidnya. Jadi karamat itu berbeda sekali dengan mu’jizat, sebab mempertontonkan dan menyiar-nyiarkan mu’jizat itu adalah wajib agar dengan menggunakannya itu menjadi sempurnalah mentablighkan risalat dari Allah Ta’ala”.

 

MUJIZATNYA NABI PENGHABISAN MUHAMMAD S.A.W.

 

Tidak seorang rasulpun yang diutus oleh Allah Ta’ala melainkan pasti olehNya dikokohkan dengan tanda-tanda yang berupa peristiwa alamiah serta mu’jizat yang menyalahi keadaan-keadaan yang biasa dialami oleh ummat manusia, juga yang keluar dari batas kepandaian mereka. Maksudnya ialah agar dengan menunjukkan hal-hal itu ditangannya dapatlah dijadikan sebagai bukti bahwa orang yang mengaku menerima risalah itu benar-benar dipercaya sebagai rasul Tuhan, disamping berbagai berita gembira dan peringatan-peringatan yang disampaikannya.

 

Oleh sebab itu, maka tidak terbakarnya nabiullah Ibrahim a.s. oleh api yang menyala-nyala, tentang keluarnya unta dari batu besar di hadapan nabiullah Shalih a.s, tongkat nabiullah Musa a.s. yang dapat berubah menjadi ular atau dapat membelah lautan sewaktu dipukulkan, juga hal-hal yang sangat aneh dan ajaib yang dapat diperlihatkan oleh nabiullah ‘Isa a.s., semuanya itu termasuk dalam golongan mu’jizat yang mutlak perlu dipertontonkan sebagaimana yang diuraikan di atas.

 

Mu’jizat seperti di atas itu adalah merupakan peristiwaperistiwa yang mudah dapat dirasakan oleh pancaindera. Memang sengaja dibuat sedemikian oleh Allah Ta’ala, sebab disaat itu akal fikiran manusia masih dalam suatu taraf yang belum dapat sampai kepada tingkat kecerdasan atau kecendekiawanan. Selain itu, disaat nabi-nabi tersebut yang merupakan keajaiban itu masih sangat diagung-agungkan, dianggapnya sangat bermutu tinggi dan bernilai luhur sekali. Karena keluarbiasaannya serta kepelikannya itu sampai-sampai mencapai suatu tingkat bahwa setiap manusia yang memilikinya atau dapat melaksanakannya, pasti akan dipatuhi dan orang-orang lain akan menyerah padanya secara bulat-bulat.

 

Selanjutnya setelah kemajuan dan akal fikiran manusia berkembang, sudah memasuki alam kecerdikan dan kecendekiawanan, bahkan kehidupan secara dahulu telah ditinggalkan dan berganti menjadi kehidupan yang penuh diliputi oleh pemikiran dan penggunaan akal fikiran yang dalam perjalanannya sudah menampakkan pertumbuhan yang cepat sekali, maka keajaiban-keajaiban yang dahulunya pernah menemputi kedudukan yang tinggi Itu tidak lagi menjadi senjata yang ampuh. Ringkannya hanya dengan menunjukkan keajaiban-keajaiban saja belum cukup digunakan sebagai satu-satunya bukti untuk menunjukkan kebenaran risalat dari Allah Ta’ala.

 

Sudah tentulah bahwa Allah Ta’ala tidak akan membe. rikan pengertian bagaimana cara melindungi kehidupan kerohanian itu sejak manusia itu masih kecil dan bayi, tetapi juga tidak dibiarkannya manusia itu berjalan liar setelah ia dapat menempuh jalannya yang berliku-liku dalam memberikan pandangannya secara akliah (menurut yang dicocoki oleh akal). Jadi kemerdekaan berfikir itu tetap ada, tetapi tidak dibiarkan terlepas dari kendalinya. Oleh sebab itu, setelah alam pemikiran sudah kokoh kuat. Allah Ta’ala juga memberikan bukti-bukti atau dalil-dalil dalam hal risalat itu dengan sesuatu yang dapat sesuai pula dengan perkembangan akal fikiran manusia itu sampaipun ketingkat yang tertinggi.

 

Oleh karenanya, maka diutuslah rasulullah Muhammad s.a.w. dan beliau s.a.w. dibekali dan dikokohkan dengan mu’jizat yang berbentuk ilmiah, hujah secara akal, selain ia juga merupakan suatu keajaiban yang luar biasa. Mu’jizat terpenting yang dimaksudkan itu ialah kitab suci Alguran Alkarim yang dapat kita saksikan sampai saat ini dan sampai kapanpun nanti.

 

Sebagai bukti bahwa AlQuran benar-benar sebagai mu’jizat adalah tantangan yang dikemukakan sendiri oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya yang berbunyi :

 

,,Katakanlah : ,,Andaikata seluruh manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa AlOuriin ini, pasti mereka semuanya ilu tidak dapat membuat yang serupa, dengan dia, walaupun antara yang sebagian tolong-menolong dengan sebagian lainnyg”. S. Isra” 88.

 

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a.. bahwasanya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda

 

,,Tidak seorang nabipun dari beberapa nabi itu melainkan pasti diberi yang sepadan dengan orang yang beriman atasnya. Hanyasanya yang diberikan padaku ini adalah merupakan wahyu yang diwahyukan oleh Allah padaku. Maka dari itu aku mengharap hendaklah aku mempunyai pengikut yang terbanyak pada hari kiamat nanti”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

AlQuran Alkarim itu bukanlah ciptaan atau karangan seseorangpun. Ja adalah sebagai wahyu Allah yang diturunkan dalam bentuk yang sesempurna-sempurnanya dari bentuk wahyu itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan tidak seorangpun akan dapat berkata-kata dengan Allah melainkan dengan wahyu atau di balik tabir atau diutusNya ulusan lalu dengan izinNya diwahyukanNya apa yang dikehendaki olehNya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Tinggi dan Bijaksana”. S. Syura 51.

 

Ayat di atas itu menetapkan bentuk tiga macam cara turunnya wahyu itu, yakni :

 

  1. Wahyu itu turun dengan cara memberikan pengertian dari wahyu tersebut dalam kalbu dan ini dapat diibaratkan sebagai suatu tiupan yang dapat dirasakan dalam ingatan dan hati.

 

Dalam sebuah hadits disebutkan demikian :

 

,,Sesungguhnya roh suci (Jibril) telah meniupkan dalam lubuk hatiku yang berisi bahwa setiap orang itu tidak akan mati sehingga ia memperoleh kecukupan dari rizki yang ditentukan untuknya. Maka dari itu takutlah kamu semua kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari rizki itu”.

 

  1. Bercakap-cakap di balik tabir yaitu dengan cara bahwa nabi yang diberi wahyu itu dapat mendengarkan firman Tuhan, tetapi tanpa melihatNya. Ini adalah sebagaimana yang terjadi pada diri nabiullah Musa a.s. sewaktu ia mendengarkan adanya suatu panggilan dari Tuhan di balik sebuah pohon.

 

Dalam AlQuran disebutkan :

 

,,Musa berkata kepuda keluarganya : ,,Tetaplah di sini. SeSungguhnya tampak padaku api, mudah-mudahan aku dapat membawa berita kepadamu atau obor api yang menyala dari sana, supaya kamu dapat memanaskan badan. Setelah Musa datang ke sana, terdengarlah suara yang memanggil dari sebelah kanan lembah, di tempat yang diberi keberkatan dari sebatang pohon kayu, bunyinya : ,,Hai Musa, sesungguhnya Aku ini adalah Allah, Tuhan seru sekalian alam”. S. Qashash 29-30.

 

  1. Wahyu itu berupa sebagai ucapan yang disampaikan oleh malaikat yang memang bertugas membawanya yakni Jibril a.s. yang berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada rasulNya. Oleh sebab itu, maka rasul yang bersangkutan dapatlah melihat malaikat tersebut dalam bentuk sebagai seorang lelaki yakni malaikat itu menjelmakan dirinya sebagai manusia, tetapi kadang-kadang masih menunjukkan bentuk aselinya.

 

Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah r. ‘anha bahwa Harits bin Misyam bertanya kepada Rasulullah s.a.w katanya :

 

,,Ya Rasulallah, bagaimanakah cara datangnya wahyu itu pada Tuan ?”

 

Beliau s.a.w. menjawab :

 

Kadang-kadang ia datang puduku sebagai bunyi lonceng dan cara inilah yang terberat bagiku, kemudian setelah berhenti bunyi lonceng itu, aku telah mengerti dan hafal apa-apa yang diucupkannya.

 

Kadang-kadang juga datanglah seorang malaikat padaku yang menjelmakan dirinya sebagai seorang lelaki, iapun memberikan ucapan-ucapan padaku kemudian aku ingatlah apa yang dikatakannya tadi”.

 

‘Aisyah rr, ‘anha berkata :

 

,,Sungguh saya pernah melihatnya bahwa diwaktu datangnya wahyu itu adalah pada hari yang sangat dingin. Setelah wahyu itu terputus dari padanya (selesai), tampaklah bahwa sesungguhnya keningnya (Rasulullah s.a.w.) itu mencucurkan keringat”.

 

Bentuk yang sempurna sekali mengenai turunnya wahyu itu ialah dengan mengirimkan seorang utusan (malaikat yang membawa wahyu tersebut.

 

Bentuk sebagaimana diatas itulah yang kadang-kadang digunakan oleh Allah Ta’ala dalam menurunkan AlQuran Alkarim. Jadi turunnya itu ialah dengan perantaraan malaikat Jibril a.s.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diturunkan Oleh Tuhan seru sekalian alam .

 

Turunnya dibawa oleh Ruh yang terpercaya (Jibril).

 

Diturunkan pada hatimu, supaya engkau dapat memberikan peringatan.

 

Dengan menggunakan bahasa Arab yang terang”. s. Syu’ara” 192-195.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Katakanlah : ,,Barangsiapa yang menjadi musuh Jibril, maka sesungguhnya Jibril itulah yang menurunkan wahyu ke dalam hatimu dengan perintah Tuhan, membenarkan wahyu yang terdahulu dari padanya dan untuk dijadikan sebagai petunjuk dan berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. S. Baqarah 97.

 

Wahyu yang terkandung dalam kitab suci AlQuran Alkarim itu adalah merupakan suatu revolusi untuk menjebol segala macam kebathilan dalam segala bentuk dan manifestasinya, juga untuk melenyapkan segala macam kerusakan serta yang menyebabkan timbulnya itu. Oleh karenanya, maka ditumbangkanlah semua kekhurafatan serta ketakhayulan yang mengotori alam fikiran, dibinasakanlah penyelewengan yang menodai fithrah yang murni dan bersih. Sementara itu tidak diabaikan pula untuk menghancurkan kebiasaan serta adat-istiadat yang buruk yang dapat melumpuhkan kemerdekaan berfikir dan kebebasan berkehendak.

 

Memang semuanya itu telah dirombak dengan cara yang amat drastis sekali, suatu perombakan yang maha cepat, sehingga sirnalah semua panji kejahatan dan keburukan, terusirlah segala warna kerusakan dan kekejian. Sebagai gantinya ditanamkanlah disitu hakikat-hakikat yang dapat memberikan petunjuk yang benar kepada akal manusia, dapat memberikan cahaya yang terang pada hati sanubari dan dengan demikian jiwapun akan menjadi luhur dan mulia, sehingga dapat mencapai setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai oleh seseorang yang hendak mengejar kesempurnaan perikemanusiaan yang sejati.

 

Wahyu yang terkandung didalam AlQuran Alkarim masih ada lagi tugasnya yang lain, yaitu memberikan didikan, kepada orang perorangan, memberikan bimbingan cara berjama’ah atau bersatu, mewujudkan hukum asas yang bersendikan permusyawaratan, sedang tujuan pokok agama Allah Ta’ala disamping untuk menertibkan siasat keduniaan dan kesejahteraan seluruh ummat manusia, juga untuk memberikan dakwah dan ajakan agar supaya seluruh ummat dapat menikmati petunjuk agama yang benar itu. Apabila ini dapat terlaksana, maka sudah pastilah persau daraan kemanusiaan atau ukhuwah insanilah akan mudah tercapai dan dapat merata keseluruh permukaan bumi ini. Inilah yang pasti akan mempercepatkan menjelmanya kesejahteraan umum yang dibawah naungannya itu seluruh manusia dapat hidup dengan sentausa dan gembira.

 

Sebenarnya revolusi yang dicetuskan oleh Alguran itu bukannya untuk ditujukan kepada kemaslahatan yang khusus, tertentu untuk kemanfaatan sesuatu bangsa saja, tidak pula untuk memenangkan suatu golongan yang memerintah dan mengalahkan suatu golongan lain yang diperintah, melebihkan kedudukan suatu aliran atau mazhab di atas aliran atau mazhab yang lain pula. Itu sama sekali bukan menjadi maksud dan tujuannya. Tetapi bahkan sebaliknya yaitu untuk memberikan kemanfaatan kepada seluruh ummat manusia di dunia ini tanpa pandang bangsa dan warna kulit. Pendeknya adalah untuk menciptakan kemaslahatan dan kemakmuran ummat di seluruh alam semesta ini.

 

Wahyu yang diterima oleh Nabi Besar Muhammad s.a.w. itu datang untuk memecahkan kemusykilan-kemusykilan yang sangat memusingkan seluruh manusia sejak dahulu sampai sekarang ini.

 

Oleh sebab itu fungsi dari wahyu tersebut tentulah dapat memberikan jawaban yang positif dari pertanyaanpertanyaan dibawah ini :

 

  1. Apakah agama itu dan apakah mabda’ atau dasarnya
  2. Siapakah Tuhan itu dan bagaimanakah sifat-sifatnya
  3. Apakah risalat itu ? Siapakah rasul-rasul itu dan apa sajakah tugas-tugas beliau-beliau itu ?
  4. Apakah sebetulnya yang menjadi materi kehidupan setelah mati itu nanti ?
  5. Apakah yang disebut kebaikan itu ? Apa pulakah yang disebut keburukan ? Dan bagaimanakah cara pembalasannya terhadap kedua hal tersebut ?
  6. Untuk apakah manusia Ini diciptakan ? Apakah tugas dan kedudukannya dalam alam semesta ini ?
  7. Apakah hubungannya antara manusia dengan yang lainnya itu ? Dan apakah hubungannya antara sesuatu ummat dengan ummat lain atau suatu bangsa dengan bangsa lain ?
  8. Apakah hubungannya antara lelaki dengan wanita ?
  9. Apakah yang disebut harta benda itu ? Dari mana sumbernya Dan bagaimanakah cara membagikannya
  10. Manakah yang disebut hidup bahagia itu ? Bagaimanakah jalan untuk memperolehnya ?

 

Demikian AlQuran itu telah dapat menyelesaikan pemecahan dari beratus-ratus macam pertanyaan yang dihadapkan kepada akal fikiran seluruh manusia dan yang tidak diabaikan sama sekali oleh para ahli penyelidik ilmu pengetahuan dan falsafat.

 

Rasanya semua akal fikiran manusia manapun akan lemah guna memecahkan atau memperoleh jawaban sebesar sepuluh persen saja dari sekian banyak macam pertanyaan yang diajukan itu, apalagi kalau hendak meliputi seluruh pertanyaan tersebut. Mungkin sekali untuk memecahkan satu pertanyaan saja sudah diperlukan untuk memakan waktu seumur hidup yang dimilikinya.

 

Tidak ada tujuan lain dari pada semuanya itu, kecuahi agar supaya setiap orang itu dapat melampaui seluruh kehidupan yang ditempuhnya dan ia telah mempunyai bekal yang sangat diperlukan. Jadi pemecahan-pemecahan yang merupakan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu kiranya dapatlah digunakan sebagai panji-panji yang memberinya petunjuk ke arah yang benar, menjauhkannya dari kesesatan yang bercorak apapun, baik yang ada hubungannya dengan urusan-urusan keagamaan atau pum memghindari penyelewengan-penyelewengan dalam suasana dunis yang berubah-ubah ini.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,, Dan andaikata semua pohon yang ada di bumi ini dijadikan pena dan lautan dijadikan tinta dan ditambah lagi dengan tujuh lautan sesudah itu, maka tidak akan habislah kalimat Tuhan (yang hendak dituliskan itu)”. S. Luqman 27.

 

Semua persoalan-persoalan ini datangnya dengan menggunakan susunan yang amat indah sekali kesusasteraannya, manis didengarnya dan dapat mempengaruhi perasaan halus setiap manusia yang memperhatikannya. bahkan dapat menarik atau menguasai diri dan jiwanya. Selanjutnya semua rasa untuk melaksanakan kebaikan dapat ditimbulkan. Sementara itu kata-katanya yang termuat di dalamnya itu jauh sekali dari perselisihan dan isi maknanya tidak berlawanan (paradoxal).

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Andaikata AlOurin itu datangnya bukan dari sisi Allah pasti mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak sekali dalam isinya”. S. An-Nisa’ 82.

 

Maksudnya bahwa oleh sebab turunnya AlQuran itu berangsur-angsur sampai lama sekali yakni selama 23 tahun, tetapi walaupun demikian jiwa, isi, keterangan: keterangan dan ceritera-ceritera yang ada di dalamnya itu, sekalipun dalam waktu yang berbeda-beda suasana dan keadaannya, tetap sama, tidak berubah-ubah dan satu dengan yang lainnya tidak bertentangan sama sekali.

 

Sebenarnya saja tidak pernah ada sebuah kitabpun yang dapat menandingi kitab suci Al@urain Alkarim ini, baik mengenai ketinggian isinya, kejelasan keterangannya dan amat dalam mengesannya dalam jiwa. Oleh sebab itu pulalah para alim ulama sama mengarahkan tujuan dan menaruh perhatian yang sebesar-besarnya untuk mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan isi kandungan kitab suci itu, misalnya yang berkenaan dengan lafazh atau kata-katanya, arti-arti serta makna-maknanya, kepercayaan-kepercayaan atau akidah-akidahnya, adab kesopanannya, syari atnya dan lain-lain sebagainya. Dengan adanya penyelidikan yang beraneka ragam ini lalu mereka Itu berhasil membuat suatu pusaka yang maha besar dan agung yang berwujud sebagai Ilmu pengetahuan yang bermacam-macam sifat dan judulnya, demikian pula yan khusus mengenai sastera, kebudayaan dan lain lain lagi Amat besar sekali perbendaharaan yang ditimbulkan oleh daya kitab suci yang istimewa ini. Hambat kinipun masih tetap dan akan terus tetap merupakan bahan yang amat baik dan terpenting sekali guna merebut kemajuan dan perikemanusiaan yang buahnya pasti dapat dikenyam oleh seluruh ummat manusia dengan merasakan kehidupan yang lebih mulia dan cara hidup yang serba sejahtera.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Begitulah Kami (Allah) mewahyukan kepadamu wahyu (yang berupa AlOuriin) itu dengan perintah Kami. Engkau dahulunya tidak tahu apakah kitab itu dan apa pulukah kepercayaan itu. Tetapi AlQuran itu Kami jadikan cahaya terang dan dengannya Kami berikan petunjuk orang-orang yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami”. S. Syura 52.

 

Inilah bentuk mu’jizat yang terpenting sekali yang dikeruniakan oleh Allah Ta’ala kepada nabiNya yang ummi yakni tidak pandai membaca dan menulis dan memang tidak memerlukan kepandaian itu, karena segala sesuatunya langsung diterima dari Mahagurunya yang menciptakan alam semesta dengan segala isinya ini.

 

Mu’jizat yang berupa AlQuran itulah yang merupakan pengokoh kebenaran pengakuannya sebagai utusan Tuhan. Itu pulalah yang menjadi alat kesaktian yang amat ampuh sekali guna mengubah jiwa dan hati, memberi cahaya yang terang pada penglihatan, memberikan didikan yang mulia kepada ummat dan bangsa, malahan itulah pula sebagai pedoman untuk mewujudkan negara yang adil sentausa, kokoh kuat, penuh kemakmuran dan kesejahteraan. Semuanya itu hanya dilakukan dalam waktu yang amat singkat sekali, hanya dalam beberapa tahun saja yang kiranya Cukup dihitung dengan menggunakan jari.

 

Bayangkanlah baik-baik !

 

Manakala mengubah tongkat menjadi ular itu merupakan mu’jizat yang dikagumi, maka bukankah lebih dikagumi lagi mengubah akal dan hati yang asalnya tersesat lalu dapat menerima petunjuk yang baik.

 

Manakala menghidupkan orang yang telah mati itu merupakan mu’jizat yang merupakan keluarbiasaan yang dengannya itu Allah mengokohkan kenubuwatan serta kerasulan terhadap salah seorang nabiNya, maka apakah tidak lebih hebat lagi menghidupkan suatu ummat yang sudah mati akal fikirannya, buta huruf dan amat bodoh . serta hina, kemudian diubahnya menjadi suatu ummat yang dari mereka itulah keluarnya sumber cahaya penerangan dan petunjuk yang hag. Bukankah ini saja sudah merupakan suatu yang amat luar biasa sekali yang apabila disejajarkan dengan mu’jizat-mu’jizat lain, rasanya yang lain-lain akan menjadi redup dan suram karena tidak tahan terkena sinar cemerlangnya cahaya mu’jizat yang satu itu belaka.

 

Seorang ahli syair berkata :

Allahu Akbar.

Sebenarnya agama Muhammad ini dengan kitab sucinya,

Merupakan cahaya memancar,

Dahsyat dan lebih teguh pendiriannya.

 

Jangan kausebutkan,

Kitab-kitab lain di sampingnya.

Kitab Muhammad adalah bagaikan fajar subuh menyingsing,

Maka lenyaplah sinar semua pelita.

 



MANUSIA TERSUSUN DARI TUBUH DAN ROH

 

Manusia itu tersusun dari dua macam unsur yakni tubuh kasar dan roh halus.

 

Dengan tubuhnya, maka manusia itu dapat bergerak dan merasakan segala sesuatu.

 

Dengan rohnya, maka manusia itu dapat menemukan, mengingat, berfikir, mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai, membenci dan sebagainya.

 

Asal mula tubuh manusia itu adalah tanah. Hai ini kiranya sudah merupakan kepastian yang mau tidak mau harus diakuinya. Ini dapat dibuktikan bahwa baru saja manusia itu meninggal dunia, ia sudah akan beralih lagi kepada unsurnya yang pertama kali yang sama sekali tidak berbeda dengan unsur-unsur yang terdapat dalam tanah atau bumi.

 

Andaikata seseorang manusia mengambil segenggam tanah dari bumi yang subur, kemudian diuraikan dengan penguraian secara kimia, pasti ia akan mendapat kesimpulan bahwa tanah itu tersusun dari berbagai unsur. Selanjutnya andaikata ia mengambil sepotong dari tubuh manusia lalu melakukan penyelidikan dan penguraian secara kimia pula, pasti ia akan mendapatkan kesimpulan bahwa tubuh manusia itupun tersusun dari unsur-unsur yang juga sama dengan unsurunsur yang ada didalam tanah itu.

 

Para sarjana kimia telah menyebutkan berbagai unsur yang dari padanya itu tersusunnya tubuh manusia .Mereka mengatakan :

 

,,Dalam tubuh manusia itu terdapat karbon yang cukup untuk membuat sebanyak 9000 buah tangkai pena.

 

Juga di situ terdapatlah fosfor yang cukup untuk membuat 2000 kepala tangkai korek api.

 

Di dalamnya terdapat pula zat-zat lain yaitu besi. kapur, posatium, garam, magnesium, gula dan belerang.

 

Benda-benda itu semua termasuk benda-benda tambang yang dari padanya tersusunnya gumpalan tanah di bumi itu”.

 

Adapun yang mengenai persoalan roh, maka sampai saat inipun masih tetap merupakan perbincangan yang hangat antara para cerdik cendekiawan, para sarjana terutama dengan ahli falsafat. Perdebatan mengenai hal itu matih terus ada, pendapat-pendapat baru banyak timbul dan seminar-seminar perihal persoalan roh itupun masih banyak diadakan. Namun demikian belum juga sampai kepada pokok tujuan, sehingga dapat menemukan titik terakhir dari suatu pendapat yang menentukan. Dari fihak sana dan fihak sinipun terdengar keluhan : ,,Belum memuaskan -…… .

 

Sementara itu kita harus mengetahui bagaimana AlQuran memberikan petunjuknya dalam hal ini ?

 

Jelaslah bahwa sejak diturunkannya, AlQuran telah memberikan jawabannya perihal persoalan yang kiranya merupakan suatu jawaban yang tidak dapat dibantah lagi. Inipun menunjukkan salah satu tanda kemu’jizatannya dari sekian banyak kemu’jizatan yang dapat ditunjukkan oleh AlQuran itu sendiri.

 

Apakah firman Allah Ta’ala mengenai roh ini ?

 

Dan orang-orang itu sama bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai roh. Katakanlah : ,,Roh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu semua tidaklah diberi ilmu pengetahuan melainkan hanya sedikit sekali”. S. Isra” 85,

 

Sudah jelas bukan ?

 

Roh termasuk urusan dan perkara Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri yang selainNya itu pasti tidak akan dapat mengetahui, tidak. dahulu, tidak sekarang dan tidak nanti, bahkan tidak untuk selama-lamanya.

 

Ringkasnya hanyalah Allah Ta’ala yang dapat menyaksikan hakikatnya dan manusia tidak dikerunia oleh Allah Ta’ala jalan yang dapat. mengantarkannya untuk dapat mencari titik sebenarnya dari persoalan itu, tidak dapat memiliki ilmu pengetahuan tentang sifat dan keadaannya, bentuk bendanya dan warna warninya. Ilmu pengetahuan yang dipunyai sudah dijelaskan dalam firman Allah di atas, yaitu terbatas dan amat sedikit sekali. Oleh sebab itu ia tidak mungkin dapat mengenal hakikat sesuatu materi dan benda, tidak pula dapat memecahkan dengan sesungguhsungguhnya apa saja yang dirasakan disekitarnya. Maka bagaimanakah ia akan cukup berpengetahuan guna menyelidiki atau mencapai salah satu rahasia yang memang benar-benar dirahasiakan oleh Allah Ta’ala dan bahkan yang termasuk salah satu perkara ghaib yang amat disembunyikannya.

 

Sebenarnya setinggi-tinggi pengetahuan yang dapat kita peroleh mengenai hal roh itu ialah bahwa roh itu ber: diam didalam tubuh dan bahwa dengan adanya roh itu lalu tampaklah gerak kehidupan dari tubuh itu dan dapat di: ketahui pula apa yang diakibatkan oleh adanya kehidupan tadi, misalnya tubuh yang hidup tadi lalu dapat memahamkan, mengerti, mengingat, berfikir, berpengetahuan, berkehendak, memilih, mencintai, membenci, dan lain-lain lagi. Selain itu yang dapat kita ketahui lagi ialah bahwa roh itu sewaktu-waktu berpisah dengan tubuh yang merupakan kediamannya dan tubuh yang sudah ditinggalkan oleh roh tersebut Jalu menjadi benda yang mati, beku dan tidak ada gerakannya sama sekali, sebagaimana halnya benda mati yang lain-lain.

 

Dari sudut ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa roh yang dikeruniakan kepada manusia itu adalah merupakan zat yang membedakan antara manusia dan benda-benda yang lain di semesta alam ini.

 

Bukankah dengan adanya roh itu manusia tersebut lalu menjadi seorang pandai dan ‘alim secara sendirinya, sehingga seluruh malaikat diperintah oleh Allah untuk tunduk memberi penghormatan kepada manusia tadi. Malahan oleh Allah manusia itupun dikeruniai segala sesuatu yang ada di langit, di bumi dan yang ada di antara keduanya. Semuanya ditundukkan untuk dapat diambil guna dan kemanfaatannya oleh manusia itu. Manusia juga dijadikan pemimpin dari alam semesta ini dan diangkat sebagai khalifah dan pengganti Tuhan diatas bumi. |

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat : ,,Sesungguhnya Aku menjadikan manusia dari tanah liat yang kering, dari lumpur hitam sampai berbentuk. Dan setelah ia sempurna Kubuat dan Aku tiupkan di dalam tubuhnya akan rohKu, maka hendaklah kamu semua tunduk merendahkan diri padanya”, S. Hijr 28-29.

 

Ada sementara alim ulama Islam yang memberikan de finisi dari roh itu dan berkata :

 

,,Roh adalah suatu zat yang memiliki sifat yang tersen: diri dan berbeda dengan benda-benda lain. Ia adalah jisim nuraniah (sebangsa nur atau cahaya), amat tinggi kedudukannya dan hidup. Selain itu ia dapat berpisah dan meninggalkan tubuh kasar dan dapat menjalar dalam rongga tubuh itu bagaikan mengalirnya air dalam tangkai yang hijau hidup. Roh itu tidak dipisah-pisahkan atau dibagi.

 

Kepada tubuh ia memberikan kesan kehidupan dan apa-apa yang berhubungan dengan adanya kehidupan itu, selama tubuh tadi masih dapat menerima berdiamnya roh didalamnya”, “

 

ILMU PENGETAHUAN MODERN DAN PEMBICARAAN-PEMBICARAAN PERIHAL ROH

 

Adanya zat yang disebut roh itu sudah disepakati sepenuhnya oleh seluruh agama yang datang dari langit yakni dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Berjuta-juta manusia meyakinkan adanya roh itu dan mempercayainya Sejak mereka mengenal agama-agama itu.

 

Bahkan aliran yang semata-mata berdasarkan materi atau kebendaanpun dahulunya juga mempercayai adanya itu yakni yang tersebar sampai tiga abad yang terakhir ini, kemudian tiba-tiba aliran materialis itu mengingkari atau jelasnya tidak mengakui lagi adanya kenyataan ini dan menentangnya dengan sekeras-kerasnya. Faham tersebut mengumumkan bahwa disana tidak ada alam lain, kecuali alam yang sama-sama disaksikan sekarang ini, juga bahwa di sana tidak ada benda lain, kecuali benda-benda yang tampak ini dan oleh karena itu tidak ada tempat lagi untuk apa yang dinamakan roh itu dalam alam semesta yang maujud ini.

 

Banyak iuga orang yang terpengaruh dengan adanya faham yang menyeleweng itu. bahkan banyaklah para penganjur, pembantu dan propagandisnya dimana-mana, sehingga hampir saja dapat melenyapkan keyakinan setiap orang beragama yang mempercayainya. Faham materialis tersebut juga menentang mati-matian bahkan berbuat melampaui batas terhadap ajaran-ajaran yang sudah dikenali oleh manusia yang berhubungan dengan petunjuk-petunjuk Ketuhanan dan keyakinan-keyakinan keagamaan. Semua yang berbau keagamaan itu dikikis habis dan sebagai gantinya dipompakanlah ilmu pengetahuan yang semata-mata berdasarkan penyelidikan ilmu alam yang mereka anggap sebagai kenyataan yang ada. Demikianlah usaha mereka dalam jurusan ini.

 

Namun demikian kiranya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan oleh kaum materialis itu tidak dapat berhasil sepenuhnya. Allah Ta’ala menggerakkan sebagian alim ulama dan sarjana-sarjana yang masih bertuhan untuk mengemukakan persoalan ini dengan seteliti-telitinya, dikemukakanlah buktibukti yang juga berdasarkan ilmu pengetahuan perihal adanya suatu alam rohaniah yang ada dibalik alam yang dapat disaksikan dengan mata kasar ini. Bukti-bukti yang dikemukakan itu demikian jelas dan terangnya, sehingga tidak ada jalan lagi untuk meragu-ragukan dan bahkan tidak ada tempat lagi sebagai sandaran untuk mengingkari.

 

Berbagai-bagai perkumpulan telah didirikan dengan tujuan semata-mata untuk mengadakan pembahasan, penyelidikan dan perdebatan-perdebatan mengenai persoalan roh itu. Selanjutnya dapatlah dirasakan adanya kemantapan dan merupakan hakikat yang senyata-nyatanya yang belum pernah kiranya terlintas dalam sanubari siapapun.

 

Baiklah kami kutipkan sebagian yang ditulis oleh Profesor Ustazd Mohammad Farid Wajdi Rahimahullah dalam masalah ini. Beliau berkata :

 

,,Sejarah terbentuknya Persatuan Pembahasan Roh di Inggeris pada tahun 1882 :

 

Dalam buku ,,Keperibadian Manusia” oleh Profesor H.W. Mayers, mahaguru phsycologie di Universitas Cambridge, diuraikan sebagai berikut ini :

 

Sekitar tahun 1873, disaat mana aliran dari faham materialis sudah merajalela diseluruh pelosok negeri di dunia ini, sampai-sampai masuk juga menyerbu kedalam negara kita dan dapat mempengaruhi akal fikiran ummat manusia, maka disaat itu …………

 

Ada sekelompok kawan-kawan yang berkumpul di Cambridge dan semuanya telah sependapat bahwa persoalan yang sedang diperselisihkan dan amat sulit dan pelik ini (yang dimaksudkan ialah masalah yang bersangkutan dengan pembahasan-pembahasan perihal roh) sangat penting untuk diperhatikan dan mutlak perlu untuk dipecahkan secara serius sampai pada saat itu.

 

Saya sendiri (penulis uraikan ini yakni Prof. Mayers) berpendapat bahwa suatu usaha yang nyata untuk melaksanakan. hal ini belum lagi dikerjakan sama sekali hingga waktu itu. Pokoknya haruslah dijawab dahulu : ,,Adakah kita ini benar-benar ahli dalam memperbincangkan persoalan ini ? Ataukah kita ini belum ahli dalam hal itu ? Jikalau bukan ahli, tentulah tidak patut untuk mendekatkan diri guna mempercakapkan sesuatu yang berhubungan dengan alam yang tidak tampak dan tidak terlihat oleh mata.

 

Namun demikian saya sendiri rasanya sudah merasa puas, jika sekiranya mengetahui persoalan dari alam yang dibalik alam yang kasar ini, cukup dengan cara yang sekiranya ilmu pengetahuan dapat menerima alasan-alasannya dengan baik, dapat dijamin serta dipertanggung jawabkan. Jadi jangan sekali-kali hal itu didasarkan kepada pengambilan-pengambilan dari ceritera-ceritera kuna dan jangan pula dengan jalan memikirkan sesuatu yang ada di balik alam kasar ini. Tetapi haruslah dengan menggunakan sistim yang lain dengan jalan membuat penyelidikan, percobaan dan penyaksian yang rieel, kemudian dicocokkan dengan apa yang merupakan kenyataan dan yang tampak di luaran ini. Cara yang sedemikian ini kiranya dapat menimbulkan pembahasan-pembahasan yang jujur, tepat dan cocok dengan apa yang ada sebenarnya, karena hanya dengan demikian itulah agaknya penyelidikan itu akan terhindar dari kehendak buruk atau tercampur oleh kenafsuan yang tidak baik ataupun yang malahan dapat menjerumuskan diri ke lembah kekeliruan dan hawa nafsu yang salah semata-mata.

 

Jadi yang saya kehendaki ialah melalui jalan-jalan yang lazim kita tempuh dengan menggunakan kepandaian-kepandaian, pengalaman-pengalaman dan pengetahuan-pengetahuan kita yang ada perihal alam yang terlihat dan dapat dirasakan oleh pancaindera ini.

 

Pembahasan-pembahasan yang wajib kita kerjakan itu jangan hanya bersandarkan semata-mata kepada kesim: pulan sejarah yang lalu, juga jangan hanya disandarkan kepada hal-hal yang keluar dari wahyu Tuhan, atau pada hal-hal lain yang terjadi pada zaman dahulu. Tetapi wajib kita lakukan berdasarkan pengalaman dan percobaan. Ini perlu sekali sebelum segala sesuatu dilangkahkan, sebagaimana juga halnya semua pembahasan ilmiah dengan pengertian yang seteliti mungkin dan sekalipun akan melalui kepelikan-kepelikan yang dihadapi. Jadi dasarnya haruslah dengan menggunakan percobaan yang dapat dilakukan berulang-ulang setiap hari yang diinginkan. Harapan kita semoga akan dapat kita tambahkan dihari esoknya lagi untuk mendapatkan kelengkapan dan kesempurnaannya.

