Kitab Al-fusulul Ilmiyyah Wal Usulul Hikamiyyah Dan Terjemah [PDF]

Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

 

“Tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung. Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

 

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, paling bijaksana hukum-Nya, paling baik ciptaan-Nya, paling baik pemberi rejeki yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu dan dapat menghitung segala hitungan, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

” Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan): dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk: 14)

 

Dan firman Allah berikut:

 

Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Faathir: 2)

 

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah bagi junjungan kami, Nabi Muhammad saw. yang diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, sebagai nabi penutup, sebagai penghulu para rasul beserta segenap keluarga, sahabat dan para pengikut beliau saw. hingga hari kiamat kelak.

 

Perlu diketahui bahwa kitab ini kami susun untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan jalan petunjuk menuju Allah dengan mengungkapkan segala petunjuk yang dapat diterima oleh semua orang dengan harapan semoga kitab ini berguna bagi si penulis dan bagi para pembacanya.

 

Perlu diketahui bahwa kitab ini mengandung berbagai urusan dan hikmah, sehingga seorang yang mendalami kitab ini dengan baik, maka ja dapat menulis setiap judulnya menjadi satu kitab seperti yang dimengerti oleh para ulama yang hatinya bersih dan yang diberi hikmah oleh Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)

 

Perlu diketahui bahwa ketika kami mulai menyusun judul demi judul dalam kitab ini, kami tidak menyebarluaskannya sampai setelah judul kitab ini berjumlah 40 (empat puluh) pasal, kemudian kawankawan kami minta agar menulisnya dalam sebuah kitab dan menyebarluaskannya kepada semua kalangan, karena setiap perbuatan baik tergantung pada niatnya dan setiap orang tergantung pada niatnya.

 

Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Faathir: 2)

 

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah bagi junjungan kami, Nabi Muhammad saw. yang diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam semesta, sebagai nabi penutup, sebagai penghulu para rasul beserta segenap keluarga, sahabat dan para pengikut beliau saw. hingga hari kiamat kelak.

 

Perlu diketahui bahwa kitab ini kami susun untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang membutuhkan jalan petunjuk menuju Allah dengan mengungkapkan segala petunjuk yang dapat diterima oleh semua orang dengan harapan semoga kitab ini berguna bagi si penulis dan bagi para pembacanya.

 

Perlu diketahui bahwa kitab ini mengandung berbagai urusan dan hikmah, sehingga seorang yang mendalami kitab ini dengan baik, maka ja dapat menulis setiap judulnya menjadi satu kitab seperti yang dimengerti oleh para ulama yang hatinya bersih dan yang diberi hikmah oleh Allah, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah: 269)

 

Perlu diketahui bahwa ketika kami mulai menyusun judul demi judul dalam kitab ini, kami tidak menyebarluaskannya sampai setelah judul kitab ini berjumlah 40 (empat puluh) pasal, kemudian kawankawan kami minta agar menulisnya dalam sebuah kitab dan menyebarluaskannya kepada semua kalangan, karena setiap perbuatan baik tergantung pada niatnya dan setiap orang tergantung pada niatnya.

 

Adapun jumlah pasal-pasal yang terdapat dalam kitab ini sebanyak 20 pasal dan di tengahnya terdapat beberapa pengetahuan yang dapa ditambahkan ke dalamnya.

 

Kini mari kita mulia membahas satu per satu dari pasal-pasal yang kami kumpulkan.

 

Kiranya hanya Allah saja yang dapat menolong kami, karena tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin dan kekuatan Allah, Dia adalah Tuhan kami dan Dia sebaik-baik tempat untuk bersandar. Tiada satupun petunjuk, kecuali kembalinya kepada Allah dan aku berserah diri dan kembali kepada Allah.

 

Pasal ini dapat membantu para Arif dan para muhaggig yang ingin membenarkan dan menguatkan keimanan dan keyakinannya, ingin ikhlas bertauhid dari segala penyakit syirik yang tersembunyi, ingin meluruskan moral yang terpuji seperti zuhud, ikhlas dan kelapangan dada bagi setiap muslim, ingin menjauhi moral yang tidak terpuji seperti rakus, riya’ dan sombong, ingin memperbaiki amal-amal kebajikan lahiriyah, ingin menjauhkan diri dari perbuatan buruk, ingin memperbaiki cara mencari sumber rejeki dan cara pengolahan harta yang diperoleh dengan cara wara’ dan berhati-hati serta mau menerima apa yang diberikan oleh Allah meskipun hanya sedikit.

 

Dan akhirnya dapat menggembirakan orang-orang yang mengenal Allah, karena mereka merasa cukup dan puas dengan pemberian Allah. Karena itu, mereka bersikap wara’ dan menjauhi kezaliman. Ketahuilah masalah ini baik-baik.

 

Masalah ini juga dapat mengingatkan orang-orang yang lalai untuk meluruskan kehidupan mereka dan membendung hawa nafsu mereka dari segala kesenangan, makanan, pakaian, pernikahan dan mengumpulkan uang serta menyimpannya. Kemudian tujuannya adalah mengingatkan mereka untuk memperbaiki ketaatan yang lahiriyah dan

 

ahlak mereka yang batiniyah, semuanya bertujuan untuk meneguhkan keimanan. Siapapun yang memperhatikan baik-baik pasal ini, maka ia akan mengerti dengan baik. Wallahu a’lam.

 

 

 

 

Andaikata semua orang berkumpul untuk membuktikan hakikat iman dan akalnya, pasti mereka akan condong kepada akhirat secara keseluruhan, mereka akan berpaling dari dunia secara keseluruhan, mereka tidak akan terpengaruh terhadap duniawi sedikitpun, kecuali sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya saja, mereka akan beranggapan bahwa dunia adalah fana dan tidak ada yang lurus sedikitpun dalam urusan dunia.

 

Telah ditentukan dalam takdir Allah dan kehendak-Nya bahwa dunia ini hanya berlaku sementara waktu yaitu sesuai dengan kehendak Allah bahwa dunia ini akan hancur dan fana. Karena banyak orang yang lalai tentang hakikat dunia dan segala kesenangannya yang umurnya tidak panjang, maka banyak orang yang berlomba-lomba untuk mengumpulkan harta dan menikmati berbagai kesenangan dunia serta berpaling dari akhirat. Tentunya perasaan lalai semacam itu telah disebutkan oleh salah satu sabda Nabi saw. berikut:

 

“Dunia adalah tempat tinggal bagi orang yang kelak tidak mempunyai tempat tinggal di akhiratnya dan dunia adalah harta bagi mereka yang tidak mempunyai harta di akhiratnya dan dunia ini tempat orang mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya yaitu orang yang tidak berakal.”

 

Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Andaikata bukan karena kebodohan orang-orang yang bodoh, tentunya dunia ini tidak akan dimakmurkan oleh penduduknya.”

 

Seorang salaf saleh berkata: “Allah menciptakan putra Adam dalam keadaan bodoh. Jika tidak karena kebodohannya, maka tidak seorangpun merasa nikmat dalam hidupnya. Tetapi telah menjadi rahmat Allah, sehingga Allah menakdirkan sebagian dari hamba-hamba-Nya untuk mewaspadai kehidupan dunia, karena mereka telah memahami hakikat dunia yaitu fana dan sementara. Adapun orang-orang yang mengerti tentang hakikat dunia, maka mereka akan senantiasa berharap rahmat Allah dan hidup di akhirat meskipun mereka harus mengorbankan kehidupan dunianya. Orang-orang semacam itu, pasti ada di setiap masa dan di setiap tempat, tetapi jumlah mereka tidak banyak. Karena itu, perhatikan baik-baik masalah ini karena masalah ini sangat tinggi nilainya dan di bawahnya terdapat ilmu yang mulia yang hanya diketahui oleh Allah semata.”

 

 

Masa demi masa saling berganti, baik yang lalu maupun yang kemudian, di dalamnya selalu ada kebaikan dan keburukan, di sana juga terdapat orang-orang baik dan adapula orang-orang yang buruk, di sana ada orang-orang yang baik dan orang-orang yang suka berbuat kerusakan. Jika di dunia sudah banyak orang-orang yang berbuat kebajikan, mereka akan memilih jalan yang benar, maka pada saat itu dunia akan timbul berbagai macam kebajikan. Tetapi jika kerusakan dan kebatilan yang merajalela di dunia, maka pada waktu itu dunia dinamakan masa yang buruk, seperti yang dikatakan bahwa pada masa Nabi saw. dan masa khulafaur rasyidin termasuk masa yang terbaik. Jika di suatu masa masyarakatnya banyak yang mengembangkan kejahatan dan kerusakan, maka pada waktu itu kebaikan dan orangorang yang berbuat kebaikan jumlahnya sangat sedikit, sehingga mereka tertutup, karena pada waktu itu dunianya selalu dipenuhi berbagai macam perbuatan buruk dan fitnah, maka dunianya disebut dunia cobaan dan keburukan. Meskipun di suatu saat masanya termasuk masa yang buruk, tetapi di sana masih ada orang-orang yang suka berbuat kebajikan meskipun jumlahnya tidak banyak dan adapula orang-orang yang suka berbuat keburukan. Yang kebanyakan terjadi di masa kini adalah masa yang di dalamnya terdapat berbagai macam kerusakan, kejahatan dan orang-orang yang berbuat jahat. Adapun di masa kini tidak banyak orang-orang yang suka berbuat kebaikan, karena itu jumlah mereka tidak terlihat di depan mata orang-orang yang suka berbuat keburukan. Wallahu a’lam.

 

 

 

Biasanya orang-orang yang menyombongkan dirinya dan orangorang yang lalai selalu berpaling dari firman Allah dan dari segala rahasia yang terkandung dalam firman Allah, karena mereka memang dipalingkan oleh Allah dari segala bentuk kebenaran, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.” (QS. Al-A ‘raaf: 146)

 

Allah menyebut perilaku mereka sebagai orang-orang yang sombong, tidak terpuji dan pikiran mereka lalai. Karena itu mereka tidak menyadari adanya penyakit hati yang senantiasa menutup hatinya untuk memahami firman-firman Allah. Mana mungkin mereka dapat memahami firman-firman Allah, sedangkan hati mereka telah mengeras bagai batu dan mereka tidak dapat menyadari kandungan firman Allah sedikitpun, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS. Al-Mu’min: 35)

 

Adapun orang-orang yang lalai karena kelalaian mereka menyebabkan hati mereka berpaling dari tuntunan ayat-ayat Tuhannya, sehingga mereka tidak mau memahami atau merenungi firman-firman Allah. Karena itu, Allah menyuruh Nabi-Nya berpaling dari mereka, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami.” (QS. An-Najm: 29)

 

Dan firman Allah berikut:

 

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami.” (QS. Al-Kahfi: 28)

 

Firman Allah di atas menyuruh kita waspada dari perasaan sombong, karena perasaan sombong merupakan suatu penyakit yang pernah dilakukan oleh iblis ketika ia tidak mau bersujud kepada Adam, maka keingkaran dan kesombongan iblis menyebabkannya mendapat kutukan Allah dan dijauhkan dari segala bentuk rahmat Allah dan hatinya akan terus menerus mengeras bagai batu. Semoga kita dilindungi Allah dari perbuatan seperti itu.

 

Hendaknya kita mewaspadai diri kita dari sifat lalai dari berdzikir kepada Allah dan dari persiapan untuk kehidupan di akhirat, karena sifat lalai merupakan salah satu penyebab kebinasaan yang menyebabkan seorang selalu ingin berbuat keburukan dan sifat itu merupakan bencana dalam kehidupan dunia maupun di akhirat, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)

 

Dan firman Allah berikut:

 

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Ruum: 7)

 

Allah sengaja menghilangkan ilmu dari mereka meskipun mereka diberi ilmu untuk mengetahui kehidupan dunia, kemudian mereka disebut sebagai orang-orang yang lalai dari akhirat. Semoga Allah menjauhkan diri kita dari sifat lalai pada kampung akhirat. Amiin.

 

Seorang yang bertakwa dan berakal sehat di masa kini tidak boleh lebih peduli memperhitungkan keburukan orang lain, sedangkan ia sendirj tidak peduli kepada kebaikan bagi hatinya dan bagi dirinya. Pokoknya Siapapun yang lebih peduli kepada keburukan orang lain dan yang melupakan keburukan dirinya sendiri, maka pada akhirnya ia tidak akan dapat mengontrol kekurangan dirinya sendiri. Karena peduli kepada keburukan orang lain merupakan perbuatan yang dibenci oleh orang. orang yang baik, seperti yang disebutkan dalam bait syair berikut:

 

“Siapapun yang senantiasa peduli kepada keburukan orang lain, maka ia akan mati dalam keadaan susah dan karena ia selalu bergembira jika melihat keburukan orang lain.”

 

Di masa lalu seorang yang peduli kepada keburukan orang lain, maka hal itu dapat dijadikan pelajaran yang baik baginya, karena ia dapat memisahkan antara yang baik dan yang buruk. Tetapi di masa kini seorang yang suka melihat keburukan orang lain, maka ia akan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki kekurangan dirinya sendiri.

 

Seorang yang berakal dan bertakwa tidak ingin memeperhitungkan kekurangan orang lain sebelum memperhitungkan kekurangan dirinya sendiri, agar ia dapat selamat di dunia dan di akhiratnya. Pokoknya setiap orang harus memperhatikan dirinya sendiri, jangan peduli kepada kekurangan orang lain.

 

 

 

Manusia yang berilmu terdiri dari empat macam atas kesalehannya, keistiqamahannya dan antara kesalehan dan keistiqamahannya:

 

  1. Seorang ahli ibadah yang lurus, zahid, mempunyai pengetahuan tentang Allah secara sempurna dan mempunyai pandangan yang jelas kepada agamanya.

 

  1. Seorang berilmu mengenai syariat, pandai mendalami Al-Qur’an dan As-Sunnah, mengamalkan pengamalannya sebaik-baiknya, mengajari dan menasihati manusia dengan baik, senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan tidak pernah takut membela agamanya meskipun ia dicela orang banyak.

 

3, Seorang penguasa yang adil, yang insyaf, perilakunya baik, hatinya Jurus dan politiknya juga baik.

 

  1. Seorang kaya yang saleh, mempunyai keluasan harta yang luar biasa dan selalu menafkahkan hartanya dalam bidang-bidang kebaikan, terutama digunakan untuk menolong orang-orang yang lemah, miskin dan orang-orang yang butuh pertolongan dan ia tidak mengumpulkan harta, kecuali bertujuan untuk menyenangkan hati orang lain.

 

Bersamaan dengan keempat orang yang disebutkan ciri-cirinya di atas, adapula orang-orang yang ciri-cirinya bertentangan dengan mereka, di antaranya:

 

Bersamaan dengan orang ahli ibadah yang lurus dan sufi, ada juga seorang yang perbuatannya menyimpang dan membingungkan.

 

Bersamaan dengan seorang alim yang mengamalkan ilmunya, ada juga seorang alim yang suka berbuat dosa dan meremehkan orang lain.

 

Bersamaan dengan seorang penguasa yang adil, adapula seorang penguasa yang zalim, yang tidak memihak kepada kebenaran dan tidak mempunyai sikap yang baik terhadap rakyat dan politiknya.

 

Bersamaan dengan orang kaya yang saleh, adapula seorang kaya yang zalim yang mengumpulkan hartanya dari berbagai sumber yang halal maupun yang haram, menyimpan hartanya dan tidak mau menafkahkannya di jalan kebaikan.

 

Keempat orang terakhir ini menyebabkan seorang berilmu menjadi rusak yang hanya mementingkan keburukan orang lain, tidak pernah memperhitungkan dirinya. Semuanya diserahkan kepada Allah dan Dia mempunyai kekuasaan segala sesuatu. Maha Suci Allah Yang Maha Perkasa, Yang Maha Memiliki, Yang Maha Pemberi, Yang menyebabkan segala sebab seperti kehendak dan keinginan-Nya, karena tiada Tuhan selain Dia dan hanya kepada-Nya semua manusia akan kembali.

 

 

 

Ketahuilah bahwa Allah Yang Maha Terpuji telah menjadikan dunia sebagai sarana untuk beramal bagi seorang mukmin sebagai bekal di akhiratnya, selain itu seorang mukmin dapat mentaati Tuhannya dengan berbagai amal kebajikannya. Dia juga menjadikan dunia bagi orang fajir yang senantiasa peduli kepada kehidupan dunianya dan memenuhi segala keinginannya, sehingga ia lalai dari Tuhannya dan akhiratnya. Selam itu, Allah juga melengkapi apa saja yang diinginkan oleh makhlukNya dan semuanya diberikan menurut kadarnya masing-masing, bahkan adapula yang diberikan kelebihan dari keinginannya dengan berlipat ganda, kemudian Allah mengizinkan bagi sebagian hamba-Nya untuk mencari dunia menurut kebutuhannya, agar dapat dijadikan bekal untuk akhiratnya. Allah senantiasa memperingati mereka untuk tidak berlebihan dalam segala kebutuhannya dan mengendalikan nafsunya, sehingga

 

manusia terbagi menjadi berbagai macam:

 

  1. Di antara mereka ada yang menerima harta untuk orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Orang-orang semacam ini jika mendapat sedikit harta, maka ia segera menafkahkan hartanya bagi orang lain yang berhak untuk menerimanya. Mereka adalah para nabi dan rasul as. Kedermawanan mereka juga diikuti oleh para shiddig, ulama yang luas pengetahuannya dan hamba-hamba Allah yang saleh. Di antara mereka ada orang-orang yang zuhud yang tidak menyenangi dunia sedikitpun.

 

Adapun orang-orang sebelum mereka termasuk orang-orang yang indah keutamaannya, karena mereka tidak melarikan diri dari dunia dan tidak pula butuh kepada dunia. Apapun harta yang ia miliki, maka ia membelanjakannya kepada orang lain sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Mereka inilah orang-orang yang diutamakan oleh Allah.

 

  1. Adapula orang-orang yang menerima harta sekedar untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

 

  1. Adapula orang-orang yang menerima harta melebihi dari kebutuhan mereka. Orang-orang semacam ini terbagi menjadi beberapa bagian: Di antara mereka ada yang menerima harta lebih dari kebutuhan mereka sehari-hari agar mereka dapat menafkahkan hartanya di bidangbidang kebaikan.

 

Di antara mereka ada yang tercapai cita-citanya, perilakunya lurus dalam menafkahkan hartanya, tetapi adapula yang terjatuh dalam kebingungan dan bahaya.

 

| Di antara mereka adapula yang menerima harta lebih sehingga ia dapat menafkahkannya pada bidang-bidang yang dibolehkan oleh Allah, tetapi ia selalu mengaku bahwa perbuatannya tidak melebihi dari kapasitas kebutuhannya. Ia tidak mau menyombongkan dirinya, bahkan ia selalu bersikap kasih sayang kepada siapapun.

 

Di antara mereka adapula yang menerima harta secara berlebihan agar ia dapat menggunakan hartanya untuk kehidupannya yang mewah dan selalu tercukupi kebutuhan hidupnya.

 

Di antara mereka adapula yang lebih mengutamakan mendapat harta sebanyak-banyaknya sehingga ia melupakan Allah dan hari akhiratnya, mereka menyombongkan dirinya kepada Allah, bahkan mereka menyombongkan dirinya kepada orang-orang yang hidupnya zuhud karena mereka tidak mengerti tentang Allah dan mereka berani menentang Allah.

 

Di antara mereka adapula yang mengaku bahwa keluasan hartanya hanya terbatas kepada kebutuhan sehari-harinya.

 

Di antara mereka adapula yang mengumpulkan harta dan menyimpannya baik-baik dengan niat untuk bersedekah dan memberikannya kepada orang lain di bidang-bidang kebaikan, padahal ia sangat jauh dari masalah itu. Semua perbuatan dan tutur katanya selalu bertentangan dengan apa yang dikatakannya.

 

Demikian pula Allah bersaksi atas kekurangan diri orang tersebut. Para malaikat yang menjaga hamba-hamba Allah yang beriman selalu memandang perilaku orang itu sangat buruk, karena ia memilih keburukan untuk dirinya sendiri, bahkan ia mengaku bahwa ia adalah orang-orang baik di hadapan Tuhannya.

 

Semoga Allah melindungi kita dari perasaan ghurur, dari perbuatan dosa dan dari segala macam cobaan dan kehinaan, dan kami selalu memohon kepada Allah agar melindungi kami dan orang-orang muslim.

 

 

 

 

Seorang yang menginginkan harta sebesar kebutuhannya atau lebih banyak dari kebutuhannya, maka hal itu tidak mudah baginya, karena ia harus membagi hartanya sepenuh kebutuhannya. Yang sedemikian Itu termasuk orang yang miskin, tetapi ia tidak tergolong dari orangorang yang zuhud. Ia termasuk orang wara’ dan takwa ketika menerima hartanya, kemudian ia bersabar atas kecukupannya itu, sehingga ia menjadi seorang miskin yang sabar.

 

Adapun kemiskinan yang terpuji telah disebutkan keutamaannya oleh Al-Qur’an dan sejumlah hadits Nabi saw., seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi saw. berikut:

 

“Orang-orang miskin yang bersabar adalah orang-orang yang dekat di sisi Allah pada hari kiamat kelak.”

 

Tetapi siapapun yang kehilangan takwa dan wara’nya ketika mencari dunia, merasa kurang atas pemberian Allah kepadanya, tidak bersabar dan tidak puas atas kehendak Allah, merasa susah dan kecewa atas ketentuan Allah, maka ia termasuk orang miskin yang tercela. Mungkin kefakiran itu yang dimaksud dalam salah satu sabda Nabi saw. berikut:

 

“Ada kemungkinan kemiskinan akan menyebabkan seorang menjadi kafir”

 

Mungkin kemiskinan seperti inilah yang menyebabkan Nabi saw. kelalu mohon perlindungan dari-Nya.

 

Kemiskinan seperti inilah yang menyebabkan seorang terhina di kalangan masyarakatnya, tetapi meskipun demikian jumlahnya tidak banyak, karena ia memelihara dirinya dari minta-minta kepada orang lain.

 

Kiranya hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui keadaan mereka.

 

 

Seorang mukmin yang berakal, pasti merasa tidak senang ketika mendapatkan harta, karena jika ia merasa tenang tetapi ketenangannya “lalu diikuti kelalaian terhadap Tuhannya dan hari akhiratnya. Adapun seorang bodoh akan merasa tenang di dunia, karena ja tidak berpikir bahwa dunia akan menyebabkannya sengsara, hatinya selalu risau meskipun hartanya banyak, karena setiap orang senantiasa membutuhkan hidup tenang yaitu hidup yang tidak ternodai oleh kesusahan apapun. Pokoknya orang-orang yang pandai dan berakal selalu berharap ketenangan di dalam hidupnya, tetapi orang-orang yang bodoh atau tidak berakal selalu merasa senang dengan harta yang ia miliki.

