Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada Nabi Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan para sahabatnya. Wa Ba’du:

 

Ini adalah kitab Mukhtashar (Ringkasan) mengenai perkara yang harus diketahui oleh setiap muslim atau perkara semisalnya, yang berupa Fardhu-fardhu Thaharah (bersuci), shalat, dan yang lainnya. Maka wajib bagi orang yang membutuhkannya untuk mempelajari dan mengajarkan hal tersebut, dari golongan laki-laki, perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang merdeka, maupun budak.

 

Fardhu-fardhu Wudhu Fardhu-fardhunya wudhu ada enam:

 

  1. Niat, baik “niat untuk mengangkat hadats”, atau “niat bersuci untuk shalat”, ataupun “niat berwudhu”. Dan Niat tersebut dilakukan ketika membasuh wajah.

 

  1. Membasuh wajah seluruhnya, meliputi bulu/rambut maupun kulit Wajah, kecuali bagian dalam dari jenggot yang tebal dan cambang yang tebal.

 

  1. Mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan.

 

  1. Mengusap sebagian kulit kepala atau rambut, meski han ya mengusap sebagian rambut yang ada dalam batas kepala.

 

  1. Mencuci kedua kaki sampai mata-kaki.

 

  1. Tertib. sesuai urutan tersebut.

 

Sunnah-sunnah Wudhu

 

Adapun Sunnah-sunnah wudhu, adalah:

Bersiwak, Membaca basmalah, Membasuh kedua telapak tangan, Berkumur, Istinsyag (memasukkan air ke dalam hidung). Istinsyar (mengeluarkan air dari dalam hidung), At-Tatslits (membasuh anggota wudhu sebanyak tiga kali), Mengusap seluruh kepala. Mengusap kedua telinga dan lubang telinga, Menyelah-nyelahi jenggot yang tebal, Menyelah-nyelahi jari-jemari di kedua tangan.

 

Melebihkan basuhan dari batas wajah (Ghurrah), melebihkan basuhan dari batas tangan dan kaki (Tahjil), Berkesinambungan dalam membasuh anggota wudhu (Muwalah), Tidak meminta tolong Orang lain untuk menuangkan air, dan tidak mengeringkan air wudhu dengan handuk/kain.

 

Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu

 

Dan yang membatalkan wudhu ada empat perkara:

  1. Sesuatu yang keluar melalui salah satu dari dua jalan, yaitu kemaluan dan lubang dubur, kecuali air mani.
  2. Hilang akal disebabkan tidur atau selainnya. Terkecuali tidurnya seseorang yang duduk dan pantatnya tetap menempel di atas tanah (atau lantai).
  3. Tersentuhnya kulit seorang laki-laki dengan kulit seorang Wanita (tanpa penghalang). sementara keduanya telah dewasa dan bukar mahram.
  4. Menyentuh kemaluan manusia atau lubang dubur dengan telapak tangan atau jari-jemari bagian dalam.

 

Larangan bagi Orang Yang Berhadats

 

Orang yang batal wudhunya, diharamkan untuk melakukan:

 

  1. Shalat,
  2. Thawaf,
  3. Menyentuh Al-Qur’an,
  4. Dan membawa Al-Qur’an, juga membawa papan yang bertuliskan ayat Al-Qur’an untuk kepentingan belajar. Namun seseorang diperbolehkan membawa tulisan Al-Qur’an yang tertulis pada perkakas atau uang logam. Dan diperbolehkan bagi anak kecil yang mumayyiz membawa dan menyentuh Al-Qur’an untuk keperluan belajar (meski tanpa berwudhu).

 

Adab di dalam Kamar Mandi/Toilet

 

  1. Mendahulukan kaki kiri tatkala masuk ke kamar mandi.
  2. Keluar dari kamar mandi dengan mendahulukan kaki kanan.
  3. Tidak membawa benda-benda yang bertuliskan nama Allah, nama Rasulullah, maupun ayat Al-Qur’an ke dalam kamar mandi.
  4. Menutupi kepala.
  5. Menjauh dari manusia (agar tidak terdengar dan tercium baunya).
  6. Memakai penutup (agar tidak telihat auratnya).
  7. Tidak kencing diatas air yang menggenang, diatas air yang sedikit meski mengalir. di lubang binatang, di tempat hembusan angin, di tempat yang digunakan untuk berteduh, di jalan, di selokan, dan di bawah pohon yang berbuah.
  8. Tidak berbicara.

9, Menuntaskan sisa kencing (yang sekiranya tersisa di kemaluan).

  1. Ketika akan masuk ke kamar mandi, mengucapkan:

“Bismillahi, Allahumma inni A’udzu bika minal khubutsi walkhaba’its”

(Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah aku berlindung kepada. Mu dari setan laki-laki maupun setan perempuan).”

  1. Ketika keluar mengucapkan:

“Ghutranaka, Al-hamdu lillahil-ladzi adzhaba ‘annil-adza wa ‘afani”

(Aku memohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan kotoran dariku dan menjadikanku sehat).

 

Hal-hal yang Mewajibkan Mandi

 

Wajib Mandi besar disebabkan oleh lima perkara:

  1. Bersenggama (Masuknya kepala dzakar ke dalam farji/kemaluan wanita),
  2. Keluar mani,
  3. Haid,
  4. Nifas,
  5. Melahirkan.

 

Fardhu-fardhu Mandi Hal yang diwajibkan saat mandi ada dua hal, yaitu:

 

  1. Niat, Yaitu hendaknya seseorang berniat Mengangkat janabah atau Mengangkat hadats besar ataupun semisalnya, disaat membasuh anggota badan yang pertama kali dibasuh.

 

  1. Membasuh seluruh rambut baik yang tipis maupun tebal, juga seluruh kulit, termasuk membasuh kulit dalam kulup (kulit ujung kemaluan yang belum disunat).

 

Sunnah-sunnah Mandi:

  1. Bersiwak,
  2. Membaca basmalah.
  3. Wudhu sebelum mandi,
  4. Memperhatikan lipatan-lipatan kulit serta anggota badan yang sulit terjangkau air (seperti telinga. ketiak, lipatan perut. dll),
  5. Menyelah-nyelahi rambut.
  6. Menggosok anggota badan saat membasuhnya,
  7. Tatslits ( melakukan masing-masing basuhan sebanyak tiga kali).

 

Syarat-syarat Bersuci dari Dua Hadats

 

Syarat bersuci dari hadats kecil dan besar adalah sebagai berikut:

  1. Islam,
  2. Tannyiz.
  3. Air yang suci lagi mensucikan.

 

Maka tidak sah mengangkat hadats dan menghilangkan najis kecuali menggunakan Air Mutlak, yaitu air yang turun dari langit (seperti air hujan, salju, embun) atau air yang keluar dari bumi (seperti air laut, air sungai, air sumur, mata air). 

 

Dan jika air telah berubah rasanya, atau warnanya, atau baunya, dengan perubahan yang menyolok/jelas, karena tercampur dengan benda suci yang mana air tidak memerlukan benda tersebut, seperti minyak za’ffaron, Usynan (daun sejenis bidara), semen putih, kapur, atau celak, maka air tersebut tidak boleh dipakai untuk bersuci.

 

Dan tidak masalah, jika air berubah karena lama menggenang, debu, lumut, atau benda-benda yang biasa muncul di tempat berdiamnya air dan tempat mengalirnya, maka air tersebut boleh digunakan untuk bersuci.

 

Juga boleh digunakan bersuci, bila air berubah sifatnya karena kejatuhan benda suci yang tidak larut dalam air, seperti kayu gaharu dan minyak wangi (yang tidak larut dalam air). Dan Tidak sah bersuci menggunakan air (Musta’mal) yang sudah dipakai untuk bersuci dari hadats dan najis.

