Thoreqat yang mutabaroh (diakui sah) seluruhnya ada 42 Thoreqat, yang seluruhnya berdasarkan keterangan Qur’an dan Hadits. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Jin ayat 16 :

 

“Dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka airyang segar (rezeki yang banyak)”. (QS. 72 AlJin : 16)

 

Thoreqat yang mutabaroh, seluruhnya mengambil dari ajaran Rasulullah SAW sebagaimana yang diceriterakan oleh Syekh Bushiri dalam Kitab Burdah, yang bunyinya.

 

“Semua ahli Thoreqat mengambil dari Rasulullah. Hanya saja ada yang seperti menciduk air dari lautan atau sekedar mengambil cipratan air hujan”.

 

Kesimpulannya, Thoreqat yang memakai dasar kitabullah dan sunnah Rasul, disebut Thoreqat Haq (benar), yang wajib dilaksanakan sebagaimana sabda Rasulullah :

 

“Telah kutinggalkan kepadamu dua perkara yang jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”. (HR. Bukhari).

 

Oleh sebab itu, jangan ragu-ragu, karena Thoreqat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah khususnya adalah kelakuan Rasul dan para Sahabatnya, sebagaimana sabdanya:

 

“Pegang teguhlah Sunnahku dan Sunnah Khulata-urrasyidin yang mendapat petunjuk”.

 

Juga sabda Nabi :

 

“Para Sahabatku laksana bintang di langit, kemana saja kamu ikuti, tentu mendapat petunjuk”.

 

Asal-usul Thoreqat Qoodiryyah Naqsyabandiyyah ialah dari Sayyidina Ali k.w. dan dari Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. Oleh karena itu kalau kita memegang Thoreqat yang dua ini, tepat sekali dengan Hadits yang disebut pada Bab l.

 

Adapun Hadits yang menerangkan asal muasalnya bai’at atau talqin dzikir yang berasal dari Nabi SAW yang selanjutnya wirid itu disebut Thoreqat, yaitu rowinya Hadits Syadad bin Aos, Thobrani Ahmad Yusuf Kaorani, yang bunyinya :

 

“Dan adalah Nabi SAW mentaiginkan Kalimah Thayyibah mi kepada Sahabat-sahabat ra. untuk menjernihkan hati mereka dan mensucikan jiwa mereka dan agar mereka bisa sampai ke Hadirat Allah”.

 

Adapun cara-cara mentalqinkan dzikir Nabi SAW kepada para Sahabatnya, ujar Syadad ibnu Aos dan Thobrani, ada dua macam:

– Caranya Yang diberjama’ahkan.

– Caranya Yang sendiri-sendin.

 

Adapun talqin dzikir yang diberjama’ahkan menurut Syadad : “Kami semua dengan para Sahabat sedang berada didalam masjid. Tak lama kemudian datang Rasulullah SAW, sabdanya : Apakah dalam kumpulan ini, ada orang yang merantau ? (maksudnya, kepada ahli kitab, yaitu orang yahudi dan Nasrani). Setelah mendapat jawaban dari Sahabat bahwa tidak ada, selanjutnya Nabi SAW memenntahkan menutup pintu dan bersabda : Angkatlah kedua tangan kalian dan ucapkan oleh kalian kalimah Laa ilaaha illallaah. Lalu para Sahabat mengucapkan lafadz “Laa ilaaha illallaah” bersama-sama. Selanjutnya beliau bersabda : Alhamdulillah, Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengampuniku dengan kalimah ini, dan Engkau telah menjajikan kepadaku, siapa saja yang membaca kalimah itu akan diberi Surga. Lalu beliau bersabda lagi: Ingatlah, kalian harus bergembira sesungguhnya Allah SWT telah mengampuni kamu sekalian”.

 

Melihat keterangan Hadits Syadad bin Aos tadi, ini menunjukkan bahwa adanya bai’at dzikir itu adalah kelakuan Rasulullah dan para Sahabatnya.

 

Karena para Sahabat sudah berbai’at dzikir kepada Nabi SAW, apalagi kita sebagai umat yang awam dan merasa banyak dosa, harus memerlukan talqin dzikir itu. Finman Allah dalam Al-Qur’an :

 

“Katakanlah . Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu”. (QS. 3 Ali Imran : 31)

 

Sebagian dari it’ba kepada Nabi SAW, yaitu talqin dzikir, karena talqin dzikiritu suatu alat untuk mahabbah kepada Allah.

 

Sabda Nabi SAW:

 

“Tanda mencintai Allah ialah mencintai dzikrullah, sedang tanda kemarahan Allah adalah enggan kepada Azikrullah”. (Al-Hadits)

 

 

 

 

Lafazd-afadz dzikir itu sangat banyak, diantaranya : Tasbih, Tahmid, Tahlil, Takbir, Tamjid, Sholawat, dll Akan tetapi diantara lafadz-iafadz dzikir yang disebut diatas tadi, ada yang paling utama. Menurut sabda Rasulullah SAW, yaitu kalimah Laa ilaaha illallaah, sebagaimana keterangan Hadits :

 

“Yang paling utama apa yang aku ucapkan dan apa yang diucapkan Nabi-nabi sebelumku, yaitu Laa Ilaaha Illallah”. (Al-Hadits).

 

Malahan ada Hadits yang menerangkan keunggulannya kalimah itu. Sabda Rasulullah SAW ::

 

“Jika ditimbang tujuh petala langit dalam satu daun timbangan, dan kalimah Laa Ilaaha Illallah dalam satu ttmbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimah Laa Ilaaha Illallah”.

 

Kesimpulannya Hadits-hadits tersebut diatas, diantaranya para Ulama memperbanyak Wirid untuk menambah dan memperkuat iman sebagaimana sabda Nabi SAW:

 

“Perbaruilah iman kamu Para Sanabat bertanya : Bagaimana kami memperbaharui iman kami ya Rasulullah ? Jawab Nabi : Dengan memperbanyak ucapan Laa Ilaaha Illallah”. (Al-Hadits).

 

Apa sebabnya Nabi SAW memerintahkan harus memperbanyak membaca kalimah Laa ilaaha illallaah ………? Karena iman itu menurut para Ulama, terbagi dalam Lima bagian :

 

  1. Iman Mathbu (Iman para Malaikat). Iman ini tidak pernah berkurang, juga tidak pernah bertambah, tegasnya, iman para Malaikat sudah ditetapkan.
  2. Iman Ma’sum (Iman para Nabi). Iman ini kadang-kadang bertambah apabila datang Wahyu, namun tidak pernah berkurang, tegasnya dihindarkan dari kekurangan.
  3. Iman Makbul (Iman orang-orang Muslimin-Muslimat). Iman ini kadang-kadang bertambah apabila mengerjakan tho’at. Berkurang apabila mengerjakan ma’siat. Tegasnya akan diterima apabila mengerjakan tho’at kepada Allah SWT
  4. Iman Maohuf (Imannya ahli Bid’ah). Tegasnya ditangguhkan. Apabila ahli bid’ah itu berhenti dari me ngerjakan bid’ahnya, imannya akan diterima oleh Allah SWT. Ahli bid’ah itu diantaranya: Kaum Rofidhah atau dukun, ahli sihir dll.
  5. Iman Mardud (Ditolak imannya). Tidak diterima oleh Allah SWT seperti imannya orang-orang musyrik, murtadz, kafir dil.

 

Menurut Hadits tadi, jelas bahwa apabila ingin kuat iman, memperbanyak membaca kalimah tadi (Laa ilaaha illallaah).

 

Membaca kalimah Laa ilaaha illallaah menurut ahli Fiaih dalam Sehari semalam tidak boleh kurang dan 13 (tiga belas) kali. Tetapi menurut ahli Tasawwuf, tidak boleh kurang dari 1.200 (seribu dua ratus) kali, malah lebih banyak makin bertambah pahalanya.

 

Didalam Hadits dijelaskan keunggulan/khasiatnya kalimah itu :

 

“Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah serta dipanjangkannya dengan maksud mengagungkan, maka dihancurkan baginya empatribu dosa besar” (Al-Hadits).

 

“Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan ikhlas dan bersih hatinya, pastiia masuk surga” (Al-Hadits).

 

Kalimah Laa ilaaha illallaah adalah Benteng Kami. Barangsiapa yang masuk kedalam benteng itu tentu akan diselamatkan dari siksa Kami (Al-Hadits).

 

Sahabat bertanya kepada Nabi SAW: Kalau Surga itu untuk siapa yaa Rasulullah ……… ? Jawab Rasulullah : Surga itu diperuntukkan bagi ahli Laa ilaaha illallaah. Sahabat bertanya lagi, Kalau Neraka untuk siapa yaa Rasulullah ……… ? Jawab Rasulullah : Itu untuk yang tidak pernah membaca Laa ilaaha illallaah.

 

Siapa saja manusia yang ucapan terakhirnya (pada waktu habis nafasnya dalam sakaratil maut) membaca kalimah Laa ilaaha illallaah, maka orang itu akan masuk kedalam Surga.

 

Agar manusia selamat dan jadi ahli Surga, Rasulullah SAW bersabda : –

 

“Talqinlah oleh kamu orang-orang yang akan mati dengan kalimah Laa ilaaha illallaah”.

 

Dengan Hadits ini, jelas bahwa yang harus diajari mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallaah, adalah orang “yang akan mati”, bukan hanya kepada yang sedang menghadapi sakaratil maut, karena bukankah orang yang sehat wal’afiatjuga “akan” mati ?

 

Daripada kita menunggu sampai sudah sekarat, alangkah baiknya kalau dari sejak sekarang, selagi kita masih sehat dan mampu, karena apabila kita sudah jatuh sakit, yang kadang-kadang sampaitidak bisa makan/minum, apalagi diajari dzikir, yang apabila didalam hatinya tidak ada iman, tidak menyenangi dzikir dari sejak sekarang (berlatih dari sekarang), secara syari’at tentu akan sulit.

 

Kalau sakaratil maut sudah datang, mata melotot juga sudah tidak lagi bisa melihat, telinga sudah tidak dapat mendengar lagi, mulut sudah tidak dapat berkata-kata lagi, kemauan dan kesanggupan sudah hilang sama sekali.

 

Yang masih ada adalah Ilmu dan Hayat. Tanpa berlatih dari sejak sekarang untuk berdzikir Laa ilaaha illallaah, dalam saatnya akan dilaksanakan (dalam sakaratil maut) sangat kecil kemungkinannya akan mampu. Seperti tentara yang memegang senjata yang ampuh, kalau tanpa latihan, tentu akan kikuk dan kaku dalam medan pertempuran karena tidak pernah berlatih dahulu.

 

Pada saat ruh (nyawa) akan keluar dari jasad kita, mula-mula dari ujung ibu jani kaki, menjalar sampai ke lutut, naik lagi sampai ke puser, terus kejantung, punggung, ke hati, ke dada langsung ke tenggorokkan, keotak……… barulah lepQS………

 

Padawaktu ruh lepas keluar dariotak, apabila tidak dibarengi dengan dzikir pada Allah SWT dikhawatirkan kita akan mati dalam keadaan “su’ul khotimah”. Namun, apabila kita sudah terbiasa mendawamkan (latihan) dzikir mulai dari sekarang, sehingga dzikir itu menyerap ke sekujur tubuh, Insya Aliah ruh kita akan keluar dibarengi dengan dzikir kepada Allah.

 

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

 

“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hambahamba-Ku, dan masuklah ke dalam Surga-Ku ” (QS. 89 Al-Fajr 27-30).

 

 

 

Dalam penjelasan dzikir di atas tadi, perlu diketahui bahwa dzikir itu ada syarat-syaratnya, yaitu harus adanya “guru”. Gurunya adalah harus seorang manusia yang sudah dapat izin (mandat) dari gurunya. Kenapa harus ada guru, yaitu sesuai dengan firman Allah :

 

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. 16 An-Nahl : 43).

 

Pengertian dari “tanyakan kepada ahli dzikir”itu, maksudnya agar manusia mengetahui mengenai perihal dzikir, jangan sampai terjadi : “mencaci karena tidak mengerti, mengejek karena tidak tahu”, yang akhirnya menjadi pertengkaran antara sesama umat Islam.

 

Apabila sampai terjadi demikian, yang rugi sudah pasti adalah kaum islam, karena tidak adanya lagi persatuan antara sesama kaum Islam. Terjadilah pertengkaran yang disebabkan oleh “buruk sangka” seperti dijelaskan dalam Firman Allah :

 

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa” (QS. 49 Al-Hujurat : 12).

 

Untuk menghindarkan dari berburuk sangka, kita harus banyak bertanya kepada ahlinya, apakah itu dengan jalan dialog, atau diskusi, ataupun musyawarah agar ada dalam kemaslahatan, ketenteraman dan persatuan.

 

 

 

 

 

Dari mana istimbatnya para Ulama sampai bisa membagi ibadah itu menjadi: 1. Syari’at 2. Thoreqat 3. Hakikat

 

Firman Allah SWT :

 

 “Hai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dan Tuhanmudan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. 10 Yunus: 57).

 

Yang dimaksud dengan mau’idoh, yaitu Syan’at. Yang dimaksud dengan syifa, yaitu Thoreqat. Yang dimaksud dengan hudan warohmah, yaitu Hakikat.

 

Demikian pula sabda Rasulullah SAWyang bunyinya :

 

“Syari’atadalah ucapan. Thoreqat adalah pelaksanaan. Hakikat adalah tingkah laku (kelakuan). Ma rifatadalah pangkal kekayaan (modal)”. Malah diterangkan lagi oleh Ulama : “Syan’at adalah perahu, Thoreqat adalah lautannya. Hakikat yaitu beriannya (mutiaranya).”

 

Adapula yang mencontohkan : Syariat adalah pohonnya, Thoreqat adalah nyawanya. dan Hakikat adalah buahnya. Syan’at tanpa Hakikat, hukumnya Fasik, Hakikat tanpa Syarat hukumnya Batal.

