Kitab Ayyuhal Walad Dan Terjemah [PDF]

الحمد لله رب العالمين، والعاقبة للمتقين، والصلاة والسلام على نبيه محمد وآله أجمعين
Segala puji bagi Allah , dan akhir yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa, dan selawat serta salam semoga atas nabinya yaitu Muhammad dan keluarganya semuanya

اعلم أن واحدا من الطلبة المتقدمين، لازم خدمة الشيخ الإمام زين الدين حجة الإسلام أبي حامد محمد بن محمد الغزالي رحمه الله
Ketahuilah bahwa ada seorang pelajar dahulu itu selalu melayani Al-Syekh Al-imam Zainuddin Hujjatul Islam Abi Hamid Muhammad Muhammad Al Ghozali semoga Allah merahmati beliau

واشتغل بالتحصيل وقراءة العلم عليه، حتى جمع دقائق العلوم، واستكمل فضائل النفس
Dan sibuk menghasilkan dan membaca ilmu kepada imam Ghozali, sampai ia mengumpulkan ilmu-ilmu yang sulit, dan menyempurnakan keutamaan jiwa

ثم إنه تفكر يوما في حال نفسه، وخطر على باله فقال: إني قرأت أنواعا من العلوم، وصرفت في ريعان عمري على تعلمها وجمعها، والآن ينبغي أن أعلم أي نوعها ينفعني غدا ويؤنسني في الآخرة؟ وأيها لا ينفع حتى أتركه؟
Lalu ia berpikir di suatu hari, tentang keadaan dirinya dan bisikan hatinya, ia berkata: aku telah membaca bermacam-macam ilmu, dan menggunakan keindahan umurku untuk mempelajari ilmu dan mengumpulkannya, dan sekarang saya harus mengetahui apa macam ilmu yang bermanfaat besok dan menyenangkan aku di akhiran? Dan apa yang tidak bermanfaat lalu aku tinggalkan

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:” اللهم إني أعوذ بك من علم لا ينفع” رواه مسلم وغيره
Rasulullah bersabda: wahai Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat: Hr muslim dan lainya

فاستمرت له هذه الفكرة حتى كتب الى حضرة الشيخ حجة الإسلام محمد الغزالي رحمه الله تعالى استفتاء، وسأل عنه مسائل، والتمس منه نصيحة ودعاء
Lalu pikiran ini terus, sampai ia menulis kepada Syekh Hujjatul Islam Muhammad Al Ghozali untuk meminta fatwa, dan menanyakan kepada beliau beberapa masalah dan meminta kepada beliau nasihat dan doa

قال: وإن كانت مصنفات الشيخ كالإحياء وغيره يشتمل على جواب مسائلي، لكن مقصودي أن يكتب الشيخ حاجتي في ورقات تكون معي مدة حياتي وأعمل بها مدة عمري إن شاء الله تعالى
Ia berkata: walaupun karya-karya Syekh seperti Ihya dan lainya itu mencakup jawaban pertanyaanku tetapi tujuanku adalah agar syekh menulis kebutuhanku di beberapa lampiran yang akan bersamaku di saat hidupku dan aku melaksanakannya selama umurku insya Allah taala

فكتب الشيخ هذه الرسالة إليه في جوابه
Lalu syekh menulis kitab ini untuk menjawabnya

Wahai anakku, semoga Allah SWT mengaruniakan kepadamu umur yang panjang untuk engkau gunakan melakukan ketaatan kepada-Nya dan semoga mengilhami kepadamu tentang jalan para kekasih-Nya. Sesungguhnya nasehat itu ditulis dari sumbernya, Muhammad SAW. Jika telah sampai kepadamu suatu nasehat yang bersumber dari Rasulullah, apa perlu engkau minta nasehat kepadaku? Jika belum menerima nasehat-nasehat dari Rasul maka katakan kepadaku. Apa yang engkau peroleh dari pada waktu-waktu yang silam.

Wahai anakku, dari sejumlah nasehat-nasehat yang telah disampaikan Rasulullah SAW. Kepada umatnya ialah sabda beliau:

 

“Tanda-tanda kebencian Allah terhadap seseorang ialah apabila ia menyia-nyiakan waktu dengan melakukan hal-hal yang tidak berguna. Sesungguhnya orang yang kehilangan satu jam dari umurnya dalam perbuatan yang tidak diperuntukan kepada-Nya, maka patutlah ia akan lama mengeluh. Barangsiapa yang umurnya melebihi empat puluh tahun, sedang kebaikannya tidak mengungguli keburukannya, maka bersiaplah untuk pergi ke neraka”.

Nasehat ini sudah cukup mengingatkan hati bagi orang yang berpengalaman.

Wahai anakku, nasehat itu mudah, yang sulit adalah pengamalannya. Sebab nasehat itu akan terasa pahit bagi orang yang memperuntukan kehendak nafsunya. Hal-hal yang terlarang itu disukai oleh manusia, khususnya bagi siapa yang menuntut ilmu dan menyibukkan diri untukl memiliki keutamaan budi dan kebaikan-kebaikan di dunia. Ia akan menduga bahwa ilmu yang ia jadikan pengalaman itu akan menjadi sarana untuk keselamatan dirinya. Ia mengira bahwa ilmu yang ia miliki itu telah cukup tanpa diamalkan. Ini adalah keyakinan ahli-ahli filsafat. Subhanallah!

Ia tidak mengetahui dengan anggapan bahwa bila tidak mengamalkan ilmunya, maka ilmunya akan menjadi lawan yang mendebat dengan sekuatnya, seperti yang dikatakan Rasulullah dalam sabdanya :

 

“Manusia yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah mereka yang berilmu, namun Allah tidak memberinya manfaat dari ilmunya itu.”

 

Diriwayatkan, bahwa Al-junaid semoga Allah mensucikan hatinya setelah beliau wafat pernah diimpikan, dalam impian itu beliau ditanya: “Apa kabar, wahai Abal Qasim?” Ia mejawab: “Semua ilmu-ilmu saya hilang lenyap dan tidak berbekas. Tidak ada lagi sesuatu yang memberi manfaat kepada saya, kecuali rakaat: rakaat yang dilakukan dalam shalat di tengah malam.

Wahai anakku, janganlah engkau miskin akan amal shaleh dan jangan pula engkau kosong dari ilmu kepribadian. Yakinlah bahwa ilmu yang tiada diamalkan adalah tidak akan memberi kemanfaatan. Contohnya ialah: seandainya ada seorang pemberani dan suka berperang, ia membawa sepuluh pedang Hindia, dan berada di padang sahara yang luas itu, ia diserang oleh seekor singa besar yang menakutkan. Apa dugaanmu? Apakah senjata-senjata itu dapat menangkis serangan singa itu tanpa menggunakannya! Tentu kamu akan menjawab, “tidak”. Ya, senjata itu tidak akan mendatangkan mafaat sama sekali bila tidak digunakan.

 

Begitu pula halnya dengan seseorang telah membaca seratus ribu masalah ilmiah, ia telah mempelajarinya dan mengajarkan namun ia tidak mau mengamalkannya, maka sungguh hal tersebut tiada berfaedah kecuali kalau ia mau mengamalkannya.