 

Seorang akan mendapat ketenangan jiwanya jika ia senantiasa mgat kepada Tuhannya, seperti yang diucapkan oleh Al-Mutanabbih dalam bait-baitnya berikut: .

 

“Adakalanya hidup dirasa lenang bagi orang yang bodoh alay seorang yang lalai, karena ia telah lalai dari kesusahan yang pernah menghimpitnya dan kesusahan yang akan terjadi. Seorang yang menilai salah tentang kebenaran dirinya, maka nafsunya Selalu perharap sesuatu yang tidak akan tercapai dalam hidup”

 

Al-Mutanabbih juga berkata: .

 

“Orang berakal akan merasa sengsara ketika ia menerima kesenangan dengan akalnya, tetapi orang yang bodoh akan merasa susah jika ia menerima kesenangannya.”

 

 

 

Perlu diketahui bahwa segala sesuatu akan dirasa indah ketika ia menerimanya dengan takwa dan ihsan daripada seorang yang tidak menerima takdir Allah dengan senang hati, seperti kemiskinan, kekayaan, kesehatan, penyakit, kemuliaan dan kehinaan. Sedangkan perasaan tidak menonjolkan diri dan ketenaran juga akan dirasa bahagia. Tetapi sebaliknya segala sesuatu akan dirasa mengecewakan dirinya jika seorang tidak dapat mensyukuri karunia yang diberikan Allah kepadanya.

 

Adapun keterangannya tentang hal itu adalah ketika seorang merasa yakin dan berbaik sangka kepada Allah, maka segala kesulitan yang ia hadapi akan dirasa puas karena ia didukung oleh Allah dengan berbagai perasaan yang menggembirakan hatinya, seperti perasaan puas, mau menerima apa adanya, bersabar, wara’ dan tidak butuh kepada pemberian orang lain. Pokoknya ia senantiasa menjaga dirinya dari sifatsifat yang terhina, karena Allah telah memberinya rasa kepuasan, kedekatan, bantuan, kesabaran, pertolongan dan berbagai sifat mulia yang lain. Meskipun demikian, ia tetapi terlihat jaya dan bahagia, karena ja bisa menutupi kekurangan dirinya sehingga orang lain banyak yang memujinya.

 

Sebaliknya, jika seorang ditimpa kemiskinan dan ia tidak merasa puas dan bersabar atas kesulitan yang dihadapi, maka ia akan merasa jengkel, bermuka cemberut dan selalu berharap mendapatkan harta seperti yang diberikan kepada orang lain.

 

Orang semacam itu selalu tidak pernah merasa puas, tidak merasa mendapat pertolongan dan tidak pernah bersabar, karena ia selalu menunjukkan kemiskinannya di hadapan orang lain dan ia selalu mengumpat kemiskinannya, karena ia tidak pandai memilih bagi dirinya, tidak pandai menjaga kebaikan dirinya dan ia selalu berburuk sangka kepada Allah yang telah mengujinya dengan kemiskinan di dunia.

 

Tetapi berbeda dengan seorang yang bertakwa dan berbaik sangka kepada Allah, maka Allah memberikannya perasaan cukup dan kepuasan tersendiri, sehingga ia senantiasa bersyukur, mengagungkan nikmat Allah dan menggunakannya untuk mentaati Tuhannya, selalu memberikan hartanya untuk berbuat kebajikan dan ia akan selalu berbuat baik kepada orang yang jauh maupun kepada orang yang dekat.

 

Pokoknya, ia senantiasa ridha dan puas, apalagi ketika ia diberi kenikmatan yang lebih baik dari yang ia miliki, sehingga setiap orang membicarakan bahwa dirinya adalah orang yang baik, karena ia suka berbuat kebaikan, sehingga orang lain juga mendoakannya semoga ia diberi kemudahan, keluasan dan lain sebagainya.

 

Tetapi jika orang itu suka berbuat dosa dan menyakiti orang lain meskipun ia diberi harta yang cukup, maka ia akan bersifat ingin mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, kikir dan selalu berharap diberi kekayaan yang lebih dari yang dimilikinya dan ia berharap segala keburukan akan tertimpa pada orang lain.

 

Seharusnya setiap orang mensyukuri tentang ketakwaan, kebajikan, kesehatan dan keselamatan dirinya dari perasaan yang tidak puas dan hendaknya ia selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan menggunakan segala karunia Allah untuk mendekatkan dirinya kepada Allah.

 

Jika seorang telah bersikap demikian, maka Allah akan ridha dan memberi kemuliaan kepadanya, sehingga orang lain banyak yang memuji dirinya karena amal-amal kebajikannya dan ia senantiasa meningkatkan amal-amal kebajikannya dan ketaatannya.

 

Orang semacam itu meskipun dalam keadaan sakit dan tidak pernah sehat tetapi ia selalu merasa puas, bersabar dan menyerah kepada kehendak Allah, tidak pernah murka atau putus asa kepada Allah dan tidak pernah pula mengadukan kemiskinannya atau keburukannya kepada orang lain.

 

Maka Allah akan memberinya kepuasan, pertolongan, bantuan, kelembutan dan ketenangan hatinya. Pokoknya, setiap orang yang melihat diri orang itu akan memujinya, karena ia senantiasa bersabar atas kesulitan. penyakit dan segala cobaan yang ia hadapi. Ia yakin bahwa semua yang diberi oleh Allah dapat menghapus dosanya dan dapat meninggikan kedudukannya.

 

Lain halnya dengan seorang yang suka berbuat dosa, meskipun dirinya diberi kesehatan, keselamatan dan kekayaan, pasti ia akan bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain dan malas beribadah. Pokoknya segala karunia yang diberikan Allah kepadanya digunakan untuk berbuat dosa dan berbagai maksiat.

 

Maka orang seperti itu akan dimurkai dan dijauhi oleh Allah dan lisan orang-orang baik akan selalu mencelanya atas kesewenangannya dan atas perilakunya yang selalu ingin berbuat dosa.

 

Orang semacam itu jika tertimpa suatu cobaan atau ujian yang ringan, maka hatinya akan dongkol, tidak bersabar dan putus asa dengan takdir Allah dan ia akan bersikap yang buruk kepada siapapun.

 

Maka orang seperti itu akan dimurkai oleh Allah dan diusir dari rahmat-Nya dan orang-orang yang akan menyebutnya sebagai orangorang buruk yang disebabkan oleh penyakit, perbuatan dosa yang pernah ia lakukan, kezaliman dan banyaknya dosa-dosa yang lain. Tentang masalah seperti itu, maka lihatlah bahwa kemuliaan, kehinaan, menutup diri dari ketenaran dan kesenangan, pasti akan berdampak yang baik atau yang buruk di antara manusia. Tetapi jika gcorang yang bertakwa suka berbuat kebajikan dan mentaati Allah, Phaka orang itu berbeda dengan orang yang suka berbuat dosa, karena orang lain sering menuduh dan mencela perbuatan dosanya.

 

Sudah seharusnya setiap orang memikirkan masalah ini baik-baik, gar ia terlepas dari segala kesulitannya. Jika kita memperpanjang embahasan tentang masalah ini, maka akan membutuhkan waktu dan embahasan yang luas. Tetapi bagi seorang jenius, maka masalah ini dianggap cukup, karena ia selalu berharap kebaikan dari Allah.

 

 

 

 

Berbuat kebajikan dalam segala perbuatan baik termasuk suatu yang penting di kalangan orang-orang yang mengerti dengan benar tentang Allah. Orang semacam itu selalu mendirikan shalat dengan baik, selalu melakukan ibadah puasa dengan baik, selalu membaca Al-Qur’an dengan baik dan selalu berdzikir kepada Allah dengan baik. Meskipun demikian, ia senantiasa bertata krama, mengagungkan Allah, memfokuskan perhatiannya kepada Allah semata, karena ia selalu berkeyakinan bahwa Allah yang menakdirkan dirinya untuk berbuat baik, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits Nabi saw. berikut:

 

“Ada sejumlah orang yang senantiasa beribadah di malam hari, tetapi ibadahnya itu tidak menjadikannya sebagai orang yang suka beribadah, kecuali sebagai seorang yang begadang dan sulit. Adapula sejumlah orang yang senantiasa berpuasa di siang hari, tetapi puasanya itu tidak menjadikannya seperti seorang yang berpuasa, kecuali rasa lapar dan dahaga.”

 

Semua itu dikembalikan kepada kebaikan yang biasa dilakukan seorang yang suka berbuat dosa, seperti yang biasa dilakukan oleh orang yang suka berbuat riya’, ia tidak pandai membaca bacaan dalam shalatnya, dalam ruku’nya, dalam sujudnya dan ia tidak menegakkan kewajibannya dengan baik, sehingga ia termasuk seorang yang beribadah dengan sia-sia, meletihkan dirinya dan mendatangkan dosa karenanya. Karena itu, jika engkau berbuat kebajikan, maka usahakanlah sebaik mungkin dan tujukan semua perbuatan kebaikanmu hanya kepada Allah semata.

 

Segala perbuatan baik hendaknya engkau tujukan lahir batinnya kepada Allah semata, lakukanlah dengan ikhlas dan fokus kepada Allah, bertata kramalah kepadanya, sehingga amal kebajikanmu meskipun sedikit, tetapi jika engkau melakukannya dengan baik, maka hal itu dinilai Allah lebih utama daripada seorang yang berbuat banyak ibadah tetapi tidak melakukannya dengan sempurna, tidak menegakkannya karena Allah semata, ia bagai seorang yang hanya disuruh ruku’ dan sujud saja. Karena itu, lakukanlah segala amal kebajikan karena Allah semata, seperti yang disebutkan dalam salah satu sabda Nabi saw. berikut:

 

“Sesungguhnya Allah senantiasa bersikap baik kepada segala sesuatu, karena itu jika engkau membunuh maka bunuhlah ia dengan baik dan jika engkau menyembelih binatang kurban maka sembelihlah ia dengan baik pula.”

 

Selanjutnya, perhatikanlah sabda Nabi saw. berikut:

 

“Sesungguhnya Allah mencatat segala perbuatan baik bagi segala sesuatu yang dilakukan oleh seorang hamba.”

 

Engkau sudah mengenal apa arti ihsan secara umum dalam segala sesuatu yang biasa engkau lakukan dengan baik, sehingga jika engkau melakukannya kurang sempurna maka hatimu akan kecewa, karena engkau tidak melakukannya dengan baik.

 

 

Setiap orang diwajibkan berbuat kebajikan ketika ia melakukan kebaikan karena Allah. Demikian pula jika seorang meninggalkan perbuatan dosa, maka hendaknya ia melakukannya dengan perasaan baik.

 

Adapun arti ihsan adalah melakukan segala perbuatan baik hanya karena Allah semata, karena mengagungkan Allah, karena malu kepada Allah, karena takut terhadap siksa Allah. Ia tidak akan berbuat kebajikan karena takut kepada manusia atau karena riya’ kepada manusia dan tidak merasa takut kepada siapapun jika ia meninggalkannya. Demikian pula jika engkau melakukan suatu amal kebajikan secara lahiriyah, maka hendaknya tidak membicarakannya kepada orang lain, tidak merasa ghurur atas kebajikanmu, bahkan hendaknya engkau selalu merasa takut jika kebajikanmu tidak diterima oleh Allah.

 

Di antara perbuatan ihsan adalah ketika meninggalkan suatu amalan kebajikan, hendaknya engkau terdorong meninggalkannya karena takut terjadi pelanggaran dalam pekerjaanmu ketika melakukan perbuatan baik, hendaknya engkau merasa takut dapat dukungan dari orang-orang yang suka berbuat buruk dan ketahuilah perasaan semacam itu sukar untuk melakukannya.

 

 

 

Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan sangat banyak jumlah dan jenisnya, tetapi tidak semua ilmu dapat mendatangkan kebaikan

 

bagi pemiliknya dan adapula ilmu yang tidak pantas dimiliki oleh sebagian orang. Ada sebagian ilmu yang dapat bermanfaat bagi sekelompok orang dan adapula yang tidak bermanfaat bagi mereka.

 

Imam Ghazali telah menyebutkan dalam kitab Al-Ilmu Minal Haya’i sebagai berikut:

 

“Jika masalahnya telah diketahui seperti itu, maka setiap orang yang berilmu wajib menyibukkan dirinya untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang berguna untuk dirinya, bahkan mencari ilmu yang lebih bermanfaat bagi dirinya dinilai lebih utama. Kemudian mencari ilmu bagi kebaikan orang lain, masalah ini juga tidak boleh ditinggalkan, karena usia manusia sangat terbatas dan waktunya semuanya bernilai, kematian akan segera tiba, perjalanan jauh ke kampung akhirat akan segera dialami dan ia akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah bagi setiap amal perbuatannya.”

 

Hendaknya setiap mukmin di dalam kehidupannya tidak menyibukkan dirinya melainkan untuk mencapai sesuatu yang lebih penting bagi dirinya jika ia memang berakal sehat dan hendaknya ia tidak menyibukkan kepada selain itu. Jika seorang selalu menyibukkan dirinya untuk mencari ilmu yang berguna bagi dirinya maupun bagi orang lain, maka ia akan beruntung dalam agama, dunia dan akhiratnya.

 

Jika seorang lebih mengutamakan hal-hal yang lain dalam kehidupannya, mungkin ia mendapat pujian dari orang lain. Lain halnya dalam masalah agama karena masalah agama berbeda dengan semuanya.

 

 

Jika engkau ingin mengetahui harta yang bermanfaat lebih dari ilmu dan amalan yang bermanfaat, maka hadirkan dirimu untuk lebih seolaholah engkau mati besok pagi dan besok pagi engkau ingin menemui Allah dan berhadapan dengan-Nya, pasti engkau akan bertanya tentang

 

ilmu yang engkau miliki dan pengamalannya. Demikian pula engkau akan bertanya tentang segala perbuatanmu dan keadaanmu, kemudian engkau akan dipersilahkan masuk ke dalam surga ataukah ke dalam neraka. Maka yang terpenting dan berguna bagi dirimu adalah ketika saat kematianmu telah tiba dan yang terpenting bagimu adalah kebenaran yang engkau menyibukkan diri karenanya, maka pada saat kematian akan tiba, semua yang telah engkau usahakan akan sia-sia. Karena itu engkau boleh meninggalkannya dan jangan menyibukkan diri karenanya.

 

Adapun yang engkau temui adalah sesuatu yang paling penting bagimu dan hendaknya engkau berusaha untuk menjadikan sesuatu yang lebih penting dapat mencukupi dirimu.

 

Pokoknya, usahakan baik-baik apa saja yang terpenting bagimu untuk mencapai ridha Allah, maka kerjakan baik-baik demi keselamatanmu dan kesuksesanmu di dunia dan di akhirat, karena keduanya lebih kekal, lebih condong kepada kebenaran dengan izin Allah. Semua itu akan diberikan Allah bagi para hamba-Nya yang senantiasa mentaati-Nya, karena Allah Maha Pemberi sesuatu yang agung.

 

 

 

 

Semua telah disepakati oleh para ulama bahwa ilmu yang paling bermanfaat, paling benar dan paling jelas kedekatannya adalah ilmu yang dapat mendekatkan diri seorang kepada Allah yaitu ilmu yang dipelajari dari kitab Al-Qur’an dan sunnah Nabi-Nya, ilmu yang selalu dapat mendorong seorang untuk mengingat Allah dan mengingat akhirat yaitu ilmu yang menerangkan tentang surga dan neraka.

 

Ilmu macam itu adalah ilmu-ilmu pokok yang harus dipelajari dan diperhatikan dengan baik, karena ilmu-ilmu itu dapat membuahkan keteguhan iman dan keyakinannya kepada Rasulullah saw., hari akhirat dan ilmu itu selalu mengajak orang untuk taat dan beribadah kepada Allah serta menyuruh orang untuk meninggalkan segala perbuatan dosa, mempersingkat cita-cita, memperbanyak persiapan untuk kematian dan akhirat yaitu dengan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Allah, mengajak manusia hidup zuhud dan berharap kebahagiaan di akhirat.

 

Ilmu macam itu termasuk budi pekerti yang mulia dan amal-amal kebajikan orang saleh yang biasa dilakukan oleh para nabi dan wali Allah.

 

Selanjutnya jika engkau perhatikan, semua karya tulis orangorang dahulu, seperti karya tulis Imam Ghazali yaitu kitab Al-Ihya’, kitab Al-Arba’in, kitab Minhaajul Abidin dan kitab Bidayatul Hidayah, selalu mengajak kita untuk memikirkan Dzat Allah, kampung akhirat dan masalah-masalah agama. Karena itu, tidak ada yang mengingkari tentang besarnya manfaat karya tulis Imam Ghazali, kecuali orang-orang yang bodoh dan orang-orang yang lalai.

 

Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk ke jalan yang lurus untuk mencegah perbuatan kami yang buruk, karena tiada daya dan kekuatan kecuali hanya dengan izin Allah.

 

 

Adakalanya orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah melihat ilmu-ilmu yang diperintah untuk mempelajarinya cukup banyak, sehingga ia bingung, buku atau ilmu mana yang harus ia pelajari. Tetapi Jika ia menemukan seorang guru mursyid, maka ia akan diberi petunjuk untuk mempelajari atau mendalami berbagai ilmu yang bermanfaat bagi dinnya. Terutama lagi, ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keteguhan iman seorang dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu syariat, seperti ilmu bersuci, ilmu untuk shalat dan puasa. Semua ilmu yang kami sebutkan, hendaknya diketahui oleh seorang mukmin dengan baik. Jika sudah mengetahuinya, hendaknya ia mempelajari dan mengamalkannya dengan baik sesuai dengan keadaannya, yang cocok dengan hatinya dan yang lebih mendekatkan diri kepada Tuhannya. Dan hal itu tidak tersembunyi sedikitpun dari Allah tentang niatnya, harapannya, permintaannya dan usahanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.

 

Pada saat itu orang-orang akan menempuh jalan Allah dengan caranya masing-masing. Ada sebagian cara yang cocok bagi dirinya dan adapula yang tidak cocok, kecuali bagi orang lain. Ada sebagian orang yang menempuh jalan dengan mengasingkan dirinya atau beruzlah dan menjaga kepribadiannya dengan baik, tetapi adapula yang tidak mau mengasingkan diri. Pokoknya seorang murid tidak akan menjadi baik, kecuali jika ia telah terlepas diri dari segala sesuatu yang dianggap menguntungkan dirinya. Demikian pula jika sebagian orang ada yang menempuh perjalanan jauh atau selalu tinggal di negerinya, semua iv mereka kerjakan demi untuk mencepai ridha Allah.

 

Jika seorang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah dan ia tidak mendapatkan jalan yang lebih cocok daripada mendekatkan dirinya kepada Allah, maka sebaiknya ia tidak mengingkari cara itu, karena mengingkarinya bertentangan dengan keadaannya masing-masing. Pokoknya, setiap orang yang ingin mendekatkan dirinya kepada Allah harus mengetahui ilmunya, kiranya jalan apa yang harus ditempuh untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, karena Allah Yang Maha Terpuji menjadikan segala ilmu ada ahlinya dan ada pengamalannya. Demikian pula setiap kedudukan adapula yang menempuh jalan itu.

 

Tidak semudah itu seorang akan menempuh jalan Allah, kecuali jika ja telah mencukupi ilmunya dan telah mendapatkan bimbingan dari orangorang saleh yang telah dibuka oleh Allah baginya segala rahasia yang gaib.

 

Demikian pula bagi seorang yang ingin menempuh jalan Allah, jika ja mempunyai ilmu dan mengamalkannya sedangkan ia mengetahui bahwa perjalanan yang ditempuhnya tidak cocok dengan kehendak hatinya, maka hendaknya ia menghentikan cara itu dan tidak melanjutkannya, karena jalan itu tidak cocok bagi dirinya.

 

Perlu diketahui bahwa ilmu pengetahuan, pengamalannya dan jalurjalur yang dapat mendekatkan diri kepada Allah cukup banyak jumlahnya. Karena itu, setiap orang wajib menempuhnya, apakah ia cocok untuk menempuh jalur itu ataukah tidak cocok. Jika ia merasa cocok, maka ia boleh meneruskannya. Tetapi jika ia tidak merasa cocok, maka ia harus segera menghentikannya, karena banyaknya jalur yang hendak ia tempuh bagai pasar-pasar yang menjual segala keperluan hidup, ada barang-barang yang ia perlukan dan adapula barang-barang yang tidak ia perlukan.

 

Jika engkau telah mengetahui maksud itu, maka hendaknya ia memilih salah satu jalur yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah.

 

Perlu diketahui bahwa jalur yang ditempuh oleh seorang untuk menuju kepada Allah ada empat macam:

 

  1. Adapula seorang yang jika melihat banyaknya jumlah makanan dan kesenangan, maka ia akan memilih yang paling cocok bagi dirinya. Itulah cara seorang yang berakal sehat. karena ia dapat memilih segala sesuatu yang berguna bagi dirinya.

 

  1. Adapula seorang yang mengambil segala apa saja yang berguna bagi dirinya dan tidak mengambil apa yang tidak berguna bagi dirinya, tetapi ia mengira bahwa tidak ada orang lain yang mau menerimanya. Contoh orang macam ini adalah orang yang bodoh dan pendek pikirannya.

 

  1. Adapula seorang yang ingin mendapatkan segala sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya ataupun yang tidak bermanfaat bagi dirinya. Ia berharap apa yang tidak baik bagi dirinya pada waktu itu, tetapi la mengambilnya agar berguna bagi dirinya pada waktu yang lain. Yang sedemikian itu adalah kebodohan, keingin tahuan yang tidak berguna bagi dirinya.

 

  1. Adapula seorang yang jika melihat banyaknya makanan dan kesenangan, maka ia berhenti karena ia bingung apa yang seharusnya ja cari.

 

Keempat keadaan di atas termasuk pembagian yang sering dipilih oleh sebagian orang dari berbagai ilmu dan pengamalan serta jalurjalur yang selalu berubah-ubah. Ada seorang yang berharap memiliki segala sesuatu, adapula seorang yang bingung sehingga ia tidak mengetahui apa yang cocok bagi dirinya, adapula seorang yang berpegang teguh pada sesuatu yang dianggapnya sangat cocok bagi dirinya dan ia membenci segala sesuatu yang tidak cocok bagi dirinya.

 

Kesemua itu menunjukkan bahwa dirinya sangat picik dan tidak berlapang dada.

 

Wahai muridku, hendaknya kalian selalu memahami baik-baik apa yang kami terangkan di atas, karena apa yang kami terangkan di atas sangat berguna bagimu.

 

Disebutkan bahwa Abul Hasan Asy-Syadzili di awal perilakunya untuk menempuh jalan menuju Allah, maka ia selalu bingung apakah ia harus mengumpulkan banyak ilmu ataukah ia harus beribadah sepenuhnya sampai ia mendapat scorang guru yang dapat mengeluarkan dirinya dari kebingungannya. Cerita masalah ini cukup banyak dan terkenal.