 

Barang siapa yang menjalankan Syarrat dan Thoreqat, itu sudah benar, karena menjalankan syari’at itu artinya memegang (melaksanakan) agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW, tegasnya menegakkan perintah Allah dan menghindari segala macam yang diharamkan (munkarot).

 

Adapun Thoreqat, itu mengambil yang terpenting dari agama, rapih dalam kelakuan, mau untuk menahan nafsu, dan memaksa agar amarah asyik dalam tho’at pada Allah SWT.

 

Adapun Hakikat, yaitu sampainya kepada yang dituju, tegasnya musyahadah (awas mata hatinya kepada Dzat-nya Allah yang Laissa kamitslihi syai’un).

 

Untuk mencapai yang tiga macam tadi. ilmunya juga ada tiga macam, yaitu :

 

  1. Fiqih 2. Tassawwuf 3. Usuludadin.

 

Ilmu yang tiga macam ini untuk memperkuat ibadah kepada Allah. Fiqih 1 untuk mensahkan tho’at (ibadah kepada Allah). Tasawwuft : untuk membersihkan hati agar ikhlQS. Usuluddin : untuk meluruskan tekad agar tepat kepada siapa kita beribadah, karena semua itu diatur dalam Usuluddin.

 

 

 

 

 

Keterangan mengenai bai’at dzikir yang caranya diberjama’ahkan sudah dijelaskan. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai bai’at dzikir yang caranya tidak diberjama’ahkan (seorang-seoranag).

 

Asalnya yang melaksanakan cara ini adalah Sayyidina Ali r.a.

 

Keterangan Yusuf Al-Karani dengan yang lain, dengan sanad yang shoheh: Sayyidina Ali r.a. bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: “Ya Rasulullah, semoga Anda dapat memberi petunjuk kepadaku, jalan yang terdekat kepada Allah Ta’ala, dan yang termudah dilaksanakannya oleh kami semua abdi Allah dan yang menurut Allah paling utama”.

 

Jawab Rasulullah : “Wajib oleh kamu sekalan dan semua pengikut kami melaksanakan (mendawamkan) dzikir kepada Allah”.

 

Sayyidina Ali bertanya lagi : “Bagaimana caranya dzikir itu, Ya Rasulullah…….. ?”

 

Sabda Nabi SAW “Pejamkanlah mata kalian kedua-duanya dengarkan akan kuucapkan tiga kali, setelah itu kalian juga meniru mengucapkan, dan akan kudengarkan”.

 

Lalu Rasulullah SAW mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallaah tiga kali sambil beliau memejamkan matanya, suaranya agak dikeraskan. Sayyidina Ali mendengarkan. Lalu Sayyidina Ali juga meniru cara Rasulullah tadi dan didengarkan oleh Rasulullah.

 

Cara talqin inilah yang dinisbatkan oleh Sayyidina Ali k.w. dalam talqin dzikir.

 

Dzikir yang ditalqinkan oleh Nabi Muhammad SAW tersebut disebut Dzikir Jahar. artinya jelas karena dzikir itu diucapkan oleh lisan. Pelaksanaan mengucapkan dzikir tersebut yang ke-warnid dari Nabi SAW dan juga dari para Ulama.

 

Kalimah Laa ditariknya dari puser, terus merambat ke atas sampai ke otak. Lalu kalimah ilaaha harus mencakup (melewati) buah dada sebelah kanan atas dan bawah yang antaranya k.!. dua jari dari putik buah dada. Lalu kalimah Illallaah dilewatkan ke buah dada sebelah kiri, harus nembus ke hulu hati dibarengi dengan ucapan suara yang kerQS.

 

Kenapa harus dengan suara keras, karena hati itu dimisalkan batu yang keras, malahan lebih keras dari pada batu. Seandainya kita akan membelah batu, kita harus memukulnya dengan keras dibarengi dengan tenaga yang kuat. Begitu pula dengan hati manusia yang kerQS. agar supaya menjadi lembut harus keras dzikirnya dibarengi dengan suara yang keras pula. «

 

Menurut Imam Al-Ghazali : “Sunnat dzikir jahar diberjama’ahkan di masjid, karena dengan banyaknya suara itu membuat lebih cepat lembutnya hati, seperti sebuah batu dipukul beramai-ramai, sudah tentu akan lebih cepat belahnya”.

 

Malahan Ibrahim Al-Mathbuli menerangkan begini : “Keraskanlah suara dzikir kamu sekalian, sehingga bisa mendobrak tabir yang menghalangi antara abdi dengan Tuhannya”.

 

Yang menjadi sebab terjadinya hijab hati adalah “roan” tegasnya sebuah titik hitam dalam hati. Yang menjadikan terjadinya roan yaitu dari perbuatan maksiat.

 

Firman Allah dalam Al-Quran :

 

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka”. (QS. 83 Al-Muthaffifin : 14)

 

Bila hatinya sudah hitam. orang itu menjadi gelap mata yang akhirnya membabi buta, hidupnya memperturutkan hawa nafsu. Apabila sudah demikian, Allah berfirman dalam Al-Duran :

 

“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” (QS. 18 Al-Kahfi: 28).

 

Hal-hal yang menjadikan bokbroknya akhlag dan rusaknya budi pekerti manusia itu, disebabkan oleh karena lupa kepada Allah, seperti Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Toha ayat 124:

 

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. (QS. 20 Thaha: 124).

 

Dengan demikian kesimpulannya ruwet hidupnya itu bukan karena serba tidak ada atau melarat dalam harta benda, tetapi segalanya serba susah/ruwet, fakir atau melarat dalam keadaan kaya.

 

Yang dimaksud “buta” disini, selaras dengan Firman Allah dalam Surat Al-Hajj ayat 46 :

 

“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang didalam dada”. (QS. 22 Al-Hajj : 46)

 

Sabda Tuan Syekh Abdul Doogir Al-jaelani q.s. : Penyebab butanya mata hati yaitu sebab ingkar dari hakikat pernntah Alan. Penyebab ingkar karena terbawa oleh perintah bermacam-macam nafsu kedholiman, seperti takabur sombong, dendam, hasud, kikir ujub. mengumpat. mengadu domba, berdusta, dan lain-lain, tegasnya setiap sifat yang tercela (madzmumah).

 

Adapun obat untuk menghilangkan sifat madzmumah itu adalah dengan membersihkan cermin hati dengan kalimah Tauhid, dengan Ilmu, dengan amal dan memerangi hawa nafsu dengan perang yang hebat dhohir-batin, hingga menghasilkan hidupnya hati dengan cahaya Tauhid.

 

Menurut ahli Ushuluddin, artinya Tauhid adalah menyembah hanya kepada Allah dengan sebenar-benarnya. tiada Tuhan selain Allah yang Esa Dzat-Nya, Sifat-Nya, dan Afal-Nya. Menurut ahli Tasawuf, Tauhid artinya menjaga hati darimemandang kepada selain Allah.

 

Adapun alat untuk mencapai atau menghasilkan Tauhid menurut ahli Thoreqat yaitu dengan memperbanyak dzikrullah, sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 41 :

 

“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut) nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya””. (QS. 33 Al-Ahzab: 41).

 

Adapun dzikir yang paling utama ialah kalimah Laa Ilaaha Illallaah

 

 

 

 

 

Firman Allah SWT :

 

Dan berdzikirah kamu kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya supaya kamu sekalian beruntung “. (QS.62 Al-Jumu’ah : 19).

 

Adapun orang yang beriman yang tenteram hatinya adalah orang yang selalu mengingat Allah selamanya.

 

Hadits dan Abdullah bin ‘Abbas, telah bersabda Rasulullah SAW:

 

“Apakah aku perlu memberi tahukan kepada kamu sekalian sebaik-baiknya amal kamu, amal yang paling tinggi derajatnya, lebih baik daripada sedekah emas dan perak, dan lebih baik daripada kamu bertemu dengan musuh (agama) mu, kemudian kamu membunuh mereka, kemudian mereka membunuh kamu ? Sahabat-sahabat menjawab : “lentu saja ya Kasulullah”. Rasulullah menjawab: “Yaitu dzikrullah”.

 

Malahan kewarid dalam pujian dzikir kepada dzikir, yang disabdakan Rasulullah SAW : “Bilamana kamu sekalian melewati Taman Surga, maka harus tinggal dengan nyaman disitu”. Kata para Sahabat: “Apakah Taman Surga itu ya Rasulullah … ?” Sabda Nabi lagi : “Yaitu Majlis Dzikir. Tidak semata-mata suatu golongan yang berdzikir dalam suatu Majlis, dimana Majlis tersebut tentu dipakai untuk berdzikir kepada Allah. Serta para Malaikat berkumpul di Majlis tersebut dan dipenuhi dengan Rakhmat Allah”.

 

Firman Allah : “Manusia yang berdzikir kepada Allah, manusia itu berada disisi Allah”.

 

Sabda Nabi : “Tidak ada kaum yang berkumpul sambil berdzikir ) kepada Allah sambil tidak ada pengharapan apa-apa. kecuali memohon keridhoan Allah”.

 

Selanjutnya Allah berseru kepada umatnya dari atas langit :

 

“Berdirilah kamu sekalian, dan tentu kamu sekalian diampuni oleh-Ku dan semua keburukan kamu sekalian akan diganti dengan kebaikan”.

 

Alah SWT. itu memilki Malaikat yang tugasnya berkeliling mengikuti Majlis Dzikir, Apabila menemui Majlis dzikir lalu mereka ikut duduk berkumpul dengan orang-orang yang ada disitu. Sebagian Malaikat saling menutupi dengan yang lain oleh sayapnya sampai menutupi Majlis tersebut hingga kelangit. Apabila Majlis itu selesai dan bubar, para Malaikat naik kembali ke langit.

 

Oleh Allah SWT. ditanya: “Dari manakah kamu sekalian …..?”

 

Jawab para Malaikat : “Hamba sekalian baru kembali dari AbdiMu yang ada dibumi, Yaa Allah”. Allah SWT. kembali bertanya : “Bagaimana keadaan abdi-abdi-Ku waktu ditinggal kalian …………..?” Jawab para Malaikat : “Mereka sedang berdzikir kepada-Mu, ya Allah, membaca Tasbih, Tahlil, Tahmid, dan lain-lain. Dan bersyukur kepadaMu, ya Allah”. Allah bertanya lagi : “Memohon apakah mereka……. ?” Jawab Malaikat : “Memohon diizinkan masuk kedalam Surga-Mu, ya Allah”. Firman Allah : “Apakah mereka sudah mengetahui Surga-Ku ….?” Jawab malaikat : “Belum, ya Allah”. Firman Allah lagi : “Apalagi kalau mereka sudah tahu. Memohon apalagi mereka ?” Jawab. Malaikat: “Memohon selamat dari Neraka”. Firman Allah : “Apakah mereka sudah tahu Neraka-Ku?” Jawab Malaikat : “Belum, ya Allah “. Firman Allah : “Apalagi permohonan mereka …?” Jawab Malaikat : “Memohon ampunan-Mu, ya Allah “. Firman Allah : “Bersaksilah kamu sekalian, bahwa Aku mengampuni mereka semua, dan mengabulkan semua permohonan mereka”.

 

Dijelaskan oleh Syekh Ali Al-Mursafi dalam Kitab Minhajaz-Salik laa Asyroofil Masaalik : “Sebenarnya fadhilah dzikir itu ada tiga puluh lima macam”.

 

  1. Menurut perintah Allah (OS.33 Al-Ahzab : 14): “Yaa ayyuhal ladziina Jaamanudzkurulilaaha dzikron katsiiroo”. “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirtah (dengan menyebut) nama Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”.

 

  1. Ingatnya Allah kepada kamu sekalian, yang firman-Nya: “Fadzkurunii adzkurkum”. (Ingatlah kepada-Ku, tentu Aku-pun ingat kepada kamu sekalian).

 

  1. Ridlo Allah kepada kamu sekalian.

 

  1. Allah mengagungkan kamu sekalian dikala hati kamu mengingat Allah. (Firman-Nya : “Waladzikrullaahi akbar” (Ingat-nya Allah lebih besar daripada ingatnya kamu sekalian kepada Allah).

 

  1. Terjaminnya anggota badanmu selalu dipakai tho’at kepada Allah.

 

  1. Dekatnya Malaikat kepada kamu sekalian serta mereka sangat bergembira karena kamu sekalian berdzikir.

 

  1. Dekatnya Allah kepada kamu sekalan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Aku ada di hadapan pangkuan abdi-Ku yang mahabbah kepada-Ku, dan Aku bersama-sama dengan mereka ketika mereka berdzikir kepada-Ku”.

 

  1. Malaikat Hafadhoh dengan segera menuliskan segala amal baik Orang yang berdzikir.

 

  1. Jauhnya setan dari kamu sekalian. Kata Syekh Afdholuddin : “Sebenarnya setan itu menunggangi salah seorang abdi, dimana abdi itu sedang lupa kepada Allah, sebab setan selamanya mendekap abdi Allah bilamana lupa kepada Allah. Pada waktu si abdi dzikir, setan segera menjauhinya. Seandainya kita dibukakan hijabnya, tentu kita dapat melihat iblis menunggangi kita, seperti kita menunggangi keledai.”

 

  1. Menguatkan iman dan mahabbahnya si abdi kepada Tuhannya.

 

  1. Menghilangkan sifat munafik.

 

  1. Dijaga dari godaan setan.

 

  1. Dijaga dari Neraka.

 

  1. Nikmat Allah kepada kamu sekalian, yaitu dengan dijadikan-Nya kamu orang yang selalu ingat kepada-Nya, tidak dijadikan orang yang lupa kepada-Nya.

 

15 Terangnya hati oleh cahaya dzikir.

 

  1. Aku bersama-sama dengan orang-orang yang ingat kepada-Ku. (Hadits Dudsi).

 

  1. Ingatnya hati dari lupa ketika ada bisikan kepada hal yang dicela.

 

  1. Dibukakan pintu langit untuk naiknya Malaikat membawa amal dzikir

 

  1. Seluruh makhlug dan bumi yang dipakai dzikir mendengar kepada dzikir itu, dan seluruhnya membanggakan dirinya kepada seluruh tempatyang tidak dipakai dzikir.