 

Begitu juga orang yang tubuhnya panas terkena penyakit kuning yang pbatnya dengan daun sakanjabin dan kasykab, maka Ia tidak akan sembuh bila tidak meminumnya.

 

Kemudian al Ghazali mengungkapkan sebuah bait, dengan bahasa Persia:

 

“Jika engkau menakar 2000 kati arak, hal itu tidak akan menjadikanmu mabuk kecuali dengan meminumnya.

 

Apabila dirimu menimba ilmu selama seratus tahun dan menghimpun seribu kitab , tapi bila kandungan ilmu yang ada di dalamnya tidak diamalkan maka hal itu tidak akan menghantarkan dirimu kepada kebahagiaan dan rahmat Allah”.

 

Allah SWT telah berfirman :

 

“Dan bahwasannya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah Musahakannya. (Qs An-Najm: 39)

 

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh.” (Qs. Al-Kahfi: 110)

 

“Sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (Qs. At-Taubah: 82)

 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.” (Qs. Al-Kahfi: 107 – 108)

 

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan” (Qs. Maryam: 59)

 

“Kecuali orang yang bertaubat, beriman va beramal sholeh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (Qs. Maryam: 60)

 

Apa yang kamu katakan dalam hadist berikut ini?

 

“Islam didirikan atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi orang yang mampu.”

 

Iman adalah ucapan dengan lisan, kepercayaan dalam hati dar perbuatan dengan anggota tubuh. Keterangan yang menyatakan bahws seseorang wajib beramal banyak (sekuatnya). Meskipun hamba itv mencapai surga dengan karunia Allah dan kemurahan-Nya. Namun hal itu setelah ia bersiap-siap untuk menaati dan beribadah kepada-Nya

 

Sebab rahmat Allah itu sangat dekat pada orang-orang yang beramal baik.

 

Seandainya ada orang yang mengatakan bahwa seseorang dapat mencapai surga hanya dengan iman semata-mata, maka jawabannya adalah “betul”. Tetapi kapan ia akan sampai?

 

Berapa banyak kesulitan yang akan dihadapi? Permulaan kesulitankesulitan tersebut adalah bidang keimanan, apakah ia selamat dari hilangnya keimanan ataukah tidak? Dan ketika ia sampai di surga maka ja akan merasa miskin tak punya amal sholeh, berdasarkan kata Syaikh Hasan AlBashri: Allah berkata kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat: “Wahai hamba-hamba-Ku masuklah kamu ke surga dengan rahmat-Ku, dan berbagilah surga sesuai dengan amalmu masingmasing”.

Wahai anakku, selama engkau tidak mau beramal shaleh, maka engkau tidak akan memperoleh pahala.

 

Telah diriwayatkan bahwasanya ada seorang dari kaum Bani Isra’il, ia telah mengerjakan ibadah selama tujuh puluh tahun kemudian ia mohon kepada Allah SWT agar ia dapat berkumpul dengan para malaikat, maka Allah mengutus malaikat yang memberi khabar kepadanya, bahwa ia beserta ibadahnya belum patut dan belum sesuai masuk surga. Setelah malaikat tadi menyampaikan berita kepadanya maka ia berkata : “Kami diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya, karena itu dalam ibadah kami tidak sepantasnya mengharap sesuatu”. Maka malaikat yang diutus Allah kembali kepada-Nya seraya berkata : “Wahai Tuhanku, Engkau lebih mengetahui apa yang dikatakan hamba itu”, Allah berfirman: “Wahai malaikatku, apabila ia tidak berpaling dari ibadah kepada-Ku, maka dengan sifat kemurahan-Ku Aku pun tidak akan berpaling darinya. Maka saksikanlah wahai para malaikatKu, bahwa Aku telah mengampuni kepadanya”.

 

Rasulullah SAW bersabda:

 

“Perhitungkanlah dirimu sebelum amalmu diperhitungkan, dan timbanglah amalmu sebelum ditimbang (amalmu).

 

Sayyidina Ali Karramallaahu wajhah berkata:

 

“Barangsiapa berprasangka bahwa tanpa bersusah payah ia dapat-mencapai surga, maka itu bagaikan mimpi di siang bolong. Dan barangsiapa menduga bahwa tanpa bersusah payah ia bisa sampai, maka ia telah memutuskan pendapatnya dengan sewenang-wenang.”

 

Hasan Al Bashri berkata:

 

“Mencari surga tanpa amal adalah salah satu dosa dari macam-macamnya dosa.” Beliau berkata lagi:

 

“Ilmu hakekat adalah meninggalkan harapan memperoleh pahala, dan bukannya meninggalkan amal.”

 

Rasulullah bersabda:

 

“Orang pandai ialah yang mengetahui dirinya beramal untuk bekal sesudah mati. Dan orang yang bodoh adalah orang yang memperturutkan hawa nafsunya pada keinginan-keinginannya, dan selalu berangan-angan kosong terhadap kemurahan Allah.”

Wahai anakku, Berapa banyak malam-malam yang engkau hidupkan dengan mengulang-ulang belajar ilmu, membaca kitab-kitab dan engkau haramkan tidur atas dirimu? Aku tidak tahu apa yang mendorongmu melakukan itu? Jika tujuanmu adalah untuk memperoleh kesenangan dunia dan mengumpulkan harta bendanya dan mendapatkan jabatanjabatannya serta membanggakan diri kepada teman-teman yang setingkat dan sepadan denganmu, maka celakalah bagimu. Akan tetapi jika tujuanmu adalah menghidupkan syariat Nabi dan memperbaiki akhlakmu dan menaklukkan nafsu menyuruh berbuat buruk, maka beruntunglah engkau, kemudian beruntunglah engkau. Dan sungguh betul kata orang yang mengatakan:

 

“Berpayah-payah tanpa mengharap ridla-Mu adalah sia-sia: dan tangis yang bukan karena Engkau adalah bathil.”

Wahai anakku, hiduplah sesukamu, karena engkau akan mati. Cintailah siapa saja yang kau sukai, karena engkau akan berpisah dengannya. Berbuatlah sesuka hatimu, karena angkau akan mendapatkan balasan setimpal dengan perbuatanmu itu.

Wahai anakku, apa hasil yang telah kamu capai dalam mempelajari ilmu kalam dan khilafiyah, dan kedokteran dan farmasi, sastra, nahwu dan sharaf? Itu akan sia-sia bila kamu tidak memanfaatkannya. Saya telah mengetahui dalam Kitab Injil yang telah diwahyukan kepada Nabi Isa s.a sebagai berikut: “Sejak mayat diletakkan di keranda hingga diletakkan di pinggir kubur Allah menanyakan kepadanya empat puluh macam pertanyaan: permulaannya ialah Allah berfirman: “Wahai hamba-Ku, kamy telah mensucikan pandangan ke arah makhluk selama bertahun. tahun. Dan kamu tidak mensucikan tempat pemandangan-Ku sekali waktu dalam setiap hari. Maka setiap hari pandanglah hatimu sendiri”. Kedua kalinya Allah SWT. berfirman lagi: “Apa yang engkau perbuat dengan selain Aku? Apakah engkau tuli dan tiada mendengar?”

