“Segala puji milik Alloh yang benar-benar telah membukakan pintu hati suatu kaum, sehingga bisa mendapatkan derajat tinggi di sisinya dan telah memberikan kegembiraan pula kepada mereka”.

 

“Kemudian setelah itu, sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan untuk baginda Rosul, yang membawa agama islam”,

 

“.. Yakni, Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, selama umatnya itu masih punya perhatian untuk menolong (agama) nya”.

 

“Sesudah itu, ketehuilah sesungguhnya “kitab ‘Awaamil”, karya Imam al Jurjani itu manakala menjadi masyhur dan di minati di kalangan kita…”

 

“…Maka hamba Alloh yang sangat membutuhkan pertolongannya, yakni Ahmad, berusaha untuk menerjemahkan-nya. Semoga Alloh Yang maha pengasih berkenan mensucikan-nya lahir-batin, untuk selama-lamanya”,

“Sesungguhnya “Aamil-aamil yang di tuturkan di dalam kitab ini berjumlah seratus. Yaitu: lafdhiyyah dan Ma’nawiyyah”.

 

Keterangan :

‘Aamil (   ) , menurut istilah ulama nahwu adalah ‘ :

 

“Sesuatu yang menjadikan tegaknya makna, dan menetapkan terhadap i’rob”.

 

Contoh-contoh:

  1. Lafadh pada contoh : ( Telah datang Zaed ). Lafadh :  ini menyempurnakan maknanya.  , dan menetapkan i’rob rofa’ yang di tandai dengan dlommah pada akhirnya lafadh :  .

 

  1. Lafadh , pada contoh : , (Aku telah melihat zaed ). Lafadh   , ini menyempurkan lafadh , dan menetapkan i’rob nashob yang di tandai dengan fathah pada akhirnya lafadh  .

 

  1. Ba’ huruf jarr, pada contoh (Aku lewat berjumpa dengan Zaed ). Huruf Ba’ ini menyempurnakan maknanya Zaed, dan menetapkan i’rob jarr yang di tandai dengan kasroh pada akhirnya lafadh : .

 

  1. ‘Aamil ibtida’ (menjadi permulaan) yang terdapat pada : , lafadz ini di baca rofa’ di tandai dengan dlommah pada akhirnya. Yang merofa’kan di sini adalah “Aamil ma’nawi yang tidak terlihat, yakni “menjadi permulaan kalam”.

 

‘Aamil-‘amil ini jumlahnya ada : seratus. Dan secara garis besar terbagi menjadi dua macam :

 

  1. ‘Aamil Lafdhi (. ) . Pengertian ‘Aamil lafahi disini adalah? :

 

“Aamil yang bisa di ucapkan oleh lisan, seperti :    , dan    ”.

 

  1. “Aamil Ma’nawi (. ) . Pengertian ‘Aamil Ma’nawi adalah : JIE

 

“Suatu ‘aamil yang tidak bisa di ucapkan lisan, akan tetapi berupa makna sifat yang terlukiskan di dalam hati, seperti ibtida’ (karena menjadi permulaan)”.

 

Pembagian ‘Aamil Lafdhi

 

‘amil Lafdhi yang menjadi bagian dari seratus aamil diatas, di bagi menjadi dua : 1. Samaa’i 2. Qiyaasi”

 

Keterangan : “Awaamil Lafdhiyyah yang termasuk bagian dari seratus “Aamil di atas, di bagi menjadi dua macam :

 

1.Aamil Lafdhi Samaa’i, yaitu :

 

“Aamil yang pengamalan-nya di gantungkan atas apa yang kita dengar dari kalam arab, seperti : huruf-huruf jarr yang beramal mengejarr-kan lafadh setelahnya, pengamalan huruf jarr ini bersifat samaa’i, oleh karena itu huruf-huruf lain tidak bisa disamakan dalam hal pengamalan ini”.

 

  1. ‘Aamil Lafdhi Qiyasi, yaitu :

 

“Aamil yang pengamalan nya tidak tergantung pada apa yang kita dengar dari kalam arab, namun untuk lafadh-lafadh yang lain bisa digiyaskan, karena pengamalan ‘Aamil tersebut berdasarkan kaidah yang bersifat umum”.

 

Kaidah yang bersifat umum itu semisal :

 

“Sesungguhnya semua fi’il itu merofa’kan faa’if.

 

Berdasarkan kaidah ini, berarti semua ff’il itu akan merofa’kan faail , baik berupa ff’il madhi, seperti :    ..dsb maupun Fil mudlori’, seperti :     … Osb.

 

Fi’il yang merofa’kan terhadap fa’il ini berlaku secara umum (untuk semua fi’il, tidak khusus apa yang kita dengar dari orang arab), oleh karena itu sebut “Aamil lafdhi Qiyasi.

 

“Sesungguhnya fi’il-fi’il muta’addi itu menashobkan mafui setelahnya”

 

Berdasarkan kaidah ini, setiap kali di temukan fi’il muta’addi baik berupa fi’il madhi, seperti :    maupun fi’il mudlori’ seperti :     maka maf’ul bihi setelahnya di baca nashob.

 

Contoh-Contoh :

   = Aku memakan roti

   : Firil muta’addi berupa fi’il madhi, di sebut “Aamil Lafdhi Qiyasi.

   : Maf’ul bihi, di nashobkan oleh

   = Kami memakan roti

   : fi’il muta’addi berupa fi’il mudlori’ di sebut “Aamil Lafdhi Qiyasi.

   : Maful bihi, di nashobkan oleh

    =Aku menulis Pelajaran

    : Fi’il muta’addi berupa fi’il madhi, di sebut ‘Aamil Lafdhi Qiyasi.

   : Maf’ul bihi, di nashobkan oleh

 

 Untuk contoh-contoh yang lain, tinggal menyamakan dengan contohcontoh di atas….

 

“Bagian yang pertama ( ‘Aamil lafdhi samaa 1) itu jumlahnya ada 91. Sedangkan bagian yang kedua (‘Aamil Lafdhi Qiyasi) itu jumlahnya ada 7”.

 

“Aamil-‘aamil ma’nawi itu ada dua. Kemudian mengenai ‘Aamil-‘aamil lafdhi samaa’i, ambil saja keterangan yang akan datang dariku”.

 

Keterangan :

 

“Amil lafdhi samaa’i itu jumlahnya ada 91, sedangkan “Aamil Lafdhi Qiyasi itu ada 7 dan “Aamil maknawi itu hanya ada 2, berarti jumlah “Aamil secara keseluruhan ada : 100 ( 91+7+2 ).

 

Pembagian “Aamil lafdhi samaa’i

 

‘Aamil lafdhi samaa’i itu terbagi menjadi 13, yang terdiri dari : isim, fi’il dan huruf ”.

 

Keterangan :

‘Aamil Lafdhi samaa’i terbagi lagi menjadi 13 macam. Ketiga belas macam ini, secara garis besar di ringkas dalam tiga macam :

 

  1. Kalimah isim, yaitu :

 

“Suatu Kalimah yang menunjukkan atas suatu makna dengan sendirinya, dan tidak bersamaan dengan zaman, seperti lafadz : yang terdapat pada contoh :    (Zaed berdiri di dalam rumah).

 

  1. Kalimah fi’il, yaitu :

 

“Suatu Kalimah yang menunjukkan atas suatu makna dengan sendirinya dan bersamaan dengan salah satu di antara tiga zaman (zaman yang telah lewat, zaman yang sedang terjadi dan zaman yang akan datang).

 

“Apabila kalimah tersebut bersamaan zaman yang telah lewat, maka di sebut fi’il madhi, seperti :    – telah membaca, telah menolong,  – telah berdiri. Apabila bersamaan dengan zaman yang sedang berlangsung atau akan datang, maka di sebut fi’il mudlori’, seperti :  – sedang atau akan membaca,  – sedang atau akan menolong,  – sedang atau akan berdiri.