 

Perhatian:

 

Jika orang berwudhu memasukkan tangannya kedalam air setelah membasuh seluruh wajahnya satu kali, atau orang yang junub setelah berniat mandi besar, lalu memasukkan tangan-nya ke dalam air yang kurang dari dua gulah (216 Liter) dengan niat menciduk air dengan tangan maka itu tidak masalah. Namun bila dia memasukkan tangan ke dalam air tersebut tidak berniat menciduk air, maka sisa air tersebut berubah menjadi air musta’mal.

 

Hal-hal yang Menjadikan Air Najis

 

Air yang sedikit (kurang dari dua gullah). maupun benda cair lainnya meski mencapai dua gullah, akan menjadi najis bila tercampur dengan benda najis. baik benda najis itu mengubah atau tidak mengubah sifat air tersebut (warna, rasa, atau bau-nya).

 

Dan sedikit (sehelai) bulu dari binatang najis itu dimaafkan, juga bangkai binatang yang tidak memiliki darah mengalir, juga najis yang tidak bisa dijangkau oleh mata (karena sangat kecil), dan najis yang tersisa pada anus burung dan tikus, dan sedikit debu dari kotoran hewan. Dimaafkan juga air yang tersentuh mulut kucing yang sebelumnya ia memakan benda najis lalu ia pergi beberapa saat. sekiranya saat ia pergi ada kemungkinan dia menjilati air yang banyaknya dua qullah atau lebih.

 

Hukum Air Jika terkena Najis

 

Jika air mencapai dua qullah (216 liter) atau lebih, kemudian kejatuhan najis maka air tersebut tidak menjadi najis kecuali jika berubah rasa, warna, atau baunya: baik berubahnya banyak maupun sedikit. Jika perubahan tersebut hilang dengan sendirinya atau hilang karena ditambah dengan air, maka air tersebut menjadi suci. Akan tetapi, jika perubahan tersebut hilang dengan dicampuri minyak misik za’faran, kapur, atau tanah, maka air tersebut tidak kembali suci.

 

Benda-benda Najis

 

Benda-benda najis diantaranya, yaitu:

  1. Kencing,
  2. Kotoran manusia,
  3. Kotoran hewan,
  4. Nanah,
  5. Darah,
  6. Muntahan,
  7. Khamr (arak yang terbuat dari perasan anggur).
  8. Nabidz (arak yang terbuat dari perasan kurma).
  9. Segala yang memabukkan (yang berbentuk cair).
  10. Anjing dan babi,
  11. Peranakan anjing dan peranakan babi.
  12. Bangkai: termasuk rambutnya, kotorannya, kulitnya, dan seluruh bagian tubuhnya (kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang).
  13. Madzi (cairan putih bening lengket yang keluar dari kemaluan seseorang saat syahwat, namun tidak muncrat),
  14. Wadi (cairan putih kental keruh, yang keluar saat kencing usai mengangkat benda berat),
  15. Mani anjing dan babi.
  16. Susu dari hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, kecuali air susu manusia (ASI).

 

Adapun bangkai manusia, ikan, dan belalang hukumnya suci. Sedangkan potongan bagian tubuh (yang terpisah saat masih hidup) dari hewan selain manusia, ikan, dan belalang hukumnya najis, kecuali bulu hewan yang halal dimakan, bulu ayam (unggas), bulu onta, bulu domba, juga minyak misik, kantong minyak misik, uapnya, serta kulit tempat berkumpulnya minyak misik (dalam tubuh kijang).

 

Benda yang Dapat Berubah Menjadi Suci dan Tidak Suci

 

Khamr (arak yang terbuat dari perasan anggur) dapat menjadi suci jika ia berubah dengan sendirinya menjadi cuka, demikian juga Nabidz (arak yang terbuat dari perasan kurma atau kismis). Demikian kulit bangkai akan menjadi suci jika disamak (dilumuri sesuatu yang pedas, lalu dijemur).

 

Adapun benda padat yang menjadi najis karena terkena kencing anjing maupun babi, atau peranakan dari keduanya, atau air liurnya, kotorannya, keringatnya, atau tubuhnya dalam keadaan basah, maka disucikan dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan dicampur debu/tanah yang suci lagi mensucikan. Jika tanah menjadi najis disebabkan anjing, maka cukup disiram dengan air murni sebanyak tujuh kali.

 

Apabila sesuatu menjadi najis sebab terkena kencing bayi lakilaki yang belum makan apa-apa selain ASI (air susu ibunya) maka untuk mensucikannya cukup membasahinya dengan air, yaitu dengan memercikkan air diatasnya dengan banyak percikan hingga merata. Dan semua benda yang terkena najis dapat disucikan dengan cara dibasuh sehingga rasa, warna, dan bau najisnya menjadi hilang. Dan (jika telah dibasuh berkali-kali) namun warna atau baunya sulit dihilangkan, maka hal itu tidak mengapa. Adapun benda cair yang terkena najis, maka tidak bisa disucikan.

 

Tayammum

 

Wajib bertayammum untuk bersuci dari hadats kecil maupun hasats besar bagi seseorang yang tidak bisa menggunakan air, baik karena tidak ada air ketika mugim atau safar, maupun karena sakit yang dilarang untuk menggunakan air.

 

Bagi orang yang badannya terdapat luka yang berbahaya bila terkena air, maka dia tetap (berwudhu) dengan membasuh anggota yang sehat, kemudian melakukan tayamum sebagai pengganti dari basuhan anggota tubuh yang terluka, dengan bertayammum pada wajah dan kedua tangan. Dan waktunya tayammum adalah saat membasuh sekitar anggota tubuh yang sakit. Wajib pula mengusap perban dengan air, jika ia tidak memungkinkan untuk melepas perbannya.

 

Fardhu-fardhu Tayamum Fardhu-fardhu tayamum ada lima, yaitu:

 

  1. Mengambil debu.

 

  1. Niat, yaitu berniat tayamum agar diperbolehkan shalat, bila shalatnya adalah shalat fardhu maka ia berniat tayamum untuk bisa melaksanakan shalat fardhu. Dan wajib menyertakan niat ketika ia meletakkan kedua tangan untuk mengambil debu, lalu terus menghadirkan niat tersebut sampai ia mengusap wajahnya.

 

  1. Mengusap wajah.

 

  1. Mengusap kedua tangan sampai siku.

 

  1. Tertib sesuai urutan.

 

Syarat-Syarat Tayamum

 

  1. Menyengaja dalam mengambil debu.

 

  1. Menggunakan debu yang suci lagi mensucikan, murni yang tidak tercampur.

 

  1. Hendaknya mengambil debu sebanyak dua kali. Pertama ketika hendak mengusap wajah, kedua ketika hendak mengusap kedua tangan.

 

  1. Tayamum harus dilakukan setelah masuknya waktu shalat.

 

  1. Memperbarui tayamum setiap kali hendak melaksanakan ibadah yang fardhu ‘ain (Seperti: Shalat, Thawaf, dll).

 

  1. Mencari air sebelum bertayamum dan setelah masuk waktu shalat, baik mencari di rumahnya, tetangganya, atau tempattempat di sekitarnya, dengan bertanya secara jelas, “Siapa yang memiliki air!”

 

Barangsiapa yang tidak mendapati air ataupun debu, seperti orang yang berada di puncak gunung misalnya, maka ia tetap wajib melaksanakan shalat fardhu meski sendirian, namun dia wajib mengulangi shalatnya (saat mendapati air). Tayamum juga diperbolehkan ketika musim dingin, asalkan tidak ada peralatan yang dapat menghangatkan air dingin tersebut, atau tidak bermanfaat baginya menghangatkan tubuh setelah dibasuh dengan air hangat (badannya tetap kedinginan meski dihangatkan dengan air hangat), atau ia tidak mampu menghangatkan tubuhnya. Dan Orang yang bertayamum karena air sangat dingin, serta orang yang bertayamum dalam safar yang bertujuan maksiat, maka ia harus menqadha shalatnya.