 

  1. Lembutnya hati dan khusyu ketika berdzikir.

 

  1. Seluruh keburukan akan dilebur oleh kalimah dzikir.

 

  1. Tenteram dan damainyahati)

 

  1. Malaikat istirahat dari menuliskan segala amal buruk.

 

  1. Meringankan dari beratnya kesulitan pada hari Diyamah.

 

  1. Dzikir lebih utama dari pada berhaji, perang atau sedekah.

 

  1. Allah memberi lebih banyak, daripada kepada orang yang memohon tidak dibarengi dzikir, meskipun orang yang berdzikir tersebut tidak memohon apa-apa.

 

  1. Orang yang berdzikir itu diliputi oleh rahmat, diberi sakinah, senang hati dan diberi barokah.

 

  1. Orang yang berdzikir sehari penuh, akan diampuni segala dosanya.

 

  1. Ada yang berseru dari langit : “Hai orang yang berdzikir bangkitlah, sebenarnya Aku mengganti segala amal burukmu dengan amal baik, dan Aku mengampuni segala dosamu”.

 

  1. Majlis sholeh karena dzikir, mengayomi seribu Majlis yang buruk.

 

  1. Orang yang memperbanyak dzikir kepada Allah, pada hari Aiyamah didudukkan diatas mimbar dari Nur, serta Malaikat : dan para Nabi merasa bangga melihat kedudukan ahli dzikir, sebab wajahnya lebih bersinar laksana bulan tanggal 14. Pada waktu orang-orang sedang dalam keadaan bingung, para ahli dzikir tidak merasa takut ataupun kaget.

 

  1. Yakinlah, para ahli dzikir nanti pada hari Diyamah, mendapat karomah dari Allah SWT.

 

  1. Para ahli dzikir setiap waktu bersenang-senang di Taman Surga.

 

  1. Menjadikan diteranginya bumi. Sabda Nabi SAW : “Orang yang berdzikir kepada Allah didalam kumpulan orang-orang yang lupa, seumpama tanaman yang hijau ditengah-tengah rumput yang kering gersang.”

 

  1. Adapun dzikir Khoffi (Samar), tegasnya dzikir itu tidak ada yang mengetahui, kecuali yang berdzikirnya sendiri dan Allah SWT. Oleh Allah, dzikir Khoffi itu akan disimpan di suatu gudang sampai hari Diyamah. Pada waktu para ahli dzikir akan masuk kedalam Surga, Allah SWT berfirman : “Bagi kamu sekalian, dari-Ku ada pahala, yaitu dzikir Khoffi.” (Dzikir yang tidak dapat diketahui oleh makhlua).

 

 

 

 

 

Dzikiritu ada tiga tingkatan :

 

  1. Dzikir dengan lisan sambil lupa hatinya.

Dzikir seperti ini disebut dzikir adat. Dan buahnya itu adalah menjadi siksa, sebab menjadi dosa. Contohnya: Lisannya mengucapkan Laa ilaaha illallaahakan tetapi hatinya mengingat kepada sejain Allah, seperti dzikir ketika kita kagetada gempa, pada waktu anak jatuh dll.

 

  1. Dzikir dengan l’isan akan tetapi hatinya ingat kepada Allah.

Ini disebutnya dzikir ibadah dan buahnya tentu pahala.Contohnya : Lisannya mengucapkan Laa ilaaha Iillallaah dan hatinya ingat pada arti kalimah tersebut.

 

  1. Dzikir dengan bergetarnya seluruh badan.

Dzikir ini disebut dzikir mahabbah dan ma’rifat. Dan buahnya tidak ada yang tahu kecuali Allah semata. Contohnya : Lisan mengucapkan Laa ilaaha illallaah dibarengi dengan bergoyangnya kepala dari bawah hingga ke atQS. ke kanan dan ke kiri, dan dzikir tersebut tembus ke dalam hatinya. Kenapa disebut dzikir mahabbah wal ma ‘rifat karena mugaddimah sebelum dzikir tersebut, diucapkan :

 

Tuhanku, hanya Engkaulah yang kumaksud, Keridhoan-Mu-lah yang kuharap, berilah aku kemampuan untuk dapat mencintai dan marrifat kepada-Mu”.

 

Dzikir yang ke-3 ini diamalkan oleh para ahli Thoreqat Dodiriyyah Naqsyabandiyyah. Dalam mengamalkan dzikir inn ada syaratnya, diantaranya yaitu harus berguru dahulu kepada Guru yang Mursyid, yaitu Guru yang sudah mendapat izim dari Gurunya untuk memberikan ijazah dzikir, yaitu yang disebut Wakil atau Khalifah.

 

Siapa saja yang menjalankan dzikir seperti yang dijalankan oleh ahli Thoreqat tanpa berguru lebih dahulu, maka gurunya adalah syetan.

 

Oleh karena itu, siapa saja yang akan menjalankan dzikir yang ketiga ini. maka harus berguru lebih dahulu, sebagaimana sabda Tuan Syekh Abdul Godir Al-Jaelani QS.

 

“Adapun yang wajib atas manusia adalah mencari sesuatu yang bisa menghidupkan hati yang bersifat keakhiratan dari ahli talqin di dunia ini sebelum habis waktu (mati)”.

 

Menurut Syekh Abdul Karim As-Sama’ani tentang dzikir mahabbah wal mar’rifat, yang diterangkan dalam kitab Bidaayatus Saalikiin : “Apabila murid Thoreqat dzikirnya sudah mencapai istigrag (menyebar keseluruh badannya sampai ke tulang-sumsum, hati dan jantungnya terisi oleh kalimah itu), dapat mengucapkan dzikirnya dengan hurut-huruf munkatt’ah, tegasnya huruf sepotong-sepotong, seperti: La. Ia, Ia, . …….. il, il, il ……… hu, hu, hu, ……… ih, ih, ih, ……. ar, ar, ar. ………, he, he, he, …….. ri, ri, ri, …….., ah, ah, ah, ……., sebab semua itu ada maknanya.

 

Malahan menurut keterangan Syekh Abil Hasan Sadzill ‘ “Dimana hati sudah marrifat, lisan akan tumpul, contohnya : seperti orang yang berburu kijang, sewaktu masih jauh misalnya akan memanggil atau berteriak masih jelas nyebut “Kijang” akan tetapi kalau sudah dekat kan cukup dengan ucapan yang sepotong, apakah itu suku kata akhirnya atau awalnya, umpamanya saja dengan mengucapkan : kij – kij – kij… ataujang-jang -jang ……..

 

Menurut Ulama ahli Thoreqat: “Dimana dzikir itu sudah meliputi seluruh tubuhnya, tegasnya orang itu badannya sudah terbawa oleh dzikir, maka akan timbul khusyu lalu air matanya akan bercucuran, serta merasa panas disekujur badannya. Setelah begitu orang itu akan tenggelam dalam lautan mahabbah dan marrifat, yang disebut Bahrul Hayat yang artinya “Lautan Kehidupan”.

 

Bilamana ahli dzikir itu sampai meronta, lupa pada kesopanan ketika berdzikir, itu jangan dianggap aneh karena dimisalkan kepada orang yang sedang mancing, terbawa oleh rasa ketika ikan menelan mata kailnya, sesuai dengan Firman Allah dalam Surat Al-Hadid ayat 16:

 

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah” (QS. 57 Al-Hadid : 16).

 

Ayat ini menjelaskan bahwa caranya dzikir sampai ke pangkat khusyu itu adalah harus dzikir yang dapat bai’at atau berguru dahulu.

 

Banyaknya mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallaah itu tidak ada batasnya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

 

“Perbanyaklah dzikir kepada Allah sehingga mereka (orangorang munafik) berkata bahwa kamu adalah orang gila”.

 

Adapun mengucapkan dzikir yang ditetapkan oleh ahli Thoreqat adalah 165 kali dalam tiap waktu, tidak boleh kurang, lebih banyak itu yang dianjurkan.

 

Kenapa 165….. ??

 

itu didasarkan kepada Hadits Rasulullah SAW yang artinya – “Harus mengucapkan tahlil kamu sekalian, tiga puluh tiga kali, lima kali”. Jadi 33 x5 = 165.

 

Juga menurut ahli huruf, naktu nyakalimah itu: Laa=31: Ilaaha=36: Ila=32: Allaah=66, jumlahnya 165.

 

Menurut a’dadil huruf, apabila kita hitung angka itu ada 12. (165 = 1+6+5+12). Demikian pulajumlah huruf: Laa=2: Hlaaha=3, Illaa =3: Allaah = 4, jumlahnya 12.

 

Menurut keterangan Hadits Rasulullah SAW: “Barang siapa yang membaca kalimah Laa ilaaha IIlallaah, dapat menghapus dosa pada hari itu”. (12jam).

 

Isinya yang 12 huruf, mengandung kewajiban yang 12 perkara : 6 kewajiban dhohir dan 6 kewajiban bathin.

 

Enam kewajiban dhohir, yaitu : 1. Thaharoh,(membersihkan dhohir seperti : Wudhu, Adus jinabathaid, nifas wiladah dan sebagainya), 2. Sholat, 3. Zakat, 4. Puasa, 5. Hajji:. dan 6. Jihad (berang).

 

Perang itu ada dua macam: 1. Perang melawan perusak Agama dan Negara, yang disebut perang asgor (kecil), 2. Jihad Akbar (perang besar), yaitu perang yang paling besar, memerangi hawa nafsu, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

 

“Marilah kita kembali dari perang kecil menuju perang besar, yaitu perang melawan hawa nafsu”.

 

Adapun caranya memerangi hawa nafsu, yaitu jangan menuruti segala sesuatu keinginan nafsu, meskipun seolah-olah baik, karena Segala sesuatu yang disukai oleh nafsu itu adalah buruk, keterangan Ibnu Athaillaah dalam Kitab Al-Hikam : “Setiap kali menghadapi dua perkara/hal yang membingungkan, maka harus dilihat olehmu, mana hal yang paling berat kepada nafsu. Maka harus diikuti oleh kamu sekalian hal yang berat kepada nafsu, itu adalah perkara yang haq”.

 

Juga keterangan /bnu Athaillaah : “Dari sebagian yang memperturutkan hawa nafsu,yaitu lebih bergairah dalam mengerjakan kebaikan atau sunat-sunat, tapi kadang-kadang susah mengerjakan perkara yang wajib”.

 

Waktu ibadah ditentukan oleh Allah, seperti waktu shalat jangan sampai diakhirkan sampai nantinya tidak dikerjakan, maka waktunya diperluas. Contohnya waktu Dhuhur adalah sampai kurang lebih jam 3 (tiga), agar manusia memilih sendiri, apakah di awal waktu atau di tengah-tengah atau di akhirnya.

 

Enam kewajiban bathin, yaitu: 1. Ridlo, 2. Sabar, 3. Tawakal: 4. Tafwid: 5. Taslim, 6. Taubat.

 

Penjelasan satu persatu, Insya Allah akan diuraikan kemudian. Kalimah Laa ilaaha illallaah sangat lengkap, sebagaimana sabda

 

Nabi SAW:

 

“Bahwasanya Allah Ta’ala itu mengharamkan api neraka menjilat orang yang mengucapkan Ia Ilaaha Illallaah yang ditujukan hanya kepada Allah semata-mata”.

 

Menerangkan lagi dalam Hadits, Ibnu Asakir dari Sayyidina Ali r.a. menerima dari Rasulullah SAW sabdanya : “Memberi hadits kepadaku Malaikat Jibril yang menerima dari Allah Ta’ala :

 

“La ilaaha Illaah adalah benteng-Ku,barangsiapa yang mengucapkannya maka ia telah masuk ke dalam benteng-Ku. Dan barangsiapa yang telah masuk ke dalam benteng-Ku, sungguh ia diselamatkan dari azab-Ku”.

 

“Apabila diantara salah seorang abdi yang membaca kalimah Laa laaha illallaah seratus kali, maka Allah akan membangkitkan orang itu pada hari Qiyamah dengan wajah terang benderang laksana bulan tanggal empat belas”.

 

Ada tagi Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nisai dari Ibnu Sayyidil Khudrii yang menerima dari Rasulullah SAW, sabdanya : “Nabi Musa a.s. berkata kepada Allah : “Ya Allah berilah aku petunjuk agar selalu ingat kepada-Mu. Firman dari Allah : “Bacalah kalimah Laa ilaaha ilallah. Bersabda lagi Nabi Musa a.s. : “Seluruh abdi-Mu harus membaca kalimmah ini, karena hamba-Mu ingin ada ketentuan untuk abdi-abdi-Mu”.

 

Firman Allah SWT : “Kalau tujuh lapis langit dan seisinya kecuali Aku , ditambah tujuh lapis bumi, lalu ditimbang dengan kalimah Laa Haaha illallaah, sudah tentu akan lebih berat kalimah Laa ilaaha ilallaah.”

 

Dari Ibnu Abi Dunya dan BaiHaqi dari Abi Hurairah r.a. : “Malaikat Maut hadlir kepada seorang laki-laki yang meninggal, lalu malaikat itu membelah jasad yang meninggal. Sama sekali yang meninggal itu tidak amalnya, lalu dibelah lagi hatinya. begitu juga tidak ada amal baiknya. Lalu dibuka diantara janggutnya, ternyata ditemukan ujung lidahnya nempel ke langit-langit mulutnya sedang membaca kalimah Laa ilaaha ilallaah, maka laki-laki itu diampuni dosanya dikarenakan ada kalimah ikhlas”.

 

 

Ada hikayat yang diriwayatkan oleh Imam kita semua yaitu Muhammad bin Idrjs As-Syafi’i r.a. sabdanya : “Suatu masa aku sedang di kota Mekkah, aku melihat seorang laki-laki bangsa Nasrani yang namanya Asgaf sedang thawaf di Ka’bah. Aku bertanya, apa sebabnya dia meninggalkan agama leluhurnya”.