 

Ringkasnya pembahasan-pembahasan dan penyelidikanpenyelidikan itu wajib secara mutlak berdasarkan ketentuan sebagaimana yang disebutkan ini, yaitu : ,,Jikalau alam roh itu benar-benar ada dan kalau memang benar bahwa alam roh itu adanya dalam masa manapun juga dan juga dapat disingkapkan tabirnya dan dapat disaksikan kenyataannya, maka wajiblah kenyataan itu dapat-pula disaksikan pada saat kita sekarang ini”.

 

Nah, dengan tujuan dan pedoman sebagaimana di atas inilah, atau dengan melalui ketentuan-ketentuan umum yang lazim digunakan dalam setiap penyelidikan ilmu pengetahuan, maka demikian itulah yang harus dihadapi oleh Persatuan Pembahasan Roh, yang saya sendiri adalah sebagai salah seorang anggautanya. Singkatnya masalah adanya roh harus dapat dipecahkan secara sistymatik yang modern”.

 

Selanjutnya Prof. Mayers memulai usahanya, untuk mengadakan percobaan-percobaan yang dapat dikerjakan. Lain-lain anggautapun sama halnya dengan apa yang ditempuh oleh tuan ini dalam melakukan penyelidikan-penyelidikKannya. Perihal bagaimana cara penyelidikannya itu tidak perlu dikemukakan di sini.

 

Seterusnya profesor tersebut berkata :

 

,,Penyelidikan-penyelidikan dan percobaan-percobaan sudah saya lakukan. Kemudian apa lagi bukti-bukti yang dapat menyebabkan saya sehingga meyakinkan bahwa semua itu tidak benar ? Karena sepanjang penyelidikan dan percobaan itu membuktikan bahwa adanya roh adalah suatu kenyataan yang tidak dapat diingkari lagi, sehingga bukti untuk tidak mempercayainya sudah lenyap sama sekali.

 

Persoalan ada atau tidak adanya roh adalah suatu masalah yang setiap orang dapat meletakkan di hadapan matanya, mau tidak mau terpaksa ia harus memperhatikannya. Sekiranya ia telah memperhatikan dan dapat mencapai kepada hakikat yang dianggapnya sudah matang tetapi jikalau jalan pemecahannya itu tidak melalui pemikiran yang semasak-masaknya, tentulah masih dapat dimasukkan dalam golongan penyelidikan secara tercecer dan sebenarnya ia belum dapat mencapai inti dari hakikat perwujudan itu.

 

Misalnya orang yang mengingkari adanya roh itu, adakah penyelidikan-penyelidikannya sudah mereka lakukan sebaik-baiknya ataukah hanya didasarkan kepada penyelidikan yang tidak mendalam belaka ?

 

Saya juga mengakui bahwa dalam segala hal pengetahuan atau hasil penemuan saya itu uda yang dapat dibenarkan, dimenangkan dan dapat digunakan sebagai pedoman, tetapi tentunya ada pula yang tidak dapat dibenarkan, tidak perlu dimenangkan dan tidak dapat digunakan sebagai pedoman mengenai perwujudan ini, karena semuanya belum lagi cukup untuk menolak kenyataan-kenyataan yang bagi saya adalah merupakan suatu yang hakiki kebenarannya. Tetapi sekalipun demikian, saya merasa juga bahwa apa yang saya kemukakan diatas itu tidaklah bertentangan dengan kenyataan yang dapat kita saksikan bersama dan tidak pula berlawanan dengan undang-undang pokok ilmu pengetahuan yang ada, malahan lebih banyak memberikan ketetapan dan kekokohan asasi.

 

Manakala lapangan penyelidikan ilmu pengetahuan itu luas, maka pasti akan lebih memantapkan pendapat saya diatas yakni akhirnya sampai dapat menjadi pengakuan yang positif bagi orang-orang yang secara resmi terus-menerus berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan itu. Jadi bukan semata-mata pandangan yang gegabah atau terburu nafsu saja mengenai alam yang sukar untuk diketahui itu, tetapi yang juga tidak berbeda atau berjauhan dengan ketentuan-ketentuan alam ini”.

 

Demikianlah sekedar uraian yang dikemukakan oleh profesor itu perihal terbentuknya Persatuan Pembahasan Roh yang didirikan di London pada tahun 1882, suatu persatuan yang mengkhususkan dirinya ke arah penyelidikan ilmu pengetahuan yang ada di Inggeris. Sampai saat kita sekarang inipun persatuan itu masih tetap ada.

 

Percobaan-percobaan untuk penyelidikan roh itu telah dilaksanakan dalam berbagai hal dan keadaan, sehingga catatannya saja terkumpul menjadi kira-kira lima puluh empat bendelan yang besar-besar jilidnya. Ini saja sudah merupakan perpustakaan ilmiah yang sama sekali sukar untuk dicarikan bandingannya dalam masa kapanpun juga dari saat perkembangan akal manusia yang amat pesat ini.

 

Jikalau diantara saudara-saudara pembaca ada yang meng inginkan mengetahui usaha-usaha percobaan-percobaan yang sudah dikerjakan oleh perkumpulan ini, juga betapa kegiatan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya, sebaiknya membaca buah pena Profesor William James dalam kitabnya yang berkepala : ,,Kehendak iktikad”.

 

Selanjutnya dalam halaman 313, Prof. Mayers menulis :

 

,,Perkumpulan Pembahasan Roh ini daerah kerjanya sudah meluas lagi yang asalnya ada di Inggeris, kini telah menjalar ke Amerika. Salah satu hasil yang didapatkan oleh perkumpulan tersebut yang dianggap sangat penting jalah keputusan bahwa dua alam sudah dapat dipertemukan yakni antara alam ilmu pengetahuan dan alam kerohanian.

 

Menurut anggapan saya ialah bahwa perkumpulan ini sekalipun bidang tugasnya amat terbatas sekali, tetapi akan mempunyai pengaruh yang besar sekali dalam ikut menertibkan ilmu pengetahuan manusia. Oleh sebab itu ada baiknya sekiranya dibawah ini saya kutipkan sekedarnya untuk saudara-saudara pembaca apa yang sudah menjadi hasil karyanya selama ini, yaitu :

 

Jikalau kita boleh mempercayai apa yang ditulis oleh beberapa surat kabar atau perkiraan-perkiraan yang diberikan oleh berita-berita radio dan sebagainya, seakan-akan tergambar dalam fikiran kita bahwa sebab utama adanya ikatan batin antara seluruh anggauta yang menggabungkan diri dalam perkumpulan ini hanyalah karena adanya kelemahan akal fikiran serta cepatnya mempercayai sesuatu yang belum tentu ujung pangkalnya. Juga dikatakan bahwa sebagai penggerak langsung dari perkumpulan hanyalah karena adanya kesenangan kepada hal-hal yang ajaib atau mysterieus belaka. Padahal bagaimanakah yang sebenarnya ? Sebenarnya untuk menolak dan melenyapkan persangkaan yang salah dan sesat sebagaimana yang diterangkan di atas itu kiranya cukuplah kalau kita semua suka melihat sepintas lalu saja kepada anggauta-anggauta yang menceburkan dirinya dalam perkumpulan tersebut. Lihatlah siapa ketuanya ? Ketuanya adalah Prof. Saduback, seorang yang amat terkenal sekali ketelitiannya dalam menilai sesuatu dan salah seorang yang paling menentang untuk mengikuti segala pendapat yang termasuk syak wasangka diseluruh daerah Negara Inggeris. Wakil Ketuanya terdiri dari Mr. Arthur Belfour sebagai wakil ketua I dan Prof. G.B. Badiy sebagai Wakil ketua II, yang juga menja: bat sebagai sekretaris umum dari Himpunan Penyelidikan ilmu Pengetahuan di Inggeris pula. Sebagai pejabat dalam seksi penerangannya diambilkan dari anggauta-anggautanya yang aktif bekerja dan dipimpin oleh Prof. Richi, seorang ahli phsycologie bangsa Perancis yang kenamaan dan ulung sekali. Penggerak-penggerak dari anggautaanggautanya itu diperlengkapi pula oleh orang-orang terkemuka lainnya yang cukup ilmu pengetahuannya dan terkenal luas namanya di masyarakat. :

 

Jikalau masih ada lagi orang yang meminta pada saya supaya saya menunjuk suatu surat kabar ilmiah, agar supaya pokok-pokok kesalahannya itu dapat dibersihkan dengan penyelidikan yang seteliti-telitinya, maka tentu akan saya suarakan pula di hadapan Majlis sidang Perkumpulan Pembahasan Roh itu. Sebabnya ini perlu saya kemukakan karena acara-acara pembicaraan yang khusus mengenai phsycologie yang disiarkan oleh surat-surat kabar yang tertentu memuat ilmu pengetahuan ini, agaknya belum sampai dapat mencapai penelitian yang secermat-cermatnya yang kiranya dapat menyamai ketelitian yang diperoleh dari majlis sidang perkumpulan diatas itu. Oleh sebab yang sedemikian ini maka pertentangan pendapat yang sebenarnya dapat menyingkapkan persoalannya dengan jelas, akhirnya tetap tertutup sejak bertahun-tahun lamanya dan tidak dapat diketahui dengan pasti oleh golongan sebagian kaum pertengahan yang mempunyai sangkaan bahwa di dalam tubuh perkumpulan itu rupanya ada perbedaan pendapat yang dirahasiakan.

 

Dahulu jauh sebelum terbentuknya perkumpulan ini, pendapat publik atau rakyat umum sudah diarahkan untuk ditujukan kepada suatu badan yang bernama Club Penyelidik Ilmu Pengetahuan di Inggeris. Badan ini diharapkan dapat membentuk suatu panitia khusus yang bertugas meneliti hal-hal yang lahiriah dari persoalan rohani itu, diadakan penyaringan yang secermat-cermatnya dan pembahasan yang sepelik mungkin. Kemudian dapatlah ditunjuk sebanyak tigapuluh tiga orang tokoh dari sekian banyak tokoh yang ada di dalam perkumpulan tadi untuk melaksanakan tugas yang maha penting ini yang semata-mata berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan. Para sarjana yang ditunjuk itu lalu mengerahkan tenaganya untuk dapat merea. lisasikan persoalan yang sedang dihadapi itu dan dikerjakan dalam waktu selama delapanbelas bulan. Selanjutnya panitia khusus tersebut mengeluarkan pernyataan terbuka yang sudah merupakan ketetapan yang disepakati secara keseluruhan (aklamasi) yang dicantumkan dalam bundelan buku setebal 514 halaman. Seterusnya pernyataan tersebut dicetak dalam sebagian besar bahasa dunia yang banyak terpakai, diterjemahkan dan disebarkan seluas-luasnya.

 

Pada akhir pernyataan tersebut, dicantumkan uraian sebagai berikut :

 

,,Panitia ini mengadakan pertemuan antara anggautaanggautanya itu dengan mengambil tempat-tempat yang khusus yakni di rumah-rumah yang ditentukan untuk anggauta itu dengan maksud agar tidak terjadi kecurangan dari mereka yaitu menghilangkan segala sesuatu yang dapat diperkirakan sebagai persiapan alat-alat untuk menciptakan kenyataan-kenyataan atau penemuan-penemuan yang tidak wajar, juga untuk menghindarkan adanya sebab-sebab yang bagaimanapun juga sifatnya, yang mungkin menghi:langkan kejernihan sesuatu yang hendak diselidiki atau dicoba dan diperbincangkan itu.

 

Panitia berkeras hati untuk mengambil beberapa orang sebagai pegawai atau pembantu yang terdiri dari golongan kaum pertengahan yang harus ikut bekerja sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam karya besar ini. Mereka itu tentu saja mendapatkan upah lumayan dengan pekerjaan: nya itu, sebab sebagai perantaraannya.adalah salah seorang anggauta panitia itu pula. Orang ini dipilihkan dari pribadi yang dapat dipercaya, luhur dipandangan masyarakat dan dalam pergaulan luas cukup berwibawa dan tidak mempunyai ambisi sesuatu untuk memperalat panitia tadi guna kepentingan dirinya sendiri, baik harta atau lainnya.

 

Setiap satu macam percobaan dari sekian banyak percobaan-percobaan itu kita semua melakukannya dengan tekun dan kita laksanakan dengan penuh konsentrasi akal fikiran kita, sehingga dapat kita bayangkan sampai dimana kesangat hati-hatiannya untuk mengadakan penyelidikan itu. Setiap percobaan dikerjakan dengan sabar, perlahanlahan dan satu demi satu. Pemikiran-pemikiran yang semasak-masaknya sudah dicurahkan untuk membuat percobaanpercobaan tersebut dan dilaksanakan dalam berbagai keadaan yang berbeda-beda. Malahan kita semua sudah mengerahkan segala kepandaian serta kepintaran yang ada pada kita yang mungkin kita sumbangkan untuk berhasinya penyelidikan ini. Kita gunakan segala hal-hal yang dapat menyebabkan kesemangatan bekerja, sehingga harapan untuk memperoleh hasil itu tidak akan sia-sia belaka. Juga kiranya percobaan itu dapat dibuktikan dengan seterang-terangnya, dengan menghindari segala macam persangkaan dan tafsiran yang bukan-bukan, atau hanya sekedar didasarkan perkiraan belaka.

 

Selanjutnya panitia merasa cukup untuk memberikan ketetapannya yaitu dengan menyebutkan kenyataan yang pasti dapat dicapai oleh pancaindera. sedang hakikatnyapun dapat disandarkan kepada pembuktian yang memastikan.

 

Pekerjaan itu dimulai oleh empat perlima anggauta anitia. Percobaan-percobaan pertama diadakan. Mula-mua semuanya itu memang amat mengingkari akan adanya kebenaran dari kenyataan-kenyataan ini dan mereka itu kiranya sudah puas dengan sepuas-puasnya sekiranya masalah itu hanya merupakan buah dari pengelabuan belaka, atau hasil dari perkiraan yang bukan-bukan, atau hanya ditimbulkan oleh gerakan yang tidak menurut kebiasaannya bagi urat-urat. Agaknya para anggauta itu semuanya masih tetap menginkari adanya persoalan tadi dan barulah mereka tunduk setelah adanya kenyataan yang jelas dan terang benderang yang tidak mungkin lagi ditentangnya. Dalil-dalil untuk meniadakannya sudah tidak dapat ditegakkan lagi dalam setiap persoalan penyelidikan dari semua yang sudah dikerjakan.

 

Demikianlah apa yang dihasilkan. Jadi setelah adanya percobaan, penyelidikan, latihan dan penelitian yang pelik, teliti dan berulang-ulang, akhirnya seluruh anggauta itu merasa puas dengan cara yang terpaksa sekali bahwa kenyataan-kenyataan yang dapat dilihat di tengah-tengah pe nyelidikan yang amat lama itu adalah kenyataan-kenyataan yang hakiki, benar dan jelas dan tidak tertutup oleh debu sedikitpun ………… ”

 

Begitulah uraian yang tercantum dalam ujung surat penetapan yang tebal itu. Sebenarnya kita sendiri tidak perlu lagi kiranya untuk mengatakan bahwa : ,,Ini adalah sebesar-besar peristiwa yang pernah dicatat oleh sejarah ilmu pengetahuan”.

 

Kiranya sia-sia sajalah jikalau ada seorang yang mempunyai sangkaan bahwa apa yang merupakan hakikat dan kebenaran belum lagi dapat ditemukan oleh ketiga puluh tiga. sarjana itu atau bahwa sarjana-sarjana tersebut sudah mengadakan pengelabuan yang disepakatkan sebelumnya. Kami katakan sia-sia dan tidak berguna sama sekali kalau ada orang yang menyangka sedemikian itu, sebab setiap anggauta dari panitia yang berjumlah tigapuluh tiga orang itu bukan sembarang orang yang dapat dikesampingkan begitu saja. Mereka itu semuanya adalah tokok-tokoh ilmu pengetahuan yang benar-benar selama hayatnya berkecimpung dalam penyelidikan dan penyaringan, membedakan mana antah mana beras, mana busa mana minyak.

 

Pendeknya dalam segala macam pembahasan itu selalu di. teliti dengan secermat-cermatnya, agar setiap orang dapat memperoleh kemanfaatan dari hasil karyanya itu.

 

Perlu kiranya diketengahkan disini bahwa penetapan yang telah mereka susun itu benar-benar memberikan pengaruh dan kesan yang tidak sedikit dalam pandangan seluruh alam semesta ini. Setelah dikeluarkannya penetapan yang penting itu, barulah muncul beribu-ribu ahli ilmu pengetahuan dan cerdik cendekiawan disemua penjuru dunia ikut mengadakan pembahasan dalam hal-hal yang amat luar biasa ini. Mereka lalu menyusun berbagai perkumpulan, beratus-ratus banyaknya. Pendapat yang mereka peroleh lalu disiarkan dalam berbagai majalah yang serupa dan bahkan ada yang mengarangkan naskah dan kitab-kitab sampai beribu-ribu jilid jumlahnya. Perkumpulan-per: kumpulan yang mereka dirikan itu sampai saat kita sekarangpun masih tetap berdiri, sedang perhatian yang dicurahkannyapun makin hari makin bertambah dan makin sering pula diadakannya percobaan-percobaan secara lebih mendalam lagi, juga pembahasan-pembahasan yang lebih teliti dan cermat. Gabungan dari berbagai perkumpulan yang geasas itu sudah mengadakan lima kali kongresnya yang dibentuk secara international yakni di London, Paris dan lainlain. Dalam setiap kongres itu dikeluarkanlah penetapan yang baru yang lebih mengokohkan lagi dari penetapan yang pertama di atas. Juga penetapan-penetapan itu dicetak dalam berbagai bahasa dunia yang hidup”.

 

Seterusnya sesudah Prof Mayers menyebutkan penyaksian dan kepercayaan sebagian besar para sarjana tentang adanya suatu alam yang ada dibalik alam yang kasar ini, lalu ia menulis selanjutnya :

 

,,Saudara-saudara pembaca tentunya dapat mengetahui dari uraian yang kami cantumkan dimuka bahwa para sarjana yang dengan tekun mempelajari persoalan alam dan apa-apa yang ada di alam ini, kiranya sudah jelaslah bagi mereka itu, sesudah adanya penemuan-penemuan yang baru dan amat penting sekali, yang belum pernah terlintas dalam hati mereka, bahwa batas-batas ilmu pengetahuan ini sebenarnya masih amat jauh sekali dari yang sudah mereka capai sekarang.

 

Selain itu apa yang telah mereka peroleh, belum lagi melampaui hubungan-hubungan yang ada antara sebagian apa-apa yang terjadi dalam perasaan mereka yakni dari benda-benda yang maujud ini.

 

Jadi mengenai puncak dari segala yang maujud atau pun hakikat dari peraturan-peraturan yang menggerakkan ketertibannya, maka kedua persoalan ini hingga sekarangpun masih belum dapat dipecahkan, masih merupakan rahasia.

 

Bukankah sudah jelas bahwa meletakkan batas bagi sesuatu kemungkinan adalah termasuk ketololan dan kebodohan, sedang mendustakan sesuatu yang sebenarnya belum diketahui dengan pasti adalah termasuk kegoblokan dan kekurangan akal.

 

Saudara-saudara pembaca juga mengetahui bahwa ada sekelompok sarjana yang seperti mereka itu ada pula yang berhasil dalam usahanya sejak sembilanpuluh tahun lebih sesudah adanya peristiwa-peristiwa yang membenarkan dan yang memberikan petunjuk jelas akan adanya suatu alam dibalik alam kasar yang dapat dirasakan ini, hingga dapat menembus hakikat alam tadi. Itu semua juga dilakukan dengan menempuh cara-cara yang lazim dilalui untuk memperoleh ilmu pengetahuan yakni dengan mengeluarkan pembuktian serta dengan jalan berbagai percobaan. Kemudian dengan adanya hasil-hasil yang mereka capai, dapatlah mereka terhenti pada berbagai persoalan yang belum pernah menjelma dalam hati sanubari mereka itu sebelumnya, yang memberikan kesimpulan bahwa roda ilmu pengetahuan telah berputar ke poros aselinya kembali. Mereka akhirnya menetapkan adanya, sedang dahulu sudah pernah ditetapkan ketiadaannya. Kini mereka juga mencela dan mencemoohkan kepada orang-orang yang tidak mempercayainya sebagaimana dahulu mereka amat mencela dan mencemoohkan orang-orang yang mengatakan adanya.

 

Bukan sekali-kali maksud kami ini hendak menetapkan kebenaran sesuatu yang dijelaskan oleh wahyu itu dengan bersandarkan penemuan-penemuan yang dilakukan oleh para sarjana yang menyelidiki alam dibalik alam kasar ini, Itu tidak sama sekali. Sebabnya ialah karena jauh sebelum Itu kitapun telah menetapkan adanya dengan jalan menggunakan perasaan kita sendiri. Perasaan itu sudah meru:pakan gharizah yang diatasnya itulah ditetapkannya semua hal ihwal yang dimiliki oleh segala macam binatang, juga dari berbagai peristiwa-peristiwa yang utama dan indah.

 

Tetapi sebabnya kami mengadakan pembahasan semacam ini ialah karena kita merasa puas sekali, sekiranya da. lam pembahasan ini dapat kita tunjukkan bukti-bukti bahwa pada suatu ketika manusia itu pernah juga melampaui saat penuh pancaroba sehingga terpengaruh sekali dengan hasil-hasil kebendaan. Namun demikian akhirnya juga memasuki kembali kedalam ikatan kehidupan yang lurus, yang disaat itu penemuan-penemuan perihal roh dapat sesuai dan sependapat dengan apa yang diperoleh dari jalan kenubuwatan yakni yang diucapkan oleh para nabi dan rasul. Malahan dapat pula bertemu dan cocok betul antara apa-apa yang didapati oleh akal fikiran dengan ilmu pengetahuan yang hakiki. Dengan demikian dapatlah kehidupan itu menempuh jalan lurus menurut jalan yang seharusnya ditempuh yang dapat menghantarkan seseorang kepada kesempurnaan yang sebenar-benarnya, bersih dari segala kesyubhatan serta keragu-raguan yang mengotori hatinya, juga dari kebimbangan yang tidak wajar yang hanya dapat membingungkan akal saja.

 

Sampai disini perjalanan yang ditempuh oleh ilmu pengetahuan, jikalau ditilik dari sudut kerohanian sampai pada akhir pertengahan dari abad keduapuluh.

 

Demikianlah keadaannya sampai saat itu, tetapi tibatiba digegerkan kembali oleh akal dan pendapat seorang yang bernama Wiliam Macdogel. Ia berpendapat bahwa kenyataan-kenyataan dari penyelidikan roh yang amat jarang terjadinya, sebagaimana yang telah kami uraikan dimuka dan yang sudah digunakan sebagai pegangan oleh para sarjana yang dahulu-dahulu dalam penetapannya, yakni kenyataan-kenyataan yang dapat memberikan pedoman pada perantaraan guna penyelidikan kerohanian, semua itu dianggapnya sebagai hal yang jarang berlaku dikalangan perorangan. Oleh sebab itu olehnya dianggap sebagai suatu kemustahilan untuk membuat percobaan-percobaan secara berulang dengan teratur dengan penelitian ilmu pengetahuan yang dikehendaki, yang pokoknya hendak menetapkan kenyataan-kenyataan yang ada di alam ini serta peraturan-peraturan atau hukum-hukum yang berlaku di dalamnya.

 

Kemudian Macdogel meminta kepada kawannya yakni Dr. Rein yang menjadi mahaguru botani dan juga sebagai anggauta Perkumpulan Pembahasan Roh yang sudah diuraikan di muka, agar supaya diperlihatkannya kembali susunan secara ilmiah sebagai percobaan, yang kiranya dapat menundukkan persyaratan-persyaratan ilmiah dan dapat dilaksanakan berulang-ulang, juga untuk memantapkan kepelikan ilmu pengetahuan ini. Macdogel sendiri hendak membuat suatu tempat percobaan sendiri untuk menentukan macam penyelidikan yang secara khusus sekali. Ternyatalah bahwa disuatu tempat sudah didirikan suatu laboratorium di ruang bagian penyelidikan jiwa (Phsycologi) di Universitas Duck yang termasuk wilayah Carolina Utara di Amerika Serikat.

 

Pada suatu hari Rein dengan disertai oleh isterinya yang juga sebagai guru botani masuk dalam bilik kerja yang disiapkan itu. Dalam permulaan pertengahan ketiga, dimulainya penvelidikan yang seksama itu. Penelitian-penelitian secara mendalam yang merupakan percobaan-percobaan dilakukan baik-baik. Didalamnya terdapatlah semua alat pengecekan yang teliti, alat penetapan ilmu pengetahuan secara mantap dan kokoh, sehingga hasil yang akan diperolehnya dari percobaan-percobaan ini tentu akan dapat memberikan kesan dan hasil yang lebih dapat dipercaya dan lebih dapat dipertanggung jawabkan dari pada isi ketetapan-ketetapan dengan menggunakan percobaan ilmiah yang lampau.

 

Tiba-tiba apakah yang dapat dihasilkannya ?

 

Hasil dari penyelidikan pereobaan yang cermat ini memberikan ketetapan terakhir sebagai berikut ini :

 

  1. Rein dan pembantu-pembantunya menetapkan adanya kenyataan-kenyataan adanya roh yang berdiam dan mulailah dengan kenyataan lain yakni adanya perpindahan pemikiran secara televisi. Hal ini semuanya menetapkan tentang adanya roh secara ilmiah.

 

  1. Mereka juga menetapkan adanya kenyataan pandangan penembusan yakni penglihatan terang sekalipun jauh. Yang dimaksudkan ialah dapat merasakan segala peristiwa yang terjadi dalam jarak yang amat jauh sekali. Hal inipun ditetapkan adanya.

 

  1. Mereka menetapkan pula bahwa perpindahan pemikiran serta penglihatan terang sebagaimana di atas itu adalah sebagai kenyataan dari bentuk satu yang mereka beri nama : ,,Mencapai sesuatu di luar pancaindera”.

 

  1. Mereka menetapkan bahwa kenyataan pencapaian di luar pancaindera itu tidak tunduk sama sekali kepada ikatan yang berhubungan dengan tempat atau waktu. Jadi berbeda sekali dengan benda-benda lahiriah lainnya yang pasti tunduk dengan adanya tempat dan waktu itu. Demikian pula halnya dengan kenyataan-kenyataan kekuatan tenaga, baik yang berupa elektris, zat panas, cahaya dan lain-lain sebagainya, dengan pengertian tenaga penarik atau tenaga cahaya itu tunduk kepada peraturan perempatan. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa kekuatan daya penarik atau kekuatan cahaya itu menjadi surut dengan menilik keadaan yang sesuai dengan perempatan jarak jauh, ditilik dari sumber cahaya itu sendiri. Atau dengan uraian lain lagi ialah bahwa kekuatan daya penyinaran dari sebuah lilin itu apabila diletakkan menjauh dari orang yang melihatnya dari jarak sepanjang semeter, jika dijauhkan sampai dua meter yakni bahwa kelemahan jarak itu menurunkan kekuatan penyinaran sampai seperempatnya, jadi kebalikan dari persegi 2 yaitu 4, maka menjadi 1/4.

 

Demikianlah dilihat dari sudut ikatan tempat yang semua kekuatan tenaga pasti tunduk padanya.

 

Begitu pulalah halnya yang berhubungan dengan ikatan waktu yang menurut istilah ilmu alamnya dinamakan peraturan sebab-menyebabkan yakni hubungan antara sebab dan apa yang disebabkan. Jelasnya ialah bahwa sebab itu senantiasa mendahului adanya hasil, tetapi peraturan yang sedemikian ini dapat patah dalam percobaan pancaindera, dengan pengertian bahwa akan timbullah saling berjauhan. Dengan demikian maka muncullah pencapaian akal fikiran terhadap sesuatu kejadian dan inilah yang merupakan buahnya. Kejadian ini akan tampak sebelum timbulnya kejadian itu sendiri di alam kasar ini, sedangkan ini yang sebenarnya merupakan pemberi bekasnya atau yang menjadi sebab.

 

  1. Para penyelidik itu menetapkan bahwa akal itulah yang dapat memperoleh bekas dengan peraturan umum yang terkenal dengan sebutan ilmu jiwa. Peraturan itu jalah hukum pembekasan, menerima atau menolaknya. Demikian pula halnya akal, karena ja dapat merasa atau mendapat pembekasan dengan adanya sesuatu benda dengan jalan penemuan di luar pancaindera. Begitu juga pembekasan itu akan terasa pula akibatnya dalam benda dengan adanya tenaga yang oleh para ahlinya disebut tenaga jiwa penggerak. Jadi akal itupun dapat memberi pembekasan kepada benda tanpa adanya hubungan kebendaan yang melekat.

 

  1. Manakala disana itu memang dapat diyakinkan adanya penemuan yang diluar pancaindera dan betul-betul ada tenaga jiwa penggerak, maka inilah yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa setiap peribadi manusia itu pasti mempunyai suatu belahan bagian yang tidak mau tunduk kepada hukum-hukum alam yang dikenal dalam ilmu fisika dan kimia. Belahan bagian inilah yang dipercayai sebagai roh atau nyawa.

 

Barangsiapa yang ingin memperoleh penjelasan yang lebih mendalam lagi dalam pembahasan ini, sebaiknya menelaah saja dalam kitab ,,Akal dan kekuasaan serta pengaruhnya” yang dikarang oleh G.B. Rein serta terjemahannya oleh Doktor Mohammad Haloji. Dalam kitab tersebut terdapat banyak sekali pembahasan yang amat luas sekali dalam jurusan ini. Didalamnya banyak pula pembicaraanpembicaraan perihal percobaan-percobaan yang sudah ditunjukkan kepada seluruh peserta kongres bagi setiap sarjana di wilayah Amerika Serikat yang memperbincangkan perihal ilmu pasti alam ataupun ilmu jiwa. Maksudnya ialah untuk mengambil pengikraran mereka itu semua mengenai penyelidikan-penyelidikan yang baru diselesaikan itu. Dengan demikian percobaan-percobaan itu kini telah menjadi suatu bahan ilmiah yang penting sekali untuk dinilai, diuji, dikecam dan diperdebatkan.

 

ROH MAKHLUK BARU.

 

Roh adalah termasuk makhluk yang baru atau hawa, dits. Ia bukanlah benda yang gadim atau dahulu. Demikian: lah yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin. Tampaknya bahwa roh itu muncul setelah tubuh itu menjadi sempurna kejadiannya. Roh itu menjelma dalam tubuh dan terus berdiam di dalamnya sejak manusia masih dalam kandungan ibunya.

 

Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. telah memberikan pelajarannya, sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits yang diceriterakan oleh Abdullah bin Mas’ud r. ‘anhuma, katanya :

 

Rasulullah s.a.w: memberitahukan kepada kita dan beliau adalah orang yang benar kata-katanya serta dapat dipercaya, sabdanya :

 

,,Sesungguhnya seseorang dari kamu semua itu dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empatpuluh hari (asal air mani), kemudian menjadi segumpal darah beku itupun selama empatpuluh hari, selanjutnya menjadi segenggam daging juga selama empatpuluh hari. Seterusnya Allah Ta’ala lalu mengutus Seorang malaikat, maka iapun meniupkan roh didalam tubuhnya. Malaikat ini diperintah mencatat empat kalimat yakni mengenai rizki orang itu, ajal kematiannya, amal perbuatannya dan celaka atau bahagianya.

 

Maka demi Dzat yang tiada Tuhan selain dari Dia, sesungguhnya seseorang dari kamu semua itu niscaya ada yang menjalankan amalan ahli surga, sehingga tidak ada jarak antara ia dengan surga itu kecuali hu.rya sehasta, tetapi telah didahului oleh catatan (ketentuan), lalu iapun menjalankan amalan ahli neraka, maka akhirnya masuklah ia ke dalam api neraka itu.

 

Sesungguhnya ada pula seseorang dari kamu semua itu, niscaya menjalankan amalan ahli neraka sehingga tidak ada jarak antara ia dengan neraka itu kecuali hanya sehasta, tetapi telah didahului oleh catatan (ketentuan), lalu iapun menjalankan amalan ahli surga, maka akhirnya masuklah ia kedalam surga itu”.

 

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

 

ROH DAN JIWA

 

Kata-kata Roh dan Jiwa (nafs) itu mempunyai pengertian dan makna yang sama saja.

 

Lihatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini : ,,Allah yang mengambil jiwa (roh) manusia itu ketika wafatnya dan ketika tidurnya sebelum wafat, lalu ditahannya jiwa (roh) yang sudah wafat, serta dikembalikan jiwa (roh) yang lain (yang sedang tidur), sampai waktu yang ditentukan”. S. Zumar 42.

 

Juga firmanNya :

 

,,Alangkah dahsyatnya jikalau engkau melihat orang-orang yang menganiaya (bersalah) itu sedang merasakan tekanan sakaratul maut dan malaikat telah mengembangkan tangannya sambil mengatakan : ,,Lepaskanlah jiwamu (rohmu)?”. S. An’am 93.

 

Kata nafs yang jamaknya (pluralnya) berbunyi anfus m kedua ayat di atas itu artinya juga roh, jiwa, sukma atau nyawa. Jadi tujuannya adalah sama saja.

 

AlQuran Alkarim menyebutkan adanya nafsu ammarah bissu’ (jiwa yang banyak menyuruh keburukan), nafsu law. wamah (jiwa yang suka sekali mencela diri sendiri) dan nafsu mutma’innah (jiwa yang tenang). Semuanya itu bukanlah merupakan bagian dari macam-macamnya jiwa, tetapi sebenarnya hal itu hanyalah menunjukkan sifat-sifat dari jiwa itu. Jelasnya adalah sebagai berikut :

 

Pertama : Nafsu itu apabila keadaannya dapat menguasai watak yang jujur dan dapat memerintah tabiat yang berdasarkan fithrahnya sehingga dapat mengalahkan kesucian yang murni dan persiapan yang masih aseli, maka nafsu yang sedemikian inilah yang disebut nafsu ammarah bissu’ yakni senantiasa mengajak pemiliknya itu untuk berlaku buruk dan berbuat kejahatan.

 

Perihal nafsu ammarah bissu’ ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

,,Dan aku tidaklah membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu suka sekali menyuruh kepada keburukan, melainkan nafsu yang dikeruniai rahmat oleh Tuhanku”. S, Yusuf 53.

 

Jiwa yang sebagaimana di atas itu apabila diberi pelajaran dan pengajaran yang baik, serta dididik dengan keagamaan serta diajak meneliti berbagai percontohan dan suri teladan yang ada di sekitarnya, maka akan dapatlah ditemukan hati nuraninya (dlamir) yang betul-betul bersih. Ini adalah merupakan berbagai perasaan jiwa yang bersifat sebagai penyelidik atau pengawas dari manusia itu sendiri yang mengajaknya ke arah kebaikan dan mencegah keburukan. Ia akan selalu membuat perhitungan setiap selesai mengerjakan sesuatu perbuatan dan oleh sebab itu apabila yang dilakukannya itu berbentuk kebaikan, maka iapun akan merasa tenang dan gembira sedang jikalau yang dilakukannya itu berbentuk kejahatan, maka iapun akan merasa tidak senang dan amat mengingkarinya.

 

Kedua : Jikalau nafsu itu sudah mencapai tingkat sebagai peneliti, pemeriksa dan selalu membuat perhitungan pada amalan yang dilakukan, yang baik atau yang buruk, kemudian merasa tenang dengan adanya kebaikan dan meyasa berdukacita dengan adanya keburukan, maka nafsu atau jiwa yang sedemikian inilah disebut nafsu lawwamah yakni jiwa yang suka mencela dirinya sendiri disamping perasaan gembiranya melihat kebaikan. Jiwa sedemikian ini sudah menduduki tempat pengoreksian dari tubuh manusia itu sendiri.

 

Dalam hal adanya nafsu lawwamah ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,Aku bersumpah dengan hari kiamat.