Wahai anakku, ilmu tanpa amal adalah suatu kegilaan. Dan amal tanpa ilmu takkan terwujud. Ketahuilah, pengetahuan tidak akan menjauhkan dirimu dari kemaksiatan di dunia ini, dan tidak mengajak padamu melakukan ketaatan, itu semua tiada menjauhkan dirimu besok (di hari kemudian) dari neraka Jahannam. Bila engkau tidak beramal sekarang, dan tidak mengoreksi hari-hari yang silam, maka engkaupun berkata pada hari kiamat : “Kembalikanlah aku ke dunia agar di sana aku dapat beramal shalih”. Maka ia pun dapat jawaban: “Hai dungu, dari sanalah kamu datang!”

Wahai anakku, jadikanlah cita-cita luhurmu dalam hati dan jadikanlah larimu dari siksa dalam tubuh, dan jadikanlah mati pada sekujur badan. Sebab rumah masa depanmu adalah kuburan. Setiap saat, ahli kubur menunggu kehadiranmu di tengah-tengah mereka. Oleh karena itu, pelihara dan jagalah dirimu. Jangan sampai engkau bertemu dengan ahli kubur tanpa membawa bekal.

 

Abu Bakar Ash Shiddiq berkata: “Jasad-jasad ini adalah sangkar burung dan kandang hewan”. Maka berpikirlah tentang dirimu, termasuk golongan manakah engkau? Jika engkau termasuk burung-burung yang terbang tinggi, ketika terdengar: “Kembalilah engkau kepada Tuhanmu” engkaupun terbang tinggi, duduk bertengger di atas punggung-punggung surga. Sebagaimana telah disabdakan Rasululla SAW : “Singgasana Ar Rahman bergerak karena kematian Sa’ad bin Mu’ad.” Dan bila engkau dari golongan binatang semoga Allah melindungi kita sebagaimana telah diterangkan Allah SWT: “Mereka itu seperti hewan, bahkan lebih sesat”. Jika engkau seperti itu, tentu engkau tidaklah merasa aman untuk berpindah dari sudut rumah ke dasar neraka.

 

Diriwayatkan bahwa Hasan Al Bashri r.a pernah diberi seteguk air dingin, setelah ia memegang tempat air tersebut, maka pingsanlah ia dan jatuhlah air tadi dari tangannya. Setelah ia sadar maka ditanya: “Bagaimana keadaanmu wahai Abu Sa’id?” Ia menjawab: “Aku teringat permohonan ahli neraka kepada ahli surga, ketika mereka berkata: “Tuangkanlah kepada kami barang seteguk air atau apa saja rezeki Allah yang diberikan kepadamu”. Ahli surga menjawab: “Allah telah mengharamkan kedua-duanya atas orang-orang kafir.”

 

Adapun ayat itu, lengkapnya adalah sebagai berikut:

 

“Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah direzekikan Allah kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir”. (Al A’raf: 50)

Wahai anakku, seandainya ilmu itu sudah cukup bagimu, dan tidak memerlukan amal selain itu, niscaya seruan: “Apakah ada yang meminta? Apakah ada yang memohon ampun? Apakah ada yang bertaubat?” tentu akan sia-sia belaka (tidak berfaedah).

 

Diriwayatkan bahwa serombongan sahabat Nabi menyebut-nyebu Abdullah bin Abbas di hadapan Rasulullah SAW maka belian bersabda: “Sebaik-baik orang adalah dia, bila dia mau melakukan shalat di malam hari”.

 

Pada suatu hari Rasulullah SAW pernah bersabda kepada seorang sahabatnya:

 

“Wahai Fulan, janganlah engkau banyak tidur di malam hari, karena banyak tidur dimalam hari itu menyebabkan orang menjadi fagir di hari kiamat.”

 

Didalam hadits qudsi disebutkan:

 

“Sesungguhnya Allah setiap malam turun ke langit dunia, lalu ia berkata: “Apakah ada yang meminta agar Kuberi? Apakah ada yang mohon ampun agar Ku-ampuni? Apakah bertaubat agar Ku-terima taubatnya?”

  1. Wahai anakku, firman Allah yang artinya: “Dari sebagian malam bertahajjudlah engkau sebagai ibadah sunnat bagimu” itu perintah, dan firman Allah yang artinya: “Dan di waktu sahur orang-orang mu’min mohon ampunan”, itu menunjukkan kesyukuran, dan juga firman Allah yang artinya: “Dan orang-orang yang mohon ampunan di waktu sahur” itu menunjukkan ingat kepada Allah.

 

Rasulullah Saw bersabda:

 

“Ada tiga suara yang dicintai Allah, yaitu: suara ayam jantan berkokok menjelang waktu shubuh, suara orang membaca Al-qur’an, dan suara orang yang memohon ampunan di waktu shubuh.”

 

Imam Sufyan As Tsauri berkata: “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan angin yang bertiup di waktu sahur dan membawa ucapan-ucapan dzikir dan istighfar dihaturkan kepada Allah”. Beliau berkata lagi: “Ketika telah datang permulaan malam, maka malaikat petugas memanggil mulai menyampaikan panggilan dari bawah Arasy sebagai berikut: “Ingatlah! Hendaklah bangun orang-orang yang beribadah”. Maka mereka pun bangun dan beribadah. Kemudian malaikat menyampaikan panggilan lagi di tengah malam: “Ingatlah! Hendaknya bangun orang-orang yang shalat di waktu malam.” Maka mereka pun bangun dan shalat sampai dini hari. Setelah sampai waktu sahur malaikat menyampaikan panggilan lagi: “Ingatlah! Hendaknya bangun orang-orang yang mohon ampun”. Maka bangunlah mereka yang memohon ampun. Setelah terbit fajar malaikat menyampaikan panggilan lagi: “Ingatlah! Hendaklah bangun orang-orang yang lalai”. Maka mereka pun bangun dari tempat tidurnya, bagai orang mati yang dibangunkan dari kubur mereka.

Wahai anakku, telah diriwayatkan dalam wasiat Luqman Al-Hakim kepada puteranya bahwa beliau berkata: “Wahai anakku, janganlah ayam jantan lebih pandai daripada kamu. Ia berkokok di waktu shubuh, sedangkan kamu tidur melulu”, Sungguh baik sekali kata seorang penyair yang mengucapkan:

 

  • Sungguh telah bersuara di tengah malam seekor burung merpati di atas ranting, disaat aku sedang tidur.
  • Aku berdusta demi Baitullah, kalau aku cinta dan rindu tentulah aku tidak didahului oleh tangis merpati.
  • Kuduga diriku rindu yang mencucurkan air mata pada Tuhanku, aku tiada menangis, tapi binatang menangis.

Wahai anakku, intisari ilmu ialah engkau mengerti ta’at dan ibadah, apakah sebenarnya? Ketahuilah, bahwa keta’atan dan ibadah adalah mengikuti Asy Syari’ (pembuat syara’: Allah) dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Hendaklah setiap perkataan, perbuatan, dan apa saja yang kamu tinggalkan sesuai dengan hukum syara’. Misalnya, bila kamu melakukan puasa di hari raya atau hari tasyriq, maka itu berarti durhaka. Atau bila kamu melakukan shalat dengan memakai pakaian hasil rampokan, sekalipun itu ibadah tapi itu sudah merupakan bentuk perbuatan dosa.