 

Demikian pula masalah keraguan dan kebingungan pernah dirasakan oleh Syeikh Abdullah bin As’ad Al-Yaff’i. Ia berkata: “Ketika aku dalam keadaan bingung apakah aku harus mempelajari banyak ilmu ataukah harus memperbanyak ibadah dan memfokuskan diriku kepada Allah, maka aku mendapat selembar kertas yang isinya berbeda dengan kertas-kertas yang lain dan di dalamnya tertulis:

 

“Tinggalkan segala sesuatu yang membingungkan perasaanmu dan serahkan semua takdir itu kepada Allah.”

 

Engkau akan mengetahui bahwa apa yang kami terangkan di atas banyak dialami oleh orang-orang yang mendekatkan dirinya kepada Allah. Pada waktu itu disebutkan bahwa Sayyid Al-Arif Abdurrahman bin Syeikh Aidid Ba’alawi telah mendapat surat dari salah seorang tokoh sufi yang bernama Abdullah bin Muhammad Alawi yang senantiasa hidupnya berdampingan dengan kota Madinah. Beliau mengirim surat kepadanya agar ia membaca berbagai kitab sebelum ia menempuh perjalanannya menuju Allah, agar perjalanannya tidak tersesat di tengah jalan.

 

Kami sering berkumpul dengan Sayyid Abdullah tersebut dan kami sering berziarah ke makam Rasulullah saw. dan duduk berdialog dengan beliau, karena beliau termasuk salah seorang tokoh sufi yang tidak pernah menampakkan kesalehannya.

 

 

 

 

Perlu diketahui bahwa kebanyakan orang-orang ahli tashawuf berpendapat bahwa setiap orang rela dengan apa saja yang ditetapkan oleh Allah bagi dirinya dan hendaknya ia tidak dikeluarkan dari ujian yang sesuai dengan hawa nafsunya dan ingin bebas dari segala kesulitan yang dihadapinya. Karena pilihan Allah bagi hamba-Nya lebih baik dari pilihan seorang hamba bagi dirinya sendiri dan rencana Allah bagi seorang hamba-Nya lebih indah dan lebih sempurna dari rencana seorang hamba untuk dirinya sendiri, karena Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, Maha Lemah Lembut dan Maha Kasih Sayang. Akan tetapi sebagian orang yang lalai mengira bahwa segala kesulitan yang dihadapi olehnya sangat bertentangan dengan kehendak hawa nafsunya, padahal semua orang telah terikat dengan kebijaksanaan Allah tertentu, sehingga ada seorang yang mengeluh, protes dan menuduh Allah dengan tuduhan yang tidak baik. Bahkan ada sebagian penguasa yang melampiaskan kemarahannya kepada rakyatnya. Demikian pula orang-orang kaya yang melampiaskan kemarahannya kepada orang-orang miskin, sehingga mereka menghambur-hamburkan kekayaannya tidak pada tempatnya.

 

Tentunya perbuatan semacam itu adalah perbuatan yang sangat salah dan telah menyimpang dari jalan lurus, padahal semua ketetapan Allah yang diberlakukan bagi hamba-Nya menunjukkan bahwa Allah mencintainya dan meridhainya. Itu adalah syarat yang pertama.

 

Sedangkan yang kedua, seorang hamba harus tetap mentaati Allah dan berusaha menempuh jalan menuju keridhaan Allah walaupun kesulitan tetap menghadangnya.

 

Yang ketiga, hendaknya ia selalu berharap untuk mencapai kedudukan tertinggi di sisi Allah yang semuanya harus ditempuh dengan berbagai kesulitan. Manusia tidak dapat mencapai kedudukan tertinggi itu, kecuali dengan perjuangan yang sangat besar. Karena itu, Allah menjadikan cobaan baginya agar ia dapat mencapai kedudukan tertinggi di sisi Allah dengan tekad yang kuat dan dengan menekan hawa nafsunya.

 

Saudaraku, hendaknya kalian memperhatikan nasihatku di atas, karena nasihat ini sangat penting dalam kehidupanmu.

 

 

 

Setiap mukmin diharuskan mempunyai harapan yang paling besar untuk mencapai ridha Allah, mendekatkan dirinya kepada Allah sedekatdekatnya, mendapat kemuliaan di sisi-Nya dan senantiasa berada di sisi Allah, sehingga setiap keutamaan atau ketaatan yang mendekatkan dirinya kepada Allah akan dijalaninya dengan sungguh-sungguh.

 

Di samping itu ada berbagai perbuatan kebajikan yang tidak dapat dikerjakan oleh orang lain, seperti shalat sunnah, berpuasa sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir kepada Allah dan lain sebagainya. Adapula sebagian amal kebajikan yang tidak dapat dikerjakan, kecuali beberapa orang saja, tetapi ia tidak terhalang untuk melakukannya meskipun hanya sebagian saja dari perbuatan kebajikan yang ia lakukan, sehingga ia tidak dapat mengumpulkan antara apa yang dapat ia lakukan dengan apa yang tidak dapat ia lakukan.

 

Setiap kali engkau mendengar ada sejumlah amal kebajikan yang tidak dapat engkau lakukan atau engkau dapat melakukannya tetapi tidak sesempurna seperti yang diinginkan, maka hendaknya engkau berniat untuk melakukannya dengan baik dengan niatmu yang baik itu. karena Allah akan memberimu pahala, seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi saw. berikut:

 

“Niat seorang mukmin untuk berbuat kebaikan, maka nid! itu lebih baik daripada ia melakukannya.”

 

Bahkan dengan niatnya yang baik itu ia dapat mencapai kedudukan tertinggi yang tidak dapat ia capai dengan perbuatannya.

 

Misalnya, engkau mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, sedangkan engkau tidak dapat melakukannya atau engkau mendengar keutamaan orang-orang yang bersedekah dan orang-orang yang memberi makan kepada orang lain, tetapi engkau tidak dapat melaksanakannya karena engkau bukan orang kaya atau engkau mendengar seorang yang menegakkan keadilan, menyuruh kebaikan dan melarang dari kemungkaran, sedangkan engkau tidak dapat melakukannya karena engkau tidak mempunyai kekuatan apapun untuk melakukannya, tetapi jika engkau berniat ingin melakukan semua kebaikan itu, pasti engkau akan mendapat pahala seperti orang-orang yang telah melakukannya.

 

Hendaknya engkau senantiasa menolong orang-orang yang suka mengerjakan perbuatan baik semampumu meskipun engkau hanya berdoa bagi mereka atau mencintai mereka, karena mereka telah berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, hendaknya engkau mendoakan mereka dan menganjurkan orang lain untuk membantu mereka, karena seorang yang menganjurkan orang lain untuk berbuat baik, maka ia akan diberi pahala seperti orang-orang yang melakukannya, seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi saw. berikut:

 

“Seorang yang menunjukkan kebaikan bagi orang lain, maka ia akan diberi pahala seperti pelakunya.”

 

Selain itu, beliau saw. juga bersabda:

 

“Barangsiapa yang menganjurkan orang lain untuk berbuat kebaikan, maka ia diberi pahala seperti orang-orang yang melakukannya tanpa menQur’angi sedikitpun dari pahala pelakunya.”

 

Selanjutnya, perlu diketahui bahwa tidak seorangpun yang mampu mengerjakan seluruh cabang amal-amal saleh, tetapi ia mencari amal saleh yang lebih utama, lebih sempurna dan yang mudah dikerjakan, sehingga ia dengan niatnya yang baik akan diberi pahala seperti orangorang yang melakukannya.

 

Selain itu, ada berbagai amal kebajikan yang tidak tergerak di hatimu untuk melakukannya, seperti mencari ilmu yang bermanfaat atau memperbanyak amal-amal sunnah, seperti shalat, puasa dan lain sebagainya. Dengan adanya berbagai macam amalan saleh seperti itu, hendaknya engkau berusaha sekuat tenagamu untuk melakukannya semampumu. Tetapi karena engkau tidak dapat melakukannya, maka niatmu yang baik itulah yang akan diberi pahala oleh Allah, seperti seorang yang melakukan berbagai amal kebajikan.

 

Nabi saw. pernah bersabda:

 

“Jangan seorangpun di antaramu ada yang meminta diberi kedudukan. Tetapi jika kedudukan itu diberikan untukmu tanpa memintanya, maka engkau akan ditolong untuk melaksanakannya dengan baik.”

 

Disebutkan pula bahwa Tsa’labah pernah minta didoakan menjadi orang kaya dari Rasulullah saw., karena ja berniat untuk menafkahkan harta kekayaannya kepada orang lain, tetapi setelah ia diberi kekayaan, ternyata ia tidak menepati janjinya sampai Allah menurunkan firmanNya berikut:

 

“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: “Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karuniaNya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah.” (QS. AtTaubah: 75)

 

Jadi, setiap amal kebajikan yang akan engkau lakukan, maka hendaknya engkau berusaha melakukannya dengan baik, termasuk juga jika engkau mendengar adanya pahala yang besar yang diberikan bagi orang yang terkena musibah ataupun terkena suatu penyakit, kemudian ia bersabar, maka hendaknya engkau mempunyai niat mendapatkan cobaan seperti itu agar engkau mendapat karunia dari Allah, tetapi adakalanya engkau diuji dengan suatu kesulitan tetapi engkau tidak dapat bersabar, padahal Rasulullah saw. menyuruhmu agar selalu minta diberi keselamatan dari segala cobaan dan engkau cukup mempunyai niat saja yang ikhlas agar engkau diselamatkan dari berbagai cobaan, maka dari itu engkau diselamatkan dari cobaan dan niatmu yang ingin mengerjakan yang terbaik akan diberi pahala.

 

Kalian telah mengetahui keterangan yang kami terangkan di atas, karena itu setiap orang hendaknya melakukan berbagai amal kebajikan semampunya dan hendaknya ia memilih amal kebajikan yang paling mudah dan pahalanya paling besar, karena tidak seorangpun yang dapat melakukan seluruh amal kebajikan dengan baik.

 

Sebagai kesimpulannya, setiap mukmin harus mempunyai niat untuk melakukan segala macam amal kebajikan baik yang mudah maupun yang sulit, tetapi jika ia tidak dapat melakukannya, maka hendaknya ia mempunyai niat untuk melakukannya agar ia diberi pahala seperti orang-orang yang telah melakukannya.

 

 

 

Ketahuilah bahwa kebanyakan manusia yang kehidupannya tenang dan kenikmatannya langgeng adalah orang-orang yang senantiasa berusaha dengan keras, bersabar dan kesusahannya datang silih berganti pada dirinya, sehingga mereka bagai para penguasa dan orang-orang kaya. Tetapi orang yang paling tenang kehidupannya dan tidak rakus terhadap keduniawiannya adalah orang yang tidak diberi kesusahan apapun, mereka bagai orang-orang fakir dan miskin.

 

Adapun penyebab utamanya adalah karena kesenangan dunia yang selalu berlomba dengan hawa nafsu yang menyebabkan ketidak tenangan hati seorang, karena orang-orang yang berlomba untuk mendapatkan kelayakan hidup dan orang-orang yang menghasudnya tidak terbilang jumlahnya. Karena itu, setiap orang yang ingin mendapatkan berbagai kesenangan hidup, maka ia harus menghadapi berbagai kesulitan hidup dan kesenangan hawa nafsunya, sehingga para penguasa dan orang-orang kaya engkau dapati hidupnya tidak pernah tenang meskipun nampaknya mereka dapat bersenang-senang dalam lahinyahnya.

 

Berbeda dengan kaum fakir miskin, mereka tidak banyak memikirkan kesenangan duniawi dan tidak berharap banyak untuk mendapatkan kesenangan duniawi. Karena itu, dirinya senantiasa mendapat ketenangan hidup.

 

Peru diketahui bahwa seorang yang mencari sumber hidupnya cukup untuk kebutuhan sehari, maka kesulitan dan pemikirannya lebih tenang daripada seorang yang mencari sumber hidupnya untuk kebutuhannya selama satu minggu. Demikian pula seorang yang mencari sumber hidupnya untuk kebutuhannya selama satu bulan, maka kesulitannya lebih ringan dari seorang yang mencari sumber hidupnya untuk selamanya. Pokoknya, makin banyak tuntutan hidupnya, maka makin sulit pula untuk merasakan ketenangan.

 

Seorang yang selalu mementingkan mencari kesenangan hidupnya dan memenuhi kehendak hawa nafsunya, maka ketika di dunia ia mendapat tekanan dan kesulitan, demikian pula di hari kiamat kelak ia akan menghadapi perhitungan, siksaan, kesulitan dan kerisauan.

 

Pernah ditanyakan kepada orang-orang bijak: “Untuk siapakah kesenangan di akhirat?”

 

Jawab mereka: “Kesenangan di akhirat diberikan bagi yang mencarinya.”

 

Ditanyakan pula: “Untuk siapakah kesenangan dunia?”

 

Jawab mereka: “Kesenangan dunia hanya diberikan kepada orang yang tidak butuh kepada kesenangan dunia.”

 

Ibrahim bin Adham pernah berkata kepada orang-orang miskin yang sedang kesusahan dan ia tidak mementingkan kesenangan dunia sedikitpun: “Sesungguhnya andaikata para penguasa mengetahui kesenangan yang diberikan kepada kami, pasti mereka akan berlombalomba untuk mendapatkannya walaupun dengan berperang.”

 

Adapun penyebab utama mengapa Ibrahim bin Adham meninggalkan istananya adalah karena ia telah melihat pada siang hari seorang fakir yang telah bersandar di bawah pepohonan, ia mengeluarkan sepotong roti, kemudian roti itu dimakan dan ia minum seteguk air di bawah naungan istananya, maka Ibrahim merasa heran dengan ketenangan orang fakir itu, sehingga ia bertanya kepada si fakir itu: “Apakah engkau merasa puas dengan makan sepotong roti ini?” jawab si fakir: “Ya, aku telah merasa puas.” Maka Ibrahim berkata dalam hatinya: “Jika seorang telah merasa puas dengan dunia yang dimilikinya, maka apa gunanya aku mempunyai kekayaan yang besay tetapi aku tidak dapat merasakan kebahagiaan sedikitpun.” Maka pada malam harinya ia keluar dari istananya, kemudian ia mengembara mencari Tuhannya agar ia mendapat kehidupan yang tenang.

 

Dari kisah-kisah di atas dapat disimpulkan bahwa ketenangan dunia dan hawa nafsunya akan menjadi penyebab utama kesusahan bagi setiap orang. Tetapi semakin seorang tidak mempunyai harta, maka kehidupannya lebih bahagia dari seorang yang memiliki harta yang banyak, karena pemikirannya selalu khawatir akan berkurangnya hartanya, sehingga ia tidak dapat menikmati kebahagiaan hidup.

 

Nasihat yang aku berikan ini adalah nasihat yang perlu engkau perhatikan dengan benar.

 

 

 

Ada sebagian orang yang pemikirannya lemah yang memandang alam semesta ini sangat aneh, karena ia memandang segala sesuatu dengan pandangan yang bertentangan. Misalnya, ia memandang adanya cahaya dan kegelapan, adanya kebaikan dan keburukan, adanya kesalehan dan kerusakan, adanya kemanfaatan dan kemudharatan dan lain sebagainya. Andaikata ia memandang dirinya bahwa di alam semesta ini ada cahaya kebaikan, kesalehan dan kemanfaatan, tentunya ia akan memandang alam semesta ini dengan pandangan yang menggembirakan meskipun adakalanya ia memandang sesuatu yang bertentangan kepada Allah dalam menciptakan segala sesuatu yang berlawanan dengan dirinya, sehingga ia mengira bahwa keberadaannya tidak berguna dan tidak memberikan kebijaksanaan apapun. Tentunya seorang yang berpandangan demikian adalah orang-orang yang bodoh, lemah pandangannya dan lalai, karena Allah Yang Maha Bijaksana telah menciptakan kebijaksanaan-Nya dengan ilmu-Nya yang tidak tertandingi oleh ilmu siapapun, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Dia Maha Pengasih kepada siapapun.

 

Disebutkan dalam sebuah hadits gudsi bahwa Allah berfirman:

 

“Sesungguhnya Aku adalah Allah yang tiada Tuhan selain Aku, Aku telah menciptakan kebaikan dan keburukan dan Aky ciptakan pula para ahlinya masing-masing, maka sangat beruntung bagi siapapun yang Aku ciptakan untuk kebaikan dan menjadikan kebaikan berada di hadapannya. Dan amat celaka bagi siapapun yang Aku ciptakan untuk kejahatan dan menjadikan kejahatan berada di hadapannya. Dan amat celaka bagi siapapun yang mengatakan untuk apa dan bagaimana caranya.”

 

Adapun yang mengatakan: “Mengapa, bagaimana dan walau” ketika Aku menyuruhnya melakukan segala sesuatu yang tidak ia ketahui hikmah dari perintah-Ku itu, maka sesungguhnya ia telah menentang Allah dan segala kebijaksanaan-Nya.

 

Ketahuilah bahwa keberadaan alam semesta ini seperti apa adanya dengan kandungan berbagai hal yang berbeda-beda merupakan suatu kesempurnaan yang tiada tertandingi keindahannya bila dibandingkan dengan tujuan utama diciptakannya alam semesta ini, maka sadarilah

 

Bila dijelaskan wujud alam semesta memliki salah satu dari empat keadaan:

 

  1. Keberadaannya sudah sesuai dengan keadaannya yang nyata yaitu terdiri dari berbagai keragaman dan kemajemukan di dalamnya.

 

  1. Diadakan di dalamnya kebaikan dan manfaat saja.

 

  1. Diadakan di dalamnya keburukan dan mudharat semata.

 

  1. Tidak diciptakannya alam ini sama sekali.

 

Tentunya logika manusia mengatakan hanya ada empat hal di atas fungsi dari keberadaan alam semesta ini tanpa terbayang dalam otak adanya tujuan yang kelima.

 

Kalau dikatakan tidak ada, maka semesta ini bukanlah suatu apapun bahkan tidak memiliki hakikat pada dirinya, jadi penciptaannya sangatlah sia-sia.

 

Kalau dikatakan scbaiknya hanya diadakan kebaikan saja di dalamnya, maka rusaklah segala bentuk hikmah dan kemaslahatan di dalamnya. Alam semacam ini hanya sctengah dari fungsinya yang berjalan dan tidak akan terwujud tujuan secara sempurna dari penciptaannya.

 

Seandainya dikatakan alam diciptakan sarat dengan kesengsaraan, maka tidak akan ada manfaat dan kemaslahatan di dalamnya.

 

Dari sini engkau sadar bahwa fakta yang ada di alam semesta ini itulah yang terbaik dan yang paling sempurna. Keterangan kami hampir serupa dengan keterangan Imam Ghazali tentang masalah ini dalam bab tauhid di kitab Ihya’-nya, sampai ungkapan beliau: “Di dalam segala yang memungkinkan tiada sesuatu yang lebih mengagumkan dari apa yang sudah ada di dalamnya.”

 

Ucapan beliau ini benar dan tidak perlu disangkal lagi, lantaran permasalahan ini membutuhkan keterangan yang sangat panjang, sedangkan situasi yang tersedia sangatlah kecil, maka beliau menuangkannya dalam beberapa kata yang singkat dan padat, tapi masih mengundang kepelikan di dalam memahami masalah ini, padahal ungkapannya sarat dengan makna yang sangat istimewa dan jeli. Inilah keterangan di dalam perkara-perkara yang sangat pelik, terutama bila seorang ahli ingin memahamkan orang yang bukan ahlinya, tentu semakin bertambah kepelikan di dalamnya, akhirnya orang yang ahli di bidangnya malah menjadi sasaran kritikan dari orang yang bukan ahlinya.

 

Ketahuilah di dalam wujud semesta yang seperti ini keadaannya sarat dengan makna-makna fungsi dari nama-nama Allah dan sifat-sifatNya, itu semua tidak terwujud kecuali bila keadaan semesta seperti yang ada saat ini.

 

Di dalamnya juga sarat dengan petunjuk tentang gambaran akhirat yang tidak terwujud kecuali dengan keadaan alam seperti ini, bahkan keadaan semacam ini juga menunjukkan sejati dari alam itu sendiri, yang mana tidak akan terungkap kecuali bila keadaan alamnya seperti ini, misalnya seseorang tidak akan mengenal cahaya kecuali setelah melihat kegelapan, kebaikan tidak akan dikenal kecuali setelah dilihat adanya kejahatan, dan demikianlah rangkaian keterangannya pada kemakmuran dan kesengsaraan, sakit dan sehat juga pada hal-hal yang bertolak belakang lainnya.

 

Kenalilah apa yang kami terangkan dalam pasal ini, karena sarat dengan petunjuk yang sangat istimewa dan hakikat yang sangat lembut, dimana untuk penjabarannya membutuhkan ulasan yang sangat panjang dan bertele-tele.

 

Allah Maha Benar dalam perkataannya dan Dia-lah yang menunjukkan ke jalan yang benar.

 

 

Perlu diketahui bahwa manusia yang paling mulia, tinggi kedudukannya dan paling utama keberadaannya di dunia dan di akhirat adalah seorang yang diberi ilmu sehingga ia dapat mengenal Allah dengan baik dan seorang yang diberi ketaatan dan ketakwaan karena Allah. Yang sedemikian itu adalah bukti kenyataan yang tidak perlu diperdebatkan, karena segalanya telah diketahui secara khusus maupun secara umum. Tetapi ketika seorang diwajibkan mentaati Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka orang itu merasa berat untuk melakukannya, terutama untuk menentang hawa nafsunya. Kebanyakan orang lebih condong memilih untuk tidak mentaati Allah meskipun mereka mengetahui bahwa mentaati dan bertakwa kepada Allah akan mendapatkan kemuliaan dan karunia yang besar di dunia dan di akhirat, tetapi mereka lebih condong kepada kepentingan nafsunya dan kesenangan syahwatnya, bahkan mereka lebih condong untuk melakukan segala yang diharamkan oleh Allah, karena segala yang bertentangan dengan larangan Allah sangat cocok dengan hawa nafsu meskipun seorang yang melakukan perbuatan dosa akan terhina, tidak berguna dan menjadi orang yang terburuk.

 

Ketahuilah bahwa ahlul ma’rifat dan orang yang taat kepada Allah perumpamaannya bagai seorang hamba yang mengabdi kepada seorang penguasa, sehingga ia menjadi orang kepercayaan bagi sang penguasa untuk memegang segala rahasia dan kekayaannya, sedangkan orangOrang yang berdiri di hadapan sang penguasa untuk berbicara dengannya ataupun untuk mengabdi kepadanya perlu mendapat izin khusus dari Sang penguasa. Siapakah yang pantas untuk dijadikan seorang yang mengabdi kepada sang penguasa? Demikian pula Allah Ta’ala juga memilih sebagian hamba-Nya scbagai orang-orang yang diberi kepercayaan tersendiri oleh-Nya.