 

Jawabnya : “Aku mengganti agama yang dianut oleh leluhurku dengan agama yang lebih baik. Sebabnya adalah pada suatu waktu aku naik kapal di lautan. Di tengah perjalanan kapal itu diterjang badai yang sangat dahsyat sehingga kapal terbelah. Kebetulan dengan selembar papan yang terpegang olehku, aku terdampar di suatu pulau.

 

Di pulau itu banyak sekali pohon-pohonan yang buahnya sangat manis rasanya, lebih manis daripada madu dan lebih lembut dari buih laut. Selain itu ada sebuah sungai yang airnya sangat jernih dan sejuk membuat segar kalau diminum.

 

Di atas pohon-pohon banyak sekali bermacam-macam burung riuh berbunyi. Matahari sudah mulai terbenam, aku makan buah-buahan dan meminum air sungai tadi.

 

Siang berganti malam. angin meniup daun-daun pohon, terdengar suara ranting-ranting jatuh menimpa dahan. Suara ombak laut bergemuruh karena mulai pasang. Burung sudah tidak bersuara lagi, kecuali Suara jengkrik yang terdengar.

 

Hatiku mulai terasa was-was, rasa takut dan ngeri. Badan terasa kedinginan, tapi hati terasa panas dibarengi rasa takut didatangi binatang buQS.

 

Segera aku naik ke atas sebuah pohon yang besar dan tinggi. dan bersandarpada sebuah dahan yang besar, tak terasa aku tertidur.

 

Tengah malam aku terbangun dan melihat seekor makhluk keluar dari permukaan air laut, dan makhluk itu mengucapkan Tasbih kepada Allah Ta’ala, yang bunyinya : Laa ilaaha illallaahul-ghoffaar Muhammagur rosulullaahinnabiyyul mukhtaar. Makhluk itu merangkak

 

ketepi pantai dan terlihat kepalanya seperti kepala burung kaswari, mukanya seperti muka manusia, kakinya seperti kaki unta. ekornya seperti ekor ikan. Ketakutanku makin bertambah, perasaan makhluk itu akan menerkam. Tanpa daya dan teramat takut akhirnya aku pingsan.

 

Waktu Siuman, aku merasa telah ada di bawah dekat makhluk itu, aku bangkit dan akan lari. tetapi makhluk itu berkata : “Diam …… Kalau kamu tidak diam akan kumakan”.

 

Aku menurut dan duduk ditanah. pasrah.

 

“Menganutagama apa kamu …… ? bertanya makhluk itu.

 

“Nasrani” jawabku.

 

“Rusak sekali, rugi sekali kenapa kamu menganut agama itu, sekarang kamu pindah keagama hanifiyyah (Islam), sebab kalau kamu bukan Islam. sudah tentu bakal dianiaya oleh kaum Jin mu’min yang mengisi pulau ini. Tidak akan ada yang selamat di pulau ini kecuali yang beragama Islam”.

 

“Bagaimana caranya masuk Islam itu ……… ?” aku bertanya.

 

Makhluk itu mengajariku : “Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadarrusulullaah'”.

 

Aku mengikuti mengucapkan kalimah itu.

 

Lalu makhluk itu berkata lagi: “Apakah kamu akan tinggal di pulau ini atau akan pulang kekeluarga kamu…….. ?” Dijawab olehku bahwa aku akan pulang.

 

Kata makhluk itu lagi : “Diamlah kamu ditempat ini. tidak lama lagi akan ada kapal lewat ke pulau ini”, berkata begitu makhluk itu sambil pergi, lalu masuk lagi ke dalam laut.

 

Tidak lama kemudian ada kapal yang lewat ke pulau itu, setelah aku membuat isyarat memanggil kapal itu, kelihatan kapal itu berhenti dan mereka menurunkan sekoci untuk menjemputku. Ketika aku naik keatas kapal itu, aku melihat 12 orang. Aku bertanya kepada penumpang kapal Itu, mereka menganut agama apa. Mereka menjawab bahwa mereka beragama Nasrani. Lalu aku menceriterakan pengalamanku dari awal Sampai akhir tidak ada yang terlewat.

 

Selesai aku berceritera, seluruh penumpang kapal itu langsung masuk Islam.

 

Hikayat kedua, diceriterakan oleh Syekh Abdullah Al-Jafi’i dina kitab Raodur-Riyaohiin.

 

“Jaman dahulu ada seorang raja yang sangat lalim dan bengis, tidak sayang kepada sesama makhluk, tidak sayang kepada yang lemah, betul-betul sombong merasa dirinya raja yang berkuasa.

 

Rakyatnya tidak diperhatikan, ia mengikuti hawa nafsunya dan amarahnya, merasa dirinya paling tinggi berkuasa, tidak akan ada yang berani menentangnya.

 

Kehidupan sehani-harinya hanya dikerubungi oleh gadis-gadis cantik. Dari setiap kampung, gadis-gadis yang cantik diboyong ke istananya.

 

Dia menyembah yang tidak umum, yaitu setan dan siluman, batu dan api.

 

Pada suatu ketika, raja itu diperangi oleh pasukan Islam dan ternyata kalah, dan raja itu ditawan, dibelenggu oleh pasukan Islam. Keputusan dari Mahkamah Agung, raja itu harus dihukum mati.

 

Pasukan Islam dan masyarakat musyawarah bagaimana caranya menghukum mati raja itu, agar terasa sakit dan perlahan-lahan. Semuanya mufakat, raja itu akan direbus dalam kancah berisi ancuran timah dengan api yang berkobar-kobar.

 

Ketika hukuman itu akan dilaksanakan, raja itu memanggil kepada setiap yang disembahnya untuk minta pertolongan, tetapi tidak ada yang datang untuk menolongnya. Akhirnya raja itu putus asa, lalu Oia mencaci-maki kepada setiap yang disembahnya, dan menyadari Semua kesalahannya, berubah keyakinannya. Sambil menengadahkan kepalanya ke langit dan lidahnya mengucapkan kalimah Laa ilaaha lallaah, sambil menangis berdo’a dengan ikhlas, mohon pengampunan Allah dan mohon diselamatkan dari siksaan.

 

Dengan kuasa dan Allah yang menyayangi hambanya, meskipun raja ilu seorang yang durhaka asalnya, apabila bertaubat kepada-Nya sudah pasti akan diampuni. Tiba-tiba turun hujan yang sangat lebat, tidak disangka karena bukan musimnya.

 

Kuasa Allah, hujan itu tepat sekali menimpa dimana sang raja terbelenggu dan api yang sedang berkobar-kobar yang dalam sekejap api itu padam, diiringi dengan angin topan yang menerbangkan kancah berisi cairan timah dan raja yang terbelenggu ke atas, ke udara antara langit dan bumi.

 

Sang raja tidak henti-hentinya memuji kepada Yang Maha Suci dibarengi dengan mengucapkan kalimah Laa ilaaha Illallaah tanpa putus. Kancah tersebut akhirnya jatuh disuatu tempat yang penduduknya tidak beriman dan beribadah kepada Allah.

 

Raja itu tetap mengucapkan kalimah ikhlas, dibarengi tebalnya keyakinan, betul-betul diimankan ucapan dan tekadnya, tidak nyeleweng dari yang diucapkannya yaitu kalimah Laa ilaaha illallaah, tembus ke dalam jantungnya, menghunjam ke dalam hati sanubarinya.

 

Setelah raja dan kancahnya jatuh ke tanah, lalu ditolong oleh penduduk dan dikeluarkan serta dibuka belenggunya. Setelah itu penduduk bertanya, apa sebabnya dia ada di kancah. itu dan terbelenggu. Sang raja menceriterakan semua pengalamannya tanpa ada yang terlewat dari awal sampai akhir. Dia bercentera bagaimana kelakuannya dahulu, kebengisannya dan kesombongannya, diaknin dengan diserbunya negaranya oleh pasukan Islam, serta kalah dan dia ditawan dan akhirnya dihukum mati dengan jalan direbus dalam kancah berisi cairan timah panQS.

 

Selesai dia berceritera, penduduk yang ada di tempat itu langsung semuanya beriman kepada Allah SWT.

 

Hikayat ketiga. Diceriterakan oleh Syekh Abi Saad Al-Gurtubi : “Aku mendengar dari sebagian Hadits Atsar, tegasnya yang kewarid dari para Sahabat, sebenarnya orang yang mengucapkan kalimah Laa laaha illailaah 70.000 (tujuh puluh ribu) kali, akan jadi penebus gan Neraka. Oleh sebab itu, lalu aku mengamalkan membaca 70.000 kali karena mengharapkan berkahnya dari janji Hadits tersebut. Pertama, karena aku mengharapkan dapat menebus ahli-ahliku (keluarga). Kedua, mengamalkan untuk bekal di akhirat kelak.

 

Kebetulan suatu saat ada seorang pemuda yang menginap di rumahku. Pemuda itu telah mukasyafah, dapat melihat alam gaib. dapat melihat Surga dan Neraka Seluruh penduduk percaya, hanya aku yang masih meragukan. Diantara tetanggaku ada yang ingin dikunjungi olehku dan pemuda tersebut. Aku dan pemuda itu mengunjunginya. Di rumah tetanggaku itu, disuguhi makanan dan minuman.

 

Tiba-tiba pemuda itu berteriak keras sekali. Seisi rumah kaget dan heran. Pemuda itu cepat-cepat ditolong dan dipijat.

 

Ketika pemuda itu sadar, lalu berkata keras sekali: “Aduuh …Pak, ibuku sedang terbakar dalam api Neraka “. Lalu pemuda itu pingsan lagi.

 

Pada waktu itu barulah aku percaya kemampuan pemuda itu, bisa mukasafah. Timbul rasa iba dan aku bicara dalam hati. “Hari ini aku akan mencoba akan kebenaran Hadits itu, Allah SWT mengilhamkan kepadaku untuk mengamalkan membaca kalimah ikhlas 70.000 kali, dibacanya pelan-pelan dan tidak ada yang tahu, kecuali Allah SWT”

 

Selesai membaca 70.000 kali, aku berkata lagi dalam hati, “Hadits Itu benar, yang menceniterakan hadits itu juga semuanya benar. Ya Allah, semoga kalimah Laa ilaaha illallaah yang 70.000 kali ini, menjadi penebus wanita ibunya pemuda ini”.

 

Belum tamat aku berkata dalam hati, tiba-tiba pemuda itu bangkit, lalu berkata : “Bapak, sekarang ibuku sudah keluar dari Neraka oleh berkahnya kalimah Laa ilaaha illallaah 70.000 kali Alhamdulillah ……..“.

 

Kesimpulan dani tiga Hikayat di atas tadi, menunjukkan bahwa membaca kalimah Laa ilaaha illallaah itu sangat besar faedahnya, oleh karena itu ahli Thoreqat di dalam wiridnya sangat mengutamakan memperbanyak membaca kalimah tersebut.

 

 

 

 

Hikmat dzikir Jahar ada 6 hal :

 

  1. lIjtima’i Satati Qolbi Sahibihi.

Mengumpulkan terpecahnya ingatan hati manusia yang sedang dzikir. Ingatan hati. menurut ahli Tasawwuf ada tujuh puluh ribu ingatan. Menurut firman Allah yang bunyinya : “Gerak-geriknya hati dalam sehari semalam adalah 70.000. sama dengan bilangan gerak-geriknya burag yang ada di Surga. Semua itu sekedar kayidah, tegasnya yang pantas, benar dan salah. Kecuali satu yang pasti benarnya, yaitu geraknya hati ingat kepada Allah”. Contohnya : Apabila kita sedang sholat, terasa bahwa dalam hati banyak melirik kepada selain Allah, ingat kepada kebutuhan atau kesusahan, sehingga hilang khusyu’nya sholat, padahal khusyu’ dalam sholat adalah syarat utama sahnya sholat: Firman Allah s.w.t. (O.S. Al-Mu’minun ayat 1)

 

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (QS. A-Mu’minun

 

Oleh karena khusyu’ dalam sholat itu sangat susah, ahli Tasawwuf mengerjakan amalan cara agar dapat khusyu’ seperti firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 103 yang bunyinya:

 

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalatmu, ingatlah Allah” (QS. 4 An-Nisa : 103).

 

Dzikir yang dikerjakan oleh para Sahabat dan para Wali, juga oleh ahli Tasawwuf dari golongan Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah, yaitu kalimah Laa ilaaha illallaah, karena kalimah tersebut cukup untuk memusatkan jiwa raga pasrah kepada Aliah Ta’ala, sehingga ketika membaca kalimah Toyyibah berdasarkan petunjuk dari Syekhnya (Guru Mursyidnya), bergetariah hati sanubarinya, sebagaimana firman Allah dalam Surat Az-Zumar ayat 23:

 

“Gemetarlah karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah” (QS. 39 Az-Zumar: 23).

 

  1. Himmatun A’liyah.

Membuat tinggi cita-citanya dalam menjalankan ibadah kepada Allah dan menegakkan hukum Allah. Tegasnya dalam menghadapi banyaknya kepedihan/rintangan, tidak cengeng, betul-betul kokoh menegakkan semua yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :

 

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhannya-lah mereka bertawakal” (QS. Al-Anfal : 2).

 

  1. Anisul Mutawahis. Menjinakkan perkara yang seringkali liar.

Umpamanya senang melakukan segala yang sunat. Pekerjaan yang sunat itu hal yang agak susah dilakukan, tetapi setelah melakukan dzikir, jadi rajin melakukan pekerjaan sunat, seperti shalat Tahajud, Isrok, Dhuha dan sebagainya.

 

  1. Jarrul Khoer. Menarik kepada kebaikan,

Umpamanya mengajak orang lain untuk beribadah atau memimpin dalam segala amal ibadah.

 

  1. Khotrotus Samawiyyah. Bisikan-bisikan dari langit.

Tanda-tanda datangnya khotrotus samawiyyah, yaitu bulu kuduk berdiri, hati agak gentar, perasaan ngeri, banyak yang terasa menyedihkan, yang akhirnya tidak tahan menahan sedih, menangis sambil tidak tahu apa yang disedihkan, lupa kepada rasa malu.