 

Apabila bersamaan dengan zaman yang akan datang, menunjukkan makna perintah dan patut kemasukan nun taukid, maka di sebut fi’il amr, seperti  – bacalah!,   – tolonglah ‘  berdirilah !..dsb”,

 

2, Kalimah Huruf, yaitu :

 

“Suatu kalimah yang bisa menunjukkan suatu makna ketika persamaan dengan kalimah lain, seperti :  yang terdapat pada contoh :.     (Zaed berdiri di dalam rumah). Makna dhorfiyyah (di dalam) ini tidak akan bisa di paham, kecuali setelah di gabung dengan kalimah lain, yaitu lafadh :  yang punya keterkaitan makna dengan lafadh : ”.

“ jarr-kan lah dengan menggunakan 19 huruf, maka engkau akan menjadi orang yang pintar, “alim dan punya kedudukan di sisi Alloh”.

 

“Demikian Juga :     yang di gunakan untuk bersumpah.. kemudian  …Berdiamlah kamu di tanah haram.

 

“..Kemudian :    dan   … Dengarlah perkataanku agar engkau menjadi orang yang mulia”.

 

Keterangan :

 

Di antara 13 macam dari “Aamil “aamil Lafdhi samaa’i itu adalah huruf-huruf jarr yang jumlahnya ada : 19. Huruf-huruf jarr ini pengamalan / fungsinya adalah mengejarrkan pada kalimah isim. Lebih jelasnya mari kita lihat contoh-contoh di bawah ini :

 

  1. mempunyai beberapa arti, antara lain :
  2. Ibtidaul ghoyah (mulai dari…), bisa masuk pada isim dhohir, seperti contoh :

 

“Mulai dari masjidil haram, hingga masjidil aqsho”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   i’rob jarr-nya di tandai dengan kasroh.

 

Dan juga bisa masuk pada isim dlomir, seperti contoh :    (mulai dari-nya). Dlomir muttashil :  ini kedudukan-nya jarr, karena kemasukan huruf jarr :

 

  1. Tab’idliyyah (sebagian dari….) seperti contoh :

 

“Maka sebagian dari manusia itu ada yang berkata : “Wahai tuhan kami, berilah kami di dunia”. Sementara itu kelak di akherat dia tidak akan mendapat bagian”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  i’rob jarr-nya di tandai dengan kasroh.

 

  1. Bayaniyyah ( yakni.. ), seperti contoh :

 

“Maka jauhilah perkara yang kotor, yakni : berhala-berhala itu”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jar :  di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai beberapa arti, antara lain :
  2. Milik…, seperti contoh :

 

“Kitab ini milik Zaed”

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf : jarr : , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ta’lil (karena.. ) seperi contoh :

 

“Aku dtang ke dalam masjid, karena untuk mengerjakan sholat”

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr , i’robnya di tandai dengan kasroh. 

 

  1. Kepada… seperti contoh :

 

“Aku mengirimkan surat kepada Zaed”.

 

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr : , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ikhtishoh ( khusus untuk…), seperti contoh :

 

“Pelana itu khusus untuk kuda”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Tamlik (memberikan kepemilikan), seperti contoh :

 

“Aku memberikan kepemilikan kitab untuk Zaed” .

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai arti : Intihaul ghoyah (sampai / hingga …), seperti contoh :

 

“Sampai… masjidil agsho”

Lafadh :   ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    di tandai dengan kasroh. Contoh lain :

 

“Dani sempumakanlah puasa, hingga malam”.

Lafadh :   ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai beberapa arti :
  2. Mujawazah ( lepas dari…), seperti contoh :

 

“Aku menembak-kan anak panah, lepas dari busurnya”.

Lafadh :  ini di baca jarr karena kemasukan huruf jarr : , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ba diyyah ( setelah.. .), seperti contoh :

 

“Sesungguhnya kamu melalui tingkatan, setelah tingkatan yang lain”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ta’lil ( karena.. .) seperti contoh :

 

(Dan permintaan ampun Ibrohim untuk bapaknya tiada lain kecuali karena suatu jani…). Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   , di tandai dengan kasroh.

 

  1. , mempunyai beberapa arti :
  2. Isti’laa ( di atas…), seperti contoh :

 

“Dan di atas perahu-perahu itu kamu di angkut”.

Lafadh :  i ini di baca jarr karena kemasukan huruf jarr :    di tandai dengar kasroh. Contoh lain :

 

“Atas diri zaed, tanggungan hutang”.

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ta’lil (karena…), seperti contoh :

 

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh, karena telah memberikan petunjuk kepadamu”.

Lafadh : ini kedudukan nya jarr, karena kemasukan 

 

  1. Dhorfiyyah (dalam.. ), seperti contoh :

 

“Dan Musa masuk ke kota itu ketika penduduknya dalam keadaan lengah”.

Lafadz :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr : , di tandai dengan kasroh.

 

  1. Mushohabah ( bersamaan ), seperti contoh :

 

“Sesungguhnya tuhanmu memiliki pengampunan untuk para manusia, bersamaan dengan kedholiman mereka”

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  , di landai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai beberapa arti :
  2. Tasybih (seperti. ), Seperti contoh :

 

“Muhammad Saw seperti bulan purnama”, Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  di tandai dengan kasroh.

 

  1. Ta’lil (karena.. .) seperti contoh :

 

“Dan berdzikirlah dengan menyebut (nama Alloh) , karena ia telah menunjukkan kepadamu”.

Lafadh : ini kedudukan nya jarr, karena kemasukan .

 

7, mempunyai beberapa arti :

 

  1. Dhorfiyyah (di dalam…) Seperti contoh :

 

“Air itu di dalam kendi”.

Lafadh :   ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :.  di tandai dengan kasroh.

 

  1. Sababiyyah (sebab) Seperti contoh :

 

“Seorang wanita masuk neraka, sebab kucing yang di kurung nya”. Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  tandai dengan kasroh.

 

  1. Mushohabah ( bersamaan… ) Seperti contoh :

 

“Masuklah bersamaan umat-umat yang lain”.

 

  Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    , di tandai dengan kasroh.

 

  1. , mempunyai beberapa arti :
  2. ilshoq ( bertemu …) Seperti contoh :

 

“Aku lewat bertemu dengan Zaed”

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    di tandai dengan kasroh.

 

  1. Sababiyyah (sebab… ), seperti contoh :

 

“Maka sebab kedholiman yang di lakukan orang-orang yahudi, Kami haramkan atas mereka ( memakan makanan ) yang baik-baik ( yang dahulunya ) di halaikan bagi mereka”.

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr : i’robnya di tandai dengan kasroh.

 

  1. Tab’iidi ( sebagian dari…) Seperti contoh :

 

 

“Mata air (dalam surga), yang sebagian dari-nya di minum oleh hamba-hamba Alloh”.

Dlomir :  ini kedudukan nya jarr, karena kemasukan huruf jarr :  .

 

  1. Dhorfiyyah (di dalam…) Seperti contoh :

 

“Sungguh Alloh telah menolong kalian dalam (peperangan) badar”.

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunya arti : semenjak. Seperti contoh :

 

“Aku tidak melihatnya semenjak hari kamis”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  , di tandai dengan kasroh. Huruf jarr    ini hanya masuk pada isim yang menunjukkan arti zaman.

 

  1. mempunyai arti : semenjak. Seperti contoh :

 

“Aku tidak melihatnya semenjak hari kamis”.

Lafadz :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :   , di tandai dengan kasroh.    hanya masuk pada isim-isim yang menunjuk-kan arti zaman.

 

  1. (Wawu yang di gunakan untuk sumpah ), mempunyai arti : demi. Seperti contoh :

 

“Demi Alloh, aku akan melakukan demikian…

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan    di tandai dengan kasroh.

 

  1. ( Ba’ yang di gunakan di dalam sumpah ), mempunyai arti : demi. Seperti contoh : ( Demi Alloh… ), Latadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan :  ,di tandai dengan kasroh.

 

  1. ( Ta’ yang di gunakan di dalam sumpah ), mempunyai arti : demi. Seperti contoh : ( Demi Alloh… ), Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan : l , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai beberapa arti :
  2. ( sedikit sekali… ). Seperti contoh :

 

“Sedikit sekali lelaki dermawan yang aku jumpai”.

 Lafadh :  ini di baca jarr karena kemasukan huruf jarr :  , di tandai dengan kasroh. Pada umumnya  yang memiliki arti Tagiil ini masuk pada isim nakiroh yang di sifati. Pada contoh di atas, masuk pada lafadh :  yang di sifati lafadh

 

  1. Taktsir ( banyak sekali . Seperti contoh :

 

” Wahai. banyak sekali orang yang memakai pakaian di dunia, namun kelak di hari kiamat nanti telanjang”.

Pada umumnya l yang memiliki arti Taktsir ini masuk pada sifat yang maushuf-nya di buang. Pada contoh di atas,  masuk pada lafadh :  yang menjadi sifat dari lafadh :  yang terbuang .

 

  1. (Wawu yang memiliki arti sama dengan , yaitu : Taqlil dan Taktsir ). Seperti contoh :

 

“Banyak nian malam yang laksana gelombang lautan yang melepaskan selimutnya”.

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan : , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai arti : Intihaaul Ghoyah (hingga…) dengan syarat lafadh yang di jarrkan menjadi sebuah akhiran (tidak ikut dengan lafadh sebelumnya). Seperti contoh :

 

“Aku memakan ikan, hingga kepalanya”.

Lafadh :    ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai arti : kecuali. Seperti contoh :

 

 “Semua kaum telah berdiri kecuali Zaed”.

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai arti : kecuali. Seperti contoh :

 

“Semua kaum telah berdiri, kecuali Zaed”

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :  , di tandai dengan kasroh.

 

  1. mempunyai arti : kecuali. Seperti contoh :

 

“Semua kaum berdiri, kecuali Zaed”

Lafadh :  ini di baca jarr, karena kemasukan huruf jarr :    di tandai dengan kasroh.

“Isim-nya di rofa’-kan dan khobar-nya di nashob-kan dengan hurufhuruf sebanyak enam, maka engkau akan mendapat kebenaran”.

 

Yaitu :.   …Demikian engkau telah mendatangkan huruf-huruf itu”.

 

Keterangan :

Macam yang kedua dari ‘Aamil lafdhi samaa’i adalah : kalimahkalimah huruf, yang berfungsi :

 

“Menashobkan isim-nya dan merofa’ ‘kan khobar-nya”.

 

  1. mempunyai arti : Taukid ( sesungguhnya… ) , Seperti contoh :

 

“Sesungguhnya Alloh itu maha pengampun lagi maha penya yang”.

Lafadh :  di baca nashob, karena kemasukan    yang kedudukannya sebagai isimnya    , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

Lafadh :    di baca rofa’ , karena menjadi khobarnya    , tofa’nya di tandai dengan diommah. Sebelum kemasukan  merupakan    susunan mubtada’-khobar (.   ) . Oleh karena  dan saudara-saudaranya ini pengamalannya merusak susunan mubtada khobar, maka di namakan “Aamil nawaasikh (“Aamil perusak ).

 

  1. mempunyai arti : Taukid (sesungguhnya..), Seperti contoh :

 

“Ketahuilah sesungguhnya Alloh itu sangat pedih siksaan nya”,

Lafadh :  ini di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

Lafadh :  di baca rofa’ , karena menjadi khobarnya  , rofanya di tandai dengan diommah. Sebelum kemasukan    merupakan susunan mubtada’khobar :

 

  1. mempunyai arti : Tasybih ( seolah-olah..), Seperti contoh :

 

 “Seolah-olah Zaed itu macan”

Lafadh :  ini di baca nashob, karena kemasukan  nashobnya di tandai dengan fathah. Lafadh :  ini di baca rofa’ karena menjadi khobarnya  , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’khobar

 

  1. mempunyai arti : Istidrok (Akan tetapi…), Seperti contoh :

 

“Suatu kaum berdiri, akan tetapi Zaed duduk”

Lafadh :  di baca nashob karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah. Lafadz :  di baca rofa’ menjadi khobarnya  , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar (.   )

 

5,   mempunyai arti : Tamanni ( Barangkali…), pengertian Tamanni adalah :

 

. “Mengharapkan sesuatu yang tidak bisa di harapkan”.

Seperti contoh :

 

“Barangkali saja masa muda itu pada suatu hari akan kembali, maka akan aku ceritakan apa yang telah di perbuat oleh orang yang telah beruban”.

Lafadh :  ini di baca nashob, karena kemasukan  nashobnya di tandai dengan fathah. Lafadh :  kedudukannya rofa’ menjadi khobar-nya  . Sebelum kemasukan  merupakan Susunan mubtada’-khobar (   )

 

  1. mempunyai arti : Tarojji ( mudah-mudahan / semoga…), pengertian Tarojji adalah :

 

“Mengharapkan sesuatu yang di sukat”.

Seperti contoh :

 

“Mudah-mudahan Alloh merahmati kita”.

Lafadh :  di baca nashob karena kemasukan Ja di tandai dengan fathah. Lafadh :  kedudukannya rofa’ menjadi khobarnya  Sebelum kemasukan Kei merupakan susunan mubtada’-khobar (. )

“Ada dua huruf yang berfungsi merofa’kan isim-nya dan menashobkan khobar-nya, yaitu :  dan  …Dan Jadilah engkau orang yang bersabar”.

 

 “Pengamalan ini bisa terjadi, apabila engkau lihat  telah memenuhi beberapa syarat, antara lain : 1).  tidak bersamaan dengan  (Zaaidah) 2). menetapi kenafian-nya 3). Letaknya berurutan”.

 

 “Demikian juga bisa beramal sebagaimana (, yaitu :  dan Membuang lafadh yang di rofa’kan itu sangat masyhur Sedangkan untuk yang sebaliknya (membuang lafadh yang di hashobkan), jarang sekali terjadi”.

 

Keterangan :  . dan  merupakan bagian dari ‘Aamil lafdhi samaa’i yang mempunyai pengamalan :

 

“Merofa’kan isim-nya dan menashobkan khobar-nya”

 

Isimnya  dan  ini aslinya merupakan mubtada’, sedangkan khobarnya berasal dari khobarnya mubtada’.

 

  1. merupakan huruf nafi yang mempunyai arti : bukan / tiada.

Seperti contoh : 

 

“Orang ini bukanlah manusia.

Lafadh :  ini kedudukan nya rofa’ karena menjadi isimnya .

Sedangkan lafadh :  ini di baca nashob, karena menjadi khobarnya  , nashobnya di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar (     )

 

   ini bisa beramal merofa’kan pada isimnya dan menashobkan pada khobarnya, apabila memenuhi    syarat :

 

  1. Tidak bersamaan dengan . Apabila bersamaan dengan , maka   tidak bisa beramal / mulgho.

 

Seperti contoh :

Pada contoh ini lafadh :    tetap di baca rofa’, pada hal ketika kemasukan  seharusnya di baca nashob

 

  1. Menetapi makna nafi / tidak di rusak dengan . Apabila makna nafinya telah rusak dengan sebab kemasukan , maka tidak bisa beramal ,

Seperti contoh :

 

  1. Khobarnya tidak mendahului isimnya. Apabila khobarnya mendahului isimnya, maka tidak bisa beramal.

Seperti contoh :

 

  1. juga merupakan huruf nafi yang mempunyai arti : bukan / tiada. Seperti contoh :

 

“Tiada seorangpun yang lebih utama dari pada kamu”

Lafadz :  di baca rofa” karena menjadi isimnya y, rofa’-nya di tandai dengan dlommah.

Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan fathah.

 

Untuk bisa beramal,  juga harus memenuhi 3 syarat :

  1. Isim dan khobar-nya harus berupa isim nakiroh. Dan jika berupa isim ma’rifat, maka tidak bisa beramal (mulgho)

Seperti contoh :

 

   — isimnya berupa isim ma’rifat, yaitu

 

  1. Khobar-nya tidak bersamaan dengan . Dan jika khobarnya bersamaan dengan , maka  tidak bisa beramal (mulgho).

 

Seperti contoh : ,

 

  1. Khobar-nya tidak mendahului isim-nya. Dan jika khobarnya mendahului isim-nya, maka tidak bisa beramal (mulgho).

Seperti contoh : .

 

  1. itu menyamai dalam segi makna dan pengamalannya. Yakni : sama-sama menunjukkan arti nafi (bermakna : bukan / tiada ) dan sama-sama merofa’kan isim-nya dan menashobkan khobar-nya. Akan tetapi isimnya   ini harus berupa lafadh :   dan salah-satu dari isim atau khobarnya harus terbuang. Pada umumnya yang terbuang adalah isimnya. Seperti contoh : l, asalnya adalah : ,

 

‘Masa itu bukanlah masa pelarian”.

Lafadh :  yang pertama di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , di tandai dengan diommah, namun kemudian lafadh :  yang menjadi isimnya  ini di buang. Sedangkan lafadh : : yang kedua di baca nashob, karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan fathah.

 

  1. merupakan huruf nafi (mempunyai arti : tidak / bukan ), Menurut ulama bashroh tidak bisa beramal sebagaimana pengamalan , namun menurut ulama yang lain bisa beramal sebagaimana yakni : merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya.

Seperti contoh :

 

“Zaed tidaklah berdiri”.

 

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya  rofa’nya di tandai dengan diommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya  , nashobnya di tandai dengan fathah,

“Kalimah isim itu bisa di nashobkan oleh tujuh huruf “

 

“..Demikian juga  .kemudian hamzah yang di baca pendek (  ) atau di baca panjang ( ) ..Maka pahamilah dengan jernih apa yang telah di tuturkan”.

 

Keterangan :

Kalimah isim itu di nashobkan oleh lima macam huruf nida’ (hurufhuruf yang di gunakan untuk memanggil ), yaitu :

 

  1. (Wahai / hai.. ) di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang jauh, orang yang lalai atau orang tidur.

Seperti contoh :

 

 

“Wahai hamba Alloh..”

 

Lafadh :  ini di baca nahob karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

2  (Wahai / hai.. di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang jauh, orang yang lalai atau orang tidur.

Seperti contoh

 

“Wahai orang yang melupakan nikmat Alloh..”

Lafadh :  ini di baca nashob, karena kemasukan   , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

  1. ( Wahai / hai.. ) di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang jauh, orang yang lalai atau orang tidur.

Seperti contoh :

 

“Wahai orang yang tampan wajahnya..”.

Lafadh :   ini di baca nashob, karena kemasukan  , nashob-nya di tandai dengan fathah.

 

  1. (Wahai / hai.. ) di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang Jauh, orang yang lalai atau orang tidur.

Seperti contoh :

 

“Wahai hamba-hamba Alloh..

Lafadh :  ini di baca nashob karena kemasukan

, nashob-nya di tandai dengan fathah.

 

  1. (Wahai / hai.. ) di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang dekat. Seperti contoh :

 

“Wahai laki-laki lihatlah aku ..”‘

 

Lafadh :   ini di baca nashob karena kemasukan  , nashobnya gi tandai dengan fathah.  (Wahai / hai.. ), di gunakan untuk memanggil orang yang berada di tempat yang jauh, seperti contoh :

 

“Wahai orang yang berjalan di tengah jalan menghadaplah kepadaku”

Lafadh :   di baca nashob karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

Selain lima macam huruf nida’ di atas, masih ada dua huruf lagi yang menashobkan kalimah isim, yaitu :

1.Wawu Ma’iyyah (wawu yang mempunyai arti : bersamaan dengan… ), seperti contoh :   ( Aku berjalan, bersamaan dengan sungai ), Lafadh :   ini di baca nashob, karena kemasukan wawu ma’iyyah, nashob-nya di tandai dengan wawu.

 

  1. istitsnaaiyyah, yaitu Yi yang di gunakan untuk mengecualikan (mempunyai arti : kecuali), seperti contoh :

 

“Semua pelajar beruntung, kecuali yang tidak masuk sekolah” Lafadh :  ini di baca nashob, karena kemasukan , nashobnya di tandai dengan fathah.

“Nashobkanlah fi’il mudlori’ dengan menggunakan :    dan di tambahkan lagi :  …”.

 

Keterangan :

Macam kelima dari ‘Aamil lafdhi samaa’i adalah : huruf-huruf yang menashobkan fi’il mudlori’ yang jumlahnya : lima, yaitu :

 

  1. , seperti contoh :

 

“Dan berpuasa itu lebih baik bagi kalian”.

Lafadh :  merupakan fi’il mudlori’ yang di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan terbuangnya Nun, asalnya adalah :    .

 

  1. mempunyai arti : tidak akan / tidak pernah, seperti contoh : ,

 

“Zaed tidak akan berdiri”

Lafadh :    merupakan fi’il mudlori’ yang di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

  1. mempunyai arti : untuk, agar atau supaya. Seperti contoh :

 

“Aku datang untuk belajar”.

 

 merupakan fi’il mudlori’ yang di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

  1. merupakan huruf yang di gunakan untuk menjawab dan membalas pernyataan yang di lontarkan orang lain. ini mempunyai arti : jika demikian, seperti contoh : Ada orang berkata kepadamu :  ( Aku akan berkunjung kepadamu besok ). Kemudian kamu membalas :    (Jika demikian, aku akan memuliakanmu ). Lafadh :  merupakan fi’il mudlori’ yang di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

  1. yaitu yang kemasukan ay (  ) mempunyai arti : untuk, agar atau supaya. Seperti contoh :

 

Aku belajar, supaya aku bisa faham”

Lafadh :  merupakan fi’il mudlori’ yang di baca nashob, karena kemasukan  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

Huruf-huruf yang menjazmkan fi’il mudlori’

 

“Fi’il mudlori’ itu di jazamkan dengan menggunakan :  dan    (. )…maka yang demikian itu sudah di maklumi”.

 

« Kemudian  yang di ketahui menunjukkan makna nahi, seperti contoh :  dan .

 

Keterangan :

Macam yang keenam dari ‘Amil Lafdhi adalah : Huruf-huruf yang menjazmkan fi’il mudlori’, jumlahnya ada lima :

 

  1. seperti contoh :

 

“Apabila kalian menolong Alloh, maka dia akan menolong kalian”.

Lafadh :  ini merupakan fi’il mudlori’ yang di baca jazm, karena kemasukan :  , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya   nun, asalnya adalah :  , Kemudian Lafadh :  juga di baca jazm, yang menjazmkan adalah :  , jazm-nya ditandai dengan sukun.

 

  1. seperti contoh :

 

“Dia tiada beranak dan tiada di peranakkan”.

Lafadh :  dan lafadh :  merupakan fi’il mudlori’ yang di baca jazm, karena kemasukan  , jazam-nya di tandai dengan sukun.

 

  1. separti contoh :

 

“Dan sebenarnya m mereka belum merasakan azabku”.

Lafadh :  ini di baca jazm, karena kemasukan , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya nun, asalnya adalah : .

 

  1. seperti contoh :

 

“Dan hendaknya orang yang mampu, memberi nafkah menurut kemampuannya”.

Lafadh : , ini di baca jazm, karena kemasukan Lam Amr (  ), jazmnya di tandai dengan sukun.

 

  1. seperti contoh :

 

“Engkau Jangan menyekutukan Alloh”,

Lafadh :  ini di baca jazm, karena kemasukan Laa Nahi , jazmnya di tandai dengan sukun.

“Dua fi’il itu di jazmkan dengan sembilan isim, yakni dua fi’il mudlori’. Dan ikutilah apa yang telah tertulis”

 

“Yaitu:      “

 

Keterangan :

Macam ketujuh dari ‘Amil Lafdhi itu adalah : Isim-isim yang menjazmkan dua fi’il mudlori’ yang jumlahnya ada Sembilan, yaitu :

 

1.(Barangsiapa ), seperti contoh :

 

“Barangsiapa berbuat buruk, maka akan mendapat balasan buruk”,

Lafadh :  ini merupakan fi’il syarat di baca jazm, karena kemasukan , jazm-nya di tandai dengan sukun. Lafadh :  merupakan fi’il jawab di baca jazm, di tandai dengan terbuangnya huruf ilat (.  ) , asalnya adalah :  .

 

  1. (Apa saja ), seperti contoh :

 

“Apa saja perbuatan baik yang kalian lakukan, akan di ketahui Alloh”.

Lafadh :  ini merupakan fi’il syarat yang dibaca jazm, karena kemasukan  , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya nun. Asalnya adalah :  . Lafadh :  merupakan fi’il jawab yang di jazm-kan oleh  , jazmnya di tandai dengan sukun.

 

  1. (mana saja) seperti contoh :

 

“Dengan nama yang mana saja kamu menyeru, maka Alloh memiliki asma al-Husna”,

Lafadh :  ini merupakan fi’il syarat yang di jazmkan oleh , jazam-nya di tandai dengan terbuangnya nun, asalnya adalah :   Sedangkan lafadh :  merupakan jawab yang mempunyai kedudukan / mahal jazm.

 

  1. ( kapan saja ), seperti contoh :

 

“Kapan saja engkau mendatanginya, mendatangi cahaya apinya di malam yang buta, niscaya engkau akan mendapati api terbaik di dekatnya”.

Lafadh :  ini merupakan fi’il syarat yang di jazm-kan oleh , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya huruf illat (. ) , asalnya adalah : , Lafadh :  ini merupakan fi’il jawab yang di jazmkan oleh   , jazm-nya di tandai dengan sukun.

 

  1. ( Bagaimanapun ), seperti contoh :

 

“Bagaimanapun kamu mendatangkan ayat untuk menyihir kami dengan ayat itu, maka sekali-kali kami tidak akan beriman”.

 

Lafadh :  ini merupakan fi’il syarat yang di jazm-kan oleh  , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya huruf illat (. ) , asalnya adalah :  Kemudian lafadh :   nkedudukan / mahalnya adalah jazm, karena menjadi jawab-nya  .

 

  1. (Di mana saja ) seperti contoh :

 

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatimu”.

Lafadh : ‘ merupakan fi’il syarat yang di jazamkan oleh  jazmnya di tandai dengan terbuangnya nun. Asalnya adalah :  Lafadh :  merupakan fi’il jawab yang di jazam-kan oleh  , jazm-nya di tandai dengan sukun.

 

  1. ( Di mana saja ), seperti contoh :

 

 “Wahai dua kekasihku, Bagaimana saja kalian datang kepadaku, maka kalian akan mendatangi seorang saudara yang tidak yang akan rela melepas kepergianmu”.

Lafadh :  yang pertama merupakan fi’il syarat, sedangkan Lafadh yang kedua merupakan fi’il jawab, keduanya sama-sama di jazm-kan oleh.    , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya nun,  asalnya adalah : ,

 

  1. ( Di mana saja ), seperti contoh :

 

“Di mana saja kamu bisa istigomah, maka Alloh akan menakdirkan untukmu sebuah kesuksesan di masa yang akan datang”,

Lafadh : . ini merupakan fil syarat yang di jazm-kan oleh , jazamnya di tandai dengan sukun. Sedangkan lafadh :   merupakan fi’il jawab yang juga di jazm-kan oleh   , jazm-nya juga di tandai dengan sukun.

 

  1. ( Ketika / manakala ), seperti contoh :

 

“Sesungguhnya ketika engkau menjalani apa yang engkau perintahkan, maka engkau akan menjumpai orang yang engkau perintah, menjalani perintah-mu'”.

Lafadh :    ini merupakan fi’il syarat yang di jazm-kan oleh  , jazm-nya di tandai dengan terbuangnya huruf illat (. ). Sedangkan latadh : Ali merupakan fi’il jawab yang juga di jazm-kan oleh    jazm-nya di tandai dengan terbuangnya huruf illat (). Asalnya adalah :  .

 

“..Lafadh :    dan    SIitu menashobkan terhadap isim-isim nakiroh”.

 

Keterangan :

Macam kedelapan dari ‘Amil Lafdhi samaa’i itu adalah : Isim-isim yang mempunyai pengamalan menashobkan isim nakiroh yang kedudukannya menjadi tamyiz. Jumlahnya ada empat :

 

  1. mempunyai arti : sekian… Seperti contoh :

 

“Aku memiliki sekian…dirham”.

Lafadh :    ini di nashob-kan oleh lafadh :  , nashob-nya di tandai dengan fathah. Lafadh  ini tarkibnya menjadi tamyiz.

 

  1. Bilangan sebelas ( ) … hingga bilangan sembilan puluh sembilan ( ), seperti contoh :

 

“Aku bermimpi melihat sebelas bintang”.

Lafadh :      ini di nashobkan oleh lafadh :  , nashob-nya di tandai dengan fathah. Lafadz.     tarkib-nya menjadi tamyiz Contoh lain :

 

“Sesungguhnya Alloh itu memiliki sembilan puluh sembilan nama”,

Lafadh :    ini di nashobkan oleh lafadh :

     , nashob: nya di tandai dengan fathah. Lafadh :      ini merupakan isim nakiroh yang di tarkib menjadi tamyiz.

 

  1. mempunyai arti : Betapa banyak… Seperti contoh :

 

“Jauhilah keputus-asaan dengan datangnya suatu pengharapan, karena betapa banyak penderitaan yang di mudahkan, setelah melalui masa-masa sulit”.

Lafadh :  ini di nashobkan oleh lafadz :    , nashob-nya di tandai dengan fathah. Lafadh :  merupakan isim nakiroh yang di tarkib menjadi tamyiz.

 

  1. mempunyai arti : Berapa ?. Seperti contoh :

 

“Berapa uang yang engkau belanjakan”

Lafadh :  ini di nashobkan oleh:.  mashob-nya di tandai dengan fathah. Lafadh :  ini merupakan isim nakiroh yang di tarkib menjadi tamyiz.

 

Lafadh :    dan    di sebut isim kinayah, karena mengandung arti yang belum jelas (samar) . Sedangkan lafadh-lafadh seperti :    ,..dst, disebut Isim ‘adad ( isim yang menunjukkan arti bilangan ),

“Nashobkanlah dengan menggunakan lafadh :     dan    …Perhatikanlah sahabatmu”

 

Keterangan :

Macam Kesembilan dari ‘Aaamil Lafdhi samaa’i adalah Isim fi’il yaitu : Kalimah isim yang menggantikan kalimah fi’l, dalam segi maknanya maupun pengamalannya. Seperti contoh :  yang menggantikan :   , keduanya sama-sama memiliki arti : ambillah dan sama-sama memiliki pengamalan : menashobkan maful bihi.

 

Isim fi’il di tinjau dari pengamalannya, terbagi menjadi dua macam :

– Pertama : Isim fi’il yang menashobkan maf’ul bihi, jumlahnya ada enam, yaitu :

  1. : menggantikan fi’il amr Jt yang mempunyai arti : berilah kesempatan !. Seperti contoh :

 

“Wahai umar, berilah kesempatan Zaed !”.

Lafadh :  di nashobkan oleh lafadh :  , nashob-nya di tandai dengan fathah, tarkibnya sebagai maf’ul bihi.

 

2: menggantikan fi’il amr  yang mempunyai arti : tinggalkanlah ! Seperti contoh :

 

“Wahai Zaed, tinggalkanlah SiAmr”.

Lafadh :    di nashobkan oleh  , nashob-nya di tandai denga fathah, kedudukannya sebagai maf’ul bihi .

 

  1. : menggantikan fi’il amr yang mempunyai arti : berpeganglah !. Seperti contoh : |

 

“Berpeganglah pada as-Sunah !”.

Lafadh :  di nashobkan oleh  , nashobnya di tandai dengan fathah, kedudukannya sebagai maf’ul bihi.

 

  1. : menggantikan fi’il amr : yang mempunyai arti : Ambillah! Seperti contoh :

 

“Ambillah ilmu yang bermanfaat !”

 

lLafadh :  di nashobkan oleh  , nashobnya di tandai dengan fathah, kedudukannya sebagai maf’ul bihi.

 

5,  : menggantikan fi’il amr   yang mempunyai arti : Ambillah ! Seperti contoh :

 

“Ambillah kitab itu !”

Lafadz  di nashobkan oleh  , nashobnya di tandai dengan fathah, kedudukannya sebagai maf’ul bihi.

 

  1. menggantikan fi’il amr yang mempunyai arti : bawalah kemari / kemarilah! . Seperti contoh :

 

“Bawalah kemari roti daging itu!”

 

Lafadh :  di nashobkan oleh , nashobnya di tandai dengan fathah, kedudukannya sebagai maf’ul bihi.

 

– Kedua : Isim fi’il yang merofa’kan faa’il-nya, jumlahnya ada tiga :

 

  1. : menggantikan fi’il madli yang mempunyai arti : jauh Seperti contoh :

 

“Lembah Aqiq itu jauh”

Lafadh :  di rofa’kan oleh   , rofa’nya di tandai dengan diommah, kedudukannya sebagai faa’il .

 

  1. : menggantikan fi’il madli yang mempunyai arti : berpisah I berbeda. Seperti contoh :

 

“Orang alim dan orang bodoh itu berbeda”.

Lafadh :  di rofa’kan oleh  , rofa’nya di tandai dengan dlommah, kedudukannya sebagai faa’il.

 

  1. : menggantikan fi’il madii yang mempunyai  : segera / bergegas. Seperti contoh :

 

“Zaed bergegas keluar”,

Lafadh :  di rofa’kan oleh.   , rofa’nya di tandai dengan  dlommah, kedudukannya sebagai faa’il. 

“Rofa’kanlah isimnya dan nashobkanlah khobarnya dengan menggunakan :    …seperti contoh :

 

 

“Kemudian:

 

 

“Kemudian :    .. Demikian juga lafadz-lafadz yang engkau tashrif dari fi’il-fi’il di atas, jangan sampai engkau lupakan..”.

 

Keterangan :

Macam kesepuluh dari ‘Amil Lafdhi Samaa’i adalah : Fi’il-fi’il yang merusak susunan mubtada’-khobar, yang di sebut dengan :

 

Af’aal Nawaasikh atau Af’aal Naagishoh. Pengamalan dari fil-ffil tersebut adalah :

 

“Merofa’ kan isimnya dan menashobkan khobarnya”.

 

Fi’il-fi’il Nawaasikh itu jumlahnya ada tiga belas : .

  1. mempunya arti : adalah. Seperti contoh :

 

“Dan adalah Alloh maha pengampun lagi maha penyayang”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , rofa’-nya di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobar-nya  , nashobnya di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : di pagi hari . Seperti contoh :

 

“Di pagi hari dingin sangat menusuk”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :    di baca nashob, nashobnya di tandai dengan fathah karena menjadi khobar-nya  . Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : telah menjadi . Seperti contoh :

 

 “Tanah liat itu telah menjadi tembikar”.

Lafadh :    di baca rofa’ karena menjadi isimnya , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya , nashobnya di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : di sore hari. Seperti contoh :

 

“Di sore hari Zaed berjalan-jalan”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya    , nashobnya di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’khobar :   .

 

  1. mempunyai arti : di waktu dluha. Seperti contoh :

 

“Di waktu dluha, orang yang alim figh itu mengajar”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya ,  , di tandai dengan diommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobarnya ,  , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : di siang hari. Seperti contoh :

 

“Di siang hari mukanya menghitam”. ,

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , di tandai dengan diommah. Sebelum kemasukan  , berasal dari susunan mubtada’-khobar : 

 

  1. mempunyai arti : Di malam hari, Seperti contoh :

 

Di malam hari Muhammad beri’tikaf”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya : , di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobarnya , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  , berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : terus-menerus, senantiasa. Seperti contoh

 

“Senantiasa kebodohan itu membahayakan”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya : di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya  Le, di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. . mempunyai arti : senantiasa, terus-menerus. Seperti contoh

 

“Senantiasa Alloh berbuat baik”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya    , di tandai dengan diommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : tak henti-hentinya. Seperti contoh :

 

” Tak henti-hentinya ilmu itu bermanfaat”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya :  , di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobarnya di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar : 

 

  1. mempunyai arti : tidak henti-hentinya. Seperti contoh :

 

“Tak henti-hentin ya akal itu menolong”.

Lafadz :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya :  di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob, karena menjadi khobarnya  di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  berasal dari susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : selama Seperti contoh :

 

“Dan dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) sholat dan membayar (zakat), selama aku hidup “.

Lafadz :  kedudukannya rofa’ karena menjadi isimnya  . Sedangkan lafadh :  baca nashob karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan berasal dari susunan mubtada’-khobar : .

 

  1. mempunyai arti : tidaklah, Seperti contoh :

 

“Mereka itu tidaklah sama”.

Wawu dlomir kedudukannya rofa’ karena menjadi isimnya . Sedangkan lafadz :    di baca nashob, karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan fathah.

 

Catatan :

Lafadh-lafadh yang di tashrif dari lafadh-lafadh di atas, baik berupa fi’il mudlori’ , fi’il amr, isim faa’il maupun mashdar, juga bisa beramal : “Merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya”.

 

Seperti contoh :

 

Lafadh :  merupakan fi’ll mudlori’ berasal dari fi’il madli : . Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan fathah.

 

Contoh lain :  Lafadh :  merupakan fi’il amr berasal dari fi’il madli : . Wawu dlomir kedudukannya rofa’ menjadi isimnya  Sedangkan lafadh :  di baca nashob menjadi khobarnya  di tandai dengan fathah.

Lafadh :  merupakan fi’il mudlori’ berasal dari fi’il madli :  Diomir :  yang tersimpan di dalam lafadh :  , kedudukannya rofa’ karena menjadi isimnya  . Sedangkan lafadh :  di baca nashob karena menjadi khobarnya  , di tandai dengan ya’

“Dengan :.   dan  .. Isimnya di rofa’kan dan khobarnya di nashobkan”.

 

Keterangan :

Macam ke sebelas dari ‘Aamil lafdhi samaa’i adalah : Af’aal al-Muqorobah, yaitu fi’il-fi’il yang menunjukkan arti : mendekati, hampir . Af’aal al-Muqorobah ini pengamalannya adalah :

 

“Merofa’kan isimnya dan menashobkan khobarnya”, Af’aal al-Mugorobah ini jumlahnya ada empat :

  1. mempunyai arti : barangkali / mudah-mudahan. .ini di sebut fi’il roja’ (f’il yang mempunyai arti : pengharapan). Seperti contoh :

 

“Mudah-mudahan Alloh akan memberikan kemenangan”.

Lafadh :  di baca rofa , karena menjadi isimnya  , rofa’nya di tandai dengan dlommah. Sedangkan Lafadh :  kedudukannya nashob, karena menjadi khobarnya .

 

  1. mempunyai arti : hampir saja . Seperti contoh :

 

“Hampir saja Zaed berdiri”,

Lafadh :    di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , di tandai dengan dlommah. Sedangkan Lafadh :  kedudukannya nashob karena menjadi khobarnya

 

  1. mempunyai arti : hampir, mendekati . Seperti contoh :

 

“Hampir saja Bakar membatalkan puasa”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya  , di tandai dengan diommah . Sedangkan Lafadh :  kedudukannya nashob, karena menjadi khobarnya ” .

 

  1. mempunyai arti : hampir, mendekati . Seperti contoh :

 

“Hampir saja hati ini hancur, karena sangat berduka, manakala para pengadu itu berkata : “Hindun sangat marah ( kepadaku )”.

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi isimnya us , rofa’nya di tandai dengan dlommah . Sedangkan Lafadh :  kedudukannya nashob karena menjadi khobarnya

“Rofa’kanlah dengan  dan  … lafadh yang secara khusus mendapat pujian atau hujatan. Dan gunakan pula lafadh :  untuk pujian secara khusus “

 

“Kemudian jadikanlah Lafadh :    menyamai pada lafadh : , Dan ikutilah kebenaran yang aku sampaikan , seraya aku memohon do’a ( darimu ) “.

 

Keterangan :

Macam ketiga belas dari ‘Aamil Lafdhi Samaa’i adalah : Fi’il-fi’il yang menunjukkan arti pujian atau hujatan, yang pengamalannya :

 

“Merofa’kan Isim yang di-khususkan dengan pujian atau hujatan dan Juga merofa’kan terhadap Isim yang menjadi faa’il-nya”.

 

Fi’i-ti’il yang menunjukkan arti pujian atau hujatan ini ada empat :

 

  1. mempunyai arti : sebaik-baiknya. Seperti contoh :

 

“Sebaik-baik lelaki adalah Muhammad Saw”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi faa’ilnya di tandai dengan dlommah. Demikian juga lafadh : di baca rofa’ karena menjadi mubtada’ muakhor , rofa’nya di tandai dengan diommah .

 

  1. mempunyai arti : Seburuk-buruknya. Seperti contoh :

 

“Seburuk-buruk laki-laki adalah Abu Lahab”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi faa’ilnya : di tandai dengan dlommah . Demikian juga lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi mubtada’ muakhor , rofa’nya di tandai dengan Wawu.

 

  1. mempunyai arti : Seburuk-buruknya. Seperti contoh :

 

“Seburuk-buruk orang kafir adalah Abu jahl “. Lafadz :    di baca rofa’ menjadi faa’ilnya .. , di tandai dengan dlommah. Demikian juga lafadh :   di baca rofa’ menjadi mubtada’ muakhor, rofa’nya di tandai dengan wawu.

 

4,  mempunyai arti : Sebaik-baiknya. Seperti contoh :

 

“Sebaik-baik orang adalah Abu Bakr”,

Lafadh :  kedudukannya rofa’ karena menjadi Faa’ilnya , Demikian juga lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi mubtada’ muakhor , di tandai dengan wawu .

“Nashobkanlah dengan menggunakan  pada mubtada’ dan khobar, seperti halnya :  dan

 

“Demikian juga: …Dan bersyukurlah atas apa yang telah aku nadhomkan”.

 

 

“Kemudian :  yang menggunakan makna itikad,    dan fi’il-fi’il yang menyamai :   “.

 

Keterangan :

Macam ketiga belas dari ‘Aaamil Lafdhi Samaa’i adalah : Fi’il-fi’il yang menunujukkan arti dugaan atau yakin, yang beramal :

 

“Menashobkan mubtada’ dan khobar yang kemudian menjadi dua mafulnya”.

 

  1. mempunyai arti : menduga. Seperti contoh :

 

“Aku menduga Zaed adalah orang yang alim”.

Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya  , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob, menjadi maf’ul kedua  , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar : .

 

  1. : mempunyai arti : menduga. Seperti contoh :

 

“Kami menduga bulan sabit itu akan muncul “. Lafadh : di baca nashob karena menjadi maf’ul pertamanya   di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh : di baca nashob, menjadi maful keduanya , di tandai dengan fathah .

Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar : 

 

  1. mempunyai arti : menduga. Seperti contoh :

 

“Aku menduga Zaed berpuasa”. Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya   di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob menjadi maf’ul keduanya , di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan merupakan susunan mubtada’ khobar :

 

  1. mempunyai arti : yakin. Seperti contoh :

 

 “Aku telah meyakini, Alloh itu kekuasaannya lebih besar dari segala sesuatu dan paling banyak pula bala tentaranya”.

Lafadh :    di baca nashob menjadi maf’ul pertamanya , , di tandai dengan fathah . Sedangkan lafadh : juga di baca nashob menjadi maf’ul keduanya  , di tandai dengan fathah. Sebelum  kemasukan , merupakan susunan mubtada’-khobar :

 

5,  mempunyai arti : yakin. Seperti contoh :

 

“Aku yakin kitab ini baru “

Lafadh :  di baca nashob, menjadi maful pertamanya  , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  juga di baca nashob, menjadi maf’ul keduanya  di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar :

 

  1. mempunyai arti : menduga . Seperti contoh :

 

“Aku menyangka Zaed orang yang alim”. Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya  , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob, menjadi maf’ul keduanya  , di tandai dengan fathah . Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar

 

  1. mempunyai arti : yakin. Seperti contoh :

 

“Aku yakin ilmu nahwu itu bermanfaat “.

Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul keduanya  , ditandai dengan fathah . Sebelum kemasukan , merupakan susunan mubtada’khobar :

 

  1. mempunyai arti : itikad. Seperti contoh :

 

 “Aku mengi’tikadkan, Abu amr adalah orang yang bisa di percaya “

Lafadh :   di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya  ( berasal dari fi’il madli :. ) , nashobnya di tandai dengan alif. Demikian juga lafadh :   di baca nashob menjadi mafuul keduanya  di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar : ,

 

  1. mempunyai arti : yakin. Seperti contoh :

 

 

“Aku yakin Zaed adalah orang yang menepati janji “

Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob, menjadi maf’ul keduanya  di tandai dengan fathah . Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’-khobar :

 

  1. yang mempunyai arti : itikad. Seperti contoh :

 

“Dan mereka mengi’tikadkan malaikat-malaikat yang menjadi hambahamba Alloh yang maha pemurah Itu adalah wanitawanita”,

Lafadh :  di baca nashob karena menjadi maful pertamanya !  di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob, menjadi maf’ul keduanya  di tandai dengan fathah. Sebelum kemasukan  merupakan susunan mubtada’khobar :  .

 

  1. (khusus dengan shighot amr ), mempunyai arti : sangkalah / anggap saja !. Seperti contoh :

 

 “Anggap saja diriku orang yang sudah binasa”

Latadh :  di baca nashob , menjadi maf’ul pertamanya, di tandai dengan fathah Demikian juga lafadh :  di baca nashob menjadi maful keduanya  , di tandai dengan fathah .

 

  1. mempunyai arti : yakinilah. Seperti contoh :

 

“Yakinlah obat hati adalah dengar. menundukkan musuhnya”.

Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi maf’ul pertamanya  , di tandai dengan fathah. Demikian juga lafadh :  di baca nashob karena menjadi maful keduanya  di tandai dengan fathah .

“Kemudian Aamil Qiyasi itu ada tujuh : 1. Kalimah ffil secara mutlak 2. Isim Sifat Musyabbahah…”. “.. 3. Mashdar 4. Isim Faa’il 5. Isim Maful 6. Isim Mubham 7. Isim yang di mudlofkan kepada mafulnya”.

 

Keterangan :

‘Aamil Lafdhi Qiyasi itu jumlahnya ada tujuh :

 

  1. Kalimah Fi’il secara mutlak, baik berupa Fi’il Madi, Mudlori’ maupun Amr. Kalimah fi’il ini di tinjau dari pengamalannya terdin dan dua macam :
  2. Fi’il Laazim, yaitu : fill yang tidak membutuhkan maful bihi. Fi’l Laazim ini beramal : merofa’kan pada faa’ilnya . Seperti contoh :

 

, Lafadh :  ini di baca rofa’ karena menjadi faa’ilnya  di tandai dengan dlommah.

 

  1. Fi’il Mut’addi, yaitu : fil yang membutuhkan maful bihi untuk menyempurnakan maknanya. Fi’il muta’addi ini beramal : merofa’kan fa’iInya dan menashobkan maful bihi-nya. Seperti contoh :

 

“Aku telah menolong Zaed”. Dlomir : & ini kedudukannya rofa’ karena menjadi faa’ilnya : Sedangkan lafadh : Ing di baca nashob, karena menjadi maful bihnya :  , di tandai dengan fathah.

 

  1. Isim Sifat Musyabbihah, yaitu :

 

“Suatu sifat yang di letakkan bukan untuk menunjukkan makna melebihkan dari yang lain, akan tetapi untuk menunjukkan arti melekatnya suatu sifat atas perkara yang di sifati, bukan sifat yang berubah-ubah dan baru datang”.

 

Seperti contoh :  (Tampan ), sifat ini akan melekat pada diri seseorang untuk selama-lamanya. Berbeda dengan :  (Memukul), pekerjaan memukul ini tidak bisa melekat pada diri seseorang untuk selama-lamanya. Karena orang tidak mungkin terusmenerus memukul.

 

Di sebut Isim Sifat Musyabbihah, karena menyerupai isim faa’il yang membutuhkan maf’ul satu. Dalam arti : kedua-duanya sama-sama bisa di muannats-kan, di tatsniyyahkan, di jama’kan dan bisa beramal pada lafadh setelahnya”. Seperti contoh : Isim Sifat Shighot

 

 

 

 

Isim Sifat Musyabbihah ini mempunyai 3 macam pengamalan :

– Merofa’kan faa’ilnya. Seperti contoh :

 

“Zaed tampan wajahnya”

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi faa’il-nya : , di tandai dengan dlommah.

 

– Menashobkan tamyiz. Seperti contoh :

 

“Zaed tampan, wajahnya”.

Lafadh :  di nashobkan oleh lafadh :  , kedudukannya sebagai tamyiz, nashobnya di tandai dengan fathah.

 

– Mengejarr-kan mudiof ilaihi. Seperti contoh :

 

 

“Zaed tampan wajahnya”.

Lafadh :.  di jarr-kan oleh lafadh :  , kedudukannya menjadi mudlof ilaihi, jarr-nya di tandai dengan kasroh.

 

  1. Mashdar.

Mashdar bisa beramal sebagaimana f’ilnya. Dalam arti : Untuk mashdarnya fi’il Laazim beramal : merofa’kan faa’ilnya. Sedangkan untuk mashdarnya fi’il muta’addi beramal : merofa’kan faa’ilnya dan menashobkan maf’ul bihi-nya.

Seperti contoh :

 

“Mengerjakan hajji ke baitulloh adalah kewajiban manusia terhadap Alloh , (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke baitulloh”.

Lafadh : kedudukannya rofa’ karena menjadi faa’ilnya Sedangkan lafadh  itu sendiri merupakan mashdarnya fi’il muta’addi, berasal dari ,

 

Lafadh :  di baca nashob, karena menjadi mafulnya  , nashobnya di tandai dengan fathah.

 

Contoh lain :

 

“Aku mengagumi ketampananmu”.

Dlomir muttashil :   ini kedudukannya rofa’ karena menjadi faailnya  Sedangkan lafadh :  merupakan mashdar dari fi’il Laazim, berasal dari

 

  1. Isim Faa’il.

 Isim faa’il ini pengamalannya menyamai pada faa’il yang ma faa’ll, yaitu : merofa’kan terhadap faail dan menashobkan terhadap maful bihi. Seperti contoh :

 

“Adakah Zaed memukul Amr ?”,

Lafadh :  di baca rofa’ karena menjadi faa’ilnya  , di tandai dengan dlommah. Sedangkan lafadh :  ini merupakan isim faa’il, berasal dari :  . Lafadh :  di baca nashob menjadi mafulnya & , di tandai dengan fathah.

 

  1. Isim Maf’ul . Isim Maf’ul ini pengamalannya menyamai pada fi’il yang mabni maf’ul, yaitu : merofa’kan pada naibul faa’il. Seperti contoh :

 

“Hari kiamat itu adalah hari di kumpulkannya manusia”.

Lafadh :  di rofa’-kan oleh lafadh  , kedudukannya sebagai naibul faa’il, rofa’nya di tandai dengan dlommah.

 

  1. Isim Mubham.

Isim Mubham ini pengamalannya adalah : menashobkan pada tamyiz. Pengertian Isim Mubham adalah : Setiap isim yang mengandung pengertian yang belum jelas. Seperti contoh :

 

“Aku mempunyai satu kati, minyak zaitun”.

Lafadh :  di nashobkan oleh lafadh ,, kedudukannya sebagai tamyiz, nashobnya di tandai dengan fathah. Lafadh :  ini merupakan Isim Mubham.

 

  1. Isim yang di mudlofkan pada Isim yang lain . Isim yang pertama di sebut mudiof, Sedangkan isim yang kedua di sebut mudlof ilaihi . Mudlof ini pengamalannya adalah : mengejarr-kan mudlof ilaihi.

 

Seperti contoh : – “Kitabnya Zaed”.

 

Latadh : , di jarr-kan oleh lafadh :  , jarr-nya di tandai dengan kasroh Lafadh :  di sebut mudiof dan lafadh : di sebut mudiof ilaihi.

“Aamil ma’nawi itu ada dua : 1.’Aamil ma’nawi ibtida’… Jadilah engkau orang yang menggapai ilmu yang tinggi”.

 

2 ‘Aamil yang menempati kedudukannya kalimah isim, yaitu ‘Aamil yang di tetapkan untuk fi’il mudlori”.

 

Keterangan :

Sebagaimana telah kita bahas pada Bab awal, pengertian ‘Aamil ma’nawi adalah :

 

‘Aamil yang tidak bisa di ucapkan oleh lisan, akan tetapi berupa suatu makna yang bisa di lukiskan oleh hati”,

 

‘Aamil ma’nawi ini hanya ada dua :

  1. ‘Aamil ma’nawi ibtida’, yaitu : ‘Aamil ma’nawi yang merofa’kan pada isim yang di sandarkan pada lafadh lain, yang tidak bersamaan dengan ‘Aamil lafdhi (selainnya zaaidah). Seperti contoh :

 Lafadh :

, di rofa’kan oleh ‘Aamil ma’nawi ibtida’ , di tandai dengan diommah. Karena lafadh :     ini tidak bersamaan ‘Aamil lafdhi dan dalam keadaan di sandarkan (di isnadkan) kepada lafadh :

 

Contoh lain :  , Lafadh :  kedudukannya rofa’, di rofa’kan oleh ‘Aamil ma’nawi ibtida’, meskipun lafadh  ini sebenarnya bersamaan dengan ‘Aamil lafdhi, yaitu : : namun ba” ini tidak berpengaruh, karena merupakan huruf ziyadah.

 

  1. ‘Aamil ma’nawi tajarrud yang merofa’kan pada fi’il mudlori’ yang tidak bersamaan dengan ‘Aamil yang menashob-kan atau menjazmkannya. Dan fi’il mudlori’ ini kedudukannya bisa di gantikan oleh kalimah isim. Seperti contoh :

 

 

“Zaed sedang memukul”.

Lafadh :  di rofa’kan oleh ‘Aamil ma’nawi tajarrud, di tandai dengan diommah, karena tidak bersamaan dengan ‘Aamil yang menashob-kan atau menjazm-kannya. Dan fi’il mudlori’ tersebut bisa di gantikan oleh kalimah isim, yaitu oleh lafadh :  , menjadi : .

 

Contoh lain :

 

“Aku melihat seorang lelaki yang sedang makan”.

Lafadh :  ini di rofa’kan oleh ‘Aamil ma’nawi tajarrud, di tandai dengan diommah, karena tidak bersamaan dengan ‘Aamil yang menashobkan atau menjazmkan-nya. Dan lafadh :  ini bisa di gantikan oleh kalimah isim, yaitu oleh lafadh : , menjadi : ,  melihat seorang lelaki yang makan”. Contoh lain :

 

“Aku lewat bertemu dengan Zaed, sedang menunggang kuda”. Lafadh :  ini merupakan fi’il mudlori’ yang di rofa’kan oleh ‘Aamil ma’nawi tajarrud, karena tidak bersamaan dengan ‘Aamil yang menashob-kan atau menjazm-kannya, rofa’nya di tandai dengan diommah. Dan lafadh :  ini bisa di gantikan oleh kalimah isim,  yaitu oleh lafadh : , , menjadi :

 

“Aku lewat bertemu dengan Zaed, menaiki kuda”.

 

 “Aamil-aamil sebanyak seratus ini sangat terlaku dalam bahasa arab, dan harus di ketahui meskipun bagi orang yang sangat luas pengetahuannya “.

 

“Aku memuji kepada Alloh atas kesempurnaan kitab ini, seraya memohonkan rahmat ta’dhim untuk Nabi yang berkebangsaan Tihaami”.

 

“Kitab terjemah ini aku beri judul “Tafrihatul Wildaan” terjemah dari kitab ” Kifayatush-Shibyaan”.

 

“yaitu kitab karya Ahmad an-Nahrowi. Kemudian aku tambahkan faedah-faedah yang menyerupai bintang-bintang yang bertebaran di langit, yang bercahaya laksana mutiara”.

 

“Hanya kepada Alloh kami memohon semoga kitab ini bisa memberikan manfaat dengan sempurna dan juga memohon ampunan, ridlonya dan manfaat yang terbaik”,