Wahai anakku, ucapan dan perbuatan harus sesuai dengan syara’. Sebab ilmu pengetahuan tanpa mengikuti pembuat syara’ adalah sesat. Janganlah terkecoh dengan omongan tak bermakna, dan kebatilan kaum sufi. Sebab menempuh jalan ini (ilmu thariqah) adalah dengan melawan nafsu mematahkan dan mematikannya dengan latihan hati bukan dengan ucapan yang menggetarkan hati dan kebathilan-kebathilan.

 

Ketahuilah, lidah yang berucap dan hati yang bertutup oleh kelalaian dan nafsu yang rendah merupakan tanda-tanda kemalangan yang besar. Jika nafsu tidak kamu tundukkan dengan kesungguhan jihad, maka hatimu tidak akan bercahaya, ma’rifat kepada Allah.

 

Ketahuilah, bahwa sebagian pertanyaanmu yang engkau tanyakan tidak bisa dijawab dengan tulisan dan perkataan. Jika engkau sampai pada keadaan itu, engkau telah mengetahui hakekatnya. Namun bila engkau belum sampai pada keadaan tersebut, maka mengetahui hal itu adalah mustahil. Sebab, apa yang engkau tanyakan itu termasuk yang berhubungan dengan indra perasa, sedangkan hal-hal yang berhubungan dengan indra perasa ini tidak tepat bila disifati dengan perkataan. Misalnya manisnya gula dan pahitnya jamu, tidak bisa diungkapkan lewat kata-kata. Rasa manis dan pahit itu hanya diketahui dengan mencoba memakan gula dan meminum jamu.

 

Dalam sebuah riwayat diceritakan ada seorang yang impoten. Pada suatu hari ia menulis surat kepada sahabatnya. Ia bertanya kepada sahabatnya dan minta diterangkan tentang lezatnya bersetubuh. Surat itu dibalas sahabatnya dengan jawaban: “Wahai sahabatku, semula aku menyangka engkau hanyalah seorang impoten saja. Sekarang barulah aku tahu, bahwa engkau adalah seorang impoten dan dungu. Kelezatan itu harus dirasakan. Jika engkau telah merasakan, barulah engkau mengetahuinya. Kalau tidak, maka hal itu tidak bisa dijawab dengan lisan dan tulisan”,

 

Wahai anakku, sebagian pertanyaanmu itu ada kaitannya dengan indra perasa. Pertanyaan yang tidak tepat dijawab dengan perkataan dan tulisan itu sudah saya buat dalam kitab “IHYA ULUMIDDIN” dan lainnya dari karangankaranganku beserta penjelasannya, maka carilah di sana.

 

Dan di sini akan saya sebutkan sebagiannya saja, serta akan saya isyarat sebagai berikut: “Wajib atas orang yang akan menempuh jalan yang benar melakukan empat macam perkara:

  • i’tikad yang benar yang tidak dicampur dengan bid’ah
  • Taubat yang sungguh-sungguh, dengan mengunci mati semua kemungkinan kemaksiatan,
  • Meminta keridlaan dari semua lawan dan musuh, sehingga tidak ada lagi beban yang ditanggung terhadap hak-hak orang lain, dan
  • Mempelajari ilmu dunia dengan tujuan haknya untuk memperlancar perintah Allah, dan mempelajari ilmu akhirat yang dapat menyelamatkan dirimu dari mara bahaya dan siksa api neraka.

 

Asy Syibli berkata: “Saya telah berkhidmat kepada empat ratus orang guru, dan saya telah membaca empat ribu hadits Nabi, kemudian saya memilih satu buah hadits saja, hadits tersebut saya amalkan dan selain itu saya tinggalkan. Mengapa demikian? Ialah karena saya berfikirfikir, kemudian saya dapati bahwa keselamatan saya adalah lantaran mengamalkan hadits tersebut Pengetahuan ulama dahulu dan sekarang sudah cukup di dalamnya. Oleh karena itu cukuplah bagi saya mengambil dan mengamalkan hadits tersebut.”

 

Hadits itu ialah bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda kepada sebagian sahabatnya demikian:

 

“Beramallah untuk duniamu selama engkau tinggal di situ: dan beramallah untuk akhiratmu sebanyak masa tinggalmu. Beramallah bagi Allah sekedar kebutuhan padaNya, dan beramallah bagi neraka, sekedar kesabaranmu menghadapinya.”

Wahai anakku, setelah engkau mengerti hadits tersebut maka tak perlu bagimu mencari ilmu yang banyak. Perhatikanlah hikayat yang lain, yaitu bahwa Hatim Al Ashom; salah seorang murid dari Syaikh Syaqiq Al Balkhiy pada suatu hari ia ditanya oleh gurunya sebagai berikut: “Wahai Hatim, sudah tiga puluh tahun kita bersahabat. Apa yang telah kamu peroleh selama ini?”

 

Hatim menjawab: “Telah aku peroleh delapan ilmu pengetahuan yang sangat berfaidah. Inilah yang mencukupi diriku untuk mencapai keselamatan dan kebahagian. Aku berharap keselamatan dan kebahagiaan itu berada di dalamnya”. Syaqiq bertanya: “Apa itu, wahai sahabatku?” Maka Hatim menjawab:

 

Pertama, Aku melihat kepada manusia. Maka aku melihat setiap orang dari mereka mempunyai kekasih yang dicintainya. Sebagian dari kekasih itu ada yang menemaninya hingga saat menderita penyakit yang menyebabkan kematian. Sebagian lainnya ada yang menemaninya hingga sampai ke tepi kubur. Kemudian semuanya kembali dan meninggalkannya sendirian tidak ada yang ikut masuk bersamanya di dalam kuburnya.

 

Lantas saya berfikir dan berkata dala hati: “Sebaik-baik kekasih adalah yang mengikuti masuk ke dalam kubur dan memberi ketenangan di dalamnya. Hal itu tidak saya jumpai selain amal perbuatan yang baik (amal shaleh).” Maka amal shaleh saya jadikan kekasih supaya menjadi pelita dalam kuburku, memberi ketenangan, dan tidak meninggalkan sang kekasih, kekasih ini yang akan menemani pada saat sakit hingga saya sendirian.

 

Kedua, Kulihat kebanyakan manusia hanya mengikuti dan memperturutkan kehendak nafsunya saja untuk memenuhi segala keinginannya. Maka saya memperhatikan firman Allah:

 

“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal (nya).” (An Naazi’at: 40-41)

 

Ketiga, Manusia suka mengumpulkan kesenangan duniawi, menahan, dan mencengkeramnya. Maka aku lantungkan pikiran dan hatiku pada firman Allah:

 

“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (An Nahl: 96)

 

Oleh karena itu, aku segera keluarkan harta simpananku selama ini untuk mencari ridla Allah. Dan aku bagi-bagikan kepada orang-orang miskin, supaya harta itu kelak menjadi simpananku di sisi Allah.