 

Menangis bukan tangis biasa, karena kalau sengaja ingin menangis seperti itu tentu tak akan bisa. Seandainya punya uang setumpuk, emas satu peti, ingin menangis seperti itu tentu tak akan bisa, karena ini betul-betul rahmat dari Allah yang Maha Esa yang diperuntukkan kepada abdinya yang dikasihi-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dimana diturunkan kepada para Rasul ayat Al-Qur’an, kelihatan olehmu, hai Muhammad, mata mereka tergenang air mata, karena mereka tahu bahwa itu adalah haq dari Allah”.

 

  1. Miftahul Ghaib. Terbukanya segala sesuatu yang samar-samar,

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Jin ayat 26-27 .

 

“Maka Dia tdak mempernihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS. 72 Al-Jin : 26-27).

 

Untuk mengetahui perihal yang ghaib memang tidak mudah, harus tahu dahulu perbedaan antara malaikat dengan syetan. Duaduanya makhluk halus yang bisa berwujud apa saja.

 

Untuk membedakannya, Sulthon Aoliya Syekh Abdul Qoodir AlJaelani AS ditanya oleh para muridnya : “Bagaimana perbedaan antara Malaikat dengan Syetan……. ? Jawabnya : “Syetan suka mengajak kepada ma’syiat, sedangkan Malaikat menunjukkan kepada munjiah, yaitujalan keselamatan dunya dan akhirat.

 

Adapun Kalimah Laa ilaaha illallaah itu banyak sekali namanya :

 

  1. Kalimah Taohid 7. Kalimah Miftahul-Jannah
  2. Kalimah Thoyyibah 8. Kalimah Nafi Isbat
  3. Kalimah Ikhlas 9. Kalimah Afdholu-Dzikir
  4. Kalimah Haq 10. Kalimah Tagwa
  5. Kalimah Najah 11. Kalimah Tsamanul Jannah
  6. Kalmahn Urwatul-wutsqo 12. Kalmah Isabitah, dsb.

 

Adapun arti kalimah itu ialah untuk meng-Esa-kan Allah, sehingga tidak ada Tuhan selain Allah, dan beribah hanya kepada Allah Ta’ala.

 

Arti dari kalimah Thoyyibah ialah ucapan yang terbaik, hanya menyebut Asma Allah, sehingga para Ulama menerangkan bahwa semua amal sholeh itu dibawa oleh Malaikat lalu diperlihatkan, diteliti oleh Malaikat tukang mengkoreksi amal, kalau-kalau tercemar oleh ujub, riya, atau yang lain-lain. Oleh karena itu amal sholeh itu tidak langsung kepada Allah SWT, tetapi melalui perantara yaitu Malaikat.

 

Sedangkan kalimah Thoyyibah (Kalimah Laa ilaaha illallaah) itu naik ke hadapan Allah dengan sendirinya, tanpa ada yang membawa, tanpa perantara, sebagaimana Firman Allah dalam Surat Fathir ayat 10:

 

“Kepada-Nya-lah naik perkataan-perkataan yang baik (Kalimah Tauhid) dan amal yang shaleh dinaikkan-Nya””. (QS.35 Fathir:10)

 

Jelasnya, kalimah Thoyyibah meskipun tidak memakai niat, tetap ada pahalanya, berbeda dengan amal-amal yang lain yang didasarkan kepada adanya niat, sebagaimana ayelaskan dalam Hadits Nabi SAW yang artinya . “Sesungguhnya sahnya amal itu harus dengan niat”. Ucapan Syekh Abu Sa’id Al-Khoroz : “Dimana Allah berkehendak akan menjadikan seorang abdi-Nya menjadi Wali, dimulai dengan dibukakan kepada abdi itu pintu dzikir. Apabila abdi itu sudah merasa nikmat dalam dzikir, lalu dibukakan kepadanya Durbah (Alam Musyahadah). Lalu dinaikkan ke Majlis Unsyi (singgasana yang amat tenteram), lalu didudukkan di atas Kursi Tauhid. Selanjutnya dibukakan dari segala hijabnya lalu dimasukkan kedalam Darul Fardaniyah (tempat yang menyendiri). Selanjutnya dimasukkan ke dalam Hijabul Jalal wal Udrmah. Di situlah abdi itu diangkat oleh Allah menjadi Waliyullah”.

 

Ucapan Abdullah Ats-Tsasuri : “Sebetulnya hati ahli Sufi selamanya menghadap kepada Allah serta melanggengkan dzikir dalam hatinya dan Iisannya. Itulah yang mengangkat dzikir kepada tingkatan dzikir Dzat (Dzikir yang sampai kepada rasa, yang disebut dzikir Sirri) atau Dzikrur-Ruh. Selanjutnya naik lagi kepada Mutsabatil Arsyi (pintu Arasy).

 

Menurut ahli Sufi : “Adapun Arasy itu adalah hatinya manusia yang tetap abadi dalam Alamul Kholgi wa Hikmah. Dan lagi hati itu seolah-olah Arasynya dalam Alamul Armnri wal Qudrat”.

 

Menurut sebagian : “Adapun hati manusia seperti Arasy, dan dadanya adalah seperti Kursi, sebagaimana Hadits Qudsi firman Allah Ta’ala yang artinya : “Tidak ada yang membaHaqiakan kepada-Ku selain hati abdi-Ku yang mu’min”.

 

Jadi kesimpulan Hadits Dudsi ini: “Bumi dan langit tidak dianggap luas menurut Allah, akan tetapi yang paling luas adalah hati abdi Allah yang mu’min, sehingga luasnya hati sama dengan luasnya Arasy kepunyaan Allah.”

 

 

 

 

 

Wa’lam. Ketahuilah oleh kamu sekalian, sebenarnya mengetahui hakikat diri itu fardhu ‘ain, tegasnya wajib tiap-tiap manusia yang agil baligh, karena sebenarnya ma’rifat kepada Allah itu ditangguhkan hingga mengetahui hakikat dirinya.

 

Sabda Rasululiah SAW:

 

“Siapa yang kenal akan dirinya, maka kenal akan Tuhannya”

 

Kenapa ma’rifat kepada Allah adalah fardhu ‘ain, karena bagaimana bisa ibadah kepada Allah, apabila tidak tahu ma’budnya (yang disembahnya), bukankah ibadah kepada Allah itu adalah wajib, sebagaimana Firman Allah (Q.S. 51 Adz-Dzariyat ayat 56):

 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan Supaya mereka menyembah-Ku” (Q.S. 51 Adz-Dzanyat : 56).

 

Oleh karena itu, segala hal yang menangguhkan fardhu ‘ain, maka perkara itu hukumnya fardhu. Kesimpulannya ialah mengetahui diri itu adalah fardhu ‘ain hukumnya. Sebaliknya, siapa saja manusia yang tidak mengetahui kepada dirinya tentu lebih bodoh lagi untuk mengetahui Tuhannya.

 

Oleh karena itu, harus mengetahui dirinya itu agar dapat mar’rifat kepada Tuhannya.

 

Menurut ahli Sufi, yang dimaksud diri disini adalah diri yang halus yang disebut Ruh, sebagaimana Firman Allah :

 

“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan” (QS. 51 Adz-Dzaniyat : 21).

 

Yang dimaksud diri ialah semua yang halus-halus dalam badan, apabila kita selagi hidup tidak mengenalnya, sudah tentu tidak akan tahu ketika kita sudah mati. Apabila kita tidak mengenal sudah tentu kepada Allah-pun tidak akan ma’rifat, sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al-Isra ayat 72 :

 

“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat darijalan (yang benar)” (QS. 17 Al-Isra : 72).

 

Yang dimaksud buta disini, yaitu buta mata hatinya, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Sebenarnya kamu sekalian bukan buta penglihatannya, akan tetapi buta mata hatinya yang berada didada kamu sekalian.”

 

Wa’lam. Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa sebenarnya manusia itu disusun dari Latifah-latifah yang sepuluh.

 

Yang Jima’ dinamakan Alamul Amri, yaitu :

 

  1. Latifatul Qolbi. 2. Latifatur Ruhi. 3. Latifatus Sirri. 4. Latifatul Khoffi. 5. Latifatul Akhfa.

 

Yang lima lagi dinamakan Alamul Kholgi, yaitu :

 

  1. Air.
  2. Tanah (Bumi).
  3. Api.
  4. Hawa(Udara/Angin) 1 s/d 4 ini sering disebut anasir opat.
  5. Latifatun Nafsi.

 

Dimana bersatu anasir yang empat ini, disebut “Latifatul Qolab””, yaitu yang halus di sekujur badan. Begitulah menurut pendapat ahli akal atau ahli falsafah.

 

Adapun hasilnya jumlah latifah yang ada diseluruh tubuh, itu ada 7 (tujuh):

 

  1. Latifatul Qolbi (Latifah hati).

Tempatnya kira-kira 2 jari di bawah buah dada kiri. Yang mengisi latifah tersebut ialah Nafsu Lawamah, yang mempunyai pengikut 7 (tujuh), yaitu :

  1. Gampang tertarik. 4. Ingin dipuji.
  2. Zalim. 5. Tidakadarasakasihan.
  3. Mengumpat 6. Dusta.
  4. Lalai terhadap kewajiban.

 

  1. Latifatur Ruh.

Tempatnya kira-kira 2 jari di bawah buah dada kanan. Yang mengisi latifah ini ialah Nafsu Mulhimah (Sawiyah), pengikutnya ada 7 (tujuh), yaitu :

  1. Pemurah. 4. Rendahnnhati.
  2. Sederhana (seadanya) 5. Menyadari kekhilafannya
  3. Ramah-tamah. 6. Sabar
  4. Tabah terhadap kesusahan.

 

  1. Latifatus Sirri.

Tempatnya kira-kira 2 jari di atas buah dada kiri. Yang mengisi latifah iniadalah Nafsu Mutmainah. Pengikutnya ada 6 (enam), yaitu :

  1. Sayang pada sesama makhluk 4. Selalu bersyukur
  2. Tawakal 5. Ridho.
  3. Senang beribadah : 6. Takut berbuat dosa.

 

  1. Latifatul Khoffi.

Tempatnya kira 2 jari di atas buah dada kanan, Yang mengisi latifah ini ialah Nafsu Mardiyah (Rodhiyah). Pengikutnya ada 7 (tujuh).yaitu :

  1. Baik budi.
  2. Meninggalkan segala hal selain Allah.
  3. Belas kasih kepada sesama makhlug.
  4. Selalu mengajak kepada kebaikan.
  5. Memaafkan kesalahan orang lain.
  6. Kasih sayang kepada sesama manusia.
  7. Peduli terhadap perasaan orang lain.

 

  1. Latifatul Akhfa.

Tempatnya di tengah-tengah dada. Yang mengisi latifah ini ialah Nafsu Mardliyyah, artinya Kesempurnaan.Pengikutnya ada 3 (tiga), yaitu :

 

*Ilmul-yagin (yagin tahunya).

– Pangkatnya : Fanali-afal.

– Pandangannya : Laa Ma’buda Illallaah.

 

*Ainul-yagin (nyata tahunya).

– Pangkatnya : Fana fis-sifat.

-Pandangannya : Laa Magsuada Illaliaan.

 

*Haqgul-yagin (mutlak tahunya).

– Pangkatnya : Fanafidz-dzat.

– Pandangannya : Laa Maujuda Illallaah.

 

  1. Latifatun Nafsi.

Tempatnya diantara dua alis (ditengah-tengah jidat). Yang mengisi latifah iniialah Nafsu Amarah. Pengikutnya ada 7 (tujuh), yaitu :

  1. Kikir. 4. Bodoh.
  2. Ambisius. 5. Sombong.
  3. Hasud. 6. Syahwat.
  4. Marah.

 

  1. Latifatul Qolab.

Yang mengisi latifah ini ialah Nafsu Kamilah. Yang ini tidak punya pengikut, karena berasal dari anasir yang empat, yaitu :

  1. Cahayaair itu putih (inti air).
  2. Cahaya angin itu kuning (inti angin).
  3. Cahaya api itu merah (inti api).
  4. Cahaya tanah/bumi itu hitam (inti bumi).

 

Adapun Nafsu Kamilah itu adalah-nafsu yang sudah sempurna, merupakan watak/tabi’at yang tetap, selalu berada dalam kebaikan dan selanjutnya bisa naik ke pangkat yang lebih sempurna sehingga senang dan istigomah dalam ibadah dibarengi mau memberi petunjuk kepada orang lain dan bisa menyempurnakan segala kekurangannya, malahan magomnya disebut taja/li asma was-sifat. Kelakuannya langgeng tagorub kepada Allah selamanya sehingga disebut Insan Kamil Mukammil.

 

 

 

 

Ketika Nabi Muhammad SAW dan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. bersembunyi di Gua Hiro, kaum Quraisy yang Kafir, memburu Nabi ke gua itu, dan mereka mencari berada di mulut gua itu. Sayyidina Abu Bakar sangat bimbang, khawatir mereka mengetahui bahwa Nabi SAW berada disitu. Kemudian Nabi SAW bersabda, sebagaimana termaktub dalam Surat At-Taubah ayat 40):

 

“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita” (QS 9 At-Taubah : 40).

 

Sayyidina Abu Bakar berkata : “Ya Rasulullah, mohon anda memberi petunjuk, agar hati hamba tenteram jangan merasa bimbang seperti sekarang”.

 

Sabda Nabi SAW: “Ucapkan olehmu Asma Allah”.