 

Adapun oran g-orang yang suka memenuhi hawa nafsunya, Suka lalai dan suka menentang, maka perumpamaan mereka seperti sebagian hamba Allah yang dijadikan sebagai budak yang terhina yang menjaga gudang binatang piaraan dan menyapu kotorannya, pokoknya ia dijadikan sebagai orang yang hina dan kotor.

 

Karena itu, bedakan baik-baik antara dua perbedaan ini dan pilihlah untuk dirimu yang terbaik dalam masyarakat.

 

Ketahuilah, andaikata engkau tidak kembali kepada Allah dan tidak ingin mendapatkan janji Allah di akhirat, maka engkau tidak akan diberi kemuliaan di dunia di sisi Allah, padahal Allah telah menjanjikan bagi orang-orang pilihan-Nya segala kesenangan yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pemah tergerak di hati seorangpun.

 

Demikian pula andaikata Allah tidak mengancam kepada seorang yang suka memenuhi syahwat nafsunya, suka berbuat dosa dan tidak dijanjikan perhitungan di hari akhirat dan siksa di akhirat, tentu mereka termasuk orang-orang terhina dan terjauhkan dari rahmat Allah.

 

Inilah yang perlu engkau renungi baik-baik tentang dijadikannya manusia sebagai orang-orang pilihan Allah.

 

 

Jika ahli dunia dan orang-orang yang lalai suka berkumpul dengan orang-orang baik dari para ulama, auliya’ dan orang-orang saleh serta mengagungkan mereka, tentunya kecintaan mereka terhadap orang-orang baik itu akan berdampak positif, kebahagiaan dan kesuksesan, adakalanya pula akan menyebabkan mereka menjadi orang-orang yang baik, masuk dalam taregat mereka, mengikuti jejak amal saleh mereka, mengikuti sifat-sifat baik mereka dan kejadian seperti itu cukup banyak jumlahnya.

 

Di antara mereka ada sekelompok orang yang lalai yang berkumpul di suatu tempat, kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk membeli buah-buahan dengan harga 20 dirham, agar mereka dapat merasakan buah-buahan secara bersama. Setelah salah seorang di antara mereka pergi ke pasar untuk membeli buah-buahan, maka ja akan mendapatkan banyak orang berkumpul dan berebut untuk membeli buah semangka, karena buah semangka itu telah dipegang oleh Basyar bin Al-Harits, maka semua orang ingin membelinya agar mendapat berkah dari buah semangka itu, tetapi orang yang disuruh membeli buah-buahan dengan harga 20 dirham itu segera membeli buah semangka tersebut dan ia membawanya ke tempat berkumpulnya kawan-kawannya. Ketika ia datang, kawan-kawannya bertanya: “Mengapa engkau lambat datangmu dan engkau hanya membawa satu buah semangka?” Maka jawab orang itu: “Sesungguhnya buah semangka ini adalah buah semangka yang mengagumkan.” Tanya mereka: “Mengapa buah semangka ini mengagumkan?” Jawab orang yang disuruh: “Buah semangka ini telah dipegang oleh Basyar bin AlHarits. Ja adalah seorang yang selalu mentaati Allah, sehingga Allah memberinya kemuliaan.” Maka kawan-kawannya menyadari dan berkata: “Jika yang memegang buah semangka ini seorang yang taat kepada Allah. pasti buah semangka ini akan mengandung karomah dari sisi Allah seperti buah semangka ini ketika di dunia, lalu bagaimanakah jika buah semangka ini di akhirat?” Maka orang-orang yang berkumpul tadi semuanya bertaubat dan mereka meninggalkan segala perbuatan dosa mereka.

 

Sesungguhnya kejadian semacam itu sering terjadi pada diri orangorang yang lalai ketika mereka berkumpul dengan orang-orang yang bertakwa meskipun mereka mengagungkan orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang saleh.

 

Selain itu, jika orang-orang yang bertakwa dan mentaati Allah mencintai sebagian orang-orang yang lalai dan suka bergaul serta condong kepada mereka dan menganggap baik perbuatan mereka, pasti orang-orang yang baik tadi akan mencintai kesenangan duniawi dan mereka akan berbalik dari mencintai Allah menjadi mencintai dunia dan hawa nafsu. Meskipun nilai dunia sangat rendah, tetapi banyak orang yang tetap mencintai harta dan kesenangan duniawi. Jika orangorang yang bertakwa dan mencintai Allah dapat berbalik keadaannya menjadi orang-orang yang mencintai dunia, itulah akibat mereka mencintai kesenangan duniawi, sehingga mereka dipandang rendah oleh Allah, padahal dulunya mereka selalu dimuliakan oleh Allah.

 

Perumpamaan dunia dan kesenangannya tidak lebih dari bangkai seekor binatang yang telah membusuk dan dibuang di tempat sampah, seperti yang disebutkan dalam salah satu sabda Nabi saw. dan dikatakan oleh para ulama saleh bahwa dunia itu bagai bangkai binatang yang busuk. Beliau saw. mengumpamakan kesenangan duniawi bagai kotoran yang keluar dari perut seorang yang baunya busuk.

 

Fudhail bin Iyadh berkata: “Andaikata ada seorang berkata kepadaku: “Sebaiknya engkau mau menerima harta yang halal tanpa engkau menghitungnya.” Pasti aku akan menjawabnya: “Sungguh aku merasa jijik kepada harta sebagaimana salah seorang dari kalian merasa jijik ika melewati bangkai suatu binatang yang mati atau jika pakaiannya tersentuh bangkai tersebut.”

 

Al-Imam Al-Yafi’i menyebutkan dalam salah satu karya tulisnya bahwa ada seorang menteri keluar dari istananya dengan diiringi para prajurit yang berpakaian indah, sehingga orang-orang yang tidak mengenalnya bertanya: “Siapakah orang ini dan mengapa ia diagungkan seperti ini?” Jawab salah seorang wanita yang kebetulan berada di tengah jalan: “Orang ini adalah orang yang terhina di mata Allah dan ia diuji dengan kesenangan yang kalian lihat pada dirinya.” Ketika menteri itu mendengar ucapan wanita itu, maka ia kembali kepada sang penguasa dan menyatakan pengunduran dirinya dari kedudukannya sebagai menteri, kemudian ia pergi ke kota Mekkah untuk bertaubat dan ia tetap dalam keadaan taubatnya sampai ia meninggal dunia.

 

Bagi seorang yang mentaati Allah dan menginginkan kesenangan akhirat, jika melihat orang-orang kaya yang sibuk mengumpulkan harta, hendaknya ia menyayangkan keadaan orang-orang itu dan berdoa bagi mereka: “Semoga Allah menyelamatkan mereka dari segala murkaNya,” karena mereka telah berpaling dari Allah dan menyibukkan diri mereka untuk kepentingan dunianya. Mereka telah menukar kesenangan akhirat dengan kesenangan duniawi dan karena mereka tidak mengetahui nilai duniawi jika dibandingkan dengan nilai akhirat.

 

Rasulullah saw. telah memperingatkan umatnya dalam sabdanya berikut:

 

” Jika nilai dunia di pandangan Allah seimbang dengan satu sayap seekor nyamuk, maka Allah tidak akan memberi minum kepada seorang kafirpun.”

 

Cerita-cerita seperti itu cukup banyak dan hanya Allah Yang mengetahuinya, karena semua yang ada hanyalah dengan izin Allah dan tiada Tuhan selain Allah.

 

 

 

 

 

Ketahuilah bahwa hidup sederhana sangat diperlukan bagi orangorang yang ingin menuju ke jalan Allah. Disebutkan dalam sebuah hadits Nabi saw. berikut:

 

“Sebaik-baik urusan adalah pertengahannya.”

 

Disebutkan juga dalam sebuah hadits berikut:

 

” Hidup sederhana dan berperilaku yang baik termasuk salah satu dari dua puluh lima bagian dari kenabian.”

 

Amirul Mukminin All ra. berkata:

 

“Hendaknya kalian memilih segala sesuatu pertengahannya, karena orang-orang yang jual mahal akan kembali kepada-Nya dan akan diikuti pula oleh orang-orang berikutnya.”

 

Segala sesuatu yang kurang dari pertengahan atau yang berlebihan dari pertengahan merupakan suatu perbuatan yang tidak terpuji menurut akal, syariat, ibadah dan adat istiadat.

 

Allah telah membimbing kita untuk hidup sederhana di dalam menafkahkan harta kita dan hal itu termasuk perbuatan yang terpuji. seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al-Israa’: 29)

 

Selain itu Allah juga berfirman:

 

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furgaan: 67)

 

Segala yang bersifat pertengahan, tidak berlebihan dan tidak kekurangan merupakan budi pekerti yang terpuji dan perbuatan yang terbaik.

 

Oleh karena itu, orang yang bersifat dermawan dan selalu berlebihan dalam menafkahkan hartanya, seperti yang pernah aku dengar dari Allah Ta’ala bahwa berlebihan dalam segala sesuatu merupakan perbuatan mubadzir dan Allah tidak senang dengan orang-orang yang berlebihan dalam menafkahkan hartanya dan Allah juga tidak senang dengan orang yang kikir, karena orang yang kikir akan jauh dari Allah dan orang lain.

 

Demikian pula seorang yang terlalu berani, maka tindakannya akan wur dan akan mencelakakan dirinya. Sebaiknya setiap orang mempunyai perasaan pertengahan di antara keduanya.

 

Demikian pula perasaan tawadhu’ adakalanya sangat terpuji, tetapi seorang yang terlalu tawadhu’, maka orang itu akan menjadi hina. Karena itu, setiap orang hendaknya bersikap pertengahan di antara keduanya.

 

Demikian pula seorang yang sangat pemalu bagai wanita pingitan yang lemah dan kurang bergaul, sedangkan seorang yang tidak mempunyai rasa malu maka ia termasuk orang yang tercela.

 

Demikian pula seorang yang suka bercanda dan tersenyum, jika ia kelewatan dalam bercandanya maka ia akan dihina orang. Sebaiknya setiap orang berada di pertengahannya, tidak terlalu bercanda dan tidak terlalu serius, agar pribadinya dihormati orang lain.

 

Demikian pula seorang yang berlebihan ketika makan, tidur, berbicara, berpakaian dan lain sebagainya, sebaiknya ia tidak berlebihan dalam segala hal, agar nilai pribadinya dihormati orang.

 

Perlu diketahui bahwa adakalanya seorang tidak mengerti batasan tentang pertengahan dalam segala urusan dan hal itu hanya diketahui oleh orang-orang yang ilmu agama dan keyakinannya sangat tinggi.

 

Siapapun yang tidak mengerti tentang masalah itu, maka haruslah ia merujuk kembali kepada orang-orang yang ilmu agama dan keyakinannya sangat tinggi. Jika engkau merasa kesulitan untuk mendapatkannya karena pada dewasa ini jumlah mereka sangat terbatas, maka hendaknya engkau berhati-hati untuk mendapatkan orang-orang semacam itu. Terutama jika engkau kesulitan untuk mendapatkan orang-orang yang tinggi ilmu agama dan keyakinannya, maka lihatlah seseorang yang sangat baik perilakunya, selalu tawadhu’, dermawan dalam segala urusan hidupnya, mempunyai rasa malu dan berbagai sifat terpuji lainnya, ia tidak banyak tidur, makan, berbicara. Tetapi perbuatan yang terpuji adalah yang pertengahan, tidak berlebihan dan tidak kekurangan.

 

Barangsiapa yang melakukan berbagai urusan agama, maka ia tidak boleh berlebihan dan tidak boleh kekurangan, sebaiknya ia melakukan yang pertengahan. Seorang yang berlebihan atau kekurangan dalam masalah ibadahnya, maka ia termasuk orang yang menyalahi hukum agama.

 

Menurut Imam Ghazali: “Jika ada seorang yang bingung dalam berinfak apakah ia termasuk orang yang kikir atau orang yang boros, maka sebaiknya ia condong pada keborosan, karena orang yang suka berinfak lebih baik daripada orang yang kikir dan nafsu manusia lebih condong pada kekikiran daripada berinfak. Jika ada seorang yang bingung dalam rendah hati atau tawadhu’ apakah ia berlebihan atau kurang, maka sebaiknya ia memilih untuk menambah sikap rendah hati, seperti yang kami sebutkan saat membahas kedermawanan seorang dalam berinfak. Jika ada seorang bingung akan kebiasaannya apakah porsi makan dan tidurnya terlalu banyak atau sedikit, maka hendaknya ia memilih sedikit makan dan tidurnya, karena nafsu seorang selalu condong untuk lebih banyak makan dan tidur, lagipula menQur’angi kebiasaan adalah perbuatan yang terpuji selama tidak membahayakan otak dan fisiknya. Renungilah masalah ini karena masalah ini sangat penting.”

 

Perlu diketahui bahwa ada beberapa kejadian yang diceritakan dari sebagian orang-orang yang saleh dan ahli thasawuf yang terkadang dipahami bahwa perbuatan mereka melampaui batas dari kenormalan, misalnya mereka memperbanyak dalam hal-hal ibadah, tetapi dalam kebiasaan sehari-hari mereka menjauhinya sampai menQur’angi kekuatan dirinya sendiri. Perbuatan semacam itu tidak akan terwujud sebagaimana mestinya, kecuali dengan dengan cara yang berlebihan. Hal itu tidak berbeda dengan binatang tunggangan yang masih liar dan tidak dapat dijinakkan untuk dijadikan binatang tunggangan atau pekerjaan lainnya, kecuali dengan menQur’angi porsi makannya dan mempekerjakannya di atas kemampuannya, sehingga jika ia jinak dan tidak liar, maka di titulah ia dapat dikembalikan kepada kebiasaannya yang normal. Hal semacam itu dikisahkan dari mereka yang suka mengawali awaj mujahadahnya menuju jalan Allah. Perbuatan ini amat benar dan sesuai dengan hikmah dan pengaturan yang baik.

 

Adapun kejadian oleh sebagian orang yang telah mencapai puncak kerohaniannya, maka hal ini bisa dikatakan bahwa mereka dikuasai oleh keadaan rohaninya, kekuatan cahaya dan penyingkapan akan berbagai rahasia hingga menyebabkan seorang keluar dari kebiasaan manusiawinya dan menjadikannya hampir menyerupai kebanyakan sifat para malaikat. Kebiasaan seperti ini tidak bisa dilakukan secara terus menerus karena pelakunya terhitung lemah. Di antaranya yang diceritakan bahwa Syeikh Sahal bin Abdullah tidak makan kecuali setiap 15 hari sekali dan jika sudah tiba bulan Ramadhan, beliau tidak makan selama 1 bulan.

 

Diceritakan pula bahwa Abu Ubaid As-Sirri jika tiba bulan Ramadhan biasanya beliau masuk kamar dan menyuruh istrinya mengunci pintunya, hanya disisakan sebuah lubang kecil tempat istrinya melemparkan sepotong roti setiap malam untuknya. Setelah Ramadhan berakhir ketika sang istri membuka pintu, ia mendapati ketiga puluh roti yang ia lemparkan ke kamar suaminya. Disebutkan bahwa selama bulan Ramadhan Abu Ubaid As-Sim tidak makan dalam setahun kecuali hanya satu kali.

 

Diceritakan bahwa Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi di akhir usianya selama 4 bulan beliau tidak makan sesuap pun dan tidak minum seteguk air pun. Ketika hari terakhir dalam hidupnya, mereka memaksanya untuk memakan suatu makanan. Ketika beliau merasakan hal itu, maka beliau membuka mata dan berkata: “Apakah kalian akan merasa bosan terhadapku?” Setelah itu beliau meninggal dunia.

 

Cerita-cerita semacam itu cukup banyak dari kalangan pemula maupun kalangan yang sudah mencapai batas akhir dan semuanya bisa dilakukan oleh para ahlinya, terutama orang-orang yang telah mencapai kenikmatan bermunajat dengan Allah.

 

 

 

Perlu diketahui bahwa bersikap lemah lembut dalam setiap haj sangat dianjurkan dan dicintai menurut syariat dan akal, karena akan membawa kebaikan dimana tidak dapat terwujud jika diterapkan dengan cara yang kasar. Lemah lembut merupakan sifat para hamba Allah pilihan yang bijaksana dan penyayang.

 

Allah berfirman:

 

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali Imran: 159)

 

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199)

 

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furgaan: 63)

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah Maha Lembut mencintai kelembutan dalam setiap hal.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Tidaklah kelembutan terdapat pada sesuatu, kecuali menambah keindahannya dan tidaklah kelembutan tidak terdapat pada sesuatu, kecuali tampak keburukannya.”

 

 

Sabda Nabi saw. di atas mengisyaratkan bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan lemah lembut, kasih sayang dan kesopanan. Sebuah hadits menyatakan bahwa Nabi saw.:

 

“Tidaklah Nabi saw. diberi pilihan dalam dua perkara, kecuali beliau saw. akan memilih yang paling ringan dari keduanya, tetapi Jika pilihan itu suatu keburukan maka beliau saw. adalah orang yang paling menjauhi keburukan.”

 

Diperlukan kelembutan secara khusus, terutama yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak yaitu orang-orang mulia, seperti para wali dan orang-orang yang mempunyai kedudukan di dunia dan dalam agamanya. Karena itu, mereka harus bersikap lemah lembut agar dapat menyatukan pendapat di antara mereka dan dapat menambah jumlah pengikuti. Siapapun yang tidak mempunyai sifat lemah lembut terhadap para pengikutnya dan bersikap keras, maka setiap kesepakatan akan terpecah belah. Demikian pula jika ada ketidak cocokan di antara para pengikutnya, maka akan timbul perpecahan secara lahir bukan secara batin, sehingga selalu diiringi kebencian dan kemarahan rakyat.

 

Perlu diketahui bahwa sikap lemah lembut adalah kebaikan yang murni. Seorang yang berakal tidak boleh melakukan sesuatu, kecuali dengan sikap lemah lembut, terutama segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia, baik orang yang khusus, anak, pembantu atau orang umum yang selain mereka. Seseorang tidak boleh mengubah sikap lemah lembut ini, sedangkan ia dapat memperoleh keinginannya melalui sikap ini meskipun dalam waktu yang lama.

 

Jika sikap lemah lembut tidak dapat digunakan untuk menghadapi sebagian orang yang selalu bersikap sewenang-wenang, maka ia harus bersikap keras dengan maksud memperbaiki dan meluruskan perilaku mereka, seperti yang dikatakan oleh seorang Anifbillah: “Sesungguhnya sebagian orang tidak mempunyai akal yang sempurna. Jika engkau tidak dapat menundukkannya, maka mereka akan menundukkanmu.”

 

Al-Mutanabbi berkata dalam bait syairnya:

 

“Jika engkau memuliakan orang mulia, maka engkau dapat menundukkannya. Tetapi jika engkau dapat memuliakan orang yang hina, maka ia akan berlaku sewenang-wenang terhadapmu. Ibarat seorang meletakkan embun di atas pedang, tentunya hal itu akan berbahaya, seperti meletakkan pedang di tempat embun.”

 

Tetapi masalah ini sangat jarang terjadi, apalagi terhadap orangorang awam. Mereka tidak mempunyai kebaikan sedikitpun, karena otak mereka lemah, kebodohan dan kebengalan menguasai diri mereka. Perbuatan kasar tidak boleh dilakukan, kecuali terhadap orang-orang yang bersifat kasar dengan maksud memperbaiki perilaku mereka dan menahan kejahatan mereka. Maka dengan alasan inilah sebagian ulama besar bersikap keras pada saat tertentu terhadap sebagian orang.

 

Sikap lemah lembut adalah asal mula segala sesuatu dan sikap itu yang dikehendaki oleh semua orang, kecuali jika sikap itu dapat memperburuk keadaan dan menambah kerusakan, maka tidak ada jalan lain yang dapat menghapusnya kecuali dengan kekerasan dan hal itu boleh ia lakukan.

 

Rasulullah saw. selalu bersikap lemah lembut dalam perilakunya sehari-hari, seperti terhadap seorang lelaki yang kencing di dalam masjid dan terhadap seorang yang telah diberi sesuatu oleh beliau saw. tetapi orang itu tidak terima dan berkata buruk, sehingga para sahabat beliau saw. ingin menghajarnya, tetapi beliau saw. menegur mereka dan beliau saw. menambahkan hadiah kepada orang itu sehingga ia puas dan bertutur kata yang baik.

 

Disebutkan bahwa ada seorang pemuda yang minta izin kepada Rasulullah saw. untuk berbuat zina, maka beliau saw. bertanya: “Apakah engkau rela jika ada lelaki lain berbuat zina dengan putrimu?” Jawab pemuda itu: “Tidak.” Tanya Nabi saw.: “Begitu juga dengan orang lain, mereka tidak rela hal ini menimpa putri mereka.” Dalam percakapan itu beliau saw. berhasil menenangkan keinginan jahat pemuda itu, karena beliau saw. tahu bahwa tidak ada perbuatan yang lebih buruk dari perbuatan zina.

 

Adapun berita-berita semacam itu banyak dilakukan oleh Rasulullah saw., seperti yang dilakukan oleh para pemimpin agama, ulama, orang-orang saleh setelah beliau saw. tiada. Karena itu, hendaknya engkau bersikap lemah lembut dalam segala tindaktandukmu, karena hal itu akan membawa keberkahan tersendiri dan akan menimbulkan kebaikan tersendiri, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar,” (QS. Fushshilat: 35)

 

 

 

 

Seorang tidak boleh memuliakan orang bodoh meskipun ia berasal dari keturunan yang mulia dan salaf saleh, karena jika seorang memujinya secara lahiriyah, maka akan dapat menimbulkan fitnah dalam agamanya, membuatnya tertipu akan karunia Allah, menghalanginya untuk berbuat baik dan selalu lalai untuk akhiratnya. Sedangkan orang yang memujinya menyebabkan orang itu terlena dan tertipu, karena itu ia patut mendapat murka dari Allah dan Rasul-Nya dan dari kaum salaf saleh yang selalu bersikap tegas terhadap orang-orang yang bodoh.

 

Bagaimana mungkin seorang dapat membanggakan dirinya karena ja mempunyai nasab yang baik tanpa disertai ketakwaan? Padahal Rasulullah saw. pernah berkata kepada Siti Fatimah ra.: “Wahai Fatimah, takutlah engkau kepada Allah, karena aku tidak dapat membelamu dari hukuman Allah sedikitpun.”

 

Demikian juga sebuah hadits yang menyatakan: “Wahai Bani Abdul Muthalib, wahai fulan, wahai fulan yang menjadi kerabat Rasulullah saw.,” mereka dianjurkan untuk menjaga diri mereka sendiri dari murka Allah. Bahkan beliau saw. berkata kepada seorang yang memuji orang lain:

 

“Sungguh engkau celaka, karena jika engkau memujinya maka ia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari sikap sombong.”

 

Dalam salah satu sabda Nabi saw. yang lain disebutkan:

 

“Jika seorang menemui saudaranya dengan membawa pisau yang terhunus, maka hal itu lebih baik daripada jika ia memujinya di hadapannya.”

 

Pujian seorang terhadap orang yang bodoh akan mencelakakan diri orang yang dipuji, karena ia tidak mengerti sedikitpun tentang agamanya dan keyakinannya.

 

Adapun seorang ulama yang mengetahui keyakinan dirinya terhadap Tuhannya, maka pujian apapun bagi dirinya tidak akan membawa keburukan bagi dirinya, seperti ketika Rasulullah saw. memuji sebagian sahabat beliau saw., bahkan pujian beliau saw. terhadap mereka tidak menambah mereka kecuali mereka ingin menambah kebaikan, ibadah dan ketaannya kepada Allah.

 

Disebutkan dalam sebuah hadits:

 

“Jika seorang mukmin dipuji oleh saudaranya, maka keimanannya akan bertambah teguh dalam dirinya.”

 

Tetapi orang-orang yang mengerti dan kuat agamanya tidak ingin dipuji orang lain di masa kini, sebaliknya orang-orang yang bodoh jumlahnya bertambah banyak. Karena itu, hendaknya seorang mukmin yang bertakwa kepada Tuhannya dan sayang terhadap agamanya mewaspadai segala sesuatu yang membahayakan dirinya atau kaum muslimin lainnya.

 

Terkadang jika ada salah seorang dari ahlul bait yang melakukan perbuatan dosa, lalu orang lain memujinya dan menganggap perbuatan dosanya kecil karena mereka akan dibela oleh Rasulullah saw.

 

Ia tidak tahu bahwa pujian itu akan membawa kebinasaan bagi dirinya, karena Allah akan memlipatgandakan pahala bagi ahlul bait yang melakukan kebaikan dan akan melipatgandakan dosa bagi mereka yang melakukan dosa, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.” (QS. Al-Ahzab: 30)

 

Firman Allah di atas menunjukkan bahwa istri-istri beliau termasuk ahlul bait beliau saw. Siapapun yang beranggapan bahwa tidak mentaati Allah dan melakukan perbuatan maksiat tidak akan membahayakan bagi diri seorang yang mulia nasabnya atau mulia orang tuanya, maka orang itu telah tertipu terhadap Allah. Itulah yang disepakati oleh seluruh umat Islam. Tetapi bagi ahlul bait Rasulullah saw. mempunyai kemuliaan dan beliau saw. memberi perhatian lebih terhadap mereka. Beliau saw. mewasiatkan kepada umatnya untuk memperhatikan dan mencintai mereka, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Katakanlah: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS. Asy-Syu’araa’: 23)

 

Firman Allah di atas menyuruh umat Islam menghormati keluarga Nabi saw., asalkan tidak berlebihan dari porsinya. Kemudian di antara mereka masih terdapat orang-orang mulia, karena mereka berhubungan nasab dengan Rasulullah saw. Mereka selalu berbuat kebajikan yang diridhai Allah dan mengikuti jejak dari sesepuh mereka, seperti Ali bin Abi Thalib ra., Al-Hasan dan Al-Husain ra. keduanya adalah cucu Rasulullah saw., Ja’far bin Abi Thalib, termasuk juga Hamzah dan Abdullah Ibnu Abbas, ayahnya Imam Al-Abbas paman Rasulullah saw., Imam Zainal Abidin, Imam Muhammad Al-Bagrr, Imam Ja’far Ash-Shadig. Mereka itulah yang semua perbuatannya boleh diikuti.

 

Jika di antara keluarga Nabi saw. ada yang tidak mengikuti perbuatan baik para salah saleh dari kalangan mereka karena mereka bodoh, maka mereka tetap harus dihormati karena mereka masih berhubungan darah dengan Rasulullah saw. Hendaknya mereka selalu diberi nasihat yang baik agar mereka mau mengikut jejak kaum salaf saleh mereka, mulai dari menuntut ilmu, beramal saleh, berperilaku yang baik dan bertindak yang baik. Karena itu, mereka wajib diberitahu lebih dulu daripada orang lain. Jika hanya mengandalkan nasab saja, maka tidak akan dapat mengangkat derajat seseorang apabila ia mengabaikan ketakwaan, lebih sibuk dengan urusan duniawi, tidak menjalankan perintah agama dan mengotori dirinya dengan dosa, seperti yang diucapkan oleh seorang penyair berikut:

 

“Demi Allah, kemuliaan seorang hanya tergantung kepada kebaikan agamanya, janganlah ia meninggalkan ketakwaan karena mempunyai nasab yang mulia. Islam telah mengangkat Salman Al-Farisi dengan keteguhan imannya, sebaliknya Islam menghina Abu Lahab meskipun sangat dekat kekerabatannya dengan beliau saw.”

 

Al-Mutanabbi berkata:

 

” Jika kedudukan seorang mulia tidak seperti kemuliaan para sesepuhnya, maka apa faedahnya kedudukan yang tinggi itu?”

 

Seorang penyair yang lain berkata:

 

“Apa gunanya keturunan Bani Hasyim jika dirinya tidak semulia para leluhurnya?”

 

Membicarakan tentang keturunan orang-orang saleh tidak berbeda dengan seorang yang membicarakan kemuliaan keluarga Nabi saw. Siapapun dari mereka yang mengikuti jejak para sesepuhnya, maka ia akan mendapat kemuliaan, keagungan dan berkah. Tetapi jika seorang bodoh melakukan perbuatan yang melanggar kemuliaan para sesepuhnya, maka ia perlu dibimbing dan diarahkan kejalan yang baik, tetapi juga harus tetap dihormati karena sesepuh mereka yang mulia. Bagaimana tidak, bukankah Allah telah berfirman tentang dua pemuda dan tembok itu:

 

“Dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh.” (QS. AlKahfi: 82)

 

Kami diberitahu bahwa sesepuh keduanya yang ketujuh dari arah ibunya, tetapi dunia dan harta mereka masih dipelihara oleh Allah, apalagi tentang masalah akhiratnya.

 

Ketahuilah dan pahamilah masalah ini baik-baik dan letakkan pada tempatnya yang tepat, kemudian mintalah pertolongan Allah agar diberi kebahagiaan dan petunjuk.

 

 

 

Jika seorang ingin dirinya dihormati orang lain dari segi agamanya, apakah ia telah menyempurnakan sifat keagamaannya ataukah ia telah merugikannya, maka lihatlah keadaannya dan perbuatannya di dalam sebulan telah lewat atau dalam setahun telah lewat. Jika perbuatannya di tahun lalu lebih baik daripada yang sekarang, maka ia dalam keadaan merugi. Tetapi jika perbuatannya sekarang lebih baik dari yang lalu, maka ja dalam keadaan beruntung.

 

Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits:

 

“Siapapun yang perbuatannya pada hari ini lebih baik daripada kemarin, maka ia merugi. Dan siapapun yang perbuatannya pada hari ini lebih buruk dari yang kemarin, maka ia terkutuk.”

 

Maksudnya, ia jauh dari rahmat Allah karena ia telah berbuat dosa. Adapun keterangannya secara terperinci adalah jika engkau telah berbuat baik pada hari-hari yang lalu, maka engkau harus mempertahankan perbuatan baikmu seperti pada hari-hari sebelumnya. Tetapi jika engkau berbuat yang tidak baik pada hari ini, maka ketahuilah bahwa dirimu nilainya telah menurun, termasuk juga perbuatanmu untuk akhiratmu, karena itu waspadailah masalah ini baikbaik. Jika engkau melihat perbuatanmu pada hari ini lebih baik dari perbuatanmu yang kemarin, maka engkau harus lebih banyak bersyukur, karena hanya Allah yang menjadikanmu sebagai orang yang lebih baik dari yang kemarin. Jika engkau tidak mensyukurinya, maka permasalahannya adalah seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nuur: 21)

 

 

Ketahuilah bahwa siapapun yang menyamakan antara akhiratnya dengan dunianya dalam perhatiannya, maka ia termasuk orang yang bodoh. Lalu bagaimana dengan nasib seorang yang lebih mengutamakan dunianya daripada akhiratnya? Lalu bagaimana dengan nasib seorang yang tidak memiliki perhatiannya terhadap akhiratnya? Semoga Allah melindungi kami dan orang-orang dekat kami dari berbagai cobaan yang dapat membinasakan kami dan kaum muslimin.

 

Adapun seorang yang menyamakan urusan akhiratnya dengan dunianya dan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan dunianya, maka ia termasuk orang yang paling bodoh, karena ia menyamakan sesuatu yang lebih baik, yang kekal, yang lebih bersih dan lebih luas dengan sesuatu yang lebih buruk, cepat hancur, kotor dan tidak nyaman. Perumpamaan orang itu bagai seorang yang menyamakan batu yang mulia dengan kotoran, antara emas dengan tanah, bahkan yang lebih mengherankan, meskipun di akhirat tidak ada kebaikan yang lain kecuali hanya keabadian dan keselamatan dari segala keburukan, maka sebaiknya ia lebih memilih kesenangan di akhirat dan tidak memilih kesenangan di dunia, seperti yang dikatakan oleh kaum salah saleh: “Andaikata dunia terbuat dari emas yang fana sedangkan akhirat terbuat dari tanah liat yang kekal, pasti kita lebih memilih tanah liat yang kekal. Lalu bagaimana bila keadaannya berbalik?”

 

Maka sudah jelas bahwa seorang yang lebih mengutamakan kesenangan duniawi daripada kesenangan akhirat adalah orang yang ragu dan celaka. Sedangkan seorang yang menyamakan antara keduanya adalah orang yang bodoh. Dan orang yang lebih mengutamakan kepentingan akhirat daripada dunia, maka ia adalah seorang mukmin yang pandai.

 

Segala keutamaan hanya milik Allah, Dia memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, termasuk juga petunjuk hanya di tangan Allah dan Dia akan memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dan hanya Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.

 

 

Perlu diketahui bahwa penyakit-penyakit hati lebih besar bahaya dan komplikasinya, bahkan lebih buruk dari penyakit yang diderita oleh badan seorang dari segala sisinya dan wujudnya beraneka ragam. Penyakit hati dapat membahayakan seorang dari agamanya, sehingga akan menyengsarakan seorang ketika di dunia dan di akhiratnya, karena penyakit hati akan bedampak negatif ketika seorang berada di akhirat, jaakan kekal dalam siksa Allah untuk selama-lamanya. Adapun penyakit yang menimpa jasad seseorang tidak terlalu bahaya bagi penderitanya, kecuali di dunia yang fana yang sebentar lagi ia akan meninggalkannya. Adapun penyakit pada badan seorang akan menyebabkan kematian, jadi penyakit yang menimpa jasad seorang masih lebih bermanfaat bagi agamanya dan di akhiratnya lebih banyak manfaatnya daripada ketika ja masih di dunia, karena seorang yang diuji dengan penyakit yang besar oleh Allah, maka ia akan diberi pahala yang besar juga. Di antara keuntungan penyakit yang menimpa jasad seorang, baik yang bersifat cepat maupun lambat telah disebutkan dalam berbagai ayat dan berbagai hadits tentang pahalanya.

 

Ada sejumlah penyakit hati yang tidak dapat dirasa oleh seorang, karena penyakit hati tidak dapat dirasakan sakitnya, sedangkan penyakit yang menimpa jasad seorang dapat dirasa secara terang. Karena itu, orang yang terkena penyakit pada tubuhnya, maka ia lebih cepat mencari obatnya daripada orang yang terkena penyakit hati.

 

Imam Ghazali berkata: “Seorang yang terkena penyakit belang, maka ia tidak merasakan apapun pada tubuhnya, hanya kawannya yang memberitahu, bahkan ia tidak percaya bahwa kulit tubuhnya terkena penyakit belang.”

 

Demikian pula segala penyakit yang disebutkan ancamannya oleh agama adalah penyakit hati yang mana pelakunya akan disiksa di akhirat dan penyakit ini biasanya dianggap remeh oleh orang yang terkena penyakit hati, bahkan di antara mereka ada yang merasa heran yang ada di hatinya.

 

Seorang yang terkena penyakit hati menganggap biasa, karena ia merasa ghurur terhadap Allah dan ia tidak berharap banyak terhadap ampunan dan keselamatan daripada penyakit yang menimpa jasadnya.

 

Adapun macam-macam penyakit hati berupa misteri dan tidak tampak jelas, karena itu orang-orang yang menderita penyakit hati selalu meremehkannya dan tidak mau berusaha untuk mengobatinya, bahkan jika ada seorang di antara kita terkena penyakit hati, maka ia tidak mengerti cara menghilangkannya karena ia tidak peduli kepadanya. Andaikata ia mengetahui adanya penyakit pada tubuhnya, maka ia berusaha sekuat mungkin untuk mengobatinya.

 

Adapun penyebabnya, penyakit hati tidak dapat dirasa dengan perasaan, tidak sama dengan penyakit yang menimpa jasad seorang, bahkan ia melalaikannya, sedangkan siksa yang dijanjikan oleh Allah merupakan perkata yang gaib yang terjadi setelah kematiannya dan tiba di kampung akhurat.

 

Orang yang bodoh menganggap kematian masih jauh, apalagi kejadian setelahnya. Andaikata ia berakal dan yakin, pasti ia menyadari bahwa kematian adalah perkara gaib yang ditunggu, seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi saw. berikut:

 

 

“Surga akan lebih dekat kepada kalian daripada tali sandalnya dan begitu juga neraka.”

 

Perlu diketahui bahwa penyakit hati banyak jumlahnya dan yang paling berbahaya adalah jika seorang tidak percaya kepada agamanya atau jika seorang lemah keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada hari akhirat. Di antara penyakit hati adapula penyakit riya’, sombong kepada orang lain, kikir, dendam ingin berbuat jahat, ingin berbuat curang terhadap kaum muslimin, terutama cinta kepada dunia dan sangat menyanyanginya, banyak berangan-angan dan melupakan hari akhirat. Seorang yang melupakan akhirat sehingga ia tidak menyiapkan dirinya dengan memperbanyak amal kebajikannya, maka hal itu termasuk penyakit hati yang paling besar.

 

Karena hati selalu tertutup dengan hijab, maka perasaan semacam itu tidak biasa terlihat oleh panca indra, bahkan tidak dapat dilihat dengan peralatan yang paling canggih, sehingga seorang yang berakal yang selalu perhatian kepada agamanya dan keselamatan akhiratnya dan selalu berusaha untuk mengenalinya dan mengobati penyakit hatinya sebelum ja dijemput kematian dan menemui Tuhannya dengan hati yang kotor sehingga ia rugi dan celaka. Seorang yang mempunyai penyakit hati akan terlihat tanda-tanda lahiriyahnya, di antaranya adalah malas untuk beribadah dan berbuat kebajikan, bahkan ia selalu ingin berbuat maksiat dan kesenangan. Adapun keinginannya untuk membersihkan hatinya sangat sedikit sekali. Karena itu, siapapun yang merasa bahwa hatinya ada suatu penyakit, maka hendaknya ia berusaha sekuat mungkin untuk mengobatinya. |

 

Adapun cara yang paling baik adalah mencari seorang guru mursyid yang dapat mengetahui penyakit hatinya, sehingga ia akan diberi petunjuk tentang penyakit hatinya. Tetapi jika ia tidak mendapat seorang guru mursyid, maka ia harus mencari seorang saudara yang baik yang dapat memberinya nasihat.

 

Adapun jika seorang mempunyai penyakit hati, hendaknya ia memperbanyak membaca kitab Ihya’ karya Imam Ghazali, khususnya tentang Rub’ul Muhlikat, karena Imam Ghazali menulis judul itu dengan tujuan agar hatinya terlepas dari segala penyakit dan mendapatkan obatnya yang terbaik, dan juga tanda-tanda yang menunjukkan keberadaannya serta kuat lemahnya tanda-tanda itu. Tetapi segala nasihat yang terdapat di dalam kitab itu tidak seampuh guru yang arif dan teman yang saleh, tetapi kitab itu adalah jalan alternatif bagi yang tidak menemukan guru mursyid atau teman yang saleh yang membimbingnya ke jalan Allah.

 

Sesungguhnya Allah menolong seorang yang mempunyai kemauan keras untuk mendekatkan dirinya kepada Allah, karena Allah adalah sebaik-baik Tuhan Yang dapat dimintai pertolongan.

 

 

Siapapun yang tidak dapat berbuat amal kebajikan secara keseluruhan, maka ia tidak boleh meninggalkan amal kebajikan secara keseluruhan, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga untuk melakukannya, karena satu kebaikan akan menarik pelakunya kepada kebaikan yang lain. Demikian pula sekecil apapun amal kebajikan, maka amal kebajikan itu akan mendorong untuk melakukan amal kebajikan yang lebih besar, bahkan amal kebajikan yang sedikit akan mendorongnya untuk melakukan amal kebajikan yang banyak.

 

Demikian pula siapapun yang tidak dapat meninggalkan seluruh perbuatan buruknya secara keseluruhan, maka hendaknya ia berusaha meninggalkan sebagian amal keburukannya dengan perbuatan yang baik, karena Nabi saw. bersabda bahwa amal-amal kebajikan akan menghilangkan dosa-dosa yang kecil, seperti yang disebutkan dalam hadits berikut:

 

“Jika engkau melakukan perbuatan buruk, maka tutupilah dengan perbuatan baik setelahnya, agar perbuatan buruk tidak terlihat, karena sembunyi akan ditutupi dengan yang sembunyi dan perbuatan yang terang akan ditutupi dengan perbuatan yang terang.”

 

Jika seorang diuji untuk berbuat keburukan atau kemaksiatan, maka ia tidak boleh menjauh dari Allah sedikitpun dan menjauh dari mengerjakan kebaikan dan ketaatan secara keseluruhan, agar perbuatan kebajikannya dapat menutupi dosa-dosanya, karena itu tidak ada jalan lain baginya kecuali harus berdamai dengan Tuhannya untuk mencapai kemaslahatan dirinya, hendaknya ia selalu ingat kepada k:sah seorang pencuri yang selalu mengganggu orang dalam perjalanannya, menumpahkan darahnya dan merampas harta kaum muslimin.

 

Maka ketika salah seorang saleh melihatnya sedangkan ia dalam keadaan berpuasa, maka orang saleh itu bertanya: “Wahai saudara, mengapa engkau merampas harta orang ini, padahal engkau sedang berpuasa ?” Jawab si pencuri: “Benar, aku masih menyisakan jalan untuk berdamai dan aku tidak memutus seluruh jalan antara aku dengan Tuhanku.” Orang saleh itu melanjutkan ceritanya: “Maka tidak lama setelah itu, aku melihat pencuri itu berthawaf di seputar Ka’bah dan ia telah bertaubat sehingga ketika aku melihatnya, maka ia berkata: “Sesungguhnya puasaku masih bisa menolongku untuk berdamai antara aku dengan Tuhanku.” Dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa jika seorang tidak dapat melakukan seluruh amal kebajikan, janganlah ia tidak — melakukannya meskipun sekecil apapun, hendaknya seorang hamba selalu berada dalam kebaikan dan ketaatan yang murni jika ia tidak mampu dan terhalangi oleh hawa nafsunya sehingga ia terjerumus dalam perbuatan maksiat, hendaknya ia memegang teguh perbuatan baik dan taat yang biasa ia lakukan. Dan Allah Yang Maha Menanggung lagi Maha Terpuji.

 

 

 

 

Seorang yang bersahabat, bergaul dan berkawan duduk dengan orang lain, maka hal itu akan membawa pengaruh yang besar dalam kebaikan atau keburukan. Jika seorang senantiasa bersahabat baik dengan orang-orang saleh atau dengan orang-orang fasik dan orangorang yang buruk perangainya, maka ia akan terpengaruh dengan perilaku mereka, meskipun tidak sekaligus, tetapi lama kelamaan hatinya terpanggil untuk meniru perbuatan kawannya itu.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Seorang akan terpengaruh dengan kawan duduknya.”

 

Di lain kesempatan Nabi saw. juga bersabda:

 

“Seorang akan terpengaruh dengan agama kawan dekatnya, karena itu perhatikan siapa yang dijadikan kawan dekat.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Perumpamaan seorang yang selalu berkumpul dengan seorang yang berjual minyak wangi, maka ia akan diberi minyak wangi atau ia akan dapat membeli minyak harumnya, paling sedikitnya ia akan mencium bau harumnya. Demikian pula siapapun yang bergaul erat dengan orang yang buruk, maka ig akan berlaku seperti peniup besi di dalam api, ia bisa membakar pakaianmu atau paling tidak engkau akan mencium bau yang tidak sedap darinya.”

 

Siapapun yang ingin mengetahui siapakah kawan dekatnya, maka hendaknya ia melihat tebal atau tipis keimanannya, agamanya dan kebajikannya sebelum duduk sebagai kawan dekatnya. Demikianlah cara memeriksa keimanan seorang. Jika ia melihatnya bertambah teguh keimanan dan. perilakunya, maka ia dapat mengetahui bahwa persahabatan ini bermanfaat bagi agama dan hatinya dan jika persahabatan ini terus berlangsung, maka akan membawa banyak manfaat. Tetapi jika ia melihatnya semakin berkurang keimanan dan perilakunya, maka ia harus sadar bahwa persahabatan ini membawa dampak negatif bagi agama dan hatinya dan jika persahabatan ini terus berlangsung, maka akan membawa bahaya dan keburukan yang lebih besar.

 

Dengan pertimbangan semacam itu, maka seorang harus menimbang keadaannya di dalam pergaulannya dengan seorang, kemudian ia mengetahui bahwa pada umumnya kawan dekat akan membawa pengaruh yang baik atau yang buruk. Maksudnya, jika kebaikannya lebih banyak dari keburukannya, maka diharap kebaikannya akan berpengaruh pada diri orang itu agar ia menjadi orang baik. Tetapi jika keburukannya lebih banyak, maka dikhawatirkan akan berpengaruh buruk seperti kawan dekatnya.

 

Itulah pengertian yang jelas dari orang-orang yang pandai bergaul dalam menilai pergaulan yang baik atau yang buruk.

 

Nabi saw. bersabda:

 

“Kawan duduk yang baik lebih baik dari duduk seorang diri, sedangkan duduk seorang diri lebih baik dari duduk dengan kawan yang buruk.”

 

Nabi saw. diberi karunia oleh Allah untuk berkata sedikit tetapi pengertiannya lebih dalam yang tidak pernah diberikan kepada kaum salaf saleh yang terdahulu maupun yang terkemudian selain beliau saw.

 

 

 

 

 

Kepribadian seorang mukmin yang bertakwa lebih baik dari berita dan penyebutannya meskipun beritanya baik dan indah. Jika engkay makin lama mengenal dan bergaul baik dengannya, maka kecintaanmy akan bertambah besar kepadanya, karena engkau melihat dirinya selalu mentaati Allah, banyak beribadah kepada Allah, selalu mengagungkan Allah, selalu cepat mencapai ridha Allah, menjauhi segala dosa dan menjalankan perintah-perintah Allah dengan baik demi untuk menjauhi murka Allah.

 

Kepribadian seorang munafik jauh lebih buruk dari berita dan penyebutannya meskipun beritanya sudah buruk. Jika engkau makin lama mengenal dan bergaul dengannya, maka kebencianmu akan bertambah besar kepadanya, karena engkau melihat dirinya tidak mencintai Allah, meremehkan perintah-perintah Allah, suka menyebabkan Allah murka dan kurang menjaga perintah-perintah Allah yang diwajibkan kepadanya.

 

Engkau akan mengetahui apa saja yang kami sebutkan bahwa pengalaman seorang mukmin lebih baik dari pengalaman seorang munafik dan seorang munafik selalu berusaha untuk menghalangi perbuatan yang baik.

 

Demikianlah kita harus mengambil pelajaran dari orang-orang yang sangat perhatian terhadap agama dari kaum ulama dan orang-orang saleh maupun orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam urusan duniawi, seperti para penguasa dan sultan. Jika mereka lebih banyak berhubungan dan lebih dekat dengan kebaikan, maka hal ini menunjukkan kebaikan dan kelurusan urusan mereka. Tetapi jika mereka lebih banyak berhubungan dengan orang-orang yang jauh dari kebaikan, maka hal ini berbeda dengan yang di atas. Adapun penyebabnya adalah karena lemahnya mereka dalam menjalankan hakhak dan kewajiban yang menjadi tugas mereka atau juga karena mereka lalai dan sibuk dengan urusan yang tidak penting pertama.

 

Jika seorang yang menjauh dari mereka, maka berarti ia sedikit kebaikannya dan kesalehannya, sedangkan seorang yang dekat dengan mereka, maka berarti ia orang yang lebih baik dan saleh. Hal ini menunjukkan kebaikan mereka. Meskipun demikian mereka masih lemah dan lalai menjalankan tugas mereka untuk memperingatkan dari hal-hal yang bertentangan dengan agama.

 

Adakalanya hal itu disebabkan karena daerah kekuasaan sang penguasa sangat luas dan rakyatnya bertambah banyak dan tersebar dimana-mana, seperti yang dikatakan oleh Amirul mukminin Umar bin Khaththab ra. di akhir kekuasaannya berikut:

 

“Ya Allah, sesungguhnya usiaku makin bertambah tua, kekuatanku makin bertambah lemah, rakyatku makin bertambah banyak. Karena itu, jika engkau mematikan aku, maka matikanlah aku tanpa teruji dan tanpa menQur’angi kewajibanku terhadap mereka.”

 

Umar ra. juga berkata:

 

“Sungguh jika ada suatu binatang yang mati di tepi sungai Furat secara sia-sia, maka aku takut jika dimintai pertanggungan Jawab oleh-Mu tentangnya.”

 

Maka kalian bertambah jelas bahwa kekuasaan Umar Ibnu Khaththab ra. pada waktu itu sangat luas, sehingga tidak pantas dikuasai oleh seorang yang lemah untuk mengerjakannya. Karena itulah banyak ulama yang tidak mau diberi kekuasaan apapun, karena Nabi saw. pernah bersabda:

 

“Jiwa yang dapat memperhitungkan dirinya sendiri lebih baik dari kekuasaan yang tidak dapat memperhitungkan kekuasaan: nya.”

 

Maksud dari hadits di atas, seorang yang tidak mampu menegakkan atau menjalankan kekuasaan, maka hal itu akan menjadi pertanggungan jawab baginya.

 

 

Bersahabat dengan orang-orang yang kuat agamanya, orang-orang yang baik dari kaum ulama yang mengamalkan ilmunya dan dengan hamba-hamba Allah yang saleh sangat dianjurkan untuk melakukannya. Karena bergaul dengan mereka akan mendatangkan kebaikan segera ataupun kemudian.

 

Tentang masalah ini banyak disebutkan dalam berita-berita dan atsar, tetapi manusia yang mencari hal ini terbagi menjadi bermacammacam niat dan tujuan.

 

Adapun yang paling utama adalah yang bergaul dengan mereka dengan tujuan untuk mengambil pelajaran yang terbaik dari diri mereka, meniru kesalehan perbuatan dan tutur kata mereka, agar dapat meniru perbuatan baik mereka. Ia tidak mempunyai tujuan apapun, kecuali untuk meneladani ucapan dan perbuatan mereka.

 

Adapun yang bergaul baik dan mencintai mereka, karena mereka lebih mengutamakan keselamatan agamanya, mengerjakan perintahNya, menyibukkan diri dengan mentaati-Nya dan mengamalkan perbuatan baik yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah, mengikuti budi pekerti yang baik dan meniru amal-amal yang baik, sehingga ia mencintai mereka dan mengajak orang lain untuk bergaul baik dengan mereka dan dirinya ingin berbuat baik seperti yang mereka kerjakan. Tetapi siapapun yang tidak dapat meniru kebaikan mereka, maka ia akan menyesalinya dan ia ingin sekuat tenaga jika ada kesempatan untuk melakukan kebaikan seperti yang dilakukan oleh mereka, seperti yang disebutkan dalam hadits Nabi saw. berikut:

 

“Seorang akan dikumpulkan dengan seorang yang dicintainya.” Selain itu, Nabi saw. juga bersabda:

 

“Barangsiapa yang meniru perilaku sekelompok orang, maka ia termasuk dari golongan mereka.”

 

Adapun yang bergaul baik dengan mereka agar ia mendapat berkah dan kebaikan doa mereka. Sedikitpun ia tidak mempunya niat untuk berbuat apapun kecuali hanya untuk mengikuti perilaku mereka, karena seorang yang mengikuti mereka akan mendapat berkah dan ia termasuk orang yang disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi berikut:

 

“Mereka adalah kelompok orang yang tidak akan merugi yang duduk dengan mereka.”

 

Sampaipun seorang yang bergaul erat dengan mereka, maka ia akan mendapat perlindungan Allah dari gangguan setan, manusia dan jin, dan ia tidak akan merugi sedikitpun dari keberkahan orang-orang baik.

 

Adapun yang diharamkan bagi seorang yang bergaul erat dengan orang-orang baik jika tujuannya untuk menutupi dirinya dari segala perbuatan maksiat yang biasa dilakukannya.

 

Imam Ghazali telah membagi riya’ menjadi beberapa tingkatan.

 

Ada seorang yang riya’ dengan menunjukkan perbuatan baiknya agar dikenal sebagai orang baik. Hal itu dapat dilakukan oleh setiap orang yang suka berbuat dosa. Jika seorang melakukan perbuatan semacam itu yaitu bergaul erat dengan orang-orang yang saleh, maka ia akan bersikap sebagai orang-orang saleh, sedangkan setan adalah musuh yang terang yang mempunyai berbagai macam untuk menipu manusia agar manusia dapat berbuat buruk dan kemungkaran. Semoga Allah menjauhkan kami dari setan, karena Allah adalah sebaik-baik untuk dimintai perlindungan.

 

 

 

Mencari sumber rejeki yang halal merupakan suatu kewajiban, karena siapapun yang mengkonsumsinya sesuai dengan kebutuhannya, maka kehidupan semacam itu lebih bermanfaat dan lebih baik bagi dirinya dan bagi mereka yang di bawah tanggung jawabnya. Karena perbuatan semacam itu dapat membersihkan hati dari segala noda, dapat melembutkan hati, menyinari hati, memperindah hati dan menghiasai hati dengan akidah yang mulia dan lurus, termasuk juga sifat-sifat yang menyelamatkan budi pekerti yang baik, anggota badan yang baik, ketaatan yang ikhlas dan tutur kata yang lurus.

 

Perlu diketahui bahwa suatu yang halal terbagi menjadi beberapa tingkatan:

 

  1. Adapun yang tertinggi dari suatu yang halal adalah segala sesuatu yang kosong dari keharaman maupun kesyubhatan, seperti air sungai, pada rumput yang tumbuh di antara tumbuh-tumbuhan yang mati, memancing ikan di air tawar maupun di air laut yang dapat dimakan oleh setiap orang. Jika seorang mengambil makanan dari sumbersumber itu da mengkonsumsinya dengan berhati-hati dan dengan niat bertakwa serta memohon pertolongan Allah untuk menjadikannya sebagai jalan untuk mentaati Allah dan ia tidak berlebihan dari kebutuhannya, maka hal itu merupakan suatu yang halal yang dianjurkan oleh agama.

 

Diberitakan bahwa kaum salaf saleh ada yang mengkonsumsi rerumputan saja, sehingga badannya menjadi hijau. Diriwayatkan bahwa Sufyan Ats-Tsauri dan Ibrahim Ibnu Adham jika tidak mendapatkan makanan yang halal, maka mereka memakan pasir. Mereka menjadikan pasir sebagai pengganti makanannya. Termasuk juga rerumputan yang ada di sebagian pegunungan atau yang ada di sebagian lembah yang biasanya manusia tidak mau mengkonsumsinya, tetapi Allah selalu menolong hamba-Nya sesuai dengan kadar niat dan tujuannya.

 

  1. Tingkatan yang kedua. Ada sumber-sumber rejeki yang halal secara mutlak bersih dari segala yang syubhat, seperti seorang yang mengumpulkan rerumputan dan kayu dari berbagai tempat dan selalu berhati-hati ketika mengumpulkannya, kemudian ia membawa ke rumahnya untuk menjualnya kepada orang lain, kemudian hasilnya dijadikan sumber hidupnya. Orang semacam itu selalu bersikap wara’ dari segala hal yang dilarang oleh agama. Biasanya mereka mengkonsumsi makanan atau berpakaian sewajarnya. Dan masalah ini banyak dilakukan oleh sebagian besar kaum salaf saleh.

 

  1. Tingkatan yang ketiga. Ada sumber rejeki yang bukan barang halal sepenuhnya secara mutlak adalah hasil karya seorang atau hasil industri, seperti seorang yang menjual kertas, menjahit, berdagang atau dengan cara yang lain atau dengan jual beli barang. Semua dikerjakannya dengan takwa, wara’ dan berhati-hati untuk mengkonsumsinya dengan niat yang baik untuk beribadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Ia juga mengkonsumsi makanan dan memakai pakaian seperlunya saja, begitu juga dengan kebutuhan yang lain dan ia juga berniat untuk menyedekahkan kelebihan hartanya untuk kebaikan karena Allah.

 

  1. Adapun tingkatan yang keempat adalah jika seorang mendapatkan sumber rejeki tanpa berhati-hati, sehingga ia terkena syubhat karena ia selalu menganggap remeh masalah yang halal dan ia tidak memperhatikan ketakwaan sehingga harta mereka bercampur dengan yang syubhat dari sumber-sumber yang tidak diketahui datangnya. Karena itu orang semacam ini dikatakan:

 

“Siapapun yang tidak berhati-hati darimana ia mendapat sumber rejekinya, maka Allah pun tidak peduli kepadanya dari pintu mana ia akan masuk neraka.”

 

Itulah keempat tingkatan halal. Adapun kebalikannya adapula empat tingkatan yang haram dan syubhat:

 

  1. Adapun tingkatan yang pertama adalah sesuatu yang diharamkan secara mutlak yang tidak boleh dikonsumsi oleh seorang mukmin, kecuali jika terpaksa. Contohnya, makan bangkai, darah, daging babi dan minuman keras.

 

  1. Adapun tingkatan yang kedua adalah sesuatu yang dihalaikan dalam dirinya, seperti gandum, kurma dan anggur, tetapi semuanya milik orang lain, sehingga tidak seorangpun yang dihalalkan untuk mengkonsumsinya, kecuali jika ia sampai kepadamu dari sumber yang dihalalkan oleh syari’at, seperti membeli, diberi atau mewarisi dan lain sebagainya.

 

  1. Adapun tingkatan yang ketiga adalah segala sumber rejeki yang mengandung syubhat yang aslinya adalah haram. Meskipun menjadi halal, tetapi kehalalannya masih diragukan. Orang yang mengkonsunsinya adalah orang yang sedikit ilmunya, kurang ketakwaannya dan terbawa oleh hawa nafsu.

 

Adapun barang syubhat yang aslinya adalah halal, tetapi keharamannya diragukan, seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi saw. berikut:

 

“Barangsiapa yang mendekati barang-barang yang syubhat, pasti ia akan terjerumus ke dalam barang-barang yang diharamkan, seperti seorang penggembala yang mengembala kambingnya di sekitar daerah yang diharamkan. Maka pada suatu kali, kambingnya akan makan dari sumber yang diharamkan.”

 

Disebutkan pula dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ugbah tentang seorang wanita yang dinikahinya, kemudian datang pula seorang wanita berkulit hitam yang mengaku bahwa ia pernah menyusuinya dan menyusui wanita yang ia nikahi.

 

Contoh-contoh semacam itu banyak jumlahnya dan telah diterangkan oleh Imam Ghazali secara panjang lebar dalam kitab Ihya’ bab Al-Halal wal Haram.

 

Pada umumnya segala yang syubhat itu pada aslinya adalah barang yang halal menurut ilmu zahir. Akan tetapi jika yang menerimanya kurang berhati-hati, maka barang yang syubhat itu akan menjadi barang yang haram, karena manusia dalam mengambil segala sesuatu selalu ingin dalam jumlah yang besar dan menghambur-hamburkannya melebihi tingkat keborosan, sehingga ulama berkata: “Sesuatu yang halal tidak akan digunakan untuk segala sesuatu yang sia-sia.”

 

Dalam sebuah hadits disebutkan:

 

“Seorang tidak dapat mencapai kedudukan takwa yang sempurna sampai setelah ia meninggalkan segala sesuatu yang diragukan, karena ia takut terkena dosa.”

 

Di antara ucapan para sahabat: “Dulu kami suka meninggalkan sembilan dari sepuluh perkara yang kami ragukan, karena kami takut terjerumus dalam sesuatu yang haram.”

 

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hasan bin Aji ra disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda:

 

“Tinggalkan segala sesuatu yang meragukan dirimu menuju sesuatu yang tidak meragukan dirimu.”

 

 

 

Ada tiga macam yang paling berbahaya yang menggangu orang dalam shalatnya, dalam membaca Al-Qur’an dan dalam dzikirnya yaitu perasaan was-was yang ada di dalam hati, banyak berpikir dan teringatnya kepada nafsu yang indah-indah yang telah lewat. Jika hati seorang telah sibuk oleh perasaan itu, maka seluruh ibadahnya akan punah dan tidak berarti apapun bagi dirinya, mungkin ibadahnya hanya terlihat secara lahiriyah saja, sehingga keadaannya seperti seorang yang tidak melakukan ibadah sama sekali atau bahkan keadaannya lebih buruk dari yang ia lakukan. Jika dalam hati seorang terlintas amal ibadah yang tidak ada kaitannya dengan ibadah yang sedang ia lakukan berarti masalah itu adalah tipu daya dari setan agar ia berpaling dari ibadah yang sedang ia kerjakan. Apalagi jika seorang sedang memikirkan halhal maksiat dalam ibadahnya, maka hal itu lebih buruk dan Allah murka kepadanya. Pokoknya seorang harus menghalangi pemikiran apapun yang mengganggu ibadah yang sedang ia lakukan.

 

Hendaknya setiap orang mewaspadai hal itu sebaik-baiknya, karena dirinya tidak pernah kosong dari was-was yang tidak membawa kebaikan bagi dirinya, sedangkan ia berdiri di hadapan Allah untuk bermunajat dan shalat karena Allah, apalagi jika ia membaca firman Allah berikut:

 

“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al-Ankabuut: 6)

 

Allah juga berfirman:

 

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkap kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia. lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Os, Fushshilat: 35-36)

 

Istiqamah dalam perjalanan yang lurus yang dapat menyampaikan dirinya kepada Allah tanpa menyimpang sedikitpun, karena masalah ini adalah masalah yang sangat berat untuk melakukannya, kecuali bagi para nabi yang maksum dan para wali yang benar-benar menjaga agamanya karena Allah, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya berikut:

 

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Huud: 112. 115)

 

Allah juga berfirman:

 

“Dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita).” (QS. Asy-Syuura: 15)

 

Allah juga berfirman:

 

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami jalah Allah,” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih: dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat: di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Fushshilat: 30-32)

 

Allah juga berfirman:

 

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahgaaf: 13-14)

 

Rasulullah saw. bersabda:

 

“Hendaknya kalian selalu istiqamah dalam ibadah kalian dan jangan pernah menghitung ibadah kalian sedikitpun, tetapi luruskan dan perbaikilah sebaik-baiknya. Ketahuilah bahwa tidak seorangpun dapat selamat dari siksa Allah dengan amal kebajikannya.” Tanya para sahabat: “Apakah engkau juga ya Rasulullah?” Sabda beliau saw.: “Aku juga demikian, kecuali jika Allah memberiku rahmat dan keutamaan dari-Nya.”

 

Sufyan bin Abdillah ra. berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulullah, katakan kepadaku sebuah ucapan di dalam Islam dan aku tidak akan bertanya lagi kepada orang selainmu.” Sabda beliau saw.:

 

“Katakan: “Aku beriman kepada Allah,” kemudian tepatilah perintah-perintah-Nya.”

 

Umar ra. berkata:

 

“Lakukanlah perintah-perintah Allah dengan tekun dan baik dan jangan menyimpang sedikitpun.”

 

Kalimat istiqamah adalah sebuah kalimat yang mengandung berbagai ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia dan amal-amal yang saleh yang selalu dikerjakan dengan baik tanpa ragu, tanpa malas dan tanpa menyimpang dari perintah sedikitpun.

 

Seorang salaf saleh berkata kepada Rasulullah saw.: “Ya Rasulullah, sesungguhnya engkau pernah berkata ketika dikatakan kepadamu bahwa rambutmu telah beruban: “Sesungguhnya yang menyebabkan rambutku beruban adalah firman Allah yang terdapat di dalam surat Hud dan firman Allah yang lain.” Ayat apakah yang menyebabkan engkau beruban, ya Rasulullah?” Sabda beliau saw.: “Yang menyebabkan aku beruban adalah firman Allah yang artinya: “Istiqamahlah engkau seperti yang diperintah.”

 

Tentang adanya sejumlah hadits yang menyebutkan rambut beliau saw. beruban, karena surat Huud dan saudara-saudaranya. Karena di dalam surat Huud ada cerita dibinasakannya sejumlah umat terdahulu dan firman Allah:

 

“Ingatlah kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad.” (QS. Huud: 60)

 

“Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum Tsamud.” (QS. Huud: 68)

 

“Ingatlah, kebinasaanlah bagi penduduk Mad-yan.” (QS. Huud: 95)

 

Jawaban Rasulullah saw. itu tidak bertentangan sedikitpun dengan orang yang melihat rambut putih yang ada di kepala Rasulullah saw., bahkan riwayat yang lain menyebutkan bahwa rambut beliau saw. semuanya berwarna putih.

 

 

 

 

Allah berfirman:

 

“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif laam miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertagwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 1-5)

 

Dan firman Allah:

 

“Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qashash: 83)

 

Dan firman Allah:

 

“Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bagianpun di akhirat.” (QS. Asy-Syuura: 20)

 

Rasulullah saw. bersabda:

 

“Seorang yang pandai adalah seorang yang mempersiapkan dirinya dengan amal-amal kebajikan sebagai bekalnya menghadapi kematian. Sedangkan seorang yang lemah adalah seorang yang senantiasa mengikuti bujuk rayu hawa nafsunya dan berangan-angan mendapat ampunan dari Allah.”

 

Selain itu, Nabi saw. juga bersabda kepada Abdullah bin Umar ra:

 

“Jadikan dirimu di dunia ini sebagai orang asing atau sebagai seorang yang sedang lewat dalam sebuah perjalanan dan anggaplah dirimu termasuk orang yang telah mati.”

 

Setelah Allah menurunkan firman-Nya berikut:

 

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?” (QS. Az-Zumar: 22)

 

Maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud dari firman Allah tersebut, sabda beliau saw.:

 

“Sesungguhnya jika cahaya Islam telah dimasukkan ke dalam hati seorang, maka hatinya akan merasa lapang dan bergembira.” Tanya para sahabat: “Apakah hal itu ada tanda-tandanya?” Sabda beliau saw.: “Tandanya adalah jika seorang telah menjauhi segala kesenangan di dunia, ia kembali kepada akhiratnya dan ia bersiapsiap untuk menghadapi kematiannya sebelum ia mati.” Barangsiapa yang merenungi ayat-ayat di atas dan hadits-hadits sahih tersebut dan ucapan kaum salaf saleh dari para sahabat, maka ia makin bertambah keyakinannya kepada Allah, Rasul-Nya dan hari akhirat dan ia selalu percaya kepada janji dan ancaman Allah bagi orangorang yang ingkar dan orang-orang yang fasik, ia percaya adanya kesenangan di dalam surga bagi orang-orang mukmin yang bertakwa dan senantiasa berbuat kebaikan, ia akan mengekang dirinya dari segala kesenangan di dunia dan dari segala kesenangan yang bersifat sementara, kemudian ia berharap penuh untuk mendapatkan kesenangan abadi di akhirat yang sifatnya kekal dan bersih dari segala gangguan, ia akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah agama, akan menghabiskan seluruh waktunya untuk beribadah sehingga ia mendapat keuntungan di akhirat dan akan selamat dari murka Allah dan siksaNya. Sedikitpun ia tidak berpikir tentang kesenangan dunia, kecuali yang telah ja terima dan ia selalu mencari ilmu yang bermanfaat, mengerjakan budi pekerti yang mulia dan amal-amal yang baik yang sampai kepadanya.

 

Adapun seorang yang mengikuti bisikan hawa nafsu dan kesenangan hatinya, maka ia termasuk orang-orang yang lalai yang oleh Allah mereka diumpamakan sebagai binatang ternak, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf: 179)

 

Mereka meninggalkan amal-amal kebajikan yang biasa dilakukan oleh orang-orang saleh dan mereka berlaku seperti yang dikatakan oleh Imam Syafi’i berikut:

 

“Siapapun yang tidak mengerti tentang dunia, maka aku akan memberitahunya tentang dunia dan aku akan menunjukkan bahwa dunia menyebabkan seorang menderita dan tersiksa, padahal dunia tidak lain adalah seekor bangkai yang menjijikkan dan ia diperebutkan oleh anjing-anjing yang mencintainya. Tetapi jika seorang menjauhinya, maka ia akan hidup selamat, tetapi jika ia berebut dunia maka ia berebut dengan anjing-anjing yang memperebutkannya.”

 

Seorang penyair lain berkata:

 

“Jika orang pandai diuji tentang dunia dan segala kesenangannya, maka ia akan melihat bahwa dunia adalah musuh yang berada di dalam selimut.”

 

Seorang penyair yang lain berkata:

 

“Jauhilah dunia dan janganlah engkau mendekatinya sedikitpun dan janganlah engkau melamarnya, karena dunia akan membunuh siapapun yang menikah dengannya. Dunia tidak dapat diharap kebaikannya, tetapi keburukannya akan tampak jika engkau perhatikan dengan benar.”

 

Maksud dari bait puisi di atas adalah seorang yang berakal dan kemauannya sehat, maka ia akan menjauhi dunia demi untuk menyiapkan dirinya dengan amal-amal kebajikan untuk akhiratnya, untuk mencari bekal bagi akhiratnya dan ia tidak berpaling sedikitpun dari akhiratnya, kecuali sekedar kebutuhannya. Ia selalu berusaha mendapatkan dunia meskipun hanya sedikit dan ia sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Ia sangat peduli pada hadits Nabi saw. berikut:

 

“Aku tidak peduli sedikitpun dengan dunia, karena aku menilainya bagai seorang yang bepergian di hari yang sangat panas kemudian ia berteduh di bawah sebuah pohon dan sebentar lagi ia melanjurkan perjalanannya.”

 

Selain itu, Nabi saw. juga bersabda:

 

“Andaikata dunia mempunyai nilai di sisi Allah meskipun sebesar sayap nyamuk, tentu Allah tidak akan memberi minum kepada seorang kafir pun.”

 

Selain itu, Nabi saw. juga bersabda:

 

“Dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang kafir.”

 

 

 

 

 

Imam Syafi’i berkata:

 

“Dunia itu hanya sesaat, maka gunakanlah untuk mentaati Allah.” Al-Busti menyebutkan dalam kasidahnya yang terkenal berikut:

 

“Jika seorang mendapat tambahan hartanya, maka hal itu menjadikan kekurangan amal kebajikannya. Adapun keuntungannya selain kebaikan yang murni merupakan kerugian yang besar.”

 

Imam Ismail Al-Muqri menyebutkan dalam salah satu bait puisinya berikut yang digunakan olehnya untuk menasihati putranya:

 

“Sampai kapankah engkau hidup tertipu dan lalai tentang dunia. Sampai kapankah engkau tidur tanpa bangun sedikitpun, apakah engkau menghilangkan waktumu di dunia yang di depan Allah nilainya tidak sebesar satu sayap nyamuk. Andaikata engkau mendapat harta seperti yang diberikan kepada Uarun, maka engkau tidak akan mendapatkannya, kecuali sesuap nasi yang ada di mulutmu dan sehelai kain yang ada di badanmu.”

 

Seorang yang merenungi bait-bait puisi di atas, maka ia akan menjadi orang yang pandai, hatinya akan berubah sedikitpun tentang dunia, ia akan senantiasa beramal kebajikan untuk akhiratnya dan ia akan hidup dengan bekal seadanya, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benarbenar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Al-Ankabuut: 6)

 

Dan firman Allah berikut:

 

“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melain kan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushshilat: 35)

 

 

 

 

Imam Ghazali menyebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah bab tata krama mempersiapkan diri untuk shalat fardhu dari awal waktunya: “Janganlah engkau mempersibuk dirimu dengan masalah-masalah yang tidak penting, sebaiknya engkau menyibukkan dirimu, menertibkan wiridmu di malam dan di siang hari. Pokoknya isilah semua waktumu dengan berbagai amal kebajikan. Maka dengan cara itu engkau akan merasakan keberkahan usiamu. Tetapi siapapun yang meninggalkan waktunya terbuang sia-sia, maka ia bagai binatang yang tidak mengerti apa yang harus ia lakukan di dalam setiap waktunya sehingga kebanyakan waktunya hilang secara sia-sia. Adapun waktu dalam usiamu merupakan harta yang paling mahal. Itulah modal perdaganganmu, dengan itu engkau dapat mencapai kenikmatan di sisi Allah yang abadi. Setiap nafas dari nafasmu merupakan suatu yang mahal yang tidak ternilai harganya, karena itu hendaknya engkau menggunakannya sebaik mungkin. Jika engkau tertinggal dari perbuatan baik, maka waktu itu tidak akan kembali lagi. Janganlah engkau menjadi Orang bodoh yang tertipu yang hidupnya hanya untuk bersenang-senang di setiap saat yaitu dengan menambah kekayaan meskipun harus menyia-nyiakan usianya. Adakah sesuatu yang lebih baik dari harta yang bertambah, umur yang tidak terbuang sia-sia? Janganlah engkau bergembira, kecuali jika engkau dapat menambah ilmu, dapat mengamalkannya, karena keduanya akan menjadi kawan hidupmu di dalam kuburmu ketika yang lain telah meninggalkan kuburmu termasuk keluargamu, hartamu, anak-anakmu dan kawan-kawanmu.”

 

Selanjutnya Imam Ghazali menyebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah berikut:

 

“Ketahuilah bahwa dalam sehari semalam waktumu ada 24 jam. Maka janganlah engkau habiskan untuk tidurmu di malam dan di siang hari lebih dari 8 jam. Jika usiamu hanya 60 tahun berarti engkau telah menghabiskan usiamu secara sia-sia selama 20 tahun atau sepertiga dari usiamu. Jika engkau Jakukan untuk mempersiapkan kematianmu dengan memperbanyak amal-amal saleh dan bersabar dalam mentaati perintah-perintah Allah, maka engkau akan bergembira saat ajalmu tiba. Tetapi jika engkau menyia-nyiakan usiamu yang adakalanya kematian datang secara tiba-tiba, maka engkau akan merasa rugi yang tidak ada batasnya, karena di waktu pagi ada sekelompok orang yang memuji Allah dengan senang hati dan saat itu kematian tiba, maka kepastian dirimu akan terlihat dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al Qur’an setelah beberapa waktu lagi.”

 

Seorang yang berakal dan berilmu pasti akan mengetahui dari kitab yang singkat ini atau dari kitab-kitab yang lain yang lebih panjang keterangannya, sehingga Asy-Syadzili berkata: “Seorang sufi yang berakal yang pertama kali cukup baginya apa yang dikatakan oleh Imam Ghazali di dalam kitab Al-Bidayah. Adapun yang pertengahan cukup baginya apa yang dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kitab Minhajul Abidin. Adapun puncaknya cukup baginya apa yang dikatakan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin.”

 

Maksud dari ucapan Imam Ghazali di atas, hendaknya setiap orang senantiasa insyaf dan menghiasi dirinya dengan berbagai perbuatan dan sifat yang baik dan Allah tiada Tuhan selain Dia.

 

Sungguh beruntung seorang yang mengatakan:

 

“Persiapkanlah bekal yang tidak bisa engkau tinggalkan, karena setiap orang ada masa kembalinya kepada Allah. Apakah engkau rela jika sejumlah orang mempunyai bekal, sedangkan engkau tidak mempunyai bekal sedikitpun?”

 

Selain itu, penyair lain juga berkata:

 

“Aku telah melihatmu ketika engkau berada di siang hari, engkau telah menyimpang dari jalan yang lurus.”

 

Seorang penyair juga berkata:

 

“Aku akan memberi nasihat sekali dan sekali lagi, nasihat atau saran ini bermanfaat bagimu. Jika engkau lebih memilih dunia daripada akhiratmu karena kemewahannya, maka itulah pilihan yang buruk. Apabila tujuan dan upaya tidak jelas, lalu siapa yang jahat dan yang baik di antara kita? Kita dipermainkan dahan-dahan yang berdaunan yang berupa angan-angan yang tiada berbuah.”

 

Bait-bait puisi di atas sangat berguna bagi penduduk Yaman. Adapun Syeikh Al-Outhub Umar Al-Muhdhar bin Abdurrahman sangat mengagumi bait-bait puisi di atas. Demikian pula Syeikh Fadhal bin Abdillah At-Tarimi sangat kagum terhadap bait-bait syair ciptaan orang-orang saleh.

 

 

 

Diriwayatkan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan pernah berkata kepada Dhirar bin Dhamrah: “Wahai Dhirar, sebutkan kepadaku sifat Ali.” Tanya Dhirar: “Apakah engkau akan mema’afkan aku, wahai amirul mukminin?” jawab Muawiyah: “Pokoknya sebutkan saja.” Maka Dhirar berkata: “Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat kuat tubuhnya, ucapannya tegas, pemikirannya adil, lebih senang makanan yang kasar dan pakaian yang tidak baik, ia senantiasa menganggap hina dan segala kesenangannya dan lebih senang jika malam hari dan kegelapannya telah tiba. Aku bersaksi bahwa aku telah melihat pribadinya pada suatu malam hari yang gelap. Ia berdiri di atas mihrabnya dan ia bergerak| gerak seperti orang sehat tetapi ia menangis seperti orang yang sedang kesusahan, ia memegang janggutnya seraya berkata: “Wahai dunia, godalah orang lain, aku telah menceraimu tiga kali dan aku tidak akan kembali lagi kepadamu, karena usiamu sangat pendek, nilaimu sangat hina, bahayamu sangat besar. Aduh celakanya diriku jika bekalku ke alam akhirat sangat sedikit sedang perjalanannya sangat panjang dan sangat sulit.” Mendengar ucapan Dhirar seperti itu Muawiyah menangis, kemudian ia berkata: “Sungguh apa yang engkau katakan tentang Abul Hasan itu adalah benar.”

 

Ucapan Dhirar itu menyebabkan Muawiyah menjadi menyesal karena ia telah memerangi Ali, demikian pula Aisyah, Thalhah, Zubair, demikian pula Abdullah bin Umar yang tidak berpihak dengan Ali ketika Ali dan pengikutnya berperang seorang diri. Tetapi itulah ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah terhadap sejumlah sahabat Rasulullah Saw.

 

Adapun bait-bait puisi yang diucapkan oleh Shahibul Burdah berikut ini sangat tinggi nilainya:

 

“Aku mohon ampun kepada Allah dari segala tutur kata tanpa perbuatan. Aku telah menasabkan diriku kepada seorang yang mandul. Aku telah menyuruhmu berbuat baik, tetapi aku sendiri tidak melakukannya. Aku tidak istiqamah terhadap ucapanku yang aku sampaikan kepadamu. Aku tidak membekali diri sebelum mati dengan amal-amal sunnah dan aku tidak melakukan shalat, kecuali yang fardhu dan aku pun tidak rajin berpuasa. Sungguh aku telah menzalimi sunnah Nabi yang senantiasa yang menghidupkan malam harinya sampai beliau saw. merasa kedua telapak kakinya bengkak. Beliau saw. mengikat perutnya karena lapar dan melipat. Pinggangnya yang halus kulitnya di bawah batu. Beliau saw. ditawari berbagai bukit menjadi emas, tetapi ditolak Oleh beliau saw. dengan baik. Kezuhudannya terhadap dunia merupakan kebiasaan hidupnya. Kemudharatannya tidak sampai menjadikan beliau saw. melanggar dosa. Bagaimana engkau akan mengajak kita mencintai dunia padahal jika pribadi beliau saw. tidak diciptakan, maka dunia seisinya tidak akan tercipta.

 

Muhammad adalah pemimpin alam dunia dan akhirat, manusia dan jin, serta dua golongan bangsa Arab dan Ajam (non-Arab).”

 

Selain itu, Al-Bushiri menyebutkan dalam bait syairnya berikut yang berakhir dengan huruf lam:

 

“Sampai kapan engkau terus bersenang-senang dengan duniawi? Padahal engkau melalaikan segala sesuau yang akan dipertanyakan. Setiap hari engkau berharap untuk bertaubat esok pagi, sedangkan kemauanmu tidak engkau laksanakan sedikitpun.”

 

Al-Khalil bin Ahmad berkata dalam bait syairnya berikut:

 

“Tidaklah waktu itu hanya berganti malam setelah malam yang kemarin. Setiap harinya juga berganti setelah hari kemarin. Demikian pula, bulan terus berganti setelah bulan yang lalu. Pergantian waktu itu selalu mendekatkan yang baru kepada kehancuran, mengantarkan jasad semua orang-orang mulia ke dalam kubur dan mereka ditinggal oleh para istri yang dulunya selalu cemburu kepada orang lain dan merampas kesenangan yang mengelilingi orang yang pelit.”

 

Seorang penyair yang lain juga berkata:

 

“Aku melihat kesenanganmu kepada harta makin bertambah, seolah-olah engkau tidak akan mati. Apakah itu yang engkau tuju jika pada suatu hari kekayaan itu akan engkau tolak karena banyaknya.”

 

Seorang penyair yang lain berkata:

 

“Wahai orang yang selalu berharap kehidupan, padahal semuanya mengandung kesulitan. Engkau telah menghabiskan masa-masa kesenanganmu di masa lalu, padahal untuk mencapainya engkau harus mengarungi lautan yang berbahaya dan engkau tidak memperoleh semua air yang engkau inginkan kecuali hanya sedikit. Seorang yang mau menerima apa adanya tidak pernah takut jadi miskin dan ia tidak butuh teman jika ia mengalami kesulitan.”

 

 

 

 

Diriwayatkan bahwa jika Abu Bakar ra. bernafas, maka akan tercium bau hati yang terbakar. Ada yang mengatakan bahwa itu terjadi karena betapa besar rasa takutnya kepada Allah, ada juga yang mengatakan karena menahan rasa sedih setelah Rasulullah saw. wafat, ada juga yang mengatakan karena bekas racun ular yang menggigitnya ketika ia meletakkan kakinya di sebuah lubang untuk menjaga Rasulullah saw. di dalam gua Tsaur dan ada juga yang mengatakan karena ja makan makanan yang mengandung racun. Ada seorang lelaki yang bernama Harits yang mempunyai pengetahuan tentang ilmu kedokteran, ketika ia merasakan racun yang ada dalam makanan itu, maka ia berkata kepada Abu Bakar ra.: “Makanan ini mengandung racun, dalam waktu setahun kita akan mati karenanya.” Dan keduanya meninggal dunia pada hari yang sama. Ketika Abu Bakar ra. sakit, maka para sahabat berkata: “Maukah kami panggilkan seorang tabib untukmu?” Jawabnya: ” Tabib itu sudah melihatku dan berkata: “Sesungguhnya aku boleh melakukan apa yang aku kehendaki.” Dalam riwayat lain ia berkata: “Tabib itu yang memberiku sakit.” Maksudnya tabib itu adalah Allah. Ketika sakitnya bertambah parah, maka ia menyerahkan kekhalifahannya kepada Umar bin Khathab ra.

 

Adapun ketika di masa kekhalifahan Umar ra., ia hanya makan gandum dan tidak malu menambal pakaiannya sendiri. Ketika ia menjalankan shalat malam, ia membaca satu ayat Al-Qur’an sampai ia merasa ketakutan hingga pingsan dan sakit, karena itu ia tidak dapat keluar rumah.

 

Adapun Utsman bin Affan ra., ia selalu menyajikan hidangan yang biasa dimakan oleh para penguasa bagi para tamunya, sedangkan ia sendiri hanya makan roti dengan minyak. Ketika para pemberontak mengepung ke dalam rumahnya, mereka masuk dan membunuhnya. Pada saat itu ia berkata: “Ya Allah, persatukanlah umat Muhammad.” Ketika itu ia sedang memangku Al-Qur’an, sehingga darahnya menetes pada ayat berikut:

 

“Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. AlBaqarah: 137)

 

Abdullah bin Salam berkata: “Andaikata ia tidak berdoa agar Allah menyatukan umat ini, maka umat ini tidak akan bersatu setelah kematiannya.”

 

Adapun Ali bin Abi Thalib ra., sifat-sifatnya telah disebutkan dalam cerita temannya yang bernama Dhirar ketika ia ditanyai oleh Muawiyah. Pada masa pemerintahannya, ia hanya memakan gandum dan memendekkan lengan gamisnya hingga di pergelangan tangannya, sehingga ia pernah ditegur karena tata cara hidup dan berpakaiannya yang kasar. Setelah mendengar teQur’an itu, maka ia berkata: “Aku melakukan ini agar orang muslim akan meniruku dan orang kafir tidak merendahkan kefakirannya.”

 

Itulah pola kehidupan orang-orang terdahulu dari kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka lebih memilih hidup sederhana dan merasa cukup dengan kebutuhan hidup yang sewajarnya saja dari banyaknya kemewahan duniawi, seperti Ammar, Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, Mu’adz bin Jabal, Abu Dzar, Hudzaifah, Khabbab Ibnul Arrat dan Itban bin Malik.

 

Demikian pula dengan para imam tabi’in, seperti Al-Imam Ali bin Husain Zainal Abidin, putranya Al-Bagir, putranya Ja’far, Sa’id bin Musayyab, Umar bin Abdul Aziz, Uwais Al-Qarni, Haram bin Hayyan,

 

Hasan Al-Bashri, Abu Hazim Al-Madani dan Atha’ bin Saib. Demikian pula dengan para tabiut tabi’in, seperti keempat Imam Madzhab, Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham, Ibrahim At-Taimi, Malik bin Dinar dan para imam yang setara dengan mereka, terutama generasi tiga abad yang telah disebutkan oleh Rasulullah saw. berikut:

 

“Sebaik-baik abad adalah abadku, kemudian generasi sesudah mereka.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Setiap abad generasi umatku pasti ada orang-orang yang senantiasa yang berlomba-lomba dalam amal kebajikan.”

 

Seperti itulah mereka diperintah. Akan tetapi kebanyakan orang merubah kebiasaan hidup zuhud, mereka bersembunyi di balik berbagai masa, mereka tidak perhatian terhadap sabda Nabi saw. berikut:

 

“Tidak akan binasa suatu umat jika aku yang pertama dan Isa putra Maryam yang terakhir.”

 

Kami telah menerangkan sekilas tentang biografi kaum salaf saleh di akhir kitab Ad-Da’watut Tammah dan kami juga menyebutkan tentang mereka dalam kasidah berikut:

 

“Wahai orang yang menanyaku tentang tetesan air mataku dan teriakan yang membuat persendianku goyang.”

 

Kasidah tersebut telah diterangkan oleh Sayyid Al-Alim Ak Allamah Ash-Shufi yaitu Al-Habib Ahmad bin Zein Al-Habsyi Alawi dengan keterangan yang jelas. Kemudian beliau pernah menyebutkan sebagian dari tata cara hidup mereka di dalam kasidah yang kami terangkan dalam kitab kami ini. Kami hanya menerangkannya sedikit saja, tetapi kehidupan mereka yang panjang menerangkan tentang keadaan mereka. Semuanya telah dipraktekkan oleh kaum salaf saleh dan telah diceritakan dalam kitab Majma’ul Ahbab, kitab Outhul Oulubi oleh Imam Abu Thalib dan kitab Ihya’ karya tulis Hujjatul Islam Imam Ghazali. Selain itu, keadaan orang-orang baik itu juga diceritakan dalam berbagai kitab kaum salaf saleh, para sahabat dan tabi’in serta tabiut tabi’in yang mengikuti perjalanan baik kaum salaf saleh yang lebih mengutamakan akhirat daripada dunia. Mereka selalu merasa puas dengan dunia yang sedikit yang mereka miliki. Mereka tidak pernah tertipu dengan keindahan dunia, bahkan mereka tidak ingin bersenang-senang sedikitpun dengan keindahan dunia meskipun mereka dapat melakukannya dengan cara yang halal.

 

Seorang penyair berkata:

 

“Sesungguhnya Allah memiliki sejumlah orang yang pandai. Mereka meninggalkan kehidupan dunia karena takut terjadi fitnah. Mereka melihat kehidupan ini bukanlah tempat untuk bersenangsenang bagi orang yang hidup. Karena itu, mereka menjadikan kehidupan ini sebagai alat untuk mencapai kebahagiaan di dunia dengan memperbanyak amal-amal saleh sebagai perahunya.”

 

Abul Atahiyah berkata:

 

“Wahai para pecinta harta, tinggalkanlah harta bagi orang-orang yang membutuhkannya. Apa yang akan engkau perbuat dengan harta jika kehidupan sedikit telah dapat mencukupi hidupmu?”

 

Basyar bin Al-Harits berkata:

 

“Aku bersumpah dengan nama Allah yang dapat menumbuhkan segala biji-bijian, dapat menurunkan air ke dalam biji-bijian, sehingga manusia sangat mengharapkan untuk mendapatkannya dan mereka pun berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Menurutku cukup baginya seorang mempunyai kekayaan secukupnya tetapi ia bergembira dengan perdagangan yang menguntungkan. Putus asa itu merupakan kemuliaan. Ketakwaan itu merupakan jalan lurus. Sedangkan mengikuti hawa nafsu akan mendatangkan keburukan. Siapapun yang menjadikan dunia sebagai kesenangannya, pasti pada suatu hari ia akan menyesal.”

 

 

 

 

Sebagai penutup dari buku ini kami cantumkan sejumlah firman Allah dan sunnah Rasulullah saw. serta sejumlah kalimat yang diucapkan oleh kaum salaf saleh yang senantiasa mengikuti jalan petunjuk.

 

Allah berfirman:

“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

 

Diriwayatkan bahwa ayat di atas termasuk ayat yang terakhir yang diturunkan oleh Allah. Setelah diturunkan ayat di atas, maka Rasulullah saw. tidak hidup lebih dari 10 hari. Allah berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali “Imran: 200)

 

Allah berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. AnNisaa’: 59)

 

Allah berfirman:

 

“Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Maa’idah: 93)

 

Allah berfirman:

 

“Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raaf: 199)

 

“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yunus: 61)

 

Allah berfirman:

 

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (QS. Huud: 15)

 

Allah berfirman:

 

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)

 

Allah berfirman:

 

“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr: 88)

 

Allah berfirman:

 

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128)

 

Allah berfirman:

 

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

 

Allah berfirman:

 

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaahaa: 132)

 

Allah berfirman:

 

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minuun: 115)

 

Allah berfirman:

 

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalanjalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orangorang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut: 69)

 

Allah berfirman:

 

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

 

Allah berfirman:

 

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)

 

Allah berfirman:

 

“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (QS. Al-Jaatsiyah: 21)

 

Allah berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat): dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18) .

 

Allah berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia: sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami: sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Tahrim: 8)

 

Rasulullah saw. bersabda:

 

“Wahai manusia, hendaknya kalian selalu bertaubat kepada Allah sebelum kalian menemui kematian. Berlomba-lombalah dalam mengerjakan segala perbuatan baik sebelum kalian sibuk, sambunglah tali hubungan di antara kalian dengan Tuhan kalian dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan amal-amal kebajikan sebelum terjadinya kegelapan yang mana seorang lelaki di pagi harinya masih beriman tetapi pada sore harinya ia telah menjadi kafir. Adakalanya ia pada sore hari masih beriman tetapi pada pagi harinya ia telah menjadi kafir, karena ia menjual agamanya dengan harga yang paling murah.”