 

Haid dan Nifas dan Apa yang Diharamkan Atas Keduanya

 

Masa haid (Menstruasi) paling sedikit adalah sehari semalam, yang paling lama adalah lima belas hari. Sedangkan pada umumnya haid itu selama enam atau tujuh hari.

 

Dan diharamkan bagi wanita yang sedang haid juga bagi orang yang sedang junub. beberapa hal yaitu:

  1. Shalat,
  2. Thawaf,
  3. Menyentuh Al-Qur’an,
  4. Membawa Al-Qur’an,
  5. Berdiam diri di dalam masjid.
  6. Membaca Al-Qur’an dengan maksud membacanya. Khusus bagi wanita yang sedang haid, ia juga diharamkan
  7. Berpuasa,
  8. Melewati masjid jika khawatir mengotori masjid dengan darahnya.
  9. Istimta’ (bersenang-senang dengan suaminya) di antara pusar dan lutut (tanpa penghalang), Dan menyetubuhi wanita yang sedang haid termasuk dosa besar.

 

Wanita yang haid wajib menqadha’ hutang puasa Ramadhan, namun ia tidak perlu menqadha’ shalat yang dia tinggalkan selama masa haid. Bila darah haidnya berhenti (suci), dia diperbolehkan untuk puasa meski belum mandi wajib. Dan diharamkan bagi wanita yang mengalami nifas hal-hal yang diharamkan bagi perempuan haid. Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.

 

 

Shalat wajib ada lima. Memajukan shalat sebelum masuk waktu dan mengakhirkannya tanpa ada halangan termasuk dosa besar, Dan awal masuknya waktu Dzhuhur adalah ketika matahari tergelincir, sedangkan akhir waktunya adalah ketika panjang bayangan suatu benda sama dengan benda tersebut selain bayangan Istiwa’ (saat matahari ada di tengah-tengah). Sedangkan Awal masuk waktu Ashar adalah ketika bayangan suatu benda sama dengan bende tersebut dengan sedikit lebih panjang, sedangkan akhir waktunye adalah ketika matahari tenggelam.

 

Awal masuk waktu Maghrib adalah ketika bulat matahari tenggelam, sedangkan akhir waktunya menurut pendapat yang terpilih adalah ketika awan merah (rona merah senja) telah hilang dari ufuk. Dan Awal masuk waktu “Isya adalah ketika awan merah telah hilang dari ufuk sedangkan akhir waktunya adalah saat terbitnya fajar shadig yaitu fajar yang menyebar di ufuk. Dan awal masuk waktu Subuh adalah ketika terbit fajar shadia, sedangkan akhir waktunya saat terbit matahari. Sedangkan amal ibadah yang paling utama adalah bersegera menunaikan shalat di awal waktunya.

 

Disunnahkan untuk mengakhirkan shalat Dzhuhur ketika hari sangat panas (menunggu hingga panasnya berkurang/mendung). di daerah beriklim panas, bagi orang yang shalat berjamaah di masjid yang jauh jaraknya. Sementara orang yang mengakhirkan shalat hingga sebagian shalatnya keluar dari waktunya, maka ia telah bermaksiat. Sedangkan orang yang tidak dapat mengetahui waktu shalat, hendaknya ia berijtihad (berusaha) untuk mengetahui kapan masuknya waktu shalat dengan mempelajari (tanda-tandanya) ataupun keterbiasaan. Bila ia meninggalkan shalat fardhu tanpa ada udzur, maka ia wajib menqadha’ shalat yang terlewatkan tersebut sesegera mungkin.

 

Waktu-waktu yang Diharamkan Shalat

 

Dan diharamkan shalat sunnah pada lima waktu :

  1. Ketika terbit matahari sampai matahari naik setinggi tombak,
  2. Ketika waktu Istiwa’ (matahari tepat di tengah-tengah siang) sampai ia tergelincir, selain hari Jum’at..
  3. Saat matahari menguning sampai tenggelam.
  4. Setelah shalat Subuh sampai terbitnya matahari.
  5. Setelah shalat Ashar sampai tenggelamnya matahari.

 

Dan tidak diharamkan untuk shalat sunnah pada waktu-waktu tersebut, jika shalat sunnah tersebut mempunyai sebab diawal, seperti Shalat Tahiyatul Masjid atau shalat Kusuf/Gerhana matahari (karena masuk masjid atau munculnya gerhana terlebih dahulu terjadi sebelum melakukan shalatnya), namun diharamkan pada waktu tersebut untuk shalat istikharah (karena sebabnya belakangan, yaitu istikharah terjadi setelah shalat). Juga diharamkan untuk shalat sunnah setelah khatib naik mimbar pada khutbah Jum’at, kecuali shalat Tahiyatul Masjid.

 

Orang-orang yang Diwajibkan Shalat

 

Shalat diwajibkan bagi setiap muslim, baligh, berakal, dan suci. Wajib bagi orang tua atau wali dari anak untuk memerintahkan anaknya melaksanakan shalat saat berumur tujuh tahun, dan wajib memukulnya jika anaknya meninggalkan shalat sementara usianya sepuluh tahun. Sedangkan hukum bagi anak perempuan sama dengan anak laki-laki. Dan ketika seorang anak mengalami baligh, atau seorang wanita bersih dari haid atau nifas, atau orang yang hilang akal kemudian sadar, manakala terjadi sebelum keluar waktu shalat seukuran satu kali ucapan takbir, maka mereka wajib menqadha shalat tersebut.

 

Juga diwajibkan untuk menqadha’ waktu shalat sebelumnya jika shalat sebelumnya itu adalah shalat Dzhuhur ataupun Maghrib. Jika telah masuk waktu shalat dan berlalu seukuran waktu untuk dapat melaksanakan shalat fardhu, kemudian seorang wanita tiba-tiba mengeluarkan darah haid atau nifas sementara ia belum sempat menunaikan shalat, atau tiba-tiba gila dan belum menunaikan shalat. maka ia wajib menqadha’ shalat tersebut.

 

Wajib bagi para bapak dan ibu, serta tuan budak untuk mengajari anakanaknya dan para budaknya tentang perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka ketika sudah baligh, meliputi tata cara Thaharah (bersuci), Shalat, Puasa, dan selainnya. Dan wajib memberitahu mereka tentang haramnya zina, liwath (sodomi), mencuri, minum khamr (minuman keras), melakukan tindakan kriminal, Juga tentang haramnya berdusta baik sedikit maupun banyak, ghibah (membicarakan aib orang lain), namimah (adu domba), dan semisalnya.

 

Dan memberitahu anak-anaknya bahwa ketika seseorang sudah baligh. maka ia masuk pada usia taklif ( mendapat tuntutan dari syariat untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan). Mereka juga harus mengajarkan kepada mereka tanda-tanda baligh: yaitu ketika seorang anak berumur lima belas tahun atau bermimpi basah, dan keluar darah haid bagi anak perempuan (minimal umur 9 tahun). Para bapak dan wali dari anak juga berkewajiban untuk membayar upah orang yang mengajari atau mendidik anaknya dari hartanya sendiri. Dan jika orang tua atau wali tak punya harta, maka kewajiban itu ditanggung oleh orang yang menanggung nafkahnya. Matan:

 

Syarat-syarat Shalat

 

Syarat-syarat shalat ada enam:

 

  1. Mengetahui waktu-waktu shalat, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

 

  1. Menghadap kiblat, kecuali dalam shalat nafilah (sunnah) ketika safar (seperti: shalat sunnah diatas kendaraan yang tidak memungkinkan baginya untuk menghadap kiblat).

 

3, Menutup aurat.

