Dengan nama Alllah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Muhammad Rasulullah, pembawa agama yang lurus ini, dan pengucap, “Menuntut ilmu adalah perkara wajib bagi setiap orang Islam.” Juga kepada keluarga dan sahabat beliau yang memiliki keutamaan dan kebaikan, serta menyebarkan ilmu kepada setiap pencarinya baik wanita maupun lelaki.
Amma ba’du, sesungguhnya Allah Swt telah mensyariatkan agama Islam sebagai rahmat bagi kalangan tertentu dan secara umum. Kewajiban untuk mengetahui dan mengamalkan syariat itu, sama bagi laki-laki dan wanita. Lalu Dia menetapkan hak-hak dan kewajiban bagi wanita, dan berfirman, “Dan mereka (para wanita) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Diwajibkan kepada para wanita agar belajar hukum-hukum agama yang diperlukan oleh mereka, memenuhi hak-hak suami, mendirikan kewajiban kepada anak-anak, dan kewajiban rumah tangga juga di dalam masyarakat. Disamping kewajiban itu, terdapat pula kewajiban mendirikan hak-hak Allah Swt. Semua itu agar mereka anak-anak wanita yang kuat dalam membina rumah tangga Islam.
Sudah tentu, seorang istri yang terpelajar dan shalihah merupakan sebaik-baik pendamping bagi suami, dan pendukung yang terutama baginya untuk berbuat taat kepada Tuhannya dan mengatur kehidupan serta memperbaiki kondisinya.
Jika di rumah seseorang tak terdapat wanita merdeka (terpelajar dan shalihah) yang mengatur, maka lenyaplah kebaikan di rumahnya.
Bahkan wanita adalah penggenggam ketentraman, kenyamanan hidup dan kebahagiaan suami. Disebutkan dalam suatu hadits yang mulia, “Selain manfaat bertakwa kepada Allah, seorang yang beriman tak akan mendapat manfaat yang lebih baik baginya daripada manfaat dari seorang istri yang shalihah. Jika diperintah ia menaatinya, jika memandangnya (istri) ia menjadi bahagia, dan jika ia tak bersamanya ia menjaga kehormatannya demi suaminya dan menjaga hartanya.” Dalam riwayat hadits yang lain, “Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di malam hari, lalu mendirikan shalat dan membangunkan suaminya.” Yaitu membangunkan suaminya untuk shalat.
Di masa ini sebagian besar wanita sangat memerlukan penjelasan hukum-hukum agama bagi diri mereka, motivasi untuk beramal, dan beradab dengan adab-adab Islam yang lurus. Sebab itu saudaraku al-‘ Allamah as-Sayyid Muhammad bin Salim bin Hafiz al-‘ Alawi alHusainiy memenuhi keperluan tersebut. Maka beliau menghimpun segala yang terserak dan menghidupkan segala yang telah mati dalam kitab spesifik ini, agar umat dari kalangan umum dan khusus mendapatkan manfaat. Aku telah membebaskan pandanganku dalam bab-bab dan pasal-pasalnya, maka kudapati manfaat yang berguna, sempurna dan tepat. Tercakup di dalamnya hal-hal yang penting bagi wanita dalam mengetahui hukum-hukum agama dan sesuatu dari adab-adab yang selalu diperlukan bagi mereka dalam berakhlak. Begitu pula nasehat-nasehat berharga yang bermanfaat bagi wanita untuk agama dan dunia. Semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan dan memberkahi kita dalam kehidupan beliau. Semoga Allah memberikan manfaat melalui beliau dan seluruh karyanya dan memberikan taufik kepada kita semua untuk mencapai ridha-Nya.
Aku memohon kepada Allah agar menjaga kita dan keluarga serta anak-anak dari fitnah (godaan) di zaman ini, juga dari kejahatan siang dan malam. Semoga Allah menghembuskan taufik kepada kita dari sisi-Nya agar kita berada di jalan yang lurus. Shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad dan keluarga serta sahabatnya.
17/02/1380 H
Ditulis oleh:
As-Sayyid Alwi bin as-Sayyid ‘ Abbas al-Malikiy al-Makkiy
Pengajar di Masjidil Haram dan sekolah al-Falah di Makkah
Dengan nama Alllah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Shalawat dan salam kepada Rasul yang termulia junjungan kami Muhammad dan keluarga serta seluruh sahabat.
Amma badu, pelita yang bercahaya dan bintang-bintang yang menjadi penunjuk jalan, masih terus menerus berada dalam keluarga Nabi yang mulia. Allah telah memberikan anugerah dan memuliakanku melalui persahabatanku dengan seorang sayyid yang memiliki keutamaan, berilmu, beramal, ahli syair, dan penulis yaitu al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafiz al-‘ Alwi al-Husainiy al-Hadhramiy at-Tarimiy. Aku melihatnya sebagai seorang guru, pemberi nasehat dan petunjuk serta contoh setiap adab juga segala keutamaan. Engkau dapat membaca akhlak, sifat, dan pergaulannya yang baik seperti yang terdapat dalam lembaran sejarah para pendahulu yang saleh. Beliau telah memakmurkan majelisnya dengan ceramah-ceramah, pelajaran, manfaat, serta nasehat bagi orang-orang Islam. Beliau juga memposisikan dirinya untuk menulis dan menyusun ilmu yang berharga.
Beliau – semoga Allah menjaganya – telah menunjukkan kepadaku beberapa karyanya. Aku membaca pembahasan dan babbabnya, maka aku mendapatinya berada dalam puncak penelitian dan penyempurnaan. Terpancar darinya cahaya keihklasan dan terhembus angin sejuk penerimaan. Di antara karya beliau:
* Takmilah Zubdah al-Hadits Fiy Fighal-Mawarits. Dipaparkan dalam buku tipis.
* Khulashah az-Zubdah Fiy Masail Bai’ al’ Uhdah.
* Al-Miftah Lubab an-Nikah. Dua kitab ini telah dicetak.
* (Kitab ini) At-Tiadzkirah al-Hadhramiyyah Fiyma Yajibu ‘Alan Nisa’ Minal Umurid Diniyyah. Yaitu kitab tipis berharga yang bermanfaat. Menambal celah besar di zman yang berbahaya ini.
Aku ucapkan selamat kepada temanku seorang sayyid yang | agung ini, atas nikmat yang dilimpahkan oleh Allah kepadanya melalui kitab itu. Ini adalah kedudukan yang dipersiapkan oleh Allah baginya. Tak ada yang merasa heran (semua merasa pantas) sebab beliau adalah Putra dari samudera luas, seorang sayyid yang “alim, penghimpun fatwa-fatwa al-Khatib, dan mendapat bagian dari segala jenis ilmu, yaitu al-Habib Salim bin Hafiz (semoga Allah menyucikan ruh beliau. Allahlah pemilik ucapan yang hikmah seperti di bawah,
Terhadap ayahnya ‘Adiy mengikutinya dalam kemuliaan Barangsiapa menyerupai ayahnya maka ia bukanlah si zalim Aku memohon kepada Allah Swt bagi kami dan bagi beliau taufik dan kebenaran serta kedudukan orang-orang yang saling mencinta dalam kebaikan, kelembutan, dan keselamatan. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Shalawat dan salam kepada junjungan kita Muhammad dan keluarga serta sahabat.
Hari Rabu, 9-Dzulgadah pada tahun 1379 H
Muhammad Amin Kutbiy
Pengajar di Masid al-Haram
Semoga Allah memaafkannya
Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Pujian yang memenuhi segala nikmat-Nya, dan membalas tambahan dari-Nya. Shalawat dan salam kepada junjungan dan pemberi syafaat kami, Muhammad, yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta. Begitu juga kepada keluarga dan sahabatnya semua, serta setiap pengikut mereka dalam kebaikan hingga hari kiamat.
Wa badu, ini adalah ringkasan penting tentang masalah kesucian, haidh, nifas, dan shalat serta lain-lainnya, yang perlu diketahui oleh wanita yang beriman. Telah disampaikan kepada kami dari junjungan kami al-Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur’ ra, bahwa sesungguhnya beliau menyukai seseorang yang mengumpulkan tulisan seperti ini (seputar figih wanita) agar dibaca oleh para wanita di dalam pertemuan-pertemuan mereka, lalu agar mereka mempelajari makna-maknanya atau makna yang serupa dengan hal itu. Sebab, sesungguhnya mempelajari ilmu hukumnya wajib bagi orang Islam baik laki-laki atau wanita seperti yang tersebut di dalam hadits.
Abu ad-Darda ra mengatakan bahwa dirinya mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa menempuh jalan mencari ilmu di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai rasa ridha. Sesungguhnya seorang yang berilmu, akan dimintakan ampun oleh siapa yang ada di langit dan bumi hingga ikan-ikan di air. Keutamaan seorang yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di antara planet-planet. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tak mewariskan dinar atau dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang menimbanya, maka ia telah mendapat keberuntungan yang melimpah.” (Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, atTurmudzi dan selain mereka).
Merupakan sesuatu yang masyhur bagi mereka yang berkecimpung dalam ilmu bahwa, menyibukkan diri dengan ilmu termasuk amal taat yang utama dan sarana mendekatkan yang terbaik kepada Allah. Mengajarkan seperti kitab yang ringkas seperti ini dalam pertemuan-pertemuan para wanita, lebih utama daripada kesibukkan lain yang mereka lakukan seperti berzikir, atau berbicara yang mubah. Semua itu karena telah diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah Saw keluar dan mendapati dua majelis. Majelis yang di dalamnya mendalami ilmu agama, dan majelis yang di dalamnya berdoa dan meminta kepada Allah. Maka beliau Saw bersabda, “Kedua majelis ini mengarah kepada kebaikan. Mereka berdo’a kepada Allah Swt. Sedangkan mereka, belajar dan memahamkan orang-orang yang bodoh, maka mereka lebih utama. Melalui pembelajaran aku diutus.” Lalu beliau Saw duduk bersama mereka (majelis yang mendalami agama). (HR. Abdullah ibn Majah).
Kitab ini telah aku beri judul At-Tadzkirah Al-Hadramiyyah Seputar Masalah Agama yang Wajib Diketahui Wanita. Kitab ini – alhamdulillah – telah mencakup beberapa hukum syariat Allah yang tidaklah seorang hamba selamat dari bencana hari kiamat kecuali dengan mempelajari dan mengamalkannya.
Jika halini telah diketahui, maka hal-hal yang tergolong wajib bagi kalian wahai wanita, adalah memperhatikan bacaan-bacaan seperti kitab yang berisikan peringatan yang bermanfaat ini insya Allah. Begitu juga dengan membaca, memahami makna-maknanya dan mengamalkannya hingga kalian keluar dari kegelapan kebodohan menuju kepada cahaya ilmu. Allah Swt berfirman, “Katakanlah (Muhammad), apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang-orang yang ingat hanyalah orang-orang yang berakal.”
Ketahuilah wahai para wanita, sesungguhnya Allah Swt menyeru kalian sebagaimana seruan-Nya kepada para lelaki. Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang beriman, laki-laki dan perempuan yang dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, dan laki-laki dan prempuan yang banyak menyebut nama Allah. Maka Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang benar.”
Allah telah memerintahkan Rasul-Nya Saw agar membaiat kalian seperti membaiat kaum lelaki. Dia Swt berfirman, “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anakanaknya, dan tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka (maksudnya mengakui seorang anak yang bukan anaknya), serta tidak akan mendurhakaimu dalam perbuatan yang baik, maka adakanlah baiat dengan mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Telah diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari di dalam kitab shahihnya -seperti telah dijelaskan dengan ucapan beliau (dalam bab “Apakah Sebaiknya Dijadikan Satu Hari Bagi Wanita Agar Menuntut Ilmu) -melalui sanad (mata rantai perawi hadits) beliau, dari Abu Sa’id al-Khudriy ra, beliau berkata, “Para wanita berkata kepada Nabi Saw, “Kaum lelaki menguasaimu Saw dari kami (sehingga para wanita memiliki kesempatan sedikit dengan Nabi Saw), maka jadikanlah untuk kami satu hari agar kami mendapat bagian darimu.” Maka beliau Saw menjanjikan satu hari untuk menemui mereka. Lalu beliau Saw menasehati dan mengajak mereka. Diantara yang disampaikan Nabi Saw kepada mereka para wanita, “Tidaklah seseorang di antara kalian wahai wanita, yang mempersembahkan tiga anaknya”, kecuali mereka akan menjadi tirai baginya dari api neraka.” Seorang wanita bertanya, “Bagaimana jika dua anak?” Beliau Saw menjawab, “Begitu juga dua anak.”
Lalu beliau berkata di dalam (bab. Malu dalam mencari ilmu), bahwa Mujahid berkata, Tak akan mendapatkan ilmu orang yang malu dan sombong. Aisyah berkata, Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Rasa malu tak mencegah mereka untuk mendalami agama.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari juga diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudriy ra, beliau berkata, Rasulullah Saw keluar di hari raya Idul Adha atau Idul Fitri menuju ke tempat shalat. Usai shalat, beliau Saw, memberi nasehat kepada manusia dan memerintahkan mereka agar bersedekah. Beliau bersabda, “Wahai manusia, bersedekahlah kalian.” Lalu beliau Saw, berjalan melewati para wanita, dan bersabda, “Wahai para wanita, bersedekahlah kalian, sebab aku melihat kalian adalah penduduk neraka yang terbanyak.” Mereka bertanya, “Apakah perbuatan yang menyebabkan demikian wahai Rasulullah?” Beliau Saw menjawab, “Kalian banyak melaknat dan mengingkari suami. Aku tak melihat orang yang kurang akal dan agamanya, yang dapat melenyapkan akal laki-laki yang kuat, melebihi kalian wahai para wanita.” Lalu beliau Saw meninggalkan mereka.
Ketika beliau Saw sampai di rumahnya, datanglah Zainab istri Ibn Mas’ud, meminta izin untuk menemui Nabi Saw. Lalu disampaikan kepada beliau Saw, “Wahai Rasulullah, inilah Zainab.” Beliau bersabda, “Zainab yang mana?” Disampaikan kepada beliau, “Zainab istri Ibn Mas’ud. Beliau Saw bersabda, “Iya, izinkanlah dia.” Maka dia diizinkan, dan berkata, “Wahai Nabi, engkau telah memerintahkan untuk bersedekah. Aku memiliki sebuah perhiasan. Lalu aku hendak bersedekah dengannya. Namun Ibn Mas’ud beranggapan bahwa dirinya dan anaknya lebih pantas mendapatkan perhiasan itu daripada mereka (orang lain)” Maka Nabi Saw bersabda, “Benarlah Ibn Mas’ud. Suami dan anakmu, lebih pantas kau beri sedekah daripada mereka (orang lain).”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari juga setelah dijelaskan dalam ucapan beliau (Bab. Peringatan Seorang Imam Kepada Wanita) dengan sanadnya dari Ibn ‘ Abbas (semoga Allah meridhai mereka berdua – Abdullah dan ayahnya yang bernama ‘ Abbas -), beliau berkata, “Aku menyaksikan Nabi Saw keluar bersama Bilal. Beliau merasa nasehatnya tak terdengar oleh para wanita. Maka beliau Saw memberi nasehat kepada mereka dan memerintahkan agar bersedekah. Maka para wanita melemparkan anting-anting dan cincin. Dan Bilal mengambilnya dengan kain yang dikenakannya.”
Semua hadits ini menunjukkan perhatian Nabi Saw terhadap pembelajaran bagi kaum wanita dan memberikan petunjuk kepada mereka, serta menunjukkan pula perhatian mereka para wanita (di masa itu – Penerj.) terhadap perkara agama mereka.
Termasuk sesuatu yang diwajibkan bagi kalian wahai para wanita: mengikuti mereka para wanita (dalam contoh di atas – Penerj.) dalam mendahulukan perkara agama mereka dari daripada perkara dunia. Dan Allah-lah yang menggenggam hidayah dan taufik.
Aku telah menertibkan kitab at-Tadzkirah (peringatan) ini menjadi mukaddimah dan empat bab, serta penutup.
* Mukaddimah: Tentangrukunagama dan makna syahadatain (dua kesaksian)
* Bab Pertama: Tentang kesucian
* Bab Kedua: Tentang haidh, nifas dan seputar dua masalah tersebut
* Bab Ketiga: Tentang shalat, rukun-rukun dan syarat-syaratnya, serta seputar masalah itu
* Bab Keempat: Tentang hak-hak orang tua dan suami, serta tercelanya perbuatan bersolek memamerkan kecantikan
* Penutup: Tentang ajakan untuk berzuhud (menghilangkan cinta) dari dunia dan bersemangat menuju akhirat, serta peringatan tentang bahaya menggunjing, adu bomba, dan hal-hal yang semacam itu MUKADDIMAH
Tentang Rukun Agama dan Makna Syahadatain (Dua Kesaksian)
Rukun! agama ada tiga: islam, iman, dan ihsan. Hal itu ditanyakan oleh Jibril kepada Nabi kita Muhammad Saw, pada waktu dia datang dalam bentuk seorang arab pedalaman di antara banyak para sahabat. Pada saat dia meninggalkan ruangan, Rasulullah Saw bertanya kepada sahabat, “Di manakah orang itu?” Tetapi mereka tidak mendapatkannya. Maka beliau Saw bersabda, “Dia adalah Jibril, yang datang kepada kalian, untuk mengajarkan kepada kalian tentang perkara agama kalian.”
ISLAM
Islam adalah tunduk kepada hukum-hukum syariat praktis? yang disampaikan oleh junjungan kita Muhammad Saw.
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam’.” Dia juga berfirman, “Barangsiapa menginginkan agama selain Islam, maka Allah tidak akan diterima darinya, dan dia kelak di akhirat tergolong orang-orang yang merugi.”
Sedangkan rukun Islam terbagi menjadi lima, pertama bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah. Kedua, mendirikan shalat. Ketiga, mengeluarkan zakat. Keempat, berpuasa Ramadhan. Kelima, menunaikan ibadah haji bagi yang mampu menempuh jalan itu.
Makna Aku Bersaksi Bahwa Tidak Ada Sesembahan Selain Allah
Makna aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah adalah bahwa aku mengetahui, mendalami, meyakini dengan hatiku, dan aku nyatakan kepada selain diriku bahwa sesungguhnya tak ada yang pantas disembah dengan benar di semesta ini kecuali Allah, yang Maha Esa dan Maha Satu. Maha Tunggal dan tempat bergantung. Pencipta langit berserta isirnya dan Pencipta bumi berserta segala yang di atasnya. Pencipta makhluk seluruhnya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan tidak pula ada yang menyerupaiNya. “Tak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Para Nabi, Rasul, wali, raja, orang Islam, kafir, setan, jin, dan para malaikat, semuanya adalah hamba-Nya dan di bawah aturan dan kerajaan-Nya. Di bawah kuasa dan kehendak-Nya. Allah Swt berfirman, “Hai para manusia, kalian fakir kepada Allah, dan Allah Dialah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Maka Dia adalah yang Maha Esa dan Maha Tunggal dalam menciptakan seluruhnya. Di tangannya kerajaan segala sesuatu. Dari-Nya segala sesuatu bermula dan kepada-Nya segala sesuatu kembali. Tak tersembunyi dari-Nya segala sesuatu yang terdapat di bumi dan langit. “Dia mengetahui. Mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan dada (hati).” “Dia mengetahui rahasia dan yang tersembunyi.” “Apakah Tuhan yang menciptakan tidak mengetahui sedangkan Dia Maha Halus lagi Maha Waspada.”
