segala puji bagi allah yang menjadikan kita termasuk orang orang yang mengaharapkan kebagusan, dan memahamkan kita pada ilmu-ilmu para ulama’ yang menancap, sholawat serta salam untuk seorang yang agamanya menghapus agama-agama orang kafir dan orang jelek, dan untuk keluarganya dan para sahabatnya yang mereka berpegang syariatnya yang sholeh.
dan setelah itu, berkata seorang hamba yang rugi yang butuh pada rahmat tuhannya yang maha kuasa, yaitu usman ibn hasan ibn ahmad syakir al khobi, semoga Allah memuliakan mereka dengan kelembutannya dan kemurahannay yang tinggi: saya telah menetap di kota besar di konstantinopel -semoga allah menjaganya dan seluruh kota dari penyakita dan kerusaan- ketiaka saya melihan teman-teman pelajar dan guru-guru yang mengampu, yang mereka di antara masyarakat seperti lentera di kegelapan malam, nasehat yang disukai di antara mereka dan di antara ulama yang muliah, yang mereka karena perpegang sumber ilmu adalah para pewaris nabi, tetapi tidak di urutkat berdasar runtutan quranul adzim, maka aku berharap untuk menulisnya dan membenarkan kesalahannya dengan pertolonga raja yang maha terpuji. dan kami telah menemukan sebagian pelajar dari teman teman kita mengatakan degna lisan mereka apa yang tidak ada di kitab kita, dan mereka salah, bahkan mereka kafir dalam nasehat mereka pada orang-orang yang tenggelam dalam tidur, dan membahagiakan khonnas yang menggoda di dada manusia. kami meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri kita dan dari kejelekan amal kira. semoga Allah menjauhkan fitnah dalam hati kita.
lalu datang kepadaku di suatau hari sakit berat -sebab keputusan allah dan ketetapan tuhan yang maha terpuji- dan saya pemilik tempat tidur dalam beberapa hari, sampai saya tidak mampu sedikit ucapan, dan saya bernadzar jika allah menjagaku dari penyakit dan kerusakan, saya akan jatuh di antara para perindu dan makhluk, dan akan aku ceritakan di hadapanya kertas dengan sorot matahari dan cahaya, dan saya mengalirkan di antara manusia air tintan dan lautan.
ketiak saya di beri kesembuhan dari penyakit yang tertuslis, dan tidak tersisan dalam diriku kecuali sedikit lemah, dan saya menemuan ucapan ucapan ini, dan apa yang terjadi di tangan merekan tentang kesalahan dan kesesatan, dan saya mengambil tulisan dengan pertolongan raja yang maha memberi, maka semua permasalahnnya menjadi sepeteri perhiasan dan permata, yang tidak pernah di sentuh manusia dan jin.
dan saya urutkan setiap ayat dengan urutan quranul karim, dan aku memilih yang menunjukkan pada sifat-sifat sorga dan neraga, dan saya tambah sebgaian hadis yang mulian yang cerita yang baik, tentang orang yang berprilaku seperti prilaku kaum lut yang jelek, dan aku jelaskan apa urusannay di dunia dan akhirat, apakah wajib had atau rojam disamakan dengan orang yang berzina, dan ketika ia keluar dari perut ibu kepada rumah fana, dan butuh pada nama tertentu dari nama-nama muliah, aku beri nama: “Durratun Nasihin” semoga Allah menjadikannay di antara para saudara yang sholeh. hanya saja saya berharap dari para orang yang cerdas, lebih lagi dari orang yang mulia dan pembesa agar membenarkan kesahalahku, dan menghilangkan yang terjadi secara lupa dariku, karena manusia tempanya lupa, dan kerena perbuatan sesamakau dalam hal semacam ini termasuk kejelekan, seperti tulisan cacat tangan tersia sia, dan kesibukan seperti ini saat belajar seperti melempat uang yang baik di sungai nil, tiada ampunan dan di hapusnya dosa kecuali dari pengampunan, dan tiada dosa dan kekurangan kecuali dari kemaksiatan.
Dan Allah menjunjukkan pada jalan yang lurus, ia kecupukanku, dan sebaik waki,. baginay segala puji pada setiap keadaan, selain kafir dan kesesatan. ia bersih dari yang menyerupai dan yang menyamai.
- Doa mulai pengajian
Artinya : Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, Rasul kita. Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, pengobat hati kita. Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, pemberi syafaat atas dosa-dosa kita. Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang ajal kepadamu. Sungguh Mahabenar Allah Yang Mahaagung. Dan Rasul-Nya yang mulia telah menyampaikan (risalah-Nya), sedang kami tergolong orang-orang yang menyaksikan dan bersyukur atas apa yang telah difirmankan oleh Tuhan Yang telah menciptakan dan memberi rezeki kepada kami, dengan hati yang bersih. Setelah itu baca :
Artinya : Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Alif Laam miim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
- Doa penutup pengajian :
Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Kesudahan yang baik itu hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Salawat dan salam semoga selalu tercurah ke haribaan Junjungan kita Muhammad Rasulullah, juga kepada keluarga dan sahabatnya semuanya. Ya Allah, aturlah urusan-urusan kami, perbaikilah perbuatan-perbuatan kami, selamatkanlah kami dari pedihnya kemiskinan dan kehinaan, peliharalah kami dari bencana wabah dan penyakit menular, dan dani kejahatan-kejahatan muSuh, setan dan nafsu yang senantiasa menyuruh kepada keburukan. Ya Allah, mudahkanlah keteraturan bagi kami pada semua urusan agama dan dunia, dan sukseskanlah kami dalam meraih cita-cita kami dengan baik. Ya Allah, jauhkanlah kami dari segala kejahatan dan kemaksiatan. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu
dari bencana yang berat, jurang kesengsaraan, nasib buruk dan kegembiraan musuh atas kesusahan kami. Oh Tuhan yang mengubah upaya dan keadaan semuanya, ubahlah keadaan kami menjadi keadaan yang paling baik. Ya Allah, Oh Tuhan Yang Maha Pemberi karunia yang banyak. Oh Tuhan Yang Maha Pencipta segala perbuatan, bimbinglah kami kepada niat yang baik dalam semua perkataan dan perbuatan kami. Ya Allah, selamatkanlah kami, dan selamatkanlah agama kami serta janganlah Engkau cabut iman kami pada saat nyawa kami dicabut, dan janganlah Engkau serahkan kami kepada orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak kasihan kepada kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
- Doa khatam dari membaca kitab ini seluruhnya :
Artinya : Ya Allah, Tuhan kami, Ya Rabbana terimalah (amalan) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah tobat kami, oh Tuhan kami, karena sesungguhnya Engkau adalah yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang. Dan tunjukilah kami serta bimbinglah kami ke jalan kebenaran dan jalan yang lurus dengan berkat khatam Alquran yang agung, dan dengan berkat kehormatan kekasih-Mu dan Rasul-Mu yang mulia. Maafkanlah kami oh Tuhan Yang Mahamulia, maafkanlah kami oh Tuhan Yang Maha Pengasih. Ampunilah kami atas dosa-dosa kami dengan berkat karunia dan kemurahan-Mu oh Tuhan Yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah, oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.
Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan khataman Alquran, muliakanlah kami dengan berkat kemuliaan khataman Alquran, jadikanlah kami terhormat dengan berkat kehormatan khataman Alquran, kenakanlah kepada kami dengan pakaian khataman Alquran, masukkanlah kami ke dalam surga bersama Alquran, hindarkan. lah kami dan segala bencana dunia dan azab akhirat dengan berkat kehormatan khataman Alquran, dan berilah rahmat kepada seluruh umat Muhammad dengan berkat kehormatan khataman Alquran.
Ya Allah, jadikanlah Alquran sebagai teman kami di dunia, pelipur kami di dalam kubur, penolong kami di hari kiamat, cahaya yang memerangi kami di atas Shirat, pengawal menuju surga, penutup dan penghalang kami dari api neraka, pembimbing dan pemimpin kami ke arah kebaikan seluruhnya, dengan berkat karunia-Mu, kedermawanan-Mu dan kemurahan-Mu, oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.
Ya Allah, anugerahkanlah kami kemanisan dengan setiap huruf dari Alquran, kemuliaan dengan berkat setiap katanya, kebahagiaan dengan berkat setiap ayatnya, keselamatan dengan berkat setiap surahnya, dan pahala dengan berkat setiap juznya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Nabi Muhammad, juga kepada keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang baik, semuanya.
Ya Allah, tolonglah para pemimpin kami, pemimpin kaum muslimin. Dan tolonglah menteri-menterinya, wakil-wakilnya serta bala tentaranya sampai hari kiamat. Tetapkanlah keselamatan dan kesejahteraan bagi kami dan bagi orangorang yang berangkat haji, para pejuang di medan perang, para musafir dan orangorang yang tinggal di daratan-Mu dan lautan-Mu yang termasuk ke dalam golongan umat Muhammad, seluruhnya.
Ya Allah, sampaikanlah pahala dari bacaan yang telah kami baca dan cahaya dari bacaan yang telah kami baca setelah diterima dari kami dengan berkat karunia dan kebaikan-Mu, sebagai hadiah yang sampai kepada ruh Nabi kami Muhammad saw., dan kepada arwah putera-puteranya, isteri-isterinya, dan sahabat-sahabatnya, semoga Allah meridai mereka semuanya, dan juga kepada arwah bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, anak-anak kami baik laki-laki maupun perempuan, saudarasaudara kami yang laki-laki dan yang perempuan, saudara-saudara yang laki-laki maupun yang perempuan dari bapak-bapak kami, saudara-saudara yang laki-laki maupun yang perempuan dari ibu-ibu kami, teman-teman kami, guru-guru kami, kerabat-kerabat kami, kiai-kiai kami serta siapa saja yang telah berjasa kepada kami, juga kepada arwah seluruh kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, dengan berkat rahmat-Mu juga oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.
Semoga Allah menyampaikan ganjaran dari kami kepada junjungan kami Nabi besar Muhammad saw. Dengan ganjaran yang patut diterimanya. Mahasuci Tuhanmu yang memiliki keperkasaan dari sifat-sifat yang mereka katakan, salam sejahtera selalu tercurah kepada semua rasul, dan segala puji hanya untuk Allah, Tuhan Pemilik semesta alam. Ucapkanlah Alfatihah.
- Doa sehabis jamuan makan.
Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah berfirman di dalam kitab-Nya (Alquran), yang artinya : “Makanlah dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kami Muhammad Rasulullah, yang menyukai orang-orang dermawan dan orang-orang kaya yang memberi makan, dan juga semoga tercurah kepada keluarganya serta para sahabatnya, yang menyukai orang-orang fakir, orang-orang miskin dan orang-orang yang dimuliakan (Allah).
Ya Allah, jadikanlah nikmat kami ini kekal, negara kami tegak, dan anak-anak kami berilmu. Dan janganlah Engkau serahkan kekuasan atas kami kepada orang yang zalim.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada penyuguh makanan ini dan orang-orang yang memakannya, dan berilah berkat pada harta penyuguh makanan ini dan orangorang yang menghadirinya. Berilah kami makanan dari makanan surga, dan berilah kami minuman dari minuman Kautsar. Jodohkanlah kami dengan bidadari, dan muliakanlah kami dengan memandang Jamal-Mu, oh Tuhan semesta alam.
Ya Allah, tambahlah dan jangan Engkau kurangi, berkat kehormatan penghulu semua rasul, dan segala puji hanya untuk Allah Tuhan Pemilik alam semesta. Ucapkanlah Alfatihah.
Allah Taala berfirman :
Artinya : (Beberapa hari yang ditetapkan itu, ialah) Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas. an-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil), (as. Al Baqarah : 185) Tafsir :
(. ) adalah mubtada (perman kalimat atau subjek) yang khabar (predikat)nya adalah kalimat sesudulaahnya. Atau, khabar (predikat) dari mubtada (subjek) yang mahzutf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan akan berbunyi : (. ). Atau, badal (kalimat pengganti) dari kata Asal , berdasarkan hazful (hilang mudhaf), yang kalau ditampakkan bunyinya adalah : Kata dibaca manshub atas dasar adanya kata yang tersembunyi, atau atas dasar bahwa adalah maf’ul dari kalimat , tetapi pendapat yang terakhir ini lemah. Atau bisa juga ia dianggap sebagai badal (kata ganti) dari kalimat Kata berasal dari kata , yang artinya masyhur atau terkenal. Sedangkan kata adalah masdar (kata dasar) dari kata , yang artinya terbakar. Kata disandarkan kepadanya, sedangkan ia (. ) dijadikan isim alam (kata nama), yang tercegah dari tasrif (tidak menerima tanwin) karena ia isim alam (kata nama) yang diakhiri oleh alif nun (. ), (seperti kata-kata nama : dan lain-lain, pent.), sebagai-mana kata di dalam kalimat , yaitu nama dari burung gagak (kata ini juga menjadi tidak boleh ditasrif) karena felah menjadi isim alam (kata nama) yang muannats (jenis betina).
Adapun sabda Nabi saw. : ( ) yang artinya : “Barangsiapa berpuasa (di bulan) Ramadan”, maka dasarnya adalah hazful mudhaf (hilang mudhaf), artinya : kata tidak dicantumkan lagi, karena dianggap kata sudah dipahami sebagai nama bulan, sehingga tidak mungkin diartikan lain.
Dan bulan itu mereka namakan demikian (. ) karena mungkin saking panasnya cuaca pada saat itu sehingga seakan-akan mereka terbakar, atau bisa juga karena panasnya rasa lapar dan dahaga, atau bisa juga karena terbakarnya dosa-dosa pada bulan itu, atau karena bulan itu terjadi pada musim ramadh, yakni musim panas, pada saat mereka menukil nama-nama bulan dari bahasa kuno.
(. ) maksudnya : yang pada bulan itu Alquran mulai diturunkan, tepatnya pada malam (Lailatul Qadar). Atau, yang pada bulan itu, Alquran diturunkan seluruhnya ke langit yang terendah (langit dunia), selanjutnya secara bertahap diturunkan ke bumi. Atau, yang pada bulan itu diturunkan ayat Alquran, yang berkaitan dengan bulan (Ramadan) itu, yaitu firman Allah Taala : (. ) yang artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa”.
Diriwayatkan dari Nabi saw. yang artinya : “Suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim as. diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan. Kitab Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadan. Kitab Injil diturunkan pada malam kesepuluh bulan Ramadan. Kitab Zabur diturunkan pada malam kedelapan belas bulan Ramadan, dan Alquran diturunkan pada malam kedua puluh empat bulan Ramadar”.
Isim maushul (. ) dan shilahnya adalah khabar (predikat) dari mubtada (. ), atau sifatnya. Kalau ia dianggap sebagai sifat dari mubtada, maka khabar mubtadanya adalah kalimat selanjutnya, yaitu : faman syahida (. ). Huruf fa (. ) pada kalimat faman syahida adalah untuk mensifati mubtada dengan sifat yang mengandung makna syarath, yang memberi pengertian bahwa, diturunkannya Alquran pada bulan Ramadan itulah yang menjadi sebab diwajibkannya puasa secara khusus pada bulan itu.
(. ) kalimat ini menjadi hal (keterangan) bagi kata Alquran. Maksudnya : Alquran diturunkan pada bulan Ramadan dan ia merupakan petunjuk Allah bagi manusia dengan kemukjizatannya dan ayat-ayatnya yang jelas, yang dapat menunjukkan kepada kebenaran, dan membedakan antara yang benar dan yang salah, karena hikmat-hikmat dan hukum-hukum yang terkandung di dalam Alquran tersebut. (Aadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. bahwa ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Terhinalah orang yang aku disebut di sisinya namun ia tidak mengucapkan salawat untukku. Terhinalah orang yang kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya ada padanya namun dia tidak melakukan sesuatu perbuatan pun untuk memenuhi hak mereka yang dapat menyebabkan dia masuk surga. Dan terhinalah orang yang didatangi bulan Ramadan namun sebelum ia diampuni, bulan Ramadan itu telah habis”.
Karena bulan Ramadan itu adalah bulan rahmat dan ampunan dari Allah Taala. Jadi, kalau dia tidak diampuni pada bulan itu maka merugilah dia. (Zubdatul Wa’izhin).
Dan diriwayatkan pula dari Rasulullah saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku pada hari Jumat sebanyak seratus kali, maka kelak pada hari kiamat ia datang disertai cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan kepada seluruh makhluk, niscaya meratai mereka semua”. (Zubdatul Wa. ‘izhin)
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa merasa gembira dengan masuknya bulan Ramadan maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.
Dan sabdanya pula :
Artinya : Apabila tiba malam pertama bulan Ramadan, Allah Taala berfirman : “Barangsiapa yang mencintai Kami maka Kami pun mencintainya. Barangsiapa mencari Kami maka Kami pun mencarinya. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada Kami maka Kami pun mengampuninya demi kemuliaan bulan Ramadan”. Lalu, Allah Taala menyuruh para malaikat pencatat amal yang mulia agar pada bulan Ramadan mereka mencatat kebaikan-kebaikannya saja dan tidak mencatat keburukan-keburukannya. Dan Allah Taala menghapuskan darinya dosa-dosa yang telah lewat.
Diriwayatkan pula, bahwa suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim as. diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan dan Kitab Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadan, setelah lewat tujuh ratus tahun dari suhuf Ibrahim as. Kitab Zabur diturunkan pada malam kedua belas bulan Ramadan, lima ratus tahun sesudah Taurat. Kitab Injil, pada malam kedelapan belas bulan Ramadan, seribu dua ratus tahun sesudah Zabur. Dan Kitab Alfurgan (Alquran) pada malam kedua puluh tujuh bulan Ramadan, enam ratus dua puluh tahun sesudah Injil. Sekian. (Dari Kitab Al Hayat)
Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Seandainya umatku mengetahui apa yang ada pada bulan Ramadan itu, niscaya mereka menginginkan agar tahun itu seluruhnya adalah bulan Ramadan”.
Karena pada bulan itu kebaikan dihimpun, ketaatan diterima, doa-doa dikabulkan, dan dosa-dosa diampuni. Sedangkan surga merindukan mereka. (Zubdatul Wa’izhin).
Dar Hafsh Alkabu, ia berkata : “Daud Aththa’i berkata : “Saya tertidur pada malam pertama bulan Ramadan, lalu saya bermimpi melihat surga, seolah-olah saya duduk di tepi sebuah sungai yang terbuat dar mutiara dan mera delima. Sekonyong-konyong saya melihat bidadari-bidadari surga seumpama matahari karena cahaya wajah mereka yang cemerlang. Lalu saya mengucapkan : “La Ilaha Iilallaah, Muhammad Rasulullah’. Para bidadari itu menjawab : ‘La Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasulullah. Kami kepunyaan orang-orang yang bertahmid (memuji-muji Allah), berpuasa, melakukan ruku dan sujud (Salat) pada bulan Ramadan”. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Surga itu rindu kepada empat golongan manusi:. ” (1). Orang yang gemar membaca Alquran, (2) orang yang menjaga lidahnya, (3) orang yang suka memberi makan kepada mereka yang kelaparan, (4) dan orang yang berpuasa di bulan Ramadan”. (Raunaqul Majalis).
Dan dalam salah satu khabar disebutkan : “Apabila tampak hilal (bulan sabit) sebagai tanda masuknya bulan Ramadan, maka berteriaklah Arsy, Kursi, para malaikat dan semua yang ada di bawah mereka dengan mengucapkan : ‘Beruntunglah umat Muhammad saw. Dengan kemuliaan yang ada di sisi Allah Taala untuk mereka’. Sedangkan matahari, bulan, bintang-bintang dan burung-burung di angkasa, ikan-ikan di laut, dan semua makhluk bernyawa di permukaan bumi, siang dan malam memohonkan ampunan buat mereka, kecuali setan-setan yang terkutuk. Lalu pagi harinya, Allah Taala tidak membiarkan seorang pun dari mereka kecuali diampuninya. Kemudian Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Berikanlah (pahala) salat dan tasbih kalian pada bulan Ramadan kepada umat Muhammad alaihis salaatu wassalaam”.
Diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki bernama Muhammad. Dia tidak pernah melakukan salat sama sekali. Kemudian, ketika masuk bulan Ramadan, dia berdandan dengan mengenakan pakaian yang bagus dan memakai minyak wangi, lalu mengerjakan salat melunasi salat-salatnya dahulu yang telah ditinggalkannya. Maka ia ditanya : “Mengapa Anda melakukan itu?” Dia menjawab : “Ini adalah bulan tobat, rahmat dan berkat. Mudah-mudahan berkat kemurahan-Nya, Allah mengampuni segala dosa-dosaku”. Ketika orang itu meninggal dunia, seseorang bermimpi melihatnya, lalu bertanya kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”. Dia menjawab : “Tuhan telah mengampuni aku berkat pengagunganku terhadap bulan Ramadan”.
Dan diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khattab ra. dari Nabi saw. Beliau bersabda yang artinya :
Apabila seseorang di antara kalian bangun dari tidurnya pada bulan Ramadan, lalu bergerak di tempat tidurnya sambil berbolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya, maka berkatalah malaikat kepadanya : “Bangkitlah, semoga Allah memberkatimu dan mengasihimu”, Apabila orang itu bangkit dengan niat melakukan salat, maka tempat tidurnya itu lalu mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, berilah dia kasur-kasur yang tinggi (di dalam surga)”. Dan apabila dia mengenakan pakaian, maka pakaiannya itu mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, berilah dia pakaian-pakaian surga”. Dan apabila dia mengenakan kedua sandainya, maka sandainya itu mendoakannya dengan mengUcapkan : “Ya Allah, tetapkanlah kedua kakinya di atas sirat (titian yang ada di atas neraka menuju surga”. Dan apabila dia mengambil bejana, maka bejana itu mendoakannya dengan mengucapkan :”Ya Allah, berilah dia piala-piala surga”. Dan apabila dia berwudu, maka air mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, bersihkanlah dia dari dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan”. Dan apabila ia berdiri untuk memulai salatnya maka rumahnya mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, lapangkanlah kuburnya, terangkanlah liangnya, dan tambahlah rahmat untuknya”. Sedang Allah memandang kepadanya dengan penuh rahmat. Ketika dia berdoa, Allah menjawab : “Wahai hamba. Ku, darimu doa dan dari Kami perkenan: darimu permintaan dan dari Kami pemberian: dan darimu istighfar (permohonan ampun) sedang dari Kami ghufran (ampunan)”. (Zubdatul Wa’izhin).
Dalam salah satu khabar disebutkan bahwa, pada hari kiamat kelak, Ramadan datang dalam rupa yang paling indah, lalu ia sujud di hadirat Allah SWT. Maka Allah berfirman : “Hai Ramadan, sebutkanlah hajatmu dan bawalah besertamu orang yang mengetahui kewajibannya terhadapmu”. Maka berputar-putarlah Ramadan itu di pelataran kiamat, lalu dibawa bersamanya orang yang mengetahui kewajibannya terhadapnya. Kemudian dia berdiri di hadirat Allah kembali, lalu Allah berfirman : “Hai Ramadan, apa yang kau inginkan?”. Ramadan menjawab: “Hamba ingin agar Engkau memahkotai orang ini dengan mahkota kebesaran”.
Maka Allah pun memahkotai orang itu dengan seribu mahkota. Kemudian orang itu memberi syafaat untuk tujuh puluh ribu orang yang termasuk pelaku dosa-dosa besar. Kemudian ia dijodohkan dengan seribu bidadari, yang setiap bidadari disertai tujuh puluh ribu dayang. Lalu Allah menaikkan orang itu ke atas Burag (kendaraan surga), kemudian berfirman : “Apa yang engkau inginkan, hai Ramadan?”. Ramadan menjawab : “Tempatkanlah dia disisi Nabi-Mu”.
Maka Allah pun lalu menempatkan orang itu di dalam surga Firdaus. Kemudian Allah berfirman : “Hai Ramadan, apa yang engkau inginkan lagi?”. Ramadan menjawab : “Engkau telah memenuhi keinginanku, tetapi mana kemurahan-Mu?”, Maka Allah pun memberikan kepada orang itu seratus kota yang terbuat dari mira delima yang sangat indah dan zabarjat hijau yang sangat menawan, sedang di tiap-tiap kota itu terdapat seribu mahligai. (Zahratur Riyadh).
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda:
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku pada hari kiamat kelak jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”
Dan dari sahabat Zaid bin Rafi’, dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada tiap-tiap hari Jumat niscaya Allah akan mengampuninya sekalipun dosa-dosanya seperti buih di lautan”. (Zubdatul Wa’izhin)
Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. : “Barangsiapa berdiri pada bulan Ramadan (maksudnya : menghidupkan malam-malam bulan Ramadan dengan ibadat, selain malam Qadar, atau mengerjakan salat taraweih pada malam-malam Ramadan itu, karena menghormatinya) dengan penuh keimanan (yakni mempercayai pahalanya) dan ikhlas (dalam melaksanakannya), maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Masyariq)
Dan dari Ibnu Abbas ra, dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Apabila tiba hari pertama bulan Ramadan, bertiuplah angin dari bawah Arsy yang disebut angin “mutsirah”, lalu bergoyanglah daun-daun pepohonan surga. Karena gerakan daun-daun tadi, maka terdengarlah suara gema yang belum pernah terdengar oleh seorang pun suara gema yang lebih indah dari itu. Maka para bidadari pun memperhatikan itu seraya berkata : “Ya Allah, jadikanlah untuk kami pada bulan ini suamisuami dari hamba-hamba-Mu”.
Maka, tidaklah seseorang hamba pun berpuasa pada bulan Ramadan, melainkan
Allah akan mengawinkan dengan seorang istri dari kalangan bidadari-bidadari tersebut di dalam sebuah mahligai. Sebagaimana firman Allah di dalam Alquran, yang artinya : (Bidadari-bidadari yang cantik jelita lagi putih bersih yang dipingit di dalam mahligai). Sedangkan setiap bidadari itu mengenakan tujuh pakaian yang warnanya berbeda-beda. Dan untuk setiap wanita ada sebuah ranjang terbuat dari mira delima bertahtakan mutiara, pada setiap ranjang terdapat tujuh puluh kasur dan tujuh puluh hidangan dari bermacammacam makanan. Ini semua adalah untuk orang yang berpuasa pada bulan Ramadan, selain (pahala) amal-amal kebajikan lainnya yang telah dilakukannya.
Karenanya, sudah selayaknya bagi seorang mukmin, menghormati bulan Ramadan dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan keji, serta menyibukkan diri dengan perbuatanperbuatan bakti kepada Allah, berupa salat, membaca tasbih, berzikir dan membaca Alquran.
Allah Taala pernah berfirman kepada Nabi Musa as. : “Sesungguhnya Aku telah memberikan kepada umat Muhammad dua cahaya agar mereka tidak dicelakai oleh dua kegelapan”.
Musa bertanya : “Apakah dua cahaya itu, Ya Rabb?”.
Allah Taala menjawab : “Cahaya Ramadan dan cahaya Alquran”.
Musa bertanya pula : “Dan apakah dua kegelapan itu, Ya Rabb?”.
Allah Taala menjawab : “Kegelapan kubur dan kegelapan hari kiamat”. (Durratul Wa’izhin). Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menghadiri majelis ilmu pada bulan Ramadan, Allah Taala akan mencatatkan baginya untuk setiap langkah (yang dilangkahkannya), ibadah satu tahun, dan dia akan berada bersamaku di bawah Arasy. Dan barangsiapa selalu mengerjakan salat (lima waktu) secara berjamaah pada bulan Ramadan, Allah akan memberikan kepadanya, untuk tiap-tiap satu rakaat, sebuah kota yang penuh dengan nikmat-nikmat Allah Taala. Barangsiapa berbuat baik kepada ibu bapaknya pada bulan Ramadan, ia akan memperoleh pandangan rahmat dari Allah Taala, dan aku menjamin dia masuk surga. Tidaklah seseorang wanita mencari rida suaminya pada bulan Ramadan, melainkan dia akan memperoleh pahala seperti pahalanya Maryam dan Asiyah. Dan barangsiapa memenuhi hajat saudaranya yang muslim pada bulan Ramadan, Allah Taala akan memenuhi seribu hujatnya pada hari kiamat”.
Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa memasang lampu di salah satu masjid Allah Taala pada bulan Ramadan, dia akan memperoleh cahaya di dalam kuburnya, dan dicatatkan baginya pahala orang-orang yang salat di dalam masjid itu, serta didoakan oleh para malaikat, dan dimohonkan ampunan oleh para malaikat pemanggul Arsy, selama lampu itu masih berada di dalam masjid tersebut. (Dzakhiratul Abidin)
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : Apabila tiba malam pertama bulan Ramadan, setan-setan dan jin-jin yang durhaka semuanya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tanpa ada satu pintu pun yang terbuka, pintu-pintu surga dibuka tanpa ada satu pintu pun yang tertutup, dan Allah Taala, pada setiap malam dari bulan Ramadan itu, berfirman tiga kali : “Apakah ada orang yang meminta, maka akan Aku beri permintaannya itu?”. Apakah ada orang yang bertobat, maka akan Aku terima tobatnya itu?. Apakah ada orang yang memohon ampun, maka akan Aku ampuni dia?”. Dan Allah membebaskan pada setiap hari dari bulan Ramadan itu sejuta tawanan dari neraka, yang seharusnya diazab. Dan apabila tiba hari Jumat (di bulan Ramadan), Allah membebaskan, di setiap jam, sejuta tawanan dari neraka. Dan apabila tiba hari terakhir dari bulan Ramadan, Allah membebaskan sebanyak orang yang telah dibebaskan sejak awal bulan (hingga akhir bulan Ramadan). (Zubdatul Wa’izhin). Hukum berpuasa pada hari “syak” (ragu-ragu antara masuk Ramadan atau belum) ada tujuh macam : tiga di antaranya boleh tetapi makruh, tiga lagi boleh dan tidak makruh, dan satu tidak boleh sama sekali. Adapun yang tiga macam pertama (boleh tapi makruh) itu adalah :
- Berpuasa hari syak dengan niat puasa Ramadan.
- Berpuasa pada hari syak dengan niat menunaikan kewajiban puasa yang lain.
- Berpuasa pada hari syak dengan niat tidak pasti, yakni jika hari itu termasuk bulan Ramadan maka dia berniat puasa Ramadan, dan jika belum masuk bulan Ramadan (masih bulan Sya’ban) maka dia berpuasa Sya’ban.
Ketiga macam puasa tadi boleh, tetapi makruh. Yang tiga macam kedua (boleh dan tidak makruh) adalah :
- Berpuasa pada hari syak dengan niat puasa tathawwu (sunnah).
- Atau, dengan niat puasa Sya’ban.
- Atau, dengan niat puasa mutlak.
- Sedangkan yang satu, yang sama sekali tidak boleh, adalah : Apabila seseorang berpuasa pada hari syak dengan syarat, bila hari itu sudah masuk bulan Ramadan maka saya berpuasa, tetapi kalau belum maka saya tidak berpuasa. Puasa (bersyarat) seperti ini sama sekali tidak boleh. (Qadhikhan).
Allah Taata berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana (ia) diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkanfnya) itu pada hari-hari yang lain…” (QS. AlBaqarah : 183-184)
Tafsir :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. Yakni, para nabi dan umat-umat lain dari sejak Nabi Adam as. dahulu.
Perintah dalam ayat ini mengandung taukid (penekanan) terhadap hukum, anjuran agar berbuat, dan menyenangkan bagi jiwa.
Shoum (puasa) menurut bahasa ialah menahan diri dari apa-apa yang diinginkan nafsu. Sedangkan menurut syara’ (hukum agama) ialah : menahan diri dari tiga perkara (makan, minum dan jimak) yang membatalkan puasa, sepanjang siang. Karena ketiga perkara tersebut merupakan hal yang paling disukai oleh nafsu.
(. ) Agar kamu bertakwa, yaitu terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena puasa mematahkan syahwat yang merupakan pangkal kemaksiatan, sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah maka hendaklah ia menikah. Karena nikah itu dapat merundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu (menikah) maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu memiliki penawar (mengendurkan syahwat)”. (. ) pada hari-hari yang tertentu. Tertentu waktunya dengan bilangan yang diketahui, atau dalam hari-hari yang sedikit. Karena harta yang sedikit itu dihitung-hitung, sedangkan harta yang banyak ditimbun-timbun.
Adapun sebab nashabnya (dalam hal ini tanda nashabnya adalah fatihah) kalimat bukan karena pengaruh kata (puasa), karena di antara keduanya ada fashal (pemisah, berupa kalimat), tetapi oleh kata yang tersembunyi (mudhmar), yaitu : (berpuasalah), dikarenakan adanya petunjuk berupa kata (puasa) itu. Yang dimaksudkan adalah puasa bulan Ramadan, atau puasa yang wajib dipuasai sebelum diwajibkannya puasa Ramadan yang kemudian dihapus oleh puasa Ramadan, yaitu puasa Asyura dan puasa tiga hari tiap-tiap bulan. Atau, ia ( ) dinashabkan sebagai zharaf (kata keterangan) dari kalimat atau sebagai maf’ul tsani (objek kedua) dari kalimat ke (sedang maf’ul awalnya adalah kata yang kemudian menjadi naib fa’il). Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa, artinya adalah : puasamu adalah seperti puasa mereka dalam bilangan beberapa hari. Karena ada riwayat yang mengatakan bahwa, puasa Ramadan itu pernah diwajibkan juga atas kaum Nasrani. Lalu bulan Ramadan itu jatuh pada hari yang sangat dingin atau sangat panas, maka mereka alihkan ke musim semi. Sebagai kaffarat (tebusan) dari pengalihan itu, maka mereka tambah puasa tersebut dengan dua puluh hari. Pendapat lain mengatakan, bahwa mereka menambah puasanya itu disebabkan oleh waba yang menimpa mereka.
( ) Maka jika di antara kamu ada yang sakit dengan suatu penyakit yang berbahaya atau akan bertambah berat jika ia berpuasa. atau dalam suatu perjalanan. Kalimat ini memberi isyarat bahwa yang memulai perjalanannya sesudah tengah hari, maka ia tidak boleh berbuka. (. ) maka (wajiblah atasnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Maksudnya, dia wajib mengganti puasanya sebanyak hari-hari ketika ia sakit atau ketika sedang melakukan perjalanan jauh, di hari-hari yang lain (selain bulan Ramadan), jika dia berbuka. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Jibril alaissalam telah datang kepadaku, lalu ia berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang bersalawat atasmu, melainkan ada tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat, maka dia tergolong penghuni surga”. (Zubdah) Dan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda menyampaikan firman Tuhannya Yang Maha Tinggi :
Artinya : “Setiap amal (perbuatan) anak Adam (manusia) adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya””.
Karona puasa itu merupakan suatu porbuatan yang tersembunyi (rahasia), tidak ada suatu perbuatan pun di dalam puasa atu yang dapat disaksikan oleh orang lam. Berbeda dengan amal-amal porbuatan yang laimnya Dan juga, karena puasa itu merupakan suatu rahasia yang tidak dikota hut oleh seorang pun kecuali Allah Taala. Maka Allah pun me. mastikan ganjarannya.
Oleh karenanya, diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Apabila hari kiamat telah tiba, datanglah suatu kaum yang mempunyai sayap-sayap seperti sayapnya burung. Dengan sayap-sayap itu mereka terbang melintasi tembok-tembok surga. Lantas para penjaga surga bertanya kepada mereka : “Siapakah kalian?”. Mereka menjawab, “Kami adalah umat Muhammad saw”. “Apakah kalian telah mengalami hisab” tanya penjaga surga pula. “Tidak”, jawab mereka. “Apakah kalian telah melihat sirath”. Tanya para malaikat penjaga surga itu. Mereka menjawab, “Tidak”. Kemudian para malaikat penjaga surga itu bertanya, “Dengan apakah kalian mencapai derajat ini?” Mereka menjawab, “Kami telah beribadat kepada Allah Taala secara rahasia di dunia, maka Allah pun memasukkan kami di akhirat ke dalam surga secara rahasia pula”. (Zubdatul Wa’izhin).
Apabila orang yang sedang berpuasa itu khawatir dirinya binasa karena lapar dan dahaga, atau dia sakit lalu khawatir penyakitnya bertambah parah dengan sebab puasa itu, maka dia boleh berbuka. Karena keadaan seperti itu adalah keadaan darurat. Sedangkan darurat itu menyebabkan hal-hal yang terlarang menjadi mubah (Raudhatul Ulama).
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Umatku telah diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada Seorang pun sebelum mereka. Pertama, apabila malam pertama dari bulan Ramadan tiba, Allah memandang mereka dengan pandangan rahmat. Dan barangsiapa yang telah dipan dang Allah dengan pandangan rahmat, maka Dia tidak akan mengazabnya sesudah itu buat selama-lamanya. Kedua, Allah Taala memerintahkan kepada para malaikat agar memohonkan ampun buat mereka. Ketiga, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dl sisi Allah daripada bau wangi minyak kesturi. Keempat, Allah Taala berfirman kepada surga, “Berhiaslah engkau”. Dan Dia berfirman : “Berbahagialah hamba-hamba-Ku yang beriman, mereka adalah kekasih-kekasih-Ku”. Kelima, Allah Taala mengampuni mereka semuanya”,
Oleh karena itu, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh iman dan ikhlas, niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”. (Zubdatul Wa’izhin).
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala pada setiap saat di bulan Ramadan membebaskan enam ratus ribu orang dari dalam neraka dari kalangan mereka yang sudah seharusnya mendapat siksa, sampai tiba malam Qadar (lailatul Qadar). Pada malam Qadar itu, Allah membebaskan sebanyak orang yang telah dibebaskan (dari neraka) sejak awal bulan (Ramadan). Dan pada hari raya Fitri (Idul Fitri), Allah membebaskan dari sejak awal bulan sampai hari raya Fitri itu”. (Misykat)
Dan dari sahabat Jabir ra., dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda:
Artinya : Apabila tiba malam terakhir dari bulan Ramadan, langit, bumi dan para malaikat Semuanya menangis atas musibah yang menimpa umat Muhammad saw. Salah Seorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, musibah apakah itu?”. Rasulullah menjawab : “Perginya bulan Ramadan. Karena sesungguhnya doa-doa di bulan itu dikabulkan, sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipat gandakan dan azab ditahan”.
Maka musibah manakah yang lebih besar daripada perginya bulan Ramadan itu. Apabila langit dan bumi saja menangis demi kita, maka kita lebih pantas menangis dan menyesali atas terputusnya keutamaan-keutamaan dan kemuliaan-kemuliaan ini dari kita. (Hayatul Qulub).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Allah Taala telah menciptakan malaikat yang memiliki empat wajah. Jarak antara satu wajahnya dengan wajahnya yang lain sejauh perjalanan seribu tahun. Dengan salah satu wajahnya, ia bersujud sampai hari kiamat. Dalam sujudnya itu ia berkata : “Mahasuci Engkau, betapa agung sifat Jamal-Mu!”. Dan dengan wajah yang lain, ia memandang ke arah neraka Jahannam seraya ber. kata : “Celakalah orang yang memasukinya!”. Dan dengan wajah yang lain lagi, ia me. mandang ke arah surga seraya berkata : “Berbahagialah orang yang memasukinya!”. Dan dengan wajah yang lain, ia memandang ke arah Arsy Allah Yang Maha Pengasih seraya berdoa : “Oh Tuhanku, kasihanilah dan janganlah: Engkau siksa orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadan dari umat Muhammad saw”. (Zahratur Riyadh). Dan dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Kiraman Katibin (malaikat pencatat amal perbuatan manusia) pada bulan Ramadan, supaya mencatat kebaikan-kebaikan dari umat Muhammad saw, dan tidak mencatat kejahatan-kejahatan mereka, serta menghapus dosa-dosa mereka yang lalu”. (Zahratur Riyadh)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan ikhlas (dalam melaksanakannya) mak. akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Zahratur Riyadh)
Konon, puasa itu ada tiga tingkatan : (pertama) puasa orang biasa, (kedua) puasa orang khawas (khusus), (ketiga) puasa orang khawasul khawash (khususnya khusus).
Adapun puasa orang biasa itu adalah mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi syahwat.
Puasa orang khawas itu adalah puasanya orang-orang yang salih, yaitu mencegah seluruh anggota badan dari melakukan segala dosa. Dan hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan selalu melakukan 5 perkara :
- Memicingkan pandangan dari semua yang tercela menurut syarak.
- Memelihara lidah dari mengumpat, berdusta, mengadu domba dan bersumpah palsu. Karena sahabat Anas ra. telah meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda, yang artinya : “Lima perkara yang menggugurkan (pahala) puasa, atau membatalkan pahalanya, yaitu : (1) berdusta, (2) mengumpat, (3) mengadu domba, (4) bersumpah palsu, (5) memandang lawan jenis dengan syahwat”.
- Mencegah telinga dari mendengarkan apa saja yang makruh.
- Mencegah seluruh anggota badan dari hal-hal yang makruh, dan mencegah perut dari makan makanan-makanan yang syubhat (diragukan halalnya) di waktu berbuka. Karena tidak ada artinya berpuasa dari makanan yang halal lalu berbuka dengan makanan yang haram. Perumpamaannya adalah seperti orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah kota.
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak memperoleh dari puasanya itu selain rasa lapar dan dahaga”.
- Tidak memperbanyak memakan makanan yang halai di kala berbuka sampai kekenyangan. Karena Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya : “Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci oleh Allah daripada perut yang dipenuhi oleh makanan yang halal”.
Adapun puasa orang-orang khawasul khawash adalah puasa hati dari keinginankeinginan rendah dan pikiran-pikiran duniawi, serta mencegahnya secara total dari segala sesuatu selain Allah. Apabila orang yang berpuasa seperti itu memikirkan sesuatu selain Allah, maka berarti dia telah berbuka dari puasanya. Puasa seperti ini adalah tingkatan para nabi dan siddigin. Karena penerapan magam (tingkatan) ini adalah dengan menghadapkan diri secara total kepada Allah Taala dan berpaling dari selain-Nya. (Zubdatul Wa’izhin).
Ketahuilah, bahwa puasa itu merupakan ibadat yang tidak dapat diindera oleh panca indera manusia. Artinya, ia tidak dapat diketahui kecuali hanya oleh Allah Taala dan orang yang berpuasa itu sendiri. Dengan demikian, puasa adalah antara Tuhan dan hamba-Nya. Oleh karena puasa ini merupakan ibadat dan ketaatan yang hanya diketahui oleh Allah semata, maka disandarkanlah ia kepada diri-Nya, sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis Qudsi :
Artinya : “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”.
Dan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa, Allah menyandarkan puasa itu kepada diri-Nya, adalah karena di dalam ibadat puasa itu tidak ada penyekutuan yang lain dengan Allah. Karena di antara manusia itu ada yang menyembah berhala, ada pula yang sujud dan salat kepada matahari dan bulan, ada yang bersedekah demi berhala, mereka adalah orang-orang kafir. Namun tidak pernah ada seorang pun di antara hamba-hamba Allah yang mengerjakan puasa demi berhala, demi matahari, demi bulan atau demi waktu siang. Tetapi ia berpuasa semata-mata hanya karena Allah Taala. Oleh karena puasa itu merupakan ibadat yang tidak pernah digunakan untuk berbakti kepada selain Allah Taala, yaitu ibadat yang murni hanya untuk Allah semata, maka Allah lalu menisbatkan puasa itu kepada diri-Nya sendiri, sebagaimana disebutkan dalam hadis Gudsi, Allah berfirman, yang artinya : “Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberi ganjaran atasnya”.
Kalimat “dan Aku memberi ganjaran atasnya”. Maksudnya : Atas puasanya, Aku perlakukan orang itu dengan sifat kemurahan (kedermawanan) rububiah (ketuhanan), dan bukan dengan kepatutan-Ku untuk disembah.
Sedangkan Abul Hasan mengatakan, bahwa maksud dari kalimat “dan Aku memberi ganjaran atasnya” ialah : tiap-tiap perbuatan taat ganjarannya adalah surga. Sedang puasa, ganjarannya adalah berjumpa dengan-Ku. Aku memandang kepadanya dan dia memandang kepada-Ku. Dia berbicara dengan-Ku dan Aku berbicara dengannya, tanpa utusan atau penerjemah. Demikian kata Abul Hasan di dalam kitab Mukhtashar Ar Raudhah.
Maka hafalkaniah kata-kata tadi dan nasihatkanlah kepada orang lain, dan janganlah Anda termasuk golongan orang-orang yang ragu.
Menurut pendapat kami, orang yang sedang berpuasa itu boleh saja menyentuh dan mencium istrinya, apabila ia tidak khawatir atas dirinya. Tetapi kalau dia khawatir dengan sentuhan itu akan timbul keinginan jimak sehingga ia melakukan jimak, atau keluar mani hanya dengan menyentuh, maka hal tersebut tidak boleh dilakukannya.
Sedangkan menurut Said bin Almusayib, crang yang sedang berpuasa tidak boleh mencium atau menyentuh istrinya, baik dia merasa khawatir atau tidak. Karena menurui riwayat dari Ibnu Abbas ra. bahwa ada seorang pemuda menemui Ibnu Abbas, lalu bertanya kepadanya : “Bolehkan saya mencium istri saya selagi berpuasa?”. Ibnu Abbas menjawab : “Tidak boleh”. Kemudian datang pula kepada Ibnu Abbas seorang tua, lalu bertanya “Bolehkah saya mencium istri saya selagi berpuasa?”. Ibnu Abbas menjawab . boleh” Maka pemuda Itu kembali lagi kepada Ibnu Abbas, lalu berkata : “Mengapa Tuan hadapkan untuknya apa yang Tuan haramkan atas diri saya, padahal kita satu agama? Ibnu Abban monjawab : “Karona dia sudah tua, dia bisa menguasai syahwatnya, sedang Anda masih muda, Anda tidak mampu menguasai syahwat Anda”. Yakni keinginan untuk Jinak. (Raudhatul Ulama).
Ada yang mongatakan bahwa, tujuan dari puasa itu adalah untuk menundukkan musuh Allah. Karona jalan setan itu lewat syahwat. Padahal, syahwat itu menjadi kuat katona makan dan minum. Maka puasa itu tidak akan berguna untuk menundukkan nutuh Allah Taala dan menghancurkan syahwat kecuali dengan menaklukkan nafsu dengan makan sedikit. Oleh karena itu, ada riwayat berkaitan dengan disyariatkannya puasa, bahwa Allah Taala menciptakan akal, lalu berfirman kepadanya: “Menghadaplah!” Maka akal itu pun menghadap. Kemudian Allah berfirman pula kepadanya : “Membelakanglah!”. Maka akal itu pun membelakang. Setelah itu Allah bertanya : “Siapakah engkau dan siapa Aku?”, Akal menjawab : “Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah”. Maka Allah Taala berfirman : “Hai akal, Aku tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia daripada engkau”.
Kemudian Allah Taala menciptakan nafsu, lalu berfirman kepadanya : “Menghadaplah!” Namun nafsu itu tidak mematuhi. Lantas Allah bertanya kepadanya : “Siapakah ongkau dan siapakah Aku?”. Nafsu menjawab : “aku adalah aku dan Engkau adalah Engkaul”. Maka Allah Taala lalu mengazabnya dengan siksa api neraka selama seratus tahun. Komudian Allah mengeluarkannya dari neraka dan bertanya kembali kepadanya : “Siapa ongkau dan siapa Aku?”. Nafsu tetap menjawab seperti jawabannya semula. Maka diazablah ia di dalam neraka lapar selama seratus tahun pula. Setelah itu, Allah bertanya kembali kepadanya, barulah dia mengaku bahwa dirinya adalah hamba dan Allah adalah Tuhan. Maka oleh sebab itu, Allah lalu mewajibkan puasa atasnya. (Misykat).
Ada yang mengatakan bahwa, hikmat dari diwajibkannya puasa selama tiga puluh hari itu adalah karena datuk kita Adam as. dahulu, ketika Beliau memakan buah pohon yang terlarang di dalam surga, buah tersebut tetap tinggal di dalam perutnya selama tiga puluh hari. Dan ketika Beliau bertobat kepada Allah Taala, maka Allah menyuruhnya agar berpuasa selama tiga puluh hari tiga puluh malam. Karena kelezatan dunia itu ada empat makan, minum, jimak dan tidur. Semuanya itu merupakan penghalang bagi hamba terhadap Allah Taala. Sedangkan atas Nabi Muhammad saw. dan umatnya, Allah Taala mewajibkan puasa pada siang hari saja, dan diperbolehkan makan, minum dan jimak pada malam harinya. Hal mana merupakan karunia dari Allah Taala dan kemuliaan bagi kita. (Bahjatul Anwar).
Diceritakan bahwa, seorang Majusi melihat anaknya makan di pasar pada siang bulan Ramadan, lalu anaknya itu dipukulinya seraya berkata : “Kenapa engkau tidak menjaga kehormatan kaum muslimin di bulan Ramadan?”. Kemudian, setelah orang Majusi itu meninggal dunia, ada seorang alim melihatnya dalam mimpi, sedang duduk di atas singa: Sana kemuliaan di dalam surga. Orang alim itu bertanya : “Bukankah Anda seorang Majusi?”, Orang itu menjawab : “Benar, namun ketika saya akan meninggal dunia, saya mendengar seruan dari atas saya, “Hai malaikat-malaikat-Ku, janganlah kalian biarkan orang ini sebagai Majusi. Muliakanlah dia dengan Islam, karena dia telah menghormati! bulan Ramadan”.
Ini menunjukkan bahwa, hanya karena menghormati bulan Ramadan, orang Majus! itu memperoleh iman. Betapa pula orang yang berpuasa di bulan Ramadan dan menghor matinya. (Zubdatul Majalis).
Diriwayatkan dari Rasulullah saw. menyampaikan firman Tuhannya Yang Mahatinggi :
Artinya : “Tiap-tiap kebaikan yang dikerjakan oleh anak Adam (manusia) pahalanya dilipat gandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjaran atasnya”.
Para ulama berselisih pendapat mengenai firman Allah Taala : “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”. Padahal semua amal itu adalah untuk-Nya juga dan Dialah yang memberi pahalanya.
Pertama, bahwa dalam puasa tidak terjadi riya, seperti halnya yang terjadi pada selain puasa. Karena riya (sifat ingin dipuji) itu suka terjadi pada diri manusia, sedang puasa itu tidak lain adalah suatu yang ada di dalam hati. Yakni, bahwasanya semua amal itu biasanya berupa gerakan-gerakan lahiriah yang bisa dilihat, selain puasa. Adapun puasa adalah hanya dengan niat yang tidak diketahui oleh orang lain.
Kedua, bahwa maksud dari firman Allah, “dan Aku memberi ganjarannya”, ialah bahwa hanya Dia sendirilah yang mengetahui kadar pahala puasa itu dan penggandaan ganjarannya. Adapun ibadat-ibadat yang lain, terkadang dapat diketahui oleh sebagian orang. Ketiga, makna dari firman Allah, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”, adalah bahwa, puasa itu merupakan ibadat yang paling disukai oleh-Nya.
Keempat, penyandaran puasa kepada diri-Nya (puasa itu untuk-Ku) adalah penyandaran yang berarti pemuliaan dan penggandaan, seperti kalimat Baitullah (Rumah Allah). Kelima, bahwa sikap tidak memerlukan makanan dan keinginan-keinginan lainnya adalah termasuk sifat-sifat Tuhan. Dan karena orang yang puasa itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu sikap yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, maka disandarkanlah ia kepada-Nya.
Keenam, bahwa artinya memang seperti itu, tetapi dalam kaitannya dengan malaikat. Karena, itu semua adalah sifat-sifat mereka.
Ketujuh, bahwa semua ibadat bisa dikurangi pahalanya guna menebus perbuatanperbuatan aniaya terhadap sesama manusia, kecuali pahala puasa.
Namun demikian, semua ulama sepakat bahwa, yang dimaksud dengan “puasa” di dalam firman Allah, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”, adalah puasa orang yang puasanya itu bersih dari maksiat, baik berupa perkataan maupun perbuatan. (Miftahush Shalat).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh iman dan ikhlas, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat”.
Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. itu.
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruh. nya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar’ Para malaikat itu menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengeta. hui lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 31-32)
Tafsir :
(. ) Dan Allah mengajarkan kepada Adam (alaihissalam) nama-nama (benda-benda) seluruhnya, baik dengan menciptakan ilmu dharuri pada Adam mengenai benda-benda itu. Atau, dengan cara menyampaikannya langsung kedalam pikiran Beliau tanpa memerlukan suatu istilah sebelumnya agar berkelanjutan. Belajar itu adalah suatu perbuatan yang umumnya mengakibatkan ilmu. Karena itu dikatakan : “Allamtuhu fata’lama”. (Saya mengajarinya maka ia pun tahu).
Adam adalah nama ajam (non Arab) seperti Azar dan Syalikh. Adapun asalnya adalah mengambil dari kata atau , dengan arti : (teladan). Atau, bisa juga berasal dari kata (permukaan bumi) sesuai dengan suatu riwayat dari Nabi saw. bahwa Allah Taala menggenggam segenggam tanah dari seluruh permukaan bumi, baik dari dataran rendah maupun dataran tinggi, lalu dari tanah yang segenggam itu, Dia menciptakan Adam (alaihis-salam). Karena itulah, anak cucunya lahir berbeda-beda.
Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat.
Dhamir (kata ganti nama) yang terdapat pada ayat ini (yaitu 2) kembali kepada benda-benda yang punya nama yang secara implisit ditunjukkan oleh kata : (kalimat sebelumnya). Karena pembahasannya adalah nama-nama benda ( ), lalu Mudhaf ilaihnya (benda-benda) dihilangkan (makhdzut), karena Mudhafnya (nama-nama) telah menunjukkannya, lantas (Mudhaf ilaih) tersebut digantikan oleh alif lam ( pada ). Seperti firman Allah : (di sini Mudhaf ilaihnya juga dihilangkan, sebagai gantinya adalah Jl yang ditambahkan pada kata (, pent.). Karena tujuan dari pengemukaan itu adalah untuk menanyakan tentang nama-nama dari benda-benda yang dikemukakan. Oleh sebab itu, yang dikemukakan itu bukan nama-nama itu sendiri apalagi jika yang dimaksud itu adalah berupa lafaz-lafaz, melainkan yang dimaksud adalah benda-benda itu sendiri, atau apa-apa yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz tersebut Sedangkan sebab digunakannya dhamir mudhakkar (kata ganti jenis jantan) pada kalimat ini (yaitu : 2 ) adalah karena umumnya yang tercakup dalam nama-nama benda itu adalah jenis ugala (yang berakal).
( ) Lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama (bendabenda) itu”.
Ayat ini merupakan celaan dan peringatan terhadap para malaikat atas ketidak mampuan mereka dalam hal kekhalifaan. Karena mengendalikan dan mengatur makhluk-makhluk yang ada dengan tetap menegakkan keseimbangan sebelum adanya pengetahuan yang pasti, berada pada tingkatan-tingkatan bakat dan tingkat kebenaran adalah sesuatu hal yang mustahil. Jadi, ayat ini bukan merupakan taklif, karena ia termasuk bab taklif dengan yang tidak mungkin.
( ) Jika kamu memang orang-orang yang benar. Karena menurut sangkamu, bahwa kamu lebih berhak menjadi khalifah (di muka bumi) karena kema’shumanmu (kesucianmu dari dosa).
( ) Mereka (para malaikat itu) menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami”.
Jawaban malaikat ini merupakan pengakuan akan kelemahan dan ketidak sempurnaan mereka, serta sebagai pernyataan bahwa pertanyaan mereka (pada ayat sebelumnya) itu adalah untuk minta penjelasan (istifsar) dan bukan penentangan (i’tiradh). Dan bahwasanya apa yang tidak mereka ketahui, kini menjadi jelas bagi mereka, yaitu mengenai keutamaan manusia dan hikmat dari diciptakannya mereka. Disamping itu, juga sebagai pernyataan syukur mereka atas nikmat Allah dengan apa yang diberitahukan-Nya kepada mereka dan disingkapkan-Nya bagi mereka apa yang tidak mereka pahami, serta menjaga kesopanan dengan cara menyertakan ilmu seluruhnya kepada Allah.
Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui, yang tidak ada sesua u pun yang tersembunyi bagi-Nya.
Lagi Maha Bijaksana. Yang sempurna dalam pencitaan-Nya, dan Yang tidak melakukan kecuali apa yang di dalamnya ada hikmat yang sempurna. (adhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling selamat di antara kamu pada hari kiamat dari hal-hal yang menakutkan dan jurang-jurangnya, ialah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”. (Syifa’un Syarif). Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menempuh suatu jalan menuju ilmu, maka Allah akan menempatikannya pada jalan menuju surga. Dan sesungguhnya orang yang berilmu itu dimohonkan ampun oleh makhluk-makhluk di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di lautan. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi”. Dan dari sahabat Abu Dzarr ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab darj Kitab Allah Taala adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seratus rakaat. Dan sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab dari ilmu, baik ia diamalkan ataupun tidak, adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seribu rakaat”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa belajar satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada orang lain, maka dia diberi pahala tujuh puluh nabi”.
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa duduk di sisi orang alim dua jam, atau makan bersamanya dua suapan, atau mendengarkan darinya dua perkataan, atau berjalan bersamanya dua langkah, maka Allah Taala akan memberinya dua surga, yang masing-masing surga itu luasnya dua kali luas dunia”. (Misykatul Anwar) Dari Ali, karramallaahu wajhah, dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Aku telah menanyakan kepada Jibril tentang orang-orang yang berilmu, lalu Jibril menjawab : “Mereka adalah pelita-pelita umatmu di dunia dan akhirat. Beruntunglah orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka”. (Kawasyi)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melakukan salat secara berjamaah dan duduk di majelis ilmu serta mendengarkan Kalam Allah lalu mengamalkannya, maka Allah Taala akan memberinya enam perkara : (1) rezki dari usaha yang halal, (2) selamat dari azab kubur, (3) menerima kitab (catatan amalnya) dengan tangan kanannya, (4) melewati shirat (jembatan di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (5) dihimpun bersama para nabi, (6) Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai di dalam surga dari permata yagut yang merah, yang mempunyai empat puluh pintu”. (Zubdah).
Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata : “Orang-orang yang berilmu itu mempunyai derajat tujuh ratus tingkat di atas derajat orang-orang biasa, yang jarak di antara satu tingkat dengan tingkat derajat lainnya adalah sejauh (perjalanan) lima ratus tahun”.
Konon, ilmu itu lebih utama dari amal karena lima sebab :
- Ilmu tanpa amal tetap ada, sedangkan amal tanpa ilmu tidak ada.
- Ilmu tanpa amal masih berguna, sedangkan amal tanpa ilmu tidak berguna.
- Amal itu suatu kewajiban, sedangkan ilmu pemberi cahaya laksana pelita.
- Ilmu itu pangkat para nabi, seperti sabda Nabi saw. yang artinya : “Para ulama umatku seperti para nabi Bani Israil”.
- Ilmu itu sifat Allah, sedangkan amal itu sifat hamba-hamba Allah. Dan sifat Allah itu jelas lebih utama daripada sifat hamba-hamba-Nya. (Tafsir Al Taisir).
Dan dari Ibnu Abbas ra. Katanya : “Nabi Sulaiman as. pernah disuruh memilih antara ilmu dan kerajaan, lalu Beliau memilih ilmu. Maka Beliau pun diberi ilmu dan kerajaan”.
Sebagian orang bijak berkata : “Kata ilmu ( ) itu terdiri dari tiga huruf : “ain ( ) lam (. ) dan mim (. ). “Ain ( ) berasal dari kata illiyyin ( ) yang artinya “tempat yang tinggi”. Lam (. ) berasal dari kata al luthfu ( ) yang artinya “kelemah-lembutan”. Dan mim ( ) berasal dari kata al mulku ( ) yang artinya “kerajaan”. Jadi, ‘ain akan membawa orang alim itu sampai ke tempat (derajat) yang tinggi. Lam akan menjadikannya seorang yang lemah lembut. Dan mim akan menjadikannya sebagai penguasa makhluk”.
Dan dikatakan, bahwa kemuliaan ilmu itu ditunjukkan oleh firman Allah Taala kepada Nabi Muhammad saw.
Artinya : Dan katakanlah : “Oh Tuhanku, tambahilah aku ilmu!”
Karena Allah Taala telah memberikan kepada Beliau semua ilmu, dan Dia tidak menyuruhnya meminta tambahan kecuali tambahan ilmu. (Majalisul Abrar).
Diriwayatkan bahwa, Nabi saw. datang ke pintu masjid. Kemudian Beliau melihat setan berada di dekat pintu Masjid itu. Maka kemudian Nabi saw. bertanya : “Hai Iblis, apakah yang engkau lakukan di sini?” Setan itu menjawab : “Saya hendak masuk ke dalam masjid dan merusakkan saiat dari orang yang sedang saiat itu. Akan tetapi saya takut pada orang yang sedang tidur ini”.
Nabi saw. bertanya pula : “Hai Iblis kenapa engkau tidak takut pada orang yang sedang salat itu, sedangkan dia tengah beribadat dan bermunajat dengan Tuhannya, malah engkau takut dari orang yang sedang tidur itu, padahal dia sedang terlena?”.
Setan menjawab : “Orang yang sedang salat itu adalah seorang yang bodoh, meruSaknya lebih mudah. Namun, orang yang sedang tidur itu adalah orang berilmu, jika saya mengganggu orang yang salat itu dan merusakkan salatnya, saya khawatir orang yang tidur itu terjaga lalu membetulkannya segera”.
Maka Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tiduinya orang alim lebih baik daripada ibadatnya orang jahil (orang bodoh)”. (Minhajul Muta’allimin)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa ingin menghafalkan ilmu maka ia harus membiasakan diri nya dengan lima. perkara : 1. Salat malam, sekalipun hanya dua rakaat. 2. Selalu dalam keadaan berwuadu. 3. Bertakwa (kepada Allah) baik secara rahasia (ketika sendirian) atau secara terang-terangan (ketika sedang di tempat ramai). 4. Makan untuk mendapatkan tenaga (supaya kuat ibadat) bukan (semata-mata) untuk memenuhi syahwat (kelezatan/kenikmatan). 5. Bersiwak (menggosok gigi)”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Kebaikan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu : dan kemuliaan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu. Satu orang alim lebih besar dari segi keutamaannya di sisi Allah Taala daripada seribu orang yang mati syahid”.
Begitu juga sabda Nabi saw. :
Artinya : “Matinya orang alim sama dengan matinya alam”.
Sedangkan di dalam kitab Al Kawasyi disebutkan : “Barangsiapa mengecam orang alim dengan kata-kata jimak, maka menjadi kafirlah ia, dan istrinya tertalak dengan talak bain”. Demikian menurut Imam Muhammad dan ahli fikih lainnya. Sedang Ash Shadru Asy Syahid di dalam kitab Fatawa Badi’iddin mengatakan : “Barangsiapa meremehkan orang alim menjadi kafirlah ia dan tertalaklah istrinya dengan talak bain”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Akan datang suatu masa pada umatku, ketika itu mereka lari dari para ulama dan fuqaha (ahli fikih). Maka Allah Taala akan menimpakan bencana kepada mereka dengan tiga macam bencana : (1) Allah menghilangkan berkah dari usaha mereka, (2) Allah menguasakan atas mereka seorang penguasa yang kejam, (3) Mereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman”. (Demikian disebutkan dalam kitab Mukasyafatul Asrar).
Dan dalam hadis lain diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, akan dihadapkan empat golongan orang di dekat pintu surga tanpa mengalami hisab dan azab :
Pertama, orang alim yang mengamalkan ilmunya.
Kedua, orang yang sudah naik haji yang sewaktu dia naik haji dulu, dia tidak melakukan perbuatan keji.
Ketiga, orang yang mati syahid yang gugur di medan perang.
Keempat, orang dermawan yang megusahakan harta dari jalan yang halal dan menafkahkannya di jalan Allah tanpa riya.
Keempat golongan orang tadi saling mendahului untuk memasuki surga lebih dahulu. Maka Allah Taala mengutus Jibril untuk menjadi hakim di antara mereka. Pertamatama, Jibril bertanya kepada orang yang mati syahid yang gugur di medan perang itu, katanya : “Apa yang telah engkau lakukan di dunia sehingga engkau ingin masuk surga lebih dahulu?”.
Orang itu menjawab : “Saya telah terbunuh di medan perang demi mencapai keridhaan Allah Taala”.
Jibril bertanya pula : “Dari siapa engkau mendengar pahala orang yang mati syahid itu?”.
“Dari para ulama”, jawabnya.
“Jagalah kesopanan. Engkau jangan mendahului gurumu!”. Ujar Jibril memutuskan.
Kemudian Jibril menoleh kepada orang yang telah naik haji, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti tadi, dan akhirnya memutuskan perkaranya sama seperti keputusannya terhadap orang yang mati syahid tersebut. Kemudian Jibril mengajukan pertanyaan yang serupa kepada orang yang dermawan, dan mendapat jawaban yang sama. Akhirnya berkatalah orang alim : “Tuhanku, aku tidak memperoleh ilmu kecuali dengan kemurahan hati orang yang dermawan itu, dan dengan sebab kebajikannya”. Maka Allah Azza wajalla berfirman : “Sungguh benar apa yang dikatakan orang alim itu. Hai Ridhwan, bukalah pintu-pintu surga itu sehingga orang yang dermawan itu dapat masuk, baru kemudian mereka menyusul masuk sesudahnya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Misykatul Anwar)
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : Kelebihan orang alim dibandingkan dengan orang abid (ahli ibadat) adalah seperti kelebihan diriku atas orang-orang yang paling rendah di antara kamu.
Juga, Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. Yang artinya : “Aku adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan Aku menyukai orang-orang yang berilmu pengetahuan.
Sedangkan Alhasan rahimahullah berkata : “Nanti di hari kiamat tinta para ulama akan ditimbang bersama darah para syuhada (orang-orang yang mati syahid). Ternyata tinta para ulama itu lebih berat ketimbang darah para syuhada”.
Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,
Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan salat itu adalah ibarat sebuah anak Sungai yang mengalir di depan pintu rumah seseorang di antara kamu. Setiap hari ia mandi di situ sebanyak lima kali. Masih tersisakah kotoran pada (tubuh) nya?. Para sahabat menjawab : “Tidak”. Beliau melanjutkan : “Begitulah salat, ia mencuci dosa-dosa”. (Daqaiqul Akhbar). “
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. AlBaqarah : 186)
Tafsir :
( ) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Yakni, katakaniah kepada mereka, bahwa Aku adalah dekat. Ayat ini merupakan gambaran dan kesempurnaan ilmu Allah akan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan hamba-hamba-Nya, serta mengetahui segala hal-ihwal mereka seperti halnya orang yang berada dekat tempatnya dengan mereka.
Diriwayatkan, bahwa seorang A’rabi (orang desa) menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita (cukup) berbisik dengan-Nya, ataukah jauh sehingga kita harus menyeru-Nya?”. Maka turunlah ayat ini sebagai jawabannya.
( ) Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku.
Ayat ini merupakan penegasan tentang kedekatan Allah, dan janji bagi orang yang berdoa bahwa doanya (pasti) akan dikabulkan Allah.
( ) maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku. Yakni, apabila Aku menyeru mereka supaya beriman dan berbakti, sebagaimana Aku memenuhi (mengabulkan) mereka apabila mereka berdoa kepada-Ku bagi kebutuhan-kebutuhan mereka.
(. ) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku.
Ayat ini merupakan perintah supaya bersikap mantap (tidak mudah berubah) dan selalu beriman.
( ) agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Mereka berharap memperoleh arrusydu, yaitu memperoleh kebenaran. Huruf syin (. ) pada kata yarsyudun (. ) bisa juga dibaca dengan fathah (. ) atau dengan kasrah (. ).
Ketahuilah bahwa setelah Allah Taala menyuruh kaum muslimin berpuasa selama satu bulan sambil memperhatikan bilangan hari-hari, serta menganjurkan mereka Supaya melaksanakan tugas-tugas mengumandangkan takbir dan memanjatkan puji Syukur maka Dia melanjutkan firman-Nya dengan mendetail segala keadaan mereka, Maha Men. dengar terhadap segala ucapan mereka, Maha Mengabulkan atas semua doa mereka dan Maha Membalas terhadap segala perbuatan mereka, sebagai penegas baginya (perintah puasa) dan anjuran atasnya (supaya melaksanakannya). (Aadhi Baidhawi)
Anas bin Malik ra., meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Tidak ada suatu doa pun kecuali ada hijab (penghalang) yang mengha. langi antara doa itu dengan langit, sampai orang yang berdoa itu membaca (lebih dahulu) salawat untuk Nabi saw. Apabila ia telah membaca salawat untuk Beliau maka tembuslah hijab itu dan doa itu pun masuk. Dan kalau ia tidak membaca salawat, maka doanya kembali lagi”.
Diceritakan, bahwa seorang saleh duduk untuk membaca tasyahud, namun ia lupa membaca salawat untuk Nabi saw. Lantas dalam tidurnya, ia bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau berdiri lalu berkata kepadanya : “Kenapa engkau lupa membaca salawat untukku?” Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah dan menyembahNya, sehingga saya terlupa membaca salawat untuk Baginda”.
Maka Rasulullah saw. berkata : “Tidakkah engkau mendengar sabdaku : “Semua amal dihentikan dan semua doa ditahan sampai dibacakan salawat untukku. Dan seandainya seorang hamba datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebanyak kebaikan-kebaikan penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada salawat untukku, maka kebaikan-kebaikannya itu dikembalikan kepadanya, satu pun tidak ada yang diterima”. (Zubdah)
Dan diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah bermunajat kepada Tuhannya, ‘ katanya : “Ya Ilahi, apakah Engkau memuliakan seseorang seperti halnya Engkau memulaikan aku, yang mana Engkau telah memperdengarkan Kalam-Mu kepadaku?” Allah Taala menjawab : “Wahai Musa, sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang Aku keluarkan mereka di akhir zaman. Lalu, Aku muliakan mereka dengan bulan Ramadan, dan Aku lebih dekat kepada mereka daripada kepadamu. Karena sesungguhnya Aku berbicara kepadamu, sedang antara Aku dan engkau ada tujuh puluh ribu hijab (tabir). Namun, apabila umat Muhammad berpuasa dan bibir-bibir mereka menjadi pucat, dan kulit-kulit mereka menjadi kuning, maka Aku angkat tabir-tabir tersebut pada saat berbuka. Wahai Musa, beruntunglah orang yang limpanya haus dan perutnya lapar di bulan Ramadan. Aku tidak akan mengganjar mereka kecuali dengan berjumpa pada-Ku”.
Maka, seyogyanyalah bagi orang yang berakal agar mengetahui kemuliaan bulan ini, dan memelihara hatinya di bulan itu dari kedengkian dan permusuhan terhadap sesama kaum muslimin. Di samping itu, hendaknya ia merasa takut dan gentar kepada Allah, apakah puasanya diterima atau tidak?. Karena Allah Taala telah berfirman, yang artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertagwa”.
Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari dalam kubur-kubur mereka dan mengenali puasa-puasa mereka yang menyambut mereka dengan hidangan-hidangan, bingkisan-bingkisan dan piala-piala. Lalu dikatakan kepada mereka : “Makanlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah lapar ketika orang-orang lain kenyang. Dan minumlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah haus ketika orang-orang lain minum. Serta beristirahatlah!”. Maka mereka pun makan dan minum, sedangkan orang-orang lain masih menghadapi hisab. (Tanbihul Ghafilin)
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia berkata : “Nabi saw. pernah ditanya tentang keutamaan-keutamaan salat Taraweih di bulan Ramadan, lalu Beliau menjawab :
“Pada malam pertama, seorang mukmin keluar dari dosanya seperti saat ia baru dilahirkan oleh ibunya.
Pada malam kedua, dosa-dosanya diampuni, juga dosa-dosa kedua orang tuanya, jika keduanya beriman.
Pada malam ketiga, malaikat dari bawah Arsy berseru : Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lewat.
Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan (Alquran).
Pada malam kelima, Allah Taala memberinya (pahala) seperti pahala orang yang salat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjidil Agsha.
Pada malam keenam, Allah Taala memberinya (pahala) orang yang melakukan tawaf di Baitul Makmur, dan dimohonkan ampun oleh setiap bebatuan dan cadas.
Pada malam ketujuh, seolah-olah ia bertemu Musa as. dan membelanya dalam menghadapi Firaun dan Haman. | Pada malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang pernah diberikan-Nya kepada Nabi Ibrahim as.
Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Taala sebagaimana ibadatnya Nabi saw.
Pada malam kesepuluh, Allah Taala menganugerahinya kebaikan dunia dan akhirat.
Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia (mati) seperti saat baru dilahirkan dari perut ibunya.
Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat dengan wajah yang bercahaya bak bulan purnama.
Pada malam ketiga belas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari semua kejahatan.
Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa dia benar-benar telah mengerjakan salat Taraweih, maka Allah Taala tidak menghisabnya pada hari kiamat.
Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat, dan oleh para pemanggul Arsy dan Kursi.
Pada malam keenam belas, Allah menetapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka, dan kebebasan untuk masuk ke dalam surga.
Pada malam ketujuh belas, ia diberi ganjaran seperti pahalanya nabi-nabi.
Pada malam kedelapan belas, malaikat berseru : ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah rida kepadamu dan kepada ibu bapakmu’.
Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya di dalam surga Firdaus.
Pada malam kedua puluh, ia diberi ganjaran seperti pahalanya para syuhada (orangorang yang mati syahid) dan orang-orang saleh.
Pada malam kedua puluh satu, Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai dari cahaya di dalam surga.
Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari Segala kesedihan dan kesusahan. Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangunkan untuknya sebuah kota di dalam Surga, f Pada malam kedua puluh empat, ia mempunyai dua puluh empat doa yang musta. jab. Pada malam kedua puluh lima, Allah Taala menghapuskan azab kubur darinya. Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat baginya pahalanya selama empat puluh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh, ia datang pada hari kiamat melewati Sirat (jembatan yang melintang di atas neraka menuju surga) laksana kilat yang menyambar. Pada malam kedua puluh delapan, Allah mengangkat untuknya seribu derajat di dalam surga.
Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.
Dan pada malam ketiga puluh, Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, makanlah dari buahbuahan surga, dan mandilah dari air Salsabil, dan minumlah dari telaga Alkautsar. Akulah Tuhanmu dan engkau adalah hamba-Ku’. (Majalis)
Dari Aisyah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melakukan i’tikaf (tinggal untuk beberapa saat di dalam masjid) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Bukhari dan Muslim)
Dan diriwayatkan pula dari Aisyah ra. bahwa ia berkata : “Dahulu, Nabi saw. melakukan iktikaf pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan, sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri Beliau melakukan iktikaf pula sepeninggal Beliau, yakni beriktikaf di rumah-rumah mereka masing-masing. (Syarhui Masyariq)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya?” Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Allah berfirman : (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu, kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya diatas tiap-tiap bukit. Sesudah itu, panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 260) Tafsir :
(. ) Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Ibrahim as. menanyakan hal itu tak lain adalah agar ilmunya menjadi nyata.
(. ) Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya, bahwa Aku kuasa menghidupkan dengan mengulangi penyusunan dan kehidupan?”. Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hatiku”. Maksudnya : Tentu saja saya telah percaya. Namun saya bertanya adalah supaya saya dapat menambah pengetahuan dan menentramkan hati dengan ditambahnya kejelasan selain wahyu dan pembuktian dalil.
(. ) Allah berfirman : “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung”. Konon keempat burung itu ialah burung merak, ayam jantan, gagak dan merpati.
(. ) lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu. Perhatikanlah ciri-ciri mereka dan peliharalah mereka, supaya engkau lebih mengenal dan mengetahui keadaan mereka, agar engkau tidak keliru setelah mereka dihidupkan kembali.
( ) kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit. Maksudnya : Kemudian potong-potonglah mereka. (. ) sesudah itu panggillah mereka. Katakanlah kepada mereka : “Kemarilah dengan izin Allah”. (. ) niscaya dia akan datang kepadamu dengan segera. Dengan cepat dan bergegas, dengan terbang atau lari.
(. ) dan ketahuilah bahwa Allah Maha Porkasa. Tidak lemah terhadap apa yang Dia kehendaki.
(. ) Maha Bijaksana. Mempunyai kebijaksanaan yang sempurna dalam apa Saja yang Dia lakukan dan Dia tinggalkan. (Qadhi Baidhawi).
(Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagai. mana Engkau menghidupkan orang-orang mati). Alhasan berkata : “Adapun sebab dari timbulnya pertanyaan Nabi Ibrahim as. ini adalah karena Beliau pernah melewati seekor binatang yang sudah hancur, yang menurut Ibnu Juraij adalah bangkai keledai, di tepj laut. Beliau melihatnya dalam keadaan telah dicerai-beraikan oleh binatang-binatang lau dan darat. Jika laut pasang, datanglah ikan-ikan dan binatang-binatang laut lainnya lalu memakan bangkai keledai itu. Bagian-bagian yang jatuh dari bangkai itu masuk ke laut, Dan jika laut itu surut, maka datanglah binatang-binatang buas lalu memakannya pula, Bagian-bagian yang jatuh daripadanya ke tanah, menjadi tanah. Jika binatang-binatang buas itu telah pergi meninggalkannya, maka datanglah burung-burung pemakan bangkaj lalu memakannya pula. Bagian-bagian yang jatuh daripadanya diterbangkan angin di udara.
Ketika Nabi Ibrahim as. menyaksikan hal itu, Beliau merasa heran lalu berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku telah tahu bahwa Engkau akan menghimpun kembali ba. gian-bagian tubuh bangkai ini dari perut-perut binatang buas, tembolok-tembolok burung, dan dari perut-perut binatang laut. Maka perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkannya kembali, agar aku dapat menyaksikannya, sehingga bertambahlah keyakinanku”.
Allah mengecam Beliau dan berfirman : “Apakah engkau belum percaya”. Ibrahim as menjawab : “Tentu saja Ya Tuhanku, aku telah tahu dan telah percaya. Akan tetapi agar hatiku menjadi tenang”. Maksudnya, supaya hatiku menjadi tenang dengan melihat dan menyaksikannya langsung dengan mata sendiri. Maksud Nabi Ibrahim adalah agar Beliau memperoleh ilmul yagin dan ‘ainul yagin.
Allah berfirman : “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung”. Mujahid berkata : “Nabi Ibrahim as. mengambil burung merak, ayam jantan, merpati dan burung gagak”. Dan ada pula yang mengatakan : bebek hijau, gagak hitam, merpati putih dan ayam jantan merah. “Lalu jinakkanlah mereka kepadamu”. Maksudnya : Lalu potong-potonglah mereka dan cacah-cacahlah. Dan ada pula yang menafsirkannya : Himpunlah dan kumpulkanlah kepadamu. “Kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit”. Para mufassir berkata : “Allah Taala menyuruh Ibrahim as. supaya menyembelih burung-burung itu dan mencabuti bulu-bulunya serta memotong-motong burung-burung itu menjadi tujuh bagian, lalu Beliau meletakkannya di atas tujuh bukit, sedang potongan kepala burung-burung itu Beliau pegang. Kemudian Beliau memanggil mereka dengan perkataan : “Kemarilah dengan izin Allah”. Maka mulailah setiap tetes darah dari seekor burung terbang ke tetes darah yang lain, setiap tulang terbang menuju tulang yang lain, dan setiap potongan daging menuju potongan daging yang lain. Sementara itu Nabi Ibrahim as. melihatnya, sampai masing-masing bagian tubuh bertemu dengan bagian-bagiannya yang lain di udara, tanpa kepala. Selanjutnya mereka datang kepada kepalanya masing-masing dengan segera. Setiap seekor burung datang maka kepalanya pun terbang menyambut nya. Jika itu memang kepalanya maka burung itu lalu mendekatinya, dan jika ternyata itu bukan kepalanya, maka burung itu mundur, sehingga masing-masing burung bertemu dengan kepalanya sendiri. Dan itu sesuai dengan firman Allah Taala, yang artinya : “Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata assa’yu dalam ayat di atas adalah bergegas dan berlari. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah berjalan, seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Maka bergegaslah kamu untuk mengingat Allah”.
Dipergunakannya kata “berjalan” sebagai maksud dari kata assa’yu itu, dan bukan “terbang”, hikmatnya adalah karena kata “berjalan” itu lebih mungkin untuk tidak menimbulkan keragu-raguan. Sebab, seandainya burung-burung itu datang kepada Nabi Ibrahim dengan terbang, tentu ada kemungkinan Nabi Ibrahim menyangka bahwa kaki-kakinya tidak sehat.
Namun, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, assa’yu itu adalah “terbang”.
“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Tafsir Ma’alim)
Diriwayatkan bahwa, ketika Allah Taala hendak menciptakan langit dan bumi. Dia menciptakan suatu material yang berwarna hijau, yang besarnya berkali-kali lipat daripada langit dan bumi. Kemudian Dia memandangnya dengan pandangan hebat, sehingga material tersebut menjadi air. Kemudian, Dia pandang air itu maka bergejolaklah air itu dan muncullah buih, asap dan uap. Dan air itu bergetar karena takut kepada Allah. Karena itulah, air selalu bergetar (bergelombang) hingga hari kiamat.
Dari asap itu, Allah menciptakan langit, dan dari buih itu Dia menciptakan bumi. Kemudian Allah mengutus malaikat dari bawah Arsy. Maka meluncurlah ia ke bumi sampai masuk ke bawah lapisan ke tujuh dari bumi, lalu diletakkannya bumi itu di pundaknya, sedang salah satu tangannya berada di timur dan yang satunya lagi di barat, keduanya terlentang sambil menggenggam bumi yang tujuh sampai bumi itu benar-benar stabil. Namun tidak ada tempat berpijak bagi kakinya. Maka Allah menurunkan dari Firdaus seekor lembu yang memiliki tujuh puluh ribu tanduk dan empat puluh ribu kaki, dan Dia jadikan tempat berpijak kaki malaikat itu di atas punuk sapi itu, namun kedua kaki malaikat itu tidak bisa mantap. Maka, Allah menurunkan permata yagut yang berwarna hijau yang berasal dari tempat tertinggi di dalam surga, yang tebalnya sejauh perjalanan lima ratus tahun. Permata tersebut diletakkan-Nya di antara punuk lembu itu sampai ke ekornya, maka kedua kaki malaikat itu pun mantaplah berpijak pada permata tersebut. Sedang tanduk-tanduk lembu itu keluar dari batas-batas wilayah bumi.
Akan tetapi lembu itu berada di lautan. Pada setiap harinya, dia bernapas dua kali. Jika dia bernapas maka pasanglah air laut, dan jika dia menahan napas maka air laut pun surut kembali. Namun, kaki-kaki lembu itu tidak mempunyai tempat berpijak. Maka Allah menciptakan batu karang setebal tujuh kali langit dan bumi. Disanalah kaki-kaki lembu itu berpijak dengan mantap. Dan batu karang itu tidak mempunyai tempat menetap, maka Allah lalu menciptakan Nun, yaitu seekor ikan besar bernama Nun, panggilannya Yalhub dan gelarnya Yahmut. Allah meletakkan batu karang itu di atas punggung Nun, sedangkan seluruh tubuhnya kosong tidak ada apa-apa. Nun itu berada di laut dan laut itu berada di atas punggung angin, dan angin berada dalam kekuasaan Allah.
Ka’bul Akhbar berkata : “Sesungguhnya Iblis pernah masuk ke dalam jasad Nun yang di atas punggungnya ada bumi seluruhnya berikut pepohonan, binatang melata dan sebagainya, lalu ia berkata kepada ikan itu : ‘Lemparkan saja beban-beban yang berat itu seluruhnya dari atas punggungmu!”. Ka’ab berkata : “Ikan itu pun tergugah untuk melakukan suruhan Iblis tersebut, namun Allah lalu mengirim seekor binatang. Binatang itu masuk ke dalam lubang hidung ikan itu sampai ke otaknya. Maka ikan itu berteriak kepada Allah Taala karena gangguan binatang itu. Lantas Allah mengizinkan binatang itu untuk keluar, dan ia pun keluar”.
Ka’ab melanjutkan : “Ikan itu memperhatikan binatang tersebut, begitu pula sebaliknya. Apabila ikan itu hendak melakukan seperti yang dahulu, maka binatang itu kembali masuk ke dalam lubang hidungnya sampai ke otaknya seperti tadi. Ikan inilah yang dijadikan bahan sumpah oleh Allah Taala dalam firman-Nya :
Artinya : “Nun, demi qalam dan apa yang mareka tulis”.
Sungguh benarlah Allah Yang Mahaagung dengan segala firman-Nya. (Tafsir Tsa’. labi rahimahullaahu Taala). Ini semua merupakan tanda kekuasaan Allah Taala Yang Maha luhur, Mahabesar lagi Mahatinggi.
HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN HAL IHWAL DUNIA DAN AKHIRAT.
Dalam salah satu khabar disebutkan, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa dahulu pernah menganiaya saudaranya baik dalam masalah kehormatan maupun hartanya, maka hendaklah ia meminta kepada orang yang teraniaya itu agar memberikannya untuknya atau menghalalkannya darinya, atau ia membayar kepadanya sebelum para seterunya itu menuntutnya di hari yang sudah tidak ada lagi dinar ataupun dirham”.
(Cerita).
Pada zaman dahulu, ada seorang nelayan, ia berhasil menangkap seekor ikan. Namun ikannya itu dirampas oleh seorang tentara sambil dipukulnya pula nelayan itu. Maka nelayan itu mengadukan halnya kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau telah menjadikan diriku sebagai orang yang lemah, dan dia sebagai orang yang kuat, sehingga dia menganiaya aku. Berilah kuasa atas salah satu makhluk-Mu untuk menghukumnya, dan jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kaum muslimin!”.
Ketika tentara itu tiba di rumahnya, maka ikan itu dipanggangnya. Setelah itu, diletakkannya ikan itu di atas meja makan. Ketika ia hendak mengambilnya, maka ikan itu, dengan izin Allah, lalu mengantupnya. Maka timbullah ulat di tangannya. Tentara itu tidak kuat menanggungnya, sehingga akhirnya dipotong tangannya yang berulat itu. Namun, ulat itu terus menjalar sampai ke lengannya, sehingga lengannya itupun akhirnya dipotongnya pula.
Pada saat tentara itu tidur, ia bermimpi melihat seseorang yang berkata kepadanya : “Kembalikanlah hak kepada pemiliknya, agar kau selamat dari penyakit ini!”. Setelah ia bangun dari tidurnya, maka ia pun mengerti akan hal itu. Kemudian dengan bergegas, ia menemui nelayan dan memberinya ganti sebanyak sepuluh ribu dirham, serta meminta maaf kepadanya atas perbuatannya dahulu. Setelah nelayan itu menerima ganti rugi dan memberinya maaf, maka seketika itu juga berjatuhanlah ulat-ulat itu dari tangannya dan tangannya kembali utuh seperti sedia kala, dengan berkat kekuasaan Allah jua. (Mukasyafatul Qulub)
Dari Abu Umamah Al Bahili ra. bahwa ia berkata : “Apabila seseorang meninggal! dunia, dan telah diletakkan di dalam kuburnya, maka datanglah kepadanya malaikat lalu duduk di sisi kepalanya. Kemudian disiksanya orang itu dan dipukulinya dengan sebuah palu, sehingga tidak ada satu anggota tubuhnya pun kecuali terpenggal dan menyala di dalam kubuinya. Kemudian dikatakan kepadanya : “Bangkitlah dengan seizin Allah !”. Ketika dia sudah berdiri maka berteriaklah dia dengan sekuat-kuatnya, yang bisa didengar oleh seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi kecuali oleh jin dan manusia. Lalu berkatalah si mayit kepada malaikat itu : “Kenapa engkau melakukan ini terhadapku dan kenapa engkau menyiksaku, padahal aku mendirikan salat, membayar zakat dan berpuasa di bulan Ramadan ?”. Malaikat menjawab : “Aku menyiksamu karena suatu hari, engkau pernah melewati seseorang yang teraniaya. Orang itu meminta tolong kepadamu, namun engkau tidak menolongnya. Dan engkau pernah melakukan salat suatu hari, tetapi engkau tidak mencuci bekas kencingmu!”.
Oleh karena itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa, menolong orang yang teraniaya itu hukumnya wajib. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melihat seseorang yang teraniaya, lalu orang itu meminta pertolongan kepadanya namun ia tidak menolongnya, maka ia akan dipukul di dalam kuburnya seratus kali dengan cambuk dari api neraka”. (Mukasyafatul Qulub).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berzina dengan seorang perempuan muslimah atau bukan muslimah, baik perempuan merdeka ataupun hamba sahaya, kemudian ia meninggal dunia sebelum sempat bertobat, maka Allah akan membukakan baginya dalam kuburnya liga ratus pintu dari api. la diazab di dalam kuburnya sampai tiba hari kiamat. Dan apabila tiba hari kiamat, ia masuk ke dalam neraka bersama-sama orang-orang lain yang masuk neraka”, (Hayatul Qulub)
Dikisahkan, bahwa Hasan Albasri, Malik bin Dinar dan Tsabir Albanani berkunjung kepada Rabiah Al Adawiyah. Lantas Hasan berkata : “Wahai Rabiah. pilihlah salah seorang di antara kami untuk menjadi suamimu. Karena nikah itu merupakan sunnah Nabi saw”,
Rabiah menjawab : “Saya mempunyai beberapa pertanyaan, siapa yang dapat menjawabnya, maka saya peristrikan diriku dengannya”.
Pertama-tama, Rabiah mengajukan pertanyaan kepada Hasan Albasri : “Bagaimana pendapat Anda tentang firman Allah Taala pada hari kiamat, ‘Mereka itu di dalam surga dan Aku tidak peduli, dan mereka itu di dalam neraka dan Aku tidak peduli’, dari golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya pula : “Ketika saya dibentuk di dalam rahim ibuku, apakah saya ini menjadi perempuan yang celaka ataukah perempuan yang bahagia?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya kembali : “Apabila dikatakan kepada seseorang, Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati’,, Sedang kepada yang lain dikatakan, “Tidak ada kabar gembira bagimu’, Termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya : “Kubur itu merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang neraka. Bagaimanakah kira-kira kubur saya”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya :
“Pada hari wajah wajah momutih dan ada pula wajah wajah yang menghitam. Bagaimana: kah kira-kira wajah saya?” Hasan monjawab : “tidak tahu”, Rabtah bertanya pula . “Apabila seorang penyeru menyerukan pada hati kiamat : “Kotahuilah, sesungguhnya fulan bin fulan benar-benar memperoleh kebahagiaan, sodang fulan bin fulan benar-benar memperoleh kesengsaraan, termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Kemudian ketiga orang itu pun menangis semua, lalu meroka keluar dari tempat perempuan itu. (Bahjatul Anwar),
Dalam versi lain dikisahkan, bahwa kotika suami Rabiah Al Adawiyah meninggaf dunia, maka Hasan Albasri besorta kawan-kawannya meminta izin untuk menemuinya, Rabiah mengizinkan mereka untuk berkunjung kepadanya, Rabiah menurunkan tabir lalu duduklah ia di balik tabir itu. Hasan dan kawan-kawannya berkata kepadanya : “Suamimy telah meninggal dunia, sedangkan Anda masih membutuhkan seorang suami”.
“Ya,” jawab Rabiah. “Akan tetapi, siapakah di antara kalian yang paling alim supaya saya peristrikan diri saya kepadanya?”.
Mereka menjawab : “Hasan Albasri”.
Rabiah berkata : “Jika Anda dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai empat masalah, maka saya bersedia menjadi milik Anda”.
Hasan menjawab : “Tanyakanlah. Jika Allah Taala memberi petunjuk kepada saya, maka saya menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda itu”,
Rabiah mulai bertanya : “Bagaimanakah pendapat Anda, seandainya saya meninggal dunia dan keluar dari dunia ini, apakah saya keluar dalam keadaan beriman atau tidak?”.
Hasan menjawab : “Ini merupakan perkara gaib, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Taala”.
Kemudian Rabiah mengajukan pertanyaan lain : “Bagaimana pendapat Anda, seandainya saya telah diletakkan di dalam kubur, dan saya ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, dapatkah kiranya saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau tidak?”.
Hasan menjawab : “Ini juga merupakan perkara gaib, sedangkan urusan gaib itu tidak ada yang mengetahuinya selain hanya Allah Taala”.
Rabiah mengajukan pertanyaan lagi : “Apabila manusia telah dikumpulkan pada hari kiamat, dan buku-buku catatan amal beterbangan, apakah saya menerima buku catatan amal saya dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri?”.
“Ini pun termasuk perkara gaib”. Jawab Hasan.
Kemudian Rabiah bertanya kembali : “Apabila diserukan kepada manusia, “Segolongan di dalam surga dan segolongan di dalam neraka”, termasuk golongan manakah saya di antara kedua golongan itu?”.
Hasan menjawab : “Ini pun termasuk perkara gaib”.
Rabiah kemudian berkata : “Orang yang selalu memikirkan tentang empat perkara ini, bagaimana mungkin ia memikirkan pula tentang perkawinan”. Setelah itu ia melanjutkan : “Wahai Hasan, beritahukanlah kepadaku, berapa bagiankah Allah menciptakan akal?”.
Hasan menjawab : “Sepuluh bagian. Sembilan bagian untuk laki-laki dan satu bagian untuk perempuan”.
Rabiah bertanya pula : “Wahai Hasan, berapa bagiankah Allah menciptakan syahwat?”.
Hasan menjawab : “Sepuluh bagian, Sembilan bagian untuk perempuan dan satu bagian untuk laki-laki”.
Rabiah berkata : “Wahai Hasan, saya mampu memelihara sembilan bagian syahwat dengan satu bagian akal, sedang Anda tidak mampu memelihara satu bagian syahwat dengan sembilan akal”.
Maka menangislah Hasan, lalu keluar dari tempat perempuan itu. (Misykatul Anwar).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menaf. kahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi orang yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS. AlBaqarah : 261)
Tafsir : ,
(. ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih. Maksudnya, perumpamaan nafkah mereka adalah serupa dengan sebutir benih. Atau, perumpamaan mereka adalah serupa dengan orang yang menebarkan sebutir biji ( ) atas dasar hadizifi mudhaf (hilangnya Mudhaf, yaitu ). yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Penumbuhan dinisbatkan kepada biji, karena biji itu tergolong sebab, sebagaimana ia dinisbatkan pula pada bumi dan air, padahal hakekatnya yang menumbuhkan itu adalah Allah Taala. Makna ayat di atas adalah bahwa, dari biji itu keluar batang, yang mengeluarkan tujuh cabang, yang masing-masing mempunyai tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir itu terdapat seratus biji. Ini adalah suatu perumpamaan yang tidak memerlukan bukti kejadiannya, karena terkadang bisa terjadi pada tanaman jagung dan jelai, juga pada tanaman gandum di tanah yang subur pada sebagian lahan pertanian.
(. ) Dan Allah melipat gandakan, dengan kelipatan seperti itu. bagi orang yang Dia kehendaki, dengan karunia-Nya menurut keadaan si pemberi nafkah, yaitu keikhlasannya dan jerih-payahnya. Dan karenanya, amal-amal itu berbeda-beda ukuran pahalanya.
(. ) Dan Allah Mahaluas, tidaklah menyempitkan-Nya tambahan yang Dia karuniakan. lagi Maha Mengetahui akan niat si pemberi nafkah dan jumlah nafkahnya. (Qadhi Baidhawi).
Ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Centanya begini, ketika Rasulullah saw. menganjurkan orang-orang supaya bersedekah pada saat mereka hendak berangkat perang menuju ke Tabuk. Maka datanglah sahabat Abdurrahman sambil membawa uang sebanyak empat ribu dirham, ta berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Saya tahan empat ribu untuk diriku dan keluargaku, dan saya serahkan yang empat ribu lagi untuk Tuhanku”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.
Sedangkan sahabat Utsman bin Affan berkata : “Ya Rasulullah, saya menanggung perlengkapan orang yang tidak mempunyai perlengkapan”.
Maka turunlah ayat ini : (matsalul-ladziina yunfiquuna…) (Abul Laits).
Alkalabi dan Muqatil berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan sahabat Ali bin Abitalib ra. Dia hanya memiliki uang sebanyak empat dirham, tidak punya lainnya. Ketika turun anjuran agar bersedekah, dia bersedekah satu dirham secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham secara terang-terangan. Maka turunlah ayat : Alladziina yunfiquuna….. dst. (Abul Laits).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.
Diriwayatkan dari Ali bin Abitalib ra. katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidak ada satu doa pun kecuali dihalangi oleh suatu hijab antara dia dan Allah Taala, sampai orang yang membaca doa itu membaca salawat untuk Nabi Muhammad saw. Apabila dia telah melakukan itu, maka tembuslah hijab itu dan dikabulkanlah doanya”.
Dan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika Allah Taala telah menciptakan bumi dan ia bergerak-gerak, Dia lalu menciptakan gununggunung, lantas meletakkannya di atas bumi itu. Maka bumi itu pun menjadi tenang. Para malaikat yang menyaksikan hal itu menjadi heran, lalu mereka berkata : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada gunung-gunung itu?”.
Allah menjawab : “Ya, besi”.
Lantas malaikat bertanya lagi : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada besi?”.
“Ya,”. Jawab Allah, “api”.
Para malaikat bertanya kembali : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada api?”.
“Ya,” jawab Allah, “air”.
Para malaikat kembali bertanya : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada air?”.
“Ya” jawab Allah “Angin”
Pata malaikat bertanya pula . “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk Mu yang lebih hebat daripada angin?”
“Ya, jawab Allah “Anak Adam yang bersedokah dongan tangan kanannya dan menyembunyikannya dari tangan kirinya adalah yang lobih hebat daripada angin”.
Namun hal itu setelah menjaga hal-hal berikut :
Pertama, hendaklah Anda menyembunyikan (merahasiakan) sedekah, sesuai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan jika kami menyembunyikan sedekah dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.
Oleh karena itu, para ulama dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari pandangan orang banyak, sampai-sampai ada sebagian mereka yang mencari orang fakir yang buta supaya tidak diketahui siapa yang bersedekah. Dan sebagian lagi mengingatkan sedekahnya di baju orang fakir ketika orang itu sedang tidur. Dan yang lainnya, meletakkan sedekahnya di jalanan yang dilalui oleh orang-orang fakir, supaya mereka mengambilnya.
Kedua, tidak mengungkit-ngungkit dan mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati si penerima sedekah. Hal ini didasarkan pada firman Allah Taala :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan cara mengungkit-ngungkitnya atau mengeluarkan perkataan yang menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ingin dipuji oleh manusia”.
Ketiga, hendaklah harta yang Anda sedekahkan itu merupakan harta Anda yang terbaik, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Kamu tidak akan mencapai derajat kebaktian (yang sempurna) sampai kamu menafkahkan sebagian hartamu yang kamu cintai”.
Agar Anda tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang dikatakan Allah dalam firman-Nya:
Artinya : “Dan mereka memberikan kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya’. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. bersabda : ,
Artinya : “Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik”. Yakni, yang halal. Seperti yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri : “Orang yang menafkahkan barang haram dalam berbuat taat kepada Allah adalah ibarat orang yang mencuci kain dengan kencing. Padahal kain itu tidak akan suci selain dengan air yang suci. Begitu pula dosa tidak akan disucikan kecuali dengan barang yang halal”.
Keempat, hendaklah Anda memberikan sedekah itu dengan wajah yang menyenangkan (ceria) dan berseri-seri, tidak seperti orang yang terpaksa. Hal mana disebutkan Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan mengungkit-ngungkitnya dan tidak pula dengan menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala dari Tuhan mereka, Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
Karenanya, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham”.
Maksudnya : uang satu dirham dari harta yang halal dan dengan wajah berseri-seri ketika memberikannya, adalah lebih baik daripada uang seratus ribu (dirham) yang diberikan dengan terpaksa.
Kelima, hendaklah Anda cermat dalam memilih orang yang akan Anda beri sedekah itu. Berikanlah ia kepada orang alim yang bertakwa, yang dapat menggunakan sedekah itu untuk berbuat taat dan takwa kepada Allah Taala. Atau, kepada orang saleh yang fakir. Firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orangorang fakir dan orang-orang miskin … dst”.
Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Apabila sedekah itu telah keluar dari tangan pemberinya, maka ia berbiCara dengan lima perkara : (pertama) Dahulu aku kecil lalu engkau besarkan aku, (kedua) Dahulu, engkau yang menjaga aku dan sekarang akulah yang menjagamu, (ketiga) Dahulu aku adalah musuh lalu engkau jadikan aku kekasih, (keempat) Dahulu aku merupakan barang yang fana, lalu engkau jadikan aku kekal, (kelima) Dahulu aku sedikit lalu engkau Jadikan aku banyak. Sebagaimana firman Allah, yang artinya : “Barangsiapa membawa amal (satu) kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipatnya”.
Rasulullah Saw bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang muslim memberi makan saudaranya sampai ia kenyang, dan memberi minum sampai ia puas, melainkan Allah akan menjauhkannya dari api neraka, dan menjadikan antara dia dan neraka itu tujuh jurang, yang antara tiap-tiap dua jurang itu jauhnya seperti jarak perjalanan lima ratus tahun. Dan neraka Jahannam berteriak : “Oh Tuhan-ku, izinkanlah saya bersujud sebagai pernyataan syukurku kepadaMu. Saya benar-benar menginginkan agar Engkau membebaskan seseorang dari umat Muhammad dari azabku. Karena saya merasa malu kepada Muhammad untuk menyiksa orang yang bersedekah di antara umatnya. Padahal saya harus taat kepada-Mu”. Kemudian Allah Taala memerintahkan supaya masuk surga orang yang bersedekah dengan sepotong roti atau segenggam kurma.
Dikisahkan, dahulu, bangsa Bani Israil pernah mengalami musim paceklik yang dahsyat beberapa tahun berturut-turut. Dan ada seorang perempuan yang hanya memiliki sekerat roti. Pada saat ia hendak menyantap roti itu, sekonyong-konyong datang seorang pengemis di depan pintu rumahnya seraya berseru : “Demi Allah, berilah saya sesuap makanan”. Maka perempuan itu mengeluarkan kembali roti yang sudah dimasukkannya ke mulutnya, lalu diberikannya kepada pengemis itu. Kemudian ia keluar bersama anaknya yang masih kecil ke gurun untuk mencari kayu bakar. Lantas datang seekor serigala menerkam anak kecil itu, dan menyeretnya pergi. Ketika si ibu mendengar suara jeritan anaknya, maka ia pun pergi menyusul sambil mengikuti jejak kaki sang serigala. Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu anak kecil itu dikeluarkannya dari mulut serigala tersebut. Kemudian diserahkannya kembali anak itu kepada ibunya seraya berkata : “Hai hamba Allah, relakah engkau sesuap dibayar dengan sesuap”. (Demikian disebutkan dalam kitab tafsir Al Hanafi).
Dikisahkan pula, bahwa Aisyah ra. berkata : “Ada seorang perempuan datang menemui Nabi saw. sedang tangan kanannya lumpuh. Perempuan itu lalu berkata kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, mohonkanlah kepada Ailah supaya Dia menyembuhkan tanganku”.
Nabi saw. bertanya : “Apa yang menyebabkan tanganmu lumpuh?”.
Perempuan itu menjawab : “Saya bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, neraka telah dinyalakan dan surga telah didekatkan. Tiba-tiba saya melihat ibuku berada di dalam neraka Jahannam. Tangannya yang satu memegang sepotong lemak (gajih) sedangkan tangannya yang lain memegang sepotong kain yang kecil, dengan kedua benda itu ia melindungi dirinya dari api. Lantas saya bertanya : “Kenapa saya lihat ibu berada di jurang neraka ini, padahal ibu adalah seorang perempuan yang taat kepada Tuhan, dan suami ibu pun meridai ibu?” Ibuku menjawab : “Hai putriku, semasa di dunia dahulu, saya adalah seorang perempuan yang kikir. Dan ini adalah tempat orang-orang yang kikir. Saya bertanya pula kepadanya : “Dan apakah lemak dan kain ini yang berada di tangan: mu?”. Ibu menjawab : “Kedua benda ini merupakan satu-satunya yang pernah saya sedekahkan di dunia. Saya tidak pernah bersedekah seumur hidupku selain dengan kedua: nya”. Lalu saya bertanya : “Dimanakah bapak?”. Ibu menjawab : “Dia adalah laki-laki yang dermawan, dan sekarang dia berada di tempat orang-orang yang dermawan”.
Kemudian saya mendatangi surga, ternyata ayah sedang berdiri di dekat telaga Baginda, sedang memberi minum kepada orang-orang, Ya Rasulullah. Maka saya bertanya : “Wahai ayahku, Ibuku adalah istrimu yang taat kepada Tuhannya dan ayah pun rida kepadanya. Dia sekarang berada di dalam neraka Jahannam, terbakar, sedangkan ayah memberi minum kepada orang-orang dari telaga Nabi saw. Tolong berilah ia seteguk dani telaga ini”. Ayah menjawab : “Wahai putriku, Allah telah mengharamkan telaga Nabi saw. atas orang-orang yang kikir dan orang-orang durhaka”.
Kemudian saya mengambil segelas air dari telaga itu tanpa izin ayahku, lalu saya berikan kepada ibuku yang kehausan. Lantas saya mendengar suara yang menyatakan : “Semoga Allah Taala melumpuhkan tanganmu, karena engkau telah memberi minum kepada perempuan durhaka yang kikir dari telaga Nabi saw.”. Lalu saya pun terjaga, dan ternyata tangan saya benar-benar telah menjadi lumpuh”.
Selanjutnya Aisyah ra. berkata : “Setelah Nabi saw. mendengar cerita perempuan itu, maka Beliau lalu meletakkan tongkatnya pada tangan perempuan itu, lalu berkata : “Ilahi, deni kebenaran mimpi yang telah dia ceritakan, sehatkanlah kembali tangannya”. Maka tangan perempuan itu pun kembali sehat seperti sedia kala”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon di dalam surga yang dahandahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang
pohon di dalam neraka yang dahan-dahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke neraka”,
Juga Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang dermawan dekat kepada Allah dan makhluk-Nya, sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah dan makhluk-Nya”.
Dan Beliau saw. bersabda pula :
Artinya : “Orang yang kikir tidak akan masuk surga, sekalipun ia seorang yang zuhud”. .
Dikisahkan, bahwa seekor elang datang menghadap Nabi Sulaiman as. seraya berkata : “Ada seorang laki-laki mempunyai sebatang pohon. Dan saya menetaskan telur-telurku di atas pohon tersebut. Tetapi orang itu membuang anak-anakku”.
Maka Nabi Sulaiman as. lalu memanggil pemilik pohon itu, kemudian Beliau melarang orang itu melakukan hal itu lagi. Lantas Beliau berkata kepada dua setan : “Aku perintahkan kepada kalian berdua, apabila tiba tahun depan, sedang orang ini masih membuang anak-anak burung itu, maka tangkaplah ia dan belahlah dia menjadi dua, lalu lemparkan separuh tubuhnya ke timur dan separuhnya lagi ke barat”.
Ketika tiba tahun berikutnya, pemilik pohon itu lupa akan ancaman Nabi Sulaiman tempo hari. Maka ta pun bermaksud akan memanjat pohon itu, namun sebelumnya ia telah bersedekah dengan sesuap makanan. Kemudian diambilnya anak-anak burung ity lalu d buangnya. Maka induk burung itu datang kembali menghadap Nabi Sulaiman ag Untuk mengadukan perbuatan pemilik pohon itu. Lantas Nabi Sulaiman memanggil kedua setan tadi, Beliau hendak menghukum mereka berdua, Beliau berkata kepada keduanya . “Kenapa kalian berdua tidak melaksanakan perintahku?”. Kedua setan itu menjawab serentak : “Wahai Khalifatullah, sebenarnya ketika pemilik pohon itu hendak memanjat pohonnya. kami sudah bergerak untuk menangkapnya. Namun sebelumnya, pemilik pohon itu telah bersedekah kepada seorang lelaki muslim dengan sepotong roti. Maka Allah mengirim kepadanya dua malaikat dari langit, lalu kedua malaikat menangkap masing-masing dari kami berdua, dan melemparkannya. Salah seorang dari kami dilem. parkannya ke timur dan yang lain ke barat. Kejahatan kami tertolak dari pemilik pohon ity berkat sedekah yang diberikannya”.
Dan dikisahkan pula, bahwa pada waktu terjadi musim paceklik di kalangan Bani Israil, seorang lelaki miskin masuk ke pintu rumah seorang yang kaya raya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti, demi keridaan Allah Taala”.
Lantas anak perempuan orang kaya itu mengeluarkan sepotong roti yang hangat laly diberikannya kepada orang miskin tersebut. Kemudian ayahnya datang, maka dipenggal. nya tangan putrinya itu.
Maka Allah pun mengubah nasib laki-laki kaya itu, melenyapkan hartanya, sehingga ia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan hina. Sedangkan putrinya berkeliling di antara pintu-pintu rumah sambil meminta-minta. Padahal ia adalah seorang perempuan yang cantik.
Pada suatu hari, sang putri mendatangi pintu rumah seorang laki-laki yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu dari laki-laki kaya itu. Si ibu memperhatikan peminta-minta itu, terutama pada kecantikannya, lalu dipersilakannya masuk ke dalam rumahnya, dan dimin. tanya bersedia kawin dengan anaknya.
Setelah perempuan itu dikawinkan dengan anak laki-lakinya, maka ibu itu lalu menghiasinya dan menyuguhkan hidangan makan malam bersama suaminya. Sang putri mengeluarkan tangan kirinya untuk mengambil makanan, namun suaminya menegurnya seraya berkata : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu kurang kesopanannya. Keluarkanlah tanganmu yang kanan!”. Namun, anak perempuan itu tetap mengeluarkan tangan kirinya, sampai suaminya menegurnya berkali-kali. Kemudian terdengar suara bisikan dari sudut rumah berkata : “Keluarkanlah olehmu tangan kananmu, hai hamba Allah, Sesungguhnya engkau pernah memberi sepotong roti demi keridaan Kami, maka sekarang Kami pasti akan mengembalikan tanganmu”.
Akhirnya, sang putri mengeluarkan tangan kanannya yang telah utuh kembali seperti sedia kala, berkat kekuasaan Allah Taala. Kemudian dia pun makan bersama-sama suaminya.
Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal dan nafkahkanlah hartamu di jalan Allah, sehingga engkau mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa memuliakan tamu berarti ia telah memuliakan aku, dan ba rangsiapa memuliakan aku berarti ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa membenci tamu berarti ia telah membenci aku: dan barangsiapa membenci aku beratu Ia telah membenci Allah”.
Dalam hadis lain, Nabi saw, bersabda :
Artinya : “Apabila seorang tamu memasuki rumah seorang mukmin, maka masuk pula bersamanya saribu berkat dan seribu rahmat”
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Tidaklah sesoorang didatangi oleh tamu lalu dimuliakannya tamu itu dengan makanan yang ada, melainkan Allah Taala akan membukakan baginya sebuah pintu di dalam surga”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Amal yang paling utama di muka bumi ini ada tiga : (1) menuntut ilmu, (2) berjuang di jalan Allah, (3) mencari rezki yang halal. Orang yang menuntut ilmu itu adalah kekasih Allah Taala, orang yang berjihad itu wali Allah, dan orang yang mencari rezki yang halal itu adalah orang yang mulia di sisi Allah”.
Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw. itu (Dagaigul Akhbar)
Dan sabda Nabi saw. dalam hadis lainnya :
Artinya : “Jagalah dirimu dari api neraka (yakni buatlah di antara kamu dan neraka Itu sebuah perlindungan, atau hijab dari sedekah) sekalipun dengan separuh kurma (yakni Sebelahnya atau setengahnya)”.
Karena yang separuh itu pun dapat mempertahankan hidup, khususnya bagi anak kecil. Maka jangan sekali-kali orang yang bersedekah meremehkan hal itu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat hadis ini yaitu dari “Ady bin Hatim. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).
Kesimpulan :
Bahwasanya menafkahkan harta di jalan Allah itu merupakan sebab untuk meraih ganjaran yang banyak, serta selamat dari segala hal yang menakutkan, yang memberanikan dan yang membahayakan baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Khathib dari sahabat Anas ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau pernah bersabda : ,
Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit kusta dan belang”. (Al Jami’u Ash Shaghir).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (AS. AlBaqarah : 275)
Tafsir :
Orang-orang yang memakan riba, yakni, mengambilnya.
Dalam ayat ini disebut “memakan riba” tidak lain adalah karena makan merupakan salah satu dari manfaat harta yang paling besar. Dan juga, karena riba itu umumnya berkaitan dengan makanan, yaitu tambahan (ziyadah) karena adanya penangguhan pembayaran, dengan cara menjual makanan dengan makanan atau uang dengan uang, dengan tempo sampai waktu tertentu. Atau dalam sifat, seperti menjual salah satu dari kedua barang tadi ditukar dengan barang yang sejenis dengan nilai yang lebih banyak. ( ) tidak dapat berdiri, apabila mereka dibangkitkan dari dalam kubur mereka. (. ) melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan pada anggapan mereka bahwa, setan itu memukul manusia sampai tak sadarkan diri. Kata itu artinya sama dengan memukul secara serampangan, seperti membabi-buta. (. ) lantaran (tekanan) penyakit gila. Dan ini pun berdasarkan pada anggapan mereka bahwa jin menyentuh manusia sehingga mengacaukan akalnya. Oleh karena itu dikatakan : Laki-laki itu gila.
Kata berkaitan dengan kata , yakni : mereka tidak dapat berdiri lantaran penyakit gila yang mgnimpa mereka disebabkan oleh makan harta riba. Atau, berkaitan dengan kata atau , maka maksudnya menjadi : bangkit dan jatuhnya mereka seperti orang yang kesurupan itu bukan lantaran hilangnya akal mereka, melainkan karena Allah memuaikan dalam perut mereka apa-apa yang mereka makan dari harta riba itu, Sehingga memberatkan mereka.
(. ) Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Maksudnya, hukuman itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang menyamaratakan riba dengan Jual. beli. karena kedua duanya menda tangkan laba, sehingga mereka menganggap riba Itu halal, sebagaimana jual bol. Jadi bentuk kalimat itu asalnya adalah : (sesungguhnya nba itu sepert jual-beli), namun sebagai bentuk muba aghah, kalimat It, dibalik menjadi : (sesungguhnya jual-beli itu seperti riba), seolah-olah mg. reka menganggap bahwa riba itulah yang asli, kemudian jual-beli mereka kiaskan dengan, nya. Padahal perbedaannya jelas, karena orang yang menukar uang dua dirham dengar satu dirham, maka dia telah merugi satu dirham. Sedang orang yang membeli barang seharga satu dirham, dibelinya dengan harga dua dirham, boleh jadi karena dipaksa olekebutuhan yang amat sangat kepada barang tersebut, atau karena mengharapkar keuntungan dari barang itu, yang memaksanya berani merugi seperti ini.
Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharam, kan riba. Ayat ini merupakan bantahan terhadap anggapan mereka yang menyamarata, kan riba dengan jual-beli, dan juga sebagai pembatalan terhadap kias yang bertentangar dengan nash. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Zaid bin Tsabit ra., katanya : “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : |
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Mu. hammad, dan tempatkanlah dia pada tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kia. mat”, niscaya dia pasti akan mendapatkan syafaatku”. (Syifa)
Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada empat golongan yang Allah pasti tidak akan memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak akan merasakan mereka akan nikmatnya, (1) orang yang terusmenerus minum minuman keras, (2) orang yang memakan dari harta riba, (3) orang yang memakan dari harta anak yatim tanpa hak, (4) orang yang mendurhakai kepada ibubapaknya”. (HR. Alhakim)
Mengenai hadis ini ada dua takwil :
Pertama, bahwa hadis ini ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan terse but kemudian menganggapnya halal.
Kedua, bahwa pada mulanya Allah tidak memasukkan mereka kedalam surga pada saat masuknya orang-orang yang memperoleh kemenangan dan keselamatan ke dalam surga. Adakalanya memang Ailah memberi balasan berupa tercegahnya orang itu masuk surga pada mulanya, namun setelah itu Dia memasukkan orang itu ke dalamnya. Dan adakalanya pula, Allah Taala tidak membalas, bahkan memaafkannya.
Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabada :
Artinya : “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang membinasakan!. Para sahabat bertanya : “Apakah itu?” Baginda menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berbalik dan melarikan diri pada waktu perang sedang berkecamuk, dan menuduh zina pada wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman”. (Alhadis)
Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Riba itu ada tiga puluh tujuh pintu, yang paling ringan di antaranya adalah seperti seorang laki-laki menyetubuhi ibunya sendiri”. (HR. Alhakim)
Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda : –
Artinya : “Dosa riba itu lebih besar di sisi Allah Taala daripada tiga puluh tiga perzinaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dalam Islam”.
Dan sabda Beliau saw. :
Artinya : “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang ia mengetahuinya, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam perzinaan”. (Hayatul Qulub).
Dari Aisyah ra. katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang lelaki menjual uang satu dirham dengan dua dirham, dan satu dinar dengan dua dinar, maka dia benar-benar telah melakukan riba. Kemudian apabila dia melakukan suatu hailah (tipu daya), maka dia benar-benar telah melakukan riba sekaligus menipu Allah Azza Wa Jalla, serta telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai mainan”. (Firdaus Akbar). Dari sahabat Jabir bin Abduilah ra., ia berkata :
Artinya : “Rasulullah saw. telah mengutuk orang yang memakan riba, yang memberinya, yang menulisnya dan saksinya”. (HR. Muslim)
Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra. ia berkata : Dalam kisah Isra’ Rasulullah saw menceritakan sebagai berikut :
“… Maka, bertolaklah Jibril membawa diriku menuju orang lelaki yang banyak, setiap orang dari laki-laki itu berperut buncit seperti perut unta yang gemuk. Mereka Saling tindih di jalanan yang dilewati oleh kaum Firaun. Mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun tersebut. Setiap pagi dan petang, kaum Firaun itu digiring ke neraka, mereka datang lak. sana unta yang dihardik, atau seperti unta yang diteriaki supaya mempercepat jalan-nya atau seperti Dzun Nahim (orang yang rakus pada makanan) yang berlebihan dalam nafsu makannya lantaran kelaparan, mereka membentur bebatuan dan pepohonan, tidak men. dengar dan tidak pula berpikir. Apabila orang-orang yang berperut buncit itu mendengar kedatangan mereka, mereka berusaha bangkit namun perut-perut mereka memberati mereka sehingga akhirnya mereka jatuh tersungkur. Kemudian salah seorang dari mereka bangkit maka ia diseret oleh perutnya hingga jatuh tersungkur pula. Mereka tidak dapat meninggalkan tempat mereka sampai mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun, bolak-balik. Itulah azab mereka di alam barzakh, yakni antara dunia dan akhirat.
Nabi saw. bersabda : Kaum Firaun berdoa : Ya Allah, janganlah Engkau bangkitkan hari kiamat untuk selama-lamanya”. Namun Allah Taala berfirman : “ Masukkaniah keluar. ga Firaun itu ke dalam azab yang berat”. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab : “Mereka itu adalah orang-orang yang makan riba dari kalangan umatmu (mereka tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila).
Dan dari Samurah bin Jundub ra., katanya : “Apabila Rasulullah saw. telah selesai melaksanakan salat Subuh bersama kami, Beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami, kemudian bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah ada di antara kalian yang bermimpi?”. Maka berceritalah sahabatnya tentang mimpinya kepada Beliau secara panjang lebar. Pada hari yang lain. Beliau menanyakan pula : “Apakah di antara kalian ada yang bermimpi tadi malam?”. Kami menjawab : “Tidak”. Lantas Beliau berkata : “Tetapi tadi malam saya bermimpi, ada dua orang (Jibril dan Mikail) datang menemuiku lalu mengajakku ke tanah suci. Maka kami pun berangkat hingga tiba pada suatu sungai darah, yang di dalamnya ada seorang laki-laki berdiri. Dan di pinggir sungai itu juga ada seorang laki-laki sedang berdiri, sedang di hadapannya ada bebatuan. Laki-laki yang ada di sungai itu maju ke depan, namun jika ia hendak keluar dari sungai itu maka laki-laki yang ada di tepi sungai lantas melemparinya dengan batu ke mulutnya sehingga ia terpentai kembali ke tempat berdirinya semula. Demikianlah, tiap kali laki-laki dalam sungai itu hendak keluar maka laki-laki yang di tepi sungai itu lalu melemparinya dengan batu hingga ia pun terpental kembali ke tempatnya semula.
Maka aku pun bertanya : “Siapakah orang yang saya lihat dalam sungai ini?” Jibril menjawab : “Itu orang yang memakan riba”. (HR. Bukhari).
Dari sahabat Abu Rafi’ ra. katanya : “Saya pernah menjual sebuah gelang kaki dan perak kepada Abubakar. Lantas diletakkannya gelang kaki itu di tangannya yang satu sedang uang dirham diletakkannya di tangannya yang lain. Ternyata gelang kaki itu sedikit lebih berat daripada uang dirham itu. Maka ia pun mengambil gunting untuk memotongnya. Saya berkata : “Kelebihan itu untuk Tuan, wahai Khalifah Rasulillah”. Namun Abubakar menjawab : “Saya pernah mendengar sabda Nabi saw. “Orang yang menambah dan yang minta tambah sama-sama masuk neraka”. (Mauizhah).
Sebagian ulama telah menjelaskan tentang perbedaan antara jual-beli dan riba itu, katanya : “Apabila seseorang menjual kain yang harganya sepuluh, dijualnya dengan harga dua puluh, Maka nilai kain itu telah menjadi sebanding dengan dua puluh. Ketika telah diperoleh saling rida dalam hal pertukaran seperti ini, maka masing-masing pihak telah menyetujui mongonar harta yang akan ada pada mereka Dongan cara seperti demikian, pomulik kam atu berarti tidak mongambit sesuatu tanpa imbalan Adapun jika ia menjual uang sepuluh duham dongan dua puluh duham, maka berarti ai telah mengambil sepuluh dirham kolobihan itu tanpa imbalan. Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan bahwa, imbalan Itu adalah borupa ponangguhan pombayaran dari waktu yang samestinya Karena penundaan waktu pembayaran itu bukanlah harta atau termasuk barang yang bisa dihargai, sehingga bisa dihadiakan imbalan dari sopuluh dwham tambahan itu. Perbedaan antara kedua contoh di atas cukup jelas. (Hayatul Qulub).
Ada beberapa faktor yang monjadi sebab diharamkannya tiba itu :
Pertama, riba itu mengakibatkan diambilnya harta orang lain tanpa ganti. Karena, orang yang menjual satu dirham dongan dua dirham, baik kontan atau tempo, maka berarti dia telah memperoleh tambahan satu dirham, tanpa adanya suatu ganti. Inilah yang haram.
Kedua, diharamkannya akad riba itu karena hal itu menyebabkan orang jadi enggan untuk berniaga. Karena jika pemilik uang itu dapat melakukan transaksi riba, mudahlah baginya untuk mendapatkan tambahan (keuntungan) tanpa susah payah. Hal mana mengakibatkan terputusnya manfaat-manfaat yang diperoleh manusia lewat perdagangan dan mencari laba itu.
Ketiga, riba itu menjadi sebab terputusnya kebajikan di antara sesama manusia, berupa pinjam meminjam. Ketika riba diharamkan, hati menjadi senang untuk meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan dengan meminta kembali sebanyak yang dipinjam itu saja, demi mencari keridaan Allah Taala.
Keempat, pengharaman riba itu telah tetap nashnya (berdasarkan kitab suci Alquran), sedang hikmat semua taklif (kewajiban agama) itu tidak selamanya harus diketahui oleh makhluk. Oleh karena itu, wajiblah diputuskan keharaman riba itu sekalipun kita tidak mengetahui, apa hikmat yang terkandung dalam pengharaman riba itu. Ini merupakan penjelasan bahwa nash itu membatalkan kias. Karena penghalalan Allah dan pengharaman-Nya tadi menjadi dalil atas batalnya kias mereka itu. (Hayatul Qulub).
Dari sahabat Ubaidah bin Shamit ra. Katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, melainkan harus sama persis jumlahnya, barang dengan barang dan secara kontan. Akan tetapi, kamu boleh menjual emas dengan perak, perak dengan emas, gandum dengan jelai dan kurma dengan garam, secara kontan dan dengan penambahan menurut kehendak-Mu”.
Karena penambahan dalam transaksi seperti yang disebutkan terakhir ini tidak termasuk riba, sebab sudah tidak ada lagi kesamaan jenis. Ingatlah olehmu dan janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lengah.
Barang-barang yang ada nash pongharaman riba padanya, jika ia berupa barang yang ditakar, maka selamanya ta harus ditakar, seperti : gandum, jelai dan kurma. Dan kalau ta berupa barang yang ditimbang, maka selamanya ia harus ditimbang, sepert omas dan porak, sekalipun dalam kebiasaan dikenal cara yang lam. Karena nash itu hukumnya pasti, dan ia lebih kuat daripada hukum adat. Hukum yang lebih kuat tidak boleh ditinggalkan dengan adanya hukum yang lebih lemah. Adapun barang-barang yang tidak ada nashnya, maka ia boleh dikenakan hukum adat, seperti barang-barang selain dari yang enam barang yang disebutkan di atas, yaitu yang disabdakan oleh Baginda Nahi saw. : Janganlah kamu menjual emas dengan emas… dst. (alhadis)
Ketahuilah, bahwa hailah-hailah (trik-trik) syariyah supaya terhindar dari riba sekalipun menurut sebagian fukaha hal itu dibolehkan, namun menurut sebagian yang lain hukumnya adalah makruh. Dan pendapat terakhir inilah yang lebih tepat. Contohnya : Seorang laki-laki hendak meminjam uang dari orang lain sebanyak sepuluh dirham dengan membayar sepuluh setengah dirham selama satu bulan. Seperti, seorang laki-laki menjual secarik kain yang harganya sepuluh dirham, dijualnya dengan harga sepuluh dirham kepada orang lain, lalu dia serahkan kain itu dan menerima uang sepuluh dirham dari orang itu. Kemudian orang yang telah membeli kain itu berkata di tempat itu juga : “Saya jual kain ini dengan harga sepuluh setengah dirham”. Lantas kain itu dibeli oleh Orang yang dipinjami (kreditor) dengan harga sekian dan dalam tempo tertentu. Riba dalam tempo tertentu. Riba dalam contoh ini memang tidak terjadi, tetapi lebih utama tidak melakukan trik seperti ini. Karena takwa itu lebih baik daripada fatwa.
Contoh lain : seorang mugridh (pemberi hutang) memberikan sepotong kain kepada mustagridh (yang berhutang) yang harganya sama dengan dua belas dirham. Dia hutargkan dengan harga yang sama dalam tempo tertentu. Kemudian, orang yang berhutang tadi menjualnya kepada orang lain dengan harga sepuluh dirham. Selanjutnya orang an tadi menjualnya kembali kepada orang pertama (yang memberi hutang) dengan narga sepuluh dirham pula, seraya berkata kepadanya : “Berikanlah kepada si Anu sepulur dirham, yang darinya saya beli kain ini”. Apabila penjual pertama, yaitu orang yang membeli dari orang lain tadi, yang dari sisi lain juga merupakan orang yang memberikan hutang, memberikan uang sepuluh dirham kepada orang yang berhutang, maka orang yang berhutang itu tetap berhutang kepada si pemberi hutang sebesar dua belas dirham. Dalam kasus ini, tambahan tersebut juga bukan riba. Namun, seorang mukmin sejati seyogyanya menjaga diri dari muamalat yang tidak sesuai dengan syariat, sehingga ia tidak mendapat hukuman kelak di hari kiamat.
Penjelasan secara lebih rinci tentang masalah ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih. Maka, sebaiknya Anda membaca asal nukilan ini, yang dinukil dari terjemahan ke bahasa Arab. Dan jangan lupa mendoakan penukilnya yang fakir ini dengan doa-doa yang baik, semoga Anda mendapatkan syafaat Nabi pilihan, setelah berpegang teguh pada sunah yang luhur. Dan janganlah Anda meragukan nikmat-nikmat Allah yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang berdosa, sehingga Anda tidak diharamkan dari kebahagiaan yang abadi. Dan renungkanlah apa yang telah saya paparkan dengan penuh perhatian dan pandangan yang cermat.
Allah SWT berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. AlBaqarah : 277) Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kepada Allah dan RasulNya, serta apa-apa yang Dia datangkan kepada mereka.
( ) mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Mendirikan salat dan menunaikan zakat di-athaf-kan (disandarkan pada kalimat yang mencakup keduanya yaitu : amal saleh), karena keduanya mengungguli amal-amal saleh lainnya. (. ) mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka, terhadap apa-apa yang akan datang. (. ) dan tidak (pula) mereka bersedih hati, dari apa-apa yang telah lewat. (Aadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa ketika Beliau sedang duduk-duduk di dalam masjid, datanglah seorang pemuda menemui Beliau. Oleh Beliau, pemuda itu dihormatinya dan dipersilakannya duduk di sebelahnya, lebih dekat daripada Abubakar ra. Kemudian Nabi menyampaikan alasannya kepada Abubakar, katanya : “Wahai Abubakar, aku dudukkan pemuda ini lebih dekat daripadamu tidak lain karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang membaca salawat untukku lebih banyak daripadanya. Sesungguhnya dia telah mengucapkan setiap pagi dan petang :
Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad sebanyak jumlah Orang yang membaca salawat untuknya. Limpahkanlah rahmat kepadanya sebanyak bilangan Orang yang tidak membaca salawat kepadanya. Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka dibacakan salawat untuknya. Limpahkanlah rahma, kepadanya sebagaimana yang telah Engkau perintahkan kami agar bersalawat kepadanya Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana salawat yang pantas untuk nya.
Karena itulah, dia saya dudukkan lebih dekat daripadamu.
Diiwayatkan pula dari Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah, dia akan memperoleh lima perkara : (Pertama) Dia tidak akan ditimpa kemiskinan di dunia. (Kedua) Allah Taala menghapuskan siksa kubur dari dirinya, (Ketiga) Dia akan diberi kitab catatan amalnya dari sebelah kanannya, (Keempat) Dia akan melintasi Sirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (Kelima) Allah Taala memasukkannya ke dalam surga tanpa dihisab dan diazab”. (Mashaabih)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Salat Seseorang secara berjamaah adalah lebih utama daripada salatnya sendirian di rumahnya selama empat puluh tahun”.
Dan diriwayatkan, bahwa salat berjamaah itu lebih utama daripada salat sendirian (munfarid) dengan selisih dua puluh tujuh derajat. Dan menurut riwayat lain, dari Nabi saw, beliau bersabda :
Artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat, Allah membangkitkan suatu kaum yang wajah mereka laksana bintang-bintang. Lalu para malaikat bertanya kepada mereka – “Apakah amal perbuatan kalian?”. Mereka menjawab : “Dahulu, tatkala kami mendenga’ suara azan, kami segera bangkit untuk bersuci dan berwudu, dan tidak menyibukkan diri! dengan lainnya”, Dan kaum lainnya yang wajah mereka laksana bulan. Lantas ditanyalah mereka : “Apa amal perbuatan kalian?”, Mereka menjawab : “Dahulu, kami berwudu sebelum azan”. Dan kaum lainnya, wajah mereka bak matahari. Mereka menjawab setelah ditanya : “Dahulu, kami mendengar azan di dalam masjid”. (Durratul Wa’izhin).
Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Jika seseorang hamba mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk salat, maka Allah Taala beriman kepada malaikat : “Angkatlah dosa-dosa hamba-Ku dari lehernya sehingga Ia menyembah-Ku dalam keadaan suci”. Lantas para malaikat pun mengambil dosa-dosa si hamba seluruhnya. Kemudian, apabila si hamba telah selesai dari sajatnya, para malaikat bertanya : “Ya Rabbana, apakah dosa-dosanya kami kembalikan lagi kepadanya?” Allah Taala menjawab : “Wahai para malaikat-Ku, tidak layak dengan sifat kemurahan-Ku selain memaafkan. Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahannya”.
Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah Taala akan menghimpun masjid-masjid yang ada di dunia pada hari kiamat seolah-olah mereka adalah unta-unta putih, yang kaki-kakinya dari ambar, lehernya dari kuma-kuma, kepalanya dari misik, dan telinga-telinganya dari zabarjad hijau, sedangkan para muazzin menuntun mereka dan para imam salat menggiring mereka. Mereka lewat di medan kiamat secepat kilat yang menyambar. Maka orang-orang yang sedang berada di medan kiamat itu bertanya-tanya : “Apakah mereka itu termasuk golongan para malaikat yang dekat kepada Allah, atau mereka adalah para nabi dan rasul?”. Maka terdengar seruan : “Bukan, tetapi mereka adalah termasuk golongan umat Muhammad saw. yang memelihara salat lima waktu secara berjamaah”.
Karenanya, Nabi saw. bersabda :
air yang mengalir, lalu melaksanakan salat di belakang imam yang bacaannya mahir, maka ia pasti memperoleh rahmat dari Allah Al Baari”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda. yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan Jibril as. dengan rupa yang sebaik-baiknya, dan Dia jadikan baginya enam ratus sayap yang panjang tiap-tiap sayap itu adalah seperti jarak antara timur dengan barat, maka Jibril lalu memandang kepada dirinya seraya berkata : “Ilahi, apakah Engkau menciptakan juga makhluk yang rupanya lebih baik dariku?” Allah menjawab : “Tidak”. Maka Jibril bangkit berdiri lalu mengerjakan salat dua rakaat sebagai pernyataan syukur kepada Allah Taala. Pada tiap rakaatnya, dia berdiri selama dua puluh ribu tahun. Ketika Jibril selesai dari salatnya, Allah Taaia berfirman kepadanya : “Hai Jibril, engkau telah menyembah Aku dengan sesungguh-sungguhnya, dan tidak ada seorang pun yang menyembah-Ku seperti ibadatmu itu. Akan tetapi, nanti di akhir zaman, akan datang seorang nabi yang mulia, yang Aku cintai, bernama Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan berdosa. Mereka mengerjakan salat dengan lalai dan kurang sempurna dan dalam waktu yang singkat, dengan disertai pikiran yang banyak dan dosa-dosa yang besar. Namun, demi Keperkasaan dan Keagungan-Ku, sesungguhnya salat mereka itu lebih Aku sukai daripada salatmu. Karena salat mereka itu atas perintah-Ku, sedangkan engkau melakukan salat tanpa perintah-Ku”.
Jibril berkata : “Ya Rabb, apakah yang Engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran dar ibadat mereka itu?”
Allah menjawab : “Aku akan memberikan kapada mereka surga Al Ma’wa”,
Jibril menunta izin kopada Allah Taala untuk malhat surga tersebut, dan Allah mengizinkannya. Maka Jibril pun mendatangi surga Itu sambil membuka sayapnya dan kemudian ia pun terbang. Setiap kali dia membuka kedun sayapnya, dia dapat menempuh jarak sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun, dan setiap kali dia menangkupkan sayapnya maka dia dapat menempuh jarak sejauh itu pula. Maka terbanglah ia dengan cara dernih. an selama tiga ratus tahun, akhirnya ia merasa tidak mampu, lalu ta pun singgah di bawah naungan sebuah pohon lalu sujud kepada Allah Taala. Di dalam sujudnya, ia bermunajat. “Ilahi, apakah hamba tolah moncapai separuh surga itu, atau sepertiganya, atau Seperempatnya?”.
Allah Taala menjawab : “Wahai Jibril, seandainya engkau terbang selama tiga ratus ribu tahun lagi, dan walaupun Aku berikan kepadamu kekuatan seperti kekuatanmu dan sayap seperti sayap-sayapmu, lalu engkau terbang seperti yang telah engkau lakukan, engkau tetap tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh dari apa yang Aku berikan kepada umat Muhammad sebagai ganjaran dari salat moreka yang dua rakaat itu”. (Misykatul Anwar).
Dan Nabi Saw bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat karena mengagungkan aku, maka Allah akan menjadikan dari salawat itu malaikat yang mempunyai sepasang sayap. Satu sayap di timur dan satu lagi di barat. Kedua kakinya berada di bawah bumi ketujuh, sedangkan lehernya bersambung dengan Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat tersebut : “Doakanlah hamba-Ku sebagaimana ia telah membaca salawat untuk Nabi-Ku Muhammad saw”. Maka malaikat itu pun mendoakannya sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’i zhin).
Dalam salah satu hadis Qudsi, Rasulullah saw. meriwayatkan dari Allah Taala, bahwa Dia berfirman :
Artinya : “Tiga perkara yang siapa menjaganya, niscaya dia adalah benar-benar seorang wali-Ku: dan siapa yang menyia-nyiakannya, niscaya dia adalah benar-bena’ seorang musuh-Ku. Seseorang bertanya : Ya Rasulullah, apakah tiga perkara itu?” Beliau menjawab : “Salat, puasa dan mandi junub”. Beliau menegaskan : “Ketiganya adalah amd nat antara Allah dengan hamba-Nya. Allah memerintahkan agar ketiganya dijaga”.
Adapun yang dikehendaki dengan salat dalam hadis di atas adalah mendirikannya tepat pada waktu waktunya, dengan menyempurnakan yang fardu-fardunya, yang wajibwajibnya, dan yang sunnah-sunnahnya, sehingga jika seseorang melakukan salat tidak tepat pada waktunya maka dia dianggap telah menyia-nyiakannya berdasarkan salah satu riwayat khabar, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat banyak orang laki laki dan perempuan memukuli kepala mereka sendiri, lalu mengalir otak mereka laksana sungai yang besar. Mereka berkata : “Oh celaka… Oh nista!” Maka aku bertanya kepada Jibril : “Wahai Jibril, siapakah orangorang ini?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan salat tidak pada waktunya”.
Dalil yang menunjang bunyi hadis di atas adalah firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti-pengganti (generasi-generasi) yang menyia-nyiakan salat dan mengikuti hawa nafsunya”.
Begitu juga, dianggap sebagai telah menyia-nyiakan salat, orang yang melakukannya tidak secara berjamaah, sesuai dengan apa yang diriwayatkan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. lalu berkata : “Saya bermimpi seolah-olah pada salah satu tangan saya ada uang duapuluh dinar, sedangkan pada tangan yang lain empat dinar. Uang yang duapuluh dinar itu terjatuh dari tangan saya, sedangkan yang empat dinar itu menjadi merah”. Maka Nabi saw. bertanya : “Apakah engkau melakukan salat Isya secara berjamaah?”. Orang itu menjawab : “Tidak”. Nabi saw. menjelaskan : “Yang jatuh dari tangan itu adalah keutamaan salat berjamaah yang telah engkau lewatkan. Sedang yang empat itu adalah salat yang telah engkau kerjakan di rumahmu (secara munfarid) yang tidak diterima”. (Zahratul Riyaadh).
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa memelihara salat yang lima waktu, maka salat-salat tersebut akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka salat-salat tersebut tidak akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya”. (Tanbihul Maharim).
Dan disebutkan dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Ada sepuluh (golongan) orang yang salat mereka tidak diterima oleh Allah ? (1) orang laki-laki yang mengerjakan salat secara sendirian tanpa bacaan, (2) orang lakilaki yang mengerjakan salat namun tidak menunaikan zakat, (3) orang laki-laki yang menjadi imam suatu kaum namun mereka tidak menyukainya, (4) hamba sahaya laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, (5) orang laki-laki peminum arak kronis, (6) perempuan yang Suaminya marah kepadanya, (7) perempuan yang melakukan salat tanpa memakai tutup kepala, (8) pemimpin yang sombong dan lalim, (9) orang laki-laki pemakan riba, (10) orang laki-laki yang tidak dicegah oleh salat dari perbuatan keji dan munkar'”
Dalam nwayat lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang tidak dicegah oleh salatnya dari melakukan perbuatan kaj dan munkar, maka salatnya itu tidak akari menambahnya pada sisi Allah selain dari kutuk. an dan semakin jauh (dari Allah)”.
Dan Alhasan berkata : “Apabila salat Anda tidak dapat mencegah (menghalangi Anda dari melakukan perbuatan keji, maka sebenarnya Anda tidak salat. Dan salat Anda itu akan dilemparkan ke wajah Anda pada hari kiamat kelak bagaikan kain kasar yang kotor”. (Mukasyafatul Qulub).
Dari Muaz bin Jabal dan Jabir bin Abdullah ra. mereka berkata : “Ketika Nabi saw dimikrajkan pada malam mikraj ke atas langit, pada langit pertama, Beliau melihat para malaikat yang berzikir kepada Allah Taala semenjak mereka diciptakan Allah Taala. Pada langit kedua, Beliau melihat para malaikat yang melakukan rukuk kepada Allah Taaia semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali. Pada langit ketiga, Beliau melihat para malaikat yang sedang sujud, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, dan sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali, kecuali pada saat Nabi kita Muhammad saw. mengucapkan salam kepada mereka maka mereka mengangkat kepala mereka sambil menjawab salam Beliau, selanjutnya mereka melakukan sujud kembali hingga hari kiamat. Oleh karena itu, sujud (dalam salam) menjadi dua kali. Pada langit keempat, Beliau melihat para malaikat yang sedang bertasyahhud. Pada langit kelima, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca tasbih. Pada langit keenam, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca takbir dan tahlil. Pada langit ketujuh, Beliau melihat para malaikat yang sedang mengucapkan salam, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala. Maka tergeraklah hati Nabi saw. dan Beliau menginginkan agar Beliau dan umatnya mempunyai ibadat seperti itu seluruhnya. Allah Taala mengetahui keinginan dan kerinduan Nabi saw. tersebut, maka Dia menghimpun seluruh ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit itu, lantas dengan ibadat-ibadat itu Dia muliakan Nabi-Nya saw. seraya berfirman : “Barangsiapa menunaikan salat lima waktu maka dia akan memperoleh ganjaran ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit”. (Raudhatul Ulama).
Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Salat itu menyebabkan koridaan Tuhan, sunah para nabi, kecintaan malaikat, cahaya makrifat, pokok keimanan, kewajiban-kowajiban doa, diterimanya segala amal, keberkahan dalam harta dan usaha, senjata dalam menghadapi musuh. kebencian setan, pemberi syafaat antara orang yang salat itu dengan malaikat maut, pelita di dalam kuburnya sampai han kiamat, naungan di atas kepalanya pada hari kiamat, mahkota di atas kepalanya, pakaian penutup tubuhnya, tabir penghalang antara dirinya dan neraka, pembela di hadapan Tuhan, pemberat pada timbangan amal, pengantar di atas sirat (titian di atas neraka), dan kunci memasuki surga”
Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, maka keluarlah suatu makhluk dari dalam neraka Jahannam yang bernama Huraisy, dari anak cucu kalajengking (ketunggeng), panjangnya laksana jarak antara langit dan bumi, sedangkan lebarnya dari timur ke barat. Lalu Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, kau hendak kemana dan siapa yang kau cari?” Huraisy menjawab : “Saya hendak mencari lima golongan orang : (1) orang yang meninggalkan salat, (2) orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, (3) orang yang mendurhaka kepada ibu bapaknya, (4) orang yang suka mabukmabukan, (5) orang yang bercakap-cakap di dalam masjid dengan percakapan mengenai urusan dunia”.
Oleh karena itu, Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan masjid-masjid itu sesungguhnya adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.
Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal, dan janganlah kalian termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai. (Zubdatul Wa’izhin).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Dia (sendiri) Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orangorang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayatayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imran : 18)
Tafsir :
( ) Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang keesaan-Nya dengan cara mengemukakan dalil-dalil yang menunjukkan akan hal tersebut, serta menurunkan ayat-ayat yang berbicara tentang hal itu.
( ) para malaikat juga menyatakan keesaan Allah dengan jalan igrar (mengakuinya).
(. ) juga orang-orang yang berilmu, dengan beriman dan memberikan pembelaan terhadapnya.
Pernyataan mereka itu dalam hal kejelasan dan keterbukaannya dium-pamakan sebagai kesaksian seorang saksi.
(. ) Yang menegakkan keadilan, dalam hal pembagian rezki dan hukum.
Kata dibaca nasab (dalam hal ini tandanya adalah fathatain) adalah karena ia menjadi Hal (kata keterangan) dari kata . Adapun sebab ia boleh dibaca mufrad (tunggal) ketika menjadi Hal, sedang dalam kalimat : tidak boleh, adalah karena tidak ada keraguan bahwa ia merupakan Hal (keterangan) dari kata seperti firman Allah Taala :
Atau, bisa juga ia Sanggan sebagai Hal dari kata Sedangkan amilnya adalah makna dari jumlah (kalimat), atau . Dia sendirilah yang menegakkan (keadilan), atau Dia-lah Yang paling layak menegakkan (keadilan), karena merupakan Hal penegas.
Atau, bisa juga ia dibaca nasab karena menjadi pujian atau sifat dari kalimat negatif : Namun, pendapat terakhir ini lemah, sebab ada fashal (pemisah), padahal fashal ini termasuk yang dinyatakan jika Anda menjadikannya sebagai sifat atau Hal dari dhamir.
Kalimat bisa juga dibaca sebagai Badal (pengganti) dari atau Khabar (predikat) yang mahdzuf (dihilangkan).
(. ) tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Kata-kata ini diulangi oleh Allah untuk memberi ketegasan, dan agar semakin diperhatikan dengan cara mengetahui dalildalil tauhid, dan juga merupakan keputusan setalah ditegakkannya hujjah, dan agar bisa menjadi pijakan bagi firman Allah selanjutnya:
(. ) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka diketahuilah bahwasanya Allah bersifat dengan kedua sifat tersebut. Adapun didahulukannya kata adalah karena pengetahuan tentang kekuasaan Allah itu lebih dahulu daripada pengetahuan tentang kebijaksanaan-Nya. Sedangkan kedua kata itu dibaca rafa (yang tanda rafanya dhammah) adalah karena ia menjadi Badal (pengganti) dari dhamir ( ), atau menjadi sifat dari fail (subjek) .
Mengenai keutamaan ayat ini, telah disebutkan dalam salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang membaca ayat ini akan didatangkan pada hari kiamat, lalu Allah berfirman : “Sesungguhnya hamba-Ku ini mempunyai suatu janji pada-Ku, dan Aku paling patut untuk menunaikan janji. Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga”.
Ayat ini juga merupakan dalil atas keutamaan ilmu ushuluddin dan kemuliaan ahlinya.
(. ) Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.
Ayat ini merupakan kalimat musta’nafah, yang menguatkan kalimat pertama. Maksudnya, tidak ada agama yang diridai di sisi Allah selain Islam. Dia adalah agama Tauhid dan melaksanakan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.
(. ) Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab, dari golongan Yahudi dan Nasrani, atau pun dari golongan yang telah dituruni kitab-kitab terdahulu, mengenai agama Islam. Sebagian kaum mengatakan bahwa, agama Islam itu adalah hak. Yang lain mengatakan bahwa, agama Islam itu khusus untuk bangsa Arab. Yang lain lagi tidak mengakuinya sama sekali, atau tidak mengakui tauhid, seperti orangorang Nasrani yang mengakui Trinitas (Tiga Oknum), dan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa, Uzair adalah anak Allah. Konon, yang dimaksud Ahli Kitab itu ialah kaum Nabi Musa as. yang berselisih sepeninggal Beliau. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa Ahli Kitab itu ialah kaum Nasrani yang berselisih dalam perkara Nabi Isa as.
kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka. Yakni, Setelah mereka mengetahui fakta yang sebenarnya, atau setelah mereka menguasai ilmu tentang itu berdasarkan ayat-ayat dan argumentasi-argumentasi.
(. ) karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Dan karena menginginkan kepemimpinan, bukan karena keraguan atau kotidak jelasan mengenai hal yang sebenarnya.
(. ) Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Ayat ini merupakan ancaman terha, dap siapa saja yang kafir di antara mereka. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril, Israfil Izrail dan Mikail as. telah datang kepadaku, lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barang, siapa memberi salawat atasmu sepuluh kali maka aku akan memegang tangannya dan menuntunnya di atas sirat (titian di atas neraka)”. Mikai! berkata : “Dan saya akan membe. rinya minum dari telagamu”. Israfil berkata : “Dan saya akan melakukan sujud kepada Allah Taala dan tidak akan mengangkat kepala saya sampai Allah mengampuninya”. Izrail berkata : “Dan saya akan mencabut nyawanya seperti ketika saya mencabut nyawa para nabi as.”.
Ada yang mengatakan bahwa, makna “syahidallaahu” itu adalah Allah memutuskan hukum dan menetapkan. Dan ada pula yang mengatakan, Allah memberitahukan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, yaitu dengan menerangkan dalil-dalil yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. Jadi, Allah Taala membimbing hambahamba-Nya kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. (Tafsir Al Lubab).
Ada pula yang mengatakan bahwa, makna kesaksian Allah adalah pemberitaan dan pemberitahuan. Sedangkan makna kesaksian malaikat dan orang-orang mukmin adalah pernyataan dan pengakuan mereka tentang keesaan Allah Taala. Ada perbedaan pendapat dalam menetapkan makna “ulul ilmi”, ada pendapat yang mengatakan bahwa itu maksudnya adalah orang-orang yang paling tahu tentang Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari sahabat-sahabat Nabi saw. dari kaum Muhajirin dan Ansar. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari seluruh kaum mukminin. (Tafsir Al Khazin).
Sebagian ulama mengatakan : “Sesungguhnya ayat ini memuat dalil tentang ketuamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Karena seandainya ada orang yang lebih mulia daripada ulama, tentu Allah akan menggandengkan namanya dengan nama malaikat, dan bukan ulama.
Al Bazaazi meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Firman Allah Taala (Sesungguhnya agama (yang hak) di sisi Allah adalah Islam). Turun ketika orang-orang musyrik membangga-banggakan agama mereka masing-masing. Setiap golongan dari mereka mengatakan, tidak ada agama selain agama kami, Agama kami adalah agama Allah semenjak Dia mengutus Adam as. Maka Allah Taala mendustakan mereka dengan firman-Nya (Sesungguhnya agama yang hak di sisi Allah itu adalah Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dan ia adalah agama yang benar. (Syaikh Zaadah).
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda, yang artinya : “Ketika turun ‘alhamdulillahi rabbil “alamin (surah Alfatihah), ayat Alkursi, “syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa dst”. Dan “gulillaahumma maalikal mulki… sampai firman-Nya “bighoiri hisaab, maka ayat-ayat itu bergantungan pada Arsy seraya berkata : “Ya Tuhan kami, apakah Engkau turunkan kami pada suatu kaum yang berbuat durhaka kepada-Mu?”. Allah Taala menjawab : “Demi Keperkasaan-Ku dan Keagungan-Ku, tidaklah seseorang hamba membaca kamu semua sehabis tiap-tiap salat lima waktu, melainkan Aku ampun! dia, dan Aku tempatkan dia di dalam surga Firdaus, dan Aku memandangnya setiap har sebanyak tujuh puluh kali, serta Aku penuhi tujuh puluh hajatnya, yang paling ringan diantaranya adalah ampunan”. Kemudian Nabi membaca ayat ini :
Lantas Beliau berkata : “Dan aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan hal itu”. Sedang menurut lafaz Atthabrani : “Dan aku bersaksi bahwasanya Engkaulah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Dan dari sahabat Ubaidah bin Ashshamit ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atas dirinya”. (Ad Durrul Mantsur oleh Imam As Suyuthi).
Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba mukmin berkata : “laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, keluarlah dari mulutnya seorang malaikat seperti seekor burung hijau yang memiliki sepasang sayap putih bertahtakan mutiara dan mira delima. Salah satu sayapnya berada di timur, sedangkan yang satunya lagi di barat. Jika ia membentangkan kedua sayapnya, maka kedua sayapnya itu melampaui timur dan barat. Kemudian terbanglah malaikat itu ke langit hingga sampailah dia ke Arsy. Dia mengeluarkan suara laksana dengungan lebah. Maka para malaikat penjaga Arsy berkata kepadanya : “Diamlah, demi keperkasaan Allah dan keagunganNya!”. Malaikat itu menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni orang yang mengucapkan kata-kata itu tadi”. Maka Allah pun memberinya tujuh puluh ribu lidah yang memohonkan ampun bagi orang yang membaca kata-kata tadi, hingga hari kiamat. Kemudian apabila hari kiamat tiba, malaikat itu menggandeng tangan orang yang membaca kata-kata itu lalu mengantarkannya melewati Sirat, dan memasukkannya kedalam surga”. (Raudhatul Ulama).
Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Mikraj, ketika aku dimikrajkan ke langit, aku melihat sebuah kota dari cahaya yang luasnya seribu kali luas dunia, yang tergantung di bawah Arsy dengan rantairantai dari cahaya. Kota itu mempunyai seratus ribu pintu yang terpisah-pisah. Pada setiap pintu ada taman yang dihampari dengan rahmat Allah. Pada setiap taman terdapat istana dari cahaya, dan pada setiap istana terdapat gedung dari cahaya, pada setiap gedung terdapat tujuh puluh ruangan dari cahaya, pada setiap ruangan ada rumah dari Cahaya, di atas tiap-tiap rumah ada kamar dari cahaya, dan setiap kamar itu mempunyai empat ratus pintu, masing-masing pintu mempunyai dua daun pintu, yang satu terbuat dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari perak. Di depan tiap-tiap pintu terdapat ranjang dari cahaya, dan pada tiap-tiap ranjang itu ada kasur dari cahaya, dan di atas tiap-tiap kasur itu ada seorang bidadari, yang seandainya ia menampakkan jari manisnya ke dunia ini, niscaya cahayanya akan mengalahkan cahaya matahari dan bulan. Maka aku berkata : “Ya Rabbi, apakah ini semua untuk seorang nabi atau seorang siddig?”. Allah menjawab : “Ini adalah untuk orang-orang yang berzikir di saat-saat malam hari dan pada penghujung-penghujung siang. Dan sesungguhnya bagi mereka pasti ada tambahan yang lebih banyak lagi di sisi-Ku, dan Aku Maha meluaskan”. (Tanbihul Ghafilin).
Dari Nabi saw. yang artinya : “Pada suatu hari, Beliau duduk dengan perasaan Sedih. Kemudian Jibril as. datang menemui Beliau, lalu berkata : “Ya Muhammad, kenapa Tuan bersedih hati seperti ini, padahal Allah Taala telah memberikan kepada umatmu lima perkara yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun sebelummu. (Pertama) Allah Taala berfirman : “Aku menurut apa yang disangkakan oleh hamba-Ku”. (Kedua)
Barangsiapa yang Allah tutupi aibnya di dunia, maka Dia tidak akan membukakannya pada hari kiamat, (Ketiga) Allah tidak menutup pintu tobat atas umatmu selagi nyawanya belum sampai di kerongkongan saat nyawanya dicabut, (Keempat) Barangsiapa mempu. nyai kesalahan sepenuh bumi, Allah tetap akan mengampuninya setelah dia mengucap. kan “laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah”, (Kelima) Allah mengangkat azab dar orang-orang mati dengan berkat doa orang-orang yang masih hidup”. (Zahratur Riyadh).
Ibnu Abbas ra. berkata : “Allah Taala telah menciptakan ruh empat ribu tahun sebe. lum Dia menciptakan jasad. Dan Dia telah menciptakan rezeki empat ribu tahun sebelum ruh. Lantas Allah menyatakan kepada diri-Nya tentang diri-Nya sebelum Dia menciptakan makhluk, ketika keadaan belum ada langit, bumi, daratan dan lautan. Allah Taala bertir. man, yang artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijak. sana”. (Tafsir Alkhazin).
Dari sahabat Said bin Jabir ra., dia berkata : “Dahulu, di sekeliling Kakbah ada tiga ratus enam puluh berhala. Ketika turun ayat yang mulia ini, berhala-berhala itu tersungkur sambil bersujud”. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Nasrani dari Najran tentang pengakuan mereka mengenai Nabi Isa as. (Abu Mas’ud).
Sedang Alkalabi berkata : “Dua orang pendeta dari negeri Syam datang ke Madinah untuk menemui Nabi saw. Ketika mereka melihat kota Madinah, mereka berkata : ‘Alangkah miripnya kota ini dengan ciri-ciri kota Nabi yang muncul pada akhir zaman”. Setelah mereka berjumpa dengan Nabi saw. mereka dapat mengenali sifatnya, maka keduanya lalu berkata kepada Beliau : “Muhammadkah Tuan?”. Nabi menjawab “Ya”.
Mereka bertanya pula : “Ahmadkah Tuan”. Beliau menjawab : “Aku Muhammad dan Ahmad”.
Kemudian mereka berkata : “Sesungguhnya kami hendak bertanya kepada Tuan tentang sesuatu. Jika Tuan dapat memberitahukannya kepada kami, maka kami akan beriman kepada Tuan dan akan membenarkan Tuan”.
“Bertanyalah”, kata Nabi.
Kedua pendeta itu lalu bertanya : “Beritahukanlah kepada kami tentang syahadat yang terbesar di dalam Kitabullah!”. Maka Allah pun lalu menurunkan ayat ini. Kemudian kedua pendeta itu akhirnya beriman dan masuk Isiam”. (Abus Su’ud).
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. yang artinya : “Pada hari kiamat, amalamal akan datang untuk membela orang yang telah melakukannya dan memberi syafaat kepadanya. Salat datang lalu berkata : “Ya Rabb, saya salat”. Maka Allah berfirman : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang pula sedekah, lalu berkata : “Ya Rabb, saya sedekah”. Allah menjawab : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang puasa, lalu berkata : “Ya Rabb, saya puasa “. Allah menjawab : “Kalian semua datang dalam kebaikan “. Setelah itu, datangiah Islam, lalu berkata : “Dan Engkau Dzat Yang Maha Sejahtera”. Maka Allah Taala menjawab : “Engkau datang dalam kebaikan, denganmu Aku mengambil dan denganmu Aku memberi”. Allah mengatakan demikian tidak lain adalah karena Islam meliputi seluruh amal tersebut tadi”. (Sananiyah).
Kisah lain : Diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as pernah melewati sebuah desa. Di desa itu, ada seorang tukang celup. Penduduk desa itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Tukang celup itu menahan air, meludahinya dan mengotorinya. Maka mohonkanlah kepada Allah supaya tidak mengembalikannya ke asalnya”. Lantas Nabi Isa as. berdoa : “Ya Allah, kirimkanlah kepadanya ular, yang tidak membiarkannya pulang dalam keadaan hidup”.
Sebagaimana biasa, tukang celup itu pergi ke kali untuk mencelup pakaian, sambil membawa bekal tiga potong roti. Setelah sampai di tepi kali, maka dia disinggahi oleh seorang abid yang biasa beribadat di sebuah bukit di sana. Abid itu memberi salam seraya berkata : “Adakah suatu makanan yang dapat Tuan berikan kepadaku, atau Tuan perlihatkan kepadaku agar saya dapat melihatnya, atau mencium baunya. Karena saya belum makan apa-apa sejak beberapa hari”. Tukang celup itu memberinya sepotong roti, maka berkatalah si abid itu : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampunimu dan membersihkan hatimu”. Kemudian diberikannya lagi roti yang kedua, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”. Kemudian diberikannya lagi roti yang ketiga, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah membangunkan untukmu sebuah istana di dalam surga”.
Kemudian tukang celup itu pulang ke desanya. Penduduk desa itu segera mendatangi Nabi Isa as. Lalu berkata : “Tukang celup itu sudah pulang kembali ke desa”. Nabi Isa berkata : “Panggillah dia kemari!”.
Orang-orang pun lalu memanggil tukang celup itu, dan akhirnya dia pun datang menemui Nabi Isa as. Nabi Isa berkata kepadanya : “Hai tukang celup, beritahukaniah kepadaku kebajikan-kebajikan apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”. Maka berceritalah tukang celup itu kepada Beliau tentang kali, roti dan doa-doa yang telah diucapkan oleh abid itu.
Nabi Isa as. berkata : “Bawalah kemari bungkusan pakaianmu”. Maka diambilnya bungkusan itu lalu diberikannya kepada Nabi Isa. Ketika bungkusan itu dibuka, ternyata di dalamnya ada seekor ular hitam yang dikekang dengan kekang dari besi. Lantas Nabi Isa berkata kepada ular itu: “Hai ular hitam!” Ular itu menjawab : “Ya, wahai Nabi Allah”.
“Bukankah engkau dikirim kepada orang ini?”. Tanya Nabi Isa.
“Benar. Jawab ular itu, “akan tetapi ada seorang peminta-minta datang dari balik bukit itu meminta makanan kepada tukang celup ini, lalu diberinya makan. Maka pemintaminta itu mendoakannya dengan tiga macam doa. Ada malaikat yang sedang berdiri di situ mengucapkan “amin”, maka Allah pun mengirimkan kepadaku malaikat, lalu dia mengekangku dengan kekang dari besi”.
Maka Nabi Isa as. Berkata : “Hai tukang celup, teruslah beramal, Karena Allah Taala telah mengampuni dosa-dosamu”. (Tanbihul Ghafilin).
(Hikayat) Dahulu, Ibrahim Alwasithi, semoga Allah merahmatinya, melakukan wukuf di Arafah. Di kedua tangannya ada tujuh butir batu. Kemudian ia berkata kepada batubatu itu : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku telah mengucapkan, bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya”.
Pada malam harinya, Ibrahim tidur. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, dan bahwa dirinya dihisab dan kemudian disuruh bawa ke neraka. Maka, malaikat membawanya ke sebuah pintu dari api. Namun, sekonyong-konyong sebutir batu di antara batu-batu itu melemparkan dirinya ke arah pintu neraka itu. Para malaikat azab berusaha untuk menyingkirkan batu itu, tetapi mereka tiada berhasil melakukannya. Kemudian mereka menggiring dirinya ke pintu yang lain, tetapi ternyata disana Sudah ada pula sebutir batu di antara ketujuh batu itu. Dan mereka pun tidak mampu untuk menyingkirkannya. Para malaikat itu menggiringnya sampai ke ketujuh pintu neraka, namun pada tiap-tiap pintu itu sudah ada sebutir batu di antara batu-batu itu yang menghalangi. Semua batu itu mengatakan : “Kami menjadi saksi bahwa orang ini telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”,
Kemudian mereka menggiringnya ke arah Arsy, maka berfirmanlah Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi : “Engkau telah menjadikan batu-batu ini sebagai saksi, dan mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka bagaimanakah Aku akan menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu itu”. Lantas Allah Taala berfirman : “Masukkanlah dia kedalam surga”.
Ketika orang itu sudah berada di dekat surga, didapatinya pintu-pintu surga itu tertutup. Kemudian datanglah syahadat, bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, latu terbukalah pintu-pintu itu seluruhnya, dan ia pun masuk ke dalamnya. (Demikian tersebut dalam kitab Al Mawa’izh).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. (QS. Ali Imran : 135-136)
Tafsir :
(. ) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji. Yaitu perbuatan yang sangat buruk, seperti zina.
(. ) atau menganiaya diri sendiri. Dengan melakukan dosa apa Saja. Konon, menurut salah satu pendapat, yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah dosadosa besar, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah dosa-dosa kecii. Dan bisa juga, kekejian ialah perbuatan yang mengganggu orang lain, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah perbuatan yang tidak mengganggu orang lain namun terhadap dirinya sendiri.
(. ) maka mereka mengingat Allah, mengingat ancaman-Nya, atau hukumNya, atau hak-Nya yang besar.
(. ) lalu mereka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dengan menyesali dan bertobat.
(. ) dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah. Sebuah pertanyaan yang berarti nafi (meniadakan). Sedangkan yang dimaksud adalah mensifati Allah dengan keluasan rahmat-Nya dan keumuman ampunanNya, serta anjuran supaya memohon ampunan, dan juga janji tentang diterimanya tobat.
(. ) dan mereka tidak meneruskan perbuatannya. Yakni mereka tidak meneruskan dosa-dosa mereka tanpa memohon ampun. Karena Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Tidaklah meneruskan (berbuat dosa) orang yang memohonkan ampunan Sekalipun ia kembali (melakukan dosa) tujuh puluh kali dalam sehari”.
(. ) sedang mereka mengetahui. Kalimat ini adalah Hal (keterangan) dar kalimat (orang yang tidak meneruskan dosa). Maksudnya, mereka tidak mene. ruskan perbuatan mereka yang buruk dalam keadaan mereka mengetahuinya.
(. ) Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.. sedang mereka kekal di dalamnya. Ayat ini adalah khabar (predikat) dari , jika ia dimulai dengannya. Tetapi bisa juga ia merupakan kalimat musta’nafah yang menerangkan ayat sebelumnya, apabila Anda meng-athaf-kannya pada kata atau pada . Dan disediakannya surga bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat sebagai balasan bagi mereka itu, tidak harus berarti, bahwa surga itu tidak dimasuki oleh orangorang yang terus-terusan berdosa, sebagaimana disediakannya neraka bagi orang kafir sebagai balasan atas mereka, tidak harus berarti, bahwa neraka itu tidak dimasuki oleh orang-orang selain mereka.
(. ) dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. Karena orang yang bersegera memperbaiki kekurangannya adalah seperti orang yang berusaha memperoleh sebagian dari apa yang terluput dari dirinya. Dalam banyak ayat, Allah sering menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat baik, orang-orang yang cepat memperbaiki kesalahannya, orang-orang yang dicintai Allah, orang-orang yang diberi pahala. Boleh jadi digantinya lafaz “jaza” ( ) dengan lafaz “ajr” (. ) dalam ayat ini adalah karena pengertian seperti ini. Sedangkan yang menjadi tujuan dari pujian itu tidak disebut (. ), yang kalau ditampakkan menjadi : (dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal), yaitu memperoleh ampunan dan surga. (Qadhi BaidhaWi).
Dari sahabat Said ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di dalam suatu majelis yang di situ tidak diucapkan salawat atas Nabi saw. melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka masuk surga, disebabkan pahala yang mereka lihat”.
Abu Isa Attirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sebagian orang alim, bahwa dia mengatakan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan salawat atas Nabi saw. satu kali dalam suatu majelis, maka salawatnya itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan yang terjadi di majelis itu. (Syifaun Syarif).
Dikatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki pedagang Kurma. Seorang wanita datang kepadanya untuk membeli kurma darinya. Lantas lelaki itu memasukkan wanita itu ke dalam rumahnya lalu menciumnya. Kemudian dia menyesal atas perbuatannya itu. Tetapi kemudian, ayat ini berlaku umum bagi siapa saja yang telah melakukan dosa, lalu memohon ampunan dari dosanya itu, baik dosa besar (seperti zina) atau pun lainnya.
Firman Allah : , di-athaf-kan pada kata , yang maksudnya : (Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat. Sedangkan firman-Nya : , adalah isim isyarat (kata isyarat) yang menunjuk kepada kedua golongan tadi. Dan bisa juga kata itu menjadi mubtada (subjek), sedangkan khabar (predikat) nya adalah kata (Kasysyaf).
Firman Allah : , di dalamnya terkandung suatu bujukan bagi jiwa-jiwa hamba Allah, penyemangat, dorongan dan anjuran supaya bertobat, serta cegahan dari sikap patah semangat dan putus asa dari rahmat Allah Taala, dan bahwa dosa-dosa itu betapa pun besarnya, namun ampunan Allah tetap lebih besar dan kemurahan-Nya lebih agung. (Kasysyaf).
Firman Allah : berarti, dikarenakan dosa-dosa mereka, maka mereka bertobat daripadanya dan menghentikan diri darinya sambil bertekad untuk tidak kembali melakukannya. Inilah syarat-syarat tobat yang diterima itu. (Tafsir Alkhazin).
Firman Allah : , Ibnu Abbas ra., berkata : “Sedang mereka mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah maksiat”. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud ayat ini adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa meneruskan dosa itu adalah berbahaya”. Dan yang lain mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah Taala memiliki ampunan dosa, dan bahwa mereka mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa-dosa itu”. Yang lain mengatakan bahwa artinya adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah tidak keberatan mengampuni dosa-dosa betapapun banyaknya”. Dan ada pula yang mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa, jika mereka memohon ampun maka mereka akan diampuni”. (Tafsir Al Lubab).
Dari sahabat Ibnu Umar ra, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menerima tobat seseorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan (pada saat ajalnya tiba)”. (Dari Almashaabih).
Maksudnya : bahwa tobatnya orang yang berdosa itu tetap akan diterima Allah selama ruhnya belum mencapai kerongkongannya pada saat dicabut oleh malaikat maut. Karena apabila ruh telah mencapai kerongkongan maka pada saat itu dia dapat melihat nasib apa yang akan dialaminya, apakah ia akan memperoleh rahmat Allah, ataukah azab siksaan. Ketika itu sudah tidak berguna lagi baginya tobatnya maupun imannya. Karena di antara syarat tobat itu adalah tekad untuk meninggalkan dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Sedangkan hal itu baru dapat menjadi kenyataan apabila orang yang bertobat itu masih mempunyai kesempatan. Dan ini tidak akan menjadi kenyataan, karena dia sudah tidak mampu lagi. (Majalisu Arrumi).
Dari Ali bin Abithalib ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Empat ribu tahun sebelum diciptakannya Adam as. di sekeliling Arsy tertulis : “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh”. (Tanbihul Ghafilin).
Duiwayatkan bahwa, Jibril as. pernah berkunjung kepada Nabi saw. ia berkata : “Ya Muhammad, Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang bertobat dasi umatmu satu tahun sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.
Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu tahun bagi umatku terlalu banyak, karena dikalahkan oleh sifat lalai dan panjang angan-angan”.
Maka pergilah Jibril as. Kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesunyguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu bulan sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.
Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu bulan bagi umatku terlalu lama”.
Maka Jibril pun pergi, kemudian kembali lagi, seraya berkata : “Ya Muhammad, se.Sungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu hari sebelum matinya, maka tobatnya masih diterima”.
Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu hari itu bagi umatku terlalu lama”.
Maka pergilah Jibril, dan kemudian kembali, lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu jam sebelum matinya, maka tobatnya tetap diterima”.
Nabi saw. menjawab : “Wahai Jibril, satu jam itu bagi umatku terlalu lama”.
Maka Jibril pun pergi lagi, dan kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang menghabiskan seluruh umurnya dalam kemaksiatan, dan dia tidak kembali (bertobat) juga kepada-Ku dalam (tempo) satu tahun, atau satu bulan, atau satu hari, atau satu jam, sebelum matinya, sampai ruhnya mencapai kerongkongan (saat dicabut), sedang dia sudah tidak dapat mengucapkan kata-kata permohonan ampun dengan lidahnya, namun masih bisa menyesal dengan hatinya, maka sesungguhnya Aku tetap akan mengampuninya”. (Zubdatui Wa’izhin).
Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : “Nabi saw. bersama saya pernah menemui seorang lelaki Ansar yang sedang menghadapi ajalnya. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Bertobatlah kepada Allah”. Orang itu tidak bisa melakukannya dengan lidahnya, namun ia hanya bisa memutar-mutarkan kedua bola matanya ke arah langit. Nabi saw. tersenyum, sehingga saya bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa baginda tersenyum?” Nabi saw. menjawab : “Orang sakit ini tidak dapat melakukan tobat dengan lidahnya, lalu dia memberi isyarat dengan matanya ke langit dan menyesal dengan hatinya. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya hamba-Ku ini tidak mampu lagi bertobat dengan lidahnya, namun dia menyesal dalam hatinya. Maka Aku tidak akan menyia-nyiakan tobat dan penyesalannya dengan hatinya itu. Saksikanlah, bahwa Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Durratul Majalis)
Allah SWT. berfirman di dalam surah Annur :
Artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”.
Sebagian ahli hikmat berkata : “Tobat seseorang bisa diketahui dengan empat perkara : (Pertama) Dia mencegah lidahnya dari mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna, mengumpat, memfitnah, dan berbohong. (Kedua) Tidak tampak dalam hatinya perasaan dengki atau permusuhan terhadap seseorang manusiapun, (Ketiga) Dia meninggalkan kawan-kawan yang jahat dan tidak bersahabat dengan salah seorang pun dari mereka. (Keempat) Selalu siap-sedia untuk mati, menyesali dosa-dosanya, memohon ampun atas dosa-dosanya yang telah lalu, dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perbuatan bakti kepada Tuhannya”.
Dalam ayat lain, Allah Taala berfirman :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”.
Yakni, tobat yang sebenar-benarnya, dan ada pula yang mengatakan. bahwa maksudnya adalah, kamu memurnikan tobat karena Allah. Sahabat Umar bin Khattab ra. pernah ditanya orang tentang tobat nasuha, ia menjawab : “Tobat nasuha talah. bahwa seseorang bertobat dari perbuatan yang buruk, dan tidak melakukannya lagi selama-lamanya”.
Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra. mengenai firman Allah Taala yang artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”. la berkata : “Tobat nasuha adalah dengan hati, disertai permohonan ampun dengan lidah, dan tekad kuat untuk tidak melakukannya lagi buat selama-lamanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : Orang yang memohon ampun dengan lidah, namun terus-menerus melakukan dosa, adalah seperti orang yang memperolok-olokkan Tuhannya. (Raudhatul Ulama).
Dan dari Tsabit Albanani, bahwa ia berkata : “Saya dengar bahwa Iblis Laknatullah alaih menangis ketika turunnya ayat yang mulia ini”. (Tafsir Al Lubab).
Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Hendaklah kamu selalu membaca “laa ilaaha illallaah” dan istighfar. Perbanyaklah kamu membaca keduanya. Karena sesungguhnya Iblis Laknatullah alaih berkata : “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan maksiat, namun mereka membinasakan aku dengan “aa ilaaha illallah” dan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, maka aku binasakan mereka dengan hawa nafsu, sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”. (Durrun Mantsur)
Dari Nabi saw. sabdanya : “Iblis berkata : “Ya Rabb, demi keperkasaan-Mu aku akan tetap menyesatkan anak cucu Adam selama ruh mereka berada di dalam tubuh mereka”. Maka Allah Taala menjawab : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku hai makhluk terkutuk, Aku akan tetap mengampuni mereka sepanjang mereka memohon ampun”.
Dari Atha bin Khalid, katanya : “Saya mendengar bahwa ketika turun ayat, yang artinya : … dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”, maka berteriaklah Iblis Laknatullah alaih, memanggil bala tentaranya, sambil menaburkan tanah ke atas kepalanya serta mengaduh celaka, sehingga datanglah bala tentaranya dari segenap pelosok daratan dan lautan. Mereka berkata : “Ada apa, wahai Tuan kami?”. Iblis menjawab : “Satu ayat telah turun di dalam Kitab Allah Taala, yang sesudahnya tidak akan ada lagi seorang pun dari anak cucu Adam yang bisa dibahayakan oleh suatu dosa”.
“Ayat apakah itu?”, tanya bala tentara Iblis. Iblis lalu membertahukannya kepada mereka.
Mereka berkata : “Kita bukakan untuk anak cucu Adam itu pintu-pintu hawa nafsu, sehingga mereka tidak mau bertobat dan memohon ampun, sedang mereka menyangka bahwa mereka benar”.
Iblis pun rela dengan saran tersebut “. (Durrun Mantsur)
Dan sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. ber. sabda :
Artinya : “Allah Taala berfirman, “Hai anak cucu Adam, sesungguhnya selama engkau (mau) berdoa kepada-Ku dan mengharapkan Aku, Aku akan mengampuni apa-apa yang telah engkau lakukan, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya dosadosamu mencapai penjuru-penjuru langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya eng. kau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian engkau temui Aku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Attirmidzi)
Dan telah disebutkan dalam salah satu hadis, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membiasakan beristighfar, Allah akan memberikan untuknya jalan keluar dari setiap kesempatan, kegembiraan dari setiap kesusahan, dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”.
Dan dalam hadis lain disebutkan bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah. Karena sesungguhnya aku pun bertobat kepada-Nya seratus kali dalam sehari”,
Juga dalam hadis lainnya disebutkan, bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Tiap-tiap anak cucu Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertobat”.
Orang yang suka menunda-nunda ialah orang yang mengatakan “Saya akan bertobat”, dia akan binasa. Karena ia beranggapan akan panjang umur, padahal panjang umur itu tidak tergantung kepadanya, bisa jadi dia sendiri takkan lama hidup. Kalau pun dia panjang umur, maka sebagaimana dia tidak mampu meninggalkan perbuatan dosa pada hari ini, tentu esok pun dia takkan mampu melakukannya. Sebab, kelemahannya untuk meninggalkan dosa sekarang, tak lain adalah karena dia dikalahkan oleh hawa nafsunya. Padahal hawa nafsunya itu tidak akan berpisah dari dirinya besok. Bahkan mungkin akan semakin menjadi-jadi dan bertambah kuat karena dibiasakan. Hawa nafsu yang diperkuat oleh manusia dengan cara dibiasakan tidaklah sama dengan hawa nafsu yang tidak diperkuatnya. Maka perhatikanlah, wahai hadirin yang hadir di majelis ini, dan wahai orangorang yang sadar, apabila Nabi saw. sendiri memohon ampun dan bertobat. padahal Beliau telah pasti diampuni oleh Allah Taala, dari permulaan sampai akhirnya. Maka orang yang belum jelas nasibnya, akan diampunikah ia atau tidak?. Mengapa dia tidak mau bertobat kepada Allah Taala setiap saat, dan tidak menjadikan lidahnya selalu sibuk dengan ucapan istighfar, dan mengapa dia tidak mau mengingat Maharaja Yang Maha Pengampun, yang Dia itu adalah Penyelamat dari siksa neraka?. Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Apabila Allah Taala menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman terhadap hamba-Nya itu di dunia. Dan jika Dia menghendaki keburukan terhadap hamba-Nya, maka Dia tahan dosanya, sehingga Dia membalasnya kelak pada hari kiamat”.
AIlah SWT. berlirman :
Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada sur. ga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertak. wa”. (QS. Ali Imran : 133) Tafsir :
(. ) Dan bersegeralah kamu. Bergegasiah dan menghadapiah kamu….
(. ) Kepada ampunan dari Tuhanmu. Yakni kepada hal-hal yang pantas diganjar dengan ampunan, seperti : Islam, tobat dan ikhlas.
(. ) Dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Maksudnya, yang lebarnya selebar langit dan bumi. Penyebutan “bumi” di dalam ayat ini adalah untuk “mubalaghah” dalam mensifati surga sebagai tempat yang luas, dengan cara perumpamaan. Karena biasanya lebar itu lebih pendek daripada panjang.
Ibnu Abbas ra., berkata : “Seumpama tujuh langit dan tujuh bumi seandainya semuanya disambung satu sama lainnya”.
(. ) Disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Dipersiapkan untuk mereka. Ayat ini menjadi dalil bahwa surga itu makhluk (yang diciptakan) dan bahwa ia berada di luar alam ini. (Qadhi Baidhawi)
(. ) Dan bersegeralah kamu. Orang-orang Madinah membacanya tanpa waw (. ). sedangkan yang lain membacanya dengan waw.
(. ) kepada ampunan dari Tuhanmu. Maksudnya : Bergegastah dan berlomba-lombalah kamu sekalian kepada amal-amal yang menyebabkan kamu mendapatkan ampunan.
Amal-amal apa saja yang menyebabkan ampunan itu? (pent.)
Menurut Ibnu Abbas ra. Agama Islam. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas ra. tobat.
Ikrimah dan Ali bin Abithalib ra. mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pelakSanaan yang fardu-fardu.
Abul Aliyah mengatakan, hijrah.
Ad Dhahhak mengatakan, jihad.
Muqatil mengatakan, amal-amal salih.
Sedangkan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa yang dimaksudkan adalah takbir yang pertama (dalam salat berjamaah).
( ) dan surga. Maksudnya, dan kepada surga.
(. ) yang luasnya seluas langit dan bumi. Yakni, yang lebarnya selebar langit dan bumi, seperti disebutkan pula di dalam firman Allah Taala dalam surah Alhadid :
Artinya : “Dan surga yang lebarnya seperti lebar langit dan bumi”.
Yakni, luasnya. Penggunaan kata “lebar secara khusus di dalam ayat ini dimaksudkan sebagai mubalaghah. Karena pada umumnya, panjang segala sesuatu itu melebihi lebarnya. Orang akan berkata : “Lebarnya saja sudah demikian, betapa puia panjangnya?”
Menurut Azzuhri, sifat dari lebarnya surga memang demikian, sedangkan panjangnya, tidak ada yang mengetahui selain daripada Allah. Ini hanya sebagai perumpamaan, bukan berarti bahwa surga itu sama seperti langit dan bumi, tidak lain. Jadi maksudnya adalah : selebar tujuh petala langit dan bumi menurut persangkaanmu. Seperti firman Allah :
Artinya : “Mereka kekal di dalamnya (surga) sekekal langit dan bumi.
Yakni, menurut persangkaanmu, padahal yang sebenarnya, langit dan bumi itu, kedua-duanya akan binasa”.
Sahabat Anas bin Malik ra. pernah ditanya tentang keberadaan surga, apakark ji langit ataukah di bumi? Maka dijawabnya : “Bumi dan langit manakah yang dapat mena mpung surga?”.
Lalu ia ditanya lagi : “Maka dimanakah surga itu?”. Jawabnya : “Di luar langit yang tujuh, di bawah Arsy, sedangkan neraka berada di bawah bumi yang tujuh”. (Ma’alim).
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda:
Artinya : “Jibril telah datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang membaca salawat atasmu, melainkan dia akan didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat maka dia termasuk golongan ahli surga”.
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Takbir pertama yang didapat oleh seorang mukmin bersama mam adalah lebih baik baginya daripada seribu haji dan umrah. Dan dia akan memperoleh pahala sg. perti orang yang bersedekah emas kepada orang-orang miskin sebanyak gunung Uhug Dan dicatatkan untuknya dari setiap rakaat yang dilakukannya laksana ibadat satu tahun, Dan Allah menetapkan baginya dua kebebasan : kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifak, dan ia tidak akan keluar dari dunia (mati), melainkan akan melihat (dilihatkan) tempatnya (lebih dahulu) di dalam surga, dan ia akan masuk surga tanpa hisab”.
Mengenai takbir pertama ini, para ulama berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan, sampai imam selesai dari membaca surah Alfatihah. Sebagian lagi menga, takan, sampai imam memulai bacaannya. Namun sebagian besar ahli tafsir berpendapat seperti pendapat yang pertama. (Majalisul Anwar).
Dirnwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menghidupkan malam pertama dari bulan Rajab (dengan amal ibadat), maka hatinya tidak akan mati di kala hati orang-orang banyak yang mati. Dan Allah mencurahkan kebaikan ke atas kepalanya dengan berlimpah-limpah. Dan dia keluar dari dosa-dosanya seperti saat dia baru dilahirkan oleh ibunya. Dan dia member syafaat kepada tujuh puluh ribu orang berdosa yang sudah layak masuk neraka”.
Demikian disebutkan di dalam kitab Lubbul Albab oleh Maula Tajul Arifin. (A’rajiyah).
Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : Barangsiapa mengerjakan salat (sunah) sesudah (salat fardu) Magrib pada malam dari bulan Rajab sebanyak dua puluh rakaat, yang pada setiap rakaatnya ia membaca surah Alfatihah dan surah Al Ikhlas, dan memberi salam sepuluh kali, maka Allah Taala akan memeliharanya, keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya dari bencana dunia dan azab akhirat. (Zubdah).
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Rajab adalah bulan Allah yang dinamakan bulan tuli. Barangsiapa berpuasa satu hari pada bulan ini dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka ia pasti akan memperoleh keridaan Allah yang terbesar. Dan barangsiapa berpuasa dua hari niscaya tidak ada seorang pun penghuni langit dan bumi yang dapat melukiskan kemuliaan dirinya yang diperolehnya di sisi Allah. Dan barangsiapa berpuasa tiga hari, ia akan diselamatkan dari segala bencana dunia dan azab akhirat, juga dari penyakit gila, kusta, sopak, serta dari tipu daya Dajjal. Dan barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutupkanlah terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan barangsiapa berpuasa delapan hari, maka akan dibukakan untuknya delapan pintu surga. Dan barangsiapa berpuasa sepuluh hari, maka apa saja yang dimintanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikannya. Dan barangsiapa berpuasa lima belas hari, Allah akan mengampuni segala dosanya yang telah lalu, dan menggantikan kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa menambah puasanya, Allah pun akan menambah ganjarannya (Zubdah)
Diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj (saat Beliau diangkat ke langit), aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada es, dan lebih harum daripada misik. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Untuk siapakah ini?” Jibril menjawab : “Untuk orang yang membaca salawat atasmu pada bulan Rajab”.
Dari sahabat Muqatil ra., ia berkata : “Bahwasanya di belakang gunung Qaf terdapat suatu bumi yang putih, tanahnya laksana perak, luasnya tujuh kali dunia, yang penuh dengan malaikat, yang seandainya ada sebuah jarum jatuh, tentu akan jatuh ke atas mereka, di tangan tiap-tiap malaikat itu terdapat sebuah bendera yang bertuliskan : Laa ilaaha ilailaah, Muhammad Rasulullah. Mereka berkumpul di sekeliling gunung Qaf setiap malam Jumat dari bulan Rajab, memohonkan keselamatan untuk umat Muhammad saw. mereka berdoa : “Oh Tuhan kami, kasihanilah umat Muhammad dan janganlah Engkau mengazab mereka”. Mereka memohonkan ampunan sambil merendahkan diri sampai tiba waktu Subuh. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaanKu dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Majalisui Abrar).
Konon, lafaz Rajab (. ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf ra (. ) menunjukkan pada rahmat Allah, huruf jim ( ) menunjukkan jurmil abdi (kedurhakaan hamba Allah), dan huruf ba (. ) menunjukkan birrullaahi (Kebaikan Allah Taala). Seolah-olah Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, Aku letakkan dosamu dan kejahatanmu di antara kebaikan dan rahmatKu, maka tidak tersisa lagi dosa dan kejahatan pada dirimu berkat kemuliaan bulan Rajab ini”. (Majalisul Anwar)
Dan konon, setelah bulan Rajab itu habis, ia naik ke langit. Maka Allah berfirman : “Hai bulan-Ku, apakah orang-orang itu menyukaimu dan mengagungkanmu?”. la diam dan tidak menjawab sepatah kata pun, sampai Allah mengulangi pertanyaan tadi dua — tiga kali, barulah ia menjawab : “Ilahi, Engkau adalah Tuhan Yang Maha Menutupi segala aib hamba-Mu, dan Engkau telah memerintahkan kepada makhluk-Mu supaya menutupi aib orang lain. Dan Rasul-Mu telah menamakan aku sebagai bulan yang tuli. Aku mendengar ketaatan mereka dan tidak mendengar kedurhakaan mereka. Karena itulah aku dinamakan bulan yang tuli”. Kemudian Allah Taala berfirman : “Engkau adalah bulanKu yang mempunyai aib tuli, dan hamba-hamba-Ku pun mempunyai aib. Maka demi kemuliaanmu, Aku terima mereka beserta aib-aib mereka sebagaimana Aku terima engkau sedang engkau mempunyai aib. Aku ampuni mereka hanya dengan satu penyesalan saja padamu (pada bulan Rajab) dan tidak Aku catat buat mereka perbuatan makSiat yang mereka lakukan di dalammu (di dalam bulan Rajab). (A’rajiyah)
Konon, bulan Rajab disebut bulan Tuli adalah karena para malaikat pencatat yang mulia mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan pada bulan-bulan yang lain, sedangkan pada bulan Rajab, mereka hanya mencatat kebaikan-kebaikan saja dan tidak mencatat keburukan-keburukan. Jadi mereka tidak mendengar satu keburukan pun pada bulan Rajab yang patut dicatat. (Misykatul Anwar)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadan adalah bulan umatku”.
Abu Muhammad Alkhallal telah mengemukakan tentang keutamaan-keutamaan by. lan Rajab yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas ra. Ia berkata : Melakukan puasa pada hari pertama bulan Rajab adalah sebagai penghapus dosa selama tiga tahun, pada hari kedua adalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun, dan pada hari ketiga adalah sebagai penghapus dosa selama satu tahun. Kemudian pada hari-hari seterusnya adalah sama dengan penghapus dosa selama satu bulan”. (Demikian seperti yang d se. butkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).
Sahabat Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw. tidak pernah me a. kukan puasa sesudah bulan Ramadan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.
Bukhari dan Muslim mengemukakan hadis, bahwa Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang dinamakan su. ngai Rajab. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa berpuasa satu hari di dalam bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari su. ngai itu”. (A’rajiyah)
Adapun sebab bulan ini dinamakan Rajab adalah karena orang-orang Arab merajab. kannya, yakni mengagungkan. Seperti perkataan Anda : “rajjabtusy syaia”, artinya : “Aku mengagungkan sesuatu”. Pengagungan orang-orang Arab terhadap bulan Rajab itu, anta. ra lain, bahwa pelayan-pelayan Kakbah membuka pintu Kakbah pada bulan ini sepanjang hari selama sebulan penuh, sedangkan pada bulan-bulan lainnya, mereka membukanya hanya pada hari Senin dan Kamis saja. Mereka mengatakan, bulan ini adalah bulan Allah. sedang rumah ini adalah rumah Allah, dan hamba ini adalah hamba Allah. Maka tidaklah dicegah hamba Allah dari rumah Allah pada bulan Allah. (A’rajiyah).
Dikisahkan, ada seorang perempuan ahli ibadat di Baitul maqdis. Apabila tiba bulan Rajab, dia membaca surah Al Ikhlas tiap-tiap hari sebanyak dua belas kali, sebagai pengagungannya terhadap bulan Rajab. Dia menukar pakaiannya yang bagus dengan pakaian yang jelek.
Pada suatu bulan Rajab, perempuan itu jatuh sakit, lalu dia berwasiat kepada anaknya, kalau dia mati agar menguburnya dengan pakaian yang jelek itu. Namun karena ingin dipuji orang, anaknya mengafaninya dengan kain-kain yang mahal. Malamnya si anak bermimpi, ibunya berkata kepadanya : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku. Sesungguhnya aku tidak rela kepadamu”.
Sang anak terbangun dengan ketakutan, kemudian dibongkarnya kuburan ibunya. tetapi tidak ditemukannya. Akhirnya ia menjadi kebingungan lalu menangislah ia dengan suara keras. Lantas didengarnya suara gaib mengatakan : “Tidakkah engkau tahu, bahwa barangsiapa mengagungkan bulan Kami Rajab, Kami tidak akan membiarkannya di dalam kuburnya sendirian dan kesepian”. (Zubdatul Wa’izhin).
Diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Apabila telah lewat sepertiga malam pada Jumat pertama dari bulan Rajab, maka tidak tinggal para malaika! baik yang di langit maupun yang di bumi, melainkan semuanya berkumpul di Kakbah. Lalu Allah memandang mereka seraya berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, mintalah ap3 yang kamu kehendaki!” Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, hajat kami adalah ! Engkau mengampuni orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Maka Allah Taal berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.
Dan dari Aisyah ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Pada hari kiamat kelak, semua manusia akan kelaparan kecuali para nabi keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Mereka semuanya kenyang, tidak merasakan lapar ataupun dahaga . (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan dalam salah satu khabar : “Apabila tiba hari kiamat, terdengar suara seruan menyerukan : “Manakah orang-orang yang mencintai bulan Rajab ?”. Kemudian muncul suatu cahaya. Jibril dan Mikail mengikuti cahaya itu dan diikuti pula oleh orangorang yang mencintai bulan Rajab. Lantas mereka menyeberang di atas Sirat laksana kilat yang menyambar. Kemudian mereka bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan syukur atas keberhasilan mereka melintasi Sirat. Lalu Allah Taala berfirman : “Wahai orang-orang yang mencintai bulan Rajab, angkatlah kepala kalian pada hari ini, karena kalian telah melakukan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah kalian ke tempat kalian masing-masing”. (Raudhatul Majalis).
Diceritakan dari sahabat Tsauban ra., dia berkata :” Kami dahulu penah pergi bersama Nabi saw. Di tengah jalan, kami melewati suatu kuburan. Nabi berhenti lalu menangis dengan sedihnya. Setelah itu, Beliau berdoa kepada Allah Taala. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Hai Tsauban, mereka tadi sedang diazab di dalam kubur mereka, lalu aku mendoakan mereka, maka Allah pun meringankan azab atas mereka”. Kemudian Beliau meneruskan : “Hai Tsauban, seandainya mereka berpuasa satu hari saja di bulan Rajab dan tidak tidur satu malam di bulan itu, niscaya mereka tidak akan diazab dalam kubur mereka”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah puasa sehari dan salat satu malam pada bulan itu dapat menolak azab kubur?”.
Nabi saw. menjawab : “Hai Tsauban, demi Allah yang telah mengutusku dengan benar sebagai seorang nabi, tidak seorang muslimpun, baik laki-laki maupun perempuan, yang berpuasa sehari dan salat semalam di bulan Rajab karena mengharap keridaan Allah, melainkan Allah akan mencatatkan untuknya pahala ibadat selama satu tahun, yang siangnya ia berpuasa dan malamnya ia salat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Para ulama berkata : “Hadis-hadis yang diriwayatkan berkenaan dengan salat sunnah Raghaib adalah palsu (maudhu). Orang yang dituduh memalsukannya ialah Ibnu! Jahm. Dengan demikian, setelah adanya penjelasan ini, maka ia tidak perlu diperhatikan lagi meskipun hadis-hadis itu disebutkan di dalam sebagian kitab atau risalah. Karena kita tahu, bahwasanya semua urusan agama serta diperolehnya pahala maupun hukuman adalah dari Pembuat Syariat, karena akal tidak memiliki kemandirian dalam hal tersebut. Salat Raghaib itu pada malam ini tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw. maupun salah seorang dari sahabat-sahabat Beliau. Dan Beliau tidak pernah pula menganjurkannya. Karenanya, tidak akan diperoleh pahata dari salat itu, bahkan melakukan salat itu termasuk perbuatan yang sia-sia yang dikuatirkan akan mendatangkan hukuman”. (Rumi).
Dan Al Mawardi di dalam kitab Al Igna berkata : “Puasa pada bulan Rajab dan Sya’ban itu adalah mustahab (sunnah). Sedangkan mengenai salat pada bulan tersebut, maka tidak ada riwayat yang pasti tentang salat tertentu yang khusus untuknya. Maka dengan demikian, bagi orang yang mempunyai kepatuhan dan ketundukan, seyogyanya ia tidak berpaling kepada apa yang ditekuni oleh orang-orang pada zaman sekarang, dan tidak terperdaya dengan tersebarnya hal itu di negeri-negeri islam dan banyak terjadinya di kota-kota besar, yaitu salat Raqhaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. Karena diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda :
“ La Na Artinya : “Hendaklah kalian berhati-hati terhadap perkara-perkara baru (yang diada-adakan). Karena setiap perkara baru (yang diada-adakan) itu adalah bid’ah, dan Setiap bid’ah itu sesat. Maka semua perkara baru itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka”.
Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Seburuk-buruk perkara itu adalah perkara-perkara yang baru (diada. adakan)”.
Masing-masing dari kedua hadis ini menunjukkan bahwa keberadaan salat tersebut pada malam ini (Jumat pertama bulan Rajab) adalah bid’ah dan sesat. Karena salat terse. but termasuk perkara baru, yang belum pernah terjadi di masa para sahabat dan tabun maupun dimasa imam-imam mujtahidin, tetapi ia baru terjadi sesudah abad keempat Hijr. yah. Karena itulah, ia tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan tidak pernah dibicara. kan oleh mereka. Bahkan tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin banyak yang mengecamnya. Mereka mengatakan bahwa, salat tersebut (salat raghaib) adalah bid’ah yang buruk yang mengandung kemungkaran-kemungkaran. Maka tinggalkanlah ia, dan berpegang teguh. lah bada ketaatan-ketaatan, sehingga Anda mendapatkan surga yang tinggi serta martabat dan derajat yang luhur. (Majlis Rumi)
Begitu juga, pengarang kitab Majma’ul Bahrain di dalam syarahnya mengatakan : “Seorang laki-laki, pada hari raya, berada di kuburan. Dia bermaksud akan melakukan salat sebelum salat led, lalu dicegah oleh Ali Karramallaahu Wajhah. Maka orang itu berkata : “Ya Amirul mukminin, saya tahu bahwa Allah tidak akan mengazab karena salat: Ali menjawab : “Dan aku pun tahu, bahwa Allah tidak akan memberi pahala atas sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah dan dianjurkannya. Maka Salatmu itu adalah sia-sia belaka. Sedangkan kesia-siaan itu adalah haram. Barangkai Allah Taala mengazabmu karenanya, sebab engkau telah menyalahi Rasul-Nya. Lakukan: lah apa yang telah aku tuliskan dan janganlah engkau menjadi orang-orang yang meniru: niru”. (Dari Majlis Rumi secara ringkas).
Dan disebutkan dalam salah satu khabar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Allah Taala menciptakan wajah para bidadari dari empat warna : putih hijau, kuning dan merah. Dan menciptakan tubuhnya dari kuma-kuma, misik, ambar dan kafur, sedangkan rambutnya dari cengkih. Bagian tubuh mulai dari jari-jari kaki sampai ke lutut dari kuma-kuma yang harum, dari lutut sampai ke pusat dari misik, dari pusat sampa ke leher dari ambar, dan dari leher sampai ke kepala dari kafur. Seandainya sang bidada’ meludah setetes saja ke dunia, niscaya ludahnya itu akan menjadi misik yang harum. d dadanya tertulis nama suaminya dan salah satu di antara asma Allah Taala. Jarak anta’d kedua bahunya luas (bidang). Pada masing-masing dari kedua tangannya terdapat sepv’ luh gelang emas, dan pada jari-jarinya ada sepuluh cincin, sedangkan pada kedua kak” nya terdapat gelang-gelang kaki dari intan dan mutiara. (Daqaiqul Akhbar).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya (dikala suami tidak hadir), oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. Annisa : 34)
Tafsir :
(. ) Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Yakni, memimpin mereka sebagaimana pemerintah memimpin rakyatnya. Hal ini dikarenakan oleh dua perkara yang bersifat pembawaan dan bersifat kasab. Yaitu :
(. ) karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita). Disebabkan Allah telah melebihkan kaum laki-laki atas kaum wanita dengan akal yang sempurna, kepemimpinan yang baik, kekuatan yang lebih besar (daripada wanita) untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dan ketaatanketaatan. Oleh karena itu. Kaum laki-laki diberi keistimewaan dalam hal kenabian, kepemimpinan, kewalian, kewajiban menegakkan syiar-syiar agama, menjadi saksi dalam sidang-sidang pengadilan, kewajiban berjihad dan salat Jumat dan lain-lain kewajiban seperti ini, mendapat ashabah dan bagian yang lebih banyak dalam harta warisan, dan kewenangan untuk menceraikan (istri).
(. ) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, dalam menikahi wanita, seperti : Maskawin dan nafkah.
Diriwayatkan, bahwa Saad bin Arrabi’, salah seorang pemuka Ansar, didurhakai oleh istrinya, Habibah binti Zaid bin Abu Zubair, maka ditamparnya istrinya itu. Lalu istrinya itu pergi ditemani oleh ayahnya menemui Rasulullah saw. kemudian keduanya mengadukan kasus itu kepada Beliau. Rasulullah saw. bersabda : “Suruh dia membalas menamparnya!” Maka turunlah ayat seperti tersebut di atas. Lalu Rasulullah saw. berkata : “Kita menghendaki sesuatu hal, sedang Allah menghendaki hal lain, dan yang dikehendaki Allah itulah yang terbaik”.
(. ) sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat. Yakni, taat kepada Allah dan menunaikan hak-hak suami.
(. ) dan lagi memelihara dirinya dibalik pembelakangan suaminya (di kala suanunya tdak hadir. Maksudnya adalah, memelihara apa yang wajib dipelihara dalam hal din dan harta di kala suaminya tidak ada.
(. ) Karena Allah telah memelihara (mereka), dengan memerin-tahkan dan menyuruh mereka memelihara yang tidak diketahui orang lain itu, lewat janji, ancaman dan petunjuk kepada mereka. Atau, oleh karena hal-hal yang dipelihara oleh Allah bagi kaum wanita yang menjadi kewajiban suami, seperti : maskawin, naikah, kewajiban menjaga istn dan membela mereka.
Kata dalam ayat di atas dibaca juga dengan di-nasab-kan, menjadi : . Ini didasarkan bahwa adalah isim maushul (. ). Karena, kalau pun itu masdanyah, namun tidak berarti memelihara fail (yaitu Allah). Adapun arti dari perkara yang dipelihara itu adalah hak Allah dan ketaatan kepada-Nya. Yaitu dengan jalan menjaga kesucian din dan kasih sayang kepada kaum laki-laki (suaminya). (Qadhi Baidhawi).
Ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi pada Saad bin Arrabi Al Ansan, yang telah menampar istnnya, anak perempuan Muhammad bin Muslimah. Maka, perempuan itu pergi menemui Rasulullah saw. untuk mengadukan hal itu. Lalu Beliau menyuruh membalas (hukum kisas). Maka pada saat itu juga, Jibril as. turun menemui Beliau dengan membawa ayat ini. (Kaum laki-laki adalah pemimpin atas kaum perempuan), maksudnya : mereka berkuasa atas urusan-urusan perempuan dan pendidikan mereka. (Abul Laits).
Diriwayatkan dari Fudail bin Ubaidah, katanya : “Seorang laki-laki masuk (ke dalam Masjid) lalu melakukan salat. Usai salat ia mengangkat tangannya dan berdoa : “Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku”. Rasulullah saw. menegurnya : “Kau terlalu terburuburu, hai orang yang salat. Apabila engkau telah selesai mengerjakan salat, maka duduklah, kemudian pujilah Allah dengan pujian yang sepantasnya, lalu bacalah salawat atasku, sesudah itu barulah engkau memohon kepada-Nya”.
Kemudian, setelah itu, ada pula seorang laki-laki lain melakukan salat. Usai salat, orang itu duduk dan memanjatkan puji-pujian kepada Allah dan bersalawat atas Nabi saw. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Hai orang yang salat, berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Begitu pula, orang yang mendengar namaku disebut lalu ia memberi salawat kepadaku, Allah akan memperkenankan semua doanya”.
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sebaik-baik perempuan itu ialah perempuan yang apabila Anda memandangnya, ia menyenangkan Anda: apabila Anda menyuruhnya, ia mematuhi Anda: dan apabila Anda tidak ada, dia memelihara hak Anda dalam hal harta Anda dan kehormatan dirinya. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : (Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan). Yakni, kaum laki-laki berkuasa dalam hal pendidikan dan urusan-urusan mereka” Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang perempuan melaksanakan salat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, memelihara kemaluannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan memasuki surga dari pintu-pintu Surga yang mana saja yang dia kehendaki”. (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim).
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan yang salehah itu lebih baik daripada seribu orang laki-laki yang tidak saleh. Dan perempuan mana saja yang melayani suaminya selama tujuh hari, maka akan ditutuplah terhadapnya tujuh pintu neraka dan dibukakan untuknya delapan pintu surga, yang dapat dimasukinya dari pintunya yang mana saja yang dia kehendaki tanpa hisab”.
Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan mengalami haid, melainkan haidnya itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu. Dan jika pada hari pertama haidnya ia mengucapkan : “Segala puji bagi Allah atas segala keadaan, dan aku memohon ampun kepada Allah dari semua dosa”. Maka Allah akan mencatatkan baginya kebebasan dari neraka, dan dapat melintasi Sirat dengan selamat, serta aman dari azab. Dan Allah akan mengangkat untuknya dalam setiap sehari semalamnya, derajat empat puluh orang yang mati syahid, apabila selama haidnya ia tetap mengingat Allah Taala”.
Hasan Albashri berkata : “Ini semua adalah untuk perempuan-perempuan yang salehah yang patuh kepada suaminya dalam urusan-urusan syara”.
(Hikayat) Pada zaman Rasulullah saw. dahulu, ada seorang laki-laki yang bermaksud berangkat ke medan perang. Sebelum berangkat, dia berpesan kepada istrinya : “Jangan keluar dari rumah ini sampai aku pulang”. Tak lama setelah kepergian suaminya, ayah perempuan itu jatuh sakit. Kemudian perempuan itu menyuruh seseorang menemui Nabi saw. untuk menanyakan jalan keluarnya. Maka Nabi saw. bersabda : “Patuhilah suamimu!”. Sampai beberapa kali diulanginya dan Beliau tetap menjawab demikian, maka perempuan itu tidak keluar dari rumahnya sesuai dengan amanat suaminya. Akhirnya ayah perempuan itu meninggal dunia, dan perempuan itu tetap tidak melihatnya. Dia bersabar sampai suaminya pulang. Atas kepatuhannya itu, Allah Taala lalu mewahyukan kepada Nabi Nya, bahwa Allah benar-bonar telah mengampuni porompuan Itu borkat kotaatannya kopada suaminya Sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, moriwayatkan sobuah hadis, bahwa Nabi saw bersabda :
Artinya : “Apabila soorang porompuan mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan dan mongampuni dua ribu kesalahannya, serta segala sesuatu yang terkona sinar matahari momohonkan ampun untuknya, dan diangkat. kan baginya seribu dorajat” (Hadis riwayat Abu Mansur dalam Musnad Al Firdausl)
Adapun mengenai keburukan perempuan adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Ali Karramaliaahu wajhah, katanya : “Saya dan Fatimah pernah berkunjung kepada Rasulullah saw. Kami jumpai Beliau sedang menangis dengan sedihnya. Maka kami bertanya : “Apa yang menyebabkan Baginda menangis, Ya Rasulullah ?.
Beliau menjawab : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat kaum wanita sedang mengalami azab yang sangat hebat. Aku teringat keadaan mereka itu, maka aku pun menangis”.
Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apa yang Baginda lihat ?”.
Beliau menjawab : “Aku melihat seorang perempuan digantung pada rambutnya sedangkan otak di kepalanya mendidih. Dan aku melihat seorang perempuan digantung pada lidahnya, sementara tangannya dia keluarkan dari punggungnya, dan ter disiramkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang digantung pada buah dadanya dari belakang punggungnya, sedangkan zaqum (pohon yang berduri) dimasukkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan digantung, sedangkan kedua kaki dan tangannya diikat pada ubun-ubunnya, sementara ia dikerubungi oleh ular-ular dan kaiajeng-king-kalajengking. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang memakan tubuhnya sendiri, sedangkan di bawahnya dinyalakan api Dan aku melihat seorang perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api. Dan aku melihat juga seorang perempuan yang berwajah hitam dan ja memakan UsuS-ususnya sendiri. Dan aku melihat seorang perempuan yang tuli, buta dan bisu di dalam sebuah peti dari api, otaknya keluar dari lubang hidungnya, sedangkan badannya mengeluarkan bau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Dan aku melihat pula seorang perempuan kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti badan keledai, dia mendapat satu juta macam azab. Dan saya melihat seorang perempuan dalam rupa anjing, kalajengking-kalajengking dan ular-ular masuk melalui kemaluannya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan para malaikat memukuli kepalanya dengan penggada-penggada dari api”.
Saking ngeri mendengar kisah itu, Fatimah sampai bangkit dari duduknya lalu berkata : “Wahai ayahku, wahai cahaya mataku, beritahukanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh perempuan-perempuan tersebut?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Wahai Fatimah, adapun perempuan yang digantung pada rambutnya itu ialah perempuan yang dahulu tidak menyembunyikan rambutnya dari kaum lelaki. Sedangkan perempuan yang digantung pada lidahnya itu ialah perempuan yang dahulu suka menyakiti hati suaminya dengan lidahnya”.
Kemudian Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, melainkan Allah akan menjadikan lidahnya panjang pada hari kiamat, sepanjang tujuh puluh hasta, kemudian diikat di belakang lehernya”. Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan mana saja yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, – maka dia berada di dalam kutukan dan murka Allah, serta kutukan malaikat dan manusia seluruhnya”.
Dan diriwayatkan juga dari sahabat Utsman ra. bahwa dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan berkata kepada suaminya, “Aku tidak melihat kebaikan sama sekali padamu”, melainkan Allah membatalkan amalnya selama tujuh puluh tahun, sekalipun dia berpuasa siang dan salat malam”.
Adapun perempuan yang digantung pada payudaranya, dahulu dia menyusui anak: anak orang lain tanpa perintah dari suaminya. Perempuan yang digantung pada kedua kakinya ialah perempuan yang keluar dan rumah tanpa seizin dari suaminya, serta perempuan yang tidak mandi dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan tubuhnya sendiri jalah perempuan yang dahulunya suka berhias untuk laki-laki lain dan mengumpat orang. Perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api ialah perempuan yang dahulunya suka mempertontonkan dirinya kepada orang lain, yakni supaya mereka melihat perhiasannya, dan dia suka tiap-tiap lelaki melihatnya dengan perhiasan seperti itu. Perempuan yang diikat kedua kakinya bersama kedua tangannya pada ubun-ubunnya serta dikerubungi oleh ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu ialah perempuan yang dahulunya mampu melaksanakan salat dan puasa, namun dia tidak berwudu, tidak salat dan tidak mandi dari jenabah. Perempuan yang berkepala seperti kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai ialah perempuan yang suka mengadu-domba dan suka berdusta. Dan perempuan yang rupanya seperti anjing itu ialah perempuan penggoda yang menjengkelkan suaminya”.
Dari sahabat Abubakar ra., dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Perempuan mana saja yang berkata kepada suaminya : “Laknat Allah atasmu!”. Sedang dia zalim, maka dia dilaknat oleh Allah dari atas tujuh petala langit, dan juga oleh seluruh makhluk ciptaan Allah Taala, selain dari dua golongan, yaitu manusia dan jin”.
Dan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf ra., katanya : “Saya mendengar Rasulul. lah saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan mana saja yang mendatangkan duka cita kepada suaminya dalam urusan belanja, atau membebani suaminya dengan sesuatu di luar kemampuan. nya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya sedikitpun”. Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Seandainya semua yang ada di muka bumi itu adalah emas dan perak, lalu diboyong oleh seorang perempuan ke rumah suaminya. Kemudian suatu hari, dia menyombongkan diri di hadapan suaminya sambil berkata : “Siapa kamu, sesungguhnya harta ini kepunyaanku, sedang kamu tidak berharta”. Maka Allah membatalkan seluruh amalnya, sekalipun banyak”.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan mana saja yang keluar rumah tanpa izin suami, maka dia dikutuk oleh segala sesuatu yang kena cahaya matahari dan bulan, sampai ia pulang kembali ke rumah suaminya itu”.
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang perempuan keluar dari pintu rumahnya dalam keadaan berhias dan memakai minyak wangi, sedang suaminya merelakannya, maka kelak akan dibangunkan untuk suami perempuan itu, dari setiap langkah perempuan itu, sebuah rumah di dalam neraka”.
Kami berlindung kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa.
Dan diriwayatkan dari sahabat Talhah bin Abdullah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Perempuan mana saja yang bermuka masam di hadapan suaminya sehingga suaminya menjadi sedih karenanya, maka dia berada dalam kemurkaan Allah sampai dia melucu di hadapan suaminya, yang dapat mendatangkan kegembiraan padanya”.
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur namun istrinya itu menolak sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka perempuan itu dikutuk oleh para malaikat sampai pagi”. (HR. Bukhari, Muslim dll.).
Dan diriwayatkan dari sahabat Salman Alfarisi, dia berkata : “Suatu hari Fatimah ra. menemui Rasulullah saw. Ketika telah berhadapan dengan Beliau, Fatimah tampak sedih sehingga kedua matanya berlinangan air mata dan rona wajahnya menjadi berubah. Menyaksikan hal itu, Rasulullah lalu bertanya : “Kenapa engkau, hai anakku?”.
Fatimah menjawab : “Ya Rasulullah, tadi malam, saya dan Ali bergurau. Dari pembiCaraan kami itu timbul kemarahan Ali, gara-gara satu perkataan yang keluar dari mulut saya. Ketika saya menyadari bahwa Ali benar-benar marah, maka saya pun menyesal dan sedih. Lalu saya berkata kepadanya : “Wahai kekasihku, maafkanlah saya!”. Kemudian saya berputar-putar mengelilinginya sampai tujuh puluh dua kali, sehingga dia memaafkan saya dan tertawa di hadapan saya dengan suka cita. Sementara saya, masih tetap merasa takut kepada Tuhanku”.
Maka berkatalah Nabi saw. kepada puterinya itu : “Wahai anakku, demi Allah Yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, bahwa seandainya engkau meninggal dunia sebelum engkau dapat menyukakan hati Ali, maka aku tidak akan menyalati jenazahmu”. Kemudian Beliau melanjutkan : “Wahai anakku, tahukah engkau bahwa keridaan suami adalah keridaan Allah, dan kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah. Hai anakku, perempuan mana saja yang melakukan ibadat seperti ibadatnya Maryam binti Imran, namun tidak diridai oleh suaminya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya. Hai anakku, sebaik-baik amal kaum perempuan itu adalah patuh kepada suaminya. Dan sesudah itu, tidak ada suatu pekerjaan bagi perempuan yang lebih utama daripada menenun. Wahai anakku, duduk sesaat pada waktu menenun adalah lebih baik bagi kaum perempuan daripada beribadat satu tahun. Dan dicatatkan untuk mereka dari setiap jenis kain yang mereka tenun itu, pahala orang yang mati syahid. Wahai anakku, sesungguhnya apabila seorang perempuan menenun sampai bisa memberi pakaian kepada suami dan anak-anaknya, maka ia pasti mendapat surga. Dan Allah akan memberinya dari tiap-tiap orang yang memakai kainnya, sebuah kota di dalam surga”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Laki-laki mana saja yang mempunyai dua istri, lalu dia tidak berlaku adil dj antara keduanya dalam masalah belanja, dan tidak menyamakan di antara keduanya dalam masalah tidur, makan dan minum, maka dia terlepas dariku dan aku pun terlepas darinya, serta dia tidak akan memperoleh bagian dari syafaatku, kecuali jika dia bertobat”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa mempunyai dua istri lalu dia lebih condong kepada salah satu dari keduanya melebihi yang lain: (dalam riwayat lain), dan dia tidak berlaku adil di antara keduanya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan datang, sedang salah satu dari rusuknya miring”.
Demikianlah disebutkan di dalam kitab Mursyidul Mutaahhiliin.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak (orang tua), karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisa : 36)
Tafsir :
(. ) Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun, dengan berhala atau pun lainnya atau sesuatu apa pun. Mempersekutukan dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
(. ) dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapak. Berbuat baiklah kepada keduanya dengan sebaik-baiknya.
(. ) dan kepada karib-kerabat. Kepada orang yang masih ada ikatan kekeluargaan.
(. ) anak-anak yatim, orang-orang miskin dan tetangga yang dekat. Yang dekat lingkungannya. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang di samping menjadi tetangga, juga masih kerabat dekat dan masih ada hubungan nasab atau agama. Dan ia dibaca pula dengan nashab sebagai ikhtishash (. ) karena pentingnya memelihara hak-hak tetangga dekat itu.
(. ) dan tetangga jauh. Yakni, tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tetangga itu ada tiga macam : (1) tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu : hak ketetanggaan, hak kekerabatan, dan hak keislaman. (2) tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu : hak ketetanggaan dan hak koislaman. (3) tetangga yang mempu. nyai satu hak, yaitu : hak ketetanggaan saja, mereka adalah orang musyrik dari golongan ahlul kitab”.
(. ) dan teman sejawat. Yaitu teman dalam urusan yang baik-baik, se. perti : teman belajar, teman bergaul, teman bekerja, atau teman dalam perjalanan. Karena teman itu menemani Anda dan berada di sebelah Anda. Tetapi ada pula pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah istri.
(. ) dan ibnu sabil. Musafir atau tamu.
(. ) dan hamba sahayamu. Hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan.
(. ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Yang kejam terhadap kerabat-kerabatnya, tetangga-tetangganya dan teman. temannya, serta tidak mau menoleh kepada mereka (karena sombongnya itu).
(. ) dan membangga-banggakan diri. Membangga-banggakan diri terhadap mereka. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Amir bin Rabiah, katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat satu kali atasku, maka para malaikat mendoakannya sebagaimana dia bersalawat kepadaku. Maka terserah si hamba, mau sedikit membacanya atau mau banyak”. (Syifaun Syarif).
Dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman : ( ) Dan Tuhan-mu menetapkan. Maksudnya, memerintahkan dengan perintah yang mutlak.
(. ) supaya kamu tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, dan supaya kamu berbuat baik kepada kedua ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya. Dengan cara berbuat kebajikan kepada keduanya, karena keduanya merupakan sebab wujudmu dan penghidupanmu.
( ) Apabila keduanya atau salah seorang dari keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekalikali kamu mengatakan kepada keduanya “ah!”. Janganlah kamu merasa gusar terhadap hal-hal yang menjijikkan dari keduanya dan merasa berat dalam menghidupi mereka. Yang dimaksud di sini adalah suara yang menunjukkan kegusaran.
( ) dan janganlah kamu membentak keduanya. Janganlah kamu menghardik keduanya dengan kasar disebabkan oleh sesuatu yang tidak kamu sukai.
(. ) dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yang baik.
( ) dan rendahkaniah kepada keduanya sayap kerendahan. Rendahkanlah dan tundukkanlah dirimu kepada keduanya.
(. ) karena sayang. Karena kasih sayangmu yang sangat kepada keduanya. Sebab mereka sekarang sangat membutuhkan kepada orang yang dahulunya merupakan makhluk Allah Taala yang paling membutuhkan kepada mereka.
( ) dan ucapkanlah : “Oh Tuhanku, kasihanilah mereka berdua. Memohonlah kepada Allah Taala agar mengasihi mereka berdua dengan kasih sayang-Nya yang abadi.
( ) sebagaimana keduanya mendidik aku dikala kecilku. Yaitu kasih sayang, sebagaimana kasih sayang mereka berdua terhadap diriku, serta didikan dan bimbingan mereka berdua kepadaku di waktu aku masih kecil dahulu. (Qadhi Baidhawi).
Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sembahlah olehmu Tuhan Yang Maha Pengasih”.
Maksudnya, Esakanlah Dia dalam ibadat, karena yang pantas disembah itu hanya Allah Taala. Barangsiapa menyekutukan sesuatu dalam menyembah Tuhannya, maka Dia tidak akan menerima amalnya, sedang di akhirat kelak, dia termasuk orang yang merugi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :
Artinya : “Vika kamu menyekutukan (Tuhanmu), maka benar-benar akan hapuslah amalmu, dan pasti kamu akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi”.
Maka bagi orang yang berakal, hendaklah dia memurnikan ibadatnya kepada Tuhannya, seperti yang difirmankan Allah :
Artinya : “Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh, dan janganlah dia menyekutukan seseorang dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dikatakan bahwa, hak orang tua atas anaknya ada sepuluh :
- Makanan, jika ia membutuhkannya.
- Pelayanan, jika ia memerlukannya.
- Memenuhi panggilan jika ia memanggilnya.
- Patuh, jika ia menyuruh selain perbuatan maksiat.
- Berbicara lemah lembut dengannya, tidak kasar.
- Memberinya pakaian, apabila mampu, jika ia membutuhkannya.
- Berjalan di belakangnya.
- Merelakan untuknya sesuatu yang si anak sukai untuk dirinya.
- Tidak merelakan sesuatu untuknya yang si anak tidak menyukai untuk dirinya. 10. Mendoakan agar mendapat ampunan setiap kali si anak berdoa untuk dirinya.
(Tanbihul Ghafilin).
Dari Alfaqih Abul Laits, ia berkata : “Pernah ditanyakan orang mengenai kedua orangtua, apabila mereka meninggal dunia dalam keadaan marah kepada anaknya, apakah si anak masih dapat membuatnya rida setelah wafat keduanya itu?.
Jawab : “Bisa, dengan tiga syarat : (1) hendaklah si anak menjadi orang yang saleh. (2) hendaklah si anak menjalin kembali hubungan dengan kerabat dan teman-teman kedua orang tuanya. (3) hendaklah si anak memohonkan ampun, mendoakan dan bersedekah untuk keduanya”. (Tanbihul Ghafilin)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidak akan lurus iman seseorang hamba hingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya hingga lidahnya lurus, dan seorang mukmin tidak akan masuk surga hingga tetangganya merasa aman dari (gangguan) lidahnya”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa memuliakan tetangganya maka ia pasti akan memperoleh surga. Dan barangsiapa menyakiti tetangganya, maka ia dikutuk oleh Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya”. (Hayatul Qulub).
Juga dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk tamunya, maka seolaholah dia telah membelanjakan seribu dirham di jalan Allah”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidaklah seseorang didatangi tamu lalu dimuliakannya, melainkan Allah membukakan untuknya sebuah pintu surga”.
(Hikayat) Dahulu, apabila Umar bin Khattab kedatangan tamu, dia mengerjakan sendiri pelayanannya. Ketika dia ditegur mengenai hal itu, dia menjawab : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Para malaikat berdiri di dalam rumah yang ada tamunya. Maka saya malu jika saya duduk, sedang para malaikat berdiri. (A’rajiyah)
Dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Jibril as. memberitahukan kepadaku, katanya : “Apabila seorang tamu masuk ke dalam rumah saudaranya sesama muslim, maka masuk pula bersamanya seribu berkah dan seribu rahmat, dan Allah mengampuni dosa-dosa penghuni rumah itu, sekalipun dosa-dosa mereka lebih banyak daripada buih di laut dan daun-daun di pepohonan. Dan Allah memberinya pahala seribu orang yang mati syahid, dan mencatatkan untuknya dari setiap suapan yang dimakan oleh tamu itu, pahala haji yang mabrur dan umrah yang makbul, serta membangunkan untuknya sebuah kota di dalam surga. Barangsiapa memuliakan seorang tamu, maka seolah-olah dia memuliakan tujuh puluh nabi. (Kanzul Akhbar).
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amal (yang bisa dilakukannya, pent.) selain dari tiga perkara (yang dia masih bisa memperoleh pahalanya), yaitu : (1) sedekah jariyah: (2) anak saleh yang mendoakannya agar mendapat ampunan, (3) ilmu yang diambil orang manfaatnya sepeninggalnya”. (Tanbihul Ghafilin)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Bersedekah, karena sedekah itu membebaskan dari api neraka”.
Dan diriwayatkan dari sebagian ulama, katanya: “Amal yang paling utama itu adalah membuat lapar perut yang kenyang dengan jalan berpuasa. (Akhlashul Khalishah)
Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw. menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya agar bersedekah pada saat hendak berangkat ke perang Tabuk, maka datanglah Abdurrahman bin Auf ra., menghadap Beliau sambil membawa uang empat ribu dirham, ia berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Empat ribu dirham saya simpan untuk diri saya dan keluarga saya, sedang yang empat ribu dirham saya hutangkan kepada Tuhanku”. Lalu Nabi saw. menjawab : “Hai Abdurrahman, semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.
Sedang Utsman bin Affan ra., berkata : “Ya Rasululiah, saya menanggung semua biaya perlengkapan bagi mereka yang tidak mempunyai perlengkapan (perang)”. Maka turunlah firman Allah Taala yang berbunyi:
Artinya : “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu ada seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Alfagih Abul Laits berkata : “Orang yang bersedekah itu adalah mirip seorang petani.
Jika petani itu mahir dalam pekerjaannya, benihnya baik dan tanahnya subur, maka tanaman yang ditanamnya itu akan tumbuh dengan baik dan banyak pula hasilnya. Begitu pula, apabila orang yang bersedekah itu orang yang saleh, sedang hartanya baik dan halal, dan diberikannya kepada orang yang memang berhak menerimanya, maka pahalanya pun akan lebih banyak. (Syifaun Andu’i).
Juga dari Alfaqih Abu Laits, ia berkata : “Allah Taala telah memfirmankan di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alquran, serta di dalam seluruh kitab-kitab-Nya, dan memerintahkan dalam semua kitab-kitab tersebut, juga mewahyukannya kepada seluruh rasulNya, yaitu menjadikan keridaan-Nya terletak pada keridaan ibu-bapaknya, dan kemurkaan-Nya terletak pada kemurkaan ibu-bapak”.
Ketika Rasulullah saw. ditanya, “Amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab : “Salat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada kedua ibu-bapak, kemudian berjuang di jalan Allah”. (Demikian tersebut di dalam kitab At Tanbih).
Konon, ada tiga ayat yang memuat tiga macam perkara yang bergandengan, yang dak akan diterima salah satu daripadanya tanpa yang lain.
Pertama, firman Allah Taala :
Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat!” Maka barangsiapa melakukan salat namun tidak mengeluarkan zakat (jika ia mampu Mengeluarkannya, pent.) niscaya salatnya tidak akan diterima.
Kedua, firman Allah Taala :
Artinya : “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah!”. Maka barangsiapa mentaati Allah Taala, namun tidak mentaati Rasul-Nya, niscaya taatnya kepada Aliah Taala itu tidak akan diterima.
Ketiga, firman Allah Taala :
Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu!”.
Maka barangsiapa yang hanya bersyukur kepada Allah Taala namun dia tidak bersyukur pula kepada kedua ibu-bapaknya, niscaya syukurnya kepada Allah itu tidak akan diterima.
Adapun dalil atas hal tersebut di atas adalah sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa yang telah menyenangkan kedua ibu-bapaknya maka sesungguhnya dia telah menyenangkan Penciptanya: dan barangsiapa yang telah memurkakan kedua ibu-bapaknya, berarti dia pun telah memurkakan Penciptanya”. (Tanbihul Ghafilin).
Diriwayatkan, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah melakukan perjalanan di antara langit dan bumi hingga sampailah Beliau di sebuah lautan yang dalam. Beliau melihat di laut itu ada ombak yang hebat. Lalu Beliau memerintahkan kepada angin supaya tenang, maka angin pun menjadi tenang. Kemudian Beliau menyuruh seorang jin ifrit supaya menyelam ke dalam laut itu. Maka jin ifrit itu pun menyelam ke dalam laut. Ketika ia sampai ke dasar laut, tampak olehnya sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih yang tidak berlubang. Kemudian benda itu dikeluarkannya dan diletakkannya di hadapan Nabi Sulaiman as. Melihat benda itu, Beliau merasa heran dan kagum, lalu Beliau berdoa kepa: da Allah, sehingga terbukalah pintu kubah itu. Ternyata di dalamnya ada seorang anak muda yang sedang bersujud. Maka Nabi Sulaiman as. bertanya kepadanya : “Wahai anak muda, siapakah engkau, apakah engkau dari golongan malaikat, atau jin, atau manusia?”.
Anak muda itu menjawab : “Saya adalah manusia”.
Nabi Sulaiman as. bertanya pula : “Dengan sebab apakah engkau berhasil mencapai kemuliaan seperti ini?”.
Anak muda itu menjawab : “Dengan sebab berbuat baik kepada kedua ibu-bapak. Ketika dahulu, ibu saya telah tua renta, saya menggendongnya di atas punggungku. Dan beliau selalu berdoa untukku : “Ya Allah, anugerahilah dia rasa puas, dan jadikanlah tempatnya sesudah wafatku, di suatu tempat, bukan di bumi dan bukan pula di langit”. Setelah ibuku meninggal dunia, saya pergi berkeliling di suatu pantai, lalu saya lihat di situ ada sebuah kubah dari mutiara putih. Kemudian saya mendekatinya, sekonyong-konyong kubah itu terbuka untukku, maka saya pun masuk ke dalamnya. Lantas, dengan seizin Allah Taala, kubah itu menutup kembali. Sejak itu, saya tidak tahu, apakah saya berada di angkasa atau pun di bumi. Namun, dalam kubah itu, Allah telah menyediakan rezeki untukku”.
Nabi Sulaiman as. bertanya : “Bagaimana Allah memberi rezeki di dalamnya ?”.
Anak muda itu menjawab : “Apabila saya merasa lapar, maka Allah menciptakan sebuah pohon yang berbuah lebat. Dari buah itulah, Allah memberi rezeki kepadaku. Dan apabila saya merasa haus, maka dari kubah itu keluar mata air yang warnanya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, serta lebih sejuk daripada es”.
Nabi Sulaiman as. bertanya pula: “Bagaimana engkau mengetahui perbedaan malam dan siang di dalamnya?”.
Anak muda itu menjawab : “Apabila masuk waktu Subuh, maka menjadi putihlah warna kubah itu, sehingga saya tahu bahwa hari telah siang. Dan apabila matahari terbenam, kubah itu menjadi gelap, sehingga saya pun tahu bahwa malam telah tiba”.
Kemudian Nabi Sulaiman as. berdoa kepada Allah Taala, maka tertangkuplah kembali kubah itu, sedang anak muda itu berada di dalamnya seperti semula. (Majma’ul Lathaif).
Diceritakan bahwa, Nabi Musa as. pernah memohon kepada Allah Taala : “Ilahi, perJihatkanlah kepadaku sahabatku di dalam surga”.
Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah ke negeri anu, ke pasar anu, Di sana ada seorang tukang jagal yang wajahnya begini. Dialah yang akan menjadi sahabatmu di dalam surga kelak”.
Maka pergilah Nabi Musa as ke warung itu. Beliau berdiri di sana sampai menjelang terbenamnya matahari.
Kemudian tukang jagal itu mengambil sepotong daging, lalu diletakkannya di dalam sebuah keranjang. Ketika ia hendak pulang, Nabi Musa berkata kepadanya : “Sudikah Anda menerima saya sebagai tamu?.
“Ya,”. Jawabnya.
Maka pergilah Musa as. bersama tukang jagai itu hingga tiba di rumahnya, dan mereka pun lalu masuk ke dalamnya.
Kemudian tukang jagal itu mengambil daging yang dibawanya tadi dan dimasaknya menjadi kuah gulai yang enak. Setelah itu, dia keluarkan sebuah keranjang yang di dalamnya terdapat seorang perempuan tua yang sudah sangat lemah, seolah-olah anak burung merpati. Lalu lelaki itu mengeluarkan perempuan tua tersebut dari dalam keranjang tadi, kemudian ia mengambil sendok lalu mulai menyuapi perempuan tua itu dengan makanan sampai kenyang. Dan dicucinya pakaian perempuan tua itu lalu dikeringkannya, setelah itu dikenakannya kembali padanya. Setelah itu, diletakkannya kembali perempuan tua itu kedalam keranjang. Perempuan tua itu menggerak-gerakkan bibirnya. Kata Nabi Musa as. : “Sungguh aku lihat kedua bibirnya mengucapkan : “Ya Allah, jadikanlah puteraku sahabat Musa di dalam surga”.
Kemudian laki-laki itu mengambil kembali perempuan tua itu, lalu disandarkannya pada sebuah tiang. Maka Nabi Musa as. bertanya : “Apakah yang Anda lakukan?”.
Orang itu menjawab : “Ini adalah ibu saya. Dia sudah terlalu renta sehingga tidak mampu lagi duduk”.
Nabi Musa as. berkata : “Berita gembira untukmu, Akulah Musa, dan Anda adalah sahabatku di dalam surga kelak”.
Semoga Allah Taala memudahkannya dengan berkat kemuliaan nama-nama-Nya yang indah, dan dengan berkat kemuliaan manusia yang merupakan makhluk Allah yang paling utama.
Kisah yang menarik ini disebutkan di dalam kitab Az Zubdah, maka hendaklah Anda membenarkan dan berpedoman kepadanya.
Konon diceritakan pula, bahwa seorang Majusi datang menemui Nabi Ibrahim as. minta diterima sebagai tamu. Nabi Ibrahim as. Menjawab : “Aku tidak akan menerimamu sebagai tamu sampai engkau keluar dari agamamu, meninggalkan agama Majusi”. Lalu orang itu pun berlalu.
Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Ibrahim, engkau tidak mau menerimanya sebagai tamu hingga dia keluar dari agamanya. Apa yang merugikanmu, seandainya engkau menerimanya sebagai tamu malam ini, padahal Kami telah memberinya makan dan minum selama tujuh puluh tahun sedang dia kafir kepada Kami”.
Keesokan harinya, Nabi Ibrahim as. mencari orang Majusi itu sampai ketemu, lalu diajaknya ke rumahnya. Majusi itu menjadi heran lalu berkata : “Alangkah anehnya perbuatan Anda ini. Kemarin Anda mengusirku, dan hari ini mengajakku bertamu?”.
Nabi Ibrahim as. memberitahukan kepada si Majusi itu bahwa, Allah Taala telah mewahyukan kepadaku mengenai dirimu begini dan begini. Maka berkatalah Majusi itu : “Benarkah Tuhan segala tuhan memperlakukan aku seperti ini, padahal aku kafir terhadapNya?. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah”.
Demikianlah diceritakan di dalam sebuah kitab nasihat, dan disebutkan juga oleh Syaikh Sa’id di dalam kitab Al Bustan.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya di dalam sedekah itu ada lima perkara : Pertama, sedekah itu menambah harta mereka. Kedua, obat bagi segala penyakit. Ketiga, Allah Taala menghilangkan bencana dari mereka. Keempat, mereka melewati Shirat (titian di atas neraka menuju surga) bagaikan kilat yang menyambar. Kelima, mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab”.
Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah itu.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya : “Amal yang paling utama adalah salat lima waktu, dan akhlak yang paling utama adalah tawadhu (rendah hati)”.
Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. itu. (Daqaiqul Akhbar).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa : 69)
Tafsir : ,
(. ) Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Ayat ini merupakan motivasi agar rajin melakukan ketaatan, dengan janji akan berteman dengan makhluk yang paling mulia dan paling agung derajatnya.
(. ) yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Ayat ini merupakan keterangan bagi kata dan menjadi hal (Keterangan) darinya atau dari dhamir (kata ganti nama)nya. Mereka terbagi kedalam empat golongan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dalam bidang ilmu dan amal. Dan Aliah menyuruh seluruh umat manusia agar tidak meninggalkan mereka. Mereka adalah : (1) Para nabi yang memperoleh kesempurnaan ilmu dan amal, yang melampaui batas kesempurnaan sampai ke tingkat penyempurnaan. (2) Para siddigin, yang jiwa-jiwa mereka kadang-kadang naik dengan melalui jenjang-jenjang teori, argumentasi dan ayat-ayat, dan kadang-kadang pula naik dengan melalui tangga-tangga penyucian jiwa, latihan-latihan kerohanian, sampai ke tingkat makrifat, sehingga mereka mengetahui hakikat segala sesuatu dan memberitahukannya secara hakiki. (3) Para Syuhada, yang karena keinginan mereka untuk melakukan ketaatan dan bersungguhSungguh dalam memenangkan kebenaran agama Allah Taala. (4) Orang-orang saleh, yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat taat kepada Aliah, dan membelanjakan harta mereka demi keridaan-Nya.
(. ) Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya. Kalimat ini mengandung makna ta’ajjub (kagum). Kata dibaca nashab (dengan tanda nashab berupa fathah) adalah karena dia menjabat sebagai tamyiz (pembeda) atau hal (keterangan). Dan ia tidak dijamak karena kata ini bisa dipakai untuk maksud tunggal ataupun jamak, seperti kata . Atau bisa juga, karena ia digunakan untuk menunjukkan masingmasing golongan itu, sehingga kalimat itu menjadi : (Dan masing: masing dari mereka adalah teman yang sebaik-baiknya). (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : .
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali di waktu pagi dan Sepuluh kali di waktu petang, Allah Taala akan memberinya rasa aman dari ketakutan terbesar pada hari kiamat, dan dia akan berada bersama-sama mereka yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan siddigin”. (Zubdatul Wa’izhin).
( ) adalah penjelasan tentang mereka yang dianugerahi nikmat. Adapun sebab disebutkannya kebersamaan dengan para nabi lainnya, alaihimus salaatu wassalam, padahal pembicaraan ini adalah menerangkan tentang hukum ketaatan kepada Nabi kita sallallaahu alaihi wasallam, adalah karena disebutkannya mereka di dalam sebab turun. nya ayat ini, disamping sebagai isyarat bahwa ketaatan kepada Nabi kita saw. berarti harus pula taat kepada nabi-nabi yang lain. Karena syariat Nabi kita memuat pula syariatsyariat mereka, yang tidak berubah dengan perubahan masa. (Abus Su’ud).
(. ) orang-orang yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat bakti kepada Allah, dan menafkahkan harta mereka demi meraih keridaan-Nya. Yang dimaksud dengan “kebersamaan” disini bukan berarti berada pada satu derajat yang sama, dan bukan pula berarti bersekutu secara mutlak dalam memasuki surga, namun maksudnya adalah bahwa mereka sama-sama berada di dalam surga… (Abus Su’ud)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan salah seorang bekas budak Rasululiah saw. yang bernama Tsauban. Dia sangat mencintai Rasulullah, dan tidak sabar berpisah dari Beliau.
Pada suatu hari, dia menemui Nabi saw. dengan wajah yang berubah dari biasanya, tubuhnya agak kurus dan wajahnya menampakkan rona kesedihan yang sangat. Maka Rasulullah menanyakan tentang keadaannya itu. Tsauban menjawab : “Ya Rasulullah, saya tidak menderita suatu penyakit apa pun, hanya saja bila saya tidak melihat Baginda. saya merasa sangat kesunyian, sehingga saya bertemu dengan Baginda. Kemudian saya teringat akan hari kiamat, lalu saya merasa kuatir, jangan-jangan saya tidak bisa lagi melihat Baginda di sana. Karena saya tahu, bahwa Baginda akan diangkat bersama-sama para nabi lainnya. Seandainya saya dimasukkan ke dalam surga juga, tentu tempat saya berada di bawah tempat Baginda. Dan seandainya saya tidak masuk surga, maka tentu saya tidak akan melihat Baginda lagi untuk selama-lamanya. Maka bagaimana nanti keadaan saya!”. Maka turunlah ayat : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya ….) (Tafsir)
Dari Aisyah ra., katanya : “Barangsiapa mencintai Allah Taala, maka dia akan memperbanyak dzikrullah (mengingat Allah), dan buahnya adalah bahwa, Allah akan mengingatnya dengan rahmat dan ampunan-Nya, serta memasukkannya ke dalam surga bersama-sama para nabi dan wali-Nya, dan memuliakannya dengan melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, dan buahnya adalah dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan menemani Beliau di dalam surga”. (Demikian disebutkan di dalam kitab Jami’ush Shaghir).
Dari sahabat Anas ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa mencintai sunnahku maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, dia akan berada bersamaku di dalam surga”.
Siapa yang ingin memperoleh kesempatan melihat Nabi saw. maka hendaklah dia mencintai Beliau dengan sepenuh hatinya. Dan tanda-tanda cinta kepada Beliau itu adalah dengan mematuhi segala sunnahnya yang mulia dan memperbanyak membaca salawat untuk Beliau saw. Sesuai dengan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa mencintai sesuatu niscaya dia akan banyak menyebutnya”. (Diriwayatkan di dalam kitab Al Firdaus)
Albaihagi meriwayatkan dari Umar bin Murrah Al Jauhanni ra., bahwa dia berkata : “Seorang laki-laki dari Qudha’ah menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, sekiranya saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Baginda adalah utusan Allah: dan saya melaksanakan salat lima waktu , berpuasa di bulan Ramadan dan mengerjakan salat pada malam-malamnya, serta menunaikan zakat, termasuk golongan manakah saya?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan melakukan semuanya tadi, maka dia akan berada bersama-sama para nabi, siddigin dan orangorang yang mati syahid pada hari kiamat seperti ini (lalu Beliau menegakkan jari-jarinya) sepanjang dia tidak berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya. Karena orang yang berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya jauh dari rahmat Allah Yang Maha Pengasih”. (Misykatul Anwar).
Dari Aisyah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila Allah Taala hendak memasukkan kaum mukminin ke dalam surga, Dia mengutus kepada mereka malaikat yang membawakan hadiah dan pakaian dari surga. Ketika mereka akan masuk, malaikat tadi berkata kepada mereka : “berhenti, saya membawa hadiah dari Tuhan semesta alam”.
Orang-orang mukmin itu bertanya : “Apakah hadiah itu?” Malaikat menjawab : “Hadiah itu adalah sepuluh buah cincin, yang pada cincin pertama tertulis : “Salam sejahtera atasmu, berbahagialah kamu, maka masuklah ke dalam surga buat selama-lamanya. Pada cincin kedua tertulis : “Masuklah kedalam surga dengan perasaan sejahtera dan aman”. Pada cincin ketiga tertulis : “Aku hilangkan dari kamu kesusahan-kesusahan dan kesedihan-kesedihan”. Pada cincin keempat tertulis : “Kami kenakan padamu pakaianpakaian”. Pada cincin kelima tertulis : “Dan Kami jodohkan mereka dengan bidadari-bidadari”. Pada cincin keenam tertulis : “Sesungguhnya Aku memberi ganjaran atas mereka pada hari ini, karena kesabaran mereka dahulu. Sesungguhnya mereka itulah orangorang yang beruntung”. Pada cincin ketujuh tertulis : “Kamu semua menjadi muda kembali dan tidak akan mengalami ketuaan lagi buat selama-lamanya”. Pada cincin kedelapan tertulis : “Kamu semua menjadi aman dan tidak akan merasa takut lagi buat selamalamanya”. Pada cincin kesembilan tertulis : “Teman-teman kamu ialah para nabi, siddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh”. Pada cincin kesepuluh tertulis : “Kamu semua berada dalam lingkungan Tuhan Yang Maha Pengasih, Yang Memiliki Arsy yang mulia lagi agung”.
Maka masuklah mereka kedalam surga seraya berkata : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan kesusahan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih”. (Safinatul Abrar).
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunahku pada saat kerusakan umatku, maka dia akan mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid”.
Dan Attirmidzi meriwayatkan dari Zaid bin Thalhah, dar ayahnya, dari kakeknya, dar Nabi saw. Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya agama ini sebagai sesuatu yang asing dan akan kembah menjadi asing. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang memperbaiki sunnahku yang dirusak oleh manusia sepeninggalku”. (Ath Thariqatul Muhammadiyah). .
Muqatil berkata : “Sepuluh ekor binatang yang akan masuk ke dalam surga : (1) anak Sapi Nabi Ibrahim as. (2) domba Nabi Ismail as, (3) unta Nabi Saleh as, (4) ikan Nabi Yunus as, (5) sapi betina Nabi Musa as, (6) keledai Nabi Uzair as, (7) semut Nabi Sulaiman as, (8) burung hudhud Ratu Bilgis, (9) anjing penghuni gua, (10) burag Nabi Muhammad saw. Binatang-binatang itu semuanya akan berubah menjadi domba. Kemudian Allah Taala akan mengadili hamba-hamba-Nya. Pada hari itu, tidak ada satu malaikat yang mendekatkan kepada Allah, atau nabi yang diutus oleh Allah, atau orang yang mati syahid, melainkan menyangka bahwa dirinya tidak selamat, demi setelah melihat hebatnya azab dan hisab, dan kengerian hari itu, selain dari orang yang dipelihara Allah “ (Misykatul Anwar).
Dan dari Hasan Albashri ra., katanya : “Pada suatu hari, saya melihat Bahran Al Ajami membongkar kuburan dan mengambil kepala-kepala orang yang mati, lalu ditusukkan tongkatnya ke dalam lubang telinga orang yang mati itu. Maka jika tongkatnya itu menembus lobang telinga yang satu sampai ke lobang telinga lainnya, kepala itu dilemparkannya. Dan jika tongkatnya tidak dapat menembus lobang telinga itu sama sekali, maka kepala itu dilemparkannya juga dan jika tongkatnya itu mengenai tempat otak, maka kepala itu diciuminya dan ditanamkannya kembali. Maka saya bertanya kepadanya tentang hal itu, dia menjawab : “Kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dari satu telinga ke telinga lain itu ialah kepala orang yang mendengar nasehat dan perkataan yang benar, namun semuanya itu masuk dari satu telinga lalu keluar dari telinga yang lain, tanpa menetap di otaknya dan tidak diambil olehnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan padanya. Adapun kepala yang tidak bisa ditembus sama sekali oleh tongkat itu ialah kepala orang yang tidak mendengar nasehat dan perkataan yang benar karena kesibukannya dengan keinginan-keinginan nafsu dan syahwatnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan sama sekali padanya. Dan kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dan mengenai tempat otaknya itu ialah kepala orang yang mendengarkan nasehat dan perkataan yang benar lalu diambil dan disimpannya di otaknya. Kepala seperti itulah yang diterima di sisi Allah, karenanya saya menciuminya dan menguburkannya kembali”. (Hayatul Qulub)
Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Attirmidzi dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah ra, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Allah Taaia berfirman : “Aku telah menyiapkan (maksudnya : Aku telah menyediakan. Ini merupakan dalil bahwa surga itu sekarang telah diciptakan, demikian kata Al Manawi) bagi hamba-hamba-Ku yang saleh (maksudnya : mereka yang menunaikan kewajiban mereka, baik berupa hak Allah maupun hak sesama makhluk), apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata (maksudnya : apa-apa yang mata tidak pernah melihatnya. Karena kata ‘ain (mata) dalam susunan kalimat nafi (negatif) memberi pengertian “menyeluruh”), dan tidak pernah didengar oleh telinga (dengan mentanwinkan kata-kata ‘ain (mata) dan udzun (telinga), dan ada pula riwayat yang memfathahkan keduanya), serta tidak pernah terlintas di dalam hati manusia (artinya : bahwa Allah Taala menyimpan kenikmatan-kenikmatan, kekayaan-kekayaan dan kelezatan: kelezatan di dalam surga yang tidak pernah dilihat oleh seorang makhluk pun dengan cara apa pun”. (Demikian disebutkan oleh Al Manawi).
Ketahuilah, bahwa seseorang hamba itu memiliki tiga hal yang merupakan jenis-jenis dari kebaikannya, yaitu : (1) perbuatan hatinya, yaitu at tasdig (membenarkan). Perbuatan hati ini tidak bisa dilihat dan tidak bisa didengar, namun bisa diketahui. (2) perbuatan lisannya, ia bisa didengar. (3) perbuatan anggota tubuhnya, ia bisa dilihat. Apabila seorang hamba mengerjakan amal saleh dengan ketiga macam organ tadi, maka Allah akan menjadikan bagi pendengarannya sesuatu yang belum pernah terdengar oleh telinga, dan bagi penglihatannya sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata. dan bagi amal hatinya, sesuatu yang belum pernah terlintas di dalam hati manusia manapun. Oleh karena itu, seorang hamba haruslah tekun mengerjakan ketaatan, sebab Allah tidak akan mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala perbuatan yang baik, bahkan Dia akan memberikan ganjaran berupa surga dan derajat-derajat yang tinggi. (Sananiyah)
Diriwayatkan dari Hatim Azzahid, katanya : “Barangsiana mengaku cinta kepada Tuhannya tanpa berlaku wara’, maka dia adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku akan masuk surga tanpa menafkahkan hartanya, maka ia pun adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi saw. tanpa mengikuti sunnahnya, maka dia adalah seorang pembohong. Dan barangsiapa mengaku cinta kepada derajatderajat yang tinggi tanpa mau bersahabat dengan orang-orang fakir dan miskin, maka dia pun adalah seorang pembohong”. (Tanbihul Ghafilin).
Dan dari Sa’dun Al Majnun, bahwa dia pernah menulis lafaz Allah di telapak tangannya. Lantas Sirri Assigti bertanya kepadanya : “Apakah yang Anda lakukan, hai Sa’dun?”.
Sa’dun menjawab : “Saya mencintai Allah Taala, dan saya telah menulis nama Tuhanku di hatiku sehingga tidak ditempati oleh selain Dia. Dan saya pun telah menulisnya pada lidahku, sehingga lidahku tidak menyebut yang lain selain Dia. Dan sekarang saya menuliskannya pada telapak tanganku, sehingga saya dapat melihatnya dengan mataku, maka penglihatanku hanya akan sibuk dengan-Nya”. (Misykatul Anwar)
Dikisahkan, bahwa di akhir hayatnya, Samnun mengawini seorang perempuan, lalu perempuan itu melahirkan seorang anak perempuan untuknya. Ketika sang anak berusia tiga tahun, Samnun merasakan kecintaan yang sangat pada anaknya itu. Kemudian dia bermimpi seolah-olah kiamat telah bangkit, dan panji-panji para nabi dan wali telah dikibarkan, dan di belakang mereka ada sebuah bendera yang tinggi, yang cahayanya telah menutupi cakrawala. Samnun menanyakan tentang bendera itu, lantas dijawab malaikat : “Itu adalah bendera orang-orang yang mencintai Allah dengan tulus”. Samnun melihat dirinya tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka. Namun malaikat datang lalu mengeluarkannya dari tengah-tengah mereka. Samnun memprotes : “Saya mencintai Allah Taala, dan ini adalah bendera orang-orang yang mencintai-Nya, kenapa engkau keluarkan saya?”
Malaikat itu menjawab : “Ya, memang engkau termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala. Namun, kecintaan kepada anakmu itu telah menguasai hatimu, maka kami hapus namamu dari golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala”.
Mendengar jawaban malaikat itu, Samnun menangis sambil mengiba-iba di dalam tidurnya seraya berkata : “Ilahi, seandainya anak itu menjadi penghalang bagiku terhadapMu, maka singkirkanlah dia dariku sehingga aku dapat mendekat kepada-Mu dengan kelembutan dan kemurahan-Mu”.
Kemudian dia mendengar suara teriakan yang mengatakan : “Wah, celaka!”. Maka Samnun pun terjaga, lalu dia bertanya : “Teriakan apakah ini?”.
Orang-orang menjawab : “Anak Anda terjatuh dari loteng sampai mati!”.
Samnun berucap : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan penghalang dariku”. (Misykatul Anwar).
Dari Dzunnun Al Mishri, dia berkata : “Saya pernah melihat seorang laki-laki sedang duduk bersila di angkasa sambil mengucapkan lafaz Jalalah (Allah…..Allah), maka Saya bertanya kepadanya : “Siapakah Anda?”. Orang itu menjawab : “Saya salah seorang ham. ba Allah”.
Saya bertanya pula : “Dengan amalan apakah Anda sampai meraih kemuliaan ini?”.
Dia menjawab : “Saya meninggalkan keinginan saya demi keinginan Dia, maka Allah Taala menempatkan saya di angkasa”.
Begitu juga diceritakan tentang Samnun Almajnun, bahwa dia dahulu terkenal dengan kecintaannya kepada Tuhannya. Orang-orang menamakannya Samnun si orang gila, sedangkan orang-orang khawas menamakannya Samnun si pencinta, dan dia sendiri menamakan dirinya Samnun si pendusta. Pada suatu hari, dia naik ke atas mimbar untuk memberikan nasehat kepada orang banyak, namun orang-orang tidak mau memperhati. kan omongannya, maka ditinggalkannya orang-orang itu lalu dia berpaling kepada lenteralentera Mesjid, seraya berkata : “Dengarlah olehmu hai lentera-lentera, Suatu berita aneh dari lisan Samnun….
Tiba-tiba orang banyak melihat lentera-lentera itu bergoyang-goyang dan terpecahbelah, lalu berguguran, saking kuatnya pengaruh perkataan Samnun. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Alhasil, bahwa ketaatan kepada Allah Taala dan kepada Rasul-Nya itu adalah sarana untuk dapat berteman dengan para nabi, para wali dan orang-orang saleh.
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Seorang laki-laki menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapat Baginda tentang seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum, apakah dia akan dipertemukan dengan mereka?”. Beliau menjawab : “Orang akan bersama-sama dengan siapa yang dia cintai”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih).
Maka barangsiapa mencintai Allah Taala, dia tentu akan banyak menyebut-Nya, maka dia akan diingat oleh Allah Taala dengan memberinya rahmat dan ampunan-Nya serta memasukkannya kedalam surga bersama para nabi dan wali-Nya, juga akan memuliakannya dengan memberinya kesempatan untuk melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, sedang buahnya adalah bahwa dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan bersahabat dengan Beliau di dalam surga. (Sananiyah)
Diriwayatkan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di suatu majelis tanpa membaca salawat untukku, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka nanti masuk surga, disebabkan oleh pahala (membaca salawat) yang mereka lihat”. (Syifaun Syarif)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. Annisaa’ : 86)
Tafsir :
(. ) Apabila kamu diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Jumhur (golongan terbanyak dari) ulama berpendapat bahwa, ayat ini membicarakan tentang “salam”, dan sekaligus menunjukkan tentang kewajiban membalas “salam”. Jawaban salam itu bisa dengan yang lebih baik, misalnya dengan menambahkan kalimat “warahmatullah”, dan jika kalimat ini sudah diucapkan oleh si pemberi salam, maka jawabnya bisa ditambah dengan kalimat “wabarakatuh”, ini merupakan salam yang paling lengkap. Atau, bisa juga dijawab sama seperti ucapan si pemberi salam, sebagaimana diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. “Assalamu alaika”. Dijawab oleh Nabi : “Wa alaikas salaam warahmatullah”. Kemudian yang lain mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah”. Nabi menjawab : “Wa alaikas salaam wa rahmatullah wa baraakatuh”. Lantas yang lain lagi mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah wa barakatuh”. Beliau menjawab : “Wa alaika”.
Orang itu memprotes : “Baginda sudah mengurangi jawaban salam saya. Manakah yang difirmankan Allah Taala?”. Kemudian dia membacakan ayat tadi.
Maka Nabi saw. menjawab : “Salammu itu tidak meninggalkan sisa untukku maka aku menjawab salammu itu dengan salam yang sama”.
Itu dikarenakan, salam orang tersebut telah meliputi semua bagian keinginan, yaitu selamat dari bahaya dan beroleh manfaat serta tetapnya manfaat itu.
Berdasarkan hadis ini pula, ada yang mengatakan : “Atau, untuk memberi pilihan, apakah orang yang memberi salam itu akan menyampaikan salam dengan sebagian saja daripadanya, atau secara sempurna. Sedang kewajiban menjawab salam itu adalah fardhu kifayah.
Dan sekalipun salam itu disyariatkan, namun ia tidak boleh dijawab ketika orang sedang mendengarkan khutbah Jumat, atau ketika sedang membaca Alquran, atau ketika sedang berada di kamar kecil, atau ketika sedang buang air, dan lain-lain yang serupa.
(. ) Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiaptiap sesuatb. Dia membuat perhitungan atas kamu karena salam atau lainnya. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Salam adalah salah satu dari asma (nama-nama) Allah, maka sebarkanlah ia di antara kamu”. Dalam riwayat lain :
Artinya : “Apabila seorang muslim memberi salam kepada muslim lainnya, kemudian orang itu menjawab salamnya. Maka malaikat mendoakan orang yang menjawab salam itu sebanyak tujuh puluh kali. Jika orang itu tidak menjawabnya, maka salam itu akan dijawab oleh makhluk-makhluk lain yang ada bersamanya, kemudian mereka akan mengutuknya sebanyak tujuh puluh kali”.
Dahulu, Abu Muslim Al Khaulani ra. pernah berjalan melewati suatu kaum, tetapi dia tidak mengucapkan salam kepada mereka. Dia memberikan alasan : “Tidak ada yang menghalangi saya dari memberi salam kepada mereka selain dari rasa kuatir saya, nanti mereka tidak menjawab salam saya, sehingga mereka dikutuk oleh malaikat”. (Bahrul Ulum)
Dan dikemukakan di dalam kitab Bustanul Arifin : “Apabila kamu melewati suatu kaum maka ucapkanlah salam kepada mereka. Jika kamu telah mengucapkan salam kepada mereka maka mereka wajib menjawabnya”.
Dan dikemukakan juga di dalam kitab tadi : “Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk: orang yang lebih muda memberi salam kepada orang yang lebih tua, orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki : orang yang menunggang kuda memberi salam kepada orang yang menunggang keledai, dan orang yang datang dari belakang Anda memberi salam kepada Anda : orang yang menjawab salam itu harus memperdengarkan ucapan salamnya, sebab kalau tidak terdengar maka itu bukan jawaban: orang harus memberi salam kepada keluarganya ketika dia memasuki rumahnya. Jika dia memasuki rumah yang tidak ada seorang pun penghuninya, maka hendaklah dia mengucapkan : “Asslamu alaina wa ala ibadillaahish shaalihiin”. (salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Karena malaikat akan menjawab salamnya, maka akan diperoleh keberkahan yang lebih banyak dan lebih sempurna.
Para ulama berbeda pendapat dalam hal pemberian salam kepada anak kecil. Sebagian ulama berpendapat bahwa, mereka diberi salam, yang lain mengatakan, tidak diberi salam, dan sebagian lagi mengatakan, memberi salam kepada mereka lebih utama dari meninggalkannya. Dan pendapat terakhir inilah yang kami ambil.
Di dalam kitab Zubdatul Masail disebutkan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan : “Assalamu alaika, Ya Zaid”. Kemudian salam itu dijawab oleh Amr, maka kewajiban menjawab salam tersebut tidak gugur dari Zaid”.
Sedang di dalam kitab Raudhatul Ulama disebutkan : “Apabila seorang berjumpa dengan orang lain, dalam hal ini ulama berbeda pendapat: sebagian ulama berpendapat bahwa, orang yang datang dari kota memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari desa. Karena dia datang dari tempat yang aman, maka dia memberi salam kepada orang yang datang dari desa, sebagai pemberitahuan tentang keselamatan keadaan di kota: sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa, orang yang datang dari desa itulah yang seharusnya memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari kota. Karena orang yang datang dari kota itu datang dari tempat yang lebih baik”. (Syarhun)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menulis salawat atasku dalam sebuah kitab, maka para malaikat senantiasa memohon ampun untuknya selama tulisan namaku itu masih berada di dalam kitab tersebut”.
Dikatakan bahwa, memulai dengan ucapan salam sebelum berbicara atau menyampaikan hajat adalah sunnah mustahabbah, bukan wajib. Sedangkan mendengarkan salam tadi adalah mustahab, bahkan wajib menurut pendapat yang sahih, yaitu sunnah kifayah, sedang menjawab salam adalah fardhu kifayah. Jika ada sekumpulan orang banyak, lalu salah seorang dari mereka memberi salam, maka salamnya itu telah mencukupi mereka semua. Sedang kalau mereka semua memberi salam, maka itu adalah lebih utama dan lebih sempurna. Demikian pula menjawabnya adalah wajib, sehingga apabila jawaban salam itu tidak terdengar oleh orang yang memberi salam, maka kewajiban menjawab salam itu tidak gugur dari orang yang menerima salam. Sampai-sampai dikatakan, seandainya orang yang memberi salam itu tuli, maka wajib atas orang yang menjawab salam itu menggerakkan kedua bibirnya dan memperlihatkannya kepada orang yang memberi salam itu, sehingga kalau dia tidak tuli, tentu akan terdengar olehnya.
Dan dikatakan, apabila seseorang mengucapkan : “Assalamu alaikum”. Dengan menggunakan kata ganti mufrad ( ), maka jawablah : “Wa alaikumussalaam”, dengan kata ganti jamak ( ). Karena orang mukmin itu tidak sendirian, tetapi disertai oleh malaikat. Maka tidak sepatutnya seorang muslim mengucapkan “alaika” dengan dimufradkan. Karena, kalau dia mengucapkan seperti itu, maka berarti dia telah mengharamkan malaikat dari salamnya itu, dan juga mengharamkan dirinya sendiri dari jawaban para malaikat. Dan kalau pun para malaikat itu tidak memerlukan ucapan salam kita, namun kita tetap memerlukan jawaban mereka yang memohonkan rahmat.
Adapun bentuk jawabannya, sebaiknya adalah dengan kalimat : “Wa alaikumussalam” dengan diawali oleh waw (. ). Kalau waw (. ) itu dihilangkan, boleh saja, tetapi berarti meninggalkan yang lebih utama. Dan barangsiapa hendak mengucapkan salam, dia boleh memarrifatkan kata “salam” (. ), dan boleh juga menakirahkannya (. ). Sedangkan di dalam salat, ucapan salam itu harus selalu dima’rifatkan.
Dan disyaratkan dalam hal menjawab salam, bahwa ia harus dijawab langsung ketika itu juga. Kalau jawaban salam itu ditunda, artinya tidak langsung dijawab, maka itu tidak disebut sebagai jawaban. Dan orang yang menerima salam itu menjadi berdosa, karena tidak menjawab salam. Dan juga, karena dengan tidak menjawab salam itu berarti dia telah menghina orang yang memberi salam.
Dan kalau datang ucapan salam dari orang yang disampaikan oleh orang lain, atau dicantumkan dalam sebuah surat, maka wajib pula dijawab seketika. (Yang kalau disampaikan oleh orang lain, jawabannya biasanya adalah : alaika wa ‘alaihis salaam, pent.)
Salam tidak boleh diucapkan kepada tukang bid’ah, orang kafir dan orang yang suka main. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam orang kafir dan memulai memberi salam kepada mereka. Menurut pendapat kami (penyusun kitab ini, pent.), haram memulai salam kepada mereka, tetapi wajib menjawab salam mereka dengan cara mengucapkan : “alaika”, tanpa waw, atau : “alaika mitsluhu”. Adapun dalil untuk tidak memulai memberi salam kepada orang kafir itu adalah hadis dari Nabi saw. yang berbunyi :
Artinya : “Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang-orang Yahua, dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan, paksalah dia agar tidak mengucapkan salam. Karena memulai memberi salam kepada mereka itu ber. arti memuliakan mereka, padahal memuliakan orang kafir itu tidak diperbolehkan”.
Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Kamu tidak akan masuk surga kecuali kamu beriman dengan iman yang sempurna, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna kecuali kamu saling mencintai. Ingatlah, aku akan menujukkan kepadamu suatu perbuatan, yang jika kamu lakukan maka kamu akan saling mencintai. Sebarkanlah salam di antara sesama kamu”. (HR. Muslim dan Abu Daud)
Hadis ini mengandung suatu anjuran yang sangat penting, yaitu supaya menyebarkan ucapan salam kepada kaum muslimin semuanya, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.
Disebutkan di dalam kitab At Tatarkhaniyah: “Memberi salam pada beberapa keadaan berikut ini hukumnya makruh tahrim, yaitu : ketika orang sedang membaca Alquran dengan suara keras. Tetapi orang yang sedang membaca Alquran itu boleh menjawab salam tersebut, karena dia bisa memperoleh dua keutamaan, dari membaca Alquran dan menjawab salam. Begitu pula bagi orang yang sedang mendengarkan pembacaan Alquran. Dan juga ketika sedang mendiskusikan ilmu, dalam hal ini, tidak boleh memberi salam kepada seorang pun yang sedang mendiskusikan ilmu. Jika hal itu dilakukan, maka orang yang memberi salam itu menjadi berdosa. Dan demikian pula, ketika sedang diserukan azan atau igamat. Adapun menjawab salam dalam keadaan-keadaan yang disebutkan tadi, menurut pendapat yang benar, juga tidak diperbolehkan, sekalipun dengan suara pelan.
Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya telah melayani Rasulullah saw. selama sepuluh tahun. Dan selama itu pula, belum pernah Beliau mengatakan tentang sesuatu yang telah saya kerjakan, kenapa engkau lakukan itu: dan belum pernah mengatakan tentang sesuatu yang tidak saya kerjakan, kenapa engkau tidak melakukannya. Beliau bersabda : “Hai Anas, aku memberi wasiat kepadamu dengan satu wasiat, maka ingatlah. Perbanyaklah salat di waktu malam, niscaya engkau akan dicintai oleh para malaikat hafazah (malaikat yang menjaga keselamatan manusia, pent.). Jika engkau menemui keluargamu maka ucapkanlah salam kepada mereka, niscaya Allah akan menambah keberkatan-keberkatanmu. Dan jika engkau mampu untuk tidak tidur
kecuali dalam keadaan suci, maka lakukanlah, sebab jika engkau sampai meninggal dunia ketika itu, niscaya engkau mati sebagai syahid. Jika engkau keluar meninggalkan keluargamu, maka berilah salam kepada siapa saja yang engkau jumpai, niscaya Allah akan menambah kebaikan-kebaikanmu. Hormatilah orang-orang Islam yang sudah tua, dan kasihanilah orang-orang Islam yang masih muda, niscaya aku dan engkau akan tinggal di dalam surga seperti ini (kemudian Beliau mengisyaratkan dengan merenggangkan jari telunjuk dari jari tengahnya). Dan ketahuilah wahai Anas, bahwa Allah rida kepada seorang hamba dikarenakan suatu suapan yang dimakannya, kemudian dia memuji Allah karenanya: dan seteguk air yang dia minum, kemudian dia memuji Allah karenanya”. (Alhadis) Dan dari Ibnu Salam ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di waktu malam, ketika orang lain sedang tidur pulas, niscaya kamu akan masuk surga”.
Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari bermacam-macam warna seluruhnya, luarnya bisa terlihat dari dalam dan dalamnya bisa terlihat dari luar. Di sana terdapat kenikmatankenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata siapa pun, tidak pernah didengar oleh telinga siapa pun, dan tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun”.
Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu gerangan?”.
Beliau menjawab : “Untuk orang yang menyebarkan salam, memberi makan, melanggengkan puasa dan salat malam di saat orang lain masih tidur”.
Para sahabat bertanya kembali : “Siapakah yang mampu melakukan itu, Ya Rasulullah?”.
Beliau menjawab : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang itu. Orang yang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim lalu dia memberi salam kepadanya, maka berarti dia telah menyebarkan salam. Orang yang memberi makan kepada keluarganya dan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai kenyang, maka berarti da telah memberi makan. Orang yang berpuasa di bulan Ramadan dan enam hari di bulan Syawwal, maka berarti dia telah melanggengkan puasa. Dan orang yang melaksanan in salat Isya dan salat Subuh secara berjamaah, maka berarti dia telah melakukan salat malam ketika orang lain masih tidur, yaitu orang-orang Yahudi, Nasrani dan Majusi’. (Demikianlah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al Andalusi ra.)
Dan dimakruhkan memberi salam ketika hadis sedang diriwayatkan, ketika azan dan igamat, apabila orang-orang sibuk menjawab azan dan igamat itu. Dalam hal ini, menjadi berdosalah orang yang memberi salam itu, sedangkan orang yang menerimanya tetap wajib menjawabnya. Dan dimakruhkan juga memberi salam kepada orang yang sedang berada di dalam kamar kecil. Menurut Abu Hanifah ra., orang yang berada di kamar kecil itu boleh menjawabnya dengan hatinya, bukan dengan lidahnya. Sedang menurut Abu Yusuf, tidak boleh menjawabnya sama sekali. Dan menurut Muhammad, boleh menjawabnya setelah dia selesai dari hajatnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang salat. Kalau itu dilakukan, maka berdosalah orang yang memberi salam itu, sedang salamnya tidak perlu dijawab. Dan dimakruhkan memberi salam kepada pengemis. Dan kalau pengemis itu yang memberi salam, maka salamnya tidak wajib dibalas. Dan dimakruhkan memberi salam kepada hakim di pengadilan, dan dia tidak wajib menjawab salam. Dan dimakruhkan memberi salam kepada guru yang sedang mengajar. Kalau ada murid memberi salam kepada gurunya itu, maka sang guru tidak wajib membalasnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada : orang yang sedang bermain Catur, orang yang sedang bermain gundu dan lain-lain permainan, kepada tukang bid’ah, orang komunis, orang zindig, pelawak, tukang dongeng yang dusta, orang yang suka berfoya-foya, orang yang suka mencaci, orang yang suka mencela, orang yang dudukduduk di tepi jalan untuk memandang wanita-wanita cantik atau anak banci yang elok. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang telanjang, baik di kamar mandi atau di tempat lainnya, juga kepada orang yang suka bergurau, orang yang Suka berdusta, orang yang suka mencela orang lain, orang yang sedang sibuk di pasar, Orang yang makan makanan di pasar atau di warung, sedang orang banyak melihatnya, juga kepada penyanyi, kepada tukang menerbangkan merpati dan kepada orang kafir. (Demikian menurut Ibnu Kamal Basya – semoga Allah memudahkan baginya apa yang dikehendakinya – di dalam syarah hadis “Salam sebelum Bicara”).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berbicara sebelum memberi salam, maka jangan dijawab”.
Dari sahabat Ibnu Abbas ra. katanya : “Iblis yang terkutuk itu menangis ketika melihat orang mukmin saling memberi salam, dia berkata : “Oh celaka, tidaklah kedua orang mukmin ini berpisah, melainkan keduanya mendapat ampunan”.
Konon, cara penghormatan orang-orang Nasrani adalah dengan meletakkan tangan di mulut, cara penghormatan orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari, cara penghormatan orang-orang Majusi adalah dengan membungkuk: cara penghormatan orangorang Arab kuno adalah ucapan “hayyakallah”, dan cara penghormatan kaum muslimin adalah ucapan “assalamualaikum warahmatullah wa barokatuh”, dan ini merupakan penghormatan yang paling mulia. (Al Mangulat).
Dari sahabat Imran bin Hushain ra., katanya : “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. lalu mengucapkan : “Assalamualaikum”, maka Nabi menjawabnya, kemudian bersabda : “Engkau memperoleh sepuluh kebaikan”. Setelah itu masuk yang lain lalu memberi salam: “Assalamualaikum Warahmatullah wa barokatuh”. Nabi menjawab salamnya, lalu bersabda : “Engkau memperoleh tiga puluh kebaikan”. Lalu datang pula yang lain seraya mengucapkan salam : “Asslamu alaikum wa rahmatullah wa barokatuh wa maghfirotuh”. Nabi menjawab salamnya, seraya bersabda : “Engkau memperoleh empat puluh kebaikan”. (Demikian dikemukakan di dalam kitab Misykatul Mashabih)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Almaidah : 3)
Tafsir :
(. ) Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dengan pertolongan dan dimenangkan atas agama-agama lain seluruhnya: atau dengan ditetapkannya dasar-dasar akidah dan ditentukannya pokok-pokok syariat dan aturanaturan ijtihad.
(. ) dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-nikmat-Ku dengan petunjuk dan taufik, atau dengan disempurnakannya agama Islam, atau dengan penaklukkan kota Mekah dan dihancurkannya lambang-lambang jahiliyah.
(. ) dan telah Kuridai Islam, telah Kupilih Islam bagimu…
( ) menjadi agama, di antara agama-agama lain, dan ia adalah agama yang hak (benar) di sisi Allah, tidak yang lain. (Aodhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah lautan di balik Gunung Qaf. Di laut itu terdapat ikan yang mengucapkan salawat atasmu. Barangsiapa mengambil seekor ikan dari laut itu maka kedua tangannya akan menjadi lumpuh, sedang ikan itu akan berubah menjadi bebatuan”.
Hadis ini menunjukkan bahwa, apabila seseorang membaca salawat atas Nabi saw. dan melaksanakan salat lima waktu dengan berjamaah, maka dia akan selamat dari tangan-tangan malaikat Zabaniyah dan dari azab neraka.
Diriwayatkan bahwa, pada saat ayat ini turun, Umar ra. menangis, sehingga Nabi saw. bertanya kepadanya : “Kenapa engkau menangis, hai Umar?”.
Umar monjawab : “Saya monangis, karena dahulu kita selalu dalam penambahan pada urusan agama kita. Maka sotolah dia sempurna tentu dia akan berkurang Karena dak ada sesuatu pun yang sompurna, melainkan akan manjadi berkurang”.
Nabi saw. berkata : “Engkau benar”. (Abu Su’ud).
Firman Allah : Dalam-nya menunjukkan masa, era, zaman. Sedang maksudnya adalah, waktu sekarang, atau waktu-waktu yang ada kaitannya dengan waktu sekarang, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.
Dan telah diriwayatkan bahwa, ayat ini turun pada hari Jumat setelah Asar, di Arafah pada saat haji Wada. Ketika itu, Nabi saw. melakukan wukuf di atas punggung seekor unta. Setelah turunnya ayat ini, tidak ada lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan hal-hal fardu yang turun. Pada saat turun ayat ini, Nabi tidak kuat bertahan menanggung maknamaknanya, lalu Beliau bersandar pada untanya, sehingga unta itu mendekam. Kemudian turunlah Jibril as. Lalu berkata : Ya Muhammad, sesungguhnya pada hari ini selesailah urusan agamamu, dan telah habislah apa-apa yang diperintahkan Tuhanmu dan apa-apa yang dilarang-Nya. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa sesudah hari ini, aku tidak akan turun lagi kepadamu”.
Kemudian pulanglah Nabi saw. dari Mekah hingga tiba di Madinah. Lantas Beliau mengumpulkan sahabat-sahabat Beliau, dan membacakan ayat tadi kepada mereka, serta memberitahukan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Jibril as.. Maka bergembiralah para sahabat, seraya berkata : “Agama kita telah sempurna”, kecuali Abubakar ra., dia berubah menjadi sedih, lalu pulang ke rumahnya dan menutup pintupintunya. Kemudian dia tenggelam dalam tangis siang dan malam. Para sahabat mendengar keadaan Abubakar itu, lalu mereka berkumpul dan beramai-ramai pergi ke rumah Abubakar. Mereka berkata : “Hai Abubakar, kenapa Anda menangis pada suasana yang menggembirakan dan menyenangkan ini, karena Allah telah menyempurnakan agama kita?”.
Abubakar menjawab : “Wahai sahabat-sahabatku, kamu tidak mengetahui musibah apa yang telah menimpamu. Tidakkah kamu mendengar bahwa jika sesuatu perkara telah sempurna, maka mulailah ia berkurang. Ayat ini memberitahukan kepada kita tentang perpisahan kita dengan Rasulullah, tentang Hasan dan Husein yang akan menjadi yatim, dan tentang istri-istri Nabi yang akan menjadi janda”.
Maka terdengariah jeritan di antara para sahabat itu, lalu mereka pun menangis semuanya. Kemudian para sahabat lainnya yang mendengar tangisan dan suara ribut-ribut di kamar Abubakar itu, lalu pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata : “Ya Rasulullah, kami tidak tahu apa yang telah terjadi pada para sahabat itu, hanya kami mendengar suara tangisan dan jeritan mereka”.
Maka berubahlah roman Nabi saw. lalu dengan bergegas, Beliau pergi ke rumah Abubakar. Setelah sampai, Beliau menyaksikan keadaan para sahabat yang demikian itu, lalu Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian menangis?”.
Ali ra. menjawab : “Tadi Abubakar berkata, “Saya mendengar dari ayat ini bau wafat Rasulullah”. Apakah memang benar ayat ini menunjukkan wafatmu?”.
Nabi saw. menjawab : “Apa yang dikatakan Abubakar itu memang benar. Telah dekat kepergianku dari sisi kalian, dan telah tiba perpisahanku dengan kalian”.
Kejadian ini menunjukkan bahwa, Abubakar adalah sahabat Nabi yang alim.
Ketika Abubakar mendengar perkataan Nabi itu, maka menjeritlah ia dengan suara keras, Ilalu jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Sedang Ali ra. gemetar, sementara para sahabat lainnya terguncang, mereka semua ketakutan lalu menangis sekuat-kuatnya, sehingga ikut pula menangis gunung-gunung dan batu-batu bersama mereka, serta para malaikat di langit. Dan ikut pula menangis cacing-cacing dan binatang-binatang di hutanhutan dan di lautan.
Kemudian Nabi saw. menyalami sahabat-sahabatnya satu porsatu, dan berpamitan dengan mereka. Beliau menangis seraya berwasiat kepada mereka.
Setelah turun ayat ini, Nabi masih sempat hidup selama delapan puluh satu hari. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa setelah turun firman Allah Taala: “yastaftuunaka, gulillaahu yuftukum fil kalaalah (Alquran), Beliau masih sempat hidup sesudah itu selama Ima puluh hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “lagod jaa-akum rasuulum min anfusikum (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama tiga puluh lima hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “wattaguu yauman turja’uuna fiihi ilallaah (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama dua puluh satu hari. Dan ayat ini merupakan ayat Alquran yang terakhir diturunkan, sesudah itu tidak ada lagi yang diturunkan. Sesudah turunnya ayat ini, Rasulullah saw. suatu hari naik mimbar, kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat mengesankan, sehingga membuat semua yang mendengarnya menangis, hati mereka menjadi gentar, dan badan-badan mereka menjadi gemetar. Dalam khotbahnya itu, Beliau menyampaikan kabar gembira dan peringatan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. : bahwasanya ketika telah dekat wafat Nabi saw Beliau menyuruh Bilal supaya menyeru orang banyak untuk salat. Maka Bila! pun lalu mengumandangkan azan mengajak orang supaya salat. Kemudian berkumpultah para sahabat Muhajirin dan Ansar ke Masjid Rasulullah saw. Beliau melaksanakan salat dua rakaat yang ringan bersama para sahabat. Setelah salat, Beliau naik ke atas mimbar, lalu mengucapkan puji-pujian dan sanjungan kepada Allah Taala. Kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat menyentuh perasaan pendengarnya, yang karenanya semua hati menjadi gentar dan semua mata mengalirkan air mata. Di antara isi pidatonya itu, Beliau bersabda : “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah nabimu, yang menasihati dan menyerumu kepada Allah dengan izin-Nya. Dan aku, bagimu sekalian, adalah laksana seorang saudara yang belas kasih dan ayah yang penyayang. Barangsiapa pernah teraniaya olehku, maka hendaklah dia berdiri dan membalasnya kepadaku sebelum ada pembalasan di hari kiamat”.
Namun, tidak ada seorang pun yang berdiri, sehingga Beliau mengulangi perkataannya itu sampai dua tiga kali. Maka bangkitlah seorang laki-laki bernama iJkasyah bin Muhshan. Dia berdiri di hadapan Rasulullah saw. seraya berkata : “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, Ya Rasulullah. Seandainya Baginda tidak menyeru kami berkali-kali, niscaya saya tidak akan berani tampil melakukan ini sama sekali. Dahulu, saya pernah bersama Baginda dalam peperangan Badar. Unta saya berdekatan dengan unta Baginda. Kemudian saya turun dari unta dan mendekati Baginda, sehingga tercium oleh saya paha Baginda. Lantas Beginda mengangkat tongkat yang biasa digunakan untuk memukul unta supaya berjalan cepat, lalu dengan tongkat itu Baginda memukul pinggang saya. Saya tidak tahu, apakah Baginda sengaja memukul saya, Ya Rasulullah, atau Baginda bermaksud memukul unta Baginda?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Tidak mungkin, hai Ukasyah, Rasulullah sengaja memukulmu!”. Namun demikian Beliau tetap konsekuen, Beliau berkata kepada Bilal : “Hai Bilal, pergilah ke rumah Fatimah, lalu bawa ke mari tongkatku”.
Maka keluarlah Bilal dari dalam mesjid sambil mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya seraya berkata : “Ini Rasulullah mempersilahkan dirinya untuk dikisas”.
Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah, Fatimah bertanya : “Siapa di pintu?”.
Bilal menjawab : “Saya Bilal, datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”.
Fatimah bertanya : “Hai Bilal, apa yang hendak diperbuat ayahku dengan tongkat itu?”.
Bilal menjawab : “Hai Fatimah, sesungguhnya ayahmu mempersilahkan dirinya dikisas”.
Fatimah berkata : “Siapakah yang sampai hati mengkisas Rasulullah?.
Bilal mengambil tongkat itu lalu dibawanya ke Masjid. Kemudian tongkat itu diserah. kannya kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah menyerahkan tongkat itu kepada Ukasyah.
Ketika sahabat Abubakar dan sahabat Umar menyaksikan hal itu, maka keduanya bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, kami ada di hadapanmu, kisaslah kami dan jangan kau kisas Nabi saw.”.
Tetapi Rasulullah saw. bersabda : “Duduklah kalian berdua, Allah Taala telah mengetahuiukan kalian”.
Kemudian sahabat Ali ra. bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, selama hidup aku berada selalu di depan Nabi saw. tidak sampai hatiku menyaksikan engkau mengkisas Rasulullah saw. inilah punggung dan perutku, kisaslah aku dengan tanganmu dan cambuklah aku dengan tanganmu!”.
Rasulullah saw. bersabda : “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu”.
Selanjutnya bangkit pula Hasan dan Husein, keduanya berkata : “Hai Ukasyah, tidak. kah engkau mengenal kami. Kami adalah cucu Rasulullah. Kisas terhadap kami berarti sama juga dengan kisas terhadap Rasulullah”.
Nabi saw. berkata kepada keduanya : “Duduklah, wahai cahaya mataku”.
Kemudian Rasulullah berkata pula : “Hai Ukasyah, pukullah, kalau engkau mau memukul”.
Ukasyah menjawab : “Ya Rasulullah, Baginda telah memukulku ketika saya tidak mengenakan baju”.
Maka Rasulullah lalu membuka bajunya. Lantas berteriaklah kaum muslimin sambil menungis. Ketika Ukasyah memandang kepada tubuh Rasul yang putih, dia lalu mendekap dan menciumi punggung Beliau, seraya berkata : “Saya tebus Baginda dengan nyawaku, Ya Rasulullah. Siapakah yang sampai hati mengkisas Baginda Ya Rasulullah?. Sesungguhnya saya melakukan ini tidak lain adalah karena berharap agar tubuh saya dapat bersentuhan dengan tubuh Baginda yang mulia, serta dipelihara Allah kiranya din saya dari api neraka, berkat kemuliaan Baginda”.
Maka Nabi saw. pun lalu bersabda : “Ketahuilah, barangsiapa ingin melihat penghuni surga, hendaklah ia melihat kepada orang ini!”.
Mendengar sabda Rasulullah itu, bangkitiah kaum muslimin, mereka menciumi di antara kedua mata Ukasyah seraya berkata : “Beruntunglah engkau. Engkau telah memperoleh derajat yang tinggi, dan berteman dengan Rasulullah saw. di dalam surga”. (Sekian).
Ya Allah, mudahkanlah bagi kami syafaat Beliau berkat keperkasaan dan keagungan-Mu. (dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah).
Sahabat Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika wafat Nabi saw. telah dekat, kami berkumpul di rumah ibu kita Aisyah ra., Nabi memandang kepada kami, lalu berlinanglah kedua matanya, lantas Beliau bersabda : “Selamat datang, semoga Aliah mengasihi kalian. Aku berwasiat kepada kamu sekalian, supaya kamu bertakwa dan berbakti kepada Allah. Sesungguhnya telah dekat waktu perpisahan dan telah hampir kembali kepada Allah Taala dan kepada surga Al Ma’wa, maka hendaklah Ali memandikan aku, Fadhl bin Abbas menyiramkan air dan Usamah bin Zaid membantu keduanya. Dan bungkuslah jasadku dengan pakaian-pakaianku jika kalian mau, atau dengan pakaian buatan Yaman. Apabila kamu telah memandikan aku, letakkanlah jasadku di atas pembaringanku dl dalam rumahku ini, di tepi liangku. Kemudian keluarlah dari hadapanku sebentar. Karena, yang mula-mula menyalati aku adalah Allah Azza Wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Mikail, kemudian Israfil, kemudian Malaikat maut beserta seluruh bala tentaranya, kemu’ dian seluruh malaikat. Setelah itu, barulah kalian masuk kelompok demi kelompok, dan salatilah aku”.
Ketika para sahabat mendengar akan berpisah dengan Nabi saw. maka mereka semuanya menjerit dan menangis, seraya berkata : “Ya Rasulullah, Baginda adalah Rasul kami, yang menyatukan kami, dan yang memimpin urusan kami. Apabila Baginda meninggalkan kami, kepada siapakah kami merujuk?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Aku tinggalkan kamu semua di atas hujjah dan tarekat yang putih, dan aku tinggalkan untukmu dua penasehat, yang bisa berbicara dan yang diam. Yang bisa berbicara ialah Alquran, dan yang diam adalah maut. Apabila kamu mengalami urusan yang sulit, maka kembalilah kepada Alquran dan Assunnah, dan apabila hati kamu menjadi keras, maka lembutkanlah dia dengan memikirkan tentang hal-hal dibalik kematian”.
Rasulullah saw. jatuh sakit pada akhir bulan Safar. Beliau sakit selama delapan belas hari. Selama sakitnya itu, orang-orang datang menjenguk Beliau. Sakit yang akhirnya membawa Beliau meninggalkan dunia yang fana ini, mula-mula berupa pusing-pusing kepala yang diderita Beliau. Beliau dibangkitkan pada hari Senin dan meninggal dunia juga pada hari Senin. Ketika tiba hari Senin, sakit Beliau bertambah berat. Pagi itu, sebagaimana biasa, Bilal mengumandangkan azan Subuh, lalu dia berdiri di pintu Rasulullah seraya berkata : “Assalamu alaikum Ya Rasulullah!”. Dijawab oleh Fatimah : “Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”. Maka Bilal masuk ke Masjid kembali. Dia tidak mengerti apa maksud perkataan Fatimah tadi. Ketika pagi mulai terang, Bilal datang lagi ke pintu Rasululiah dan berkata seperti tadi. Rasulullah mendengar suara Bilal, lalu bersabda : “Masuklah hai Bilal. Sesungguhnya aku sedang sibuk dengan diriku, karena sakitku ini semakin berat rasanya. Hai Bilal, mintalah kepada Abubakar agar mengimami orang-orang salat”.
Maka keluarlah Bilal dengan menangis sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, dan berkata : “Oh bencana, putusiah harapan dan remuklah punggung. Oh, andaikan aku tak pernah dilahirkan oleh ibuku”. Kemudian dia masuk ke masjid, lalu berkata: “Ya Abubakar, Rasulullah menyuruhmu supaya mengimami orang-orang itu salat berjamaah. Beliau sedang sibuk dengan dirinya”.
Ketika Abubakar melihat mihrab Rasulullah kosong dari Beliau, dia tak mampu mengendalikan dirinya lagi, lalu menjerit keras-keras dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Maka ributlah kaum muslimin. Ketika Rasulullah mendengar suara gaduh itu, Beliau berkata : “Ya Fatimah, teriakan dan kegaduhan apakah itu?”.
Fatimah menjawab : “Kaum muslimin gaduh karena kehilangan ayah”.
Rasulullah lantas memanggil Ali dan Fadhi bin Abbas, dengan bersandar pada keduanya Beliau keluar ke masjid lalu salat bersama orang banyak dua rakaat Fajar, pada hari Senin itu. Selesai salat, Beliau memalingkan wajahnya ke arah mereka, lalu bersabda : “Wahai kaum muslimin, kamu semua berada dalam titipan Aliah Taala dan periindunganNya. Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan berbakti kepada-Nya. Sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hariku yang pertama di akhirat, dan hariku yang terakhir di dunia”. Kemudian Beliau bangkit dan pulang ke rumahnya.
Kemudian, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut: “Turunlah kau kepada kekasih-Ku dengan rupa yang paling elok, dan bersikaplah lemah lembut dalam mencabut ruhnya. Jika dia mengizinkan kau masuk maka masuklah, dan jika dia tidak mengizinkan, maka janganlah engkau masuk, dan pulanglah”.
Malaikat maut pun turun dengan menyamar sebagai seorang Badui, dia berkata : “Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber kerasulan. Bolehkah aku masuk?.
Fatimah menjawab salamnya dan berkata : “Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”.
Malaikat maut mengulangi seruannya sekali lagi, katanya : “Assalamualaikum Ya Rasulullah, hai penghuni rumah kenabian. Bolehkah aku masuk?”. Suara malaikat maut Itu terdengar oleh Rasulullah, maka Beliau lalu bertanya: “Hai Fatimah, siapakah di pintu?”.
Fatimah menjawab: “Seorang laki-laki Badui berseru, lalu aku katakan kepadanya bahwa, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya. Kemudian dia mengulangi seruannya sampai tiga kali, dan aku tetap menjawab seperti itu. Maka dia menatapku dengan tajam, sehingga kulitku menggigil, hatiku takut, persendianku gemetar dan romanku berubah”.
Rasulullah bertanya : “Tahukah engkau, siapa dia, hai Fatimah?”.
Fatimah menjawab : “Tidak”.
Rasulullah menjelaskan : “Dialah yang memutuskan segala kelezatan, memenggai segala keinginan, mencerai-beraikan perkumpulan, mengosongkan rumah-rumah dan meramaikan kuburan-kuburan”.
Mendengar sabda ayahnya itu, Fatimah menangis keras-keras seraya berkata : “Oh… celaka, oleh matinya penutup para nabi: oh… bencana, oleh matinya sebaik-baik orang yang takwa dan terputusnya wahyu dari langit. Sesungguhnya hari ini aku tidak bisa lagi mendengar perkataanmu, dan sesudah hari ini aku tidak bisa lagi mendengar salammu!”
Rasulullah menghibur hati putrinya itu dengan katanya : “Jangan menangis, sesungguhnya engkaulah keluargaku yang pertama-tama menyusul aku”. Kemudian Rasulullah berkata kepada malaikat maut : “Masuklah hai malaikat maut”. Malaikat maut pun masuk seraya mengucapkan salam : “Assalamu alaika Ya Rasulullah!”
Rasulullah menjawab : “Wa alaikassalam hai malaikat maut. Engkau datang untuk berkunjung atau untuk mencabut nyawa?”.
Malaikat maut menjawab : “Aku datang untuk berkunjung dan mencabut nyawa, jika Baginda mengizinkan aku: dan jika tidak, maka aku akan kembali”.
Rasulullah bertanya : “Hai malaikat maut, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?”.
Malaikat maut menjawab : “Aku tinggalkan dia di langit dunia, sedang para malaikat bertakziah kepadanya”.
Tak lama kemudian, Jibril turun lalu duduk disamping kepala Rasulullah saw. lantas Beliau bertanya kepadanya : “Tidakkah engkau tahu bahwa perkara ini telah dekat?”.
Jibril menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.
Rasulullah berkata pula : “Beritahukanlah kepadaku, kemuliaan apakah yang akan aku peroleh di sisi Allah ?”.
Jibril menjawab : “Sesungguhnya pintu-pintu langit telah terbuka, dan para malaikat telah berbaris bersaf-saf di langit menunggu kedatangan ruhmu. Begitu pula, pintu-pintu di surga telah dibuka dan para bidadari telah berhias menunggu kedatangan ruhmu “Alhamdulillah”, kata Nabi saw. kemudian, Beliau berkata pula: “Beritahukanlah kepadaku, hai Jibril. Bagaimana nasib umatku kelak di hari kiamat?”.
Jibril menjawab : “Aku beritahukan kepadamu, bahwa Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku haramkan surga atas nabi-nabi yang lain sebelum engkau memasukinya, dan Aku haramkan surga atas umat-umat yang lain sebelum umatmu memasukinya”.
Maka berkatalah Nabi saw. : “Sekarang barulah hatiku senang dan lenyaplah kesedihanku”. Kemudian Beliau berkata kepada malaikat maut : “Hai malaikat maut, mendekatlah kepadaku!”. Maka malaikat maut pun mendekati Beliau dan melaksanakan pencabutan ruhnya. Ketika ruh Beliau telah mencapai pusarnya, Beliau berkata : “Hai Jibril, alangkah hebat kepedihan maut ini!”. Maka, Jibril memalingkan wajahnya dari Beliau, sehingga Beliau berkata pula : “Hai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?”.
Jibril menjawab : “Wahai kekasih Allah, siapakah yang kuat hatinya memandang kepada wajahmu ketika engkau sedang menghadapi sakitnya maut”.
Sahabat Anas bin Malik berkata : “Ruh Nabi saw. sampai ke dadanya, sedang Beliau bersabda : “Aku wasiatkan kepada kamu salat dan hamba sahayamu”. Beliau terus menerus mewasiatkan keduanya hingga terputuslah perkataannya”.
Dan Ali ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah saw. pada nafasnya yang terakhir menggerakkan kedua bibirnya dua kali, maka aku pasang telingaku, sehingga aku dapat mendengarnya mengucapkan secara perlahan : “Umatku….umatku”.
Rasulullah saw. meninggal dunia pada hari Senin bulan Rabiui Awwal.
Seandainya dunia itu kekal untuk seseorang Niscaya Rasulullah kekal di dalamnya
Diriwayatkan bahwa, Ali ra. meletakkan jasad mulia Rasulullah saw. di atas dipan untuk memandikannya, tiba-tiba terdengar suara keras (tetapi orangnya tidak kelihatan) dari sudut rumah mengatakan : “Janganlah kalian memandikan Muhammad, karena Beliau suci dan disucikan”.
Ali berkata : “Perkataan itu berpengaruh sedikit di dalam hatiku”. Kemudian Ali berkata kepada suara itu : “Siapa engkau?. Sesungguhnya Nabi telah menyuruh kami melakukan hal ini”.
Sekonyong-konyong terdengar pula suara gaib lain yang berkata : “Hai Ali, mandikanlah Beliau. Karena suara gaib tadi adalah Iblis yang terkutuk, disebabkan oleh kedengkiannya kepada Muhammad. Dan dia bermaksud agar Muhammad masuk ke dalam kuburnya tanpa dimandikan”.
Ali menjawab : “Semoga Aliah membalas kebaikan kepadamu, karena engkau telah memberitahukan kepadaku bahwa itu adalah suara Iblis yang terkutuk. Anda sendiri siapa?”.
Terdengar jawaban : “Akulah Khidir. Aku menghadiri jenazah Muhammad saw”.
Kemudian Ali memandikan jasad mulia Rasulullah saw. sedang Fadhil bin Abbas dan Usamah bin Zaid mengguyurkan air, sementara Jibril as. membawakan obat pengawet dari dalam surga. Lalu mereka membungkus Rasulullah dan menguburkannya di kamar Aisyah ra. Pada malam Rabu tengah malam. Dan ada pula yang mengatakan, pada malam Selasa, sedang Aisyah berdiri di atas kubur Nabi seraya mengatakan :
Artinya : “Wahai orang yang tidak pernah memakai sutra dan tidak pernah tidur di atas kasur yang empuk. Wahai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya tidak pernah kenyang dengan roti gandum. Wahai orang yang lebih suka tikar daripada ranjang. Wahai orang yang tidak pernah tidur sepanjang malam karena takut pada neraka”.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Almaidah : 90)
Tafsir : )
(. ) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala, yakni patung-patung yang didirikan untuk disembah……
(. ) mengundi nasib dengan panah. (Telah pernah ditafsirkan di permulaan surah ini, (Qadhai Baidhawi)
(. ) adalah kekejian. Kotoran yang dibenci akal. Dimufradkannya kata ini adalah karena dia merupakan khabar (predikat) dari kata arak 220, dan predikat dari ma’thufma’thuf yang dihilangkan, atau predikat dari Mudhaf yang dihilangkan. Seakan-akan Allah berfirman : “Sesungguhnya meminum arak dan bermain judi adalah termasuk perbuatan setan. Karena setaniah penyebab dari dilakukannya perbuatan tersebut dan penyebab perbuatan itu dipandang baik.
(. ) maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. Dhamir (kata ganti nama) kembali kepada kata , atau kepada perbuatan-perbuatan yang disebutkan sebelumnya, atau kepada melakukan perbuatan-perbuatan itu.
(. ) agar kamu mendapat keberuntungan, supaya kamu beruntung karena menjauhi kekejian itu.
Ketahuilah, bahwa Allah Taala menegaskan pengharaman arak dan judi pada ayat ini dimulai dengan kata , kemudian kedua perbuatan itu digandengkan dengan berhala dan mengundi nasib dengan panah, yang semuanya disebut sebagai suatu perbuatan yang keji, yang termasuk perbuatan setan, sebagai peringatan bahwa, melakukan kedua perbuatan (minum arak dan judi) itu adalah sangat buruk, atau lebih banyak buruknya. Dan Allah memerintahkan agar mereka menjauhi arak dan judi itu, dan menjadikan perbuatan menjauhi keduanya itu sebagai jalan yang diharapkan akan mendatangkan keberuntungan buat mereka. Kemudian Allah menetapkan hal itu dengan jalan menerangkan apa yang terkandung di dalam arak dan judi itu, yang menyebabkan keduanya diharamkan, yaitu kerusakan-kerusakan keduniaan dan keagamaan. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila seorang muslim membaca salawat untukku, maka salawat itu ditangkap oleh malaikat maut, dengan izin Allah, lalu disampaikannya ke kuburku. Malaikat maut tadi berkata : “Ya Muhammaj, fulan bin fulan, dari umatmu, telah membaca salawat untukmu”. Maka aku menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dariku. Dan katakanlah kepadanya, “Engkau memperoleh syafaat Muhammad”.
Kemudian malaikat itu naik, sehingga sampailah dia ke Arsy. Lalu dia berkata : “Ya Rabbi, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah membaca salawat untuk kekasih-Mu, Muhammad, sekali”.
Aliah Taala menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dari-Ku”.
Kemudian Allah Taala menciptakan dari salawat tersebut, dari setiap hurufnya, malaikat yang mempunyai tiga ratus enam. puluh kepala, dan pada tiap-tiap kepala terdapat tiga ratus enam puluh mulut, pada tiap-tiap mulut terdapat tiga ratus enam puluh lidah, yang dengan setiap lidahnya malaikat itu berbicara dan memuji Allah Taala dengan tiga ratus enam puluh macam pujian. Lantas dicatatlah semua pahala tersebut uniuk orang yang membaca salawat kepada Nabi saw. tadi, hingga hari kiamat”.
Dan diriwayatkan, bahwa ketika Nabi Nuh as. menanam sebatang pohon anggur, pohon itu tidak juga mengnijau. Lalu datanglah Iblis yang terkutuk kepada beliau, dan berkata : “Wahai Nabiyallah, jika Tuan ingin pohon anggur itu menghijau, maka biarkanlah saya menyembelih di atasnya tujuh macam binatang”.
Nabi Nuh menjawab : “Lakukanlah”.
Maka Iblis yang terkutuk itu menyembelih singa, beruang, harimau, serigala, anjing ayam jantan dan musang. Kemudian darah dari binatang-binatang tersebut disiramkannya ke akar pohon anggur itu, maka seketika itu juga pohon itu menjadi hijau. Dan pohon anggur itu memuat tujuh puluh macam rasa, padahal sebelumnya ia hanya memuat satu macam rasa saja. Oleh karena itulah, orang yang meminum arak itu menjadi pemberani seperti singa, kuat seperti beruang, pemarah seperti harimau, banyak cakap seperti serigala, gemar berperang seperti anjiry, penuendam seperti musang dan bersuara nyaring S»perti ayam jago. (Hayatul Guluk)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang berbuat zina, sedang ia dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang mencuri, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang meminum arak, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu”. (HR. Bukhari)
Sabda Nabi : Ian 303 , waw (») nya adalah hai (waw yang menunjukkan keadaan). Maksudnya kira-kira : yaitu keadaan orang yang meminum arak itu bukan sebagai orang beriman. Demikianlah menurut Imam Syafi’i ra. Karena menurut dia, amal adalah bagian dari iman yang sempurna. Sedang menurut kami (pengarang kitab ini, pent.) amal itu bukan bagian dalam kemutiakan iman dan bukan pula bagian dari iman yang sempurna. Karenanya, orang yang tidak melakukan amal saleh, menurut kami, tetap dianggap sebagai seorang yang beriman. Sebab Rasulullah saw. pernah ditanya berkaitan dengan sabda Beliau, yang artinya : “Tidaklah seseorang peminum arak, ketika ia sedang meminumnya, ia dalam keadaan beriman”. Maka Beliau membuat sebuah lingkaran besar di atas tanah, kemudian dibuatnya pula sebuah lingkaran lain yang lebih kecil di dalam lingkaran yang besar tadi. Lalu Beliau bersabda : “Lingkaran yang pertama (yang besar) adalah perumpamaan agama Islam, sedangkan lingkaran kedua (yang kecil) adalah iman. Jika seseorang hamba minum arak, atau berbuat zina, atau mencuri, maka dia keluar dari lingkaran iman masuk kedalam lingkaran Islam. Dan dia tidak akan keluar dari lingkaran Islam kecuali syirik”. Kita berlindung kepada Allah Taala darinya. Ketahuilah, hai saudara-saudaraku, bahwa iman dan Islam itu menurut kami adalah satu, berdasarkan dalil firman Allah Taala :
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. Yakni, termasuk golongan orang-orang yang tertipu, karena dia memilih kedudukan di neraka sebagai ganti dari kedudukan di surga. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk di suatu jamuan yang dihidangkan arak di sana”. (HR. Attabarani). Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Apabila seorang hamba Allah berbuat zina atau meminum arak. maka Allah mencabut iman darinya, sebagaimana orang melepaskan bajunya dari kepalanya”. (HR. Alhakim) Juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang hamba berbuat zina atau meminum arak, maka keluarlah iman dari dalam dirinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.
Apabila dia telah selesai melakukan perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi kepadaNya”. (HR. Bukhari)
Alfagih Abul Laits berkata : “Jauhilah olehmu meminum minuman keras, karena dalam meminumnya itu ada sepuluh perkara yang tercela :
- Apabila seseorang meminum minuman keras, maka berubahlah dia seperti orang gila. Maka dia menjadi bahan tertawan anak-anak kecil, dan tercela dalam pandangan orang-orang dewasa.
- Minuman keras itu menghilangkan akal dan menghabiskan harta.
- Meminum minuman keras itu menjadi sebab permusuhan di antara sesama saudara dan sesama teman.
- Meminum minuman keras itu mencegah seseorang dari zikir kepada Allah dan salat.
- Meminum minuman keras itu bisa menjerumuskannya ke dalam perbuatan zina. Karena, apabila seseorang meminum minuman keras, boleh jadi dia mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar.
- Minuman keras itu kunci segala kejahatan. Karena apabila seseorang meminum minuman keras, maka menjadi mudahlah baginya untuk melakukan segala kemaksiatan.
- Minuman keras itu mengganggu para malaikat yang menjaganya (malaikat hafazah, pent.), karena membawa mereka ke tempat dilakukannya kedurhakaan.
- Orang yang meminum minuman keras itu wajib dihukum had delapan puluh kali cambukan. Seandainya dia tidak sampai dihukum di dunia, maka kelak di akhirat dia tetap akan mendapat hukuman, yaitu dicambuk dengan cemeti dari api di hadapan khalayak ramai, dan disaksikan oleh bapak-bapak dan teman-teman mereka.
- Pintu langit tertutup bagi orang yang meminum minuman keras. Karena kebaikankebaikan dan doa-doanya tidak diangkat selama empat puluh hari.
- Orang yang meminum minuman keras itu berada dalam ancaman bahaya, karena dikuatirkan imannya dicabut di saat matinya.
Semua itu merupakan Mukuman-hukuman di dunia sebelum matinya, dan sebelum dia sampai kepada hukuman-hukuman akhirat. Maka tidak sepatutnya bagi orang yang berakal memilih kenikmatan yang pendek (sebentar) daripada kenikmatan yang panjang (lama) dan diriwayatkan dari sahabat Abu Umamah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan memasuki surga : orang yang mencandu minuman keras, orang yang memutuskan tali kekeluargaan, dan orang yang mempercayai tukang-tukang sihir. Orang yang mati dalam keadaan mencandu minuman keras, maka Allah akan memberinya minum dari sungai Ghauthah, yaitu sebuah sungai yang mengalir dari kemaluan para pelacur. Sungai itu sangat menyakiti para penghuni neraka, dikarenakan oleh baunya yang busuk”. (HR. Ahmad dan Ibnu Adi)
Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Kamu jangan mengawinkan orang yang suka minum minuman keras, dan jangan menjenguknya kalau dia sakit: serta jangan mensalatinya kalau dia mati. Demi Allah Yang telah mengutus aku dengan hak sebagai seorang nabi, tidaklah meminum minuman keras kecuali orang yang terkutuk di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfturgan, Orang yang memberi makan kepadanya sesuap, maka Allah akan menguasakan atas tubuhnya seekor ular dan kalajengking. Orang yang memenuhi hujatnya, berarti telah membantunya menghancurkan Islam. Dan orang yang menghutanginya, berarti telah membantunya membunuh seorang mukmin. Orang yang menemaninya, akan dibangkitkan Allah kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta dan tanpa pembela”. (alhadis)
Dikatakan bahwa, perbuatan yang termasuk kedalam dosa-dosa besar itu ialah :
- Menyekutukan Allah.
- Membunuh orang tanpa alasan yang benar.
- Meminum minuman keras.
- Berbuat zina.
- Liwat (homoseks)
- Menuduh orang terhormat berbuat zina. Laki-laki maupun perempuan.
- Berbuat durhaka kepada ibu bapak yang muslim, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
- Melarikan diri dari medan perang. Yaitu dalam pertempuran satu lawan satu atau Satu lawan dua.
- Memakan harta anak yatim dengan aniaya.
- Memberikan kesaksian yang palsu
- Memakan harta hasil riba.
- Makan di siang Ramadan dengan sengaja, tanpa uzur
- Memutuskan tali silaturahmi.
- Sumpah yang jahat.
- Memakan harta orang lain secara aniaya.
- Mengurangi takaran dan timbangan.
- Mendahulukan salat sebelum masuk waktunya. ,
- Memukul orang tanpa alasan yang benar.
- Mencela Nabi saw. dan mendustakan Beliau dengan sengaja.
- Menyembunyikan kesaksian tanpa uzur.
- Menerima suap.
- Bunuh diri atau memotong salah satu anggota tubuhnya sendiri.
- sundal.
24 Mengadu domba antara suami dan stri.
25, Mengadu domba di hadapan orang zalim.
- Sihir.
27 Menolak mengeluarkan zakat.
28 Menyuruh Kepada kemungkaran dan mencegah dari yang ma’ruf
29 Menggunjing orang alim
30 Membakar binatang dengan api.
31, Wanita yang tidak mau melayani suaminya tanpa sebab
Semua itu adalah dosa-dosa besar.
Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Affan ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hindarilah olehmu minuman keras, karena minuman keras itu induk segala kekejian. Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari umat sebelum kamu, yang kerjanya hanya beribadat dan mengasingkan diri dari orang banyak. Dia disenangi oleh seorang perempuan nakal. Perempuan itu mengutus seorang pelayan kepadanya dengan pesan: “Kami mengundang Tuan untuk bersyahadat?.
Laki-laki itu memenuhi panggilan perempuan itu. Ketika dia memasuki pintu rumah perempuan itu, pintu itu lalu ditutup oleh perempuan tersebut. Akhirnya dia menghadap seorang perempuan yang sedang duduk, sedang di sampingnya ada seorang budak dan botol tempat minuman keras. Perempuan itu berkata kepadanya : “Sebenarnya kami mengundangmu bukan untuk bersyahadat, tetapi untuk membunuh budak ini, atau berzina denganku, atau minum minuman keras dari botol ini. Jika engkau menolak, maka aku akan meneriakimu dan mempermalukanmu”.
Kata yang meriwayatkan : “Ketika laki-laki itu menyadari, bahwa tidak ada jalan untuk menghindari hal itu, maka berkatalah ia : “Berilah saya segelas minuman keras itu”. Lalu perempuan itu memberinya segelas minuman keras, maka hilanglah akalnya sehingga disetubuhinya wanita itu dan dibunuhnya budak itu.
Oleh karena itu, jauhilah minuman keras, karena tidak akan berkumpul iman dan kegemaran minuman keras di dalam dada seorang laki-laki selama-lamanya, melainkan salah satu dari keduanya hampir mengeluarkan yang lainnya”. (HR. Ibnu Hibban di dalam Sahihnya)
Pernahkah Anda mendengar kisah Barshishah yang mendapat kutukan, yakni dijauhkan dari rahmat Allah Taala yang disebabkan oleh minuman keras?. Kisahnya begini :
Barshishah dahulunya adalah seorang abid. Dia telah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh tahun, tanpa pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun. Dia mempunyai enam puluh ribu murid yang di antaranya bisa berjalan di angkasa berkat ibadatnya itu, sehingga para malaikat merasa kagum akan ibadatnya itu. Namun Allah Taala berfirman : “Apa yang kalian kagumi darinya?. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Menurut iimu-Ku, Barshishah itu akan menjadi kafir disebabkan oleh minuman keras”.
Firman Allah itu didengar oleh iblis yang terkutuk, dan tahulah dia bahwa kebinasaan Barshishah itu berada dalam tangannya. Kemudian Iblis mendatangi biara Barshishah
dengan menyamar sebagai seorang abid yang telah mengalami perjalanan ibadat. Iblis memanggilnya. Maka bertanyalah Barshishah kepadanya: “Siapakah Anda dan hendak mengapa?”.
Iblis menjawab : “Saya seorang abid. Saya datang kepada Tuan untuk menjadi pembantu Tuan dalam beribadat kepada Allah Taala”.
Barshisha berkata : “Orang yang hendak beribadat kepada Allah Taala, maka Dia akan mencukupi kebutuhan orang itu”.
Kemudian Iblis pura-pura beribadat kepada Allah Taala selama tiga hari tiga maiam, tidak tidur, serta tanpa makan dan minum. Maka berkatalah Barshisha: “Saya berbuka, tidur, makan dan minum, sedangkan engkau tidak makan dan minum. Sesungguhnya saya telah beribadat selama dua ratus dua puluh tahun, dan saya tetap tidak bisa meninggalkan makan dan minum”.
Iblis berkata : “Saya telah melakukan suatu dosa, kapan saja saya teringat akan doSa saya itu, maka lenyaplah keinginanku untuk tidur dan makan”.
Barshisha bertanya : “Apa kiranya yang dapat saya lakukan supaya bisa menjadi Seperti engkau?”.
Iblis menjawab : “Pergilah dan lakukanlah perbuatan maksiat kepada Allah, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang, sehingga engkau akan merasakan manisnya taat”.
Barshisha bertanya kembali : “Apa yang harus saya lakukan?”
“Berzina”, jawab Iblis.
Barshisha menjawab : “Aku tidak bisa melakukannya”.
“Bunuhlah seorang muslim”, kata Iblis pula.
“Itu pun tidak akan aku lakukan”, tegas Barshisha.
Iblis berkata : “Minumlah minuman keras yang memabukkan, inilah yang paling ringan dan mudah, dan Allah pasti akan memusuhimu”.
“Dimanakah aku bisa mendapatkan minuman keras itu?”, tanya Barshisha.
Iblis menjawab : “Pergilah ke desa anu”.
Maka pergilah Barshisha menuju ke desa yang ditunjukkan Iblis. Di sana, dilihatnya Seorang perempuan cantik. Dari perempuan itulah dia membeli minuman keras, lalu diminumnya sampai mabuk dan akhirnya dia berbuat zina dengan perempuan itu. Tak lama kemudian, suami perempuan itu datang, maka Barshisha memukulnya sampai hampir terbunuh. Dalam pada itu, Iblis lantas menyamar sebagai seorang manusia, lalu dia pergi menemui kepala desa dan melaporkan semua perbuatan Barshisha. Maka orangorang pun menangkap Barshisha lalu mencambuknya dengan cemeti sebanyak delapan puluh kali, sebagai hukuman minum minuman keras, dan seratus kali cambuk untuk perbuatan berzina, lalu diperintahkan agar dia disalib karena telah menumpakan darah.
Ketika Barshisha telah berada di tiang salib, maka datanglah Iblis dalam rupa seperti tadi, seraya berkata : “Bagaimana keadaanmu?”.
Barshisha menjawab : “Barangsiapa menuruti kawan yang buruk, maka beginilah balasannya”.
Iblis berkata : “Aku telah mengalami bencana gara-gara engkau selama dua ratus dua puluh tahun, sampai aku berhasil membuatmu disalib. Namun, kalau engkau ingin turun, aku dapat membantu menurunkanmu”.
“Aku ingin turun. Kalau kau memang bisa membantuku, maka aku akan memberimu apa Saja yang engkau inginkan”, jawab Barshisha.
Iblis berkata : “Bersujudlah satu kali saja kepadaku”.
“Aku tidak bisa bersujud kepadamu di atas kayu ini”, kata Barshisha.
“Bersujudlah dengan isyarat”, bujuk Iblis.
Maka bersujudlah Barshisha dan menjadi kafirlah dia kepada Allah, serta keluar dari dunia tanpa iman.
Kita berlindung kepada Allah Taala dari semuanya itu. (Hayatul Qulub).
Diriwayatkan bahwa, Abdurrahman bin Auf mengadakan jamuan makan minum dengan mengundang beberapa orang sahabat Rasulullah saw. Ketika itu, minuman keras belum diharamkan. Maka makan minumlah mereka. Ketika mereka telah terhuyunghuyung karena mabuk, tiba waktu salat Maghrib. Kemudian mereka menyuruh salah seorang dari mereka untuk mengimami salat. Ketika dia membaca surah Alkafirun, dibacanya : “Gul ya ayyuhal kaafiruun, a’budu maa ta’buduun, wa antum ‘aabiduuna maa a’bud”. Tanpa “Ia”, maka turunlah firman Allah Taala sebagai peringatan :
Artinya : “Janganlah kamu mendekati salat, sedang kamu mabuk”.
Sesudah kejadian itu, mereka tidak lagi meminum minuman keras pada waktu-waktu salat. Apabila mereka telah mengerjakan salat Isyak barulah mereka meminumnya, sehingga ketika masuk waktu Subuh, mabuk itu telah hilang dari mereka, dan mereka tahu apa yang mereka ucapkan. Kemudian turun pula ayat yang mengharamkan minuman keras itu :
Artinya : “Sesungguhnya minuman keras, judi… dst.
Adapun makna “Janganlah kamu mendekati salat”. Seperti disebutkan dalam ayat di atas tadi adalah, janganlah kamu melakukannya, janganlah kamu mendatanginya, dan jauhilah dia. Seperti sabda Nabi saw. Yang artinya : “Jauhkanlah anak-anak dan orangorang gila dari masjid-masjid kamu”. (Kasysyaf)
Dikatakan, bahwa ketika turun ayat yang berisi pengharaman minuman keras, maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang sudah meninggal dunia, sedang mereka dahulu suka meminum minuman keras dan makan harta hasil perjudian?”. Maka turunlah ayat:
Artinya : “Apabila mereka bertakwa, beriman dan beramal saleh: kemudian bertakwa dan beriman: kemudian bertakwa dan berbuat baik …. dst”.
Maksudnya : bahwa orang-orang mukmin itu tidak berdosa mengenai apa pun yang telah mereka makan dari makanan-makanan yang mubah (dibolehkan), apabila mereka telah menghindari apa-apa yang diharamkan, kemudian mereka bertakwa dan beriman, kemudian bertakwa dan berbuat baik. Dalam arti, bahwa mereka bersifat dengan sifat ini. Ayat ini juga sebagai sanjungan dan pujian terhadap mereka berkaitan dengan keadaan mereka dalam beriman, bertakwa dan berbuat baik.
Contoh kasusnya adalah sebagai berikut. Jika ditanyakan kepada Anda : “Apakah
Zaid berdosa atas apa yang telah dia lakukan, padahal Anda tahu bahwa itu merupakan hal yang mubah (dibolehkan)?”. Maka Anda tentu akan menjawab : “Seseorang tidaklah berdosa mengenai perkara yang dibolehkan, asalkan dia telah menghindari perkaraperkara yang diharamkan, disamping itu, dia juga beriman dan berbuat baik”. Maksud Anda bahwa, Zaid itu seorang yang bertakwa, beriman dan berbuat baik, dan bahwa dia tidak dihukum atas apa yang telah dilakukannya. (Tafsir Kasysyaf, ringkasan)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Habil). Dia (Qabil) berkata : “Aku pasti membunuhmu!”. (Habil ) menjawab: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Almaidah : 27)
Tafsir :
(. ) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil). Allah Taala mewahyukan kepada Adam as. supaya mengawinkan masingmasing dari keduanya dengan kembaran yang lain. Namun Habil tidak rela akan hal itu, karena saudara kembarnya itu lebih cantik. Maka berkatalah Adam as. kepada mereka berdua : “Persembahkanlah kurban olehmu berdua. Maka barangsiapa di antara kalian yang diterima kurbannya, dia boleh mengawininya”. Ternyata kurban Habil diterima, yaitu dengan turunnya api yang memakan kurbannya. Maka Qabil semakin tidak senang dan melaksanakan rencananya.
(. ) dengan sebenarnya. Kata ini merupakan sifat dari mashdar (kata asal) yang mahdzuf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan berbunyi :
Atau, merupakan hal (kata keadaan) dari dhamirnya , atau dari , yakni : yang disertai dengan kebenaran, sesuai dengan yang tercantum dalam kitab-kitab orangorang dahulu.
(. ) ketika keduanya mempersembahkan kurban. Kalimat ini merupakan zharaf (kata.keterangan) atau hal (kata keadaan) dari kata kerja atau sebagai badal (kata pengganti) dari hadzful mudhaf, yakni : (Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam, yaitu kisah pada waktu i u).
Konon, Qabil adalah seorang petani, dia mempersembahkan gandum yang paling jelek yang dimilikinya. Sedangkan Habil adalah seorang peternak, dia mempersembahkan seekor unta yang gemuk.
(. ) maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Karena dia (Qabil) tidak senang dengan hukum Allah Taala, dan tidak berniat dengan ikhlas dalam berkurban. Sedangkan Habil telah mempersembahkan yang terbaik dari miliknya.
Qabil berkata : “Aku pasti membunuhmu”. Dia mengar:cam Habil akan membunuhnya, karena sangat dengkinya kepada saudaranya itu sebab kurbannya diterima. Karena itu Habil menjawab :
(. ) Habil berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban dan” “orangorang yang bertakwa”. Dalam menjawab ancaman saudaranya itu. Maksudnya : Kurbanmu tidak diterima itu adalah karena ulahmu sendiri, sebab engkau telah meninggalkan sifat takwa, bukan karena salahku, maka mengapa engkau mau membunuhku?.
Dalam peristiwa ini terkandung suatu hikmah, bahwa pendengki itu seharusnya menyadari bahwa ketidak beruntungannya itu adalah disebabkan oleh kelalaiannya sendiri, dan seharusnya dia berusaha melakukan sesuatu yang menyebabkan orang yang didengkinya itu beruntung, bukan berusaha menghilangkan keberuntung. n orang itu. Karena itu hanya akan merugikan dirinya sendiri dan tidak berguna sama sekali baginya. Dan bahwa, perbuatan taat itu tidak akan diterima kecuali dari orang yang vuriman dar. bertakwa. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. sabdanya:
Artinya : “Aku telah bertemu dengan Jibril, dan dia berkata : “Saya membawa kabar gembira untukmu, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadamu, maka Aku pun mengucapkan salam kepadanya, dan barangsiapa membaca Salawat kepadamu maka Aku pun bersalawat (merahmati) kepadanya”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa anzilhul manzilal muqorroba ‘indaka yaumal giyaamati” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kebada Muhammad, dan tempatkanlah Beliau di tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kiamat), maka orang itu pasti akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat kelak”. (Syifaus Syarif).
Adapun firman Allah : (kedua putera Adam), konon, yang dimaksudkan adalah
bukan kedua anak kandung Adam, tetapi dua orang laki-laki dari Bani Israil. Oleh karena itu. mengenai mereka dikatakan : (Oleh karena itu, Kami tetapkan atas Bani Israil. Bahwa barangsiapa membunuh …. dst.). Akan tetapi, yang benar adalah pendapat mazhab Yumhur Mufassirin (kelompok terbesar ahli tafsir), bahwa yang dimaksudkan dalam ayat Itu ialah kedua anak kandung Adam as. Hal mana ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : (kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak… dst), karena pembunuh Itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap yang dibunuhnya, sehingga dia perlu belajar dari apa yang dilakukan burung gagak tersebut. (Tafsir Al Khazin).
Diceritakan bahwa, Habil pergi mengambil seekor domba yang terbaik di antara kambing-kambingnya talu dikurbankannya sambil mengharap di dalam hatinya keridaan Allah Taala. Sedangkan Qabil mempersembahkan gandum yang terburuk dari miliknya. Mereka berdua meletakkan kurban mereka masing-masing di atas sebuah bukit. Kemudian Nabi Adam as. memanjatkan doa, maka turunlah api dari langit lalu memakan kurban Habil, dan tidak memakan kurban Qabil. Maka marahiah Qabil kepada Habil, dan dia menyimpan kedengkian pada saudaranya itu. Sampai tiba waktu bagi Adam as. untuk berangkat ke Mekah guna mengunjungi Kakbah, sehingga tinggallah mereka berdua tanpa Beliau. Kesempatan itu digunakan oleh Qabil untuk melaksanakan niat jahatnya. Lalu dia pergi menemui Habil dan mengancamnya: “Aku pasti membunuhmu!”.
Habil menjawab : “Apa sebab engkau hendak membunuhku?”.
Qabil menjawab : “Karena Allah telah menerima kurbanmu dan menolak kurbanku: dan karena engkau hendak menikahi saudaraku yang cantik, sedang aku harus menikahi saudaramu yang jelek. Maka nanti orang-orang akan mengatakan, bahwa engkau lebih baik dariku, dan anakmu akan membanggakan diri terhadap anakku”. (Tafsir Al Khazin).
Muhammad bin Ishak menceritakan dari sementara orang yang mengerti tentang kitab-kitab kuno, bahwa Adam as. telah mengumpuli Hawa di dalam surga sebelum keduanya melakukan pelanggaran. Lalu Hawa mengandung Qabil dan saudaranya lglima. Pada waktu itu, Hawa tidak merasa mengidam karena kandungannya itu. Tidak letih dan tidak sakit, juga tidak melihat darah ketika melahirkan keduanya. Dan ketika keduanya telah diturunkan ke bumi, Adam as. mengumpuli Hawa lagi, lalu Hawa mengandung Habil dan saudara kembarnya Layudza. Ketika Hawa mengandung untuk yang kedua kali ini, dia merasakan mengidam, letih dan sakit, serta mengeluarkan darah saat melahirkan. Anak Adam yang laki-laki mengawini anak Adam yang perempuan, yang mana saja di antara saudara-saudaranya yang dia kehendaki selain dari saudara kembarnya, yang lahir bersamanya. Ketika Qabil dan Habil telah menginjak dewasa, sedang usia keduanya hanya berselisih dua tahun, maka Allah Taala memerintahkan kepada Adam as. agar mengawinkan Qabil dengan Layudza, dan mengawinkan Habil dengan lqlima, saudara kembar Qabil. Adapun Iglima itu lebih cantik daripada Layudza. Adam pun lalu menyampaikan hal itu kepada kedua anaknya. Habil menerimanya dengan rela, sedang Oabii tidak rela, dia berkata : “Iglima adalah saudaraku, dan aku lebih berhak memilikinya. Kami berdua merupakan anak-anak yang dilahirkan di surga, sedang dia berdua dilahirkan di bumi… demikian seterusnya sampai akhir cerita. (Tafsir Al Khazin).
Disebutkan di dalam Al Akhbar, bahwa Hawa melahirkan untuk Adam as. dari setiap kandungan dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Adapun jumlah semua anak yang dilahirkannya adalah empat puluh anak dari dua puluh kandungan. Anak pertama (sulung) ialah Qabil dan saudara kembarnya, Iglima, sedang anak terakhir (bungsu) ialah Abdulmughits dan saudara kembarnya, Amatulmunghits. Kemudian Allah memberkati anak keturunan Adam as. itu.
ibnu Abbas ra. berkata : “Adam as. belum mati, melainkan setelah menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya berjumlah sampai empat puluh ribu orang”.
Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat kelahiran Qabil dan Habil. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa, Adam as. mengumpuli Hawa seratus tahun sesudah mereka diturunkan ke bumi, lalu Hawa melahirkan untuknya, Qabil dan saudara kembarnya Iglima, dalam satu kandungan: setelah itu, Habil dan saudara kembarnya Layugdza, dalam satu kandungan yang lain. (Tafsir Al Khazin).
Ibnu Juraij berkata : “Ketika Qabil hendak membunuh Habil, dia tidak tahu bagaimana cara membunuhnya. Maka Iblis yang terkutuk menjelma di hadapannya. Iblis telah menyiapkan seekor burung, lalu kepala burung itu diletakkannya di atas batu, dan dengan batu yang lain, dipukulkannya kepala burung itu sampai mati. Sementara itu, Qabil memperhatikannya. Maka Iblis telah mengajari Qabil cara membunuh. Lalu Qabil melakukan seperti yang dilakukan Iblis itu. Konon, Iblis mengajari Qabil cara membunuh itu pada saat Habil sedang tidur.
Dan ulama berbeda pendapat pula mengenai tempat dilakukannya pembunuhan itu. Ibnu Abbas ra. mengatakan, di atas gunung Tsaur, dan pendapat lain mengatakan, di lereng gunung Hira, yang lain mengatakan di Basrah, tepatnya di lokasi Masjid Agung. (Tafsir Al Khazin).
Setelah Aabil membunuh adiknya, ia menjadi menyesal atas pembunuhan itu. Karena akibat pembunuhan itu, dia menjadi kebingungan memikirkan tentang cara mengurus jenazah adiknya itu, lalu dipanggulnya jasad adiknya di atas punggungnya selama satu tahun atau lebih, menurut kata orang. Dan karena Qabil belajar pada burung gagak, maka kulitnya berubah menjadi hitam legam. Dan ayahnya berlepas diri darinya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, setelah Qabil melakukan pembunuhan itu, maka tubuhnya menjadi hitam legam. Lalu dia ditanya oleh Adam as. tentang saudaranya, dia menjawab : “Saya tidak diserahi mengurusnya”.
Lantas Adam as. berkata : “Engkau pasti telah membunuhnya, karena itu tubuhmu berubah menjadi hitam!”. Dan Adam pun berlepas diri darinya.
Setelah kejadian itu, Qabil tinggal selama seratus tahun tidak pernah tertawa. Dan dia tidak memperoleh apa pun yang diinginkannya dengan melakukan pembunuhan itu. (Qadhi Baidhawi)
Konon, setelah itu Qabil melarikan diri ke Aden di negeri Yaman. Iblis yang terkutuk menyusulnya ke sana. Setelah bertemu dia berkata : “Sesungguhnya api memakan kurban Habil karena dia telah menyembah api. Maka lakukanlah olehmu seperti itu”. Dan Qabil pun menurut. Qabillah yang mula-mula membuat alat-alat musik dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan, yaitu meminum minuman keras, menyembah berhala, berzina dan perbuatan-perbuatan keji lainnya, sehingga Allah menenggelamkan mereka dengan air bah di zaman Nabi Nuh as. dan barangsiapa melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, maka dia akan dikumpulkan bersama-sama Qabil dan anak-anaknya pada hari kiamat kelak. (Raunaqul Majalis).
Menurut salah satu hadis, tidaklah seseorang terbunuh secara aniaya, melainkan Qabil ikut andil di dalamnya, yakni bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula mempelopori pembunuhan.
Dan juga dikatakan, bahwa yang pertama-tama mendengki di langit ialah Iblis yang terkutuk. Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan yang pertama-tama mendengki di muka bumi ialah Qabil, ketika dia mendengki saudaranya Habil, lalu terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan cukuplah nasib keduanya itu menjadi nasehat bagi orang yang berakal.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya nikrmat-nikmat Allah itu mempunyai musuh”. Sahabat bertanya : “Siapa mereka itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “lalah orang-orang yang mendengki orang lain atas nikmat karunia yang diberikan Allah kepadanya”.
Sebagian hukama berkata : “Induk segala kejahatan itu ada tiga dengki, tamak dan Sombong. Adapun sifat sombong itu asalnya dari Iblis yang terkutuk. Ketika dia bersikap Sombong dan enggan melakukan sujud sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, lalu dia dikutuk. Sedangkan tamak, asalnya dari Adam as. ketika dikatakan kepadanya, “Surga dan seluruh isinya diperbolehkan bagimu selain dari satu pohon ini”. Namun, Beliau terpengaruh oleh sifat tamak, sehingga ahirnya Beliau dikeluarkan dari dalam surga. Dan dengki, asalnya dari Qabil, ketika dia membunuh saudaranya Habil, sehingga dia menjadi kafir disebabkan oleh kedengkiannya itu”.
Dan dikatakan oleh Al Faqih Abul Laits : “Ada tiga golongan manusia yang doanya tidak diterima: (1) orang yang memakan harta haram, (2) orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain (menggunjing), (3) dan orang yang di dalam hatinya terdapat perasaan dengki terhadap kaum muslimin”.
Dari Athiyah bin Audzah As Sa’di, katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, Maka, apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah dia berwudu”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Sesungguhnya di kalangan kamu ada orang yang lekas marah lekas pula redanya, ada yang lekas marah lambat reda, dan ada pula yang lambat marah dan lekas reda. Maka yang terbaik adalah yang lambat marah lekas reda, dan yang terburuk adalah yang lekas marah lambat reda”. (Zubdatul Wa’izhin) Ketahuilah bahwa, orang yang suka mendengki itu akan memperoleh delapan bencana : Pertama, rusak taatnya. Karena diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Bel. u bersabda :
Artinya : “Hindarilah olehmu sifat dengki, sebab dengki itu melahap kebaikan-kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar dan rumput. Atau, menjerumuskannya kepada kekufuran”.
Kedua, menyeretnya kepada perbuatan-perbuatan maksiat.
Karena pendengki itu biasanya tidak luput dari menggunjing, berdusta, mencaci dan senang dengan kesusahan orang lain. Attabrani meriwayatkan dari Dhamrah bin Tsa’labah, katanya : “Manusia akan selalu berada dalam keadaan yang baik selama mereka tidak saling mendengki”.
Ketiga, tidak memperoleh syafaat. Attabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Basyar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Tidak termasuk ke dalam golonganku orang yang suka mendengki, orang yang suka mengadu-domba, dan tukang ramai: dan aku pun tidak tergolong darinya”.
Kemudian Beliau membacakan firman Allah, yang artinya : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.
Keempat, masuk neraka.
Addailami meriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar ra. dan sahabat Anas bin Malik ra., bahwa saw. bersabda :
Artinya : “Enam golongan manusia masuk neraka sebelum dihisab dikarenakan oleh enam perkara. Sahabat bertanya : Siapa mereka, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : para pemimpin pemerintahan karena kelalimannya: orang-orang Arab karena fanatik kesukuannya, kapala-kepala daerah karena kesombongannya: para pedagang karena ketidak Jujurannya, para penduduk dusun karena kebodohannya, dan orang-orang alim karena kedengkiannya”.
Kelima, penyebab dilakukannya sesuatu yang merugikan orang lain.
Oleh karenanya, Allah Taala memerintahkan agar memohon perlindungan dari kejahatan pendengki, sebagaimana Dia memerintahkan agar memohon perlindungan dari setan yang terkutuk. Hal mana disebutkan dalam firman-Nya:
Artinya : “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki”. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Jadikanlah sikap tutup mulutmu itu sebagai penolong dalam usaha meraih keinginan-keinginanmu, sebab setiap orang yang memperoleh nikmat itu pasti didengki””. Keenam, letih dan susah tanpa manfaat, bahkan disertai dengan dosa dan maksiat. Ibnu Assammak berkata : “Saya tidak pernah melihat orang zalim yang lebih mirip dengan orang yang dizalimi selain pandengki, selalu letih, akal bingung, dan susah yang tak kunjung reda.
Ketujuh, buta hati, sehingga hampir tidak mengerti satu hukum pun dari hukumhukum Allah Taala.
Sufyan berkata : “Janganlah engkau menjadi pendengki, agar engkau cepat mengerti”.
Kedelapan, tidak akan sukses dalam segala bidang.
Bahkan selalu kalah, sehingga hampir tidak pernah memperoleh apa yang dicitacitakannya dan tidak pernah menang atas musuhnya.
Karenanya, dikatakan :
Artinya : “Pendengki itu tidak akan mulia”. (Thariqah Muhammadiyah).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia : “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”. (Ingatlah) ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”. Mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tentram hati kami, dan Supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi Orang-orang yang menyaksikan hidangan itu”. : Isa putera Maryam berdoa: “Ya Allah, oh Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu : berilah kami rizeki, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling baik”. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangSiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia”. (QS. Almaidah : 111-115).
Tafsir :
(. ) Dan ingatlah, ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia, Maksudnya : Aku perintahkan kepada mereka melalui lisan-lisan rasul-rasulKu.
( )i Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. Boleh jadi pada kalimat ini adalah an masdariyah (. ) atau bisa juga an mufassirah (. ).
(. ) Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh, yang ikhlas.
(. ) Ingatlah, ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam. Kalimat ini dinasabkan dengan kata. atau merupakan zharaf (kata keterangan) dari kata . Dengan demikian, ia menjadi peringatan bahwa pengakuan ikhlas mereka yang diiringi dengan perkataan mereka : (. ) sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”, belumiah karena pengetahuan yang mantap dan kokoh.
Ada pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan “sanggup” dalam ayat ini adalah kesanggupan yang diakibatkan oleh hikmat dan iradat, bukan yang diakibatkan oleh kekuasaan. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa arti dari “sanggupkah Tuhanmu” ialah “apakah Dia mengabulkan doamu?”. Kata artinya sama dengan seperti kata sama dengan .
(. ) Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah”. Dari pertanyaan seperii ini.
( ) jika kamu betul-betul orang yang beriman, kepada kesempurnaan kekuasaan Allah dan kebenaran kenabianku, atau, jika kamu benar dalam pengakuan keimananmu.
(. ) mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu”. Kata-kata ini adalah permulaan alasan dan penjelasan mengapa sampai mereka mengajukan pertanyaan itu. .
(. ) dan supaya tentram hati kami, dengan berkumpulnya antara ilmu musyahadah dan Hmu istidlal atas kekuasaan Allah yang sempurna.
(. ) dan supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dalam pengakuanmu sebagai nabi dan bahwa Allah mengabulkan doa kami.
(. ) dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu, apabila engkau telah membuktikan kepada kami atau, menjadi orang-orang yang menyaksikan dengan mata kepala, bukan hanya sekedar mendengar berita belaka.
(. ) Isa putera Maryam berdoa : “Ya Allah, Ya Rabbana, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yang akan kami rayakan. Ada yang mengatakan bahwa, Id itu artinya kegembiraan yang berulang. Karena itulah hari raya disebut Id.
(. ) yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami. Kata-kata ini adalah Badal (pengganti) dari kata , dengan mengulangi ‘amilnya. Maksudnya, hari raya bagi orang-orang yang bersama kami dan orang-orang yang datang sesudah kami.
( ) dan menjadi tanda. Di-athaf-kan kepada kata .
(. ) dari-Mu. Kata ini merupakan sifat dari kata . Maksudnya : Tanda yang nyata dari-Mu, yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan-Mu dan kebenaran kenabianku. –
(. ) dan karuniailah kami, hidangan dan rasa syukur atasnya.
(. ) dan Engkaulah Pemberi rezki yang paling baik. Karena Allah-lah yang menciptakan rezki.
(. ) Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, sebagai perkenaan atas permintaanmu.
(. ) barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka Aku akan menyisakannya dengan siksaan. Yakni, dengan penyiksaan.
(. ) yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun. Dhamir (kata ganti nama) x(dalam RIS) kembali kepada masdarnya, atau kepada azab.
(. ) sekalian umat marusia. Yaitu yang sezaman dengan mereka, atau seluruh umat manusia secara mutlak. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan di dalam At Akhbar: Tiga perkara yang di sisi Allah tidak setimbang dengan sayap seekor nyamuk : (1) salat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyu’ (2) zikir dengan hati yang lalai. Karena Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai, (3) membaca salawat untuk Nabi saw. tanpa disertai penghormatan dan tanpa niat. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Sesungguhnya setiap amal itu harus disertai dengan niat”. (Zubdah). .
Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi Isa as. berkata kepada pengikut-pengikutnya : “Berpuasalah kamu selama tiga puluh hari, kemudian mintalah kepada Allah apa yang kamu inginkan, niscaya Dia memberikannya kepadamu”. Maka mereka pun berpuasa. Setelah selesai berpuasa, mereka berkata : “Jika kita bekerja pada seseorang, lalu pekerjaan itu kita selesaikan, tentu orang itu akan memberi makan kepada kita”. Kemudian mereka meminta kepada Allah Taala hidangan. Maka turunlah malaikat membawa hidangan, yang terdiri dari tujuh potong roti dan tujuh ekor ikan. Kemudian hidangan itu diletakkan malaikat di hadapan mereka. Maka orang yang terakhir dapat menyantap hidangan itu seperti halnya orang yang pertama.
Dan menuju Ka’ab, hidangan itu turun terbalik, diterbangkan oleh malaikat antara langit dan bumi. Isinya terdiri dari segala jenis makanan selain daging.
Sedang Qatadah berkata : “Pada hidangan itu terdapat buah di antara buah-buahan surga”.
Dan Athiyah Al Aufi mengatakan : “Dari langit turun seekor ikan yang mengandung rasa segala sesuatu”.
Diperselisihkan, apakah Isa as. meminta hidangan itu untuk dirinya sendiri, atau memintanya untuk kaumnya. Sekalipun pada lahirnya Beliau menisbatkan hidangan itu kepada dirinya, namun masing-masing dari keduanya tetap memuat bahwa turunnya hidangan tu adalah karena diminta. (Naisaburi)
Konon, ketika para pengikut Nabi Isa as. mendengar ancaman keras dari Allah itu, yaitu : “Barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turunnya hidangan) itu, maka seSungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun di antara umat manusia”. Maka mereka kuatir jangan-jangan ada Sebagian di antara mereka yang menjadi kafir, lalu mereka meminta maaf dan berkata :
“Kami tidak monginginkan hidangan itu”. Maka hidangan itu pun tidak jadi diturunkan. Demikian kata Mujahid dan Alhasan. Totapi yang benar adalah yang dianut oleh Jumhur umat dan imam-imam yang terkenal, yaitu bahwa hidangan itu benar-benar telah diturunkan. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as. mandi lalu mengenakan kain wol, kemudian salat dua rakaat. Beliau menundukkan kepala sambil memicingkan kedua matanya, kemudian Beliau berdoa dan diperkenankan. Sekonyong-konyong tampak sebuah taplak merah di antara dua awan, satu di atasnya dan satu di bawahnya, turun perlahan-lahan dengan disaksikan oleh seluruh pengikut Isa as. hingga akhirnya tiba di hadapan mereka. Maka menangislah Isa as. lalu Beliau berdoa : “Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan ini sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan janganlah Engkau jadikan dia sebagai siksaan dan hukuman”. Kemudian Beliau bangkit lalu berwudu dan salat sambil menangis. Setelah itu, Beliau berkata kepada para pengikutnya : “Berdirilah orang yang terbaik amalnya di antara kamu sekalian untuk membuka hidangan ini, sambil menyebut nama Allah dan menyantapnya”.
Syam’un, pemimpin Hawariyun, menjawab : “Bagindalah yang lebih pantas melakukannya”.
Maka bangkitlah Nabi Isa as. lalu berwudu dan salat sambil menangis. Kemudian Beliau membuka kain penutup hidangan itu seraya berkata : “Dengan nama Allah, sebaikbaik pemberi rezki”” Ternyata di dalamnya ada seekor ikan panggang, tanpa sisik dan tanpa duri, mengalirkan lemak, kepalanya bergaram, ekornya bercuka, dan disekelilingnya terdapat bermacam-macam sayuran selain kucai. Dan ada pula lima potong roti, yang satu pakai minyak zaitun, yang kedua pakai madu, yang ketiga pakai minyak samin, yang keempat pakai mentega, dan yang kelima pakai dendeng.
Syam’un bertanya : “Wahai Ruh Allah, makanan ini, apakah dari makanan dunia atau makanan akhirat?”.
Isa as. menjawab : “Bukan dari keduanya, tetapi ia merupakan makanan yang baru diciptakan Allah dengan kekuasaan-Nya yang tinggi. Makanlah yang kalian minta ini dan bersyukurlah, niscaya Allah akan menambah nikmat dan karunia-Nya kepada kamu”.
Para Hawariyun berkata : “Wahai ruh Allah, coba Baginda perlihatkan kepada kami tanda kekuasaan Allah yang lain selain dari yang ini”.
Nabi Isa as. berkata : “Hai ikan, hiduplah engkau dengan izin Allah Taala”. Maka ikan itu pun bergerak-gerak. Kemudian Isa berkata kepadanya : “Kembalilah engkau ke asalmu” Maka ikan itu pun kembali sebagai ikan panggang. Kemudian hidangan itu melayang terbang. Sesudah itu, mereka mendurhaka, maka diubahlah rupa mereka menjadi kera dan babi.
Konon, Hidangan itu datang kepada mereka selama empat puluh hari dalam waktu yang berbeda-beda. Orang miskin, orang kaya, anak kecil dan orang tua semuanya berkumpul menyantap makanan yang ada pada hidangan itu hingga datang harta rampasan perang, maka terbangiah hidangan itu sedang mereka memandang bayangannya. Dan tidaklah seorang miskin makan dari hidangan itu, melainkan menjadi kaya sepanjang hidupnya, dan tidak pula orang yang sakit memakannya, melainkan akan sembuh total dan tidak akan sakit-sakit lagi selama-lamanya.
Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Isa as. : “Berikanlah hidangan-Ku kepada orang-orang fakir dan orang-orang sakit, dan tidak kepada orang-orang kaya dan orang-orang sehat”. Karena itu, maka orang-orang menjadi ribut. Lalu diubahlah rupa beberapa orang di antara mereka menjadi babi-babi yang mencari makan di jalan-jalan dan tempat-tempat sampah, memakan kotoran di rumput-rumput. Ketika orang banyak melihat kejadian itu, mereka bergegas mendatangi Nabi Isa as. sambil menangisi orang-orang yang diubah rupanya itu.
Dan ketika babi-babi itu melihat Nabi Isa as. mereka menangis dan mulailah mereka berputar-putar mengelilingi Beliau. Dan Beliau memanggil mereka sambil menyebutkan nama mereka satu persatu. Maka mereka menangis sambil memberi isyarat dengan kepala mereka masing-masing tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hidup selama tiga hari, setelah itu mereka semua mati.
(Kisah aneh): Wahai saudara-saudaraku, kaum Nabi Isa as. telah meminta makanan dari Nabi Isa as. maka kalian mintalah, sesudah puasa, rahmat Allah dan ampunan-Nya. Dan sesungguhnya hari raya dinamakan Id, karena dalam setahun dia berulang dua “kali. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Apabila kaum muslimin telah selesai berpuasa di bulan Ramadan, dan berangkat menuju ke tempat mereka berhari raya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya setiap orang yang bekerja tentu akan meminta upahnya. Begitu juga dengan hamba-hamba-Ku yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju ke tempat mereka berhari raya, juga meminta ganjaran mereka. Maka saksikanlah, bahwasanya Aku telah mengampuni mereka”. Maka dikumandangkanlah suatu seruan: “Wahai umat Muhammad, pulanglah kalian ke rumahmu masing-masing, karena keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan berkat kemurahan Allah Taala”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Apabila tiba hari raya Fitri (Idul Fitri) semua orang keluar menuju ke tempat salat, lalu bersujud (melaksanakan salat) kepada Tuhan mereka. Maka Allah Taala bertirman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua berpuasa karena Aku: kamu berbuka karena Aku, dan kamu salat juga karena Aku, maka bangkitlah kamu sekalian dalam keadaan telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Bersungguh-sungguhlah kamu semua pada hari raya Fitri (Idul Fitri) dalam bersedekah dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan berupa salat dan zakat, Serta perbanyaklah membaca tasbih dan tahlil. Karena hari itu adalah hari yang di dalamnya Allah mengampuni dosa-dosamu, memperkenankan doa-doamu, dan memandang kepadamu dengan pandangan rahmat dan ampunan”.
Wahab bin Munabbih berkata : “Pada setiap hari raya Iblis bersedih hati, maka iblisiblis lain berkumpul di hadapannya, mereka berkata : “Hai pemimpin kami, siapakah yang telah membuatmu marah, dari langit dan bumi, agar kami dapat menghancurkannya?”
Iblis menjawab : “Tidak ada. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada har ini. Maka hendaklah kamu sekalian menyibukkan mereka dengan kelezatan-kelezatan yang terlarang dan minuman keras, sehingga Allah membenci mereka dan mengazab mereka”. (Demikian tersebut di dalam Az Zubdah).
Maka hendaklah Anda berpedoman pada apa yang disebutkan dalam kitab Zubdah ini, sehingga Anda dapat keluar dari melakukan apa yang ada dalam perjanjian Iblis tersebut nasut qalam singgasana surga.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala ) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al An’am : 160) Tafsir :
( ) Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. Maksudnya : sepuluh kebaikan semisalnya, sebagai anugerah dari Allah Taala. Ya’kub membaca kata dengan tanwin ( ), dan kata dibaca rafa ( ) sebagai sifat. Ayat ini merupakan kelipatan-kelipatan pahala yana dijanjikan. Sementara itu, ada pula janji tentang kelipatan pahala sampai tujuh puluh hingga tujuh ratus kali lipat, dan tanpa hitungan. Karena itu dikatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata “sepuluh” itu ialah “banyak” bukan bilangan tertentu.
(. ) dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. Sebagai pelaksanaan keadilan.
(. ) sedang mereka tidak dianiaya. Dengan dikurangi pahala atau pun ditambah hukumannya. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, kelak pada hari kiamat, dia akan datang dengan disertai cahaya, yang kalau cahaya itu dibagi-bagikan di antara seluruh makhluk, niscaya akan meratai mereka semua”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa yang melekat padanya barang satu zarrah maupun satu biji” (Zubdatul Wa’izhin)
Imam Muslim telah mengeluarkan satu hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Abu Ayyub ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.
Sabda Beliau di atas sesuai dengan maksud firman Allah Taala yang artinya : “Barangsiapa yang membawa amal yang baik baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”. Karena satu tahun itu terdiri dari tiga ratus enam puluh hari. Puasa Ramadan itu jumlahnya tiga puluh hari, itu setara dengan tiga ratus hari. Maka tinggal enam puluh hari lagi. Jika orang itu berpuasa pula enam hari di bulan Syawwal, yang setara dengan enam puluh hari, maka berarti genaplah jumlahnya dengan tiga ratus enam puluh hari yang sama dengan satu tahun. Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi saw. yang artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.
Adapun tentang adanya sebagian ulama yang memakruhkan puasa ini, karena dikuatirkan menyerupai perbuatan ahlil kitab dalam menambahi puasa fardu, pendapat ini dibantah dengan argumentasi, bahwa penyerupaan itu sudah tidak ada lagi, karena di antara kedua puasa itu diselingi dengan hari raya (Idul Fitri), (jadi tidak disambung seperti perbuatan ahlil kitab, pent.), dan karena puasa yang pertama adalah fardu, sedang yang lain sunnah. (Durratui Wa’izhin)
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi selama enam hari di bulan Syawwal. Maka barangsiapa berpuasa enam hari tersebut, Allah Taala mencatat baginya kebaikan sebanyak jumlah makhluk-Nya, dan menghapus darinya kesalahankesalahannya, serta mengangkat derajatnya”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Sesungguhnya orang mati itu mempunyai enam ratus organ, pada tiap-tiap organ dari organ-organ tubuhnya terdapat seribu mulut kecuali pada hati, karena hati itu merupakan tempat makrifat. Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari tersebut, Allah akan meringankan baginya sakaratul maut, bagaikan meminum air yang sejuk bagi orang yang dahaga”. (Durratul Wa’izhin).
Konon, barangsiapa menanam sebatang pohon karena mengharapkan buahnya, tentu dia akan menyiraminya pada waktunya. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, itu tanda bahwa pohon itu tidak perlu disirami lagi. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, dan setelah lewat beberapa lama, ia terkena panas matahari lalu menjadi kering, maka diketahui bahwa pohon itu memerlukan air lagi. Namun jika dia tidak kering, bahkan menjadi bertambah hijau, maka diketahuilah bahwa pohon itu tidak lagi memerlukan air. Begitu pula halnya dengan hamba Allah di bulan Ramadan. Dia berlomba melakukan puasa, salat dan amal-amal kebaikan lainnya karena mengharapkan semua amalnya itu diterima Allah, berkat bulan Ramadan. Dan tanda diterimanya itu ialah jika sesudah habis bulan Ramadan, si hamba tadi masih tetap rajin melaksanakan ketaatanketaatan dan ibadat-ibadat. (Hayatul Qulub)
Dari Sufyan Ats Tsauri ra., katanya : “Saya pernah tinggal di Mekah selama tiga tahun. Ketika itu, ada seorang penduduk Mekah yang setiap hari datang ke Baitul Haram pada waktu Zuhur. Dia melakukan tawaf di sekeliling Kakbah dan salat. Kemudian dia memberi salam kepadaku, lalu pulang. Akhirnya saya terbiasa dan kenal dengannya, begitu pula dia. Pada suatu hari, dia jatuh sakit, lalu mengundangku, kemudian dia berkata : “Seandainya saya meninggal dunia, maka mandikanlah saya oleh Anda sendirian dan salatilah saya, lalu kuburkaniah. Dan jangan biarkan saya sendirian di dalam kuburku pada malam itu. Tinggallah Anda di samping kuburku dan ajarilah saya kalimat tauhid ketika Munkar dan Nakir menanyaiku”. Saya berjanji akan melaksanakan wasiatnya itis. Ketika saya melaksanakan apa yang disuruhnya itu, dan saya bermalam di sampng kuburnya. Ketika saya berada dalam keadaan antara tidur dan jaga, tiba-tiba terdengar suara : “Hai Sufyan, dia tidak memerlukan pada penjagaan dan pengajaranmu!”.
Saya bertanya : “Mengapa?”.
Suara itu menjawab : “Disebabkan oleh puasa Ramadan yang dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal”.
Maka saya pun terjaga. Ternyata tidak ada seorang pun di sekitar situ. Lalu, saya berwudu dan salat, sampai akhirnya saya tertidur kembali. Kemudian saya bermimpi lagi seperti itu sampai tiga kali. Maka saya pun sadar, bahwa itu semua adalah dari Allah Yang Maha Pengasih, bukan dari setan yang terkutuk. Lantas saya pergi meninggalkan kuburan itu, seraya berdoa: “Ya Allah, berilah aku taufik supaya dapat melaksanakan puasa Ramadan dan puasa enam hari di bulan Syawwal”. Maka Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi berkenan memberi taufik kepadaku”. (Badrud Durar) |
Albaihagi meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Orang yang berpuasa sesudah bulan Ramadan, adalah seperti orang yang menyerang sesudah lari”.
Maksudnya, orang yang sudah selesai mengerjakan puasa Ramadan, kemudian berpuasa kembali, diumpamakan seperti orang yang melarikan diri dari medan perang yang kemudian bertempur kembali. Dan yang dimaksud dengan puasa sesudah bulan Ramadan itu ialah puasa enam hari di bulan Syawwal. Atas dasar inilah, Asy Sya’bi berkata :
“Berpuasa satu hari sesudah bulan Ramadan lebih aku sukai daripada berpuasa setahun penuh”.
Manawi meriwayatkan dari Abdulwahab, bahwa dia berkata : “Rahasia disyariatkannya puasa pada hari-hari ini (enam hari di bulan Syawwal, pent.) adalah karena nafsu mungkin mengarahkan keinginannya pada hari raya kepada syahwat-syahwat, sehingga pada han itu dia ditimpa oleh kelalaian-kelalaian dan hijab. Maka puasa enam hari di buian Syawwal ini laksana pembalut yang menutupi kekurangan-kekurangan atau kelalaiankelalaian di dalam puasa Ramadan, seperti salat-satat sunnah yang menyertai salat-salat fardu atau sujud sahwi”.
Cara melakukan puasa tersebut adalah dengan berturut-turut (mutawaliyah). Sebagian ulama ahli tahkik dan ulama yang telah mencapai tingkat kesempurnaan mengatakan : “Yang lebih utama adalah puasa enam hari di bulan Syawwal itu hendaklah dilakukan secara berturut-turut, tanpa dipisah-pisahkan. Karena melakukan puasa secara berturutturut itu lebih mendekati kepada penjernihan batin daripada kalau dia dipisah-dipisahkan”. Dan oleh karena itu, Sayidi Ali Zadah berkata : “Dalam pelaksanaan puasa enam hari ini seyogyanya menerapkan pula apa-apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan puasa Ramadan, bahkan harus lebih ditingkatkan, karena puasa enam hari ini merupakan pembalut. Pembicaraan mengenai keutamaan puasa enam hari ini, jika seseorang memisah-misahkannya atau mengakhirkannya dari awal bulan, dia masih tetap memperoleh keutamaan meneruskan puasa. (Sunan Daruguthni)
Dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasululiah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan lalu dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ketika dia baru dilahirkan oleh ibunya”. (Attarghib wat Tarhiib)
Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Suatu ketika, Fatimah ra., jatuh sakit. Kemudian Ali datang dan bertanya : “Wahai Fatimah, apa keinginan hatimu dari kemanisan-kemanisan dunia ini?”. Fatimah menjawab : “Wahai Ali, saya ingin buah delima”. Ali berpikir sesaat, karena dia tidak mempunyai sesuatu apa pun. Kemudian dia bangkit dan pergi ke pasar, lalu meminjam satu dirham, kemudian dibelikannya buah delima. Setelah itu, dia pun pulang menemui istrinya. Dalam perjalanan pulangnya, dilihatnya seorang laki-laki tergeletak di tengah jalan. Ali berhenti lalu bertanya kepada orang itu : “Apa keinginan hatimu, wahai orang tua?”.
Orang itu menjawab : “Hai Ali, aku sudah lima hari di sini tergeletak, dan orang-orang melewatiku. Namun tidak ada seorang pun yang berpaling kepadaku. Hatiku ingih delima”.
Ali berpikir di dalam hatinya sesaat sambil berkata kepada dirinya sendiri : “Aku telah membeli sebuah delima untuk Fatimah, jika delima ini aku berikan kepada orang ini, maka Fatimah tidak kebagian, tetapi kalau aku tidak memberinya, maka aku telah menyalahi firman Allah : (Adapun peminta-minta, maka janganlah kamu hardik). Dan Nabi saw. bersabda : (Janganiah kamu menolak orang yang meminta sekalipun dia menunggang kuda). Maka buah delima itu dibelahnya, kemudian dia suapkan kepada orang tua itu, lalu seketika itu juga orang tua itu sembuh dari sakitnya, sedang Fatimah ra. sendiri juga sembuh. Dan Ali pulang dengan rasa malu. Ketika Fatimah melihatnya, dia segera bangkit dan menyambut suaminya itu, kemudian didekapnya ke dadanya, seraya berkata : “Kanda tampak prihatin sekali. Demi keperkasaan dan kebesaran Allah, sesungguhnya setelah kanda memberikan buah delima itu kepada orang tua tersebut, maka seketika itu juga hilanglah keinginanku kepada buah delima itu”. Ali gembira mendengar perkataan istrinya itu. Kemudian datang seorang laki-laki mengetuk pintu. Ali bertanya : “Siapa Anda?”.
Orang itu menjawab : “Saya Salman Alfarisi, bukalah pintu!”.
Ali bangkit lalu membuka pintu. Tampak Salman menjinjing sebuah baki yang ditutup:
dengan secarik kain. Salman meletakkan baki itu di hadapan Ali.
“Dari siapakah ini hai Salman ?”. tanya Ali.
Salman menjawab : “Dari Allah kepada Rasul-Nya, dan dari Rasul kepada Anda”.
Ali membuka tutupnya, ternyata di dalamnya ada sembilan buah delima. Lalu Ali pe. kata : “Hai Salman, kalau ini memang untukku, seharusnya sepuluh buah, karena firrria Allah : (Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipa’ amalnya)”.
Salman tertawa, lalu dia mengeluarkan sebuah delima dari lengan bajunya kemudian diletakkannya kedalam baki, sambil berkata : “Hai Ati, demi Allah, delima ini memang ada sepuluh biji, tetapi saya tadi hanya ingin mengujimu”. (Raudhatul Muttagin)
Hikmat dilipat gandakannya pahala kebaikan-kebaikan dari umat ini ada tiga:
Pertama, bahwa usia umat-umat terdahulu kebanyakan paniang-panjang ama. kebajikan mereka pun banyak, sedang usia umat ini pendek-pendek, sehingga amal kebajikan mereka pun sedikit. Oleh karena itu, Allah melebihkan umat ini dengan melipat gandakan pahala amal mereka dan mengutamakan waktu-waktu serta Lailatul Qadar, supaya ketaatan-ketaatan mereka lebih banyak pahalanya daripada umat-umat terdahulu. Seperti yang diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku dapati di dalam kitab Taurat suatu umat yang kebaikan-kebaikannya dicatat sepuluh kali lipat, sedang kejahatan-kejahatannya hanya dicatat semisalnya saja. Jadikaniah, mereka itu umatku”. Allah menjawab : “Hai Musa, itu adalah umat Muhammad yang akan datang pada akhir zaman”.
Kedua, derajat-derajat di dalam surga itu dicapai dengan ketaatan yang murni tanpa ada kekurangan-kekurangan, sedang ketaatan umat ini disertai banyak kekurangan. Oleh karenanya, Allah Taala memberikan tambahan kelipatan pahala dari karunia dan kemurahan-Nya, agar kekurangan yang terdapat dalam perbuatan taat umat ini menjadi sempurna dengan adanya tambahan kelipatan pahala tadi, sehingga diketahui bahwa mereka meraih derajat surgawi itu dengan tambahan kelipatan pahala tersebut.
Ketiga, diadakannya tambahan kelipatan-kelipatan pahala itu juga disebabkan oleh, karena orang-orang yang bersengketa pada hari kiamat nanti akan bergantung menuntut hak mereka pada seteru-seteru mereka masing-masing. Kemudian mereka membawa amal-amal seteru-seteru mereka itu, sehingga tidak ada yang tersisa selain tambahan kelipatan-kelipatan pahala tadi. Lantas salah seorang dari mereka berkata : “Ya Rabb, berikanlah kepadaku tambahan kelipatan-kelipatan pahala amalnya itu!”.
Allah menjawab : “Sesungguhnya tambahan kelipatan-kelipatan pahala ini bukanlah dari amalnya, melainkan dari rahmat-Ku, sedangkan Aku tidak akan menahan rahmat-Ku darinya. Tetapi Aku berikan kepadamu hasil dari amalnya saja”.
(Ya Rabbana, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). (Raudhatul Ulama)
(Kisah menarik) Abdullah bin Mubarak berkata : “Pada suatu tahun, saya berangkat haji. Saya pernah tertidur di Hijir Ismail. Di dalam tidur itu, saya bermimpi didatangi oleh Rasulullah saw. Beliau berkata : “Kalau engkau pulang ke Baghdad, masuklah ke kamPung anu, dan carilah Bahram, seorang Majusi. Sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah meridainya”.
Maka saya pun terjaga lalu saya mengucapkan : “Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Ini adalah mimpi dari setan”.
Kemudian saya berwudu lalu melakukan tawaf sesuai yang dikehendaki Allah, sehingga akhirnya saya diserang rasa kantuk dan tertidur kembali. Di dalam tidur itu, saya kembali bermimpi seperti tadi. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali.
Setelah selesai melaksanakan haji, saya pulang ke Baghdad. Saya langsung pergi ke kampung anu lalu mencari rumah Bahram, orang Majusi itu. Saya jumpai dia adalah Seorang yang sudah lanjut usianya. Lalu saya bertanya : “Andakah Bahram orang Majusi?”
“Ya’, jawabnya, “Saya meminjamkan uang di tengah-tengah masyarakat dengan membayar bunga. Dan ini menurut saya adalah baik”.
Saya katakan : “Ini haram menurut Muhammad saw.”. Lalu saya lanjutkan : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.
“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Anak-anak perempuan itu aku kawinkan dengan anak-anakku yang lelaki”.
“Ini pun haram juga”, kata saya. Kemudian saya bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.
“Ya”, Jawabnya. “Saya mengadakan jamuan makan untuk orang-orang Majusi, ketika saya mengawinkan anak-anak perempuan dengan anak-anak lelakiku”.
Saya katakan : “Ini pun haram juga”. Kemudian saya bertanya lagi : “Pernahkah Anda melakukan selain itu?”.
“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai seorang anak perempuan yang tergolong wanita tercantik. Saya tidak mendapatkan laki-laki yang sepadan dengannya. Oleh karena itu, dia saya kawini sendin. Pada malam itu, saya mengadakan jamuan makan yang dihadiri oleh lebih dari seribu orang Majusi”.
“Ini juga haram”, kata saya. Lalu saya bertanya pula : “Masih adakah padamu selain dari itu?”.
“Ya”, jawabnya. “Pada suatu malam, saya menggauli anak perempuanku itu di tempat tidurku. Tiba-tiba seorang perempuan yang seagama denganmu datang hendak menyalakan lampu dari lampuku. Lalu dia menyalakan lampunya. Saya keluar dan memadamkan lampunya itu. Kemudian dia masuk kembali dan menyalakan lampunya. Dan saya pun keluar lalu memadamkan lampunya. Kemudian saya berkata dalam hati: “Jangan-jangan orang ini adalah mata-mata pencuri”. Maka saya pun keluar membuntunya sampai akhirnya perempuan itu tiba di sebuah rumah, lalu masuk ke dalamnya. Di dalam rumah itu tampak empat orang anak perempuan. Ketika perempuan tadi masuk, mereka berkata kepadanya : “Oh…. Ibu, apakah ibu membawa sesuatu untuk kami. Sesungguhnya kami sudah tidak mempunyai kekuatan dan kesabaran lagi menahan rasa lapar”. Kedua mata perempuan itu tampak berlinangan air mata, lalu dia berkata kepada anak-anaknya : “Aku malu kepada Tuhanku jika minta sesuatu dari seseorang selain Dia, dan meminta sesuatu hajat kepada musuh Allah Taala, yaitu orang Majusi”.
Bahram berkata : “Setelah saya mendengar perkataannya itu, saya pun bergegas puJang ke rumah. Lalu saya ambil sebuah baki besar, kemudian saya isi penuh dengan apa saja. Setelah itu, saya bawa sendiri ke rumah perempuan itu, lalu saya berikan baki itu kepada perempuan itu. Dia menerima pemberian saya itu dengan penuh kegirangan.
Abdullah bin Mubarak berkata : “Saya berkata kepadanya, “Ini baru kebaikan, dan Anda mendapat kabar gembira”. Kemudian saya ceritakan kepadanya tentang isi mimpi saya tempo hari. Setelah mendengar perkataan saya, maka Bahram, orang Majusi itu, berkata : “Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia pun jatuh tersungkur, lalu mati. Maka saya pun memandikannya, mengkafaninya dan mensalatinya”.
Selanjutnya Abdullah bin Mubarak berkata : “Wahai hamba-hamba Allah, bersikaplah dermawan terhadap makhluk-makhluk Allah Taala. Karena Allah mampu memindahkan musuh-musuh-Nya ke derajat kekasih-kekasih-Nya, dan kepunyaan Dialah kerajaan agung bumi dan di langit. Semoga Allah mengampuni kita berkat asma-Nya yang paling agung dan berkat seluruh Nabi”,
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu melaksanakan keislamannya dengan baik, maka apa Saja kebaikan yang dia lakukan akan dicatat sepuluh kali lipatnya. Sedangkan kejahatan yang dilakukannya akan dicatat semisalnya saja, sampai dia berhadapan dengan Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung”.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf : 55)
Tafsir :
(. ) Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Yakni, dengan sikap merendahkan diri dan bersuara yang lembut. Karena suara yang lembut itu sebagai tanda dari sifat ikhlas.
( ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, yang melampaui batas dalam apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, baik dalam doa atau lainnya. Dengan firman ini, Allah mengingatkan bahwa, seyogyanya orang yang berdoa itu tidak meminta apa-apa yang tidak pantas untuknya, seperti minta dijadikan sebagai nabi, atau minta supaya bisa naik ke langit dan lain-lain yang serupa itu. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, maksud “melampaui batas” dalam ayat ini adalah berteriak atau bersuara keras dalam berdoa dan memanjang-manjangkannya.
Dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Akan ada suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa. Padahal sudah cukup apabila orang mengucapkan : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apaapa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan”. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qadhi Baidhawi)
As’ad, katanya : “Bahwa dahulu, Rasulullah saw. memohon “dibukakan”, yakni memohon pertolongan dan kemenangan kepada Allah Taala atas orang-orang kafir dengan orang-orang Muhajirin yang miskin, yakni dengan berkat doa mereka, Beliau berdoa :
Artinya : “Ya Allah, tolonglah kami atas musuh-musuh kami dengan berkat kehormatan hamba-hamba-Mu yang miskin yang berhijrah”.
Ini menunjukkan penghormatan kepada kaum fakir miskin dan kesukaan Beliau pada doa mereka, serta mengambil berkat dari keberadaan mereka. (Pari Hisaahul Mashaabih)
Di dalam kitab Targhiibaatul Abrar disebutkan : “Stabilitas dunia ini ditentukan oleh empat perkara : (1) dengan ilmunya para ulama, (2) dengan keadilan para pemimpin negara, (3) dengan kedermawanan para konglomerat, (4) dengan doanya orang-orang melarat. Jika bukan karena ulama, niscaya akan binasalah orang-orang yang bodoh: jika bukan karena keadilan para pemimpin negara, niscaya akan rusaklah tatanan masyarakat, manusia saling menerkam sesama mereka seperti serigala menerkam kambing: jika bukan karena kedermawanan para konglomerat, niscaya akan binasalah orang-orang melarat, dan jika bukan karena doa orang-orang miskin, niscaya akan robohlah langit dan bumi”. (Mau’izhah)
Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Ada tiga macam doa yang mustajab, tanpa diragukan lagi, yaitu : (1) doa orang tua untuk anaknya, (2) doa musafir, (3) doa orang yang teraniaya”.
Sehingga diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hati-hatilah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah. Doanya itu diangkat oleh Allah di atas awan, dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit, lalu Tuhan berfirman : “Demi keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu, sekalipun nanti” Maksudnya : Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu dan tidak akan menolak doamu, walaupun telah berlalu masa yang panjang. Karena Aku Maha Penyantun, Aku tidak akan terburu-buru menghukum hamba-hamba-Ku, mungkin mereka kembali dari (tidak lagi melakukan) kezaliman dosa-dosa kepada menyenangkan lawan-lawan (orang-orang yang dizalimi) nya, dan bertobat. (Majalis)
Mengenai keutamaan doa ini dikatakan, bahwa pada saat Mansur bin Ammar sedang memberikan ceramah, sekonyong-konyong seorang pengemis meminta uang empat dirham. Mansur berkata : “Siapa yang bersedia memberi orang ini apa yang dia minta, nanti dia akan aku doakan dengan empat macam doa”.
Ketika itu ada seorang budak hitam duduk di pinggir masjid, tuannya adalah seorang Yahudi, dan dia membawa uang empat dirham yang telah dikumpulkannya. Kemudian budak tersebut berdiri, lalu berkata : “Hai Syaikh, saya akan memberinya uang empat dirham dengan syarat supaya Tuan mendoakan saya dengan empat macam doa seperti yang saya katakan dan inginkan”.
“Baiklah”, jawab Mansur.
Maka uang itu diberikannya kepada pengemis tersebut, sambil berkata : “Hai Sya kk saya adalah seorang budak. Doakanlah agar saya dapat merdeka. Dan tuanku ada ar seorang Yahudi, maka doakanlah agar dia masuk Islam. Saya seorang yang miskin, maka doakaniah agar saya menjadi kaya, sehingga Aliah memberi kekayaan kepada saya dari karunia-Nya sampai saya tidak memerlukan lagi pada bantuan makhluk-makhluk-ti ya Dan doakanlah kepada Allah, supaya Dia mengampuni dosa-dosaku”.
Maka Mansur pun mendoakannya seperti apa yang dia minta. Ketika budak itu pulang, dia bertemu tuannya, lalu dia ceritakan kejadian tadi. Ternyata tuannya senang. lau dia berkata : “Sekarang engkau aku bebaskan dari hartaku: sampai tadi aku masih menyadi tuanmu, dan sekarang engkaulah tuanku”. Kemudian orang Yahudi itu mengucapkan : “Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Sete ah itu, dia berkata kembali pada bekas budaknya itu : “Aku menjadikanmu sebagai sekutu dalam semua hartaku. Adapun hajatmu yang keempat, yaitu ampunan Allah, itu tidak ada di tanganku. Kalau tidak, tentu aku ampuni semua”.
Tiba-tiba terdengarlah suara dari sudut rumah, mengatakan : “Sesungguhnya Aku telah membebaskan kamu berdua dari neraka, dan mengampuni kamu berdua, begitu pua Mansur beserta kamu berdua”. (Raunaqul Majalis)
Konon, doa itu merupakan sebab yang paling kuat dalam hal dihilangkannya apa-apa yang tidak disukai dan dicapainya segala cita-cita. Akan tetapi hasil dari doa itu kadangkadang tidak segera menjadi kenyataan, hal itu boleh jadi karena lemahnya doa itu sendiri, seumpama doa yang tidak patut dikabulkan Allah Taala karena memuat permusuhan. Dan boleh jadi pula karena lemahnya hati dan tidak menghadap (konsentrasi) serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah di saat berdoa. Dan boleh jadi pula karena adanya penghalang terhadap dikabulkannya doa itu, berupa makanan yang haram, menganiaya, dosadosa yang mengotori hati, ataupun karena dikuasainya hati oleh sifat lalai, lupa dan hawa nafsu, sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa Allah Taala tidak akan menerima doa dari hati yang lala?’. (Dari Almawahib)
Konon, empat perkara menambah umur :
Pertama, mengawini perawan.
Kedua, tidur ke sebelah kiri.
Ketiga, mandi dengan air mengalir.
Keempat, memakan buah apel di waktu dini hari.
Diceritakan bahwa, ada seorang saleh yang hidupnya sangat melarat, karena tidak mempunyai makanan dan belanja, padahal dia mempunyai istri. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Berdoalah kepada Allah, niscaya Dia melapangkan dunia buat kita”.
Maka orang saleh itu pun berdoa, dan wanita itu masuk ke dalam rumah. Kemudian dilihatnya sebuah batu bata dari emas tergeletak di pojok rumahnya, lalu diambilnya.
Orang saleh itu berkata : “Belanjakanlah sekehendakmu”. Namun, ketika orang saleh itu tidur, dia bermimpi seakan-akan masuk ke dalam surga, lalu dilihatnya sebuah istana yang telah berkurang kira-kira satu bata. Dia bertanya : “Milik siapakah ini?”. Dijawab : “Milikmu” Dia bertanya pula: “Manakah batu bata di sini?”. Dijawab : “Telah kami kirimkan kepadamu”. Maka orang saleh itu pun terjaga dari tidurnya dengan perasaan kaget. Kemudian dia berkata kepada istrinya : “Bawa ke sini batu bata itu”.
Batu bata itu diambilnya lalu diletakkannya di atas kepalanya seraya berdoa : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku kembalikan batu bata ini kepada-Mu”. Maka Allah pun mengembalikan batu itu ke tempatnya semula.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang mengambil sesuap dari dunia, melainkan dikurangi
Allah-lah bagiannya dari akhirat”.
Sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat”.
Sahabat Umar bin Khattab ra. berkata : “Saya telah melihat Rasulullah saw. berbaring di atas sebuah tikar sehingga membekas pada kedua sisinya, maka saya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia melapangkan dunia untukmu. Karena raja-raja Persia dan Romawi telah dilapangkan, padahal mereka tidak menyembah kepada Allah”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya ini semua disimpan untuk kita, Ya Ibnal Khattab. Sedang mereka itu jalah kaum yang disegerakan kepada mereka rezeki-rezeki mereka yang baik di dunia”.
Dalam riwayat lain disebutkan : “Tidakkah engkau rela, jika mereka memperoleh dunia sedang kita memperoleh akhirat?”.
Dari sahabat Amr bin Syu’aib ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Dua perangai yang siapa memilikinya, maka Allah Taala akan mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. Yaitu : orang yang dalam urusan agamanya memandang kepada orang lain yang lebih baik darinya lalu diikutinya jejak orang Itu, dan orang yang dalam urusan dunianya memandang kepada orang yang lebih miskin darinya, lalu dia memuji Allah Taala atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepadanya, Sebagaimana firman Allah Taala : “Dan janganlah kamu dengki terhadap apa yang telah dianugerahkan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi orang perempuan ada pula bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” Dari Syaqiq, seorang yang zuhud, ra. dia berkata – “Orang-orang miskin memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun memilih tiga perkara.
Orang-orang miskin memilih kesenangan jiwa, kesenggangan hati dan hisab yang ringan: sedang orang-orang kaya memilih keletihan jiwa, kesibukan hati dan hisab yang berat”. (demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayatayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan (hanya) kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”. (QS. Al Anfal : 2-4).
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman. Maksudnya : orang yang sempurna imannya. ,
(. ) itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka. Hati mereka menjadi takut karena mengagungkan Allah dan merasa gentar akan kebesaran-Nya. Dan pendapat lain mengatakan bahwa, yang dimaksud ialah orang yang ingin melakukan maksiat, lalu diingatkan : “Takutlah kepada Allah”. Maka dia tidak jadi melakukannya, karena takut akan hukuman Allah. Kata ini bisa pula dibaca , (dengan fathah), yang menurut bahasa artinya : takut.
(. ) dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). Karena dengan itu orang mukmin bertambah Imannya, atau bertambah tentram jiwanya, atau bertambah meresap keyakinannya dengan semakin nyatanya dalil-dalil, atau dengan melakukan amal yang menyebabkan bertambahnya iman itu. Ini adalah pendapat mereka yang mengatakan bahwa iman itu bisa bertambah dengan perbuatan taat dan bisa berkurang dengan perbuatan maksiat, berdasarkan pada, bahwa amal itu tercakup dalam iman.
(. ) dan kepada Tuhan merekalah, mereka berserah diri. Mereka menyerahkan urusan-urusan mereka kepada-Nya, mereka tidak merasa takut dan tidak pula berharap kecuali hanya kepada-Nya.
(. ) yaitu, orang-orang yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Karena mereka telah membuktikan keimanannya dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan hati yang mulia, seperti : takut kepada Allah, ikhlas, tawakkal, dan telah melakukan perbuatan-perbuatan tubuh yang baik-baik, yang merupakan cermin dari perbuatan-perbuatan hati seperti salat dan sedekah.
Haqqan (. ) adalah sifat dari masdar yang mahdzuf (dihilangkan) yang kalau ditampakkan adalah (dengan iman yang sebenar-benarnya). Atau sebagai masdar yang muakkad (mempertegas), seperti perkataan : (Dia memang Abdullah) yakni benar-benar Abdullah, bukan orang lain.
(. ) mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. Kemuliaan-kemuliaan dan kedudukan yang tinggi. Pendapat lain mengatakan : derajat-derajat surgawi yang mereka peroleh dengan amal-amal mereka.
(. ) dan ampunan, atas apa yang terlanjur mereka lakukan.
(. ) dan rezeki yang mulia, yang disediakan Allah di dalam surga yang tidak terputus bilangannya dan tidak habis selama-lamanya. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menuliskan salawat untukku di dalam sebuah kitab, maka para malaikat akan terus memohonkan ampunan buatnya, selama tulisan itu masih ada di dalam kitab tersebut”. (Syifaun Syarif)
Dan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Abu “Ishmah, lalu saya bertanya : “Apakah yang telah Allah lakukan terhadapmu?”.
Dia menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.
Saya bertanya pula : “Karena apa?”.
Dia menjawab : “Karena setiap menyebut sesuatu hadis, saya mengucapkan salawat untuk Nabi saw. “. (Zubdah)
Firman Allah ( ) memberi pengertian (pembatasan), dan maknanya adalah : Orang-orang mukmin itu bukanlah mereka yang menyalahi Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi orang-orang mukmin yang benar dalam imannya itu ialah apabila disebutkan nama Allah, maka menjadi takutlah hati mereka. (Tafsir Al Khazin).
Firman-Nya ( ), maksudnya : hati mereka takut. Seorang ahli hakekat berkata : “Takut itu ada dua macam, takut akan hukuman, adalah takutnya orang-orang yang durhaka, dan takut akan kehebatan dan keagungan Allah, yaitu takutnya orang-orang yang istimewa. Karena mereka mengetahui keagungan Allah Taala, maka mereka menjadi takut sekali. Sedangkan orang-orang yang durhaka, mereka takut akan hukuman Allah. Jadi orang mukmin itu apabila disebut nama Allah maka hatinya menjadi takut sesuai dengan kadar tingkatannya dalam mengingat Allah. (Tafsir Al Khazin).
Firman-Nya ( ), maksudnya : bahwa setiap kali datang sesuatu dari sisi Allah, mereka beriman kepadanya, lalu dengan sebab itu bertambahlah iman dan kepercayaannya. Karena bertambahnya iman itu disebabkan oleh bertambahnya sesuatu tadi Dan itu ada dua macam:
Pertama, iman yang dimiliki oleh umumnya orang berilmu, sebagaimana dinyatakan oleh Al Wahidi, katanya : “Semakin banyak dan semakin kuat dalil-dalil, maka imannya pun semakin bertambah, karena dengan adanya dalil-dalil yang banyak dan kuat, maka hilanglah keraguan dan kuatlah keyakinan. Maka makrifatnya kepada Allah menjadi lebih kuat, sehingga imannya pun bertambat””.
Kedua, bahwa mereka percaya kepada semua apa yang dibacakan kepada mereka dari sisi Allah. Dan karena taklif-taklif (kewajiban-kewajiban) itu datang secara berturutturut di masa Rasulullah saw. maka setiap kali ada taklif baru, mereka membenarkannya, maka dengan pengakuan seperti itu, mereka semakin bertambah percaya dan iman. (Tafsir Al Khazin)
Firman-Nya ( ), di dalamnya ada dalil bahwa, seseorang tidak boleh mengaku dirinya beriman benar-benar. Karena Allah Taala mensifati seperti itu hanya terhadap beberapa kaum yang tertentu saja, yang memiliki sifat-sifat tertentu. Padahal tidak mesti sifat-sifat seperti itu dimiliki oleh setiap orang. Dan ini menyangkut masalah ushul, yaitu, bahwa para ulama telah sepakat, seseorang boleh saja mengatakan “Saya mukmin”. Namun mereka berbeda pendapat, bolehkah orang itu mengatakan “Saya beriman benar-benar”, atau “Saya beriman Insya Allah”, atau tidak boleh?.
Para ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan : “Lebih baik orang mengatakan “Saya beriman benar-benar”, dan tidak boleh mengatakan, “Saya beriman Insya Allah”. Untuk menunjang kesahihan pendapat itu, mereka menggunakan dalil sebagai berikut :
Pertama, bahwa orang yang bergerak tidak boleh mengatakan, “Saya bergerak Insya Allah”, begitu pula orang yang berdiri atau duduk. Demikian juga halnya dengan masalah ini, seorang mukmin wajib mengatakan : “Saya beriman benar-benar (. )”, dan tidak boleh mengatakan : “Saya beriman Insya Allah”.
Kedua, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Itulah orang-orang yang beriman benarbenar ( )”, berarti Allah telah menetapkan bagi mereka, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman yang sebenar-benarnya. Sedang perkataan orang, “Saya beriman Insya Allah”, berisi keraguan tentang apa yang telah diputuskan Allah tadi, dan hal ini tidak boleh. (Tafsir Al Khazin)
Firman-Nya : (. ), Dari sahabat Anas bin Malik ra.. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit sopak”.
Firman-Nya : ( ) Artinya : tingkatan-tingkatan sebagian lebih tinggi dari sebagian yang lain. Karena orang-orang mukmin itu masing-masing berbeda keadaannya dalam memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Maka dengan demikian berbeda pula tingkatantingkatan mereka di dalam surga. Karena tingkatan-tingkatan surga itu menurut ukuran amal masing-masing orang.
Ibnu Athiyah berkata : “Tingkatan-tingkatan surgawi, yang di dalamnya mereka diberi rezeki, disesuaikan dengan amal-amal mereka”.
Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), jarak antara dua tingkatan sejauh perjalanan seratus tahun”.
Dan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), yang seandainya seluruh makhluk berkumpul pada salah satu daripadanya, niscaya akan mencukupi mereka semuanya”. (Tafsir Al Khazin)
Dari sahabat Abu Darda ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Maukah kamu aku beritahukan tentang sebaik-baik dan sesuci-suci amalmu di sisi Tuhanmu, yang lebih meninggikan kepada derajat-derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menafkahkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada menghadapi musuhmu, baik kamu memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kamu?.
Para sahabat menjawab : Tentu, Ya Rasulullah.
Rasulullah menjawab : lalah zikrullah (ingat kepada Allah)”. (Mashabih)
Dikatakan bahwa, zikrullah itu lebih tinggi daripada ibadat-ibadat lain semuanya adalah karena ibadat-ibadat lain itu semuanya merupakan wasilah (jalan menuju) kepada zikrullah. Jadi zikrullah itu adalah cita-cita tertinggi dan tujuan utama. Hanya saja zikrullah itu dibagi dua :
Pertama, berzikir dengan lidah, dan
Kedua, berzikir dengan hati
Yaitu zikir yang tidak mengucapkan dengan lidah dan tidak pula terdengar oleh telinga, tetapi hanya berupa pikiran dan perhatian hati. Itulah tingkatan zikir yang paling tinggi, karena diriwayatkan dalam salah satu khabar :
Artinya : “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun”.
Dan itu tidak diperoleh, melainkan dengan senantiasa berzikir menggunakan lisan disertai hadir hati, sehingga zikir itu tertanam di dalam hatinya, dan dapat berpaling dari selainnya. (Majalis Rumi)
Diriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Seandainya iman Abubakar ditimbang dengan iman umatku, niscaya iman Abubakarlah yang lebih berat”.
Demikian pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. Anas bin Malik, dan Abu Said Alkhudri ra., mereka berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Akan keluar dari neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat dzarrah”,
Ini menunjukkan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Sedang argumentasi kami adalah bahwa, iman itu merupakan ungkapan dari tasdig (pembenaran) sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di muka, padahal tasdig itu tidak menerima penambahan atau pengurangan.
Adapun firman Allah Taala di dalam surah Al Fath :
Artinya : “Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al Fath: 4)
Maka kami katakan : “Itu adalah mengenai sahabat-sahabat Nabi saw. Karena dahulu, Alquran turun setiap waktu, lalu mereka beriman. Maka pembenaran mereka dalam hati bertambah melebihi yang semula. Adapun mengenai kita, maka tidaklah demikian, sebab wahyu telah terputus.
Adapun firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu jalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetariah hati mereka”. (QS. Al Anfal : 2)
Kami katakan : “Itu adalah sifat orang-orang mukmin. Di dalam ketaatan orang-orang mukmin itu berbeda-beda, sedangkan di dalam keimanan tidaklah demikian”.
Adapun firman Ailah : ( ), yang dimaksud adalah keyakinan, bukan iman Itu sendiri.
Sedangkan hadis Abubakar di atas tadi, maka kami katakan, bahwa yang dimaksud adalah “lebih berat pahalanya”, karena dia merupakan orang yang terdahulu yang berIman. Sedangkan Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu adalah seperti orang yang melakukannya”.
Adapun sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman (walaupun kecilnya seperti) seutas rambut”. Maka kami katakan : “Diriwayatkan pula di dalam salah satu hadis, yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman setimbang dzarrah sekalipun” Jadi harusiah diartikan seperti ini sesuai dengan dalii-dalil yang telah kami sebutkan di muka. (demikian disebutkan di dalam kitab Bahrul Kalam)
Dari Alhasan, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepadanya : “Apakah Anda beriman?”.
Dia menjawab : “Iman itu ada dua macam. Jika Anda bertanya kepadaku tentang iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, surga, neraka, hari kebangkitan dan hisab, maka saya beriman. Tetapi jika Anda bertanya kepadaku tentang firman Allah yang artinya (Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetariah hati mereka), maka demi Allah, saya tidak tahu, apakah saya termasuk ke dalam golongan mereka atau tidak”.
Dari Imam Ats Tsauri : “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, kemudian dia tidak dapat membuktikan bahwa dia tergolong penghuni surga, maka berarti dia hanya beriman dengan separuh ayat, sedangkan ini suatu keharusan darinya. Yakni, sebagaimana dia tidak bisa memastikan bahwa dirinya termasuk orang yang pantas memperoleh pahala orang-orang yang beriman benar-benar, maka dia tidak bisa memutuskan bahwa dirinya adalah orang yang beriman benar-benar.
Dan hal inilah yang menjadi pegangan orang yang membuat pengecualian dalam masalah iman. Sedang Abu Hanifah termasuk golongan yang tidak membuat pengecualian mengenai hal tersebut.
Diceritakan, bahwa Abu Hanifah bertanya kepada Qatadah, mengapa Anda membuat pengecualian terhadap iman Anda?.
Qatadah menjawab : “Karena mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang berkata : “Dan yang sangat aku inginkan agar Dia mengampuni aku”.
Abu Hanifah berkata : “Mengapa Anda tidak mengikuti perkataan Nabi Ibrahim as. ketika ditanya Allah, “Tidakkah engkau beriman?”. Ibrahim as. menjawab : “Tentu, saya beriman”. (Kasysyaf).
Ketahuilah bahwa, para ulama berbeda pendapat dalam masalah boleh tidaknya pengecualian dalam iman. Imam Syafii dan ulama Syafiiyah berpendapat boleh, seperti kata orang, “Saya beriman insya Allah”. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian lalu mengenai perbedaan pendapat ini. Mereka berpegang pada pendapat Ats Tsauri, bahwa sekalipun seseorang tidak boleh memastikan dirinya beriman, namun boleh saja dia mengaku beriman. Pendapat ini hanya bisa dibenarkan kalau yang dimaksud iman dalam ayat di atas tadi adalah sekedar beriman. Padahal tidak demikian halnya, tetapi yang dimaksud adalah iman yang sempurna. Karena firman Allah : (. ) memberi arti pembatasan ( ) yang artinya HANYA . Dan begitu juga firman Allah : ( ) sebagaimana telah diuraikan di muka. Seandainya yang dimaksudkan adatah semata-mata beriman, maka jika hilang salah satu sifat orang beriman, akan berarti hilang pula iman. Padahal maksud Alhasan tentang dua macam iman itu tidak lain adalah iman yang sempurna saja. Jadi jelas, tidak ada kaitan sama sekati antara masalah pengecualian dengan ayat ini. Abu Hanifah tidak membolehkan pengecualian, karena pengecualian itu dapat menimbulkan keraguan, lalu meniadakan iman, yang merupakan keyakinan.
Pengecualian itu telah diartikan pula sebagai tabarruk (mengambil berkah) seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram jika Allah menghendaki”.
Padaha! Allah Taala Mahasuci dari sifat ragu-ragu. Atau, diartikan pada keadaan yang akan datang pada saat menghadapi maut.
Kesimpulan dari perbedaan pendapat di atas adalah, bahwa iman itu, kalau yang dimaksud ialah membenarkan (tasdiq) dan beramal maka ia boleh dikecualikan, sebab dibolehkannya bersikap ragu-ragu dalam hal akan melakukan amal saleh. Sedang ragu dalam sebagian mengharuskan ragu dalam keseluruhan. Tetapi kalau yang dimaksud adalah semata-mata hanya membenarkan (tasdig) saja, maka jika yang dimaksudkan dengan pengecualian itu adalah keraguan maka tidak boleh. Namun kalau yang dimaksudkan itu bukan keraguan maka boleh-boleh saja. Jadi perbedaan pendapat ini hanyalah mengenai kata-kata belaka.
Adapun perkataan Oatadah, “… mengikuti Nabi Ibrahim”, maksudnya ialah, bahwa Nabi Ibrahim as. mengharap ampunan Allah dan tidak memastikan memperolehnya. Katakata ini seolah menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga mengandung cegahan. Karena ketiadaan kepastian memperoleh ampunan itu tidak harus diartikan ketiadaan kepastian iman, sebagaimana pernah disinggung berkaitan dengan perkataan Ats Tsauri.
Adapun perkataan Nabi Ibrahim : (Ya, saya beriman), ini menunjukkan kepastian iman. Demikian disebutkan di dalam kitab Hasyiyah Al Kasysyaf. Silahkan anda merujuknya, sebagai bukti bahwa dalam perkataan kami tidak ada penyimpangan.
Syaqiq Al Balkhi berkata : “Ibrahim bin Adham rahimahullah, pernah berjalan di pasar-pasar kota Basrah. Lantas orang banyak berkumpui mengerumuni beliau, lalu mereka bertanya : “Wahai Abu Ishak, Allah Taala telah berfirman di dalam kitab-Nya (Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan). Sejak lama kami berdoa, namun (mengapa) doa kami tidak diperkenankan?”.
Ibrahim bin Adham menjawab : “Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimana doa kalian akan diperkenankan.
Pertama, kalian semua mengaku kenal akan Allah Taala, namun kalian tidak memberikan hak-hak-Nya kepada-Nya.
Kedua, kalian semua membaca Alquran, namun tidak mengamalkan isinya.
Ketiga, kalian semua mengaku bermusuhan dengan setan, namun kalian mematuhi dan bersepakat dengannya.
Keempat, kalian semua mengaku sebagai umat Muhammad saw. namun kalian tidak menjalankan sunnahnya.
Kelima, kalian semua mengaku akan masuk surga, namun kalian tidak berusaha untuk mencapainya.
Keenam, kalian semua mengaku akan selamat dari neraka, namun kalian melemparkan diri kalian ke dalamnya.
Ketujuh, kalian semua mengatakan bahwa mati itu benar-benar terjadi, namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.
Kedelapan, kalian semua sibuk dengan aib-aib orang lain, tetapi tidak memperhatikan aibmu sendiri.
Kesembilan, kalian semua memakan nikmat-nikmat Tuhanmu, namun kalian tidak bersyukur kepada-Nya.
Kesepuluh, kalian semua mengubur orang-orang yang mati di antara kalian, namun kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka.
Demikian disebutkan dalam kitab Hayatul Qulub.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al Anfal : 27-28)
Tafsir : .
(. ) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dengan menelantarkan (tidak melaksanakan) yang fardu-fardu dan yang sunnah-sunnah, atau dengan memendam sesuatu di dalam hatimu berbeda dengan apa yang kamu nyatakan dengan lisanmu, atau dengan melakukan kecurangan-kecurangan dalam harta rampasan perang.
(. ) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu di antara sesama kamu. Kata 133 335 majzum (dengan tanda hilang nun) karena diatafkan (disandarkan) kepada kata yang pertama, atau mansub sebagai jawab dengan menggunakan wawu (. ).
(. ) sedang kamu mengetahui , bahwa kamu berkhianat: atau, sedang kamu adalah orang-orang yang alim yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
(. ) Dan ketahuilah, bahwa harta-hartamu dan anakanakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Karena mereka dapat menyebabkan kamu terjerumus ke dalam dosa, atau ke dalam hukuman, atau ke dalam cobaan dari Allah, guna menguji kamu dengannya. Maka janganlah karena perasaan cinta kepada mereka itu menjadikan kamu berbuat khianat, seperti Abu Lubabah.
(. ) dan sesungguhnyadisisi Allah-lah pahala yang besar, bagi orang yang lebih mengutamakan keridaan Allah Taala daripada harta dan anak-anak, dan menjaga batasan-batasan Allah dalam masalah mereka. Maka gantungkanlah keinginankeinginan kepada apa yang mendorongmu menuju Allah. (Qadhi Baidhawi).
Sebab-sebab turunnya ayat ini diriwayatkan, bahwa Nabi saw. mengepung kaum Yahudi Bani Quraizhah selama dua puluh satu malam. Kemudian mereka minta berdama , seperti yang pernah dilakukan Nabi terhadap saudara-saudara mereka Bani Nadhir. dengan syarat mereka boleh pergi menuju Adzri’at dan Ariha’ yang termasuk wilayah Syam. Namun Nabi saw. menolak, kecuali kalau mereka mau menyetujui segala keputusan yang diberikan oleh Saad bin Muaz. Ternyata mereka menolak, dan mengatakan : “Utuslah kepada kami Abu Lubabah, Marwan bin Al Mundzir’. Abu Lubabah ini merupakan orang yang tulus bersahabat dengan mereka, karena keluarga dan hartanya adaditangan mereka. Maka Nabi pun mengutusnya kepada mereka. Mereka berkata kepadanya. “Bagaimana pendapat Anda, apakah kami boleh menyetujui keputusan Saad?”. Abu Lubabah menunjuk ke lehernya, yang maksudnya, kalau mereka menyetujui keputusan yang diberikan Saad, mereka akan dibunuh.
Abu Lubabah berkata : “Kedua telapak kaki saya belum lagi bergeser ketika saya menyadari bahwa saya telah berkhianat kepada Aliah dan Rasul-Nya”. Maka turunlah ayat di atas. Kemudian Abu Lubabah mengikatkan dirinya pada salah satu tiang Masjid seraya berkata : “Demi Allah saya tidak akan mencicipi makanan dan minuman sampai mati atau Allah menerima tobat saya”.
Maka tinggallah Abu Lubabah dalam keadaan demikian selama tujuh hari hingga akhirnya dia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri. Kemudian Allah pun menerima tobatnya. Lantas dikatakan kepadanya : “Allah telah menerima tobatmu, maka lepaskanlah dirimu dari ikatan ini”. Abu Lubabah menjawab : “Tidak, saya tidak akan melepaskan ikatan ini, demi Allah, kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskannya”. Maka Nabi saw. pun datang melepaskan ikatan tersebut dengan tangan beliau sendiri. Kemudian Abu Lubabah berkata : “Sesungguhnya termasuk kesempurnaan tobatku, saya akan meninggalkan negeri kaumku, yangdisana saya telah melakukan dosa, dan saya hendak mendermakan seluruh hartaku”.
Nabi saw. bersabda : “Sepertiga sudah mencukupi bagimu”. Maksudnya, bersedekahlah dengan yang sepertiga itu, dan itu sudah mencukupi.
Ketahuilah, bahwa menelantarkan Assunnah itu artinya meninggalkannya (tidak melaksanakannya).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Arrasyidin yang telah mendapat petunjuk, sesudahku. Gigitlah dia dengan gigi-gigi geraham”. Dan sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan datang kepada umat manusia suatu masa, yang ketika itu sunnahku akan tampak usang seperti baju yang usang di badan, sedangkan bid’ah akan tampak baru. Maka barangsiapa mengikuti sunnahku pada saat itu, dia akan menjadi asing dan tinggal sendirian : dan barangsiapa mengikuti bid’ahnya orang banyak, dia akan memperoleh teman sebanyak lima puluh orang atau lebih”. Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah ada orang sesudah kami yang lebih utama daripada kami?”. “Tentu ada”, jawab Nabi. Sahabat bertanya kembali : “Apakah mereka melihat Baginda, Ya Rasulullah?”. “Tidak”, jawab Beliau. “Apakah wahyu turun kepada mereka?”. Tanya mereka pula.
“Tidak juga”, jawab Beliau.
Mereka bertanya pula : “Jadi, bagaimana keadaan mereka ketika itu?”.
Beliau menjawab : “Seperti garam dalam air. Hati mereka larut seperti larutnya garam
Mereka bertanya kembali : “Bagaimana mereka hidup ketika itu?”.
Nabi menjawab : “Seperti ulat dalam cuka”.
Mereka bertanya : “Bagaimana mereka memelihara agama mereka?”.
Nabi menjawab : “Seperti baraditangan, jika bara itu diletakkan maka dia akan padam, dan jika bara itu dipegang dan digenggamnya maka dia akan membakar tangannya”.
Renungkanlah, wahai orang-orang yang berakal, sabda utusan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Pengampun itu.
Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunnahku di kala rusaknya umatku, maka dia akan memperoleh pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”.
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Ada sepuluh perkara di antara yang diajarkan dan diamalkan oleh moyangmu Ibrahim as. Lima perkara ada di kepala dan lima lagi di tubuh. Adapun yang di kepala itu ialah : bersiwak (sikat gigi), berkumur-kumur, menghirup air melalui hidung, menggunting kumis dan membiarkan janggut. Adapun yang di tubuh ialah : khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, dan menggunting kuku. Masing-masing anggota tubuh ada ibadatnya, sampai-sampai alat kelamin laki-laki sekalipun”.
Allah Taala berfirman kepada Adam as. : “Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada makhluk semuanya, namun mereka tidak mampu menanggungnya. Nah, apakah engkau sanggup mengambilnya dengan segala apa yang ada di dalamnya?”.
Adam bertanya : “Oh Tuhanku, apakah yang adadidalamnya?”.
Allah Taala menjawab : “Jika engkau laksanakan dengan baik maka engkau akan diberi pahala, dan jika engkau laksanakan dengan tidak baik, maka engkau akan mendapat hukuman”.
Akhirnya amanat itu ditanggung oleh Adam as.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Jika engkau menanggung amanat itu, maka Aku akan membantumu. Aku buatkan tutup bagi matamu, pejamkanlah tutup kedua matamu tu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untuk lidahmu pintu dengan dua daun, maka jika engkau kuatir mengucapkan perkataan yang keji, tutuplah pintu lidahmu Itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untukmu dua telinga, maka jika engkau kuatir mendengar perkataan yang tidak halal engkau mendengarnya, jagalah kedua telingamu itu dari mendengarkannya. Dan Aku buatkan pakaian untuk kemaluanmu, maka jika engkau kuatir membukanya, tutuplah ia dengan pakaian itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan cegahlah kedua tanganmu dari barang yang haram, dan kedua kakimu dari berjalan menuju ke tempat-tempat yang tidak halal bagimu. Ingatiah akan hukuman-Ku”.
Semua yang disebutkan di atas adalah amanat Allah Taala. (Mau’izhah).
Wahab bin Munabbih berkata : “Ketika dirham dan dinar telah dibuat, maka keduanya lalu dibawa oleh Iblis Laknatullah alaih, kemudian diciuminya dan diletakkannya pada kedua matanya, seraya berkata : “Celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang halal, dan celakalah sekali lagi celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang haram”.
Konon, seorang laki-laki dari salah satu negeri datang menemui Nabi saw. Lalu Nabi menanyakan kepadanya tentang keadaan negerinya itu. Maka orang itu pun menceritakan kepada Beliau tentang keadaan tanahnya yang luas dan banyaknya ternakdisana. Kemudian Nabi saw. bertanya : “Apakah yang kalian lakukan?”.
Orang itu menjawab : “Kami membuat bermacam-macam makanan dan kemudian memakannya”.
Lantas Nabi saw. bertanya pula : “Menjadi apakah makanan-makanan itu?”.
Orang itu menjawab : “Menjadi apa yang Baginda ketahui, Ya Rasulullah”. Maksudnya, menjadi kencing dan tinja.
Maka Nabi saw. bersabda : “Begitulah perumpamaan dunia”. Sungguh benarlah Nabi dengan apa yang telah disabdakannya.
Dan firman Allah Taala berkenaan dengan rahasia-rahasia wahyu : “Wahai Ahmad, seandainya seseorang hamba melakukan Salat seperti salatnya penghuni langit dan bumi, dan berpuasa seperti puasanya penghuni langit dan bumi, kemudian Aku lihat di dalam hatinya ada perasaan cinta kepada dunia sekalipun hanya seberat atom, berupa kecintaan pada kepemimpinannya atau perhiasannya, maka dia tidak akan bertetangga denganKudinegeri-Ku”. (Mau’izhah).
Abdullah bin Amr bin Ash berkata : “Yang pertama-tama diciptakan Allah dari manusia adalah kemaluannya, seraya berfirman : “Ini adalah amanat yang Aku titipkan kepadamu”. Jadi, kemaluan adalah amanat, kaki adalah amanat, tangan adalah amanat, lidah
adalah amanat, mata adalah amanat, dan telinga pun adalah amanat. Dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memegang teguh amanat yang ada padanya. Kemudian semua amanat tadi ditawarkan Allah kepada benda-benda di langit dan bumi serta gunung-gunung, sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung….”.
Allah berfirman kepada mereka : “Sanggupkah kalian menanggung amanat ini dengan segala yang ada didalamnya?”. Mereka bertanya : “Apakah yang ada di dalamnya?”. Allah Taala menjawab : “Jika kalian melaksanakan dengan baik maka kalian akan mendapat pahala, dan jika kalian berbuat durhaka maka kalian akan mendapat hukuman”. Mereka berkata : “Ya Rabb, kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala ataupun hukuman”. Kami katakan, jawaban mereka itu adalah sebagai cermin dari perasaan takut, kuatir dan pengagungan terhadap agama Allah semata, jangan-jangan mereka tidak mampu melaksanakan amanat itu dengan baik, bukan karena menyalahi perintah-Nya.
Artinya : “Maka semuanya enggan memikul amanat itu karena kuatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mencintai dunianya, maka dia membahayakan akhiratnya, dan barangsiapa mencintai akhiratnya maka dia membahayakan dunianya. Maka pilihlah oleh kalian apa yang kekal daripada yang tidak kekal”. Dan diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Nabi saw. duduk memberi wejangan kepada sahabat-sahabatnya. Maka mereka semua menangis mendengarnya kecuali Usamah bin Zaid. Lalu ia berkata : “Saya mengadukan kepadamu, Ya Rasulullah, akan kekerasan hatiku”. Maka Beliau meletakkan tangannya di dada Usamah, kemudian berkata: “Keluarlah hai musuh Allah”. Maka Usamah pun menangis. Selanjutnya Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Bekunya mata disebabkan oleh kerasnya hati dan kerasnya hati disebabkan oleh banyaknya dosa. Dan banyaknya dosa disebabkan oleh panjang angan-angan. Panjang angan-angan disebabkan oleh cinta pada dunia. Dan cinta pada dunia merupakan pokok segala dosa”.
Diriwayatkan dari Fudhail bin Iyadh, katanya : Kejahatan semuanya dijadikan dalam rumah yang satu, dan cinta dunia dijadikan sebagai kuncinya. Dan kebaikan semuanya diletakkan di dalam rumah yang satu, dan zuhud dijadikan sebagai kuncinya. Maka hendaklah anda tinggalkan dunia itu, niscaya anda akan memperoleh derajat-derajat yang uhur”.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskannya emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung dan punggung mereka, (lalu d katakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At Taubah : 34-35)
Tafsir :
(. ) Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Boleh jadi yang dimaksudkan ialah kebanyakan pendeta dan rahib. Dengan demikian ayat ini merupakan penggambaran secara mubalaghah dalam mensifati mereka dengan sifat tamak terhadap harta dan kikir dengannya. Dan bisa juga yang dimaksudkan ialah orang-orang Isiam yang mengumpulkan harta dan menyimpannya serta tidak menunaikan kewajibannya. Sedangkan sebab digandengkannya ayat ini dengan orang-orang yang menerima suap dari kalangan ahli Kitab adalah sebagai ancaman keras.
(. ) maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Yaitu dibakar dengan emas dan perak yang telah dipanaskan.
(. ) pada hari dipanaskan emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam. Maksudnya, pada hari dinyalakannya api yang mempunyai panas yang hebat, yang dinyalakan di atas emas dan perak itu.
(. ) Lalu dibakarlah dengannya dahi, lambung dan punggung mereka. Karena pengumpulan harta dan kekikiran mereka itu adalah demi mencari muka dengan kekayaan itu, dan demi menikmati makanan-makanan yang lezat serta pakaian-pakaian yang indah belaka.
(. ) Lalu dikatakan kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Demi kepentingan dirimu sendiri. Padahal harta itu pula yang menjadi sumber bencana dan siksa buatnya.
(. ) maka rasakanlah sekarang (akibat dani) apa yany kamu simpan tu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Jibril baru saja keluar dari sisiku. Dia telah memberi kabar kepadaku dari Tuhanku Azza wa Jalla, bahwa Dia berfirman : “Tidaklah seseorang muslim membaca salawat atasmu satu kali, melainkan Aku dan para malaikat-Ku akan bersalawat atasnya sepuluh kali”. Maka bersalawatlah kamu sekalian atasku pada hari Jumat, apabila telah selesai salat, maka bersalawatlah kamu sekalian atasku dengan sikap penuh pengagungan”. (Alhadis)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijeimakan pada hari kiamat kelak sebagai ular yang plontos, yaitu ular yang tidak berambut di kepalanya, maksudnya kulit kepalanya terkelupas saking banyak bisanya. Ular itu memiliki dua nokta hitamdiatas dua matanya. Ular itu dikalungkan melingkari leher orang tersebut, lalu menyiksanya dengan siksaan yang hebat sambil berkata : “Akulah hartamu yang telah engkau timbun di dunia dan tidak engkau tunaikan zakatnya”. Demikianlah seperti yang difirmankan Allah Taala :
Artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya itu menyangka bahwa, kekikiran itu baik bagi mereka. Bahkan kekikiran itu adalah buruk buat mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan kelak di leher mereka pada hari kiamat”. (Misykat)
Juga dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka kelak pada hari kiamat akan dihamparkanlah untuknya hamparanhamparan dari api. Kemudian dipanaskanlah hamparan-hamparan itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dengannya, maksudnya, dengan harta tersebut, dahi orang terSebut, kedua lambungnya dan punggungnya. Dan setiap kali harta itu dingin, maka dipahaskanlah ia kembali, dihari yang ukurannya adalah seribu tahun, sebagaimana firman Allah Taala yang artinya : “Dan sesungguhnya seharidisisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung”. Sampai diadilinya seluruh hamba Allah, barulah dia akan mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dikatakan bahwa, Allah Taala merangkaikan antara salat dengan zakat di dalam Kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Dinkanlah salat dan tunaikanlah zakat”.
Karona keduanya mompunyar ikatan yang kuat. Salat merupakan hak Allah Taala, sodangkan zakat morupakan hak hamba-hamba Nya. Maka wajib atas kita memperhati. kan keduanya bordasarkan perintah Allah Taala. Pokok pangkal peribadatan semuanya kembali kepada kedua hal ini. Salat merupakan ibadat badantah, sodangkan zakat merupakan ibadat harta benda. Somua ibadat torbagi kopada kodua porkara tadi. Oleh karena tu dikatakan, ada tiga ayat yang turun yang terdiri dari tiga perkara yang dirangkaikan dengan tiga perkara lam. Allah tidak akan menerima salah satu daripadanya tanpa yang lain.
Pertama, fiiman Allah Taala :
Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.
Barangsiapa mengerjakan salat tetapi tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak diterima.
Kedua, firman Allah Taala :
Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya”.
Barangsiapa taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada Rasul-Nya, maka taatnya kepada Allah itu tidak diterima.
Ketiga, firman Allah Taala :
Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu-bapakmu”.
Barangsiapa hanya bersyukur kepada Allah tetapi dia tidak bersyukur kepada ibubapaknya, maka syukurnya kepada Allah itu tidak diterima. (Tanbihul Ghafilin)
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa menahan dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan menahan darinya lima perkara pula. Pertama, barangsiapa menahan (tidak mau menunaikan) zakat hartanya, maka Allah pun menahan (tidak mau) menjaga hartanya dari bencana. Kedua, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sepersepuluh dari hasil buminya, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) berkat dari semua usahanya. Ketiga, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sedekah, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) kesejahteraan kepadanya. Keempat, barangsiapa menahan (tidak mau membaca) doa, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberi) perkenaan padanya. Kelima barangsiapa menahan (tidak mau) menghadiri salat berjamaah, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberikan) kesempurnaan iman kepadanya, sehingga imannya kurang sempurna”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Bentengilah hartamu dengan zakat, dan obatilah penyakit-penyakitmu dengan sedekah, serta hadapilah segala macam bencana dengan doa sambil merendahkan diri”.
Sungguh benarlah Rasulullah dengan segala sabdanya.
Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau saw. menyampaikan hadis ini kepada sahabat-sahabatnya. Pada saat itu, lewatlah seorang Nasrani. Dia mendengar hadis ini. Kemudian dia pergi dan menunaikan zakatnya. Orang Nasrani itu mempunyai seorang sekutu dagang yang telah berangkat ke Mesir untuk berniaga. Dia berkata dalam hatinya : Vika Muhammad itu benar dalam sabdanya maka akan tampak kebenarannya, dimana hartaku dan sekutuku akan terpelihara. Dan aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika ternyata dia berdusta, aku akan menyerangnya dengan pedang lalu membunuhnya”.
Tidak lama kemudian tibalah sepucuk surat dari rombongan dagang itu, yang isinya mengabarkan bahwa, sekelompok penyamun telah merampok dan merampas seluruh harta dan barang bawaan mereka. Ketika orang Nasrani itu mendengar berita tersebut, maka hatinya menjadi goncang, lalu dia menyangka yang tidak-tidak kepada Beliau. Kemudian dia mendatangi Nabi dengan pedang terhunus, dengan maksud hendak membunuh Beliau. Namun sebelum niatnya itu dilaksanakannya, dia menerima sepucuk surat dari sekutunya yang mengabarkan : “Anda jangan bersedih dan jangan pula merasa cemas. Saya beradadibelakang kafilah. Mereka memang diserang oleh penyamun namun saya selamat. Semua harta kita masih ada pada saya”.
Setelah dibacanya surat dari sekutu dagangnya itu, orang Nasrani itu berkata : “Sesungguhnya Muhammad telah berkata benar, dan Beliau adalah benar-benar seorang Nabi”. Kemudian dia pun lalu menemui Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah Islam kepadaku”. Selanjutnya dia pun beriman dan menjadi mulia dengan kemuliaan Islam. (Raudhatul Ulama)
Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, keluarlah seekor binatang dari neraka Jahannam, bernama Huraisy, sejenis kalajengking. Panjang badannya setara jarak langit dan bumi, dan lebar badannya setara dengan jarak antara timur dan barat. Kemudian Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, engkau mau pergi ke mana?”.
“Ke Arashat”, jawabnya.
Jibril bertanya pula : “Siapakah yang engkau cari?”.
Huraisy menjawab : “Aku mencari lima orang : pertama, orang yang meninggalkan Salat, kedua, orang yang tidak mengeluarkan zakat, ketiga, orang yang durhaka kepada Ibu-bapaknya, keempat, orang yang suka minum minuman keras, kelima, orang yang berbicara di dalam Masjid”.
Allah berfirman :
Artinya : “Dan sesungguhnya masjid-masyjid itu adalah kepunyaan Allah maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah’ (Zubdatul Wa’izhin)
Dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Seandainya saya didorong dari atas gedung lalu jatuh sampai hancur, adalah lebih saya sukai daripada berteman dengan orang kaya Karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Hindarilah olehmu berteman dengan orang-orang yang mati”. Ditanyakan : “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang mati itu?” Beliau menjawab : “Orang-orang kaya”.
Juga, Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Saya menengok ke dalam surga, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Dan aku pun menengok ke dalam neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang kaya”.
Hadis ini seperti hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Aku melihat surga, maka terlihat olehku orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin dan orang-orang Islam lainnya bergegas memasuki surga dengan berlari. Dan aku tidak melihat orang-orang kaya memasukinya bersama-sama mereka selain dari Abdurrahman bin Auf, sedang dia adalah termasuk ke dalam kelompok sepuluh yang telah dijamin akan masuk surga”.
Adapun sepuluh orang yang telah beroleh kabar gembira akan memasuki surga itu ialah : Abubakar, Umar, Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waggash, Said bin Zaid dan Ubaidiliah Ibnul Jarrah, semoga Allah meridai mereka semua.
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Pada hari kiamat kelak, orang-orang miskin akan mencela orang-orang kaya, kata mereka : “Ya Tuhan kami, orang-orang kaya itu telah menganiaya kami dalam masalah hak-hak kami yang telah diwajibkan atas mereka”. Maka Allah berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya akan Aku jauhkan mereka (dari rahmat-Ku), dan akan Aku dekatkan kamu sekalian”.
Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah Taala yang bunyinya ,
Artinya : “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang menunta-minta dan bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa”
Dihikayatkan, bahwa pernah seorang arif ditanya : “Berapakah zakat yang wajb dikeluarkan dari uang dua ratus dirham?”.
Orang arif itu menjawab : “Adapun bagi orang awam, syanat memerintahkan dari setiap dua ratus dirham, zakatnya adalah lima dirham. Sedangkan bagi kami, maka kami wajib mengeluarkan semua harta. Karena Allah Taala berfirman:
Artinya : “Dan nafkahkanlah dari apa yang telah Kami karuniakan kepadamu”.
Dan suatu ketika, Asy Syibli ditanya orang : “Apakah hal-hal yang fardu itu?”.
Dia menjawab : “Cinta kepada Allah Taala”.
“Dan apakah perkara-perkara yang sunnah itu?”.
Jawabnya : “Meninggalkan dunia”.
Ditanya pula : “Dan berapakah ukuran zakat?”.
“Mengeluarkan semuanya”, jawabnya.
Ditanyakan kembali : “Bukankah cukup lima dirham dari setiap dua ratus dirham?”.
Dia menjawab : “Itu adalah bagi orang-orang yang kikir”.
Penanya itu bertanya kembali : “Siapakah panutan anda di dalam masalah ini?”.
Asy Syibli menjawab : “Abu Bakar Assiddig ra., yang mana dia telah menyerahkan seluruh harta bendanya. Kemudian dia duduk memakai secarik kain hingga datang Jibni membawakan kain yang serupa”.
Maka penanya itu bertanya pula : “Apakah Anda mempunyai alasan dan dalam Alquran?”,
“Ya”, jawabnya. “Yaitu firman Allah Taala yang artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka”. Barangsiapa menjual hartanya maka dia wajib menyerahkannya. Sedang harta itu adalah sebuah nama yang bersifat umum”.
Diceritakan pula, bahwa Oarun bin Yashar bin Qahita bin Lawi bin Ya’kub bin Ishag bin Ibrahim adalah saudara sepupu Nabi Musa as. Dia telah hafal Kitab Taurat seluruhnya. Akan tetapi dia bersikap munafik terhadap Nabi Musa as., sebagaimana yang juga dilakukan oleh Samiri terhadap Beliau. Qarun adalah pegawai Firaun, dan setiap saat selalu menyakiti hati Nabi Musa as. sedang Beliau selalu menggaulinya dengan baik karena ada hubungan kekerabatan dengannya. Ketika turun ayat tentang zakat, maka Nabi Musa as. berdamai dengannya, agar dia mengeluarkan satu dinar dari setiap seribu dinar, dan satu dirham dari setiap seribu dirham. Padahal zakat bagi Bani Israel adalah mengeluarkan seperempat dari seluruh harta, maka Oarun pun mengumpulkan zakatnya sehingga menjadi seperti sebuah bukit. Dia lihat zakat itu banyak sekali, maka dia pun menahannya (enggan mengeluarkannya) karena sifat kikirnya. Karena itulah diceritakan, bahwa kunci-kunci gudang hartanya itu dipikul oleh enam puluh ekor baghal, Tiap-tiap gudangnya mempunyai satu kunci yang tidak lebih dari satu jari besarnya. Kemudian Oarun berkata kepada Bani Israel : “Sesungguhnya Musa hendak mengambil harta kamu sekalian”.
Mereka menjawab : “Engkau adalah pemimpin kami, maka perintahkanlah apa yang engkau kehendaki”.
Oarun berkata : “Bawalah kepadaku si anu, pelacur itu, supaya dia nanti menuduh Musa telah berbuat mesum dengannya”.
Maka mereka pun membawa perempuan pelacur itu kepadanya. Lalu Oarun memberi perempuan itu uang sebanyak seribu dinar seraya berkata kepadanya : “Katakan olehmu, Musa telah menghamili aku dan aku hamil karenanya”.
Kemudian Oarun mengumpulkan orang banyak. Hari itu adalah hari raya bagi Bani Israel. Lantas Garun berkata kepada Musa as. : “Nasihatilah kami dengan ringkas”. Maka Nabi Musa pun memberikan nasehat, yang di antaranya Beliau mengatakan : “BarangSiapa mencuri maka kami potong tangannya. Barangsiapa menuduh orang lain berbuat zina maka kami cambuk dia. Dan barangsiapa berbuat zina sedang dia telah berkeluarga, maka kami rajam dia”.
“Dan kalau yang berbuat itu Anda sendiri?” Garun menukas. Langsung dijawab oleh Musa as. : “Sekalipun aku sendiri”.
Maka bangkitlah Garun, lalu berkata : “Sesungguhnya Bani Israel menuduh, bahwa Anda telah berzina dengan si anu”.
Nabi Musa as. berkata : “Panggillah dia kemari”.
Maka perempuan itu pun dihadirkan. Nabi Musa as. mengambil sumpahnya, kata Beliau : “Demi Allah yang telah menciptakan dirimu, dan menciptakan laut, serta menurunkan Taurat, berkatalah yang jujur. Maka Allah Taala memperbaiki sikap perempuan itu dan memberinya taufik, sehingga akhirnya dia berkata : “Wahai Musa, Tuan bersih dari segala yang dia tuduhkan. Yang benar adalah bahwa Garun telah memberiku uang sebanyak seribu dinar agar aku menuduh tuan telah berbuat mesum denganku. Tetapi aku takut kepada Allah Taala untuk menuduh Rasul-Nya”. Maka Musa pun bersujud sambil menangis dan berkata : “Oh Tuhanku, kalau aku ini adalah benar-benar Nabi-Mu, maka tolonglah aku”.
Lantas Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, sesungguhnya Aku telah jadikan bumi patuh kepada perintahmu, maka perintahkanlah dia sekehendakmu”.
Maka Musa as. berkata kepada kaumnya : “Barangsiapa berpihak kepada Oarun, maka tetaplah bersamanya. Dan barangsiapa berpihak padaku, maka menyingkirlah darinya”. Orang-orang pun menyingkir semuanya meninggalkan Oarun kecuali tinggal dua orang saja bersamanya. Lalu Musa as. berkata : “Hai bumi, telaniah mereka!”. Maka bumi pun menelan mereka sampai ke lutut mereka.
Kemudian Nabi Musa berkata kembali : “Telanlah!”. Maka bumi menelan mereka Sampai ke pinggang mereka, sedang mereka mengiba-iba minta dikasihani kepada Musa as.
Kemudian Nabi Musa berkata kembali untuk yang ketiga kalinya : “Telanlah mereka!” Maka bumi pun menelan mereka sampai ke leher mereka, dan mereka mengiba-iba mohon dikasihani, namun Beliau tidak memperdulikan mereka saking murkanya Beliau kepada mereka. Dan Beliau berkata kembali untuk yang keempat kalinya : “Telanlah mereka”. Maka bumi pun menangkup atas mereka.
Setelah kejadian itu, kaum Bani Israel saling berbisik sesama mereka. Mereka mengatakan : “Musa mendoakan kebinasaan Oarun itu tidak lain adalah agar dia dapat mewarisi gedung-gedung dan gudang-gudang hartanya”. Isu tersebut terdengarditelinga Musa as. sehingga Beliau lalu memohon kepada Allah Taala, agar gedung-gedung dan gudang-gudang harta Qarun turut dibenamkan pula. Hal ini disinggung Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka Kami benamkan Garun beserta rumahnya ke dalam bumi”
Oarun bergerak masuk ke dalam bumi setiap harinya kira-kira setinggi orang staki sehingga apabila dia telah sampai ke dasar bumi yang paling bawah, tinggallah diadisana sampai ditiupkan sangkakala sebagai tibanya hari kiamat. (Misykat)
Konon, Dahutu Oarun keluar dengan perhiasannya sambil menunggang seekor bighal putih yang berpelanakan emas murni. Dia diiringi oleh empat ribu pengawal yang berpakaian serupa dengannya. Ada pula yang mengatakan bahwa, kuda-kuda mereka dihiasi sutera merah.Disebelah kanannya ada tiga ratus budak laki-laki, sedangdisebelah kinnya ada tiga ratus budak perempuan yang berkulit putih. Mereka semua mengenakan perhiasan dan sutera. Maka Oarun bersikap congkak kepada Nabi Mua as. dengan mendustakannya dan tidak mematuhi perintahnya. Lalu Allah pun membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi. (Mau’izhah)
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj, aku melihat di balik gunung Oaf ada sebuah kota yang penuh dengan manusia. Ketika mereka melihat aku, mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami, Ya Muhammad”. Kemudian mereka pun beriman kepadaku dan aku ajari mereka hukumhukum syariat. Setelah itu aku bertanya kepada mereka : “Siapakah kalian sebenarnya?”. Mereka menjawab : “Ya Muhammad, kami adalah suatu kaum dari Bani israel. Setelah Nabi Musa meninggal, terjadilah perselisihandikalangan bangsa Israel dan timbul kerusakan. Dalam tempo hanya satu jam, mereka telah membunuh empat puluh tiga orang nabi. Dan setelah pembunuhan para nabi tersebut muncui dua ratus orang abid yang zuhud. Mereka menyuruh orang banyak berbuat kebajikan dan melarang mereka
dari kemungkaran. Namun, pada hari itu, mereka pun dibunuh pula oleh Bani Israel, semuanya. Maka timbullah kerusakan yang hebatditengah-tengah mereka. Sedang kami keluar dari tengah-tengah mereka dan pergi ke pinggir laut.Disana kami berdoa kepada Allah supaya Dia melepaskan kami dari kerusakan mereka. Tengah kami berdoa, sekonyong-konyong berlobanglah bumi dan kami terjatuh ke dalamnya. Kami tinggal selama delapan belas bulandidalam perut bumi itu. Kemudian kami keluar ke tempat ini. Dahulu, Nabi Musa as. pernah berpesan kepada kami: “Apabila seseorangdiantara kalian melihat wajah Muhammad saw., maka sampaikanlah salamku kepadanya”.
Lantas, mereka pun mengatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami. Berilah kami pelajaran”.
Maka Nabi pun mengajarkan kepada mereka Alquran, salat, puasa, menunaikan salat Jumat dan hukum-hukum syariat lainnya. (Hamamiyah, dari Yasin Syarif)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa, Allah beserta orangorang yang bertakwa”. (QS. At Taubah : 36)
Tafsir : ,
(. ) Sesungguhnya bilangan bulan. Maksudnya, jumlah bilangannya.
(. )disisi Allah. Ma’mul dari kata , karena Aa itu masdar.
(. ) dua belas bulan dalam ketetapan Allah. Dalam Lauhul Mahtfuz, atau dalam hukum Allah.
Dan dia (. ) adalah sifat dari
Sedangkan firman-Nya : ( ) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Kalimat ini berkaitan dengan sesuatu yang memuat arti tetap, atau berkaitan dengan kata , jika itu dianggap masdar. Sedangkan maksud ayat ini adalah : Sesungguhnya ini adalah perkara yang tetap pada perkara itu sendiri, sejak Allah menciptakan benda-benda langit dan waktu-waktu.
(. ) di antaranya empat bulan haram. Yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab, sedang yang tiga berurutan, yaitu Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram.
(. ) Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maksudnya, diharamkannya bulan yang empat itu adalah ketetapan agama yang lurus, yaitu agama Ibrahim dan Ismail as. sedang bangsa Arab sejak dahulu sudah menganut agama ini sebagai warisan dari mereka berdua. Karenanya, mereka menghormati bulan-bulan haram itu dan mengharamkan peperangan di waktu itu, sampai-sampai sekiranya ada seseorang lelaki bertemu dengan pembunuh ayahnya atau saudaranya, maka dia tidak akan menyerangnya.
(. ) maka janganlah kamu menganiaya dalam bulan yang empat itu. Yakni dalam bulan-bulan haram.
(. ) diri-diri kamu. Maksudnya, dengan melanggar kehormatannya dan melakukan hai-hal yang diharamkan di waktu itu. Kebanyakan ulama (Jumhur Ulama) perpendapat, bahwa keharaman perangdibulan-bulan itu telah dihapuskan (mansukh). Sedang Orang-orang yang berbuat aniaya dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiatdibulan itu maka itu amat besar sekali dosanya. Sama halnya seperti melakukan perpuatan-perbuatan maksiatditanah Haram dikaja ihram.
Sedang dari Atha’ bahwasanya tidak halal bagi manusia berperangditanah Haram dandibulan-bulan Haram, melainkan jika mereka diperangi lebih dahulu. Adapun pendapat pertama (yang membolehkan) didukung oleh riwayat yang mengatakan bahwa, Nabi saw. pernah mengepung Thaif dan memerangi HawazindiHunain pada bulan Syawwal dan Dzulgaidah.
(. ) Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Kata adalah masdar dari (mencegah dari sesuatu), karena kata ‘semuanya’ itu berarti tercegah dari penambahan. Kata ini (. ) berkedudukan sebagai kata keadaan (. ).
(. ) dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Suatu kesaksian dan jaminan kemenangan bagi orang-orang yang bertakwa dengan sebab ketakwaan mereka. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Aku melihat pada malam mikraj sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada salju, dan lebih harum daripada misik. Lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, untuk siapakah ini?’. Jibril menjawab : “Untuk orang yang bersalawat kepadamudi bulan Rajab’.
Dan sabda Nabi saw., yang artinya : “Kembalilah kamu semua kepada Tuhanmu, mohonlah ampun dari dosa-dosamu, dan jauhilah perbuatan-perbuatan maksiatdibulan suci, yaitu bulan Rajab”.
Sebagaimana firman Allah Taata :
Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan haram, yaitu berperang di dalamnya. Katakanlah : “Berperang di dalam bulan itu adalah dosa besar”
Dalam ayat ini ada pengajuan dan penundaan. Maksudnya, mereka bertanya kepadamu, Hai Muhammad, tentang berperangdibulan haram, boleh atau tidak?.
(Katakanlah : Berperangdidalam bulan itu adalah dosa besar) sedangkan berkhianat dibulan itu adalah lebih buruk lagi, karena kehormatan bulan itu di sisi Allah. Sebagaimaha ketaatandibulan itu dilipat gandakan pahalanya. Allah menamakan bulan-bulan itu dengan bulan haram, karena pada bulan itu perang diharamkan. Tetapi kemudian perang dibulan-bulan tersebut dibatalkan (mansukh) dengan firman Allah Taala :
Artinya : ‘Dan bunublah mereka di mana saja kamu Jumpa mereka”
Namun demikian, kehormatan bulan itu tetap ada, dosa dosa diampuni amal-amal diterima, dan dibulan haram ini ganjaran pahala dilpat gandakan Karena satu perbuatar baik dibulan bulan yang lain sama dengan sepuluh perbuatan baikdibulan bulan Pararr Sobagamana firman Allah Taala:
Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka dia mendapat (pahala) sepuluh kali hpatnya”.
Sedang pada bulan Rajab diganjar dengan tujuh puluh kali lipatnya Pada bulan Sya’ban dengan tujuh ratus kali lipatnya. Dan pada bulan Ramadan dengan seribu kali lpatnya. Dan dilipatgandakannya pahala kebaikan ini hanya untuk umat ini saja. (Khazinatul Ulama)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Jika kamu ingin lepas dari rasa dahaga saat menjelang maut, keluar dari dunia dengan membawa iman, dan selamat dari setan, maka hormatilah bulan-bulan haram ini semuanya dengan jalan memperbanyak puasa dan menyesal atas dosa-dosa yang telah lewat. Dan ingatlah kepada Pencipta manusia, niscaya kamu masuk surga Tuhanmu dengan selamat”. (Zahratur Riyadh)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya pernah berpapasan dengan sahabat Muadz bin Jabal ra., laiu saya bertanya kepadanya : “Darimana Anda datang, Hai Muadz?”, Dia menjawab : “Dari sisi Nabi saw.”. Saya bertanya pula : ‘Apa yang telah Anda dengar dari Beliau?’. Dia menjawab : ‘Saya mendengar, bahwa barangsiapa mengucapkan La Ilaaha Illailah dengan tulus ikhlas, dia akan masuk ke dalam surga. Dan barangsiapa berpuasa sehari di dalam bulan Rajab karena mengharapkan keridaan Allah, maka dia pun akan masuk ke dalam surga’.
Kemudian saya pergi menemui Rasulullah saw. lalu bertanya : Ya Rasulullah, tadi Muadz telah memberitahu saya begini begini. Beliau menjawab : “Benarlah Muadz”. (Zahratur Riyadh)
Dan ketahuilah, bahwa kisah-kisah menarik dan perkataan-perkataan mulia yang akan disampaikan adalah berasal dari penutup kenabian saw.
Nabi saw. berkhutbahdihari Nahardisaat haji Wada’ (haji perpisahan), sabda Beliau :
“Ketahuilah bahwa masa telah berputar seperti keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu adalah dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut, yaitu : Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram, dan bulan Rajabnya kabilah Mudhar, yaitu yang terletak di antara bulan Jumadi dan Sya’ban.
Dan maksud bulan-bulan itu kembali kepada keadaannya semula, dan haji pun kembali pada bulan Dzulhijjah adalah bahwa masa yang terdiri dari bulan-bulan dan tahun-tahun ini kembali kepada keadaannya semula. Tahun pun kembali kepada asal perhitungan yang telah dipilih oleh Allah Taala pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Dan haji pun kembali kepada bulan Dzulhijjah, setelah kaum Jahiliyah menggesernya dari posisinya semula dengan pengunduran yang mereka adakan. Yaitu pengun. n yang disebutkan Allah Taala di dalam firman-Nya :
Artinya : “Sesungguhnya mengundur-undurkan (bulan haram) itu menambah kekufuran”.
Maksudnya : mengundurkan suatu bulan haram kepada bulan lain. Karena bangsa Arabdizaman Jahiliyah dahulu sangat menghormati bulan-bulan haram tersebut, yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as. mereka mengharamkan perangdi pulan-bulan itu, sehingga mereka adakan pengunduran lalu mereka mengubah pengharaman itu. Mereka adalah bangsa yang gemar berperang dan menyerang. Apabila tiba pulan haram, padahal mereka tengah berperang, maka beratlah bagi mereka meninggalkan peperangan tersebut. Karena itu, mereka lalu menghalalkannya, dan sebagai gantinya, mereka mengharamkan bulan yang lain. Hingga akhirnya mereka menolak dikhususkannya bulan-bulan haram sebagai bulan yang dihormati. Namun, mereka tetap mengharamkan empat bulandiantara bulan-bulan dalam setahun. Dan inilah yang dimaksud dalam firman Allah :
Artinya : “Agar mereka dapat menyesuaikan dengan bulan yang Allah haramkan”.
Maksudnya, agar mereka dapat menyesuaikan bilangan, yaitu empat bulan, dan tidak menyalahinya. Padahal mereka telah menyalahi pengkhususan yang merupakan salah satu dari dua kewajiban itu.
Dan adakalanya mereka juga menambahi bilangan bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu mereka jadikan 13 dan 14 bulan. Diriwayatkan bahwa hal itu terjadidikalangan Bani Kinanah. Karena mereka adalah kaum yang melarat, yang perlu melakukan penyeranganpenyerangan.
Junadah bin Auf Al Kinani adalah seorang yang dipatuhidimasa Jahiliyah. Pernahdi musim haji, dia berdiri di atas punggung seekor unta lalu berkata dengan suara keras : “Sesungguhnya tuhan-tuhanmu telah menghalalkan bulan haram untukmu, maka halalkaniah dia”.
Pengunduran (bulan) itu dianggap sebagai menambah kekafiran, karena orang kafir, setiap kali dia melakukan kemaksiatan, maka bertambahlah kekafirannya :
Artinya : “Maka itu menambah kekafiran mereka di samping kekafiran mereka yang Sudah ada”.
Sebagaimana seorang mukmin, apabila dia melakukan ketaatan, maka semakin bertambahiah imannya.
Artinya : “Maka itu menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira”. (Kasysyaf)
Supaya waktunya cukup longgar buat mereka, karenanya datanglah ketetapan tentang bilangan itu di dalam Alquran dan Alhadis. Adapun dalam Alquran adalah ayat tersebut tadi, yaitu firman Allah Taala, yang artinya (Sesungguhnya bilangan bulan…. dst), Sedang dalam hadis, Nabi saw. pernah menjelaskan bahwa, satu tahun itu ada dua belas bulan yang ditetapkan berdasarkan peredaran matahari, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlu Kitab. Dan dari bulan-bulan Qamariah ini, ada empat bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu : Dzulqaidah, Dzulhijah dan Muharram, dan yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab. Adapun dinisbatkannya bulan Rajab kepada kabilah Mudhar, sebagaimana tersebut dalam hadis, karena kabilah Mudhar sangat mengagungkan dan menghormati bulan Rajab. Oleh karena itu, bulan ini dinisbatkan kepada mereka.
Dalam bulan Rajab ini, bagi kaum Jahiliyah, ada hukum-hukum yang harus dipatuhi, dj antaranya : bahwa mereka pada bulan Rajab ini mengharamkan peperangan, sebagaimana telah disebutkandimuka. Pengharaman perang ini masih tetap berlakudipermulaan Islam. Namun selanjutnya para ulama berselisih pendapat mengenai kelangsungannya. Kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat hal itu sudah dihapuskan (mansukh). Mereka beragumentasi, bahwa para sahabat sepeninggainya Nabi Muhammad saw. sibuk dengan menaklukkan negeri-negeri dan meneruskan peperangan dan perjuangan. Tidak ada berita dari salah seorang mereka, bahwa dia berhenti berperang pada salah satu dan bulan-bulan haram itu. Dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat atas dihapuskannya hal itu.
Dan di antaranya juga, bahwa bangsa Arab dahulu, dizaman Jahiliyah, menyembelih seekor binatang sembelihandibulan Rajab, yang mereka namakan Athirah. Para ulama berselisih tentang hukum Athirah setelah islam. Namun kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat bahwa, Islam membatalkannya. Karena telah disebutkan secara pasti di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, hadis dari narasumber Abu Hurairah ra.:
Artinya : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.
Fara (dengan dua fathah) adalah pertama yang dilahirkan oleh seekor unta. Orang-orang Jahiliyah dahulu menyembelihnya untuk tuhan-tuhan merekadimasa Jahiliyah, serta mengambil berkah darinya. Sedang Athirah adalah sembelihan yang disembelih pada sepuluh hari pertamadibulan Rajab, dan disebut pula Rajabiyah.
Dahulu sembelihan ini dikorbankan oleh orang-orang Jahiliyah dan juga oleh orangorang Islamdipermulaan Islam. Kemudian dibatalkan dengan hadis : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.
Dan telah diriwayatkan pula dari Alhasan ra., bahwa dia berkata : “Dalam Islam tidak ada Athirah. Athirah itu hanya adadimasa Jahiliyah. Dahulu, salah seorang dari mereka berpuasa Rajab, lalu dia mengadakan Athirah padanya. Sedang penyembelihandiwaktu itu serupa dengan menjadikan saat itu sebagai hari raya”.
Dalam hadis yang diriwayatkan dari Thawus ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu jadikan sesuatu bulan sebagai hari raya dan jangan pula Sesuatu hari sebagai hari raya”.
Larangan ini asalnya adalah, bahwa kaum muslimin tidak boleh mengambil sesuatu waktu sebagai hari raya selain yang telah ditentukan oleh syariat sebagai hari raya, yaitu hari Jumat dalam satu minggu, dan hari Fitri, hari Adha dan hari-hari Tasyrig dalam satu tahun. Adapun selain dari itu, pengambilan sebagai hari raya dan saat berkumpul adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam syariat Muhammad saw., bahkan tergolong sebagai hari-hari raya kaum musyrikin. Mereka memang mempunyai hari-hari raya yang tertentu waktu dan tempatnya. Kemudian setelah Islam datang, Allah Taala menghapuskannya, lalu menggantikan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan masa itu dengan hari-hari raya Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, sedangkan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan tempat itu digantikan dongan Kakbah, Arafah, Mina dan Muzdalifah. Semoga Allah memudahkan kita berkunjung ke sana. Sedang selama waktu-waktu dan tempat-tempat itu tidak ada lagi han raya Hanya saja dalam bulan Rajab ada suatu tugas ketaatan kepada Allah Taala yang digunakan untuk mendekatkan diri kepadaNya, dan salah satu dani karunia-Nya yang halus yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dengan anugerah dan rahmat-Nya Orang yang beruntung ialah orang yang menggunakan kesempatandisaal-saat dan tempat-tempat itu, untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, dengan tugas-tugas ketaatan yang disyanatkan pada kesempatan tersebut, sehingga Allah memberikan kepadanya salah satu di antara karunia-karunia tadi, dan dengan itu. ia selamat dari siksa neraka dengan segala azab yang ada didalamnya.
Adapun puasadibulan Rajab. telah diriwayatkan beberapa hadis. di antaranya adalah hadis yang dirwayatkan oleh Albaihagi di dalam kitab Sya’bul Iman, dari sahabat Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Di dalam surga ada sungai yang dinamakan Rajab, yang lebih putih daripada susu dan lebih manis darnpada madu. Barangsiapa berpuasa sehan di bulan Rajab, maka Allah Taala memberinya minum dan Sungai itu”.
Ini adalah mengenai puasa pada sebagian bulan Rajab. Adapun puasa sepanjang bulan Rajab, maka tidak ada berita sah satu pun yang khusus mengenai hal itu, baik dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya. Tetapi yang ada hanyalah mengenai berpuasadiseluruh bulan haram, dimana bulan Rajab termasuk salah satu daripadanya. Dengan demikian berani puasadibulan Rajab tidak dilarang.
Dan dinwayatkan dari sahabat Abu Qllabah ra., katanya : “Di dalam surga ada mahligai untuk orang yang gemar berpuasadibulan Rajab”.
Al-Baihaqi berkata : “Sesungguhnya Abu Qllabah ra. adalah termasuk salah seorang tokoh Tabiin. Dia tidak mengatakan demikian kecuali dari hadis yang disampaikan kepadanya oleh orang-orang sebelumnya (para sahabat) yang mendengar langsung dari Nabi saw. Memang telah diriwayatkan dan Ibnu Abbas ra., bahwa dia tidak suka bulan Rajab itu dipuasai seluruhnya. Dan itu juga tidak disukai oleh Imam Ahmad, katanya : “Hendaklah berbuka (tidak puasa) sehari atau dua haridibulan itu”. Dia menwayatkan hal itu dari sahabat Umar dan Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma. Akan tetapi kemakruhan berpuasa sepanjang bulan Rajab itu menjadi hilang. apabila dia dipuasai bersama-sama dengan bulan yang lain. Sementara itu, Al Mawardi mengatakandidalam kitab Al tana : “Mustahab hukumnya berpuasadibulan Rajab dan Sya’ban”.
Adapun tentang salatdibulan Rajab maka tidak ada suatu berita yang pasti yang khusus membicarakan soal itu. sebagaimana telah kami sebutkan penjelasannya pada bab yang lalu. (Dari Majalis Ar Rumi)
Ibnul Hammam ra., berkata : “Ibadat yang diragukan antara wajib dan bid’ah. harus dikerjakan demi menjaga sikap kehati-hatian. Sedangkan ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah, harus ditinggalkan. Karena meninggalkan bid’ah itu wajib, sedangkan melakukan sunnah itu tidak wajib. Adapun salat (di bulan Rajab) itu termasuk ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah. Dengan demikian ia harus ditinggalkan dan tidak boleh seorang pun melakukannya, baik sendirian maupun berjamaah. Karena berjamaah dalam salat itu pun termasuk bid’ah”. (Ini juga dari Majalis Ar Rumiditempat yang lain).
Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., katanya “Apabila lewat seperliga malam di awal Jumat pada bulan Rajab maka tidak ada satu pun malaikat baik yang ada dilangit maupun dibumi kecuali berkumpul diKakbah. Kemudian Allah Taala memandang kepada mereka seraya berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, mintalah apa yang kalian kehendaki”. Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, keinginan kami adalah agar Engkau mengampuni orang yang berpuasadibulan Rajab”. Maka Allah Taala pun berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.
Dan dari Aisyah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Seluruh umat manusia akan merasakan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi, keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka semua akan merasa kenyang, tidak merasa lapar dan dahaga”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan, ada seorang wanita yang abiddi Baitul maqdis. Jika datang bulan Rajab, setiap harinya dia membaca Qul huwallaahu ahad (surah Al Ikhlas) sebelas kali, karena menghormati bulan itu. Dan dia menanggalkan pakaian yang bagus lalu mengenakan pakaian yang jelek. Pada suatu bulan Rajab, dia jatuh sakit. Kemudian dia berpesan kepada anaknya, kalau dia meninggal, maka hendaklah menguburnya dengan kain yang jelek itu. Namun, karena ingin dipuji orang, anaknya itu menguburnya dengan kain yang mahal harganya. Lantas si anak bermimpi melihat ibunya, dia berkata : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku, aku tidak rida kepadamu”. Dia bangun dengan terkejut. Kemudian digalinya kembali kubur ibunya, namun tidak didapatkannya lagi mayat ibunya disana. Maka menjadi bingunglah dia dan menangis sejadi-jadinya. Lalu terdengar olehnya suara gaib berkata : “Tidakkah kau tahu bahwa, barangsiapa mengagungkan bulan kami, Rajab, maka dia tidak akan ditinggalkan sendirian dan kesepian di dalam kuburnya”. (Zubdatu! Wa’izhin)
Aliah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.
Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)”. (QS. At Taubah : 75-76)
Tafsir : ,
(. ) Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.
Ayat ini turun berkaitan dengan Tsa’labah bin Hathib. Dia pernah datang kepada Nabi saw. dan berkata : “Doakanlah saya kepada Allah, agar Dia menganugerahi saya harta”.
Nabi menjawab : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang tidak kuat engkau menanggungnya”.
Namun, Tsa’labah bersikeras minta didoakan juga. Bahkan dia berikrar : “Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran, sesungguhnya jika Allah mengaruniai saya harta, pasti saya akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”.
Maka Rasulullah pun lalu mendoakannya.
Kemudian Tsa’labah berternak kambing. Kambingnya berkembang biak seperti berkembangnya ulat, sehingga kota Madinah penuh sesak dengan kambingnya. Lantas dia pindah ke sebuah lembah di luar kota Madinah. Karena sibuk mengurus ternaknya, akhirnya dia tidak lagi melakukan salat fardu berjamaah dan salat Jumat. Lalu Nabi saw. menanyakan tentang keadaannya, Beliau mendapat jawaban : “Hartanya telah melimpah sehingga tidak termuat oleh satu lembah”.
“Oh, celaka Tsa’labah”, kata Nabi. Kemudian Beliau mengutus dua orang petugas untuk menarik zakat. Kedua petugas itu disambut baik oleh orang-orang dengan zakatnya masing-masing. Ketika mereka berdua tiba ditempat Tsa’labah, mereka meminta zakatnya sambil membacakan kepadanya catatan yang mencantumkan apa-apa yang wajb dikeluarkan. Namun Tsa’labah berkata : ‘Ini tidak lain hanyalah jizyah”, atau. “Ini tak lain dari semacam jizyah. Pulanglah, biarlah saya berpikir dahulu”.
Kemudian turunlah ayat ini.
Maka Tsa’labah pun datang dengan membawa zakatnya, namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala melarangku untuk menerima zakat darimu”
Saking menyesalnya, Tsa’labah lalu menaburkan tanah ke atas kepalanya Namun, Nabi saw. hanya bisa mengatakan : “Ini adalah balasan perbuatanmu. Sesungguhnya aku telah menyuruhmu, tetapi engkau tidak mematuhi aku”.
Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke haribaan-Nya. Maka Tsa’labah datang membawa zakatnya kepada Khalifah Abubakar. Tetapi dia pun tidak mau menerimanya. Kemudian pada masa Khalifah Umar, dia datang lagi untuk membenkan zakatnya, namun Umar pun menolaknya. Sampai akhirnya Tsa’labah matidimasa Khalifah Utsman
(. ) Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu. Mereka tidak sudi memberikan hak Allah kepada-Nya.
(. ) dan berpaling, dari taat kepada Allah.
(. ) dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Dan mereka memanglah kaum yang memiliki kebiasaan untuk membelakangi ketaatan itu. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Aisyah ra. : “Hai Aisyah, janganlah engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat, sebelum engkau menjadikan kaum muslimin rida kepadamu, dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.
Kemudian Nabi saw. mengerjakan salat. Aisyah berkata : “Saya tetap beradadi tempat tidurku sampai Beliau selesai salat”.
Setelah Nabi selesai salat, Aisyah berkata : “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Baginda telah menyuruh saya melakukan empat perkara yang tidak mampu saya lakukan pada saat ini”.
Beliau tersenyum lalu bersabda : “Apabila engkau membaca Qul Huwallaahu Ahad (surah Al Ikhlas) tiga kali, maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Aiguran. Apabila engkau membaca salawat kepadaku dan kepada nabi-nabi sebelumku, maka kami akan memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat. Apabila engkau memohonkan ampun buat kaum mukminin, maka mereka semua akan rida kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan Subhanallah wal hamdu lillah, walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Haggi)
Dan diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili ra., tentang sebab turunnya ayat ini bahwa Tsa’labah bin Hathib Al Anshari dahulu selalu aktif pergi ke masjid Nabi saw. siang dan malam. Keningnya kasar laksana lutut unta, saking banyaknya dia bersujuddiatas tanah dan batu-batu. Pada suatu hari, dia keluar dari Mesjid tanpa berdoa dan salat sunnah lebih dahulu seperti biasanya. Maka Nabi saw. menanyakan hal itu kepadanya : “Mengapa engkau melakukan perbuatan seperti orang-orang munafik yang tergesa-gesa keluar?”.
Tsa’labah menjawab : “Ya Rasulullah, saya keluar karena saya dan isteri saya hanya mempunyai satu kain saja, yaitu yang ada pada tubuh saya ini. Saya salat dengan kain ini sedang dia telanjang dirumah Komudian saya kembali kepadanya, lalu menanggalkan kam ini lalu dipakanya dan dia pun salat dengannya. Maka doakanlah saya kepada Allah, aga Dia menganugerahi saya harta”.
Nabi saw. menasehatinya : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang engkau tidak kuat menanggungnya”.
Setelah itu, Tsa’labah datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniai saya harta”.
Beliau menjawab : “Tidakkah engkau mencontoh Rasulullah sebagai teladan yang baik?. Demi Allah yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki gunung-gunung ini menjadi emas dan perak, niscaya akan terjadilah”.
Kemudian setelah itu, dia datang lagi kepada Nabi saw., seraya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniakan harta kepada saya. Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran sebagai seorang nabi, sesungguhnya jika Allah Taala menganugerahi saya harta, saya pasti akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”. Maka Nabi pun mendoakannya, katanya : “Ya Allah, anugerahkanlah harta kepada Tsa’labah”.
Syahdan, maka Tsa’labah pun lalu berternak kambing. Dalam waktu singkat, ternaknya itu berkembangbiak laksana berkembang biaknya ulat, sehingga kota Madinah disesaki oleh ternaknya itu. Maka Tsa’labah pun pindah ke luar kotadisuatu lembah yang luas. Sementara ternaknya terus berkembang biak seperti berkembang biaknya ulat. Pada mulanya, Tsa’labah masih sempat melakukan salat Zuhur dan Asar berjamah bersama Rasulullah saw., dan melakukan salat-salat lainnyadipeternakannya. Kemudian ternaknya itu semakin banyak dan berkembang sehingga dia semakin jauh dari kota Madinah. Karenanya, kini dia hanya bisa menghadiri salat Jumat saja. Kemudian ternaknya semakin bertambah banyak juga, sehingga Tsa’labah pun semakin jauh pula. Dan akhirnya, dia tidak lagi menghadiri baik salat berjamaah maupun salat Jumat. Jika tiba hari Jumat, dia keluar dan menemui orang-orang sambil menanyakan berita-berita kepada mereka.
Pada suatu hari, Rasulullah saw. menyebut-nyebut tentang Tsa’labah. Beliau bertanya : “Apa kerja Tsa’labah sekarang?”. Orang-orang menjawab : “Ya Rasulullah, dia memelihara kambing yang tidak termuat oleh satu lembah”.
“Celaka Tsa’labah”, kata Nabi.
Kemudian Allah Taala menurunkan ayat tentang kewajiban membayar zakat. Lalu Rasulullah mengutus dua orang laki-laki untuk memungut zakat tersebut. Orang-orang menyambut kedua petugas tadi dengan zakat mereka masing-masing. Dan akhirnya, kedua petugas itu datang menemui Tsa’labah, lalu meminta zakatnya sambil membacakan surat Rasulullah yang menyebutkan apa-apa yang wajib dikeluarkan. Namun, Tsa’labah tidak sudi memberi zakat, bahkan dia berkata : “Ini tak lain adalah jizyah, atau sejenis jizyah”. Kemudian dia berkata pula: “Pulanglah kalian berdua, Hal ini akan saya pikirkan dan pertimbangkan iebih dahulu”.
Ketika kedua petugas itu kembali kepada Rasulullah saw., dan sebelum sempat mereka berbicara apa-apa, Beliau sudah mengatakan : “Oh celaka Tsa’labah”, dua kali. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas tadi (surah At Taubah ayat 75 dan 76). Pada saat itu, di samping Rasulullah saw. ada seorang lelaki kerabat Tsa’labah. Dia mendengar hal itu, lalu berangkat menemui Tsa’labah.
“Celaka engkau hai Tsa’labah”, serunya. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat mengenai dirimu begini dan begini”.
Maka, Tsa’labah pun berangkat menemui Nabi saw. sambil membawa zakatnya untuk diserahkan kepada Beliau. Namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah melarang aku menerima zakatmu”.
Kemudian Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya (sebagai tanda menyesal), tetapi Nabi tetap tidak mau menerimanya, bahkan Beliau memperingatkan : “Inilah hasil perbuatanmu. Tempo hari ketika aku suruh, engkau tidak mau mematuhi”.
Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah. Maka Tsa’labah membawa zakatnya kepada Abubakar ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Abubakar menolak seraya berkata : “Rasulullah saw. tidak sudi menerima zakat itu darimu, pantaskah saya menerimanya?” Maka dia pun tidak mau menerima zakat tersebut.
Kemudian pada rnasa Khalifah Umar, dia pun membawa zakatnya kepada Umar ra. sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Umar pun menjawab : “Kedua pendahuluku tidak sudi menerima zakatmu itu, apakah saya harus menerimanya sekarang?”. Dan dia pun tidak mau menerimanya.
Selanjutnya, Tsa’labah membawa zakatnya kepada Utsman ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Utsman pun menolak menerimanya seraya berkata : “Para pendahuluku semuanya tidak sudi menerima zakatmu itu, haruskah saya menerimanya”. Maka zakat itu pun ditolaknya.
Akhirnya Tsa’labah matidimasa kekhalifaan Utsman ra.. Semua hukuman ini adalah disebabkan oleh kekikirannya, cinta harta dan tidak mau membayar zakat. Dan karena ingkar janji itu merupakan sebab kemunafikan, maka dia dianggap sebagai sepertiga nitak. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga : Apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat”. (Ibnu Kamal Basya dan Hayatul Qulub)
Diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw., kata mereka : “Ya Rasulullah, apabila Baginda telah keluar dari dunia ini, maka manakah yang lebih baik bagi kami, permukaan bumi atau perut bumi?”.
Beliau menjawab : “Apabila pemimpin-pemimpin kamu adalah orang-orang yang terbaik darimu, dan orang-orang kaya di antaramu adalah orang-orang dermawan, serta segala urusanmu dilakukan secara bermusyawarahdiantaramu, maka permukaan bumi ini lebih baik bagimu daripada perut bumi. Namun, apabila pemimpin-pemimpinmu adalah orang-orang yang jahat darimu, orang-orang kayamu adalah orang-orang yang kikirdi antaramu, dan urusanmu diserahkan kepada orang-orang perempuanmu, maka perut bumi adalah lebih baik daripada permukaan bumi”. (Mau’izhah)
Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., sabda Beliau :
Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam Surga, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam neraka, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam neraka”.
Dan Nabi saw. bersabda pula :
Artinya : “Bersedekahlah kamu untuk dirimu dan untuk orang-orang yang telah mati darimu, sekalipun hanya dengan seteguk air. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, maka dengan satu ayat dari Kitab Allah. Jika kamu tidak tahu sama sekali akan Kitab Allah, maka berdoalah agar mendapat ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya Allah telah berjanji kepadamu akan mengabulkan doa”. (Hayatul Qulub)
Dari Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa bersedekah sebesar biji kurma dari usaha yang baik, dan Allah memang tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk pemiliknya, sebagaimana seseorang di antara kamu memelihara anak kudanya, sampai menjadi seperti gunung”.
Maksudnya, bahwa barang yang disedekahkan itu diperbesar dan diberkati serta ditambah oleh Allah dari karunia-Nya, sehingga menjadi berat dalam timbangan. Pembenaran hadis ini adalah firman Allah dalam surah AlBaqarah :
Artinya : “Allah menghapus riba….”,
Yakni, Allah menghilangkan berkatnya dan membinasakan harta yang dimasuki riba itu, dan tidak menerima kebaikan yang berasal dari hasil riba itu.
Artinya : “Dan Dia menyuburkan sedekah”
Yakni, menambahnya dan memberkatinyadidunia serta melipat gandakan pahalanya di akhirat.
Pertanyaan : Mengapa pahala sedekah dianggap paling utama daripada amal-amal yang lainnya?.
Jawab : Karena memberikan harta itu merupakan hal yang paling berat bagi nafsu dibandingkan semua amal yang lain, sedangkan setiap amal yang kecintaan padanya lebih banyak, maka pahalanya pun lebih banyak. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw. :
Artinya : “Amal yang paling utama adalah yang paling berat”. Sebagaimana firman Allah Taala di dalam surah Ali Imran :
Artinya : “Kamu tidak akan mencapai kebaktian…” Maksudnya, kamu tidak akan sampai kepada kebaktian yang hakiki.
Artinya : “Sehingga kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai” Maksudnya, sehingga kamu menafkahkan sebagian dari hartamu yang kamu cintai.
Artinya : “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Maksudnya, Allah Taala mengetahuinya dan memberikan pahalanya. Ibnu Majah ra. mengemukakan hadis dari sahabat Jabir ra., katanya : Rasulullah saw. pernah berkhutbahdihadapan kami, sabdanya :
Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah sebelum kamu mati, dan bergegaslah melakukan amal-amal saleh sebelum kamu sibuk, serta sambunglah hubungan antara kamu dan Tuhanmu dengan banyak mengingat Dia Yang Mahatinggi, dan perbanyaklah bersedekah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, niscaya kamu diberi rezeki, kemenangan dan kekayaan”. (Khadim) Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu keburukan”. Sedekah itu ada empat macam : (1) satu dibalas sepuluh, (2) satu dibalas tujuh puluh, (3) satu dibalas tujuh ratus, dan (4) satu dibalas tujuh ribu.
Adapun yang satu dibalas sepuluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orangorang fakir, yang satu dibalas tujuh puluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada sanak kerabat, yang satu dibalas tujuh ratus itu ialah sedekah yang diberikan kepada saudara, dan sedekah yang dibalas tujuh ribu itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orang yang menuntut ilmu. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir: pada tiap-tiap bulir itu seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”. Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mempunyai harta, hendaklah dia bersedekah dengan hartanya. Barangsiapa mempunyai ilmu, hendaklah dia bersedekah dengan ilmunya. Dan barangsiapa mempunyai kekuatan, maka hendaklah dia bersedekah dengan kekuatannya”. (Jami’ul Azhar)
Juga dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan bumi, maka bumi itu bergerak-gerak dan goncang. Lalu Allah ciptakan gunung-gunung, kemudian dipancangkannya di atas bumi, sehingga bumi itu menjadi tenang. Maka para malaikat pun menjadi keheranan dengan kehebatan gununggunung itu. Lantas mereka bertanya : “Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?”.
Allah menjawab : “Ya, besi”.
Mereka bertanya pula:
“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari besi?”.
“Ya, api”, jawab Allah. “
“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari api?”. Tanya mereka.
Allah menjawab : “Ya, air”.
Mereka bertanya kembali : “Adakah sesuatu di antara makhluk-Mu yang lebih hebat dari air?”.
“Ya, angin”, jawab Allah.
“Ya Rabb”, tanya mereka pula. “Adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat daripada angin?”.
“Ya, manusia”, jawab Allah. “Dia memberikan sedekah dengan tangan kanannya, yang disembunyikannya dari tangan kirinya. Dialah yang lebih hebat dari angin”.
Adapun sedekah seperti yang disebutkan itu lebih hebat dari angin yang merupakan makhluk terhebat dari makhluk-makhluk lain, tak lain adalah karena sedekah rahasia itu dapat memadamkan kemurkaan Tuhan, yang tidak bisa ditandingi oleh sesuatu apapun.
Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan jika kamu menyembunyikan sedekah dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.
Oleh karena itulah, orang-orang dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari penglihatan orang banyak. Sampai-sampai ada di antara mereka sengaja mencari orang fakir yang buta, supaya tidak ada seorang pun yang tahu siapa si pemberi sedekah itu. Dan ada pula sebagian mereka yang mengikatkan sedekahnyadi pakaian orang fakir yang sedang tidur. Dan ada pula yang melemparkan sedekahnyadi jalanan yang dilalui oleh orang fakir supaya nanti diambilnya. (Mau’izhah)
Diceritakan, pada waktu Bani Israel mengalami musim paceklik yang sangat. seorang laki-laki miskin mendatangi rumah seorang yang kaya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti karena Allah Taala”. Lalu diberilah ia oleh puteri orang kaya itu sepotong roti yang masih hangat. Ketika ayahnya datang, puterinya itu dimarahinya lalu tangan puterinya itu dipotongnya.
Kemudian Allah Taala mengubah keadaan orang kaya itu, semua harta bendanya musnah, sehingga dia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan terhina. Sedangkan puterinya, akhirnya menjadi pengemis, meminta-minta dari satu rumah ke rumah lannya. Padahal, dia sebenarnya adalah seorang gadis yang cantik.
Pada suatu hari, dia mendatangi rumah seorang yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu orang kaya itu. Ibu itu memperhatikannya, terutama kepada kecantikannya. Kemudian dia mengajak anak gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dia bermaksud akan mengawinkannya dengan puteranya yang kaya raya itu.
Setelah anak gadis itu dikawini oleh puteranya, maka anak gadis itu pun dihiasinya, lalu disiapkannya jamuan makan malam untuk sang pengantin, namun pada saat makan bersama suaminya, anak gadis itu mengeluarkan tangan kiri. Maka berkatalah suaminya : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu memang kurang sopan. Pakailah tangan kananmu!”. Namun anak gadis itu tetap mengulurkan tangan kirinya, sehingga suaminya mengulangi tegurannya berkali-kali. Akhirnya terdengar suara bisikan dari sudut rumah : “Ulurkanlah tangan kananmu hai hamba-Ku. Engkau dahulu pernah memberikan sepotong roti karena Aku, maka Kami pasti akan mengembalikan tangan kananmu dengan baik seperti semula”.
Akhirnya dengan kuasa Allah, anak gadis itu mendapatkan kembali tangan kanannya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan bahagia.
Dan diceritakan pula, bahwa dahulu pernah terjadi kemarau panjang di kalangan Bani Israel, sampai beberapa tahun lamanya. Ketika itu, ada seorang wanita miskin, dia hanya memiliki sepotong roti untuk makannya. Pada saat dia hendak menyuap roti itu ke mulutnya, sekonyong-konyongdipintu rumahnya berdiri seorang pengemis meminta-minta, katanya : “Demi Allah, berilah saya sesuap saja”. Maka wanita itu lalu mengeluarkan roti yang baru saja dimasukkannya ke mulutnya itu, lantas diserahkannya kepada pengemis itu. Setelah itu, dia berangkat ke hutan mencari kayu bakar.
Wanita itu mempunyai seorang anak yang masih kecil yang ikut bersamanya ke hutan. Tiba-tiba datang seekor serigala membawa pergi anak itu. Ketika si ibu mendengar jeritan anaknya, dia pun segera mengejar serigala tersebut.
Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu Jibril mengeluarkan anak itu dari mulut sang serigala, kemudian diserahkannya kepada ibunya sambil berkata : “Hai hamba Allah, puaskah engkau balasan sesuap dengan sesuap pula”.
(Demikian tersebut dalam tafsir Al Haqqi)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di muka bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz)”. (QS. Hud : 6)
Tafsir : .
(. ) Dan tidak ada suatu binatang melatapundimuka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Berupa makanan dan penghidupannya, karena Allah telah menjamin dengan karunia dan rahmat-Nya. Adapun sebab kalimat dalam ayat di atas, Allah mengungkapkan jaminan itu dalam ungkapan wajib, tidak lain adalah sebagai kepastian datangnya rezeki itu kepada si hamba, dan juga merupakan ajakan agar dalam masalah rezeki itu hendaknya orang bersikap tawakkal.
(. ) dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Yaitu tempat-tempatnya ketika hidup dan mati, dan ketika masih berada di dalam sulbi dan rahim: atau tempat tinggalnyadibumi ketika binatang itu telah wujud, dan tempat-tempat penyimpanannya dalam bentuk bahan-bahan, ketika masih berupg energi.
(. ) semuanya. Tiap-tiap binatang dengan hal ihwalnya masing-masing.
(. ) tertulis dalam kitab yang nyata. Tersebut di dalam Lauhul Mahfuz.
Ayat ini seakan-akan dimaksudkan untuk menerangkan bahwa, Allah Maha Mengetahui akan seluruh pengetahuan, sedangkan ayat sesudahnya merupakan penjelasan tentang kekuasaan-Nya atas segala hal yang mungkin, sebagai pemantapan tauhid serta janji dan ancaman yang telah disebutkan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).
Semoga Allah menghindarkan kita dari bencana yang nyata maupun yang tersembunyi.
Dalam salah satu hadis disebutkan :
Artinya : “Tidak ada salat Dagi orang yang tidak borsalawat kepadaku”
Menurut Ibnul Qassar, maksud hadis itu adalah “Tidak sempurna salatnya : atau bagi orang yang selama hidupnya tidak pernah bersalawat kepadaku.
Sedang menurut hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far dan sahabat bni Mas’ud ta., dan Nabi saw bahwa Beliau borsabda :
Artinya : “Barangsiapa mengerjakan suatu salat yang di dalamnya dia tidak mengUcapkan salawat kopadaku dan kepada keluargaku, maka tidak akan diterima salatnya itu”
Ad Daruguthni mengatakan, bahwa yang benar hadis di atas adalah perkataan Abu Ja’far Assadig sendin, yaitu Muhammad bin Ali bin Husein, radiyallaahu anhum yang berkata : “Seandainya saya salat, yang di dalamnya saya tidak membaca salawat atas Nabi dan keluarganya, maka saya anggap salat saya itu kurang sempurna”. (Syifaus Syarif)
Asy Syaikh Al Ustaz Al Imam Ahmad berkata : “Suatu ketika, Nabi saw. mengawin seorang perempuan. Kemudian Beliau memboyongnya ke rumahnya. Lalu Beliau mengadakan jamuan makan untuk sahabat-sahabatnya. Namun, makanannya sedikit. sehingga para sahabat terpaksa menyilatinya, karena makanan itu terlalu cair disebabkan oleh kurang tepung.
Setelah itu para sahabat duduk berbincang-bincang, sedang Nabi mengerjakan salat Ketika Beliau selesai salat, Beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apa yang sedang kalian perbincangkan?”.
Mereka menjawab : “Masalah rezeki”.
Lalu Beliau bersabda : “Maukah kalian aku ceritakan sebuah kejadian yang telah diceritakan Jibril kepadaku?”.
“Tentu, mau, Ya Rasulullah”, jawab mereka.
Maka berceritalah Rasulullah saw. : Yibril mengatakan kepadaku, bahwa saudaraku Sulaiman as. pernah mengerjakan salatdipinggir laut. Lalu dilihatnya seekor semut berjalan, sedangdimulutnya ada sehelai daun yang hijau. Kemudian semut itu bertenakdi pinggir laut, maka muncullah seekor katak, yang kemudian memanggulnya di atas punggungnya, dan dibawanya menyelam.
Setelah beberapa saat lamanya, semut itu muncul kembali ke permukaan air, lalu naik ke darat. Maka Sulaiman bertanya kepadanya : “Hai semut, beritahukanlah kepadaku ceritamu “, Semut itu lalu bercerita : “Di dasar laut ini ada sebongkah karang yang keras di tengah-tengahnya ada seekor ulat. Allah Taala telah menyerahkan urusan rezekinya kepadaku. Maka setiap hari, saya membawakan rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya dua kali. Dan Allah menciptakan untukku di dalam laut ini malaikat yang berujud katak. Dialah yang memanggulku dan membawaku menyelam ke dasar laut, sampai diletakkannya saya di atas bongkahan karang itu. Kemudian karang itu terbelah dan keluarlah ulat itu dari dalamnya. Maka saya berikanlah makanan yang saya bawa kepadanya. Setelah itu, katak itu membawa saya kembali ke permukaan air. Tiap kali ulat itu selesai memakan rezekinya, dia mengucapkan : “Maha suci Allah yang teiah menciptakan aku dan meletakkan aku di dasar laut, sedang Dia tidak lupa memberi rezeki kepadaku”.
Maka pantaskah umat Muhammad melupakan rahmat?. Padahal barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya”. (Raunaqul Majalis)
Ketahuilah bahwa, setelah Allah Taala menyebutkan pada ayat yang terdahulu bahwa Dia mengetahui apa-apa yang mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka nyatakan, maka Dia lanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan bahwa Dia pun mengatahur makhluk dongan tugas mereka masing masing
Dalam ayat ini ada beberapa masalah
Masalah pertama, Aszznyany berkata : “Kata Addahbah adalah sebutan untuk senua binatang, karana dia merupakan isim yang diambil dari kata addabib Dan addabbah itu terbentuk dengan akhiran ha ta’nits, dan dia diartikan untuk setiap binatang yang bernyawa, baik jonis jantan maupun betina. Hanya saja, menurut kebiasaan orang Arab. kata ini khusus untuk arti kuda (alfarsas). Sedang yang dimaksud dengan kata ini di dalam ayat tadi adalah dan arti segi bahasanya yang asli. Jadi termasuk pula di dalamnya semua binatang Dan arti inilah yang disepakati oleh kalangan mufassirin.
Dan tidak diajukan, bahwa pembagian dan macam binatang itu banyak sekali. yaitu jenis-jenis yang hidupdidarat, laut dan gunung-gunung. Dan hanya Allah jualah yang mengetahui itu semua, sedang selain Dia tidak. Dan Allah mengetahui pula akan watakwatak mereka, anggota-anggota mereka, keadaan-keadaan mereka, makanan-makanan mereka, racun-racun mereka, dan tempat-tempat tinggal mereka, serta apa-apa yang cocok dan tidak dengan mereka. Dan Dia pula yang mengendalikan lapisan-lapisan langit dan bumi. (Dari Tafsir Alkabir)
Muncul pertanyaan : bahwa rezeki itu karunia dari Allah, sedang kata ‘ala berarti wajib. Jadi kedua kata ini bertolak belakang.
Jawab : pada tahap pertama rezeki itu memang merupakan karunia, namun pada tahap berikutnya, setelah Allah menjamin dan menanggungnya, maka menjadi wajib. Jadi, sebenarnya tidak ada pertentangan. Sama seperti dalam masalah nazar yang diucapkan oleh manusia. Misalnya puasa sunah, yang asalnya tidak wajib tetapi jika seseorang menazarkannya menjadi wajib.
Imam Zamakhsyari berkata : “Rezeki itu wajib menurut janji, karunia dan kebajikan Allah Taala. Maksudnya, bahwa rezeki itu tetap merupakan karunia Allah. Tetapi, setelah Dia menjanjikannya, padahal Dia tidak pernah kikir dengan apa yang telah dijanjikan-Nya, maka rezeki itu digambarkan dalam bentuk wajib, karena dua pengertian : Pertama, untuk memastikan sampainya rezeki itu, kedua, mengajak manusia agar bertawakkal kepada Allah dalam soal rezeki itu”. (Hasyiyah Al Kasysyaf).
Diceritakan, bahwa Imam Azzahidi ingin meyakinkan dirinya dengan benar-benar yakin tentang jaminan rezeki dari Allah itu. Maka dia pun berangkat ke hutan rimba dengan tujuan ke sebuah gunungdisana. Kemudian setelah tiba, dia masuk ke dalam sebuah gua, lalu dudukdisudut gua itu. Dalam hatinya dia berkata : “Saya ingin tahu, bagaimana Tuhanku memberiku rezekidisini”.
Syahdan, ada serombongan kafilah tersesat dari jalannya. Kemudian turun hujan deras mengguyur mereka. Maka mereka pun mencari tempat berlindung untuk berteduh. Dengan tidak disengaja, akhirnya mereka memasuki gua tempat sang imam berada, dan mereka pun melihatnya.
“Hai hamba Allah”, tegur mereka. Namun sang imam tidak menyahut. Maka mereka berkata sesama mereka : “Mungkin dia kedinginan sehingga tidak mampu berbicara”.
Lantas mereka menyalakan apididekat sang imam, agar dia dapat menghangatkan badan dan bisa diajak bicara. Namun dia tetap diam, tidak menyahut mereka.
“Barangkali orang ini lapar”, kata mereka pula. Lalu mereka suguhkan kepadanya makanan dan mereka persilahkan dia makan. Tetapi sang imam tidak bergerak sama sekali.
“Orang ini sudah lama sekali tidak mencicipi apa-apa”, kata mereka pula. “Mereka masukkanlah susu panas untuknya, supaya dia bisa memakannya”. Kemudian mereka membuat kue dari gula, lantas mereka berikan kepadanya. Tetapi dia pun tidak mau menyentuhnya.
“Gigi-giginya benar-benar telah terkatup”, kata mereka pula.
Maka bangkitlah dua orang di antara mereka. Mereka mengambil sebilah pisau untuk membuka mulutnya. Lalu dibukalah mulut sang imam dengan paksa, kemudian mereka Suapkan makanan ke dalam mulutnya. Maka sang imam pun tertawa.
“Kau gila”, ternak kedua lelaki itu dengan terperanjat.
“Tidak”, jawabnya. “Tetapi saya ingin mencoba Tuhanku tentang rezekiku. Maka tahulah aku, bahwa Dita tetap akan memberi rezeki kepadaku dan kepada semua hambaNya, apa pun adanya,dimanapun dia berada, dan bagaimana pun keadaannya”. (Raunaqul Majalis)
Cerita :
Sebab tobatnya Ibrahim bin Adham.
Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham pergi berburu.Ditengah perjalanan, dia singgah sejenakdisuatu tempat untuk beristirahat. Kemudian dia membuka bungkusannya hendak menyantap makanan. Ketika dia sedang dalam keadaan demikian, sekonyong-konyong datang seekor burung gagak menyambar sepotong roti yang adadibungkusan itu dengan paruhnya lalu terbang. Ibrahim merasa heran, lalu dia menunggang kudanya kemudian pergi mengejar burung itu, sampai akhirnya burung itu terbang ke puncak gunung lalu hilang dari pandangannya. Maka Ibrahim mendaki gunung itu untuk mencari burung gagak tersebut. Maka tampak olehnya burung itu dari kejauhan. Ketika didekatinya, burung itu tebang. Di tempat burung itu tadi dilihatnya ada seorang laki-laki yang terikat tangan dan kakinya dalam keadaan terlentang. Menyaksikan lelaki itu dalam keadaan yang mengenaskan itu, Ibarahim pun turun dari kudanya, lalu melepaskan tali yang mengikat orang tersebut. Kemudian ditanyainya tentang keadaan dan kisahnya.
“Sebenarnya saya dahulu adalah seorang saudagar”, cerita lelaki itu. “Saya dirampok oleh penyamun, semua harta dan barang-barang saya mereka rampas semua. Mereka tidak membunuh saya, namun mengikat saya, kemudian melemparkan sayaditempat ini, sudah tujuh hari. Setiap hari datang burung gagak ini membawa roti. Burung itu bertenggerdiatas dadaku, lalu meremah-remah roti itu dengan paruhnya, kemudian dia suapkan ke dalam mulutku. Rupa-rupanya, Allah tidak membiarkan saya kelaparan selama ini”.
Setelah mendengar cerita orang itu, Ibrahim kembali menunggang kudanya, sambil memboncengkan orang itudibelakangnya. Dibawanya orang itu kembali ke tempat persinggahannya. Sesampainyadisana, bertobatlah Ibrahim bin Adham. Ditanggalkannya pakaiannya yang mewah-mewah, lantas dia mengenakan kain wol yang kasar. Kemudian dia merdekakan semua hamba sahayanya, dan diwakafkannya tanah-tanah dan seluruh miliknya. Sambil membawa sebuah tongkatditangannya, dia berangkat menuju Mekah tanpa bekal dan tunggangan. Dia hanya bertawakkal! kepada Allah, tidak peduli dengan bekal. Namun, dia tidak pernah kelaparan sampai akhirnya tibadiKakbah. Maka bersyukuriah dia kepada Allah Taala. (Hadis Arba’in)
Hatim Al Asham berkata : “Tawakkal itu ada empat macam : (1) tawakkal kepada makhluk, (2) tawakkal kepada harta, (3) tawakkal kepada diri sendiri, dan (4) tawakkal kepada Allah. Orang yang bertawakkal kepada makhluk akan berkata : “Selagi masih ada si Fulan, saya takkan susah”. Orang yang bertawakkal kepada harta akan berkata : “Selagi hartaku masih banyak, maka tidak akan ada sesuatu yang dapat membahayakanku”. Orang yang bertawakkal kepada dirinya akan berkata : “Selagi badanku sehat, saya tidak akan kurang suatu apa”. Ketiga macam tawakkal ini adalah tawakkalnya orang-orang jahil. Sedang orang yang betawakkal kepada Allah akan mengatakan : “Aku tidak peduli, apakah aku jadi orang kaya atau miskin. Karena Allah selalu menyertaiku. Dia menggenggamku menurut yang dikehendaki-Nya”. (Hadis Arba’in)
Allah Taala befiman :
Artinya : ‘Makanlah dari rezoki yang dikaruniakan oleh Tuhanmu, dan bersyukurlah kepada-Nya”
Hakikat syukur talah, tdak menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya Dan hendaklah Anda menggunakan tiap-tiap anggota tubuh Anda untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang sepatutnya. Maka hendaklah Anda menjaga ketujuh anggota tubuh Anda dari segala hal yang diharamkan dan dimakruhkan, agar tujuh pintu Jahannam yang mempunyai jurang-jurang yang dalam tertutup dari Anda. Apabila anggotaanggota tubuh Anda itu Anda gunakan untuk melakukan ibadat-ibadat dan ketaatanketaatan yang memang dia diciptakan untuk itu, dengan kehadiran pemimpinnya, yaitu gumpalan hati, dan dengan cara yang tulus ikhlas, maka terbukalah untuk Anda pintupintu surga yang delapan. (Syarah Al Mashabih)
Apabila Anda telah mengerti bahwa orang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan kelaparan, dan bahwa rezeki tiap-tiap makhluk itu menjadi tanggungan Allah Taala sebagaimana telah dinyatakan oleh nash dalam kitab Allah yang mulia, maka ketahuilah apa yang akan dibacakan kepada Anda, yaitu hadis-hadis yang keluar dari Nabi penutup tentang boleh tidaknya meminta-minta.
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Seorang lelaki selalu meminta-minta kepada orang-orang sehingga pada hari kiamat kelak, dia datang sedang pada wajahnya tidak terdapat secuil daging pun”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Umar).
Adapun yang dimaksud dengan kalimat tidak ada secuil daging pun diwajah peminta-minta itu pada hari kiamat kelak, ialah aib dan kehinaan yang akan ditemuinya di akhirat. Karena pada prinsipnya meminta-minta itu hukumnya haram dan tidak diperbolehkan, melainkan pada saat darurat. Adapun sebab meminta-minta itu diharamkan, karena dia tidak bisa dipisahkan dari beberapa perkara : (Pertama), menampakkan keluhan terhadap Allah. Maksudnya, sebagaimana seorang budak yang meminta-minta itu memperburuk Citra tuannya maka begitu pula seorang hamba Allah yang meminta-minta. Hal inilah yang menyebabkan perbuatan meminta-minta itu diharamkan dan tidak halal kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana tidak halal memakan bangkai kecuali dalam keadaan darurat. (Kedua) menghinakan diri kepada selain Allah, padahal seorang mukmin tidak sepatutnya menghinakan dirinya kepada selain Allah Taala. (Ketiga) pada umumnya perbuatan meminta-minta itu menyakiti hati orang yang diminta. Karena, barangkali hatinya tidak berkenan memberikan sesuatu, tetapi dia merasa malu tampak sebagai orang kikir bila tidak memberi. Dengan memberi maka akan berkurang hartanya, sedangkan jika dia tidak memberi akan rusak kehormatannya. Dan masing-masing dari keduanya mengakibatkan sakit hati. Padahal menyakiti hati orang lain itu hukumnya haram, tidak halal kecuali jika dalam keadaan darurat. Selain itu, kalaupun dia memberi, maka pemberiannya itu hanyalah karena malu atau riya, sehingga menjadi haramlah bagi si penerima untuk mengambilnya.
Apabila anda telah memahami akan larangan-larangan tadi, maka anda pun akan memahami maksud sabda Nabi saw. berikut ini :
Artinya : “Meminta-minta itu termasuk perbuatan yang keji, dan aku tidak menghalalkan sesuatu pun dari perbuatan-perbuatan keji itu selain daripadanya”.
Perhatikanlah, betapa Nabi menyebut perbuatan meminta-minta itu sebagai perbuatan yang keji Dan tidak disangsikan bahwa, perbuatan keji itu tidak diperbolehkan kecuali pada waktu darurat. Tetapi, para ulama berselisih pendapat, bilakah meminta-minta itu dihalalkan?. Sebagian mereka berpendapat, barangsiapa telah mendapatkan makanan untuk siang han dan makanan untuk malam harinya, maka dia tidak halal lagi meminta-minta. Dan sebagian yang lain mengatakan, barangsiapa mampu berusaha, maka dia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila waktunya itu habis untuk menuntut Ilmu Sementara itu ada pula yang berpendapat, kita tidak bisa menetapkan ukuran tetapi kita hanya dapat mengetahuinya dengan ketentuan wahyu. Dalam hadis telah dinyatakan, bahwa Nabi saw. bersabda
Artinya : “Merasa cukuplah kamu dengan apa yang Allah cukupkan. Para sahabat bertanya : Apa itu, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : Makanan siang dan makanan malam”.
Dan dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa meminta, padahal dia mempunyai uang lima puluh dirham atau emas yang seharga dengannya, maka berarti dia telah meminta-minta dengan paksa”
Sedang menurut redaksi lain, “empat puluh dirham’.
Perbedaan-perbedaan riwayat mengenai batasan yang membolehkan meminta-minta ini harus dikaitkan dengan berbagai faktor yang berbeda-beda. Apa saja yang dibutuhkan oleh si peminta untuk waktu sekarang, seperti makanan untuk hari ini sampai malamnya, pakaian untuk dipakainya, dan tempat berlindung untuk menginap, maka itu tidak perlu diragukan lagi (bahwa dia dibolehkan meminta). Adapun kalau dia meminta untuk masa yang akan datang, maka itu tidak boleh. Karena dalam hal ini ada tiga macam permintaan : (1) permintaan yang dia butuhkan untuk esok, (2) yang dia butuhkan sesudah empat puluh atau lima puluh hari yang akan datang, (3) yang dia butuhkan sesudah satu tahun.
Lalu kita putuskan, bahwa orang yang memiliki sesuatu yang bisa mencukupinya dan mencukupi keluarganya selama satu tahun, maka dia haram meminta. Karena hal itu merupakan puncak kekayaan. Dan kalau sesuatu itu dia butuhkan sebelum habis tahun itu, tetapi di waktu itu dia mampu meminta dan masih punya kesempatan lain untuk meminta, maka dalam hal ini pun dia tetap tidak halal meminta. Karena sebenarnya pada saat itu dia belum perlu meminta. Bahkan barangkali dia tidak sempat hidup sampai esok. Dengan demikian, berarti dia telah meminta sesuatu yang tidak dia butuhkan. Jika dia masih mempunyai apa-apa yang mencukupinya untuk makan siangnya dan makan malamnya, jika dia akan kehilangan kesempatan untuk meminta, sedangkan kalau dia menunda permintaannya maka tidak akan ada lagi orang yang akan memberinya, maka dia boleh meminta. Karena tinggal selama satu tahun itu tidaklah lama, namun dengan menangguhkan permintaan, dia kuatir akan merana dan tidak mampu memperoleh sesuatu yang mencukupinya.
Adapun penangguhan waktu di mana dia perlu meminta tidak bisa dipastikan, dan hal itu bergantung kepada ijtihad si peminta dan pandangannya terhadap dirinya sendiri. Jadi dia bisa menanyai hatinya sendiri, kemudian melakukan apa kata hatinya tanpa mendengarkan bisikan setan. Karena setan itu memang suka menakut-nakuti seseorang dengan kemiskinan dan menganjurkannya supaya berbuat keji, yang hanya diperbolehkan karena darurat. Sebab orang yang sudah tidak mampu lagi berusaha, sedang dia sanyat lapar dan kuatir akan keselamatan dirinya, maka dia wajib meminta. Karena meminta pun termasuk salah satu macam usaha, berdasarkan salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Meminta adalah usaha yang terakhir”
Sesungguhnya tidak mau meminta dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya dia meninggal dunia, maka dia berdosa. Karena berarti dia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Apabila permintaan itu dapat mengantarkan dirinya kepada sesuatu yang dapat menegakkan dirinya, maka meminta dalam keadaan seperti itu sama halnya dengan usaha (kasab). Dan tidaklah hina meminta dalam keadaan seperti itu. Kehinaan itu hanya bagi orang yang meminta tanpa hajat. Karena orang yang masih memiliki makanan untuk hari yang tengah dijalaninya, dia tidak halal meminta. Sebab berarti dia menghinakan dirinya tanpa alasan darurat, dan berarti dia telah menyalahi hadis di atas. (Dari Majlis Ar Rumi secara ringkas).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS. Hud : 113).
Tafsir : ,
(. ) Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim. Janganlah kamu condong kepada mereka sedikit jua pun. Karena Ar Rukun artinya, condong sedikit. Seperti, berpakaian meniru pakaian mereka dan menghormati nama mereka.
(. ) yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka. Dikarenakan kecondonganmu kepada mereka. Apabila kecondonganmu kepada siapa pun yang ada di antara mereka, itupun disebut zalim, maka betapa pula kecondongan kepada orangorang zalim itu sendiri, yakni mereka yang berpredikat zalim. Kemudian condong kepada mereka sepenuhnya, kemudian tentang kezaliman itu sendiri dan bergelimang di dalamnya?.
Barangkali ayat ini merupakan gambaran yang paling jitu dalam melarang kezaliman dan mengancam orang melakukannya.
Dan sasaran pembicaraan ayat ini yang ditujukan kepada Rasul dan orang-orang yang beserta Beliau adalah untuk memantapkan istigamah, yaitu adil (keseimbangan). Karena bergesar dari istigamah, dengan condong kepada salah satu ujung dari dua sifat, keterlaluan (ifrat) dan kelalaian (tafrit) adalah kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain, bahkan ia merupakan kezaliman yang ada dalam dirinya sendiri.
Kata dalam ayat tadi dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf ta, sesuai dengan dialek Tamim menjadi . Dan dibaca juga sebagai mabni majhul dari kata .
(. ) dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah. yakni penolong yang dapat menolak azab darimu. Waw di ayat ini adalah Wawul Hal (. ), yaitu yang menunjukkan kepada keadaan.
(. ) kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Maksudnya, kemudian kamu tidak akan ditolong oleh Allah. Karena telah menjadi keputusan-Nya bahwa Dia akan mengazab kamu dan tidak akan membiarkan kamu begitu saja.
Kata di sini berarti, tidak mungkin Allah memberi pertolongan kepada mereka, padahal Dia telah mengancam mereka dengan azab atas perbuatan zalim mereka, dan memastikan azab itu atas mereka. Dan bisa juga itu menempati posisi yang berarti menyatakan mustahil. Maksudnya, setelah Allah Taala akan mengazab mereka, dan bahwa selain dari Allah tidak akan ada yang mampu menolong mereka, maka dapatiah disimpulkan bahwa mereka sama sekali takkan tertolong. (Qadhi Baidhawi).
Dari Abu Thalhah ra., bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. datang, sedang wajah Beliau memancarkan kegembiraan. Lalu para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar melihat kegembiraan di wajah Baginda”. Beliau menjawab : “Telah datang malaikat kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, tidak senangkah Anda jika Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung berfirman, bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersalawat kepadamu, melainkan Aku merahmatinya sepuluh kali, dan tidak seorang pun dari umatmu mengucapkan salam kepadamu, melainkan Aku menyalaminya sepuluh kali pula”. Rasulullah berkata : “Maka aku jawab, “ Tentu, saya suka”. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll.)
Dan diriwayatkan pula, bahwa ada seorang yang zalim hendak berkunjung menemui seorang alim yang zahid. Ketika orang zalim itu mendekat, maka orang zahid itu menutup wajahnya. Lantas, anaknya menyampaikan alasannya, katanya : “Sesungguhnya ayahku sakit berat, sehingga karenanya dia menutupi wajahnya”. Namun orang tua yang zahid itu menukas : “Saya tidak sakit dan tidak pula nyeri, tetapi saya ingin agar tidak melihat wajahmu”. Maka pulanglah orang zalim itu, kemudian dia bertobat dan meminta ampun kepada Allah. Maka Allah Taala pun mengampuni keduanya. Adapun terhadap orang zahid itu, karena dia tidak mau melihat kepada wajah orang zalim tersebut, sedangkan terhadap orang zalim itu karena dia ia bertobat dari kezalimannya. Demikian saya dengar dari guruku, semoga Allah merahmatinya.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mendoakan orang yang zalim agar panjang umur, maka berarti dia ingin agar Allah didurhakai di muka bumi-Nya”.
Pernah suatu ketika, Sufyan ditanya orang mengenai seorang yang zalim yang hampir mati di sebuah hutan, bolehkan diberi seteguk air?. Maka jawabnya, “Tidak”.
“Dia bisa mati”, kata penanya itu pula.
Dengan tegas Sufyan menjawab : “Biarkan dia mati”.
(Demikian disebutkan dalam Arrajabiyah)
Dan dari Maimun bin Mahran, katanya : “Bersahabat dengan seorang penguasa itu ada dua bahayanya : jika Anda menuruti apa katanya, maka itu bisa membahayakan agaIna Anda, dan jika Anda mendurhakainya, maka itu bisa membahayakan jiwa anda. Yang paling baik adalah Anda tidak mengenal dia dan dia pun tidak mengenal Anda”. (Tanbihul Ghafilin).
(Diceritakan), seorang zalim menganiaya seorang yang lemah selama bertahuntahun. Ketika penganiayaan itu berkelanjutan sampai sekian lama, maka suatu hari, berkatalah orang yang teraniaya itu kepada si zalim : “Sesungguhnya perbuatan aniayamu terhadap diriku melegakan aku karena empat perkara : maut akan menyambut kita, kulur akan menghimpit kita, kiamat akan mengumpulkan kita, dan Tuhan akan mengadili di antara kita”. (Dari Akhlashul Khassah)
Dan Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam), sedang tradisinya itu diikuti oleh orang banyak. Maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut melakukannya”.
Yakni : bahwa setiap orang yang melakukan tradisi tersebut sepeninggalnya, maka pahalanya akan dicatatkan pula untuk dirinya.
“Dan barangsiapa membuat suatu tradisi yang buruk, dan dia menjadi panutan orang dalam melakukan tradisi tersebut, maka dia akan menerima dosanya dan dosa setiap orang yang menirunya”.
Yakni, setiap orang yang melakukan tradisi buruk tersebut, maka akan dicatatkan pula untuknya dosanya dan dosa siapa saja yang menirunya. (Dari hadis-hadis Bukhari dan Muslim)
Dari sahabat Umar ra., katanya : “Nabi saw. ditanya tentang hamba yang paling dicintai Allah Taala. Beliau menjawab : “Orang yang paling berguna bagi orang lain”. Dan Beliau ditanya pula tentang amal yang paling utama, maka jawab Beliau : “Memasukkan rasa gembira ke dalam hati seorang mukmin, dengan mengusir rasa lapar darinya, atau menghilangkan kesusahan darinya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka dia seolah-olah berpuasa dan beriktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang yang teraniaya yang dia tolong, maka Allah akan memantapkan telapak kakinya di atas sirat (titian di atas neraka) pada hari banyak telapak kaki yang terpeleset. Dan barangsiapa menahan amarahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Dan sesungguhnya budi yang buruk akan merusak iman sebagaimana cuka merusak madu”.
Dari hadis ini dapat diketahui bahwa, hamba yang paling disukai Allah ialah orang yang paling berguna bagi orang lain. Amal yang paling utama ialah menimbulkan rasa gembira ke dalam hati orang mukmin, dengan cara menolak lapar darinya, atau menghilangkan kesusahannya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan menyertai saudaranya yang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka seperti puasa disertai iktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan menyertai orang yang teraniaya yang ditolongnya, maka Allah akan memantapkan kedua telapak kakinya di atas sirat, sebagaimana telah diterangkan tadi. Dan ini dikuatkan pula oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasululiah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya yang sedih dan terbuang, Allah akan mencatatkan baginya tujuh puluh tiga ampunan, salah satu di antaranya adalah berupa perbaikan nasibnya di dunia, dan yang tujuh puluh dua merupakan derajat di akhirat”.
Juga masih sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersahda:
Artinya : “Barangsiapa di waktu pagi tidak memendam niat menzalimi seorang pun, maka akan diampunilah kejahatan yang telah dilakukannya. Dan barangsiapa di waktu pagi memendam niat untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi hajat orang muslim, maka dia memperoleh pahala seperti pahalanya haji yang mabrur’
Begitu pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang muslim suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesusahan dan kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya selagi hambanya itu menolong saudaranya.
Dan juga diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya, maka Allah akan menolongnya pada hari kiamat ketika melintasi sirat, dan memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa melihat orang yang teraniaya dan orang itu meminta tolong kepadanya, namun dia tidak sudi menolongnya, maka dia akan dicambuk di dalam kuburnya dengan seratus cambuk dari api”. (Majalis Al Bashri)
Dan disebutkan di dalam atsar :
Pada hari kiamat kelak, suatu seruan akan terdengar : “Hadapkanlah kepada-Ku Firaun!”. Maka Firaun pun dibawa menghadap, kepalanya memakai peci dari api neraka, mengenakan baju dari ter yang panas, sambil menunggang seekor babi, kemudian diserukan pula : “Mana orang-orang yang pongah lagi sombong?”. Maka mereka pun dihadapkan pula. Kemudian semuanya diberangkatkan ke neraka dengan dipimpin oleh Fir’aun.
Selanjutnya diserukan : “Mana Qabil?”. Maka Qabil pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan lagi: “Mana para pendengki, biar Aku gabungkan mereka dengannya, karena dia adalah pemimpin mereka ke neraka”.
Selanjutnya diserukan : “Mana Ka’ab bin Asyraf, pemuka ulama Yahudi ?”. Sebagaimana diberitakan dalam sebuah khabar : “Sekiranya dia beriman, niscaya semua orang Yahudi ikut beriman pula”. Maka Ka’ab bin Asyraf pun dihadapkan pula. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang menyembunyikan kebenaran dan ilmu?”. Maka para malaikat menggiring mereka bersamanya ke neraka, karena Ka’ablah pemimpin mereka. Kemudian diserukan kembali : “Mana Abu Jahal?”. Maka dihadapkanlah dia. Setelah Itu diserukan pula : “Mana orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasui-Nya?”. Maka Abu Jahal menjadi pemimpin mereka ke neraka.
Seterusnya diserukan pula : “Mana Walid bin Mughirah?”. Dia pun lalu dihadapkan.
Kemudian diserukan kembali : “Manakah orang-orang yang suka memperolok-olokkan orang-orang muslim yang miskin?. Dialah pemimpin mereka ke neraka.
Selanjutnya diserukan : “Mana Ajda, kaum Luth yang mencontohkan perbuatan liwath?”. Ajda pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan kembali : “Mana orang-orang yang suka meliwath?”. Mereka pun dihadapkan. Dan Ajdah menjadi pemimpin mereka ke neraka.
Lantas diserukan : “Mana Umru Al Oais?”. Dia pun didatangkan. Kemudian para penyair lainnya yang telah berdusta juga dikumpulkan. Dan Umru Al Qais menjadi pemimpin mereka ke neraka.
Seterusnya diserukan : “Mana Musailmah Al Kazzab?”. Setelah Musailimah dihadapkan, maka diserukan pula : “Mana mereka yang telah mendustakan Alkitab?” Musa:limahlah pemimpin mereka ke neraka.
Dan akhirnya diserukan : “Mana Iblis yang terkutuk itu?” maka Iblis pun dibawa menghadap. Kemudian Iblis berkata : “Wahai Hakim yang Mahaadil, serahkanlah kepadaku bala tentaraku, tukang-tukang azanku, ahli-ahli giraatku, para penulis mushafku menteri-menteriku, para ahli fikihku, juru-juru kunci gudangku, para saudagarku, pemain-pemain tamburku dan pengawal-pengawalku”.
Iblis ditanya : “Hai makhluk terkutuk yang terusir, siapakah bala tentaramu ?”.
Iblis menjawab : “Bala tentaraku ialah orang-orang yang bersikap tamak. Tukangtukang azanku ialah para pemain musik. Ahli-ahli giraatku ialah para penyanyi. Penulispenulis mushafku ialah tukang tato dan yang minta ditato. Ahli-ahli fikihku ialah orangorang yang suka memperolok-olokkan orang lain yang sedang ditimpa musibah, sedang dia makan yang enak-enak. Juru-juru kunci gudangku ialah mereka yang datang ke meja minuman keras dan menolak membayar zakat. Saudagar-saudagarku ialah orang yang menjual alat musik. Pemain-pemain tamburku ialah mereka yang suka memukul gendang dan rebana. Dan pengawal-pengawalku ialah mereka yang menanam anggur untuk dijadikan minuman keras”.
Kemudian keluarlah seekor ular, panjang lehernya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Ular itu mengumpulkan mereka lalu menggiring mereka ke neraka. Setelah itu diserulah seluruh makhluk untuk dihisab. Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, orang yang pertama-tama memasuki surgaku ialah Muhammad”.
Lantas dipasangkanlah ke atas kepala Beliau sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya. Beliau mengenakan sutera hijau, sedang di hadapan Beliau ada tujuh puluh ribu panji dibawa orang. Dan Beliau sendiri memegang Liwaul Hamdi. Kemudian diserukan : “Manakah orang-orang yang dahulu lebih memilih hidup miskin dan berbuat kebajikan kepada orang-orang miskin, sedang mereka menempuh jalan Muahmmad dan mengikuti sunnahnya?. Berangkatlah kamu sekalian bersama Nabimu ke surga”.
Setelah itu, didatangkan Nabi Adam as. sedang di atas kepalanya ada mahkota dari cahaya dan di hadapannya ada delapan ribu panji. Lantas ditanyakan : “Mana orangorang yang telah berhaji dan berumrah?”. Adam as. adalah pemimpin mereka menuju surga.
Kemudian didatangkan pula Nabi Ibrahim as., sedang di hadapan Beliau ada dua puluh ribu panji. Lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka kepada tamu dan suka berbuat baik kepada orang asing?”. Ibrahimlah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya didatangkanlah Nabi Yusuf as., sedang di hadapannya ada sepuluh ribu panji. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang tidak menuruti keinginan hawa nafsunya ketika mampu melampiaskannya?”. Nabi Yusuflah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya didatangkan pula Nabi Ya’kub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka berbuat kebajikan kepada tetangga-tetangga mereka?”. Nabi Ya’kublah pemimpin mereka ke surga.
Kemudian dihadapkan Nabi Musa as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berani mengatakan yang hak demi keridhaan Allah Taala semata?”. Nabi Musalah pemimpin mereka ke surga.
Berikutnya, Nabi Harun as. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berlaku adil ketika menjadi pemimpin?”. Nabi Harunlah pemimpin mereka ke surga.
Sesudah itu, didatangkan pula Nabi Ayyub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang bersabar di kala menghadapi penyakit dan bencana?”. Nabi Ayyublah pemimpin mereka ke surga.
Kemudian didatangkan pula Abubakar Assiddiq ra., sedang di atas kepalanya terpasang mahkota dari cahaya, dengan berpakaian sutera halus dan sutera tebal. Lantas diserukan : “Mana orang-orang yang siddig?”. Abubakariah pemimpin mereka ke surga.
Setelah itu, Umar bin Khattab ra., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka menyuruh kepada kebajikan dan melarang dari kemunkaran?”. Lmariah pemimpin mereka ke surga.
Berikutnya, Utsman bin Affan ra. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orangorang yang tidak melakukan perbuatan maksiat karena malu kepada Allah?”. Utsmanlah pemimpin mereka ke surga.
Kemudian didatangkan pula Ali bin Abi thalib ra., Jalu diserukan : “Mana orang-orang yang berperang di jalan Allah ?”. Allah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya dihadapkan pula Hasan dan Husein ra. lalu diserukan : “Mana orangorang yang teraniaya dan terbunuh dalam mentaati Allah?”. Mereka berdualah sebagai pemimpin mereka ke surga.
Setelah itu, dihadapkan sahabat Muaz bi Jabal ra., lalu diserukan : “Mana para fukaha?”. Muazlah pemimpin mereka ke surga.
Selanjutnya dihadapkan pula sahabat Bilal Alhabsyi ra., lalu diserukan : “Mana para tukang azan?”. Bilallah pemimpin mereka ke surga. (Tafsir Attaisir).
Dalam sebuah hadis disebutkan :
Artinya : “Barangsiapa menyakiti seorang mukmin berarti telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti telah menyakiti Allah Taala: dan barangsiapa menyakiti Allah Taala maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka”.
Yakni, berganti tempat dari surga ke neraka.
Apabila telah bangkit hari kiamat, maka orang yang teraniaya akan menggandoli orang yang menganiayanya, dan orang yang bersengketa akan menggandoli seterunya, sambil mengatakan : “Di antara aku dan kamu ada Yang Mahaadil dalam hukum-Nya”. Orang-orang zalim itu akan mengetahui apa yang diperlakukan terhadap mereka ketika sebagian dari kebaikan-kebaikan mereka diambil lalu diserahkan kepada orang-orang yang pernah mereka zalimi. (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)
(Diceritakan) dari sahabat Bila! ra., katanya : “Dahulu, kami pernah berada bersamaSama Rasulullah saw. di rumah sahabat Abubakar Assiddig ra., di Mekah. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Maka saya pun keluar, dan ternyata ada seorang laki-laki Nasrani. Dia bertanya : “Apakah di sini ada Muhammad bin Abdullah?”.
Orang itu saya persilakan masuk. Kemudian dia berkata : “Ya Muhammad, Tuan mengaku bahwa Tuan adalah utusan Allah. Kalau memang benar demikian, tolonglah Saya menghadapi orang yang telah menganiayaku”.
“Siapakah yang menganiayamu?”. Tanya Rasulullah.
“Abujahal bin Hisyam,”, jawabnya. “Dia telah merampas hartaku”.
Maka bangkitlah Rasulullah saw. ketika itu, waktu sudah tengah hari.
Bilal meneruskan ceritanya :
Kami berkata kepada Beliau : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abujahal saat ini masih tidur siang. Hal itu akan memberatkan dia. Dan kami kuatir dia akan marah kepada Baginda dan menyakiti Baginda”.
Namun Beliau tidak memperdulikan perkataan kami. Beliau tetap pergi kepada Abujahal dan mengetuk pintu rumah Abujahal dengan marah. Kemudian keluarlah Abujahal dengan marah pula. Ternyata yang berdiri di pintunya adalah Rasulullah saw. Maka Abujahal berkata dengan nada lunak : “Silakan masuk. Tidakkah sebaiknya Anda suruh orang saja kepadaku, supaya saya datang kepadamu?”.
Rasulullah saw. berkata : “Engkau talah merampas harta orang Nasrani ini ?. kembalikan kepadanya hartanya itu!”.
“Untuk inikah Anda datang?” Kata Abujahal. “Sekiranya anda menyuruh seseorang kepadaku, saya pasti akan mengembalikan hartanya kepadanya”.
“Jangan berlama-lama”, tegas Rasulullah. “Cepat serahkan hartanya kepadanya”.
Lantas Abujahal berkata kepada budaknya : “Keluarkan semua yang telah aku ambil dari dia, dan kembalikan kepadanya”.
Rasulullah bertanya : “Hai laki-laki, apakah semua hartamu telah engkau terima semuanya?”.
Lelaki Nasrani itu menjawab : “Ya, kecuali sebuah keranjang”. Keluarkan keranjang itu”, perintah Rasulullah kepada Abujahal. Maka dia pun mencari keranjang itu di dalam rumahnya, namun tidak ditemukannya. Maka Abujahal pun lalu menyerahkan sebuah keranjang yang lain kepada orang Nasrani itu, yang lebih baik daripada keranjang miliknya itu.
Kemudian istri Abujahal berkata kepada suaminya : “Demi Allah, engkau benar-benar telah merendahkan diri kepada anak yatim Abu Thalib!”.
Abujahal menjawab : “Seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, pasti engkau tidak akan berkata demikian!”.
“Apa yang engkau ketahui?”. Tanya perempuan itu.
Suaminya menjawab: “Engkau jangan membikin aku malu di tengah-tengah kaumku. Aku melihat di kedua pundak Muhammad dua ekor singa. Tiap kali aku hendak mengatakan : “Takkan aku berikan”, maka keduanya hampir menerkam aku. Oleh karena itu, aku pun menurut”.
Bilal melanjutkan ceritanya :
“Setelah orang Nasrani itu menyaksikan apa yang dialami oleh Abujahal, maka berkatalah dia: “Ya Muhammad, sungguh Tuan adalah seorang utusan Allah, dan agamamu adalah benar”. Kemudian dia pun masuk Islam, dan baik Islamnya, dengan berkat karena menolong yang teraniaya. (Zubdatul Wa’izhin)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim : “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami mematuhi seruan Engkau, dan akan mengikuti rasul-rasul”, (kepada mereka dikatakan), “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa.
Dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”. (QS. Ibrahim : 4445)
Tafsir :
(. ) Dan berikanlah peringatan kepada manusia, Hai Muhammad.
(. ) tentang hari datangnya azab kepada mereka. Maksudnya, hari kiamat atau hari kematian. Karena itu merupakan permulaan dari hari-hari azab mereka. Dan kata adalah maf’ul tsani dari kata .
(. ) maka berkatalah orang-orang yang zalim, dengan melakukan perbuatan syirik dan dusta.
(. ) Oh Tuhan kami, beri tangguhlah kami, walaupun dalam waktu yang sedikit. Akhirkanlah azab dari kami dan kembalikanlah kami ke dunia, lalu beri tanghuhlah kami walaupun sampai batas waktu yang dekat. Atau, tundalah ajal kami dan biarkanlah kami hidup sekedar untuk beriman kepada-Mu dan memenuhi seruan-Mu.
(. ) niscaya kami akan memenuhi seruan Engkau dan mengikuti rasul-rasul. Ini adalah jawaban dari amr (. ). Adapun yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah dalam ayat lain, yang artinya : “Mengapakah Engkau tidak menanggur. kan aku sampai waktu yang dekat, maka aku dapat bersedekah dan menjadi orang yarg saleh”.
Bukankah kamu telah bersumpah dahulu di duma) bahwa sekali-kali kamu tdak akan binasa?”. Maksudnya : dikatakan kepada mere. ka seperti itu adalah sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Sedang kata . adalah jawab sumpah (jawabul gasam) yang disampaikan dengan lafaz khitab untuk penyesuaian, dan bukan hikayat. Artinya : Kamu telah bersumpah bahwa kamu akan hidup kekal di dunia, tidak akan binasa karena maut.
dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Yaitu dengan kekufuran dan kemak. siatan, seperti kaum Ad dan kaum Tsamud.
dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka, dengan apa-apa yang kamu saksikan di tempat-tempat kediaman mereka, yaitu bekas-bekas dari bencana yang telah menimpa mereka, dan berita-berita mengenai mereka yang tersebar luas di kalangan kamu sekalian.
dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan, dan hal ihwal mereka. Yakni, Kami telah terangkan kepadamu bahwa kamu serupa dengan mereka dalam soal kekafiran dan kepantasan untuk diazab, atau sifat-sifat dari apa yang telah mereka lakukan dan yang sepantasnya diperlakukan terhadap mereka, yang dalam hal keganjilannya adalah ibarat perumpamaan-perumpamaan yang telah diberikan. (Qadhi Bajdhawi).
Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku satu kali, maka Allah akan merahmatinya sepuluh kali. Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku sepuluh kali maka Allah akan merahmatinya seratus kali. Dan barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku seratus kali, maka Allah akan mencatatkan di antara kedua matanya dua kebebasan: kebebasan dari nifak dan kebebasan dari neraka. Dan Allah akan menempatkannya kelak pada hari kiamat bersama orang-orang yang mati syahid”. (Hayatul Qulub)
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Pada han kiamat kelak, manusia akan dibangkitkan ke dalam tiga jenis. Jenis pertama berjalan kaki, yang kedua berkendaraan, dan yang ketiga berjalan di atas wajah meraka. Seseorang bertanya . Ya Rasulullah, bagaimana mereka berjalan di atas wajah mereka?.
Beliau menjawab : Sesungguhnya Allah yang menjalankan mereka dengan kaki mereka, dapat pula menjalankan dengan wajah mereka. Adapun mereka turun dengan cepat di atas wajah mereka dari tempat yang tinggi dan batu karang”. (HR. Tirmizi)
Adapun para pejalan kaki ialah orang-orang yang berdosa dari kalangan kaum mukminin. Yang naik kendaraan ialah orang-orang yang bertakwa Assabigun, yang tidak memiliki perasaan kuatir dan sedih di dalam hati mereka. Sedangkan orang-orang yang berjalan di atas wajah mereka ialah kaum yang kafir.
Dan boleh jadi pula, manusia terpecah ke dalam tiga golongan : satu golongan adalah dari kaum muslimin, yaitu mereka yang berkendaraan. Dan dua golongan lainnya adalah dari kaum yang kafir. Salah satunya adalah orang kafir yang sombong, congkak lagi pembangkang, yang tidak sudi menerima nasehat. Mereka ini dibangkitkan di atas wajah-wajah mereka. Sedang para pengikut mereka berjalan kaki. (Alhadis)
Sabda Nabi saw., yang artinya : “Orang-orang yang berpengharapan dan merasa takut yang akan datang nanti ialah orang-orang awam dari kaum mukminin, yang mencampur adukkan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Mungkin mereka ialah orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat. Dan mereka ini termasuk golongan yang pertama. Sedang golongan yang kedua, yaitu yang berkendaraan, yang bergegas menuju kepada apa yang telah disediakan buat mereka di dalam surga. Mereka itu ialah orang-orang yang telah menjauhi perkara-perkara yang syubhat. Boleh jadi mereka itulah yang disebut Assabigun. (Ibnu Malik)
Para ulama telah sepakat atas sebuah riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Manusia akan dibangkitkan dalam tiga cara : orang-orang yang berpengharapan, orang-orang yang ketakutan, dua orang di atas satu unta, tiga orang di atas seekor unta, empat orang di atas seekor unta, dan sepuluh orang di atas seekor unta”.
Bilangan-bilangan ini adatah rincian dari tingkatan-tingkatan mereka secara kiasan dan perumpamaan. Orang yang tinggi tingkatannya, lebih sedikit sekutunya (dalam menunggangi unta), serta lebih cepat dan lebih dahulu mencapai surga.
Kalau anda tanyakan, naiknya dua orang dan lain-lain yang semisalnya itu, caranya bersama-sama atau bergantian?. Maka saya jawab : Dengan cara bergiliran. Tetapi lebih utama diartikan dengan cara bersama-sama. Sebab cara bergiliran itu tidak dapat diartikan dua atau tiga orang secara bersama-sama di atas seekor unta.
Adapun disebutkannya bilangan sepuluh secara khusus, tidak lain adalah sebagai tanda bahwa sepuluh itu merupakan bilangan pengendara terbanyak di atas seekor unta. Dan unta yang sanggup mengagumkan. Seperti unta Nabi Saleh as. yang kuat mengangkut beban yang tidak sanggup diangkut oleh unta-unta yang lain. Sedang tidak disebutkannya bilangan lima, enam dan seterusnya sampai sepuluh, hanyalah untuk mempersingkat saja. Dan juga, di antara orang-orang yang disebutkan di atas tidak disebutkan adanya seseorang yang menunggang unta sendirian saja. Hal ini karena yang dimaksudkan memang bukan orang khawas, tetapi orang biasa.
Tetapi itu mungkin juga merupakan tingkatan para nabi atau para wali. Sedang manusia lainnya digiring api, yaitu golongan ketiga. Yang dia tidur siang sebagaimana mereka tidur. Bermalam seperti mereka, berpagi seperti mereka, bersore seperti mereka. Maksudnya, bahwa api senantiasa menyertai golongan ini dalam segala keadaan mereka. Inilah orang-orang kafir.
Sebagian pensyarah ada yang mengatakan : penghimpunan ini terjadi menjelang hari kiamat. Selagi masih hidup, menuju ke Syam. Karena adanya kaitan, yaitu mereka tidur siang dan bermalam. Sebab hal seperti ini tentu hanya terjadi di dunia. Dan juga manus a diangkatkan dari dalam kubur tiada beralas kaki, tidak disifati dengan naik kendaraan atau saling bergantian naik kendaraan. Dan ini adalah tanda terakhir akan terjadinya kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis: “Dan akhir dari semua itu adalah api yang muncul dari dasar jurang Aden, yang menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”.
Namun sebagian yang lain mengatakan, bahwa penghimpunan itu terjadi sesudah hari kebangkitan (kiamat). Karena, apabila penghimpunan itu disebutkan secara mut ak maka pengertiannya diarahkan kepada saat sesudah mati. Dan pendapat inilah yang dpi. lih oleh Imam Atturbusyi, karena hadis di atas yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berbunyi : Manusia akan dihimpun ke dalam tiga kelompok …. dst. sampai akhir hadis.
Adapun orang zalim, maka berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra dar Nabi saw. dalam sebuah hadis yang Beliau riwayatkan dari Tuhannya Yang Mahatinggi bahwa Dia berfirman : ,
Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezal man atas diri-Ku dan atas hamba-hamba-Ku, maka janganlah kamu saling menzalimi. (HR. Muslim dan Attirmizi)
Maksud hadis ini ialah, bahwa sesungguhnya Aku Mahasuci dan Mahatinggi dan berlaku aniaya.
Dan dari sahabat Jabir ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Hindarilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan hindarilah olehmu kekikiran, karena kekikiran itu telah membinasakan umat sebelum kamu. Dia telah menyebabkan mereka menumpahkan darah sesama mereka dan menganggap halal kehormatan-kehormatan mereka”.
Al Qadhi Iyadh berkata : “Hadis ini diartikan menurut zahirnya, yakni kezaliman itu akan menjadi kegelapan bagi pelakunya, dia tidak akan mengetahui jalan pada han kiamat, pada saat cahaya orang-orang mukmin memancarkan di hadapan dan di sebelah kanan mereka. Tetapi kegelapan di sini bisa juga diartikan, kesusahan-kesusahan. Sedangkan maksud sabda Nabi saw., yang artinya : “… karena kikir itu telah membinasa-kan di sini ialah kebinasaan yang telah diberitakan, baik di dunia maupun di akhirat”.
Dan segotongan ulama ada pula yang mengatakan, bahwa makna Asy Syuhhu itu adalah kikir, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Asy Syuhhu itu ialah tamak terhadap sesuatu yang bukan miliknya, sedang Al Bukhlu ialah tamak terhadap sesuatu yang menjadi miliknya.
Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lam, maka hendaklah dia meminta maaf kepadanya han im. sebelum tiba saat yang ketika itu sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham Kalau dia mempunyai amal saleh maka amalnya itu diambil sebagian selimbang dengan penganiayaannya ilu Dan seandainya dia tidak mempunyai kebaikan, maka sebagian keburukan kawannya itu diambil, lalu dibebankan kepadanya”. (HR. Bukhari dan Attirmizl)
Kalau Anda mengatakan, imi bertentangan dengan firman Allah Taala yang artinya ‘ (Dan seseorang tidaklah menanggung beban dosa orang iain). maka kami jawab : “Orang yang zalim itu sebenarnya dibalas sesuai dengan kezalmannya. Adapun diambilnya sebagian dan keburukan-keburukan orang yang teraniaya itu, tidak lain adalah untuk menngankan dia dan demi keadilan. Jadi. maksud ayat ini, bahwasanya kalau seseorang berkata kepada yang lam : “Aku tanggung dosamu”, maka dia tidak akan dihukum dengan dosa itu di akhirat kelak.
Al Fagih Abul Laits berkata : “Tidak ada dosa yang tebih besar daripada perbuatan yang zalim. Karena dosa (yang lain) itu, kalau terjadi antara kamu dengan Allah Taala, maka sesungguhnya Allah Taala Maha Pemurah untuk memaafkan kamu. Akan tetapi, jika dosa-dosa itu terjadi di antara kamu dengan sesama manusia, maka tidak ada jalan lan kecuali meminta kerelaan seterumu. Maka bagi para penganraya sepatutnya dia meminta ampun dan bertobat dari perbuatan aniaya itu dan meminta maaf kepada orang yang telah dianiayanya di dunia ini juga Apabila hal itu tidak bisa dilakukannya. maka sepatutnya dia memohonkan ampunan bag: orang yang telah dianianya itu dan mendoakannya. Karena dengan demikian, diharapkan dia bersedia memaafkan.
Dan Maimun bin Mahran, bahwa jika seorang laki-laki menganiaya orang lain, maka jika dia ingin meminta maaf kepadanya. namun tidak sempat dan tidak bisa melakukannya, lalu dia memohonkan ampunan untuk orang itu setiap habis salat fardhu, maka dia Insya Allah bisa tertepas dari penganiayaannya.
Seorang yang lain berkata : “Kezaliman itu ada tiga macam : kezahman yang diampuni oleh Allah Taala, jika Dia menghendaki. Kezaliman yang tidak diampuni Allah Taala, dan kezaliman yang bakal diadili oleh Allah Taala.
Adapun kezaliman yang diampuni Allah ialah kezafiman yang terjadi antara manusia dengan Tuhan mereka, sepert: meninggalkan salat, puasa, zakat, hay dan melakukan perkara-perkara haram. Adapun kezaliman yang tidak diampuni oleh Allah ialah syirik, sebagaimana diliimankan Allah Taala di dalam surah Annisa :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syink, dan Dia mengampuni semua dosa yang selain (syink) itu, bagi Siapa yang dikehendaki-Nya”
Ayat ini merupakan dalil bahwa, orang yang telah melakukan dosa besar, bila dia mati sebelum bertobat. maka dia benar-benar dalam ketentuan kehendak Ilahi. jika Allah menghendaki, maka Dia akan memaalkannya dan memasukkannya ke surga dengan kemurahan-Nya. Tetapi jika Dia menghendaki, bisa juga Dia mengazabnya. kemudian memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya dan kebajikan-Nya. karena Allah Taala telah menjanjikan ampunan bagi selai syink. Sedangkan synik, maka dia memang penyebab kekal di dalam neraka.
Adapun kezaliman yang benar-benar akan diadili oleh Allah Taala talah kezaliman manusia di antara sesama mereka. Seperti : mengumpat, menggunjing, mengadudomba, membunuh orang tanpa alasan yang benar. Memakan harta haram, memukul, mencela dan hak-hak manusia yang lain.
Nasehat yang baik :
Diceritakan, bahwa Ad mempunyai dua orang putera, yang satu bernama Syadad dan yang lain bernama Syadid. Kedua-duanya menjadi raja dengan cara paksa. Namun Syadid kemudian mati, maka Syadadlah yang akhirnya menguasai dunia.
Syadad pernah membaca kitab-kitab suci, karenanya dia mendengar cerita tentang surga. Lantas dia berkata : “Saya akan membuat di dunia, seumpama surga di Muka bumi”. Kemudian dia mengajak raja-raja lain berunding, katanya : “Sesungguhnya aku Ingin membangun surga yang diceritakan Allah Taala di dalam Kitab-Nya”.
Maka raja-raja yang lain berkata : “Urusan ini terserah kepada paduka, karena dunia ini seluruhnya berada dalam kekuasaan paduka”.
Lalu dia memerintahkan kepada mereka supaya mengumpulkan emas dan perak dari timur dan barat. Kemudian mereka kumpulkan ahli-ahli bangunan. Ada tiga ratus orang ahli bangunan yang mereka pilih, yang masing-masing membawahi seribu orang tukang.
Mereka berkeliling selama sepuluh tahun untuk mencari lokasi yang tepat. Akhirnya mereka menemukan sebuah daerah yang tanahnya sangat subur, yang banyak ditumbuhi pepohonan dan dialiri oleh sungai-sungai. Lalu mulailah mereka membangun surga, satu farshakh demi satu farsakh, berupa bata yang terbuat dari emas dan bata yang terbuat dari perak. Setelah surga itu mereka bangun, maka mereka alirkan di sana sungai-sungai dan mereka tanami pohon-pohon yang batangnya dari perak, sedang ranting-rangtingnya dari emas. Dan mereka bangun pula di sana mahligai-mahligai yang terbuat dari permata yagut merah dan batu pualam putih, dan mereka gantungkan berlian dan yagut pada dahan-dahan pepohonan tersebut. Kemudian mereka taburkan intan-intan dan mutiaramutiara di dalam sungai-sungainya, serta minyak misik dan ambar di tepi antara sungaisungai dan pohon-pohon itu.
Ketika pembangunan surga (versi Syaddad) itu telah selesai dengan sempurna, maka mereka suruh orang untuk memberitahukan kepada Syadad bahwa surga itu telah selesai. Maka, berangkatlah Syaddad menuju ke surga itu dengan semua warga kerajaannya. Dalam pembangunan surga itu dahulu, raja-raja dan pembantu-pembantu Syaddad merampasi emas dan perak secara zalim, sehingga tidak ada sedikit pun emas dan perak yang tersisa kecuali seberat dua dirham terkalung di leher seorang anak yatim yang masih kecil, dan itu pun mereka rampas pula darinya. Maka anak kecil itu mengangkat wajahnya ke langit seraya berdoa : “Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Orang-orang yang zalim ini kepada hamba-hamba-Mu yang laki-laki maupun yang perempuan, maka selamatkaniah kami, oh Tuhan Yang Maha Penolong kepada orang-orang meminta pertolongan”.
Doa anak yatim itu diamini oleh para malaikat di langit. Maka Allah Taala lalu mengirim malaikat Jibril as. ketika perjalanan Syaddad dan rombongannya masih berjarak sehari semalam perjalanan dari surga itu, Jibril berteriak dari angkasa. Maka seketika itu juga, binasalah mereka semua sebelum sempat memasuki surga itu. Maka tidak ada tersisa seorang pun dari mereka, baik yang kaya, miskin maupun raja, semuanya binasa, disebabkan oleh doa anak yatim yang teraniaya itu. (Zubdatul Wa’izhin)
Ketahuilah wahai saudara, apa yang telah saya katakan kepada Anda. Janganlah Anda berjalan menuju pintu raja-raja, sebab perbuatan itu, jika bukan karena darurat, ia merupakan kegelapan dan seperti melakukan perbuatan maksiat. Karena perbuatan itu sama dengan merendahkan diri dan memuliakan mereka. Padahal Allah Taala telah memerintahkan supaya kita berpaling dari mereka. Sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka menghindarlah dan orang-orang yang berpaling dan penngatan Kami dan dia tidak menginginkan selam kehidupan dunia”
Dan benalan ke pintu raja-raja itu berarti juga memperbesar jumlah mereka dan membantu mereka dalam kezalman. Dan jika perbuatan itu dengan maksud untuk meminta harta mereka, maka itu berarti mencan harta haram. Padahal Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa merendahkan dini kepada orang kaya karena kekayaannya, maka hilanglah dua pertiga agamanya”.
Ini terhadap orang kaya yang saleh, apalagi terhadap orang kaya yang zalim.
Nabi saw. mengatakan demikian karena manusia itu tergantung pada hati, lidah dan dinnya. Apabila dia merendahkan din kepada orang kaya dengan din dan lidahnya, maka hilangiah dua periga agamanya. Kemudian, kalau dia juga meyakini keutamaan orang kaya itu dengan hatinya sebagaimana dia telah merendahkan din dengan lidah dan dinnya, maka lenyaplah agamanya seluruhnya.
Jadi kesimpulannya, seluruh gerak dan diammu dengan anggota-anggota badanmu adalah tergantung kepadamu. Maka janganlah Anda menggerakkan satu pun dan anggota-anggota badan Anda itu untuk mendurhakai Allah, sebaliknya, gunakanlah semuanya itu untuk mentaati-Nya.
Dan ingatlah, bahwa apabila Anda lalai dalam memelihara diri, maka kepada Anda sendinlah kembali akibatnya, yakni hukumannya. Dan apabila Anda waspada, maka kepada Anda juga kembali buah dan ganjarannya. Sedang Allah Taala sama sekali tidak butuh kepada Anda dan amal Anda. Sesungguhnya setiap orang bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.
Dan jangan sekali-kali Anda mengatakan bahwa, Allah itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Dia mengampuni dosa-dosa orang yang bermaksiat. Karena, sekalipun perkataan tersebut benar, tetapi tidak boleh ditujukan untuk hal-hal yang saiah. Orang yang mengatakan demikian, apabila dia mengatakan itu sesuai dengan keadaan dinnya, maka dia dicap orang tolol, berdasarkan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Orang yang cerdik (yakni orang yang berakal lagi cerdas) ialah orang yang menundukkan nafsunya (mengalahkan nafsunya), dan menyiapkan din untuk hidup sesudah mati. Sedangkan orang yang tolol ialah orang yang menurutkan hawa nafsunya (yakni Syahwatnya), dan mengangankan dari Allah bermacam-macam angan. (Yakni harapan lanpa usaha).
Ketahuilah bahwa, perkataannya ini adalah seperti perkataan orang yang ingin menjadi seorang fakih lagi alim dalam ilmu-ilmu agama, tetapi dinnya sibuk dengan kebatlan. Dan seperti orang yang menginginkan harta tetapi tidak mau bertani, berdagang dan berusaha. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Alghazali).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih”. (QS. Ahhijr : 49-50)
Tafsir:
(. ) Katakanlah kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih. Ayat ini merupakan kesimpulan dari janji dan ancaman yang terdahulu dan penegasan mengenainya.
Dalam penyebutan ampunan di dalam ayat tersebut merupakan dalil bahwa, yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu bukanlah orang yang menghindari dosa seluruhnya, baik dosa besar maupun dosa kecil. Dan dengan mensifati diri-Nya dengan sifat Pengampun dan Penyayang, dan bukan Penyiksa, maka itu merupakan penegasan dan pemantapan janji tersebut.
Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah berkenaan dengan suatu kejadian :
Artinya : “Bahwasanya Nabi saw. keluar menemui sahabat-sahabatnya, sedang mereka tengah tertawa, maka Beliau bersabda : “Masih tertawa jugakah kamu, sedang di hadapan kamu ada neraka?” Maka datanglah Jibril as. lalu berkata : “Tuhanmu berfirman kepadamu : “Ya Muhammad, janganlah engkau membuat putus asa hamba-hamba-Ku. Karena sesungguhnya Aku Maha Pengampun terhadap dosa-dosa mereka dan Maha
Pengasih terhadap mereka”. (Uyun)
Rasulullah saw barsabda :
Artinya : “Ingatlah, aku akan memberitahukan kepadamu orang yang paling kikir Ingatlah, aku akan memberitahukan kopadamu orang yang palng lamah (maksudnya. yang paling lemah dalam moncan rahmat dan ampunan dongan jalan membaca salawat atasku), Yaitu orang yang aku disebut di sisinya, namun dia lidak bersalawat kepadaku”
Ya Allah, Iimpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad, sahabat Jan keluarganya, serta kepada seluruh nabi dan rasul.
Dari hadis ini diketahui bahwa, tidaklah seseorang meninggalkan pembacaan salawat kepada Nabi saw. setiap kali disebutkan nama Beliau di sisinya kecuali hanya orang yang lemah dan tidak memperoleh kebaikan sama sekali.
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Seandainya seorang mukmin mengetahui hukuman yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berharap dapat memperoleh surganya. (Di sini terdapat keterangan berapa banyak hukuman Allah, supaya jangan ada seorang mukmin pun yang terperdaya dengan adanya rahmat Allah itu, sehingga dia merasa aman berbuat dosa)” Dan seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah (yakni jika dia tidak memperhatikan hukuman-Nya), niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari memperoleh rahmat-Nya. (Disini terdapat penjelasan tentang berapa banyak rahmat Allah, supaya tidak ada seorang kafir pun yang takut beriman setelah bertahun-tahun lamanya dalam kekatiran).
Maka hendaklah orang senantiasa memiliki perasaan yang takut dan harap kepada Allah. Karena takut dan harap itu bagaikan sayap bagi seorang mukmin, yang dengan keduanya itu dia akan sampai kepada apa yang dia harapkan dari Allah Taala, dan aman dari siapa pun yang dia takuti.
Lukman pernah berkata kepada anaknya : “Hai anakku, berharaplah kepada Allah dengan suatu harapan yang engkau tidak merasa aman dari makar-Nya. Dan takutlah kepada Allah dengan takut yang engkau tidak berputus asa dari rahmat -Nya”.
Alfagih Abul Laits ra. berkata : “Tanda takut kepada Allah itu nampak pada delapan perkara :
Pertama, nampak pada lidahnya, dengan mencegah Iidahnya dan berdusta. Menggunjing dan berbicara yang tiada berguna, serta menjadikan lidahnya sibuk dengan Zikrilah, membaca Alquran dan mendiskusikan ilmu.
Kedua, takut kepada Allah dalam masalah perutnya, dengan tidak memasukkan ke dalam perutnya kecuali makanan yang halal dan sedikit. Dan dari makanan yang halal itu dia hanya makan secukupnya saja.
Ketiga, takut kepada Allah dalam masalah matanya. dengan tidak menggunakannya Untuk memandang yang haram atau memandang kepada dunia dengan pandangan cinta, tetapi memandangnya untuk diambil pelajaran.
Keempat, takut kepada Allah dalam masalah tangannya, dengan tidak mengulurkan tangannya kepada yang haram, tetapi mengulurkannya kepada sesuatu yang memuat ketaatan.
Kelima, takut kepada Allah dalam masalah kedua kakinya, dengan tidak menggunakannya untuk berjalan kepada perbuatan maksiat kepada Allah Taala, tetapi berjalan dalam mentaati-Nya.
Keenam, takut kepada Allah dalam masalah hatinya, dengan jalan mengeluarkan dari dalam hatinya permusuhan, kebencian dan dengki terhadap sesama saudara, dan memasukkan ke dalamnya nasehat dan belas kasih kepada sesama kaum muslimin.
Ketujuh, takut kepada Ailah dalam masalah taatnya, dengan jalan menjadikan ketaatannya semata-mata demi keridaan Allah Taala semata, dan takut kepada sifat riya dan nifak.
Kedelapan, takut kepada Allah dalam masalah pendengarannya, dengan tidak mendengarkan selain kebenaran. (Saniyah)
Imam Al Gusyairi, semoga Allah mensucikan hatinya, berkata :
Setelah Allah menyebutkan berita tentang orang-orang yang bertakwa pada ayat sebelum ayat ini, yaitu :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam taman) taman dan (dekat) mata air-mata air
Karena ketinggian derajat mereka itu, maka mereka tidak mengetahui betapa hancurnya hati orang-orang yang durhaka. Maka Allah Taala lalu berfirman kepada Nabi-Nya : “Beritahukanlah kepada hamba-hamba-Ku yang durhaka, bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. Yakni : Jika Aku Maha Berterima kasih lagi Maha Pemurah kepada orang-orang yang taat, maka sesungguhnya Aku pun Maha Pengampun lagi Maha Pengasih terhadap orang-orang yang durhaka.
Dan disebutkan pula di dalam khabar yang disandarkan kepada Rasulullah saw. bahwa Beliau bersabda : “Seorang lelaki diperintahkan supaya dimasukkan ke dalam neraka. Kemudian ketika baru mencapai sepertiga jalan, orang itu menoleh : dan ketika sampai separuh jalan, dia pun menoleh: dan ketika sampai dua pertiga jalan, dia pun menoleh. Maka berfirmanlah Aliah Taala : “Kembalikanlah dia!” Kemudian Allah menanyainya, firman-Nya : “Kenapa engkau menoleh?”. Orang itu menjawab : “Ya Tuhanku, ketika aku sampai sepertiga jalan, aku teringat kepada firman-Mu :
Artinya : “Dan Tuhanmu Yang Maha Pengampun lagi memiliki kasih sayang”.
Maka aku berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika aku sampai separuh jalan, aku teringat firman-Mu:
Artinya : “Dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah?”
Maka aku pun berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika sampai dua pertiga jalan, aku pun teringat kepada firman-Mu :
Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”.
Maka aku pun semakin berharap.
Lantas Allah Taala berfirman : “Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampunimu!”.
Maka bagi orang yang berakal, hendaknya dia memohon ampun kepada Allah Taala atas dosa-dosanya, dan menangis karena takut kepada Allah Taala, serta mengakui kelalaian-kelalaiannya dan bertobat kepada-Nya. Sesungguhnya Aliah Taala Maha Penerima Tobat. Dia tidak akan menolak orang yang bertobat dengan membawa kekecewaan dari pintu-Nya.
Diceritakan, bahwa ada seorang saleh yang sudah meninggal dunia diimpikan oleh orang, maka dia ditanya tentang keadaannya. Dia menjawab : “Saya selamat setelah berjuang keras”. Kemudian ditanyakan pula kepadanya : “Dengan amal apakah Anda memperoleh keselamatan?”. Dia menjawab : “Dengan menangis karena takut kepada Allah, dan banyak mengucapkan istighfar”. (Demikian tersebut di dalam Al Khalishah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Surga itu lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya”.
Dan neraka pun demikian juga, merujuk kepada yang disebutkan itu. Maksudnya, neraka itu seperti surga daiam hal bahwa, dia lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya. Adapun sebab surga dan neraka itu dikatakan demikian adalah karena jalan untuk memasuki keduanya bersumber dari perbuatan orang itu sendiri, yaitu amal saleh atau amal buruk. Dan amal itu lebih dekat kepadanya daripada tali sandalnya. (Syarah Al Mashabih)
Adapun yang dimaksud dengan “sebab” di sini adalah sebab lahiriah, karena Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Tidak seorangpun di antara kalian yang dimasukkan ke dalam surga maupun diselamatkan dari neraka oleh amalnya, dan aku pun tidak masuk surga karena amalku, tetapi karena rahmat Allah Taala”.
Yakni, rahmat Allah-lah yang memasukkan ke surga. Dan ini bukan dimaksudkan Untuk melecehkan arti amal, tetapi agar orang jangan terperdaya dengan amalnya, dan Sebagai keterangan bahwa amal itu sendiri baru terlaksana berkat karunia Allah.
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Jibril baru saja keluar dan sisiku. Dia mengatakan : “Ya Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak sebagai seorang nabi, bahwasanya ada seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, dia telah beribadat kepada Allah Taala selama lima ratus tahun di puncak sebuah gunung yang dikelilingi laut. Lalu Allah mengeluarkan sebuah mata air yang segar di kaki gunung
Itu, dan sebatang pohon delima yang setiap hari mengeluarkan sebuah delima. Apabila tiba waktu senja, maka turunlah hamba itu mengambil air wudu dari mata air itu, dan memetik buah delima lalu memakannya. Kemudian dia melaksanakan salat.
Hamba Allah itu memohon kepada Tuhannya agar mencabut nyawanya dalam kea. daan sujud, dan tidak memberi jalan kepada bumi atau lainnya untuk menyentuh tubunnya, sehingga kelak Allah membangkitkannya tetap dalam keadaan sujud. Dan Allah memenuhi permohonannya.
Jibril melanjutkan : “Kami melewati orang itu apabila kami turun dan nark, sedang da masih tetap dalam keadaan sujud. Namun kami dapati dia dalam ilmu Allah, bahwa ketika kelak dia dibangkitkan oleh Allah Taala pada hari kiamat, lalu dihadapkan ke hadapan Allah. Maka berfirmanlah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi kepadanya : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga dengan rahmat-Ku”.
Maka orang itu menjawab : “Bahkan, karena amalku”.
Lantas Allah Taala berfirman : “Timbanglah ibadat hamba-Ku ini dengan nikmat-Ku kepadanya”. Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat mata saja benar-benar telah meliputi semua ibadatnya selama lima ratus tahun itu, dan tinggallah nikmat-nikmat lain atasnya tanpa ada satu ibadat pun yang membandinginya. Oleh karena itu, Allah lalu berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam neraka!”.
Jibril melanjutkan ceritanya : “Maka para malaikat pun lalu menyeretnya ke neraka. Hamba itu berseru : “Dengan berkat rahmat-Mu aku mohon dimasukkan ke surga”.
“Kembalikan dia kepada-Ku”, kata Allah.
Maka hamba itu dihadapkan kembali ke hadapan Allah. Lalu Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, siapakah yang telah menciptakan engkau di kala engkau belum menjadi apaapa?”
“Engkau, Ya Tuhanku”, jawab hamba itu.
“Apakah itu karena amalmu atau karena rahmat-Ku?”. Tanya Allah pula.
Hamba itu menjawab : “Bahkan, karena rahmat-Mu”.
Allah bertanya lagi : “Siapakah yang telah memberimu kekuatan untuk beribadat selama lima ratus tahun, dan siapa pula yang telah memberi tempat kepadamu di sebuah gunung di tengah laut, lalu mengeluarkan air yang segar di antara air yang asin, serta mengeluarkan buah delima setiap malam. Padahal pohon itu hanya berbuah sekali dalam setahun. Dan siapa pula yang mencabut nyawamu dalam keadaan bersujud?”.
Hamba itu menjawab : “Engkau, Ya Tuhanku”.
Allah berfirman : “Itu semua adalah karena rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku pula, masuklah engkau ke surga”.
Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya di hadapan kamu ada jalan mendaki, yang tidak bisa dilewati oleh orang yang keberatan dosa, melainkan dengan kesulitan yang besar.
Dan jalan mendaki itu ialah keadaan-keadaan dahsyat sesudah mati, seperti alam kubur, kebangkitan, berdiri di hadapan Allah Taala di Mahsyar, hisab, sirat dan timbangan. Dan barangsiapa percaya dengan yakin akan terjadinya hal-hal ini, maka dia bisa mengurangi beban-bebannya dengan cara mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta dengan tidak mencintai dunia. Karena sedikit dunia itu merupakan keuntungan murni bagi pemiliknya, dan merupakan sebab dari ketinggian martabatnya serta menambah pahala-pahalanya.
Tidakkah anda tahu mengenai sebuah peristiwa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra. katanya : “Orang-orang fakir telah mengirim delegasi untuk menghadap kepada Rasulullah saw. Setelah berhadapan, utusan itu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orang-orang fakir kepadamu”.
“Selamat atas kedatanganmu dan mereka yang telah mengutusmu”, sambut Nabi saw. “Engkau datang dari kaum yang dicintai Allah”.
“Ya Rasulullah”, kata utusan itu. “Orang-orang fakir itu mengatakan, bahwa orang-orang kaya itu telah membawa kebatkan seluruhnya Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka bersedekah, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan budak, sedang kami tidak mampu melakukannya Dan apabila mereka sakit, mereka mengirimkan simpanan mereka karena harta mereka yang berlebih”.
Nabi saw. menjawab : “Sampaikan dariku kepada orang-orang fakir itu, bahwasanya barangsiapa bersabar dan ikhlas di antara kamu sekalian, maka dia akan memperoleh tiga perkara :
Pertama, bahwa di dalam surga ada tempat-tempat tinggi yang terbuat dari permata yagut merah, dipandang oleh penghuni surga sebagaimana halnya penghuni dunia ini memandang kepada bintang-bintang. Tempat-tempat itu tidak akan dimasuki kecuali oleh seorang nabi, atau seorang syahid, atau seorang mukmin yang fakir.
Kedua, orang-orang fakir itu akan masuk surga setengah hari (yang sama dengan Ima ratus tahun waktu dunia) mendahului orang-orang kaya. Sedang Sulaiman bin Daud as. baru masuk surga empat puluh tahun sesudah masuknya nabi-nabi yang lain. Ini karena kerajaan yang telah diberikan Allah kepadanya.
Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah, waihamdu lillah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar’, maka dia akan memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh orang kaya, sekalipun orang kaya itu menafkahkan uangnya sepuluh ribu dirham. Dan begitu pula amai-amal kebajikan lainnya.
Maka pulanglah utusan itu menemui kawan-kawannya, lalu memberitahukan hal itu kepada mereka. Maka mereka pun menjawab : “Kami rida, Ya Tuhan”. (Tanbihul Ghafilin)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku sendiri pun bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali”.
Hadis ini memuat anjuran kepada umat agar rajin bertobat. Karena apabila Nabi sendiri bertobat sebanyak seratus kali sehari dengan kedudukan Beliau yang tinggi dan pula terpelihara dari segala dosa, maka kenapa orang yang mengotori lembaran amalnya dengan dosa berulang-ulang, tidak juga mau bertobat siang dan malam?.
Maka berdasarkan hal ini, orang yang terus-menerus melakukan bermacam-macam kemaksiatan tidaklah sempurna imannya, bahkan berkurang. Dan hal itu, karena meninggalkan dosa itu tidak mungkin terlaksana kecuali dengan kesabaran, dan kesabaran itu tidak gampang kecuali dengan takut kepada Allah, dan takut tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui betapa besar bahaya dosa-dosa itu, dan pengetahuan tentang besarnya bahaya dosa-dosa itu tidak diperoleh kecuali dengan membenarkan Allah Taala dan Rasul-Nya saw. Maka barangsiapa tidak meninggalkan dosa dan terus-menerus melakukannya, dia menjadi seakan-akan tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya. Maka dikhawatirkan dia akan menghadapi perkara besar di saat menghadapi mati. Karena mungkin matinya dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, yang menjadi sebab hilangnya iman. Sehingga umurnya ditutup dengan mati buruk (suul khatimah) semoga Allah melindungi kita darinya. Dan kekallah dia di dalam neraka Jahannam selama-lamanya.
Kalaupun dia mati tidak dalam suul khatimah, tetapi mati dalam iman, namun itu pun masih tergantung pada kehendak Allah Taala. Jika Allah menghendaki, maka Dia masukkan orang itu kedalam neraka Jahannam, lalu diazab di sana sesuai dengan dosa-dosanya. Kemudian Dia keluarkan lagi orang itu dari dalam neraka dan memasukkannya ke Surga, sekalipun telah lewat waktunya. Dan jika Dia menghendaki, bisa juga Dia memaafkan orang itu lalu memasukkannya ko dalam surga tanpa diazab lebih dahulu. Karena tidak mustahil orang itu tercakup dalam kemaafan-Nya yang umum, karena sebab-sebah tersembunyi yang tidak diketahui selain oleh Allah Taala. (Majalis Rumi)
Semakin dekat seseorang kepada Allah Taala, maka semakin banyak pula musibah yang menimpanya dan semakin berat pula cobaan yang dialaminya. Bukankah Anda telah mendengar sabda Nabi saw. :
Artinya : “Orang yang paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian para ulama, kemudian orang-orang yang lebih utama dan orang-orang yang lebih utama berikutnya”.
Dan Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan sungguh Kami akan memberikan kepadamu cobaan dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh musibah, mereka mengucapkan : Inna lillaahi wa innaa Ilaihi rooji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Dan bilamana pemilik dunia menjadi besar dalam pandangan hatimu maka sesungguhnya Anda telah jatuh dalam pandangan Allah Taala. Dan janganlah sekali-kali Anda mengorbankan agama Anda demi mendapatkan dunia mereka. Karena, tidaklah seseorang melakukan itu, melainkan ia akan menjadi kecil dalam pandangan mereka”. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Al Ghazali)
Jadi, orang-orang fakir itu mati kecuali yang dihidupkan Allah dengan kemuliaan sifat gana’ah (puas menerima apa adanya). Dengan demikian, ganaah adalah kenyamanan tubuh dan kesehatan hati. Barangsiapa merasa puas dengan rezeki yang diterimanya. maka sesungguhnya dia telah memperoleh keberuntungan di akhirat dan menjadi senang hidupnya. Jadi, tawakkal kepada Allah ialah merasa cukup dengan Allah dan membuang segala macam perasaan takut dan harap dari selain Allah Taala. Maka, orang merdeka akan menjadi seorang budak jika ia tamak, dan seorang budak akan menjadi seorang yang merdeka jika ia qanaah. (Dari kitab Al Majmu’ah)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rezeki yang
telah Kami berikan kepadamu”. Assadi berkata : “Maksud ayat di atas adalah zakat wajib”. Sedangkan ulama lain mengatakan : “Maksudnya adalah sedekah sunnah dan pengeluaran untuk kebaikan”.
Artinya : “Sebelum datang hari dimana tidak ada lagi jual-beli”.
Hari yang kamu sudah tidak mampu lagi mengejar apa yang luput darimu, yaitu membelanjakan harta. Karena pada saat itu sudah tidak ada lagi jual beli, sehingga kamu tidak bisa menjualbelikan apa yang kamu belanjakan itu”. (Kasysyaf)
Atau, maksudnya : pada saat itu tidak ada lagi tebusan. Tebusan disebut jual-beli, karena tebusan itu berarti membeli diri sendiri.
“Dan tidak ada lagi perasahabatan”. Yakni, tidak ada lagi pertemanan. :,
“Dan tidak ada lagi syafaat”.
Kecuali dengan izin Allah.
“Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim”.
Maksudnya, merekalah orang yang benar-benar sempuma kezalimannya. Karena mereka telah menempatkan ibadat tidak pada tempatnya, sebab mereka mengharapkan syafaat dari berhala-berhala yang tidak akan dapat memberi syafaat kepada mereka. (Ma’alimut Tanzil).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan Serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji. kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu supaya kamu ingat”. (QS. An Nahl : 90)
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, yaitu dengan jalan bersikap tengah-tengah dalam masalah-masalah iktidak (keyakinan) seperti masalah tauhid, hendaknya bersikap tengah-tengah antara ta’thil (tdak percaya adanya Tuhan Atheis) dan tasyrik (menyekutukan Tuhan). Dan dalam masalah pendapat yang berkaitan dengan usaha, hendaknya bersikap tengah-tengah antara mazhab Jabariyah dan mazhab Qadariyah. Dan dalam masalah yang berkaitan dengan amal ibadat yang wajib. hendaknya bersikap tengah-tengah antara bathalah (tidak melaksanakan kewajiban sama sekali) dan tarohhub (kerahib-rahiban). Dan dalam masalah akhlak (budi pekerti), seperti sifat dermawan, hendaknya bersikap tengah-tengah antara kikir dan boros.
(. ) dan berbuat kebajikan, yaitu kebajikan taat. Hal ini, baik ditinjau dari segi kuantitas, seperti melaksanakan ibadat-ibadat yang disunnahkan, maupun dari segi kuatitas (mutu), sebagaimana disabdakan Nabi saw. :
Artinya : “Ihsan itu ialah hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Karena sekalipun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kamu”.
(. ) dan memberi kepada kaum kerabat. Memberi kepada kaum kerabat apa-apa yang mereka perlukan. Kalimat ini merupakan takhsish (pengkhususan) setelah pernyataan secara umum (ta’mim) sebagai mubalaghah.
(. ) dan Aliah melarang dari perbuatan keji, dari sikap berlebih-lebihan dalam mengikuti kekuatan syahwat, seperti zina. Karena zina merupakan perilaku manusia yang paling buruk dan paling menjijikkan.
(. ) dan kemungkaran, yaitu perbuatan yang mengakibatkan pelakunya dibenci orang, berupa perbuatan yang dapat membangkitkan kekuatan amarah.
(. ) dan permusuhan, bersikap sombong, ingin menguasai dan kejam terhadap sesama manusia.
(. ) Allah memberi pengajaran kepada kamu, berupa perintah dan larangan serta emampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.
(. ) supaya kamu ingat, mengambil pelajaran. (Qadhi Baidhawi).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang kikir itu (maksudnya : orang yang sempurna kekikirannya, sebagaimana dapat dipahami dari dima’rifatkannya mubtada) ialah orang yang aku disebut di sisinya (maksudnya : orang yang mendengar namaku disebut) namun ia tidak bersalawat kepadaku”.
Karena kekikiran sepert: ini adalah sama dengan kikir terhadap dirinya sendiri. Karena sama juga dengan mengliaramkan dirinya dari mendapatkan rahmat Allah Taala terhadapnya sepuluh kali, seanoainya ia bersalawat kepada Nabi saw. satu kali saja. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)
Dan Nabi saw. bersabda pula, yang artinya :
“Penghuni surga itu ada tiga”.
Pertama, penguasa, yakni orang yang memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan, yang tidak berat sebelah, yakni adil, yang bersedekah, yakni berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir, yang mendapat taufik, yakni orang yang dikaruniai ketaatan kepada Allah dan berlaku adil dalam memerintah.
Kedua, orang yang pengasih lagi halus perasaannya, yakni orang yang di dalam hatinya ada perasaan lembut, belas kasih dan rahmat kepada setiap orang yang ada hubungan kekeluargaan dengannya dan setiap muslim, yakni terhadap sanak kerabat dan orang lain.
Ketiga, orang yang saleh, yang memelihara dirinya, yakni yang mencegah dirinya dari melakukan hal-hal yang tidak halal dan tidak pantas, yang mempunyai keluarga beSar, namun ia tidak terpengaruh oleh cintanya kepada keluarga untuk mengambil harta yang haram. Bahkan ia lebih memilih cinta kepada Allah daripada cinta kepada keluarga.
Dan penghuni neraka itu ada lima :
Pertama, orang lemah yang tidak mempunyai kesabaran, yakni orang tidak dapat menahan dirinya di kala datang nafsu syahwat, lalu ia tidak mencegah dirinya dari yang haram. Kata “yang” di dalam kalimat ini adalah jamak, yang maksudnya : yaitu mereka yang hanya mengikut saja di kalangan kamu. Ada pula yang berpendapat bahwa, mereka ialah para penganggur yang tidak memiliki keinginan untuk melakukan amal akhirat, dan tidak mempunyai keinginan untuk hidup berkeluarga, maka mereka menghindari perkawinan dan kemudian melakukan perbuatan-perbuatan keji. Dan mereka juga tidak menginginkan harta, yakni tidak mau mencari harta dari usaha yang halal, karena mereka memang tidak suka mengerjakan tangannya. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, mereka itu ialah orang-orang yang mengelilingi raja-raja dan berkhidmat kepada mereka tanpa mau peduli dari mana mereka makan dan berpakaian, apakah dari jalan yang halal atau dari yang haram. Mereka tidak mau berkeluarga dan mencari harta yang halai keinginan mereka hanya terbatas pada makan dan minum belaka.
Kedua, pengkhianat yang tidak menyembunyikan kerakusannya, yakni yang tidak menyembunyikan kerakusannya terhadap apa saja berapapun kecilnya kecuali dikhianati. nya, yakni kecuati ia berusaha memperolehnya sehingga ia mendapatkannya lalu ia khianati. Atau dengan kata lain, ia tidak mempunyai keinginan di tempat pengkhianatan mana pun kecuali dikhianatinya apa yang diinginkannya itu, sekalipun yang diinginkannya itu kecil saja.
Ketiga, orang yang tidak berada di waktu pagi dan sore kecuali ia menipu anda, yakni ia tidak meninggalkan menipumu berkaitan dengan keluarga dan hartamu. Maksudnya ‘pagi dan sore’ di sini adalah bahwa, ia selalu menipu dalam sebagian besar waktunya.
Keempat, disebutkan oleh perawi bahwa, Nabi saw. menyebutkan bahwa, di antara lima macam manusia yang akan menjadi penghuni neraka itu ialah orang yang kikir dan pendusta.
Kelima, orang yang berakhlak buruk dan sangat keji, yakni selain akhlaknya buruk, ia juga sangat kotor omongannya.
(Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih oleh Ibnu Malik).
Imam Al Qusyairi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Allah Taala menyuruh hamba-Nya berlaku adil dalam hubungan antara dia dengan Allah Taala, dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri dan dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk. Adil antara dia dengan Tuhannya maksudnya adalah lebih mengutamakan hak Allah Taala daripada kepentingan dirinya sendiri, serta melepaskan dirinya dari semua larangan, dan siap sepenuhnya untuk senantiasa melaksanakan perintah-perintah Allah. Adil dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri maksudnya adalah mencegah diri dari hal-hal yang mengakibatkan kebinasaannya. Dan adil dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk maksudnya adalah dengan memberikan nasehat kepada mereka, tidak melakukan suatu pengkhianatan pun terhadap mereka baik sedikit maupun banyak, bersikap adil terhadap mereka dalam segala segi, dan tidak menyakiti kepada seorang pun, baik dengan perkataan, perbuatan maupun hanya berupa niat.
Ketahuilah, bahwa perintah Allah untuk melakukan ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang diperintahkan Allah Taala di dalam Alquran. Dan begitu juga larangan Allah terhadap ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang dilarang Allah Taala di dalam Alquran. Oleh karena itu, setiap khatib Jumat membacakan ayat ini di atas mimbar di akhir khutbahnya agar menjadi pelajaran umum bagi semua orang.
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Ayat yang mencakup segala sesuatu di dalam Alquran adalah ayat ini”.
Dan dari sahabat Ali ra., katanya : “Kesimpulan takwa terdapat di dalam firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) beriaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Dari Al Uyun wat Taisir)
Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Mazh’un ra., katanya : “Dahulu, Rasulullah saw. mengajak saya masuk Islam, maka saya pun masuk Islam karena malu untuk tidak memenuhi ajakan Beliau, padahal Isiam belum lagi mantap dalam hatiku. Pada suatu hari, saya hadir di hadapan Beliau saw. Ketika Beliau sedang berbicara kepada saya, tiba-tiba saya melihat mata Beliau menatap ke langit, kemudian Beliau mendongakkan kepalanya sekali lagi dari sebelah kanan, kemudian Beliau miringkan ke sebelah kiri, setelah itu Beliau menghadapkan wajahnya ke arah saya dengan rupa yang merah dan berkeringat.
Maka saya pun menanyakan kepada Beliau tentang keadaan yang menimpa Beliau seperti itu. Beliau menjelaskan : ‘Ketika tadi aku berbicara kepadamu, tiba-tiba aku menatap ke arah langit, maka tampak olehku Jibril as. turun ke sebelah kananku seraya berkata : “Ya Muhammad”, lalu ia membacakan ayat : ….. innallaaha ya’murukum bil ‘adli… (hingga akhir ayat)
Utsman berkata : “Maka ketika itu, menjadi mantaplah iman di dalam hatiku”.
Maka turunnya ayat ini, merupakan sebab mantapnya iman Utsman bin Mazh’un, demikian dikatakan oleh Ibnu Asy syaikh. Dengan demikian, barangsiapa mempunyai akal yang sempurna, ia akan dapat memetik pelajaran dari pelajaran-pelajaran Allah Taala, dan dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat Rasulullah saw., serta dapat menjadi sadar dengan peringatan-peringatan Beliau.
Rasulullah saw. pernah bertanya kepada para sahabat “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut ?”.
Para sahabat menjawab :
“Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak lagi mempunyai dirham atau harta benda”.
Beliau menjelaskan :
“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku ialah orang yang pada hari kiamat kelak datang membawa pahala salat, puasa, dan zakat. Namun di samping itu, ia juga datang sambil membawa dosa karena telah mengecam si anu, menuduh si fulan, memakan harta si ini dan menumpahkan darah Si itu, serta memukul si anu. Maka diberikanlah kepada si anu dari kebaikan-kebaikannya, dan kepada si fulan kebaikankebaikannya yang lain, sehingga apabila kebaikan-kebaikannya itu telah habis sebelum hutang-hutangnya lunas, maka diambillah dosa-dosa mereka lalu ditempatkan di dalam timbangan amal orang itu. Kemudian ia pun dicampakkan ke dalam neraka”.
Karenanya, dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya dalam hal kehormatan atau Sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta maaf kepadanya hari ini juga (di dunia) sebelum tiada lagi dinar maupun dirham (di akhirat). Seandainya ia mempunyai amal saleh, maka diambillah dari pahala amal salehnya itu setimbang dengan penganiayaan yang telah dilakukannya dahulu. Dan seandainya ia tidak mempunyai kebaikan, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu, kemudian dibebankan kepadanya. (Misykatul Mashabih)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari sahabat Sahl bin Mu’adz ra., dari Rasulullah saw., Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedangkan ia mampu melampiaskannya, maka pada hari kiamat kelak, Allah akan memanggilnya dengan disaksikan oleh seluruh makhluk, sampai ia disuruh memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”. (Demikian disebutkan dalam Al Lubab).
Diriwayatkan, bahwa Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa mampu (membalas) namun ia memberi maaf. Maka Aku akan memandang kepadanya setiap hari tujuh puluh kali. Sedangkan orang yang Aku pandang satu kali, Aku tidak akan menyiksanya di dalam neraka-Ku”. (Raudhatul Mughni)
Maka orang yang berakal itu hendaknya membiasakan memberi maaf kepada sesama manusia dan berbuat kebajikan kepada mereka serta memelihara diri dari perasaan jengkel dan marah, karena hal itu akan mengakibatkan masuk neraka. Semoga Allah memelihara kita dari neraka dan memasukkan kita ke dalam surga bersama orang-orang yang baik.
Diceritakan dari Maimun bin Mahran, bahwa seorang sahaya perempuannya datang sambil membawa semangkuk gulai. Tanpa sengaja, si sahaya tadi terantuk sehingga tumpahlah gulai itu dan mengenai Maimun. Maka Maimun hendak memukulnya, namun si sahaya berkata : “Hai Tuan-ku, laksanakanlah firman Allah Taala :
Artinya : “Dan orang-orang yang menahan rasa jengkelnya”.
Maimun menjawab : “Telah saya laksanakan”.
Sahaya itu berkata pula :
“Laksanakan juga firman Aliah berikutnya :
“Dan mereka yang memaafkan orang”.
Maimun menjawab : “Sesungguhnya saya telah memaafkanmu”.
Dan sahaya itu berkata kembali :
“Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Maimun menjawab : “Saya pasti akan berbuat kebajikan kepadamu. Engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”. (Raudhatul Muttagin)
( ) orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, yakni di kala ia dalam kemudahan maupun dalam kesulitan.
Dua hal yang pertama-tama disebutkan dari akhlaknya orang-orang yang bertakwa itu, yang bisa menjadi sebab masuk surga, ialah sifat dermawan (murah hati). Dan disebutkan juga di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Rasulullah sailailaahu alaihi wasallam bersabda :
Artinya : “Orang yang dermawan itu dekat dari Allah, dekat dari surga, dekat dari manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dari neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai oleh Allah daripada orang alim yang kikir.
( ) Dan orang-orang yang menahan perasaan jengkelnya, yakni mereka telan kejengkelan itu di saat hati mereka dipenuhi olehnya.
Al Kazhmu (. ) artinya : menahan sesuatu ketika penuh. Sedangkan Kazhmul Ghoizhu ( ) artinya : penuh oleh kejengkelan. Namun ia kembalikan kejengkelan tersebut ke dalam rongga perutnya dan tidak ia tampakkan keluar.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedang ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat disaksikan oleh seluruh makhluk, sehingga ia memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”.
(. ) Dan mereka yang memaafkan orang, yakni orang yang pernah menganiaya dan berbuat buruk kepada mereka.
(. ) Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ma’alimut Tanzil)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Seseorang itu senantiasa menganut agama temannya. Maka hendaklah seseorang di antara kamu memperhatikan (maksudnya : hendaklah seorang teman memperhatikan) kepada orang yang ia temani”,
Maka carilah seorang teman yang akan menjadi sekutumu dalam belajar dan sahabat dalam urusan agamamu, yakni dalam menunaikan urusan agamamu dan duniamu. Karena dari seorang teman akan diperoleh keuntungan-keuntungan keagamaan, seperti : ilmu, amal, doa dan syafaat di akhirat, dan juga keuntungan-keuntungan duniawi, seperti : pangkat, kemesraan, pergaulan dan lain-lain.
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, tidak boleh berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya, yaitu orang yang tidak mampu menguasai nafsunya di kala sedang marah dan bersyahwat, sehingga ia akan terjerumus ke jurang maksiat.
(Hadis ini disebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al Ghazali).
Allah SWT. Berfirman :
Artinya : “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsa yang telah Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Isra : 1)
Tafsir : .
(. ) Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. Subhana ( ) adalah isim dengan arti tasbih, yang maksudnya adalah mensucikan Allah. Dan adakalanya dipakai pula sebagai nama dari Allah, lalu diputuskan dari idhafah dan tidak boleh disharaf. Sedangkan ia dibaca nasab (berakhir dengan huruf a) karena adanya fiil yang tertinggal (tidak disebutkan). Adapun kalimat yang dimulai dengan kata ini (. ) adalah untuk mensucikan Allah tentang mukjizat dari apa yang akan disebutkan sesudah itu.
Asra (. ) dan sara (. ) artinya berjalan.
Lailan ( ) dibaca nasab ( ) karena menjabat sebagai zharaf (keterangan waktu). Adapun pengertiannya, bahwa dengan dinakirahkannya kata ini menunjukkan bahwa masa isra’ itu hanya sebentar saja. Oleh karena itu, ada pula yang membacanya : minal laili ( ) artinya, sebagian dari malam. Sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lam : wa minal laili fatahajjad bihi (dan pada sebagian malam, salat tahajjudiah kamu).
(. ) dari Masjidil Haram, yakni dari Masjidil Haram itu sendiri. Hal ini didasSarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika aku berada di Masjidil Haram, di Hijir Ismail di sisi Kakbah, antara tidur dan jaga, tiba-tiba datanglah Jibril (ataihissalam) membawa Burag”. Atau bisa juga berarti, dari Tanah Haram. Allah menamakan Tanah Haram sebagai Al Masjidil Haram, karena Tanah Haram itu seluruhnya merupakan Masjid, atau karena Tanah Haram itu mengelilingi Masjid, agar permulaannya sesuai dengan akhirnya. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw. tidur di rumah Ummu Hani sesudah salat Isyak. Kemudian Beliau diisra’kan, dan pulang pada malam itu juga. Lantas Beliau menceritakan kisah perjalanan Beliau itu kepada Ummu Hani. Sabda Beliau : “Para Nabi dihadirkan ke hadapanku, kemudian aku salat bersama mereka”. Setelah itu Beliau keluar ke Masjid lalu memberitakan hal itu kepada orang-orang Auraisy. Maka mereka pun keheranan mendengarnya, karena menganggap hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Bahkan di antara mereka yang sudah beriman. akhirnya berbalik menjadi murtad. Beberapa orang datang menemui Abubakar ra. meminta penjelasan, lalu djawab oleh Abubakar : “Kalau memang Beliau berkata demikian, maka sesungguhnya benarlah apa yang dikatakan Beliau itu”.
Orang-orang itu balik bertanya : “Apakah Anda membenarkan Beliau juga atas kejadian itu?.
Abubakar menjawab : “Sesungguhnya aku membenarkan Beliau atas hal yang melebihu dari itu”.
Oleh karena itulah, Abubakar digelari Assiddig. Peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum hijrah.
Para ulama berselisih pendapat mengenai, apakah peristiwa isra itu di alami Nabi ketika sedang tidur atau jaga?. Dan apakah dengan ruhnya saja atau dengan jasadnya juga?. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa, Nabi saw. diisra’kan ke Baitul Maqdis dengan jasad Beliau, dan sesudah itu dimikrajkan ke langit hingga sampa: di Sidratul Muntaha. Sebab itulah, orang-orang Ouraisy terheran-heran dan menganggapnya mustahil.
ke Masjid yang jauh, yakni Baitul Maqdis. Karena pada waktu itu, selain Baitul Maqdis, tidak ada lagi Masjid yang lain.
yang Kami berkati sekelilingnya, dengan keberkatan-keberkatan agama dan dunia. Karena tempat itu merupakan tempat turunnya wahyu dan tempat peribadatan para nabi sejak Nabi Musa as. dan dikelilingi oleh sungai-sungai, pohon-pohon dan tanaman-tanaman buah.
(. ) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami, seperti perjalanan Beliau dalam tempo sekejap pada sebagian malam menempuh jarak satu bulan perjalanan dalam keadaan biasa, menyaksikan Baitul Maqdis yang sebelumnya tidak pernah Beliau kunjungi, hadirnya para nabi di hadapan Beliau dan mengetahui kedudukan-kedudukan mereka. .
Adapun sebab dialihkannya kalimat dalam ayat di atas dari bentuk ghaibah (. ) ke bentuk takallum (. ) adalah untuk menunjukkan keagungan berkat-berkat dan tandatanda kekuasaan tersebut. Dan dibaca juga :. dengan ya ( ).
(. ) Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw.
(. ) lagi Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan Beliau. Lalu Allah memuliakan Beliau dan mendekatkan Beliau sesuai dengan perkataan-perkataan dan perbuatanperbuatan Beliau tersebut. (Qadhi Baidhawi)
Dari Alhasan bin Ali ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah oleh kalian pembacaan salawat kepadaku, karena salawat
mu itu merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu. Dan mintakanlah untukku wasilah dan derajat yang tinggi, karena sesungguhnya wasilahku di sisi Tuhanku adalah syafaat bagi kalian semua”. (Al Jami’ush Shaghir)
Dan dari sahabat Jabir bin Abdillah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa ketika mendengar azan mengucapkan : “Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna dan salat yang ditegakkan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah, keluamaan dan derajat yang tinggi. Dan tempatkanlah Beliau pada suatu tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janJP. Maka dia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat kelak”. (Syifa’un Syarif)
Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa setelah Nabi saw. menceritakan tentang isra’ itu kepada orang-orang Quraisy dan kemudian didustakan oleh mereka, maka Allah Taala menurunkan ayat ini sebagai pembenaran untuk Nabi-Nya.
Sedang Burhan Annasafi berkata : “Ketika Nabi saw. telah mencapai derajat-derajat yang tinggi dan tingkatan-tingkatan yang luhur, maka Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Ya Muhammad, dengan apakah Aku memuliakan engkau?”. Nabi saw. menjawab : “Engkau memuliakan aku dengan cara menisbatkan diriku kepada diri-Mu sebagai hamba-Mu”. Maka Allah Taala pun lalu menurunkan ayat (subhaanal ladzii asraa bi’abdihi lailan). (Mi’rajiyyah)
Dengan dimulainya surah ini oleh perkataan yang menunjukkan kekaguman (ta’aajub), maka di dalamnya terkandung keterangan yang menunjukkan bahwa hal yang akan diberitakan sesudahnya itu adalah sesuatu yang luar biasa dan tanda kekuasaan Ilahi: yang tidak akan mampu dilakukan oleh seorang pun selain Allah. Kemudian ketika disebutkan kata lailan ( ), maka menjadi jelaslah dengan keterangan itu bahwa, yang dimaksudkan adalah sebagian malam. Karena tab’idh (sebagian) itu hampir sama dengan taglil (sedikit). Jadi, seolah-olah dikatakan : “Allah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian malam dari Mekah ke Baitul Maqdis”, menempuh jarak empat puluh malam (dalam keadaan biasa). Dengan adanya keterangan ini maka menjadi jelaslah bahwa masa isra’ itu sebentar saja. Dan itu menunjukkan pula bahwa isra’ itu terjadi pada sebagian malam (Syaikh Zaadah)
Jika Qanda mengatakan : “Lafaz min yang terdapat dalam firman Allah : min aayaatinaa ( ) harus diartikan dengan makna ‘sebagian’, sedangkan firman Allah Taala mengenai Nabi Ibrahim as. berbunyi :
Artinya : “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi”.
Secara lahir, ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim as. lebih diutamakan daripada Nabi Muhammad saw. padahal tidak ada seorang pun yang mengatakan begitu. Jadi bagaimana maksudnya ?.
Saya jawab : “Kerajaan langit dan bumi hanyalah sebagian saja dari tanda-tanda kekuasaan Allah Taala. Karena tanda-tanda kekuasaan Allah Taala lebih hebat lagi daripada itu. Maka dari itu, tanda-tanda kekuasaan Allah dan keajaiban-keajaibannya yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw. adalah lebih utama daripada kerajaan langit dan bumi. Dengan demikian jelas bahwa, Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim as”.
Hikmah dimulainya surah ini dengan tasbih ( ) adalah karena dua sebab :
Pertama, orang Arab biasanya mengucapkan tasbih ketika mereka melihat sesuatu yang menakjubkan. Maka disini, seakan-akan Allah merasa heran melihat makhluk-Nya yang melontarkan ejekan dan pelecehan kepada Rasul-Nya Muhammad saw.
Kedua, tasbih itu keluar sebagai bantahan terhadap mereka. Sebab ketika Nabi saw. sudah menceritakan kepada mereka tentang isra’ itu, mereka mendustakannya. Dengan demikian maksudnya adalah : Mahasuci Allah dari mengangkat seorang rasul yang suka berdusta. (Imam Abu Harits)
Jika anda bertanya, apa hikmat yang ada pada dimulainya surah Al Isra dengan tasbih (. ) dan surah Al Kahfi dengan tahmid (. ) ?. maka saya jawab : “Sesungguhnya tasbih itu datang lebih dahulu daripada tahmid, seperti firman Allah :
Artinya : “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu”.
Dan kalimat Al Baqiyaatush Shaalihaatu berbunyi :
Artinya : “Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah … dst”.
Karena tasbih itu artinya tanzih (mensucikan Allah). Sedangkan tahmid itu tsana (memuji-Nya). Dan sensucikan itu sama dengan takhalliyah (membersihkan), sedangkan memuji itu sama dengan tahalliyah (menghiasi). Dan membersihkan itu harus didahulukan daripada menghiasi. (Mi’rajiyah)
Dan sebagian ulama mengatakan bahwa, yang dimaksud Al Masjidil Haram itu ialah Masjid Mekah. Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Mesjid yang pertama-tama dibangun di muka bumi adalah Al Masjidul Haram”.
Yaitu, Masjid Mekah, semoga Allah Taala memuliakannya.
Dan Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi manusia”.
Dan disebutkan di dalam dua kitab sahih, dari sahabat Abu Dzar ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Masjid yang mula-mula dibangun di muka bumi ini ialah Al Masjidil Haram, dan sesudah itu adalah Al Masjidil Aqsha, yang dibangun oleh Nabi Ya’qub bin Ishaq as. Sesudah Nabi Ibrahim as. membangun Kakbah”. (Mi’rajiyah)
Jika anda berkata : “Menurut lahirnya, ayat ini menunjukkan bahwa isra itu adalah ke Baitul Maqdis, padahal menurut hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa Nabi saw. dimik. rajkan ke langit. Maka bagaimana penggabungan antara dua dalil ini bisa menjadi benar. Dan mengapa hanya Masjid Al Agsha saja yang disebutkan?”. Maka saya jawab : “Isra tu dilakukan Nabi saw. dengan mengendarai Burag menuju ke Masjid Al Agsha dan dari sana Beliau dinaikkan ke langit dengan sebuah tangga (mi’raj). Adapun sebab kenapa ha. nya Masjid Al Aqsha saja yang disebutkan, adalah karena sekiranya Nabi saw. memberitakan tentang naiknya ke langit lebih dahulu, tentu keingkaran orang-orang Auraisy itu akan lebih hebat lagi. Oleh karena itu setelah Nabi saw. memberitahukan bahwa dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis. Dan dari tanda-tanda yang ada menjadi jelas bagi mereka kebenaran Beliau tentang apa yang Beliau beritakan itu, dan mereka mempercayainya. Barulah kemudian Beliau membentahukan bahwa Masjid Al Aqsha itu adalah sebagai pangkalan untuk mikrajnya ke langit.
Dus, isra ke Masjid Al Agsha itu seakan-akan menjadi pangkalan bagi mikraj Beliau ke langit”. (Tafsir Al Khazin)
Dan dari Azzuhri dan Urwah, bahwa pada pagi hari dari malam diisra’kannya Nabi saw. Beliau memberitakan peristiwa itu kepada orang banyak. Di antara orang banyak itu, ada orang yang sebelumnya mempercayai Beliau lalu menjadi murtad dan mengalami cobaan yang besar. Dan ada beberapa orang musyrik pergi menemui Abu bakar ra., mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya sahabatmu mengaku bahwa tadi malam dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis, dan dari sana dimikrajkan ke langit, sedang dia telah datang kembali sebelum Subuh”.
Abubakar ra. menjawab : “Jika dia mengatakan begitu, maka benarlah dia”.
Mereka bertanya : “Apakah Anda membenarkan juga dia mengenai berita tersebut?”
Abubakar menjawab : “Ya, aku membenarkan dia tentang yang lebih mengherankan daripada itu”.
Oleh karena itu, Abubakar ra. kemudian digelari As Siddiq.
Dan salah seorang musyrik datang menemui Nabi saw. Lalu berkata : “Ya Muhammad, berdirilah!”. Maka Nabi pun berdiri.
Orang itu berkata pula : “Angkatlah salah satu dari kedua kakimu”. Maka Nabi pun mengangkat salah satu kakinya.
Kemudian orang itu berkata pula : “Angkatlah kaki yang lain”.
Nabi menjawab : “Vika aku mengangkatnya, maka aku akan jatuh”.
Orang itu lalu berkata : Vika Anda tidak dapat naik dari bumi barang sejengkal, maka betapa pula anda dapat naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha?”.
Maka Nabi saw. menjawab : “ Keluarlah dari Masjid dan ceritakan perkataanmu ini kepada Ali. Karena dialah yang dapat memberi jawaban kepadamu”.
Lantas orang itu keluar dari Masjid dan menemui Ali. Kemudian dia ceritakan kejadian itu kepadanya. Sekonyong-konyong Ali menghunus pedangnya lalu dipenggalnya leher orang tersebut hingga mati. Para sahabat yang menyaksikan kejadian itu tidak menyetujui tindakan Ali, mereka berkata : “Kenapa Anda membunuhnya?. Padahal perkataan Nabi saw. itu masuk akal, yaitu menyuruh Anda menjawab, dan bukan membunuh!?”.
Ali menjawab : “Jawaban bagi pembangkang adalah seperti ini. Karena Rasulullah saw. bukannya tidak mampu memberi jawaban kepadanya, akan tetapi Beliau tahu bahwa orang ini tidak akan menerima jawaban, maka Beliau kirim orang ini kepadaku untuk aku bunuh”.
Adapun jawaban pertanyaan orang tadi adalah, bahwa Rasulullah saw. dengan daya dan kekuatannya sendiri tentu tidak akan mampu naik barang sejengkal pun. Akan tetapi peristiwa Mikraj itu terjadi adalah dengan kekuatan Allah Yang Mahakuasa lagi Mahakuat, yang semua kekuasaan ada pada kekuasaan-Nya, laksana sebutir atom dibanding dengan matahari dan setetes air dibanding dengan lautan.
Kemudian orang-orang itu berkumpul di hadapan Nabi saw. dan duduk di sekelilingnya. Mereka menanyakan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan Baitul Maqdis. Mereka berkata : “Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, yakni para saudagar kami yang telah pergi ke negeri Syam, apakah anda bertemu dengan salah satu di antara mereka?”.
“Ya”, jawab Rasulullah saw. “Aku telah melewati kafilah Bani Fulan ketika mereka sedang berada di Rauha. Mereka kehilangan seekor unta mereka, dan mereka tengah mencarinya, sementara di kendaraan mereka ada segelas air. Aku telah mengambilnya dan meminumnya, kemudian aku letakkan kembali gelas itu di tempatnya. Maka tanyakaniah kepada mereka, apakah mereka menemukan air itu di dalam gelas ketika mereka kembali?”.
Mereka berkata : “Ini merupakan salah satu tanda”.
Kemudian mereka bertanya pula:
“Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, kapan mereka akan tiba?”.
Nabi saw. menjawab : “Aku melewati mereka di Tan’im”. Yaitu suatu tempat dekat Tanah Haram.
Mereka bertanya kembali :
“Berapa banyakkah jumlah kafilah itu?. Apa barang-barang yang diangkutnya?. Bagaimana rupanya dan siapa saja yang ada dalam rombongan itu?”.
“Kafilah itu sekian, sekian”, jawab Nabi. “Di dalam rombongan itu ada si Fulan dan si Fulan. Yang paling depan dari kafilah itu adalah seekor unta kelabu, yaitu yang warna kulinya seperti warna debu. Di atas punggungnya ada dua karung. Kafilah itu akan tampak nieh kalian ketika terbit matahari”.
wi adalah tanda yang lain”, kata mereka.
Kemudian mereka keluar pada akhir malam itu untuk menantikan kedatangan kafilah tersebut guna membuktikan kebenaran perkataan Nabi saw. mengenai berita langit tersebut, seandainya terbukti kebenarannya. Salah seorang dari mereka berkata :
“Matahari telah terbit”.
Yang lain berkata :
“Demi Allah inilah kafilah itu, benar-benar telah kelihatan, dipandu oleh seekor unta kelabu”.
Dan di dalam rombongan kafilah itu ada si Fulan dan si Fulan, persis seperti yang telah diberitakan oleh Nabi saw. Namun sayang, mereka tetap tidak juga mau beriman. Bahkan mereka berkata : “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (Mau’izhah)
Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra., bahwa ia telah menanyakan kepada Nabi saw. tentang malam Beliau diisra’kan, maka dijawab oleh Beliau :
“Didatangkan kepadaku seekor binatang, yaitu binatang yang mirip bighal. Itulah Burag yang pernah dinaiki oleh para nabi”.
Beliau melanjutkan :
“Maka, binatang itu membawa aku pergi. la menapakkan kaki depannya sejauh pandangannya. Tiba-tiba terdengar olehku suara panggilan dari sebelah kananku : Ya Muhammad, tunggu sebentar!’. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa memperdulikannya.
Kemudian aku mendengar pula suara panggilan dari sebelah kiriku, namun aku pun tidak memperdulikannya. Setelah itu aku dihadang oleh seorang wanita yang mengenakan perhiasan lengkap. Wanita itu mengulurkan tangannya seraya berkata : “Tunggu sebentar”. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa menoleh kepadanya.
Akhirnya tibalah aku di Baitul Maqdis, atau Masjid Al Agsha, lalu aku turun dan mengikat Burag pada sebuah tali tempat para nabi dahulu mengikatkan ia di sana. Kemudian aku masuk ke Masjid dan salat.
Setelah itu, aku bertanya kepada Jibril :
“Wahai Jibril, tadi di tengah perjalanan, aku mendengar seruan dari sebelah kananku”.
Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Yahudi. Seandainya tadi Anda berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Yahudi”.
Aku bertanya pula :
“Tadi, aku juga mendengar seruan dari sebelah kiriku”.
Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Nasrani. Seandainya anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Nasrani. Sedangkan wanita yang menghadangmu tadi adalah dunia. Ia telah berhias untukmu. Seandainya Anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan lebih memilih dunia ketimbang akhirat”.
Kemudian aku diberi dua buah bejana, yang satu berisi susu sedang yang lain berisi arak. Jibril berkata kepadaku : “Minumlah mana yang Anda kehendaki dari kedua minuman itu”.
Lalu aku mengambil bejana yang berisi susu dan meminumnya, sedangkan bejana yang berisi arak itu aku tinggalkan.
Jibril berkata :
“Anda tepat telah memilih kesucian (yakni Anda telah memberikan Islam kepada umatmu). Seandainya tadi anda mengambil arak, niscaya akan menjadi sesatlah umatmu”. (Oishash)
Diriwayatkan juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
“Pada malam aku diisra’kan, sedang aku berada di Mekah dalam keadaan antara tidur dan jaga, datanglah Jibril kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, bangunlah”.
Maka aku pun terjaga. Tahu-tahu sudah ada Jibril bersama Mikail. Lalu Jibril berkata kepada Mikail : “Beri aku segelas air zamzam, supaya aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”.
Nabi saw. melanjutkan : “Lantas Jibril membelah perutku, kemudian mencucinya tiga kali, sementara Mikail bolak-balik datang kepadanya dengan membawa tiga gelas air. Maka Jibril melapangkan dadaku dan membuang sifat dengki yang ada di dalamnya, lalu mengisinya dengan hikmat, ilmu dan iman. Kemudian ia mencap di antara kedua pundak: ku dengan cap kenabian. Setelah itu Jibril menggandeng tanganku hingga selesai pencu: cian dengan air zamzam itu, atau dengan air Alkautsar. Selanjutnya Jibril berkata kepadaku : “Berwudulah!”, Maka aku pun berwudu.
Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah, Ya Muhammad!”.
Aku bertanya : “Ke mana?”.
“Ke Tuhanmu dan Tuhan segala sesuatu”, jawab Jibril.
Lalu Jibril menggandeng tanganku dan mengajakku keluar dari Masjid. Ternyata di luar telah menunggu seekor Buraq, yang bentuk tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada baghal. Pipinya seperti pipi manusia. Ekornya seperti ekor unta. Bulu lehernya seperti bulu leher kuda. Kaki-kakinya seperti kaki unta. Kuku-kukunya seperti kuku sapi. Dan punggungnya seolah-olah mutiara putih. Di atasnya punggungnya ada pelana dari surga. Ia mempunyai sepasang sayap di kedua pahanya. Ia melaju laksana kilat. Langkahnya menapak sejauh pandangannya. Jibril berkata : “Naiklah”.
Burag ini adalah kendaraan Nabi Ibrahim as., yang dahulu pernah Beliau naiki ketika berkunjung ke Baitulharam. Maka aku pun menaikinya. Kemudian Nabi saw. bertolak disertai oleh malaikat Jibril as. di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Kata Nabi : “Maka aku pun turun dan salat”. Kemudian Jibril bertanya : “Tahukah Anda di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. dibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thaibah, dan ke sanalah hijrah akan terjadi, Insya Allah”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan mengerjakan salat. Setelah itu Jibril bertanya : “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. Jibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thursina, di mana Allah pernah berbicara dengan Nabi Musa as.”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan melakukan salat. “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. Tanya Jibril. Aku menjawab : “Tidak”. Jibril menjelaskan : “Tadi Anda telah salat di Baitlehm, tempat kelahiran Nabi Isa as”. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampailah kami ke Baitulmaqdis. Sesampainya di sana, ternyata telah menunggu beberapa malaikat yang sengaja turun dari langit untuk menyambut kedatanganku. Mereka menyambutku dengan kabar gembira dan kemuliaan dari sisi Allah Taala. Mereka mengucapkan :
“Salam sejahtera atasmu, wahai yang permulaan, wahai yang akhir, wahai yang mengumpulkan”.
Nabi berkata : “Aku bertanya kepada Jibril : “Apa maksud penghormatan mereka kepadaku itu?”.
Jibril menjawab : “Sesungguhnya Andalah orang yang mula-mula menjadikan bumi terbelah (pada hari kiamat, pent.) juga umat Anda. Dan Anda adalah orang yang mulamula memberikan syafaat, dan yang mula-mula diterima syafaatnya. Dan sesungguhnya Anda merupakan nabi terakhir. Dan sesungguhnya penghimpunan (pada hari kiamat kelak) adalah demi Anda dan umat Anda”.
Kemudian kami meneruskan perjalanan hingga tiba di pintu Masjid. Lantas Jibril menyuruh aku turun. Lalu ia mengikatkan Burag pada tali, di mana para nabi dahulu mengikatkannya di sana, dengan tali kekang dari sutera surga.
Ketika aku memasuki pintu itu, tiba-tiba aku melihat para nabi dan rasul (sedang menurut hadis riwayat Abul Aliyah : arwah para nabi yang pernah diutus Allah sebelum aku, sejak dari zaman Nabi Idris dan Nuh as. sampai kepada zaman Nabi Isa as.), Allah Azza wa Jalla telah mengumpulkan mereka. Lalu mereka memberi salam kepadaku dan menghormati aku seperti penghormatan para malaikat tadi. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?”.
Jibril menjawab : “Mereka adalah saudara-saudaramu, para nabi as.”.
Kemudian Jibril menggandeng tanganku, lalu mengajakku pergi ke sebuah batu beSar yang keras dan mendaki bersamaku.
Nabi melanjutkan :
“Tiba-tiba aku melihat sebuah tangga ke langit yang belum pernah aku melihat tangga sebaik dan seindah itu, dan belum pernah seorang pun menyaksikan tangga yang lebih baik dan lebih indah daripada itu. Lewat tangga itulah para malaikat naik ke langit. Landasannya ada pada batu besar yang keras di Baitul Maqdis, sedangkan ujungnya menempel di langit. Salah satu tiangnya berupa yagut, sedang yang satunya lagi zabarjad. Satu anak tangga terbuat dari perak, sedang anak tangga yang lain dari zamrud bertahtakan mutiara dan yagut. Itulah tangga yang digunakan oleh malaikat maut turun untuk mencabut nyawa. Maka jika kamu melihat orang yang akan mati di antara kamu menatapkan pandangannya, itu berarti kesadarannya telah terputus darinya. Yaitu, jika ia telah melihat dengan nyata tangga tersebut, karena indahnya.
Kemudian Jibril mengangkatku dan meletakkanku di atas sayapnya. Lalu naiklah ia ke langit yang paling rendah melalui tangga tersebut. Jibril mengetuk pintu langit, lalu terdengar pertanyaan :
“Siapa itu?”.
Jibril menjawab : “Aku, Jibril”.
Ditanya pula :
“Siapa bersamamu?”.
“Muhammad”, jawab Jibril.
Maka dibukalah pintu langit itu, dan kami pun memasukinya. Ketika kami sedang berjalan di langit terendah itu, tiba-tiba aku melihat seekor ayam jago yang berbulu sangat putih. Aku belum pernah melihat ayam jago seperti itu. la memiliki bulu halus yang hijau di bawah bulu-bulunya yang sangat putih tadi, yang belum pernah aku lihat ‘arna hijau seindah itu. Dan ternyata kedua kakinya berada di dasar bumi yang paling bawah, sedangkan kepalanya berada di bawah Arsy. Dia mempunyai sepasang sayap pada kedua pundaknya, yang apabila dikepakkannya, maka akan mencapai timur dan barat. Jika malam telah lewat separuhnya, ayam itu mengembangkan kedua sayapnya sambil mengepak-ngepakkannya, lalu ia meneriakkan tasbih kepada Allah Azza wa Jalla, yang artinya : “Mahasuci Maharaja yang kudus. Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahahidup lagi Maha berdiri sendiri”. Apabila ia melakukan itu, maka semua ayam yang ada di muka bumi ikut bertasbih sambil mengepakkan sayap-sayap mereka. Begitulah pula, jika ayam di langit tadi diam, maka ikut diam pula seluruh ayam yang ada di bumi.
Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Semenjak aku melihat ayam jago itu, aku senantiasa rindu untuk melihatnya lagi”.
Beliau melanjutkan ceritanya :
“Kemudian kami naik ke langit kedua. Lantas Jibril minta dibukakan pintu. Dan seterusnya terjadi dialog seperti pada langit pertama. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit ke empat, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit kelima, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit keenam, lalu Jibril minta dibukakan pintu…. Dan seterusnya. Selanjutnya kami naik ke langit ketujuh, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami pun masuk, tibatiba aku melihat seorang laki-laki yang rambutnya beruban sedang duduk di atas kursi di sisi pintu surga, sedangkan di sekelilingnya ada banyak orang duduk, semuanya berwajah putih.
Lalu aku bertanya :
“Wahai Jibril, siapakah orang yang berambut putih itu, dan siapa pula orang-orang yang ada di sekelilingnya itu, dan sungai-sungai apa ini?”.
Jibril menjawab : “Inilah bapakmu, Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka bumi. Adapun orang-orang berwajah putih yang duduk di sekelilingnya itu ialah mereka yang tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman”.
Nabi saw. melanjutkan :
“Dan ternyata Nabi Ibrahim itu bersandar pada sebuah rumah. Jibril berkata : “Inilah Baitul Ma’mur. Setiap harinya, ia dimasuki oleh 70 ribu malaikat. Apabila mereka telah keluar dari dalamnya, maka mereka tidak akan memasukinya kembali”.
Beliau melanjutkan ceritanya :
“Kemudian Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, yang ternyata merupakan sebatang pohon yang banyak daunnya. Selembar daun dari pohcn itu dapat menutupi dunia ini dan seluruh yang ada di dalamnya. Dan ternyata pula, buahny.seperti puncak-puncak gunung di Hijr. Dari pokoknya keluar empat batang sungai : dua sungai tampak nyata, dan dua sungai lagi tidak tampak. Maka aku tanyakan hal itu kepada Jibril, lalu ia menjawab : “Adapun dua sungai yang tidak tampak jelas itu adalah dua sungai yang ada di dalam surga, sedangkan vang tampak jelas itu adalah sungai Nil Jan Efrat”.
Nabi saw. melanjutkan :
“Kemudian sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Aku mengenal daun dan buahnya. Maka pohon itu diliputi cahaya Allah sedemikian rupa, yakni tampak jelas dan diliputi oleh malaikat, seolah-olah mereka belalang dari emas, karena takut kepada Allah Taala. Ketisa ia telah diliputi oleh apa yang meliputinya, maka ia pun berganti rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mampu mensifatinya”.
Kata Beliau pula :
“Di sana ada malaikat-malaikat yang bilangannya tidak diketahui kecuali oleh Allah Yang Mahatinggi, Maha Perkasa lagi Mahaagung. Sedang kedudukan Jibril adalah di tengah-tengah mereka. Kemudian Jibril berkata kepadaku : “Majulah”. Namun aku menjawab : “Hai Jibril, engkau sajalah yang maju”. Jibn! berkata : “Tetapi Andalah yang maju, wahai Muhammad, karena Anda lebih mulia di sisi Allah daripada saya”.
Maka, aku pun maju, sedang Jibril mengikutiku dari belakang, hingga akhirnya sampailah kami ke sebuah hijab dari hamparan emas. Jibril menggoyangkan hijab itu, lantas ja ditanya : “Siapa ini?”.
Jibril menjawab : “Aku Jibril bersama Muhammad”.
“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Lalu ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu, dan membawaku. Sementara Jibril tertinggal di belakang. Maka aku bertanya : “Ke mana?”.
Jibril menjawab : “Ya Muhammad, tidak seorang pun dari kami kecuali mempunyai kedudukan tertentu. Sesungguhnya inilah batas terakhir seluruh makhluk. Adapun aku diizinkan mendekat sampai ke hijab ini tidak lain adalah karena untuk menghormati dan mengagungkanmu”.
Malaikat penjaga tadi membawaku pergi dalam tempo yang lebih cepat dari lirikan mata, menuju ke hijab mutiara. Lalu ia menggoyangkan hijab itu, maka bertanyalah malaikat penjaga dari balik hijab itu : “Siapa ini?”,
Malaikat yang membawaku menjawab : “Aku penjaga hamparan emas. Dan ini adalah Muhammad, Rasul dari Arab bersama aku”.
“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Kemudian ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu hingga diletakkannya aku di hadapannya.
Demikianlah seterusnya, aku berpindah dari satu hijab ke hijab yang lain, yang tiaptiap hijab itu sejauh perjalanan Ima ratus tahun. Sedangkan jarak antara satu hijab dengan hijab lainnya adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun pula.
Kemudian dihamparkan untukku sebuah permadani hijau. Cahayanya laksana cahaya matahari, sehingga pandanganku menjadi silau. Dan aku ditempatkan di atas permadani itu, kemudian permadani itu membawa diriku.
Maka ketika aku melihat Arsy, aku dapati ia lebih luas dari segala sesuatu. Kemudian Allah Azza wa Jalla mendekatkan aku kepada sandaran Arsy, lalu meneteslah suatu tetesan dari Arsy, jatuh pada lidahku, yang manisnya tidak pernah dirasakan oleh seorang pun, dan tidak ada sesuatu yang rasanya lebih manis daripadanya. Lantas Allah Azza wa Jalla memberitahukan kepadaku berita tentang orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, dan Dia membebaskan lidahku dari kekeluan karena kehebatan-Nya. Kemudian aku mengucapkan :
“Segala penghormatan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah”.
“Kesejahteraan atasmu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkat-Nya”.
Lalu aku menyahut :
“Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh”. Lantas Allah azza wa Jalla berfirman :
“Ya Muhammad, Aku telah mengangkatmu sebagai kekasih, sebagaimana Aku telah mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Dan Aku mengajakmu berbicara sebagaimana Aku telah mengajak Musa berbicara. Dan Aku menjadikan umatmu sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, serta Aku jadikan mereka umat pertengahan. Dan Aku jadikan mereka umat yang permulaan dan yang terakhir. Oleh karena itu, ambillah apa yang telah Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk golongan orang-orang yang bersyukur”.
Kemudian Allah menerangkan kepadaku beberapa perkara yang tidak diizinkan aku memberitahukannya kepada kamu. Dan diwajibkan atasku dan atas umatku salat 50 kali setiap hari.
Setelah Allah memberikan janji-Nya kepadaku dan membiarkan aku selama waktu yang Dia kehendaki, maka berfirmanlah Dia kepadaku: “Pulanglah kepada umatmu, dan sampaikanlah firman-Ku kepada mereka”.
Maka permadani yang tadi telah membawaku, kini membawaku kembali. Begitulah aku dibawanya naik dan turun hingga akhirnya tiba di Sidratul muntaha. Ternyata di sana Jibril telah menungguku. Aku melihat Jibril dengan hatiku sebagaimana aku melihatnya dengan mata di hadapanku. Dia menyambutku dan berkata :
“Semoga Allah menganugerahkan kepadamu kesejahteraan yang tidak pernah dianugerahkan-Nya kepada seorang pun dari makhluk-Nya, baik malaikat yang didekatkan maupun nabi yang diutus. Dan sesungguhnya Allah telah menyampaikan dirimu ke tempat yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun dari penghuni langit dan bumi. Maka berbahagialah anda dengan kedudukan tinggi dan kemuliaan luhur yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Pemberi karunia lagi menyukai orang-orang yang bersyukur”.
Maka aku pun memuji Allah atas semua itu.
Kemudian Jibril as. berkata :
“Berangkatlah, hai Muhammad, ke surga, supaya aku dapat memperlihatkan kepadamu apa yang akan Anda peroleh di sana. Dengan demikian maka akan bertambah zuhud: mu terhadap dunia di samping zuhudmu yang sudah ada, dan akan bertambah kecintaanmu pada akhirat di samping kecintaanmu yang sudah ada”.
Maka kami pun berangkat, sehingga dengan izin Allah Taala, sampailah kami di surga. Jibril tidak membiarkan satu tempat pun di dalam surga itu, melainkan diperlihatkannya kepadaku dan diterangkannya pula tentangnya. Aku melihat mahliyai-mahliyat yang terbuat dari mutiara, yagut dan zabarjad. Dan aku lihat pula pohon-pohon dari ernas kuning. Dan aku lihat di dalam surga itu apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam benak seorang manusia. Dan semua itu sudah selesai dibuat dan sudah disiapkan. Dan sesungguhnya ia hanya bisa dilihat oleh pemiliknya dari golongan para wali Allah. Maka menjadi sangat pentinglah apa yang telah aku lihat itu. Dan aku berkata : “Untuk hal seperti inilah hendaknya oranyorang beramal”.
Kemudian diperlihatkan pula kepadaku neraka, sehingga aku dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya.
Setelah itu, Jibril mengajak aku keluar dari langit. Maka kami berdua melewati langit demi langit, turun dari satu langit ke langit yang lain hingga akhirnya sampailah aku di langit yang dihuni oleh Nabi Musa. Beliau bertanya :
“Apa yang telah diwajibkan Allah atasmu dan atas umatmu?”,
Aku menjawab : “Lima puluh salat”.
Nabi Musa menanggapi :
“Umatmu tidak akan mampu melaksanakan lima puluh salat setiap hari. Karena sesSungguhnya aku pun telah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya”.
Maka aku pun kembali lagi, lalu Allah mengurangi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu Nabi Musa lagi, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu aku diperintahkan melakukan lima kali salat setiap hari.
Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, Beliau berkata :
“Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan salat lima kali setiap hari. Dan sesungguhnya aku pun pernah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan kepadaNya”.
Aku menjawab :
“Aku telah meminta keringanan berkali-kali kepada-Nya, sehingga aku malu. Namun sekarang aku telah rela dan aku terima ketentuan-Nya”.
Ketika aku meninggalkan Beliau, terdengar suatu seruan : “Aku telah tetapkan farduKu, dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku”. Dalam riwayat lain : “Dan Aku memberi balasan atas setiap satu kebaikan, sepuluh kali lipatnya”.
Nabi saw. melanjutkan ceritanya :
“Kemudian aku pulang bersama saudaraku, Jibril. Dia tidak meninggalkan aku dan aku pun tidak meninggalkannya, hingga akhirnya kami tiba kembali ke tempat tidurku. Dan itu semua terjadi dalam satu malam dari malam-malammu ini”.
Beliau saw. bersabda :
Artinya : “Aku adalah penghulu anak cucu Adam, dan aku tidak sombong. Dan akulah pemegang panji Alhamd, dan aku tidak sombong”.
Ibnu Abbas ra. dan Aisyah ra. berkata : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah malam terjadinya peristiwa isra’ atas diriku, dan paginya aku sudah berada kem. “bali di kota Mekah, maka aku sadar bahwa orang-orang tidak akan mempercayai aku”, Lantas Beliau saw. duduk dengan hati sedih. Tiba-tiba lewat Abu Jahal, musuh Allah, di hadapan Beliau. Dia datang mendekati Beliau lalu duduk di depannya. Kemudian ia berkata sambil memperolok-olokkan Beliau :
“Adakah sesuatu yang telah engkau peroleh?”.
“Ya”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.
“Kemana”, tanya Abu Jahal.
Nabi menjawab : “Ke Baitul maqdis”.
“Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengah kami?”. Tanya Abu Jahal dengan nada sinis.
Abu Jahal bertanya :
Beranikah engkau mengatakan kepada kaummu seperti yang engkau katakan kepadaku tadi?”.
“Ya”, jawab Nabi dengan tegas.
Maka berserulah Abu Jahai : “Hai sekalian Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah!”. Mendengar seruan itu, orang-orang pun berdatangan, hingga akhirnya mereka berkumpul di has dapan keduanya.
Lalu Abu Jahal berkata kepada Nabi :
“Katakanlah kepada kaummu seperti apa yang telah engkau katakan kepadaku tadi”.
“Baiklah”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.
“Kemana?”, Tanya mereka
Nabi menjawab :
“Ke Baitul maqdis”.
Mereka bertanya pula : “Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengahtengah kami?”.
“Benar”, jawab Beliau.
Maka beberapa orang di antara mereka pergi mencari Abubakar. Setelah bertemu, mereka lalu bertanya : “Sudah mendengarkah engkau berita dari sahabatmu itu?. Dia mengaku bahwa dirinya telah diisra’kan tadi malam”.
“Benarkah Beliau telah berkata begitu?”. Tanya Abubakar.
Mereka menjawab : “Dia memang telah berkata begitu”.
Abubakar berkata : “Yah, sesungguhnya Beliau telah berkata benar”.
“Engkau membenarkan dia?”, tanya mereka.
Abubakar menjawab :
“Aku membenarkan Beliau tentang yang lebih jauh daripada itu”.
Demikian kisahnya secara ringkas.
Adapun mengenai Nabi saw. melihat Tuhannya Azza wa Jalla, para ulama salaf berbeda pendapat dalam hal melihatnya Beliau kepada Tuhan-nya Yang Mahasuci dengan mata kepalanya. Hal ini tidak diakui oleh Aisyah ra.
Dari “Amir, dari Masruq, bahwa dia pernah bertanya kepada Aisyah ra. : “Wahai Ummul mukminin, benarkah Nabi Muhammad melihat Tuhan-nya, maksudnya pada malam Isra’, dalam keadaan jaga?”.
Aisyah menjawab : “Bergetar rambutku terhadap apa yang kamu katakan itu”. Maksudnya : berdiri bulu romaku mendengar pertanyaanmu kepadaku itu. “Ada tiga perkara, barangsiapa mengatakannya kepadamu, maka sesungguhnya dia telah berdusta:… Barangsiapa mengatakan kepadamu bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta”. Kemudian dia membacakan firman Allah yang berbunyi:
Artinya : “Dia tidak dapat dilihat oleh pandangan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan”.
Kemudian ia menyebutkan hadis itu sampai selesai.
Ada segolongan ulama sependapat dengan Aisyah, dan agaknya pendapat ini pula yang masyhur dari Ibnu Mas’ud ra. Dan yang serupa dengan ini adalah riwayat dari Abu Hurairah ra., katanya : “Sesungguhnya Nabi saw. hanya melihat Jibril”. Namun, ini juga diperselisihkan. Sementara ada segolongan ulama ahli hadis, ahli kalam dan ahli figih yang mengingkari hal ini, dan mereka menganggap tidak mungkin melihat Allah di dunia.
Sedang dari Ibnu Abbas ra. diriwayatkan bahwa, Nabi saw. telah melihat Allah dengan mata kepalanya.
Dan Atha meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. telah melihat Allah dengan kalbunya”.
Dan dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. telah melihat-Nya dengan hatinya dua kali”.
Oleh karena itu, Ibnu Ishak menyebutkan bahwa, Ibnu Umar ra. Pernah mengutus seseorang menemui Ibnu Abbas ra. untuk menanyakan, apakah Nabi Muhammad saw. telah melihat Tuhannya?. Dijawab olehnya : “Ya”.
Memang, menurut riwayat yang paling masyhur dari Ibnu Abbas ra. adalah bahwa Nabi saw. telah melihat Tuhannya dengan mata kepalanya. Hal itu diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari berbagai jalur. Dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah mengistimewakan Nabi Musa dengan kalam (berbicara dengan-Nya), Nabi Ibrahim dengan khulla (sebagai sahabat), dan Nabi Muhammad dengan ru’yah (melihat-Nya dengan mata kepalanya)”. Hujjah (argumentasi) nya adalah firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka, apakah kamu hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?. Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) telah melihat-Nya pada waktu yang lain”.
Al Mawardi berkata : “Konon, Allah telah membagi kalam-Nya dan ru’yah-Nya antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. telah melihat-Nya dua kali, sedang Nabi Musa as. telah berbicara dengan-Nya dua kali pula”.
Dan Assamargandi menceritakan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qarzhi dan Rabi’ bin Anas, bahwa Nabi saw. pernah ditanya : “Apakah Baginda telah melihat Tuhan Baginda?”. Beliau menjawab : “Aku telah melihat-Nya dengan hatiku, dan tidak melihat-Nya dengan mataku”. dst. (Syifa’un Syarif)
Adapun sebab terjadinya mikraj itu adalah, bahwasanya bumi pernah menyombongkan diri pada langit. Bumi berkata : “Aku lebih baik darimu, karena Allah Taala telah menghiasi aku dengan negeri-negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon, gunung-gunung dan lain-lain”.
Lalu langit menjawab : “Akulah yang lebih baik darimu, karena matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet gugusan-gugusan bintang, Arsy, Kursi dan surga ada padaku”.
Bumi tidak mau kalah, ia berkata : “Padaku ada sebuah rumah yang dikunjungi dan dikelilingi oteh para nabi, para rasul, para wali, dan seluruh kaum mukminin”.
Langit balas menjawab : “Padaku ada Baitul makmur yang dikelilingi oleh para malaikat langit. Dan padaku ada pula surga yang merupakan tempat tinggal arwah para nabi, para rasul, para wali dan orang-orang saleh”.
Kemudian bumi berkata : “Sesungguhnya penghulu para rasul, penutup para nabi, kekasih Tuhan semesta alam, dan makhluk yang paling utama, yang kepadanya disampaikan penghormatan yang paling sempurna, tinggal padaku dan berlaku syariatnya di atasku”.
Setelah mendengar perkataan bumi itu, maka langit tidak bisa berkutik dan tidak mampu menjawab lagi. Kemudian ia memohon kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau memperkenankan doa hamba-Mu yang ada dalam kesulitan, apabila dia berdoa memohon kepada-Mu. Sedang aku tidak mampu menjawab perkataan bumi. Oleh karena itu, aku memohon kepada-Mu, naikkanlah Nabi Muhammad kepadaku, sehingga aku menjadi mulia karenanya, sebagaimana bumi menjadi mulia dengan keelokannya dan membanggakan diri dengannya”.
Maka Allah pun mengabulkan doa langit itu. Kemudian Dia mewahyukan kepada Jibril as. pada malam kedua puluh tujuh dari bulan Rajab : “Hai Jibril, janganlah engkau berjalan jauh pada malam ini. Dan kau, hai Izrail, janganlah mencabut nyawa pada malam ini”.
Jibril bertanya : “Apakah kiamat telah tiba?”.
“Tidak, hai Jibril”, jawab Allah, “Tetapi pergilah engkau ke surga, dan ambillah Burag, lalu bawalah ia kepada Muhammad”.
Maka Jibril pun pergi ke surga. Di sana dilihatnya ada 40.000 ekor burag, yang berkeliaran di taman-taman surga. Sedang pada kening-kening mereka tertulis nama Muhammad Jibril melihat di antara burag-burag itu ada seekor burag yang menundukkan kepalanya sambil menangis, sedang dari kedua matanya mengalir air mata.
“Kenapa engkau, hai Burag?”, tanya Jibril.
Burag itu menjawab :
“Wahai Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40.000 tahun yang lalu. Maka tertanamlah di dalam hatiku perasaan cinta kepada pemilik nama itu, dan aku merindukannya. Sesudah itu aku tidak memerlukan lagi makan dan minum, sedang aku terbakar oleh api kerinduan”.
Maka Jibril berkata : “Aku akan mempertemukanmu dengan orang yang engkau rindukan itu”.
Kemudian Jibril memberinya pelana dan kekang, lalu dibawanya kepada Nabi saw. demikian seterusnya sampai akhir cerita. (A’rajiyah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra : 70)
Tafsir :
(. ) Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dengan rupa yang elok, tabiat yang seimbang, perawakan yang sedang, kemampuan membedakan dengan akalnya, memahamkan dengan bahasa lidah, isyarat dan tulisan, petunjuk kepada jalan-jalan penghidupan dunia dan akhirat, kemampuan menguasai isi bumi, kepandaian berindus-tri, menghubungkan antara sebab-sebab dan akibat-akibatnya, baik yang datang dari langit maupun bumi, sehingga menghasilkan manfaat-manfaat bagi mereka, dan lain-lain yang tidak mungkin disebutkan seluruhnya satu persatu. Di antaranya adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ra., yaitu bahwa tiap-tiap binatang mengambil makanan dengan mulutnya kecuali manusia. Manusia mengangkat makanannya ke mulut dengan tangannya.
(. ) dan Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, di atas kendaraan-kendaraan darat dan laut. Kalimat ini berasal dari :. ( Aku beri dia kendaraan yang ia tumpangi), atau dari : (Dan Kami angkut mereka dalam kendaraan darat dan kendaraan laut), sehingga mereka tidak dibenamkan oleh bumi dan tidak ditenggelamkan oleh air.
(. ) dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, yang enak-enak, baik yang dihasilkan oleh pekerjaan mereka ataupun oleh selain pekerjaan mereka.
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan, dengan kemenangan dan penguasaan, atau dengan kehormatan dan kemuliaan. Sedang yang dikecualikan adalah jenis malaikat atau orang-orang istimewa dari kalangan marfusia sendiri. Dan tidak dilebihkannya sejenis makhluk, tidak harus berarti tidak dilebihkannya beberapa individu dari jenis tersebut. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadaku sepuluh kali, maka seolah. olah ia telah memerdekakan seorang budak belian”. (Syifa’un Syarif).
Dan diriwayatkan pula, bahwa Amr bin Ka’ab dan Abu Hurairah ra. Pernah datang menemui Nabi saw. dan bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berilmu?”.
Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.
Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling tekun beribadat?”.
Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.
Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling utama?”.
Nabi menjawab : “Orang yang berakai. Segala sesuatu mempunyai senjata, dan senjata orang mukmin adalah akal. Setiap bangsa mempunyai pemimpin, dan pemimpin orang mukmin adalah akal. Dan setiap bangsa mempunyai cita-cita, dan cita-cita manusia adalah akal”. (Hayatul Qulub)
Dari Aisyah ra., ia berkata : “Akal itu ada sepuluh bagian. Lima di antaranya tampak, dan lima lainnya tidak tampak. Adapun bagian-bagian yang tampak itu ialah :
Pertama, diam.
Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa diam, maka ia selamat”. Dan sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa banyak bicaranya, maka sering pula ia terjatuh”.
Kedua, santun.
Ketiga, rendah hati
Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan meninggikan (derajat)nya dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan menghinakannya”.
Keempat, menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.
Kelima, beramal saleh.
Adapun bagian-bagian akal yang tidak tampak adalah : Pertama, tafakkur (berpikir). Kedua, ibrah (mengambil pelajaran dari sesuatu kejadian).
Ketiga, merasa berat dengan dosa-dosa.
Keempat, merasa takut kepada Allah Taala.
Kelima, merasa dirinya hina dina (Hayatul Qulub)
Menurut sebuah khabar, keindahan itu diciptakan dengan tujuh bagian : kelembutan, kemanisan, cahaya, sinar, kegelapan, keramahan dan kehalusan. Ketika semua makhluk dan semua hal tadi telah diciptakan, maka tiap-tiap sesuatu diberi satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Kelembutan diberikan kepada surga, kemanisan untuk bidadari, cahaya untuk matahari, sinar untuk bulan, kegelapan untuk malam, kelembutan dan kehalusan untuk angin. Alam besar, yaitu langit dan bumi, dihiasi dengan semua ha, tersebut. Dan ketika Allah telah menciptakan Adam as. dan Hawa, yaitu alam kecil, maka Allah juga menghiasinya dengan hal-hal tadi. Kelembutan Dia berikan untuk ruhnya, kemanisan untuk lidahnya, cahaya untuk wajahnya, sinar untuk matanya, kegelapan untuk rambut: nya, keramahan untuk hatinya dan kehalusan untuk nuraninya. Dengan demikian, manusia menjadi makhluk yang terbaik dari segalanya. Sebagaimana firman Allah Taala:
Artinya : “Dalam bentuk apa pun yang Dia kehendaki, Dia susun tubuhmu”. (Majalis)
Tidak ada perselisihan pendapat bahwa, para nabi alaihimus salamatu wassalam, adalah lebih utama daripada para malaikat yang berada di alam bawah, namun perselisihan pendapat terjadi mengenai para malaikat yang berada di alam atas, kebanyakan sahabat berpendapat bahwa, para nabi itu lebih utama. Pendapat yang sama dianut pula oleh kaum Syiah dan para penganut golongan-golongan lainnya. Sedangkan golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa, para malaikatlah yang lebih utama, pendapat ini dianut pula oleh golongan filosofi (para ahli filsafat).
Ada beberapa faktor yang dijadikan alasan oleh kawan-kawan kami :
Pertama, firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu sekalian kepada Adam…”
Para malaikat itu disuruh sujud kepada Adam as.. Dari sini dapat segera dipahami bahwa, pihak yang lebih rendahlah yang biasanya disuruh sujud (memberi hormat) kepada pihak yang lebih tinggi (lebih utama)
Kedua, firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benaa) seluruhnya…. Sampai dengan firman-Nya : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui Selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Hal ini menunjukkan bahwa Adam as. mengetahui nama-nama benda seluruh. nya, sedang para malaikat tidak. Yang mengetahui tentu lebih utama daripada yang tidak mengetahui. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi:
Artinya : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui?”
Ketiga, bahwa manusia memiliki penghalang-penghalang yang merintanginya dari berbuat ibadat, seperti syahwatnya, amarahnya, hajatnya yang menyibukkan waktu-waktunya. Sedangkan para malaikat tidak memiliki satu pun dari penghalang-penghalang tersebut. Tidak diragukan bahwa, ibadat yang tetap dilaksanakan meskipun ada penghalang-penghalang tadi adalah lebih menjamin keikhlasan dan lebih berat.
Sehingga dengan demikian lebih utama. Keterangan lebih rinci mengenai masalah
ini dapat Anda telaah dalam kitab Syarah Al Agaid oleh ulama besar At Taftazani.
Silahkan Anda menelaahnya.
Dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Amal yang paling utama ialah yang paling berat”.
Yakni, yang paling sulit. Dengan demikian tentu pahalanya akan lebih banyak.
Keempat, bahwa manusia dibentuk dengan susunan antara malaikat yang hanya berakal tanpa syahwat dan binatang yang bersyahwat tanpa akal. Dengan akalnya, manusia cenderung menjadi malaikat, dan dengan syahwatnya, manusia cenderung menjadi binatang. Selanjutnya, apabila syahwatnya mengalahkan akalnya, maka manusia akan lebih jahat daripada binatang. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. . Mereka itulah orang-orang yang lalai”.
Dan firman-Nya :
Artinya : “Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang yang tuli”.
Dengan demikian, orang yang akalnya mengalahkan syahwatnya, dia lebih baik daripada malaikat. (Demikian tersebut dalam syarah Al Mawaqif)
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
“Ketika Allah Taala telah menciptakan Adam dan anak cucunya maka berkatalah para malaikat : “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan manusia dengan beberapa kelebihan, mereka makan, minum, kawin, berkendaraan, memakai pakaian, tidur dan bebas bepergian. Sedangkan kepada kami, tidak satu pun di antara hal-hal tersebut yang Engkau berikan. Maka jadikanlah buat mereka dunia, dan buat kami akhirat”.
Allah Taala menjawab :
“Aku tidak akan menjadikan makhluk yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya ruh Ku seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan satu kata “KUN” lalu jadilah ta”.
Maksudnya : seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan semata-mata perintah, yaitu malaikat. Artinya, manusia tidak sama dengan malaikat dalam hal kemuliaan dan kedekatannya (di sisi Allah), tetapi kemuliaan manusia itu lebih banyak dan kedudukannya lebih tinggi. (Al Mashabih)
Konon, susunan falak dan gugusan bintang adalah seperti susunan manusia. Jadi sebagaimana falak itu ada tujuh, maka demikian pula anggota tubuh manusia. Falak terbagi menjadi dua belas gugusan bintang, maka demikian pula pada tubuh manusia terdapat dua belas lubang : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, kubul dan dubur, dua susu, mulut dan pusar. Enam gugusan bintang itu ada di sebelah selatan, dan enam lainnya ada di sebelah utara. Maka demikian pula halnya dengan enam lubang itu ada di belahan kanan manusia, dan enam lainnya ada di belahan kirinya. Dan pada falak ada tujuh bintang, demikian pula pada tubuh manusia ada tujuh kekuatan : pendengaran. penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, pemikir, dan pembicara. Jadi, gerakan-gerakan Anda adalah seperti gerakan-gerakan bintang, kelahiran Anda seperti terbitnya bintang-bintang, dan kematian Anda seperti tenggelamnya bintang-bintang. Dan ini perumpamaan di alam atas.
Adapun perumpamaan di alam bawah adalah, tubuh Anda diumpamakan seperti bumi, tulang-tulang Anda diumpamakan gunung-gunung, otak Anda seumpama bahanbahan mineral, keringat Anda seumpama sungai-sungai, daging Anda seumpama tanah. rambut anda seumpama tumbuh-tumbuhan, wajah Anda seumpama timur, punggung Anda seumpama barat, tangan kanan Anda seumpama selatan, dan tangan kiri Anda seumpama utara, nafas Anda seumpama angin, pembicaraan Anda seumpama halilintar, tertawa Anda seumpama kilat, tangis Anda seumpama hujan, marah Anda seumpama awan, tidur Anda seumpama mati, jaga Anda seumpama hidup, masa muda Anda seumpama musim panas, dan masa tua Anda seumpama musim dingin (maka Mahasuci Allah, Pencipta yang sebaik-baiknya). Pada telapak tangan, Allah menciptakan tiga puluh lima tulang, begitu pula pada kaki. (Zahratur Riyadh)
Diriwayatkan dari.sahabat Abu Hurairah ra. dalam menafsirkan firman Allah Taala :
Artinya : “Tuhan sekalian alam”.
Bahwa Allah Taala telah menciptakan makhluk, dan membagi mereka menjadi empat jenis : malaikat, setan, jin dan manusia. Kemudian keempat jenis itu Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa malaikat, dan satu bagian lagi berupa setan, manusia dan jin. Selanjutnya ketiga jenis terakhir, Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya adalah setan, dan satu bagian lain berupa manusia dan jin. Kedua jenis terakhir ini Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa jin, dan yang satu bagian lagi berupa manusia. Kemudian Dia bagi manusia itu menjadi 125 bagian, yang seratus bagian Dia tempatkan di negeri-negeri Hindia, mereka semua bakal masuk ke neraka. Dua belas bagian lagi Dia tempatkan di negeri-negeri Romawi, mereka semua juga bakal masuk neraka. Enam bagian lagi Dia tempatkan di Timur, mereka semua juga akan masuk ke dalam neraka. Dan enam bagian lagi Dia tempatkan di Barat, mereka pun akan masuk neraka semua. Dan tinggallah satu bagian, yang terbagi menjadi 73 golongan. 72 golongan di antara adalah para penganut bid’ah dan kesesatan, sedangkan yang satu golongan adalah yang selamat, yaitu golongan Ahlu Sunna wal Jama’ah. Hisab mereka terserah kepada Allah Taala. Dia akan mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa saja yang Dia kehendaki. (Tafsir Al Wasith)
Abubakar Al Balkhi pernah ditanya tentang seorang yang fakir, bila dia menerima hadiah dani seorang taja, padahal dia tahu bahwa raja itu telah mengambil barang itu dengan cara merampas. Apakah itu halal?. Al Balkhi menjawab “Jika raja itu telah mencampurkan antara dirham-dirham yang satu dengan lainya, maka tidak apa-apa rrerar manya. Tetapi kalau raja itu memberikan kepada si fakir barang hasil rampasan ita serd sebelum bercampur dengan yang lainnya, maka itu tidak boleh”.
Menurut Alfakih Abul Laits, jawaban ini benar berdasarkan pendapat Abu Han far Karena menurutnya, orang yang merampas dirham-dirham dani suatu kaum, kemudar da campurkan dengan yang lain, maka dirham-dirham itu menjadi milik si perampas, tetap berarti ia berhutang kepada kaum itu.
Sedangkan di dalam Bustanul Arifin disebutkan bahwa, ulama berselisih pendapat mengenai soal menerima hadiah dari seorang raja. Sebagian dari mereka mengatakan itu boleh, selagi si penerima tidak mengetahui bahwa raja itu memberinya dari barang yang haram. Sedang sebagian lainnya mengatakan bahwa, itu tidak boleh. Adapun ulama yang membolehkan, sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia pernah berkata : “Sesungguhnya raja itu memperoleh harta yang halal! dan yang haram. Maka apa-apa yang diberikannya kepadamu, maka ambiliah. Sesungguhnya dia memberimu dari yang halal”.
Dan diriwayatkan pula dari Umar ra., ia berkata : “Rasulullah saw. pernah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa diberi sesuatu tanpa meminta, maka terimalah ia. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah Taala kepadanya”.
Dan diriwayatkan dari Habib bin Abi Tsabit, bahwa ia berkata : “Saya pernah melihat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. diberi hadiah dari Al-mukhtar. Hadiah-hadiah itu mereka terima, padahal Almukhtar itu terkenal sebagai seorang yang zalim”.
Muhammad bin Alhasan juga pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah ra., dari Hammad, bahwa Ibrahim An Nakha’i telah pergi menemui Zuhair bin Abdillah Al Uzdi, yang menjadi Gubernur di Hulwan. Ketika itu, Ibrahim ditemani oleh Abu Dzarr Al Hamdani ra., meminta hadiah kepada Al Uzdi tersebut. Muhammad bin Alhasan berkata : “Inilah yang kami anut, selagi kami tidak mengetahui sesuatu yang nyata-nyata haram dari pemberiannya. Dan demikian juga pendapat yang dianut oleh Abu Hanifah”. (Mauizah)
Saya katakan, di zaman sekarang ini, tidak mungkin lagi menganut pendapat yang sangat berhati-hati dalam hal fatwa, karena mencari secara berlebihan barang yang halal menurut aturan wara yang tertinggi adalah termasuk hal yang akan membawa kepada kesulitan, apalagi bagi para pelajar. Padahal kesulitan itu ditolak dalam agama. Bahkan, syariatlah yang menjadi timbangan yang lurus. Jadi, apa pun yang tidak dikecam oleh syariat adalah halal dan merupakan rahmat dari Allah Taala atas hamba-hamba-Nya. Maka apabila seseorang telah berpegang pada syariat, orang lain tidak boleh mengingkarinya. Karena mengingkari berarti meremehkan syariat. Dan barangsiapa yang meremehkan syariat, maka dikuatirkan akan hilang imannya.
Kalau ini sudah diyakini benar-benar, maka wara dan takwa di zaman sekarang ialah menganggap apa saja yang ada pada tangan seseorang sebagai miliknya, selama tidak diketahui dengan yakin bahwa barang itu nyata-nyata hasil rampasan atau curian, sekalipun diketahui dengan yakin bahwa dalam hartanya terdapat barang haram. Karena dalam fatwanya, Qadhi Khan berkata : “Ada seseorang menemui raja. Lalu dihidangkanlah kepadanya sesuatu makanan. Kalau tamu itu tidak tahu bahwa hidangan itu nyata-nyata hasil rampasan, maka dia boleh makan, karena segala sesuatu pada asalnya boleh. Tetapi, kalau tidak demikian, maka tidak boleh. (Dari catatan-catatan kami, yang hina ini)
Allah Taala berfirman di dalam surah Yaasiin :
( ) Dan suatu tanda, yang besar dari Kami, yang menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna dan keesaan Kami.
(. ) bagi mereka, maksudnya : yang dapat mereka gunakan sebagai dalil yang menunjukkan atas kebenaran Kami, yaitu :
(. ) bahwa Kami, maksudnya : dengan keadaan kebesaran Kami. .
(. ) Kami mengangkut dzurriyah mereka dalam bahtera. Yang dimaksud dzurriyah ialah bapak-bapak dan nenek moyang mereka, sekalipun kata dzurriyah dapat juga diartikan sebagai anak-cucu.
(. ) yang sesak, yakni yang penuh muatan.
Sedang yang dimaksud bahtera di sini adalah kapal Nabi Nuh as. Dan mereka itu ialah dari keturunan orang-orang yang diangkut bersama Nabi Nuh as. ketika mereka masih berada dalam tulang sulbi nenek moyang mereka.
Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan bahtera yang penuh muatan dalam ayat ini ialah kapal itu yang berlayar di laut, padahal ia tidak mempunyai tangan dan kaki, namun dapat menempuh jarak perjalanan dua puluh hari dalam tempo satu hari saja. Ini semua menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna.
(. ) dan Kami ciptakan untuk mereka kendaraan yang mereka kendarai seperti bahtera itu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dalam ayat ini ialah kapal-kapal yang dibuat sesudah kapal Nabi Nuh as., yang sama bentuknya. Dan ada pula yang berpendapat, yang dimaksud adalah kapal-kapal kecil yang berlayar di sungai-sungai, seperti halnya kapal-kapal besar di laut. Dan ini adalah pendapat dari Gatadah, Adh Dhahak dan lain-lain.
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa yang dimaksud ‘seperti bahtera itu’ ialah unta di darat, seperti halnya kapal di laut. Yakni, Kami telah menciptakan untuk mereka kapal-kapal di laut yang mereka kendarai, dan Kami ciptakan pula untuk mereka di darat : unta, kuda, dan keledai, yang mereka kendarai. Dan ini semua menunjukkan kekuasaan dan kekuatan Kami. (dari Ma’alimut Tanzil dan lainnya)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (AS. Al Isra : 79)
Tafsir :
(. ) Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu. Maksudnya, pada sebagian malam tinggaikanlah tidur untuk melakukan salat. Sedang dhamir (kata ganti nama, yaitu : kembali kepada kata (yang disebutkan pada ayat sebelumnya).
(. ) sebagai suatu ibadat tambahan bagimu, selain salat fardu, atau sebagai suatu keutamaan bagimu, sebab salat Tahajjud ini hanya wajib atas dirimu (Nabi Muhammad) saja.
(. ) Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. Tempat yang dipuji oleh orang yang tinggal di situ, dan oleh siapa saja yang melihatnya. Tempat ini diartikan tempat mana saja yang memuat kemuliaan. Tetapi yang masyhur bahwa yang dimaksud dengan magam (tempat) di sini adalah magam syafaat. Karena ada sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ia adalah magam (tempat) di mana aku memberi syafaat kepada umatku”.
Dan karena diberitahukannya kepada Beliau, bahwa orang-orang memuji Beliau sebab Beliau tinggal di sana. Dan itu tidak lain adalah Magam Syafaat.
Adapun sebab dinasabkannya kata Magaaman (. ) adalah karena ia menjadi zharaf (kata keterangan) dengan me-idhmar-kan (menyembunyikan) fiil (kata kerja) nya, yakni : fayuqiimaka maqooman (. ). Atau, karena kata yab’atsaka ( ) itu sudah memuat arti dari fiil (kata kerja) tersebut. Atau, bisa juga kata maqooman (. ) itu menjadi hal (kata keadaan), dengan arti : an yab’atsaka dzaa maqooman (. ). (Qadhi Baidhawi)
Dan sahabat Anas bin Malik ta., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucapkan salawat kepadaku, melainkan Allah mengampuni dosa-dosa keduanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, berkat kemurahan-Nya, sebelum keduanya berpisah”.
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw.., bahwa ketika Beliau sedang duduk di dalam Masjid, masuklah seorang pemuda menemui Beliau. Beliau menyambut pemuda itu dengan penuh hormat, kemudian mendudukkannya di sisi Beliau, lebih tinggi daripada tempat duduk Abubakar. Lantas Beliau saw. menerangkan alasannya, kata Beliau : “Sesungguhnya aku mendudukkannya lebih tinggi darimu, karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang lebih banyak membaca salawat untukku melebihi dirinya. Tiap-tiap pagi dan petang, ia mengucapkan :
Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad sebanyak jumlah orang yang bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebanyak jumlah orang yang tidak bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau suka bila dibacakan salawat untuknya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau perintahkan agar dibacakan salawat untuknya.
Oleh karena itulah, maka aku dudukkan dia lebih tinggi daripada tempat dudukmu”.
(Zubdatul Wa’zhin) Firman Allah : wa minal laili ( ) berkaitan dengan kata : tahajjada ( ). Maksudnya :
Artinya : “Bertahajjudlah kamu di kala terbit fajar pada sebagian malam. Maka tinggalkanlah tidur.
Tetapi yang lebih nyata adalah, bahwa kata itu berkaitan dengan fiil mugaddar, yang diathafkan kepadanya kata tahajjad, karena huruf fa (. ) itu harus ada ma’thuf ‘alaihnya. Sedang penjabarannya adalah :
Artinya : “Bangunlah pada sebagian malam, lalu bertahajjudiah sambil membaca Alquran”. (Syaikh Zadah)
Firman Allah .
Maksudnya : Bangunlah setelah kamu tidur, lalu bertahajjudlah. Karena tahajud itu hanya dilakukan sesudah bangun tidur. Maksud ayat ini adalah bangun di waktu ma am lalu salat.
Salat malam itu pada mulanya merupakan kewajiban atas Nabi saw. dan atas umatnya, yaitu pada masa permulaan Isiam, berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya : “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari”. Kemudian turun keringanan, sehingga kewajiban itu menjadi terhapus (mansukh atas umat Beliau, dengan adanya salat lima waktu namun salat malam itu tetap mustahab (dianjurkan) atas mereka berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya : “Maka bacalah apa yang mudah dari Alquran”.
Tetapi, kewajiban itu masih berlaku atas diri Nabi saw., sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Sebagai ibadat tambahan bagimu”.
Yakni, kewajiban tambahan atas kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diwajibkan Allah Taala.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, kewajiban salat tahajjud itu juga mansukh (terhapus) atas diri Nabi saw. seperti halnya terhapus atas umatnya. Dengan demikian, salat malam itu hanya sunnah saja bagi Beliau. Sebab Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sebagai ibadat nafilah bagimu”.
Dalam ayat ini disebutkan bagimu (. ) dan bukan atasmu (. ). (Dari Tafsir Al Khazin)
Yang dimaksud nafilah ( ) adalah tadhilah ( ) atau keutamaan. Karena ketuamaan Nabi atas umatnya dengan wajibnya salat malam itu atas diri Beliau dan bertambahnya pahala. Nafilah itu merupakan keutamaan bagi Beliau dan bukan berarti pelebur dosa. Sebab Beliau adalah orang yang telah dijamin bersih dari segala dosa. Baik yang lalu maupun yang akan datang. (Syihab)
Jika Anda bertanya, apa artinya pengkhususan (takhsis), kalau salat malam itu merupakan tambahan bagi kaum muslimin dan juga bagi Nabi saw?. maka saya jawab : Gunanya pengkhususan adalah bahwa, ibadat-ibadat nafilah itu merupakan pelebur dosa bagi manusia pada umumnya, sedangkan Nabi saw. adalah seorang yang dijamin bersih dari dosa, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Adapun salat matam itu merupakan keutamaan dan tambahan bagi Beliau dalam meningkatkan derajat-derajat yang luhur. Lain hanya dengan umat Beliau, karena mereka mempunyai dosa-dosa yang memerlukan penghapus. Jadi mereka perlu kepada ibadat-ibadat nafilah untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan mereka, bukan semata-mata untuk menambah pahala. Kesimpulan dari uraian mu adalah, bahwa ibadat-ibadat tathawwu yang dilakukan oleh Nabi saw. merupakan tambahan pahala bagi Beliau, berlainan dengan umat Beliau. (Syaikh Zaadah)
Dari Ibnu Abbas ra. katanya : “Nabi saw. telah menyuruh salat malam, dan salat malam itu diwajibkan atas Beliau, sedang atas umatnya tidak”.
Namun, Albaghawi mengorcksi bahwa, kewajiban salat tahajjud itu telah dicabut kembali dari Nabi saw. (Syihab)
Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Allah Taala menyayangi laki-laki yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan isterinya, dan jika istrinya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya. Dan Allah Taala menyayangi wanita yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan suaminya, dan jika suaminya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya”. (Mau’izhah)
Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada tiga perkara yang wajib atas diriku dan sunnah bagi kamu : salat witir, bersiwak (menggosok gigi), dan salat malam”. (Syihab)
Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Barangsiapa melakukan salat malam, dan salat itu dilakukannya dengan baik, maka Allah Taala akan memuliakannya dengan sembilan perkara, yang lima di dunia, sedang yang empat di akhirat. Adapun yang lima di dunia ialah : (1) Allah memeliharanya dari bermacam-macam bencana, (2) tampak bekas ketaatannya pada wajahnya, (3) dicintai oleh hati hamba-hamba-Nya yang saleh dan semua manusia, (4) lidahnya berbicara dengan kata-kata hikmat, (5) dia dijadikan sebagai orang yang bijak, yakni dikaruniai kefahaman.
Sedangkan empat perkara yang ada di akhirat kelak ialah : (1) dia akan dibangkitkan dari dalam kuburnya dengan wajah yang putih bercahaya, (2) dimudahkan hisab (perhitungan baik buruk) nya, (3) dia akan melewati shirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (4) dia akan menerima kitab amalnya dari arah kanannya pada hari kiamat kelak. (Raudhatul Ulama)
Dari Nabi saw., Beliau bersabda yang artinya :
“Pada malam aku diisra’kan ke langit, Tuhanku mewasiatkan kepadaku lima perkara, firman-Nya : Janganlah hatimu engkau gantungkan pada dunia, karena sesungguhnya Aku tidak menciptakan dunia itu untukmu. Jadikanlah kecintaanmu itu hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya tempat kembalimu adalah kepada-Ku. Bersungguh-sungguhlah memohon surga. Bersikaplah putus asa kepada makhluk, karena sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun pada tangan mereka. Dan selalulah melaksanakan salat tahajjud, karena pertolongan itu beserta salat malam”. (Syir’atul Islam)
Dari Nabi saw., sabdanya : “Barangsiapa bangun tidur lalu mengucapkan :
Artinya : “Tidak ada tuhan selain Allah, Yang Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya Kepu. nyaan-Nya kerajaan dan untuk-Nya pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Oh Tuhan-ku, ampunilah daku, kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin, yang laki-laki maupun yang perempuan. Maka dia benar-benar telah diampuni oleh Tuhannya”. (Zubdatul Waa’zhin)
Ibrahim bin Adham berkata : “Ada beberapa orang tamu singgah di rumahku. Maka tahulah aku bahwa mereka itu adalah wali-wali abdal. Kemudian aku berkata : “Berilah aku nasehat supaya aku dapat merasa takut kepada Allah seperti rasa takut tuan-tuan”. Maka mereka menjawab : “Kami menasihatkan kepada anda tujuh perkara :
Pertama, barangsiapa banyak bicara, maka jangan Anda harapkan hatinya jaga.
Kedua, barangsiapa banyak makan, maka jangan Anda harap dirinya memiliki hikmat.
Ketiga, barangsiapa banyak bergaul dengan manusia, maka jangan Anda harap dia akan merasakan manisnya ibadat.
Keempat, barangsiapa mencintai dunia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh husnui khatimah.
Kelima, barangsiapa bodoh, maka jangan anda harap hatinya akan hidup.
Keenam, barangsiapa lebih suka berkawan dengan orang zalim, maka jangan Anda harap akan lurus agamanya.
Ketujuh, barangsiapa menginginkan keridaan manusia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh keridaan Allah”. (Hadits Arba’in).
Attirmidzi meriwayatkan dari Abu Umamah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Hendaklah kamu melakukan salat malam. Karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu pada nabi dan para wali, dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu, meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela, serta mencegah dosa”.
Uraian :
“Hendaklah kamu melakukan salat malam, karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu para nabi dan para wali”. Diriwayatkan bahwa, keluarga Nabi Daud as. pun melakukan salat malam, dan di sini terkandung peringatan, bahwa kamu lebih patut melakukan itu, karena kamu adalah sebaik-baik umat, dan juga mengandung isyarat bahwa, orang yang tidak melakukan salat malam itu tidaklah tergolong orang-orang yang sempurna kesalehannya.
“Dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu”, maksudnya : salat malam itu merupakan suatu ibadat yang paling mampu untuk mendekatkan kepada kecintaan Tuhanmu daripada apa pun yang kamu gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Taata. Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat kepada sebuah hadis gudsi, yaitu firman Allah Taala :
Artinya : “Seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadatibadat nafilah, sehingga Aku mencintainya”.
“Meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela”. Kata makfarah ( ) dan mamhah (. ) kedua-duanya adalah masdar mim, seperti kata mahmadah (. ), yang artinya sama dengan isim failnya, yaitu penebus. Yang menebus dosa-dosa dan menghapus segala cela. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghilangkan keburukan-keburukan”.
“Dan mencegah dosa”, Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (Ali Al Qaari, semoga mendapat rahmat Ilahi)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Aku memberi syafaat kepada umatku ketika aku dipanggil oleh Tuhan-ku, lalu Dia berfirman : “Apakah engkau rida, Ya Muhammad?”. Maka aku menjawab : “Ya Tuhanku, aku rida”. (Hadis Al Arba’in)
Mengenai Umar bin Abdul Aziz ra., dia adalah seorang khalifah, dan dia juga tergolong orang yang zuhud. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Ya Amirilmukminin, saya telah bermimpi melihat sesuatu yang aneh”.
Umar bertanya : “Apa yang engkau lihat?”.
Isterinya menjawab :
“Aku melihat seakan-akan kiamat telah bangkit, dan semua manusia telah dikumpulkan. Neraca telah ditegakkan dan titian telah direntangkan di atas neraka. Dan pertamatama para malaikat membawa Abdulmalik bin Marwan, lalu mereka berkata kepadanya : “Menyeberanglah dari sini’. Ketika ia meletakkan kedua telapak kakinya di atas titian dan hendak menyeberang, maka baru saja dia melangkah satu dua langkah, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Kemudian para malaikat datang membawa puteranya Alwalid bin Abdulmatik, lalu mereka berkata : ‘menyeberanglah’, maka baru saja dia menapakkan kakinya di atas titian, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Dan para khalifah, semua pun begitu. Kemudian para malaikat datang membawamu, ya Amirilmukminin”.
Ketika wanita itu berkata demikian, maka berteriaklah Umar bin Abdulaziz keras. keras dan badannya gemetar dengan hebat, seperti ikan dalam jaring Dan mulailah ia membenturkan kepalanya ke lantai dan ke tembok, sementara wanita itu pun menjerit seraya berkata : “Demi Allah, saya melihat bahwa tuan ada di dalam surga, dan tuan dapat melewati titian itu dengan selamat”.
Namun Umar sudah tidak mendengarkan lagi perkataan wanita itu, karena gerretar. nya. Dan ketika gemetarnya telah reda, mereka dapati ia telah meninggal dunia. (Mau”zhah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Setan mengikatkan tiga buhulan pada ubun-ubun seseorang di antara kami ketika ia sedang tidur. Kemudian, apabila dia bangun terus menyebut nama Allah Taala, maka terlepasiah satu buhulan. Kemudian, apabila dia berwudu, terlepas pula buhulan kedua. Dan kemudian, apabila dia melakukan salat, maka terlepas pulalah buhulan yang ketiga, sehingga dia menjadi segar bersemangat. Tetapi kalau tidak, maka setan itu akan mengencingi kedua telinganya. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Misykaat)
Imam Alghazali ra., berkata : “Apabila tiba permulaan malam, berserulah malaikat dari bawah Arsy, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang ahli ibadat”. Maka mereka pun bangun dan mengerjakan salat sebanyak yang dikehendaki Allah. Kemudian di tengah malam, berseru pula malaikat, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang yang takut kepada Allah, yang memperpanjang tegak mereka di dalam salat sampai dini hari”. Kemudian pada sepertiga malam terakhir, berseru pula malaikat penyeru dari bawah Arsy : “Ingatlah, hendaklah bangun orang-orang yang memohon ampunan”. Dan apabila waktu fajar telah menyingsing, maka berseru pula malaikat penyeru : “Ingat, hendaklah bangun orangorang yang lalai”. Maka mereka pun bangun dari tempat tidur mereka masing-masing ibarat mayat-mayat yang dibangkitkan dari kubur mereka”.
Oleh karena itu, Lukman mewasiatkan kepada puteranya, katanya : “Wahai anakku, janganlah engkau tidur, sedang ayam jago berkokok pada waktu dini hari, sementara engkau enak-enakan tidur”.
Sedang Syaikh Muhyiddin Ibnul “Arabi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Hendaklah engkau melakukan salat malam sebanyak yang dapat menghilangkan sebutan pelalai dari dirimu, paling sedikit dengan membaca sepuluh ayat”. Maksudnya, di dalam salat.
Begitu pula, dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berdiri dalam salat dengan membaca sepuluh ayat maka dia tidak dicatat dari golongan orang-orang yang lalai. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) dengan membaca seratus ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang patuh. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) sambil membaca seribu ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperbanyak pahala, dan seakan-akan dia seperti orang yang bersedekah dengan uang tujuh puluh ribu dinar. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan, bahwa pada suatu hari, Nabi Musa as. berjalan melewati seorang lelaki yang sedang salat dengan penuh khudhu dan khusyu, maka Beliau berkata : “Ya Tuhanku, alangkah bagusnya salat orang itu”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, sekalipun dia salat tiap-tiap sehari semalam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, mensalati seribu jenazah, naik haji seribu kali, dan berperang seribu kali, semuanya itu tidak akan berguna baginya, sampai dia menunaikan zakat hartanya”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Cinta dunia merupakan pangkal segala dosa, dan enggan berzakat itu muncul karena cinta dunia tersebut”. (Mau’izhah)
Dan sabda Nabi saw. : |
Artinya : “Barangsiapa di antara kamu memelihara salat dalam keadaan bagaimanapun dan di mana saja, maka dia akan melewati shirat (titian yang ada di atas neraka) laksana kilat yang menyambar bersama-sama rombongan pertama dari golongan Assabigun (orang-orang yang pertama-tama masuk Islam). Dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bak rembulan pada malam purnama. Dan tiap-tiap sehari-semalam, dia memperoleh pahala seperti pahala Seribu orang yang mati syahid”.
Dan Nabi saw. bersabda pula :
Artinya : “Salat fajar dua rakaat lebih baik daripada dunia beserta semua isinya”.
Jika Anda bertanya, mengapa sampai diberikan pahala yang sedemikian besar hanya untuk amal yang ringan dan sedikit itu?. Maka kami jawab :
“Tidakkah anda pernah mendengar cerita tentang Imam Syafii ra.?. Diceritakan, bahwa pada suatu ketika, cambuknya jatuh dari tangannya. Lalu, seseorang bergegas menghampirinya dan mengambilkan cambuk itu kemudian ia berikan kepadanya. Imam Syafii mengucapkan terima kasih, lalu menyerahkan kepada orang itu sekantong uang yang berisi uang sangat banyak. Ketika dia ditanya orang, kenapa tuan memberinya upah sedemikian banyak hanya untuk pekerjaan yang tidak seberapa itu?. Imam Syafii menjawab : “untuk menolong saya, dia telah mengerahkan segenap kemampuannya, sedang saya hanya menggunakan sebagian saja dari kemampuan saya”.
Itulah perlakuan Imam Syafii, maka betapa pula perlakuan Tuhan semesta alam?. Dan sesungguhnya Imam Syafii telah meriwayatkan sebuah hadis tentang hal tersebut dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Hanya dengan satu alasan saja, Tuhanku menerima dua ribu dosa besar Terutama takbir pertama di dalam salat. Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Takbir yang pertama lebih baik daripada dunia seisinya”.
Konon yang dimaksud adalah, andaikata Anda mempunyai dunia, lalu dunia itu Anda nafkahkan di jalan Allah Taala, maka Anda tetap tidak memperoleh apa yang dapat Anda peroleh dengan takbir yang pertama itu”. (Maw’izhah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi )
Tafsir :
(. ) Dan bersabarlah kamu. Tahanlah dirimu dan tetapkanlah ia.
(. ) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang. Pada sebagian besar waktu-waktu mereka, atau pada kedua ujung siang.
(. ) dengan mengharapkan wajah-Nya, keridaan Allah dan ketaan kepadaNya. “
(. ) Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka. Janganlah penglihatanmu melewati mereka kepada selain mereka. Sedang dijadikannya kata ta’du ( ) sebagai fiil muta’addi dengan menggunakan ‘an ( ) adalah karena ia mengandung arti naba (tidak mengenai sasaran).
(. ) sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Menurut riwayat yang masyhur, kalimat ini menjadi Hal (Kata keadaan) dari dhamir kaf (. ).
(. ) dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan. Orang yang Kami jadikan hatinya lalai.
(. ) dari mengingat Kami. Seperti Umayyah bin Khalaf, ketika meminta kamu mengusir orang-orang miskin dari majelismu demi tokoh-tokoh Quraisy.
(. ) serta menuruti hawa nafsunya. Jawaban dari tuntutan ini adalah apa yang telah diterangkan beberapa kali sebelumnya.
(. ) Dan adalah keadaannya itu melampaui batas, yakni melampaui kebe. naran dan membuangnya ke belakang punggungnya. Dalam bahasa Arab ada istilah : farasun furuth ( ) yang maksudnya : Kuda yang melampaui kuda-kuda lainnya, Dari kata ini (. ) muncul pula kata (kelalaian). (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa bersalawat kepadaku satu kali, dengan mengucapkan Allaahumma shalli alaa Muhammad (artinya : Oh Tuhanku, limpahkanlah kehormatan dan kemuliaan kepada Muhammad, seperti yang pernah Engkau limpahkan), maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali (arti salawat Allah buat hamba-Nya adalah memberi rahmat kepadanya), dan digugurkan darinya sepuluh kesalahan, serta diangkat baginya Sepuluh derajat”.
Konon, ayat ini diturunkan ketika para pemuka orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. supaya Beliau mengusir orang-orang miskin dari majelisnya, seperti sahabat Suhaib, sahabat Ammar, sahabat Khabbab, sahabat Salman dan lain-lain. Mereka berkata : “Hai Muhammad, usirlah orang-orang itu dari majelismu, sehingga kami dapat duduk bersamamu. Karena mereka adalah orang-orang hina. Bau mereka seperti bau kambing, sedang kami adalah tokoh-tokoh bangsa. Kami tidak mau duduk bersama mereka. Jika Anda mau mengusir mereka, maka kami baru mau beriman kepadamu”.
Agaknya Rasulullah saw. hendak melakukan itu, karena sangat menginginkan mereka beriman. Maka turunlah Jibril as. membawa firman Allah Taala :
Artinya : “Dan janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Allah melarangku mengusir mereka itu”. Orang-orang kafir itu berkata pula : “Berilah kami waktu satu hari, dan untuk mereka hari yang lain”. Nabi saw. menjawab tegas : “Aku tidak akan melakukan itu”. Kemudian mereka berkata : “Kalau begitu, biarlah majelisnya sama, tetapi menghadaplah kepada kami dengan wajahmu, dan membelakangi mereka dengan punggungmu”. Maka turunlah firman Allah Taala :
Artinya : “Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya… (dan seterusnya, seperti di atas). (Ma’alimut Tanzil) Sedang Qatadah ra. berkata : “Ayat ini turun mengenai para sahabat yang menghuni serambi Masjid (ahlus suffah).
Jumlah mereka semuanya ada 700 orang, yang semuanya merupakan orang-orang fakir. Mereka tinggal menetap di Masjid Rasulullah saw.. Mereka sudah tidak lagi melakukan aktivitas perdagangan, pertanian atau peternakan. Kerja mereka hanya melakukan salat, dari waktu ke waktu. Ketika ayat ini turun, maka bersabdalah Nabi saw. : “Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku disuruh bersabar bersama mereka”. (Ma’alimut Tanzil)
Dari sahabat Anas ra., katanya : “Orang-orang fakir tersebut pernah mengutus seseorang menemui Rasulullah saw. Lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orangorang fakir untuk menemui Baginda”.
“Selamat datang kepadamu dan kepada orang-orang yang telah mengutusmu,”, sambut Beliau dengan gembira. “Engkau datang dari orang-orang yang dicintai Allah”
Orang itu berkata : “Ya Rasulullah, orang-orang fakir itu berkata, bahwa orang-orang kaya benar-benar telah memborong kebaikan seluruhnya. Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan hamba sahaya, sedang kami tidak mampu melakukannya. Dan apabila mereka sakit, mereka mengeluarkan kelebihan harta mereka sebagai simpanan”.
Maka berkatalah Nabi saw. : “Sampaikanlah salamku kepada orang-orang fakir itu, dan sampaikanlah pula kepada mereka pesanku ini : bahwa barangsiapa di antara .kamu bersabar dan rela menerima nasibnya, maka dia akan memperoleh tiga perkara yang tidak diberikan kepada orang-orang yang kaya :
Pertama, bahwa di dalam surga ada sebuah mahligai yang terbuat dari mira delima yang merah, yang dipandangi oleh para penghuni surga seperti penduduk dunia memandang kepada bintang-bintang. Tidak seorang pun akan mencapai tempat itu selain dari nabi, atau wali, atau orang yang mati syahid, atau mukmin yang fakir.
Kedua, orang-orang fakir akan memasuki surga setengah hari lebih cepat daripada orang-orang kaya, yaitu sama dengan 500 tahun. Mereka dapat menikmati isi surga itu di mana saja yang mereka kehendaki. Sedang Nabi Sulaiman bin Daud as. saja baru akan masuk surga 40 tahun setelah masuknya nabi-nabi yang lain, disebabkan oleh harta dan kerajaan yang telah diberikan Allah Taala kepadanya di dunia.
Selanjutnya, Nabi saw. Bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum muhajirin mendahului masuk surga empat puluh musim gugur sebelum orangorang kaya, pada hari kiamat kelak”.
Jika Anda bertanya, “Bagaimana mencocokkan antara kedua hadis di atas?”. Maka kami jawab : Boleh jadi yang lebih dahulu masuk ke dalam surga lima ratus tahun itu adalah orang fakir yang sabar. Sedang yang masuk surga lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang fakir yang tidak sabar. Tetapi mungkin juga, yang lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin yang mendahului orang-orang kaya
mereka. Jadi bukan orang-orang fakir atau orang-orang kaya secara mutlak.
(Dikisahkan) Ada seorang lelaki bertanya kepada Abdullah bin Umar ra., katanya : “Bukankah kita termasuk orang-orang fakir Muhajirin?”.
Ibnu Umar balik bertanya : “Apakah Anda mempunyai isteri yang Anda kasihi?’. Orang itu menjawab : “Ya”.
Ibnu Umar bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai rumah yang Anda diami?”. “Ya”, jawab orang itu.
Ibnu Umar berkata : “Anda tergolong orang-orang kaya”.
“Saya pun mempunyai seorang pelayan”, kata orang itu pula.
Ibnu Umar berkata : “Kalau begitu, Anda tergolong raja-raja”.
Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah walhamdu lillah wa aa Ilaaha illallaah, wallaahu akbar, dengan ikhlas, dan ada pula orang kaya yang mengucap. kan kalimat-kalimat itu dengan ikhlas pula, maka pahala yang didapat oleh orang kaya t, tidak dapat mencapai seperti pahala orang fakir tersebut, sekalipun (di samping merg. ucapkan kalimat-kalimat tadi) orang kaya itu menafkahkan uangnya beribu-ribu dirham Dan demikian pula halnya dengan amal-amal kebajikan yang lain.
Maka pulanglah utusan orang-orang fakir itu kepada para pengutusnya. Kemudian 4 memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka merasa senang dan berkata : “Kami re a dengan kefakiran ini, Ya Rabb”. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam syarahnya atas kitab Aj Masyrig)
Abul Laits berkata : “Ada lima kemuliaan bagi orang-orang yang fakir:
Pertama, bahwa pahala amal mereka lebih banyak daripada pahala amal orangorang kaya, baik dalam ibadat salat, sedekah maupun lain-lainnya.
Kedua, bahwa apabila orang fakir menginginkan sesuatu yang tidak ia dapatkan, maka dicatatkanlah pahala baginya.
Ketiga, bahwa mereka lebih dahulu memasuki surga.
Keempat, bahwa hisab (perhitungan amal baik dan buruk) mereka di akhirat lebih ringan.
Kelima, bahwa penyesalan mereka lebih ringan. Karena orang-orang kaya di akhirat
kelak berangan-angan seandainya dahulu mereka menjadi orang fakir”.
Dan diriwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pada suatu hari, saya menemui Rasulullah saw., sedang Beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar. Dan ternyata tikar itu telah membekas pada lambung Beliau. Lalu, saya periksa lemari Beliau, saya lihat ada gandum kira-kira satu sha. Maka saya pun menangis karena terharu.
“Kenapa engkau menangis?”. Tanya Rasulullah.
Saya jawab :
“Kisra dan Kaisar saja tidur di atas kasur sutra, sedang Baginda adalah seorang utusan Allah. Saya lihat kefakiran pada Baginda sedemikian rupa”.
“Hai Umar”, kata Beliau. “Tidakkah engkau rela, kita akan memperoleh akhirat, sedang untuk mereka dunia?”.
Rasulullah saw. mengatakan : “Kita memperoleh” dan bukan mengatakan “Aku memperoleh”, padahal pertanyaan Umar tadi adalah mengenai diri Beliau. Itu menunjukkan bahwa akhirat adalah juga untuk para pengikutnya.
Sedang menurut riwayat lain, Rasulullah saw. menjawab :
“Hai Ibnul Khattab, mereka itu adalah kaum yang disegerakan kepada mereka kelezatan-kelezatan mereka dalam kehidupan dunia”.
Maksudnya : bahwa bagian orang-orang kafir adalah kenikmatan dunia yang mereka peroleh itu saja, sedang di akhirat, mereka tidak mendapat bagian apa-apa. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam Syarah kitab Al Masyrig)
Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Orang-orang fakir dari kalangan umatku akan bangkit pada hari kiamat kelak dengan wajah laksana rembulan, rambut mereka bertahtakan mutiara dan mira delima, tangan-tangan mereka memegang piala dari cahaya, Mereka duduk di mimbar-mimbar dari cahaya, sedang orang-orang lain masih berada dalam hisab. Para penghuni surga memandang kepada mereka seraya bertanya : “Apakah mereka para malaikat?”. Mereka menjawab : “Bukan”. Dan para malaikat pun memandang kepada mereka seraya bertanya . “Apakah mereka para nabi?”. Mereka menjawab : “Bukan. Tetapi kami adalah dari umat Muhammad saw.””.
Malaikat bertanya : “Dengan amal apakah, Allah Taala sampai menganugerahkan derajat-derajat ini kepada kalian?”.
Mereka menjawab : “Amal kami tidak banyak, dan kami pun tidak pernah berpuasa satu tahun penuh, serta tidak pula bangun beribadat di malam hari. Tetapi kami senantiasa memelihara salat lima waktu secara berjamaah. Dan apabila kami mendengar nama Muhammad saw., banjirlah mata kami dengan air mata. Dan kami dahulu suka berdoa dengan hati yang khusyuk, serta bersyukur atas kefakiran yang menimpa kami”.
Dan dari Amir bin Syu’aib ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Ada dua pekerti yang barangsiapa memilikinya, niscaya Allah Taala akan mencatatkannya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. (Yaitu) orang yang dalam urusan agamanya, ia memandang kepada orang yang lebih unggul daripadanya, lalu ia menirunya. Dan orang yang dalam urusan dunianya, ia memandang kepada orang yang lebih rendah daripadanya, lalu ia memuji Allah Taala atas karunia-Nya kepadanya”.
Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (juga) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Dari Syaqiq Az Zahid ra., ia berkata : “Orang-orang fakir telah memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun telah memilih tiga perkara. Orang-orang fakir telah memilih ketenangan jiwa, ketentraman hati dan hisab yang ringan. Sedang orang-orang kaya telah memilih keletihan jiwa, kesibukan hati, dan hisab yang berat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan Junaid Albaghdadi berkata : “Kata fakru ( ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf fa ( . ) adalah Fana (lenyap), huruf Qaf (. ) adalah Ganaah (puas hati), dan huruf ra (,) adalah Riyadhah (olah batin). Kalau sifat-sifat ini tidak terdapat pada diri seorang fakir, maka dia bukanlah seorang fakir”.
Dan dikatakan, bahwa para maula, yakni orang-orang kaya, bakal masuk surga lima ratus tahun sesudah hamba-hamba sahaya mereka. Dan orang-orang fakir dari kaum yang kafir, bakal masuk neraka lima ratus tahun sesudah orang-orang kaya mereka. Namun, perlu diketahui bahwa, orang yang lebih dahulu masuk surga itu tidak harus berarti mereka lebih derajatnya daripada orang-orang yang masuk surga belakangan. Tetapi, boleh jadi ada sebagian orang yang masuk surga belakangan, seperti mereka yang menafkahkan hartanya untuk kepentingan-kepentingan sosial, lebih tinggi derajatnya daripada orang yang mendahuluinya masuk surga. (Dari Ibnu Malik).
Dikisahkan, bahwa setelah Junaid Albaghdadi wafat, kedudukannya digantikan oleh seseorang yang bernama Muhammad Alhariri. Dia telah menetap di Mekah selama satu tahun, tidak berbuka, tidak tidur, tidak menyandarkan punggungnya ke tembok, dan tidak mengulurkan kakinya. Tatkala usianya telah melawati enam puluh tahun, dia pun mendduki jabatan sebagai Wali Qutub, Suatu kali, pernah ditanyakan kepadanya : “Keajaiban apa yang pernah Anda alami?”
Dia menjawab :
“Pada suatu hari, ketika saya sedang duduk di pojok Masjid, tiba-tiba masuk seorang pemuda dengan tidak mengenakan tutup kepala, tanpa memakai alas kaki, rambutnya kusut masai dan wajahnya pucat pasi. Kemudian ia berwudu lalu salat dua rakaat. Sete a itu, ia duduk sambil merundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh dadanya. Dem. kian keadaannya sampai tiba waktu Magrib. Maka ia salat berjamaah bersama kami. Us a salat, ia kembali merundukkan kepalanya seperti tadi.
Kebetulan pada malam itu, khalifah Baghdad mengundang kaum sufi untuk mem nta nasehat. Maka kami pun bersiap-siap untuk berangkat memenuhi undangan tersebut. Pemuda itu saya tegur : “Hai fakir, maukah Anda berangkat bersama kami untuk memenuhi undangan khalifah?”.
“Saya tidak berhajat pada khalifah”, jawabnya, “tapi saya ingin agar tuan memberi saya bubur tepung yang hangat”.
Dalam hati saya berkata, “Dia tidak menyetujui aku memenuhi undangan, tetapi menginginkan sesuatu dariku”.
Oleh karena itu, ia saya tinggalkan, dan saya pun pergi ke majelis khalifah.
Kemudian saya pulang kembali ke pojok Masjid tadi. Saya lihat pemuda itu seakanakan sudah tidur. Maka saya pun tidur pula. Sekonyong-konyong saya bermimpi melihat Rasulullah saw. Didampingi oleh dua orang tua yang bercahaya. Sedang di belakang mereka ada serombongan besar orang, yang wajah-wajah mereka berkilauan cahaya. Maka diperkenalkanlah kepadaku :
“Ini adalah Rasulullah, sedang di sebelah kanan Beliau adalah Nabi Ibrahim, Khalilullah, dan di sebelah kiri Beliau adalah Nabi Musa, Kalimullah. Adapun orang-orang di belakang mereka adalah 124.000 nabi, salawatullah “alaihim”.
Maka, saya pun menghadap Rasulullah saw. untuk mencium tangan Beliau. Namun Beliau memalingkan wajahnya dariku. Saya melakukan itu sampai dua tiga kali, namun Beliau tetap memalingkan wajahnya dariku. Akhirnya saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah gerangan yang telah saya lakukan, sehingga Baginda memalingkan wajah Baginda yang mulia dari saya?”.
Beliau menatap kepada saya dengan wajah yang memerah bagaikan mira delima karena keagungannya, lalu Beliau berkata : “Sesungguhnya salah seorang fakir kami menginginkan bubur tepung yang hangat darimu, tetapi engkau telah berlaku kikir terhadapnya, dan engkau biarkan dia kelaparan malam ini “.
Maka saya pun terjaga dengan perasaan takut dan gemetar. Saya mencari pemuda itu, namun dia sudah tidak tampak lagi batang hidungnya. Saya tidak mendapati dia di tempatnya tadi. Maka sayapun keluar. Tampak oleh saya, pemuda itu sedang berjalan meninggalkan tempat itu.
“Hai anak muda”, panggil saya. “Demi Allah yang telah menciptakanmu, bersabarlah sejenak, sampai saya bawakan bubur tepung yang kau pinta”.
Pemuda itu memandang kepada saya sambil tersenyum, lalu ia berkata : “Hai orang tua, siapa yang ingin sesuap makanan darimu?. Kalau begitu, di mana dia akan dapat menemui 124.000 nabi yang datang kepadamu sebagai pemberi syafaat untuk sesuap bubur tepung”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun menghilang. (Misykatul Anwar)
Allah SWT. berfirman :
(. ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya dalam mentaati Allah.
( ) adalah seperti sebutir benih, milik seorang petani yang menanamnya di tanah yang subur.
(. ) yang menumbuhkan tujuh bulir, kira-kira dan lebih kurangnya. Sedang yang menumbuhkan adalah Allah. Adapun tanah itu menjadi sebab tumbuhnya benih tersebut. Maksudnya : mengeluarkan tujuh cabang dari pokok pohon, karena keunggulan benih itu, dan keterampilan penanamnya, serta suburnya tanah. Di sini jamak katsrah ditempatkan di posisi jamak gillah, yaitu sunbulat (. ).
(. ) pada tiap-tiap bulir ada seratus biji, sehingga jumlahnya menjadi tujuh ratus biji. Demikianlah pemberi sedekah yang baik, yang memberikan harta yang baik pula, jika diberikannya kepada orang yang berhak menerimanya dengan izin syara, maka dari tiap-tiap sedekah, Allah memberinya tujuh ratus kebaikan atau lebih.
(. ) Dan Allah melipat gandakan, yakni menambah pahala.
(. ) bagi siapa yang dikehendaki-Nya, di antara orang-orang yang menafkahkan hartanya, jadi bukan bagi setiap orang yang menafkahkan harta. Karena sikap yang berbeda-beda di antara mereka.
( , ) Dan Allah Mahaluas, yakni Mahaluas karunia-Nya untuk melipat gandakan seperti itu.
( ) lagi Maha Mengetahui, tentang infak dan niat mereka.
Selanjutnya, Allah menerangkan kepada mereka cara menafkahkan harta di jalan Allah, supaya memperoleh pahala-Nya.
Firman Allah :
(. ) Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, yakni mengelurkannya pada tempat yang semestinya.
( ) kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan, dari harta itu.
( ) dengan menyebut-nyebut pemberiannya. Maksudnya, tidak menyebut-nyebut kepada si penerima mengenai apa yang telah disedekahkannya itu (atau, tidak mengungkit-ungkitnya, pent.) Umpamanya, pemberi sedekah yang suka mengungkit-ungkit itu mengatakan : “Aku telah berbuat kepadamu begini-begitu”. Atau, “Aku telah berbuat baik kepadamu begini-begitu”.
(. ) dan tidak pula dengan menyakiti. Maksudnya, tidak menyakiti hati si penerima. Umpamanya, si pemberi sedekah yang suka menyakiti itu berkata : “Sesungguhnya aku telah memberimu, namun kamu tidak berterima kasih kepadaku”, atau : “Berapa kali Sudah engkau datang kepadaku dan menyakitkan hatiku”, atau “Sudah berapa kali engkau meminta, apakah kau tidak malu”.
(. ) Mereka memperoleh pahala mereka, ganjaran mereka disediakan.
( ) di sisi Tuhan mereka, dan tiada rasa takut atas mereka, di akhirat. “
( ) dan tidak pula mereka bersedih hati, atas perkara dunia yang telah mereka tinggalkan.
Konon, ayat ini turun mengenai Utsman, ketika ia membeli sumur Raumah, lalu ia jadikan sarana untuk menyakiti hati kaum muslimin. Selanjutnya, Allah Taala berfirman, sebagai penguat bagi tidak diperbolehkannya mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati si penerima.
Artinya : “Perkataan yang baik… dst”. (Tafsir Uyun)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tamu adalah berkat dari Allah dan nikmat dari-Nya. Barangsiapa memuliakan tamu, maka dia bersama aku di dalam surga. Dan barangsiapa tidak memuliakan tamu, maka dia tidaklah termasuk ke dalam golongan umatku.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah ia makan bersama tamunya”. Dan sabda Beliau pula mengenai sedekah dan keutamaan-keutamaannya :
Artinya : “Sedekah adalah tabir terhadap neraka. Apabila tiba hari kiamat, manusia akan berteduh pada bayang-bayang dari sedekah mereka”. (Zahratur Riyadh)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (tentang) kehidupan dunia (yang diumpamakan) seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebat (subur) karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu hancur dihempas angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu, dan lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Alkahti 1 45-46)
Tafsir :
(. ) Dan berilah mereka perumpamaan tentang kehidupan dunia, ingatkanlah mereka tentang sesuatu yang menyerupai kehidupan dunia dalam hal kemegahannya, atau dalam hal ketidak kekalannya, atau dalam hal sifatnya yang unik.
(. ) yang diumpamakan seperti air. Kehidupan dunia itu laksana air. Kata ‘kamaain ( ) ini bisa juga menjadi maf’ul tsani dari kata ‘idhrib’ (. ), dengan syarat bahwa kata idhrib itu searti dengan kata ‘shayyir (. ).
(. ) yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebatlah karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Maka menjadi rimbuntah tumbuh-tumbuhan itu karenanya, sebagian bercampur dengan yang lain karena banyak dan lebatnya. Atau, air itu menyusup ke dalam tumbuh-tumbuhan itu sehingga ia berair dan berdaun. Dengan demikian, maka arti yang sebenarnya adalah : … maka air itu bercampur dengan tumbuh-tumbuhan di muka bumi…, namun karena masing-masing dari kedua benda yang bercampur itu disifati dengan sifat yang lain, maka dibaliklah susunannya untuk menyatakan mubalaghah (bersangatan) mengenai banyaknya tumbuh-tumbuhan itu.
(. ) lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi hancur. Hancur bercerai-berai.
(. ) dihempas angin. Dicerai-beraikan oleh angin. Dan ada pula yang membacanya : tudzrihi ( ) dari kata adzraa (. ). Adapun musyabbaha bihinya bukan. lah air atau keadaan air itu melainkan suasana yang bisa disimpulkan dari susunan kali. mat tersebut, yaitu keadaan tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan dengan sebab air itu sehingga menjadi hijau dan berdaun, kemudian menjadi hancur diterbangkan angin, maka menyadilah ia seperti tidak pernah ada.
(. ) Dan adalah Allah atas segala sesuatu, seperti mengadakan dan meniadakan.
(. ) Mahakuasa, mampu.
(. ) harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Dengan keduanya manusia berhias di dunianya, dan tak lama kemudian akan lenyap darinya.
(. ) tetapi amalan-amalan yang kekal! lagi saleh, amal-amal kebajikan yang langgeng buahnya bagi manusia buat selama-lamanya, dan termasuk di dalamnya hal-hal yang digunakan untuk menafsirkan ayat ini, seperti salat lima waktu, amalan-amalan haji, puasa Ramadan, subhanallaah waihamdu lillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, dan perkataan yang baik.
(. ) adalah lebih baik di sisi Tuhanmu, daripada harta dan anak-anak…
(. ) pahalanya, yang kembali.
(. ) dan lebih baik untuk menjadi harapan. Karena dengan amalan-amalan tadi, orang yang melakukannya akan memperoleh di akhirat kelak apa yang dia harapkan semasa di dunia. (Qadhi Baidhawi) |
Dari sahabat Abu Hurairah ra. dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan satu malaikat dan mem-berinya kemampuan mendengarkan seluruh makhluk. Malaikat tersebut berdiri di atas kubur: 4: ku sampai hari kiamat. Maka tidaklah seseorang dari umatku mengucapkan salawat kepa1 daku, melainkan disebut-sebutlah ia oleh malaikat itu namanya dan nama ayahnya, katanya : “Ya Muhammad, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah bersalawat kepadamu”. (Abu Su’ud)
Nabi Isa as. berkata : “Dunia ini ada tiga hari : hari kemarin, ia telah lewat, sedikit pun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu dari hari kemarin itu: hari esok, yang tidak anda ketahui apakah akan sampai kepadanya atau tidak: dan hari yang tengah anda alami, maka gunakanlah ia sebaik-baiknya.
Dan dunia ini ada tiga saat : saat yang telah lewat: sedikitpun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu saat yang telah lewat itu: Saat yang akan datang, saat yang tidak Anda ketahui apakah anda akan sampai kepadanya atau tidak, dan saat yang sedang Anda alami, maka gunakanlah ia dengan sebaik-baiknya, karena pada hakekatnya anda hanya memiliki satu saat saja, sebab maut bisa menjelang sewaktu-waktu.
Dunia itu ada tiga nafas : nafas yang telah lewat, yang telah anda gunakan untuk melakukan apa yang telah Anda lakukan: nafas yang tidak Anda ketahui apakah Anda akan sampai kepadanya atau tidak: dan nafas yang tengah Anda alami. Jadi, Anda hanya memiliki satu nafas saja, bukan satu hari atau satu jam. Maka bergegaslah dalam nafas yang satu ini kepada ketaatan sebelum ia lewat, dan kepada tobat sebelum Anda mati, karena mungkin Anda mati pada nafas yang kedua. Dan sebaik-baik amal ialah memelihara waktu pada setiap hembusan nafas. Karena orang yang menyia-nyiakan waktunya berarti ia menyia-nyiakan umurnya”. (Tanbihul Ghafilin).
Dalam salah satu khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau telah menasehati seorang jelaki, sabdanya :
Artinya : “Gunakanlah kesempatan dalam lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain : (1) masa mudamu sebelum masa tuamu, (2) kayamu sebelum miskinmu, (3) waktu senggangmu sebelum sibukmu, (4) waktu sehatmu sebelum sakitmu, (5) hidupmu sebelum matimu.
Karena kemampuan manusia beramal di masa mudanya tidak akan sama dengan kemampuannya setelah ia tua. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ia bersungguh-sungguh melakukan segala amal kebajikan pada lima keadaan tersebut, dan menggunakan kesempatan saat sehatnya dan waktu senggangnya selagi masih hidup. Barangsiapa rindu kepada Allah Taala tentu ia akan bersegera kepada kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa takut akan neraka, tentu ia akan mencegah dirinya dari berbagai-bagai hawa nafsu. (Tanbihul Ghafilin)
Diriwayatkan bahwa putera Umar ra. pernah pulang dari sekolah sambil menangis. Maka Umar pun bertanya kepadanya :
“Kenapa engkau menangis, hai anakku?”.
Anaknya menjawab :
“Anak-anak di sekolah menghitung tambalan-tambalan di bajuku, dan mereka mengatakan, “Lihatlah putera amirilmukminin, ada berapa tambalan di bajunya”.
Memang, baju Umar sendiri bertambalan di empat belas tempat, dan sebagian tambalan itu dari kulit. Maka berkirim suratlah Umar kepada penjaga Baitulmal, katanya : “Pinjamilah aku dari Baitulmal empat dirham dengan tempo hingga awal bulan depan tiba, potonglah hutangku itu dari gaji bulananku”.
Maksudnya, gaji bulanan yang aku ambil dari Baitulmal setiap bulan karena tugasku.
Penjaga Baitulmal itu membalas surat itu dengan berkata : “Wahai Umar, apakah anda merasa aman atas hidup Anda selama sebulan, sehingga saya harus memberi pinJaman kepada Anda. Apa yang dapat Anda lakukan dengan dirham-dirham dari Baitulmal Seandainya Anda mati, sedang uang itu masih ada pada Anda?”.
Ketika Umar membaca jawaban dari penjaga Baitulmal itu, maka menangilah ia, lalu berkata : “Hai anakku, kembalilah ke sekolah. Sesungguhnya ayah tidak merasa aman atas nyawaku barang sesaatpun”. (Misykatul Anwar).
Dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. tidak pernah kenyang dari roti liga hari berturut-turut sampai Beliau meninggal dunia”.
Dan menurut riwayat lain : … dari roti gandum selama dua hari berturut-turut, padahal seandainya Beliau mau, niscaya Allah akan memberi Beliau apa yang tidak pernah terlintas di dalam hati Beliau”.
Dan dalam riwayat lain : “… tidak pernah keluarga Rasulullah kenyang dari roti jelai, sampai Beliau menemui Allah Taala””.
Dan Aisyah ra. berkata pula : “Nabi saw. tidak meninggalkan (warisan) dinar. dirham, kambing maupun unta”.
Sedangkan menurut hadis dari Amru bin Harits ra. : “Nabi saw. tidak meninggalkan selain dari senjata Beliau, seekor keledai dan sebidang tanah yang Beliau jadikan sedekah”.
Aisyah ra. mengatakan pula : “Sesungguhnya Nabi saw. meninggal dunia, sedang d rumahku tidak ada sesuatu pun yang dapat dimakan oleh makhluk yang bernyawa selain dari separuh gandum di dalam sebuah rak milikku. Padahal Beliau pernah berkata kepadaku : “Sesungguhnya pernah ditawarkan kepadaku lembah Mekah itu akan dijadikan emas untukku, namun aku menjawab, tidak Ya Tuhanku, biarlah aku lapar sehari dan kenyang sehari. Adapun pada hari aku lapar, aku akan memohon dengan kerendahan hati kepada-Mu dan berdoa kepada-Mu, sedang pada hari aku kenyang, aku akan memuji dan memuja-Mu’”.
Dalam hadis lain, bahwa Jibril as. turun menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Aliah Taala menyampaikan salam kepadamu, dan berfirman kepadamu: “Sukakah engkau, jika gunung-gunung ini Aku jadikan emas untukmu dan menyertaimu di mana saja engkau berada’?’ Nabi menunduk sejenak, kemudian Beliau menjawab : “Hai Jibril, sesungguhnya dunia ini adalah negeri orang yang tidak mempunyai negeri, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia hanya dikumpulkan oleh orang yang tidak berakal. Maka berkataiah Jibril as. : “Semoga Allah memantapkan engkau Ya
Muhammad, dengan perkataan yang mantap'”. ‘ Dan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya dahulu. Kami keluarga Mu| hammad, benar-benar pernah tinggal selama sebulan tanpa menyalakan api. Tidak ada apa-apa selain kurma dan air”. (Syifa’un Syarif) ‘ At Tabrani meriwayatkan dari Sa’id, dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Bilal :
Artinya : “Hai Bilal, matilah engkau dalam keadaan miskin, dan jangan mati dalam keadaan kaya”.
Aisyah ra. berkata : “Perut Nabi sama sekali tidak pernah terisi penuh (kenyang), dan Beliau tidak pernah menyampaikan keluhannya kepada seorang pun. Kemiskinan iebih Beliau sukai daripada kekayaan. Dan sesungguhnya pernah dahulu Beliau benar-benar kelaparan, sehingga Beliau melingkarkan tubuhnya sepanjang malam karena lapar. Namun hal itu tidak mencegahnya berpuasa pada hari itu. Padahal seandainya Beliau mau, maka bisa saja Beliau meminta kepada Tuhannya seluruh perbendaharaan bumi, buahbuahannya dan kemakmuran kehidupannya. Saya pernah menangisi Beliau karena merasa iba melihat penderitaan yang dialami Beliau. Saya mengusapkan tangan saya ke perut Beliau karena lapar yang Beliau rasakan, seraya berkata : “Diriku menjadi tebusan Baginda. Andaikan Baginda ambil dari dunia ini sekedar yang dapat mencukupi Baginda”. Namun Beliau menjawab : Wahai Aisyah, apa perlunya dunia ini bagiku?. Saudara-saudaraku, para rasul ulul azmi, telah bersabar atas apa yang lebih dahsyat lagi daripada ini. Mereka terus dalam keadaan demikian sampai akhirnya mereka menghadap Tuhan mereka, lalu Tuhan pun memuliakan mereka dan memperbanyak pahala mereka. Maka aku merasa malu seandainya aku berlimpahan dalam penghidupanku, jangan-jangan Dia mengurangi kedudukanku dari mereka. Padahal tidak ada yang lebih aku sukai selain daripada menyusul saudara-saudara dan sahabat-sahabatku itu”.
Selanjutnya Aisyah berkata :
“Hanya sebulan setelah itu, maka Beliau pun berpulang ke rahmatullah”. (Syifa’un syarif)
Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dia berkata : “Saya pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Lalu datanglah menemui Beliau seorang lelaki yang putih wajahnya, indah rambutnya dengan mengenakan pakaian berwarna putih. Lelaki itu menyapa Beliau . “Assalamu alaika, Ya Rasulullah. Apakah dunia itu?”
Rasulullah menjawab : “Seperti mimpi orang tidur”.
“Dan apa akhirat itu?”, tanyanya pula.
Rasulullah menjawab : “Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”.
Orang itu bertanya pula : “Lalu apa surga itu?”.
Rasulullah menjawab : “Sebagai ganti dunia bagi orang yang meninggalkannya. Karena harga surga itu adalah meninggalkan dunia”.
Kemudian ia bertanya lagi : “Lalu, apa Jahannam itu?”.
Rasulullah menjawab : Sebagai ganti dunia bagi orang yang mengejarnya”.
“Siapakah yang terbaik dari umat ini”, tanyanya pula.
Rasulullah menjawab : “Orang yang berbuat taat kepada Allah Taala”.
Lelaki itu bertanya pula : “Bagaimanakah semestinya seseorang di dunia ini?”.
Rasulullah menjawab : “Bersiap-sedia, seperti orang yang mencari kafilah”.
Orang itu bertanya kembali : “Berapa lama tinggal di dunia ini?”.
Rasulullah menjawab : “Seperti lamanya orang yang tertinggal dari kafilah”.
“Jadi, berapa lama jarak antara dunia ini dengan akhirat?’, tanyanya pula.
Rasulullah menjawab : “Sekejap mata”.
Sahabat Jabir berkata : “Kemudian orang lelaki itu pergi, maka kami tidak melihatnya lagi. Lalu Rasulullah saw. bersabda : “Itu tadi adalah Jibril. Dia datang kepada kalian untuk mengajak kalian agar bersikap zuhud terhadap dunia, dan mencintai akhirat”. (Zubdatul Waa’izhin)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sesungguhnya Dia tidak pernah memandangnya sejak Dia menciptakannya”.
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Apabila kamu mencari sesuatu dari dunia lalu ia menjadi sukar bagimu, dan apabila kamu mencari sesuatu dari akhirat lalu ia menjadi mudah bagimu, maka ketahuilah bahwa Allah mencintaimu”,
Dan sabdanya pula :
Artinya : “Barangsiapa berada di waktu pagi, sedang dunia menjadi tujuan utama. nya, maka dia tidak dijamin Allah sama sekali, dan Allah menanamkan dalam hatinya empat perkara : (pertama) kecemasan yang tiada terputus darinya selama-lamanya, (kedua) kesibukan yang tiada selesai darinya selama-lamanya, (ketiga) kefakiran tanpa da. pat mencapai kekayaan selama-lamanya, (keempat) angan-angan tanpa dapat mencapai hasil selama-lamanya”. (Zubdatul Waa’izhin)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Cinta dunia adalah pangkal segala dosa, maka hendaklah kamu berpaling darinya'”.
Dan Ibnu Sammak berkata : “Barangsiapa diminumi oleh dunia rasa manisnya karena kecenderungannya kepada dunia itu, maka dia akan diminumi oleh akhirat rasa pahitnya karena dia menjauhi akhirat itu”.
Konon, perumpamaan dunia itu adalah ibarat seekor ular, yang memiliki racun dan obat penawar. Manfaat-manfaat dunia itu merupakan obat penawarnya, sedangkan bahaya-bahaya dunia itu merupakan racunnya. Maka barangsiapa mengenal dunia, ia hanya akan mengambil manfaat dari obat penawarnya dan menghindari racunnya. (Dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah)
Diriwayatkan, bahwa Abubakar Assiddig ra. telah menafkahkan uang di jalan Allah sebanyak empat puluh ribu dinar secara rahasia. Dan empat puluh ribu dinar secara terang-terangan, sehingga tidak ada lagi sesuatu apa pun yang tersisa padanya. Dan karena tidak ada sesuatu yang dapat menutupi auratnya, maka selama tiga hari dia tidak keluar dari rumahnya, dan tidak dapat menghadiri majelis Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mendatangi rumah isteri-isteri Beliau sambil memeriksa kalau-kalau ada sesuatu yang dapat diberikan kepada sahabatnya Abubakar, namun sayang, Beliau tidak mendapatkan apa-apa yang melebihi kebutuhan mereka. Maka Beliau pun pergi ke rumah puterinya Fatimah. Beliau sedih memikirkan Abubakar. Ternyata keadaan Fatimah pun sama, tidak punya apa-apa. Beliau berkata : “Kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat kita berikan kepada Abubakar”. Dan Fatimah pun ikut bersedih memikirkannya. Lalu Nabi keluar dari rumah puterinya itu dengan perasaan yang sedih, dan tinggailah Fatimah dengan perasaan yang sedih pula, karena tidak ada sesuatu yang dapat dia berikan.
Dahulu, ketika Fatimah dinikahkan Nabi dengan Ali, Beliau mengundang Abubakar, Umar, Utsman dan Usamah, radiyallaahu anhum, untuk membawa perabot Fatimah. Mereka bawalah barang-barang Fatimah berupa : penumbuk tepung, kulit samakan, sebuah bantal yang berisi kulit pohon kurma, kalung tasbih dari biji kurma, sebuah gayung dan sebuah pasu. Maka menangislah Abubakar seraya berkata : “Ya Rasulullah, inikah perabot Fatimah?”.
Nabi saw. menjawab : “Hai Abubakar, ini sudah cukup banyak bagi orang yang ada di dunia”.
Fatimah pun keluar sebagai pengantin, dengan mengenakan selimut dari kain bulu yang bertambalan di duabelas tempat.
Dan wanita ini menumbuk gandum dengan tangannya sambil membaca Alquran dengan lidahnya dan menafsirkannya dengan hatinya, seraya menggerakkan buaian dengan kakinya dan menangis dengan matanya. Bandingkanlah keadaannya dengan wanita-wanita di zaman sekarang, yang memukul rebana dengan tangannya sambil menggunjing dengan lidahnya, dan mencintai dunia dengan hatinya, seraya bermain cinta dengan matanya. Maka bagaimana mereka bisa masuk surga?.
Syahdan, setelah Nabi saw. keluar dengan perasaan sedih dari rumah Fatimah, maka Fatimah pun mengambil sebuah bantal yang dahulu termasuk perabot pengantinnya, dan sebuah selimut yang dia tenun sendiri. Kemudian disuruhnya salah seseorang sahanyanya dengan pesan : “Pergilah ke rumah Abubakar dan katakanlah kepadanya, : “Kami telah mengerti apa yang telah Tuan lakukan demi kewajiban terhadap ayah kami. Tetapi kami tidak memiliki apa-apa selain dari bantal ini yang disiapkan ayahku pada hari pernikahanku dulu, dan sebuah selimut”.
Setelah sahaya itu tiba di depan pintu rumah Abubakar, dia pun berseru : “Assalamu alaika, hai orang yang memiliki iman yang benar, sesungguhnya Tuanku Fatimah, puteri Nabi saw. berkirim salam kepada Tuan, dan mengatakan begini.. “.
“Wa alaihassalam”, jawab Abubakar.
Lalu diambilnya selimut itu, kemudian dibalutkannya ke tubuhnya tanpa dijahit, karena terburu-buru ingin melihat wajah Nabi saw. Selimut itu dia peniti dengan peniti dari duri pohon kurma, supaya tidak terbuka di waktu berjalan.
Maka dengan bergegas, Abubakar pun berangkat menuju ke rumah Nabi saw. sambil berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Sementara itu, Jibril as. datang menemui Nabi saw.. Beliau melihatnya mengenakan selimut dengan peniti dari duri pohon kurma. Lalu Beliau bertanya :
“Hai saudaraku Jibril, sebelum ini saya tidak pernah melihatmu dalam rupa seperti ini!”
“Ya Rasulullah”, jawab Jibril. “Anda merasa heran melihat saya begini, padahal saat ini di seluruh kerajaan langit, tidak ada satu makhluk pun kecuali mengenakan pakaian seperti ini, karena cinta kepada Abubakar dan meniru perbuatannya”.
Kemudian Jibril berkata pula :”Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu, dan berfirman :””Katakanlah kepada Abubakar, apakah dia rida kepada-Ku sebagaimana Aku rida kepadanya?”.
Maka Nabi saw. memberitahukan wahyu tersebut kepada Abubakar. Abubakar pun menangis seraya berkata : “Tuhanku, aku rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepadaku”. Diulanginya perkataan itu sampai tiga kali. (Tanbihul Ghafilin)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Ada empat perkara yang termasuk celaka : mata yang beku, hati yang kaSar, panjang angan-angan dan cinta kepada dunia”.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya : “Seandainya dunia itu berharga di sisi Allah sebanding dengan sayap seekor nyamuk atau sayap seekor burung, niscaya Dia tidak akan memberi minum seteguk air pun kepada orang kafir”. (Zubdatul Waizhin)
Allah SWT. berfiman :
Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi”. (AS. Maryam : 56-57) Tafsir :
(. ) Dan ceritakanlah kisah Idris yang tersebut di dalam Alquran Beliau adalah cucu Syits dan kakek dari ayah Nabi Nuh as., sedang nama aslinya adalah Ukhnukh. Adapun Idris (. ) adalah kata jadian ( ) dari kata ‘darsun’ (. ). Beliau digelari dengan nama ini karena banyak belajar. Karena diriwayatkan bahwa, Allah Taala telah menurunkan kepada Beliau 30 sahufah, dan bahwa Beliau merupakan orang yang pertama-tama menulis dengan pena, serta memperhatikan ilmu perbintangan (astronomi) dan ilmu hitung (matematika)
(. ) Sesungguhnya dia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Yakni, kemuliaan kenabian dan kedekatan di sisi Allah. Tetapi, ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surga. Dan ada pula yang mengatakan, langit keenam atau keempat”. (Qadhi Baidhawi).
Telah diriwayatkan oleh Abdurrazzag dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Bersalawatlah kamu kepada para nabi dan rasul Allah, karena sesungguhnya Dia telah mengutus mereka sebagaimana Dia telah mengutusku”.
Dan diriwayatkan pula, bahwa Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Musa as., yang artinya : “Maukah engkau bila Aku lebih dekat kepadamu daripada perkataanmu dengan lidahmu, daripada ruhmu dengan badanmu, daripada cahaya penglihatanmu dengan kedua matamu, dan daripada pendengaranmu dengan telingamu?. Maka, perbanyaklah bersalawat kepada Muhammad”.
Masalah yang berkaitan dengan syariat ini memang banyak diperselisihkan di antara para ulama. Pengarang Asy Syifa mengatakan : “Para ulama sepakat tentang bolehnya bersalawat kepada selain nabi”.
Sedang riwayat dari Ibnu Abas ra., bahwa ia berkata : “Tidak boleh bersalawat kepada selain nabi’. Dan ia berkata juga : “Tidak patut bersalawat kepada seorang pun, selain kepada para nabi”.
Pendapat-pendapat yang berbeda memang banyak. Dan tidak apa-apa bersalawat kepada para nabi seluruhnya atau kepada selain mereka. Alasannya adalah hadis Ibnu Umar ra. dan juga pernyataan yang ada dalam salah satu hadis di mana Nabi saw. mengajarkan bagaimana cara bersalawat kepada Beliau. Di situ terdapat : … wa ‘ala azwaajihi, … wa ‘ala aalihi (dan atas isteri-isteri Beliau, dan atas keluarga Beliau dst.) sementara Nabi pernah pula mengucapkan : “Ya Allah, tambahiah salawat (rahmat) atas keluarga Abu Autfa”.
Dan juga, apabila Rasulullah saw. kedatangan suatu kaum yang membawa zakat mereka, maka Beliau mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) atas keluarga fulan”.
Sedang dalam hadis mengenai salawat, terdapat :
Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) kepada Muhammad, juga kepada isteri-isterinya dan anak cucunya”. (Dari Syifa Qadhi).
Sedang yang dimaksud Aali, konon ialah para pengikut Beliau, dan konon umat Beliau, dan konon ahlu bait Beliau, karena dikatakan : Aalu seseorang itu ialah anaknya, dan konon kaum Beliau, dan konon keluarga Beliau yang haram menerima zakat.
Sedang menurut riwayat Anas, pernah Nabi saw. ditanya : “Siapakah aalu Muhammad?”. Beliau menjawab : “Setiap orang yang bertakwa”.
Dan ada pula pendapat menurut mazhab Alhasan, bahwa yang dimaksud dengan aalu Muhammad adalah diri Beliau sendiri. Karena Beliau pernah mengucapkan di dalam salawatnya :
Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat-salawat-Mu dan berkat-berkat-Mu kepada aalu Muhammad”.
Yang beliau maksudkan adalah diri Beliau sendiri. (Syifa’un Syarif)
Dan menurut sebuah khabar :
Apabila Allah Taala hendak mencabut nyawa seorang mukmin, maka datanglah malaikat maut dari arah mulut untuk mencabut nyawanya. Namun zikir (yang biasa dibacanya) keluar seraya berkata : “Tidak ada jalan bagimu dari arah ini. Karena dia telah mengalirkan padanya zikir kepada Tuhanku”.
Maka kembalilah malaikat maut itu kepada Tuhannya, lalu ia melaporkan bahwa, orang itu telah berkata begini begitu. Lantas Allah Taala berfirman : “Cabutlan nyawanya dari arah yang lain”.
Malaikat maut itu mendatanginya lagi dari arah tangan. Maka keluarlah dari tangan itu sedekahnya, usapan atas kepala anak yatim, penulisan ilmu, dan sabetan pedang di perang sabil. Mereka juga mengatakan seperti tadi.
Kemudian malaikat maut itu mendatanginya dari arah kakinya, namun kakinya berkata : “Sesungguhnya orang ini telah berjalan dengan aku menuju salat berjamaah, salat pada hari-hari raya, dan majelis-majelis ilmu”.
Setelah itu, ia mendatangi orang itu dari kedua telinganya, namun telinga berkata : “Sesungguhnya orang ini telah mendengarkan denganku Alquran dan zikir”.
Latu malaikat maut itu mendatanginya dari arah matanya, namun mata itu berkata : “Orang ini telah melihat denganku kepada mushaf-mushaf dan kitab-kitab”.
Akhirnya malaikat maut itu pergi kembali menghadap Allah Taala lalu berkata : Ya Tuhanku, aku telah dikalahkan oleh anggota-anggota tubuh hamba itu dengan alasanalasannya. Bagaimana aku dapat mencabut nyawanya?”.
Maka Allah berfirman : “Tulislah nama-Ku pada telapak tanganmu lalu perlihatkanlah ia kepada nyawa orang mukmin itu”.
Ketika nyawa orang mukmin itu melihat nama Allah, ia pun mencintainya, maka keluariah ia melalui mulut.
Dan berkat nama Allah itu, lenyaplah rasa sakit akibat pencabutan nyawa tersebut. Maka kenapa tidak lenyap pula darinya siksaan, putus rahmat dan terbukanya aib?.
Dan begitu juga, pada dada kamu terdapat nama Allah.
Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan iman di dalam hati mereka”.
Artinya : “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya?). Maka, tidakkah sirna darimu siksaan dan kengerian-kengerian di hari kiamat?”. (Mau’izhah Hasanah).
Diriwayatkan, bahwa sebagian orang arif memikirkan, adakah di dalam Alquran suatu dalil yang mendukung sabda Nabi saw., yang artinya : Nyawa orang mukmin itu keluar dari tubuhnya laksana rambut keluar dari adonan tepung?. Maka ia pun membaca Alquran sampai tamat sambil memikirkan dan merenungkan isinya, namun dia tidak berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi. Kemudian pada suatu malam, dia bermimpi melihat Nabi saw., lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, Allah Taala berfirman yang artinya (Tidak ada sesuatu yang basah maupun yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata), namun saya tidak menemukan arti dari hadis ini padanya?.
Rasulullah menjawab : “Carilah artinya pada surah Yusuf”.
Ketika orang arif tadi terbangun dari tidurnya, ia pun segera membuka Alquran, lalu membaca surah Yusuf. Maka ditemukannyalah arti hadis tersebut, yaitu dalam firman Allah :
Artinya : “Dan berkatalah Zulaikha (kepada Yusuf) : “Keluarlah engkau kepada wanifa-wanita itu”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepadanya, dan mereka lukai (jari) tangan mereka… dst.”
Ketika wanita-wanita itu menyaksikan ketampanan Yusuf, mereka sibuk memandanginya, sehingga mereka tidak merasakan pedihnya jari yang terpotong. Begitu juga seorang mukmin, apabila ia melihat malaikat dan melihat tempatnya di dalam surga dengan segala isinya berupa kenikmatan, bidadari dan mahligai-mahligai yang indah, maka hatinya akan sibuk mengaguminya, sehingga ia tidak akan merasakan pedihnya maut, Insya Allah, sebagaimana ditegaskan Allah di dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka para malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : “Ja: nganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu”. (Syir’atul Islam)
Dan dalam salah satu khabar disebutkan :
Apabila seseorang hamba Allah sedang mengalami naza’ (dicabut nyawanya), maka akan terdengarlah seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Begitu pula, ketika nyawa tu sudah sampai di kedua lutut dan pusar. Dan apabila nyawa itu telah sampai di dadanya, maka kembali terdengar seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Dan begitu pula jika nyawa itu telah sampai di tenggorokannya, maka terdengar pula seruan itu, katanya : “Biarkan dia agar anggota-anggota tubuhnya bisa berpamitan satu sama lain”. Maka berpamitanlah mata dengan mata, katanya : “Sejahtera atasmu sampai hari kiamat”. Dan begitu pula dengan kedua telinganya, kedua tangannya dan kedua kakinya. Sedang nyawa berpamitan dengan nafas.
Maka kita berlindung kepada Allah dari berpamitannya iman dengan lisan, dan berpamitannya hati dengan makrifat.
Selanjutnya, tinggallah kedua tangannya tanpa gerak, kedua kaki tanpa gerak, kedua mata tidak lagi dapat melihat, kedua telinga tidak dapat lagi mendengar, dan tubuh tanpa nyawa. Seandainya lidah tertinggal tanpa pengakuan (iman) dan hati tanpa makrifat (kepada Allah ) dan tasdig, maka betapakah nasib si hamba di dalam liang kuburnya nanti?. Dia sudah tidak bisa melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak, saudara-saudara, kawan-kawan, kasur maupun tirai. Maka jika ia tidak melihat Tuhan Yang Maha Pemurah, sesungguhnya ia benar-benar telah merugi dengan kerugian yang sangat besar. (Daqoiqul Akhbar).
Konon, sebab diangkatnya Nabi Idris as. ke surga adalah karena setiap siang dan malam amalannya diangkat sebanyak amalan seluruh penduduk bumi, sehingga malaikat maut merasa rindu kepadanya. Kemudian malaikat maut meminta kepada Allah Taala agar memberinya izin untuk berkunjung kepada Beliau. Maka Allah pun mengizinkannya.
Syahdan, mataikat maut itupun mendatangi Nabi idris as. dengan menyamar sebagai manusia biasa. la mengucapkan salam kepada Beliau lalu duduk di sampingnya. Pada waktu itu, Nabi Idris sedang menjalani puasa dahr (sepanjang tahun). Apabila saat berbuka sudah dekat, maka malaikat datang kepadanya membawa makanan dari surga, yang lalu dimakan oleh Nabi Idris as.
Nabi Idris berkata kepada tamunya, malaikat maut : “Mari makan bersama-sama”. Namun malaikat maut itu tidak mau makan. Maka bangkitlah Nabi Idris lalu sibuk berIbadat. Sementara malaikat maut itu tetap duduk di sampingnya, hingga terbit fajar dan terbit matahari, namun ia masih tetap duduk juga di samping Beliau. Nabi Idris menjadi keheranan lalu berkata : “Hai teman, maukah engkau berjalan-jalan bersamaku supaya engkau bisa terhibur?’.
“Ya”, jawab malaikat maut. .
Maka keduanya pun bangkit lalu berjalan-jalan hingga sampai ke sebidang sawah. Lalu malaikat maut bertanya : “Apakah Tuan mengizinkan saya untuk mengambil dari saWah ini beberapa bulir tanaman untuk kita makan””.
“Subhanallah”, jawab Nabi Idris dengan nada terkejut. “Kemarin engkau tidak mau memakan makanan yang halal, malah hari ini ingin memakan yang haram?!”.
Keduanya meneruskan perjalanan hingga tanpa terasa telah lewat empat hari, sedang Nabi Idris menyaksikan pada diri kawannya ini hal-hal yang berlainan dengan tabiat Manusia, maka Beliau pun lalu bertanya kepadanya : “Sebenarnya engkau siapa?”.
“Aku malaikat maut”, jawabnya.
Nabi Idris terkejut lalu berkata :
“Rupanya engkaulah yang mencabut ruh-ruh itu?’.
“Benar’, jawab malaikat maut.
Nabi Idris bertanya kembali :
“Engkau ada di sampingku sudah empat hari. Apakah dalam waktu tersebut engkau mencabut nyawa seseorang juga?”.
Malaikat maut menjawab : “Ya. Aku telah mencabut banyak nyawa. Nyawa seluruh makhluk itu bagiku ibarat sebuah hidangan, aku dapat mengambilnya seperti engkau mengambil makanan”.
“Hai malaikat maut”, kata Nabi Idris. “Apakah engkau datang untuk berkunjung, atau untuk mencabut nyawa?”.
Malaikat maut menjawab: “Saya datang untuk berkunjung dengan seizin Allah Taala”.
Kemudian Nabi Idris as. mengajukan permintaan:
“Hai malaikat maut, aku berhajat kepadamu”.
“Apa hajatmu?””, tanya malaikat maut.
Nabi Idris menjelaskan : “Aku ingin agar engkau mencabut nyawaku sekarang ini, dan kemudian Allah menghidupkan aku kembali, sehingga aku dapat benar-benar mengabdi kepada Allah Taala setelah aku merasakan pedihnya maut”.
Malaikat maut menjawab : “Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang kecuali bila Allah Taala mengizinkan aku”.
Maka Allah Taala pun mewahyukan kepadanya : “Cabutlah nyawa Idris”.
Seketika itu juga, Nabi Idris pun dicabut nyawanya, maka matilah Beliau as.
Maka menangislah malaikat maut, lalu dengan merendahkan diri ia memohon kepada Allah Taala agar Allah berkenan menghidupkan kembali sahabatnya, Idris, itu. Dan Alah memperkenankan permohonan malaikat maut itu. Kemudian dihidupkan-Nya kembali Nabi Idris as. setelah itu, malaikat maut bertanya kepada Nabi Idris :
“Hai saudaraku, bagaimana engkau merasakan pedihnya maut itu?”.
Nabi Idris menjawab : “Sesungguhnya jika seekor binatang dilucuti kulitnya hiduphidup, maka kepedihan maut itu masih lebih hebat lagi seribu kalinya”.
Malaikat maut berkata : “Kelemah lembutan yang telah aku lakukan terhadapmu pada saat aku mencabut nyawamu, belum pernah aku lakukan sama sekali terhadap seorang pun”.
Kemudian Nabi Idris as. berkata : “Hai malaikat maut, aku masih mempunyai satu hajat lagi kepadamu. Aku ingin melihat neraka Jahannam, supaya setelah menyaksikan siksaan-siksaan dan belenggu-belenggu serta lain-lain azab di dalam neraka itu, maka aku benar-benar dapat lebih meningkatkan pengabdianku kepada Allah”.
Malaikat maut menjawab : “Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke neraka Jahannam tanpa izin dari Allah”.
Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah Idris ke neraka”.
Malaikat maut membawa Nabi Idris ke neraka. Di sana beliau menyaksikan semua yang telah diciptakan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa : rantai-rantai, belenggu-belenggu dan alat-alat penyiksa lainnya, seperti ular, kalajengking, api, pelangkin, zaggum dan hamiim. Setelah itu, mereka pulang.
Tetapi, Nabi Idris berkata : “Aku masih mempunyai satu hajat lain. Aku ingin engkau membawa aku ke surga, sehingga aku dapat melihat segala isinya yang telah diciptakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, supaya aku bisa lebih bertambah taat”.
“Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke surga tanpa izin dari Allah Taala?”, kaya malaikat maut. Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah dia ke surga”
Maka pergilah keduanya menuju ke surga. Ketika mereka tiba di depan pintu surga. mereka pun berhenti. Dari sana, Nabi Idris menyaksikan isi surga berupa : kenikmatankenikmatan, kerajaan besar, pemberian Allah yang berlimpah, pepohonan, buah-buahan dan tanam-tanaman lainnya. Lantas Nabi Idris berkata : “Hai saudaraku, aku telah merasakan pedihnya maut, dan telah menyaksikan kengerian-kengirian serta hal-hal yang menakutkan di neraka. Maka, sudilah kiranya engkau memohonkan kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memasuki surga dan meminum airnya, supaya lenyap dariku bekas-bekas dari kepedihan maut dan hal-hal yang menakutkan dari neraka tadi?”.
Lalu malaikat maut meminta izin kepada Allah Taala, dan Allah berkenan mengizinkannya, dengan syarat masuk kemudian keluar lagi”.
Maka masuklah Nabi Idris as. ke dalam surga. Kemudian dia letakkan kedua sandalnya di bawah sebatang pohon di antara pepohonan surga, lalu dia keluar.
Kemudian Nabi Idris berkata : “Hai malaikat maut, sandalku tertinggal di dalam surga. Kembalikanlah aku ke sana!”.
Lalu dia kembali ke dalam surga. Tetapi setelah berada di dalamnya, dia tidak mau keluar lagi dari sana. Maka berteriaklah malaikat maut : “Hai Idris, keluar!”.
“Aku tidak mau keluar”, jawab Nabi Idris. “Karena Allah Taala telah berfirman : (Tiaptap yang bernyawa akan merasakan maut), sedang aku telah merasakannya. Dan Allah Taala berfirman : (Dan tidak ada seorang pun dari kamu sekalian, melainkan akan mendatangi neraka), dan aku telah mendatanginya. Dan Allah Taala telah berfirman : (Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan dari dalam surga), maka siapakah yang akan mengeluarkan aku dari dalamnya?”.
Akhirnya, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut :
“Biarkan dia, karena sesungguhnya Aku telah memutuskan di dalam Azali, bahwa dia tergolong penghuni surga”.
Dan Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya (Muhammad saw.) tentang kisah Nabi Idris ini di dalam firman-Nya :
Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran… dst.”
Maka sadarlah dari tidur yang melenakan, hai saudara, dan beramallah dengan Ikhlas demi keridaan Allah. Sebab setiap amal yang tidak ikhlas karena Allah adalah riya, dan riya itu merupakan syirik yang tersembunyi. Allah Taala tidak akan menerima amal orang yang riya.
Syaddad bin Aus berkata : “Aku pernah melihat Nabi saw. sedang menangis, lalu Saya bertanya : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Aku kuatir umatku akan menyekutukan Allah. Mereka memang tidak akan menyembah berhala, namun mereka akan memamerkan amal-amal mereka”.
Nabi saw. bersabda : “Para malaikat penjaga amal naik membawa amai seorang hamba, berupa : puasa, salat, nafkah dan lain-lain. Para malaikat itu bersuara seperti suata lebah dan bercahaya seperti cahaya matahari. Ia diiringi oleh tiga ribu malaikat. Mereka membawa amal itu melewati langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga langit berkata kepada malaikat penjaga amal : “Kembalilah kalian dan pukulkantah amal ini ke wajah pelakunya dan anggota-anggota tubuhnya serta tutuplah hatinya. Sesungguhnya aku menghalangi, yakni menolak naiknya setiap amal kepada Tuhanku, yang amal itu dimaksudkan lidak untuk Tuhanku, namun dimaksudkan untuk selain-Nya. Karena dengan amainya itu, Orang tersebut menginginkan pamor dan pujian di kalangan fukaha, dan sebutan di kala, ngan ulama, serta ketenaran di seantero kota dan masyarakat. Aku telah diperintahkan Tuhanku supaya tidak membiarkan dan meloloskan amalnya melintasi aku menuju kepada selainku”.
Dan para malaikat penjaga amal naik membawa amal baik orang itu dengan diantarkan oleh para malaikat langit, sehingga melintasi hijab-hijab seluruhnya menuju kepada Allah. Kemudian para malaikat itu berhenti di hadirat Allah Taala, mereka semua memberi kesaksian untuk orang itu atas amalnya yang baik dan ikhlas karena Allah. Namun Allah Taaia berfirman : “Kamu adalah para penjaga atas amal hamba-Ku, sedang Aku adalah Pengawas atas hatinya. Sesungguhnya dengan amal ini, dia tidak menghendaki Aku, tetapi menghendaki kepada selain Aku. Maka, dia mendapat laknat-Ku, laknat para malaikat serta langit dengan segala isinya”.
Sahabat Mu’az ra. berkata : “Saya berkata : “Ya Rasululiah, Baginda adalah Rasulullah, sedang saya adalah Mu’az”.
Rasulullah menjawab : “Ikutilah jejakku, hai Mu’az, sekalipun dalam amalmu ada kekurangannya, hai Mu’az, jagalah lidahmu dari terperosok ke dalam pergunjingan mengenai saudara-saudaramu sesama muslim, yaitu dengan jalan membaca Alquran. Dan tanggunglah sendiri dosa-dosamu, jangan pikulkan pada mereka. Dan jangan engkau menganggap dirimu suci dengan mencaci mereka. Dan jangan pula engkau mengagulkan dirimu atas mereka. Dan janganlah engkau memasukkan amal duniamu ke dalam amal akhirat. Dan janganlah engkau sombong dalam majelismu sehingga orang takut terhadap keburukan budimu. Dan janganlah engkau berbisik dengan seseorang sedang di sampingmu ada orang lain. Dan janganlah engkau memecah belah masyarakat dengan lisanmu, sehingga engkau nanti akan dikoyak-koyakkan oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam neraka. Allah Taala berfirman : “… wan naasyithaati nasythan…”. Tahukah engkau apa ‘naasyitaahti’ itu, hai Mu’az?
Saya (Mw’az) bertanya : “Apa itu, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasululiah?”.
Rasulullah menjawab : “Itu adalah anjing-anjing di dalam neraka yang akan mengoyak-ngoyak daging orang-orang yang mengoyak-ngoyak daging sesama manusia dengan lidahnya, dan mencabik-cabik daging dan tulang mereka”.
Mu’az bertanya pula : “Saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasulullah. Siapa yang mampu terhadap semuanya itu dan siapakah yang dapat selamat darinya?”.
Rasulullah menjawab : “Hai Mu’az, sesungguhnya itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah untuk melakukannya”.
Seseorang yang bernama Khalid bin Migdad berkata : “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih banyak membaca Alquran selain Mu’az, dikarenakan oleh hadis ini”. (Bidayatul Hidayah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui Al Ghoyyu. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan memasuki surga dan tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Maryam : 59-60) Tafsir :
(. ) Maka datanglah sesudah mereka pengganti, yang menggantikan mereka, dan datang sesudah mereka generasi yang buruk.
(. ) yang menyia-nyiakan salat. Yakni meninggalkan atau mengakhirkannya dari waktunya.
(. ) dan memperturutkan hawa nafsu, seperti meminum minuman keras, menganggap halal menikahi saudara perempuan seayah, dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan lain.
Dari sahabat Ali Karramallaahu wajhah : “Memperturutkan hawa nafsu itu adalah seperti membangun gedung yang megah, mengendarai kendaraan yang mewah, dan mengenakan pakaian yang glamour”.
(. ) maka mereka kelak akan menemui Al Ghayyu, yakni keburukan, atau balasan Al Ghayyu. Seperti firman Allah : …. Yalqoo atsaaman (… mendapat pembalasan dosa), atau, sesat dari jalan ke surga. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Al GhayYU itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang lembah-lembah lainnya di Sana meminta dilindungi dari keburukannya.
(. ) kecuali. Huruf istitsna (pengecualian).
(. ) orang yang beriman dan beramal saleh. Kata-kata ini menunjukkan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang kafir.
(. ) maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikitpun, dan tidak dikurangi sedikit pun ganjaran amal-amal mereka.
Dan boleh jadi kata syaian (. ) dibaca nashab, karena menjabat sebagai masdar.
Kata-kata ini juga memuat peringatan, bahwa kekafiran mereka dahulu tidak akan membahayakan mereka dan tidak pula mengurangi ganjaran pahala mereka apabila mereka bertobat dan beramal saleh. (Qadhi Baidhawi).
Ayat ini turun berkaitan dengan orang yang meninggalkan salat dari umat ini, dan memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla mensifati mereka dengan firman-Nya :
Artinya : “Yang menyia-nyiakan salat”.
Dari Hasan bin Ali ra. bahwa dia berkata : “Apabila kamu masuk ke dalam Masjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw., karena Rasulullah pernah bersabda :
Artinya : Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku”.
Dan dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Aus ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah membaca salawat atasku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”.
Dari Salman bin Suhaim ra., dia berkata : “Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah saw., lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepada Baginda lalu mengucapkan salam kepada Baginda, apakah Baginda mengerti salam mereka itu?” Beliau menjawab : “Ya, dan aku menjawab salam mereka itu”. (Syifaus Syarif)
Firman Allah :
Artinya : “(Mereka yang) menyia-nyiakan salat”
Maksudnya : mereka tidak mempercayai wajibnya salat. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah, mereka meninggalkan salat dan tidak menjaganya. Dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka merobohkan tempat-tempat peribadatan dan Masjid-masjid mereka dengan cara tidak pergi ke sana dan tidak mengambil pelajaran. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat setelah menunaikannya dengan pergunjingan dan riya dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat dengan tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya di saat menunaikannya. Dan ada yang mengatakan juga, bahwa mereka meninggalkan salat dengan melalaikannya dan sesudah itu tidak menggadhanya.
Para ulama berselisih pendapat mengenai makna Al Ghayyu. Menurut Wahab bin Munabbih, Al Ghayyu itu ialah nama sebuah sungai di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya, sangat luar biasa panasnya, dan sangat tidak enak rasanya. Seandainya ada satu tetes saja dari sungai itu yang menetes di dunia, niscaya akan binasalah seluruh penghuni dunia ini.
Sedang Ibnu Abbas ra. mengatakan : Al Ghayyu ialah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, sedang lembah-lembah lainnya di sana meminta perlindungan kepada Allah Taala darinya setiap hari seribu kali, karena sangat panasnya. Lembah tersebut disediakan bagi mereka yang meninggalkan salat dan jamaah.
Dan menurut Atha : Al Ghayyu talah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang mengalirkan darah dan nanah.
Dan menurut Ka’ab : Al Ghayyu adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya dan sangat dahsyat panasnya. Di sana ada sebuah sumur yang dinamakan Al Habhab. Setiap kali neraka Jahannam mereda panasnya, maka Allah membuka sumur itu, sehingga ia menyala kembali dan berkobar.
Adapun menurut Adh Dhahhak : Al Ghayyu itu adalah kerugian dan kebinasaan. (Demikian tersebut di dalam kitab Lubabut Tafsir)
Deceritakan, bahwa ada seorang lelaki berjalan di suatu sahara. Suatu hari, ia ditemani setan. Dan ia pun tidak melakukan salat Subuh, zuhur, Asar, Magrib dan Isyak. Ketika tiba waktu tidur, orang itu hendak tidur. Lalu setan itu lari darinya. Maka lelaki itu bertanya : “Mengapa engkau lari dariku?”. Setan menjawab “Sesungguhnya aku telah mendurhakai Allah selama hidupku hanya satu kali saja, lalu aku dikutuk. Sedang engkau telah berbuat durhaka kepada Allah dalam sehari lima kali. Karena itu, aku takut kepada Allah sekiranya Dia murka kepadamu dan menghukummu, serta menghukum aku juga bersamamu dikarenakan oleh kemaksiatanmu itu”. (Tafsir Alfatihah).
Dan dari Nabi saw. bahwa pada suatu hari Beliau membicarakan tentang salat, sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa memelihara salat, maka salat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka dia tidak akan memperoleh cahaya, bukti dan keselamatan. Dan kelak pada hari kiamat, dia akan berada bersama-sama Garun, Firaun, Haman dan Ubai bin Khalaf. (Dari Syarah Al Maniyah oleh Alhalabi)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
“Barangsiapa meremehkan salat berjamaah, maka Allah Taala akan menghukumnya dengan dua belas bencana : tiga di dunia, tiga di waktu akan mati, tiga di dalam kubur dan tiga pada hari kiamat.
Adapun tiga bencana di dunia adalah :
Pertama, Allah menghilangkan berkah dari usaha dan rezekinya.
Kedua, Allah mencabut darinya cahaya orang-orang saleh.
Ketiga, dia dibenci di dalam hati orang-orang mukmin.
Adapun tiga bencana di waktu menjelang maut ialah :
Pertama, dia dicabut nyawanya dalam keadaan sangat dahaga, sekali pun ia minum dari beberapa sungai.
Kedua, diberatkan atasnya pencabutan nyawanya itu.
Ketiga, dikuatirkan dia mati dalam keadaan tanpa iman -nau’dzu billaahi min dzalik-.
Adapun tiga bencana di dalam kuburnya ialah :
Pertama, dipersulit atasnya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.
Kedua, diperhebat atasnya kegelapan kuburnya.
Ketiga, disempitkan kuburnya sehingga tulang-tulang rusuknya bertemu menjadi satu.
Adapun tiga bencana pada hari kiamat adalah :
Pertama, diperberat atasnya hisabnya.
Kedua, dimurkai Tuhannya.
Ketiga, Allah menghukumnya dengan neraka. Semoga Allah melindungi kita semua daripadanya.
(Kanzul Akhbar)
Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa, tidak ada keringanan (rukhsah) bagi orang yang mendengar azan untuk tidak ikut berjamaah. Karena berjamaah itu sunnah muakkad, yang diperkuat dengan sangat. Sehingga apabila ia tidak dikerjakan oleh seluruh warga suatu tempat, maka mereka wajib diperangi dengan senjata. Karena salat berjamaah itu termasuk syiar-syiar Islam. Dan kalau ia ditinggalkan oleh salah seorang dari mereka tanpa halangan (uzur), maka orang itu wajib diberi hukuman peringatan (ta zir) dan tidak diterima kesaksiannya, sedang tetangga-tetangganya, imamnya dan muezzinnya ikut berdosa bila mendiamkannya. Adapun hukuman peringatan (ta’zir) itu sekurangkurangnya tiga kali pukulan cambuk.
Pengarang kitab Khulashatul Fatawa berkata : “Saya mendengar dari seorang yang dapat dipercaya bahwa, hukuman ta’zir dengan jalan mengambil harta si terhukum, apabila hal itu dilakukan dengan sepengetahuan hakim atau pemerintah, itu boleh. Dan di antara yang terkena hukuman ta’zir itu ialah seorang lelaki yang tidak menghadiri salat berjamaah, ia boleh diberi hukuman ta’zir dengan diambil hartanya. Karena cara ini lebih berpengaruh atasnya daripada pemukulan dengan cambuk”. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jawahir dan Syir’atul Islam)
Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, menelaah kitab-kitab Fikih adalah termasuk uzur (halangan untuk tidak berjamaah), apabila bukan karena malas dan tidak biasa meninggalkan jamaah, tetapi meninggalkan jamaah itu hanya terjadi kadang-kadang, karena sibuknya dengan kitab Fikih itu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kaum muslimin. Sakit, hujan, dingin, gelap gulita, ketakutan dan penahanan, semuanya termasuk uzur jamaah. Sedang safar (bepergian) bukan uzur, sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab At Tabyin, dan itulah yang benar.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang meninggalkan salat berjamaah itu dikutuk di dalam Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu berjalan di muka bumi sedang bumi melaknatnya. Dan orang yang meninggalkan jemaah itu dibenci oleh Allah, dan dibenci para malaikat dan apa saja yang Allah menaruh nyawa padanya, serta dikutuk pula oleh seluruh malaikat yang ada di antara langit dan bumi, juga ikan-ikan di laut”. Dan dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mencegah dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan mencegahnya dari lima perkara : Pertama, barangsiapa tidak mau berdoa, maka Allah pun tidak akan memperkenankan dia. Kedua, barangsiapa tidak mau bersedekah, maka Allah pun akan mencegah dirinya dari kesentosaan. Ketiga, barangsiapa tidak mau berzakat, maka Allah pun tidak akan memelihara hartanya. Keempat, barangsiapa tidak mau mengeluarkan sepersepuluh (dari hasil bumi), maka Allah pun akan mencegah berkah dari hasil usahanya. Kelima, barangsiapa tidak mau menghadiri (salat) jemaah, maka Allah akan menolak syahadatnya, yaitu laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah. Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Jibril dan Mikail as. datang menemuiku lalu berkata : “Ya Muhammad, seSungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang meninggalkan jamaah dari umatmu tidak akan mencium bau surga, sekalipun amalnya lebih banyak daripada amal seluruh penduduk bumi. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu terkutuk di dunia dan di akhirat”.
Apabila nasib orang yang meninggalkan jamaah itu sudah demikian rupa (padahal ia masih melakukan salat), maka betapa pula nasib orang yang meninggalkan salat (yang sama sekali tidak mau salat). Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Jika kamu melihat seseorang senantiasa pergi ke Masjid, maka bersaksilah untuknya, bahwa ia beriman “ Seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Yang memakmurkan Masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang berIman kepada Allah dan hari kemudian”.
Dan seperti firman-nya:
Artinya : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halang, disebutnya nama Allah di dalam Masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya?. Me. reka itu tidak patut masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)”.
Begitu pula diriwayatkan dari Mujahid ra., bahwa ada seorang lelaki menemui Ibnu Abbas ra., lalu bertanya : “Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang rajin melakukan salat malam, dan siangnya berpuasa, tetapi dia tidak salat berjamaah, lalu mati dalam keadaan demikian. Kemanakah dia nanti”. Ibnu Abbas menjawab : “Dia ke neraka”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Ucapkanlah salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan jangan mengucapkan salam kepada Yahudi umatku”. Maka Beliau ditanya. “Siapakah mereka Ya RaSulullah?”. Beliau menjawab : “Orang-orang yang mendengarkan azan dan igamat. namun tidak menghadiri jamaah”.
Sahabat Abu Hurairah ra., berkata : “Seorang laki-laki buta datang menemui Nabi saw., yang konon dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Orang itu berkata : “Ya Rasulullah saya tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntun saya ke Masjid”. Dia lalu meminta kepada Rasulullah supaya memberi keringanan padanya untuk salat di rumahnya saja. Maka Beliau pun mengabulkan permintaannya itu. Namun, ketika orang itu hendak pulang, Beliau memanggilnya kembali lalu bertanya : “Apakah engkau dapat mendengar seruan untuk salat?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka Beliau bersabda : “Kalau begitu, datangilah jamaah”.
Sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidaklah (sempurna) salat bagi tetangga Masjid, melainkan di dalam masjid”. Dan juga sabda Nabi saw. :
Artinya : “Berilah kabar gembira kepada orang yang gemar berjalan di kegelapan malam menuju ke Mesjid, bahwa dia akan mendapat cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Demikian tersebut di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Salat itu tiang agama, maka barangsiapa mendirikannya berarti dia telah
menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya borarti dia telah merobohkan agama”.
Dari Nabi saw. , bahwa Beliau bersabda yang artinya :
‘Sesungguhnya keburukan orang yang meninggalkan salat itu menular kepada tujuh puluh orang dari keluarganya dan tetangga-tetangganya, bahkan dari sekarang ini sampai kepada zaman Nabi Adam as. dahulu. Itu karena, apabila orang yang salat duduk dalam tasyahhud, ia membaca : assalamu alaina wa ‘alaa ibaadillaahish shaalihin (Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Dengan adanya ucapan ini , maka pahalanya sampai kepada arwah orang-orang mukmin dari sekarang hingga zaman Nabi Adam as. Jadi, orang yang meninggalkan salat itu berarti dia telah mencegah kebaikan itu. Dengan demikian, dia seumpama orang yang keburukannya menimpa seluruh umat islam, sebagaimana difirmankan Allah :
Artinya : “Yang banyak menghalangi perbuatan baik yang melampaui batas lagi banyak dosa”. (Anisul Majalis).
Diriwayatkan dari Agil bin Abithalib ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bepergian bersama Nabi saw., maka saya melihat dari Beliau tiga hal yang menyebabkan mantapnya Islam dalam hatiku.
Yang pertama, bahwa Nabi saw. hendak membuang hajat, sedang di seberang Beliau ada beberapa pohon. Lantas Beliau berkata : “Pergilah ke pohon-pohon itu dan katakan kepada mereka, bahwa Rasulullah berkata : “Kemarilah, dan jadilah penutup bagiku, karena aku hendak berwudu”. Maka saya pun beranjak akan pergi. Namun, belum lagi pesan Beliau saya sampaikan, ternyata pohon-pohon itu telah terpotong dari akarnya masing-masing, dan pindah menutupi di sekeliling Rasulullah, sampai Beliau menyelesaikan hajatnya. Kemudian pohon-pohon itu kembali ke tempatnya semuta.
Yang kedua, saya terserang rasa dahaga, ialu saya pun mencari air. Tetapi saya tidak menemukannya. Maka Nabi saw. bersabda : “Naiklah ke gunung ini, dan sampaikan salam dariku, lalu katakan kepadanya : “Jika ada air padamu, maka berilah aku minum”. Agil berkata : “Maka saya pun mendaki gunung, dan saya mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh Nabi saw. tadi. Belum lagi saya selesai bicara, tiba-tiba gunung itu berkata dengan suara yang jelas : “Katakan kepada Rasulullah, bahwa sejak Allah menurunkan ayat : (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu), maka aku terus-menerus menangis karena takut, jangan-jangan aku menjadi batu bahan bakar neraka tersebut, sehingga tidak tersisa lagi air padaku”.
Yang ketiga, ketika kami sedang berjalan, sekonyong-konyong ada seekor unta berlari mendatangi kami hingga akhirnya sampai kepada Rasulullah, lalu ia berkata : “Ya Rasulullah, tolonglah aku”. Tidak lama kemudian datang seorang Badui sambil membawa sebilah pedang yang terhunus. Maka Rasulullah bertanya kepadanya : “Apa yang hendak engkau jakukan terhadap binatang yang malang ini?”. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya telah membelinya dengan harga yang mahal, tetapi dia tidak menurut kepadaku. Maka saya hendak menyembelihnya, lalu saya manfaatkan dagingnya”.
“Mengapa engkau membangkang kepadanya?”, tanya Rasulullah kepada unta itu.
Unta itu menjawab : “Ya Rasulullah, aku tidak membangkang kepadanya untuk melakukan pekerjaan. Tetapi saya membangkang kepadanya karena perbuatan buruknya. Sebab kabilahnya tidur pada saat salat Isyak, tanpa melakukan salat Isyak, kalau dia mau berjanji kepada Baginda akan melakukan salat Isyak maka saya pun akan berjanji kepada Baginda untuk tidak membangkang lagi padanya. Karena saya kuatir mereka nanti ditimpa azab dari Allah, sedang saya berada di tengah-tengah mereka”.
Maka Nabi pun mongambil janji dari orang Badui itu untuk tidak meninggalkan salat Isyak Kemudian Bohau monyorahkan unta itu kembali kepadanya. Maka orang itu pulang kombali kepada koluarganya. (Raunaqul Majalis)
Diceritakan bahwa, pada suatu hari, Nabi Isa as. melakukan suatu perjalanan. Maka dilihatnya suatu kaum yang menyembah Allah dengan rajin dan sungguh-sungguh. Mereka berkumpul di suatu tempat yang tinggi. Nabi Isa memberi salam kepada mereka lalu duduk bersama mereka. Beliau melihat mereka mempunyai banyak makanan, minuman yang borsih, bermacam-macam buah-buahan, anak-anak dan isteri-isteri yang cantik, Nabi Isa memperhatikan, maka tampak olehnya kampung mereka itu dihiasi dengan perhiasan yang indah, yang tidak bisa dilukiskan.
Sesudah itu, Nabi Isa as. pergi meninggalkan mereka. Setelah lewat beberapa lama. Beliau kembali ke tempat itu. Ternyata mereka semua telah binasa berikut anak-anak dan Isteri-isteri mereka. Sedang kampung mereka juga telah hancur. Maka Nabi Isa merasa heran melihat nasib mereka itu, lalu Beliau bermunajat kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, mengapa mereka binasa?. Apakah mereka meninggalkan salat dan tidak mau taat lagi?”.
Allah Taala menjawab : “Tidak. Tetapi, mereka telah disinggahi oleh seseorang yang meninggalkan salat. Orang itu membasuh wajahnya dengan air mereka. Kemudian bekas basuhannya itu mengenai sawah-sawah dan kampung halaman mereka. Akibatnya, mereka pun turut binasa”. (Anisul Majalis)
Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi saw. duduk bersama sahabat-sahabatnya. Kemudian datang seorang pemuda Arab ke pintu masjid sambil menangis. Maka bertanyalah Nabi saw. : “Mengapa engkau menangis, hai anak muda?”.
Pemuda itu menjawab : “Ya Rasulullah, ayahku meninggal dunia, sedang dia tidak mempunyai kain pembungkus maupun orang yang memandikannya”. Maka Nabi pun menyuruh sahabat Abubakar dan Umar ra. untuk membantunya.
Kedua sahabat itu pun pergi menjenguk si mayit, namun ketika mereka melihatnya, tampak mayit itu seperti seekor babi hitam. Maka keduanya kembali menemui Rasulullah saw., seraya berkata : “Kami lihat dia tak lain seperti seekor babi hitam, Ya Rasulullah”.
Maka Rasulullah berangkat menuju ke tempat jenazah itu. Kemudian Beliau berdoa, lalu mayit itu berubah kembali seperti rupanya yang asli. Dan Beliau pun menyalatinya. Ketika para sahabat hendak menguburnya, mereka lihat mayit itu berubah kembali menjadi babi hitam. Maka Nabi pun bertanya : “Hai anak muda, perbuatan apakah yang pernah dilakukan ayahmu di dunia?”.
Pemuda itu menjawab : “Dia adalah seorang yang tidak mau salat”.
Maka Nabi saw. bersabda : “Hai sahabat-sahabatku, perhatikanlah nasib orang yang tidak mau salat, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat kelak dalam rupa seekor babi hitam”. Semoga Allah melindungi kita semua darinya. (Bahjatul Anwar)
Pada masa pemerintahan Abubakar Assiddig, pernah ada seorang laki-laki meninggal dunia. Maka orang-orang berdiri untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafannya bergerak-gerak. Ketika mereka periksa, ternyata ada seekor ular yang melilit pada leher si mayit sambil memakan dagingnya dan menghisap darahnya. Maka ular itu hendak mereka bunuh, namun sekonyong-konyong ular itu berkata :
Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Kenapa kalian hendak membunuhku?. Padahal aku tidak berdosa dan tidak pula bersalah. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengazab orang ini sampai hari kiamat”.
“Apa kesalahan-kesalahannya?”, tanya mereka.
Ular itu menjawab : “Ada tiga kesalahan : (pertama) apabila mendengar azan dia tidak mendatangi jamaah, (kedua) dia tidak mengeluarkan zakat dari hartanya, (ketiga) dia tidak mau mendengar perkataan ulama. Dan inilah balasannya”. (Dari Al Marsum)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan barangsiapa berpaling dari zikir, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang ‘dhankan’, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia : “Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah orang yang yang melihat?”. Allah berfirman : “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau melupakannya. Maka begitu pula pada hari ini engkau pun dilupakan”. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thahaa : 124-127)
Tafsir :
(. ) Dan barangsiapa berpaling dari ‘zikir’, dari petunjuk yang mengingatkan dan mengajak ibadat kepada-Ku.
(. ) maka sesungguhnya baginya penghidupan yang dhankan, yakni yang sempit.
Kata dhankan (. ) adalah masdar, yang digunakan untuk mensifati. Oleh karena itu, bentuknya sama antara muzakkar (jenis jantan) maupun muannats (jenis betina). Ia dibaca juga , ( dhankaa) seperti kata. (sakraa).
Dan penghidupan yang sempit itu adalah karena seluruh keinginan dan ambisinya hanya tertuju pada harta dunia yang dengan mati-matian ia berusaha menambahnya dan merasa kuatir kalau berkurang. Berbeda dengan orang mukmin yang menginginkan akhirat. Padahal terkadang Allah Taala menyempitkan dengan sebab sialnya kefakiran itu dan melapangkan dengan sebab berkahnya keimanan, sebagaimana firman-firman Allah berikut ini:
Artinya : “Lalu ditimpakan atas mereka kenistaan dan kehinaan… dst”. Dan firman-Nya :
Artinya : “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan hukum Taurat dan … dst”
Dan fiman-Nya :
Artinya : “Dan sekiranya penduduk negori-negeri itu beriman …. dst”.
(. ) dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta, buta mata atau buta hati. Yang pertama (buta mata) diperkuat oleh firman-Nya:
(. ) Berkatalah ia : Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku adalah orang yang melihat?. Allah berfirman : Demikianlah, yakni seperti itulah yang telah engkau lakukan. Kemudian hal itu ditafsirkan Allah dalam firman-Nya :
(. ) telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, yang jelas dan terang.
(. ) lalu engkau melupakannya, dengan tenggelam dalam kemaksiatan, sampai engkau buta darinya dan membiarkannya tanpa mendapat perhatian.
(. ) dan begitu pula, seperti halnya engkau telah membiarkan ayat-ayat Kami di dunia.
(. ) pada hari ini pun, engkau dilupakan. Dibiarkan buta dan tersiksa.
(. ) Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas, yang tenggelam dalam hawa nafsu dan berpaling dari ayat-ayat Allah.
(. ) dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya, bahkan mendustaikannya dan tidak mematuhinya.
(. ) Dan sesungguhnya azab di akhirat itu, yaitu dihimpunkan dalam keadaan buta. Dan ada pula yang mengatakan, azab neraka. Maksudnya : Dan azab neraka sesudah itu…
(. ) lebih berat dan lebih kekal, daripada sempitnya penghidupan dan penghimpunan dalam keadaan buta. Dan boleh jadi, apabila orang itu telah masuk ke dalam neraka, maka ia tidak buta lagi, untuk diperlihatkan kepadanya tempatnya dan keadaannya. Atau, lebih berat dan lebih kekal daripada apa yang dia perbuat, yaitu membiarkan ayat-ayat Allah dan kafir terhadapnya. (Qadhi Baidhawi).
Dari Ibnu Umar ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah olehmu membaca salawat kepada Nabimu setiap hari Jumat, karena sesungguhnya aku menyaksikannya darimu pada setiap hari Jumat”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
Artinya : “Karena tidak seorang pun yang bersalawat kepadaku, melainkan salawatnya itu disampaikan kepadaku ketika ia selesai mengucapkannya. (Syifaus Syarif)
Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu Wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran sampai hafal, lalu ia menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan menerima syafaatnya terhadap sepuluh orang dari keluarganya, yang mereka itu semuanya pantas untuk masuk neraka”. Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ? 0. ant PAN NP BEP 0… ie AN NS “A APE Pra ME SAN SAS EL 2 ISON Pra 3 835 (AIM Sya ae, -29 – 2, y » at. -d 4. Ag Pad . 7 » – 229 2 AE EN, GULA Ha gg Pn . 2» . “ AE EN AN SA Et IR ISA ENG PA Cena OUR ANA, DES Pine Ae yo Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran di dalam salatnya, maka dari setiap hurufnya, dia mendapat seratus kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran di luar salat dalam keadaan berwudu, maka dari setiap hurufnya dia mendapatkan duapuluh lima kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran tanpa wudu, maka dari setiap hurufnya dia memperoleh sepuluh kebaikan”. (Majalisul Anwar) Mengenai tafsir Adz Dzikru ( ) di dalam ayat di atas tadi, ada beberapa pendapat.
- Adz Dzikru adalah Alquran. Berdasarkan firman Allah Taala :
Artinya : “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan pertemuan di akhirat, maka mereka tetap berada dalam siksaan”.
- Berpaling dari membaca Alquran dan melupakannya.
- Mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya : “Hingga mereka lupa mengesakan (Engkau)”
- Berpaling dari taat dan mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya.
- Berpaling dari ilmu Berdasarkan firman Allah :
Artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak tahu.
- Berpaling dari menyebut dengan lidah. Berdasarkan firman Allah :
Artinya : “Sebutlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya”.
- Berpaling dari salat. Berdasarkan firman Allah :
Artinya : “Maka bergegaslah kamu kepada zikrullah (salat).
Dan firman-Nya :
Artinya : “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari zikrullah (salat). (Tafsir Hanafi)
Dari jbnu Abbas ra., bahwa dia berkata : “Adh Dhanku ( BEN ) adalah Asy Syaga (kemalangan)
Dan diriwayatkan pula darinya bahwa dia berkata : “Apabila seorang hamba diberi, baik sedikit maupun banyak namun dia tidak merasa puas, maka tidak ada kebaikan padanya. Itulah kesempitan dalam penghidupan. Dan sesungguhnya ada suatu kaum yang berpaling dari kebenaran padahal mereka berada dalam kelapangan dunia (kaya raya), dengan demikian maka keadaan mereka disebut juga dhankun (sempit). Hal itu karena mereka memandang bahwa, Allah Taala bukan Pencipta mereka, sehingga semakin berat penghidupan mereka sekalipun mereka berkecukupan. Karena mereka telah berprasangka buruk terhadap Allah”. (Bahrul Ulum)
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, (yang dimaksud dengan) orang yang berpaling dari mengingat Allah itu ialah orang yang dikuasai setan yang menjadi musuhnya, yang menghendaki dia ditimpa segala kebinasaan dan kesesatan, sehingga tidak ada lagi orang yang lebih berat penghidupannya, lebih besar kesesatannya dan lebih celaka dannya. (Bahrul Ulum)
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah”.
Yakni, jangan sampai kamu disibukkan oleh pekerjaan mengatur dan memperhatikan harta benda dan anak-anak, sampai tidak mengingat Allah, seperti melaksanakan salat dan ibadat-ibadat lainnya yang diperuntukkan buat pengabdian. Adapun maksudnya telah melarang mereka dari sifat terlena dengan harta benda dan anak-anak. Dan diarahkannya larangan itu pada harta benda dan anak-anak adalah untuk mubalaghah. Karena itulah Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan barangsiapa yang berbuat demikian …”.
Yakni, terlena dan sibuk oleh hal-hal tersebut (tadi)
Artinya : “Maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.
Karena mereka telah menukar sesuatu yang besar lagi abadi dengan barang lain yang hina dan tidak abadi. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., katanya : “Saya pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah saw.. Kemudian saya berkata kepada Beliau : Ya Rasulullah, ucapkanlah suatu perkataan yang dapat kami ambil manfaatnya.
Beliau lalu bersabda :
Artinya : “Jika kamu ingin hidup bahagia, mati sebagai syahid, selamat pada hari kiamat, naungan di hari pembalasan, dan petunjuk dari kesesatan, maka hendaklah kamu selalu membaca Alquran. Karena Alquran itu merupakan firman Tuhan Yang Maha Pengasih benteng terhadap setan dan berat dalam timbangan”.
Dan demikian pula sabda Nabi saw. :
Artinya : “Ibadat umatku yang paling utama adalah membaca Alquran”.
Maka hendaklah orang yang mukallaf sibuk mempelajarinya dan membacanya. (Badrur Rasyid)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata : “Ada seorang laki-laki meninggal dunia di zaman Nabi saw.. Maka Beliau mendatangi jenazahnya untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafan si mayit bergerak-gerak. Ketika diperiksa Nabi, ternyata di dalamnya ada seekor ular sedang mengisap darah mayit itu dan memakan dagingnya. Lantas Abubakar hendak memukul ular itu, tetapi dengan kuasa Allah, ular itu talu berbicara dengan suara yang fasih : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Dan katanya pula : “Hai Abubakar, kenapa tuan hendak memukul saya, padahal saya tidak berdosa, padahal saya diperintah untuk melakukan ini?. Allah telah memerintahkan kepada saya supaya mengazab orang ini sampai hari kiamat”.
Abubakar bertanya : “Apa kesalahan-kesalahannya?”.
Ular itu menjawab : “Dia mempunyai tiga kesalahan : (Pertama) meninggalkan salat, (Kedua) tidak mau berzakat, (Ketiga) tidak suka mendengarkan perkataan ulama”. (Hayatul Qulub)
Dan Nabi saw. bersabda : “Allah Taala berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan kea. gungan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman. Apabila Aku telah membuatnya takut di dunia maka Aku akan amankan dia di han kiamat: dan apabila Aku telah mengamankan dia di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di hari kiamat”.
(Dikisahkan) dari Abubakar Assiddig ra., bahwa Dihyah Alkalabi dahulunya adalah seorang raja Arab yang kafir. Sedang Rasulullah sangat menginginkan keistamannya. karena di bawah kekuasannya ada tujuh ratus orang dari keluarganya. Beliau selalu mendoakannya : “Ya Allah, karuniakanlah Islam kepada Dihyah Alkalabi”.
Ketika dia hendak masuk Islam, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi saw. seusai salat Fajar : “Ya Muhammad, Aku telah menanamkan cahaya iman ke dalam hati Dihyah Alkalabi. Dia sekarang akan menemuimu”.
Begitu Dihya Alkalabi memasuki Masjid, maka Nabi pun melepas serempangnya dan punggungnya lalu menggelarnya di atas lantai. Lantas Beliau menyilakan Dihyah untuk duduk di atasnya. Ketika Dihyah menyaksikan penghormatan yang demikian besar dari Nabi saw. itu, maka dia pun menangis, lalu diangkatnya serempang itu dan diciuminya, kemudian diletakkannya di atas kepala dan kedua matanya seraya berkata : “Ya Nabi Allah, apakah syarat-syarat masuk Islam. Kemukakanlah kepada saya”.
Nabi saw. menjawab : “Hendaklah Anda mengucapkan : La Ilaaha lilallaah, Muhammad Rasulullah.
Kemudian Dihyah menangis. Maka bertanyalah Nabi kepadanya : “Mengapa Anda menangis seperti ini, hai Dihyah?. Apakah karena masuknya Anda ke dalam Islam, ataukah ada sebab-sebab yang lain?”.
Dihyah menjawab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah melakukan dosa-dosa yang sangat besar. Maka, tanyakaniah kepada Tuhanmu, apa penebusnya?. Seandainya Dia menyuruhku agar membunuh diri, maka aku pasti akan bunuh diri. Dan seandainya Dia memerintahkan supaya aku mengeluarkan sedekah dari hartaku, niscaya aku akan mengeluarkannya?.
“Apa dosa-dosamu itu, hai Dihyah?”, tanya Nabi.
Dihyah menjawab : “Saya adalah salah seorang raja Arab. Saya merasa malu jika Saya mempunyai anak-anak perempuan yang bersuami. Supaya tidak ada orang yang mengatakan : Fulan bin Fulan, menantu Dihyah Alkalabi. Maka, tujuh puluh dari anakanak perempuanku itu telah saya bunuh dengan tangan saya sendiri”.
Mendengar perkataan Dihyah tersebut, Nabi menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus dijawabnya. Maka turunlah malaikat Jibril as. lalu berkata : “Ya Rasulullah, katakanlah kepada Dihyah Alkalabi, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya setelah engkau mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illailaah Muhammad Rasulullah. maka Aku telah mengampuni kekafiranmu selama enam puluh tahun, dan celaanmu terhadapKu selama enam puluh tahun pula. Maka, bagaimana mungkin Aku tidak mengampuni pembunuhan puteri-puterimu, sedang mereka adalah milikmu?”.
Periwayat hadis ini melanjutkan : “Maka menangislah Nabi saw. dan sahabat-sahabat Beliau. Kemudian Beliau berkata : “Tuhanku, Engkau telah mengampuni Dihyah atas dosanya membunuh anak-anak perempuannya hanya dengan satu kali ucapan syahadat. Maka, mana mungkin Engkau tidak mengampuni orang-orang mukmin atas dosa-dosa kecil mereka dengan syahadat yang banyak?”.
Dihyah atau Dahyah, dengan mem-fathah-kan dal atau mengkasrah-kannya, adalah dua macam dialek. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat, mana yang lebih kuat dar! keduanya. Dia adalah Dihyah bin Khalifah bin Farwah Alkalabi, seorang yang paling elok parasnya. Apabila ia datang ke kota Madinah, maka tidak tertinggal seorang wanita pingitan pun, melainkan keluar untuk melihatnya. Dan karena parasnya yang elok itu pula, Jibril pernah datang mengunjungi Nabi dengan menyamar sebagai Dihyah. Telah lama dia masuk Islam, dan ikut berpartisipasi dalam berbagai peperangan yang terjadi sesudah perang Badr, bersama Rasulullah saw.. Dia masih sempat hidup sampai masa pemerintahan Muawiyah dan ikut pula bertempur. Dia menetap di kota Al Mizzih, dekat Damaskus. Dan dia pernah diutus membawa surat Nabi saw. kepada pembesar Bushra untuk diserahkan kepada Heraklius, yaitu pada akhir tahun ke-6 Hijriyah. (Karmani)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., bahwa dia berkata : “Barangsiapa mengucapkan La Ilaaha lilallaah Muhammad Rasulullah, maka keluarlah dari dalam mulutnya malaikat seperti burung berwarna hijau. Dia memiliki sepasang sayap, yang satu di timur dan yang lain di barat, keduanya berwarna putih, bertahtakan intan dan mira delima. Lalu naiktah malaikat itu, hingga apabila dia telah sampai di Arsy, dia mengeluarkan suara seperti dengungan lebah, maka berkatalah kepadanya para malaikat pemanggul Arsy : “Diamlah, demi keperkasaan Allah Taala”. Tetapi dia menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni pembaca kalimat tadi”.
Maka Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni pembaca kalimat itu”.
Kemudian Allah Taala menciptakan untuk malaikat yang terbang itu tujuh puluh tidah, masing-masing lidah memohonkan ampunan bagi orang yang membaca kalimat syahadat tadi sampai hari kiamat. Sedang pada hari kiamat, malaikat yang terbang itu akan datang menjumpai orang tersebut, lalu membimbingnya, dia bertindak sebagai penuntun dan penunjuk jalan baginya menuju ke surga. (Raunaqul Majalis)
Dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar penghutu seluruh makhluk, Muhammad saw. bersabda : “Aku pernah mendengar penghulu seluruh mataikat, Jibril as. Berkata : “Aku tidak pernah turun membawa kalimat yang lebih mulia daripada kalimat Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah, atas bumi. Dengan kalimat itulah tegaknya langit, bumi, gunung-gunung, pohon, daratan dan lautan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat ikhlas. Ketahuilah, ia adalah kalimat Islam. Ketahuilah, ia adalah kalimat kedekatan pada Allah. Ketahuilah, ia adalah kalimat takwa. Ketahuilah, ia adalah kalimat keselamatan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat yang luhur. Seandainya ia diletakkan di atas piringan timbangan, sedang tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan di piringan yang lain, niscaya kalimat itulah yang lebih berat daripada semuanya itu”. (Zubdatul Wa’izhin)
(Dikisahkan) bahwasanya ada seorang laki-laki sedang melakukan wukuf di Arafah. Di genggaman tangannya ada tujuh butir satu. Kemudian ia berkata : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Kemudian dia letakkan batu-batu itu di bawah kepalanya, lalu tidur. Dalam tidurnya itu, dia bermimpi seolah-olah kiamat benar-benar telah bangkit. Dan bahwa dia telah dihisab, yang ternyata dia harus masuk neraka. Maka para malaikat pun membawanya ke pintu neraka. Namun, tiba-tiba sebutir batu dari batu-batu tersebut menjatuhkan dirinya pada pintu neraka itu. Lalu para malaikat azab berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Kemudian mereka pergi ke pintu neraka yang lainnya, dan ternyata di pintu itu pun sudah ada sebuah batu dari ketujuh batu itu. Maka mereka berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Hingga mereka membawa orang itu ke tujuh pintu neraka, sedang pada tiap-tiap pintu itu ada sebuah batu dari batubatu tersebut. Akhirnya para malaikat itu membawa orang tersebut ke Arsy. Di sana Allah Taala berfirman : “Hai hamba-Ku, engkau telah menjadikan batu-batu itu sebagai saksi, dan ternyata mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka, bagaimana mungkin Aku menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu?. Masukkanlah dia ke surga”.
Ketika dia telah dekat ke surga, sekonyong-konyong terbukalah pintu-pintunya dengan kunci berupa kalimat Laa ilaaha Illallaah Muhammad Rasululiah. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Waizhin)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Aku masuk surga, lalu kulihat pada pintu surga itu tertulis tiga kalimat : Pertama, Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua, kami telah memperoleh apa yang telah kami lakukan. Kami mendapat laba dari apa yang kami makan. Dan kami telah merugi dari apa yang telah kami tinggalkan. Sebagaimana firman Allah yang artinya : “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan kepadanya, begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin andaikan antara dia dan hari itu ada masa yang jauh”. Ketiga, umat yang berdosa dan Tuhan Yang Maha
Pengampun. (Zubdatul Waizhin)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan, sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiya : 34-35) Tafsir
(. ) Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Ayat ini turun ketika orang-orang kafir mengatakan :
Artinya : “Kami menunggu-nunggu kecelakaan menimpamu”.
Huruf fa (. ) adalah untuk mengkaitkan syarat dengan kalimat sebelumnya. Dan hamzah (. ) berarti bantahan Allah, setelah dikemukakan-Nya pernyataan sebelumnya itu.
(. ) Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, akan merasakan kepedihan dari berpisahnya jiwa dengan tubuh. Hal mana merupakan bukti terhadap apa yang mereka ingkari.
(. ) Kami akan menguji kamu. Akan memperlakukan kamu dengan sikap sebagai penguji.
(. ) dengan keburukan dan kebaikan, dengan bencana-bencana dan kenikmatan-kenikmatan.
(. ) sebagai cobaan, ujian. Ini masdar dari kata yang berbeda.
(. ) Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Lalu Kami memberi balasan sesuai dengan apa yang didapati darimu, berupa sabar atau syukur. Di sini terkandung suatu isyarat, bahwa tujuan dari hidup ini adalah untuk diuji dan dihadapkan kepada pahala dan hukuman, sebagai pemantapan dari pernyataan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Salawat atas Nabi itu lebih mampu menghapuskan dosa-dosa daripada air dingin terhadap api. Dan ucapan salam kepada Beliau itu lebih utama daripada memerdekakan hamba sahaya”. (Syifaun Syarif)
Konon, malaikat maut itu ditemani oleh tujuh puluh malaikat rahmat dan tujuh puluh malaikat azab. Jika dia telah mencabut nyawa Seorang mukmin, maka dia menyerahkannya kepada malaikat rahmat. Kemudian para malaikat rahrnat itu memberi kabar gembira kepadanya tentang surga dan pahala, lalu mereka bawa ia naik ke langit, tempat yang tertinggi. Dan apabila dia telah mencabut nyawa seorang kafir, maka dia menyerahkannya kepada malaikat azab, kemudian mereka mengembalikannya ke Sijjin, tempat yang serendah-rendahnya. (Mathaali’ul Anwar)
Dari Nabi saw., bahwa Belia bersabda :
Artinya : “Seandainya pedihnya sehelai rambut dari kepedihan mayit itu diletakkan pada langit dan bumi, niscaya matilah semua penghuninya dengan izin Allah Taala. Karena pada setiap rambut terdapat maut. Dan tidaklah maut itu menimpa sesuatu, melainkan ja akan mati beserta seluruh anggota-anggotanya”.
Konon, bahwa malaikat maut itu mempunyai empat wajah. Yang pertama di kepalanya. Yang kedua, di hadapannya. Yang ketiga, di belakang punggungnya. Yang keempat di bawah telapak kakinya. Dia mencabut nyawa para nabi dan para malaikat dari wajah yang ada di kepalanya, mencabut nyawa orang-orang mukmin dari wajah yang ada di hadapannya, mencabut nyawa orang-orang kafir dari wajah yang ada di belakang punggungnya, dan mencabut nyawa jin dari wajah yang ada di bawah telapak kakinya. Salah satu dari kedua kaki malaikat maut itu berada di jembatan Jahannam, sedang yang satunya lagi ada di singgasana surga. Saking besarnya malaikat maut itu, maka seandainya seluruh air laut dan sungai-sungai dicurahkan ke atas kepalanya, niscaya tidak akan ada satu tetes pun yang jatuh ke bumi. (Mathaali’ul Anwar)
Diriwayatkan, bahwa Nabi Isa as. dahulu bisa menghidupkan orang-orang yang sudah mati dengan izin Allah Tala. Maka berkatalah sebagian orang kafir kepadanya : “Sesungguhnya kamu menghidupkan orang mati kalau kematiannya itu masih baru terjadi. dan boleh jadi ia belum mati. Karenanya, hidupkanlah di hadapan kami orang yang telah mati pada zaman dahulu”.
“Pilihlah sesuka kalian”, tantang Nabi Isa as.
Mereka berkata : “Hidupkanlah di hadapan kami Sam bin Nuh”.
Maka pergilah Nabi Isa ke kuburan Sam. Kemudian Beliau salat dua rakaat di sana, lalu berdoa kepada Allah. Seketika itu juga, Sam pun hidup kembali. Tetapi ternyata rambut kepala dan janggutnya telah memutih semua. Maka Nabi Isa bertanya : “Hai Sam, kenapa sampai ada uban seperti ini, padahal pada masamu dahulu tidak ada uban?”.
Sam menjawab : “Saya mendengar panggilanmu, maka saya kira kiamat telah bangkit, sehingga rambut dan janggutku seketika menjadi putih saking ngerinya”.
Nabi Isa bertanya pula : “Sudah sejak berapa tahun Anda menjadi mayit?”.
Sam menjawab : “Sudah empat ribu tahun, namun belum juga lenyap dariku rasa sakit dan pedihnya maut itu”. (Durratul Waaizhin).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Tidak akan keluar nyawa seorang mukmin sebelum dia melihat tempatnya di dalam surga. Dan tidak akan keluar nyawa seorang kafir sebelum dia melihat tempatnya di dalam neraka”.
Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana seorang mukmin melihat tempatnya di dalam surga, dan seorang kafir melihat tempatnya di dalam neraka”.
Rasulullah menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala menciptakan Jibril dalam rupa yang paling elok. Dia mempunyai enam ratus sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada dua sayap yang berwarna hijau mirip sayap burung merak. Apabila dia mengembangkan sayapnya maka memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan terlukis gambar surga dengan segala isinya, seperti : bidadari bermata jeli, mahligai-mahligai, derajat-derajat, pelayan-pelayan, anak-anak dan pemuda-pemuda. Sedangkan pada sayap kirinya terlukis gambar neraka Jahannam dengan segala isinya, seperti : ular-ular, kalajengking-kalajengking, jurang-jurang dan para juru siksa”.
Apabila ajal seseorang hamba telah tiba, maka masuklah sekelompok malaikat ke dalam urat-uratnya lalu memeras nyawanya dari kedua telapak kakinya sampai kepada kedua lututnya. Kemudian kelompok pertama tadi keluar dan masuklah kelompok kedua. Mereka memeras nyawa si hamba tersebut mulai dari kedua lututnya sampai ke pusarnya Kelompok kedua kemudian keluar lalu digantikan kelompok ketiga, yang memeras nyawanya dari perut sampai dada. Kemudian kelompok ketiga keluar lalu masuk kelompok keempat. Mereka memeras nyawa si hamba mulai dari dada sampai ke lehernya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat?”.
Pada saat itulah, jika ia adalah seorang mukmin, maka Jibril as. Mengembangkan sayap kanannya, sehingga orang itu bisa melihat tempatnya di surga, lalu merindukannya dan memandanginya tanpa memandang lagi kepada yang lain, baik ayahnya ibunya maupun anak-anaknya, saking rindunya kepada tempat itu. Dan jika ia seorang munafik, maka Jibril mengembangkan sayap kirinya, sehingga orang itu dapat melihat tempatnya di dalam neraka. Lalu dia memandang kepadanya tanpa memandang kepada yang lain, baik ayahnya, ibunya maupun anak-anaknya, saking ngerinya melihat tempat itu. Sungguh beruntung orang yang kuburnya merupakan salah satu taman di antara taman-taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara jurangjurang neraka. (Kanzul Akhbar)
Ruh itu ada tiga macam :
Pertama, ruh sulthaniyah.
Kedua, ruh ruhaniyah.
Ketiga, ruh jasmaniyah.
Letak ruh sulthaniyah di hati, yakni jantung. Letak ruh ruhaniyah di limpa, yakni dada. Dan letak ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, dan di antara tulang dan urat-urat.
Kalau ditanya, jika seseorang tidur, apakah ruhnya keluar atau tidak?. Kalau ada yang menjawab, ruhnya keluar, maka dia salah. Dan kalau dia jawab, ruhnya tidak keluar, maka dia juga salah. Jawabnya yang tepat adalah, jika seseorang tidur maka ruh jasmaniyahnya keluar bersama akal dan berjalan antara langit dan bumi. Kalau akal menyertai ruh jasmaniyah tersebut maka dia melihat bermacam-macam pengalaman dalam tidurnya, yang disebut mimpi. Tetapi kalau akal tidak menyertainya, maka dia bermimpi juga, namun tidak dipahaminya. (Tafsir)
Jika ditanyakan, apa perbedaan antara ruh ( ) dan rawan (. ) ?. Maka kami jawab : ruh itu tidak pergi dan tidak datang, sedang rawan pergi dan datang. Apabila ra. wan hilang, maka tidurlah orang, tetapi apabila ruh hilang, maka dia mati.
Adapun perumpamaan iman di antara ruh dan jasad adalah laksana matahan di an. tara langit dan bumi. Jika seseorang meninggal dunia maka pergilah laa laaha Illalaah bersama ruhnya, sedang Muhammad Rasulullah tertinggal bersama jasadnya. Dan jika keduanya berkumpul, maka keduanya menjadi iman.
(Dikisahkan) bahwa, pada suatu hari Nabi Ilyas as. sedang duduk, tiba-tiba datanglah malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Maka Nabi Ilyas menjadi gelisah dan menangis dengan keras. Lantas malaikat maut bertanya kepadanya : “Mengapa gelisah dan menangis seperti ini, Ya Nabiyallah?. Apakah Tuan merisaukan duma ataukah merisaukan mati?.
“Tidak”, jawab Nabi Ilyas, “Tetapi aku merisaukan zikir kepada Allah. Karena akan ada suatu kaum sepeninggalku yang berkumpul seraya berzikir kepada Allah Taala, sedang aku tidak bisa berzikir lagi kepada-Nya”.
Maka Allah mewahyukan kepada malaikat maut agar tidak mencabut nyawanya “Karena dia minta hidup untuk mengingat Aku, bukan demi dirinya. Biarkan dia, hai malaikat maut, agar dia hidup dalam mengingat Aku dan bersenang-senang dalam taman: taman munajat-Ku hingga akhir dunia ini”.
Dari Utsman ra., bahwasanya apabila dia melewati sebuah kubur, maka dia berhenti lalu menangis sampai basah janggutnya. Lalu dia ditanya : “Wahai amirilmukminin, kenapa ketika Tuan mengingat surga, neraka dan hal-hal yang mengerikan di hari kiamat. Tuan tidak menangis, namun ketika Tuan mengingat kubur, Tuan malah menangis?”.
Utsman menjawab : “Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Kubur adalah persinggahan pertama di antara persinggahan-persinggahan akhirat, dan persinggahan terakhir di antara persinggahan-persinggahan dunia. Barangsiapa selamat darinya, maka berikutnya akan lebih mudah. Dan barangsiapa tidak selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih berat.
Kemudian Utsman melanjutkan : “Vika aku di neraka, maka aku bersama orang banyak, dan jika aku di hari kiamat, maka aku pun bersama orang banyak. Tetapi, jika aku berada di alam kubur, maka tidak ada seorang pun yang menemaniku. Oleh sebab itulah aku menangis”. (Mizykatul Anwar).
Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, dari kakeknya Idris, dia berkata : “Saya dapati di dalam sebuah kitab, bahwa Nabi Isa as. pernah berkata kepada ibunya : “Sesungguhnya negeri ini adalah negeri yang tidak kekal, negeri yang tidak abadi, sedang akhirat adalah negeri yang abadi. Maka, marilah wahai ibunda”.
Kemudian kedua anak manusia itu pergi menuju ke gunung Lubnan. Di sana mereka beribadat, berpuasa di siang hari dan melakukan salat di malam hari. Mereka makan dari daun-daun pohon dan minum dari air hujan. Demikianlah mereka bertahan beberapa waktu lamanya.
Pada suatu hari, Nabi Isa as. turun dari gunung itu ke dasar lembah untuk memetik dedaunan untuk berbuka mereka berdua. Setelah Nabi Isa pergi, maka datanglah mataikat maut, lalu berkata : “Assalamualaiki, hai Maryam, yang sedang berpuasa dan beribadat”.
“Anda siapa?”, tanya Maryam. “Kulitku merinding mendengar suaramu dan akalku terasa terbang melihat kehebatanmu”.
Malaikat maut menjawab : “Akulah makhluk yang tidak mengasihi si kecil karena kecilnya, dan tidak memulakan orang besar karena kebesarannya. Akulah si pencabut nyawa”.
“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Engkau datang untuk berkunjung ataukah untuk mencabut nyawa?”
“Bersiap-siaplah untuk mati”, tegas malaikat maut.
Maryam berkata : “Tidakkah engkau izinkan aku menunggu sejenak hingga pulangnya kekasihku, bola mataku, buah hatiku dan wewangian jantungku?”,
Malaikat maut menjawab : “Aku tidak diperintah seperti itu. Aku hanyalah seorang hamba yang dipenntah. Demi Allah, aku tidak bisa mencabut nyawa seekor nyamuk sekalipun. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak melangkahkan kaki sampai aku mencabut nyawamu di tempatmu ini”.
“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Aku pasrah kepada perintah Allah Taala. Maka laksanakaniah penntah Allah itu”.
Maka, malaikat maut pun mendekat kepadanya lalu mencabut nyawanya. Sedangkan Nabi Isa agak terlambat pulang sampai masuk waktu Isyak yang terakhir. Ketika Beliau telah naik kembali ke gunung sambil membawa dedaunan dan sayur mayur. Beliau lihat ibunya sedang tidur di tempat ibadatnya. Beliau mengira bahwa ibunya telah menunaikan ibadat-ibadat fardu. Oleh karena itu, Beliau letakkan bawaannya, lalu menuju tempat salatnya, kemudian salat sampai larut malam.
Setelah itu. Beliau memperhatikan lagi ibunya, lalu memanggilnya dengan suara pilu yang muncul dari hati yang khusyuk: “Assalamu alaiki. wahai ibunda. Malam telah larut, Orang-orang yang berpuasa telah berbuka, dan orang-orang yang beribadat telah berhenti, kenapa ibunda tidak bangun-bangun juga untuk benbadat kepada Tuhan Yang Maha Pengasih?”.
Namun, Beliau balik berkata : “Tidur itu memang adakalanya nikmat”.
Kemudian Beliau pergi menuju ke tempat salatnya, padahal Beliau belum makan apa-apa, hingga lewat dua pertiga malam. Beliau melakukan itu adalah demi baktinya kepada ibundanya, supaya dapat berbuka bersamanya.
Nabi Isa masih berdiri ketika dengan suara pilu dan hati yang sedih, Beliau berseru : “Assalamu alaiki, wahai Ibunda”. Kemudian Beliau kembali ke tempat salatnya sampai terbit fajar. Setelah itu ia kembali menemui ibunya, lalu Beliau tempelkan pipinya di pipi ibunya, dan mulutnya pada mulut ibunya sambil memanggilnya dengan disertai tangisan tersedu-sedu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda. Malam telah lewat dan siang segera datang. Sekarang inilah saat menunaikan kewajiban kepada Yang Maha Pengasih”.
Maka, menangislah para malaikat langit, dan menangis pula jin-jin di sekelilingnya, Sementara gunung di bawahnya bergetar. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada para malaikat : “Mengapa kalian menangis?”.
“Ya Tuhan kami, Engkau lebih mengetahui”, jawab mereka.
Lalu Allah Taala mewahyukan : “Memang Aku lebih tahu, dan Akulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang pengasih”.
Sekonyong-konyong terdengariah suatu seruan memanggil : “Hai Isa, angkatlah kepalamu. Sesungguhnya ibumu telah meninggal dunia. Semoga Allah memperbesar pahalamu”.
Nabi Isa as. mengangkat kepalanya sambil menangis, lalu berkata : “Siapakah yang akan menghiburku di dalam kesunyianku. Siapakah yang akan menemani di dalam kesendirianku. Siapakah yang akan menentramkan aku di dalam keterasinganku. Dan siapakah yang akan membantuku dalam ibadatku?”.
Maka Allah Taala mowahyukan kopada gunung : “Borilah nasihat kopada ruh (ciptaAn)-Ku atu”,
Gunung Itu pun lalu berkata : “Hai Ruh Allah. kenapa Tuan serisau ini. Atau, tuan menginginkan kekasih solaln Allah?”.
Kamudian Nabi Isa turun dart gunung monuju ke sebuah perkampungan Bani Israel, Baliau berseru : “Assalamu alaikum, hai Bani Israel”.
Mereka beartanya : “Siapakah Tuan, hal hamba Allah, keelokan wajahmu benar-benar telah menerangi rumah-rumah kamu?”.
Nabi Isa menjawab : “Aku Ruh Allah. Ibuku telah meninggal dunia di pengasingan Maka, bantulah aku memandikannya, membungkusnya dan menguburkannya”.
“Hal Ruh Allah”, kata mereka. “Sosungguhnya gunung ini banyak ularnya, baik yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Dan ia tidak pernah tagi diinjak oleh bapak-bapak maupun kakek-kakek kami sejak tiga ratus tahun yang lalu”.
Maka kembalilah Nabi Isa ke gunung. dan ternyata di sana dia mendapati dua orang pemuda yang gagah-gagah. Beliau memberi salam kepada mereka berdua, dan mereka membalas salamnya. Kemudian Nabi Isa berkata kepada keduanya : “Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan terasing di gunung ini. Tolonglah bantu saya menyiapkan jenazahnya”.
Salah seorang dari kedua pemuda itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Ini Mikail dan aku Jibril. Dan ini minyak pengawet dan kain kafan dari Tuhan-mu. Sesungguhnya bidadari yang bermata jeli sekarang ini telah turun dari surga untuk memandikan ibumu dan mengkafaninya”.
Sementara itu Jibril telah membuat kuburnya di puncak gunung, lalu mereka kuburkan Mayam di sana, sesudah mereka menyalatinya dan mengantarkan jenazahnya.
Setelah itu, Nabi Isa memohon kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui tempatku dan mendengar perkataanku, dan tidak ada yang tersembunyi bagi-Mu sesuatu pun dari urusanku. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang aku tidak menyaksikannya ketika ia wafat. Maka izinkanlah ia berbicara kepadaku”.
Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya Aku telah mengizinkan ibumu”.
Lalu Nabi Isa mendatangi kuburan ibunya dan berdiri di sana seraya menyerunya dengan suara yang sendu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda”.
Ibunya menjawab dari balik kubur : “Wahai kekasihku. Wahai bola mataku”.
“Wahai ibunda”, katanya pula. “Bagaimana ibu mendapati tempat kembalimu dan tempat pembaringanmu. Dan bagaimana ibu lihat kehadiranmu di hadapan Tuhanmu?”.
Ibunya menjawab : “Tempat pembaringanku adalah sebaik-baik tempat pembaringan, dan tempat kembaliku adalah sebaik-baik tempat kembali. Aku datang di hadapan Tuhanku, maka aku dapati Dia rida, tidak murka”.
“Wahai ibunda”, kata Nabi Isa pula. “Bagaimana ibu rasakan kepedihan maut?”.
Ibunya menjawab : “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar sebagai seorang nabi, kepedihan maut belum lagi lenyap dari kerong-konganku, dan kehebatan malaikat maut belum lagi sirna dari depan mataku. Maka sejahteralah atasmu, wahai kekasihku, sampai hari kiamat”.
(Dikisahkan) bahwa ketika Fatimah Azzahra, puteri Nabi saw. wafat, jenazahnya dibawa oleh empat orang : suaminya sendiri, Ali, kedua putranya Alhasan dan Alhusien, serta Abu Dzar Al Ghiffari, semoga Allah meridhai mereka semua. Setelah jenazah itu mereka letakkan di pinggir kuburan, maka bordiritah Abu Dzar seraya berkata : “Hai kubur, tahukah engkau, siapa yang kami bawa kepadamu ini?. Dia adalah Fatimah Azzahra, puten Rasulullah saw., dan isten Almurtadha, serta ibunda dari Alhasan dan Alhusein”.
Lantas terdengar oleh mereka suatu seruan dari dalam kubur mengatakan : “Aku bukanlah tempat keturanan dan nasab. Aku tak lain adalah tempat amal saleh. Maka takkan selamat danku selain orang yang banyak kebaikannya, selamat hatinya, dan tulus amalnya”. (Demikianlah tersebut di dalam kitab Misykatul Anwar)
Al Faqih Abul Laits Assamarqandi berkata : “Barangsiapa yang ingin selamat dani azab kubur, maka hendaklah ia membiasakan empat perkara dan menjauhi empat perkara. Adapun yang wajib dia lazimkan adalah : memelihara salat, sedekah. membaca Alquran dan banyak bertasbih. Karena semuanya itu dapat memerangi dan melapangkan kubur. Sedangkan yang wajib dia jauhi adalah : berdusta, berkhianat, mengadu domba dan kencing sambil berdiri. Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Bersihkanlah dirimu dari kencing, karena kebanyakan siksa kubur itu disebabkan olehnya”. (Misykatul Anwar)
Sebagian ulama mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh, bukan jasad. Tetapi sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa azab kubur itu menimpa jasad, bukan ruh. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh dan jasad.
Kalau dikatakan, tidak mungkin dilakukan penyiksaan terhadap jasad karena ia sudah tidak bernyawa, sehingga tidak bisa disiksa. Maka saya jawab, bahwa Allah kuasa menciptakan pada jasad itu semacam kehidupan sekedar memungkinkan adanya rasa sakit dan nikmat, tanpa mengembalikan ruh kepadanya, supaya tidak perlu adanya pencabutan baru.
Sementara itu, sebagian ulama mengatakan, ruh dikembalikan ke dalam jasad sebagaimana ketika di dunia, lalu didudukkan dan ditanya. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, pertanyaan itu ditujukan kepada ruh, bukan kepada jasad. Dan yang lain mengatakan, ruh masuk ke dalam jasad sampai di dada. Dan yang lain lagi mengatakan. ruh itu berada di antara jasad dan kain kafannya. Dan untuk masing-masing pendapat itu memang ada atsar-atsar yang diriwayatkan orang. Tetapi yang benar menurut ahli ilmu, hendaklah orang mengakui adanya azab kubur dan nikmatnya, dan tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana caranya. (Dari syarah Al Aqaid secara ringkas)
Abubakar ra. pernah ditanya tentang ruh-ruh ketika keluar dari tubuh. Kemanakah perginya?. Maka dia menjawab : “Berada di tujuh tempat. Adapun arwah para nabi dan rasul, tempatnya adalah di surga Aden. Arwah para ulama di surga Firdaus. Arwah orangorang yang berbahagia tempatnya di surga Illiyin. Arwah para syuhada tempatnya bebas, mereka terbang laksana burung di dalam surga, ke mana saja yang mereka kehendaki. Arwah orang-orang mukmin yang berdosa tergantung di angkasa, tidak di bumi dan tidak pula di langit sampai hari kiamat. Arwah anak-anak kaum mukminin berada di gunung yang terbuat dari misik. Sedangkan arwah orang-orang kafir berada di Sijjin, mereka disiksa dengan tubuh mereka sampai hari kiamat. Allah Taala berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia :
Artinya : “Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya ketentuan orang-orang durhaka benar-benar ada di Sijjin”.
Namun Allah jualah yang lebih tahu keadaan yang sebenarnya, dan bagi-Nya pujian dalam setiap ucapan, selain kekafiran dan kesesatan.
Maka hendaklah anda mematuhi segala perintah, dan Allah Mahasuci dari tandingan dan saingan. “Janganlah Engkau menghukum kami lantaran dosa kami, oh Tuhan Yang Memiliki Kemuliaan dan Keagungan.
Dan konon, apabila seluruh makhluk telah dibangkitkan dari dalam kuburnya, maka mereka tegak berhenti di tempat mereka dibangkitkan itu selama empat puluh tahun, tanpa makan, tanpa minum, tanpa duduk, dan tanpa bicara. Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, dengan apakah Baginda mengetahui umatmu pada hari pembalasan nanti?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya umatku nanti pada hari kiamat akan berwarna putih cemerlang dikarenakan oleh bekas-bekas wudu”.
Sedangkan menurut salah satu khabar :
“Apabila terjadi hari kiamat, maka Allah membangkitkan seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur kaum mukminin, kemudian diusapnya kepala mereka dari debu, dan dikibaskannya debu dari mereka, selain bagian tempat wudu mereka. Tempat-tempat itu diusap juga oleh malaikat, namun debu itu tidak mau hilang darinya.
Lantas terdengarlah seruan : “Hai malaikat-Ku, itu bukanlah debu dari kubur mereka, tetapi debu dari tempat-tempat ibadat mereka. Biarkanlah apa yang ada pada mereka itu sampai mereka menyeberangi shirat dan masuk ke dalam surga. Dengan demikian setiap orang akan tahu, bahwa mereka adalah pelayan-pelayan-Ku dan hamba-hamba-Ku”.
Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda yang artinya : “Apabila hari kiamat telah terjadi, dan orang-orang yang ada di dalam kubur telah dibangkitkan kembali, maka Allah Taala mewahyukan kepada malaikat Ridhwan : “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan orang-orang yang berpuasa dari kubur mereka dalam keadaan lapar dan dahaga. Maka sambutliah mereka dengan kesenangankesenangan mereka di dalam surga”. Lantas berserulah Ridhwan : “Wahai para Ghilman (anak-anak muda), Wahai para Wildan (bocah-bocah), kemarilah!”.
Maka berdatanganlah anak-anak muda dan bocah-bocah itu sambil membawa mangkuk-mangkuk dari cahaya lalu berkumpul di hadapan Ridhwan, yang jumlah mereka lebih banyak dari bilangan debu, tetes-tetes hujan, bintang-bintang di langit dan daundaun di pohon, dengan membawa buah-buahan yang banyak, makanan-makanan yang lezat dan minuman-minuman yang nikmat. Mereka menyambut dan mengelu-elukan orang-orang yang berpuasa itu dengan cara demikian. Dan kepada orang-orang itu dikatakan :
Artinya : “Makanlah dan minumlah dengan sedap, disebabkan oleh amal-amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang lalu”.
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang dijabat tangan oleh para malaikat ketika mereka keluar dari kubur mereka : orang yang mati syahid, orang yang melakukan salat malam di bulan Ramadan, dan orang yang berpuasa di hari Arafah”.
Dari A’isyah ra., katanya : “Rasulullah saw. berkata kepada saya : “Hai Aisyah, seSungguhnya di dalam surga ada mahligai-mahligai yang terbuat dari mutiara, yaqut, zabarjad, emas dan perak”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah itu?”. Beliau menjawab : “Untuk orang yang berpuasa pada hari Arafah. Hai Aisyah, sesungguhnya hari yang paling disukai Allah adalah hari Jumat dan hari Arafah, karena di dalam keduanya itu terkandung rahmat. Dan sesungguhnya hari yang paling dibenci Iblis adalah hari Jumat dan hari Arafah. Hai Aisyah, barangsiapa berpuasa pada hari Arafah, Allah akan membukakan baginya tiga puluh pintu kebaikan dan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kejahatan. Apabila dia berbuka dan meminum air, maka seluruh urat di dalam tubuhnya memohonkan ampunan buatnya seraya berkata : “Ya Allah, kasihilah dia”. Sampai terbit fajar”.
Sedang menurut khabar lain :
“Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari kubur mereka, sedang mereka bisa dikenali dari harum semerbaknya puasa mereka. Mereka disambut dengan hidanganhidangan dan kendi-kendi, seraya dikatakan kepada mereka : “Makanlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa lapar ketika orang-orang lain kenyang: dan minumlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa haus ketika orang-orang lain minum, dan beristirahatlah”, Maka mereka pun makan, minum dan beristirahat, sementara orangorang lain masih dihisab”.
Dan telah diriwayatkan pula di dalam sebuah khabar : “Ada sepuluh golongan manusia yang tidak rusak tubuhnya : nabi, orang yang berperang di jalan Allah, orang alim, orang yang mati syahid, orang yang yang hafal Alquran, juru azan, wanita yang meninggal dunia dalam keadaan nifas, orang yang terbunuh secara aniaya, dan orang yang mati pada siang atau malam Jumat”.
Dan disebutkan juga di dalam khabar, dari Nabi saw. : “Manusia akan dihimpun pada hari kiamat seperti keadaan mereka ketika baru dilahirkan oleh ibunya, tidak beralas kaki dan tanpa busana”.
“Laki-laki dan perempuan?”, tanya Aisyah.
“Ya”, Jawab Beliau.
“Oh malunya”, kata Aisyah. “Sebagian mereka melihat kepada sebagian yang lain”.
Lalu Nabi menepukkan tangannya pada pundak istrinya itu seraya berkata : “Hai puteri dari putera Abu Qahafah, manusia pada waktu itu terlalu sibuk untuk saling melihat, sedang mata mereka menatap ke langit. Mereka berdiri selama empat puluh tahun tanpa makan dan tanpa minum. Di antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua teiapak kakinya, dan ada pula di antaranya yang mencapai betisnya, ada yang mencapai perutnya, dan ada pula yang mencapai dadanya. Dan keringat itu terjadi karena lamanya mereka berdiri”.
Aisyah melanjutkan : Saya bertanya : “Ya Rasulullah, adakah orang yang dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan berpakaian?”.
Nabi saw. menjawab : “Ada, yaitu para nabi dan keluarga mereka, dan juga orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadan dengan setia. Dan semua orang pada hari itu akan mengalami kelaparan kecuali para nabi dan keluarga mereka, serta orang yang berpuasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Maka mereka akan kenyang, tidak mengalami lapar atau haus. Seluruh manusia digiring ke Mahsyar (tempat berkumpul) di Baitul Maqdis, di suatu tempat yang disebut Sahirah, sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya pengembalian itu hanya dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta-merta mereka berada di Sahirah”.
Dan konon, bahwa makhluk-makhluk yang berada di padang kiamat itu terbagi menjadi 120 barisan. Panjang tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 40.000 tahun, sedang lebar tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 20.000 tahun.
pan Konon pula, di antara makhluk-makhluk itu, kaum mukminin ada tiga barisan, seang selebihnya adalah orang-orang kafir. Tetapi ada juga riwayat yang menvebut bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya umatku terdiri dari 120 barisan”. Dan agaknya inilah yang lebih sahih. Adapun sifat orang-orang mukmin itu adalah bahwa mereka berwajah putih dan bersinar cemerlang, sedangkan sifat orang-orang kafir itu adalah bahwa, mereka berwajah hitam legam, digabungkan dengan setan-setan”. (Daqaiqul Akhbar)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu merupakan suatu kejadian yang besar. Pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya, dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya. Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidaklah mabuk, tetapi karena azab Allah itu sangat keras”. (QS. Al Hajj : 1-2)
Tafsir :
(. ) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya keguncangan hari kiamat. Yakni getarannya terhadap segala sesuatu, ber iasarkan isnad majazi. Ada yang mengatakan bahwa, keguncangan itu ialah keguncangan yang terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Adapun sebab di-mudhaf-kannya kata zalzalah (. ) kepada kata Assa’ah (. ) adalah karena keguncangan ( ) itu termasuk tanda-tanda kedatangan Assa’ah (kiamat).
(. ) adalah suatu kejadian yang maha besar, atau dahsyat.
Allah Taala memerintahkan manusia supaya bertakwa kepada-Nya dengan menjadikan kedahsyatan hari kiamat sebagai pertakut, agar mereka dapat membayangkannya dengan akal mereka dan menyadari bahwa, tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka dari kedahsyatan hari kiamat itu kecuali mereka harus mengenakan perisai dengan perisai takwa. Dengan kata lain, mereka harus memantapkan jiwa dan memperkuatnya dengan senantiasa bertakwa.
(. ) pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya. Ini merupakan gambaran tentang kedahsyatan kiamat itu. Sedang dhamir ha (. ) pada kata tarounahaa (. ) kembali kepada kata zalzalah (. ). Dan kemudian kata yauma (. ) di-mansub-kan oleh kata tadzhalu (. ).
(. ) dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya, yakni janinnya.
(. ) dan kamu melihat manusia semuanya mabuk, yakni seolah-olah mereka mabuk.
(. ) padahal mereka tidaklah mabuk, yang sebenarnya.
(. ) tetapi karena azab Allah itu sangat keras, sehingga merasa terhempas oleh kedahsyatannya sampai terbanglah akal mereka dan Ihlarngiah pr.rar mereka. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Jabir ra., dari Nabi saw., Beliau bersabda :
Artinya : “Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majelis, kemudian mereka bubar tanpa membaca salawat untukku, melainkan mereka bubar dalam keadaan berbau busuk yang lebih busuk daripada bau bangkai”. Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melupakan salawat kepadaku berarti dia telah melupakan jalan ke surga”. (Syifaun Syarif) Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya : “Akan datang pada manusia suatu masa di mana Islam hanya tinggal namanya belaka, agama hanya tinggal bekasnya saja, Alquran hanya tinggal pelajarannya saja. Mereka meramaikan Masjid-masjid, sedang masjid-masjid itu kosong dani zikir kepada Allah. Orang yang paling buruk di masa itu adalah ularna. Dari para ulama itulah keluarnya fitnah dan kepada mereka pula kembalinya. Ini semua adalah tanda-tanda kamat (Zubdatul Waizhin)
Dari sahabat Hudzaifah bin Usaid Al Ghiffari ra., ia berkata : “Nabi saw. mendatangi kami, sedang kami tengah bercakap-cakap. Lalu Beliau bertanya : “Apa yang sedang kalian bicarakan?”.
“Kami sedang membicarakan tentang kiamat”, jawab kami.
Beliau mengomentari :
“Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda”. Kemudian Beliau menyebutkannya : “Asap, Dajjal. binatang bumi yang melata, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Nabi Isa as., Yakjuj dan Makjuj, tiga gerhana : gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab. Dan yang terakhir dari semuanya itu adalah api yang keluar dari negeri Yaman, yang akan menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”. (Zubdah)
Dajjal merupakan bencana terbesar, tidak ada bencana yang serupa dengannya dari sejak zaman Nabi Adam as. dahulu hingga hari kiamat. Oleh karena dia mendapatkan istidraj, maka dia dapat melakukan hal-hal yang luar biasa yang tidak terhitung banyaknya. Dia mengaku sebagai tuhan. Salah satu matanya buta, dan tertulis di antara kedua matanya “ini kafir”. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)
Asap memenuhi ruang antara timur dan barat, dan tetap ada selama empat puluh hari. Keadaan orang mukmin seperti orang yang terkena penyakit selesma, sedangkan orang kafir seperti orang mabuk, sementara asap keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)
Binatang bumi yang melata akan muncul di kota Mekah, tepatnya di bukit Safa, bisa berbicara dengan lidah yang fasih, dan akan memenuhi permukaan bumi dengan keadilan. Dia membawa tongkat Nabi Musa as. dan cincin Nabi Sulaiman as. Apabila dia memukulkan tongkatnya pada dahi seorang mukmin, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang mukmin”. Dan apabila dia mencapkan cincinnya pada dahi seorang kafir, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang kafir. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)
Turunnya Nabi Isa as. adalah di negeri Damaskus (Syiria), tempatnya di Menara Putih. Beliau akan membunuh Dajjal, yang sekiranya Beliau tidak membunuhnya pun, niscaya Dajjal akan meleleh seperti garam. Kemudian Nabi Isa melaksanakan syariat Nabi Muhammad saw. (Syarah Barkawai)
Keluarnya Yakjuj dan Makjuj, terpecah menjadi dua golongan : yang satu golongan bertubuh kecil sekali, sedang golongan lainnya bertubuh besar sekali. Sekarang mereka berada di balik tembok yang dibangun oleh Iskandar Zulkarnain. Apabila tiba saatnya nanti, mereka akan keluar berduyun-duyun laksana air bah. Jumlahnya tiada terhitung dan tidak bisa diperkirakan, saking banyaknya sampai-sampai tidak tersisa setetes air pun di danau Thabariyah karena habis di minum mereka. (Syarah Barkawi)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Hari kiamat itu mempunyai tanda-tanda, yaitu : akan tampak sepinya pasar, yakni kurang laku atau tidak laris: sedikitnya hujan dan tumbuh-tumbuhan : tersebarnya gosip, riba (bunga bank) dimakan, lahirnya anak-anak zina: banyaknya kaum kapitalis: kerasnya suara orang-orang fasik di Masjid-masjid: dan menangnya orang yang mungkar atas orang-orang yang benar”. (Tanbihul Ghafilin)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda:
Artinya : “Apabila harta fa’i sudah dianggap sebagai kemenangan, amanat sebagai keuntungan, zakat sebagai kerugian, belajar bertujuan selain agama. Laki-laki mematuhi istrinya, durhaka kepada ibunya, dekat dengan kawannya namun jauh dari ayahnya, Suara-suara di Masjid terdengar nyaring, yang menjadi kepala suku ialah orang yang fasik di kalangan mereka, laki-laki dihormati karena kuatir akan kejahatannya, bukan dihormati karena sesuatu yang ada pada Allah (yakni karena takut akan azab Allah), itu semua adalah tanda-tanda kiamat. (Mau’izhah)
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
“Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, maka Dia menciptakan pula sangkakala. Sangkakala itu mempunyai sebelas lubang, dan diberikan Allah kepada Israfil as., sedang dia meletakkannya di mulutnya, matanya menatap ke Arsy, menunggu kapan dia diperintah (untuk meniupnya)”.
Abu Hurairah bertanya : “Apakah sangkakala itu, Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Sangkakala itu seperti sebuah tanduk besar yang terbuat dari cahaya. Demi Tuhan yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, besar tiap-tiap lubang pada sangkakala itu adalah seluas langit dan bumi. Dan sangkakala itu ditiup sebanyak tiga kali tiupan : tiupan yang mengejutkan, tiupan yang mematikan, dan tiupan yang membangkitkan.
Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang pertama, lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka terkejutlah karenanya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya : l
Artinya : “Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (karenanya) segala yang (ada) di langit dan segala yang (ada) di bumi”.
Maksudnya, setiap makhluk di langit dan di bumi meminta tolong karena takut, sampai-sampai (semua wanita yang menyusui menjadi lalai terhadap bayi yang disusuinya dan setiap wanita yang sedang hamil menjadi keguguran kandungannya… ), dan anakanak menjadi beruban. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama waktu yang dikehendaki Allah Taala.
Kemudian Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk meniup tiupan yang mematikan. Lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka matilah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya:
Artinya : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan siapa yang di bumi, kecuali siapa-siapa yang dikehendaki Allah”.
Yakni, Jibril, Mikail, Israfil, malaikat maut dan para malaikat pemanggul Arsy.
Kemudian Ailah Taala memerintahkan kepada malaikat maut agar mencabut nyawa mereka. Maka malaikat maut pun mencabut nyawa mereka semua, dan kini tinggallah dia sendiri yang belum mati. Lalu Allah Taala berfirman « “Hai malaikat maut, siapa yang masih hidup di antara makhluk-makhluk-Ku?”, Malaikat maut menjawab : “Ya Tuhanku, tinggal hamba-Mu yang lemah ini, malaikat maut”. .
Allah Taala berfirman : “Hai malaikat maut, tidakkah kau mendengar firman-Ku, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. Cabutlah nyawamu sendiri!”.
Maka malaikat maut mendatangi sebuah tempat antara surga dan neraka, lalu dia mencabut sendiri nyawanya. Maka menjeritlah ia dengan suara yang keras, yang seandainya seluruh makhluk masih hidup, niscaya mereka semua akan mati akibat mendengar jeritannya tersebut. Dia berkata : Seandainya aku tahu kedahsyatan dan kepedihan maut itu begini, tentu aku tidak akan mencabut nyawa orang-orang mukmin kecuali dengan cara yang lemah lembut”.
Setelah itu, dia pun mati.
Maka tidak ada lagi satu makhluk pun yang masih hidup. Dan kini tinggallah bumi kosong tanpa penghuni selama empat puluh tahun. Lalu Allah Taala berfirman : “Hal dunia yang rendah, mana raja-raja?. Mana pangeran-pangeran?. Mana orang-orang yang sombong?. Mana orang-orang yang makan rezeki-Ku tetapi menyembah kepada selain aku?. Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?”.
Namun, tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Allah menjawab sendiri dengan firman-Nya : “Kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan”.
Kemudian Allah Taala mengirimkan angin kering yang pernah dikirim-Nya dahulu kepada kaum Ad, sebesar benang yang keluar dari lubang jarum. Maka angin itu tidak membiarkan di Muka bumi, sebuah gunung maupun bukit, melainkan dihancurkannya dan dijadikannya ibarat kulit yang disamak. Hal ini digambarkan Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Tidak ada sedikitpun engkau lihat padanya tempat-tempat yang rendah dan yang tinggi”.
Setelah itu, Allah Taala menyuruh langit supaya menurunkan hujan. Maka langit pun menurunkan hujan seperti mani laki-laki selama empat puluh hari, sehingga air itu menggenangi segala sesuatu setinggi 12 hasta. Lalu tumbuhlah semua makhluk seperti tumbuhnya sayur-sayuran, sampai sempurna bentuk tubuh mereka seperti sediakala
Kemudian Allah Taala menghidupkan kembali para malaikat pemanggul Arsy, setelah itu Allah menghidupkan pula malaikat Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril as. Maka mereka hidup dengan izin Allah. Selanjutnya, Allah menyuruh malaikat Ridhwan agar menyerahkan kepada mereka Burag. Mahkota, pakaian kehormatan, mantel kebesaran, sarung keperkasaan dan bendera. Lalu mereka berhenti di antara langit dan bumi, dan Jibril berkata : “Hai bumi, di mana kubur Muhammad?”.
Bumi menjawab : “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Allah telah mengirim kepadaku angin yang sangat kencang, lalu Dia jadikan aku hancur luluh. Karenanya, aku tidak tahu di mana kubur Beliau”.
Kemudian diangkatlah dari kuburan Nabi Muhammad saw. sebuah tiang dari cahaya Nabi Muhammad. Lantas para malaikat itu pergi ke sana. Sesampainya di tempat itu, mereka berdiri, sedang Jibril manangis terisak-isak. Para malaikat lainnya bertanya : “Mengapa engkau menangis?”.
Jibril menjawab : “Bagaimana saya tidak menangis, sebab nanti Muhammad akan bangkit lalu menanyaiku tentang umatnya, sedang aku tidak tahu di mana umatnya”.
Tiba-tiba bergetarlah kuburan Nabi Muhammad saw. lalu terbelahlah bumi dan bangkitiah Beliau. Beliau menepiskan debu dari kepalanya, lalu melihat ke kanan dan ke kiri,
namun Beliau tidak melihat adanya keramaian sedikit pun. Beliau hanya melihat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, maka Beliau bertanya : “Hai Jibrit, hari apakah ini?”.
Jibrit menjawab : “Inilah hari duka cita dan penyesalan. Dan inilah hari kiamat dan hari engkau memberi syafaat”.
“Hai Jibril”, kata Nabi. “Di mana umatku, barangkali engkau telah meninggalkan mereka di bibir neraka Jahannam, lalu engkau datang untuk memberitahukan kepadaku tentang keadaan mereka”.
Jibril menjawab : “Semoga Allah melindungi aku dari berbuat demikian. Demi Allah yang telah mengutusmu benar-benar sebagai seorang nabi. Bumi tidak terbelah untuk Seorang pun sebelummu”.
Kemudian Jibril memasangkan mahkota ke atas kepala Nabi, lalu Beliau mengenakan pakaian-pakaian surga dan menunggangi Burag.
“Hai, saudaraku Jibril”, kata Nabi. “Di mana sahabat-sahabatku Abubakar, Umar, Utsman dan Ali?”.
Maka tiba-tiba orang-orang yang ditanyakan itu bangkit atas izin Allah Taala. Kemu. dian datanglah malaikat membawakan pakaian-pakaian dan Burag-Burag untuk mereka. Mereka pun mengenakan pakaian itu lalu menunggangi Burag masing-masing. Setelah itu, mereka berdiri di sisi Nabi saw.. Kemudian Nabi menyungkur sujud sambil menangis, seraya berkata : “Umatku… umatku!”.
Lalu datanglah dari hadirat Allah suatu seruan kepada Israfil : “Tiuplah sangkakala!” Maka, keluarlah ruh-ruh laksana lebah, memenuhi ruang antara langit dan bumi, kemu. dian masuk ke dalam jasadnya masing-masing. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya:
Artinya : “Kemudian ditiuplah sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing)”.
Kemudian makhluk-makhluk itu, yakni jin dan manusia, selain malaikat, dibangkitkan menuju padang Mahsyar”. (Zubdatul Waaizin)
Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Hari ditiupnya sangkakala, lalu kamu pun datang berkelompok-kelompok”.
Maka, menangislah Beliau sampai pakaiannya basah oleh air matanya. Kemudian Beliau berkata : “Hai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku tentang sesuatu perkara yang sangat besar. Umatku dikumpulkan dalam 12 golongan :
Golongan pertama, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam bentuk tanpa memiliki tangan dan kaki. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka itu ialah orang-orang yang suka menyakiti hati tetangganya. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman (berkaitan dengan hak-hak tetangga itu) :
Artinya : “…tetangga-tetangga yang dekat dan tetangga-tetangga yang jauh … dst.”
Golongan kedua, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam rupa seperti babi. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka ini lalah orang-orang yang suka meremehkan salat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka meremehkan salat itu) :
Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”.
Golongan ketiga, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kebur-kubur mereka, se dang perut mereka laksana gunung, yang penuh dengan ular-ular dan kalajengking-kalajengking sebesar bighal. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang-orang tidak mau berzakat itu) :
Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak…”
Golongan keempat, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan keluar darah dari mulut-mulut mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang berdusta dalam jual-beli. Maka inilah balasan untuk mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka berdusta) :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…”
Golongan kelima, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah membengkak, dan bau mereka lebih busuk daripada bangkai di tengah orang banyak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah mereka yang melakukan kemak-siatan secara sembunyi-sembunyi karena takut kepada manusia tetapi tidak takut kepada Allah, kemudian ia mati. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Ailah Taala telah berfirman :
Artinya : Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak bersembunyi dari Allah … dst.”
Golongan keenam, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah terpotong leher dan tengkuk mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Aliah Taala : “Inilah orang-orang yang suka memberi kesaksian palsu. Maka inilah balasan buat mereka sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberi kesaksian palsu… dst.”.
Golongan ketujuh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan tidak mempunyai lidah, sedang dari mulut mereka mengalir darah dan nanah. Lalu terdengariah seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang tidak sudi memberikan kesaksian. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya”.
Golongan kedelapan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan menundukkan kepala, sedang kedua kaki mereka diangkatkan ke atas kepada mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu pernah melacur, kemudian mati sebelum sempat bertobat. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman !
Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina. (Karena) sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Golongan kesembilan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan berwajah hitam legam, bermata biru, sedang perut mereka penuh api. Lalu terdengar seruan dari hadirat Ailah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu memakan harta anak yatim secara zalim. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”.
Golongan kesepuluh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan penuh kusta dan sopak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah berbuat durhaka kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.
Golongan kesebelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan buta hati dan mata, sedangkan gigi-gigi mereka laksana tanduk sapi, bibir mereka menjulur sampai ke dada, lidah mereka menjulur sampai ke perut dan paha, dan dari perut mereka keluar kotoran. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu suka meminum minuman keras. Karena Allah Taala berfirman:
Artinya : “Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan keji itu”.
Golongan keduabelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur mereka dalam keadaan berwajah bak rembulan di malam purnama. Mereka meniti di atas shirat (jembatan yang membentang di atas neraka) laksana kilat yang menyambar. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah melakukan amal-amal saieh dan kebajikan-kebajikan, serta menghindari kemaksiatan-kemaksiatan dan memelihara salat lima waktu, sedang mereka mati dalam keadaan bertobat. Maka, pahala mereka adalah surga, ampunan, rahmat dan keridaan Allah. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati… dst”. (Tanbihul Ghafilin)
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, yang berjalan di atas bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS. Al-Furqan: 63).
Tafsir :
(. ) Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih. Kalimat ini merupakan mubtada (subjek), yang khabar (predikat) nya adalah : ulaaika yujzaunal ghurfata ( ) di ayat berikutnya.
(. ) yang berjalan di muka bumi. Di-mudhaf-kannya kata ibad (. ) kepada kata arrahman (. ) adalah untuk mengkhususkan ( ) dan mengutamakan (. ) mereka, dan juga karena mereka adalah orang-orang yang teguh dalam beribadat kepada-Nya. Dengan catatan bahwa kata ibad itu adalah kata jamak dari abid (. ), seperti halnya tajir (. ) dan tujjar (. ).
(. ) dengan merendahkan diri, sebagai orang yang bersahaja (tidak sombong), atau dengan cara berjalan yang bersahaja. Kata ini (. ) adalah masdar yang digunakan untuk mensifati. Adapun maksudnya adalah, bahwa mereka berjalan dengan tenang dan rendah hati.
(. ) dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. “Terserah kepada kamu, tidak ada kebaikan dan keburukan di antara kita”, atau perkataan lain yang benar, yang dengan itu, hamba-hamba Allah tadi selamat dari manyakiti atau dosa. Dan firman Allah ini tidaklah bertentangan dengan ayat mengenai perang, karena sudah mansukh. Sebab maksudnya adalah agar berpaling dari orang-orang bodoh dan tidak melayani omongan mereka. (Qaadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa yang aku disebutkan di hadapannya, namun dia tidak mengucapkan salawat kepadaku, maka dia akan masuk neraka”.
Karena mengucapkan salawat atas Nabi saw. Kotika nama Beliau disebutkan itu 1, kumnya wajib menurut Inam At Ihahawi, pada setiap kal disebutkan. Sedangkan mer , rut sebagian ulama lamnya, cukup sekali saja pada suatu mayoritas, sekalipun nama , disebutkan berulang-ulang kali, sama seperti sujud tilawah dan mendoakan orang-orang bersin, dan inilah agaknya yang patut difatwakan, walaupun yang lebih utama ada a mengucapkan salawat atas Beliau setiap kali nama Beliau disebutkan. Sekian.
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Rasulullah saw.
Artinya : “Tidak seorang pun kecuali pada kepalanya ada dua rantai, yang satu tersambung ke langit ketujuh, sedang yang lain tersambung ke bumi ketujuh. Apabila orang itu bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya dengan rantai yang tersambung ke langit ketujuh, dan apabila dia bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya dengan rantai yang tersambung ke bumi ketujuh”.
Artinya : “Allah Taala berfirman: “Kesombongan itu adalah serempang-Ku, keagungan itu adalah sarung-Ku. Barangsiapa menyaingi-Ku pada keduanya, maka akan Aku masukkan ia ke dalam neraka, dan Aku tidak peduli”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)
Firman Allah : “Kesombongan itu adalah serempang-Ku dan keagungan itu adalah sarung-Ku”, maksudnya adalah bahwa, kedua sifat tersebut adalah dua sifat di antara sifat-sifat Allah Taala, maka tidak sepantasnya bagi seorang hamba yang lemah untuk bersikap sombong.
Dan diriwayatkan dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah saw. :
Artinya : “Orang-orang yang sombong akan dihimpun pada hari kiamat kelak seperti semut kecil dalam rupa manusia. Mereka diliputi oleh kehinaan dari segenap penjuru. Mereka digiring ke dalam sebuah penjara di dalam neraka Jahannam yang disebut Bulas. Yang diselimuti oleh api yang sangat panas, dan diberi minum dari tanah Khabal, yaitu cairan penghuni neraka”. (HR. Al Qudhai) ,
Mengenai sabda Beliau : “Adz-dzarru atau Adz-dzaaratu”, yang artinya : semut kecil. Maksudnya adalah bahwa, orang-orang yang sombong itu pada hari kiamat kelak akan menjadi sangat hina, sehingga mereka diinjak-injak oleh kaki-kaki para penghuni syar.
Sabda Beliau : “… mereka diliputi kehinaan…” Maksudnya adalah bahwa, mereka ditimpa kehinaan dari setiap tempat. Sabda Beliau : “Naarul Anyar”, artinya : api yang paling panas di antara semua jenis api. Sabda Beliau : “Bulas”, dengan men-dhammah-kan Ba yang bertitik bawah, mensukun-kan Wawu, dan mem-fathah-kan Fa, yang sesudahnya diikuti oleh Sin tanpa titik. Dan sabda Beliau : “Al Khabal””, dengan mem-fathah-kan Kha yang bertitik atas dan Ba yang bertitik bawah, adalah nama sebuah tempat di dalam neraka Jahannam, di mana terkumpul nanah para penghuni neraka. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat kelak, tidak disucikan dan tidak diperhatikan-Nya, sedang mereka mendapat siksaan yang dahsyat : (1) orang tua pezina, (2) raja pendusta, (3) orang fakir yang sombong”. (HR. Muslim)
Sabda Beliau :
artinya : orang fakir. Dan ada pula yang mengatakan bahwa artinya adalah : orang yang mempunyai tanggungan keluarga, namun ia tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, dan ia sendiri, karena sombong, tidak mau meminta, yakni meminta zakat atau sedekah, dan tidak pula sudi meminta dari Baitulmal. Orang seperti ini berdosa, karena menimbulkan bahaya kepada keluarganya. Sekian katanya.
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya, dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya”.
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom. Dan sesungguhnya sifat sombongnya itu menjadi penghalang terhadap surga. Karena ia menghalangi antara seseorang dengan seluruh akhlak orang-orang beriman. Padahal akhlak itu merupakan pintu-pintu surga”. (Al Hadis)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Termasuk sikap rendah hati apabila seseorang sudi meminum sisa minumoan saudaranya. Dan tidaklah seseorang minum sisa minuman saudaranya, melainkan dicatatkan untuknya tujuh puluh kebaikan, dihapuskan darinya tujuh puluh kejahatan, dan diangkat derajatnya di surga Illiyin yang tertinggi”. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Penga rang kitab Al Firdaus)
Dan dirwayatkan pula dari sahabat Jabir ra., katanya : “Nabi Nuh as berkata ker j puteranya : “Aku akan memboritahukan kepadamu beberapa kelakuan, yang siapa r « hkinya maka dia tidak termasuk orang yang sombong. mengikat kambing mengeng ,keledai, memakai kain bulu, bergaul dengan orang-orang mukmin yang miskin dan orang yang makan bersama keluarganya”. (Diriwayatkan oleh pengarang kitab Aj Firdaus)
Dan dirwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pokok sikap rendah hati itu ada. lah, agar Anda memulai memberi salam kepada orang Islam yang Anda jumpai, Anda dengan tempat duduk yang rendah di dalam suatu majelis, dan Anda tidak suka nama Anda disebut-sebut sebagai orang yang baik dan takwa”.
Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menjahit sandalnya, menambal bajunya, dan membiarkan wajahnya terkena debu dalam sujud karena Allah, maka dia benar-benar telah terlepas dari sifat sombong”.
Dan diriwayatkan dari Gais bin Hazim, bahwa dia berkata : “Ketika Umar bin Khattab berangkat menuju ke negeri Syam, dia bergantian menaiki kendaraannya dengan budaknya. Umar mengendarai unta, sedang budaknya memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Setelah itu, Umar turun dan budaknya naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Kemudian budak itu turun, dan Umar naik. Demikianlah mereka saling bergantian menunggangi unta tersebut
Ketika jarak ke negeri Syam sudah dekat, giliran naik unta itu jatuh pada budak tersebut. Maka dia pun naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu. Di tengah jalan. dia menemukan air, lalu Umar pun menceburkan diri ke dalam air itu, sedang dia mash tetap memegang tali kekang untanya, sementara sandalnya dikepitnya di bawah ketiak kirinya.
Umar disambut oleh Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang menjabat sebagai Gubernur Syam, dan salah seorang di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Abu Ubaidah berkata : “Wahai amiril mukminin, para pembesar Syam akan menyambut kedatangan Tuan, maka kurang pantas kalau mereka melihat Tuan dalam keadaan demikian ini” Umar menjawab : “Sesungguhya Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam Maka aku tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan orang”. (Sekian)
Diriwayatkan, bahwa Mutharrif bin Abdullah pernah melihat Almuhallab berjalan angkuh dengan jubahnya. Lalu ditegurnya : “Hai hamba Allah, ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya”.
Almuhaliab balik bertanya : “Apakah Anda mengenal saya?”,
“Tentu saja aku mengenalmu”, jawab Mutharrif. “Pada mulanya, engkau adalah ai sperma yang menjijikkan, akhirnya menjadi bangkai yang kotor, dan di antara keduanya itu engkau membawa tinja”.
Maka pergilah Almuhallab, dan sejak itu dia tidak lagi berjalan dengan gaya som: bong, dan dia pun bertobat.
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Umar bin Khattab pernah mengirim seorang gubernur untuk Bahrain, sedang dia menunggangi seekor keledai, lalu mulai berkata : “Menunduklah kalian!”.
Memang, mereka para sahabat Rasulullah saw.. budi pekerti mereka adalah sikap rendah hati. Dan mereka adalah orang-orang yang paling mulia di sisi makhluk, di sisi malaikat dan di sisi Allah Taala.
Dan di dalam salah satu khabar disebutkan : Ketika Rasululiah saw. hyrah dari kota Mekah ke Madinah, setibanya di Madinah, orang-orang kaya di sana bergayutan pada tali kekang unta Beliau (mengharapkan Beliau singgah di rumah mereka). Namun Beliau berkata : “Biarkan dia, sesungguhnya dia diperintah”. Maka mereka pun melepaskan tali kekang unta itu. Sementara unta itu terus berjalan di depan barisan tentara. Tiap kali unta itu melewati rumah seseorang. maka dengan sedih pemilik rumah itu berkata : “Seandainya saya yang punya negara, niscaya Muhammad saw. tentu menjadi tamuku”.
Lalu, ketika dia sampai di pintu rumah Abu Ayyub Al Ansari, maka menderumlah unta tu. Orang-orang pun membangunkannya, tetapi unta itu tidak mau bangkit. Kemudian turunlah Jibni as., lalu berkata : “Turunlah di sini. Sesungguhnya Abu Ayyub telah merendahkan din karena Allah. Ketika Anda tiba di pintu kota tadi. orang-orang menaruh perhatan dan menghiasi rumah-rumah mereka, seraya berkata : “Rasulullah akan singgah di rumah kami”. Sedang Abu Ayyub berkata dalam hatinya : “Saya adalah seorang yang melarat. Dari mana saya akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah, sehingga Muhammad sudi singgah di rumahku?”.
Maka Aliah menyuruh Nabi-Nya singgah di rumahnya, karena kerendahan hatinya itu.
Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki di kalangan Bani Israil, yang bernbadat kepada Allah Taala selama tujuh puluh tahun, tanpa berbuka puasa recuali satu tahun sekali, pada tiap pergantian tahun. Kemudian dia meminta kepada Allah Taala suatu hajat, namun Allah tidak memenuhi hajatnya. Maka abid itu berkata kepada dirinya : “Seandainya engkau mempunyai kedudukan di sisi Allah, tentu Allah akan memenuhi hajatmu”. Lantas Allah menurunkan malaikat yang mengatakan kepadanya : “Hai anak Adam. sikap rendah hatimu sekarang ini lebih utama di sisi Allah Taala daripada ibadatmu selama tujuh puluh tahun, maka Allah memenuhi hajatmu disebabkan oleh kerendahan hatimu terhadap-Nya”.
Maka, ambillah pelajaran hai orang-orang yang berakal, dan jadilah sebagai orangorang yang rendah hati.
Dan diriwayatkan dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as., firman-Nya : “Hai Musa, tahukah engkau, kenapa Aku mengambilmu sebagai lawan bicara dengan tanpa perantara?”.
Nabi Musa menjawab : “Engkau lebih mengetahui tentang itu, Ya Tuhanku”.
Allah Taalah berfirman : “Sesungguhnya Aku memperhatikan hati hamba-hamba-Ku. maka tidak ada satu hati pun yang Aku lihat lebih merendahkan diri daripada hatimu. Oleh karena itu, Aku jadikan engkau sebagai lawan bicara-Ku”.
Dan konon, ada enam makhluk yang merendahkan diri kepada Allah Taala, maka Allah meninggikan mereka di antara makhluk-makhluk lain yang serupa dengan mereka.
Pertama, bahwa Allah mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak melabuhkan bahtera Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya pada salah satu gunung di antara kamu sekalhan”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong selain gunung Judi yang merendahkan diri, katanya : “Darimana aku mendapatkan kemuliaan, sehingga Allah sudi melabuhkan bahtera Nabi Nuh as. di atasku?””. Maka, Allah meninggikannya melebihi gunung-gunung lainnya, dan mendaratkan bahtera Nabi Nuh di atasnya, dikarenakan oleh sikapnya yang merendahkan diri tersebut, sebagaimana firman Allah di dalam surah Hud :
Artinya : “Dan berlabuhlah bahtera itu (yakni mendarat) di atas gunung Judi”.
Yaitu sebuah gunung di wilayah Jazirah (Mesopotamia) dekat Mausil. Lalu berkatalah gunung-gunung yang lain : “Ya Tuhan Kami mengapa Engkau lebih mengutamakan Judj daripada kami, padahal ia adalah gunung yang terkecil di antara kami?”. Maka jawab Allah : “Sesungguhnya ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, sedang kamu sekalian bersikap sombong. Sedang Aku telah memastikan bahwa, barangsiapa merendahkan diri karena Aku, maka akan Aku tinggikan dia, dan barangsiapa yang sombong, maka akan Aku rendahkan dia”.
Kedua, Allah Taala mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Ku di atasmu”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong kecuali gunung Thursina. Hanya dia yang me. rendahkan diri kepada Allah Taala, katanya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah berkenan berbicara dengan salah seorang hamba-Nya di atasku?”. Karena itulah, akhirnya pembiCaraan antara Allah dengan Nabi Musa as. berlangsung di atas gunung Thursina tersebut.
Ketiga, Aliah Taala mewahyukan kepada ikan-ikan seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak memasukkan Yunus ke dalam perut salah seekor dari kamu”. Maka ikan-ikan itu pun menjadi sombong, selain satu ekor ikan saja. Ia berkata pada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah Taala berkenan menjadikan perutku sebagai wadah bagi nabi-Nya?”. Maka Allah pun mengangkat derajat ikan tersebut dan memuliakannya, disebabkan oleh kerendahan hatinya.
Keempat, Allah Taala mewahyukan kepada semua burung, firman-Nya : Sesungguhnya Aku hendak meletakkan minuman pada salah seekor dari kamu semua, yang mengandung obat bagi manusia”. Lalu menjadi sombonglah burung-burung itu semua kecuali lebah. Dia berkata kepada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Aliah berkenan menaruh minuman itu padaku?”. Maka Allah pun mengangkat derajatnya, dan meletakkan minuman itu pada dirinya, dikarenakan oleh kerendahan hatinya tersebut.
Kelima, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. firman-Nya : “Siapakah engkau?”. Nabi Ibrahim menjawab : “Aku Al Khalil”. Kepada Nabi Musa as, Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Musa menjawab : “Aku Al Kalim”. Kepada Nabi Isa as. Allah bertanya : “Siapakah engkau ?”. Nabi Isa menjawab : “Aku Ar Ruh”, Dan kepada Nabi Muhammad saw., Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Muhammad menjawab : “Aku seorang anak yatim”. Maka Allah pun mengangkat derajat Nabi Muhammad saw. di atas nabi-nabi lainnya, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu kamu merasa puas”.
Keenam, orang mukmin yang merendahkan dirinya kepada Allah dengan bersujud dan mengesakan-Nya, maka Allah pun memuliakannya dengan melapangkan dadanya untuk menerima Islam, sedang dia senantiasa berada di bawah naungan cahaya Tuhannya. Sekian (dari kitab Al Mau’izhatui Hasanatul Marghubatu)
Pertemuan nabi Ibrahim as. dengan raja Mesir
Ceritanya, bahwa setelah Allah Taala menjadikan api dingin dan sejahtera bagi Nabi Ibrahim as., maka Beliau berangkat ke negeri Mesir. Nabi Ibrahim berkata : “Sesung guhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Dia pasti memberi petunjuk kepadaku”.
Nabi Ibrahim berangkat bersama istrinya, Sarah as. lalu seseorang berkata kepada Beliau, bahwa di Mesir ada seorang raja yang zalim. Dia merampas isteri-isteri orang lain secara paksa, dan pada setiap jalan ada petugas pajak raja. Sedangkan Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang pencemburu, dan Sarah adalah seorang wanita yang paling cantik di masanya, sehingga tidak ada seorang wanita pun yang bisa menandingi kecantikannya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim mengambil sebuah peti, lalu memasukkan Sarah ke dalamnya, kemudian peti itu digemboknya, lalu diletakkannya di atas unta. Setelah itu, berangkatlah Beliau menuju ke Mesir.
Ketika Nabi Ibrahim sampai di tempat petugas pajak, Beliau dimintanya supaya berhenti. Kemudian petugas pajak itu hendak memeriksa isi peti itu, namun Nabi Ibrahim menolak. Petugas pajak itu tidak menyerah begitu saja, bersama teman-temannya, dia memaksa membuka peti itu. Maka tampaklah olehnya Sarah yang memiliki kecantikan yang sempurna itu. Lalu dia berkata kepada Nabi Ibrahim : “Ini isterimu?”.
Nabi Ibrahim menjawab : “Dia saudaraku”.
Petugas pajak itu berkata :
“Saya kira dia pantas untuk raja”.
Maka mereka bawa Sarah menghadap raja. Sementara itu Allah menyingkapkan tabir dari Nabi Ibrahim as., sehingga Beliau dapat melihat Sarah dengan jelas dari luar istana.
Lalu raja mendekati Sarah sambil mengulurkan tangan kepadanya. Namun tiba-tiba tangan dan kakinya menjadi lumpuh. Maka berkatalah ia :
“Rupanya engkau adalah seorang wanita tukang sihir, Engkau telah membikin tangan dan kakiku lumpuh”.
Sarah menjawab : “Saya bukan tukang sihir, tetapi saya adalah isteri kekasih Allah. Beliau telah berdoa untuk kecelakaan dirimu, maka Allah pun melumpuhkan tangan dan kakimu. Karenanya, bertobatlah kepada Allah, agar Dia menyembuhkan tangan dan kakimu”.
Raja itu pun bertobat. Maka seketika itu juga, Allah menyembuhkan tangan dan kakinya.
Kemudian raja memandang kepada Sarah, dia tidak tahan melihatnya. Lalu untuk kedua kalinya, dia mendekati wanita itu. Maka Allah pun membutakan kedua matanya. Kemudian dia bertobat, lalu Allah menjadikan dia bisa melihat kembali. Selanjutnya, untuk yang ketiga kalinya, dia mendekati wanita itu lagi, maka Allah melumpuhkan seluruh anggota tubuhnya. Lalu dia bertobat kembali dengan sebenar-benarnya. Sedang Sarah, diserahkannya kembali kepada Nabi Ibrahim as., seraya meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau. Kemudian dia berkata kepada Beliau : “Hukumlah aku sekehendakmu”.
“Ini termasuk urusan Tuhanku”, jawab Nabi Ibrahim. “Aku tidak bisa menjatuhkan hukuman kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan-ku kepadaku”.
Maka turunlah malaikat Jibril as. kepada Beliau, seraya berkata : “Allah berfirman kepadamu : “Katakanlah kepada raja itu, agar dia mengeluarkan dari seluruh kerajaannya dan gudang-gudang hartanya, dan menyerahkannya kepadamu. Sesudah itu, baru doakanlah dia”.
Nabi Ibrahim as. memberitahukan keputusan Allah itu kepada sang raja. Maka raja Itu rela menerima keputusan Tuhan tersebut, kemudian Nabi Ibrahim pun mendoakannya, maka Allah menyembuhkannya kembali anggota tubuhnya yang sakit itu.
(Catatan penting) :
Sarah adalah seorang wanita yang cantik. Dia dicintai oleh Nabi Ibrahim Khalilullah, maka Aliah memeliharanya dari orang lain, sehingga tidak seorang pun menemukan jalan buat mengganggunya. Dan kalimat tauhid yang ada di dalam hati seorang mukmin. j ir dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung. Jadi, apabila musuh tidak memperoleh jalan bi : mengganggu orang yang dicintai kekasih-Nya, maka bagaimanakah setan mempero jalan buat mengganggu orang yang dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung itu?.
Kembali ke alur cerita :
Setelah sang raja sehat kembali, maka dia membawa Hajar lalu menyerahkannya kepada Sarah. Tetapi Sarah berkata : “Aku serahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim, karena Beliau telah bersedih karena memikirkan aku”.
Sarah menyerahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim sambil meminta maaf dan berkata : “Kanda jangan lagi bersedih hati, karena Allah telah menyingkapkan hijab antara saya dan kanda”.
(Dinukil dari As Sab’iyat)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa memuliakan seorang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh nabi. Dan barangsiapa memuliakan seorang pelajar, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh orang yang mati syahid. Dan barangsiapa menCintai Seorang alim, maka tidak dicatat kesalahannya sepanjang hayatnya”. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Allah akan membangkitkan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat kelak, kemudian mengistimewakan para ulama, lalu berfirman : “Hai sekalian ulama, sesung: guhnya Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu, melainkan karena Aku mengenal kamu. Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu untuk menyiksa kamu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu semua. (Tatarkhaniyah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangantangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka” (QS. Ar Rum : 41)
Tafsir:
(. ) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, seperti : kekeringan, penyakit menular, seringnya terjadi kebakaran dan bahaya tenggelam, kecelakaan dalam penyelaman, lenyapnya keberkahan, seringnya terjadi bencana, kesesatan dan kelaliman dan lain-lain.
(. ) karena perbuatan tangan-tangan manusia, karena kesialan perbuatan maksiat mereka, atau karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.
(. ) supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang telah mereka perbuat, sebagai balasannya, karena pembalasan yang sempurna nanti di akhirat. Huruf lam (. ) di sini berarti alasan, atau berarti juga akibat. (Qadhi Baidhawi)
Fudhalah bin Ubaid berkata : “Nabi saw. pernah mendengar seseorang berdoa di dalam salatnya, namun orang itu tidak membaca salawat untuk Beliau saw.. maka Nabi berkata : “Orang ini tergesa-gesa”. Kemudian Beliau memanggilnya, lalu bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya :
Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu berdoa, maka hendaklah dia memulai dengan memuji dan memuja kepada Allah, lalu mengucapkan salawat atas Nabi saw., barulah sesudah itu dia berdoa menurut keinginannya”.
Dan dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya . “Doa dan salat itu tergantung d antara langit dan bumi, tidak ada satupun di antara keduanya yang naik kepada A a Taala, sampai diucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Syifaun Syarif)
Dan dirwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda kepada seke lompok sahabat Beliau, yang artinya : “Sesungguhnya di antara umatku ada beberapa kaum. yang di hari kiamat nanti, Allah berfirman kepada mereka : “Hai hamba-hamba-Ku, masuklah kamu sekalian ke dalam surga”. Namun mereka kebingungan di padang kiamat, sampai Allah menunjuki mereka ke surga. Seseorang bertanya : “Siapakah mereka itu Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang ketika namaku disebut di hadapan mereka, mereka tidak mengucapkan salawat untukku, karena lupa dan lalai. (Raunaqul Majalis)
Pada awalnya, bumi ini hijau dan asri. Tidak sebatang pohon pun yang didatangi oleh manusia, melainkan dia dapati buah-buahan padanya. Dan dahulu air laut itu tawar, sedang singa tidak memangsa lembu, serigala tidak memangsa kambing. Namun setelah Qabil membunuh Habil, maka bumi pun menjadi berantakan, pohon-pohon menjadi berduri, tanah menjadi hitam, dan laut menjadi asin pahit, sehingga dikatakanlah : Telah tampak kerusakan di darat, dengan adanya Qabil yang telah membunuh saudaranya Habil, sedang di laut, dengan adanya Jalandi, yaitu seorang raja kafir yang merampas setiap kapal.
Kata mufassir : “…karena kesialan dari perbuatan-perbuatan maksiat mereka”. Maksudnya : Karena kesialan dari kedurhakaan orang yang meninggalkan salat, maka tampaklah kerusakan di darat dan di laut. Dalam Assunnah dinyatakan bahwa, setiap tempat yang di sana ada orang yang meninggalkan salat, maka tempat itu akan ditimpa kutukan sebanyak tujuh puluh kutukan setiap hari.
Jika Anda bertanya : “Apa hikmat dari dittmpakannya kutukan atas seluruh penghuni tempat itu, dan tidak ditimpakan khusus atas pelakunya saja?”. Maka saya jawab : “Bahwasanya orang-orang itu mengetahui siapa yang meninggalkan salat itu, namun mereka tidak mau mencegahnya. Oleh karena itu, Allah Taala menimpakan secara umum azab dari sisi-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis :
Artinya : “Orang yang diam dari (membela) kebenaran, adalah setan yang bisu”. (Mau’izhah)
Firman Allah : “….supaya Allah merasakan kepada mereka… dst”. Huruf lam (. ) di sini adalah lamut ta’lil, apabila artinya : Allah merusakkan jalan-jalan penghidupan manusia. Atau lamul agibah, apabila artinya : Manusia melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak. Karena tujuan mereka dalam melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak itu bukan supaya Allah merasakan hukuman kepada mereka terhadap apa yang telah mereka lakukan itu, namun karena tujuan itu mengakibatkan dilakukannya perbuatan, maka diumpamakanlah hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan itu sebagai alasan yang gaib, maka dimasukilah ia oleh Lamul Agibah, sebagaimana pada firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Maka dipungutlah Musa oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”. (Syaikh Zaadah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, dan jangan ada seorang pun dan kamu yang menganiaya seorang mukmin. Dan tidaklah seseorang menganiaya seorang mukmin, melainkan Allah akan membalasnya pada hari kiamat kelak. (Hayatul Qulub)
Ada yang menanyakan, dosa apakah yang paling ditakutkan dapat merampas iman?. Maka jawabnya : Tidak bersyukur atas iman, tidak merasa kuatir akan akhir hayat, dan suka menganiaya sesama hamba Allah.
Dan selanjutnya dia berkata -rahmatullah alaihi: Barangsiapa memiliki ketiga sikap tersebut, maka pada umumnya, dia keluar dari dunia ini dalam keadaan kafir, semoga kita dilindungi oleh Allah, kecuali kebahagiaan mengiringinya. (Daqoiqul Akhbar dan Al Mau’izhatul Hasanah)
Dalam salah satu hadis Gudsi disebutkan : “Wahai Anak Adam, maut itu akan menyingkap rahasia-rahasiamu, kiamat akan membeberkan berita-beritamu, dan buku catatan amal akan mengungkapkan rahasia-rahasiamu. Maka apabila kamu melakukan sesuatu dosa, janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tersebut, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat. Dan apabila kamu dikaruniai rezeki yang sedikit, janganlah kamu melihat kepada sedikitnya, tetapi lihatlah kepada siapa yang telah mengaruniai kamu itu. Janganlah sekali-kali kamu meremehkan dosa yang kecil, karena kamu tidak tahu, dengan dosa yang mana Aku murka kepadamu. Dan janganlah kamu merasa aman dari tipu daya-Ku, karena tipu daya-Ku itu lebih tersembunyi daripada langkah semut di atas batu karang di malam gelap gulita.
Hai anak Adam, apakah setelah kamu melakukan perbuatan maksiat lalu kamu ingat akan kemurkaan-Ku, kemudian kamu berhenti dari perbuatan itu?.
Apakah kamu telah menunaikan amanat dari orang yang memberi amanat kepadamu?.
Apakah kamu telah berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepadamu?.
Apakah kamu telah memaafkan orang yang telah menganiaya dirimu?.
Apakah kamu telah mengajak bicara pada orang yang telah mendiamkan kamu?.
Apakah kamu telah menghubungi orang yang telah memutuskan hubungan denganmu?.
Apakah kamu telah bersikap adi! terhadap orang yang telah mengkhianati kamu?.
Dan apakah kamu telah bertanya kepada ulama tentang urusan agamamu dan duniamu?.
Sesungguhnya Aku tidak memandang kepada rupamu, tetapi memandang kepada hati dan niatmu, dan dengan pekerti-pekerti inilah Aku rida kepadamu”. (Al Maw’izhatul Hasanah)
Demikianlah keadaan orang yang zalim. Kemudian ketahuilah pula tentang keadaan Orang yang adil, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kamu semua :
Diriwayatkan bahwa, Umar bin Khattab ra., pernah berjalan di suatu malam. Ketika dia melewati pintu sebuah rumah, maka terdengar olehnya suara tangisan, lalu diapun berhenti. Kemudian dia mendengar suara seorang wanita sedang berkata kepada anakanaknya : “Allah yang akan mengadili antara aku dengan Umar bin Khattab!”
Maka Umar bermaksud akan menghibur hati wanita itu dari kesedihannya, lalu diketuknya pintu rumah itu.
Setelah pintu dibuka, Umar bertanya : “Apa yang telah diperbuat Umar kepada Penghuni rumah itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Umar sendiri Maka wanita itu menjawab :
“Dia telah mengirim suamiku ke medan perang anu, dengan meninggalkan padak , anak-anak yang masih kecil, padahal aku tidak mempunyai apa-apa buat membat hidup mereka”.
Lantas anak-anak itu menangis seraya berkata : “Amirilmukminin benar-benar telah melalaikan kami”.
Kemudian Umar keluar, lalu diambilnya sekarung tepung dan daging yang banyak lantas dipikulnya di atas pundaknya. Maka berkatalah orang yang ada bersamanya : ‘Le. takkanlah karung itu, biar saya saja yang membawanya”.
Umar menjawab : “Andaikan engkau membawa karung ini di dunia ini, maka siapakah yang akan memikul dosa-dosaku di hari kiamat kelak?”. Umar mengatakan itu sambil menangis dan terus menangis sampai dia masuk kembali ke rumah wanita tadi. Setibanya di sana, Umar segera mengadoni tepung itu dengan tangannya sendiri, menyalakan api, memasak roti dan daging, membangunkan anak-anak, lalu disuapinya mereka dengan tangannya sampai kenyang. Kemudian dia berkata kepada mereka : “Maafkanlah aku, dan janganlah kalian memperkarakan aku di hari kiamat nanti”.
“Baiklah”, jawab mereka.
Maka legalah hati Umar, dan dia pun keluar sambil membawa karungnya.
Limabelas tahun setelah wafatnya Umar, seseorang memimpikannya. Dia ditanya : “Apakah yang telah diperlakukan Allah terhadapmu, hai Umar?”.
Dia menjawab : “Sekarang, saya baru selesai dari perhitungan firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan… dst.” (Dari kitab Raunaqul Majalis)
Konon, tertulis pada sayap belalang : “Kami adalah salah satu di antara bala tentara Allah. Kami diberi wewenang oleh Allah untuk merusak seluruh daerah dan negeri, di kala muncul kesewenang-wenangan dan kebejatan”. (Dinukil dari Al Misykat)
Dan diceritakan pula dari ulama terdahulu, bahwa kezaliman dan ilmu ada di kota, sedang kebodohan dan keberkatan ada di desa. Kemudian ilmu menarik keberkatan ke kota, karena ada persesuaian antara keduanya, sedang kebodohan menarik kezaliman ke desa, karena ada persesuaian antara keduanya. Tetapi sekarang begini : orang kota mengeluh tentang orang kota dan tidak mengeluh tentang orang desa. Orang desa mengeluh tentang orang desa dan tidak mengeluh tentang para pelancong. Dan para pelancong mengeluh tentang agama Islam dan tidak mengeluh tentang agama-agama lainnya.
Konon, pada suatu tahun, orang-orang di kota Mekah mengalami musim paceklik yang panjang. Kemudian mereka keluar ke tanah lapang untuk melakukan salat istisga selama tiga hari berturut-turut, namun hujan tidak kunjung turun juga kepada mereka.
Abdullah bin Mubarak berkata : “Maka aku berkata dalam hati : “Aku akan keluar dari tengah-tengah kaum itu, dan akan berdoa kepada Allah Taala. Mudah-mudahan Dia mengasihi aku, lalu mengabulkan doaku”. Kemudian aku pergi menyingkir dari mereka, dan masuk ke dalam sebuah gua. Tidak berapa lama kemudian, masuk pula ke dalam gua itu, seorang budak hitam, lalu dia mengerjakan salat dua rakaat. Usia salat, dia letakkan kepalanya di atas tanah seraya berdoa kepada Allah. Aku dengar dia mengatakan – “Tuhan-ku, sesungguhnya orang-orang itu adalah hamba-hamba-Mu. Selama tiga hari mereka telah memohon turunnya hujan kepada-Mu, namun belum juga Engkau turunkan hujan buat mereka. Maka, demi keperkasaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku sampai Engkau memberi hujan kepada kami”.
Ibnu Mubarak melanjutkan : “Belum lagi dia mengangkat kepalanya, tiba-tiba hujan pun turun. Lalu dia bangkit dan berlalu.
Aku membuntuti budak itu, sampai dia masuk kampung, lalu masuk ke sebuah rumah. Maka aku berhenti di pintu rumah itu, lalu duduk di sana sampai ada seseorang kejuar, kemudian aku bertanya kepadanya : “Rumah siapa ini?”.
“Rumah fulan”, jawabnya.
Kemudian aku masuk dan berkata : “Saya hendak membeli seorang budak.
Tuan rumah menawarkan seorang budak kepadaku, namun aku menclak dan berkata: “Saya ingin yang lain. Apakah tuan masih memiliki yang lainnya?”.
Dia menjawab : “Saya masih mempunyai budak yang lain, tetapi tidak cocok untuk tuan”.
“Kenapa”, tanyaku.
Dia menjawab : “Karena dia seorang pemalas”.
Aku berkata : “Tunjukkan dia pada saya”.
Maka tuan rumah memanggil budak itu, dan aku pun mengenalinya, lalu aku berkata : “Saya suka dia. Berapa tuan jual”.
“Saya telah membelinya seharga 20 dinar”, jelasnya. “Tetapi sebenarnya dia tidak sampai seharga 10 dinar. Baiklah, saya jual dia kepada tuan seharga 10 dinar saja”.
Aku jawab : “Saya beli dia dari tuan dengan harga 20 dinar.
Kemudian aku bayar harganya, dan aku terima budak itu darinya. Lantas budak itu berkata kepadaku : “Hai Ibnul Mubarak, kenapa tuan membeliku, padahal saya tidak akan melayani tuan?”.
Aku tidak menjawab pertanyaannya itu, tetapi balik bertanya : “Siapa namamu?”.
Dia menjawab : “Para kekasih Allah tentu akan mengenal kekasih Allah yang lainnya”.
Ibnul Mubarak melanjutkan ceritanya : “Kemudian saya bawa budak itu pulang ke rumah. Ketika budak itu hendak berwudu, aku membantu membawakan bejana berisi air kepadanya, dan aku letakkan sandal di hadapannya. Maka dia pun berwudu, salat dan Sujud”.
Kata Ibnul Mubarak : “Maka aku mendekatinya untuk mendengarkan apa yang dia katakan dalam sujudnya. Saya dengar dia mengatakan : “Oh Tuhan Pemilik rahasia, seSungguhnya rahasia ini telah ketahuan. Dan aku tidak ingin hidup lagi, setelah rahasia ini diketahui orang”.
Kemudian dia diam sesaat. Lalu aku gerak-gerakkan badannya, namun ternyata dia telah tiada. Maka aku pun mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya, lalu menguburkannya. Malamnya, aku bermimpi melihat Nabi saw. bersama seorang tua yang bercahaya dan menyenangkan berada di sebelah kanan Beliau, sedang budak hitam itu berada di Sebelah kiri Beliau. Beliau berkata kepadaku : “Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu atas jasamu kepada kami, dan semoga aku tidak melihatmu melarat karena kebaikanmu kepada kekasih kami”.
Saya bertanya : “Apakah dia kekasihmu, Ya Rasulullah?”.
“Benar”, jawab Beliau. : “Dia adalah kekasihku dan kekasih Khalil Allah Yang Maha Pengasih”. (Raunaqul Majalis).
Dari sahabat Jabir ra., katanya : “Jauhilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan-kegelapan pada hari kiamat kelak”. (Mashabih)
Dan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada enam golongan manusia yang akan masuk neraka disebabkan oleh enam perkara : Para pemimpin karena kesewenangan. Orang-orang Baduwi karena faratik kesukuan. Orang-orang desa karena kebodohan. Kepala-kepala daerah karena kesombongan. Para pedagang karena berkhianat. Dan para ulama karena dengki”.
Dan konon, bahwa Nabi Adam as. pernah berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telan memberi kepada umat Muhammad saw. empat kemuliaan yang tidak Dia berikan kepadaku:
Pertama, bahwa diterimanya tobatku adalah di kota Mekah, sedang umat Muhammad, bisa bertobat di sembarang tempat, dan Allah tetap akan menerima tobat mereka.
Kedua, bahwa aku dahulu berpakaian, ketika aku melanggar perintah Allah, maka Dia jadikan aku telanjang. Sedangkan umat Muhammad, melanggar perintah Allah dalam keadaan telanjang, lalu Allah memberi mereka pakaian.
Ketiga, setelah aku melanggar perintah Allah, maka Dia memisahkan aku dengan isteriku. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah, namun Dia tidak memisahkan mereka dari isteri-isteri mereka.
Keempat, bahwa aku melanggar perintah Allah dalam surga, kemudian Dia mengeluarkan aku dari dalamnya. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah di luar surga, lalu Dia memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mau bertobat. (Tanbihul Ghafilin).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Dia-lah yang bersalawat kepadamu dan juga para malaikat-Nya, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. Al Ahzab : 41-43)
Tafsir :
(. ) Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, yang menyita sebagian besar waktu dan dengan kalimat apa saja yang pantas bagi Allah, seperti mensucikan (subhanallah), memuji (alhamdulillah), mengesakan (laa ilaaha illallaah), dan pengagungan (Allaahu akbar).
(. ) dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Permulaan dan akhir siang pada khususnya. Sedang disebutkannya waktu pagi dan petang secara khusus, adalah untuk menunjukkan keutamaan waktu-waktu tersebut dibandingkan dengan waktu-waktu yang lainnya. Karena kedua waktu tersebut merupakan waktu-waktu yang disaksikan oleh para malaikat. Jadi, sebagaimana halnya diutamakannya tasbih dari zikir-zikir lainnya, karena tasbih merupakan pangkal segala zikir. Dikatakan bahwa, kedua perbuatan itu (zikir dan tasbih) diarahkan kepada kedua waktu tersebut. Dan ada pula dikatakan bahwa, yang dimaksud tasbih di sini adalah salat.
(. ) Dia-lah yang bersalawat kepadamu, dengan memberi rahmat.
(. ) dan juga para malaikat-Nya, dengan memohonkan ampun bagimu dan memperhatikan apa-apa yang menjadi kemaslahatanmu. Sedangkan yang dimaksud salawat itu adalah gadrun musytarak, yaitu perhatian Allah terhadap kemaslahatan hidupmu dan tampaknya kemuliaanmu, sebagai kata pinjaman (isti’arah) dari kata salat.
(. ) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang), dari kegelapan-kegelapan kekafiran dan kemaksiatan kepada cahaya iman dan ketaatan.
(. ,) Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang, beriman, sehingga Dia perhatikan kemaslahatan hidup mereka dan keluhuran derajat mi reka, yang dalam hal itu Dia mempergunakan para malaikat yang dekat. (Qadhi Baidhawi)
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku tiap-tiap hari sebanyak lima ratus kali, maka dia tidak akan fakir selama-lamanya. (yakni tidak akan memerlukan bantuan orang lagi selama-lamanya).
Allah Taaia berfirman :
Artinya : “Maka, ingatlah kamu kepada-Ku”. Yakni, dengan ketaatan.
Artinya : “Niscaya Aku ingat pula kepadamu”.
Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertobat, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan menerima tobatmu dan mengampunimu.
Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berdoa, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mengabulkannya. sebagaimana firman-Nya yang artinya : Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.
Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku di kala hidupmu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam liang kuburmu, yakni dengan dimantapkannya ucapan yang benar ketika seorang mayit ditanya oleh dua malaikat di dalam kuburnya tentang Tuhannya, agamanya dan nabinya.
Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertawakkal, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mencukupimu. Berdasarkan dalil firman Allah Taala yang artinya : Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupinya.
Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berbuat kebajikan, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan memberimu rahmat, sebagaimana firman Allah yang artinya : Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Bahrul Hagaia)
Firman Allah :
Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadamu…”
Adalah jumlah musta’natah yang berfungsi memberi alasan kepada dua hal sebelumnya (zikir dan tasbih). Karena salawat Allah atas mereka, padahal mereka tidak sepantasnya memperolehnya, sedang Dia pun tidak memerlukan kepada sekalian alam, adalah hal yang mewajibkan mereka senantiasa melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka, yaitu berzikir dan bertasbih kepada-Nya Yang Mahatinggi.
Sedang firman-Nya :
Artinya : “…. Dan malaikat-malaikat-Nya…”
Kata ini di-athaf-kan kepada dhamir yang tersembunyi pada kata yusholli ( ) karena adanya pemisah yang menyebabkan tidak diperlukannya ta’kid (penguat) dengan dhamir munfashil. Tetapi dengan syarat : salat yang pertama tidak diartikan rahmat, dan yang kedua tidak diartikan permintaan ampunan. Karena penggunaan satu kata untuk dua makna yang berbeda adalah hal yang tidak diperbolehkan. Tetapi, ia harus diartikan de-ngan arti majaz yang umum, yang mencakup kedua makna tersebut, di mana masingmasing dari keduanya merupakan arti tersendiri yang hakiki dari arti majaz itu. Yaitu, perhatian terhadap apa-apa yang menjadi kebajikan dan kemaslahatan hidup kaum mukminin. Karena, masing-masing dari rahmat dan permintaan ampun itu adalah arti tersendiri yang hakiki dari perhatian terhadap hal-hal tersebut. (Abus Su’ud)
Firman-Nya :
Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadaku, dan juga para malaikat-Nya… hingga akhir ayat”.
Salawat dari Allah itu artinya adalah ampunan dan rahmat kepada makhluk-Nya, sedang salawat malaikat adalah doa dan permohonan ampun bagi kaum mukminin. Karena mereka, para malaikat itu, adalah makhluk-makhluk yang dikabulkan doa mereka, maka mereka dianggap seolah-olah sebagai pemberi rahmat. Oleh karena itu dibolehkan mengathaf-kan al malaikah kepada Allah. Kalau tidak, maka tidak ada lagi keumuman dari lafaz musytarak atas kedua artinya, yang hakiki maupun yang majaz. (Syaikh Zaadah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu banyak berbicara dengan selain zikir kepada Allah. Karena banyak bicara dengan selain zikir kepada Allah itu akan membikin hati menjadi keras. Padahal, sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah itu ialah orang yang berhati keras” (Mashabih Syarif)
Dikisahkan, bahwa ada seorang lelaki ahli beribadat kepada Allah meninggal dunia, Maka ada seseorang bermimpi melihatnya. Orang itu menanyakan kepadanya tentang keadaannya, lalu dijawabnya : “Saya didatangi oleh dua malaikat yang berwajah sangat elok dan berbau sangat harum. Keduanya berkata : “Siapa Tuhan-mu?”. Lalu saya jawab : “Jika kalian bertanya untuk menguji, itu haram. Tetapi jika kalian bertanya untuk sekedar Ingin tahu, maka Tuhanku adalah Allah Taala”. Maka kedua malaikat itu bermaksud akan Pergi, namun saya berkata : “Jangan pergi sebelum kalian memberitahukan kepadaku tentang Tuhanku”. Lantas saat itu juga terdengar seruan : “Dia adalah hamba-Ku”. Kemudian kedua malaikat itu pun pergi dari hadapan saya”. Sekian.
Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang art nya
“Pada malam mikraj, aku melihat suatu lautan yang tidak ada seorang pun mengsta hur luasnya selain Allah Taala. Di tepi laut tadi ada malaikat berbentuk seekor burung memiliki 70.000 sayap. Apabila ada seorang hamba mengucapkan “Subhanallah” mak burung itu bergerak dari tempatnya. Dan apabila si hamba tadi mengucapkan “wa hamy, lillah”, maka burung itu lalu membentangkan sayap-sayapnya. Dan apabila dia menguc-p. kan “Wala ilaaha illallaah”, maka burung itu terbang. Dan apabila dia mengucapkan “Wa. laahu akbar”, maka burung itu menceburkan diri ke laut. Dan apabila dia mengucapkan “walaa haula alaa guwwata illaa billaahil aliyyil azhiim”, maka burung itu keluar, kemudan mengibaskan sayap-sayapnya. Lalu meneteslah dari tiap-tiap sayap itu 70.000 tetes, yang dari tiap-tiap tetesan itu Allah menciptakan malaikat, lalu mereka membaca tasbih, tari . dan memohonkan ampunan bagi orang yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi, hingga hari kiamat”. (Zubdatul Waizhin)
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy. Maka apabila seseorang hamba mengucapkan “laa ilaaha illallaah Muhammad rasulullah”, tiang itu menjadi bergoyang. Lantas Allah Taala berfirman : “Tenanglah hai tiang!”
Namun tiang itu menjawab : “Bagaimana saya bisa tenang, sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkan kalimat tadi!” Maka Allah berfirman : “Sungguh , Aku telah mengampuninya”. Barulah ketika itu, dia mau tenang”. (Zubdatul Waizhin)
Konon, bahwa Nabi Musa as. pernah melewati suatu jalan. Maka dilihatnya seorang kakek yang telah bongkok punggungnya karena sudah tua. Dia mengenakan ikat pinggang, sedang di hadapannya ada api yang tengah disembahnya. Lalu Nabi Musa menyapanya : “Hai orang tua, sejak berapa tahun engkau telah menyembah api?”.
Si kakek menjawab : “Sejak 490 tahun yang lalu”.
Nabi Musa bertanya pula : “Belum tibakah saatnya engkau bertobat dari menyembah api ini, dan kembali kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa?”.
“Hai Musa” : katanya. “Apakah engkau berpendapat bahwa Allah akan menerima aku, seandainya aku kembali kepada-Nya?”.
Musa as. menjawab : “Kenapa Dia tidak menerimamu, sedangkan Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih?”.
Orang tua itu berkata : “Hai Musa, jika engkau berpendapat bahwa Allah Taala akan menerima orang-orang yang lari dengan kemurahan dan kelembutan-Nya, maka terangkanlah Islam kepadaku”.
Maka Nabi Musa pun menerangkan tentang agama Islam kepadanya, lalu dia masuk Islam dan mengucapkan : Laa ilaaha illallah, Musa Rasulullah”. Setelah itu dia menjerit dan berteriak, sehingga dikuatirkan dia mati, saking gembiranya masuk Islam.
Kemudian Nabi Musa menggerak-gerakkan kakinya, namun ternyata dia telah meninggal dunia. Maka Nabi Musa mengurus jenazahnya lalu menguburkannya. Setelah itu, Nabi Musa berdiri di sisi kuburnya seraya berkata : “Tuhanku, aku ingin Engkau beritahukan kepadaku, bagaimana Engkau memperlakukan hamba-Mu ini yang baru satu kali mengucapkan kalimat tauhid?”.
Maka turunlah malaikat Jibril as, lalu berkata : “Hai Musa, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu, dan berfirman : “Tidakkah kau tahu, bahwa siapa pun yang berdamai dengan Kami, dengan mengucapkan kalimat Lailaha Ilallaah, Musa Rasulullah, maka kalimat itu mendekatkan dia ke hadirat Kami, dan memberinya pakaian dari pakaian-pakaian surga”.
Kemudian Nabi Musa pulang kepada kaumnya, lalu menceritakan kepada mereka tentang kisah tersebut. Lantas mereka menghitung huruf-huruf yang ada pada kalimat La ilaaha illallaah, Musa Rasulullah itu, ternyata jumlahnya ada 24 huruf. Berarti Allah memberi ampunan dengan setiap hurufnya dosa-dosa selama 27 tahun. (Raunaqul Majalis)
Dan dalam salah satu khabar disebutkan : seorang hamba dihadapkan pada hari kiamat ke hadirat Allah Taala untuk dihisab. Setelah dihisab, ternyata dia harus masuk ke dalam neraka, dikarenakan oleh dosa-dosanya yang menumpuk, sedang kebaikannya sangat sedikit. Dia hampir binasa, sedang tubuhnya gemetaran. Lalu Allah berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, periksalah daftar catatan amalnya, apakah kalian temukan satu kebaikan di dalamnya?”.
Lantas Allah berfirman :
“Dia mempunyai sesuatu pada-Ku. Sesungguhnya pada suatu malam, dia pernah tidur. Kemudian dia terbangun dari tidurnya dan hendak berzikir kepada-Ku, namun dia diserang kantuk yang sangat hingga tertidur kembali. Sesungguhnya, dengan itu, Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Tanbihul Ghafilin)
Dari Said, dari Nabi saw., sabdanya : “Setan pernah berkata kepada Tuhannya : “Demi keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu, Ya Tuhanku, aku benar-benar senantiasa akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan menyuruh mereka kafir dan durhaka selama nyawa mereka masih berada di dalam jasad-jasad mereka”.
Maka Allah Taala menjawab : “Hai makhluk yang terkutuk, demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku pun benar-benar senantiasa akan mengampuni mereka, selama mereka mau mengingat Aku dan meminta ampun kepada-Ku”. (Majalisul Anwar)
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Pada hari kiamat nanti, ada seorang lelaki dibawa ke Mizan, lalu dikeluarkanlah untuknya 99 catatan amalnya, setiap catatan amalnya panjangnya sejauh penglihatan. Di dalamnya tercatat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya. Lalu catatan amalnya tadi diletakkan di salah satu piringan timbangan itu. Kemudian dikeluarkan secarik kertas sekecil semut, yang di dalamnya tercatat kalimat syahadat, bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kertas itu diletakkan pada piringan timbangan yang satunya lagi, ternyata ia lebih berat daripada kesalahan-kesalahan orang tersebut. Maka dengan tauhidnya itu, Allah Taala menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga”. (Tanbihul Ghafilin)
Alfaqih Abul Laits berkata : “Barangsiapa memelihara tujuh kalimat, niscaya dia akan Menjadi orang yang mulia di sisi Allah dan para malaikat, dan diampuni Allah dosa-dosanya, sekalipun banyaknya laksana buih di laut, dan dia akan merasakan manisnya ketaatan, Sedang hidup dan matinya akan lebih baik.
Pertama, ketika akan memulai sesuatu pekerjaan, hendaklah mengucapkan “bismillah”.
Kedua, setelah selesai dari mengerjakan apa saja, hendaklah mengucapkan “alhamdulillah”.
Ketiga, apabila lidahnya terlanjur mengatakan sesuatu yang tidak berguna, hendak lah mengucapkan “astaghfirullah”.
Keempat, apabila hendak melakukan sesuatu pekerjaan di hari atau waktu yang akan datang, hendaklah mengucapkan “insya Allah”.
Kelima, apabila menghadapi sesuatu pekerjaan yang tidak disukai, hendaklah mengucapkan : laahauia walaa quwaata illaa billaahil aliyyil azhiim”.
Keenam, apabila tertimpa sesuatu musibah, hendaklah mengucapkan “inna litlaahi wa inna ilaihi raji’ un”.
Ketujuh, baik siang maupun malam dari lisannya senantiasa mengalir ucapan “laailaaha illailaah, muhammad rasulullah”.
(Dari Tafsir Hanafi) Maka laksanakanlah apa-apa yang telah kami sebutkan kepadamu itu, wahai orang sufi.
Dikatakan bahwa, ada tujuh perkara yang akan menerangi kubur, dan masingmasing perkara tersebut mempunyai dalil dari Kitabullah :
Pertama, ikhlas dalam beribadah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan tidaklah mereka disuruh, melainkan agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.
Kedua, berbakti kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.
Ketiga, bersilturrahmi. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya”.
Keempat, tidak menyia-nyiakan umur dalam maksiat. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari kamu dikembalikan kepada Allah.
Kelima, tidak memperturutkan hawa nafsu. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Dan firman-Nya :
Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut akan magam Tuhannya dan dia menahan diri dari (mengikuti) hawa nafsu, maka sesungguhnya surgalah yang akan menjadi tempat tinggalnya”.
Keenam, bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.
Ketujuh, memperbanyak zikir kepada Allah. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang”. (Tanbihul Ghatfilin) Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Zikir yang paling utama adalah “laa ilaaha illallaah”, dan doa yang paling Utama adalah “alhamdu lillah””. (Hadis ini dari Hisaanul Mashabih, diriwayatkan oleh Sahabat Jabir ra.)
Adapun sebab alhamdulillah, dalam hadis ini, dianggap sebagai doa yang paling utaMma adalah karena doa merupakan zikir seorang hamba kepada Tuhannya dan permohonan Si hamba akan karunia-Nya. Sedangkan dalam kalimat Alhamdulillah itu terkandung kedua makna tadi. Karena di dalamnya ada zikir kepada Tuhan dan permohonan tambahan karunia, sebab ia merupakan puncak segala syukur, sesuai dengan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Alhamdulillah adalah puncak pernyataan syukur. Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak memuji-Nya”.
Dan syukur itu memastikan diperolehnya tambahan. Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat kepadamu”.
Maka, barangsiapa mengucapkan kalimat “alhamdulillah” seolah-olah dia meminta kepada Allah tambahan akan karunia-Nya, setelah memuji-Nya.
Adapun sebab kalimat “laa ilaaha illailaah” itu disebut sebagai zikir yang paling utama adalah karena ia mengandung makna yang tidak terdapat pada kalimat-kalimat zikir yang lain. Dengan mengetahui makna tersebut, seorang mukaliaf akan memperoleh semua yang wajib diketahui tentang hak Allah Taala. Itulah arti ditetapkannya ketuhanan bagi Allah Taala dan peniadaannya dari selain Dia.
Termasuk ke dalam arti ketuhanan itu adalah semua yang wajib diketahui oleh seorang mukallaf, baik yang wajib bagi Allah Taala, yang mustahil bagi-Nya dan yang jaiz. Karena ketuhanan itu memuat dua pengertian :
Pertama, bahwa Allah Taala tidak memerlukan kepada semua yang selain Dia.
Kedua, bahwa semua yang selain Allah Taala memerlukan kepada-Nya.
Dengan demikian, makna dari kalimat tauhid itu adalah : Tidak ada sesuatu yang tidak membutuhkan kepada Allah kecuali Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah itu pasti ada, gadim dan kekal. Sebab, seandainya Allah tidak wajib memiliki sifat-sifat ini, berarti Dia memerlukan kepada sesuatu yang mengadakan Dia. Sebab hilangnya salah satu dari sifat-sifat ini, mengakibatkan Allah bersifat baru. Padahal apa pun yang baru tentu memerlukan kepada sesuatu yang mengadakannya.
Dan demikian pula, Allah Taala pasti Mahasuci dari segala kekurangan. Dan termasuk dalam kesucian Allah dari segala kekurangan itu adalah wajibnya Dia bersifat mendengar, mengetahui dan berbicara. (Majalisu! Rumi, secara ringkas).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya”. (QS. Al Ahzab : 56)
Tafsir : ,
(. ) Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi, bersungguh-sungguh menampakkan kemuliaan Nabi dan mengangungkan kedudukannya. ,
(. ) Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi, bersungguh-sungguhlah pula kamu melakukan hal itu, karena kamu lebih patut melakukannya, dan ucapkanlah : allaahuma shalli ‘alaa Muhammad.
(. ) dan ucapkanlah salam kepadanya, dengan mengatakan : assalaamu alaika ayyuhan nabiyyu.
Tetapi ada juga yang mengartikan salam itu dengan patuh, tunduk dan pasrah, Sehingga artinya menjadi : Patuhlah kamu dengan perintah-perintahnya.
Ayat ini secara umum menunjukkan tentang kewajiban mengucapkan salawat dan salam kepada Nabi saw. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, membaca salawat itu wajib setiap kali mendengar nama Nabi disebutkan. Karena Beliau bersabda :
Artinya : “Celakalah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak bersalawat kepadaku. Maka dia akan masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah”.
Dan boleh bersalawat kepada selain Nabi, apabila disebutkan bersamaan dengan Beliau, tetapi kalau disebutkan tersendiri, maka makruh hukumnya. Karena menurut kebiasaan, bersalawat itu sudah menjadi syiar (perlambang) di kala nama Nabi disebut, maka dimakruhkan mengatakan Muhammad Azza wa Jalla, sekalipun Beliau memang orang Yang perkasa dan agung. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda :
“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat yang diberi Nya kemampuan mendengar suara seluruh makhluk Malaikat itu berdiri di atas kuburku hingga hari kariamat Maka, tidak seorang pun dari umatku mengucapkan satu salawat kepadaku. melainkan Orang itu akan disebutkan oleh malaikat tadi namanya dan nama ayahnya seraya meng takan : “Ya Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan telah bersalawat kepadamu”
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana penda. pat Baginda tentang fwman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para mala kat Nya bersalawat kepada Nabi…”.
Beliau menjawab : “Ini termasuk Ilmu yang tersembunyi. Seandainya kalian tidak menanyakannya kepadaku, niscaya aku tidak akan memberitahukannya kepada kalian”
Selanjutnya Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menugaskan dua malaikat untuk mengawalku. Maka tidaklah namaku disebut di hadapan seorang muslim. kemudian dia mengucapkan salawat kepadaku, melainkan kedua malaikat itu berkata “Semoga Allah mengampunimu”. Yang dijawab oleh para malaikat dengan mengucapkan “Amin”.
Dan tidaklah namaku disebutkan di hadapan seorang muslim, tetapi dia tidak mengucapkan salawat atasku, maka kedua malaikat tersebut akan mengatakan : “Semoga Allah tidak mengampunimu”. Lalu dijawab oleh para malaikat lainnya dengan mengucapkan “Amin”.
(Abu Suud rahimahullah).
Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Tidak ada satu doa pun, melainkan ada tabir yang menghalanginya dari langit, sampai orang yang berdoa itu mengucapkan salawat atas Nabi saw.. apabila orang itu telah membaca salawat atas Beliau, rnaka tembuslah tabir itu, dan doa pun masuk. Dan kalau dia tidak mengucapkan salawat, maka doanya kembali lagi”.
Diceritakan, ada seorang saleh duduk untuk membaca tasyahhud, namun dia lupa membaca salawat untuk Nabi saw.. Malamnya, dia mimpi melihat Nabi saw.
“Kenapa engkau lupa membaca salawat atasku?, tanya Nabi. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah Taala dan menyembah-Nya, sehingga saya lupa”. Lalu Nabi saw. bersabda : “Tidak pernahkan engkau mendengar sabdaku, semua amal ditahan, dan doa-doa ditahan sampai dibacakan lebih dahulu salawat untukku?”. Dan sabdanya :
Artinya : “Seandainya ada orang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa kebaikan-kebaikan seluruh penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada satu pun salawat untukku, maka semua kebaikan tersebut ditolak dan tidak diterima. (Zubdatul Wat zhin) Attirmizi meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku kelak pada hari kiamat jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.
Dikisahkan bahwa, ada seorang yang zahid pernah mimpi melihat Nabi saw. di dalam tidurnya. Kemudian dia menemui Beliau, tetapi Beliau tidak menghiraukannya. Lalu si zahid bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Baginda marah kepadaku?”.
“Tidak”, jawab Nabi saw.
Dia bertanya pula : “Apakah Baginda tidak mengenalku?. Padahal saya ini adalah fulan Azzahid”.
Nabi menjawab : “Aku tidak mengenalmu!”.
“Ya Rasulullah”, katanya pula. “Saya pernah mendengar ulama mengatakan, bahwa Nabi mengenal akan umatnya sebagaimana ibu-bapak mengenal anak-anak mereka”.
Nabi menjawab : “Apa yang dikatakan oleh ulama itu memang benar, bahwa Nabi lebih mengena! akan umatnya daripada ibu-bapak kepada anak-anak mereka”.
Maksudnya : mengenai orang yang bersalawat kepada Nabinya, sesuai kadar salawatnya. (Zahratur Riyadh)
Diceritakan, bahwa seorang wanita datang menemui Hasan Albashri ra., lalu berkata : “Ya Ustaz, saya mempunyai seorang anak perempuan yang baru saja meninggal dunia. Saya ingin melihatnya dalam mimpi. Maka ajarilah saya suatu amalan khusus, agar saya dapat memimpikannya”.
Kemudian wanita itu diajari oleh Hasan Albashri bacaan salawat, sehingga dia berhasil memimpikan anaknya. Di dalam mimpi itu, dia melihat anaknya memakai pakaian dari ter, lehernya terbelenggu, dan kedua kakinya terikat oleh tali dari api. Maka terjagalah wanita itu dari tidurnya dengan perasaan ketakutan. Kemudian dengan bergegas dia pergi menemui Hasan Albashri, dan sambil menangis diceritakannya mimpinya itu kepadanya. Maka Hasan dan sahabat-sahabatnya yang hadir ikut pula menangis.
Tidak berapa lama sejak kejadian itu, Hasan Albashri mimpi melihat anak perempuan itu berada di dalam surga tengah duduk di atas singgasana, sedangkan di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang cahayanya menyinari timur dan barat.
“Ya Ustaz, apakah tuan mengenal saya?”, tanya anak perempuan itu.
“Tidak”, jawab Hasan Aibashri.
Lalu anak perempuan itu mengenalkan diri : “Saya adalah anak perempuan dari wanita yang pernah tuan ajari membaca salawat itu”.
Hasan Albashri merasa heran melihat keadaannya sekarang, lalu dia bertanya : “Dengan sebab apakah engkau memperoleh kedudukan seperti ini?’.
Anak perempuan itu menjawab : “Ya Syaikh, ada seorang lelaki berjalan melewati pekuburan kami. Kemudian dia membaca salawat atas Nabi saw. satu kali, lalu pahalanya dihadiahkannya untuk kami. Pada saat itu, di pekuburan kami ada 500 orang yang sedang disiksa. Lalu terdengar seruan : “Hentikan azab atas mereka dengan berkat salawat yang dibaca lelaki ini untuk Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)
Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Tadi Jibril datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidak seorang pun membaca salawat untukku, melainkan dia akan disalawati (dimintakan ampun) oleh 70 ribu malaikat. Dan barangsiapa disalawati oleh malaikat, maka dia tergolong penghun Surga”.
Dan diriwayatkan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah mimpi melihat Ab. Ishmah di dalam tidur, lalu saya bertanya kepadanya : “Hai Abu Ishmah, apa yang tea diperlakukan Allah terhadapmu?” Dia menjawab : “Allah telah mengampuni aku”.
Lalu aku bertanya pula : “Dengan sebab apa?”.
Dia menjawab : “Setiap kali saya menyebutkan satu hadis, saya selalu mengucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)
Dari Nabi saw., sabdanya : “Aku didatangi oleh Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail alaihi mussalam. Lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barangsiapa bersalawat kepadamu setiap hari sepuluh kali, maka aku akan menuntun tangannya dan menyeberangkannya di atas Shirat laksana kilat menyambar”.
Mikai! menimpali : “Dan aku akan memberinya minum dari telagamu”.
Lalu Israfil berkata : “Aku akan terus bersujud kepada Allah dan tidak akan mengangkat kepalaku sampai Allah Taala mengampuninya”.
Dan Izrail berkata pula : “Aku akan mencabut nyawanya sebagaimana mencabut nyawa para nabi alaihimussalam”.
(Dikisahkan) dari Abdullah, katanya :
“Kami pernah mempunyai seorang pelayan yang melayani raja, sedang dia dikenal sebagai seorang yang fasik. Namun, pada suatu malam, saya mimpi melihat dia, tangannya digandeng oleh Nabi saw.. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, orang ini terkenal sebagai orang yang fasik, tetapi mengapa dia sampai bergandengan tangan dengan Baginda?”.
Nabi saw. menjawab : “Dia telah diampuni, sedangkan aku tengah memohonkan syafaat untuknya kepada Allah Taala”.
“Ya Nabi Allah, dengan sebab apa dia memperoleh kedudukan seperti itu?”, tanya saya pula.
Beliau menjawab : “Dengan banyak membaca salawat untukku. Sesungguhnya pada setiap malam, ketika hendak tidur, dia selalu membaca salawat seribu kali untukku”. (Tuhfatul Muluk).
Dan dari Kaab ra., katanya : “Apabila tiba hari kiamat, Nabi Adam as. melihat seseorang dari umat Muhammad saw. sedang digiring menuju ke neraka. Lalu Beliau berseru : “Ya Muhammad!”.
Nabi menjawab : “Labbaik, wahai Bapak manusia”.
Nabi Adam berkata : “Salah seorang dari umatmu sedang digiring menuju ke nearka”.
Maka Nabi pun lari mengejarnya sampai akhirnya terkejar, lalu Beliau berkata : “Hai para malaikat Tuhanku, berhentilah sejenak!”. Mereka menjawab : “Hai Muhammad, tidakkah engkau membaca firman Allah Taalah mengenai kami :
Artinya : “Mereka (para malaikat) tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka”, Tetapi kemudian mereka mendengar seruan : “Turuti Muhammad!”
Lantas Beliau berkata : “Kembalikanlah orang itu ke Mizan”.
Kemudian amalnya ditimbang kembali. Ternyata kesalahan-kesalahannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu Nabi saw. mongoluarkan selombar kertas dari balik lengan bajunya, yang di dalamnya tertulis salawat yang pernah diucapkan orang itu untuk Beliau semasa di dunia. Kertas tersebut diletakkan oleh Beliau di piringan yang berisi kepaikan-kebaikannya, sehingga timbangannya menjadi lebih berat. Orang itupun kegirangan lalu berkata : “Saya tebus dengan ayah dan ibuku, siapakah Anda?””.
Beliau menjawab : “Aku Muhammad”.
Maka orang itu menciumi kaki Nabi saw. sambil berkata : “Ya Rasulullah, kertas apakah itu?”
Nabi menjawab : “Itu adalah salawatmu yang pernah engkau ucapkan untukku semasa di dunia, lalu aku simpan untukmu”.
Maka berkatalah orang itu : “Alangkah besar penyesalanku karena telah melalaikan kewajiban-kewajibanku kepada Allah”. (Kanzul Akhbar)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan beberapa malaikat yang memegang pena-pena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Mereka tidak menulis sesuatu apa pun selain dari salawat untukku dan untuk keluargaku”.
(Dikisahkan) bahwa seorang Yahudi mengaku untanya dicuri oleh seorang lelaki muslim. Dakwaannya itu disaksikan oleh empat orang saksi dari golongan munafik dengan cara dusta. Maka, Nabi saw. memutuskan bahwa unta itu sebagai milik si Yahudi, sedangkan orang muslim itu harus dipotong tangannya.
Orang muslim itu menjadi kebingungan, lalu dia mendongakkan kepalanya ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku dan Penguasa, Engkau tahu bahwa aku tidak pernah mencuri unta ini”.
Kemudian dia berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sesungguhnya keputusan Baginda adalah benar, tetapi tanyailah unta ini mengenai diriku”.
Maka Nabi pun bertanya kepada unta itu : “Hai unta, milik siapakah engkau?”.
Unta itu menjawab dengan lidah yang fasih : “Ya Rasulullah, saya adalah kepunyaan Orang muslim ini. Dan sesungguhnya saksi-saksi itu telah berkata dusta”.
Lalu Nabi saw. berkata : “Hai muslim, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah engkau lakukan, sehingga Allah Taala berkenan membuat unta ini pandai berbicara mengenal dirimu?”.
Muslim itu menjawab : “Ya Rasulullah, di waktu malam, saya tidak tidur sebelum membaca salawat untukmu sepuluh kali”.
Maka bersabdalah Nabi saw. : “Engkau telah selamat dari hukuman potong tangan di dunia, dan akan selamat pula dari azab di akhirat, dengan berkat bacaan salawatmu unlukku itu”. (Durratul Waaizhin)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku sepuluh kali di waktu pagi dan sepuluh kali di waktu sore, maka Allah Taala akan menyelamatkannya dari ketakutan yang mahabesar pada hari kiamat, sedang dia bersama orang-orang yang dikaruniai Allah kenikmatan, yaitu nabi-nabi dan orang-orang Siddiq”.
(Dikisahkan) dari Fudhail bin Iyadh, dari Sufyan Ats Tsauri ra., bahwa dia (Sufyan) berkata : “Saya pernah berangkat naik haji. Di tanah haram, saya melihat seseorang yang selalu membaca salawat untuk Nabi saw. di mana saja dia berada di tanah haram itu, ketika tawaf di sekeliling Kakbah, ketika berada di Arafah dan di Mina. Maka saya menegurnya : “Hai fulan, tiap-tiap tempat ada doanya sendiri-sendiri, tetapi kenapa Anda tidak sibuk berdoa maupun salat, hanya membaca salawat untuk Nabi saja?”.
Orang itu menjawab : “Mengenai hal ini, saya punya cerita”.
“Beritahukanlah kepadaku cerita itu”, pinta saya.
Maka orang itu pun lalu bercerita : “Saya berangkat dari Khurasan untuk naik haji ke Baitullah ini. Saya ditemani oleh ayahku. Setibanya saya di Kufah, ayah jatuh sakit, lalu meninggal dunia. Wajahnya saya tutupi dengan kam. Ketika saya buka kembali tutup wajahnya, saya lihat rupanya telah berubah menjadi rupa keledai. Maka saya menjadi sangat sedih, dalam hati saya berkata : “Bagaimana saya memberitahukan ini kepada orang banyak, sedangkan ayahku telah berubah wajahnya seperti ini?”.
Kemudian saya diserang kantuk lalu tertidur. Di dalam tidur itu, saya bermimpi seolah-olah didatangi oleh seorang lelaki yang cerah wajahnya. Dia memakai tutup kepala, lalu dibukanya wajahnya seraya berkata : “Mengapa engkau tampak sangat bersedih sekali?”.
Saya menjawab : “Bagaimana saya tidak sedih menghadapi cobaan seperti ini?”.
Laki-laki itu mendekati ayahku, lalu mengusap wajahnya. Tiba-tiba ayahku sembuh seketika dari musibah yang telah menimpanya. Maka saya pun mendekatinya dan membuka wajahnya, lalu saya perhatikan, tampak wajahnya terang benderang bak bulan purnama di malam hari. Saya lalu bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah tuan?”.
Lelaki itu menjawab : “Aku adalah Nabi pilihan”.
Maka saya pegangi ujung jubahnya, lalu saya berkata : “Demi kebenaran Allah Taala, ceritakanlah kisahnya kepada saya!”.
Maka berceritalah Nabi saw. : Dahulu, ayahmu adalah seorang pemakan riba, dan menurut hukum Allah, siapapun yang makan riba, Dia akan menjadikan rupanya seperti rupa keledai, bisa di dunia dan bisa juga di akhirat. Dan ternyata Allah telah menjadikan wajah ayahmu mirip keledai di dunia. Tetapi, ayahmu semasa hidupnya dahulu juga sering membaca salawat untukku setiap malam sebelum tidur seratus kali. Ketika dia mengalami hal seperti ini, maka datanglah malaikat yang biasa menyampaikan amal-amal umatku kepadaku, lalu dia memberitahukan kepadaku tentang keadaan ayahmu itu. Maka aku pun memohon kepada Allah Taala, dan Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepadanya”.
(Sampai di sini selesailah ceritanya)
Sabda Nabi saw. :
Artinya : “Orang yang kikir itu ialah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak mengucapkan salawat untukku”. (Masyriq)
Dan sabda Beliau pula :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, niscaya tidak akan tersisa setimbang atom pun dari dosa-dosanya”.
Kisah-kisah dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini cukup banyak jumlahnya, tetapi sengaja kami ringkaskan saja supaya tidak terjerumus ke dalam pembicaraan yang bertele-tele.
Diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Annasai dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya, menurut yang dinukil oleh Majdul Lughawi dari sahabat Anas ra., dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka Allah Taala akan bersalawat (memberi rahmat) kepadanya sepuluh kali, digugurkan darinya sepuluh kesalahannya, dan diangkatlah dia sepuluh derajat”. (Demikian tersebut dalam Al Mashabih)
Syaikh Al Muzhir berkata : “Di antara kebiasaan para raja dan orang-orang yang dermawan adalah menghormati orang yang menghormati kekasih-kekasihnya dan memulaikan orang yang memuliakan sahabat-sahabat akrabnya. Maka sesungguhnya Allah Taala adalah Raja diraja dan Yang Maha Pemurah di antara segala yang pemurah, karenanya, Dia tentu lebih patut memberikan kemurahan seperti itu. Maka sesungguhnya, orang yang telah memuliakan kekasih-Nya dan Nabi-Nya saw. dengan membaca salawat untuk Beliau, dia akan memperoleh dari Allah Taala rahmat, penghapusan dosa-dosa dan diangkatkan derajat”. (Sekian perkataannya)
Seorang ulama besar berkata : “Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa, karunia dari hadrat Allah Yang Mahaesa hanya bisa diperoleh lewat perantaraan ruh Muhammad, karena Beliau adalah penghulu dari semua penghulu, sejak dahulu dan untuk selamalamanya. Maka wajiblah bagi seorang murid mencari kesempatan untuk berada di sisi Beliau yang paling mulia, dengan cara mengikuti sunnah Beliau. Maka barangsiapa bertaqarrub kepada Beliau dengan membaca satu salawat, dia akan memperoleh dari hadrat Allah dengan lantaran mengikuti jejaknya, sepuluh rahmat, di hilangkan sepuluh hijab (penghalang) yang menghalangi dia dari Allah Yang Maha Hag, dan diangkat untuknya Sepuluh derajat di antara derajat-derajat Alqurbi di sisi Allah. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”.
Adapun makna perkataan kita “allaahumma shalli alaa muhammad” adalah : Semoga Allah mengagungkan Muhammad di dunia dengan meluhurkan namanya dan memenangkan syariatnya, sedang di akhirat dengan mengizinkannya memberi syafaat kepada umatnya.
Alhusaini berkata : “Yang dimaksud dengan salawat adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menunaikan hak nabi-Nya yang menjadi kewajiban kita”.
Sedangkan Abdussalam berkata : “Salawat kita kepada Nabi saw. bukan berarti memberi syafaat kepada Beliau. Karena orang seperti kita ini tidak akan bisa member syafaat kepada manusia seperti Beliau. Namun, Allah memerintahkan kepada kita supay: membalas budi kepada orang yang pernah berbuat kebaikan kepada kita dan member kenikmatan kepada kita. Kalaupun itu tidak mampu kita lakukan, maka kita membalasnya dengan doa. Oleh karena Allah Taala mengetahui ketidak mampuan kita membalas bud kepada Nabi kita saw., maka Dia memberi bimbingan kepada kita agar membaca salawat untuk Beliau saw., supaya salawat kita untuk Beliau itu dapat menjadi balas budi atas kebajikan Beliau kepada kita dan anugerahnya kepada kita”. Sekian.
Ibnusy Syaikh ra. berkata : “Sikap hati-hati dalam membaca salawat untuk Nabi saw adalah dengan melakukan apa yang menjadi pilihan kebanyakan ulama, yaitu bahwa yang wajib adalah membaca salawat setiap kali mendengar nama Beliau disebutkan. Sekalipun dalam satu majelis nama Beliau disebutkan seribu kali”. Sekian kata Ibnusy Syaikh.
Karena adanya beberapa hadis, di antaranya adalah sabda Beliau saw. :
Artinya : “Barangsiapa yang namaku disebut di sisinya, tetapi dia tidak membaca salawat untukku, lalu dia masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah. Maka janganlah dia menyalahkan selain pada dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari sahabat Abu Hurairah ra.. Demikian tersebut dalam At Targhib)
Dalam bab ini terdapat banyak hadis. Maka barangsiapa mempunyai akal sehat, cukuplah baginya apa yang telah disebutkan tadi. Karenanya, bagi orang yang berakal, hendaklah banyak-banyak membaca salawat untuk Nabi saw., malam dan siang, tertuama pada hari Jumat dan malam Jumat. Sekian.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab : 72)
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunungGunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Ini merupakan pemantapan janyi Allah sebelumnya (pada ayat sebelumnya) tentang betapa berat perbuatan taat itu, yang oleh Ailah disebut amanat, karena perbuatan taat itu wajib ditunaikan. Adapun maksud ayat ini adalah, bahwa dikarenakan beratnya ketaatan itu, yang seandainya dikemukakan kepada makhluk-makhluk yang besar bentuknya itu, sedang mereka mempunyai perasaan dan pikiran, niscaya mereka enggan memikulnya, dan kuatir akan mengkhianatinya.
Namun ketaatan itu ternyata ditanggung oleh manusia, padahal tubuhnya lemah dan kekuatannya ringkih. Tentu saja, orang yang dapat memelihara ketaatan itu dan sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya, akan memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.
(. ) Sesungguhnya manusia itu amat zalim. Apabila dia tidak memenuhi ketaatan tersebut dan tidak memelihara kewajiban-kewajibannya.
(. ) lagi amat bodoh, tentang akibatnya yang sebenarnya. Dan ini adalah sifat dari manusia dilihat dari yang terbanyak.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat ialah perbuatan taat yang mencakup ketaatan alami dan ikhtiar. Dan yang dimaksud “Mengemukakan amanat” adalah tuntutan supaya ia ditunaikan, yang mencakup suruhan kepada makhluk yang bisa berikhtiar melaksanakannya. Sedangkan bagi makhluk yang tidak berikhtiar, maka Allah sendirilah yang hendak menjadikannya bisa melaksanakan. Dan yang dimaksud “dipikulnya amanat” adalah dikhianatinya amanat itu dan keengganan menunaikannya.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa, setelah Allah Taala menciptakan makhluk-makhluk bertubuh besar tersebut, maka Dia ciptakan pula pada mereka kepahamar Kemudian Dia berfirman kepada mereka : “Sesungguhnya Aku telah mewaj bkar sat, kewajiban. Dan Aku telah menciptakan surga bagi siapa yang taat kepada-Ku dan neraka bagi siapa yang durhaka terhadap-Ku”. Lalu mereka menjawab : “Kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan menurut tabiat yang telah Engkau ciptakan pada kami K-rr tidak sanggup menanggung satu kewajiban pun, dan kami pun tidak menginginkan pahala atau hukuman”.
Ketika Allah telah menciptakan Adam as., maka Dia mengemukakan kepadanya ha seperti tadi, dan Adam mau menerimanya. Dia adalah amat zalim terhadap dirinya de. ngan memikul beban yang memberatkan dirinya itu, dan juga bodoh tentang akibatnya yang tidak baik.
Tetapi, boleh jadi pula yang dimaksud amanat dalam ayat ini adalah akal atau pembebanan agama (. ). Sedang dikemukakannya amanat itu kepada mereka (langit. bumi dan gunung-gunung) adalah dipertimbangkannya berkenaan dengan kesiapan mereka Dan keengganan mereka adalah keengganan alami, yang berarti tidak adanya kecocokan dan kesiapan. Sedang menanggungnya manusia, maksudnya ada kecocokan dan kesiapan mereka untuk menunaikan amanat itu. Dan maksud manusia itu amat za im dan amat bodoh adalah karena adanya kekuatan amarah dan syahwat yang dapat menga ahkannya. (Qadhi Baidhawi)
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala mempunyai malaikat-malaikat yang mengembara di muka bumi sambil menyampaikan salam kepadaku dari umatku. Apabila seseorang dari umatku mengucapkan salawat untukku dalam sehari seratus kali, maka A an Taala akan memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh di antaranya di akhirat, sedang yang tiga puluh di dunia”.
Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas ialah tauhid, yaitu kalimat syahadat, kalimat iman, kalimat cahaya dan kalimat takwa Kalimat-kalimat tersebut disebut amanat adalah sebagai peringatan bahwa mereka merupakan kewajiban-kewajiban yang wajib dipelihara. Allah menitipkan kalimat-kalimat itu kepada orang-orang mukallaf dan mempercayakannya kepada mereka serta mewaj bkan mereka menerimanya dengan cara melakukan ketaatan dan kepatuhan sebaik-ba knya dan menyuruh mereka supaya memperhatikannya, menjaganya dan menunaikannya, tan pa mengurangi sedikit pun hak-haknya. (Abus Suud)
Dan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Kalimat laa ilaaha illallaanh Muhammad rasulullah itu terdiri dari 24 huruf. Sedangkan malam dan siang terdiri dari 24 jam. Apabila seseorang mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas dalam waktu yang sebentar, maka
Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosamu, yang kec! dan yang besar, yang tersembunyi dan yang nyata, yang sengaja dan yang karena lupa demi kehormatan kalimat ini”. (Hayatul Qulub)
Konon, setelah amanat itu dikemukakan kepada Nabi Adam as., maka Beliau berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya langit, bumi dan gunung-gunung itu, dengan kebesaran dan keluasannya tidak sanggup menanggung amanat itu dan mereka enggan. Maka bagamanakah aku harus menanggungnya, padahal aku ini lemah?. Maka Allah Taala berfuman : “Kamu yang menanggung, sedang kemampuan dari-Ku”. Oleh karena itu, Adam as. pun bersedia menanggungnya. (Tafsir Hanafi)
Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Peganglah ular itu dan jangan takut!”. (Alquran). Allah Taala menampakkan tongkat Nabi Musa di mata Firaun sebagai ular yang besar, sehingga dia ketakutan. Tetapi di dalam pandangan Nabi Musa, Dia tampakkan sebagai kayu biasa, sehingga Beliau tidak takut. Dan demikian pula amanat itu. Allah menampakkannya kepada langit dan bumi sebagai sesuatu yang berat, sehingga mereka enggan memikulnya dan kuatir akan mengkhianatinya. Sedang di mata manusia, Allah menampakkannya sebagai sesuatu yang ringan, sehingga manusia bersedia memikulnya. (Zahratur Riyadh)
Kalau ada yang bertanya, apa hikmat yang terkandung dalam penolakan makhlukmakhluk terhadap amanat tersebut, padahal kondisi mereka kuat dan bentuk mereka pun besar, sedang manusia yang kondisinya lemah malah sanggup menerima dan memikulnya?. Maka kami jawab : “Hal itu disebabkan oleh belum pernahnya makhluk-makhluk itu merasakan kenikmatan surga, sedang manusia sudah pernah merasakannya, sehingga dia sanggup memikulnya agar bisa sampai ke sana”. (Tafsir Hanafi)
Sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah salat lima waktu. Allah Taala berfirman:
Artinya : “Peliharalah semua salat(mu) dan (terutama) salat wustha. Berdirilah menghadap Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Salat itu adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya, maka berarti dia telah merobohkan agama”.
Diriwayatkan bahwa, setiap kali masuk waktu salat, Imam Ali Karramallaahu wajhah tampak berubah wajahnya menjadi pucat pasi. Lalu seseorang menanyakan kepadanya tentang sebab hal itu. Dia menjawab : “Sesungguhnya telah tiba ditunaikannya amanat yang pernah dikemukakan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka enggan memikulnya. Kemudian amanat itu telah aku tanggung, meskipun aku lemah. Maka aku tidak tahu, apakah aku dapat menunaikannya atau tidak”. (Bahjatul Anwar)
Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud amanat dalam ayat tersebut adalah anggota-anggota tubuh. Mata adalah amanat, ia wajib dicegah dari perkara haram, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka”. Dan perut juga amanat, ia wajib dicegah dari kemasukan makanan yang haram, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Dan janganlah kamu momakan riba”. Dan firman-Nya :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim socara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sopenuh perutnya, dan mereka akan masuk ko dalam api yang menyala-nyala”.
Dan lidah juga amanat, ia wajib dicegah dari menggunjing dan berbicara kaji. sebagaimana firman Allah :
Artinya : Janganlah kamu menggunjing sebagian dengan sebagian yang lainnya”.
Dan telinga juga amanat, ia wajib dicegah dari mendengarkan hal-hal yang mungkar dan terlarang, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahuinya”.
Dan begitu pula tangan, kaki dan kemaluan, semua itu adalah amanat, yang wajib dicegah dari semua perkara yang haram. (Bahjatul Anwar).
Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah Alquran, yang menjadi kewajiban Anda untuk senantiasa membacanya, mempelajarinya dan mengajarkannya. Sedang menurut sebuah khabar, bahwa pada hari kiamat nanti, Allah Taala bertanya kepada Lauh Mahfuz : “Hai Lauh, mana amanat yang pernah Aku titipkan kepadamu, yakni Alquran, apa yang telah engkau perbuat terhadapnya?””.
Lauh itu menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah mewakilkan amanat itu kepada Isratil, dan telah aku serahkan kepadanya”.
Lalu Allah Taala berfirman kepada Israfil : “Hai Israfil, apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.
Israfil menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada Mikail, sedang Mikail telah menyerahkannya kepada Jibril”.
Kemudian Allah bertanya kepada Jibril, firman-Nya : “Apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.
Jibril menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada kekasih-Mu. Muhammad”.
“Bawalah kemari kekasih-Ku Muhammad dengan lemah lembut”, kata Allah.
Maka pergilah Jibril as. menjemput Muhammad saw., katanya : “Ya Muhammad, segeralah menghadap”.
Lalu Allah Taala bertanya : “Hai kekasih-Ku, benarkah Jibrit telah menyampaikan amanat-Ku kepadamu?”.
“Benar”, jawab Nabi.
“Apa yang telah Engkau lakukan terhadap amanat-Ku itu?”, tanya Allah Taala pula.
Nabi menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah menyampaikannya kepada umatku”.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, bawalah kemari umat kekasih-Ku, Muhammad, biar Aku tanyai mereka tentang amanat-Ku”.
Namun, Nabi saw. berkata : “Ya Tuhanku, umatku lemah-lemah. Mereka tidak mampu datang ke hadirat-Mu”.
Kemudian Beliau berkata pula : “Ya Tuhanku, izinkanlah aku pergi menemui Nabi Adam as.”.
Setelah mendapatkan izin dari Allah, maka Nabi pun pergi menemui Nabi Adam as. Setelah bertemu, maka Beliau berkata : “Wahai Adam, engkau adalah bapak dari seluruh manusia, dan aku adalah Nabi mereka. Apabila mereka ditimpa bencana, kita tentu ikut bersedih. Maka ambillah separuh dosa-dosa umatku dan aku separuhnya lagi, sehingga mereka terlepas dari pertanyaan dan hisab”.
Nabi Adam menjawab : “Ya Muhammad, aku sibuk memikirkan diriku sendiri, jadi aku tidak bisa”.
Maka Nabi pun kembali ke bawah Arsy, kemudian Beliau meletakkan kepalanya dalam sujud, dan menangis hebat, serta merendahkan diri kepada Allah seraya memohon : “Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu, bukan untuk diriku sendiri, bukan untuk Fatimah puteriku, dan bukan pula untuk Alhasan dan Alhusein, tetapi yang saya maksud adalah umatku”.
Lantas dengan kelembutan dan kemurahan-Nya, Allah berfirman : Ya Muhammad, angkatiah kepalamu dan mintalah, niscaya engkau diberi. Dan mintalah syafaat, niscaya engkau diberi syafaat. Aku beri umatmu apa yang memuaskan hatimu, bahkan yang lebih memuaskan hatimu”.
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi puas”. (Tafsir Hanafi)
Artinya : “Akulah yang dipinta, maka pintalah kepada-Ku. Engkau pasti dapati Aku. Jika engkau meminta kepada selain Aku. Engkau takkan dapati Aku”
Ada pula sebagian ulama yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah puasa. Karena puasa itu merupakan rukun Islam. Maka barangSiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan agama, dan barangsiapa meninggaikannya, berarti dia merobohkan agama. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar karnu bertakwa”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Diwajibkan atas kamu semua berpuasa di bulan Ramadan”. Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan iman dan ikhlas, niscaya akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (Mathali’ul Anwar)
Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat da. lam ayat di atas adalah zakat. Karena zakat itu merupakan pembersihan badan dan harta. Allah Taala bertirman :
Artinya : “Ambillah zakat dari harta mereka, yang dengan zakat itu engkau membersihkan dan mensucikan mereka”.
Dan firman-Nya :
Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.
Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. melewati seorang laki-laki yang sedang salat dengan khusyuk dan tunduk. Lalu Beliau berkata : “Ya Rabb, alangkah bagusnya salat orang ini”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, walaupun dia salat setiap hari dan setiap malam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, naik haji seribu kali, dan mengantarkan seribu jenazah, itu semua tidak akan berguna baginya sebelum dia menunaikan zakat hartanya”. (Tafsir Qurtubi)
Dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah haji. Karena haji itu termasuk rukun Islam. Sedang Allah Taala berfirman :
Artinya : “Diwajibkan atas manusia berhaji ke Baitullah karena Allah, yaitu atas orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana”.
Sedang Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa memiliki perbekalan dan kendaraan, namun dia tidak mau naik haji, maka biarlah dia mati dalam keadaan mana saja yang dia sukai, Yahudi atau Nasrani”. (Majma’ul Lathaif)
Dan adapula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud denga” amanat dalam ayat di atas adalah semua amanat, apa saja. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya”.
Sedang Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah beriman (dengan sempurna) bagi orang yang tidak bisa dipercaya”.
Diriwayatkan dari Malik bin Shafwan, katanya : “Saudara saya meninggal dunia, lalu saya bermimpi melihatnya. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”.
“Tuhanku telah mengampuni saya”, jawabnya.
Tetapi saya lihat pada wajahnya ada setitik noda hitam. Maka saya tanyakan tentang hal itu kepadanya, lalu dijawabnya : “Ada seorang Yahudi menitipkan sekian dirham kepadaku, tetapi saya belum mengembalikannya kepadanya. Jadi, noda ini adalah karena titipan itu. Maka, saya minta tolong kepadamu, hai saudaraku, ambillah titipan itu dari tempat anu, lalu kembalikanlah kepada orang Yahudi itu”.
Maka keesokan paginya, saya pun melaksanakan pesannya itu. Kemudian saya bermimpi lagi melihatnya, sedang noda hitam itu telah lenyap dari wajahnya. Dia berkata : “Semoga Allah merahmatimu, hai saudaraku, sebagaimana engkau telah menyelamatkan aku dari azab Allah”. (Tafsir Uyun)
Dan ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah isteri dan anak-anak. Maka anda wajib menyuruh mereka salat, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu agar melakukan salat?.
Sedang Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Suruhlah anak-anakmu melakukan salat apabila usia mereka telah mencapai tujuh tahun, dan pukullah (karena meninggalkannya) mereka apabila usia mereka lelah mencapai sepuluh tahun”.
Begitu pula, Anda wajib memelihara mereka dari segala perkara yang diharamkan agama, karena Anda akan dimintai pertanggungan jawab tentang mereka, sebagaimana sabda Nabi saw. :
Artinya : “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan setiap orang dari kamu bertanggungjawab tentang apa yang dipimpinnya”. (Tafsir Uyun)
Konon, ada seorang abid yang telah sekian lama beribadat kepada Allah Taala. Pada Suatu hari, dia berwudu, lalu salat dua rakaat. Setelah salat, dia mengangkat kepala dan menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya bermunajat : “Oh Tuhanku, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan dari pihak Tuhan Yang Maha Pengasih : “Jangan bicara hai terkutuk, Sesungguhnya ketaatanmu ditolak!”
“Apa sebabnya, Ya Rabb?” tanya si abid.
Terdengar jawaban : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan perbuatan yang ber. tentangan dengan perintah-Ku, sedang engkau meridainya”.
Maka pergilah si abid menemui istrinya, lalu ditanyanya tentang keadaannya. Istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat yang tidak senonoh, mendengarkan sendaguray dan tidak salat”.
“Engkau tertolak dariku”, kata si abid dengan keras. “Karena aku tidak sudi menen. mamu lagi selama-lamanya”.
Maka bercerailah dia dari istrinya itu. Kemudian dia berwudu dan salat dua rakaat. Setelah itu, dia mengangkat kepalanya dan kedua tangannya sambil bermunajat : “Ya Allah, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan : “Sekarang, benar-benar Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun)
Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga”.
Yakni : tiga kelakuan.
Artinya : “Apabila berbicara, dia berbohong”.
Maka bagi seorang mukmin yang benar-benar beriman, wajib atasnya memelihara diri dari berkata bohong. Karena berbohong itu merupakan sebab hitamnya wajah di hari kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Albaihagi, dari Abu Bardah ra., bahwa dia (seperti yang tercantum dalam kitab Al Jami’ush Shaghir) berkata : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Berbohong itu menghitamkan wajah”.
Yakni, pada hari kiamat.
Karena apabila seseorang mengucapkan sesuatu, maka tidak langsung didustakan oleh Allah Taala, tetapi didustakan oleh imannya dari dalam hatinya sendiri, sehingga tampaklah bekasnya pada wajahnya (pada hari di mana ada wajah-wajah yang memutih dan ada pula wajah-wajah yang menghitam).
Attirmidzi dan lainnya telah meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasu: lullah saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seseorang berbohong satu kali saja, maka menghindarlah malai: kat darinya satu mil jauhnya, dari sebab busuknya apa yang dia sampaikan itu”.
Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.
Artinya : “Dan apabila berjanji, dia mengingkart”.
Yakni, tidak memenuhi janjinya itu.
Artinya : “Dan apabila dipercaya…”
Yakni, apabila dia dijadikan orang kepercayaan dan diserahi amanat.
Artinya : “…. maka dia berkhianat”.
Ada yang mengatakan bahwa, hadis ini bertujuan untuk memperingatkan kaum muslimin dan mempertakuti mereka, agar tidak membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela ini, yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kemunafikan.
Dan kelakuan-kelakuan ini sebagaimana bisa terjadi antara sesama manusia, bisa juga terjadi antara seseorang dengan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena, setelah Allah Taala berbicara kepada ruh-ruh di alam arwah dengan firman-Nya : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka mengakui ketuhanan Allah. Lalu Allah mengambil janji dan sumpah mereka. Dan mereka pun berjanji akan memegang teguh janji tersebut. Dengan demikian, apabila seseorang di alam dunia ini melalaikan pengakuannya itu, berarti dia telah berdusta dan menyalahi janjinya.
Begitu juga amanat, sebagaimana dia bisa terjadi antara sesamanya, maka ia juga bisa terjadi antara dirinya dan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena memang Allah Taala telah memberikan suatu amanat kepada manusia, yaitu perintah-Nya supaya mereka melakukan ketaatan-ketaatan dan ibadat-ibadat. Maka, barangsiapa menunaikannya berarti dia telah menunaikan amanat, dan barangsiapa tidak menunaikannya berarti dia telah mengkhianati amanat. Sekian.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sosungguhnya orang-orang yang selalu mombaca Kitab Allah dan men. dirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, dan me. nambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Fathir : 29-30)
Tafsir : |
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah, senantiasa membacanya, atau meneliti isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi ciri atau tanda bagi mereka.
Sedang yang dimaksud Kitab Allah adalah Alquran, atau jenis Kitab-Kitab Allah yang lain. Maka ayat ini merupakan pujian terhadap orang-orang yang membenarkan di antara umat yang terdahulu setelah berbicara secara khusus tentang ihwal orang-orang yang mendustkannya.
(. ) dan mendirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan. Bagaimana ia bisa melakukan keduanya itu tanpa sengaja.
(. ) mereka itu mengharapkan perniagaan. Ingin memperoleh pahala dengan melakukan ketaatan. Kalimat ini menjadi khabar inna.
(. ) yang tidak akan merugi, yang tidak akan binasa karena rugi. Kalimat ini merupakan sifat dari kata tijaratan (. ).
Sedangkan firman-Nya :
(. ) agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, adalah ilat (. ) bagi madlul ( ) nya, yaitu lan tabuur (. ). Maksudnya : Hilanglah kerugian dari perniagaan itu, dan dia menjadi laris di sisi Allah, supaya Allah menyempurnakan kepada mereka pahala amal-amal mereka dengan larisnya perniagaan itu.
Atau, merupakan ilat ( ) bagi madiul ( ) oleh apa yang disediakan sebagai pahala dari kepatuhan mereka, seperti kalimat : Mereka melakukan itu supaya Allah menyempurnakan kepada mereka…. Atau, sebagai akibat dari kata Yarjuuna (. ).
(. ) dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya, melebihi pahala yang setimpal dengan amal-amal mereka.
(. ) Sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap kelalaian-kelalaian mereka. ,
(. ) lagi Maha Mensyukuri, ketaatan mereka. Yakni memberi balasan kepada mereka atas ketaatan itu.
Kalimat terakhir ini ( ) merupakan ilat bagi penyempurnaan dan penambahan pahala. Atau, sebagai khabar inna, sedangkan yarjuuna (. ) menjadi hal dari wawul jamaahnya wa anfaquu ( , ). (Qadhi Baidhawi).
Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya banyak membaca salawat untuk Baginda. Berapakah seharusnya yang saya berikan kepada Baginda dari salawat itu?”.
“Terserah dirimu”, jawab Nabi.
“Seperempat?””, tanya orang itu.
Beliau menjawab : “Terserah dirimu, tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.
“Setengah?”, tanyanya pula.
“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.
“Dua pertiga?”, tanyanya pula.
“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu akan lebih baik bagimu”.
Akhirnya orang itu berkata : “Ya Rasulullah, kalau begitu, saya berikan salawatku seluruhnya untuk Baginda”.
Maka Nabi saw. menjawab : “Kalau begitu, salawatmu akan mencukupi keinginanmu, dan dosa-dosamu pun akan diampuni”. (Syifaun Syarif).
Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ra. dahulu, ada seorang laki-laki kaya dari segi dunianya, tetapi kelakuannya buruk. Namun demikian, dia suka membaca salawat untuk Nabi saw., dia tidak pernah metalaikannya dan tidak pernah berhenti membacanya barang sesaat pun. Ketika dia akan meninggal dunia, dia mengalami kesulitan dan wajahnya menjadi hitam legam. Dan orang yang menyaksikannya menjadi ngeri karenanya. Pada saat dia mulai merasakan pedihnya pencabutan nyawa, maka berserulah dia : “Ya Abalgasim, sesungguhnya aku mencintaimu dan banyak membaca salawat untukmu!”.
Belum selesai dia bicara, tiba-tiba menukiklah seekor burung dari angkasa, lalu mengusapkan sayapnya pada wajah orang itu. Maka berubahlah wajahnya menjadi putih kembali, dan tersebarlah bau harum darinya seperti bau wangi minyak kesturi. Dan orang itu akhirnya meninggal dunia dalam keadaan membaca syahadat.
Ketika orang-orang membawa jenazahnya ke kubur, lalu meletakkannya ke dalam liang, mereka mendengar suara dari angkasa : “Sesungguhnya hamba Allah ini, yang diletakkan di dalam kuburnya hanyalah kain kafannya belaka. Dan sesungguhnya salawatnya yang selama ini dia baca untuk Nabi saw. itu telah mengambilnya dari kuburnya dan meletakkannya di dalam surga”.
Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu menjadi tercengang karena heran, kemudian mereka pulang. Ketika malam tiba, orang ini dilihat dalam mimpi sedang berjalan antara langit dan bumi sambil membaca firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkaniah salam kepadanya”. (Mau’izhah)
Dan sahabat Abu Hurairah ra , katanya : “Saya pernah mendengar Rasulul ah sy bersabda
“Barangsiapa berharap bisa bertemu Allah, maka hendaklah dia menghormati keluarga Allah “.
Seseorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Allah Azza wa Jalla mempunyai keluarga?”,
“Ya”, jawab Beliau.
“Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”, tanyanya pula.
Beliau menjawab : “Keluarga Allah di dunia ini ialah mereka yang membaca Alquran Ketahuilah, barangsiapa menghormati mereka, maka dia akan dimuliakan Allah dan dber surga. Dan barangsiapa menghina mereka, maka dia akan dihinakan Allah dan d masuk. kan ke dalam neraka. Hai Abu Hurairah, tidak ada seorang pun yang di Sisi Allah yang lebih mulia daripada penghafal Alquran. Dan ketahuilah, sesungguhnya penghafal Alquran di sisi Allah adalah lebih mulia daripada siapapun, selain para nabi”.
Dan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa pada suatu hari, Be au bersabda :
“Maukah kamu aku beritahu tentang orang yang paling utama dari umatku pada har kiamat kelak?”.
Para sahabat menjawab : “Mau, Ya Rasulullah”.
Rasulullah bersabda : “Mereka adalah orang-orang yang membaca Alquran. Apab a tiba hari kiamat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman : “Hai Jibril, serukanlah di Mahsyar “Ketahuilah, barangsiapa yang dulu pernah membaca Alquran, maka berdinlah!”.
Jibril berseru dua tiga kali, lalu mereka pun berdirilah berbaris-baris di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih, tanpa ada seorang pun dari mereka yang berbicara, hingga
berdirilah Nabi Allah, Daud as. Maka Allah berfirman : “Bacalah olehmu sekalian dan ke4 raskanlah suaramu!”.
Maka masing-masing dari mereka membaca apa yang diilhamkan Allah Taala kepadanya dari firman-Nya. Lalu tiap-tiap orang yang membaca diangkat derajatnya, masingmasing orang sesuai dengan keindahan suaranya, lagunya, kekhusuannya, perenungannya dan pengamatannya.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai keluarga-Ku, apakah kamu mengenali orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepadamu semasa di dunia dahulu?”.
Mereka menjawab : “Ya, Oh Tuhan kami”.
Allah berfirman : “Pergilah kamu ke Mahsyar, maka siapa saja yang kamu kenal, dia boleh masuk surga bersama kamu”.
Dan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk bersama Nabi saw. di tengah sekelompok sahabat radiyallaahu anhum. Tiba-tiba datang seorang lak – laki desa, lalu dia berkata : “Salam sejahtera atas Baginda, Ya Rasulullah, dan juga atas kalian, hai sekalian yang duduk”.
Setelah itu, dia berkata pula : “Ketahuilah oleh kalian, bahwa Aliah Taala telah mewa: Jibkan atas kita lima kali salat, dan Dia telah menguji kita dengan dunia ini dengan segala ketakutan-ketakutannya. Maka demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, kami tidak salat satu rakaat pun, melainkan kesibukan-kesibukan dunia itu masuk ke dalamnya, Maka bagar mana salat kami akan diterima Allah, sedang dia bercampur dengan kesibukan-kesibuka dunia?”.
Maka, Ali Karramailaahu wajhah berkata : “Salat seperti ini adalah salat yang tidak diterma oleh Allah dan tidak dihhat-Nya”.
Lalu Rasulullah saw. bertanya : “Dapatkah engkau, hai Ali, melakukan salat dua rokaat tertuju hanya kepada Allah semata tanpa dirasuki oleh segala pikiran, kesibukan dan godaan? Kalau dapat, saya akan memberimu kain burdahku yang berasal dari negeri Syam’.
Ali menjawab : “Saya dapat melakukan itu”.
Kemudian dia bangkit dari tengah-tengah sahabat, lalu berwudu dengan sempurna, kemudian memulai salatnya. Dia berniat karena Allah dengan tulus ikhlas di dalam hatinya. Dia selesaikan rakaat pertama dengan murni, kemudian masuk kepada rakaat kedua. Setelah rukuk, maka dia pun bangkit kembali berdiri di atas kedua kakinya seraya mengucapkan “samiallaahu liman hamidah”, sedang dalam hatinya dia teringat, seandainya Nabi memberiku kain burdah yang berasal dari Qathwan, tentu akan lebih baik bagiku daripada yang berasal dari Syam itu.
Selanjutnya dia melakukan sujud, membaca tasyahhud dan memberi salam. Lantas Nabi saw. menanyainya : “Apa yang telah engkau katakan, hai Abu Hasan?”.
“Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah”, jawab Ali. “Pada rakaat pertama, saya melakukannya bersih dari segala pikiran dan godaan. Kemudian saya lanjutkan dengan rakaat kedua, maka teringatlah dalam hati saya, “seandainya Baginda memberikan kepada saya kain burdah yang berasal dari Gathwan, tentu akan lebih baik bagi saya daripada yang dari Syam itu”. Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, memang benar, tidak akan ada seorang pun yang mampu melakukan salat dua rakaat yang bersih semata-mata hanya tertuju kepada Allah Taala”.
Maka, Nabi saw. bersabda : “Kerjakanlah olehmu salat fardumu, dan janganlah kamu berbicara di dalam salatmu. Karena Allah Taala tidak akan menerima salat yang bercampur dengan kesibukan-kesibukan dunia. Tetapi salatlah kamu, lalu memohon ampunilah kepada Tuhanmu setelah kamu salat. Dan aku beri kabar gembira kepadamu, bahwa Allah Taala telah menciptakan seratus rahmat yang akan Dia sebarkan kepada umatku pada hari kiamat kelak. Tidaklah seorang hamba, baik laki-laki maupun perempuan, yang melakukan salat, melainkan dia akan berada di bawah naungan salat itu pada hari kiamat”. (Mau’izhah)
Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan, aku mendengar Allah berfirman : “Ya Muhammad, suruhlah umatmu memuliakan tiga orang : orang tua, orang alim dan orang yang hafal Alquran. Ya Muhammad, peringatkanlah mereka agar jangan sampai membikin marah orang-orang tersebut, karena sesungguhnya Aku sangat murka terhadap orang yang membikin mereka marah. Ya Muhammad, ahli Algur-an adalah keluarga-Ku, Aku tempatkan mereka padamu di dunia sebagai penghormatan kepada penghuninya. Dan seandainya Alquran itu tidak terpelihara di dalam hati mereka, niscaya dunia dan seisinya ini telah binasa. Ya Muhammad, para penghafal Alquran tidak akan disiksa dan tidak akan dihisab pada hari kiamat kelak. Ya Muhammad, apabila seorang
penghafal Alquran meninggal dunia maka dia ditangisi oleh seluruh langit-Ku, bumi-Ku dan malaikat-Ku. Ya Muhammad, sesungguhnya surga itu rindu kepada tiga orang : engkau sendiri, dua sahabatmu Abubakar dan Umar (radiyallaahu anhuma), dan orang yang hafal Alquran”. (Dari Al Mau’izhatui Hasanah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sebaik-baik orang di antara kamu ialah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya”. Sungguh benar apa yang disabdakan Beliau itu. Hadis ini diriwayatkan oleh Utsman bin Affan radiyallahu anhu. Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah Taala, maka dia akan memperoleh satu kebaikan, sedang setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim (. ) itu satu huruf, tetapi aku katakan satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. Hadis ini riwayat Attirmidzi, dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan sahih Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya dengan Alquran ini Allah mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula Dia merendahkan kaum yang lain”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah) Dan dari Abu Said Alkhudri ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi berfirman : “Barangsiapa disibukkan oleh Alquran dari mengingat Aku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yang lebih baik daripada apa yang Aku berikan kepada orang yang meminta. Dan ketuamaan Kalam Allah atas semua perkataan yang lain adalah seperti kelebihan Allah atas semua makhluk-Nya”. , Hadis riwayat Attirmidzi, dan dia katakan ini adalah hadis hasan gharib. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., bahwa dia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk, baunya harum dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis”. Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana, baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah bagaikan hanzalah (sejenis labu yang pahit), tidak berbau dan rasanya pahit sekali”. Dalam riwayat lain disebutkan : “Dan perumpamaan orang yang jahat…” Sebaga’ ganti dari “Dan perumpamaan orang yang munafik ….”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Attirmidzi, Annasai dan Ibnu Majah.
Dan dan sahabat Anas ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk sitrun, baunya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan orang mukmin yang tdak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya enak. Perumpamaan orang jahat yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana. baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang jahat yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah hanzalah (buah labu yang pahit), rasanya pahit dan tidak berbau. Perumpamaan kawan yang saleh adalah seperti orang yang memakai minyak kesturi, sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun daripadanya, tetap: anda merasakan baunya. Dan perumpamaan kawan yang buruk adalah sepert pandai besi. sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun dari bunga apinya, namun anda tetap merasakan asapnya. (HR. Abu Daud). Dan dari Abu Umamah ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Bacalah olehmu Alquran, karena ia akan datang pada han kiamat kelak sebagai pemberi syafaat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim) Muslim meriwayatkan pula dari sahabat Abu Hurairah ra., seperti yang disebutkan dalam kitab Misykatul Mashabih, bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang mukmin suatu kesusahan…”
Maksudnya : menghilangkan kesedihannya, karena al kurbatu (. ) dengan men-dhammah-kan kaf berarti al hazanu (. ).
Artinya : “Dari kesusahan-kesusahan dunia…”
Dengan hartanya atau bantuannya, atau pikirannya atau petunjuknya. Di sini, kesuSahan itu dikaitkan dengan seorang mukmin, karena orang mukmin dianggap sering menjadi sasaran berbagai kesusahan dunia.
Artinya : “Maka Allah akan menghilangkan darinya kesusahan…”
Di-tanwin-kannya kata kurbatan ( ) di sini adalah menunjukkan besarnya kesusahan tersebut.
Artinya : “dari kesusahan-kesusahan di akhirat”.
Artinya : “Dan barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang susah……”
Maksudnya, orang fakir, baik orang mukmin maupun kafir. Yakni, barangsiapa menghutangi orang fakir, lalu memberi kemudahan kepadanya dengan memberikan tangguh atau membebaskan sebagian hutangnya.
Artinya : “Maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”.
Artinya : “Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim…”, Yang terlanjur melakukan perbuatan buruk, dengan cara tidak membuka aibnya, atau menutupi seseorang yang telanjang dengan cara memberinya pakaian.
Artinya : “Maka Allah akan menutupinya pula di dunia dan di akhirat”.
Artinya : “Dan Allah senantiasa membantu hamba-Nya…”
Maksudnya, senantiasa menolongnya. hamba itu (sibuk) membantu saudaranya yang muslim (dan memenuhi keperluannya)
Artinya : “Dan barangsiapa menempuh…”
Maksudnya : pergi.
Artinya : “Suatu jalan sambil mencari…” |
Yakni : menuntut. Kata ini menjadi hal atau sifat.
Artinya : “Di sana, akan suatu ilmu…”
Kata ilmu ( ) di-nakirah-kan supaya mencakup segala jenis ilmu agama, baik sedikit maupun banyak. Dan di sini terkandung pula suatu anjuran supaya pergi merantau untuk menuntut ilmu. Dan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Musa as., yang pergi menuntut ilmu pada Nabi Khidir as., kata Nabi Musa : “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.
Sedangkan Jabir bin Abdullah telah merantau sejauh perjalanan sebulan, berguru kepada Abdullah bin Anis, semoga Allah meridai keduanya, hanya demi sebuah hadis.
Artinya : “Maka Allah akan memudahkan karenanya…”
Masudnya, dengan sebab seperti itu.
Artinya : “Jalan menuju surga”,
Maksudnya, Allah menjadikan kepergiannya untuk menuntut ilmu itu sebagai sebab sampainya dia ke surga tanpa susah payah, dan dia diberi balasan berupa dimudahkan menempuh rintangan-rintangan berat, seperti berdiri di Padang Mahsyar dan menyeberang Shirat dan lain-lain.
Artinya : “Dan tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu Mesjid di antara Masjid-masjid Allah….”,
Dengan perkataan ini dimaksudkan tidak termasuk Masjid-masjid orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena memasuki masjid-masjid mereka hukumnya makruh.
Artinya : “Sambil membaca Kitab Allah…”. Yakni, membaca Alquran.
Artinya : “Dan saling mendaraskan sesama mereka…”.
Yakni, sebagian membacakan kepada yang lain, agar dibetulkan lafaz-lafaz atau diterangkan makna-maknanya.
Artinya : “Melainkan turun kepada mereka ketentraman…”
Dalam Mazh-harul Mashabih, As Sakinah artinya sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang seseorang terhadapnya. Sedangkan yang dimaksud as sakinah di sini ada. lah, timbulnya perasaan senang dan rindu pada diri seseorang untuk membaca Alauran dan menjadi jernih hatinya karena cahaya Alquran, lenyapnya kegelapan hawa nafsu dan hatinya, serta turunnya cahaya Rahmani ke dalamnya. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa, maksudnya adalah nama malaikat yang turun ke dalam hati seorang mukmin dan menyuruhnya melakukan kebaikan, menganjurkan melakukan ketaatan, dan menimbul. kan ke dalam hatinya ketenangan dan ketentraman dalam menunaikan ketaatan. Sekian.
Artinya : “Dan mereka diliputi rahmat”.
Maksudnya, rahmat itu meliputi mereka. Yakni, rahmat dan berkah dari Allah turun kepada mereka.
Artinya : “Dan mereka dikelilingi oleh malaikat…”
Maksudnya : Para malaikat itu berkeliling dan mengitari sekeliling mereka, sambil mendengarkan bacaan dan pendarasan Alquran itu, serta memelihara mereka dari berbagai bencana, menyalami dan berkunjung kepada mereka.
Artinya : “Dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan malaikat yang ada di sisiNya”.
Yang dimaksud “indahu” (di sisinya) adalah kedudukan. Jadi maksudnya : di kalangan para malaikat yang didekatkan kepada-Nya. Dia berfirman kepada mereka : “Perhatikanlah kepada hamba-hamba-Ku, mereka menyebut Aku dan membaca Kitab-Ku”. Kemuliaan mana yang lebih besar daripada apa yang dilakukan Allah, yang menyebutkan keadaan hamba-hamba-Nya di kalangan para malaikat-Nya.
Artinya : “Dan barangsiapa dihambat…” Maksudnya, barangsiapa dihambat di akhirat.
Artinya : “Oleh amalnya…”.
Yang buruk, atau oleh kelalaiannya melakukan amal saleh.
Artinya : “Maka takkan dipercepat oleh nasabnya”.
Maksudnya, kemuliaan nasabnya tidak berguna baginya, dan kekurangannya pu’ takkan bisa ditambal dengannya. Karena didekatkannya seseorang hamba kepada Allan Taala tidak bisa diperoleh dengan nasab ataupun banyaknya keluarga dan kerabat, melainkan dengan amal saleh. (Demikian disebutkan dalam Syarah Al Mashabih)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan berpisahlah kamu pada hari ini, hai para penjahat. Bukankah Aku telah mengikat perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan?. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Dan hendaklah kamu menyembah Aku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?. Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dulu mengingkarinya”. (QS. Yaa siin : 59-64)
Tafsir :
(. ) Dan berpisahlah kamu pada hari ini, hai para penjahat. Menyingkirlah dari orang-orang yang beriman.
Perkataan tersebut disampaikan ketika kaum mukminin sedang diantarkan ke surga, sebagaimana dalam firman Allah :
Artinya : “Dan pada hari terjadinya kiamat, di hari itu mereka berpisah-pisah”.
(. ) Bukankah Aku telah mengikat perjanjian denganmu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah setan?. Ini termasuk perkataan yang disampaikan kepada orang-orang yang berdosa, sebagai kecaman dan penutup mulut (supaya mereka tidak bisa mengajukan argumentasi). Adapun ikatan janji Allah dengan mereka ialah berupa hujjah-hujjah agliyah maupun sam’iyah yang pernah diberikan, yang memerintahkan supaya menyembah hanya kepada Allah dan melarang menyembah kepada yang lain dari-Nya. Sedang penyembahan kepada selain Allah itu dianggap juga Sebagai penyembahan kepada setan. Karena setanlah yang menyuruh perbuatan itu dan menghiasinya.
(. ) Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Ini adalah alasan dari pelarangan menyembah setan dengan mematuhi apa yang akan membawa mereka kepadanya.
(. ) dan hendaklah kamu menyembah Aku. Kalimat ini di-athaf-kan kepada kalimat an laa ta’buduu.
(. ) Inilah jalan yang lurus. Kalimat ini merupakan isyarat kepada apa yang telah Allah janjikan (suruh) kepada mereka, atau kepada menyembah-Nya. Sedang kalimat ini merupakan kalimat musta’nafah, untuk menerangkan penyebab janji (suruhan Allah. Adapun di-nakirah-kannya kata-kata ini adalah sebagai mubalaghah, atau peng. agungan, atau pembahagiaan. Karena mengesakan Allah itu berarti menempuh sebagian dari jalan yang lurus. ,
(. ) Dan sesungguhnya setan itu telah menyesatkan banyak orang dari kamu. Maka, apakah kamu tidak memikirkan?. Ini menerangkan kembali permusuhan setan, disertai penjelasan tentang betapa nyata permusuhannya dan betapa jelas penyesatannya, bagi orang yang memiliki akal dan pikiran yang paling sederhana sekalipun.
(. ) Inilah Jahannam yang dulu kamu diancam (dengannya). Masuklah ke dalamnya pada hari ini, disebabkan kamu dulu mengingkarinya. Rasakanlah panasnya pada hari ini, disebabkan keingkaranmu di dunia. (Qadhi Baidhawi).
Dari Alhasan bin Ali ra. : “Apabila anda masuk Mesjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw., karena Rasulullah bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu menjadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan, dan bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada”.
Sedang dalam hadis riwayat Aus ra., disebutkan :
Artinya : “Perbanyaklah membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”. (Syifaun Syarif)
Mengenai firman Allah :
Maksudnya : Menyingkirlah kamu hai orang-orang kafir dari kaum mukminin, sebab mereka telah banyak menderita karena kamu di dunia. Maka menyingkirlah kamu dari mereka agar mereka selamat darimu.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah :
Hai para pendosa, menyingkirlah kamu, karena orang-orang mukmin itu telah menang. Hai orang-orang munafik, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang tulus ia telah menang. Hai orang-orang yang fasik, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang sidik itu telah menang. Hai kaum pendurhaka, menyingkirlah kamu, karena orang-orang yang taat itu telah menang.
Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah mendapat kemenangan yang besar” Di dunia hidup terpuji sedang di akhirat berbahagia. (Qadhi Baidhawi) Juga sebagaimana firman Allah dalam ayat lainnya :
Artinya : “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu….”.
Dengan permusuhan yang menyeluruh dan telah berlangsur lama.
Artinya : “Maka jadikaniah dia sebagai musuhmu”.
Yang menyangkut soal akidah dan perbuatanmu. Dan bersikap waspadalah terhadapnya dalam segala keadaanmu.
Artinya : “Karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka Sa’ir”. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Ibnu Abbas ra., katanya : Pada suatu hari, Rasulullah saw. keluar dari Masjid. Tiba-tiba Beliau melihat Iblis. Lalu Behau bertanya : “Apa sebab engkau datang ke pintu masjidku?”.
Iblis menjawab : “Ya Muhammad, aku ke sini karena disuruh Allah”.
“Untuk apa?”, tanya Nabi.
Iblis menjawab : “Supaya engkau bisa menanyaiku tentang apa saja yang engkau kehendaki”.
Ibnu Abbas berkata : “Pertanyaan yang mula-mula diajukan oleh Rasulullah saw. kepada Iblis adalah tentang salat. Beliau berkata : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari salat berjamaah?”.
Iblis menjawab : “Hai Muhammad, jika umatmu keluar menuju salat berjamaah, maka aku langsung terkena demam panas, dan itu tidak hilang-hilang sampai mereka bubar”.
“Hai Iblis”, tanya Nabi pula. “Kenapa engkau mencegah umatku dari membaca Alquran?”
Iblis menjawab : “Ketika mereka membaca, aku meleleh bagaikan timah”.
Nabi bertanya kembali : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari berjihad?”.
“Apabila mereka pergi berjihad”, jawab Iblis, “maka kedua kakiku terikat dengan ikatan yang sangat kuat, sampai mereka pulang”.
Nabi bertanya pula : “Hai Iblis, kenapa engkau mencegah umatku dari naik haji?”.
Iblis menjawab : “Apabila mereka berangkat haji, maka aku di rantai dan dibelenggu. Dan apabila mereka hendak bersedekah, maka di atas kepalaku dipasang gergaji, lalu dia menggergaji aku seperti menggergaji kayu”. (Zahratur Riyadh)
Menurut salah satu khabar, ketika semua penghuni neraka telah masuk ke dalam neraka, maka didirikanlah sebuah mimbar dari api untuk Iblis. Dan dia diberi pakaian dan api, diberi mahkota dari api serta diikat dengan tali dari api, kemudian dikatakanlah kepadanya : “hai Iblis, naiklah ke atas mimbar, dan berbicaralah kepada penghuni neraka!”
Maka iblis pun menaiki mimbar, lalu dia berpidato kepada penghuni neraka ‘ “Wahai penghuni neraka…”.
Suaranya bisa didengar oleh seluruh makhluk yang ada di dalam neraka. Lalu mereka semua menghadap kepadanya. Mereka memandang kepadanya. Kemudian Iblis me. lanjutkan perkataannya :
“Hai sidang orang-orang kafir dan munafik, sesungguhnya Allah menjanjikan kepadamu janji yang benar, bahwa kamu semua akan mati, kemudian dikumpulkan, kemudian dihisab, setelah itu dibagi menjadi dua golongan : segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka. Sesungguhnya kamu semua menyangka tidak akan meninggalkan dunia dan akan tetap berada di sana. Padahal sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kamu, selain bahwa aku menggodamu. Tetapi kamu menyambut ajakanku dan mengikuti aku. Maka, dosanya menjadi tanggunganmu sendiri. Karenanya, janganlah kamu mencela aku, tetapi celalah dirimu sendiri. Sebab kamulah yang patut dicela, bukan aku Kenapa kamu tidak menyembah kepada Allah Taala, sedang Dia adalah Pencipta segala sesuatu?”.
Setelah berhenti sejenak, Iblis melanjutkan pidatonya : “Aku tidak sanggup menyelamatkan kamu semua dari azab Allah, dan kamu pun tidak sanggup menyelamatkan aku. Sesungguhnya hari ini aku berlepas diri dari apa yang pernah aku katakan pada kamu. Karena sesungguhnya, aku ini terusir dan ditolak dari hadirat Tuhan semesta alam”.
Ketika seluruh penghuni neraka itu mendengar perkataan Iblis tersebut, maka mereka pun mengutuknya. Kemudian Iblis dihantam oleh malaikat Zabaniyah dengan tombak dari api, lalu dicampakkan dari atas mimbarnya ke dalam neraka yang paling rendah, buat selama-lamanya di sana bersama-sama penghuni neraka lainnya yang pernah mengikutinya. Kemudian malaikat Zabaniyah berkata kepada mereka : tidak ada lagi mati buat kamu dan tidak ada pula kesenangan. Kamu kekal selama-lamanya di dalamnya”. (Zahratur Riyadh)
Dikisahkan, bahwa Abu Zakariya Az Zahid, ketika datang padanya tanda-tanda maut, salah seorang temannya menemuinya saat dia sedang menghadapi sakaratul maut. Kemudian temannya itu mengajarinya mengucapkan kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, tetapi Az Zahid memalingkan wajahnya dan tidak mau mengucapkan kalimat tersebut. Untuk kedua kalinya, temannya itu mengucapkan kalimat itu kepadanya. Namun dia kembali memalingkan wajahnya, tidak mau mengucapkannya. Kemudian temannya itu mengucapkan kalimat itu untuk yang ketiga kalinya, maka jawabnya : “Aku tidak mau mengucapkannya”.
Melihat keadaannya demikian, temannya tadi menjadi kuatir. Tetapi sesaat kemudian, Abu Zakariya merasa enakan, lalu dia membuka matanya seraya berkata : “Apakah kamu tadi mengatakan sesuatu kepadaku?”.
“Ya”, jawab mereka yang hadir. “Kami mengajarkan kepadamu syahadat tiga kali, tetapi Anda berpaling terus sampai tiga kali, bahkan pada kali ketiga, Anda mengatakan : “Aku tidak mau mengucapkannya”.
Maka, Abu Zakariya menjelaskan : “Tadi Iblis telah datang kepadaku sambil membawa segelas air, lalu dia berdiri di sebelah kananku dan menggerak-gerakkan gelasnya seraya berkata : “Apakah engkau perlu air?”. Aku menjawab : “Tidak”. Lalu dia berkata : “Katakanlah Isa itu anak Allah”.
Maka aku pun berpaling darinya. Kemudian dia datang lagi kepadaku dari arah kakiku seraya berkata seperti tadi. Dan pada kali ketiga dia berkata : “Katakanlah, tidak ada Tuhan”. Maka aku jawab : “Aku tidak mau mengucapkannya”.
Lantas dia membanting gelasnya ke tanah, kemudian pergi sambil berlari. Jadi aku tadi menjawab kepada Iblis, bukan kepada kamu. Kini aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. (Zahratur Riyadh)
Konon, pada zaman dahulu, Iblis bisa dilihat secara nyata. Lalu seseorang menegurnya : “Hai Abu Mirrah, apa yang harus saya lakukan supaya bisa menjadi seperti engkau?”.
“Celaka kau!”, jawab Iblis. “Belum pernah seorang pun meminta ini dariku. Tetapi mengapa engkau memintanya?”.
Laki-laki itu menjawab : “Karena aku suka itu”.
Lantas Iblis menyarankan : “Jika engkau ingin menjadi seperti aku, maka remehkanlah salat, dan jangan peduli dengan sumpah, baik benar maupun palsu”.
Laki-taki itu berkata : “Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Altah untuk tidak meninggalkan salat dan tidak akan mengucapkan sumpah sama sekali”.
Iblis berkata : “Tidak ada seorang pun yang pernah belajar satu nasehat dariku dengan tipu daya kecuali engkau. Padahal aku telah membuat perjanjian tidak akan memberi nasihat kepada seorang pun dari anak cucu Adam”. (Kanzul Akhbar).
Orang-orang bijak berkata : “Barangsiapa ingin tergolong sebagai orang yang arif dan selamat dari godaan setan, maka dia harus menghilangkan empat perkara yang menghalangi dia dari makrifat, yaitu : (1) Iblis dan apa yang dikehendaki Iblis, (2) Nafsu dan apa yang dikehendaki nafsu, (3) Asmara dan apa yang dikehendaki oleh asmara, (4) dunia dan apa yang dikehendaki oleh dunia.
Iblis menghendaki lenyapnya agama Anda, supaya Anda menemaninya di neraka selama-lamanya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :
Artinya : ‘Seumpama setan ketika ia berkata kepada manusia : “Kafirlah kamu!”
Dan firman-Nya :
Artinya : “Setan itu menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan”.
Sedang nafsu menghendaki kemaksiatan dan meninggalkan ketaatan. Nafsu memang tercela. Allah Taala telah menerangkan tentang aib nafsu itu melalui lisan Nabi Yusuf as. katanya :
Artinya : “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.
Adapun asmara, maka sesungguhnya ia menghendaki syahwat-syahwat dan meninggalkan kesungguhan dalam berbakti kepada Allah. Dalam hal ini, Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari hawa nafsunya… dst”.
Dan dunia menghendaki agar Anda lebih menyukai pekerjaan dunia daripada amaj akhirat. Hal ini telah disinggung Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya”.
Apabila keempat perkara tersebut telah bisa dihilangkan, maka sampailah si arit kepada yang dicarinya, yaitu Allah Taala. Sedangkan orang yang menuruti kehendak Iblis, maka berarti dia telah berusaha melenyapkan agamanya, sehingga azabnya pun akan dikekalkan, seperti azab terhadap Iblis.
Dan barangsiapa menuruti kehendak nafsunya, yaitu perbuatan maksiat, maka azab. nya terserah kepada Allah. Dan barangsiapa menuruti kehendak cintanya, yaitu syahwatsyahwat, maka dia akan menerima hisab yang sangat berat. Sedang orang yang menuruti kehendak dunia, yaitu lebih menyukai dunia daripada akhirat, maka dia akan terlepas dari dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Dia merugi dunia dan akhirat”.
Barangsiapa memenuhi ajakan Iblis, dia akan ditinggalkan Tuhan. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah. Kami adakan baginya setan, lalu setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya”.
Dan barangsiapa memenuhi ajakan nafsunya, maka lenyaplah dari dirinya sifat wara. Dan barangsiapa memenuhi ajakan asmara, maka lenyaplah akal dari dirinya. Sedang orang yang memenuhi ajakan dunia, maka hilanglah akhirat darinya. Karena Allah Taala telah berfirman :
Artinya : “Amat buruklah ia sebagai pengganti bagi orang-orang yang zalim”. (Zahratur Riyadh).
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang mukmin telah terbebas dari neraka dan selamat darinya, maka perdebatan seseorang di antara kamu membela sahabatnya mengenai sesuatu hak yang menjadi miliknya di dunia ini tidak lebih hebat daripada perdebatan kaum mukminin dengan Tuhan mereka mengenai saudara-saudara mereka yang masuk neraka. Mereka berkata : “Ya Tuhan kami, saudara-saudara kami dahulu salat bersama kami dan berpuasa bersama kami, namun Engkau masukkan mereka ke dalam neraka?”.
Nabi berkata : “Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah kamu dan keluarkanlah siapa saja yang kamu kenal di antara mereka!”.
Kata Nabi : “Maka, mereka pun datang ke neraka, mereka mengenali saudara-saudara mereka dari rupa mereka. Memang rupa mereka tidak seluruhnya dilalap api. Ada di antara mereka yang hanya terbakar api sebatas pertengahan betisnya, dan ada pula di antara mereka yang terbakar sampai ke pundaknya kemudian mereka dikeluarkan dari dalam neraka. Lalu berkatalah kaum mukminin yang mengeluarkan mereka itu : “Ya Tuhan kami, Engkau telah menyuruh kami mengeluarkan siapa saja yang kami kenal”.
Maka Allah berfirman: “Keluarkanlah siapa saja yang di dalam hatinya terdapat iman, walaupun hanya setimbang atom”.
Yang dimaksudkan Allah tentu iman sepenuhnya. Karena adakalanya sesuatu disebut cukup dengan nama sebagiannya saja, daliinya adalah seperti yang disebutkan dalam firman Allah :
Artinya :“….dan daging babi….”.
Tentu yang dimaksudkan adalah babi secara keseluruhan, bukan hanya dagingnya saja (yang haram).
Dan seperti firman-Nya :
Artinya : “…dan memerdekakan leher yang beriman…”.
Tentu yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah memerdekakan hamba sahaya secara utuh (bukan hanya lehernya saja).
Abu Said berkata : “Barangsiapa tidak percaya ini, maka silahkan membaca ayat berikut :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang pun, walaupun hanya setimbang atom”.
Nabi berkata: “Orang-orang mukmin itu berkata kembali : “Ya Tuhan kami, kami telah mengeluarkan mereka dari dalam neraka. Maka tidak ada seorang pun yang masih ada kebaikan pada dirinya tinggal di dalam neraka itu”.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Para malaikat, para anbiya dan orang-orang mukmin telah memberikan syafaat mereka, maka sekarang tinggal syafaat dari Tuhan Yang Maha Pengasih”.
Kata Nabi: “Maka Aliah menggenggam segenggam atau dua genggam manusia yang telah terpanggang api, yang Allah tentu tahu bahwa tidak ada kebaikan sama sekali pada mereka. Mereka benar-benar telah hangus. Lalu mereka dibawa ke mata air yang bernama Ainul Hayat (mata air kehidupan). Kemudian mereka mandi di sana”.
Nabi melanjutkan : “Lalu mereka keluar dari mata air itu, sedang tubuh mereka seperti mutiara, dan pada leher mereka terdapat cap yang bertuliskan : “Haulaai Utaqour Rahman” (mereka ini adalah para tawanan Allah yang dimerdekakan). Kemudian dikatakan kepada mereka : “Masuklah ke dalam surga. Apa yang kamu inginkan maka itu menjadi milikmu!”. Mereka menjawab : “Ya Tuhan kami, Engkau telah memberi kami apa yang tidak pernah Engkau berikan kepada seorang pun di antara seluruh alam”.
Nabi melanjutkan : “Lalu Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya untuk kamu ada yang lebih utama lagi disisi-Ku”. Kata Nabi : “Maka mereka bertanya : “Ya Tuhan kami, apakah yang lebih utama dari Itu?”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku, sehingga Aku tidak murka lagi kepada kamu buat ‘ Selama-lamanya”. (Zahratur Riyadh)
Dalam menghinakan orang-orang yang berdosa, sebagai balasan atas dosa-dosa mereka dan keburukan-keburukan mereka yang besar, Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka itu…”
Seperti menghalau binatang.
Artinya : “ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga”.
Kata wirdan (. , ) adalah jamak dari kata warid ( ). Jadi mereka dihalau ke neraka Jahannam dengan berjalan kaki dan kehausan. Mereka merasakan rongga perut mereka tercabik-cabik saking sangat dahaganya. Sedangkan kata Alwirdu (. ) itu sendiri berasal dari al wurud ilal maa (datang ke air). Orang yang datang ke air (mata air) adalah orang yang kehausan. Demikian tersebut dalam kitab Al Uyun.
Artinya : “Mereka tidak dapat memberi syafaat…”
Yang dimaksud dengan ‘mereka” adalah orang-orang mukmin dan orang-orang yang berdosa semuanya. Kalimat ini di tempat mansub karena menjabat sebagai hal.
Artinya : “Kecuali orang-orang yang telah mengadakan….”
Semasa di dunia dahulu, kalimat ini berada di tempat rafa sebagai badal dari wawnya yamiikuun ( ). Demikian tersebut dalam kitab Al Uyun.
Artinya : “Perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah””.
Yakni, dia telah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Iilailaah. Maksudnya : tidak ada yang bisa memberi syafaat kecuali orang yang beriman.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa, orang-orang yang berhak memberi syafaat itu tidak bisa memberikan syafaatnya (selain kepada orang yang telah mengadakan per: janjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah), yakni : kepada orang yang beriman, demikian tersebut dalam kitab Al Ma’alaim.
Atau, (tidak bisa memberi syafaat) kecuali orang yang telah memperoleh izin untuk memberikannya, sesuai dengan firman Allah :
Artinya : “Tidak berguna syafaat kecuali (syafaat) orang yang telah diizinkan Tuhan yang Maha Pemurah”. Yakni berasal dari kata :
Artinya : “Raja menyuruh fulan begini”. (Qadhi Baidhawi) Maksudnya : tidak bisa memberi syafaat kecuali orang yang disuruh memberikannya di antara orang-orang yang beriman. (Demikian tersebut di daiam kitab Al Uyun). Dalam Al Ausath, Attabrani telah mengeluarkan hadis riwayat dari Abu Hurairah ra.. bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda:
Artinya : “Apabila seseorang datang pada hari kiamat kelak dengan mernbawa salat lima waktu, sedang dia benar-benar telah memelihara wudunya, waktu-waktunya, rukuknya, dan sujudnya, tanpa dia kurangi sedikit pun darinya, maka dia memperoleh perjanjian Oi sisi Allah Taala, bahwa Dia tidak akan mengazabnya. Tetapi apabila seseorang datang membawanya, sedang dia telah mengurangi sesuatu darinya, maka dia tidak memperoleh perjanjian dari Allah. Jika Allah menghendaki, Dia merahmatinya, dan jika Dia menghendaki, maka diazabnya. (Demikian di antara tafsiran-tafsiran yang ada di dalam kitab Ad Durr).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan Ibrahim berkata : “Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku. Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang saleh”. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang (bakal) dewasa. Maka ketika anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim, Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu’. Dia menjawab : “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (kepada ayah). Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar”. Ketika keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. As Shaffat : 99-105)
Tafsir :
(. ) Dan Ibrahim berkata : “ Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Ke tempat yang diperintahkan oleh Tuhanku kepadaku, yaitu negeri Syam.
(. ) Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Kepada sesuatu yang mengandung kebaikan buat agamaku.
(. ) Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku dari orang-orang yang saleh. Sebagian dari (yang termasuk dari golongan) orang-orang saleh, yang akan membantu aku dalam berdakwah dan berbakti, serta menghibur aku dalam perantauan, yaitu Seorang anak.
(. ) Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang (bakal) dewasa. Kami beri dia kabar gembira berupa seorang anak, dan bahwa anak itu adalah anak laki-laki yang bakal mencapai umur dewasa.
(. ) Maka tatkala anak itu telah mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim. Maksudnya : tatkala anak itu memperoleh dan mencapai kesanggupan berusaha bersama ayahnya dalam pekerjaan-pekerjaannya.
Kata ma’ahu (. ) berkaitan dengan fiil mahdzuf (kata kerja yang dihilangkan) yang ditunjukkan oleh kata as sa’yu ( ) dan bukan berkaitan dengan kata as sa’yu itu sendiri. Karena shilah dari mashdar itu tidak mendahuluinya. Dan ia ( ) tidak pula berkaitan dengan balagha (. ) sebab kedewasaan Ismail itu tentu tidak bersamaan dengan kedewasaan ayahnya. Jadi, seolah-olah Allah berfirman : “Maka tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha”, lantas ditanya : “Bersama siapa?”. Maka jawabnya : “Bersama (ayah) nya”.
(. ) Ibrahim berkata : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu”. Ada kemungkinan bahwa Ibrahim melihat peristiwa itu sendiri, namun mungkin juga Beliau melihat peristiwa lain yang takbirnya seperti itu.
(. ) Maka, pikirkanlah apa pendapatmu, terhadap isi mimpi itu.
Ibrahim meminta pendapat anaknya mengenai mimpinya itu, padahal itu mesti dilaksanakan, tidak lain adalah untuk mengetahui bagaimana pendapat anaknya mengenai turunnya cobaan Allah ini. Sehingga Beliau dapat memantapkan diri bila anaknya itu takut, dan merasa tenang bila dia menerima, serta untuk menetapkan harinya atas anaknya itu sehingga pekerjaan itu mudah dilaksanakannya. Sedang si anak sendiri akan mendapat pahala karena patuh kepada ayahnya sebelum penyembelihan itu terlaksana.
(. ) Ismail menjawab : “Wahai ayahku, laksanakan apa yang diperintahkan (kepadamu). Yakni, yang engkau disuruh melaksanakannya.
(. ) Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orangorang yang sabar, menghadapi penyembelihan, atau menghadapi keputusan Allah.
(. ) Tatkala keduanya telah berserah diri. Menyerah kepada perintah Allah, Atau, yang akan disembelih telah memasrahkan dirinya, sedang Ibrahim as. telah memasrahkan anaknya.
(. ) Dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis (nya). Membaringkannya atas sisinya, sehingga pelipisnya menempel di atas tanah. Pelipis yang dimaksud adalah salah satu dari dua sisi dahi.
(. ) dan Kami panggil dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu”. Dengan penuh tekad dan telah melakukan hal-hal menuju ke sana.
(. ) Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Ini adalah alasan dari dihilangkannya tugas berat tersebut dari keduanya, disebabkan oleh kebaikan-kebaikan yang telah mereka lakukan.
Konon, sebab penyembelihan Nabi Ibrahim as. atas Nabi Ismail as. adalah : bahwa Nabi Ibrahim as. penah berkorban 1000 ekor kambing, 300 ekor lembu, dan 100 ekor unta di jalan Allah. Maka orang-orang dan para malaikat yang menyaksikan hal itu merasa kagum kepada Beliau. Namun Beliau berkata : “Semua yang telah dikorbankan itu tidak berarti apa-apa bagiku. Demi Allah, seandainya aku mempunyai anak, maka aku akan menyembelihnya di jalan Allah, dan aku kurbankan kepada Allah Taala”.
Ketika Nabi Ibrahim selesai mengucapkan perkataan tadi, maka berlalulah wabt, sekian lama, sehingga Beliau tidak Ingat lagi pada ucapan yang telah dikeluarkannya itu
Syahdan, tatkala Beliau datang ke negeri yang disucikan (Baitul Maqdis), Beliau memohon kepada Allah agar dikaruniai anak. Maka Allah memperkenankan doanya Dan Allah menyampaikan kabar gembira kepadanya mengenai anak itu. Kemudian anak itu pun dilahirkan oleh ibunya.
Maka, tatkala anak itu mencapai kesanggupan berusaha bersama Ibrahim. Yakni, tatkala anak Itu dapat berjalan bersamanya, yaitu ketika dia telah berusia tujuh tahun, dan ada pula yang mengatakan tiga belas tahun.
Kata ma’ahu (bersamanya) adalah untuk menjelaskan. Maksudnya : setelah Ismail a48, Mencapai batas umur di mana dia mampu berusaha, maka dikatakanlah kepada Ibrahim dalam mimpinya : “Tunaikanlah nazarmu!”.
Ibnu Abbas ra., berkata : “Ketika tiba malam Tarwiyah, Nabi Ibrahim tertidur. Dalam tidurnya, Beliau bermimpi ada seseorang berkata kepadanya : “Hat Ibrahim, tunaikaniah nazarmu!”. Paginya, Nabi Ibrahim mulai merenungkan (yatarawwa), yakni memikirkan, apakah mimpinya itu dari Allah, ataukah dari setan?. Oleh karena itulah, hari itu dinamakan hari Tarwiyah.
Pada malam harinya, Beliau bermimpi lagi seperti yang kemarin malam. Dan paginya, tahulah Beliau (Arafah) bahwa mimpinya itu berasal dari Allah. Oleh karena itu, han itu dinamakan hari Arafah. Sedang tempat itu dinamakan Arafat.
Kemudian, malamnya, yaitu malam ketiga, Beliau bermimpi lagi seperti itu, sehingga Beliau bertekad akan meyembelih (nahara) anaknya. Dan oleh karenanya, hari itu disebut hari Nahar’.
Syahdan, ketika Nabi Ibrahim as. hendak membawa Ismail as. untuk disembelih, maka Beliau berkata kepada Hajar, ibunda Ismail : “Kenakanlah pakaian yang bagus pada Ismail, karena aku hendak membawanya ke suatu jamuan”. Maka Ismail pun diberi pakaian yang bagus oleh ibunya, diminyaki dan disisir rambut kepalanya. Sementara Ibrahim . membawa tali dan pisau, lalu Beliau pergi bersama anaknya itu ke tepi Mina. Sedang Ibils laknatullah alaihi, sejak saat dia diciptakan oleh Aliah, tidak pernah sesibuk dan serepot seperti hari itu.
Ismail as. berlari-lari kecil di depan ayahnya. Lalu datanglah Iblis seraya berkata kepada ayahnya : “Tidakkah engkau lihat perawakannya yang tegap. rupanya yang cakap dan tingkah iakunya yang santun?”.
“Ya”, jawab Ibrahim. “Tetapi aku telah diperintahkan melakukan itu”.
Ketika Iblis sudah merasa putus asa terhadap Nabi Ibrahim as., maka dia mendatangi Hajar, lalu berkata : “Kenapa engkau duduk-duduk saja, padahal Ibrahim membawa anakmu untuk disembelih”.
Wanita itu menjawab : “Jangan berdusta kepadaku. Pernahkah engkau melihat seorang ayah tega menyembelih anaknya?”.
Iblis berkata : “Untuk itulah dia membawa tali dan pisau”.
“Buat apa dia menyembelih anaknya?”. Tanya wanita itu pula.
Iblis menjawab : “Dia menyangka bahwa dia diperintah Tuhannya untuk melakukan
hal itu”.
Namun, wanita itu menolak dengan tegas, katanya : “Seorang Nabi tidak akan diperintah melakukan kebatilan. Dan untuk melakukan perintah Allah, aku bersedia mengorbankan nyawaku, apalagi anakku”.
Mendapat jawaban yang tegas dari Hajar, Iblis pun menjadi berputus asa. Lalu dia datang kepada Ismail dan berkata : “Engkau bersenang-senang dan bermain-main, padahal ayahmu telah membawa tali dan pisau untuk menyembelihmu”.
“Jangan berdusta kepadaku!”, bentak Ismail. “Mengapa ayahku hendak menyembelih ku?”.
Iblis menerangkan : “Karena dia menyangka bahwa Tuhannya memerintahkannya
melakukan hal itu”.
Namun Ismail berkata dengan tegas : “Kami mendengar dan kami patuh kepada perintah Tuhan kami”.
Ketika Iblis hendak menyampaikan kata-kata lain, Ismail mengambil sebutir batu dari atas tanah lalu melemparkannya kepada Iblis sampai mata kirinya tercukil. Maka pergilah Iblis dengan perasaan kecewa dan rugi. Oleh sebab itulah, Allah mewajibkan kita melempar batu-batu di tempat itu untuk mengusir setan, dan mengikuti jejak Nabi Ismail putera Khalil Arrahman.
Setelah keduanya tiba di Mina, maka Ibrahim as. berkata kepada anaknya : “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah, apa pendapatmu?”.
Maksudnya : Jelaskanlah kepadaku bagaimana pendapatmu, apakah engkau akan sabar menghadapi perintah Allah ini, atau engkau akan meminta maaf saja sebelum perintah ini dilaksanakan?.
Ini adalah ujian Ibrahim as. terhadap anaknya, apakah dia akan memenuhi perintah itu dengan sikap mendengar dan patuh, atau tidak.
Ismail menjawab : “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar, atas penyembelihan yang diperintahkan kepada ayah”.
Ketika Ibrahim as. mendengar jawaban anaknya, maka tahulah Beliau bahwa Allah telah mengabulkan doanya, yaitu pada saat Beliau berdoa : “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang-orang saleh”. Maka Beliau pun banyakbanyak memuji kepada Allah.
Kemudian Ismail as. berkata kepada ayahnya : “Wahai ayahku, saya ingin menyarankan kepada ayah beberapa perkara : Ikatlah tangan saya agar saya tidak menggelepar yang hanya akan menyedihkan hati ayah. Hadapkanlah wajah saya ke tanah, supaya ayah tidak memandang wajahku, yang hanya akan membuat ayah merasa kasihan kepadaku. Singsingkanlah baju Ayah dari saya agar tidak berlepotan darah saya, yang hanya akan mengurangi pahala saya, dan supaya tidak dilihat oleh ibu saya, yang hanya akan
membuatnya bersedih hati. Tajamkanlah pisau ayah, dan cepatlah menebaskannya ke leher saya supaya lebih ringan, karena maut memang pedih sekali. Bawalah baju saya kepada ibu, sebagai kenang-kenangan dari saya buat Beliau. Dan sampaikaniah salam saya kepada Beliau, dan pesan saya buat Beliau : “Bersabarlah menerima perintah Allah”. Dan janganlah ayah beritahukan kepadanya bagaimana cara ayah menyembelih saya, dan bagaimana ayah mengikat tangan saya. Dan jangan biarkan anak-anak kecil meneMUui ibu, supaya kesedihannya tidak menjadi-jadi atas diriku. Dan apabila ayah melihat seorang anak mirip saya, maka janganlah ayah memperhatikannya, supaya ayah tidak merasa gelisah dan bersedih karenanya”.
Mendengar perkataan anaknya itu, nabi Ibrahim as. berkata : “Engkau memang sebaik-baik orang yang membantu, hai anakku, dalam menunaikan perintah Allah Taala”.
Ketika keduanya telah pasrah, yakni berserah diri dan patuh kepada perintah Allah. Dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, yakni membaringkannya pada sisinya seperti domba yang akan disembelih. Dan ada pula yang mengatakan, Beliau tengkurapkan wajah anaknya itu, sesuai dengan sarannya, agar Beliau tidak melihat wajahnya yang hanya akan menimbulkan rasa kasihan, yang mungkin akan menghalangi Beliau dari mematuhi perintah Allah. Peristiwa itu terjadi di sebuah batu karang di Mina. Dan ada pula yang mengatakan, di tempat yang paling menonjol ketinggiannya.
Ibrahim as. telah meletakkan pisaunya pada leher anaknya, lalu menggoroknya de. ngan keras dan kuat. Tetapi Beliau tidak dapat memotongnya. Sementara itu, Allah Taala menyingkapkan tutup dari mata para malaikat langit dan bumi. Maka tatkala mereka me. nyaksikan Ibrahim yang sedang menyembelih anaknya, Ismail, mereka pun menyungkur. kan diri bersujud kepada Allah. Lalu Allah Taala berfirman : “Perhatikanlah hamba-Ku itu, bagaimana dia menggorokkan pisaunya di leher anaknya demi keridaan-Ku itu. Sedangkan kamu dahulu pernah mengatakan ketika Aku berfirman, bahwa Aku hendak menjadi. kan khalifah di muka bumi : “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu, orang yang hanya akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan-Mu”.
Kemudian Ismal as. berkata : “Wahai ayahku, lepaskanlah ikatan tangan dan kakiku, sehingga Allah tidak melihatku sebagai orang yang terpaksa (maksudnya, terpaksa dalam mematuhi perintah-Nya), tetapi hujamkanlah pisau itu pada leherku, biar para malaikat tahu bahwa putera Al Khalil taat kepada Allah dan kepada perintah-Nya dengan pilihannya sendiri”.
Maka Ibrahim pun menjulurkan kedua tangan dan kaki anaknya itu tanpa ikatan, lalu Beliau palingkan wajahnya ke tanah. Setelah itu beliau menggorokkan pisaunya ke leher anaknya dengan segenap kekuatan yang ada padanya, namun pisau itu berbalik dan tidak mampu memotong dengan izin Allah Taala.
Maka Ismail as. berkata : “Wahai ayahku, kekuatanmu menjadi lemah gara-gara cintamu kepadaku, sehingga ayah tidak mampu menyembelihku”.
Lantas Ibrahim menghantamkan pisau itu ke batu, maka batu itu pun terbelah menjadi dua. Ibrahim as. berkata : “Engkau mampu memotong batu, namun tidak mampu memotong daging”.
Tiba-tiba pisau itu menjawab dengan kekuasan Allah Taala, katanya : “Hai Ibrahim, engkau berkata “potonglah”. Sedang Tuhan semesta alam berfirman “jangan potong”. Maka bagaimanakah aku dapat memenuhi perintahmu, tetapi durhaka kepada Tuhanmu?”.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Dan Kami panggil! dia : “Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu (tentang apa yang engkau lihat dalam mimpi itu), sehingga nyatalah bagi hamba-hamba-Ku yang lain bahwa engkau lebih menyukai keridaan-Ku daripada cinta kepada anakmu. Dan dalam pada itu, engkau termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbuat kebajikan. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (yakni yang taat kepada perintah-Ku)
Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Maksudnya : penyembelihan ini adalah cobaan yang jelas dan ujian yang terang, yang dengannya bisa dibedakan mana orang yang ikhlas dan mana yang tidak. Atau, ujian yang nyata kesukarannya, karena tidak ada lagi yang lebih sukar daripadanya.
Dan Kami tebus anak itu. Maksudnya : Kami selamatkan anak yang disuruh sembelih itu. Dengan seekor sembelihan yang besar, dari surga. Yaitu seekor domba yang pernah dikorbankan oleh Habil dan diterima oleh Allah. Domba itu memang berada di dalam surga dalam keadaan hidup, sehingga akhirnya digunakan untuk menebus Ismail as. domba itu bertubuh besar. Jibril as. datang memanggul domba itu hingga dia melihat
Ibrahim tengah menggorokkan pisaunya pada leher Ismail as. Maka Jibril as., karena mengagungkan Allah Taala dan kagum pada Ibrahim, mengucapkan : “Allahu Akbar, Allahu Akbar!’.
Ibrahim as. menyambung : “Laa Ilaahaillallaah, wallaahu Akbar!” Lalu disambung pula oleh Ismail as. : “Allaahu Akbar wa Lillaahil Hamd”.
Agaknya Allah memandang baik kalimat-kalimat ini, maka Dia mewajibkan kita untuk membacanya pada hari-hari Nahr, mengikuti jejak Nabi Ibrahim as.
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Seandainya penyembelihan itu benar-benar terlaksana, niscaya penyembelihan manusia atas anak-anak mereka akan menjadi suatu tradisi”. Dalam pada itu, Abu Hanifah rahimahullah, telah menjadikan ayat ini sebagai rujukan mengenai orang yang bemazar akan menyembelih anaknya, bahwa dia wajib menyembelih seekor domba.
Dirwayatkan bahwa, Ismail as. pemah berkata kepada ayahnya : “Ayahkah yang dermawan atau saya?”.
“Aku”, jawab Ibrahim as.
“Justru saya”, kata Ismail. “Karena ayah masih mempunyai anak yang lain, sedang saya hanya memiliki satu nyawa”.
Lantas Allah berfirman : “Aku lebih dermawan daripada kalian berdua, karena Aku telah memberi tebusan kepada kalian dan menyelamatkan kalian dari derita penyembelihan”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan bahwa, para malaikat merasa kagum akan kemuliaan Nabi Ismail as. di sisi Tuhan semesta alam, karena Dia telah mengirim dari surga seekor domba yang dipanggul di atas leher Jibnii as., sebagai tebusan baginya. Aliah Taala berfirman : “Demi keperkasaan dan Keagungan-Ku, seandainya seluruh malaikat memanggul di atas leher mereka tebusan bagi Ismail, maka itu masih belum sebanding dengan perkataan Ismail : “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan kepadamu. Insya Allah, ayah akan mendapati saya termasuk orang-orang yang sabar”.
Konon, ketika Nabi Ibrahim as. bermimpi untuk pertama kalinya, maka Beliau memilih 100 ekor domba yang paling gemuk, lalu disembelihnya. Kemudian datangiah api melahapnya, sehingga Ibrahim menyangka bahwa Beliau telah memenuhi perintah dalam mimpinya. Namun, ketika Beliau mimpi lagi, maka sadarlah Beliau bahwa mimpi itu datang dari Allah. Maka Beliau memilih 100 ekor unta yang paling gemuk, lalu disembelinnya. Kali ini pun, api datang melahap unta-unta tersebut, sehingga Ibrahim menyangka telah memenuhi perintah dalam mimpinya itu. Tetapi ketika Beliau bermimpi lagi untuk yang ketiga kalinya, seolah-olah ada yang mengatakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala menyuruhmu agar menyembelih anakmu, Ismail”. Maka terjagalah Ibrahim, kemudian Beliau mendekap anaknya sambil menangis hingga pagi hari. (Majalisul Abrar).
Konon, setelah Allah Taala mengangkat Ibrahim as. Sebagai Al Khalil, maka berkatalah para malaikat : “Ya Tuhan kami, Ibrahim itu mempunyai harta, anak dan istri, maka bagaimana bisa dia menjadi Khalil-Mu dengan adanya hal-hal yang menyibukkan seperti itu?”. ,
Allah Taala menjawab : “Janganlah kamu memandang kepada rupa hamba-Ku atau kepada hartanya, tetapi pandanglah kepada hati dan amal-amalnya. Dan dalam hati Khalil-Ku itu tidak ada rasa cinta kepada selain Aku. Kalau kamu ingin tahu, maka pergilah kepadanya dan cobalah dia”.
Syahdan, maka Jibril pun menyamar sebagai seorang manusia lalu datang menemui Ibrahim as. Pada saat itu, Nabi Ibrahim mempunyai 12 ribu ekor anjing pemburu dan penjaga domba-dombanya. Bayangkan saja, berapa banyak jumlah domba-domba Nabi Ibrahim itu. Setiap ekor anjing mengenakan kalung terbuat dari emas, supaya disadari bahwa dunia ini sebenarnya najis, dan yang najis itu hanya pantas untuk yang najis pula.
Saat itu, Nabi Ibrahim sedang berdiri di atas sebuah bukit sambil memandang kepada domba-dombanya lalu Jibril as. mengucapkan salam kepada Beliau seraya bertanya : “Milik siapakah domba-domba ini?”.
“Kepunyaan Allah”, jawab ibrahim. “Tetapi sekarang ada di tangan saya”.
Kemudian Jibril berkata : “Berilah saya sedekah seekor dari domba-domba itu”. –
Nabi Ibrahim menjawab : “Sebutlah nama Allah, dan ambillah sepertiganya”. ‘
Kemudian Jibril as. mengucapkan : “Subbuhun quddus Rabbuna wa Rabbul Malaaikati war Ruuh”.
Ibrahim as. berkata pula : “Ucapkanlah sekali lagi, maka silahkan ambil separuhnya”. Maka Jibril pun mengucapkan kembali kalimat tersebut.
Kemudian Ibrahim berkata pula : “Ucapkanlah sekali lagi dan ambillah seluruhnya, berikut pengembala dan anjing-anjingnya”. Lalu Jibril mengucapkan kalimat tersebut untuk yang ketiga kalinya. Nabi Ibrahim berkata kembali : “Ucapkanlah kalimat tersebut untuk yang keempat kalinya maka aku akan mengaku menjadi hamba sahayamu”. Lalu Jibril pun mengucapkannya untuk yang keempat kalinya.
Maka, Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, bagaimana engkau dapati Khalil-Ku?”.
Jibril menjawab : “Sebaik-baik al Khalil, Ya Allah”.
Sementara itu, Nabi Ibrahim as. berseru : “Hai para pengembala, giringlah dombadomba itu di belakang pemiliknya yang baru ini, kemana pun dia mau. Karena sesungguhnya kamu sekalian sekarang menjadi miliknya”. Namun, tiba-tiba Jibril membuka penyamarannya seraya berkata : “Hai Ibrahim, aku tidak memerlukan semua itu. Aku datang hanya sekedar untuk mengujimu”.
Namun Nabi Ibrahim menjawab : “Aku adalah Khalil Allah, aku tidak akan menarik kembali pemberianku kepadamu”.
Oleh karena itu, Allah Taala mewahyukan kepada Ibrahim as. supaya menjual domba-dombanya, lalu uangnya dibelikan sawah dan pekarangan, kemudian diwakafkan, yang hasilnya bisa dimakan baik oleh orang-orang miskin maupun orang-orang kaya, sampai hari kiamat. (Misykatul Anwar)
Ada ulama yang mengatakan bahwa, barangsiapa memiliki 20 mitsqal emas, atau 200 dirham perak, setelah terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang pokok, maka dia termasuk orang yang kaya. Kalau dia memiliki selain dirham dan dinar, maka hendaklah dia memperhatikan, kalau miliknya itu senilai dengan 200 dirham, maka dia adalah orang kaya. Oleh karena itu dia wajib berkorban. Tetapi kalau nilainya tidak sampai demikian, maka tidak wajib.
Dan ada pula yang berpendapat, bahwa pemilik sawah atau tanah pekarangan adalah seorang kaya, jika sawahnya itu bernilai 200 dirham. Dan juga pemilik anggur, kalau anggurnya itu seharga 200 dirham, secara sepakat dia adalah orang kaya. Karena anggur itu untuk memenuhi kesenangan, bukan untuk kebutuhan pokok. Sebab manusia bisa hidup tanpa buah-buahan. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Waaizin)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub, ketika dia menyeru Tuhannya : “Sesungguhnya aku diganggu oleh setan dengan kepayahan dan siksaan”. (AS. Shad : 41) Tafsir :
(. ) Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub, yaitu Ayyub bin Ish bin ishak as.
(. ) ketika dia menyeru Tuhannya. Kalimat ini adalah badal dari kata abdana ( ), sedang Ayyub adalah athaf bayan dari abdana.
(. ) Sesungguhnya aku diganggu. Hamzah membaca massaniya (. ) dengan sukun menjadi massani (. ), dan digugurkan ya (. ) nya ketika di-washal-kan.
(. ) oleh setan dengan nushbin, yakni kepayahan.
(. ) dan azab, yakni penyakit.
Firman Allah ini menceritakan tentang perkataan Nabi Ayyub as. Ketika Beliau menyeru Tuhannya. Karena kalau bukan menceritakan perkataan Beliau, tentu redaksi kalimat itu akan berbunyi : innahu massahu (sesungguhnya dia diganggu setan). Adapun sebab dinisbatkannya gangguan itu kepada setan, boleh jadi karena Allah Taala menimpakan siksaan (penyakit) itu kepada Ayyub, ketika setan telah berhasil melaksanakan gangguannya. Sebagaimana dikatakan orang bahwa, Nabi Ayyub pernah membanggakan hartanya yang banyak : atau karena ada seseorang yang teraniaya minta tolong kepada Beliau namun Beliau tidak menolongnya, atau karena ternak-ternaknya berada di wilayah Seorang raja kafir, lalu Beliau hanya membujuknya saja dan tidak memeranginya: atau karena permohonan setan kepada Allah untuk menguii kesabaran Ayyub, dengan demikian, perkataan Ayyub itu hanya sebagai pengakuan dosa atau memelihara kesopanan saja atau karena setan telah mengganggu para pengikut Ayyub, sehingga mereka membuang dan mengusir Beliau dari kampung halaman mereka : atau yang dimaksud dengan kepayahan dan siksaan, adalah cobaan besar dan keputus asaan terhadap rahmat Allah, yang digunakan oleh setan untuk mengganggu Ayyub di kala sakitnya dan memperdayai Beliau agar Beliau merasa cemas. (Qadhi Baidhawi)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa padanya barang seberat atom atau sebiji pun”.
Dalam khabar disebutkan :
Apabila seseorang hamba ditinggal! mati oleh anaknya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Sudahkah kamu cabut nyawa buah hatinya?”. Para malaikat menjawab : “Ya, sudah”. Allah Taala kembali bertanya : “Apa kata hamba-Ku itu?” Malaikat menjawab : “Dia tetap memuji-Mu, bersyukur dan beristirja dengan mengucapkan : “innaa lillaahi wa inna ilaihi raaji’uun” (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali)”. Maka Allah Taala berfirman : “Bangunkanlah untuk hamba-Ku itu sebuah rumahdidalam surga, dan berilah nama rumah itu dengan sebutan Baitul Hamdi (rumah pujian)”. (Zubdatul Waizin)
Dari Wahab bin Munabbih, dia berkata : “Saya dapatididalam kitab Taurat empat baris kalimat berturut-turut : yang pertama berbunyi : barangsiapa membaca Kitab Allah Taala, lalu dia menyangka bahwa dia tidak akan diampuni, maka dia adalah termasuk orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat Allah. Yang kedua berbunyi : barangsiapa merendahkan diri kepada orang kaya karena kekayaannya, maka sesungguhnya dia telah kehilangan dua pertiga agamanya. Yang ketiga berbunyi : barangsiapa bersedih hati karena sesuatu yang telah luput darinya berarti dia jengkel pada ketentuan (gadha) Tuhannya. Yang keempat berbunyi : barangsiapa mengadukan musibah yang telah menimpanya kepada orang lain, maka sebenarnya dia tengah mengadukan Tuhannya”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya pahala yang paling besar itu bersama cobaan yang paling besar pula. Dan sesungguhnya, apabila Allah mencintai seseorang hamba, maka Dia akan mencobanya, jika si hamba sabar maka Allah akan memilihnya (ijtabbahu), dan jika si hamba rela maka Allah akan memilihnya (ishthafaahu) (secara lebih khusus)”.
Sebagaimana dicerikan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. pernah pergi bersama Yusya bin Nun. Tiba-tiba datang seekor burung berwarna putih lalu hinggap di pundak Beliau seraya berkata : “Wahai Nabi Allah, lindungilah saya pada hari ini dari pembunuhan”.
Nabi Musa bertanya : “Dari siapa?”
“Dari burung pemburu, dia hendak memangsaku”, jawab burung putih itu dengan ketakutan. Kemudian dia masuk ke dalam lengan baju Nabi Musa. Sekonyong-konyong burung pemburu itu telah beradadihadapan Beliau, lalu berkata : “Wahai Nabi Allah, jangan: lah Tuan menghalangiku dari buruanku!”.
Nabi Musa berkata : “Aku akan menyembelihkan untukmu seekor dombaku”.
Burung pemburu itu menjawab : “Daging domba tidak cocok untukku”.
“Kalau begitu, makanlah daging pahaku”, kata Nabi Musa pula.
Tetapi burung pemburu itu tidak mau, lalu ia berkata : “Aku hanya akan memakan dua biji mata Tuan”.
Maka Nabi Musa pun terlontang, lalu burung pemburu itu hinggap di atas dada BeIiau, dan hondak momatok kedua byi mata Beliau dengan paruhnya. Lantas Yusya berkata : “Ya Nabi Allah, Tuan pandang remeh kedua biji mata Tuan hanya demi keselamatan burung ini?”.
Lalu burung putih Itu keluar dari lengan baju Nabi Musa, kemudian terbang sambil! dikojar olah burung pemburu itu. Tidak lama kemudian keduanya datang lagi. lalu salah satu dar koduanya memperkenaikan diri : “Saya adalah Jibril”. Yang lain berkata : “Dan saya Mikail. Kami diperintahkan oleh Tuhan kami untuk mengujimu terhadap gadha Tuhanmu, sabarkah engkau atau tidak?”. (Zubdatul Waizin).
Ibnu Mubarak berkata : “Musibah itu sebenarnya hanya satu, namun apabila orang yang terkena musibah itu menyesalinya, maka musibah itu menjadi dua. Yang pertama adalah musibah itu sendiri, dan yang kedua adalah hilangnya pahala musibah itu, padahal pahalanya lebih besar daripada musibah itu sendiri”.
Dan juga diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Sabar itu ada tiga macam : sabar terhadap musibah, sabar untuk melakukan ketaatan, dan sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan.
Barangsiapa sabar atas musibah, maka akan dituliskan baginya tiga ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah seperti jarak antara langit dan bumi. Dan barangsiapa sabar untuk melakukan ketaatan, maka akan dituliskan baginya enam ratus derajat, yang jarak antara dua derajat adalah seperti jarak antara batas bumi yang teratas dan ujung bumi yang tujuh. Dan barangsiapa sabar untuk tidak melakukan kemaksiatan, maka dituliskanlah baginya sembilan ratus derajat, yang jarak antara dua derajat seperti jarak antara Arsy dan bumi”. (Zubdatul Waizin)
Dikisahkan, bahwa Ayyub bin Ish bin Ishag as. adalah seorang Romawi, sedangkan ibunya dalah puteri Nabi Luth as. Ayyub as. adalah seorang yang berakal cerdas, pembersih, penyantun dan bijaksana. Sedang ayahnya adalah seorang yang kaya raya, memiliki ternak unta, lembu, kambing, kuda, bighal dan keledai. Pada waktu itu,dinegeri Syam tidak ada seorang pun yang menyamai kekayaannya. Dan setelah ayah Beliau meninggal dunia, maka seluruh harta kekayaan ayahnya itu pindah kepada Nabi Ayyub as. Beliau menikah dengan Rahmah, puteri Afrayim bin Yusuf as.
Dari istrinya itu, Nabi Ayyub as. dianugerahi Allah duabelas kali mengandung, dan setiap kandungan istrinya itu berisi anak laki-laki dan anak perempuan. Kemudian Allah mengutus Nabi Ayyub sebagai rasul kepada kaumnya, yaitu penduduk negeri Hauran dan Tih. Dan Allah memberinya budi pekerti yang luhur dan perasaan yang belas kasih, yang tidak seorang pun menyalahinya dengan cara mendustakannya atau mengingkarinya dalam hal kemuliaan Beliau dan kemuliaan nenek moyangnya. Kemudian Ayyub mensyariatkan beberapa syariat buat kaumnya itu serta membangunkan beberapa Masjid untuk mereka. Ayyub mempunyai beberapa jamuan yang dihidangkannya untuk para fakir miss kin dan tamu-tamu. Bagi anak-anak yatim, Ayyub adalah laksana seorang bapak yang penuh kasih sayang. Bagi janda-janda, Beliau laksana seorang suami yang lembut. Bagi Orang-orang yang lemah, Beliau laksana seorang saudara yang penuh belas kasih. Ayyub menyuruh wakil-wakil dan orang-orang kepercayaannya supaya tidak menolak siapa pun dari kebun dan buah-buahannya. Sedang binatang ternaknya setiap tahun bertambah banyak. Akan tetapi Beliau sedikit pun tidak merasa senang dengan semua itu, Beliau berkata : “Tuhanku, ini adalah pemberian-pemberian-Mu kepada hamba-hamba-Mudidalam penjara dunia. Maka betapa pula dengan pemberian-pemberian-Mudidalam surga kepada mereka yang mendapatkan kemuliaan-Mudinegeri perjamuan-Mu?’
Sementara itu, hati Ayyub tidak pernah lalai dari bersyukur atas nikmat-nikmat Tuhannya, dan lisannya tidak pernah berhenti dari menyebut asma-Nya, sehingga Iblis menjadi sangat dengki kepadanya, katanya : “Sesungguhnya Ayyub benar-benar telat. memperoleh dunia dan akhirat”. Terjemah Durratun Nasihin
Iblis bermaksud akan menghancurkan Ayyub pada salah satu dari dunia atau akhirat. nya, atau kedua-duanya. Pada masa itu, Iblis yang terkutuk itu biasa naik ke langit yang ke tujuh, lalu berhenti di mana saja yang dia suka. Pada suatu hari, seperti biasanya. Iblis naik ke sana. Maka Allah Yang Maha Perkasa menegurnya : “Hai makhluk yang terkutuk, bagaimana engkau melihat hamba-Ku, Ayyub, dan apakah engkau memperoleh sesuatu darinya?”.
Iblis menjawab : “Tuhanku, sebenarnya Ayyub menyembah-Mu karena Engkau telah memberinya kekayaan dunia dan kesejahteraan. Kalau bukan karena itu, tentu dia tidak akan menyembah-Mu, sebab dia adalah hamba dari kesejahteraan”.
“Kau berdusta”, sanggah Allah Taala. “Karena sesungguhnya Aku tahu, bahwa dia akan tetap menyembah dan bersyukur kepada-Ku, sekalipun dia tidak memiliki kekayaan dunia”.
“Berilah aku kuasa atasnya, Ya Tuhan”, pinta Iblis. “Kemudian lihatlah, bagaimana aku akan membuatnya lupa dari menyebut asma-Mu, dan aku bikin dia lalai dari beribadat kepada-Mu”.
Maka Allah pun memberi kuasa kepadanya untuk melakukan apa saja terhadap Ayyub, selain ruh dan lidahnya. Iblis pulang dengan gembira, lalu dia pergi ke tepi pantai. Disana, dia berteriak sekeras-kerasnya, sehingga tidak seorang jin pun, baik laki-laki maupun perempuan, melainkan datang semua mengerumuninya. Kemudian mereka bertanya : “Apakah gerangan yang telah menimpamu, wahai pemimpin kami?’.
Iblis menjawab : “Sesungguhnya aku telah mendapatkan kesempatan yang belum pernah aku dapatkan sejak aku mengeluarkan Adam dari dalam surga. Karenanya, bantulah aku menggoda Ayyub””.
Maka setan-setan itu pun cepat-cepat menyebar, lalu mereka bakar dan hancurkan tiap-tiap harta Ayyub as. Kemudian Iblis berangkat menemui Ayyub as. Ketika itu Ayyub sedang salat di dalam Masjid. Iblis menegur :
“Apakah engkau akan tetap menyembah Tuhanmu dalam keadaan yang merupakan bencana bagimu ini?. Sedang Dia telah mengirim api dari langit membakar seluruh harta bendamu sampai menjadi abu!
Nabi Ayyub as. tidak segera menjawab perkataan Iblis tersebut. Beliau menyelesaikan salatnya dulu, baru kemudian Beliau berkata : “Segala puji bagi Allah yang telah memberi kepadaku, kemudian mengambilnya kembali dariku”. Kemudian Beliau berdiri kembali lalu melanjutkan salatnya. Maka pergilah Iblis tanpa hasil. Terhina dan menyesali perbuatannya.
Nabi Ayyub as. mempunyai 14 orang anak, 8 laki-laki dan 6 perempuan. Tiap hari. mereka makandirumah salah seorang saudara mereka. Pada hari itu, mereka sedang beradadirumah saudara mereka yang tertua, yang bernama Harmal. Sekonyong-konyong datanglah rombongan setan-setan mengepung rumah itu, kemudian merobohkannya sehingga menimpa anak-anak Ayyub as. maka matilah semua anak-anak Ayyub menjadi satu. Di antara mereka ada yang pada mulutnya masih terdapat sesuap makanan, ada pula yang tangannya masih memegang gelas.
Kemudian Iblis pergi menemui Ayyub as., yang saat itu masih melaksanakan salat. Iblis menegurnya : “Apakah engkau masih juga tetap menyembah Tuhanmu, sedangkan Dia telah merobohkan rumah menimpa anak-anakmu, sehingga mereka semuanya binasa?!”
Ayyub as. sama sekali tidak menjawab perkataan Iblis itu. Beliau meneruskan salat: nya sampai selesai. Usia salat, barulah Beliau berkata : “Hai makhluk terkutuk, segala puji bagi Allah yang telah memberi kepadaku dan kemudian mengambil kembali dariku. Harta dan anak-anak adalah cobaan bagi laki-laki dan perempuan. Allah telah mengambil coba: an itu dariku agar aku dapat beribadah sepenuhnya kepada Tuhanku”. Maka pergilah Iblis tanpa membawa hasil. Dalam koadaan rugi dan marah.
Kemudian Iblis mendatangi Ayyub lagi kotika Beliau sedang salat. Pada saat Beliau . melakukan sujud, Iblis menghembus pada hidung dan mulut Ayyub. Maka badan Ayyub menjadi bengkak dan mengeluarkan keringat dengan deras. Beliau merasakan suatu perasaan yang tidak enak pada dirinya. Istrinya, Rahmah, menghibur, katanya : “Int adalah akibat kesedihan terhadap harta dan bencana yang menimpa anak-anak. Sedang di waktu malam, kanda tetap salat dan siangnya berpuasa, tanpa istrirahat sesaat pun. Dan tidak pernah kanda merasakan suatu kelegaan pun”.
Kemudian, pada tubuh Ayyub muncul penyakit cacar, yang menutupi seluruh tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki. Lalu mengalirlah nanah daripadanya, sedang didalamnya terdapat ulat. Kerabat dan kawan-kawan Ayyub akhirnya menjauhi Beliau.
Ayyub mempunyai tiga orang istri, dua di antaranya kemudian minta cerai. Beliau pun menceraikan keduanya. Tinggallah kini istrinya yang bernama Rahmah, yang dengan setia melayani dan merawat Beliau siang dan malam. Sampai ada beberapa wanita tetangga mereka datang dan menegurnya : “Hai Rahmah, kami kuatir kalau penyakit Ayyub itu menular kepada anak-anak kami. Keluarkanlah dia dari lingkungan kami. Kalau tidak, kami akan mengusirmu dengan cara paksa”.
Rahmah pun keluar. Pakaian-pakaiannya diikatkan pada punggungnya, kemudiandi berteriak : “Aduhai, seiamat tinggal. Aduhai, selamat berpisah!. Mereka telah mengeluarkan kami dari negeri kami. Mereka telah mengusir kami dari kampung halaman kami!”.
Rahmah menggendong suaminya diatas punggungnya, sedang air matanya mengalir membasahi pipinya. Dia pergi sambil menangis menuju ke sebuah reruntuhan gedung yang dipergunakan untuk pembuangan sampah. Kemudian diletakkannya Ayyub di atas sampah. Orang-orang kampung keluar, lalu melihat keadaan Ayyub, kemudian mereka berkata : “Bawalah pergi suamimu dari kami. Kalau tidak, akan kami lepaskan anjinganjing kami, biar mereka memangsanya”.
Maka Rahmah pun mengendong suaminya kembali sambil menangis, sampai akhirnya dia tibadisuatu persimpangan jalan. Kemudian diletakkannya suaminyadisana. Rah:mah mengambil kapak dan tambang. Lalu dibangunnya sebuah rumah dari kayu. Kemudian dibawanya abu lalu dihamparkannyadilantai rumahnya, dan diambilnya pula batubatu buat sandaran Ayyub as. Kemudian diambilnya sebuah mangkuk besar yang biasa dipakai oleh para pengembala untuk memberi minum binatang ternak mereka, lalu berangkatlah ia menuju ke kampung. Ayyub berseru : “Hai Rahmah, kembali. Kuberi wasiat kau, bila kau ingin pergi dariku dan meninggalkan akudisini”.
“Jangan kuatir, wahai Tuanku”, jawab Rahmah. “Selagi nyawa ada dalam tubuhku, aku tidak akan meninggalkanmu”.
Rahmah pun pergi ke kampung.Disana, dia bekerja setiap hari sebagai buruh pemotong roti, buat memberi makan Ayyub. Namun akhirnya orang-orang kampung itu tahu bahwa dia adalah istri Ayyub. Maka mereka tidak mau lagi memberinya makan. Kata mereka : “Enyaniah kau dari kami kami sangat jijik melihatmu”.
Maka Rahmah pun menangis, seraya berkata : “Oh Tuhanku, Engkau tahu keadaanku, telah sempit bumi ini bagiku, sedang orang-orang merasa jijik terhadap kamididunia, maka janganlah Engkau jijik terhadap kami, Oh Tuhan, diakhirat. Dan mereka telah mengusir kami dari negeri kami, maka janganiah Engkau mengusir kami pula dari negeri-Mu dihari kiamat”.
Kemudian Rahmah pergi menemui istri tukang roti, lalu berkata : “Suamiku Ayyub sedang kelaparan. Tolong hutangi saya rotil!”.
Istri tukang roti itu malah mengusirnya, katanya : “Enyalah dariku agar suamiku tidak melihatmu!”. Kemudian dia berkata : “Engkau akan kuberi roti asalkan engkau berikan kepadaku jalinan rambutmu itu!”.
Rahmah mempunyai dua belas jalinan rambut yang panjangnya sampai ke tanah Dia sangat cantik, mirip dengan kakeknya Nabi Yusuf as. sedang Nabi Ayyub sangar menyukai jalinan rambutnya itu.
Rahmah lalu mengambil gunting, kemudian dipotongnya jalinan rambutnya itu dan diberikannya kepada istri tukang roti itu, ditukar dengan empat potong roti. Rahmah berka. ta: “Ya Tuhan, sesungguhnya ini adalah demi taat kepada suamiku, dan demi member makan kepada nabi-Mu, Ayyub, telah aku jual jalinan rambutku”.
Ketika Nabi Ayyub melihat roti yang masih segar, Beliau merasa curiga, jangan-a. ngan istrinya telah menggadaikan diri, sehingga Beliau terlanjur bersumpah, bila Allah menyembuhkannya, maka pasti akan Beliau dera istrinya itu seratus kali. Ini adalah seperti yang diceritakan Allah dalam firman-Nya mengenai kaffarat istri Ayyub :
Artinya : “Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), lalu pukullah (istamu) dengan itu, dan janganlah engkau melanggar sumpah”.
Setelah Rahmah menceritakan kisahnya kepada suaminya, maka menangislah Ayyub, lalu berkata : “Oh Tuhanku, aku telah kehabisan daya upayaku, sehingga istn Nabi-Mu sampai menjual rambutnya dan menafkahkannya kepada diriku”.
Namun Rahmah menghiburnya, katanya : “Sekarang kanda jangan bersedih hati. Karena rambut akan tumbuh kembali lebih indah dari semula”.
Kemudian Rahmah memotong-motong roti itu, lalu disuapkannya kepada Ayyub, sementara dia dudukdisamping Beliau. Sedang Ayyub, tiap kali ada seekor ulat jatuh dan badannya, maka dikembalikannya lagi ke tempatnya semuladibadannya, sambil berkata : “Makanlah dari apa yang telah Allah rezekikan kepadamu!”. Maka tidak ada lagi daging yang tertinggal pada tubuhnya selain tulang-tulang, otot-otot dan sarai-sarat belaka. Sehingga ketika matahari terbit cahayanya dapat menembus dari depan badan Ayyub
Sampai ke belakangnya. Sedang yang tersisa dari tubuh Ayyub yang mulia itu sudah tidak ada lagi selain dari hati dan lidahnya. Hatinya tidak pernah berhenti dari bersyukur kepada Allah, dan lidahnya tidak pernah putus dari menyebut asma Allah.
Menurut salah satu riwayat, Ayyub menderita sakit selama 18 tahun. Pada suatu hari, Rahmah berkata kepada Beliau : “Kanda adalah seorang nabi yang muliadisisi Tuhanmu. Bagaimana kalau kanda memohon kepada Allah agar menyembuhkan kanda?”.
Nabi Ayyub balik bertanya : “Berapa lama kita dahulu mengenyam kesenangan?”
“Delapan puluh tahun”, jawab istrinya.
“Nah”, kata Ayyub pula. “Aku malu kepada Allah Taala untuk memohon kepada-Nya. karena lama cobaan yang ditimpakan-Nya kepadaku belum lagi mencapai lama kesenanganku.
Tatkala sudah tidak ada lagi yang tersisa pada tubuh Ayyub secuil daging pun, maka ulat-ulat itu mulai saling memangsa sesama mereka, hingga akhirnya tinggal dua ekor ulat saja. Kedua ekor ulat itu kemudian berputar-putardisekujur tubuh Ayyub, mencari makanan, namun karena tidak mereka jumpai daging secuil pun selain hati dan lidah Ayyub, maka salah seekor dari dua ulat itu lalu menggigit hati Ayyub, sedang yang seekor lag! menggigit lidah Beliau. Maka pada saat itu, barulah Ayyub berdoa kepada Tuhannya, katanya : .
Artinya : “Sesungguhnya aku telah ditimpa bahaya (yakni cobaan berat), sedang Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang”.
Tetapi ini bukan suatu keluhan. sehingga dengan mengucapkan kata-kata itu, Ayyub ndak dianggap telah keluar dan golongan orang-orang yang sabar Karenanya. Allah Taala berfirman mengenai Ayyub :
Artinya : “Sesungguhnya Kami dapati dia seorang yang sabar”.
Karena Ayyub tidak merasa cemas karena harta dan anak-anaknya. melainkan cemas karena kuatir terputus dan Tuhan. Seolah-olah Beliau berkata : “Wahai Tuhanku, aku sabar atas segala cobaan-Mu, selama hatiku sibuk mencintaMu dan lidahku sibuk menyebut asma-Mu. Namun apabila kedua anggota ini telah lenyap pula dariku. maka akan terputusiah aku dan-Mu, sedang aku tidak akan tahan terputus dan-Mu. Sedang Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang.
Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Ayyub : “Har Ayyub. lidah adalah kepunyaan-Ku, hati dan ulat pun kepunyaan-Ku, dan rasa sakit pun dan-Ku, mengapa cemas?”
Sementara itu ada pula yang mengatakan, bahwa Allah Taaia telah mewahyukan kepada Beliau : “Sesungguhnya ada tujuh orang nabi yang meminta cobaan ini kepadaKu, namun Aku telah memilihnya untukmu, sebagai penambah kemuliaanmu. Maka ini bagimu adalah suatu cobaan dalam rupanya saja, sedang pada hakekatnya merupakan suatu kecintaan”.
Sebenarnya Ayyub merasa cemas apabila hati dan lidahnya termakan pula, karena Belau sibuk memikirkan dan mengingat Allah Taala. Seandainya sampai termakan, maka tentu Beliau tidak akan bisa lagi sibuk memikirkan dan mengingat Allah Taala. Kemudian Allah Taala menjatuhkan kedua ulat itu dan tubuh Ayyub. Salah seekor ulat itu jatuh ke aw, lalu berubah menjadi lintah yang bisa dijadikan obat untuk beberapa penyakit, dan yang lain jatuhdidarat lalu berubah menjadi seekor lebah yang bisa mengeluarkan madu yang mengandung obat bagi umat manusia.
Setelah itu, datanglah Jibril as. sambil membawa dua buah delima dari surga. Ayyub berkata : “Hai Jibni, apakah Tuhanku menyebut aku?”.
“Ya”, jawab Jibni. “Dia mengucapkan selamat kepadamu dan menyuruhmu supaya memakan dua buah delima ini, niscaya engkau akan sembuh kembali, begitu pula daging dan tulangmu akan utuh seperti sediakala”.
Setelah Ayyub memakan dua buah delima tersebut, Jibn! kembali berkata : “Berdirilah engkau dengan izin Allah!” Ayyub pun berdiri, kemudian Jibni berkata : “Jejakkan kakimu!”.
Ayyub menjejakkan kaki kanannya, maka keluarlah air yang mengalir. Kemudian Belau mandi dengan air itu. Setelah itu, Beliau menjejakkan kaki kinnya, maka memancariah air yang sejuk, lalu Beliau meminumnya. Seketika itu juga, lenyaplah segala penyakit yang selama ini Beliau denta, lahir dan batin. Bahkan ternyata, badan Belia sekarang lebih gagah daripada semula, dan wajahnya lebih cemerlang dibandingkan rembulan. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya :
Artinya : “Maka Kami pun memperkenankan baginya (yakni menerima doanya), lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya, dan Kami kembalikan keluarganya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka”.
Muqatil berkata : “Allah menghidupkan mereka kembali, dan memberi pula kepada Beliau anak-anak lainnya sebanyak mereka”.
Sedang Adh Dhahhak mengatakan : “Allah Taala mewahyukan kepada Beliau, “Mau. kah engkau Aku bangkitkan mereka kembali?” Ayyub menjawab, “Ya Tuhanku, biarkan merekadidalam surga”.
Dengan demikian, Allah akan mendatangkan kembali kepada Beliau keluarganya kelakdiakhirat, sedangkan di dunia Allah menganugerahkan kepada Beliau seumpama mereka, yakni dengan dilahirkannya untuk Beliau anak-anak sebanyak mereka.
Artinya : “Sebagai suatu rahmat (nikmat) dari sisi Kami (untuk Ayyub) dan untuk menjadi peringatan (yakni pelajaran) bagi semua yang menyembah Allah”.
Supaya dengan demikian orang-orang tahu, bahwa cobaan-Ku yang terberat ditimpakan kepada para nabi, kemudian kepada para wali, kemudian kepada orang-orang yang utama, lalu orang-orang utama berikutnya, lalu mereka berbuat seperti perbuatan orang. orang tersebut, dan bersama seperti orang-orang itu telah bersabar.
Dari itu dapat diketahui bahwa, jalan menuju Allah Taala itu lebih dekat kepada sabar menghadapi cobaan daripada kepada sabar ketika menerima anugerah atau karunia.
Diriwayatkan bahwa, Asy Syibli rahimahullah, pernah diopnamedirumah sakit. Kemudian ada beberapa orang membesuknya. Mereka mengatakan : “Kami adalah orangorang yang mencintai Tuan, dan kami datang untuk membesuk Tuan”.
Asy Syibli melempari mereka dengan batu hingga mereka lari. Kata Asy Syibli : “Kalau kalian memang benar-benar mencintai aku, tentu kalian akan bersabar terhadap penyakitku”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Bersabar sesaat atas suatu kemalangan adalah lebih baik daripada beribadat satu tahun”.
Oleh karena itu ada yang mengatakan : “Orang yang bersabar itu lebih utama daripada orang yang bersyukur. Sebab orang yang bersyukur itu hanya disertai oleh tambahan (yang diberikan Allah karena syukurnya itu), sebagaimana firman Allah Taaia :
Artinya : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu”.
Sedangkan orang yang bersabar disertai oleh Allah, Taala, sebagaimana firman-Nya :
Artinya : “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. Dan juga diriwayatkan dari Muhammad bin Muslimah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ,
Artinya : “Tidak baik bagi seorang hamba yang tidak pernah kehilangan hartanya atau sakit badannya. Karena sesungguhnya, apabila Allah mencintai seseorang hamba, maka Dia akan mencobanya, dan jika dia dicoba, maka dia bersabar” (Demikian disebutkan dalam kitab Zubdatul Nasihin)
Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Abid Dunya, tentang sabar, dan oleh Abusy Syaikh. tentang pahala, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al jami’ush Shaghur, dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
“Sabar itu ada tiga (maksudnya : macam-macam sabar dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengannya ada tiga) : Sabar atas musibah (hingga tidak jengkel karenanya), sabar atas ketaatan (hingga dilaksanakannya), sabar dari maksiat (hingga tidak terjerumus ke dalamnya). Maka barangsiapa sabar atas musibah (maksudnya atas kemalangan-kemalangan hingga dia dapat menolaknya dengan cita-citanya yang baik) Allah akan mencatatkan baginya (yakni mentakdirkan, atau menyuruh tulisdiLauhul Mahfuz dan catatan-catatan amal) tiga ratus derajat (yakni kedudukan yang tinggi di dalam surga), yang jarak antara tiap-tiap dua derajat sama seperti jarak antara langit dan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melakukan perbuatan taat (yakni untuk melaksanakannya dan menanggung bebannya yang berat), maka Allah akan mencatatkan baginya enam ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah sama seperti jarak antara batas tertinggi bumi sampai ujung lapis ketujuh bumi. Dan barangsiapa bersabar dari perbuatan maksiat (yakni untuk meninggalkannya), maka Allah akan mencatatkan baginya sembilan ratus derajat, yang jarak antara tiap-tiap dua derajat adalah sama seperti jarak antara batas bumi sampai ke ujung Arsy (yaitu makhluk yang paling tinggi tingkatannya).
Jadi, sabar untuk tidak melakukan apa-apa yang diharamkan merupakan martabat yang paling tinggi, karena sulitnya untuk tidak menuruti nafsu, atau membawanya kepada yang bukan tabiatnya. Dan selanjutnya, sabar untuk melaksanakan perintah-perintah, karena perintah-perintah itu kebanyakan merupakan perkara yang disukai oleh nafsunafsu yang baik. Dan selanjutnya, sabar atas sesuatu yang tidak disukai (musibah, bencana), karena ia bisa menimpa siapa saja, orang baik-baik maupun orang jahat, mau atau tidak”. (Demikian disebutkan dalam kitab At Taisir, Syarah Al Jami’ush Shaghir)
Ada pula yang mengatakan bahwa, sabar itu lebih utama daripada syukur. Karena orang-orang yang bersyukur itu hanya disertai barang tambahannya saja, sebagaimana firman Allah yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah (nikmat) kepadamu). Sedangkan orang-orang yang bersabar disertai Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya : (Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar).
Dari Wahab bin Munabbih ra., katanya : “Pada waktu dipanggil Tuhan-nyadigunung Thursina, Nabi Musa as. bertanya : “Ya Tuhan, manakah tempat di antara tempat-tempat yang adadidalam surga yang paling Engkau sukai?”.
Allah Taala menjawab : “Hai Musa, tempat yang paling Kusukai adalah Hazhiratul Quds”.
Musa as. bertanya pula : “Ya Tuhan, siapakah yang tinggal disana?”.
Allah menjawab : “Orang-orang yang pernah mengalami musibah”.
“Ya Tuhan, sebutkanlah sifat-sifat mereka kepadaku”, pinta Nabi Musa.
Maka Allah pun menerangkannya : “Hai Musa, mereka adalah orang-orang yang apabila ditimpa cobaan, maka mereka bersabar. Sedang apabila Aku beri mereka nikmat, maka mereka bersyukur. Apabila mereka ditimpa musibah, mereka mengucapkan : inna lilaahi wa inna ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah para penghuni Hazhiratul Quds”. (Demikian disebutkan dalam Ar Raudhah)
Attabrani meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa ditimpa suatu musibah pada hartanya atau badannya, lalu dia merahasiakannya dan tidak mengadukannya kepada orang lain, maka Allah pasti akan mengampuni (dosa) nya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)
Maka bagi orang yang berakai, hendaknya dia bersabar ketika ditimpa oleh musibah, cobaan, kemalangan maupun kemiskinan, supaya dia mendapatkan pengampunan dani Allah Taala serta dihapuskan kesalahan-kesalahannya dan ditinggikan derajat-derajatnya.
Imam Abul Laits rahimahullah, meriwayatkan dalam At Tanbih, dari Abdullah bin Al Harits, dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Ada seorang nabi mengadu kepada Tuhannya, katanya : “Ya Tuhan, hamba yang mukmin itu taat kepada-Mu dan menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat, namun Engkau jauhkan dunia darinya dan Engkau hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Sedangkan si hamba yang kafir itu, tidak taat kepada-Mu dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, namun Engkau jauhkan darinya kemalangan:kemalangan dan Engkau hamparkan dunia baginya”.
Maka Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya seluruh hamba adalah kepunyaan-Ku dan bencana pun adalah kepunyaan-Ku. Masing-masing bertasbih dengan memuji kepada-Ku. Hamba yang mukmin itu menanggung dosa-dosa, maka Aku jauhkan dunia daripadanya dan Aku hadapkan dia kepada kemalangan-kemalangan. Maka itu merupakan tebusan atas dosa-dosanya, sehingga dia menemui Aku, lalu Aku balas dia atas kebaikan-kebaikannya. Sedang orang yang kafir itu, melakukan kebaikan-kebaikan, maka Aku lapangkan rezeki baginya dan Aku jauhkan dia dari kemalangan-kemalangan, Aku balas kebaikan-kebaikannyadidunia, sehingga dia menemui Aku, lalu Aku balas dia atas keburukan-keburukannya”.
Menurut Khabar : bahwa pada zaman dahulu, ada orang mukmin dan orang kafir sama-sama pergi menangkap ikan. Si kafir sambil menyebut-nyebut nama dewa-dewanya lalu melemparkan jalanya, sehingga dia memperoleh ikan yang banyak. Sedangkan si mukmin juga sambil menyebut nama Allah Taala lalu melemparkan jalanya, namun ternyatadiatidak memperoleh apa-apa. Ketika matahari hampir terbenam, barulah dia memperoleh seekor ikan. Tetapi ikan itu meronta hingga terlepas dari tangannya dan masuk kembali ke dalam air. Maka pulanglah si mukmin dengan tangan hampa. Dan si kafir pun pulang, sedangdidalam jalanya penuh berisi ikan. Melihat keadaan si mukmin, malaikat merasa kasihan. Tetapi, setelah dia naik ke langit, Allah Taala memperlihatkan kepadanya tempat tinggal si mukmindidalam surga, maka berkatalah ia : “Demi Allah, apa yang telah menimpa si mukmin itu tidak akan membuatnya rugi setelah dia kembali ke tempat ini”. Dan Allah memperlihatkan juga kepadanya tempat tinggal si kafirdidalam neraka, maka berkatalah ia : “Demi Allah, tidak akan berguna bagi si kafir, dunia yang telah diperolehnya itu, setelah dia kembali kelak ke tempat ini “.
Sekian.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Apakah belum pernah datang kepadamu rasulrasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatikanmu akan pertemuan pada hari ini ?”. mereka menjawab : “Benar”. Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas orang-orang kafir. Dikatakan (kepada mereka) : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal di dalamnya”. Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri”. (QS. Az Zumar : 71)
Tafsir :
(. ) Orang-orang kafir digiring ke neraka Jahannam berombong-rombongan, berkelompok-kelompok, terpisah-pisah sebagiannya mengikuti sebagian yang lain, menurut perbedaan tingkatan mereka masing-masing dalam hal kesesatan dan kejahatannya.
Az Zumar (. ) artinya kelompok yang sedikit, kata ini merupakan kata jamak dari zumrah ( ). Ia adalah pecahan (. ) dari kata az zamru (. ) yang artinya Suara. Karena kumpulan orang banyak tentu tidak pernah sepi dari suara. Atau dari perkataan : syaatyn zamiratun (. ) artinya : Kambing yang sedikit bulunya, dan rajulun zamirun ( ) Lelaki yang kurang ajar.
(. ) sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu, dibukakanlah pintu-pintunya, supaya mereka memasukinya. Kata hatta ( ) adalah kata yang Sesudah diceritakan isi kalimat berikutnya. Orang-orang Kufah membaca futihat dengan men-takhfif-kan huruf fa.
(. ) dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaga, dengan bentakanbentakan dan ejekan-ejekan.
(. ) apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasuldiantaramu, dari jenismu?.
(. ) yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini ?. Waktumu ini, yakni saat masuknya orang-orang kafir ke dalam neraka.
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada pembebanan (. ) sebelum adanya syariat. Karena para malaikat itu memberi alasan atas celaan mereka terhadap orang-orang kafir itu dengan datangnya rasul-rasul dan disam-paikannya Kitab-Kitab.
(. ) Mereka menjawab : “Benar”. Tetapi telah pasti berlaku kalimat azab atas orang-orang yang kafir. Kalimat Allah untuk mengazab kami. Yakni ketetapan atas orang-orang kafir yang berupa kesengsaraan, dan bahwa mereka termasuk penghuni neraka.
Pada ayat ini isim zhahir (yaitu : ) diletakkanditempat isim dhamir, untuk menunjukkan dikhususkannya azab itu atas orang-orang yang kafir. Ada pula yang mengatakan bahwa, yang dimaksud adalah firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya”.
(. ) Dikatakan : “Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu, sedang kamu kekal didalamnya”.
Di sini, tidak ditentukan siapa yang berkata supaya apa yang dikatakan kepada mereka itu terasa mengerikan.
(. ) Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orangorang yang menyombongkan diri.
Huruf lam (. )disini adalah lamul jinsi ( ), sedangkan al makhsus bidz dzammi (yang dicela) dihilangkan, karena telah disebutkan sebelumnya. Dan diberikannya pengertian bahwa ditempatkannya orang-orang kafir dalam neraka itu dikarenakan kesombongan mereka terhadap kebenaran, hal itu tidak menafikan bahwa masuknya mereka ke sana dikarenakan telah ditetapkannya kalimat azab atas mereka. Sebab kesombongan mereka maupun keburukan-keburukan mereka lainnya adalah disebabkan oleh ketetapan tersebut, sebagaimana sabda Nabi saw.:
Artinya : “Sesungguhnya apabila Allah menciptakan seseorang hamba untuk masuk Surga, maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni surga, sehingga dia mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan penghuni surga, maka dengan demikian dia pun masuk surga. Dan apabila Allah menciptakan seseorang hamba untuk masuk neraka, maka Dia jadikan orang itu melakukan perbuatan penghuni neraka, sehingga dia mati ketika sedang melakukan salah satu perbuatan penghuni neraka, maka dengan demikian dia pun masuk neraka”. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa bersalawat kepadaku dengan penuh pengagungan, maka Allah Taala akan menjadikan dari kalimat itu malaikat, yang mempunyai Sepasang sayap. yang satu di timur dan yang satunya lagi di barat. Kedua kakinya di bawah bumi, sedangkan lehernya tunduk di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepadanya : “Bacalah salawat atas hamba-Ku itu sebagaimana dia telah membaca salawat atas nabi-Ku”. Kemudian malaikat itu pun membaca salawat atasnya sampai hari kiamat”
Diriwayatkan bahwa, musuh-musuh Allah Taala digiring ke neraka dengan wajah yang menghitam, mata membiru dan mulut-mulut mereka terkunci. Maka tatkala mereka telah tibadipintu-pintu neraka, mereka disambut oleh para malaikat Zabaniyah dengan rantai-rantai dan belenggu-belenggu, yang dipasang pada mulut-mulut mereka dan keluar dari dubur-dubur mereka. Tangan kanan merekadiikatkan ke leher, sedang tangan kiri mereka dimasukkan di dalam dada, lalu ditarik dari antara kedua pundak mereka, kemudian diikat dengan rantai-rantai. Tiap-tiap seorang kafir diikat bersama pasangannya dari golongan setan dalam satu rantai. Kemudian disungkurkan wajahnya dan dipukuli oleh malaikat dengan penggada-penggada dari besi. Setiap kali hendak keluar dari neraka, maka mereka dikembalikan lagi ke dalamnya, sebagaimana diceritakan Allah dalam firman-Nya :
Artinya :“Setiap kali hendak keluar daripadanya (neraka), mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya, dan dikatakan kepada mereka : “Rasakanlah siksa neraka yang dahulu telah kamu dustakan itu!” (Daqaiqul Akhbar)
Diceritakan bahwa, Abu Yazid adalah seorang yang air matanya tiada henti-hentinya keluar dan senantiasa menangis. Lalu seseorang menanyakan sebabnya, maka dijawabnya : “Sesungguhnya, kalau Allah Taala mengancamku akan mengurungku di dalam kamar uap selama-lamanya, seandainya aku berdosa, maka sudah sepatutnya air mataku tiada henti keluar. Apalagi Dia telah mengancam, bila aku berdosa, akan menahan aku di dalam neraka yang telah Dia nyalakan selama tiga ribu tahun”. (Misykat)
Menurut salah satu khabar, bahwa Nabi saw. telah bersabda :
Artinya : “Jibril as. telah datang menemuiku, lalu aku bertanya : “Hai Jibril, ceritakanlah kepadaku tentang neraka Jahannam!”. Jibril menjawab : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan neraka, lalu menyalakannya selama seribu tahun hingga cahayanya memetah. Kemudian Dia menyalakannya lagi selama seribu tahun pula hingga cahayanya memutih. Kemudian Dia menyalakannya kembali selama seribu tahun pula hingga cahayanya menghitam laksana malam yang gelap gulita, tiada (lagi) bisa diredakan gejolaknya dan tiada pula bisa dipadamkan baranya”.
Diriwayatkan bahwa Allah Taala telah mengutus Jibril as. kepada malaikat Malik as, untuk mengambil sejumput api (dari neraka) yang akan dibawa kepada Nabi Adam as. untuk memasak makanan. Lantas Malik bertanya : “Hai Jibril, berapa banyak api yang engkau butuhkan?”.
Jibril menjawab : “Saya mau api yang besarnya seperti sebutir buah kurma”.
Malik berkata : “Andaikan aku beri engkau api sebesar buah kurma, pasti ia akan melelehkan ketujuh lapis langit dan bumi karena panasnya”.
Jibril berkata pula : “Berikan separuhnya saja”.
Malik menjawab : “Andai kata aku memberimu seperti yang kau inginkan itu, niscaya tidak akan turun hyjan setetes pun dari langit, dan tidak akan tumbuh satu tanaman pundi muka bumi”.
Maka Jibril pun berseru : “Tuhanku, seberapa banyakkah api yang harus aku ambil?”,
Allah Taala menjawab : “Ambillah api sebesar atom”.
Kemudian Jibril mengambil api sebesar atom, lalu dicucinya tujuh puluh kali di dalam tujuh puluh sungai, setelah itu barudibawanya kepada Nabi Adam as. Api itu diletakkannyadipuncak sebuah gunung yang sangat tinggi, maka melelehlah gunung itu, sedang api tersebut kembali ke tempatnya semula, tinggal asapnya saja yang ada dalam batu-batu dan besi sampai sekarang. Jadi, api kita sekarang ini adalah dari asapnya api neraka yang sebesar atom itu, yang sudah dicuci tujuh puluh kali. Oleh karena itu, renungkanlah wahai orang-orang yang berakal.
Muhammad bin Kaab berkata : “Sesungguhnya penghuni neraka nanti akan menyeru dengan lima macam seruan, empat kali di antaranya mendapat jawaban Allah, sedang setelah yang kelima kalinya, para penghuni neraka itu tidak bisa lagi berbicara untuk selama-lamanya. Seru mereka :
“Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali pula. Dan kami telah mengakui akan dosa-dosa kami. Maka adakah suatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?”.
Allah Taala menjawab, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : “Yang demikian itu adalah karena kamu kafir apabila Allah saja yang disembah. Dan kamu percaya apabila Allah dipersekutukan. Maka putusan (sekarang ini adalah pada Allah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar”.
Kemudian mereka berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia. Kami akan mengerjakan amal saleh. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”.
Allah menjawab : “Bukankah kamu dahulu (di dunia) telah bersumpah, bahwa sekalikali kamu tidak akan binasa?”. .
Kemudian mereka berseru kembali : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh, berlainan dengan apa yang teiah kami kerjakan”.
Allah menjawab seperti yang disebutkan dalam firman-Nya, yang artinya :
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang-orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?. Maka rasakanlah (azab Kami), dan tidak ada lagi bagi orang-orang yang Zadim seorang penolong pun”.
Para penghuni neraka itu berseru pula : “Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami dan adalah kami (termasuk) orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali uga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.
Allah menjawab seperti yang disebutkan dalam firman-Nya yang artinya :
“Tinggaliah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku lagi”.
Setelah itu, untuk selama-lamanya mereka tidak dapat lagi berbicara. Dan itulah puncak siksa yang amat berat.
Artinya : “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya, dan tidak pula mendapat minuman selain air yang mendidih dan nanah”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Seandainya satu ember dari nanah itu disiramkan ke dunia, niscaya akan terbakarlah penghuni dunia ini seluruhnya”.
Dan Allah berfirman :
Artinya : “Dan setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab”.
Nabi saw. bersabda yang artinya : “Para penghuni neraka dimakan api pada setiap harinya sebanyak tujuh puluh ribu kali. Dan tiap kali api itu melahap mereka, maka dikatakanlah kepada mereka : “Kembalilah!” Maka jasad mereka pun kembali utuh seperti sedia kala. Di sana mereka tidak akan mati-mati sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
Artinya : “Dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati”. (Misykatul Anwar).
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Neraka Jahannam didatangkan pada hari kiamat dari bawah bumi yang ketujuh, dikelilingi oleh tujuh puluh ribu barisan malaikat. Dan setiap barisan terdiri dari tujuh puluh ribu kali lebih banyak daripada bilangan manusia dan jin. Mereka menarik neraka Jahannam dengan memegang kendalinya. Sedang neraka Jahannam itu mempunyai empat buah tiang, yang jarak antara tiap-tiap dua tiangnya adalah sejauh perjalanan sejuta tahun. Dan dia mempunyai tiga puluh ribu kepala, yang pada tiap-tiap kepala ada tiga puluh ribu mulut. Dan pada tiap-tiap mulutnya terdapat tiga puluh ribu gigi geraham, yang masing-masing satu gigi geraham itu laksana tiga puluh ribu kali besar gunung Uhud. Dan pada tiap-tiap mulutnya, terdapat dua buah bibir, yang masingmasing bibir tersebut laksana lapisan-lapisan dunia. Dan pada tiap-tiap bibir terdapat rantai dari besi, yang pada tiap-tiap rantai tersebut terdapat tujuh puluh ribu mata rantai, dan tiap-tiap mata rantai itu dipegang oleh malaikat yang banyak. Neraka Jahannam itu didatangkan dari sebelah kiri Arsy”. (Dagaigul Akhbar).
Dan menurut salah satu khabar : “Apabila telah tiba hari kiamat, orang-orang kafir akan mengatakan : “Ya Tuhan kami, perlihatkanlah kepada kami dua jenis makhluk yang telah menyesatkan kami, (yaitu) dari golongan jin dan manusia, agar kami letakkan keduanyadibawah telapak kaki kami, supaya kedua jenis tersebut menjadi orang-orang yang hina”.
Dan Muqatil berkata : “Untuk Iblis disediakan sebuah mimbardidalam neraka. Lalu naiklah ia ke atasnya. Maka berkumpullah orang-orang kafir dan siapa saja yang mengikutinya, mereka berkata kepadanya : “Hai makhluk yang terkutuk, engkau telah menyesatkan kami dari jalan yang benar”.
Maka berkatalah Iblis menjawab cercaan mereka itu, sebagaimana disebutkan dalam Alquran :
Artinya : “Dan berkatalah setan ketika perkara (hisab) telah diselesaikan : “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku atasmu, melainkan aku sekedar menyeru kamu, lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”.
Padahal aku tidak membawa bukti kepadamu dan kamu pun tidak melihat aku. Maka janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri”. (Durratun Waa’zhin)
Dan dikatakan bahwa, para penghuni neraka menyesali diri mereka selama seribu tahun. Kemudian mereka berkata : “Dahulu ketika masihdidunia, apabila kami bersabar, maka kami akan mendapat kelapangan”. Maka mereka pun lalu bersabar selama seribu tahun pula. Namun, siksa itu tidak juga diringankan dari mereka, akhirnya mereka berkata, seperti yang diceritakan dalam Alquran :
Artinya : “Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau kita bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”.
Kemudian para menghuni neraka itu berseru kepada malaikat Malik, sambil menghiba dan menjerit : “Hai Malik, janji itu benar-benar telah ditunaikan kepada kami. Siksa ini benar-benar telah kami rasakan berat, dan kulit-kulit kami benar-benar telah hangus. Jika engkau keluarkan kami, sungguh kami takkan mengulangi perbuatan kami”.
Maka Malik dan para malaikat penjaga neraka lainnya, berkata : “Apakah dahulu belum datang rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?”.
Mereka menjawab : “benar, sudah datang”.
Maka dikatakanlah kepada mereka : “Memohoniah kamu, dan permohonan orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka”.
Maka penghuni neraka itu pun berkata :
“Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orangorang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia). Maka, jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim”.
Namun, Allah tidak menjawab seruan mereka selama dua kali lipat masa tinggal! merekadidunia. Kemudian dijawab juga seruan mereka itu dengan firman-Nya : “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku!”.
Maka ketika mereka sudah merasa putus asa untuk dapat keluar dari neraka, mereka lalu meminta hujan kepada Allah Taala selama seribu tahun. Kata mereka : “Ya Tuhan kami, turunkanlah hujan kepada kami”.
Lalu tampaklah oleh mereka mega merah. Mereka menyangka akan turun hujan, namun ternyata yang turun adalah kalajengking-kalajengking yang besarnya seperti bighal, yang bila penghuni neraka itu terkena sengatnya, sakitnya takkan hilang selama seribu tahun. Kemudian mereka memohon lagi kepada Allah Taala agar diberi hujan. Lalu tampaklah oleh mereka mega hitam. Maka mereka pun berkata : “Inilah mega yang mengandung hujan”. Namun ternyata yang turun adalah ular-ular sebesar leher unta jantan. Tiap-tiap penghuni neraka yang digigitnya, maka rasa sakitnya takkan bisa hilang selama seribu tahun. Inilah makna dari firman Allah :
Artinya : “Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan, disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan”. (Misykatul Anwar)
Diceritakan dari sementara ulama, bahwa dia mengatakan : “Lapisan-lapisan neraka itu ada tujuh :
Pertama, neraka sair. Firman :
Artinya : “Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka sair”.
Penghuni neraka Sair ialah orang-orang yang suka mendustakan ayat-ayat Allah. Kita berlindung kepada Allah dari neraka Sair ini dan neraka-neraka lainnya.
Kedua, neraka Lazha. Firman Allah :
Artinya : “Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak (Lazha), yang mengelupaskan kulit kepala”.
Ketiga, neraka Sagar. Firman Aliah :
Artinya : “(Mereka saling bertanya) tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”. Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin”. Padahal perkara yang paling utama sekali dalam syariat adalah salat.
Keempat, neraka Jahim. Firman Allah :
Artinya : “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya neraka Jahimlah tempat tinggal (nya)”. Neraka Jahim diciptakan bagi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya.
Kelima, neraka Jahannam. Firman Allah :
Artinya : “Dan sesungguhnya Jahannam itu benar-benar tempat yang telah diancamkan kepada mereka (pengikut-pengikut setan) semuanya”.
Keenam, neraka Hawiyah. Firman Allah :
Artinya : “Dan tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu, apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas”.
Ketujuh, neraka Huthamah.
Yang diciptakan untuk tukang adu domba. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sekali-kali tidak. Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah”. (A’rajiyah)
Abu Hurairah ra. berkata : “Kami pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Sekonyong-konyong kami mendengar suatu suara yang sangat mengerikan lagi berat. Lantas Beliau mengajukan pertanyaan kepada kami : “Tahukah kalian, suara apakah tadi?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau menjelaskan : “Itu adalah suara sebuah batu yang dilepaskan ke dalam neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang lalu, dan sekarang baru sampaididasarnya”.
Dan dari sahabat Abu Darda ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Para penghuni neraka itu diberi rasa lapar. Sakitnya lapar tersebut menyamai siksa yang ada di sana. Mereka menolong diri mereka dengan mengambil makanan, namun yang mereka makan adalah zaggum. Sebagaimana dijelaskan Allah dalam firmanNya : “Sesungguhnya pohon zaggum itu makanan orang-orang yang banyak dosa. la seperti kotoran minyak, yang mendidih di dalam perut seperti mendidihnya air yang sangat panas…dst”
Begitu juga kata Ibnu Abbas ra. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
Dan menurut khabar : Tiap-tiap malaikat Zabaniyah itu, sekali dorong dapat mendesak empat puluh ribu orang penghuni neraka masuk ke dalam Jahannam. Dan mereka, yakni para malaikat Zabaniyah, diciptakan oleh Allah tanpa memiliki perasaan belas kasih. Semoga Allah menyelamatkan kita dari tengah-tengah mereka dalam keadaan aman.
Dan Ibnu Abbas ra. berkata mengenai siksaan bagi orang-orang kafir yang senantiasa diperbaharui, ketika menafsirkan firman Allah Taala yang artinya : (Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain) : “Kulit mereka diganti dengan kulit-kulit baru yang berwarna putih mirip kertas”.
Sedang Ibnu Abi Hatim, dan yang lain, mengatakan dari Ibnu Umar ra., katanya :
“Pernah dibacakandihadapan Umar ra. :
Artinya : “Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain.
Lantas Muaz berkata : “Saya bisa menafsirkan ayat ini, “Dalam sesaat kulit dapat berganti sampai seratus kali”. Umar menimpali : “Demikianlah saya dengar pula dari Rasulullah saw.”.
Sementara Ibnu Abi Syaibah dan juga yang lain telah mengeluarkan hadis dari Alhasan, katanya : “Saya dengar, bahwasanya seorang penghuni neraka dalam sehari dibakar sampai tujuh puluh ribu kali. Tiap kali daging mereka hangus dan termakan api, maka dikatakanlah kepada mereka : “Kembalilah”, Maka kulit-kulit itu kembali utuh Seperti semula”. (Demikian tersebut dalam Ad Durrul Mantsur)
Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia mengatakan : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Gigi geraham orang kafir adalah seperti gunung Uhud, sedang tebal kulitnya adalah seperti panjang perjalanan tiga hari”. (Demikian tersebut dalam Al Lubab)
Sekian.
Allah SWT. berfirman : ,
Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka telah sampai di surga itu, sedang pintu-pintunya telah terbuka, dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Kesejahteraan atas kalian, berbahagialah kalian, maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal (di dalamnya)”. Dan mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dan telah mewariskan kepada kami bumi ini, sedang kami menempati tempat di dalam surga di mana saja yang kami kehendaki”. Maka surga itulah Sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS. Az Zumar : 73-74)
Tafsir :
(. ) Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, di bawah ke surga. Mereka dibawa dengan cepat ke negeri yang mulia itu. Dan ada pula dikatakan, bahwa kendaraan-kendaraan merekalah yang dikemudikan (. ). Karena mereka tidak dibawa kecuali dengan menaiki kendaraan.
(. ) berombong-rombongan, sesuai dengan perbedaan kedudukan mereka maSing-masing dalam hal kemuliaan dan ketinggian derajatnya.
(. ) Sehingga apabila mereka telah sampai ke surga itu, sedang pintu-pintunya telah terbuka. Jawab dari idza (. )disini dihilangkan (makhdzut), untuk menunjukkan bahwa, mereka dikala itu memperoleh kemuliaan dan penghormatan yang tidak dapat digambarkan dengan kata-kata, dan bahwa pintu-pintu surga telah terbuka buat mereka sebelum mereka datang, sebagai orang yang ditunggu-tunggu.
(. ) Dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya : “Kesejahteraan atas kamu”. Kamu tidak akan lagi ditimpa oleh sesuatu yang tidak disukai sesudah ini.
(. ) berbahagialah kamu. Kamu bersih dari kotoran kemaksiatan.
(. ) Maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal. Ditakdirkan kekal
Huruf fa (. ) di dalam kalimat ayat ini fungsinya adalah untuk menunjukkan bahwa.
kebersihan mereka itulah yang menyebabkan mereka masuk dan kekal di dalam surga.
Namun ini tidak berarti tercegahnya orang yang durhaka untuk memasuki surga, apabila dia telah dimaatkan Allah. karena Allah mensucikannya.
(. ) Mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami, dengan membangkitkan dan memberi pahala.
(. ) dan telah mewariskan kepada kami bumi ini …., yang mereka maksud adalah tempat yang mereka diami, sebagai kata ist’arah. Sedang diwanskannya tempat itu berarti diberikannya sebagai pengganti dari amal-amal mereka. Atau, dizinkannya mereka menggunakan tempat itu sebagaimana izin yang diperoleh seorang ahli waris untuk menggunakan apa yang diwarisinya.
(. ) sedang kami menempati tempat di dalam surga dimana saja yang kami kehendaki. Maksudnya, masing-masing dari kami bebas menempati tempat mana saja yang dikehendakinya dalam surga yang luas ini, padahal dalam surga tersebut tempat-tempat maknawi yang tidak diperebutkan oleh orang-orang yang mendatanginya.
(. ) Maka itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal. Yaitu, surga. (Qadhi baidhawi).
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melupakan salawat kepadaku, maka dia telah melupakan Jalan (ke) surga”. (Syiftaaus Syaril) Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Surga itu mempunyai delapan buah pintu yang terbuat dari emas bertahtakan mutu manikam. Pintu pertama, pada pintu pertama tertulis kalimat : Laa ilaaha illallaah, muhammadar rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Itulah pintu (yang akan dimasuki oleh) para nabi, para rasul, para syuhada, dan para dermawan. Pintu kedua, adalah pintu orang-orang yang melaksanakan salat, yang menyempurnakan salat dan wudunya. Pintu ketiga, adalah pintu orang-orang yang menunaikan zakat. Pintu keempat, adalah pintu orang-orang yang menyeru berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari berbuat yang mungkar.
Pintu kelima, adalah pintu orang-orang yang memutuskan dirinya dari kemauankemauan syahwat.
Pintu keenam, adalah pintu orang-orang yang berhaji dan berumrah.
Pintu ketujuh, adalah pintu para pejuang.
Pintu kedelapan, adalah pintu-pintu orang-orang yang memejamkan matanya dari hal-hal yang diharamkan, serta melakukan kebaikan-kebaikan dan kebajikan-kebajikan, Seperti berbakti kepada ibu-bapak, menghubungkan tali silaturrahmi, dan amal-amal yang baik lainnya. (Daqaiqul Akhbar)
Adapun surga itu ada delapan :
- Daruljalal. Terbuat dari mutiara putih.
- Darussalam. Terbuat dari yagut merah.
- Ai Ma’wa. Terbuat dari zabarjad hijau
- Darulkhulud. Terbuat dari merjan kuning.
- Darunna’im. Terbuat dari perak putih.
- Darulqarar. Terbuat dari emas merah.
- Firdaus. Terbuat dari berbagai batu mulia, ada bata dari perak, ada bata dari emas, ada bata yang dari yagut dan ada pula bata dari zabarjad. Sedang lantainya dari kesturi.
- Jannatul Adni. Terbuat dari intan putih. Surga Aden ini mengungguli surga-surga lainnya. la memiliki dua buah pintu dari emas, yang jarak antara keduanya ibarat jarak antara langit dan bumi. Adapun bangunannya adalah ada bata dari emas dan ada pula bata dari perak. Sedang tanahnya adalah ambar dan lantainya kesturi. Di dalamnya ada sungai-sungai yang mengalir ke dalam surga-surga yang lain. Sedang kenikil dari sungai-sungai itu adalah mutiara. Disana terdapat pula telaga Al Kautsar, yaitu telaga Nabi Muhammad saw., dan terdapat pula sungai kafur, sungai tasnim, sungai arak, sungai air dan sungai susu, serta sungai madu. (Dagaigul Akhbar). Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada malam ketika aku diisra’kan ke langit, semua surga diperlihatkan kepadaku. Aku lihat ada empat sungai : sungai air, sungai susu, sungai arak dan sungai madu, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :
Artinya : “Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa, yang di dalamnya ada sungai-sungai berisi air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai susu yang tiada berubah rasanya, sungai-sungai arak yang lezat rasanya bagi orang yang meminumnya, dan sungai-sungai madu yang disaring”.
Lalu aku bertanya kepada Jibril as. : “Dari manakah datangnya sungai-sungai ini dan ke manakah mengalirnya?”.
Jibril menjawab : “Mengalir ke telaga Kautsar, namun saya tidak tahu dari mana datangnya. Maka tanyakaniah kepada Allah, agar Dia memberitahu dan memperlihatkannya kepadamu”.
Nabi saw. lalu berdoa kepada Tuhannya. Maka datanglah malaikat, lalu berkata : “Ya Muhammad, pejamkanlah kedua matamu!”.
Aku pun memejamkan kedua mataku. Kemudian malaikat itu berkata pula : “Bukalah”.
Maka aku pun membuka kedua mataku kembali. Ternyata aku telah beradadisisi sebuah pohon, dan aku lihat disamping pohon itu ada sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih. Kubah itu mempunyai pintu yang terbuat dari yagut hijau, dan sebuah kunci dari emas merah. Seandainya dunia dengan segala isinya dikumpulkan lalu diletakkan di atas kubah itu, niscaya akan serupa dengan seekor burung yang bertengger di atas sebuah gunung, atau sebutir telur yang terletak di atasnya. Aku lihat sungai-sungai yang empat itu mengalir dari bawah kubah tersebut. Lalu aku hendak kembali, namun malaikat itu berkata : “Kenapa Tuan tidak masuk ke sana?”. Aku bertanya : “Bagaimana aku bisa masuk, sedangkan pintunya terkunci?”.
Malaikat itu menjawab : “Anak kuncinya ada pada Tuan”.
“Mana?”. Tanyaku.
Malaikat itu menjawab : “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim”.
Kemudian aku pun mengucapkan “bismillaahir rahmaanir rahiim”. Maka kunci itu lalu terbuka. Lantas kulihat sungai-sungai itu mengalir dari empat buah tiang kubah. Ketika aku hendak keluar, malaikat itu bertanya : “Ya Muhammad, sudah tahukah Tuan?”.
“Sudah”, jawabku.
Tetapi malaikat itu berkata kembali : “Coba Tuan lihat sekali lagi”.
Lalu aku pun melihat lebih seksama, ternyata pada tiang-tiang kubah itu tertulis kalimat “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Aku lihat sungai air keluar dari huruf “mim”nya bismillah, sungai susu dari huruf “ha”nya Allah, sungai arak keluar dari huruf “mim”nya Ar Rahman, dan sungai madu keluar dari huruf “mim”nya Ar Rahiim. Maka mengertilah aku bahwa sumber sungai-sungai ini adalah dari kalimat basmalah. Kemudian Allah Taala berfirman :
“Hai Muhammad, barangsiapa di antara umatmu menyebut Aku dengan nama-nama ini, maka Aku akan memberinya minum dari sungai-sungai ini”. (Misykatul Anwar)
Dan menurut khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Tatkalah Allah Taala sudah menciptakan surga Aden, maka dipanggilnya Jibril as., lalu berfirman kepadanya : “Pergilah dan lihatlah apa yang telah Aku ciptakan bagi hamba-hamba-Ku dan kekasih-kekasih-Ku”.
Maka berangkatlah Jibril pergi berkeliling di dalam surga tersebut. Seorang bidadari melihat Jibril dari atas sebuah mahligai, lalu tersenyum kepadanya, yang oleh sebab gigi serinya maka menjadi terang benderanglah surga Aden itu, sehingga Jibril menjatuhkan diri bersujud. la menyangka itu adalah cahaya Tuhan Yang Maha Perkasa. Lalu bidadari itu berseru kepadanya : “Hai Aminullah, angkatiah kepala Tuan”.
Maka Jibril mengangkat kepalanya, laiu dilihatnya bidadari itu, maka dia pun berucap: “Mahasuci Tuhan yang telah menciptakan dirimu”.
Bidadari itu berkata : “Hai Aminullah, tahukah Tuan, untuk siapakah aku diciptakan?”
Jibril balik bertanya : “Untuk siapa?”.
Bidadari itu menjawab : “Aku diciptakan Allah bagi mereka yang lebih mengutamakan keridhaan Allah daripada hawa nafsunya”. (Mukasyafatul Qulub)
Dan diriwayatkan dari Kaab, katanya :
“Saya pernah bertanya kepada Nabi saw. tentang pepohonan di dalam surga, maka Beliau menjawab : “Pohon-pohon di dalam surga itu tidak pernah kering dahan-dahannya, tidak pernah gugur daun-daunnya, dan tidak pernah kehabisan buah-buahnya yang masak. Dan pohon surga yang terbesar adalah pohon Thuba. Akarnya terdiri dari mutiara, bagian tengahnya dari permata yagut merah, dan pucuknya dari emas, sedang dahandahannya dari permata zabarjad dan daun-daunnya dari sutera halus. Pada pohon itu ada tujuh puluh ribu dahan, sedang dahannya yang terjauh menempel pada tiang Arasy, dan dahannya yang terendah terdapat pada langit dunia.Didalam surga itu tidak ada satu ruangan atau satu kubah pun yang tidak ada dahan pohon yang merindanginya. Dandi Sana, terdapat buah-buahan yang memenuhi selera nafsu. Pohon itu tidak ada bandingannyadidunia kecuali matahari, pangkalnya adadilangit, sedang cahayanya ada di Setiap tempat”. (Daqaiqul Akhbar).
Dan menurut khabar :
“Sesungguhnyadiseberang Sirat (jembatan yang melintangdiatas neraka) ada tanah lapang, di mana terdapat pohon-pohon yang yang indah. Di bawah tiap-tiap pohon itu ada mata air yang memancar dari Surga. Yang satudisebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri. Dan kaum mukminin, setelah berhasil melintasi Shirat, mereka meminum dari salah satu mata air tersebut, maka lenyaplah dari dalam hati mereka sifat-sifat dengki, khianat kotoran, darah dan air seni, sehingga sucilah lahir batin mereka. Kemudian mereka da. tang kepada mata air yang satu lagi, lalu mereka mandidisana. Maka berubahlah wajah. wajah mereka bagaikan rembulandimalam purnama. Jiwa mereka menjadi halus bagai kan sutera, sedang jasad mereka menjadi harum bak kesturi. Kemudian sampailah mereka ke pintu surga, lalu keluarlah bidadari-bidadari, tiap-tiap seorang memeluk suaminya lalu masuk ke rumahnya. Di dalam rumah itu terdapat tujuh puluh ranjang, dan pada tiap-tiap ranjang itu terdapat tujuh puluh kasur, dan pada setiap kasur itu telah siap seorang istri yang mengenakan tujuh puluh macam perhiasan. Sumsum betisnya bisa tampak karena halusnya perhiasan-perhiasannya. Mudah-mudahan Allah Taala memudahkan bagi kita untuk memperoleh semuanya itu”. (Dagaigul Akhbar)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah Taala menciptakan wajah para bidadari itu dengan empat warna : putih, hijau, kuning dan merah. Dan Dia menciptakan badan mereka dari za’faran (kuma-kuma), misik (kesturi) dan kaafur (kapur barus), sedang rambutnya dari cengkih. Dan mulai dari jari-jari kakinya sampai ke lututnya diciptakan dari za’faran yang telah diharumkan, dan mulai dari lututnya sampai ke dadanya diciptakan dari ambar, dan mulai dari leher sampai ke kepalanya diciptakan dari kapur barus. Andaikata salah seorang dari bidadari-bidadari itu meludah ke dunia, niscaya ludahnya itu menjadi misik (kesturi). Pada dada mereka masing-masing tertulis nama suaminya dan sebuah nama di antara namanama Allah Taala. Dan pada tangan masing-masing dari mereka terdapat gelang-gelang, sedang pada jari-jarinya terpasang sepuluh cincin dari intan dan mutiara”. (Dagoigul Akhbar).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Aku lihat ada beberapa malaikat sedang membangun mahligai-mahligai dengan bata dari emas dan bata dari perak. Tiba-tiba mereka berhenti membangun. Lalu aku bertanya kepada mereka : “Kenapa kalian berhenti membangun?” Mereka menjawab : “Nafkah kami telah habis”. Aku bertanya : “Apa nafkah kalian?” Mereka menjawab : “Zik: rullah. Dahulu pemilik mahligai ini selalu berzikir menyebut asma Allah Taala. Ketika dia tidak lagi berzikir, maka kami pun berhenti pula dari membangun, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya, dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat”, (Zubdatul Wa’izhin)
Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada tiap-tiap hari Jumat seratus kali, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah, sekalipun banyaknya laksana buih di laut”. (Zubdatul Wa’izhin)
Friman Allah :
Artinya : “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan mereka, dibawa ke surga (secara) berombong-rombongan….”.
Yakni, berkelompok-kelompok yang berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan tingkat keutamaan ataupun ketinggian derajat masing-masing. Itu terjadi sebelum perhitungan amal (hisab) atau sesudahnya, baik hisab yang ringan maupun yang berat. Dan itu, sesuai dengan ayat sebelumnya, yaitu firma Allah :
Artinya : “Dan diberikanlah buku (perhitungan amal masing-masing)… dst”.
Sedangkan yang membawa mereka (ke surga itu) ialah para malaikat berdasarkan perintah dari Allah Taala. Para malaikat tu membawa orang-orang yang bertakwa dengan sikap memuliakan dan menghormati tanpa memayahkan atau meletihkan, akan tetapi dengan suka cita dan gembira, agar mempercepat mereka menuju negeri kemuliaan Adapun yang dimaksud orang-orang yang bertakwa adalah orang-orang yang menjaga diri dari kemusyrikan. Mereka adalah golongan umum dari penghuni surga. Sedang di atas mereka adalah golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firman-Nya :
Artinya : “(Di hari itu) didekatkanlah surga bagi orang-orang yang bertakwa”.
Lalu di atas mereka ada pula golongan seperti yang disebutkan Allah dalam firmanNya:
Artinya : “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat”.
Jelas berbeda antara orang-orang yang dibawa ke surga dengan orang yang surga didekatkan kepadanya. Sebenarnya, orang-orang yang dibawa ke surga ialah mereka yang menganiaya diri mereka (Azh Zhalimuna li Anfusihim). Sedangkan orang-orang yang surga didekatkan kepada mereka ialah golongan pertengahan (al muqtashidun). Dan orang-orang yang dihormati sebagai perutusan itu ialah golongan yang utama (as saabiquun).
Dan ketahuilah, bahwa tatkala sangkakala telah ditiup kembali, sebagai tiupan pengembalian (kebangkitan), dan masing-masing orang telah muncui dari kuburannya, maka setiap orang akan didatangi oleh amalnya. Amalnya itu berkata kepadanya : “Mari bergegas ke Mahsyar”. Orang yang mempunyai amal baik amalnya itu akan menjelmadi hadapannya sebagai seekor bihgai, ada pula yang amalnya menjelma sebagai seekor keledai, dan ada pula yang amalnya menjelma sebagai seekor domba yang kadangkadang metemparkannya.Didepan mereka masing-masing memancar suatu cahaya yang kemilau, seperti lampu, atau seperti bintang, atau seperti bulan, atau seperti matahari, sesuai dengan kadar kekuatan amal dan pekerti mereka masing-masing. Dan disebelah kanan mereka juga ada cahaya yang serupa. Adapun disebelah kiri mereka tidak ada secercah cahaya pun, tetapi kegelapan yang sangat pekat. Yangdisana berjatuhan orangorang kafir dan mereka yang ragu-ragu. Adapun orang yang beriman, dia memuji kepada Allah Taala atas karunia cahaya yang diberikan-Nya, yang oleh karenanya dia tidak tersesat ke dalam kegelapan tersebut.
Keadaan manusia pada saat itu, ada yang berjalan di atas kedua telapak kakinya. Sedang yang lain, berjalan dengan ujung-ujung jarinya.
Rasulullah saw. pernah ditanya : “Bagaimana kelak manusia dihimpunkan, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Dua orang menunggangdiatas seekor unta : lima orangdiatas seekor unta : dan sepuluh orang di atas seekor unta”.
Maksudnya, apabila ada beberapa orang bersyerikat dalam suatu amal, maka Allah Taala menciptakan dari amal mereka seekor unta buat tunggangan mereka. Seperti sekelompok orang yang membeli sebuah kendaraan, mereka akan mengendarainya bergantiandijalan. Maka beramallah, semoga Allah memberi hidayat kepada Anda, suatu amal yang akan menjadi unta tunggangan Anda sendiri, tanpa bersyerikat dengan orang lain.
Dari sini dapat diketahui pahala perbuatan yang dilakukan secara bersyerikat. Yang paling utama adalah manakalah dianugerahkannya pahala khusus dari Tuhan bagi tiaptiap seorang, tanpa syarikat orang lain dalam pahala tersebut.
Diriwayatkan bahwa, seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil mendapat wansan harta yang banyak dari ayahnya. Maka dibelinya sebidang kebun, lalu diberikannya khusus untuk orang-orang miskin, sambil berkata : “Ini kebunkudisisi Allah”. Kemudian dia pun membagi-bagikan uang yang banyak kepada orang-orang yang lemah, sambil berkata : “Dengan uang ini saya membeli budak-budak perempuan dan laki-laki, memerdekakan hamba sahaya yang banyak”. Lalu dia berkata pula : “Mereka adalah pelayanpelayandisisi Allah”. Pada suatu hari, dia menengok seorang tuna netra, yang kadangkadang berjalan sambil merangkak. Lalu dibelinya seekor hewan tunggangan untuk orang tersebut, supaya dapat digunakannya untuk berjalan. Kemudian dia berkata : “Ini adalah kendaraankudisisi Allah yang akan aku tunggangi”. Nabi saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku seolah-olah melihat kendaraannya Itu, yang didatangkan kepadanya dalam keadaan sudah berpelana dan berkendali, dan berjalan membawanya menuju ke mauqif (Mahsyar)”. (Sekian dari Ruhul Bayan)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan malaikat-malaikat yang berada di sekelilingnya, bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan) : “Oh Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orangorang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala”. (QS. Al Mu’min : 7)
Tafsir :
(. ) Malaikat-malaikat yang memikul Arsy dan para malaikat yang beradadisekelilingnya. Mereka adalah para maiaikat Karrubiyun, yaitu malaikatmalaikat yang paling tinggi tingkatannya dan yang pertama-tama sekali diwujudkan. Maksud dari dipikulnya Arsy oleh mereka dan berkerumunnya merekadisekelilingnya adalah kalimat majaz, yaitu berkaitan dengan pemeliharaan dan pengendalian mereka terhadapnya, dan sebagai kinayah, yang menunjukkan betapa dekatnya mereka dengan Pemilik Arsy itu, dan betapa tingginya kedudukan merekadisisi-Nya, dan bahwa mereka adalah para perantara untuk melaksanakan perintah-Nya.
(. ) mereka bertasbih memuji Tuhan mereka, menyebut Allah dengan sifat-sifat yang berisi pujian, yaitu sifat-sifat keagungan dan kemuliaan. Adapun sebab dijadikannya tasbih itu sebagai pokok predikat, sedangkan pujian sebagai hal (kata keterangan) adalah karena memuji itulah mugtadal hal (suasana yang meliputi) malaikat itu, sedang tasbih tidak.
(. ) dan mereka beriman kepada-Nya. Allah memberitahukan tentang keimanan para malaikat itu adalah untuk menampakkan betapa utamanya keimanan itu, dan Juga sebagai pengagungan terhadap orang-orang yang beriman. Dan ayat ini memang berkaitan dengan masalah iman, sebagaimana dinyatakan Allah dalam kelanjutan ayatdi atas :
(. ) serta memohonkan ampun bagi orang-orang yang beriman.
Disamping itu, juga untuk memberi pengertian bahwa para malaikat pemanggul Arsy
dan penghuni Arsy adalah sama dalam pengetahuan Allah, yakni sebagai bantahan terha. dap kaum Mujassimah. Adapun maksud istighfar (permohonan ampun) para malaikat it, adalah syafaat mereka, dorongan mereka kepada orang-orang beriman itu supaya berto. bat, dan ilham mereka kepada orang-orang beriman itu agar melakukan apa-apa yang dapat mendatangkan ampunan. Ayat ini juga mengandung suatu penjelasan bahwa, ke. bersamaan dalam iman itu mengharuskan adanya pemberian nasehat dan kasih sayang, sekalipun terdapat perbedaan jenis makhluk. Karena hanya kebersamaan iman sajalah yang merupakan hubungan yang paling kuat, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”.
(. ) Oh Tuhan kami. Maksudnya, para malaikat itu mengucapkan “Oh Tuhan kami Kalimat ini merupakan keterangan (hal) dari kalimat “yastaghfiruuna” (mereka memohon. kan ampun)
(. ) rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu. Maksudnya, rahmat dan ilmu Allah sangat luas sehingga meliputi segala sesuatu. Disini, fiil digeser oleh failnya yang asli, guna menyatakan ke dalaman (ighraq) dalam mensifati Allah dengan sifat rahmat dan ilmu. Dan sebagai pernyataan bersangatan (mubalaghah) tentang meratanya rahmat dan ilmu Altah itu. Adapun didahulukannya ‘rahmat’ adalah karena rahmat itulah yang menjadi tujuan utamadisini.
(. ) maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu. Yaitu, orang-orang yang Engkau ketahui tobatnya dan mengikuti jalan yang benar.
(. ) dan jagalah mereka dari siksa neraka yang menyala-nyala, dan peliharalah mereka darinya. Kalimat ini merupakan pernyataan setelah diberikannya pengertian, sebagai penguat (ta’kid) dan untuk menunjukkan betapa dahsyatnya azab heraka itu. (Qadhi Baidhawi).
Mengenai firman Allah Taala, yang artinya : (Malaikat-malaikat yang memikul Arsy), Imam Muhammad bin Mahmud Assamargandi berkata : “Ibnu Abbas ra., berkata : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu, kaki-kaki mereka terletakdibumi yang paling bawah, sedang kepala-kepala mereka menembus Arsy. Mereka dalam keadaan tunduk, tidak mengangkat pandangan mereka”.
Dan dari Jakfar bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, katanya : “Bahwasanya Allah Taala memandang kepada suatu bahan inti (jauharah), maka berubahlah ia menjadi merah. Kemudian Allah memandang jauh arah itu sekali lagi, maka ia menjadi bergetar dan meleleh karena takut kepada Tuhannya. Kemudian Allah memandangnya untuk yang ketiga kalinya, maka berubahlah ia menjadi air. Kemudian Allah memandangnya lag! untuk yang keempat kalinya, maka membekulah separuhnya. Dari yang separuh ini, Allah menciptakan Arsy, sedangkan dari separuh yang lain, air. Kemudian dibiarkan-Nya dalam keadaan yang demikian, yang karenanya ia terus bergetar sampai hari kiamat”. (Sekian petikan dari Assamargandi)
Imam Al Qurthubi berkata : “Menurut pendapat para ahli tafsir, bahwasanya Arsy adalah singgasana. la merupakan bentuk yang mempunyai rupa, yang diciptakan oleh Allah Taala, dan diperintahkan-Nya para malaikat agar memanggulnya, serta mengharuskan mereka mengagungkannya dan bertawaf disekelilingnya, sebagaimana Allah telah menciptakan Bait (Kakbah)dibumi, dan memerintahkan kepada anak cucu Adam agar bertawafdisekelilingnya dan berkiblat kepadanya”.
Dan dari Ali Karramallaahu wajhah : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu ada empat. Masing-masing malaikat itu mempunyai empat wajah. Kaki-kaki mereka menapak pada sebuah batu besar yang adadibawah bumi yang ketujuh, sejauh perjalanan lima ratus tahun”. (Sekian dari ucapan Al Qusyairi).
Imam Abu Laits Assamarqandi berkata mengenai surah Al A’raf, ketika menafsirkan firman Allah Taala, yang artinya : Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy. “Menurut sebagian ulama, ini termasuk ayat-ayat mutasyabihat, yang takwilnya hanya diketahui oleh Allah saja”.
Dan diberikan pula dari Yazid bin Marwan, bahwa ketika dia ditanya mengenai takwil dari ayat ini (Lalu Dia bersemayamdiatas Arsy), maka dijawabnya : “Takwilnya adalah beriman kepada-Nya”.
Dan diceritakan pula, bahwa ada seorang laki-laki menemui Imam Malik bin Anas, lalu bertanya kepadanya mengenai firman Allah yang artinya : (Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy), maka Imam Malik menjawab : “Beriman kepada-Nya adalah wajib, sedang menanyakannya adalah bid’ah. Dan aku lihat, engkau tak lain orang yang sesat”. Maka murid-murid Imam Malik pun lalu mengeluarkan orang itu.
Dan konon, Muhammad bin Jakfar pun berpendapat serupa.
Dari Ubay bin Kaab, bahwa dia berkata : “Apabila seperempat malam telah lewat, maka Rasulullah saw. bangun, lalu Beliau berkata : “Hai manusia, ingatlah kamu kepada Allah. Keguncangan itu pasti datang, diikuti oleh tiupan. Maut pasti datang dengan segala akibatnya”.
Maka berkatalah Ubay bin Kaab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya banyak membaca salawat untuk Baginda. Berapa sa!lawat harus saya sampaikan kepada Baginda?’.
Rasulullah saw. menjawab : “Sabanyak yang engkau kehendaki”.
Kaab bertanya : “Seperempat?”.
Rasulullah menjawab : “Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka akan lebih baik”.
“Sepertiganya?”, tanya Kaab pula.
“Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka itu lebih baik”. Jawab Beliau.
Kaab bertanya pula : “Ya Rasulullah, dua pertiganya?”.
Rasulullah menjawab : “Terserah engkau. Kalau engkau tambah maka itu adalah lebih baik bagimu”.
Maka Kaab berkata : “Ya Rasulullah, saya jadikan salawat saya seluruhnya untuk Baginda”.
Rasulullah menjawab : “Kalau begitu, salawatmu itu akan mencukupi segala keinginanmu dan dosa-dosamu akan diampuni”. (Syifaus Syarif)
Adapun firman Allah Taala, yang artinya : “Dan para malaikat pemanggul Arsy itu beriman kepada-Nya”.
Maksudnya adalah, bahwa para malaikat pemanggul Arsy itu membenarkan bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada bandingan-Nya. Jadi, jika Anda bertanya : “Ayat itu berbunyi (Mereka bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya), padahal, bukankah tasbih itu terjadi sesudah adanya iman?. Maka bagaimana pengertian firman Allah : (dan mereka beriman kepada-Nya), yang disebutkan sesudah membaca tasbih itu?”. Saya jawab : “Pengertiannya adalah, bahwa itu merupakan peringatan, betapa mulia dan utamanya iman itu, dan merupakan anjuran supaya beriman, dan setelah Allah Taala terhalang dari mereka oleh takbir-takbir keagungan, keindahan dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya, maka Dia pun menyembut mereka sebagai makhluk-makhluk beriman”. (Tafsir Al Khazin).
Dan jika Anda bertanya : “Bagaimana pengertian istighfar (permohonan ampun) para malaikat untuk orang-orang yang beriman, padahal mereka adalah orang-orang yang bertobat dan saleh, yang dijanjikan akan mendapatkan ampunan, sedang Allah tidak akan mengingkari janji-Nya?”. Maka saya jawab : “Istighfar malaikat itu adalah syafaat. Sedangkan pengertiannya adalah untuk menambah kemuliaan dan pahala”. (Kasysyaf)
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, permohonan ampun dari para malaikat untuk orang-orang yang beriman itu adalah sebagai balasan dari apa yang pernah mereka katakan : (Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)dimuka bumi itu, orang yang (hanya) akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah belaka, padahai kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan mensucikan-Mu?). Yakni, karena dahulu para malaikat itu terlanjur mengatakan apa yang telah mereka katakan tadi, maka kini mereka lalu memohonkan ampun buat orang-orang yang beriman. Hal mana juga merupakan peringatan kepada selain malaikat, bahwa wajib atas siapa saja yang pernah membicarakan kejelekan orang lain untuk memohonkan ampun baginya, sebagai tanda penyesalan atas kata-kata yang terlanjur diucapkannya. (Tafsir Al Khazin)
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Setelah Allah Taala menciptakan Arsy, maka diperintahkannya para malaikat pemanggul Asry itu untuk memanggulnya, namun mereka merasa berat. Maka Aliah Taala berfirman : “Katakanlah olehmu Subhanallah (Mahasuci Allah)!” Lalu para malaikat itu pun mengucapkan “Subhanallah”, sehingga menjadi ringanlah mereka memikulnya. Untuk seterusnya mereka lalu mengucapkan sepanjang masa “Subhanallah”, sampai saat Allah Taala menciptakan Adam as. maka ketika penciptaan Adam telah sempurna, Beliau pun bersin, dan Allah lalu mengilhamkan kepadanya ucapan “alhamduliliah” (Segala puji bagi Allah). Maka Adam pun mengucapkan “alhamdulillah. Lalu Allah berfirman : “Allah merahmatimu. Untuk inilah Aku telah menciptakan engkau, hai Adam”.
Lalu malaikat-malaikat itu berkata : “Kalimat ini sangat agung, tidak patut kita melalaikannya”. Kemudian kalimat itu mereka gabungkan dengan kalimat pertama tadi, sehingga ucapan mereka menjadi : “Subhanallah wal Hamduliliah”. Itulah yang mereka ucapkan sepanjang masa. Dan sejak itu, mereka merasakan beban Arsy itu semakin ringan, tidak seperti semula.
Dan demikianlah mereka senantiasa mengucapkan kalimat-kalimat tersebut hingga pada suatu saat Allah Taala mengutus Nabi Nuh as. Kaum Nabi Nuh-tah yang mula-mula menganggap berhala-berhala sebagai Tuhan. Lalu Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Nuh as. agar memerintahkan kaumnya mengucapkan kalimat tauhid : Laa Ilaaha Illaliaah (tidak ada Tuhan selain Allah). Sedang Nabi Nuh as. rela menerima penghinaan dari kaumnya.
Lalu para malaikat itu berkata : “Kalimat yang ketiga ini pun agung pula”. Kemudian mereka gabungkan dengan kedua kalimat yang pertama tadi. Maka sepanjang masa, mereka mengucapkan : “Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallaah”. Sampai pada suatu ketika Allah Taala mengutus Nabi Ibrahim as.
Ketika Altah Taala mengutus Nabi Ibrahim as., maka disuruh-Nya supaya Beliau berkurban. Kemudian Allah menebus nyawa putra Nabi-Nya (yang semula hendak dikurbankan) itu dengan seekor domba yang besar. Ketika Nabi Ibrahim melihat domba itu, Beliau mengucapkan : “Allahu Akbar” (Allah Mahabesar). Saking gembiranya menerima kenyataan itu.
Lantas para malaikat itu berkata : “Kalimat yang keempat ini pun mulia juga”. Maka mereka menggabungkannya dengan ketiga kalimat sebelumnya, sehingga sepanjang masa, mereka mengucapkan : “Subhaanaillah, wal Hamdulillah, wa Laa Illaha Iilailah, wallaahu Akbar”.
Ketika Jibril as. menceritakan hal ini kepada Rasulullah saw., Beliau mengucapkan : “Laa haula walaa guwwata illaa billaahil ‘aliyyil “azhiim’ (Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan, melainkan dengan pertolongan dari Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung).
Lalu Jibril as. berkata : “Kalimat ini patut puladigabungkan dengan kalimat-kalimat yang empat itu”. (Tanbihul Ghatilin)
Imam Al Qusyairi berkata : “Menurut sebagian khabar, bahwa ada malaikat berkata : “Ya Tuhan, aku ingin sekali melihat Arsy”. Maka Allah lalu menciptakan untuknya tiga puluh ribu sayap. Kemudian terbanglah malaikat itu dengan sayapnya selama tiga puluh ribu tahun. Lalu Allah berfirman kepadanya : “Sudah sampaikah engkau ke Arsy?”. Malaikat itu menjawab : “Saya belum lagi menempuh sepersepuluh tinggi Arsy”. Maka Malaikat itu akhirnya minta izin kepada Allah untuk kembali ke tempat asalnya”. (Haiatul Islam)
Syahr bi Hausyab berkata : “Sesungguhnya para malaikat pemanggul Arsy itu ada delapan malaikat. Empat malaikat di antara mereka mengucapkan :
Artinya : “Maha suci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji untuk-Mu atas sifat santun dan ilmu-Mu”.
Sedangkan malaikat yang empat lainnya mengucapkan :
Artinya : “Mahasuci Engkau Ya Allah, dan dengan segala pujian-Mu. Segala puji bagi-Mu atas maaf-Mu sesudah kodrat-Mu”.
Kata Syahr selanjutnya : “Dan seakan-akan para malaikat itu mengetahui dosa-dosa anak cucu Adam, lalu mereka memohonkan ampun buat orang-orang yang beriman. Yakni, mereka memohonkan ampunan kepada Allah Taala buat orang-orang yang beriman”. (Tafsir Al Khazin)
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Ketika Allah Taala telah menciptakan Arsy yang agung itu, maka Arsy merasa bahwa dia adalah makhluk yang terbesar, lalu berkatalah ia : “Allah tidak menciptakan makhluk lain yang lebih besar daripadaku”. Maka bergetarlah Arsy itu. Kemudian Allah Taala menciptakan seekor ular yang melilit Arsy itu. Ular itu mempunyai tujuh puluh ribu sayap. Pada tiap-tiap sayap terdapat tujuh puluh ribu bulu.
Pada tiap-tiap bulu terdapat tujuh puluh ribu wajah. Pada tiap-tiap wajah terdapat tujuh puluh ribu mulut. Dan pada tiap-tiap mulut terdapat tujuh puluh ribu lidah. Pada setiap harinya, keluarlah dari mulut-mulut itu ucapan tasbih sebanyak bilangan rintik-rintik hujan, dan sebanyak bilangan daundipohon-pohon, dan sebanyak bilangan hari-harididunia, dan sebanyak bilangan malaikat-malaikat seluruhnya. Ular itu melingkari Arsy. Dan ternyata Arsy itu hanya separuh ular”. (Haiatul Islam)
Dari sebagian ulama diceritakan, bahwa sebelum Allah Taala menciptakan bumi, tempat Arsy adalah air. Sedang Arsy itu berada di atas air. Kemudian Allah menyuruh Arsy agar naik dari atas permukaan air. Maka ia pun naiklah. la terus naik hingga air yang adaditempatnya tadi membentuk kubus dan ikut menghantarkan Arsy, naik bersamanya Sampai ke tempat yang dikehendaki Allah. Kemudian Allah menyuruh air kembali ke tempatnya semula, air berkata : “Seandainya Allah tidak menyuruh aku kembali ke tempatku Semula, pasti aku hantar engkau ke tempatmu”. Maka Aliah mewahyukan kepada air : “Sesungguhnya, karena engkau telah memuliakan Arsy dan telah mengantarkan demi Aku, maka Aku jadikan tempatmu sebagai tanah yang paling utama, dan Aku jadikan ia sebagai arah kiblat bagi seluruh makhluk, serta tempat orang berharap memperoleh segala kebutuhan”.
Dalam kaitan dengan cerita ini, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengantar seorang tamu sebanyak tujuh langkah, maka Allah menutup terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan apabila dia mengantarkan tamu itu delapan langkah lagi, maka Allah akan membukakan baginya delapan pintu surga, sehingga dia dapat memasukinya dari pintu mana saja yang dia suka”. (Haqaiq)
Dan disebutkan pula, bahwa yang pertama-tama diciptakan Allah Taala adalah Galam, kemudian Lauh. Lalu Allah memerintahkan kepada Galam supaya menulis pada Lauh apa-apa yang akan terjadi sampai hari kiamat. Kemudian Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki menurut kehendak-Nya yang Azali. Kemudian Dia menciptakan Arsy. Kemudian Dia menciptakan malaikat-malaikat pemanggul Arsy, kemudian langit dan bumi. Adapun sebab Allah menciptakan Arsy adalah untuk hamba-hamba-Nya, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan wajah mereka ketika berdoa, agar tidak kebingungan dalam berdoa, sebagaimana Dia telah menciptakan Kakbah, supaya mereka tahu ke mana mereka mesti menghadapkan muka dalam ibadat. (Sekian petikan dari As Samargandhi)
Mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan menjunjung Arsy Tuhanmu…”
Ats Tsa’labi berkata : “Dari Ali bin Husein ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan Arsy, sedang sebelumnya Dia tidak menciptakan apa-apa selain tiga : udara, Galam dan Cahaya. Kemudian barulah Allah menciptakan Arsy dari bermacam-macam cahaya. Antara lain, cahaya hijau, yang karenanya menjadi hijaulah warna hijau. Dan warna kuning, yang oleh karenanya menjadi kuninglah warna kuning. Dan cahaya merah, yang oleh karenanya menjadi merahlah warna merah. Dan cahaya putih, yang oleh karenanya menjadi terang benderanglah cahaya-cahaya, dan dari cahaya itu pula terangnya waktu siang. Kemudian Dia menjadikan Arsy itu bertingkat-tingkat sampai tujuh juta tingkat, yang tidak satu tingkat pun di antaranya kecuali bertasbih kepada Allah, memuji dan mensucikan-Nya dengan suara-suara yang berbeda-beda, yang seandainya Allah Taala mengizinkan sesuatu untuk mendengarnya, niscaya akan runtuhlah gunung-gunung dan gedung-gedung, dan akan menjadi keringlah lautan.
Adapun mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”. Ats Tsa’labi berkata : “Ja’far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa dia berkata : “Di Arsy terdapat duplikat dari semua makhluk yang telah diciptakan Allah Taala, baik yang beradadidarat maupundilaut. Dan itulah takwil dari firman Allah Taala (dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya”.
Dan pada sebuah khabar disebutkan bahwa, Allah Taala telah memerintahkan kepada semua malaikat agar berangkat diwaktu pagi dan sore untuk mengucapkan salam kepada para malaikat pemanggul Arsy, karena kelebihan mereka diatas malaikat-malaikat yang lain.
Demikianlah yang dinukil oleh Ats Tsa’labi dari perkataan Imam al Baghawi dalam tafsir firman Allah Taala :
Artinya : “Kursi Allah meliputi langit dan bumi”.
Sedang Abu Hurairah ra. berkata : “Kursi itu terletak didepan Arsy. Dan makna “wasia” adalah bahwa luasnya seluas langit dan bumi.
Ali dan Muqatil ra. berkata : “Masing-masing kaki kursi itu setinggi tujuh langit dan bumi, dan ia terletakdidepan Arsy”. Demikianlah kata mereka.
Alim besar As Suyuthi berkata : “Ibnu Jarir, Mardaweih dan Abusy Syaikh telah mengemukakan dari sahabat Abu Dzar ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda -: “Hai Abu Dzar, perumpamaan langit yang tujuh dengan Kursi adalah ibarat sebuah cincin yang terletakdisebuah gurun. Dan kelebihan Arsy atas kursi adalah seumpama kelebihan gurun atas cincin tersebut.
Dan Abusy Syaikh telah mengemukakan dari Hammad, katanya : “Allah telah menciptakan Arsy dari zamrud hijau, dan diciptakan-Nya pula baginya empat buah tiang dari yagut merah, dan diciptakan-Nya lagi untuknya seribu bahasa, dan Allah menciptakandi bumi seribu umat, masing-masing umat bertasbih dengan salah satu bahasa dari bahasabahasa Arsy”.
Dan Abusy Syaikh telah pula mengemukakan dari Umar ra., katanya : “Allah Taala telah menciptakan empat macam makhluk dengan tangan-Nya Adam as., Arsy, Galam dan surga Aden. Sedangkan terhadap makhluk-makhluk yang lain, Allah hanya berfirman : “Kun”, maka jadilah dia”.
Dan Abusy Syaikh juga telah mengemukakan dari Utsman bin Saad Ad Darimi dalam kitabnya Ar Raddu ‘alal Jahmiyah, dia berkata : “Penghulu langit adalah Arsy”. Sekian.
Kami telah menguraikan secara rinci mengenai hal ini, supaya sifat-sifat Arsy itu dapat diketahui oleh setiap orang.
AIlah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah”. kemudian meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) : “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan kamu memperoleh di dalamnya apa yang diinginkan oleh dirimu, dan memperoleh pula di dalamnya apa yang kamu pinta, sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Fushshilat : 30-32) Tafsir :
(. ) Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah”. Dengan mengakui akan ketuhanan-Nya dan memantapkan akan keesaan-Nya.
( ) kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, dalam beramal.
Kata “tsumma” adalah untuk menyatakan bahwa istigamah itu kedudukannya sesudah pengakuan (iqrar). Karena pengakuan itu merupakan pangkal dari istigamah, atau karena istigamah itu sukar, jarang sekali pengakuan yang diikuti olehnya. Adapun apa yang diriwayatkan dari para Khulafa ar Rasyidin mengenai arti istigamah, seperti: kemantapan iman, keikhlasan beramal, dan menunaikan kewajiban-kewajiban, itu semua adalah rincian-rincian istigamah.
(. ) maka malaikat akan turun kepada mereka, pada saat mereka sedang menghadapi sesuatu perkara, dengan sesuatu yang dapat melapangkan dada mereka, dan menolak dari mereka perasaan takut dan sedih: atau ketika mati: atau ketika keluar dari kubur.
( ) Janganlah kamu takut, terhadap apa yang akan kamu hadapi.
(. ) dan janganlah pula kamu bersedih, dari apa yang telah kamu lewati. Kata an (. )disini adalah an masdariyah ( ) atau an mukhaffafah ( ) yang mugaddar dengan ba, atau an mutassirah (. ).
(. ) Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu, didunia melalui lisan rasul-rasul Allah.
(. ) Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia. Kami mengilhamkan kebenaran kepadamu dan membawamu melakukan kebaikan, sebagai lawan dari apa yang dilakukan oleh setan-setan terhadap orang-orang kafir.
(. ) Dandiakhirat, dengan syafaat dan kemuliaan, dikala orang-orang kafir dan kawan-kawan mereka saling bermusuhan.
(. ) Dan kamu memperoleh di dalamnya, yaknidiakhirat. (. ) Apa yang diinginkan oleh nafsumu, yaitu kelezatan-kelezatan.
(. ) Dan kamu memperoleh puladidalamnya apa yang kamu pinta, apa yang kamu harapharapkan. Kata “tadda’uuna” (. ) berasal dari kata “Ad du’a” ( ) yang artinya meminta. Kata ini lebih bersifat umum daripada yang pertama (. ).
(. ) sebagai hidangan dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kalimat ini adalah hal dari kata “maa tadda’uuna”, untuk memberi pengertian bahwa apa yang mereka harap-harapkan dibanding dengan apa yang diberikan kepada mereka adalah suatu hal yang tidak pernah terlintas dalam benak mereka sebelumnya, sebagaimana hidangan yang disediakan untuk tamu. (Qadhi Baidhawi).
Dari Abu Thalhah ra., katanya : “Saya pernah menemui Nabi saw., tampak Beliau sangat bergembira dan berseri, yang melebihi dari sebelumnya, maka saya pun menanyakan hal itu kepada Beliau, yang dijawab oleh Beliau :”Apa yang menghalangi aku untuk bergembira, sedang Jibril baru saja keluar. Dia datang kepadaku dengan membawa berita gembira dari Tuhanku, katanya : “Sesungguhnya Allah Taaia telah mengutusku kepadamu, membawa berita gembira dari Tuhanku, bahwa tidak seorang pun di antara umatmu bersalawat untukmu, melainkan Allah Taala berserta para malaikat-Nya bersalawat pula untuknya seperti salawatnya sepuluh kali”. (Syifaus Syarif)
Tentang sebab turunnya ayatdiatas, para ulama berkata : “Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Sesungguhnya ayat-ayat tersebut turun berkaitan dengan Abubakar Assiddiq ra., pada saat itu orang-orang musyrik berkata : “Tuhan kami ialah Allah, dan malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah”. Sedang orang-orang Yahudi mengatakan : “Tuhan kami ialah Allah, dan Uzair itu adalah anak Allah, sedangkan Muhammad bukan nabi”. Lalu Abubakar berkata : “Tuhan kami ialah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya, dan Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya”. Kemudian Abubakar bersikap konsisten dengan pendiriannya itu. Adapun arti ayat itu adalah : Sesungguhnya orang-orang yang mengakui keesaan Allah dan melepaskan dari Allah kepercayaan adanya sekutu, teman atau anak, kemudian mereka senantiasa taat kepada-Nya dan melaksakan kewajiban-kewajiban-Nya, dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya sampai saat mereka meninggal dunia. (Tafsir)
Sebagian ulama yang lain mengatakan : Maksud “istiqmah” adalah pengambilan Sumpahdialam arwah. Sementara, ada pula yang mengatakan, istigamah itu bisa terjadi Secara lahir dan batin, istigamahnya orang awam secara lahir adalah dengan melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan, sedangkan secara batin adalah iman dan tasdiq (membenarkan). Adapun istigamahnya orang khawas (seperti para nabi, wali, Ulama akhirat) secara lahir adalah menghindari dunia dan meninggalkan perhiasannya maupun keinginan-keinginan terhadapnya, sedangkan secara batin adalah tidak meng. inginkan kenikmatan surga karena rindu kepada Tuhan Yang Maha Penyayang. (Syiha. buddin)
Abubakar ra. pernah ditanya tentang istigamah, maka jawabnya : “Janganlah kamu mensekutukan sesuatu pun dengan Allah”.
Sedang Umar ra. berkata : “Istigamah artinya hendaklah kamu konsisten terhadap perintah (dengan melaksanakannya) dan larangan (dengan menjauhinya), dan janganlah kamu menyeleweng secara sembunyi-sembunyi seperti seekor musang”.
Dan Utsman ra. berkata : “Istigamah adalah keikhlasan”.
Sedangkan Imam Ali ra. berkata : “Istigamah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”. (Ma’alimut Tanzil)
Seorang ahli kebenaran berkata : “Istigamah itu ada tiga macam : (1) istigamah dengan lidah, (2) istigamah dengan hati, dan (3) istigamah dengan jiwa. Istigamah dengan lidah adalah senantiasa mengucapkan kalimat syahadat. Istigamah dengan hati adalah senantiasa berada di atas keinginan yang benar. Sedangkan istigamah dengan jiwa ada: lah senantiasa melakukan ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan”.
Sementara, yang lain mengatakan : “Istigamah itu dicapai dengan empat perkara : (1) taat dalam menghadapi perintah, (2) takwa dalam menghadapi larangan, (3) syukur dalam menghadapi nikmat, dan (4) sabar dalam menghadapi surga.
Sedangkan kesempurnaan dari yang empat ini adalah dengan empat perkara pula : kesempurnaan taat adalah dengan ikhlas, kesempurnaan takwa adalah dengan tobat, kesempurnaan syukur adalah dengan mengakui ketidak berdayaan diri, dan kesempurnaan sabar adalah dengan melakukannya secara total. (Imam Nasafi) ‘
Al Fagih Abu Laits berkata : “Tanda istigamah seseorang adalah apabila dia memelihara sepuluh perkara sebagai suatu yang wajib atas dirinya :
Pertama, memelihara lidah dari menggunjing orang lain.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.
Kedua, menjauhi buruk sangka.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa”,
Dan juga, karena sabda Nabi saw. : ,
Artinya : “Hindari olehmu berburuk sangka, karena buruk sangka itu adalah ucapan yang paling dusta”.
Ketiga, menjauhkan diri dari memperolok-olokkan orang lain.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Janganlah suatu kaum memperolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik dari mereka (yang memperolok-olokkan)”.
Keempat, menahan indera penglihatan dari apa-apa yang diharamkan.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman : Hendaklah mereka memicingkan indera penglihatan mereka (dari apa-apa yang diharamkan)”.
Kelima, kejujuran lidah,
Karena Allah Taala berfinman :
Artinya : “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil”.
Keenam, menafkahkan harta di jalan Allah.
Karena Allah Taata berfirman :
Artinya : “Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik”.
Ketujuh, tidak bersikap boros.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros”
Kedelapan, tidak ingin dirinya ditonjolkan atau diagung-agungkan.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah (hanya) bagi orang-orang yang bertakwa”.
Kesembilan, memelihara salat lima waktu.
Karena AIlah Taaia berfirman :
Artinya : “Peliharalah semua salat (mu), dan peliharalah salat wusta. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.
Kesepuluh, konsisten mengikuti ahlu sunnah wal jamaah”.
Karena Allah Taala berfirman :
Artinya : “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan (yang lain) itu (akan) mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”. (Tanbihul Ghatfilin).
Dari Abubakar Ar Razi, bahwa dia berkata : “man dalam hati seorang mukmin adalah seumpama sebatang pohon yang mempunyai tujuh dahan, satu dahan berujung pada hatinya, sedang buahnya adalah keinginan yang baik, satu dahan berujung pada lidahnya, sedang buahnya adalah perkataan yang jujur, satu dahan berujung pada kedua kakinya, sedang buahnya adaiah berjalan menuju salat berjamaah, satu dahan berujung pada kedua tangannya, sedang buahnya adalah memberikan sedekah, satu dahan berujung pada kedua matanya, sedang buahnya adalah memandang kepada pelajaran-pelajaran, satu dahan berujung pada perutnya, sedang buahnya adalah memakan yang halal dan meninggalkan barang-barang yang meragukan (halal haramnya), dan satu dahan lagi berujung pada jiwanya, sedang buahnya adalah meninggalkan keinginan-keinginan syahwat. (Rajabiah).
Dan menurut khabar :
Apabila hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala akan membangkitkan kembali semua makhluk dari kubur masing-masing. Maka datanglah para malaikat menemui orangorang yang beriman lalu mereka menghapus tanah dari atas kepala-kepala orang-orang mukmin itu, sehingga berserakanlah tanah dari tubuh mereka, selain tanah yang ada di dahidahi mereka, yaitu tempat sujud mereka. Para malaikat telah berusaha untuk menghapus tanah dari tempt tersebut, namun tidak mau hilang. Kemudian terdengar seruan : “Hai para malaikat-Ku, tanah itu bukanlah dari kubur mereka, tetapi tanah dari mihrab (tempat sujud) mereka masing-masing. Biarkanlah tanah itu menempel pada mereka, sampai mereka menyeberangi Shirat dan memasuki surga. Dengan demikian, siapa saja yang memandang mereka tentu akan tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang terpilih di antara sekalian hamba-hamba-Ku”. (Zahratur Riyadh).
Orang-orang yang memberi kabar gembira (al mubasysyirun) itu ada tiga :
Pertama, Nabi Muhammad saw., di dunia :
Sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.
Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.
Kedua, Para malaikat ketika seseorang dalam keadaan sekarat.
Sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
Ketiga, Allah Taala. Sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dariNya dan keridaan…”. (Raudhatul Ulama)
Konon, berita gembira di saat orang meninggal dunia itu ada lima macam :
Pertama, berita gembira kepada kaum mukminin umumnya. Kepada mereka dikatakan : “Jangan kamu kuatir akan dikekalkan azabmu”. Maksudnya, kamu tidak akan disiksa selama-lamanya. Para nabi dan orang-orang saleh akan memberikan syafaat kepadamu. Dan janganlah kamu bersedih hati karena luputnya pahala, dan bergembiralah dengan surga. Yakni, bahwa tempat kembali kamu pada akhirnya adalah surga”.
Kedua, kepada orang-orang yang ikhlas dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan ditolak amal-amalmu, karena sesungguhnya semua amalmu itu telah diterima. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala, karena pahalamu itu akan dilipat gandakan.
Ketiga, kepada orang-orang yang bertobat akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan dosa-dosamu, karena sesungguhnya dosa-dosamu itu telah diampuni. Dan janganlah kamu berkecil hati akan luputnya pahala dari apa yang telah kamu lakukan sesudah bertobat. Allah akan menggantikan keburukan-keburukanmu menjadi kebaikan-kebaikan.
Keempat, kepada orang-orang yang zuhud akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan dikumpulkan di Mahsyar dan perhisaban, dan jangan pula kamu bersedih hati akan kekurangan yang berlipatlipat. Bergembiralah dengan surga (yang akan kamu peroleh tanpa hisab maupun azab (terlebih dahulu)”.
Kelima, kepada para ulama yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, dan beramal sesuai dengan ilmunya, akan dikatakan : “Janganlah kamu kuatir akan kedahsyatankedahsyatan hari kiamat, karena Allah akan memberi ganjaran terhadap apa yang telah kamu lakukan dahulu. Dan bergembiralah dengan surga (yang akan diberikan) kepadamu dan kepada siapa saja yang mengikuti jejakmu”.
Maka alangkah beruntungnya bagi orang yang umurnya diakhiri dengan kabar gembira.
Namun, kabar gembira (bisyarah) itu hanyalah bagi orang mukmin yang baik amal perbuatannya. Para malaikat akan turun kepada mereka, lalu orang-orang mukmin itu bertanya : “Siapakah kalian?. Karena kami belum pernah melihat orang yang lebih elok wajahnya dan lebih harum badannya daripada kalian?”.
Lantas para malaikat itu menjawab : “Kami adalah sahabat-sahabat kamu semua”.
Maksudnya, kami telah menjaga kamu semua, dan kami telah mencatat amal-amal kamu di dunia.
Maka bagi orang yang berakal, sepatutnyalah dia waspada terhadap sifat lalai. Dan
tanda waspada dari sifat lalai itu ada empat :
Pertama, dia mengurus urusan-urusan dunianya dengan sikap nrimo dan tidak tergesa-gesa.
Kedua, dia mengurus urusan akhiratnya dengan rakus (ingin berbuat banyak) dan bergegas-gegas.
Ketiga, dia mengurus urusan-urusan agamanya dengan ilmu dan kesungguhan. Keempat, dia mengurus urusan-urusan manusia dengan nasehat, cinta dan lemah embut.
Konon, manusia yang paling utama itu ialah orang yang memiliki lima sifat : (1) dia tetap tekun dalam beribadat kepada Tuhannya, (2) dia ikhlas lahir dan batin, (3) orang lain selamat dari kejahatannya, (4) dia tidak mengharap apa-apa yang ada di tangan orang lain, (5) dia selalu siap siaga menghadapi mati. (Tanbihul Ghafilin) Adapun maksud “siap sedia untuk mati” adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. :
Artinya : “Perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan kelezatan. Yakni, maut”.
Hadis ini bersumber dari Hisanul Mashabih, sedang maknanya adalah : bahwa maut itu akan memenggal setiap kelezatan, maka ingatlah maut banyak-banyak, sehingga Anda akan selalu bersiap-siap untuk menghadapinya. Karena sabda Nabi saw. tadi (perbanyaklah mengingat apa yang bisa memutuskan kelezatan) merupakan perkataan yang ringkas dan pendek, namun di dalamnya mengandung semua nasihat.
Sebab, orang yang selalu ingat akan mati pada hakekatnya dia akan menahan diri dari kelezatannya sekarang, dan ingat mati akan menahannya pula dari menganganangankan kelezatan tersebut di masa yang akan datang, serta menjadikannya bersikap zuhud terhadap hal-hal yang membuatnya mengharapkan kelezatan itu. Namun, jiwa yang keruh dan hati yang lalai membutuhkan kepada kata-kata yang banyak dan nasehat yang panjang lebar. Kalau tidak, tentu dengan sabda Nabi saw. (Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan), dan firman Allah yang artinya (Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati) sudah cukup bagi orang yang mau mendengar dan berpikir tentang mati. Karena, mengingat akan mati menimbulkan perasaan tidak tenteram tinggal di negeri yang fana ini, lalu menghadapkan tujuan setiap saat kepada negeri yang abadi.
Karena ulama telah mengatakan : “Mati itu bukan berarti hilang begitu saja atau menjadi lenyap sama sekali, tetapi hanya sekedar terputusnya ikatan antara ruh dan raga, dan terpisahnya ruh darinya, lalu berganti dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Orang-orang mukmin itu tidaklah mati, melainkan pulang ke negeri mereka”.
Maut itu merupakan musibah terbesar. Allah telah menyebutnya sebagai suatu musibah dalam firman-Nya :
Artinya : “Lalu kamu ditimpa musibah maut”.
Maut memang musibah besar, namun ada lagi yang lebih besar darinya, yaitu lalai terhadap maut, tidak mau mengingatnya dan sedikit memikirkannya. Padahal dengan memikirkan maut itu saja sudah bisa menjadi itibar (bahan pelajaran) bagi orang yang mau berpikir. Di dalam kitab Tadzkirahnya, Al Qurtubi berkata : “Semua umat telah sepakat bahwa maut itu tidak bisa ditentukan akan terjadi pada umur berapa, masa kapan, dan penyakit apa. Itu semua tidak lain adalah agar orang merasa gentar terhadap maut dan bersiap-siap untuk menghadapinya.
Sebaliknya, orang yang telah dikuasai oleh rasa cinta kepada dunia dan tenggelam dalam kelezatan-kelezatannya, tidak mustahil bila dia lalai dari mengingat maut dan tidak sudi mengingatnya. Bahkan, apabila maut itu disebutkan orang di hadapannya, maka dia tidak suka, sedang perasaannya benci terhadap maut. Hal itu dikarenakan rasa cintanya kepada dunia yang telah menguasai hatinya, dan hubungan-hubungannya yang telah mendarah daging dengan dunia, sehingga menghalanginya dari memikirkan maut, yang merupakan sebab dari perceraiannya dengan dunia, lalu dia tidak suka mengingatnya lagi. Dan seandainya dia mengingatnya juga, maka ingatannya itu adalah karena sayangnya kepada dunia, lalu dia pun sibuk mencela maut. Ingat mati itu bahkan semakin menjauhkan dia dari Allah.
Kita telah membicarakan soal maut ini secara panjang lebar, karenanya kami sudahi sampai di sini. (Majalls Ar Rumi)
Yahya bin Muaz -Qaddasallaahu sirrahuberkata : “Orang-orang yang istigamah itu mempunyai beberapa tanda : dia berusaha taat kepada Allah Taala tanpa suatu kaitan, menasihati orang banyak tanpa suatu ketamakan, beribadat kepada Allah Yang Hag dengan hati yang takut, mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya di dunia tanpa suatu syahwat, memikirkan tentang akhirat tanpa lalai”. (Demikianlah disebutkan dalam kitab Al Khalisah)
Maka, barangsiapa yang demikian keadaannya, dia akan diberi kabar gembira kala dia menghadapi maut, berupa kemuliaan, kebahagiaan dan kedekatan kepada Tuhan.
Diriwayatkan bahwa, ketika maut datang kepada Syaikh Abu Ali Ar Raudzabari Rahimahullah Taala, dia membuka kedua matanya seraya berkata : “Ini, pintu-pintu langit telah terbuka. Ini, surga-surga benar-benar telah dihias. Dan ini, ada suara berkata : “Hai Abu Ali, sesungguhnya Kami telah menyampaikan engkau ke derajat yang luhur, sekalipun engkau tidak memintanya. Dan Kami memberimu pangkat orang-orang besar, sekalipun engkau tidak mengharapkannya”.
Dan juga diceritakan bahwa, ketika Sahal bin Abdullah At Tusturi Rahimahullah Taala meninggal dunia, maka orang-orang pun berkumpul mengurus mayatnya. Di negeri itu, ada seorang tua berkebangsaan Yahudi, umurnya telah melewati tujuh puluh tahun. Dia mendengar suara-suara ramai, maka keluarlah dia untuk melihat apa yang terjadi. Setelah dia melihat kepada mayat tersebut, maka dia berkata : “Tahukah kalian apa yang telah saya lihat?”. Orang-orang bertanya : “Apa yang Anda lihat?”. Dia menjawab : “Saya lihat sekelompok kaum turun dari langit memohon berkat dengan jenazah ini”.
Akhirnya, orang tua itu masuk Islam, dan baik Islamnya. (Demikian disebutkan dalam kitab Raudhur Rayahin).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan serta mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya. Dan orang-orang yang kafir, bagi mereka azab yang sangat keras”. (QS. Asy Syura : 25-26)
Tafsir : , .
(. ) Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya, dengan mengampuni dosa-dosa yang mereka bertobat darinya. Kata yagbalu ( ) adalah fiil mutaaddi yang perlu kepada maf’ul kedua dengan menggunakan tafaz min ( ) atau ‘an (. ), karena fiil ini memuat arti mengambil dan kembali.
Hakikat tobat itu telah diketahui maksudnya. Dari Ali ra. diriwayatkan, katanya : “Tobat adalah kata yang bisa diterapkan pada enam makna : (1) Pada dosa-dosa yang telah Jalu, tobat diartikan sebagai penyesalan, (2) untuk kewajiban-kewajiban yang telah dilalaikan, tobat bisa diartikan dengan mengulang kembali (i’adah), (3) meminta maaf kepada orang-orang yang telah dianianya, (4) meleburkan diri dalam ketaatan sebagaimana dia telah diasuh dalam kemaksiatan, (5) merasakan kepada nafsu pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan kepadanya manisnya kemaksiatan, (6) menangis, sebagai ganti dari tawa yang telah Anda lakukan.
(. ) dan memaafkan kesalahan-kesalahan, yang kecil maupun yang besar bagi siapa saja yang dikehendaki Allah.
(. ) Dan Dia mengetahui apa yang mereka kerjakan, lalu memberi ganjaran dan ampunan dengan penuh kecermatan dan kebijaksanaan. Hamzah, Kisai dan Hafs membaca yaf’aluuuna (. ) dengan awalan ta (. ) sehingga menjadi : wa ya’lamu maa taf’aluuna ( Dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan).
(. ) Dan Dia memperkenankan orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Artinya, Allah memperkenankan bagi mereka. Kata “bagi (. ) di dalam kalimat ini dihilangkan (mahdzuf), sebagaimana ia dihilangkan juga dalam firman Allah Taala : wa idzaa kaaluuhum.
Adapun maksud memperkenankan dalam ayat ini adalah memperkenankan doa dan mengganjar ketaatan. Karena perbuatan taat itu adalah serupa dengan doa dan permohonan yang diakibatkan oleh ketaatan. Di antaranya adalah sabda Nabi saw. yang artinya : “Doa yang paling utama adalah alhamdulillah”.
Atau, bisa juga diartikan : mereka memenuhi seruan Allah dengan melakukan ketaatan, apabila Dia menyeru mereka kepadanya.
(. ) Dan menambah pahala kepada mereka dari karunia-Nya, atas apa yang mereka pinta, dan yang sepatutnya serta yang semestinya mereka terima, karena mereka telah memenuhi seruan Allah itu.
(. ) Sedangkan orang-orang kafir itu, bagi mereka (disediakan) azab yang sangat keras. Kebalikan dari pahala dan penambahan yang diperoleh orangorang yang beriman. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada tiga golongan orang yang tidak akan melihat wajahku : (1) orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3) dan orang yang aku disebutkan di hadapannya namun dia tidak membaca salawat untukku”.
Benarlah Nabi dengan sabdanya :
Ketika turun ayat :
Artinya : “Dan rahmat-Ku telah meliputi segala sesuatu”.
Iblis yang terkutuk itu merasa mendapat angin, dia lalu berkata : “Aku ini termasuk salah satu dari “segala sesuatu” itu, maka akupun tentu akan memperoleh bagian dari rahmat Allah tersebut”.
Dan begitu pula sikap orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Namun, setelah turun firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Dan Aku akan tetapkan rahmat bagi mereka yang bertakwa dan mengeluarkan zakat”
Maksudnya : Aku akan memberikan rahmat itu kepada orang yang menjaga diri dari Syirik dan menunaikan zakat. ,
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”.
Yakni, membenarkan ayat-ayat Kami,
Maka putuslah harapan Iblis untuk memperoleh rahmat Allah. Sedang orang-orang Yahudi dan Nasrani berkata : “Kita pun menjaga diri dari syirik, serta menunaikan zakat dan beriman kepada ayat-ayat Allah”. Kemudian turunlah firman Allah selanjutnya :
Artinya : “Orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi. yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka”.
Maksudnya, yang membenarkan Nabi Muhammad saw. Maka orang-orang Yahudi dan Nasrani itu pun menjadi putus asa untuk memperoleh rahmat Allah tersebut. Dan tinggallah rahmat itu untuk kaum mukminin semata.
Ayat ini terdapat di dalam surah Al A’raf.
(Tanbihul Ghafilin)
Konon, sifat tergesa-gesa itu adalah dari setan, namun tergesa-gesa itu menjadi sunnah dalam lima perkara : (1) dalam hal menguburkan mayit, (2) dalam hal mengawinkan anak perempuan, (3) dalam hal melunasi hutang, (4) dalam hal bertobat sesudah melakukan maksiat, dan (5) dalam hal menyuguhkan makanan kepada musafir. (Tafsir Kabir)
Dari sahabat Abu Dzarr ra., katanya : “Saya pemah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : Sesungguhnya setiap penyakit itu ada obatnya, dan obat dosa adalah istighfar (memohon ampun)”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu kepada Allah, karena aku sendiri bertobat dalam sehari seratus kali”.
Dan sabdanya pula :
Artinya : “Barangsiapa tidak memohon ampun kepada Allah dua kali sehari, maka benar-benar dia telah menganiaya dirinya sendiri”. Dan dari Syaddad bin Aus ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Penghulu segala istighfar itu adalah apabila seseorang mengucapkan :
Artinya : “Ya Allah, Engkau Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Dan aku akan tetap pada jarninan dan janjiMu sedapat-dapatku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang telah aku kerjakan. Aku mengakui akan segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui akan dosa-dosaku, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau jua. (Al Hadis)
(HIKAYAT) :
Pada zaman dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang pemuda yang beribadat kepada Aliah Taala selama duapuluh tahun, kemudian bermaksiat kepada-Nya selama duapuluh tahun pula.
Pada suatu hari, dia memandangi dirinya pada sebuah cermin, maka tampaklah olehnya di antara janggutnya terdapat rambut yang telah putih. Maka dia pun bersedih, lalu berkata : “Tuhanku, aku telah berbuat taat kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian aku berbuat maksiat kepada-Mu selama dua puluh tahun pula. Maka jika aku hendak kembali kepada-Mu, apakah Engkau masih mau menerimaku?’. Maka dia mendengar ada yang berkata : “Dahulu, engkau cinta kepada Kami, maka Kamipun cinta kepadamu. Kemudian engkau meninggalkan Kami, maka Kami pun meninggalkanmu. Dan engkau berbuat maksiat kepada Kami, lalu Kami mengabaikanmu. Maka jika engkau akan kembali kepada Kami, Kami tetap akan menerimamu”. (Hayatul Qulub)
Diceritakan dari Syaikh Imam Abu Nashar As Samargandi, katanya :
Pada mulanya, Hasan Al Bashri adalah seorang pemuda yang ganteng. Dia suka berpakaian yang indah-indah, lalu berkeliling ke rumah-rumah di kota Basrah, dan di sanalah dia berfoya-foya. Pada suatu hari, ketika dia sedang berjalan, dilihatnya seorang wanita cantik, tinggi semampai. Hasan pun berjalan di belakang wanita itu. Lalu wanita itu menoleh kepadanya dan menegurnya :”Tidakkah Anda merasa malu?’.
“Malu kepada siapa?”. Hasan balik bertanya.
Wanita itu menjawab : “Kepada Allah yang mengetahui (pandangan) mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”.
Abu Nashar melanjutkan ceritanya :
Hati Hasan merasa tergugah setelah mendengar perkataan wanita itu, namun dia tidak tahan dan tidak mampu menguasai nafsunya, sehingga dia tetap menguntit wanita itu dari belakang. Maka wanita itu berkata lagi : “Kenapa anda masih tetap mengikutiku?”.
Hasan menjawab : “Aku terpesona melihat kedua matamu”.
“Kalau begitu duduklah”, wanita itu mempersilahkan. “Nanti akan saya kirimkan untuk Anda apa yang Anda inginkan”.
Hasan menyangka bahwa dia telah berhasil menundukkan hati wanita itu, sebagaimana dia telah tergoda olehnya. Maka dia pun duduk. Tak lama kemudian datanglah seorang pelayan wanita sambil membawa sebuah nampan yang bertutup kain, lalu diserahkannya kepada Hasan. Hasan membuka tutup nampan itu, ternyata di atas nampan tersebut tergeletak dua biji mata wanita yang dikejar-kejarnya itu. Kemudian pelayan itu berkaja : “Majikan saya berkata : “Saya tidak ingin mata yang menyebabkan seseorang terkena fitnah”,
Setelah menyaksikan dan mendengar ucapan pelayan itu, maka gemetarlah seluruh tubuh Hasan, lalu dipegangnya janggutnya dengan tangannya seraya berkata kepada dirinya :”Celakalah engkau hai janggut yang tidak lebih berharga daripada seorang wanita”.
Pada saat itu juga, Hasan menyesal dan bertobat. Dia pun pulang ke rumahnya. Semalam-malaman itu dia hanya menangis. Keesokan harinya, Hasan datang lagi ke rumah wanita itu untuk meminta maaf. Ternyata pintu rumah wanita itu tertutup rapat, dan terdengar suara beberapa orang wanita yang meratap. Ketika Hasan menanyakan hal itu kepada tetangga wanita itu, dia mendapat jawaban : “Nyonya rumah ini telah meninggal unia”.
Hasan meninggalkan tempat itu dengan hati yang hancur. Selama tia hari tiga malam dia terus menangis. Pada malam ketiga, Hasan bermimpi melihat wanita itu duduk di dalam surga. Hasan talu borkata kepadanya : “Maafkanlah aku”.
Wanita itu menjawab : “Aku telah memaaikan, karena aku telah memperoleh sesuatu yang lebih baik lantaran dirimu”.
Kemudian Hasan berkata : “Berilah aku nasehat”.
Maka wanita itu menasihatinya : “Apabila Anda sendirian, maka ingatlah kepada Allah Taala Dan apabila Anda sedang berada di waktu pagi atau sore, banyak-banyaklah mengucapkan istighfar, memohon ampun dan bertobat kepada Allah”.
Hasan menerima nasehatnya. Dan selanjutnya dia menjadi orang yang terkenal zuhud dan taat di kalangan orang banyak, serta mencapai derajat di sisi Allah setinggi yang dia capai. Dan adalah dia termasuk di antara wali-wali Allah Taala. (Jawahirul Bukhari)
Dan disebutkan bahwa, Nabi Adam as. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah memberi umat Muhammad saw. empat macam kemuliaan yang tidak diberikan-Nya kepadaku.
Pertama, bahwa diterimanya tobatku harus di Mekah, sedang umat Muhammad saw bisa bertobat di mana saja, dan Allah Taala tetap akan menerima tobat mereka.
Kedua, bahwa aku dahulu berpakaian, namun karena aku berbuat durhaka kepada Allah, maka Allah menjadikan aku tanpa berpakaran. Sedang umat Muhammad saw melakukan maksiat dalam keadaan tanpa berpakaian, lantas Aliah Taala memberi mereka pakaian.
Ketiga, bahwa ketika aku telah melakukan perbuatan durhaka, maka Allah memisahkan aku dengan istriku. Sedang umat Muhammad saw., melakukan perbuatan maksiat kepada Allah, namun Allah tidak memisahkan mereka dari istri-istri mereka.
Keempat, bahwa aku telah berbuat durhaka di dalam surga, lalu Allah mengeluarkan aku darinya. Sedang umat Muhammad saw. melakukan perbuatan maksiat di luar surga. lalu Allah memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mereka mau bertobat. (Tanbihul Ghafilin)
Dan diceritakan pula bahwa, di kalangan bangsa Israil konon ada seorang wanita tuna susila. Dengan bermodal kecantikannya, dia merayu siapa saja yang lewat di depan rumahnya. Pintu rumahnya senantiasa terbuka, sedang dia duduk di dalam rumahnya di atas ranjang di dekat pintu. Siapa saja yang melihatnya pasti tergoda. Laki-laki yang akan datang kepadanya harus menyiapkan uang lebih dahulu sepuluh dinar atau lebih, baru dia diperbolehkan datang menemuinya.
Pada suatu hari, lewatlah seorang abid di depan pintu rumah wanita itu. Tanpa sengaja, wanita itu terpandang oleh si abid, sehingga dia menjadi terpesona. Dia berusaha menahan naisunya dan berdoa kepada Allah agar menghilangkan perasaan itu dan dalam hatinya. Namun ternyata perasaan itu masih tetap ada, dan dia tidak mampu menguasa! nafsunya. Kemudian dia jual baju-bajunya dan semua miliknya, hingga akhirnya dia berhasil mengumpulkan uang yang diperlukannya.
Lalu pergilah sang abid ke rumah wanita itu. Dia disuruh menyerahkan uangnya kepada tetangga wanita itu, yang bertindak sebagai wakilnya. Kemudian wanita itu menjanjikan kapan dia harus datang. Tepat pada waktunya, abid itu datang ke rumah wanita itu, sedang wanita itu telah menghias dirinya dan duduk di atas ranjang di rumahnya. Abid itu masuk ke dalam rumah wanita ilu lalu duduk bersamanya di atas ranjang. Ketika dia hendak mengulurkan tangan kepada wanita itu, Allah mendahului dia dengan rahmat-Nya, berkat ibadat dan tobat si abid sebelumnya. Terlintaslah di dalam hatinya seolah-olah Allah melihatnya dalam keadaan demikian, sedang amalnya yang sudah-sudah seluruhnya dibatalkan. Maka timbullah suatu perasaan ngen di dalam hatinya, sehingga menjadi gemetariah seluruh persendiannya dan wajahnya menjadi pucat pasi.
Wanita itu memandang kepadanya, tampak olehnya laki-laki itu berubah menjadi pucat, maka ditanyanya : “Ada apa denganmu?’.
“Sesungguhnya saya takut kepada Allah “, jawab abid itu. “Biarkan saya keluar saja”.
“Busyet!”, kata wanita itu. “Banyak orang yang berangan-angan mendapatkan apa yang telah Anda peroleh ini. Ada apa sebenarnya dengan Anda?”.
Abid itu menjawab : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Uang yang telah aku bayarkan itu, halal untukmu. Biarlah aku keluar saja”.
Wanita itu bertanya kembali : “Apakah Anda sama sekali belum pernah melakukan ini?”.
“Belum”, jawabnya.
“Anda dari mana, dan siapa nama Anda?”. Tanya wanita itu pula.
Abid itu memberitahukan bahwa dia berasal dari kampung anu, dan namanya fulan. Kemudian wanita itu mengizinkan dia pulang, sedang si abid itu mencela dan menangisi dirinya sendiri. Sementara itu, sejak kepergian si abid, di dalam hati wanita itu timbul suatu gejoiak yang hebat, berkat si abid tersebut. Dalam hatinya berkata : “Sesungguhnya, ini adalah kali pertama laki-laki itu akan melakukan dosa, tetapi ternyata telah masuk ke dalam hatinya perasaan takut sedemikian rupa. Sedang aku sendiri, telah bergelimang dosa sekian tahun lamanya. Padahal Tuhan yang dia takuti adalah Tuhan-ku juga. Semestinya takutku kepada-Nya harus lebih lagi”.
Maka saat itu juga, wanita itu bertobat, dan dia pun menutup pintunya terhadap semua orang. Kemudian dipakainya pakaian yang sederhana, lalu menghadap dengan sepenuh hatinya kepada Allah. Dia melakukan ibadat sampai sekian lama yang dikehendaki Allah. Dan akhirnya, dia berkata dalam hatinya : “Sebaiknya aku datang menemui laki-laki itu, mudah-mudahan saja dia bersedia memperistrikan aku, sehingga dapatlah aku berada di sisinya sambil belajar urusan agamaku, dan menjadi pendorongku untuk beribadat kepada Allah”.
Wanita itu lalu bersiap-siap. Dibawanya harta dan beberapa orang pembantu kepercayaannya. Maka sampailah dia ke kampung laki-laki itu. Kemudian dia bertanya tentang laki-laki itu. Lalu ada orang memberitahukan kepada si abid bahwa, ada seorang wanita datang menanyakan dia. Abid itu keluar menemui wanita itu. Ketika wanita itu melihatnya, maka dibukanya cadarnya agar si abid dapat mengenalinya. Setelah dilihatnya, maka abid Itu pun mengenali wanita itu, maka teringatlah olehnya peristiwa yang pernah terjadi di antara mereka berdua. Lalu dia pun menjerit hebat hingga keluarlah nyawanya.
Tinggallah wanita itu bersedih hati. Lalu dia berkata : “Sesungguhnya saya telah berangkat ke sini demi menemui dia. Namun sekarang dia telah meninggal dunia. Apakah dia mempunyai sanak famili yang membutuhkan seorang istri?”
Orang-orang di situ menjawab : “Sebenarnya dia mempunyai seorang saudara lakilaki yang saleh juga. Tetapi dia melarat, tiada berharta”.
“Tidak apa-apa”, jawab wanita itu. “Saya masih mempunyai harta yang cukup”.
Akhirnya saudara abid itu datang dan mengawini wanita tersebut. Maka dari keduanya lahirlah tujuh orang anak, yang semuanya menjadi orang yang saleh di kalangan Bani Israii, Semuanya ini adalah berkat dari tobat. Segala puji bagi Allah.
(Demikian dinukit dari Al Bukhari, alaihi rahmatul bari)
Imam Az Zandusti rahimahullah berkata :
“Saya pernah mendengar Imam Abu Muhammad Abdullah bin Alfadhi berkata : “Para ahli hikmat mengatakan bahwa, barangsiapa memperoleh empat perkara maka dia tidak akan ditolak dalam empat perkara : (1) Barangsiapa diberi kesempatan berdoa maka dia tidak akan ditolak dari perkenaan Allah, karena Allah Taala berfirman, yang artinya : (Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu). (2) Barangsiapa diberi kesempatan memohon ampun, maka dia tidak akan ditolak dari mendapat ampunan, karena Allah Taala berlirman, yang artinya : (Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun) (3) Barangsiapa diberi kesempatan bersyukur maka dia tidak akan ditolak dari mendapat tambahan, karena Aliah Taala berfirman, yang artinya : (Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu). (4) Barangsiapa diberi kesadaran bertobat, maka dia tidak akan ditolak dari diterima tobatnya, karena Allah Taala berfirman, yang artinya : (Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan)”. (Raudhatui Ulama).
Dari Abu Hasyim Assufi, rahimahullah, katanya : “Saya ingin berangkat ke Basrah, lalu saya mendatangi sebuah kapai yang akan saya tumpangi. Di dalam kapal itu sudah ada seorang laki-laki bersama sahaya wanitanya. Laki-laki itu berkata kepada saya : “Di sini sudah tidak ada tempat lagi”. Tetapi sahaya wanitanya meminta kepadanya agar bersedia membawaku serta. Permintaan itu dikabulkan oleh laki-laki tersebut.
Ketika kami telah berlayar, laki-laki itu menyuruh menyediakan makan siang. Maka makanan pun dihidangkan. Lalu sahaya wanita itu berkata : “Ajaklah si miskin itu makan bersama-sama kita “, Maka saya pun datanglah sebagai seorang miskin. Setelah selesai makan-makan, laki-laki itu berkata : “Hai sahaya, bawa ke sini minumanmu!” Dia minum, lalu menyuruh sahanya supaya memberiku minum pula. Namun sahaya wanita itu menjawab : “Semoga Allah merahmati Anda, sesungguhnya tamu mempunyai hak”. Maka lakilaki itu membiarkan aku untuk tidak minum.
Ketika minuman itu sudah merambat ke seluruh tubuhnya, maka laki-laki itu berkata : “Hai sahaya, bawalah ke sini gitarmu dan bernyanyilah sebisamu!”.
Sahaya wanita itu pun mulai memetik gitarnya dan bernyanyi dengan suara merdu. Kemudian laki-laki itu menoleh kepadaku dan berkata : “Dapatkah Anda bernyanyi sebagus itu?”
Saya menjawab : Saya punya sesuatu yang lebih indah dan lebih bagus daripada itu”.
“Coba katakan”, pintanya.
Maka sayapun mengucapkan : “Audzu billaahi minasy syaithaanir rajiim”. (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)”.
Kemudian saya bacakan :
Artinya : “Apabila matahari telah digulung, dan apabila bintang-bintang telah berJatuhan, dan apabila gunung-gunung telah dihancurkan”.
Laki-laki itu tampak menangis. Kemudian ketika saya sampai pada firman Allah :
Artinya : “Dan apabila lembaran-lembaran (catatan amal baik dan buruk manusia) telah dibeberkan”.
Maka berkatalah laki-laki itu : “Hai sahaya, pergilah, dan engkau merdeka demi keridaan Allah”. Kemudian dia membuang minuman yang ada di hadapannya, dan gitar itupun dipecahkannya. Lalu dia memanggil saya, kemudian saya dirangkulnya sambil berkata : “Wahai saudara, apakah Anda berpendapat bahwa Allah akan menerima tobat saya?”.
Saya menjawab dengan menyetir firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang mensucikan diri”
Kemudian saya mengangkatnya sebagai saudara. Dan selanjutnya kami bersahabat selama empat puluh tahun sampai dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya : “Ke mana Anda pulang?”.
Dia menjawab : “Ke surga”,
“Dengan apa?”, tanya saya pula.
Dia menjawab : “Berkat bacaan Anda kepada saya : (wa idzas suhuutu nusyirat)”.
Sekian dari Al Mau’izhah.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahakuat lagi Maha Perkasa. Barangsiapa yang menghendaki tanaman akhirat, maka Kami akan tambah tanamannya itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki tanaman dunia, maka Kami berikan dia sebagian daripadanya, sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat”. (QS. Asy Syuraa : 19-20).
Tafsir :
(. ) Allah Mahalembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia mengasuh mereka dengan bermacam-macam kebaikan yang tidak bisa dimengerti seluruhnya oleh akal pikiran.
(. ) Dia memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Artinya, Dia memberi mereka rezeki sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia tentukan untuk masingmasing dari hamba-hamba-Nya sejenis kebaikan sesuai dengan apa yang diputuskan oleh hikmat-Nya.
(. ) Dan Dia-lah Yang Mahakuat, yang nyata kekuasaan-Nya.
(. ) lagi Maha Perkasa. Mahatangguh lagi tak terkalahkan.
(. ) Barangsiapa yang menghendaki tanaman akhirat. Pahala akhirat diumpamakan dengan tanaman, karena ia merupakan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan amal di dunia. Oleh karena itu dikatakan : “Dunia adalah sawah akhirat”. Kata Alhartsu (. ) arti asalnya adalah menaburkan benih di tanah. Sedangkan kata Azzar’u ( ) digunakan untuk menyebut hasilnya.
(. ) maka akan Kami tambah tanamannya itu baginya. Untuk setiap satu amal, Kami beri dia sepuluh sampai tujuh ratus kali lipatnya, bahkan lebih.
(. ) Dan barangsiapa menghendaki tanaman dunia, maka Kami beri dia daripadanya, sebagian daripadanya, menurut pembagian Kami untuknya.
(. ) Sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat. Karena amal-amal itu tergantung pada niat-niatnya, dan bahwa masing-masing orang itu akan mendapatkan apa yang dia niatkan. (Qadhi Baidhawi). “
Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan lautan cahaya di bawah Arsy. Kemudian Dia ciptakan malaikat yang memiliki sepasang sayap. Salah satu di antara sayapnya ada di sebelah timur, sedang yang lainnya ada di barat. Kepalanya terletak di bawah Arsy, sedang kedua kakinya terletak di bawah bumi yang ketujuh. Apabila seorang hamba bersalawat untukku pada bulan Sya’ban, maka Allah Taala menyuruh malaikat itu supaya menyelam ke dalam Maul Hayah (air kehidupan). Malaikai itu pun menyelam, lalu keluar lagi sambil mengibaskan sayap-sayapnya. Lantas menitiklah dari setiap bulunya banyak tetesan. Kemudian Allah menciptakan dari tiap-tiap tetesan itu malaikat yang memohonkan ampunan bagi hamba tersebut sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Ada yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hamba-Nya, dengan memberi rezeki yang baik-baik, dan tidak memberikannya kepada mereka sekaligus.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya, artinya, mengasihi orang yang tidak mengasihi dirinya sendiri dengan memberikan penjagaan dan rahmat dengan menimbulkan ke dalam hatinya perasaan rindu akan ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, sekembalinya dia dari sifat munafik.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut kepada hamba-hambaNya, artinya : Dia memberi rahmat kepada orang yang mau bertobat dan meminta ampun. Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidak ada suatu suara yang lebih disukai Allah Taala melebihi suara seorang hamba yang berdosa yang bertobat kepada Allah. Allah Taala berfirman kepadanya ! “Aku perkenankan permohonanmu, hai hamba-Ku. Mintalah apa yang engkau kehendaki!”
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Yang Maha lembut, artinya : Allah Mahabelas-kasih.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Mahalembut terhadap hamba-hambaNya itu maksudnya adalah dengan berlaku baik dan bajik, yaitu Dia tidak membinasakan mereka dengan kemaksiatan-kemaksiatan yang telah mereka lakukan, bahkan Dia tetap memberi rezeki kepada orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah Yang Mahalembut itu maksudnya adalah bahwa Dia menganggap sedikit terhadap pemberian-Nya yang banyak dan menganggap banyak terhadap perbuatan taat yang dilakukan hamba-Nya, yaitu dengan menyebutkannya di dalam firman-Nya yang qadim :
Artinya : “Katakanlah bahwa, kesenangan dunia itu hanya sedikit”. (Zahratur Riyadh)
Dan sobagian ulama mongatakan : Allah Mahatombut torhadap hamba hamba-Nya dalam memperlihatkan dan menglusab amal amal mereka, sebagaimana disebutkan d dalam khabar :
“Seorang hamba akan dihadapkan pada ban kiamat, lalu diperihalkan kepadanya kesalahan-kesalahannya kemudian Allah berfirman : “Tidakkah engkau malu kepada Ku di Saat engkau berbuat maksiat kepadaku?”
Hamba itu menjerit keras-keras sambil menangis dengan hebat. Lalu Allah berfirman pula : “Jagalah suaramu agar Muhammad saw. tidak mendengar dan tidak mengetahu bahwa Aku telah menutupi kesalahan-kesalahan itu di dunia, dan Aku mengampuninya hart nil”.
Maka si hamba tersebut menangis lebih koras lagi, karena sangat gembiranya, sehingga tangisannya itu terdengar oleh Muhammad saw. Kemudian Beliau memohon “Tuhanku, Engkaulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang mengasihi, berikanlah dia kepadakul. Maka Allah Taala berfirman : “Aku telah memberikannya kepadamu, dan janganlah engkau bersedih wahai Kekasih-Ku””. (Zahratur Riyadh)
Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Keutamaan bulan Sya’ban di atas bulan-bulan yang lain adalah seperti keutamaanku atas sekalian nabi. Sedang keutamaan bulan Ramadan atas bulan-bulan yang lain adalah ibarat keutamaan Allah atas sekalian hamba-Nya”.
Sebagaimana Allah berfirman :
Artinya : “Dan Allah memilih, dan sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka”.
Karena Nabi saw. berpuasa sepanjang bulan Sya’ban, dan Beliau bersabda :
Artinya : “Allah mengangkat amal hamba-hamba-Nya seluruhnya pada bulan ini”. Dan Beliau bersabda, yang artinya : “Tahukah kamu mengapa bulan ini dinamakan Sya’ban?” Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu?” Beliau menyelaskan : “Karena pada bulan ini, satu kebaikan akan bercabang-cabang (yatasya’abu) menyadi banyak”. (Raudhatul Ulama) Imam Muslim rahimahullah telah mengemukakan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Allah telah membagi rahmat itu menjadi seratus bagian, yang sembilan puluh sembilan bagian Dia tahan di sisi-Nya, sedang yang satu bagian Dia turunkan ke bumi, dari yang satu bagian itulah kemudian seluruh makhluk saling mengasihi, sehingga seokor bintang akan mengangkat kakinya dari anaknya, karena kuatir anaknya itu terkena bahaya”
Dan di dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan :
Artinya : “Dan Allah menangguhkan yang sembilan puluh sembilan, yang dengannya Allah Taala akan merahmati hamba-hamba-Nya kelak pada hari kiamat”. (Thariqatu Muhammadiyah)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Pada malam pertengahan bulan Sya’ban, Jibni datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, malam ini pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat dibuka. Maka bangkitlah, salatlah dan angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit”.
Aku bertanya : “Hai Jibril, malam apakah ini?”.
Jibril menjawab : “Malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Allah Taala mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan sesuatu dengan Allah, selain tukang sihir, atau dukun, atau orang pendendam, atau orang yang kecanduan minuman keras, atau orang yang terus-terusan berzina, atau orang yang suka makan harta riba, atau orang yang mendurhaka kepada ibu-bapaknya, atau tukang mengadu domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya mereka itu tidak mendapatkan ampunan kecuali apabila mereka mau bertobat dan meninggalkan kelakuannya yang buruk itu”.
Maka Nabi saw. keluar, lalu salat dan sujud sambil menangis, Beliau berdoa : “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksaan-Mu dan kemurkaan-Mu, dan aku tidak dapat menghitung pujian kepada-Mu, sebagaimana Engkau memuji kepada Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian sampai Engkau rida”. (Zubdatul Wa’izhin).
Dan dari Yahya bin Mu’az, katanya : “Sesungguhnya di dalam kata Sya’ban (. ) itu terdapat lima huruf, yang dengan setiap hurufnya kaum mukminin akan diberi suatu anugerah. Dengan syin ( ) akan diberi syafaat (kehormatan) dan syafaat. Dengan ‘ain ( ) akan diberi ‘izzah (kekuatan) dan karamat (kemuliaan). Dengan ba ( ) akan diberi birr (kebaikan). Dengan alif (. ) akan diberi ulfah (kelemah-iembutan). Dan dengan nun (. )akan diberi nur (cahaya).
Oleh karenanya, dikatakan : Bulan Rajab ialah untuk mensucikan badan, sedang bulan Sya’ban untuk mensucikan hati, dan bulan Ramadan untuk mensucikan ruh. SeSungguhnya orang yang mensucikan badannya pada bulan Rajab tentu dia akan mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, dan barangsiapa mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban tentu akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan. Maka, kalau dia tidak mensucikan badannya pada bulan Rajab dan tidak mensucikan hatinya pada bulan Sya’ban, mustahil dia akan mensucikan ruhnya pada bulan Ramadan.
Dan oleh karenanya pula, berkata seorang ahli hikmat : “Sesungguhnya bulan Rajab untuk memohon ampunan dari segala dosa, bulan Sya’ban untuk memperbaiki hati dari segala cacat, dan bulan Ramadan untuk memberi penerangan hati, sedangkan malam Qadar untuk mendekatkan diri (tagarrub) kepada Allah”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa tiga hari pada permulaan bulan Syaban, tiga hari pada pertengahannya, dan tiga hari pada akhirnya, maka Allah akan mencatatkan baginya pahala tujuh puluh orang nabi, dan adalah seperti orang yang telah beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun. Dan seandainya dia mati pada tahun itu, maka dia mati sebagai syahid”
Dan sabda Beliau pula : ,
Artinya : “Barangsiapa mengagungkan bulan Sya’ban, bertakwa kepada Allah, dan beramal dengan perbuatan taat kepada-Nya, serta menahan diri dari berbuat maksiat, maka Allah Taala akan mengampuni dosa-dosanya, dan menyelamatkannya dari semua marabahaya dan penyakit yang terjadi pada tahun itu”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diceritakan dari Muhammad bin Abdullah Az Zahidi, katanya : “Seorang kawanku, Abu Hafsh Alkabir, meninggal dunia. Maka saya pun salat atas jenazahnya. Selama delapan bulan sesudah itu, saya tidak pernah lagi menziarahi kuburnya. Kemudian pada suatu hari, saya bermaksud akan menziarahinya. Pada malam itu, saya tidur dan bermimpi melihatnya telah berubah, mukanya pucat. Saya mengucapkan salam kepadanya, tetapi dia tidak menjawab salamku. Maka saya bertanya kepadanya : “Subhanallah, kenapa salam saya tidak dijawab?”. Dia menjawab : “Menjawab salam adalah ibadat, sedang kami sudah terputus dari ibadat”. Lalu saya bertanya pula : “Kenapa saya lihat wajahmu berubah, padahal dahulu engkau sangat tampan?”. Dia menjawab : “Ketika aku telah diletakkan di dalam kuburku, malaikat datang lalu berdiri di atas kepalaku serta berkata : “Hai orang tua yang jahat”. Kemudian menyebutkan seluruh dosaku dan keburukan prilakuku, lantas aku dipukulnya dengan sebuah batang besi, sehingga jasadku menyala menjadi api. Kemudian kuburku berkata kepadaku : “Tidak malukah engkau kepada Tuhanku?”. Lalu aku dihimpitnya dengan keras sampai hancur luluhlah tulang-tulang rusukku dan putuslah seluruh persendianku. Demikianlah keadaanku terus tersiksa, sampai akhirnya tiba suatu malam di mana hilat bulan Sya’ban tampak terbit. Tiba-tiba ada yang berseru dari atasku : “Hai malaikat, lepaskanlah dia. Sesungguhnya dia pernah menghidupkan suatu malam di bulan Sya’ban semasa hidupnya dahulu, dan berpuasa satu hari di antara hari-hari bulan itu”. Lalu Allah SWT. Melepaskan siksaan itu dariku berkat kehormatan salatku pada suatu malam di bulan Sya’ban, dan puasa sehari di dalamnya. Kemudian Dia memberi kabar gembira kepadaku dengan memperoleh surga dan rahmat”.
Artinya : “Barangsiapa menghidupkan malam dua hari raya dan malam pertengahan bulan Sya’ban (dengan ibadat), maka hatinya tidak akan mati pada saat hati orang-orang lain mati”. (Zahratur Riyadh)
Diriwayatkan dari Atha bin Yasar ra., katanya : “Sesudah malam Qadar, tidak ada malam lain yang lebih utama daripada malam pertengahan (nisfu) Sya’ban. Dan mengenai keutamaannya, telah dikeluarkan hadis-hadis lain yang banyak. Dahulu, para tabiin penduduk negeri Syam (Damaskus), seperti Khalid bin Ma’dan, Makhul, Lukman bin Amir dan lain-lain -rahimahumullah- semuanya mengagungkan dan bersungguh-sungguh beribadat pada malam itu. Ketika perbuatan mereka itu tersiar ke negeri-negeri lain maka timbullah peselisihan paham mengenai hal itu. Di antaranya ada yang menerima apa yang telah mereka lakukan itu, dan menyetujui cara mereka mengagungkan malam pertengahan bulan Sya’ban itu. Akan tetapi kebanyakan ulama Hijaz menolak hal itu, dan mereka mengatakan bahwa itu semuanya bid’ah. Namun sebenarnya, apabila seorang mukmin pada malam yang istimewa itu sibuk melakukan bermacam-macam ibadat, seperti : salat, membaca Alquran, berzikir dan berdoa, maka itu boleh-boleh saja dan tidak makruh. Adapun berkumpul pada malam itu di Masjid-masjid dan tempat-tempat pertemuan untuk melakukan salat sunnah berjamaah dengan orang banyak seperti yang biasa dilakukan orang dewasa ini, itu adalah makruh, demikian pendapat Al Auza’i, Imam negeri Syam, orang alim dan fakih mereka. Begitu pula, menyalakan lampu yang banyak di Masjidmasjid dan menyalakan lentera yang banyak di tempat-tempat perkumpulan pada malam itu, adalah tidak boleh. Karena telah disebutkan di dalam kitab Al Qaniyyah, bahwa menyalakan lampu yang banyak pada malam Baraah di jalan-jalan dan pasar-pasar adalah bid’ah, begitu pula di Masjid-masiid.
Seorang penguasa harus dapat menjamin, bahkan bila ada seorang pemberi wakaf menyebutkan dan mensyaratkan wakafnya untuk keperluan perkumpulan pada malam itu, maka hal itu tidak bisa dibenarkan menurut syara. Dan kalau harta itu bukan harta wakaf tetapi disedekahkan untuk keperluan tersebut, maka itupun merupakan penghamburan, padahal penghamburan harta dan pemborosan adalah haram menurut nash Alquran. Sedang Nabi pun telah melarang penghamburan harta. Dan adapun kepercayaan bahwa hal itu merupakan qurbah (usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah), maka itu termasuk bid’ah terbesar dan kejelekan yang terburuk.
Dan begitu juga, salat sunnah pada malam itu secara berjamaah dengan orang banyak adalah suatu bid’ah yang buruk dan wajib dihindari. Sebab para fukaha telah sepakat, bahwa berjamaah untuk salat-salat sunnah hukumnya makruh selain dari salat Taraweih, salat Istisga dan salat Gerhana, yakni apabila selain imam masih ada empat orang lagi.
Adapun salat yang dilakukan pada malam itu secara berjamaah bersama orang banyak, yang lalu dinamakan salat Baraah, adalah juga suatu bid’ah, karena tidak pernah dilakukan pada masa sahabat ridhwanallaahu alaihim ajmain maupun pada masa tabiin rahimahumullah ajmain, tetapi baru muncul pada abad kelima hijriyah, salat tersebut terjadi di Masjidil Agsha pada tahun 448. Dan asalnya, menurut cerita Imam Ath Thurthusi, bahwa ada seorang laki-laki datang ke Baitil Maqdis, lalu dia melakukan salat pada malam pertengahan bulan Sya’ban di Masjidil Aqsha. Kemudian datang seorang laki-laki bertakbiratul ihram di belakangnya, lalu datang lagi orang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Belum lagi salat itu usai, namun orang-orang yang bermakmum telah banyak. Pada tahun berikutnya, laki-laki itu datang lagi, maka orang banyak pun ikut salat, bermakmum kepadanya. Untuk selanjutnya, salat itu tersebar di Masjid-masjid dan tersiar di negeri-negeri lain, sehingga akhirnya menjadi tradisi yang tetap di antara orang banyak. Sementara itu, tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin telah mencela dan menyatakan bahwa salat tersebut adalah bid’ah buruk yang mengandung banyak kemungkaran.
Oleh karena itu, bagi orang yang tidak mampu mengubah kemungkaran-kemungkaran itu, seyogyanya tidak menghadiri jemaah pada malam itu, tetapi salatlah di rumahnya Saja, apabila tidak ada Masjid lain yang selamat dari bid’ah semacam ini. Karena salat berjamaah di Masjid hukumnya sunnah, sedangkan memperbesar jumlah ahli bid’ah adalah terlarang. Dan meninggalkan hal yang terlarang adalah wajib, dan melaksanakan hat yang wajib itu sudah menjadi ketentuan. Terutama apabila orang tersebut sudah terkenal di tengah-tengah masyarakat sebagai orang alim atau zahid, maka dia wajib tidak mendatangi sebuah masjid di mana akan dia saksikan kemungkaran-kemungkaran seperti ini. Karena kehadirannya di tempat itu dengan tidak menunjukkan ketidak setujuan, akan menimbulkan persangkaan orang banyak bahwa perbuatan-perbuatan itu boleh atau Sunnah. Jadi kedatangannya itu merupakan syubhat yang besar dalam persangkaan Orang umum, bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu dianggap baik menurut syara.
Apabila orang itu meninggalkan kebiasaannya lalu tidak datang ke Masjid pada malam itu, sedang dia merasa tidak setuju dengan hatinya saja, karena tidak mampu mengubah dengan tangannya maupun lidahnya, maka dia telah selamat dari dosa, sedang orang lain tidak ikut-ikutan dengannya. Bahkan boleh jadi, dengan ketidak hadirannya itu, sebagian orang tentu akan merasakan bahwa perbuatan-perbuatan seperti itu tidak diridai di sisi Allah, namun merupakan bid’ah yang tidak diizinkan oleh syara dan tidak diridai oleh ahli agama. Boleh jadi, ada sebagian orang yang menolak perbuatan itu, sehingga orang tadi akan mendapatkan pahala, sekalipun hanya dengan melakukan tindakan sedapat-dapatnya, yaitu mengingkari dengan hati dan tidak mau hadir.
Alhasil, bahwa malam pertengahan bulan Sya’ban itu, sekalipun banyak hadis yang menyatakan keutamaannya, namun tidak seorang pun berhak mengagungkannya dengan cara yang dicela dan dilarang oleh Pembuat Syariat (Allah), di samping sebagian ulama ada yang mengatakan : “Mengenai salat pada malam itu (nisfu Sya’ban) tidak ada suatu berita yang pasti dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya”.
Dengan demikian, tiap-tiap muslim pada masa sekarang wajib berhati-hati jangan sampai terbujuk dan cenderung kepada sesuatu bid’ah ataupun hal-hal baru yang diadaadakan, dan agar memelihara agamanya dari bid’ah-bid’ah yang telah sering dan terbiasa di lakukan. Karena bid’ah-bid’ah tersebut merupakan racun pembunuh, jarang orang bisa selamat dari bencana-bencananya dan melihat kebenaran bila sudah melakukannya, sebab ia terasa manis dalam hati mereka yang melakukannya. Nafsu mereka menganggapnya baik, sehingga tidak mau meninggalkannya. (Demikian dari Majlis Ar Rumi).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa. “Hai hamba-hamba-Ku, tiada kekuatiran atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu bersedih hati. (Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, sedang dulu mereka adalah orang-orang yang berserah diri. Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu digembirakan”. (QS. Zukhruf : 67-70).
Tafsir :
Teman-teman akrab, orang yang berkasih-kasihan.
(. ) pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Artinya : mereka saling bermusuhan pada hari itu (kiamat, sebab hubungan telah terputus, karena apa yang dahulu menjadikan mereka berkasih-kasihan ternyata menyebabkan azab.
(. ) kecuali orang-orang yang bertakwa. Oleh karena persahabatan mereka adalah karena Allah, maka persahabatan itu tetap bermanfaat selama-lamanya.
(. ) Hai hamba-hamba-Ku tiada kekuatiran atasmu pada hari ini dan tiada pula kamu bersedih hati. Ayat ini merupakan kisah tentang kalimat yang digunakan untuk menyeru orang-orang yang bertakwa, yang saling mengasihi karena Allah, pada hari itu.
(. ) Yaitu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. Ini adalah Sifat dari orang-orang yang diseru tersebut.
(. ) sedang dahulu mereka adalah orang-orang yang berserah diri. Kalimat ini merupakan hal dari wawul jamaah (yang terdapat pada kata ), maksudnya : Orang-orang yang beriman dengan ikhlas. Hanya saja, ungkapan ini lebih mantap.
(. ) Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan istri-istrimu, istri-istrmu yang beriman.
(. ) digembirakan, diberi kesenangan yang tampak tandanya, yakni bekasnya pada wajah-wajah kamu. Atau, kamu dihiasi dengan suatu hiasan, yaitu waiah dan perangai yang bagus. Atau, kamu dimuliakan dengan pemuliaan yang bersangatan.
Kata al habrah (. ) artinya : bersangatan, berkaitan dengan sesuatu yang dianggap indah.
Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Hiasilah majelis-majelis kamu dengan membaca salawat untukku, karena salawatmu untukku itu adalah cahaya pada hari kiamat”. (Diriwayatkan oleh Pengarang Al Firdaus)
Dan diriwayatkan juga dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya Allah Taala mempunyai hamba-hamba, yang bagi mereka disediakan mimbar-mimbar pada hari kiamat untuk mereka duduki. Mereka adalah kaum yang pakaiannya bercahaya dan wajahnya pun bercahaya. Padahal mereka bukanlah nabi atau syahid, namun para nabi dan syuhada ingin menjadi seperti mereka”.
Para sahabat bertanya : “Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”.
Beliau menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai di jalan Allah, orang-orang yang saling berkunjung pada jalan Allah, dan orang-orang yang saling bergaul pada jalan Allah”. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ath Thabrani di dalam Al Ausath)
Dan diriwayatkan pula dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Hai Musa, sudahkan engkau berbuat suatu amal untuk-Ku semata?”.
Musa as. menjawab : “Tuhanku, aku telah melakukan salat untuk-Mu, berpuasa untuk-Mu, bersedekah untuk-Mu, dan telah berzikir untuk-Mu”.
Lalu Allah berfirman : “Hai Musa, sesungguhnya salat adalah suatu bukti kebenaran bagimu, dan puasa adalah sebuah perisai bagimu, sedekah adalah sebuah naungan bagimu, dan zikir adalah cahaya bagimu. Maka amal apakah yang telah engkau perbuat untuk-Ku semata?”.
Musa as. menjawab : “Tunjukkanlah kepada hamba amal apa yang hanya untuk-Mu semata?”.
Allah berfirman : “Hai Musa, pernahkah engkau berteman dengan seseorang karena Aku, dan pernahkah engkau memusuhi seseorang karena Aku?”.
Dari dialog di atas dapatlah diketahui bahwa, amal yang paling disukai Allah adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. sabdanya :
Artinya : “Sesungguhnya pada hari kiamat kelak, Allah Taala akan berfirman : “Manakah orang-orang yang saling mencintai pada jalan-Ku, demi kemuliaan dan keagunganKu, pada hari ini Aku naungi mereka dengan naungan-Ku, yaitu hari yang tidak ada tempat berteduh kecuali naungan-Ku”. (HR. Ath Thabrani)
Di dalam sebuah khabar disebutkan bahwa, pada hari kiamat ada seorang mukmin dibawa mengahadap ke hadrat Allah, lalu amal-amalnya ditimbang. Maka ternyata keburukan-keburukannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya, sehingga dia disuruh masukkan ke dalam neraka. Lalu berkatalah orang mukmin tersebut : “Oh Tuhanku, berilah tangguh kepada hamba barang sesaat. Hamba akan meminta satu kebaikan dari ibuku”.
Allah pun memberinya tangguh.
Kemudian orang mukmin itu datang menemui ibunya, lalu berkata : “Wahai ibunda, demi pengasuhan yang telah ibu lakukan terhadap diriku selama di dunia dulu, dan telah ibu sampaikan aku kepada tiap-tiap kebaikan, berilah aku sebuah dari kebaikan-kebaikan ibu, supaya aku selamat dari neraka”.
Ibunya menjawab : “Wahai anakku, sesungguhnya aku ini lemah terhadap keadaanku dan bingung menghadapi urusanku sendiri. Maka bagaimana mungkin itu dapat menyelamatkanmu pada hari ini?’.
Maka orang mukmin itu merasa tidak ada harapan lagi untuk mendapatkan kebaikan dari ibunya. Kemudian dia pun mendatangi semua kerabatnya, namun dia kecewa sebab semuanya tidak dapat memenuhi permintaannya. Maka Allah Taala memerintahkan supaya memasukkannya ke dalam neraka.
Tetapi, ketika dia sedang digiring ke dalam neraka, salah seorang sahabat kentalnya mengetahuinya, lalu sahabatnya itu berkata kepadanya : “Aku berikan seluruh kebaikanku kepadamu, supaya salah seorang dari kita ada yang selamat dari neraka. Dan itu lebih baik daripada kalau kita berdua sama-sama masuk neraka”.
Akhirnya orang mukmin tersebut disuruh masuk surga. Maka dengan gembira, dia pun bergegas menuju ke surga. Tetapi di tengah jalan ada yang berseru : “Bukanlah seorang jentelmen, apabila engkau melupakan sahabatmu di neraka, sedang engkau sendiri masuk surga”.
Orang itu lalu menjatuhkan dirinya bersujud kepada Allah, dan memberi syafaat kepada sahabatnya itu. Maka Allah pun menyuruh agar keduanya dimasukkan ke dalam surga. (Mau’izhah)
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas ra., bahwa mereka mengatakan : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berkunjung ke saudaranya yang muslim, maka dari setiap langkahnya sampai pulang, dia akan mendapatkan pahala memerdekakan seorang sahaya perempuan, dan digugurkan darinya seribu kesalahan, dicatatkan baginya seribu kebaikan, dan diangkatkan baginya suatu cahaya seperti cahaya Arsy, di sisi Tuhannya”.
(HR. Alharits bin Abu Usamah)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :
“Maukah kalian aku beritahu, beberapa orang dari kalian yang akan menjadi penghuni surga?”.
Kami menjawab : “Tentu, ya Rasulullah”.
Beliau menjelaskan : “Nabi adalah penghuni surga, orang-orang siddig adalah penghuni surga, orang yang mati syahid adalah penghuni surga, dan orang yang berkunjung kepada saudaranya yang muslim, yang tingga! di suatu sudut kota, yang kunjungannya itu hanya karena Allah, juga adalah penghuni surga”. (HR. Abu Na’im Alhafiz)
Dan dirwayatkan dari Barirah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga terdapat beberapa ruangan yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya dan sebaliknya. Allah telah menyediakannya untuk orangorang yang saling mencinta, saling berkunjung dan saling berkurban di jalan-Nya”. (HR. Ath Thabrani)
Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Orang-orang yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah, berada pada sebuah tiang yang terbuat dari yagut merah, pada puncak tiang tersebut ada tujuh puluh ribu ruangan yang menerangi penghuni surga sebagaimana matahari menerangi penduduk bumi. Para penghuni surga itu berkata : “Marilah kita berangkat untuk melihat orang-orang yang saling mencintai karena Allah”.
Ketika para penghuni surga itu melihat mereka, maka wajah-wajah mereka bersinar ssbagaimana matahari menerangi penduduk dunia. Mereka mengenakan pakaian serba hijau yang terbuat dari kain sutera halus. Pada dahi mereka tertulis : “Inilah orang-orang yang saling mencintai dan saling berkunjung karena Allah”.
Dan diriwayatkan dari Ali bin Alhusein, katanya : “Apabila orang-orang yang dahulu dan yang akhir telah berkumpul, maka terdengarlah suara seruan : “Mana tetangga-tetangga Allah di bumi-Nya?”. Yakni, di dunia.
Lalu sekelompok manusia bangkit menuju surga. Kemudian malaikat bertanya kepada mereka : “Mau ke mana?”. Mereka menjawab : “Ke surga”.
Malaikat bertanya pula : “Siapakah kalian?”.
Mereka menjawab “Kami adalah tetangga-tetangga Allah”.
Malaikat bertanya kembali : “Dari sebab apa ketetanggaan kalian itu?”.
Mereka menjawab : “Kami saling mencintai karena Allah”.
Maka berkatalah malaikat itu : “Masuklah ke surga, itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal”.
Dan di dalam khabar disebutkan : “Apabila telah tiba hari kiamat, maka Allah menyuruh hadapkan dua orang mukmin ke hadapan-Nya. Yang seorang ahli maksiat, dan yang seorang lagi taat kepada Allah, namun kedua-duanya mati dalam keadaan beriman. Kemudian Allah menyuruh malaikat Ridhwan membawa orang yang taat itu ke dalam surga dan supaya dimuliakan. Firman Allah : “Aku telah meridai dia”. Dan Allah menyuruh malaikat Zabaniah supaya membawa mukmin yang suka maksiat itu ke neraka, dan supaya disiksa dengan siksa yang berat. Firman Allah : “Dahulu dia adalah seorang peminum arak”.
Maka pergilah mukmin yang taat tadi menuju surga sambil tertawa gembira. Tetapi setelah dekat ke surga, didengarnya suara panggilan sahabatnya dari arah belakangnya, yang berseru kepadanya: “Demi Allah hai sahabatku, hai kekasihku, kasihanilah aku dan berilah aku syafaat”. Begitu mukmin yang taat mendengar seruan itu, maka dia pun lalu berhenti di tempatnya, tidak mau masuk surga. Lantas Ridhwan menegurnya : “Masuklah ke dalam surga dan bersyukurlah kepada Allah atas keselamatan Anda dari neraka”.
Namun orang mukmin yang taat itu berkata : “Saya tidak mau masuk surga. Bawalah saya ke neraka”.
“Bagaimana aku membawamu ke neraka”, tanya Ridhwan dengan heran, sedany aku telah diperintahkan Allah agar memasukkan Anda ke surga dan melayani Anda?’.
Laki-laki itu berkata tegas : “Saya tidak menghendaki pelayananmu maupun surga”.
Kemudian terdengar seruan : “Hai Ridhwan, Aku lebih tahu apa yang terbetik di dalam hati sanubari hamba-Ku ini. Tetapi, tanyailah dia olehmu sendiri, maka engkau akan tahu apa yang terbetik di dalam hatinya”.
Maka Ridhwan pun bertanya : “Kenapa Anda tidak mau masuk surga dan rela masuk neraka?”
Orang itu menjawab : “Karena ahli maksiat yang pergi ke neraka itu, dahulu di dunia, dia mengenalku. Sekarang dia memanggil-manggilku, meminta pembelaan dan memohon syafaat kepadaku, sedang aku tidak berkuasa mengeluarkannya dari neraka dan memasukikan ke dalam surga. Kini tidak ada lagi jalan lain bagiku kecuali pergi juga ke neraka, supaya aku dan dia sama-sama menanggung azab”.
Maka terdengarlah suatu seruan dari hadirat Tuhan Yang Maha Rahman : “Wahai hamba-Ku, kamu dengan kelemahanmu tidak rela bila sahabatmu itu pergi ke neraka, karena dia telah melihatmu di dunia sebentar. Dulu, dia telah mengenalmu dan bersahabat denganmu hanya beberapa hari saja. Maka bagaimana Aku rela hamba-Ku itu masuk neraka, sedang dia sesungguhnya telah mengenal Aku seumur hidupnya, dan menganggap Aku Tuhan selama tujuh puluh tahun?. Pergilah ke surga, sesungguhnya Aku telah memaafkan sahabatmu itu, dan Aku berikan dia buat temanmu”. (Mau’izhah)
Dan diriwayatkan pula, ada dua orang yang bersaudara pada jalan Allah, bertemu. Seorang di antara mereka berdua bertanya kepada yang lain : “Darimana Anda datang?”.
Sahabatnya menjawab : “Saya telah naik haji ke Baitullah dan telah berziarah ke makam Rasulullah saw. Dan Anda, dari mana?”.
“Saya baru saja berkunjung kepada seorang saudara yang saya cintai karena Allah”, jawabnya.
Sahabatnya itu berkata pula : “Maukah Anda memberikan kepada saya keutamaan kunjunganmu itu, sehingga aku pun akan memberikan kepadamu keutamaan hajiku?”.
Yang diminta menundukkan kepalanya sejenak, sekonyong-konyong terdengar suara gaib mengatakan : “Berkunjung kepada seorang saudara pada jalan Allah adalah lebih utama di sisi Allah daripada seratus kali naik haji sunnah”. (Mau’izhah)
Diceritakan dari sebagian ulama mengenai firman Allah Taala di dalam surah Yusuf :
Artinya : “Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis”
Maksudnya, saudara-saudara Yusuf datang sambil berpura-pura menangis dengan membawa seekor serigala yang berhasil mereka tangkap, seraya berkata kepada ayah mereka : “Srigala ini telah memangsa anakmu, Yusuf”.
Nabi Ya’qub as. lalu menyendiri bersama serigala itu. Kemudian Beliau salat dua rakaat. Usai salat, Beliau menanyai serigala itu : “Wahai serigala, benarkah engkau telah memangsa anakku dan biji mataku?”.
Allah Taala lalu membuat srigala itu dapat berbicara, maka ia pun menjawab : “Aku berlindung kepada Allah, wahai Nabi Allah, sesungguhnya daging para nabi tidak termakan oleh bumi, api maupun binatang buas. Tetapi, mereka telah menangkapku lalu mcm. bawaku kepada Baginda”.
Ya’qub berkata kembali kepada srigala itu : “Wahat srigala, bagaimana engkau bisa jatuh ke tangan mereka?. Dari mana engkau datang dan ke mana engkau hendak pergi?
Srigala itu menjawab : “Aku datang dari negeri Jurjan, dan bermaksud akan pergi ke Kan’an untuk mengunjungi saudaraku pada jalan Allah”.
“Kenapa engkau mengunjunginya?”, tanya Nabi Ya’qub pula.
Srigala itu menjawab : “Karena ayahku telah bercerita, dari kakekku, dan kakekku dari kakekmu Ibrahim as., bahwa Beliau telah bersabda yang artinya : “Barangsiapa berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, maka Allah akan mencatatkan baginya seri. bu kebaikan, menghapuskan darinya seribu keburukan, mengangkat untuknya seribu derajat. Dan menyelamatkannya dari siksa pada hari kiamat, dengan sebab kunjungannya kepada saudaranya itu. Dan dia akan dikumpulkan bersama saudaranya itu di dalam surga, sebagaimana jari telunjuk dengan jari tengah”. Sedang saya hendak mengunjungi seekor srigala. Dia adalah saudara sesusuanku. Saya dengar dia meninggal dunia. Kematiannya itu membuat saya sedih”.
Ya’gub as. berkata : “Tulislah oleh kamu cerita dari srigala ini!”
Hai saudara-saudaraku, srigala saja berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah, untuk memperoleh pahala dari Allah dan agar selamat dari siksa-Nya serta supaya dapat berkumpul bersama saudaranya itu di dalam surga. Maka, kenapa Anda tidak mencari pahala dari Allah dengan cara mengunjungi saudara-saudara Anda, serta supaya diselamatkan dari siksa-Nya dan dikumpulkan antara Anda dan saudara Anda di dalam surga?”. (Sekian, Mau’izhah)
Adapun ganjaran yang akan diperoleh oleh orang-orang yang saling berkunjung pada jalan Allah itu adalah seperti yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidaklah seseorang hamba mengunjungi saudaranya pada jalan Allah, melainkan Allah Taala akan berfirman di dalam kerajaan Arsy-Nya : “Hamba-Ku telah berkunjung kepada-Ku, dan Aku harus memberinya hidangan. Dan Aku tidak rela untuk hamba-Ku itu hidangan selain dari surga”. (Diriwayatkan oleh Pengarang Al Firdaus tanpa sanad)
Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Seorang laki-laki telah berkunjung kepada saudaranya pada jalan Allah. Maka Allah menugaskan kepada malaikat untuk menghadangnya di tengah perjalanan: nya. Malaikat itu berkata : “Anda hendak ke mana ?”. Laki-laki itu menjawab : “Saya hendak ke fulan”. Malaikat itu bertanya pula :’Apakah karena hubungan keluarga?”. Lelaki Itu menjawab : “Bukan”. Kemudian malaikat itu bertanya kembali : “Apakah karena Anda menginginkan suatu pemberian darinya?”. Laki-laki itu menjawab : “Bukan”. Malaikat Itu kembali bertanya : “Jadi, untuk apa Anda berkunjung kepadanya?” Orang itu menjawab “Saya mencintai dia karena Allah”. Maka berkatalah malaikat itu : “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, sesungguhnya Allah mencintaimu dan juga dia (seorang yang Ar da kunjungi itu). (Diriwayatkan oleh Pengarang kitab Al Firdaus)
Dan diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perbuatan yang paling utama adalah cinta pada jalan Allah dan benci pada jalan Allah”. (Hadis ini dari Hisanul Mashabih, diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.)
Dalam hadis ini terkandung suatu petunjuk bahwa, seorang mukmin itu harus ah mempunyai kawan-kawan yang dia cintai karena Allah Taala, dan haruslah ada orarg yang dia benci karena Allah pula, yaitu apabila orang itu termasuk orang yang durhaka kepada Allah Taala. Sebab orang yang menjadi kekasih oleh sesuatu alasan otomatis akan menjadi dibenci karena alasan sebaliknya. Dia bebas dalam masalah cinta dan benci itu, tetapi masing-masing dari cinta dan benci itu terpendam di dalam hati. Masing-masing baru akan tampak apabila telah nyata mana yang lebih menonjol. Apabila percinta yang lebih menonjol, maka akan lahirlah perbuatan-perbuatan orang yang sedang over cinta, seperti mendekat, mufakat, dan itu disebut muwalah (. ): dan apabila benci yang menonjol, maka akan lahir pula perbuatan-perbuatan orang yang saling membenci. seperti saling menjauh dan berselisih, dan ini disebut mu’adah (. ).
Seandainya ada orang yang bertanya : “Dengan cara bagaimana kebencian itu dapat ditampakkan?”. Maka jawabnya adalah : “Menampakkan kebencian itu adakalanya dengan perkataan dan adakalanya dengan perbuatan. Adapun yang dinyatakan dengan perkataan itu, kadang-kadang dilakukan dengan cara menutup mulut, tidak mau bicara atau saling menyapa dengan orang yang dibenci, dan kadang-kadang dengan cara berkata kasar kepadanya. Sedangkan kebencian yang dinyatakan dengan perbuatan itu, kadangkadang bisa dilakukan dengan cara tidak membantu orang yang dibenci itu, dan kadangkadang dilakukan dengan cara berusaha mencelakakannya atau merusak keperluankeperluannya yang menuju kepada kemaksiatan, yang ada kaitannya dengan rusaknya rencana jahatnya, bukan yang tidak berpengaruh apa-apa terhadapnya. Dan hal ini, apabila perbuatan maksiat yang dilakukannya itu disengajanya, baik yang besar maupun yang kecil. Adapun perbuatan maksiat yang dilakukannya dengan tidak sengaja, dan tampaknya dia menyesali perbuatannya itu, atau tidak terus-menerus dilakukannya maka dalam hal ini lebih baik memejamkan dan menutup mata saja, pura-pura tidak tahu, terutama apabila perbuatan durhakanya itu berupa pelanggaran terhadap hak Anda atau hak Orang yang ada hubungannya dengan Anda. Bersikap pura-pura tidak tahu daripada-nya adalah perbuatan yang baik. Karena memberi maaf kepada orang yang telah menganiaya dan berbuat buruk kepada Anda itu adalah termasuk budi pekerti orang-orang yang beriman (siddig). Adapun terhadap orang yang menganiaya kepada orang lain selain Anda dan mendurhaka kepada Allah Taala, maka ketiadaan berpaling darinya itu merupakan perbuatan baik untuknya, sedang berbuat baik terhadapnya dalam kasus ini adalah termasuk perbuatan kurang baik, sebab berbuat baik kepada orang menganiaya itu adalah sama dengan berbuat buruk terhadap orang yang teraniaya. Sedangkan orang yang teraniaya itu lebih berhak mendapatkan perlindungan. Menguatkan hati orang yang teraniaya dengan cara berpaling dari orang yang menganiayanya adalah lebih disukai Allah daripada menguatkan hati penganiaya. (Demikianlah dari Majalis Ar rumi)
Kami telah membicarakan masalah ini secara panjang lebar, berkat inayah dari Allah, Raja Yang Mahakuat, Yang Maha Mendengar suara yang keras maupun yang pelan. Bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, niscaya tidaklah bersih seorang pun dari kamu selama-lamanya. Tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Annur : 21)
Tafsir :
(. ) hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, dengan cara menyebarkan kekejian. Nafi’, Albazzi, Abu-bakar, Abu Amr, dan Hamzah membaca khuthuwaati (. ) dengan mensukunkan huruf tha, sehingga menjadi (. ).
(. ) Barangsiapa yang mengikuti langkahlangkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Kalimat ini merupakan keterangan tentang alasan dari larangan mengikuti langkah-iangkah setan. Al fahsyau adalah perbuatan yang sangat buruk, sedang Al Munkar adalah perbuatan yang ditentang oleh syara’.
(. ) Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dengan cara menuntun kepada tobat yang dapat menghapuskan dosa-dosa, dan mensyariatkan hukuman-hukuman sebagai penebusnya.
(. ) niscaya tidaklah bersih, tidak suci dari kotoran langkah-langkah setan.
(. ) seorang pun dari kamu selama-lamanya, hingga akhir masa.
(. ) Akan tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendakiNya, dengan mengarahkannya kepada tobat dan menerima tobatnya.
(. ) Dan Allah Maha Mendengar, perkataan mereka.
(. ) dan Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan dan niat-niat mereka. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Yang paling banyak salawatnya di antara kamu, dialah yang paling banyak istrinya kelak di surga”. Sungguh benar Nabi dengan segala sabdanya. Dan dari Ibnu Hisyam, katanya : “Telah sampai pada kami bahwa, Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah olehmu membaca salawat untukku pada malam yang terang dan hari yang cerah, karena keduanya menyampaikan (salawat) darimu. Dan sesungguhnya bumi itu tidak akan memakan jasad nabi-nabi Tidak seorang muslim pun yang bersalawat kepadaku, melainkan ada malaikat yang akan membawa salawatnya itu hingga disampaikannya kepadaku seraya menyebutkan namanya, sampai-sampai malaikat itu berkata : “Bahwa si fulan berkata begini dan begini”. (Syifaus Syarif)
Adapun yang dimaksud “langkah-langkah setan” adalah tingkah laku dan jalan setan. Sedangkan arti ayat di atas adalah :
“Janganlah kamu menempuh jejak-jejak setan, dan janganlah kamu mengikuti pengaruh-pengaruhnya dan godaan-godaannya, dengan cara menyebariuaskan kekejian, serta mendengarkan dan memperkatakan benta dusta”. (Syaikh Zadah)
Mengenai firman Allah :
Artinya : “Seandainya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu”.
Dengan menerima tobat, niscaya tidak akan ada seorang pun di antara kamu yang bersih dari kotoran dosa hingga dunia berakhir. Akan tetapi, Allah Taala membersihkan Orang-orang yang bertobat, dengan menerima tobat mereka, berkat kelembutan dan kemurahan-Nya. (Kasysyaf)
Dari Syagig Al Balkhi, katanya : “Dahulu, Ibrahim bin Adham pernah berjalan-jalan di pasar-pasar Basrah, maka orang banyak pun datang mengerumuninya, lalu mereka berkata kepadanya : “Wahai Abu Ishak, sesungguhnya Allah Taala telah berfirman di dalam Kitab-Nya :
Artinya : “Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.
Sedang kami selama ini telah berdoa, tetapi kenapa Allah tidak juga memperkenan. kan doa kami?”.
Ibrahim menjawab : “Hai penduduk Basrah, hati kamu telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimanakah akan diperkenankan doamu?.
Pertama, kamu mengaku telah mengenai Allah Taala, namun kamu tidak menunaikan hak-Nya.
Kedua, kamu mengaku telah membaca Alquran, namun kamu tidak mengamalkan isinya.
Ketiga, kamu mengaku mencintai Rasulullah, namun kamu meninggalkan sunnahnya.
Keempat, kamu mengaku memusuhi setan, tetapi kamu mematuhi dan menyetujuinya.
Kelima, kamu mengaku ingin masuk surga, namun tidak berusaha menuju ke sana.
Keenam, kamu mengaku ingin selamat dari neraka, namun kamu jerumuskan dirimu ke dalamnya.
Ketujuh, kamu mengatakan bahwa maut itu benar adanya, namun kamu tidak bersiap-siap menghadapinya.
Kedelapan, kamu sibuk memikirkan aib saudara-saudaramu, namun tidak mengenai aib dirimu sendiri.
Kesembilan, kamu telah memakan nikmat dari Tuhanmu, namun kamu tidak bersyukur kepada-Nya.
Kesepuluh, kamu telah menguburkan orang-orang yang mati diantara kamu, namun kamu tidak mengambil itibar dengan (pengalaman) mereka. (Hayatul qulub).
Dalam salah satu khabar disebutkan : Apabila tiba waktu salat, Iblis yang terkutuk itu memerintahkan bala tentaranya untuk berpencar dan mendatangi manusia, dan membuat mereka sibuk agar tidak salat. Kemudian setan mendatangi orang yang hendak salat, lalu dibuatnya sibuk hingga orang itu akhirnya menangguhkan salat dari waktu yang semestinya. Kalau usahanya itu tidak berhasil, maka setan tersebut lalu menyuruh orang itu agar tidak menyempurnakan ruku, sujud, bacaan dan tasbihnya. Dan kalau itu masih tidak berhasil juga, maka setan lalu membikin hati orang sibuk memikirkan urusan-urusan duniawi. Dan kalau semua itu tidak berhasil dilakukannya, maka pergilah setan itu dengan sia-sia dan terhina. Kemudian Iblis yang terkutuk itu memerintahkan supaya setan tersebut diikat lalu dicampakkan ke laut. Tetapi kalau setan itu berhasil melakukan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka dia pun dimuliakan dan diagungkan oleh Iblis. (Tanbihul Ghafilin)
Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya setan itu mempunyai “lummah” terhadap manusia, dan malaikat pun demikian pula. Adapun “lummah” setan itu adalah mengancam keburukan dan mendustakan kebenaran. Sedangkan “lummah” malaikat itu adalah menjanjikan kebaikan dan membenarkan kebenaran. Maka barangsiapa mendapatkan yang ini (lummah dan malaikat), hendaklah diketahuinya bahwa itu adalah dari Allah, maka hendaklah dia memuji kepada Allah Taala. Dan barangsiapa mendapatkan yang lain (lummah dari setan), maka hendaklah dia berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk. (Mashabih)
Kata Al Lummatu (. ) berasal dari kata Al lmam ( ) yang artinya Al Aurbu ( ), atau dekat. Jadi masing-masing dari malaikat dan setan itu mengadakan pendekatan kepada manusia dengan dua perkara ini, yaitu menjanjikan kebaikan (malaikat) atau keburukan (setan). Dua perkara tersebut, maksudnya dua macam ilham yang terjadi dalam hati manusia, satu di antaranya dengan perantaraan malaikat, sedang yang lain dengan perantaraan setan. Adapun yang terjadi dengan perantaraan malaikat itulah yang disebut “ilham”, sedangkan yang terjadi dengan perantaraan setan itu disebut “waswas”. Dan hati manusia tarik menarik di antara kedua perkara itu. Karena menurut fitrahnya yang asli, hati manusia itu biasa menerima pengaruh-pengaruh malaikat dan juga pengaruh-pengaruh setan secara sama. Yang satu tidak lebih berat dari yang lain, kecuali bila seseorang telah mengikuti hawa nafsu dan memperturutkan syahwat-syahwat, atau menyalahi hawa nafsu dan berpaling dari syahwat-syahwat. (Sananiyah).
Abul Laits berkata : “Ketahuilah, bahwa ada empat musuh yang masing-masing harus kamu lawan :
Pertama, dunia. Allah Taala berfirman :
Artinya : “Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia itu memperdayakan kamu”.
Kedua, nafsumu sendiri. Yang merupakan musuhmu yang paling jahat, sesuai dengan riwayat dari Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Musuhmu yang paling jahat itu adalah nafsumu sendiri yang berada di antara kedua tulang rusukmu”. Dan Allah Taala berfirman (menceritakan perkataan Zuleikha) :
Artinya : “Dan aku tidak menganggap diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”.
Ketiga, setan dari bangsa jin. Maka mohonlah perlindungan kepada Allah Taala darinya, sebagaimana firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia sebagai musuh(mu)”.
Keempat, setan dari bangsa manusia.
Maka berhati-hatilah terhadapnya. Karena setan dari bangsa manusia itu lebih berat bagimu daripada setan dari bangsa jin. Sebab, setan dari bangsa jin bila menyesatkan hanya dengan cara menggoda, sedangkan setan dari bangsa manusia dengan cara terang-terangan, berhadap-hadapan dan memberi bantuan. (Tanbihul Ghafilin)
Diceritakan dari Wahab bin Munabbih, bahwa dia berkata : “Allah Taala menyuruh Iblis datang kepada Nabi Muhammad saw., dan agar menjawab segala pertanyaan yang akan Beliau ajukan kepadanya. Maka datanglah Iblis laknatullah alaihi kepada Nabi Muhammad saw. dengan cara menyamar sebagai seorang kakek-kakek yang masih bugar, sambil memegang sebuah tongkat di tangannya. Setelah berhadapan, Nabi bertanya : “Anda siapa?”.
“Saya Iblis”, jawabnya.
“Kenapa engkau datang ke mari?”, tanya Nabi pula.
Iblis menjawab : “Sesungguhnya Allah-lah yang telah menyuruh saya datang kepadamu dan menjawab setiap pertanyaan yang engkau ajukan kepadaku”.
Maka Nabi pun bertanya : “Hai Iblis, ada berapakah musuh-musuhmu dari umatku?”.
“Ada lima belas”, jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :
Pertama, engkau sendiri, hai Muhammad.
Kedua, imam (pemimpin) yang adil.
Ketiga, pedagang yang jujur.
Keempat, orang kaya yang rendah hati.
Kelima, orang berilmu yang salat dengan khusyuk.
Keenam, orang mukmin yang suka memberi nasehat.
Ketujuh, orang mukmin yang belas-kasih.
Kedelapan, orang yang bertobat yang tetap dalam tobatnya.
Kesembilan, orang yang menjauhkan diri dari segala yang haram.
Kesepuluh, orang mukmin yang selalu berada dalam keadaan suci.
Kesebelas, orang mukmin yang banyak bersedekah.
Keduabelas, orang mukmin yang berbudi luhur.
Ketigabelas, orang mukmin yang memberi manfaat kepada manusia.
Keempatbelas, orang yang hafal Alquran yang selalu membacanya.
Kelimabelas, orang yang bangun malam sambil melakukan salat, sedang orang lain tidur.
Kemudian Nabi saw. mengajukan pertanyaan lagi kepada iblis.
“Ada berapa kawan-kawanmu dari umatku?”.
“Sepuluh”, jawab Iblis. Kemudian dijelaskannya :
Pertama, hakim yang sewenang-wenang.
Kedua, orang kaya yang sombong.
Ketiga, pedagang yang curang.
Keempat, peminum arak.
Kelima, pengadu-domba.
Keenam, orang yang suka riya (pamer amal).
Ketujuh, orang yang suka makan harta anak yatim.
Kedelapan, orang yang suka meremehkan salat.
Kesembilan, orang yang enggan mengeluarkan zakat.
Kesepuluh, orang yang panjang angan-angan.
Mereka semua adalah kawan-kawanku”.
(Dikutip dari kitab Tanbihul Ghafilin)
Disebutkan dalam khabar, bahwa dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang laki-laki yang tekun beribadat di biaranya. Namanya Barshisha, sang abid. Dia adalah seorang yang dikabulkan doanya. Banyak orang yang datang kepadanya membawa keluarganya yang sakit, lalu Barshisha menyembuhkan si sakit itu berkat doanya.
Iblis, laknatullah alaihi, lalu memanggil setan-setan, kemudian berkata : “Siapa yang sanggup mencelakakan orang ini dan menyesatkannya?”.
Salah satu setan yang jahat berkata : “Sayalah yang akan mencelakakan dia. Jika aku tidak dapat mencelakainya, maka aku bukanlah dari golonganmu”.
Maka Iblis berkata : “Dia menjadi tugasmu!”.
Lalu berangkatlah ifrit itu, mendatangi raja di antara raja-raja Bani Israil. Raja itu mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Ketika puteri raja itu sedang duduk-duduk bersama ayah bundanya dan saudara-saudaranya, maka ifrit itu merasukinya, sehingga putri raja itu menjadi gila. Mereka semua menjadi ketakutan. Demikianlah keadaan putri raja itu selama beberapa hari.
Kemudian, ifrit itu mendatangi mereka dengan menyamar sebagai seorang manusia. Lalu dia berkata kepada mereka : “jika kamu ingin anak perempuan ini sembuh, maka bawalah dia kepada si fulan, sang pendeta. Dia dapat menyembuhkannya dan berdoa untuknya”.
Maka mereka pun berangkat membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Setelah didoakan Barshisha, seketika itu juga anak perempuan itu sembuh dari penyakitnya. Lalu mereka pun pulang.
Setelah anak perempuan itu mereka bawa pulang, maka penyakitnya kambuh kembali. Lalu setan berkata kepada mereka : “Kalau kalian ingin anak perempuan ini sembuh total, maka biarkanlah dia tinggal pada pendeta itu untuk beberapa hari”.
Mereka pun berangkat lagi membawa anak perempuan itu kepada Barshisha. Lalu mereka tinggalkan dia pada pendeta itu, namun Barshisha menolaknya. Maka mereka pun terus memohon kepadanya dengan penuh harap dan sedikit memaksa, hingga akhirnya ditinggalkanlah oleh mereka anak perempuan itu padanya.
Pendeta itu adalah seorang yang rajin salat dan senantiasa berpuasa. Kemudian anak perempuan itu ditempatkannya di biaranya, dan diberinya makan sampai beberapa waktu yang lama.
Pada suatu hari, tanpa sengaja Barshisha melihat kepada anak perempuan itu. Dilihatnya wajah dan tubuhnya, belum pernah dia melihat kecantikan seperti itu. Maka hatinya pun tertarik kepada anak perempuan itu, karena godaan setan, dan akhirnya dia tidak kuat menahan gejolak nafsunya. Lalu didekatinya anak perempuan itu hingga hamillah dia karenanya.
Selanjutnya, datanglah setan kepada Barshisha, lalu berkata : “Sesungguhnya engkau telah membuatnya hamil. Engkau pasti tidak akan selamat dari pembalasan raja atas perbuatanmu kepada putrinya itu, kecuali bila engkau membunuhnya, lalu engkau kuburkan di samping biaramu. Nanti, kalau mereka menanyakannya kepadamu, maka jawab Saja, bahwa dia telah meninggal dunia. Mereka tentu akan mempercayaimu”.
Maka dibunuhnyalah anak perempuan itu, lalu dikuburkannya disamping biaranya. Kemudian datanglah keluarganya menanyakan dia, maka dijawab oleh pendeta itu : “Dia sudah meninggal dunia karena ketentuan Allah Taala”.
Mereka percaya saja dengan omongan pendeta itu, lalu mereka pun pulang.
Setan datang menemui keluarga yang malang itu seraya berkata : “Sebenarnya pendeta itu telah menghamilinya. Karena dia kuatir rahasianya ketahuan, maka anak perempuan itu dibunuhnya lalu dikuburnya”.
Maka berangkatlah raja bersama orang-orang menuju ke tempat pendeta itu. Kemudian dia membongkar kuburan anaknya, dan ternyata anak perempuannya itu memang telah disembelih. Maka pendeta itu pun ditangkap lalu disalib.
Setan datang lagi ketika Barshisha sedang di atas tiang penyaliban, lalu berkata : “Saya akan menyelamatkanmu dari tiang salib ini jika engkau mau bersujud kepadaku satu kali saja, selain kepada Allah Taala”.
Barshisha berkata : “Bagaimana aku bisa bersujud kepadamu, sedang aku dalam keadaan begini?”.
Setan menjawab : “Saya sudah rela jika engkau menganggukkan kepalamu”.
Maka sujudlah Barshisha kepada setan itu dengan menganggukkan kepalanya. Lalu setan berkata : “Aku berlepas diri darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”.
Dan ini adalah sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Seperti (bujukan) setan, ketika dia berkata kepada manusia “Kafirlah”, maka setelah manusia itu menjadi kafir, setan berkata : “Sesungguhnya aku berlepas diri darimu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang yang zalim”.
Demikianlah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra..
Oleh karena itu, apabila Anda telah mengetahui betapa keadaan Barshisha yang akhirnya masuk ke dalam neraka selama-lamanya, maka ketahuilah, bahwa apabila manusia menuruti keinginan syahwat dan kemarahan, akan tampaklah kekuasaan setan atas hatinya dengan perantaraan hawa nafsunya, lalu hatinya menjadi sarang dan tempat tinggal setan. Karena memang hawa nafsu merupakan tempat berkeliaran dan ladang setan. Tetapi apabila dia melawan hawa nafsunya dan tidak menuruti keinginan syahwat dan kemarahannya, maka hatinya akan menjadi tempat tinggal dan persinggahan malaikat.
Namun, karena tidak mungkin ada hati manusia yang bersih dari syahwat, kemarahan, ketamakan dan kerakusan serta sifat-sifat manusia lainnya yang merupakan cabang dari nafsu, maka tidak bisa dibayangkan ada sebuah hati yang sepi dari setan yang tinggal di dalamnya, yang berperan melakukan godaan. Dan godaan setan itu tidak akan lenyap kecuali bila seseorang mengingat sesuatu yang lain daripada yang digodakan itu. Karena, ketika terjadi ingatan kepada sesuatu, maka akan hilanglah ingatan lainnya yang ada sebelumnya. Selain itu, bahwa segala sesuatu selain dari zikrullah (ingat kepada Allah Taala) dan apa-apa yang berkaitan dengannya, bisa jadi akan menjadi lapangan buat setan. Adapun zikrullah, itulah yang dapat menentramkan hati manusia dan menyadarkannya bahwa, ia bukanlah lapangan bagi setan. Maka ambillah apa yang telah saya tunjukkan kepada Anda, dan lakukaniah dengan penuh keyakinan. Semoga Allah Yang Mahakuasa dan tempat memohon pertolongan, akan memudahkan Anda melakukannya.
Hati manusia diumpamakan sebagai sebuah benteng yang mempunyai banyak pintu. Sedang setan ingin memasukinya dari tiap-tiap pintu itu lalu memilikinya dan menguasainya. Maka, orang harus menjaganya. Namun, dia tidak akan mampu menjaganya kecuali dengan menjaga ketat pintu-pintunya dan menutup jalan masuk dan pintu-pintunya.
Adapun jalan-jalan masuk setan itu adalah sifat-sifat yang tercela. Maka, tidak ada satu sifat pun di antara sifat-sifat tercela yang dimiliki oleh manusia, melainkan dia akan menjadi salah satu kekuatan setan, salah satu senjatanya, dan salah satu pintunya dan salah satu jalan masuknya. (Dari majalis Ar rumi)
Adapun syarat-syarat tobat itu ada tiga :
- Tidak jadi melakukan perbuatan maksiat (yang sudah diniatkannya).
- Menyesali perbuatan maksiat yang sudah dilakukannya.
- Berkemauan keras untuk tidak lagi mengulanginya selama-lamanya.
Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir ra., bahwa ada seorang Arab Badui memasuki masjid Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya Allah, aku memohon ampun kepada-Mu, dan bertobat kepada-MU”.
Kemudian dia mengucapkan takbir. Setelah orang itu selesai salat, maka Imam Ali ra., berkata kepadanya : “Hai fulan, sesungguhnya lidah yang cepat mengucapkan istighfar adalah tobatnya orang-orang yang dusta. Dan tobatmu ini perlu kepada tobat pula”.
Badui itu bertanya : “Bagaimanakah tobatnya orang-orang yang benar itu?”.
Ali menjawab : “Tobat adalah sebuah kata yang bisa berarti enam perkara : (1) menyesali dosa-dosa yang telah lalu, (2) menggadha fardu-fardu yang pernah ditinggaikan, (3) mengembalikan hak-hak orang lain yang pernah diambil secara aniaya, (4) mendidik dirinya dengan ketaatan sebagaimana dia mendidiknya dalam kemaksiatan, (5) mencicipinya dengan pahitnya ketaatan sebagaimana dahulu dia pernah mencicipi manisnya kemaksiatan, (6) menangis sebagai ganti dari tawa yang dilakukan.
(Demikian diceritakan oleh Abu Suud)
Najmuddin -qaddasallahu sirrahu- berkata :
“Apabila Allah Taala hendak menerima tobat dari salah seorang hamba-Nya, supaya dia kembali dari kerendahan yang paling rendah yang jauh (dari rahmat Allah), menuju ketinggian yang paling tinggi, yang dekat (dengan rahmat Allah), maka dilepaskannya hamba tersebut dari penyembahan kepada selain-Nya. Kemudian Allah memberinya petunjuk untuk kembali ke hadirat-Nya, dan Dia terima kepulangannya itu dengan mendekatkannya kepada-Nya, sebagaimana firman Allah dalam salah satu hadis Oudsi :
Artinya : “Barangsiapa mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta: dan barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa”. (Sekian Al hadis)
Maksudnya : barangsiapa yang mendekat kepada-Ku dengan bertobat dan melakukan ketaatan, maka Aku akan mendekat kepadanya dengan memberi rahmat, taufik dan pertolongan. Dan bila dia bertambah dekat, maka Aku pun bertambah dekat pula.
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas maka Sembahlah Aku saja. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian, kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan. Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalamal saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka di dalam surga di kamar-kamar, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS. Al Ankabut : 56-58)
Tafsir :
(. ) Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja. Maksudnya : Apabila tidak mudah bagimu untuk beribadat di suatu negeri dan tidak gampang bagimu untuk menampakkan agamamu, maka berhijrahlah kamu ke tempat lain di mana kamu dapat melaksanakan itu.
Dari Nabi saw. diriwayatkan, bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa membawa lari agamanya dari suatu negeri ke negeri lain, sekalipun hanya sejengkal, maka pastilah dia masuk surga dan menjadi teman Nabi !brahim dan Nabi Muhammad saw.”
Huruf fa dalam kata faiyyaya ( ) adalah jawab dari syarat yang makhdzuf, karena makna dari “sesungguhnya bumi-Ku luas” adalah : Jika kamu tidak dapat memurnikan ibadat untuk-Ku di suatu tempat, maka mumikanlah ibadat itu di tempat lain.
(. ) Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Yakni, pasti akan mengalaminya.
(. ) Kemudian, hanya kepada Kami kamu dikembalikan, untuk memperoleh ganjaran. Barangsiapa yang demikian kesudahannya, maka sepatutnya dia bersungguhSungguh mempersiapkan diri untuknya.
(. ) Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka. Akan Kami persilahkan mereka tinggal.
(. ) di dalam surga di kamar-kamar, tempat-tempat yang tinggi.
Hamzah dan Al Kisai membaca lanubawwiannahum menjadi lanutsawwiyannahum, yang artinya lanugiimannahum (akan Kami persilakan mereka mendiami) dari kata Ats Tsawa (. ). Jadi dinasabkannya kata “ghurafan” adalah agar sejalan dengan kata janunzilannahum, atau karena dibuangnya huruf khafidh, atau karena diserupakannya zharaf yang tertentu waktunya dengan zharaf yang masih mubham (samar).
(. ) yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal.
Dan kata wa ni’ma (. ) dibaca juga menjadi fa ni’ma ( ). Sedangkan al makhsus bil madhi (yang dipuji) adalah mahdzuf (dihilangkan), yang ditunjukkan oleh kalimat sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Orang-orang yang membaca salawat untukku akan memiliki cahaya ketika melintasi shirat. Dan barangsiapa termasuk yang bercahaya ketika melintasi shirat, maka dia bukanlah termasuk penghuni neraka”.
Sungguh benarlah Rasulullah dengan sabdanya.
Muqatil dan Alkalabi berkata : “Ayat ini (yang tersebut di atas) turun mengenai kaum muslimin yang lemah (dari segi sosial dan ekonomi) di Mekah. Firman-Nya : “Jika kamu mengalami kesempitan di Mekah untuk menampakkan imanmu, maka keluariah kamu dari Mekah menuju ke Madinah. Sesungguhnya bumi-Ku, yaitu Madinah, adalah luas lagi aman”.
Mujahid berkata : “Maksudnya ialah : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maka berhijrahlah kamu di sana”.
Dan Said bin Jabir berkata : “Apabila di suatu negeri kemaksiatan telah merajalela, maka keluarlah, sesungguhnya bumi-Ku luas”.
Sedang Atha berkata : “Apabila kamu disuruh melakukan perbuatan maksiat, maka larilah. Sesungguhnya bumi-Ku luas. Oleh karena itu, siapa saja yang tinggal di suatu negeri di mana kemaksiatan merajalela, sedang dia tidak mampu untuk mengubahnya, maka dia wajib berhijrah ke mana saja yang kiranya dia mampu melaksanakan ibadat di Sana”.
Dan konon, ayat ini turun mengenai orang-orang tertunda dari hijrah dan masih tinggal di kota Mekah. Mereka berkata : “Kami kuatir apabila kami melakukan hijrah, kami akan mati kelaparan dan sempit penghidupan”. Maka Allah Taala menurunkan ayat ini, dan tidak menerima alasan mereka yang tidak keluar dari kota Mekah.
Dan Mutharrif bin Abdullah berkata : “Sesungguhnya bumi-Ku luas, maksudnya, bahwa Sesungguhnya rezeki yang Aku berikan kepadamu itu luas, maka keluarlah”. (Ma’alimut Tanzil).
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw., yang artinya :
Apabila seorang mukmin telah meninggal dunia, maka ruhnya akan berkeliaran di Sekitar rumahnya selama satu bulan. Dia memperhatikan keluarga yang ditinggalkannya, bagaimana mereka membagi-bagi hartanya, dan bagaimana mereka melunasi hutang-hu. tangnya. Apabila telah genap satu bulan, maka dia pun dikembalikan ke liang kuburnya latu berkeliaranlah dia di sekitar kuburnya selama satu tahun. Dia melihat siapa-siapa yang datang dan berdoa untuknya, serta siapa pula yang bersedih hati atas kematiannya Apabila telah genap satu tahun, maka diangkatlah ruhnya ke tempat berkumpulnya ruh. ruh sampai hari ditiupkannya sangkakala”. (Bahjatul Anwar).
Abu Hanifah -rahmatullah alaihi-.pernah ditanya : “Dosa apakah yang paling dikuatirkan dapat melenyapkan iman?”. Dia menjawab : “Tidak bersyukur kepada Allah atas iman, tidak kuatir mati dalam keadaan buruk (suul khatimah), dan menganiaya sesama hamba Allah”. (Kanzui Akhbar)
Allah Taala mengutus empat malaikat kepada orang mukmin yang meninggal dunia ketika ia sedang diusung di atas kerandanya. Setelah mereka tiba di atas kuburnya, maka salah seorang dari empat malaikat itu berseru : “Masa hidup telah berakhir, dan telah terputus pula segala cita-cita”. Yang kedua berseru : “Telah lenyaplah semua harta dan tinggallah amal perbuatan “. Yang ketiga berseru : “Telah lenyaplah segala kesibukan dan tinggallah kesudahannya”. Yang keempat berseru pula : “Berbahagialah engkau jika makananmu dari yang halal, dan kamu dahulu sibuk mengabdi kepada Allah Dzul Jata?. (Bahjatul Anwar).
Dan diceritakan, bahwa Nabi Sulaiman as. ketika diberi keluasan dalam urusan dunianya, dan telah pula memerintah bangsa manusia, jin, binatang buas dan burungburung, dan juga memerintah angin, maka Beliau merasa bangga diri, lalu Beliau minta izin kepada Allah, katanya : “Ya Tuhan, berilah hamba izin sehingga saya dapat memberi rezeki kepada tiap-tiap makhluk yang menerima rezeki selama satu tahun penuh”.
Maka Allah mewahyukan kepadanya : “Engkau tidak akan mampu melakukan itu”.
Tetapi, Nabi Sulaiman berkata pula : “Tuhanku, berilah hamba izin barang sehari saja”. Maka Allah pun memberikan izin kepadanya selama satu hari.
Kemudian Nabi Sulaiman as. memerintahkan kepada manusia dan jin untuk mendatangkan semua yang ada di bumi. Lalu Beliau menyuruh mereka agar memasak apa saja yang bisa dimasak dan menghidangkan apa saja yang bisa dihidangkan. Masakan dan hidangan itu disiapkan selama empat puluh hari. Kemudian Beliau melarang angin menghembus makanan-makanan itu agar tidak rusak. Setelah itu, Beliau memerintahkan supaya makanan itu disiapkan dalam suatu deretan di suatu padang yang luas. Panjang hidangan itu sama dengan perjalanan satu bulan, dan bayangkan sendiri, berapa lebarnya.
Selanjutnya, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Sulaiman : “Makhluk mana yang akan engkau jamu lebih dahulu?”.
Nabi Sulaiman menjawab : “Penghuni daratan dan lautan”.
Maka Allah Taala menyuruh seekor ikan di antara penghuni lautan Atlantik untuk mendatangi undangan Nabi Sulaiman. Ikan itu mengangkat kepalanya dan mendekat kepada hidangan itu, lalu berkata : “Hai Sulaiman, Allah telah menetapkan rezekiku pada hari ini menjadi tanggunganmu”.
Nabi Sulaiman menjawab : “Ambillah, itu makananmu”.
Ikan itu lalu melahap makanan tersebut. Tidak lama kemudian, seluruh isi hidangan itu telah habis dimakannya, kemudian dia berseru : “Hai Sulaiman, kenyangkan aku. Aku sungguh sangat lapar!”.
“Engkau belum kenyang?”, tanya Nabi Sulaiman dengan terkejut.
“Sampai sekarang, aku masih belum kenyang”. Jawab ikan itu.
Maka seketika itu juga, Nabi Sulaiman menjatuhkan diri bersujud kepada Allah seraya berkata : “Mahasuci Tuhan yang telah menjamin rezeki tiap-tiap makhluk dari arah yang tidak dia sadari”. (Badi’ul Asrar)
Dan diriwayatkan pula, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah mengajukan pertanyaan kepada seekor semut, katanya :”Berapa rezekimu dalam satu tahun?”.
“Sebutir gandum,”, jawab semut itu.
Lalu Nabi Sulaiman menempatkan semut itu di dalam sebuah botol dan diletakkannya pula di dalam botol itu sebutir gandum. Kemudian botol itu Beliau buka, ternyata semut itu hanya memakan separuh butir gandum saja. Maka Nabi Sulaiman bertanya : “Kenapa tidak engkau makan yang separuhnya itu?”.
Semut itu menjawab : “Karena dahulu saya hanya bertawakkal kepada Allah saja, sehingga saya habiskan satu butir gandum itu seluruhnya. Tetapi, setelah tawakkalku beralih kepadamu ketika saya berada dalam botol itu, maka saya biarkan yang separuhnya. Saya berkata dalam hati, jika Sulaiman melupakan aku pada tahun ini, maka tahun depan aku dapat memakan yang separuhnya itu”. (Rajabiyah)
Menurut sebuah khabar : Apabila seseorang hamba mulai dicabut nyawanya (naza”) maka malaikat maut diseru : “biarkan dia sampai dia beristirahat dulu”.
Dan apabila ruh itu telah sampai di dada, maka diserukan pula : “Biarkan, sampai dia beristirahat dulu”.
Dan apabila ruh telah sampai di tenggorokan, maka diserukan pula ! “Biarkan, sampai masing-masing anggota tubuhnya mengucapkan selamat tinggal kepada yang lain”.
Kemudian mata mengucapkan selamat tinggal kepada mata yang satunya, katanya : “Selamat atasmu sampai hari kiamat”. Demikian pula kedua telinga, dua tangan dan dua kaki. Dan ruh pun mengucapkan selamat tinggal kepada dirinya. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari berpisahnya iman dari lidah, makrifah dan hati.
Tinggallah kini kedua belah tangan tanpa gerak, kedua belah kaki tanpa berkutik, kedua belah mata tiada dapat memandang lagi, kedua telinga tiada dapat mendengar, dan jasad tanpa ruh. Dan andaikata hati pun tinggal tanpa makrifat lagi, maka betapa keadaan hamba itu di dalam kuburnya. Dia sudah tidak melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak, sahabat, istri, saudara maupun pengawal. Seandainya kepada Tuhan Yang Mahamulia pun dia sudah tidak mengenal, maka benar-benar dia sangat rugi yang besar. (Zahratur Riyadh)
Dan menurut salah satu khabar juga, bahwa apabila malaikat maut hendak mencabut nyawa seseorang hamba, maka hamba itu akan mengatakan : “Aku tidak akan memberikan kepadamu apa yang tidak diperintahkan kepadamu”.
Maka malaikat maut itu menjawab : “Aku telah diperintahkan oleh Tuhanku untuk melakukan itu”.
Tetapi ruh itu tetap menuntut kepada malaikat maut itu tanda dan bukti, katanya : “Sesungguhnya Tuhanku telah menciptakan aku, lalu memasukkan aku ke dalam jasadku. Sedang engkau saat itu tidak ada bersamaku. Sekarang engkau hendak mengambil aku”.
Maka malaikat maut itu kembali menghadap Allah Taala, lalu berkata : “Sesungguhnya hamba-Mu si fulan berkata begini-begini, dan dia meminta bukti”.
Allah Taala berfirman : “Benarlah kata ruh hamba-Ku itu. Hai malaikat maut, pergilah engkau ke surga, lalu ambillah sebuah apel di sana, yang ada tanda dari-Ku, kemudian perlihatkanlah ia kepada ruh hamba-Ku itu”.
Malaikat maut pun berangkat menuju surga, lalu dipetiknya sebuah apel yang terdapat tulisan “bismillaahirrahmaanirrahiim”. Kemudian diperlihatkannya buah apel itu kepadanya. Maka ketika ruh hamba itu melihat buah apel tersebut, ia pun keluar dengan penuh Semangat”. (Zahratur Riyadh).
Diriwayatkan pula bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya :
“Tidak akan keluar ruh seorang mukmin sampai dia mengetahui di mana tempatnya di dalam surga Maka pada saat itu, dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tia nya, maupun kepada anak-anaknya, saking asyiknya memandang tempat tersebut Dan tidak akan keluar ruh seorang munafik sampai dia mengetahui di mana tempatnya di da. lam neraka Maka dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya maupun kepada anak-anaknya, saking ngerinya menyaksikan tempat tersebut”,
Kemudian ada seorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimanakah orang mukmin melihat tempatnya di surga, dan orang munafik melihat tempatnya di neraka?”
Beliau menjawab :
“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat Jibril as. dalam bentuk yang paling indah. Dia memiliki 124 ribu sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada sepasang sayap hyau yang minp sayap burung merak. Apabila Jibril membentangkan salah satu dan sayap-sayapnya Itu, maka akan memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan, tertera gambar surga seisinya, seperti bidadari, istana-istana, tingkatan-tingkatannya dan pelayan-pelayannya. Sedangkan pada sayapnya yang kini, tertera gambar neraka seisinya, seperti ular-ular, kalajengking-kalajengking, jurang-jurangnya dan Zabaniyah. Apabila telah tiba ajal seseorang, maka masuklah sekelompok maiaikat ke dalam otot-ototnya, lalu mereka memeras ruhnya mulai dari telapak kaki sampai ke lututnya, kemudian mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok kedua, mereka memeras ruhnya mulai dari lutut sampai ke perutnya, setelah itu mereka pun keluar. Selanjutnya masuk kelompok ketiga, mereka memeras ruhnya mulai dari perut sampai ke dadanya, setelah itu mereka keluar. Selanjutnya masuk kelompok keempat, mereka memeras mulai dari dada sampai ke tenggorokannya, dan ketika itulah terjadi naza’.
Maka apabila orang itu seorang mukmin, Jibril as. membentangkan sayapnya yang sebelah kanan, sehingga orang itu dapat mengetahui tempatnya di dalam surga. Maka pemandangan tersebut sangat mengasyikkannya, sehingga dia tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya maupun anak-anaknya, saking asyiknya melihat tempat itu. Tetapi, apabila dia seorang munafik, maka Jibril as. akan membentangkan sayapnya yang sebelah kiri, sehingga orang itu dapat mengetahui tempatnya di neraka. Dan dia sudah tidak melihat lagi kepada kedua orang tuanya, maupun kepada anak-anaknya, saking ngennya menyaksikan pemandangan neraka tersebut. Pandangannya hanya terpaku pada tempat itu. Maka berbahagialah orang yang kuburnya merupakan salah satu taman dan taman
taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara jurang-jurang neraka”.
(Zahratur Riyadh, dalam menceritakan tentang teriakan ruh ketika keluar dari jasad)
Dan menurut salah satu khabar yang ‘ain, bahwa apabila ruh itu telah meninggalkan jasad, maka dari langit diserukan tiga seruan yang keras :
“Hai anak Adam, engkaukah yang meninggalkan dunia, atau duniakah yang meninggalkanmu?. Apakah engkau telah mengumpulkan dunia, atau dunialah yang telah mengumpulkanmu?. Engkaukah yang telah membunuh dunia, atau dunialah yang membunuhmu?”.
Kemudian, apabila dia telah diletakkan di atas tempat permandian, maka diserukan pula tiga seruan yang keras :
“Hai anak Adam, manakah badanmu yang kuat itu, alangkah lemahnya engkau sekarang ?. Mana lisanmu yang fasih itu, alangkah pendiamnya engkau sekarang?. Mana telingamu yang tajam itu, alangkah tulinya engkau sekarang?. Dan manakah kekasih-kekasihmu yang tulus itu, alangkah sunyinya engkau sekarang?’.
Dan apabila telah dibungkus kain kafan, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan yang keras :
“Hai anak Adam, berbahagialah engkau, jika engkau ditemani oleh keridaan Allah, tetapi celakalah engkau jika engkau ditemani oleh kemurkaan Allah. Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika tempatmu adalah surga, tetapi celakalah engkau jika tempatmu adalah neraka. Hai anak Adam, engkau akan pergi melakukan perjalanan jauh tanpa suatu bekal apa pun, dan engkau akan keluar dari rumahmu dan tidak akan kembali lagi untuk selama-lamanya. Dan engkau akan tinggal di sebuah rumah yang penuh dengan kengerian-kengerian”.
Dan apabila dia telah dibawa di atas keranda, maka diserulah dari langit dengan tiga seruan keras :
“Hai anak Adam, berbahagialah engkau jika amalmu baik dan berbahagialah engkau jika engkau telah bertobat, dan berbahagialah engkau jika engkau adalah orang yang taat kepada Allah”.
Dan apabila dia telah diletakkan untuk disalati, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan yang keras :
“Hai anak Adam, tiap-tiap amal yang telah engkau perbuat, niscaya akan engkau ketahui sekarang (hasilnya). Jika amalmu itu baik, maka engkau akan melihatnya baik, dan jika amalmu itu buruk, maka engkau akan melihatnya buruk”.
Dan apabila keranda itu telah diletakkan di bibir kubur, maka diserukan pula dari langit dengan tiga seruan keras :
“Hai anak Adam, bekal apakah yang engkau bawa dari tempat yang ramai untuk tempat yang sepi ini?. Kekayaan apa yang engkau bawa untuk menghadapi kemiskinan ini?. Dan cahaya apa yang engkau bawa untuk tempat gelap gulita ini?”.
Dan apabila dia telah diletakkan di liang kubur, maka diserukan pula tiga seruan keras :
“Hai anak Adam, engkau dahulu tertawa-tawa di atas punggungku, tetapi sekarang engkau menangis di dalam perutku. Engkau dahulu bersenang-senang di atas punggungku, tetapi sekarang engkau bersedih di dalam perutku. Dan engkau dahulu pandai berbicara di atas punggungku, tetapi sekarang engkau hanya diam saja di dalam perutku”.
Dan apabila para pengantar telah meninggalkannya, maka Allah Taala berfirman :
“Wahai hamba-Ku, sekarang engkau tinggal sendirian dan kesepian. Mereka telah meninggalkan engkau di dalam kuburan yang gelap, padahal engkau dahulu telah melanggar perintah-Ku demi mereka. Dan hari ini, Aku merahmatimu dengan suatu rahmat yang akan mengherankan semua manusia, dan Aku lebih mengasihanimu daripada seorang ibu terhadap anak-nya”. | Demikian disebutkan di dalam kitab Dagoigul Akhbar. Silakan Anda membaca kitab tu dengan pertolongan Allah Yang Maha Menguasai lagi Maha Pengampun, niscaya Anda akan menjadi sahabat orang-orang yang abrar di dalam surga, negeri yang damai.
Firman Allah :
Artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”.
Yakni, dia akan merasakan betapa pahitnya maut, dan akan merasakan betapa beratnya perpisahan, sebagaimana orang yang mencicipi makanan akan merasakan barang yang dicicipinya itu, dengan pengertian bahwa, mencicipi sesuatu bisa jadi hanya menciCipi sedikit dan bisa juga banyak, seperti yang dikatakan oleh Ar Raghib.
Sementara itu, sebagian ulama ada pula yang mengatakan : Dzauq (mencicipi) asalnya adalah dilakukan dengan mulut terhadap sesuatu yang diambil sedikit. Jadi, maksud Ayat ini adalah, bahwa semua yang berjiwa akan mengalami kehancuran dengan merasakan sebagian dari rasanya maut.
Dan ketahuilah, bahwa manusia mempunyai ruh dan jasad, dan di antara keduanya ada semacam uap yang lembut, yaitu ruh hewani. Selama uap itu masih tetap tampak pada wajah yang bisa menjadi sarana perhubungan antara ruh dan jasad, maka kehidupan itu masih tetap ada. Dan manakala uap itu sudah padam dan tidak berfungsi lagi, maka lenyaplah kehidupan, dan ruh pun terpaksa meninggalkan jasad, dan itulah mati shuwari (mati yang nyata rupanya). Tidak ada yang tahu bagaimana ruh itu muncul di badan dan bagaimana pula ia meninggalkan badan ketika terjadi kematian, selain orang yang mengerti ilmu anatomi yang benar-benar ahli.
Firman :
Artinya : “Kemudian hanyalah kepada Kami…”
Yakni, kepada keputusan dan pembalasan Kami.
Artinya : “Kamu dikembalikan”.
Berasal dari kata Ar Raj’u (. ) yang artinya Ar Radd , yang maksudnya : Kamu Semua dikembalikan.
Maka barangsiapa yang demikian akhir kesudahannya, sudah sepatutnya dia bersungguh-sungguh mencari bekal dan persiapan untuk menghadapinya, dan menganggap hijrah meninggalkan kampung halaman adalah sesuatu yang gampang, dan menanggung keterasingan di negeri orang adalah sesuatu yang ringan. Yang demikian adalah apabila kampung halamannya itu merupakan negeri kemusyrikan, dan juga apabila kampung halamannya itu merupakan negeri tempat merajalelanya kemaksiatan dan bid’ah, sedang dia tidak mampu mengubahnya maupun menghalanginya. Maka hendaklah dia pindah ke negeri orang-orang yang taat, dari bumi Allah yang luas itu. (Dari Ruhul Bayan)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Haa miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”. (QS. Ad Dukhan: 1-4)
Tafsir :
(. ) Haa miim, Demi Kitab yang menjelaskan. Yakni, Alquran. Huruf waw (. ) di sini menjabat sebagai wawul athef ( ) jika haa miim itu digunakan untuk bersumpah (muqsam bih). Kalau tidak, maka huruf waw tadi menjabat sebagai wawul qasam (. ), sedang jawabnya adalah firman Allah selanjutnya :
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. Pada malam Qadar ( ) atau malam Bara’ah ( ). Malam dimulainya penurunan Alquran, atau saat diturunkannya Alquran sekaligus dari Lauh Mahfuz ke langit dunia, yang kemudian diturunkan kepada Rasulullah saw. secara berangsurangsur selama 23 tahun. Dan oleh karena turunnya Alquran itulah agaknya berkah dari malam itu. Karena, turunnya Alquran itu menyebabkan adanya manfaat-manfaat keagamaan atau keduniaan. Atau, karena adanya hal-hal yang terjadi pada malam itu, seperti turunnya para malaikat dan rahmat, dikabulkannya doa, dibagikannya nikmat dan diputuskannya perkara-perkara.
Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Ini merupakan kalimat musta’nafah, yang menerangkan alasan dari diturunkannya Alquran. Begitu pula firman-Nya :
(. ) Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat. Sesu gguhnya adanya malam itu sebagai saat dijelaskannya perkara-perkara yang teratur rapi atau yang penuh hikmat, memerlukan diturunkannya Alquran pada malam itu, yang juga termasuk salah satu di antara perkara besarnya. (Qadhi Baidhawi).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melupakan membaca salawat untukku, maka sesungguhnya dia telah keliru (dalam menempuh) jalan (ke) surga”.
Maksud “melupakan” di sini adalah “meninggaikan”. Jadi, barangsiapa meninggalkan membaca salawat untuk Nabi saw. itu dianggap telah keliru dalam menempuh jalan ke surga, maka berarti, orang yang membaca salawat untuk Beliau itu adalah orang yang sedang menempuh jalan ke surga. (Alhadis).
Qatadah berkata : “Sesungguhnya Haa Miim adalah salah satu di antara nama-nama Alquran”.
Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa, ia adalah salah satu di antara nama-nama (asma) Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa ia adalah kata Sumpah (gasam) yang digunakan Allah Taala dalam bersumpah. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa artinya adalah, bahwa Allah-lah yang menetapkan apa-apa yang terjadi sampai hari kiamat. Dan ada iagi yang mengatakan, Ha adalah permulaan dari tiap-tiap asma Allah yang dimulai dengan huruf Ha, seperti Al Hakim, Al Halim, sedangkan Mim adalah untuk asma yang dimulai dengan huruf Mim, seperti Al Mubin, Al Malik, dan Al Muhaimin.
Sedangkan di dalam tafsir Abul Laits disebutkan :
“Haa Miim (Hai Muhammad, demi kebenaran Allah Yang Mahahidup lagi Berdiri sendiri), Demi Kitab yang menjelaskan (Demi kebenaran Alquran yang membedakan antara yang hak dan yang batil) Sekian.
Firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati”.
Yakni, pada malam Qadar (. ) atau malam Bara’ah (. ).
Pengarang kitab Al Kasysyaf berkata : “(Pada suatu malam yang diberkati) itu adalah malam Qadar’.
Sementara itu ada pula yang mengatakan, yang dimaksud adalah malam pertengahan dari bulan Sya’ban (nisfu Sya’ban). ‘
Firman Allah :
Artinya : “Sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan”. Dan kelanjutan ayat itu, adalah tafsir bagi jawab qasam, yang maksudnya : “Kamilah yang telah menurunkan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang kafir itu berupa siksaan dan hukuman”.
Firman Allah :
Artinya : “Pada malam itu dijelaskan”,
Maksudnya : pada malam Qadar atau Baraah itu dijelaskan dan dicatat.
Firman Allah :
Artinya : “Semua perkara yang penuh hikmat”.
Yakni, diputuskan terjadinya perkara-perkara itu, baik berupa kebaikan, keburukan, rezeki, ajal dan apa saja yang akan terjadi sejak malam itu sampai malam berikutnya di tahun depan. (Syaikh Zaadah).
Dan katanya : “Jika Haa miim adalah kata yang dipakai bersumpah (muqsam bih), maka Haa miim menjabat sebagai majrur mahalli, yaitu dengan mengidhmarkan huruf gasam, dan tidak boleh menjadi mansub dengan memahzufkan huruf jarr dan menghubungkan fiil kepadanya. Karena dalam masalah perbedaan antara mahzuf dan mudhmarnya huruf jarr ini, para ahli Nahwu mengatakan, bahwa huruf yang mudhmar itu lafaznya tidak disebutkan, tetapi pengaruhnya masih tetap ada dalam pembicaraan, sedangkan yang mahzuf adalah yang sama sekali ditinggalkan, baik lafaznya maupun pengaruhnya. Dan di sini, masih terasa adanya pengaruh dari huruf jarr terhadap Haa Miim, terbukti pada ma’thuf alaih-nya, yaitu Al Kitaabi ( )”. (Syaikh Zaadah)
Dan katanya pula : “Dan kalau tidak, maka ia berarti untuk glqasam”.
Maksudnya : Jika Haa Miim itu bukan mugsam bih, baik sekedar menyebutkan kata ataupun nama dari surah ini, maka dia menduduki tempatnya marfu, karena menjabat sebagai khabar dari mubtada yang mahzuf. (Syaikh Zaadah)
Malam yang diberkati itu disebut Baraah, karena pada malam itu Allah Taala memutuskan terhadap musuh-musuh dan orang-orang yang celaka, bahwa mereka terlepas dari Surga, sebagaimana firman Allah :
Artinya : “Inilah pernyataan pemutusan hubungan dari Allah dan Rasul-Nya”.
Dan pada malam itu pula, Allah Taala menyatakan terlepasnya orang-orang yang Suci dan orang-orang yang takwa dari neraka. Dan pada malam itu pula amal dari bumi dari tahun ke tahun diangkat. Dan juga, pada malam itu rezeki dibagi-bagi, sebagaimana lirman Allah Taala : ,
Artinya : “Pada malam itu dijelaskan semua perkara yang penuh hikmat”. Dari Ali Karramaliaahu wajhah, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda:
Artinya : “Apabila tiba malam pertengahan dari bulan Sya’ban, maka kerjakanlah salat (sunnah) pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena pada saat itu, Allah Taala turun ke langit dunia, di kala matahari terbenam, seraya berfirman : “Adakah orang yang meminta, maka akan Aku beri permintaannya, adakah orang yang memohon ampunan. maka akan aku ampuni dia: dan adakah orang yang meminta rezeki, maka akan Aku beri dia rezeki?”, sampai fajar menyingsing”. (Majalis Ruumii)
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa melakukan salat (sunnah) seratus rakaat pada malam pertengahan bulan Sya’ban, yang pada setiap rakaatnya dia membaca surah Alfatihah (satu kali) dan surah Al Ikhlas lima kali, niscaya Allah Taala akan menurunkan kepadanya lima ratus ribu malaikat, tiap-tiap malaikat membawa sebuah daftar dari cahaya, mereka menuliskan pahalanya sampai hari kiamat”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Demi Allah yang telah mengutusku sebagi seorang nabi dengan kebenaran, barangsiapa membaca salawat untukku pada malam ini, maka dia akan diberi pahala nabi-nabi, rasul-rasul, malaikat-malaikat dan manusia seluruhnya”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan dari Abu Nashr bin Said, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Ketika tiba malam ketiga belas dari bulan Sya’ban, Jibril datang menemuiku, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah, sesungguhnya saat bertahajjud telah tiba, mintalah apa yang engkau kehendaki untuk umatmu”.
Nabi pun menuruti kata Jibril. Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi serta berkata : “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan kepadamu sepertiga umatmu”.
Lalu Nabi menangis dan berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai dua pertiga umatku yang lainnya”.
Jibril menjawab : “Aku tidak tahu”.
Pada malam berikutnya, Jibril datang lagi menemui Nabi, lalu berkata : “Hai Muhammad, bangunlah dan bertahajjudlah”.
Nabi pun menuruti kata Jibril itu. Kemudian ketika fajar menyingsing, Jibril datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Hai Muhammad, sesungguhnya Allah telah menyerahkan dua pertiga dari umatmu kepadamu”.
Nabi menangis kembali, lalu berkata : “Hai Jibril, beritahukanlah kepadaku mengenai nasib sepertiga umatku yang lainnya”.
“Aku tidak tahu”, sahut Jibril.
Kemudian pada malam Bara’ah, Jibril datang lagi menemui Beliau seraya berkata – “Hai Muhammad, ada kabar gembira untukmu. Sesungguhnya Allah Taala telah menyerahkan kepadamu seluruh umatmu yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun”.
Kemudian Jibril berkata pula : “Hai Muhammad, angkatlah kepalamu ke langit, dan perhatikanlah apa yang engkau lihat!”.
Maka Nabi pun memperhatikan, sekonyong-konyong pintu-pintu langit terbuka, dan para malaikat dari langit dunia sampai ke Arsy tampak dalam keadaan bersujud, memohonkan ampunan bagi umat Muhammad saw.. Dan pada tiap-tiap pintu langit ada malaikat. Pada pintu langit pertama, ada malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang melakukan ruku pada malam ini”.
Pada pintu langit kedua, ada pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang bersujud pada malam ini”.
Pada pintu langit ketiga, ada pula malaikat yang berseru : “Beruntunglah orang-orang yang berzikir pada malam ini”.
Pada pintu langit keempat, ada pula malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang berdoa kepada Allah pada malam ini”.
Pada pintu langit kelima. malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang menangis pada malam ini karena takut kepada Allah Taala”.
Pada pintu langit keenam, malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang berbuat kebaikan pada malam ini”.
Pada pintu langit yang ketujuh, malaikat berseru : “Beruntunglah orang yang membaca Alquran pada malam ini”. Kemudian malaikat itu berseru lagi : “Adakah orang yang meminta ?. Maka akan diberi permintaannya itu. Adakah orang yang berdoa?. Maka akan dikabulkan doanya itu. Adakah orang yang bertobat?. Maka akan diterima tobatnya itu. Dan adakah orang yang meminta ampun?. Maka akan diampunilah dia”.
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Pintu-pintu rahmat terbuka bagi umatku sejak permulaan malam sampai lerbit fajar. Sesungguhnya Allah Taala pada malam ini membebaskan dari neraka lebih banyak daripada bilangan bulu kambing milik kabilah Bani Kalab”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan dari Aisyah ra., katanya : “Saya pernah tidur bersama Nabi saw. Ketika saya terbangun, ternyata saya tidak mendapatkan Nabi saw., lalu saya bingung. Saya menyangka bahwa Beliau kembali kepada salah seorang istrinya selagi dalam giliranku. Maka saya Pun mencari Beliau di rumah-rumah mereka, namun saya tidak menemukan Beliau di sana. Kemudian saya mendatangi rumah Fatimah ra., lalu saya ketuk pintunya. Ada yang berseru : “Siapa di pintu?”. Saya jawab : “Saya Aisyah, saya datang ke sini pada saat seperti ini adalah untuk mencari Nabi saw.”
Maka keluarlah Ali, Hasan, Husein, dan Fatimah, rahmatullah alaihim ajma’in, lalu Saya berkata : “Kemana kita mencari Nabi saw.?”.
Kami pun mencari Beliau di Masjid-masjid, namun tetap tidak karni jumpai. Akhirnya Ali berkata : “Nabi pasti pergi ke Bagi al Gharqad””.
Maka kami pun pergi ke daerah pemakaman itu. Tiba-tiba tampak ada suatu cahaya memancar dari arah pekuburan itu. Lantas Ali berkata : “Itu pasti cahaya Nabi saw.”.
Ketika kami dekati, ternyata Beliau sedang bersujud sambil menangis. Dan tidak seOrang pun dari kami yang menegur Beliau. Beliau berhiba-hiba di dalam sujudnya, seraya berdoa : “Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau ampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Ketika Fatimah melihat Beliau, maka berdirilah dia di sisi kepala Beliau, lalu diangkatnya wajah Beliau dari tanah sambil berkata : “Wahai ayahanda, apakah gerangan yang telah menimpa Baginda. Musuhkah yang datang atau wahyukah yang turun?”.
Beliau menjawab : “Wahai Fatimah, tidak ada musuh yang datang dan tidak ada
N wahyu yang turun. Tetapi malam ini adalah malam Bara’ah, aku meminta dari Allah ” Taala”. Kemudian Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, kalau kiamat telah tiba, maka | aku akan dalam keadaan bersujud, dan meminta kepada Tuhanku, serta memberi syafaat.
Setelah itu Beliau bersabda : “Jika kalian ingin aku rida, maka bersujudlah kalian dan bantulah aku dalam berdoa dan bertadharru”.
Dan sabdanya pula : “Hai Ali, sujudlah dan doakanlah kaum laki-laki. Hai Fatimah dan Aisyah, sujudlah kamu berdua dan doakanlah anak-anak dan kaum wanita”. Maka mereka semua bersujud dan menangis sampai terbit waktu subuh”.
Wahai sidang pembaca, Anda semua lebih pantas memohon dan berhiba-hiba, karena dosa-dosa Anda yang menumpuk. Orang-orang tersebut tadi menangis demi Anda. Maka sudah sepantasnya anda menangisi diri anda sendiri. (Raudhatul Ulama).
Berikut ini doa Bara’ah :
Artinya : “Ya Allah, jika Engkau telah mencatat namaku sebagai orang yang celaka di dalam daftar orang-orang yang celaka, maka hapuskanlah dan catatlah aku di dalam daftar orang-orang yang bahagia. Dan jika Engkau telah mencatat namaku sebagai orang yang bahagia di dalam daftar orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah itu. Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman di dalam Kitab-Mu yang mulia : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki). Dan di sisiNyalah terdapat Kitab Induk (Lauh Mahfuz). (Demikian disebutkan oleh Ali Al Qari, alaihi rahmatul Bari) Dan dari Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala turun pada malam pertengahan dari bulan sya’ban ke langit dunia, maka diampuni-Nya lebih banyak daripada bilangan bulu karmnbing milik kabilah Bani kalab”.
Adapun sebab disebutkannya Bani Kalab dalam hadis ini secara khusus, tidak lain adalah karena merekalah yang paling banyak penduduknya dan kambing-kambingnya daripada kabilah-kabilah yang lain.
Adapun maksud hadis ini adalah : bahwa pada malam itu, Allah Taala menjadikan sifat Jalal (Keagungan)-Nya, yang oleh karenanya Dia berkuasa memaksa hamba-hambaNya dan menghukum orang-orang yang durhaka, kepada sifat Jamal, yang oleh karenanya Dia memberi rahmat dan ampunan. Adapun sebab lafaz hadis tersebut harus diartikan demikian, adalah karena turun dan naik, bergerak dan diam itu termasuk sifat-sifat jisim yang memerlukan tempat. Padahal, baik dalil-dalil agli maupun nagli telah menetapkan bahwa, Allah Taala Mahasuci dari jisim maupun bertempat pada suatu tempat. Maka, tidaklah mungkin bahwa turun dan naik itu maksudnya dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Oleh karena itu, pengertian hadis di atas menurut keterangan ahli ilmu hakikat adalah, turunnya rahmat Allah Taala atas hamba-hamba-Nya, dan diperkenankannya doa-doa mereka, serta diterimanya tobat mereka. (Syarah).
Dari Abdullah bin Umar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada lima saat di mana doa tidak ditolak: malam Jumat, malam kesepuluh dari bulan Muharram, malam pertengahan dari bulan Sya’ban, dan dua malam hati raya. (Zubdatul Wa’izhin)
Konon, Nabi Isa as. pernah berjalan-jaian, lalu dilihatnya sebuah gunung yang tinggi. Maka Beliau pun menuju ke sana. Akhirnya Beliau tiba pada sebuah batu besar di puncak gunung itu, warnanya lebih putih dari susu. Beliau berputar-putar mengelilingi batu itu dan mengagumi keindahannya. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepadanya :”Hai Isa, maukah engkau Aku jelaskan yang lebih mengagumkan lagi daripada ini?”.
“Ya”, jawab Isa as.
Lantas batu besar itu terbelah, dan ternyata di dalamnya ada seorang tua berpakaian bulu, di hadapannya ada sebuah tongkat dan di tangannya ada setangkai buah anggur, Sedang dia tengah berdiri mengerjakan salat. Nabi Isa as. merasa kagum, lalu Beliau bertanya : “Hai orang tua, apa yang sedang saya lihat ini?”.
Orang tua itu menjawab : “Ini adalah rezeki saya untuk setiap harinya”.
“Sejak berapa lama Anda beribadat di dalam batu besar ini?”, tanya Nabi Isa pula.
“Sejak empat ratus tahun lalu”. Jawabnya.
Nabi Isa lalu bermunajat : “Ya Tuhanku, apakah Engkau menciptakan makhluk lain yang lebih utama dari orang ini?”.
Maka Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Bahwasanya kalau seseorang dari Umat Muhammad mendapati bulan Sya’ban, kemudian dia melakukan salat Bara’ah pada malam pertengahan bulan itu, maka sesungguhnya salatnya itu lebih utama pada sisi-Ku daripada ibadatnya hamba-Ku ini selama empat ratus tahun”.
Maka Nabi Isa pun berkomentar : “Mudah-mudahan saja aku bisa menjadi umat Muhammad”. (Zahratur Riyadh)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Jibril as., pada pertengahan bulan Sya’ban, telah datang menemuiku, lalu mengatakan : “Ya Muhammad, malam ini dibukakan pintu-pintu langit dan pintu-pintu rahmat. Maka bangkitlah dan salatiah, serta angkatlah kepalamu dan kedua tanganmu ke langit!”
Lalu aku pun bertanya : “Hai Jibril, malam apakah ini?”.
Jibril as. menjawab : “Pada malam ini dibukakan tiga ratus pintu rahmat, lalu Ailah mengampuni semua orang yang tidak mensekutukan sesuatu dengan-Nya kecuali : tukang sihir, dukun tenung, pendendam, pemabuk, orang yang terus-menerus melakukan zina, orang yang suka makan riba, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, tukang adu-domba, atau orang yang memutuskan tali silaturahmi. Sesungguhnya mereka semua tidak akan memperoleh ampunan sampai mereka mau bertobat dan meninggalkan (perbuatannya) itu”.
Maka keluarlah Nabi saw., lalu salat sambil menangis di dalam sujudnya, Beliau berdoa :
Artinya : “Ya Ailah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu dan murka-Mu, sesungguhnya aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji kepada Zat-Mu, maka bagi-Mulah segala pujian hingga Engkau nida” (Zubdatul Majalis)
Disebutkan bahwa :
Adapun sebab Allah lebih mengutamakan bulan, hari dan saat antara yang satu dari yang lainnya sebagaimana Dia lebih mengutamakan antara rasul atau umat yang satu dengan yang lainnya, adalah supaya jiwa manusia berlomba-lomba dan hati mereka bergegas-gegas menghormatinya, dan ruh mereka merasa rindu untuk menghidupkannya dengan melakukan ibadat di dalamnya, dan supaya semua makhluk menginginkan ketuamaan-keutamaannya. Adapun berlipat gandanya pahala kebaikan pada sebagian waktuwaktu tersebut, maka itu adalah karunia Allah dan pemberian khusus dari-Nya.
Artinya : “Itu karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Al Qasyani di dalam syarah At Taaiyyah mengatakan : “Sebagaimana kemuliaan dan keutamaan waktu-waktu tersebut menurutkan kemuliaan suasana yang terjadi di saat itu, seperti hadirnya orang yang dikasihi atau menyaksikannya, maka demikian pula halnya dengan kemuliaan amal itu bergantung kepada niat maupun tujuan yang memotivasinya. Adapun kemuliaan niat amal-amal itu adalah bila amal itu dilakukan semata-mata demi Allah Yang terkasih dan secara murni hanya menginginkan keridaan-Nya belaka, tanpa dicampuri oleh tujuan yang lain”.
Umar bin Faridh -qaddasaliaahu sirrahu- bermadah :
Artinya : “Menurutku, setiap hari adalah hari raya hari kumelihat keelokan wajahnya dengan sorot gembira Dan setiap malam adalah malam Qadar, jika ia mendekat sebagaimana hari-hari perjumpaan adalah seperti hari Jumat”. (Dari Ruhul Bayan)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan (pada hari kiamat itu) kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun. Tiap-tiap umat dipanggil kepada kitabnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. (Allah berfirman) : “Inilah kitab Kami, yang menuturkan kepadamu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al Jaatsiyah : 28-29)
Tafsir : ,.
(. ) Dan kamu lihat tiap-tiap umat berhimpun, atau berkumpul, dari kata al jitswah ( ) yang artinya al jama’ah ( ), atau mendekam sambil bersedekap pada lutut. Dan ia dibaca juga jaadiyatan ( ), artinya : duduk pada ujung-ujung jari karena rendahnya mereka bersedekap.
( bbb ) tiap-tiap umat dipanggil kepada kitabnya, atau catatan amalnya.
Ya’gub membaca “kullu” ( ) dengan menasabkannya, sehingga menjadi “kulla” (. ), sebagai badal dari kulla yang pertama, sedangkan kata tud’aa ( ) adalah sifat atau maf’ul kedua.
(. ) Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan. Kalimat ini dianggap sebagai firman Allah.
(. ) Inilah kitab Kami. Allah menisbatkan catatan-catatan amal mereka kepada Zat-Nya, karena Dia-lah yang telah menyuruh para malaikat pencatat supaya mencatat perbuatan-perbuatan tersebut.
(. ) yang menuturkan kepadamu dengan benar, memberi kesaksian kepadamu tentang apa yang telah kamu kerjakan tanpa menambah dan mengurangi sedikit pun.
(. ) Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat, menyuruh malaikat pencatat untuk mencatat.
(. ) apa yang telah kamu kerjakan, perbuatan-perbuatan. (Qadhi Baidhawi)
Dari sahabat Abu Umamah Altbahili ra., katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menjanjikan kepadaku, apabila aku telah mati kelak, maka Dia membuat aku dapat mendengar bacaan salawat dari orang yang membaca salawat untukku. Aku di Madinah, sedang dia berada di belahan timur bumi atau di baratnya”.
Dan sabda Beliau pula :
Artinya : “Hai Abu Umamah, sesungguhnya Allah Taala menjadikan dunia seluruhnya (seolah-olah) ada di dalam kuburku, dan segala sesuatu yang Allah ciptakan dapat aku dengar dan lihat. Maka, setiap orang yang membaca salawat untukku satu kali, Allah akan memberinya rahmat sepuluh kali. Dan barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali, Allah akan memberinya rahmat seratus kali”.
Firman Allah : jaatsiyatan ( ) artinya : berkumpul, berhimpun ( , ) atau duduk mendekam sambil bersedekap pada lutut (. ) seperti dalam kalimat :
Artinya : “Dia duduk dengan gelisah”. (Syaikh Zaadah)
Dan ada pula yang mengatakan bahwa ‘al jutsuwwu’ ( ), itu artinya adalah duduk berlutut seperti duduknya orang yang sedang bersengketa di hadapan hakim. Dikatakan demikian, karena pada saat itu, umat tersebut sedang ketakutan, sehingga dalam duduknya tidak bisa tenang. (Syaikh Zaadah). | Dan dari Abdullah bin Abbas radiyallahu anhuma, katanya : “Apabila hari kiamat telah tiba, dan seluruh makhluk, baik dari golongan jin, manusia, maupun jenis-jenis makhluk lainnya, telah dikumpulkan dalam keadaan berlutut dan berbaris, maka terdengarlah seruan:
| “Pada hari ini kamu semua akan mengetahui siapakah yang memperoleh kemuliaan, Silakan berdiri orang-orang yang banyak memuji Allah dalam segala keadaannya”. Maka berdirilah mereka, lalu dibawa ke surga.
Kemudian diserukan pula untuk kedua kalinya : “Pada hari ini kamu semua akan mengetahui siapakah yang memperoleh kemuliaan. Silakan berdiri orang-orang yang lambung mereka jauh dari tempat tidur, sedang mereka berdoa kepada Tuhan-nya dengan berasaan harap-harap cemas, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. Maka mereka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.
Kemudian disanikan pula untuk yang ketiga kalinya . “Pada hari Ini kamu samua akan mengolahui siapa orangnya yany tolah mamparoleh kamuliaan Fulakan bardin Orang yang tidak dilalaikan oleh porniayaan, dan juga tidak pula oleh jual bali dan mengingat Allah, dan dari mendirikan salat. Serta dari membayarkan zakat” Maka mareka pun berdiri, lalu dibawa ke surga.
Apabila ketiga golongan manusia tadi telah menempati! tempatnya masing masing dan telah pergi semua ke surga, maka muncullah dari dalam neraka seekor binatang gunug mendekati makhluk-makhluk tersebut. Binatang Itu mompunyal sepasang mata yang tajam dan Iidah yang fasih, dia berkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan kepada setiap Orang yang telah berlaku sewenang-wenang lagi suka membangkang”. Kemudian binatang itu mematuk mereka dari tengah-tengah barisan, seperti seekor burung yang mernatuk byi-biji wijen, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam.
Setelah itu, binatang tersebut keluar lagi, lalu borkata : “Sesungguhnya aku ditugaskan kepada orang yang telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya”. Maka dipatuknya mereka dari tengah-tengah barisan, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam.
Kemudian, untuk yang ketiga kalinya, binatang itu keluar lagi. Kata Abul Minhaj, “Saya kira, dia mengatakan : “Aku ditugaskan kepada juru-juru gambar”. Maka dipatuknyalah mereka dari tengah-tengah barisan itu, lalu disingkirkannya mereka masuk ke dalam neraka Jahannam”.
Apabila ketiga golongan manusia tadi telah disingkirkan semua, maka disiarkanlah lembaran-lembaran amal, dan ditegakkanlah mizan (neraca amal), lalu dipanggiliah seluruh makhluk untuk dihisab amal mereka masing-masing”. (Tanbihul Ghafilin)
Sebagian besar ahli tafsir berpendapat bahwa, perintah mencatat yang disebutkan dalam ayat ini maksudnya adalah perintah mencatat dari Lauh Mahfuz. Allah memerintahkan kepada malaikat agar mencatat perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan manusia pada setiap tahunnya, Dan ternyata malaikat-malaikat itu mendapati catatan itu sesuai benar dengan apa yang dilakukan oleh manusia. Kata para ahli tafsir : “Perintah mencatat itu hanya bisa dilaksanakan dari suatu sumber, yaitu penulisan sebuah kitab dari kitab lain”. (Wasith)
Dikatakan bahwa, para saksi atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu ada tujuh golongan :
Pertama, malaikat.
Firman Allah Taala :
Artinya : “Dan malaikat-malaikat itu pun menjadi saksi”.
Kedua, bumi. Firman Allah Taala :
Artinya : “Manusia bertanya : “Kenapa bumi (jadi begini)?. Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”.
Ketiga, waktu. Seperti, disebutkan dalam khabar :
Artinya : “Tiap-tiap Hari berseru : “Aku adalah Hari yang baru, dan aku menjadi sakyi atas segala perbuatan yang kamu lakukan”.
Keempat, lidah. Firman Allah Taala :
Artinya : “Pada hari (ketika) lidah mereka menjadi saksi”.
Kelima, anggota-anggota tubuh. Firman Allah Taala :
Artinya : Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka, dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.
Keenam, dua malaikat pencatat amal. Firman Allah Taala :
Artinya : “Padahal sesungguhnya bagi kamu ada malaikat-malaikat yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaan itu)”.
Ketujuh, catatan amal. Firman Allah Taala :
Artinya : (Allah berfirman) : “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan kepadamu dengan benar”
Maka bagaimana jadinya Anda, hai pendurhaka, kelak apabila para saksi itu telah memberikan kesaksian mereka masing-masing terhadap perbuatan Anda?.
Dari Amr bin Ash ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :” Apabila Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk, maka akan ada penyeru yang menyerukan : Manakah orang-orang yang utama?”. Rasulullah berkata : “Maka berdirilah beberapa Orang. Mereka berjalan cepat-cepat menuju ke surga. Mereka disambut oleh para malaikat, lalu para malaikat itu bertanya : “Kami melihat kalian bergegas menuju surga, siapakah Sebenarnya kalian?”. Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang utama”.
“Apa keutamaan kalian?”, tanya malaikat pula.
Mereka menjawab : “Apabila dianiaya, kami bersabar. Dan apabila diperlakukan buUk, kami memaafkan”. Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam Surga. Surga itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal”.
Selanjutnya terdengar pula seruan : “Manakah orang-orang yang sabar?”. Maka bangkitiah beberapa orang yang termasuk golongan orang-orang yang sabar. Mereka berjalan dengan cepat menuju surga. Mereka disambut oleh para malaikat, lalu para malaikat itu bertanya kepada mereka : “Kami lihat kalian bergegas menuju surga. Siapakah sebenarnya kalian ini?”. Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang sabar.
“Apa kesabaran kalian?”, tanya malaikat pula.
Mereka menjawab : “Kami sabar menerima musibah dari Allah”.
Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam surga”.
Kemudian diserukan pula : “Manakah orang-orang yang saling mencintai karena . Allah?”. Maka berdirilah beberapa orang yang telah saling mencintai karena Allah. Mereka berjalan dengan bergegas-gegas menuju surga. Para malaikat menyambut mereka seraya berkata : “Kami melihat kalian bergegas menuju surga. Siapakah sebenarnya kalian ini?” Mereka menjawab : “Kami adalah orang-orang yang saling mencintai karena Allah?”.
Malaikat bertanya pula : “Bagaimanakah kalian saling mencintai?”.
Mereka menjawab : “Kami saling mencintai pada jalan Allah, dan saling berkorban pada jalan Allah”.
Maka dikatakanlah kepada mereka : “Masuklah kalian ke dalam surga”.
Nabi saw. selanjutnya bersabda : “Setelah mereka semua masuk surga, barulah neraca dipasang untuk penghisaban (perhitungan amal baik dan buruk seluruh makhluk)”
Ketahuilah, bahwa perhitungan amal itu diselenggarakan secara berbeda-beda dan keadaannya pun berlain-lainan. Di antaranya ada yang mudah dan ada pula yang sukar: ada yang secara rahasia dan ada pula yang secara terang-terangan: ada yang secara terhormat dan ada pula yang secara terhina: ada yang memperoleh anugerah dan ada pula yang memperoleh keadilan. Perhitungan tersebut berlaku untuk seluruh makhluk, baik orang mukmin maupun kafir, manusia maupun jin, kecuali mereka yang oleh hadis dinyatakan mendapat pengecualian.
Allaqoni berkata : “Saya belum melihat suatu nash yang tegas mengenai perhitungan (hisab) terhadap anak-anak kecil, orang-orang gila maupun orang-orang yang hidup dalam masa sebelum adanya seruan Nabi (masa fatrah)”.
Adapun fase-fase mauqif itu adalah : kebangkitan dari kubur, kemudian penghimpunan, kemudian berdiri menghadap Tuhan semesta alam, kemudian pengajuan, yaitu saat masing-masing nabi memperlihatkan keistimewaan umatnya sendiri-sendiri, kemudian terbangnya lembaran-lembaran amal, kemudian diambilnya lembaran-lembaran tersebut dengan tangan kanan atau kiri, kemudian pertanyaan dan perhitungan, baru kemudian ditimbang.
Ketika Allah telah mengumpulkan seluruh makhluk di padang Mahsyar, dan bermaksud akan menghisab mereka, maka beterbanganlah kitab-kitab catatan amal mereka laksana salju yang berterbangan. Kemudian terdengar penyeru dari pihak Tuhan Yang Maha Rahman : “Hai fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kananmu!”. Dan : “Hai fulan, ambillah kitabmu dengan tangan kirimu!”. Maka tidak seorang pun yang mampu mengambil kitabnya dengan tangan kanannya selain orang-orang yang takwa yang menerima kitab mereka dengan tangan kanan mereka. Adapun orang-orang yang celaka, mereka menerima kitab mereka dengan tangan kiri mereka, sedangkan orang-orang kafir, menerimanya dari belakang punggung mereka.
Demikian pula dalam penghitungan amal, manusia terbagi ke dalam tiga tingkatan : Tingkatan pertama, ialah mereka yang dihitung amalnya dengan mudah, merekalah Orang-orang yang takwa. Tingkatan kedua, ialah mereka yang dihitung amalnya dengan penuh kesukaran dan kemudian dibinasakan, merekalah orang-orang yang kafir. Tingkatan ketiga, ialah mereka yang dihitung amalnya dan ditanyai, kemudian diselamatkan, merekalah orang-orang yang durhaka.
Dalam salah satu hadis disebutkan, bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat tidak akan bergeser dari hadapan Allah Taala sampai dia ditanya lebih dahulu tentang empat perkara : (1) tentang umurnya, untuk apa dia habiskan?” (2) tentang jasadnya, untuk apa dia rapuhkan?, (3) tentang ilmunya, untuk apa dia gunakan?, (4) tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan?”.
Dan dia juga akan ditanyai tentang apa yang tercantum di dalam kitab catatan amalnya. Setelah dia selesai membacanya sampai akhirnya, maka Allah Taala bertanya : “Hai hamba-Ku, apakah semua ini telah engkau lakukan, ataukah malaikat-malaikat-Ku telah menambah-nambahi terhadapmu dalam kitabmu itu?’.
“Tidak, Ya Tuhan”, jawab si hamba, “memang semuanya itu telah saya lakukan”.
Maka Allah Taala berfirman : “Akulah yang telah menutupi kesalahan-kesalahanmu di dunia, dan hari ini Aku mengampuninya untukmu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni itu semua untukmu”. Ini adalah keadaan orang yang ditanyai Allah dalam hisabnya, kemudian selamat karena anugerah Allah Taala.
Dan di antara perkara-perkara yang wajib diyakini adanya, adalah bahwa Allah Taala mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas mencatat perbuatan hamba-hamba-Nya, perbuatan yang baik maupun yang buruk, yang dengan main-main maupun sungguhan, yang karena keliru atau lupa, ketika sehat atau sakit, bahkan sampai dengan suara rintihan atau pun suara napas sekalipun, baik hamba itu seorang mukmin maupun seorang kafir.
Diriwayatkan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. Beliau bercerita kepada kami tentang berita-berita Bani Israel dan bangsa-bangsa dahulu kala. Kemudian pada akhir cerita, Beliau berkata kepada saya “Hai Ali, sesungguhnya Jibril telah diutus Allah Taala untuk memberitahukan kepadaku tentang keadaan-keadaan umatku. Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya di antara umatmu ada beberapa orang yang berdiri di hadapan Allah Taala pada saat amalnya dihisab. Kemudian mereka berdialog dengan Allah, sebagaimana orang yang bersengketa berbicara dengan lawannya”.
Aku bertanya : “Hai saudaraku Jibril, dapatkan seseorang melakukan itu?”.
Jibril menjawab : “Penjelasan tentang hal itu cukup panjang, biarlah aku minta izin lebih dahulu kepada Tuhanku, nanti aku datang lagi kepadamu”.
Maka Jibril hilang sejenak dari pandanganku. Sesaat kemudian dia datang lagi sambil tertawa, Jalu aku bertanya : “Kenapa Anda tertawa, hai saudaraku Jibril?”. jubk Jibril menjawab : “Ya Muhammad, pada saat ini aku ada cerita-cerita yang menakUbkan”,
Aku bertanya : “Cerita apakah itu?”.
Jibril menjawab : “Cerita yang pertama, ialah yang telah aku janjikan kepadamu, Ya Rasullah. Ketahuilah, Ya Muhammad, apabila kelak hari kiamat telah tiba, maka Allah Taala memberikan kepada tiap-tiap orang kitab (amal)nya masing-masing. Maka si hamba (yang bersangkutan) itu mengambil kitabnya, lalu dilihat dan dibacanya. Maka diketahuinyalah isinya, yang baik maupun yang buruk. Kemudian Allah Taala berfirman kepadanya : “Hai hamba-Ku, sudahkah engkau baca kitab (catatan amal)-mu itu?”.
Hamba itu menjawab :
“Sudah, tetapi yang tercantum di dalam kitabku ini, saya sama sekali tidak pernah melakukannya”.
Allah Taala bertanya pula : “Hai hamba-Ku, adakah orang lain selainmu yang telah melakukannya?”.
“Entalah, Ya Tuhan, saya tidak tahu”, jawabnya.
Allah berfirman : “Sesungguhnya malaikat-malaikat pencatat yang mulia itu telah mencatat perbuatan-perbuatan tersebut, kau hanya berpura-pura lupa”.
Namun hamba itu tetap mengelak, katanya :
“Ya Tuhanku, para malaikat pencatat itu adalah hamba-hamba-Mu juga. Mereka berkata sesuka mereka dan tidak membiarkan Engkau saja bersamaku. Jika perlu, Engkaulah Hakim Yang Mahaadil. Engkau tidak akan mengambil sesuatu keputusan tanpa bukti”.
Maka Allah Taala berfirman : “Wahai hamba-Ku, dan siapakah yang akan menjadi saksi atas perbuatan-perbuatanmu, sedang semuanya adalah hamba-hamba-Ku juga. Sedangkan para malaikat yang mulia beserta catatan mereka saja telah engkau bantah?’.
Sang hamba menjawab : “Benar, Ya Tuhan, saya tidak menerima kesaksian selain dari saya sendiri”.
Maka Allah Taala berfirman : Jika Aku telah mengajukan bukti dari dirimu sendiri, apakah engkau akan menerima dan mengakui?”.
“Benar, Ya Tuhan”, jawabnya.
Lalu Aliah berfirman kepada lidah : “Dengan kekuasaan-Ku, berbicaralah engkau dan jangan mengatakan kecuali yang benar. Karena pada hari ini, semua kebatilan telah mati”. Maka lidah itu pun mulai berbicara, mengatakan segala yang telah dilakukan hamba itu semasa hidupnya di dunia, yang buruk-buruk maupun yang baik-baik. Namun, hamba itu tetap menolak, katanya :”Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku, Engkau tahu bahwa saya tidak mampu menguasai lidahku. Wataknya memang suka ngomong terus. Karenanya, saya tidak mau menerima kesaksiannya. Apalagi dia adalah musuhku di dunia, dan semua dosa yang telah saya lakukan adalah gara-gara dia. Sementara Rasul-Mu sendiri telah memberi peringatan mengenai dia, sabda Beliau : “Lidah adalah musuh manusia”. Dan Engkau tentu akan menghukum dengan adil. Engkau tidak akan menerima kesaksian musuh atas musuhnya”.
Allah berfirman : “Aku masih mempunyai saksi lain terhadapmu dari dirimu sendiri. Maka apa pendapatmu?’.
Hamba itu menjawab : “Saya sudah tidak mau lagi berkomentar, Ya Tuhanku”.
Maka Allah pun berfirman kepada kedua tangan si hamba : “Berbicaralah mengenai perbuatan yang pernah dilakukan oleh hamba-Ku ini!. Lalu kedua tangan itu berbicara mengenai segala apa yang telah dilakukan oleh si hamba dengan menggunakan keduanya. Dan keduanya pun memberikan kesaksian. Tetapi hamba itu masih tetap tidak mau menerima, katanya : “Oh Tuhanku, Tuanku dan Penguasaku, Engkau telah mengutus kepada kami seorang Rasui, dan telah mensyariatkan kepada kami suatu syariat yang kami ikuti dengan izin-Mu, sehingga Engkau berfirman : “Barangsiapa mentaati Rasul itu, maka sesungguhnya dia telah mentaati Allah”.
“Hai hamba-Ku , apakah yang telah disyariatkan Rasul-Ku?”, tanya Allah.
Hamba itu menjwab : “Sesungguhnya Rasul-Mu itu telah bersabda : “Seorang saksi saja dalam memberi keterangan belum cukup”. Dua belah tangan adalah satu saksi, jadi belum cukup. Harus ada saksi yang kedua”.
Allah berfirman : “Dan apabila saksi yang kedua telah memberikan kesaksiannya, apakah engkau akan mengiyakan dan mengaku?”.
“Ya”, jawab hamba itu tegas.
Maka Allah pun berfirman kepada kaki : “Apa yang akan engkau katakan. Berbicaralah tentang apa yang telah diperbuat oleh hamba-Ku ini, dan berilah kesaksian dengan benar.
Dengan kekuasaan Allah, kaki itu pun berbicara dengan lancar katanya : “Sesungguhnya dia berjalan, dan dikerjakannya kebaikan dan keburukan”. Demikianlah kaki itu memberikan kesaksiannya terhadap semua perbuatan hamba tersebut.
Dengan perasaan bingung, hamba itu menoleh kepada anggota-anggota badannya, lalu mencela mereka, katanya “Hai semua anggota-anggota tubuhku. Aku bukanlah orang lain bagi kamu, bahkan aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Dan sesungguhnya aku telah membantah Tuhanku adalah demi kamu, lain tidak. Tidak ada yang kulihat lebih bodoh daripada kamu Aku bela kamu, namun kamu membuat dirimu merasakan api neraka”.
Seluruh anggota tubuhnya lalu menjawab serempak : “Kau sebut kami bodoh dan pandir, tetapi kami tidak pernah melihat orang yang lebih tolol daripada engkau. Kami hanyalah menerima perintah Allahlah yang telah membuat kami dapat berbicara. Dia yang dapat membuat segala sesuatu berbicara”.
Kemudian hamba itu menjadi bingung, bungkam dan sangat malu. Allah Taala lalu memerintahkan kepada malaikat Zabaniyah supaya menyeret hamba itu, maka si hamba berkata : “Oh Tuhanku, di manakah rahmat-Mu, padahal Engkau adalah Yang Maha Rahim di antara semua yang pengasih?”.
Allah berfirman : “Rahmat-Ku adalah untuk orang yang mengaku salah. Seandainya engkau mengaku, niscaya ada keringanan”.
Maka dengan menyesai hamba itu berkata : Oh Tuhanku, sebenarnya saya memang lalai dan saya mengakui segala dosaku, namun karena rasa takut saya terhadap neraka, maka saya terpaksa melakukan itu”.
Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, bawalah hamba-Ku ini ke surga. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuninya dan memaafkannya”.
Para malaikat lalu membawa hamba itu menuju ke surga seraya berkata : “Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah. Hai hamba Allah, engkau telah masuk ke dalam rahmat-Nya. Masuklah ke dalam surga dengan sejahtera lagi aman”.
Itulah pembicaraan antara malaikat Jibril as. dengan Nabi saw.
Sementara itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, kata nastansikhu (. ) artinya adalah : na’khuddzu nuskhotahu (. ) Kami mengambil naskahnya. Itu adalah, bahwa dua malaikat pencatat mengajukan pekerjaan seseorang, kemudian oleh Allah Taala ditetapkan mana yang mendapat pahala, dan mana yang mendapat Siksa, lalu Allah membuang hal-hal yang tidak disengaja atau main-main, seperti ucapan “Kemarilah”, atau “Pergilah”. Demikian disebutkan di dalam kitab Ma’alimut Tanzil. (Sananiyah).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibubapanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah. Mengandung sampai menyapihnya adalah sampai tiga puluh bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, dia berdoa : “Oh Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku dan kepada ibu-bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang Engkau ridai. Berilah kebaikan kepadaku dan kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al Ahqaf : 15).
Tafsir :
( ) Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya baik kepada ibu-bapaknya, yakni dengan perintah yang baik.
(. ) Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah dan telah melahirkannya dengan susah payah pula. Yakni, keadaan yang susah payah, atau kehamilan yang susah payah, maksudnya adalah kesulitan.
(. ) Sedang mengandungnya dan menyapihnya, masa mengandungnya dan menyapihnya. Kata al fishal artinya al fitham (menyapih). Sedang yang dimaksud adalah masa penyusuan yang sempurna, yang berakhir dengan penyapihan. Oleh karena itu, kata al fishallah yang digunakan (dan bukan al fitham), sebagaimana kata al amad (batas waktu) yang digunakan untuk mengungkapkan al muddah (waktu).
(. ) adalah tiga puluh bulan. Semua itu adalah keterangan tentang penderitaan yang dialami seorang ibu di kala mengasuh anaknya, sebagai penjelasan yang bersifat mubalaghah (berlebihan) dalam rangka perintah berbuat baik kepadanya.
(. ) Sehingga apabila dia telah dewasa, apabila telah tua sedang kekuatan dan akalnya telah mantap.
(. ) dan mencapai empat puluh tahun. Konon, tidak ada seorang nabipun yang diutus kecuali setelah usianya genap empat puluh tahun.
(. ) dia berdoa :”Oh Tuhanku, tunjukilah aku. Berilah aku ilham. Kata auzi’ni ( ) artinya adalah auli’ni (. ) Jadikanlah aku gemar. Dari kata : auza’tuhu bikadza ( ) Aku mendorongnya melakukan begitu.
(. ) untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku. Yakni, nikmat agama, atau nikmat yang mencakup nikmat agama dan nikmat-nikmat lainnya.
(. ) dan agar aku dapat melakukan amal saleh yang Engkau ridhai. Allah menakirahkan kata shalihan (. ) untuk menyatakan keagungannya, atau karena yang dimaksudkan-Nya adalah satu macam tertentu dari jenis amal saleh, yang menye
babkan rida Allah Taala.
(. ) dan berilah kebaikan bagiku pada anak cucuku. Dan berilah aku kebaikan yang terus berkesinambungan sampai kepada anak cucuku, dan tertanam pada mereka.
(. ) Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dari apa yang tidak Engkau ridai, atau yang melalaikan dari (mengingat)-Mu.
(. ) Dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri, yang ikhlas kepada-Mu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: “Apabila telah tiba hari Jumat, ada seribu malaikat datang berkunjung ke kuburku. Setelah selesai dari kunjungan tersebut, mereka lalu mengembara ke segenap penjuru bumi, timur dan barat. Setiap kali mereka mendengar ada orang membaca salawat untukku, maka salawat itu mereka bawa lalu mereka tempatkan di bawah Arsy, seraya berkata : “Ya Tuhan kami, inilah salawat fulan bin fulan”. Maka Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku membalas salawatnya berlipat ganda. Bawalah salawatnya itu kepada Jibril, agar di tempatkannya di sisinya, sehingga salawat itu kelak akan datang kepada pemiliknya pada hari kiamat. Dan Aku akan meletakkan salawat itu pada neraca (mizan amal) orang yang membacanya, dan membawa pembacanya masuk ke dalam surga”. (Mau’izhah).
Konon, ayat di atas turun mengenai sahabat Abubakar ra., ayahnya Abu Qahafah, ibunya Ummul Khair, juga mengenai anak-anaknya, dan bahwa doa Abubakar untuk mereka dikabulkan Allah. Abubakar telah beriman kepada Nabi saw. ketika usianya 38 tahun, dan berdoa untuk keluarganya (supaya mereka beriman pula) ketika usianya 40 tahun. Di antara para sahabat, baik kaum Muhajirin maupun Anshar, tidak ada seorang pun yang masuk Islam beserta ibu-bapaknya dan seluruh anaknya, yang laki-laki maupun perempuan, selain Abubakar ra.. (Dari Al Madarik).
Dan dari Ali bin Abitalib Karramallahu wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Aku berlepas diri dari orang yang tidak menunaikan hak ibubapaknya”. Lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana kalau orang itu tidak memiliki apa-apa?” Beliau menjawab : “Apabila dia mendengar perkataan mereka berdua, maka hendaklah dia jawab “Saya dengar dan patuh”, dan janganlah mengatakan kepada keduanya “Hah”, dan jangan membentak mereka. Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. Demikian kata Rasul.
D nwayatkan, bahwa seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah. nasihatilah saya dengan suatu nasehat yang berguna bagiku di dunia dan akh rat. Nabi lalu bertanya : “Apakah engkau masih mempunyai ayah dan ibu?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka bersabdalah Nabi saw. : Jika engkau memenuhi hak-hak mereka berdua. dan engkau beri makan mereka, maka untuk tiap-tiap suap makanan itu engkau akan memperoleh sebuah mahligai di dalam surga”. Benariah apa yang disabdakan Rasulullah itu.
Ada pula seorang lelaki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai seorang ibu. Saya yang menafkahinya, tetapi dia selalu menyakiti saya dengan Iisannya. Apa yang mesti saya perbuat?”.
Rasululiah saw. menjawab :”Tunaikanlah haknya. Demi Allah, seandainya engkau potong dagingmu, namun engkau tetap belum dapat melunasi seperempat haknya. Tidakkah engkau tahu bahwa surga berada di bawah telapak kaki para ibu?’.
Laki-laki itu diam, lalu berkata : “Demi Aliah, saya tidak akan berkata apa-apa kepada ibuku”.
Kemudian dia datang menemui ibunya, lalu diciuminya kedua telapak kaki ibunya itu seraya berkata : “Wahai ibunda, inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah kepadaku”.
Dan pernah pula Rasulullah saw. menyampaikan sebuah hadis yang panjang, yang pada bagian akhirnya Beliau mengatakan : “Demi Allah, yang telah mengutusku sebagai seorang nabi dengan membawa kebenaran, tidaklah seseorang hamba yang diberi karunia harta oleh Allah, kemudian dia berbuat baik kepada ibu-bapaknya, melainkan dia akan tinggal bersamaku di dalam surga”.
Seorang laki-laki bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana bila di dunia dia tidak lagi mempunyai ibu-bapak, apa yang harus dia perbuat?”.
Nabi menjawab : “Hendaklah dia bersedekah untuk keduanya dengan memberi makan (kepada orang yang membutuhkan) dan membaca Alquran, atau dengan mendoakan. Jika semua itu ditinggalkannya, maka dia telah durhaka kepada ibu-bapaknya. Dan barangsiapa durhaka kepada mereka berdua, maka dia benar-benar telah bermaksiat”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidak seorang hamba pun yang mengerjakan salat fardu kemudian mendoakan kedua ibu-bapaknya agar mendapatkan ampunan, melainkan Allah Taala akan memperkenankan doanya, sedang dia sendiri pun akan diampuni, berkat doanya untuk mereka berdua, sekalipun ibu-bapaknya itu adalah orang-orang yang fasik”. (Mau’izhah)
Dan dari sahabat Abu Dzarr Al Ghiffari ra., katanya : Saya pernah mendengar Raulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berjalan untuk mengunjungi kedua ibu-bapaknya, maka dari tiap-tiap langkahnya akan dicatat oleh Allah Taala baginya seratus kebaikan, dan dihapuskan darinya seratus keburukan, dan diangkat baginya seratus derajat. Lalu, apabila dia duduk di hadapan mereka berdua dan berbicara dengan mereka dengan pembicaraan yang baik, maka pada hari kiamat kelak Allah akan memberinya suatu cahaya yang memancar di hadapannya. Dan apabila dia keluar dari sisi mereka, dia keluar dalam keadaan telah memperoleh ampunan”.
Dan diriwayatkan pula bahwa, pada masa Khalifah Umar ra. ada seorang saudagar. Pada suatu hari, ibunya datang mengunjunginya. Ibunya meminta kepadanya supaya dia membiayai dirinya. Namun istri saudagar itu berkata : “Sesungguhnya ibumu ini hendak membiarkan kita menjadi melarat, kalau setiap hari dia meminta begini”.
Mendengar ucapan kasar istri anaknya itu, sang ibu menangis lalu pergi meninggalkan tempat itu, sedang anaknya belum memberi apa-apa kepadanya. Syahdan, pada suatu palayarannya, ketika saudagar itu sedang berjalan membawa barang dagangannya, sekonyong-konyong muncullah sekawanan penyamun. Mereka merampas semua barang-barang milik saudagar itu. Kemudian saudagar itu mereka tangkap dan mereka potong kedua tangannya lalu mereka kalungkan di lehernya. Mereka membiarkan saudagar itu tergeletak berlumuran darah di tengah jalan.
Kemudian ada beberapa orang lewat yang mengenalnya, lalu mereka membawanya pulang ke rumahnya. Ketika sanak kerabatnya datang menjenguknya, saudagar itu berkata : “Inilah ganjaranku. Andai kata aku dahulu memberi kepada ibuku dengan tanganku ini uang satu dirham saja, niscaya tanganku ini takkan terpotong, dan harta bendaku takkan dirampok”.
Ibunya pun datang menjenguknya. Setelah menyaksikan keadaan anaknya itu, sang ibu lalu berkata : “Anakku, aku sangat menyesali dirimu atas perbuatan musuh terhadapmu”.
Namun dengan nada sendu si anak menjawab : “Wahai ibuku, ini semua adalah karena dosaku juga terhadapmu. Maka aku memohon rida kepadamu”.
“Anakku,”, kata sang ibu, “Aku sungguh-sungguh telah meridaimu”.
Ketika malam telah berlalu, dan tiba waktu pagi, dengan kuasa Allah kedua tangan saudagar itu telah kembali pulih seperti sediakala. (Mau’izhah)
Diceritakan, bahwa ada seorang tokoh terkemuka yang terkenal akan keutamaannya. Suatu hari, dia hendak berangkat ke Mekah. Tetapi, ibunya tidak rela kalau dia berangkat ke Mekah. Dia tidak berhasil mendapatkan kerelaan ibunya, namun dia berangkat juga ke Mekah. Ibunya mengejarnya seraya berkata : “Ya Tuhan, anakku telah membakarku dengan api perpisahan. Maka timpakanlah kepadanya suatu hukuman”.
Dengan terhiba-hiba, ibu itu memanjatkan doanya.
Sesampainya pada suatu kota, dia masuk ke dalam Masjid pada malam hari untuk beribadat. Di tempat lain, ada seorang pencuri masuk ke salah satu rumah penduduk. Tuan rumah memergoki pencuri yang masuk rumahnya itu, maka larilah pencuri itu ke samping Masjid. Orang-orang pun mengejarnya. Ketika mereka sampai ke pintu Masjid, pencuri itu menghilang. Kemudian mereka berkata : “Mungkin pencuri itu bersembunyi di dalam Masjid ini”. Maka mereka pun masuk ke dalam mesjid. Mereka lihat di dalam masjid tu ada seseorang sedang berdiri salat. Mereka langsung menangkapnya dan membawanya ke hadapan penguasa kota itu. Penguasa kota itu lalu memerintahkan agar kedua tangan dan kakinya dipotong, sedangkan matanya dicungkil. Maka dipotonglah kedua tangan dan kakinya, serta dicungkillah matanya. Kemudian disiarkan ke khalayak ramai : “Inilah hukuman bagi pencuri!”. Tetapi dia berkata : “Jangan katakan demikian, namun katakanlah, “Inilah hukuman orang yang hendak tawaf di Mekah tanpa seizin ibunya”.
Ketika orang-orang tahu bahwa dia adalah tokoh terkemuka yang terkenal itu, maka Mereka pun menangis dan merasa takut. Lalu mereka kembalikan dia kepada ibunya. Mereka letakkan dia di depan pintu rumahnya. Pada saat itu, ibunya sedang bermunajat :
“Ya Tuhan. Jika Engkau coba anakku dengan suatu cobaan. Maka kembalikanlah dia, sehingga aku dapat melihatnya”.
Maka dia pun berseru : “Saya adalah musafir yang kelaparan, berilah saya makan”.
“Mendekatlah ke pintu”, kata perempuan tua itu.
Dia menjawab : “Aku tidak punya kaki untuk berjalan”.
“Ulurkanlah kedua tanganmu”, suruh perempuan tua itu.
“Kedua tangan pun aku tak punya”, jawabnya.
Perempuan tua itu berkata : “Vika aku memberimu makan, maka akan terjadi pelanggaran kehormatan antara aku dan engkau”.
Dia menjawab : “Jangan kuatir, aku tidak mempunyai mata”.
Perempuan tua itu lalu mengambil sepotong roti dan segelas air dingin, kemudian diberikannya kepada musafir itu. Ketika dia mengetahui bahwa itu adalah ibunya, maka diletakkan wajahnya pada kedua telapak kaki ibunya seraya berkata : “Sayalah anakmu yang durhaka”.
Setelah ibu itu mengetahui bahwa yang berada di hadapannya adalah anaknya sendiri, maka dia pun menangis dan berkata : “Ya Tuhan, apabila demikian halnya, maka cabutlah ruhku dan ruhnya, supaya orang tidak tahu hitamnya wajah kami”.
Baru saja ibu itu selesai bermunajat, maka seketika itu pula nyawa mereka telah dicabut. (Dari tafsir ayat ke 72 dari surah Al Ahzab)
Dan dari Ali bin Abitalib Karramallahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk-duduk bersama Rasulullah saw. serta beberapa orang sahabat. Tiba-tiba datang seorang lakilaki, dia berkata : “Assalamualaikum”.
“Wa alaikas salam”, jawab kami.
Kemudian orang itu berkata : “Ya Rasulullah, Abdullah bin Salam mengundang Baginda untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Baginda. Karena dia sekarang sedang menderita sakit yang berat dan hampir menjelang ajal”.
Mendengar berita itu, maka bangkitlah Rasulullah saw. sambil berkata : “Mari kita lihat saudara kita, Abdullah!”.
Kemudian Nabi saw. menghampiri Abdullah dan berdiri di samping kepalanya, lalu Beliau bersabda : “Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu alla ilaaha illallaah, wahdahu laa syariikalah, wa anna muhammadan abduhu wa rasuuluh”. Beliau mengulangi ucapan kalimat syahadat itu di telinga Abdullah sampai tiga kali, namun Abdullah tidak juga mengucapkannya. Akhirnya Beliau bersabda : “Laa haula walaa quwwata illa billaahil ‘aliyyil “azhim”. Kemudian Beliau berkata kepada Bilal : “Hai Bilal, pergilah kepada istrinya, dan tanyakan kepadanya apa yang pernah dikerjakan suaminya di dunia dan pernahkah dia menyusahkannya”.
Maka berangkatlah Bilal menemui istri Abdullah. Setelah Bilal menanyainya tentang apa yang dahulu pernah diperbuat suaminya, maka istri Abdullah menjawab : “Demi kebenaran yang dibawa Rasul, sejak dia mengawini saya, belum pernah saya lihat dia meninggalkan salat di belakang Rasulullah saw. dan tidak pernah lewat satu hari pun kecuali dia bersedekah dengan sesuatu. Hanya saja ibunya tidak rida kepadanya”.
Nabi saw. bersabda : “Bawalah ibunya ke mari!”.
Bilal pergi menemui ibunya, dan berkata “Penuhilah panggilan Rasulullah!”.
Ibu tua itu menjawab : “Untuk apa?”.
Bilal menjelaskan : “Untuk memperbaiki hubungan antara ibu dengan anak ibu, Abdullah. Karena dia sekarang sedang menghadapi ajal”.
Namun ibu itu menolak, katanya : “Demi kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah, aku tidak akan pergi ke sana. Dan aku tidak akan memaafkannya atas perbuatannya yang telah menyakiti hatiku, di dunia maupun di akhirat.
Bagaimanapun Bilal membujuknya, dia tetap tidak mau pergi. Maka akhirnya Bilal memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw. Lalu Rasulullah berkata kepada Umar dan Ali : “Hai Umar dan Ali, pergilah kalian berdua, dan bawalah perempuan tua itu ke mari”. Umar dan Ali berangkat menemui ibu Abdullah itu. Setelah bertemu, mereka berkata kepadanya : “Hai perempuan tua, Nabi mengundangmu!”. “Apa yang Beliau kehendaki dariku, dan apa pula keperluannya?”, tanya ibu Abdullah itu.
Umar dan Ali mengatakan dengan tegas : “Ibu harus mau ikut kami!”. Maka terpaksalah wanita itu ikut bersama Umar dan Ali menemui Rasulullah saw. Setelah berjumpa, Beliau berkata kepadanya : “Wahai perempuan tua, lihatlah anakmu dan nasib yang dialaminya!”.
Perempuan tua itu memandangi anaknya sejenak, lalu dia berkata : “Anakku, demi Allah, aku tidak akan memaafkanmu berkaitan dengan hak-hakku, tidak di dunia dan tidak pula di akhirat!”
Rasulullah berkata : “Hai perempuan tua, takutlah kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung, maafkanlah dia”.
“Bagaimana saya memaafkan dia”, kata perempuan tua itu, “Sedang dia telah memukuli aku dan telah mengusir aku dari rumahnya, demi istrinya, Dia telah menyakitiku dan telah durhaka kepadaku”.
Lalu Nabi saw. bersabda : “Sesungguhnya hakmu menjadi tanggunganku, jika engkau memaafkan dia”.
Kemudian Rasulullah saw. berkata kepada Abdullah : “Hai Abdullah, ucapkanlah : Asyhadu an laa ilaaha illallah… hingga akhirnya”.
Maka dengan suara lantang, Abduliah mengucapkan dua kalimat syahadat itu, lalu dia pun menghembuskan napasnya yang terakhir. Setelah selesai kami mensalatinya dan menguburkannya, maka Rasulullah saw. bersabda : “Wahai sekalian kaum muslimin, ketahuilah, barangsiapa mempunyai seorang ibu, sedang dia tidak berbakti kepadanya, maka dia akan meninggal dunia dalam keadaan tidak bersyahadat”. (Mauizhah) Dari sahabat Anas ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidak seorang pun yang kedua orang tuanya meninggal dunia dalam keadaan tidak rida kepadanya, melainkan Allah akan mengeluarkan ruhnya dalam keadaan tidak bersyahadat. Dan dia tidak akan keluar dari kuburnya, melainkan pada wajahnya tertera : “Inilah balasan bagi orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya”.
Juga dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda :
Artinya : “Tidak seorang hamba pun yang dikaruniai harta oleh Allah Taala, kemudian dia tidak menunaikan hak kedua orang tuanya, melainkan Allah Azza wa Jalla akan membatalkan amalnya dan akan menimpakan kepadanya siksaan yang pedih”. (Alhadis)
Attirmizi telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Keridaan Tuhan tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan Tuhan tergantung pada kemurkaan ibu-bapak”.
Demikian disebutkan di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.
Karena Allah Taala telah memerintahkan agar orang mematuhi dan menghormati ayahnya. Maka barangsiapa patuh kepada ayahnya, berarti dia patuh kepada Allah Taala : dan barangsiapa membuatnya marah, maka berarti dia telah membuat murka Allah Taala.
Ancaman keras seperti ini memberi pengertian bahwa, durhaka kepada ayah itu adalah dosa besar. Dari sini diketahui bahwa, patuh kepada ibu adalah lebih dituntut, demikian tersebut di dalam kitab At Taisir, karena hak ibu lebih banyak, Maka orang yang berakal hendaknya berhati-hati, jangan sampai melakukan kedurhaan kepada kedua orang tuanya. Sekian.
Alfagih Abul Laits rahimahullah, berkata : “Seandainya Allah Subhanahu wa Taala
tidak menyebutkan di dalam Kitab-Nya tentang kehormatan kedua orangtua dan tidak menyuruh agar berbuat baik kepada keduanya, namun secara akal orang akan tahu sendiri, bahwa menghormati keduanya adalah suatu kewajiban, dan wajib pula atas orang yang berakal mengakui kehormatan mereka berdua, menunaikan hak mereka dan berusaha mendapatkan keridaan mereka. Apa lagi kehormatan kedua orangtua ini telah disebutkan oleh Allah Taala di dalam semua Kitab-Nya, baik dalam Taurat, Injil, Zabur maupun Alquran, dan telah diperintahkan-Nya pula di dalam semua Kitab-Nya agar mereka berdua dipatuhi. Dan juga., Dia telah mewahyukan kepada semua rasul-Nya, dan Dia wasiatkan kepada mereka tentang kehormatan ibu-bapak dan keharusan mengetahui akan hak-hak keduanya. Dan Dia jadikan kerihaan-Nya tergantung pada keridaan ibu-bapak, dan kemurkaan-Nya tergantung pada kemurkaan ibu-bapak. Sekian. (Demikian disebutkan dalam Tanbihul Ghafilin)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu memata-matai. Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Hujuraat : 12) Tafsir :
(. ) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Hindarilah kebanyakan dari praduga.
Kata katsiran ( ) dijadikan dalam bentuk mubham adalah supaya orang berhatihati dan merenungkan setiap persangkaan, sehingga dia tahu dari jenis manakah persangkaan itu. Karena di antara persangkaan itu memang ada yang wajib diikuti, seperti persangkaan tentang amalan-amalan yang tidak ada dalil yang tegas tentangnya, dan juga persangkaan yang baik terhadap Allah Taala. Dan ada pula persangkaan yang haram, seperti persangkaan terhadap masalah-masalah ketuhanan dan kenabian, persangkaan yang bertentangan dengan dalil yang tegas, serta persangkaan yang buruk terhadap sesama kaum mukminin. Dan ada pula persangkaan yang dibolehkan, seperti persangkaan terhadap masalah-masalah penghidupan.
(. ) Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu dosa. Kalimat ini merupakan illah (alasan) yang mengawali perintah selanjutnya. Sedang kata Itsmun ( ) artinya dosa yang patut dihukum karenanya. Dan hamzah (. ) yang terdapat pada kata ini asalnya adalah wawu (. ) seperti kalimat : “innahu yatsimul a’maal” ( ) artinya : Sesungguhnya dia memperbanyak amal. :
(. ) Dan janganlah kamu memata-matai. Dan janganiah kamu mencari-cari kesalahan sesama kaum muslimin. Dalam salah satu hadis disebutkan :
Artinya : “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan sesama kaum muslimin. Karena barangsiapa mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah Taala pun akan mencari-cari kesalahannya, sehingga Dia bukakan aibnya, walaupun di tengah rumahnya sendiri”.
(. ) Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Dan janganlah sebagian kamu membicarakan keburukan-keburukan sebagian yang lain tanpa sepengetahuannya.
(. ) Sukalah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Kalimat ini merupakan perumpamaan dari apa yang dipergunjingkan seseorang mengenai kehormatan orang yang digunjingkannya dengan cara yang paling keji, melalui pengajuan pertanyaan yang bersangatan.
Sedangkan maksud dari dinisbatkannya perbuatan ini kepada salah seorang (ahadukum) adalah untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut telah merata. Dan mengaitkan rasa suka dengan suatu perbuatan yang dibenci, serta mengumpamakan perbuatan menggunjing its dengan memakan daging manusia, dan menjadikan yang dimakan itu adalah daging saudaranya sendiri yang telah mati, yang kemudian diakhiri dengan firmanNya (maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya), itu semua adalah sebagai taqrir (pemantapan) dan tahgig (penandasan) atas kekejian perbuatan tersebut. Adapun maknanya ialah : Jika itu semua benar, atau kamu menghadapi yang seperti ini, maka sebenarnya kamu akan merasa jijik kepadanya.
(. ) Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang, kepada orang yang menjaga diri dari apa-apa yang telah dilarang-Nya dan bertobat dari apa-apa yang terlanjur dilakukannya.
Adapun sebab digunakannya bentuk mubalaghah ( ) dalam kata “tawwaab” (Yang Maha Penerima Tobat) adalah karena Allah memang sungguh-sungguh dalam menerima tobat, sebab Dia menjadikan orang yang bertobat itu seperti orang yang tidak berdosa. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari sahabat Anas. bin Malik ra., katanya : Rasullullah saw. bersabda :
Artinya : “Hiasilah majelis-majelismu dengan pembacaan salawat untukku, karena salawatmu untukku itu adalah cahaya bagimu kelak di hari kiamat”. (Hadis ini diriwayatkan oleh pengarang Al Firdaus)
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan melihat wajahku (pada hari kiamat nanti) : (1) orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, (2) orang yang meninggalkan sunnahku, (3) orang yang ketika aku disebut di sisinya, dia tidak bersalawat untukku.
Sungguh benarlah Nabi dengan sabdanya.
Konon, sebab turunnya ayat ini adalah berkaitan dengan dua orang sahabat Nabi saw., yaitu ketika Nabi saw. mengikutsertakan seorang laki-laki dari kalangan sahabat yang fakir miskin dalam suatu perjalanan kepada dua orang laki-laki kaya, supaya dia dapat ikut makan bersama dari makanan mereka, dan supaya dia mendahului mereka berdua turun di tempat persinggahan untuk menyiapkan tempat dan makanan bagi mereka berdua. Nabi mengikut-sertakan Salman Alfarisi kepada dua orang laki-laki tersebut. Pada suatu hari, Salman singgah di suatu tempat, tetapi dia tidak menyiapkan apa-apa untuk mereka berdua. Maka berkatalah kedua orang itu kepadanya : “Pergilah kepada Rasulullah, dan mintalah untuk kita sisa lauk-pauk”.
Ketika Salman telah pergi, salah seorang di antara mereka berdua berkata kepada sahabatnya, sementara Salman tidak ada : “Sesungguhnya, kalau Salman itu tiba di sumur Samihah (yakni sebuah sumur yang banyak airnya), pasti airnya akan surut”.
Setelah Salman sampai kepada Rasulullah dan menyampaikan pesan mereka kepada Beliau, Rasulullah saw. berkata : “Katakanlah kepada mereka berdua, sesungguhnya kalian telah memakan lauk-pauk itu”.
Saiman pun kembali menemui mereka, lalu menyampaikan apa yang diucapkan oleh Rasulullah saw. tadi. Maka mereka berdua lalu menemui Rasulullah dan berkata : “Kami belum memakan lauk-pauk itu, Ya Rasulullah”.
Rasulullah saw. menjawab : “Sesungguhnya aku benar-benar telah melihat daging yang merah pada mulutmu berdua, karena perbuatanmu menggunjing sahabatmu itu”.
Kemudian turunlah ayat di atas tadi.
Dan dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada hari Jumat seratus kali, maka dia akan datang kelak di hari kiamat beserta suatu cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan di antara sekalian makhluk, niscaya mereka semuanya akan mendapat bagian”. (Alhadis)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Ada empat sifat yang tidak simpatik : (pertama) laki-laki yang kencing sambil berdiri, (kedua) mengusap dahi sebelum usai salat, (ketiga) mendengarkan azan namun tidak menirukan ucapan yang diucapkan oleh muazzin, (keempat) jika aku disebut di Sisinya, dia tidak membaca salawat untukku”. (Sayyid Ali Zaadah)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Terhinalah orang yang ketika aku disebut di sisinya, namun dia tidak membaca salawat untukku”. (Qadhi Baidhawi) Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Menggunjing adalah lebih berat daripada perbuatan zina”.
Para sahabat bertanya : “Bagaimana bisa, Ya Rasulullah?”.
Nabi menjelaskan : “Apabila seorang laki-laki berzina komudian bertobat, maka Allah akan menerima tobatnya. Tetapi seorang penggunjing, dia tidak akan diampuni dosanya sebelum orang yang digunjinginya itu memaafkannya”.
Dari hadis ini dapatlah diketahui bahwa, menggunjing itu termasuk dosa besar.
Ada pula riwayat, bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan bertobat dari porbuatan menggunjing, maka dia adalah yang terakhir masuk surga : dan barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan masih terus melakukan perbuatan menggunjing, maka dia adalah orang yang mula-mula masuk neraka”. (Zubdatul Wa’zhin)
Nabi saw. pernah ditanya tentang pergunjingan ini, maka Beliau menjawab : “Yang dinamakan menggunjing itu ialah) apabila engkau membicarakan saudaramu tentang apa-apa yang tidak dia sukai. Jika apa yang engkau bicarakan itu benar adanya, maka engkau telah melakukan perbuatan menggunjing: dan jika apa yang engkau bicarakan itu tidak benar adanya, maka berarti engkau telah melakukan kedustaan (buhtan) terhadapnya”. (Qadhi Baidhawi).
Begitu juga, telah diriwayatkan dari Ikrimah, bahwa seorang wanita jangkung datang menemui Nabi saw. Ketika wanita itu telah keluar, Aisyah ra. berkata : “Wanita ini berperawakan jangkung”. Maka Nabi saw. berkata kepadanya : “Muntahkan pergunjingan itu!” Lantas Aisyah memuntahkan sekerat daging”.
Aisyah berkata : “Saya hanya mengatakan apa yang ada padanya”.
Nabi menjawab : “Engkau telah menyebutkan keburukan yang ada padanya”.
Karena yang dimaksud dengan menggunjing (ghibah) itu adalah menyebutkan keburukan yang ada pada saudaramu. Sedangkan menyebutkan keburukan yang tidak ada pada saudaramu, maka itu adalah mengadakan kedustaan (buhtan), yakni suatu perbuatan yang lebih jahat daripada ghibah. Karena buhtan itu memerlukan tobat di tiga tempat :
Pertama, dia harus kembali menemui orang yang telah diajaknya bicara buhtan itu, lalu mengatakan kepadanya “Saya tadi telah mengatakan kepada Anda mengenai si fulan, yang sebenarnya saya telah berdusta tentang dia”.
Kedua, dia harus pergi menemui orang yang dia dustakan, lalu meminta maaf kepadanya sambil menyebutkan apa yang telah dikatakannya tentang diri orang itu.
Ketiga, dia bertobat dan memohon ampun kepada Allah Taala.
Oleh karena itu dikatakan, menggunjing itu hukumnya sama saja, baik yang Anda sebutkan itu kekurangan mengenai dirinya, akalnya, pakaiannya, perkataannya, nasabnya, hewannya, atau apa saja yang berkaitan dengannya, sampai-sampai bila Anda mengatakan bahwa dia longgar lengan bajunya, atau panjang ujung bajunya, atau jangkung perawakannya, seperti cerita mengenai Aisyah tadi. (Zubdatul Wa’izhin)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau telah bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berjalan untuk mengadu-domba antara dua orang, maka Allah akan memberi kuasa pada api atas dirinya di dalam kuburnya nanti, yang akan membakarnya sampai hari kiamat”. (Mau’lzhah)
Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, katanya :“Ketika Nabi Nuh as. telah naik ke atas bahtera, Beliau membawa masuk pula bersamanya pasangan dari setiap jenis binatang, sampai anjing dan kucing. Nabi Nuh melarang semua binatang itu bersetubuh supaya tidak beranak, yang akan berakibat sesaknya bahtera itu. Tetapi anjing tidak tahan, lalu dia bersetubuh, dan perbuatannya itu diketahui oleh kucing. Maka kucing itu pun melaporkan perbuatan anjing tersebut kepada Nabi Nuh as. Lalu Nabi Nuh memanggil anjing, kemudian ditegurnya, setelah itu dibebaskannya. Tetapi, kemudian anjing itu berbuat sekali lagi, maka kucing pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Beliau memanggil anjing dan menegurnya, namun kali ini anjing itu tidak mau mengakui perbuatannya. Lalu kucing berkata : “Hai Nabi Allah, saya benar-benar telah melihat dia melakukan itu. Jika Tuan sudi berdoa kepada Allah, tentu Dia akan menampakkan kepada Tuan tandanya, dan Tuan akan mengetahui dengan mata kepala Tuan sendiri”.
Nabi Nuh lalu berdoa kepada Tuhannya. Ternyata memang anjing itu bersetubuh lagi, namun kelewatan, sehingga tidak dapat dipisahkan dari lawan jenisnya. Maka kucing pun melaporkan hal itu kepada Nabi Nuh. Nabi Nuh datang dan melihat kedua anjing demikian keadaannya, sehingga oleh karenanya, anjing itu merasa sangat malu. Lalu ia berdoa kepada Tuhannya, katanya : “Wahai Tuhan, permalukanlah dia di depan semua makhluk ketika dia sedang bersetubuh, sebagaimana dia telah mempermalukan kami”.
Doa anjing itu diperkenankan Allah Taala, sehingga apabila kucing betina disetubuhi, dia akan berteriak, yang karena teriakannya itu semua makhluk menjadi tahu, sebagai balasan atasnya karena telah membuka aib anjing”.
Maka demikian pula anak Adam, apabila dia membuka aib dari orang-orang beriman, Allah akan membukakan pula aibnya pada hari kiamat kelak. (Zubdatul Wa’izhin)
Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Bangsa Bani Israel pernah mengalami musim paceklik yang panjang. Maka keluarlah Nabi Musa as. untuk meminta hujan selama tiga hari, namun hujan tidak kunjung turun, sehingga Nabi Musa berkata : “Tuhanku, sesungguhnya hamba-hamba-Mu telah keluar memohon turunnya hujan selama tiga hari berturut-turut, kenapa Engkau tidak memperkenankan doa mereka?”.
Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa : “Hai Musa, sesungguhnya Aku tidak akan memperkenankan doa suatu kaum yang di antara mereka ada tukang adu-domba”.
Nabi Musa as berkata : “Ya Rabb, siapakah dia, supaya kami bisa mengeluarkannya dari kalangan kami?”.
Allah Taala menjawab : “Hai Musa, aku telah melarang kamu dari mengadu-domba, kenapa Aku mesti menjadi pengadu-domba?’.
Akhirnya mereka semuanya bertobat bersama-sama, maka hujan pun turun”. (Zubdatul Wa’zhin)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menggunjing satu kali sepanjang hidupnya, maka Allah akan menghukumnya dengan sepuluh hukuman : (1) Dia akan menjadi orang yang jauh dan rahmat Allah. (2) Para malaikat memutuskan persahabatan dengannya. (3) Pencabutan rohnya menjelang ajalnya akan diperberat. (4) Dia akan menjadi orang yang dekat kepada neraka. (5) Dia akan menjadi orang yang jauh dari surga. (6) Siksaan kubur akan diperberat atasnya. (7) Amalnya akan dianggap batal. (8) Ruh Nabi saw. merasa terganggu karenanya. (9) Allah murka kepadanya. (10) Ketika amalnya ditimbang pada hari kiamat,akan menjadi orang yang bangkrut (yang tidak mempunyai amal apa-apa). (Zubdatul Wa’izhin)
Dari Abu Umamah Al Bahili, katanya : “Pada hari kiamat nanti, ada seseorang hamba diberi kitabnya, lalu dia melihat di dalamnya kebaikan-kebaikan yang belum pernah dikerjakannya. Maka dia berkata : “Ya Rabb, dari mana semuanya ini?”. Allah Taala menjawab : “Ini adalah amal orang yang menggunjingmu, sedang engkau tidak merasa”.
Oleh karena itu, ada riwayat yang mengatakan bahwa, Hasan Al Bashri pernah dilapori seseorang : “Si fulan telah menggunjing tuan”. Maka Hasan Albashri lalu mengirimi orang yang menggunjingnya itu sebaki makanan seraya berpesan : “Saya dengar Anda telah menghadiahkan kebaikan-kebaikan Anda kepada saya, maka sebagai balasannya, saya menghadiahkan ini untuk Anda”.
Dari sahabat Anas bin Malik, dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa menggunjing saudaranya sesama muslim, maka pada hari kiamat kelak, Allah akan memutar kubul (kemaluan)nya ke dubur (anus) nya”.
Dan dari sahabat Ali, Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya : “Jauhilah olehmu pergunjingan, karena dalam perbuatan tersebut ada tiga bencana : (1) doanya tidak akan dikabulkan, (2) kebaikan-kebaikannya tidak akan diterima, (3) keburukan-keburukannya akan bertambah. (Zubdah)
Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah Al Ansari ra., katanya : “Dahulu kami pernah berada bersama-sama Nabi saw, kemudian terciumlah bau bangkai yang sangat busuk, lalu Nabi bertanya kepada kami : “Tahukah kamu bau apakah ini?”.
Para sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”.
Nabi lalu menjelaskan : “Ini adalah bau dari mereka yang menggunjing orang lain sesama mukmin”.
Apabila Anda bertanya : “Apa sebab bau busuk dari perbuatan menggunjing itu tercium oleh umat dahulu dan tidak tercium oleh umat sekarang?”. Maka jawabnya adalah : “Pada masa sekarang, pergunjingan itu sudah sangat banyak dilakukan orang, dan hidung-hidung orang-orang sekarang telah dipenuhi olehnya, sehingga tidak jelas lagi baunya yang busuk, seperti orang yang masuk ke ruang penyamak kulit, maka dia tidak akan tahan untuk berdiam di tempat itu walau hanya sesaat karena tidak kuat dengan baunya yang menyengat itu. Tetapi orang-orang yang ada di situ, mereka enak-enak saja makan minum di sana, karena bau busuknya sudah tidak terasa lagi oleh mereka, sebab hidung-hidung mereka telah dipenuhi oleh bau tersebut. (Zubdatul Wa’izhin) Konon, perbuatan menggunjing itu ada empat macam : Pertama, mubah. Kedua, maksiat. Ketiga, nifak. Keempat, kufur.
Yang mubah (boleh) itu ialah menggunjing orang yang terang-terangan telah melakukan kefasikan dan menggunjing ahli bid’ah karena telah diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda : ,
Artinya : “Ceritakanlah tentang si fajir (pendurhaka) itu tentang keadaannya, supaya orang-orang menjadi waspada terhadapnya”.
Yang maksiat (berdosa) itu ialah menggunjing orang tentang cela yang ada padanya, dengan menyebutkan nama orang itu di tengah orang banyak, sedang dia tahu bahwa itu adalah dosa. Maka pelakunya telah berbuat maksiat dan dia wajib bertobat.
Yang nifak (munafik) itu ialah menggunjing orang lain tentang cela (aib) yang ada padanya, dengan tidak menyebutkan nama orang yang digunjingkan itu, namun orangorang yang mendengar gunjingan itu mengerti bahwa yang dimaksudkan tentu si fulan. Padahal orang yang menggunjing itu tahu bahwa orang yang digunjingnya itu adalah orang yang selalu menjaga diri dari dosa. Inilah nifak.
Adapun yang kufur itu ialah menggunjing orang lain tentang cela (aib) yang sebenarnya tidak terdapat padanya, serta menyebutkan namanya. Dan jika ada yang menegurnya, “Jangan menggunjing!”, maka jawabnya, “Ini bukan menggunjing, tetapi saya mengatakan yang sebenarnya”. Inilah yang disebut kufur itu, sebab dia telah menghalalkan apa yang sudah diharamkan Allah Taala. (Zubdatul Wa’izhin. Bukhari dan Muslim)
Dari sahabat Hudzaifah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain”.
Dan menurut riwayat lain : … orang yang suka mengadu-domba. (Tarikat Muhammadiyah)
Dan diriwayatkan dari Hammad bin Salamah, katanya : “Seorang laki-laki menjual budak belian. Kepada pembelinya, laki-laki tadi berkata : “Budak ini tidak ada celanya, hanya saja dia suka mengadu-domba”.
Sifat itu oleh pembeli dianggap sepele, dan dengan cela itu budak tersebut tetap dibelinya. Maka tinggallah budak itu di rumah tuannya yang baru selama beberapa hari. Kemudian berkatalah dia kepada istri tuannya : “Sebenarnya suami nyonya tidak mencintai nyonya, tetapi dia hanya berpura-pura saja. Maukah nyonya supaya dia benar-benar mencintai nyonya?”.
“Tentu”, jawab wanita itu.
Budak itu berkata : “Ambillah sebuah pisau cukur, lalu cukurlah beberapa helai rambut dari janggutnya yang sebelah dalam selagi dia tidur”.
Kemudian budak itu datang pula menemui suami wanita itu, lalu berkata : “Sesung9uhnya istri tuan berpacaran dengan laki-laki lain, dan kini dia hendak membunuh tuan. Apakah tuan ingin membuktikan hal itu?’.
“Ya”, jawab tuannya.
Budak itu berkata : “Berpura-puralah tuan tidur”.
Tuannya mengikuti saran budak tersebut. Kemudian datanglah istrinya sambil membawa sebuah pisau cukur hendak mencukur rambut janggutnya. Tentu saja suaminya menyangka bahwa istrinya itu hendak membunuhnya, maka dengan cepat pisau itu direbutnya lalu wanita itu dibunuhnya.
Keluarga wanita itu tidak terima, lalu mereka membunuhnya pula. Pihak keluarga laki-laki itupun tidak terima, maka akhirnya terjadilah peperangan di antara dua keluarga tersebut, (Mau’izhah)
Diceritakan bahwa, Abul Laits Albukhari berangkat naik haji. Di dalam kantongnya disimpannya dua keping uang dirham. Dia bersumpah, katanya : “Seandainya saya menggunjing orang dalam perjalanan ini, baik ketika pergi maupun ketika pulang dari Mekah, maka demi Allah, uang dua dirham ini akan saya sedekahkan”.
Ketika Abul Laits kembali pulang ke rumahnya, uang dua dirham itu masih tetap utuh di dalam kantongnya maka ditanyakanlah hal itu kepadanya, lalu dia menjawab : “Lebih baik aku berzina seratus kali daripada menggunjing orang satu kali”.
Kemudian dia berkata pula : “Barangsiapa menggunjing seorang fakih, maka ketika dia datang pada hari kiamat kelak, pada dahinya tertera : “Orang yang berputus asa dari rahmat Allah”. Dan barangsiapa menggunjing seorang nabi, maka seolah-olah dia telah membunuh satu jiwa tanpa hak. Dan barangsiapa digunjing lalu dia mendengarnya, tetapi dia bersabar atas hai itu, maka separuh dari dosanya akan diampuni”.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya bagi orang yang telah menggunjing orang lain supaya memohon ampun kepada Allah Taala dan bertobat sebelum dia bangkit dari tempat duduknya, mudah-mudahan perbuatannya itu diampuni oleh Allah sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wasallam :
Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu mengatakan keburukan saudaranya sesama muslim, maka hendaklah dia berlindung kepada Allah Taala, maka sesungguhnya Itu merupakan kaffarat (penghapus dosa).
Ketahuilah, bahwa menggunjing itu hanya mendapatkan keringanan di dalam lima perkara saja :
Pertama, bagi orang yang teraniaya, apabila dia menceritakan penganiayaan orang yang menganiayanya itu kepada penguasa, agar dia mendapatkan pembelaan dari penganiayaan tersebut. Adapun bila dia menceritakan hal itu kepada selain penguasa, maka itu tetap tidak boleh.
Kedua, bagi orang yang meminta fatwa, apabila dia perlu menyebutkan keburukan orang lain. Kasus ini pernah terjadi ketika istri Abu Sufyan mengadukan suaminya itu kepada Rasulullah saw., katanya : “Ya Rasulullah, Abu Sufyan tidak memberi nafkah yang cukup untukku”,
Ketiga, memperingatkan orang Islam agar waspada dari kejahatannya itu telah diketahui.
Keempat, apabila seseorang telah dikenal luas dengan nama yang kurang baik, seperti : Al A’masy (si rabun), Al A’raj (si pincang, dan lain-lain. Namun beralih kepada nama yang lain adalah lebih baik.
Kelima, apabila ada orang yang terang-terangan memperlihatkan aibnya, dan dia menyukainya, seperti orang yang banci. Para ulama telah mengatakan bahwa, barangsiapa membuang kerudung malunya, maka tidak ada lagi ghibah (gunjingan) baginya. (Demikian tersebut di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Saat itu telah dekat dan bulan telah terbelah. Dan jika orang-orang musyrik itu melihat suatu tanda, maka mereka berpaling dan berkata : “ini adalah) sihir yang terus-menerus”, Dan mereka mendustakan (Nabi) dan mengikuti keinginan-keinginan nafsu mereka, sedang tiap-tiap urusan adalah tetap”. (QS. Al Qamar : 1-3)
Tafsir :
(. ) Saat itu telah dekat dan bulan telah terbelah.
Diriwayatkan bahwa, orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. suatu tanda (kerasulannya), maka terbelahlah bulan (sebagai suatu mukjizat). Dan ada pula yang mengatakan bahwa maknanya adalah : bulan akan terbelah pada hari kiamat. Pendapat pertama dikuatkan oleh, bahwa ayat ini dibaca juga “wa gad insyaggotil gomaru” (. ). Maksudnya : Saat itu telah dekat, dan benar-benar telah terjadi salah satu di antara tanda kedekatannya itu, yaitu terbelahnya bulan.
( ) Dan jika orang-orang musyrik itu melihat suatu tanda, maka mereka berpaling, dari memikirkan dan mempercayainya.
(. ) Dan berkata : “Ini adalah) sihir yang terus-menerus”. Tiada henti-hentinya. Pernyataan mereka ini menunjukkan bahwa, sebelumnya mereka juga telah pernah melihat tanda-tanda (mukjizat) lain yang serupa, dan mujizat-mukjizat yang berturutturut, sehingga mereka mengatakan demikian. .. Atau, bisa juga artinya : sihir yang rapi. Berasal dari kata “al marra”, seperti kalimat : amrartuhu fastamarra”. (Saya merapikan lalu ia menjadi rapi). Atau, berarti “sihir yang hebat”, berasal dari kata “istamarrasy syaiu” jika, benda itu sangat pahit. Atau, sihir yang lewat, pergi tanpa bekas.
(. ) Dan mereka mendustakan dan mengikuti keinginan-keinginan mereka, yaitu apa yang oleh setan ditampakkan keindahannya kepada mereka, yakni menolak kebenaran setelah nyata.
Adapun sebab disebutkannya kedua perbuatan ini dengan menggunakan bentuk lampau (fill madhi), agar diketahui bahwa kedua perbuatan itu merupakan kebiasaan mereka yang lama.
(. ) Sedang tiap-tiap urusan adalah tetap. Berakhir sampai tujuan, yang berupa kekalahan atau kemenangan di dunia, dan kesengsaraan atau kebahagiaan di akhirat.
Karena apabila sesuatu telah berakhir sampai ke tujuannya, maka menjadi tetap dan mantaplah ia. Kata “mustagarrun” dibaca juga dengan fathah, yang artinya dzu mustagarrin, yakni yang mempunyai ketetapan, dan dibaca pula dengan kasrah dan dimajrurkan, sebagai sifat dari amrin. Sedangkan kata “kullu” di-athef-kan pada kata “as sa’atu” (Qadhi Baidhawi).
Dari sebagian sahabat ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidak ada suatu majelis pun yang di situ dibacakan salawat atas Nabi Muhammad saw. melainkan akan semerbaklah suatu aroma yang harum hingga mencapai ruang angkasa. Maka berkatalah para malaikat : “Ini adalah aroma suatu majelis yang di sana dibacakan salawat untuk Nabi Muhammad saw.”. (Dalailul Khairat)
Dan diriwayatkan bahwa Habib bin Malik adalah salah seorang raja Syam pada jaman Jahiliah dahulu. Orang-orang Arab menggelarinya “raihanatu Guraisy” (Wewangian Guraisy). Ketika surat Abu Jahal sampai kepadanya, yang isinya begini begitu. Maka bertolaklah Habib bin Malik beserta 12.000 orang penunggang kuda, dan singgah di Abthah, suatu tempat dekat kota Mekah.
Abu Jahal keluar menyambutnya disertai oleh para pembesar kota Mekah, sambil membawa hadiah-hadiah berupa budak-budak dan perhiasan-perhiasan. Habib bin Malik menyilakan Abu Jahal duduk di sebelah kanannya, kemudian dia bertanya mengenai Muhammad. Namun Abu Jahal menjawab : “Tuan, bertanyalah tentang Bani Hasyim saja?”. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Abu Jahal, seperti yang ditanyakannya, maka Habib bin Malik mengalihkan pertanyaan itu kepada orang banyak : “Apa kata kalian mengenai Muhammad?”.
Mereka menjawab : “Kami mengenal Beliau sejak kecil. Beliau adalah seorang yang terpercaya dan jujur bila berbicara. Namun, setelah usia Beliau menginjak empat puluh tahun, mulailah Beliau mencela tuhan-tuhan kami, dan mengajarkan suatu agama yang bukan agama nenek moyang kami”.
“Datangkanlah Muhammad kemari dengan sukarela, dan kalau tidak mau, maka secara paksa”, kata Habib bin Malik.
Maka dikirimlah seseorang untuk memanggil Muhammad saw. Lalu Rasulullah saw. keluar dengan didampingi oleh Abubakar dan Khadijah, sedang mereka menangis seraya berkata : “Kami khawatir akan keselamatanmu terhadap keganasan Si kafir ini”. Maksudnya, terhadap kekerasan, kekejaman dan kemurkaannya.
Namun, Rasulullah menenangkan mereka, katanya : “Janganlah kalian berdua khawatir akan diriku. Dan serahkanlah urusanku kepada Allah”.
Kemudian Abubakar membawakan Beliau pakaian merah dan sehelai sorban hitam, lalu keduanya dipakai oleh Rasulullah saw.. Setelah itu, berangkatlah Beliau menemui Habib bin Malik, hingga akhirnya Beliau berhadapan dengannya, sedang Abubakar berada di sebelah kanan Beliau dan Khadijah berada di belakang Beliau.
Syahdan, ketika Habib bin Malik melihat kedatangan Nabi saw. itu, maka berdirilah dia untuk menghormati Beliau. Kemudian disiapkannya sebuah kursi dari emas untuk BeJiau. Sementara itu, Khadijah tiada hentinya berdoa : “Ya Allah, tolonglah Muhammad, dan jelaskanlah hujjahnya”.
Setelah Rasulullah duduk menghadapi Habib bin Malik, sedang cahaya tampak berkilauan dari wajah Beliau. Habib bin Malik diam, sementara itu orang-orang berkerumun untuk melihat Beliau, dan terasalah kewibawaan Nabi atas orang-orang itu.
Lalu Habib bin Malik mengangkat kepalanya, seraya berkata : “Hai Muhammad, Anda tahu bahwa semua nabi mempunyai mukjizat. Punyakah Anda suatu mukjizat?”.
“Apakah yang Anda kehendaki?”. Rasulullah balik bertanya.
Habib bin Malik berkata : “Saya ingin agar matahari itu terbenam, lalu terbitlah bulan dan turun ke bumi, lalu terbelah menjadi dua, lalu masuk ke dalam pakaianmu. Yang separuh keluar lagi dari lengan bajumu yang kanan, sedang yang separuh lagi keluar dari lengan bajumu yang sebelah kiri. Setelah itu, ia bersatu kembali di atas kepalamu lalu bersaksi atas kerasulanmu. Kemudian ia naik kembali ke langit sebagai bulan yang terang benderang. Kemudian ia terbenam kembali, dan sesudah itu, terbitlah matahari dan berjalan ke tempatnya seperti sediakala”.
Rasulullah saw. bertanya : “Jika semua itu dapat aku lakukan, akan berimankah kamu kepadaku?’.
“Ya”, jawab Habib bin Malik. “Dengan syarat Anda dapat memberitahu kepadaku apa yang sedang terbetik di hatiku”.
Tiba-tiba melompatiah Abu Jahal, yakni berdiri di hadapan Habib bin Malik seraya berkata : “Bagus, tuan sungguh pandai berkata dan mengena”.
Maka keluariah Rasulullah saw., lalu mendaki gunung Abu Qubais. Di sana, Beliau salat dua rakaat, lalu membentangkan kedua tangannya, berdoa kepada Tuhannya. Maka turuniah malaikat Jibril as. disertai 12.000 malaikat, sedang di tangan mereka memegang tombak.
Jibril menyapa Beliau : “Selamat atasmu, Ya Rasulullah. Sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu dan berfirman : “Kekasih-Ku, janganlah engkau Khawatir dan bersedih hati, karena Aku selalu menyertaimu di mana pun engkau berada. Sesungguhnya telah ada dalam pengetahuan-Ku dan telah beriaku keputusan-Ku pada zaman azali, apa yang diminta Habib bin Malik hari ini. Maka pergilah temui mereka, dan sampaikan!ah hujjahmu, serta terangkanlah urusanmu dan jelaskanlah kerasulanmu. Ketahuilah, bahwa Allah Taaia telah menundukkan untukmu matahari, bulan, malam dan siang. Dan bahwa Habib bin Malik itu mempunyai seorang anak perempuan, tergeletak, tidak mempunyai kedua tangan, kedua kaki dan kedua mata. Beritahukaniah kepadanya bahwa Allah taala telah mengembalikan kepada putrinya itu kedua tangannya, kedua kakinya dan kedua matanya”.
Maka Rasulullah pun turun kembali, sementara Beliau bertambah bercahaya dan bergembira, sedang Jibril tetap berada di udara bersama para malaikat lainnya yang berbaris rapi. Akhirnya berdirilah Rasulullah di sisi Magam Ibrahim. Waktu itu adalah saat terbenamnya matahari. Maka mulailah matahari itu merendah dengan cepat, sehingga terbenam dan keadaan menjadi gelap gulita. Kemudian terbitlah bulan purnama dengan Sinarnya yang terang benderang. Setelah bulan itu naik, maka Rasulullah menunjuk kepadanya dengan kedua jarinya. Tiba-tiba bulan itu menukik rendah sekali, sehingga turunlah ia ke bumi dan berhenti di hadapan Nabi dalam keadaan bergerak-gerak seperti awan. Kemudian bulan itu terbelah menjadi dua, lalu masuk di balik pakaian Rasulullah. Selanjutnya ia keluar lagi melalui lengan baju Beliau yang sebelah kanan, separuh, sedang yang separuhnya lagi keluar melalui lengan baju Beliau yang sebelah kiri.
Kemudian ia kembali ke bentuknya semula menjadi bulan purnama yang terang bendarang, sambil berseru dengan suara nyaring : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Sungguh berbahagia orang yang membenarkanmu, dan sungguh merugi orang yang menentangmu”.
Setelah itu, bulan tersebut kembali ke langit dengan cahaya yang terang benderang, lalu terbenam. Kemudian muncul matahari, kembali lagi seperti sediakala.
Habib bin Malik berkata : “Tinggal satu syarat lagi”.
Maka Nabi bersabda : “Sesungguhnya Anda mempunyai seorang anak perempuan yang tergolek tidak berdaya. Tetapi, sungguh, Allah benar-benar telah mengembalikan kepadanya semua anggota badannya”.
Mendengar itu, maka bangkitlah Habib bin Malik seraya berkata : “Wahai orangorang Mekah, tidak ada kekafiran sesudah iman, dan tidak ada keraguan sesudah yakin. Ketahuilah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
Kemudian semua pengiringnya pun ikut masuk Islam bersamanya.
Latu Abu Jahal berkata : “Tuan, apakah tuan beriman kepada tukang sihir ini, karena tuan telah melihat sihirnya?”.
Habib bin Malik tidak menghiraukan omongan Abu Jahal itu, dia pergi meninggalkan tempat itu kembali ke negeri Syam, sebagai seorang muslim. Ketika dia memasuki istana, putrinya menyambutnya dengan kata-kata : “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
“Dari mana engkau tahu kalimat-kalimat ini, wahai anakku?”, tanya Habib bin Malik dengan heran.
Anaknya menjawab : “Seorang laki-laki telah datang kepada ananda di dalam mimpi, lalu dia berkata : “Sesungguhnya ayahmu telah masuk Islam, maka jika engkau menjadi seorang muslimah, Kami benar-benar akan mengembalikan seluruh anggota badanmu dengan selamat”. Maka saya pun masuk Islam selagi masih dalam tidur, dan kini ananda seperti yang ayahanda lihat”.
Setelah mendengar penjelasan dari anaknya itu, Habib bin Malik langsung bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan syukurnya atas nikmat iman. Dan kini dia semakin bertambah yakin.
Kemudian Habib bin Malik menyiapkan lima ekor unta penuh dengan bawaan emas, perak dan kain, lalu dikirimnya beserta budak-budaknya kepada Rasuluilah saw. Tetapi ketika rombongan itu mendekati kota Mekah, sekonyong-konyong Abu Jahal menghadang mereka, lalu bertanya : “Milik siapakah kalian?”.
“Kami milik Habib bin Malik”, jawab budak-budak itu. “Kami hendak menuju kepada Rasulullah saw”.
Lalu Abu Jahal menyerang mereka untuk merampas barang-barang bawaan mereka itu dari tangan mereka, namun mereka melawan, sehingga terjadilah saling baku hantam, dan ahirnya pecahlah pertempuran di antara mereka, Kemudian orang-orang Mekah, paman-paman Nabi dan budak-budak itu berkumpul. Mereka berkata : “Habib bin Malik menghadiahkan harta ini kepada Muhammad saw.”.
Namun Abu Jahal tetap bersikeras menolak, katanya : “Dia menghadiahkannya kepadaku”.
Maka Nabi berkata : “Wahai penduduk Mekah, relakah kamu pada perkataanku?.
“Ya”, jawab mereka.
Nabi lalu bersabda : “Kita berhakim kepada unta-unta ini. Untuk siapa unta-unta itu berkata, maka dialah yang berhak memiliki harta ini”.
Namun Abu Jahal berkata : “Kita tangguhkan urusan harta ini sampai besok”.
Rasulullah setuju.
Kemudian Abu Jahal masuk ke rumah berhala. Semalam-malaman itu dia tinggal bersama berhala-berhalanya. Dia mempersembahkan kurban kepada berhala-berhala itu sambil berdoa dan berhiba-hiba sampai pagi.
Setelah fajar menyingsing, maka seluruh penduduk Mekah berkumpul, dan Rasulullah berserta paman-paman Beliau pun datang pula. Kemudian tampillah Abu Jahal, lalu berjalan mengitari unta-unta itu seraya berkata : “Bicaralah dengan nama Latta, Uzza dan Manat’.
Abu Jahal terus berjalan mengitari unta sambil berkata demikian hingga matahari naik tinggi, namun tidak ada reaksi sama sekali dari unta-unta tersebut, dan tidak juga terdengar satu jawaban pun dari mereka. Maka akhirnya penduduk Mekah berkata kepadanya : “Cukup hai Abu Jahal, sekarang majulah kamu hai Muhammad!”.
Lalu Rasulullah maju ke depan menghampiri unta-unta itu, kemudian Beliau berkata : “Wahai binatang-binatang makhluk ciptaan Allah, berbicaralah kamu dengan kuasa Allah Taala”.
Salah seekor dari unta-unta itu bangkit lalu berbicara dengan suara nyaring : “Hai orang-orang semua, sesungguhnya kami adalah hadiah dari Habib bin Malik untuk Muhammad saw.!”.
Maka Nabi pun mengambil kendali binatang-binatang itu kemudian dituntunnya menuju ke gunung Abu Qubais. Lalu Beliau keluarkan emas dan peraknya, kemudian Beliau tumpuk menjadi satu onggokan, seraya berkata : “Jadilah kamu tanah!”.
Maka emas dan perak itu pun berubah menjadi tanah sampai sekarang.
Berkenaan dengan kisah ini, Syaikh Abu Hafs Umar bin Hasan berkata : “Setelah nyata kebenaran Nabi saw., maka Abu Jahal mulai mengatur rencana untuk mencelakaikan Beliau. Dia lalu mengumpulkan antek-anteknya untuk menggali sebuah sumur. Setelah selesai, maka mulut sumur itu ditutupinya dengan rerumputan dan tanah yang lunak. Kemudian disuruhnya budak-budaknya menunggu, apabila nanti Muhammad datang dan terjerumus ke dalam sumur itu, supaya mereka menimbunnya dengan tanah.
Ketika Rasulullah saw. mendengar sakitnya Abu Jahal, karena budi pekertinya yang luhur, maka Beliau datang untuk menjenguknya. Namun setelah Beliau berada di depan pintu rumah Abu Jahal, Jibril memberitahu Beliau tentang adanya sumur jebakan itu, dan melarang Beliau untuk masuk ke rumah Abu Jahal. Maka Nabi pun berbalik dan pulang. Lalu hat itu diberitahukan orang kepada Abu Jahal, maka dia bangkit dari tempat tidurnya dan bergegas mengejar Nabi saw., dengan maksud akan menanyai Beliau mengapa pulang. Dia tidak ingat lagi akan sumur yang digalinya, hingga terjerumuslah dia ke dalamnya. Orang-orang pun lalu melemparkan tambang kepadanya, tetapi ternyata tidak Sampai kepadanya. Kemudian mereka kumpulkan tali dan tambang sebanyak-banyaknya. Tetapi, setiap kali mereka sambung tambang itu, Abu Jahai semakin masuk ke dalam. Akhirnya, Abu Jahal berkata : “Pergilah kalian menemui Muhammad., minta dia datang ke mari. Sesungguhnya tidak ada orang yang dapat menyelamatkan aku selain dia”.
Orang-orang lalu datang menemui Nabi saw., meminta Beliau agar sudi menolong Abu Jahai. Maka Nabi pun datang menghampiri bibir sumur itu, lalu berkata kepada Abu Jahal : “Jika aku telah mengeluarkanmu dari sumur ini, apakah engkau akan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?”.
“Ya”, sahut Abu Jahal.
Nabi lalu mengulurkan tangan Beliau dan ditangkapnya tangan Abu Jahal, kemudian dikeluarkannya dari dalam sumur. Namun, setelah Abu Jahal berada di luar sumur, ta berkata : “Betapa pandai kamu bersihir, hai Muhammad!”.
Ini termasuk salah satu di antara mukjizat-mukjizat Nabi saw.
Karena kejadian itu, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa menggali Sumur untuk (menjerumuskan) saudaranya sesama muslim, maka dia (sendirilah) yang akan terjerumus ke dalamnya”. (Mau’izhah)
Dan diriwayatkan pula dalam sebuah khabar, bahwa pada masa kanak-kanaknya, Nabi saw. bermain-main bersama anak-anak yang lain. Lalu Allah Taala mewahyukan kepada malaikat Jibril as.: “Pergilah ke surga dan ambillah di sana sebuah mangkuk dan kendi emas, lalu isilah dengan air telaga Kautsar. Kemudian pergilah kepada Muhammad dan belalah dadanya. Kemudian keluarkan hatinya, lalu cucilah dalam mangkuk dengan air dari kendi. Kemudian isilah hatinya dengan iman dan hikmat. Setelah itu, kembalilah engkau ke tempatmu”.
Maka Jibril kemudian datang menyerupai seekor burung yang terbang di angkasa. Lalu diangkatnya Nabi dari tengah-tengah anak-anak itu, dan dibawanya ke tengah padang pasir. Kemudian Jibril membaringkan Beliau di bawah sebatang pohon, lalu dibelahnya dada Beliau dengan sayapnya, kemudian dikeluarkannya hati Beliau dan dibasuhnya dalam mangkuk dengan air dari dalam kendi. Segala sesuatu yang ada di dalam hati itu dikeluarkan Jibril seraya berkata : “Inilah bagian setan”. Kemudian hati itu dikembalikannya lagi ke posisinya semula seraya berkata : “Inilah hati yang telah disucikan Allah dari segala cela”. Kemudian berangkatlah Jibril kembali ke langit, sedang Nabi ditinggalkannya tergeletak di tempat itu.
Sementara itu, anak-anak yang lain menjadi ketakutan, lalu mereka pergi menemui Halimah (ibu susu Nabi), dan melaporkan : “Sesungguhnya Muhammad telah disambar burung lalu dibawa terbang ke angkasa”.
Halimah menangis, lalu dibukanya tutup kepalanya dan ditarik-tariknya rambutnya sambil berteriak-teriak : “Oh Muhammad…. Oh Muhammad!”.
Orang-orang berkumpul mengerumuni Halimah, juga paman-paman Muhammad dan kerabatnya yang lain, lalu Halimah memberitahukan kejadian itu kepada mereka. Maka berangkatlah mereka semua pergi mencari Muhammad ke segala penjuru, dengan menunggang kuda mereka masing-masing. Akhirnya mereka temukan Muhammad tergeletak di bawah sebatang pohon, sedang keringat membasahi sekujur tubuhnya. Mereka bertanya kepadanya, apa sebenarnya yang telah terjadi. Maka Muhammad lalu menceritakan kepada mereka peristiwa yang telah menimpa dirinya itu. Mendengar cerita itu, mereka tercengang dan berkata : “Sungguh ini adalah suatu peristiwa yang benar-benar aneh”. (Mau’izhah)
Syaikh Abu Hafs berkata : “Sesungguhnya Abu Jahal dan para tokoh Ouraisy lainnya pernah datang menemui Abu Thalib, paman Nabi saw., lalu mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya kemenakanmu ini telah mengajarkan suatu agama baru yang sangat jauh berbeda dengan agama yang kami anut. Dan dia telah mencela tuhan-tuhan kami. Tetapi kami mau memaafkan dia, demi menghormati Anda, asalkan dia mau meninggalkan perselisihan yang dia lakukan dan kembali menyetujui kami. Kalau tidak, maka tidak ada lagi yang tinggal di antara kita, selain pedang”.
“Duduklah dulu”, kata Abu Thalib menyabarkan mereka. “Biar aku panggilkan dia dan aku tanyai, lalu aku lihat jawaban apa yang akan dia sampaikan kepadaku nanti”.
Nabi pun dipanggilnya, lalu Beliau datang. Ketika itu Abu Thalib duduk di atas balaibalai sambil bertelekan padanya. Beliau mendekati balai-balai tempat duduk Abu Thalib itu, kemudian naik dan bersandar di sebelah Abu Thalib, sehingga berkatalah para tokoh Ouraisy itu : “Lihatlah, bagaimana dia tidak menghormati Anda dan melangkahi leherleher kami, lalu duduk di sebelah Anda di balai-balai Anda?”.
Namun, Abu Thalib menjawab : “Jika apa yang akan dia katakan dan dakwakan itu benar, maka hari ini dia duduk di atas balai-balai, sedang besok dia akan duduk di atas leher-leher kalian”.
Kemudian para pemimpi Ouraisy itu berkata :”Jika apa yang didakwakannya itu benar, katakanlah kepadanya, datangkanlah suatu hujjah di depanmu, sehingga kami dapat mengakuinya dan membenarkannya”.
“Hai kemenakanku”, kata Abu Thalib. “Bagaimana pendapatmu terhadap apa yang mereka katakan itu?”.
“Sebutkanlah oleh tuan-tuan, apa yang tuan-tuan kehendaki?”, kata Nabi saw.
Adapun di halaman rumah Abu Thalib itu terdapat sebongkah batu besar. Para pemimpin Ouraisy itu agar Nabi mengeluarkan dari dalam batu besar itu sebatang pohon, yang bagian atasnya terbelah dua, yang satu sampai ke barat dan yang lain sampai ke timur.
Maka Nabi pun mulai berdoa. Sejurus kemudian turun Jibril dan berkata : “Sesungguhnya Allah Taala berfirman : “Sejak Aku ciptakan batu besar ini, Aku telah tahu bahwa mereka akan meminta kepadamu mukjizat ini. Dan Aku telah ciptakan pohon itu di dalam rongganya”.
Kemudian Nabi memberi isyarat kepada batu besar itu, maka terbelahlah batu tersebut menjadi dua. Lalu dari dalamnya keluar sebatang pohon yang terus meninggi sampai ke angkasa, persis seperti apa yang mereka pinta kepada Beliau. Tetapi kemudian mereka berkata : “Alangkah bagusnya apa yang telah engkau perbuat ini, tetapi kami tidak akan percaya kepadamu sebelum engkau kembalikan lagi pohon itu ke dalam batu besar tersebut, seperti sediakala”.
Nabi berpikir sejenak. Lalu turuniah Jibril seraya berkata : “Allah Taala berfirman : “Doa adalah darimu, sedang perkenan dari-Ku”.
Nabi saw. lalu berdoa, maka pohon itu pun kembali kepada keadaannya semula. Adapun para pemimpin Ouraisy itu kemudian bangkit dari tempat duduknya masingmasing seraya mengomel : “Betapa pandainya engkau main sihir, hai Muhammad. Belum pernah kami lihat orang sepertimu!”. (Mukjizat).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hen: daklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik”. (QS. Al Hasyr : 18-19).
Tafsir :
(. ) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Aliah, dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, untuk hari kiamat. Hari kiamat disebut hari esok adalah karena dekatnya. Atau, karena dunia itu adalah seperti satu hari, sedang akhirat adalah hari esoknya. Adapun sebab dijadikannya kata Qhadin ( ) dalam bentuk nakirah adalah untuk menyatakan keagungan hari esok tersebut. Sedangkan dinakirahkannya kata nafsun (. ) adalah karena individu-individu yang memperhatikan apa yang telah dilakukannya untuk menghadapi akhirat itu, masing-masing berdiri sendiri, seolah-olah Allah berfirman : “Maka hendaklah setiap individu-individu memperhatikan hari itu”.
(. ) dan bertakwalah kepada Allah. Kalimat anjuran kepada takwa yang kedua ini adalah untuk menguatkan (litta’kid) bagi kalimat anjuran kepada takwa yang pertama. Atau bisa juga, perintah takwa yang pertama berkaitan dengan pelaksanaan kewajibankewajiban, karena perintah tersebut bergandengan dengan perbuatan. Sedang perintah takwa yang kedua berkaitan dengan meninggalkan hal-hai yang diharamkan, karena ber: gandengan dengan firman Allah :
(. ) Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Yang berfungsi sebagai ancaman terhadap perbuatan-perbuatan maksiat.
(. ) Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah. Lupa kepada hak-Nya.
(. ) lalu Allah melupakan diri mereka sendiri. Lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka, sehingga tidak mendengar apa-apa yang berguna baginya dan tidak melakukan amalan-amalan yang dapat menyelamatkannya. Atau, Allah memperlihatkan kepada mereka pada hari kiamat kengerian-kengerian yang membuat mereka lupa akan diri mereka. .
(. ) mereka itulah orang-orang yang fasik. Maksudnya, orang-orang yang sempurna ketasikannya. (Qadhi Baidhawi).
Dari Abu Kahil, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Hai Abu Kahil, barangsiapa membaca salawat untukku tiga kali sehari dan tiga kali semalam, karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya pada hari itu dan dosa-dosanya pada malam itu”. (Zubdatul Wa’izhin).
Konon, Umar ra. mempunyai sebuah buku harian yang di dalamnya ditulisnya apa-apa yang dikerjakannya, yang baik maupun yang buruk, dari minggu ke minggu. Bila tiba hari Jumat, dia perlihatkan pada dirinya sendiri apa yang telah dikerjakannya selama seminggu itu. Maka setiap kali dilihatnya ada sesuatu pekerjaannya yang tidak diridai oleh Allah Taala, dia pukul dirinya sendiri dengan sebuah cambuk sambil berkata : “Beginikah perbuatanku?”.
Tatkala Umar meninggal dunia, orang-orang hendak memandikannya, ternyata pada punggung dan kedua lambungnya terdapat warna hitam karena bekas menerima banyak pukulan.
Dan juga, apabila Umar mendengarkan ayat azab dari Alquran, dia tersungkur pingsan, tidak sadarkan diri, lalu jatuh sakit. Maka datanglah para sahabatnya untuk menjenguknya, sementara pada wajahnya tampak dua buah garis saking seringnya dialiri oleh air mata. Umar berkata : “Alangkah baiknya kalau aku tidak dilahirkan oleh ibuku”.
Pada suatu hari, Umar berjalan-jalan, lalu didengarnya ada orang sedang membaca Alquran, yang artinya : (Sesungguhnya azab Tuhan pasti terjadi, tidak seorang pun dapat menolaknya). Maka jatuhlah Umar dari tunggangannya, pingsan. Kemudian dia diantarkan orang pulang ke rumahnya, dan tidak keluar-keluar dari rumahnya selama sebulan. (Majalisul Abrar).
Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Sesungguhnya menangis karena takut kepada Allah sehingga air mataku mengalir lebih aku sukai daripada bersedekah emas seberat badanku, karena, tidak seorang pun yang menangis karena takut kepada Allah Taala sehingga mengalir setetes dari air matanya jatuh ke tanah, melainkan dia tidak akan tersentuh oleh api neraka. (Majalisul Abrar).
Diriwayatkan, bahwa Allah Taala telah mewahyukan kepada Nabi Musa as. : “Tidaklah berlaku zuhud orang-orang yang zuhud terhadap sesuatu yang bisa menyamai zuhud terhadap dunia: dan tidaklah bertagarrub orang-orang yang mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang bisa menyamai dengan sikap wara’ terhadap apa yang telah Aku haramkan kepadanya, dan tidaklah beribadat orang-orang yang beribadat kepada-Ku yang bisa menyamai tangisan seseorang karena takut kepada-Ku”.
Nabi Musa as. bertanya : “Wahai Yang Mahamulia dari semua yang mulia, : Wahai Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang, pahala apakah yang akan Engkau berikan kepada mereka atas semuanya itu?”.
Allah Taala menjawab : “Adapun bagi orang-orang yang zuhud itu, Aku perkenankan Surga untuk mereka tempati di mana saja yang mereka sukai. Adapun orang yang wara terhadap apa-apa yang Aku haramkan atas mereka, maka mereka Aku masukkan ke dalam surga tanpa hisab. Dan adapun orang-orang yang menangis karena takut kepada. Ku, maka mereka akan tinggal di dalam surga bersama teman yang luhur (ar rafiqul a’la)” (Mau’lzhah).
Dan menurut sebuah khabar : Apabila hari kiamat telah tiba, seorang hamba dihadapkan ke hadapan Allah Taala, kemudian kitab catatan amalnya diberikan kepadanya. Ketika dilihatnya, ternyata di dalamnya dia dapati keburukan-keburukan yang banyak. Maka borkatalah dia : “Ilahi, saya tidak pernah melakukan keburukan-keburukan ini”.
Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku mempunyai saksi-saksi yang dapat dipercaya”.
Hamba itu menolak ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada seorang saksi pun yang tampak olehnya.
“Mana saksinya?”. Tanya hamba itu.
Maka Allah lalu memerintahkan kepada anggota-anggota tubuhnya untuk memberikan kesaksian mereka masing-masing terhadap hamba itu. Lantas berkatalah kedua telinga memberikan kesaksiannya : “Sesungguhnya kami telah mendengar dan mengetahui bahwa dia benar-benar telah melakukan perbuatan-perbuatan buruk tersebut”.
Dan kedua mata berkata : “Sungguh kami telah melihat”.
Lidah berkata : “Saya benar-benar telah mengucapkan itu”.
Begitu juga kedua tangan dan kedua kaki pun memberikan kesaksian mereka pula dengan berkata : “Sesungguhnya kami telah melakukan itu”.
Sedang kemaluan hamba itu berkata : “Aku telah berbuat zina”.
Maka tingga!lah si hamba dalam kebingungan. Kemudian Allah Taala memerintahkan supaya hamba itu dijebloskan ke dalam neraka. Namun tiba-tiba muncullah sehelai rambut dari mata hamba itu yang sebelah kanan. Ia meminta izin kepada Allah Taala untuk berbicara. Maka Allah pun memberinya izin. Rambut kecil itu berkata : “Ya Tuhanku, bukankah Engkau telah berfirman : “Hamba mana pun yang telah menenggelamkan sehelai rambut di antara rambut-rambut matanya dengan air matanya karena takut kepada-Ku, niscaya akan Aku selamatkan dia dari neraka?”.
“Benar”. Firman Allah Taala.
Lalu rambut itu berkata pula : “Saya bersaksi bahwa hamba yang penuh dosa ini, sesungguhnya pernah menenggelamkan aku dengan air matanya karena takut kepadaMu”.
Maka Allah Taala memerintahkan supaya hamba tadi dibawa ke surga. Kemudian terdengarlah seruan : “Ketahuilah, bahwa si fulan bin fulan telah selamat dari neraka karena sehelai rambut kecil di antara bulu-bulu matanya”. (Hayatul Qulub)
Diriwayatkan dari Atha, katanya : “Saya bersama Ibnu Umar dan Ubaid bin Amr pernah menemui Aisyah ra., kemudian Ibnu Umar berkata : “Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang paling menakjubkan dari Nabi saw.”.
Aisyah menangis, lalu berkata : “Pada suatu malam, yaitu malam giliranku, Rasulullah datang menemuiku. Kulit Beliau bersentuhan dengan kulitku, lalu Beliau bersabda : “Hai Aisyah, izinkanlah aku beribadat kepada Tuhanku”.
Saya menjawab : “Sesungguhnya aku tidak menyukai hawa nafsuku, tetapi aku lebih suka kedekatan Baginda dengan Allah Taala”.
Beliau pun bangkit menghampiri sebuah bejana yang tersedia di dalam rumah sambil menangis, lalu berwudu, Beliau mengucurkan air banyak-banyak. Kemudian Beliau membuka Alquran, Jalu menangis lagi sehingga air matanya mengalir ke atas tanah.
Bilal datang, sedang Beliau masih menangis. Maka berkatalah Bilal “Ya Rasulullah, kutebus Baginda dengan ayah dan ibuku, kenapa Baginda menangis. Padahal Allah telah mensucikan Baginda dari dosa, baik yang lalu maupun yang akan datang?”.
Rasulullah saw. menjawab : “Tidak patutkah aku menjadi seorang hamba yang bersyukur?. Dan kenapa aku tidak boleh menangis?!. Sedang Allah Taala semalam telah menurunkan wahyu kepadaku:
Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih.bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Rabbana, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”.
Hai Bilal, tidak ada yang mampu memadamkan api neraka itu selain air mata. Celakalah orang yang membaca ayat ini sedang dia tidak memikirkan isinya”. (Majalisul Abrar)
Dari Ibnu Abbas dan dari Abbas bin Abdil Muttalib ra., bahwa keduanya berkata : Rasulullah saw. bersabda : .
Artinya : “Apabila kulit seorang hamba menggigil karena takut kepada Allah Taala, maka berguguranlah dosa-dosa darinya sebagaimana daun-daun rontok dari pohon yang kering”. (Hayatul Qulub).
Dikatakan bahwa, apabila telah tiba hari kiamat, maka keluarlah dari dalam neraka Jahim, gumpalan api sebesar gunung. Api itu menuju ke arah umat Muhammad saw. Maka Nabi berusaha menolaknya, namun tidak bisa. Nabi lalu berseru : “Hai Jibril.. hai Jibril! api itu benar-benar sedang menuju ke arah umatku, hendak membakar mereka”.
Maka datanglah Jibril as. membawa segelas air, lalu diberikannya kepada Rasulullah Seraya berkata : “Ya Rasulullah, ambillah air ini dan giramkanlah ke arah api itu”.
Setelah Beliau menyiramkan air itu ke arah api tersebut, maka seketika itu juga api tersebut padam. Lalu Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, air apakah ini. Aku belum pernah melihat yang sepertinya dalam memadamkan api?’.
Jibril menjawab : “Ini tidak lain adalah air mata umatmu yang menangis karena takut kepada Allah Taala dalam kesendiriannya. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar mengambil dan menjaganya sampai saat engkau memerlukannya, untuk memadamkan api yang menuju ke arah umatmu”. (Mau’izhah)
Diceritakan bahwa, setelah Nabi Adam as. diturunkan dari surga, maka Beliau menangis terus-menerus selama tiga ratus tahun, dan tidak pernah menengadahkan kepalanya ke langit karena malu kepada Allah Taala. Beliau bersujud di puncak sebuah gunung di India, Satu kali sujud selama seratus tahun, sambil menangis sehingga air matanya mengalir di lembah sungai Sindus. Dari air mata Nabi Adam itulah, Allah menumbuhkan di lembah itu pohon kayu manis dan cengkih. Burung-burung minum dari air mata Nabi Adam itu, lalu mereka berkata : “Kami tidak pernah minum suatu minuman yang lebih lezat daripada ini”. Mendengar ucapan burung-burung itu, Nabi Adam menyangka bahwa mere. ka itu mengejeknya atas pelanggaran yang telah dilakukannya. Maka Allah Taala mewah. yukan kepada Beliau : “Hai Adam, sesungguhnya Aku tidak menciptakan sesuatu minum. an yang lebih lezat dan lebih segar daripada air mata mereka yang durhaka”. (Zahratur Riyadh)
Diceritakan bahwa, Rabbah Al Abbasi pernah membeli seorang budak kecil berkulit hitam seharga empat dinar. Budak itu tidak tidur dan tidak membiarkan tuannya tidur. Ketika malam telah kelam, berkatalah Rabbah kepadanya : “Hai ghulam, kenapa engkau tidak mau tidur dan tidak membiarkan kami tidur?”
“Tuanku”, budak itu menjawab. “Apabila malam telah kelam, maka aku ingat betapa gelapnya kubur dan betapa kelamnya neraka Jahannam, sehingga lenyaplah seleraku untuk tidur. Lantas, ketika aku teringat hari saat aku berdiri di hadapan Tuhanku, maka bertambah susahlah hatiku. Sedangkan jika aku mengingat surga dan kenikmatan-kenikmatan yang ada di dalamnya, semakin bertambahlah rinduku. Maka bagaimana aku bisa tidur, wahai Tuanku?”.
Mendengar perkataan budaknya itu, Rabbah jatuh tak sadarkan diri. Setelah siuman kembali, dia lalu berkata : “Hai ghulam, orang sepertiku ini tidak pantas memiliki orang seperti engkau. Pergilah, engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”. (Majalis Ar-Rumi)
Diriwayatkan pula bahwa, seorang lelaki mempunyai anak yang masih kecil. Dia tidur seranjang bersama anaknya itu. Pada suatu malam, anak itu tampak gelisah dan tidak mau tidur. Maka ayahnya bertanya : “Anakku, apakah engkau sakit?’.
“Tidak ayah”, jawab anaknya. “Tetapi besok adalah hari Kamis. Hari itu aku akan ditanya tentang ilmu yang telah aku peroleh selama satu minggu, sedang guruku akan mendengarkannya. Aku kuatir kalau pak guru menemukan suatu kesalahan, lalu dia memukulku dan marah kepadaku”.
Orang tua itu menjerit dengan keras, lalu ditaburkannya tanah ke atas kepalanya dan menangis. Kemudian dia berkata : “Aku lebih patut bersikap takut seperti ini untuk hari ketika aku dihadapkan ke hadapan Allah Yang Maha Rahman guna mempertanggung jawabkan semua perbuatan maksiat yang telah kulakukan di dunia. Sebagaimana firman Allah Taala : (Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris)”.
Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya : “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari tempatnya pada hari kiamat kelak, sampai dia (selesai) ditanya tentang empat perkara : (1) tentang umur: nya, untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dia lakukan dengannya, (4) dan tentang harta bendanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan”. (Thariqat)
Seorang ahli makrifat berkata : “Cucilah empat perkara dengan empat perkara : wajahmu dengan air matamu, lidahmu dengan mengingat Penciptamu, hatimu dengan takut kepada Tuhanmu, dan dosamu dengan bertobat kepada Penguasamu”.
Alfaqih Abul Laits berkata : “Dosa itu ada dua macam, dosa antara Anda dengan Allah dan dosa antara Anda dengan sesama hamba Allah”.
Adapun dosa antara Anda dengan Allah, tobatnya adalah memohon ampun dengan lidah, menyesal dengan hati dan bertekad tidak akan mengulanginya lagi selama-lamanya. Jika itu telah dilakukan, tobat itu masih belum bermanfaat bagi seseorang selagi apa yang telah dia lewatkan (berupa amal-amal fardu, seperti salat, puasa dll.) belum dibayar, jalu menyesal dan memohon ampun kepada Allah”
Sedangkan dosa antara Anda dengan sesama hamba Allah, maka selagi Anda bejum memperoleh kerelaan mereka, tobat tidak ada gunanya bagi Anda, sampai mereka memaafkan Anda”. (Mau’izhah)
Adapun hamba yang disebutkan dalam hadis yang mulia di atas, sekalipun bersifat umum, karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat sangkal), namun hadis itu ditaknshish dengan sabda Rasulullah yang lain :
Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang di antara umatku yang masuk surga tanpa hisab”.
Dengan demikian, pertanyaan yang disebutkan dalam hadis tersebut adalah pertanyaan yang akan diajukan kepada selain yang tujuh puluh ribu orang itu.
Maka sudah seharusnya, setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat menyadari bahwa, pada hari kiamat nanti dia akan ditanyai dan akan diajak berdialog dalam perhitungan amal (hisab), dan akan dituntut semua amal dan perbuatannya walaupun hanya setimbang atom. Dan hendaklah ia meyakini bahwa, dia tidak akan selamat dari bahaya-bahaya ini kecuali dengan selalu menghisab dirinya dalam perniagaan akhiratnya, serta menanyainya dalam segala tarikan napas, waktu, gerak dan diamnya. Karena, barangsiapa menghisab dirinya sebelum dirinya itu dihisab, maka pada hari kiamat kelak, hisabnya akan diringankan. Dan pada saat dia menerima pertanyaan, jawabnya akan datang sendiri kepadanya. Dan dia akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang baik. Tetapi, barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka langgeng penyesalannya, dan akan lama dia berdiri di padang kiamat, serta akan dijerumuskan oleh keburukan-keburukannya sendiri kepada kehinaan dan kenistaan. Jadi, bagi seorang mukmin, dalam perniagaan untuk memperoleh keuntungan akhirat, seharusnya dia tidak lalai untuk mengawasi dirinya, dalam gerak dan diamnya, dalam pandangan dan pikirannya, karena perniagaan ini labanya adalah surga Firdaus yang paling tinggi dan sampai ke Sidratul Muntaha bersama para Nabi, orang-orang siddig dan orang-orang yang mati syahid. (Dari Majalis Ar Rumi)
Ar Raqhib berkata : “Nisyan (lupa) adalah bila seseorang tidak memelihara apa yang dititipkan kepadanya, baik karena kelemahan hatinya atau karena lalai, sehingga ingatannya terhadap barang titipan itu lenyap dari hatinya. Tiap-tiap lupa yang terjadi pada seseotang yang dikecam oleh Allah Taala ialah lupa yang asalnya karena suatu kesengajaan. Sedangkan lupa yang dimaafkan adalah seperti yang diriwayatkan dari Nabi saw. : “Kekelruan dan kelupaan dimaafkan dari umatku”. Yang dimaksud adalah lupa yang bukan diSebabkan oleh kesengajaan.
Jadi, firman Allah Taala, yang artinya : “Maka rasailah olehmu (siksa ini) disebabkan kamu melupakan pertemuan dengan harimu ini (hari kiamat)”. Yang dimaksudkan adalah lupa yang disebabkan karena kesengajaan mereka dan karena meninggalkan dengan Sikap menghina.
Dan kalau nisyan itu dinisbatkan kepada Allah Taala, maka yang dimaksud adalah bahwa Allah meninggalkan mereka sebagai penghinaan terhadap mereka dan sebagai balasan atas perbuatan mereka meninggalkan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Lubab : “Nisyan kadang-kadang bisa diartikan meninggalkan, contohnya adalah Seperti firman Allah Taala yang berbunyi :
Artinya : “Mereka telah melupakan Allah, maka Allah pun melupakan mereka”.
Yakni mereka meninggalkan ketaatan kepada Allah, seperti orang yang telah lupa, maka Allah pun meninggalkan mereka.
Sebagian ahli tafsir mengatakan: Jika dikatakan bahwa lupa itu terjadi sesudah ingat, dan ia adalah lawan dari ingat, karena ia adalah ketidak ingatan yang terjadi sesudah tahu, maka apakah orang-orang kafir itu penah ingat akan hak-hak Allah Taala dan mengakui ketuhanan-Nya, yang kemudian mereka lupakan?.
Jawabnya : “Sesungguhnya mereka telah pernah mengakui dan berkata “ya”, dahulu di hari perjanjian (Yaumul Mitsaq). Tetapi kemudian mereka lupakan setelah mereka diciptakan. Sedangkan orang-orang yang beriman, mereka tetap mengakui sesudah mereka diciptakan, sebagaimana mereka mengakui sebelum itu dengan petunjuk Allah Taala. Dan petunjuk itu tetap mereka pelihara haknya, sedikit atau banyak, besar atau kecil”.
Dzunun Al Mishri pernah ditanya tentang perjanjian yang terdapat pada ayat :
Artinya : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”
Tanya : Apakah Anda mengingatnya”.
Dzunnun menjawab : Seolah-olah perjanjian itu saat ini masih terngiang di telingaku. (Ruhul Bayan).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang berman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat maka bersegeraiah karnu kepada mengingat Allah, dan tinggaikanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, pka kamu mengetahui”. (QS. Al Jumuat : 9)
Tafsir :
(. ) Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat. Maksudnya : apabila azan untuk salat lelah dikumandangkan.
(. ) pada hari Jumat, adalah bayan dari ( ).
Hari tersebut dinamakan Jumat, tidak lam adalah karena pada hari itu, orang-orang berkumpul (ijtima) untuk menunaikan salat. Sedang orang-orang Arab dahulu menamakannya Arubah (. ). Konon, yang menamakan demikian itu adalah Ka’ab bin Luay, karena pada hari itu orang-orang berkumpul kepadanya.
Adapun salat Jumat yang pertama kali dilakukan oleh Nabi saw. adalah, bahwa sesampainya Rasulullah saw. di Madinah, Beliau singgah di Ouba, dan tinggal di sana sampai hari Jumat. Kemudian barulah Beliau memasuki kota Madinah dan melakukan salat Jumat di kampung Bani Salim bin Autf.
(. ) Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah. Maksudnya, maka berangkatlah kamu cepat-cepat dengan tujuan untuk mengingat Allah. Karena As Sa’yu itu lebih lambat daripada Al’adwu (. ). Sedang maksud mengingat Allah di sini adalah khutbah. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah salat. Sedang perintah supaya bersegera menuju kepadanya, menunjukkan bahwa bersegera itu wajib.
(. ) dan tinggaikanlah jual-beli. Maksudnya, dan tinggalkanlah semua mu’amalat,
(. ) Yang demikian itu lebih baik bagimu. Maksudnya, bersegera kepada Mengingat Allah itu lebih baik bagimu daripada mu’amalat, karena keuntungan akhirat ku lebih baik dan lebih kekal.
(. ) jika kamu mengetahui. Maksudnya, mengetahui kebaikan dan keburukan yang sebenarnya. Atau, jika kamu termasuk golongan orang-orang yang berilmu. (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku pada hari Jumat sebanyak delapan puluh kali, maka akan diampunilah dosa-dosanya selama delapan puluh tahun”.
Dan diriwayatkan dari Abu Darda ra., bahwa Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah oleh kalian membaca salawat untukku pada hari Jumat, karena hari Jumat itu adalah hari yang disaksikan, yakni disaksikan oleh para malaikat. Dan tidak seorang pun yang membaca salawat untukku, melainkan salawatnya itu dibawa ke hadapanku, sampai dia selesai dari salawatnya”. (Alhadis)
Adapun sebab turunnya ayat (yaa ayyuhal ladziina aamanuu idzaa nuudiya lish shalaati… dst, seperti disebutkan di atas tadi), adalah bahwa, Nabi saw. pernah memberikan khutbah di atas mimbar pada hari Jumat, tiba-tiba datang kafilah dagang milik Dihya Alkalabi, seorang saudagar dari Syam, sambil menabuh genderang untuk memberitahukan kedatangannya kepada orang banyak. Maka keluarlah orang-orang dari dalam masjid untuk menyaksikannya, sehingga di dalam Masjid hanya tinggal dua belas orang saja. Lalu turunlah ayat :
Artinya : “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka meninggalkanmu selagi berdiri (berkhutbah).
Kemudian Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Demi Allah yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya tidak ada dua belas orang laki-laki yang tinggal di antara kamu, niscaya lembah ini akan mengalir menjadi api”.
Itulah yang dimaksudkan oleh firman Allah Taala :
Artinya : “Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini…. dst”. (Sab’iyaat)
Sahabat Abu Hurairah ra., mengatakan : “Salat Jumat itu wajib atas orang yang jarak antara dia dengan tempat Jumat itu memungkinkan dia bisa pulang ke kampungnya, setelah selesai menunaikan salat tersebut”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa meninggalkan salat Jumat tanpa uzur, maka hendaklah dia bersedekah satu dinar. Kalau tidak ada, maka setengah dinar. Dan barangsiapa meninggalkan salat Jumat tiga kali berturut-turut, maka kesaksiannya tidak diterima”. (Mashabih)
Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mandi di hari Jumat, maka dihapuskanlah dosa-dosanya. Dan apabila dia berjalan menuju salat Jumat, maka untuk tiap-tiap langkahnya, Allah Taala akan mencatatkan baginya pahala ibadat selama dua puluh tahun. Dan apabila dia melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua ratus tahun”.
Dari Said bin Almusayyib, katanya : “Sesungguhnya melakukan salat Jumat adalah lebih aku sukai daripada haji yang sunnah”.
Dan begitu juga, diriwayatkan dari Maisarah, katanya : “Saya pernah melewati kuburan kaum muslimin, lalu saya ucapkan : “Selamat atasmu sekalian hai penghuni kubur. Kamu sekalian telah mendahului kami, sedang kami akan menyusul kamu. Semoga Allah merahmati kami dan kamu serta mengampuni kami dan kamu”. Lantas terdengar oleh saya seruan dari dalam kubur, yang berkata : “Berbahagialah kamu sekalian hai penghuni dunia. Kamu naik haji empat kali sebulan”.
“Di mana kami bisa naik haji begitu?”, tanya saya.
Jawabnya : “Itulah salat Jumat. Tidakkah kamu tahu bahwa salat Jumat itu serupa dengan haji yang mabrur?. Maka, alangkah senangnya seandainya kami dapat pergi ke pintu-pintu masjidmu, sehingga kami dapat melihat amal-amalmu dan mendengarkan zikir-zikirmu. Akan tetapi, kami telah rela kepada kamu sekalian hai penduduk dunia, dengan ucapan kamu kepada kami : “Semoga Allah merahmati si fulan yang telah wafat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan dari Abu Amr, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di seberang gunung Qaf ada tanah putih yang tidak ada tanaman satu pun, seolah-olah tanah itu perak, sedang luasnya sama dengan tujuh kali luas dunia. Tempat itu dipenuhi oleh para malaikat. Seandainya ada sepotong jarum jatuh, niscaya akan jatuh pada mereka. Tangan mereka masing-masing memegang bendera, yang panjangnya empat puluh farsakh. Sedang pada tiap-tiap bendera Itu tertulis kalimat “Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”. Setiap malam Jumat mereka berkumpul di sekitar gunung Oaf itu, lalu mereka bertadarru kepada Allah Taala dan berdoa memohon keselamatan bagi umat Muhammad saw. Apabila terbit waktu subuh, mereka berdoa : “Ya Allah, ampunilah orang yang mandi dan menghadiri salat Jumat”. Mereka mengeraskan suara sambil menangis, sehingga Allah Taala berfirman : “Wahai para malaikat-Ku, apakah yang kamu kehendaki?”. Maka mereka menjawab : “Kami ingin agar Engkau mengampuni umat Muhammad saw”. Lantas Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Misykatul Anwar).
Diriwayatkan dalam sebuah khabar bahwa, Allah Taala telah menciptakan sebuah menara dari perak putih di sisi Baitul Makmur. Panjang menara itu sejauh perjalanan lima Tatus tahun. Apabila tiba hari Jumat, malaikat Jibril as. naik ke atas menara itu lalu mengumandangkan azan, sedang Israfil as. naik ke atas mimbar lalu berkhutbah. kemudian Mikail as. mengimami salat para malaikat. Apabila mereka telah selesai salat, maka Jibril berkata : “Pahala yang aku peroleh dari azan, aku berikan kepada seluruh tukang azan kaum muslimin dari umat Muhammad saw. di muka bumi”.
Dan Israfil berkata : “Pahala yang aku peroleh dari berkhutbah, aku berikan kepada seluruh khatib di muka bumi dari umat Muhammad saw.”.
Dan Mikail berkata pula : “Pahala yang aku peroleh dari mengimami, aku berikan kepada semua orang yang menjadi imam di muka bumi pada hari Jumat”.
Sedang malaikat-malaikat lain, semuanya berkata : “Pahala yang kami peroleh dari berjamaah, kami berikan kepada orang yang salat Jumat di belakang imam”.
Kemudian Allah Taala berfirman : “Wahai para malaikat-Ku, apakah kamu sekalian menampakkan kedermawanan di hadapan-Ku?. Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, sesungguhnya pada hari ini telah Aku ampuni siapa saja di antara hamba-hamba-Ku yang mengerjakan salat Jumat karena mematuhi perintah-Ku dan menuruti kekasih-Ku, Muhammad”. (Zubdatu! Wa’izhin).
Konon, ada seorang laki-laki membawa gandum di atas seekor keledai, lalu pergi ke tempat penggilingan. Laki-laki itu bercerita : “Setelah saya ambil gandum itu dari punggung keledai, tiba-tiba ia lari dariku. Sementara itu, saya mempunyai sawah yang bertetangga dengan seseorang. Orang itu datang lalu berkata : “Hari ini adalah giliranmu untuk mengairi sawah, airilah sawahmu, kalau tidak maka lewatlah giliranmu”.
Tetapi hari itu adalah hari Jumat, maka dalam hati, aku berkata : “Salat Jumat lebih aku sukai daripada yang lain”. Semua pekerjaan itu saya tinggalkan, lalu saya pergi mengerjakan salat Jumat. Ketika saya pulang ke rumah, usai salat Jumat, ternyata gandum tersebut telah digiling, dan roti telah telah dimasak, sawah pun telah diairi, juga keledai yang kabur telah kembali. Saya lalu bertanya kepada istri saya : “Bagaimana ini semua bisa terjadi?”.
Istri saya menjawab : “Tetangga kita pergi ke penggilingan lalu gandum yang ada di karung kita itu digilingnya, disangkanya itu miliknya. Tetapi setelah dia pulang membawa karung itu ke rumahnya, saya tahu bahwa itu adalah karung kita, maka karung itu lalu saya bawa pulang ke rumah. Adapun sawah, air dari sawah tetangga kita itu telah mengalir ke sawah kita sampai penuh”.
Setelah saya menyaksikan kejadian itu, maka sejak itu pula saya tinggalkan urusan dunia seluruhnya, lalu saya hanya melakukan ibadat dan ketaatan belaka”. (Mathali’ul Anwar)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat yang berdiri di bawah Arsy. Malaikat itu mempunyai empat puluh ribu tanduk. Jarak antara satu tanduk dengan tanduk yang lain adalah sejauh perjalanan seribu tahun. Dan pada tiap-tiap tanduknya terdapat empat puluh ribu barisan malaikat. Sedangkan pada wajah malaikat tersebut terdapat matahari, pada tengkuknya ada bulan, dan pada dadanya ada bintang-bintang. Apabila tiba hari Jumat, malaikat tersebut sujud kepada Allah Taala sambil mengucapkan doa :
“Ya Allah, ampunilah orang yang melaksanakan salat Jumat dari umat Muhammad saw.”. Dan Allah Taala berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, saksikanlah olehmu sekalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni siapa saja yang melakukan salat Jumat”. (Kanzul Akhbar) Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mandi pada hari Jumat, maka dihapuskanlah darinya segala dosanya. Dan apabila dia berjalan menuju (ke tempat) salat Jumat, maka dari tiap-tiap langkahnya Allah Taala mencatatkan baginya pahala Ibadat selama duapuluh tahun Kemudian apabila dia melaksanakan salat Jumat, maka dia diberi pahala amal selama dua ratus tahun”. (Alhadis)
Cerita:
Konon, pada masa hidup Malik bin Dinar, ada dua orang bersaudara beragama Majusi (penyembah api). Salah seorang dari mereka telah menyembah api itu selama tujuh puluh tiga tahun, sedang yang lain telah menyembahnya selama tiga puluh lima tahun.
Pada suatu hari, sang adik berkata kepada kakaknya : “Kak, kita telah menyembah api ini sejak sekian lama. Maka sekarang, marilah kita coba, jika ia masih membakar kita seperti orang lain, kita tidak akan menyembahnya lagi. Tetapi kalau tidak, maka kita akan tetap menyembahnya sampai kita mati”.
Maka mereka menyalakan api, lalu si adik berkata : “Apakah kakak dulu yang akan meletakkan tangan kakak ke dalam api, atau saya dulu?”.
Kakaknya berkata : “Engkau sajalah yang duluan. Letakkanlah tanganmu di dalam api itu”.
Adiknya lalu meletakkan tangannya di dalam nyala api, ternyata api itu masih tetap membakar tangannya.
“Celaka”. Serunya, sambil menarik tangannya dari api. Kemudian dia berkata kepada api itu : “Hai api, sudah cukup lama aku menyembahmu, tetapi engkau tetap menyakiti aku, sungguh kejam engkau!”. Lalu dia berkata kepada kakaknya : “Kak, mari kita tinggaikan saja dia”.
“Tidak”, jawab kakaknya. “Aku tidak akan meninggalkannya”.
Maka pergilah si adik meninggalkan kakaknya, lalu dia memboyong keluarganya menuju ke rumah Malik bin Dinar. Pada saat itu, Malik bin Dinar sedang memberikan pelajaran. Lalu orang tadi menceritakan kisahnya kepada Malik. Lantas Malik menerangkan Islam kepadanya dan kepada keluarganya. Orang-orang yang hadir menangis semua karena gembira. Kemudian Malik berkata kepada laki-laki itu : “Duduklah bersama kami sejenak. Saya akan mengumpulkan untukmu sedikit uang dari sahabat-sahabatku”.
“Jangan”, tukas laki-laki itu. “Saya tidak akan menjual agama dengan dunia”.
Kemudian dia pun pergi. Lalu didapatinya di antara reruntuhan kota ada sebuah bangunan yang rusak. Dia pun masuk ke sana bersama keluarganya. Di sana mereka beribadat kepada Allah Taala.
Esok harinya, istrinya berkata kepadanya : “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan. Hasilnya bisa dipakai untuk membeli makanan”.
Maka berangkatlah laki-laki itu menuju ke pasar. Namun tidak ada seorang pun yang mempekerjakannya. Lalu berkatalah laki-laki itu di dalam hatinya : “Saya akan bekerja Untuk Allah Taaia”.
Kemudian dia masuk ke dalam masjid, lalu dikerjakannya salat sampai larut malam. Setelah itu dia pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya bertanya : “Tidakkah engkau memperoleh sesuatu?”. Dia menjawab : “Hari ini aku bekerja untuk Yang Satu. Dan dia berkata , “Besok baru akan aku berikan upahmu”.
Malam itu mereka tidur dalam keadaan lapar.
Esok paginya, laki-laki itu berangkat lagi ke pasar, tetapi kali ini pun dia tidak mendaPatkan pekerjaan sama sekali. Maka kembali dia bekerja untuk Allah. Kemudian pulang ke rumah dengan tangan kosong. Istrinya menanyakan keadaannya, dan dijawabnya sama seperti jawabannya kemarin. Dan malam itu kembali mereka tidur dalam keadaan kelaparan.
Esok paginya, adalah hari Jumat. Tetapi dia tetap belum mendapatkan pekerjaan Maka pergilah ia ke Masjid lalu salat Jumat dua rakaat. Kemudian ditengadahkan tangan. nya ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku, berkat kemuliaan agama ini, dan berkat kemuliaan hari ini, buanglah kesusahan karena memikirkan belanja keluargaku dari dalam hatiku. Sesungguhnya aku malu kepada keluargaku, dan aku kuatir mereka kembali kepa. da agama kakekku karena dirundung lapar”.
Syahdan, ketika masuk waktu Zuhur, seseorang datang ke pintu bangunan yang rusak itu, lalu mengetuk pintunya. Maka keluarlah istri laki-laki tersebut, ternyata dilihatnya Seorang pemuda yang berparas elok, tangannya memegang sebuah baki yang terbuat dari emas, tertutup sehelai sapu tangan. Pemuda itu berkata kepadanya : “Ambillah ini dan katakan kepada suamimu, “Inilah upah kerjamu untuk Allah Taala pada hari Jumat. Karena sesungguhnya amal yang sedikit pada hari ini berpahala banyak di sisi Allah”.
Maka diambilnya baki itu dari tangan pemuda itu, lalu disingkap tutupnya, ternyata di dalam baki itu terdapat uang emas seribu dinar. Wanita itu mengambil satu dinar lalu dibawanya kepada seorang penukar uang. Ketika uang itu ditimbang, ternyata beratnya dua kali melebihi emas dunia. Penukar uang itu lalu memeriksa lukisan pada uang itu, maka tahulah dia bahwa itu bukan dinar dunia.
“Darimana ibu mendapatkan uang ini?”, tanya penukar uang itu.
Maka wanita itu lalu menceritakan kepadanya seluruh kisahnya dari awal sampai akhir. Setelah mendengar cerita itu, penukar uang tersebut berkata : “Terangkanlah agama Isiam itu kepadaku”. Wanita itupun menjelaskan tentang agama Islam kepada laki-laki itu, dan akhirnya dia menyatakan diri masuk Islam. Kemudian diserahkannya seribu keping uang emas dunia, sebagai penukar dari uang yang satu dinar tadi.
Sehabis salat Jumat, suami wanita itu pulang ke rumah, tetap dengan tangan kosong. Untuk menutup malu, dia mengambil tanah lalu dimasukkannya ke dalam sapu tangannya sambil berkata di dalam hatinya : “Kalau istriku nanti bertanya, “Kerja apa kau”. Maka akan kujawab, “Aku bekerja dengan upah tepung”. Ketika dia tiba di rumah, tercium olehnya bau masakan, maka sapu tangannya diletakkannya di sisi pintu agar istrinya tidak mengetahuinya. Kemudian dia bertanya kepada istrinya tentang apa yang dia lihat di dalam rumah. Istrinya menceritakan kepadanya peristiwa datangnya seorang pemuda tersebut. Maka laki-laki itu lalu bersujud kepada Allah Taala, sebagai pernyataan syukur atas apa yang datang dari sisi Allah Taala.
Sejurus kemudian istrinya bertanya : “Apa yang engkau bawa tadi?”.
“Jangan tanyakan itu”, jawab suaminya.
Tetapi istrinya membuka bungkusan itu, dan ternyata tanah tadi telah berubah menjadi tepung sungguhan, dengan izin Allah Taala, dan berkat kemuliaan hari Jumat itu. Lantas, laki-laki itu bersujud kembali kepada Allah Taala. (Demikian ringkasan cerita dari Hadis Al Arba’in).
Diriwayatkan bahwa, Nabi Musa as. pernah pergi ke bukit Baitul Maqdis. Di sana, Beliau melihat suatu kaum yang sedang beribadat kepada Allah Taala dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan. Nabi Musa bertanya kepada mereka, lalu mereka jawab : “Kami termasuk umat Tuan. Kami telah beribadat kepada Allah Taala di sini semenjak tujuh puluh tahun yang lalu, dengan bersungguh-sungguh dan bersangatan. Pakaian kami adalah sabar, makanan kami adalah tetumbuhan bumi, dan minuman kami adalah air hujan”.
Maka Nabi Musa pun merasa senang. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Musa, ada satu hari untuk umat Muhammad, yang salat dua rakaat pada hari itu lebih utama dari ini semua”.
“Ya Rabb”, kata Nabi Musa. “Hari apakah itu?’.
“Hari Jumat”, jawab-Nya.
Nabi Musa sangat menginginkan hari itu, namun Allah taala berfirman : “Hai Musa, untukmu adalah hari Sabtu, untuk Isa hari Ahad, untuk Alkhali! Ibrahim hari Senin, untuk Zakariya hari Selasa, untuk Yahya hari Rabu, untuk Adam hari Kamis, dan untuk Muhammad beserta umatnya hari Jumat”. Maka Nabi Musa pun merasa takjub akan keistimewaan umat ini. (Zubdah)
Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril as. telah datang kepadaku, sedang pada telapak tangannya ada sebuah cermin putih, dia berkata : “Hari ini adalah hari Jumat. Tuhanmu memperlihatkannya kepadamu agar ia menjadi hari raya bagimu dan bagi umatmu sepeninggalmu”. Dan di tengah cermin itu ada sebuah titik, aku bertanya : “Titik apakah ini?” Jibril menjawab : “Titik ini adalah suatu saat di antara dua puluh empat jam. Barangsiapa berdoa kepada Allah Taala pada saat itu, maka Allah akan memperkenankan doanya. Dia adalah penghulu semua hari”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Apabila tiba hari Jumat, maka Allah Taala mengutus para malaikat turun ke muka bumi, sedang tangan-tangan mereka memegang penapena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Para malaikat itu berdiri pada pintu-pintu Masjid dan mencatat nama orang yang masuk ke Masjid dan salat Jumat. Apabila salat telah selesai mereka kerjakan, mereka kembali ke langit lalu melapor : “Ya Tuhan kami, kami telah mencatat nama orang yang masuk ke Masjid dan melakukan salat Jumat”. Allah lalu berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni mereka, sedang mereka tidak berdosa lagi sedikit pun”. (Raunaqul Majalis)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Barangsiapa berangkat menuju salat Jumat pada saat yang pertama, maka seolah-olah dia telah berkorban seekor unta: dan barangsiapa berangkat pada saat kedua, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor lembu, dan barangsiapa berangkat pada saat ketiga, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor domba, dan barangsiapa berangkat pada saat keempat, maka seolah-olah dia telah berkurban seekor ayam: dan barangsiapa berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia telah berkurban sebutir telur. Manakala imam telah keluar menuju mimbar, dilipatlah lembaran-lembaran, sedang pena pun diangkat, dan para malaikat berkumpul di sisi mimbar mendengarkan khutbah. Maka barangsiapa datang sesudah itu, seolah-olah dia datang hanya untuk memenuhi kewajiban salat saja.”.
Konon, bahwasanya manusia dalam masalah kedekatan mereka ketika memandang Wajah Allah Taala kelak tergantung kepada kesegeraan mereka masing-masing berangkat menuju salat Jumat. Dan oleh karenanya dikatakan pula : “Bid’ah yang pertama-tama Sekali dilakukan orang dalam Islam adalah meninggalkan kesegeraan berangkat menuju Salat Jumat”. Dan oleh karena itu pula disebutkan dalam salah satu atsar, bahwa para malaikat meneliti Seorang hamba, apabila dia terlambat dari waktu yang semestinya pada hari Jumat, mereka berdoa : “Ya Allah, apabila keterlambatannya itu karena kemiskinan, maka kayakanlah dia, kalau karena penyakit, maka sembuhkanlah dia, dan kalau karena kesibukan, maka selesaikanlah kesibukannya itu agar dia tekun beribadat kepada-Mu: serta kalau karena lalai, maka palingkanlah hatinya agar taat kepada-Mu”.
Dahulu, pada abad pertama, jalan-jalan sesudah fajar penuh sesak oleh orang-orang yang berjalan membawa obor. Mereka berdesak-desakan di jalan menuju ke Masjid Jami’ seperti pada hari raya. Sampai pada suatu saat, hal itu terhenti. (Zubdatul Wa’izhin).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan. Penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, yang galak, yang tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim : 6)
Tafsir :
(. ) Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu, dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat dan melakukan perbuatan-perbuatan taat.
(. ) dan keluargamu, dengan memberi nasihat dan pendidikan.
Kata “ahliikum” (. ) ini dibaca juga “ahluukum” (. ), yang diathafkan pada kata Auu ( ). jadi kata anfusakum (. ) dianggap diri kedua pihak dengan jalan menggabungkan kedua pihak yang diajak bicara.
(. ) dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batuan : dari api neraka yang dinyalakan dengan bahan bakar manusia dan batubatuan, seperti halnya api lain yang dinyalakan dengan kayu bakar.
(. ) penjaganya malaikat. Malaikat-malaikat itu mengurusnya, yaitu malaikatmalaikat Zabaniyah.
(. ) yang kasar dan galak, kasar perkataannya dan galak tindakannya, atau, kasar tubuhnya lagi kuat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat.
(. ) Yang tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, pada waktu yang telah lalu.
(. ) dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka, pada waktu yang akan datang: atau, mereka tidak menolak dari menerima perintah-perinlah, dan memikulnya, serta menunaikan apa yang diperintahkan kepada mereka itu. (Qadhi Baidhawi)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya akan datang ke telagaku pada hari kiamat beberapa kaum yang tidak aku kenal melainkan dengan banyaknya mereka membaca salawat untukku”. (Syifaun Syarif)
Di dalam khabar disebutkan : bahwa apabila seseorang hamba menangis karena takut kepada Allah, sehingga keluarlah air mata dari kedua matanya, maka dari air mata itu Allah menciptakan sebatang pohon bernama “Syajaratus Saadah” (Pohon Kebahagiaan). Jika angin takut dan sedih bertiup mengenai pohon itu, maka keluarlah suara dari pohon itu “Oh Muhammad”. Suara itu disampaikan Allah kepada Rasul-Nya di dalam kuburnya, maka Beliau lalu menangisi umatnya. Dari air mata Rasul tadi, Allah menciptakan sebatang pohon yang disebut “Syajaratus Syafaat” (Pohon Syafaat). Apabila angin kenabian dan kerasulan bertiup mengenai pohon itu, maka keluarlah suara yang mengatakan “Oh umatku”. Suara itu disampaikan Allah ke seluruh penjuru langit, sehingga para malaikat mendengarnya. Maka mereka semua lalu bersujud kepada Allah sambil menangis dan mengiba-iba : “Oh umat Muhammad”. Allah Taala mendengar tangisan dan tadharru mereka, lalu Dia berfirman : “Hai para malaikat-Ku, kenapa kalian menangis?’.
Malaikat itu menjawab : “Tuhan kami, Engkau lebih tahu kenapa kami menangis dan mengiba-iba terhadap umat Muhammad”.
Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, saksikanlah bahwa Aku benar-benar telah mengampuni siapa pun yang menangis karena takut kepada-Ku dari umat Muhammad”, (Hayatul Qulub)
Disebutkan bahwa, yang dimaksud dengan “manusia” (bahan bakar neraka dalam ayat di atas tadi) adalah orang-orang kafir, sedangkan “batu-batuan’ adalah orang-orang bodoh yang tidak mau mendengarkan nasehat. Kata al hijarah (. ) adalah jamak dari kata al hajar ( ) yang artinya : batu. Kata ini tidak mengikuti giyas sharaf seperti biasanya, karena jamak dari ‘hajar’ adalah ‘ahjaar’ ( ). Seperti halnya ‘syajar’ (. ) jamaknya ‘asyjaar’ (. ). (Tafsir An Nasafi).
Dan ada pula yang mengatakan, yang dimaksud dengan ‘batu-batuan’ dalam ayat di atas adalah patung-patung berhala sesembahan orang-orang kafir itu, baik yang terbuat dari kayu maupun dari batu, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya kamu dan apa yang kau sembah selain Allah adalah makanan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya”.
Adapun sebab kenapa batu-batuan itu digunakan untuk menyiksa mereka, tidak lain adalah agar para penyembah berhala itu mengerti benar bahwa patung-patung itu tidak patut mereka sembah, dan agar mereka tahu betapa hina dan rendahnya benda-benda tersebut setelah mereka dahulu meyakini kemuliaan dan keagungan benda-benda itu. Dan dimasukkannya patung-patung berhala itu ke dalam neraka bukan untuk menyiksa mereka, namun sebagai alat penyiksa bagi orang-orang kafir. Sebab benda-benda yang digunakan untuk menyiksa memang tidaklah disiksa, sebagaimana firman Allah:
Artinya : “Pada hari dipanaskannya emas-perak itu dalam neraka Jahannam, lalu gibakarlah dengannya dahi-dahi mereka….”.
Harta itu dimasukkan ke dalam neraka Jahannam adalah sebagai alat penyiksa bagi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Penyiksaan itu dilakukan terhadap pemilik harta, dan bukan terhadap harta itu sendiri”. (Dari tafsir An Nasafi) Cerita:
Dahulu, apabila Nabi Zakariya as. sedang duduk memberikan pelajaran, Beliau menoleh ke kanan dan ke kiri lebih dahulu untuk melihat apakah putranya hadir di situ. Jika Beliau tidak melihat putranya, Nabi Yahya as., barulah Beliau mengemukakan ayat-ayat azab. Tetapi jika Beliau melihat putranya, maka Beliau sama sekali tidak menyebutkan ayat-ayat azab, karena merasa kasihan kepada putranya itu, sebab Nabi Yahya tidak tahan bila mendengar tentang neraka.
Suatu hari, Nabi Zakariya duduk untuk memberikan pelajaran. Lalu Beliau memandang ke arah kaumnya. Oleh karena banyaknya yang hadir, Beliau tidak melihat putranya di sana, padahal Nabi Yahya berada di tengah-tengah kerumunan orang banyak sambil menutupi kepalanya dengan bajunya. Kemudian Nabi Zakariya menyampaikan beberapa ayat tentang neraka sambil menangis, sabdanya : “Jibril as. berkata kepadaku, bahwa di alam neraka Jahannam ada sebuah gunung, namanya gunung Sakran. Di kaki gunung tersebut ada sebuah lembah yang disebut lembah Ghadban. Lembah itu diciptakan dari kemurkaan Allah Yang Maha Rahman. Di lembah itu terdapat beberapa sumur api, tiaptiap sumur dalamnya sejauh perjalanan dua ratus tahun. Di dalam sumur itu terdapat petipeti yang terbuat dari api, dan di dalamnya terdapat rantai-rantai dan belenggu-belenggu”.
Mendengar cerita itu, Nabi Yahya bangkit lalu keluar sambil mengaduh : “Aduh, Sakran… Aduh, Ghadbaan!”. Maka melompatlah Nabi Zakariya, lalu bersama istrinya Belilau keluar membuntuti putranya itu. Tetapi ternyata Nabi Yahya sudah tidak ada lagi. Kedua orang suami istri itu kemudian melihat seorang pengembala, maka mereka lalu bertanya : “Apakah engkau melihat seorang pemuda dengan ciri-ciri begini-begini?”.
“Barangkali Tuan sedang mencari Yahya?”. Pengembala itu balik bertanya.
“Benar”, Jawab kedua orang suami istri itu.
“Dia saya tinggal di sebuah pendakian”, kata pengembala itu.
“Dia mengoceh : “Saya tidak akan makan apa pun dan tidak akan minum apa pun, sampai saya tahu, apakah tempat tinggalku kelak di surga atau di neraka?”.
Akhirnya mereka temukan juga putranya itu yang ketika itu sedang berdoa, lalu ibunya berseru : “Anakku, demi kepedihan yang aku derita pada saat aku mengandungmu di dalam perutku sekian lama dan menyusui engkau dari tetekku sekian lama. Kemarilah, marilah pulang bersama kami ke rumah”.
Nabi Yahya memenuhi ajakan ibunya lalu pulang ke rumah. Ayahnya berkata kepadanya : “Aku ingin kau tukar pakaianmu itu dengan jubah ini!” Nabi Yahya menurut.
Sementara itu, ibunya memasakkan untuknya gulai dari adas, dan dia pun mau makan, lalu dia merasa kantuk dan tertidur. Dalam tidurnya dia bermimpi, ada yang berseru kepadanya : “Hai Yahya, rupanya telah engkau peroleh negeri yang lebih baik dari negeriku, dan lingkungan yang lebih baik dari lingkunganku”.
Nabi Yahya bangun dengan terperanjat, lalu dia menangis dan berkata : “Kembalikanlah bajuku yang lama, dan ambillah jubah kalian ini. Saya tahu kalian menghendaki kehancuranku”.
Maka berkatalah Nabi Zakariya as. : “Biarkanlah anakku berbuat sesuka hatinya. Semoga dia selamat dari neraka”.
Ketika ibadat Nabi Yahya telah demikian tekunnya, maka Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Zakariya as. “Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengharamkan neraka untukmu sekalian”.
Maka hati merekapun menjadi tentram, dan bertambah tekunlah mereka beribadat kepada Allah Taala, sebagaimana firman Aliah Taala tentang mereka :
Artinya : “Sesungguhnya mereka (keluarga Zakariya) adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (Dzukhratul Abidin)
Diriwayatkan dalam sebuah khabar, bahwa Allah Taala telah mengutus malaikat Jibril as. kepada malaikat Malik, juru kunci neraka Jahannam, untuk mengambil api yang akan diberikannya kepada Nabi Adam as. Untuk memasak makanan. Maka berkatalah Malik as. : “Hai Jibril, berapa besar api yang Anda kehendaki?”.
“Kira-kira sebesar buah kurma “, jawab Jibril.
Malik berkata : “Kalau aku berikan seperti yang Anda kehendaki itu niscaya akan melelehlah semua langit yang tujuh dan bumi yang tujuh, karena panasnya”.
“Bagaimana kalau separuhnya?”, tanya Jibril.
Malik menjawab : “Kalau aku berikan kepadamu seperti apa yang Anda kehendaki itu, niscaya tidak akan turun hujan dari langit barang setetes pun, dan tidak akan tumbuh tanam-tanaman sejumput pun di muka bumi”.
Kemudian Jibril as. berseru : “Ilahi, seberapakah api yang mesti aku ambil?”.
Allah Taala berfirman : “Ambillah api itu sebesar atom”.
Maka diambillah api itu oleh Jibril sebesar atom, kemudian dicucinya dalam tujuh puluh sungai di antara sungai-sungai di dalam surga sampai tujuh puluh kali. Kemudian barulah api itu diserahkannya kepada Nabi Adam as. Jibril meletakkan api itu di atas sebuah gunung yang tinggi, maka melelehlah gunung itu, sedang api itu dikembalikan lagi ke tempatnya semula, yang tinggal hanya asapnya saja, terdapat di dalam batu-batuan hingga sekarang. Jadi api kita di dunia ini adalah dari asap api neraka yang sebesar atom itu. Maka renungkanlah, wahai saudaraku!. (Daqoiqul Akhbar)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya penghuni neraka yang paling ringan azabnya ialah orang yang disiksa dengan memakai dua terompah api, yang karenanya mendidihlah otaknya seolah-olah periuk yang terletak di atas bara api. Dari otak itu api menyala berkobarkobar, lalu keluarlah isi perutnya dari dua telapak kakinya. Orang itu mengira bahwa dialah penghuni neraka yang paling berat siksanya, padahal dia termasuk orang yang paling ringan azabnya di antara penghuni neraka yang lain. (Daqoiqul Akhbar)
Diceritakan dari Manshur bin Ammar, katanya :
“Pada suatu malam yang sangat gelap, saya meronda di satu jalan di kota Kufah.
Lantas saya mendengar suara dari dalam salah satu rumah di sana. Suara itu mengatakan : “Ilahi, demi kemuliaan dan keagungan-Mu, janganlah kiranya Engkau melihat kepada perbuatan maksiatku. Ampunilah dosaku dan terimalah uzurku. Jika tidak Engkau terima uzurku, maka betapa akan jadinya keadaanku”. Ketika saya dengar ucapannya itu maka saya pun membacakan ayat azab yang berbunyi :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari neraka… dst.”
Tiba-tiba saya dengar suara dan gerakan yang keras, kemudian gerakan itu diam, lalu tidak terdengar lagi olehku suara kehidupan. Maka saya pun pergi meninggalkan tempat itu.
Keesokan harinya, saya kembali ke jalan yang saya datangi semalam. Saya lihat orang-orang di tempat itu sedang menangis, dan tampak seorang perempuan tua yang juga sedang menangis. Perempuan tua itu berkata : “Semoga Allah tidak membalas kebaikan kepada pembunuh anakku ini, yaitu orang yang membaca ayat azab, padahal anakku ini sedang berdiri salat di dalam mihrabnya. Ketika anakku mendengar ayat itu, hatinya tidak tahan hingga dia menjerit dan akhirnya tersungkur mati”.
Mendengar perkataan perempuan tua itu, saya menjadi sedih. Malamnya saya mimpi melihat orang itu sedang berada di tempat yang tinggi, lalu saya berkata kepadanya : “Apa yang telah Allah lakukan terhadapmu?”
Dia menjawab : “Allah telah memperlakukan aku seperti yang Dia perlakukan terhadap para syuhada Uhud dan Badr”.
“Kenapa begitu?”. Tanya saya.
Dia menjelaskan :”Karena mereka telah terbunuh oleh pedang orang-orang kafir, sedang saya telah terbunuh oleh pedang Allah. Penguasa Yang Maha Pengampun”. (Misykatul Anwar).
Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Di dalam neraka terdapat ular-ular dan kala-kala yang besarnya seperti leher unta. Binatang-binatang itu menyengat seseorang di antara kamu dengan sengatan yang panasnya tetap terasa selama empat puluh tahun. (Dagoigul Akhbar)
Konon, ada seorang kakek berjalan di tepi sungai. Di sana dia melihat seorang anak kecil sedang berwudu sambil menangis. Si kakek bertanya : “Hai nak, kenapa kau menangis?”.
Anak kecil itu menjawab : “Saya pernah membaca ayat suci Alquran yang berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri-diri kamu sekalian…!” dan seterusnya. Maka saya kuatir kalau-kalau saya nanti dijebloskan Allah ke dalam neraka”.
“Hai nak,”, ujar si kakek. “Engkau terpelihara, maka jangan takut, sungguh engkau tidak akan masuk neraka”.
Namun anak itu menyangkal, katanya : “Kek, kakek adalah seorang yang berakal. Tidakkah kakek perhatikan bahwa jika orang menyalakan api untuk keperluan mereka, pertama-tama yang mereka letakkan adalah kayu-kayu kecil untuk menyalakannya, baru kemudian kayu yang besar-besar”.
Maka kakek itu menangis keras sekali seraya berkata : “Sungguh, anak kecil ini lebih takut daripada kami terhadap neraka”.
Tetapi bagaimana dengan keadaan kita sendiri?. Pikirkanlah hai orang-orang yang berakal. Kenapa Anda tidak menangisi dirimu yang telah digadaikan untuk neraka, sedang maut telah merayapi leher Anda, kubur adalah tempat tinggal Anda, kiamat adalah tempat pemberhentian Anda, musuh-musuh Anda kuat-kuat, sedang hakimnya adalah Allah yang Mahakuasa, penyerunya adalah Jibril, sedangkan sipir-sipirnya adalah Zabaniyah. Terhadap sengatan panas matahari saja Anda sudah tidak tahan, maka betapa pula Anda akan tahan terhadap sengatan ular-ular dan kala-kala?. (Jami’ul Jawami’).
Diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Pada malam mikraj, aku mendengar suara desingan, lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, suara apakah ini?” Jibril menjawab : “Itu adalah batu yang telah dilemparkan ke dalam neraka Sa’ir sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan sekarang baru sampai ke dasar nereka itu”.
Sama seperti kata Abu Hurairah ra. : “Kami pernah bersama-sama Rasulullah saw. Sekonyong-konyong kami mendengar suara dentuman yang sangat dahsyat dan keras. Lalu Rasulullah bertanya : “Tahukah kalian, suara apakah itu?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya”. Beliau menjelaskan : “Itu adalah suara batu yang dikirim ke neraka Jahannam sejak tujuh puluh tahun yang silam, dan baru sekarang sampai di dasarnya”. (Zubdatul Wa’izhin).
Dan diceritakan, bahwa seorang abid beribadat kepada Allah Taala sekian lama, kemudian pada suatu hari, dia berwudu lalu salat dua rakaat. Usai salat, dia menengadahkan tangannya berdoa : “Ya Tuhan kami, terimalah amal dari kami ini”.
Lalu terdengar seruan dari pihak Allah Yang Maha Rahman : “Jangan bicara, hai terkutuk, sesungguhnya ketaatanmu ditolak”.
“Kenapa demikian, Ya Rabb?”, tanya si abid.
Penyeru itu menjawab : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan perintah-Ku, sedang engkau merelainya!”.
Maka pergilah abid itu menemui istrinya, kemudian ditanyakannya tentang hal itu, istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat mesum, lalu saya mendengarkan musik dan tidak salat”.
“Engkau saya ceraikan, dan aku tidak akan menerimamu lagi untuk selama-lamanya”. Tegas si abid dengan suara keras.
Abid itu lalu menceraikan istrinya. Setelah itu dia berwudu lagi dan kemudian salat dua rakaat. Kemudian ditengadahkan kepalanya seraya berdoa :”Ya Allah, terimalah amal dariku ini!”
Lalu terdengarlah seruan : “Sekarang Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun).
Diriwayatkan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda : “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari sumur kesedihan!”. Ada yang bertanya : “Apakah sumur kesedihan itu?”. Beliau menjawab : “Itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang neraka Jahannam itu sendiri mohon perlindungan daripadanya setiap hari sebanyak tujuh puluh kali, yang diperuntukkan Allah bagi para gari (pembaca) Alquran yang ingin dipuji orang (riya)”. (Zubdatul Wa’izhin).
Manshur bin Ammar berkata : “Saya dengar bahwa malaikat Malik, juru kunci neraka. memiliki tangan sebanyak bilangan penghuni neraka. Untuk tiap-tiap orang ada tangan yang akan membuatnya berdiri, duduk dan membelenggunya dengan rantai-rantai Apabila malaikat Malik memandang kepada neraka, maka neraka itu akan saling membakar antar sesamanya, Saking takutnya kepada malaikat Malik. Huruf-huruf dalam kalimat basmalah itu ada sembilan belas, dan jumlah malaikat Zabaniyah juga demikian.
Mereka dinamakan Zabaniyah, karena mereka bekerja dengan kaki-kaki mereka sebagaimana mereka bekerja dengan tangan-tangan mereka. Malaikat Zabaniyah dapat menyambar sepuluh ribu orang kafir dengan sebelah tangannya, dan sepuluh ribu dengan sebelah kakinya, dan sepuluh ribu dengan sebelah tangannya yang lain, dan sebanyak itu pula dengan sebelah kakinya yang lain. Jadi, empat puluh ribu orang kafir disiksanya sekaligus dengan kekuatan dan kekejaman yang ada padanya. Salah satu dari mereka adalah malaikat Malik, juru kunci neraka, itu sendiri, dan delapan belas malaikat lainnya serupa dengannya. Mereka adalah pemimpin-pemimpin para malaikat, yang. masingmasing membawahi malaikat-malaikat yang tidak terhitung jumlahnya, selain Allah Taala saja yang tahu. Mata mereka tajam laksana kilat menyambar, gigi mereka laksana putihnya tanduk lembu, dan bibir mereka menyentuh kaki-kaki mereka. Dari mulut-mulut mereka keluar kobaran api jarak antara kedua pundak mereka adalah seperti perjalanan satu tahun. Allah tidak menciptakan di dalam hati mereka perasaan belas kasih barang seberat atom pun. Salah satu dari mereka terjun ke dalam lautan api selama empat puluh tahun, namun api itu tidak mencelakannya, karena cahaya lebih hebat daripada panas api. Kita berlindung kepada Allah dari kehebatan api neraka.
Malaikat Malik berkata kepada malaikat Zabaniyah : “Lemparkan mereka ke dalam neraka!”.
Apabila malaikat-malaikat Zabaniyah itu melemparkan manusia ke dalam api, maka mereka berseru ramai-ramai : “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Maka api itu tidak mau menyambar mereka.
“Hai api, sambar mereka!”, seru malaikat Malik.
Tetapi api menjawab : “Bagaimana aku mengambil mereka, sedang mereka mengucapkan: “Laa ilaaha illallaah”.
“Memang”, kata Malik, “Tetapi begitulah perintah Tuhan Pemilik Arsy yang agung”.
Maka api itu pun akhirnya mengambil mereka. Di antara mereka ada yang ditarik Sampai kepada kedua telapak kakinya, ada pula yang ditarik sampai kepada pusarnya, dan ada pula yang ditarik sampai kepada lehernya. Maka, apabila api telah menjerumuskan mereka hampir sampai ke wajah-wajah mereka, maka berkatalah malaikat Malik : “Jangan bakar wajah mereka, karena mereka sering bersujud kepada Tuhan Yang Maha Rahman, dan jangan bakar pula hati mereka, karena seringkali mereka kehausan oleh beratnya berpuasa di bulan Ramadan”. (Daqaiqul Akhbar).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat nasuha, mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, mereka berkata : “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu”, (QS. At Tahrim : 8)
Tafsir : ‘
(. ) Hai orang-orang yang beriman, bertobatiah kepada Allah dengan tobat nasuha, yang semurni-murninya. Kata nasuha ini adalah sifat dari orang yang bertobat itu, karena orang yang bertobat itu memurnikan jiwanya dengan tobatnya itu. Adapun kata tobat (. ) disifati dengan nasuha (. ) adalah sebagai mubalaghah, dengan cara menisbatkan kata sifat ini kepadanya secara majaz.
(. ) Mudahmudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Kalimat ini menggunakan bentuk yang memberi harapan, yakni mengikuti kebiasaan raja-raja, dan agar dimengerti bahwa, pahala seperti itu adalah karunia, sedangkan tobat tidaklah memastikannya, dan bahwa seorang hamba seharusnya selalu bersikap antara takut dan harap.
(. ) pada hari Allah tidak menghinakan nabi. Kalimat ini merupakan zorof dari kata liyudkhitakum ( ), sedang :
(. ) dan orang-orang yang beriman bersamanya, diathafkan kepada annabiyya, sebagai pujian terhadap mereka dan sindiran terhadap orang yang menjauhi mereka.
Dan ada pula yang mengatakan, bahwa kalimat ini adalah mubtada, yang khabarnya adalah :
(. ) sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan rnereka, yakni ketika berada di atas Shirat.
(. ) Mereka berkata, ketika cahaya orang-orang munafik dipadamkan.
(. ) Ya Tuhan kami, sempurnakaniah bagi kami cahaya kafni dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, cahaya mereka berbeda-beda menurut amal mereka masing-masing, lalu mereka meminta karunia agar cahaya tersebut disempurnakan. (Qadhi Baidhawi).
Dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, maka kelak pada hari kiamat dia akan datang disertai cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan kepada makhluk-makhluk seluruhnya, niscaya mereka akan mendapatkan bagian semua”. (Zubdatul Wa’izhin)
Juga dari Nabi saw. :
Artinya : “Bertobat dari dosa ibarat sabun terhadap pakaian”.
Konon, kesempurnaan tobat itu akan tercapai dengan delapan perkara:
Pertama, menyesal atas dosa-dosa yang telah lalu.
Kedua, menunaikan kewajiban-kewajiban yang ditinggalkan (salat, puasa).
Ketiga, mengembalikan barang-barang yang telah diambil secara aniaya.
Keempat, meminta maaf kepada lawan
Kelima, bertekad tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Keenam, mendidik jiwa untuk taat kepada Allah sebagaimana Anda pemah mendidiknya untuk berbuat maksiat.
Ketujuh, merasakan pada jiwa pahitnya ketaatan sebagaimana Anda telah merasakan padanya manisnya perbuatan maksiat.
Kedelapan, memperbaiki makanan dan minuman (harus dari yang halai). (Mau’izhah). Diriwayatkan dari Abullah bin Mas’ud ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda : “Tahukah kalian, siapakah orang yang bertobat itu?”. Kami menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Beliau menjelaskan : “Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mempelajari ilmu, maka dia bukan orang yang bertobat. Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak bertambah tekun ibadahnya, maka dia bukan Orang yang bertobat. Barangsiapa bertobat, sedang dia meridai lawan-lawannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengubah pakaian dan perhiasannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengganti kawan-kawannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mengubah budi pekertinya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak melipat kasur dan tikarnya (untuk beribadat di malam hari) maka dia bukan orang yang bertobat.
Barangsiapa bertobat, sedang dia tidak mau bersedekah, yakni menyedekahkan kelebihan dari apa yang ada di tangannya, maka dia bukan orang yang bertobat.
Maka apabila semua pekerti tadi telah nyata dari seorang hamba, barulah dia menjadi orang yang benar-benar bertobat”.
Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba berkata, “Aku takut pada neraka”, sedangkan dia tidak berhenti dari melakukan perbuatan dosa, maka di sisi Allah dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba mengatakan “Aku rindu pada surga”, namun dia tidak berbuat sesuatu untuknya, maka dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba berkata : Aku rindu untuk memeluk bidadari”, namun dia tidak memberi maskawin terlebih dahulu, maka dia adalah seorang pendusta, bukan orang yang bertobat. Sesungguhnya orang yang bertobat itu adalah kekasih Allah dan kekasih Rasul-Nya, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan orangorang yang mensucikan diri”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Tobat yang tulus itu ialah menyesal atas dosa-dosa yang lalu, berhenti seketika dari melakukan dosa-dosa itu, dan bertekad tidak akan mengulangi lagi dosa-dosa yang pernah dilakukan itu”.
Allah Taala berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya tobat…”
Maksudnya : kembali dari hal-hal yang dilarang.
Artinya : “Di sisi Allah…”.
Maksud ‘ala ( ) di sini bukan kewajiban, sebagaimana pendapat kaum Mu’tazilah. Karena tidak ada kewajiban atas Allah dalam segala hal. Tetapi artinya adalah ‘inda ( ) atau di sisi. ,
Artinya : “Adalah bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan…”. Yakni : berbuat maksiat.
Artinya : “Karena kejahilan (bodoh), yang kemudian mereka segera bertobat”.
Maksudnya : Dalam waktu yang dekat sebelum datang sakaratul maut.
Artinya : “Maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya”.
Maksudnya : Allah menerima tobatnya.
Karenanya, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Orang yang bertobat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa”.
Artinya : “Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijakana”
Maksudnya : Allah mengetahui orang yang benar-benar bertobat, dan memutuskan diterimanya tobat itu.
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya Allah masih menerima tobat dari seorang hamba, selagi ruhnya belum mencapai tenggorokannya, sebelum tobatnya itu”. (Mashabih)
Jadi, sekalipun hampir mati, namun itu tidaklah menghalangi diterimanya tobat, selagi orang belum melihat hal-ihwal akhirat. Adapun di waktu itu, maka sudah tidak diterima lagi tobatnya orang yang suka menangguh-nangguhkan bertobat dan orang-orang munafik, sebagian tidak diterima lagi imannya orang yang kafir di kala dia sudah berputus asa, seperti iman Firaun ketika dia hampir ditelan lautan, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan tidaklah tobat itu…”
Maksudnya : Allah tidak menerima tobat.
Artinya : “Dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan-kejahatan…”.
Maksudnya : dosa-dosa (selain syirik) yang terus-terusan dilakukannya.
Artinya : “Yang hingga apabila datang maut kepada seseorang di antara mereka….”
Maksudnya : telah mengalami sakaratul maut, bukan sekedar tanda-tanda maut.
Karena, tobat itu masih diterima pada saat datangnya tanda-tanda maut, sebab di waktu itu seseorang belum melihat hal-ihwal akhirat. |
Artinya : “Barulah mengatakan : “Sesungguhnya saya bertobat sekarang…” dari dosa-dosaku.
Maksudnya : tobat di saat itu sudah tidak diterima lagi. Karena itu adalah waktu putus asa, bukan waktu memilih lagi.
Artinya : “Dan tidak pula dari orang-orang…”. Maksudnya : tidak pula diterima imannya orang-orang.
Artinya : “Yang mati sedang mereka dalam kekafiran”.
Sebagaimana tidak diterima iman mereka sesudah dibangkitkan atau selagi masih di dalam kubur.
Artinya : “Bagi orang-orang itu, Kami sediakan siksa yang pedih”.
Pengarang kitab Al Kasysyaf berkata : “Ayat ini menyamaratakan antara orang-orang yang menangguh-nangguhkan tobat mereka sampai datangnya ajal, dengan mereka yang mati dalam keadaan kafir, bahwa tobat mereka tidak diterima. Sabda Nabi saw. :
Artinya : “Binasalah orang yang menangguh-nangguhkan”.
Yakni, orang yang mengatakan, “kelak saya baru akan bertobat”. Dan seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus-menerus”.
Maksudnya : dia hendak meneruskan dosanya dan menangguhkan tobatnya. Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang mukmin bertobat, maka Allah Taala mencatatkan baginya ibadat selama satu tahun untuk tiap-tiap hari yang dilaluinya ketika dia dalam kefasikannya, dan Allah memberikan kepadanya pahala orang yang mati syahid, dan pada hari kiamat kelak dia akan dimahkotai dengan seribu mahkota, dan di dalam kuburnya akan dibukakan baginya sebuah pintu yang menuju ke surga. Sedang pada hari kiamat, akan berdiri malaikat di sebelah kanannya dan malaikat di hadapannya, serta malaikat lagi di belakangnya, semuanya memberi kabar gembira kepadanya tentang surga”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila seorang pemuda yang bertobat mati, maka Allah melepaskan siksaan dari kubur orang-orang Islam selama empat puluh tahun, berkat kemuliaan pemuda itu di sisi Allah”. (Khalishah).
Konon, sahabat Umar bin Khattab ra. pernah menemui Rasulullah saw. sambil menangis, lalu ditanya Nabi : “Kenapa kau menangis, hai Umar?”.
“Ya Rasulullah”, jawab Umar. “Sesungguhnya di pintu ada seorang pemuda. Tangisnya benar-benar telah membakar kaibuku”.
“Suruh dia masuk ke mari”, perintah Nabi saw.
Pemuda itu masih tetap menangis ketika Umar membawanya masuk menemui Rasulullah saw. Lantas Nabi bertanya kepadanya, mengapa dia menangis sampai demikian sedihnya. Pemuda itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya menangis karena dosa-dosaku yang sangat banyak, sedang saya takut kalau Tuhan Yang Mahakuasa murka kepadaku”.
“Apakah engkau menyekutukan Aliah dengan sesuatu?”, tanya Rasulullah.
“Tidak”, jawab pemuda itu.
“Apakah engkau telah membunuh orang tanpa hak?”, tanya Rasulullah pula.
“Tidak”, jawab pemuda itu.
Maka Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya Allah akan mengampuni dosa-dosamu, sekalipun sepenuh langit yang tujuh dan bumi yang tujuh”.
Namun pemuda itu berkata : “Ya Rasulullah, dosaku lebih besar daripada langit yang tujuh maupun gunung-gunung yang terpancang”.
Mendengar perkataan pemuda itu Nabi lalu bertanya : “Besar manakah dosamu dengan al Kursi?”.
“Dosa saya lebih besar”, sahut pemuda itu.
“Manakah yang lebih besar antara dosamu dan Arsy?”, tanya Nabi pula.
“Dosa saya lebih besar”, jawab pemuda itu.
“Besar manakah antara dosamu dengan Allah?”, tanya Nabi.
Maksudnya, ampunan Allah dan rahmat-Nya.
Pemuda itu menjawab : “Bahkan Allah-lah Yang Mahabesar lagi Mahaagung”.
Kemudian bersabdalah Nabi saw. : “Beritahukanlah kepadaku, apa dosamu itu!”.
“Saya malu kepada Baginda, Ya Rasulullah”, elak pemuda itu.
Maka Nabi lalu membesarkan hatinya, sabdanya : “Jangan malu kepadaku. Beritahukanlah kepadaku tentang dosamu itu!”.
“Ya Rasulullah”, akhirnya pemuda itu bertutur. “Sebenarnya saya adalah pencuri kain kafan, yang sudah saya lakoni sejak tujuh tahun yang silam. Sampai pada suatu hari, salah seorang gadis Ansar meninggal dunia. Kemudian saya gali kuburnya, dan saya keluarkan dia dari kafannya, lalu saya ambil kafannya dan pergi. Namun rupanya setan telah merasuki jiwa saya, hingga akhirnya saya kembali kepadanya, lalu saya setubuhi dia. Namun, tiba-tiba anak perempuan itu berkata « “Tidakkah engkau merasa malu terhadap persidangan Allah ketika Dia meletakkan Kursi-Nya untuk mengadili. Dia ambil hak orang yang teraniaya dari orang yang menganiayanya. Engkau benar-benar telah membiarkan aku telanjang di tengah-tengah barisan orang-orang mati, dan engkau biarkan aku berdiri di hadapan Allah dalam keadaan junub!”.
Mendengar penuturan pemuda itu, Rasulullah bangkit dengan cepat seraya berkata . “Hai manusia durhaka, enyalah dari hadapanku. Balasanmu tidak lain adalah neraka’”.
Maka dengan menangis dan mengaduh, pemuda itu pun keluar menuju padang pasir. Selama tujuh hari tujuh malam, dia tidak merasakan makanan, minuman dan tidak tidur sama sekali. Hingga akhirnya badannya menjadi lemah dan ia pun terkulai rebah di suatu tempat. Wajahnya dia sungkurkan ke atas tanah, bersujud sambil berdoa : “Ilahi, aku hamba-Mu yang penuh dosa dan salah. Aku telah datang ke pintu Rasul-Mu agar Beliau sudi memberi syafaat untukku di sisi-Mu. Namun, tatkala didengarnya betapa besar kesalahanku, maka Beliau lalu mengusirku dari pintunya, dan Beliau enyahkan aku dari sisinya. Hari ini, aku datang ke pintu-Mu, agar Engkau menjadi Pemberi Syafaat untukku di sisi kekasih-Mu, karena Engkaulah Tuhan Yang Maha Rahman kepada hamba-hambaMu. Tidak ada lagi harapanku kecuali hanya kepada-Mu. Jika tidak, maka kirimkantah api dari sisi-Mu, dan bakarlah aku dengannya selagi di dunia-Mu, sebelum Engkau membakarku di akhirat-Mu”.
Kemudian malaikat Jibril as. datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, Allah berkirim salam kepadamu!””.
Nabi menjawab : “Dia-lah Assalam, dan dari-Nya Assalam, dan kepada-Nya kembali Assalam”.
Jibril berkata pula : “Allah Taala bertanya kepadamu : “Apakah engkau telah menciptakan hamba-hamba-Ku?”.
“Bahkan Dia-lah Yang telah menciptakan aku dan mereka”, jawab Nabi.
Jibril berkata : “Allah Taala bertanya : “Apakah engkau memberi rezeki kepada mereka?”.
Nabi saw. menjawab : “Bahkan Dia-lah Yang telah memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadaku”.
Jibril bertaka : “Dia bertanya : “Apakah engkau yang menerima tobat mereka?”.
“Bahkan Dia-lah Yang menerima tobat mereka dan memaafkan kesalahan-kesalahan”, jawab Nabi.
“Allah Taala berfirman kepadamu”, kata Jibril. “Aku telah mengirimkan kepadamu salah seorang di antara hamba-hamba-Ku, dan dia telah menyatakan salah satu dari dosa-dosanya. Tetapi engkau telah berpaling darinya dengan sangat hanya lantaran satu dosa. Maka betapa akan jadinya orang-orang yang berdosa kelak, manakala mereka membawa dosa-dosa laksana gunung-gunung yang besar. Engkau adalah utusan-Ku. Aku utus engkau sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, maka jadilah sebagai orang yang belas kasih terhadap orang-orang yang beriman, dan sebagai pemberi syafaat kepada mereka yang berdosa. Dan maafkanlah keterlanjuran hamba-Ku, sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosanya”.
Kemudian Rasulullah menyuruh beberapa sahabat untuk mencari pemuda itu. Mereka temukan pemuda itu dalam keadaan terkapar tak berdaya, lalu mereka beritahukan kepadanya kabar gembira tentang maaf dan ampunan dari Allah itu. Kemudian mereka bawa pemuda itu menghadap Rasulullah saw. Namun ketika tiba, mereka dapati Beliau sedang mengerjakan salat Magrib, maka mereka langsung ikut bermakmum kepada Beliau. Ketika Rasulullah selesai membaca surah Alfatihah, Beliau melanjutkannya dengan membaca surah At Takatsur, hingga akhirnya sampai kepada ayat :
Artinya : “Sampai kamu masuk kubur”.
Tiba-tiba pemuda itu menjerit keras, lalu jatuh tersungkur. Dan ketika salat itu telah selesai, mereka dapati pemuda itu sudah tidak bernyawa lagi dan telah pulang ke rahmatullah. Semoga Allah merahmatinya. (Misykatul Anwar).
Dirwayatkan dari Nabi saw., dari At Khalil as. bahwa pada suatu hari Al Khalil berkata : “Ya Kariimal ‘aftwi (Oh Tuhan Yang Maha Murah maaf-Nya)”.
Lalu Jibrit as. bertanya : “Tahukah Anda, apakah kemurahan maaf-Nya itu? ‘.
“Tidak”, jawab Al Khalil.
Jibril menjelaskan : “Apabila Dia memaafkan seseorang hamba, maka Dia tidak rela hanya begitu, sampai Dia ganti kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :
Artinya : “Maka mereka itu, diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan-kebaikan”. (Naktah)
Konon, pada suatu hari sahabat Umar bin Khattab ra. pernah melewati suatu jalan di kota Madinah. Di tengah jalan, dia bertemu dengan seorang pemuda. Pemuda itu membawa sesuatu di balik bajunya. Lalu Umar bertanya kepadanya : “Hai anak muda, apa yang kau bawa di balik bajumu itu?”.
Pemuda itu sebenarnya membawa sebotol arak. Tetapi dia malu mengatakan itu arak. Lalu dalam hatinya dia bergumam : “Ilahi, jika Engkau tidak mempermalukan aku di hadapan Umar dan tidak Engkau perlihatkan aibku, serta Engkau rahasiakan aibku di hadapannya, maka aku berjanji tidak akan minum arak lagi selama-lamanya”. Kemudian dia menjawab dengan tenang : “Ya Amiril mukminin, yang saya bawa ini adalah cuka”.
“Coba perlihatkan padaku”. Pinta Umar.
Maka barang itu pun diperlihatkannya kepada Umar. Ketika Umar melihatnya, ternyata arak itu benar-benar telah berubah menjadi cuka murni.
Maka pahamilah wahai saudara, bahwa seorang makhluk yang bertobat lantaran takut kepada Umar, padahal Umar itu makhluk juga, namun Allah Taala mengubah araknya menjadi cuka. Apalagi jika seorang ahli maksiat yang telah banyak menimbun dosa, mau bertobat dari pekerjaan-pekerjaannya yang buruk lantaran takut kepada Allah Taala, niscaya Allah Taala akan menggantikan arak kesalahan-kesalahannya dengan cuka ketaatan-ketaatan-Nya. Itu bukanlah suatu hal yang aneh, karena kelembutan dan kermurahan-Nya, sebagaimana firman-Nya yang berbunyi :
Artinya : “Maka mereka itu, diganti Allah kejahatan-kejahatan mereka dengan kebajikan-kebajikan. Dan Allah adalah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Dari Asaduddin)
Dalam hadis disebutkan :
Artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. lalu berkata : “Saya telah melakukan kesalahan, Ya Rasulullah. Maka apa yang harus saya lakukan (supaya Selamat)?” Beliau menjawab : “Bertobatlah, sesungguhnya tobat itu mensucikan jiwa”.
(Demikianlah disebutkan dalam kitab Khalishatul Haqoiq)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Tiap-tiap diri merupakan rungguhan (borg) dikarenakan apa yang telah diperbuatnya, kecuali golongan kanan, berada di dalam surga. Mereka saling bertanya-tanya tentang orang-orang yang berdosa: “Apa yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?”. Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak memberi makan orang yang miskin, dan kami tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam, dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami yakin”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberi syafaat”. (QS. Al Muddatsir : 38-48).
Tafsir :
(. ) Tiap-tiap diri adalah rungguhan dikarenakan apa yang telah diperbuatnya, dirungguhkan di sisi Allah. Kata rahinah (. ) adalah masdar seperti kata syatiimah (. ). Diartikan sebagai maf’ul seperti halnya ar rahnu (yang dirungguhkan). Kalau kata ini sifat , tentu akan dikatakan rahiin ( ).
(. ) kecuali golongan kanan. Karena mereka membebaskan leher mereka (diri mereka) dengan amal perbuatan yang baik. Dan ada pula yang mengatakan bahwa golongan kanan di sini artinya para malaikat atau anak-anak kecil.
(. ) berada di dalam surga, yang tidak terhingga sifatnya. Kata-kata ini adalah hal dari kata-kata ash-haabul yamiin ( ), atau hal dari dhamir hum yang terdapat pada firman Allah selanjutnya:
(. ) mereka saling bertanya tentang orang-orang yang berdosa. Maksudnya, sebagian mereka bertanya kepada sebagian yang lain. Atau, mereka bertanya kepada orang lain tentang keadaan orang-orang yang berdosa itu. seperti perkataan
“tawaa’adnaahu” (. ) yang sama artinya dengan “waa’adnaahu” (. ).
Sedang firman-Nya :
Apakah yang memasukkan kamu ke dalam neraka Sagar?, beserta jawabannya, adalah cerita tentang dialog yang terjadi antara orang-orang yang bertanya itu dengan orang-orang yang berdosa, yang menjawab pertanyaan tersebut.
(. ) Mereka menjawab : “Kami dahulu tidak termasuk orang yang mengerjakan salat. Maksudnya, salat wajib.
(. ) dan kami tidak memberi makan kepada orang miskin, yang wajib diberi.
Firman Allah ini memuat dalil bahwa orang-orang kafir pun terkena khitab tentang cabang-cabang agama.
(. ) dan kami tenggelam bersama orang-orang yang tenggelam. Kami menjerumuskan diri ke dalam kebatilan bersama orang-orang yang menjerumuskan diri ke sana.
(. ) dan kami mendustakan hari pembalasan. Kalimat ini disebutkan belakangan karena sangat pentingnya. Maksudnya : di samping itu semua, kami juga mendustakan tibanya hari kiamat.
(. ) sehingga datang kepada kami yakin, kematian dan pendahulu-pendahulunya.
(. ) Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat orang-orang yang memberi syafaat. Seandainya orang-orang itu semua memberi syafaat kepada mereka. (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling bahagia dengan syafaat Baginda pada hari kiamat?”. Jawab Beliau : “Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat kelak ialah orang yang mengucapkan : “Iaa ilaaha illallaah” (tidak ada tuhan selain Allah) dengan tulus dari lubuk hatinya”.
Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mengucapkan “Laa ilaaha Illallaah” secara tulus maka dia akan masuk surga. Seseorang bertanya : Ya, Rasulullah, bagaimana cara agar bisa tulus?. Beliau menjawab : (Hendaknya kalimat itu) mencegahnya dari hal-hal yang diharamkan Allah Taala”. (Tadzkiratul Qurthubi)
Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Apabila Allah Taala telah mengumpulkan semua makhluk pada hari kia, nat, maka ja mengizinkan umat Muhammad saw. untuk bersujud. Maka mereka pun Sujud, Di dalam sujud itu mereka mengucapkan tasbih agak lama, kemudian dikatakan :
“Angkatlah kepalamu sekalian, sesungguhnya Kami telah menjadikan musuh-musuhmu sebagai penebusmu dari neraka”. Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya umat ini menjadi rungguhan dari siksanya karena perbuatan tangan-tangan mereka. Maka apabila telah tiba hari kiarnat, Allah memberikan seorang musyrik kepada seorang muslim, lalu dikatakan : Ini penebusmu dari neraka”. (HR. Muslim).
Dan dari Abu Bardah, katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Apabila tiba hari kiamat, Allah memberikan seorang Yahudi atau Nasrani kepada setiap muslim, seraya berfirman : “Inilah tebusanmu dari neraka”.
Dan menurut riwayat lain :
Artinya : “Tidaklah mati seorang muslim, melainkan Allah telah memasukkan pada tempatnya di neraka seorang Yahudi atau Nasrani”. Alhadis (Tadzkiratul Qurthubi)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Zuhud terhadap dunia itu memberi keringanan pada hati dan jasad, dan cinta kepadanya itu mermayahkan hati dan badan”. (Tarekat Muhammadiyah)
Abu Yazid Al Busthami berkata : “Saya tidak permah dikalahkan kecuali oleh seorang laki-iaki dari Balkan. Dia datang kepada kami lalu bertanya kepadaku : “Hai Abu Yazid, bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”.
Abu Yazid menjawab : “Apabila ada kami makan, dan apabila tidak ada kami bersabar”.
Laki-laki itu berkata : “Kelakuan seperti itu dilakukan oleh anjing-anjing di Balkan”.
“Jadi bagaimana batasan zuhud menurut Anda?”. Tanyaku.
Orang itu menjawab : “Apabila tidak ada kami bersabar, dan apabila ada kami dahulukan orang lain”. (Misykatul Qulub)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa sibuk mencari yang halal, maka dosa-dosanya akan diampuni”.
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari barang yang haram, gan nerakalah tempat yang layak untuknya”. (Mikasyafatul Qulub).
Ketahuilah, bahwa tanda su’ud (bahagia) itu ada sebelas :
Pertama, zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat.
Kedua, selalu ingin beribadat dan membaca Alquran.
Ketiga, sedikit bicara tentang hal yang tidak perlu.
Keempat, senantiasa memelihara salat yang lima waktu.
Kelima, bersikap wara terhadap barang haram atau syubhat, sedikit atau banyak.
Keenam, bersahabat hanya dengan orang yang baik-baik.
Ketujuh, berlaku tawadhu (rendah hati) tidak sombong.
Kedelapan, dermawan lagi pemurah.
Kesembilan, belas-kasih terhadap sesama makhluk Allah.
Kesepuluh, menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama makhluk.
Kesebelas, banyak mengingat mati. (Tanbihul Ghafilin)
Adapun tanda-tanda syaga (celaka) itu juga ada sebelas :
Pertama, rakus mengumpulkan harta.
Kedua, keinginannya hanya memperturutkan hawa nafsu dan kelezatan-kelezatan dunia saja.
Ketiga, suka berbicara kotor dan menggunjing orang.
Keempat, meremehkan salat lima waktu.
Kelima, bersahabat dengan orang-orang yang durhaka.
Keenam, berakhiak buruk.
Ketujuh, bersikap congkak lagi sombong.
Kedelapan, menolak manfaat dari sesama manusia.
Kesembilan, sedikit belas kasihnya terhadap orang-orang yang ber-iman.
Kesepuluh, kikir.
Kesebelas, tidak ingat mati.
Yakni, bahwa apabila seseorang ingat akan mati, maka dia tidak akan menolak memberi makan dan belas kasih terhadap sesama muslim, baik laki-laki maupun perempuan. (Tanbihul Ghafilin)
Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Tanda syagawah (nasib celaka) itu ada empat :
(1) Tidak mengingat dosa-dosa yang telah lalu, padahal dosa-dosa itu tersimpan di Sisi Allah.
(2) Menyebut-nyebut kebaikan yang telah lalu, padahal dia tidak tahu, kebaikan-kebaikan itu diterima atau tidak.
(3) Memandang orang yang lebih sukses dalam urusan dunia, dan
(4) Memandang orang yang lebih rendah dalam urusan agama. Allah Taala berfirman : “Aku menghendaki kamu, tetapi kamu tidak menghendaki Aku, maka Aku pun meninggalkan kamu”. (Minhajul Muta’allim)
Diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Siapa saja di antara orang Islam yang memberi pakaian kepada orang Islam lainnya yang tidak berpakaian, maka Allah akan memberinya pakaian hijau di dalam surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi makan kepada orang Islam lainnya yang sedang kelaparan, maka Allah akan memberinya makan dari buah-buahan surga. Dan siapa saja di antara orang Islam yang memberi minum kepada orang Islam lainnya, maka Allah akan memberinya minum dari arak murni yang dilak”. (Mashabih)
Konon, ada seorang abid di kalangan Bani Israel. Pada malam hari, dia beribadat kepada Allah Taala, dan siangnya dia menjual barang-barang dagangannya kepada orang banyak. Dia selalu berkata kepada dirinya : “Hai diriku , takutlah engkau kepada Allah Taala!”.
Pada suatu hari, ketika dia keluar dari rumahnya untuk menjual dagangannya, dan tiba di pintu rumah seorang bangsawan sambil menjajakan barang dagangannya. Istri bangsawan itu melihat ada seorang pedagang yang sangat tampan, yang belum pernah dilihatnya laki-laki setampan itu, maka hati wanita itu tertarik kepadanya. Pedagang itu dipanggilnya masuk ke rumahnya, lalu dia berkata : “Hai pedagang, aku sungguh senang kepadamu. Aku memiliki banyak harta dan pakaian sutera. Tinggalkanlah daganganmu yang sedikit itu, tukarlah pakaianmu dan kenakanlah pakaian sutera ini, lalu ambillah harta yang banyak itu”.
Hati laki-laki itu tertarik kepada ucapan wanita tersebut, tetapi kemudian dia berkata kepada dirinya : “Hai diriku, takutlah engkau kepada Allah”. Lalu dia berkata kepada wanita itu : “Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam”.
Wanita itu berkata : “Demi Allah, aku tidak akan membukakan pintu sampai engkau serahkan dirimu kepadaku!”.
Pedagang itu kembali berkata kepada dirinya :”Hai diriku, takutlah kepada Allah”. Kemudian dia berpikir sesaat, bagaimana cara melepaskan diri dari jerat wanita itu. Akhirnya dia berkata : “Hai istri bangsawan, berilah aku tangguh sampai aku berwudu lalu salaf dua rakaat”.
Lantas laki-laki itu berwudu, lalu naik ke atas loteng dan salat dua rakaat di sana. Selesai salat, dia memandang ke bawah, dilihatnya tanah sangat jauh di bawahnya, kira-kira dua puluh hasta. Kemudian dipusatkannya pandangannya ke langit, lalu sambil menangis, dia bermunajat kepada Tuhannya, katanya : “Aku telah beribadat kepada-Mu sejak tujuh puluh tahun yang lalu, selamatkanlah aku dari kejahatan wanita ini. Kalau tidak, niscaya aku akan datang kepada-Mu bersama dia”.
Kemudian dia berkata kembali kepada dirinya : “Hai diriku, takutlah kepada Allah!. Hai diriku, takutlah kepada Allah!”, sambil terus mengucapkan kata-kata itu, dia lalu menerjunkan diri dari atas loteng itu.
Maka Allah Taala berfirman kepada malaikat Jibril : “Tangkaplah tangan hamba-Ku itu sebelum dia mencapai tanah. Karena dia melemparkan dirinya lantaran takut akan siksa-Ku”.
Dengan cepat Jibril turun lalu menangkap tangan orang itu sebelum dia jatuh ke tanah, ibarat seorang ibu yang memegang tangan anaknya, lalu didudukkannya di atas tanah seperti hinggapnya seekor burung. Maka pulanglah pedagang itu ke rumahnya, selamat dari kejahatan istri bangsawan itu. Dia merasa gembira atas keselamatannya itu. Kemudian dia temui keluarganya dalam keadaan sangat lapar, sambil menangis dan bersedih. Lalu dia duduk di sisi istrinya. Kemudian seorang laki-laki tetangganya datang ke rumahnya untuk meminjam roti kepadanya.
“Demi Allah, kami tidak memiliki roti sama sekali sejak beberapa hari ini”, kata abid itu. “Tetapi kalau Anda mau, silahkan lihat sendiri di dapur itu”.
Maka tetangga yang akan berhutang roti tadi pergi ke dapur untuk melihat, dan ternyata di sana, dia melihat roti yang sudah di masak. Lalu hal itu diberitahukannya kepada abid itu, maka mereka pun lalu menyantap roti bersama-sama. Istri abid itu merasa heran dengan kejadian itu, lantas dia bertanya kepada suaminya : “Keramat ini adalah darimu, bukan dariku, apa rahasianya?”.
Maka abid itu lalu menceritakan kepada istrinya rahasianya. Istrinya bersyukur kepada Allah sebanyak-banyaknya. Sebagaimana difirmankan Allah :
Artinya : “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan-baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. (Zubdatul Wa’izhin) —
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat, sedang manusia, jin dan malaikat telah bangkit kembali berbaris-baris. Maka datanglah anak-anak orang Islam, mereka membentuk suatu barisan. Dan saat itulah Allah Taala berfirman kepada malaikat Jibril as. : “Pergilah dan masukkanlah anakanak orang Islam itu ke dalam surga!”.
Maka anak-anak itu pun dibawa menuju ke surga. Di pintu surga, mereka berhenti, lalu bertanya : “Mana ayah dan ibu kami?. Masuk surga tanpa bersama ayah-ayah dan Ibu-ibu kami, sungguh tidak pantas bagi kami.
Para malaikat menjawab : “Sesungguhnya ayah-ayah dan ibu-ibu kalian itu tidak saMa seperti kalian. Karena mereka telah durhaka kepada Tuhan, dan mengikuti hawa nafSu Serta setan-setan mereka, karenanya mereka harus masuk neraka”.
Ketika anak-anak itu mendengar perkataan malaikat itu, mereka lalu menjerit keras Sekali, kemudian menangis meraung-raung. Dan pada saat itulah Allah Yang Maha tinggi, Mahatahu lagi Mahateliti pengetahuan-Nya berfirman : “Hai Jibril, suara jertan apakah Itu?”
Jibril menjawab : “Ini adalah jeritan anak-anak orang Islam. Mereka berkata, “Kami tidak perlu surga, dan kami tidak akan bisa menikmati kelezatan-kelezatan surga tanpa ayah-ayah dan ibu-ibu kami. Kami berharap agar Allah Taala berkenan memaafkan dan memberikan dosa-dosa mereka kepada kami, lalu memasukkan mereka bersama kami ke dalam surga. Kalau tidak, maka masukkanlah kami bersama-sama mereka ke dalam neraka”.
Pada saat itulah Allah Taala berfirman kepada Jibril : “Pergilah dan ambillah ayahayah dan ibu-ibu mereka di mana pun mereka berada, lalu serahkan mereka kepada anak-anak mereka. Karena sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni doa-dosa mereka dengan syafaat anak-anak mereka. Dan masukkanlah mereka bersama anakanak mereka masing-masing ke dalam surga”.
Ketika anak-anak itu mendengar firman Allah Taala itu, maka mereka pun bergemabira ria dan bersuka cita, lalu mereka menemui ayah dan ibu mereka masing-masing Kemudian mereka bimbing tangan ayah dan ibu mereka masuk surga bersama-sama”. (Demikian intisari hadis).
Ibnul Mubarak, rahimahullah, menuturkan dari Abu Saleh Alkalabi, rahimahullah bahwa dalam mengomentari firman Allah :
Artinya : “Allah akan membalas mengolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka”.
Abu Saleh berkata : “Bahwa Allah berfirman kepada penghuni neraka ketika mereka telah berada di dalam neraka, “Keluarlah kamu”. Lalu dibukakanlah bagi mereka pintupintu neraka itu. Ketika mereka melihat pintu-pintu itu terbuka, maka dengan cepat mereka berlari menuju ke pintu-pintu itu hendak keluar. Sementara itu, orang-orang mukmin melihat mereka dari atas dipan-dipan masing-masing. Ketika orang-orang kafir itu telah hampir sampai di pintu-pintu tersebut, maka pintu-pintu itu seketika tertutup kembali terhadap mereka. Itulah makna dari firman Allah yang artinya : (Allah akan membalas mengolok-olok mereka…dst).
Sedangkan orang-orang mukmin, ketika melihat pintu-pintu itu tertutup kembali terhadap orang-orang kafir itu, maka mereka pun menertawakan orang-orang kafir itu. Itulah makna dari firman Allah Taala yang artinya : (Maka pada hari ini orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang yang kafir, mereka duduk di atas dipandipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran atas apa yang dahulu mereka kerjakan)”.
Ibnul Mubarak rahimahullah telah berkata juga : “Muhammad bin Basyar telah memberitahukan kepada kami, dari Gatadah, mengenai firman Allah Taala yang artinya: (Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang yang kafir…dst), dia berkata : “Disebutkan kepada kami bahwa Ka’ab mengatakan : “Sesungguhnya di antara surga dan neraka terdapat jendela-jendela. Maka apabila seorang mukmin ingin melihat kepada musuhnya semasa di dunia, dia dapat melihat kepadanya dari jendela tersebut, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lain yang berbunyi :
Artinya : “Maka dia meniliknya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka yang menyala-nyala”.
Katanya pula : “Ka’ab menceritakan kepada kami bahwa, orang mukmin itu menilik, jalu dia melihat tengkorak orang-orang itu sedang digodok hingga mendidih”. (Tadzkiran Qurthubi)
Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Para penghuni neraka itu dikuasai oleh perasaan lapar, dan siksaan lapal itu lebih berat mereka rasakan dibandingkan dengan siksaan-siksaan yang lain. Lalu me” nangislah mereka minta makan. Oleh malaikat Zabaniyah, mereka diberi makan Dhari, yaitu sejenis rumput berduri di padang belantara, yang bila termakan oleh unta maka akar berhenti di kerongkongannya sampai mati. Apabila penghuni neraka itu makan rumput perduri tadi, maka rumput itu berhenti pada kerongkongan mereka, lalu mereka minta air, maka mereka diberi Minum air hamim (yang sangat mendidih). Tatkala air itu mereka dekatkan ke mulut-mulut mereka, maka rontoklah daging wajah mereka menjatuhi minuman itu, saking panasnya air tersebut. Dan apabila mereka meminumnya juga, maka melelehkan usus-usus di dalam perut mereka. Mereka memandang dan menghiba-hiba kepada para malaikat Zabaniyah, lalu para malaikat itu berkata kepada mereka : “Tidakkah datang kepadamu seorang pemberi peringatan di dunia dahulu?”.
Para penghuni neraka itu menjawab : “Memang pernah datang, namun kami tidak mau mendengarkan perkataan para rasul itu, dan tidak pula membenarkan mereka”.
Maka para malaikat itu berkata : “Sekarang sudah tiada berguna lagi penyesalan dan tadharru kalian”.
Kemudian mereka menghiba-hiba kepada malaikat Malik, juru kunci neraka. Namun malaikat Malik tidak sudi menjawab perkataan mereka dan membiarkan mereka selama seribu tahun. Maka apabila telah genap seribu tahun, berkatalah malaikat Malik kepada mereka : “Kamu akan tetap tinggal di neraka ini!”.
Akhirnya mereka berhiba-hiba kepada Allah Taala, dengan berkata : “Oh Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, yang telah ditetapkan atas kami, karenanya kami tidak mengikuti petunjuk, dan kami adalah orang-orang yang sesat dari petunjuk. Oh Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka, maka jika kami kembali melakukan kedurhakaan yang tidak Engkau sukai, maka sesungguhnya kami adalah tergolong orang-orang yang zalim”. Maksudnya : jika kami masih tetap melakukan kedurhakaan sesudah itu, maka masukkanlah kami kembali ke dalam neraka, dan siksalah kami dengan sejenis siksaan Jahannam.
Kemudian setelah lewat seribu tahun, barulah datang jawaban dari Allah Taala.
Artinya : “Allah berfirman : “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku”.
Maksudnya : Diamlah dalam neraka, dan jangan bicara dengan Aku tentang pencabutan siksa, karena sesungguhnya Aku tidak akan melepaskan siksaan itu darimu sekalian, sebab neraka bukan tempat meminta.
Maka sejak saat itu mereka menjadi putus asa dan benar-benar hina serta jauh dari rahmat Allah. Setelah itu mereka tidak mampu lagi berbicara, sedang suara mereka berubah menjadi seperti suara anjing, dan mereka tidak memperoleh kebaikan sama sekali, (Tafsir surah Yaasiin)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan. Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya”. (QS. Algiyamah : 13-14) Tafsir :
(. ) Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan. Perbuatan yang telah dia lakukan dan perbuatan yang dia tangguhkan lalu tidak dia kerjakan. Atau, perbuatan yang dia”lakukan terlebih dahulu dan perbuatan yang dia akhirkan, berupa tradisi yang baik atau yang buruk yang dia lakukan sesudah itu. Atau, sedekah harta yang dia dahulukan dan yang dia tang-guhkan. Atau, permulaan amal dan akhirnya.
(. ) Bahkan manusia itu mengetahui dirinya sendiri, menjadi hujjah yang terang atas perbuatan-perbuatannya sendiri, karena dia menyaksikannya. Allah mensifati manusia dengan sifat melihat, sebagai majaz, yakni serupa mata yang me-lihat dari manusia itu sendiri, sehingga tidak perlu diberitahukan lagi.
(. ) meskipun dia mengemukakan alasan-alasan. Meskipun dia mengemukakan segala alasan yang dapat dia kemukakan.
Kata ma’adzirah (. ) ini adalah kata jamak dari mi’dzar ( ), yaitu udzur. Atau, kata jamak dari ma’dzirah (. ) dengan tidak mengikuti kias, seperti halnya manaakir (. ) jamak dari munkar ( ). Karena kias dari jamak ma’dzirah itu adalah ma’adzir (. ). (Qadhi Baidhawi).
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa merasa kesulitan memenuhi kebutuhannya, maka hendaklah dia memperbanyak pembacaan salawat untukku. Karena salawat itu mampu menyingkirkan kesedihan, kesusahan dan kesulitan, serta memperbanyak rezeki dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan”.
Pari sebagian orang saleh, dia berkata : “Saya bertetangga dengan seorang penulis, Kemudian dia meninggal dunia. Lalu saya bermimpi melihatnya, saya bertanya kepadanya: “Apa yang dilakukan Allah terhadapmu?”.
“Dia telah mengampuni saya”, jawabnya.
“Karena apa?”, tanya saya pula.
Dia menjawab : “Dahulu, apabila saya menulis nama Muhammad saw. dalam sebuah kitab, maka saya mengucapkan salawat untuk Beliau. Maka Tuhanku lalu memberiku apa yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam benak seseorang manusia”. (Dari kitab Dalailul Khairat)
Mengenai firman Allah Taala, yang artinya : “Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dia dahulukan dan apa yang dia tangguhkan”. Maksudnya adalah perbuatannya, yang tidak perlu diberitahu oleh orang lain, karena dia sendiri menjadi saksi atas dirinya sendiri. (Tafsir)
Ibnu Abbas ra., berkata : “Mizan (neraca pada hari kiamat) itu mempunyai dua piringan, yang satu di timur dan yang lain di barat”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Dua kalimat yang ringan (diucapkan) di lidah, namun berat (timbangannya) di Mizan, serta disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, ialah : subhanallah wa bihamdihi, subhaanallaahil ‘azhim. (Bukhari)
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Barangsiapa membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam) lalu menjadi panutan (dalam tradisi tersebut), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut mengamalkannya (yakni, siapa pun yang ikut melakukan tradisi itu Sepeninggal orang tersebut, maka pahalanya ditulis pula untuknya). Dan barangsiapa membuat suatu tradisi yang buruk, lalu dia menjadi panutan dalam tradisi tersebut, maka dia akan memperoleh dosanya dan dosa orang yang ikut melakukannya. (yakni, siapa pun yang melakukan tradisi tersebut sepeninggal orang itu, maka dosanya ditulis pula untuknya). (Bukhari) ‘
Dari sahabat Mu’az bin Jabal ra., katanya : “Kedua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari tempatnya, sehingga dia ditanya tentang empat perkara : (1) tentang umurnya untuk apa dia habiskan, (2) tentang jasadnya, untuk apa dia gunakan, (3) tentang ilmunya, amal apa yang telah dilakukannya dengannya, (4) dan tentang hartanya, lari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan. (Tanbihul Ghafilin)
Allah Taala berfirman di dalam surah Fusshilat :
Artinya : “Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi (yang memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan”.
“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, maka pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi (yang memojokkan) terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan”.
Kemudian mereka bertanya kepada kulit mereka : “Kenapa engkau menjadi saksi atasku?”. Kulit mereka menjawab : “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berbicara, telah menjadikan kami pandai pula berbicara. Dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.
Nabi Daud as. berkata : “Ya Rabb, aku ingin melihat Shirat (titian di atas neraka) dan Mizan (neraca amal manusia) selagi masih di dunia”.
Allah Taala berfirman : “Hai Daud, pergilah ke lembah anu!”.
Di sana, Allah menyingkapkan tabir hijab dari Daud, sehingga Beliau dapat menyaksikan Shirat dan Mizan seperti yang dituturkan dalam riwayat-riwayat. Maka menangislah Nabi Daud dengan hebat, lalu Beliau berkata : “Ilahi, siapakah di antara hamba-hambaMu yang akan mampu memenuhi piringan neraca itu dengan kebajikan-kebajikan?’.
Allah Taala menjawab : “Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, barangsiapa mengucapkan ‘aailaaha illallaah, muhammadur rasulullah’, satu kali dengan penuh keyakinan, maka dia akan mampu menyeberangi Shirat dengan cepat laksana kilat yang menyambar. Dan barangsiapa bersedekah dengan semisal kurna demi keridaan-Ku, maka dia akan mampu memenuhi Mizan, padahal Mizan itu lebih besar daripada gunung Oaf”. (Masyarigul Anwar)
Allah Taala berfirman dalam surah Yaasiin :
Artinya : “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati (yakni : orang-orang yang telah meninggal dunia ketika dibangkitkan di hari kiamat), dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan (perbuatan-perbuatan mereka yang baik-baik maupun yang burukburuk), dan jejak-jejak mereka (yakni : tradisi baik atau buruk yang telah mereka contohkan). .
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tanda syagawah (nasib buruk) itu ada empat : (1) tidak mengingat dosadosa yang telah lewat, padahal dosa-dosa itu tersimpan di sisi Allah, (2) suka menyebutnyebut kebaikan yang telah lalu, padahal dia tidak tahu, apakah kebaikan-kebaikan itu diterima atau ditolak, (3) dalam urusan dunia, dia memandang kepada orang yang lebih sukses. dan (4) dalam urusan agama, dia memandang kepada orang yang lebih rendah darinya Allah Taala berfirman : “Aku menghendaki dia tetapi dia tidak menghendaki Aku, maka Aku tinggalkan dia”. (Minhajul Muta’allim).
Nabi saw. bersabda :
Artinya : Sesungguhnya sedekah seseorang satu dirham semasa hidupnya adalah lebih baik baginya daripada bersedekah seratus dirham di saat matinya”. (Mashabih)
Mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak merela”.
Maksud “jejak-jejak mereka”, dalam ayat di atas adalah langkah-langkah mereka menuju ke Masjid”.
Diriwayatkan dari Abu Said Alkhudri ra., katanya : “Banu Salamah pernah mengeluh tentang rumah-rumah mereka yang jauh dari masjid, lalu Allah menurunkan firman-Nya, yang artinya : (Dan Kami catat apa yang telah mereka kerjakan dan jejak-jejak mereka).
Dari sahabat Anas ra., katanya : “Banu Salamah ingin pindah ke dekat masjid, tetapi Rasulullah tidak suka kalau kota Madinah menjadi kosong. Lalu Beliau bersabda : “Hai Banu Salamah, tidak sukakah kalian dengan (pahala) langkah-langkahmu (menuju Masjid) itu?”. Maka mereka pun mau tinggal.
Dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Orang yang paling besar pahalanya di dalam salat ialah orang yang paling jauh berjalannya. Dan orang yang menunggu salat, sehingga dia melakukannya bersama imam adalah lebih besar pahalanya daripada orang yang salat (sendirian) terus tidur”,
Lanjutan firman Allah dalam surah Yaasin :
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan (maksudnya : Kami simpan, Kami hitung dan Kami jelaskan) dalam Kitab Induk yang nyata (yaitu di Lauhul Mahfuz). (Tafsir a’alim)
Al Faqih Abul Laits berkata : “Kelak pada hari kiamat, ada empat golongan manusia yang didatangkan, lalu masing-masing mengemukakan alasan-alasan. Akan tetapi alasan-alasan mereka itu tidak ada yang diterima :
Yang pertama, orang kaya.
Dia mengemukakan alasan : “Sesungguhnya saya seorang kaya yang disibukkan Oleh tuntutan-tuntutan hartaku, sehingga saya tidak sempat mengabdi kepada-Mu”. Alasan mereka itu dipatahkan Allah dengan firman-Nya : “Sesungguhnya Sulaiman memiliki Wilayah dari timur ke barat, namun dia tidak durhaka kepada Tuhannya. Jadi alasanmu ini lidak diterima”. Maka mereka pun lalu digiring ke neraka.
Yang kedua, orang miskin.
Dia mengemukakan alasan dengan kemiskinannya, namun Allah mematahkan pula alasannya dengan memberi contoh Nabi Isa as.
Yang ketiga, hamba sahaya.
Dia beralasan melayani tuannya, tetapi Allah membantahnya dengan mengajukan contoh Nabi Yusuf as.
Yang keempat, orang sakit.
Dia beralasan dengan penyakitnya, tetapi Allah membantahnya dengan Nabi Ayyub as. (Tanbihul ghafilin).
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Allah membantah dengan empat orang terhadap empat golongan manusia, kelak pada hari kiamat. Terhadap orang-orang kaya, Allah berargumentasi dengan Nabi Sulaiman bin Daud as. Orang kaya berkata : “Ya Rabb, dahulu saya adalah orang kaya. Kekayaan itu telah membuat saya sibuk, sehingga saya tidak sempat beribadat lagi kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Kamu belum sekaya Sulaiman, namun kekayaannya itu tidaklah menjadi penghalang baginya untuk beribadat kepada-Ku”.
Dan Allah membantah golongan hamba sahaya dengan Nabi Yusuf as. Hamba sahaya itu berkata : “Ya Rabb, aku dahulu adalah seorang hamba sahaya. Perbudakan telah menghalangiku dari mengabdi kepada-Mu”. Maka Allah Taala menjawab : “Sesungguhnya perbudakan tidak menghalangi Yusuf dari mengabdi kepada-Ku”.
Dan Allah membantah golongan fakir miskin dengan Nabi Isa as. Orang fakir berkata : “Ya Rabb, sesungguhnya kemelaratanku telah menghalangi aku dari mengabdi kepadaMu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih fakir, engkau atau Isa?. Kemelaratan tidak menghalangi dia dari beribadat kepada-Ku”.
Dan Allah membantah alasan orang-orang yang sakit dengan Nabi Ayyub as. Orang sakit berkata : “Ya Rabb, penyakit telah menghalangiku dari mengabdi kepada-Mu”. Maka Allah menjawab : “Mana yang lebih berat, penyakitmu atau penyakit Ayyub ? Sekalipun demikian, penyakitnya itu tidak menjadi penghalang baginya untuk beribadat kepada-Ku”.
Jadi, pada hari kiamat kelak, tidak ada seorang pun dapat membuat alasan di hadapan Allah Taala. (Tanbihul Ghafilin)
Konon, sehari semalam ada dua puluh empat jam, manusia bernapas setiap jamnya seratus delapan puluh kali. Jadi sehari semalam dia bernapas 4320 kali. Dan untuk setiap napas, manusia akan ditanya dengan dua pertanyaan, ketika menghembus dan menghirup, yaitu perbuatan apakah yang engkau lakukan ketika menghembuskan dan menghirup napas?. (Raudhatul Abidin)
Apabila Anda telah menyadari hal ini, maka sudah sepatutnya orang alim yang zuhud itu menyuruh manusia mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari melakukan kemungkaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Telah diazab penduduk suatu negeri di mana terdapat delapan be: las ribu abid yang berkelakuan seperti kelakuan para nabi”.
Para sahabat yang mendengar itu lalu bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa bisa terjadi demikian?”.
“Sebab” jawab Nabi : “Mereka tidak marah karena Allah, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, dan tidak melarang dari yang munkar’.
Jadi, setiap orang yang menyaksikan kemungkaran yang dilakukan oleh seseorang, dan dia tidak melarangnya, maka dia bersekutu dengannya dalam kemungkaran tersebut. Seperti orang yang mendengarkan pergunjingan, maka dia bersekutu dengan penggun
jing. Begitu pula dalam semua kemaksiatan. Contohnya : orang yang duduk di tempat orang-orang yang minum minuman keras, maka dia adalah seorang yang fasik, sekalipun tidak ikut minum.
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Kami pernah bertanya kepada Rasulullah saw., “Ya Rasulullah, benarkah kita tidak perlu menyuruh yang ma’ruf sampai kita melakuannya sepenuhnya, dan benarkah kita tidak perlu melarang kemungkaran sampai kita menjauhinya sepenuhnya?”.
Beliau menjawab :
Artinya : “Bahkan suruhlah yang ma’ruf sekalipun kamu tidak melakukan yang ma’ruf itu sepenuhnya : dan cegahlah kemungkaran sekalipun kamu belum menjauhi yang munkar itu sepenuhnya”.
Jadi, orang yang melakukan kemungkaran, boleh-boleh saja melarang orang lain dari kemungkaran tersebut, sehingga tidak terkumpul dua dosa pada dirinya. Seperti kata orang : “Ambillah ucapan orang alim yang buruk kelakuannya, dan jangan tiru perbuatannya. Sebab perkataannya adalah hak, sedang perbuatannya dari setan”.
Diceritakan bahwa, seorang laki-laki bertanya kepada Abdul Qasim Alhakim, “Kenapa para kiyai sekarang petuah dan nasihatnya tidak dituruti oleh masyarakat sebagaimana halnya para kiyai dahulu?”. Alhakim menjawab : “Sesungguhnya para kiyai dahulu itu jaga (tidak tidur), sedang masyarakat tidur. Maka orang yang jaga jelas bisa membangunkan orang yang sedang tidur. Sedangkan para ulama sekarang dalam keadaan tidur dan masyarakatnya mati, maka bagaimana mungkin orang yang tidur dapat membangunkan orang yang mati?”.
Sebagaimana dikatakan, di dalam kitab Taurat tertulis : “Barangsiapa menanam kebaikan, dia akan menuai keselamatan”. Di dalam kitab Injil tertulis : “Barangsiapa menanam keburukan, dia akan menuai penyesalan : Dan di dalam Alquran tertulis : “Barangsiapa mengerjakan kejahatan, maka dia akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu”.
Diceritakan, dari Ikrimah, bahwa ada seorang laki-laki melewati sebatang pohon yang menjadi sesembahan orang banyak, selain Allah. Maka laki-laki itu marah kepada pohon tersebut, lalu diambilnya kapak, kemudian sambil menunggang seekor keledai dia pergi menuju ke pohon itu hendak ditebangnya. Maka Iblis menemui orang itu dengan menyamar sebagai manusia biasa.
“Mau ke mana tuan?”, tanya Iblis ramah.
“Saya hendak ke pohon yang menjadi sesembahan orang banyak itu”, jawabnya. “Saya sudah bersumpah akan menebangnya sampai rata dengan tanah”.
Iblis yang terkutuk itu berkata : “Apa untungnya bagi Anda, dan apa salah pohon itu, biarkan ,jangan ditebang!”.
Namun laki-laki itu tidak perduli, dia tetap bertekad menebang pohon tersebut. Maka terjadilah perkelahian antara kedua makhluk itu. Orang itu berhasil membanting Iblis Sampai tiga kali. Maka ketika Iblis sudah tidak mampu lagi melawan, dia lalu berkata kepada laki-laki itu : “Pulanglah, nanti saya beri Anda setiap hari uang empat dirham”.
“Benar itu?”, tanya laki-laki tersebut. “Ya”. Jawab Iblis.
Laki-laki itu lalu pulang ke rumahnya. Kemudian ketika dia memeriksa di bawah sajadahnya, maka dia dapati uang sebanyak empat dirham. Hal itu terjadi setiap hari selama liga hari. Namun pada hari berikutnya tidak dia temukan apa-apa. Maka diambilnya Kas Paknya lalu dia berangkat menunggang keledainya menuju ke pohon itu. Iblis telah mengadangnya dalam rupa seperti ke marin.
“Mau ke mana?”, tanya Iblis. “Saya hendak menebang pohon itu!”, jawab laki-laki itu. “Engkau tidak akan bisa melakukannya”, ejek Iblis.
Maka terjadi lagi perkelahian di antara mereka berdua, dan kali ini, laki-laki itulah yang dibanting Iblis sampai tiga kali. Laki-laki itu menjadi heran, maka tanyanya : “Apa se. bab engkau menang atas diriku, padahal ke marin sayalah yang menang?”.
“Tentu saja”, jawab Iblis. “kemarin engkau berangkat semata-mata karena Allah Taala. Maka sekalipun semua koncoku berkumpul mengeroyokmu, mereka tidak akan dapat mengalahkanmu. Tetapi sekarang, engkau berangkat hanya karena tidak mendapati uang dirham lagi sebagaimana biasanya. Maka tentu saja, akulah yang menang. Pulanglah, kalau tidak, akan kupenggal lehermu!”.
Maka pulanglah laki-laki itu dengan tangan hampa, dan tidak jadi menebang pohon itu. (Zubdatul Wa’izhin)
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat, sehingga dia ditanya tentang empat perkara : tentang umurnya untuk apa dia habiskan, tentang tubuhnya, untuk apa dia gunakan, tentang ilmunya, amal apa yang dilakukannya dengan ilmu itu: dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa dia belanjakan”.
Hadis ini dinukil dari Hisanul Mashabih. Sedangkan hamba yang disebutkan di dalam hadis itu, sekalipun bersifat umum karena berupa isim nakirah dalam susunan nafi (kalimat menyangkal), namun dia telah ditakhsis dengan sabda Nabi saw. yang berbunyi :
Artinya : “Ada tujuh puluh ribu orang dari umatku yang akan masuk surga tanpa hisab”.
Dengan demikian, berarti pertanyaan seperti yang disebutkan dalam hadis di atas adalah ditujukan kepada selain yang tujuh puluh ribu orang itu.
Oleh sebab itu, setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir harus menya
dari, bahwa dia akan ditanya pada hari kiamat kelak dan akan diajak dialog saat dihisab. serta akan dituntut semua detak hati dan perbuatannya meski sebesar atom sekalipun. Dan bahwa Allah Taala tidak akan menyelamatkannya dari bahaya-bahayanya ini kecuali bila orang itu menghisab dirinya dalam perniagaannya untuk memperoleh keuntungan akhirat. Dan senantiasa menuntutnya pada seluruh napas, waktu, gerak dan diamnya. Karena sesungguhnya, barangsiapa yang suka menghisab dirinya sebelum dia dihisab, maka pada hari kiamat kelak dia akan mendapatkan keringanan hisab. Dan ketika dia menerima pertanyaan, jawabannya akan datang sendiri kepadanya, dan akan mendapatkan tempat tinggal dan tempat kembali yang baik. Tetapi, barangsiapa tidak mau menghisab dirinya, maka akan berkekalan penyesalannya dan akan lama tegaknya di padang kiamat, dan oleh keburukan-keburukannya dia akan dipimpin menuju kehinaan dan kenistaan. Jadi bagi seorang mukmin, dalam perniagaannya untuk memperoleh keuntungan akhiratnya, seharusnya tidak lalai mengawasi dirinya sendiri dalam semua gerak dan diamnya, maupun dalam pandangan mata dan bisikan hatinya. Karena, perniagaan ini keuntungannya adalah surga Firdaus yang paling tinggi, dan tercapainya Sidratul Muntaha bersama para nabi, orang-orang Siddiq, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh. (Majalis Ar Rumi)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri, dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat. Tetapi, kamu memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu kitab-kitab Ibrahim dan Musa”. (QS. Al A’la : 1419)
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri. Membersihkan diri dari kekafiran dan kemaksiatan. Atau, memperbanyak takwa, karena kata tazakka ( ) berasal dari azzaka (. ) yang artinya bertambah. Atau, bersuci untuk melakukan salat. Atau, menunaikan zakat.
(. ) dan dia ingat nama Tuhannya, dengan hati dan lidahnya.
(. ) lalu dia salat. Sebagaimana firman Allah yang artinya : Dirikanlah salat untuk mengingat-Ku!. Dan mungkin juga yang dimaksud zikir dalam ayat ini adalah takbiratul ihram.
Dan ada pula yang menafsirkannya sebagai berikut : Man tazakka (orang yang membersihkan diri) maksudnya : mengeluarkan zakat fitrah. Wa dzakarasma (dan dia ingat nama Tuhannya) Maksudnya : bertakbir pada hari raya. Fasholla (lalu salat) Maksudnya : lalu melakukan salat led.
(. ) Tetapi kamu lebih memilih kehidupan duniawi, lalu tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membahagiakan kamu di akhirat.
Khitab ini ditujukan kepada orang-orang yang celaka, dengan cara mengalihkan pembicaraan, atau dengan menganggap adanya kata qul (Katakanlah) yang tersembunyi di dalamnya. Atau, bisa juga khitab ini ditujukan kepada semuanya, karena pada umumNya, upaya untuk memperoleh dunia itu lebih banyak dilakukan orang.
(. ) Sedangkan kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Karena kenikmatan akhirat benar-benar dapat dirasakan kelezatannya, bersih dari hal-hal yang membahayakan dan tidak terputus.
(. ) Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang ahulu. Isim isyarah (. ) di sini menunjuk kepada apa-apa yang disebutkan sebelumnya, mulai dari kata qad aflaha ( ). Karena hal-hal tersebut mencakup urusan keagamaan dan merupakan ringkasan dari kitab-kitab yang pernah diturunkan, yaitu :
Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. Kalimat ini adalah Badal dari asshuhutul ula,
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al A’la, maka Allah akan memberinya sepuluh kebaikan dari tiap-tiap huruf yang telah Allah turunkan kepada Ibrahim, Musa dan Muhammad, semoga rahmat dan kesejahteraan senantiasa tercurah atas mereka.” (Qadhi Baidhawi).
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Pada suatu hari, Rasulullah saw. menaiki mimbar. Ketika Beliau menaiki anak tangga yang pertama, Beliau mengucapkan “Amin”. Selanjutnya, ketika Beliau menaiki anak tangga kedua, Beliau juga mengucapkan “Amin”, dan ketika menaiki anak tangga ketiga, Beliau pun mengucapkan “Amin”. Akhirnya Beliau sampai di atas mimbar lalu duduk. Kemudian sahabat Muaz bin Jabal bertanya : “Baginda tadi, ketika menaiki anak tangga mimbar mengucapkan amin sampai tiga kali. Apakah hikmatnya. Ya Rasulullah?”.
Beliau menjawab : “Tadi Jibril telah datang kepadaku lalu berkata : “Hai Muhammad, barangsiapa mendapati bulan Ramadan, namun dia tidak berpuasa sampai akhir bulan dan tidak mendapatkan ampunan, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin. “Maka akupun mengaminkannya pula. Kemudian, Jibril berkata pula : “Barangsiapa mendapati kedua ibu-bapaknya atau salah satu dari keduanya di kala tua mereka, dan dia tidak berbakti kepada keduanya, lalu dia mati, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu aku pun mengaminkannya pula. Kemudian Jibril berkata pula :””Barangsiapa yang disebutkan namamu di sisinya, tetapi dia tidak mengucapkan salawat untukmu, maka dia akan masuk neraka. Semoga dia dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, amin!”. Lalu akupun ikut mengaminkannya”. (Zubdah)
Ada ahli tafsir yang mengatakan bahwa, maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, itu ialah orang yang berbuat baik kepada ibubapaknya. Sebagaimana firman Allah Taala:
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah kepada selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya”.
Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. lalah orang yang tidak condong kepada orangorang zalim. Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim, yang menyebabkan kamu (nanti) disentuh api neraka”.
Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. Ialah orang yang tidak suka menggunjing. Seimana firman Allah Taala :
Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”.
Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”. ialah orang yang tidak mencintai dunia. Sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Di hari itu harta dan anak-anak lelaki tidak berguna kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah :
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang banyak mengingat Allah, seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sebutlah Allah dengan zikir yang banyak”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang sabar menerima musibah dari Allah. Seperti firman Allah yang berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabar yang akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud firman Allah Taala : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah orang yang membersihkan lahir dan batinnya, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan-tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) Perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah dengan membaca Alquran, seperti firMan Allah Taala :
Artinya : “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya)”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri”, ialah dengan beramal secara ikhlas, seperti firman Allah Taala :
Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh: maka mereka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan”.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, maksud dari firman Allah : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan dir”, ialah orang yang menahan dirinya dari hawa nafsu, seperti firman Allah :
Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”. (Syaikh Zaadah)
Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya :
“Apabila orang-orang itu berpuasa pada bulan Ramadan laiu keluar menuju salat hari raya mereka, maka Allah Taaia berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, tiap-tiap orang yang bekerja meminta upahnya. Dan juga hamba-hamba-Ku yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju salat hari raya, mereka meminta pahala-pahala mereka. Maka, saksikanlah olehmu sekalian, bahwa Aku benar-benar telah mengampuni mereka”.
Maka terdengariah seruan : “Hai umat Muhammad, kembalilah kamu sekalian ke rumahmu masing-masing, sesungguhnya kesalahan-kesalahan kamu telah Kuganti dengan kebaikan-kebaikan”.
Kemudian Allah Taala berfimman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu telah berpuasa untuk-Ku, maka bangkitlah kamu dalam keadaan telah mendapatkan ampunan”.
Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Bulan Ramadan itu permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan penghabisannya pembebasan dari neraka”.
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Sesungguhnya Allah membebaskan pada setiap jam dalam bulan Ramadan, baik siang maupun malam, sebanyak enam ratus ribu orang dari dalam neraka yang seharusnya menerima siksaan, sampai datang malam Qadar (Lailatul Qadar). Dan pada malam Qadar itu, Dia membebaskan sebanyak orang yang dibebaskan sejak awal bulan. Sedang pada hari raya Fitrah, Dia membebaskan sebanyak mereka yang dibebaskan dalam bulan itu dan malam Qadar’. (Tanbihul Ghatilin)
Dan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Puasa seorang hamba terkatung-katung di antara langit dan bumi sampai dia selesai menunaikan zakat fitrahnya. Dan apabila dia telah menunaikan zakat fitrahnya. maka Allah memberikan dua sayap hijau pada puasa tersebut, yang dengan kedua sayap itu ia lalu terbang ke langit yang ketujuh. Kemudian Allah menyuruh agar puasa itu di tempatkan di dalam sebuah kendiil (pelita) di antara kendil-kendil Arsy, sampai datang pemiliknya kelak”. (Zubdah)
Anas bin Malik ra. berkata : “Orang yang beriman mempunyai lima hari raya : (Pertama) tiap hari yang dilalui oleh seorang mukmin, yang pada hari itu tidak ada satu dosa pun yang dicatat untuknya, itulah hari raya baginya. (Kedua) hari ketika dia keluar dari dunia dalam keadaan membawa iman, syahadat dan terpelihara dari tipu daya setan, itulah hari raya baginya. (Ketiga) hari ketika dia menyeberangi shirat dalam keadaan aman dari huru-hara kiamat, dan selamat dari tangan-tangan musuh maupun malaikatmalaikat Zabaniyah, itulah hari raya baginya. (Keempat) hari ketika dia masuk ke surga, dan selamat dari neraka Jahannam, itulah hari raya baginya. (Kelima) hari ketika dia memandang kepada Tuhannya, itulah hari raya baginya”. (Abu Laits).
Dari Wahab bin Munabbih, katanya : Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada setiap hari raya led, Iblis yang terkutuk itu menjerit. Lalu berkumpullah konco-konconya mengerumuninya seraya bertanya : “Tuan kami, siapakah yang telah membuat tuan murka, akan kami hancurkan dia!”.
Iblis menjawab : “Tidak ada apa-apa. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada hari ini. Maka kamu harus membikin mereka sibuk dengan kelezatan-kelezatan, keinginan-keinginan nafsu dan minum minuman keras, sehingga Allah akan murka kembali kepada mereka”.
Maka bagi orang yang berakal, hendaklah dia menahan diri pada hari raya dari keInginan-keinginan nafsu dan hal-hal yang terlarang, lalu senantiasa melakukan ketaatanketaatan. Karenanya, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Usahakanlah agar pada hari raya kamu dapat mengeluarkan zakat, dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan lainnya, seperti salat, zakat, membaca tasbih dan tahlil. Karena sesungguhnya hari raya adalah hari di mana Allah mengampuni dosa-dosa kamu sekalian, mengabulkan doamu, dan memandang kamu dengan pandangan rahmat. (Durratul Wa’izhin)
Diceritakan, bahwa Saleh bin Abdullah dahulu, apabila tiba hari raya, dia pergi ke lempat salat. Setelah menunaikan salatnya, dia pulang kembali ke rumahnya, lalu dikumRulkannya istri dan keluarganya di sekitarnya. Kemudian dia meletakkan seutas rantai besi di lehernya sambil menaburkan debu ke atas kepala dan tubuhnya, lalu menangis hebat.
Keluarganya merasa heran, lalu mereka berkata kepadanya: “Saleh, ini hari raya dan hari gembira, kenapa engkau begini?”.
Dia menjawab : “Aku tahu itu, namun aku adalah seorang hamba. Tuhanku telah menyuruhku melakukan suatu perbuatan untuk-Nya, lalu aku laksanakan. Tetapi, aku tidak tahu, apakah Dia menerimanya atau tidak?”.
Pernah suatu ketika, dia duduk di pinggir musala, lalu seseorang menegurnya : “Kenapa tuan tidak duduk di tengah musala saja?”. Dia menjawab : “Saya datang untuk mengemis rahmat, dan di sinilah tempat duduk para pengemis!”. (Zubdatul Wa’izhin)
Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari raya, Allah mengutus para malaikat. Maka mereka pun turun ke bumi dan menyebar ke segenap negeri. Mereka menyerukan : “Hai umat Muhammad, keluarlah kamu kepada Tuhan Yang Maha Rahim”. Maka apabila mereka telah keluar menuju ke tempat salat mereka masing-masing, Allah berfirman : “Saksikanlah oleh kalian, hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku memberikan pahala atas puasa mereka berupa keridaan dan ampunan-Ku”.
Ada yang mengatakan bahwa, hikmat hari raya di dunia adalah sebagai peringatan bagi hari raya di akhirat. Jika Anda melihat orang-orang, sebagian mereka ada yang pergi dengan berjalan kaki, dan yang lainnya naik kendaraan, sebagian mereka ada yang berpakaian dan sebagian lain bertelanjang: sebagian mereka mengenakan kain sutera, sedang yang lainya mengenakan kain kasar, sebagian ada yang bermain-main sambil tertawa riang, sedang yang lainnya menangis. Maka ingatlah akan perjalanan hari kiamat, sesungguhnya demikianlah keadaan hari kiamat kelak, sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “(Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat: dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahannam dalam keadaan dahaga”.
Dan firman Allah Taala :
Artinya : (Yaitu) hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok?.
Dan firman-Nya :
Artinya : “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang menjadi putih berseri, dan ada pula wajah yang menjadi hitam legam”.
Oleh karena itulah, dikatakan bahwa, hari raya adalah musibah bagi anak-anak yatim dan bagi sebagian orang yang keluarganya telah meninggal dunia.
Diceritakan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah keluar untuk melaksanakan salat led, sedang anak-anak lagi asyik bermain. Di antara mereka ada seorang anak kecil yang duduk saja memandang kawan-kawannya. Pakaiannya compang-camping, sedang dia menangis. Maka Nabi berkata kepadanya : “Hai nak, apa sebab kau menangis, dan tidak ikut bermain bersama teman-temanmu?”.
Anak itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Nabi saw., maka dijawabnya : “Hai laki-laki, ayahku telah gugur di hadapan Rasulullah di perang anu. Lalu ibuku kawin lagi dan memakan semua harta bendaku. Kemudian suaminya telah mengusir aku dari rumahku sendiri. Dan sekarang aku tidak lagi mempunyai makanan, minuman pakaian maupun rumah. Maka pada hari ini, ketika saya melihat anak-anak lain yang mash mempunyai ayah, saya merasakan betapa pedihnya tiada berbapak, oleh karena itu ah saya menangis”.
Maka tangannya di pegang oleh Rasulullah, lalu Beliau berkata kepadanya : “Ha nak, maukah engkau bila aku menjadi ayahmu, sedang Aisyah sebagai ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husin sebagai saudara-saudara lelakimu, dan Fatimah sebagai saudara perempuanmu?”.
Maka sadariah anak kecil itu bahwa yang berada di hadapannya itu adalah Rasulullah saw., maka jawabnya : “Kenapa saya tidak mau, Ya Rasulullah?”.
Selanjutnya anak kecil itu dibawa oleh Rasulullah ke rumahnya. Di sana, dia diberi pakaian yang bagus, disuruh makan sampai kenyang, dihias dan diberi wangi-wangian. Kemudian anak itu keluar sambil tertawa gembira. Ketika anak-anak lain melihatnya, mereka lalu bertanya kepadanya : Tadi kau menangis, kenapa sekarang bergembira?”.
Anak itu menjawab : “Saya tadi lapar, sekarang sudah kenyang: tadi saya telanjang, sekarang sudah berpakaian, tadi saya yatim, sekarang Rasulullah menjadi ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husin saudara-saudara lelakiku Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Kenapa aku tidak gembira?’.
Maka berkatalah anak-anak itu : “Alangkah baiknya seandainya ayah-ayah kita mati terbunuh di jalan Allah pada perang itu, tentu kita akan menjadi begitu pula”.
Syahdan, ketika Nabi saw. meninggal dunia, anak kecil itu keluar sambil menaburkan tanah ke atas kepalanya, meminta tolong sambil berteriak : “Aku sekarang menjadi anak yang asing dan yatim lagi”.
Maka dipungutlah ia oleh Abubakar Assiddiq ra. (Zubdah).
Zakat fitrah adalah suatu kewajiban yang berupa amal, bukan i’tikad. Ia diwajibkan atas setiap orang Islam yang merdeka, yang memiliki senisab, lebih dari kebutuhan yang pokok, sekalipun tidak berkembang yang oleh karenanya haram disedekahkan. Zakat fitrah itu wajib dikeluarkan untuk diri sendiri, anaknya yang masih kecil lagi miskin, hamba Sahayanya yang bertugas sebagai pelayan sekalipun dia kafir, dan begitu pula hamba mudabbarnya dan ummu waladnya, tetapi tidak wajib atas istrinya, anaknya yang sudah dewasa dan anak kecilnya yang kaya, bahkan pengeluaran itu diambilkan dari harta anak kecil yang kaya tadi. Dan tidak wajib pula dikeluarkan untuk hamba mukatab maupun hamba yang berstatus dagangan.
Waktu pelaksanaan zakat fitrah itu adalah sebelum salat led. Diriwayatkan bahwa, Sahabat Utsman bin Affan ra. pernah lupa, tidak membayarkan zakat fitrah sebelum salat led, lalu sebagai penebusnya, dia memerdekakan seorang hamba sahaya wanita. SelanJutnya, dia datang menemui Nabi saw., melaporkan : “Ya Rasulullah, saya kelupaan, tidak membayar zakat fitrah sebelum salat led. Dan sebagai penebusnya, saya memerdekakan Seorang hamba sahaya wanita”. Namun Nabi saw. mengomentari : “Seandainya engkau Memerdekakan seratus hamba sahaya wanita sekalipun, hai Usman, tetap tidak akan dapat menyamai pahala zakat fitrah sebelum salat led”. (Zubdatul Wa’izhin)
Ada orang bertanya, “Kenapa rukuk itu hanya satu kali, sedang sujud itu dua kali, Padahal keduanya sama-sama fardu?”.
Dijawab : “Karena rukuk itu lebih menunjukkan pada objek peribadatan, sedang dua Sujud merupakan dua saksi. Maka sebagaimana rukuk itu tidak akan diterima kecuali dengan sujud, begitu pula puasa tidak akan diterima kecuali dengan zakat fitrah. Karena Zakat fitrah itu merupakan saksi atas puasa”. (Zubdatul Wa’izhin) Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa memberikan zakat fitrah, dia akan memperoleh sepuluh perkara :
Pertama, tubuhnya bersih dari dosa-dosa.
Kedua, dibebaskan dari api neraka.
Ketiga, puasanya diterima.
Hasan Albashri berkata : “Sesungguhnya zakat fitrah bagi puasa adalah seperti sujud sahwi bagi salat. Sebagaimana sujud sahwi dapat menambal semua kekurangan yang terjadi dalam salat, begitu pula dengan puasa, segala kekurangan yang terjadi dalam puasa ditambal dengan zakat fitrah dan salat teraweih. Karena kebaikan-kebaikan itu menghapuskan keburukan-keburukan.
Keempat, pasti memperoleh surga.
Kelima, keluar dari kubur dalam keadaan aman.
Keenam, semua kebaikan yang dilakukannya pada tahun itu diterima.
Ketujuh, dia pasti mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.
Kedelapan, dia akan melintasi Shirat (titian di atas neraka menuju surga) dengan cepat, laksana kilat yang menyambar.
Kesembilan, timbangan amalnya akan berat penuh dengan kebaikan-kebaikan.
Kesepuluh, Allah Taala akan menghapuskan namanya dari daftar orang yang celaka”. (Syaikh Zaadah).
Disunnahkan mengeluarkan zakat fitrah itu sebelum melaksanakan salat Id. Dan kewajiban itu tidak gugur meskipun telah terlambat. Yaitu setengah sha (1 sha 2.75 liter) gandum atau tepung terigu, atau tepung sawig (gandum halus), atau satu sha kurma atau jelai. Adapun anggur kering adalah sama seperti jelai, tetapi menurut Malik dan Syafii, seperti gandum.
Satu sha sama dengan delapan rithel.
Pembayaran dengan harganya adalah lebih baik, demikian disebutkan dalam kitab Al Fatwa, karena lebih efektif dalam menolak kebutuhan orang fakir. (Multagol Abhur)
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : Barangsiapa memberikan zakat fitrah, maka dari setiap butir yang dia berikan, dia akan memperoleh tujuh puluh ribu gedung, yang tiap-tiap gedung panjangnya sejauh antara timur dan barat”. (Misykatul Anwar)
Imam Muslim telah mengeluarkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian dia teruskan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah dia berpuasa setahun penuh.
Dan menurut suatu riwayat lainnya :
Allah Taala akan memberinya pahala enam orang nabi : Pertama, Nabi Adam as, kedua, Nabi Yusuf as, ketiga, Nabi Ya’qub as: keempat, Nabi Musa as: kelima, Nabi Isa as: dan Keenam, Nabi Muhammad saw.”.
Allah juga yang lebih mengetahui dengan yang benar. (Zubdatul Wa’izhin)
Mengeluarkan zakat fitrah itu wajib atas orang dewasa atau yang belum dewasa (anak-anak), baik dalam keadaan sehat maupun gila, demikian menurut Imam Malik dan Imam Syafii. Tetapi menurut Muhammad dan Zufar, tidak wajib atas yang belum dewasa dan orang gila. Jika ada yang mempunyai dua rumah, yang satu dia tempati sedang yang lain tidak, tetapi disewakan, maka harganya dihitung dua ratus dirham, dan dia wajib mengeluarkan zakat fitrah. Dan begitu pula kalau dia mempunyai sebuah rumah yang dia tempati, dan masih ada sisa tempat selain yang dia tempati, sekalipun hanya sedikit, maka sisa tempat itu dianggap harga kelebihan. Dan begitu pula dengan pakaian dan perabotan rumah tangga. (Muhithul Burhan).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Demi fajar, dan malam yang sepuluh, dan yang genap dan yang ganjil, dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah bagi orang yang berakal. Apakah kamu tidak memperhatikan, bagaimana… dst.” (QS. Al Fajr : 1-6)
Tafsir :
(. ) Demi fajar. Di sini Allah bersumpah dengan waktu pagi, atau dengan menyingsingnya, sebagaimana firman Allah dalam ayat yang lain, yang artinya : “Demi Subuh apabila fajarnya sudah menyingsing”. Atau, dengan salat Subuh.
(. ) dan malam yang sepuluh. Sepuluh malam Dzulhijjah. Dan oleh karenanya, fejar di sini ditafsirkan dengan fajar hari Arafah atau hari Nahr. Atau, sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan. Sedangkan dinakirahkannya kata-kata ini (. ) adalah karena sangat pentingnya. Dan ia dibaca juga wa layaali ‘asyrin (. ) dengan di idhafahkan, dengan pengertian, bahwa yang dimaksud adalah sepuluh hari.
(. ) dan yang genap dan yang ganjil. Segala sesuatu, baik yang genap maupun yang ganjil. Atau, semua makhluk, sebagaimana firman Allah Taala, yang artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Sedangkan Sang Pencipta ialah Allah, karena hanya Dia Yang Esa.
Adapun orang yang menafsirkan “yang genap dan yang ganjil” itu dengan unsur-unsur yang empat daii falak-falak, atau gugusan bintang dan bintang-bintang yang beredar, atau salat yang genap dan salat yang ganjil, atau hari Nahr dan hari Arafah, dengan didukung oleh hadis-hadis yang marfu atau dengan tafsiran lainnya, mungkin tujuannya menyebutkan makna satu-persatu itu adalah karena dipandangnya lebih nyata menunjukkan keesaan Allah, atau dapat menjadi pengantar kepada agama, atau sesuai dengan ayat sebelumnya, atau lebih banyak manfaatnya, sehingga menjadikan sebab bersyukur.
(. ) dan malam apabila berlalu, apabila lewat, sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lainnya, yang artinya: “Demi malam, ketika telah berlalu”. Pengkaitan dengan cara demikian adalah karena pergantian yang berurutan (seperti pergantian malam dengan siang) itu merupakan dalii yang kuat atas kesempurnaan kodrat Allah dan kelimpahan nikmat-Nya.
Kata yasri asalnya adalah yasrii ( ) sedang dibuangnya huruf ya (. ) di akhirnya itu adalah untuk meringankan bacaan, karena dianggap sudah cukup dengan kasrah.
(A53) Pada yang demikian itu. Kalimat ini adalah sumpah, sedang yang disumpahkan adalah :
(. ) sumpah, janji teguh, atau yang dijanjikan.
(. n. ) bagi orang-orang yang berakal, yang memperhatikannya, dan yang menegaskan dengan sumpah itu apa yang dia ingin teliti.
Adapun yang disumpahi mahdzuf (dihilangkan), yaitu : layu’adzdzibanna ( ), hal mana ditunjukkan oleh firman-Nya selanjutnya : alam tara kaifa…….dst. (Qadhi Baidhawi)
Dari Hasan bin Ali ra., katanya : “Apabila masuk Masjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw. Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan ja
nganlah kamu jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan. Ucapkanlah salawat untukku di mana saja kamu berada. Karena sesungguhnya, salawatmu itu akan sampai kepadaku”.
Dan dalam hadis Aus ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Perbanyaklah olehmu pembacaan salawat untukku pada hari Jumat, karena sesungguhnya salawatmu itu akan dihantarkan kepadaku”.
Dan dari Salman bin Suhaim rahimahullah, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Nabi saw. saya bertanya kepada Beliau : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepadamu dan mengucapkan salam kepadamu itu, apakah Baginda mengerti ucapan salam mereka itu?”. Beliau menjawab : “Ya. Dan aku menjawab ucapan salam mereka itu”. (Syifaus Syarif)
Sebagian ulama mengatakan : “Barangsiapa berpuasa pada hari-hari ini (seperti yang disebutkan dalam ayat di atas), maka Allah akan memuliakannya dengan sepuluh perkara : (1) keberkahan dalam umurnya, (2) bertambah hartanya, (3) terpelihara keluarganya, (4) dihapuskan kesalahan-kesalahannya, (5) dilipat gandakan kebaikan-kebaikannya, (6) dimudahkan ketika sakaratul maut, (7) mendapat penerangan di kegelapan kuburnya, (8) diberatkan timbangan kebaikannya, (9) selamat dari tuntutan-tuntutan terhadapnya, (10) naik derajatnya”.
Dan diriwayatkan juga, bahwa Allah memilih tiga macam hari yang sepuluh dalam setahun : (1) sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, karena di dalamnya terdapat keberkatan-keberkatan malam Qadar (Lailatul Qadar), (2) sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah, karena di dalamnya terdapat hari-hari tarwiyah, hari Arafah, gurban-gurban, talbiyah, haji dan ibadat-ibadat lainnya, sebagaimana disebutkan di dalam khabar: “Sesungguhnya Allah Taala berbangga kepada para malaikat-Nya, firman-Nya : “Perhatikanlah hamba-hamba-Ku itu, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh dalam keadaan kusut masai dan berdebu, untuk menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka. Maka saksikanlah, hai para malaikat-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (3) sepuluh hari dari bulan Muharram, karena di dalamnya terdapat keberkatan-keberkatan hari Asyura.
Dengan adanya atsar-atsar ini dan yang seumpamanya, maka para ahli fikih, rahimahumullah, mengatakan : “Seandainya ada seseorang berkata : “Demi Allah, saya harus berpuasa pada hari-hari yang utama dalam tahunku ini sesudah bulan Ramadan “. Maka dia wajib berpuasa pada sepuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah, karena hari-hari yang utama dalam setahun ialah hari-hari ini.
Dan menurut sebuah khabar : “Barangsiapa berpuasa pada hari Arafah dalam bulan Dzulhijjah, maka Allah menuliskan baginya pahala berpuasa selama enam puluh tahun, dan oleh Allah dia dicatat tergolong orang-orang yang khusyuk”. (Zubdatul Wa’izhin)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Tidak ada hari, yang amal saleh di dalamnya lebih disukai Allah daripada hari-hari ini (yakni : sepuluh hari pada bulan Dzulhijjah). Para sahabat bertanya : “Dan tidak juga berjuang di jalan Allah?” Nabi menjawab : “Dan tidak juga berjuang di jalan Allah, melainkan apabila seseorang berangkat perang dengan membawa diri dan hartanya, lalu tidak kembali lagi selama-lamanya (yakni : mati syahid)”.
Sahabat Abu Hurairah ra., meriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya :
Artinya : “Tidak ada hari yang Allah lebih suka disembah di dalamnya melebihi sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah. Berpuasa tiap-tiap hari dalam bulan tersebut menyamai puasa setahun, dan salat tiap-tiap hari pada bulan itu menyamai salat pada malam Qadar”
Dan dalam salah satu khabar disebutkan, bahwa Nabi Musa as. berdoa : “Ya Rabb, aku telah berdoa kepada-Mu namun Engkau tidak memperkenankan doaku. Maka ajarilah aku sesuatu yang akan aku pakai untuk berdoa kepada-Mu”.
Lantas Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, apabila telah tiba hari-hari yang sepuluh pada bulan Dzulhijjah, maka ucapkanlah : laa ilaaha illallah, niscaya akan Aku perkenankan doamu”.
Musa berkata : “Ya Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan kalimat itu”.
Allah berfirman : “Hai Musa, barangsiapa mengucapkan “laa ilaaha illailaah” pada bulan tersebut satu kali saja, maka seandainya seluruh langit yang tujuh dan bumi yang tujuh diletakkan pada salah satu piringan Mizan (timbangan amal) sedangkan kalimat “laa laaha illallah” pada piringan Mizan yang lain, niscaya ucapan tadi lebih berat dan lebih berbobot daripada itu semua”.
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Hari ketika Allah Taala mengampuni Nabi Adam as. ialah hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan mengampuni segala dosanya.
Hari kedua, Allah memperkenankan doa Nabi Yunus as. Dia telah mengeluarkan Beliau dari perut ikan. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka seperti orang yang beribadat kepada Allah Taala selama satu tahun, yang dalam ibadatnya itu dia tidak pernah bermaksiat sekejab mata pun.
Han ketiga, ialah hari yang di dalamnya Allah telah memperkenankan doa Nabi Zakaria as. Barangsiapa berpuasa pada han tersebut, maka Allah akan memperkenankan doanya.
Hari keempat, ialah hari lahirnya Nabi Isa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dan kefakuran darinya, lalu pada hari kiamat dia akan bersama-sama orang-orang yang baik lagi terhormat.
Hari kelima, ialah hari kelahiran Nabi Musa as. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, ja akan selamat dari kemunafikan dan azab kubur.
Hari keenam, ialah hari dibukakannya kebaikan oleh Allah Taala untuk Nabi-Nya. Barangsiapa berpuasa pada hari itu maka Allah akan memandangnya dengan pandangan rahmat, sehingga setelah itu, dia tidak akan disiksa lagi selama-lamanya.
Hari ketujuh, hari ditutupnya pintu-pintu neraka Jahannam dan tidak dibuka sampai lewat sepuluh hari tersebut. Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut, Allah akan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kesusahan dan membukakan untuknya tiga puluh pintu kemudahan.
Hari kedelapan, ialah hari yang dinamakan hari Tarwiyah, Barangsiapa berpuasa pada hari tersebut dia akan diberi pahala yang tidak diketahul banyaknya kecuali oleh Allah Taala.
Hari kesembilan, ialah hari Arafah. Barangsiapa berpuasa pada hari itu, maka puasanya itu menjadi penebus (kifarat) dosanya selama satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Dan pada hari itu pula diturunkannya firman Allah yang artinya : “Pada hari ini telah Aku sempumakan untukmu agamamu”.
Dan hari kesepuluh, ialah hari Adhaa. Barangsiapa menyembelih seekor hewan kurban pada hari itu, maka dengan tetesan darah yang pertama Allah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa keluarganya: dan barangsiapa memberi makan pada hari itu kepada seorang mukmin atau bersedekah di waktu itu dengan satu sedekah, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat dalam keadaan aman, sedang timbangannya akan menjadi lebih berat daripada gunung Uhud. (Majalis)
Diceritakan dari Sufyan Ats Tsauri, katanya :
“Pada suatu malam di bulan Dzulhijjah, saya pemah berkeliling di pekuburan kaum muslimin di kota Basrah. Tiba-tiba tampak suatu cahaya memancar dari salah satu kubur Seorang laki-laki. Saya pun lalu berhenti sambil berpikir. Sekonyong-konyong terdengar Suara yang keras mengatakan : “Hai Sufyan, berpuasalah kamu sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah, niscaya engkau akan diberi cahaya seperti ini”.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada hari terakhir dari bulan Dzulhijjah dan hari pertama bulan Muharram, maka dia telah menutup tahun yang lewat dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan puasanya itu dijadikan Allah sebagai penebus (kifarat) atas dosa-dosanya selama lima puluh tahun”.
Dan dari Aisyah ra., katanya : Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan penghuni neraka dari dalam neraka itu lebih banyak daripada yang Dia bebaskan pada hari Arafah” (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)
Maka ambillah apa yang telah saya kemukakan kepada Anda ini, dan janganlah ter. masuk ke dalam golongan orang-orang yang ingkar. Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Ucapan yang paling utama, yang aku dan para nabi lain sebelumku ucapkan pada hari-hari yang sepuluh ini adalah : laa ilaaha illallaah wahdahu laa syarukalah”.
Dan sabda Nabi saw. pula, yang artinya : “Tidak ada hari yang amal di dalamnya lebih utama daripada dalam hari-hari yang sepuluh dari bulan Dzulhijjah”. Lalu ada yang bertanya : “Ya Rasulullah, tidak jugakah dengan hari-hari dalam bulan Ramadan?”. Beliau menjawab : “Bahkan beramal dalam bulan Ramadan itu lebih utama hanya kemuliaan hari-hari ini lebih besar”. (Mau’izhah)
Mengenai firman Allah Taala :
Artinya : “Dan demi yang genap dan yang ganjil”.
Menurut riwayat dari Abdullah bin Abbas ra., dia mengatakan : “Yang genap ialah hari Tarwiyah dan hari Arafah, sedangkan yang ganjil ialah hari raya (led)”.
Sedangkan dari Gatadah dan Mujahid, keduanya mengatakan : “Yang genap adalah seluruh makhluk, sedangkan yang ganjil adalah Allah Taala. Allah telah berfirman, yang artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan”. Maksudnya : Supaya mereka mengerti bahwa Allah Taala itu Tunggal.
Dan dari Alhasan, katanya : “Yang genap salat-salat yang empat, yaitu : Subuh, Zuhur, Asar dan Isya, sedang yang ganjil ialah salat Magrib. Allah Taala bersumpah dengan salat-salat yang lima itu, yang dilakukan oleh pemeluk-pemeluk Isiam.
Sedangkan menurut sebagian ulama, yang genap ialah hari Kamis dan hari Senin, sedangkan yang ganjil ialah hari Jumat. Allah bersumpah dengan hari-hari yang tiga ini, karena keutamaan dan kemuliaan hari-hari ini daripada lainnya.
Sebagian ulama yang lain mengatakan : “Yang genap ialah bulan Rajab dan bulan Sya’ban, sedangkan yang ganjil ialah bulan Ramadan. Allah Taala bersumpah dengan bulan-bulan ini karena kemuliaan dan keutamaan bulan-bulan ini daripada bulan-bulan lainnya.
Dan sebagian yang lain mengatakan : “Yang genap ialah Nabi Adam as. dan istrinya Hawa as., sedangkan yang ganjil ialah Nabi Muhammad saw. Allah Taala bersumpah dengan mereka karena banyaknya keutamaan dan kemuliaan mereka”.
Firman Allah :
Artinya : “Dan demi malam, apabila berlalu”.
Sebagian ulama mengatakan : “Malam yang dimaksud ialah malam Muzdalifah. Allah bersumpah dengannya, karena keutamaan dan kemuliaannya dengan adanya orang-orang haji yang lewat di sana pada malam itu”.
Sedangkan menurut Syaikh Abu Said, yang dimaksud ialah malam Mi’raj. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : “Mahasuci Allah, yang telah memperjajankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa…dst’. (Tafsir Hanafi)
Firman Allah :
Artinya : “Demi fajar”.
Maksudnya : fajar yang pertama, yakni apabila kata ‘fajr itu dianggap isim yang berarti pagi’ saat pertama tampak cahaya mata hari di ufuk timur. Tetapi bisa juga maksudnya adalah fajar kedua, yakni apabila kata itu dianggap masdar yang berarti keluarnya pagi dengan membelah kegelapan.
Allah bersumpah dengan waktu fajar, karena peristiwa yang terjadi di waktu itu, yaitu habisnya malam karena munculnya cahaya, tersebarnya manusia dan hewan-hewan, seperti burung-burung dan marga satwa untuk mencari rezeki masing-masing, yang semua itu menjadi contoh dari kebangkitan orang-orang mati kelak, dan memuat pelajaran yang besar artinya bagi orang-orang yang mau berpikir. (Syaikh Zaadah)
Firman Allah :
Artinya : “Dan demi malam yang sepuluh”.
Maksudnya : sepuluh hari dalam bulan Dzulhijjah. Allah bersumpah dengan hari-hari tersebut karena merupakan hari-hari yang sibuk dengan ibadat-ibadat dan amalan-amalan haji. Sedang haji yang mabrur adalah amai yang paling utama untuk menebus dosa sepanjang umur.
Dan menurut sebuah khabar : “Tidak ada hari yang amal saleh di dalamnya melebihi hari-hari yang sepuluh ini”.
Dan karena hari-hari yang sepuluh itu ditafsirkan dengan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah, maka konon, yang dimaksud dengan fajar dalam ayat itu ialah fajar dari hari tertentu, yaitu fajar hari Arafah, atau fajar hari Nahr. Allah bersumpah dengan fajar hari Arafah, karena hari itu adalah hari yang mulia. Pada hari itu orang-orang yang sedang beribadat haji menuju gunung Arafah untuk melakukan wukuf. Atau, Allah bersumpah dengan fajar hari Nahr, karena hari itu adalah hari yang agung. Pada hari itu orang-orang melakukan penyembelihan kurban-kurban”. (Syaikh Zaadah)
Firman Allah :
Artinya : “Dan demi yang genap dan yang ganjil”.
Maksudnya : demi segala sesuatu, baik yang genap maupun yang ganjil, yakni apabila yang genap dan yang ganjil itu dianggap sebagai kinayah dari segala sesuatu. DidaSarkan pada, bahwa apa saja, baik yang berupa jenis, macam, golongan, individu, inti maupun sifat, sumpah dengan yang genap dan yang ganjil itu berarti sumpah dengan Segala sesuatu dengan cara demikian. Begitu juga, apabila genap dianggap sebagai kinayah dari semua makhluk, karena Allah Taala telah menciptakan makhluk secara berpaSang-pasangan, laki-laki dan perempuan, berbicara dan diam, pandai dan bodoh, mampu dan tidak mampu, panas dan dingin, kering dan basah, sebangsa talak dan sebangsa unsur, dan seterusnya. Sedang ganjil dianggap sebagai kinayah dari g Ipta (Allah) karena Dia tunggal, tidak berbilang.
Namun sebagian ulama ahli kalam berkata : “Orang tidak boleh mengatakan bahwa, maksud dari ganjil itu ialah Allah Taala, sebab Allah tidak boleh disebutkan bersama Salah satu makhluk dengan cara demikian. Tetapi menyebut-Nya itu haruslah disertai pengagungan, sehingga berbeda dari selain-Nya.
Diriwayatkan bahwa Nabi saw. pernah mendengar seseorang mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya”, maka Beliau mencegahnya, sabda Beliau : Katakanlah Allah, kemudian Rasul-Nya. (Syaikh Zaadah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya :“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Alquran) pada malam kemuliaan. Tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Turun para malaikat dan malaikat Jibril pada malam itu dengan izin Tuhan mereka, untuk (mengatur) segala urusan. Sejahteralah ia sampai terbit fajar”. (QS. Al Aadar : 1-5) Tafsir :
(. ) Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam kemuliaan. Dhamir (. ) di sini tertuju pada Alquran. Allah mengagungkan Alquran dengan cara menyatakan dhamirnya saja, tanpa menyebutkannya secara terang-terangan, sebagai kesaksian akan kemasyhuran Alquran yang tidak perlu disebutkan secara terang-terangan. Demikian pula, Dia mengagungkannya dengan cara menisbatkan penurunannya kepada Dzat-Nya dan dengan mengagungkan waktu di mana ia diturunkan, dengan firman-Nya : (. ). Dan tahukah kamu, apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Penurunan Alquran pada malam tersebut, yang dimaksud adalah, bahwa Alquran mulai diturunkan secara keseluruhan dari Lauh Mahfuz ke langit yang terendah oleh malaikat (safarah). Kemudian Jibril as. menurunkannya kepada Nabi Muhammad saw. secara berangsur-angsur dalam masa dua puluh tiga tahun. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksud ‘menurunkan Alquran dalam ayat ini adalah : Kami menurunkan Alquran pada malam yang utama, yaitu pada malam-malam ganjil di antara sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Adapun Sebab dirahasiakannya malam itu adalah agar orang yang menginginkannya, menghidupkan pula malam-malam lainnya. Sedang malam itu disebut ‘lailatu Qadri’ adalah karena kemuliaannya, atau untuk menghargai urusan-urusan yang ada di malam itu. Sebab Allah Taala berfirman, yang artinya : “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”.
Dan kata ‘alfi’ (seribu) bisa untuk mengartikan “banyak”, atau bisa juga karena adanya riwayat dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah menceritakan kepada para sahabat tentang seorang Israil yang mengenakan senjata dan berperang di jalan Allah selama seribu butan. Maka orang-orang mukmin menjadi kagum, dan kemudian menganggap kecil amal Ibadat mereka sendiri. Lantas mereka kemudian diberi suatu malam yang lebih baik daripada masa yang ditempuh oleh pejuang tadi.
(. ) Pada malam itu, turun para malaikat dan malaikat Jibril. MakSudnya, pada malam kemuliaan itu.
(. ) dengan izin Tuhan mereka. Ini adalah keterangan tentang apa yang menyebabkan malam itu lebih baik daripada seribu bulan, dan tentang turunnya para malaikat ke bumi atau ke langit yang terendah, atau tentang mendekatnya mereka kepada orang-orang mukmin.
(. ) untuk segala urusan. Maksudnya, untuk mengatur segala urusan yang berupa kebaikan dan keberkatan, yang ditakdirkan untuk tahun itu sampai tahun berikutnya. Dan ia dibaca juga min kullimriin (. ), yang artinya : untuk mengurus setiap orang.
(. ) Sejahteralah. Kata ini menjabat sebagai khabar mugaddam (objek yang didahulukan).
(. ) ia. Maksudnya : malam kemuliaan. Kata ini menjabat sebagai mubtada muakhkhar (subjek yang diakhirkan).
Maksudnya : malam kemuliaan itu tidak lain adalah kesejahteraan. Allah tidak mentakdirkan pada malam itu selain kesejahteraan. Sedangkan pada malam-malam lainnya, Aliah menetapkan ada kesejahteraan dan ada pula bencana di dalamnya. Atau, malam itu tidak lain adalah kesejahteraan, disebabkan oleh saking banyaknya para malaikat itu mengucapkan salam kepada kaum mukminin.
(. ) sampai terbit fajar, maksudnya : waktu terbitnya. Dan kata mathia’i (. ) dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf lam, menjadi mathili’i (. ), seperti kata marji’u ( ), atau isim zaman yang tidak mengikuti kias, seperti masyrigu (. ). (Qadhi Baidhawi)
| Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat ialah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Hafs Alkabir, katanya : “Warrag meninggal dunia di Kufah, kemudian seorang alim bermimpi melihatnya, lalu orang alim itu bertanya kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu, hai Warrag?”.
Warraq menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.
“Dengan apakah?”, tanya orang alim itu pula.
Warrag menjawab: “Dengan menuliskan salawat mengiringi tulisan nama Nabi saw.”.
Orang yang menuliskan salawat pada kertas saja mendapatkan ampunan, maka bagaimana Allah tidak mengampuni orang yang mengucapkan salawat dengan lisan dan hatinya?”.
(Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)
Ada yang mengatakan, bahwa Allah Taala mengagungkan Alquran dengan tiga perkara :
Pertama, turunnya Alquran itu dinisbatkan kepada-Nya, dan dijadikan-Nya khusus oleh-Nya.
Kedua, Alquran itu disebut dengan isim dhamir (kata ganti nama) bukan dengan isim zhahir (kata nama) sebagai kesaksian atas ketinggian derajatnya, karena kemuliaannya yang sempurna.
Ketiga, diangkatnya derajat waktu yang di situ Alquran diturunkan. (Kasysyaf)
Adapun sebab kenapa malam itu disebut Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada malam itulah ditetapkannya segala urusan, ketetapan-ketetapan rezeki, ajal dan semua yang akan terjadi pada tahun itu sampai dengan malam yang sama pada tahun depan. Allah Taala menetapkan itu semua untuk seluruh negeri dan semua hamba-Nya. Artinya bahwa, Allah Taala memperlihatkan itu kepada para malaikat dan menyuruh mereka melaksanakan apa yang menjadi tugas mereka masing-masing. Allah menuliskan untuk mereka apa yang telah Dia tetapkan untuk tahun itu, lalu memperlihatkannya kepada mereka. Dan bukan berarti, bahwa Allah Taala memutuskan tagdir pada malam itu. Karena Allah Taala telah menetapkan semua takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi pada zaman azali.
Seseorang bertanya kepada Husein bin Fadhl: “Bukankah Allah telah menetapkan semua takdir sebelum Dia menciptakan langit dan bumi?’.
“Benar”, jawab Husein.
“Kalau begitu, apa artinya Lailatul Qadar itu?”, tanya orang itu pula.
Husein menjawab : “Pengarahan takdir-takdir itu kepada waktu-waktu dan pelaksanaan dari ketetapan yang telah ditakdirkan tersebut”. (Tafsir Lubab)
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar, tidak lain adalah karena pada malam itulah ditetapkan segala urusan dan keputusan-keputusan untuk tahun itu sampai dengan tahun berikutnya. Kemudian diserahkanlah buku-buku panduan itu, yaitu : daftar tumbuh-tumbuhan dan rezeki kepada Mikail as., daftar hujan dan angin kepada Israfil as., daftar pencabutan nyawa dan ajal kepada Izrail as.. Karena Allah Taala berfirman : P
Artinya : “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmat”.
Atau, bisa juga AlQadar itu diartikan Adhdhiig (sesak). Karena, bumi pada malam itu penuh sesak dengan banyaknya para malaikat yang turun”. (Misykatul Anwar).
Konon, sebab turunnya para malaikat ke bumi pada malam Qadar itu adalah, karena dahulu mereka pernah mengatakan :
Artinya : “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang hanya akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah belaka, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?”.
Allah berfirman :
Artinya : “Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Aliah menampakkan bahwa kenyataannya tidaklah seperti yang pernah mereka katakan itu, dan Dia menerangkan pula keadaan kaum mukminin yang sebenarnya. Para malaikat itu turun seraya mengucapkan selamat kepada orang-orang yang beriman dan meminta maaf atas apa yang pernah mereka katakan, berdoa dan memohon ampunan buat kaum mukminin. (Bukhari)
Adapun sebab turunnya surah AlQadar ini, menurut riwayat dari Ibnu Abbas ra. : Jibril as. bercerita kepada Nabi saw. tentang seorang hamba yang bernama Syam’un Alghazi. Dia bertempur melawan orang-orang kafir selama seribu bulan, bersenjatakan tulang dagu unta. Dia tidak mempunyai peralatan perang selain dari itu. Setiap kali dia memukul orang kafir dengan tulang dagu unta itu, pasti orang itu mati. Maka tidak terhi. tung mereka yang tewas karenanya. Apabila dia haus, maka keluarlah dari sela-sela gigi unta itu air yang segar, lalu diminumnya. Dan apabila dia merasa lapar, maka tumbuhiah dari tempat itu sekerat daging, lalu dimakannya. Demikianlah kerja Syam’un, berperang setiap hari hingga umurnya mencapai seribu bulan, yaitu sama dengan delapan puluh tiga tahun empat bulan. Orang-orang kafir itu tidak mampu menolak serangannya. Kemudian mereka berkata kepada istri Syam’un, ia adalah seorang wanita kafir, kata mereka : “Ka. lau engkau mau membunuh suamimu, maka engkau akan kami beri harta yang banyak!”
“Aku tidak mampu membunuhnya”, jawab istri Syam’un.
‘Kami beri engkau seutas tali yang kuat”, kata orang-orang kafir itu. “Ikatlah dengannya kedua tangan dan kedua kaki suamimu itu, selagi dia masih tidur. Lalu kami nanti yang akan membunuhnya”.
Maka, ketika Syam’un sedang tidur, istrinya lalu mengikatnya kuat-kuat. Syam’un pun terjaga, lalu dia berkata : “Siapa yang telah mengikatku?’.
Istrinya menjawab : “Akulah yang mengikatmu, sekedar untuk mencobamu”.
Syam’un merenggutkan tangannya, maka dengan mudah terputuslah tali itu.
Kemudian orang-orang kafir datang lagi menemui istri Syam’un lalu menyerahkan seutas rantai kepadanya. Dengan rantai itu, istri Syam’un mengikat kedua tangan dan kaki suaminya. Syam’un pun terjaga dari tidurnya.
“Siapa yang telah mengikatku?”, tanyanya dengan suara menggelegar.
“Aku”, jawab istrinya. “Hanya sekedar mencobamu”.
Maka Syam’un lalu merenggutkan tangannya, sehingga terputuslah rantai itu. Sementara itu, istrinya mengucapkan kata-kata seperti tadi.
“Hai istriku”, kata Syam’un. “Aku adalah salah seorang wali Allah. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu mengalahkan aku, selain rambutku ini”.
Memang, Syam’un memiliki rambut yang panjang. Ketika istrinya mendengar perkataan Syam’un tadi, maka tahulah ia letak kelemahan Syam’un. Karenanya, begitu Syam’un berangkat tidur, istrinya lalu memotong rambutnya yang panjang sampai ke tanah itu, sebanyak delapan utas. Dengan empat utas rambut itu, dia mengikat kedua tangan suaminya, dan dengan empat utas lainnya, dia mengikat kedua kakinya.
Akhirnya Syam’un terjaga dari tidurnya, lalu dia berkata dengan suara keras : “Siapa yang telah mengikatku?”.
“Aku”, jawab istrinya. “Untuk mencobamu”.
Syam’un mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan itu, namun sekalipun dia sampai meronta-ronta, dia tetap tidak mampu memutuskan ikatan tersebut. Kemudian istri Syam’un memberitahukan kepada orang-orang kafir bahwa tugasnya telah berhasil dengan bagus. Mereka pun datang. Lalu Syam’un mereka bawa ke tempat penyiksaan. Di sana sudah terpancang sebuah tiang. Syam’un lalu mereka ikatkan ke tiang itu. Kedua telinga Syam’un, kedua matanya, kedua bibirnya, lidahnya dan kedua tangan dan kakinya mereka potong. Orang-orang kafir itu seluruhnya berkumpul di rumah penyiksaan itu. Lantas Allah mewahyukan kepada Syam’un : “Perlakuan apa yang engkau inginkan Aku timpakan kepada mereka?”.
Syam’un menjawab : “Berilah hamba kekuatan, sehingga aku dapat menggerakkan tiang rumah ini, lalu runtuh menimpa mereka”.
Lalu Allah memberi kekuatan kepada Syam’un. Kemudian dia menggerak-gerakkan badannya, sehingga atap bangunan itu runtuh menimpa orang-orang kafir itu, maka matilah mereka semuanya, termasuk istri Syam’un yang kafir itu. Allah menyelamatkar Systa – un dari kejahatan mereka, lalu mengembalikan kepadanya seluruh anggota tubuhnya. Setelah kejadian itu, Syam’un masih sempat beribadat kepada Allah selama seribu butan lagi. Malam hari dia bangun untuk mengerjakan salat, dan siangnya dia berpuasa, hingga akhirnya tewas dipenggal pedang di jalan Allah”.
Setelah mendengar cerita tersebut, para sahabat semuanya menangis karena ingin menjadi seperti Syam’un. Mereka berkata kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, tahukah Baginda, apa pahala yang akan diperolehnya?”.
Maka Nabi menjawab : “Aku tidak tahu”.
Lantas Allah Taala menyuruh malaikat Jibril as. turun membawa surah AlQadar, seraya berpesan : “Hai Muhammad, Aku memberimu dan umatmu malam Qadar (Lailatul Qadar). Ibadat yang dilakukan pada malam itu lebih utama daripada ibadat selama tujuh puluh ribu tahun.
Sementara itu ada pula sebagian ulama yang mengatakan : “Allah Taala berfirman : “Hai Muhammad, salat dua rakaat pada malam Qadar itu lebih baik bagimu dan bagi umatmu daripada menebaskan pedang selama seribu bulan pada zaman Bani israil”. (Sananiyah).
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, sebab turun surah ini adalah, pada saat menjelang wafat dan telah dekat perpisahan meninggalkan umatnya, Rasulullah saw., menangis sedih, seraya bergumam : “Jika aku telah meninggalkan dunia yang fana ini, siapa nanti yang akan menyampaikan salam Allah kepada umatku?!”.
Beliau sangat masygul, maka Allah menghibur hati Beliau dengan firman-Nya :
Artinya : “Para malaikat dan malaikat Jibril turun…. dst.”
Jadi merekalah yang akan menyampaikan salam-Ku, dan Aku tidak akan menolak salam dari mereka. Maka janganlah engkau bersedih, wahai kekasih-Ku”. (Mau’izhah).
Imam Arrazi berkata : “Apabila fajar telah menyingsing pada malam Qadar, malaikat Jibril as. berseru : “Hai sekalian malaikat, berangkat… berangkat!”.
Para malaikat bertanya : “Hai Jibril, apakah yang telah Allah lakukan terhadap orang-orang Islam, umat Muhammad saw., pada malam ini?”.
Jibril menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala memandang mereka dengan pandangan rahmat, memaafkan dan mengampuni mereka selain empat golongan”.
“Siapakah empat golongan itu?”, tanya para malaikat.
Jibril menjawab : “Mereka adalah para pencandu minuman keras, orang yang durhaka kepada ibu-bapaknya, orang yang memutuskan tali silaturahmi, dan pendendam, yakni Orang yang suka marah, yang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari”. (Zubdatul Wa’izhin).
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., sabdanya :
Artinya : “Barangsiapa mengerjakan salat dua rakaat pada malam Qadar, yang pada Setiap rakaatnya dia membaca surah Alfatihah satu kali dan surah Al Ikhlas tujuh kali, kemudian setelah salam dia mengucapkan : astaghfirullah wa atuubu ilaih (aku memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya) tujuh puluh kali. Maka tidaklah dia bangkit dari tempatnya, melainkan Allah telah mengampuni dosa-dosanya dan dosa-dosa ibu-bapaknya, dan Allah Taala mengirim beberapa malaikat menuju ke surga. Di sana menanam pohon-pohon untuknya, membangun mahligai-mahligai, dan mengalirkan sungai-sungai. Dan orang itu tidak akan meninggalkan dunia, melainkan dia akan melihat itu semua lebih dahulu”. (Tafsir Hanafi)
Nabi saw. bersabda yang artinya : “Pada tiap-tiap malam Qadar (Lailatul Qadar) Allah Taala menurunkan satu rahmat, yang mengenai semua orang yang beriman, mulai dari bagian bumi sebelah timur sampai ke bagian bumi sebelah barat, namun masih ada tersisa. Kemudian malaikat Jibril berkata : “Ya Rabb, rahmat-Mu telah mencapai semua orang yang beriman, dan masih ada sisanya”.
Allah berfirman : “Berikanlah sisa-sisa rahmat itu kepada bayi-bayi yang lahir pada malam ini”.
Lantas malaikat Jibril membagi-bagikan sisa rahmat itu kepada bayi-bayi orang Islam dan bayi-bayi orang kafir. Hanya dengan sisa rahmat yang diberikan kepada bayi-bayi orang kafir itu, mampu menarik mereka menuju ke Darussalam. Dan dengan demikian mereka akan mati sebagai orang-orang mukmin”.
Begitu pula Nabi Musa as. pernah mengatakan di dalam munajatnya :”Ilahi, aku ingin dekat kepada-Mu”. Lalu dijawab oleh Allah : “Dekat kepada-Ku adalah untuk orang yang melek (tidak tidur) pada malam Qadar”.
Musa as. berkata pula : “Ilahi, aku inginkan rahmat-Mu”. Allah menjawab : “Rahmat
| Ku adalah untuk orang yang mengasihi si miskin pada malam Qadar”.
Musa berkata : “Ilahi, aku ingin dapat melintasi Shirat laksana kilat cepatnya”. Allah menjawab : “Itu hanya untuk orang yang bersedekah pada malam Qadar”.
Musa berkata : “Ilahi, aku ingin duduk di bawah naungan pohon-pohon surga dan memakan buah-buahannya”. Allah Taala menjawab : “Itu untuk orang yang bertasbih dengan tekun pada malam Qadar”.
Musa berkata : “Aku ingin selamat dari api neraka”. Maka dijawab oleh Allah : “Itu untuk orang yang memohon ampunan kepada Aliah pada malam Qadar sampai Subuh”.
Musa berkata : “Ilahi, aku ingin rida-Mu”. Allah menjawab : “Keridaan-Ku untuk orang yang salat dua rakaat pada malam Qadar”. (Zubdatul Wa’izhin)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Pada malam
Qadar, pintu-pintu langit dibuka. Tidak seorang hamba pun yang mengerjakan salat pada malam itu, melainkan Allah Taala akan mengganti baginya, untuk setiap takbirnya dengan menanamkan sebatang pohon di dalam Surga, yang seandainya seorang pengendara berjalan di bawah bayang-bayang pohon itu selama seratus tahun, masih belum selesai baginya untuk menempuh seluruh bayang-bayang tersebut. Dan untuk setiap rakaat yang dikerjakannya, akan diganti dengan sebuah mahligai di dalam Surga, yang terbuat dari berlian, yagut, zabarjad dan mutiara. Dan untuk setiap ayat yang dibacanya dalam salat itu, akan diganti dengan sebuah mahkota di dalam Surga. Dan untuk setiap duduk di dalam salat itu akan diganti dengan sebuah derajat di antara derajat-derajat dalam surga. Dan untuk setiap salam akan diganti dengan seperangkat perhiasan di antara perhiasanperhiasan Surga”. (Zubdatul Wa’izhin)
Menurut salah satu khabar, diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Qadar ada empat bendera yang turun : bendera Alhamd, bendera Arrahmah, bendera Almaghfirah, dan bendera Alkaramah. Pada tiap-tiap bendera tadi tertera tulisan : laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah (Tidak ada Tuhan selain Allah Muhammad utusan Allah)”. Beliau melanjutkan : “Barangsiapa membaca tiga kali Laa ilaaha illallaah muhammadur rasuulullah’ pada malam itu, maka dari bacaan yang pertama, dia akan memperoleh ampunan: dari bacaan yang kedua dia akan diselamatkan dari neraka, dan dari bacaan yang ketiga dia akan dimasukkan ke dalam Surga. Kemudian ditancapkanlah bendera Alhamd di antara langit dan bumi bendera Almaghtirah di atas kuburan Nabi saw., bendera Arrahmah di atas Kakbah, dan bendera Alkaramah di atas Sakhrah di Baitul Maqdis. Dan tiap-tiap seorang dari para malaikat itu mendatangi rumah-rumah kaum muslimin pada malam itu sebanyak tujuh puluh kali sambil mengucapkan salam kepada mereka”. (Sananiyah)
Dari wahab bin Munabbih, katanya : “Pada jaman dahulu, ada seorang abid di kalangan Bani Israil yang telah beribadat kepada Allah Taala selama tiga ratus tahun. Dia berharap akan memperoleh wahyu. Allah Taala telah menumbuhkan sebatang pohon kurma untuknya yang setiap malam berbuah yang dapat mencukupinya. Dengan adanya buah kurma itu, hati si abid menjadi tentram. Namun, wahyu yang ditunggu-tunggunya tak kunjung datang. Akhirnya terdengar suatu seruan: “Sesungguhnya Aku tidak akan memberikan wahyu kepada seseorang yang harinya merasa tentram dengan selain-Ku”.
“Wahai Tuhan “, kata si abid itu. “Apa gerangan yang telah membuat hati hamba menjadi tentram?”.
Jawab : “Pohon yang telah engkau makan buahnya itu”.
Maka abid itu lalu menebang pohon tersebut. Kemudian dia kembali beribadat dengan tekun. Akhirnya Allah berfirman kepadanya : “Sesungguhnya bagi hamba-hamba-Ku ada suatu malam, yaitu malam Qadar, yang lebih baik daripada seluruh ibadatmu””.
Dan sebagian ulama mengatakan :
“Di sini terdapat suatu rahasia yang teramat mulia. Yaitu, bahwa Nabi Nuh as. telah menyeru umat manusia selama seribu tahun kurang lima puluh tahun saja. Sedang engkau Ya Muhammad, menyeru umat manusia hanya selama dua puluh tiga tahun saja, tetapi engkau lebih baik daripada Nabi Nuh as. Dan masamu yang sebentar itu lebih baik daripada masa Nabi Nuh as. Dan orang-orang yang mengikutimu kepada-Ku itu lebih banyak jumlahnya daripada pengikut-pengikut Nabi Nuh. Maka demikian pula dengan lelaki yang berperang dengan pedangnya selama seribu bulan itu, dan juga laki-laki yang telah beribadat selama seribu bulan itu, sekalipun banyak, tetapi salat dua rakaat dari umatmu, sekalipun sedikit, yang dilakukan pada malam itu, adalah lebih baik daripada itu semua, agar seluruh makhluk tahu, bahwa karunia-Ku dan rahmat-Ku atas Muhammad dan umatnya adalah lebih baik daripada rahmat-Ku kepada semua makhluk”. (Tafsir Hanafi).
Para ulama berbeda pendapat mengenai waktu malam Qadar itu. Sebagian mengatakan, bahwa malam O
Qadar itu hanya terjadi pada masa Rasulullah saw. saja, kemudian dihapuskan. Namun pada umumnya para Masyaikh berpendapat bahwa, malam Qadar itu masih tetap berianjut sampai hari kiamat. Tetapi mengenai kapannya, mereka berbeda pendapat. Sebagian berpendapat, pada malam pertama dari bulan Ramadan. Yang lain berpendapat, pada malam ketujuh belas. Tetapi kebanyakan berpendapat, di antara sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadan. Adapun umumnya para sahabat dan ulama sependapat bahwa malam Qadar ialah malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadan.
Diceritakan bahwa, Abu Yazid Albustami rahimahullah berkata : “Seumur-umur hidup saya, saya pernah mengalami malam Qadar dua kali, semuanya terjadi tepat pada tanggal dua puluh tujuh”.
Dan tersebut di dalam kitab Al Haqaiq, karangan Alhanafi, dia mengatakan : “Sesungguhnya huruf-huruf yang terdapat pada kata : Lailatul Qadar’ ( ) ada sembilan. Dan Allah Taala telah menyebutkan kata-kata lailatulQadar itu pada tiga tempat. Jadi seluruhnya ada dua puluh tujuh huruf. Adapun sebab kenapa malam itu tidak diberitahukan kapan terjadinya secara tepat kepada umat, adalah agar mereka tekun beribadat pada seluruh malam di bulan Ramadan itu, karena keinginan yang kuat untuk dapat mengalami malam itu, seperti juga halnya dengan tidak dijelaskannya saat terkabulnya doa pada hari Jumat, dan juga salat wustha di antara salat-salat fardu yang lima, serta ismul a’zham di antara asma ul husna yang sambilan puluh sembilan, dan rida-Nya dalam perbuatan taat kepada-Nya. Itu semua adalah supaya mereka bersungguh-sungguh melakukan peribadatan tersebut. (Misykatul Anwar)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa beribadat sesaat pada malam Qadar, kira-kira selama seorang pengembala memerah susu kambingnya, itu lebih di sukai Allah daripada berpuasa sepanjang tahun. Dan demi Allah yang telah membangkitkan aku dengan benar sebagai seorang nabi, sesungguhnya membaca satu ayat dari Alquran pada malam Qadar adalah lebih disukai Allah daripada mengkhatamkannya pada malam-malam yang lain”.
Dari Aisyah ra., katanya : “Saya bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, kalau saya kebetulan mengalami malam Qadar, maka apakah yang sebaiknya saya baca?”. Rasulullah menjawab : “Ucapkanlah :
Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, yang suka memberi maaf, maka maafkanlah aku”. (Mau’lzhah)
Dan mengenai makna Arruh ( ) di dalam ayat di atas, para ulama ahli tafsir juga berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa, Arruh itu ialah malaikat Jibril as. Sedangkan menurut Ka’bul Ahbar, bahwa di Sidratul Muntaha ada malaikatmalaikat yang tidak diketahui bilangan mereka kecuali hanya oleh Allah Taala saja. Mereka turun bersama malaikat Jibrii pada malam Qadar itu, sedang Jibril berada di tengahtengah mereka. Mereka mendoakan kebaikan untuk orang-orang mukmin, baik laki-laki maupun perempuan. Sedang Jibril tidak melewatkan seorang pun melainkan dijabatnya orang itu. Adapun tandanya adalah jika orang itu gemetar kulitnya, lunak hatinya dan berlinang kedua matanya, maka dialah yang dijabat oleh Jibril as.
Dan sebagian ulama yang lain mengatakan : yang dimaksud dengan Arruh ialah malaikat yang sangat besar, yang seandainya dia menelan seluruh langit dan bumi, maka baginya hanya seperti menelan segenggam makanan saja. Malaikat-malaikat yang lain tidak mengetahui tentang malaikat itu selain pada malam Qadar. Pada malam itu ia turun untuk melayani orang-orang yang beriman bersama para malaikat yang lain, ketika meninjau umat Muhammad saw.
Sedang kata yang lain, Arruh ialah segolongan malaikat yang tidak diketahui oleh para malaikat lainnya kecuali pada malam Qadar itu.
Dan kata yang lain pula, ialah suatu umat ciptaan Allah Taala, mereka makan dan berpakaian. Bukan sebangsa malaikat dan bukan pula sebangsa manusia. Boleh jadi, mereka adalah para pelayan penghuni surga nantinya.
Dan ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa Arruh ialah Nabi Isa as. karena nama Beliau memang Arruh. Beliau turun bersama para malaikat untuk meninjau umat Muhammad saw.
Dan pendapat lainnya mengatakan, Arruh ialah malaikat, kedua kakinya berada di bawah bumi yang ketujuh, sedang kepalanya berada di bawah Arsy yang tertinggi. Malaikat itu memiliki seribu kepala yang lebih besar daripada dunia. Pada tiap-tiap kepalanya terdapat seribu wajah, dan pada tiap-tiap wajahnya terdapat seribu mulut, dan pada tiaptiap mulut terdapat seribu lidah. Malaikat itu bertasbih mensucikan Allah dengan setiap lidahnya. Pada malam itu, malaikat tersebut turun dan memohonkan ampun buat umat Muhammad saw. (Tafsir At Taisir) –
Dan kata sebagian ulama lainnya, maksud Arruh ialah rahmat. Allah mengutus malaikat Jibril membawa rahmat itu untuk hamba-hamba-Nya yang masih hidup, tetapi ternyata berlebih. Maka Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, kelebihannya bagikanlah kepada orang: orang yang telah mati”. Namun masih juga berlebih, maka malaikat Jibril bertanya : Ya Rabb, rahmat-Mu masih berlebih, maka apa yang Engkau akan perintahkan?”.
Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, gudang-gudang rahmat-Ku penuh, maka bagikanlah kelebihannya itu kepada orang-orang kafir yang tinggal di negeri musuh”.
Malaikat Jibril lalu membagikannya kepada orang-orang yang diketahui bahwa dia akan mati sebagai muslim. (Syaikh Zaadah)
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus”. (QS. Al Kautsar : 1-3)
Tafsir :
(. ) Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Yakni, kebaikan yang amat banyak berupa ilmu, amal dan kemuliaan dunia dan akhirat.
Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Al Kautsar adalah sungai di dalam surga yang dijanjikan oleh Tuhanku, di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak. lebih manis dari pada madu, lebih putih daripada susu, lebih sejuk daripada es, dan lebih empuk daripada busa. Kedua tepinya berupa permata zabarjad, sedangkan bejana-bejananya dari perak. Orang yang meminumnya tidak akan kehausan lagi selama-lamanya.
Dan ada pula yang mengatakan, bahwa ia adalah telaga di dalam surga. Dan ada pula yang mengatakan, anak-anak Nabi dan para pengikutnya, atau ulama dari umatnya, atau Alquranul Azhim.
(. ) Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu. Maka kerjakanlah salat selamanya dengan tulus ikhlas semata-mata mengharapkan keridaan Allah, berlainan dengan orang yang melalaikannya, yang riya dalam melakukannya, sebagai pernyataan syukur atas segala karunia-Nya. Karena salat itu mencakup semua bagian syukur.
(. ) dan berkurbaniah, dan sembelihlah unta, yang merupakan harta orang Arab yang terbaik, dan sedekahkanlah kepada orang-orang yang menghajatkannya. Berlainan dengan orang yang menghardik mereka dan enggan memberi zakat kepada mereka.
Jadi surah ini menjadi pembanding dari surah sebelumnya. Dan salat di sini ditafsirkan pula dengan salat hari raya, sedangkan penyembelihan dengan kurban.
(. ) Sesungguhnya orang yang membecimu, sesungguhnya orang yang membuatmu benci, dikarenakan oleh kebenciannya kepadamu…
(. .) itulah yang terputus, yang tidak ada generasinya, karena tidak ada keturunan yang kekal darinya, dan tidak pula nama yang baik. Sedangkan engkau, maka anak cucumu akan terus berkembang dan tetap ada, kemasyhuranmu akan baik, serta bekaspekas keutamaanmu sampai hari kiamat. Dan di akhirat kelak, engkau akan memperoleh hal-hal! yang tidak bisa dilukiskan.
Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Kautsar, maka Allah akan memberinya minum dari setiap sungai di dalam surga, dan dituliskan untuknya sepuluh kebaikan dari setiap kurban yang dikurbankan oleh hamba-hamba Allah pada hari Nahr’ (Qadhi Baidhawi)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku, karena mengagungkan aku, maka Allah Taala akan menggantikan kalimat itu dengan malaikat yang memiliki sepasang sayap, sebuah di timur dan sebuah lagi di barat, sedang kedua kakinya berada di bawah Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat itu : “Bersalawatlah engkau untuk hamba-Ku, sebagaimana dia bersalawat untuk Nabi-Ku. Maka malaikat itu bersalawat untuk orang itu sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’izhin)
Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. tidur-tiduran, kemudian Beliau bangun lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Seseorang bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda tertawa, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Tadi, yakni belum lama ini, telah turun kepadaku sebuah surah”. Kemudian Beliau membacakannya :
Adapun sebab turunnya surah ini, menurut riwayat Abu Saleh, dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Bahwasanya Al ‘Ash bin Wa’il bin Hisyam melihat Rasulullah saw. keluar dari Mesjid, sedang dia sendiri mau masuk, maka berpapasanlah mereka berdua di pintu, lalu bercakap-cakap, sementara sekelompok orang-orang kafir Guraisy sedang berada di dalam Mesjid. Ketika Al ‘Ash bertemu dengan mereka, mereka bertanya : “Siapa yang engkau ajak bicara tadi?”.
“Oh itu si Abtar”, jawab Al ‘Ash.
Al “Ash menjawab demikian, tidak lain adalah karena orang-orang Ouraisy menyebut Nabi Muhammad saw. sebagai Abtar (orang yang terputus keturunannya). Ketika wafatnya putra Beliau, Ibrahim. Pada jaman jahiliah, apabila seorang laki-laki tidak mempunyai seorang anak laki-laki, mereka menyebutnya Abtar. Ketika Beliau mendengar perkataan Al “Ash itu, masyghullah hati Nabi saw. Maka Aliah Taala lalu menurunkan surah ini, sebagai penghibur hati Beliau dan sebagai jawaban terhadap musuh Beliau: “Andai kata putramu itu hidup, maka dia hanya mempunyai dua pilihan, menjadi nabi atau tidak. Kalau dia tidak menjadi nabi maka engkau tidak mempunyai kehormatan padanya, sedangkan kalau dia menjadi nabi, maka engkau tidak lagi menjadi penutup para nabi. Sedangkan Aku telah menggandengkan nama-Ku dengan namamu di dalam kalimat tauhid, azan, salat dan banyak lagi lainnya, dan engkaulah yang memiliki Alkautsar. Maka mana bisa engkau menjadi seorang yang terputus (dari rahmat)”. (Raudhatul Ulama).
Dia, yakni Ibrahim, meninggal dunia semasa masih menetek ada riwayat yang mengatakan, bahwa saat itu ia masih bayi berusia tujuh hari atau lebih. Putra-putra Rasulullah saw. semuanya ada tiga : Qasim, lahir sebelum masa kenabian Muhammad saw., dan telah berpulang kerahmatullah tujuh belas hari sebelum kenabiannya, demikian menurut pendapat yang paling sahih. Kemudian Ibrahim, yang tadi telah dibicarakan. Dan Abdullah. Para ahli sejarah mengatakan, bahwa Abdullah dipanggil juga Thayyib atau Thahir. Dia lahir sesudah kenabian Muhammad saw., di Mekah, dan wafat semasa masih kanak-kanak. Ada pula yang mengatakan bahwa, Thayyib dan Thahir itu bukan Abdullah. Sedangkan putri-putri Beliau ada empat : Fatimah, Rugayyah, Zainab dan Ummu Kuitsum radiyallahu anhunna ajma’in. Putra-putri Beliau seluruhnya lahir dari Khadijah radiyallaahu anha selain Ibrahim, dia lahir dari seorang sahaya asal Dibti (Mesir) yang bernama Mariyah. Semua putra-putri Beliau meninggal dunia sebelum Beliau, selain Fatimah Azzahra radiyiailaahu anha. Fatimah meninggat dunia selang enam bulan sesudah wafat Beliau. Dan Fatimah adalah putri Beliau yang paling utama. (Demikian tersebut dalam Syarah Al Barkawi oleh Al Qanwi)
Diriwayatkan bahwa, Alkautsar adalah sebuah sungai di dalam surga. Pendapat lain mengatakan, sebuah telaga di sana. Dan ada pula yang mengatakan, di maugif (padang Mahsyar). Ada pula yang mengatakan, keutamaan-keutamaan yang banyak. Ada pula yang mengatakan, kedudukan yang terpuji. Ada pula yang mengatakan, budi pekerti yang tuhur. Ada pula yang mengatakan, keluhuran nama Beliau. Ada pula yang mengatakan, Surah ini. Ada pula yang mengatakan anak cucu Beliau dan pengikut-pengikut Beliau. Ada pula yang mengatakan, ulama-ulama umat Beliau. Ada pula yang mengatakan, Alquranul “Azhim. Ada pula yang mengatakan, para ulama dari anak cucu Beliau. Ada pula yang mengatakan, apa saja yang telah diwahyukan kepada Beliau seluruhnya. Ada pula yang mengatakan, tokoh-tokoh sahabat Beliau. Ada pula yang mengatakan, tafsir Alquran. Ada pula yang mengatakan, umatnya yang banyak. Ada pula yang mengatakan keramat-keramat yang terjadi. Dan ada pula yang mengatakan, syafaat kubro. (Syihabuddin)
Adapun segi kontradiksi antar surah Alkautsar ini dengan surah sebelumnya (surah Alma’un) adalah bahwa, Allah Taala telah mensifati orang-orang munafik di dalam surah sebelumnya dengan empat sifat:
Pertama, kikir.
Yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
Artinya : “lalah mereka yang suka menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin”. Kedua, meninggalkan salat.
Yaitu sebagaimana firman Allah Taala :
Artinya : “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”.
Ketiga, ingin dipuji orang (riya) dalam salatnya. Yaitu sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
Artinya : “Orang-orang yang berbuat riya”. Keempat, enggan mengeluarkan zakat. Yaitu Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
Artinya : “Dan enggan menolong dengan barang yang berguna” Sebagai lawan dari sifat orang munafik yang lalai dari salatnya itu, Allah menyatakan:
Artinya : “Dan salatlah!”. Sebagai lawan dari sifat orang munafik yang suka berbuat riya, maka Allah menyatakan : As Artinya : “Semata-mata hanya karena Tuhanmu”.
Dan sebagai lawan dari sifat orang munafik yang suka menghardik anak yatim dan enggan membayar zakat, Aliah menyatakan :
Artinya : “Dan berkorbanlah!”.
Karena membelanjakan harta yang terbaik adalah lawan dari sifat kikir, sedangkan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkannya adalah lawan dari keengganan membayar zakat”. (Syaikh Zaadah)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :
Artinya : “Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki namun tidak mau berkorban (menyembelih hewan kurban), maka mati sajalah ia, kalau mau sebagai seorang Yahudi, dan kalau mau sebagai seorang Nasrani”. Dan menurut riwayat lain :
Artinya : “Barangsiapa mempunyai kelapangan rezeki, tetapi tidak mau berkorban, maka janganlah sekali-kali dia mendekati tempat salat kami”.
Dari Imam Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Barangsiapa keluar dari rumahnya untuk menyembelih hewan kurban, maka dari setiap langkahnya, dia akan mendapatkan sepuluh kebaikan, dan dihapuskan darinya sepuluh keburukan, dan diangkatlah dia sepuluh derajat Dan apabila dia berbicara kotika membelinya, maka pembicaraannya itu adalah tasbih. Dan apabila dia membayar harganya, maka dari setiap dirhamnya dia akan mendapatkan tujuh ratus kebaikan. Dan apabila hewan kurban itu telah dia rebahkan di atas tanah ketika hendak menyembolihnya, maka setiap makhluk dari mulai tempat penyembelihan itu sampai dengan bumi yang ke tujuh memohonkan ampunan buatnya Dan apabila darahnya telah dia alirkan, maka dari setiap tetes darahnya Allah menciptakan sepuluh malaikat yang akan memohonkan ampunan buatnya sampai hari kiamat Dan apabila dagingnya dia bagi-bagikan, maka dari setiap keratnya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala memerdekakan seorang sahaya wanita dari keturunan Ismail as”. (Jawahir Zaadah)
Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Aisyah : “Hai Aisyah, persembahkanlah kurbanmu dan saksikanlah, sesungguhnya dari tetesan darahnya yang pertama yang menetes di atas tanah, engkau akan mendapatkan ampunan Allah Taala atas dosadosamu yang telah lalu”. Aisyah bertanya : “Apakah ampunan itu hanya untuk kita saja, atau juga untuk orang-orang yang beriman umumnya?”. Nabi menjawab : “Bahkan untuk kita dan juga untuk orang-orang yang beriman pada umumnya!””.
Dan dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Nabi Daud as. bermunajat : “Ilahi, apa pahala orang yang berkurban dari umat Muhammad saw. ?.
Allah berfirman : “Pahalanya ialah, Aku akan memberinya dari tiap-tiap rambut yang ada pada badannya sepuluh kebaikan, dan Aku hapuskan darinya sepuluh kesalahan, serta Aku angkat dia sepuluh derajat. Dan dari setiap helai rambutnya, dia akan mendapatkan sebuah mahligai di dalam surga, seorang istri dari golongan bidadari, dan sebuah kendaraan bersayap yang langkahnya sejauh jarak pandangan, yaitu kendaraan penghuni Surga. Dengan kendaraan itu, dia bisa terbang ke mana saja yang dia sukai. Tidakkah kau tahu hai Daud, hewan-hewan kurban itu adalah kendaraan-kendaraan, dan dapat melenyapkan segala bencana di hari kiamat?”. (Zahratur Riyadh)
Diceritakan dari Ahmad bin Ishak, katanya : “Saya mempunyai seorang saudara lakilaki yang miskin. Namun, sekalipun dia miskin, setiap tahunnya dia berkorban seekor kambing. Ketika dia meninggal dunia, saya salat dua rakaat, lalu saya berdoa : “Ya Allah, perlihatkanlah kepadaku di dalam tidurku, supaya aku dapat menanyainya tentang keadaannya”. Kemudian saya berangkat tidur dalam keadaan masih wudu. Dalam tidurku, saya bermimpi seolah-olah kiamat telah tiba, dan seluruh umat manusia sudah dibangkitkan dari kuburnya masing-masing. Sekonyong-konyong tampak saudaraku itu naik seekor kuda kelabu, sedang di hadapannya banyak tunggangan yang bagus-bagus. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah diperlakukan Allah kepadamu?”.
“Dia telah mengampuni aku”, jawabnya.
“Karena apa?”, tanyaku pula.
Dia menjawab : “Karena uang satu dirham yang telah saya sedekahkan kepada seorang perempuan tua yang miskin, karena Allah”.
Saya bertanya kembali :“Dan tunggangan-tunggangan ini, apa?”.
Dia menjawab : “Ini adalah hewan-hewan kurban saya dahulu di dunia. Sedangkan yang saya tunggangi ini adalah hewan kurban saya yang pertama”.
“Ke manakah engkau akan pergi?”, tanya saya.
“Ke surga”, jawabnya.
Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia pun lenyap dari pandanganku. (Sananiyah).
Adapun jika orang-orang mukmin itu tidak mempunyai tunggangan dari hewan kurbannya, maka amalnya yang salehlah yang akan menjadi tunggangannya kelak. Dari amal-amalnya yang saleh itu, Allah menciptakan seekor unta yang akan ditungganginya ketika dia keluar dari kuburnya. Kemudian dia menghadap kepada Tuhannya Yang Maha tinggi (Sananiyah)
Dari sahabat Anas dan Ali radiyallaahu anhuma, mereka berkata : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila orang-orang yang beriman telah dibangkitkan dari kubur mereka masing-masing, Allah Taata lalu berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, janganlah kalian Suruh hamba-hamba-Ku itu berjalan kaki, tetapi naikkanlah mereka ke atas tunggangan-tunggangan mereka. Karena mereka telah terbiasa naik kendaraan ketika di dunia dahulu. Kendaraan mereka yang mula-mula dahulu ialah tulang punggung ayah mereka, kemudian perut ibu mereka, menjadi kendaraan mereka. Kemudian setelah lahir, pangkuan ibu merekalah yang menjadi kendaraan mereka, sampai mereka sempurna menetek. Kemudian kendaraan mereka adalah tengkuk bapak mereka. Sesudah itu, kendaraan mereka adalah kuda dan keledai di darat serta kapal dan sampan di laut. Dan ketika mereka meninggal dunia, maka tengkuk-tengkuk saudara-saudara merekalah yang menjadi kendaraan. Dan ketika bangkit dari kubur mereka masing-masing, janganlah kalian suruh mereka berjalan kaki, karena mereka telah terbiasa naik kendaraan. Berikanlah kepada mereka kendaraan-kendaraan mereka”. Yaitu hewan-hewan kurban mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah Taala :
Artinya : “Ingatlah hari ketika Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Rahman sebagai perutusan yang terhormat”.
Maksudnya : Dengan naik tunggangan.
Dan oleh karenanya, Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Besarkanlah kurban-kurbanmu, karena kurban-kurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraanmu kelak di atas Shirat”. (Rajabiyah)
Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Barangsiapa mengurbankan satu kurban, maka apabila dia bangkit dari kuburnya kelak, dia akan melihat hewan kurban itu berdiri di atas kuburnya, dan ternyata bulunya dari emas, kedua matanya dari yagut surga dan kedua tanduknya dari emas. Orang itu lalu bertanya : “Siapakah engkau, dan engkau ini apa, aku tidak pernah melihat yang sebagus engkau?”. Maka binatang itu menjawab : “Aku adalah hewan kurbanmu yang telah engkau kurbankan di dunja dahulu”. Kemudian binatang itu berkata pula : “Naikiah ke atas punggungku”. Maka orang itu pun naik ke atas punggung binatang itu, lalu dibawanya antara langit dan bumi menuju naungan Arsy”. (Rajabiyah)
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa melakukan salat seperti salat kami dan beribadat seperti ibadat kami, maka dia termasuk golongan kami. Dan barangsiapa tidak melakukan salat seperti salat kami dan tidak mau berkurban, maka dia bukanlah dari golongan kami, jika dia kaya”
Dan sabda Nabi saw. pula :
Artinya : “Sebaik-baik umatku talah orang yang mau borkurban, dan sejahat-jahat umatku jalah orang yang tidak mau berkurban”,
Dan sabda Nabi saw. :
Artinya : “Ketahuilah bahwa berkurban itu termasuk amal yang menyelamatkan, yang akan menyelamatkan orang yang melakukannya dari keburukan dunia dan akhirat” (Zubdatul Wa’izhin)
Mengeluarkan kurban itu wajib dilakukan oleh tiap-tiap orang Islam yang menetap lagi kaya, yakni bila dia telah memiliki satu nishab, yaitu 200 dirham, atau yang senilai dengannya. Yang merupakan kelebihan dari kebutuhan-kebutuhannya yang pokok. Dalam hal ini tidak disyaratkan harta itu berkembang atau berulang tahun (haul) seperti halnya zakat karena zakat memang disyaratkan harus berulang tahun (haul). Adapun orang miskin, apabila dia mendapatkan harta pada hari-hari saatnya berkurban, maka dia wajib pula berkurban. Sedang orang kaya, tetapi pada hari-hari saatnya berkurban tiba, hartanya itu musnah (bangkrut), maka gugurlah kewajiban berkurbannya. (Demikian tersebut di dalam kitab-kitab fikih).
Kurban itu hanya boleh dilakukan dengan empat macam hewan : unta, lembu, domba dan kambing, jantan atau betina. Lembu yang boleh dikorbankan ialah yang telah genap umurnya dua tahun menginjak tahun ketiga. Seekor unta atau lernbu adalah cukup untuk menjadi kurban dari satu sampai tujuh orang yang masing-masing hendak berkurban. Jadi, kalau ada salah seorang dari ketujuh orang tersebut yang menghendaki daging dari bagiannya, atau dia orang kafir, maka dia tidak boleh mengambil atau mengurangi bagian seorang dari tujuh orang itu.
Hewan yang dikurbankan boleh berupa jadza, jama, kebiri dan taula.
Jadza ialah kambing yang baru berumur enam bulan. Jama ialah hewan yang tidak bertanduk. Sedang taula ialah hewan yang gila.
Tetapi, tidak boleh hewan yang buta, yakni yang sudah tidak memiliki dua mata, maupun yang pincang, yakni yang berjalan hanya dengan tiga kaki: maupun yang picek, yang hanya mempunyai sebelah mata: maupun yang sudah tidak bersumsum lagi, maupun yang telah hilang lebih banyak dari sepertiga kupingnya, matanya, atau pantatnya. (Demikian tersebut dalam kitab-kitab fikih).
Permulaan waktu kurban ialah sesudah salat led, di dalam kota (tempat yang ramai), dan tidak boleh menyembelih sebelum salat kecuali di desa (tempat yang sepi). Sedang akhir waktu kurban ialah menjelang terbenamnya matahari pada hari Tasyrig yang ketiga. Yang paling utama ialah disembelih sendiri kalau bisa, dan kalau tidak bisa, maka boleh menyuruh orang lain. Dan sangat disukai (dianjurkan) apabila dia menyaksikan sendiri saat penyembelihan. Dan makruh apabila tidak dihadapkan ke arah kiblat. Sebelum hewan itu disembelih dan setelah dihadapkan ke kiblat, hendaklah dibacakan :
Artinya : “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi, dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk golongan orang-orang yang menyekutukan Tuhan. Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar, dan segala puji bagi Allah. Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar’
Kemudian hewan itu disembelih, setelah itu kerjakanlah salat dua rakaat. sebagai sesuatu yang sangat disukai (mustahab), sebab Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Letakkanlah pisau yang ada di tanganmu, lalu kerjakanlah salat dua rakaat. Sesungguhnya tidak seorang pun yang melakukan salat dua rakaat, kemudian dia meminta sesuatu kepada Allah, melainkan akan diberi”. Usai salam, ucapkanlah :
Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku sematamata hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri”. (Dhiyauddin)
Adapun waktu salat Ied ialah sejak meningginya matahari kira-kira setinggi satu atau dua tombak, sampai condong ke arah barat (zawaal).
Suatu masalah :
Apabila ada seseorang memiliki uang sebanyak 200 dirham, lalu pada hari Selasa dia membeli hewan kurban seharga 20 dirham, umpanya. Namun binatang itu mati pada hari Rabu, sedang hari raya Adha jatuh pada hari Kamis, maka dia tidak wajib berkurban, karena kurban itu hanya wajib pada hari Adha, sedang dia ketika itu sedang dalam keadaan fakir”. (Demikian disebutkan dalam kitab Fatawal Waaqi’at).
Allah SWT. berfirman :
Artinya : “Katakanlah : Bahwasanya Allah Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (QS. Al Ikhlas : 1-4).
Tafsir :
(. ) katakanlah : bahwasanya Allah Mahaesa. Dhamir di sini (. ) adalah dhamir lisy sya’ni, seperti kalau Anda mengatakan “huwa zaidun munthalig (. ) bahwasanya Zaid berangkat. Sedangkan dirafakannya dhamir ini, karena jabatannya sebagai mubtada (subjek), dan khabar (predikat)nya adalah kalimat sesudahnya. Di sini tidak diperlukan a’id, karena kalimat itu sudah merupakan a’id itu sendiri. Atau, sebagai jawaban ketika Beliau ditanya tentang Allah : Yang kamu tanyakan itu adalah Allah ( ). Karena diriwayatkan bahwa orang-orang kafir Quraisy berkata : “Ya Muhammad, ceritakanlah kepada kami tentang Tuhan-mu yang engkau seru kami kepadaNya itu!”. Maka diturunkanlah surah ini.
(. ) Allah Tumpuan segala harapan. Tuhan yang menjadi tumpukan segala keperluan, berasal dari kata “shamada ilaih” (. ) yang artinya gashadahu (. ) atau ‘menuju kepada-Nya’. Dan hanya Dia yang disifati dengan sifat ini dengan tidak terbatas. Karena, Dia tidak memerlukan kepada yang lain sama sekali. Sedang apa pun selain Dia, memerlukan kepada-Nya dalam segala keadaannya. Adapun sebab kata Ashshamad (. ) itu dima’rifatkan, adalah karena orang telah tahu tentang keshamadan Allah. lain halnya dengan keesaan Aliah. Sedangkan diulang-ulangnya lafaz Allah adalah untuk memberi pengertian, bahwa siapa pun yang tidak bersifat shamad, tidak patut menjadi Tuhan. Dan dikosongkannya kalimat ini dari huruf athaf, karena dia merupakan hasil kalimat yang pertama, atau sebagai dalil atasnya.
(. ) Dia tidak beranak. Karena Dia tidak berjenis, dan tidak pula memerlukan kepada apa pun yang membantu atau menggantikan-Nya, sebab hajat dan binasa tidak mungkin bagi-Nya. Dan penggunaan sighat madhi semata-mata di sini adalah disebabkan oleh tujuannya sebagai jawaban terhadap orang yang mengatakan : “Para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, sedang Isa Almasih adalah anak laki-laki Allah”. Atau selaras dengan firman Allah :
(. ) dan tidak pula diperanakkan. Hal ini karena Dia tidak memerlukan kepada sesuatu pun dan tdak didahului oleh tiada.
(. ) Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia. Maksudnya, tidak ada seorang pun yang menandingi-Nya, yakni menyamai-Nya, baik isteri atau lainnya. Pada asalnya zharaf diakhirkan, karena zharat itu merupakan jumlah shilah dari kufuwan. Akan tetapi, karena tujuannya adalah untuk meniadakan tandingan terhadap Dzat Allah, maka akhirnya zharaf itu didahulukan, demi sesuatu yang lebih penting. Dan bisa juga, zharaf itu menjadi hal dari dhamir yang tersembunyi dalam kata kufuwan, atau menjadi khabar. Sedangkan kufuwan menjadi hal dan kata ahadun. Dan digandengkannya ketiga kalimat ini dengan huruf athaf, mungkin karena tujuannya adalah untuk meniadakan bagian-bagian dari yang dianggap setara dengan Allah. Jadi, semuanya seperti satu kalimat, yang disampaikan dengan tiga kalimat. (Qadhi Baidhawi)
Sebab turunnya surah ini seperti yang dikatakan oleh Ubai bin Ka’ab, Jabir bin Abdullah, Abul Aliyyah, Asysya’bi dan Ikrimah radiyallaahu anhum ajma’in, bahwa orang-orang kafir Mekah, diantaranya : Amir bin Thufail, Zaid bin Gais dan beberapa orang lainnya, semuanya berkumpul, kemudian mereka mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah saw. : “Hai Muhammad, sebutkanlah kepada kami sifat-sifat Tuhanmu, dari bahan apa Dia, apakah dari emas, dari perak, dari besi atau dari tembaga?. Karena tuhan-tuhan kami adalah dari bahan-bahan ini”.
Maka Nabi saw. menjawab, yakni jawaban dari diri Beliau sendiri : “Dia tidak serupa dengan sesuatu apa pun”. Kemudian Allah menurunkan surah ini, firman-Nya : Katakanlah (hai Muhammad), Dialah Allah, Yang Mahaesa. Allah Tumpuan segala harapan… dst.
Ibnu Abbas ra. berkata : “Ashshamad artinya yang tidak berongga (tidak berperut), tidak makan dan tidak minum. Karena seandainya Allah berperut, maka pasti Dia berhajat kepada sesuatu. Padahal Dia tidak berhajat kepada sesuatu, bahkan seluruh makhluklah yang berhajat kepada-Nya. Dan seandainya Dia berhajat kepada sesuatu, maka Dia tidak patut menjadi Tuhan”. (Dari hadis Al Arba’in)
Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau pernah berkata kepada Aisyah ra., sabdanya : “Janganlah engkau tidur sebelum engkau melakukan empat perkara : yaitu sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi sebagai pemberi syafaat kepadamu pada hari kiamat nanti sebelum engkau menjadikan semua orang rela kepadamu, dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.
Kemudian Beliau masuk, sedang Aisyah masih tetap menunggu di tempat tidurnya sampai Beliau menyelesaikan salatnya. Setelah Beliau selesai salat, Aisyah bertanya : “Ya Rasulullah, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Baginda tadi menyuruh saya melakukan empat perkara yang pada saat ini saya tidak mampu melakukannya”.
Maka tersenyumlah Rasulullah saw. seraya bersabda : “Apabila engkau membaca gul huwallaahu ahad, maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Alquran. Dan apabila engkau membaca salawat untukku dan untuk para nabi sebelumku, maka sesungguhnya kami akan memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat kelak. Dan apabila engkau memohonkan ampun buat orang-orang mukmin, maka mereka semua akan ridha kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan subhanallah walhamdu lillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka seolah-olah engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Hanafi)
Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, katanya : Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca qul huwallaahu ahad sesudah salat Subuh sepuluh kali, maka tidak akan sampai kepadanya satu dosa pun, sekalipun setan bersungguhSungguh menggodanya”.
Surah Al Ikhlas adalah surah yang diturunkan di Mekah (Makkiyah), terdiri dari empat ayat, lima belas kata dan empat puluh tujuh huruf.
Dari sahabat Ubai bin Ka’ab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:
Artinya : “Barangsiapa membaca gul huwallaahu ahad satu kali, maka Allah Taala memberi pahala kepadanya sebanyak pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”. (Dari hadis Al Arba’in)
Dan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pohon bernama Haulab. Pohon itu mempunyai buah lebih besar daripada buah apel dan lebih kecil daripada buah delima. Tetapi lebih manis daripada madu, lebih putih daripada susu, dan lebih empuk daripada buih”.
Sahabat Abubakar ra. lalu bertanya : “Siapakah yang akan memakannya, Ya Rasulullah?”.
Nabi saw. menjawab : “Barangsiapa mendengar namaku, lalu dia membaca salawat untukku, maka dialah yang akan memakannya”. (Zahratur Riyadh)
Surah ini dinamakan surah Al Ikhlas, tidak lain adalah karena dia melepaskan pembacanya dari kesulitan-kesulitan dunia dan akhirat, sakaratul maut, kegelapan-kegelapan kubur dan huru-hara kiamat.
Konon, ada seorang laki-laki meninggal dunia. Ayahnya bermimpi melihatnya malam itu seolah-olah dia berada di dalam neraka Jahannam dalam keadaan terbelenggu. Tetapi pada malam berikutnya, ayahnya bermimpi lagi melihat anaknya itu yang kini telah berada di dalam surga. Maka bertanyalah sang ayah kepadanya : “Kemarin malam aku bermimpi melihatmu begini-begini, kenapa sekarang menjadi seperti ini?”.
Anaknya menjawab : “Seorang lelaki telah lewat di atas kubur kami, lalu dia membaca gui huwalaahu ahad tiga kali, dan memberikan pahalanya kepada kami. Kemudian pahala tersebut dibagi-bagikan di antara kami. Maka inilah bagianku, yang ayah lihat”. (Tafsir Khazin)
Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersahda:
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas satu kali, maka seolah-olah dia telah membaca sepertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya dua kali, maka seolah: olah dia telah membaca dua pertiga Alquran. Dan barangsiapa membacanya tiga kali, maka seolah-olah di telah membaca Alquran seluruhnya. Dan barangsiapa membacanya sepuluh kali, maka Allah Taala akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga terbuat dari yagut merah”.
Dan menurut sebuah khabar :
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas di dalam salat-salat fardu, maka Allah Taala mengampuni dia dan kedua ibu-bapaknya, serta menghapuskan namanya dari daftar orang-orang yang celaka dan mencatatnya di dalam daftar orang-orang yang bahagia”.
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : “Aku dahulu merasa kuatir azab itu akan menimpa kepada umatku di malam dan siang hari, sampai malaikat Jibril datang kepadaku membawa surah gul huwallaahu ahad. Maka tahulah aku, bahwa sesudah turunnya surah tersebut, Allah Taala tidak akan menyiksa umatku, karena surah itu mengenai Allah. Barangsiapa terbiasa membacanya, maka akan berjatuhanlah kebaikan dari langit ke atas kepalanya, dan turunlah ketentraman kepadanya, dan diliputilah ia oleh rahmat. Lalu Allah memandang kepada orang yang membacanya itu, kemudian mengampuninya dengan suatu ampunan yang sesudah itu Dia tidak akan menyiksanya lagi buat selama-lamanya. Dan tidak ada sesuatu pun yang dia pinta kepada Allah Taala, melainkan Allah akan memberinya”. (Tafsir Hanafi).
Ai Baihagi mengeluarkan sebuah hadis dari Abu Umamah Al Bahili, bahwa dia berkata : “Malaikat Jibril datang menemui Nabi saw. ketika Beliau sedang berada di Tabuk, diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat. Jibril berkata : “Ya Rasulullah, saksikanlah jenazah Muawiyah”.
Maka Nabi pun keluar. Lalu Jibril meletakkan sayapnya di atas bumi sampai rendah sekali, sehingga Rasulullah dapat melihat ke Madinah. Kemudian Beliau melakukan salat jenazah atas Muawiyah itu bersama Jibril dan malaikat-malaikat lainnya. Setelah itu, Nabi bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, dengan apa Muawiyah bisa mencapai derajat ini?’
Jibril menjawab : “Karena dia selalu membaca gul huwallaahu ahad, ketika berdiri, duduk, ruku dan berjalan”.
Diriwayatkan, bahwa ketika Nabi saw. Telah berangkat hijrah menuju ke Madinah, maka orang-orang kafir Mekah berkumpul di pintu Darunnadwah, yaitu yang terletak di gang Abujahal, lalu mereka berkata : “Barangsiapa yang dapat mengembalikan Muhammad atau membawa kepalanya kepada kami, maka akan kami beri hadiah seratus ekor Unta merah yang bermata hitam, seratus orang perempuan Romawi, dan seratus ekor kuda Arab”.
Seorang laki-laki bernama Suragah bin Malik bangkit dan berkata : “Sayalah yang akan mengembalikan Beliau kepada tuan-tuan”.
Maka mereka pun menjamin untuk laki-laki itu semua harta tersebut.
Maka berangkatlah Suragah mengejar Nabi saw. hingga akhirnya terkejar. Suragah lalu menghunus pedangnya untuk membunuh Nabi saw. Lantas turunlah malaikat Jibril as. seraya berkata : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menitahkan bumi supaya tunduk kepada perintahmu”.
Lalu Rasulullah berkata : “Hai bumi, telanlah dia”. Maka kuda Suragah ditelan bumi Sampai ke lututnya. Lalu Suragah berteriak minta tolong : “Ya Rasulullah, saya tidak jadi melakukannya, tolong… tolong!”.
Kemudian Rasulullah berdoa, maka Altah menyelamatkan Suragah berkat doa Beliau Itu. Suragah pun pergi, namun tak lama kemudian dia berbalik kembali sambil menghunuskan pedangnya hendak membunuh Nabi saw. Maka sekali lagi kudanya ditelan bumi, Bumi menelan kuda Suragah sampai ke pusarnya, lalu Suragah berteriak : “Tolong… tolong ya Rasulullah. Saya tidak akan melakukannya lagi sesudah in:!”.
Rasulullah kembali berdoa, maka Allah pun menyelamatkan Suraqah kembali. Suragah lalu turun dari kudanya, kemudian dia bertiarap di hadapan unta Rasulullah seraya berkata : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang Tuhanmu, yang mempunyai kekuasaan besar seperti ini, apakah Dia dari emas atau dari perak?”.
Sejurus lamanya Rasulullah diam sambil menundukkan kepalanya. Lalu turunlah Jibril as., kemudian berkata : “Hai Muhammad (Katakaniah, “Dialah Allah, Yang Mahaesa, Allah tumpuan segala harapan. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia), dan (Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang Mempunyai kerajaan. Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki) dan, (Dia Pencipta langit dan bumi. Dan Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula. Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat)”.
Suraqah berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah kepadaku agama Islam”.
Maka Rasulullah pun menjelaskan kepadanya tentang agama Islam, maka Suragah lalu masuk Islam, dan baik Islamnya. (Dari hadis Al Arba’in).
Dahulu, Nabi saw. suka membaca surah Al ikhlas dan dua surah muawwizah (yaitu surah Al Falag dan An Nas), lalu menghembuskannya kepada kedua belah tangannya dan kemudian diusapkannya ke sekujur tubuhnya ketika hendak tidur, apabila Beliau sakit. Dan Beliau menyuruh hal demikian itu.
Sebagian ulama mengatakan : “Barangsiapa senantiasa membaca surah Al Ikhlas dengan tekun, maka dia akan mendapatkan semua kebaikan dan selamat dari semua ke
jahatan di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa membacanya ketika lapar, maka dia akan kenyang, atau haus, maka akan hilang hausnya”.
Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Kami bersama Nabi saw. ketika itu sedang berada di Tabuk. Matahari terbit dengan cahaya dan sinarnya yang terik, belum pernah hal itu terjadi sebelumnya. Jarak antara Tabuk dan Madinah sejauh perjalanan satu bulan. Pada suatu hari, matahari terbit agak suram. Lalu Jibril as. datang, maka Nabi bertanya kepadanya : “Hai Jibril, kenapa kelihatan matahari agak suram?”.
Jibril menjawab : “Karena banyaknya sayap-sayap malaikat”.
“Mengapa begitu?”, tanya Nabi.
Jibril menjawab : “Karena Muawiyah (bukan Muawiyah bin Abu Sufyan, pent.) hari ini meninggal dunia di Madinah. Maka Allah mengirim tujuh puluh ribu malaikat untuk mensalati jenazahnya”.
“Mengapa begitu?”, tanya Beliau pula.
Jibril menjawab : “Karena dia banyak membaca gul huwallaahu ahad, malam dan siang, pergi dan datang, serta dalam setiap keadaan”.
Kemudian Jibril menghampiri Nabi seraya berkata : “Ya Rasulullah, maukah Baginda aku kerutkan bumi agar Baginda dapat melakukan salat atas jenazahnya?”.
“Ya”, jawab Nabi.
Dengan kedua sayapnya, Jibril memukul bumi sehingga mengkerutiah bumi, lalu Jibril mengangkat dipan Muawiyah agar dapat dilihat oleh Beliau. Nabi pun dapat melihatnya, sementara di belakang Beliau telah berbaris malaikat bersaf-saf yang setiap safnya terdiri dari tujuh puluh ribu malaikat. Kemudian Nabi melakukan salat atas jenazah Muawiyah tersebut. Setelah itu, Beliau lalu kembali ke Tabuk.
Imam Muslim telah meriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah membagi-bagi Alquran menjadi tiga bagian. Qul huwallaahu ahad dijadikan-Nya salah satu bagian Alquran. Adapun sebab dia menjadi satu bagian dar! Alquran, boleh jadi karena melihat pahalanya, yaitu, bahwa Allah Taala memberi pahala kepada orang yang membaca surah ini, seperti pahala membaca sepertiga Alquran, tanpa pelipatan pahala.
(Demikian dikatakan oleh Imam Annawawi)
Dan ada pula yang mengatakan bahwa, Alquran itu memuat tiga segi : kisah-kisah. hukum-hukum dan sifat-sifat Allah.
Adapun Oul huwallaahu ahad adalah salah satu dari ketiga segi ini, yaitu sifat-sifat Allah Taala.
(Ibnu Malik atas kitab Al Masyrig)
Diceritakan, bahwa Nabi saw. sedang duduk di pintu kota Madinah, tiba-tiba lewattah jenazah seorang laki-iaki. Nabi saw. bertanya : “Apakah dia mempunyai hutang?”.
“Dia masih mempunyai hutang empat dirham”, jawab orang-orang yang membawanya. “Dia mati, sedang dia belum sempat membayarnya”.
Nabi saw. lalu bersabda : “Salatilah jenazahnya oleh kalian, karena aku tidak akan mensalati jenazah orang yang masih mempunyai hutang, sedang dia belum melunasinya”.
Kemudian turun malaikat Jibril as., lalu dia berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Aku telah mengutus Jibril menyamar seperti orang itu, lalu melunasi hutang-hutangnya. Bangkitiah dan salatilah jenazahnya, karena dia mendapat ampunan. Dan barangsiapa mensalati jenazahnya, maka akan mendapatkan ampunan pula dari Allah Taala”.
Nabi saw. lalu bertanya : “Hai Jibril, sebab apa dia memperoleh kemuliaan seperti ini?”.
Jibril menjawab : “Sebab dia setiap hari membaca seratus kali surah gul huwallaahu ahad. Karena di dalam surah tersebut ada keterangan tentang sifat-sifat Allah dan pujian kepada-Nya”
Dan Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas satu kali seumur hidupnya, maka dia tidak akan keluar dari dunia sebelum melihat tempatnya di surga. Terutama orang yang membacanya di dalam salat lima waktu, sekali setiap harinya, maka pada hani kiamat kelak, dia akan memberi syafaat kepada seluruh kerabat dan familinya yang sepatutnya masuk neraka”. (Hadis Arba’in)
Di dalam hadis lain disebutkan :
Artinya : “Barangsiapa membaca gul huwallaahu ahad disertai basmalah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama lima puluh tahun”. (Tafsir Hanafi)
Diceritakan dari sebagian orang saleh, bahwa dia bermimpi melihat seratus ekor burung merpati dari merpati-merpati yang ada di kota Mekah, tanpa kepala. Setelah bangun, dia menceritakan mimpinya itu kepada seorang ahli ta’bir mimpi. Ahli ta’bir itu berkata kepadanya : “Barangkali Anda telah membaca surah Al Ikhlas seratus kali tidak diawali dengan bacaan basmalah”. Orang itu menjawab : “Anda benar”. (Tafsir Hanafi).
Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :”Ketika aku diisra’kan ke langit. Aku melihat Arsy terletak pada tiga ratus enam puluh ribu tiang, jarak antara satu tiang dengan tiang lainnya sejauh perjalanan selama tiga ratus ribu tahun. Dan di bawah masing-masing tiang ada dua belas ribu gurun. Tiap-tiap gurun itu sejauh antara timur dan barat. Dan pada tiap-tiap gurun itu tinggal delapan puluh ribu malaikat yang membaca gul huwallaahu ahad. Apabila mereka selesai dari membacanya, mereka lalu berdoa : “Ya Rabbana wa Ya Sayyidana, sesungguhnya pahala bacaan ini kami berikan kepada siapa pun yang membaca surah Al Ikhlas, baik laki-laki maupun perempuan’.
Mendengar itu, para sahabat merasa kagum, maka Beliau bertanya : “Kagumkah kalian hai para sahabatku?”.
Mereka menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.
Nabi bersabda pula : “Demi Allah yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya gul huwaliaahu ahad itu tertulis pada sayap malaikat Jibril as., Allahush shamad tertulis pada sayap malaikat Mikail, Lam yalid wa lam yuulad tertulis pada sayap malaikat Izrail as: walam yakul lahu kufuwan ahad tertulis pada sayap Israfil as. Maka siapa saja di antar umatku yang membaca surah Al Ikhlas, maka Allah akan memberinya pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgonul azhim”.
Kemudian Beliau bertanya : “Herankah kalian hai para sahabatku?”.
Para sahabat menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.
Nabi saw. bersabda : “Demi Allah, yang diriku berada di dalam kekuasaan-Nya. Sesungguhnya gul huwallahu ahad itu tertulis pada dahi Abubakar Assiddig, Allahush shamad tertulis pada dahi Umar Alfarug: Lam yalid walam yuulad tertulis pada dahi Utsman Dzunnurain, dan walam yakul lahu kufuwwan ahad tertulis pada dahi Ali yang dermawan. Maka barangsiapa membaca surah Al Ikhlas, Allah Taala akan memberinya seperti pahala Abubakar, Umar, Utsman dan Ali radiyallahu anhum”. (Hayatul Qulub).
Diriwayatkan, bahwa ada seorang laki-laki mengadukan kemiskinannya kepada Nabi saw., maka Beliau bersabda : “Kalau engkau memasuki rumahmu, maka bacalah surah Al Ikhlas”. .
Laki-laki itu menuruti nasihat Nabi saw., maka Allah pun melapangkan rezekinya.
Nabi saw. bersabda :
Artinya : “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas ketika sakit yang menyebabkan kematiannya, maka di dalam kuburnya dia tidak akan membusuk, aman dari kesempitan kubur, dan dibawalah ia oleh para malaikat dengan sayap-sayap mereka, sehingga menyeberangi Shirat menuju ke Surga”.
(Demikian tersebut di dalam Tadzkiratul Aurthubi, hanya saja Al Qurthubi mensyaratkan harus dimulai dengan bacaan basmalah)
Kami memohon kepada Allah penutup yang baik (husnul khatimah).
Berkata penyusun kitab ini :
“Segala puji bagi Allah, yang telah memberi petunjuk kepada kita di antara mereka yang mendapatkan petunjuk-Nya, dengan tercapainya pengetahuan-pengetahuan yang dicita-citakan: dan yang telah memberi nikmat kepada kita, dengan selesainya kitab Durratun Nashihin ini, yang dipetik dari kitab-kitab yang diminati, dan yang telah mengubah suasana yang sempit menjadi lapang, dengan terputusnya air mata karena pena-pena yang tegak. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi, seutama-utama para rasul dan sesempurna-sempurnanya seluruh makhluk, dan juga atas keluarga dan para sahabat Beliau, yang memperoleh apa yang telah mereka peroleh, karena berpegang teguh dengan syariat Nabi semoga Allah memudahkan syafaat mereka untuk kita pada hari kebangkitan dan pengumpulan.
Kitab ini telah selesai di tulis di tangan orang yang mengaku hina, fakir dan berdosa, yang berharap akan rahmat Tuhannya Yang Maha Kuasa pada hari dipegangnya ubunubun, Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy Syakir Al Khaubawi. Semoga Allah memuliakannya di dunia dan akhirat dengan belas kasih dan kemurahan-Nya yang besar. Dan semoga Allah mengampuni dosanya dan dosa ibu bapaknya, serta memberikan kebaikan kepada keduanya, dengan berkat kemuliaan penghulu para Nabi dan para utusan Tuhan.
Selesai pada tahun 1214 Hijriyah. Semoga pemilik Hijrah (Nabi) itu senantiasa dilimpahi salawat paling mulia dan penghormatan paling terpuji. Amin.