 

  1. Suci dari dua hadats (hadats besar maupun kecil).

 

5, Pakaian, badan, dan tempat shalat harus suci dari najis.

 

  1. Mengetahui fardhu-fardhu dan sunnah-sunnah shalat.

 

Aurat Laki-laki dan Wanita

 

Aurat laki-laki dan budak wanita (dalam shalat) adalah antara pusar dan lutut. Adapun aurat wanita merdeka dalam shalat maupun di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya adalah seluruh anggota badannya selain wajah dan kedua telapak tangan. Sedangkan di hadapan mahramnya adalah antara pusar dan lutut.

 

Najis yang dimaafkan dalam Shalat

 

Adapun darah dari bagkai binatang yang tidak memiliki darah yang mengalir, kotoran lalat, darah jerawat baik sedikit maupun banyak, nanah dari bisul ataupun cairannya, sedikit darah ajnabi (darah orang lain yang mengenai badan atau pakaian kita) maka dimaafkan, kecuali darah anjing dan babi.

 

Fardhu-fardhu Shalat

 

Fardhu-fardhu shalat ada tujuh belas:

 

  1. Niat.

Jika shalat tersebut fardhu maka wajib niat melaksanakan shalat dan menentukan shalat apa yang hendak ditunaikan, serta Niat fardhu dari orang yang baligh. Namun, Jika shalatnya adalah shalat nafilah muaqqat (yang waktunya ditentukan) seperti shalat witir, atau shalat nafilah dzu sabab (karena sebab atau terjadi peristiwa tertentu) seperti shalat Kusuf, maka wajib untuk berniat melaksanakan shalat dan menentukan shalat apa yang hendak ditunaikan. Bila shalatnya adalah shalat nafilah muthlag (tidak tergantung oleh sebab maupun waktu), maka wajib untuk berniat menunaikan Shalat saja.

 

  1. Takbiratul Ihram.

Yaitu dengan mengucap: “Allahu Akbar” dan tidak mengapa dengan mengucapkan “Allahul akbar”. Serta wajib menyertakan niat pada ucapan takbiratul ihram ini seluruhnya (Mengucap “Allahu Akbar” sambil berniat didalam hati).

 

  1. Berdiri untuk shalat fardhu jika mampu berdiri.

 

  1. Membaca surat Al-Fatihah.

Wajib membaca ayatnya berurutan dan berkesinambungan, wajib memperhatikan bacaan tasydid serta membedakan ucapan huruf Dhad ( ) dengan Dzhad ( ). Al-Fatihah wajib dibaca pada setiap rakaat, kecuali rakaat dari makmum yang masbug (yang tertinggal dari bacaan imam, sehingga tidak sempat membacanya).

 

  1. Ruku’.

 

  1. Thuma’ninah dalam ruku’. Yaitu: sekiranya seluruh anggota badan sudah tenang dan menempati tempatnya.

 

  1. Itidal.

 

  1. Thuma’ninah dalam i’tidal.

 

  1. Dua kali sujud pada setiap rakaat.

Minimal Sujud: dengan meletakkan sebagian dahi ke lantai, juga jari-jari tangan dan jari-jari kaki bagian dalam, serta kedua lutut. Juga menekan kepalanya, serta mengangkat pantat agar lebih tinggi daripada kepala dan bahu.

 

  1. Thuma’ninah dalam sujud.

 

  1. Duduk di antara dua sujud.

 

  1. Thuma’ninah dalam duduk di antara dua sujud.

 

  1. Tasyahud akhir.

 

  1. Duduk tasyahud akhir.

 

  1. Membaca shalawat untuk Nabi Saw dalam tasyahud akhir.

 

  1. Salam, minimal dengan mengucap: “Assalamu’alaikum”.

 

  1. Tertib.

 

Sunnah-sunnah Shalat

 

Sunnah-sunnah dalam shalat ada banyak, di antaranya adalah:

 

  1. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram, ruku’, bangkit dari ruku’, dan berdiri dari tasyahud awal.

 

  1. Membaca doa iftitah.

 

  1. Membaca ta’awudz, dan ini disunnahkan untuk dibaca pada setiap rakaat, dan ta’awudz pada rakaat pertama lebih ditekankan.

 

  1. Membaca surat pendek setelah surat Al-Fatihah, bagi makmum yang tidak mendengar bacaan imamnya.

 

  1. Membaca surat secara jahr/mengeraskan suara (bagi selain makmum) pada shalat Subuh dan dua rakaat awal shalat Maghrib dan Isya’, baik untuk laki-laki maupun perempuan, asalkan tidak ada laki-laki yang bukan mahram disekitarnya.

 

  1. Meletakkan tangan kanan pada pergelangan tangan kiri di bawah dada.

 

  1. Membaca takbir selain takbiratul ihram, (yaitu takbir perpindahan dari satu gerakan menuju gerakan shalat lainnya).

 

  1. Membaca gunut saat I’tidal pada rakaat kedua shalat Subuh, dan juga disunnahkan juga membaca Ounut saat I’tidaal pada rakaat terakhir setiap shalat lima waktu ketika ada musibah (Dinamakan Ounut Nazilah).

 

9, Ketika ruku’ membaca: “Subhana rabbiyal adzhimi wa bihamdihi” (Mahasuci Allah Yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya) sebanyak tiga kali.

 

10.Ketika sujud membaca: “Subhana rabbiyal ala wa bihamdihi” (Mahasuci Allah Yang MahaTtinggi dan segala puji bagi-Nya) sebanyak tiga kali.

 

  1. Ketika sujud, hendaknya meletakkan kedua lutut terlebih dahulu baru telapak tangan, kemudian dahi dan hidung.

 

12.Ketika duduk di antara dua sujud membaca: “Rabbighfirli warhamni wajburni warfa’hni warzugni wahdini wa’afini wa’fu anni” (Yaa Allah ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, berilah aku kesehatan, dan maafkanlah aku).

 

13.Disunnahkan untuk duduk istirahat sejenak pada rakaat pertama dan ketiga (yaitu saat akan berdiri menuju rakaat kedua dan keempat), selain pada shalat Maghrib.

 

14.Disunnahkan membaca tasyahud awal dan duduk tasyahud awal,

 

15.Membaca shalawat kepada Rasulullah Saw pada saat tasyahud dan ketika membaca gunut.

 

16.Duduk iftirasy pada setiap duduk.

 

  1. Duduk tawarruk pada tasyahud akhir.

 

  1. Disunnahkan melihat ke tempat sujud.

 

  1. Khusyu’.

 

20.Menghayati bacaan dan dzikir saat shalat.

 

21.Lebih memanjangkan rakaat pertama daripada rakaat kedua.

 

22.Menunaikan shalat dengan semangat dan hati yang kosong dari hal-hal duniawi.

 

23.Memperbanyak bacaan doa ketika sujud.

 

Hal-hal Yang Membatalkan Shalat Shalat seseorang akan batal, dengan:

 

  1. Berbicara banyak (dua huruf atau satu huruf yang memiliki arti).

 

  1. Makan banyak (atau makan sedikit dengan sengaja).

 

  1. Banyak bergerak, seperti melangkah tiga langkah atau bergerak tiga kali berturut-turut, bergerak sekali namun berlebihan (hingga menyebabkan seluruh badannya bergerak), dan lompatan yang kelewat batas. Bila seseorang berbicara sedikit karena lupa, atau sedikit makan karena lupa, atau menambah satu ruku’ atau satu sujud karena lupa, maka shalatnya tidak batal, namun sunnah baginya melakukan sujud sahwi.

 

Sujud Sahwi

 

Dianjurkan sujud sahwi, yaitu dua sujud sebelum salam jika:

  1. Meninggalkan tasyahud awal.
  2. Tidak bershalawat kepada Rasulullah ketika tasyahud.
  3. Tidak duduk tasyahud.

4, Tidak membaca doa gunut pada shalat Subuh.