Makna Aku Bersaksi Bahwa Muhammad adalah Utusan Allah
Makna aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah: Aku mengetahui, mendalami, meyakini dengan hatiku, dan aku nyatakan kepada selain diriku bahwa sesungguhnya Junjungan kami Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Ourasyiy, adalah utusan dari sisi Allah. Dia mengutusnya kepada seluruh makhluk dengan membawa agama Islam. Maka diwajibkan bagi kita untuk mengimaninya. Membenarkan semua yang disampaikannya dari Allah Swt, tentang perkara agama, dunia, dan akhirat.
Ringkasan Sejarah
Nabi Beliau Saw dilahirkan di kota yang aman Makkah al-Mukarramah. Ayahnya wafat saat beliau masih di perut ibunya. Lalu kakeknya, Abdul Muthalib bin Hasyim, memelihara dan merawatnya. Ibunya, Aminah binti Wahab bin Zuhrah bin Hakim, menyusuinya. Lalu beliau disusui oleh Tsuwaibah al-Aslamiyyah, dan kemudian disusui oleh Halimah as-Sa’diyyah.
Ketika beliau mencapai usia enam tahun, ibu beliau, Aminah binti Wahab, wafat. Kemudian wafat pula kakeknya yang bernama Abdul Muthalib. Lalu pamannya yang bernama Abu Thalib yang merupakan saudara sekandung ayahnya memeliharanya. Di masa kecilnya tampaklah pada diri Saw tanda-tanda yang banyak, yang menunjukkan bahwa dirinya kelak akan memiliki kedudukan yang agung.
Ketika mencapai usia empat puluh tahun, Allah menurunkan firman-Nya kepada beliau melalui perantara Jibril yang terpercaya a.s, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Maha Mulia. Yang mengajarkan melalui perantara pena. Mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak mereka ketahui.”? Lalu wahyu demi wahyu turun berkelanjutan, dan Allah memerintahkannya agar menyampaikannya kepada seluruh manusia. Maka beliau pun menyampaikan firman-Nya dan menjalankan amanat. Orang-orang yang membenarkan dan beriman kepadanya adalah mereka yang telah ditentukan dalam ilmu Allah sebagai orang-orang yang bahagia. Dan mereka yang mendustakannya adalah orang-orang yang bagi mereka celaka.
Setelah turun wahyu yang pertama tersebut, beliau Saw bermukim di kota Makkah selama tiga belas tahun. Lalu Allah mengizinkannya hijrah (ke kota Madinah al-Munawarah), maka beliau pun hijrah meninggalkan kota kelahirannya Makkah al-Mukaramah menuju ke Madinah al-Munawarah di usia lima puluh tiga tahun.
Setelah hijrah (ke Madinah), Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang kafir yang menghalanginya dalam menyampaikan pesan Tuhannya dan yang menyerangnya serta mengusirnya dari tanah kelahirannya. Maka beliau berjuang dengan dirinya, dan begitu pula para sahabatnya berjuang bersamanya dengan gigih. Hingga pertolongan Allah dan fath (kemenangan saat berhasil merebut kota Makkah – Penerj.) datang. Manusia berbondong-bondong masuk ke agama Islam. Di saat itu Allah memilihnya agar kembali kepada-Nya dan Allah ingin berjumpa dengannya. Maka Dia mencabut ruhnya agar kembali kepada-Nya.
Beliau wafat di Madinah al-Munawarah pada umur enam puluh tiga tahun. Wafat pada bulan Rabiul awwal di tahun sebelas hijriyah.
Beliau Saw dikubur di rumahnya di kota Madinah. Namun beliau hidup di dalam kuburnya mendengar shalawat orang-orang yang bershalawat kepadanya dan ucapan salam orang-orang Islam kepadanya. Wahai Allah limpahkan shalawat dan salam serta keberkahan kepada beliau Saw dan keluarganya.
Allah telah mengutamakannya di antara seluruh makhluk dan menjadikannya sebagai penutup segala kenabian dan kerasulan. Allah menjadikan umatnya sebagai umat terbaik yang dimunculkan di tengah-tengah manusia dan memerintahkan umatnya agar menaati dan mengikutinya. Tentang kedudukannya ini Allah Swt berfirman, “Katakanlah (Muhammad Saw): Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah akan mencintai kalian.”? Dia Swt berfirman, “Apa yang telah diberikan kepada kalian oleh Rasul, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah.”
Maka diwajibkan bagi kita agar melaksanakan segala yang diperintahkan oleh sang Rasul yang mulia ini kepada kita, dan meninggalkan segala perbuatan tercela yang dilarangnya, agar kita menjadi hamba yang taat dan dekat di sisi Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita atas semua itu dengan pemberianNya yang murni dan keutamaan-Nya. Amin.
Mendirikan Shalat
Rukun kedua dari rukun-rukun Islam adalah mendirikan shalat. Yaitu mengerjakannya dengan cara yang diridhai dan melaksanakannya di waktunya yang telah diketahui, disertai dengan rukun-rukun dan syarat-syaratnya, serta menjauhi hal-hal yang membatalkannya disertai dengan menjaga hati agar selalu sadar dan khusyu saat melakukannya. Shalat-shalat itu adalah Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Subuh. Allah Swt berfirman, “Dirikanlah Shalat.”‘ Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya shalat jitu atas orang-orang yang beriman adalah suatu kewajiban yang telah ditetapkan waktunya.”
Beliau Saw bersabda, “Ada lima shalat yang telah diwajibkan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam sehari semalam.” Beliau Saw bersabda, “Shalatlah kalian seperti kalian melihat shalatku.”
Mengeluarkan Zakat
Rukun ketiga dari rukun-rukun Islam adalah mengeluarkan zakat. Yaitu memberikannya kepada mereka yang berhak menerimanya dari delapan golongan yang telah disebutkan di dalam firman Allah Swt, “Sesungguhnya zakat-zakat hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil (penguruspengurus zakat), para muallaf yang dibujuk hatinya (agar masuk Islam), budak-budak, orang-orang yang terlilit hutang, orangorang yang (berjuang) di jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah Swt berfirman, “Berikanlah Zakat.” Ini adalah perintah wajib’.
Puasa Ramadhan
Rukun keempat dari rukun-rukun Islam adalah puasa Ramadhan. Bulan ini adalah bulan kesembilan dari bulan-bulan arab. Puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami istri, serta hal-hal lain yang membatalkan, dari terbitnya waktu fajar hingga tenggelamnya matahari, diserta niat tertentu.?
Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap orang Islam, baligh (dewasa), berakal, memiliki kemampuan berpuasa, suci dari haidh dan nifas, dan tidak melakukan perjalanan jauh. Allah swt berfirman, “Barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan itu hendaklah berpuasa. Bagi mereka yang sakit dan dalam perjalanan, maka mereka boleh menggantinya di hari-hari lain.”
Haji Menuju Ka bah Rumah Allah
Rukun kelima dari rukun-rukun Islam adalah menunaikan ibadah haji. Yaitu menuju ke Baitul Haram (rumah suci) dengan tujuan bermanasik dan beribadah. Allah Swt berfirman, “Menunaikan ibadah haji itu menjadi kewajiban manusia terhadap Allah, yakni bagi mereka yang sanggup mengadakan perjalanan kepada-Nya.”2 Maka ibadah haji ini tidak diwajibkan kecuali bagi yang mampu saja.
IMAN
Iman adalah rukun kedua dari rukun agama. Defenisi iman adalah pembenaran dari hati atas apa-apa yang disampaikan oleh junjungan kita Muhammad Saw.
Rukun-Rukun Iman
Rukun iman ada enam, beriman kepada Allah, malaikatmalaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan ketetapan yang baik maupun buruk dari Allah Swt.
Pertama: beriman kepada Allah, yaitu beriman dan percaya bahwa Allah Swt Maha Ada, Maha Esa, dan Dia memiliki sifatsifat yang sempurna. Dia Maha Suci dari segala kekurangan, Maha Berkehendak dan Memilih, Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada yang terjadi di dalam kerajaan-Nya kecuali yang Dia izinkan.
Kedua: beriman kepada malaikat-malaikat Allah, yaitu percaya bahwa Allah menciptakan malaikat dari cahaya. Tidak makan, tidak minum, tidak tidur, tidak bermaksiat kepada Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan melaksanakan segala perintah-Nya. Mereka tidak berjenis kelamin sebagai lakilaki atau wanita. Dan jumlah mereka banyak sekali, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Swt.
Malaikat-malaikat yang wajib diketahui ada sepuluh. Mereka adalah Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Munkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik, dan Ridwan.
Ketiga: beriman kepada kitab-kitab Allah, yaitu percaya bahwa Allah menurunkan kitab-kitab kepada para rasul-Nya. Diantaranya adalah lembaran-lembaran Ibrahim As al-Khalil (kekasih Allah), dan lembaran-lembaran Musa As al-Kalim (yang berdialog langsung dengan Allah)
Kitab-kitab yang wajib ketahui ada empat. Kitab-kitab itu adalah: Taurat yang diturunkan kepada junjungan kita Musa, Injil diturunkan kepada junjungan kita Isa, Zabur diturunkan kepada junjungan kita Daud, dan al-Furgan (pembeda yang benar dan batil) yaitu al-Ouran diturunkan kepada junjungan kita Muhammad Saw.
Keempat: beriman kepada Rasul-rasul Allah, yaitu percaya bahwa Allah Swt mengutus rasul-rasul untuk memberi petunjuk kepada umat manusia dan membimbing mereka kepada hal-hal yang di dalamnya terdapat kebaikan bagi kehidupan mereka di dunia dan akhirat. Mereka berjumlah banyak. Rasul yang pertama adalah bapak seluruh manusia yaitu Adam As. Sedangkan Rasul yang terakhir adalah junjungan kita Muhammad Saw.
Rasul-rasul yang wajib kita ketahui ada dua puluh lima rasul. Mereka adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Ismail, Ishag, Ya’gub, Yusuf, Luth, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, al-Yasa’, Dzulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, dan nabi kita Muhammad. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada mereka semuanya.
Kelima: beriman kepada hari akhir, yaitu percaya bahwaakan datang hari Allah akan mengumpulkan di dalamnya manusia yang pertama hingga akhir untuk menerima balasan dan perhitungan, hari manusia dibangkitkan menghadap Tuhan alam semesta. “Barangsiapa beramal baik sekecil-kecilnya maka dia akan melihatnya (dampaknya). Dan barangsiapa beramal buruk sekecil-kecilnya maka dia akan melihatnya (dampaknya).”?
Diwajibkan bagi kita percaya atas kejadian dikumpulkannya kelak manusia, kebangkitan, timbangan amal, jembatan shirath, hisab (perhitungan amal), telaga haudh, surga, neraka, dan halhal lainnya yang disebutkan di dalam al-Ouran atau disabdakan oleh pemimpin anak Adnan (kakek Nabi Saw) junjungan kita Muhammad yang benar dan dibenarkan Saw.
Keenam: beriman kepada ketetapan yang baik atau buruk dari Allah Swt, yaitu percaya dengan benar-benar bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi di bumi dan langit kecuali dengan ketetapan dan ketentuan Allah. Apa yang dikehendaki oleh Allah akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi.
IHSAN
Ihsan adalah rukun ketiga dari rukun agama. Defenisinya sama dengan yang diriwayatkan di dalam hadits, “Kau menyembah Allah seakan-akan kau melihat-Nya, Jika kau tak mampu melihatnya maka sesungguhnya Dia yang melihatmu.” Allah Swt
berfirman, “Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiadalah pembicaraan antara lima orang, melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Hendaklah setiap orang yang beriman waspada terhadap Allah (yang selalu memantau dirinya) dan melaksanakan ibadahnya disertai ihsan. Sebab Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang berbuat ihsan (kebajikan). Dan Dia Allah tidak akan menghilangkan pahala mereka yang berbuat amal yang baik.
Kesucian adalah istilah bagi perbuatan wudhu, mandi wajib, tayammum, dan menghilangkan najis. Maksudnya dalam pembahasan ini adalah, penjelasan tentang hukum-hukum wudhu, mandi wajib, dan hal-hal yang berkaitan dengan keduanya.’
Wudhu
Wudhu? adalah perbuatan mengguyur anggota-anggota badan tertentu, yaitu wajah, kedua tangan, kedua kaki, dan mengusap kepala, dengan disertai niat tertentu. Contoh niat tersebut ialah ‘aku berniat melaksanakan wudhu yang difardhukan , atau ‘aku berniat menghilangkan hadats’. Atau dengan mengucap ‘aku berniat bersuci untuk shalat. Diharuskan menghadirkan niat ketika pertama kali mengguyur bagian wajah. Sedangkan melafazkan niat hukumnya adalah sunnah.
Rukun-rukun Wudhu Rukun-rukun wudhu ada enam’:
Pertama: niat, dan telah kami jelaskan tata caranya di atas.
Kedua: Mengguyur seluruh wajah, termasuk rambut atau bulu dan kulit. Batasan wajah, panjangnya dimulai dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga ke dagu. Lebarnya dari telinga hingga ke telinga yang lain.
Ketiga: Mengguyur kedua tangan sampai di dua siku tanganf.
Keempat: Mengusap sebagian dari kepala walaupun sekedar satu helai rambut.
Kelima: Mengguyur kedua kaki sampai di dua mata kaki.
Keenam: Tertib, yaitu tidak mendahulukan anggota wudhu yang satu dengan yang lain.
Jika seseorang yang berwudhu meninggalkan salah satu rukun ini maka tidak sah wudhunya. Misalnya jika ia meninggalkan rukun mengusap kepala, atau mengakhirkan rukun mengusap kepala setelah mengguyur kedua kaki.
Syarat-syarat Wudhu
Syarat-syarat wudhu ada delapan: Islam, mumayyiz, suci dari haidh dan nifas bagi kaum wanita, tidak terdapat dalam anggota wudhunya hal-hal yang dapat mengubah sifat-sifat air seperti kuteks atau yang lainnya, mengetahui hukum wudhu adalah wajib, tidak memiliki keyakinan bahwa salah satu rukun wudhu adalah sunnah, menggunakan air suci.
Jika syarat-syarat di atas dilengkapi maka wudhu seseorang akan sah. Namun jika salah satu syaratnya tidak terpenuhi maka wudhu seseorang akan menjadi batal.
Misalnya, jika terdapat sesuatu yang berwarna hitam atau merah pada wajah seseorang yang dapat merubah warna air, atau rasa, atau baunya, maka tidaklah sah mengguyur anggota wudhu itu, dan juga tidaklah sah anggota wudhu setelah itu, hingga hal itu (warna) hilang dan air menetes dari anggota itu dalam keadaan jernih.
Begitu juga jika pada tangan terdapat lilin, bubuk untuk tato, henna (pacar) yang padat umpamanya, atau hal-hal lainnya yang mencegah tercapainya air ke kulit, maka tidak sah rukun mengguyur kedua tangannya, juga rukun-rukun setelah itu.
Diwajibkan juga membersihkan kotoran dibawah kuku, agar air dapat mencapai kulitnya.
Air Suci dan Air Ternajisi
Tidaklah mengangkat hadats dan menghilangkan najis, kecuali menggunakan air yang suci. Air suci yang dimaksud adalah air yang berasal dari zat yang suci dan dapat menyucikan zat yang lain. Jika terdapat air yang berasal dari zat yang suci tetapi telah digunakan untuk bersuci yang diwajibkan (dalam syariat), atau sifat-sifatnya berubah sangat jauh karena bercampur dengan zat lain hingga tidak bisa disebut air lagi, maka juga tidak disahkan bersuci menggunakannya.
Jika air berjumlah sedikit, maka ia akan menjadi ternajisi hanya dengan terkena benda najis di dalamnya, walaupun tidak berubah sifat-sifatnya. Namun jika air berjumlah banyak, maka ia tidak menjadi ternajisi jika terkena benda najis, kecuali jika berubah rasa, warna, atau baunya.
Air sedikit adalah air yang jumlahnya di bawah dua gullah. Sedangkan air banyak adalah air yang berjumlah dua gullah atau lebih banyak dari itu. Kadar gullatain itu dalam timbangan adalah lima ratus enam puluh dua rithlun tarimiy (menurut kadar penduduk Tarim di Hadramaut Yaman). Sedangkan kadar satu rithlun adalah dua belas awgiyah. Sedangkan kadar dua gullah itu menurut arrithlu al-bandariyyah adalah empat ratus dua puluh dua rithlun kurang seperdelapan. Sebab satu ar-rithlu al-bandariyyah adalah enam belas awgiyah. Jumlah air dua gullah tersebut dalam wadah yang berbentuk kotak, jika air itu memenuhi kotak yang berukuran panjang, lebar dan dalamnya satu seperempat hasta. Sedangkan ukurang dua gullah tersebut di sebuah tangki sejumlah sepuluh tangki?. Sebagian ulama berkata dalam sebuah sajak,
Dua gullah memenuhi sepuluh tanki seperti yang disebutkan tak ragu lagi Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
Maksud dari hal-hal yang membatalkan wudhu adalah jika didapati salah satu dari hal-hal tersebut, maka wudhu seseorang akan menjadi batal. Terdapat 4 hal:
Pertama, keluarnya sesuatu dari salah satu pelepasan, yaitu gubul (pelepasan bagian depan) atau dubur (pelepasan bagian belakang). Walaupun yang keluar itu adalah sesuatu yang wajar, seperti buang air kecil, buang air besar, dan buang angin. Atau yang tidak wajar seperti batu, cacing, dan yang semacam itu. Kecuali jika yang keluar adalah mani. Karena mani jika keluar, maka tidak membatalkan wudhu tetapi mewajibkan orang yang mengalaminya untuk mandi besar.
Kedua, hilang akal dikarenakan tidur, gila, pingsan. Hilang akal itu sering kita kenal (di hadramaut) dengan istilah ad-Daukhah (Sebenarnya arti ad-Daukhah adalah pusing atau pening. Tapi orang Hadramaut menyebut hilang akal dengan istilah itu).