 

“Bagaimana caranya mengucapkan kalimah itu dan dimana menempatkannya, ya Rasulullah” kata Sayyidina Abu Bakar. “Harus ingat kamu kepada Tuhanmu di dalam hati dengan merendah, merasa malu dan takut, tidak usah dengan ucapan yang keras (tidak dilisankan), cukup dengan getarnya hati, detaknya jantung. Cara berdzikir seperti itu harus dari pagi sampai petang serta ingat terus jangan ada lupanya”, sabda Nabi SAW. “Bagaimana kalau” lupa ya Rasulullah?” tanya Sayyidina Abu Bakar. : “Harus ingat kamu kepada Aliah. Dimana lupa usahakan untuk ingat lagi”, sabda Nabi SAW. Jadi kalau diumpamakan, seperti jam (arloji putar), Apabila berhenti putarlagi. Setelah Sayyidina Abu Bakar dapat yazan dari Nabi Muhammad SAW, hatinya merasa tenteram, tidak bimbang dan takut melihat rombongan kaum kafir yang akan membunuh Nabi SAW, sebagaimana Firman Allah (A.S. Al-Fath ayat 26):

 

“Lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya” (QS. 48 Al-Fath . 26).

 

Semua itu adalah asal-usul adanya Thoreqat Naqsyabandiyyah. Setelah Sayyidina Abu Bakar diberi wirid itu dari Rasulullah SAW, beliau sangat takut kepada Allah sampai para Sahabat menerangkan : “Apabila kita mendekati Sayyidina Abu Bakar, tercium dari mulutnya seperti telah memakan goreng hati domba, dan terdengar dari hatinya seperti suara mendidihnya minyak kelapa dalam penggorengan.”

 

Keterangan seperti itu dalam Hadits yang dirwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tabrani yang berbunyi : “Tidak semata-mata Allah SWT mengucurkan suatu rahasia ke dalam dadaku, akan tetapi aku juga mengucurkan rahasia itu ke dalam dada Sayyidina Abu Bakar”

 

Yang dimaksud dengan rahasia ialah Dzikir Khoffi

 

Rasulullah SAW bersabda kepada para Sahabat :

 

“Apabila ditimbang iman Abu Bakar dengan iman jin dan manusia, selain para Nabi dan Mursalin. tentu akan lebih berat imannya Abu Bakar”

 

“Apa sebabnya Sayyidina Abu Bakar sedemikian tinggi imannya, melebihi para Sahabat yang lain, ya Rasulullah, padahal shalatnya, puasanya dan sidgohnya sama ………. ?” tanya para Sahabat.

 

Sabda Rasulullah SAW: “Kamu sekalian tidak akan mengungguli Abu Bakar dalam hal banyaknya sholat, puasanya dan sidgohnya, akan tetapi keunggulan dari Abu Bakar adalah karena dalam dirinya ada satu rahasia, yang tetap tinggal dalam qalbunya”

 

Setelah Sayyidina Abu Bakar Siddiq diberi ijazah oleh Nabi Muhammad SAW, amalan tersebut menjadi termasyur pada masa itu, sehingga wirid itu disebut Siddiqiyyah, didasarkan pada nama Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a.

 

Perlu diketahui, sebenarnya sebutan silsilah itu berbeda-beda karena berbeda-beda masanya.

 

Dimulai dari masa Sayyidina Abu Bakar sampai kepada Syekh Thoofur bin Isa Abi Yazid al-Busthami, dinamai Thoreqat Sidadiqiyyah.

 

Dari mulai Syekh Thoofur sampai kepada Syekh Muhammad Bahauddin Husaeni al-Uwesi al-Bukhori, dinamai Khowajikaniyyah.

 

Dari mula: Syekh Bahauddin sampai kepada Syekh Abdullah AlAhrori, dinamai Thoreqat Naqsyabandiyyah. Arti dari Nagsyabandi itu berasal dari kalimat Nagsun-bandun yang artinya mencapkan stempel, jelasnya : Menerapkan cap/stempel yang abadi yang tidak bisa ditebus/dihapus oleh apa-apa, adapun hapusnyaoleh Lupa.

 

Menurut riwayat, ketika Syekh Bahauddin Nagsyabandi sedang berdzikir kepada Aliah, dalam hatinya sampai jelas terlihat lahirnya latadz Jata’lah tembus ke dalam dadanya. Maka dari sejak itu sampa sekarang, disebut Thoreqat Naqsyabandiyyah.

 

 

 

 

 

Alamul Amri itu yaitu alam pemerintahan. Dalam alam itu ada wiayah yang disebut wilayah Ulul “Azmi. tegasnya mempunya kesabaran sebagaimana Firman Allah dalam Al-Qur’an yang artinya : “Harus sabar kamu sekalian seperti sabarnya Ulul ‘Azrmi dari beberapa Rasul”.

 

  1. Latifatul Qolbi : wiayah Nabi Adama ss.

 

  1. Latifatul Ruh : wilayah Nabi Ibrahima.s.

 

  1. Latifatus Sir : wilayah Nabi Musaa.s.

 

  1. Latifatul Khoffi: wilayah Nabi Isaa.s.

 

  1. Latifatul Akhfa : wilayah Nabi Muhammad SAW.

 

  1. Latifatun Nafsi tanpa wilayah

 

  1. Latifatul Qolab tanpa wilayah.

 

Latifah yang tujuh harus diisi oleh Dzikir Khoffi dan untuk meningkatkannya, harus seizin Guru yang memberi ijazah. Apabila dzikir itu sudah naik kepada latifah di seluruh badan, disebut Sulthonul Azkar, artinya rajanya segala dzikir.

 

POKOK THOREODAT

 

Asal-usul / pokok Thoreqat itu hanya dua, yaitu Thoreqat Dodiriyyah dan Thoreqat Naqsyabandiyyah.

 

Asal mulanya dari Thoreqat Sahabat, yaitu dari Sayyidina Ali dan Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. dan pada waktu itu belum memakai nama Dodiriyyah dan Naqsyabandiyyah. .

 

Menurut Syekh Akbar Sayyidina Bahaudain Nagsyabandi : “Adapun asal Thoreqatku merupakan ujung dari Thoreqat yang lain, karena ini adalah Thoreqat Sahabat, tidak kurang tidak lebih. Disebut akhir dari Thoreqat, karena Thoreqat ini yang bisa melanggengkan ibadah lahirbathin serta bisa diamalkan oleh orang tua maupun anak-anak, oleh wanita atau lak-laki, oleh yang bodoh maupun yang pandai, oleh yang kaya maupun yang miskin, oleh rakyat ataupun pejabat. malahan Sedemikian luasnya, Thoreqat ini bukan saja untuk yang hidup, bahkan yang mati pun dapat diberi ijazah dengan Thoreqat ini”.

 

Juga keterangan beliau : “Segeralah kamu berbuat untuk mempelajari Thoreqat ini, tentu kamu akan baHaqia dan akan mendapat suatu ‘ berlian yang sangat mahal serta akan mencium suatu wangi-wangian. Thoreqat yang tdak dapat getarkan oleh hati serta bisa menghilangkan kepadamu syak wasangka pada hamba. serta bersih dari segala kotoran bathin seperti : Ujub, ria, surmn’ah, takabur dan sebangsanya, malahan saking mudahnya, kholwat pun bisa dilakukan di tempat terang, uzlahnya ditengah-tengah orang ramai”.

 

Dengan demikian bisa “bersembunyi di tempat yang terang”, sebagaimana Firman Allah dalam Al-Duran Surat An-Nur ayat 37 :

 

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah” (QS. 24 An-Anur: 37).

 

Kata Sayyidatina Rabi’ah Adawiyah di dalam syairnya :

 

“Didalam hati berbicara kepada Allah Yang Maha Kuasa, akan tetapi pada lahirnya aku bercakap-cakap dengar sesama manusia. Jasadku bersama-sama dengan manusia dalam kumpulan. Tetapi hatiku menyendiri mencintai Allah”.

 

Malah kata Abu Sa’ad Al-Khorez . “Manusia yang sempurna itu bukan karena bisa mengeluarkan karamat saja, tetapi manusia yang Sempuma ialah manusia biasa yang bercamnpur-gaul dengan manusia lain, baik berdagang, atau tani, kalau laki-laki punya istri, kalau wanita punya suami, hanya saja hatinya tidak pernah lupa kepada Allah meskipun hanya sekejap mata”.

 

Oleh karena itu para pemuka Thoreqat Naqsyabandiyyah memilih dzikir hati, karena hati adalah tempat Allah menilai, tempat iman, gudangnya segala macam rahasia, serta tempat sumbernya bermacammacam cahaya. malah jasad akan maslahat, karena hatinya maslahat, sebagaimana sabda RasulullahSAW:

 

“Ingatlah, sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging, kalau daging itu baik, sudah tentu akan baik jasadnya, dan apabila rusak daging itu, tentu rusak pula seluruh jasadnya. Ingatlah, segumpal daging itu adalah hati”.

 

Sabdanya pula “Tidak dikatakan seseorang beriman, sehingga dia mengikatkan hatinya kepada segala macam hal yang wajib diimani. Begitu pula tidak sah ibadah, kecuali harus niat, sedangkan tempatnya niatadalah dalam hati”.

 

Sudah sepakat para Imam yang empat, bahwa sebenarnya pekerjaan anggota badan tidak bisa diterima, kecuali dibarengi oleh gerak/amal hati. Akan tetapi amal hati bisa diterima, meskipun tidak dibarengi amalnya anggota badan. Sebabnya ialah apabila amal hati tidak diterima, sudah tentu imannya juga tidak akan diterima, sedangkan iman itu ditekadkan oleh hati, sebagaimana Firman Allah dalam AlQur’an (Q.S. Al-Mujadalah ayat 22):

 

“Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadanya” (QS. 58 Al-Mujadilah :22).

 

Adapun ruhnya iman ialah dzikir khoffi, sebab kuatnya iman itu karena ingatnya hati kepada Allah Ta’ala.

 

Sabda Nabi Muhammad SAW : “Iman itu ada lima macam. Siapa saja manusia yang kurang salah satu dan yang lima itu, tidaklah dinamakan beriman. Pertama : Pasrah pada perintah Allah: Kedua : Ridho kepada takdir Allah, Ketiga : Memasrahkan jiwa dan raga kepada Allah: Keempat: Tawakal kepada Allah, Kelima : Sabarketika mendapat musibah”.

 

Al-Hadits riwayat Al-Bazari, dari Ibrahim bin Adham : “Hati orang Mu’min itu bersih seperti cermin/kaca, maka apabila datang syetan ke hatinya, maka akan terlihat jelas seperti kita melihat pantulan dari cermin, apabila dia mengerjakan dosa, maka pada hatinya akan ada titik noda hitam. Apabila dia bertaubat, titik noda hitam itu akan terhapus lagi. Apabila kembali kepada ma’syiat dan tidak bertaubat, maka hatinya litik-titik noda hitam itu akan bertambah. sehingga akhirnya hitam Seluruhnya. Apabila sudah demikian, dia tidak akan menerima segala nasihat, akhirnya buta mata hatinya, tidak bisa mengambil intisari yang Haq dan tidak bisa memaslahatkan agama dan menganggap remeh urusan akhirat, serta memandang agung urusan dunia, artinya lebih mementingkan urusan dunia daripada urusan akhirat” sebagaimana Firman Allah (O.S. AlAraf ayat 201):

 

“Sesungguhnya. orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. 7 Al-A ‘raf: 201).

 

Cerdiknya syetan, sehingga dia bisa masuk ke dalam hati karena :

  1. Syahwat.
  2. Amarah.
  3. Hasud.
  4. Tamak.
  5. Serakah, dan lain-lain.

 

Apabila pintu masuknya ditutup, sudah tentu syetan tidak akan dapat masuk.

 

Pada suatu ketika, Qaos bin Hazaz bertemu dengan syetan, ditanya syetan itu : “Bagaimana caranya kamu masuk ke dalam hati manusia ………?“ Jawabnya: “Dimana hati manusia sedang lupa kepada Allah, disitulah kesempatan aku masuk ke dalam hati manusia serta disana banyak makanan, sampai aku gemuk seperti unta dikebiri. Apabila manusia itu berdzikir kepada Allah, maka aku hancur. dari sebesar unta hingga menjadi sebesar burung pipit”.

 

Kata Ba’dul ‘Arifin : “Adapun dzikir dalam hati itu, pedangnya para murid”. Tegasnya, yang sedang belajar Thoreqat. dengan pedang itu bisa membunuh musuh-musuh, bisa mengusir segala marabahaya yang mengagetkan hati. Pada waktu manusia kaget, keadaannya Seperti penyakit yang ada didalam dadanya”.

 

Alat (senjata) untuk menolak itu tiada lain adalah Dzikir Khoffi.

 

Kata Ulama Tasawwuf : “Barang siapa manusia ditakdirkan baik oleh Allah SWT, maka Allah akan membukakan kuncinya sehingga hatinya menjadi dzikir dan Allah menanamkan keyakinan dalam hatinya”.

 

 

 

(Menurut keterangan Abuya Dr. Syekh H. Jalaluddin)

  1. Allah S.W.T.
  2. Malaikat Jibrila.s.
  3. Kangjeng Nabi.Muhammad sAw
  4. Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a. sareng Sayyidina Ali k.w.
  5. Syekh Parisy r.a.
  6. Syekh Dosim bin Muhammad bin Sayyidina Abu Bakarr.a.
  7. Syekh Imam Ja’far Siddiq r.a.
  8. Syekh Abu Yazid Busthamir.a.
  9. Syekh Abu Hasan Kharganir.a.
  10. Syekh Abi ‘Ali Farmaqy r.a.
  11. Syekh Yusuf Hamdanir.a.
  12. Syekh Abdul Khaliq Fajduani r.a. (Imam Khaujakan).
  13. Syekh Arif Riju Karir.a.
  14. Syekh Mahmud Anjiri r.a.
  15. Syekh ‘Ali Banitami r.a.
  16. Syekh Muhammad Baba’s Samasir.a.
  17. Syekh Amir Kulailir.a.
  18. Syekh Bahauddin Syah Nagsyabangy r.a.
  19. Syekh Muhammad Alauddin ‘Athari r.a.
  20. Syekh Yakub Jarkhir.a.
  21. Syekh Ubaidullah Ahrari Samarqandy r.a. 22. Syekh Muhammad Zahidi r.a.
  22. Syekh Darwisy Muhammadr.a.