5, Tidak membaca shalawat kepada Rasulullah Saw dan keluarga beliau dalam gunut.

  1. Berbicara sedikit karena lupa.
  2. Menambah rukun shalat karena lupa.
  3. Makan sedikit karena lupa.

 

Dalam sujud sahwi, seorang makmum wajib mengikuti imam, (meski sang imam sujud sahwi untuk dirinya sendiri karena kelupaan yang dilakukan oleh imam). Namun bila seorang makmum sujud sahwi untuk dirinya sendiri (padahal imamnya tidak melakukan sujud sahwi), atau dia tidak mengikuti imam dalam sujud sahwi secara sengaja dan ia tahu bahwa tidak mengikuti gerakan imam hukumnya haram, maka shalatnya batal.

 

Sujud Tilawah

 

Sujud tilawah dianjurkan bagi orang yang membaca Al-Qur’an, Orang yang menyimak, maupun yang mendengarkan Al-Qur’an, yang terletak pada empat belas ayat. Dan sujud tilawah sunnah dilaksanakan bagi imam maupun orang yang shalat sendirian (ketika ayat tersebut dibaca dalam shalat). Adapun makmum tidak boleh sujud tilawah kecuali jika imamnya melakukan sujud tilawah. Dan jika makmum bersujud tilawah sendiri padahal imam tidak sujud, maka shalatnya batal.

 

Tidak Sah Bermakmum dibelakang Orang-orang Tersebut

 

Shalat seseorang tidak sah/batal jika bermakmum kepada imam-imam seperti ini:

  1. Orang yang pelat/cadel,

 

  1. Orang tak jelas bacaannya,

 

  1. Orang yang menjadi makmum,

 

  1. Orang yang berhadats atau junub,

 

  1. Orang kafir.

 

  1. Orang yang di badan atau pakaiannya terdapat najis.

 

  1. Orang yang tidak dapat bersuci dengan air maupun debu.

 

  1. Seorang laki-laki juga tidak boleh shalat di belakang perempuan dan banci.

 

Syarat-syarat Shalat Berjamaah

 

Syarat-syarat shalat berjamaah ada enam, yaitu:

  1. Makmum tidak boleh mendahului imam, dan makruh membarengi gerakan imam.

 

  1. Hendaknya Imam dan makmum berkumpul dalam satu masjid atau ruangan terbuka/tanah lapang, asalkan jarak antara keduanya tidak lebih dari tiga ratus hasta (150 meter).

 

  1. Mengetahui perubahan-perubahan gerakan imam, baik dengan melihat Imam atau melihat sebagian makmum, atau mendengar Mam atau orang yang menyampaikan tanda dari imam.

 

  1. Berniat untuk mengikuti imam, niat bermakmum atau berjamaah.

 

  1. Hendaknya bentuk shalatnya sesuai dengan shalatnya imam. Maka tidak sah shalat kusuf di belakang orang yang shalat wajib. Tidak sah pula shalat subuh di belakang shalat jenazah, juga tidak sah shalat jenazah di belakang orang yang shalat subuh.

 

  1. Hendaknya mengikuti gerakan imam. Bila makmum mendahului imam dengan dua rukun fi’li (rukun yang berupa gerakan) atau tertinggal dua rukun fi’li tanpa ada udzur, maka shalatnya batal Atau tertinggal dari imam karena ada udzur, seperti makmum yang lambat dalam membaca Al-fatihah, maka makmum diberi toleransi tertinggal dari imam sampai tiga rukun fi’li yang Panjang (Ruku, Sujud pertama, dan Sujud Kedua).

 

Menqashar Shalat Bagi Musafir

 

Diperbolehkan bagi Musafir yang melakukan perjalanan jauh yaitu dua marhalah (sekitar 89 km) dengan safar yang mubah (bukan safar maksiat) untuk mengashar shalat Dzhuhur, Ashar, dan ‘Isya menjadi dua rakaat saja.

 

Dan barangsiapa yang meninggalkan shalat dalam safar lalu ia ingin menqadha’nya ketika sampai di tempat tinggalnya, atau sebaliknya (yaitu meninggalkan shalat saat berada di tempat tinggalnya lalu ia ingin menqadha’nya ketika safar) maka dia wajib mengerjakan dengan jumlah rakaat sempurna. Disyaratkan dalam gashar untuk menentukan tujuan tertentu (yaitu menentukan kota mana/daerah mana yang akan dituju), sehingga musafir yang melakukan perjalan namun tidak punya arah tujuan, maka ia tidak mendapat keringanan gashar.

 

Dan orang yang mengashar shalatnya tidak boleh bermakmum kepada orang yang shalat dengan rakaat yang sempurna, juga tidak boleh bermakmum tatkala ia ragu apakah imam yang dia ikuti menyempurnakan bilangan rakaatnya atau mengashar shalat. Dan hendaknya berniat gashar saat Takbiratul Ihram .

 

Menjamak Shalat Bagi Musafir

 

Diperbolehkan bagi orang yang sedang melakukan perjalanan mubah dan jauh untuk menjamak shalat Dzhuhur dan Ashar, juga shalat Maghrib dan “Isya. Dia boleh melakukan jamak tagdim (melakukan dua shalat pada waktu shalat yang pertama) maupun jamak ta’khir (melakukan dua shalat pada waktu shalat yang kedua).

 

Jika ia melaksanakan jamak tagdim, maka disyaratkan untuk memulai shalat dengan shalat yang pertama (Dzuhur atau Maghrib) dan berniat jamak tagdim dalam shalat yang pertama tersebut. dan jeda antara kedua shalat yang dijamak hendaknya tidak lama. Sedangkan dalam jamak ta’khir disyaratkan untuk berniat ta’khir sebelum keluar dari waktu Zhuhur atau sebelum keluar dari waktu Maghrib.

 

Orang-orang yang Diwajibkan Shalat Jumat

 

Shalat Jumat hukumnya wajib bagi setiap muslim. mukallaf, laki-laki, merdeka, mugim (tidak safar). dan tidak sakit. Diperbolehkan meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah ketika ada hujan deras, sakit, merawat orang sakit, menunggu kerabat yang sudah dekat dengan kematian, takut terjadi gangguan terhadap dirinya, hartanya,

 

maupun kehormatannya, Tak kuat menahan hadats/kebelet (kencing atau buang hajat) meski waktunya longgar, sangat lapar atau sangat haus, sangat panas atau sangat dingin, angin kencang di malam hari, jalan yang amat berlumpur, serta sedang safar (perjalanan) bersama rombongan (dikhawatirkan jika berpisah dari rombongan akan membahayakan dirinya).

 

Syarat-syarat Shalat Jumat

 

  1. Hendaknya semua rangkaian Khutbah maupun shalat Jum’at dilaksanakan di waktu Dzhuhur.

 

  1. Hendaknya Jumatan itu didirikan dalam bangunan yang terletak di wilayah desa/kecamatan tersebut (bukan diluar desa).

 

  1. Sebelumnya tidak didirikan shalat Jum’at di desa tersebut (yaitu tidak ada jumatan lain di kampung tersebut yang mendahuluinya, namun jika terpaksa harus terpecah menjadi dua tempat jumatan yang berbeda disebabkan oleh tempat yang kurang memadai atau terlalu jauh, maka diperbolehkan).

 

  1. Dilaksanakan secara berjamaah.

 

  1. Jumlah minimal jamaah shalat Jumat adalah empat puluh orang laki-laki mukallaf, merdeka, mustauthinin, yaitu mereka yang (tinggal menetap di daerah tersebut) yang tidak bepergian baik di musim kemarau maupun musim hujan/dingin, kecuali jika ada keperluan.