Dan Aku bersumpah pula dengan jiwa yang amat mencela (menyesali dirinya sendiri)”. S. Oiamah 1-2.

 

Ketiga : Manakala manusia itu telah dapat mencapai tingkat yang luhur dalam soal penjagaan jiwanya yakni dapat memerangi hawa nafsunya dan bersih dari pengaruhnya itu, juga dapat mengekang kesyahwatannya, mengatasi segala macam kekurangan atau kerendahan jiwa, dirinya dapat dibawanya ke arah merebut kebenaran, kebaikan, keindahan dan kesempurnaan, maka manusia yang sedemikian ini sudah dapat dikatakan mencapai tingkat kebijaksanaan din kelurusan yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala yakni yang seharusnya ditemukan oleh setiap manusia dalam kehidupan ini, dengan tujuan terakhir ialah supaya manusia itu dapat berada di sisi Allah Ta’ala di alam akhirat nanti dengan memperoleh keridlaanNya se. cara sempurna.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tetapi Allah telah menimbulkan cintamu kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu terasa indah dalam hatimu dan ditumbuhkannya dalam hatimu rasa kebencian terhadap kekafiran, kejahatan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang benar”. S. Hujarat 7.

 

Jikalau seseorang itu sudah dapat mencapai tingkat yang tertinggi dalam hal kejiwaan sebagaimana yang tersebut di atas, maka sudah pastilah bahwa jiwanya itu marasa tenang, tenteram dan puas sekali dengan kebenaran dan kebaikan. Disaat itulah boleh dikatakan bahwa dalam jiwanya itu sudah tumbuh nafsu muthmainnah atau jiwa yang tenang.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hai jiwa yang tenang tenteram. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan merasa senang (kepada Tuhan) dan diridlai (oleh Tuhan).

 

Maka masuklah dalam golongan hamba-hambaKu. : Dan masuklah dalam surgaKu”. S. Fajr 27-30.

 

Demikianlah yang disebut jiwa muthmainnah itu.

 

Perlu kita maklumi bahwa sekiranya seseorang manusia itu belum sampai kepada tingkat muthmainnah, maka samalah artinya bahwa ia masih mempermudah dirinya untuk diletakkan dalam bencana dan kerugian yang tidak mungkin lagi nantinya akan dapat dikejar guna mencapainya itu.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan jiwa dan apa yang oleh Allah dijadikan untuk menyempurnakannya.

Maka Dia mengilhamkan padanya yang salah dan yang tagwa (benar).

Maka sungguh beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya.

Dan sungguh merugilah orang yang mengotorkannya”. S. Syams 7-10.

 

ROH SESUDAH BERPISAH DENGAN TUBUH

 

Roh itu setelah berpisah dengan tubuh, maka disaat itulah terjadinya kematian. Namun demikian roh tersebut masih tetap dapat menangkap untuk mendengarkan siapasiapa yang berziarah padanya, ia dapat mengenalnya dan bahkan dapat membalas salam seseorang yang memberikan salam padanya. Roh itu dapat pula merasakan lezatnya kenikmatan dan dapat pula merasakan sakitnya siksa neraka jah’m.

 

Ibnu Taimiah berkata :

 

»Banyak sekali uraian-uraian dari hadits yang menyebutkan bahwa mayit itu dapat mengenal serta mengetahui hal-ihwal keluarga dan sahabat-sahabatnya di dunia dan bahwa soal-soal sedemikian itu ditunjukkan padanya. Ia dapat mengetahui pula apa yang dilakukan didekatnya, selanjutnya ia akan merasa gembira jikalau apa yang dilihatnya itu sebagai kegembiraan “yang menyenangkan, tetapi akan merasa sedih apabila yang dilihatnya itu seba: gai berita dukacita yang menyusahkan.

 

Diriwayatkan bahwa (‘Aisyah r. ‘anha, setelah dimakamkannya Umar r.a., ‘Aisyah itu lalu menutup seluruh ‘aurat badannya dan berkata : ,,Dahulu yang dikuburkan disini adalah ayah dan suamiku. tetapi sekarang ditambah dengan Umar sedang ia adalah orang lain (bukan mahramnya, maka ia harus menutup ‘auratyna)”.

 

Jelaslah bahwa sebabnya beliau r. ‘anha menutup tubuhnya adalah karena Umar yang dianggap sebagai orang yang bukan mahramnya itu dapat melihat dirinya.

 

Ada pula hadits lain yang menyebutkan bahwa orangorang yang telah mati bertanya kepada mayit yang baru ditanam perihal keluarga dan lain-lain, maka mereka mengetahui hal-ihwal siapa-siapa yang ditanyakannya itu. Ia dapat mengerti pula karena pertanyaannya itu bahwa si Fulan itu dapat anak atau si Fulanah itu sudah kawin”.

 

SU-AL DALAM KUBUR

 

Ahlus sunnah .wal jama’ah sependapat bahwa setiap manusia itu setelah meninggal dunia, pasti akan ditanya dan inilah yang disebut su-al yakni pertanyaan dalam kubur. Pertanyaan itu diajukan baik setelah ia dikuburkan di dalam tanah ataupun tidak dikuburkan. Jadi andaikata ada seseorang yang matinya itu sebab dimakan oleh binatang buas ataupun dibakar sehingga menjadi abu lalu abu itu dihambur-hamburkan diudara, ataupun ia tenggelam dalam air lautan, maka dalam keadaan yang semacan itupun ja pasti diberi pertanyaan juga tentang amalan-amalannya. Selanjutnya iapun akan diberi balasan dengan kebaikan, jikalau amalan-amalannya memang baik dan akan diberi balasan jelek jikalau amalannya itu memang jelek. Kenikmatan ataupun siksaan akan diberikan kepada jiwanya serta tubuhnya bersama-sama.

 

Ibnul Qayyim berkata :

 

»Madzhab ummat salaf (dahulu) serta para imamimamnya berpendapat bahwa jikalau seseorang manusia meninggal dunia, maka ia akan mendapatkan kenikmatan ataupun siksaan. Kedua macam keadaan yakni kenikmatan atau siksaan ini akan dirasakan oleh roh dan badannya juga. Roh itu sekalipun telah berpisah dengan tubuhnya akan tetap dapat merasakan kenikmatan atau siksaan itu. Roh itu adakalanya dapat berhubungan kembali dengan tubuhnya dan dengan demikian, maka tubuh bersamasama dengan roh tadi akan sama-sama dapat merasakan kenikmatan atau siksaan tersebut.

 

Dikemudian hari nanti, apabila saat hari kiamat telah tiba, maka roh-roh itu akan dikembalikan lagi dalam tubuhnya, merekapun lalu bangkit dari masing-masing kuburnya untuk menghadap kepada Tuhan yang menguasai seluruh alam ini. Adapun kembalinya tubuh sebagaimana asal mula seperti yang dimiliki ketika di dunia itu sudah dise: pakati oleh seluruh kaum muslimin, Yahudi dan Nasrani. Semua agama yang berasal dari Allah Ta’ala sependapat dalam hal ini”.

 

Disebutkan dalam musnadnya Imam Ahmad bin Ham: bal r.a., juga dalam kumpulan hadits Shahih dari Ibnu Abi Hatim, demikian :

 

Nabi Muhammad s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya mayit itu setelah. diletakkan dalam kuburnya, sebenarnya dapat terdengarlah olehnya bunyi suara terumpah (alas kaki) orang-orang yang mengantarkannya itu, sehingga mereka jauh meninggalkannya.

 

Apabila mayit itu seorang mukmin (mempunyai keimanan), maka shalatnya itu diletakkan di arah kepalanya, puasa di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, mengerjakan kebaikan seperti sedekah, mengeratkan hubungan keluarga, perbuatan baik dan keutamaan yang lain-lain itu diletakkan diarah kedua kakinya.

 

Seorang mukmin didatangi duri arah kepalanya, lalu shalatnya berkata : ,,Dari arahku ini tidak ada tempat masuk”.

 

Kemudian didatangi dari arah kanannya, puasapun berkatalah : ,,Dari arahku juga tidak ada tempat masuk”.

 

Selanjutnya didatangilah dari arah kirinya, dan zakatpun ber.katalah : ,,Dari arahku tidak ada jalan masuk”.

 

Akhirnya didatangilah dari arah kedua kakinya, maka berkatalah perbuatan-perbuatan kebaikan baik yang berupa sedekah, mempereratkan hubungan keluarga, kelakuan-kelakuan baik : »Dari arahku inipun tidak ada jalan masuk”.

 

Seterusnya kepada mayit itu dikatakanlah : ,,Duduklah?”. Iapun duduk. Diarah sana telah dibayang-bayangkan seolah-olah tampak matahari dalam keadaan sudah hampir terbenam. Kepada mayit itu lalu dikatakan : ,,Orang ini yang ada dahulu dikalanganmu, bagaimanakah menurut pendapatmu ? Bagaimana persaksianmu terhadap orang tadi”.

 

Mayit itu berkata : ,,Biarkanlah dulu aku bersembahyang”.

 

Kedua malaikat (Munkar dan Nakir) berkata : ,,Engkau akan dapat bersembahyang sebentar nanti. Beritahukanlah dulu pada kita perihal pertanyaan yang kita ajukan itu ! Berikanlah penjelasan pada kita mengenai orang yang ada dikalanganmu itu, bagaimanakah pendapatmu, apa yang dapat kau ucapkan tentang dirinya dan bagaimanakah persaksianmu terhadapnya ?”

 

Mayit itu lalu berkata : ,,Ia adalah Muhammad s.a.w. Saya menyaksikan bahwa ia adalah utusan Allah yang datang dengan membawa kebenaran dari sisi Allah”.

 

Kemudian dikatakanlah kepada mayit itu: ,,Demikian itulah memang yang engkau jadikan pegangan dalam hidupmu, demikian itu pula dalam kematianmu dan demikian itu pula engkau dibangkitkan Insya Allah”.

 

Kemudian dibukakanlah untuknya pintu kearah surga.

 

Kepadanya dikatakan pula : ,,Inilah tempat tinggalmu dan itu pulalah yang disediakan oleh Allah untukmu yakni segala sesuatu yang ada didalamnya”. Mayit itu merasa memperoleh kenikmatan besar dan amat sukacita hatinya. Kemudian diluaskanlah untuknya tempat yang ada dalam kuburnya itu sampai tujuhpuluh hasta dan diberi penerangan sinar pula didalamnya.

 

Tubuhnya dikembalikan sebagaimana permulaan dahulu. Rohnya diletakkan dalam kelompok roh yang suci yakni dalam tubuh seekor burung bergantung disalah satu pohon surga”. Rasulullah s.a.w. melanjutkan sabdanya : ,,Hal yang sedemikian itu sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah Ta’ala:

,,Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang mantap dalam kehidupan dunia dan juga di akhirat”. S. Ibrahim 27.

 

Seterusnya Rasulullah s-a.w. menyebutkan pula hal ihwal dan keadaan orang kafir yakni sebagai kebalikan dari yang diuraikan diatas itu, sampai pada sabdanya :

 

,,Kemudian disempitkanlah pada orang kafir itu dalam kuburnya sehingga remuk redamlah tulang-tulang rusuknya. Yang sedemikian itulah kehidupan yang sulit (sengsara), sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

Maka sesungguhnya untuk orang kafir itu adalah kehidupan yang sengsara dan Kami (Allah) akan mengumpulkannya pada hari kiumat dalam keadaan buta”. S. Thaha 124.

 

BEBERAPA PENDAPAT PERIHAL SUAL DALAM KUBUR

 

Alhafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari berata :

 

Ibnu Hazm berpendapat bahwa perihal sual yakni pertanyaan dalam kubur atau lain-lainnya itu hanya dihadapkan kepada ruh belaka tanpa kembalinya roh itu kedalam tubuhnya. Pendapat demikian ini juga dipegang oleh Ibnu Hubairah.

 

Tetapi pendapat sebagaimana diatas itu tidak disepakati oleh jumhur ulama yang ternama. Jumhur ulama berpendapat bahwa roh itu dikembalikan kepada tubuhnya atau sebagiannya, sebagaimana yang sudah ditetapkan sendiri oleh hadits Rasulullah s.a.w. Jikalau sual kubur itu hanya dilakukan terhadap rohnya saja, maka kiranya tidak ada kekhususan sama sekali dalam urusan tubuhnya.

 

Perihal pertanyaan yang dihadapkan kepada roh dengan badannya sekali itu tidak dapat tertolak yakni masih tetap berjalan sekalipun tubuh mayit itu sudah bercerai-berai, sebab Allah Ta’ala juga Maha Kuasa untuk mengembalikan kehidupan itu kepada sebagian tubuhnya dan kepadanya itulah pertanyaan dilaksanakan. Ini tidak mustahil sama sekali, sebagaimana halnya Allah Ta’ala juga Maha Kuasa untuk mengumpulkan seluruh bagian-bagian tubuh-tubuhnya itu.

 

Adapun yang memperkirakan bahwa pertanyaan itu semata-mata hanya ditujukan kepada roh saja, karena tidak terdapatnya bekas-bekas — pengaruh — yang nyata pada tubuh mayit dari akibat pertanyaan — yang dilakukan oleh Mungkar dan Nakir — seperti bekas didudukkan, disempitkan dan diluaskan kuburannya. Bahkan hal ini dapat dibuktikan pula terhadap seseorang yang matinya dengan disalibkan.

 

Untuk menjawab uraian sebagaimana yang tertera diatas itu Jumhur ulama memberikan jawabnya demikian:

 

,,Perihal tidak dapat disaksikan atau tidak membekas sama sekali dalam tubuh mayit itu, tidak dapat digunakan sebagai hujah bahwa hal itu tidak benar-benar sebagaimana yang dilihat. Sebabnya ialah karena hal seperti itu tidaklah tertolak dalam kekuasaan Allah Ta’ala. Malahan kita dapat memberikan contohnya dalam keadaan sehari-hari, yakni seperti orang tidur. Bukankah orang tidur itu dapat merasakan kelezatan dan juga dapat merasakan kesakitan. Orang yang duduk didekat orang yang tidur itu tentulah tidak dapat menyaksikan atau ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang sedang tidur tadi. Tidak hanya demikian, malahan orang yang sedang jaga (melek atau tidak tidur) juga dapat merasakan kesakitan atau kelezatan dari apa yang didengarnya, atau yang sedang difikirkannya, tetapi kawan duduk dengannya tidak dapat ikut merasakan apa yang dirasakan oleh sahabatnya. Harya saja yang mungkin dapat menimbulkan kesalahan ialah cara mempersamakan antara orang yang tidak tam: pak dengan orang yang menyaksikan atau hal-ihwal dari apa yang terjadi setelah mati dengan apa yang sebelum mati itu sendiri.

 

Namun demikian, suatu hal yang nyata ialah bahwa Allah Ta’ala dapat memalingkan atau menghindarkan penglihatan serta pendengaran orang-orang banyak dari menyaksikan hal itu dan ditutupkannya dari orang-orang yang sedang ada disampingnya. Ini dimaksudkan agar mereka tetap tidak mengerti akan hal itu supaya mereka tidak mempunyai kesan yang tidak sewajarnya. Lagi pula tidak mungkin bahwa anggota yang dikhususkan untuk digunakan di alam dunia ini dapat mempunyai kekuasaan guna memperoleh atau mencapai soal-soal keakhiratan, kecuali tentunya bagi orang-orang yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala.

 

Jadi secara ringkasnya bahwa kelezatan atau siksa yang dialami dalam kubur, juga adanya pertanyaan-pertanyaan dan bahwa hal itu dihadapkan kepada semua yang baru meninggal dunia, baik ia ditanam dalam tanah, dibakar atau ditenggelamkan dalam lautan, semuanya itu jelas ada keterangannya yang shahih dari hadits-hadits Rasulullah s.a.w. dan oleh sebab itu merupakan pendapat yang terbesar dan terbanyak dari kalangan Jumhur ulama. Diantara penjelasan-penjelasan dalam hadits-hadits yang menyatakan hal-hal diatas ialah sabda-sabda Rasulullah

 

  1. Mayit itu mendengar suara gerakan terumpah-terumpah yang mengantarkannya.
  2. Remuk redamlah tulang-tulang rusuknya karena dijepit oleh kubur yang disempitkan.

3, Ia mendengar suaranya ketika dipukul dengan palu godam.

  1. Dipukullah diantara kedua telinganya.
  2. Lalu kedua malaikat itu mendudukkannya.

 

Semua perbuatan-perbuatan itu adalah sifat-sifat dari pada tubuh kasar.

 

KEDIAMAN ROH-ROH

 

Ibnul Qayyim telah menuliskan sebuah fasal yang didalamnya disebutkanlah berbagai ucapan atau pendapat para alim ulama mengenai bab : Kediaman roh-roh. Selanjutnya ia menyebutkan suatu pendapat yang dapat dianggap menang atau rajih, sebagaimana yang diterangkan dibawah ini :

 

Roh-roh itu berbeda-beda tempat kediamannya dalam alam barzakh. Perbedaannya sangat berjauhan sekali antara yang segolongan dengan golongan lainnya.

 

Diantaranya ada roh-roh yang berdiam di tempat yang tinggi dari kalangan yang tertinggi (a’la illiyyin) di alam yang tertinggi itu. Mereka itu adalah rohnya para nabi shalawatullah wa salamuhu ‘alaihim. Mereka inipun berbeda-beda lagi tempat kedudukannya, sebagaimana yang disaksikan sendiri oleh Nabi Muhammad s.a.w. pada malam beliau s.a.w. melakukan isra’. Diantaranya lagi ada roh-roh di tempat-tempat kediaman burung-burung yang-indah molek yang berkeliaran di

 

surga sekehendak hatinya. Mereka itu adalah roh-rohnya para pahlawan syahid, tetapi sebagian saja dari golongan mereka itu. Jadi tidak semuanya. Bahkan diantaranya orang-orang yang mati syahid itu ada yang rohnya terkurung dan tidak dapat masuk surga karena ia memiliki hutang yang wajib dikembalikannya ataupun ada sebab-sebab yang lain lagi. Hal ini diterangkan dalam masnad dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy, ia berkata :

 

,,Buhwasanya ada seseorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata : ,,Ya Rasulullah, bagaimanakah nasibku jikalau saya terbunuh fi sabilillah (perang untuk membela agama Allah) ?”

 

Rasulullah s.a.w. menjawab : ,,Tempatmu di surga”. Setelah orang itu pergi, lalu beliau menyambung sabdanya itu : ,,Kecuali kalau ia mempunyai hutang. Hal ini aku diberitahu tadi oleh Jibril secara rahasia”.

 

Diantaranya lagi ada yang tertahan di pintu surga, seperti tersebut dalam hadits :

 

Saya melihat kawanmu itu tertahan di pintu surga”.

 

Diantaranya lagi ada roh-roh yang terpenjara dalam kuburnya sebagaimana riwayatnya seorang pemilik karung harta benda yang dicurinya dari rampasan perang sebelum dibagikan sebagaimana mestinya. kemudian ia mati syahid.

 

Orang banyak sudah ramai mengatakan : ,,Untung sudah orang itu, ia pasti memperoleh surga”. Tetapi dengan tiba-tiba sekali Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Demi Dzat yang jiwaku ada didalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya karung yang dicurinya itu nanti pasti akan membakarnya sebagai api dalam kuburnya”.

 

Diantaranya lagi ada roh-roh yang kediamannya ada: lah di pintu surga, sebagaimana yang disebutkan dalam haditsnya Ibnu Abbas r’ ‘anhuma, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda : :

 

,,Para syuhada’ itu berdiam ditepi sungai di pintu surga dalam sebuah kubbah hijau. Untuk mereka ini dikeluarkanlah rizkinya dari surga setiap pagi dan sore”. Diriwayatkan oleh Ahmad.

 

Ini adalah berbeda dengan Ja’far bin Abu Thalib, karena Allah Ta’ala telah menggantikan kedua tangannya itu menjadi dua buah sayap yang dengan keduanya itu ia dapat terbang didalam surga sekehendak hatinya.

 

Diantara roh-roh itu ada pula yang dipenjarakan di, dalam bumi. Roh ini tidak dapat naik ke alam atasan, sebah memang harus digolongkan dalam roh yang rendah dan masuk dalam bumi. Roh-roh yang menurut peraturannya harus ada didalam tanah, sama sekali tidak dapat berkum. pul dengan roh-roh yang harus berdiam diatas langit. Ini tidak berbeda dengan keadaannya sewaktu di dunia ini. Jadi jiwa yang sewaktu hidupnya di dunia tidak berusaha untuk mengenal Tuhannya, tidak mencintaiNya dan pula tidak pernah mengingat dan ingin mendekatiNya atau ingin memperoleh jalan guna mengenalNya, atau ringkasnya jiwa yang rendah dan termasuk yang harus berada dibumi, maka setelah roh ini berpisah dengan tubuhnya, tempatnyapun tidak akan dapat beralih kelain tempat yang lebih tinggi. Jadi menetap di bumi itu saja.

 

Sebaliknya roh-roh yang termasuk golongan atasan yang sewaktu hidupnya di dunia selalu tekun dan secara terus-menerus mencintai Allah Ta’ala, selalu berzikir dan ingat padaNya, suka mendekatiNya dan merasa tenang dengan mendekatiNya itu, maka setelah roh ini berpisah dari tubuhnya, iapun akan berkumpul dengan roh-roh tingkat atas yang sesuai dengannya. Jadi seseorang itu pasti akan dapat berkumpul dengan apa yang menjadi kecintaannya baik dalam alam barzakh ataupun pada hari kiamat nanti.

 

Allah Ta’ala juga akan memperjodohkan jiwa-jiwa itu antara yang satu dengan yang lainnya ketika masih di barzakh atau nantinya setelah tibanya hari akhir atau hari pembangkitan. Selain itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan rohnya orang yang baik dan mukmin beserta kumpulan roh-roh yang baik yakni roh-roh yang suci yang keadaannya sama dengan rohnya itu. Maka itu setiap roh setelah berpisahnya dengan tubuh pasti akan menemui golongan roh yang semacamnya atau dengan kata lain menemui saudara-saudaranya atau orang-orang yang memiliki amalan-amalan yang seperti itu. Di tempat itulah kediaman: nya dan beserta kawan-kawannya itulah mereka merasakan kenikmatan.

 

Diantara roh-roh itu ada pula yang dalam tungku api yang dikhususkan bagi kaum pezina lelaki ataupun wanita.

 

Juga diantara roh-roh itu ada yang berenang di sungai darah, terus berdiam disitu sambil makan batu.

 

Perlu diketahui bahwa roh-roh itu, baik yang berbahagia ataupun yang celaka tidaklah mempunyai satu macam kediaman, tetapi ada diantaranya yang mendiami tempat yang setinggi-tingginya (a’la illiyyin) dan ada pula roh yang tetap di bumi yakni golongan roh hina dan rendah dan tidak dapat naik dari bumi ini.

 

Jikalau saudara suka memperhatikan hadits-hadits dan atsar-atsar yang ada didalam bab ini dan saudara memberikan penelitian agak mendalam, maka akan dapatlah diketahui alasan-alasan dari kebenarannya apa yang diuraikan dimuka itu. Jangan sekali kali saudara mengira bahwa dalam hadits-hadits yang shahih itu ada pertentangan antara yang satu dengan lainnya, sebab semuanya itu adalah benar -belaka, bahkan antara yang sebuah dengan yang lainnya itu sifatnya adalah kokoh-mengokohkan dan saling benar membenarkan. Hanya saja yang menjadi persoalan sekarang ialah cara memahamkannya dan mengenali adanya masing-masing jiwa itu serta hukum-hukumnya dan bahwa jiwa itu mempunyai hal-ihwal dan keadaan serta sifat yang lain bila dibandingkan dengan apa yang ada didalam tubuh yang kasar ini.

 

Bahwasanya jiwa itu ada di surga, maka maksudnya jalah ada di langit dan dapat bersambung dengan halaman kubur dan pula dengan tubuh yang ada didalam kubur itu sendiri. Roh adalah suatu benda yang paling cepat geraknya, berpindahnya, naik atau turunnya. Diantara roh-roh itu ada yang bebas merdeka dan ada yang terkurung dalam penjara, diantaranya ada yang berdiam di alam atas dan ada yang dibawah yakni bumi. Roh itu setelah berpisah dengan badan, juga merasakan kesehatan, kesakitan, kelezatan kenikmatan ataupun kesakitan yang sifatnya adalah lebih besar lagi dari pada yang dapat dirasakannya diwaktu ia masih berkumpul dengan tubuhnya. Perbedaannya itu amat jauh sekali.

 

Jadi didalam alam rohaniah itu ada pula kekangan, kesakitan, siksaan, kesedihan, penyesalan dan hal-hal yang tidak mengenakkan, sebagaimana juga (disana) itu ada kelezatan, kepuasan, peristirahatan, kenikmatan, kebebasan dan hal-hal lain yang menggembirakan. Ringkasnya ada persamaannya dengan tubuh kita ini diwaktu masih sedang berada dalam kandungan ibu, kemudian mengalami keada. an yang lain lagi setelah berpisah dari kandungan ibu itu yakni setelah keluar dari perut dan menetap di alam dunia sebagaimana yang kita alami di perumahan yang fana ini.

 

Untuk lebih jelasnya dapat kita bagi fase-fase yang dilalui oleh setiap jiwa atau roh manusia itu menjadi empat perumahan, setiap perumahan yang satu pasti lebih besar dan lebih luas keadaannya dari pada. perumahan yang ditempati sebelumnya.

 

Perumahan-perumahan yang dimaksudkan itu ialah :

 

Pertama : Sewaktu masih dalam kandungan ibu. Keadaan disitu adalah amat sempit, terbatas, banyak kesukaran dan penuh kegelapan yang bertimbun-timbun.

 

Kedua : Perumahan yang kita sedang mengalaminya sekarang yakni di alam dunia yang fana ini. Kita kini sedang mengalami pertumbuhan yang pasti berlaku dari kecil menjadi muda, besar dan tua. Hal-hal semacam ini telah menjadi kebiasaan kita. Di alam dunia yang fana ini tujuan utamanya adalah untuk mengejar kebaikan bagi yang berakal sehat, tetapi makin menumpuk-numpuk kejahatan bagi yang tidak beres akalnya. Oleh sebab itu dunia ini dapatlah dianggap sebagai sebab-sebab dapat diperolehnya kebahagiaan atau kecelakaan.

 

Ketiga : Perumahan barzakh. Sifatnya adalah lebih luas lagi dari keadaan alam dunia sekarang ini, bahkan lebih besar dan agung. Sebagai perumpamaan dapatlah dikatakan bahwa perbandingan antara alam barzakh dengan alam dunia sekarang ini adalah sebagaimana perbandingan antara alam dunia sekarang dengan alam sewaktu dalam kandungan ibu.

 

Keempat : Perumahan yang kekal untuk selama-lamanya yang terdiri dari surga atau neraka. Setelah itu tidak ada lagi perumahan yang lain lagi.

 

. Jiwa itu dalam setiap perumahan dari berbagai-bagai perumahan yang disebutkan diatas itu tentulah mempunyai keadaan dan hal-ihwal yang berbeda-beda antara yang sebuah dengan lainnya.

 

Allah Ta’ala memindahkan jiwa atau roh itu dalam berbagai perumahan tadi setapak demi setapak, sealam demi sealam, sehingga akhirnya nanti akan menetapkan dalam sebuah perumahan terakhir yang sesuai dengan dirinya dan tidak cocok untuk yang selainnya itu, yakni perumahan yang memang sengaja diciptakan oleh Allah untuknya. Hanya saja untuk mencapainya perumahan yang terakhir tadi tentulah dengan mengerjakan amalan yang menjuruskan jalannya kearah yang dituju itu, baik yang berupa kebaikan atau kejahatan.

 

Jiwa itu dalam setiap perumahan dari berbagai perumahan yang disebutkan diatas itu tentulah mempunyai keadaan dan hal-ihwal yang berbeda-beda, yakni antara yang sebuah dengan lainnya.

 

Maha Sucilah Allah Ta’ala sebagai Maha Penciptanya, Pembentuknya, Dzat yang Maha Mematikan serta Menghidupkannya, juga memberikan kebahagiaan padanya atau kecelakaan. Bahkan dalam tingkat kebahagiaan atau kecelakaannya itupun berlain-lainan, sebagaimana adanya selisih perbedaan dan tingkat antara kepandaian, ilmu pengetahuan dan amal perbuatannya.

 

Oleh sebab itu barangsiapa yang dapat mengenal jiwa itu sebagaimana yang wajar dan selayaknya, pasti ia akan menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Juga pasti akan diyakinkannya bahwa segenap kerajaan adalah milikNya, segenap puji-pujian adalah untukNya. DitanganNya adalah letaknya segala macam kebaikan dan kepadaNya dikembalikanlah semua perkara dan persoalan.

 

Bagi Allah adalah segenap kekuatan, kekuasaan, kemuliaan, keagungan serta kebijaksanaan. Allah Ta’ala itu jugalah yang memiliki kesempurnaan secara mutlak, baik ditinjau dari segala sudut dan arah.

 

Bahkan dengan sebab mengetahui keadaan jiwa dan roh itu seseorang akan dapat pula dengan tepat mempercayai kebenaran para nabi dan rasul Tuhan dan bahwa apa-apa yang disampaikan dan ditablighkan kepada ummatnya itu adalah benar semuanya yang dapat disaksikan oleh akal fikiran, dapat dimantapi oleh fithrah dan dapat dirasakan kenikmatannya memiliki kepercayaan seperti itu.

 

Jikalau ada pendapat yang menyalahi ini, maka sudah pastilah bahwa pendapat yang sedemikian itu adalah salah, keliru dan bathil sama sekali.

 

Wabillahit taufiq.

Hari kiamat itu sekalipun saat tibanya tidak dapat diketahui sama sekali oleh siapapun, kecuali Allah yang Maha Esa sendiri, tetapi Allah Ta’ala juga membuat berbagai tanda atau alamat yang menunjukkan bahwa saat kejadiannya itu sudah dekat. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Tidak ada yang mereka nantikan “

selain dari saat yang datang dengan tiba-tiba (Kiamat) kepada mereka. Sesungguhnya tanda-tandanya telah datang. Tetapi apakah arti kesadaran mereka itu, jikalau saat yang dinanti-nantikan itu telah tiba.” S. Muhammad 18.

 

Adapun tanda-tanda tibanya hari kiamat itu ada dua macam yakni :

 

  1. Tanda-tanda kecil (alamat sughra) dan
  2. Tanda-tanda besar (alamat kubra).

 

TANDA-TANDA KECIL (SHUGHRA)

 

Tanda-tanda kecil yang menunjukkan sangat dekatnya hari kiamat itu, dapat disimpulkan sebagai berikut :

 

  1. Diutusnya Nabi Muhammad s.a.w. sebagai Rasulullah. Dengan diutusnya beliau s.a.w., maka berakhirlah kenubuwatan dan risalah yakni bahwa sesudah beliau s.a.w. ini tidak ada lagi nabi atau rasul yang benar-benar menjadi pesuruh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Dari Anasr.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Saya diutus (oleh Allah) dan jaraknya dengan hari kiamat itu sebagai dua jari ini”. (Beliau s.a.w. bersabda demikian ini sambil menunjukkan dua jarinya yakni jari telunjuk dan jari tengah). Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

 

Tujuan dari perumpamaan ini ialah bahwa dalam jarak waktu antara diutusnya Nabi Muhammad s.a.w. dengan tibanya hari kiamat itu sudah tidak ada lagi nabi yang lain. Jadi antara kedua peristiwa itu amat berdekatan sekali, yang satu menyusul pada yang lain. Jelaslah bahwa terutusnya Nabi Muhammad s.a.w, itu adalah sebagai tanda sudah dekatnya hari kiamat tersebut. Namun demikian hal ini tidaklah memberi ketetapan tentang dapat diketahuinya dengan tepat perihal waktu tibanya hari kiamat itu, sebab mengetahui hal ini hanyalah ada ditangan Allah Ta’ala sendiri. Dia sajalah yang Maha Mengetahuinya itu dan tidak ada yang lainnya.

 

  1. Jikalau yang menjadi raja-raja, menteri-menteri, amir-amir dan kepala-kepala itu adalah anak-anak dari wanita-wanita tawanan atau golongan rendah, bukan dari anak-anak keturunan yang mulia, baik pendidikannya, luhur akhlaknya serta sempurna keperwiraannya. Sebagaimana juga keadaan kaum baduwi (pegunungan) atau para penggembala kambing telah menjadi golongan hartawan, berlilmpah ruah kenikmatan duniawiahnya, menghuni gedung-gedung indah dan tinggi lagi pula menjadi kepala dan pemimpin ummat manusia di masyarakatnya.

 

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah s.a.w. pada suatu hari sedang ada dikalangan orang banyak, lalu didatangi oleh Jibril a.s, lalu berkata :

 

,,Ya Rasulullah, bilakah tibanya hari kiamat itu ?”.

 

Beliau s.a.w. menjawab :

 

,,Tidaklah yang ditanya itu lebih mengerti dari pada yang bertanya”, Tetapi saya hendak memberitahukan padamu tentang alamat-alamatnya yaitu : Apabila hamba sahaya wanita telah melahirkan tuannya, itulah diantara tanda-tandanya. Juga apabila orang-orang tak beralas kaki, serta telanjang dan penggembulu kambing telah menjadi pemimpin-pemimpin manusia, maka Itulah dari tanda-tandanya. Demikian pula apabila para pengsembula kumbing sudah bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang meniulang tinggi, maka itulah dari tanda-tandanya”.

 

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah.

 

Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Jibril a.s., bertanya kepada Rasulullah s.a.w. perihal tibanya hari kiamat, lalu beliau saw menjawab :

 

,,Tidaklah yang ditanya itu lebih mengetahui dari pada yang bertanya”. Penanya itu berkata lagi : .,Beritahukanlah pada saya perihal tanda-tandanya”. Beliau s.a.w. meniawab : ,,Yaitu apabila sahaya wanita melahirkan tuannya dan apabila engkau melihat orung-orang yang tidak beralas kaki, telanjang lagi miskin dan sebugai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalum gedung besar”.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Umar r.a.

 

Selain itu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan sekumpulan dari alamat-alamat kecil ini, yang jumlahnya ada sebelas macam. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Tidaklah akan tiba hari kiamat itu sehingga ada dua golongan besar saling bunuh-membunuh, antara keduanya itu terjadilah peperangan yang besar sedang dakwahnya adalah satu macam Juga tidak akan tiba hari kiamat itu sehingga banyak kaum Dajal, tukang berdusta yang jumlahnya hampir tigapuluh orang semuanya itu mengaku bahwa dirinya adalah rasulullah.

 

Tidak akan tiba pula hari kiamat itu sehingga ilmu pengetahuan dilenyapkan .

 

Demikian pula sehingga banyak kegoncangan (gempa bumi) .

 

Zaman berdekatan sekali.

Banyak timbul fitnah.

Banyak haraj yaitu pembunuhan.

 

Banyak pula harta sampai melimpah ruah, sehingga orang yang memiliki harta itu sukar sekali mencari orang yang suka menerima sedekahnya. sampai-sampai ia menawarkan hartanya itu, tetapi orang yang ditawari tadi berkata :

 

Saya tidak membutuhkan harta lagi”.

Orang-orang sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang menjulang tinggi.

 

Seseorang melalui makam orang lain, lalu berkata : ,,Sayang, alangkah baiknya kalau aku dahulu menempati tempatnya”.

 

Matahari terbit dari arah terbenamnya. Jikalau ini telah terbit dan orang-orang banyak sudah mengetahuinya, maka merekapun berimanlah semuanya. Padahal dalam keadaan yang sedemikian itu tidak bermanfaat lagi keimanan seseorang itu untuk dirinya sendiri yang dahulunya tidak pernah beriman atau tidak berbuat baik dalam keimanannya.

 

Niscayalah hari kiamat itu tiba, disaat dua orang selagi membeberkan baju untuk diperjual belikan, keduanya tidak sempat lagi berjual beli dan melipatnya.