24, Syekh Muhammad Chauyjaki Amkanaki r.a.

  1. Syekh Muhammad Bagi Billahir.a.
  2. Syekh Muhammad Farugi Sarhihi (Imam Robbanir.a.)
  3. Syekh Muhammad Maksumr.a.
  4. Syekh Syaifuddin r.a.
  5. Syekh Nur Muhammad Badawi r.a.
  6. Syekh Syamsuddin Habibullah Jan Janany r.a.
  7. Syekh Abdullah Bahlawi r.a.
  8. Syekh Khalid Aurdy r.a.
  9. Syekh Abdullah Affangy r.a. 34. Syekh Sulaiman Durdy r.a.
  10. Syekh Sulaiman Zuhdy r.a.
  11. Syekh ‘Ali Ridha Istiqamah ra.
  12. Syekh Dr. H. Jalaluddin r.a.

 

 

 

  1. Allah S.W.T.
  2. Sayyidina Jibrla.s.
  3. Kangjeng Nabi Muhammad sAw
  4. Sayyidina’Ali k.w.
  5. Sayyidina Husein r.a.
  6. Sayyidina Zaenal Abidin r.a.
  7. Sayyidina Muhammad Baqirr.a.
  8. Sayyidina Ja’far Shodigr.a.
  9. Sayyidina Imam Musal Kadhim.
  10. Syekh Abdul Hasan bin MusarRidor.a.
  11. Syekh Ma’ruful Karkhir.a.
  12. Syekh Sirri Sagothi r.a.
  13. Syekh Abuil Doosim Al-Junaedil Baghdadir.a.
  14. Syekh Abu Bakrin Dilfisy Syiblir.a.
  15. Syekh Abul Fadini ‘Abdul Wahid At-Tamimi r.a.
  16. Syekh Abul Faroj Ath-Thurthusi r.a.
  17. Syekh Abul Hasan ‘Ali bin Yusuf Al-Dirusyi Al-Haksari r.a.
  18. Syekh Abu Sa’idil Mubarok bin ‘Ali Al-Makhzumi r.a.
  19. Syekh Abdul Dodir Al-Jaelani g.s.
  20. Syekh Abdul Azizra.
  21. Syekh Muhammad Al-Hattak r.a.
  22. Syekh Syamsuddin r.a.
  23. Syekh Syarofuddin r.a.
  24. Syekh Nuruddin r.a.
  25. Syekh Waliyuddin r.a.
  26. Syekh Hisyamudain r.a.
  27. Syekh Yahyar.a.
  28. Syekh Abu Bakrinra.
  29. Syekh Abdurrohim r.a.
  30. Syekh Utsmanr.a.
  31. Syekh Abdul Fattah r.a.
  32. Syekh Muhammad Murrod r.a. .
  33. Syekh Syamsuddiin r.a.
  34. Syekh Ahmad Khootib As-Syambaasi Ibnu Abdul Shootfaar r.a.
  35. Syekh Tholhah (Guru Agung Gunung Sembung Cirebon) r.a.
  36. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a. (Abah Sepuh) Pondok Pesantren Suryalaya.
  37. Syekh K.H.A. Shohibulwafa Tajul Arifin r.a. (Abah Anom) Pondok Pesantren Suryalaya.

 

 

 

 

“Robithoh” dan Silsilah bukan hanya dalam Thoreqat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah (TQN) saja, akan tetapi semua Thoreqat kalau tanpa “robithoh” dan Silsilah diibaratkan “anak tanpa bapak”.

 

Insya Allah, akan dijelaskan satu-persatu, namun sebelum menjelaskan hukumnya, perlu kita tashowwur lebih dahulu, karena menurut keterangan Ushul Fiqih : “Al-Hukmu bisy-syaei farun ‘an tashowwurohi”. Artinya : Hukumnya suatu perkara, itu adalah dahan dari Tasawwuf, tegasnya membuktikan atau meneliti kepada arti satupersatu kata-kata atau kalimah itu.

 

Sekarang yang dipersoalkan adalah “robithoh”. Sebelum menerangkan hukumnya, perlu diterangkan dahulu arti kalimah itu, jangan dahulu langsung menentukan “musyrik”, “kultus individu”, atau menghukumi bahwa itu menyeleweng dari agidah Islamiyah dan sebagainya.

 

Ada yang menyangka, katanya “robithoh” itu ibadah kepada “Guru” atau “Wali”. Sangkaan demikian jelas keliru, karena yang menyangka pun sering melakukan “robithoh”, akan tetapi mereka tidak sadar karena tidak mengerti makna “robithoh”.

 

Adapun definisinya “robithoh”, menurut lugot Arab yaitu “Ibsarotun an ta’alluqil qolbi bisyaein ‘ala wajhil mahabbah”, artinya : Terkaitnya hati kepada macam-macam hal sambil menyenanginya. Apabila meneliti dari definisi itu tentu oleh semuanya jugaterasa, karena setiap manusia kadang-kadang mengingat kepada suatu hal dibarengi terbayang dan disenangi.

 

Suatu saat seorang laki-laki merindukan seorang wanita dan terbayang wajahnya dibarengi rasa cinta. Apabila “robithoh” itu keluar dari agidah Islamiyah tentu semua ummat Islam itu musyrik, malahan yang memusyrikkannya juga termasuk, karena mereka juga melakukan seperti itu. Seumpamanya saja dalam shalat, ingat kepada sawah/kebun, ingat hutang, dan lain-lain, apakah itu juga tidak disebut “robithoh”” ………. ?

 

Adapun definisi “robithoh” menurut ahli Thoreqat, yaitu : /barotun an tashowwuri shauroti syaehihi fi madrokihi f qolbi, artinya : Suatu Ibarat dari ingat kepada Gurunya diwaktu idrak, tegasnya ketika menemui hal yang gaib-gaib yang tidak dimengerti, tidak terjangkau oleh akal, lalu robithoh kepada gurunya, nanti akan menjadi sebab kita dapat mengerti kepada hal-hal tersebut. Hanya saja tidak akan mengerti kepada soal kelakuan, kecuali harus gurunya dahulu.

 

Atau robithoh itu ingat kepada guru sampai mereka merasa tidak jauh dari gurunya, ada peribahasa “jauh dimata dekat dihati”, sampai apapun petunjuk dari gurunya, betul-betul tidak sembarangan dalam mengamalkannya, terutama ketika akan menjalankan wiridan dzikir.

 

Pekerjaan seperti itu tidak musyrik, tidak menyeleweng dari agidah Islamiyah karena itu sekedar alat menjangkau khusyu’, seolaholah kita berdzikir di hadapan guru.

 

Menurut ahli tasawwuf dalam Kitab Jamiul Usulil Auliya, menerangkan seperti ini : “Adapun Thoreqat yang memakai “robithoh”, adalah Thoreqat yang paling dekat. Malahan disebutnya juga : Thoreqat yang tidak memakai “robithoh” tidak akan bisa wusul kepada maksudul asnaa, yaitu ma’ntat dan mahabbah”.

 

Adapun istinbatnya ahli Toregat dengan adanya “robithoh”, mengambil dari ayat Al-Gur an Surat At-Taubah ayat 119:

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang yang benar”. (At-Taubah:119).

 

Juga keterangan Hadits yang bunyinya : “Kamu harus berada, dan bersama-sama dengan Allah. Apabila tidak bisa, harus bersamasama dengan orang yang sudah bersama dengan Allah, karena mereka itu dapat mendorong kepada kamu dekat kepada Allah”.

 

Jadi kesimpulannya “robithoh” itu bukan ibadah kepada makhluk, akan tetapi sekedar alat untuk mencapai tujuan. Apabila tujuan itu atau yang dimaksud adalah sesuatu yang wajib, maka alat yang menghasilkan tercapainya tujuan juga menjadi wajib.

 

Oaidah Usul Fiqih ada yang seperti berikut : “Lil wasailhukmul magosid min babila yatimmul wajib ila bihi fahuwa wajib”. Artinya : “Bagi perkara yang menyampaikan kepada hukum yang dimaksud dari sebagian bab, tidak sempurna wajib kecuali oleh perkara itu, maka perkara itu hukumnya wajib”.

 

Jadi “robithoh” itu suatu wasilah untuk menyampaikan yang dimaksud, yaitu “wusul salik”, tegasnya yang menjalankan Thoreqat kepada marrifat. Maka kesimpulannya “Tobithoh” itu wajib.

 

Contohnya : Nabi Yusuf a.s. ketika digoda oleh Siti Zulaeha, seandainya beliau tidak melihat “Burhan” dari Allah, ketika beliau akan bersatu badan dengan Siti Zulaeha, keburu melihat wajah Ayahandanya, yaitu Nabi Yakub a.s. sehingga Nabi Yusuf kaget dan sadar, sehingga beliau terhindar dari melakukan perbuatan yang diarang oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah SWT (O.S. Yusuf: 24):

 

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud melakukan perbuatan itu dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud melakukan pula dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih”. (QS. 12 Yusuf: 24).

 

Oleh karena itu ahli Thoreqat Doodiryyah Naqsyabandiyyah menetapkan adanya “robithoh”, yaitu ingat kepada Guru agar si murid dimana ada maksud menjalankan ma’syiat, apabila merasa berada di hadapan Gurunya, akan menyadari dan merasa malu untuk menjalankan sesuatu yang ma’syiat.

 

Ada yang sudah pernah dialami oleh sebagian murid-murid Thoreqat, yang tadinya adalah ahli jahat dan ma’syiat, akhirnya menjadi orang yang ta’at dan ahli ibadah. Begitulah pengertian ““robithoh” menurut  Thoreqat.

 

Apabila “robithoh” dianggap menyeleweng dari agidah Islamiyah, kalau ditafakuri, dalam peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, kita mengheningkan cipta untuk para pejuang bangsa Indonesia. Itupun adalah “robithoh”.

 

Ingat jangan sarmmpai berburuk sangka terhadap sesama umat Islam, apalagi menghukumkan “kufur” terhadap yang suka melakukan “robithoh””. Sabda Nabi Muhammad SAW: “Barang siapa menyebut kafir terhadap sesamanya padahal yang dituduh itu orang Islam, maka kekufuran itu akan berbalik kepada yang menuduh”.

 

Mengenai “robithoh” dan “Ihsan” adalah berbeda, karena Ihsan Itu rukun dalam agama. Sedangkan “robithoh” adalah syarat dalam Thoreqat. Selengkapnya, Thoreqat adalah merupakan alat agar manusia merasa seolah-olah berada di hadapan (dihadapi oleh) Allah, merasa dirinya tidak lepas dar penglihatan dan pendengaran Allah, sampai merasa dirinya malu oleh Allah SWT yang menciptakan alam semesta.

 

Karena untuk mencapai itu sangat sulit, maka periu diusahakan, diantaranya dengan “robithoh”, karena kebanyakan manusia tidak merasa malu oleh yang tidak teridrok oleh hawasil khamsi’.

 

Tidak terlihat, tidak terdengar, malahan oleh yang terdengar maupun terlihat juga, tidak begitu merasa malu dalam menjalankan ma’syiat, apalagi oleh Allah yang tidak terbayangkan dan tidak terlihat Oleh mata, tentu jauh dari merasa malu.

 

Oleh karena itu kita harus merasa malu oleh yang nyata seperti manusia, apalagi oleh Allah, dzat laitsa kamitslihi syaiun, yaitu dzat yang tidak ada bandingannya, tidak ada yang menyerupai dalam segala hal.

 

Kalau ada yang menyebutkan bahwa membayangkan Guru itu musyrik (seandainya …!), menurut hemat kami apabila membayangkan guru atau ibu/bapak atau makhluK pada umumnya, bukan musyrik. tetapi kalau membayangkan Allah jelas musyrik. Apa sebabnya ? Karena Allah itu bukan untuk dibayangkan, tapi zat Jaitsa karnistlihi syaiun..

 

Yang menolak Thoreqat, sudah berbau faham Wahabi yang asalnya yaitu faham Ibnu Taimiyah yang ditolak oleh ulama ahli sunnah wal jama’ah.

 

Menurut Ulama-ularma ahli Tasawwuf :

 

“Takutlah kamu dengan ucapanmu bahwa Tharigat Suftiyah (Tharigat Ulama-ulama Tasawuf) itu tidak ada dari Al-Quran dan Hadits. Sesungguhnya ucapanmu itu dapat menjadikan kamu kufur, karena sesungguhnya Tharigat Sufi itu adalah akhlak Nabi Muhammad SAW dan perjalanan (tharigat) menuju Allah”.

 

Akan tetapi masih banyak orang yang membantah atau mengejek faham ahli Tasawuf. Itu bukan salah yang diejeknya, namun yang mengejeknya sedang sakit fahamnya. Contohnya : Orang yang sakit mata sangat benci melihat cahaya matahari. Kata orang yang sakit, air manis itu disebut pahit. Mereka berkata demikian tdak lam karena mereka sedang sakit.

 

Ahli sya’ir menyebutkan : “Wakam min aa’ibin gaolan shohihaa wa fathu minal fahmis sagiimi”. (Tidak sedikit manusia yang mengejek atau menceci perkataan yang benar. Padahal mereka berbuat begitu karena fahamnya sedang sakit).

 

Semoga dengan adanya keterangan ini, ada faedahnya untuk yang masih ragu-ragu terhadap perihal Thoreqat dan Robithoh. Amin.

 

SILSILAH

 

Sisilah artinya ialah turun-temurun Thoreqat yang sifatnya – berurutan. Kalau dalam Hadits, “Sanad” atau “Rowi”nya Hadits.

 

Mengapa harus tahu silsilah ? Karena menurut keterangan Ulama Sufi : “Sesungguhnya manusia yang tidak tahu ayahnya dan kakeknya dalam Thoreqat, maka orang itu yang mempelajari “Thoreqat “Mardud”, artinya tidak diterima.

 

Juga sabda Rosuluilah SAW:

 

“Allah melaknat orang yang menyebut atau mengaku Bapak kepada seseorang yang bukan Bapaknya”.