 

5, Diawali dengan dua khutbah (sebelum shalat jum’at).

 

Rukun-rukun khutbah Jumat

 

  1. Memuji Allah dalam kedua khutbah (mengucap “Alhamdulillah” atau pecahan lafad “Hamd” lainnya).
  2. Membaca shalawat kepada Rasulullah Saw dalam kedua khutbah.
  3. Berwasiat untuk bertakwa dalam kedua khutbah.
  4. Membaca ayat Al-Qur’an pada khutbah pertama atau pada hutbah yang kedua.
  5. Berdoa untuk orang-orang beriman, meskipun hanya dengan ucapan doa “Rahimakumullah” (semoga Allah merahmati kalian), pada khutbah kedua.

 

Syarat-syarat Khutbah Jumat

  1. Khutbahnya didengar oleh empat puluh jama’ah.
  2. Berkesinambungan antara dua khutbah Jumat dan shalat Jumat.
  3. Suci dari hadats kecil maupun hadats besar.
  4. Badan, pakaian, dan tempat khutbah suci dari najis.
  5. Berdiri bila mampu.
  6. Menutup aurat.
  7. Duduk di antara dua khutbah seukuran thuma’ninah.
  8. Rukun Khutbah disampaikan dalam Bahasa Arab.
  9. Berkhutbah setelah matahari tergelincir (setelah masuk waktu dzhuhur).

 

Mengurus Jenazah

 

Mengurus jenazah (mayit) adalah dengan memandikan-nya, mengkafani-nya, menshalati-nya, dan menguburkan-nya. Hukumnya adalah fardhu kifayah. Kadar minimal dalam memandikan mayit adalah menyiramkan air murni ke seluruh badan mayit, baik kulit maupun rambutnya setelah menghilangkan najis-najis dari badannya. Adapun kadar minimal Kafan mayit adalah sebilah kain yang dapat menutupi auratnya. Namun yang lebih utama bagi mayit laki-laki adalah dengan tiga lapisan kain, sedangkan untuk mayit perempuan dengan lima lapisan, yaitu: sarung, khimar (kerudung kepala), gamis/baju, lalu ditambah dengan dua lapis kain.

 

Shalat Jenazah

 

Fardhu-fardhu shalat jenazah ada tujuh:

  1. Niat, yaitu berniat melaksanakan shalat dan menentukan jenis shalatnya yaitu shalat Jenazah, serta meniatkan kefardhuannya.
  2. Bertakbir dengan empat Takbir.
  3. Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir pertama atau takbir lainnya.
  4. Membaca shalawat atas Rasulullah Saw setelah takbir yang kedua.
  5. Mendoakan mayit setelah takbir yang ketiga.
  6. Berdiri bagi yang mampu.
  7. Salam.

 

Tata Cara Mengubur Jenazah

 

Adapun dalam mengubur jenazah, minimalnya dikubur dalam lubang yang sekiranya cukup untuk menutupi bau tidak sedap si mayit serta melindunginya dari binatang buas. Dan wajib menghadapkan mayit ke arah kiblat. Adapun sempurnanya: kedalaman Lubang kubur seukuran orang berdiri dan mengangkat tangan, yaitu empat setengah hasta (2,2 meter).

 

Dan diharamkan (Nadb) yaitu meratapi si mayit dengan menyebut-nyebut kebaikan-nya: seperti ” Duhai pemimpin..Duhai pelindung.” Juga diharamkan (Nauh) yaitu mengeraskan suara/berteriak sambil merapati mayit. Diharamkan melampiaskan kesedihan dengan memukul dada, pipi, mengacak-acak rambut, merobek kantong pakaian, melemparkan abu ke atas kepala, dan lain sebagainya.

 

Zakat diwajibkan dalam harta yang berupa unta, sapi, kambing, pertanian, buah-buahan, barang tambang, barang temuan, dan perdagangan. 

 

Zakat Unta

 

Setiap 5 ekor unta, maka zakatnya adalah seekor domba yang berumur satu tahun atau seekor kambing kacang berumur dua tahun. Untuk 10 ekor unta zakatnya adalah 2 ekor domba.

 

Untuk 15 ekor unta zakatnya adalah 3 ekor domba.

 

Untuk 20 ekor unta zakatnya zakatnya 4 ekor domba.

 

Untuk 25 ekor unta zakatnya adalah seekor bintu makhad, yaitu unta betina yang berumur setahun.

 

Untuk 36 ekor unta zakatnya adalah seekor bintu labun, yaitu unta betina yang berumur dua tahun.

 

Untuk 46 ekor unta zakatnya adalah seekor higgah, yaitu unta betina yang berumur tiga tahun.

 

Untuk 61 ekor unta zakatnya adalah seekor jadza’ah, yaitu unta betina yang berumur empat tahun.

 

Untuk 76 ekor unta zakatnya 2 ekor bintu labun.

 

Untuk 91 ekor unta zakatnya adalah 2 ekor higgah

 

Untuk 121 ekor unta zakatnya adalah 3 ekor bintu labun.

 

Di atas jumlah itu, maka setiap kelipatan 40 ekor zakatnya adalah seekor bintu labun, dan setiap kelipatan 50 ekor zakatnya seekor hiqqah.

 

Zakat Sapi

 

Setiap tiga puluh ekor sapi zakatnya seekor tabi’ (sapi jantan atau betina yang telah berumur setahun). Setiap empat puluh ekor sapi zakatnya seekor musinnah (sapi betina yang telah berumur dua tahun). Kemudian di atas jumlah ini. maka pada setiap 30 ekor sapi zakatnya seekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi zakatnya seekor musinnah

 

Zakat Kambing (Domba)

 

Untuk 40 ekor kambing zakatnya adalah seekor kambing.

Untuk 121 ekor kambing zakatnya 2 ekor kambing

Untuk 201 ekor kambing zakatnya 3 ekor kambing.

Untuk 400 ekor kambing zakatnya 4 ekor kambing Kemudian di atas jumlah itu, maka setiap 100 ekor kambing zakatnya seekor kambing (misal: 500 kambing, zakatnya 5 kambing).

 

Zakat Pertanian dan Buah-buahan

 

Zakat pertanian dan buah-buahan tidak diwajibkan kecuali yang dijadikan makanan pokok pada kondisi normal. Zakat tersebut diwajibkan jika buah telah layak dimakan (dipanen), maupun biji telah mengeras, dengan syarat bila hasil panennya mencapai tiga ratus sha’ (825 kg). Dan satu sha’ adalah empat mudd.

 

Jika pengairan menggunakan biaya, maka zakatnya adalah 596 dari hasil panen, sedangkan bila pengairan tidak perlu biaya, misalnya memakai air hujan maka zakatnya adalah 1096 dari hasil yang kering (biji yang keras) dan murni (tanpa jerami atau kulit). Dan hasil panen hendaknya digabungkan dengan hasil panen lainnya agar dapat memenuhi nishab, jika jenis tanamannya sama (seperti: beras putih dengan beras merah) dan jika dipanen-nya dalam kurun satu tahun.

 

Zakat Emas

 

Nishab emas adalah 20 mitsgal (84 gram). Sedangkan 1 mitsqal adalah 24 girath. Sedangkan Nishab perak adalah 200 dirham Islam (588 gram) yang terbuat dari perak murni. Dirham Islam adalah 17 kurang 1/5, yaitu (16.8 qirath). Zakat tidak diwajibkan sampai emas dan perak mencapai satu kali haul (setahun). Dan zakat emas dan perak adalah sebesar 1/40 (2.5%). Syaratnya adalah bila emas dan perak itu bukan sebagai perhiasan mubah.

 

Zakat Barang Tambang

 

Untuk tambang emas dan perak, zakatnya 1/40 atau 2.5% bila mencapai nishab saat itu juga tanpa menunggu haul (langsung dikeluarkan zakatnya tanpa menunggu setahun).