Jika wanita yang telah berwudhu tiba-tiba hilang akal, maka dihukumi hal itu telah membatalkan wudhunya. Kecuali jika ia tidur dalam kondisi duduk dan duburnya menempel (tidak ada jeda) pada tempat duduknya. Tidur dalam kondisi duduk yang seperti itu tidak membatalkan wudhunya dengan syarat saat dia bangun, maka dia bangun dalam kondisi saat dia tertidur (posisinya dalam keadaan duduk tidak berubah), dan tidak ada seseorang yang adil (bisa dipercaya) yang memberitahukan kepadanya bahwa ada sesuatu yang keluar dari gubul atau duburnya.
Ketiga, bersentuhan kulit laki-laki dan wanita, yang sudah besar usianya tidak termasuk mahram (yang haram dinikahi), dan tanpa penghalang. Jika seorang lelaki menyentuh kulit seorang wanita tanpa penghalang, maka hal itu menjadikan wudhu keduanya yaitu lelaki dan wanita itu batal. Semua itu bisa membatalkan dengan syarat di antara keduanya tak ada hubungan mahram disebabkan nasab, saudara sepersusuan, dan perkawinan. Keduanya harus dalam usia yang besar, yaitu mencapai usia seseorang yang mulai diinginkan (untuk dinikahi).
Jika lelaki itu termasuk mahramnya maka tidak membatalkan wudhunya. Mahramnya yaitu asal-usul dan cabang-cabangnya (orang tuanya, kakek, nenek, hingga terus ke atas), saudara-saudara lakinya, paman-pamannya yang merupakan saudara ayahnya, pamanpamannyayangmerupakansaudaraibunya, keponakan-keponakannya dari saudara-saudara lakinya, keponakan-keponakannya dari saudarasaudara perempuannya. Walaupun saudara-saudaranya itu karena pertalian nasab atau karena faktor sepersusuan. Begitu juga mahram yang terjadi karena perkawinan, yaitu asal-usul dan cabang suaminya, suami ibunya (jika ibunya menikah lagi dengan lelaki lain), suami anak-anak wanitanya. Maka hal ini tidak membatalkan pula.
Jika persentuhan itu terjadi pada rambut, gigi, kuku, atau terdapat penghalang, maka tidak membatalkan wudhu.
Keempat, menyentuh gubul manusia atau bagian dalam duburnya dengan telapak tangan atau ujung jari-jari tangan. Jika seorang wanita yang telah berwudhu menyentuh gubul manusia, walaupun anaknya sendiri yang masih kecil dengan telapak tangan atau ujung jari-jari tangannya, atau menyentuh bagian dalam dubur seperti tersebut di atas, maka batallah wudhunya.
Empat hal di atas, disebut dengan hadats kecil.
Hal-hal yang Diharamkan Saat Berhadats Kecil
Jika wudhu seorang wanita batal dikarenakan salah satu hal yang dijelaskan di atas, maka diharamkan baginya empat hal: shalat fardhu dan sunnah, sujud tilawah, sujud syukur, thawaf mengelilingi Ka’bah baik wajib atau pun sunnah, menyentuh mushaf al-Ouran al-Karim dan membawanya.
Dihalalkan membawa Al-Ouran bagi anak kecil yang telah mumayyiz untuk belajar dan mengkajinya.
Tata Cara Wudhu Mencakup Rukun dan Sunnahnya
Tata cara wudhu:
Hendaklah seorang wanita mengguyur kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya ke dalam cawan, lalu beristinjak (cebok) jika pada kemaluan dan duburnya terdapat najis. Kemudian mengucapkan basmalah dan mengguyur dua telapak tangannya sambil bertujuan? aku berniat melaksanakan sunnah-sunnah wudhu. Lalu mengunakkan siwak (memegangnya dengan tangan kanan. Meletakkan kelingking dan ibu jari di bagian bawah siwak. Sedangkan jari manis, jari tengah dan jari telunjuk di bagian atas siwak, serta memulai bersiwak dari bagian kanan mulutnya). Kemudian meraup air untuk berkumur-kumur dengan sebagian air itu, lalu ber-istinsyag (menghirup sedikit air ke dalam hidung) dengan sisanya. Hal itu dilakukan sebabnyak tiga kali.
Lalu pada saat mengguyur wajah berniat “aku berniat bersuci untuk melakukan shalat, atau niat yang semacam itu. Setelah itu mengguyur wajah dimulai dari bagian wajah yang paling atas dan meratakannya ke seluruh bagian wajahnya. Hendaklah memperhatikan bagian sudut mata’? dan mengeluarkan kotoran mata. Lalu pertama-tama menghilangkan rias wajah yang terdapat di alis dan bibir dan hal-hal lainnya yang dapat merubah warna air.
Kemudian mengguyur tangan kanan di mulai dari ujung-ujung jari-jari hingga setengah dari lengannya. Begitu juga mengguyur tangan kirinya dimulai dari bagian ujung-ujung jari-jari hingga setengah dari lengannya. Lalu menyela-nyela jari-jari kedua tangan itu dengan cara meletakkan bagian dalam telapak tangan kiri ke atas bagian luar telapak tangan kanan, kemudian melakukan kebalikannya.
Lalu mengusap bagian kepala. Paling utama adalah mengusap seluruhnya, dengan cara meletakkan dua telapak tangan di air lalu meletakkan dua ibu jari pada dua pelipis. Ujung jarijari telapak tangan diletakkan pada bagian depan kepala, kemudian mengusapnya hingga di bagian belakang kepala, lalu mengembalikkannya ke depan.
Kemudian mengusap dua telinga dan daun telinganya dengan air yang baru, dengan cara meletakkan dua telapak tangan ke dalam air. Lalu memasukkan dua ujung jari telunjuk ke daun telinga lalu mengusapnya ke arah bagian telinga yang berada di sudut-sudutnya. Lalu mengusap dengan kedua ibu jari bagian yang tampak luar dari telinga. Kemudian kedua telapak tangan ditempelkan ke bagian telinga dalam kondisi basah. Lalu mengusap tengkuk.
Lalu mengguyur kaki sebelah kanan dari mulai ujung jarijari kaki hingga pertengahan betis. Begitu juga mengguyur kaki sebelah kiri. Kemudian menyela-nyela jari-jari kaki menggunakan jari kelingking tangan kiri dari arah bawah kelingking kaki kanan hingga kelingking kaki kiri.
Disunnahkan untuk mengulang guyuran dan usapan sebanyak tiga kali, dan mengurut setiap anggota wudhu. Melebihkan guyuran ghurrah (wajah), dengan cara mengguyur wajah sampai di permulaan kepala, kedua telinga, dan leher. Melebihkan guyuran tahjiil (tangan dan kaki), dengan cara mengguyur kedua tangan sampai pada sebagian dari lengan dan kaki sampai sampai sebagian betis. Seperti yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhain, dari Nabi Saw, beliau bersabda, “Sesungguhnya umatku kelak akan diseru di hari kiamat dalam keadaan putih bercahaya, disebabkan bekas wudhu. Barangsiapa di antara kalian dapat meluarkan cahayanya, hendaklah ia melakukannya.” Maksud dari hadits ini adalah mereka kelak dipanggil di hari kiamat dalam keadaan wajah, tangan dan kaki mereka putih bercahaya.
Hal-hal yang Dianjurkan Setelah Wudhu Setelah wudhu, disunnahkan kita mengucapkan: “Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan selain Allah yang Maha Esa tak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya junjungan kami Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Allah jadikanlah aku termasuk mereka yang bertaubat, menyucikan diri, dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Engkau. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Shalawat dan salam Allah kepada junjungan kami Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.” Lalu membaca surat Inna anzalnaahu fiy lailatil gadar (surat al-Oadar) sebanyak tiga kali.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dari Rasulullah Saw, sesungguhnya beliau Saw bersabda, “Barangsiapa berwudhu, lalu mengucapkan: ‘Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan selain Allah yang Maha Esa tak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya junjungan kami Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’, maka aku dibukakan baginya delapan pintu surga dan ia bisa masuk melalui pintu mana saja yang diinginkan.”
Diriwayatkan dari al-Hakim dan telah digolongakan sebagai hadits shahih, dari Rasulullah Saw, bahwa beliau Saw bersabda, “Barangsiapa berwudhu, lalu mengucapkan: ‘Maha Suci Engkau wahai Allah dan pujian bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Engkau. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu, maka akan dicatat di lembaran putih lalu distempel, dan tidak akan hancur hingga hari kiamat sampai ia melihat pahalanya yang agung.”
Diriwayatkan oleh ad-Dailamiy, “Sesungguhnya siapa yang membaca inna anzalnaahu sebanyak sekali setelah wudhunya, maka ja termasuk orang-orang yang memiliki keteguhan di sisi Allah. Barangsiapa membacanya sebanyak dua kali, maka ia dicatat dalam lembaran mereka yang mati syahid. Barangsiapa membacanya sebanyak tiga kali, maka ia akan dibangkitkan bersama para nabi.”
Disunnahkan pula setelah semua itu membaca, “Wahai Allah ampunilah dosaku, luaskanlah tempat tinggalku, berkahilah rezekiku, dan janganlah Kau jadikan aku terkena fitnah (lalai) atas semua yang Kau tampakkan kepadaku.”
Disunnahkan melakukan shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu, sebab diriwayatkan: “Sesungguhnya beliau Saw masuk ke dalam surga dan melihat Bilal berada di dalamnya. Lalu beliau bertanya kepadanya, “Dengan apa kau mendahuluiku?’ Bilal menjawab, “Aku tak tahu apa-apa, hanya tak pernah wudhuku batal kecuali aku melakukan shalat dua rakaat setelahnya (setelah wudhu).”
Hal-hal yang Dimakruhkan dalam Wudhu
Termasuk hal-hal yang dimakruhkan dalam wudhu adalah pemborosan dalam menuang air, mengeringkan air wudhu dengan handuk (atau lain-lainnya — Penerj.), tidak berkumur-kumur, tidak ber-istinsyag (menghirup air ke hidung), dan menambah jumlah basuhan wudhu hingga lebih dari tiga kali atau kurang dari tiga.
Mandi Besar
Mandi besar adalah, mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat tertentu. Yaitu dengan mengucapkan “aku berniat mengangkat hadats besar”, atau “aku berniat mengangkat janabah”, atau “aku berniat mandi wajib”, atau “aku berniat mengangkat hadats karena haidh atau nifas” dan bisa juga dengan mengucapkan “aku berniat bersuci untuk melakukan shalat.”
Sebab-sebab yang Menjadikan Wajib Mandi Besar
Tidak diwajibkan bagi wanita untuk mandi besar, kecuali jika mendapati salah satu dari sebab-sebab yang menjadikan wajib mandi. Semuanya ada enam sebab:
Pertama: Keluar mani baik dalam keadaan sadar atau tidur.”
Kedua: Bersetubuh. Jika suami menyetubuhinya, maka wajib bagi wanita itu mandi besar.
Ketiga: Haidh (menstruasi). Jika seorang wanita haidh, lalu suci dari haidhnya, maka diwajibkan baginya untuk mandi besar.
Keempat: Nifas. Jika seorang wanita melihat darah setelah melahirkan, lalu terputus darah itu (setelah beberapa waktu – Penerj.), maka wajib baginya mandi besar.
Kelima: Kelahiran. Jika seorang wanita melahirkan walaupun tanpa ada yang menetes, maka wajib baginya mandi besar.
Keenam: Kematian. Diwajibkan bagi yang hidup (untuk memandikan yang mati – Penerj.).
Rukun Mandi Besar
Rukun mandi besar ada dua:
Pertama: Niat. Kami telah menjelaskan bagiamana tata caranya. Jika seorang wanita mandi lalu tidak menghadirkan niat di dalam hatinya, maka tidak sah mandinya tersebut.
Kedua: Meratakan guyuran air ke seluruh badan. Wajib bagi wanita mengguyur seluruh badannya, termasuk rambut dan kulitnya. Memastikan lekukkan-lekukan pada tubuh seperti telinga, ketiak, lipatan-lipatan perut, dan di bawah kuku.
Syarat-syarat Mandi Besar
Syarat-syarat mandi besar ada delapan. Syarat-syarat tersebut seperti syarat-syarat wudhu yang telah dibahas. Jika seorang wanita mandi besar dan pada badannya terdapat sesuatu yang dapat merubah sifat-sifat air, atau terdapat sesuatu yang mencegah air mencapai kulit, maka hadatsnya tidak terangkat hingga sesuatu yang menghalangi masuknya air tersebut dihilangkan, dan diguyur kembali dengan air.
Tata Cara Mandi Besar
Mencakup Hal-hal yang Wajib dan Sunnah Mencuci dua telapak tangan, lalu kemaluan dan sekitarnya, kemudian berkumur-kumur, istinsyag (menghirup air ke hidung), kemudian berwudhu dengan sempurna dengan melakukan yang wajib dan sunnah. Memastikan air sampai pada lekukan-lekukan tubuh. Kemudian berniat dengan batasan niat yang telah dijelaskan. Lalu mengguyurkan air ke kepala. Kemudian mengguyurkannya ke bagian depan kanan, bagian belakang kanan. Lalu bagian depan kiri, bagian belakang kiri. Kemudian membaca doa setelah wudhu yang telah dijelaskan.
Hal-hal yang Diharamkan Pada Saat Berhadats Besar
Hal-hal yang diharamkan pada saat berhadats besar -yaitu saat keluarnya mani atau bersetubuh, serta setelah melahirkan ada enam yaitu shalat, thawaf, menyentuh mushaf (al-Ouran) dan membawanya. Berdiam di masjid, yaitu berhenti sejenak di dalamnya dalam keadaan berdiri, atau duduk, atau berjalan berbalik arah kembali menuju ke tempat ia masuk. Membaca al-Ouran dengan tujuan bertilawah (membacanya atau mengharapkan pahala dari bacaannya – Penerj.). Jika membaca al-Ouran dengan tujuan untuk perlindungan (perisai diri dari hal-hal yang tidak baik), atau mencari berkah, seperti bacaan sebagian wirid (zikir harian) yang di dalamnya terdapat al-Guran dan dibacanya tidak dengan tujuan tilawah, maka tidak diharamkan.
Haidh adalah darah yang keluar dari wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun atau lebih, untuk kesehatannya, di waktu-waktu tertentu. Seperti yang disebutkan dalam hadits, “Sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah bagi anak-anak wanita Adam.”
Jika seorang wanita yang telah mencapai usia sembilan tahun atau lebih melihat darah pada kemaluannya, maka wajib baginya mencegah dirinya dari shalat dan puasa. Diharamkan pula bagi suaminya untuk menggaulinya. Darah itu bisa berwarna hitam, merah, kuning, atau kecoklatan. Sebab warna kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan adalah haidh. :
Lalu jika darah itu berlanjut selama sehari semalam, yaitu dua puluh empat jam atau lebih, maka darah itu (disimpulkan) adalah darah haidh. Tapi jika darah itu terputus sebelum sehari semalam dan tidak keluar lagi hingga lima belas hari terhitung dari mulai sejak munculnya darah itu, maka darah itu adalah darah penyakit. Maka diwajibkan baginya (jika darahnya darah penyakit) untuk mengganti Shalat dan puasa yang ditinggalkannya (puasa yang ditinggalkan karena haidh juga wajib diganti – Penerj.). Namun jika darah itu terputus sebelum sehari semalam, tetapi keluar lagi di hari kedua atau di hari berikutnya, hingga batasannya lima belas hari, dan jika dijumlahkan semuanya dua puluh empat jam, maka seluruh darah yang keluar itu adalah darah haidh. Tetapi dengan syarat darah yang keluar itu tidak lebih dari lima belas hari. Jika lebih maka berlaku bagi darah itu hukum-hukum wanita yang mengeluarkan darah istihadhah.
Batasan Waktu Haid yang Tersedikit, Yang Umum dan yang Terbanyak Paling sedikitnya waktu haidh adalah sehari semalam.
Batasan keluar darahnya selama sehari semalam yaitu dua puluh empat jam terus menerus keluar darah yang normal. Ukurannya, jika diletakkan kapas atau yang sejenis itu (pada kemaluan), maka didapati darah. Pada umumnya waktu haidh adalah enam atau tujuh hari. Sedangkan yang terbanyak waktu haidh selama lima belas hari. Jika darah yang keluar kurang dari sehari dan semalam atau lebih dari lema belas hari dan malamnya maka itu adalah darah istihadhah.
Nifas
Nifas adalah darah yang keluar setelah kelahiran. Paling sedikitnya waktu nifas adalah setetes darah. Pada umumnya waktu nifas adalah empat puluh hari. Sedangkan yang terbanyak waktu nifas adalah enam puluh hari. Jika darah yang keluar melebihi enam puluh hari, maka darah itu adalah darah istihadhah.
Paling Sedikit Batasan Waktu Suci di Antara Dua Haidh
Paling sedikitnya batas waktu sucinya seorang wanita dari haidh lalu bertemu haidh berikutnya adalah lima belas hari dan malamnya. Tidak ada batasan tertentu bagi waktu terbanyaknya. Jika seorang wanita mengeluarkan darah haidh selama tujuh hari, lalu terputus selama sepuluh hari, kemudian mengeluarkan darah lagi, maka darah yang keluar (setelah sepuluh hari) adalah darah istihadhah. Hal itu disebabkan darah yang keluar belum mencapai batas paling sedikitnya suci di antara haidh yang satu dengan haidh berikutnya (yaitu lima belas hari). Sedangkan batas suci antara nifas dan haidh, paling sedikitnya adalah walau sesaat. Wallahu a’lam (Allah yang Maha Tahu).
Darah Istihadhah
Istihadhah adalah hadats yang berkelanjutan. Yaitu darah yang keluar di selain batasan waktu haidh dan nifas, atau kurang dari sehari semalam di waktu haidh. Hukum bagi wanita yang mengeluarkan darah istihadhah: ia dihukumi suci!. Maka tetap diwajibkan baginya Shalat, puasa, dan dibolehkan bagi suaminya untuk menggaulinya. Diwajibkan baginya jika ingin mengerjakan shalat, agar menyuci (membersihkan) kemaluannya terlebih dulu dan menyumbatnya dengan semacam kapas dan mengikatnya dengan kain jika tidak terganggu (mendatangkan bahaya baginya) dengan kapas dan kain pengikat itu? (saat ini bisa menggunakan pembalut wanita – Penerj.) Dia tidak diwajibkan menyumbat kemaluannya kecuali pada saat diperlukan dan tidak dalam kondisi berpuasa. Tetapi jika tidak perlu baginya menyumbat kemaluannya, atau dalam kondisi berpuasa, dan terganggu dengan hal itu, maka menjadi tidak wajib baginya. Bahkan bagi wanita yang berpuasa tidak boleh menyumbat kemaluannya. Kemudian setelah itu diwajibkan baginya berwudhu. Semua kewajiban tersebut harus dilakukan setelah masuk waktu shalat. Dan diwajibkan pula dalam berwudhu agar muwalah, yaitu mengguyur anggota wudhu yang kedua sebelum air wudhu pada anggota wudhu yang pertama kering (dan begitu anggota wudhu yang berikutnya – Penerj.).
Diwajibkan pula baginya setelah menyelesaikan wudhu, agar bersegera mengerjakan shalat. Jika dia mengakhirkan shalatnya karena sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan shalat, maka diwajibkan baginya untuk membersihkan kemaluannya lagi, menyumbatnya juga mengikatnya dan berwudhu lagi. Kecuali jika dia mengakhirkan shalatnya (tidak segera shalat setelah wudhu) karena untuk kepentingan shalat, seperti menunggu jamaah shalat, maka tidak diwajibkan baginya mengulang semua hal itu.
Diwajibkan baginya untuk memperbarui ikatan dan wudhu di setiap ibadah fardhu (yang memerlukan wudhu – Penerj.)
Hal-hal yang Diharamkan pada Saat Haidh dan Nifas
Diharamkan bagi wanita yang haidh dan nifas enam hal yang juga diharamkan bagi orang yang sedang berhadats besar, yaitu shalat, thawaf, menyentuh dan membawa mushaf (al-Ouran), berdiam di masjid, dan membaca al-Ouran dengan tujuan bertilawah (membacanya atau mengharapkan pahala dari bacaannya – Penerj.). Disamping itu bagi wanita haidh terdapat tambahan (hal-hal yang diharamkan): puasa, yaitu tidak diperbolehkan bagi wanita berpuasa dalam kondisi haidh atau nifas. Jika dilakukan maka tidak sah puasanya, bahkan berdosa. Tidak diperbolehkan juga melewati masuk ke dalam masjid (Masuk ke masjid walaupun berjalan ke satu arah tidak berhenti atau berbalik ke arah masuk – Penerj.) jika ditakutkan mengotori masjid karena darah yang menetes. Juga tidak diperbolehkan menikmati di antara pusar dan lutut. Yaitu di haramkan bagi wanita membuka kesempatan bagi suaminya . untuk menikmati di antara pusar dan lututnya dengan senggama atau lainnya. Bahkan diharamkan memandang di antara pusar dan lututnya dengan syahwat tanpa penghalang.
Diwajibkan baginya agar menolak jika suaminya ingin menggaulinya, dan menjauh dari suami jika suaminya ingin menikmati bagian itu di saat dia dalam kondisi haihd atau nifas. Allah Swt berfirman: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, Itu adalah sesuatu yang kotor. Karena itu jauhilah istri pada waktu haid: dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.“ Kapanpun darah haidhnya terputus, lalu ia mandi wajib, maka diperbolehkan baginya hal di atas.
Diharamkan pula bagi wanita berdusta tentang masalah ini, lalu mengucapkan kepada suaminya, “sesungguhnya aku sedang dalam keadaan haidh” agar suami tidak mendekatinya. Hal itu seperti diharamkannya pula bagi wanita tidak memberi kabar bahwa dia sedang dalam kondisi haidh jika dia memang dalam kondisi haidh. Diriwayatkan dari Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah melaknat wanita al-Ghasyiah dan al-Mughaishah” Berkata sebagian ulama: al-Ghasyiah adalah istilah bagi wanita yang tidak memberitahu suaminya bahwa dirinya sedang haidh agar suaminya mendatanginya dan menggaulinya. Sedangkan al-Mughawishah adalah wanita yang tidak haidh dan berdusta kepada suaminya dan berkata, “Aku sedang haidh.”
Peringatan:
Jika seorang wanita suci dari haidh dan nifas, lalu tiba-tiba datanglah salah satu di antara keduanya (haidh atau nifas) setelah masuk waktu shalat, dan telah lewat dari waktu shalat itu beberapa saat yang seharusnya memungkinkan dia untuk melakukan shalat tersebut, namun ia tidak melakukan shalat, maka wajiblah baginya setelah sucinya nanti dari haidh atau nifasnya untuk meng-gadha shalat yang terlewat itu. Sebab, dia telah wajib di waktu itu melakukan shalat tersebut dan memiliki waktu untuk mengerjakannya, namun tidak dilakukannya. Kondisi semacam ini disebut dengan istilah thuruwwul mani’ (datangnya penghalang).
Jika wanita yang haidh atau nifas terputus darahnya (suci) sebelum keluar waktu shalat di antara lima shalat fardhu walaupun sebentar, maka diwajibkan baginya segera melakukan shalat tersebut jika waktunya masih cukup. Jika tidak cukup, maka wajib baginya menggadha shalat tersebut, yang pada saat darahnya terputus (suci) masih tersisa waktunya walaupun hanya tersisa untuk takbiratul ihram.
Seperti halnya diwajibkan baginya meng-gadha shalat tersebut, maka diwajibkan pula baginya untuk meng-gadha shalat sebelumnya, jika shalat tersebut dengan shalat sebelumnya adalah Shalat yang bisa di-jamak ta ‘khir seperti shalat dhuhur atau maghrib. Jika shalat sebelumnya bukan shalat yang bisa di-jamak ta’khir seperti subuh atau ashar, maka tidak diwajibkan meng-gadha shalat sebelumnya, tetapi hanya diwajibkan meng-gadha shalat yang ia tinggal diwaktunya. Kondisi semacam ini disebut dengan istilah zawalul mani (hilangnya penghalang).
Shalat adalah rukun kedua dari rukun Islam. Dan di dalam agama ia berkedudukan seperti kedudukan kepala pada jasad. Siapa yang tidak shalat maka tidak ada agama pada dirinya, seperti yang disebutkan dalam hadits. Allah Swt berfirman, “Peliharalah semua shalat dan shalat wustha. Dan laksanakanlah karena Allah dengan khusyuk.” Rasulullah Saw bersabda, “Ada lima shalat yang telah diwajibkan Allah kepada hamba dalam sehari semalam.”
Allah telah mewajibkannya kepada Nabi kita Muhammad Saw dan umatnya di malam isra mi’raj. Pada mulanya kewajiban shalat itu lima puluh kali, lalu Allah menguranginya menjadi lima kali, namun baginya pahala lima puluh shalat.
Shalat diwajibkan bagi wanita muslim yang baligh, berakal, dan suci dari haidh serta nifas.
Waktu-waktu Shalat
Waktu dhuhur masuk jika matahari tergelincir dari tepat di tengah-tengah langit menuju ke arah barat. Sedangkan waktu keluarnya dhuhur adalah saat bayangan dari suatu benda sama dengan ukuran benda tersebut, selain bayangan dari waktu istiwa (tepat di atas langit). Bayangan istiwa adalah bayangan yang terdapat di saat tergelincirnya matahari. Ukuran bayangan tersebut sesuai dengan perbedaan waktu dan negara.
Waktu ashar masuk jika bayangan dari suatu benda sama dengan ukurang benda tersebut, terukur selain dari bayangan istiwa, dan ukuran bayangan tersebut sedikit lebih pendek dari ukuran benda. Sedangkan keluarnya waktu ashar adalah tenggelamnya matahari.
Waktu maghrib masuk bersama dengan tenggelamnya matahari. Sedangkan keluarnya waktu maghrib bersamaan dengan tenggelamnya ufuk merah.
Waktu isya masuk bersamaan dengan tenggelamnya ufuk merah. Sedangkan keluarnya waktu isya adalah saat terbit fajar ash-Shadig, yaitu fajar yang cahayanya menyebar ke langit.
Waktu subuh masuk bersama-sama dengan terbitnya fajar ashShadig. Sedangkan waktu keluarnya waktu subuh bersamaan dengan terbitnya matahari.
Amal yang paling utama adalah menyegerakan shalat di awal waktunya. Tidak diperbolehkan memajukan shalat dari waktunya dan tidak boleh pula mengakhirkannya kecuali karena halangan.
Halangan-halangan Shalat
Halangan-halangan shalat yang yang menjadikan seorang manusia dimaklumi dalam mengakhirkan shalatnya hingga keluar dari waktunya ada dua:
Pertama, tidur. Jika seseorang tidur hingga waktu shalatnya habis dan dia masih dalam kondisi tidur, maka jika tidurnya tersebut terjadi dari sebelum masuk shalat, maka dia tidak berdosa secara mutlak. Namun jika tidurnya terjadi setelah masuk waktu shalat: jika dia saat itu yakin akan bangun sebelum sempit waktunya (atau habis), maka tidurnya termasuk halangan. Jika dia tidak yakin akan bangun sebelum sempit waktu shalat, maka tidurnya tidak termasuk halangan.
Kedua, yang termasuk halangan adalah lupa. Yaitu lupa yang timbul karena kesibukkan dengan sesuatu yang tidak dilarang, seperti membaca, atau pekerjaan. Jika lupa itu timbul karena kesibukan akan sesuatu yang dilarang, maka lupa itu tidak termasuk halangan yang bisa diterima, seperti sibuk sibuk dengan sesuatu yang melalaikan atau permainan dan lain-lainnya.
Hal-hal Seputar Shalat
Shalat memiliki syarat-syarat, rukun-rukun, ab’adh (sunnah shalat yang jika ditinggalkan disunnahkan sujud sahwi – Penerj.), hal-hal yang membatalkan, dan sunnah-sunnah. Maka diwajibkan melaksanakan shalat dengan syarat-syarat dan rukun-rukun. Dianjurkan menjaga ab’adh shalat dan sunnah-sunnahnya. Diwajibkan juga meninggalkan hal-hal yang membatalkannya.
Jika seseorang wanita melakukan shalat, namun meninggalkan salah satu syarat-syarat, atau rukun-rukunnya, maka batallah shalatnya. Jika dia meninggalkan sebagian ab ‘adh shalatnya, maka shalatnya tetap sah, akan tetapi disunnahkan sujud sahwi. Jika dia melakukan salah satu dari hal-hal yang membatalkan shalatnya, maka batallah shalatnya. Jika dia meninggalkan salah satu dari sunnah-sunnahnya, maka shalatnya tetap sah, namun terhilang darinya keutamaan dari amal perbuatan sunnah tersebut.
Syarat-syarat Shalat
Syarat-syarat shalat ada delapan:
Pertama, suci dari hadats kecil dan hadats besar. Mengenai hal ini, telah dijelaskan pada bab kesucian. Jika seorang wanita berhadats kecil – yaitu hal-hal yang mewajibkan seseorang berwudhu – atau berhadats besar – yaitu hal-hal yang mewajibkan seseorang mandi besar -, maka tidak sah shalatnya kecuali setelah dia bersuci.?
Kedua, suci dari najis pada pakaian, badan, dan tempat. Jika pada pakaian yang digunakan untuk melakukan shalat, atau pada badannya, atau pada tempat yang digunakannya untuk shalat terdapat najis, maka tidak sah shalatnya.
Ketiga, menutup aurat Aurat wanita yang merdeka (bukan budak – Penerj.) di dalam shalat, adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Sedangkan aurat wanita budak di dalam shalatnya, di antara pusar dan lutut. Jika seorang wanita shalat namun terbuaka auratanya atau tersingkap di tengah-tengah shalatnya dan tidak segera menutupnya, maka shalatnya batal.
Keempat, menghadap ke arah kiblat-yaitu Ka’bah – dengan dadanya.
Kelima, telah masuk waktu.
Keenam, mengetahui bahwa hukum shalat adalah fardhu (wajib) bagi dirinya. Jika memiliki keyakinan bahwa hukum shalat (fardhu) itu adalah sunnah, maka shalatnnya tidak sah.
Ketujuh, tidak memiliki keyakinan bahwa salah satu yang diwajibkan pada shalatnya, maksudnya salah satu rukun shalat, adalah sunnah. Seperti berkeyakinan bahwa membaca al-Fatihah hukumnya sunnah, atau ruku dan sujud hukumnya sunnah. Jika memiliki keyakinan seperti itu, maka shalatnya tidak sah.
Kedelapan, menghindari segala hal yang membatalkan shalat, seperti bergerak tiga kali berturut-turut. Jika melakukan salah satu hal yang membatalkan shalat, maka shalatnya batal.
Rukun-rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada tujuh belas:
Pertama, niat!.
Kedua, takbiratul ihram’.
Ketiga, membaca surat al-Fatihahs.
Keempat, berdiri bagi yang mampu pada shalat fardhu.
Kelima, ruku’. Ruku’ adalah membungkukkan badan sehingga kedua telapak tangan dapat diletakkan pada lutut.
Keenam, thuma ‘ninah pada ruku’, yaitu tenang (tak bergerak) setelah melakukan gerakan yaitu setelah seluruh anggota badan diletakkan di tempatnya (sesuai aturan ruku’ – Penerj.). Thuma ‘ninah itu dilakukan dalam selama jangka waktu sesuai dengan kadar ucapan “subhanallah (Maha Suci Allah).
Ketujuh, itidal, yaitu pelaku shalat kembali kepada posisi sebelum ruku’. Disyaratkan saat i’tidal: tidak memperpanjang waktu itidal melebihi kadar bacaan zikir yang disyariatkan dan bacaan al-Fatihah.
Kedelapan, thuma ‘ninah pada itidal.
Kesembilan, sujud sebanyak dua kali. Sujud adalah meletakkan dahi di atas tempat sujud. Disyaratkan saat sujud: bersujud dengan tujuh anggota badan (anggota sujud), posisi pinggulnya (saat sujud) lebih tinggi daripada bagian atas badannya, tidak sujud di atas sesuatu yang bergerak karena gerakan shalatnya, dan dahi dalam keadaan terbuka.
Hendaklah para wanita memahami masalah ini (dahi terbuka). Sebab sebagian wanita bersujud padahal dahinya tertutup mukena atau niqab (cadar), maka dalam kondisi seperti itu, sujudnya tidak sah.
Kesepuluh, thuma ‘ninah saat sujud.
Kesebelas, duduk di antara dua sujud. Disyaratkan saat duduk di antara dua sujud, tidak memperpanjang waktu sujud di antara dua sujud melebihi bacaan zikir yang disyariatkan dan bacaan tasyahud yang paling sedikit (hanya bacaan wajibnya saja – Penerj.).
Keduabelas, thuma ‘ninah saat duduk di antara dua sujud”.
Ketigabelas, tasyahud akhir.
Keempatbelas, duduk saat melakukan tasyahud.
Kelimabelas, membaca shalawat kepada Nabi Saw saat tasyahud.
Keenambelas, salam.
Ketujuhbelas, tertib.
Niat, tempatnya di dalam hati, dan hukum melafazkannya adalah sunnah. Maka hendaklah menghadirkan niat di hati saat masuk ke dalam shalat di waktu mengucapkan takbiratul ihram. Jika seorang wanita yang hendak shalat mengucapkan niat takbiratul ihram, namun hatinya tidak menghadirkan niat, maka tidak sah shalatnya, sampai ia mengulangi takbiratul ihramnya disertai hadirnya niat di hati. Masalah ini dilalaikan oleh banyak manusia. Maka seringkali terlihat mereka bertakbiratul ihram melakukan shalat, namun hati mereka tidak menghadirkan niat’?.
Takbiratul ihram adalah awal takbir di dalam shalat. Dinamakan takbiratul ihram (satu akar kata dengan haram – Penerj.) karena takbir itu menjadikan haram hal-hal yang tadinya dihalalkan, yaitu hal-hal yang membatalkan shalat. Disyaratkan saat bertakbir dalam kondisi berdiri pada shalat fardhu.
Dalam hal ini terdapat suatu masalah yang wajib diperhatikan. Masalah itu adalah sebagian manusia jika mendapati imam telah berada dalam kondisi ruku, maka ia segera bertakbir di belakang imam, namun mengucapkan lafaz takbir dengan menggerakkan badannya ke arah ruku. Mereka yang melakukan hal ini maka tidak sah shalatnya, karena takbiratul ihram yang diucapkannya tidak dalam kondisi berdiri”.
Dan membaca al-Fatihah hukumnya wajib di dalam setiap rakaat, kecuali rakaat bagi makmum masbug, yaitu makmum yang tidak mencapai waktu posisi berdiri bersama imam yang cukup baginya untuk menyelesaikan surat al-Fatihah dengan bacaan yang sedang (normal). Kewajiban makmum setelah bertakbiratul ihram adalah menyelesaikan al-Fatihah, tetapi jika imam shalat rukw’ di tengahtengah bacaan al-Fatihah yang dibacanya, maka makmum diharuskan ruku mengikuti imam, dan dia dibebaskan dari hukum kewajiban atas sisa bacaan al-Fatihahnya. Jika ia sebagai makmum mendapati imam dalam posisi ruku, maka hendaklah ia bertakbiratul ihram terlebih dulu dalam kondisi berdiri di belakang imam, lalu setelah itu ruku’ Jika ia dapat melaksanakan rukun thuma ‘ninah pada ruku’nya bersama imam, maka ia terhitung mendapat satu rakaat. Jika tidak mendapat thuma ‘ninah, maka terlewat darinya satu rakaat bersama imam.
Disyaratkan di dalam membaca al-Fatihah untuk menjaga hurufhuruf, dan tasydid-nya (penekanan pada huruf). Tidak membaca dengan salah sehingga merusak makna surat al-Fatihah”, tidak berdiam lama di tengah bacaan al-Fatihah atau diam sebentar namun dengan tujuan memutus bacaan, dan tidak menyisipkan bacaan lain di tengah bacaan al-Fatihah.
Di dalam shalat fardhu, hukum berdiri dalam pelaksanaannya adalah wajib bagi yang mampu. Sedangkan di shalat sunnah tidaklah diwajibkan. Bahkan diperbolehkan bagi pelaku shalat sunnah untuk melakukannya dengan duduk walaupun ia mampu melakukannya dengan berdiri. Tetapi pahala bagi yang melakukannya dengan duduk (padahal ia mampu berdiri) adalah setengah pahala dari mereka yang shalat dengan berdiri.
Jika tidak mampu melakukan shalat dengan berdiri karena sangat menyulitkan bagi dirinya, maka diperbolehkan shalat dengan duduk. Jika tidak mampu duduk, diperbolehkan shalat dengan berbaring di atas sisi kanan badannya dan ini yang paling utama. Diperbolehkan juga berbaring di atas sisi kiri badannya. Dalam kondisi berbaring di kedua posisi tersebut, dia menghadap ke arah kiblat dengan dadanya.
Jika tidak mampu dengan berbaring, maka diperbolehkan shalat dengan posisi terlentang di atas punggungnya, dan menghadap kiblat dengan wajahnya. Dengan cara meletakkan bantal di bawah kepalanya. Jika dia tidak mampu (menghadap kiblat dengan wajah), maka dia boleh menghadap kiblat dengan bagian lekukan pada telapak kakinya (dengan posisi kaki terjulur ke arah kiblat – Penerj.). Diperbolehkan baginya menundukkan kepalanya sebagai pengganti ruku dan sujud. Jika ia tidak mampu menundukkan kepalanya, maka dibolehkan menghadirkan setiap rukun shalat dengan hatinya saja. Tidak diperbolehkan meninggalkan shalat selama akalnya masih sadar.
Termasuk perbuatan salah yang besar dan kerugian yang luar biasa adalah meninggalkan shalat pada waktu sakit. Padahal Allah Swt telah memberi keringanan bagi mereka yang sakit dalam bersuci dan shalat. Apalagi, boleh jadi itu adalah sakit yang mengantarkannya kepada kematian. Maka akhirnya ia akan menemui Tuhannya dalam kondisi bermaksiat, wal ‘iyadzubillah (kami memohon perlindungan kepada Allah dari kondisi itu). Maka diwajibkan bagi wanita yang sakit agar menjaga shalatnya sesuai dengan kemampuan dirinya. Sedangkan bagi keluarga yang sakit, hendaklah selalu mengingatkannya agar mengerjakan shalat. Sebab shalat adalah yang pertama kali ditanyakan kepada hamba di dalam kuburnya.
Ab’adh Shalat
Ab ‘adh shalat” ada tujuh: tasyahud awal, duduk pada tasyahud awal, shalawat kepada Nabi Saw di tasyahud awal, shalawat kepada keluarga Nabi Saw di tasyahud akhir, gunut, berdiri saat gunut, dan bershalawat dan salam kepada Nabi Saw pada saat qunut.
Ab’adh shalat tersebut jika ditinggalkan salah satunya, tidak membatalkan shalat. Tetapi disunnahkan melakukan sujud sahwi”.
Sujud Sahwi
Sujud sahwi adalah dua sujud sebelum salam seperti sujud di dalam shalat. Disunnahkan mengucapkan dalam dua sujud tersebut subhaana man laa yashuu wa laa yanaamu (artinya: Maha Suci Dia yang tidak lupa dan tidak tidur) sebanyak tiga kali. Dan terdapat duduk di antara dua sujud itu, kemudian salam setelah kedua sujud itu dilakukan.
Sujud sahwi diperintahkan (sunnah) bagi imam atau mereka yang Shalat sendiri ketika meninggalkan sebagian dari abadh shalat, atau melakukan sesuatu yang dilarang seperti lupa menambah rukun perbuatan, atau memindahkan rukun bacaan tidak pada tempatnya’$, atau melakukan suatu perbuatan yang jika dilakukan secara sengaja dapat membatalkan shalat, tetapi jika dilakukan dalam kondisi lupa tidak membatalkan shalat”.
Sedangkan makmum, tidak diperbolehkan sujud sahwi karena kesalahan sendiri. Mereka dibolehkan sujud sahwi jika imam sujud sahwi, karena mengikuti apa yang dilakukan imam. Jika imam tersebut tidak sujud sahwi, maka hendaklah makmum melakukan sujud sahwi setelah imam salam. Hal itu disunnahkan. Sujud sahwi ini tidak diwajibkan kecuali bagi makmum, jika imam shalat melakukan sujud sahwi.
Termasuk hal-hal yang baik untuk diperhatikan adalah, sebagian manusia lupa tidak melakukan tasyahud awal atau gunut, lalu ia baru mengingatnya setelah melakukan rukun sesudahnya. Maka tidak diperbolehkan baginya untuk kembali ke posisi sebelumnya setelah terlewati (tasyahud awal atau gunut). Bahkan diwajibkan baginya untuk tetap pada posisi rukun yang sudah dilakukannya, dan disunnahkan ia melakukan sujud sahwi. Jika ia secara sengaja dan tahu (mengetahui hukumnya) kembali ke posisi tasyahud awal atau gunut setelah ia melewatinya dan telah melakukan rukun sesudah itu, maka shalatnya batal. Hal ini jika dilakukan oleh imam, atau shalat sendiri tidak berjamaah. Tetapi jika dilakukan oleh makmum, maka ia hendaklah kembali ke posisi yang dilewatinya (tasyahud awal atau gunut) karena mengikuti imam. Hal-hal yang Membatalkan Shalat
Hal-hal yang membatalkan shalat jika terdapat salah satu
diantaranya ada empat belas:
Pertama, berhadats, yaitu hadats kecil atau hadats besar.
Kedua, tertimpa najis, jika tidak segera dibuang dan najis tersebut tidak menetap.
Ketiga, tersingkapnya aurat jika tidak segera ditutup.
Keempat, berbicara walau dengan dua huruf, atau satu huruf yang dapat difahami, atau satu huruf panjang yang diucapkan dengan sengaja. Sedangkan jika berbicara kerena lupa, maka dimaafkan jika tidak lebih dari empat kata yang difahami oleh daerah setempat.
Kelima, melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, seperti makan, minum dan lain-lainnya.
Keenam, makan dalam jumlah yang banyak dalam kondisi lupa.
Ketujuh, bergerak tiga kali berturut-turut, walaupun lupa!!.
Kedelapan, meloncat, yaitu mengangkat kedua kaki dari bumi bersama-sama.
Kesembilan, satu gerakan yang melampaui batas. Contohnya, satu gerakan dengan tujuan bermain-main. Hal ini dapat membatalkan shalat.
Kesepuluh, makmum yang mendahului imam sebanyak dua rukun perbuatan, dan terlambat dari gerakan imam sebanyak dua rukun perbuatan pula tanpa alasan”.
Kesebelas, menambah rukun perbuatan dengan sengaja.
Kedua belas, niat memutuskan shalat. Seperti berniat keluar dari shalat.
Ketiga belas, berniat memutuskan shalat dengan cara mengaitkan niat dengan sesuatu, seperti berniat jika datang fulan maka aku akan keluar dari shalatku.
Keempat belas, ragu-ragu dalam berniat memutus shalat, seperti muncul di tengah shalatnya suatu keperluan, dan menjadikannya ragu-ragu antara keluar dari shalat atau menyempurnakan shalatnya hingga akhir.
Sunnah-sunnah Shalat
Sunnah-sunnah shalat banyak sekali, di antaranya adalah halhal yang disunnahkan sebelum shalat seperti igamat shalat?, siwak, mendirikan shalat dengan bersemangat (tidak bermalas-malasan), dan mengosongkan hati (fokus melakukan shalat).
Di antara sunnah yang lain adalah hal-hal yang disunnahkan pada saat shalat didirikan, seperti mengangkat tangan saat bertakbiratul ihram, ruku, i’tidal, dan saat bangkit dari tasyahud awal. Di antara yang lain adalah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan menjadikan keduanya di bawah dada, membaca doa iftitah, membaca ta ‘awwudz, mengeluarkan suara di tempattempat dijelaskannya suara. Seorang wanita dalam mengeluarkan suaranya hendaklah lebih rendah daripada laki-laki, dan tidak mengeluarkan suaranya di hadapan laki-laki yang bukan mahram. Di antara sunnah yang lain adalah merendahkan suaranya di tempat-tempatnya?’, mengucapkan amin, membaca surat (setelah al-Fatihah), mengucapkan takbir dalam setiap perpindahan dari rukun ke rukun, dan membaca tasbih pada saat ruku’ dan sujud, mengucapkan sami ‘allaahhu liman hamidah (Allah mendengar siapa yang memuji-Nya), meletakkan tangan di atas kedua paha dan membukanya (tidak menggenggam) saat duduk kecuali pada saat duduk tasyahud. Pada saat tasyahud tangan kiri terbuka, sedangkan tangan kanan menggenggam kecuali telunjuk yang menunjuk saat bersyahadat. Di antara sunnah yang lain ialah posisi iftirasy (posisi duduk telapak kaki kanan tegak dan bagian dalam jari-jari kaki .
menempel di tanah, sedangkan kaki kiri di bawah bokong – Penerj.) dalam setiap duduk, posisi tawarruk (posisi duduk telapak kaki kanan tegak dan bagian dalam jari-jari kaki menempel di tanah. Sedangkan kaki kiri masuk ke celah yang terdapat antara betis dan bagian punggung telapak kaki kanan – Penerj.) di tasyahud akhir, mengucapkan salam yang kedua, dan memalingkan wajah ke arah kanan pada salam pertama, dan ke kiri pada salam kedua.
Shalat Sunnah
Shalat-shalat sunnah ada banyak sekali, dan terbagi menjadi tiga macam: shalat sunnah yang memiliki waktu, shalat sunnah yang memiliki sebab, dan shalat sunnah mutlak (yang tak terikat dengan waktu dan sebab).
Shalat sunnah yang memiliki waktu: seperti dua shalat ‘ied: yaitu shalat ‘Tedul Fithri dan “Iedul Adha. Waktu keduanya dimulai dari terbitnya matahari di hari ‘ied hingga tergelincir matahari (masuk waktu dhuhur – Penerj.) Kedua shalat tersebut adalah shalat sunnah yang paling utama. Disunnahkan melakukan shalat tersebut dengan berjamaah.
Shalat ‘ied berjumlah dua rakaat, dengan niat shalat ‘iedul fithri atau ‘iedul adha saat bertakbiratul ihram. Setelah takbiratul ihram dan doa iftitah hendaklah membaca allahu akbar (Allah Maha
Besar) sebanyak tujuh kali di rakaat pertama. Di antara dua takbir (setiap selesai takbir) mengucapkan subhanallah wal hamdulilllah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar). Setelah takbir yang ke tujuh membaca surat al-Fatihah lalu menyempurnakan rakaat shalat tersebut (seperti shalat biasanya). Jika bangkit ke rakaat kedua, bertakbir sebanyak lima kali, di antara dua takbir (setiap selesai takbir) mengucapkan subhanallah wal hamdulilllah wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbar (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar). Setelah takbir yang ke lima membaca surat al-Fatihah lalu menyempurnakan rakaat shalat tersebut.
Di antara shalat sunnah yang memiliki waktu adalah shalat witir. Masuk waktunya adalah setelah mengerjakan shalat isya dan keluar waktunya bersamaan dengan keluarnya waktu isya. Shalat witir paling sedikitnya dikerjakan satu rakaat, namun paling sedikit kesempurnaannya jika di kerjakan tiga rakaat. Pada rakaat pertama membaca sabbihisma rabbikal a’laa hingga akhir surat (surat alAla), rakaat kedua membaca surat al-Kafirun, dan pada rakaat ketiga membaca surat al-Ikhlash dan al-Mu ‘awwidzatain (al-Falag dan an-Naas). Sedangkan jumlah rakaat witir yang paling sempurna adalah sebelas rakaat”.
Dalam menjaga shalat witir terdapat keutamaan yang besar. Telah diriwayatkan oleh at-Turmudzi, al-Hakim dan hadits ini digolongkannya sebagai hadits shahih, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah menganugerahi kalian shalat yang lebih utama bagi kalian daripada unta merah (unta yang terbaik). Shalat itu adalah witir” Dalam hadits ini digunakan kata amaddakum (menganugerahi), maksudnya adalah memberikan atau mengistimewakan kalian. Dalam hadits ini juga digunakan kata humrun niam (unta merah) yaitu unta. Maksudnya adalah harta yang paling berharga bagi orang arab. Dalam hadits ini juga menggunakan kata khairun minha (lebih baik darinya) yaitu lebih baik daripada kamu bersedekah dengannya.
Di antara shalat sunnah yang memiliki waktu (shalat rawatib)? berjumlah dua puluh dua rakaat. Sepuluh rakaat darinya adalah muakkad (yang dikuatkan yaitu jarang ditinggal Nabi Saw), yaitu dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah maghrib, dan dua rakaat setelah isya. Sedangkan yang ghair muakkad (bukan muakkad) ada dua belas rakaat, yaitu dua rakaat sebelum dhuhur bersama dengan dua rakaat muakkad sebelum dhuhur (jadi jika digabung menjadi empat rakaat – Penerj.), dua rakaat setelah dhuhur juga seperti itu (seperti sebelum dhuhur), empat rakaat sebelum ashar, dua rakaat sebelum maghrib, dan dua rakaat sebelum isya.
Dianjurkan bagi kita untuk menjaganya (shalat rawatib). Telah diriwayatkan dalam shahih muslim, bahwa Nabi Saw bersabda, “Dua rakaat fajar lebih baik daripada dunia seisinya. Diriwayatkan oleh Baihagi bahwa beliau Saw bersabda, “Tiada yang menjaga dua rakaat fajar kecuali dia adalah orang yang kembali kepada Allah (awwaab)2. Diriwayatkan pula, “Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum dhuhur dan empat setelahnya, maka Allah mengharamkannya dari api neraka,” Begitu juga terdapat riwayat bahwa Nabi Saw bersabda, “Semoga Allah merahmati seseorang yang melakukan shalat empat rakaat sebelum shalat ashar.”
Shalat rawatib sebelum fardhu (gabliyah) masuk waktunya bersamaan dengan masuknya waktu shalat fardhu, dan keluar waktunya bersamaan juga dengan keluarnya waku shalat fardhu. Sedangkan shalat rawatib setelah fardhu (badiyah) masuk waktunya setelah pelaksanaan shalat fardhu, dan keluar waktunya dengan keluarnya waktu shalat fardhu.
Di antara shalat sunnah yang memiliki waktu ialah (shalat tarawih) yang terdiri dari dua puluh rakaat. Setiap dua rakaat salam?. Masuknya waktu shalat tarawih setelah melakukan shalat isya, dan keluar waktunya bersamaan dengan terbitnya fajar shadig. Jika seorang wanita datang terlambat untuk shalat, namun jamaah telah melakukan shalat isya terlebih dulu. Dan ia ingin melakukan shalat tarawih padahal dia belum melakukan shalat isya, maka hal itu tidak diperbolehkan. Sebab tidak masuk waktu shalat tarawih kecuali setelah mengerjakan shalat isya.
Shalat tarawih ini hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan dan di dalamnya terdapat keutamaan yang banyak sekali. Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa menegakkan shalat di bulan Ramadhan dalam keimanan dan mengharapkan ridha-Nya, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menegakkan shalat di bulan Ramadhan, yaitu shalat tarawih.
Hendaklah menjaga thuma’ninah dan tidak tergesa-gesa dalam mengerjakannya. Sebab amal yang sedikit disertai kesempurnaan lebih baik daripada amal banyak yang dilakukan tanpa kesempurnaan”.
Di antara shalat sunnah yang memiliki waktu adalah shalat dhuha. Paling sedikitnya dikerjakan sebanyak dua rakaat, dan paling utama dikerjakan delapan rakaat. Dikatakan masuk waktu dhuha jika matahari terbit hingga seukuran satu ujung tombak (dari permukaan horisontal, seperti dilihat dari pesisir pantai – Penerj.). Sedangkan waktu keluarnya yaitu pada saat tergelincirnya matahari (waktu dhuhur). Telah diriwayatkan Thabrani tentang keutamaan shalat dhuha dari Abu Hurairah ra (Rasulullah Saw bersbda:), “Sesungguhnya di surga terdapat sebuah pintu yang bernama Dhuha.
Jika nanti kiamat terjadi, maka terdapat seruan: Dimanakah mereka yang dulu selalu mengerjakan shalat dhuha? Ini adalah pintu kalian, maka masuklah kalian dengan rahmat Allah.
Shalat-shalat sunnah yang memiliki sebab: seperti shalat sunnah kusuf matahari (gerhana matahari), khusuf bulan (gerhana bulan), tahiyatul masjid, sunnah wudhu, dua rakaat shalat istikharah dan lain-lainnya.
Shalat-shalat sunnah mutlak: yang tidak memiliki waktu dan sebab. Seperti shalat tasbih sebanyak empat rakaat. Di dalamnya terdapat zikir “subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallaah wallahu akbar” (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar) sebanyak tiga ratus kali. Disetiap rakaatnya sebanyak tujuh puluh lima kali. Zikir tersebut diucapkan setelah membaca surat al-Fatihah dan surat lain sesudahnya sebanyak lima belas kali, lalu saat ruku sepuluh kali, saat #tidal sepuluh kali, saat
sujud pertama sepuluh kali, saat duduk di antara dua sujud sepuluh kali, saat sujud kedua sepuluh kali, saat duduk istirahat (setelah sujud kedua di rakaat pertama, sebelum berdiri ke rakaat kedua, di sunnahkan duduk sejenak dan dinamakan duduk istirahat – Penerj.) atau tasyahud sebanyak sepuluh kali2. Ini adalah zikir sejumlah tujuh puluh lima di setiap rakaat, yang diucapkan seperti itu di setiap rakaat.
Nabi Saw telah mengajarkan shalat tersebut kepada pamannya yang bernama Abbas ra. Beliau Saw menjelaskan kepadanya pahala yang besar di dalam sabadanya, “Andaikata dosa-dosamu seperti buih di lautan atau butiran pasir yang luas, maka Allah akan mengampunimu.” Diriwayatkan pula bahwa beliau Saw bersabda, “Wahai paman, maukah engkau jika aku berikan, anugerahkan dan hadiahkan kepadamu sesuatu (amalan), jika kau melakukannya maka Allah akan mengampuni dosa-dosamu yang awal dan akhir, yang terdahulu dan baru, yang salah atau sengaja, dan yang sembunyi atau tampak? Yaitu kau lakukan shalat (tasbih – Penerj.) sebanyak empat rakaat.” (Al-Hadits) At-Taaj as-Subkiy dan ulama yang lainnya berkata, “Tidaklah seseorang mendengarkan keutamaan shalat ini yang agung lalu meninggalkannya, maka orang tersebut termasuk mereka yang meremehkan agama?
Diriwayatkan pula dalam sebuah hadits, “Jika kau sanggup — lakukanlah setiap hari sebanyak satu kali. Jika kau tak sanggup — melakukannya, maka lakukanlah setiap jumat (setiap seminggu) sebanyak satu kali. Jika kau tak sanggup melakukannya, maka — lakukanlah setiap sebulan sebanyak satu kali. Jika kau tak sanggup, maka lakukanlah setiap setahun sebanyak satu kali. Jika kau tak sanggup melakukannya, maka lakukanlah seumur hidupmu walaupun satu kali” Wahai Allah, berikanlah kepada kami taufik menuju kepada hal-hal yang Kau ridhai.
Tata Cara Shalat Beserta Rukun-Rukun dan Sunnah-sunnahnya
Wanita yang melakukan shalat hendaklah mengucapkan: ushalli fardhadh dhuhri ‘arb’a raka ‘aatin adaa’an mustagbilatal giblati (artinya: aku niat shalat fardhu dhuhur empat rakaat pada waktunya dan menghadap kiblat). Jika ia menjadi imam shalat di depan wanita lain maka menambah niatnya dengan imaaman (artinya: sebagai imam). Jika ia shalat di belakang seseorang menjadi makmum maka ia harus menambahnya dengan makmuuman (artinya: sebagai makmum). Lalu manambah dengan lillahi ta’ala (artinya: karena Allah Swt). Kemudian mengucapkan allahu akbar (artinya: Allah Maha Besar).
Allah Maha Besar, dan segala puji bagi Allah sebanyakbanyaknya,sertaMahaSuci Allah di pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepadaNya yang menciptakan langit dan bumi. Dalam keadaan lurus, dan aku bukanlah orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup, dan matiku karena Allah Tuhan alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya dan dengan hal itu aku diperintahkan serta aku tergolong orang-orang Islam.
Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan alam semesta. Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Penguasa hari pembalasan. Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan.Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang Kau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang Kau murkai ke atas mereka, dan bukan jalan orang-orang yang sesat.? Amiin. Setelah itu membaca surat atau ayat dari al-Ouran.
Allah Maha Besar, Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya (tiga kali). Allah mendengar siapa yang memujiNya. Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian. Pujian yang banyak, baik, dan berkah, memenuhi langit dan bumi, serta memenuhi segala sesuatu yang Kau kehendaki:
Allah Maha Besar, Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya (tiga kali). Allah Maha Besar, Tuhan, ampuni, rahmati, tamballah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah rezeki, petunjuk kepadaku, sehatkan dan maafkanlah aku. Allah Maha besar, Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya (tiga kali). Sampai di sini maka terhitung satu rakaat. Lalu sisa rakaat yang lain dilakukan seperti halnya di atas yang telah kami jelaskan kecuali niat, takbiratul ihram dan doa iftitah, karena tiga hal ini hanya khusus di rakaat pertama saja.
Setelah selesai rakaat kedua, lalu duduk untuk melakukan tasyahud awal. Setelah duduk, membaca bacaan tasyahud dan bershalawat kepada Nabi Saw di dalam tasyahudnya. Lalu berdiri (ke rakaat ketiga), dan melakukan di sisa rakaat seperti yang dijelaskan. Tetapi setelah bangkit dari tasyahud awal, tidak disunnahkan membaca surat dari al-Ouran (setelah al-Fatihah).
Setelah menyelesaikan apa yang harus dilakukan pada sisa rakaat tersebut, lalu duduk tasyahud akhir, dan mengucapkan, Kesejahteraan, keberkahan, rahmat, dan kebaikan bagi Allah. Salam bagimu wahai Nabi, juga rahmat Allah dan keberkahan-Nya (bagimu). Salam bagi kami dan juga bagi hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Wahai Allah limpahkanlah shalawat kepada junjungan kami Muhammad hamba dan rasul-Mu, Nabi yang ummi (tak pandai membaca dan menulis), dan juga kepada keluarga junjungan kami Muhammad, serta istriistri dan keturunannya. Seperti Kau telah melimpahkan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Berkahilah junjungan kami Muhammad, Nabi yang ummi, dan juga kepada keluarga junjungan kami Muhammad, serta istri-istri dan keturunan-Nya. Seperti Kau memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Terpuji lagi Maha Muia di alam semesta ini:
Wahai Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahannam, azab kubur, godaan hidup dan mati, serta fitnah godaan al-Masih ad-Dajjal. Dan aku berlindung kepadaMu dari hutang dan dosa. Wahai Allah, ampunilah aku dari dosadosa yang telah kulakukan dan yang baru kulakukan, apa yang aku sembunyikan dan aku tampakkan, dan hal-hal yang kulakukan berlebih-lebihan, serta segala sesuatu yang Kau lebih mengetahuinya dariku. Engkaulah yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada sesembahan selain-Mu. Wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu:
Salam dan rahmat Allah bagi kalian? Dan berpaling ke kanan hingga terlihat pipinya yang di bagian kanan: Salam dan rahmat Allah bagi kalian? Dan berpaling ke arah kiri hingga terlihat pipinya yang sebelah kiri.
Zikir-zikir yang Dianjurkan Setelah Shalat
Disunnahkan setelah salam dari shalat mengucapkan, Aku memohon ampun kepada Allah (tiga kali).
Wahai Allah, Engkaulah yang Maha Sejahtera dan dari-Mu kesejahteraan. Maka hidupkanlah kami wahai Tuhan kami, dengan kesejahteraan. Masukkanlah kami dengan rahmat-Mu ke negeri yang sejahtera (surga). Engkaulah yang Maha Suci dan Maha Tinggi wahai Dzat yang Maha Besar dan Maha Mulia. Wahai Allah, tak ada yang pencegah bagi yang Kau beri, dan tak ada pemberi bagi yang Kau cegah. Tak bermanfaat mereka yang memiliki kebesaran, karena kebesaran berasal dari-Mu:
Lalu mengucapkan Maha Suci Allah (tiga puluh tiga kali), segala puji bagi Allah (tiga puluh tiga kali), Allah Maha Besar (tiga puluh tiga kali)”. “Tidak ada sesembahan selain Allah, Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya kerajaan dan pujian. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia terhadap segala sesuatu Maha Kuasa (satu kali):
Setelah shalat subuh, ashar, dan maghrib ditambah dengan “Tiada sesembahan selain Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya. Miliki-Nya kerajaan dan pujian. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia terhadap segala sesuatu Maha Kuasa(sepuluh kali).
Telah diriwayatkan dalam hadits yang shahih bahwa, barangsiapa setelah shalat subuh, ashar, dan maghrib mengucapkan: “Tiada sesembahan selain Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya kerajaan dan pujian. Dia menghidupkan dan mematikan. Dia terhadap segala sesuatu Maha Kuasa (sepuluh kali), maka ia mendapat pahala seperti pahala memerdekakan sepuluh budak dari keturunan Ismail” Diriwayat yang lain disebutkan, “Dicatat baginya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh keburukan, dan diangkat baginya sepuluh derajat. Di hari itu ia dalam penjagaan dari segala hal yang tidak baik, perlindungan dari setan, dan tidak ada perbuatan dosa yang membinasakannya (menggugurkan amal baiknya) kecuali dosa syirik.”
Disunnahkan mengucapkan juga, Aku memohon ampun kepada Allah yang tiada sesembahan kecuali Dia yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya (tiga kali):
Hendaklah para wanita selalu membaca (selesai shalat) ayat kursi?’, aamanarrasuul? hingga akhir surat. Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan selain Dia, (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tiada sesembahan selain Dia, yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana)”. (Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan)
Kemudian engkau membaca surat al-Ikhlas dan al-Mu ‘awwidzatain (al-Falag dan an-Naas), serta al-Fatihah setiap selesai shalat. Telah diriwayatkan bahwa beliau Saw bersabda, “Barangsiapa membaca ayat kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang mencegahnya masuk ke surga kecuali mati.
Doa Qunut
Wahai Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana mereka yang telah Kau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan sebagaimana mereka yang telah Kau beri kesehatan. Peliharalah aku sebagaimana mereka yang telah Kau pelihara. Berkahilah aku pada apa-apa yang telah Kau anugerahkan. Selamatkanlah aku dari kejelekan yang telah Kau tentunkan. Sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan Kau tak ditentukan oleh apa pun. Sesungguhnya tidaklah hina mereka yang Kau lindungi, dan tidaklah mulia mereka yang Kau perangi. Maha Suci Engkau Tuhan kami dan Maha Tinggi. Bagi-Mu pujian atas segala yang Kau tetapkan. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad Nabi yang ummi dan kepada keluarga, serta para sahabatnya.
Doa tersebut dianjurkan pada i’tidal yang kedua di shalat subuh dan di itidal pada rakaat terakhir dari shalat witir di pertengahan akhir bulan Ramadhan.
Dianjurkan bagi wanita agar menjaga shalat berjamaah. Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits yang shahih, Nabi Saw bersabda, “Shalat secara berjamaah senilai dengan dua puluh lima shalat.” Diriwayatkan pula, “Barangsiapa shalat isya secara berjamaah, maka seakan-akan ia berdiri shalat selama setengah malam. Barangsiapa shalat subuh secara berjamaah, maka seakan-akan ia berdiri shalat selama semalam suntuk.”
Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di dalam masjid. Seperti yang disampaikan dari Rasulullah Saw, “Janganlah kalian mencegah wanita kalian ke masjid. Namun rumah mereka lebih baik bagi mereka” Bahkan dimakruhkan seorang wanita cantik hadir di masjid yang dihadiri pula oleh lakilaki. Seperti yang disebutkan dalam shahihain dari ummul mu’ minin Aisyah ra beliau berkata, “Kalau Rasulullah Saw melihat apa yang terjadi saat ini pada kaum wanita, maka ia akan melarang mereka ke masjid seperti dilarangnya wanita-wanita bani Israil” Semua itu karena ditakutkan godaan fitnah.
Hak-hak Orang Tua
Tentang hak-hak orang tua, maka Allah Swt telah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan apapun, serta berbuat baiklah kepada orang tua?” Allah berfirman, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya Sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”? Rasulullah Saw “bersabda “Berbaktilah kepada orang tua kalian, niscaya anak.
anakmu akan berbakti kepada kalian” Beliau Saw bersabda, “Surga di bawah kaki ibu.”
Junjungan kami al-Haddad’ ra berkata:
“Dan kedua orang tua, mereka memiliki hak yang harus ditunaikan bagi mereka yang bertakwa, begitu juga hak terdekat karena nasab.”
Diharuskan bagi wanita untuk mengerti hak orang tua, berbakti kepada mereka, dan tidak menentang ucapan mereka. Sesungguhnya Allah Swt telah mewajibkan kepada kita agar patuh terhadap perintah mereka berdua.
Wahai para wanita, renungkanlah firman-Nya (di atas) yang Maha Besar sebutan bagi-Nya, Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak”, yakni benar-benar berbuat baik kepada mereka berdua dengan sebenar-benarnya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ah, maksudnya jika ayah atau ibumu telah mencapai usia lanjut, maka diwajibkan bagimu untuk menghormati dan mengagungkan mereka berdua serta beradab di hadapan mereka berdua. Bakti itu sampai pada batasan tidak diperbolehkan mengucapkan “ah, maksudnya tidak mengucapkan di hadapan mereka berdua kata-kata seperti yang dicontohkan di atas yang menunjukkan bosan atau gerutu. “Dan janganlah engkau membentak keduanya’, yakni jangan kau bentak mereka berdua, akan tetapi beradablah kepada mereka berdua. Dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik, maksudnya, jika kau berbicara kepada mereka berdua, maka berbicaralah dengan perkataan yang baik. Perkataan yang kau inginkan anak-anakmu nantinya berbicara kepadamu dengannya. ‘Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang, maksudnya merendahlah di hadapan kedua orang tuamu, dan jadilah kau memaklumi mereka sebagai rahmatmu kepada mereka berdua. Dan ingatlah rahmat mereka berdua kepadamu, dan juga belas kasih | mereka berdua kepadamu saat kau masih kecil. “Dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil’. Ayat ini cukup sebagai dalil atas kemuliaan orang tua dan besarnya hak mereka berdua yang harus Dipenuhi oleh anak-anak mereka.
Renungkanlah makna sabda beliau Saw, “Berbaktilah kepada kedua orang tua kalian, maka anak-anak kalian akan berbakti kepada kalian” Maksud dari sabda ini, jika kalian mendirikan kewajiban berbakti kepada kedua orang tua kalian, maka Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, anak-anak yang akan mendirikan kewajiban berbakti kepada kalian. Siapa di antara kalian yang berbakti kepada ayah dan ibunya, maka dia akan mencapai empat kabar gembira ini yang dikabarkan oleh Rasul Saw. Kabar itu adalah, Allah akan memanjangkan umurnya, Allah akan memberikan rezeki kepadanya anak yang hidup dan mendirikan bakti kepadanya seperti dia dulunya berbakti kepada orang tuanya, serta di atas semua ini, dia akan mendapat ridha Tuhan dan Penciptanya.
Telah diriwayatkan dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, “Ridha Allah terdapat pada ridha kedua orang tua, dan murka Allah terdapat pada murka kedua orang tua.” Diriwayatkan dari Allah Swt, bahwa Dia berfirman, “Barangsiapa bangun di pagi hari melakukan perbuatan yang mendatangkan ridha-Ku, namun dia menjadikan kedua orang tuanya murka, maka Aku menjadi murka kepadanya. Dan Barangsiapa bangun di pagi hari melakukan perbuatan yang mendatangkan murka-Ku, namun dia menjadikan keuda orang tuanya ridha, maka aku menjadi ridha kepadanya”
Apakah seseorang di antara kalian ingin mendapat murka Allah dan anak-anak yang tak berbakti? Jika kalian dalam kondisi seperti itu, maka janganlah kalian rela kepada diri kalian. Bersegeralah menghormati kedua orang tua kalian, mentaati perintah mereka berdua, berbuat baik kepada mereka berdua. Juga mendahulukan mereka berdua dalam hal bakti, menjaga silaturrahmi, dan perbuatan baik daripada diri sendiri, anak dan selain mereka berdua, serta tidak merasa berat dalam menjalankan perintah mereka berdua.
Berhati-hatilah kalian dari Iblis yang menyesatkan sehingga kalian mengingkari perintah mereka berdua. Sebab durhaka kepada kedua orang tua termasuk dosa besar. Tidakkah kalian mendengar sabda beliau Saw, “Dosa yang terbesar ada tiga, menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, dan kesaksian palsu.” Begitu pula sabda beliau Saw yang lain, “Ada tiga (orang) yang diharamkan oleh Allah Swt dari surga, peminum arak, pendurhaka kepada orang tua, dan dayyuts, yaitu suami yang membiarkan keburukan pada istrinya (membiarkan perbuatan yang mengarah kepada zina pada istrinya – Penerj.).”
Ketahuilah bahwa berbakti kepada ibu berlipat ganda dari berbakti kepada ayah, seperti yang diriwayatkan dalam hadits. Al-Habib Abdullah al-Haddad ra berkata (dalam kitab an-Nasha’ih): Boleh jadi semua itu dikarenakan rasa lelah saat hamil dan kesulitannya yang dirasakan oleh ibu, perjuangannya yang berat saat melahirkan, menyusui dan mendidik, serta kelembutan dan rasa iba yang lebih pada ibu, wallahu a’lam. Seseorang telah bertanya kepada Nabi Saw, “Siapakah manusia yang paling berhak atas persahabatanku yang baik? Maksudnya berhak atas baktiku dan aku sambung silaturrahmi dengannya?” Beliau Saw menjawab, “Ibumu, Dia bertanya lagi, “Lalu Siapa?” Beliau Saw menjawab, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “Lalu Siapa?” Beliau Saw menjawab, “Ibumu” Dia bertanya lagi, “Lalu Siapa?” Beliau Saw menjawab, “Ayahmu.
Seperti halnya diwajibkan bagi manusia untuk berbakti kepada mereka berdua di saat mereka hidup, maka diperintahkan pula baginya untuk berbakti kepada mereka berdua setelah wafat. Hal itu dengan cara berdoa, memohonkan ampun bagi mereka berdua, melunasi hutang-hutang, menunaikan wasiat, menyambungkan tali silaturrahmi dengan kerabat mereka, berbakti kepada sahabat-sahabat mereka dan orang-orang yang dekat dengan mereka. Semua itu merupakan kesempurnaan dalam berbakti seperti yang disebutkan dalam hadits. Selain itu, berdoa bagi mayit, beristighfar, dan sedekah baginya, memberikan manfaat yang besar bagi mayit.
Hendaklah manusia tidak lalai dari semua hal di atas, khususnya mengenai hak-hak kedua orang tua. Begitu juga hak-hak selain orang tua, seperti kerabat, dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya serta orang-orang Islam secara umum.
Hak-hak Suami
Allah Swt berfirman, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz (tidak patuh), hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya, Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar?”
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdiys di dalam kitabnya Irsyadil Muhtaj Li Huguugil Azwaaj berkata, setelah menyebutkan ayat di atas dan sebab-sebab turunnya ayat tersebut, “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) maksudnya, laki-laki itu melindungi mereka para wanita selayaknya pemimpin melindungi rakyatnya. Laki-laki hendaklah melaksanakan tugasnya melakukan hal-hal yang diperlukan untuk kebaikan istrinya, memiliki rencana dalam hidup, mengajarkan adab, dan bersungguh-sungguh dalam menjaganya.
Ketika laki-laki diperintahkan melindungi wanita, maka Allah menjelaskan sebabnya dalam dua hal: pertama, wahbiy (kelebihan yang diberikan tanpa usaha – Penerj.) dan kedua, kasbiy (kelebihan yang muncul melalui ikhtiar – Penerj.) Tentang kelebihan yang pertama tersebut Allah menyebutkannya dalam firman-Nya “karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)” maksudnya, sesungguhnya Allah melebihkan laki-laki atas wanita dalam beberapa hal, di antaranya: kelebihan dalam akal dan agama, merencanakan sesuatu dengan baik, memiliki kelebihan pada kekuatan dalam amal perbuatan, ketaatan, mendirikan ritual ibadah, kekuasaan, kesaksian, kewajiban dalam berjihad, melaksanakan shalat jumat, tambahan bagian dalam pembagian harta warisan, dan nasab kembali kepadanya. Sedangkan kelebihan yang kedua disebutkan dalam firman-Nya “dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya” maksudnya, disebabkan apa yang mereka keluarkan dari harta mereka untuk mahar dan nafkah keluarga. Lalu Allah membagi mereka (kaum wanita) menjadi dua. Pertama disebutkan dalam firman-Nya “maka perempuan-perempuan yang saleh” dari kalangan wanita, “yang taat (kepada Allah)”, yaitu wanita yang taat “kepada suami mereka”, “dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada”, maksudnya, diwajibkan bagi wanita menjaganya di saat suaminya tidak ada di tengah mereka yaitu menjaga rumah, kehormatan, dan hartanya. Nabi Saw bersabda, “Sebaik-baik wanita adalah, jika kau melihatnya maka ia akan menjadikanmu bahagia. Jika kau memerintahnya maka ia akan menaatimu. Jika kau tidak ada | di antara mereka, maka ia akan menjagamu dalam harta dan dirinya.” Lalu beliau membaca ayat di atas. Hadits riwayat Abu Daud athThayalisiy dan Ibn Abu Hatim.
Lalu Allah menjelaskan kelompok wanita yang kedua dalam frman-Nya, “Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan”, maksudnya kamu menduganya, “akan nusyuz (tidak patuh), yaitu kemaksiatannya yang merupakan ketidaktaatan terhadap suami. lika tampak pada mereka tanda-tanda nusyuz, (hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka), yakni jadikanlah mereka takut terhadap hukuman Allah dengan ucapanmu. Seperti ucapanmu kepadanya (istri), “Bertakwalah kepada Allah dan takutlah kepadaNya. Sesungguhnya aku memiliki hak atas dirimu. Kembalilah kepada tanggungjawabmu. Ketahuilah, sesungguhnya taat kepadaku diwajibkan kepada dirimu.
Jika nasehat itu tidak berbekas di dirinya dan ia terus menerus dalam kemaksiatannya, maka tinggalkanlah ia di tempat tidur, seperti yang disebutkan dalam firman Allah, “tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang)”, yaitu jauhilah mereka dengan cara engkau (tidur) di tempat tidur lain. Jika dengan cara dijauhi mereka tidak kembali sadar, maka jadikanlah mereka takut, “dan (kalau perlu) pukullah mereka”, yakni dengan pukulan yang tidak keras. Maksudnya pukulan yang tidak mematahkan tulang atau berbekas di anggota badan. “Tetapi jika mereka menaatimu” maksudnya meninggalkan perbuatan nusyuz, “maka janganlah kamu mencaricari alasan untuk menyusahkannya” yaitu janganlah kalian mencari jalan untuk menganiaya dan menzaliminya. “Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar”, sebab itu berhati-hatilah dari hukuman-Nya jika kalian berbuat zalim kepada mereka. Dia (Allah) Maha Kuasa ke atas kalian dari pada diri kalian sendiri juga ke atas orang-orang yang di bawah kuasa kalian. Selesai ringkasan di atas.