 

Rasulullah saw. juga bersabda:

 

“Siapapun yang segera berangkat di malam hari, maka ia akan sampai di rumahnya di pagi harinya. Ketahuilah bahwa barang dagangan Allah sangat mahal. Adapun barang dagangan Allah adalah surga.”

 

Selain itu, Rasulullah saw. juga bersabda:

 

“Kebijaksanaan yang paling tinggi adalah merasa takut kepada Allah.”

 

Rasulullah saw. juga bersabda:

 

“Sebaik-baik keislaman seorang adalah ketika ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan keselamatan dirinya.”

 

Rasulullah saw. juga bersabda:

 

“Tinggalkan apa yang meragukan dirimu menuju sesuatu yang tidak meragukan dirimu.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Tidak sempurna iman seorang dari kalian sampai ia mencintai saudaranya seperti ketika ia mencintai dirinya sendiri.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Sesungguhnya di antara salah satu ucapan seorang nabi adalah jika engkau tidak merasa malu, maka kerjakan apapun sesukamu.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbagai kewajiban, maka janganlah kalian meremehkannya. Allah telah mengharamkan sejumlah perkara, maka janganlah kalian melanggarnya dan Allah telah menetapkan berbagai aturan, maka janganlah kalian meremehkannya. Allah mendiamkan sejumlah perkara untuk merahmati kalian dan Allah tidak pernah lupa. Karena itu, janganlah kalian mencari-cari apa yang tidak diwajibkan oleh Allah.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Siapapun yang melihat kemunkaran sedang terjadi, maka cegahlah dengan tangannya (kekuatannya). Jika tidak mampu melakukannya, maka cegahlah dengan lisannya. Tetapi jika ia tidak mampu melakukannya, maka ingkarilah dengan hatinya. Dan itulah selemah-lemahnya iman seorang.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Tidak sempurna iman seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya senantiasa mengikuti ajaranku.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Keimanan termasuk tujuh puluh satu cabang, yang paling tinggi adalah ucapan Laa Ilaaha Illaallah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan apapun dari tengah jalan.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Aku tidak pernah melihat seorang yang mencintai Surga tetapi ia selalu menjauhkan dirinya dari surga dan aku tidak pernah melihat seorang yang membenci neraka tetapi ia selalu melalaikannya.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Surga senantiasa diliputi oleh berbagai macam kesulitan dan api neraka senantiasa diliputi oleh berbagai kesenangan.”

 

Nabi saw. juga bersabda: ”.

 

“Tidaklah sesuatu yang lebih buruk dipenuhi putra Adam daripada perutnya. Jika seorang membutuhkan makanan, maka cukuplah makanan yang dapat menjadikan ia dapat berdiri dan jika ia ingin memperbanyaknya maka sebaiknya ia membagi sepertiga untuk makannya, sepertiga yang lain untuk minumnya dan sepertiga yang lain untuk bernafas.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Makanlah sebanyak perutmu yang dapat menerimanya dan biasakan tubuhmu dengan kebiasaan yang baik, karena perbuatan semacam itu termasuk sebagian perilaku para nabi atau dari perilaku para nabi.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan seorang dan ada tiga perkara yang dapat membinasakan seorang. Adapun tiga perkara yang dapat menyelamatkan seorang adalah merasa takut kepada Allah di waktu sepi dan di waktu terang, merasa puas dengan apa yang diberikan oleh Allah, berkata yang adil ketika senang maupun marah. Adapun tiga perkata yang dapat membinasakan seorang adalah seorang kikir tetapi ia ditaati orang, hawa nafsu yang selalu diikuti kemauannya dan seorang kagum terhadap dirinya sendiri.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Ada tujuh orang yang akan dilindungi oleh Allah dalam lindungan-Nya pada hari yang tidak ada perlindungan kecuali perlindungan-Nya: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seorang yang hatinya tergantung ke masjid, dua orang yang saling mencintai dan berpisah karena Allah, seorang lelaki yang dirayu oleh wanita yang cantik dan berkedudukan tinggi tetapi ia berkata: ” Sesungguhnya aku takut kepada Allah,” seorang yang bersedekah dengan sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan dengan tangan kanannya dan seorang yang menyendiri untuk berdzikir kepada Allah sehingga meneteskan air mata.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Seolah-olah kematian hanya ditetapkan bagi orang lain, seoleh-oleh kebenaran hanya diwajibkan bagi orang lain, seolaholah seorang yang ikut mengubur orang mati sebentar lagi akan menyusul kepergiannya dan akan kembali kepada kita, seolaholah kita meninggalkan jasad mereka di dalam kubur dan kami akan mewarisi harta warisnya, seolah-olah kita hidup kekal selamanya, padahal kita telah melalaikan nasihat yang baik dan kita merasa aman dari setiap bencana.”

 

Nabi saw. bersabda:

 

 “Aku telah meninggalkan dua penasihat bagi kalian, yang satu dapat berbicara dan yang satu hanya diam saja. Adapun yang dapat berbicara adalah kitab Allah dan yang diam adalah kematian.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Tidaklah kedua telapak kaki seorang dapat melangkah pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang lima perkara: tentang usianya digunakan untuk apa, tentang masa mudanya digunakan untuk apa, tentang hartanya darimana ia memperolehnya dan untuk apa ia habiskan dan tentang ilmunya apa yang ia perbuat dengannya.”

 

Nabi saw. juga bersabda:

 

“Jika di kalangan manusia terjadi sembilan perkara, maka akan terjadi pula sembilan perkara: jika perzinahan menyebar, maka akan terjadi kematian yang mendadak dalam jumlah yang banyak. Jika mereka menahan mengeluarkan zakat, maka Allah tidak akan menurunkan air hujan kepada mereka. Jika mereka suka menQur’angi timbangan, maka mereka akan dilanda masa kekeringan dalam waktu yang panjang. Jika mereka telah melanggar hukum, maka kezaliman dan permusuhan akan terjadi di antara umat manusia. Jika mereka telah melanggar perjanjian, maka Allah akan menghukum mereka dengan memenangkan musuh mereka. Jika mereka meninggalkan amar ma’ruf, maka Allah akan mengacaukan urusan mereka. Jika mereka meninggalkan larangan yang mungkar, maka Allah akan menjadikan orang-orang jahat sebagai pemimpin mereka. Jika mereka telah memutuskan silaturrahim, maka Allah akan menjadikan harta mereka berada di tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Jika mereka senantiasa melakukan perbuatan dosa, maka Allah akan mendatangkan bencana mendadak kepada mereka.”

 

Ali ra. berkata: “Andaikata hijab telah terbuka, maka keyakinanku tidak akan bertambah sedikitpun.”

 

Alli ra. juga berkata: “Anggaplah bahwa Allah telah mengampuni orang-orang yang telah berbuat dosa. Apakah perbuatan baik mereka bertambah banyak?”

 

Selain itu, Ali ra. juga berkata:

 

“Sesungguhnya sangat beruntung sekali orang-orang yang selalu zuhud ketika di dunia, mereka selalu mengharap kehidupan di akhirat, mereka menjadikan bumi sebagai tempat tidur dan tempat duduk, airnya mereka jadikan sesuatu yang baik, sedangkan doa dan membaca Al-Qur’an sebagai pakaian mereka, mereka menolak dunia seperti kehidupan Isa Al-Masih as.”

 

Zainal Abidin Ali bin Husam ra. berkata: “Sesungguhnya Allah telah menyembunyikan tiga perkara di dalam tiga perkara: Allah menyembunyikan ridha-Nya di dalam ketaatan seorang hamba, karena itu janganlah kalian meremehkan ketaatan kalian kepada Allah sedikitpun yang mungkin keridhaan-Nya berada di dalamnya. Allah menyembunyikan kemurkaan-Nya dalam perbuatan maksiat, maka jangan engkau meremehkan perbuatan maksiat sedikitpun, mungkin Allah akan murka kepada-Mu. Allah menyembunyikan wilayah-Nya di dalam makhluk-Nya, karena itu janganlah engkau meremehkan seorangpun dari makhluk-Nya, mungkin ia adalah seorang wali Allah sehingga Allah murka kepadamu. Senjata orang-orang buruk adalah perkataannya yang kotor.”

 

Putranya, Al-Imam Muhammad AI-Baglqir ra. berkata: “Dulu aku mempunyai dua kawan dan keduanya sangat aku agungkan. Aku mengagungkannya karena ia menganggap kecilnya nilai dunia.”

 

Putranya, Ja’far Ash-Shadig ra. berkata: “Kemuliaan telah pergi, sehingga sulit untuk mencarinya kembali. Jika masih ada sebagian kecil dari kemuliaan, maka kemuliaan itu boleh jadi tidak dapat dilihat oleh mata. Jika kemuliaan itu tersembunyi dalam sifat kemalasan, maka hampir saja kemuliaan itu tidak dapat terlihat oleh kasat mata. Tidak ada suatu apapun yang lebih indah dari menutupi diri. Jika kita berada seorang diri, maka tidak berkata-kata merupakan pakaian yang indah untuk dipakai. Jika ia bersembunyi di dalam diri kita, maka hal itu bagai ucapan kaum salaf saleh. Adapun seorang yang berbahagia adalah seorang yang senantiasa hidup menyendiri dari orang lain.”

 

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Kematian telah memperburuk kerusakan dunia, sehingga orang yang berakal sehat tidak pernah merasa gembira.”

 

Beliau juga berkata: “Janganlah engkau selalu berangan-angan mengharap ampunan Allah tanpa berbuat kebajikan sedikitpun, karena banyak orang yang berangan-angan untuk mendapatkannya sehingga ja meninggal dunia dalam keadaan merugi karena tidak pernah berbuat kebaikan apapun. Janganlah engkau selalu berangan-angan yang baik, karena berangan-angan yang baik merupakan suatu lembah yang selalu ditinggalkan oleh orang-orang yang bodoh.”

 

Ketika Umar bin Abdul Aziz ra. diberi pakaian seharga 1000 dirham, maka ia berkata: ” Alangkah indahnya pakaian ini andaikata tidak kasarnya.” Kemudian ketika ia diberi pakaian seharga 10 dirham, maka ia berkata: ” Alangkah indahnya pakaian ini andaikata tidak ada halusnya.”

 

Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang melarang orang-Orang muslim melaknat Ali bin Abi Thalib ra. pada mimbar-mimbar dan ia menyuruh mereka membaca firman Allah berikut sebagai ganti pelaknatan itu:

 

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami.” (QS. Al-Hasyr: 10)

 

Atau membaca membaca firman Allah:

 

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (QS. An-Nahl: 90)

 

Atau membaca kedua ayat tersebut.

 

Alangkah indahnya ucapan Syarif Ridha ketika ia memuji Umar bin Abdul Aziz:

 

“Wahai putra Abdul Aziz, andaikata mata menangisi kematian seorang, pasti aku akan menangisi kematianmu. Engkau telah membersihkan kami dari cacian kepada umat Islam. andaikata kami dapat memberimu imbalan, maka kami akan memberimu imbalan yang terbaik. Semoga limpahan rahmat selalu dicurahkan mayat Umar bin Abdul Aziz, karena ia adalan sebaik-baik orang mati dari keluarga Marwan.”

 

Abu Hazim Al-Madani ra. berkata:

 

l”Jika seorang masih mempunyai harta maka hidupnya senang, tetapi jika hartanya telah habis maka ia hanya beranganangan saja.”

 

Ia juga berkata:

 

“Tidaklah engkau mendapat dunia melainkan orang-orang yang berdosa telah mendahuluimu untuk mendapatkannya.”

 

Jika Malik bin Dinar ra. keluar dari rumahnya, maka ia mengikat tangannya dan berkata: “Andaikata tidak karena sejumlah anjing, maka aku buka tanganku,” karena ia tidak punya harta sedikitpun.

 

Ia didatangi seorang wanita yang mengambil Al-Qur’an dan selimutnya, kemudian ia mengikuti wanita itu dan berkata: “Wahai wanita, apakah engkau mempunyai seorang anak untuk membaca? Apakah engkau mempunyai seorang suami untuk membaca?” Jawab wanita itu: “Tidak ada.” Jawab Malik ra.: “Kalau begitu, kembalikan Al-Qur’an dan ambillah selimutku.”

 

Fudhail bin Iyadh berkata:

 

“Meninggalkan perbuatan baik karena manusia adalah riya’, mengamalkan perbuatan baik karena manusia adalah syirik. Adapun yang ikhlas adalah jika engkau terpelihara oleh Allah dari keduanya.”

 

Fudhail juga berkata:

 

“Andaikata dunia itu emas dan ia segera pergi, sedangkan akhirat itu sebuah kulit yang kekal abadi, maka bagi orang yang berakal sehat lebih memilih kulit yang kekal abadi, maka bagaimanakah akhirat yang lenyap sedangkan dunia akan kekal dan menyesalkan?”

 

Ibrahim bin Adham berkata:

 

“Aku pernah melewati sebuah batu dan di dalamnya tertulis: ‘Baliklah aku agar engkau mendapat pelajaran,” setelah aku membaliknya, maka aku dapatkan tulisan: “Engkau mengetahui apa yang tidak pernah engkau ketahui, mengapa engkau mencari ilmu yang tidak engkau lakukan.”

 

Dikatakan kepada Ibrahim bin Adham:

 

“Sesungguhnya harga daging makin naik.” Maka ia berkata: “Murahkan harganya dengan meninggalkan makan daging.”

 

Ia juga berkata:

 

“Perbaikilah sumber makananmu, maka engkau tidak perlu beribadah di malam hari dan tidak perlu berpuasa di siang hari.” Ada seorang berkata kepada Daud Ath-Tha’i: ” Nasihatilah aku.”

 

Maka Daud berkata:

 

“Berpuasalah dari harta dan jadikan bukamu di akhirat, berlarilah dari manusia seperti engkau berlari dari kejaran singa.”

 

Ma’ruf Al-Karkh berkata:

 

“Aku melewati Ibnu Sammak ketika ia sedang menasihati orang lain, maka aku mendengarkan ia berkata: “Siapapun yang bersungguh-sungguh berharap kepada Allah, maka Allah akan bersungguh-sungguh untuk memberi pengharapannya dan siapapun yang berpaling dari Allah, maka Allah pun akan berpaling darinya. Barangsiapa yang sesekali menghadap kepada Allah, maka Allah pun sesekali akan menghadap kepadanya.” Maka aku beritahukan kepada Ali bin Musa Ar-Ridha ra., katanya: “Cukuplah apa yang engkau dengar sebagai nasihat bagimu, maka aku meninggalkan segala kesibukanku tentang harta, kecuali pengabdianku kepada Ali bin Musa Ar-Ridha ra.”

 

Sirri As-Saqathi berkata:

 

“Siapapun yang mengenal Allah dengan baik, maka ia akan hidup senang. Siapapun yang mencintai dunia, maka ia akan hidup sengsara. Seorang berakal adalah seorang yang dapat mengendalikan dirinya, sedangkan seorang yang bodoh adalah Seorang yang setiap harinya melakukan suatu yang tidak berguna.”

 

Al-Junaid bin Muhammad ra. berkata:

 

“Kami tidak mempelajari thasawuf dari ucapan orang lain, tetapi kami mempelajarinya dari menahan lapar dan tidur, menolak dunia dan memutuskan segala yang menyenangkan.”

 

Para sahabatnya mendengar ketika ia sedang sekarat, maka ia mengkhatamkan Al-Qur’an dan ia mengawali bacaannya kembali dari awal dan dikatakan kepadanya: “Dalam keadaan inilah engkau merasa nikmat.” Jawabnya: “Siapakah yang lebih merasa nikmat daripadaku sedangkan buku catatanku telah ditutup?”

 

Bisyir Al-Hafi berkata:

 

“Siapa yang mengharap mendapat harta, maka ia tercela dan ja terhina di hari kiamat. Tetapi siapapun yang tidak peduli kepada mereka, maka ia akan diberi kemuliaan di akhirat.”

 

Ada seorang yang datang ke rumahnya dalam keadaan yang sangat dingin dan ia telah melepas pakaiannya, kemudian orang itu bertanya dan beliau menjawab: ” Aku mengingat kepedihan yang dialami orang-orang miskin ketika mereka kedinginan dan aku tidak mempunyai sesuatu untuk aku berikan kepadanya.”

 

Al-Harits Al-Muhasibi ra. berkata:

 

“Barangsiapa yang menghiasi batinnya dengan muragabah dan ikhlas, maka Allah akan menghiasi lahiriyahnya dengan mujahadah dan mengikuti sunnah.”

 

Yahya bin Mu’adz berkata:

 

“Aku sengaja meninggalkan harta, karena banyak membawa kesulitan, mempercepat lenyapnya, sedikit keperluannya dan menghinakan para pemiliknya.”

 

Sahal At-Tusturi ra. berkata:

 

“Tidak ada penolong kecuali Allah, tidak ada penunjuk jalan kecuali Rasulullah saw., tidak ada perbekalan kecuali takwa dan tidak ada amal kebaikan kecuali kesabaran.”

 

Abu Sa’id Al-Khurazi berkata:

 

“Barangsiapa yang mengira bahwa dengan usaha amal kebajikannya ia akan sampai, maka ia termasuk orang yang keliru dan siapapun yang mengira bahwa tanpa usaha amal kebajikannya ia akan sampai, maka ia termasuk orang yang berangan-angan.”

 

Abul Hasan Asy-Sya’roni berkata: “Aku pernah melihat Manshur bin Ammar ra. dalam mimpiku. Lalu aku berkata kepadanya: “Apa yang dilakukan Allah kepadamu?” Jawabnya: “Allah menyuruhku berdiri di hadapan-Nya, kemudian Dia berkata: “Apakah engkau bernama Manshur bin Ammar?” Maka aku menjawab: ” Benar wahai Tuhanku.” Tanya Tuhanku: “Apakah engkau zuhud dalam kehidupan dunia sedangkan engkau berharap mendapatkannya?” Jawabku: “Benar wahai Tuhanku, akan tetapi aku tidak menjadikan dunia sebagai tempat dudukku, kemudian aku memuji kepada-Mu dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. dan sepertiganya untuk aku jadikan sebagai nasihat untuk hamba-hamba-Mu.” Maka Allah berfirman: “Sungguh apa yang engkau ucapkan adalah benar. Letakkan ia pada kursi agar ia dapat memuji-Ku di hadapan para malaikat-Ku seperti ketika ia memujiKu di bumi-Ku di antara hamba-hamba-Ku.”

 

Disebutkan juga bahwa ada seorang budak milik seorang pedagang melewati majelis Manshur bin Ammar. Pada saat itu ia mendengar Manshur berkata: “Siapapun yang mau memberi empat dirham kepada orang miskin ini, maka Allah akan memberinya ganti dan mengabulkan hajatnya.” Kemudian ia menyerahkan uang itu kepada orang miskin itu, padahal ia sedang disuruh oleh majikannya untuk suatu keperluan. Setelah ia memberikan uang empat dirham itu, maka Manshur bin Ammar mendoakannya dengan empat doa. Kemudian ia kembali kepada majikannya tanpa membawa uang sepeserpun. Maka ia ditanya tentang doa yang dipanjatkan oleh Manshur bin Ammar, kemudian ia berkata: “Ia mendoakanku: “Semoga Allah melepaskan diriku dari perbudakan.” Maka sang majikan membebaskannya. Kemudian sang majikan bertanya lagi: “Lalu apa doa yang kedua?” Ia menjawab: “Semoga Allah memberi ganti beberapa dirham bagiku.” Maka majikannya berkata: “Aku memberimu empat ribu dirham, kemudian apa doanya yang ketiga?” Ia berkata: “Semoga Allah menerima taubat bagi diriku dan dirimu.” Maka majikannya berkata: “Sekarang aku bertaubat kepada Allah. Lalu doa yang keempat?” Maka ia menjawab: “Semoga Allah memberi ampun bagiku, bagimu dan kepada si pemberi ceramah dan orang-orang yang hadir.” Kemudian sang majikan berkata: “Untuk doa yang keempat tidak ada hubungannya denganku.” Ketika malam hari sang majikan sedang tidur dan mimpi bertemu dengan Allah: “Apakah engkau mengira bahwa engkau telah melakukan kewajibanmu dan Aku tidak melakukan kewajibanku? Ketahuilah bahwa Aku telah mengampunimu, budakmu, pemberi ceramah dan orang-orang yang hadir.”

 

Maha Suci Allah, betapa Maha Mulia-Nya, Pengasih-Nya, AgungNya dan Maha Penyayang-Nya. Hanya Dia yang memiliki segala karunia, tiada Tuhan selain Dia dan hanya kepada-Nya tempat kembali.

 

Inilah akhir dari pembahasan kitab ini. Semoga Allah selalu melimpahkan shalawat dan salamnya kepada Rasulullah saw. yang diutus untuk membawa rahmat bagi seluruh alam semesta dan semoga keluarga beliau dan para sahabat beliau saw. juga diberi petunjuk ke jalan yang lurus, termasuk juga orang-orang yang mengikuti beliau saw. sampai akhir masa, seperti yang disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Yusuf: 108)

 

Penulisan kitab ini selesai pada pagi hari di hari Kamis tanggal 12 bulan Shafar tahun 1130. Semoga Allah senantiasa bershalawat dan bersalam kepada Nabi yang hijrah ini dan juga kepada para sahabatnya.

 

Pembahasan tentang pasal-pasal ini pernah terhenti selama beberapa waktu tanpa ada sebab yang jelas, karena pembahasan dalam pasal-pasal ini lebih banyak daripada pasal-pasal sebelumnya. Meskipun pasal ini telah dinukil oleh orang banyak, tetapi belum sempat disempurnakan sebaik mungkin.

 

Sebagai kelanjutannya, maka kami berniat untuk menyempurnakannya lebih sempurna, semoga Allah memberi berkah bagi penulis dan pembaca kitab ini, karena semua pengertian dan pemahaman hanya berasal dari Allah semata.

 

Karena itu, kami selalu mohon kepada Allah agar memberi kemudahan bagi kami untuk menjelaskan pasal yang kami anggap sulit dan hanya kepada-Nya saja kami berharap pertolongan sebab segala sesuatu tanpa pertolongan Allah, maka tidak akan berjalan sama sekali.

 

Semoga harapan kami ini dikabulkan oleh Allah untuk diri kita, orang tua kita, anak-anak kita, orang-orang yang kita cintai, temanteman kita dan seluruh kaum muslimin. Semoga Allah berkenan menutup usia kita dalam keadaan baik, penuh kasih sayang dan selamat dari segala fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi.

 

Segala sesuatu tergantung pada kehendak Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dengan izin Allah. Dia Penolong kita dan Dia sebaikbaik pelindung kita.

 

Ya Allah, hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepadaMu pula kami memohon pertolongan dalam menempuh hidup kami yang semua ketentuannya telah Engkau tetapkan dalam ilmu-Mu.

 

Wahai Tuhan kami, berilah ampunan bagi kami dan hanya kepadaMu kami kembali.