 

Keempat, Sebagian orang merasa bangga, bahwa kemuliaannya terletak pada banyaknya golongan dan keluarga. Sebagian beranggapan bahwa kemuliaan itu terletak pada banyaknya harta dan anak, lalu merekapun membanggakannya. Sebagian yang lain beranggapan bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat berada dalam perilaku yang lazim, keserakahan, dan pertumpahan darah sesama manusia. Bahkan adapula yang berkeyakinan bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat terletak pada keborosan, pesta pora, dan menghambur-hamburkan harta benda. Maka saya berangan-angan dan merenungkan firman Allah SWT:

 

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah jalah orang yang paling bertagwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Hujurat:13)

 

Maka saya memilih tagwa dan saya berkeyakinan bahwa Al-qur’an adalah betul, sedangkan dugaan mereka adalah salah dan akan lenyap.

 

Kelima, Saya melihat sebagian orang mencela sebagian yang lainnya. Mereka pun saling mempergunjingkan satu dengan lainnya pula. Hal yang demikian itu ternyata adalah sifat iri hati dalam harta, kedudukan, dan ilmu Maka aku berangan-angan dan memperhatikan firman Allah SWT:

 

“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia.” (Az Zukhruf: 32)

 

Maka saya mengerti bahwa pembagian kehidupan itu ketentuan dari Allah Ta’ala sejak zaman azaliy. Akhirnya saya tak mau hasud kepada seseorang, saya telah rela dengan pembagian kehidupan dari Allah SWT.

 

Keenam, Saya melihat manusia saling bermusuhan karena berbagai sebab dan tujuan. Maka saya renungkan firman Allah SWT.

 

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu anggaplah ia musuh (mu).” (Faathir : 6)

 

Maka saya mengerti bahwa bermusuhan itu tidak diperbolehkan kecuali dengan syaitan.

 

Ketujuh, Banyak manusia yang bekerja keras memburu harta. Hingga mereka terjerumus pada perbuatan haram ataupun syubhat. Mereka telah menghinakan dirinya. saya berfikir dan memperhatikan firman Allah SWT:

 

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (Huud:6)

 

Maka mengertilah saya, bahwa rezki itu berada pada kekuasaan Allah Semata. Masalah rezeki, Dialah menanggung. Karena itu saya bangkit memelihara ibadah kepada-Nya dan saya buang jauh-jauh rasa loba dan tamak.

 

Kedelapan, Saya melihat kepada setiap orang, la menggantungkan dirinya kepada sesama makhluk. Sebagian diri mercka ada yang menggantungkan dirinya pada yang dinar dan dirham, sebagian yang lain pada harta dan hak milik, sebagian lagi ada yang bergantung dengan pekerjaan dan kerajinan pertukangan, dan sebagian pula ada yang bergantung kepada sesama manusia. Maka kembali saya perhatikan dengan sungguh-sungguh firman Allah SWT:

 

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap sesuatu.” (Ath Thalaq: 3)

 

Oleh karena itu saya bertawakkal kepada Allah. Sebab hanya Dia-lah yang dapat mencukupi segala kebutuhanku. Hanya Allah-lah sebaikbaik pelindung.

 

Setelah mendengar keterangan Hatim, maka Syaqiq berkata: “Semoga Allah memberimu Taufiq. Saya telah memeriksa Taurat, Zabur, Injil, dan Al-qur’an. Ternyata, keempat kitab itu, berisi delapan faedah ini. Maka mereka yang mengamalkannya, ia telah mengamalkan keempat kitab suci ini.”

 

Wahai anakku, telah engkau ketahui dari dua macam hikayat di atas, bahwa engkau tidak perlu terlalu memperbanyak ilmu pengetahuan. Dan sekarang, saya akan menerangkan kepadamu tentang hal-hal yang wajib bagi orang yang menempuh jalan kebenaran.

 

Ketahuilah, bahwa orang yang akan menempuh jalan kebenaran harus mempunyai pembimbing yang mampu mendidik dirinya untuk memiliki akhlak yang mulia.

 

Pendidikan dan mendidik itu adalah bagaikan mengerjakan pertanian, yaitu bahwa petani itu selalu mencabut kayu yang berduri dan mengeluarkan tumbuh-tumbuhan yang lain yang tumbuh disela-sela tanaman yang ditanam, supaya tanamannya bertambah baik dan hasil pertaniannya bertambah sempurna.

 

Orang yang hendak menempuh jalan kebenaran harus mempunyai guru yang dapat membimbingnya ke jalan Allah. Allah telah mengutus rasul untuk menuntun hamba-Nya ke jalan yang lurus. Setelah Rasulullah Saw meninggal, beliau digantikan oleh generasi di belakangnya yang membimbing hamba-Nya ke jalan Allah.

 

Adapun persyaratan seorang pendidik, ia hendaknya aalim. Tetapi, tidak setiap orang aalim pantas menjadi khafilah. Inilah tanda-tanda orang alim itu, Ia adalah orang yang berpaling dari cinta dunia dan cinta kedudukan: ia telah mengikuti seseorang yang bijaksana, dan keteladanannya berurutan hingga dengan Rasulullah Saw la selalu mengusahakan perbaikan dalam melatih diri, sedikit makan, sedikit tidur, sedikit bicara, banyak shalat, banyak sedekah, banyak berpuasa. Lantaran mengikuti guru yang waspada ia selalu melakukan akhlakakhlak yang mulia, seperti sabar, syukur, tawakkal, yaqin, dermawan, tenang hati, penyantun, rendah diri, jujur, malu, setia, tenang, tidak terburu-buru dan sebagainya, sebagai tingkah laku kehidupannya.

 

Orang yang telah mempunyai sifat-sifat tersebut berarti telah memiliki sebagian nur Muhammad Saw Ia patut dijadikan pembimbing. Namun, orang seperti ini amat sulit ditemukan, bahkan lebih sulit daripada mencari mutiara di dasar samudera.

 

Katahuilah, bahwa tasawwuf itu mempunyai dua sifat, yakni istigamah dan bersifat tenang terhadap manusia. Maka, barangsiapa yang beristiqamah dan berbaik budi terhadap orang-orang dan memperlakukan mereka dengan bijaksana, maka ia seorang sufi.

 

Yang dimaksudkan dengan istigamah ialah menebus hak-hak pribadi dan berakhlakul karimah dengan sesama makhluknya. Sedangkan yang dimaksud dengan berakhlakul karimah ialah tidak memaksa kehendaknya sendiri, tetapi memaksakan diri untuk mengikuti segala yang diperintahkan oleh syara’ (al-Qur’an dan Hadits)

 

Ketahuilah, bahwa engkau juga bertanya kepadaku tentang ubudiyah, apakah sebenarnya?

 

Ubudiyah itu ada tiga macam, yaitu,

  1. Selalu menjaga perintah Allah,
  2. Rela atas qadla’, taqdir dan pembagian dari Allah,
  3. Meninggalkan kesenangan hati untuk mencari ridla Tuhan.

 

Engkau juga bertanya kepadaku tentang tawakkal apakah sebenarnya?

 

Adapun pengertian tawakkal adalah sebagai berikut: “Menguatkan keyakinan terhadap janji Allah. Yakni, keyakinan bahwa apa yang ditagdirkan kepadamu akan sampai secara pasti. Apa yang tidak di tulis tidak akan sampai kepadamu, meskipun semua orang membantumu.”

 

Ketahuilah, lawan kata ikhlas adalah riya’. Riya’ timbul karena dari pengagungan oleh manusia kepada seseorang.. Obat penangkal riya adalah dengan berasumsi bahwa seluruh makhluk itu berada di bawah kekuasaan-Nya. Sepanjang kamu masih mempunyai perasaan dan pengertian bahwa ada dzat yang lebih tinggi di atasmu, maka selama itu kamu dapat terhindar dari sifat riya’.

Wahai anakku, sebagian dari pertanyaan-pertanyaanmu yang tersisa, tertulis di dalam karangan-karanganku. Maka carilah sebagian yang tersisa di sana dan menulis sebagiannya adalah haram. Amalkanlah ilmumu! Supaya engkau akan diberi pengetahuan yang engkau belum mengerti.

Wahai anakku, setelah hari ini, engkau jangan bertanya kepada saya dari hal-hal yang masih sukar bagimu kecuali dengan lisan hatimu, berdasarkan firman Allah SWT:

 

“Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka, sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 5)

 

Dan terimalah pula nasehat Nabi Khidir ini, ketika ia berkata:

 

Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.” (Al-Kahfi:70)

 

Janganlah engkau tergesa-gesa. Bersabarlah sampai datang kepadamu suatu pengertian yang jelas.

 

“Manusia telah dijadikan bertabi’at tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu meminta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera.” (Al-Anbiya’:37)

 

Janganlah kamu bertanya kepadaku sebelum waktunya tiba. Yakinkanlah, kamu tidak akan sampai kecuali dengan mengikuti firman Allah:

 

“Dan apakah mereka berjalan dimuka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka. Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Fathir: 44)

Wahai anakku, demi Allah, manakala engkau mau berjalan engkau akan mengetahui keajaiban-keajaiban pada tiap-tiap tempat. Serahkanlah jiwamu (rohmu) ! Sebab pokok perkara ini (tasawwuf) adalah menyerahkan jiwa (roh). Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Dzinnun Al Mishri kepada seorang muridnya:

 

“Jika engkau mampu mengorbankan rohani, maka kemarilah. Bila tidak, jangan sibukkan dirimu dengan kebatilan-kebatilan shufiyah.”

Wahai anakku, saya akan memberi nasehat kepadamu dengan delapan macam tingkah laku, maka terimalah nasihat-nasihat itu dari saya supaya amal perbuatanmu kelak tidak menjadi lawan di hari kiamat.

 

Yang empat supaya kamu amalkan, dan yang empat lagi supaya kamu tinggalkan.

 

Adapun empat tingkah laku yang supaya engkau tinggalkan adalah:

  1. Janganlah kamu mendebat dengan siapa pun tentang sesuatu masalah yang kamu tidak mampu menjawabnya, karena banyak cela didalamnya. Dampak negatifnya lebih besar daripada manfaatnya. Sebab perbuatan tersebut merupakan sumber pekerti yang tercela seperti riya’, hasud (dengki), sombong, bermusuhan, bermenang-menangan, dan lain sebagainya. Bila terjadi permasalahan antara kamu dengan orang lain, dan kamu bermaksud ingin menunjukkan kebenarannya kepada mereka, maka hal itu diperbolehkan. Namun ada dua hal yang harus diperhatikan:
  2. Engkau tidak membeda-bedakan antara kebenaran itu keluar dari lisanmu atau keluar dari lisan orang lain.
  3. Membicarakan masalah tersebut dalam keadaan sepi, lebih engkau senangi dari pada dikerumuni masyarakat.

 

Dengarkanlah, akan kujelaskan padamu suatu faedah, ketahuilah bahwa menanyakan perkara yang musykil (persoalan yang belum jelas) itu ibarat memeriksakan sakitnya hati kepada tabib, sedang menjawab permasalahan itu seperti usaha menyembuhkan penyakit. Ketahuilah, bahwa orang-orang bodoh yang sakit hatinya, dan para ulama’ yang menyembuhkan, orang alim yang belum sempurna yang tidak mau diobati, dan orang alim yang sempurna itu tidak bisa mengobati setiap orang yang sakit, bahkan yang dapat disembuhkan yaitu orang yang mengharapkan menerima diobati dan diperbaiki.

 

Dan apabila keadaan penyakit itu lumpuh atau mandul yang tidak bisa diobati, maka dokter yang pandai pasti berkata: “Penyakit ini tidak bisa lagi diobati, Maka janganlah engkau bersusah payah mengobatinya. Sebab, hal itu akan menyia-nyiakan umur belaka.”

 

Ketahuilah bahwa sakit yang berupa kebodohan terbagi menjadi 4, salah satunya menerima diobati dan yang lainnya tidak bisa diobati, Sedangkan sakit bodoh yang tidak bisa diobati yaitu :

 

Pertama, Orang yang bertanya karena benci dan dengki, ketika pertanyaannya engkau jawab dengan jawaban yang baik, fasih dan jelas, justru hal itu semakin menambah benci, permusuhan dan kedengkian padamu. Maka cara yang terbaik yaitu tidak merepotkan dirimu dengan menjawabnya. Sungguh tepat perkataan Ulama’ :

 

“Sungguh setiap permusuhan bisa diharapkan hilangnya, kecuali permusuhannya orang yang memusuhimu karena dengki”,

 

Maka sebaiknya kamu berpaling darinya, dan membiarkan dia dengan penyakit bodohnya, tidak perlu ditanggapi. Allah SWT befirman:

 

“Maka berpalinglah dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi.” (An Najm: 29)

 

Seorang yang banyak hasudnya itu, dalam segala perkataan dan perbuatannya selalu menyalakan api terhadap amal perbuatannya, seperti apa yang telah disabdakan oleh Nabi Saw.

 

“Hasud akan melahap amal kebajikan sebagaimana api melahap kayu bakar,”

 

Kedua, Jika penyakitnya hamagoh (kedunguan). Dia juga seperti orang yang berpenyakit hasud, dalam pengertian ini tidak dapat diobati. Sebagaimana yang telah diterangkan oleh Nabi Isa a.s “Sesungguhnya bukannya aku tidak mampu menghidupkan orang yang telah mati. Tetapi aku tidak mampu mengobati orang yang dungu.”

 

Orang dungu adalah orang yang menuntut ilmu dalam waktu singkat dan belajar sedikit dari ilmu agli dan syar’iy. lalu dengan sebab kedunguannya ia bertanya pada seorang alim yang agung yang menghabiskan umurnya dalam waktu yang lama untuk mempelajari ilmu-ilmu akal dan syari’at, dan orang dungu itu tidak tahu dan menyangka bahwa permasalahan yang musykil baginya juga musykil bagi seorang alim yang agung. Ketika ia tidak mengetahui tingkatannya, maka pertanyaan sebab kedunguannya, maka sebaiknya dirimu tidak merepotkan diri dengan menjawabnya.

 

Ketiga, Seorang yang bertanya karena meminta petunjuk, dan setiap ada ucapan orang alim yang tidak bisa difahami ia merasa karena sempitnya kefahamannya, kemudian ia bertanya untuk berfaedah pada dirinya, namun ia seorang yang sangat bodoh yang tidak mampu memahami hakikat suatu masalah. Maka sebaiknya kamu tidak merepotkan diri dengan menjawabnya sebagaimana sabda Nabi :

 

“Kami golongan para Nabi, dianjurkan berbicara kepada manusia, menurut kadar akal mereka.”

 

Adapun penyakit yang bisa diobati, adalah mereka yang meminta petunjuk, berakal dan mengerti. Mereka tidak dikuasai oleh sifat dengki, marah, cinta syahwat, kedudukan dan harta. Ia mencari jalan yang lurus, pertanyaan serta sanggahannya tidak timbul karena dengki. Atau hanya ingin sekedar menjajahi saja. Untuk itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan dari mereka.

 

  1. Sebagian yang harus engkau tinggalkan yaitu takut sebagai wa’izh dan mudzakkir (orang yang memberi pitutur dan mengingatkan perkara akhirot) Berhati-hatilah dan jagalah dirimu! Sebab apa? karena bahayanya sangat banyak. Kecuali bila engkau telah mengamalkan apa yang engkau katakan lebih dahulu, kemudian engkau nasihati orangorang dengannya.

 

Renungkanlah dan pikirlah apa yang telah dikatakan oleh Nabi Isa s.a putera Maryam : “Hai putra Maryam nasihatilah dirimu. Jika engkau menerima nasihat, maka nasihatilah mereka. Bila tidak, maka malulah pada Tuhanmu”.

 

Bila engkau terpaksa jadi penasihat, maka berhati-hatilah terhadap dua hal ini:

Pertama, Takalluf (mempersulit dan melakukan hal yang tidak perlu) di dalam ucapan dengan ungkapan, isyaroh, penghias kata, baitbait dan syair-syair, karena Allah benci dengan orang yang takalluf.

 

Orang takalluf yang melampaui batas menunjukkan kekosongan batin dan lupanya hati. Sedang maknanya tadzkir yaitu orang yang mengingatkan neraka, kecerobohan (sembrono)nya diri dalam mengabdi pada Alloh, memikirkan umur yang berlalu hanya untuk perkara yang tidak berguna, memikirkan banyaknya ‘agobah (jalan terjal dan sulit) yang berupa tidak selamatnya iman di akhir hidup, keadaan diri ketika malaikat maut mencabut roh, dan apakah mampu menjawab pertanyaan malaikat mungkar dan nakir, memperihatinkan diri di hari qiyamat dan padang mahsyarnya, apakah bisa melewati shirothol mustagim dalam keadaan selamat atau justru terjatuh pada jurang neraka, selalu mengingat hal-hal tersebut dalam hatinya, kemudian mendidihnya neraka dan memilukannya musibah-musibah tersebut, semuanya dinamakan tadzkir.

 

Memberitahu manusia pada hal-hal tersebut/masalah akhirat, mengingatkan mereka akan kecerobohan diri dalam mengabdi kepada Alloh, memperlihatkan celanya diri yang bisa menyebabkan tersentuh api neraka serta memprihatinkan musibah-musibah akhirat supaya bisa menyusuli umur yang telah lewat sesuai kemampuan, merasa kesalahan hatinya atas hari-hari yang telah berlalu yang tidak untuk taat untuk Alloh, semua itu dinamakan wa’zhu. Dalam melakukan wa’zhu tidak boleh takalluf dalam ucapan, hal ini seperti kamu melihat banjir yang melanda rumah yang pemilik dan keluarganya ada di dalamnya, maka kamu mengatakan : “Bahaya ! bahaya ! Larilah kalian dari banjir”. Apakah dalam situasi seperti ini hatimu ingin memberi kabar dengan takalluf dalam ucapan, faidah dan isyaroh.

 

Kedua : Apabila tujuanmu dalam memberi mau’izhoh tidak untuk membuat benci manusia pada majlismu atau supaya mereka menampakkan rasa senang, supaya diucapkan padamu : “Sebaik-baiknya majlis adalah tempat ini”.

 

Karena tujuan seperti itu termasuk condongnya hati pada dunia yang penyebabnya adalah lupa dari Allah. Bahkan seharusnya dalam memberi nasehat engkau menyengaja dan bertujuan mengajak manusia manusia (dari hanya)

 

Memikirkan dunia pada masalah akhirot, dari ma’siat pada to’at, dari lupa pada sadar, dari terbujuk pada taqwa, dan membuat mereka senang pada masalah akhirat serta mendidik mereka ilmu ibadah dan taat dan tidak membuat mereka terbujuk dengan sifat karoh dan rohmatnya Alloh (pemurah dan asihnya Allah), karena kebanyakan wataknya manusia itu mengajak menyimpang dari jalan yang telah digariskan syari’at, dan melakukan perbuatan yang tidak diridhoi Alloh, serta terpeleset dengan melakukan akhlag yang tidak terpuji. Maka karena itu tancapkanlah pada hati mereka serta ingatkan dan buatlah mereka takut akan kekhawatiran masa-masa di akhirat dengan barapan semoga hatinya berubah, amal zhohirnya berganti dengan yang baik, sehingga mereka menampakkan senang dan cinta mengabdi pada Alloh dan tidak mengulangi melakukan ma’siat.

 

Semua yang telah disebutkan merupakan metodhe memberikan mau’izhoh dan nasehat. Setiap mau’izhoh yang dilakukan oleh seorang yang tidak disertai tujuan seperti di atas justru akan menjadi malapetaka bagi yang berkata dan yang mendengar, bahkan dikatakan oleh sebagian Ulama’ : “Hal itu seperti hantu dan setan yang mengajak manusia menyimpang dari jalan yang benar dan merusak manusia”,

 

Maka wajib bagi orang yang mendengar lari darinya karena akan menimbulkan kerusakan pada agama orang-orang yang mendengar yang tidak bisa ditandingi oleh setan. Barang siapa yang memiliki kemampuan dan kekuasaan wajib menurunkan dari mimbar mau’izhoh karena hal itu termasuk bagian dari amal ma’ruf nahi mungkar.

 

  1. Sebagian dari perkara yang harus ditinggalkan yaitu apabila dirimu tidak mukholathoh (bergaul erat) dengan para pejabat dan penguasa dan tidak melihatnya, karena melihat, berkawan duduk dan bergaul erat dengan mereka terdapat bahaya yang sangat besar.

 

Jika dirimu terpaksa harus bergaul dengan mereka, maka tinggalkanlah kebiasaan memuji dan menyanjung mereka. Allah tidak ridla jika orang-orang fasik dan zalim dipuji dan disanjung namanya. Termasuk mendo’akan mereka agar lama kekuasaanya. Barangsiapa mendo’akan lamanya berkuasa kepada mereka berarti ia senang dan suka terhadap perbuatan ma’siat kepada Allah SWT dimuka bumi ini.

 

  1. Jauhilah hadiah-hadiah dan pemberian yang diberikan para penguasa dan pejabat, sekalipun dirimu mengetahui bahwa pemberian itu berasal dari sumber yang halal. Hidup yang bergantung pada uluran tangan penguasa, berarti merusak agama. Dan hal itu bisa menimbulkan sikap menjilat, mengutamakan dan menyetujui kedzaliman mereka. Bila engkau menerima pemberian mereka, dan mengambil manfaat darinya, maka engkau pun akan mencintainya. Mencintai seseorang tentulah mengharapkan umur panjang.

 

Dalam rasa senang dan langsungnya orang zalim, berarti juga menghendaki kezaliman terhadap sekalian hamba-hamba Allah dan menghendaki kehancuran alam.

 

Maka perbuatan yang lebih membahayakan agama lebih menjadi bencana selain dari perbuatan ini? Semoga kita dianugerahi keselamatan dunia dan akhirat. Berhati-hatilah! Jangan sampai kamu terpedaya bujuk rayu setan dan perkataan orang yang akan mengajakmu untuk mengambil harta benda dari tangan penguasa.

 

Para penguasa umumnya menghambur-hamburkan hartanya hanya untuk perbuatan maksiat dan kedurhakaan. Daripada bergaul dengan penguasa, lebih baik kamu bergaul dengan fakir miskin. Pola hidup yang dipakai oleh fakir miskin lebih baik daripada pola hidup penguasa. Hati-hatilah! Setan yang terkutuk telah banyak menebas batang leher manusia dengan bujuk rayu dan bisikan yang menggairahkan. Setan mengajak kita untuk mendambakan para penguasa.

 

Adapun 4 hal yang patut engkau lakukan adalah :

  1. Hendaklah engkau mencintai Allah. Dan bila ada orang lain melakukan hal yang sama, engkaupun rela, tidak merasa kecewa atau marah. Perbuatan yang engkau tidak rela dikerjakan oleh hamba terhadap dirimu itu, Allah Ta’ala juga tidak rela dari engkau, padahal hakekatnya Allah adalah yang menguasai dan Tuhanmu.
  2. Setiap kamu melakukan suatu perbuatan yang berhubungan dengan orang lain, maka lakukanlah dengan penuh cinta dan kasih sayang, seperti kamu menyayangi dirimu sendiri, Iman seseorang dikatakan belum sempurna, sebelum ia dapat mencintai orang lain sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri
  3. Bila engkau mendapatkan ilmu baru, maka patutlah ia memperbaiki hati, dan membersihkan jiwamu. Bila engkau mengetahui bahwa umurmu hanya tinggal sepekan (seminggu), tentu engkau tidak akan menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu fiqih, akhlak, ushul, kalam, dan sebagainya. Sebab ilmu-ilmu itu tidak berguna lagi. Adapun yang engkau butuhkan adalah mengawasi hati, mengetahui sifat-sifat nafsu, dan meninggalkan kesenangan duniawi. Dan engkau akan melewatkan hari-harimu, dengan mendekatkan diri kepada-Nya.
  1. Wahai anakku, dengarkanlah sepatah kata lagi nasihatku ini dan renungkanlah, sampai kamu memperoleh jalan keluar dari kesempitan dunia. Untuk itu renungkanlah sabda Rasulullah Saw di bawah ini:

 

“Sesungguhnya Allah tidak akan melihat tampang dan perbuatanmu, tetapi Allah melihat kepada hati dan niatmu. Dan bila engkau ingin mengetahui keadaan hati, maka bacalah kitab lain.”

 

Ilmu ini adalah fardlu ‘ain, sedang yang lain fardlu kifayah.

 

Janganlah engkau mengumpulkan harta dunia lebih banyak dari persediaan setahun guna keperluan keluarga, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw., mengapa demikian? Ialah karena beliau menyediakan persediaan bekal kehidupan hanya untuk sebagian istriistrinya, dalam hal ini beliau berdo’a: Ya Allah, jadikanlah makanan keluarga Muhammad untuk sekedar cukup”.

 

Memang beliau tidak menyediakan persediaan tadi untuk semua istrinya, tetapi hanya untuk istri yang tergolong lemah keyakinannya. Sedangkan isteri yang kuat keyakinan imannya, beliau hanya menyediakan sekedar cukup untuk satu hari atau setengah hari.

Wahai anakku, saya telah menulis dalam fasal ini permintaan-permintaanmu, maka baiklah engkau amalkan, janganlah engkau lupa padaku, dan sebutlah aku sewaktu engkau berdo’a. Adapun do’a yang engkau minta padaku, maka carilah dalam kitab Ihya’ Ulumiddin. Bacalah pada setiap waktu, khususnya setelah engkau shalat, do’anya sebagai berikut:

 

“Ya Allah, aku mohon perlindungan kepada-Mu tentang kenikmatan yang sempurna, pemeliharaan yang kekal, rahmat yang menyeluruh, keselamatan yang nyata, kehidupan yang paling sejahtera, umur yang bahagia, kebaikan yang sempurna, pemberian yang lengkap, keutamaan yang nyaman, dan kelembutan yang paling dekat.”

 

“Ya Allah, berilah saya kemanfaatan! Janganlah engkau memberi kemadlaratan padaku. Ya Allah, akhirilah ajalku dengan kebahagiaan. Nyatakanlah cita-citaku dapat bertambah. Berilah kesehatan di waktu pagi dan sore. Jadikanlah tempat kembaliku kepada rahmat-Mu, curahkanlah kelebatan ampunan-Mu atas dosa-dosaku. Berilah anugerah untuk memperbaiki cacat-cacatku. Jadikanlah tagwa sebagai bekalku, dan dalam agama-Mu kesungguhanku, dan pada-Mu saya berserah diri dan berlindung.”

 

“Ya Allah, tetapkanlah saya di atas jalan lurus. Lindungilah saya di dunia dari perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan penyesalan di hari kemudian. Ringankanlah saya dari keberatan-keberatan dosa. Berilah saya rizki penghidupan orang-orang yang berbakti. Peliharalah dan jauhkanlah saya dari kejahatan orangorang yang jahat. Lepaskanlah diriku, ayah ibuku, dan sanak saudaraku dari neraka dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang memberi ampunan, Yang Pemurah dan suka menutupi cela. Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Perkasa.”

 

Ya Allah, ya Allah, ya Allah! Dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Penyayang. Wahai Dzat Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Memiliki kekuatan Yang Maha Teguh, Yang Menyayangi yang miskin, Yang Maha Penyayang di antara Penyayang. Tiada Tuhan selain Engkau Yang Maha Suci, sesungguhnya aku termasuk mereka yang berbuat aniaya. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya semua. Walhamdulillaahirabbil’aalamiin.

 

 

 

Segala puji bagi-Mu, wahai Tuhan kami. Engkau telah membenkan taufig dan hidayah-Mu kepada kami Tidaklah kami dapat melakukan sesuatu, bila Engkau tidak memberikan kemampuan pada kami. Maka, tiada daya dan upaya melainkan atas pertolongan-Mu, ya Allah.

 

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu demi kedudukan Nabi-Mu Saw agar Engkau mengampuni dosa kami, sekedar keikhlasan kami, dan engkau rahmati kami sekedar apa yang Engkau ketahui dalam hati kami, berupa kerinduan kepadaMu. Ya Allah, berilah manfaat dengan risalah ini, dan segala isinya, kepada siapa suja yang membacanya.

 

Ya Allah, ampunilah setiap orang yang ikut serta, baik wapan maupun perbuatannya untuk menyiarkannya. Sesungguhnya Engkau ya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.