Ketahuilah wahai para wanita: sesungguhnya hak para suami atas istrinya, termasuk hak yang sangat besar. Telah diriwayatkan dalam sunan at-Turmudzi bahwa beliau Saw bersabda, “Andaikata aku memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang yang lain, maka pastilah aku akan memerintahkan seorang istri agar sujud kepada suaminya,” Sabda ini merupakan kiasan akan besarnya hak Seorang suami terhadap istrinya. Maka diwajibkan bagi kalian para wanita agar mendirikan hak-hak suami agar kalian dapat mencapai kesuksesan dengan pahala yang banyak. Telah diriwayatkan oleh Ahmad bin Hibban dan ath-Thabrani dengan lafaz yang berbeda, Yari Anas bin Malik ra mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Seorang wanita, jika melakukan shalat lima waktu, melaksanakan puasa di bulannya (Ramadhan), menjaga kemaluannya, dan taat kepada suaminya, maka ia masuk ke pintu-pintu surga dari pintu mana pun yang dinginkannya?
Abdurrahman bin Auf berkata, “Wanita yang salihah lebih baik daripada seribu laki-laki yang salih. Siapapun wanita yang berkhidmat bagi suaminya selama tujuh hari, maka ditutup baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan untuknya delapan pintu surga. Ia masuk ke pintu manapun yang ia inginkan tanpa hisab (tanpa diperhitungkan).” Beliau juga berkata, “Bagi wanita yang taat kepada suaminya, akan beristighfar untuknya burung yang ada di udara, ikan-ikan di air, malaikat di langit, serta matahari dan bulan, selama ia berada dalam ridha suaminya.”
Maka bersungguh-sungguhlah kalian melakukan sesuatu yang diridhai suami. Sesungguhnya meremehkan hak suami menyebabkan dosa yang besar. Telah diriwayatkan bahwa Thalhah bin Abdullah ra berkata, “Siapa pun wanita yang bermuka masam di hadapan suaminya, hingga menyebabkan gundah suaminya, maka ia berada dalam murka Allah hingga ia tertawa di hadapan suaminya. Diriwayatkan bahwa Ibn Asakir bin ‘Adiy mengatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seorang wanita berkata kepada Suaminya: Aku tidak pernah melihat kebaikan darimu, kecuali Allah akan menghapus amalnya selama tujuh puluh tahun walaupun ia puasa di siang hari dan bangun di malam hari (shalat malam)”
Diriwayatkan dari al-Bazzar bahwa beliau Saw bersabda, “Karena besarnya hak suami terhadap istrinya, hingga jika mengalir darah, hanah dan bisul dari lubang hidungnya (suami) lalu ia menjilatnya, maka ia belum melaksanakan haknya,” Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, “Hak suami terhadap istrinya: istri tidak berpisah ranjang darinya, mematuhi sumpahnya, menaati perintahnya, tidak keluar kecuali dengan izinnya, dan tidak memasukkan ke dalam rumahnya orang-orang yang tidak disukainya.”
Pada intinya, termasuk kewajiban-kewajiban bagi seorang istri yang paling penting adalah menjalankan perintah suami dan menaatinya. Jika suami mengajaknya ke tempat tidur tak dibolehkan ia menolaknya kecuali jika memiliki uzur (halangan) yang dibenarkan oleh syariat. Tidak keluar dari rumah kecuali dengan izin darinya, dan jika keluar dengan izinnya maka ia harus keluar dalam keadaan berhijab dengan penampilan yang layak. Hendaklah pada saat di jalan ia mencari jalan yang lenggang dari berdesak-desakkan (ditakutkan ada laki-laki yang bukan mahramnya – Penerj.), bukan di jalan yang ramai dan pasar. Menjaga suaranya agar tidak didengar oleh lelaki yang bukan mahramnya atau diketahui jati dirinya. Tidak diperbolehkan baginya memperkenalkan diri kepada teman suaminya. Tidak sering-sering naik ke syutuh (atap rumah yang digunakan di malam hari untuk tidur di musim panas di beberapa negara arab – Penerj.). Tidak diperbolehkan melihat rumah-rumah tetangga, pasar dan jalanan dari lubang dan jendela rumah.
Hendaklah ia mempersedikit ucapan terhadap tetangganya, dan tidak masuk ke rumahnya kecuali dalam kondisi yang mengharuskannya masuk ke dalam rumahnya. Dan jika masuk hendaklah ia memohon izin terlebih dulu. Diwajibkan baginya agar menjaga suaminya baik dalam kondisi sang suami tak ada di tempat dan hadir di hadapannya, serta selalu mencari ridhanya. Janganlah la berkhianat kepada suaminya, pada dirinya atau hartanya. Dan tidak diperbolehkan ia menyombongkan diri dengan kecantikannya kepada suaminya.
Maka taatilah suami kalian dan hendaklah kalian saling berwasiat di antara kalian tentang kebenaran dan kesabaran. Berhati-hatilah kalian dari perbuatan meninggalkan ketaatan terhadap suami. Telah diriwayatkan oleh al-Khatib di dalam kitab tarikhnya bahwa beliau Saw bersabda, “Tidaklah seorang wanita keluar dari rumahnya tanpa izin dari suaminya, kecuali dia dalam murka Allah Swt hingga pulang ke rumahnya dan diridhai oleh suaminya.
Berhati-hatilah para wanita dari meminta cerai kepada suami tanpa alasan (yang direstui oleh syariat – Penerj.). Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Turmudzi bahwa beliau Saw bersabda, “Tidaklah seorang wanita meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, kecuali diharamkan baginya aroma surga.” Kami berlindung kepada Allah dari segala hal yang menjadikan Allah Swt murka, dan kami memohon taufik kepada segala hal yang menjadikan-Nya ridha, Amin.
Kecaman Terhadap Bersolek dan Ajakan Menundukkan Pandangan
Allah Swt berfirman, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orangorang jahiliyah dahulu, dan laksanakanlah sholat, tunaikanlah takat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya” Dia Swt berfirman, “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar nereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka”!
Diwajibkan bagi kalian wahai para wanita, agar mematuhi firman Allah Swt. Dia berfirman, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu”, maknanya, tinggallah kalian di rumah kalian, karena sesungguhnya kebesaran dan kemuliaan seorang wanita terletak pada menetapnya mereka di rumah mereka. Sebab itu Rasulullah Saw bersabda, “Seorang wanita tidak memiliki hak untuk keluar dari rumahnya kecuali jika dalam kondisi darurat dan tidak memiliki hak di jalan kecuali di tepinya”” (HR. Ath-Thabrani dalam kitab al-Kabir)
Lalu Dia Swt berfirman, “Dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu”. Jahiliyah, mereka adalah orang-orang kafir yang hidup sebelum Islam. Allah telah melarang wanita-wanita (muslimah) menyerupai mereka. Karena itu, janganlah kalian berpaling dari adab yang dijelaskan ayat ini. Bagaimana seorang wanita muslimah menyukai pakaian yang bukan merupakan wanita yang beriman dan shalihah? Bagaimanakah hatinya menjadi condong kepada hal-hal yang dikenakan oleh wanita-wanita eropa dan menyerupai mereka dalam pakaian dan perhiasan? Mengapa kalian keluar berpergian dengan wajah-wajah yang tak tertutup? Apakah kalian tak pernah mendengar firman-Nya Swt, “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak berempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian Itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Paling utama dan baik bagi seorang wanita ialah tinggal di rumahnya dan tidak keluar kecuali dalam kondisi darurat dan keperluan yang mendesak. Dalam berdiam di rumah terdapat kebaikan dan kemuliaan bagi wanita. Wanita adalah aurat yang selalu diikuti setan di saat dia keluar dari rumahnya. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabraniy dengan sanad yang hasan bahwa Nabi Saw bersabda, “Wanita adalah aurat. Sesungguhnya seorang wanita keluar dari rumahnya untuk keperluan yang tidak penting, lalu ia diikuti oleh setan” Lalu beliau Saw bersabda, “Sesungguhnya kalian (wanita) tidaklah melewati seseorang kecuali kalian menjadikannya kagum. Sesungguhnya seorang wanita akan mengenakan kainnya lalu ditanyakan kepadanya, “Kau ingin kemana?” Lalu ia menjawab, Aku ingin menjenguk orang sakit, atau menghadiri jenazah, atau shalat di masjid? Padahal tidak ada yang lebih baik bagi wanita dalam menyembah Tuhannya, seperti ia menyembah-Nya di rumahnya.”
Maka hendaklah seorang wanita memuliakan dirinya dengan selalu menetap di rumahnya, khususnya bagi mereka yang telah dimudahkan oleh Allah melalui orang-orang yang mencukupi keperluan hidupnya, seperti melalui ayah, anak, atau suaminya. Jika ia memiliki hajat yang mengharuskannya keluar, maka hendaklah ia keluar dengan menutupi dirinya, menundukkan pandangannya, tidak berpaling atau melihat kecuali jalan yang ditempuhnya, dan lidak mengenakan wewangian di saat dia keluar. Karena larangan tentang hal ini telah diriwayatkan. Beliau Saw bersabda, “Siapapun wanita yang mengenakan wewangian lalu keluar, dan melewati Sekelompok orang yang mencium aroma wanginya, maka ia adalah Seorang pezina” (HR. Abu Daud dan Turmudzi) Maksudnya, karena perbuatannya itu, ia sedang menjerumuskan dirinya kepada Perubatan zina dan mendekati sebab-sebabnya.
al-Allamah as-Sayyid Abubakar bin Syihabuddin” di dalam baitbait sajaknya mengatakan:
Siapa saja (wanita) yang berjalan di antara lelaki dengan wewangian maka dalam hadits ia pezina
Lalu beliau menyebutkan tentang sebagian wanita yang tertipu. Beliau rhm. berkata:
Sebagian mereka (wanita) mengaku dan menyatakan dirinya berada dalam puncak harga diri
Sedangkan ia melalui jalan dengan berfoya-foya Apakah benar pengakuan dari wanita yang bodoh?
Bahwa ia menundukkan pandangan dari yang haram Dan menjauhi sifat-sifat yang rendah
Namun tak punya rasa malu saat pergi dan pulang Ucapan tanpa amal adalah pengakuan yang batil
Lalu hendaklah seorang wanita menjaga dirinya dengan sungguh-sungguh dari memandang kepada lelaki asing (yang bukan mahramnya atau tak dihalalkan baginya – Penerj.). Sesungguhnya Allah Swt telah memerintahkannya agar menundukkan pandangan. Sebagian besar wanita tidak memahami tentang diharamkannya seorang wanita memandang lelaki asing. Padahal memandang hal itu diharamkan baginya, seperti lelaki asing juga diharamkan memandang dirinya. Telah diriwayatkan dari Ummu Salamah pada saat dirinya bersama Nabi Saw dan Maimunah. Pada saat itu datanglah Ibn Ummi Maktum (sahabat yang buta – Penerj.) masuk ke dalam ruangan yang di dalamnya terdapat mereka berdua. Maka beliau Saw bersabda kepada mereka berdua, “Kenakanlah hijab kalian” Lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah ia buta dan tak dapat melihat kami berdua.” Beliau Saw bersabda, “Apakah kalian berdua buta? Bukankah kalian berdua dapat melihatnya?” (HR. Abu Daud dan Turmudzi) Disebutkan bahwa kedudukan hadits ini adalah hasan shahih.
Tidak diperbolehkan seorang wanita memandang sesuatu dari laki-laki (asing), disebabkan hal-hal yang telah tersebut di atas. Karena keinginan seorang wanita memandang lelaki, sama seperti keinginan lelaki memandangnya. Ketahuilah hal ini dan amalkanlah maka kalian akan mencapai kesuksesan dengan kebaikan dan kemuliaan insya Allah.
Hendaklah seorang wanita berhati-hati pula dari menyingkapkan Auratnya di hadapan wanita yang lain. Aurat seorang wanita di hadapan wanita muslimah yang lain adalah antara pusar dan kedua lututnya, Sedangkan jika di hadapan wanita yang kafir diwajibkan baginya menutup seluruh tubuhnya kecuali bagian yang biasa tampak menururt kebiasaan dalam suatu daerah. Tidak di perbolehkan seorang wanita menyingkap auratnya di antara pusar dan kedua lututnya di hadapan wanita lain, walaupun ibu, putri, saudari, atau pembantu wanitanya. Hal itu adalah perbuatan yang haram. Semua tu seperti diharamkan baginya menyingkapkan sebagian tubuhnya di hadapan wanita kafir kecuali hal-hal yang biasa tampak menurut kebiasaan di suatu daerah. Wallahu a’lam.
Kita Memohon Kepada Allah
Penutupan Yang Baik
Tentang Ajakan Untuk Berzuhud (menghlangkan cinta dunia) di Dunia dan Bersemangat Terhadap Akhirat, serta Peringatan Tentang Bahaya Menggunjing, Adu Domba, dan Hal-hal yang Semacam itu
Ajakan Untuk Berzuhud di Dunia dan Bersemangat Terhadap Akhirat Allah Swt berfirman, “Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.”‘ Dia Swt berfirman, “Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah bermainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di Intara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” Rasulullah Saw bersabda, “Berzuhudlah (mengeluarkan kecintaan dunia dari hati – Penerj.) terhadap apa-apa yang di miliki manusia, maka manusia akan menyukaimu” Beliau Saw bersabda, “Andaikata dunia di sisi Allah seberat (senilai) sayap seekor nyamuk, maka tidaklah seeorang kafir pun dapat meminum walau seteguk air” Junjungan kami al-Habib Abdullah al-Haddad ra berkata: Berzuhudlah dengan hatimu di dalam negeri yang menipu sekelompok orang, lalu mereka menyangka ia adalah puncak pencarian Mereka bersaing untuknya dan memberikan masa depan mereka juga hati mereka, duhai Allah, betapa mengherankan perilaku mereka Padahal dia (dunia) itu rendah kadarnya dan tak senilai di sisi Tuhan dengan sayap (nyamuk), maka pencarinya “dungu” Ketahuilah wahai para wanita: sesungguhnya para ulama (semoga Allah meridhai mereka), orang-orang yang bijaksana, Ian mereka yang mencapai pengenalan tentang-Nya, telah sepakat Ikan tercelanya dunia ini. Mereka telah mengetahui dan mendalami bahwa dunia hanyalah sesuatu yang fana dan tak menetap di tangan Siapa pun, serta tak seorang pun abadi dalam memilikinya.
Junjungan kami al-‘ Adaniy’ ra berkata:
Apakah kau memahami bahwa dunia abadi bagi seseorang atau dia abadi di dalamnya?
Umur akan punah walaupun panjang Pastilah mengalami kematian yang dibenci
Apakah dunia ini abadi bagi seseorang yang pernah hidup di masa lalu? Sekali-kali tidak, demi Allah, sekali-kali tidak. Lalu apakah manfaat dari menumpuk harta? Menghiasi badan dengan pakaian dan perhiasan, padahal kalian semua akan pergi keluar meninggalkannya. Kalian rela atau tidak? Apakah seseorang di antara kalian telah mempersiapkan bekal bagi akhirat dan telah mendirikan takwa kepada Allah? Dia berfirman, “(Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat!”
Bagaimana seseorang di antara kalian menginginkan saudarinya bertambah perhiasan dunia dan pakaiannya, namun tidak memiliki keinginan amalnya untuk negeri akhirat dan pendiriannya akan halhal yang difardhukan Allah bertambah? Dan berhenti dari hal-hal yang diharamkan Allah? Dan agar dia mempersiapkan diri dengan amal-amal saleh supaya saudarinya menjadi yang terbaik di akhirat?
Mengapa kalian wahai para wanita tidak memandang kecuali hanyalah dunia dan perhiasannya ini? Apakah kalian tak pernah mendengarkan firman-Nya Swt, “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.” Dan firman-Nya, “Maka janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kehidupan dunia, dan jangan sampai kamu terpedaya oleh penipu dalam (menaati) Allah.” Berhati-hatilah kalian dari terperdaya oleh perhiasan negeri ini yang merupakan tempat kotoran. Al-Mushthafa Muhammad Saw telah diberi tawaran gunung besar di Makkah akan dirubah menjadi emas untuknya, hamun ia menolak tawaran itu. Beliau juga bersabda kepada Umar, “Hai Umar, tidakkah kau ridha jika bagian mereka adalah dunia dan bagian kita adalah akhirat?” Dan Tuhan kita berfirman, “Sedangkan kehidupan akhirat di sisi Tuhanmu disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”
Maka diwajiban bagi kalian untuk bertakwa kepada Allah, dan janganlah kalian melalaikan kematian, kedahsyatannya, dan persiapan untuk hari kiamat. Apakah terdapat seseorang di antara kalian yang dijamin akan merasakan aman dari kengerian hari kiamat yang menjadikan anak-anak mendadak beruban? Allah Swt berfirman, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu, sungguh, guncangan (hari) Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (guncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras.”
Renungkanlah ayat ini dan pikirkanlah maknanya. Sesungguhnya itu adalah firman Allah yang tak ada keraguan di dalamnya. Itulah hag (tidak batil) dan kebenaran. Tuhan kita Swt berfirman menjelaskan kondisi hari itu, bahwa jika hari itu tiba maka, “semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya” yaitu setiap wanita yang menyusui akan melupakan anaknya yang disusuinya dan sibuk mengurus dirinya dikarenakan kengerian hari itu yang disaksikannya. “Setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya” yakni setiap wanita yang hamil akan keguguran kandungannya karena beratnya kengerian yang dilihatnya. “Kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk” yakni siapa yang melihat kondisi manusia di hari itu, maka ia akan menyangka mereka dalam keadaan mabuk yaitu tidak berakal. Allah berfirman, “padahal Sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah sangat keras”.
Diwajibkan bagi setiap orang di antara kalian agar beramal dengan perbuatan yang menyelamatkan dirinya dari kedahsyatan hari itu. Dia Swt telah berfirman, “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutlah pada hari yang (ketika itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya, dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun. Sungguh, janji Allah pasti benar, maka janganlah sekali-kali kamu teperdaya oleh kehidupan dunia, dan jangan sampai kamu terpedaya oleh penipu dalam (menaati) Allah.”
Berhati-hatilah kalian wahai para wanita, sesungguhnya Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi telah memperingatkan kalian dan berfirman, “janganlah kamu terperdaya dengan oleh kehidupan dunia” seorang wanita janganlah tertipu dengan emas, perak, pakaian dan lain-lainnya yang dimilikinya. Janganlah kalian menyangka bahwa kesuksesan dan kebahagiaan dalam berbangga-bangga dan bermegah-megahan. Hal itu tidak baik baginya jika ia berkumpul bersama sebagian wanita lalu mereka melihatnya mengenakan sesuatu yang tak mereka miliki, kemudian kembali ke rumahnya dengan marah dan memaksa suaminya agar mendatangkan baginya sesuatu yang dilihatnya tadi.
Apakah ia menyangka hal itu dapat menyelamatkannya dari neraka? Atau apakah hal itu akan memasukkannya ke surga? Mengapa ia tidak bersedekah kepada lelaki dan wanita yang miskin walaupun dengan seperspuluh harta yang dibanggakannya di hadapan saudari-saudarinya yang beriman? Padahal sedekah adalah sesuatu yang akan bermanfaat baginya di akhirat, dan ia akan memetik hasilnya pada saat ia mati. Sedangkan wanita yang mengenakan bermacam-macam perhiasan dan pakaian, atau mereka wariskan kepada ahli warisnya, maka ia tak akan mendapat pahala. Bahkan jika saat mengenakannya ia pamer dan sombong, maka semua itu akan mengakibatkan bencana dan kerugian dalam agama.
Maka berhati-hatilah wahai wanita beriman jika kalian benarbenar beriman, dari kesesatan yang mengakibatkan masuk ke dalam api neraka. Berzuhudlah kalian dengan hati di dunia ini, dan bergana ‘ahlah (merasa cukup) dengan apa yang dimudahkan bagi kalian. Janganlah seorang wanita merasa dirinya lebih besar dan mulia dari junjungan kami Fathimah binti Rasulullah Saw, pemimpin seluruh wanita di surga. Dulu beliau menumbuk, mengadoni, membuat roti, dan melayani sendiri. Suatu ketika beliau datang kepada ayahnya Saw dan mengadu kepadanya perihal rasa berat yang dialaminya saat melayani di rumahnya. Beliau ingin agar ayahnya memberikan baginya seorang pembantu yang menolongnya. Maka beliau Saw bersabda kepadanya, “Maukah jika aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari pembantu?” Maka beliau menjawab, “Mau.” Beliau Saw bersabda, “Jika kau telah berada di tempat tidurmu, maka bertasbihlah tiga puluh tiga kali, bertahmidlah tiga puluh tiga kali, dan bertakbirlah tiga puluh tiga kali, lalu sempurnakanlah hingga berjumlah seratus dengan ucapan la ilaaha illallaah wahdahu laa syarikalah, lahul mulku walahul hamdu, yuhyi wa yumiit, wa huwa ‘ala kulli syai’in gadiir (Tiada sesembahan selain Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya ksegala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia yang menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.). Begitulah sabda Saw atau seperti yang diucapkan oleh beliau Saw.
Lihatlah bagaimana Rasulullah Saw menjawab permintaan putrinya. Padahal beliau adalah manusia yang kepadanya gunung menawarkan dirinya berubah menjadi emas untuk dimilikinya, namun beliau Saw menolaknya. Bahkan beliau bersabda, “Aku ingin sehari lapar dan sehari kenyang.” Apakah kalian tak pernah mendengar hadits yang telah kita sebutkan dari beliau Saw? “Andaikata dunia senilai di sisi Allah dengan sayap (nyamuk), maka tak seorang kafirpun dapat meminum darinya seteguk air pun.”
Setiap orang di antara kalian hendaklah melihat dengan mata hatinya, maka akan mendapati bahwa dunia yang diberikan oleh Allah kepada orang-orang kafir dan fasik lebih banyak daripada dunia yang diberikan kepada orang-orang Islam dan saleh. Tapi apakah semua itu menunjukkan kemuliaan mereka di sisi Allah? Sekali-kali tidak demi Allah. Bahkan hal itu merupakan musibah dan bencana. Apakah kalian tak pernah mendengar firman Allah Swt, “Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan kelak akan mati dalam keadaan kafir.” Dan juga firman-Nya di ayat yang lain, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.”‘! Dan firmanNya, “Dan bukanlah harta atau anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami.”
Jika kalian telah mengetahui hal ini, maka kalian telah mengetahui bahwa setiap wanita yang menginginkan dunia dan condong kepadanya secara lahir dan batin, lalu melalaikan akhirat dan tidak beramal untuknya, maka ia adalah wanita yang bodoh dan merugi. Kelak ia akan menyesal dengan penyesalan yang besar, pada kondisi penyesalan tak berguna. “(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap orang datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi setiap orang diberi (balasan) penuh sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan).”?
Maka diwajibkan bagi wanita agar merasa cukup dengan apa yang dimudahkan baginya oleh Allah dari dunia ini. Ridha terhadap kondisi dirinya dan suaminya serta bersyukur kepada Allah atas semua itu. Allah telah mengutamakan dirinya dari sebagian besar makhluk-Nya, maka janganlah dia melihat di dunia ini kecuali kepada orang yang lebih sedikit hartanya dari dirinya, agar ia bersyukur kepada Allah atas hal-hal yang diberikan Allah kepadanya.
Junjungan kami al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir ra”:
Dalam sedikit terdapat ketenangan yg tak di dapati dia yang mengumpulkan harta berlebih dan menutupi aurat yang tak harus ditutupinya Apakah yg kau harapkan dari kelebihan suapan (dari sekedar menyambung hidup – Penerj.)
Semuanya akan lenyap, dan kau termasuk keturunan ke berapa dari adam? (yang akan lenyap pula)
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” Dia Swt berfirman, “Dan barang siapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri: dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.” Wahai Allah, berilah kami taufik untuk bersyukur kepada-Mu selama Kau masih membiarkan kami hidup.
Larangan Menggunjing Dan Mengadu Domba
Allah Swt berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”‘ Dia Swt. berfirman, “Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” Dalam hadits yang lain dari beliau Saw disebutkan, “Sesungguhnya terdapat seorang hamba yang mengucapkan suatu kata yang dianggapnya tak berarti (remeh), padahal hal itu menyebabkannya terjatuh ke dalam neraka yang lebih jauh dari bintang kejora.” Atau seperti yang disebutkan oleh beliau Saw. Berapa banyak diriwayatkan di dalam ayat-ayat al-guran, hadits nabi, tentang peringatan dan larangan menggunjing dan mengadu domba. Perhatikanlah wahai para wanita, dan ketahuilah bahwa perbuatan menggunjing itu sangat diharamkan. Penjelasan tentang perbuatan itu adalah: seseorang di antara kalian menyebutkan sesuatu yang ada pada seseorang Islam baik laki atau wanita, yang jika dia mengetahuinya maka dia tidak akan menyukainya walau pun yang disebutkan itu adalah benar”. Allah Swt telah menyerupakan mereka yang menggunjing orang dengan pemakan bangkai saudaranya yang muslim. Apakah seseorang di antara kalian mampu memakan daging bangkai? Jika seseorang tak menginginkan memakan bangkai mereka, hendaklah ia juga mencegah dirinya dari berbicara tentang mereka. Apakah seseorang akan rela jika orang lain mempergunjingkan dirinya seperti ia menggunjingkan orang lain? Jika ia tidak rela akan hal itu, maka begitu pula yang dirasakan oleh orang lain. Tidakkah kalian mendengar sabda Rasulullah Saw, “Tidaklah seorang yang beriman itu disebut beriman hingga ia menginginkan bagi saudaranya apa yang dia inginkan bagi dirinya.”
Lalu mengapa seseorang menggunjing hamba Allah? Apakah Allah menjadikannya sebagai pengawal atas diri mereka, sehingga dia kelak akan memperhitungkan perbuatan mereka dan mendirikan bukti-bukti atas diri mereka? Semua itu bukanlah tugasnya. Bahkan hendaklah ia memperhatikan kondisi dirinya dan tanggung jawabnya terhadap manusia. Apakah ia telah memperbaikinya atau belum. Allah Swt telah melarangnya memperbincangkan kondisi orang lain (menggunjing). Apakah ia tidak tahu jika segala ucapan dan perbuatannya tercatat di sisi Allah? Apakah ia tak mengingat firman Allah Swt, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)”
Apakah ia tak mengetahui bahwa Aisyah ra ibu orang-orang yang beriman pernah berbicara di hadapan Rasulullah Saw, “Sesungguhnya fulanah itu bertubuh pendek” atau mengucapkan sesuatu yang semacam itu. Maka beliau Saw bersabda, “Kau telah mengucapkan suatu kata yang jika dicampurkan dengan air laut maka akan merusaknya dan menjadikannya berbau busuk, karena besarnya keburukan itu” Wahai para wanita, lalu apakah yang menjadikan kalian lalai dari hal ini? Hingga tidaklah majelis kalian dihiasi kecuali dengan aib-aib manusia. Apakah tersembunyi dari kalian sabda Rasulullah Saw, “Barangsiapa mencari-cari kekurangan saudaranya sesama muslim, maka Allah akan mencari-cari kekurangan dirinya di hari kiamat”
Berapa banyak seorang wanita yang taat kepada Tuhannya, ia mengenakan pakaian yang sederhana (bertambal) lalu masuk ke dalam majelis wanita, kemudian mereka mengumpat dan mencelanya. Sebagian dari mereka mentertawakan, mengolok-olok dan mengejeknya, serta memperbincangkan tentang dirinya dengan gambaran yang buruk. Padahal dia di sisi Allah lebih utama daripada para wanita yang mengolok-olok dan mengejeknya. Apakah perbuatan ini pantas bagi kalian? Maka wajib bagi kalian untuk berhenti dan menjauh dari hal yang berbahaya ini. Jika tidak, maka orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali.
Sedangkan perbuatan adu domba, adalah: memutarbalikkan ucapan seseorang kepada yang lain dengan tujuan menyebarkan fitnah di antara keduanya. Contohnya seperti seorang wanita mendatangi sekelompok orang lalu menyampaikan obrolan yang terjadi pada sekelompok orang itu kepada orang lain dengan tujuan merusak hubungan di antara mereka. Fitnah termasuk ke dalam perbuatan yang diharamkan. Allah Swt berfirman, “Dan janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah dan suka menghina, suka mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah.”? . Rasulullah Saw bersabda, “Hamba Allah yang paling jahat adalah mereka yang melakukan perjalanan untuk mengadu domba, dan menceraikan di antara orang-orang yang saling menyayangi.” Apakah seseorang di antara kalian ingin menjadi hamba Allah yang paling jahat? Jika kalian tidak menginginkan hal itu, maka janganlah berjalan dengan mengadu domba. Maka diwajibkan bagi kalian wahai para wanita untuk mencegah diri kalian dari hal memalukan dan hina ini.
As-Sayyid Abubakar bin Syihabuddin: Perbuatan terburuk yang terparah, ia adalah Kami berlindung kepada yang Maha Penyayang darinya Pergunjingan yang mengerikan dan adu domba Yang mengakibatkan abadi di dalam neraka
Di antara perbuatan mungkar yang terburuk adalah: merusak hubungan antara suami dan istri. Hal itu seperti yang diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshariy ra dari Nabi Saw, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa memisahkan seseorang dari pasangan hidupnya, maka Allah akan memisahkan dirinya dengan surga di hari kiamat,” Beliau Saw, “Barangsiapa melakukan perbuatan memisahkan seseorang dari pasangan hidupnya, maka ia akan mendapat laknat Allah di dunia dan akhirat, serta Allah mengharamkannya dari memandang wajah-Nya yang Maha Mulia.” Beliau Saw bersabda, “Bukanlah dari golongan kami mereka yang merusak hubungan antara seseorang dengan pasangan hidupnya atau seorang hamba dengan tuannya.” HR. Abu Daud di dalam sunannya.
Berhati-hatilah wahai wanita dari perbuatan menjadi sebab perceraian antara suami istri, walaupun pasangan yang diceraikannya itu adalah putrinya sendiri atau kerabatnya.
Di antara hal-hal yang harus diperhatikan adalah: menghinakan sebagian wanita dan merendahkan mereka yang tak mengenakan pakaian seperti pakaian yang dikenakan dirinya (yang bagus – Penerj.). Hingga seseorang dari mereka saat melihatnya, mengumpat dan mencela saudarinya yang tak mengenakan pakaian seperti yang mereka kenakan. Hal itu adalah maksiat yang paling keji. Apakah dia tak pernah mendengar firman-Nya Swt, “Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.” Begitu juga sabda Saw, “Jangannlah kau tampakkan rasa gembira saat saudaramu mendapat ujian, maka Allah akan mengangkat ujiannya dan akan menimpakkan ujian kepadamu.”
Lalu berhati-hatilah dan berhati-hatilah dari sifat sombong terhadap saudari-saudarimu muslimah. Hendaklah setiap orang di antara kalian memahami kondisi dirinya. Sesungguhnya dirinya adalah hamba yang lemah dan tak mampu menolak keburukan dari dirinya. Bagaimanakah jika Allah menimpakkan bala kefakiran, sakit, buta, atau tuli kepadanya? Apakah ada selain Allah yang dapat memberikan manfaat kepadanya? Apakah bermanfaat harta dan kecantikannya? Apakah ia telah mengetahui bahwa dirinya tergolong ahlul yamin (orang-orang yang selamat) dan orang-orang yang bahagia?
Jika dia tak mengetahui hal itu (termasuk orang yang selamat atau bahagia), maka mengapa dia menyombongkan diri terhadap saudari-saudarinya dengan harta dan kecantikannya? Boleh jadi saudarinya itu lebih dulu mendahuluinya menuju surga dengan amal taatnya, sedangkan dia tertinggal dari mereka karena perbuatan maksiat kepada Allah. “(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anakanak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
As-Sayyid Abubakar bin Syihabuddin rhm berkata:
Kebanggaan tak terletak pada sutra dan emas tidak pula pada pakaian sutra halus dan sulaman Wanita-wanita persia dan nasrani, mereka memeliki perhiasan yang lebih mahal dari itu Semuanya itu akan lenyap jika ajal telah tiba Lalu ia menyodorkan segala amal yang diperbuat Tak ada kebanggaan kecuali pada harga diri dan takwa dan berbuat yang pantas bagi diri Juga menjauh dari perkumpulan pergunjingan dan menolak segala perilaku yang hina Ikutilah al-Batul az-Zahra (Fathimah bin Muhammad Rasulullah Saw) Begitu juga ibu orang-orang yang beriman (Istri Nabi Muhammad Saw), itulah yang lebih pantas
Termasuk hal-hal yang harus dihindari adalah: menampakkan kesedihan dan niyahah (meratap) di saat kematian kerabat dan halhal semacam itu. Niyahah adalah menjerit disertai ratapan. Maksud dari ratapan adalah menyebut-nyebut sifat dan kebaikan mayit (disertai ratapan yaitu tidak terima atas ketetapan Allah – Penerj.)
Hal-hal yang semacam itu adalah meninggikan suara disertai tangis, menampar-nampar pipi, merobek kantong baju, dan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat perubahan terdapat penampilan yang umum, seperti mengenakan pakaian yang tidak umum dipakai karena mencari ketenaran. Hal-hal yang tersebut di atas diharamkan dan dilarang serta termasuk perbuatan orang-orang kafir dan kebiasaan jahiliyah. Beliau Saw bersabda, “Bukanlah termasuk golongan kami mereka yang menampar-nampar pipi, merobek kantong, dan memanggil orang dengan cara panggilan jahiliyah” HR. Al-Bukhari dan Muslim. Beliau Saw juga bersabda, “Ada tiga hal yang termasuk dalam kekufuran kepada Allah: merobek kantong, niyahah, dan cacian pada nasab.” HR. Ibn Hibban dalam shahihnya.
Hendaklah wanita beriman berhati-hati dari semua itu dan teguh dalam kesabaran serta pasrah atas ketetapan dan ketentuan Dzat yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Beliau Saw telah bersabda, “Tidak dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berkabung atas kematian lebih dari tiga hari, kecuali (kematian) suaminya, maka (diizinkan) selama empat bulan sepuluh hari.” Di dalam hadits ini sangat jelas dilarang berkabung atas mayit siapapun selain suami, lebih dari tiga hari. Walaupun mayit itu adalah ayah, anak, seorang ulama, atau orang yang saleh. Bahkan diperintahkan agar meninggalkan berkabung dan menampakkan ridha atas ketentuan dan keputusan Allah. Di dalam kesabaran terhadap sesuatu yang tidak diinginkan terdapat kebaikan yang banyak.
Barangsiapa tertimpa musibah, hendaklah mengucapkan: inna lillaahi wa inna ilaihi raji’uun (sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya), allahumma aajirniy fty mushiibatiy wakhluf liy khairan minhaa (wahai Allah, berikanlah pahala kepadaku atas musibah yang menimpaku dan gantilah untukku sesuatu yang lebih baik darinya)
Di antara hal-hal yang diperintahkan kepada kaum wanita adalah: mendidik anak-anaknya dengan baik dengan pendidikan agama, membiasakan mereka berkata jujur, malu, dan memiliki harga diri, menyusui anaknya yang masih kecil dan tidak menyerahkan anaknya untuk disusui wanita lain kecuali dalam kondisi darurat.
Jika anaknya harus disusui oleh wanita lain, hendaklah ia mencatat nama wanita tersebut dan nama pemilik air susu wanita itu, yaitu suami atau tuannya. Begitu juga mencatat berapa jumlah menyusu agar bisa diketahui bahwa jika kurang dari lima kali menyusu maka anak tersebut tidak menjadi mahram (anak sepersusuan), atau jika lima kali menyusu dan lebih dari itu maka menjadi mahram. Sesungguhnya anak sepersusuan menjadi mahram seperti anak kandung, seperti yang disebutkan di dalam hadits yang mulia.
Inilah himpunan tulisan yang dimudahkan oleh Allah, sematamata karena keutamaan dan kemuliaan-Nya. Aku memohon kepada-Nya Swt agar Dia menjadikkannya (kitab ini) sebagai sarana untuk mendekatkan diri di sisi-Nya dan menjadi sebab untuk meraih ridha-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan. Shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad dan keluarga serta sahabatnya. Alhamdulillaahi rabbil ‘alamiin (segala puji bagi Allah Pemilik alam semesta).
Berkata penyusun kitab ini sang fakir kepada Allah Swt Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Abdullah bin ‘Aidarus bin alHusain, anak dari asy-Syaikh Abubakar bin Salim al-‘ Alawiy alHusainiy al-Hadhramiy asy-Syafi ‘iy: kitab ini selesai disusun pada tanggal 22 Syaban tahun 1379 H. Lalu kitab ini selesai diedit pada Saat ingin dicetak di hari Kamis pada tanggal 29 DzulHijjah yang termasuk bulan suci tahun 1379 H, yaitu seribu tiga ratus tujuh buluh sembilan Hijriah. Shalawat yang terutama dan salam yang termulia bagi beliau yang hijrah (Nabi Muhammad Saw).
Alhamdulillaahi rabbil ‘alamiin .