 

Niscayalah hari kiamat itu tiba, sedang orang baru kembali dengan membawa air susu perahan dari untanya, tetapi tidak sempat lagi meminumnya.

 

Niscayalah hari kiamat itu tiba, sedangkan ada seseorang yang baru memperbaiki kolamnya, tetapi belum lagi diisikan air didalamnya.

 

Niscayalah hari kiamat itu tiba, sedangkan ada orang yang baru mengangkat makanan kemulutnya, tetapi belum sempat memakannya.

 

TANDA-TANDA BESAR (KUBRA)

 

Perihal tanda-tanda yang besar yakni sudah menunjukkan amat dekatnya hari kiamat itu, maka dapatlah disimpulkan sebagai berikut :

 

  1. Terbitnya matahari dari arah barat dan
  2. Keluarnya suatu macam binatang.

 

Diwaktu sudah sangat mendekatnya saat tibanya hari kiamat, maka akan terjadilah suatu perubahan yang besar sekali dalam susunan alam semesta ini, sehingga tampak pula berbagai peristiwa yang tidak biasa terjadi dipandangan ummat manusia. Pada saat itu akan terbitlah matahari dari arah barat. Jadi berselisihan sekali dengan apa yang biasa kita saksikan sehari-hari yakni terbit dari arah timur. Disamping itu akan keluarlah semacam binatang dari bumi yang dapat bercakap-cakap dengan orang banyak.

 

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

Sesungguhnya pertama-tama tanda-tanda yang keluar (yang menunjukkan sangat dekatnya waktu tibanya hari kiamat) ialah terbitnya matahari dari arah barat dan pula keluarnya suatu macam binatang dihadapan orang banyak diwaktu siang hari. Mana yang diantara kedua tanda ini keluar lebih dulu sebelum yang satunya, maka yang satunya itu akan menyusul dalam waklu yang dekat sekali sesudah terjadinya yang pertama itu”. Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Tidaklah akan tiba hari kiamat itu sehingga matahari keluar dari arah barat. Jikalau matahari ini telah terbit, maka berimanlah seluruh manusia.

 

Beriman disaat itu tidak ada gunanya bagi diri mereka yang tadinya belum pernah beriman, juga bagi mereka yang tadinya belum pernah berbuat baik dalam berimannya.”

 

Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Abu Dawud.

 

Maksud keimanan yang tidak bermanfaat itu ialah untuk seseorang kafir yang memang belum pernah beriman sebelum adanya peristiwa itu. Juga tidak bermanfaatlah melakukan taubat dari kemaksiatan untuk orang mukmin yang sebelum peristiwa itu tidak pernah berbuat kebaikan untuk menunjukkan keimanannya.

 

Dalam hal keluarnya binatang itu, Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan apa bila perkataan telah jatuh atas mereka, maka Kami (Allah) mengeluarkan binatang melata dari bumi yang memberitahukan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”. S..Naml 82.

 

Jelaslah bahwa dalam ayat diatas ada suatu pemberitahuan tentang keluarnya suatu macam binatang yang dapat bercakap-cakap kepada orang banyak yakni disaat hendak tibanya hari yang ditentukan oleh Allah Ta’ala, sebagai Suatu permulaan dari berbagai permulaan yang menunjukkan sangat dekatnya hari kiamat tadi. Disaat itu pula keimanan seseorang itu sudah tidak dapat memberi kemanfaatan lagi pada seseorang yang sebelum kejadian ini tidak pernah mengikrarkan keimanan dalam kalbunya, atau sekalipun sudah beriman, tetapi tidak pernah berbuat baik Sebagai bukti keimanannya itu.

 

Tetapi tidaklah perlu kita membahas keanehan-keanehan dibalik peristiwa Ini, misalnya saja perihal sifat binatang yang akan keluar itu nanti. Ini perlu dikemukakan, sebab ada yang mengatakan bahwa panjang binatang itu adalah enampuluh hasta dengan ukuran hasta Nabiullah Adam a.s, bahkan ada yang mengatakan bahwa wajahnya adalah sebagai wajah manusia, sedang kepalanya seperti kepala lembu, matanya seperti mata babi dan telinganya seperti telinga gajah. Ia tidak dapat ditemui oleh siapapun yang sengaja ingin mencarinya, tetapi tidak dapat dihindari oleh seseorang yang sengaja ingin lari dari padanya. Dikatakan pula bahwa ia membawa tongkat Musa a.s. dan mengenakan cincinnya Sulaiman a.s.

 

Semua berita mengenai sifat-sifat binatang yang tersebut diatas itu sama sekali tidak benar, sebab tidak ada keterangannya dalam AlQuran ataupun dalam hadits Rasulullah s.a.w.

 

Imam Razi berkata : ,,Ketahuilah bahwa hal-hal seperti itu tidak ada petunjuknya sama sekali dalam kitab AlQuran. Sekalipun demikian, andaikata ada hadits yang shahih dari Rasulullah s.a.w., tentulah dapat diterima dan jikalau tidak ada, tentulah tidak perlu dihiraukan lagi”.

 

Perihal keluarnya binatang itu adalah termasuk suatu hal yang ghaib dari berbagai macam keghaiban yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala sendiri. Oleh sebab itu kita wajib berhenti mempercakapkannya sampai pada batas yang sudah diberitakan oleh AlQuran Alkarim serta hadits yang shahih. Padahal yang jelas ialah bahwa perihal persoalan diatas yakni binatang itu tidak ada keterangan agama melainkan bahwa binatang itu nanti akan keluar lalu memberitahukan kepada para manusia sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah Ta’ala diatas dan bahwa itu adalah salah satu dari sekian banyak alamat yang menunjukkan sangat dekatnya hari kiamat.

 

Dalam surat Naml yang menceriterakan tentang binatang itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan :

 

  1. Bahwa Nabiullah Musa as melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkat itu bergerak seolah-olah sebagai seekor ular. “
  2. Bahwa Nabiullah Sulaiman a.s. mengerti akan bahasa burung.
  3. Bahwa beliau aa. juga mendengar percakapun gemut yang sedang menyuruh bangsanya agar sama masuk semua di tempat kediamannya, sebab takut kalau kalau terinjak oleh Nabi Sulaiman a.s. serta tentaranya sedang mereka itu tidak merasa. Dijelaskan pula bahwa beliau as. lalu ketawa demi mendengar ucapan semut tersebut
  4. Diterangkan pula dalam aurat Nami tersebut bahwa ada seekor burung hudhud yang berbicara kepada Nabiullah Sulaiman a.s. dan memberitahukan perihal keadaan negeri Saba’, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah yakni apa yang dikatakan burung tersebut, demikian :

 

,,Saya dapati (di Saba”) itu seorang wanita (sebagai ratu) yang memerintah mereka itu dan ia memiliki segala sesuatu serta sebuah singgasana yang besar.

 

Saya dapati ratu itu dan seluruh kaumnya sama bersujud (menyembah) kepada matahari, selain dari Allah. Syaitkhan menghiaskan (menampakkan yang baik-baik) pada mereka itu ekan pekerjaan-pekerjaan mereka (yang buruk) dan menghalangi mereka dari jalan (yang benar). Maka mereka itu tidak memperoleh petunjuk yang baik.

 

Karenanya mereka tidak bersujud (menyembah) kepada Allah yang mengeluarkan apa-apa yang tersembunyi di langit dan bumi”, ‘ S. Nami 23-25

 

. Jadi tentang binatang yang akan keluar dari bumi, sebagai tanda sangat dekatnya waktu hari kiamat itu, yang akan berbicara kepada manusia, maka cara berbicaranya adalah sebagaimana halnya burung hudhud diatas.

 

  1. Almahdi

 

Secara ringkasnya uraian mengenai Imam Almahdi itu adalah sebagai berikut :

 

  1. Beliau akan muncul diakhir zaman
  2. Namanya Muhammad bin Abdullah atau Ahmad bin Abdullah.

Ini menurut hadits riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi.

  1. Beliau itu termasuk ahli bait (keturunan) Rasulullah s.a.w. yakni anak cucu dari Fathimah puteri beliau s.a.w. Ini tercantum dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Hakim.
  2. Beliau serupa benar akhlak dan budi pekertinya dengan Rasulullah s.a.w., tetapi tidak menyerupai dalam bentuk roman muka dan lain-lain. Ini “diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ucapannya Imam ‘Ali r.a.
  3. Beliau itu lebar dahinya dan mancung sekali hidungnya. Maksudnya ialah bahwa rambutnya itu terbuka dari kepala bagian muka. Adapun hidungnya itu panjang, lengkung tengahnya dan kecil ujungnya.
  4. Beliau akan meratakan keseluruh permukaan bumi sifat keadilan dan kejujuran dalam memerintah, sebaliknya sebelumnya itu yang terjadi ialah penuh penganiayaan dan kezaliman.
  5. Beliau akan menegakkan syari’at Islam. Segala sesuatu yang sudah terpendam dari sunnah Rasulullah s.a.w. akan dihidupkan lagi:
  6. Agama Islam akan tinggi kalimatnya dizaman beliau ini, sehingga beliau sempat menetapkan serta mengokohkan Islam itu di bumi. Demikianlah menurut riwayat Abu Dawud.
  7. Kedudukan beliau kuat dan mantap, kelapangan dalam kehidupan merata dizaman pimpinannya itu, sebab memang penuh keadilan. Bahkan banyak pula harta yang diberikan. Beliau menyebarkan harta dengan secara merata keseluruh rakyat, tanpa dihitung-hitungnya. Ini menurut riwayat Muslim.

j-. Beliau akan menetap di bumi lebih dari tujuh tahun. Ini tersebut dalam hadits riwayat Abu Dawud.

  1. Setelah itu datanglah Dajal, kemudian turunlah Nabiullah ‘Isa a.s. dan selanjutnya beliau a.s. ini bertolong-tolongan dengan Almahdi untuk membunuh Dajal itu. Kemudian Almahdi wafat dan dishalatkan oleh kaum Muslimin.

 

Demikianlah secara ikhtisar perihal riwayat-riwayat yang ada sangkut-pautnya dengan Almahdi.

 

Pokoknya riwayat-riwayat itu tidak ada yang menyimpang dari persoalan pemberitaan bahwa nanti akan muncullah seseorang dari golongan pembawa perbaikan dunia yang datang diakhir zaman. la akan menegakkan bendera keadilan dan dengan usahanya itu maka menjadi tinggilah kalimatullah. Islampun tegak dengan kokohnya dan ini akan merupakan permulaan dari kebaikan yang umum serta merata yang akan terjadi sesudahnya itu, sebagaimana halnya Yohanna (Yahya) sebelum lahirnya Nabiullah Isa a.s.

 

Sementara itu keluarlah Dajal Yahudi sebagai pertontonan dari munculnya fitnah-fitnah yang terbesar. Tujuannya ialah hendak melawan gerakan Islam serta berdaya upaya untuk membuat kefitnahan ummat manusia dalam urusan agama mereka itu dengan menggunakan ilmu pengetahuan, kepandaian dan kekuatan. Tetapi Allah Ta’ala pasti akan menghancurkan tipudaya Dajal tersebut dengan jalan menunjukkan ayat-ayat yang lebih besar lagi dari fitnah yang dilancarkan olehnya. Ayat yang dimaksudkan -: itu ialah dengan turunnya Nabiullah ‘Isa a.s. untuk mengokohkan kebenaran yang dianjurkan oleh Imam Almahdi pada waktu itu. Dengan demikian lalu timbullah saling tolong-menolong antara Nabi ‘Isa a.s. dan Imam Almahdi, sedang dibelakang kedua pemimpin ini berdirilah para pemimpin-pemimpin Islam lainnya yang berusaha keras hendak membunuh Dajal itu serta melumpuhkan ajakannya.

 

Demikianlah peristiwa yang akan terjadi pada saat itu. Kemudian jikalau Dajal telah terbunuh, maka hancur lebur pulalah kaum Yahudi yang berperang bersama Dajal tadi. Jumlah mereka itu ada tujuhpuluh ribu orang. Ini menurut hadits riwayat Muslim.

 

Selanjutnya Allah akan menyingkap semua urusan yang berkenaan dengan golongan kaum Yahudi ini, sehingga tidak seorang Yahudipun yang dapat bersembunyi dibalik sesuatu benda, melainkan benda ini akan ditakdirkan oleh Allah Ta’ala dapat berbicara dan memberitahukan siapa yang sedang bersembunyi dibelakangnya itu. Benda itu akan berkata : ,,Hai hamba Allah yang muslim, ini ada orang Yahudi. Kemari dan bunuhlah ja”. Dengan demikian lalu tertumpaslah fitnah terbesar yang pernah terjadi di. atas permukaan bumi.

 

Setelah itu Nabi ‘Isa a.s. lalu bekerja keras untuk me. lenyapkan agama Nasrani yang sudah banyak menumpuk-numpukan berbagai kesalahan dengan menggunakan nama agama itu dan sebagai agama yang dikokohkan di bumi ketika itu ialah Islam.

 

Dalam hadits selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Maka kedudukan “Isa dalam ummatku (ummat Nabi Muhammad s.a.w.) itu adalah :

  1. Sebagai pemegang pemerintahan yang adil.
  2. Pemimpin yang jujur.
  3. Menghancurkan palang salib (sebagai tanda punahnya agama Keristen sebagaimana halnya hancur leburnya agama Yahudi).
  4. Menyembelih babi (membunuh).
  5. Menghapuskan perpajakan (Ini mengandung pengertian bahwa satu-satunya agama yang diterima oleh ummat manusia disaat itu hanya agama Islam belaka. Sebagaimana dimaklumi bahwa pemerintahan Islam itu tidak akan mengambil pajak dari pemeluk agama Islam sendiri).
  6. Sedekah ditinggalkan (tidak ada yang suka menerima, sebab kekayaan ummat manusia sudah berlebih-lebihan disaat itu yakni dalam keadaan cukup dan lapang rizki).
  7. Tidak lagi diurus kekayaan yang berupa kambing dan unta.
  8. Kedendaman dan kebencian lenyap sama sekali (antara sesama manusia. Jadi semua hidup rukun dan bersatu).
  9. Dihilangkanlah racun segala sesuatu yang mengandung racun (bisa), sehingga seorang anak bayi lelaki memasukkan tangannya dalam mulut ular, tetapi tidak menyebabkan bahayanya dan pula seorang anak bayi perempuan mengenyahkan harimau, tetapi juga tidak menyebabkan bahayanya.
  10. Serigala ada dikalangan kelompok kambing, tetapi hanyalah sebagai anjingnya (yakni yang melindungi keselamatan kambing uu. Jadi Tidak seperti biasanya yang serigala itu tentu akan memangsa kambing).
  11. Seluruh permukaan bumi penuh kesejahteraan sebagaimana penuhnya suatu bejana dengan air.
  12. Kalimat menjadi satu (seluruh manusia seia sekata dengan ketulus ikhlasan hati, bukan karena tekanan atau sebab takut).
  13. Yang disembah hanyalah Allah.
  14. Peperangan sudah meletakkan bebannya (tidak ada peperangun sama sekali, sebab semua sudah damai dan seia sekata).
  15. Golongan Quraisy dapat memperoleh kerajaannya (kekuatannya kembali).
  16. Bumi adalah sebagai bejana perak dan menumbuhkan tanamannya seperti dizaman Adam (yakni amat elok, bagus dan penuh keberkahan).

 

Dengan terlaksananya hal-hal yang diuraikan diatas itu, maka menjadi kenyataanlah apa yang telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala bahwa agama Islam akan ditampakkan sangat tinggi dan diluhurkan diatas semua agama yang pernah ada di dunia ini, sesuai dengan firmanNya dalam AlQuran :

 

,,Dia (Allah) yang mengutus rasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkannya diatas seluruh agama dan cukuplah Allah itu sebagai saksi”. S. Fath 28.

 

Seterusnya akan terjadilah kemunduran sesudah itu dan makin hari ummat manusia makin menjauhi agamanya, sedikit demi sedikit, sehingga akhirnya mereka semua melakukan kemurtadan dari agama yang benar tadi. Disaat Seluruh ummat manusia sudah tidak ingat lagi kepada Tuhan, maka tibalah waktunya hari kiamat, sedangkan mereka itu semua. dalam kekufuran dan kemurtadan. Maka Sudah tentulah bahwa tidak ada lain sesudah lengkapnya Kemungkaran itu kecuali kehancuran dan kemusnahan total.

 

Hal ini jelas difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

 

,,Hanyasanya perumpamaan kehidupan dunia ini adalah seperti air yang Kami (Allah) turunkan dari langit lalu tumbuh karenanya tanam-lanaman bumi, diantaranya ada yang dimakan oleh manusia dan ternak, Setelah bumi itu mengenakan pakaian keemasannya dan menjadi indah permai dan penduduknya mengira bahwa mereka akan menguasainya, lalu datanglah perintah Kami diwaktu malam atau siang, kemudian bumi itu Kami jadikan sebagai ladang padi yang telah dituai, seolah-olah kemarinnya tidak ada apa-apa. Demikianlah Kami jelaskan keterangan-keterangan itu kepada kaum yang suka menggunakan akal fikirannya”. : S. Yunus 24.

 

  1. Munculnya Masih Dajal.

 

Diantara tanda-tanda sangat dekatnya hari kiamat yakni yang merupakan alamat kubra ialah munculnya seseorang manusia yang menamakan dirinya Dajal. Ia mendapat gelar masih. Masih artinya menempuh perjalanan diseluruh bumi dalam waktu yang lama sekali dan juga berarti kehilangan matanya, sebab kenyataannya ialah buta matanya yang sebelah.

 

Dajal itu mengaku bahwa dirinya adalah ,,Tuhan”. Ia berusaha mengobar-ngobarkan kefitnahan dikalangan seluruh manusia agar sama meninggalkan agama mereka yang benar. Jalan yang ditempuhnya ialah dengan menunjukkan peristiwa-peristiwa yang luar biasa yang dapat diperlihatkan oleh dirinya dan pula banyak sekali keajaiban-keajaiban yang dipertontonkan oleh kedua tangannya. Sebagian orang ada yang terpikat, tetapi orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya, pasti akan ditetapkan oleh Allah Ta’ala hatinya, sehingga tidak akan terpikat .sama sekali oleh ajakannya yang sesat itu dan tidak akan terpesona oleh keluar biasaannya yang menggiurkan. Ringkasnya kaum mukminin tidak akan dapat tertipu sehingga mengikuti kesesatan-kesesatan yang dipropagandakan.

 

Selanjutnya dari sehari kesehari akan nyatalah persoalannya, jelaslah bahwa Dajal itu seorang penipu agung. Akhirnya fitnah yang dikobar-kobarkan itu menjadi padam dan hilang dan ia sendiri terbunuh ditangan kaum muslimin, sedang pemegang pimpinan ummat Islam disaat itu jalah Nabiulah ‘Isa as.

 

Seluruh rasul Tuhan sudah memberikan peringatan pada ummatnya, jangan sampai terkena oleh fitnah dan rayuan sesatnya itu, sebagaimana juga dilakukan oleh penghulu dan penghujung sekalian rasul Tuhan yakni Nabi Besar Muhammad s.a.w.

 

Dalam sebuah hadits yang diceriterakan oleh Umar r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. pada waktu beribadat haji wada’ (haji yang terakhir bagi beliau s.a.w. itu) meminta kepada ummatnya yang hadlir disaat itu supaya semua diam untuk mendengarkan sepatah dua patah kata yang hendak disampaikannya. Beliau s.a.w. setelah memuji dan mengagungkan kebesaran Allah Ta’ala, kemudian menyebutkan perihal Dajal. Uraian mengenai ini diperpanjangkan sekali oleh beliau s.a.w. itu, akhirnya lalu bersaba:

 

,,Tidak seorang nabipun yang diutus oleh Allah, melainkan ia memperingatkan kepada ummatnya perihal kedatangan Dajal itu. Dajal itu akan keluar dikalangan kamu semua, maka tidak samar lagi bagimu tentang hal-ihwalnya. Tidak samar pula padamu semua bahwa Tuhanmu itu tidaklah buta sebelah. Sesungguhnya Dajal itu buta sebelah mata kanannya, seolah-olah matanya itu sebuah biji yang menonjol”.  Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Syekh Rasyid Ridla berkata :

 

,,Penilaian yang dapat disaring dari hadits-hadits yang memuat persoalan-persoalan mengenai Dajal ini ialah bahwa Nabi s.a.w. telah menyingkap masalah itu sekedarnya, digambarkan perihal munculnya Dajal diakhir zaman dan la dapat menunjukkan hal-hal yang sangat luar biasa kepada seluruh manusia, juga beberapa keanehan dan keajaiban-:

 

Ini adalah suatu kata kiasan yang memberi pengertian bahwa pada saat itu sudah tidak ada gunanya lagi bagi kaum Yahudi itu untuk bersembunyi dimana sajapun tempatnya.

 

Juga dari Muadz bin Jabal bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Keramaian Baitulmakdis adalah hancurnya Yathrib (Madinah) dan hancurnya Yathrib adalah. sebagai tanda timbulnya perang besar, dan timbulnya perang besar ini adalah berhubungan dengan dibebaskannya kota Konstantinopel, sedang disaat dibebaskannya kota Konstantinopel inilah keluarnya Daja?”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

 

Pembebasan kota Konstantinopel ini tentulah bukan pembebasan yang sudah pernah dilakukan oleh kaum muslimin dahulu, sebab disebutkan pula dalam riwayat Tirmidzi, jalah :

 

,,Dibebaskannya Konstantinopel bersamaan dengan tibanya hari kiamat”.

 

  1. Turunnya Nabiullah ‘Isa a.s.

 

Dari berbagai hadits yang terhimpun mengenai persoalan diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa ‘Isa a.s. akan turun di akhir zaman yakni ditengah-tengah merajalelanya pengaruh Dajal. Turunnya Isa a.s. ini adalah merupakan suatu tanda dari berbagai alamat kubra perihal sudah sangat dekatnya tibanya hari kiamat. Isa akan memerintah dengan adil sekali dan menetapkan syari’at Islam. Juga beberapa hukum agama yang banyak ditinggalkan oleh orang banyak lalu dihidupkan kembali. Selanjutnya Dajal itupun dibunuh. Setelah itu ‘Isa a.s. masih akan menetap di bumi beberapa saat lamanya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, lalu beliau a.s. wafat dan dishalati oleh kaum muslimin, terus dimakamkan.

 

Setelah itu akan terjadilah suatu angin yang kencang hembusannya dan bertugas untuk mencabut seluruh nyawa kaum mukminin. Dengan demikian yang tertinggal hanyalah orang-orang yang buruk-buruk kelakuannya. Maka setelah lenyapnya kesempurnaan itu tidak ada lain yang terjadi melainkan kehancuran dan kerusakan semata-mata.

 

Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Demi Dzat yang jiwaku dalam kekuasaanNya, niscaya hampirlah putera Maryam (“Isa Almasih) akan turun dilingkungan kamu sekalian dan menjadi sebagai seorang pemegang pemerintahan yang adil. Ia akan mematahkan palang salib, membunuh babi dan melenyapkan perpajakan. Saat itu harta meluap ruah, : Sehingga tidak seorangpun yang suka menerimanya, sampai-sampai sekali bersujud itu menjadi lebih baik dari pada dunia dan Seisinya ini”.

 

Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits ini, selanjutnya berkata : ,,Bacalah sekehendak hatimu ayat ini :

 

,,Dan tidak seorangpun dari orang-orang ahli kitab (Nasrani dan Yahudi) itu melainkan pasti percaya kepada ‘Isa sebelum matinya dan pada hari kiamat ‘Isa akan menjadi saksi bagi mereka itu”. S. Nisa” 159.

 

Maksudnya ialah kaum ahli kitab diatas itu akan beriman kepada ‘Isa a.s. sebelum wafatnya beliau a.s. tersebut yakni ketika turun di bumi sebelum tibanya hari kiamat.

 

Hadits diatas diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dari hadits diatas ini yakni :

 

  1. Pemerintahan dizaman Nabiullah ‘Isa a.s. nanti itu jalah dengan menggunakan hukum syari’at Islam dan ini akan dilaksanakan dengan penuh kejujuran dan keadilan.
  2. Palang salib semua dipatahkan. Ini mengandung pengertian bahwa beliau a.s. sendiri yang akan membuktikan kedustaan agama Keristen sebagaimana yang kita maklumi peraturan-peraturannya pada zaman sekarang ini dan sebagai penjelasan bahwa apa yang dipersangkakan oleh pemeluk agama tersebut tentang disalibnya atau dibunuhnya ‘Isa a.s. itu adalah dusta semata-mata. Hal itu dibuat-buat oleh golongan kaum Nasrani itu sendiri.
  3. Perpajakan dihapuskan sebab baik yang asalnya sudah memeluk agama Islam atau yang sebelumnya itu tergolong ahli kitab, semuanya telah masuk agama Islam. Jadi lenyaplah peraturan pajak itu, sebab kaum Muslimin tidak dikenakan pajak oleh negara Islam.
  4. Sebabnya harta melimpah ruah, ialah karena meratanya keadilan disaat itu, sehingga tidak seorangpun yang hidup dalam kekurangan, kemiskinan dan kesengsaraan.

 

Ada lagi sebuah hadits yang diceriterakan oleh ‘Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqfi r-a., katanya : -,,Saya mendengar Abdullah bin ‘Amr berkata : ,,Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

»Dajal itu akan keluar dikalangan ummatku, kemudian ia menetap selama empatpuluh”

 

Yang meriwayatkan hadits ini berkuta : ,,Saya tidak mengerti apakah yang dimaksudkan itu empatpuluh hari atau empatpuluh bulan atau empatpuluh tahun”.

 

Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda :

 

»Selanjutnya Allah mengutus ‘Isa bin Maryam. Ia berwajah seperti ‘Urwah bin Mas’ud. ‘Isa lalu mencari Dajal itu kemudian membinasakannya. Setelah itu manusia menetap seperti biasa selama tujuh tahun. Tidak ada suatu pertengkaran antara dua orang (yakni seluruh ummat manusia hidup dalam kerukunan). Sehabis itu Allah mengutus angin yang amat dingin dari arah Syam (Palestina). Maka tidak tertinggallah di permukaan bumi ini seorang juapun yang didalam hatinya ada kebaikan atau keimanan yang seberat timbangan debupun, melainkan angin itu tentu akan menyambar nyawanya, sehingga sekalipun seseorang dari kamu semua masuk dalam gua gunung, pasti angin tersebut akan memasukinya lalu mengambil nyawanya itu.

 

Selanjutnya yang tertinggal hanyalah orang-orang yang berkelakuan buruk-buruk saja yang gemar melakukan kejahatan seringan terbang burung dan secepat angan-angan binatang buas (maksudnya bahwa mereka itu amat senang berbuat kejahatan dan penganiayaan dan melakukannya dengan cepat sekali seperti cepatnya burung terbang, sedang dalam menganiaya itu secepat perbuatan binatang buas yang hendak menerkam mangsanya).

 

Yang tertinggal itu adalah orang-orang yang tidak mengenal kebaikan apapun dan tidak pernah mengingkari akan kemunkaran sama sekali. Syaithan lalu menjelma diantara mereka itu dan berkata : ,,Sukakah kamu semua menuruti perintahku ?”. Mereka bertanya : ,,Apakah yang engkau perintahkan pada kita semua ?”, Syaithan itu lalu menyuruh mereka supaya menyembah berhala. Tetapi sekalipun demikian keadaan perilaku mereka itu, namun rizki mereka adalah berlimpah-limpah, kehidupan mereka serba kecukupan.

 

Dikala itu lalu ditiuplah sangkakala yang pertama lalu matilah seluruh makhluk yang ada. Kemudian Allah menurunkan hujan rintik-rintik kecil, lalu tumbuhlah dengannya itu tubuh-tubuh manusia yang telah mati semuanya. Seterusnya ditiup pulalah sangkakala untuk kedua kalinya, tiba-tiba seluruh makhluk itu sama berdiri memandang sambil menanti-nantikan. Setelah itu kepada mereka itu dikatakan : ,,Hai seluruh manusia, marilah semua pergi menemui Tuhanmu”. Kepada malaikat yang menggiring mereka itu dikatakan : Suruhlah mereka berhenti, sebab mereka itu akan ditanyai dahulu”.

 

Sehabis itu lalu dikatakanlah : ,,Keluarkanlah untuk dikirimkan ke neraka”. Ditanya : ,,Dari berapa?”. Dijawab : ,,Dari

 

Setiap seribu ada sebanyak sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang”.

 

Rasulullah s.a.w. melanjutkan sabdanya : Itulah hari yang dapat membikin anak-anak menjadi tua beruban dan terjadilah bencana yang amat dahsyat”.

 

Dalam hadits lain yang diceritakan dari Ibnu Abbas r. anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w: bersabda :

 

,,Termasuk dalam golongan sejahat-jahat manusia ialah orang-orang yang didapati pada waktu tibanya hari kiamat itu dan mereka masih hidup”. :

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

PERCAYA KEPADA HARI AKHIR

 

Percaya kepada hari akhir adalah merupakan salah satu rukun atau sendi dari berbagai rukun keimanan (arkanul iman) dan merupakan bagian utama sekali dari beberapa bagian akidah. Bahkan sebagai unsur yang terpenting yang ada disamping kepercayaan kepada Allah Ta’ala.

 

Yang sedemikian itu sebabnya ialah karena percaya kepada Allah Ta’ala akan dapat meyakinkan sumber pertama yang dari padanya itulah timbulnya segala yang ada di alam semesta ini, sedang percaya kepada hari akhir akan dapat meyakinkan bagaimana kejadian yang terakhir bagi segenap benda yang pernah ada itu.

 

Dengan mengetahui dimana pangkal dan dimana ujungnya, juga mengetahui siapa sumbernya dan bagaimana akhir kelak kejadiannya itu, maka dapatlah seseorang mengarahkan tujuan yang harus dicapai, melukiskan kemana harus menuju untuk dijadikan titik terakhir dari berjalanannya dan bahkan dapat pula menggunakan segala macam alat dan perantaraan guna memperoleh tujuan yang pokok itu serta yang dapat menyampaikan dirinya kepada apa-apa yang menjadi cita-cita dan idam-idamannya.

 

Apabila seseorang itu tidak mempunyai pengetahuan semacam ini, maka hidupnya itu tentulah merupakan hidup sia-sia saja, karena tidak ada tujuan dan tidak pula ada cita-citanya.

 

Disaat manusia itu sudah sedemikian keadaannya, maka pastilah ia kehilangan ketinggian rohaniahnya, kehilangan keutamaannya yang tertinggi nilainya. Ia hanyalah hidup sebagaimana hidupnya binatang yang hanya menem: puh instink alamiahnya belaka ataupun semata-mata mengikuti tuntutan fithrahnya belaka. Jikalau ini terjadi, maka benar-benarlah manusia semacam itu telah mengalami kemerosotan dan keruntuhan rohaniah yang sehebat-hebatnya yang akibatnya akan merusak binasakan kepribadian manusia itu sendiri.

 

MANUSIA TIDAKLAH DICIPTAKAN DENGAN SIA-SIA

 

AlQuran Alkarim sudah mengarahkan pandangannya dan memberitahukan dengan sejelas-jelasnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala ini tidak menciptakan manusia ini tanpa memiliki tujuan yang tinggi atau tanpa cita-cita yang luhur. Sebab yang sedemikian ini tentu akan bertentangan sekali dengan sifat Kesempurnaan Tuhan yang tersuci dan : tidak sesuai pula dengan KebijaksanaanNya yang luhur.

 

Allah Ta’ala tidaklah akan menciptakan manusia dengan tangan kekuasaanNya, tidaklah akan meniupkan ruhNya dalam tubuhnya itu, tidaklah mengutamakannya melebihi malaikat, tidaklah akan menaklukkan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi untuknya, tidaklah akan menjadikannya sebagai pemimpin planit bumi ini. jikalau tidak ada tujuan dan maksud yang. teristimewa.

 

Jikalau Allah Ta’ala berbuat demikian, tentulah hal itu akan merupakan suatu permainan yang tidak berguna yang Allah Ta’ala pasti Maha Suci dari hal-hal yang sedemikian itu yakni bahwa Allah Ta’ala tidak mungkin akan bersifat demikian.

 

Perhatikanlah firman Allah Ta’ala ini :

 

Apakah kamu semua menyangka bahwasanya Kami (Allah) membuat kamu itu dengan main-inain dan bahwasanya kamu semua itu tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Maha Sucilah Allah yang Maha Merajai dan Benar, tiada Tuhan melainkan Dia yang Menguasai ‘arasy yang mulia”. S. Mu’minun 118-116.

 

Manusia itu mempunyai beban melaksanakan risalat yaitu untuk memegang khilafat (menjadi pengganti) dari Allah di bumi ini. Ia diperintah dan diwajibkan melaksanakan ketentuan-ketentuan dari khilafat ini, kemudian nanti ia akan diminta pertanggungan jawabnya mengenai apa-apa yang telah dilakukan yakni dihadapan Allah Ta’ala sendiri.

 

Jikalau ada perkiraan yang menyimpang dari ketentuan diatas itu, maka jelaslah bahwa hal itu merupakan penyelewengan dari ajaran yang benar dan beralih kepada kesesatan belaka.

 

Ingatlah firman Allah Ta’ala :

 

,, Apakah manusia itu mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja dengan tiada dimintai pertanggungan jawab : ?

 

Bukankah dahulunya ia berupa setetes air mani yang ditumpahkan ?

 

Kemudian ia menjadi segumpal darah, lalu Tuhan menciptakan bentuknya dan menyempurnakan kejadiannya ?

 

Setelah itu Tuhan menjadikan dua jenis yakni lelaki dan perempuan ?

 

Tidakkah Tuhan yang demikian besar kekuasaanNya itu Maha Kuasa pula menghidupkan orang-orang yang telah mati ?”S. Qiamah 36-40.

 

PENGERTIAN HARI AKHIR

 

Hari akhir yakni hari kiamat itu didahului dengan mushahnya alam semesta ini. Jadi pada hari itu akan matilah seluruh makhluk yang masih hidup. Bumipun akan berganti, bukannya bumi atau langit yang sekarang ini.

 

Selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Jalu mencipta. kan alam lain yang disebutnya alam akhirat. Disitulah seluruh makhluk akan dibangkitkan yakni dihidupkan lagi setelah mereka mati. Ruhnya dikembalikan dalam tubuhnya dan dengan demikian mereka akan mengalami kehidupan yang kedua kalinya.

 

Setelah dibangkitkan (diba’ata) lalu setiap jiwa akan dihisab (diperhitungkan) seluruh amalannya baik yang berupa kebaikan atau keburukan.

 

Oleh sebab itu, maka barangsiapa yang kebaikannya dapat melebihi keburukannya, tentulah oleh Allah Ta’ala akan dimasukkan dalam surga, sedang barangsiapa yang keburukannya lebih banyak dari kebaikannya, maka akan dimasukkan oleh Allah Ta’ala dalam neraka.

 

PERHATIAN ALQURAN TERHADAP HARI AKHIR

 

AlQuran memberikan perhatian yang sangat istimewa terhadap pemantapannya keimanan pada hari akhir itu. Perhatian yang besar ini dapat kita saksikan dari beberapa hal dibawah ini :

 

Pertama : Dihubungkannya dengan keimanan kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Tetapi yang disebut kebaikan ialah seseorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir”. S. Baqarah 177.

 

Pula firmanNya :

 

,,Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang shabiin (para pengikut nabi-nabi dahulu), siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir serta mengerjakan kebaikan. Mereka itulah yang memperoleh pahala disisi Tuhan mereka dan tiada ketakutan atas mereka serta merekapun tidak menaruh dukacita”. S. Baqarah 62.

 

Kedua : Amat banyak sekali uraian per ihal har 1 kia mat itu yang disebutkan oleh AlQuran, bahkan hampir tidak sesuratpun yang tidak memuat pembahasannya. Diuraikannya pula hal-hal yang dapat mendekatkan pemahamannya untuk jiwa dan kalbu, kadang-kadang dengan menggunakan keterangan dan kupasan yang nyata dan kadang-kadang dengan membuat percontohan atau perumpamaan.

 

Ketiga : Barangsiapa yang suka mengikuti isi AlQuran dan meneliti betul ayat-ayatnya, tentu ia dapat mengetahui bahwa Allah Ta’ala tidaklah mengemukakan hari kiamat itu dengan sebuah nama saja, tetapi menggunakan nama-nama yang berlain-lainan dan setiap nama itu menunjukan pengertian apa yang akan terjadi pada hari itu yang kesemuanya berupa kesukaran dan kesengsaraan belaka. Misalnya ialah sebagai berikut :

 

  1. Hari Ba’ats (yaumul ba’tsi), sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan berkatalah orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan : ,,Sesungguhnya kamu semua telah menanti (sesuai dengan keterangan) dalam kitab Allah (dalam kubur atau alam barzakh) sampai hari ba’ats (bangkit dari kematian). Inilah hari bi’ats sudah tiba, tetapi kamu semua tidak mengetahui”. S. Rum 56.

 

  1. Hari kiamat (yaumul Qiamah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Pada hari kiamat, engkau lihat orang-orang yang berkata bohong tentang Tuhan itu. muka mereka itu hitam semuanya”. S. Zumar 60.

 

  1. Saat (Sa’ah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Saat (hari kiamat) itu telah dekat dan bulanpun berbelah”. S. Qomar 1.

 

Juga firmanNya :

 

,,Sesungguhnya kegoncangan pada saat hari kiamat itu adalah suatu hal yang dahsyat sekali”. S. Haji. 1

 

  1. Akhirat (akhirah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Tetapi kamu semua lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan di akhirat itu lebih baik dan lebih keka?”. S. A’la 16-17.

 

  1. Hari Din (yaumiddin), sebagaimana firmanNya :

 

,, Allah yang merajai hari Din (hari Pembalasan)”.S, Fathihah 3.

 

  1. Hari hisab (yaumul hisab), sebagaimana firmanNya :

 

,,Sesungguhnya saya melindungkan diriku kepada Tuhanku dan Tuhanmu semua dari setiap orang yang sombong yang tidak mempercayai hari hisab (perhitungan amal) nanti”. S. Ghafir 27.

 

  1. Hari fath (yaumul fathi), sebagaimana firmanNya:

 

,,Katakanlah : ,,Pada hari fath (kemenangan) ini tidaklah berguna keimanan bagi orang-orang yang kafir itu dan mereka itu tidak akan diperhatikan”, 8. Sajdah 29.

 

  1. Hari talak (yaumut talaq), sebagaimana firmanNya:

 

,,,Tuhan yang Maha Tinggi derajatNya, yang memiliki singgasana itu, menurunkan ruh (wahyu) dengan perintahNya kepada orang yang dikehendaki olehNya diantara hamba-hambaNya, untuk memberikan peringatan tentang adanya hari: talag (pertemuan) itu.

Pada hari itu orang-orang sama datang kemuka (menampakkan diri)”. S. Ghafir 15-16.

 

  1. Hari Jamak dan Taghabun (yaumul jam’i watttaghabun!, sebagaimana firmanNya :

 

,,Pada hari Allah Kakan kamu semua “untuk hari jamak (berhimpun). Itulah hari taghabun (tipu-menipu)”. S. Taghabun 9.

 

Pengertian dari perkataan taghabun itu banyak, diantaranya ialah :

 

  1. Pembuktian kebenaran yakni kaum ahli surga disaat itu mengejek para ahli neraka, sebab sewaktu di dunia.dahulu mereka kaum kafirin itu selalu berbuat demikian terhadap kaum mukminin.

2 Kebingungan, sebab pada hari kiamat itu segenap makhluk dalam kebingungan yang sangat, karena harus mengalami berbagai kesengsaraan dan bencana serta malapetaka yang tidak tertanggungkan lagi.

  1. Tipu-menipu yakni pada hari itu kentaralah orang yang menipu dan yang tertipu. Banyak yang tertipu oleh amalannya sendiri. Dikiranya pekerjaan baik dan mendatangkan keuntungan, tetapi tiba-tiba perupa perbuatan jahat dan mendatangkan bahaya esar.

 

  1. Hari khulud (yaumul khulud), sebagaimana firmanNya.

 

,,Masuklah kamu semua dalam surga, inilah hari khulud (kekai)”, S. Qaf 34.

 

  1. Hari khuruj (yaumul khuruj), sebagaimana firmanNya :

 

,,Pada hari mereka mengapa teriakan dengan haq. Itulah hari khuruj (kebangkitan dari kematian”. S. Qaf 42.

 

L Hari hasrah (yaumul hasrah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Dan berilah mereka itu peringatan terhadap datangnya hari hasrah (penyesalan), ketika perkara telah diputuskan, sedang mereka dalam kelalaian dan tidak beriman”. S. Maryam 39.

 

  1. Hari Tanad (yaumul-tanad), sebagaimana firmanNya :

 

,,Hai kaumku, sesungguhnya aku khawatirkan dirimu semua pada hari Tanad (panggil-memanggil antara penghuni surga dan neraka)”, S. Ghafir 32.

 

  1. Azifat (Azifah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Azifat (peristiwa dekat) sudah hampir tiba. Tiada seorangpun selain dari Tuhan yang dapat membukanya”. S. Najm 57-58.

 

  1. Thammat (Thammaht, sebagaimana firmanNya :

 

,,Maka apabila thammah (bencana yang maha besar) telah tiba. Pada hari manusia mengingat-ngingat kembali apa yang telah dilakukannya”. S. Nazi’at 34-35.

 

  1. Shakhkhat (Shakhkhahi, sebagaimana firmanNya:

 

,,Apabila shakhkhah (suara yang memekakkan telinga) telah tiba. Pada hari seorang manusia lari dari saudaranya. Dan dari ibu serta ayahnya. Juga dari isteri dan anak-anaknyu. Setiap orang pada hari itu mempunyai urusan yang mengganggunya (sehingga tidak sempat memikirkan urusan orang lain)”. s. ‘Abasa 33-37,

 

  1. Haqqat (Haqqah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Haqqah (keadaan yang sebenarnya), Apakah haqqat itu ?

Adakah yang memberitahukan padamu, apakah haqqah itu ?” S. Haqqah 1-3.

 

  1. Ghasyiat (Ghasyiah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Sudahkah sampai kepadamu berita ghasyiah (kejadian yang menyelubungi)”. S. Ghasyiah 1.

 

  1. Waqi’at (Waqi’ah), sebagaimana firmanNya :

 

,,Jikalau wagi’ah (peristiwa dahsyat) telah tiba.

Tidak seorangpun dapat mendustakan terjadinya itu.

Ada golongan yang direndahkan (yakni kaum kafirin) dan ada ula golongan yang ditinggikan (yakni kaum mukminin)”. S. Waqi’ah 1-3

 

HIKMAT MEMPERHATIKAN HARI AKHIR

 

AlQuran itu sangat memperhatikan sekali perihal persoalan hari akhir dan mi dikarenakan beberapa sebab, seperti :

 

Pertama : Bahwa kaum musyrikin dari bangsa Arab dahulu sangat mengingkarinya.dengan penentangan yang , hebat sekali. Mereka tidak mempercayai sama sekali akan tibanya hari penghabisan itu. Dalam AlQuran Allah Ta’ala menyebutkan golongan yang sedemikian ini sebagaimana firmanNya :

 

,,Orang-orang yang mengingkari itu berkata : ,,Hal itu tidak ada lain lagi kecuali kehidupan kita di dunia ini saja, disinilah kita mati”dan disini pula kita hidup. Tidak akan ada yang merusakkan kita ini kecuali masa (yakni karena masa hidup sudah lama dan usia sudah tua, lalu meninggal dunia)”. S. Jatsiah 24.

 

Kedua : Bahwa golongan ahlulkitab (pemeluk agama Nasrani dan Yahudi), sekalipun mereka itu mempercayai akan adanya hari akhir, tetapi cara penggambaran dan pemikiran mereka terhadap tibanya hari itu sudah boleh dikata rusak dan salah sama sekali.

 

Kaum Nasrani misalnya sama berpegang teguh akan wujudnya Yesus Penebus dan Penyelamat, yang dengan dirinya telah menebus segala dosa manusia serta menyelamatkan mereka dari siksa-siksa karena kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan.

 

Kepercayaan semacan ini sesuai benar dengan apa yang dikatakan oleh pemeluk agama Hindu dengan sistim penitisannya. Bahkan juga hampir serupa dengan kepercayaan pemeluk agama Budha. Satu dengan lainnya hampir-menghampiri dalam persamaan pendapatnya.

 

Perihal kepercayaan yang dianut oleh pemeluk agama Yahudi mengenai Ketuhanan dan hari akhir itu tidaklah kurang rusak dan tersesatnya dari kepercayaan kaum Nasrani dan Hindu.

 

Ketiga : Kepercayaan kepada hari akhir itu menyebabkan kita hidup di dunia ini mempunyai suatu tujuan mulia serta cita-cita yang tinggi. Disana ada, suatu puncak yang hendak kita capai dengan sekuat tenaga yang ada pada diri kita. Tujuan itu yang terutama sekali ialah mengerjakan kebaikan-kebaikan, meninggalkan kemunkaran dan segala bentuk kemaksiatan, menghiasi diri dan jiwa dengan sifat-sifat yang utama serta menghindarkan diri dari kehinaan-kehinaan dan kerendahan-kerendahan yang pasti akan membahayakan dan mencelakakan tubuh dan agama, keperwiraan dan akal fikiran, bahkan juga harta. Semua ini merupakan kesimpulan dari merealisasikan khilafat yang dibebankan oleh Allah Ta’ala kepada kita ummat manusia seluruhnya.

 

Untuk melaksanakan itu semua sudah tentulah mutlak perlu adanya pendorong semangat dari jiwanya sendiri yang mengajak supaya selalu bergembira untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu, juga yang dengan senang menutup seluruh jalan yang menuju kearah keburukan dan kejahatan. Pendorong semangat ini tentulah tidak akan menjadi kokoh kuat: melainkan dengan jalan memperbanyak ingatan kepada Tuhan. memberikan peringatan pada siapa-siapa yang berbuat kesalahan, pandai memberikan gambaran serta membuat perumpamaan dan percontohan yang beraneka ragam, juga mengambil suri teladan dari peristiwa-peristiwa yang pernah ada. Maksud yang terpenting dari mengusahakan jalan-jalan ini ialah agar lebih mendalamlah tertanamnya akar-akar kebaikan itu dalam kalbu, makin hebat kesannya dalam jiwa, lebih mentahkikkan tujuan yang hendak dicapai dan meletakkan segala sesuatu itu pada bidang atau proporsi yang sewajarnya. Dengan melaksanakan semua ini. maka setiap pengingkar akan kembali dari kesalahannya, orang yang merasa keliru dapat membetulkan kekeliruannya sendiri dan setiap manusia akan mengarahkan tujuan amalannya yang tertinggi kejalan yang nyata-nyata kebenarannya, sehingga ia tidak akan tersesat di jalan dan tidak pula tergelincir dalam kesalahan.

 

PERTAMA-TAMA YANG TERJADI PADA HARI AKHIR

 

Dari himpunan-himpunan ayat-ayat yang mulia yang menguraikan perihal hari akhir, dapatlah diambil kesimpulan bahwa hari penghabisan itu akan dimulai dengan timbulnya suatu perubahan secara umum dan merata dilingkungan alam semesta ini. Disaat itu akan terjadilah Berbagai hal yang dahsyat dan mengerikan, seperti langit pecah dan berbelah, bintang-bintang tidak menentu lagi letak dan arah jalannya, antara yang sebuah bertubrukan dengan yang lain, bumipun akan hancur porak poranda dan semua yang tampak ini rusak binasa. Malahan segala yang dikenal dan dapat dilihat oleh manusia di dunia ini akan punah seluruhnya.

 

Hal ini difirmankan oleh Allah Ta’ala, diantaranya :

 

,,Padu hari yang ditentukan digantilah bumi ini dengan bumi yang lain dan langitpun demikian pula, lalu geluruk. makhluk. sama datang menunjukkan dirinya kepada Allah Maha Esa lagi Perkasa”. S. Ibrahim 48.

 

ILMU ALAM DAN HARI AKHIR

 

Kehancuran total yang meliputi seluruh isi alam semesta ini bukanlah suatu hal yang mustahil dan bukan pula sesuatu yang menyimpang dari akal fikiran yang sehat. Dikalangan para sarjana ilmu alam telah menetapkan bahwa segala yang maujud pasti akan ada ujung atau penghabisan waktunya yakni pada suatu hari yang tertentu. Ini adalah sebagaimana halnya perputaran masa yaitu dari zaman purbakala sehingga suatu ketika yang merupakan penghabisan masa itu, sesuai dengan hukum yang ada untuk itu. Jadi masa itupun akan berputar menurut putarannya yang wajar dan pasti, sehingga akhirnya akan sampailah pada masa kerusakan dan kepunahannya.

 

Jadi perihal apa yang ditetapkan oleh AlQuran Alkarim mengenai penghabisannya alam semesta ini, sebenarnya sama sekali tidak menyalahi theori-theori yang termodern yang dapat dihasilkan oleh para sarjana ilmu alam, sebagaimana yang dicantumkan diatas itu.

 

Sesuatu hal yang merupakan petunjuk yang sejelas-jelasnya bahwa persoalan hari akhir itu benar-benar suatu ajaran yang datangnya dari Allah Ta’ala ialah karena memang sebelum itu tidak seorangpun pernah mempercakapkan atau berbicara mengenai rusaknya alam semesta ini dengan cara atau gambaran yang diberikan oleh agama Islam., Bahkan tidak pernah pula diketengahkan atau diperbincangkan oleh agama-agama lain yang datang sebeLumnya. Malahan tidak mungkin pula hanya merupakan buah fikiran Rasulullah s.a.w.

 

Jadi teranglah bahwa pemberitaan akan tibanya hari kiamat sebagaimana yang digambarkan oleh ajaran Islam itu adalah salah satu mukjizat dari sekian banyak mukjizat yang dimiliki oleh beliau s.a.w. itu.

 

BILAKAH TIBANYA HARI AKHIR ITU ?

 

Saat tibanya hari kiamat atau hari akhir adalah suatu persoalan yang dipegang sendiri dan hanya diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jadi tidak seorangpun yang dapat memakluminya, baik dari kalangan makhluk apapun, apakah ia seorang nabi atau rasul, apakah ia malaikat yang sangat dekat hubungannya dengan Allah Ta’ala. Semua tidak ada yang mengerti kapan waktu datangnya itu. Allah Ta’ala dalam hal ini berfirman : 

 

,,Sesungguhnya disisi Allah itu sajalah ilmunya untuk mengetahui saat tibanya hari kiamat. Allah pulau yang menurunkan hujan dan yang Maha Mengetahui apa yang uda didalam rahim ibu. S. Luqman 34.

 

Para sahabat dizaman Rasulullah s.a.w. dahulupun sudah sama menginginkan untuk mengetahui persoalan yang pelik ini. Mereka bertanya kepada beliau s.a.w., bahkan ada yang bersikap sangat mendesak, tetapi Allah Ta’ala memberi perintah kepada beliau s.a.w. agar hal itu dikembalikan saja semata-mata kepada Allah belaka. Ringkasnya hanya Allah Ta’ala yang Maha Esa sendirilah yang boleh mengetahui masa tibanya itu. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kepada Allah jualah dikembalikan pengetahuannya perihal saat tibanya hari kiamat itu”. S. Fushshilat 47.

 

Soal jawab mengenai hari tibanya hari kiamat itupun fercatat dalam lembaran Alquran, sebagaimana firman: Nya :

 

,,Orang-orang sama bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang sa’ah (hari kiamat), bilakah itu datangnya ?

 

Katakanlah » ,,Pengetahuan tentang sa’ah itu adalah disisi Tuhanku, Tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktunya Selain dari Tuhan. Berat sekuli mengetahuinya ita pagi para penghuni langit dan bumi, da tidak akan datang padamu semua Melainkan dengan cara yang tiba-tiba saja”.

 

Mereka bertanya pula padamu, seolah-olah engkau dapat menerangkannya. Katakanlah : ,,Pengetahuan tentang saah itu adalah disisi Tuhan, tetapi kebanyakan manusia memang tidak mengetahui”, S. A’raf 187.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. ‘anhuma, bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Kunci keghaiban itu lima perkara tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali Allah sendiri, yaitu :

 

  1. Bahwasanya disisi Allah sajalah pengetahuan perihal tibanya hari kiamat.
  2. Allah pula yang mengetahui waktu turunnya hujan.
  3. Allah saja yang mengetahui apa yang ada didalam rahim.
  4. Tidak seorangpun mengetahui apa yang akan dikerjakan esok hari.
  5. Tidak seorangpun yang mengetahui di bumi mana ia akan meninggal dunia”.

 

Dalam tafsirnya. Imam Al-Alusi berkata : ,,Allah Subhanahu wa Ta’ala sengaja merahasiakan urusan datangnya hari kiamat itu karena adanya hikmat syari’at dalam hal itu, sebab dengan merahasiakannya, maka akan menyebabkan seseorang itu lebih memperhatikan pada ketaatan terhadap Allah dan lebih menghindarkan diri dari perbuatan maksiat. Ini adalah sebagaimana juga halnya merahasiakan saat tibanya ajal (kematian) yang khusus bagi setiap manusia. Tujuannya adalah sebagaimana diatas itu pula”.

 

Jikalau ada yang berkata bahwa hikmat pengaturan alam inipun dimaksudkan sedemikian itu pula, maka pendapat semacam ini rasanya tidak terlampau jauh dari kebenaran.

 

Menilik zahirnya ayat-ayat yang ada, teranglah bahwa Rasulullah s.a.w. sendiri juga tidak mengetahui secara pasti kapan saat tibanya hari kiamat itu. Memang beliau s.a.w. hanya memberikan tanda-tanda tentang sudah dekat tibanya saat itu secara pokok dan bahkan beliau s.a.w. memberitahukan pula bahwa dengan diutusnya beliau sendiri itu sudah merupakan salah satu tanda dekat tibanya saat itu. Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Tirmidzi dan dianggapnya sebagai hadits shahih, dari Anas r.a. Rasulullah s.a.w., bersabda :

 

,,Saya diutus dan jarak waktu antara diutusku itu dengan tibanya hari kiamat adalah seperti dua buah jari ini”. (Beliau S.a.w. menunjukkan jari telunjuk dan jari tengahnya).

 

Disebutkan pula dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r. ‘anhuma, dari Rasulullah s.a.w., sabdanya :

 

,,Huanyasanya jarak waktumu dengan hari kiamat itu, dibanding dengan waktu-waktu bagi ummat-ummat yang sebelummu itu adalah seperti antara shalat ‘ Ashar dengan terbenamnya matahar??. ,

 

Perihal penghabisan dari kehidupan di dunia, sama sekali tidak terdapat sebuah haditspun yang shahih yang kiranya dapat digunakan sebagai pegangan.

 

Ibnu Hazam berkata : ,,Kita kaum muslimin tidak dapat memberikan ketentuan dengan menggunakan hitungan yang biasa kita kenal di dunia ini. Apabila ada orang yang mendakwakan bahwa hal itu lamanya ada tujuh ribu tahun atau lebih atau kurang dari itu, maka orang yang berkata sedemikian itu benar-benar telah mengemukakan sesuatu yang tidak ada keterangannya sama sekali dari Rasulullah s.a.w. Sebabnya ialah karena dari beliau s.a.w. sendiri tidak pernah ada sebuah katapun yang shahih mengenai hal itu, bahkan yang benar ada dari beliau s.a.w. adalah kebalikan atau yang berlawanan dari adanya ketentuan tadi: Oleh karena itu.kita haruslah menetapkan saja bahwa dunia ini mempunyai suatu masa yang tertentu yang hanya dimaklumi oleh Allah Ta’ala sendiri. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

, Aku (Allah) tidak mempersaksikan kepada mereka mengenai penciptaan langit dan bumi, bahkan tidak pula mengenai penciptaan diri mereka sendiri”. S. Kahf 51.

 

Rasulullah s.a.w. juga bersabda :

 

,,Tidaklah kamu semua itu jika dibandingkan dengan masa masa ummat yang sebelummu itu, melainkan hanyalah sebagai sehelai rambut putih di kulit lembu yang hitam atau: sebagai sehelai rambut hitam di kulit lembu yang putih (maksudnya sebentar sekali)”.

 

Ini adalah sebagai perumpamaan, maka bagi seseorang yang memikirkan hal itu dengan ketenangan hati, serta mengetahui kadar pemeluk agama Islam dan disesuaikan pula dengan masa kemakmuran dunia yang ada ditangan mereka, tentulah ia dapat mengambil kesimpulan bahwa dunia ini benar-benar mempunyai masa yang tidak dapat dimaklumi oleh siapapun. Satu-satunya yang Maha Mengetahui hanyalah Maha Penciptanya sendiri yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Demikian pula apa yang disabdakan Rasulullah s.a.w. bahwa : waktu antara diutusnya beliau s.a.w. dengan waktu datangnya hari kiamat itu diumpamakan sebagai letak dua jarinya yang berdekatan yakni jari telunjuk dan jari tengah. Sewaktu menunjukkan itu beliau s.a.w. merapatkan letak dua jari tersebut.

 

Dalil agama sudah jelas yaitu bahwa tibanya hari kiamat tidaklah dapat .diketahui dengan pasti dan yang mengetahui hanyalah Allah Ta’ala belaka. Jadi benarlah bahwa Rasulullah s.a.w. dengan memberikan perumpamaan sebagaimana diatas itu, dengan maksud memberitahukan sangat dekatnya waktu itu, maka itu jari keduanya dirapatkan dan bukan dipisahkan jaraknya antara yang sebuah dengan yang lainnya. Sebabnya ialah andaikata demikian itu tujuannya, tentulah dapatlah diambil kesimpulan berapa jarak yang ada antara kedua jari yang terlonggar itu atau dengan menyesuaikan panjang jarinya. Dengan mengukur secara demikian, tentu dapat dipastikan kapan waktu tibanya hari kiamat itu. Tetapi perkiraan yang semacam itu pastiiah bathil dan salah sama sekali. Lagi pula, jika ketentuan sedemikian itu dapat ditemukan, tentunya perumpamaan masa antara ummat-ummat dahulu dengan zaman kita sekarang ini sebagai – sehelai rambut dikulit lembu sebagaimana hadits diatas, tentulah suatu dusta belaka. Naudzu billah min dzalik.

 

Oleh karena itu yang terang dan jelas ialah bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah .s.a.w. dalam menunjukkan dua jari beliau s.a.w. yang mulia itu bukanlah supaya dapat dipastikan perkiraan kapan tibanya hari kiamat itu, tetapi semata-mata sebagai uraian perihal dekatnya saja. Hingga kini masa diutusnya Rasulullah s.a.w. sudah lebih kurang seribu empatratus tahun, sedang Allah Ta’ala akan lebih mengetahui lagi berapa usia yang tertinggal dari waktu dunia kita ini. Kalaupun masa sekian ini dianggap cukup lama, tetapi masih dapat dikatakan sebentar bila dibandingkan dengan masa sebelumnya yakni yang sudah lampau. Pendek kata masih sangat sedikit bila diukur dengan masa-masa yang telah berlalu, karena Rasulullah s.a.w. sendiri telah jelas memberikan perumpamaan antara masa kita sekarang dengan yang sudah-sudah itu sebagai sehelai rambut dikulit lembu atau sebagai suatu titik dilengan seekor keledai.

 

BA’ATS (BANGKIT DARI KUBUR)

 

Kehidupan hari akhir itu dimulai dengan adanya ba’ats yakni pembangkitan seluruh makhluk dari kubur. Maksudnya ialah mengembalikan ruh manusia dalam tubuhnya yang asli, sebagaimana ketika adanya di dunia sekarang ini. Pengulangan ini terjadi setelah lenyapnya sama sekali. Tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang pertumbuhan hidup yang kedua ini, Sebab nyata-nyata berbeda sekali dengan taraf pertumbuhan yang pertama sewaktu ia dilahirkan di dunia.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami (Allah) telah menentukan kematian kepadamu semua dan tidaklah Kami ini dapat dikalahkan. Untuk menukar rupamu dan menjadikan kamu semua dalam rupa yang tidak kamu ketahui. Tentunya kamu semua telah mengetahui kejadian yang perlama, mengapa kamu semua tidak mengambil pengertian”. S. Waqi’ah 60-62.

 

DALIL-DALIL PERIHAL BA’ATS

 

AlQuran Alkarim telah banyak memberikan dalil-dalil tentang adanya ba’atas yakni pembangkitan kembali setelah mati itu. AlQuran juga mengambil pembuktian dengan adanya penciptaan serta pertumbuhan yang pertama yakni sewaktu di dunia ini, lalu dipersamakan dengan penciptaan dan pertumbuhan yang kedua nanti. Dijelaskannya bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu, juga Maha Mengetahui segala sesuatu, sehingga tidak sukarlah bagiNya untuk mengembalikan tubuh-tubuh yang sudah berserakan dan tulang-tulang yang telah remuk dan hancur itu sebagaimana semula, karena memang langsung kekuasaanNya itu kepada segala yang ada, bahkan tidak satupun yang tersia-sia ataupun hilang dalam pandanganNya karena amat luas sekali sifat ‘ilmuNya itu.

 

Dalam hal itu Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Manusia itu membuatkan perumpamaan untuk Kami (Allah) dan ia melupakan asal kejadiannya. Ia berkata : ,,Siapakah yang akan dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah hancur luluh ini ?”.

 

Katakanlah : ,,Yang dapat menghidupkannya ialah Dzat yang menjadikannya untuk pertama kali dan Dia adalah Maha Mengetahui segala mukhluk”, S. Yasin 78-79.

 

Manusia dengan pertumbuhan kejadiannya, berpindah: pindahnya dari suatu keadaan kepada keadaan yang berikutnya, bahkan juga bumi dengan segala tumbuh-tumbuhan yang ada diatasnya itu, semuanya adalah merupakan bukti kemaha-kuasaan serta: kemaha-agungan Allah Subhanahu wa Ta’ala itu.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Hai sekalian manusia, jikalau kamu semua masih ragu-ragu terhadap hari baats (kebangkitan dari mati), maka ingatlah bahwa Kami (Allah) telah menciptakan kamu semua dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu berupa segumpal darah beku, lalu menjadi sekepal daging, yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, supaya Kami dapat menjelaskan kepadamu. Kami menetapkan manusia itu dalam rahim (kandungan ibunya) selama masa yang Kami kehendaki sampai waktu yang ditentukan. Selanjutnya Kami. mengeluarkan – kamu semua sebagai seorang anak bayi, seterusnya kamu semua mencapai usia dewasa. Sebagian dari kamu semua ada yang dimatikan dan sebagian lagi ada yang diantar sampai kepada usia yang sangat lanjut, sehingga la tidak mengetahui apa-apa lagi, padahal dulu pernah mengetahuinya. Dan engkau lihat bumi itu kering, tetapi ‘apabila Kami turunkan air hujan diatasnya, iapun bergerak, menggembung dan menumbuhkan segala macam tanaman yang indah permai.

 

Demikianlah keadaannya, karena sesungguhnya Allah itulah yang sebenarnya (hag) dan sesungguhnya Dia dapat menghidupkan apa-apa yang telah mati dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 

Sesungguhnya hari kiamat itu pasti datang, tiada diragukan lagi kejadiannya dan sesungguhnya Allah akan membangkitkan orang yang didalam kubur”. S. Haj 5-7.

 

Renungkanlah baik-baik, jikalau Allah Ta’ala itu maha Kuasa untuk membuat langit dan bumi dan bahkan masih terus juga menciptakan lain-lainnya lagi, memberi rizki dan menghidupkan serta mematikan, maka apakah jauh perbedaannya segala sesuatu yang dapat disaksikan ini dengan akan diulanginya sekali lagi penciptaan seluruh makhluk itu dan dibangkitkan sebagaimana keadaannya semula ?

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sukarkah Kami (Allah) menciptakan yang pertama kali itu ? Tidak, tetapi mereka saja yang ragu-ragu terhadap ciptaan yang baru”. S. Qaf 15.

 

Sebenarnya mengingkari akan adanya kebangkitan kembali setelah mati yakni mengulang kehidupan untuk kedua kalinya, padahal telah banyak uraian-uraian yang jelas dan bukti-bukti yang nyata, baik yang ada dalam diri sendiri ataupun dengan meneliti keadaan makhluk lain-lain di alam semesta ini, maka mengingkari yang sedemikian itu benar-benar tidak ada artinya lagi, sebab terang salahnya.

 

KERAGU-RAGUAN PARA PENGINGKAR BA’ATS

 

Ada beberapa golongan manusia yang menganggap mustahil kenyataan ini, mereka mengira bahwa hal itu tidak mungkin terjadi, sebab mereka meyakinkan bahwa dibangkitkan dari kubur adalah suatu peristiwa yang benar-benar menyalahi apa yang biasa mereka saksikan sehari-hari dari keadaan yang berlaku, sepanjang yang mereka maklumi di dunia ini. Mereka menganggap hal itu jauh dari kebenaran dan persoalannya diperbesarkan sekali, sebab akal fikiran mereka itu tidak dapat mempercayai adanya kehidupan yang berulang untuk kedua kalinya, tidak mempercayai pula bahwa ruh itu akan dikembalikan pada tubuhnya setelah terserak-serak dan hancur binasa, juga setelah anggauta-anggauta tubuh itu melarut diberbagai bagian benda yang lain. Yang mereka percayai ialah bahwa seseorang itu setelah mati, lalu tubuhnya itu berubah menjadi tanah dan tanah itu menjadi tanaman, kemudian ada manusia lain yang makan tanaman tersebut, selanjutnya yang makan ini nanti mati pula, Dan demikianlah seterusnya.

 

Mereka percaya bahwa manusia itupun berpindah serta beralih kepada yang lain, begitu pulalah tubuh-tubuh itu, yang satu masuk pada yang lain dan begitulah selanjutnya sampai saat kapanpun juga. Oleh sebab itu bagaimana manusia-manusia yang sudah bercerai-berai bagian-bagiannya itu akan dibangkitkan kembali menjadi hidup, padahal tubuhnyapun sudah masuk ke tubuh orang lain dan orang inipun ke orang lain pula ?

 

Kesyubhatan semacam ini sebenarnya sudah amat tua usianya. Tetapi masih juga menjadi kebimbangan dikalangan sebagian banyak orang. Padahal AlQuran sendiri sudah memberikan pengobatan terhadap kemusykilan seperti ini dan telah pula dijelaskan sampai cukup sekali, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Mereka berkata ” ,,Kehidupan itu tidak ada selain kehidupan kita di dunia ini saja, disinilah kita mati dan disini pula kita hidup. Tidak ada yang merusakkan kita ini kecuali masa (yakni karena masa hidup sudah lama dan usia sudah tua, lalu meninggal dunia). Tetapi tentang itu mereka tidak mempunyai pengetahuan, mereka hanyalah mengira-ngirakan saja.

 

Apabila dibacakan kepada mereka keterangan-keterangan Kami yang jelas itu, maka tidak ada bantahan mereka kecuali mereka hanya berkata : ,,Datangkanlah (hidupkanlah kembali) bapak-bapak kita, jikalau yang kamu semua katakan itu betulbetul benar”.

 

Katakanlah : ,,Allah itulah yang menghidupkan kamu semua, kemudian mematikan kamu semua pula, akhirnya kamu semua dikumpulkan pada hari kiamat. Hal itu tidak perlu diragu-ragukan lagi, tetapi sebagian banyak manusia memang tidak mengetahuinya”. S. Jatsiah 24-26.

 

Begitulah orang-orang yang mengingkari ba’atas itu. Allah Ta’ala telah mengemukakan sanggahannya bahwa pemustahilan yang mereka kemukakan mengenai itu adalah tidak ada dasarnya sama sekali, tidak ada artinya dan pasti salah dan keliru. Sebabnya mereka mengemukakan demikian yakni tidak mempercayai akan kebangkitan kembali setelah mati itu hanyalah karena mereka masih bodoh tentang keagungan Tuhan, tidak menyadari benar-benar tentang kekuasaanNya, ilmu dan kebijaksanaanNya.. Bahkan mereka tidak pernah memikirkan perihal keadaan tubuhnya sendiri itu, bagaimana asal mulanya dan lain-lain sebagainya. Ini saja sekiranya mereka suka memikirkan, tentulah akan merupakan bukti yang paling terang, merupakan tanda yang paling jelas untuk melenyapkan pengingkaran yang senantiasa mereka kemukakan itu. Allah Ta’ala adalah yang menghidupkan mereka pada pertama kalinya, lalu mematikan mereka setelah itu. Bukankah kekuasaan menghidupkan mereka sekali lagi, itupun bukan suatu yang sukar bagi Allah Ta’ala. Demikian pula apa kesukarannya sekiranya mereka akan dikumpulkan setelah terserak-serak anggauta-anggautanya disana-sini untuk kedua kalinya, agar dapat mengalami kehidupan dengan ruh dan badan sebagaimana yang dimiliki sewaktu di dunia ini. Jikalau ini sudah dimengerti, maka apakah kemustahilannya lagi, apa yang dianggap jauh dari kenyataan dan mana yang dianggapnya tidak sesuai ?

 

Ingatlah firman Allah Ta’ala ini :

 

,,Dia (Allah) adalah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya lagi dan ini adalah lebih mudah untuk dilaksanakannya bagi Allah. Dia mempunyai sifat yang amat tinggi di langit dan di bumi dan Dia adalah Maha Mulia dan Bijaksana”. S. Rum 27.

 

PERBEDAAN-PERBEDAAN MANUSIA DIWAKTU BA’ATS

 

Seluruh manusia ini akan berbeda-beda keadaannya diwaktu dibangkitkannya nanti. Perbedaan itu amat besar dan menyolok sekali dan ini adalah mengingat amalan-amalan yang mereka lakukan di dunia sekarang ini. Maka barangsiapa yang benar kepercayaannya dan baik pula amal perbuatannya, juga suci jiwa dan hatinya, maka itulah yang tersempurna tubuh dan ruhnya. Sebaliknya barangsiapa yang buruk amal perbuatannya dan salah atau rusak cara kepercayaannya, maka itulah orang yang tidak sempurna keadaan tubuh dan ruhnya.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Manusia itu akan dikumpulkan pada hari kiamat menjadi liga golongan, segolongan berjalan, segolongan lagi berkendaraan n segolongan lain pula berjalan dengan mukanya”.

 

Para sahabat bertanya : ,,Ya Rasulallah, bagaimanakah Orang-orang itu dapat berjalan dengan mukanya ?”,

 

Beliau s.a.w. bersabda ! ,,Bahwasanya Dzat yang Maha Kuasa menjalankan mereka diatas kakinya, tentu Maha Kuasa pula untuk menjalankan mereka dengan mukanya, Alangkah sukarnya mereka, sebab harus berjalan dengan menjaya mukanya duri tanah-tanah yang renjul, dan banyak tanaman berduri”. Diriwayatkan oleh Tirmidzi,

 

Dalam hadits lain disebutkanlah sabda Rasulullah S.a.w.

 

,,Orang-orang yang sombong dan bengis (zalim) itu nanti dikumpulkan pada hari kiamat dalam bentuk serupa semut kecil yang diinjak-injak oleh orang banyak. Ini adalah karena mereka menganggap ringan kepada Allah ‘ Azza wa Jalla”.

 

Muslim meriwayatkan dari Jabir, katanya : ,,Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda : Setiap hamba itu dibangkitkan nanti menurut apa yang ja mati dengannya”.

 

Maksudnya ialah jikalau matinya itu dengan penuh kebaikan, maka dibangkitkannya nanti itupun dalam keadaan baik pula, sedang jikalau matinya itu dengan penuh keburukan, maka dibangkitkannya nanti itupun dalam keadaan buruk dan ngeri.

 

Sekalipun pembangkitan nanti itu dengan tubuh kasar dan juga ruhnya sekali, tetapi kekuatan ruhaniah itulah yang dapat mengatur keadaan tubuhnya. Jadi akan dapatlah menempuh perjalanan yang amat jauh sekali dalam waktu yang sependek-pendeknya, juga dapat bercakap cakap antara ahli surga dan neraka. Dalam hal ini keadaan mereka itu tidak ubahnya sebagaimana halnya malaikat dan jin yang dapat menjelma atau beralih bentuk dan rupa, juga dapat tampak dalam berbagai tubuh yang diambilnya dari materi alam ini. Tentang hal ini sudah diperbincangkan dengan penetapan secara ilmiah. Pembahasannya sudah lalu dalam bab masalah ruh.

 

SYAFA’AT

 

Maksud dari syafa’at itu ialah memohonkan kepada Allah untuk kebaikan para manusia di akhirat. Syafa’at ini termasuk dalam golongan do’a yang mustajab (dikabulkan ).

 

Diantaranya ada yang disebut syafa’at uzhma (agung) dan ini hanyalah khusus bagi junjungan kita Nabi Besar

 

Muhammad s.a.w. sendiri.

 

Syafa’at uzhma yang beliau lakukan itu nanti ialah memohonkan kepada Allah Ta’ala agar segera diadakan putusan dan penetapan antara seluruh makhluk, agar supaya mereka itu dapat beristirahat dari kesengsaraan dan kesukaran yang diderita di padang Mahsyar, tempat mereka berhenti dan berkumpul. Allah Ta’ala akan mengabulkan permohonan beliau s.a.w. yang sedemikian ini. Usaha beliau s.a.w. yang sangat berhasil itu dianggap besar oleh seluruh ummat, baik yang dahulu maupun yang belakangan dan dengan demikian tampak nyatalah betapa besar keutamaan beliau s.a.w. untuk seluruh alam ini. Inilah yang sebenarnya dimaksudkan dengan maqam mahmud (kedudukan yang terpuji) yang pernah dijanjikan kepada beliau s.a.w. itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Dan dari sebagian mulam hendaklah engkau meninggalkan (idur untuk bersembahyang tahajud, sunnat untukmu, mudahmudahan Tuhan ukan membangkitkan engkau pada tingkatan yang terpuji”. S. Isra” 79. Dari Ibnu Umar r. ‘anhuma, bahwasanya Nabi s.a.w. bersahda :

 

,Sesungguhnya matahari itu akan mendekat pada hari kiamat, Sehingga karena panasnya lalu keringat makhluk saat itu akan sampai diseparuh telinganya. Diwaktu mereka itu dalam keadaan yang sedemikian, merekapun meminta tolong kepada Adam, kemudian Adam berkata : ,,Saya tidak dapat mengerjakan itu (tidak dapat memberikan pertolongan apa-apa)”, Selanjutnya mereka meminta tolong kepada Musa. Musa inipun berkata sebagaimana yang dikatakan oleh Adam diatas. Seterusnya mereka lalu meminta pertolongan kepada Muhammud s.a.w., lalu memberikan syafa’ainya, yaitu agar supaya segera diadakan keputusan antara seluruh makhluk. Muhammad s.a.w. berjalan sehingga memegung lingkaran pintu surga. Dikala itulah Allah mengeruniakan untuknya maqam mahmud (kedudukan yang terpuji) yang mendapat pujian dari seluruh makhluk”.

 

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim.

 

Diriwayatkan pula sebuah hadits dari Ubay bin Ka’ab bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Apabila telah datang hari kiamat, maka saya (Nabi Muhammad s.a.w.) adalah pemimpin dari seluruh nabi, saya pula juru bicara mereka dan yang memegang kesyafa’atan diantara mereka itu. Ini saya kemukakan bukanlah karena kebanggaan (kasombongan)”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud.

 

Adapun syafa’at-syafa’at yang lain selain syafa’at yang dimiliki oleh Rasulullah Muhammad s.a.w,, itu adalah diikuti dengan berbagai syarat, misalnya ialah :

 

  1. Dengan izin Allah dahulu, sebagaimana Allah memfirmankan :

 

,,Siapakah yang dapat mamberikan syafaat disisi Allah nanti itu, melainkan dengan izinNya”, S. Baqarah 255.

 

  1. Yang diberi syafa’at haruslah orang yang diridlai atau disukai oleh Allah Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Mereka tidak dapat memberikan syafa’at melainkan am Kanada Orang yang Allah meridlaiNya”. S, Anbia’ 25.

 

Adapun yang diridlai oleh Allah Ta’ala untuk diberi syafa’at itu tentulah orang yang berhak untuk menerima pengampunan dari padaNya dengan mengikuti hal-hal yang ditentukan bagi neraca keadilan ketuhanan. Jadi kedudukan syafa’at disini hanyalah untuk menunjukkan kekeramatan atau kemuliaan orang yang menjadi perantara sebagai pemohon syafa’at itu saja yakni untuk memperlihatkan betapa dekatnya orang tersebut disisi Allah. Maka kesya: fa’atan yang diberikan hanyalah sebagai pelaksanaan dari iradah atau kehendak Allah sesudah orang tersebut memohonkan atau mendo’akan. Oleh sebab itu dalam hal ini tidak ada suatu alasanpun untuk menyebabkan seseorang itu menjadi tertipu pada perasaannya sendiri, sehingga mempermudahkan untuk mengerjakan apa-apa yang telah diwajibkan oleh Allah Ta’ala, karena semata-mata mengharapkan syafa’at itu saja. Ringkasnya ialah sekalipun syafa’at itu nanti ada, tetapi seseorang itu masih tetap wajib menyucikan jiwa dan hatinya. masih tetap wajib beramal shalih yang keduanya inilah yang pasti akan dapat mengangkat seseorang itu ketingkatan yang luhur dan sempurna sebagaimana yang diinginkan serta dicita-citakan.

 

Para kaum penyembah berhala sama bersandar betul pada berhalanya dan meyakinkan bahwa berhala-berhala itulah yang akan dapat memberikan syafa’at kepada mereka disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini adalah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,Mereka itu menyembah selain Allah, yaitu benda-benda yang tidak memberikan kemadlaratan ataupun kemanfa’atan kepada mereka, Mereka itu berkata : Itulah (berhala-hala) yang akan memberikan syafa’at kepada kita disisi Allah”, S, Yunus 18.

 

Sementara itu Allah telah menjadikan mereka berputus usa sama sekali untuk berpegang terus pada berhala-berhala yang dikiranya dapat memberikan syafa’at itu. sebagaimana firmanNya :

 

,,Setiap diri itu tergadai karena perbuatannya.

Melainkan golongan kaum kanan.

Didalam taman-taman surga, mereka akan tanya-menanya antara yang satu dengan lainnya.

Yaitu tentang orang-orang yang berdosa.

Apakah yang membawa kamu semua masuk neraka Sagar ?

Mereka menjawab . ,,Kita tidak termasuk golongan orangorang yang mengerjakan sembahyang”.

Dan kita tidak suka memberikan makanan kepada orang miskin

Dan kita gemar bercakap-cakap yang kosong bersama-sama dengan orang-orang yang suka bercakap-cakap kosong.

Juga kita semua mendustakan akan tibanya hari pembalasan.

Sampai datanglah pada kita waktu kepastian (kematian)”.

Oleh sebab itu, maka tidak bergunalah kepada mereka syafaatnya orang-orang yang memberikan syafa’at”. S. Mudatstsir 38-48.

 

Banyak pula orang-orang yang membiasakan diri untuk bersandar kepada syafa’atnya orang-orang yang berkelakuan baik atau kaum shalihin. Mereka ini telah melakukan berbagai hal yang benar-benar sudah menyeleweng dari kebenaran, bahkan boleh dikatakan sudah keluar dari tuntunan agama Allah Ta’ala, tidak lagi merupakan ketaatan yang benar sebab sudah amat meresapnya kepercayaan yang salah itu. Oleh karenanya maka Allah Ta’ala juga mematahkan hujah mereka dengan firmanNya :

 

,,Itu tidak sesuai sama sekali dengan keinginan keinginanmu dan tidak sesuai pula dengan keinginan-keinginan para ahlulkitab (kaum Nasrani dan Yahudi). Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, pasti akan memperoleh balasan kejahatan pula. Ia tidak akan mendapatkan pelindung ataupun penolong selain dari Allah jua,

 

Dan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, baik dia Lelaki-atau perempuan dan ia beriman, maka orang itulah yang akan memasuki surga dan tidak akan dianiaya (dirugikan) sedikitpun.

 

Siapakah yang lebih baik cara mengerjakan agamanya selain dari orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah, juga berbuat kebaikan kepada orang lain dan pula mengikuti agama Ibrahim yang benar”. S. Nisa” 123-125.

 

Memang agama yang benar itu ialah dengan cara menyerahkan jiwa dan raga sepenuhnya kepada Dzat Allah Ta’ala, kemudian berbuat kebaikan kepada sesamanya. Jiwa dalam Islam itu sebenarnya adalah yang merupakan intisari wasiat yang pernah beliau s.a.w. pesankan kepada puterinya yakni Fathimah r. ‘anha, yakni :

 

,,Berusahalah engkau dengan dirimu sendiri hai Fathimah, sebub saya sendiripun tidak dapat memberikan kemanfaatan sedikitpun padamu dari siksaan Allah itu”,

 

Allah Ta’ala adalah Maha Suci dari mencintai seseorang dari makhluknya atau memilih-milih dalam memberikan kasih sayangnya itu tanpa dasar yang benar. Demikian Inilah yang merupakan sunnatullah sejak dari ummat yang dahulu kala sampai ummat yang terakhir yakni golongan kita sekarang ini. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Belumkah diberitakan kepadanya dalam shuhuf (lembaran-lembaran suci) yang dimiliki oleh Musa.

 

Dan pula yang dimiliki oleh Ibrahim yang memenuhi kewajibannya.

 

Bahwa seseorang yang memikul beban tidak perlu memikul beban orang lainnya (yakni bahwa seseorang itu tidak dapat menanggung dosa dari orang lain yang berbuat itu. Jadi dosa harus ditanggungnya sendiri).

 

Dan bahwa tidak ada suatu balasanpun bagi seseorang manusia itu melainkan apa yang dilakukannya sendiri.

 

Dan bahwa hasil usahanya itu nanti akan dilihatnya.

 

Kemudian akan diberikan padanya balasan yang sesuai (tepat) dengan apa yang diamalkannya itu secara cukup”. S.Najm 36-41.

HISAB ADALAH PUNCAK PENETRAPAN KEADILAN ILAHI

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala itu bersifat dengan semua sifat kesempurnaan. Salah satu dari sifat-sifat kesempurnaanNya itu ialah keadilan dan kebijaksanaan. Dia adalah Maha Adil dan tidak akan menganiaya ataupun merugikan seseorangpun jua dari seluruh makhluknya. Dia juga Maha Bijaksana, maka Dia tidak akan meletakkan sesuatu itu bukan pada tempatnya.

 

Setengah dari pada keadilan dan kebijaksanaan Allah Taala itu ialah bahwa Dia tidak akan mempersamakan antara orang yang berbakti dan taat dengan orang kafir dan durhaka, antara orang mukmin dan orang musyrik, juga antara orang yang berbuat baik dan berbuat buruk dan demikian seterusnya. Sebabnya ialah mempersamakan antara dua macam golongan sebagaimana diatas adalah merupakan penganiayaan yang luar biasa serta kekurangan akal yang melampaui batas ketentuan.

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus para rasul Nya dengan membawa keterangan-keterangan yang jelas dan bukti-bukti yang nyata Beliau-beliau ‘alaihimus shalatu wassalam itu juga diberi kitab suci serta neraca keagamaan agar dipergunakan untuk herbuat yang seadil-adilnya antara seluruh ummat manusia. Dengan ajakan para rasul itu, maka ada sebagian golongan yang memperoleh petunjuk sehingga suka berbakti dengan baik-baik kepada Allah, tetapi ada pula sebagian golongan lainnya yang menyeleweng dari petunjuk yang benar tadi, sehingga ia tidak memiliki kepercayaan atau ‘akidah yang benar dan hag, tidak pula mengetahui tatacara peribadatan yang shahih dan diridlai Tuhan dan bahkan tidak mengerti apa yang dinamakan amal perbuatan yang terpuji dan berpahala itu.

 

Orang-orang yang telah memperoleh petunjuk yang benar itu sudah tentu akan memaksakan diri dan hatinya dengan sekuat tenaga yang ada, juga dengan berbagai pengurbanan yang pahit untuk mengalahkan hawa nafsunya, memerangi segala kebathilan, juga menghindarkan diri dari segala macam keburukan, kejahatan dan perbuatan dosa. Perjuangan mereka ini tentulah amat lama sekali waktunya dan selama hidupnya tentu dipergunakan untuk memperjuangkan munculnya segala yang merupakan kebenaran hakiki, sampaipun pada detik nafas mereka yang terakhir sekali dari kehidupan mereka itu.

 

Bayangkanlah, apakah kira-kira dapat disamakan keadaan kaum yang berbakti sedemikian itu dengan orang-orang yang senantiasa melampiaskan hawa nafsunya untuk bersukaria yang tiada batasnya, terus-menerus berbuat kefasikan dan kemungkaran, bahkan lebih menyukai kebutaan dari pada petunjuk yang sehat, lebih mengutamakan jalan kesesatan dari pada jalan yang lurus ? Adakah dapat disamakan antara orang-orang yang berbakti secara mati-matian itu dengan manusia yang hanya senang berkecimpung dalam lautan perbuatan hina, kesyahwatan yang rendah, senantiasa berlarut-larut dalam kedurhakaan, tidak dapat dibendung oleh siapapun yang ingin menahannya dan tidak pula dapat diambil tindakan oleh orang-orang yang hendak menghalang-halangi perbuatannya ?

 

Kedua golongan yakni yang berbakti dan durhaka itu masing-masing sudah menghabiskan masa hidupnya, tetapi berbeda jauh apa yang dilaksanakan selama hayatnya itu: Yang ini berjuang dengan segala tenaga dan kekuatan untuk meninggikan kalimatullah, untuk membela agama Allah, berani berkurban fi sabilillah, ingin hendak mengangkat bendera kebenaran dan ingin pula menyucikan bumi jini dari segala macam keburukan dan kerusakan moral. Tetapi yang itu adalah sebaliknya. Ia juga berjuang mati-matian untuk mencapai kepuasan syahwatnya, untuk memperoleh kesenangan dunia yang sementara. Ia berjalan dengan menaiki kendaraan syaithan, hanya menuruti kehendak nafsunya yang selalu mengajak ke jalan kejahatan dan keburukan.

 

Oleh sebab itu, adilkah kiranya jikalau kedua golongan yang amat jauh perbedaannya itu nanti akan ditempatkan di suatu tempat yang sama.Bijaksanakah kiranya jika kedua kelompok itu nanti tidak dibeda-bedakan tempat kediamannya. Setiap akal fikiran yang sehat pasti akan menentukan bahwa ketiadaan perbedaan itu tidak boleh sama sekali. Konon pula bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagai Dzat yang seadil-adilnya diantara semua yang berbuat keadilan dan sebijaksana-bijaksananya diantara semua yang berlaku bijaksana.

 

Jadi penentuan hukum dengan cara mempersamakan kedua golongan diatas itu adalah terang merupakan kecu: rangan dan bukan keadilan. Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Apakah orang-orang yang membuat kesalahan-kesalahan itu mengira bahwa Kami (Allah) akan menyamakan mereka dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik itu, yakni dipersamakan dalam kehidupan dan kematian mereka? Alangkah buruknya keputusan yang mereka adakan itu.

 

Allah itulah yang menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Setiap seseorang itu agar dapat dibalas menurut apa yang telah dilakukannya dan mereka itu tidak akan dianiaya (diperlakukan secara tidak adil)”. S. Jatsiah 21-22.

 

Mempersamakan kejadian dan kedudukan antara kaum shalihin (yang berbuat kebaikan) dengan kaum thalihin (yang berbuat keburukan) itu adalah cara pemikiran yang dianut oleh golongan pengkhayal yang mengira bahwa kehidupan di dunia hanyalah sebagai permainan dan untuk bersenang:senang belaka. Hal ini difirmankan oleh Allah Ta’ala dalam Alquran sebagai berikut :

 

,,Kami (Allah) tidaklah menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada diantara keduanya itu dengan main-main saja (tidak ada tujuan atau gunanya). Demikian itu-.memang penyangkaan orang-orang kafir. Maka kecelakaanlah untuk orang-orang yang kafir itu, yaitu masuk neraka.

 

Apakah akan Kami jadikan sama orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan itu dengan orang-orang yang membuat kerusakan di bumi ? Atau akan Kami samakankah orang-orang yang bertaqwa itu dengan orang-orang yang durhaka ?”. S. Shad 27-28.

 

Sementara itu banyak sekali orang-orang yang tidak menyadari hakikat ini, bahkan hanya sedikit sekali yang mengingat hal itu, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi itu adalah lebih besar dari pada penciptaan manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti.

 

Tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang bermata terang (dapat melihat), tidak pula sama orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan dengan orang yang mengerjakan kejahatan, tetapi sedikit sekali yang kamu semua ingatkan.

 

Sesungguhnya hari kiamat itu pasti akan datang, tidak perlu diragu-ragukan lagi tentang kejadiannya itu, tetapi kebanyakan manusia tidak mempercayai”. S. Ghafir 57-59.

 

Sudah pastilah bahwa pada suatu ketika nanti akan tiba suatu hari yang segala kenyataan akan tersingkap. semua rahasia hati akan terbuka dan semua yang tersembunyi akan ditampakkan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Bagi Allah adalah semua yang ada di langit dan di bumi, agar Allah dapat memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan sesuai dengan amalan-amalan mereka dan memberi balasan orang-orang yang berbuat kebaikan dengan kebaikan pula”. S. Najm 31.

 

Adapun kaum musyrikin, maka mereka itulah sebenarnya yang amat keras bantahannya terhadap akan tibanya hari kiamat itu, dengan gigih mereka mempertahankan pendirian yang sesat itu. Mereka mendustakan dengan sebesar-besar cara pendustaan yang dapat mereka lakukan, bahkan tidak segan-segan mereka itu bersumpah .,sekeras-kerasnya” untuk menetapkan pendiriannya yakni bahwa hari akhir itu tidak ada untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu Allah Ta’ala menyebutkan cara pendustaan mereka tadi dan dibantahnya pula dengan tepat dengan menyatakan bahwa adanya hari kiamat itu adalah merupakan puncak dari penetrapan kebijaksanaan Tuhan, sehingga akan dapat dibedakanlah mana yang hag dan mana yang bathil. Dengan demikian tampak pulalah antara siapa yang mempercayai dan siapa yang mendustakan. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sumpah yang sekeras-kerasnya bahwa Allah tidak akan membangkitkan (menghidupkan kembali) orang yang mati”, (Tidak demikian), bahkan Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Pada hari digiring musuh-musuh Allah kedalam neraka maka mereka itupun berbaris dengan teratur.

Sehingga apabila mereka telah sampai disana, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka itu akan menjadi saksi bagi mereka sendiri tentang apa-apa yang telah mereka lakukan.

Mereka itu berkata kepada kulitnya : ,,Mengapa kamu menjadi saksi kita ini ?”. Kulit itu berkata : ,,Kita dikeruniai kepandaian berbicara oleh Allah yang telah membuat segala sesuatu dapat bercakap-cakap. Dialah yang menciptakan kamu pada pertama kalinya dan kepadaNya kamu akan dipulangkan.

Dan kamu tidak akan menyembunyikan diri, supaya pendengaran, penglihatan dan kulitmu jangan menjadi saksi bagimu Tetapi kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui sebagian besar dari apa-apa yang kamu lakukan.

Itulah dugaanmu yang keliru terhadap Tuhanmu. Dugaan sedemikian itulah yang membawa kamu kepada kecelakaan, maka oleh sebab itu kamu menjadi orang-orang yang menderita kerugian. S. Fushshilat 19-23.

 

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

Pada hari Allah membangkitkan mereka semua, kemudian Allah memberitahukan kepada mereka apa-apa yang telah mereka lakukan. Allah telah membuat perhitungannya, sedang mereka melupakan hal itu. Dan Allah adalah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

 

Tidakkah engkau lihat bahwa Allah itu Maha Mengetahui apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi ? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia (Allah) itulah yang menjadi keempatnya dan tidak pula antara lima orang melainkan Dia itulah yang menjadi keenamnya, tidak pula kurang atau lebih dari itu, melainkan Dia bersama mereka dimana saja mereka berada.

 

Selanjutnya Allah akan memberitahukan kepuda mereka apa-apa yang telah mereka lakukan pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu. S. Mujadalah 6-7.

 

Diceriterakan dari Ibnu Abbas r. ‘anhuma, katanya

 

,,Pada suatu ketika Rasulullah s.a.w. berdiri dihadapan kita semua untuk memberikan suatu nasihat, lalu beliau s.a.w. bersabda :

 

,,Hai sekalian manusia, sesungguhnya kamu semua itu akan dikumpulkan kepada Allah Ta’ala nanti dengan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak berkhitan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

 

,,Sebagaimana dahulu mula-mula Kami menciptakan untuk pertama kalinya, itulah yang Kami ulangkan lagi. Janji ini tetap pada Kami dan Kami pasti melaksanakan demikian itu”. s. Anbid 104.

 

Ingatlah, bahwasanya pertama kali makhluk yang akan diberi pakaian pada hari kiamat nanti ialah Ibrahim. Ingatlah, bahwasanya ia akan didatangkan dengan beberapa orang dari golongan ummatku, lalu ummatku itu diletakkan dibagian kelompok kiri. Saya berseru » ,,Ya Tuhan, itu adalah sahabat-sahabatku”. Kemudian dikatakan : ,,Engkau memang tidak mengerti apa yang mereka lakukan sepeninggalmu”. Maka saya pun berkata sebagaimana yang pernah dikatakan oleh seorang hamba yang shalih (yakni ‘Isa a.s.) yaitu :

 

Saya dapat menjadi saksi mereka, selama saya masih ada dikalangan mereka itu. Tetapi setelah Tuhan meniadakan aku (dikalangan mereka), maka Tuhanlah yang menjadi “Pengawas mereka itu. Engkau adalah Maha Menyaksikan segala sesuatu.

 

Jikalau mereka Engkau siksa, maka mereka itu adalah hambahambaMu dan jikalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau itu memang Maha Mulia lagi Bijaksana”. S. Ma-idah 117-118.

 

Rasulullah s.a.w. melanjutkan sabdanya : ,,Saya lalu diberitahu : ,,Orang-orang itu tidak henti-hentinya melakukan kemurtadan, berbalik pada tumit mereka sejak engkau berpisah dengan mereka itu”.

 

Oleh sebab itu, saya lalu berkata : ,,celaka, celaka mereka itu”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasi-i.

 

Diriwayatkan pula dari Abu Barzah Al-Aslami r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Tidak henti-hentinya seseorang itu berdiri (pada hari kiamat) sehingga ia ditanya perihal : a. Usianya, untuk apa dihabiskannya ?

  1. Ilmu pengetahuannya, untuk apa dipergunakannya ?
  2. Hartanya, dari mana ia memperolehnya ?
  3. Dan untuk apa dinafkahkannya ?
  4. Badannya, untuk kepentingan apa dikerjakan hingga tuanya ?”. Diriwayatkan oleh Tirmidzi.

 

PENGHITUNGAN DAN PEMBUKTIAN

 

Menghitung amalan-amalan dan pula mencatatnya itu ialah dengan perantaraan malaikat yang memang diserahi untuk tugas sedemikian itu, sebagaimana yang sudah diuraikan selengkapnya didalam pembahasan bab malaikat.

 

Allah Ta’ala dalam hal ini berfirman :

 

,,Dan sesungguhnya atasmu semua itu ada malaikat yang menjaga, mulia-mulia (disisi Allah) serta mencatat (segala perbuatanmu) lagi mengetahui apa saja yang kamu semua kerjakan”. S. Infithar 10-12.

 

Juga firmanNya :

 

,,Tidaklah manusia itu mengatakan sesuatu ucapan, melainkan disisinya itu ada malaikat penyelidik dan peneliti (Raqib dan ‘ Atid)”. 89) S. Qaf 18.

 

Jadi, apabila hari kiamat sudah tiba dan waktu dihisab sudah mulai, maka catatan-catatan yang dibikin oleh malaikat yang didalamnya berisi segala macam amal perbuatan itulah yang akan ditunjukkan kepada pelakunya masing-masing. Hal ini. dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya :

 

,,Dan setiap manusia itu Kami (Allah) ikatkan perbuatannya di kuduknya (yakni setiap manusia itu wajib mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukan olehnya) dan Kami keluarkan padanya pada hari kiamat, yakni sebuah catatan yang didapatinya terkembang di mukanya.

 

Kepadanya dikatakan : ,,Bacalah catatanmu sendiri itu, Cukup pada hari ini engkau membuat perhitungan untuk dirimu sendiri”. S. Isra” 13-14,

Allah Ta’ala berfirman pula :

 

,,Diletakkanlah buku catatan amalan, maka engkau melihat orang-orang yang bersalah itu merasa ketakutan kepada apa yang tersurat didalamnya. Mereka mengeluh :,,Aduhai, malang sekali kita ini. Catatan apakah ini, tidak adu yang ditinggalkan sama sekali, baik perkara yang kecil ataupun yang besar, melainkan dihitunglah semuanya itu. Mereka mendapatkan apa-apa yang telah dikerjakan itu, semua ada didalamnya dan Tuhanmu tidak akan menganiaya (merugikan) kepada siapapun juga”. S. Kahf 49.

 

Catatan semacam itulah yang akan dibagi-bagikan kepada pemiliknya masing-masing, diantara mereka itu ada yang mengambil catatannya itu dengan tangan kanannya dan ini adalah merupakan suatu tanda kegembiraan yang akan dapat dirasakan kenikmatannya, tetapi diantara mereka ada yang tidak kuasa mengambil dengan tangan kanannya, tetapi terpaksa harus menggunakan tangan kirinya atau akan diterima dari balik punggungnya dan ini adalah merupakan tanda keburukan dalam perhitungan amal atau hisab. Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

Hai manusia, sesungguhnya engkau semestinya harus bekerja keras dengan sesungguh-sungguhnya untuk menuju kepada Tuhanmu, sebab engkau pasti akan menemuiNya.

Maka barangsiapa yang diberikan buku catatannya dari sebelah kanannya (dengan tangan kanannya), ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang ringan.

la akan kembali kepada kaumnya dengan perasaan riang gembira.

Adapun barangsiapa yang diberikan buku catatannya dari belakang punggungnya.

Maka ia akan menyerukan kesengsaraan (memekik meratapi nasibnya yang malang).

Dan akan masuk neraka Sa’ir.

Sesungguhnya orang itu dahulu dikalangan kaumnya selalu riang gembira. Sesungguhnya ia mengira bahwa ia tidak akan kembali kepada Tuhan. Memang, sesungguhnya Tuhannya itu Maha Melihat padanya”. S. Insyiqaq 6-15.

 

PENGETAHUAN DAN PENCATATAN AMALAN-AMALAN

 

Pencatatan amalan-amalan adalah termasuk persoalan yang sudah merupakan kepastian atau penetapan, ditilik dari sudut ilmiah. Sebab memang tidak suatu suarapun dari sekian banyak macam suara yang ada, tidak suatu perbuatanpun dari berbagai perbuatan yang tampak dan tidak suatu gerakpun dari beraneka gerak yang timbul, melainkan pasti tercatat dalam pembukuan alam, tercantum dalam buku perwujudan. Oleh sebab itu, tidak satupun dari catatan-catatan itu ada yang hilang, bahkan tidak sebuahpun yang akan luntur dan lenyap.

 

Maha Benarlah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memfirmankan :

 

,,Disisi Allah adalah kunci-kunci perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya selain Dia sendiri. Dia adalah Maha Mengetahui apa yang ada di darat dan di laut, Tidak sehelai daunpun yang gugur, melainkan diketahui olehNya, tidak pula sebuah bijipun yang basah dan yang kering, dalam kegelapan bumi melainkan pasti tercatat dalam Kitab yang nyata”, S. An’am 59,

 

KEPELIKAN PENELITIAN HISAB

 

Kepelikan dalam penelitian hisab itu sudah sampai disuatu puncak yang kiranya sukar sekali untuk digambarkan, sehingga setiap manusia itu pasti akan dapat mengambil balasannya dari segala sesuatu yang dikerjakan. baik yang berupa kebaikan atau keburukan, baik hal itu sudah merupakan buah pekerjaan yang telah dilakukan ataupun baru merupakan suatu amalan yang masih terkandung dalam keniatan hati belaka, ataupun sesuatu yang sedang direncanakan. Semuanya akan ditimbang dengan neraca keadilan, sehingga akan tampak jelaslah betapa tingginya keadilan Ilahi itu yang akan terlihat dalam bentuk yang sesempurna-sempurnanya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami tegakkan neraca keadilan pada hari kiamat itu, sehingga tidak seorang diripun yang akan dianiaya (dirugikan) sedikitpun dan sekalipun hanya suatu amalan yang seberat biji sawi, pasti Kami datangkan (timbang) juga. Cukup sempurnalah Kami membuat perhitungan”, S. Anbia’ 47.

 

Segala akibat dari hasil perhitungan dan penimbangan itu tergantung dari banyak atau sedikitnya amal soleh seorang.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala juga berfirman :

 

,,Maka barangsiapa berat timbangan baiknya, mereka itulah orang-orang yang berbahagia.

 

Adapun orang-orang yang ringan timbangan baiknya, maka mereka itulah orang yang merugikan dirinya sendiri. Mereka itu tetap dalam neraka Jahannam”, S. Mu’minun 102-103.

 

ALLAH ADALAH YANG MENGUASAI PELAKSANAAN HISAB

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala itu sendiri yang akan mengadakan perhitungan amal seluruh makhluk ini dan tidak dengan perantaraan siapapun juga.

 

Ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diceriterakan dari ‘Adiy bin Hatim r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Tidak seorangpun dari kamu semua pada hari kiamat itu nanti, melainkan akan diajak bicara oleh Tuhannya sendiri. Antara orang itu dengan Tuhan tidak ada perantaranya sama sekali. Ja akan melihat kearah kanannya, maka tidak ada yang dapat dilihat selain amalan yang sudah dilakukan. Ia lalu melihat kearah kirinya, juga tidak ada yang dapat dilihat selain amalan yang telah dilakukan. Kemudian ia melihat kearah mukanya, maka tidak ada yang dilihat melainkan neraka belaka yang dihadapannya itu. Oleh sebab itu hendaklah kamu semua takut kepada neraka itu, sekalipun dengan jalan bersedekah sepotong kurma”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

 

Imam ‘Ali karramal-lahu wajhah pada suatu hari memperbincangkan hadits diatas itu dan memberitahukan pada orang-orang yang belum mendengarnya, lalu ada seorang yang bertanya : ,,Ya Amirul mukminin, bagaimanakah Allah akan melaksanakan hisab terhadap seluruh ummat manusia ini dalam satu waktu saja ?”. Beliau lalu menjawab : ,Itu tidak ubahnya dengan Allah memberi rizki kepada seluruh manusia itu dalam satu waktu dan mereka itupun meminta dalam satu waktu pula”.

 

KERAHMATAN ALLAH PADA ORANG MUKMIN DIWAKTU HISAB

 

Orang mukmin itu nanti dalam hisabnya, oleh Allah Ta’ala sengaja tidak diperuncingkan atau diperdalamkan, sebab barangsiapa yang amat diteliti sekali dalam hisabnya, maka itupun sudah merupakan siksaan yang tersendiri pula.

 

Ibnu Umar r.a. pernah ditanya : ..Bagaimanakah yang saudara pernah dengar dari Rasulullah s.a.w. perihal perbisikan (maksudnya ialah perbisikan yang dilakukan oleh Allah Ta’ala terhadap hambaNya yang beriman di alam akhirat nanti) ? Apakah yang beliau s.a.w. sabdakan mengenai ini ?”. Ibnu Umar r.a. lalu berkata : .,Saya pernah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Seseorang dari kamu semua itu akan mendekat kepada Tuhannya (pada hari kiamat) sehingga Allah meletakkan tabirnya pada orang itu, kemudian berfirman : ,,Apakah engkau melakukan demikian, demikian ?”. Orang itu menjawab : ,,Ya”. Allah berfirman pula : ,,Apakah engkau juga melakukan demikian, demikian”. Orang itupun berkata pula : Ya”. Allah lalu menetapkan dosa-dosa sesuai dengan ucapan orang itu. Selanjutnya Allah berfirman pula « ,,Aku telah menutupi dosamu yang kaulakukan di dunia dan sudah Kuampuni pula semua itu pada hari in??, Orang tersebut lalu diberi catatan amalan baiknya.

 

Adapun orang-orang kafir maka mereka akan dipanggil dengan disaksikan oleh khalayak ramai : Itulah orang-orang yang mendustakan Tuhannya. Ingatlah, kelaknatan Allah adalah atas semua orang yang menganiaya (dirinya sendiri)”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Diterangkan pula dari ‘Aisyah r. ‘anha bahwa Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Tidak seorangpun yang dihisab pada hari kiamat itu, melainkan pastilah ia sengsara (rusak)”.

 

Saya (“Aisyah) lalu bertanya : ..Ya Rasulallah, bukankah Allah Ta’ala telah berfirman :

 

,,Maka barangsiapa yang diberi catatan amalannya dari sebelah kanan (dengan tangan kanannya), maka ia akan dihisab dengan perhitungan yang ringan”.

 

Beliau s.a.w. lalu menjawab : Demikianlah yang tampak, tetapi tidak seorangpun yang diperdalamkan cara penghisabannya pada hari kiamat itu melainkan ia telah tersiksa”.

 

DANAU (TELAGA)

 

Setiap seorang nabi itu mempunyai sebuah telaga (danau) yang akan dijadikan tempat minumnya sendiri beserta sekalian ummatnya, yakni setelah selesai berhenti di padang Mahsyar itu dan sebelumnya masuk ke dalam surga.

 

Junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. juga mempunyai sebuah telaga. Air telaga beliau s.a.w. itu warnanya adalah lebih putih dari pada susu, rasanya lebih manis dari pada madu dan baunya lebih harum dari pada minyak kasturi dan barangsiapa yang sudah minum seteguk dari air telaga itu, ia tidak akan merasa haus selama-lamanya.

 

Diseriterakan dari Sahal bin Sa’d bahwasanya Rasulullah s.a.w, bersabda :

 

.Saya adalah yang terdahulu sekali datang di telaga itu. Barangsiapa yang berjalan melalui tempatku, pasti dapat minum dan barangsiapa yang sudah minum, pasti tidak akan haus selama-lamanya. Niscayalah nanti itu akan ada segolongan dari kaum yang datang padaku, saya sudah mengenal mereka dan merekapun mengenal saya, tetapi tiba-tiba ditutuplah pandangan antara saya dengan mereka itu. Saya lalu berseru : Orang-orang itu adalah golonganku (yakni termasuk umumatku)”. Tetapi lalu diberitahukan padaku : ,,Engkau tidak mengetahui apa yang mereka adakan sepeninggalmu”. Sayapun lalu berkata : ,,Celaku, celaka Sekali bagi orang yang mengadakan perubahan sepeninggalku”.

 

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

SHIRATH (JEMBATAN)

 

Muslim dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa ‘Aisyah r. ‘anha membaca ayat ini :

 

,,Pada hari digantikannya bumi ini dengan bumi yang lain dan demikian pula halnya langit, serta semua orang itu sama menampakkan diri ke hadapan Allah yang Maha Esa lagi Perkasa”.

Lalu ‘Aisyah bertanya » ,,Ya Rasulullah, dimanakah manusia pada waktu itu ?”.

Beliau s.a.w. lalu menjawab » ,,Diatas jembatan”.

 

Shirath itu adalah suatu jalan yang diletakkan diatas punggung neraka Jahannam, disitu akan berlalulah semua orang yang dahulu (awalin) dan orang-orang yang datang dibelakangnya (akhirin), yakni sekembalinya mereka dari tempat pemberhentian di padang Mahsyar.

 

Ahli surga akan melaluinya dan dengan selamat dapat sampai keujungnya yang terakhir. Mereka menuju kesana untuk meneruskan perjalanannya ke surga.

 

Adapun ahli neraka, maka disaat mereka melaluinya, Jalu jatuhlah bergelimpangan kebawah yang berarti masuk kedalam api neraka itu.

 

Allah Ta’ala dalam hal ini berfirman :

 

,,Tidak seorangpun dari kamu semua itu melainkan pasti akan datang di tempat itu. Itulah keputusan Tuhanmu yang tidak dapat dielakkan.

 

Kemudian Kami (Allah) menyelamatkan orang-orang yang bertaqwa dan Kami biarkan orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri (bersalah) berlutut didalam api neraka”. S. Maryam 71-72.

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan sebagai berikut :

 

,,Kemudian dipasanglah sebuah jembatan diatas punggung dua tepi Jahannam. Maka aku (Nabi Muhammad s.a.w.) dan ummatkulah yang mula-mula sekali menyeberanginya.

 

Tidak ada seorangpun yang berani berbicara pada hari itu melainkan para rasul, sedang ucapan para rasul disaat itu hanyalah : ,,Allahumma sallim (Ya Allah, selamatkanlah)”.

 

Di neraka Jahannam itu ada beberapa pengait seperti duri pohon sa’dan, hanya saja tidak ada yang dapat mengetahui kadar besarnya itu melainkan Allah ‘Azza wa Jalla sendiri. Pengait-pengait inilah yang akan menyambar orang-orang itu sesuai dengan amalan-amalannya sendiri (ketika di dunia, yakni yang berkelakuan buruk tentu disambar)”.

 

 

 

NERAKA

 

Jikalau Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberi baazan kepada orang-orang yang taat dan berbakti itu dengan kenikmatan. maka kepada orang-orang yang durhaka dan bersalah tentulah akan diberi balasan pula yaitu yang berupa siksa. Siksa itu ialah neraka Jahim. Ini dilakukan sebagai bukuman terhadap mereka, sebab mereka telah melakukan serta menumpuk-numpuk dosa yang besar serta kejahatan-kejahatan yang luar biasa. Jahim itu sendiri adalah merupakan tempat penyiksaan. Ada beberapa nama untuk neraka itu, diantaranya salah :

 

  1. Hawiah

Hawiah itu ialah suatu jurang yang sangat dalam dan bargngsiapa yang jatuh disitu pasti tidak dapat kembali maik keatas Tentang neraka ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Dan barangsiapa yang ringan imbangan amal baiknya. maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiah.

 

Adakah yang memberitahukan padamu, apakah Hawiah itu ? Hawiah adalah neraka yang amat panas apinya”. S. Qari’ah 8-11.

 

  1. Lazha.

Ini difirmankan oleh Allah Ta’ala sebagai berikut :

 

,,Ingatlah ! Sesungguhnya siksanya itu ialah neraka Lazha. Bengupas kulit kepala. Memanggil orang yang membelakang dan memalingkan mukanya, juga orang yang mengumpulkan kekayaan serta menyimpannya”, S. Ma’arij 15-18.

 

jadi karena kehebatan panasnya api neraka Lazha ini sehingga kulit kepalapun akan terkupas dengan sendirinya. Juga. karena kehebatan daya tariknya sehingga setiap orang yang mendekat disitu pasti akan disambar, sedang orang yang mendekat inj tidaklah lain kecuali orang yang membelakangkan punggungnya dan tidak suka menerima kebenaran. Ia memalingkan muka apabila diajak berbuat baik untuk tunduk kepada Tuhan. Sebaliknya yang paling suka dilakukan adalah mengumpulkan harta kekayaan dan kalau sudah banyak lalu disimpannya dalam almari besi yang tertutup rapat. Hal ini tidak lain hanyalah karena sangat loba dan tamaknya pada harta itu. sehingga dijadikan pundi-pundi dan perlu dilihat-lihat saja di dunia ini serta sama sekali tidak untuk dibelanjakan pada jalan yang diperintahkan oleh agama.

 

  1. Sa’ir.

Ini dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya :

 

,,Orang-orang yang durhaka itu Kami sediakan neraka Sa’ir Untuk mereka” S. Mulk 3.

 

  1. Saqar.

Ini terdapat dalam firman Allah Ta’ala :

 

Orang yang durhaka uu akan Kumasukkan dalam Saqar. Adakuh yang memberitahukan pudamu, apakah Saqar itu ?

 

Ja tidak membiarkan tertinggal dan tidak pula membiarkan berlebih. Ia dapat mengganti (mengoyak-ngoyak) kulit manusia,

 

Disitu ada penjayanya yang terdiri dari sembilanbelas malaikat (dengan tugas penyiksaannya masing-masing)”. S. Muddatstsir 26-30.

 

Maksudnya tidak membiarkan tertinggal ialah tidak membiarkan begitu saja terhadap apa yang diletakkan disitu, tetapi apa saja yang masuk pasti akan dibakarnya sampai hangus dan hancur. Juga tidak dibiarkan keluar dari situ. Itulah yang akan menghitamkan tubuh dan membuat cacat yang luar biasa buruknya.

 

  1. Huthamah.

Tersebut dalam firman Allah Ta’ala :

 

,,Ingatlah, sesungguhnya orang yang bersalah itu akan dilemparkan dalam neraka Huthamah.

Adakah yang memberitahukan padamu, apukah Huthamah Hu P Yaitu api Allah yang dinyalakan, yang naik sampai keulu hati.

Sesungguhnya upi itu ditutupkan diatas mereka, dalam tiang yang panjang-panjang”. S,. Humazah 4-9.

 

KESENGSARAAN DALAM NERAKA JAHIM

 

Allah Ta’ala telah memberikan sifat, bagaimana keadaan dalam Jahim itu. Dengan memikirkan sifat-sifat itu, rasanya akan berubanlah rambut setiap pemuda remaja dan akan copotlah kiranya ulu hati setiap manusia. Memang dibuat sedemikian ngerinya, agar semua orang yang tersesat jalan itu suka kembali kejalan yang benar dan yang durhaka suka bertaubat dari kedurhakaannya. Allah Ta’ala menyebutkan bahwa bahan bakarnya saja adalah manusia yang tersiksa itu sendiri serta batu-batu belaka. Renung: kanlah firman Allah Ta’ala ini :

 

,,Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu sendiri dan pida seluruh keluargamu dari siksa api neraka. Bahan bakarnya udalah manusia dan batu. Disitu dijaga oleh malaikat yang kasar lagi bengis, tidak membantah kepada Allah tentang apa saja yang, diperintahkan kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan”. S. Thahrim 6.

 

Neraka itu tidak akan merasa puas dengan banyaknya apa saja yang dimasukkan didalamnya. Jadi ia senantiasa meminta ditambah, sehingga tidak terdapat lagi disitu suatu tempat yang kosong:

 

Hal ini difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Pada hari Kami (Allah) berfirman kepada Jahannam : .Adakah engkau sudah penuh”, Jahannam itu malahan bertanya: ,Adakah tambahannya lagi ?”. S. Qaf 30.

 

Mujahid berkata : ,,Sebenarnya tidak ada suatu percakapan disitu, tetapi percakapan ini adalah sebagai suatu perumpamaan tentang hal-ihwal Jahannam, yang berarti bahwa didalamnya itu sudah penuh sesak, sehingga tidak suatu tempatpun yang terluang lagi. Penuh padat sukar bergerak.

 

Didalam neraka itu para penghuninya diberi makanan yang berupa pohon zagum yakni sebuah pohon yang termasuk dalam golongan yang paling buruk, pahit rasanya, baein baunya dan bahkan berduri.

 

Mengenai ini Allah Ta’ala menjelaskan dalam firman Nya

 

,,Adakah tempat di surga itu yang lebih baik ataukah pohon zaqum ?

Sesungguhnya hal itu Kami jadikan untuk ujian bagi kaum yang bersalah.

Sesungguhnya pohon zagum itu tumbuh dari dasar neraka. Mayangnya seperti kepala syaithan (ular).

Sesungguhnya penghuni neraka itulah yang makan kayu pohon itu dan karenanya, maka perut mereka menjadi penuh (kembung).

Sehabis itu mereka akan mendupaikan ar yang sangat panas untuk dijadikan campuran makanannya”. S. Shaffat 62-67.,

 

Dalam hal ini ada lagi firman Allah Ta’ala, yaitu :

 

,,Sesungguhnya Kami (Allah) telah menyediakan neraka untuk orung-orung yang bersalah itu, mereka dikepung oleh gejolak apinya. Jikalau mereka meminta minuman, maka mereka diberi minum air tembaga yang mendidih yakni dapat menghanguskan muka. Alangkah buruknya minuman yang sedemikian itu. Alangkah pula jeleknya tempat yang semacam itu”. S. Kahf 29.

 

Adapun pakaian para ahli neraka itu adalah berupa api juga, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala !

 

,,inilah dua polonpan yany berlawanan, mereka memperseli-sihkan tentang Tuhannya, Maka orang-orang yang kafir, untuk mereka Itu dibuatkanlah pakalan dari api dan disiramkanlah diatas kepala mereka Itu air yang mendidih,

Apa yang ada didalam perut dan Juga kulli mereka menjadi hanyut (calr) karenanya.

Dan untuk (hukuman) mereka disediakan cemeti besi.

Setiap mereka henduk keluar dari dalamnya karena kesedihun, lalu mereka dikembalikan lagi kedalamnya dan dikatakanlah kepada mereka Itu “ ,,Rasakanlah olehmu semua siksa yang membakar Ini”, S. Haj 19-22.

 

Dulam sebuah hadits dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Sesungguhnya siksa dalam neraka Jahim itu ialah, diatas kepala orung-orang yang durhaka itu dituangkanlah air yang mendidih, kemudian terus masuk kedalam sehingga menembus kedulam perut mereka, kemudian keluarluh segala isi yang ada dalam perut Itu sehingga tampak meleleh dari kedua tapak kakinya, Inilah yang mencair dari isi perut itu. Selanjutnya dikembalikan lagi sebagaimana semulanya”,

 

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan ja mengatakan bahwa hadits ini adalah hasan shahih. ,

 

Adapun Jahannam itu melingkungi orang-orang yang disiksa didalamnya itu dari segala jurusan. Ini adalah merupakan tutup dan hamparan, sebagaimana yang difirman kan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan keteranganketerangan Kami dan bersikap sombong terhadapnya, maka tidak akan dibukakan kepada mereka pintu-pintu langit dan tidak akan masuk kedalam surga sehingga unta dapat masuk ke lobang jarumpun. Demikianlah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang bersalah.

 

Mereka mempunyai tempat tidur dari api yang menyala.dan diatas mereka ada tutupnya dan demikian itulah Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang menganiaya”. S. A’raf 40-41.

 

Allah Ta’ala juga berfirman :

 

,,Diatas kepala mereka ada tumpukan upi dan dibawahnyapun ada tumpukan api pula. Demikianlah Allah memperingatkan sekalian hamba-hambaNya. Oleh sebab itu, hai hamba-hambaKu, takutlah kamu semua padaKu”, S. Zumar 16.

 

Adapun para penghuni Jahannam itu tidak akan mati selama-lamanya, sebab kalau mati tentu dapat beristirahat . namanya, tetapi tidak pula merasakan kehidupan yang senang dan nyaman. Ini jelas diterangkan oleh Allah dalam firmanNya :

 

,,Orang yang malang akan menjauhkan diri dari pada peringatan yang benar itu. Orang itulah yang akan masuk kedalam neraka yang besar apinya.

Disitu ia tidak akan mati dan tidak pula hidup”. S. A’la 11-13,

 

Para penghuni neraka itupun terhalang pula dari (rahmat) Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana firmanNya :

 

,,Dengan demikian, sesungguhnya mereka pada hari itu (pada hari kiamat) tertutup dari (rahmat) Tuhannya”. S. Muthaffifin 15.

 

Ini adalah merupakan sehebat-hebat bentuk siksa yang ada. Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman lagi :

 

,,Sesungguhnya orang-orang yang kafir (tidak mempercayai) ayat-ayat Kami, maka Kami akan memasukkan mereka kedalam api neraka. Setiap kali kulit mereka telah hangus, maka Kami gantikan dengan kulit yang lain, supaya mereka rasakan benarbenar siksaan itu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mula dan Bijaksana”. S. Nisa’ 56.

 

Dalam ayat diatas itu dijelaskan bahwa setiap kulit para ahli neraka yang sudah hangus, hancur dan habis dimakan api, lalu diganti pula dengan kulit lain lagi. Sebabnya dilaksanakan yang sedemikian ini ialah karena rasa sakit yang sangat adalah justeru dalam urat-urat dilapisan kulit itu, . sedang yang lain-lainnya seperti bagian dalam. otot-otot dan sebagainya, maka ra3a sakitnya itu kuranglah seberapa hebatnya. Oleh sebab itu setiap dokter tentu mengetahui bahwa terbakar yang sekalipun hanya biasa saja, jika belum sampai melampaui lapisan kulit, maka akan menimbulkan rasa sakit yang sangat pedih sekali. Lain sekali dengan terbakarnya yang sangat. sehingga melalui lapisan kulit sampai kebagian dalam daging. Sekalipun keadaannya lebih membahayakan, tetapi sakit yang dirasakan tidaklah sehebat yang diatas itu.

 

Allah Ta’ala memberitahukan kepada kita bahwa setiap api itu sudah makan kulit yang didalamnya terdapat beberapa urat saraf, lalu dibuatkan lagi kulit yang baru, tanpa berhenti sama sekali. Demikianlah bentuk siksa yang akan dialami para ahli neraka nanti itu, amat sangat dan pedih sekali. Disinilah tampak nyata betapa besar kebijaksanaan Allah Ta’ala, sebelum hal itu diketahui oleh manusia. Memang Allah Ta’ala adalah bersifat Maha Mulia dan Bijaksana

 

Oleh sebab hebatnya kesengsaraan yang diderita, juga karena amat pedihnya siksa yang dirasakan, sampai-sampai kaum durhaka itu hendak menebusnya — andaikata dapat _ sekalipun dengan mengurbankan kekasih yang dimilikinya atau seorang yang amat disayangi dan dimuliakan. Tetapi adakah. tebusan itu akan bermanfaat untuknya, dapatkah hal itu terjadi dan siapakah yang akan menerima cara yang sebodoh ini ? Maka tidak terpenuhilah segala harapan dan tidak terkabullah segala permohonan.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Orang yang berdosa itu ingin sekali, kalau kiranya mereka dapat, hendak menebus dirinya dari siksa yang diterimanya pada hari itu dengan memberikan anak-anaknya, isterinya, saudaranya dan keluarganya yang memberinya tempat kediaman untuknya, juga dengan seluruh manusia yang di bumi ini. Demikianlah ia hendak menyelamatkan dirinya sendiri. Tidak mungkin itu terjadi”, S. Ma’arij 11-15.

 

PERBANDINGAN API DI DUNIA DENGAN API DI AKHIRAT

 

Diceriterakan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda :

 

,,Apimu yang kamu semua menyalakannya di dunia ini adalah satu bagian dari tujuhpuluh bagian dari panasnya neraka Jahannam”. Para sahabat berkata ! ,,Demi Allah, api dunia ini saja sudah amat panas, Ya Rasulullah”. ,,Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi » ,,Memang, api neraka itu masih lebih lagi dengan enampuluh sembilan kali bagian panasnya, semuanya itu setiap bagiannya sama suhu panasnya dengan api dunia itu”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

 

SERINGAN-RINGAN MANUSIA DALAM HAL SIKSANYA

 

Diceriterakan dari Nu’man bin Basyir ra bahwasanya Nabi s.a.w bersabda :

 

,,Seringan-ringan manusia perihal siksanya ialah seseorang yang dipakaikan padanya sepasang alas kaki dengan dua buah pengikatnya dari api neraka. Dari keduanya itu menjadi mendidihlah otaknya sebagaimana mendidihnya air di kuali. Ia tidak melihat ada orang lain yang dianggapnya lebih berat siksanya dari dirinya sendiri, padahal sebenarnya ia itulah orang-orang yang teringan siksanya diantara para ahli neraka itu”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

 

ORANG MUKMIN TIDAK KEKAL DALAM NERAKA

 

Dalam hadits yang shahih ada keterangan yang jelas menyebutkan bahwa orang mukmin itu tidak akan kekal tersiksanya didalam neraka.

 

Apabila seseorang mukmin itu melakukan dosa-dosa besar sampai berulang kali dan bertimbun-timbun dan belam lagi terbalas dengan diberi hukuman had. sebagaimana yang ditetapkan dalam syari’at agama, tidak pula disusuli dengan taubat yang nasuha (tidak lagi mengulangi perbuatannya dan menyesal sekali karena berbuat itu), juga tidak terhapus dengan sebab memperoleh mushibah (bencana), kesakitan atau hal-hal lain yang dapat melenyapkan dosanya itu maka tentulah ja akan dihisab amalannya yang buruk tadi Jadi nanti pada hari kiamat Allah Ta’ala akan menimbang antara amal-amal perbuatannya yang baik dan j ya semua kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan yang belum sempat ditaubati itu. Sekiranya kebaikannya yang sukar menang, tentulah ia dapat dimasukkan dalam surga, juga dapat masuk surga pula sekiranya antara kebaikan dan keburukannya itu sama nilai dan beratnya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami (Allah) tegakkan neraca keadilan pada hari kiamat itu, sehingga tidak seorang diripun yang akan dianiaya (dirugikan) sedikitpun dan sekalipun hanya suatu amalan yang seberat biji sawi, pasti Kami datangkan (timbang) juga. Cukup sempurnalah Kami membuat perhitungan”. S. Anbi’a 47.

 

Adapun kalau keburukannya itu yang lebih berat timbangannya dari kebaikannya, maka ia akan masuk neraka. Disitulah ia akan disiksa sesuai dengan kadar apa yang telah diamalkan dan cocok pula dengan dosa yang telah ditimbun serta setimpal pula bentuk hukuman yang akan diterimanya. Setelah cukup masa hukumannya, iapun akan keluar dari neraka tadi dengan tubuh dan jiwa yang sudah suci: Ia’akan memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh Allah Ta’ala, yang berupa pahala atas kebaikannya dan demikian itulah cara peneterapan dari keadilan dan kebijaksanaan Allah Ta’ala.

 

Mengenai tidak kekalnya orang mukmin dalam neraka itu disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Khudri bahwasanya Nabi s.a.w. . bersabda :

 

,,Ahli surga akan masuk surga dan ahli neraka akan masuk neraka. Kemudian Allah Ta’ala berfirman : ,,Keluarkanlah dari neraka itu siapa saja yang didalam hatinya ada keimanan sekalipun seberat biji sawi”. Orang-orang itu lalu keluar dari neraka dan tubuhnya sudah hitam hangus. Mereka lalu dimasukkan dalam sungai kehidupan (memberikan semangat hidup kembali), lalu tumbuhlah orang-orang tersebut sebagai tumbuhnya benih disamping tanah yang terkena air bah (banjir). Tidakkah engkau mengetahui bahwa benih itu akan keluar kekuning-kuningan dan berseri-seri”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Nasa-i.

 

Jadi orang-orang yang berasal dari neraka itu’akan keluar sesudah dimandikan dalam sungai kehidupan tadi dan kembalilah tubuhnya itu segar bugar, bersemangat, riang gembira sebab merasa hidup layak lagi sebagaimana yang diinginkan. .

 

Selain itu ada sebuah hadits lain dari Anas r.a. bahwa: sanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan La ilaha illallah, sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat biji kacang.

Akan keluar dari neraka siapa saja yang mengucapkan La ilaha illallah, sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat gandum.

Akan keluar duri neraka siapa saja yang mengucapkan La ilaha illallah, sedang dalam kalbunya ada kebaikan seberat debu”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi.

 

SYAFA’AT UNTUK ORANG-ORANG YANG BERMAKSIAT

 

Rasulullah s.a.w selain memberikan syafa’at uzhma (besar), juga memberikan syafa’at lain-lain sesudah mem: peroleh izin dari Allah Ta’ala, juga setelah selesainya masa penyiksaan yaitu untuk mengeluarkan orang yang bermaksiat dari neraka itu. Dicantumkan dalam beberapa hadits shahih bahwasanya Rasulullah s.a.w. dapat memberikan syafa’at kepada orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa besar sesudah mereka itu masuk neraka, kemudian Allah Ta’ala menerima syafa’atnya itu untuk orang-orang yang berdosa tadi, lalu Allah Ta’ala mengeluarkan mereka dari neraka itu.

 

Jadi syafa’at ini maksudnya ialah untuk menampakkan , kemuliaan seseorang yang memberikan syafa’at itu disisi Allah. juga untuk memperlihatkan betapa keutamaan Nabi kita s.a.w.

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Ra. sulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Setiap nabi itu mempunyai sebuah do’a yang dikabulkan, yang dengannya ia berdo’a. Saya (Nabi s.a.w.) bermaksud hendak menyimpan doaku itu yakni untuk memberikan syafa’at kepada ummatku di akhirat”.  Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

Imam Muslim menambahkan sabda beliau s.a.w. itu dengan :

 

,,Syafa’at itu akan diperoleh Insya Allah Ta’ala bagi siapa ‘ saja yang mati dari ummatku yang lidak menyekutukan sesuatu . apapun dengan Allah”.

 

Diriwayatkan pula dari ‘Imran bin Hashin r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda : :

 

,,Ada suatu kaum keluar dari neraka dengan syafa’atnya Muhammad s.a.w, lalu mereka diberi nama memasuki surga dan mereka diberi nama Jahannamiyin (bekas ahli Jahannam)”. . Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah.

 

Mereka diberi nama sedemikian itu bukannya sebagai kata penghinaan, tetapi hanyalah supaya selalu ingat siksa siksa yang pernah dialaminya dan betapa besar kenikmatan yang kini diterimanya. Dengan demikian mereka akan lebih bergembira dan bersukacita. :

 

PERCAKAPAN ANTARA AHLI SURGA DAN AHLI NERAKA

 

Setelah para ahli surga menetap di surga dan ahli neraka di neraka, kemudian terjadilah suatu percakapan dan percaturan antara kedua golongan itu. Masing-masing golongan menyebutkan apa-apa yang telah diamalkan di dunia dan balasan apa yang saat itu diterimanya yakni – setelah di akhirat.

 

Mengenai bentuk percakapan itu tentulah tidak dapat diuraikan sejelas-jelasnya, bagaimana antara kedua golongan itu dapat terjadi suatu perbincangan yang demikian sempurnanya, padahal antara keduanya itu terdapat suatu jarak yang begitu jauh dan selisih kedudukan yang begitu besar. Oleh sebab itu tidak perlu difikirkan terlampau mendalam, sebab semuanya itu adalah termasuk salah satu bagian dari urusan keakhiratan yang pasti kita tidak dapat mencapai puncaknya dengan akal fikiran kita. Kita tidak dapat mengetahuinya persoalan sedemikian itu dengan penyelidikan kita yang sekalipun bagaimana juga telitinya. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala sengaja akan mengubahkeadaan manusia ini dan diciptakannya dalam alam dan keadaan yang berbeda dengan gambaran yang biasa kita saksikan sekarang ini. Diakhirat itu manusia akan diberi pancaindera yang lain lagi sifatnya, sehingga akan menjadi lebih kuat dari pancaindera yang diberikan sewaktu di dunia sekarang ini.

 

Dalam persoalan ini rasanya tida akan terlampau sukarlah untuk kita fikirkan, jikalau kita sudah melihat kemajuan tehnik yang baru yang diciptakan oleh akal manusia pada akhir-akhir ini. Ada suatu benda yang kiranya mudah ntuk mendekatkan pemahaman kita yaitu dengan melihat pesawat seperti televisi, Bukankah dengan alat ini antarq manusia satu dengan manusia lainnya dapat saling saksi-menyaksikan, lihat melihat serta dengar-mendengarkan, sekalipun antara keduanya itu terdapat jarak yang amat jan dan harus ditempuh dalam waktu berbulan-bulan dalam perjalanan.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Kami (Allah) telah menentukan kematian kepadamu dan Kam udak akan dapat dikalahkan. Untuk menukar rupamu dan menjadikan kamu dalam rupa (keadaan lain) yang tidak kamu ketahui”. S. Waqiah 60-61.

 

Dalam AlQuran diceriterakan bentuk percakapan yang berjalan antara ahli surga dan ahli neraka itu, padahal terang ada tabir pemisah antara kedua golongan ini. Tabir itu dikalangan ahli surga merupakan kerahmatan dan kenikmatan. sedang dikalangan ahli neraka adalah azab dan siksaan. Oleh sebab AlQuran memberikan keterangan semacam itu, kitapun wajib beriman akan terlaksananya itu nanti. Adapun mengenai hakikat ilmunya, baiklah kita serahkan saja kepada Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui segala yang ghaib dan Insya Allah kita akan dapat menyaksikan sendiri di akhirat nanti.

 

Allah Ta’ala menjelaskan percakapan itu dalam firmanNya :

 

,,Pada hari engkau melihat orang orang yang beriman, Telaki dan perempuan, cahaya mereka bersinar dihadapan dan di kanan mereka, Kepada mereka itu disampaikan ” Berita gembira untukmu semua pada hari Ini. Kamu semua memperoleh teman-taman surga yang didalumnya ada berbagai sungai mengalir di sawahnya”, Mereka berdiam disitu untuk selama lamanya, Demikian itu adalah Suatu keuntungan yang besar sekali.

 

Pada hari orang-orang yang munafik (beriman dibibir atau menunjukkan keislamannya secara palsu), yang lelaki atau perempuan, mengatakan kepada orang-orang yang beriman : »Tunggulah kami ini, biarkanlah kami mengambil sebagian dari cahayamu”, Kepada mereka itu lalu dikatakan : ,,Mundurlah ke belakang dan carilah -sendiri cahaya itu 1”. Kemudian diletakanlah tabir dinding antara mereka yang mempunyai pintu. Disebelah dalamnya ada rahmat (kerunia), sedang dibaliknya yakni dibagian luarnya adalah siksaan.

 

Orang yang berada diluar itu berseru pada yang didalam : Bukankah kita ini dahulu bersama-samadenganmu”. Yang didalam menjawab : ,,Betul, tetapi kamu semua telah mencelakakan dirimu sendiri dan bahkan menanti-nantikan kehancuran kami, Kamu semua ragu-ragu terhadap janji Tuhan dan kamu semua ditipu oleh ungan-angan yang kosong sampai datanglah perintah Allah (kematian). Kamu semua juga ditipu oleh suatu tipuan sehingga terlalui menjalankan perintah Allah.

 

Oleh sebab itu, pada hari ini tidak akan diterima tebusan apapun dari kamu semua dan tidak pula dari orang-orang yang kafir (tidak beriman). Tempat kediamanmu semua adalah neraka, itulah tempatmu berlindung dan tempat kembali yang amat buruk”, S. Hadid 12-15.

 

Dalam suatu adegan Sain AlQuran juga menceriterakan bentuk yang lain pula mengenai percakapan antara ahli surga dengan ahli neraka itu, yaitu :

 

,Orang-orang yang mendiami » surga Iu sama berseru kepada orang yang mendiami neraka :,, Sebenarnya kami telah mendapati apa yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan kepada kami. Maka apakah kamu semua juga sudah memperoleh apa yang sebetulnya dijanjikan oleh Tuhan kepadamu semua”. Mereka menjawab : .,Ya”. Kemudian seseorang meneriakkan bahwa kelaknatan (kutukan) Allah itu adalah untuk orang-orang yang menganiaya (berbuat kedurhakaan).

 

Yaitu orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan mengusahakan supaya jalan itu menjadi bengkok dan mereka itu juga tidak mempercayai hari kemudian”. S. A’raf 44-45.

 

Perlu dimaklumi bahwa janji Tuhan kepada orang yang berbuat kebaikan adalah kenikmatan dalam surga, sedang janji Tuhan untuk sorang yang berdosa ialah siksa dalam neraka. Kedua hal itu sudah diakui bahwa masing-masing sama-sama menerimanya.

 

Selanjutnya sebagai sambungannya Allah menceriterakan pula lanjutan percakapan kedua golongan itu dalam Alguran Alkarim, sebagaimana firmanNya :

 

,,Orang-orang yang sama mendiami neraka itu berseru kepada orang-orang yang mendiami surga : ,,Limpahkanlah kepada kami air sedikit atau berilah sedikit rizki makanan yang telah dikeruniakan oleh Allah kepadamu semua”. Maka penghuni surga itu menjawab : ,,Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya (minuman dan makanan yang enak-enak itu) untuk orangorang kafir”.

 

,,Orang-orang kafir itu ialah orang-orang yang mengunggap ugamanya sebagai senda gurau dan permainan belaka. Mereka itu telah tertipu oleh kehidupan dunia. Oleh sebab itu, pada hari ini Kami (Allah) melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan akan menemui hari ini dan karena mereka itu meyangkal kebenaran ayat-ayat Kami”. S. A’raf 50-51.

 

Orang yang terakhir masuk surga adalah seorang lelaki. Ia kadang-kadang berjalan dan kadang-kadang merangkak, bahkan kadang-kadang masih dijilat-jilat juga oleh api. Setelah ia dapat melalui tempat api itu, iapun menoleh kebelakang dan berkata : ..Maha Suci Allah yang telah menyelamatkan diriku dari padamu. Sungguh-sungguh saya telah dikeruniai oleh Allah Ta’ala suatu pemberian yang belum pernah diberikan olehNya kepada seseorangpun baik dari golongan orang-orang dahulu (awalin) ataupun orang-orang belakangan (akhirin).

 

Kemudian ditampakkanlah padanya sebatang pohon, lalu ia berkata : .,Ya Tuhanku, sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku kepada pohon ini, supaya aku dapat bernaung dibawahnya dan dapat pula minum airnya”. Allah berfirman : ,,Hai anak Adam (manusia), barangkali kalau sudah Kuberikan padamu permintaanmu itu, apakah kiranya engkau tidak meminta lagi yang lain ?”. Orang itu menjawab : ,,Ya Tuhanku, aku tidak akan meminta yang lainnya lagi”. Orang itu disuruh berjanji tidak akan meminta yang lain lagi dan setelah itu Tuhan lalu menerima permohonannya, sebab dilihatnya orang tersebut agaknya tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya itu. “Oleh Allah ia didekatkan pada pohon itu dan iapun bernaunglah dibawahnya serta minum pula airnya.

 

Selanjutnya ditampakanlah sebatang pohon yang lain padanya dan yang ini lebih bagus dari yang pertama tadi. Orang itu berkata : ,,Ya Tuhanku, sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku kepada. pohon ini, supaya aku dapat bernaung dibawahnya dan minum airnya. Aku tidak akan meminta yang lainnya padaMu”, Allah berfirman «Hai anak Adam, bukankah sebelum ini engkau sudah berjanji tidak akan meminta yang lainnya padaKu lagi ? Barangkali kalau sudah Kuberikan permintaanmu yang ini, lalu engkau akan meminta lagi yang lainnya pula ?”. Orang itu berjanji sekali lagi untuk tiduk meminta yang lainnya. Tuhan lulu menerima permohonannya, sebab dilihatnya orang tersebut agaknya tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya itu. Oleh Allah ia didekatkan pada pohon itu dan iapun bernaung dibawahnya serta minum airnya.

 

Setelah itu ditampakkan pulalah dimuka orang tadi sebatang pohon yang terletak didekat pintu gerbang surga yang keadaannya lebih bagus dari kedua pohon yang sebelumnya itu. Orang itu berkata pula » ,,Ya Tuhanku, sudilah kiranya Engkau mendekatkan aku dari pohon ini, supaya aku bernaung dibawahnya dan minum airnya. Aku tidak akan meminta padaMu yang lain lagi”. Allah berfirman : ,,Hai anak Adam, bukankah sebelum ini engkau sudah berjanji padaKu tidak akan meminta yang lain”. Orang tadi menjawab : ,,Benar, ya Tuhanku sekarang saya tidak meminta lagi yang lain”. Oleh Allah diterimalah permohonannya, sebab dilihatnya ia agaknya sudah tidak sabar lagi untuk mendapatkan keinginannya. Orang itu didekatkan pada pohon tersebut.

 

Demi ia sudah didekatkan pada pohon yang terletak didekat pintu surga itu, lalu terdengarlah olehnya suara riuh rendah dari para ahli surga. Kemudian iapun berkata lagi : ,,Ya Tuhanku, : masukkanlah saya kedalam surga”. Allah berfirman : ,,Hai anak Adam, apakah yang kiranya dapat memuaskan hatimu yang akan Kukeruniakan sehingga engkau tidak meminta-minta lagi? Apakah kiranya engkau puas, sekiranya engkau Kuberi kenikmatan sebesar kadar dunia dan sebuah lagi yang seperti itu ?”. Orang itu berkata : ,,Ya Tuhanku, apakah Tuhan ini memperolok-olokkan diriku. padahal Engkau adalah Tuhan Seru sekalian alam ?”.

 

Ibnu Mas’ud (yang menceriterakan hadits ini) lalu ketawa. Setelah itu ia berkata : ,,Mengapa kamu semua (kawan-kawannya yang mendengarkan) tidak menanyakan kepadaku, apa sebab uku ketawa ?”. Orang-orang yang mendengarkan itu lalu berlanya : ,,Mengapa engkau ketawa”. Ia menjawab : ,,Begitulah Rasulullah s.a.w. juga ketawa sewaktu menceriterakan ini, lalu beliau s.a.w. ditanya, apakah sebabnya ketawa”. Beliau $.U.w. menjawab : ,,Saya ketawa karena ketawanya Tuhan Seru sekalian alam ini ketika orang yang meminta dimasukkan – surga itu berkata : ,,Apakah Tuhan ini memperolok-olokkan diriku, padahal Engkau adalah Tuhan Seru sekalian alam”. Seterusnya Allah lalu berfirman : ,,Aku tidak memperolokolokkan engkau, tetapi memang Aku ini Maha Kuasa atas segala yang Ku kehendaki”. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim.

 

SURGA.

 

Jannah (dalam bahasa Indonesia disebut surga atau

 

syorga) menurut pengertian bahasa berarti taman yang – terdiri dari pohon kurma atau pohon lain-lain.

 

Kata ini diambil dari lafazh janna yang artinya menutupi. Sebabnya disebut demikian ialah karena pohon-pohon yang ada didalamnya amat rindang daunnya, rimbun sekali, sedang cabang-cabang dari pohon yang satu bertaut dengan cabang-cabang dari pohon lainnya, sehingga bagian atasnya itu merupakan sebuah naungan atau payung yang dapat digunakan untuk berteduh dibawahnya.

 

Adapun yang dimaksud dengan surga itu ialah suatu tempat kediaman atau perumahan yang disediakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk hamba-hambaNya yang bertagwa kepadaNya, sebagai balasan kepada mereka itu atas keimanannya yang jujur dan benar gerta amal perbuat: annya yang shalih.

 

Untuk memberi nama surga itu, AlQuran memberikan ‘banyak gelaran seperti Jannatul Ma’wa (Surga tempat kembali), Jannatu ‘Adn (Surga sebagai tempat tinggal yang kekal), Darul Khulud (Perumahan yang kekal), Firdaus (Paradiso), Darus Salam (Perumahan kesejahteyaan). Darul Mqamah (Perumahan ketenangan), Jannatun

 

Na’im (Taman-taman kenikmatan), Magam Amin (Kedu: dukan sentausa) dan lain-lain lagi.

 

Dalam Algurin juga disebutkan bahwa luasnya surga

 

itu adalah keseluruhan langit dan bumi yakni alam semesta ini.

 

Pernah Nabi s.a.w. ditanya tentang tempat neraka. yaitu : »Jikalau luas surga itu adalah keseluruhan langit ‘ dan bumi ini. maka dimanakah tempat neraka ?”. Beliau s.a.w. memberikan jawaban tentang ini dengan sabdanya :

 

Maha Suci Allah, dimanakah malam, jikalau siang sudah menjelma”.

 

PENGHUNI-PENGHUNI (AHLI) SURGA

 

Surga itu tidak akan dimasuki melainkan orang yang benar-benar mengerjakan perbuatan-perbuatan yang Baik dan mulia serta bersifat dengan berbagai keutamaxs dan keluhuran.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya Allah telah membeli diri dan harta orangorung yang beriman dengan mengeruniakan surga untuk mereka itu. Mereka berperang untuk membela agama Allah, sebab itu merekapun membunuh dan terbunuh, menuruti janji Allah yang tersebut dalam kitab Taurat, Injil dan Ourin. Siapakah yang lebih menepati janjinya dari pada Allah itu ? Oleh sebab itu, maka bergembiralah dengan perjanjian yang telah kamu semua perbuat. Yang sedemikian itu adalah suatu keuntungan yang besar sekali.

 

Orang-orang yang bertaubat kepada Allah, orang-orang yang menyembahNya, orang-orang yang memujiNya, orang-orang yang berpuasa, orang-orang yang ruku’, orang-orang yang sujud, orangorang yang menyuruh mengerjakan kebaikan, orang-orang yang melarang mengerjakan keburukan dan orang-orang yang menjaga batas-batas hukum Allah, maka sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman itu”. S. Taubat 111-112.

 

KENIKMATAN-KENIKMATAN SURGA

 

Allah Ta’ala menjelaskan tentang sifat-sifat dan keadaan surga yakni bahwa kenikmatan-kenikmatan yang ada didalamnya itu adalah kekal, kesukacitaan disitu tidak akan pernah habis dan apa saja yang terdapat didalamnya benar-benar tidak ada hitungannya.

 

Tentang sungai-sungainya banyak sekali dan bercahang-cabang pula, airnyapun meluap dan tidak ada keringnya. Dalam AlQuran disebutkan :

 

,,Perumpamaan taman surga yang dijanjikan kepady orangorang yang bertagwa itu ialah, sebagai suatu taman yang didalumnya ada sungai-sungai yang airnya tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari susu yang rasanya tetap tidak berganti-ganti, sungai-sungai dari anggur yang amat sedap rasanya bagi orang-orang yang meminumnya dan sungai-sungai dari madu yang bening jernih. Disana mereka memperoleh segala macam buah-buahan serta pengampunan dari Tuhannya”. S. Muhammad 15.

 

Sungai-sungai itu mengalir dibawah gedung-gedung dan istana-istana yang besar-besar lagi indah, yang didalamnya penuh tersedia berbagai buah-buahan dan daging burung Ini jelas difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,Para ahli surga menerima buah-buahan, yang mana saja mereka bebas memilihnya.

 

Dan pula daging burung, mana saja yang mereka inginkan” S. Waqi’ah 20-21.

 

Penghuni-penghuni surga itu setiap dikeruniai rizki yang berupa buah-buahan, mereka senantiasa berkata : ,,Ini tentunya yang pernah kita peroleh sebelum sekarang”, padahal yang diberikan kepada mereka itu memanglah serupa benar dengan yang lalu. Tetapi yang terang letak persamaannya itu dalam hal kebagusan dan indah bentuknya. Allah Ta’ala berfirman :

 

.Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman seria mengerjakan perbuatan-perbuatan yang baik, sesungguhnya mereka itu akan memperoleh taman-taman surga yang mengalirlah beberapa sungai dibawahnya. Setiap mereka menda-‘ patkan pemberian rizki dari surga dari semacam buah-buahan, mereka lalu berkata : ,,Ini adalah seperti rizki yang kita terima sebelum sekarang”. Kepada mereka diberikanlah pemberian-pemberian yang serupa.”Didalam surga itupun mereka akan memperoleh jodoh yang suci dan mereka kekal didalamnya”. S. Baqarah 25.

 

Rizki baik yang berupa makanan atau minuman yang diberikan kepada para ahli surga itu dilayani oleh bujang-bujang yang tetap tinggal muda dan mereka itu adalah bagaikan mutiara yang bertaburan karena sangat molek, rupawan dan indah pula pakaian-pakaiannya. Ini dinyata: kan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya :

 

,,Dan beredurlah (melayani) disekitar mereka itu bujangbujang yang tetap tinggal muda. Kalau engkau lihat mereka, engkau kira mereka itu adalah mutiara yang bertaburan.

 

Dan kemana saja engkau melihat, engkau akan melihat kenikmatan (merasa amat senang sekali) serta kerajaan yang besar.

 

Bujang-bujang muda itu mengenakan pakaian yang berupa sutera halus yang berwarna hijau dan pula sutera tebal, juga diberi perhiasan gelang tangan dari perak. Tuhan memberikan minuman kepada mereka dengan minuman yang bersih”. S. Al-Insan (Dahtr) 19-21.

 

Adapun bujang-bujang pelayan itu sama membawa piring-piring, wadah-wadah dan gelasgelas dari emas. didalamnya penuh dengan makanan dan minuman yang menitikkan air liur, sangat diingini oleh hati dan sedap dipandang mata. Hal ini dinyatakan oleh: Allah Ta’ala dalam firmanNya :

 

,,Kepada mereka itu diedarkanlah piring-piring dan gelasgelas dari emas. Didalamnya terdapat semua apa yang diingini oleh hati dan yang sedap dipandang mata. Kumu semua akan kekal disitu selama-lamanya”. S. Zukhruf 71.

 

Juga tersebut dalam firmanNya :

 

,,Kepada mereka diedarkanlah wadah dari perak dan gelas dari kristal murni.

 

Kristal jernih terbuat dari perak pula yang mereka perkirakan dengan ukuran yang sesuai sekali.

 

Di surga itu mereka diberi minuman dalam gelas dengan cam: puran jahe.

 

Diambil dari sebuah mata air yang bernama Salsabi?”. S. Al-Insan (Dahr) 15-18.

 

Bukan main senang dan sukacitanya. Baru pelayannya saja pakaiannya sudah berupa sutera tipis dan tebal, hiasannya emas.

 

Konon pula keadaan tempat kediaman yang digunakan sebagai tempat tinggal. Biliknya bersusun dan tampak aliran sungai dibawahnya.

 

Allah Ta’ala berfirman : ,,Tetapi orang-orang yang bertagwa kepada Tuhannya, mereka akan mendapatkan bilik-bilik gedung yang tinggi dan diatasnya ada pula bilik-bilik dari gedung yang tinggi pula yang dibangunkan dan dibawahnya mengalirlah sungai-sungai. Itulah janji Allah. Allah itu tidak akan mengingkari janjiNya”. S. Zumar 20.

 

Selain itu dijelaskan bahwa para penghuni surga itu dengan ditemani oleh isteri-isterinya sama duduk-duduk bersenang-senang dan bersandar diatas sofa yang indah, dalam tempat yang teduh dan nyaman udaranya. Isteriisterinya itu dijadikan oleh Allah dalam keadaan muda semua, sebaya saja usianya dan penuh sekali kecintaannya pada suami, sebagaimana juga halnya Allah menciptakan

 

para bidadari yang matanya jelita, bagaikan telur yang tersimpan rapi. Para wanita dalam surga itu semuanya suci dari segala cela yang biasa dialami oleh wanita-wanita di dunia, maka dari itu mereka tidak mengalami haidl, nifas, rupa yang buruk ataupun budi pekerti yang jahat.

 

Mengenai semua ini diterangkan oleh Allah Ta’ala dalam beberapa firmanNya, yaitu :

 

,,Sesungguhnya para ahli surga pada hari itu bersenangsenang dalam kesibukannya masing-masing (menurut kegemarannya sendiri-sendiri).

 

Mereka itu dengan isteri-isterinya berada di tempat yang teduh, sambil duduk-duduk bersandar diatas sofa”. , S. Yasin 55-56.

 

Juga firmanNya :

 

Sesungguhnya gadis-gadis dalam surga itu Kami (Allah) jadikan dengan kejadian yang istimewa.

 

Mereka Kami jadikan perawan suci. Penuh kecintaan dan sebaya semua usianya”. S. Waqi’ah 35-37.

 

Ada pula firmanNya . :

 

Disamping mereka terdapat pula gadis-gadis (bidadari-bidadari) yang sopan-sopan lagi setia dengan matanya yang jelita. Bagaikan telur yang tersimpan rapi”. S. Shaffat 48-49.

 

Terdapat pula suatu keterangan bahwa para penghuni. surga itu tidak mempunyai perasaan kedengkian, sebab sifat ini sudah dibuangkan sama sekali oleh Allah Ta’ala dari hati mereka. Mereka hidup sebagai saudara-saudara sekandung belaka, duduk berhadap-hadapan dan tidak merasa penat atau lelah sama sekali. Ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

,Sesungguhnya orang-orang yang bertagwa itu berdiam didalam taman-taman surga dan di tengah-tengahnya ada mata air yang memancar.

 

Kepada mereka dikatakan : ,,Masuklah kamu semua kedalamnya dengan aman sentausa”.

 

Kami (Allah) telah membuangkan segala sifat kedengkian yang ada didalam hati mereka, sehingga mereka itu merupakan saudara-saudara belaka, berhadap-hadapan diatas tempat duduk.

 

Mereka tidak pernah tersentuh oleh rasa lelah dan mereka tidak akan dikeluarkan dari tempat itu”. S. Hijr 45-48.

 

Diuraikan pula bahwa didalam surga itu tidak terdengar sama sekali omong kosong atau percakapan yang menyebabkan dosa. Yang terdengar ialah kata-kata memahasucikan Allah ‘azza wa Jalla serta ucapan salam antara yang seorang dengan lainnya, juga salam Tuhan kepada. kaum mukminin, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :

 

,,Didalam surga itu mereka tidak mendengarkan perkataan . omong kasong dan tidak pula kata-kata yang menyebabkan dosa.

 

Yang terdengar disitu hanyalah ucapan : ,,Salam (damai), salam (damai)”. S. Wagi’ah 25-26.

 

Juga firmanNya :

 

,,Salam (damai)”, suatu ucapan penghormatan yang diterima dari Tuhan yang Maha Pemurah”. S. Yasin 58,

 

Dan lagi firmanNya :

 

,,Para malaikat akan datang menemui para ahli surga itu dari Segala pintu.

 

Mereka mengatakan : Salam (damai) untukmu semua, disebabkan keteguhan hatimu. Alangkah senangnya tempat kediaman yang terakhir”. S. Ra’ad 23-24.

 

Adapun hadits yang menjelaskan sehubungan dengan persoalan surga dan para penghuninya serta keadaan-keadaan yang ada didalamnya itu, diantaranya ialah yang : diceriterakan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi, bahwasanya Kasulullah s.a.W. bersabda :

 

,, Sesungguhnya kelompok pertama yang memasuki surgu itu rupa mereka adalah bagaikan bulan purnama. Kemudian yang menyusul sesudah mereka itu mempunyai rupa sebagai bintang cermelang yang cahayanya sangat terang di langit.

 

Para ahli surga itu tidak membuang kotoran kecil atau besar, tidak pula berludah ataupun beringus.

 

Sisir mereka terbuat dari emas sedang keringat mereka berbau minyak kasturi dan perapiannya adalah dari tangkai dupa harum.

 

Isteri-isteri mereka adalah, bidadari yang bermata jelita:

 

Para ahli surga mempunyai satu macam watak sebagai satu orang saja, sedang bentuk rupanya adalah semua seperti ayah mereka yakni Adam yang tingginya ada enampuluh hasta keatas”.

 

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Usamah bin Zaid, katanya: ,,Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bersabda kepada sekalian sahabatnya, demikian :

 

Ingatlah, siapakah yang suka cepat-cepat berusaha giat mendapat surga ?

 

Sesungguhnya surga itu tidak pernah ada lintasan hati yang sesuai dengan keadaannya. Demi Dzat yang menguasai ka’bah, surga itu adalah merupakan cahaya yang terang-benderang, baubauan yang menggoncangkan, didalamnya terdapat istana yang megah, sungai yang mengalir. buah-buahan yang banyak dan masak-masak, isteri yang cantik dan molek, berbagai perhiasan yang bermacam-macam dan kedudukan yang selamanya dalam keadaan kelapangan dan kenikmatan hidup, dalam gedung-gedung yang indah dan mentereng”.

 

Para sahabat lalu berkata : ,,Kita semua, bercepat-cepat untuk mencapainya, ya Rasulullah”.

 

Beliau s.a.w. lalu bersabda : ,,Katakanlah Insya Allah”. Kemudian beliuu s.a.w. menyebutkan urusan perjoangan dan menyuruh supaya diperhebatkan”. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

 

KENIKMATAN SURGA DI LUAR DUGAAN AKAL FIKIRAN 

 

Kenikmatan surga sebagaimana yang telah diuraikan dimuka itu adalah seperti apa yang sudah kita kenal di alam dunia sekarang ini, sekalipun tentunya keadaannya adalah lebih tinggi, nilainya lebih mulia dan mutunya lebih hebat, baik dalam hal warna, bentuk rasa dan baunya. Sekalipun demikian, perihal hakikatnya tidaklah dapat digambarkan Oleh akal fikiran sebab pasti jauh lebih hebat dari apa yang dapat dilukiskan oleh akal manusia itu.

 

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. sebuah hadits dari Rasulullah s.a.w., sabdanya :

 

,,Telah Ku (Allah) sediakan untuk seluruh hambaKu yang shalih suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati seseorangpun. Bacalah sesukamu ayat yang berarti :

 

,,Seseorangpun tidak dapat mengetahui cahaya mata (kegembiraan) yang disembunyikan yang akan dikeruniakan kepada mereka itu”. S. Sajdah17.

 

Jadi kenikmatan-kenikmatan yang ada di akhirat itu sebenarnya sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan kenikmatan-kenikmatan yang pernah kita lihat atau kita alami di dunia ini.

 

Sekalipun agaknya ada persamaannya, maka persamaan itu hanyalah mengenai namanya belaka. sedang keadaan dan sifat yang hakikinya pastilah berbeda. Sebabnya ialah andaikata sama, tentunya sudah ada mata yang melihat, telingayang mendengar ataupun yang terlintas dalam kalbu, padahal jelas sebagaimana sabda. Rasulullah s.a.w. – tidaklah demikian.

 

Ibnu Abbas r. ‘anhuma dalam memberikan kupasan atau tafsiran perihal firman Allah Ta’ala yang berbunyi :

 

,,Kepada para ahli surga itu diberikan kerunia yang serupa dan didalam surga itu mereka mendapatkan isteri-isteri yang suci dan mereka akan kekal disitu selama-lamanya”. S. Baqarah 25.

 

laberkata : ,,Tidak sesuatupun yang sama atau serupa apa-apa yang ada di surga dengan yang ada di dunia ini, melainkan hanya nama-namanya belaka”.

 

KENIKMATAN SURGA YANG TERTINGGI Adapun kenikmatan para ahli surga yang tertinggi itu ialah bahwa mereka dapat menyaksikan sendiri pada Allah ‘Azza wa Jalla, dapat bermunajat denganNya serta merasa bahagia karena mendapatkan keridlaanNya.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

  1. Tentang melihat Allah Ta’ala :

 

,,Wajah-wajah para ahli surga pada hari itu berseri-seri, karena dapat melihat kepada Tuhannya”. S. Qiamah 22-23.

 

  1. Tentang bermunajatnya dengan Allah Ta’ala :

 

,,Sesungguhnya para ahli surga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan masing-masing.

Mereka itu dengan isteri-isterinya berada di tempat yang teduh, sambil duduk-duduk bersandar diatas sofa. Disitu mereka mendapatkan buah-buahan dan .apa saja yang dimintanya.

Salam (damai)”, sebagai ucapan penghormatan yang mereka terima dari Tuhan yang Maha Penyanyang”. S. Yasin 55-58.

 

  1. Tentang keridlaan yang mereka peroleh dari Allah Ta’ala :

 

Dan keridlaan yang diperoleh dari Allah, itulah kenikmatan yang lebih besar lagi”. S. Taubat 72.

 

Juga firmanNya :

 

,,Bagi orang-orang yang bertagwa, disisi Tuhannya ialah akan mendapatkan taman-taman surga yang dibawahnya itu mengalirlah berbagai sungai. Mereka itu kekal disitu selama-lamanya. Mereka juga mendapatkan isteri-isteri yang suci serta keridlaan dari Allah dan Allah adalah Maha Memperhatikan kepada sekulian hambaNya”. S. Al’i Imran 15.

 

Mengenai hadits-hadits yang berhubungan dengan persoalan ini, diantaranya ialah yang diriwayatkan dari Shuhaib r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda :

 

,,Apabila para ahli surga sudah sama memasuki surga, Allah Taala lalu berfirman : , Jikalau kamu semua menginginkan sesuatu, Aku akan menambahnya”.

 

Mereka menjawab : ,,Bukankah Engkau sudah menjernihkan wajah-wajah kami ? Bukankah Engkau sudah memasukkan kami semua dalam surga ?” Bukankah Engkau sudah menyelamatkan kami dari api neraka ?”

 

Kemudian diangkatlah tabirnya, Maka tidak ada suatu kenikmatanpun yang pernah dikeruniakan kepada mereka itu yang mereka rasakan lebih senang (lebih lezat) dari. pada melihat kepada Tuhan mereka.

 

Rasulullah s.a.w. lalu membaca ayat yang artinya :

 

,,Bagi orang-orang yang berbuat baik adalah balasan baik dan tambahan lagi dari itu (yakni dapat melihat Tuhan)”. Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dan lain-lain.

 

Ada pula sebuah hadits yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah r.a., katanya : ,,Pada suatu malam Rasulullah s.a.w. melihat bulan purnama, lalu bersabda :

 

,,Sesungguhnya kamu semua itu nanti akan dapat melihat Tuhanmu dengan terang sebagaimana kamu semua melihat bulan ini. Kamu semua tidak akan ragu-ragu sedikitpun dalam melihatnya itu.

 

Dan jikalau kamu semua mampu janganlah terlalaikan melukukan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakanlah itu.

 

Rasulullah s.a.w. lalu membaca ayat yang artinya :

 

Dan mahasucikanlah Tuhanmu dengan mengucapkan pujian padaNya sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya”.

 

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi.

 

Perihal melihat Allah Ta’ala sewaktu ada di dunia ini, maka hal itu tidak mungkin terjadi untuk siapapun juga. Nabiullah Musa a.s. pernah memohonkan kepada Tuhan supaya dapat melihatnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Ta’ala dengan firmanNya :

 

,,Ya Tuhan, perlihatkanlah diriMu padaku, supaya aku dapat melihatMu. Tuhan lalu berfirman : ,,Engkau tiduk akan dapat melihat Aku, tetapi pandang sajalah bukit itu. Jikalau ia tetap di tempatnya, nanti engkau dapat melihat Aku”.

 

Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran Dzatnya kepada bukit itu, tiba-tiba bukit itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar akan dirinya, ia berkata : ,,Maha Suci Engkau. Aku bertaubat kepadaMu dan akulah mula-mula orang yang beriman”. S. A’raf 143.

 

Ibnu Abbas r. ‘anhuma berpendapat, juga beberapa golongan alim ulama bahwa junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. itu dapat melihat Tuhannya pada waktu malam isranya. Ibnu Abbas r. ‘anhuma, dalam mengupas firman Allah Ta’ala :

 

,,Tidaklah Kami membuat pemandangan yang Kami perlihatkan padamu itu, melainkan sebagai fitnah bagi seluruh manusia”. S. Isra” 60.

 

Ia berkata: ,,Pemandangan yang dimaksudkan itu ialah penglihatan mata kepala yang diperlihatkan kepada Rasulullah s.a.w. dimalam beliau s.a.w. itu diisra’kan untuk menghadap ke hadlirat Allah Ta’ala”. Diriwayatkan oleh Bukhari.

 

Al-Hasan sendiri bersumpah bahwasanya Rasulullah s.a.w. juga pernah melihat Tuhannya.

 

Tetapi Sayidah ‘Aisyah r. ‘anha mengingkari pendapat sebagaimana diatas, tidak membenarkan bahwa Rasulullahs.a.w. melihat Tuhannya.

 

Diriwayatkan dari Masruq, katanya : ,,Saya berkata kepada ‘Aisyah r. ‘anha : ,,Ya Ummul mukminin, benarkah Nabiullah Muhammad s.a.w. pernah melihat Tuhannya ?”. Beliau ‘Aisyah r. ‘anha lalu menjawab :

 

Benar-benar telah berdiri tegak bulu romaku karena mendengar apa yang kau katakan itu. Hati-hatilah engkau dari tiga hal ini.

 

Barangsiapa yang memberitahukan padamu tentang tiga hal ini, pastilah ia berdusta.

 

Barangsiapa yang memberitahukan padamu bahwasanya Muhammad itu pernah melihat Tuhannya ia pasti berdusta”. ‘Aisyah r.a. lalu membaca ayat yang artinya : ,,Dia (Allah) “tidak dapat dicapai oleh semua mata, sedang Dia dapat melihat Semua mata itu”. S. Anam 103.

 

»Barangsiapa yang memberitahukan padamu bahwa ia dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari, pastilah ia berdusta”. ‘ Aisyah r. ‘anha lalu membaca ayat yang artinya : ,Tidak seorangpun yang dapat mengetahui apa yang akan dikerjakan esok hari”. S. Luqman 34.

 

Barangsiapa yang mengatakan padamu bahwa ia (Rasul). menyembunyikan sedikitpun dari wahyu, maka pastilah ia ber. dusta”. ‘ Aisyah r. ‘anha lalu membaca ayat yang artinya : Hai Rasul, sampaikanlah apa-apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu?”. S. Ma’idah 67.

 

Tetapi ia pernah melihat Jibril dalam bentuk aselinya sebanyak dua kali”. Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidz.

 

KEKEKALAN KEHIDUPAN DI AKHIRAT

 

Surga itu kekal tidak pernah rusak, demikian pula halnya neraka. Para penghuni di masing-masing tempat itu (yakni surga dan neraka) juga kekal. Mereka tidak akan didatangi oleh kematian dan tidak pula dihinggapi oleh kebinasaan dan kerusakan.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Sesungguhnya dalam “hal itu pastilah dapat menjadi keterangan untuk orang yang takut akan siksa hari kemudian. Hari itu adalah hari seluruh manusia dikumpulkan dan itu pulalah hari yang memberikan kesaksian.

 

Kami tidak mengundurkannya, melainkan sampai pada waktu yang ditentukan. ‘

 

Jikalau hari itu datang, tidak ada seorangpun yang berbicara, melainkan dengan izinNya. Diantara orang-orang itu ada yang celaka dan ada yang bahagia.

 

Adapun orang-orang yang celaka, maka tempat mereka itu adalah neraka. Mereka disitu menarik nafas panjang dan mengerang.

Mereka kekal disitu selama-lamanya selama ada langit dan bumi, kecuali menurut kehendak Tuhanmu, sesungguhnya Tuhanmu adalah Maha Kuasa melaksanakan apa saja yang dikehendaki.

 

Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempat mereka adalah dalam surga. Mereka kekal pula disitu selama-lamanya, selama ada langit dan bumi, melainkan menurut kehendak Tuhanmu. Itulah pemberian yang tiada henti-hentinya”. S. Hud 103-108.

 

Adapun rahasianya, mengapa ahli surga kekal dalam surga dan ahli neraka dalam neraka, sebab masing-masing dari kedua golongan itu juga mengekalkan perbuatanperbuatan yang dilakukan sewaktu di dunia, baik yang berupa kebaikan ataupun yang berupa keburukan. Para ahli surga tentunya akan terus melaksanakan keimanan yang benar serta ketaatan dan kebaktian kepada Allah Ta’ala, sekalipun sampai kapan saja mereka hidup di dunia itu, bahkan selama ada umur dalam tubuh mereka. Demikian pula halnya para ahli neraka. Mereka inipun akan tetap melakukan kekufuran, kemaksiatan serta kedurhakaan, sekalipun akan hidup di dunia ini selama berjuta-juta tahun lamanya. Jadi kedua golongan itu pasti akan menghendaki perbuatan-perbuatannya sendiri sebagaimana yang “sudah dibiasakan selama itu. Oleh karenanya, maka sudah selayaknya lah, jikalau balasan dari kedua golongan tadi diterapkan menurut kehendaknya sendiri serta niat yang sudah terpateri dalam jiwanya. Nah, dengan berdasarkan apa yang sesuai dengan kehendak dan kemaunnya inilah pengekalan itu dilaksanakan, karena baik keimanan atau kekufuran dan apa yang merupakan hubungan yang erat dari keduanya itu yang berupa amalan baik atau buruk, pasti akan terus menetap dan meresap dalam kalbu, juga mantap untuk selamanya dalam jiwa. Ini tentunya tidak mungkin hilang sebab sudah meresap dan membalung sumsum.

 

AlQuran dengan jelas menggambarkan penetapan hati yang sedemikian ini. Disitu disebutkanlah bahwa andaikata orang-orang kafir yang tidak beriman itu dikembalikan ke dunia sekali lagi, setelah mengalami siksaan-siksaan yang pedih dalam neraka, niscaya akan kembali pula melakukan apa-apa yang sudah menjadi kebiasaannya di dunia dahulu : yakni amalan-amalan yang berupa kekufuran, kelakuan kelakuan jahat dan budi pekerti yang tercela. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

 

,,Jikalau engkau melihat diwaktu orang-orang kafir itu ditegukkan dimuka neraka, lalu mereka berkata :,,Wahai, malangnya nasib kami ini. Kiranya kami ini dapat dikembalikan (ke bumi), maka kami tidak akan mendustakan lagi keterangan-keterangan Tuhan dan kami akan menjadi orang-orang yang beriman…

 

Tidak boleh jadi hal itu, bahkan telah jelas apa yang mereka rahasiakan dahulu. Jikalau sekiranya mereka itu dikembalikan, -niscayalah mereka akan mengulangi lagi mengerjakan upa yang telah dilarang. Sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang berdusta” S. An’am 27-28.

 

Jadi jelaslah bahwa balasan itu adalah sesuai dengan iradah atau kehendak serta niat manusia itu sendiri. Sandaran pokok yang sedemikian ini adalah sesuai dengan sabda Rasulullah s.a.W. :

 

,,Hanyasanya amalan-amalan itu adalah menilik niat-niatnya dan hanyasanya setiap orang itu mendapat yang diniatkan olehnya”. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 

16

 

PENUTUP Wa ba’ du,

 

Apa yang ditempuh oleh manusia dan apa yang telah dilaksanakan olehnya dalam kehidupannya di dunia adalah merupakan suatu pernyataan dari kenyataan akidah atau kepercayaannya.

 

Jikalau akidah yang terpateri dalam jiwanya itu baik dan benar, maka baik dan benar pulalah jalan yang ditempuhnya serta lurus dalam mengerjakannya. Tetapi jikalau akidah itu rusak dan salah, maka jalan yang ditempuhnyapun rusak, sesat dan menyeleweng dari kebenaran.

 

Oleh sebab itu, maka ‘akidah Tauhid dan-keimanan . adalah suatu hal yang mutlak perlu yang sama sekali tidak dapat ditinggalkan oleh siapapun, agar supaya seseorang itu dapat mencapai kesempurnaan keperibadian dan pula merealisasikan kemanusiaannya itu sendiri.

 

Da’wah kearah ‘akidah itu adalah suatu hal yang pertama kali diterapkan oleh Rasulullah s.a.w. kepada ummatnya. Itulah yang dijadikan sebagai fondamen yang terletak sebagai dasar dalam memperkokoh pembangunan mental dari ummat Islam yang nantinya akan mendasarkan segala sesuatunya atas landasan Islam yang murni. Bukan hanya oleh junjungan kita Nabi Muhammad 8g w sandiri hal yang – Sedemikian itu dilaksanakan, tetapi hahkan oleh seluruh utusan Allah Subhanahu wa Ta’ala ‘alaihimua shalaLu wassalam.

 

Sebabnya yang sedemikian itu dibina lebih dulu ialah karena dengan meresapnya ‘akidah itu dalam jiwa manusia, maka manusia itu akan lebih tinggi dan lebih mulia dari materi-materi keduniaan atau yang dibikin-bikin oleh sesama manusia. Itulah pula yang akan dijadikan tujuan untuk mengarah kejalan kebaikan dan keluhuran, kesucian dan kemuliaan.

 

Apabila ‘akidah yang benar itu sudah dapat menguasai jiwa, maka iapun akan membuahkan segula macam sifat keutamaan bagi manusia itu sendiri. Bukan hanya keutamaan. tetapi sekaligus disertai dengan keluhuran dan ketinggian akhlak, seperti keberanian, kedermawanan, toleransi atau lapang dada, ketenangan menghadapi segala – persoalan, tidak mementingkan diri sendiri dan suka berkurban untuk kepentingan masyarakat ramai.

 

Penetapan ‘akidah ini dalam jiwa itulah yang dapat mendidik kehidupan .seseorang dan yang meninggikan nilainya, bahkan itu pula yang merupakan jalan untuk dapat mencapai modernisasi yang sejati, untuk diarahkan kepuncak kebaikan dan kemajuan yang mumi, ditujukan kepokok kebenaran dan keadilan. Dengan demikian akan terciptalah kesenangan, kegembiraan, ketenangan dan ke nikmatan orang seorang, juga kebahagiaan masyarakat dan khalayak ramai, malahan akan berkembanglah disana: sini kehidupan yang penuh kesukacitaan dan keharmonisan.

 

Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Barangsiapa yang beramal shalih, baik ia lelaki atau perempuan dan ia beriman, maka pastilah Kami (Allah) akan memberikan kehidupan padanya dengan kehidupan yang bahagia”. S. Nahl 97.

 

Dibawah naungan ‘akidah yang sehat itu akan tumbuh unsur-unsur materi dan kerohanian secara bersamaan dan seseorang akan memperoleh pertolongan dari Allah, juga kecintaan dan kerahmatannya yang nantinya akan dapat digunakan untuk mencapai puncak kesempurnaan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala padanya.

 

Allah Ta’ala berfirman :

 

,,Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman. Dia akan mengeluarkan mereka dari kegelapan (kesesatan) ke cahaya (petunjuk yang benar)”. S. Baqarah 257.

 

Juga firmanNya :

 

,,Sesungguhnya Allah itu pasti menunjukkan orang-orang yang beriman kejalan yang lurus”, S. Haj 54.

 

‘Akidah yang lurus itu dapat diumpamakan sebagai sebatang pohon yang baik yang banyak mengeluarkan hasil buah-buahannya tidak pernah terputus dalam musim apapun juga. Ia akan terus langsung mengeluarkan makanan setiap saat tanpa hentinya, apakah itu musim kemarau atau penghujan. apakah diwaktu malam atau siang. Orang mukmin itupun demikian pula halnya. Dari diri dan tubuh“nya haruslah selalu timbul amal perbuatannya yang shalih dalam setiap waktu dan keadaan dan dimanapun juga ia berada.

 

Oleh sebab itu seringkali AlQuran merangkaikan keimanan itu dengan amal perbuatan yang baik, sebab memang ini adalah salah satu buah dari sekian banyak bekas keimanan dan ini pulalah yang dapat diketahui sebagai kesan, apakah keimanan yang ada dalam jiwanya sudah benar-benar tertanam dalam-dalam, sudah meresap sungguh-sungguh atau belum dan masih merupakan bayangan semata-mata.

 

Alan kah tepatnya apa yang difirmankan Pama g patnya apa yang akan oleh Allah

 

,,Tidakkah engkau ketahui bagaimana Allah membuat perumpamaan bagi kalimat (perkataan) yang baik. Ia adalah sebagai sebatang pohon yang baik pula, akarnya teguh dan cabangnya menjulang tinggi ke langit.

 

Ia dapat mengeluarkan buahnya setiap masa dengan izin Tuhannya. Begitulah Allah membuat berbagai perumpamaan untuk para manusia, supaya mereka suka mengingat”. S. Ibrahim 24-25.

 

‘Akidah keimanan ini pernah memberikan kesan yang sedalam-dalamnya dan bekas yang sebesar-besarnya dalam memberikan didikan yang amat Luar biasa terhadap kaum mukminin yang dahulu-dahulu, sebab memang itulah yang menyebabkan jiwa menjadi suci, bersih dan murni, dilenyapkan dari segala macam penyakit hati seperti dengki, dendam, congkak, bangga pada diri sendiri, kefasikan, kecurangan, penganiayaan, sewenang-wenang, kekerasan hati, kekasaran tindakan, mementingkan diri sendiri dan selalu keaku-akuan.

 

Juga ‘akidah itu pula yang dapat membersihkan kaum mukminin salaf itu dari kotoran didikan. dan daki yang ‘ merusakkan serta bahayanya watak yang rendah dan juga dari kejahatan pusaka adat-istiadat yang hina.

 

Itulah yang menyebabkan orang-orang dahulu itu menjadi tinggi dan luhur cita-citanya. Yang mereka usahakan hanyalah perkara-perkara yang agung, besar dan jaya. Mereka telah dapat menempatkan dirinya sebagai pemimpin manusia, pembimbing ummat sedunia, dimerdekakan jiwa mereka itu dari segala macam khurafat. khayalan dan angan-angan yang buruk dan tidak ada faedahnya. Mereka juga dilepaskan dari belenggu yang . dipasang oleh para raja dan kaum bangsawan. Malahan mereka telah berhasil menyucikan bumi ini dari kekufuran, kerusakan dan kebinasaan total. .

 

Masih lebih dari itu pula pengaruh ‘akidah yang benar ini. ‘Akidah inilah yang memantapkan hati ummat Islam dahulu, sehingga dapat memperoleh kemenangan yang gilang gemilang, membebaskan negeri ini dan itu, memerdekakan bangsa ini dan itu dan sebagainya. Disamping itu mereka juga menanamkan ilmu dan mengajak amalan yang shalih. Selain itu mereka berhasil pula menancapkan kemajuan yang cahayanya bersinar keseluruh penjuru dunia. kemanfaatannya merata keseluruh pelosok bumi, di timur maupun di barat, hanya dalam beberapa tahun saja.

 

Itulah pengaruh dan kesan ‘akidah yang hag jikalau sudah benar-benar meresap dan tertanam dalam jiwa – manusia.

 

Seorang doktor yang bernama Gustaaf Lybon menulis dalam bukunya yang berjudul ,,Perputaran bangsa”, diantaranya :

 

“Sebenarnya peresapan ilmu (fan) itu belum dapat dikatakan sempurna untuk dimiliki sesuatu bangsa dari seluruh bangsa yang sudah bergerak dan berkemajuan itu, kecuali melalui tiga generasi secara berturut-turut, yakni:

 

  1. Generasi peniruan atau pengekor golongan lain,
  2. Generasi kemajuan yakni mulai mengusahakan sendiri, .
  3. Generasi kemerdekaan dan. kekhususan (spesialisasi).

 

Itulah yang terjadi diseluruh bangsa di dunia in?. Melainkan satu -bangsa yang terkecuali yaitu hanya bangsa Arab sendiri yang tidak mengikuti ketentuan diatas itu.

 

Bangsa Arab sudah dapat memantapkan pengertian ilmu (fan), hanya dalam satu generasi saja secara sekaligus dan dari generasi pertama itu telah dimulailah mengusahakan ketiga-tiganya itu dengan berbarengan.

 

Demikianlah sebagian tulisan mahaguru diatas.

 

Alangkah tepatnya apa yang diucapkan oleh seorang penyair yakni Nabighah Ja’di, demikian :

 

Sudah kita capai langit itu, Kemercusuaran kita, kegemerlapan cahaya kita.” Namun kita tetap berharap diatas semua itu, Mencapai suatu ketinggian tempat yang nyata”. Demi mendengar itu, Rasulullah s.a.w, lalu bertanya : Apakah yang kau maksudkan tempat ketinggian yang nyata itu, hai Abu Laila”. Ia menjawab : ,, Surga”.. Beliau s.a.w. bersabda: ,, Insya Allah”.