 

Zakat Barang Temuan (Rikaz)

 

Rikaz adalah harta simpanan yang dikubur oleh orang-orang jahiliyah. Maka zakatnya adalah seperlima (20%), dikeluarkan saat itu juga tanpa menunggu haul, dengan syarat: berupa emas atau perak, serta ditemukan di tanah yang tak bertuan atau tanah yang dihidupkan/dirawatnya.

 

Zakat Perdagangan

 

Yaitu bila mencapai nishab di akhir tahun, maka zakatnya adalah 1/40 atau 2,5%.

 

Zakat Fitrah

 

Zakat fitrah wajib ditunaikan sejak tenggelam matahari pada hari terakhir bulan Ramadhan, bagi orang yang merdeka. Wajib baginya mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri dan orangorang yang berada di bawah tanggungannya, seperti istri. orang tua, anak, dan budak selama mereka muslim dan ia memiliki bahan makanan untuk membayar zakat mereka. Dan haram hukumnya menunda pembayaran zakat fitrah hingga berlalu hari Id. Jika ia sengaja menundanya (tanpa udzur) maka ia berdosa dan wajib mengganti.

 

Zakat fitrah tidak diwajibkan atas orang yang mu’sir (tidak mampu), yaitu: orang yang tak punya apa-apa, atau hanya memiliki makanan secukupnya untuk malam Id dan di hari Idul Fitri saja. Dan tidak wajib baginya menjual rumah atau budak yang masih dia butuhkan untuk dapat mengeluarkan zakat. Jumlah zakat fitrah adalah 1 sha’ (2,8 kg). Sedangkan 1 sha’ adalah 4 mudd dengan ukuran Mudd di masa Rasulullah Saw, yaitu 1 1/3 rithl. Maka, zakat fitrah tidak sah kecuali sesuai dengan takaran tersebut dan tidak sah kecuali dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok negeri setempat.

 

Masuknya bulan Ramadhan ditetapkan dengan menggenapkan bilangan hari bulan Sya’ban menjadi 30 hari atau dengan melihat hilal. Dan cukup dengan kesaksian seorang yang adil.  

 

Syarat-syarat Sah Puasa

  1. Niat, Jika puasanya adalah puasa wajib, meskipun wajibnya karena nadzar, maka disyaratkan untuk berniat pada malam harinya sebelum fajar (menginapkan niat), serta menentukan jenis puasanya, apakah puasa Ramadhan atau puasa karena nadzar.

 

  1. Menahan diri dari berhubungan suami istri secara sengaja.

 

  1. Menahan diri dari Istimna’ (berusaha mengeluarkan mani dengan tangannya atau tangan istrinya).

 

  1. Tidak menyengaja muntah.

 

  1. Menahan dari masuknya benda ke dalam jauf (rongga perut dan kepala), misalnya bagian dalam telinga, atau saluran kencing (saluran air susu) melalui lubang yang terbuka. Akan tetapi tidak mengapa untuk minyak yang terserap ke pori-pori kulit atau rasa celak di tenggorokan. Dan seseorang tidak dinyatakan telah berbuka bila ia melakukannya (jimak dan yang lainnya) karena tidak tahu, lupa, atau dipaksa.

 

Puasa seseorang akan batal bila ia keluar mani akibat sentuhan tanpa penghalang, atau karena berciuman, atau karena bercumbu kecuali jika keluarnya mani kerena membayangkan atau melihat (make tidak batal puasanya. karena tidak bersentuhan).

 

Dan Syarat sahnya puasa. juga:

  1. Islam,
  2. Berakal,
  3. Suci dari haid dan nifas di sepanjang hari.

 

Dan Diharamkan puasa pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha serta hari Tasyriq (11.12.13 Dzulhijjah). Diharamkan juga berpuasa pada lima belas hari terakhir di bulan Sya’ban kecuali karena nadzar, menqadha’ puasa, membayar kafarah, atau ada sebab.

 

Syarat-syarat Wajib Puasa

 

Syarat wajib puasa Ramadhan di antaranya adalah:

  1. Islam,
  2. Berakal,
  3. Baligh,
  4. Mampu melaksanakan puasa.

 

Adapun anak-anak laki-laki dan perempuan yang berumur tujuh tahun maka diperintahkan untuk berpuasa juga jika mereka mampu. Kemudian mereka dipukul bila tidak berpuasa saat sudah berumur sepuluh tahun.

 

Seorang musafir yang melakukan safar yang jauh dan mubah diperbolehkan berbuka puasa. Demikian juga bagi orang sakit yang dikhawatirkan puasa akan membahayakan dirinya. Dibolehkan juga bagi perempuan hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa bila dikhawatirkan akan membahayakan bagi diri mereka maupun bagi janin dan anaknya.

 

Juga bagi orang yang menyelamatkan binatang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh, atau menyelamatkan seseorang yang berada di ujung kematian. Dan mereka yang membatalkan puasa ini wajib untuk menqadha’ (mengganti) puasanya.

 

Adapun orang yang tidak berpuasa karena menyelamatkan binatang atau manusia yang berada di ujung kematian, maka dia wajib menqadha’ puasa juga membayar fidyah sebanyak satu mudd (7 ons) setiap harinya. Demikian juga wanita hamil dan wanita menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir terhadap bayinya (bukan khawatir terhadap dirinya sendiri) maka dia wajib mengganti puasa dan juga membayar fidyah.

 

Orang yang mengakhirkan qadha’ puasanya sampai masuk ke bulan Ramadhan tahun berikutnya tanpa ada udzur, maka dia wajib mengqadha’ puasanya dan membayar fidyah. Adapun orang yang berbuka puasa tanpa ada udzur maka ia wajib mengqadha’ puasanya dengan segera.

 

I’tikaf

 

Syarat sah i’tikaf adalah niat, berdiam diri di dalam masjid, Islam, berakal, suci dari haid dan nifas, serta suci dari janabah.  

 

Haji dan umrah hukumnya wajib bagi setiap muslim, baligh, berakal, merdeka, mampu berhaji sendiri, atau dihajikan orang lain bila ia tidak mampu: baik karena sakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya atau karena usia tua.

 

Fardhu-fardhu Haji

 

Fardhu-fardhu haji ada lima:

  1. Ihram, yaitu dengan niat di dalam hati.
  2. Wukuf di Arafah.
  3. Thawaf setelah wukuf.
  4. Sa’i.

5, Memotong rambut atau memendekkannya.

 

Wajib-wajib Haji

 

Wajib-wajib haji ada enam yaitu:

  1. Ihram dari miqat.
  2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada malam hari Idul Adha.
  3. Mabit (bermalam) pada hari-hari Tasyrig di Mina.
  4. Melempar Jumrah Agabah pada hari Idul Adha sebanyak tujuh lemparan.
  5. Melempar tiga jumrah di hari Tasyrig setelah tergelincirnya matahari, masing-masing jumrah dengan lemparan tujuh kerikil. Diperbolehkan nafar awal (keluar) dari Mina pada hari kedua Tasyrig sebelum tenggelam matahari.
  6. Thawaf Wada’.

 

Fardhu-fardhu Umrah

 

Fardhu-fardhu Umrah ada empat, yaitu:

  1. Ihram,
  2. Thawaf,
  3. Sa’i,
  4. Memotong rambut atau memendekkannya. Adapun wajib umrah adalah ihram dari miqat.

 

Fardhu-fardhu Thawaf

 

Fardhu-fardhu dalam thawaf diantaranya:

  1. Menutup aurat. Suci dari hadats kecil maupun besar.

 

  1. Suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempatnya.

 

  1. Memposisikan Ka’bah di sebelah kirinya (sambil terus berjalan tanpa menghadapnya).

 

  1. Memutari Ka’bah tujuh kali di luar Ka’bah dan masih di dalam Masjidil Haram.

 

  1. Memulai putaran thawaf dari Hajar Aswad.

 

Fardhu-fardhu Sa’i

  1. Memulai dari Shafa saat lari yang pertama (dari Shafa ke Marwa) dan memulai dari Marwa saat lari yang kedua (dari Marwa ke Shafa). Begitu seterusnya sampai selesai tujuh kali larian.

 

  1. Sa’i dilaksanakan setelah Thawaf Rukun atau Thawaf Qudum dengan tidak menyelahi keduanya dengan wukuf di Arafah.

 

Tahallul

 

Ada dua tahallul bagi orang yang berhaji.

 

Tahallul pertama dilakukan setelah menyelesaikan dua dari tiga perbuatan ini, yaitu: Thawaf, bercukur, dan melempar Jumrah Aqabah. Adapun tahallul kedua yaitu ketika selesai melaksanakan tiga perbuatan tersebut seluruhnya. Pada tahalul pertama, maka seluruh larangan dalam ihram menjadi halal kecuali berhubungan suami istri dan melaksanakan akad nikah. Adapun tahalul dalam umrah adalah , ketika selesai melaksanakan umrah.

 

Hal-hal yang Diharamkan saat Ihram

 

Adapun yang diharamkan selama ihram ada enam hal, yaitu:

 

  1. Menutup kepala bagi laki-laki, baik seluruhnya maupun sebagian, dengan penutup yang dianggap sebagai tutup kepala menurut kebiasaan. Adapun perempuan dilarang menutup wajahnya. Dan bagi laki-laki juga dilarang memakai kain yang ada jahitannya, sedangkan perempuan dilarang memakai sarung tangan.

 

  1. Memakai minyak wangi dengan zat apapun yang dianggap sebagai minyak wangi, baik dipakai di badan, kain, kasur, atau makanannya.

 

  1. Meminyaki rambut dan jenggot.

 

  1. Memotong rambut dan kuku.

Bila melanggar hal-hal di atas, maka kafarahnya adalah seekor kambing atau memberi makan sebanyak tiga sha’ (8,4 kg) kepada enam orang fakir sehingga masing-masing mendapatkan setengah sha’ (1,4 kg), atau berpuasa tiga hari.

 

  1. Jima’ (berhubungan suami istri).

Jika seseorang berhubungan badan saat ‘umrah maka umrahnya rusak. namun dia tetap harus menyempurnakan umrahnya. Demikian juga bila seseorang berhubungan badan saat haji sebelum tahallul pertama sedangkan di melakukan secara sengaja, dan mengetahui larangan tersebut, serta dalam keadaan bebas memilih (tidak dipaksa) maka hajinya rusak.

 

Bila hajinya rusak. maka ia wajib menyempurnakannya. dan menqadha’ keduanya (haji dan umrah) segera. Selain itu, dia wajib membayar kafarah. yaitu seekor unta, atau bisa diganti seekor sapi atau tujuh ekor kambing. Bila tidak mampu maka dengan memberi makan orang fakir senilai seekor unta. bila tidak mampu maka dengan berpuasa sebanyak hitungan mud (setiap satu mud puasa sehari, jika harga unta senilai seribu mud. maka ia wajib berpuasa seribu hari).

 

  1. Berburu binatang buruan.

Diharamkan memburu binatang buruan di Haramain (Mekah dan Madinah). dilarang memotong tanamannya. baik bagi orang yang berihram maupun yang halal (tidak berihram). Dan jika seseorang melakukan hal itu, maka ia wajib membayar fidyah kecuali binatang buruan dan pepohonan di tanah Madinah (tidak wajib membayar fidyah. namun tetap berdosa).

 

(Syarat-syarat Jual Beli dan Nikah)

 

Orang yang hendak berjual beli, menikah, dan yang lainnya hendaknya mempelajari tata cara dan syarat-syaratnya.

 

Syarat-syarat jual beli di antaranya:

 

  1. Ada lafazh ijab dari penjual dan ada lafazh gabul dari pembeli.

 

  1. Hendaknya dua orang yang berakad adalah orang yang baligh. berakal, bijak (dalam menjalankan perkara duniawi maupun ukhrawi), dan punya kebebasan memilih (tidak dipaksa).

 

  1. Barang yang diperjualbelikan adalah barang yang suci, atau barang terkena najis namun bisa disucikan dengan dicuci, barang yang bermanfaat, bisa diserahkan, benar-benar dimiliki oleh orang yang menjual atau orang yang memiliki wali/kuasa jual atau wakil dari pemilik barang tersebut, dan hendaknya penjual dan pembeli sama-sama mengetahui bentuk barang tersebut, ukurannya, maupun sifat-sifatnya.

 

Maka tidak sah jual beli dengan mengatakan “Saya jual salah satu dari dua baju ini,” atau “Salah satu dari dua budak ini,” atau “Saya jual makanan sepenuh wadah ini,” atau “Saya jual emas seberat batu kerikil ini.” Tidak sah pula menjual maupun membeli barang yang belum dilihat.

 

Jual Beli Barang Ribawi

 

Jika seseorang menjual bahan makanan dengan bahan makanan sejenis (seperti: beras dengan beras), atau perak dengan perak, atau emas dengan emas, maka disyaratkan:

 

  1. Hulul (kontan),

 

  1. Taqabudh (serah-terima barang) sebelum keduanya berpisah,

 

  1. Mumatsalah (sama kadarnya), yaitu sama takarannya bila termasuk barang yang ditakar atau sama beratnya bila termasuk barang yang ditimbang.

 

Adapun bila barang yang diperjualbelikan adalah bahan makanan yang berbeda jenis, atau menjual emas dengan perak, maka disyaratkan:

 

  1. Hulul (kontan)
  2. Taqabudh (serah-terima barang sebelum berpisah), namun tidak disyaratkan mumatsalah (sama kadarnya).

 

Khiyar (Memilih Menetapkan Akad atau Membatalkannya)

 

Hak memilih (khiyar) selama di majelis akad ditetapkan/berlaku dalam setiap jenis jual beli, dan tidak berakhir masa khiyar sampai keduanya atau salah satu dari penjual maupun pembeli menentukan pilihan untuk menetapkan akad atau sampai keduanya berpisah (keduanya meninggalkan tempat akad, dengan berbalik badan ke belakang).

 

Diperbolehkan bagi dua orang yang berakad atau salah satunya untuk mensyaratkan khiyar selama tiga hari atau kurang. kecuali jika disyaratkan iwadh (bayarannya) diserahkan di majelis (misalnya akad salam). dan jual beli makanan dengan makanan, serta jual emas/perak dengan emas/perak.

 

Jika didapati cacat pada barang yang diperjual-belikan hendaknya segera dikembalikan. Dan tidak boleh menjual lagi barang dagangan sampai dia menerimanya. Orang kota dilarang menjual barang dagangan yang dibutuhkan orang banyak kepada orang desa dengan harga yang lebih tinggi. Diharamkan juga menghadang rombongan dagang untuk membeli barang dagangan mereka jika mereka tidak paham harga barang di kota tersebut.

 

Diharamkan menawar barang yang sedang ditawar saudaranya. Diharamkan menjual kepada orang lain barang yang akan dibeli oleh saudaranya (yang belum tetap dan masih dalam masa khiyar). Diharamkan pula membeli barang yang akan dibeli oleh saudaranya (yang belum tetap dan masih dalam masa khiyar). Diharamkan Najsy (Menawar suatu barang dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik untuk membelinya). Diharamkan juga memisahkan seorang budak perempuan dengan anaknya (misalnya dengan jual beli atau hibah) sampai anak tersebut mencapai usia tamyiz.