 

Maksud Hadits ini, menurut ahli Thoreqat yaitu maksud Bapak disini adalah Guru Thoreqat. Kalau seseorang menjalankan Thoreqat tdak melalui seorang Guru, sama dengan mengaku Bapak kepada bukan Bapaknya.

 

Adapun contoh silsilah itu seperti tandan dalam pisang. Kalau kita menjual pisang diborongkan dengan tandannya, tentu pisang yang terkeciinyapun akan ada harganya, karena terbawa oleh pisang yang besar-besar karena berasal dari tandan yang sama. Kalau dalam kereta api, ada lokornotifnya, ada gerbongnya, ada kereta barangnya. Kereta barang terkait pada gerbong, gerbong terkait pada lokomotit. Apabila lokomotif sampai ke tempat tujuan, tentu gerbong dan kereta barang juga sampai ke tempat tujuan.

 

Begitu pula dengan kita dalam silsilah Thoreqat Doodiriyyah Naqsyabandiyyah, meskipun kita orang bodoh, mudah-mudahan saja dengan dibarengi berdo’a kepada Allah SWT terbawa oleh pucuknya atau lokomotifnya sampai ke tempat tujuan.

 

Kalau pucuknya Thoreqat itu dari Nabi atau Sahabat, atau lokomotifnya itu Wali, mudah-mudahan saja kita juga terbawa olehnya. Sebagaimana Hadits keterangan dari Abu Hurairah r.a yang bunyinya: “BerbaHaqialah bagi orang yang melihat kepada kami dan beriman kepada kami. BerbaHaqialah orang yang melihat kepada orang yang sudah melihat kami dan beriman kepada kami sampai akhir hayatnya”.

 

Malahan ada Hadits dari Abu Hurairah r.a. yang menerangkan sebagai berikut : “Mengagungkan Allah di hari Qiyamah kepada manusia yang dibariskan ke Surga dari berbagai silsilah.” Tegasnya dalam rangkaian dari golongannya masing-masing, sebagaimana firman Allah (QS. Bani Isro’ilayat 71):

 

“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya”. (QS. 17 Ai-lsra : 11).

 

Kesimpulan ayat ini yaitu, setiap ada pemimpin tentu ada anak buahnya, setiap imam tentu ada yang ma’mum. Setiap Guru tentu ada muridnya. Setiap anak tentu ada ibu bapaknya. Setiap Thoreqat ada siisilahnya.

 

Turunan “Raden” itu juga ada pengakuan turunan dari leluhurnya seperti turunan Habib atau Sayyidi. Namun semua itu tidak ada dalam Hadits atau Qur’an.

 

Demikian pula silsilah Thoreqat itu menerangkan turun temurunnya tarikhnya Thoreqat itu, umpamanya seseorang disebut ahliahli waris harus benar asal-muasalnya.

 

Thoreqat yang disebut “Mutabaroh”, harus ada silsilahnya, jelas asal-muasalnya yang mengalir sampai sekarang. Sabda Rasulullah dalam Hadits yang shohih : “A/ ulamaa’u warosatul anbiyaa”. Artinya : Adapun Ulama itu adalah pewaris para Nabi. Ahli waris itu tentu ada silsilahnya atau keturunannya, karena tidak tiba-tiba pandai tentu harus ada gurunya, guru ada lagi gurunya.

 

Oleh karena tidak tahu asal muasalnya dalam menerima ilmu, sehingga tidak sampai kepada Rasulullah, hal itu menandakan tidak rajin dalam mengetahui silsilah. Lain halnya dengan Ulama di Arab, para Jiama di Masjidil Haram, dalam menerima suatu Ilmu itu ada silsilah yang sampai kepada Rasulullah SAW.

 

Jangankan ahli Hadits, meskipun Aurod Dalailul Khoerot pun ada silsilahnya yang sampai kepada Syekh Sulaeman Al Zazuli r.a. Oleh karena itu pantas banyak manusia sekarang yang tidak menghargai kepada para Ulama karena mereka tidak tahu silsilahnya, sampai mereka merasa dirinya pandai dengan sendirinya, tanpa guru. Ada yang beranggapan bahwa Ulama terdahulu itu bodoh semuanya malah dicap “Ortodox” dan “Kuno”,

 

Bahkan ada yang mengatakan : “Tidak ada dalam Qur’annya, tidak ada dalam Haditsnya, itu adalah bid’ah, salah, masuk Neraka”, padahal yang berkata sendiri pun taglid kepada ulama, sebab tidak menerima Hadits langsung dari Rasulullah SAW.

 

Imam Bukhori dan Imam Muslim itu “Ulama”. Seandainya mereka dianggap salah, juga ulama-ulama terdahulu dianggap salah, seperti Mujtahidin yang salaf dan kholaf, mutagoddimin dan muta-akhirin, semuanya dianggap salah, padahal mereka itu masih dekat ke zaman Rasulullah SAW, apalagi orang yang merasa dirinya lebih pandai serta menyalahkan orang lain, ditambah lagi pada waktu sekarang yang sudah sangat jauh dengan zaman Rasulullah, sudah pasti ribuan persen salahnya dibanding ulama-ulama yang disalahkan oleh mereka.

 

Orang yang mempunyai faham “merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah”, itu adalah kelakuan Iblis. Dalam AiQur’an dijelaskan tentang sejarah Nabi Adam a.s., dimana Iblis tidak mau sujud kepada Nabi Adam a.s., karena merasa dirinya yang paling mulia, lebih mulia daripada Nabi Adam a.s.

 

 

 

Asal kata Managib menurut lugot bahasa Arab artinya adalah “jalan di atas gunung” atau “tanjakan”. Didalam bahasa Sunda artinya adalah “tingkatan” atau istilah sekarang “up-grading”.

 

Adapun istilah Managib yaitu: “Ma urrifa bihi minal khisho lil hamidati wal akhlagil kamidati”. Perkara yang sudah diketahui bahwa keluarnya perkara itu dari hal yang terpuji dan dari budi pekerti yang baik, Bisajuga disebut tanda keagungan.

 

Didalam managib itu ada tiga kandungan :

 

  1. Riwayat: 2. Karamat: 3. Wasiyat.

 

Adapun hukumnya membaca Managib adalah sunat, karena Managib bisa menjadikan kifarat dari dosa, seperti hadits yang disampaikan oleh Ahmad dan Tabrani yang bunyinya:

 

“Memperingati orang-orang sholeh akan memperoleh kifarat dosa dan pada peringatan tersebut akan turun rahmat dan memperoleh barokah” Ahli Thoreqat Qoodiriyyah Naqsyabandiyyah biasa menjalankan wiridan membaca Managib, utamanya mengharapkan barokah dan rahmat dari Allah, dengan ternaungi oleh karamat dari yang memiliki Managib itu.

 

Jalan lain mengharap barokah itu ada lagi, yaitu menurut Firman Allah (Q.S. Lugman ayat 15):

 

“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembali, maka kubentakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. 31 Lugman: 15).

 

Kesimpulan ayat tersebut di atas : Kita adalah manusia yang beriman, disamping harus ta’at kepada Aliah dan Kasul-Nya, juga kita harus mengikuti jalannya orang-orang yang sudah tagorrub kepada Allah, yaitu para Auliya-nya Allah.

 

Oleh karena itu sekarang jelas kita ketahui bahwa hukum membaca Managib itu “Sunat”. Diantaranya lagi, dalil-dalil yang berhubungan dengan Managib dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 100 :

 

“Orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama masuk Islam diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor den orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurgasyurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. 9 AtTaubah : 100)

 

Karena itu, yang memiliki Managib itu bukan hanya para Wali saja, akan tetapi para Sahabat Muhajirin dan Anshor juga memiliki Managib (lihat Kitab Bukhori Juz 4). Dengan demikian jelas sekali bahwa Managib itu ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.

 

Oleh karena itu, kepada orang yang mewiridkan membaca Managib jangan dibid’ahkan/disalahkan, karena semua itu hanya sebagai mengingat-ingat akhlag para Sholihin dan Sodigin, agar kita dapat mencontoh kepada mereka, karena mereka juga meniru akhlag Nabi SAW.

 

Orang yang mengikuti kepada orang yang meniru kepada Nabi SAW adalah sama saja dengan orang yang meniru kepada Nabi SAW, karena menurut Qoidah ahli Munatigoh : Annal mundarija fil mun darniji mundarijun tahta dzali kassae’i. Kesimpulannya : Seandainya kita meniru/mengikuti perjalanan Wali-wali Allah, itu sama dengan meniru kelakuan Rasulullah SAW, sebab kelakuan para Wali-wali, tidak keluar dari dasar-dasar Al-Duran dan Sunnah, karena Allah tidak menjadikan seseorang jadi Wali melainkan karena mereka tagwa kepada Allah, sebagaimana Firman Allah :

 

“Orang-orang yang berhak menguasainya, hanyalah orangorang yang bertakwa”. (Q. S. Al-Anfal : 34).

 

Dengan demikian, siapa saja yang cinta kepada para Wali, sama dengan cinta kepada Nabi SAW. (Lihat Hadits Dudsi).

 

Sebaliknya apabila ada yang membenci/tidak menyenangi kepada para Wali, itu sama saja dengan membenci/tidak menyenangi kepada Nabi SAW dan siapa saja yang membenci Nabi SAW sama dengan menantang perang kepada Allah.

 

Jadi untuk yang membenci/anti Managib para Wali, sama dengan menantang perang kepada Allah.

 

Didalam managib Itu mengandung hikmat dan karamat Dalam hal ini banyak hal-hal yang tidak dimengerti oleh akal, tidak terjangkau Oleh Imu, malahan seolah-olah keluar dari syari’at.

 

Sabda Syekh Abdul Qoodir Al-Jaelani g.s. : “Apabila kamu Sekalian mendengar bermacam-macam ucapan atau sebagian ucapan yang keluar dari para ahli Tasawuf dan para ahli Ma’rifat yang sempurna, Yaitu dengan para Wali yang dhohirnya seperti tidak mufakat dengan syari’at yang menunjukkan dari perkara yang menjadikan sesat, harus tawaguf. Apabila kamu sekalian bukan ahli ta’wil, memohonlah kepada Allah yang Maha Mulia agar supaya kamu diberi petunjuk kepada hal-hal yang kamu tidak mengetahui.”

 

Sebenarnya, sebagian ucapan para Wali itu, disamarkan sehingga tidak dapat segera dapat difahami, akan tetapi sebenarnya secara hakikat mufakat dengan Al-Qur’an dan Hadits. Karena itu bagi yang orang yang selalu menyalahkan ucapan-ucapan para Wali, termasuk kepada sebagian orang-orang yang sakit bathinnya (hatinya).

 

Menurut Firman Allah dalam Al-Qur’an:

 

“Yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya”.

 

Juga Firman Allah dalam Surat Al-Ahqaf ayat 11 :

 

“Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya, maka mereka akan berkata : “Inil adalah dusta yang lama”. (QS. 46 Al-Ahqaf : 11)

 

Begitulah orang-orang yang anti pada Managibnya para Wali, seperti ucapan kaum Quraisy yang tidak beriman kepada Rosulullaah SAM, demikian pula orang-orang yang anti terhadap karamat para Wali.

 

Apabila ada orang yang berkata: “Masa iya ada Wali melebihi dari pada Nabi, seperti Syekh Abdul Qoodir ketika menghidupkan lagi orang yang sudah mati menyebut “Qum bi idzni”, sedangkan Nabi Isya a.s. mengucapkan “Dum biidznillah”,

 

Ucapan tersebut diatas tidak lain karena “tidak tahu”, lalu mengejek, mencaci segala, padahal artinya karamat itu adalah : Amrun khowarigun liffadzat, artinya : perkara yang keluar dari adat kebiasaan.

 

Ucapan Syekh Munawi : “Tidak akan ingkar pada karamat. melainkan orang yang tidak ingat kepada Allah. Sebenarnya segala apa kelakuan atau suatu kejadian itu adalah perkara yang keluarnya dari Wali Allah yang diridloi oleh Allah.

 

Lihat Hadits Oudsi : “Setiap abdi, sangat tagorrub kepada Allah dengan menjalankan sunah-sunah, oleh karena itu Allah meridhoi kepada abdi tersebut.

 

Segala macam perkara/kejadian yang khowarig, jangan dikejar untuk dimengerti oleh akal, cukup didasarkan kepada kekuasaan Allah. sebagaimana Firman Allah dalam Al-Duran : Yafalullaahu mayyasyaa’u wajahkumu maa yuridu (Allah menjadikan sekehendakNya, dan menghukum sekehendakNya). Jangan bertanya tentang segala yang diciptakan oleh Aliah.

 

Apabila ada yang anti pada karamat, sama saja dengan anti kepada Al-Qur’an karena dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya karamat, seperti Asop bin Barkhoya panglimanya Nabi Sulaiman a.s. dapat memindahkan istana Ratu Bilgis dalam waktu sekejap mata, atau Ashabul Kahfi berada didalam gua selama 309 tahun, atau Siti Maryam kapan saja akan bersantap selalu datang hidangan dari yang ghaib.

 

Semua itu Karamat, karena semuanya terjadi bukan dari Nabi.

 

Apabila saja ada yang tidak percaya pada karamat, sama saja dengan mendustakan pada Al-Qur’an. Sekali lagi dijelaskan bahwa membaca Managaib itu adalah bukan “kultus”atau “mendewa-dewakan”, akan tetapi sekedar mencontoh atau meniru Sholihin, agar supaya kita dapat meniru pada akhlag mereka, yang sampai dapat gelar/titel “Kekasih Allah”.

 

Cukup sekian, mudah-mudahan ada manfaatnya kepada para pembaca umumnya, khususnya kepada para ikhwan Thoreqat Doodiriyyah Naqsyabandiyyah dimanapun adanya.

 

Semoga kita semua termasuk pada orang yang diridloi Allah SWT. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

 

Wabillahit Taufiq Wal Hidayah.

 

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh