segala puji bagi allah yang menjadikan kita termasuk orang orang yang mengaharapkan kebagusan, dan memahamkan kita pada ilmu-ilmu para ulama’ yang menancap, sholawat serta salam untuk seorang yang agamanya menghapus agama-agama orang kafir dan orang jelek, dan untuk keluarganya dan para sahabatnya yang mereka berpegang syariatnya yang sholeh.

dan setelah itu, berkata seorang hamba yang rugi yang butuh pada rahmat tuhannya yang maha kuasa, yaitu usman ibn hasan ibn ahmad syakir al khobi, semoga Allah memuliakan mereka dengan kelembutannya dan kemurahannay yang tinggi: saya telah menetap di kota besar di konstantinopel -semoga allah menjaganya dan seluruh kota dari penyakita dan kerusaan- ketiaka saya melihan teman-teman pelajar dan guru-guru yang mengampu, yang mereka di antara masyarakat seperti lentera di kegelapan malam, nasehat yang disukai di antara mereka dan di antara ulama yang muliah, yang mereka karena perpegang sumber ilmu adalah para pewaris nabi, tetapi tidak di urutkat berdasar runtutan quranul adzim, maka aku berharap untuk menulisnya dan membenarkan kesalahannya dengan pertolonga raja yang maha terpuji. dan kami telah menemukan  sebagian pelajar dari teman teman kita mengatakan degna lisan mereka apa yang tidak ada di kitab kita, dan mereka salah, bahkan mereka kafir dalam nasehat mereka pada orang-orang yang tenggelam dalam tidur, dan membahagiakan khonnas yang menggoda di dada manusia. kami meminta perlindungan kepada Allah dari kejelekan diri kita dan dari kejelekan amal kira. semoga Allah menjauhkan fitnah dalam hati kita.

lalu datang kepadaku di suatau hari sakit berat -sebab keputusan allah dan ketetapan tuhan yang maha terpuji- dan saya pemilik tempat tidur dalam beberapa hari, sampai saya tidak mampu sedikit ucapan, dan saya bernadzar jika allah menjagaku dari penyakit dan kerusakan, saya akan jatuh di antara para perindu dan makhluk, dan akan aku ceritakan di hadapanya kertas dengan sorot matahari dan cahaya, dan saya mengalirkan di antara manusia air tintan dan lautan.

ketiak saya di beri kesembuhan dari penyakit yang tertuslis, dan tidak tersisan dalam diriku kecuali sedikit lemah, dan saya menemuan ucapan ucapan ini, dan apa yang terjadi di tangan merekan tentang kesalahan dan kesesatan, dan saya mengambil tulisan dengan pertolongan raja yang maha memberi, maka semua permasalahnnya menjadi sepeteri perhiasan dan permata, yang tidak pernah di sentuh manusia dan jin.

dan saya urutkan setiap ayat dengan urutan quranul karim, dan aku memilih yang menunjukkan pada sifat-sifat sorga dan neraga, dan saya tambah sebgaian hadis yang mulian yang cerita yang baik, tentang orang yang berprilaku seperti prilaku kaum lut yang jelek, dan aku jelaskan apa urusannay di dunia dan akhirat, apakah wajib had atau rojam disamakan dengan orang yang berzina, dan ketika ia keluar dari perut ibu kepada rumah fana, dan butuh pada nama tertentu dari nama-nama muliah, aku beri nama: “Durratun Nasihin” semoga Allah menjadikannay di antara para saudara yang sholeh. hanya saja saya berharap dari para orang yang cerdas, lebih lagi dari orang yang mulia dan pembesa agar membenarkan kesahalahku, dan menghilangkan yang terjadi secara lupa dariku, karena manusia tempanya lupa,  dan kerena perbuatan sesamakau dalam hal semacam ini termasuk kejelekan, seperti tulisan cacat tangan tersia sia, dan kesibukan seperti ini saat belajar seperti melempat uang yang baik di sungai nil,  tiada ampunan dan di hapusnya dosa kecuali dari pengampunan, dan tiada dosa dan kekurangan kecuali dari kemaksiatan.

Dan Allah menjunjukkan pada jalan yang lurus, ia kecupukanku, dan sebaik waki,. baginay segala puji pada setiap keadaan, selain kafir dan kesesatan. ia bersih dari yang menyerupai dan yang menyamai.

 

  1. Doa mulai pengajian

 

Artinya : Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, Rasul kita. Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, pengobat hati kita. Ucapkanlah salawat kepada Muhammad, pemberi syafaat atas dosa-dosa kita. Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang ajal kepadamu. Sungguh Mahabenar Allah Yang Mahaagung. Dan Rasul-Nya yang mulia telah menyampaikan (risalah-Nya), sedang kami tergolong orang-orang yang menyaksikan dan bersyukur atas apa yang telah difirmankan oleh Tuhan Yang telah menciptakan dan memberi rezeki kepada kami, dengan hati yang bersih. Setelah itu baca :

 

 Artinya : Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Alif Laam miim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.

 

  1. Doa penutup pengajian :

 

Artinya : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Kesudahan yang baik itu hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Salawat dan salam semoga selalu tercurah ke haribaan Junjungan kita Muhammad Rasulullah, juga kepada keluarga dan sahabatnya semuanya. Ya Allah, aturlah urusan-urusan kami, perbaikilah perbuatan-perbuatan kami, selamatkanlah kami dari pedihnya kemiskinan dan kehinaan, peliharalah kami dari bencana wabah dan penyakit menular, dan dani kejahatan-kejahatan muSuh, setan dan nafsu yang senantiasa menyuruh kepada keburukan. Ya Allah, mudahkanlah keteraturan bagi kami pada semua urusan agama dan dunia, dan sukseskanlah kami dalam meraih cita-cita kami dengan baik. Ya Allah, jauhkanlah kami dari segala kejahatan dan kemaksiatan. Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu

 

dari bencana yang berat, jurang kesengsaraan, nasib buruk dan kegembiraan musuh atas kesusahan kami. Oh Tuhan yang mengubah upaya dan keadaan semuanya, ubahlah keadaan kami menjadi keadaan yang paling baik. Ya Allah, Oh Tuhan Yang Maha Pemberi karunia yang banyak. Oh Tuhan Yang Maha Pencipta segala perbuatan, bimbinglah kami kepada niat yang baik dalam semua perkataan dan perbuatan kami. Ya Allah, selamatkanlah kami, dan selamatkanlah agama kami serta janganlah Engkau cabut iman kami pada saat nyawa kami dicabut, dan janganlah Engkau serahkan kami kepada orang yang tidak takut kepada-Mu dan tidak kasihan kepada kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan dunia dan akhirat, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.

 

  1. Doa khatam dari membaca kitab ini seluruhnya :

 

Artinya : Ya Allah, Tuhan kami, Ya Rabbana terimalah (amalan) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah tobat kami, oh Tuhan kami, karena sesungguhnya Engkau adalah yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang. Dan tunjukilah kami serta bimbinglah kami ke jalan kebenaran dan jalan yang lurus dengan berkat khatam Alquran yang agung, dan dengan berkat kehormatan kekasih-Mu dan Rasul-Mu yang mulia. Maafkanlah kami oh Tuhan Yang Mahamulia, maafkanlah kami oh Tuhan Yang Maha Pengasih. Ampunilah kami atas dosa-dosa kami dengan berkat karunia dan kemurahan-Mu oh Tuhan Yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah, oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.

 

Ya Allah, hiasilah kami dengan hiasan khataman Alquran, muliakanlah kami dengan berkat kemuliaan khataman Alquran, jadikanlah kami terhormat dengan berkat kehormatan khataman Alquran, kenakanlah kepada kami dengan pakaian khataman Alquran, masukkanlah kami ke dalam surga bersama Alquran, hindarkan. lah kami dan segala bencana dunia dan azab akhirat dengan berkat kehormatan khataman Alquran, dan berilah rahmat kepada seluruh umat Muhammad dengan berkat kehormatan khataman Alquran.

 

Ya Allah, jadikanlah Alquran sebagai teman kami di dunia, pelipur kami di dalam kubur, penolong kami di hari kiamat, cahaya yang memerangi kami di atas Shirat, pengawal menuju surga, penutup dan penghalang kami dari api neraka, pembimbing dan pemimpin kami ke arah kebaikan seluruhnya, dengan berkat karunia-Mu, kedermawanan-Mu dan kemurahan-Mu, oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.

 

Ya Allah, anugerahkanlah kami kemanisan dengan setiap huruf dari Alquran, kemuliaan dengan berkat setiap katanya, kebahagiaan dengan berkat setiap ayatnya, keselamatan dengan berkat setiap surahnya, dan pahala dengan berkat setiap juznya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada junjungan kami Nabi Muhammad, juga kepada keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang baik, semuanya.

 

Ya Allah, tolonglah para pemimpin kami, pemimpin kaum muslimin. Dan tolonglah menteri-menterinya, wakil-wakilnya serta bala tentaranya sampai hari kiamat. Tetapkanlah keselamatan dan kesejahteraan bagi kami dan bagi orangorang yang berangkat haji, para pejuang di medan perang, para musafir dan orangorang yang tinggal di daratan-Mu dan lautan-Mu yang termasuk ke dalam golongan umat Muhammad, seluruhnya.

 

Ya Allah, sampaikanlah pahala dari bacaan yang telah kami baca dan cahaya dari bacaan yang telah kami baca setelah diterima dari kami dengan berkat karunia dan kebaikan-Mu, sebagai hadiah yang sampai kepada ruh Nabi kami Muhammad saw., dan kepada arwah putera-puteranya, isteri-isterinya, dan sahabat-sahabatnya, semoga Allah meridai mereka semuanya, dan juga kepada arwah bapak-bapak kami, ibu-ibu kami, anak-anak kami baik laki-laki maupun perempuan, saudarasaudara kami yang laki-laki dan yang perempuan, saudara-saudara yang laki-laki maupun yang perempuan dari bapak-bapak kami, saudara-saudara yang laki-laki maupun yang perempuan dari ibu-ibu kami, teman-teman kami, guru-guru kami, kerabat-kerabat kami, kiai-kiai kami serta siapa saja yang telah berjasa kepada kami, juga kepada arwah seluruh kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang sudah mati, dengan berkat rahmat-Mu juga oh Tuhan Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih.

 

Semoga Allah menyampaikan ganjaran dari kami kepada junjungan kami Nabi besar Muhammad saw. Dengan ganjaran yang patut diterimanya. Mahasuci Tuhanmu yang memiliki keperkasaan dari sifat-sifat yang mereka katakan, salam sejahtera selalu tercurah kepada semua rasul, dan segala puji hanya untuk Allah, Tuhan Pemilik semesta alam. Ucapkanlah Alfatihah.

 

  1. Doa sehabis jamuan makan.

 

Artinya : Segala puji bagi Allah yang telah berfirman di dalam kitab-Nya (Alquran), yang artinya : “Makanlah dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kami Muhammad Rasulullah, yang menyukai orang-orang dermawan dan orang-orang kaya yang memberi makan, dan juga semoga tercurah kepada keluarganya serta para sahabatnya, yang menyukai orang-orang fakir, orang-orang miskin dan orang-orang yang dimuliakan (Allah).

 

Ya Allah, jadikanlah nikmat kami ini kekal, negara kami tegak, dan anak-anak kami berilmu. Dan janganlah Engkau serahkan kekuasan atas kami kepada orang yang zalim.

 

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada penyuguh makanan ini dan orang-orang yang memakannya, dan berilah berkat pada harta penyuguh makanan ini dan orangorang yang menghadirinya. Berilah kami makanan dari makanan surga, dan berilah kami minuman dari minuman Kautsar. Jodohkanlah kami dengan bidadari, dan muliakanlah kami dengan memandang Jamal-Mu, oh Tuhan semesta alam.

 

Ya Allah, tambahlah dan jangan Engkau kurangi, berkat kehormatan penghulu semua rasul, dan segala puji hanya untuk Allah Tuhan Pemilik alam semesta. Ucapkanlah Alfatihah.

 

 

 

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : (Beberapa hari yang ditetapkan itu, ialah) Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas. an-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil), (as. Al Baqarah : 185) Tafsir :

 

(.  ) adalah mubtada (perman kalimat atau subjek) yang khabar (predikat)nya adalah kalimat sesudulaahnya. Atau, khabar (predikat) dari mubtada (subjek) yang mahzutf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan akan berbunyi : (. ). Atau, badal (kalimat pengganti) dari kata Asal ,  berdasarkan hazful (hilang mudhaf), yang kalau ditampakkan bunyinya adalah :    Kata  dibaca manshub atas dasar adanya kata  yang tersembunyi, atau atas dasar bahwa   adalah maf’ul dari kalimat , tetapi pendapat yang terakhir ini lemah. Atau bisa juga ia dianggap sebagai badal (kata ganti) dari kalimat   Kata  berasal dari kata  , yang artinya masyhur atau terkenal. Sedangkan kata   adalah masdar (kata dasar) dari kata  , yang artinya terbakar. Kata disandarkan kepadanya, sedangkan ia (.   ) dijadikan isim alam (kata nama), yang tercegah dari tasrif (tidak menerima tanwin) karena ia isim alam (kata nama) yang diakhiri oleh alif nun (.    ), (seperti kata-kata nama :   dan lain-lain, pent.), sebagai-mana kata   di dalam kalimat , yaitu nama dari burung gagak (kata   ini juga menjadi tidak boleh ditasrif) karena felah menjadi isim alam (kata nama) yang muannats (jenis betina).

 

Adapun sabda Nabi saw. : ( ) yang artinya : “Barangsiapa berpuasa (di bulan) Ramadan”, maka dasarnya adalah hazful mudhaf (hilang mudhaf), artinya : kata tidak dicantumkan lagi, karena dianggap kata   sudah dipahami sebagai nama bulan, sehingga tidak mungkin diartikan lain.

 

Dan bulan itu mereka namakan demikian (.  ) karena mungkin saking panasnya cuaca pada saat itu sehingga seakan-akan mereka terbakar, atau bisa juga karena panasnya rasa lapar dan dahaga, atau bisa juga karena terbakarnya dosa-dosa pada bulan itu, atau karena bulan itu terjadi pada musim ramadh, yakni musim panas, pada saat mereka menukil nama-nama bulan dari bahasa kuno.

 

(.  ) maksudnya : yang pada bulan itu Alquran mulai diturunkan, tepatnya pada malam (Lailatul Qadar). Atau, yang pada bulan itu, Alquran diturunkan seluruhnya ke langit yang terendah (langit dunia), selanjutnya secara bertahap diturunkan ke bumi. Atau, yang pada bulan itu diturunkan ayat Alquran, yang berkaitan dengan bulan (Ramadan) itu, yaitu firman Allah Taala : (.   ) yang artinya : Diwajibkan atas kamu berpuasa”.

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. yang artinya : “Suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim as. diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan. Kitab Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadan. Kitab Injil diturunkan pada malam kesepuluh bulan Ramadan. Kitab Zabur diturunkan pada malam kedelapan belas bulan Ramadan, dan Alquran diturunkan pada malam kedua puluh empat bulan Ramadar”.

 

Isim maushul (.  ) dan shilahnya  adalah khabar (predikat) dari mubtada (.  ), atau sifatnya. Kalau ia dianggap sebagai sifat dari mubtada, maka khabar mubtadanya adalah kalimat selanjutnya, yaitu : faman syahida (.  ). Huruf fa (.  ) pada kalimat faman syahida adalah untuk mensifati mubtada dengan sifat yang mengandung makna syarath, yang memberi pengertian bahwa, diturunkannya Alquran pada bulan Ramadan itulah yang menjadi sebab diwajibkannya puasa secara khusus pada bulan itu.

 

(.   ) kalimat ini menjadi hal (keterangan) bagi kata Alquran. Maksudnya : Alquran diturunkan pada bulan Ramadan dan ia merupakan petunjuk Allah bagi manusia dengan kemukjizatannya dan ayat-ayatnya yang jelas, yang dapat menunjukkan kepada kebenaran, dan membedakan antara yang benar dan yang salah, karena hikmat-hikmat dan hukum-hukum yang terkandung di dalam Alquran tersebut. (Aadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. bahwa ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Terhinalah orang yang aku disebut di sisinya namun ia tidak mengucapkan salawat untukku. Terhinalah orang yang kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya ada padanya namun dia tidak melakukan sesuatu perbuatan pun untuk memenuhi hak mereka yang dapat menyebabkan dia masuk surga. Dan terhinalah orang yang didatangi bulan Ramadan namun sebelum ia diampuni, bulan Ramadan itu telah habis”.

 

Karena bulan Ramadan itu adalah bulan rahmat dan ampunan dari Allah Taala. Jadi, kalau dia tidak diampuni pada bulan itu maka merugilah dia. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dan diriwayatkan pula dari Rasulullah saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku pada hari Jumat sebanyak seratus kali, maka kelak pada hari kiamat ia datang disertai cahaya, yang seandainya cahaya itu dibagi-bagikan kepada seluruh makhluk, niscaya meratai mereka semua”. (Zubdatul Wa. ‘izhin)

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa merasa gembira dengan masuknya bulan Ramadan maka Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.

 

Dan sabdanya pula :

 

Artinya : Apabila tiba malam pertama bulan Ramadan, Allah Taala berfirman : “Barangsiapa yang mencintai Kami maka Kami pun mencintainya. Barangsiapa mencari Kami maka Kami pun mencarinya. Dan barangsiapa yang memohon ampun kepada Kami maka Kami pun mengampuninya demi kemuliaan bulan Ramadan”. Lalu, Allah Taala menyuruh para malaikat pencatat amal yang mulia agar pada bulan Ramadan mereka mencatat kebaikan-kebaikannya saja dan tidak mencatat keburukan-keburukannya. Dan Allah Taala menghapuskan darinya dosa-dosa yang telah lewat.

 

Diriwayatkan pula, bahwa suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim as. diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan dan Kitab Taurat diturunkan pada malam keenam bulan Ramadan, setelah lewat tujuh ratus tahun dari suhuf Ibrahim as. Kitab Zabur diturunkan pada malam kedua belas bulan Ramadan, lima ratus tahun sesudah Taurat. Kitab Injil, pada malam kedelapan belas bulan Ramadan, seribu dua ratus tahun sesudah Zabur. Dan Kitab Alfurgan (Alquran) pada malam kedua puluh tujuh bulan Ramadan, enam ratus dua puluh tahun sesudah Injil. Sekian. (Dari Kitab Al Hayat)

 

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya umatku mengetahui apa yang ada pada bulan Ramadan itu, niscaya mereka menginginkan agar tahun itu seluruhnya adalah bulan Ramadan”.

 

Karena pada bulan itu kebaikan dihimpun, ketaatan diterima, doa-doa dikabulkan, dan dosa-dosa diampuni. Sedangkan surga merindukan mereka. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dar Hafsh Alkabu, ia berkata : “Daud Aththa’i berkata : “Saya tertidur pada malam pertama bulan Ramadan, lalu saya bermimpi melihat surga, seolah-olah saya duduk di tepi sebuah sungai yang terbuat dar mutiara dan mera delima. Sekonyong-konyong saya melihat bidadari-bidadari surga seumpama matahari karena cahaya wajah mereka yang cemerlang. Lalu saya mengucapkan : “La Ilaha Iilallaah, Muhammad Rasulullah’. Para bidadari itu menjawab : ‘La Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasulullah. Kami kepunyaan orang-orang yang bertahmid (memuji-muji Allah), berpuasa, melakukan ruku dan sujud (Salat) pada bulan Ramadan”. Karena itulah Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Surga itu rindu kepada empat golongan manusi:. ” (1). Orang yang gemar membaca Alquran, (2) orang yang menjaga lidahnya, (3) orang yang suka memberi makan kepada mereka yang kelaparan, (4) dan orang yang berpuasa di bulan Ramadan”. (Raunaqul Majalis).

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan : “Apabila tampak hilal (bulan sabit) sebagai tanda masuknya bulan Ramadan, maka berteriaklah Arsy, Kursi, para malaikat dan semua yang ada di bawah mereka dengan mengucapkan : ‘Beruntunglah umat Muhammad saw. Dengan kemuliaan yang ada di sisi Allah Taala untuk mereka’. Sedangkan matahari, bulan, bintang-bintang dan burung-burung di angkasa, ikan-ikan di laut, dan semua makhluk bernyawa di permukaan bumi, siang dan malam memohonkan ampunan buat mereka, kecuali setan-setan yang terkutuk. Lalu pagi harinya, Allah Taala tidak membiarkan seorang pun dari mereka kecuali diampuninya. Kemudian Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Berikanlah (pahala) salat dan tasbih kalian pada bulan Ramadan kepada umat Muhammad alaihis salaatu wassalaam”.

 

Diceritakan, bahwa ada seorang laki-laki bernama Muhammad. Dia tidak pernah melakukan salat sama sekali. Kemudian, ketika masuk bulan Ramadan, dia berdandan dengan mengenakan pakaian yang bagus dan memakai minyak wangi, lalu mengerjakan salat melunasi salat-salatnya dahulu yang telah ditinggalkannya. Maka ia ditanya : “Mengapa Anda melakukan itu?” Dia menjawab : “Ini adalah bulan tobat, rahmat dan berkat. Mudah-mudahan berkat kemurahan-Nya, Allah mengampuni segala dosa-dosaku”. Ketika orang itu meninggal dunia, seseorang bermimpi melihatnya, lalu bertanya kepadanya : “Apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”. Dia menjawab : “Tuhan telah mengampuni aku berkat pengagunganku terhadap bulan Ramadan”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khattab ra. dari Nabi saw. Beliau bersabda yang artinya :

 

Apabila seseorang di antara kalian bangun dari tidurnya pada bulan Ramadan, lalu bergerak di tempat tidurnya sambil berbolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya, maka berkatalah malaikat kepadanya : “Bangkitlah, semoga Allah memberkatimu dan mengasihimu”, Apabila orang itu bangkit dengan niat melakukan salat, maka tempat tidurnya itu lalu mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, berilah dia kasur-kasur yang tinggi (di dalam surga)”. Dan apabila dia mengenakan pakaian, maka pakaiannya itu mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, berilah dia pakaian-pakaian surga”. Dan apabila dia mengenakan kedua sandainya, maka sandainya itu mendoakannya dengan mengUcapkan : “Ya Allah, tetapkanlah kedua kakinya di atas sirat (titian yang ada di atas neraka menuju surga”. Dan apabila dia mengambil bejana, maka bejana itu mendoakannya dengan mengucapkan :”Ya Allah, berilah dia piala-piala surga”. Dan apabila dia berwudu, maka air mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, bersihkanlah dia dari dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan”. Dan apabila ia berdiri untuk memulai salatnya maka rumahnya mendoakannya dengan mengucapkan : “Ya Allah, lapangkanlah kuburnya, terangkanlah liangnya, dan tambahlah rahmat untuknya”. Sedang Allah memandang kepadanya dengan penuh rahmat. Ketika dia berdoa, Allah menjawab : “Wahai hamba. Ku, darimu doa dan dari Kami perkenan: darimu permintaan dan dari Kami pemberian: dan darimu istighfar (permohonan ampun) sedang dari Kami ghufran (ampunan)”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Dalam salah satu khabar disebutkan bahwa, pada hari kiamat kelak, Ramadan datang dalam rupa yang paling indah, lalu ia sujud di hadirat Allah SWT. Maka Allah berfirman : “Hai Ramadan, sebutkanlah hajatmu dan bawalah besertamu orang yang mengetahui kewajibannya terhadapmu”. Maka berputar-putarlah Ramadan itu di pelataran kiamat, lalu dibawa bersamanya orang yang mengetahui kewajibannya terhadapnya. Kemudian dia berdiri di hadirat Allah kembali, lalu Allah berfirman : “Hai Ramadan, apa yang kau inginkan?”. Ramadan menjawab: “Hamba ingin agar Engkau memahkotai orang ini dengan mahkota kebesaran”.

 

Maka Allah pun memahkotai orang itu dengan seribu mahkota. Kemudian orang itu memberi syafaat untuk tujuh puluh ribu orang yang termasuk pelaku dosa-dosa besar. Kemudian ia dijodohkan dengan seribu bidadari, yang setiap bidadari disertai tujuh puluh ribu dayang. Lalu Allah menaikkan orang itu ke atas Burag (kendaraan surga), kemudian berfirman : “Apa yang engkau inginkan, hai Ramadan?”. Ramadan menjawab : “Tempatkanlah dia disisi Nabi-Mu”.

 

Maka Allah pun lalu menempatkan orang itu di dalam surga Firdaus. Kemudian Allah berfirman : “Hai Ramadan, apa yang engkau inginkan lagi?”. Ramadan menjawab : “Engkau telah memenuhi keinginanku, tetapi mana kemurahan-Mu?”, Maka Allah pun memberikan kepada orang itu seratus kota yang terbuat dari mira delima yang sangat indah dan zabarjat hijau yang sangat menawan, sedang di tiap-tiap kota itu terdapat seribu mahligai. (Zahratur Riyadh).

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda:

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku pada hari kiamat kelak jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”

 

Dan dari sahabat Zaid bin Rafi’, dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada tiap-tiap hari Jumat niscaya Allah akan mengampuninya sekalipun dosa-dosanya seperti buih di lautan”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Imam Bukhari meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. : “Barangsiapa berdiri pada bulan Ramadan (maksudnya : menghidupkan malam-malam bulan Ramadan dengan ibadat, selain malam Qadar, atau mengerjakan salat taraweih pada malam-malam Ramadan itu, karena menghormatinya) dengan penuh keimanan (yakni mempercayai pahalanya) dan ikhlas (dalam melaksanakannya), maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Masyariq)

 

Dan dari Ibnu Abbas ra, dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila tiba hari pertama bulan Ramadan, bertiuplah angin dari bawah Arsy yang disebut angin “mutsirah”, lalu bergoyanglah daun-daun pepohonan surga. Karena gerakan daun-daun tadi, maka terdengarlah suara gema yang belum pernah terdengar oleh seorang pun suara gema yang lebih indah dari itu. Maka para bidadari pun memperhatikan itu seraya berkata : “Ya Allah, jadikanlah untuk kami pada bulan ini suamisuami dari hamba-hamba-Mu”.

 

Maka, tidaklah seseorang hamba pun berpuasa pada bulan Ramadan, melainkan

 

Allah akan mengawinkan dengan seorang istri dari kalangan bidadari-bidadari tersebut di dalam sebuah mahligai. Sebagaimana firman Allah di dalam Alquran, yang artinya : (Bidadari-bidadari yang cantik jelita lagi putih bersih yang dipingit di dalam mahligai). Sedangkan setiap bidadari itu mengenakan tujuh pakaian yang warnanya berbeda-beda. Dan untuk setiap wanita ada sebuah ranjang terbuat dari mira delima bertahtakan mutiara, pada setiap ranjang terdapat tujuh puluh kasur dan tujuh puluh hidangan dari bermacammacam makanan. Ini semua adalah untuk orang yang berpuasa pada bulan Ramadan, selain (pahala) amal-amal kebajikan lainnya yang telah dilakukannya.

 

Karenanya, sudah selayaknya bagi seorang mukmin, menghormati bulan Ramadan dan menjaga diri dari perbuatan-perbuatan keji, serta menyibukkan diri dengan perbuatanperbuatan bakti kepada Allah, berupa salat, membaca tasbih, berzikir dan membaca Alquran.

 

Allah Taala pernah berfirman kepada Nabi Musa as. : “Sesungguhnya Aku telah memberikan kepada umat Muhammad dua cahaya agar mereka tidak dicelakai oleh dua kegelapan”.

 

Musa bertanya : “Apakah dua cahaya itu, Ya Rabb?”.

 

Allah Taala menjawab : “Cahaya Ramadan dan cahaya Alquran”.

 

Musa bertanya pula : “Dan apakah dua kegelapan itu, Ya Rabb?”.

 

Allah Taala menjawab : “Kegelapan kubur dan kegelapan hari kiamat”. (Durratul Wa’izhin). Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghadiri majelis ilmu pada bulan Ramadan, Allah Taala akan mencatatkan baginya untuk setiap langkah (yang dilangkahkannya), ibadah satu tahun, dan dia akan berada bersamaku di bawah Arasy. Dan barangsiapa selalu mengerjakan salat (lima waktu) secara berjamaah pada bulan Ramadan, Allah akan memberikan kepadanya, untuk tiap-tiap satu rakaat, sebuah kota yang penuh dengan nikmat-nikmat Allah Taala. Barangsiapa berbuat baik kepada ibu bapaknya pada bulan Ramadan, ia akan memperoleh pandangan rahmat dari Allah Taala, dan aku menjamin dia masuk surga. Tidaklah seseorang wanita mencari rida suaminya pada bulan Ramadan, melainkan dia akan memperoleh pahala seperti pahalanya Maryam dan Asiyah. Dan barangsiapa memenuhi hajat saudaranya yang muslim pada bulan Ramadan, Allah Taala akan memenuhi seribu hujatnya pada hari kiamat”.

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memasang lampu di salah satu masjid Allah Taala pada bulan Ramadan, dia akan memperoleh cahaya di dalam kuburnya, dan dicatatkan baginya pahala orang-orang yang salat di dalam masjid itu, serta didoakan oleh para malaikat, dan dimohonkan ampunan oleh para malaikat pemanggul Arsy, selama lampu itu masih berada di dalam masjid tersebut. (Dzakhiratul Abidin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : Apabila tiba malam pertama bulan Ramadan, setan-setan dan jin-jin yang durhaka semuanya dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup tanpa ada satu pintu pun yang terbuka, pintu-pintu surga dibuka tanpa ada satu pintu pun yang tertutup, dan Allah Taala, pada setiap malam dari bulan Ramadan itu, berfirman tiga kali : “Apakah ada orang yang meminta, maka akan Aku beri permintaannya itu?”. Apakah ada orang yang bertobat, maka akan Aku terima tobatnya itu?. Apakah ada orang yang memohon ampun, maka akan Aku ampuni dia?”. Dan Allah membebaskan pada setiap hari dari bulan Ramadan itu sejuta tawanan dari neraka, yang seharusnya diazab. Dan apabila tiba hari Jumat (di bulan Ramadan), Allah membebaskan, di setiap jam, sejuta tawanan dari neraka. Dan apabila tiba hari terakhir dari bulan Ramadan, Allah membebaskan sebanyak orang yang telah dibebaskan sejak awal bulan (hingga akhir bulan Ramadan). (Zubdatul Wa’izhin). Hukum berpuasa pada hari “syak” (ragu-ragu antara masuk Ramadan atau belum) ada tujuh macam : tiga di antaranya boleh tetapi makruh, tiga lagi boleh dan tidak makruh, dan satu tidak boleh sama sekali. Adapun yang tiga macam pertama (boleh tapi makruh) itu adalah :

 

  1. Berpuasa hari syak dengan niat puasa Ramadan.
  2. Berpuasa pada hari syak dengan niat menunaikan kewajiban puasa yang lain.
  3. Berpuasa pada hari syak dengan niat tidak pasti, yakni jika hari itu termasuk bulan Ramadan maka dia berniat puasa Ramadan, dan jika belum masuk bulan Ramadan (masih bulan Sya’ban) maka dia berpuasa Sya’ban.

 

Ketiga macam puasa tadi boleh, tetapi makruh. Yang tiga macam kedua (boleh dan tidak makruh) adalah :

 

  1. Berpuasa pada hari syak dengan niat puasa tathawwu (sunnah).
  2. Atau, dengan niat puasa Sya’ban.
  3. Atau, dengan niat puasa mutlak.
  4. Sedangkan yang satu, yang sama sekali tidak boleh, adalah : Apabila seseorang berpuasa pada hari syak dengan syarat, bila hari itu sudah masuk bulan Ramadan maka saya berpuasa, tetapi kalau belum maka saya tidak berpuasa. Puasa (bersyarat) seperti ini sama sekali tidak boleh. (Qadhikhan).

 

Allah Taata berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana (ia) diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu dia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkanfnya) itu pada hari-hari yang lain…” (QS. AlBaqarah : 183-184)

 

Tafsir :

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. Yakni, para nabi dan umat-umat lain dari sejak Nabi Adam as. dahulu.

 

Perintah dalam ayat ini mengandung taukid (penekanan) terhadap hukum, anjuran agar berbuat, dan menyenangkan bagi jiwa.

 

Shoum (puasa) menurut bahasa ialah menahan diri dari apa-apa yang diinginkan nafsu. Sedangkan menurut syara’ (hukum agama) ialah : menahan diri dari tiga perkara (makan, minum dan jimak) yang membatalkan puasa, sepanjang siang. Karena ketiga perkara tersebut merupakan hal yang paling disukai oleh nafsu.

 

(.  ) Agar kamu bertakwa, yaitu terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena puasa mematahkan syahwat yang merupakan pangkal kemaksiatan, sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah maka hendaklah ia menikah. Karena nikah itu dapat merundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu (menikah) maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu memiliki penawar (mengendurkan syahwat)”. (.    ) pada hari-hari yang tertentu. Tertentu waktunya dengan bilangan yang diketahui, atau dalam hari-hari yang sedikit. Karena harta yang sedikit itu dihitung-hitung, sedangkan harta yang banyak ditimbun-timbun.

 

Adapun sebab nashabnya (dalam hal ini tanda nashabnya adalah fatihah) kalimat   bukan karena pengaruh kata (puasa), karena di antara keduanya ada fashal (pemisah, berupa kalimat), tetapi oleh kata yang tersembunyi (mudhmar), yaitu : (berpuasalah), dikarenakan adanya petunjuk berupa kata (puasa) itu. Yang dimaksudkan adalah puasa bulan Ramadan, atau puasa yang wajib dipuasai sebelum diwajibkannya puasa Ramadan yang kemudian dihapus oleh puasa Ramadan, yaitu puasa Asyura dan puasa tiga hari tiap-tiap bulan. Atau, ia (   ) dinashabkan sebagai zharaf (kata keterangan) dari kalimat   atau sebagai maf’ul tsani (objek kedua) dari kalimat ke (sedang maf’ul awalnya adalah kata yang kemudian menjadi naib fa’il). Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa, artinya adalah : puasamu adalah seperti puasa mereka dalam bilangan beberapa hari. Karena ada riwayat yang mengatakan bahwa, puasa Ramadan itu pernah diwajibkan juga atas kaum Nasrani. Lalu bulan Ramadan itu jatuh pada hari yang sangat dingin atau sangat panas, maka mereka alihkan ke musim semi. Sebagai kaffarat (tebusan) dari pengalihan itu, maka mereka tambah puasa tersebut dengan dua puluh hari. Pendapat lain mengatakan, bahwa mereka menambah puasanya itu disebabkan oleh waba yang menimpa mereka.

 

(   ) Maka jika di antara kamu ada yang sakit dengan suatu penyakit yang berbahaya atau akan bertambah berat jika ia berpuasa.  atau dalam suatu perjalanan. Kalimat ini memberi isyarat bahwa yang memulai perjalanannya sesudah tengah hari, maka ia tidak boleh berbuka. (.          ) maka (wajiblah atasnya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Maksudnya, dia wajib mengganti puasanya sebanyak hari-hari ketika ia sakit atau ketika sedang melakukan perjalanan jauh, di hari-hari yang lain (selain bulan Ramadan), jika dia berbuka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Jibril alaissalam telah datang kepadaku, lalu ia berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang bersalawat atasmu, melainkan ada tujuh puluh ribu malaikat mendoakannya. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat, maka dia tergolong penghuni surga”. (Zubdah) Dan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda menyampaikan firman Tuhannya Yang Maha Tinggi :

 

Artinya : “Setiap amal (perbuatan) anak Adam (manusia) adalah untuk dirinya sendiri kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberikan ganjarannya””.

 

Karona puasa itu merupakan suatu porbuatan yang tersembunyi (rahasia), tidak ada suatu perbuatan pun di dalam puasa atu yang dapat disaksikan oleh orang lam. Berbeda dengan amal-amal porbuatan yang laimnya Dan juga, karena puasa itu merupakan suatu rahasia yang tidak dikota hut oleh seorang pun kecuali Allah Taala. Maka Allah pun me. mastikan ganjarannya.

 

Oleh karenanya, diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila hari kiamat telah tiba, datanglah suatu kaum yang mempunyai sayap-sayap seperti sayapnya burung. Dengan sayap-sayap itu mereka terbang melintasi tembok-tembok surga. Lantas para penjaga surga bertanya kepada mereka : “Siapakah kalian?”. Mereka menjawab, “Kami adalah umat Muhammad saw”. “Apakah kalian telah mengalami hisab” tanya penjaga surga pula. “Tidak”, jawab mereka. “Apakah kalian telah melihat sirath”. Tanya para malaikat penjaga surga itu. Mereka menjawab, “Tidak”. Kemudian para malaikat penjaga surga itu bertanya, “Dengan apakah kalian mencapai derajat ini?” Mereka menjawab, “Kami telah beribadat kepada Allah Taala secara rahasia di dunia, maka Allah pun memasukkan kami di akhirat ke dalam surga secara rahasia pula”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Apabila orang yang sedang berpuasa itu khawatir dirinya binasa karena lapar dan dahaga, atau dia sakit lalu khawatir penyakitnya bertambah parah dengan sebab puasa itu, maka dia boleh berbuka. Karena keadaan seperti itu adalah keadaan darurat. Sedangkan darurat itu menyebabkan hal-hal yang terlarang menjadi mubah (Raudhatul Ulama).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Umatku telah diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada Seorang pun sebelum mereka. Pertama, apabila malam pertama dari bulan Ramadan tiba, Allah memandang mereka dengan pandangan rahmat. Dan barangsiapa yang telah dipan dang Allah dengan pandangan rahmat, maka Dia tidak akan mengazabnya sesudah itu buat selama-lamanya. Kedua, Allah Taala memerintahkan kepada para malaikat agar memohonkan ampun buat mereka. Ketiga, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum dl sisi Allah daripada bau wangi minyak kesturi. Keempat, Allah Taala berfirman kepada surga, “Berhiaslah engkau”. Dan Dia berfirman : “Berbahagialah hamba-hamba-Ku yang beriman, mereka adalah kekasih-kekasih-Ku”. Kelima, Allah Taala mengampuni mereka semuanya”,

 

Oleh karena itu, diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan dengan penuh iman dan ikhlas, niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala pada setiap saat di bulan Ramadan membebaskan enam ratus ribu orang dari dalam neraka dari kalangan mereka yang sudah seharusnya mendapat siksa, sampai tiba malam Qadar (lailatul Qadar). Pada malam Qadar itu, Allah membebaskan sebanyak orang yang telah dibebaskan (dari neraka) sejak awal bulan (Ramadan). Dan pada hari raya Fitri (Idul Fitri), Allah membebaskan dari sejak awal bulan sampai hari raya Fitri itu”. (Misykat)

 

Dan dari sahabat Jabir ra., dari Nabi saw, bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : Apabila tiba malam terakhir dari bulan Ramadan, langit, bumi dan para malaikat Semuanya menangis atas musibah yang menimpa umat Muhammad saw. Salah Seorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, musibah apakah itu?”. Rasulullah menjawab : “Perginya bulan Ramadan. Karena sesungguhnya doa-doa di bulan itu dikabulkan, sedekah-sedekah diterima, kebaikan-kebaikan dilipat gandakan dan azab ditahan”.

 

Maka musibah manakah yang lebih besar daripada perginya bulan Ramadan itu. Apabila langit dan bumi saja menangis demi kita, maka kita lebih pantas menangis dan menyesali atas terputusnya keutamaan-keutamaan dan kemuliaan-kemuliaan ini dari kita. (Hayatul Qulub).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Allah Taala telah menciptakan malaikat yang memiliki empat wajah. Jarak antara satu wajahnya dengan wajahnya yang lain sejauh perjalanan seribu tahun. Dengan salah satu wajahnya, ia bersujud sampai hari kiamat. Dalam sujudnya itu ia berkata : “Mahasuci Engkau, betapa agung sifat Jamal-Mu!”. Dan dengan wajah yang lain, ia memandang ke arah neraka Jahannam seraya ber. kata : “Celakalah orang yang memasukinya!”. Dan dengan wajah yang lain lagi, ia me. mandang ke arah surga seraya berkata : “Berbahagialah orang yang memasukinya!”. Dan dengan wajah yang lain, ia memandang ke arah Arsy Allah Yang Maha Pengasih seraya berdoa : “Oh Tuhanku, kasihanilah dan janganlah: Engkau siksa orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadan dari umat Muhammad saw”. (Zahratur Riyadh). Dan dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Kiraman Katibin (malaikat pencatat amal perbuatan manusia) pada bulan Ramadan, supaya mencatat kebaikan-kebaikan dari umat Muhammad saw, dan tidak mencatat kejahatan-kejahatan mereka, serta menghapus dosa-dosa mereka yang lalu”. (Zahratur Riyadh)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan ikhlas (dalam melaksanakannya) mak. akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Zahratur Riyadh)

 

Konon, puasa itu ada tiga tingkatan : (pertama) puasa orang biasa, (kedua) puasa orang khawas (khusus), (ketiga) puasa orang khawasul khawash (khususnya khusus).

 

Adapun puasa orang biasa itu adalah mencegah perut dan kemaluan dari memenuhi syahwat.

 

Puasa orang khawas itu adalah puasanya orang-orang yang salih, yaitu mencegah seluruh anggota badan dari melakukan segala dosa. Dan hal itu tidak akan terlaksana kecuali dengan selalu melakukan 5 perkara :

 

  1. Memicingkan pandangan dari semua yang tercela menurut syarak.

 

  1. Memelihara lidah dari mengumpat, berdusta, mengadu domba dan bersumpah palsu. Karena sahabat Anas ra. telah meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda, yang artinya : “Lima perkara yang menggugurkan (pahala) puasa, atau membatalkan pahalanya, yaitu : (1) berdusta, (2) mengumpat, (3) mengadu domba, (4) bersumpah palsu, (5) memandang lawan jenis dengan syahwat”.

 

  1. Mencegah telinga dari mendengarkan apa saja yang makruh.

 

  1. Mencegah seluruh anggota badan dari hal-hal yang makruh, dan mencegah perut dari makan makanan-makanan yang syubhat (diragukan halalnya) di waktu berbuka. Karena tidak ada artinya berpuasa dari makanan yang halal lalu berbuka dengan makanan yang haram. Perumpamaannya adalah seperti orang yang membangun sebuah istana dengan menghancurkan sebuah kota.

Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak memperoleh dari puasanya itu selain rasa lapar dan dahaga”.

 

  1. Tidak memperbanyak memakan makanan yang halai di kala berbuka sampai kekenyangan. Karena Rasulullah saw. telah bersabda yang artinya : “Tidak ada sebuah wadah yang lebih dibenci oleh Allah daripada perut yang dipenuhi oleh makanan yang halal”.

 

Adapun puasa orang-orang khawasul khawash adalah puasa hati dari keinginankeinginan rendah dan pikiran-pikiran duniawi, serta mencegahnya secara total dari segala sesuatu selain Allah. Apabila orang yang berpuasa seperti itu memikirkan sesuatu selain Allah, maka berarti dia telah berbuka dari puasanya. Puasa seperti ini adalah tingkatan para nabi dan siddigin. Karena penerapan magam (tingkatan) ini adalah dengan menghadapkan diri secara total kepada Allah Taala dan berpaling dari selain-Nya. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Ketahuilah, bahwa puasa itu merupakan ibadat yang tidak dapat diindera oleh panca indera manusia. Artinya, ia tidak dapat diketahui kecuali hanya oleh Allah Taala dan orang yang berpuasa itu sendiri. Dengan demikian, puasa adalah antara Tuhan dan hamba-Nya. Oleh karena puasa ini merupakan ibadat dan ketaatan yang hanya diketahui oleh Allah semata, maka disandarkanlah ia kepada diri-Nya, sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadis Qudsi :

 

Artinya : “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”.

 

Dan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa, Allah menyandarkan puasa itu kepada diri-Nya, adalah karena di dalam ibadat puasa itu tidak ada penyekutuan yang lain dengan Allah. Karena di antara manusia itu ada yang menyembah berhala, ada pula yang sujud dan salat kepada matahari dan bulan, ada yang bersedekah demi berhala, mereka adalah orang-orang kafir. Namun tidak pernah ada seorang pun di antara hamba-hamba Allah yang mengerjakan puasa demi berhala, demi matahari, demi bulan atau demi waktu siang. Tetapi ia berpuasa semata-mata hanya karena Allah Taala. Oleh karena puasa itu merupakan ibadat yang tidak pernah digunakan untuk berbakti kepada selain Allah Taala, yaitu ibadat yang murni hanya untuk Allah semata, maka Allah lalu menisbatkan puasa itu kepada diri-Nya sendiri, sebagaimana disebutkan dalam hadis Gudsi, Allah berfirman, yang artinya : “Puasa itu untuk-Ku, dan Aku memberi ganjaran atasnya”.

 

Kalimat “dan Aku memberi ganjaran atasnya”. Maksudnya : Atas puasanya, Aku perlakukan orang itu dengan sifat kemurahan (kedermawanan) rububiah (ketuhanan), dan bukan dengan kepatutan-Ku untuk disembah.

 

Sedangkan Abul Hasan mengatakan, bahwa maksud dari kalimat “dan Aku memberi ganjaran atasnya” ialah : tiap-tiap perbuatan taat ganjarannya adalah surga. Sedang puasa, ganjarannya adalah berjumpa dengan-Ku. Aku memandang kepadanya dan dia memandang kepada-Ku. Dia berbicara dengan-Ku dan Aku berbicara dengannya, tanpa utusan atau penerjemah. Demikian kata Abul Hasan di dalam kitab Mukhtashar Ar Raudhah.

 

Maka hafalkaniah kata-kata tadi dan nasihatkanlah kepada orang lain, dan janganlah Anda termasuk golongan orang-orang yang ragu.

 

Menurut pendapat kami, orang yang sedang berpuasa itu boleh saja menyentuh dan mencium istrinya, apabila ia tidak khawatir atas dirinya. Tetapi kalau dia khawatir dengan sentuhan itu akan timbul keinginan jimak sehingga ia melakukan jimak, atau keluar mani hanya dengan menyentuh, maka hal tersebut tidak boleh dilakukannya.

 

Sedangkan menurut Said bin Almusayib, crang yang sedang berpuasa tidak boleh mencium atau menyentuh istrinya, baik dia merasa khawatir atau tidak. Karena menurui riwayat dari Ibnu Abbas ra. bahwa ada seorang pemuda menemui Ibnu Abbas, lalu bertanya kepadanya : “Bolehkan saya mencium istri saya selagi berpuasa?”. Ibnu Abbas menjawab : “Tidak boleh”. Kemudian datang pula kepada Ibnu Abbas seorang tua, lalu bertanya “Bolehkah saya mencium istri saya selagi berpuasa?”. Ibnu Abbas menjawab . boleh” Maka pemuda Itu kembali lagi kepada Ibnu Abbas, lalu berkata : “Mengapa Tuan hadapkan untuknya apa yang Tuan haramkan atas diri saya, padahal kita satu agama? Ibnu Abban monjawab : “Karona dia sudah tua, dia bisa menguasai syahwatnya, sedang Anda masih muda, Anda tidak mampu menguasai syahwat Anda”. Yakni keinginan untuk Jinak. (Raudhatul Ulama).

 

Ada yang mongatakan bahwa, tujuan dari puasa itu adalah untuk menundukkan musuh Allah. Karona jalan setan itu lewat syahwat. Padahal, syahwat itu menjadi kuat katona makan dan minum. Maka puasa itu tidak akan berguna untuk menundukkan nutuh Allah Taala dan menghancurkan syahwat kecuali dengan menaklukkan nafsu dengan makan sedikit. Oleh karena itu, ada riwayat berkaitan dengan disyariatkannya puasa, bahwa Allah Taala menciptakan akal, lalu berfirman kepadanya: “Menghadaplah!” Maka akal itu pun menghadap. Kemudian Allah berfirman pula kepadanya : “Membelakanglah!”. Maka akal itu pun membelakang. Setelah itu Allah bertanya : “Siapakah engkau dan siapa Aku?”, Akal menjawab : “Engkau adalah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu yang lemah”. Maka Allah Taala berfirman : “Hai akal, Aku tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih mulia daripada engkau”.

 

Kemudian Allah Taala menciptakan nafsu, lalu berfirman kepadanya : “Menghadaplah!” Namun nafsu itu tidak mematuhi. Lantas Allah bertanya kepadanya : “Siapakah ongkau dan siapakah Aku?”. Nafsu menjawab : “aku adalah aku dan Engkau adalah Engkaul”. Maka Allah Taala lalu mengazabnya dengan siksa api neraka selama seratus tahun. Komudian Allah mengeluarkannya dari neraka dan bertanya kembali kepadanya : “Siapa ongkau dan siapa Aku?”. Nafsu tetap menjawab seperti jawabannya semula. Maka diazablah ia di dalam neraka lapar selama seratus tahun pula. Setelah itu, Allah bertanya kembali kepadanya, barulah dia mengaku bahwa dirinya adalah hamba dan Allah adalah Tuhan. Maka oleh sebab itu, Allah lalu mewajibkan puasa atasnya. (Misykat).

 

Ada yang mengatakan bahwa, hikmat dari diwajibkannya puasa selama tiga puluh hari itu adalah karena datuk kita Adam as. dahulu, ketika Beliau memakan buah pohon yang terlarang di dalam surga, buah tersebut tetap tinggal di dalam perutnya selama tiga puluh hari. Dan ketika Beliau bertobat kepada Allah Taala, maka Allah menyuruhnya agar berpuasa selama tiga puluh hari tiga puluh malam. Karena kelezatan dunia itu ada empat makan, minum, jimak dan tidur. Semuanya itu merupakan penghalang bagi hamba terhadap Allah Taala. Sedangkan atas Nabi Muhammad saw. dan umatnya, Allah Taala mewajibkan puasa pada siang hari saja, dan diperbolehkan makan, minum dan jimak pada malam harinya. Hal mana merupakan karunia dari Allah Taala dan kemuliaan bagi kita. (Bahjatul Anwar).

 

Diceritakan bahwa, seorang Majusi melihat anaknya makan di pasar pada siang bulan Ramadan, lalu anaknya itu dipukulinya seraya berkata : “Kenapa engkau tidak menjaga kehormatan kaum muslimin di bulan Ramadan?”. Kemudian, setelah orang Majusi itu meninggal dunia, ada seorang alim melihatnya dalam mimpi, sedang duduk di atas singa: Sana kemuliaan di dalam surga. Orang alim itu bertanya : “Bukankah Anda seorang Majusi?”, Orang itu menjawab : “Benar, namun ketika saya akan meninggal dunia, saya mendengar seruan dari atas saya, “Hai malaikat-malaikat-Ku, janganlah kalian biarkan orang ini sebagai Majusi. Muliakanlah dia dengan Islam, karena dia telah menghormati! bulan Ramadan”.

 

Ini menunjukkan bahwa, hanya karena menghormati bulan Ramadan, orang Majus! itu memperoleh iman. Betapa pula orang yang berpuasa di bulan Ramadan dan menghor matinya. (Zubdatul Majalis).

 

Diriwayatkan dari Rasulullah saw. menyampaikan firman Tuhannya Yang Mahatinggi :

 

Artinya : “Tiap-tiap kebaikan yang dikerjakan oleh anak Adam (manusia) pahalanya dilipat gandakan dari sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi ganjaran atasnya”.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai firman Allah Taala : “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”. Padahal semua amal itu adalah untuk-Nya juga dan Dialah yang memberi pahalanya.

 

Pertama, bahwa dalam puasa tidak terjadi riya, seperti halnya yang terjadi pada selain puasa. Karena riya (sifat ingin dipuji) itu suka terjadi pada diri manusia, sedang puasa itu tidak lain adalah suatu yang ada di dalam hati. Yakni, bahwasanya semua amal itu biasanya berupa gerakan-gerakan lahiriah yang bisa dilihat, selain puasa. Adapun puasa adalah hanya dengan niat yang tidak diketahui oleh orang lain.

 

Kedua, bahwa maksud dari firman Allah, “dan Aku memberi ganjarannya”, ialah bahwa hanya Dia sendirilah yang mengetahui kadar pahala puasa itu dan penggandaan ganjarannya. Adapun ibadat-ibadat yang lain, terkadang dapat diketahui oleh sebagian orang. Ketiga, makna dari firman Allah, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”, adalah bahwa, puasa itu merupakan ibadat yang paling disukai oleh-Nya.

 

Keempat, penyandaran puasa kepada diri-Nya (puasa itu untuk-Ku) adalah penyandaran yang berarti pemuliaan dan penggandaan, seperti kalimat Baitullah (Rumah Allah). Kelima, bahwa sikap tidak memerlukan makanan dan keinginan-keinginan lainnya adalah termasuk sifat-sifat Tuhan. Dan karena orang yang puasa itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu sikap yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, maka disandarkanlah ia kepada-Nya.

 

Keenam, bahwa artinya memang seperti itu, tetapi dalam kaitannya dengan malaikat. Karena, itu semua adalah sifat-sifat mereka.

 

Ketujuh, bahwa semua ibadat bisa dikurangi pahalanya guna menebus perbuatanperbuatan aniaya terhadap sesama manusia, kecuali pahala puasa.

 

Namun demikian, semua ulama sepakat bahwa, yang dimaksud dengan “puasa” di dalam firman Allah, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku memberi ganjaran atasnya”, adalah puasa orang yang puasanya itu bersih dari maksiat, baik berupa perkataan maupun perbuatan. (Miftahush Shalat).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan penuh iman dan ikhlas, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat”.

 

Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw. itu.

 

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruh. nya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar’ Para malaikat itu menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengeta. hui lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 31-32)

 

Tafsir : 

 

(.  ) Dan Allah mengajarkan kepada Adam (alaihissalam) nama-nama (benda-benda) seluruhnya, baik dengan menciptakan ilmu dharuri pada Adam mengenai benda-benda itu. Atau, dengan cara menyampaikannya langsung kedalam pikiran Beliau tanpa memerlukan suatu istilah sebelumnya agar berkelanjutan. Belajar itu adalah suatu perbuatan yang umumnya mengakibatkan ilmu. Karena itu dikatakan : “Allamtuhu fata’lama”. (Saya mengajarinya maka ia pun tahu).

 

Adam adalah nama ajam (non Arab) seperti Azar dan Syalikh. Adapun asalnya adalah mengambil dari kata   atau   , dengan arti :  (teladan). Atau, bisa juga berasal dari kata   (permukaan bumi) sesuai dengan suatu riwayat dari Nabi saw. bahwa Allah Taala menggenggam segenggam tanah dari seluruh permukaan bumi, baik dari dataran rendah maupun dataran tinggi, lalu dari tanah yang segenggam itu, Dia menciptakan Adam (alaihis-salam). Karena itulah, anak cucunya lahir berbeda-beda.

 

  Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat.

 

Dhamir (kata ganti nama) yang terdapat pada ayat ini (yaitu 2) kembali kepada benda-benda yang punya nama yang secara implisit ditunjukkan oleh kata :  (kalimat sebelumnya). Karena pembahasannya adalah nama-nama benda ( ), lalu Mudhaf ilaihnya (benda-benda) dihilangkan (makhdzut), karena Mudhafnya (nama-nama) telah menunjukkannya, lantas (Mudhaf ilaih) tersebut digantikan oleh alif lam (   pada  ). Seperti firman Allah :   (di sini Mudhaf ilaihnya juga dihilangkan, sebagai gantinya adalah Jl yang ditambahkan pada kata (, pent.). Karena tujuan dari pengemukaan itu adalah untuk menanyakan tentang nama-nama dari benda-benda yang dikemukakan. Oleh sebab itu, yang dikemukakan itu bukan nama-nama itu sendiri apalagi jika yang dimaksud itu adalah berupa lafaz-lafaz, melainkan yang dimaksud adalah benda-benda itu sendiri, atau apa-apa yang ditunjukkan oleh lafaz-lafaz tersebut Sedangkan sebab digunakannya dhamir mudhakkar (kata ganti jenis jantan) pada kalimat ini (yaitu : 2 ) adalah karena umumnya yang tercakup dalam nama-nama benda itu adalah jenis ugala (yang berakal).

 

(   ) Lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama (bendabenda) itu”.

 

Ayat ini merupakan celaan dan peringatan terhadap para malaikat atas ketidak mampuan mereka dalam hal kekhalifaan. Karena mengendalikan dan mengatur makhluk-makhluk yang ada dengan tetap menegakkan keseimbangan sebelum adanya pengetahuan yang pasti, berada pada tingkatan-tingkatan bakat dan tingkat kebenaran adalah sesuatu hal yang mustahil. Jadi, ayat ini bukan merupakan taklif, karena ia termasuk bab taklif dengan yang tidak mungkin.

 

(   ) Jika kamu memang orang-orang yang benar. Karena menurut sangkamu, bahwa kamu lebih berhak menjadi khalifah (di muka bumi) karena kema’shumanmu (kesucianmu dari dosa).

 

(     ) Mereka (para malaikat itu) menjawab : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami”.

 

Jawaban malaikat ini merupakan pengakuan akan kelemahan dan ketidak sempurnaan mereka, serta sebagai pernyataan bahwa pertanyaan mereka (pada ayat sebelumnya) itu adalah untuk minta penjelasan (istifsar) dan bukan penentangan (i’tiradh). Dan bahwasanya apa yang tidak mereka ketahui, kini menjadi jelas bagi mereka, yaitu mengenai keutamaan manusia dan hikmat dari diciptakannya mereka. Disamping itu, juga sebagai pernyataan syukur mereka atas nikmat Allah dengan apa yang diberitahukan-Nya kepada mereka dan disingkapkan-Nya bagi mereka apa yang tidak mereka pahami, serta menjaga kesopanan dengan cara menyertakan ilmu seluruhnya kepada Allah.

 

   Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui, yang tidak ada sesua u pun yang tersembunyi bagi-Nya.

 

 Lagi Maha Bijaksana. Yang sempurna dalam pencitaan-Nya, dan Yang tidak melakukan kecuali apa yang di dalamnya ada hikmat yang sempurna. (adhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling selamat di antara kamu pada hari kiamat dari hal-hal yang menakutkan dan jurang-jurangnya, ialah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”. (Syifa’un Syarif). Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menempuh suatu jalan menuju ilmu, maka Allah akan menempatikannya pada jalan menuju surga. Dan sesungguhnya orang yang berilmu itu dimohonkan ampun oleh makhluk-makhluk di bumi, sampai-sampai ikan yang ada di lautan. Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi”. Dan dari sahabat Abu Dzarr ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai Abu Dzarr, sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab darj Kitab Allah Taala adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seratus rakaat. Dan sesungguhnya kepergianmu untuk belajar satu bab dari ilmu, baik ia diamalkan ataupun tidak, adalah lebih baik bagimu daripada engkau salat seribu rakaat”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa belajar satu bab dari ilmu untuk diajarkannya kepada orang lain, maka dia diberi pahala tujuh puluh nabi”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa duduk di sisi orang alim dua jam, atau makan bersamanya dua suapan, atau mendengarkan darinya dua perkataan, atau berjalan bersamanya dua langkah, maka Allah Taala akan memberinya dua surga, yang masing-masing surga itu luasnya dua kali luas dunia”. (Misykatul Anwar) Dari Ali, karramallaahu wajhah, dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Aku telah menanyakan kepada Jibril tentang orang-orang yang berilmu, lalu Jibril menjawab : “Mereka adalah pelita-pelita umatmu di dunia dan akhirat. Beruntunglah orang yang mengenal mereka dan celakalah orang yang mengingkari dan membenci mereka”. (Kawasyi)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan salat secara berjamaah dan duduk di majelis ilmu serta mendengarkan Kalam Allah lalu mengamalkannya, maka Allah Taala akan memberinya enam perkara : (1) rezki dari usaha yang halal, (2) selamat dari azab kubur, (3) menerima kitab (catatan amalnya) dengan tangan kanannya, (4) melewati shirat (jembatan di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (5) dihimpun bersama para nabi, (6) Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai di dalam surga dari permata yagut yang merah, yang mempunyai empat puluh pintu”. (Zubdah).

 

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. ia berkata : “Orang-orang yang berilmu itu mempunyai derajat tujuh ratus tingkat di atas derajat orang-orang biasa, yang jarak di antara satu tingkat dengan tingkat derajat lainnya adalah sejauh (perjalanan) lima ratus tahun”.

 

Konon, ilmu itu lebih utama dari amal karena lima sebab :

 

  1. Ilmu tanpa amal tetap ada, sedangkan amal tanpa ilmu tidak ada.
  2. Ilmu tanpa amal masih berguna, sedangkan amal tanpa ilmu tidak berguna.
  3. Amal itu suatu kewajiban, sedangkan ilmu pemberi cahaya laksana pelita.
  4. Ilmu itu pangkat para nabi, seperti sabda Nabi saw. yang artinya : “Para ulama umatku seperti para nabi Bani Israil”.
  5. Ilmu itu sifat Allah, sedangkan amal itu sifat hamba-hamba Allah. Dan sifat Allah itu jelas lebih utama daripada sifat hamba-hamba-Nya. (Tafsir Al Taisir).

 

Dan dari Ibnu Abbas ra. Katanya : “Nabi Sulaiman as. pernah disuruh memilih antara ilmu dan kerajaan, lalu Beliau memilih ilmu. Maka Beliau pun diberi ilmu dan kerajaan”.

 

Sebagian orang bijak berkata : “Kata ilmu (     ) itu terdiri dari tiga huruf : “ain (   ) lam (.   ) dan mim (.   ). “Ain (   ) berasal dari kata illiyyin (   ) yang artinya “tempat yang tinggi”. Lam (. ) berasal dari kata al luthfu (   ) yang artinya “kelemah-lembutan”. Dan mim ( ) berasal dari kata al mulku (    ) yang artinya “kerajaan”. Jadi, ‘ain akan membawa orang alim itu sampai ke tempat (derajat) yang tinggi. Lam akan menjadikannya seorang yang lemah lembut. Dan mim akan menjadikannya sebagai penguasa makhluk”.

 

Dan dikatakan, bahwa kemuliaan ilmu itu ditunjukkan oleh firman Allah Taala kepada Nabi Muhammad saw. 

 

Artinya : Dan katakanlah : “Oh Tuhanku, tambahilah aku ilmu!”

 

Karena Allah Taala telah memberikan kepada Beliau semua ilmu, dan Dia tidak menyuruhnya meminta tambahan kecuali tambahan ilmu. (Majalisul Abrar).

 

Diriwayatkan bahwa, Nabi saw. datang ke pintu masjid. Kemudian Beliau melihat setan berada di dekat pintu Masjid itu. Maka kemudian Nabi saw. bertanya : “Hai Iblis, apakah yang engkau lakukan di sini?” Setan itu menjawab : “Saya hendak masuk ke dalam masjid dan merusakkan saiat dari orang yang sedang saiat itu. Akan tetapi saya takut pada orang yang sedang tidur ini”.

 

Nabi saw. bertanya pula : “Hai Iblis kenapa engkau tidak takut pada orang yang sedang salat itu, sedangkan dia tengah beribadat dan bermunajat dengan Tuhannya, malah engkau takut dari orang yang sedang tidur itu, padahal dia sedang terlena?”.

 

Setan menjawab : “Orang yang sedang salat itu adalah seorang yang bodoh, meruSaknya lebih mudah. Namun, orang yang sedang tidur itu adalah orang berilmu, jika saya mengganggu orang yang salat itu dan merusakkan salatnya, saya khawatir orang yang tidur itu terjaga lalu membetulkannya segera”.

 

Maka Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tiduinya orang alim lebih baik daripada ibadatnya orang jahil (orang bodoh)”. (Minhajul Muta’allimin)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa ingin menghafalkan ilmu maka ia harus membiasakan diri nya dengan lima. perkara : 1. Salat malam, sekalipun hanya dua rakaat. 2. Selalu dalam keadaan berwuadu. 3. Bertakwa (kepada Allah) baik secara rahasia (ketika sendirian) atau secara terang-terangan (ketika sedang di tempat ramai). 4. Makan untuk mendapatkan tenaga (supaya kuat ibadat) bukan (semata-mata) untuk memenuhi syahwat (kelezatan/kenikmatan). 5. Bersiwak (menggosok gigi)”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kebaikan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu : dan kemuliaan dunia dan akhirat adalah beserta ilmu. Satu orang alim lebih besar dari segi keutamaannya di sisi Allah Taala daripada seribu orang yang mati syahid”.

 

Begitu juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Matinya orang alim sama dengan matinya alam”.

 

Sedangkan di dalam kitab Al Kawasyi disebutkan : “Barangsiapa mengecam orang alim dengan kata-kata jimak, maka menjadi kafirlah ia, dan istrinya tertalak dengan talak bain”. Demikian menurut Imam Muhammad dan ahli fikih lainnya. Sedang Ash Shadru Asy Syahid di dalam kitab Fatawa Badi’iddin mengatakan : “Barangsiapa meremehkan orang alim menjadi kafirlah ia dan tertalaklah istrinya dengan talak bain”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Akan datang suatu masa pada umatku, ketika itu mereka lari dari para ulama dan fuqaha (ahli fikih). Maka Allah Taala akan menimpakan bencana kepada mereka dengan tiga macam bencana : (1) Allah menghilangkan berkah dari usaha mereka, (2) Allah menguasakan atas mereka seorang penguasa yang kejam, (3) Mereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman”. (Demikian disebutkan dalam kitab Mukasyafatul Asrar).

 

Dan dalam hadis lain diriwayatkan pula, bahwa Nabi saw. bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, akan dihadapkan empat golongan orang di dekat pintu surga tanpa mengalami hisab dan azab :

 

Pertama, orang alim yang mengamalkan ilmunya.

 

Kedua, orang yang sudah naik haji yang sewaktu dia naik haji dulu, dia tidak melakukan perbuatan keji.

 

Ketiga, orang yang mati syahid yang gugur di medan perang.

 

Keempat, orang dermawan yang megusahakan harta dari jalan yang halal dan menafkahkannya di jalan Allah tanpa riya.

 

Keempat golongan orang tadi saling mendahului untuk memasuki surga lebih dahulu. Maka Allah Taala mengutus Jibril untuk menjadi hakim di antara mereka. Pertamatama, Jibril bertanya kepada orang yang mati syahid yang gugur di medan perang itu, katanya : “Apa yang telah engkau lakukan di dunia sehingga engkau ingin masuk surga lebih dahulu?”.

 

Orang itu menjawab : “Saya telah terbunuh di medan perang demi mencapai keridhaan Allah Taala”.

 

Jibril bertanya pula : “Dari siapa engkau mendengar pahala orang yang mati syahid itu?”.

 

“Dari para ulama”, jawabnya.

 

“Jagalah kesopanan. Engkau jangan mendahului gurumu!”. Ujar Jibril memutuskan.

 

Kemudian Jibril menoleh kepada orang yang telah naik haji, lalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti tadi, dan akhirnya memutuskan perkaranya sama seperti keputusannya terhadap orang yang mati syahid tersebut. Kemudian Jibril mengajukan pertanyaan yang serupa kepada orang yang dermawan, dan mendapat jawaban yang sama. Akhirnya berkatalah orang alim : “Tuhanku, aku tidak memperoleh ilmu kecuali dengan kemurahan hati orang yang dermawan itu, dan dengan sebab kebajikannya”. Maka Allah Azza wajalla berfirman : “Sungguh benar apa yang dikatakan orang alim itu. Hai Ridhwan, bukalah pintu-pintu surga itu sehingga orang yang dermawan itu dapat masuk, baru kemudian mereka menyusul masuk sesudahnya”. (Demikian disebutkan dalam kitab Misykatul Anwar)

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : Kelebihan orang alim dibandingkan dengan orang abid (ahli ibadat) adalah seperti kelebihan diriku atas orang-orang yang paling rendah di antara kamu.

 

Juga, Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. Yang artinya : “Aku adalah Dzat Yang Maha Mengetahui, dan Aku menyukai orang-orang yang berilmu pengetahuan.

 

Sedangkan Alhasan rahimahullah berkata : “Nanti di hari kiamat tinta para ulama akan ditimbang bersama darah para syuhada (orang-orang yang mati syahid). Ternyata tinta para ulama itu lebih berat ketimbang darah para syuhada”.

 

Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,

 

Artinya : “Hati-hatilah terhadap tiga golongan manusia, yaitu : (1) ulama yang lalai, (2) orang-orang miskin yang congkak, (3) orang-orang sufi yang bodoh”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Kokohnya (kehidupan) dunia ini adalah dengan 4 perkara : (1) ilmu para ulama, (2) sifat adil para penguasa, (3) sifat dermawan orang-orang kaya, (4) doa orangorang miskin. Seandainya tidak ada ilmu para ulama maka akan binasalah orang-orang yang bodoh, kalau tidak ada kedermawanan orang-orang kaya maka akan binasalah orang-orang miskin, kalau tidak ada doa orang-orang miskin maka akan binasalah orangorang kaya, dan kalau tidak ada keadilan dari para penguasa maka manusia yang satu benar-benar akan memangsa manusia yang lain sebagaimana serigala memangsa kambing”. Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menafkahkan uangnya sebanyak satu dirham kepada seorang pelajar yang sedang menuntut ilmu, maka seolah-olah ia telah menafkahkan emas kuning sebesar gunung Uhud di jalan Allah Taala”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat secara berjamaah bersama kaum muslimin selama empat puluh hari, tanpa terlewat satu rakaat pun, maka Allah akan menetapkan baginya terlepas dari nifak”. Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Barangsiapa salat Subuh, kemudian (setelah selesai salat) ia duduk (sejenak) untuk berzikir (mengingat dan menyebut asma) Allah Taala, maka Allah Taala akan memberinya di dalam surga Firdaus tujuh puluh mahligai yang terbuat dari emas dan perak”,

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Sesungguhnya perumpamaan salat itu adalah ibarat sebuah anak Sungai yang mengalir di depan pintu rumah seseorang di antara kamu. Setiap hari ia mandi di situ sebanyak lima kali. Masih tersisakah kotoran pada (tubuh) nya?. Para sahabat menjawab : “Tidak”. Beliau melanjutkan : “Begitulah salat, ia mencuci dosa-dosa”. (Daqaiqul Akhbar). “

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. AlBaqarah : 186)

 

Tafsir :

 

(  ) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Yakni, katakaniah kepada mereka, bahwa Aku adalah dekat. Ayat ini merupakan gambaran dan kesempurnaan ilmu Allah akan perbuatan-perbuatan dan perkataan-perkataan hamba-hamba-Nya, serta mengetahui segala hal-ihwal mereka seperti halnya orang yang berada dekat tempatnya dengan mereka.

 

Diriwayatkan, bahwa seorang A’rabi (orang desa) menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apakah Tuhan kita dekat sehingga kita (cukup) berbisik dengan-Nya, ataukah jauh sehingga kita harus menyeru-Nya?”. Maka turunlah ayat ini sebagai jawabannya. 

 

(    ) Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku.

 

Ayat ini merupakan penegasan tentang kedekatan Allah, dan janji bagi orang yang berdoa bahwa doanya (pasti) akan dikabulkan Allah.

 

(    ) maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku. Yakni, apabila Aku menyeru mereka supaya beriman dan berbakti, sebagaimana Aku memenuhi (mengabulkan) mereka apabila mereka berdoa kepada-Ku bagi kebutuhan-kebutuhan mereka.

 

(.   ) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku.

 

Ayat ini merupakan perintah supaya bersikap mantap (tidak mudah berubah) dan selalu beriman.

 

( ) agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Mereka berharap memperoleh arrusydu, yaitu memperoleh kebenaran. Huruf syin (.   ) pada kata yarsyudun (.   ) bisa juga dibaca dengan fathah (. ) atau dengan kasrah (. ).

 

Ketahuilah bahwa setelah Allah Taala menyuruh kaum muslimin berpuasa selama satu bulan sambil memperhatikan bilangan hari-hari, serta menganjurkan mereka Supaya melaksanakan tugas-tugas mengumandangkan takbir dan memanjatkan puji Syukur maka Dia melanjutkan firman-Nya dengan mendetail segala keadaan mereka, Maha Men. dengar terhadap segala ucapan mereka, Maha Mengabulkan atas semua doa mereka dan Maha Membalas terhadap segala perbuatan mereka, sebagai penegas baginya (perintah puasa) dan anjuran atasnya (supaya melaksanakannya). (Aadhi Baidhawi)

 

Anas bin Malik ra., meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada suatu doa pun kecuali ada hijab (penghalang) yang mengha. langi antara doa itu dengan langit, sampai orang yang berdoa itu membaca (lebih dahulu) salawat untuk Nabi saw. Apabila ia telah membaca salawat untuk Beliau maka tembuslah hijab itu dan doa itu pun masuk. Dan kalau ia tidak membaca salawat, maka doanya kembali lagi”.

 

Diceritakan, bahwa seorang saleh duduk untuk membaca tasyahud, namun ia lupa membaca salawat untuk Nabi saw. Lantas dalam tidurnya, ia bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau berdiri lalu berkata kepadanya : “Kenapa engkau lupa membaca salawat untukku?” Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah dan menyembahNya, sehingga saya terlupa membaca salawat untuk Baginda”.

 

Maka Rasulullah saw. berkata : “Tidakkah engkau mendengar sabdaku : “Semua amal dihentikan dan semua doa ditahan sampai dibacakan salawat untukku. Dan seandainya seorang hamba datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan sebanyak kebaikan-kebaikan penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada salawat untukku, maka kebaikan-kebaikannya itu dikembalikan kepadanya, satu pun tidak ada yang diterima”. (Zubdah)

 

Dan diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah bermunajat kepada Tuhannya, ‘ katanya : “Ya Ilahi, apakah Engkau memuliakan seseorang seperti halnya Engkau memulaikan aku, yang mana Engkau telah memperdengarkan Kalam-Mu kepadaku?” Allah Taala menjawab : “Wahai Musa, sesungguhnya Aku mempunyai hamba-hamba yang Aku keluarkan mereka di akhir zaman. Lalu, Aku muliakan mereka dengan bulan Ramadan, dan Aku lebih dekat kepada mereka daripada kepadamu. Karena sesungguhnya Aku berbicara kepadamu, sedang antara Aku dan engkau ada tujuh puluh ribu hijab (tabir). Namun, apabila umat Muhammad berpuasa dan bibir-bibir mereka menjadi pucat, dan kulit-kulit mereka menjadi kuning, maka Aku angkat tabir-tabir tersebut pada saat berbuka. Wahai Musa, beruntunglah orang yang limpanya haus dan perutnya lapar di bulan Ramadan. Aku tidak akan mengganjar mereka kecuali dengan berjumpa pada-Ku”.

 

Maka, seyogyanyalah bagi orang yang berakal agar mengetahui kemuliaan bulan ini, dan memelihara hatinya di bulan itu dari kedengkian dan permusuhan terhadap sesama kaum muslimin. Di samping itu, hendaknya ia merasa takut dan gentar kepada Allah, apakah puasanya diterima atau tidak?. Karena Allah Taala telah berfirman, yang artinya : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertagwa”.

 

Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari dalam kubur-kubur mereka dan mengenali puasa-puasa mereka yang menyambut mereka dengan hidangan-hidangan, bingkisan-bingkisan dan piala-piala. Lalu dikatakan kepada mereka : “Makanlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah lapar ketika orang-orang lain kenyang. Dan minumlah oleh kalian, karena kalian dahulu telah haus ketika orang-orang lain minum. Serta beristirahatlah!”. Maka mereka pun makan dan minum, sedangkan orang-orang lain masih menghadapi hisab. (Tanbihul Ghafilin)

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia berkata : “Nabi saw. pernah ditanya tentang keutamaan-keutamaan salat Taraweih di bulan Ramadan, lalu Beliau menjawab :

 

“Pada malam pertama, seorang mukmin keluar dari dosanya seperti saat ia baru dilahirkan oleh ibunya.

 

Pada malam kedua, dosa-dosanya diampuni, juga dosa-dosa kedua orang tuanya, jika keduanya beriman.

 

Pada malam ketiga, malaikat dari bawah Arsy berseru : Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lewat.

 

Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala orang yang membaca kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan (Alquran).

 

Pada malam kelima, Allah Taala memberinya (pahala) seperti pahala orang yang salat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjidil Agsha.

 

Pada malam keenam, Allah Taala memberinya (pahala) orang yang melakukan tawaf di Baitul Makmur, dan dimohonkan ampun oleh setiap bebatuan dan cadas.

 

Pada malam ketujuh, seolah-olah ia bertemu Musa as. dan membelanya dalam menghadapi Firaun dan Haman. | Pada malam kedelapan, Allah Taala memberinya apa yang pernah diberikan-Nya kepada Nabi Ibrahim as.

 

Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadat kepada Allah Taala sebagaimana ibadatnya Nabi saw.

 

Pada malam kesepuluh, Allah Taala menganugerahinya kebaikan dunia dan akhirat.

 

Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia (mati) seperti saat baru dilahirkan dari perut ibunya.

 

Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat dengan wajah yang bercahaya bak bulan purnama.

 

Pada malam ketiga belas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari semua kejahatan.

 

Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa dia benar-benar telah mengerjakan salat Taraweih, maka Allah Taala tidak menghisabnya pada hari kiamat.

 

Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat, dan oleh para pemanggul Arsy dan Kursi.

 

Pada malam keenam belas, Allah menetapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka, dan kebebasan untuk masuk ke dalam surga.

 

Pada malam ketujuh belas, ia diberi ganjaran seperti pahalanya nabi-nabi.

 

Pada malam kedelapan belas, malaikat berseru : ‘Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah telah rida kepadamu dan kepada ibu bapakmu’.

 

Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajatnya di dalam surga Firdaus.

 

Pada malam kedua puluh, ia diberi ganjaran seperti pahalanya para syuhada (orangorang yang mati syahid) dan orang-orang saleh.

 

Pada malam kedua puluh satu, Allah membangunkan untuknya sebuah mahligai dari cahaya di dalam surga.

 

Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari Segala kesedihan dan kesusahan. Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangunkan untuknya sebuah kota di dalam Surga, f Pada malam kedua puluh empat, ia mempunyai dua puluh empat doa yang musta. jab. Pada malam kedua puluh lima, Allah Taala menghapuskan azab kubur darinya. Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat baginya pahalanya selama empat puluh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh, ia datang pada hari kiamat melewati Sirat (jembatan yang melintang di atas neraka menuju surga) laksana kilat yang menyambar. Pada malam kedua puluh delapan, Allah mengangkat untuknya seribu derajat di dalam surga.

 

Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.

 

Dan pada malam ketiga puluh, Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, makanlah dari buahbuahan surga, dan mandilah dari air Salsabil, dan minumlah dari telaga Alkautsar. Akulah Tuhanmu dan engkau adalah hamba-Ku’. (Majalis)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan i’tikaf (tinggal untuk beberapa saat di dalam masjid) dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. (Bukhari dan Muslim)

 

Dan diriwayatkan pula dari Aisyah ra. bahwa ia berkata : “Dahulu, Nabi saw. melakukan iktikaf pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan, sampai Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istri Beliau melakukan iktikaf pula sepeninggal Beliau, yakni beriktikaf di rumah-rumah mereka masing-masing. (Syarhui Masyariq)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya?” Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya”. Allah berfirman : (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu, kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya diatas tiap-tiap bukit. Sesudah itu, panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. AlBaqarah : 260) Tafsir :

 

(.      ) Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Ibrahim as. menanyakan hal itu tak lain adalah agar ilmunya menjadi nyata.

 

(.     ) Allah berfirman : “Apakah engkau belum percaya, bahwa Aku kuasa menghidupkan dengan mengulangi penyusunan dan kehidupan?”.    Ibrahim menjawab : “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hatiku”. Maksudnya : Tentu saja saya telah percaya. Namun saya bertanya adalah supaya saya dapat menambah pengetahuan dan menentramkan hati dengan ditambahnya kejelasan selain wahyu dan pembuktian dalil.

 

(.      ) Allah berfirman : “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung”. Konon keempat burung itu ialah burung merak, ayam jantan, gagak dan merpati.

 

(.      ) lalu jinakkanlah burung-burung itu kepadamu. Perhatikanlah ciri-ciri mereka dan peliharalah mereka, supaya engkau lebih mengenal dan mengetahui keadaan mereka, agar engkau tidak keliru setelah mereka dihidupkan kembali.

 

(      ) kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit. Maksudnya : Kemudian potong-potonglah mereka. (.     ) sesudah itu panggillah mereka. Katakanlah kepada mereka : “Kemarilah dengan izin Allah”. (.    ) niscaya dia akan datang kepadamu dengan segera. Dengan cepat dan bergegas, dengan terbang atau lari.

 

(.          ) dan ketahuilah bahwa Allah Maha Porkasa. Tidak lemah terhadap apa yang Dia kehendaki.

 

(.          ) Maha Bijaksana. Mempunyai kebijaksanaan yang sempurna dalam apa Saja yang Dia lakukan dan Dia tinggalkan. (Qadhi Baidhawi).

 

(Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata : “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagai. mana Engkau menghidupkan orang-orang mati). Alhasan berkata : “Adapun sebab dari timbulnya pertanyaan Nabi Ibrahim as. ini adalah karena Beliau pernah melewati seekor binatang yang sudah hancur, yang menurut Ibnu Juraij adalah bangkai keledai, di tepj laut. Beliau melihatnya dalam keadaan telah dicerai-beraikan oleh binatang-binatang lau dan darat. Jika laut pasang, datanglah ikan-ikan dan binatang-binatang laut lainnya lalu memakan bangkai keledai itu. Bagian-bagian yang jatuh dari bangkai itu masuk ke laut, Dan jika laut itu surut, maka datanglah binatang-binatang buas lalu memakannya pula, Bagian-bagian yang jatuh daripadanya ke tanah, menjadi tanah. Jika binatang-binatang buas itu telah pergi meninggalkannya, maka datanglah burung-burung pemakan bangkaj lalu memakannya pula. Bagian-bagian yang jatuh daripadanya diterbangkan angin di udara.

 

Ketika Nabi Ibrahim as. menyaksikan hal itu, Beliau merasa heran lalu berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku telah tahu bahwa Engkau akan menghimpun kembali ba. gian-bagian tubuh bangkai ini dari perut-perut binatang buas, tembolok-tembolok burung, dan dari perut-perut binatang laut. Maka perlihatkanlah kepadaku, bagaimana Engkau menghidupkannya kembali, agar aku dapat menyaksikannya, sehingga bertambahlah keyakinanku”.

 

Allah mengecam Beliau dan berfirman : “Apakah engkau belum percaya”. Ibrahim as menjawab : “Tentu saja Ya Tuhanku, aku telah tahu dan telah percaya. Akan tetapi agar hatiku menjadi tenang”. Maksudnya, supaya hatiku menjadi tenang dengan melihat dan menyaksikannya langsung dengan mata sendiri. Maksud Nabi Ibrahim adalah agar Beliau memperoleh ilmul yagin dan ‘ainul yagin.

 

Allah berfirman : “Kalau begitu, ambillah empat ekor burung”. Mujahid berkata : “Nabi Ibrahim as. mengambil burung merak, ayam jantan, merpati dan burung gagak”. Dan ada pula yang mengatakan : bebek hijau, gagak hitam, merpati putih dan ayam jantan merah. “Lalu jinakkanlah mereka kepadamu”. Maksudnya : Lalu potong-potonglah mereka dan cacah-cacahlah. Dan ada pula yang menafsirkannya : Himpunlah dan kumpulkanlah kepadamu. “Kemudian letakkanlah tiap-tiap seekor daripadanya di atas tiap-tiap bukit”. Para mufassir berkata : “Allah Taala menyuruh Ibrahim as. supaya menyembelih burung-burung itu dan mencabuti bulu-bulunya serta memotong-motong burung-burung itu menjadi tujuh bagian, lalu Beliau meletakkannya di atas tujuh bukit, sedang potongan kepala burung-burung itu Beliau pegang. Kemudian Beliau memanggil mereka dengan perkataan : “Kemarilah dengan izin Allah”. Maka mulailah setiap tetes darah dari seekor burung terbang ke tetes darah yang lain, setiap tulang terbang menuju tulang yang lain, dan setiap potongan daging menuju potongan daging yang lain. Sementara itu Nabi Ibrahim as. melihatnya, sampai masing-masing bagian tubuh bertemu dengan bagian-bagiannya yang lain di udara, tanpa kepala. Selanjutnya mereka datang kepada kepalanya masing-masing dengan segera. Setiap seekor burung datang maka kepalanya pun terbang menyambut nya. Jika itu memang kepalanya maka burung itu lalu mendekatinya, dan jika ternyata itu bukan kepalanya, maka burung itu mundur, sehingga masing-masing burung bertemu dengan kepalanya sendiri. Dan itu sesuai dengan firman Allah Taala, yang artinya : “Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”.

 

Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata assa’yu dalam ayat di atas adalah bergegas dan berlari. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah berjalan, seperti firman Allah Taala : 

 

Artinya : “Maka bergegaslah kamu untuk mengingat Allah”.

 

Dipergunakannya kata “berjalan” sebagai maksud dari kata assa’yu itu, dan bukan “terbang”, hikmatnya adalah karena kata “berjalan” itu lebih mungkin untuk tidak menimbulkan keragu-raguan. Sebab, seandainya burung-burung itu datang kepada Nabi Ibrahim dengan terbang, tentu ada kemungkinan Nabi Ibrahim menyangka bahwa kaki-kakinya tidak sehat.

 

Namun, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, assa’yu itu adalah “terbang”.

 

“Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Tafsir Ma’alim)

 

Diriwayatkan bahwa, ketika Allah Taala hendak menciptakan langit dan bumi. Dia menciptakan suatu material yang berwarna hijau, yang besarnya berkali-kali lipat daripada langit dan bumi. Kemudian Dia memandangnya dengan pandangan hebat, sehingga material tersebut menjadi air. Kemudian, Dia pandang air itu maka bergejolaklah air itu dan muncullah buih, asap dan uap. Dan air itu bergetar karena takut kepada Allah. Karena itulah, air selalu bergetar (bergelombang) hingga hari kiamat.

 

Dari asap itu, Allah menciptakan langit, dan dari buih itu Dia menciptakan bumi. Kemudian Allah mengutus malaikat dari bawah Arsy. Maka meluncurlah ia ke bumi sampai masuk ke bawah lapisan ke tujuh dari bumi, lalu diletakkannya bumi itu di pundaknya, sedang salah satu tangannya berada di timur dan yang satunya lagi di barat, keduanya terlentang sambil menggenggam bumi yang tujuh sampai bumi itu benar-benar stabil. Namun tidak ada tempat berpijak bagi kakinya. Maka Allah menurunkan dari Firdaus seekor lembu yang memiliki tujuh puluh ribu tanduk dan empat puluh ribu kaki, dan Dia jadikan tempat berpijak kaki malaikat itu di atas punuk sapi itu, namun kedua kaki malaikat itu tidak bisa mantap. Maka, Allah menurunkan permata yagut yang berwarna hijau yang berasal dari tempat tertinggi di dalam surga, yang tebalnya sejauh perjalanan lima ratus tahun. Permata tersebut diletakkan-Nya di antara punuk lembu itu sampai ke ekornya, maka kedua kaki malaikat itu pun mantaplah berpijak pada permata tersebut. Sedang tanduk-tanduk lembu itu keluar dari batas-batas wilayah bumi.

 

Akan tetapi lembu itu berada di lautan. Pada setiap harinya, dia bernapas dua kali. Jika dia bernapas maka pasanglah air laut, dan jika dia menahan napas maka air laut pun surut kembali. Namun, kaki-kaki lembu itu tidak mempunyai tempat berpijak. Maka Allah menciptakan batu karang setebal tujuh kali langit dan bumi. Disanalah kaki-kaki lembu itu berpijak dengan mantap. Dan batu karang itu tidak mempunyai tempat menetap, maka Allah lalu menciptakan Nun, yaitu seekor ikan besar bernama Nun, panggilannya Yalhub dan gelarnya Yahmut. Allah meletakkan batu karang itu di atas punggung Nun, sedangkan seluruh tubuhnya kosong tidak ada apa-apa. Nun itu berada di laut dan laut itu berada di atas punggung angin, dan angin berada dalam kekuasaan Allah.

 

Ka’bul Akhbar berkata : “Sesungguhnya Iblis pernah masuk ke dalam jasad Nun yang di atas punggungnya ada bumi seluruhnya berikut pepohonan, binatang melata dan sebagainya, lalu ia berkata kepada ikan itu : ‘Lemparkan saja beban-beban yang berat itu seluruhnya dari atas punggungmu!”. Ka’ab berkata : “Ikan itu pun tergugah untuk melakukan suruhan Iblis tersebut, namun Allah lalu mengirim seekor binatang. Binatang itu masuk ke dalam lubang hidung ikan itu sampai ke otaknya. Maka ikan itu berteriak kepada Allah Taala karena gangguan binatang itu. Lantas Allah mengizinkan binatang itu untuk keluar, dan ia pun keluar”.

 

Ka’ab melanjutkan : “Ikan itu memperhatikan binatang tersebut, begitu pula sebaliknya. Apabila ikan itu hendak melakukan seperti yang dahulu, maka binatang itu kembali masuk ke dalam lubang hidungnya sampai ke otaknya seperti tadi. Ikan inilah yang dijadikan bahan sumpah oleh Allah Taala dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Nun, demi qalam dan apa yang mareka tulis”.

 

Sungguh benarlah Allah Yang Mahaagung dengan segala firman-Nya. (Tafsir Tsa’. labi rahimahullaahu Taala). Ini semua merupakan tanda kekuasaan Allah Taala Yang Maha luhur, Mahabesar lagi Mahatinggi.

 

HAL LAIN YANG BERKAITAN DENGAN HAL IHWAL DUNIA DAN AKHIRAT.

 

Dalam salah satu khabar disebutkan, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa dahulu pernah menganiaya saudaranya baik dalam masalah kehormatan maupun hartanya, maka hendaklah ia meminta kepada orang yang teraniaya itu agar memberikannya untuknya atau menghalalkannya darinya, atau ia membayar kepadanya sebelum para seterunya itu menuntutnya di hari yang sudah tidak ada lagi dinar ataupun dirham”.

 

(Cerita).

 

Pada zaman dahulu, ada seorang nelayan, ia berhasil menangkap seekor ikan. Namun ikannya itu dirampas oleh seorang tentara sambil dipukulnya pula nelayan itu. Maka nelayan itu mengadukan halnya kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau telah menjadikan diriku sebagai orang yang lemah, dan dia sebagai orang yang kuat, sehingga dia menganiaya aku. Berilah kuasa atas salah satu makhluk-Mu untuk menghukumnya, dan jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kaum muslimin!”.

 

Ketika tentara itu tiba di rumahnya, maka ikan itu dipanggangnya. Setelah itu, diletakkannya ikan itu di atas meja makan. Ketika ia hendak mengambilnya, maka ikan itu, dengan izin Allah, lalu mengantupnya. Maka timbullah ulat di tangannya. Tentara itu tidak kuat menanggungnya, sehingga akhirnya dipotong tangannya yang berulat itu. Namun, ulat itu terus menjalar sampai ke lengannya, sehingga lengannya itupun akhirnya dipotongnya pula.

 

Pada saat tentara itu tidur, ia bermimpi melihat seseorang yang berkata kepadanya : “Kembalikanlah hak kepada pemiliknya, agar kau selamat dari penyakit ini!”. Setelah ia bangun dari tidurnya, maka ia pun mengerti akan hal itu. Kemudian dengan bergegas, ia menemui nelayan dan memberinya ganti sebanyak sepuluh ribu dirham, serta meminta maaf kepadanya atas perbuatannya dahulu. Setelah nelayan itu menerima ganti rugi dan memberinya maaf, maka seketika itu juga berjatuhanlah ulat-ulat itu dari tangannya dan tangannya kembali utuh seperti sedia kala, dengan berkat kekuasaan Allah jua. (Mukasyafatul Qulub)

 

Dari Abu Umamah Al Bahili ra. bahwa ia berkata : “Apabila seseorang meninggal! dunia, dan telah diletakkan di dalam kuburnya, maka datanglah kepadanya malaikat lalu duduk di sisi kepalanya. Kemudian disiksanya orang itu dan dipukulinya dengan sebuah palu, sehingga tidak ada satu anggota tubuhnya pun kecuali terpenggal dan menyala di dalam kubuinya. Kemudian dikatakan kepadanya : “Bangkitlah dengan seizin Allah !”. Ketika dia sudah berdiri maka berteriaklah dia dengan sekuat-kuatnya, yang bisa didengar oleh seluruh makhluk yang ada di antara langit dan bumi kecuali oleh jin dan manusia. Lalu berkatalah si mayit kepada malaikat itu : “Kenapa engkau melakukan ini terhadapku dan kenapa engkau menyiksaku, padahal aku mendirikan salat, membayar zakat dan berpuasa di bulan Ramadan ?”. Malaikat menjawab : “Aku menyiksamu karena suatu hari, engkau pernah melewati seseorang yang teraniaya. Orang itu meminta tolong kepadamu, namun engkau tidak menolongnya. Dan engkau pernah melakukan salat suatu hari, tetapi engkau tidak mencuci bekas kencingmu!”.

 

Oleh karena itu, ada pendapat yang mengatakan bahwa, menolong orang yang teraniaya itu hukumnya wajib. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melihat seseorang yang teraniaya, lalu orang itu meminta pertolongan kepadanya namun ia tidak menolongnya, maka ia akan dipukul di dalam kuburnya seratus kali dengan cambuk dari api neraka”. (Mukasyafatul Qulub).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berzina dengan seorang perempuan muslimah atau bukan muslimah, baik perempuan merdeka ataupun hamba sahaya, kemudian ia meninggal dunia sebelum sempat bertobat, maka Allah akan membukakan baginya dalam kuburnya liga ratus pintu dari api. la diazab di dalam kuburnya sampai tiba hari kiamat. Dan apabila tiba hari kiamat, ia masuk ke dalam neraka bersama-sama orang-orang lain yang masuk neraka”, (Hayatul Qulub)

 

Dikisahkan, bahwa Hasan Albasri, Malik bin Dinar dan Tsabir Albanani berkunjung kepada Rabiah Al Adawiyah. Lantas Hasan berkata : “Wahai Rabiah. pilihlah salah seorang di antara kami untuk menjadi suamimu. Karena nikah itu merupakan sunnah Nabi saw”,

 

Rabiah menjawab : “Saya mempunyai beberapa pertanyaan, siapa yang dapat menjawabnya, maka saya peristrikan diriku dengannya”.

 

Pertama-tama, Rabiah mengajukan pertanyaan kepada Hasan Albasri : “Bagaimana pendapat Anda tentang firman Allah Taala pada hari kiamat, ‘Mereka itu di dalam surga dan Aku tidak peduli, dan mereka itu di dalam neraka dan Aku tidak peduli’, dari golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya pula : “Ketika saya dibentuk di dalam rahim ibuku, apakah saya ini menjadi perempuan yang celaka ataukah perempuan yang bahagia?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Rabiah bertanya kembali : “Apabila dikatakan kepada seseorang, Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati’,, Sedang kepada yang lain dikatakan, “Tidak ada kabar gembira bagimu’, Termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya : “Kubur itu merupakan salah satu taman surga atau salah satu jurang neraka. Bagaimanakah kira-kira kubur saya”. Hasan menjawab : “Tidak tahu”. Rabiah bertanya :

 

“Pada hari wajah wajah momutih dan ada pula wajah wajah yang menghitam. Bagaimana: kah kira-kira wajah saya?” Hasan monjawab : “tidak tahu”, Rabtah bertanya pula . “Apabila seorang penyeru menyerukan pada hati kiamat : “Kotahuilah, sesungguhnya fulan bin fulan benar-benar memperoleh kebahagiaan, sodang fulan bin fulan benar-benar memperoleh kesengsaraan, termasuk golongan manakah saya?”. Hasan menjawab : “Saya tidak tahu”. Kemudian ketiga orang itu pun menangis semua, lalu meroka keluar dari tempat perempuan itu. (Bahjatul Anwar),

 

Dalam versi lain dikisahkan, bahwa kotika suami Rabiah Al Adawiyah meninggaf dunia, maka Hasan Albasri besorta kawan-kawannya meminta izin untuk menemuinya, Rabiah mengizinkan mereka untuk berkunjung kepadanya, Rabiah menurunkan tabir lalu duduklah ia di balik tabir itu. Hasan dan kawan-kawannya berkata kepadanya : “Suamimy telah meninggal dunia, sedangkan Anda masih membutuhkan seorang suami”.

 

“Ya,” jawab Rabiah. “Akan tetapi, siapakah di antara kalian yang paling alim supaya saya peristrikan diri saya kepadanya?”.

 

Mereka menjawab : “Hasan Albasri”.

 

Rabiah berkata : “Jika Anda dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya mengenai empat masalah, maka saya bersedia menjadi milik Anda”.

 

Hasan menjawab : “Tanyakanlah. Jika Allah Taala memberi petunjuk kepada saya, maka saya menjawab pertanyaan-pertanyaan Anda itu”,

 

Rabiah mulai bertanya : “Bagaimanakah pendapat Anda, seandainya saya meninggal dunia dan keluar dari dunia ini, apakah saya keluar dalam keadaan beriman atau tidak?”.

 

Hasan menjawab : “Ini merupakan perkara gaib, yang tidak diketahui kecuali oleh Allah Taala”.

 

Kemudian Rabiah mengajukan pertanyaan lain : “Bagaimana pendapat Anda, seandainya saya telah diletakkan di dalam kubur, dan saya ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, dapatkah kiranya saya menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau tidak?”.

 

Hasan menjawab : “Ini juga merupakan perkara gaib, sedangkan urusan gaib itu tidak ada yang mengetahuinya selain hanya Allah Taala”.

 

Rabiah mengajukan pertanyaan lagi : “Apabila manusia telah dikumpulkan pada hari kiamat, dan buku-buku catatan amal beterbangan, apakah saya menerima buku catatan amal saya dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri?”.

 

“Ini pun termasuk perkara gaib”. Jawab Hasan.

 

Kemudian Rabiah bertanya kembali : “Apabila diserukan kepada manusia, “Segolongan di dalam surga dan segolongan di dalam neraka”, termasuk golongan manakah saya di antara kedua golongan itu?”.

 

Hasan menjawab : “Ini pun termasuk perkara gaib”.

 

Rabiah kemudian berkata : “Orang yang selalu memikirkan tentang empat perkara ini, bagaimana mungkin ia memikirkan pula tentang perkawinan”. Setelah itu ia melanjutkan : “Wahai Hasan, beritahukanlah kepadaku, berapa bagiankah Allah menciptakan akal?”.

 

Hasan menjawab : “Sepuluh bagian. Sembilan bagian untuk laki-laki dan satu bagian untuk perempuan”.

 

Rabiah bertanya pula : “Wahai Hasan, berapa bagiankah Allah menciptakan syahwat?”.

 

Hasan menjawab : “Sepuluh bagian, Sembilan bagian untuk perempuan dan satu bagian untuk laki-laki”.

 

Rabiah berkata : “Wahai Hasan, saya mampu memelihara sembilan bagian syahwat dengan satu bagian akal, sedang Anda tidak mampu memelihara satu bagian syahwat dengan sembilan akal”.

 

Maka menangislah Hasan, lalu keluar dari tempat perempuan itu. (Misykatul Anwar).

 

 

Allah SWT. berfirman : 

 

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menaf. kahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi orang yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS. AlBaqarah : 261)

 

Tafsir : , 

 

(.    ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih. Maksudnya, perumpamaan nafkah mereka adalah serupa dengan sebutir benih. Atau, perumpamaan mereka adalah serupa dengan orang yang menebarkan sebutir biji (   ) atas dasar hadizifi mudhaf (hilangnya Mudhaf, yaitu   ).  yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.

 

Penumbuhan dinisbatkan kepada biji, karena biji itu tergolong sebab, sebagaimana ia dinisbatkan pula pada bumi dan air, padahal hakekatnya yang menumbuhkan itu adalah Allah Taala. Makna ayat di atas adalah bahwa, dari biji itu keluar batang, yang mengeluarkan tujuh cabang, yang masing-masing mempunyai tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir itu terdapat seratus biji. Ini adalah suatu perumpamaan yang tidak memerlukan bukti kejadiannya, karena terkadang bisa terjadi pada tanaman jagung dan jelai, juga pada tanaman gandum di tanah yang subur pada sebagian lahan pertanian.

 

(.     ) Dan Allah melipat gandakan, dengan kelipatan seperti itu.      bagi orang yang Dia kehendaki, dengan karunia-Nya menurut keadaan si pemberi nafkah, yaitu keikhlasannya dan jerih-payahnya. Dan karenanya, amal-amal itu berbeda-beda ukuran pahalanya.

 

(.      ) Dan Allah Mahaluas, tidaklah menyempitkan-Nya tambahan yang Dia karuniakan.  lagi Maha Mengetahui akan niat si pemberi nafkah dan jumlah nafkahnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan sahabat Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Centanya begini, ketika Rasulullah saw. menganjurkan orang-orang supaya bersedekah pada saat mereka hendak berangkat perang menuju ke Tabuk. Maka datanglah sahabat Abdurrahman sambil membawa uang sebanyak empat ribu dirham, ta berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Saya tahan empat ribu untuk diriku dan keluargaku, dan saya serahkan yang empat ribu lagi untuk Tuhanku”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.

 

Sedangkan sahabat Utsman bin Affan berkata : “Ya Rasulullah, saya menanggung perlengkapan orang yang tidak mempunyai perlengkapan”.

 

Maka turunlah ayat ini : (matsalul-ladziina yunfiquuna…) (Abul Laits).

 

Alkalabi dan Muqatil berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan sahabat Ali bin Abitalib ra. Dia hanya memiliki uang sebanyak empat dirham, tidak punya lainnya. Ketika turun anjuran agar bersedekah, dia bersedekah satu dirham secara sembunyi-sembunyi dan satu dirham secara terang-terangan. Maka turunlah ayat : Alladziina yunfiquuna….. dst. (Abul Laits).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.

 

Diriwayatkan dari Ali bin Abitalib ra. katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak ada satu doa pun kecuali dihalangi oleh suatu hijab antara dia dan Allah Taala, sampai orang yang membaca doa itu membaca salawat untuk Nabi Muhammad saw. Apabila dia telah melakukan itu, maka tembuslah hijab itu dan dikabulkanlah doanya”.

 

Dan dari sahabat Anas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika Allah Taala telah menciptakan bumi dan ia bergerak-gerak, Dia lalu menciptakan gununggunung, lantas meletakkannya di atas bumi itu. Maka bumi itu pun menjadi tenang. Para malaikat yang menyaksikan hal itu menjadi heran, lalu mereka berkata : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada gunung-gunung itu?”.

 

Allah menjawab : “Ya, besi”.

 

Lantas malaikat bertanya lagi : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada besi?”.

 

“Ya,”. Jawab Allah, “api”.

 

Para malaikat bertanya kembali : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada api?”.

 

“Ya,” jawab Allah, “air”.

 

Para malaikat kembali bertanya : “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih hebat daripada air?”.

 

“Ya” jawab Allah “Angin”

 

Pata malaikat bertanya pula . “Ya Rabb, apakah ada di antara makhluk Mu yang lebih hebat daripada angin?”

 

“Ya, jawab Allah “Anak Adam yang bersedokah dongan tangan kanannya dan menyembunyikannya dari tangan kirinya adalah yang lobih hebat daripada angin”.

 

Namun hal itu setelah menjaga hal-hal berikut :

 

Pertama, hendaklah Anda menyembunyikan (merahasiakan) sedekah, sesuai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan jika kami menyembunyikan sedekah dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.

 

Oleh karena itu, para ulama dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari pandangan orang banyak, sampai-sampai ada sebagian mereka yang mencari orang fakir yang buta supaya tidak diketahui siapa yang bersedekah. Dan sebagian lagi mengingatkan sedekahnya di baju orang fakir ketika orang itu sedang tidur. Dan yang lainnya, meletakkan sedekahnya di jalanan yang dilalui oleh orang-orang fakir, supaya mereka mengambilnya.

 

Kedua, tidak mengungkit-ngungkit dan mengeluarkan perkataan yang menyakiti hati si penerima sedekah. Hal ini didasarkan pada firman Allah Taala :

 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan cara mengungkit-ngungkitnya atau mengeluarkan perkataan yang menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena ingin dipuji oleh manusia”.

 

Ketiga, hendaklah harta yang Anda sedekahkan itu merupakan harta Anda yang terbaik, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Kamu tidak akan mencapai derajat kebaktian (yang sempurna) sampai kamu menafkahkan sebagian hartamu yang kamu cintai”.

 

Agar Anda tidak termasuk kedalam golongan orang-orang yang dikatakan Allah dalam firman-Nya:

 

Artinya : “Dan mereka memberikan kepada Allah apa yang mereka sendiri tidak menyukainya’. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. bersabda : ,

 

Artinya : “Allah itu Mahabaik dan tidak menerima kecuali yang baik”. Yakni, yang halal. Seperti yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri : “Orang yang menafkahkan barang haram dalam berbuat taat kepada Allah adalah ibarat orang yang mencuci kain dengan kencing. Padahal kain itu tidak akan suci selain dengan air yang suci. Begitu pula dosa tidak akan disucikan kecuali dengan barang yang halal”.

 

Keempat, hendaklah Anda memberikan sedekah itu dengan wajah yang menyenangkan (ceria) dan berseri-seri, tidak seperti orang yang terpaksa. Hal mana disebutkan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan itu dengan mengungkit-ngungkitnya dan tidak pula dengan menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala dari Tuhan mereka, Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

 

Karenanya, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Satu dirham mengungguli seratus ribu dirham”.

 

Maksudnya : uang satu dirham dari harta yang halal dan dengan wajah berseri-seri ketika memberikannya, adalah lebih baik daripada uang seratus ribu (dirham) yang diberikan dengan terpaksa.

 

Kelima, hendaklah Anda cermat dalam memilih orang yang akan Anda beri sedekah itu. Berikanlah ia kepada orang alim yang bertakwa, yang dapat menggunakan sedekah itu untuk berbuat taat dan takwa kepada Allah Taala. Atau, kepada orang saleh yang fakir. Firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orangorang fakir dan orang-orang miskin … dst”.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila sedekah itu telah keluar dari tangan pemberinya, maka ia berbiCara dengan lima perkara : (pertama) Dahulu aku kecil lalu engkau besarkan aku, (kedua) Dahulu, engkau yang menjaga aku dan sekarang akulah yang menjagamu, (ketiga) Dahulu aku adalah musuh lalu engkau jadikan aku kekasih, (keempat) Dahulu aku merupakan barang yang fana, lalu engkau jadikan aku kekal, (kelima) Dahulu aku sedikit lalu engkau Jadikan aku banyak. Sebagaimana firman Allah, yang artinya : “Barangsiapa membawa amal (satu) kebaikan, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipatnya”.

 

Rasulullah Saw bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang muslim memberi makan saudaranya sampai ia kenyang, dan memberi minum sampai ia puas, melainkan Allah akan menjauhkannya dari api neraka, dan menjadikan antara dia dan neraka itu tujuh jurang, yang antara tiap-tiap dua jurang itu jauhnya seperti jarak perjalanan lima ratus tahun. Dan neraka Jahannam berteriak : “Oh Tuhan-ku, izinkanlah saya bersujud sebagai pernyataan syukurku kepadaMu. Saya benar-benar menginginkan agar Engkau membebaskan seseorang dari umat Muhammad dari azabku. Karena saya merasa malu kepada Muhammad untuk menyiksa orang yang bersedekah di antara umatnya. Padahal saya harus taat kepada-Mu”. Kemudian Allah Taala memerintahkan supaya masuk surga orang yang bersedekah dengan sepotong roti atau segenggam kurma.

 

Dikisahkan, dahulu, bangsa Bani Israil pernah mengalami musim paceklik yang dahsyat beberapa tahun berturut-turut. Dan ada seorang perempuan yang hanya memiliki sekerat roti. Pada saat ia hendak menyantap roti itu, sekonyong-konyong datang seorang pengemis di depan pintu rumahnya seraya berseru : “Demi Allah, berilah saya sesuap makanan”. Maka perempuan itu mengeluarkan kembali roti yang sudah dimasukkannya ke mulutnya, lalu diberikannya kepada pengemis itu. Kemudian ia keluar bersama anaknya yang masih kecil ke gurun untuk mencari kayu bakar. Lantas datang seekor serigala menerkam anak kecil itu, dan menyeretnya pergi. Ketika si ibu mendengar suara jeritan anaknya, maka ia pun pergi menyusul sambil mengikuti jejak kaki sang serigala. Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu anak kecil itu dikeluarkannya dari mulut serigala tersebut. Kemudian diserahkannya kembali anak itu kepada ibunya seraya berkata : “Hai hamba Allah, relakah engkau sesuap dibayar dengan sesuap”. (Demikian disebutkan dalam kitab tafsir Al Hanafi).

 

Dikisahkan pula, bahwa Aisyah ra. berkata : “Ada seorang perempuan datang menemui Nabi saw. sedang tangan kanannya lumpuh. Perempuan itu lalu berkata kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, mohonkanlah kepada Ailah supaya Dia menyembuhkan tanganku”.

 

Nabi saw. bertanya : “Apa yang menyebabkan tanganmu lumpuh?”.

 

Perempuan itu menjawab : “Saya bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, neraka telah dinyalakan dan surga telah didekatkan. Tiba-tiba saya melihat ibuku berada di dalam neraka Jahannam. Tangannya yang satu memegang sepotong lemak (gajih) sedangkan tangannya yang lain memegang sepotong kain yang kecil, dengan kedua benda itu ia melindungi dirinya dari api. Lantas saya bertanya : “Kenapa saya lihat ibu berada di jurang neraka ini, padahal ibu adalah seorang perempuan yang taat kepada Tuhan, dan suami ibu pun meridai ibu?” Ibuku menjawab : “Hai putriku, semasa di dunia dahulu, saya adalah seorang perempuan yang kikir. Dan ini adalah tempat orang-orang yang kikir. Saya bertanya pula kepadanya : “Dan apakah lemak dan kain ini yang berada di tangan: mu?”. Ibu menjawab : “Kedua benda ini merupakan satu-satunya yang pernah saya sedekahkan di dunia. Saya tidak pernah bersedekah seumur hidupku selain dengan kedua: nya”. Lalu saya bertanya : “Dimanakah bapak?”. Ibu menjawab : “Dia adalah laki-laki yang dermawan, dan sekarang dia berada di tempat orang-orang yang dermawan”.

 

Kemudian saya mendatangi surga, ternyata ayah sedang berdiri di dekat telaga Baginda, sedang memberi minum kepada orang-orang, Ya Rasulullah. Maka saya bertanya : “Wahai ayahku, Ibuku adalah istrimu yang taat kepada Tuhannya dan ayah pun rida kepadanya. Dia sekarang berada di dalam neraka Jahannam, terbakar, sedangkan ayah memberi minum kepada orang-orang dari telaga Nabi saw. Tolong berilah ia seteguk dani telaga ini”. Ayah menjawab : “Wahai putriku, Allah telah mengharamkan telaga Nabi saw. atas orang-orang yang kikir dan orang-orang durhaka”.

 

Kemudian saya mengambil segelas air dari telaga itu tanpa izin ayahku, lalu saya berikan kepada ibuku yang kehausan. Lantas saya mendengar suara yang menyatakan : “Semoga Allah Taala melumpuhkan tanganmu, karena engkau telah memberi minum kepada perempuan durhaka yang kikir dari telaga Nabi saw.”. Lalu saya pun terjaga, dan ternyata tangan saya benar-benar telah menjadi lumpuh”.

 

Selanjutnya Aisyah ra. berkata : “Setelah Nabi saw. mendengar cerita perempuan itu, maka Beliau lalu meletakkan tongkatnya pada tangan perempuan itu, lalu berkata : “Ilahi, deni kebenaran mimpi yang telah dia ceritakan, sehatkanlah kembali tangannya”. Maka tangan perempuan itu pun kembali sehat seperti sedia kala”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon di dalam surga yang dahandahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang

 

pohon di dalam neraka yang dahan-dahannya menjulur ke dunia. Maka barangsiapa mengambil salah satu dahan daripadanya, niscaya dahan itu akan membimbingnya ke neraka”,

 

Juga Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang dermawan dekat kepada Allah dan makhluk-Nya, sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah dan makhluk-Nya”.

 

Dan Beliau saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Orang yang kikir tidak akan masuk surga, sekalipun ia seorang yang zuhud”. .

 

Dikisahkan, bahwa seekor elang datang menghadap Nabi Sulaiman as. seraya berkata : “Ada seorang laki-laki mempunyai sebatang pohon. Dan saya menetaskan telur-telurku di atas pohon tersebut. Tetapi orang itu membuang anak-anakku”.

 

Maka Nabi Sulaiman as. lalu memanggil pemilik pohon itu, kemudian Beliau melarang orang itu melakukan hal itu lagi. Lantas Beliau berkata kepada dua setan : “Aku perintahkan kepada kalian berdua, apabila tiba tahun depan, sedang orang ini masih membuang anak-anak burung itu, maka tangkaplah ia dan belahlah dia menjadi dua, lalu lemparkan separuh tubuhnya ke timur dan separuhnya lagi ke barat”.

 

Ketika tiba tahun berikutnya, pemilik pohon itu lupa akan ancaman Nabi Sulaiman tempo hari. Maka ta pun bermaksud akan memanjat pohon itu, namun sebelumnya ia telah bersedekah dengan sesuap makanan. Kemudian diambilnya anak-anak burung ity lalu d buangnya. Maka induk burung itu datang kembali menghadap Nabi Sulaiman ag Untuk mengadukan perbuatan pemilik pohon itu. Lantas Nabi Sulaiman memanggil kedua setan tadi, Beliau hendak menghukum mereka berdua, Beliau berkata kepada keduanya . “Kenapa kalian berdua tidak melaksanakan perintahku?”. Kedua setan itu menjawab serentak : “Wahai Khalifatullah, sebenarnya ketika pemilik pohon itu hendak memanjat pohonnya. kami sudah bergerak untuk menangkapnya. Namun sebelumnya, pemilik pohon itu telah bersedekah kepada seorang lelaki muslim dengan sepotong roti. Maka Allah mengirim kepadanya dua malaikat dari langit, lalu kedua malaikat menangkap masing-masing dari kami berdua, dan melemparkannya. Salah seorang dari kami dilem. parkannya ke timur dan yang lain ke barat. Kejahatan kami tertolak dari pemilik pohon ity berkat sedekah yang diberikannya”.

 

Dan dikisahkan pula, bahwa pada waktu terjadi musim paceklik di kalangan Bani Israil, seorang lelaki miskin masuk ke pintu rumah seorang yang kaya raya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti, demi keridaan Allah Taala”.

 

Lantas anak perempuan orang kaya itu mengeluarkan sepotong roti yang hangat laly diberikannya kepada orang miskin tersebut. Kemudian ayahnya datang, maka dipenggal. nya tangan putrinya itu.

 

Maka Allah pun mengubah nasib laki-laki kaya itu, melenyapkan hartanya, sehingga ia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan hina. Sedangkan putrinya berkeliling di antara pintu-pintu rumah sambil meminta-minta. Padahal ia adalah seorang perempuan yang cantik.

 

Pada suatu hari, sang putri mendatangi pintu rumah seorang laki-laki yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu dari laki-laki kaya itu. Si ibu memperhatikan peminta-minta itu, terutama pada kecantikannya, lalu dipersilakannya masuk ke dalam rumahnya, dan dimin. tanya bersedia kawin dengan anaknya.

 

Setelah perempuan itu dikawinkan dengan anak laki-lakinya, maka ibu itu lalu menghiasinya dan menyuguhkan hidangan makan malam bersama suaminya. Sang putri mengeluarkan tangan kirinya untuk mengambil makanan, namun suaminya menegurnya seraya berkata : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu kurang kesopanannya. Keluarkanlah tanganmu yang kanan!”. Namun, anak perempuan itu tetap mengeluarkan tangan kirinya, sampai suaminya menegurnya berkali-kali. Kemudian terdengar suara bisikan dari sudut rumah berkata : “Keluarkanlah olehmu tangan kananmu, hai hamba Allah, Sesungguhnya engkau pernah memberi sepotong roti demi keridaan Kami, maka sekarang Kami pasti akan mengembalikan tanganmu”.

 

Akhirnya, sang putri mengeluarkan tangan kanannya yang telah utuh kembali seperti sedia kala, berkat kekuasaan Allah Taala. Kemudian dia pun makan bersama-sama suaminya.

 

Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal dan nafkahkanlah hartamu di jalan Allah, sehingga engkau mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan tamu berarti ia telah memuliakan aku, dan ba rangsiapa memuliakan aku berarti ia telah memuliakan Allah. Barangsiapa membenci tamu berarti ia telah membenci aku: dan barangsiapa membenci aku beratu Ia telah membenci Allah”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw, bersabda :

 

 Artinya : “Apabila seorang tamu memasuki rumah seorang mukmin, maka masuk pula bersamanya saribu berkat dan seribu rahmat”

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Tidaklah sesoorang didatangi oleh tamu lalu dimuliakannya tamu itu dengan makanan yang ada, melainkan Allah Taala akan membukakan baginya sebuah pintu di dalam surga”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Amal yang paling utama di muka bumi ini ada tiga : (1) menuntut ilmu, (2) berjuang di jalan Allah, (3) mencari rezki yang halal. Orang yang menuntut ilmu itu adalah kekasih Allah Taala, orang yang berjihad itu wali Allah, dan orang yang mencari rezki yang halal itu adalah orang yang mulia di sisi Allah”.

 

Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah saw. itu (Dagaigul Akhbar)

 

Dan sabda Nabi saw. dalam hadis lainnya :

 

Artinya : “Jagalah dirimu dari api neraka (yakni buatlah di antara kamu dan neraka Itu sebuah perlindungan, atau hijab dari sedekah) sekalipun dengan separuh kurma (yakni Sebelahnya atau setengahnya)”.

 

Karena yang separuh itu pun dapat mempertahankan hidup, khususnya bagi anak kecil. Maka jangan sekali-kali orang yang bersedekah meremehkan hal itu.

 

Imam Bukhari dan Imam Muslim sepakat atas riwayat hadis ini yaitu dari “Ady bin Hatim. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).

 

Kesimpulan :

 

Bahwasanya menafkahkan harta di jalan Allah itu merupakan sebab untuk meraih ganjaran yang banyak, serta selamat dari segala hal yang menakutkan, yang memberanikan dan yang membahayakan baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Khathib dari sahabat Anas ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau pernah bersabda : ,

 

Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit kusta dan belang”. (Al Jami’u Ash Shaghir).

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (AS. AlBaqarah : 275)

 

Tafsir :

 

 Orang-orang yang memakan riba, yakni, mengambilnya.

 

Dalam ayat ini disebut “memakan riba” tidak lain adalah karena makan merupakan salah satu dari manfaat harta yang paling besar. Dan juga, karena riba itu umumnya berkaitan dengan makanan, yaitu tambahan (ziyadah) karena adanya penangguhan pembayaran, dengan cara menjual makanan dengan makanan atau uang dengan uang, dengan tempo sampai waktu tertentu. Atau dalam sifat, seperti menjual salah satu dari kedua barang tadi ditukar dengan barang yang sejenis dengan nilai yang lebih banyak. ( ) tidak dapat berdiri, apabila mereka dibangkitkan dari dalam kubur mereka. (.  ) melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, melainkan seperti berdirinya orang yang kesurupan. Pernyataan ini disampaikan berdasarkan pada anggapan mereka bahwa, setan itu memukul manusia sampai tak sadarkan diri. Kata   itu artinya sama dengan memukul secara serampangan, seperti membabi-buta. (.   ) lantaran (tekanan) penyakit gila. Dan ini pun berdasarkan pada anggapan mereka bahwa jin menyentuh manusia sehingga mengacaukan akalnya. Oleh karena itu dikatakan : Laki-laki itu gila.

 

Kata   berkaitan dengan kata   , yakni : mereka tidak dapat berdiri lantaran penyakit gila yang mgnimpa mereka disebabkan oleh makan harta riba. Atau, berkaitan dengan kata    atau    , maka maksudnya menjadi : bangkit dan jatuhnya mereka seperti orang yang kesurupan itu bukan lantaran hilangnya akal mereka, melainkan karena Allah memuaikan dalam perut mereka apa-apa yang mereka makan dari harta riba itu, Sehingga memberatkan mereka.

 

(.  ) Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Maksudnya, hukuman itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang menyamaratakan riba dengan Jual. beli. karena kedua duanya menda tangkan laba, sehingga mereka menganggap riba Itu halal, sebagaimana jual bol. Jadi bentuk kalimat itu asalnya adalah :    (sesungguhnya nba itu sepert jual-beli), namun sebagai bentuk muba aghah, kalimat It, dibalik menjadi :   (sesungguhnya jual-beli itu seperti riba), seolah-olah mg. reka menganggap bahwa riba itulah yang asli, kemudian jual-beli mereka kiaskan dengan, nya. Padahal perbedaannya jelas, karena orang yang menukar uang dua dirham dengar satu dirham, maka dia telah merugi satu dirham. Sedang orang yang membeli barang seharga satu dirham, dibelinya dengan harga dua dirham, boleh jadi karena dipaksa olekebutuhan yang amat sangat kepada barang tersebut, atau karena mengharapkar keuntungan dari barang itu, yang memaksanya berani merugi seperti ini.

 

   Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharam, kan riba. Ayat ini merupakan bantahan terhadap anggapan mereka yang menyamarata, kan riba dengan jual-beli, dan juga sebagai pembatalan terhadap kias yang bertentangar dengan nash. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Zaid bin Tsabit ra., katanya : “Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : |

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Mu. hammad, dan tempatkanlah dia pada tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kia. mat”, niscaya dia pasti akan mendapatkan syafaatku”. (Syifa)

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada empat golongan yang Allah pasti tidak akan memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak akan merasakan mereka akan nikmatnya, (1) orang yang terusmenerus minum minuman keras, (2) orang yang memakan dari harta riba, (3) orang yang memakan dari harta anak yatim tanpa hak, (4) orang yang mendurhakai kepada ibubapaknya”. (HR. Alhakim)

 

Mengenai hadis ini ada dua takwil :

 

Pertama, bahwa hadis ini ditujukan kepada orang yang melakukan perbuatan terse but kemudian menganggapnya halal.

 

Kedua, bahwa pada mulanya Allah tidak memasukkan mereka kedalam surga pada saat masuknya orang-orang yang memperoleh kemenangan dan keselamatan ke dalam surga. Adakalanya memang Ailah memberi balasan berupa tercegahnya orang itu masuk surga pada mulanya, namun setelah itu Dia memasukkan orang itu ke dalamnya. Dan adakalanya pula, Allah Taala tidak membalas, bahkan memaafkannya.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabada :

 

Artinya : “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang membinasakan!. Para sahabat bertanya : “Apakah itu?” Baginda menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, berbalik dan melarikan diri pada waktu perang sedang berkecamuk, dan menuduh zina pada wanita baik-baik, yang lengah lagi beriman”. (Alhadis)

 

Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Riba itu ada tiga puluh tujuh pintu, yang paling ringan di antaranya adalah seperti seorang laki-laki menyetubuhi ibunya sendiri”. (HR. Alhakim)

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda : –

 

Artinya : “Dosa riba itu lebih besar di sisi Allah Taala daripada tiga puluh tiga perzinaan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dalam Islam”.

 

Dan sabda Beliau saw. :

 

Artinya : “Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seorang laki-laki sedang ia mengetahuinya, adalah lebih berat daripada tiga puluh enam perzinaan”. (Hayatul Qulub).

 

Dari Aisyah ra. katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang lelaki menjual uang satu dirham dengan dua dirham, dan satu dinar dengan dua dinar, maka dia benar-benar telah melakukan riba. Kemudian apabila dia melakukan suatu hailah (tipu daya), maka dia benar-benar telah melakukan riba sekaligus menipu Allah Azza Wa Jalla, serta telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai mainan”. (Firdaus Akbar). Dari sahabat Jabir bin Abduilah ra., ia berkata :

 

Artinya : “Rasulullah saw. telah mengutuk orang yang memakan riba, yang memberinya, yang menulisnya dan saksinya”. (HR. Muslim)

 

Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra. ia berkata : Dalam kisah Isra’ Rasulullah saw menceritakan sebagai berikut :

 

“… Maka, bertolaklah Jibril membawa diriku menuju orang lelaki yang banyak, setiap orang dari laki-laki itu berperut buncit seperti perut unta yang gemuk. Mereka Saling tindih di jalanan yang dilewati oleh kaum Firaun. Mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun tersebut. Setiap pagi dan petang, kaum Firaun itu digiring ke neraka, mereka datang lak. sana unta yang dihardik, atau seperti unta yang diteriaki supaya mempercepat jalan-nya atau seperti Dzun Nahim (orang yang rakus pada makanan) yang berlebihan dalam nafsu makannya lantaran kelaparan, mereka membentur bebatuan dan pepohonan, tidak men. dengar dan tidak pula berpikir. Apabila orang-orang yang berperut buncit itu mendengar kedatangan mereka, mereka berusaha bangkit namun perut-perut mereka memberati mereka sehingga akhirnya mereka jatuh tersungkur. Kemudian salah seorang dari mereka bangkit maka ia diseret oleh perutnya hingga jatuh tersungkur pula. Mereka tidak dapat meninggalkan tempat mereka sampai mereka diinjak-injak oleh kaum Firaun, bolak-balik. Itulah azab mereka di alam barzakh, yakni antara dunia dan akhirat.

 

Nabi saw. bersabda : Kaum Firaun berdoa : Ya Allah, janganlah Engkau bangkitkan hari kiamat untuk selama-lamanya”. Namun Allah Taala berfirman : “ Masukkaniah keluar. ga Firaun itu ke dalam azab yang berat”. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab : “Mereka itu adalah orang-orang yang makan riba dari kalangan umatmu (mereka tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran penyakit gila).

 

Dan dari Samurah bin Jundub ra., katanya : “Apabila Rasulullah saw. telah selesai melaksanakan salat Subuh bersama kami, Beliau lalu menghadapkan wajahnya kepada kami, kemudian bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apakah ada di antara kalian yang bermimpi?”. Maka berceritalah sahabatnya tentang mimpinya kepada Beliau secara panjang lebar. Pada hari yang lain. Beliau menanyakan pula : “Apakah di antara kalian ada yang bermimpi tadi malam?”. Kami menjawab : “Tidak”. Lantas Beliau berkata : “Tetapi tadi malam saya bermimpi, ada dua orang (Jibril dan Mikail) datang menemuiku lalu mengajakku ke tanah suci. Maka kami pun berangkat hingga tiba pada suatu sungai darah, yang di dalamnya ada seorang laki-laki berdiri. Dan di pinggir sungai itu juga ada seorang laki-laki sedang berdiri, sedang di hadapannya ada bebatuan. Laki-laki yang ada di sungai itu maju ke depan, namun jika ia hendak keluar dari sungai itu maka laki-laki yang ada di tepi sungai lantas melemparinya dengan batu ke mulutnya sehingga ia terpentai kembali ke tempat berdirinya semula. Demikianlah, tiap kali laki-laki dalam sungai itu hendak keluar maka laki-laki yang di tepi sungai itu lalu melemparinya dengan batu hingga ia pun terpental kembali ke tempatnya semula.

 

Maka aku pun bertanya : “Siapakah orang yang saya lihat dalam sungai ini?” Jibril menjawab : “Itu orang yang memakan riba”. (HR. Bukhari).

 

Dari sahabat Abu Rafi’ ra. katanya : “Saya pernah menjual sebuah gelang kaki dan perak kepada Abubakar. Lantas diletakkannya gelang kaki itu di tangannya yang satu sedang uang dirham diletakkannya di tangannya yang lain. Ternyata gelang kaki itu sedikit lebih berat daripada uang dirham itu. Maka ia pun mengambil gunting untuk memotongnya. Saya berkata : “Kelebihan itu untuk Tuan, wahai Khalifah Rasulillah”. Namun Abubakar menjawab : “Saya pernah mendengar sabda Nabi saw. “Orang yang menambah dan yang minta tambah sama-sama masuk neraka”. (Mauizhah).

 

Sebagian ulama telah menjelaskan tentang perbedaan antara jual-beli dan riba itu, katanya : “Apabila seseorang menjual kain yang harganya sepuluh, dijualnya dengan harga dua puluh, Maka nilai kain itu telah menjadi sebanding dengan dua puluh. Ketika telah diperoleh saling rida dalam hal pertukaran seperti ini, maka masing-masing pihak telah menyetujui mongonar harta yang akan ada pada mereka Dongan cara seperti demikian, pomulik kam atu berarti tidak mongambit sesuatu tanpa imbalan Adapun jika ia menjual uang sepuluh duham dongan dua puluh duham, maka berarti ai telah mengambil sepuluh dirham kolobihan itu tanpa imbalan. Dalam hal ini, tidak bisa dikatakan bahwa, imbalan Itu adalah borupa ponangguhan pombayaran dari waktu yang samestinya Karena penundaan waktu pembayaran itu bukanlah harta atau termasuk barang yang bisa dihargai, sehingga bisa dihadiakan imbalan dari sopuluh dwham tambahan itu. Perbedaan antara kedua contoh di atas cukup jelas. (Hayatul Qulub).

 

Ada beberapa faktor yang monjadi sebab diharamkannya tiba itu :

 

Pertama, riba itu mengakibatkan diambilnya harta orang lain tanpa ganti. Karena, orang yang menjual satu dirham dongan dua dirham, baik kontan atau tempo, maka berarti dia telah memperoleh tambahan satu dirham, tanpa adanya suatu ganti. Inilah yang haram.

 

Kedua, diharamkannya akad riba itu karena hal itu menyebabkan orang jadi enggan untuk berniaga. Karena jika pemilik uang itu dapat melakukan transaksi riba, mudahlah baginya untuk mendapatkan tambahan (keuntungan) tanpa susah payah. Hal mana mengakibatkan terputusnya manfaat-manfaat yang diperoleh manusia lewat perdagangan dan mencari laba itu.

 

Ketiga, riba itu menjadi sebab terputusnya kebajikan di antara sesama manusia, berupa pinjam meminjam. Ketika riba diharamkan, hati menjadi senang untuk meminjamkan uang kepada orang yang membutuhkan dengan meminta kembali sebanyak yang dipinjam itu saja, demi mencari keridaan Allah Taala.

 

Keempat, pengharaman riba itu telah tetap nashnya (berdasarkan kitab suci Alquran), sedang hikmat semua taklif (kewajiban agama) itu tidak selamanya harus diketahui oleh makhluk. Oleh karena itu, wajiblah diputuskan keharaman riba itu sekalipun kita tidak mengetahui, apa hikmat yang terkandung dalam pengharaman riba itu. Ini merupakan penjelasan bahwa nash itu membatalkan kias. Karena penghalalan Allah dan pengharaman-Nya tadi menjadi dalil atas batalnya kias mereka itu. (Hayatul Qulub).

 

Dari sahabat Ubaidah bin Shamit ra. Katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, melainkan harus sama persis jumlahnya, barang dengan barang dan secara kontan. Akan tetapi, kamu boleh menjual emas dengan perak, perak dengan emas, gandum dengan jelai dan kurma dengan garam, secara kontan dan dengan penambahan menurut kehendak-Mu”.

 

Karena penambahan dalam transaksi seperti yang disebutkan terakhir ini tidak termasuk riba, sebab sudah tidak ada lagi kesamaan jenis. Ingatlah olehmu dan janganlah Anda termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lengah.

 

Barang-barang yang ada nash pongharaman riba padanya, jika ia berupa barang yang ditakar, maka selamanya ta harus ditakar, seperti : gandum, jelai dan kurma. Dan kalau ta berupa barang yang ditimbang, maka selamanya ia harus ditimbang, sepert omas dan porak, sekalipun dalam kebiasaan dikenal cara yang lam. Karena nash itu hukumnya pasti, dan ia lebih kuat daripada hukum adat. Hukum yang lebih kuat tidak boleh ditinggalkan dengan adanya hukum yang lebih lemah. Adapun barang-barang yang tidak ada nashnya, maka ia boleh dikenakan hukum adat, seperti barang-barang selain dari yang enam barang yang disebutkan di atas, yaitu yang disabdakan oleh Baginda Nahi saw. : Janganlah kamu menjual emas dengan emas… dst. (alhadis)

 

Ketahuilah, bahwa hailah-hailah (trik-trik) syariyah supaya terhindar dari riba sekalipun menurut sebagian fukaha hal itu dibolehkan, namun menurut sebagian yang lain hukumnya adalah makruh. Dan pendapat terakhir inilah yang lebih tepat. Contohnya : Seorang laki-laki hendak meminjam uang dari orang lain sebanyak sepuluh dirham dengan membayar sepuluh setengah dirham selama satu bulan. Seperti, seorang laki-laki menjual secarik kain yang harganya sepuluh dirham, dijualnya dengan harga sepuluh dirham kepada orang lain, lalu dia serahkan kain itu dan menerima uang sepuluh dirham dari orang itu. Kemudian orang yang telah membeli kain itu berkata di tempat itu juga : “Saya jual kain ini dengan harga sepuluh setengah dirham”. Lantas kain itu dibeli oleh Orang yang dipinjami (kreditor) dengan harga sekian dan dalam tempo tertentu. Riba dalam tempo tertentu. Riba dalam contoh ini memang tidak terjadi, tetapi lebih utama tidak melakukan trik seperti ini. Karena takwa itu lebih baik daripada fatwa.

 

Contoh lain : seorang mugridh (pemberi hutang) memberikan sepotong kain kepada mustagridh (yang berhutang) yang harganya sama dengan dua belas dirham. Dia hutargkan dengan harga yang sama dalam tempo tertentu. Kemudian, orang yang berhutang tadi menjualnya kepada orang lain dengan harga sepuluh dirham. Selanjutnya orang an tadi menjualnya kembali kepada orang pertama (yang memberi hutang) dengan narga sepuluh dirham pula, seraya berkata kepadanya : “Berikanlah kepada si Anu sepulur dirham, yang darinya saya beli kain ini”. Apabila penjual pertama, yaitu orang yang membeli dari orang lain tadi, yang dari sisi lain juga merupakan orang yang memberikan hutang, memberikan uang sepuluh dirham kepada orang yang berhutang, maka orang yang berhutang itu tetap berhutang kepada si pemberi hutang sebesar dua belas dirham. Dalam kasus ini, tambahan tersebut juga bukan riba. Namun, seorang mukmin sejati seyogyanya menjaga diri dari muamalat yang tidak sesuai dengan syariat, sehingga ia tidak mendapat hukuman kelak di hari kiamat.

 

Penjelasan secara lebih rinci tentang masalah ini dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih. Maka, sebaiknya Anda membaca asal nukilan ini, yang dinukil dari terjemahan ke bahasa Arab. Dan jangan lupa mendoakan penukilnya yang fakir ini dengan doa-doa yang baik, semoga Anda mendapatkan syafaat Nabi pilihan, setelah berpegang teguh pada sunah yang luhur. Dan janganlah Anda meragukan nikmat-nikmat Allah yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang berdosa, sehingga Anda tidak diharamkan dari kebahagiaan yang abadi. Dan renungkanlah apa yang telah saya paparkan dengan penuh perhatian dan pandangan yang cermat.

 

 

 

 

Allah SWT berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. AlBaqarah : 277) Tafsir :

 

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kepada Allah dan RasulNya, serta apa-apa yang Dia datangkan kepada mereka.

 

(     ) mengerjakan amal-amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat. Mendirikan salat dan menunaikan zakat di-athaf-kan (disandarkan pada kalimat yang mencakup keduanya yaitu : amal saleh), karena keduanya mengungguli amal-amal saleh lainnya. (.    ) mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada ketakutan atas mereka, terhadap apa-apa yang akan datang. (.   ) dan tidak (pula) mereka bersedih hati, dari apa-apa yang telah lewat. (Aadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa ketika Beliau sedang duduk-duduk di dalam masjid, datanglah seorang pemuda menemui Beliau. Oleh Beliau, pemuda itu dihormatinya dan dipersilakannya duduk di sebelahnya, lebih dekat daripada Abubakar ra. Kemudian Nabi menyampaikan alasannya kepada Abubakar, katanya : “Wahai Abubakar, aku dudukkan pemuda ini lebih dekat daripadamu tidak lain karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang membaca salawat untukku lebih banyak daripadanya. Sesungguhnya dia telah mengucapkan setiap pagi dan petang :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat-Mu kepada Muhammad sebanyak jumlah Orang yang membaca salawat untuknya. Limpahkanlah rahmat kepadanya sebanyak bilangan Orang yang tidak membaca salawat kepadanya. Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana Engkau suka dibacakan salawat untuknya. Limpahkanlah rahma, kepadanya sebagaimana yang telah Engkau perintahkan kami agar bersalawat kepadanya Limpahkanlah rahmat kepada Muhammad sebagaimana salawat yang pantas untuk nya.

 

Karena itulah, dia saya dudukkan lebih dekat daripadamu.

 

Diiwayatkan pula dari Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa melaksanakan salat lima waktu secara berjamaah, dia akan memperoleh lima perkara : (Pertama) Dia tidak akan ditimpa kemiskinan di dunia. (Kedua) Allah Taala menghapuskan siksa kubur dari dirinya, (Ketiga) Dia akan diberi kitab catatan amalnya dari sebelah kanannya, (Keempat) Dia akan melintasi Sirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (Kelima) Allah Taala memasukkannya ke dalam surga tanpa dihisab dan diazab”. (Mashaabih)

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Salat Seseorang secara berjamaah adalah lebih utama daripada salatnya sendirian di rumahnya selama empat puluh tahun”.

 

Dan diriwayatkan, bahwa salat berjamaah itu lebih utama daripada salat sendirian (munfarid) dengan selisih dua puluh tujuh derajat. Dan menurut riwayat lain, dari Nabi saw, beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila telah tiba hari kiamat, Allah membangkitkan suatu kaum yang wajah mereka laksana bintang-bintang. Lalu para malaikat bertanya kepada mereka – “Apakah amal perbuatan kalian?”. Mereka menjawab : “Dahulu, tatkala kami mendenga’ suara azan, kami segera bangkit untuk bersuci dan berwudu, dan tidak menyibukkan diri! dengan lainnya”, Dan kaum lainnya yang wajah mereka laksana bulan. Lantas ditanyalah mereka : “Apa amal perbuatan kalian?”, Mereka menjawab : “Dahulu, kami berwudu sebelum azan”. Dan kaum lainnya, wajah mereka bak matahari. Mereka menjawab setelah ditanya : “Dahulu, kami mendengar azan di dalam masjid”. (Durratul Wa’izhin).

 

Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika seseorang hamba mengucapkan takbir (Allahu Akbar) untuk salat, maka Allah Taala beriman kepada malaikat : “Angkatlah dosa-dosa hamba-Ku dari lehernya sehingga Ia menyembah-Ku dalam keadaan suci”. Lantas para malaikat pun mengambil dosa-dosa si hamba seluruhnya. Kemudian, apabila si hamba telah selesai dari sajatnya, para malaikat bertanya : “Ya Rabbana, apakah dosa-dosanya kami kembalikan lagi kepadanya?” Allah Taala menjawab : “Wahai para malaikat-Ku, tidak layak dengan sifat kemurahan-Ku selain memaafkan. Aku telah memaafkan kesalahan-kesalahannya”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya Allah Taala akan menghimpun masjid-masjid yang ada di dunia pada hari kiamat seolah-olah mereka adalah unta-unta putih, yang kaki-kakinya dari ambar, lehernya dari kuma-kuma, kepalanya dari misik, dan telinga-telinganya dari zabarjad hijau, sedangkan para muazzin menuntun mereka dan para imam salat menggiring mereka. Mereka lewat di medan kiamat secepat kilat yang menyambar. Maka orang-orang yang sedang berada di medan kiamat itu bertanya-tanya : “Apakah mereka itu termasuk golongan para malaikat yang dekat kepada Allah, atau mereka adalah para nabi dan rasul?”. Maka terdengar seruan : “Bukan, tetapi mereka adalah termasuk golongan umat Muhammad saw. yang memelihara salat lima waktu secara berjamaah”.

 

Karenanya, Nabi saw. bersabda :

 

air yang mengalir, lalu melaksanakan salat di belakang imam yang bacaannya mahir, maka ia pasti memperoleh rahmat dari Allah Al Baari”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan diriwayatkan pula dalam hadis lain, bahwa Nabi saw. bersabda. yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan Jibril as. dengan rupa yang sebaik-baiknya, dan Dia jadikan baginya enam ratus sayap yang panjang tiap-tiap sayap itu adalah seperti jarak antara timur dengan barat, maka Jibril lalu memandang kepada dirinya seraya berkata : “Ilahi, apakah Engkau menciptakan juga makhluk yang rupanya lebih baik dariku?” Allah menjawab : “Tidak”. Maka Jibril bangkit berdiri lalu mengerjakan salat dua rakaat sebagai pernyataan syukur kepada Allah Taala. Pada tiap rakaatnya, dia berdiri selama dua puluh ribu tahun. Ketika Jibril selesai dari salatnya, Allah Taaia berfirman kepadanya : “Hai Jibril, engkau telah menyembah Aku dengan sesungguh-sungguhnya, dan tidak ada seorang pun yang menyembah-Ku seperti ibadatmu itu. Akan tetapi, nanti di akhir zaman, akan datang seorang nabi yang mulia, yang Aku cintai, bernama Muhammad. Dia mempunyai umat yang lemah dan berdosa. Mereka mengerjakan salat dengan lalai dan kurang sempurna dan dalam waktu yang singkat, dengan disertai pikiran yang banyak dan dosa-dosa yang besar. Namun, demi Keperkasaan dan Keagungan-Ku, sesungguhnya salat mereka itu lebih Aku sukai daripada salatmu. Karena salat mereka itu atas perintah-Ku, sedangkan engkau melakukan salat tanpa perintah-Ku”.

 

Jibril berkata : “Ya Rabb, apakah yang Engkau berikan kepada mereka sebagai ganjaran dar ibadat mereka itu?”

 

Allah menjawab : “Aku akan memberikan kapada mereka surga Al Ma’wa”,

 

Jibril menunta izin kopada Allah Taala untuk malhat surga tersebut, dan Allah mengizinkannya. Maka Jibril pun mendatangi surga Itu sambil membuka sayapnya dan kemudian ia pun terbang. Setiap kali dia membuka kedun sayapnya, dia dapat menempuh jarak sejauh perjalanan tiga ratus ribu tahun, dan setiap kali dia menangkupkan sayapnya maka dia dapat menempuh jarak sejauh itu pula. Maka terbanglah ia dengan cara dernih. an selama tiga ratus tahun, akhirnya ia merasa tidak mampu, lalu ta pun singgah di bawah naungan sebuah pohon lalu sujud kepada Allah Taala. Di dalam sujudnya, ia bermunajat. “Ilahi, apakah hamba tolah moncapai separuh surga itu, atau sepertiganya, atau Seperempatnya?”.

 

Allah Taala menjawab : “Wahai Jibril, seandainya engkau terbang selama tiga ratus ribu tahun lagi, dan walaupun Aku berikan kepadamu kekuatan seperti kekuatanmu dan sayap seperti sayap-sayapmu, lalu engkau terbang seperti yang telah engkau lakukan, engkau tetap tidak akan mencapai sepersepuluh dari sepersepuluh dari apa yang Aku berikan kepada umat Muhammad sebagai ganjaran dari salat moreka yang dua rakaat itu”. (Misykatul Anwar).

 

Dan Nabi Saw bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat karena mengagungkan aku, maka Allah akan menjadikan dari salawat itu malaikat yang mempunyai sepasang sayap. Satu sayap di timur dan satu lagi di barat. Kedua kakinya berada di bawah bumi ketujuh, sedangkan lehernya bersambung dengan Arsy. Allah Taala berfirman kepada malaikat tersebut : “Doakanlah hamba-Ku sebagaimana ia telah membaca salawat untuk Nabi-Ku Muhammad saw”. Maka malaikat itu pun mendoakannya sampai hari kiamat”. (Zubdatul Wa’i zhin).

 

Dalam salah satu hadis Qudsi, Rasulullah saw. meriwayatkan dari Allah Taala, bahwa Dia berfirman :

 

Artinya : “Tiga perkara yang siapa menjaganya, niscaya dia adalah benar-benar seorang wali-Ku: dan siapa yang menyia-nyiakannya, niscaya dia adalah benar-bena’ seorang musuh-Ku. Seseorang bertanya : Ya Rasulullah, apakah tiga perkara itu?” Beliau menjawab : “Salat, puasa dan mandi junub”. Beliau menegaskan : “Ketiganya adalah amd nat antara Allah dengan hamba-Nya. Allah memerintahkan agar ketiganya dijaga”.

 

Adapun yang dikehendaki dengan salat dalam hadis di atas adalah mendirikannya tepat pada waktu waktunya, dengan menyempurnakan yang fardu-fardunya, yang wajibwajibnya, dan yang sunnah-sunnahnya, sehingga jika seseorang melakukan salat tidak tepat pada waktunya maka dia dianggap telah menyia-nyiakannya berdasarkan salah satu riwayat khabar, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat banyak orang laki laki dan perempuan memukuli kepala mereka sendiri, lalu mengalir otak mereka laksana sungai yang besar. Mereka berkata : “Oh celaka… Oh nista!” Maka aku bertanya kepada Jibril : “Wahai Jibril, siapakah orangorang ini?” Jibril menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan salat tidak pada waktunya”.

 

Dalil yang menunjang bunyi hadis di atas adalah firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti-pengganti (generasi-generasi) yang menyia-nyiakan salat dan mengikuti hawa nafsunya”.

 

Begitu juga, dianggap sebagai telah menyia-nyiakan salat, orang yang melakukannya tidak secara berjamaah, sesuai dengan apa yang diriwayatkan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw. lalu berkata : “Saya bermimpi seolah-olah pada salah satu tangan saya ada uang duapuluh dinar, sedangkan pada tangan yang lain empat dinar. Uang yang duapuluh dinar itu terjatuh dari tangan saya, sedangkan yang empat dinar itu menjadi merah”. Maka Nabi saw. bertanya : “Apakah engkau melakukan salat Isya secara berjamaah?”. Orang itu menjawab : “Tidak”. Nabi saw. menjelaskan : “Yang jatuh dari tangan itu adalah keutamaan salat berjamaah yang telah engkau lewatkan. Sedang yang empat itu adalah salat yang telah engkau kerjakan di rumahmu (secara munfarid) yang tidak diterima”. (Zahratul Riyaadh).

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

Artinya : “Barangsiapa memelihara salat yang lima waktu, maka salat-salat tersebut akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka salat-salat tersebut tidak akan menjadi cahaya, tanda bukti dan keselamatan baginya”. (Tanbihul Maharim).

 

Dan disebutkan dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada sepuluh (golongan) orang yang salat mereka tidak diterima oleh Allah ? (1) orang laki-laki yang mengerjakan salat secara sendirian tanpa bacaan, (2) orang lakilaki yang mengerjakan salat namun tidak menunaikan zakat, (3) orang laki-laki yang menjadi imam suatu kaum namun mereka tidak menyukainya, (4) hamba sahaya laki-laki yang melarikan diri dari tuannya, (5) orang laki-laki peminum arak kronis, (6) perempuan yang Suaminya marah kepadanya, (7) perempuan yang melakukan salat tanpa memakai tutup kepala, (8) pemimpin yang sombong dan lalim, (9) orang laki-laki pemakan riba, (10) orang laki-laki yang tidak dicegah oleh salat dari perbuatan keji dan munkar'”

 

Dalam nwayat lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang tidak dicegah oleh salatnya dari melakukan perbuatan kaj dan munkar, maka salatnya itu tidak akari menambahnya pada sisi Allah selain dari kutuk. an dan semakin jauh (dari Allah)”.

 

Dan Alhasan berkata : “Apabila salat Anda tidak dapat mencegah (menghalangi Anda dari melakukan perbuatan keji, maka sebenarnya Anda tidak salat. Dan salat Anda itu akan dilemparkan ke wajah Anda pada hari kiamat kelak bagaikan kain kasar yang kotor”. (Mukasyafatul Qulub).

 

Dari Muaz bin Jabal dan Jabir bin Abdullah ra. mereka berkata : “Ketika Nabi saw dimikrajkan pada malam mikraj ke atas langit, pada langit pertama, Beliau melihat para malaikat yang berzikir kepada Allah Taala semenjak mereka diciptakan Allah Taala. Pada langit kedua, Beliau melihat para malaikat yang melakukan rukuk kepada Allah Taaia semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali. Pada langit ketiga, Beliau melihat para malaikat yang sedang sujud, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala, dan sejak itu mereka tidak pernah mengangkat kepala mereka sama sekali, kecuali pada saat Nabi kita Muhammad saw. mengucapkan salam kepada mereka maka mereka mengangkat kepala mereka sambil menjawab salam Beliau, selanjutnya mereka melakukan sujud kembali hingga hari kiamat. Oleh karena itu, sujud (dalam salam) menjadi dua kali. Pada langit keempat, Beliau melihat para malaikat yang sedang bertasyahhud. Pada langit kelima, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca tasbih. Pada langit keenam, Beliau melihat para malaikat yang sedang membaca takbir dan tahlil. Pada langit ketujuh, Beliau melihat para malaikat yang sedang mengucapkan salam, yang mereka lakukan semenjak mereka diciptakan oleh Allah Taala. Maka tergeraklah hati Nabi saw. dan Beliau menginginkan agar Beliau dan umatnya mempunyai ibadat seperti itu seluruhnya. Allah Taala mengetahui keinginan dan kerinduan Nabi saw. tersebut, maka Dia menghimpun seluruh ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit itu, lantas dengan ibadat-ibadat itu Dia muliakan Nabi-Nya saw. seraya berfirman : “Barangsiapa menunaikan salat lima waktu maka dia akan memperoleh ganjaran ibadat para malaikat penghuni tujuh petala langit”. (Raudhatul Ulama).

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Salat itu menyebabkan koridaan Tuhan, sunah para nabi, kecintaan malaikat, cahaya makrifat, pokok keimanan, kewajiban-kowajiban doa, diterimanya segala amal, keberkahan dalam harta dan usaha, senjata dalam menghadapi musuh. kebencian setan, pemberi syafaat antara orang yang salat itu dengan malaikat maut, pelita di dalam kuburnya sampai han kiamat, naungan di atas kepalanya pada hari kiamat, mahkota di atas kepalanya, pakaian penutup tubuhnya, tabir penghalang antara dirinya dan neraka, pembela di hadapan Tuhan, pemberat pada timbangan amal, pengantar di atas sirat (titian di atas neraka), dan kunci memasuki surga”

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, maka keluarlah suatu makhluk dari dalam neraka Jahannam yang bernama Huraisy, dari anak cucu kalajengking (ketunggeng), panjangnya laksana jarak antara langit dan bumi, sedangkan lebarnya dari timur ke barat. Lalu Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, kau hendak kemana dan siapa yang kau cari?” Huraisy menjawab : “Saya hendak mencari lima golongan orang : (1) orang yang meninggalkan salat, (2) orang yang tidak mau mengeluarkan zakat, (3) orang yang mendurhaka kepada ibu bapaknya, (4) orang yang suka mabukmabukan, (5) orang yang bercakap-cakap di dalam masjid dengan percakapan mengenai urusan dunia”.

 

Oleh karena itu, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan masjid-masjid itu sesungguhnya adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.

 

Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang yang berakal, dan janganlah kalian termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai. (Zubdatul Wa’izhin).

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Dia (sendiri) Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orangorang yang telah diberi Alkitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayatayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imran : 18)

 

Tafsir :

 

( ) Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Dalam ayat ini, Allah menjelaskan tentang keesaan-Nya dengan cara mengemukakan dalil-dalil yang menunjukkan akan hal tersebut, serta menurunkan ayat-ayat yang berbicara tentang hal itu.

 

( ) para malaikat juga menyatakan keesaan Allah dengan jalan igrar (mengakuinya).

 

(.   ) juga orang-orang yang berilmu, dengan beriman dan memberikan pembelaan terhadapnya.

 

Pernyataan mereka itu dalam hal kejelasan dan keterbukaannya dium-pamakan sebagai kesaksian seorang saksi.

 

(.    ) Yang menegakkan keadilan, dalam hal pembagian rezki dan hukum.

 

Kata       dibaca nasab (dalam hal ini tandanya adalah fathatain) adalah karena ia menjadi Hal (kata keterangan) dari kata    . Adapun sebab ia boleh dibaca mufrad (tunggal) ketika menjadi Hal, sedang dalam kalimat :       tidak boleh, adalah karena tidak ada keraguan bahwa ia merupakan Hal (keterangan) dari kata  seperti firman Allah Taala :     

 

Atau, bisa juga ia Sanggan sebagai Hal dari kata   Sedangkan amilnya adalah makna dari jumlah (kalimat), atau      . Dia sendirilah yang menegakkan (keadilan), atau Dia-lah Yang paling layak menegakkan (keadilan), karena     merupakan Hal penegas.

 

Atau, bisa juga ia dibaca nasab karena menjadi pujian atau sifat dari kalimat negatif :    Namun, pendapat terakhir ini lemah, sebab ada fashal (pemisah), padahal fashal ini termasuk yang dinyatakan jika Anda menjadikannya sebagai sifat atau Hal dari dhamir.

 

Kalimat   bisa juga dibaca   sebagai Badal (pengganti) dari   atau Khabar (predikat) yang mahdzuf (dihilangkan).

 

(. ) tidak ada Tuhan kecuali (hanya) Dia. Kata-kata ini diulangi oleh Allah untuk memberi ketegasan, dan agar semakin diperhatikan dengan cara mengetahui dalildalil tauhid, dan juga merupakan keputusan setalah ditegakkannya hujjah, dan agar bisa menjadi pijakan bagi firman Allah selanjutnya:

 

(.   ) Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka diketahuilah bahwasanya Allah bersifat dengan kedua sifat tersebut. Adapun didahulukannya kata   adalah karena pengetahuan tentang kekuasaan Allah itu lebih dahulu daripada pengetahuan tentang kebijaksanaan-Nya. Sedangkan kedua kata itu dibaca rafa (yang tanda rafanya dhammah) adalah karena ia menjadi Badal (pengganti) dari dhamir (   ), atau menjadi sifat dari fail (subjek)  .

 

Mengenai keutamaan ayat ini, telah disebutkan dalam salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang membaca ayat ini akan didatangkan pada hari kiamat, lalu Allah berfirman : “Sesungguhnya hamba-Ku ini mempunyai suatu janji pada-Ku, dan Aku paling patut untuk menunaikan janji. Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga”.

 

Ayat ini juga merupakan dalil atas keutamaan ilmu ushuluddin dan kemuliaan ahlinya.

 

(.   ) Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam.

 

Ayat ini merupakan kalimat musta’nafah, yang menguatkan kalimat pertama. Maksudnya, tidak ada agama yang diridai di sisi Allah selain Islam. Dia adalah agama Tauhid dan melaksanakan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

 

(.    ) Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Alkitab, dari golongan Yahudi dan Nasrani, atau pun dari golongan yang telah dituruni kitab-kitab terdahulu, mengenai agama Islam. Sebagian kaum mengatakan bahwa, agama Islam itu adalah hak. Yang lain mengatakan bahwa, agama Islam itu khusus untuk bangsa Arab. Yang lain lagi tidak mengakuinya sama sekali, atau tidak mengakui tauhid, seperti orangorang Nasrani yang mengakui Trinitas (Tiga Oknum), dan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa, Uzair adalah anak Allah. Konon, yang dimaksud Ahli Kitab itu ialah kaum Nabi Musa as. yang berselisih sepeninggal Beliau. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa Ahli Kitab itu ialah kaum Nasrani yang berselisih dalam perkara Nabi Isa as.

 

     kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka. Yakni, Setelah mereka mengetahui fakta yang sebenarnya, atau setelah mereka menguasai ilmu tentang itu berdasarkan ayat-ayat dan argumentasi-argumentasi.

 

(.    ) karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Dan karena menginginkan kepemimpinan, bukan karena keraguan atau kotidak jelasan mengenai hal yang sebenarnya.

 

(.     ) Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. Ayat ini merupakan ancaman terha, dap siapa saja yang kafir di antara mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Jibril, Israfil Izrail dan Mikail as. telah datang kepadaku, lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barang, siapa memberi salawat atasmu sepuluh kali maka aku akan memegang tangannya dan menuntunnya di atas sirat (titian di atas neraka)”. Mikai! berkata : “Dan saya akan membe. rinya minum dari telagamu”. Israfil berkata : “Dan saya akan melakukan sujud kepada Allah Taala dan tidak akan mengangkat kepala saya sampai Allah mengampuninya”. Izrail berkata : “Dan saya akan mencabut nyawanya seperti ketika saya mencabut nyawa para nabi as.”.

 

Ada yang mengatakan bahwa, makna “syahidallaahu” itu adalah Allah memutuskan hukum dan menetapkan. Dan ada pula yang mengatakan, Allah memberitahukan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, yaitu dengan menerangkan dalil-dalil yang dapat mengantarkan kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. Jadi, Allah Taala membimbing hambahamba-Nya kepada pengetahuan tentang keesaan-Nya. (Tafsir Al Lubab).

 

Ada pula yang mengatakan bahwa, makna kesaksian Allah adalah pemberitaan dan pemberitahuan. Sedangkan makna kesaksian malaikat dan orang-orang mukmin adalah pernyataan dan pengakuan mereka tentang keesaan Allah Taala. Ada perbedaan pendapat dalam menetapkan makna “ulul ilmi”, ada pendapat yang mengatakan bahwa itu maksudnya adalah orang-orang yang paling tahu tentang Allah Taala. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari sahabat-sahabat Nabi saw. dari kaum Muhajirin dan Ansar. Dan ada lagi yang mengatakan bahwa, mereka adalah para ulama dari seluruh kaum mukminin. (Tafsir Al Khazin).

 

Sebagian ulama mengatakan : “Sesungguhnya ayat ini memuat dalil tentang ketuamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Karena seandainya ada orang yang lebih mulia daripada ulama, tentu Allah akan menggandengkan namanya dengan nama malaikat, dan bukan ulama.

 

Al Bazaazi meriwayatkan hadis dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Firman Allah Taala (Sesungguhnya agama (yang hak) di sisi Allah adalah Islam). Turun ketika orang-orang musyrik membangga-banggakan agama mereka masing-masing. Setiap golongan dari mereka mengatakan, tidak ada agama selain agama kami, Agama kami adalah agama Allah semenjak Dia mengutus Adam as. Maka Allah Taala mendustakan mereka dengan firman-Nya (Sesungguhnya agama yang hak di sisi Allah itu adalah Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dan ia adalah agama yang benar. (Syaikh Zaadah).

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda, yang artinya : “Ketika turun ‘alhamdulillahi rabbil “alamin (surah Alfatihah), ayat Alkursi, “syahidallaahu annahu laa ilaaha illaa huwa dst”. Dan “gulillaahumma maalikal mulki… sampai firman-Nya “bighoiri hisaab, maka ayat-ayat itu bergantungan pada Arsy seraya berkata : “Ya Tuhan kami, apakah Engkau turunkan kami pada suatu kaum yang berbuat durhaka kepada-Mu?”. Allah Taala menjawab : “Demi Keperkasaan-Ku dan Keagungan-Ku, tidaklah seseorang hamba membaca kamu semua sehabis tiap-tiap salat lima waktu, melainkan Aku ampun! dia, dan Aku tempatkan dia di dalam surga Firdaus, dan Aku memandangnya setiap har sebanyak tujuh puluh kali, serta Aku penuhi tujuh puluh hajatnya, yang paling ringan diantaranya adalah ampunan”. Kemudian Nabi membaca ayat ini :

 

Lantas Beliau berkata : “Dan aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan hal itu”. Sedang menurut lafaz Atthabrani : “Dan aku bersaksi bahwasanya Engkaulah, tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

 

Dan dari sahabat Ubaidah bin Ashshamit ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka atas dirinya”. (Ad Durrul Mantsur oleh Imam As Suyuthi).

 

Dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Apabila seorang hamba mukmin berkata : “laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”, keluarlah dari mulutnya seorang malaikat seperti seekor burung hijau yang memiliki sepasang sayap putih bertahtakan mutiara dan mira delima. Salah satu sayapnya berada di timur, sedangkan yang satunya lagi di barat. Jika ia membentangkan kedua sayapnya, maka kedua sayapnya itu melampaui timur dan barat. Kemudian terbanglah malaikat itu ke langit hingga sampailah dia ke Arsy. Dia mengeluarkan suara laksana dengungan lebah. Maka para malaikat penjaga Arsy berkata kepadanya : “Diamlah, demi keperkasaan Allah dan keagunganNya!”. Malaikat itu menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni orang yang mengucapkan kata-kata itu tadi”. Maka Allah pun memberinya tujuh puluh ribu lidah yang memohonkan ampun bagi orang yang membaca kata-kata tadi, hingga hari kiamat. Kemudian apabila hari kiamat tiba, malaikat itu menggandeng tangan orang yang membaca kata-kata itu lalu mengantarkannya melewati Sirat, dan memasukkannya kedalam surga”. (Raudhatul Ulama).

 

Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam Mikraj, ketika aku dimikrajkan ke langit, aku melihat sebuah kota dari cahaya yang luasnya seribu kali luas dunia, yang tergantung di bawah Arsy dengan rantairantai dari cahaya. Kota itu mempunyai seratus ribu pintu yang terpisah-pisah. Pada setiap pintu ada taman yang dihampari dengan rahmat Allah. Pada setiap taman terdapat istana dari cahaya, dan pada setiap istana terdapat gedung dari cahaya, pada setiap gedung terdapat tujuh puluh ruangan dari cahaya, pada setiap ruangan ada rumah dari Cahaya, di atas tiap-tiap rumah ada kamar dari cahaya, dan setiap kamar itu mempunyai empat ratus pintu, masing-masing pintu mempunyai dua daun pintu, yang satu terbuat dari emas dan yang satunya lagi terbuat dari perak. Di depan tiap-tiap pintu terdapat ranjang dari cahaya, dan pada tiap-tiap ranjang itu ada kasur dari cahaya, dan di atas tiap-tiap kasur itu ada seorang bidadari, yang seandainya ia menampakkan jari manisnya ke dunia ini, niscaya cahayanya akan mengalahkan cahaya matahari dan bulan. Maka aku berkata : “Ya Rabbi, apakah ini semua untuk seorang nabi atau seorang siddig?”. Allah menjawab : “Ini adalah untuk orang-orang yang berzikir di saat-saat malam hari dan pada penghujung-penghujung siang. Dan sesungguhnya bagi mereka pasti ada tambahan yang lebih banyak lagi di sisi-Ku, dan Aku Maha meluaskan”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dari Nabi saw. yang artinya : “Pada suatu hari, Beliau duduk dengan perasaan Sedih. Kemudian Jibril as. datang menemui Beliau, lalu berkata : “Ya Muhammad, kenapa Tuan bersedih hati seperti ini, padahal Allah Taala telah memberikan kepada umatmu lima perkara yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun sebelummu. (Pertama) Allah Taala berfirman : “Aku menurut apa yang disangkakan oleh hamba-Ku”. (Kedua)

 

Barangsiapa yang Allah tutupi aibnya di dunia, maka Dia tidak akan membukakannya pada hari kiamat, (Ketiga) Allah tidak menutup pintu tobat atas umatmu selagi nyawanya belum sampai di kerongkongan saat nyawanya dicabut, (Keempat) Barangsiapa mempu. nyai kesalahan sepenuh bumi, Allah tetap akan mengampuninya setelah dia mengucap. kan “laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah”, (Kelima) Allah mengangkat azab dar orang-orang mati dengan berkat doa orang-orang yang masih hidup”. (Zahratur Riyadh).

 

Ibnu Abbas ra. berkata : “Allah Taala telah menciptakan ruh empat ribu tahun sebe. lum Dia menciptakan jasad. Dan Dia telah menciptakan rezeki empat ribu tahun sebelum ruh. Lantas Allah menyatakan kepada diri-Nya tentang diri-Nya sebelum Dia menciptakan makhluk, ketika keadaan belum ada langit, bumi, daratan dan lautan. Allah Taala bertir. man, yang artinya : “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan demikian). Tidak ada Tuhan kecuali hanya Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijak. sana”. (Tafsir Alkhazin).

 

Dari sahabat Said bin Jabir ra., dia berkata : “Dahulu, di sekeliling Kakbah ada tiga ratus enam puluh berhala. Ketika turun ayat yang mulia ini, berhala-berhala itu tersungkur sambil bersujud”. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Nasrani dari Najran tentang pengakuan mereka mengenai Nabi Isa as. (Abu Mas’ud).

 

Sedang Alkalabi berkata : “Dua orang pendeta dari negeri Syam datang ke Madinah untuk menemui Nabi saw. Ketika mereka melihat kota Madinah, mereka berkata : ‘Alangkah miripnya kota ini dengan ciri-ciri kota Nabi yang muncul pada akhir zaman”. Setelah mereka berjumpa dengan Nabi saw. mereka dapat mengenali sifatnya, maka keduanya lalu berkata kepada Beliau : “Muhammadkah Tuan?”. Nabi menjawab “Ya”.

 

Mereka bertanya pula : “Ahmadkah Tuan”. Beliau menjawab : “Aku Muhammad dan Ahmad”.

 

Kemudian mereka berkata : “Sesungguhnya kami hendak bertanya kepada Tuan tentang sesuatu. Jika Tuan dapat memberitahukannya kepada kami, maka kami akan beriman kepada Tuan dan akan membenarkan Tuan”.

 

“Bertanyalah”, kata Nabi.

 

Kedua pendeta itu lalu bertanya : “Beritahukanlah kepada kami tentang syahadat yang terbesar di dalam Kitabullah!”. Maka Allah pun lalu menurunkan ayat ini. Kemudian kedua pendeta itu akhirnya beriman dan masuk Isiam”. (Abus Su’ud).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. yang artinya : “Pada hari kiamat, amalamal akan datang untuk membela orang yang telah melakukannya dan memberi syafaat kepadanya. Salat datang lalu berkata : “Ya Rabb, saya salat”. Maka Allah berfirman : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang pula sedekah, lalu berkata : “Ya Rabb, saya sedekah”. Allah menjawab : “Engkau ada dalam kebaikan”. Kemudian datang puasa, lalu berkata : “Ya Rabb, saya puasa “. Allah menjawab : “Kalian semua datang dalam kebaikan “. Setelah itu, datangiah Islam, lalu berkata : “Dan Engkau Dzat Yang Maha Sejahtera”. Maka Allah Taala menjawab : “Engkau datang dalam kebaikan, denganmu Aku mengambil dan denganmu Aku memberi”. Allah mengatakan demikian tidak lain adalah karena Islam meliputi seluruh amal tersebut tadi”. (Sananiyah).

 

Kisah lain : Diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as pernah melewati sebuah desa. Di desa itu, ada seorang tukang celup. Penduduk desa itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Tukang celup itu menahan air, meludahinya dan mengotorinya. Maka mohonkanlah kepada Allah supaya tidak mengembalikannya ke asalnya”. Lantas Nabi Isa as. berdoa : “Ya Allah, kirimkanlah kepadanya ular, yang tidak membiarkannya pulang dalam keadaan hidup”.

 

Sebagaimana biasa, tukang celup itu pergi ke kali untuk mencelup pakaian, sambil membawa bekal tiga potong roti. Setelah sampai di tepi kali, maka dia disinggahi oleh seorang abid yang biasa beribadat di sebuah bukit di sana. Abid itu memberi salam seraya berkata : “Adakah suatu makanan yang dapat Tuan berikan kepadaku, atau Tuan perlihatkan kepadaku agar saya dapat melihatnya, atau mencium baunya. Karena saya belum makan apa-apa sejak beberapa hari”. Tukang celup itu memberinya sepotong roti, maka berkatalah si abid itu : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampunimu dan membersihkan hatimu”. Kemudian diberikannya lagi roti yang kedua, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang”. Kemudian diberikannya lagi roti yang ketiga, maka si abid berkata : “Hai tukang celup, semoga Allah membangunkan untukmu sebuah istana di dalam surga”.

 

Kemudian tukang celup itu pulang ke desanya. Penduduk desa itu segera mendatangi Nabi Isa as. Lalu berkata : “Tukang celup itu sudah pulang kembali ke desa”. Nabi Isa berkata : “Panggillah dia kemari!”.

 

Orang-orang pun lalu memanggil tukang celup itu, dan akhirnya dia pun datang menemui Nabi Isa as. Nabi Isa berkata kepadanya : “Hai tukang celup, beritahukaniah kepadaku kebajikan-kebajikan apa saja yang telah engkau lakukan hari ini?”. Maka berceritalah tukang celup itu kepada Beliau tentang kali, roti dan doa-doa yang telah diucapkan oleh abid itu.

 

Nabi Isa as. berkata : “Bawalah kemari bungkusan pakaianmu”. Maka diambilnya bungkusan itu lalu diberikannya kepada Nabi Isa. Ketika bungkusan itu dibuka, ternyata di dalamnya ada seekor ular hitam yang dikekang dengan kekang dari besi. Lantas Nabi Isa berkata kepada ular itu: “Hai ular hitam!” Ular itu menjawab : “Ya, wahai Nabi Allah”.

 

“Bukankah engkau dikirim kepada orang ini?”. Tanya Nabi Isa.

 

“Benar. Jawab ular itu, “akan tetapi ada seorang peminta-minta datang dari balik bukit itu meminta makanan kepada tukang celup ini, lalu diberinya makan. Maka pemintaminta itu mendoakannya dengan tiga macam doa. Ada malaikat yang sedang berdiri di situ mengucapkan “amin”, maka Allah pun mengirimkan kepadaku malaikat, lalu dia mengekangku dengan kekang dari besi”.

 

Maka Nabi Isa as. Berkata : “Hai tukang celup, teruslah beramal, Karena Allah Taala telah mengampuni dosa-dosamu”. (Tanbihul Ghafilin).

 

(Hikayat) Dahulu, Ibrahim Alwasithi, semoga Allah merahmatinya, melakukan wukuf di Arafah. Di kedua tangannya ada tujuh butir batu. Kemudian ia berkata kepada batubatu itu : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku telah mengucapkan, bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya”.

 

Pada malam harinya, Ibrahim tidur. Dalam tidurnya itu, ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit, dan bahwa dirinya dihisab dan kemudian disuruh bawa ke neraka. Maka, malaikat membawanya ke sebuah pintu dari api. Namun, sekonyong-konyong sebutir batu di antara batu-batu itu melemparkan dirinya ke arah pintu neraka itu. Para malaikat azab berusaha untuk menyingkirkan batu itu, tetapi mereka tiada berhasil melakukannya. Kemudian mereka menggiring dirinya ke pintu yang lain, tetapi ternyata disana Sudah ada pula sebutir batu di antara ketujuh batu itu. Dan mereka pun tidak mampu untuk menyingkirkannya. Para malaikat itu menggiringnya sampai ke ketujuh pintu neraka, namun pada tiap-tiap pintu itu sudah ada sebutir batu di antara batu-batu itu yang menghalangi. Semua batu itu mengatakan : “Kami menjadi saksi bahwa orang ini telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”,

 

Kemudian mereka menggiringnya ke arah Arsy, maka berfirmanlah Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi : “Engkau telah menjadikan batu-batu ini sebagai saksi, dan mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka bagaimanakah Aku akan menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu itu”. Lantas Allah Taala berfirman : “Masukkanlah dia kedalam surga”.

 

Ketika orang itu sudah berada di dekat surga, didapatinya pintu-pintu surga itu tertutup. Kemudian datanglah syahadat, bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, latu terbukalah pintu-pintu itu seluruhnya, dan ia pun masuk ke dalamnya. (Demikian tersebut dalam kitab Al Mawa’izh).

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mereka mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

 

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal”. (QS. Ali Imran : 135-136)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji. Yaitu perbuatan yang sangat buruk, seperti zina.

 

(.   ) atau menganiaya diri sendiri. Dengan melakukan dosa apa Saja. Konon, menurut salah satu pendapat, yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah dosadosa besar, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah dosa-dosa kecii. Dan bisa juga, kekejian ialah perbuatan yang mengganggu orang lain, sedangkan menganiaya diri sendiri ialah perbuatan yang tidak mengganggu orang lain namun terhadap dirinya sendiri.

 

(.  ) maka mereka mengingat Allah, mengingat ancaman-Nya, atau hukumNya, atau hak-Nya yang besar.

 

(.   ) lalu mereka memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dengan menyesali dan bertobat.

 

(.   ) dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain daripada Allah. Sebuah pertanyaan yang berarti nafi (meniadakan). Sedangkan yang dimaksud adalah mensifati Allah dengan keluasan rahmat-Nya dan keumuman ampunanNya, serta anjuran supaya memohon ampunan, dan juga janji tentang diterimanya tobat.

 

(.   ) dan mereka tidak meneruskan perbuatannya. Yakni mereka tidak meneruskan dosa-dosa mereka tanpa memohon ampun. Karena Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Tidaklah meneruskan (berbuat dosa) orang yang memohonkan ampunan Sekalipun ia kembali (melakukan dosa) tujuh puluh kali dalam sehari”.

 

(.   ) sedang mereka mengetahui. Kalimat ini adalah Hal (keterangan) dar kalimat    (orang yang tidak meneruskan dosa). Maksudnya, mereka tidak mene. ruskan perbuatan mereka yang buruk dalam keadaan mereka mengetahuinya.

 

(.     ) Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai.. sedang mereka kekal di dalamnya. Ayat ini adalah khabar (predikat) dari   , jika ia dimulai dengannya. Tetapi bisa juga ia merupakan kalimat musta’nafah yang menerangkan ayat sebelumnya, apabila Anda meng-athaf-kannya pada kata    atau pada   . Dan disediakannya surga bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat sebagai balasan bagi mereka itu, tidak harus berarti, bahwa surga itu tidak dimasuki oleh orangorang yang terus-terusan berdosa, sebagaimana disediakannya neraka bagi orang kafir sebagai balasan atas mereka, tidak harus berarti, bahwa neraka itu tidak dimasuki oleh orang-orang selain mereka.

 

(.     ) dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. Karena orang yang bersegera memperbaiki kekurangannya adalah seperti orang yang berusaha memperoleh sebagian dari apa yang terluput dari dirinya. Dalam banyak ayat, Allah sering menjelaskan tentang orang-orang yang berbuat baik, orang-orang yang cepat memperbaiki kesalahannya, orang-orang yang dicintai Allah, orang-orang yang diberi pahala. Boleh jadi digantinya lafaz “jaza” ( ) dengan lafaz “ajr” (. ) dalam ayat ini adalah karena pengertian seperti ini. Sedangkan yang menjadi tujuan dari pujian itu tidak disebut (. ), yang kalau ditampakkan menjadi :     (dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal), yaitu memperoleh ampunan dan surga. (Qadhi BaidhaWi).

 

Dari sahabat Said ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di dalam suatu majelis yang di situ tidak diucapkan salawat atas Nabi saw. melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka masuk surga, disebabkan pahala yang mereka lihat”.

 

Abu Isa Attirmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sebagian orang alim, bahwa dia mengatakan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan salawat atas Nabi saw. satu kali dalam suatu majelis, maka salawatnya itu akan menghapuskan kesalahan-kesalahan yang terjadi di majelis itu. (Syifaun Syarif).

 

Dikatakan bahwa, ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki pedagang Kurma. Seorang wanita datang kepadanya untuk membeli kurma darinya. Lantas lelaki itu memasukkan wanita itu ke dalam rumahnya lalu menciumnya. Kemudian dia menyesal atas perbuatannya itu. Tetapi kemudian, ayat ini berlaku umum bagi siapa saja yang telah melakukan dosa, lalu memohon ampunan dari dosanya itu, baik dosa besar (seperti zina) atau pun lainnya.

 

Firman Allah :   , di-athaf-kan pada kata     , yang maksudnya : (Surga itu) disediakan bagi orang-orang yang bertakwa dan bertobat. Sedangkan firman-Nya :    , adalah isim isyarat (kata isyarat) yang menunjuk kepada kedua golongan tadi. Dan bisa juga kata    itu menjadi mubtada (subjek), sedangkan khabar (predikat) nya adalah kata     (Kasysyaf).

 

Firman Allah :      , di dalamnya terkandung suatu bujukan bagi jiwa-jiwa hamba Allah, penyemangat, dorongan dan anjuran supaya bertobat, serta cegahan dari sikap patah semangat dan putus asa dari rahmat Allah Taala, dan bahwa dosa-dosa itu betapa pun besarnya, namun ampunan Allah tetap lebih besar dan kemurahan-Nya lebih agung. (Kasysyaf).

 

Firman Allah :     berarti, dikarenakan dosa-dosa mereka, maka mereka bertobat daripadanya dan menghentikan diri darinya sambil bertekad untuk tidak kembali melakukannya. Inilah syarat-syarat tobat yang diterima itu. (Tafsir Alkhazin).

 

Firman Allah :    , Ibnu Abbas ra., berkata : “Sedang mereka mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan tersebut adalah maksiat”. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa maksud ayat ini adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa meneruskan dosa itu adalah berbahaya”. Dan yang lain mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah Taala memiliki ampunan dosa, dan bahwa mereka mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa-dosa itu”. Yang lain mengatakan bahwa artinya adalah : “Sedang mereka mengetahui bahwa Allah tidak keberatan mengampuni dosa-dosa betapapun banyaknya”. Dan ada pula yang mengatakan : “Sedang mereka mengetahui bahwa, jika mereka memohon ampun maka mereka akan diampuni”. (Tafsir Al Lubab).

 

Dari sahabat Ibnu Umar ra, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menerima tobat seseorang hamba sebelum nyawanya sampai di kerongkongan (pada saat ajalnya tiba)”. (Dari Almashaabih).

 

Maksudnya : bahwa tobatnya orang yang berdosa itu tetap akan diterima Allah selama ruhnya belum mencapai kerongkongannya pada saat dicabut oleh malaikat maut. Karena apabila ruh telah mencapai kerongkongan maka pada saat itu dia dapat melihat nasib apa yang akan dialaminya, apakah ia akan memperoleh rahmat Allah, ataukah azab siksaan. Ketika itu sudah tidak berguna lagi baginya tobatnya maupun imannya. Karena di antara syarat tobat itu adalah tekad untuk meninggalkan dosa dan tidak akan mengulanginya lagi. Sedangkan hal itu baru dapat menjadi kenyataan apabila orang yang bertobat itu masih mempunyai kesempatan. Dan ini tidak akan menjadi kenyataan, karena dia sudah tidak mampu lagi. (Majalisu Arrumi).

 

Dari Ali bin Abithalib ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Empat ribu tahun sebelum diciptakannya Adam as. di sekeliling Arsy tertulis : “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Duiwayatkan bahwa, Jibril as. pernah berkunjung kepada Nabi saw. ia berkata : “Ya Muhammad, Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang bertobat dasi umatmu satu tahun sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu tahun bagi umatku terlalu banyak, karena dikalahkan oleh sifat lalai dan panjang angan-angan”.

 

Maka pergilah Jibril as. Kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesunyguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu bulan sebelum matinya, tobatnya akan diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu bulan bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka Jibril pun pergi, kemudian kembali lagi, seraya berkata : “Ya Muhammad, se.Sungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu hari sebelum matinya, maka tobatnya masih diterima”.

 

Nabi saw. berkata : “Wahai Jibril, satu hari itu bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka pergilah Jibril, dan kemudian kembali, lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu berfirman : “Orang yang bertobat satu jam sebelum matinya, maka tobatnya tetap diterima”.

 

Nabi saw. menjawab : “Wahai Jibril, satu jam itu bagi umatku terlalu lama”.

 

Maka Jibril pun pergi lagi, dan kemudian kembali seraya berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala menyampaikan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang menghabiskan seluruh umurnya dalam kemaksiatan, dan dia tidak kembali (bertobat) juga kepada-Ku dalam (tempo) satu tahun, atau satu bulan, atau satu hari, atau satu jam, sebelum matinya, sampai ruhnya mencapai kerongkongan (saat dicabut), sedang dia sudah tidak dapat mengucapkan kata-kata permohonan ampun dengan lidahnya, namun masih bisa menyesal dengan hatinya, maka sesungguhnya Aku tetap akan mengampuninya”. (Zubdatui Wa’izhin).

 

Dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya : “Nabi saw. bersama saya pernah menemui seorang lelaki Ansar yang sedang menghadapi ajalnya. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Bertobatlah kepada Allah”. Orang itu tidak bisa melakukannya dengan lidahnya, namun ia hanya bisa memutar-mutarkan kedua bola matanya ke arah langit. Nabi saw. tersenyum, sehingga saya bertanya : “Ya Rasulullah, kenapa baginda tersenyum?” Nabi saw. menjawab : “Orang sakit ini tidak dapat melakukan tobat dengan lidahnya, lalu dia memberi isyarat dengan matanya ke langit dan menyesal dengan hatinya. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya hamba-Ku ini tidak mampu lagi bertobat dengan lidahnya, namun dia menyesal dalam hatinya. Maka Aku tidak akan menyia-nyiakan tobat dan penyesalannya dengan hatinya itu. Saksikanlah, bahwa Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Durratul Majalis)

 

Allah SWT. berfirman di dalam surah Annur :

 

Artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung”.

 

Sebagian ahli hikmat berkata : “Tobat seseorang bisa diketahui dengan empat perkara : (Pertama) Dia mencegah lidahnya dari mengeluarkan kata-kata yang tidak berguna, mengumpat, memfitnah, dan berbohong. (Kedua) Tidak tampak dalam hatinya perasaan dengki atau permusuhan terhadap seseorang manusiapun, (Ketiga) Dia meninggalkan kawan-kawan yang jahat dan tidak bersahabat dengan salah seorang pun dari mereka. (Keempat) Selalu siap-sedia untuk mati, menyesali dosa-dosanya, memohon ampun atas dosa-dosanya yang telah lalu, dan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perbuatan bakti kepada Tuhannya”.

 

Dalam ayat lain, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”.

 

Yakni, tobat yang sebenar-benarnya, dan ada pula yang mengatakan. bahwa maksudnya adalah, kamu memurnikan tobat karena Allah. Sahabat Umar bin Khattab ra. pernah ditanya orang tentang tobat nasuha, ia menjawab : “Tobat nasuha talah. bahwa seseorang bertobat dari perbuatan yang buruk, dan tidak melakukannya lagi selama-lamanya”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra. mengenai firman Allah Taala yang artinya : “Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah dengan tobat nasuha”. la berkata : “Tobat nasuha adalah dengan hati, disertai permohonan ampun dengan lidah, dan tekad kuat untuk tidak melakukannya lagi buat selama-lamanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : Orang yang memohon ampun dengan lidah, namun terus-menerus melakukan dosa, adalah seperti orang yang memperolok-olokkan Tuhannya. (Raudhatul Ulama).

 

Dan dari Tsabit Albanani, bahwa ia berkata : “Saya dengar bahwa Iblis Laknatullah alaih menangis ketika turunnya ayat yang mulia ini”. (Tafsir Al Lubab).

 

Dari sahabat Abubakar ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hendaklah kamu selalu membaca “laa ilaaha illallaah” dan istighfar. Perbanyaklah kamu membaca keduanya. Karena sesungguhnya Iblis Laknatullah alaih berkata : “Aku telah membinasakan manusia dengan dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan maksiat, namun mereka membinasakan aku dengan “aa ilaaha illallah” dan istighfar. Ketika aku melihat hal itu, maka aku binasakan mereka dengan hawa nafsu, sedang mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk”. (Durrun Mantsur)

 

Dari Nabi saw. sabdanya : “Iblis berkata : “Ya Rabb, demi keperkasaan-Mu aku akan tetap menyesatkan anak cucu Adam selama ruh mereka berada di dalam tubuh mereka”. Maka Allah Taala menjawab : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku hai makhluk terkutuk, Aku akan tetap mengampuni mereka sepanjang mereka memohon ampun”.

 

Dari Atha bin Khalid, katanya : “Saya mendengar bahwa ketika turun ayat, yang artinya : … dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui”, maka berteriaklah Iblis Laknatullah alaih, memanggil bala tentaranya, sambil menaburkan tanah ke atas kepalanya serta mengaduh celaka, sehingga datanglah bala tentaranya dari segenap pelosok daratan dan lautan. Mereka berkata : “Ada apa, wahai Tuan kami?”. Iblis menjawab : “Satu ayat telah turun di dalam Kitab Allah Taala, yang sesudahnya tidak akan ada lagi seorang pun dari anak cucu Adam yang bisa dibahayakan oleh suatu dosa”.

 

“Ayat apakah itu?”, tanya bala tentara Iblis. Iblis lalu membertahukannya kepada mereka.

 

Mereka berkata : “Kita bukakan untuk anak cucu Adam itu pintu-pintu hawa nafsu, sehingga mereka tidak mau bertobat dan memohon ampun, sedang mereka menyangka bahwa mereka benar”.

 

Iblis pun rela dengan saran tersebut “. (Durrun Mantsur)

 

Dan sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. ber. sabda :

 

Artinya : “Allah Taala berfirman, “Hai anak cucu Adam, sesungguhnya selama engkau (mau) berdoa kepada-Ku dan mengharapkan Aku, Aku akan mengampuni apa-apa yang telah engkau lakukan, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya dosadosamu mencapai penjuru-penjuru langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau, dan Aku tidak peduli. Hai anak cucu Adam, seandainya eng. kau datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian engkau temui Aku tanpa menyekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Attirmidzi)

 

Dan telah disebutkan dalam salah satu hadis, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membiasakan beristighfar, Allah akan memberikan untuknya jalan keluar dari setiap kesempatan, kegembiraan dari setiap kesusahan, dan akan memberinya rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangkanya”.

 

Dan dalam hadis lain disebutkan bahwa, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertobatlah kalian kepada Allah. Karena sesungguhnya aku pun bertobat kepada-Nya seratus kali dalam sehari”,

 

Juga dalam hadis lainnya disebutkan, bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tiap-tiap anak cucu Adam pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang banyak bertobat”.

 

Orang yang suka menunda-nunda ialah orang yang mengatakan “Saya akan bertobat”, dia akan binasa. Karena ia beranggapan akan panjang umur, padahal panjang umur itu tidak tergantung kepadanya, bisa jadi dia sendiri takkan lama hidup. Kalau pun dia panjang umur, maka sebagaimana dia tidak mampu meninggalkan perbuatan dosa pada hari ini, tentu esok pun dia takkan mampu melakukannya. Sebab, kelemahannya untuk meninggalkan dosa sekarang, tak lain adalah karena dia dikalahkan oleh hawa nafsunya. Padahal hawa nafsunya itu tidak akan berpisah dari dirinya besok. Bahkan mungkin akan semakin menjadi-jadi dan bertambah kuat karena dibiasakan. Hawa nafsu yang diperkuat oleh manusia dengan cara dibiasakan tidaklah sama dengan hawa nafsu yang tidak diperkuatnya. Maka perhatikanlah, wahai hadirin yang hadir di majelis ini, dan wahai orangorang yang sadar, apabila Nabi saw. sendiri memohon ampun dan bertobat. padahal Beliau telah pasti diampuni oleh Allah Taala, dari permulaan sampai akhirnya. Maka orang yang belum jelas nasibnya, akan diampunikah ia atau tidak?. Mengapa dia tidak mau bertobat kepada Allah Taala setiap saat, dan tidak menjadikan lidahnya selalu sibuk dengan ucapan istighfar, dan mengapa dia tidak mau mengingat Maharaja Yang Maha Pengampun, yang Dia itu adalah Penyelamat dari siksa neraka?. Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila Allah Taala menghendaki kebaikan pada hamba-Nya, maka Dia menyegerakan hukuman terhadap hamba-Nya itu di dunia. Dan jika Dia menghendaki keburukan terhadap hamba-Nya, maka Dia tahan dosanya, sehingga Dia membalasnya kelak pada hari kiamat”.

 

AIlah SWT. berlirman :

 

Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada sur. ga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertak. wa”. (QS. Ali Imran : 133) Tafsir :

 

(.  ) Dan bersegeralah kamu. Bergegasiah dan menghadapiah kamu….

 

(.   ) Kepada ampunan dari Tuhanmu. Yakni kepada hal-hal yang pantas diganjar dengan ampunan, seperti : Islam, tobat dan ikhlas.

 

(.  ) Dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Maksudnya, yang lebarnya selebar langit dan bumi. Penyebutan “bumi” di dalam ayat ini adalah untuk “mubalaghah” dalam mensifati surga sebagai tempat yang luas, dengan cara perumpamaan. Karena biasanya lebar itu lebih pendek daripada panjang.

 

Ibnu Abbas ra., berkata : “Seumpama tujuh langit dan tujuh bumi seandainya semuanya disambung satu sama lainnya”.

 

(.   ) Disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Dipersiapkan untuk mereka. Ayat ini menjadi dalil bahwa surga itu makhluk (yang diciptakan) dan bahwa ia berada di luar alam ini. (Qadhi Baidhawi)

 

(.     ) Dan bersegeralah kamu. Orang-orang Madinah membacanya tanpa waw (.   ). sedangkan yang lain membacanya dengan waw.

 

(.     ) kepada ampunan dari Tuhanmu. Maksudnya : Bergegastah dan berlomba-lombalah kamu sekalian kepada amal-amal yang menyebabkan kamu mendapatkan ampunan.

 

Amal-amal apa saja yang menyebabkan ampunan itu? (pent.)

 

Menurut Ibnu Abbas ra. Agama Islam. Dan diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas ra. tobat.

 

Ikrimah dan Ali bin Abithalib ra. mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pelakSanaan yang fardu-fardu.

 

Abul Aliyah mengatakan, hijrah.

Ad Dhahhak mengatakan, jihad.

Muqatil mengatakan, amal-amal salih.

 

Sedangkan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa yang dimaksudkan adalah takbir yang pertama (dalam salat berjamaah).

 

(       ) dan surga. Maksudnya, dan kepada surga.

 

(.    ) yang luasnya seluas langit dan bumi. Yakni, yang lebarnya selebar langit dan bumi, seperti disebutkan pula di dalam firman Allah Taala dalam surah Alhadid :

 

Artinya : “Dan surga yang lebarnya seperti lebar langit dan bumi”.

 

Yakni, luasnya. Penggunaan kata “lebar secara khusus di dalam ayat ini dimaksudkan sebagai mubalaghah. Karena pada umumnya, panjang segala sesuatu itu melebihi lebarnya. Orang akan berkata : “Lebarnya saja sudah demikian, betapa puia panjangnya?”

 

Menurut Azzuhri, sifat dari lebarnya surga memang demikian, sedangkan panjangnya, tidak ada yang mengetahui selain daripada Allah. Ini hanya sebagai perumpamaan, bukan berarti bahwa surga itu sama seperti langit dan bumi, tidak lain. Jadi maksudnya adalah : selebar tujuh petala langit dan bumi menurut persangkaanmu. Seperti firman Allah :

 

Artinya : “Mereka kekal di dalamnya (surga) sekekal langit dan bumi.

 

Yakni, menurut persangkaanmu, padahal yang sebenarnya, langit dan bumi itu, kedua-duanya akan binasa”.

 

Sahabat Anas bin Malik ra. pernah ditanya tentang keberadaan surga, apakark ji langit ataukah di bumi? Maka dijawabnya : “Bumi dan langit manakah yang dapat mena mpung surga?”.

 

Lalu ia ditanya lagi : “Maka dimanakah surga itu?”. Jawabnya : “Di luar langit yang tujuh, di bawah Arsy, sedangkan neraka berada di bawah bumi yang tujuh”. (Ma’alim).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda:

 

Artinya : “Jibril telah datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidaklah seseorang membaca salawat atasmu, melainkan dia akan didoakan oleh tujuh puluh ribu malaikat. Dan barangsiapa didoakan oleh malaikat maka dia termasuk golongan ahli surga”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Takbir pertama yang didapat oleh seorang mukmin bersama mam adalah lebih baik baginya daripada seribu haji dan umrah. Dan dia akan memperoleh pahala sg. perti orang yang bersedekah emas kepada orang-orang miskin sebanyak gunung Uhug Dan dicatatkan untuknya dari setiap rakaat yang dilakukannya laksana ibadat satu tahun, Dan Allah menetapkan baginya dua kebebasan : kebebasan dari neraka dan kebebasan dari nifak, dan ia tidak akan keluar dari dunia (mati), melainkan akan melihat (dilihatkan) tempatnya (lebih dahulu) di dalam surga, dan ia akan masuk surga tanpa hisab”.

 

Mengenai takbir pertama ini, para ulama berselisih pendapat. Sebagian dari mereka mengatakan, sampai imam selesai dari membaca surah Alfatihah. Sebagian lagi menga, takan, sampai imam memulai bacaannya. Namun sebagian besar ahli tafsir berpendapat seperti pendapat yang pertama. (Majalisul Anwar).

 

Dirnwayatkan dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghidupkan malam pertama dari bulan Rajab (dengan amal ibadat), maka hatinya tidak akan mati di kala hati orang-orang banyak yang mati. Dan Allah mencurahkan kebaikan ke atas kepalanya dengan berlimpah-limpah. Dan dia keluar dari dosa-dosanya seperti saat dia baru dilahirkan oleh ibunya. Dan dia member syafaat kepada tujuh puluh ribu orang berdosa yang sudah layak masuk neraka”.

 

Demikian disebutkan di dalam kitab Lubbul Albab oleh Maula Tajul Arifin. (A’rajiyah).

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : Barangsiapa mengerjakan salat (sunah) sesudah (salat fardu) Magrib pada malam dari bulan Rajab sebanyak dua puluh rakaat, yang pada setiap rakaatnya ia membaca surah Alfatihah dan surah Al Ikhlas, dan memberi salam sepuluh kali, maka Allah Taala akan memeliharanya, keluarganya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya dari bencana dunia dan azab akhirat. (Zubdah).

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Ketahuilah, bahwa Rajab adalah bulan Allah yang dinamakan bulan tuli. Barangsiapa berpuasa satu hari pada bulan ini dengan penuh keimanan dan keikhlasan, maka ia pasti akan memperoleh keridaan Allah yang terbesar. Dan barangsiapa berpuasa dua hari niscaya tidak ada seorang pun penghuni langit dan bumi yang dapat melukiskan kemuliaan dirinya yang diperolehnya di sisi Allah. Dan barangsiapa berpuasa tiga hari, ia akan diselamatkan dari segala bencana dunia dan azab akhirat, juga dari penyakit gila, kusta, sopak, serta dari tipu daya Dajjal. Dan barangsiapa berpuasa tujuh hari, maka ditutupkanlah terhadapnya tujuh pintu Jahannam. Dan barangsiapa berpuasa delapan hari, maka akan dibukakan untuknya delapan pintu surga. Dan barangsiapa berpuasa sepuluh hari, maka apa saja yang dimintanya kepada Allah, niscaya Allah akan memberikannya. Dan barangsiapa berpuasa lima belas hari, Allah akan mengampuni segala dosanya yang telah lalu, dan menggantikan kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa menambah puasanya, Allah pun akan menambah ganjarannya (Zubdah)

 

Diriwayatkan pula dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj (saat Beliau diangkat ke langit), aku melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada es, dan lebih harum daripada misik. Maka aku bertanya kepada Jibril : “Untuk siapakah ini?” Jibril menjawab : “Untuk orang yang membaca salawat atasmu pada bulan Rajab”.

 

Dari sahabat Muqatil ra., ia berkata : “Bahwasanya di belakang gunung Qaf terdapat suatu bumi yang putih, tanahnya laksana perak, luasnya tujuh kali dunia, yang penuh dengan malaikat, yang seandainya ada sebuah jarum jatuh, tentu akan jatuh ke atas mereka, di tangan tiap-tiap malaikat itu terdapat sebuah bendera yang bertuliskan : Laa ilaaha ilailaah, Muhammad Rasulullah. Mereka berkumpul di sekeliling gunung Qaf setiap malam Jumat dari bulan Rajab, memohonkan keselamatan untuk umat Muhammad saw. mereka berdoa : “Oh Tuhan kami, kasihanilah umat Muhammad dan janganlah Engkau mengazab mereka”. Mereka memohonkan ampunan sambil merendahkan diri sampai tiba waktu Subuh. Maka Allah Taala berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, demi keperkasaanKu dan keagungan-Ku, sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”. (Majalisui Abrar).

 

Konon, lafaz Rajab (.   ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf ra (.    ) menunjukkan pada rahmat Allah, huruf jim (     ) menunjukkan jurmil abdi (kedurhakaan hamba Allah), dan huruf ba (.   ) menunjukkan birrullaahi (Kebaikan Allah Taala). Seolah-olah Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, Aku letakkan dosamu dan kejahatanmu di antara kebaikan dan rahmatKu, maka tidak tersisa lagi dosa dan kejahatan pada dirimu berkat kemuliaan bulan Rajab ini”. (Majalisul Anwar)

 

Dan konon, setelah bulan Rajab itu habis, ia naik ke langit. Maka Allah berfirman : “Hai bulan-Ku, apakah orang-orang itu menyukaimu dan mengagungkanmu?”. la diam dan tidak menjawab sepatah kata pun, sampai Allah mengulangi pertanyaan tadi dua — tiga kali, barulah ia menjawab : “Ilahi, Engkau adalah Tuhan Yang Maha Menutupi segala aib hamba-Mu, dan Engkau telah memerintahkan kepada makhluk-Mu supaya menutupi aib orang lain. Dan Rasul-Mu telah menamakan aku sebagai bulan yang tuli. Aku mendengar ketaatan mereka dan tidak mendengar kedurhakaan mereka. Karena itulah aku dinamakan bulan yang tuli”. Kemudian Allah Taala berfirman : “Engkau adalah bulanKu yang mempunyai aib tuli, dan hamba-hamba-Ku pun mempunyai aib. Maka demi kemuliaanmu, Aku terima mereka beserta aib-aib mereka sebagaimana Aku terima engkau sedang engkau mempunyai aib. Aku ampuni mereka hanya dengan satu penyesalan saja padamu (pada bulan Rajab) dan tidak Aku catat buat mereka perbuatan makSiat yang mereka lakukan di dalammu (di dalam bulan Rajab). (A’rajiyah)

 

Konon, bulan Rajab disebut bulan Tuli adalah karena para malaikat pencatat yang mulia mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan pada bulan-bulan yang lain, sedangkan pada bulan Rajab, mereka hanya mencatat kebaikan-kebaikan saja dan tidak mencatat keburukan-keburukan. Jadi mereka tidak mendengar satu keburukan pun pada bulan Rajab yang patut dicatat. (Misykatul Anwar)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bulanku dan Ramadan adalah bulan umatku”.

 

Abu Muhammad Alkhallal telah mengemukakan tentang keutamaan-keutamaan by. lan Rajab yang bersumber dari sahabat Ibnu Abbas ra. Ia berkata : Melakukan puasa pada hari pertama bulan Rajab adalah sebagai penghapus dosa selama tiga tahun, pada hari kedua adalah sebagai penghapus dosa selama dua tahun, dan pada hari ketiga adalah sebagai penghapus dosa selama satu tahun. Kemudian pada hari-hari seterusnya adalah sama dengan penghapus dosa selama satu bulan”. (Demikian seperti yang d se. butkan dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir).

 

Sahabat Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya Rasulullah saw. tidak pernah me a. kukan puasa sesudah bulan Ramadan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.

 

Bukhari dan Muslim mengemukakan hadis, bahwa Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah sungai yang dinamakan su. ngai Rajab. Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa berpuasa satu hari di dalam bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari su. ngai itu”. (A’rajiyah)

 

Adapun sebab bulan ini dinamakan Rajab adalah karena orang-orang Arab merajab. kannya, yakni mengagungkan. Seperti perkataan Anda : “rajjabtusy syaia”, artinya : “Aku mengagungkan sesuatu”. Pengagungan orang-orang Arab terhadap bulan Rajab itu, anta. ra lain, bahwa pelayan-pelayan Kakbah membuka pintu Kakbah pada bulan ini sepanjang hari selama sebulan penuh, sedangkan pada bulan-bulan lainnya, mereka membukanya hanya pada hari Senin dan Kamis saja. Mereka mengatakan, bulan ini adalah bulan Allah. sedang rumah ini adalah rumah Allah, dan hamba ini adalah hamba Allah. Maka tidaklah dicegah hamba Allah dari rumah Allah pada bulan Allah. (A’rajiyah).

 

Dikisahkan, ada seorang perempuan ahli ibadat di Baitul maqdis. Apabila tiba bulan Rajab, dia membaca surah Al Ikhlas tiap-tiap hari sebanyak dua belas kali, sebagai pengagungannya terhadap bulan Rajab. Dia menukar pakaiannya yang bagus dengan pakaian yang jelek.

 

Pada suatu bulan Rajab, perempuan itu jatuh sakit, lalu dia berwasiat kepada anaknya, kalau dia mati agar menguburnya dengan pakaian yang jelek itu. Namun karena ingin dipuji orang, anaknya mengafaninya dengan kain-kain yang mahal. Malamnya si anak bermimpi, ibunya berkata kepadanya : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku. Sesungguhnya aku tidak rela kepadamu”.

 

Sang anak terbangun dengan ketakutan, kemudian dibongkarnya kuburan ibunya. tetapi tidak ditemukannya. Akhirnya ia menjadi kebingungan lalu menangislah ia dengan suara keras. Lantas didengarnya suara gaib mengatakan : “Tidakkah engkau tahu, bahwa barangsiapa mengagungkan bulan Kami Rajab, Kami tidak akan membiarkannya di dalam kuburnya sendirian dan kesepian”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

Diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Apabila telah lewat sepertiga malam pada Jumat pertama dari bulan Rajab, maka tidak tinggal para malaika! baik yang di langit maupun yang di bumi, melainkan semuanya berkumpul di Kakbah. Lalu Allah memandang mereka seraya berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, mintalah ap3 yang kamu kehendaki!” Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, hajat kami adalah ! Engkau mengampuni orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab”. Maka Allah Taal berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.

 

Dan dari Aisyah ra., ia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Pada hari kiamat kelak, semua manusia akan kelaparan kecuali para nabi keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadan. Mereka semuanya kenyang, tidak merasakan lapar ataupun dahaga . (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dalam salah satu khabar : “Apabila tiba hari kiamat, terdengar suara seruan menyerukan : “Manakah orang-orang yang mencintai bulan Rajab ?”. Kemudian muncul suatu cahaya. Jibril dan Mikail mengikuti cahaya itu dan diikuti pula oleh orangorang yang mencintai bulan Rajab. Lantas mereka menyeberang di atas Sirat laksana kilat yang menyambar. Kemudian mereka bersujud kepada Allah Taala sebagai pernyataan syukur atas keberhasilan mereka melintasi Sirat. Lalu Allah Taala berfirman : “Wahai orang-orang yang mencintai bulan Rajab, angkatlah kepala kalian pada hari ini, karena kalian telah melakukan sujud di dunia pada bulan-Ku. Pergilah kalian ke tempat kalian masing-masing”. (Raudhatul Majalis).

 

Diceritakan dari sahabat Tsauban ra., dia berkata :” Kami dahulu penah pergi bersama Nabi saw. Di tengah jalan, kami melewati suatu kuburan. Nabi berhenti lalu menangis dengan sedihnya. Setelah itu, Beliau berdoa kepada Allah Taala. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Hai Tsauban, mereka tadi sedang diazab di dalam kubur mereka, lalu aku mendoakan mereka, maka Allah pun meringankan azab atas mereka”. Kemudian Beliau meneruskan : “Hai Tsauban, seandainya mereka berpuasa satu hari saja di bulan Rajab dan tidak tidur satu malam di bulan itu, niscaya mereka tidak akan diazab dalam kubur mereka”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah puasa sehari dan salat satu malam pada bulan itu dapat menolak azab kubur?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hai Tsauban, demi Allah yang telah mengutusku dengan benar sebagai seorang nabi, tidak seorang muslimpun, baik laki-laki maupun perempuan, yang berpuasa sehari dan salat semalam di bulan Rajab karena mengharap keridaan Allah, melainkan Allah akan mencatatkan untuknya pahala ibadat selama satu tahun, yang siangnya ia berpuasa dan malamnya ia salat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Para ulama berkata : “Hadis-hadis yang diriwayatkan berkenaan dengan salat sunnah Raghaib adalah palsu (maudhu). Orang yang dituduh memalsukannya ialah Ibnu! Jahm. Dengan demikian, setelah adanya penjelasan ini, maka ia tidak perlu diperhatikan lagi meskipun hadis-hadis itu disebutkan di dalam sebagian kitab atau risalah. Karena kita tahu, bahwasanya semua urusan agama serta diperolehnya pahala maupun hukuman adalah dari Pembuat Syariat, karena akal tidak memiliki kemandirian dalam hal tersebut. Salat Raghaib itu pada malam ini tidak pernah dikerjakan oleh Nabi saw. maupun salah seorang dari sahabat-sahabat Beliau. Dan Beliau tidak pernah pula menganjurkannya. Karenanya, tidak akan diperoleh pahata dari salat itu, bahkan melakukan salat itu termasuk perbuatan yang sia-sia yang dikuatirkan akan mendatangkan hukuman”. (Rumi).

 

Dan Al Mawardi di dalam kitab Al Igna berkata : “Puasa pada bulan Rajab dan Sya’ban itu adalah mustahab (sunnah). Sedangkan mengenai salat pada bulan tersebut, maka tidak ada riwayat yang pasti tentang salat tertentu yang khusus untuknya. Maka dengan demikian, bagi orang yang mempunyai kepatuhan dan ketundukan, seyogyanya ia tidak berpaling kepada apa yang ditekuni oleh orang-orang pada zaman sekarang, dan tidak terperdaya dengan tersebarnya hal itu di negeri-negeri islam dan banyak terjadinya di kota-kota besar, yaitu salat Raqhaib pada malam Jumat pertama di bulan Rajab. Karena diriwayatkan, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

“ La Na Artinya : “Hendaklah kalian berhati-hati terhadap perkara-perkara baru (yang diada-adakan). Karena setiap perkara baru (yang diada-adakan) itu adalah bid’ah, dan Setiap bid’ah itu sesat. Maka semua perkara baru itu sesat, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka”.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda : 

 

Artinya : “Seburuk-buruk perkara itu adalah perkara-perkara yang baru (diada. adakan)”.

 

Masing-masing dari kedua hadis ini menunjukkan bahwa keberadaan salat tersebut pada malam ini (Jumat pertama bulan Rajab) adalah bid’ah dan sesat. Karena salat terse. but termasuk perkara baru, yang belum pernah terjadi di masa para sahabat dan tabun maupun dimasa imam-imam mujtahidin, tetapi ia baru terjadi sesudah abad keempat Hijr. yah. Karena itulah, ia tidak dikenal oleh orang-orang terdahulu dan tidak pernah dibicara. kan oleh mereka. Bahkan tokoh-tokoh ulama mutaakhkhirin banyak yang mengecamnya. Mereka mengatakan bahwa, salat tersebut (salat raghaib) adalah bid’ah yang buruk yang mengandung kemungkaran-kemungkaran. Maka tinggalkanlah ia, dan berpegang teguh. lah bada ketaatan-ketaatan, sehingga Anda mendapatkan surga yang tinggi serta martabat dan derajat yang luhur. (Majlis Rumi)

 

Begitu juga, pengarang kitab Majma’ul Bahrain di dalam syarahnya mengatakan : “Seorang laki-laki, pada hari raya, berada di kuburan. Dia bermaksud akan melakukan salat sebelum salat led, lalu dicegah oleh Ali Karramallaahu Wajhah. Maka orang itu berkata : “Ya Amirul mukminin, saya tahu bahwa Allah tidak akan mengazab karena salat: Ali menjawab : “Dan aku pun tahu, bahwa Allah tidak akan memberi pahala atas sesuatu perbuatan sampai perbuatan itu dilakukan oleh Rasulullah dan dianjurkannya. Maka Salatmu itu adalah sia-sia belaka. Sedangkan kesia-siaan itu adalah haram. Barangkai Allah Taala mengazabmu karenanya, sebab engkau telah menyalahi Rasul-Nya. Lakukan: lah apa yang telah aku tuliskan dan janganlah engkau menjadi orang-orang yang meniru: niru”. (Dari Majlis Rumi secara ringkas).

 

Dan disebutkan dalam salah satu khabar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Allah Taala menciptakan wajah para bidadari dari empat warna : putih hijau, kuning dan merah. Dan menciptakan tubuhnya dari kuma-kuma, misik, ambar dan kafur, sedangkan rambutnya dari cengkih. Bagian tubuh mulai dari jari-jari kaki sampai ke lutut dari kuma-kuma yang harum, dari lutut sampai ke pusat dari misik, dari pusat sampa ke leher dari ambar, dan dari leher sampai ke kepala dari kafur. Seandainya sang bidada’ meludah setetes saja ke dunia, niscaya ludahnya itu akan menjadi misik yang harum. d dadanya tertulis nama suaminya dan salah satu di antara asma Allah Taala. Jarak anta’d kedua bahunya luas (bidang). Pada masing-masing dari kedua tangannya terdapat sepv’ luh gelang emas, dan pada jari-jarinya ada sepuluh cincin, sedangkan pada kedua kak” nya terdapat gelang-gelang kaki dari intan dan mutiara. (Daqaiqul Akhbar).

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya (dikala suami tidak hadir), oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”. (QS. Annisa : 34)

 

Tafsir :

 

(.  ) Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Yakni, memimpin mereka sebagaimana pemerintah memimpin rakyatnya. Hal ini dikarenakan oleh dua perkara yang bersifat pembawaan dan bersifat kasab. Yaitu :

 

(. ) karena Allah telah melebihkan sebagian dari mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (wanita). Disebabkan Allah telah melebihkan kaum laki-laki atas kaum wanita dengan akal yang sempurna, kepemimpinan yang baik, kekuatan yang lebih besar (daripada wanita) untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dan ketaatanketaatan. Oleh karena itu. Kaum laki-laki diberi keistimewaan dalam hal kenabian, kepemimpinan, kewalian, kewajiban menegakkan syiar-syiar agama, menjadi saksi dalam sidang-sidang pengadilan, kewajiban berjihad dan salat Jumat dan lain-lain kewajiban seperti ini, mendapat ashabah dan bagian yang lebih banyak dalam harta warisan, dan kewenangan untuk menceraikan (istri).

 

(.    ) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka, dalam menikahi wanita, seperti : Maskawin dan nafkah.

 

Diriwayatkan, bahwa Saad bin Arrabi’, salah seorang pemuka Ansar, didurhakai oleh istrinya, Habibah binti Zaid bin Abu Zubair, maka ditamparnya istrinya itu. Lalu istrinya itu pergi ditemani oleh ayahnya menemui Rasulullah saw. kemudian keduanya mengadukan kasus itu kepada Beliau. Rasulullah saw. bersabda : “Suruh dia membalas menamparnya!” Maka turunlah ayat seperti tersebut di atas. Lalu Rasulullah saw. berkata : “Kita menghendaki sesuatu hal, sedang Allah menghendaki hal lain, dan yang dikehendaki Allah itulah yang terbaik”.

 

(.     ) sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang taat. Yakni, taat kepada Allah dan menunaikan hak-hak suami.

 

(.  ) dan lagi memelihara dirinya dibalik pembelakangan suaminya (di kala suanunya tdak hadir. Maksudnya adalah, memelihara apa yang wajib dipelihara dalam hal din dan harta di kala suaminya tidak ada.

 

(.   ) Karena Allah telah memelihara (mereka), dengan memerin-tahkan dan menyuruh mereka memelihara yang tidak diketahui orang lain itu, lewat janji, ancaman dan petunjuk kepada mereka. Atau, oleh karena hal-hal yang dipelihara oleh Allah bagi kaum wanita yang menjadi kewajiban suami, seperti : maskawin, naikah, kewajiban menjaga istn dan membela mereka.

 

Kata      dalam ayat di atas dibaca juga dengan di-nasab-kan, menjadi :      . Ini didasarkan bahwa      adalah isim maushul (.   ). Karena, kalau pun     itu masdanyah, namun tidak berarti memelihara fail (yaitu Allah). Adapun arti dari perkara yang dipelihara itu adalah hak Allah dan ketaatan kepada-Nya. Yaitu dengan jalan menjaga kesucian din dan kasih sayang kepada kaum laki-laki (suaminya). (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan kasus yang terjadi pada Saad bin Arrabi Al Ansan, yang telah menampar istnnya, anak perempuan Muhammad bin Muslimah. Maka, perempuan itu pergi menemui Rasulullah saw. untuk mengadukan hal itu. Lalu Beliau menyuruh membalas (hukum kisas). Maka pada saat itu juga, Jibril as. turun menemui Beliau dengan membawa ayat ini. (Kaum laki-laki adalah pemimpin atas kaum perempuan), maksudnya : mereka berkuasa atas urusan-urusan perempuan dan pendidikan mereka. (Abul Laits).

 

Diriwayatkan dari Fudail bin Ubaidah, katanya : “Seorang laki-laki masuk (ke dalam Masjid) lalu melakukan salat. Usai salat ia mengangkat tangannya dan berdoa : “Ya Allah, ampunilah aku dan kasihanilah aku”. Rasulullah saw. menegurnya : “Kau terlalu terburuburu, hai orang yang salat. Apabila engkau telah selesai mengerjakan salat, maka duduklah, kemudian pujilah Allah dengan pujian yang sepantasnya, lalu bacalah salawat atasku, sesudah itu barulah engkau memohon kepada-Nya”.

 

Kemudian, setelah itu, ada pula seorang laki-laki lain melakukan salat. Usai salat, orang itu duduk dan memanjatkan puji-pujian kepada Allah dan bersalawat atas Nabi saw. Lantas Nabi saw. berkata kepadanya : “Hai orang yang salat, berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Berdoalah, niscaya doamu dikabulkan. Begitu pula, orang yang mendengar namaku disebut lalu ia memberi salawat kepadaku, Allah akan memperkenankan semua doanya”.

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sebaik-baik perempuan itu ialah perempuan yang apabila Anda memandangnya, ia menyenangkan Anda: apabila Anda menyuruhnya, ia mematuhi Anda: dan apabila Anda tidak ada, dia memelihara hak Anda dalam hal harta Anda dan kehormatan dirinya. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : (Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan). Yakni, kaum laki-laki berkuasa dalam hal pendidikan dan urusan-urusan mereka” Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang perempuan melaksanakan salat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadan, memelihara kemaluannya dan mematuhi suaminya, maka dia akan memasuki surga dari pintu-pintu Surga yang mana saja yang dia kehendaki”. (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra. katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan yang salehah itu lebih baik daripada seribu orang laki-laki yang tidak saleh. Dan perempuan mana saja yang melayani suaminya selama tujuh hari, maka akan ditutuplah terhadapnya tujuh pintu neraka dan dibukakan untuknya delapan pintu surga, yang dapat dimasukinya dari pintunya yang mana saja yang dia kehendaki tanpa hisab”.

 

Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan mengalami haid, melainkan haidnya itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu. Dan jika pada hari pertama haidnya ia mengucapkan : “Segala puji bagi Allah atas segala keadaan, dan aku memohon ampun kepada Allah dari semua dosa”. Maka Allah akan mencatatkan baginya kebebasan dari neraka, dan dapat melintasi Sirat dengan selamat, serta aman dari azab. Dan Allah akan mengangkat untuknya dalam setiap sehari semalamnya, derajat empat puluh orang yang mati syahid, apabila selama haidnya ia tetap mengingat Allah Taala”.

 

Hasan Albashri berkata : “Ini semua adalah untuk perempuan-perempuan yang salehah yang patuh kepada suaminya dalam urusan-urusan syara”.

 

(Hikayat) Pada zaman Rasulullah saw. dahulu, ada seorang laki-laki yang bermaksud berangkat ke medan perang. Sebelum berangkat, dia berpesan kepada istrinya : “Jangan keluar dari rumah ini sampai aku pulang”. Tak lama setelah kepergian suaminya, ayah perempuan itu jatuh sakit. Kemudian perempuan itu menyuruh seseorang menemui Nabi saw. untuk menanyakan jalan keluarnya. Maka Nabi saw. bersabda : “Patuhilah suamimu!”. Sampai beberapa kali diulanginya dan Beliau tetap menjawab demikian, maka perempuan itu tidak keluar dari rumahnya sesuai dengan amanat suaminya. Akhirnya ayah perempuan itu meninggal dunia, dan perempuan itu tetap tidak melihatnya. Dia bersabar sampai suaminya pulang. Atas kepatuhannya itu, Allah Taala lalu mewahyukan kepada Nabi Nya, bahwa Allah benar-bonar telah mengampuni porompuan Itu borkat kotaatannya kopada suaminya Sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, moriwayatkan sobuah hadis, bahwa Nabi saw bersabda :

 

Artinya : “Apabila soorang porompuan mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan dan mongampuni dua ribu kesalahannya, serta segala sesuatu yang terkona sinar matahari momohonkan ampun untuknya, dan diangkat. kan baginya seribu dorajat” (Hadis riwayat Abu Mansur dalam Musnad Al Firdausl)

 

Adapun mengenai keburukan perempuan adalah sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Ali Karramaliaahu wajhah, katanya : “Saya dan Fatimah pernah berkunjung kepada Rasulullah saw. Kami jumpai Beliau sedang menangis dengan sedihnya. Maka kami bertanya : “Apa yang menyebabkan Baginda menangis, Ya Rasulullah ?.

 

Beliau menjawab : “Pada malam aku diisra’kan ke langit, aku melihat kaum wanita sedang mengalami azab yang sangat hebat. Aku teringat keadaan mereka itu, maka aku pun menangis”.

 

Saya bertanya : “Ya Rasulullah, apa yang Baginda lihat ?”.

 

Beliau menjawab : “Aku melihat seorang perempuan digantung pada rambutnya sedangkan otak di kepalanya mendidih. Dan aku melihat seorang perempuan digantung pada lidahnya, sementara tangannya dia keluarkan dari punggungnya, dan ter disiramkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang digantung pada buah dadanya dari belakang punggungnya, sedangkan zaqum (pohon yang berduri) dimasukkan kedalam kerongkongannya. Dan aku melihat pula seorang perempuan digantung, sedangkan kedua kaki dan tangannya diikat pada ubun-ubunnya, sementara ia dikerubungi oleh ular-ular dan kaiajeng-king-kalajengking. Dan aku melihat pula seorang perempuan yang memakan tubuhnya sendiri, sedangkan di bawahnya dinyalakan api Dan aku melihat seorang perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api. Dan aku melihat juga seorang perempuan yang berwajah hitam dan ja memakan UsuS-ususnya sendiri. Dan aku melihat seorang perempuan yang tuli, buta dan bisu di dalam sebuah peti dari api, otaknya keluar dari lubang hidungnya, sedangkan badannya mengeluarkan bau busuk karena penyakit sopak dan kusta. Dan aku melihat pula seorang perempuan kepalanya seperti kepala babi dan badannya seperti badan keledai, dia mendapat satu juta macam azab. Dan saya melihat seorang perempuan dalam rupa anjing, kalajengking-kalajengking dan ular-ular masuk melalui kemaluannya atau mulutnya dan keluar melalui duburnya, sedangkan para malaikat memukuli kepalanya dengan penggada-penggada dari api”.

 

Saking ngeri mendengar kisah itu, Fatimah sampai bangkit dari duduknya lalu berkata : “Wahai ayahku, wahai cahaya mataku, beritahukanlah kepadaku, perbuatan-perbuatan apakah yang telah dilakukan oleh perempuan-perempuan tersebut?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Wahai Fatimah, adapun perempuan yang digantung pada rambutnya itu ialah perempuan yang dahulu tidak menyembunyikan rambutnya dari kaum lelaki. Sedangkan perempuan yang digantung pada lidahnya itu ialah perempuan yang dahulu suka menyakiti hati suaminya dengan lidahnya”.

 

Kemudian Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, melainkan Allah akan menjadikan lidahnya panjang pada hari kiamat, sepanjang tujuh puluh hasta, kemudian diikat di belakang lehernya”. Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., bahwa dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, – maka dia berada di dalam kutukan dan murka Allah, serta kutukan malaikat dan manusia seluruhnya”.

 

Dan diriwayatkan juga dari sahabat Utsman ra. bahwa dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang perempuan berkata kepada suaminya, “Aku tidak melihat kebaikan sama sekali padamu”, melainkan Allah membatalkan amalnya selama tujuh puluh tahun, sekalipun dia berpuasa siang dan salat malam”.

 

Adapun perempuan yang digantung pada payudaranya, dahulu dia menyusui anak: anak orang lain tanpa perintah dari suaminya. Perempuan yang digantung pada kedua kakinya ialah perempuan yang keluar dan rumah tanpa seizin dari suaminya, serta perempuan yang tidak mandi dari haid dan nifas. Perempuan yang memakan tubuhnya sendiri jalah perempuan yang dahulunya suka berhias untuk laki-laki lain dan mengumpat orang. Perempuan yang tubuhnya dipotong-potong dengan gunting dari api ialah perempuan yang dahulunya suka mempertontonkan dirinya kepada orang lain, yakni supaya mereka melihat perhiasannya, dan dia suka tiap-tiap lelaki melihatnya dengan perhiasan seperti itu. Perempuan yang diikat kedua kakinya bersama kedua tangannya pada ubun-ubunnya serta dikerubungi oleh ular-ular dan kalajengking-kalajengking itu ialah perempuan yang dahulunya mampu melaksanakan salat dan puasa, namun dia tidak berwudu, tidak salat dan tidak mandi dari jenabah. Perempuan yang berkepala seperti kepala babi dan tubuhnya seperti tubuh keledai ialah perempuan yang suka mengadu-domba dan suka berdusta. Dan perempuan yang rupanya seperti anjing itu ialah perempuan penggoda yang menjengkelkan suaminya”.

 

Dari sahabat Abubakar ra., dia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang berkata kepada suaminya : “Laknat Allah atasmu!”. Sedang dia zalim, maka dia dilaknat oleh Allah dari atas tujuh petala langit, dan juga oleh seluruh makhluk ciptaan Allah Taala, selain dari dua golongan, yaitu manusia dan jin”.

 

Dan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf ra., katanya : “Saya mendengar Rasulul. lah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang mendatangkan duka cita kepada suaminya dalam urusan belanja, atau membebani suaminya dengan sesuatu di luar kemampuan. nya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya sedikitpun”. Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya semua yang ada di muka bumi itu adalah emas dan perak, lalu diboyong oleh seorang perempuan ke rumah suaminya. Kemudian suatu hari, dia menyombongkan diri di hadapan suaminya sambil berkata : “Siapa kamu, sesungguhnya harta ini kepunyaanku, sedang kamu tidak berharta”. Maka Allah membatalkan seluruh amalnya, sekalipun banyak”.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia berkata : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang keluar rumah tanpa izin suami, maka dia dikutuk oleh segala sesuatu yang kena cahaya matahari dan bulan, sampai ia pulang kembali ke rumah suaminya itu”.

 

Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang perempuan keluar dari pintu rumahnya dalam keadaan berhias dan memakai minyak wangi, sedang suaminya merelakannya, maka kelak akan dibangunkan untuk suami perempuan itu, dari setiap langkah perempuan itu, sebuah rumah di dalam neraka”.

 

Kami berlindung kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Talhah bin Abdullah ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Perempuan mana saja yang bermuka masam di hadapan suaminya sehingga suaminya menjadi sedih karenanya, maka dia berada dalam kemurkaan Allah sampai dia melucu di hadapan suaminya, yang dapat mendatangkan kegembiraan padanya”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke tempat tidur namun istrinya itu menolak sehingga suaminya tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka perempuan itu dikutuk oleh para malaikat sampai pagi”. (HR. Bukhari, Muslim dll.).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Salman Alfarisi, dia berkata : “Suatu hari Fatimah ra. menemui Rasulullah saw. Ketika telah berhadapan dengan Beliau, Fatimah tampak sedih sehingga kedua matanya berlinangan air mata dan rona wajahnya menjadi berubah. Menyaksikan hal itu, Rasulullah lalu bertanya : “Kenapa engkau, hai anakku?”.

 

Fatimah menjawab : “Ya Rasulullah, tadi malam, saya dan Ali bergurau. Dari pembiCaraan kami itu timbul kemarahan Ali, gara-gara satu perkataan yang keluar dari mulut saya. Ketika saya menyadari bahwa Ali benar-benar marah, maka saya pun menyesal dan sedih. Lalu saya berkata kepadanya : “Wahai kekasihku, maafkanlah saya!”. Kemudian saya berputar-putar mengelilinginya sampai tujuh puluh dua kali, sehingga dia memaafkan saya dan tertawa di hadapan saya dengan suka cita. Sementara saya, masih tetap merasa takut kepada Tuhanku”.

 

Maka berkatalah Nabi saw. kepada puterinya itu : “Wahai anakku, demi Allah Yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, bahwa seandainya engkau meninggal dunia sebelum engkau dapat menyukakan hati Ali, maka aku tidak akan menyalati jenazahmu”. Kemudian Beliau melanjutkan : “Wahai anakku, tahukah engkau bahwa keridaan suami adalah keridaan Allah, dan kemurkaan suami adalah kemurkaan Allah. Hai anakku, perempuan mana saja yang melakukan ibadat seperti ibadatnya Maryam binti Imran, namun tidak diridai oleh suaminya, maka Allah Taala tidak akan menerima amalnya. Hai anakku, sebaik-baik amal kaum perempuan itu adalah patuh kepada suaminya. Dan sesudah itu, tidak ada suatu pekerjaan bagi perempuan yang lebih utama daripada menenun. Wahai anakku, duduk sesaat pada waktu menenun adalah lebih baik bagi kaum perempuan daripada beribadat satu tahun. Dan dicatatkan untuk mereka dari setiap jenis kain yang mereka tenun itu, pahala orang yang mati syahid. Wahai anakku, sesungguhnya apabila seorang perempuan menenun sampai bisa memberi pakaian kepada suami dan anak-anaknya, maka ia pasti mendapat surga. Dan Allah akan memberinya dari tiap-tiap orang yang memakai kainnya, sebuah kota di dalam surga”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Laki-laki mana saja yang mempunyai dua istri, lalu dia tidak berlaku adil dj antara keduanya dalam masalah belanja, dan tidak menyamakan di antara keduanya dalam masalah tidur, makan dan minum, maka dia terlepas dariku dan aku pun terlepas darinya, serta dia tidak akan memperoleh bagian dari syafaatku, kecuali jika dia bertobat”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa mempunyai dua istri lalu dia lebih condong kepada salah satu dari keduanya melebihi yang lain: (dalam riwayat lain), dan dia tidak berlaku adil di antara keduanya, maka kelak pada hari kiamat, dia akan datang, sedang salah satu dari rusuknya miring”.

 

Demikianlah disebutkan di dalam kitab Mursyidul Mutaahhiliin.

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada ibu bapak (orang tua), karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An Nisa : 36)

 

Tafsir :

 

(.   ) Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu pun, dengan berhala atau pun lainnya atau sesuatu apa pun. Mempersekutukan dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.

 

(.    ) dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapak. Berbuat baiklah kepada keduanya dengan sebaik-baiknya.

 

(.  ) dan kepada karib-kerabat. Kepada orang yang masih ada ikatan kekeluargaan.

 

(.    ) anak-anak yatim, orang-orang miskin dan tetangga yang dekat. Yang dekat lingkungannya. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang yang di samping menjadi tetangga, juga masih kerabat dekat dan masih ada hubungan nasab atau agama. Dan ia dibaca pula dengan nashab sebagai ikhtishash (.    ) karena pentingnya memelihara hak-hak tetangga dekat itu.

 

(.    ) dan tetangga jauh. Yakni, tetangga yang tidak ada hubungan kekerabatan.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tetangga itu ada tiga macam : (1) tetangga yang mempunyai tiga hak, yaitu : hak ketetanggaan, hak kekerabatan, dan hak keislaman. (2) tetangga yang mempunyai dua hak, yaitu : hak ketetanggaan dan hak koislaman. (3) tetangga yang mempu. nyai satu hak, yaitu : hak ketetanggaan saja, mereka adalah orang musyrik dari golongan ahlul kitab”.

 

(.          ) dan teman sejawat. Yaitu teman dalam urusan yang baik-baik, se. perti : teman belajar, teman bergaul, teman bekerja, atau teman dalam perjalanan. Karena teman itu menemani Anda dan berada di sebelah Anda. Tetapi ada pula pendapat mengatakan bahwa maksudnya adalah istri.

 

(.          ) dan ibnu sabil. Musafir atau tamu.

 

(.   ) dan hamba sahayamu. Hamba sahaya laki-laki dan hamba sahaya perempuan.

 

(.          ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Yang kejam terhadap kerabat-kerabatnya, tetangga-tetangganya dan teman. temannya, serta tidak mau menoleh kepada mereka (karena sombongnya itu).

 

(.          ) dan membangga-banggakan diri. Membangga-banggakan diri terhadap mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Amir bin Rabiah, katanya : Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat satu kali atasku, maka para malaikat mendoakannya sebagaimana dia bersalawat kepadaku. Maka terserah si hamba, mau sedikit membacanya atau mau banyak”. (Syifaun Syarif).

 

Dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman : (           ) Dan Tuhan-mu menetapkan. Maksudnya, memerintahkan dengan perintah yang mutlak.

 

(.          ) supaya kamu tidak menyembah kecuali hanya kepada-Nya, dan supaya kamu berbuat baik kepada kedua ibu-bapakmu dengan sebaikbaiknya. Dengan cara berbuat kebajikan kepada keduanya, karena keduanya merupakan sebab wujudmu dan penghidupanmu.

 

(          ) Apabila keduanya atau salah seorang dari keduanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekalikali kamu mengatakan kepada keduanya “ah!”. Janganlah kamu merasa gusar terhadap hal-hal yang menjijikkan dari keduanya dan merasa berat dalam menghidupi mereka. Yang dimaksud di sini adalah suara yang menunjukkan kegusaran.

 

(          ) dan janganlah kamu membentak keduanya. Janganlah kamu menghardik keduanya dengan kasar disebabkan oleh sesuatu yang tidak kamu sukai.

 

(.          ) dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yang baik.

 

(           ) dan rendahkaniah kepada keduanya sayap kerendahan. Rendahkanlah dan tundukkanlah dirimu kepada keduanya.

 

(.    ) karena sayang. Karena kasih sayangmu yang sangat kepada keduanya. Sebab mereka sekarang sangat membutuhkan kepada orang yang dahulunya merupakan makhluk Allah Taala yang paling membutuhkan kepada mereka.

 

(    ) dan ucapkanlah : “Oh Tuhanku, kasihanilah mereka berdua. Memohonlah kepada Allah Taala agar mengasihi mereka berdua dengan kasih sayang-Nya yang abadi.

 

(     ) sebagaimana keduanya mendidik aku dikala kecilku. Yaitu kasih sayang, sebagaimana kasih sayang mereka berdua terhadap diriku, serta didikan dan bimbingan mereka berdua kepadaku di waktu aku masih kecil dahulu. (Qadhi Baidhawi).

 

Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : 

 

Artinya : “Sembahlah olehmu Tuhan Yang Maha Pengasih”.

 

Maksudnya, Esakanlah Dia dalam ibadat, karena yang pantas disembah itu hanya Allah Taala. Barangsiapa menyekutukan sesuatu dalam menyembah Tuhannya, maka Dia tidak akan menerima amalnya, sedang di akhirat kelak, dia termasuk orang yang merugi, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala :

 

Artinya : “Vika kamu menyekutukan (Tuhanmu), maka benar-benar akan hapuslah amalmu, dan pasti kamu akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi”.

 

Maka bagi orang yang berakal, hendaklah dia memurnikan ibadatnya kepada Tuhannya, seperti yang difirmankan Allah :

 

Artinya : “Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh, dan janganlah dia menyekutukan seseorang dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dikatakan bahwa, hak orang tua atas anaknya ada sepuluh :

 

  1. Makanan, jika ia membutuhkannya.
  2. Pelayanan, jika ia memerlukannya.
  3. Memenuhi panggilan jika ia memanggilnya.
  4. Patuh, jika ia menyuruh selain perbuatan maksiat.
  5. Berbicara lemah lembut dengannya, tidak kasar.
  6. Memberinya pakaian, apabila mampu, jika ia membutuhkannya.
  7. Berjalan di belakangnya.
  8. Merelakan untuknya sesuatu yang si anak sukai untuk dirinya.
  9. Tidak merelakan sesuatu untuknya yang si anak tidak menyukai untuk dirinya. 10. Mendoakan agar mendapat ampunan setiap kali si anak berdoa untuk dirinya.

 

(Tanbihul Ghafilin).

 

Dari Alfaqih Abul Laits, ia berkata : “Pernah ditanyakan orang mengenai kedua orangtua, apabila mereka meninggal dunia dalam keadaan marah kepada anaknya, apakah si anak masih dapat membuatnya rida setelah wafat keduanya itu?.

 

Jawab : “Bisa, dengan tiga syarat : (1) hendaklah si anak menjadi orang yang saleh. (2) hendaklah si anak menjalin kembali hubungan dengan kerabat dan teman-teman kedua orang tuanya. (3) hendaklah si anak memohonkan ampun, mendoakan dan bersedekah untuk keduanya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidak akan lurus iman seseorang hamba hingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hatinya hingga lidahnya lurus, dan seorang mukmin tidak akan masuk surga hingga tetangganya merasa aman dari (gangguan) lidahnya”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan tetangganya maka ia pasti akan memperoleh surga. Dan barangsiapa menyakiti tetangganya, maka ia dikutuk oleh Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya”. (Hayatul Qulub).

 

Juga dari Nabi saw. bahwa Beliau telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membelanjakan satu dirham untuk tamunya, maka seolaholah dia telah membelanjakan seribu dirham di jalan Allah”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang didatangi tamu lalu dimuliakannya, melainkan Allah membukakan untuknya sebuah pintu surga”.

 

(Hikayat) Dahulu, apabila Umar bin Khattab kedatangan tamu, dia mengerjakan sendiri pelayanannya. Ketika dia ditegur mengenai hal itu, dia menjawab : “Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Para malaikat berdiri di dalam rumah yang ada tamunya. Maka saya malu jika saya duduk, sedang para malaikat berdiri. (A’rajiyah)

 

Dari Nabi saw. Beliau bersabda : “Jibril as. memberitahukan kepadaku, katanya : “Apabila seorang tamu masuk ke dalam rumah saudaranya sesama muslim, maka masuk pula bersamanya seribu berkah dan seribu rahmat, dan Allah mengampuni dosa-dosa penghuni rumah itu, sekalipun dosa-dosa mereka lebih banyak daripada buih di laut dan daun-daun di pepohonan. Dan Allah memberinya pahala seribu orang yang mati syahid, dan mencatatkan untuknya dari setiap suapan yang dimakan oleh tamu itu, pahala haji yang mabrur dan umrah yang makbul, serta membangunkan untuknya sebuah kota di dalam surga. Barangsiapa memuliakan seorang tamu, maka seolah-olah dia memuliakan tujuh puluh nabi. (Kanzul Akhbar).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. Beliau bersabda :

 

Artinya : “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amal (yang bisa dilakukannya, pent.) selain dari tiga perkara (yang dia masih bisa memperoleh pahalanya), yaitu : (1) sedekah jariyah: (2) anak saleh yang mendoakannya agar mendapat ampunan, (3) ilmu yang diambil orang manfaatnya sepeninggalnya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersedekah, karena sedekah itu membebaskan dari api neraka”.

 

Dan diriwayatkan dari sebagian ulama, katanya: “Amal yang paling utama itu adalah membuat lapar perut yang kenyang dengan jalan berpuasa. (Akhlashul Khalishah)

 

Diriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw. menganjurkan kepada sahabat-sahabatnya agar bersedekah pada saat hendak berangkat ke perang Tabuk, maka datanglah Abdurrahman bin Auf ra., menghadap Beliau sambil membawa uang empat ribu dirham, ia berkata : “Ya Rasulullah, saya mempunyai delapan ribu dirham. Empat ribu dirham saya simpan untuk diri saya dan keluarga saya, sedang yang empat ribu dirham saya hutangkan kepada Tuhanku”. Lalu Nabi saw. menjawab : “Hai Abdurrahman, semoga Allah memberkatimu pada apa yang engkau tahan dan pada apa yang engkau berikan”.

 

Sedang Utsman bin Affan ra., berkata : “Ya Rasululiah, saya menanggung semua biaya perlengkapan bagi mereka yang tidak mempunyai perlengkapan (perang)”. Maka turunlah firman Allah Taala yang berbunyi:

 

Artinya : “Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu ada seratus biji. Allah melipat gandakan (pahala) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

 

Alfagih Abul Laits berkata : “Orang yang bersedekah itu adalah mirip seorang petani.

 

Jika petani itu mahir dalam pekerjaannya, benihnya baik dan tanahnya subur, maka tanaman yang ditanamnya itu akan tumbuh dengan baik dan banyak pula hasilnya. Begitu pula, apabila orang yang bersedekah itu orang yang saleh, sedang hartanya baik dan halal, dan diberikannya kepada orang yang memang berhak menerimanya, maka pahalanya pun akan lebih banyak. (Syifaun Andu’i).

 

Juga dari Alfaqih Abu Laits, ia berkata : “Allah Taala telah memfirmankan di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alquran, serta di dalam seluruh kitab-kitab-Nya, dan memerintahkan dalam semua kitab-kitab tersebut, juga mewahyukannya kepada seluruh rasulNya, yaitu menjadikan keridaan-Nya terletak pada keridaan ibu-bapaknya, dan kemurkaan-Nya terletak pada kemurkaan ibu-bapak”.

 

Ketika Rasulullah saw. ditanya, “Amal apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab : “Salat pada waktunya, kemudian berbuat baik kepada kedua ibu-bapak, kemudian berjuang di jalan Allah”. (Demikian tersebut di dalam kitab At Tanbih).

 

Konon, ada tiga ayat yang memuat tiga macam perkara yang bergandengan, yang dak akan diterima salah satu daripadanya tanpa yang lain.

 

Pertama, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat!” Maka barangsiapa melakukan salat namun tidak mengeluarkan zakat (jika ia mampu Mengeluarkannya, pent.) niscaya salatnya tidak akan diterima.

 

Kedua, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasulullah!”. Maka barangsiapa mentaati Allah Taala, namun tidak mentaati Rasul-Nya, niscaya taatnya kepada Aliah Taala itu tidak akan diterima.

 

Ketiga, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu-bapakmu!”.

 

Maka barangsiapa yang hanya bersyukur kepada Allah Taala namun dia tidak bersyukur pula kepada kedua ibu-bapaknya, niscaya syukurnya kepada Allah itu tidak akan diterima.

 

Adapun dalil atas hal tersebut di atas adalah sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa yang telah menyenangkan kedua ibu-bapaknya maka sesungguhnya dia telah menyenangkan Penciptanya: dan barangsiapa yang telah memurkakan kedua ibu-bapaknya, berarti dia pun telah memurkakan Penciptanya”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi Sulaiman as. pernah melakukan perjalanan di antara langit dan bumi hingga sampailah Beliau di sebuah lautan yang dalam. Beliau melihat di laut itu ada ombak yang hebat. Lalu Beliau memerintahkan kepada angin supaya tenang, maka angin pun menjadi tenang. Kemudian Beliau menyuruh seorang jin ifrit supaya menyelam ke dalam laut itu. Maka jin ifrit itu pun menyelam ke dalam laut. Ketika ia sampai ke dasar laut, tampak olehnya sebuah kubah yang terbuat dari mutiara putih yang tidak berlubang. Kemudian benda itu dikeluarkannya dan diletakkannya di hadapan Nabi Sulaiman as. Melihat benda itu, Beliau merasa heran dan kagum, lalu Beliau berdoa kepa: da Allah, sehingga terbukalah pintu kubah itu. Ternyata di dalamnya ada seorang anak muda yang sedang bersujud. Maka Nabi Sulaiman as. bertanya kepadanya : “Wahai anak muda, siapakah engkau, apakah engkau dari golongan malaikat, atau jin, atau manusia?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Saya adalah manusia”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya pula : “Dengan sebab apakah engkau berhasil mencapai kemuliaan seperti ini?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Dengan sebab berbuat baik kepada kedua ibu-bapak. Ketika dahulu, ibu saya telah tua renta, saya menggendongnya di atas punggungku. Dan beliau selalu berdoa untukku : “Ya Allah, anugerahilah dia rasa puas, dan jadikanlah tempatnya sesudah wafatku, di suatu tempat, bukan di bumi dan bukan pula di langit”. Setelah ibuku meninggal dunia, saya pergi berkeliling di suatu pantai, lalu saya lihat di situ ada sebuah kubah dari mutiara putih. Kemudian saya mendekatinya, sekonyong-konyong kubah itu terbuka untukku, maka saya pun masuk ke dalamnya. Lantas, dengan seizin Allah Taala, kubah itu menutup kembali. Sejak itu, saya tidak tahu, apakah saya berada di angkasa atau pun di bumi. Namun, dalam kubah itu, Allah telah menyediakan rezeki untukku”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya : “Bagaimana Allah memberi rezeki di dalamnya ?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Apabila saya merasa lapar, maka Allah menciptakan sebuah pohon yang berbuah lebat. Dari buah itulah, Allah memberi rezeki kepadaku. Dan apabila saya merasa haus, maka dari kubah itu keluar mata air yang warnanya lebih putih daripada susu, dan rasanya lebih manis daripada madu, serta lebih sejuk daripada es”.

 

Nabi Sulaiman as. bertanya pula: “Bagaimana engkau mengetahui perbedaan malam dan siang di dalamnya?”.

 

Anak muda itu menjawab : “Apabila masuk waktu Subuh, maka menjadi putihlah warna kubah itu, sehingga saya tahu bahwa hari telah siang. Dan apabila matahari terbenam, kubah itu menjadi gelap, sehingga saya pun tahu bahwa malam telah tiba”.

 

Kemudian Nabi Sulaiman as. berdoa kepada Allah Taala, maka tertangkuplah kembali kubah itu, sedang anak muda itu berada di dalamnya seperti semula. (Majma’ul Lathaif).

 

Diceritakan bahwa, Nabi Musa as. pernah memohon kepada Allah Taala : “Ilahi, perJihatkanlah kepadaku sahabatku di dalam surga”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Pergilah ke negeri anu, ke pasar anu, Di sana ada seorang tukang jagal yang wajahnya begini. Dialah yang akan menjadi sahabatmu di dalam surga kelak”.

 

Maka pergilah Nabi Musa as ke warung itu. Beliau berdiri di sana sampai menjelang terbenamnya matahari.

 

Kemudian tukang jagal itu mengambil sepotong daging, lalu diletakkannya di dalam sebuah keranjang. Ketika ia hendak pulang, Nabi Musa berkata kepadanya : “Sudikah Anda menerima saya sebagai tamu?.

 

“Ya,”. Jawabnya.

 

Maka pergilah Musa as. bersama tukang jagai itu hingga tiba di rumahnya, dan mereka pun lalu masuk ke dalamnya.

 

Kemudian tukang jagal itu mengambil daging yang dibawanya tadi dan dimasaknya menjadi kuah gulai yang enak. Setelah itu, dia keluarkan sebuah keranjang yang di dalamnya terdapat seorang perempuan tua yang sudah sangat lemah, seolah-olah anak burung merpati. Lalu lelaki itu mengeluarkan perempuan tua tersebut dari dalam keranjang tadi, kemudian ia mengambil sendok lalu mulai menyuapi perempuan tua itu dengan makanan sampai kenyang. Dan dicucinya pakaian perempuan tua itu lalu dikeringkannya, setelah itu dikenakannya kembali padanya. Setelah itu, diletakkannya kembali perempuan tua itu kedalam keranjang. Perempuan tua itu menggerak-gerakkan bibirnya. Kata Nabi Musa as. : “Sungguh aku lihat kedua bibirnya mengucapkan : “Ya Allah, jadikanlah puteraku sahabat Musa di dalam surga”.

 

Kemudian laki-laki itu mengambil kembali perempuan tua itu, lalu disandarkannya pada sebuah tiang. Maka Nabi Musa as. bertanya : “Apakah yang Anda lakukan?”.

 

Orang itu menjawab : “Ini adalah ibu saya. Dia sudah terlalu renta sehingga tidak mampu lagi duduk”.

 

 Nabi Musa as. berkata : “Berita gembira untukmu, Akulah Musa, dan Anda adalah sahabatku di dalam surga kelak”.

 

Semoga Allah Taala memudahkannya dengan berkat kemuliaan nama-nama-Nya yang indah, dan dengan berkat kemuliaan manusia yang merupakan makhluk Allah yang paling utama.

 

Kisah yang menarik ini disebutkan di dalam kitab Az Zubdah, maka hendaklah Anda membenarkan dan berpedoman kepadanya.

 

Konon diceritakan pula, bahwa seorang Majusi datang menemui Nabi Ibrahim as. minta diterima sebagai tamu. Nabi Ibrahim as. Menjawab : “Aku tidak akan menerimamu sebagai tamu sampai engkau keluar dari agamamu, meninggalkan agama Majusi”. Lalu orang itu pun berlalu.

 

Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Hai Ibrahim, engkau tidak mau menerimanya sebagai tamu hingga dia keluar dari agamanya. Apa yang merugikanmu, seandainya engkau menerimanya sebagai tamu malam ini, padahal Kami telah memberinya makan dan minum selama tujuh puluh tahun sedang dia kafir kepada Kami”.

 

Keesokan harinya, Nabi Ibrahim as. mencari orang Majusi itu sampai ketemu, lalu diajaknya ke rumahnya. Majusi itu menjadi heran lalu berkata : “Alangkah anehnya perbuatan Anda ini. Kemarin Anda mengusirku, dan hari ini mengajakku bertamu?”.

 

Nabi Ibrahim as. memberitahukan kepada si Majusi itu bahwa, Allah Taala telah mewahyukan kepadaku mengenai dirimu begini dan begini. Maka berkatalah Majusi itu : “Benarkah Tuhan segala tuhan memperlakukan aku seperti ini, padahal aku kafir terhadapNya?. Ulurkanlah tanganmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali hanya Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah”.

 

Demikianlah diceritakan di dalam sebuah kitab nasihat, dan disebutkan juga oleh Syaikh Sa’id di dalam kitab Al Bustan.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam sedekah itu ada lima perkara : Pertama, sedekah itu menambah harta mereka. Kedua, obat bagi segala penyakit. Ketiga, Allah Taala menghilangkan bencana dari mereka. Keempat, mereka melewati Shirat (titian di atas neraka menuju surga) bagaikan kilat yang menyambar. Kelima, mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab”.

 

Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah itu.

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Amal yang paling utama adalah salat lima waktu, dan akhlak yang paling utama adalah tawadhu (rendah hati)”.

 

Sungguh benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw. itu. (Daqaiqul Akhbar).

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa : 69)

 

Tafsir : ,

 

(.    ) Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah. Ayat ini merupakan motivasi agar rajin melakukan ketaatan, dengan janji akan berteman dengan makhluk yang paling mulia dan paling agung derajatnya.

 

(.   ) yaitu : nabi-nabi, para siddigin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Ayat ini merupakan keterangan bagi kata dan menjadi hal (Keterangan) darinya atau dari dhamir (kata ganti nama)nya. Mereka terbagi kedalam empat golongan sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dalam bidang ilmu dan amal. Dan Aliah menyuruh seluruh umat manusia agar tidak meninggalkan mereka. Mereka adalah : (1) Para nabi yang memperoleh kesempurnaan ilmu dan amal, yang melampaui batas kesempurnaan sampai ke tingkat penyempurnaan. (2) Para siddigin, yang jiwa-jiwa mereka kadang-kadang naik dengan melalui jenjang-jenjang teori, argumentasi dan ayat-ayat, dan kadang-kadang pula naik dengan melalui tangga-tangga penyucian jiwa, latihan-latihan kerohanian, sampai ke tingkat makrifat, sehingga mereka mengetahui hakikat segala sesuatu dan memberitahukannya secara hakiki. (3) Para Syuhada, yang karena keinginan mereka untuk melakukan ketaatan dan bersungguhSungguh dalam memenangkan kebenaran agama Allah Taala. (4) Orang-orang saleh, yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat taat kepada Aliah, dan membelanjakan harta mereka demi keridaan-Nya.

 

(.    ) Dan mereka adalah teman yang sebaik-baiknya. Kalimat ini mengandung makna ta’ajjub (kagum). Kata    dibaca nashab (dengan tanda nashab berupa fathah) adalah karena dia menjabat sebagai tamyiz (pembeda) atau hal (keterangan). Dan ia tidak dijamak karena kata ini bisa dipakai untuk maksud tunggal ataupun jamak, seperti kata     . Atau bisa juga, karena ia digunakan untuk menunjukkan masingmasing golongan itu, sehingga kalimat itu menjadi :     (Dan masing: masing dari mereka adalah teman yang sebaik-baiknya). (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : .

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku sepuluh kali di waktu pagi dan Sepuluh kali di waktu petang, Allah Taala akan memberinya rasa aman dari ketakutan terbesar pada hari kiamat, dan dia akan berada bersama-sama mereka yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dan siddigin”. (Zubdatul Wa’izhin).

 

(      ) adalah penjelasan tentang mereka yang dianugerahi nikmat. Adapun sebab disebutkannya kebersamaan dengan para nabi lainnya, alaihimus salaatu wassalam, padahal pembicaraan ini adalah menerangkan tentang hukum ketaatan kepada Nabi kita sallallaahu alaihi wasallam, adalah karena disebutkannya mereka di dalam sebab turun. nya ayat ini, disamping sebagai isyarat bahwa ketaatan kepada Nabi kita saw. berarti harus pula taat kepada nabi-nabi yang lain. Karena syariat Nabi kita memuat pula syariatsyariat mereka, yang tidak berubah dengan perubahan masa. (Abus Su’ud).

 

(.     ) orang-orang yang menghabiskan umur mereka dalam berbuat bakti kepada Allah, dan menafkahkan harta mereka demi meraih keridaan-Nya. Yang dimaksud dengan “kebersamaan” disini bukan berarti berada pada satu derajat yang sama, dan bukan pula berarti bersekutu secara mutlak dalam memasuki surga, namun maksudnya adalah bahwa mereka sama-sama berada di dalam surga… (Abus Su’ud)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata : “Ayat ini turun berkenaan dengan salah seorang bekas budak Rasululiah saw. yang bernama Tsauban. Dia sangat mencintai Rasulullah, dan tidak sabar berpisah dari Beliau.

 

Pada suatu hari, dia menemui Nabi saw. dengan wajah yang berubah dari biasanya, tubuhnya agak kurus dan wajahnya menampakkan rona kesedihan yang sangat. Maka Rasulullah menanyakan tentang keadaannya itu. Tsauban menjawab : “Ya Rasulullah, saya tidak menderita suatu penyakit apa pun, hanya saja bila saya tidak melihat Baginda. saya merasa sangat kesunyian, sehingga saya bertemu dengan Baginda. Kemudian saya teringat akan hari kiamat, lalu saya merasa kuatir, jangan-jangan saya tidak bisa lagi melihat Baginda di sana. Karena saya tahu, bahwa Baginda akan diangkat bersama-sama para nabi lainnya. Seandainya saya dimasukkan ke dalam surga juga, tentu tempat saya berada di bawah tempat Baginda. Dan seandainya saya tidak masuk surga, maka tentu saya tidak akan melihat Baginda lagi untuk selama-lamanya. Maka bagaimana nanti keadaan saya!”. Maka turunlah ayat : “Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya ….) (Tafsir)

 

Dari Aisyah ra., katanya : “Barangsiapa mencintai Allah Taala, maka dia akan memperbanyak dzikrullah (mengingat Allah), dan buahnya adalah bahwa, Allah akan mengingatnya dengan rahmat dan ampunan-Nya, serta memasukkannya ke dalam surga bersama-sama para nabi dan wali-Nya, dan memuliakannya dengan melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, dan buahnya adalah dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan menemani Beliau di dalam surga”. (Demikian disebutkan di dalam kitab Jami’ush Shaghir).

 

Dari sahabat Anas ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai sunnahku maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, dia akan berada bersamaku di dalam surga”.

 

Siapa yang ingin memperoleh kesempatan melihat Nabi saw. maka hendaklah dia mencintai Beliau dengan sepenuh hatinya. Dan tanda-tanda cinta kepada Beliau itu adalah dengan mematuhi segala sunnahnya yang mulia dan memperbanyak membaca salawat untuk Beliau saw. Sesuai dengan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai sesuatu niscaya dia akan banyak menyebutnya”. (Diriwayatkan di dalam kitab Al Firdaus)

 

Albaihagi meriwayatkan dari Umar bin Murrah Al Jauhanni ra., bahwa dia berkata : “Seorang laki-laki dari Qudha’ah menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, sekiranya saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Baginda adalah utusan Allah: dan saya melaksanakan salat lima waktu , berpuasa di bulan Ramadan dan mengerjakan salat pada malam-malamnya, serta menunaikan zakat, termasuk golongan manakah saya?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan melakukan semuanya tadi, maka dia akan berada bersama-sama para nabi, siddigin dan orangorang yang mati syahid pada hari kiamat seperti ini (lalu Beliau menegakkan jari-jarinya) sepanjang dia tidak berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya. Karena orang yang berbuat durhaka kepada kedua ibu bapaknya jauh dari rahmat Allah Yang Maha Pengasih”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Aisyah ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila Allah Taala hendak memasukkan kaum mukminin ke dalam surga, Dia mengutus kepada mereka malaikat yang membawakan hadiah dan pakaian dari surga. Ketika mereka akan masuk, malaikat tadi berkata kepada mereka : “berhenti, saya membawa hadiah dari Tuhan semesta alam”.

 

Orang-orang mukmin itu bertanya : “Apakah hadiah itu?” Malaikat menjawab : “Hadiah itu adalah sepuluh buah cincin, yang pada cincin pertama tertulis : “Salam sejahtera atasmu, berbahagialah kamu, maka masuklah ke dalam surga buat selama-lamanya. Pada cincin kedua tertulis : “Masuklah kedalam surga dengan perasaan sejahtera dan aman”. Pada cincin ketiga tertulis : “Aku hilangkan dari kamu kesusahan-kesusahan dan kesedihan-kesedihan”. Pada cincin keempat tertulis : “Kami kenakan padamu pakaianpakaian”. Pada cincin kelima tertulis : “Dan Kami jodohkan mereka dengan bidadari-bidadari”. Pada cincin keenam tertulis : “Sesungguhnya Aku memberi ganjaran atas mereka pada hari ini, karena kesabaran mereka dahulu. Sesungguhnya mereka itulah orangorang yang beruntung”. Pada cincin ketujuh tertulis : “Kamu semua menjadi muda kembali dan tidak akan mengalami ketuaan lagi buat selama-lamanya”. Pada cincin kedelapan tertulis : “Kamu semua menjadi aman dan tidak akan merasa takut lagi buat selamalamanya”. Pada cincin kesembilan tertulis : “Teman-teman kamu ialah para nabi, siddigin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang saleh”. Pada cincin kesepuluh tertulis : “Kamu semua berada dalam lingkungan Tuhan Yang Maha Pengasih, Yang Memiliki Arsy yang mulia lagi agung”.

 

Maka masuklah mereka kedalam surga seraya berkata : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan kesusahan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih”. (Safinatul Abrar).

 

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunahku pada saat kerusakan umatku, maka dia akan mendapatkan pahala seratus orang yang mati syahid”.

 

Dan Attirmidzi meriwayatkan dari Zaid bin Thalhah, dar ayahnya, dari kakeknya, dar Nabi saw. Beliau bersabda :

 

 

Artinya : “Sesungguhnya agama ini sebagai sesuatu yang asing dan akan kembah menjadi asing. Maka beruntunglah bagi orang-orang asing yang memperbaiki sunnahku yang dirusak oleh manusia sepeninggalku”. (Ath Thariqatul Muhammadiyah). .

 

Muqatil berkata : “Sepuluh ekor binatang yang akan masuk ke dalam surga : (1) anak Sapi Nabi Ibrahim as. (2) domba Nabi Ismail as, (3) unta Nabi Saleh as, (4) ikan Nabi Yunus as, (5) sapi betina Nabi Musa as, (6) keledai Nabi Uzair as, (7) semut Nabi Sulaiman as, (8) burung hudhud Ratu Bilgis, (9) anjing penghuni gua, (10) burag Nabi Muhammad saw. Binatang-binatang itu semuanya akan berubah menjadi domba. Kemudian Allah Taala akan mengadili hamba-hamba-Nya. Pada hari itu, tidak ada satu malaikat yang mendekatkan kepada Allah, atau nabi yang diutus oleh Allah, atau orang yang mati syahid, melainkan menyangka bahwa dirinya tidak selamat, demi setelah melihat hebatnya azab dan hisab, dan kengerian hari itu, selain dari orang yang dipelihara Allah “ (Misykatul Anwar).

 

Dan dari Hasan Albashri ra., katanya : “Pada suatu hari, saya melihat Bahran Al Ajami membongkar kuburan dan mengambil kepala-kepala orang yang mati, lalu ditusukkan tongkatnya ke dalam lubang telinga orang yang mati itu. Maka jika tongkatnya itu menembus lobang telinga yang satu sampai ke lobang telinga lainnya, kepala itu dilemparkannya. Dan jika tongkatnya tidak dapat menembus lobang telinga itu sama sekali, maka kepala itu dilemparkannya juga dan jika tongkatnya itu mengenai tempat otak, maka kepala itu diciuminya dan ditanamkannya kembali. Maka saya bertanya kepadanya tentang hal itu, dia menjawab : “Kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dari satu telinga ke telinga lain itu ialah kepala orang yang mendengar nasehat dan perkataan yang benar, namun semuanya itu masuk dari satu telinga lalu keluar dari telinga yang lain, tanpa menetap di otaknya dan tidak diambil olehnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan padanya. Adapun kepala yang tidak bisa ditembus sama sekali oleh tongkat itu ialah kepala orang yang tidak mendengar nasehat dan perkataan yang benar karena kesibukannya dengan keinginan-keinginan nafsu dan syahwatnya, maka kepala seperti itu tidak ada kebaikan sama sekali padanya. Dan kepala yang bisa ditembus oleh tongkat dan mengenai tempat otaknya itu ialah kepala orang yang mendengarkan nasehat dan perkataan yang benar lalu diambil dan disimpannya di otaknya. Kepala seperti itulah yang diterima di sisi Allah, karenanya saya menciuminya dan menguburkannya kembali”. (Hayatul Qulub)

 

Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Muslim, Attirmidzi dan Ibnu Majah, dari sahabat Abu Hurairah ra, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Al Jami’u Ash Shaghir, bahwa Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Allah Taaia berfirman : “Aku telah menyiapkan (maksudnya : Aku telah menyediakan. Ini merupakan dalil bahwa surga itu sekarang telah diciptakan, demikian kata Al Manawi) bagi hamba-hamba-Ku yang saleh (maksudnya : mereka yang menunaikan kewajiban mereka, baik berupa hak Allah maupun hak sesama makhluk), apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata (maksudnya : apa-apa yang mata tidak pernah melihatnya. Karena kata ‘ain (mata) dalam susunan kalimat nafi (negatif) memberi pengertian “menyeluruh”), dan tidak pernah didengar oleh telinga (dengan mentanwinkan kata-kata ‘ain (mata) dan udzun (telinga), dan ada pula riwayat yang memfathahkan keduanya), serta tidak pernah terlintas di dalam hati manusia (artinya : bahwa Allah Taala menyimpan kenikmatan-kenikmatan, kekayaan-kekayaan dan kelezatan: kelezatan di dalam surga yang tidak pernah dilihat oleh seorang makhluk pun dengan cara apa pun”. (Demikian disebutkan oleh Al Manawi).

 

Ketahuilah, bahwa seseorang hamba itu memiliki tiga hal yang merupakan jenis-jenis dari kebaikannya, yaitu : (1) perbuatan hatinya, yaitu at tasdig (membenarkan). Perbuatan hati ini tidak bisa dilihat dan tidak bisa didengar, namun bisa diketahui. (2) perbuatan lisannya, ia bisa didengar. (3) perbuatan anggota tubuhnya, ia bisa dilihat. Apabila seorang hamba mengerjakan amal saleh dengan ketiga macam organ tadi, maka Allah akan menjadikan bagi pendengarannya sesuatu yang belum pernah terdengar oleh telinga, dan bagi penglihatannya sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata. dan bagi amal hatinya, sesuatu yang belum pernah terlintas di dalam hati manusia manapun. Oleh karena itu, seorang hamba haruslah tekun mengerjakan ketaatan, sebab Allah tidak akan mengurangi sedikit pun dari pahala-pahala perbuatan yang baik, bahkan Dia akan memberikan ganjaran berupa surga dan derajat-derajat yang tinggi. (Sananiyah)

 

Diriwayatkan dari Hatim Azzahid, katanya : “Barangsiana mengaku cinta kepada Tuhannya tanpa berlaku wara’, maka dia adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku akan masuk surga tanpa menafkahkan hartanya, maka ia pun adalah seorang pembohong. Barangsiapa mengaku cinta kepada Nabi saw. tanpa mengikuti sunnahnya, maka dia adalah seorang pembohong. Dan barangsiapa mengaku cinta kepada derajatderajat yang tinggi tanpa mau bersahabat dengan orang-orang fakir dan miskin, maka dia pun adalah seorang pembohong”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dan dari Sa’dun Al Majnun, bahwa dia pernah menulis lafaz Allah di telapak tangannya. Lantas Sirri Assigti bertanya kepadanya : “Apakah yang Anda lakukan, hai Sa’dun?”.

 

Sa’dun menjawab : “Saya mencintai Allah Taala, dan saya telah menulis nama Tuhanku di hatiku sehingga tidak ditempati oleh selain Dia. Dan saya pun telah menulisnya pada lidahku, sehingga lidahku tidak menyebut yang lain selain Dia. Dan sekarang saya menuliskannya pada telapak tanganku, sehingga saya dapat melihatnya dengan mataku, maka penglihatanku hanya akan sibuk dengan-Nya”. (Misykatul Anwar)

 

Dikisahkan, bahwa di akhir hayatnya, Samnun mengawini seorang perempuan, lalu perempuan itu melahirkan seorang anak perempuan untuknya. Ketika sang anak berusia tiga tahun, Samnun merasakan kecintaan yang sangat pada anaknya itu. Kemudian dia bermimpi seolah-olah kiamat telah bangkit, dan panji-panji para nabi dan wali telah dikibarkan, dan di belakang mereka ada sebuah bendera yang tinggi, yang cahayanya telah menutupi cakrawala. Samnun menanyakan tentang bendera itu, lantas dijawab malaikat : “Itu adalah bendera orang-orang yang mencintai Allah dengan tulus”. Samnun melihat dirinya tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka. Namun malaikat datang lalu mengeluarkannya dari tengah-tengah mereka. Samnun memprotes : “Saya mencintai Allah Taala, dan ini adalah bendera orang-orang yang mencintai-Nya, kenapa engkau keluarkan saya?”

 

Malaikat itu menjawab : “Ya, memang engkau termasuk golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala. Namun, kecintaan kepada anakmu itu telah menguasai hatimu, maka kami hapus namamu dari golongan orang-orang yang mencintai Allah Taala”.

 

Mendengar jawaban malaikat itu, Samnun menangis sambil mengiba-iba di dalam tidurnya seraya berkata : “Ilahi, seandainya anak itu menjadi penghalang bagiku terhadapMu, maka singkirkanlah dia dariku sehingga aku dapat mendekat kepada-Mu dengan kelembutan dan kemurahan-Mu”.

 

Kemudian dia mendengar suara teriakan yang mengatakan : “Wah, celaka!”. Maka Samnun pun terjaga, lalu dia bertanya : “Teriakan apakah ini?”.

 

Orang-orang menjawab : “Anak Anda terjatuh dari loteng sampai mati!”.

 

Samnun berucap : “Segala puji bagi Allah Yang telah menghilangkan penghalang dariku”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Dzunnun Al Mishri, dia berkata : “Saya pernah melihat seorang laki-laki sedang duduk bersila di angkasa sambil mengucapkan lafaz Jalalah (Allah…..Allah), maka Saya bertanya kepadanya : “Siapakah Anda?”. Orang itu menjawab : “Saya salah seorang ham. ba Allah”.

 

Saya bertanya pula : “Dengan amalan apakah Anda sampai meraih kemuliaan ini?”.

 

Dia menjawab : “Saya meninggalkan keinginan saya demi keinginan Dia, maka Allah Taala menempatkan saya di angkasa”.

 

Begitu juga diceritakan tentang Samnun Almajnun, bahwa dia dahulu terkenal dengan kecintaannya kepada Tuhannya. Orang-orang menamakannya Samnun si orang gila, sedangkan orang-orang khawas menamakannya Samnun si pencinta, dan dia sendiri menamakan dirinya Samnun si pendusta. Pada suatu hari, dia naik ke atas mimbar untuk memberikan nasehat kepada orang banyak, namun orang-orang tidak mau memperhati. kan omongannya, maka ditinggalkannya orang-orang itu lalu dia berpaling kepada lenteralentera Mesjid, seraya berkata : “Dengarlah olehmu hai lentera-lentera, Suatu berita aneh dari lisan Samnun….

 

Tiba-tiba orang banyak melihat lentera-lentera itu bergoyang-goyang dan terpecahbelah, lalu berguguran, saking kuatnya pengaruh perkataan Samnun. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Alhasil, bahwa ketaatan kepada Allah Taala dan kepada Rasul-Nya itu adalah sarana untuk dapat berteman dengan para nabi, para wali dan orang-orang saleh.

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Seorang laki-laki menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Rasulullah, apa pendapat Baginda tentang seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum, apakah dia akan dipertemukan dengan mereka?”. Beliau menjawab : “Orang akan bersama-sama dengan siapa yang dia cintai”. (Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih).

 

Maka barangsiapa mencintai Allah Taala, dia tentu akan banyak menyebut-Nya, maka dia akan diingat oleh Allah Taala dengan memberinya rahmat dan ampunan-Nya serta memasukkannya kedalam surga bersama para nabi dan wali-Nya, juga akan memuliakannya dengan memberinya kesempatan untuk melihat Jamal-Nya. Dan barangsiapa mencintai Nabi saw. maka dia akan memperbanyak membaca salawat untuknya, sedang buahnya adalah bahwa dia akan memperoleh syafaat Beliau dan akan bersahabat dengan Beliau di dalam surga. (Sananiyah)

 

Diriwayatkan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah sesuatu kaum duduk di suatu majelis tanpa membaca salawat untukku, melainkan majelis itu akan menjadi penyesalan bagi mereka, sekalipun mereka nanti masuk surga, disebabkan oleh pahala (membaca salawat) yang mereka lihat”. (Syifaun Syarif)

 

 

 



 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu”. (QS. Annisaa’ : 86)

 

Tafsir :

 

(.    ) Apabila kamu diberi penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Jumhur (golongan terbanyak dari) ulama berpendapat bahwa, ayat ini membicarakan tentang “salam”, dan sekaligus menunjukkan tentang kewajiban membalas “salam”. Jawaban salam itu bisa dengan yang lebih baik, misalnya dengan menambahkan kalimat “warahmatullah”, dan jika kalimat ini sudah diucapkan oleh si pemberi salam, maka jawabnya bisa ditambah dengan kalimat “wabarakatuh”, ini merupakan salam yang paling lengkap. Atau, bisa juga dijawab sama seperti ucapan si pemberi salam, sebagaimana diriwayatkan, bahwa seorang laki-laki mengucapkan salam kepada Rasulullah saw. “Assalamu alaika”. Dijawab oleh Nabi : “Wa alaikas salaam warahmatullah”. Kemudian yang lain mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah”. Nabi menjawab : “Wa alaikas salaam wa rahmatullah wa baraakatuh”. Lantas yang lain lagi mengucapkan : “Assalamu alaika warahmatullah wa barakatuh”. Beliau menjawab : “Wa alaika”.

 

Orang itu memprotes : “Baginda sudah mengurangi jawaban salam saya. Manakah yang difirmankan Allah Taala?”. Kemudian dia membacakan ayat tadi.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “Salammu itu tidak meninggalkan sisa untukku maka aku menjawab salammu itu dengan salam yang sama”.

 

Itu dikarenakan, salam orang tersebut telah meliputi semua bagian keinginan, yaitu selamat dari bahaya dan beroleh manfaat serta tetapnya manfaat itu.

 

Berdasarkan hadis ini pula, ada yang mengatakan : “Atau, untuk memberi pilihan, apakah orang yang memberi salam itu akan menyampaikan salam dengan sebagian saja daripadanya, atau secara sempurna. Sedang kewajiban menjawab salam itu adalah fardhu kifayah.

 

Dan sekalipun salam itu disyariatkan, namun ia tidak boleh dijawab ketika orang sedang mendengarkan khutbah Jumat, atau ketika sedang membaca Alquran, atau ketika sedang berada di kamar kecil, atau ketika sedang buang air, dan lain-lain yang serupa.

 

(.    ) Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas tiaptiap sesuatb. Dia membuat perhitungan atas kamu karena salam atau lainnya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Salam adalah salah satu dari asma (nama-nama) Allah, maka sebarkanlah ia di antara kamu”. Dalam riwayat lain :

 

Artinya : “Apabila seorang muslim memberi salam kepada muslim lainnya, kemudian orang itu menjawab salamnya. Maka malaikat mendoakan orang yang menjawab salam itu sebanyak tujuh puluh kali. Jika orang itu tidak menjawabnya, maka salam itu akan dijawab oleh makhluk-makhluk lain yang ada bersamanya, kemudian mereka akan mengutuknya sebanyak tujuh puluh kali”.

 

Dahulu, Abu Muslim Al Khaulani ra. pernah berjalan melewati suatu kaum, tetapi dia tidak mengucapkan salam kepada mereka. Dia memberikan alasan : “Tidak ada yang menghalangi saya dari memberi salam kepada mereka selain dari rasa kuatir saya, nanti mereka tidak menjawab salam saya, sehingga mereka dikutuk oleh malaikat”. (Bahrul Ulum)

 

Dan dikemukakan di dalam kitab Bustanul Arifin : “Apabila kamu melewati suatu kaum maka ucapkanlah salam kepada mereka. Jika kamu telah mengucapkan salam kepada mereka maka mereka wajib menjawabnya”.

 

Dan dikemukakan juga di dalam kitab tadi : “Orang yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk: orang yang lebih muda memberi salam kepada orang yang lebih tua, orang yang berkendaraan memberi salam kepada orang yang berjalan kaki : orang yang menunggang kuda memberi salam kepada orang yang menunggang keledai, dan orang yang datang dari belakang Anda memberi salam kepada Anda : orang yang menjawab salam itu harus memperdengarkan ucapan salamnya, sebab kalau tidak terdengar maka itu bukan jawaban: orang harus memberi salam kepada keluarganya ketika dia memasuki rumahnya. Jika dia memasuki rumah yang tidak ada seorang pun penghuninya, maka hendaklah dia mengucapkan : “Asslamu alaina wa ala ibadillaahish shaalihiin”. (salam sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Karena malaikat akan menjawab salamnya, maka akan diperoleh keberkahan yang lebih banyak dan lebih sempurna.

 

Para ulama berbeda pendapat dalam hal pemberian salam kepada anak kecil. Sebagian ulama berpendapat bahwa, mereka diberi salam, yang lain mengatakan, tidak diberi salam, dan sebagian lagi mengatakan, memberi salam kepada mereka lebih utama dari meninggalkannya. Dan pendapat terakhir inilah yang kami ambil.

 

Di dalam kitab Zubdatul Masail disebutkan : “Apabila seorang laki-laki mengucapkan : “Assalamu alaika, Ya Zaid”. Kemudian salam itu dijawab oleh Amr, maka kewajiban menjawab salam tersebut tidak gugur dari Zaid”.

 

Sedang di dalam kitab Raudhatul Ulama disebutkan : “Apabila seorang berjumpa dengan orang lain, dalam hal ini ulama berbeda pendapat: sebagian ulama berpendapat bahwa, orang yang datang dari kota memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari desa. Karena dia datang dari tempat yang aman, maka dia memberi salam kepada orang yang datang dari desa, sebagai pemberitahuan tentang keselamatan keadaan di kota: sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa, orang yang datang dari desa itulah yang seharusnya memberi salam lebih dahulu kepada orang yang datang dari kota. Karena orang yang datang dari kota itu datang dari tempat yang lebih baik”. (Syarhun)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menulis salawat atasku dalam sebuah kitab, maka para malaikat senantiasa memohon ampun untuknya selama tulisan namaku itu masih berada di dalam kitab tersebut”.

 

Dikatakan bahwa, memulai dengan ucapan salam sebelum berbicara atau menyampaikan hajat adalah sunnah mustahabbah, bukan wajib. Sedangkan mendengarkan salam tadi adalah mustahab, bahkan wajib menurut pendapat yang sahih, yaitu sunnah kifayah, sedang menjawab salam adalah fardhu kifayah. Jika ada sekumpulan orang banyak, lalu salah seorang dari mereka memberi salam, maka salamnya itu telah mencukupi mereka semua. Sedang kalau mereka semua memberi salam, maka itu adalah lebih utama dan lebih sempurna. Demikian pula menjawabnya adalah wajib, sehingga apabila jawaban salam itu tidak terdengar oleh orang yang memberi salam, maka kewajiban menjawab salam itu tidak gugur dari orang yang menerima salam. Sampai-sampai dikatakan, seandainya orang yang memberi salam itu tuli, maka wajib atas orang yang menjawab salam itu menggerakkan kedua bibirnya dan memperlihatkannya kepada orang yang memberi salam itu, sehingga kalau dia tidak tuli, tentu akan terdengar olehnya.

 

Dan dikatakan, apabila seseorang mengucapkan : “Assalamu alaikum”. Dengan menggunakan kata ganti mufrad ( ), maka jawablah : “Wa alaikumussalaam”, dengan kata ganti jamak (  ). Karena orang mukmin itu tidak sendirian, tetapi disertai oleh malaikat. Maka tidak sepatutnya seorang muslim mengucapkan “alaika” dengan dimufradkan. Karena, kalau dia mengucapkan seperti itu, maka berarti dia telah mengharamkan malaikat dari salamnya itu, dan juga mengharamkan dirinya sendiri dari jawaban para malaikat. Dan kalau pun para malaikat itu tidak memerlukan ucapan salam kita, namun kita tetap memerlukan jawaban mereka yang memohonkan rahmat.

 

Adapun bentuk jawabannya, sebaiknya adalah dengan kalimat : “Wa alaikumussalam” dengan diawali oleh waw (.  ). Kalau waw (.  ) itu dihilangkan, boleh saja, tetapi berarti meninggalkan yang lebih utama. Dan barangsiapa hendak mengucapkan salam, dia boleh memarrifatkan kata “salam” (.   ), dan boleh juga menakirahkannya (.    ). Sedangkan di dalam salat, ucapan salam itu harus selalu dima’rifatkan.

 

Dan disyaratkan dalam hal menjawab salam, bahwa ia harus dijawab langsung ketika itu juga. Kalau jawaban salam itu ditunda, artinya tidak langsung dijawab, maka itu tidak disebut sebagai jawaban. Dan orang yang menerima salam itu menjadi berdosa, karena tidak menjawab salam. Dan juga, karena dengan tidak menjawab salam itu berarti dia telah menghina orang yang memberi salam.

 

Dan kalau datang ucapan salam dari orang yang disampaikan oleh orang lain, atau dicantumkan dalam sebuah surat, maka wajib pula dijawab seketika. (Yang kalau disampaikan oleh orang lain, jawabannya biasanya adalah : alaika wa ‘alaihis salaam, pent.)

 

Salam tidak boleh diucapkan kepada tukang bid’ah, orang kafir dan orang yang suka main. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah menjawab salam orang kafir dan memulai memberi salam kepada mereka. Menurut pendapat kami (penyusun kitab ini, pent.), haram memulai salam kepada mereka, tetapi wajib menjawab salam mereka dengan cara mengucapkan : “alaika”, tanpa waw, atau : “alaika mitsluhu”. Adapun dalil untuk tidak memulai memberi salam kepada orang kafir itu adalah hadis dari Nabi saw. yang berbunyi :

 

Artinya : “Janganlah kalian memulai memberi salam kepada orang-orang Yahua, dan Nasrani. Jika kalian bertemu dengan salah seorang dari mereka di jalan, paksalah dia agar tidak mengucapkan salam. Karena memulai memberi salam kepada mereka itu ber. arti memuliakan mereka, padahal memuliakan orang kafir itu tidak diperbolehkan”.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Kamu tidak akan masuk surga kecuali kamu beriman dengan iman yang sempurna, dan kamu tidak akan beriman dengan sempurna kecuali kamu saling mencintai. Ingatlah, aku akan menujukkan kepadamu suatu perbuatan, yang jika kamu lakukan maka kamu akan saling mencintai. Sebarkanlah salam di antara sesama kamu”. (HR. Muslim dan Abu Daud)

 

Hadis ini mengandung suatu anjuran yang sangat penting, yaitu supaya menyebarkan ucapan salam kepada kaum muslimin semuanya, baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal.

 

Disebutkan di dalam kitab At Tatarkhaniyah: “Memberi salam pada beberapa keadaan berikut ini hukumnya makruh tahrim, yaitu : ketika orang sedang membaca Alquran dengan suara keras. Tetapi orang yang sedang membaca Alquran itu boleh menjawab salam tersebut, karena dia bisa memperoleh dua keutamaan, dari membaca Alquran dan menjawab salam. Begitu pula bagi orang yang sedang mendengarkan pembacaan Alquran. Dan juga ketika sedang mendiskusikan ilmu, dalam hal ini, tidak boleh memberi salam kepada seorang pun yang sedang mendiskusikan ilmu. Jika hal itu dilakukan, maka orang yang memberi salam itu menjadi berdosa. Dan demikian pula, ketika sedang diserukan azan atau igamat. Adapun menjawab salam dalam keadaan-keadaan yang disebutkan tadi, menurut pendapat yang benar, juga tidak diperbolehkan, sekalipun dengan suara pelan.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya telah melayani Rasulullah saw. selama sepuluh tahun. Dan selama itu pula, belum pernah Beliau mengatakan tentang sesuatu yang telah saya kerjakan, kenapa engkau lakukan itu: dan belum pernah mengatakan tentang sesuatu yang tidak saya kerjakan, kenapa engkau tidak melakukannya. Beliau bersabda : “Hai Anas, aku memberi wasiat kepadamu dengan satu wasiat, maka ingatlah. Perbanyaklah salat di waktu malam, niscaya engkau akan dicintai oleh para malaikat hafazah (malaikat yang menjaga keselamatan manusia, pent.). Jika engkau menemui keluargamu maka ucapkanlah salam kepada mereka, niscaya Allah akan menambah keberkatan-keberkatanmu. Dan jika engkau mampu untuk tidak tidur

 

kecuali dalam keadaan suci, maka lakukanlah, sebab jika engkau sampai meninggal dunia ketika itu, niscaya engkau mati sebagai syahid. Jika engkau keluar meninggalkan keluargamu, maka berilah salam kepada siapa saja yang engkau jumpai, niscaya Allah akan menambah kebaikan-kebaikanmu. Hormatilah orang-orang Islam yang sudah tua, dan kasihanilah orang-orang Islam yang masih muda, niscaya aku dan engkau akan tinggal di dalam surga seperti ini (kemudian Beliau mengisyaratkan dengan merenggangkan jari telunjuk dari jari tengahnya). Dan ketahuilah wahai Anas, bahwa Allah rida kepada seorang hamba dikarenakan suatu suapan yang dimakannya, kemudian dia memuji Allah karenanya: dan seteguk air yang dia minum, kemudian dia memuji Allah karenanya”. (Alhadis) Dan dari Ibnu Salam ra., katanya : “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda :

 

“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan salatlah di waktu malam, ketika orang lain sedang tidur pulas, niscaya kamu akan masuk surga”.

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya di dalam surga ada kamar-kamar dari bermacam-macam warna seluruhnya, luarnya bisa terlihat dari dalam dan dalamnya bisa terlihat dari luar. Di sana terdapat kenikmatankenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata siapa pun, tidak pernah didengar oleh telinga siapa pun, dan tidak pernah terlintas dalam benak siapa pun”.

 

Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah kamar-kamar itu gerangan?”.

 

Beliau menjawab : “Untuk orang yang menyebarkan salam, memberi makan, melanggengkan puasa dan salat malam di saat orang lain masih tidur”.

 

Para sahabat bertanya kembali : “Siapakah yang mampu melakukan itu, Ya Rasulullah?”.

 

Beliau menjawab : “Aku akan memberitahukan kepadamu tentang itu. Orang yang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim lalu dia memberi salam kepadanya, maka berarti dia telah menyebarkan salam. Orang yang memberi makan kepada keluarganya dan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya sampai kenyang, maka berarti da telah memberi makan. Orang yang berpuasa di bulan Ramadan dan enam hari di bulan Syawwal, maka berarti dia telah melanggengkan puasa. Dan orang yang melaksanan in salat Isya dan salat Subuh secara berjamaah, maka berarti dia telah melakukan salat malam ketika orang lain masih tidur, yaitu orang-orang Yahudi, Nasrani dan Majusi’. (Demikianlah sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al Andalusi ra.)

 

Dan dimakruhkan memberi salam ketika hadis sedang diriwayatkan, ketika azan dan igamat, apabila orang-orang sibuk menjawab azan dan igamat itu. Dalam hal ini, menjadi berdosalah orang yang memberi salam itu, sedangkan orang yang menerimanya tetap wajib menjawabnya. Dan dimakruhkan juga memberi salam kepada orang yang sedang berada di dalam kamar kecil. Menurut Abu Hanifah ra., orang yang berada di kamar kecil itu boleh menjawabnya dengan hatinya, bukan dengan lidahnya. Sedang menurut Abu Yusuf, tidak boleh menjawabnya sama sekali. Dan menurut Muhammad, boleh menjawabnya setelah dia selesai dari hajatnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang salat. Kalau itu dilakukan, maka berdosalah orang yang memberi salam itu, sedang salamnya tidak perlu dijawab. Dan dimakruhkan memberi salam kepada pengemis. Dan kalau pengemis itu yang memberi salam, maka salamnya tidak wajib dibalas. Dan dimakruhkan memberi salam kepada hakim di pengadilan, dan dia tidak wajib menjawab salam. Dan dimakruhkan memberi salam kepada guru yang sedang mengajar. Kalau ada murid memberi salam kepada gurunya itu, maka sang guru tidak wajib membalasnya. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada : orang yang sedang bermain Catur, orang yang sedang bermain gundu dan lain-lain permainan, kepada tukang bid’ah, orang komunis, orang zindig, pelawak, tukang dongeng yang dusta, orang yang suka berfoya-foya, orang yang suka mencaci, orang yang suka mencela, orang yang dudukduduk di tepi jalan untuk memandang wanita-wanita cantik atau anak banci yang elok. Dan dimakruhkan pula memberi salam kepada orang yang sedang telanjang, baik di kamar mandi atau di tempat lainnya, juga kepada orang yang suka bergurau, orang yang Suka berdusta, orang yang suka mencela orang lain, orang yang sedang sibuk di pasar, Orang yang makan makanan di pasar atau di warung, sedang orang banyak melihatnya, juga kepada penyanyi, kepada tukang menerbangkan merpati dan kepada orang kafir. (Demikian menurut Ibnu Kamal Basya – semoga Allah memudahkan baginya apa yang dikehendakinya – di dalam syarah hadis “Salam sebelum Bicara”).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berbicara sebelum memberi salam, maka jangan dijawab”.

 

Dari sahabat Ibnu Abbas ra. katanya : “Iblis yang terkutuk itu menangis ketika melihat orang mukmin saling memberi salam, dia berkata : “Oh celaka, tidaklah kedua orang mukmin ini berpisah, melainkan keduanya mendapat ampunan”.

 

Konon, cara penghormatan orang-orang Nasrani adalah dengan meletakkan tangan di mulut, cara penghormatan orang-orang Yahudi adalah dengan isyarat jari, cara penghormatan orang-orang Majusi adalah dengan membungkuk: cara penghormatan orangorang Arab kuno adalah ucapan “hayyakallah”, dan cara penghormatan kaum muslimin adalah ucapan “assalamualaikum warahmatullah wa barokatuh”, dan ini merupakan penghormatan yang paling mulia. (Al Mangulat).

 

Dari sahabat Imran bin Hushain ra., katanya : “Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. lalu mengucapkan : “Assalamualaikum”, maka Nabi menjawabnya, kemudian bersabda : “Engkau memperoleh sepuluh kebaikan”. Setelah itu masuk yang lain lalu memberi salam: “Assalamualaikum Warahmatullah wa barokatuh”. Nabi menjawab salamnya, lalu bersabda : “Engkau memperoleh tiga puluh kebaikan”. Lalu datang pula yang lain seraya mengucapkan salam : “Asslamu alaikum wa rahmatullah wa barokatuh wa maghfirotuh”. Nabi menjawab salamnya, seraya bersabda : “Engkau memperoleh empat puluh kebaikan”. (Demikian dikemukakan di dalam kitab Misykatul Mashabih)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Almaidah : 3)

 

Tafsir :

 

(.   ) Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dengan pertolongan dan dimenangkan atas agama-agama lain seluruhnya: atau dengan ditetapkannya dasar-dasar akidah dan ditentukannya pokok-pokok syariat dan aturanaturan ijtihad.

 

(.     ) dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-nikmat-Ku dengan petunjuk dan taufik, atau dengan disempurnakannya agama Islam, atau dengan penaklukkan kota Mekah dan dihancurkannya lambang-lambang jahiliyah.

 

(.     ) dan telah Kuridai Islam, telah Kupilih Islam bagimu…

 

(       ) menjadi agama, di antara agama-agama lain, dan ia adalah agama yang hak (benar) di sisi Allah, tidak yang lain. (Aodhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Jibril berkata kepadaku : “Ya Muhammad, sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah lautan di balik Gunung Qaf. Di laut itu terdapat ikan yang mengucapkan salawat atasmu. Barangsiapa mengambil seekor ikan dari laut itu maka kedua tangannya akan menjadi lumpuh, sedang ikan itu akan berubah menjadi bebatuan”.

 

Hadis ini menunjukkan bahwa, apabila seseorang membaca salawat atas Nabi saw. dan melaksanakan salat lima waktu dengan berjamaah, maka dia akan selamat dari tangan-tangan malaikat Zabaniyah dan dari azab neraka.

 

Diriwayatkan bahwa, pada saat ayat ini turun, Umar ra. menangis, sehingga Nabi saw. bertanya kepadanya : “Kenapa engkau menangis, hai Umar?”.

 

Umar monjawab : “Saya monangis, karena dahulu kita selalu dalam penambahan pada urusan agama kita. Maka sotolah dia sempurna tentu dia akan berkurang Karena dak ada sesuatu pun yang sompurna, melainkan akan manjadi berkurang”.

 

Nabi saw. berkata : “Engkau benar”. (Abu Su’ud).

 

Firman Allah : Dalam-nya menunjukkan masa, era, zaman. Sedang maksudnya adalah, waktu sekarang, atau waktu-waktu yang ada kaitannya dengan waktu sekarang, baik yang telah lalu maupun yang akan datang.

 

Dan telah diriwayatkan bahwa, ayat ini turun pada hari Jumat setelah Asar, di Arafah pada saat haji Wada. Ketika itu, Nabi saw. melakukan wukuf di atas punggung seekor unta. Setelah turunnya ayat ini, tidak ada lagi ayat-ayat yang berkaitan dengan hal-hal fardu yang turun. Pada saat turun ayat ini, Nabi tidak kuat bertahan menanggung maknamaknanya, lalu Beliau bersandar pada untanya, sehingga unta itu mendekam. Kemudian turunlah Jibril as. Lalu berkata : Ya Muhammad, sesungguhnya pada hari ini selesailah urusan agamamu, dan telah habislah apa-apa yang diperintahkan Tuhanmu dan apa-apa yang dilarang-Nya. Maka kumpulkanlah sahabat-sahabatmu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa sesudah hari ini, aku tidak akan turun lagi kepadamu”.

 

Kemudian pulanglah Nabi saw. dari Mekah hingga tiba di Madinah. Lantas Beliau mengumpulkan sahabat-sahabat Beliau, dan membacakan ayat tadi kepada mereka, serta memberitahukan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Jibril as.. Maka bergembiralah para sahabat, seraya berkata : “Agama kita telah sempurna”, kecuali Abubakar ra., dia berubah menjadi sedih, lalu pulang ke rumahnya dan menutup pintupintunya. Kemudian dia tenggelam dalam tangis siang dan malam. Para sahabat mendengar keadaan Abubakar itu, lalu mereka berkumpul dan beramai-ramai pergi ke rumah Abubakar. Mereka berkata : “Hai Abubakar, kenapa Anda menangis pada suasana yang menggembirakan dan menyenangkan ini, karena Allah telah menyempurnakan agama kita?”.

 

Abubakar menjawab : “Wahai sahabat-sahabatku, kamu tidak mengetahui musibah apa yang telah menimpamu. Tidakkah kamu mendengar bahwa jika sesuatu perkara telah sempurna, maka mulailah ia berkurang. Ayat ini memberitahukan kepada kita tentang perpisahan kita dengan Rasulullah, tentang Hasan dan Husein yang akan menjadi yatim, dan tentang istri-istri Nabi yang akan menjadi janda”.

 

Maka terdengariah jeritan di antara para sahabat itu, lalu mereka pun menangis semuanya. Kemudian para sahabat lainnya yang mendengar tangisan dan suara ribut-ribut di kamar Abubakar itu, lalu pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata : “Ya Rasulullah, kami tidak tahu apa yang telah terjadi pada para sahabat itu, hanya kami mendengar suara tangisan dan jeritan mereka”.

 

Maka berubahlah roman Nabi saw. lalu dengan bergegas, Beliau pergi ke rumah Abubakar. Setelah sampai, Beliau menyaksikan keadaan para sahabat yang demikian itu, lalu Beliau bertanya: “Apa yang menyebabkan kalian menangis?”.

 

Ali ra. menjawab : “Tadi Abubakar berkata, “Saya mendengar dari ayat ini bau wafat Rasulullah”. Apakah memang benar ayat ini menunjukkan wafatmu?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Apa yang dikatakan Abubakar itu memang benar. Telah dekat kepergianku dari sisi kalian, dan telah tiba perpisahanku dengan kalian”.

 

Kejadian ini menunjukkan bahwa, Abubakar adalah sahabat Nabi yang alim.

 

Ketika Abubakar mendengar perkataan Nabi itu, maka menjeritlah ia dengan suara keras, Ilalu jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Sedang Ali ra. gemetar, sementara para sahabat lainnya terguncang, mereka semua ketakutan lalu menangis sekuat-kuatnya, sehingga ikut pula menangis gunung-gunung dan batu-batu bersama mereka, serta para malaikat di langit. Dan ikut pula menangis cacing-cacing dan binatang-binatang di hutanhutan dan di lautan.

 

Kemudian Nabi saw. menyalami sahabat-sahabatnya satu porsatu, dan berpamitan dengan mereka. Beliau menangis seraya berwasiat kepada mereka.

 

Setelah turun ayat ini, Nabi masih sempat hidup selama delapan puluh satu hari. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa setelah turun firman Allah Taala: “yastaftuunaka, gulillaahu yuftukum fil kalaalah (Alquran), Beliau masih sempat hidup sesudah itu selama Ima puluh hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “lagod jaa-akum rasuulum min anfusikum (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama tiga puluh lima hari. Dan setelah turun firman Allah Taala : “wattaguu yauman turja’uuna fiihi ilallaah (Alquran), Beliau masih sempat hidup selama dua puluh satu hari. Dan ayat ini merupakan ayat Alquran yang terakhir diturunkan, sesudah itu tidak ada lagi yang diturunkan. Sesudah turunnya ayat ini, Rasulullah saw. suatu hari naik mimbar, kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat mengesankan, sehingga membuat semua yang mendengarnya menangis, hati mereka menjadi gentar, dan badan-badan mereka menjadi gemetar. Dalam khotbahnya itu, Beliau menyampaikan kabar gembira dan peringatan.

 

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. : bahwasanya ketika telah dekat wafat Nabi saw Beliau menyuruh Bilal supaya menyeru orang banyak untuk salat. Maka Bila! pun lalu mengumandangkan azan mengajak orang supaya salat. Kemudian berkumpultah para sahabat Muhajirin dan Ansar ke Masjid Rasulullah saw. Beliau melaksanakan salat dua rakaat yang ringan bersama para sahabat. Setelah salat, Beliau naik ke atas mimbar, lalu mengucapkan puji-pujian dan sanjungan kepada Allah Taala. Kemudian Beliau menyampaikan khutbah yang sangat menyentuh perasaan pendengarnya, yang karenanya semua hati menjadi gentar dan semua mata mengalirkan air mata. Di antara isi pidatonya itu, Beliau bersabda : “Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah nabimu, yang menasihati dan menyerumu kepada Allah dengan izin-Nya. Dan aku, bagimu sekalian, adalah laksana seorang saudara yang belas kasih dan ayah yang penyayang. Barangsiapa pernah teraniaya olehku, maka hendaklah dia berdiri dan membalasnya kepadaku sebelum ada pembalasan di hari kiamat”.

 

Namun, tidak ada seorang pun yang berdiri, sehingga Beliau mengulangi perkataannya itu sampai dua tiga kali. Maka bangkitlah seorang laki-laki bernama iJkasyah bin Muhshan. Dia berdiri di hadapan Rasulullah saw. seraya berkata : “Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, Ya Rasulullah. Seandainya Baginda tidak menyeru kami berkali-kali, niscaya saya tidak akan berani tampil melakukan ini sama sekali. Dahulu, saya pernah bersama Baginda dalam peperangan Badar. Unta saya berdekatan dengan unta Baginda. Kemudian saya turun dari unta dan mendekati Baginda, sehingga tercium oleh saya paha Baginda. Lantas Beginda mengangkat tongkat yang biasa digunakan untuk memukul unta supaya berjalan cepat, lalu dengan tongkat itu Baginda memukul pinggang saya. Saya tidak tahu, apakah Baginda sengaja memukul saya, Ya Rasulullah, atau Baginda bermaksud memukul unta Baginda?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Tidak mungkin, hai Ukasyah, Rasulullah sengaja memukulmu!”. Namun demikian Beliau tetap konsekuen, Beliau berkata kepada Bilal : “Hai Bilal, pergilah ke rumah Fatimah, lalu bawa ke mari tongkatku”.

 

Maka keluarlah Bilal dari dalam mesjid sambil mengangkat kedua tangannya ke atas kepalanya seraya berkata : “Ini Rasulullah mempersilahkan dirinya untuk dikisas”.

 

Bilal mengetuk pintu rumah Fatimah, Fatimah bertanya : “Siapa di pintu?”.

 

Bilal menjawab : “Saya Bilal, datang untuk mengambil tongkat Rasulullah”.

 

Fatimah bertanya : “Hai Bilal, apa yang hendak diperbuat ayahku dengan tongkat itu?”.

 

Bilal menjawab : “Hai Fatimah, sesungguhnya ayahmu mempersilahkan dirinya dikisas”.

 

Fatimah berkata : “Siapakah yang sampai hati mengkisas Rasulullah?.

 

Bilal mengambil tongkat itu lalu dibawanya ke Masjid. Kemudian tongkat itu diserah. kannya kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah menyerahkan tongkat itu kepada Ukasyah.

 

Ketika sahabat Abubakar dan sahabat Umar menyaksikan hal itu, maka keduanya bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, kami ada di hadapanmu, kisaslah kami dan jangan kau kisas Nabi saw.”.

 

Tetapi Rasulullah saw. bersabda : “Duduklah kalian berdua, Allah Taala telah mengetahuiukan kalian”.

 

Kemudian sahabat Ali ra. bangkit seraya berkata : “Hai Ukasyah, selama hidup aku berada selalu di depan Nabi saw. tidak sampai hatiku menyaksikan engkau mengkisas Rasulullah saw. inilah punggung dan perutku, kisaslah aku dengan tanganmu dan cambuklah aku dengan tanganmu!”.

 

Rasulullah saw. bersabda : “Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan dan niatmu”.

 

Selanjutnya bangkit pula Hasan dan Husein, keduanya berkata : “Hai Ukasyah, tidak. kah engkau mengenal kami. Kami adalah cucu Rasulullah. Kisas terhadap kami berarti sama juga dengan kisas terhadap Rasulullah”.

 

Nabi saw. berkata kepada keduanya : “Duduklah, wahai cahaya mataku”.

 

Kemudian Rasulullah berkata pula : “Hai Ukasyah, pukullah, kalau engkau mau memukul”.

 

Ukasyah menjawab : “Ya Rasulullah, Baginda telah memukulku ketika saya tidak mengenakan baju”.

 

Maka Rasulullah lalu membuka bajunya. Lantas berteriaklah kaum muslimin sambil menungis. Ketika Ukasyah memandang kepada tubuh Rasul yang putih, dia lalu mendekap dan menciumi punggung Beliau, seraya berkata : “Saya tebus Baginda dengan nyawaku, Ya Rasulullah. Siapakah yang sampai hati mengkisas Baginda Ya Rasulullah?. Sesungguhnya saya melakukan ini tidak lain adalah karena berharap agar tubuh saya dapat bersentuhan dengan tubuh Baginda yang mulia, serta dipelihara Allah kiranya din saya dari api neraka, berkat kemuliaan Baginda”.

 

Maka Nabi saw. pun lalu bersabda : “Ketahuilah, barangsiapa ingin melihat penghuni surga, hendaklah ia melihat kepada orang ini!”.

 

Mendengar sabda Rasulullah itu, bangkitiah kaum muslimin, mereka menciumi di antara kedua mata Ukasyah seraya berkata : “Beruntunglah engkau. Engkau telah memperoleh derajat yang tinggi, dan berteman dengan Rasulullah saw. di dalam surga”. (Sekian).

 

Ya Allah, mudahkanlah bagi kami syafaat Beliau berkat keperkasaan dan keagungan-Mu. (dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah).

 

Sahabat Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika wafat Nabi saw. telah dekat, kami berkumpul di rumah ibu kita Aisyah ra., Nabi memandang kepada kami, lalu berlinanglah kedua matanya, lantas Beliau bersabda : “Selamat datang, semoga Aliah mengasihi kalian. Aku berwasiat kepada kamu sekalian, supaya kamu bertakwa dan berbakti kepada Allah. Sesungguhnya telah dekat waktu perpisahan dan telah hampir kembali kepada Allah Taala dan kepada surga Al Ma’wa, maka hendaklah Ali memandikan aku, Fadhl bin Abbas menyiramkan air dan Usamah bin Zaid membantu keduanya. Dan bungkuslah jasadku dengan pakaian-pakaianku jika kalian mau, atau dengan pakaian buatan Yaman. Apabila kamu telah memandikan aku, letakkanlah jasadku di atas pembaringanku dl dalam rumahku ini, di tepi liangku. Kemudian keluarlah dari hadapanku sebentar. Karena, yang mula-mula menyalati aku adalah Allah Azza Wa Jalla, kemudian Jibril, kemudian Mikail, kemudian Israfil, kemudian Malaikat maut beserta seluruh bala tentaranya, kemu’ dian seluruh malaikat. Setelah itu, barulah kalian masuk kelompok demi kelompok, dan salatilah aku”.

 

Ketika para sahabat mendengar akan berpisah dengan Nabi saw. maka mereka semuanya menjerit dan menangis, seraya berkata : “Ya Rasulullah, Baginda adalah Rasul kami, yang menyatukan kami, dan yang memimpin urusan kami. Apabila Baginda meninggalkan kami, kepada siapakah kami merujuk?”.

 

Rasulullah saw. menjawab : “Aku tinggalkan kamu semua di atas hujjah dan tarekat yang putih, dan aku tinggalkan untukmu dua penasehat, yang bisa berbicara dan yang diam. Yang bisa berbicara ialah Alquran, dan yang diam adalah maut. Apabila kamu mengalami urusan yang sulit, maka kembalilah kepada Alquran dan Assunnah, dan apabila hati kamu menjadi keras, maka lembutkanlah dia dengan memikirkan tentang hal-hal dibalik kematian”.

 

Rasulullah saw. jatuh sakit pada akhir bulan Safar. Beliau sakit selama delapan belas hari. Selama sakitnya itu, orang-orang datang menjenguk Beliau. Sakit yang akhirnya membawa Beliau meninggalkan dunia yang fana ini, mula-mula berupa pusing-pusing kepala yang diderita Beliau. Beliau dibangkitkan pada hari Senin dan meninggal dunia juga pada hari Senin. Ketika tiba hari Senin, sakit Beliau bertambah berat. Pagi itu, sebagaimana biasa, Bilal mengumandangkan azan Subuh, lalu dia berdiri di pintu Rasulullah seraya berkata : “Assalamu alaikum Ya Rasulullah!”. Dijawab oleh Fatimah : “Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”. Maka Bilal masuk ke Masjid kembali. Dia tidak mengerti apa maksud perkataan Fatimah tadi. Ketika pagi mulai terang, Bilal datang lagi ke pintu Rasululiah dan berkata seperti tadi. Rasulullah mendengar suara Bilal, lalu bersabda : “Masuklah hai Bilal. Sesungguhnya aku sedang sibuk dengan diriku, karena sakitku ini semakin berat rasanya. Hai Bilal, mintalah kepada Abubakar agar mengimami orang-orang salat”.

 

Maka keluarlah Bilal dengan menangis sambil meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, dan berkata : “Oh bencana, putusiah harapan dan remuklah punggung. Oh, andaikan aku tak pernah dilahirkan oleh ibuku”. Kemudian dia masuk ke masjid, lalu berkata: “Ya Abubakar, Rasulullah menyuruhmu supaya mengimami orang-orang itu salat berjamaah. Beliau sedang sibuk dengan dirinya”.

 

Ketika Abubakar melihat mihrab Rasulullah kosong dari Beliau, dia tak mampu mengendalikan dirinya lagi, lalu menjerit keras-keras dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri. Maka ributlah kaum muslimin. Ketika Rasulullah mendengar suara gaduh itu, Beliau berkata : “Ya Fatimah, teriakan dan kegaduhan apakah itu?”.

 

Fatimah menjawab : “Kaum muslimin gaduh karena kehilangan ayah”.

 

Rasulullah lantas memanggil Ali dan Fadhi bin Abbas, dengan bersandar pada keduanya Beliau keluar ke masjid lalu salat bersama orang banyak dua rakaat Fajar, pada hari Senin itu. Selesai salat, Beliau memalingkan wajahnya ke arah mereka, lalu bersabda : “Wahai kaum muslimin, kamu semua berada dalam titipan Aliah Taala dan periindunganNya. Hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dan berbakti kepada-Nya. Sebentar lagi aku akan meninggalkan dunia ini. Hari ini adalah hariku yang pertama di akhirat, dan hariku yang terakhir di dunia”. Kemudian Beliau bangkit dan pulang ke rumahnya.

 

Kemudian, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut: “Turunlah kau kepada kekasih-Ku dengan rupa yang paling elok, dan bersikaplah lemah lembut dalam mencabut ruhnya. Jika dia mengizinkan kau masuk maka masuklah, dan jika dia tidak mengizinkan, maka janganlah engkau masuk, dan pulanglah”.

 

Malaikat maut pun turun dengan menyamar sebagai seorang Badui, dia berkata : “Assalamualaikum, wahai penghuni rumah kenabian dan sumber kerasulan. Bolehkah aku masuk?.

 

Fatimah menjawab salamnya dan berkata : “Hai hamba Allah, sesungguhnya Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya”.

 

Malaikat maut mengulangi seruannya sekali lagi, katanya : “Assalamualaikum Ya Rasulullah, hai penghuni rumah kenabian. Bolehkah aku masuk?”. Suara malaikat maut Itu terdengar oleh Rasulullah, maka Beliau lalu bertanya: “Hai Fatimah, siapakah di pintu?”.

 

Fatimah menjawab: “Seorang laki-laki Badui berseru, lalu aku katakan kepadanya bahwa, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya. Kemudian dia mengulangi seruannya sampai tiga kali, dan aku tetap menjawab seperti itu. Maka dia menatapku dengan tajam, sehingga kulitku menggigil, hatiku takut, persendianku gemetar dan romanku berubah”.

 

Rasulullah bertanya : “Tahukah engkau, siapa dia, hai Fatimah?”.

 

Fatimah menjawab : “Tidak”.

 

Rasulullah menjelaskan : “Dialah yang memutuskan segala kelezatan, memenggai segala keinginan, mencerai-beraikan perkumpulan, mengosongkan rumah-rumah dan meramaikan kuburan-kuburan”.

 

Mendengar sabda ayahnya itu, Fatimah menangis keras-keras seraya berkata : “Oh… celaka, oleh matinya penutup para nabi: oh… bencana, oleh matinya sebaik-baik orang yang takwa dan terputusnya wahyu dari langit. Sesungguhnya hari ini aku tidak bisa lagi mendengar perkataanmu, dan sesudah hari ini aku tidak bisa lagi mendengar salammu!”

 

Rasulullah menghibur hati putrinya itu dengan katanya : “Jangan menangis, sesungguhnya engkaulah keluargaku yang pertama-tama menyusul aku”. Kemudian Rasulullah berkata kepada malaikat maut : “Masuklah hai malaikat maut”. Malaikat maut pun masuk seraya mengucapkan salam : “Assalamu alaika Ya Rasulullah!”

 

Rasulullah menjawab : “Wa alaikassalam hai malaikat maut. Engkau datang untuk berkunjung atau untuk mencabut nyawa?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Aku datang untuk berkunjung dan mencabut nyawa, jika Baginda mengizinkan aku: dan jika tidak, maka aku akan kembali”.

 

Rasulullah bertanya : “Hai malaikat maut, dimanakah engkau tinggalkan Jibril?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Aku tinggalkan dia di langit dunia, sedang para malaikat bertakziah kepadanya”.

 

Tak lama kemudian, Jibril turun lalu duduk disamping kepala Rasulullah saw. lantas Beliau bertanya kepadanya : “Tidakkah engkau tahu bahwa perkara ini telah dekat?”.

 

Jibril menjawab : “Benar, Ya Rasulullah”.

 

Rasulullah berkata pula : “Beritahukanlah kepadaku, kemuliaan apakah yang akan aku peroleh di sisi Allah ?”.

 

Jibril menjawab : “Sesungguhnya pintu-pintu langit telah terbuka, dan para malaikat telah berbaris bersaf-saf di langit menunggu kedatangan ruhmu. Begitu pula, pintu-pintu di surga telah dibuka dan para bidadari telah berhias menunggu kedatangan ruhmu “Alhamdulillah”, kata Nabi saw. kemudian, Beliau berkata pula: “Beritahukanlah kepadaku, hai Jibril. Bagaimana nasib umatku kelak di hari kiamat?”.

 

Jibril menjawab : “Aku beritahukan kepadamu, bahwa Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku haramkan surga atas nabi-nabi yang lain sebelum engkau memasukinya, dan Aku haramkan surga atas umat-umat yang lain sebelum umatmu memasukinya”.

 

Maka berkatalah Nabi saw. : “Sekarang barulah hatiku senang dan lenyaplah kesedihanku”. Kemudian Beliau berkata kepada malaikat maut : “Hai malaikat maut, mendekatlah kepadaku!”. Maka malaikat maut pun mendekati Beliau dan melaksanakan pencabutan ruhnya. Ketika ruh Beliau telah mencapai pusarnya, Beliau berkata : “Hai Jibril, alangkah hebat kepedihan maut ini!”. Maka, Jibril memalingkan wajahnya dari Beliau, sehingga Beliau berkata pula : “Hai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?”.

 

Jibril menjawab : “Wahai kekasih Allah, siapakah yang kuat hatinya memandang kepada wajahmu ketika engkau sedang menghadapi sakitnya maut”.

 

Sahabat Anas bin Malik berkata : “Ruh Nabi saw. sampai ke dadanya, sedang Beliau bersabda : “Aku wasiatkan kepada kamu salat dan hamba sahayamu”. Beliau terus menerus mewasiatkan keduanya hingga terputuslah perkataannya”.

 

Dan Ali ra. berkata : “Sesungguhnya Rasulullah saw. pada nafasnya yang terakhir menggerakkan kedua bibirnya dua kali, maka aku pasang telingaku, sehingga aku dapat mendengarnya mengucapkan secara perlahan : “Umatku….umatku”.

 

Rasulullah saw. meninggal dunia pada hari Senin bulan Rabiui Awwal.

 

Seandainya dunia itu kekal untuk seseorang Niscaya Rasulullah kekal di dalamnya

 

Diriwayatkan bahwa, Ali ra. meletakkan jasad mulia Rasulullah saw. di atas dipan untuk memandikannya, tiba-tiba terdengar suara keras (tetapi orangnya tidak kelihatan) dari sudut rumah mengatakan : “Janganlah kalian memandikan Muhammad, karena Beliau suci dan disucikan”.

 

Ali berkata : “Perkataan itu berpengaruh sedikit di dalam hatiku”. Kemudian Ali berkata kepada suara itu : “Siapa engkau?. Sesungguhnya Nabi telah menyuruh kami melakukan hal ini”.

 

Sekonyong-konyong terdengar pula suara gaib lain yang berkata : “Hai Ali, mandikanlah Beliau. Karena suara gaib tadi adalah Iblis yang terkutuk, disebabkan oleh kedengkiannya kepada Muhammad. Dan dia bermaksud agar Muhammad masuk ke dalam kuburnya tanpa dimandikan”.

 

Ali menjawab : “Semoga Aliah membalas kebaikan kepadamu, karena engkau telah memberitahukan kepadaku bahwa itu adalah suara Iblis yang terkutuk. Anda sendiri siapa?”.

 

Terdengar jawaban : “Akulah Khidir. Aku menghadiri jenazah Muhammad saw”.

 

Kemudian Ali memandikan jasad mulia Rasulullah saw. sedang Fadhil bin Abbas dan Usamah bin Zaid mengguyurkan air, sementara Jibril as. membawakan obat pengawet dari dalam surga. Lalu mereka membungkus Rasulullah dan menguburkannya di kamar Aisyah ra. Pada malam Rabu tengah malam. Dan ada pula yang mengatakan, pada malam Selasa, sedang Aisyah berdiri di atas kubur Nabi seraya mengatakan :

 

Artinya : “Wahai orang yang tidak pernah memakai sutra dan tidak pernah tidur di atas kasur yang empuk. Wahai orang yang keluar dari dunia sedang perutnya tidak pernah kenyang dengan roti gandum. Wahai orang yang lebih suka tikar daripada ranjang. Wahai orang yang tidak pernah tidur sepanjang malam karena takut pada neraka”.

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Almaidah : 90)

 

Tafsir : )

 

(.          ) Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak, judi, berhala, yakni patung-patung yang didirikan untuk disembah……

 

(.   ) mengundi nasib dengan panah. (Telah pernah ditafsirkan di permulaan surah ini, (Qadhai Baidhawi)

 

(.          ) adalah kekejian. Kotoran yang dibenci akal. Dimufradkannya kata ini adalah karena dia merupakan khabar (predikat) dari kata arak 220, dan predikat dari ma’thufma’thuf yang dihilangkan, atau predikat dari Mudhaf yang dihilangkan. Seakan-akan Allah berfirman : “Sesungguhnya meminum arak dan bermain judi adalah termasuk perbuatan setan. Karena setaniah penyebab dari dilakukannya perbuatan tersebut dan penyebab perbuatan itu dipandang baik.

 

(.         ) maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu. Dhamir (kata ganti nama)   kembali kepada kata , atau kepada perbuatan-perbuatan yang disebutkan sebelumnya, atau kepada melakukan perbuatan-perbuatan itu.

 

(.          ) agar kamu mendapat keberuntungan, supaya kamu beruntung karena menjauhi kekejian itu.

 

Ketahuilah, bahwa Allah Taala menegaskan pengharaman arak dan judi pada ayat ini dimulai dengan kata    , kemudian kedua perbuatan itu digandengkan dengan berhala dan mengundi nasib dengan panah, yang semuanya disebut sebagai suatu perbuatan yang keji, yang termasuk perbuatan setan, sebagai peringatan bahwa, melakukan kedua perbuatan (minum arak dan judi) itu adalah sangat buruk, atau lebih banyak buruknya. Dan Allah memerintahkan agar mereka menjauhi arak dan judi itu, dan menjadikan perbuatan menjauhi keduanya itu sebagai jalan yang diharapkan akan mendatangkan keberuntungan buat mereka. Kemudian Allah menetapkan hal itu dengan jalan menerangkan apa yang terkandung di dalam arak dan judi itu, yang menyebabkan keduanya diharamkan, yaitu kerusakan-kerusakan keduniaan dan keagamaan. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Apabila seorang muslim membaca salawat untukku, maka salawat itu ditangkap oleh malaikat maut, dengan izin Allah, lalu disampaikannya ke kuburku. Malaikat maut tadi berkata : “Ya Muhammaj, fulan bin fulan, dari umatmu, telah membaca salawat untukmu”. Maka aku menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dariku. Dan katakanlah kepadanya, “Engkau memperoleh syafaat Muhammad”.

 

Kemudian malaikat itu naik, sehingga sampailah dia ke Arsy. Lalu dia berkata : “Ya Rabbi, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah membaca salawat untuk kekasih-Mu, Muhammad, sekali”.

 

Aliah Taala menjawab : “Sampaikanlah kepadanya sepuluh salawat dari-Ku”.

 

Kemudian Allah Taala menciptakan dari salawat tersebut, dari setiap hurufnya, malaikat yang mempunyai tiga ratus enam. puluh kepala, dan pada tiap-tiap kepala terdapat tiga ratus enam puluh mulut, pada tiap-tiap mulut terdapat tiga ratus enam puluh lidah, yang dengan setiap lidahnya malaikat itu berbicara dan memuji Allah Taala dengan tiga ratus enam puluh macam pujian. Lantas dicatatlah semua pahala tersebut uniuk orang yang membaca salawat kepada Nabi saw. tadi, hingga hari kiamat”.

 

Dan diriwayatkan, bahwa ketika Nabi Nuh as. menanam sebatang pohon anggur, pohon itu tidak juga mengnijau. Lalu datanglah Iblis yang terkutuk kepada beliau, dan berkata : “Wahai Nabiyallah, jika Tuan ingin pohon anggur itu menghijau, maka biarkanlah saya menyembelih di atasnya tujuh macam binatang”.

 

Nabi Nuh menjawab : “Lakukanlah”.

 

Maka Iblis yang terkutuk itu menyembelih singa, beruang, harimau, serigala, anjing ayam jantan dan musang. Kemudian darah dari binatang-binatang tersebut disiramkannya ke akar pohon anggur itu, maka seketika itu juga pohon itu menjadi hijau. Dan pohon anggur itu memuat tujuh puluh macam rasa, padahal sebelumnya ia hanya memuat satu macam rasa saja. Oleh karena itulah, orang yang meminum arak itu menjadi pemberani seperti singa, kuat seperti beruang, pemarah seperti harimau, banyak cakap seperti serigala, gemar berperang seperti anjiry, penuendam seperti musang dan bersuara nyaring S»perti ayam jago. (Hayatul Guluk)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang berbuat zina, sedang ia dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang mencuri, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu. Dan tidaklah seseorang meminum arak, sedang ia berada dalam keadaan beriman ketika melakukan perbuatan itu”. (HR. Bukhari)

 

Sabda Nabi : Ian 303 , waw (») nya adalah hai (waw yang menunjukkan keadaan). Maksudnya kira-kira : yaitu keadaan orang yang meminum arak itu bukan sebagai orang beriman. Demikianlah menurut Imam Syafi’i ra. Karena menurut dia, amal adalah bagian dari iman yang sempurna. Sedang menurut kami (pengarang kitab ini, pent.) amal itu bukan bagian dalam kemutiakan iman dan bukan pula bagian dari iman yang sempurna. Karenanya, orang yang tidak melakukan amal saleh, menurut kami, tetap dianggap sebagai seorang yang beriman. Sebab Rasulullah saw. pernah ditanya berkaitan dengan sabda Beliau, yang artinya : “Tidaklah seseorang peminum arak, ketika ia sedang meminumnya, ia dalam keadaan beriman”. Maka Beliau membuat sebuah lingkaran besar di atas tanah, kemudian dibuatnya pula sebuah lingkaran lain yang lebih kecil di dalam lingkaran yang besar tadi. Lalu Beliau bersabda : “Lingkaran yang pertama (yang besar) adalah perumpamaan agama Islam, sedangkan lingkaran kedua (yang kecil) adalah iman. Jika seseorang hamba minum arak, atau berbuat zina, atau mencuri, maka dia keluar dari lingkaran iman masuk kedalam lingkaran Islam. Dan dia tidak akan keluar dari lingkaran Islam kecuali syirik”. Kita berlindung kepada Allah Taala darinya. Ketahuilah, hai saudara-saudaraku, bahwa iman dan Islam itu menurut kami adalah satu, berdasarkan dalil firman Allah Taala :

 

Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. Yakni, termasuk golongan orang-orang yang tertipu, karena dia memilih kedudukan di neraka sebagai ganti dari kedudukan di surga. Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia duduk di suatu jamuan yang dihidangkan arak di sana”. (HR. Attabarani). Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila seorang hamba Allah berbuat zina atau meminum arak. maka Allah mencabut iman darinya, sebagaimana orang melepaskan bajunya dari kepalanya”. (HR. Alhakim) Juga diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seseorang hamba berbuat zina atau meminum arak, maka keluarlah iman dari dalam dirinya. Lalu iman itu berada di atas kepalanya bagaikan payung.

 

Apabila dia telah selesai melakukan perbuatan itu, maka iman itu kembali lagi kepadaNya”. (HR. Bukhari)

 

Alfagih Abul Laits berkata : “Jauhilah olehmu meminum minuman keras, karena dalam meminumnya itu ada sepuluh perkara yang tercela :

 

  1. Apabila seseorang meminum minuman keras, maka berubahlah dia seperti orang gila. Maka dia menjadi bahan tertawan anak-anak kecil, dan tercela dalam pandangan orang-orang dewasa.
  2. Minuman keras itu menghilangkan akal dan menghabiskan harta.
  3. Meminum minuman keras itu menjadi sebab permusuhan di antara sesama saudara dan sesama teman.
  4. Meminum minuman keras itu mencegah seseorang dari zikir kepada Allah dan salat.
  5. Meminum minuman keras itu bisa menjerumuskannya ke dalam perbuatan zina. Karena, apabila seseorang meminum minuman keras, boleh jadi dia mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar.
  6. Minuman keras itu kunci segala kejahatan. Karena apabila seseorang meminum minuman keras, maka menjadi mudahlah baginya untuk melakukan segala kemaksiatan.
  7. Minuman keras itu mengganggu para malaikat yang menjaganya (malaikat hafazah, pent.), karena membawa mereka ke tempat dilakukannya kedurhakaan.
  8. Orang yang meminum minuman keras itu wajib dihukum had delapan puluh kali cambukan. Seandainya dia tidak sampai dihukum di dunia, maka kelak di akhirat dia tetap akan mendapat hukuman, yaitu dicambuk dengan cemeti dari api di hadapan khalayak ramai, dan disaksikan oleh bapak-bapak dan teman-teman mereka.
  9. Pintu langit tertutup bagi orang yang meminum minuman keras. Karena kebaikankebaikan dan doa-doanya tidak diangkat selama empat puluh hari.
  10. Orang yang meminum minuman keras itu berada dalam ancaman bahaya, karena dikuatirkan imannya dicabut di saat matinya.

 

Semua itu merupakan Mukuman-hukuman di dunia sebelum matinya, dan sebelum dia sampai kepada hukuman-hukuman akhirat. Maka tidak sepatutnya bagi orang yang berakal memilih kenikmatan yang pendek (sebentar) daripada kenikmatan yang panjang (lama) dan diriwayatkan dari sahabat Abu Umamah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan memasuki surga : orang yang mencandu minuman keras, orang yang memutuskan tali kekeluargaan, dan orang yang mempercayai tukang-tukang sihir. Orang yang mati dalam keadaan mencandu minuman keras, maka Allah akan memberinya minum dari sungai Ghauthah, yaitu sebuah sungai yang mengalir dari kemaluan para pelacur. Sungai itu sangat menyakiti para penghuni neraka, dikarenakan oleh baunya yang busuk”. (HR. Ahmad dan Ibnu Adi)

 

Dan diriwayatkan dari Aisyah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Kamu jangan mengawinkan orang yang suka minum minuman keras, dan jangan menjenguknya kalau dia sakit: serta jangan mensalatinya kalau dia mati. Demi Allah Yang telah mengutus aku dengan hak sebagai seorang nabi, tidaklah meminum minuman keras kecuali orang yang terkutuk di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur dan Alfturgan, Orang yang memberi makan kepadanya sesuap, maka Allah akan menguasakan atas tubuhnya seekor ular dan kalajengking. Orang yang memenuhi hujatnya, berarti telah membantunya menghancurkan Islam. Dan orang yang menghutanginya, berarti telah membantunya membunuh seorang mukmin. Orang yang menemaninya, akan dibangkitkan Allah kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta dan tanpa pembela”. (alhadis)

 

Dikatakan bahwa, perbuatan yang termasuk kedalam dosa-dosa besar itu ialah :

 

  1. Menyekutukan Allah.
  2. Membunuh orang tanpa alasan yang benar.
  3. Meminum minuman keras.
  4. Berbuat zina.
  5. Liwat (homoseks)
  6. Menuduh orang terhormat berbuat zina. Laki-laki maupun perempuan.
  7. Berbuat durhaka kepada ibu bapak yang muslim, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.
  8. Melarikan diri dari medan perang. Yaitu dalam pertempuran satu lawan satu atau Satu lawan dua.
  9. Memakan harta anak yatim dengan aniaya.
  10. Memberikan kesaksian yang palsu
  11. Memakan harta hasil riba.
  12. Makan di siang Ramadan dengan sengaja, tanpa uzur
  13. Memutuskan tali silaturahmi.
  14. Sumpah yang jahat.
  15. Memakan harta orang lain secara aniaya.
  16. Mengurangi takaran dan timbangan.
  17. Mendahulukan salat sebelum masuk waktunya. ,
  18. Memukul orang tanpa alasan yang benar.
  19. Mencela Nabi saw. dan mendustakan Beliau dengan sengaja.
  20. Menyembunyikan kesaksian tanpa uzur.
  21. Menerima suap.
  22. Bunuh diri atau memotong salah satu anggota tubuhnya sendiri.
  23. sundal.

24 Mengadu domba antara suami dan stri.

25, Mengadu domba di hadapan orang zalim.

  1. Sihir.

27  Menolak mengeluarkan zakat.

28 Menyuruh Kepada kemungkaran dan mencegah dari yang ma’ruf

29  Menggunjing orang alim

30  Membakar binatang dengan api.

31, Wanita yang tidak mau melayani suaminya tanpa sebab

 

Semua itu adalah dosa-dosa besar.

 

Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Affan ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hindarilah olehmu minuman keras, karena minuman keras itu induk segala kekejian. Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari umat sebelum kamu, yang kerjanya hanya beribadat dan mengasingkan diri dari orang banyak. Dia disenangi oleh seorang perempuan nakal. Perempuan itu mengutus seorang pelayan kepadanya dengan pesan: “Kami mengundang Tuan untuk bersyahadat?.

 

Laki-laki itu memenuhi panggilan perempuan itu. Ketika dia memasuki pintu rumah perempuan itu, pintu itu lalu ditutup oleh perempuan tersebut. Akhirnya dia menghadap seorang perempuan yang sedang duduk, sedang di sampingnya ada seorang budak dan botol tempat minuman keras. Perempuan itu berkata kepadanya : “Sebenarnya kami mengundangmu bukan untuk bersyahadat, tetapi untuk membunuh budak ini, atau berzina denganku, atau minum minuman keras dari botol ini. Jika engkau menolak, maka aku akan meneriakimu dan mempermalukanmu”.

 

Kata yang meriwayatkan : “Ketika laki-laki itu menyadari, bahwa tidak ada jalan untuk menghindari hal itu, maka berkatalah ia : “Berilah saya segelas minuman keras itu”. Lalu perempuan itu memberinya segelas minuman keras, maka hilanglah akalnya sehingga disetubuhinya wanita itu dan dibunuhnya budak itu.

 

Oleh karena itu, jauhilah minuman keras, karena tidak akan berkumpul iman dan kegemaran minuman keras di dalam dada seorang laki-laki selama-lamanya, melainkan salah satu dari keduanya hampir mengeluarkan yang lainnya”. (HR. Ibnu Hibban di dalam Sahihnya)

 

Pernahkah Anda mendengar kisah Barshishah yang mendapat kutukan, yakni dijauhkan dari rahmat Allah Taala yang disebabkan oleh minuman keras?. Kisahnya begini :

 

Barshishah dahulunya adalah seorang abid. Dia telah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh tahun, tanpa pernah berbuat maksiat kepada Allah sekejap mata pun. Dia mempunyai enam puluh ribu murid yang di antaranya bisa berjalan di angkasa berkat ibadatnya itu, sehingga para malaikat merasa kagum akan ibadatnya itu. Namun Allah Taala berfirman : “Apa yang kalian kagumi darinya?. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. Menurut iimu-Ku, Barshishah itu akan menjadi kafir disebabkan oleh minuman keras”.

 

Firman Allah itu didengar oleh iblis yang terkutuk, dan tahulah dia bahwa kebinasaan Barshishah itu berada dalam tangannya. Kemudian Iblis mendatangi biara Barshishah

 

dengan menyamar sebagai seorang abid yang telah mengalami perjalanan ibadat. Iblis memanggilnya. Maka bertanyalah Barshishah kepadanya: “Siapakah Anda dan hendak mengapa?”.

 

Iblis menjawab : “Saya seorang abid. Saya datang kepada Tuan untuk menjadi pembantu Tuan dalam beribadat kepada Allah Taala”.

 

Barshisha berkata : “Orang yang hendak beribadat kepada Allah Taala, maka Dia akan mencukupi kebutuhan orang itu”.

 

Kemudian Iblis pura-pura beribadat kepada Allah Taala selama tiga hari tiga maiam, tidak tidur, serta tanpa makan dan minum. Maka berkatalah Barshisha: “Saya berbuka, tidur, makan dan minum, sedangkan engkau tidak makan dan minum. Sesungguhnya saya telah beribadat selama dua ratus dua puluh tahun, dan saya tetap tidak bisa meninggalkan makan dan minum”.

 

Iblis berkata : “Saya telah melakukan suatu dosa, kapan saja saya teringat akan doSa saya itu, maka lenyaplah keinginanku untuk tidur dan makan”.

 

Barshisha bertanya : “Apa kiranya yang dapat saya lakukan supaya bisa menjadi Seperti engkau?”.

 

Iblis menjawab : “Pergilah dan lakukanlah perbuatan maksiat kepada Allah, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang, sehingga engkau akan merasakan manisnya taat”.

 

Barshisha bertanya kembali : “Apa yang harus saya lakukan?”

 

“Berzina”, jawab Iblis.

 

Barshisha menjawab : “Aku tidak bisa melakukannya”.

 

“Bunuhlah seorang muslim”, kata Iblis pula.

 

“Itu pun tidak akan aku lakukan”, tegas Barshisha.

 

Iblis berkata : “Minumlah minuman keras yang memabukkan, inilah yang paling ringan dan mudah, dan Allah pasti akan memusuhimu”.

 

“Dimanakah aku bisa mendapatkan minuman keras itu?”, tanya Barshisha.

 

Iblis menjawab : “Pergilah ke desa anu”.

 

Maka pergilah Barshisha menuju ke desa yang ditunjukkan Iblis. Di sana, dilihatnya Seorang perempuan cantik. Dari perempuan itulah dia membeli minuman keras, lalu diminumnya sampai mabuk dan akhirnya dia berbuat zina dengan perempuan itu. Tak lama kemudian, suami perempuan itu datang, maka Barshisha memukulnya sampai hampir terbunuh. Dalam pada itu, Iblis lantas menyamar sebagai seorang manusia, lalu dia pergi menemui kepala desa dan melaporkan semua perbuatan Barshisha. Maka orangorang pun menangkap Barshisha lalu mencambuknya dengan cemeti sebanyak delapan puluh kali, sebagai hukuman minum minuman keras, dan seratus kali cambuk untuk perbuatan berzina, lalu diperintahkan agar dia disalib karena telah menumpakan darah.

 

Ketika Barshisha telah berada di tiang salib, maka datanglah Iblis dalam rupa seperti tadi, seraya berkata : “Bagaimana keadaanmu?”.

 

Barshisha menjawab : “Barangsiapa menuruti kawan yang buruk, maka beginilah balasannya”.

 

Iblis berkata : “Aku telah mengalami bencana gara-gara engkau selama dua ratus dua puluh tahun, sampai aku berhasil membuatmu disalib. Namun, kalau engkau ingin turun, aku dapat membantu menurunkanmu”.

 

“Aku ingin turun. Kalau kau memang bisa membantuku, maka aku akan memberimu apa Saja yang engkau inginkan”, jawab Barshisha.

 

Iblis berkata : “Bersujudlah satu kali saja kepadaku”.

 

“Aku tidak bisa bersujud kepadamu di atas kayu ini”, kata Barshisha.

 

“Bersujudlah dengan isyarat”, bujuk Iblis.

 

Maka bersujudlah Barshisha dan menjadi kafirlah dia kepada Allah, serta keluar dari dunia tanpa iman.

 

Kita berlindung kepada Allah Taala dari semuanya itu. (Hayatul Qulub).

 

Diriwayatkan bahwa, Abdurrahman bin Auf mengadakan jamuan makan minum dengan mengundang beberapa orang sahabat Rasulullah saw. Ketika itu, minuman keras belum diharamkan. Maka makan minumlah mereka. Ketika mereka telah terhuyunghuyung karena mabuk, tiba waktu salat Maghrib. Kemudian mereka menyuruh salah seorang dari mereka untuk mengimami salat. Ketika dia membaca surah Alkafirun, dibacanya : “Gul ya ayyuhal kaafiruun, a’budu maa ta’buduun, wa antum ‘aabiduuna maa a’bud”. Tanpa “Ia”, maka turunlah firman Allah Taala sebagai peringatan :

 

Artinya : “Janganlah kamu mendekati salat, sedang kamu mabuk”.

 

Sesudah kejadian itu, mereka tidak lagi meminum minuman keras pada waktu-waktu salat. Apabila mereka telah mengerjakan salat Isyak barulah mereka meminumnya, sehingga ketika masuk waktu Subuh, mabuk itu telah hilang dari mereka, dan mereka tahu apa yang mereka ucapkan. Kemudian turun pula ayat yang mengharamkan minuman keras itu :

 

Artinya : “Sesungguhnya minuman keras, judi… dst.

 

Adapun makna “Janganlah kamu mendekati salat”. Seperti disebutkan dalam ayat di atas tadi adalah, janganlah kamu melakukannya, janganlah kamu mendatanginya, dan jauhilah dia. Seperti sabda Nabi saw. Yang artinya : “Jauhkanlah anak-anak dan orangorang gila dari masjid-masjid kamu”. (Kasysyaf)

 

Dikatakan, bahwa ketika turun ayat yang berisi pengharaman minuman keras, maka para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana dengan saudara-saudara kita yang sudah meninggal dunia, sedang mereka dahulu suka meminum minuman keras dan makan harta hasil perjudian?”. Maka turunlah ayat:

 

Artinya : “Apabila mereka bertakwa, beriman dan beramal saleh: kemudian bertakwa dan beriman: kemudian bertakwa dan berbuat baik …. dst”.

 

Maksudnya : bahwa orang-orang mukmin itu tidak berdosa mengenai apa pun yang telah mereka makan dari makanan-makanan yang mubah (dibolehkan), apabila mereka telah menghindari apa-apa yang diharamkan, kemudian mereka bertakwa dan beriman, kemudian bertakwa dan berbuat baik. Dalam arti, bahwa mereka bersifat dengan sifat ini. Ayat ini juga sebagai sanjungan dan pujian terhadap mereka berkaitan dengan keadaan mereka dalam beriman, bertakwa dan berbuat baik.

 

Contoh kasusnya adalah sebagai berikut. Jika ditanyakan kepada Anda : “Apakah

 

Zaid berdosa atas apa yang telah dia lakukan, padahal Anda tahu bahwa itu merupakan hal yang mubah (dibolehkan)?”. Maka Anda tentu akan menjawab : “Seseorang tidaklah berdosa mengenai perkara yang dibolehkan, asalkan dia telah menghindari perkaraperkara yang diharamkan, disamping itu, dia juga beriman dan berbuat baik”. Maksud Anda bahwa, Zaid itu seorang yang bertakwa, beriman dan berbuat baik, dan bahwa dia tidak dihukum atas apa yang telah dilakukannya. (Tafsir Kasysyaf, ringkasan)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Habil). Dia (Qabil) berkata : “Aku pasti membunuhmu!”. (Habil ) menjawab: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Almaidah : 27)

 

Tafsir :

 

(.    ) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil). Allah Taala mewahyukan kepada Adam as. supaya mengawinkan masingmasing dari keduanya dengan kembaran yang lain. Namun Habil tidak rela akan hal itu, karena saudara kembarnya itu lebih cantik. Maka berkatalah Adam as. kepada mereka berdua : “Persembahkanlah kurban olehmu berdua. Maka barangsiapa di antara kalian yang diterima kurbannya, dia boleh mengawininya”. Ternyata kurban Habil diterima, yaitu dengan turunnya api yang memakan kurbannya. Maka Qabil semakin tidak senang dan melaksanakan rencananya.

 

(.   ) dengan sebenarnya. Kata ini merupakan sifat dari mashdar (kata asal) yang mahdzuf (dihilangkan), yang kalau ditampakkan berbunyi :  

 

Atau, merupakan hal (kata keadaan) dari dhamirnya    , atau dari    , yakni : yang disertai dengan kebenaran, sesuai dengan yang tercantum dalam kitab-kitab orangorang dahulu.

 

(.     ) ketika keduanya mempersembahkan kurban. Kalimat ini merupakan zharaf (kata.keterangan) atau hal (kata keadaan) dari kata kerja atau sebagai badal (kata pengganti) dari hadzful mudhaf, yakni :    (Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam, yaitu kisah pada waktu i u).

 

Konon, Qabil adalah seorang petani, dia mempersembahkan gandum yang paling jelek yang dimilikinya. Sedangkan Habil adalah seorang peternak, dia mempersembahkan seekor unta yang gemuk.

 

(.     ) maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Karena dia (Qabil) tidak senang dengan hukum Allah Taala, dan tidak berniat dengan ikhlas dalam berkurban. Sedangkan Habil telah mempersembahkan yang terbaik dari miliknya.

 

  Qabil berkata : “Aku pasti membunuhmu”. Dia mengar:cam Habil akan membunuhnya, karena sangat dengkinya kepada saudaranya itu sebab kurbannya diterima. Karena itu Habil menjawab :

 

(.    ) Habil berkata : “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban dan” “orangorang yang bertakwa”. Dalam menjawab ancaman saudaranya itu. Maksudnya : Kurbanmu tidak diterima itu adalah karena ulahmu sendiri, sebab engkau telah meninggalkan sifat takwa, bukan karena salahku, maka mengapa engkau mau membunuhku?.

 

Dalam peristiwa ini terkandung suatu hikmah, bahwa pendengki itu seharusnya menyadari bahwa ketidak beruntungannya itu adalah disebabkan oleh kelalaiannya sendiri, dan seharusnya dia berusaha melakukan sesuatu yang menyebabkan orang yang didengkinya itu beruntung, bukan berusaha menghilangkan keberuntung. n orang itu. Karena itu hanya akan merugikan dirinya sendiri dan tidak berguna sama sekali baginya. Dan bahwa, perbuatan taat itu tidak akan diterima kecuali dari orang yang vuriman dar. bertakwa. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw. sabdanya:

 

Artinya : “Aku telah bertemu dengan Jibril, dan dia berkata : “Saya membawa kabar gembira untukmu, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadamu, maka Aku pun mengucapkan salam kepadanya, dan barangsiapa membaca Salawat kepadamu maka Aku pun bersalawat (merahmati) kepadanya”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan : “Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa anzilhul manzilal muqorroba ‘indaka yaumal giyaamati” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kebada Muhammad, dan tempatkanlah Beliau di tempat yang didekatkan di sisi-Mu pada hari kiamat), maka orang itu pasti akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat kelak”. (Syifaus Syarif).

 

Adapun firman Allah :    (kedua putera Adam), konon, yang dimaksudkan adalah

 

bukan kedua anak kandung Adam, tetapi dua orang laki-laki dari Bani Israil. Oleh karena itu. mengenai mereka dikatakan : (Oleh karena itu, Kami tetapkan atas Bani Israil. Bahwa barangsiapa membunuh …. dst.). Akan tetapi, yang benar adalah pendapat mazhab Yumhur Mufassirin (kelompok terbesar ahli tafsir), bahwa yang dimaksudkan dalam ayat Itu ialah kedua anak kandung Adam as. Hal mana ditunjukkan oleh firman Allah Taala, yang artinya : (kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak… dst), karena pembunuh Itu tidak tahu apa yang harus dilakukannya terhadap yang dibunuhnya, sehingga dia perlu belajar dari apa yang dilakukan burung gagak tersebut. (Tafsir Al Khazin).

 

Diceritakan bahwa, Habil pergi mengambil seekor domba yang terbaik di antara kambing-kambingnya talu dikurbankannya sambil mengharap di dalam hatinya keridaan Allah Taala. Sedangkan Qabil mempersembahkan gandum yang terburuk dari miliknya. Mereka berdua meletakkan kurban mereka masing-masing di atas sebuah bukit. Kemudian Nabi Adam as. memanjatkan doa, maka turunlah api dari langit lalu memakan kurban Habil, dan tidak memakan kurban Qabil. Maka marahiah Qabil kepada Habil, dan dia menyimpan kedengkian pada saudaranya itu. Sampai tiba waktu bagi Adam as. untuk berangkat ke Mekah guna mengunjungi Kakbah, sehingga tinggallah mereka berdua tanpa Beliau. Kesempatan itu digunakan oleh Qabil untuk melaksanakan niat jahatnya. Lalu dia pergi menemui Habil dan mengancamnya: “Aku pasti membunuhmu!”.

 

Habil menjawab : “Apa sebab engkau hendak membunuhku?”.

 

Qabil menjawab : “Karena Allah telah menerima kurbanmu dan menolak kurbanku: dan karena engkau hendak menikahi saudaraku yang cantik, sedang aku harus menikahi saudaramu yang jelek. Maka nanti orang-orang akan mengatakan, bahwa engkau lebih baik dariku, dan anakmu akan membanggakan diri terhadap anakku”. (Tafsir Al Khazin).

 

Muhammad bin Ishak menceritakan dari sementara orang yang mengerti tentang kitab-kitab kuno, bahwa Adam as. telah mengumpuli Hawa di dalam surga sebelum keduanya melakukan pelanggaran. Lalu Hawa mengandung Qabil dan saudaranya lglima. Pada waktu itu, Hawa tidak merasa mengidam karena kandungannya itu. Tidak letih dan tidak sakit, juga tidak melihat darah ketika melahirkan keduanya. Dan ketika keduanya telah diturunkan ke bumi, Adam as. mengumpuli Hawa lagi, lalu Hawa mengandung Habil dan saudara kembarnya Layudza. Ketika Hawa mengandung untuk yang kedua kali ini, dia merasakan mengidam, letih dan sakit, serta mengeluarkan darah saat melahirkan. Anak Adam yang laki-laki mengawini anak Adam yang perempuan, yang mana saja di antara saudara-saudaranya yang dia kehendaki selain dari saudara kembarnya, yang lahir bersamanya. Ketika Qabil dan Habil telah menginjak dewasa, sedang usia keduanya hanya berselisih dua tahun, maka Allah Taala memerintahkan kepada Adam as. agar mengawinkan Qabil dengan Layudza, dan mengawinkan Habil dengan lqlima, saudara kembar Qabil. Adapun Iglima itu lebih cantik daripada Layudza. Adam pun lalu menyampaikan hal itu kepada kedua anaknya. Habil menerimanya dengan rela, sedang Oabii tidak rela, dia berkata : “Iglima adalah saudaraku, dan aku lebih berhak memilikinya. Kami berdua merupakan anak-anak yang dilahirkan di surga, sedang dia berdua dilahirkan di bumi… demikian seterusnya sampai akhir cerita. (Tafsir Al Khazin).

 

Disebutkan di dalam Al Akhbar, bahwa Hawa melahirkan untuk Adam as. dari setiap kandungan dua orang anak, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Adapun jumlah semua anak yang dilahirkannya adalah empat puluh anak dari dua puluh kandungan. Anak pertama (sulung) ialah Qabil dan saudara kembarnya, Iglima, sedang anak terakhir (bungsu) ialah Abdulmughits dan saudara kembarnya, Amatulmunghits. Kemudian Allah memberkati anak keturunan Adam as. itu.

 

ibnu Abbas ra. berkata : “Adam as. belum mati, melainkan setelah menyaksikan anak-anak dan cucu-cucunya berjumlah sampai empat puluh ribu orang”.

 

Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat kelahiran Qabil dan Habil. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa, Adam as. mengumpuli Hawa seratus tahun sesudah mereka diturunkan ke bumi, lalu Hawa melahirkan untuknya, Qabil dan saudara kembarnya Iglima, dalam satu kandungan: setelah itu, Habil dan saudara kembarnya Layugdza, dalam satu kandungan yang lain. (Tafsir Al Khazin).

 

Ibnu Juraij berkata : “Ketika Qabil hendak membunuh Habil, dia tidak tahu bagaimana cara membunuhnya. Maka Iblis yang terkutuk menjelma di hadapannya. Iblis telah menyiapkan seekor burung, lalu kepala burung itu diletakkannya di atas batu, dan dengan batu yang lain, dipukulkannya kepala burung itu sampai mati. Sementara itu, Qabil memperhatikannya. Maka Iblis telah mengajari Qabil cara membunuh. Lalu Qabil melakukan seperti yang dilakukan Iblis itu. Konon, Iblis mengajari Qabil cara membunuh itu pada saat Habil sedang tidur.

 

Dan ulama berbeda pendapat pula mengenai tempat dilakukannya pembunuhan itu. Ibnu Abbas ra. mengatakan, di atas gunung Tsaur, dan pendapat lain mengatakan, di lereng gunung Hira, yang lain mengatakan di Basrah, tepatnya di lokasi Masjid Agung. (Tafsir Al Khazin).

 

Setelah Aabil membunuh adiknya, ia menjadi menyesal atas pembunuhan itu. Karena akibat pembunuhan itu, dia menjadi kebingungan memikirkan tentang cara mengurus jenazah adiknya itu, lalu dipanggulnya jasad adiknya di atas punggungnya selama satu tahun atau lebih, menurut kata orang. Dan karena Qabil belajar pada burung gagak, maka kulitnya berubah menjadi hitam legam. Dan ayahnya berlepas diri darinya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, setelah Qabil melakukan pembunuhan itu, maka tubuhnya menjadi hitam legam. Lalu dia ditanya oleh Adam as. tentang saudaranya, dia menjawab : “Saya tidak diserahi mengurusnya”.

 

Lantas Adam as. berkata : “Engkau pasti telah membunuhnya, karena itu tubuhmu berubah menjadi hitam!”. Dan Adam pun berlepas diri darinya.

 

Setelah kejadian itu, Qabil tinggal selama seratus tahun tidak pernah tertawa. Dan dia tidak memperoleh apa pun yang diinginkannya dengan melakukan pembunuhan itu. (Qadhi Baidhawi)

 

Konon, setelah itu Qabil melarikan diri ke Aden di negeri Yaman. Iblis yang terkutuk menyusulnya ke sana. Setelah bertemu dia berkata : “Sesungguhnya api memakan kurban Habil karena dia telah menyembah api. Maka lakukanlah olehmu seperti itu”. Dan Qabil pun menurut. Qabillah yang mula-mula membuat alat-alat musik dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan, yaitu meminum minuman keras, menyembah berhala, berzina dan perbuatan-perbuatan keji lainnya, sehingga Allah menenggelamkan mereka dengan air bah di zaman Nabi Nuh as. dan barangsiapa melakukan perbuatan-perbuatan seperti itu, maka dia akan dikumpulkan bersama-sama Qabil dan anak-anaknya pada hari kiamat kelak. (Raunaqul Majalis).

 

Menurut salah satu hadis, tidaklah seseorang terbunuh secara aniaya, melainkan Qabil ikut andil di dalamnya, yakni bagian dari darahnya. Karena dialah yang mula-mula mempelopori pembunuhan.

 

Dan juga dikatakan, bahwa yang pertama-tama mendengki di langit ialah Iblis yang terkutuk. Kemudian terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan yang pertama-tama mendengki di muka bumi ialah Qabil, ketika dia mendengki saudaranya Habil, lalu terjadilah apa yang telah terjadi padanya. Dan cukuplah nasib keduanya itu menjadi nasehat bagi orang yang berakal.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya nikrmat-nikmat Allah itu mempunyai musuh”. Sahabat bertanya : “Siapa mereka itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab : “lalah orang-orang yang mendengki orang lain atas nikmat karunia yang diberikan Allah kepadanya”.

 

Sebagian hukama berkata : “Induk segala kejahatan itu ada tiga dengki, tamak dan Sombong. Adapun sifat sombong itu asalnya dari Iblis yang terkutuk. Ketika dia bersikap Sombong dan enggan melakukan sujud sebagaimana yang diperintahkan Allah kepadanya, lalu dia dikutuk. Sedangkan tamak, asalnya dari Adam as. ketika dikatakan kepadanya, “Surga dan seluruh isinya diperbolehkan bagimu selain dari satu pohon ini”. Namun, Beliau terpengaruh oleh sifat tamak, sehingga ahirnya Beliau dikeluarkan dari dalam surga. Dan dengki, asalnya dari Qabil, ketika dia membunuh saudaranya Habil, sehingga dia menjadi kafir disebabkan oleh kedengkiannya itu”.

 

Dan dikatakan oleh Al Faqih Abul Laits : “Ada tiga golongan manusia yang doanya tidak diterima: (1) orang yang memakan harta haram, (2) orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain (menggunjing), (3) dan orang yang di dalam hatinya terdapat perasaan dengki terhadap kaum muslimin”.

 

Dari Athiyah bin Audzah As Sa’di, katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya marah itu berasal dari setan, sedangkan setan diciptakan dari api, Maka, apabila seseorang di antara kamu marah, hendaklah dia berwudu”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Sesungguhnya di kalangan kamu ada orang yang lekas marah lekas pula redanya, ada yang lekas marah lambat reda, dan ada pula yang lambat marah dan lekas reda. Maka yang terbaik adalah yang lambat marah lekas reda, dan yang terburuk adalah yang lekas marah lambat reda”. (Zubdatul Wa’izhin) Ketahuilah bahwa, orang yang suka mendengki itu akan memperoleh delapan bencana : Pertama, rusak taatnya. Karena diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Bel. u bersabda :

 

Artinya : “Hindarilah olehmu sifat dengki, sebab dengki itu melahap kebaikan-kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar dan rumput. Atau, menjerumuskannya kepada kekufuran”.

 

Kedua, menyeretnya kepada perbuatan-perbuatan maksiat.

 

Karena pendengki itu biasanya tidak luput dari menggunjing, berdusta, mencaci dan senang dengan kesusahan orang lain. Attabrani meriwayatkan dari Dhamrah bin Tsa’labah, katanya : “Manusia akan selalu berada dalam keadaan yang baik selama mereka tidak saling mendengki”.

 

Ketiga, tidak memperoleh syafaat. Attabrani meriwayatkan dari Abdullah bin Basyar, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidak termasuk ke dalam golonganku orang yang suka mendengki, orang yang suka mengadu-domba, dan tukang ramai: dan aku pun tidak tergolong darinya”.

 

Kemudian Beliau membacakan firman Allah, yang artinya : “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, tanpa kesalahan yang mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata”.

 

Keempat, masuk neraka.

 

Addailami meriwayatkan dari sahabat Ibnu Umar ra. dan sahabat Anas bin Malik ra., bahwa saw. bersabda :

 

Artinya : “Enam golongan manusia masuk neraka sebelum dihisab dikarenakan oleh enam perkara. Sahabat bertanya : Siapa mereka, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : para pemimpin pemerintahan karena kelalimannya: orang-orang Arab karena fanatik kesukuannya, kapala-kepala daerah karena kesombongannya: para pedagang karena ketidak Jujurannya, para penduduk dusun karena kebodohannya, dan orang-orang alim karena kedengkiannya”.

 

Kelima, penyebab dilakukannya sesuatu yang merugikan orang lain.

 

Oleh karenanya, Allah Taala memerintahkan agar memohon perlindungan dari kejahatan pendengki, sebagaimana Dia memerintahkan agar memohon perlindungan dari setan yang terkutuk. Hal mana disebutkan dalam firman-Nya:

 

Artinya : “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki”. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Jadikanlah sikap tutup mulutmu itu sebagai penolong dalam usaha meraih keinginan-keinginanmu, sebab setiap orang yang memperoleh nikmat itu pasti didengki””. Keenam, letih dan susah tanpa manfaat, bahkan disertai dengan dosa dan maksiat. Ibnu Assammak berkata : “Saya tidak pernah melihat orang zalim yang lebih mirip dengan orang yang dizalimi selain pandengki, selalu letih, akal bingung, dan susah yang tak kunjung reda.

 

Ketujuh, buta hati, sehingga hampir tidak mengerti satu hukum pun dari hukumhukum Allah Taala.

 

Sufyan berkata : “Janganlah engkau menjadi pendengki, agar engkau cepat mengerti”.

 

Kedelapan, tidak akan sukses dalam segala bidang.

 

Bahkan selalu kalah, sehingga hampir tidak pernah memperoleh apa yang dicitacitakannya dan tidak pernah menang atas musuhnya.

 

Karenanya, dikatakan :

 

Artinya : “Pendengki itu tidak akan mulia”. (Thariqah Muhammadiyah).

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia : “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)”. (Ingatlah) ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”. Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman”. Mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tentram hati kami, dan Supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi Orang-orang yang menyaksikan hidangan itu”. : Isa putera Maryam berdoa: “Ya Allah, oh Tuhan kami, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan-Mu : berilah kami rizeki, dan Engkaulah pemberi rezki yang paling baik”. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barangSiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia”. (QS. Almaidah : 111-115).

 

Tafsir :

 

(.    ) Dan ingatlah, ketika Aku ilhamkan kepada para pengikut Isa yang setia, Maksudnya : Aku perintahkan kepada mereka melalui lisan-lisan rasul-rasulKu.

 

(       )i Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku. Boleh jadi  pada kalimat ini adalah an masdariyah (.  ) atau bisa juga an mufassirah (.  ).

 

(.    ) Mereka menjawab : “Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa kami adalah orang-orang yang patuh, yang ikhlas.

 

(.    ) Ingatlah, ketika para pengikut Isa berkata : “Hai Isa putera Maryam. Kalimat ini dinasabkan dengan kata.   atau merupakan zharaf (kata keterangan) dari kata     . Dengan demikian, ia menjadi peringatan bahwa pengakuan ikhlas mereka yang diiringi dengan perkataan mereka : (.    ) sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?”, belumiah karena pengetahuan yang mantap dan kokoh.

 

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa yang dimaksudkan dengan “sanggup” dalam ayat ini adalah kesanggupan yang diakibatkan oleh hikmat dan iradat, bukan yang diakibatkan oleh kekuasaan. Dan ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa arti dari “sanggupkah Tuhanmu” ialah “apakah Dia mengabulkan doamu?”. Kata     artinya sama dengan    seperti kata     sama dengan    .

 

(.    ) Isa menjawab : “Bertakwalah kepada Allah”. Dari pertanyaan seperii ini.

 

(     ) jika kamu betul-betul orang yang beriman, kepada kesempurnaan kekuasaan Allah dan kebenaran kenabianku, atau, jika kamu benar dalam pengakuan keimananmu.

 

(.      ) mereka berkata : “Kami ingin memakan hidangan itu”. Kata-kata ini adalah permulaan alasan dan penjelasan mengapa sampai mereka mengajukan pertanyaan itu. .

 

(.     ) dan supaya tentram hati kami, dengan berkumpulnya antara ilmu musyahadah dan Hmu istidlal atas kekuasaan Allah yang sempurna.

 

(.    ) dan supaya kami yakin bahwa engkau telah berkata benar kepada kami, dalam pengakuanmu sebagai nabi dan bahwa Allah mengabulkan doa kami.

 

(.     ) dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu, apabila engkau telah membuktikan kepada kami atau, menjadi orang-orang yang menyaksikan dengan mata kepala, bukan hanya sekedar mendengar berita belaka.

 

(.     ) Isa putera Maryam berdoa : “Ya Allah, Ya Rabbana, turunkanlah kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yang akan kami rayakan. Ada yang mengatakan bahwa, Id itu artinya       kegembiraan yang berulang. Karena itulah hari raya disebut Id.

 

(.   ) yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami. Kata-kata ini adalah Badal (pengganti) dari kata   , dengan mengulangi ‘amilnya. Maksudnya, hari raya bagi orang-orang yang bersama kami dan orang-orang yang datang sesudah kami.

 

( ) dan menjadi tanda. Di-athaf-kan kepada kata    .

 

(.  ) dari-Mu. Kata ini merupakan sifat dari kata   . Maksudnya : Tanda yang nyata dari-Mu, yang menunjukkan atas kesempurnaan kekuasaan-Mu dan kebenaran kenabianku. –

 

(.  ) dan karuniailah kami, hidangan dan rasa syukur atasnya.

 

(.    ) dan Engkaulah Pemberi rezki yang paling baik. Karena Allah-lah yang menciptakan rezki.

 

(.    ) Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, sebagai perkenaan atas permintaanmu.

 

(.    ) barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turun hidangan itu), maka Aku akan menyisakannya dengan siksaan. Yakni, dengan penyiksaan.

 

(.   ) yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun. Dhamir (kata ganti nama) x(dalam RIS) kembali kepada masdarnya, atau kepada azab.

 

(.    ) sekalian umat marusia. Yaitu yang sezaman dengan mereka, atau seluruh umat manusia secara mutlak. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan di dalam At Akhbar: Tiga perkara yang di sisi Allah tidak setimbang dengan sayap seekor nyamuk : (1) salat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyu’ (2) zikir dengan hati yang lalai. Karena Allah tidak akan mengabulkan doa dari hati yang lalai, (3) membaca salawat untuk Nabi saw. tanpa disertai penghormatan dan tanpa niat. Sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya : “Sesungguhnya setiap amal itu harus disertai dengan niat”. (Zubdah). .

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., bahwa Nabi Isa as. berkata kepada pengikut-pengikutnya : “Berpuasalah kamu selama tiga puluh hari, kemudian mintalah kepada Allah apa yang kamu inginkan, niscaya Dia memberikannya kepadamu”. Maka mereka pun berpuasa. Setelah selesai berpuasa, mereka berkata : “Jika kita bekerja pada seseorang, lalu pekerjaan itu kita selesaikan, tentu orang itu akan memberi makan kepada kita”. Kemudian mereka meminta kepada Allah Taala hidangan. Maka turunlah malaikat membawa hidangan, yang terdiri dari tujuh potong roti dan tujuh ekor ikan. Kemudian hidangan itu diletakkan malaikat di hadapan mereka. Maka orang yang terakhir dapat menyantap hidangan itu seperti halnya orang yang pertama.

 

Dan menuju Ka’ab, hidangan itu turun terbalik, diterbangkan oleh malaikat antara langit dan bumi. Isinya terdiri dari segala jenis makanan selain daging.

 

Sedang Qatadah berkata : “Pada hidangan itu terdapat buah di antara buah-buahan surga”.

 

Dan Athiyah Al Aufi mengatakan : “Dari langit turun seekor ikan yang mengandung rasa segala sesuatu”.

 

Diperselisihkan, apakah Isa as. meminta hidangan itu untuk dirinya sendiri, atau memintanya untuk kaumnya. Sekalipun pada lahirnya Beliau menisbatkan hidangan itu kepada dirinya, namun masing-masing dari keduanya tetap memuat bahwa turunnya hidangan tu adalah karena diminta. (Naisaburi)

 

Konon, ketika para pengikut Nabi Isa as. mendengar ancaman keras dari Allah itu, yaitu : “Barangsiapa yang kafir di antara kamu sesudah (turunnya hidangan) itu, maka seSungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seseorang pun di antara umat manusia”. Maka mereka kuatir jangan-jangan ada Sebagian di antara mereka yang menjadi kafir, lalu mereka meminta maaf dan berkata :

 

“Kami tidak monginginkan hidangan itu”. Maka hidangan itu pun tidak jadi diturunkan. Demikian kata Mujahid dan Alhasan. Totapi yang benar adalah yang dianut oleh Jumhur umat dan imam-imam yang terkenal, yaitu bahwa hidangan itu benar-benar telah diturunkan. Sebagaimana diriwayatkan bahwa, Nabi Isa as. mandi lalu mengenakan kain wol, kemudian salat dua rakaat. Beliau menundukkan kepala sambil memicingkan kedua matanya, kemudian Beliau berdoa dan diperkenankan. Sekonyong-konyong tampak sebuah taplak merah di antara dua awan, satu di atasnya dan satu di bawahnya, turun perlahan-lahan dengan disaksikan oleh seluruh pengikut Isa as. hingga akhirnya tiba di hadapan mereka. Maka menangislah Isa as. lalu Beliau berdoa : “Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan ini sebagai rahmat bagi seluruh alam, dan janganlah Engkau jadikan dia sebagai siksaan dan hukuman”. Kemudian Beliau bangkit lalu berwudu dan salat sambil menangis. Setelah itu, Beliau berkata kepada para pengikutnya : “Berdirilah orang yang terbaik amalnya di antara kamu sekalian untuk membuka hidangan ini, sambil menyebut nama Allah dan menyantapnya”.

 

Syam’un, pemimpin Hawariyun, menjawab : “Bagindalah yang lebih pantas melakukannya”.

 

Maka bangkitlah Nabi Isa as. lalu berwudu dan salat sambil menangis. Kemudian Beliau membuka kain penutup hidangan itu seraya berkata : “Dengan nama Allah, sebaikbaik pemberi rezki”” Ternyata di dalamnya ada seekor ikan panggang, tanpa sisik dan tanpa duri, mengalirkan lemak, kepalanya bergaram, ekornya bercuka, dan disekelilingnya terdapat bermacam-macam sayuran selain kucai. Dan ada pula lima potong roti, yang satu pakai minyak zaitun, yang kedua pakai madu, yang ketiga pakai minyak samin, yang keempat pakai mentega, dan yang kelima pakai dendeng.

 

Syam’un bertanya : “Wahai Ruh Allah, makanan ini, apakah dari makanan dunia atau makanan akhirat?”.

 

Isa as. menjawab : “Bukan dari keduanya, tetapi ia merupakan makanan yang baru diciptakan Allah dengan kekuasaan-Nya yang tinggi. Makanlah yang kalian minta ini dan bersyukurlah, niscaya Allah akan menambah nikmat dan karunia-Nya kepada kamu”.

 

Para Hawariyun berkata : “Wahai ruh Allah, coba Baginda perlihatkan kepada kami tanda kekuasaan Allah yang lain selain dari yang ini”.

 

Nabi Isa as. berkata : “Hai ikan, hiduplah engkau dengan izin Allah Taala”. Maka ikan itu pun bergerak-gerak. Kemudian Isa berkata kepadanya : “Kembalilah engkau ke asalmu” Maka ikan itu pun kembali sebagai ikan panggang. Kemudian hidangan itu melayang terbang. Sesudah itu, mereka mendurhaka, maka diubahlah rupa mereka menjadi kera dan babi.

 

Konon, Hidangan itu datang kepada mereka selama empat puluh hari dalam waktu yang berbeda-beda. Orang miskin, orang kaya, anak kecil dan orang tua semuanya berkumpul menyantap makanan yang ada pada hidangan itu hingga datang harta rampasan perang, maka terbangiah hidangan itu sedang mereka memandang bayangannya. Dan tidaklah seorang miskin makan dari hidangan itu, melainkan menjadi kaya sepanjang hidupnya, dan tidak pula orang yang sakit memakannya, melainkan akan sembuh total dan tidak akan sakit-sakit lagi selama-lamanya.

 

Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Isa as. : “Berikanlah hidangan-Ku kepada orang-orang fakir dan orang-orang sakit, dan tidak kepada orang-orang kaya dan orang-orang sehat”. Karena itu, maka orang-orang menjadi ribut. Lalu diubahlah rupa beberapa orang di antara mereka menjadi babi-babi yang mencari makan di jalan-jalan dan tempat-tempat sampah, memakan kotoran di rumput-rumput. Ketika orang banyak melihat kejadian itu, mereka bergegas mendatangi Nabi Isa as. sambil menangisi orang-orang yang diubah rupanya itu.

 

Dan ketika babi-babi itu melihat Nabi Isa as. mereka menangis dan mulailah mereka berputar-putar mengelilingi Beliau. Dan Beliau memanggil mereka sambil menyebutkan nama mereka satu persatu. Maka mereka menangis sambil memberi isyarat dengan kepala mereka masing-masing tanpa mampu mengucapkan sepatah kata pun. Mereka hidup selama tiga hari, setelah itu mereka semua mati.

 

(Kisah aneh): Wahai saudara-saudaraku, kaum Nabi Isa as. telah meminta makanan dari Nabi Isa as. maka kalian mintalah, sesudah puasa, rahmat Allah dan ampunan-Nya. Dan sesungguhnya hari raya dinamakan Id, karena dalam setahun dia berulang dua “kali. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila kaum muslimin telah selesai berpuasa di bulan Ramadan, dan berangkat menuju ke tempat mereka berhari raya, maka Allah Taala berfirman kepada para malaikat : “Hai malaikat-malaikat-Ku, sesungguhnya setiap orang yang bekerja tentu akan meminta upahnya. Begitu juga dengan hamba-hamba-Ku yang telah berpuasa di bulan Ramadan dan keluar menuju ke tempat mereka berhari raya, juga meminta ganjaran mereka. Maka saksikanlah, bahwasanya Aku telah mengampuni mereka”. Maka dikumandangkanlah suatu seruan: “Wahai umat Muhammad, pulanglah kalian ke rumahmu masing-masing, karena keburukan-keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan berkat kemurahan Allah Taala”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Apabila tiba hari raya Fitri (Idul Fitri) semua orang keluar menuju ke tempat salat, lalu bersujud (melaksanakan salat) kepada Tuhan mereka. Maka Allah Taala bertirman : “Wahai hamba-hamba-Ku, kamu semua berpuasa karena Aku: kamu berbuka karena Aku, dan kamu salat juga karena Aku, maka bangkitlah kamu sekalian dalam keadaan telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang”.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersungguh-sungguhlah kamu semua pada hari raya Fitri (Idul Fitri) dalam bersedekah dan melakukan amal-amal kebaikan dan kebajikan berupa salat dan zakat, Serta perbanyaklah membaca tasbih dan tahlil. Karena hari itu adalah hari yang di dalamnya Allah mengampuni dosa-dosamu, memperkenankan doa-doamu, dan memandang kepadamu dengan pandangan rahmat dan ampunan”.

 

Wahab bin Munabbih berkata : “Pada setiap hari raya Iblis bersedih hati, maka iblisiblis lain berkumpul di hadapannya, mereka berkata : “Hai pemimpin kami, siapakah yang telah membuatmu marah, dari langit dan bumi, agar kami dapat menghancurkannya?”

 

Iblis menjawab : “Tidak ada. Hanya saja Allah telah mengampuni umat ini pada har ini. Maka hendaklah kamu sekalian menyibukkan mereka dengan kelezatan-kelezatan yang terlarang dan minuman keras, sehingga Allah membenci mereka dan mengazab mereka”. (Demikian tersebut di dalam Az Zubdah).

 

Maka hendaklah Anda berpedoman pada apa yang disebutkan dalam kitab Zubdah ini, sehingga Anda dapat keluar dari melakukan apa yang ada dalam perjanjian Iblis tersebut nasut qalam singgasana surga.

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala ) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al An’am : 160) Tafsir :

 

(     ) Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya. Maksudnya : sepuluh kebaikan semisalnya, sebagai anugerah dari Allah Taala. Ya’kub membaca kata   dengan tanwin ( ), dan kata   dibaca rafa (   ) sebagai sifat. Ayat ini merupakan kelipatan-kelipatan pahala yana dijanjikan. Sementara itu, ada pula janji tentang kelipatan pahala sampai tujuh puluh hingga tujuh ratus kali lipat, dan tanpa hitungan. Karena itu dikatakan bahwa, yang dimaksud dengan kata “sepuluh” itu ialah “banyak” bukan bilangan tertentu.

 

(.     ) dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya. Sebagai pelaksanaan keadilan.

 

(.     ) sedang mereka tidak dianiaya. Dengan dikurangi pahala atau pun ditambah hukumannya. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku seratus kali pada hari Jumat, kelak pada hari kiamat, dia akan datang dengan disertai cahaya, yang kalau cahaya itu dibagi-bagikan di antara seluruh makhluk, niscaya akan meratai mereka semua”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka tidak ada lagi dosa yang melekat padanya barang satu zarrah maupun satu biji” (Zubdatul Wa’izhin)

 

Imam Muslim telah mengeluarkan satu hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Abu Ayyub ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.

 

Sabda Beliau di atas sesuai dengan maksud firman Allah Taala yang artinya : “Barangsiapa yang membawa amal yang baik baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”. Karena satu tahun itu terdiri dari tiga ratus enam puluh hari. Puasa Ramadan itu jumlahnya tiga puluh hari, itu setara dengan tiga ratus hari. Maka tinggal enam puluh hari lagi. Jika orang itu berpuasa pula enam hari di bulan Syawwal, yang setara dengan enam puluh hari, maka berarti genaplah jumlahnya dengan tiga ratus enam puluh hari yang sama dengan satu tahun. Dan itulah yang dimaksudkan oleh sabda Nabi saw. yang artinya : “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadan kemudian dilanjutkannya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka seakan-akan dia berpuasa selama satu tahun penuh”.

 

Adapun tentang adanya sebagian ulama yang memakruhkan puasa ini, karena dikuatirkan menyerupai perbuatan ahlil kitab dalam menambahi puasa fardu, pendapat ini dibantah dengan argumentasi, bahwa penyerupaan itu sudah tidak ada lagi, karena di antara kedua puasa itu diselingi dengan hari raya (Idul Fitri), (jadi tidak disambung seperti perbuatan ahlil kitab, pent.), dan karena puasa yang pertama adalah fardu, sedang yang lain sunnah. (Durratui Wa’izhin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menciptakan langit dan bumi selama enam hari di bulan Syawwal. Maka barangsiapa berpuasa enam hari tersebut, Allah Taala mencatat baginya kebaikan sebanyak jumlah makhluk-Nya, dan menghapus darinya kesalahankesalahannya, serta mengangkat derajatnya”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang mati itu mempunyai enam ratus organ, pada tiap-tiap organ dari organ-organ tubuhnya terdapat seribu mulut kecuali pada hati, karena hati itu merupakan tempat makrifat. Barangsiapa mengerjakan puasa enam hari tersebut, Allah akan meringankan baginya sakaratul maut, bagaikan meminum air yang sejuk bagi orang yang dahaga”. (Durratul Wa’izhin).

 

Konon, barangsiapa menanam sebatang pohon karena mengharapkan buahnya, tentu dia akan menyiraminya pada waktunya. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, itu tanda bahwa pohon itu tidak perlu disirami lagi. Apabila daun-daun pohon itu telah menghijau, dan setelah lewat beberapa lama, ia terkena panas matahari lalu menjadi kering, maka diketahui bahwa pohon itu memerlukan air lagi. Namun jika dia tidak kering, bahkan menjadi bertambah hijau, maka diketahuilah bahwa pohon itu tidak lagi memerlukan air. Begitu pula halnya dengan hamba Allah di bulan Ramadan. Dia berlomba melakukan puasa, salat dan amal-amal kebaikan lainnya karena mengharapkan semua amalnya itu diterima Allah, berkat bulan Ramadan. Dan tanda diterimanya itu ialah jika sesudah habis bulan Ramadan, si hamba tadi masih tetap rajin melaksanakan ketaatanketaatan dan ibadat-ibadat. (Hayatul Qulub)

 

Dari Sufyan Ats Tsauri ra., katanya : “Saya pernah tinggal di Mekah selama tiga tahun. Ketika itu, ada seorang penduduk Mekah yang setiap hari datang ke Baitul Haram pada waktu Zuhur. Dia melakukan tawaf di sekeliling Kakbah dan salat. Kemudian dia memberi salam kepadaku, lalu pulang. Akhirnya saya terbiasa dan kenal dengannya, begitu pula dia. Pada suatu hari, dia jatuh sakit, lalu mengundangku, kemudian dia berkata : “Seandainya saya meninggal dunia, maka mandikanlah saya oleh Anda sendirian dan salatilah saya, lalu kuburkaniah. Dan jangan biarkan saya sendirian di dalam kuburku pada malam itu. Tinggallah Anda di samping kuburku dan ajarilah saya kalimat tauhid ketika Munkar dan Nakir menanyaiku”. Saya berjanji akan melaksanakan wasiatnya itis. Ketika saya melaksanakan apa yang disuruhnya itu, dan saya bermalam di sampng kuburnya. Ketika saya berada dalam keadaan antara tidur dan jaga, tiba-tiba terdengar suara : “Hai Sufyan, dia tidak memerlukan pada penjagaan dan pengajaranmu!”.

 

Saya bertanya : “Mengapa?”.

 

Suara itu menjawab : “Disebabkan oleh puasa Ramadan yang dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal”.

 

Maka saya pun terjaga. Ternyata tidak ada seorang pun di sekitar situ. Lalu, saya berwudu dan salat, sampai akhirnya saya tertidur kembali. Kemudian saya bermimpi lagi seperti itu sampai tiga kali. Maka saya pun sadar, bahwa itu semua adalah dari Allah Yang Maha Pengasih, bukan dari setan yang terkutuk. Lantas saya pergi meninggalkan kuburan itu, seraya berdoa: “Ya Allah, berilah aku taufik supaya dapat melaksanakan puasa Ramadan dan puasa enam hari di bulan Syawwal”. Maka Allah Yang Mahabesar lagi Mahatinggi berkenan memberi taufik kepadaku”. (Badrud Durar) |

 

Albaihagi meriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Orang yang berpuasa sesudah bulan Ramadan, adalah seperti orang yang menyerang sesudah lari”.

 

Maksudnya, orang yang sudah selesai mengerjakan puasa Ramadan, kemudian berpuasa kembali, diumpamakan seperti orang yang melarikan diri dari medan perang yang kemudian bertempur kembali. Dan yang dimaksud dengan puasa sesudah bulan Ramadan itu ialah puasa enam hari di bulan Syawwal. Atas dasar inilah, Asy Sya’bi berkata :

 

“Berpuasa satu hari sesudah bulan Ramadan lebih aku sukai daripada berpuasa setahun penuh”.

 

Manawi meriwayatkan dari Abdulwahab, bahwa dia berkata : “Rahasia disyariatkannya puasa pada hari-hari ini (enam hari di bulan Syawwal, pent.) adalah karena nafsu mungkin mengarahkan keinginannya pada hari raya kepada syahwat-syahwat, sehingga pada han itu dia ditimpa oleh kelalaian-kelalaian dan hijab. Maka puasa enam hari di buian Syawwal ini laksana pembalut yang menutupi kekurangan-kekurangan atau kelalaiankelalaian di dalam puasa Ramadan, seperti salat-satat sunnah yang menyertai salat-salat fardu atau sujud sahwi”.

 

Cara melakukan puasa tersebut adalah dengan berturut-turut (mutawaliyah). Sebagian ulama ahli tahkik dan ulama yang telah mencapai tingkat kesempurnaan mengatakan : “Yang lebih utama adalah puasa enam hari di bulan Syawwal itu hendaklah dilakukan secara berturut-turut, tanpa dipisah-pisahkan. Karena melakukan puasa secara berturutturut itu lebih mendekati kepada penjernihan batin daripada kalau dia dipisah-dipisahkan”. Dan oleh karena itu, Sayidi Ali Zadah berkata : “Dalam pelaksanaan puasa enam hari ini seyogyanya menerapkan pula apa-apa yang harus dilakukan dalam pelaksanaan puasa Ramadan, bahkan harus lebih ditingkatkan, karena puasa enam hari ini merupakan pembalut. Pembicaraan mengenai keutamaan puasa enam hari ini, jika seseorang memisah-misahkannya atau mengakhirkannya dari awal bulan, dia masih tetap memperoleh keutamaan meneruskan puasa. (Sunan Daruguthni)

 

Dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasululiah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melakukan puasa di bulan Ramadhan lalu dilanjutkannya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka dia keluar dari dosa-dosanya seperti hari ketika dia baru dilahirkan oleh ibunya”. (Attarghib wat Tarhiib)

 

Dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Suatu ketika, Fatimah ra., jatuh sakit. Kemudian Ali datang dan bertanya : “Wahai Fatimah, apa keinginan hatimu dari kemanisan-kemanisan dunia ini?”. Fatimah menjawab : “Wahai Ali, saya ingin buah delima”. Ali berpikir sesaat, karena dia tidak mempunyai sesuatu apa pun. Kemudian dia bangkit dan pergi ke pasar, lalu meminjam satu dirham, kemudian dibelikannya buah delima. Setelah itu, dia pun pulang menemui istrinya. Dalam perjalanan pulangnya, dilihatnya seorang laki-laki tergeletak di tengah jalan. Ali berhenti lalu bertanya kepada orang itu : “Apa keinginan hatimu, wahai orang tua?”.

 

Orang itu menjawab : “Hai Ali, aku sudah lima hari di sini tergeletak, dan orang-orang melewatiku. Namun tidak ada seorang pun yang berpaling kepadaku. Hatiku ingih delima”.

 

Ali berpikir di dalam hatinya sesaat sambil berkata kepada dirinya sendiri : “Aku telah membeli sebuah delima untuk Fatimah, jika delima ini aku berikan kepada orang ini, maka Fatimah tidak kebagian, tetapi kalau aku tidak memberinya, maka aku telah menyalahi firman Allah : (Adapun peminta-minta, maka janganlah kamu hardik). Dan Nabi saw. bersabda : (Janganiah kamu menolak orang yang meminta sekalipun dia menunggang kuda). Maka buah delima itu dibelahnya, kemudian dia suapkan kepada orang tua itu, lalu seketika itu juga orang tua itu sembuh dari sakitnya, sedang Fatimah ra. sendiri juga sembuh. Dan Ali pulang dengan rasa malu. Ketika Fatimah melihatnya, dia segera bangkit dan menyambut suaminya itu, kemudian didekapnya ke dadanya, seraya berkata : “Kanda tampak prihatin sekali. Demi keperkasaan dan kebesaran Allah, sesungguhnya setelah kanda memberikan buah delima itu kepada orang tua tersebut, maka seketika itu juga hilanglah keinginanku kepada buah delima itu”. Ali gembira mendengar perkataan istrinya itu. Kemudian datang seorang laki-laki mengetuk pintu. Ali bertanya : “Siapa Anda?”.

 

Orang itu menjawab : “Saya Salman Alfarisi, bukalah pintu!”.

 

Ali bangkit lalu membuka pintu. Tampak Salman menjinjing sebuah baki yang ditutup:

 

dengan secarik kain. Salman meletakkan baki itu di hadapan Ali.

 

“Dari siapakah ini hai Salman ?”. tanya Ali.

 

Salman menjawab : “Dari Allah kepada Rasul-Nya, dan dari Rasul kepada Anda”.

 

Ali membuka tutupnya, ternyata di dalamnya ada sembilan buah delima. Lalu Ali pe. kata : “Hai Salman, kalau ini memang untukku, seharusnya sepuluh buah, karena firrria Allah : (Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya pahala sepuluh kali lipa’ amalnya)”.

 

Salman tertawa, lalu dia mengeluarkan sebuah delima dari lengan bajunya kemudian diletakkannya kedalam baki, sambil berkata : “Hai Ati, demi Allah, delima ini memang ada sepuluh biji, tetapi saya tadi hanya ingin mengujimu”. (Raudhatul Muttagin)

 

Hikmat dilipat gandakannya pahala kebaikan-kebaikan dari umat ini ada tiga:

 

Pertama, bahwa usia umat-umat terdahulu kebanyakan paniang-panjang ama. kebajikan mereka pun banyak, sedang usia umat ini pendek-pendek, sehingga amal kebajikan mereka pun sedikit. Oleh karena itu, Allah melebihkan umat ini dengan melipat gandakan pahala amal mereka dan mengutamakan waktu-waktu serta Lailatul Qadar, supaya ketaatan-ketaatan mereka lebih banyak pahalanya daripada umat-umat terdahulu. Seperti yang diriwayatkan, bahwa Nabi Musa as. pernah berkata : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku dapati di dalam kitab Taurat suatu umat yang kebaikan-kebaikannya dicatat sepuluh kali lipat, sedang kejahatan-kejahatannya hanya dicatat semisalnya saja. Jadikaniah, mereka itu umatku”. Allah menjawab : “Hai Musa, itu adalah umat Muhammad yang akan datang pada akhir zaman”.

 

Kedua, derajat-derajat di dalam surga itu dicapai dengan ketaatan yang murni tanpa ada kekurangan-kekurangan, sedang ketaatan umat ini disertai banyak kekurangan. Oleh karenanya, Allah Taala memberikan tambahan kelipatan pahala dari karunia dan kemurahan-Nya, agar kekurangan yang terdapat dalam perbuatan taat umat ini menjadi sempurna dengan adanya tambahan kelipatan pahala tadi, sehingga diketahui bahwa mereka meraih derajat surgawi itu dengan tambahan kelipatan pahala tersebut.

 

Ketiga, diadakannya tambahan kelipatan-kelipatan pahala itu juga disebabkan oleh, karena orang-orang yang bersengketa pada hari kiamat nanti akan bergantung menuntut hak mereka pada seteru-seteru mereka masing-masing. Kemudian mereka membawa amal-amal seteru-seteru mereka itu, sehingga tidak ada yang tersisa selain tambahan kelipatan-kelipatan pahala tadi. Lantas salah seorang dari mereka berkata : “Ya Rabb, berikanlah kepadaku tambahan kelipatan-kelipatan pahala amalnya itu!”.

 

Allah menjawab : “Sesungguhnya tambahan kelipatan-kelipatan pahala ini bukanlah dari amalnya, melainkan dari rahmat-Ku, sedangkan Aku tidak akan menahan rahmat-Ku darinya. Tetapi Aku berikan kepadamu hasil dari amalnya saja”.

 

(Ya Rabbana, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat). (Raudhatul Ulama)

 

(Kisah menarik) Abdullah bin Mubarak berkata : “Pada suatu tahun, saya berangkat haji. Saya pernah tertidur di Hijir Ismail. Di dalam tidur itu, saya bermimpi didatangi oleh Rasulullah saw. Beliau berkata : “Kalau engkau pulang ke Baghdad, masuklah ke kamPung anu, dan carilah Bahram, seorang Majusi. Sampaikanlah salamku kepadanya dan katakan kepadanya : “Sesungguhnya Allah Taala telah meridainya”.

 

Maka saya pun terjaga lalu saya mengucapkan : “Tiada daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Ini adalah mimpi dari setan”.

 

Kemudian saya berwudu lalu melakukan tawaf sesuai yang dikehendaki Allah, sehingga akhirnya saya diserang rasa kantuk dan tertidur kembali. Di dalam tidur itu, saya kembali bermimpi seperti tadi. Kejadian ini berlangsung sampai tiga kali.

 

Setelah selesai melaksanakan haji, saya pulang ke Baghdad. Saya langsung pergi ke kampung anu lalu mencari rumah Bahram, orang Majusi itu. Saya jumpai dia adalah Seorang yang sudah lanjut usianya. Lalu saya bertanya : “Andakah Bahram orang Majusi?”

 

“Ya’, jawabnya, “Saya meminjamkan uang di tengah-tengah masyarakat dengan membayar bunga. Dan ini menurut saya adalah baik”.

 

Saya katakan : “Ini haram menurut Muhammad saw.”. Lalu saya lanjutkan : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai empat orang anak perempuan dan empat orang anak laki-laki. Anak-anak perempuan itu aku kawinkan dengan anak-anakku yang lelaki”.

 

“Ini pun haram juga”, kata saya. Kemudian saya bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai kebaikan lain selain itu?”.

 

“Ya”, Jawabnya. “Saya mengadakan jamuan makan untuk orang-orang Majusi, ketika saya mengawinkan anak-anak perempuan dengan anak-anak lelakiku”.

 

Saya katakan : “Ini pun haram juga”. Kemudian saya bertanya lagi : “Pernahkah Anda melakukan selain itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Saya mempunyai seorang anak perempuan yang tergolong wanita tercantik. Saya tidak mendapatkan laki-laki yang sepadan dengannya. Oleh karena itu, dia saya kawini sendin. Pada malam itu, saya mengadakan jamuan makan yang dihadiri oleh lebih dari seribu orang Majusi”.

 

“Ini juga haram”, kata saya. Lalu saya bertanya pula : “Masih adakah padamu selain dari itu?”.

 

“Ya”, jawabnya. “Pada suatu malam, saya menggauli anak perempuanku itu di tempat tidurku. Tiba-tiba seorang perempuan yang seagama denganmu datang hendak menyalakan lampu dari lampuku. Lalu dia menyalakan lampunya. Saya keluar dan memadamkan lampunya itu. Kemudian dia masuk kembali dan menyalakan lampunya. Dan saya pun keluar lalu memadamkan lampunya. Kemudian saya berkata dalam hati: “Jangan-jangan orang ini adalah mata-mata pencuri”. Maka saya pun keluar membuntunya sampai akhirnya perempuan itu tiba di sebuah rumah, lalu masuk ke dalamnya. Di dalam rumah itu tampak empat orang anak perempuan. Ketika perempuan tadi masuk, mereka berkata kepadanya : “Oh…. Ibu, apakah ibu membawa sesuatu untuk kami. Sesungguhnya kami sudah tidak mempunyai kekuatan dan kesabaran lagi menahan rasa lapar”. Kedua mata perempuan itu tampak berlinangan air mata, lalu dia berkata kepada anak-anaknya : “Aku malu kepada Tuhanku jika minta sesuatu dari seseorang selain Dia, dan meminta sesuatu hajat kepada musuh Allah Taala, yaitu orang Majusi”.

 

Bahram berkata : “Setelah saya mendengar perkataannya itu, saya pun bergegas puJang ke rumah. Lalu saya ambil sebuah baki besar, kemudian saya isi penuh dengan apa saja. Setelah itu, saya bawa sendiri ke rumah perempuan itu, lalu saya berikan baki itu kepada perempuan itu. Dia menerima pemberian saya itu dengan penuh kegirangan.

 

Abdullah bin Mubarak berkata : “Saya berkata kepadanya, “Ini baru kebaikan, dan Anda mendapat kabar gembira”. Kemudian saya ceritakan kepadanya tentang isi mimpi saya tempo hari. Setelah mendengar perkataan saya, maka Bahram, orang Majusi itu, berkata : “Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia pun jatuh tersungkur, lalu mati. Maka saya pun memandikannya, mengkafaninya dan mensalatinya”.

 

Selanjutnya Abdullah bin Mubarak berkata : “Wahai hamba-hamba Allah, bersikaplah dermawan terhadap makhluk-makhluk Allah Taala. Karena Allah mampu memindahkan musuh-musuh-Nya ke derajat kekasih-kekasih-Nya, dan kepunyaan Dialah kerajaan agung bumi dan di langit. Semoga Allah mengampuni kita berkat asma-Nya yang paling agung dan berkat seluruh Nabi”,

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu melaksanakan keislamannya dengan baik, maka apa Saja kebaikan yang dia lakukan akan dicatat sepuluh kali lipatnya. Sedangkan kejahatan yang dilakukannya akan dicatat semisalnya saja, sampai dia berhadapan dengan Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung”.

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf : 55)

 

Tafsir :

 

(.          ) Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Yakni, dengan sikap merendahkan diri dan bersuara yang lembut. Karena suara yang lembut itu sebagai tanda dari sifat ikhlas.

 

(          ) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas, yang melampaui batas dalam apa-apa yang diperintahkan kepada mereka, baik dalam doa atau lainnya. Dengan firman ini, Allah mengingatkan bahwa, seyogyanya orang yang berdoa itu tidak meminta apa-apa yang tidak pantas untuknya, seperti minta dijadikan sebagai nabi, atau minta supaya bisa naik ke langit dan lain-lain yang serupa itu. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, maksud “melampaui batas” dalam ayat ini adalah berteriak atau bersuara keras dalam berdoa dan memanjang-manjangkannya.

 

Dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Akan ada suatu kaum yang berlebih-lebihan dalam berdoa. Padahal sudah cukup apabila orang mengucapkan : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan apaapa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya, baik berupa ucapan maupun perbuatan”. Kemudian Beliau membacakan firman Allah : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (Qadhi Baidhawi)

 

As’ad, katanya : “Bahwa dahulu, Rasulullah saw. memohon “dibukakan”, yakni memohon pertolongan dan kemenangan kepada Allah Taala atas orang-orang kafir dengan orang-orang Muhajirin yang miskin, yakni dengan berkat doa mereka, Beliau berdoa :

 

Artinya : “Ya Allah, tolonglah kami atas musuh-musuh kami dengan berkat kehormatan hamba-hamba-Mu yang miskin yang berhijrah”.

 

Ini menunjukkan penghormatan kepada kaum fakir miskin dan kesukaan Beliau pada doa mereka, serta mengambil berkat dari keberadaan mereka. (Pari Hisaahul Mashaabih)

 

Di dalam kitab Targhiibaatul Abrar disebutkan : “Stabilitas dunia ini ditentukan oleh empat perkara : (1) dengan ilmunya para ulama, (2) dengan keadilan para pemimpin negara, (3) dengan kedermawanan para konglomerat, (4) dengan doanya orang-orang melarat. Jika bukan karena ulama, niscaya akan binasalah orang-orang yang bodoh: jika bukan karena keadilan para pemimpin negara, niscaya akan rusaklah tatanan masyarakat, manusia saling menerkam sesama mereka seperti serigala menerkam kambing: jika bukan karena kedermawanan para konglomerat, niscaya akan binasalah orang-orang melarat, dan jika bukan karena doa orang-orang miskin, niscaya akan robohlah langit dan bumi”. (Mau’izhah)

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga macam doa yang mustajab, tanpa diragukan lagi, yaitu : (1) doa orang tua untuk anaknya, (2) doa musafir, (3) doa orang yang teraniaya”.

 

Sehingga diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Hati-hatilah terhadap doa orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah. Doanya itu diangkat oleh Allah di atas awan, dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit, lalu Tuhan berfirman : “Demi keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu, sekalipun nanti” Maksudnya : Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu dan tidak akan menolak doamu, walaupun telah berlalu masa yang panjang. Karena Aku Maha Penyantun, Aku tidak akan terburu-buru menghukum hamba-hamba-Ku, mungkin mereka kembali dari (tidak lagi melakukan) kezaliman dosa-dosa kepada menyenangkan lawan-lawan (orang-orang yang dizalimi) nya, dan bertobat. (Majalis)

 

Mengenai keutamaan doa ini dikatakan, bahwa pada saat Mansur bin Ammar sedang memberikan ceramah, sekonyong-konyong seorang pengemis meminta uang empat dirham. Mansur berkata : “Siapa yang bersedia memberi orang ini apa yang dia minta, nanti dia akan aku doakan dengan empat macam doa”.

 

Ketika itu ada seorang budak hitam duduk di pinggir masjid, tuannya adalah seorang Yahudi, dan dia membawa uang empat dirham yang telah dikumpulkannya. Kemudian budak tersebut berdiri, lalu berkata : “Hai Syaikh, saya akan memberinya uang empat dirham dengan syarat supaya Tuan mendoakan saya dengan empat macam doa seperti yang saya katakan dan inginkan”.

 

“Baiklah”, jawab Mansur.

 

Maka uang itu diberikannya kepada pengemis tersebut, sambil berkata : “Hai Sya kk saya adalah seorang budak. Doakanlah agar saya dapat merdeka. Dan tuanku ada ar seorang Yahudi, maka doakanlah agar dia masuk Islam. Saya seorang yang miskin, maka doakaniah agar saya menjadi kaya, sehingga Aliah memberi kekayaan kepada saya dari karunia-Nya sampai saya tidak memerlukan lagi pada bantuan makhluk-makhluk-ti ya Dan doakanlah kepada Allah, supaya Dia mengampuni dosa-dosaku”.

 

Maka Mansur pun mendoakannya seperti apa yang dia minta. Ketika budak itu pulang, dia bertemu tuannya, lalu dia ceritakan kejadian tadi. Ternyata tuannya senang. lau dia berkata : “Sekarang engkau aku bebaskan dari hartaku: sampai tadi aku masih menyadi tuanmu, dan sekarang engkaulah tuanku”. Kemudian orang Yahudi itu mengucapkan : “Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”. Sete ah itu, dia berkata kembali pada bekas budaknya itu : “Aku menjadikanmu sebagai sekutu dalam semua hartaku. Adapun hajatmu yang keempat, yaitu ampunan Allah, itu tidak ada di tanganku. Kalau tidak, tentu aku ampuni semua”.

 

Tiba-tiba terdengarlah suara dari sudut rumah, mengatakan : “Sesungguhnya Aku telah membebaskan kamu berdua dari neraka, dan mengampuni kamu berdua, begitu pua Mansur beserta kamu berdua”. (Raunaqul Majalis)

 

Konon, doa itu merupakan sebab yang paling kuat dalam hal dihilangkannya apa-apa yang tidak disukai dan dicapainya segala cita-cita. Akan tetapi hasil dari doa itu kadangkadang tidak segera menjadi kenyataan, hal itu boleh jadi karena lemahnya doa itu sendiri, seumpama doa yang tidak patut dikabulkan Allah Taala karena memuat permusuhan. Dan boleh jadi pula karena lemahnya hati dan tidak menghadap (konsentrasi) serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah di saat berdoa. Dan boleh jadi pula karena adanya penghalang terhadap dikabulkannya doa itu, berupa makanan yang haram, menganiaya, dosadosa yang mengotori hati, ataupun karena dikuasainya hati oleh sifat lalai, lupa dan hawa nafsu, sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa Allah Taala tidak akan menerima doa dari hati yang lala?’. (Dari Almawahib)

 

Konon, empat perkara menambah umur :

 

Pertama, mengawini perawan.

Kedua, tidur ke sebelah kiri.

Ketiga, mandi dengan air mengalir.

Keempat, memakan buah apel di waktu dini hari.

 

Diceritakan bahwa, ada seorang saleh yang hidupnya sangat melarat, karena tidak mempunyai makanan dan belanja, padahal dia mempunyai istri. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Berdoalah kepada Allah, niscaya Dia melapangkan dunia buat kita”.

 

Maka orang saleh itu pun berdoa, dan wanita itu masuk ke dalam rumah. Kemudian dilihatnya sebuah batu bata dari emas tergeletak di pojok rumahnya, lalu diambilnya.

 

Orang saleh itu berkata : “Belanjakanlah sekehendakmu”. Namun, ketika orang saleh itu tidur, dia bermimpi seakan-akan masuk ke dalam surga, lalu dilihatnya sebuah istana yang telah berkurang kira-kira satu bata. Dia bertanya : “Milik siapakah ini?”. Dijawab : “Milikmu” Dia bertanya pula: “Manakah batu bata di sini?”. Dijawab : “Telah kami kirimkan kepadamu”. Maka orang saleh itu pun terjaga dari tidurnya dengan perasaan kaget. Kemudian dia berkata kepada istrinya : “Bawa ke sini batu bata itu”.

 

Batu bata itu diambilnya lalu diletakkannya di atas kepalanya seraya berdoa : “Oh Tuhanku, sesungguhnya aku kembalikan batu bata ini kepada-Mu”. Maka Allah pun mengembalikan batu itu ke tempatnya semula.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah seseorang mengambil sesuap dari dunia, melainkan dikurangi

 

Allah-lah bagiannya dari akhirat”.

 

Sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya. Dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian keuntungan dunia, dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat”.

 

Sahabat Umar bin Khattab ra. berkata : “Saya telah melihat Rasulullah saw. berbaring di atas sebuah tikar sehingga membekas pada kedua sisinya, maka saya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia melapangkan dunia untukmu. Karena raja-raja Persia dan Romawi telah dilapangkan, padahal mereka tidak menyembah kepada Allah”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya ini semua disimpan untuk kita, Ya Ibnal Khattab. Sedang mereka itu jalah kaum yang disegerakan kepada mereka rezeki-rezeki mereka yang baik di dunia”.

 

Dalam riwayat lain disebutkan : “Tidakkah engkau rela, jika mereka memperoleh dunia sedang kita memperoleh akhirat?”.

 

Dari sahabat Amr bin Syu’aib ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Dua perangai yang siapa memilikinya, maka Allah Taala akan mencatatnya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. Yaitu : orang yang dalam urusan agamanya memandang kepada orang lain yang lebih baik darinya lalu diikutinya jejak orang Itu, dan orang yang dalam urusan dunianya memandang kepada orang yang lebih miskin darinya, lalu dia memuji Allah Taala atas karunia yang telah dianugerahkan-Nya kepadanya, Sebagaimana firman Allah Taala : “Dan janganlah kamu dengki terhadap apa yang telah dianugerahkan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi orang perempuan ada pula bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” Dari Syaqiq, seorang yang zuhud, ra. dia berkata – “Orang-orang miskin memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun memilih tiga perkara.

 

Orang-orang miskin memilih  kesenangan jiwa, kesenggangan hati dan hisab yang ringan: sedang orang-orang kaya memilih keletihan jiwa, kesibukan hati dan hisab yang berat”. (demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman : ,

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayatayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan (hanya) kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan salat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”. (QS. Al Anfal : 2-4).

 

Tafsir :

 

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang beriman. Maksudnya : orang yang sempurna imannya. ,

 

(.    ) itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hati mereka. Hati mereka menjadi takut karena mengagungkan Allah dan merasa gentar akan kebesaran-Nya. Dan pendapat lain mengatakan bahwa, yang dimaksud ialah orang yang ingin melakukan maksiat, lalu diingatkan : “Takutlah kepada Allah”. Maka dia tidak jadi melakukannya, karena takut akan hukuman Allah. Kata   ini bisa pula dibaca  , (dengan fathah), yang menurut bahasa artinya : takut.

 

(.    ) dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya). Karena dengan itu orang mukmin bertambah Imannya, atau bertambah tentram jiwanya, atau bertambah meresap keyakinannya dengan semakin nyatanya dalil-dalil, atau dengan melakukan amal yang menyebabkan bertambahnya iman itu. Ini adalah pendapat mereka yang mengatakan bahwa iman itu bisa bertambah dengan perbuatan taat dan bisa berkurang dengan perbuatan maksiat, berdasarkan pada, bahwa amal itu tercakup dalam iman.

 

(.  ) dan kepada Tuhan merekalah, mereka berserah diri. Mereka menyerahkan urusan-urusan mereka kepada-Nya, mereka tidak merasa takut dan tidak pula berharap kecuali hanya kepada-Nya.

 

(.   ) yaitu, orang-orang yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Karena mereka telah membuktikan keimanannya dengan cara melakukan perbuatan-perbuatan hati yang mulia, seperti : takut kepada Allah, ikhlas, tawakkal, dan telah melakukan perbuatan-perbuatan tubuh yang baik-baik, yang merupakan cermin dari perbuatan-perbuatan hati seperti salat dan sedekah.

 

Haqqan (.    ) adalah sifat dari masdar yang mahdzuf (dihilangkan) yang kalau ditampakkan adalah   (dengan iman yang sebenar-benarnya). Atau sebagai masdar yang muakkad (mempertegas), seperti perkataan :    (Dia memang Abdullah) yakni benar-benar Abdullah, bukan orang lain.

 

(.   ) mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya. Kemuliaan-kemuliaan dan kedudukan yang tinggi. Pendapat lain mengatakan : derajat-derajat surgawi yang mereka peroleh dengan amal-amal mereka.

 

(.   ) dan ampunan, atas apa yang terlanjur mereka lakukan.

 

(.   ) dan rezeki yang mulia, yang disediakan Allah di dalam surga yang tidak terputus bilangannya dan tidak habis selama-lamanya. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menuliskan salawat untukku di dalam sebuah kitab, maka para malaikat akan terus memohonkan ampunan buatnya, selama tulisan itu masih ada di dalam kitab tersebut”. (Syifaun Syarif)

 

Dan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah bermimpi melihat Abu “Ishmah, lalu saya bertanya : “Apakah yang telah Allah lakukan terhadapmu?”.

 

Dia menjawab : “Tuhanku telah mengampuni aku”.

 

Saya bertanya pula : “Karena apa?”.

 

Dia menjawab : “Karena setiap menyebut sesuatu hadis, saya mengucapkan salawat untuk Nabi saw. “. (Zubdah)

 

Firman Allah (     ) memberi pengertian    (pembatasan), dan maknanya adalah : Orang-orang mukmin itu bukanlah mereka yang menyalahi Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi orang-orang mukmin yang benar dalam imannya itu ialah apabila disebutkan nama Allah, maka menjadi takutlah hati mereka. (Tafsir Al Khazin).

 

Firman-Nya (     ), maksudnya : hati mereka takut. Seorang ahli hakekat berkata : “Takut itu ada dua macam, takut akan hukuman, adalah takutnya orang-orang yang durhaka, dan takut akan kehebatan dan keagungan Allah, yaitu takutnya orang-orang yang istimewa. Karena mereka mengetahui keagungan Allah Taala, maka mereka menjadi takut sekali. Sedangkan orang-orang yang durhaka, mereka takut akan hukuman Allah. Jadi orang mukmin itu apabila disebut nama Allah maka hatinya menjadi takut sesuai dengan kadar tingkatannya dalam mengingat Allah. (Tafsir Al Khazin).

 

Firman-Nya (     ), maksudnya : bahwa setiap kali datang sesuatu dari sisi Allah, mereka beriman kepadanya, lalu dengan sebab itu bertambahlah iman dan kepercayaannya. Karena bertambahnya iman itu disebabkan oleh bertambahnya sesuatu tadi Dan itu ada dua macam:

 

Pertama, iman yang dimiliki oleh umumnya orang berilmu, sebagaimana dinyatakan oleh Al Wahidi, katanya : “Semakin banyak dan semakin kuat dalil-dalil, maka imannya pun semakin bertambah, karena dengan adanya dalil-dalil yang banyak dan kuat, maka hilanglah keraguan dan kuatlah keyakinan. Maka makrifatnya kepada Allah menjadi lebih kuat, sehingga imannya pun bertambat””.

 

Kedua, bahwa mereka percaya kepada semua apa yang dibacakan kepada mereka dari sisi Allah. Dan karena taklif-taklif (kewajiban-kewajiban) itu datang secara berturutturut di masa Rasulullah saw. maka setiap kali ada taklif baru, mereka membenarkannya, maka dengan pengakuan seperti itu, mereka semakin bertambah percaya dan iman. (Tafsir Al Khazin)

 

Firman-Nya (      ), di dalamnya ada dalil bahwa, seseorang tidak boleh mengaku dirinya beriman benar-benar. Karena Allah Taala mensifati seperti itu hanya terhadap beberapa kaum yang tertentu saja, yang memiliki sifat-sifat tertentu. Padahal tidak mesti sifat-sifat seperti itu dimiliki oleh setiap orang. Dan ini menyangkut masalah ushul, yaitu, bahwa para ulama telah sepakat, seseorang boleh saja mengatakan “Saya mukmin”. Namun mereka berbeda pendapat, bolehkah orang itu mengatakan “Saya beriman benar-benar”, atau “Saya beriman Insya Allah”, atau tidak boleh?.

 

Para ulama dari Mazhab Hanafi mengatakan : “Lebih baik orang mengatakan “Saya beriman benar-benar”, dan tidak boleh mengatakan, “Saya beriman Insya Allah”. Untuk menunjang kesahihan pendapat itu, mereka menggunakan dalil sebagai berikut :

 

Pertama, bahwa orang yang bergerak tidak boleh mengatakan, “Saya bergerak Insya Allah”, begitu pula orang yang berdiri atau duduk. Demikian juga halnya dengan masalah ini, seorang mukmin wajib mengatakan : “Saya beriman benar-benar (.    )”, dan tidak boleh mengatakan : “Saya beriman Insya Allah”.

 

Kedua, bahwa Allah Taala telah berfirman : “Itulah orang-orang yang beriman benarbenar (      )”, berarti Allah telah menetapkan bagi mereka, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang beriman yang sebenar-benarnya. Sedang perkataan orang, “Saya beriman Insya Allah”, berisi keraguan tentang apa yang telah diputuskan Allah tadi, dan hal ini tidak boleh. (Tafsir Al Khazin)

 

Firman-Nya : (.    ), Dari sahabat Anas bin Malik ra.. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sedekah itu mencegah tujuh puluh macam bencana, yang paling ringan di antaranya adalah penyakit sopak”.

 

Firman-Nya : (     ) Artinya : tingkatan-tingkatan sebagian lebih tinggi dari sebagian yang lain. Karena orang-orang mukmin itu masing-masing berbeda keadaannya dalam memiliki sifat-sifat tersebut di atas. Maka dengan demikian berbeda pula tingkatantingkatan mereka di dalam surga. Karena tingkatan-tingkatan surga itu menurut ukuran amal masing-masing orang.

 

Ibnu Athiyah berkata : “Tingkatan-tingkatan surgawi, yang di dalamnya mereka diberi rezeki, disesuaikan dengan amal-amal mereka”.

 

Attirmidzi meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), jarak antara dua tingkatan sejauh perjalanan seratus tahun”.

 

Dan dari Said, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya di dalam surga itu ada seratus derajat (tingkatan), yang seandainya seluruh makhluk berkumpul pada salah satu daripadanya, niscaya akan mencukupi mereka semuanya”. (Tafsir Al Khazin)

 

Dari sahabat Abu Darda ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Maukah kamu aku beritahukan tentang sebaik-baik dan sesuci-suci amalmu di sisi Tuhanmu, yang lebih meninggikan kepada derajat-derajatmu, dan lebih baik bagimu daripada menafkahkan emas dan perak, serta lebih baik bagimu daripada menghadapi musuhmu, baik kamu memenggal leher mereka atau mereka memenggal leher kamu?.

 

Para sahabat menjawab : Tentu, Ya Rasulullah.

 

Rasulullah menjawab : lalah zikrullah (ingat kepada Allah)”. (Mashabih)

 

Dikatakan bahwa, zikrullah itu lebih tinggi daripada ibadat-ibadat lain semuanya adalah karena ibadat-ibadat lain itu semuanya merupakan wasilah (jalan menuju) kepada zikrullah. Jadi zikrullah itu adalah cita-cita tertinggi dan tujuan utama. Hanya saja zikrullah itu dibagi dua :

 

Pertama, berzikir dengan lidah, dan

 

Kedua, berzikir dengan hati

 

Yaitu zikir yang tidak mengucapkan dengan lidah dan tidak pula terdengar oleh telinga, tetapi hanya berupa pikiran dan perhatian hati. Itulah tingkatan zikir yang paling tinggi, karena diriwayatkan dalam salah satu khabar :

 

Artinya : “Berfikir sesaat lebih baik daripada beribadat tujuh puluh tahun”.

 

Dan itu tidak diperoleh, melainkan dengan senantiasa berzikir menggunakan lisan disertai hadir hati, sehingga zikir itu tertanam di dalam hatinya, dan dapat berpaling dari selainnya. (Majalis Rumi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. sabdanya : 

 

Artinya : “Seandainya iman Abubakar ditimbang dengan iman umatku, niscaya iman Abubakarlah yang lebih berat”.

 

Demikian pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra. Anas bin Malik, dan Abu Said Alkhudri ra., mereka berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Akan keluar dari neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman seberat dzarrah”,

 

Ini menunjukkan bahwa iman itu bertambah dan berkurang. Sedang argumentasi kami adalah bahwa, iman itu merupakan ungkapan dari tasdig (pembenaran) sesuai dengan dalil-dalil yang telah kami sebutkan di muka, padahal tasdig itu tidak menerima penambahan atau pengurangan.

 

Adapun firman Allah Taala di dalam surah Al Fath :

 

Artinya : “Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al Fath: 4)

 

Maka kami katakan : “Itu adalah mengenai sahabat-sahabat Nabi saw. Karena dahulu, Alquran turun setiap waktu, lalu mereka beriman. Maka pembenaran mereka dalam hati bertambah melebihi yang semula. Adapun mengenai kita, maka tidaklah demikian, sebab wahyu telah terputus.

 

Adapun firman Allah :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu jalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetariah hati mereka”. (QS. Al Anfal : 2)

 

Kami katakan : “Itu adalah sifat orang-orang mukmin. Di dalam ketaatan orang-orang mukmin itu berbeda-beda, sedangkan di dalam keimanan tidaklah demikian”.

 

Adapun firman Ailah : (      ), yang dimaksud adalah keyakinan, bukan iman Itu sendiri.

 

Sedangkan hadis Abubakar di atas tadi, maka kami katakan, bahwa yang dimaksud adalah “lebih berat pahalanya”, karena dia merupakan orang yang terdahulu yang berIman. Sedangkan Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Orang yang menunjukkan kepada kebaikan itu adalah seperti orang yang melakukannya”.

 

Adapun sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman (walaupun kecilnya seperti) seutas rambut”. Maka kami katakan : “Diriwayatkan pula di dalam salah satu hadis, yang artinya : “Akan keluar dari dalam neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman setimbang dzarrah sekalipun” Jadi harusiah diartikan seperti ini sesuai dengan dalii-dalil yang telah kami sebutkan di muka. (demikian disebutkan di dalam kitab Bahrul Kalam)

 

Dari Alhasan, bahwa seorang laki-laki pernah bertanya kepadanya : “Apakah Anda beriman?”.

 

Dia menjawab : “Iman itu ada dua macam. Jika Anda bertanya kepadaku tentang iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir, surga, neraka, hari kebangkitan dan hisab, maka saya beriman. Tetapi jika Anda bertanya kepadaku tentang firman Allah yang artinya (Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu ialah mereka yang apabila disebut nama Allah maka gemetariah hati mereka), maka demi Allah, saya tidak tahu, apakah saya termasuk ke dalam golongan mereka atau tidak”.

 

Dari Imam Ats Tsauri : “Barangsiapa mengaku bahwa dirinya beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya, kemudian dia tidak dapat membuktikan bahwa dia tergolong penghuni surga, maka berarti dia hanya beriman dengan separuh ayat, sedangkan ini suatu keharusan darinya. Yakni, sebagaimana dia tidak bisa memastikan bahwa dirinya termasuk orang yang pantas memperoleh pahala orang-orang yang beriman benar-benar, maka dia tidak bisa memutuskan bahwa dirinya adalah orang yang beriman benar-benar.

 

Dan hal inilah yang menjadi pegangan orang yang membuat pengecualian dalam masalah iman. Sedang Abu Hanifah termasuk golongan yang tidak membuat pengecualian mengenai hal tersebut.

 

Diceritakan, bahwa Abu Hanifah bertanya kepada Qatadah, mengapa Anda membuat pengecualian terhadap iman Anda?.

 

Qatadah menjawab : “Karena mengikuti jejak Nabi Ibrahim as. yang berkata : “Dan yang sangat aku inginkan agar Dia mengampuni aku”.

 

Abu Hanifah berkata : “Mengapa Anda tidak mengikuti perkataan Nabi Ibrahim as. ketika ditanya Allah, “Tidakkah engkau beriman?”. Ibrahim as. menjawab : “Tentu, saya beriman”. (Kasysyaf).

 

Ketahuilah bahwa, para ulama berbeda pendapat dalam masalah boleh tidaknya pengecualian dalam iman. Imam Syafii dan ulama Syafiiyah berpendapat boleh, seperti kata orang, “Saya beriman insya Allah”. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian lalu mengenai perbedaan pendapat ini. Mereka berpegang pada pendapat Ats Tsauri, bahwa sekalipun seseorang tidak boleh memastikan dirinya beriman, namun boleh saja dia mengaku beriman. Pendapat ini hanya bisa dibenarkan kalau yang dimaksud iman dalam ayat di atas tadi adalah sekedar beriman. Padahal tidak demikian halnya, tetapi yang dimaksud adalah iman yang sempurna. Karena firman Allah : (.           ) memberi arti pembatasan ( ) yang artinya HANYA   . Dan begitu juga firman Allah : (      ) sebagaimana telah diuraikan di muka. Seandainya yang dimaksudkan adatah semata-mata beriman, maka jika hilang salah satu sifat orang beriman, akan berarti hilang pula iman. Padahal maksud Alhasan tentang dua macam iman itu tidak lain adalah iman yang sempurna saja. Jadi jelas, tidak ada kaitan sama sekati antara masalah pengecualian dengan ayat ini. Abu Hanifah tidak membolehkan pengecualian, karena pengecualian itu dapat menimbulkan keraguan, lalu meniadakan iman, yang merupakan keyakinan.

 

Pengecualian itu telah diartikan pula sebagai tabarruk (mengambil berkah) seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram jika Allah menghendaki”.

 

Padaha! Allah Taala Mahasuci dari sifat ragu-ragu. Atau, diartikan pada keadaan yang akan datang pada saat menghadapi maut.

 

Kesimpulan dari perbedaan pendapat di atas adalah, bahwa iman itu, kalau yang dimaksud ialah membenarkan (tasdiq) dan beramal maka ia boleh dikecualikan, sebab dibolehkannya bersikap ragu-ragu dalam hal akan melakukan amal saleh. Sedang ragu dalam sebagian mengharuskan ragu dalam keseluruhan. Tetapi kalau yang dimaksud adalah semata-mata hanya membenarkan (tasdig) saja, maka jika yang dimaksudkan dengan pengecualian itu adalah keraguan maka tidak boleh. Namun kalau yang dimaksudkan itu bukan keraguan maka boleh-boleh saja. Jadi perbedaan pendapat ini hanyalah mengenai kata-kata belaka.

 

Adapun perkataan Oatadah, “… mengikuti Nabi Ibrahim”, maksudnya ialah, bahwa Nabi Ibrahim as. mengharap ampunan Allah dan tidak memastikan memperolehnya. Katakata ini seolah menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga menggambarkan bolehnya pengecualian iman itu, namun ia juga mengandung cegahan. Karena ketiadaan kepastian memperoleh ampunan itu tidak harus diartikan ketiadaan kepastian iman, sebagaimana pernah disinggung berkaitan dengan perkataan Ats Tsauri.

 

Adapun perkataan Nabi Ibrahim :  (Ya, saya beriman), ini menunjukkan kepastian iman. Demikian disebutkan di dalam kitab Hasyiyah Al Kasysyaf. Silahkan anda merujuknya, sebagai bukti bahwa dalam perkataan kami tidak ada penyimpangan.

 

Syaqiq Al Balkhi berkata : “Ibrahim bin Adham rahimahullah, pernah berjalan di pasar-pasar kota Basrah. Lantas orang banyak berkumpui mengerumuni beliau, lalu mereka bertanya : “Wahai Abu Ishak, Allah Taala telah berfirman di dalam kitab-Nya (Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan). Sejak lama kami berdoa, namun (mengapa) doa kami tidak diperkenankan?”.

 

Ibrahim bin Adham menjawab : “Wahai penduduk Basrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimana doa kalian akan diperkenankan.

 

Pertama, kalian semua mengaku kenal akan Allah Taala, namun kalian tidak memberikan hak-hak-Nya kepada-Nya.

Kedua, kalian semua membaca Alquran, namun tidak mengamalkan isinya.

Ketiga, kalian semua mengaku bermusuhan dengan setan, namun kalian mematuhi dan bersepakat dengannya.

Keempat, kalian semua mengaku sebagai umat Muhammad saw. namun kalian tidak menjalankan sunnahnya.

Kelima, kalian semua mengaku akan masuk surga, namun kalian tidak berusaha untuk mencapainya.

Keenam, kalian semua mengaku akan selamat dari neraka, namun kalian melemparkan diri kalian ke dalamnya.

Ketujuh, kalian semua mengatakan bahwa mati itu benar-benar terjadi, namun kalian tidak bersiap-siap menghadapinya.

Kedelapan, kalian semua sibuk dengan aib-aib orang lain, tetapi tidak memperhatikan aibmu sendiri.

Kesembilan, kalian semua memakan nikmat-nikmat Tuhanmu, namun kalian tidak bersyukur kepada-Nya.

Kesepuluh, kalian semua mengubur orang-orang yang mati di antara kalian, namun kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka.

 

Demikian disebutkan dalam kitab Hayatul Qulub.

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al Anfal : 27-28)

 

Tafsir : .

 

(.     ) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dengan menelantarkan (tidak melaksanakan) yang fardu-fardu dan yang sunnah-sunnah, atau dengan memendam sesuatu di dalam hatimu berbeda dengan apa yang kamu nyatakan dengan lisanmu, atau dengan melakukan kecurangan-kecurangan dalam harta rampasan perang.

 

(.    ) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu di antara sesama kamu. Kata 133 335 majzum (dengan tanda hilang nun) karena diatafkan (disandarkan) kepada kata   yang pertama, atau mansub sebagai jawab dengan menggunakan wawu (.   ).

 

(.    ) sedang kamu mengetahui , bahwa kamu berkhianat: atau, sedang kamu adalah orang-orang yang alim yang dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.

 

(.     ) Dan ketahuilah, bahwa harta-hartamu dan anakanakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Karena mereka dapat menyebabkan kamu terjerumus ke dalam dosa, atau ke dalam hukuman, atau ke dalam cobaan dari Allah, guna menguji kamu dengannya. Maka janganlah karena perasaan cinta kepada mereka itu menjadikan kamu berbuat khianat, seperti Abu Lubabah.

 

(.     ) dan sesungguhnyadisisi Allah-lah pahala yang besar, bagi orang yang lebih mengutamakan keridaan Allah Taala daripada harta dan anak-anak, dan menjaga batasan-batasan Allah dalam masalah mereka. Maka gantungkanlah keinginankeinginan kepada apa yang mendorongmu menuju Allah. (Qadhi Baidhawi).

 

Sebab-sebab turunnya ayat ini diriwayatkan, bahwa Nabi saw. mengepung kaum Yahudi Bani Quraizhah selama dua puluh satu malam. Kemudian mereka minta berdama , seperti yang pernah dilakukan Nabi terhadap saudara-saudara mereka Bani Nadhir. dengan syarat mereka boleh pergi menuju Adzri’at dan Ariha’ yang termasuk wilayah Syam. Namun Nabi saw. menolak, kecuali kalau mereka mau menyetujui segala keputusan yang diberikan oleh Saad bin Muaz. Ternyata mereka menolak, dan mengatakan : “Utuslah kepada kami Abu Lubabah, Marwan bin Al Mundzir’. Abu Lubabah ini merupakan orang yang tulus bersahabat dengan mereka, karena keluarga dan hartanya adaditangan mereka. Maka Nabi pun mengutusnya kepada mereka. Mereka berkata kepadanya. “Bagaimana pendapat Anda, apakah kami boleh menyetujui keputusan Saad?”. Abu Lubabah menunjuk ke lehernya, yang maksudnya, kalau mereka menyetujui keputusan yang diberikan Saad, mereka akan dibunuh.

 

Abu Lubabah berkata : “Kedua telapak kaki saya belum lagi bergeser ketika saya menyadari bahwa saya telah berkhianat kepada Aliah dan Rasul-Nya”. Maka turunlah ayat di atas. Kemudian Abu Lubabah mengikatkan dirinya pada salah satu tiang Masjid seraya berkata : “Demi Allah saya tidak akan mencicipi makanan dan minuman sampai mati atau Allah menerima tobat saya”.

 

Maka tinggallah Abu Lubabah dalam keadaan demikian selama tujuh hari hingga akhirnya dia jatuh pingsan, tidak sadarkan diri. Kemudian Allah pun menerima tobatnya. Lantas dikatakan kepadanya : “Allah telah menerima tobatmu, maka lepaskanlah dirimu dari ikatan ini”. Abu Lubabah menjawab : “Tidak, saya tidak akan melepaskan ikatan ini, demi Allah, kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskannya”. Maka Nabi saw. pun datang melepaskan ikatan tersebut dengan tangan beliau sendiri. Kemudian Abu Lubabah berkata : “Sesungguhnya termasuk kesempurnaan tobatku, saya akan meninggalkan negeri kaumku, yangdisana saya telah melakukan dosa, dan saya hendak mendermakan seluruh hartaku”.

 

Nabi saw. bersabda : “Sepertiga sudah mencukupi bagimu”. Maksudnya, bersedekahlah dengan yang sepertiga itu, dan itu sudah mencukupi.

 

Ketahuilah, bahwa menelantarkan Assunnah itu artinya meninggalkannya (tidak melaksanakannya).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Khulafa Arrasyidin yang telah mendapat petunjuk, sesudahku. Gigitlah dia dengan gigi-gigi geraham”. Dan sabda Nabi saw. yang artinya : “Akan datang kepada umat manusia suatu masa, yang ketika itu sunnahku akan tampak usang seperti baju yang usang di badan, sedangkan bid’ah akan tampak baru. Maka barangsiapa mengikuti sunnahku pada saat itu, dia akan menjadi asing dan tinggal sendirian : dan barangsiapa mengikuti bid’ahnya orang banyak, dia akan memperoleh teman sebanyak lima puluh orang atau lebih”. Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah ada orang sesudah kami yang lebih utama daripada kami?”. “Tentu ada”, jawab Nabi. Sahabat bertanya kembali : “Apakah mereka melihat Baginda, Ya Rasulullah?”. “Tidak”, jawab Beliau. “Apakah wahyu turun kepada mereka?”. Tanya mereka pula. 

 

“Tidak juga”, jawab Beliau.

 

Mereka bertanya pula : “Jadi, bagaimana keadaan mereka ketika itu?”.

 

Beliau menjawab : “Seperti garam dalam air. Hati mereka larut seperti larutnya garam

 

Mereka bertanya kembali : “Bagaimana mereka hidup ketika itu?”.

 

Nabi menjawab : “Seperti ulat dalam cuka”.

 

Mereka bertanya : “Bagaimana mereka memelihara agama mereka?”.

 

Nabi menjawab : “Seperti baraditangan, jika bara itu diletakkan maka dia akan padam, dan jika bara itu dipegang dan digenggamnya maka dia akan membakar tangannya”.

 

Renungkanlah, wahai orang-orang yang berakal, sabda utusan Allah Yang Mahakuasa dan Maha Pengampun itu.

 

Dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berpegang teguh pada sunnahku di kala rusaknya umatku, maka dia akan memperoleh pahala seratus orang yang mati sebagai syahid”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Ada sepuluh perkara di antara yang diajarkan dan diamalkan oleh moyangmu Ibrahim as. Lima perkara ada di kepala dan lima lagi di tubuh. Adapun yang di kepala itu ialah : bersiwak (sikat gigi), berkumur-kumur, menghirup air melalui hidung, menggunting kumis dan membiarkan janggut. Adapun yang di tubuh ialah : khitan, istihdad, mencabut bulu ketiak, dan menggunting kuku. Masing-masing anggota tubuh ada ibadatnya, sampai-sampai alat kelamin laki-laki sekalipun”.

 

Allah Taala berfirman kepada Adam as. : “Sesungguhnya Aku telah menawarkan amanat kepada makhluk semuanya, namun mereka tidak mampu menanggungnya. Nah, apakah engkau sanggup mengambilnya dengan segala apa yang ada di dalamnya?”.

 

Adam bertanya : “Oh Tuhanku, apakah yang adadidalamnya?”.

 

Allah Taala menjawab : “Jika engkau laksanakan dengan baik maka engkau akan diberi pahala, dan jika engkau laksanakan dengan tidak baik, maka engkau akan mendapat hukuman”.

 

Akhirnya amanat itu ditanggung oleh Adam as.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Jika engkau menanggung amanat itu, maka Aku akan membantumu. Aku buatkan tutup bagi matamu, pejamkanlah tutup kedua matamu tu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untuk lidahmu pintu dengan dua daun, maka jika engkau kuatir mengucapkan perkataan yang keji, tutuplah pintu lidahmu Itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan Aku buatkan untukmu dua telinga, maka jika engkau kuatir mendengar perkataan yang tidak halal engkau mendengarnya, jagalah kedua telingamu itu dari mendengarkannya. Dan Aku buatkan pakaian untuk kemaluanmu, maka jika engkau kuatir membukanya, tutuplah ia dengan pakaian itu karena takut akan hukuman-Ku. Dan cegahlah kedua tanganmu dari barang yang haram, dan kedua kakimu dari berjalan menuju ke tempat-tempat yang tidak halal bagimu. Ingatiah akan hukuman-Ku”.

 

Semua yang disebutkan di atas adalah amanat Allah Taala. (Mau’izhah).

 

Wahab bin Munabbih berkata : “Ketika dirham dan dinar telah dibuat, maka keduanya lalu dibawa oleh Iblis Laknatullah alaih, kemudian diciuminya dan diletakkannya pada kedua matanya, seraya berkata : “Celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang halal, dan celakalah sekali lagi celakalah orang yang mencintai kamu berdua melalui jalan yang haram”.

 

Konon, seorang laki-laki dari salah satu negeri datang menemui Nabi saw. Lalu Nabi menanyakan kepadanya tentang keadaan negerinya itu. Maka orang itu pun menceritakan kepada Beliau tentang keadaan tanahnya yang luas dan banyaknya ternakdisana. Kemudian Nabi saw. bertanya : “Apakah yang kalian lakukan?”.

 

Orang itu menjawab : “Kami membuat bermacam-macam makanan dan kemudian memakannya”.

 

Lantas Nabi saw. bertanya pula : “Menjadi apakah makanan-makanan itu?”.

 

Orang itu menjawab : “Menjadi apa yang Baginda ketahui, Ya Rasulullah”. Maksudnya, menjadi kencing dan tinja.

 

Maka Nabi saw. bersabda : “Begitulah perumpamaan dunia”. Sungguh benarlah Nabi dengan apa yang telah disabdakannya.

 

Dan firman Allah Taala berkenaan dengan rahasia-rahasia wahyu : “Wahai Ahmad, seandainya seseorang hamba melakukan Salat seperti salatnya penghuni langit dan bumi, dan berpuasa seperti puasanya penghuni langit dan bumi, kemudian Aku lihat di dalam hatinya ada perasaan cinta kepada dunia sekalipun hanya seberat atom, berupa kecintaan pada kepemimpinannya atau perhiasannya, maka dia tidak akan bertetangga denganKudinegeri-Ku”. (Mau’izhah).

 

Abdullah bin Amr bin Ash berkata : “Yang pertama-tama diciptakan Allah dari manusia adalah kemaluannya, seraya berfirman : “Ini adalah amanat yang Aku titipkan kepadamu”. Jadi, kemaluan adalah amanat, kaki adalah amanat, tangan adalah amanat, lidah

 

adalah amanat, mata adalah amanat, dan telinga pun adalah amanat. Dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memegang teguh amanat yang ada padanya. Kemudian semua amanat tadi ditawarkan Allah kepada benda-benda di langit dan bumi serta gunung-gunung, sesuai dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung….”.

 

Allah berfirman kepada mereka : “Sanggupkah kalian menanggung amanat ini dengan segala yang ada didalamnya?”. Mereka bertanya : “Apakah yang ada di dalamnya?”. Allah Taala menjawab : “Jika kalian melaksanakan dengan baik maka kalian akan mendapat pahala, dan jika kalian berbuat durhaka maka kalian akan mendapat hukuman”. Mereka berkata : “Ya Rabb, kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan kepada perintah-Mu, kami tidak menginginkan pahala ataupun hukuman”. Kami katakan, jawaban mereka itu adalah sebagai cermin dari perasaan takut, kuatir dan pengagungan terhadap agama Allah semata, jangan-jangan mereka tidak mampu melaksanakan amanat itu dengan baik, bukan karena menyalahi perintah-Nya.

 

Artinya : “Maka semuanya enggan memikul amanat itu karena kuatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mencintai dunianya, maka dia membahayakan akhiratnya, dan barangsiapa mencintai akhiratnya maka dia membahayakan dunianya. Maka pilihlah oleh kalian apa yang kekal daripada yang tidak kekal”. Dan diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Nabi saw. duduk memberi wejangan kepada sahabat-sahabatnya. Maka mereka semua menangis mendengarnya kecuali Usamah bin Zaid. Lalu ia berkata : “Saya mengadukan kepadamu, Ya Rasulullah, akan kekerasan hatiku”. Maka Beliau meletakkan tangannya di dada Usamah, kemudian berkata: “Keluarlah hai musuh Allah”. Maka Usamah pun menangis. Selanjutnya Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Bekunya mata disebabkan oleh kerasnya hati dan kerasnya hati disebabkan oleh banyaknya dosa. Dan banyaknya dosa disebabkan oleh panjang angan-angan. Panjang angan-angan disebabkan oleh cinta pada dunia. Dan cinta pada dunia merupakan pokok segala dosa”.

 

Diriwayatkan dari Fudhail bin Iyadh, katanya : Kejahatan semuanya dijadikan dalam rumah yang satu, dan cinta dunia dijadikan sebagai kuncinya. Dan kebaikan semuanya diletakkan di dalam rumah yang satu, dan zuhud dijadikan sebagai kuncinya. Maka hendaklah anda tinggalkan dunia itu, niscaya anda akan memperoleh derajat-derajat yang uhur”.

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskannya emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi, lambung dan punggung mereka, (lalu d katakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. (QS. At Taubah : 34-35)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah. Boleh jadi yang dimaksudkan ialah kebanyakan pendeta dan rahib. Dengan demikian ayat ini merupakan penggambaran secara mubalaghah dalam mensifati mereka dengan sifat tamak terhadap harta dan kikir dengannya. Dan bisa juga yang dimaksudkan ialah orang-orang Isiam yang mengumpulkan harta dan menyimpannya serta tidak menunaikan kewajibannya. Sedangkan sebab digandengkannya ayat ini dengan orang-orang yang menerima suap dari kalangan ahli Kitab adalah sebagai ancaman keras.

 

(.    ) maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Yaitu dibakar dengan emas dan perak yang telah dipanaskan.

 

(.    ) pada hari dipanaskan emas dan perak itu di dalam neraka Jahannam. Maksudnya, pada hari dinyalakannya api yang mempunyai panas yang hebat, yang dinyalakan di atas emas dan perak itu.

 

(.    ) Lalu dibakarlah dengannya dahi, lambung dan punggung mereka. Karena pengumpulan harta dan kekikiran mereka itu adalah demi mencari muka dengan kekayaan itu, dan demi menikmati makanan-makanan yang lezat serta pakaian-pakaian yang indah belaka.

 

(.    ) Lalu dikatakan kepada mereka : “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri. Demi kepentingan dirimu sendiri. Padahal harta itu pula yang menjadi sumber bencana dan siksa buatnya.

 

(.     ) maka rasakanlah sekarang (akibat dani) apa yany kamu simpan tu. (Qadhi Baidhawi). Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Jibril baru saja keluar dari sisiku. Dia telah memberi kabar kepadaku dari Tuhanku Azza wa Jalla, bahwa Dia berfirman : “Tidaklah seseorang muslim membaca salawat atasmu satu kali, melainkan Aku dan para malaikat-Ku akan bersalawat atasnya sepuluh kali”. Maka bersalawatlah kamu sekalian atasku pada hari Jumat, apabila telah selesai salat, maka bersalawatlah kamu sekalian atasku dengan sikap penuh pengagungan”. (Alhadis)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka hartanya itu akan dijeimakan pada hari kiamat kelak sebagai ular yang plontos, yaitu ular yang tidak berambut di kepalanya, maksudnya kulit kepalanya terkelupas saking banyak bisanya. Ular itu memiliki dua nokta hitamdiatas dua matanya. Ular itu dikalungkan melingkari leher orang tersebut, lalu menyiksanya dengan siksaan yang hebat sambil berkata : “Akulah hartamu yang telah engkau timbun di dunia dan tidak engkau tunaikan zakatnya”. Demikianlah seperti yang difirmankan Allah Taala :

 

Artinya : “Sekali-kali janganlah orang-orang yang kikir dengan harta yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya itu menyangka bahwa, kekikiran itu baik bagi mereka. Bahkan kekikiran itu adalah buruk buat mereka. Harta yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan kelak di leher mereka pada hari kiamat”. (Misykat)

 

Juga dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Barangsiapa dianugerahi oleh Allah harta benda, sedang dia tidak menunaikan zakatnya, maka kelak pada hari kiamat akan dihamparkanlah untuknya hamparanhamparan dari api. Kemudian dipanaskanlah hamparan-hamparan itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dengannya, maksudnya, dengan harta tersebut, dahi orang terSebut, kedua lambungnya dan punggungnya. Dan setiap kali harta itu dingin, maka dipahaskanlah ia kembali, dihari yang ukurannya adalah seribu tahun, sebagaimana firman Allah Taala yang artinya : “Dan sesungguhnya seharidisisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung”. Sampai diadilinya seluruh hamba Allah, barulah dia akan mengetahui jalannya, apakah ke surga atau ke neraka”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dikatakan bahwa, Allah Taala merangkaikan antara salat dengan zakat di dalam Kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya :

 

Artinya : “Dinkanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Karona keduanya mompunyar ikatan yang kuat. Salat merupakan hak Allah Taala, sodangkan zakat morupakan hak hamba-hamba Nya. Maka wajib atas kita memperhati. kan keduanya bordasarkan perintah Allah Taala. Pokok pangkal peribadatan semuanya kembali kepada kedua hal ini. Salat merupakan ibadat badantah, sodangkan zakat merupakan ibadat harta benda. Somua ibadat torbagi kopada kodua porkara tadi. Oleh karena tu dikatakan, ada tiga ayat yang turun yang terdiri dari tiga perkara yang dirangkaikan dengan tiga perkara lam. Allah tidak akan menerima salah satu daripadanya tanpa yang lain.

 

Pertama, fiiman Allah Taala :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Barangsiapa mengerjakan salat tetapi tidak menunaikan zakat, maka salatnya tidak diterima.

 

Kedua, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya”.

 

Barangsiapa taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada Rasul-Nya, maka taatnya kepada Allah itu tidak diterima.

 

Ketiga, firman Allah Taala :

 

Artinya : “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada ibu-bapakmu”.

 

Barangsiapa hanya bersyukur kepada Allah tetapi dia tidak bersyukur kepada ibubapaknya, maka syukurnya kepada Allah itu tidak diterima. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan menahan darinya lima perkara pula. Pertama, barangsiapa menahan (tidak mau menunaikan) zakat hartanya, maka Allah pun menahan (tidak mau) menjaga hartanya dari bencana. Kedua, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sepersepuluh dari hasil buminya, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) berkat dari semua usahanya. Ketiga, barangsiapa menahan (tidak mau mengeluarkan) sedekah, maka Allah pun menahan (tidak mau memberikan) kesejahteraan kepadanya. Keempat, barangsiapa menahan (tidak mau membaca) doa, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberi) perkenaan padanya. Kelima barangsiapa menahan (tidak mau) menghadiri salat berjamaah, maka Allah Taala pun menahan (tidak mau memberikan) kesempurnaan iman kepadanya, sehingga imannya kurang sempurna”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Bentengilah hartamu dengan zakat, dan obatilah penyakit-penyakitmu dengan sedekah, serta hadapilah segala macam bencana dengan doa sambil merendahkan diri”.

 

Sungguh benarlah Rasulullah dengan segala sabdanya.

 

Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau saw. menyampaikan hadis ini kepada sahabat-sahabatnya. Pada saat itu, lewatlah seorang Nasrani. Dia mendengar hadis ini. Kemudian dia pergi dan menunaikan zakatnya. Orang Nasrani itu mempunyai seorang sekutu dagang yang telah berangkat ke Mesir untuk berniaga. Dia berkata dalam hatinya : Vika Muhammad itu benar dalam sabdanya maka akan tampak kebenarannya, dimana hartaku dan sekutuku akan terpelihara. Dan aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika ternyata dia berdusta, aku akan menyerangnya dengan pedang lalu membunuhnya”.

 

Tidak lama kemudian tibalah sepucuk surat dari rombongan dagang itu, yang isinya mengabarkan bahwa, sekelompok penyamun telah merampok dan merampas seluruh harta dan barang bawaan mereka. Ketika orang Nasrani itu mendengar berita tersebut, maka hatinya menjadi goncang, lalu dia menyangka yang tidak-tidak kepada Beliau. Kemudian dia mendatangi Nabi dengan pedang terhunus, dengan maksud hendak membunuh Beliau. Namun sebelum niatnya itu dilaksanakannya, dia menerima sepucuk surat dari sekutunya yang mengabarkan : “Anda jangan bersedih dan jangan pula merasa cemas. Saya beradadibelakang kafilah. Mereka memang diserang oleh penyamun namun saya selamat. Semua harta kita masih ada pada saya”.

 

Setelah dibacanya surat dari sekutu dagangnya itu, orang Nasrani itu berkata : “Sesungguhnya Muhammad telah berkata benar, dan Beliau adalah benar-benar seorang Nabi”. Kemudian dia pun lalu menemui Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, terangkanlah Islam kepadaku”. Selanjutnya dia pun beriman dan menjadi mulia dengan kemuliaan Islam. (Raudhatul Ulama)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda yang artinya : “Apabila tiba hari kiamat, keluarlah seekor binatang dari neraka Jahannam, bernama Huraisy, sejenis kalajengking. Panjang badannya setara jarak langit dan bumi, dan lebar badannya setara dengan jarak antara timur dan barat. Kemudian Jibril as. bertanya kepadanya : “Hai Huraisy, engkau mau pergi ke mana?”.

 

“Ke Arashat”, jawabnya.

 

Jibril bertanya pula : “Siapakah yang engkau cari?”.

 

Huraisy menjawab : “Aku mencari lima orang : pertama, orang yang meninggalkan Salat, kedua, orang yang tidak mengeluarkan zakat, ketiga, orang yang durhaka kepada Ibu-bapaknya, keempat, orang yang suka minum minuman keras, kelima, orang yang berbicara di dalam Masjid”.

 

Allah berfirman :

 

Artinya : “Dan sesungguhnya masjid-masyjid itu adalah kepunyaan Allah maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah’ (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dari sahabat Abu Darda ra., katanya : “Seandainya saya didorong dari atas gedung lalu jatuh sampai hancur, adalah lebih saya sukai daripada berteman dengan orang kaya Karena saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda : “Hindarilah olehmu berteman dengan orang-orang yang mati”. Ditanyakan : “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang mati itu?” Beliau menjawab : “Orang-orang kaya”.

 

Juga, Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Saya menengok ke dalam surga, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Dan aku pun menengok ke dalam neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah orang-orang kaya”.

 

Hadis ini seperti hadis yang diriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku melihat surga, maka terlihat olehku orang-orang miskin dari kalangan Muhajirin dan orang-orang Islam lainnya bergegas memasuki surga dengan berlari. Dan aku tidak melihat orang-orang kaya memasukinya bersama-sama mereka selain dari Abdurrahman bin Auf, sedang dia adalah termasuk ke dalam kelompok sepuluh yang telah dijamin akan masuk surga”.

 

Adapun sepuluh orang yang telah beroleh kabar gembira akan memasuki surga itu ialah : Abubakar, Umar, Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waggash, Said bin Zaid dan Ubaidiliah Ibnul Jarrah, semoga Allah meridai mereka semua.

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Pada hari kiamat kelak, orang-orang miskin akan mencela orang-orang kaya, kata mereka : “Ya Tuhan kami, orang-orang kaya itu telah menganiaya kami dalam masalah hak-hak kami yang telah diwajibkan atas mereka”. Maka Allah berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya akan Aku jauhkan mereka (dari rahmat-Ku), dan akan Aku dekatkan kamu sekalian”.

 

Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah Taala yang bunyinya ,

 

Artinya : “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang menunta-minta dan bagi orang yang tidak mempunyai apa-apa”

 

Dihikayatkan, bahwa pernah seorang arif ditanya : “Berapakah zakat yang wajb dikeluarkan dari uang dua ratus dirham?”.

 

Orang arif itu menjawab : “Adapun bagi orang awam, syanat memerintahkan dari setiap dua ratus dirham, zakatnya adalah lima dirham. Sedangkan bagi kami, maka kami wajib mengeluarkan semua harta. Karena Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Dan nafkahkanlah dari apa yang telah Kami karuniakan kepadamu”.

 

Dan suatu ketika, Asy Syibli ditanya orang : “Apakah hal-hal yang fardu itu?”.

 

Dia menjawab : “Cinta kepada Allah Taala”.

 

“Dan apakah perkara-perkara yang sunnah itu?”.

 

Jawabnya : “Meninggalkan dunia”.

 

Ditanya pula : “Dan berapakah ukuran zakat?”.

 

“Mengeluarkan semuanya”, jawabnya.

 

Ditanyakan kembali : “Bukankah cukup lima dirham dari setiap dua ratus dirham?”.

 

Dia menjawab : “Itu adalah bagi orang-orang yang kikir”.

 

Penanya itu bertanya kembali : “Siapakah panutan anda di dalam masalah ini?”.

 

Asy Syibli menjawab : “Abu Bakar Assiddig ra., yang mana dia telah menyerahkan seluruh harta bendanya. Kemudian dia duduk memakai secarik kain hingga datang Jibni membawakan kain yang serupa”.

 

Maka penanya itu bertanya pula : “Apakah Anda mempunyai alasan dan dalam Alquran?”,

 

“Ya”, jawabnya. “Yaitu firman Allah Taala yang artinya : “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka”. Barangsiapa menjual hartanya maka dia wajib menyerahkannya. Sedang harta itu adalah sebuah nama yang bersifat umum”.

 

Diceritakan pula, bahwa Oarun bin Yashar bin Qahita bin Lawi bin Ya’kub bin Ishag bin Ibrahim adalah saudara sepupu Nabi Musa as. Dia telah hafal Kitab Taurat seluruhnya. Akan tetapi dia bersikap munafik terhadap Nabi Musa as., sebagaimana yang juga dilakukan oleh Samiri terhadap Beliau. Qarun adalah pegawai Firaun, dan setiap saat selalu menyakiti hati Nabi Musa as. sedang Beliau selalu menggaulinya dengan baik karena ada hubungan kekerabatan dengannya. Ketika turun ayat tentang zakat, maka Nabi Musa as. berdamai dengannya, agar dia mengeluarkan satu dinar dari setiap seribu dinar, dan satu dirham dari setiap seribu dirham. Padahal zakat bagi Bani Israel adalah mengeluarkan seperempat dari seluruh harta, maka Oarun pun mengumpulkan zakatnya sehingga menjadi seperti sebuah bukit. Dia lihat zakat itu banyak sekali, maka dia pun menahannya (enggan mengeluarkannya) karena sifat kikirnya. Karena itulah diceritakan, bahwa kunci-kunci gudang hartanya itu dipikul oleh enam puluh ekor baghal, Tiap-tiap gudangnya mempunyai satu kunci yang tidak lebih dari satu jari besarnya. Kemudian Oarun berkata kepada Bani Israel : “Sesungguhnya Musa hendak mengambil harta kamu sekalian”.

 

Mereka menjawab : “Engkau adalah pemimpin kami, maka perintahkanlah apa yang engkau kehendaki”.

 

Oarun berkata : “Bawalah kepadaku si anu, pelacur itu, supaya dia nanti menuduh Musa telah berbuat mesum dengannya”.

 

Maka mereka pun membawa perempuan pelacur itu kepadanya. Lalu Oarun memberi perempuan itu uang sebanyak seribu dinar seraya berkata kepadanya : “Katakan olehmu, Musa telah menghamili aku dan aku hamil karenanya”.

 

Kemudian Oarun mengumpulkan orang banyak. Hari itu adalah hari raya bagi Bani Israel. Lantas Garun berkata kepada Musa as. : “Nasihatilah kami dengan ringkas”. Maka Nabi Musa pun memberikan nasehat, yang di antaranya Beliau mengatakan : “BarangSiapa mencuri maka kami potong tangannya. Barangsiapa menuduh orang lain berbuat zina maka kami cambuk dia. Dan barangsiapa berbuat zina sedang dia telah berkeluarga, maka kami rajam dia”.

 

“Dan kalau yang berbuat itu Anda sendiri?” Garun menukas. Langsung dijawab oleh Musa as. : “Sekalipun aku sendiri”.

 

Maka bangkitlah Garun, lalu berkata : “Sesungguhnya Bani Israel menuduh, bahwa Anda telah berzina dengan si anu”.

 

Nabi Musa as. berkata : “Panggillah dia kemari”.

 

Maka perempuan itu pun dihadirkan. Nabi Musa as. mengambil sumpahnya, kata Beliau : “Demi Allah yang telah menciptakan dirimu, dan menciptakan laut, serta menurunkan Taurat, berkatalah yang jujur. Maka Allah Taala memperbaiki sikap perempuan itu dan memberinya taufik, sehingga akhirnya dia berkata : “Wahai Musa, Tuan bersih dari segala yang dia tuduhkan. Yang benar adalah bahwa Garun telah memberiku uang sebanyak seribu dinar agar aku menuduh tuan telah berbuat mesum denganku. Tetapi aku takut kepada Allah Taala untuk menuduh Rasul-Nya”. Maka Musa pun bersujud sambil menangis dan berkata : “Oh Tuhanku, kalau aku ini adalah benar-benar Nabi-Mu, maka tolonglah aku”.

 

Lantas Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Hai Musa, sesungguhnya Aku telah jadikan bumi patuh kepada perintahmu, maka perintahkanlah dia sekehendakmu”.

 

Maka Musa as. berkata kepada kaumnya : “Barangsiapa berpihak kepada Oarun, maka tetaplah bersamanya. Dan barangsiapa berpihak padaku, maka menyingkirlah darinya”. Orang-orang pun menyingkir semuanya meninggalkan Oarun kecuali tinggal dua orang saja bersamanya. Lalu Musa as. berkata : “Hai bumi, telaniah mereka!”. Maka bumi pun menelan mereka sampai ke lutut mereka.

 

Kemudian Nabi Musa berkata kembali : “Telanlah!”. Maka bumi menelan mereka Sampai ke pinggang mereka, sedang mereka mengiba-iba minta dikasihani kepada Musa as.

 

Kemudian Nabi Musa berkata kembali untuk yang ketiga kalinya : “Telanlah mereka!” Maka bumi pun menelan mereka sampai ke leher mereka, dan mereka mengiba-iba mohon dikasihani, namun Beliau tidak memperdulikan mereka saking murkanya Beliau kepada mereka. Dan Beliau berkata kembali untuk yang keempat kalinya : “Telanlah mereka”. Maka bumi pun menangkup atas mereka.

 

Setelah kejadian itu, kaum Bani Israel saling berbisik sesama mereka. Mereka mengatakan : “Musa mendoakan kebinasaan Oarun itu tidak lain adalah agar dia dapat mewarisi gedung-gedung dan gudang-gudang hartanya”. Isu tersebut terdengarditelinga Musa as. sehingga Beliau lalu memohon kepada Allah Taala, agar gedung-gedung dan gudang-gudang harta Qarun turut dibenamkan pula. Hal ini disinggung Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka Kami benamkan Garun beserta rumahnya ke dalam bumi”

 

Oarun bergerak masuk ke dalam bumi setiap harinya kira-kira setinggi orang staki sehingga apabila dia telah sampai ke dasar bumi yang paling bawah, tinggallah diadisana sampai ditiupkan sangkakala sebagai tibanya hari kiamat. (Misykat)

 

Konon, Dahutu Oarun keluar dengan perhiasannya sambil menunggang seekor bighal putih yang berpelanakan emas murni. Dia diiringi oleh empat ribu pengawal yang berpakaian serupa dengannya. Ada pula yang mengatakan bahwa, kuda-kuda mereka dihiasi sutera merah.Disebelah kanannya ada tiga ratus budak laki-laki, sedangdisebelah kinnya ada tiga ratus budak perempuan yang berkulit putih. Mereka semua mengenakan perhiasan dan sutera. Maka Oarun bersikap congkak kepada Nabi Mua as. dengan mendustakannya dan tidak mematuhi perintahnya. Lalu Allah pun membenamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi. (Mau’izhah)

 

Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam mikraj, aku melihat di balik gunung Oaf ada sebuah kota yang penuh dengan manusia. Ketika mereka melihat aku, mereka mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami, Ya Muhammad”. Kemudian mereka pun beriman kepadaku dan aku ajari mereka hukumhukum syariat. Setelah itu aku bertanya kepada mereka : “Siapakah kalian sebenarnya?”. Mereka menjawab : “Ya Muhammad, kami adalah suatu kaum dari Bani israel. Setelah Nabi Musa meninggal, terjadilah perselisihandikalangan bangsa Israel dan timbul kerusakan. Dalam tempo hanya satu jam, mereka telah membunuh empat puluh tiga orang nabi. Dan setelah pembunuhan para nabi tersebut muncui dua ratus orang abid yang zuhud. Mereka menyuruh orang banyak berbuat kebajikan dan melarang mereka

 

dari kemungkaran. Namun, pada hari itu, mereka pun dibunuh pula oleh Bani Israel, semuanya. Maka timbullah kerusakan yang hebatditengah-tengah mereka. Sedang kami keluar dari tengah-tengah mereka dan pergi ke pinggir laut.Disana kami berdoa kepada Allah supaya Dia melepaskan kami dari kerusakan mereka. Tengah kami berdoa, sekonyong-konyong berlobanglah bumi dan kami terjatuh ke dalamnya. Kami tinggal selama delapan belas bulandidalam perut bumi itu. Kemudian kami keluar ke tempat ini. Dahulu, Nabi Musa as. pernah berpesan kepada kami: “Apabila seseorangdiantara kalian melihat wajah Muhammad saw., maka sampaikanlah salamku kepadanya”.

 

Lantas, mereka pun mengatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah memperlihatkan wajahmu kepada kami. Berilah kami pelajaran”.

 

Maka Nabi pun mengajarkan kepada mereka Alquran, salat, puasa, menunaikan salat Jumat dan hukum-hukum syariat lainnya. (Hamamiyah, dari Yasin Syarif)

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwa, Allah beserta orangorang yang bertakwa”. (QS. At Taubah : 36)

 

Tafsir : ,

 

(.    ) Sesungguhnya bilangan bulan. Maksudnya, jumlah bilangannya.

 

(.    )disisi Allah. Ma’mul dari kata    , karena Aa itu masdar.

 

(.     ) dua belas bulan dalam ketetapan Allah. Dalam Lauhul Mahtfuz, atau dalam hukum Allah.

 

Dan dia (.    ) adalah sifat dari  

 

Sedangkan firman-Nya : (      ) di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Kalimat ini berkaitan dengan sesuatu yang memuat arti tetap, atau berkaitan dengan kata      , jika      itu dianggap masdar. Sedangkan maksud ayat ini adalah : Sesungguhnya ini adalah perkara yang tetap pada perkara itu sendiri, sejak Allah menciptakan benda-benda langit dan waktu-waktu.

 

(.     ) di antaranya empat bulan haram. Yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab, sedang yang tiga berurutan, yaitu Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram.

 

(.     ) Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maksudnya, diharamkannya bulan yang empat itu adalah ketetapan agama yang lurus, yaitu agama Ibrahim dan Ismail as. sedang bangsa Arab sejak dahulu sudah menganut agama ini sebagai warisan dari mereka berdua. Karenanya, mereka menghormati bulan-bulan haram itu dan mengharamkan peperangan di waktu itu, sampai-sampai sekiranya ada seseorang lelaki bertemu dengan pembunuh ayahnya atau saudaranya, maka dia tidak akan menyerangnya.

 

(.    ) maka janganlah kamu menganiaya dalam bulan yang empat itu. Yakni dalam bulan-bulan haram.

 

(.    ) diri-diri kamu. Maksudnya, dengan melanggar kehormatannya dan melakukan hai-hal yang diharamkan di waktu itu. Kebanyakan ulama (Jumhur Ulama) perpendapat, bahwa keharaman perangdibulan-bulan itu telah dihapuskan (mansukh). Sedang Orang-orang yang berbuat aniaya dengan melakukan perbuatan-perbuatan maksiatdibulan itu maka itu amat besar sekali dosanya. Sama halnya seperti melakukan perpuatan-perbuatan maksiatditanah Haram dikaja ihram.

 

Sedang dari Atha’ bahwasanya tidak halal bagi manusia berperangditanah Haram dandibulan-bulan Haram, melainkan jika mereka diperangi lebih dahulu. Adapun pendapat pertama (yang membolehkan) didukung oleh riwayat yang mengatakan bahwa, Nabi saw. pernah mengepung Thaif dan memerangi HawazindiHunain pada bulan Syawwal dan Dzulgaidah.

 

(.    ) Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Kata   adalah masdar dari    (mencegah dari sesuatu), karena kata ‘semuanya’ itu berarti tercegah dari penambahan. Kata ini (.    ) berkedudukan sebagai kata keadaan (.    ).

 

(.   ) dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. Suatu kesaksian dan jaminan kemenangan bagi orang-orang yang bertakwa dengan sebab ketakwaan mereka. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya : “Aku melihat pada malam mikraj sebuah sungai yang airnya lebih manis daripada madu, lebih sejuk daripada salju, dan lebih harum daripada misik. Lalu aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, untuk siapakah ini?’. Jibril menjawab : “Untuk orang yang bersalawat kepadamudi bulan Rajab’.

 

Dan sabda Nabi saw., yang artinya : “Kembalilah kamu semua kepada Tuhanmu, mohonlah ampun dari dosa-dosamu, dan jauhilah perbuatan-perbuatan maksiatdibulan suci, yaitu bulan Rajab”.

 

Sebagaimana firman Allah Taata :

 

Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan haram, yaitu berperang di dalamnya. Katakanlah : “Berperang di dalam bulan itu adalah dosa besar”

 

Dalam ayat ini ada pengajuan dan penundaan. Maksudnya, mereka bertanya kepadamu, Hai Muhammad, tentang berperangdibulan haram, boleh atau tidak?.

 

(Katakanlah : Berperangdidalam bulan itu adalah dosa besar) sedangkan berkhianat dibulan itu adalah lebih buruk lagi, karena kehormatan bulan itu di sisi Allah. Sebagaimaha ketaatandibulan itu dilipat gandakan pahalanya. Allah menamakan bulan-bulan itu dengan bulan haram, karena pada bulan itu perang diharamkan. Tetapi kemudian perang dibulan-bulan tersebut dibatalkan (mansukh) dengan firman Allah Taala :

 

Artinya : ‘Dan bunublah mereka di mana saja kamu Jumpa mereka”

 

Namun demikian, kehormatan bulan itu tetap ada, dosa dosa diampuni amal-amal diterima, dan dibulan haram ini ganjaran pahala dilpat gandakan Karena satu perbuatar baik dibulan bulan yang lain sama dengan sepuluh perbuatan baikdibulan bulan Pararr Sobagamana firman Allah Taala:

 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik maka dia mendapat (pahala) sepuluh kali hpatnya”.

 

Sedang pada bulan Rajab diganjar dengan tujuh puluh kali lipatnya Pada bulan Sya’ban dengan tujuh ratus kali lipatnya. Dan pada bulan Ramadan dengan seribu kali lpatnya. Dan dilipatgandakannya pahala kebaikan ini hanya untuk umat ini saja. (Khazinatul Ulama)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu ingin lepas dari rasa dahaga saat menjelang maut, keluar dari dunia dengan membawa iman, dan selamat dari setan, maka hormatilah bulan-bulan haram ini semuanya dengan jalan memperbanyak puasa dan menyesal atas dosa-dosa yang telah lewat. Dan ingatlah kepada Pencipta manusia, niscaya kamu masuk surga Tuhanmu dengan selamat”. (Zahratur Riyadh)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : “Saya pernah berpapasan dengan sahabat Muadz bin Jabal ra., laiu saya bertanya kepadanya : “Darimana Anda datang, Hai Muadz?”, Dia menjawab : “Dari sisi Nabi saw.”. Saya bertanya pula : ‘Apa yang telah Anda dengar dari Beliau?’. Dia menjawab : ‘Saya mendengar, bahwa barangsiapa mengucapkan La Ilaaha Illailah dengan tulus ikhlas, dia akan masuk ke dalam surga. Dan barangsiapa berpuasa sehari di dalam bulan Rajab karena mengharapkan keridaan Allah, maka dia pun akan masuk ke dalam surga’.

 

Kemudian saya pergi menemui Rasulullah saw. lalu bertanya : Ya Rasulullah, tadi Muadz telah memberitahu saya begini begini. Beliau menjawab : “Benarlah Muadz”. (Zahratur Riyadh)

 

Dan ketahuilah, bahwa kisah-kisah menarik dan perkataan-perkataan mulia yang akan disampaikan adalah berasal dari penutup kenabian saw.

 

Nabi saw. berkhutbahdihari Nahardisaat haji Wada’ (haji perpisahan), sabda Beliau :

 

“Ketahuilah bahwa masa telah berputar seperti keadaan ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu adalah dua belas bulan. Di antaranya terdapat empat bulan haram. Tiga bulan berturut-turut, yaitu : Dzulgaidah, Dzulhijjah dan Muharram, dan bulan Rajabnya kabilah Mudhar, yaitu yang terletak di antara bulan Jumadi dan Sya’ban.

 

Dan maksud bulan-bulan itu kembali kepada keadaannya semula, dan haji pun kembali pada bulan Dzulhijjah adalah bahwa masa yang terdiri dari bulan-bulan dan tahun-tahun ini kembali kepada keadaannya semula. Tahun pun kembali kepada asal perhitungan yang telah dipilih oleh Allah Taala pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Dan haji pun kembali kepada bulan Dzulhijjah, setelah kaum Jahiliyah menggesernya dari posisinya semula dengan pengunduran yang mereka adakan. Yaitu pengun. n yang disebutkan Allah Taala di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya mengundur-undurkan (bulan haram) itu menambah kekufuran”.

 

Maksudnya : mengundurkan suatu bulan haram kepada bulan lain. Karena bangsa Arabdizaman Jahiliyah dahulu sangat menghormati bulan-bulan haram tersebut, yang mereka warisi dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as. mereka mengharamkan perangdi pulan-bulan itu, sehingga mereka adakan pengunduran lalu mereka mengubah pengharaman itu. Mereka adalah bangsa yang gemar berperang dan menyerang. Apabila tiba pulan haram, padahal mereka tengah berperang, maka beratlah bagi mereka meninggalkan peperangan tersebut. Karena itu, mereka lalu menghalalkannya, dan sebagai gantinya, mereka mengharamkan bulan yang lain. Hingga akhirnya mereka menolak dikhususkannya bulan-bulan haram sebagai bulan yang dihormati. Namun, mereka tetap mengharamkan empat bulandiantara bulan-bulan dalam setahun. Dan inilah yang dimaksud dalam firman Allah :

 

Artinya : “Agar mereka dapat menyesuaikan dengan bulan yang Allah haramkan”.

 

Maksudnya, agar mereka dapat menyesuaikan bilangan, yaitu empat bulan, dan tidak menyalahinya. Padahal mereka telah menyalahi pengkhususan yang merupakan salah satu dari dua kewajiban itu.

 

Dan adakalanya mereka juga menambahi bilangan bulan-bulan itu. Bulan-bulan itu mereka jadikan 13 dan 14 bulan. Diriwayatkan bahwa hal itu terjadidikalangan Bani Kinanah. Karena mereka adalah kaum yang melarat, yang perlu melakukan penyeranganpenyerangan.

 

Junadah bin Auf Al Kinani adalah seorang yang dipatuhidimasa Jahiliyah. Pernahdi musim haji, dia berdiri di atas punggung seekor unta lalu berkata dengan suara keras : “Sesungguhnya tuhan-tuhanmu telah menghalalkan bulan haram untukmu, maka halalkaniah dia”.

 

Pengunduran (bulan) itu dianggap sebagai menambah kekafiran, karena orang kafir, setiap kali dia melakukan kemaksiatan, maka bertambahlah kekafirannya :

 

Artinya : “Maka itu menambah kekafiran mereka di samping kekafiran mereka yang Sudah ada”.

 

Sebagaimana seorang mukmin, apabila dia melakukan ketaatan, maka semakin bertambahiah imannya.

 

Artinya : “Maka itu menambah iman mereka, sedang mereka merasa gembira”. (Kasysyaf)

 

Supaya waktunya cukup longgar buat mereka, karenanya datanglah ketetapan tentang bilangan itu di dalam Alquran dan Alhadis. Adapun dalam Alquran adalah ayat tersebut tadi, yaitu firman Allah Taala, yang artinya (Sesungguhnya bilangan bulan…. dst), Sedang dalam hadis, Nabi saw. pernah menjelaskan bahwa, satu tahun itu ada dua belas bulan yang ditetapkan berdasarkan peredaran matahari, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlu Kitab. Dan dari bulan-bulan Qamariah ini, ada empat bulan yang haram, tiga di antaranya berturut-turut, yaitu : Dzulqaidah, Dzulhijah dan Muharram, dan yang satu sendirian, yaitu bulan Rajab. Adapun dinisbatkannya bulan Rajab kepada kabilah Mudhar, sebagaimana tersebut dalam hadis, karena kabilah Mudhar sangat mengagungkan dan menghormati bulan Rajab. Oleh karena itu, bulan ini dinisbatkan kepada mereka.

 

Dalam bulan Rajab ini, bagi kaum Jahiliyah, ada hukum-hukum yang harus dipatuhi, dj antaranya : bahwa mereka pada bulan Rajab ini mengharamkan peperangan, sebagaimana telah disebutkandimuka. Pengharaman perang ini masih tetap berlakudipermulaan Islam. Namun selanjutnya para ulama berselisih pendapat mengenai kelangsungannya. Kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat hal itu sudah dihapuskan (mansukh). Mereka beragumentasi, bahwa para sahabat sepeninggainya Nabi Muhammad saw. sibuk dengan menaklukkan negeri-negeri dan meneruskan peperangan dan perjuangan. Tidak ada berita dari salah seorang mereka, bahwa dia berhenti berperang pada salah satu dan bulan-bulan haram itu. Dan hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat atas dihapuskannya hal itu.

 

Dan di antaranya juga, bahwa bangsa Arab dahulu, dizaman Jahiliyah, menyembelih seekor binatang sembelihandibulan Rajab, yang mereka namakan Athirah. Para ulama berselisih tentang hukum Athirah setelah islam. Namun kebanyakan (jumhur) ulama berpendapat bahwa, Islam membatalkannya. Karena telah disebutkan secara pasti di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, hadis dari narasumber Abu Hurairah ra.:

 

Artinya : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.

 

Fara (dengan dua fathah) adalah pertama yang dilahirkan oleh seekor unta. Orang-orang Jahiliyah dahulu menyembelihnya untuk tuhan-tuhan merekadimasa Jahiliyah, serta mengambil berkah darinya. Sedang Athirah adalah sembelihan yang disembelih pada sepuluh hari pertamadibulan Rajab, dan disebut pula Rajabiyah.

 

Dahulu sembelihan ini dikorbankan oleh orang-orang Jahiliyah dan juga oleh orangorang Islamdipermulaan Islam. Kemudian dibatalkan dengan hadis : “Tidak ada Fara dan tidak ada Athirah”.

 

Dan telah diriwayatkan pula dari Alhasan ra., bahwa dia berkata : “Dalam Islam tidak ada Athirah. Athirah itu hanya adadimasa Jahiliyah. Dahulu, salah seorang dari mereka berpuasa Rajab, lalu dia mengadakan Athirah padanya. Sedang penyembelihandiwaktu itu serupa dengan menjadikan saat itu sebagai hari raya”.

 

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Thawus ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu jadikan sesuatu bulan sebagai hari raya dan jangan pula Sesuatu hari sebagai hari raya”.

 

Larangan ini asalnya adalah, bahwa kaum muslimin tidak boleh mengambil sesuatu waktu sebagai hari raya selain yang telah ditentukan oleh syariat sebagai hari raya, yaitu hari Jumat dalam satu minggu, dan hari Fitri, hari Adha dan hari-hari Tasyrig dalam satu tahun. Adapun selain dari itu, pengambilan sebagai hari raya dan saat berkumpul adalah bid’ah yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam syariat Muhammad saw., bahkan tergolong sebagai hari-hari raya kaum musyrikin. Mereka memang mempunyai hari-hari raya yang tertentu waktu dan tempatnya. Kemudian setelah Islam datang, Allah Taala menghapuskannya, lalu menggantikan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan masa itu dengan hari-hari raya Fitri, Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, sedangkan hari-hari raya mereka yang berkaitan dengan tempat itu digantikan dongan Kakbah, Arafah, Mina dan Muzdalifah. Semoga Allah memudahkan kita berkunjung ke sana. Sedang selama waktu-waktu dan tempat-tempat itu tidak ada lagi han raya Hanya saja dalam bulan Rajab ada suatu tugas ketaatan kepada Allah Taala yang digunakan untuk mendekatkan diri kepadaNya, dan salah satu dani karunia-Nya yang halus yang diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dengan anugerah dan rahmat-Nya Orang yang beruntung ialah orang yang menggunakan kesempatandisaal-saat dan tempat-tempat itu, untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, dengan tugas-tugas ketaatan yang disyanatkan pada kesempatan tersebut, sehingga Allah memberikan kepadanya salah satu di antara karunia-karunia tadi, dan dengan itu. ia selamat dari siksa neraka dengan segala azab yang ada didalamnya.

 

Adapun puasadibulan Rajab. telah diriwayatkan beberapa hadis. di antaranya adalah hadis yang dirwayatkan oleh Albaihagi di dalam kitab Sya’bul Iman, dari sahabat Anas ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Di dalam surga ada sungai yang dinamakan Rajab, yang lebih putih daripada susu dan lebih manis darnpada madu. Barangsiapa berpuasa sehan di bulan Rajab, maka Allah Taala memberinya minum dan Sungai itu”.

 

Ini adalah mengenai puasa pada sebagian bulan Rajab. Adapun puasa sepanjang bulan Rajab, maka tidak ada berita sah satu pun yang khusus mengenai hal itu, baik dari Nabi saw. maupun dari sahabat-sahabatnya. Tetapi yang ada hanyalah mengenai berpuasadiseluruh bulan haram, dimana bulan Rajab termasuk salah satu daripadanya. Dengan demikian berani puasadibulan Rajab tidak dilarang.

 

Dan dinwayatkan dari sahabat Abu Qllabah ra., katanya : “Di dalam surga ada mahligai untuk orang yang gemar berpuasadibulan Rajab”.

 

Al-Baihaqi berkata : “Sesungguhnya Abu Qllabah ra. adalah termasuk salah seorang tokoh Tabiin. Dia tidak mengatakan demikian kecuali dari hadis yang disampaikan kepadanya oleh orang-orang sebelumnya (para sahabat) yang mendengar langsung dari Nabi saw. Memang telah diriwayatkan dan Ibnu Abbas ra., bahwa dia tidak suka bulan Rajab itu dipuasai seluruhnya. Dan itu juga tidak disukai oleh Imam Ahmad, katanya : “Hendaklah berbuka (tidak puasa) sehari atau dua haridibulan itu”. Dia menwayatkan hal itu dari sahabat Umar dan Ibnu Abbas radiyallaahu anhuma. Akan tetapi kemakruhan berpuasa sepanjang bulan Rajab itu menjadi hilang. apabila dia dipuasai bersama-sama dengan bulan yang lain. Sementara itu, Al Mawardi mengatakandidalam kitab Al tana : “Mustahab hukumnya berpuasadibulan Rajab dan Sya’ban”.

 

Adapun tentang salatdibulan Rajab maka tidak ada suatu berita yang pasti yang khusus membicarakan soal itu. sebagaimana telah kami sebutkan penjelasannya pada bab yang lalu. (Dari Majalis Ar Rumi)

 

Ibnul Hammam ra., berkata : “Ibadat yang diragukan antara wajib dan bid’ah. harus dikerjakan demi menjaga sikap kehati-hatian. Sedangkan ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah, harus ditinggalkan. Karena meninggalkan bid’ah itu wajib, sedangkan melakukan sunnah itu tidak wajib. Adapun salat (di bulan Rajab) itu termasuk ibadat yang diragukan antara sunnah dan bid’ah. Dengan demikian ia harus ditinggalkan dan tidak boleh seorang pun melakukannya, baik sendirian maupun berjamaah. Karena berjamaah dalam salat itu pun termasuk bid’ah”. (Ini juga dari Majalis Ar Rumiditempat yang lain).

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abubakar Assiddiq ra., katanya “Apabila lewat seperliga malam di awal Jumat pada bulan Rajab maka tidak ada satu pun malaikat baik yang ada dilangit maupun dibumi kecuali berkumpul diKakbah. Kemudian Allah Taala memandang kepada mereka seraya berfirman : “Wahai malaikat-malaikat-Ku, mintalah apa yang kalian kehendaki”. Mereka menjawab : “Oh Tuhan kami, keinginan kami adalah agar Engkau mengampuni orang yang berpuasadibulan Rajab”. Maka Allah Taala pun berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni mereka”.

 

Dan dari Aisyah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Seluruh umat manusia akan merasakan kelaparan pada hari kiamat kecuali para nabi, keluarga-keluarga mereka dan orang-orang yang berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya’ban dan bulan Ramadhan. Maka sesungguhnya mereka semua akan merasa kenyang, tidak merasa lapar dan dahaga”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Diceritakan, ada seorang wanita yang abiddi Baitul maqdis. Jika datang bulan Rajab, setiap harinya dia membaca Qul huwallaahu ahad (surah Al Ikhlas) sebelas kali, karena menghormati bulan itu. Dan dia menanggalkan pakaian yang bagus lalu mengenakan pakaian yang jelek. Pada suatu bulan Rajab, dia jatuh sakit. Kemudian dia berpesan kepada anaknya, kalau dia meninggal, maka hendaklah menguburnya dengan kain yang jelek itu. Namun, karena ingin dipuji orang, anaknya itu menguburnya dengan kain yang mahal harganya. Lantas si anak bermimpi melihat ibunya, dia berkata : “Hai anakku, kenapa engkau tidak melaksanakan wasiatku, aku tidak rida kepadamu”. Dia bangun dengan terkejut. Kemudian digalinya kembali kubur ibunya, namun tidak didapatkannya lagi mayat ibunya disana. Maka menjadi bingunglah dia dan menangis sejadi-jadinya. Lalu terdengar olehnya suara gaib berkata : “Tidakkah kau tahu bahwa, barangsiapa mengagungkan bulan kami, Rajab, maka dia tidak akan ditinggalkan sendirian dan kesepian di dalam kuburnya”. (Zubdatu! Wa’izhin)

 

Aliah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.

 

Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran)”. (QS. At Taubah : 75-76)

 

Tafsir : ,

 

(.   ) Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh”.

 

Ayat ini turun berkaitan dengan Tsa’labah bin Hathib. Dia pernah datang kepada Nabi saw. dan berkata : “Doakanlah saya kepada Allah, agar Dia menganugerahi saya harta”.

 

Nabi menjawab : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang tidak kuat engkau menanggungnya”.

 

Namun, Tsa’labah bersikeras minta didoakan juga. Bahkan dia berikrar : “Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran, sesungguhnya jika Allah mengaruniai saya harta, pasti saya akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”.

 

Maka Rasulullah pun lalu mendoakannya.

 

Kemudian Tsa’labah berternak kambing. Kambingnya berkembang biak seperti berkembangnya ulat, sehingga kota Madinah penuh sesak dengan kambingnya. Lantas dia pindah ke sebuah lembah di luar kota Madinah. Karena sibuk mengurus ternaknya, akhirnya dia tidak lagi melakukan salat fardu berjamaah dan salat Jumat. Lalu Nabi saw. menanyakan tentang keadaannya, Beliau mendapat jawaban : “Hartanya telah melimpah sehingga tidak termuat oleh satu lembah”.

 

“Oh, celaka Tsa’labah”, kata Nabi. Kemudian Beliau mengutus dua orang petugas untuk menarik zakat. Kedua petugas itu disambut baik oleh orang-orang dengan zakatnya masing-masing. Ketika mereka berdua tiba ditempat Tsa’labah, mereka meminta zakatnya sambil membacakan kepadanya catatan yang mencantumkan apa-apa yang wajb dikeluarkan. Namun Tsa’labah berkata : ‘Ini tidak lain hanyalah jizyah”, atau. “Ini tak lain dari semacam jizyah. Pulanglah, biarlah saya berpikir dahulu”.

 

Kemudian turunlah ayat ini.

 

Maka Tsa’labah pun datang dengan membawa zakatnya, namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah Taala melarangku untuk menerima zakat darimu”

 

Saking menyesalnya, Tsa’labah lalu menaburkan tanah ke atas kepalanya Namun, Nabi saw. hanya bisa mengatakan : “Ini adalah balasan perbuatanmu. Sesungguhnya aku telah menyuruhmu, tetapi engkau tidak mematuhi aku”.

 

Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke haribaan-Nya. Maka Tsa’labah datang membawa zakatnya kepada Khalifah Abubakar. Tetapi dia pun tidak mau menerimanya. Kemudian pada masa Khalifah Umar, dia datang lagi untuk membenkan zakatnya, namun Umar pun menolaknya. Sampai akhirnya Tsa’labah matidimasa Khalifah Utsman

 

(.    ) Maka setelah Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu. Mereka tidak sudi memberikan hak Allah kepada-Nya.

 

(.   ) dan berpaling, dari taat kepada Allah.

 

(.    ) dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Dan mereka memanglah kaum yang memiliki kebiasaan untuk membelakangi ketaatan itu. (Qadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Aisyah ra. : “Hai Aisyah, janganlah engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, sebelum engkau mengkhatamkan Alquran, sebelum engkau menjadikan para nabi memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat, sebelum engkau menjadikan kaum muslimin rida kepadamu, dan sebelum engkau melakukan haji dan umrah”.

 

Kemudian Nabi saw. mengerjakan salat. Aisyah berkata : “Saya tetap beradadi tempat tidurku sampai Beliau selesai salat”.

 

Setelah Nabi selesai salat, Aisyah berkata : “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku sebagai tebusanmu. Baginda telah menyuruh saya melakukan empat perkara yang tidak mampu saya lakukan pada saat ini”.

 

Beliau tersenyum lalu bersabda : “Apabila engkau membaca Qul Huwallaahu Ahad (surah Al Ikhlas) tiga kali, maka seolah-olah engkau telah mengkhatamkan Aiguran. Apabila engkau membaca salawat kepadaku dan kepada nabi-nabi sebelumku, maka kami akan memberi syafaat kepadamu pada hari kiamat. Apabila engkau memohonkan ampun buat kaum mukminin, maka mereka semua akan rida kepadamu. Dan apabila engkau mengucapkan Subhanallah wal hamdu lillah, walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, maka engkau telah melakukan haji dan umrah”. (Tafsir Haggi)

 

Dan diriwayatkan dari Abu Umamah Al Bahili ra., tentang sebab turunnya ayat ini bahwa Tsa’labah bin Hathib Al Anshari dahulu selalu aktif pergi ke masjid Nabi saw. siang dan malam. Keningnya kasar laksana lutut unta, saking banyaknya dia bersujuddiatas tanah dan batu-batu. Pada suatu hari, dia keluar dari Mesjid tanpa berdoa dan salat sunnah lebih dahulu seperti biasanya. Maka Nabi saw. menanyakan hal itu kepadanya : “Mengapa engkau melakukan perbuatan seperti orang-orang munafik yang tergesa-gesa keluar?”.

 

Tsa’labah menjawab : “Ya Rasulullah, saya keluar karena saya dan isteri saya hanya mempunyai satu kain saja, yaitu yang ada pada tubuh saya ini. Saya salat dengan kain ini sedang dia telanjang dirumah Komudian saya kembali kepadanya, lalu menanggalkan kam ini lalu dipakanya dan dia pun salat dengannya. Maka doakanlah saya kepada Allah, aga Dia menganugerahi saya harta”.

 

Nabi saw. menasehatinya : “Hai Tsa’labah, sedikit yang engkau syukuri adalah lebih baik daripada banyak yang engkau tidak kuat menanggungnya”.

 

Setelah itu, Tsa’labah datang lagi kepada Beliau dan berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniai saya harta”.

 

Beliau menjawab : “Tidakkah engkau mencontoh Rasulullah sebagai teladan yang baik?. Demi Allah yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, seandainya aku menghendaki gunung-gunung ini menjadi emas dan perak, niscaya akan terjadilah”.

 

Kemudian setelah itu, dia datang lagi kepada Nabi saw., seraya berkata : “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia mengaruniakan harta kepada saya. Demi Allah yang telah mengutus Baginda dengan kebenaran sebagai seorang nabi, sesungguhnya jika Allah Taala menganugerahi saya harta, saya pasti akan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya”. Maka Nabi pun mendoakannya, katanya : “Ya Allah, anugerahkanlah harta kepada Tsa’labah”.

 

Syahdan, maka Tsa’labah pun lalu berternak kambing. Dalam waktu singkat, ternaknya itu berkembangbiak laksana berkembang biaknya ulat, sehingga kota Madinah disesaki oleh ternaknya itu. Maka Tsa’labah pun pindah ke luar kotadisuatu lembah yang luas. Sementara ternaknya terus berkembang biak seperti berkembang biaknya ulat. Pada mulanya, Tsa’labah masih sempat melakukan salat Zuhur dan Asar berjamah bersama Rasulullah saw., dan melakukan salat-salat lainnyadipeternakannya. Kemudian ternaknya itu semakin banyak dan berkembang sehingga dia semakin jauh dari kota Madinah. Karenanya, kini dia hanya bisa menghadiri salat Jumat saja. Kemudian ternaknya semakin bertambah banyak juga, sehingga Tsa’labah pun semakin jauh pula. Dan akhirnya, dia tidak lagi menghadiri baik salat berjamaah maupun salat Jumat. Jika tiba hari Jumat, dia keluar dan menemui orang-orang sambil menanyakan berita-berita kepada mereka.

 

Pada suatu hari, Rasulullah saw. menyebut-nyebut tentang Tsa’labah. Beliau bertanya : “Apa kerja Tsa’labah sekarang?”. Orang-orang menjawab : “Ya Rasulullah, dia memelihara kambing yang tidak termuat oleh satu lembah”.

 

“Celaka Tsa’labah”, kata Nabi.

 

Kemudian Allah Taala menurunkan ayat tentang kewajiban membayar zakat. Lalu Rasulullah mengutus dua orang laki-laki untuk memungut zakat tersebut. Orang-orang menyambut kedua petugas tadi dengan zakat mereka masing-masing. Dan akhirnya, kedua petugas itu datang menemui Tsa’labah, lalu meminta zakatnya sambil membacakan surat Rasulullah yang menyebutkan apa-apa yang wajib dikeluarkan. Namun, Tsa’labah tidak sudi memberi zakat, bahkan dia berkata : “Ini tak lain adalah jizyah, atau sejenis jizyah”. Kemudian dia berkata pula: “Pulanglah kalian berdua, Hal ini akan saya pikirkan dan pertimbangkan iebih dahulu”.

 

Ketika kedua petugas itu kembali kepada Rasulullah saw., dan sebelum sempat mereka berbicara apa-apa, Beliau sudah mengatakan : “Oh celaka Tsa’labah”, dua kali. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas tadi (surah At Taubah ayat 75 dan 76). Pada saat itu, di samping Rasulullah saw. ada seorang lelaki kerabat Tsa’labah. Dia mendengar hal itu, lalu berangkat menemui Tsa’labah.

 

“Celaka engkau hai Tsa’labah”, serunya. “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat mengenai dirimu begini dan begini”.

 

Maka, Tsa’labah pun berangkat menemui Nabi saw. sambil membawa zakatnya untuk diserahkan kepada Beliau. Namun Nabi saw. berkata : “Sesungguhnya Allah melarang aku menerima zakatmu”.

 

Kemudian Tsa’labah menaburkan tanah ke atas kepalanya (sebagai tanda menyesal), tetapi Nabi tetap tidak mau menerimanya, bahkan Beliau memperingatkan : “Inilah hasil perbuatanmu. Tempo hari ketika aku suruh, engkau tidak mau mematuhi”.

 

Sampai akhirnya Rasulullah saw. berpulang ke rahmatullah. Maka Tsa’labah membawa zakatnya kepada Abubakar ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Abubakar menolak seraya berkata : “Rasulullah saw. tidak sudi menerima zakat itu darimu, pantaskah saya menerimanya?” Maka dia pun tidak mau menerima zakat tersebut.

 

Kemudian pada rnasa Khalifah Umar, dia pun membawa zakatnya kepada Umar ra. sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Namun Umar pun menjawab : “Kedua pendahuluku tidak sudi menerima zakatmu itu, apakah saya harus menerimanya sekarang?”. Dan dia pun tidak mau menerimanya.

 

Selanjutnya, Tsa’labah membawa zakatnya kepada Utsman ra., sambil berkata : “Terimalah zakatku”. Utsman pun menolak menerimanya seraya berkata : “Para pendahuluku semuanya tidak sudi menerima zakatmu itu, haruskah saya menerimanya”. Maka zakat itu pun ditolaknya.

 

Akhirnya Tsa’labah matidimasa kekhalifaan Utsman ra.. Semua hukuman ini adalah disebabkan oleh kekikirannya, cinta harta dan tidak mau membayar zakat. Dan karena ingkar janji itu merupakan sebab kemunafikan, maka dia dianggap sebagai sepertiga nitak. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis, yang artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga : Apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya dia berkhianat”. (Ibnu Kamal Basya dan Hayatul Qulub)

 

Diriwayatkan, bahwa para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah saw., kata mereka : “Ya Rasulullah, apabila Baginda telah keluar dari dunia ini, maka manakah yang lebih baik bagi kami, permukaan bumi atau perut bumi?”.

 

Beliau menjawab : “Apabila pemimpin-pemimpin kamu adalah orang-orang yang terbaik darimu, dan orang-orang kaya di antaramu adalah orang-orang dermawan, serta segala urusanmu dilakukan secara bermusyawarahdiantaramu, maka permukaan bumi ini lebih baik bagimu daripada perut bumi. Namun, apabila pemimpin-pemimpinmu adalah orang-orang yang jahat darimu, orang-orang kayamu adalah orang-orang yang kikirdi antaramu, dan urusanmu diserahkan kepada orang-orang perempuanmu, maka perut bumi adalah lebih baik daripada permukaan bumi”. (Mau’izhah)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., sabda Beliau :

 

Artinya : “Kedermawanan itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam Surga, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam surga. Dan kekikiran itu adalah sebatang pohon yang akarnya berada di dalam neraka, sedang dahan-dahannya menjuntai ke dunia. Maka barangsiapa bergantung pada salah satu dahannya, niscaya dia akan ditarik olehnya ke dalam neraka”.

 

Dan Nabi saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Bersedekahlah kamu untuk dirimu dan untuk orang-orang yang telah mati darimu, sekalipun hanya dengan seteguk air. Jika kamu tidak bisa melakukan itu, maka dengan satu ayat dari Kitab Allah. Jika kamu tidak tahu sama sekali akan Kitab Allah, maka berdoalah agar mendapat ampunan dan rahmat. Karena sesungguhnya Allah telah berjanji kepadamu akan mengabulkan doa”. (Hayatul Qulub)

 

Dari Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersedekah sebesar biji kurma dari usaha yang baik, dan Allah memang tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian memeliharanya untuk pemiliknya, sebagaimana seseorang di antara kamu memelihara anak kudanya, sampai menjadi seperti gunung”.

 

Maksudnya, bahwa barang yang disedekahkan itu diperbesar dan diberkati serta ditambah oleh Allah dari karunia-Nya, sehingga menjadi berat dalam timbangan. Pembenaran hadis ini adalah firman Allah dalam surah AlBaqarah :

 

Artinya : “Allah menghapus riba….”,

 

Yakni, Allah menghilangkan berkatnya dan membinasakan harta yang dimasuki riba itu, dan tidak menerima kebaikan yang berasal dari hasil riba itu.

 

Artinya : “Dan Dia menyuburkan sedekah”

 

Yakni, menambahnya dan memberkatinyadidunia serta melipat gandakan pahalanya di akhirat.

 

Pertanyaan : Mengapa pahala sedekah dianggap paling utama daripada amal-amal yang lainnya?.

 

Jawab : Karena memberikan harta itu merupakan hal yang paling berat bagi nafsu dibandingkan semua amal yang lain, sedangkan setiap amal yang kecintaan padanya lebih banyak, maka pahalanya pun lebih banyak. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw. :

 

Artinya : “Amal yang paling utama adalah yang paling berat”. Sebagaimana firman Allah Taala di dalam surah Ali Imran :

 

Artinya : “Kamu tidak akan mencapai kebaktian…” Maksudnya, kamu tidak akan sampai kepada kebaktian yang hakiki.

 

Artinya : “Sehingga kamu menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai” Maksudnya, sehingga kamu menafkahkan sebagian dari hartamu yang kamu cintai.

 

Artinya : “Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Maksudnya, Allah Taala mengetahuinya dan memberikan pahalanya. Ibnu Majah ra. mengemukakan hadis dari sahabat Jabir ra., katanya : Rasulullah saw. pernah berkhutbahdihadapan kami, sabdanya :

 

Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah sebelum kamu mati, dan bergegaslah melakukan amal-amal saleh sebelum kamu sibuk, serta sambunglah hubungan antara kamu dan Tuhanmu dengan banyak mengingat Dia Yang Mahatinggi, dan perbanyaklah bersedekah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, niscaya kamu diberi rezeki, kemenangan dan kekayaan”. (Khadim) Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sedekah itu menutup tujuh puluh pintu keburukan”. Sedekah itu ada empat macam : (1) satu dibalas sepuluh, (2) satu dibalas tujuh puluh, (3) satu dibalas tujuh ratus, dan (4) satu dibalas tujuh ribu.

 

Adapun yang satu dibalas sepuluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orangorang fakir, yang satu dibalas tujuh puluh itu ialah sedekah yang diserahkan kepada sanak kerabat, yang satu dibalas tujuh ratus itu ialah sedekah yang diberikan kepada saudara, dan sedekah yang dibalas tujuh ribu itu ialah sedekah yang diserahkan kepada orang yang menuntut ilmu. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah ibarat sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir: pada tiap-tiap bulir itu seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui”. Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mempunyai harta, hendaklah dia bersedekah dengan hartanya. Barangsiapa mempunyai ilmu, hendaklah dia bersedekah dengan ilmunya. Dan barangsiapa mempunyai kekuatan, maka hendaklah dia bersedekah dengan kekuatannya”. (Jami’ul Azhar)

 

Juga dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah Allah Taala menciptakan bumi, maka bumi itu bergerak-gerak dan goncang. Lalu Allah ciptakan gunung-gunung, kemudian dipancangkannya di atas bumi, sehingga bumi itu menjadi tenang. Maka para malaikat pun menjadi keheranan dengan kehebatan gununggunung itu. Lantas mereka bertanya : “Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari gunung-gunung itu?”.

 

Allah menjawab : “Ya, besi”.

 

Mereka bertanya pula:

 

“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari besi?”.

 

“Ya, api”, jawab Allah. “

 

“Ya Rabb, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat dari api?”. Tanya mereka.

 

Allah menjawab : “Ya, air”.

 

Mereka bertanya kembali : “Adakah sesuatu di antara makhluk-Mu yang lebih hebat dari air?”.

 

“Ya, angin”, jawab Allah.

 

“Ya Rabb”, tanya mereka pula. “Adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih hebat daripada angin?”.

 

“Ya, manusia”, jawab Allah. “Dia memberikan sedekah dengan tangan kanannya, yang disembunyikannya dari tangan kirinya. Dialah yang lebih hebat dari angin”.

 

Adapun sedekah seperti yang disebutkan itu lebih hebat dari angin yang merupakan makhluk terhebat dari makhluk-makhluk lain, tak lain adalah karena sedekah rahasia itu dapat memadamkan kemurkaan Tuhan, yang tidak bisa ditandingi oleh sesuatu apapun.

 

Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan jika kamu menyembunyikan sedekah dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu”.

 

Oleh karena itulah, orang-orang dahulu sangat berlebihan dalam menyembunyikan sedekah mereka dari penglihatan orang banyak. Sampai-sampai ada di antara mereka sengaja mencari orang fakir yang buta, supaya tidak ada seorang pun yang tahu siapa si pemberi sedekah itu. Dan ada pula sebagian mereka yang mengikatkan sedekahnyadi pakaian orang fakir yang sedang tidur. Dan ada pula yang melemparkan sedekahnyadi jalanan yang dilalui oleh orang fakir supaya nanti diambilnya. (Mau’izhah)

 

Diceritakan, pada waktu Bani Israel mengalami musim paceklik yang sangat. seorang laki-laki miskin mendatangi rumah seorang yang kaya. Dia berkata : “Berilah saya sedekah sepotong roti karena Allah Taala”. Lalu diberilah ia oleh puteri orang kaya itu sepotong roti yang masih hangat. Ketika ayahnya datang, puterinya itu dimarahinya lalu tangan puterinya itu dipotongnya.

 

Kemudian Allah Taala mengubah keadaan orang kaya itu, semua harta bendanya musnah, sehingga dia menjadi melarat dan akhirnya mati dalam keadaan terhina. Sedangkan puterinya, akhirnya menjadi pengemis, meminta-minta dari satu rumah ke rumah lannya. Padahal, dia sebenarnya adalah seorang gadis yang cantik.

 

Pada suatu hari, dia mendatangi rumah seorang yang kaya raya. Lalu keluarlah ibu orang kaya itu. Ibu itu memperhatikannya, terutama kepada kecantikannya. Kemudian dia mengajak anak gadis itu masuk ke dalam rumahnya. Dia bermaksud akan mengawinkannya dengan puteranya yang kaya raya itu.

 

Setelah anak gadis itu dikawini oleh puteranya, maka anak gadis itu pun dihiasinya, lalu disiapkannya jamuan makan malam untuk sang pengantin, namun pada saat makan bersama suaminya, anak gadis itu mengeluarkan tangan kiri. Maka berkatalah suaminya : “Saya pernah mendengar bahwa orang miskin itu memang kurang sopan. Pakailah tangan kananmu!”. Namun anak gadis itu tetap mengulurkan tangan kirinya, sehingga suaminya mengulangi tegurannya berkali-kali. Akhirnya terdengar suara bisikan dari sudut rumah : “Ulurkanlah tangan kananmu hai hamba-Ku. Engkau dahulu pernah memberikan sepotong roti karena Aku, maka Kami pasti akan mengembalikan tangan kananmu dengan baik seperti semula”.

 

Akhirnya dengan kuasa Allah, anak gadis itu mendapatkan kembali tangan kanannya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan bahagia.

 

Dan diceritakan pula, bahwa dahulu pernah terjadi kemarau panjang di kalangan Bani Israel, sampai beberapa tahun lamanya. Ketika itu, ada seorang wanita miskin, dia hanya memiliki sepotong roti untuk makannya. Pada saat dia hendak menyuap roti itu ke mulutnya, sekonyong-konyongdipintu rumahnya berdiri seorang pengemis meminta-minta, katanya : “Demi Allah, berilah saya sesuap saja”. Maka wanita itu lalu mengeluarkan roti yang baru saja dimasukkannya ke mulutnya itu, lantas diserahkannya kepada pengemis itu. Setelah itu, dia berangkat ke hutan mencari kayu bakar.

 

Wanita itu mempunyai seorang anak yang masih kecil yang ikut bersamanya ke hutan. Tiba-tiba datang seekor serigala membawa pergi anak itu. Ketika si ibu mendengar jeritan anaknya, dia pun segera mengejar serigala tersebut.

 

Maka Allah mengutus malaikat Jibril. Lalu Jibril mengeluarkan anak itu dari mulut sang serigala, kemudian diserahkannya kepada ibunya sambil berkata : “Hai hamba Allah, puaskah engkau balasan sesuap dengan sesuap pula”.

 

(Demikian tersebut dalam tafsir Al Haqqi)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di muka bumi, melainkan Allahlah yang memberi rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz)”. (QS. Hud : 6)

 

Tafsir : .

 

(.     ) Dan tidak ada suatu binatang melatapundimuka bumi, melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. Berupa makanan dan penghidupannya, karena Allah telah menjamin dengan karunia dan rahmat-Nya. Adapun sebab kalimat dalam ayat di atas, Allah mengungkapkan jaminan itu dalam ungkapan wajib, tidak lain adalah sebagai kepastian datangnya rezeki itu kepada si hamba, dan juga merupakan ajakan agar dalam masalah rezeki itu hendaknya orang bersikap tawakkal.

 

(.    ) dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Yaitu tempat-tempatnya ketika hidup dan mati, dan ketika masih berada di dalam sulbi dan rahim: atau tempat tinggalnyadibumi ketika binatang itu telah wujud, dan tempat-tempat penyimpanannya dalam bentuk bahan-bahan, ketika masih berupg energi.

 

(.    ) semuanya. Tiap-tiap binatang dengan hal ihwalnya masing-masing.

 

(.     ) tertulis dalam kitab yang nyata. Tersebut di dalam Lauhul Mahfuz.

 

Ayat ini seakan-akan dimaksudkan untuk menerangkan bahwa, Allah Maha Mengetahui akan seluruh pengetahuan, sedangkan ayat sesudahnya merupakan penjelasan tentang kekuasaan-Nya atas segala hal yang mungkin, sebagai pemantapan tauhid serta janji dan ancaman yang telah disebutkan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Semoga Allah menghindarkan kita dari bencana yang nyata maupun yang tersembunyi.

 

Dalam salah satu hadis disebutkan :

 

Artinya : “Tidak ada salat Dagi orang yang tidak borsalawat kepadaku”

 

Menurut Ibnul Qassar, maksud hadis itu adalah “Tidak sempurna salatnya : atau bagi orang yang selama hidupnya tidak pernah bersalawat kepadaku.

 

Sedang menurut hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far dan sahabat bni Mas’ud ta., dan Nabi saw bahwa Beliau borsabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengerjakan suatu salat yang di dalamnya dia tidak mengUcapkan salawat kopadaku dan kepada keluargaku, maka tidak akan diterima salatnya itu”

 

Ad Daruguthni mengatakan, bahwa yang benar hadis di atas adalah perkataan Abu Ja’far Assadig sendin, yaitu Muhammad bin Ali bin Husein, radiyallaahu anhum yang berkata : “Seandainya saya salat, yang di dalamnya saya tidak membaca salawat atas Nabi dan keluarganya, maka saya anggap salat saya itu kurang sempurna”. (Syifaus Syarif)

 

Asy Syaikh Al Ustaz Al Imam Ahmad berkata : “Suatu ketika, Nabi saw. mengawin seorang perempuan. Kemudian Beliau memboyongnya ke rumahnya. Lalu Beliau mengadakan jamuan makan untuk sahabat-sahabatnya. Namun, makanannya sedikit. sehingga para sahabat terpaksa menyilatinya, karena makanan itu terlalu cair disebabkan oleh kurang tepung.

 

Setelah itu para sahabat duduk berbincang-bincang, sedang Nabi mengerjakan salat Ketika Beliau selesai salat, Beliau bertanya kepada sahabat-sahabatnya : “Apa yang sedang kalian perbincangkan?”.

 

Mereka menjawab : “Masalah rezeki”.

 

Lalu Beliau bersabda : “Maukah kalian aku ceritakan sebuah kejadian yang telah diceritakan Jibril kepadaku?”.

 

“Tentu, mau, Ya Rasulullah”, jawab mereka.

 

Maka berceritalah Rasulullah saw. : Yibril mengatakan kepadaku, bahwa saudaraku Sulaiman as. pernah mengerjakan salatdipinggir laut. Lalu dilihatnya seekor semut berjalan, sedangdimulutnya ada sehelai daun yang hijau. Kemudian semut itu bertenakdi pinggir laut, maka muncullah seekor katak, yang kemudian memanggulnya di atas punggungnya, dan dibawanya menyelam.

 

Setelah beberapa saat lamanya, semut itu muncul kembali ke permukaan air, lalu naik ke darat. Maka Sulaiman bertanya kepadanya : “Hai semut, beritahukanlah kepadaku ceritamu “, Semut itu lalu bercerita : “Di dasar laut ini ada sebongkah karang yang keras di tengah-tengahnya ada seekor ulat. Allah Taala telah menyerahkan urusan rezekinya kepadaku. Maka setiap hari, saya membawakan rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya dua kali. Dan Allah menciptakan untukku di dalam laut ini malaikat yang berujud katak. Dialah yang memanggulku dan membawaku menyelam ke dasar laut, sampai diletakkannya saya di atas bongkahan karang itu. Kemudian karang itu terbelah dan keluarlah ulat itu dari dalamnya. Maka saya berikanlah makanan yang saya bawa kepadanya. Setelah itu, katak itu membawa saya kembali ke permukaan air. Tiap kali ulat itu selesai memakan rezekinya, dia mengucapkan : “Maha suci Allah yang teiah menciptakan aku dan meletakkan aku di dasar laut, sedang Dia tidak lupa memberi rezeki kepadaku”.

 

Maka pantaskah umat Muhammad melupakan rahmat?. Padahal barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya”. (Raunaqul Majalis)

 

Ketahuilah bahwa, setelah Allah Taala menyebutkan pada ayat yang terdahulu bahwa Dia mengetahui apa-apa yang mereka rahasiakan dan apa-apa yang mereka nyatakan, maka Dia lanjutkan dengan keterangan yang menunjukkan bahwa Dia pun mengatahur  makhluk dongan tugas mereka masing masing

 

Dalam ayat ini ada beberapa masalah

 

Masalah pertama, Aszznyany berkata : “Kata Addahbah adalah sebutan untuk senua binatang, karana dia merupakan isim yang diambil dari kata addabib Dan addabbah itu terbentuk dengan akhiran ha ta’nits, dan dia diartikan untuk setiap binatang yang bernyawa, baik jonis jantan maupun betina. Hanya saja, menurut kebiasaan orang Arab. kata ini khusus untuk arti kuda (alfarsas). Sedang yang dimaksud dengan kata ini di dalam ayat tadi adalah dan arti segi bahasanya yang asli. Jadi termasuk pula di dalamnya semua binatang Dan arti inilah yang disepakati oleh kalangan mufassirin.

 

Dan tidak diajukan, bahwa pembagian dan macam binatang itu banyak sekali. yaitu jenis-jenis yang hidupdidarat, laut dan gunung-gunung. Dan hanya Allah jualah yang mengetahui itu semua, sedang selain Dia tidak. Dan Allah mengetahui pula akan watakwatak mereka, anggota-anggota mereka, keadaan-keadaan mereka, makanan-makanan mereka, racun-racun mereka, dan tempat-tempat tinggal mereka, serta apa-apa yang cocok dan tidak dengan mereka. Dan Dia pula yang mengendalikan lapisan-lapisan langit dan bumi. (Dari Tafsir Alkabir)

 

Muncul pertanyaan : bahwa rezeki itu karunia dari Allah, sedang kata ‘ala berarti wajib. Jadi kedua kata ini bertolak belakang.

 

Jawab : pada tahap pertama rezeki itu memang merupakan karunia, namun pada tahap berikutnya, setelah Allah menjamin dan menanggungnya, maka menjadi wajib. Jadi, sebenarnya tidak ada pertentangan. Sama seperti dalam masalah nazar yang diucapkan oleh manusia. Misalnya puasa sunah, yang asalnya tidak wajib tetapi jika seseorang menazarkannya menjadi wajib.

 

Imam Zamakhsyari berkata : “Rezeki itu wajib menurut janji, karunia dan kebajikan Allah Taala. Maksudnya, bahwa rezeki itu tetap merupakan karunia Allah. Tetapi, setelah Dia menjanjikannya, padahal Dia tidak pernah kikir dengan apa yang telah dijanjikan-Nya, maka rezeki itu digambarkan dalam bentuk wajib, karena dua pengertian : Pertama, untuk memastikan sampainya rezeki itu, kedua, mengajak manusia agar bertawakkal kepada Allah dalam soal rezeki itu”. (Hasyiyah Al Kasysyaf).

 

Diceritakan, bahwa Imam Azzahidi ingin meyakinkan dirinya dengan benar-benar yakin tentang jaminan rezeki dari Allah itu. Maka dia pun berangkat ke hutan rimba dengan tujuan ke sebuah gunungdisana. Kemudian setelah tiba, dia masuk ke dalam sebuah gua, lalu dudukdisudut gua itu. Dalam hatinya dia berkata : “Saya ingin tahu, bagaimana Tuhanku memberiku rezekidisini”.

 

Syahdan, ada serombongan kafilah tersesat dari jalannya. Kemudian turun hujan deras mengguyur mereka. Maka mereka pun mencari tempat berlindung untuk berteduh. Dengan tidak disengaja, akhirnya mereka memasuki gua tempat sang imam berada, dan mereka pun melihatnya.

 

“Hai hamba Allah”, tegur mereka. Namun sang imam tidak menyahut. Maka mereka berkata sesama mereka : “Mungkin dia kedinginan sehingga tidak mampu berbicara”.

 

Lantas mereka menyalakan apididekat sang imam, agar dia dapat menghangatkan badan dan bisa diajak bicara. Namun dia tetap diam, tidak menyahut mereka.

 

“Barangkali orang ini lapar”, kata mereka pula. Lalu mereka suguhkan kepadanya makanan dan mereka persilahkan dia makan. Tetapi sang imam tidak bergerak sama sekali.

 

“Orang ini sudah lama sekali tidak mencicipi apa-apa”, kata mereka pula. “Mereka masukkanlah susu panas untuknya, supaya dia bisa memakannya”. Kemudian mereka membuat kue dari gula, lantas mereka berikan kepadanya. Tetapi dia pun tidak mau menyentuhnya.

 

“Gigi-giginya benar-benar telah terkatup”, kata mereka pula.

 

Maka bangkitlah dua orang di antara mereka. Mereka mengambil sebilah pisau untuk membuka mulutnya. Lalu dibukalah mulut sang imam dengan paksa, kemudian mereka Suapkan makanan ke dalam mulutnya. Maka sang imam pun tertawa.

 

“Kau gila”, ternak kedua lelaki itu dengan terperanjat.

 

“Tidak”, jawabnya. “Tetapi saya ingin mencoba Tuhanku tentang rezekiku. Maka tahulah aku, bahwa Dita tetap akan memberi rezeki kepadaku dan kepada semua hambaNya, apa pun adanya,dimanapun dia berada, dan bagaimana pun keadaannya”. (Raunaqul Majalis)

 

Cerita :

 

Sebab tobatnya Ibrahim bin Adham.

 

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham pergi berburu.Ditengah perjalanan, dia singgah sejenakdisuatu tempat untuk beristirahat. Kemudian dia membuka bungkusannya hendak menyantap makanan. Ketika dia sedang dalam keadaan demikian, sekonyong-konyong datang seekor burung gagak menyambar sepotong roti yang adadibungkusan itu dengan paruhnya lalu terbang. Ibrahim merasa heran, lalu dia menunggang kudanya kemudian pergi mengejar burung itu, sampai akhirnya burung itu terbang ke puncak gunung lalu hilang dari pandangannya. Maka Ibrahim mendaki gunung itu untuk mencari burung gagak tersebut. Maka tampak olehnya burung itu dari kejauhan. Ketika didekatinya, burung itu tebang. Di tempat burung itu tadi dilihatnya ada seorang laki-laki yang terikat tangan dan kakinya dalam keadaan terlentang. Menyaksikan lelaki itu dalam keadaan yang mengenaskan itu, Ibarahim pun turun dari kudanya, lalu melepaskan tali yang mengikat orang tersebut. Kemudian ditanyainya tentang keadaan dan kisahnya.

 

“Sebenarnya saya dahulu adalah seorang saudagar”, cerita lelaki itu. “Saya dirampok oleh penyamun, semua harta dan barang-barang saya mereka rampas semua. Mereka tidak membunuh saya, namun mengikat saya, kemudian melemparkan sayaditempat ini, sudah tujuh hari. Setiap hari datang burung gagak ini membawa roti. Burung itu bertenggerdiatas dadaku, lalu meremah-remah roti itu dengan paruhnya, kemudian dia suapkan ke dalam mulutku. Rupa-rupanya, Allah tidak membiarkan saya kelaparan selama ini”.

 

Setelah mendengar cerita orang itu, Ibrahim kembali menunggang kudanya, sambil memboncengkan orang itudibelakangnya. Dibawanya orang itu kembali ke tempat persinggahannya. Sesampainyadisana, bertobatlah Ibrahim bin Adham. Ditanggalkannya pakaiannya yang mewah-mewah, lantas dia mengenakan kain wol yang kasar. Kemudian dia merdekakan semua hamba sahayanya, dan diwakafkannya tanah-tanah dan seluruh miliknya. Sambil membawa sebuah tongkatditangannya, dia berangkat menuju Mekah tanpa bekal dan tunggangan. Dia hanya bertawakkal! kepada Allah, tidak peduli dengan bekal. Namun, dia tidak pernah kelaparan sampai akhirnya tibadiKakbah. Maka bersyukuriah dia kepada Allah Taala. (Hadis Arba’in)

 

Hatim Al Asham berkata : “Tawakkal itu ada empat macam : (1) tawakkal kepada makhluk, (2) tawakkal kepada harta, (3) tawakkal kepada diri sendiri, dan (4) tawakkal kepada Allah. Orang yang bertawakkal kepada makhluk akan berkata : “Selagi masih ada si Fulan, saya takkan susah”. Orang yang bertawakkal kepada harta akan berkata : “Selagi hartaku masih banyak, maka tidak akan ada sesuatu yang dapat membahayakanku”. Orang yang bertawakkal kepada dirinya akan berkata : “Selagi badanku sehat, saya tidak akan kurang suatu apa”. Ketiga macam tawakkal ini adalah tawakkalnya orang-orang jahil. Sedang orang yang betawakkal kepada Allah akan mengatakan : “Aku tidak peduli, apakah aku jadi orang kaya atau miskin. Karena Allah selalu menyertaiku. Dia menggenggamku menurut yang dikehendaki-Nya”. (Hadis Arba’in)

 

Allah Taala befiman :

 

Artinya : ‘Makanlah dari rezoki yang dikaruniakan oleh Tuhanmu, dan bersyukurlah kepada-Nya”

 

Hakikat syukur talah, tdak menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya Dan hendaklah Anda menggunakan tiap-tiap anggota tubuh Anda untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang sepatutnya. Maka hendaklah Anda menjaga ketujuh anggota tubuh Anda dari segala hal yang diharamkan dan dimakruhkan, agar tujuh pintu Jahannam yang mempunyai jurang-jurang yang dalam tertutup dari Anda. Apabila anggotaanggota tubuh Anda itu Anda gunakan untuk melakukan ibadat-ibadat dan ketaatanketaatan yang memang dia diciptakan untuk itu, dengan kehadiran pemimpinnya, yaitu gumpalan hati, dan dengan cara yang tulus ikhlas, maka terbukalah untuk Anda pintupintu surga yang delapan. (Syarah Al Mashabih)

 

Apabila Anda telah mengerti bahwa orang yang bertawakkal kepada Allah tidak akan kelaparan, dan bahwa rezeki tiap-tiap makhluk itu menjadi tanggungan Allah Taala sebagaimana telah dinyatakan oleh nash dalam kitab Allah yang mulia, maka ketahuilah apa yang akan dibacakan kepada Anda, yaitu hadis-hadis yang keluar dari Nabi penutup tentang boleh tidaknya meminta-minta.

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seorang lelaki selalu meminta-minta kepada orang-orang sehingga pada hari kiamat kelak, dia datang sedang pada wajahnya tidak terdapat secuil daging pun”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Umar).

 

Adapun yang dimaksud dengan kalimat tidak ada secuil daging pun diwajah peminta-minta itu pada hari kiamat kelak, ialah aib dan kehinaan yang akan ditemuinya di akhirat. Karena pada prinsipnya meminta-minta itu hukumnya haram dan tidak diperbolehkan, melainkan pada saat darurat. Adapun sebab meminta-minta itu diharamkan, karena dia tidak bisa dipisahkan dari beberapa perkara : (Pertama), menampakkan keluhan terhadap Allah. Maksudnya, sebagaimana seorang budak yang meminta-minta itu memperburuk Citra tuannya maka begitu pula seorang hamba Allah yang meminta-minta. Hal inilah yang menyebabkan perbuatan meminta-minta itu diharamkan dan tidak halal kecuali dalam keadaan darurat, sebagaimana tidak halal memakan bangkai kecuali dalam keadaan darurat. (Kedua) menghinakan diri kepada selain Allah, padahal seorang mukmin tidak sepatutnya menghinakan dirinya kepada selain Allah Taala. (Ketiga) pada umumnya perbuatan meminta-minta itu menyakiti hati orang yang diminta. Karena, barangkali hatinya tidak berkenan memberikan sesuatu, tetapi dia merasa malu tampak sebagai orang kikir bila tidak memberi. Dengan memberi maka akan berkurang hartanya, sedangkan jika dia tidak memberi akan rusak kehormatannya. Dan masing-masing dari keduanya mengakibatkan sakit hati. Padahal menyakiti hati orang lain itu hukumnya haram, tidak halal kecuali jika dalam keadaan darurat. Selain itu, kalaupun dia memberi, maka pemberiannya itu hanyalah karena malu atau riya, sehingga menjadi haramlah bagi si penerima untuk mengambilnya.

 

Apabila anda telah memahami akan larangan-larangan tadi, maka anda pun akan memahami maksud sabda Nabi saw. berikut ini : 

 

Artinya : “Meminta-minta itu termasuk perbuatan yang keji, dan aku tidak menghalalkan sesuatu pun dari perbuatan-perbuatan keji itu selain daripadanya”.

 

Perhatikanlah, betapa Nabi menyebut perbuatan meminta-minta itu sebagai perbuatan yang keji Dan tidak disangsikan bahwa, perbuatan keji itu tidak diperbolehkan kecuali pada waktu darurat. Tetapi, para ulama berselisih pendapat, bilakah meminta-minta itu dihalalkan?. Sebagian mereka berpendapat, barangsiapa telah mendapatkan makanan untuk siang han dan makanan untuk malam harinya, maka dia tidak halal lagi meminta-minta. Dan sebagian yang lain mengatakan, barangsiapa mampu berusaha, maka dia tidak boleh meminta-minta, kecuali apabila waktunya itu habis untuk menuntut Ilmu Sementara itu ada pula yang berpendapat, kita tidak bisa menetapkan ukuran tetapi kita hanya dapat mengetahuinya dengan ketentuan wahyu. Dalam hadis telah dinyatakan, bahwa Nabi saw. bersabda

 

Artinya : “Merasa cukuplah kamu dengan apa yang Allah cukupkan. Para sahabat bertanya : Apa itu, Ya Rasulullah?. Beliau menjawab : Makanan siang dan makanan malam”.

 

Dan dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa meminta, padahal dia mempunyai uang lima puluh dirham atau emas yang seharga dengannya, maka berarti dia telah meminta-minta dengan paksa”

 

Sedang menurut redaksi lain, “empat puluh dirham’.

 

Perbedaan-perbedaan riwayat mengenai batasan yang membolehkan meminta-minta ini harus dikaitkan dengan berbagai faktor yang berbeda-beda. Apa saja yang dibutuhkan oleh si peminta untuk waktu sekarang, seperti makanan untuk hari ini sampai malamnya, pakaian untuk dipakainya, dan tempat berlindung untuk menginap, maka itu tidak perlu diragukan lagi (bahwa dia dibolehkan meminta). Adapun kalau dia meminta untuk masa yang akan datang, maka itu tidak boleh. Karena dalam hal ini ada tiga macam permintaan : (1) permintaan yang dia butuhkan untuk esok, (2) yang dia butuhkan sesudah empat puluh atau lima puluh hari yang akan datang, (3) yang dia butuhkan sesudah satu tahun.

 

Lalu kita putuskan, bahwa orang yang memiliki sesuatu yang bisa mencukupinya dan mencukupi keluarganya selama satu tahun, maka dia haram meminta. Karena hal itu merupakan puncak kekayaan. Dan kalau sesuatu itu dia butuhkan sebelum habis tahun itu, tetapi di waktu itu dia mampu meminta dan masih punya kesempatan lain untuk meminta, maka dalam hal ini pun dia tetap tidak halal meminta. Karena sebenarnya pada saat itu dia belum perlu meminta. Bahkan barangkali dia tidak sempat hidup sampai esok. Dengan demikian, berarti dia telah meminta sesuatu yang tidak dia butuhkan. Jika dia masih mempunyai apa-apa yang mencukupinya untuk makan siangnya dan makan malamnya, jika dia akan kehilangan kesempatan untuk meminta, sedangkan kalau dia menunda permintaannya maka tidak akan ada lagi orang yang akan memberinya, maka dia boleh meminta. Karena tinggal selama satu tahun itu tidaklah lama, namun dengan menangguhkan permintaan, dia kuatir akan merana dan tidak mampu memperoleh sesuatu yang mencukupinya.

 

Adapun penangguhan waktu di mana dia perlu meminta tidak bisa dipastikan, dan hal itu bergantung kepada ijtihad si peminta dan pandangannya terhadap dirinya sendiri. Jadi dia bisa menanyai hatinya sendiri, kemudian melakukan apa kata hatinya tanpa mendengarkan bisikan setan. Karena setan itu memang suka menakut-nakuti seseorang dengan kemiskinan dan menganjurkannya supaya berbuat keji, yang hanya diperbolehkan karena darurat. Sebab orang yang sudah tidak mampu lagi berusaha, sedang dia sanyat lapar dan kuatir akan keselamatan dirinya, maka dia wajib meminta. Karena meminta pun termasuk salah satu macam usaha, berdasarkan salah satu riwayat, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Meminta adalah usaha yang terakhir”

 

Sesungguhnya tidak mau meminta dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya dia meninggal dunia, maka dia berdosa. Karena berarti dia menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan. Apabila permintaan itu dapat mengantarkan dirinya kepada sesuatu yang dapat menegakkan dirinya, maka meminta dalam keadaan seperti itu sama halnya dengan usaha (kasab). Dan tidaklah hina meminta dalam keadaan seperti itu. Kehinaan itu hanya bagi orang yang meminta tanpa hajat. Karena orang yang masih memiliki makanan untuk hari yang tengah dijalaninya, dia tidak halal meminta. Sebab berarti dia menghinakan dirinya tanpa alasan darurat, dan berarti dia telah menyalahi hadis di atas. (Dari Majlis Ar Rumi secara ringkas).

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka, dan sekali-kali kamu tidak mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (QS. Hud : 113).

 

Tafsir : ,

 

(.     ) Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim. Janganlah kamu condong kepada mereka sedikit jua pun. Karena Ar Rukun artinya, condong sedikit. Seperti, berpakaian meniru pakaian mereka dan menghormati nama mereka.

 

(.    ) yang menyebabkan kamu disentuh oleh api neraka. Dikarenakan kecondonganmu kepada mereka. Apabila kecondonganmu kepada siapa pun yang ada di antara mereka, itupun disebut zalim, maka betapa pula kecondongan kepada orangorang zalim itu sendiri, yakni mereka yang berpredikat zalim. Kemudian condong kepada mereka sepenuhnya, kemudian tentang kezaliman itu sendiri dan bergelimang di dalamnya?.

 

Barangkali ayat ini merupakan gambaran yang paling jitu dalam melarang kezaliman dan mengancam orang melakukannya.

 

Dan sasaran pembicaraan ayat ini yang ditujukan kepada Rasul dan orang-orang yang beserta Beliau adalah untuk memantapkan istigamah, yaitu adil (keseimbangan). Karena bergesar dari istigamah, dengan condong kepada salah satu ujung dari dua sifat, keterlaluan (ifrat) dan kelalaian (tafrit) adalah kezaliman terhadap diri sendiri atau orang lain, bahkan ia merupakan kezaliman yang ada dalam dirinya sendiri.

 

Kata     dalam ayat tadi dibaca juga dengan mengkasrahkan huruf ta, sesuai dengan dialek Tamim menjadi     . Dan dibaca juga      sebagai mabni majhul dari kata     .

 

(.     ) dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah. yakni penolong yang dapat menolak azab darimu. Waw di ayat ini adalah Wawul Hal (.     ), yaitu yang menunjukkan kepada keadaan.

 

(.   ) kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan. Maksudnya, kemudian kamu tidak akan ditolong oleh Allah. Karena telah menjadi keputusan-Nya bahwa Dia akan mengazab kamu dan tidak akan membiarkan kamu begitu saja.

 

Kata   di sini berarti, tidak mungkin Allah memberi pertolongan kepada mereka, padahal Dia telah mengancam mereka dengan azab atas perbuatan zalim mereka, dan memastikan azab itu atas mereka. Dan bisa juga   itu menempati posisi   yang berarti menyatakan mustahil. Maksudnya, setelah Allah Taala akan mengazab mereka, dan bahwa selain dari Allah tidak akan ada yang mampu menolong mereka, maka dapatiah disimpulkan bahwa mereka sama sekali takkan tertolong. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Abu Thalhah ra., bahwa pada suatu hari Rasulullah saw. datang, sedang wajah Beliau memancarkan kegembiraan. Lalu para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami benar-benar melihat kegembiraan di wajah Baginda”. Beliau menjawab : “Telah datang malaikat kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, tidak senangkah Anda jika Tuhanmu Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung berfirman, bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersalawat kepadamu, melainkan Aku merahmatinya sepuluh kali, dan tidak seorang pun dari umatmu mengucapkan salam kepadamu, melainkan Aku menyalaminya sepuluh kali pula”. Rasulullah berkata : “Maka aku jawab, “ Tentu, saya suka”. (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll.)

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa ada seorang yang zalim hendak berkunjung menemui seorang alim yang zahid. Ketika orang zalim itu mendekat, maka orang zahid itu menutup wajahnya. Lantas, anaknya menyampaikan alasannya, katanya : “Sesungguhnya ayahku sakit berat, sehingga karenanya dia menutupi wajahnya”. Namun orang tua yang zahid itu menukas : “Saya tidak sakit dan tidak pula nyeri, tetapi saya ingin agar tidak melihat wajahmu”. Maka pulanglah orang zalim itu, kemudian dia bertobat dan meminta ampun kepada Allah. Maka Allah Taala pun mengampuni keduanya. Adapun terhadap orang zahid itu, karena dia tidak mau melihat kepada wajah orang zalim tersebut, sedangkan terhadap orang zalim itu karena dia ia bertobat dari kezalimannya. Demikian saya dengar dari guruku, semoga Allah merahmatinya.

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mendoakan orang yang zalim agar panjang umur, maka berarti dia ingin agar Allah didurhakai di muka bumi-Nya”.

 

Pernah suatu ketika, Sufyan ditanya orang mengenai seorang yang zalim yang hampir mati di sebuah hutan, bolehkan diberi seteguk air?. Maka jawabnya, “Tidak”.

 

“Dia bisa mati”, kata penanya itu pula.

 

Dengan tegas Sufyan menjawab : “Biarkan dia mati”.

 

(Demikian disebutkan dalam Arrajabiyah)

 

Dan dari Maimun bin Mahran, katanya : “Bersahabat dengan seorang penguasa itu ada dua bahayanya : jika Anda menuruti apa katanya, maka itu bisa membahayakan agaIna Anda, dan jika Anda mendurhakainya, maka itu bisa membahayakan jiwa anda. Yang paling baik adalah Anda tidak mengenal dia dan dia pun tidak mengenal Anda”. (Tanbihul Ghafilin).

 

(Diceritakan), seorang zalim menganiaya seorang yang lemah selama bertahuntahun. Ketika penganiayaan itu berkelanjutan sampai sekian lama, maka suatu hari, berkatalah orang yang teraniaya itu kepada si zalim : “Sesungguhnya perbuatan aniayamu terhadap diriku melegakan aku karena empat perkara : maut akan menyambut kita, kulur akan menghimpit kita, kiamat akan mengumpulkan kita, dan Tuhan akan mengadili di antara kita”. (Dari Akhlashul Khassah)

 

Dan Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membuat suatu tradisi yang baik (yakni dalam Islam), sedang tradisinya itu diikuti oleh orang banyak. Maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang ikut melakukannya”.

 

Yakni : bahwa setiap orang yang melakukan tradisi tersebut sepeninggalnya, maka pahalanya akan dicatatkan pula untuk dirinya.

 

“Dan barangsiapa membuat suatu tradisi yang buruk, dan dia menjadi panutan orang dalam melakukan tradisi tersebut, maka dia akan menerima dosanya dan dosa setiap orang yang menirunya”.

 

Yakni, setiap orang yang melakukan tradisi buruk tersebut, maka akan dicatatkan pula untuknya dosanya dan dosa siapa saja yang menirunya. (Dari hadis-hadis Bukhari dan Muslim)

 

Dari sahabat Umar ra., katanya : “Nabi saw. ditanya tentang hamba yang paling dicintai Allah Taala. Beliau menjawab : “Orang yang paling berguna bagi orang lain”. Dan Beliau ditanya pula tentang amal yang paling utama, maka jawab Beliau : “Memasukkan rasa gembira ke dalam hati seorang mukmin, dengan mengusir rasa lapar darinya, atau menghilangkan kesusahan darinya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka dia seolah-olah berpuasa dan beriktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan bersama seorang yang teraniaya yang dia tolong, maka Allah akan memantapkan telapak kakinya di atas sirat (titian di atas neraka) pada hari banyak telapak kaki yang terpeleset. Dan barangsiapa menahan amarahnya, maka Allah akan menutupi aibnya. Dan sesungguhnya budi yang buruk akan merusak iman sebagaimana cuka merusak madu”.

 

Dari hadis ini dapat diketahui bahwa, hamba yang paling disukai Allah ialah orang yang paling berguna bagi orang lain. Amal yang paling utama ialah menimbulkan rasa gembira ke dalam hati orang mukmin, dengan cara menolak lapar darinya, atau menghilangkan kesusahannya, atau melunasi hutangnya. Dan barangsiapa berjalan menyertai saudaranya yang muslim dalam memenuhi hajatnya, maka seperti puasa disertai iktikaf selama satu bulan. Dan barangsiapa berjalan menyertai orang yang teraniaya yang ditolongnya, maka Allah akan memantapkan kedua telapak kakinya di atas sirat, sebagaimana telah diterangkan tadi. Dan ini dikuatkan pula oleh hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., katanya : Rasululiah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya yang sedih dan terbuang, Allah akan mencatatkan baginya tujuh puluh tiga ampunan, salah satu di antaranya adalah berupa perbaikan nasibnya di dunia, dan yang tujuh puluh dua merupakan derajat di akhirat”.

 

Juga masih sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersahda:

 

Artinya : “Barangsiapa di waktu pagi tidak memendam niat menzalimi seorang pun, maka akan diampunilah kejahatan yang telah dilakukannya. Dan barangsiapa di waktu pagi memendam niat untuk menolong orang yang teraniaya dan memenuhi hajat orang muslim, maka dia memperoleh pahala seperti pahalanya haji yang mabrur’

 

Begitu pula diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang muslim suatu kesusahan di dunia, maka Allah akan menghilangkan darinya salah satu kesusahan dan kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya selagi hambanya itu menolong saudaranya.

 

Dan juga diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menolong orang yang teraniaya, maka Allah akan menolongnya pada hari kiamat ketika melintasi sirat, dan memasukkannya ke dalam surga. Dan barangsiapa melihat orang yang teraniaya dan orang itu meminta tolong kepadanya, namun dia tidak sudi menolongnya, maka dia akan dicambuk di dalam kuburnya dengan seratus cambuk dari api”. (Majalis Al Bashri)

 

Dan disebutkan di dalam atsar :

 

Pada hari kiamat kelak, suatu seruan akan terdengar : “Hadapkanlah kepada-Ku Firaun!”. Maka Firaun pun dibawa menghadap, kepalanya memakai peci dari api neraka, mengenakan baju dari ter yang panas, sambil menunggang seekor babi, kemudian diserukan pula : “Mana orang-orang yang pongah lagi sombong?”. Maka mereka pun dihadapkan pula. Kemudian semuanya diberangkatkan ke neraka dengan dipimpin oleh Fir’aun.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Qabil?”. Maka Qabil pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan lagi: “Mana para pendengki, biar Aku gabungkan mereka dengannya, karena dia adalah pemimpin mereka ke neraka”.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Ka’ab bin Asyraf, pemuka ulama Yahudi ?”. Sebagaimana diberitakan dalam sebuah khabar : “Sekiranya dia beriman, niscaya semua orang Yahudi ikut beriman pula”. Maka Ka’ab bin Asyraf pun dihadapkan pula. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang menyembunyikan kebenaran dan ilmu?”. Maka para malaikat menggiring mereka bersamanya ke neraka, karena Ka’ablah pemimpin mereka. Kemudian diserukan kembali : “Mana Abu Jahal?”. Maka dihadapkanlah dia. Setelah Itu diserukan pula : “Mana orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasui-Nya?”. Maka Abu Jahal menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Seterusnya diserukan pula : “Mana Walid bin Mughirah?”. Dia pun lalu dihadapkan.

 

Kemudian diserukan kembali : “Manakah orang-orang yang suka memperolok-olokkan orang-orang muslim yang miskin?. Dialah pemimpin mereka ke neraka.

 

Selanjutnya diserukan : “Mana Ajda, kaum Luth yang mencontohkan perbuatan liwath?”. Ajda pun dibawa menghadap. Kemudian diserukan kembali : “Mana orang-orang yang suka meliwath?”. Mereka pun dihadapkan. Dan Ajdah menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Lantas diserukan : “Mana Umru Al Oais?”. Dia pun didatangkan. Kemudian para penyair lainnya yang telah berdusta juga dikumpulkan. Dan Umru Al Qais menjadi pemimpin mereka ke neraka.

 

Seterusnya diserukan : “Mana Musailmah Al Kazzab?”. Setelah Musailimah dihadapkan, maka diserukan pula : “Mana mereka yang telah mendustakan Alkitab?” Musa:limahlah pemimpin mereka ke neraka.

 

Dan akhirnya diserukan : “Mana Iblis yang terkutuk itu?” maka Iblis pun dibawa menghadap. Kemudian Iblis berkata : “Wahai Hakim yang Mahaadil, serahkanlah kepadaku bala tentaraku, tukang-tukang azanku, ahli-ahli giraatku, para penulis mushafku menteri-menteriku, para ahli fikihku, juru-juru kunci gudangku, para saudagarku, pemain-pemain tamburku dan pengawal-pengawalku”.

 

Iblis ditanya : “Hai makhluk terkutuk yang terusir, siapakah bala tentaramu ?”.

 

Iblis menjawab : “Bala tentaraku ialah orang-orang yang bersikap tamak. Tukangtukang azanku ialah para pemain musik. Ahli-ahli giraatku ialah para penyanyi. Penulispenulis mushafku ialah tukang tato dan yang minta ditato. Ahli-ahli fikihku ialah orangorang yang suka memperolok-olokkan orang lain yang sedang ditimpa musibah, sedang dia makan yang enak-enak. Juru-juru kunci gudangku ialah mereka yang datang ke meja minuman keras dan menolak membayar zakat. Saudagar-saudagarku ialah orang yang menjual alat musik. Pemain-pemain tamburku ialah mereka yang suka memukul gendang dan rebana. Dan pengawal-pengawalku ialah mereka yang menanam anggur untuk dijadikan minuman keras”.

 

Kemudian keluarlah seekor ular, panjang lehernya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Ular itu mengumpulkan mereka lalu menggiring mereka ke neraka. Setelah itu diserulah seluruh makhluk untuk dihisab. Allah Taala berfirman : “Hai Jibril, orang yang pertama-tama memasuki surgaku ialah Muhammad”.

 

Lantas dipasangkanlah ke atas kepala Beliau sebuah mahkota yang terbuat dari cahaya. Beliau mengenakan sutera hijau, sedang di hadapan Beliau ada tujuh puluh ribu panji dibawa orang. Dan Beliau sendiri memegang Liwaul Hamdi. Kemudian diserukan : “Manakah orang-orang yang dahulu lebih memilih hidup miskin dan berbuat kebajikan kepada orang-orang miskin, sedang mereka menempuh jalan Muahmmad dan mengikuti sunnahnya?. Berangkatlah kamu sekalian bersama Nabimu ke surga”.

 

Setelah itu, didatangkan Nabi Adam as. sedang di atas kepalanya ada mahkota dari cahaya dan di hadapannya ada delapan ribu panji. Lantas ditanyakan : “Mana orangorang yang telah berhaji dan berumrah?”. Adam as. adalah pemimpin mereka menuju surga.

 

Kemudian didatangkan pula Nabi Ibrahim as., sedang di hadapan Beliau ada dua puluh ribu panji. Lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka kepada tamu dan suka berbuat baik kepada orang asing?”. Ibrahimlah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya didatangkanlah Nabi Yusuf as., sedang di hadapannya ada sepuluh ribu panji. Kemudian diserukan : “Mana orang-orang yang tidak menuruti keinginan hawa nafsunya ketika mampu melampiaskannya?”. Nabi Yusuflah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya didatangkan pula Nabi Ya’kub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka berbuat kebajikan kepada tetangga-tetangga mereka?”. Nabi Ya’kublah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian dihadapkan Nabi Musa as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berani mengatakan yang hak demi keridhaan Allah Taala semata?”. Nabi Musalah pemimpin mereka ke surga.

 

Berikutnya, Nabi Harun as. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orang-orang yang berlaku adil ketika menjadi pemimpin?”. Nabi Harunlah pemimpin mereka ke surga.

 

Sesudah itu, didatangkan pula Nabi Ayyub as., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang bersabar di kala menghadapi penyakit dan bencana?”. Nabi Ayyublah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian didatangkan pula Abubakar Assiddiq ra., sedang di atas kepalanya terpasang mahkota dari cahaya, dengan berpakaian sutera halus dan sutera tebal. Lantas diserukan : “Mana orang-orang yang siddig?”. Abubakariah pemimpin mereka ke surga.

 

Setelah itu, Umar bin Khattab ra., lalu diserukan : “Mana orang-orang yang suka menyuruh kepada kebajikan dan melarang dari kemunkaran?”. Lmariah pemimpin mereka ke surga.

 

Berikutnya, Utsman bin Affan ra. dibawa menghadap, lalu diserukan : “Mana orangorang yang tidak melakukan perbuatan maksiat karena malu kepada Allah?”. Utsmanlah pemimpin mereka ke surga.

 

Kemudian didatangkan pula Ali bin Abi thalib ra., Jalu diserukan : “Mana orang-orang yang berperang di jalan Allah ?”. Allah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya dihadapkan pula Hasan dan Husein ra. lalu diserukan : “Mana orangorang yang teraniaya dan terbunuh dalam mentaati Allah?”. Mereka berdualah sebagai pemimpin mereka ke surga.

 

Setelah itu, dihadapkan sahabat Muaz bi Jabal ra., lalu diserukan : “Mana para fukaha?”. Muazlah pemimpin mereka ke surga.

 

Selanjutnya dihadapkan pula sahabat Bilal Alhabsyi ra., lalu diserukan : “Mana para tukang azan?”. Bilallah pemimpin mereka ke surga. (Tafsir Attaisir).

 

Dalam sebuah hadis disebutkan :

 

Artinya : “Barangsiapa menyakiti seorang mukmin berarti telah menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku berarti telah menyakiti Allah Taala: dan barangsiapa menyakiti Allah Taala maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka”.

 

Yakni, berganti tempat dari surga ke neraka.

 

Apabila telah bangkit hari kiamat, maka orang yang teraniaya akan menggandoli orang yang menganiayanya, dan orang yang bersengketa akan menggandoli seterunya, sambil mengatakan : “Di antara aku dan kamu ada Yang Mahaadil dalam hukum-Nya”. Orang-orang zalim itu akan mengetahui apa yang diperlakukan terhadap mereka ketika sebagian dari kebaikan-kebaikan mereka diambil lalu diserahkan kepada orang-orang yang pernah mereka zalimi. (Demikian tersebut di dalam Zubdatul Wa’izhin)

 

(Diceritakan) dari sahabat Bila! ra., katanya : “Dahulu, kami pernah berada bersamaSama Rasulullah saw. di rumah sahabat Abubakar Assiddig ra., di Mekah. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Maka saya pun keluar, dan ternyata ada seorang laki-laki Nasrani. Dia bertanya : “Apakah di sini ada Muhammad bin Abdullah?”.

 

Orang itu saya persilakan masuk. Kemudian dia berkata : “Ya Muhammad, Tuan mengaku bahwa Tuan adalah utusan Allah. Kalau memang benar demikian, tolonglah Saya menghadapi orang yang telah menganiayaku”.

 

“Siapakah yang menganiayamu?”. Tanya Rasulullah.

 

“Abujahal bin Hisyam,”, jawabnya. “Dia telah merampas hartaku”.

 

Maka bangkitlah Rasulullah saw. ketika itu, waktu sudah tengah hari.

 

Bilal meneruskan ceritanya :

 

Kami berkata kepada Beliau : “Ya Rasulullah, sesungguhnya Abujahal saat ini masih tidur siang. Hal itu akan memberatkan dia. Dan kami kuatir dia akan marah kepada Baginda dan menyakiti Baginda”.

 

Namun Beliau tidak memperdulikan perkataan kami. Beliau tetap pergi kepada Abujahal dan mengetuk pintu rumah Abujahal dengan marah. Kemudian keluarlah Abujahal dengan marah pula. Ternyata yang berdiri di pintunya adalah Rasulullah saw. Maka Abujahal berkata dengan nada lunak : “Silakan masuk. Tidakkah sebaiknya Anda suruh orang saja kepadaku, supaya saya datang kepadamu?”.

 

Rasulullah saw. berkata : “Engkau talah merampas harta orang Nasrani ini ?. kembalikan kepadanya hartanya itu!”.

 

“Untuk inikah Anda datang?” Kata Abujahal. “Sekiranya anda menyuruh seseorang kepadaku, saya pasti akan mengembalikan hartanya kepadanya”.

 

“Jangan berlama-lama”, tegas Rasulullah. “Cepat serahkan hartanya kepadanya”.

 

Lantas Abujahal berkata kepada budaknya : “Keluarkan semua yang telah aku ambil dari dia, dan kembalikan kepadanya”.

 

Rasulullah bertanya : “Hai laki-laki, apakah semua hartamu telah engkau terima semuanya?”.

 

Lelaki Nasrani itu menjawab : “Ya, kecuali sebuah keranjang”. Keluarkan keranjang itu”, perintah Rasulullah kepada Abujahal. Maka dia pun mencari keranjang itu di dalam rumahnya, namun tidak ditemukannya. Maka Abujahal pun lalu menyerahkan sebuah keranjang yang lain kepada orang Nasrani itu, yang lebih baik daripada keranjang miliknya itu.

 

Kemudian istri Abujahal berkata kepada suaminya : “Demi Allah, engkau benar-benar telah merendahkan diri kepada anak yatim Abu Thalib!”.

 

Abujahal menjawab : “Seandainya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, pasti engkau tidak akan berkata demikian!”.

 

“Apa yang engkau ketahui?”. Tanya perempuan itu.

 

Suaminya menjawab: “Engkau jangan membikin aku malu di tengah-tengah kaumku. Aku melihat di kedua pundak Muhammad dua ekor singa. Tiap kali aku hendak mengatakan : “Takkan aku berikan”, maka keduanya hampir menerkam aku. Oleh karena itu, aku pun menurut”.

 

Bilal melanjutkan ceritanya :

 

“Setelah orang Nasrani itu menyaksikan apa yang dialami oleh Abujahal, maka berkatalah dia: “Ya Muhammad, sungguh Tuan adalah seorang utusan Allah, dan agamamu adalah benar”. Kemudian dia pun masuk Islam, dan baik Islamnya, dengan berkat karena menolong yang teraniaya. (Zubdatul Wa’izhin)

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim : “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami mematuhi seruan Engkau, dan akan mengikuti rasul-rasul”, (kepada mereka dikatakan), “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa.

 

Dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan”. (QS. Ibrahim : 4445)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan berikanlah peringatan kepada manusia, Hai Muhammad.

 

(.  ) tentang hari datangnya azab kepada mereka. Maksudnya, hari kiamat atau hari kematian. Karena itu merupakan permulaan dari hari-hari azab mereka. Dan kata   adalah maf’ul tsani dari kata   .

 

(.     ) maka berkatalah orang-orang yang zalim, dengan melakukan perbuatan syirik dan dusta.

 

(.    ) Oh Tuhan kami, beri tangguhlah kami, walaupun dalam waktu yang sedikit. Akhirkanlah azab dari kami dan kembalikanlah kami ke dunia, lalu beri tanghuhlah kami walaupun sampai batas waktu yang dekat. Atau, tundalah ajal kami dan biarkanlah kami hidup sekedar untuk beriman kepada-Mu dan memenuhi seruan-Mu.

 

(.    ) niscaya kami akan memenuhi seruan Engkau dan mengikuti rasul-rasul. Ini adalah jawaban dari amr (.    ). Adapun yang serupa dengan ayat ini adalah firman Allah dalam ayat lain, yang artinya : “Mengapakah Engkau tidak menanggur. kan aku sampai waktu yang dekat, maka aku dapat bersedekah dan menjadi orang yarg saleh”.

 

    Bukankah kamu telah bersumpah dahulu di duma) bahwa sekali-kali kamu tdak akan binasa?”. Maksudnya : dikatakan kepada mere. ka seperti itu adalah sebagai jawaban atas pertanyaan mereka. Sedang kata  . adalah jawab sumpah (jawabul gasam) yang disampaikan dengan lafaz khitab untuk penyesuaian, dan bukan hikayat. Artinya : Kamu telah bersumpah bahwa kamu akan hidup kekal di dunia, tidak akan binasa karena maut.

 

      dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri. Yaitu dengan kekufuran dan kemak. siatan, seperti kaum Ad dan kaum Tsamud.

 

     dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka, dengan apa-apa yang kamu saksikan di tempat-tempat kediaman mereka, yaitu bekas-bekas dari bencana yang telah menimpa mereka, dan berita-berita mengenai mereka yang tersebar luas di kalangan kamu sekalian.

 

    dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan, dan hal ihwal mereka. Yakni, Kami telah terangkan kepadamu bahwa kamu serupa dengan mereka dalam soal kekafiran dan kepantasan untuk diazab, atau sifat-sifat dari apa yang telah mereka lakukan dan yang sepantasnya diperlakukan terhadap mereka, yang dalam hal keganjilannya adalah ibarat perumpamaan-perumpamaan yang telah diberikan. (Qadhi Bajdhawi).

 

Dari sahabat Anas ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku satu kali, maka Allah akan merahmatinya sepuluh kali. Barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku sepuluh kali maka Allah akan merahmatinya seratus kali. Dan barangsiapa mengucapkan salawat kepadaku seratus kali, maka Allah akan mencatatkan di antara kedua matanya dua kebebasan: kebebasan dari nifak dan kebebasan dari neraka. Dan Allah akan menempatkannya kelak pada hari kiamat bersama orang-orang yang mati syahid”. (Hayatul Qulub)

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Pada han kiamat kelak, manusia akan dibangkitkan ke dalam tiga jenis. Jenis pertama berjalan kaki, yang kedua berkendaraan, dan yang ketiga berjalan di atas wajah meraka. Seseorang bertanya . Ya Rasulullah, bagaimana mereka berjalan di atas wajah mereka?.

 

Beliau menjawab : Sesungguhnya Allah yang menjalankan mereka dengan kaki mereka, dapat pula menjalankan dengan wajah mereka. Adapun mereka turun dengan cepat di atas wajah mereka dari tempat yang tinggi dan batu karang”. (HR. Tirmizi)

 

Adapun para pejalan kaki ialah orang-orang yang berdosa dari kalangan kaum mukminin. Yang naik kendaraan ialah orang-orang yang bertakwa Assabigun, yang tidak memiliki perasaan kuatir dan sedih di dalam hati mereka. Sedangkan orang-orang yang berjalan di atas wajah mereka ialah kaum yang kafir.

 

Dan boleh jadi pula, manusia terpecah ke dalam tiga golongan : satu golongan adalah dari kaum muslimin, yaitu mereka yang berkendaraan. Dan dua golongan lainnya adalah dari kaum yang kafir. Salah satunya adalah orang kafir yang sombong, congkak lagi pembangkang, yang tidak sudi menerima nasehat. Mereka ini dibangkitkan di atas wajah-wajah mereka. Sedang para pengikut mereka berjalan kaki. (Alhadis)

 

Sabda Nabi saw., yang artinya : “Orang-orang yang berpengharapan dan merasa takut yang akan datang nanti ialah orang-orang awam dari kaum mukminin, yang mencampur adukkan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Mungkin mereka ialah orang-orang yang melakukan perbuatan maksiat. Dan mereka ini termasuk golongan yang pertama. Sedang golongan yang kedua, yaitu yang berkendaraan, yang bergegas menuju kepada apa yang telah disediakan buat mereka di dalam surga. Mereka itu ialah orang-orang yang telah menjauhi perkara-perkara yang syubhat. Boleh jadi mereka itulah yang disebut Assabigun. (Ibnu Malik)

 

Para ulama telah sepakat atas sebuah riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Manusia akan dibangkitkan dalam tiga cara : orang-orang yang berpengharapan, orang-orang yang ketakutan, dua orang di atas satu unta, tiga orang di atas seekor unta, empat orang di atas seekor unta, dan sepuluh orang di atas seekor unta”.

 

Bilangan-bilangan ini adatah rincian dari tingkatan-tingkatan mereka secara kiasan dan perumpamaan. Orang yang tinggi tingkatannya, lebih sedikit sekutunya (dalam menunggangi unta), serta lebih cepat dan lebih dahulu mencapai surga.

 

Kalau anda tanyakan, naiknya dua orang dan lain-lain yang semisalnya itu, caranya bersama-sama atau bergantian?. Maka saya jawab : Dengan cara bergiliran. Tetapi lebih utama diartikan dengan cara bersama-sama. Sebab cara bergiliran itu tidak dapat diartikan dua atau tiga orang secara bersama-sama di atas seekor unta.

 

Adapun disebutkannya bilangan sepuluh secara khusus, tidak lain adalah sebagai tanda bahwa sepuluh itu merupakan bilangan pengendara terbanyak di atas seekor unta. Dan unta yang sanggup mengagumkan. Seperti unta Nabi Saleh as. yang kuat mengangkut beban yang tidak sanggup diangkut oleh unta-unta yang lain. Sedang tidak disebutkannya bilangan lima, enam dan seterusnya sampai sepuluh, hanyalah untuk mempersingkat saja. Dan juga, di antara orang-orang yang disebutkan di atas tidak disebutkan adanya seseorang yang menunggang unta sendirian saja. Hal ini karena yang dimaksudkan memang bukan orang khawas, tetapi orang biasa.

 

Tetapi itu mungkin juga merupakan tingkatan para nabi atau para wali. Sedang manusia lainnya digiring api, yaitu golongan ketiga. Yang dia tidur siang sebagaimana mereka tidur. Bermalam seperti mereka, berpagi seperti mereka, bersore seperti mereka. Maksudnya, bahwa api senantiasa menyertai golongan ini dalam segala keadaan mereka. Inilah orang-orang kafir.

 

Sebagian pensyarah ada yang mengatakan : penghimpunan ini terjadi menjelang hari kiamat. Selagi masih hidup, menuju ke Syam. Karena adanya kaitan, yaitu mereka tidur siang dan bermalam. Sebab hal seperti ini tentu hanya terjadi di dunia. Dan juga manus a diangkatkan dari dalam kubur tiada beralas kaki, tidak disifati dengan naik kendaraan atau saling bergantian naik kendaraan. Dan ini adalah tanda terakhir akan terjadinya kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis: “Dan akhir dari semua itu adalah api yang muncul dari dasar jurang Aden, yang menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”.

 

Namun sebagian yang lain mengatakan, bahwa penghimpunan itu terjadi sesudah hari kebangkitan (kiamat). Karena, apabila penghimpunan itu disebutkan secara mut ak maka pengertiannya diarahkan kepada saat sesudah mati. Dan pendapat inilah yang dpi. lih oleh Imam Atturbusyi, karena hadis di atas yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berbunyi : Manusia akan dihimpun ke dalam tiga kelompok …. dst. sampai akhir hadis.

 

Adapun orang zalim, maka berdasarkan riwayat dari sahabat Abu Hurairah ra dar Nabi saw. dalam sebuah hadis yang Beliau riwayatkan dari Tuhannya Yang Mahatinggi bahwa Dia berfirman : ,

 

Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezal man atas diri-Ku dan atas hamba-hamba-Ku, maka janganlah kamu saling menzalimi. (HR. Muslim dan Attirmizi)

 

Maksud hadis ini ialah, bahwa sesungguhnya Aku Mahasuci dan Mahatinggi dan berlaku aniaya.

 

Dan dari sahabat Jabir ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hindarilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat. Dan hindarilah olehmu kekikiran, karena kekikiran itu telah membinasakan umat sebelum kamu. Dia telah menyebabkan mereka menumpahkan darah sesama mereka dan menganggap halal kehormatan-kehormatan mereka”.

 

Al Qadhi Iyadh berkata : “Hadis ini diartikan menurut zahirnya, yakni kezaliman itu akan menjadi kegelapan bagi pelakunya, dia tidak akan mengetahui jalan pada han kiamat, pada saat cahaya orang-orang mukmin memancarkan di hadapan dan di sebelah kanan mereka. Tetapi kegelapan di sini bisa juga diartikan, kesusahan-kesusahan. Sedangkan maksud sabda Nabi saw., yang artinya : “… karena kikir itu telah membinasa-kan di sini ialah kebinasaan yang telah diberitakan, baik di dunia maupun di akhirat”.

 

Dan segotongan ulama ada pula yang mengatakan, bahwa makna Asy Syuhhu itu adalah kikir, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Asy Syuhhu itu ialah tamak terhadap sesuatu yang bukan miliknya, sedang Al Bukhlu ialah tamak terhadap sesuatu yang menjadi miliknya.

 

Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lam, maka hendaklah dia meminta maaf kepadanya han im. sebelum tiba saat yang ketika itu sudah tidak ada lagi dinar maupun dirham Kalau dia mempunyai amal saleh maka amalnya itu diambil sebagian selimbang dengan penganiayaannya ilu Dan seandainya dia tidak mempunyai kebaikan, maka sebagian keburukan kawannya itu diambil, lalu dibebankan kepadanya”. (HR. Bukhari dan Attirmizl)

 

Kalau Anda mengatakan, imi bertentangan dengan firman Allah Taala yang artinya ‘ (Dan seseorang tidaklah menanggung beban dosa orang iain). maka kami jawab : “Orang yang zalim itu sebenarnya dibalas sesuai dengan kezalmannya. Adapun diambilnya sebagian dan keburukan-keburukan orang yang teraniaya itu, tidak lain adalah untuk menngankan dia dan demi keadilan. Jadi. maksud ayat ini, bahwasanya kalau seseorang berkata kepada yang lam : “Aku tanggung dosamu”, maka dia tidak akan dihukum dengan dosa itu di akhirat kelak.

 

Al Fagih Abul Laits berkata : “Tidak ada dosa yang tebih besar daripada perbuatan yang zalim. Karena dosa (yang lain) itu, kalau terjadi antara kamu dengan Allah Taala, maka sesungguhnya Allah Taala Maha Pemurah untuk memaafkan kamu. Akan tetapi, jika dosa-dosa itu terjadi di antara kamu dengan sesama manusia, maka tidak ada jalan lan kecuali meminta kerelaan seterumu. Maka bagi para penganraya sepatutnya dia meminta ampun dan bertobat dari perbuatan aniaya itu dan meminta maaf kepada orang yang telah dianiayanya di dunia ini juga Apabila hal itu tidak bisa dilakukannya. maka sepatutnya dia memohonkan ampunan bag: orang yang telah dianianya itu dan mendoakannya. Karena dengan demikian, diharapkan dia bersedia memaafkan.

 

Dan Maimun bin Mahran, bahwa jika seorang laki-laki menganiaya orang lain, maka jika dia ingin meminta maaf kepadanya. namun tidak sempat dan tidak bisa melakukannya, lalu dia memohonkan ampunan untuk orang itu setiap habis salat fardhu, maka dia Insya Allah bisa tertepas dari penganiayaannya.

 

Seorang yang lain berkata : “Kezaliman itu ada tiga macam : kezahman yang diampuni oleh Allah Taala, jika Dia menghendaki. Kezaliman yang tidak diampuni Allah Taala, dan kezaliman yang bakal diadili oleh Allah Taala.

 

Adapun kezaliman yang diampuni Allah ialah kezafiman yang terjadi antara manusia dengan Tuhan mereka, sepert: meninggalkan salat, puasa, zakat, hay dan melakukan perkara-perkara haram. Adapun kezaliman yang tidak diampuni oleh Allah ialah syirik, sebagaimana diliimankan Allah Taala di dalam surah Annisa : 

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syink, dan Dia mengampuni semua dosa yang selain (syink) itu, bagi Siapa yang dikehendaki-Nya”

 

Ayat ini merupakan dalil bahwa, orang yang telah melakukan dosa besar, bila dia mati sebelum bertobat. maka dia benar-benar dalam ketentuan kehendak Ilahi. jika Allah menghendaki, maka Dia akan memaalkannya dan memasukkannya ke surga dengan kemurahan-Nya. Tetapi jika Dia menghendaki, bisa juga Dia mengazabnya. kemudian memasukkannya ke dalam surga dengan rahmat-Nya dan kebajikan-Nya. karena Allah Taala telah menjanjikan ampunan bagi selai syink. Sedangkan synik, maka dia memang penyebab kekal di dalam neraka.

 

Adapun kezaliman yang benar-benar akan diadili oleh Allah Taala talah kezaliman manusia di antara sesama mereka. Seperti : mengumpat, menggunjing, mengadudomba, membunuh orang tanpa alasan yang benar. Memakan harta haram, memukul, mencela dan hak-hak manusia yang lain.

 

Nasehat yang baik :

 

Diceritakan, bahwa Ad mempunyai dua orang putera, yang satu bernama Syadad dan yang lain bernama Syadid. Kedua-duanya menjadi raja dengan cara paksa. Namun Syadid kemudian mati, maka Syadadlah yang akhirnya menguasai dunia.

 

Syadad pernah membaca kitab-kitab suci, karenanya dia mendengar cerita tentang surga. Lantas dia berkata : “Saya akan membuat di dunia, seumpama surga di Muka bumi”. Kemudian dia mengajak raja-raja lain berunding, katanya : “Sesungguhnya aku Ingin membangun surga yang diceritakan Allah Taala di dalam Kitab-Nya”.

 

Maka raja-raja yang lain berkata : “Urusan ini terserah kepada paduka, karena dunia ini seluruhnya berada dalam kekuasaan paduka”.

 

Lalu dia memerintahkan kepada mereka supaya mengumpulkan emas dan perak dari timur dan barat. Kemudian mereka kumpulkan ahli-ahli bangunan. Ada tiga ratus orang ahli bangunan yang mereka pilih, yang masing-masing membawahi seribu orang tukang.

 

Mereka berkeliling selama sepuluh tahun untuk mencari lokasi yang tepat. Akhirnya mereka menemukan sebuah daerah yang tanahnya sangat subur, yang banyak ditumbuhi pepohonan dan dialiri oleh sungai-sungai. Lalu mulailah mereka membangun surga, satu farshakh demi satu farsakh, berupa bata yang terbuat dari emas dan bata yang terbuat dari perak. Setelah surga itu mereka bangun, maka mereka alirkan di sana sungai-sungai dan mereka tanami pohon-pohon yang batangnya dari perak, sedang ranting-rangtingnya dari emas. Dan mereka bangun pula di sana mahligai-mahligai yang terbuat dari permata yagut merah dan batu pualam putih, dan mereka gantungkan berlian dan yagut pada dahan-dahan pepohonan tersebut. Kemudian mereka taburkan intan-intan dan mutiaramutiara di dalam sungai-sungainya, serta minyak misik dan ambar di tepi antara sungaisungai dan pohon-pohon itu.

 

Ketika pembangunan surga (versi Syaddad) itu telah selesai dengan sempurna, maka mereka suruh orang untuk memberitahukan kepada Syadad bahwa surga itu telah selesai. Maka, berangkatlah Syaddad menuju ke surga itu dengan semua warga kerajaannya. Dalam pembangunan surga itu dahulu, raja-raja dan pembantu-pembantu Syaddad merampasi emas dan perak secara zalim, sehingga tidak ada sedikit pun emas dan perak yang tersisa kecuali seberat dua dirham terkalung di leher seorang anak yatim yang masih kecil, dan itu pun mereka rampas pula darinya. Maka anak kecil itu mengangkat wajahnya ke langit seraya berdoa : “Tuhanku, Engkau mengetahui apa yang telah dilakukan oleh Orang-orang yang zalim ini kepada hamba-hamba-Mu yang laki-laki maupun yang perempuan, maka selamatkaniah kami, oh Tuhan Yang Maha Penolong kepada orang-orang meminta pertolongan”.

 

Doa anak yatim itu diamini oleh para malaikat di langit. Maka Allah Taala lalu mengirim malaikat Jibril as. ketika perjalanan Syaddad dan rombongannya masih berjarak sehari semalam perjalanan dari surga itu, Jibril berteriak dari angkasa. Maka seketika itu juga, binasalah mereka semua sebelum sempat memasuki surga itu. Maka tidak ada tersisa seorang pun dari mereka, baik yang kaya, miskin maupun raja, semuanya binasa, disebabkan oleh doa anak yatim yang teraniaya itu. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Ketahuilah wahai saudara, apa yang telah saya katakan kepada Anda. Janganlah Anda berjalan menuju pintu raja-raja, sebab perbuatan itu, jika bukan karena darurat, ia merupakan kegelapan dan seperti melakukan perbuatan maksiat. Karena perbuatan itu sama dengan merendahkan diri dan memuliakan mereka. Padahal Allah Taala telah memerintahkan supaya kita berpaling dari mereka. Sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka menghindarlah dan orang-orang yang berpaling dan penngatan Kami dan dia tidak menginginkan selam kehidupan dunia”

 

Dan benalan ke pintu raja-raja itu berarti juga memperbesar jumlah mereka dan membantu mereka dalam kezalman. Dan jika perbuatan itu dengan maksud untuk meminta harta mereka, maka itu berarti mencan harta haram. Padahal Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa merendahkan dini kepada orang kaya karena kekayaannya, maka hilanglah dua pertiga agamanya”.

 

Ini terhadap orang kaya yang saleh, apalagi terhadap orang kaya yang zalim.

 

Nabi saw. mengatakan demikian karena manusia itu tergantung pada hati, lidah dan dinnya. Apabila dia merendahkan din kepada orang kaya dengan din dan lidahnya, maka hilangiah dua periga agamanya. Kemudian, kalau dia juga meyakini keutamaan orang kaya itu dengan hatinya sebagaimana dia telah merendahkan din dengan lidah dan dinnya, maka lenyaplah agamanya seluruhnya.

 

Jadi kesimpulannya, seluruh gerak dan diammu dengan anggota-anggota badanmu adalah tergantung kepadamu. Maka janganlah Anda menggerakkan satu pun dan anggota-anggota badan Anda itu untuk mendurhakai Allah, sebaliknya, gunakanlah semuanya itu untuk mentaati-Nya.

 

Dan ingatlah, bahwa apabila Anda lalai dalam memelihara diri, maka kepada Anda sendinlah kembali akibatnya, yakni hukumannya. Dan apabila Anda waspada, maka kepada Anda juga kembali buah dan ganjarannya. Sedang Allah Taala sama sekali tidak butuh kepada Anda dan amal Anda. Sesungguhnya setiap orang bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.

 

Dan jangan sekali-kali Anda mengatakan bahwa, Allah itu Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Dia mengampuni dosa-dosa orang yang bermaksiat. Karena, sekalipun perkataan tersebut benar, tetapi tidak boleh ditujukan untuk hal-hal yang saiah. Orang yang mengatakan demikian, apabila dia mengatakan itu sesuai dengan keadaan dinnya, maka dia dicap orang tolol, berdasarkan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Orang yang cerdik (yakni orang yang berakal lagi cerdas) ialah orang yang menundukkan nafsunya (mengalahkan nafsunya), dan menyiapkan din untuk hidup sesudah mati. Sedangkan orang yang tolol ialah orang yang menurutkan hawa nafsunya (yakni Syahwatnya), dan mengangankan dari Allah bermacam-macam angan. (Yakni harapan lanpa usaha).

 

Ketahuilah bahwa, perkataannya ini adalah seperti perkataan orang yang ingin menjadi seorang fakih lagi alim dalam ilmu-ilmu agama, tetapi dinnya sibuk dengan kebatlan. Dan seperti orang yang menginginkan harta tetapi tidak mau bertani, berdagang dan berusaha. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Alghazali).

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih”. (QS. Ahhijr : 49-50)

 

Tafsir:

 

(.     ) Katakanlah kepada hamba-hambaKu, bahwa sesungguhnya Akulah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang pedih. Ayat ini merupakan kesimpulan dari janji dan ancaman yang terdahulu dan penegasan mengenainya.

 

Dalam penyebutan ampunan di dalam ayat tersebut merupakan dalil bahwa, yang dimaksud dengan orang yang bertakwa itu bukanlah orang yang menghindari dosa seluruhnya, baik dosa besar maupun dosa kecil. Dan dengan mensifati diri-Nya dengan sifat Pengampun dan Penyayang, dan bukan Penyiksa, maka itu merupakan penegasan dan pemantapan janji tersebut.

 

Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah berkenaan dengan suatu kejadian :

 

Artinya : “Bahwasanya Nabi saw. keluar menemui sahabat-sahabatnya, sedang mereka tengah tertawa, maka Beliau bersabda : “Masih tertawa jugakah kamu, sedang di hadapan kamu ada neraka?” Maka datanglah Jibril as. lalu berkata : “Tuhanmu berfirman kepadamu : “Ya Muhammad, janganlah engkau membuat putus asa hamba-hamba-Ku. Karena sesungguhnya Aku Maha Pengampun terhadap dosa-dosa mereka dan Maha

 

Pengasih terhadap mereka”. (Uyun)

 

Rasulullah saw barsabda :

 

Artinya : “Ingatlah, aku akan memberitahukan kepadamu orang yang paling kikir Ingatlah, aku akan memberitahukan kopadamu orang yang palng lamah (maksudnya. yang paling lemah dalam moncan rahmat dan ampunan dongan jalan membaca salawat atasku), Yaitu orang yang aku disebut di sisinya, namun dia lidak bersalawat kepadaku”

 

Ya Allah, Iimpahkanlah salawat dan salam kepada Muhammad, sahabat Jan keluarganya, serta kepada seluruh nabi dan rasul.

 

Dari hadis ini diketahui bahwa, tidaklah seseorang meninggalkan pembacaan salawat kepada Nabi saw. setiap kali disebutkan nama Beliau di sisinya kecuali hanya orang yang lemah dan tidak memperoleh kebaikan sama sekali.

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seandainya seorang mukmin mengetahui hukuman yang ada di sisi Allah, niscaya tidak ada seorang pun yang berharap dapat memperoleh surganya. (Di sini terdapat keterangan berapa banyak hukuman Allah, supaya jangan ada seorang mukmin pun yang terperdaya dengan adanya rahmat Allah itu, sehingga dia merasa aman berbuat dosa)” Dan seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah (yakni jika dia tidak memperhatikan hukuman-Nya), niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari memperoleh rahmat-Nya. (Disini terdapat penjelasan tentang berapa banyak rahmat Allah, supaya tidak ada seorang kafir pun yang takut beriman setelah bertahun-tahun lamanya dalam kekatiran).

 

Maka hendaklah orang senantiasa memiliki perasaan yang takut dan harap kepada Allah. Karena takut dan harap itu bagaikan sayap bagi seorang mukmin, yang dengan keduanya itu dia akan sampai kepada apa yang dia harapkan dari Allah Taala, dan aman dari siapa pun yang dia takuti.

 

Lukman pernah berkata kepada anaknya : “Hai anakku, berharaplah kepada Allah dengan suatu harapan yang engkau tidak merasa aman dari makar-Nya. Dan takutlah kepada Allah dengan takut yang engkau tidak berputus asa dari rahmat -Nya”.

 

Alfagih Abul Laits ra. berkata : “Tanda takut kepada Allah itu nampak pada delapan perkara :

 

Pertama, nampak pada lidahnya, dengan mencegah Iidahnya dan berdusta. Menggunjing dan berbicara yang tiada berguna, serta menjadikan lidahnya sibuk dengan Zikrilah, membaca Alquran dan mendiskusikan ilmu.

 

Kedua, takut kepada Allah dalam masalah perutnya, dengan tidak memasukkan ke dalam perutnya kecuali makanan yang halal dan sedikit. Dan dari makanan yang halal itu dia hanya makan secukupnya saja.

 

Ketiga, takut kepada Allah dalam masalah matanya. dengan tidak menggunakannya Untuk memandang yang haram atau memandang kepada dunia dengan pandangan cinta, tetapi memandangnya untuk diambil pelajaran.

 

Keempat, takut kepada Allah dalam masalah tangannya, dengan tidak mengulurkan tangannya kepada yang haram, tetapi mengulurkannya kepada sesuatu yang memuat ketaatan.

 

Kelima, takut kepada Allah dalam masalah kedua kakinya, dengan tidak menggunakannya untuk berjalan kepada perbuatan maksiat kepada Allah Taala, tetapi berjalan dalam mentaati-Nya.

 

Keenam, takut kepada Allah dalam masalah hatinya, dengan jalan mengeluarkan dari dalam hatinya permusuhan, kebencian dan dengki terhadap sesama saudara, dan memasukkan ke dalamnya nasehat dan belas kasih kepada sesama kaum muslimin.

 

Ketujuh, takut kepada Ailah dalam masalah taatnya, dengan jalan menjadikan ketaatannya semata-mata demi keridaan Allah Taala semata, dan takut kepada sifat riya dan nifak.

 

Kedelapan, takut kepada Allah dalam masalah pendengarannya, dengan tidak mendengarkan selain kebenaran. (Saniyah)

 

Imam Al Gusyairi, semoga Allah mensucikan hatinya, berkata :

 

Setelah Allah menyebutkan berita tentang orang-orang yang bertakwa pada ayat sebelum ayat ini, yaitu :

 

     Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada di dalam taman) taman dan (dekat) mata air-mata air

 

Karena ketinggian derajat mereka itu, maka mereka tidak mengetahui betapa hancurnya hati orang-orang yang durhaka. Maka Allah Taala lalu berfirman kepada Nabi-Nya : “Beritahukanlah kepada hamba-hamba-Ku yang durhaka, bahwa sesungguhnya Aku Maha Pengampun lagi Maha Pengasih”. Yakni : Jika Aku Maha Berterima kasih lagi Maha Pemurah kepada orang-orang yang taat, maka sesungguhnya Aku pun Maha Pengampun lagi Maha Pengasih terhadap orang-orang yang durhaka.

 

Dan disebutkan pula di dalam khabar yang disandarkan kepada Rasulullah saw. bahwa Beliau bersabda : “Seorang lelaki diperintahkan supaya dimasukkan ke dalam neraka. Kemudian ketika baru mencapai sepertiga jalan, orang itu menoleh : dan ketika sampai separuh jalan, dia pun menoleh: dan ketika sampai dua pertiga jalan, dia pun menoleh. Maka berfirmanlah Aliah Taala : “Kembalikanlah dia!” Kemudian Allah menanyainya, firman-Nya : “Kenapa engkau menoleh?”. Orang itu menjawab : “Ya Tuhanku, ketika aku sampai sepertiga jalan, aku teringat kepada firman-Mu :

 

Artinya : “Dan Tuhanmu Yang Maha Pengampun lagi memiliki kasih sayang”.

 

Maka aku berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika aku sampai separuh jalan, aku teringat firman-Mu:

 

Artinya : “Dan siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah?”

 

Maka aku pun berharap, kalau-kalau Engkau mengampuni aku. Kemudian ketika sampai dua pertiga jalan, aku pun teringat kepada firman-Mu :

 

Artinya : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah”.

 

Maka aku pun semakin berharap.

 

Lantas Allah Taala berfirman : “Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampunimu!”.

 

Maka bagi orang yang berakal, hendaknya dia memohon ampun kepada Allah Taala atas dosa-dosanya, dan menangis karena takut kepada Allah Taala, serta mengakui kelalaian-kelalaiannya dan bertobat kepada-Nya. Sesungguhnya Aliah Taala Maha Penerima Tobat. Dia tidak akan menolak orang yang bertobat dengan membawa kekecewaan dari pintu-Nya.

 

Diceritakan, bahwa ada seorang saleh yang sudah meninggal dunia diimpikan oleh orang, maka dia ditanya tentang keadaannya. Dia menjawab : “Saya selamat setelah berjuang keras”. Kemudian ditanyakan pula kepadanya : “Dengan amal apakah Anda memperoleh keselamatan?”. Dia menjawab : “Dengan menangis karena takut kepada Allah, dan banyak mengucapkan istighfar”. (Demikian tersebut di dalam Al Khalishah)

 

Nabi saw. bersabda : 

 

Artinya : “Surga itu lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya”.

 

Dan neraka pun demikian juga, merujuk kepada yang disebutkan itu. Maksudnya, neraka itu seperti surga daiam hal bahwa, dia lebih dekat kepada seseorang daripada tali sandalnya. Adapun sebab surga dan neraka itu dikatakan demikian adalah karena jalan untuk memasuki keduanya bersumber dari perbuatan orang itu sendiri, yaitu amal saleh atau amal buruk. Dan amal itu lebih dekat kepadanya daripada tali sandalnya. (Syarah Al Mashabih)

 

Adapun yang dimaksud dengan “sebab” di sini adalah sebab lahiriah, karena Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Tidak seorangpun di antara kalian yang dimasukkan ke dalam surga maupun diselamatkan dari neraka oleh amalnya, dan aku pun tidak masuk surga karena amalku, tetapi karena rahmat Allah Taala”.

 

Yakni, rahmat Allah-lah yang memasukkan ke surga. Dan ini bukan dimaksudkan Untuk melecehkan arti amal, tetapi agar orang jangan terperdaya dengan amalnya, dan Sebagai keterangan bahwa amal itu sendiri baru terlaksana berkat karunia Allah.

 

Diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : “Jibril baru saja keluar dan sisiku. Dia mengatakan : “Ya Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak sebagai seorang nabi, bahwasanya ada seorang hamba di antara hamba-hamba Allah, dia telah beribadat kepada Allah Taala selama lima ratus tahun di puncak sebuah gunung yang dikelilingi laut. Lalu Allah mengeluarkan sebuah mata air yang segar di kaki gunung

 

Itu, dan sebatang pohon delima yang setiap hari mengeluarkan sebuah delima. Apabila tiba waktu senja, maka turunlah hamba itu mengambil air wudu dari mata air itu, dan memetik buah delima lalu memakannya. Kemudian dia melaksanakan salat.

 

Hamba Allah itu memohon kepada Tuhannya agar mencabut nyawanya dalam kea. daan sujud, dan tidak memberi jalan kepada bumi atau lainnya untuk menyentuh tubunnya, sehingga kelak Allah membangkitkannya tetap dalam keadaan sujud. Dan Allah memenuhi permohonannya.

 

Jibril melanjutkan : “Kami melewati orang itu apabila kami turun dan nark, sedang da masih tetap dalam keadaan sujud. Namun kami dapati dia dalam ilmu Allah, bahwa ketika kelak dia dibangkitkan oleh Allah Taala pada hari kiamat, lalu dihadapkan ke hadapan Allah. Maka berfirmanlah Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi kepadanya : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga dengan rahmat-Ku”.

 

Maka orang itu menjawab : “Bahkan, karena amalku”.

 

Lantas Allah Taala berfirman : “Timbanglah ibadat hamba-Ku ini dengan nikmat-Ku kepadanya”. Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat mata saja benar-benar telah meliputi semua ibadatnya selama lima ratus tahun itu, dan tinggallah nikmat-nikmat lain atasnya tanpa ada satu ibadat pun yang membandinginya. Oleh karena itu, Allah lalu berfirman : “Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam neraka!”.

 

Jibril melanjutkan ceritanya : “Maka para malaikat pun lalu menyeretnya ke neraka. Hamba itu berseru : “Dengan berkat rahmat-Mu aku mohon dimasukkan ke surga”.

 

“Kembalikan dia kepada-Ku”, kata Allah.

 

Maka hamba itu dihadapkan kembali ke hadapan Allah. Lalu Allah berfirman : “Hai hamba-Ku, siapakah yang telah menciptakan engkau di kala engkau belum menjadi apaapa?”

 

“Engkau, Ya Tuhanku”, jawab hamba itu.

 

“Apakah itu karena amalmu atau karena rahmat-Ku?”. Tanya Allah pula.

 

Hamba itu menjawab : “Bahkan, karena rahmat-Mu”.

 

Allah bertanya lagi : “Siapakah yang telah memberimu kekuatan untuk beribadat selama lima ratus tahun, dan siapa pula yang telah memberi tempat kepadamu di sebuah gunung di tengah laut, lalu mengeluarkan air yang segar di antara air yang asin, serta mengeluarkan buah delima setiap malam. Padahal pohon itu hanya berbuah sekali dalam setahun. Dan siapa pula yang mencabut nyawamu dalam keadaan bersujud?”.

 

Hamba itu menjawab : “Engkau, Ya Tuhanku”.

 

Allah berfirman : “Itu semua adalah karena rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku pula, masuklah engkau ke surga”.

 

Nabi saw. bersabda yang artinya : “Sesungguhnya di hadapan kamu ada jalan mendaki, yang tidak bisa dilewati oleh orang yang keberatan dosa, melainkan dengan kesulitan yang besar.

 

Dan jalan mendaki itu ialah keadaan-keadaan dahsyat sesudah mati, seperti alam kubur, kebangkitan, berdiri di hadapan Allah Taala di Mahsyar, hisab, sirat dan timbangan. Dan barangsiapa percaya dengan yakin akan terjadinya hal-hal ini, maka dia bisa mengurangi beban-bebannya dengan cara mematuhi perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta dengan tidak mencintai dunia. Karena sedikit dunia itu merupakan keuntungan murni bagi pemiliknya, dan merupakan sebab dari ketinggian martabatnya serta menambah pahala-pahalanya.

 

Tidakkah anda tahu mengenai sebuah peristiwa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ra. katanya : “Orang-orang fakir telah mengirim delegasi untuk menghadap kepada Rasulullah saw. Setelah berhadapan, utusan itu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orang-orang fakir kepadamu”.

 

“Selamat atas kedatanganmu dan mereka yang telah mengutusmu”, sambut Nabi saw. “Engkau datang dari kaum yang dicintai Allah”.

 

“Ya Rasulullah”, kata utusan itu. “Orang-orang fakir itu mengatakan, bahwa orang-orang kaya itu telah membawa kebatkan seluruhnya Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka bersedekah, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan budak, sedang kami tidak mampu melakukannya Dan apabila mereka sakit, mereka mengirimkan simpanan mereka karena harta mereka yang berlebih”.

 

Nabi saw. menjawab : “Sampaikan dariku kepada orang-orang fakir itu, bahwasanya barangsiapa bersabar dan ikhlas di antara kamu sekalian, maka dia akan memperoleh tiga perkara :

 

Pertama, bahwa di dalam surga ada tempat-tempat tinggi yang terbuat dari permata yagut merah, dipandang oleh penghuni surga sebagaimana halnya penghuni dunia ini memandang kepada bintang-bintang. Tempat-tempat itu tidak akan dimasuki kecuali oleh seorang nabi, atau seorang syahid, atau seorang mukmin yang fakir.

 

Kedua, orang-orang fakir itu akan masuk surga setengah hari (yang sama dengan Ima ratus tahun waktu dunia) mendahului orang-orang kaya. Sedang Sulaiman bin Daud as. baru masuk surga empat puluh tahun sesudah masuknya nabi-nabi yang lain. Ini karena kerajaan yang telah diberikan Allah kepadanya.

 

Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah, waihamdu lillah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar’, maka dia akan memperoleh sesuatu yang tidak diperoleh orang kaya, sekalipun orang kaya itu menafkahkan uangnya sepuluh ribu dirham. Dan begitu pula amai-amal kebajikan lainnya.

 

Maka pulanglah utusan itu menemui kawan-kawannya, lalu memberitahukan hal itu kepada mereka. Maka mereka pun menjawab : “Kami rida, Ya Tuhan”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Wahai manusia, bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, karena sesungguhnya aku sendiri pun bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali”.

 

Hadis ini memuat anjuran kepada umat agar rajin bertobat. Karena apabila Nabi sendiri bertobat sebanyak seratus kali sehari dengan kedudukan Beliau yang tinggi dan pula terpelihara dari segala dosa, maka kenapa orang yang mengotori lembaran amalnya dengan dosa berulang-ulang, tidak juga mau bertobat siang dan malam?.

 

Maka berdasarkan hal ini, orang yang terus-menerus melakukan bermacam-macam kemaksiatan tidaklah sempurna imannya, bahkan berkurang. Dan hal itu, karena meninggalkan dosa itu tidak mungkin terlaksana kecuali dengan kesabaran, dan kesabaran itu tidak gampang kecuali dengan takut kepada Allah, dan takut tidak akan terwujud kecuali dengan mengetahui betapa besar bahaya dosa-dosa itu, dan pengetahuan tentang besarnya bahaya dosa-dosa itu tidak diperoleh kecuali dengan membenarkan Allah Taala dan Rasul-Nya saw. Maka barangsiapa tidak meninggalkan dosa dan terus-menerus melakukannya, dia menjadi seakan-akan tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya. Maka dikhawatirkan dia akan menghadapi perkara besar di saat menghadapi mati. Karena mungkin matinya dalam keadaan terus-menerus melakukan dosa, yang menjadi sebab hilangnya iman. Sehingga umurnya ditutup dengan mati buruk (suul khatimah) semoga Allah melindungi kita darinya. Dan kekallah dia di dalam neraka Jahannam selama-lamanya.

 

Kalaupun dia mati tidak dalam suul khatimah, tetapi mati dalam iman, namun itu pun masih tergantung pada kehendak Allah Taala. Jika Allah menghendaki, maka Dia masukkan orang itu kedalam neraka Jahannam, lalu diazab di sana sesuai dengan dosa-dosanya. Kemudian Dia keluarkan lagi orang itu dari dalam neraka dan memasukkannya ke Surga, sekalipun telah lewat waktunya. Dan jika Dia menghendaki, bisa juga Dia memaafkan orang itu lalu memasukkannya ko dalam surga tanpa diazab lebih dahulu. Karena tidak mustahil orang itu tercakup dalam kemaafan-Nya yang umum, karena sebab-sebah tersembunyi yang tidak diketahui selain oleh Allah Taala. (Majalis Rumi)

 

Semakin dekat seseorang kepada Allah Taala, maka semakin banyak pula musibah yang menimpanya dan semakin berat pula cobaan yang dialaminya. Bukankah Anda telah mendengar sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Orang yang paling berat cobaannya ialah para nabi, kemudian para ulama, kemudian orang-orang yang lebih utama dan orang-orang yang lebih utama berikutnya”.

 

Dan Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan sungguh Kami akan memberikan kepadamu cobaan dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh musibah, mereka mengucapkan : Inna lillaahi wa innaa Ilaihi rooji’uun (Sesungguhnya kami milik Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya). Mereka itulah yang akan mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

 

Dan bilamana pemilik dunia menjadi besar dalam pandangan hatimu maka sesungguhnya Anda telah jatuh dalam pandangan Allah Taala. Dan janganlah sekali-kali Anda mengorbankan agama Anda demi mendapatkan dunia mereka. Karena, tidaklah seseorang melakukan itu, melainkan ia akan menjadi kecil dalam pandangan mereka”. (Bidayatul Hidayah oleh Imam Al Ghazali)

 

Jadi, orang-orang fakir itu mati kecuali yang dihidupkan Allah dengan kemuliaan sifat gana’ah (puas menerima apa adanya). Dengan demikian, ganaah adalah kenyamanan tubuh dan kesehatan hati. Barangsiapa merasa puas dengan rezeki yang diterimanya. maka sesungguhnya dia telah memperoleh keberuntungan di akhirat dan menjadi senang hidupnya. Jadi, tawakkal kepada Allah ialah merasa cukup dengan Allah dan membuang segala macam perasaan takut dan harap dari selain Allah Taala. Maka, orang merdeka akan menjadi seorang budak jika ia tamak, dan seorang budak akan menjadi seorang yang merdeka jika ia qanaah. (Dari kitab Al Majmu’ah)

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rezeki yang

 

telah Kami berikan kepadamu”. Assadi berkata : “Maksud ayat di atas adalah zakat wajib”. Sedangkan ulama lain mengatakan : “Maksudnya adalah sedekah sunnah dan pengeluaran untuk kebaikan”.

 

Artinya : “Sebelum datang hari dimana tidak ada lagi jual-beli”.

 

Hari yang kamu sudah tidak mampu lagi mengejar apa yang luput darimu, yaitu membelanjakan harta. Karena pada saat itu sudah tidak ada lagi jual beli, sehingga kamu tidak bisa menjualbelikan apa yang kamu belanjakan itu”. (Kasysyaf)

 

Atau, maksudnya : pada saat itu tidak ada lagi tebusan. Tebusan disebut jual-beli, karena tebusan itu berarti membeli diri sendiri.

 

“Dan tidak ada lagi perasahabatan”. Yakni, tidak ada lagi pertemanan. :,

 

“Dan tidak ada lagi syafaat”.

 

Kecuali dengan izin Allah.

 

“Dan orang-orang yang kafir itulah orang-orang yang zalim”.

 

Maksudnya, merekalah orang yang benar-benar sempuma kezalimannya. Karena mereka telah menempatkan ibadat tidak pada tempatnya, sebab mereka mengharapkan syafaat dari berhala-berhala yang tidak akan dapat memberi syafaat kepada mereka. (Ma’alimut Tanzil).

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan Serta memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji. kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu supaya kamu ingat”. (QS. An Nahl : 90)

 

Tafsir :

 

 

(.   ) Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, yaitu dengan jalan bersikap tengah-tengah dalam masalah-masalah iktidak (keyakinan) seperti masalah tauhid, hendaknya bersikap tengah-tengah antara ta’thil (tdak percaya adanya Tuhan Atheis) dan tasyrik (menyekutukan Tuhan). Dan dalam masalah pendapat yang berkaitan dengan usaha, hendaknya bersikap tengah-tengah antara mazhab Jabariyah dan mazhab Qadariyah. Dan dalam masalah yang berkaitan dengan amal ibadat yang wajib. hendaknya bersikap tengah-tengah antara bathalah (tidak melaksanakan kewajiban sama sekali) dan tarohhub (kerahib-rahiban). Dan dalam masalah akhlak (budi pekerti), seperti sifat dermawan, hendaknya bersikap tengah-tengah antara kikir dan boros.

 

(.  ) dan berbuat kebajikan, yaitu kebajikan taat. Hal ini, baik ditinjau dari segi kuantitas, seperti melaksanakan ibadat-ibadat yang disunnahkan, maupun dari segi kuatitas (mutu), sebagaimana disabdakan Nabi saw. :

 

Artinya : “Ihsan itu ialah hendaknya kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya. Karena sekalipun kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kamu”.

 

(.   ) dan memberi kepada kaum kerabat. Memberi kepada kaum kerabat apa-apa yang mereka perlukan. Kalimat ini merupakan takhsish (pengkhususan) setelah pernyataan secara umum (ta’mim) sebagai mubalaghah.

 

(.    ) dan Aliah melarang dari perbuatan keji, dari sikap berlebih-lebihan dalam mengikuti kekuatan syahwat, seperti zina. Karena zina merupakan perilaku manusia yang paling buruk dan paling menjijikkan.

 

(.   ) dan kemungkaran, yaitu perbuatan yang mengakibatkan pelakunya dibenci orang, berupa perbuatan yang dapat membangkitkan kekuatan amarah.

 

(.    ) dan permusuhan, bersikap sombong, ingin menguasai dan kejam terhadap sesama manusia.

 

(.     ) Allah memberi pengajaran kepada kamu, berupa perintah dan larangan serta emampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk.

 

(.    ) supaya kamu ingat, mengambil pelajaran. (Qadhi Baidhawi).

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Orang yang kikir itu (maksudnya : orang yang sempurna kekikirannya, sebagaimana dapat dipahami dari dima’rifatkannya mubtada) ialah orang yang aku disebut di sisinya (maksudnya : orang yang mendengar namaku disebut) namun ia tidak bersalawat kepadaku”.

 

Karena kekikiran sepert: ini adalah sama dengan kikir terhadap dirinya sendiri. Karena sama juga dengan mengliaramkan dirinya dari mendapatkan rahmat Allah Taala terhadapnya sepuluh kali, seanoainya ia bersalawat kepada Nabi saw. satu kali saja. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir)

 

Dan Nabi saw. bersabda pula, yang artinya :

 

“Penghuni surga itu ada tiga”.

 

Pertama, penguasa, yakni orang yang memegang tampuk pemerintahan dan kekuasaan, yang tidak berat sebelah, yakni adil, yang bersedekah, yakni berbuat kebajikan kepada orang-orang fakir, yang mendapat taufik, yakni orang yang dikaruniai ketaatan kepada Allah dan berlaku adil dalam memerintah.

 

Kedua, orang yang pengasih lagi halus perasaannya, yakni orang yang di dalam hatinya ada perasaan lembut, belas kasih dan rahmat kepada setiap orang yang ada hubungan kekeluargaan dengannya dan setiap muslim, yakni terhadap sanak kerabat dan orang lain.

 

Ketiga, orang yang saleh, yang memelihara dirinya, yakni yang mencegah dirinya dari melakukan hal-hal yang tidak halal dan tidak pantas, yang mempunyai keluarga beSar, namun ia tidak terpengaruh oleh cintanya kepada keluarga untuk mengambil harta yang haram. Bahkan ia lebih memilih cinta kepada Allah daripada cinta kepada keluarga.

 

Dan penghuni neraka itu ada lima :

 

Pertama, orang lemah yang tidak mempunyai kesabaran, yakni orang tidak dapat menahan dirinya di kala datang nafsu syahwat, lalu ia tidak mencegah dirinya dari yang haram. Kata “yang” di dalam kalimat ini adalah jamak, yang maksudnya : yaitu mereka yang hanya mengikut saja di kalangan kamu. Ada pula yang berpendapat bahwa, mereka ialah para penganggur yang tidak memiliki keinginan untuk melakukan amal akhirat, dan tidak mempunyai keinginan untuk hidup berkeluarga, maka mereka menghindari perkawinan dan kemudian melakukan perbuatan-perbuatan keji. Dan mereka juga tidak menginginkan harta, yakni tidak mau mencari harta dari usaha yang halal, karena mereka memang tidak suka mengerjakan tangannya. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, mereka itu ialah orang-orang yang mengelilingi raja-raja dan berkhidmat kepada mereka tanpa mau peduli dari mana mereka makan dan berpakaian, apakah dari jalan yang halal atau dari yang haram. Mereka tidak mau berkeluarga dan mencari harta yang halai keinginan mereka hanya terbatas pada makan dan minum belaka.

 

Kedua, pengkhianat yang tidak menyembunyikan kerakusannya, yakni yang tidak menyembunyikan kerakusannya terhadap apa saja berapapun kecilnya kecuali dikhianati. nya, yakni kecuati ia berusaha memperolehnya sehingga ia mendapatkannya lalu ia khianati. Atau dengan kata lain, ia tidak mempunyai keinginan di tempat pengkhianatan mana pun kecuali dikhianatinya apa yang diinginkannya itu, sekalipun yang diinginkannya itu kecil saja.

 

Ketiga, orang yang tidak berada di waktu pagi dan sore kecuali ia menipu anda, yakni ia tidak meninggalkan menipumu berkaitan dengan keluarga dan hartamu. Maksudnya ‘pagi dan sore’ di sini adalah bahwa, ia selalu menipu dalam sebagian besar waktunya.

 

Keempat, disebutkan oleh perawi bahwa, Nabi saw. menyebutkan bahwa, di antara lima macam manusia yang akan menjadi penghuni neraka itu ialah orang yang kikir dan pendusta.

 

Kelima, orang yang berakhlak buruk dan sangat keji, yakni selain akhlaknya buruk, ia juga sangat kotor omongannya.

 

(Demikian disebutkan dalam kitab Al Mashabih oleh Ibnu Malik).

 

Imam Al Qusyairi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Allah Taala menyuruh hamba-Nya berlaku adil dalam hubungan antara dia dengan Allah Taala, dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri dan dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk. Adil antara dia dengan Tuhannya maksudnya adalah lebih mengutamakan hak Allah Taala daripada kepentingan dirinya sendiri, serta melepaskan dirinya dari semua larangan, dan siap sepenuhnya untuk senantiasa melaksanakan perintah-perintah Allah. Adil dalam hubungan antara dia dengan dirinya sendiri maksudnya adalah mencegah diri dari hal-hal yang mengakibatkan kebinasaannya. Dan adil dalam hubungan antara dia dengan sesama makhluk maksudnya adalah dengan memberikan nasehat kepada mereka, tidak melakukan suatu pengkhianatan pun terhadap mereka baik sedikit maupun banyak, bersikap adil terhadap mereka dalam segala segi, dan tidak menyakiti kepada seorang pun, baik dengan perkataan, perbuatan maupun hanya berupa niat.

 

Ketahuilah, bahwa perintah Allah untuk melakukan ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang diperintahkan Allah Taala di dalam Alquran. Dan begitu juga larangan Allah terhadap ketiga hal tersebut di atas adalah mencakup semua yang dilarang Allah Taala di dalam Alquran. Oleh karena itu, setiap khatib Jumat membacakan ayat ini di atas mimbar di akhir khutbahnya agar menjadi pelajaran umum bagi semua orang.

 

Dari sahabat Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Ayat yang mencakup segala sesuatu di dalam Alquran adalah ayat ini”.

 

Dan dari sahabat Ali ra., katanya : “Kesimpulan takwa terdapat di dalam firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) beriaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Dari Al Uyun wat Taisir)

 

Diriwayatkan dari sahabat Utsman bin Mazh’un ra., katanya : “Dahulu, Rasulullah saw. mengajak saya masuk Islam, maka saya pun masuk Islam karena malu untuk tidak memenuhi ajakan Beliau, padahal Isiam belum lagi mantap dalam hatiku. Pada suatu hari, saya hadir di hadapan Beliau saw. Ketika Beliau sedang berbicara kepada saya, tiba-tiba saya melihat mata Beliau menatap ke langit, kemudian Beliau mendongakkan kepalanya sekali lagi dari sebelah kanan, kemudian Beliau miringkan ke sebelah kiri, setelah itu Beliau menghadapkan wajahnya ke arah saya dengan rupa yang merah dan berkeringat.

 

Maka saya pun menanyakan kepada Beliau tentang keadaan yang menimpa Beliau seperti itu. Beliau menjelaskan : ‘Ketika tadi aku berbicara kepadamu, tiba-tiba aku menatap ke arah langit, maka tampak olehku Jibril as. turun ke sebelah kananku seraya berkata : “Ya Muhammad”, lalu ia membacakan ayat : ….. innallaaha ya’murukum bil ‘adli… (hingga akhir ayat)

 

Utsman berkata : “Maka ketika itu, menjadi mantaplah iman di dalam hatiku”.

 

Maka turunnya ayat ini, merupakan sebab mantapnya iman Utsman bin Mazh’un, demikian dikatakan oleh Ibnu Asy syaikh. Dengan demikian, barangsiapa mempunyai akal yang sempurna, ia akan dapat memetik pelajaran dari pelajaran-pelajaran Allah Taala, dan dapat mengambil manfaat dari nasihat-nasihat Rasulullah saw., serta dapat menjadi sadar dengan peringatan-peringatan Beliau.

 

Rasulullah saw. pernah bertanya kepada para sahabat “Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut ?”.

 

Para sahabat menjawab :

 

“Orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak lagi mempunyai dirham atau harta benda”.

 

Beliau menjelaskan :

 

“Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku ialah orang yang pada hari kiamat kelak datang membawa pahala salat, puasa, dan zakat. Namun di samping itu, ia juga datang sambil membawa dosa karena telah mengecam si anu, menuduh si fulan, memakan harta si ini dan menumpahkan darah Si itu, serta memukul si anu. Maka diberikanlah kepada si anu dari kebaikan-kebaikannya, dan kepada si fulan kebaikankebaikannya yang lain, sehingga apabila kebaikan-kebaikannya itu telah habis sebelum hutang-hutangnya lunas, maka diambillah dosa-dosa mereka lalu ditempatkan di dalam timbangan amal orang itu. Kemudian ia pun dicampakkan ke dalam neraka”.

 

Karenanya, dalam hadis lain, Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa pernah menganiaya saudaranya dalam hal kehormatan atau Sesuatu yang lain, maka hendaklah ia meminta maaf kepadanya hari ini juga (di dunia) sebelum tiada lagi dinar maupun dirham (di akhirat). Seandainya ia mempunyai amal saleh, maka diambillah dari pahala amal salehnya itu setimbang dengan penganiayaan yang telah dilakukannya dahulu. Dan seandainya ia tidak mempunyai kebaikan, maka diambillah dari keburukan-keburukan orang yang dianiayanya itu, kemudian dibebankan kepadanya. (Misykatul Mashabih)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari sahabat Sahl bin Mu’adz ra., dari Rasulullah saw., Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedangkan ia mampu melampiaskannya, maka pada hari kiamat kelak, Allah akan memanggilnya dengan disaksikan oleh seluruh makhluk, sampai ia disuruh memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”. (Demikian disebutkan dalam Al Lubab).

 

Diriwayatkan, bahwa Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Barangsiapa mampu (membalas) namun ia memberi maaf. Maka Aku akan memandang kepadanya setiap hari tujuh puluh kali. Sedangkan orang yang Aku pandang satu kali, Aku tidak akan menyiksanya di dalam neraka-Ku”. (Raudhatul Mughni)

 

Maka orang yang berakal itu hendaknya membiasakan memberi maaf kepada sesama manusia dan berbuat kebajikan kepada mereka serta memelihara diri dari perasaan jengkel dan marah, karena hal itu akan mengakibatkan masuk neraka. Semoga Allah memelihara kita dari neraka dan memasukkan kita ke dalam surga bersama orang-orang yang baik.

 

Diceritakan dari Maimun bin Mahran, bahwa seorang sahaya perempuannya datang sambil membawa semangkuk gulai. Tanpa sengaja, si sahaya tadi terantuk sehingga tumpahlah gulai itu dan mengenai Maimun. Maka Maimun hendak memukulnya, namun si sahaya berkata : “Hai Tuan-ku, laksanakanlah firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang menahan rasa jengkelnya”.

 

Maimun menjawab : “Telah saya laksanakan”.

 

Sahaya itu berkata pula :

 

“Laksanakan juga firman Aliah berikutnya :

 

“Dan mereka yang memaafkan orang”.

 

Maimun menjawab : “Sesungguhnya saya telah memaafkanmu”.

 

Dan sahaya itu berkata kembali :

 

“Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

 

Maimun menjawab : “Saya pasti akan berbuat kebajikan kepadamu. Engkau merdeka demi keridaan Allah Taala”. (Raudhatul Muttagin)

 

(       ) orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, yakni di kala ia dalam kemudahan maupun dalam kesulitan.

 

Dua hal yang pertama-tama disebutkan dari akhlaknya orang-orang yang bertakwa itu, yang bisa menjadi sebab masuk surga, ialah sifat dermawan (murah hati). Dan disebutkan juga di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Rasulullah sailailaahu alaihi wasallam bersabda :

 

Artinya : “Orang yang dermawan itu dekat dari Allah, dekat dari surga, dekat dari manusia, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia dan dekat dari neraka. Dan orang bodoh yang dermawan itu lebih disukai oleh Allah daripada orang alim yang kikir.

 

(       ) Dan orang-orang yang menahan perasaan jengkelnya, yakni mereka telan kejengkelan itu di saat hati mereka dipenuhi olehnya.

 

Al Kazhmu (.   ) artinya : menahan sesuatu ketika penuh. Sedangkan Kazhmul Ghoizhu (     ) artinya : penuh oleh kejengkelan. Namun ia kembalikan kejengkelan tersebut ke dalam rongga perutnya dan tidak ia tampakkan keluar.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menahan perasaan jengkelnya, sedang ia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari kiamat disaksikan oleh seluruh makhluk, sehingga ia memilih bidadari mana saja yang ia kehendaki”.

 

(.     ) Dan mereka yang memaafkan orang, yakni orang yang pernah menganiaya dan berbuat buruk kepada mereka.

 

(.    ) Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ma’alimut Tanzil)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Seseorang itu senantiasa menganut agama temannya. Maka hendaklah seseorang di antara kamu memperhatikan (maksudnya : hendaklah seorang teman memperhatikan) kepada orang yang ia temani”,

 

Maka carilah seorang teman yang akan menjadi sekutumu dalam belajar dan sahabat dalam urusan agamamu, yakni dalam menunaikan urusan agamamu dan duniamu. Karena dari seorang teman akan diperoleh keuntungan-keuntungan keagamaan, seperti : ilmu, amal, doa dan syafaat di akhirat, dan juga keuntungan-keuntungan duniawi, seperti : pangkat, kemesraan, pergaulan dan lain-lain.

 

Dari hadis ini dapat dipahami bahwa, tidak boleh berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya, yaitu orang yang tidak mampu menguasai nafsunya di kala sedang marah dan bersyahwat, sehingga ia akan terjerumus ke jurang maksiat.

 

(Hadis ini disebutkan dalam kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al Ghazali).

 

Allah SWT. Berfirman :

 

Artinya : “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Agsa yang telah Kami berkati sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al Isra : 1)

 

Tafsir : .

 

(.   ) Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. Subhana (      ) adalah isim dengan arti tasbih, yang maksudnya adalah mensucikan Allah. Dan adakalanya dipakai pula sebagai nama dari Allah, lalu diputuskan dari idhafah dan tidak boleh disharaf. Sedangkan ia dibaca nasab (berakhir dengan huruf a) karena adanya fiil yang tertinggal (tidak disebutkan). Adapun kalimat yang dimulai dengan kata ini (.   ) adalah untuk mensucikan Allah tentang mukjizat dari apa yang akan disebutkan sesudah itu.

 

Asra (.     ) dan sara (.  ) artinya berjalan.

 

Lailan (    ) dibaca nasab (     ) karena menjabat sebagai zharaf (keterangan waktu). Adapun pengertiannya, bahwa dengan dinakirahkannya kata ini menunjukkan bahwa masa isra’ itu hanya sebentar saja. Oleh karena itu, ada pula yang membacanya : minal laili (      ) artinya, sebagian dari malam. Sebagaimana firman Allah Taala dalam ayat lam : wa minal laili fatahajjad bihi (dan pada sebagian malam, salat tahajjudiah kamu).

 

(.     ) dari Masjidil Haram, yakni dari Masjidil Haram itu sendiri. Hal ini didasSarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Ketika aku berada di Masjidil Haram, di Hijir Ismail di sisi Kakbah, antara tidur dan jaga, tiba-tiba datanglah Jibril (ataihissalam) membawa Burag”. Atau bisa juga berarti, dari Tanah Haram. Allah menamakan Tanah Haram sebagai Al Masjidil Haram, karena Tanah Haram itu seluruhnya merupakan Masjid, atau karena Tanah Haram itu mengelilingi Masjid, agar permulaannya sesuai dengan akhirnya. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw. tidur di rumah Ummu Hani sesudah salat Isyak. Kemudian Beliau diisra’kan, dan pulang pada malam itu juga. Lantas Beliau menceritakan kisah perjalanan Beliau itu kepada Ummu Hani. Sabda Beliau : “Para Nabi dihadirkan ke hadapanku, kemudian aku salat bersama mereka”. Setelah itu Beliau keluar ke Masjid lalu memberitakan hal itu kepada orang-orang Auraisy. Maka mereka pun keheranan mendengarnya, karena menganggap hal itu adalah sesuatu yang mustahil. Bahkan di antara mereka yang sudah beriman. akhirnya berbalik menjadi murtad. Beberapa orang datang menemui Abubakar ra. meminta penjelasan, lalu djawab oleh Abubakar : “Kalau memang Beliau berkata demikian, maka sesungguhnya benarlah apa yang dikatakan Beliau itu”.

 

Orang-orang itu balik bertanya : “Apakah Anda membenarkan Beliau juga atas kejadian itu?.

 

Abubakar menjawab : “Sesungguhnya aku membenarkan Beliau atas hal yang melebihu dari itu”.

 

Oleh karena itulah, Abubakar digelari Assiddig. Peristiwa ini terjadi satu tahun sebelum hijrah.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai, apakah peristiwa isra itu di alami Nabi ketika sedang tidur atau jaga?. Dan apakah dengan ruhnya saja atau dengan jasadnya juga?. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa, Nabi saw. diisra’kan ke Baitul Maqdis dengan jasad Beliau, dan sesudah itu dimikrajkan ke langit hingga sampa: di Sidratul Muntaha. Sebab itulah, orang-orang Ouraisy terheran-heran dan menganggapnya mustahil.

 

   ke Masjid yang jauh, yakni Baitul Maqdis. Karena pada waktu itu, selain Baitul Maqdis, tidak ada lagi Masjid yang lain.

 

      yang Kami berkati sekelilingnya, dengan keberkatan-keberkatan agama dan dunia. Karena tempat itu merupakan tempat turunnya wahyu dan tempat peribadatan para nabi sejak Nabi Musa as. dan dikelilingi oleh sungai-sungai, pohon-pohon dan tanaman-tanaman buah.

 

(.    ) agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) Kami, seperti perjalanan Beliau dalam tempo sekejap pada sebagian malam menempuh jarak satu bulan perjalanan dalam keadaan biasa, menyaksikan Baitul Maqdis yang sebelumnya tidak pernah Beliau kunjungi, hadirnya para nabi di hadapan Beliau dan mengetahui kedudukan-kedudukan mereka. .

 

Adapun sebab dialihkannya kalimat dalam ayat di atas dari bentuk ghaibah (.    ) ke bentuk takallum (.    ) adalah untuk menunjukkan keagungan berkat-berkat dan tandatanda kekuasaan tersebut. Dan dibaca juga :.   dengan ya ( ).

 

(.   ) Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, perkataan-perkataan Nabi Muhammad saw.

 

(.  ) lagi Maha Mengetahui, perbuatan-perbuatan Beliau. Lalu Allah memuliakan Beliau dan mendekatkan Beliau sesuai dengan perkataan-perkataan dan perbuatanperbuatan Beliau tersebut. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Alhasan bin Ali ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah oleh kalian pembacaan salawat kepadaku, karena salawat

 

mu itu merupakan pengampunan bagi dosa-dosamu. Dan mintakanlah untukku wasilah dan derajat yang tinggi, karena sesungguhnya wasilahku di sisi Tuhanku adalah syafaat bagi kalian semua”. (Al Jami’ush Shaghir)

 

Dan dari sahabat Jabir bin Abdillah ra., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda : 

 

Artinya : “Barangsiapa ketika mendengar azan mengucapkan : “Ya Allah, Pemilik seruan yang sempurna dan salat yang ditegakkan ini, berilah Nabi Muhammad wasilah, keluamaan dan derajat yang tinggi. Dan tempatkanlah Beliau pada suatu tempat yang terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya, sesungguhnya Engkau tidak akan menyalahi janJP. Maka dia akan memperoleh syafaatku pada hari kiamat kelak”. (Syifa’un Syarif)

 

Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa setelah Nabi saw. menceritakan tentang isra’ itu kepada orang-orang Quraisy dan kemudian didustakan oleh mereka, maka Allah Taala menurunkan ayat ini sebagai pembenaran untuk Nabi-Nya.

 

Sedang Burhan Annasafi berkata : “Ketika Nabi saw. telah mencapai derajat-derajat yang tinggi dan tingkatan-tingkatan yang luhur, maka Allah Taala mewahyukan kepada Beliau : “Ya Muhammad, dengan apakah Aku memuliakan engkau?”. Nabi saw. menjawab : “Engkau memuliakan aku dengan cara menisbatkan diriku kepada diri-Mu sebagai hamba-Mu”. Maka Allah Taala pun lalu menurunkan ayat (subhaanal ladzii asraa bi’abdihi lailan). (Mi’rajiyyah)

 

Dengan dimulainya surah ini oleh perkataan yang menunjukkan kekaguman (ta’aajub), maka di dalamnya terkandung keterangan yang menunjukkan bahwa hal yang akan diberitakan sesudahnya itu adalah sesuatu yang luar biasa dan tanda kekuasaan Ilahi: yang tidak akan mampu dilakukan oleh seorang pun selain Allah. Kemudian ketika disebutkan kata lailan (     ), maka menjadi jelaslah dengan keterangan itu bahwa, yang dimaksudkan adalah sebagian malam. Karena tab’idh (sebagian) itu hampir sama dengan taglil (sedikit). Jadi, seolah-olah dikatakan : “Allah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian malam dari Mekah ke Baitul Maqdis”, menempuh jarak empat puluh malam (dalam keadaan biasa). Dengan adanya keterangan ini maka menjadi jelaslah bahwa masa isra’ itu sebentar saja. Dan itu menunjukkan pula bahwa isra’ itu terjadi pada sebagian malam (Syaikh Zaadah)

 

Jika Qanda mengatakan : “Lafaz min yang terdapat dalam firman Allah : min aayaatinaa (      ) harus diartikan dengan makna ‘sebagian’, sedangkan firman Allah Taala mengenai Nabi Ibrahim as. berbunyi :

 

Artinya : “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim kerajaan langit dan bumi”.

 

Secara lahir, ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim as. lebih diutamakan daripada Nabi Muhammad saw. padahal tidak ada seorang pun yang mengatakan begitu. Jadi bagaimana maksudnya ?.

 

Saya jawab : “Kerajaan langit dan bumi hanyalah sebagian saja dari tanda-tanda kekuasaan Allah Taala. Karena tanda-tanda kekuasaan Allah Taala lebih hebat lagi daripada itu. Maka dari itu, tanda-tanda kekuasaan Allah dan keajaiban-keajaibannya yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw. adalah lebih utama daripada kerajaan langit dan bumi. Dengan demikian jelas bahwa, Nabi Muhammad saw. lebih utama daripada Nabi Ibrahim as”.

 

Hikmah dimulainya surah ini dengan tasbih (   ) adalah karena dua sebab :

 

Pertama, orang Arab biasanya mengucapkan tasbih ketika mereka melihat sesuatu yang menakjubkan. Maka disini, seakan-akan Allah merasa heran melihat makhluk-Nya yang melontarkan ejekan dan pelecehan kepada Rasul-Nya Muhammad saw.

 

Kedua, tasbih itu keluar sebagai bantahan terhadap mereka. Sebab ketika Nabi saw. sudah menceritakan kepada mereka tentang isra’ itu, mereka mendustakannya. Dengan demikian maksudnya adalah : Mahasuci Allah dari mengangkat seorang rasul yang suka berdusta. (Imam Abu Harits)

 

Jika anda bertanya, apa hikmat yang ada pada dimulainya surah Al Isra dengan tasbih (.   ) dan surah Al Kahfi dengan tahmid (.   ) ?. maka saya jawab : “Sesungguhnya tasbih itu datang lebih dahulu daripada tahmid, seperti firman Allah :

 

Artinya : “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu”.

 

Dan kalimat Al Baqiyaatush Shaalihaatu berbunyi :

 

Artinya : “Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah … dst”.

 

Karena tasbih itu artinya tanzih (mensucikan Allah). Sedangkan tahmid itu tsana (memuji-Nya). Dan sensucikan itu sama dengan takhalliyah (membersihkan), sedangkan memuji itu sama dengan tahalliyah (menghiasi). Dan membersihkan itu harus didahulukan daripada menghiasi. (Mi’rajiyah)

 

Dan sebagian ulama mengatakan bahwa, yang dimaksud Al Masjidil Haram itu ialah Masjid Mekah. Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Mesjid yang pertama-tama dibangun di muka bumi adalah Al Masjidul Haram”.

 

Yaitu, Masjid Mekah, semoga Allah Taala memuliakannya.

 

Dan Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi manusia”.

 

Dan disebutkan di dalam dua kitab sahih, dari sahabat Abu Dzar ra. dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Masjid yang mula-mula dibangun di muka bumi ini ialah Al Masjidil Haram, dan sesudah itu adalah Al Masjidil Aqsha, yang dibangun oleh Nabi Ya’qub bin Ishaq as. Sesudah Nabi Ibrahim as. membangun Kakbah”. (Mi’rajiyah)

 

Jika anda berkata : “Menurut lahirnya, ayat ini menunjukkan bahwa isra itu adalah ke Baitul Maqdis, padahal menurut hadis-hadis sahih menunjukkan bahwa Nabi saw. dimik. rajkan ke langit. Maka bagaimana penggabungan antara dua dalil ini bisa menjadi benar. Dan mengapa hanya Masjid Al Agsha saja yang disebutkan?”. Maka saya jawab : “Isra tu dilakukan Nabi saw. dengan mengendarai Burag menuju ke Masjid Al Agsha dan dari sana Beliau dinaikkan ke langit dengan sebuah tangga (mi’raj). Adapun sebab kenapa ha. nya Masjid Al Aqsha saja yang disebutkan, adalah karena sekiranya Nabi saw. memberitakan tentang naiknya ke langit lebih dahulu, tentu keingkaran orang-orang Auraisy itu akan lebih hebat lagi. Oleh karena itu setelah Nabi saw. memberitahukan bahwa dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis. Dan dari tanda-tanda yang ada menjadi jelas bagi mereka kebenaran Beliau tentang apa yang Beliau beritakan itu, dan mereka mempercayainya. Barulah kemudian Beliau membentahukan bahwa Masjid Al Aqsha itu adalah sebagai pangkalan untuk mikrajnya ke langit.

 

Dus, isra ke Masjid Al Agsha itu seakan-akan menjadi pangkalan bagi mikraj Beliau ke langit”. (Tafsir Al Khazin)

 

Dan dari Azzuhri dan Urwah, bahwa pada pagi hari dari malam diisra’kannya Nabi saw. Beliau memberitakan peristiwa itu kepada orang banyak. Di antara orang banyak itu, ada orang yang sebelumnya mempercayai Beliau lalu menjadi murtad dan mengalami cobaan yang besar. Dan ada beberapa orang musyrik pergi menemui Abu bakar ra., mereka berkata kepadanya : “Sesungguhnya sahabatmu mengaku bahwa tadi malam dirinya telah diisra’kan ke Baitul Maqdis, dan dari sana dimikrajkan ke langit, sedang dia telah datang kembali sebelum Subuh”.

 

Abubakar ra. menjawab : “Jika dia mengatakan begitu, maka benarlah dia”.

 

Mereka bertanya : “Apakah Anda membenarkan juga dia mengenai berita tersebut?”

 

Abubakar menjawab : “Ya, aku membenarkan dia tentang yang lebih mengherankan daripada itu”.

 

Oleh karena itu, Abubakar ra. kemudian digelari As Siddiq.

 

Dan salah seorang musyrik datang menemui Nabi saw. Lalu berkata : “Ya Muhammad, berdirilah!”. Maka Nabi pun berdiri.

 

Orang itu berkata pula : “Angkatlah salah satu dari kedua kakimu”. Maka Nabi pun mengangkat salah satu kakinya.

 

Kemudian orang itu berkata pula : “Angkatlah kaki yang lain”.

 

Nabi menjawab : “Vika aku mengangkatnya, maka aku akan jatuh”.

 

Orang itu lalu berkata : Vika Anda tidak dapat naik dari bumi barang sejengkal, maka betapa pula anda dapat naik ke langit sampai ke Sidratul Muntaha?”.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “ Keluarlah dari Masjid dan ceritakan perkataanmu ini kepada Ali. Karena dialah yang dapat memberi jawaban kepadamu”.

 

Lantas orang itu keluar dari Masjid dan menemui Ali. Kemudian dia ceritakan kejadian itu kepadanya. Sekonyong-konyong Ali menghunus pedangnya lalu dipenggalnya leher orang tersebut hingga mati. Para sahabat yang menyaksikan kejadian itu tidak menyetujui tindakan Ali, mereka berkata : “Kenapa Anda membunuhnya?. Padahal perkataan Nabi saw. itu masuk akal, yaitu menyuruh Anda menjawab, dan bukan membunuh!?”.

 

Ali menjawab : “Jawaban bagi pembangkang adalah seperti ini. Karena Rasulullah saw. bukannya tidak mampu memberi jawaban kepadanya, akan tetapi Beliau tahu bahwa orang ini tidak akan menerima jawaban, maka Beliau kirim orang ini kepadaku untuk aku bunuh”.

 

Adapun jawaban pertanyaan orang tadi adalah, bahwa Rasulullah saw. dengan daya dan kekuatannya sendiri tentu tidak akan mampu naik barang sejengkal pun. Akan tetapi peristiwa Mikraj itu terjadi adalah dengan kekuatan Allah Yang Mahakuasa lagi Mahakuat, yang semua kekuasaan ada pada kekuasaan-Nya, laksana sebutir atom dibanding dengan matahari dan setetes air dibanding dengan lautan.

 

Kemudian orang-orang itu berkumpul di hadapan Nabi saw. dan duduk di sekelilingnya. Mereka menanyakan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan Baitul Maqdis. Mereka berkata : “Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, yakni para saudagar kami yang telah pergi ke negeri Syam, apakah anda bertemu dengan salah satu di antara mereka?”.

 

“Ya”, jawab Rasulullah saw. “Aku telah melewati kafilah Bani Fulan ketika mereka sedang berada di Rauha. Mereka kehilangan seekor unta mereka, dan mereka tengah mencarinya, sementara di kendaraan mereka ada segelas air. Aku telah mengambilnya dan meminumnya, kemudian aku letakkan kembali gelas itu di tempatnya. Maka tanyakaniah kepada mereka, apakah mereka menemukan air itu di dalam gelas ketika mereka kembali?”.

 

Mereka berkata : “Ini merupakan salah satu tanda”.

 

Kemudian mereka bertanya pula:

 

“Beritahukanlah kepada kami tentang kafilah kami, kapan mereka akan tiba?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Aku melewati mereka di Tan’im”. Yaitu suatu tempat dekat Tanah Haram.

 

Mereka bertanya kembali :

 

“Berapa banyakkah jumlah kafilah itu?. Apa barang-barang yang diangkutnya?. Bagaimana rupanya dan siapa saja yang ada dalam rombongan itu?”.

 

“Kafilah itu sekian, sekian”, jawab Nabi. “Di dalam rombongan itu ada si Fulan dan si Fulan. Yang paling depan dari kafilah itu adalah seekor unta kelabu, yaitu yang warna kulinya seperti warna debu. Di atas punggungnya ada dua karung. Kafilah itu akan tampak nieh kalian ketika terbit matahari”.

 

wi adalah tanda yang lain”, kata mereka.

 

Kemudian mereka keluar pada akhir malam itu untuk menantikan kedatangan kafilah tersebut guna membuktikan kebenaran perkataan Nabi saw. mengenai berita langit tersebut, seandainya terbukti kebenarannya. Salah seorang dari mereka berkata :

 

“Matahari telah terbit”.

 

Yang lain berkata :

 

“Demi Allah inilah kafilah itu, benar-benar telah kelihatan, dipandu oleh seekor unta kelabu”.

 

Dan di dalam rombongan kafilah itu ada si Fulan dan si Fulan, persis seperti yang telah diberitakan oleh Nabi saw. Namun sayang, mereka tetap tidak juga mau beriman. Bahkan mereka berkata : “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata”. (Mau’izhah)

 

Dari sahabat Abu Said Alkhudri ra., bahwa ia telah menanyakan kepada Nabi saw. tentang malam Beliau diisra’kan, maka dijawab oleh Beliau :

 

“Didatangkan kepadaku seekor binatang, yaitu binatang yang mirip bighal. Itulah Burag yang pernah dinaiki oleh para nabi”.

 

Beliau melanjutkan :

 

“Maka, binatang itu membawa aku pergi. la menapakkan kaki depannya sejauh pandangannya. Tiba-tiba terdengar olehku suara panggilan dari sebelah kananku : Ya Muhammad, tunggu sebentar!’. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa memperdulikannya.

 

Kemudian aku mendengar pula suara panggilan dari sebelah kiriku, namun aku pun tidak memperdulikannya. Setelah itu aku dihadang oleh seorang wanita yang mengenakan perhiasan lengkap. Wanita itu mengulurkan tangannya seraya berkata : “Tunggu sebentar”. Namun aku meneruskan perjalanan tanpa menoleh kepadanya.

 

Akhirnya tibalah aku di Baitul Maqdis, atau Masjid Al Agsha, lalu aku turun dan mengikat Burag pada sebuah tali tempat para nabi dahulu mengikatkan ia di sana. Kemudian aku masuk ke Masjid dan salat.

 

Setelah itu, aku bertanya kepada Jibril :

 

“Wahai Jibril, tadi di tengah perjalanan, aku mendengar seruan dari sebelah kananku”.

 

Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Yahudi. Seandainya tadi Anda berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Yahudi”.

 

Aku bertanya pula :

 

“Tadi, aku juga mendengar seruan dari sebelah kiriku”.

 

Jibril menjawab : “Itu adalah penyeru agama Nasrani. Seandainya anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan menjadi Nasrani. Sedangkan wanita yang menghadangmu tadi adalah dunia. Ia telah berhias untukmu. Seandainya Anda tadi berhenti mengikuti seruannya, niscaya umatmu kelak akan lebih memilih dunia ketimbang akhirat”.

 

Kemudian aku diberi dua buah bejana, yang satu berisi susu sedang yang lain berisi arak. Jibril berkata kepadaku : “Minumlah mana yang Anda kehendaki dari kedua minuman itu”.

 

Lalu aku mengambil bejana yang berisi susu dan meminumnya, sedangkan bejana yang berisi arak itu aku tinggalkan.

 

Jibril berkata :

 

“Anda tepat telah memilih kesucian (yakni Anda telah memberikan Islam kepada umatmu). Seandainya tadi anda mengambil arak, niscaya akan menjadi sesatlah umatmu”. (Oishash)

 

Diriwayatkan juga, bahwa Rasulullah saw. bersabda, yang artinya :

 

“Pada malam aku diisra’kan, sedang aku berada di Mekah dalam keadaan antara tidur dan jaga, datanglah Jibril kepadaku lalu berkata : “Ya Muhammad, bangunlah”.

 

Maka aku pun terjaga. Tahu-tahu sudah ada Jibril bersama Mikail. Lalu Jibril berkata kepada Mikail : “Beri aku segelas air zamzam, supaya aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”.

 

Nabi saw. melanjutkan : “Lantas Jibril membelah perutku, kemudian mencucinya tiga kali, sementara Mikail bolak-balik datang kepadanya dengan membawa tiga gelas air. Maka Jibril melapangkan dadaku dan membuang sifat dengki yang ada di dalamnya, lalu mengisinya dengan hikmat, ilmu dan iman. Kemudian ia mencap di antara kedua pundak: ku dengan cap kenabian. Setelah itu Jibril menggandeng tanganku hingga selesai pencu: cian dengan air zamzam itu, atau dengan air Alkautsar. Selanjutnya Jibril berkata kepadaku : “Berwudulah!”, Maka aku pun berwudu.

 

Kemudian Jibril berkata : “Berangkatlah, Ya Muhammad!”.

 

Aku bertanya : “Ke mana?”.

 

“Ke Tuhanmu dan Tuhan segala sesuatu”, jawab Jibril.

 

Lalu Jibril menggandeng tanganku dan mengajakku keluar dari Masjid. Ternyata di luar telah menunggu seekor Buraq, yang bentuk tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada baghal. Pipinya seperti pipi manusia. Ekornya seperti ekor unta. Bulu lehernya seperti bulu leher kuda. Kaki-kakinya seperti kaki unta. Kuku-kukunya seperti kuku sapi. Dan punggungnya seolah-olah mutiara putih. Di atasnya punggungnya ada pelana dari surga. Ia mempunyai sepasang sayap di kedua pahanya. Ia melaju laksana kilat. Langkahnya menapak sejauh pandangannya. Jibril berkata : “Naiklah”.

 

Burag ini adalah kendaraan Nabi Ibrahim as., yang dahulu pernah Beliau naiki ketika berkunjung ke Baitulharam. Maka aku pun menaikinya. Kemudian Nabi saw. bertolak disertai oleh malaikat Jibril as. di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Kata Nabi : “Maka aku pun turun dan salat”. Kemudian Jibril bertanya : “Tahukah Anda di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. dibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thaibah, dan ke sanalah hijrah akan terjadi, Insya Allah”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan, Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan mengerjakan salat. Setelah itu Jibril bertanya : “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. “Tidak”, jawabku. Jibril menjelaskan : “Anda tadi salat di Thursina, di mana Allah pernah berbicara dengan Nabi Musa as.”. Kemudian kami pun meneruskan perjalanan. Di tengah-tengah perjalanan Jibril berkata : “Turunlah, lalu salatiah!”. Maka aku pun turun dan melakukan salat. “Tahukah Anda, di mana Anda salat tadi?”. Tanya Jibril. Aku menjawab : “Tidak”. Jibril menjelaskan : “Tadi Anda telah salat di Baitlehm, tempat kelahiran Nabi Isa as”. Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampailah kami ke Baitulmaqdis. Sesampainya di sana, ternyata telah menunggu beberapa malaikat yang sengaja turun dari langit untuk menyambut kedatanganku. Mereka menyambutku dengan kabar gembira dan kemuliaan dari sisi Allah Taala. Mereka mengucapkan :

 

“Salam sejahtera atasmu, wahai yang permulaan, wahai yang akhir, wahai yang mengumpulkan”.

 

Nabi berkata : “Aku bertanya kepada Jibril : “Apa maksud penghormatan mereka kepadaku itu?”.

 

Jibril menjawab : “Sesungguhnya Andalah orang yang mula-mula menjadikan bumi terbelah (pada hari kiamat, pent.) juga umat Anda. Dan Anda adalah orang yang mulamula memberikan syafaat, dan yang mula-mula diterima syafaatnya. Dan sesungguhnya Anda merupakan nabi terakhir. Dan sesungguhnya penghimpunan (pada hari kiamat kelak) adalah demi Anda dan umat Anda”.

 

Kemudian kami meneruskan perjalanan hingga tiba di pintu Masjid. Lantas Jibril menyuruh aku turun. Lalu ia mengikatkan Burag pada tali, di mana para nabi dahulu mengikatkannya di sana, dengan tali kekang dari sutera surga.

 

Ketika aku memasuki pintu itu, tiba-tiba aku melihat para nabi dan rasul (sedang menurut hadis riwayat Abul Aliyah : arwah para nabi yang pernah diutus Allah sebelum aku, sejak dari zaman Nabi Idris dan Nuh as. sampai kepada zaman Nabi Isa as.), Allah Azza wa Jalla telah mengumpulkan mereka. Lalu mereka memberi salam kepadaku dan menghormati aku seperti penghormatan para malaikat tadi. Aku bertanya kepada Jibril : “Hai Jibril, siapakah mereka itu?”.

 

Jibril menjawab : “Mereka adalah saudara-saudaramu, para nabi as.”.

 

Kemudian Jibril menggandeng tanganku, lalu mengajakku pergi ke sebuah batu beSar yang keras dan mendaki bersamaku.

 

Nabi melanjutkan :

 

“Tiba-tiba aku melihat sebuah tangga ke langit yang belum pernah aku melihat tangga sebaik dan seindah itu, dan belum pernah seorang pun menyaksikan tangga yang lebih baik dan lebih indah daripada itu. Lewat tangga itulah para malaikat naik ke langit. Landasannya ada pada batu besar yang keras di Baitul Maqdis, sedangkan ujungnya menempel di langit. Salah satu tiangnya berupa yagut, sedang yang satunya lagi zabarjad. Satu anak tangga terbuat dari perak, sedang anak tangga yang lain dari zamrud bertahtakan mutiara dan yagut. Itulah tangga yang digunakan oleh malaikat maut turun untuk mencabut nyawa. Maka jika kamu melihat orang yang akan mati di antara kamu menatapkan pandangannya, itu berarti kesadarannya telah terputus darinya. Yaitu, jika ia telah melihat dengan nyata tangga tersebut, karena indahnya.

 

Kemudian Jibril mengangkatku dan meletakkanku di atas sayapnya. Lalu naiklah ia ke langit yang paling rendah melalui tangga tersebut. Jibril mengetuk pintu langit, lalu terdengar pertanyaan :

 

“Siapa itu?”.

 

Jibril menjawab : “Aku, Jibril”.

 

Ditanya pula :

 

“Siapa bersamamu?”.

 

“Muhammad”, jawab Jibril.

 

Maka dibukalah pintu langit itu, dan kami pun memasukinya. Ketika kami sedang berjalan di langit terendah itu, tiba-tiba aku melihat seekor ayam jago yang berbulu sangat putih. Aku belum pernah melihat ayam jago seperti itu. la memiliki bulu halus yang hijau di bawah bulu-bulunya yang sangat putih tadi, yang belum pernah aku lihat ‘arna hijau seindah itu. Dan ternyata kedua kakinya berada di dasar bumi yang paling bawah, sedangkan kepalanya berada di bawah Arsy. Dia mempunyai sepasang sayap pada kedua pundaknya, yang apabila dikepakkannya, maka akan mencapai timur dan barat. Jika malam telah lewat separuhnya, ayam itu mengembangkan kedua sayapnya sambil mengepak-ngepakkannya, lalu ia meneriakkan tasbih kepada Allah Azza wa Jalla, yang artinya : “Mahasuci Maharaja yang kudus. Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahahidup lagi Maha berdiri sendiri”. Apabila ia melakukan itu, maka semua ayam yang ada di muka bumi ikut bertasbih sambil mengepakkan sayap-sayap mereka. Begitulah pula, jika ayam di langit tadi diam, maka ikut diam pula seluruh ayam yang ada di bumi.

 

Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Semenjak aku melihat ayam jago itu, aku senantiasa rindu untuk melihatnya lagi”.

 

Beliau melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian kami naik ke langit kedua. Lantas Jibril minta dibukakan pintu. Dan seterusnya terjadi dialog seperti pada langit pertama. Kemudian kami naik ke langit ketiga, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit ke empat, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit kelima, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami naik ke langit keenam, lalu Jibril minta dibukakan pintu…. Dan seterusnya. Selanjutnya kami naik ke langit ketujuh, lalu Jibril minta dibukakan pintu… dan seterusnya. Kemudian kami pun masuk, tibatiba aku melihat seorang laki-laki yang rambutnya beruban sedang duduk di atas kursi di sisi pintu surga, sedangkan di sekelilingnya ada banyak orang duduk, semuanya berwajah putih.

 

Lalu aku bertanya :

 

“Wahai Jibril, siapakah orang yang berambut putih itu, dan siapa pula orang-orang yang ada di sekelilingnya itu, dan sungai-sungai apa ini?”.

 

Jibril menjawab : “Inilah bapakmu, Nabi Ibrahim, orang yang mula-mula beruban di muka bumi. Adapun orang-orang berwajah putih yang duduk di sekelilingnya itu ialah mereka yang tidak mencampur iman mereka dengan kezaliman”.

 

Nabi saw. melanjutkan :

 

“Dan ternyata Nabi Ibrahim itu bersandar pada sebuah rumah. Jibril berkata : “Inilah Baitul Ma’mur. Setiap harinya, ia dimasuki oleh 70 ribu malaikat. Apabila mereka telah keluar dari dalamnya, maka mereka tidak akan memasukinya kembali”.

 

Beliau melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, yang ternyata merupakan sebatang pohon yang banyak daunnya. Selembar daun dari pohcn itu dapat menutupi dunia ini dan seluruh yang ada di dalamnya. Dan ternyata pula, buahny.seperti puncak-puncak gunung di Hijr. Dari pokoknya keluar empat batang sungai : dua sungai tampak nyata, dan dua sungai lagi tidak tampak. Maka aku tanyakan hal itu kepada Jibril, lalu ia menjawab : “Adapun dua sungai yang tidak tampak jelas itu adalah dua sungai yang ada di dalam surga, sedangkan vang tampak jelas itu adalah sungai Nil Jan Efrat”.

 

Nabi saw. melanjutkan :

 

“Kemudian sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Aku mengenal daun dan buahnya. Maka pohon itu diliputi cahaya Allah sedemikian rupa, yakni tampak jelas dan diliputi oleh malaikat, seolah-olah mereka belalang dari emas, karena takut kepada Allah Taala. Ketisa ia telah diliputi oleh apa yang meliputinya, maka ia pun berganti rupa sehingga tidak ada seorang pun yang mampu mensifatinya”.

 

Kata Beliau pula :

 

“Di sana ada malaikat-malaikat yang bilangannya tidak diketahui kecuali oleh Allah Yang Mahatinggi, Maha Perkasa lagi Mahaagung. Sedang kedudukan Jibril adalah di tengah-tengah mereka. Kemudian Jibril berkata kepadaku : “Majulah”. Namun aku menjawab : “Hai Jibril, engkau sajalah yang maju”. Jibn! berkata : “Tetapi Andalah yang maju, wahai Muhammad, karena Anda lebih mulia di sisi Allah daripada saya”.

 

Maka, aku pun maju, sedang Jibril mengikutiku dari belakang, hingga akhirnya sampailah kami ke sebuah hijab dari hamparan emas. Jibril menggoyangkan hijab itu, lantas ja ditanya : “Siapa ini?”.

 

Jibril menjawab : “Aku Jibril bersama Muhammad”.

 

“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Lalu ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu, dan membawaku. Sementara Jibril tertinggal di belakang. Maka aku bertanya : “Ke mana?”.

 

Jibril menjawab : “Ya Muhammad, tidak seorang pun dari kami kecuali mempunyai kedudukan tertentu. Sesungguhnya inilah batas terakhir seluruh makhluk. Adapun aku diizinkan mendekat sampai ke hijab ini tidak lain adalah karena untuk menghormati dan mengagungkanmu”.

 

Malaikat penjaga tadi membawaku pergi dalam tempo yang lebih cepat dari lirikan mata, menuju ke hijab mutiara. Lalu ia menggoyangkan hijab itu, maka bertanyalah malaikat penjaga dari balik hijab itu : “Siapa ini?”,

 

Malaikat yang membawaku menjawab : “Aku penjaga hamparan emas. Dan ini adalah Muhammad, Rasul dari Arab bersama aku”.

 

“Allahu Akbar”, kata malaikat penjaga itu. Kemudian ia mengulurkan tangannya dari bawah hijab itu hingga diletakkannya aku di hadapannya.

 

Demikianlah seterusnya, aku berpindah dari satu hijab ke hijab yang lain, yang tiaptiap hijab itu sejauh perjalanan Ima ratus tahun. Sedangkan jarak antara satu hijab dengan hijab lainnya adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun pula.

 

Kemudian dihamparkan untukku sebuah permadani hijau. Cahayanya laksana cahaya matahari, sehingga pandanganku menjadi silau. Dan aku ditempatkan di atas permadani itu, kemudian permadani itu membawa diriku.

 

Maka ketika aku melihat Arsy, aku dapati ia lebih luas dari segala sesuatu. Kemudian Allah Azza wa Jalla mendekatkan aku kepada sandaran Arsy, lalu meneteslah suatu tetesan dari Arsy, jatuh pada lidahku, yang manisnya tidak pernah dirasakan oleh seorang pun, dan tidak ada sesuatu yang rasanya lebih manis daripadanya. Lantas Allah Azza wa Jalla memberitahukan kepadaku berita tentang orang-orang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, dan Dia membebaskan lidahku dari kekeluan karena kehebatan-Nya. Kemudian aku mengucapkan :

 

“Segala penghormatan, rahmat dan kebaikan adalah milik Allah”.

 

“Kesejahteraan atasmu, wahai Nabi, dan rahmat Allah serta berkat-Nya”.

 

Lalu aku menyahut :

 

“Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh”. Lantas Allah azza wa Jalla berfirman :

 

“Ya Muhammad, Aku telah mengangkatmu sebagai kekasih, sebagaimana Aku telah mengangkat Ibrahim sebagai khalil. Dan Aku mengajakmu berbicara sebagaimana Aku telah mengajak Musa berbicara. Dan Aku menjadikan umatmu sebaik-baik umat yang dikeluarkan bagi manusia, serta Aku jadikan mereka umat pertengahan. Dan Aku jadikan mereka umat yang permulaan dan yang terakhir. Oleh karena itu, ambillah apa yang telah Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau termasuk golongan orang-orang yang bersyukur”.

 

Kemudian Allah menerangkan kepadaku beberapa perkara yang tidak diizinkan aku memberitahukannya kepada kamu. Dan diwajibkan atasku dan atas umatku salat 50 kali setiap hari.

 

Setelah Allah memberikan janji-Nya kepadaku dan membiarkan aku selama waktu yang Dia kehendaki, maka berfirmanlah Dia kepadaku: “Pulanglah kepada umatmu, dan sampaikanlah firman-Ku kepada mereka”.

 

Maka permadani yang tadi telah membawaku, kini membawaku kembali. Begitulah aku dibawanya naik dan turun hingga akhirnya tiba di Sidratul muntaha. Ternyata di sana Jibril telah menungguku. Aku melihat Jibril dengan hatiku sebagaimana aku melihatnya dengan mata di hadapanku. Dia menyambutku dan berkata :

 

“Semoga Allah menganugerahkan kepadamu kesejahteraan yang tidak pernah dianugerahkan-Nya kepada seorang pun dari makhluk-Nya, baik malaikat yang didekatkan maupun nabi yang diutus. Dan sesungguhnya Allah telah menyampaikan dirimu ke tempat yang tidak pernah dicapai oleh seorang pun dari penghuni langit dan bumi. Maka berbahagialah anda dengan kedudukan tinggi dan kemuliaan luhur yang telah dianugerahkan Allah kepadamu. Oleh karena itu, bersyukurlah kepada-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Pemberi karunia lagi menyukai orang-orang yang bersyukur”.

 

Maka aku pun memuji Allah atas semua itu.

 

Kemudian Jibril as. berkata :

 

“Berangkatlah, hai Muhammad, ke surga, supaya aku dapat memperlihatkan kepadamu apa yang akan Anda peroleh di sana. Dengan demikian maka akan bertambah zuhud: mu terhadap dunia di samping zuhudmu yang sudah ada, dan akan bertambah kecintaanmu pada akhirat di samping kecintaanmu yang sudah ada”.

 

Maka kami pun berangkat, sehingga dengan izin Allah Taala, sampailah kami di surga. Jibril tidak membiarkan satu tempat pun di dalam surga itu, melainkan diperlihatkannya kepadaku dan diterangkannya pula tentangnya. Aku melihat mahliyai-mahliyat yang terbuat dari mutiara, yagut dan zabarjad. Dan aku lihat pula pohon-pohon dari ernas kuning. Dan aku lihat di dalam surga itu apa-apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas dalam benak seorang manusia. Dan semua itu sudah selesai dibuat dan sudah disiapkan. Dan sesungguhnya ia hanya bisa dilihat oleh pemiliknya dari golongan para wali Allah. Maka menjadi sangat pentinglah apa yang telah aku lihat itu. Dan aku berkata : “Untuk hal seperti inilah hendaknya oranyorang beramal”.

 

Kemudian diperlihatkan pula kepadaku neraka, sehingga aku dapat melihat belenggu-belenggu dan rantai-rantainya.

 

Setelah itu, Jibril mengajak aku keluar dari langit. Maka kami berdua melewati langit demi langit, turun dari satu langit ke langit yang lain hingga akhirnya sampailah aku di langit yang dihuni oleh Nabi Musa. Beliau bertanya :

 

“Apa yang telah diwajibkan Allah atasmu dan atas umatmu?”,

 

Aku menjawab : “Lima puluh salat”.

 

Nabi Musa menanggapi :

 

“Umatmu tidak akan mampu melaksanakan lima puluh salat setiap hari. Karena sesSungguhnya aku pun telah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya”.

 

Maka aku pun kembali lagi, lalu Allah mengurangi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu Nabi Musa lagi, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, dan Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu Allah mengurangi lagi sepuluh salat dariku. Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, dan Beliau berkata lagi seperti tadi. Maka aku pun kembali, lalu aku diperintahkan melakukan lima kali salat setiap hari.

 

Kemudian aku bertemu lagi dengan Nabi Musa, Beliau berkata :

 

“Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukan salat lima kali setiap hari. Dan sesungguhnya aku pun pernah mencoba orang-orang dan telah berusaha keras terhadap Bani Israel. Maka kembalilah kepada Tuhan-mu dan mintalah keringanan kepadaNya”.

 

Aku menjawab :

 

“Aku telah meminta keringanan berkali-kali kepada-Nya, sehingga aku malu. Namun sekarang aku telah rela dan aku terima ketentuan-Nya”.

 

Ketika aku meninggalkan Beliau, terdengar suatu seruan : “Aku telah tetapkan farduKu, dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku”. Dalam riwayat lain : “Dan Aku memberi balasan atas setiap satu kebaikan, sepuluh kali lipatnya”.

 

Nabi saw. melanjutkan ceritanya :

 

“Kemudian aku pulang bersama saudaraku, Jibril. Dia tidak meninggalkan aku dan aku pun tidak meninggalkannya, hingga akhirnya kami tiba kembali ke tempat tidurku. Dan itu semua terjadi dalam satu malam dari malam-malammu ini”.

 

Beliau saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku adalah penghulu anak cucu Adam, dan aku tidak sombong. Dan akulah pemegang panji Alhamd, dan aku tidak sombong”.

 

Ibnu Abbas ra. dan Aisyah ra. berkata : “Rasulullah saw. bersabda, yang artinya : “Setelah malam terjadinya peristiwa isra’ atas diriku, dan paginya aku sudah berada kem. “bali di kota Mekah, maka aku sadar bahwa orang-orang tidak akan mempercayai aku”, Lantas Beliau saw. duduk dengan hati sedih. Tiba-tiba lewat Abu Jahal, musuh Allah, di hadapan Beliau. Dia datang mendekati Beliau lalu duduk di depannya. Kemudian ia berkata sambil memperolok-olokkan Beliau :

 

“Adakah sesuatu yang telah engkau peroleh?”.

 

“Ya”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.

 

“Kemana”, tanya Abu Jahal.

 

Nabi menjawab : “Ke Baitul maqdis”.

 

“Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengah kami?”. Tanya Abu Jahal dengan nada sinis.

 

Abu Jahal bertanya :

 

Beranikah engkau mengatakan kepada kaummu seperti yang engkau katakan kepadaku tadi?”.

 

“Ya”, jawab Nabi dengan tegas.

 

Maka berserulah Abu Jahai : “Hai sekalian Bani Ka’ab bin Luay, kemarilah!”. Mendengar seruan itu, orang-orang pun berdatangan, hingga akhirnya mereka berkumpul di has dapan keduanya.

 

Lalu Abu Jahal berkata kepada Nabi :

 

“Katakanlah kepada kaummu seperti apa yang telah engkau katakan kepadaku tadi”.

 

“Baiklah”, jawab Nabi. “Tadi malam aku telah diisra’kan”.

 

“Kemana?”, Tanya mereka

 

Nabi menjawab :

 

“Ke Baitul maqdis”.

 

Mereka bertanya pula : “Kemudian pagi ini engkau telah berada kembali di tengahtengah kami?”.

 

“Benar”, jawab Beliau.

 

Maka beberapa orang di antara mereka pergi mencari Abubakar. Setelah bertemu, mereka lalu bertanya : “Sudah mendengarkah engkau berita dari sahabatmu itu?. Dia mengaku bahwa dirinya telah diisra’kan tadi malam”.

 

“Benarkah Beliau telah berkata begitu?”. Tanya Abubakar.

 

Mereka menjawab : “Dia memang telah berkata begitu”.

 

Abubakar berkata : “Yah, sesungguhnya Beliau telah berkata benar”.

 

“Engkau membenarkan dia?”, tanya mereka.

 

Abubakar menjawab :

 

“Aku membenarkan Beliau tentang yang lebih jauh daripada itu”.

 

Demikian kisahnya secara ringkas.

 

Adapun mengenai Nabi saw. melihat Tuhannya Azza wa Jalla, para ulama salaf berbeda pendapat dalam hal melihatnya Beliau kepada Tuhan-nya Yang Mahasuci dengan mata kepalanya. Hal ini tidak diakui oleh Aisyah ra.

 

Dari “Amir, dari Masruq, bahwa dia pernah bertanya kepada Aisyah ra. : “Wahai Ummul mukminin, benarkah Nabi Muhammad melihat Tuhan-nya, maksudnya pada malam Isra’, dalam keadaan jaga?”.

 

Aisyah menjawab : “Bergetar rambutku terhadap apa yang kamu katakan itu”. Maksudnya : berdiri bulu romaku mendengar pertanyaanmu kepadaku itu. “Ada tiga perkara, barangsiapa mengatakannya kepadamu, maka sesungguhnya dia telah berdusta:… Barangsiapa mengatakan kepadamu bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sesungguhnya dia telah berdusta”. Kemudian dia membacakan firman Allah yang berbunyi:

 

Artinya : “Dia tidak dapat dilihat oleh pandangan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan”.

 

Kemudian ia menyebutkan hadis itu sampai selesai.

 

Ada segolongan ulama sependapat dengan Aisyah, dan agaknya pendapat ini pula yang masyhur dari Ibnu Mas’ud ra. Dan yang serupa dengan ini adalah riwayat dari Abu Hurairah ra., katanya : “Sesungguhnya Nabi saw. hanya melihat Jibril”. Namun, ini juga diperselisihkan. Sementara ada segolongan ulama ahli hadis, ahli kalam dan ahli figih yang mengingkari hal ini, dan mereka menganggap tidak mungkin melihat Allah di dunia.

 

Sedang dari Ibnu Abbas ra. diriwayatkan bahwa, Nabi saw. telah melihat Allah dengan mata kepalanya.

 

Dan Atha meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., katanya : “Nabi saw. telah melihat Allah dengan kalbunya”.

 

Dan dari Abul Aliyah, dari Ibnu Abbas ra., Nabi saw. telah melihat-Nya dengan hatinya dua kali”.

 

Oleh karena itu, Ibnu Ishak menyebutkan bahwa, Ibnu Umar ra. Pernah mengutus seseorang menemui Ibnu Abbas ra. untuk menanyakan, apakah Nabi Muhammad saw. telah melihat Tuhannya?. Dijawab olehnya : “Ya”.

 

Memang, menurut riwayat yang paling masyhur dari Ibnu Abbas ra. adalah bahwa Nabi saw. telah melihat Tuhannya dengan mata kepalanya. Hal itu diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari berbagai jalur. Dia berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah mengistimewakan Nabi Musa dengan kalam (berbicara dengan-Nya), Nabi Ibrahim dengan khulla (sebagai sahabat), dan Nabi Muhammad dengan ru’yah (melihat-Nya dengan mata kepalanya)”. Hujjah (argumentasi) nya adalah firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Hatinya tidak mendustakan apa yang dilihatnya. Maka, apakah kamu hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya?. Dan sesungguhnya dia (Nabi Muhammad) telah melihat-Nya pada waktu yang lain”.

 

Al Mawardi berkata : “Konon, Allah telah membagi kalam-Nya dan ru’yah-Nya antara Nabi Musa dan Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw. telah melihat-Nya dua kali, sedang Nabi Musa as. telah berbicara dengan-Nya dua kali pula”.

 

Dan Assamargandi menceritakan dari Muhammad bin Ka’ab Al Qarzhi dan Rabi’ bin Anas, bahwa Nabi saw. pernah ditanya : “Apakah Baginda telah melihat Tuhan Baginda?”. Beliau menjawab : “Aku telah melihat-Nya dengan hatiku, dan tidak melihat-Nya dengan mataku”. dst. (Syifa’un Syarif)

 

Adapun sebab terjadinya mikraj itu adalah, bahwasanya bumi pernah menyombongkan diri pada langit. Bumi berkata : “Aku lebih baik darimu, karena Allah Taala telah menghiasi aku dengan negeri-negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon, gunung-gunung dan lain-lain”.

 

Lalu langit menjawab : “Akulah yang lebih baik darimu, karena matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet gugusan-gugusan bintang, Arsy, Kursi dan surga ada padaku”.

 

Bumi tidak mau kalah, ia berkata : “Padaku ada sebuah rumah yang dikunjungi dan dikelilingi oteh para nabi, para rasul, para wali, dan seluruh kaum mukminin”.

 

Langit balas menjawab : “Padaku ada Baitul makmur yang dikelilingi oleh para malaikat langit. Dan padaku ada pula surga yang merupakan tempat tinggal arwah para nabi, para rasul, para wali dan orang-orang saleh”.

 

Kemudian bumi berkata : “Sesungguhnya penghulu para rasul, penutup para nabi, kekasih Tuhan semesta alam, dan makhluk yang paling utama, yang kepadanya disampaikan penghormatan yang paling sempurna, tinggal padaku dan berlaku syariatnya di atasku”.

 

Setelah mendengar perkataan bumi itu, maka langit tidak bisa berkutik dan tidak mampu menjawab lagi. Kemudian ia memohon kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, Engkau memperkenankan doa hamba-Mu yang ada dalam kesulitan, apabila dia berdoa memohon kepada-Mu. Sedang aku tidak mampu menjawab perkataan bumi. Oleh karena itu, aku memohon kepada-Mu, naikkanlah Nabi Muhammad kepadaku, sehingga aku menjadi mulia karenanya, sebagaimana bumi menjadi mulia dengan keelokannya dan membanggakan diri dengannya”.

 

Maka Allah pun mengabulkan doa langit itu. Kemudian Dia mewahyukan kepada Jibril as. pada malam kedua puluh tujuh dari bulan Rajab : “Hai Jibril, janganlah engkau berjalan jauh pada malam ini. Dan kau, hai Izrail, janganlah mencabut nyawa pada malam ini”.

 

Jibril bertanya : “Apakah kiamat telah tiba?”.

 

“Tidak, hai Jibril”, jawab Allah, “Tetapi pergilah engkau ke surga, dan ambillah Burag, lalu bawalah ia kepada Muhammad”.

 

Maka Jibril pun pergi ke surga. Di sana dilihatnya ada 40.000 ekor burag, yang berkeliaran di taman-taman surga. Sedang pada kening-kening mereka tertulis nama Muhammad Jibril melihat di antara burag-burag itu ada seekor burag yang menundukkan kepalanya sambil menangis, sedang dari kedua matanya mengalir air mata.

 

“Kenapa engkau, hai Burag?”, tanya Jibril.

 

Burag itu menjawab :

 

“Wahai Jibril, sesungguhnya aku telah mendengar nama Muhammad sejak 40.000 tahun yang lalu. Maka tertanamlah di dalam hatiku perasaan cinta kepada pemilik nama itu, dan aku merindukannya. Sesudah itu aku tidak memerlukan lagi makan dan minum, sedang aku terbakar oleh api kerinduan”.

 

Maka Jibril berkata : “Aku akan mempertemukanmu dengan orang yang engkau rindukan itu”.

 

Kemudian Jibril memberinya pelana dan kekang, lalu dibawanya kepada Nabi saw. demikian seterusnya sampai akhir cerita. (A’rajiyah)

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”. (QS. Al Isra : 70)

 

Tafsir :

 

(. ) Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dengan rupa yang elok, tabiat yang seimbang, perawakan yang sedang, kemampuan membedakan dengan akalnya, memahamkan dengan bahasa lidah, isyarat dan tulisan, petunjuk kepada jalan-jalan penghidupan dunia dan akhirat, kemampuan menguasai isi bumi, kepandaian berindus-tri, menghubungkan antara sebab-sebab dan akibat-akibatnya, baik yang datang dari langit maupun bumi, sehingga menghasilkan manfaat-manfaat bagi mereka, dan lain-lain yang tidak mungkin disebutkan seluruhnya satu persatu. Di antaranya adalah seperti yang disebutkan oleh Ibnu Abbas ra., yaitu bahwa tiap-tiap binatang mengambil makanan dengan mulutnya kecuali manusia. Manusia mengangkat makanannya ke mulut dengan tangannya.

 

(.  ) dan Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, di atas kendaraan-kendaraan darat dan laut. Kalimat ini berasal dari :.  ( Aku beri dia kendaraan yang ia tumpangi), atau dari :   (Dan Kami angkut mereka dalam kendaraan darat dan kendaraan laut), sehingga mereka tidak dibenamkan oleh bumi dan tidak ditenggelamkan oleh air.

 

(. ) dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, yang enak-enak, baik yang dihasilkan oleh pekerjaan mereka ataupun oleh selain pekerjaan mereka.

 

     dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan, dengan kemenangan dan penguasaan, atau dengan kehormatan dan kemuliaan. Sedang yang dikecualikan adalah jenis malaikat atau orang-orang istimewa dari kalangan marfusia sendiri. Dan tidak dilebihkannya sejenis makhluk, tidak harus berarti tidak dilebihkannya beberapa individu dari jenis tersebut. (Qadhi Baidhawi).

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, bahwa Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mengucapkan salam kepadaku sepuluh kali, maka seolah. olah ia telah memerdekakan seorang budak belian”. (Syifa’un Syarif).

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Amr bin Ka’ab dan Abu Hurairah ra. Pernah datang menemui Nabi saw. dan bertanya : “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berilmu?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

 

Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling tekun beribadat?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakal”.

 

Mereka bertanya pula : “Siapakah orang yang paling utama?”.

 

Nabi menjawab : “Orang yang berakai. Segala sesuatu mempunyai senjata, dan senjata orang mukmin adalah akal. Setiap bangsa mempunyai pemimpin, dan pemimpin orang mukmin adalah akal. Dan setiap bangsa mempunyai cita-cita, dan cita-cita manusia adalah akal”. (Hayatul Qulub)

 

Dari Aisyah ra., ia berkata : “Akal itu ada sepuluh bagian. Lima di antaranya tampak, dan lima lainnya tidak tampak. Adapun bagian-bagian yang tampak itu ialah :

 

Pertama, diam.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa diam, maka ia selamat”. Dan sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa banyak bicaranya, maka sering pula ia terjatuh”.

 

Kedua, santun.

 

Ketiga, rendah hati

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan meninggikan (derajat)nya dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan menghinakannya”.

 

Keempat, menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran.

 

Kelima, beramal saleh.

 

Adapun bagian-bagian akal yang tidak tampak adalah : Pertama, tafakkur (berpikir). Kedua, ibrah (mengambil pelajaran dari sesuatu kejadian).

 

Ketiga, merasa berat dengan dosa-dosa.

Keempat, merasa takut kepada Allah Taala.

Kelima, merasa dirinya hina dina (Hayatul Qulub)

 

Menurut sebuah khabar, keindahan itu diciptakan dengan tujuh bagian : kelembutan, kemanisan, cahaya, sinar, kegelapan, keramahan dan kehalusan. Ketika semua makhluk dan semua hal tadi telah diciptakan, maka tiap-tiap sesuatu diberi satu bagian dari bagian-bagian tersebut. Kelembutan diberikan kepada surga, kemanisan untuk bidadari, cahaya untuk matahari, sinar untuk bulan, kegelapan untuk malam, kelembutan dan kehalusan untuk angin. Alam besar, yaitu langit dan bumi, dihiasi dengan semua ha, tersebut. Dan ketika Allah telah menciptakan Adam as. dan Hawa, yaitu alam kecil, maka Allah juga menghiasinya dengan hal-hal tadi. Kelembutan Dia berikan untuk ruhnya, kemanisan untuk lidahnya, cahaya untuk wajahnya, sinar untuk matanya, kegelapan untuk rambut: nya, keramahan untuk hatinya dan kehalusan untuk nuraninya. Dengan demikian, manusia menjadi makhluk yang terbaik dari segalanya. Sebagaimana firman Allah Taala:

 

Artinya : “Dalam bentuk apa pun yang Dia kehendaki, Dia susun tubuhmu”. (Majalis)

 

Tidak ada perselisihan pendapat bahwa, para nabi alaihimus salamatu wassalam, adalah lebih utama daripada para malaikat yang berada di alam bawah, namun perselisihan pendapat terjadi mengenai para malaikat yang berada di alam atas, kebanyakan sahabat berpendapat bahwa, para nabi itu lebih utama. Pendapat yang sama dianut pula oleh kaum Syiah dan para penganut golongan-golongan lainnya. Sedangkan golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa, para malaikatlah yang lebih utama, pendapat ini dianut pula oleh golongan filosofi (para ahli filsafat).

 

Ada beberapa faktor yang dijadikan alasan oleh kawan-kawan kami :

 

Pertama, firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat : Sujudlah kamu sekalian kepada Adam…”

 

Para malaikat itu disuruh sujud kepada Adam as.. Dari sini dapat segera dipahami bahwa, pihak yang lebih rendahlah yang biasanya disuruh sujud (memberi hormat) kepada pihak yang lebih tinggi (lebih utama)

 

Kedua, firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama (benaa) seluruhnya…. Sampai dengan firman-Nya : “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui Selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

 

Hal ini menunjukkan bahwa Adam as. mengetahui nama-nama benda seluruh. nya, sedang para malaikat tidak. Yang mengetahui tentu lebih utama daripada yang tidak mengetahui. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Taala yang berbunyi:

 

Artinya : “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui?”

 

Ketiga, bahwa manusia memiliki penghalang-penghalang yang merintanginya dari berbuat ibadat, seperti syahwatnya, amarahnya, hajatnya yang menyibukkan waktu-waktunya. Sedangkan para malaikat tidak memiliki satu pun dari penghalang-penghalang tersebut. Tidak diragukan bahwa, ibadat yang tetap dilaksanakan meskipun ada penghalang-penghalang tadi adalah lebih menjamin keikhlasan dan lebih berat.

 

Sehingga dengan demikian lebih utama. Keterangan lebih rinci mengenai masalah

 

ini dapat Anda telaah dalam kitab Syarah Al Agaid oleh ulama besar At Taftazani.

 

Silahkan Anda menelaahnya.

 

Dalam salah satu hadis, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Amal yang paling utama ialah yang paling berat”.

 

Yakni, yang paling sulit. Dengan demikian tentu pahalanya akan lebih banyak.

 

Keempat, bahwa manusia dibentuk dengan susunan antara malaikat yang hanya berakal tanpa syahwat dan binatang yang bersyahwat tanpa akal. Dengan akalnya, manusia cenderung menjadi malaikat, dan dengan syahwatnya, manusia cenderung menjadi binatang. Selanjutnya, apabila syahwatnya mengalahkan akalnya, maka manusia akan lebih jahat daripada binatang. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. . Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya di sisi Allah ialah orang yang tuli”.

 

Dengan demikian, orang yang akalnya mengalahkan syahwatnya, dia lebih baik daripada malaikat. (Demikian tersebut dalam syarah Al Mawaqif)

 

Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

“Ketika Allah Taala telah menciptakan Adam dan anak cucunya maka berkatalah para malaikat : “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan manusia dengan beberapa kelebihan, mereka makan, minum, kawin, berkendaraan, memakai pakaian, tidur dan bebas bepergian. Sedangkan kepada kami, tidak satu pun di antara hal-hal tersebut yang Engkau berikan. Maka jadikanlah buat mereka dunia, dan buat kami akhirat”.

 

Allah Taala menjawab :

 

“Aku tidak akan menjadikan makhluk yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya ruh Ku seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan satu kata “KUN” lalu jadilah ta”.

 

Maksudnya : seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan semata-mata perintah, yaitu malaikat. Artinya, manusia tidak sama dengan malaikat dalam hal kemuliaan dan kedekatannya (di sisi Allah), tetapi kemuliaan manusia itu lebih banyak dan kedudukannya lebih tinggi. (Al Mashabih)

 

Konon, susunan falak dan gugusan bintang adalah seperti susunan manusia. Jadi sebagaimana falak itu ada tujuh, maka demikian pula anggota tubuh manusia. Falak terbagi menjadi dua belas gugusan bintang, maka demikian pula pada tubuh manusia terdapat dua belas lubang : dua mata, dua telinga, dua lubang hidung, kubul dan dubur, dua susu, mulut dan pusar. Enam gugusan bintang itu ada di sebelah selatan, dan enam lainnya ada di sebelah utara. Maka demikian pula halnya dengan enam lubang itu ada di belahan kanan manusia, dan enam lainnya ada di belahan kirinya. Dan pada falak ada tujuh bintang, demikian pula pada tubuh manusia ada tujuh kekuatan : pendengaran. penglihatan, penciuman, pengecap, peraba, pemikir, dan pembicara. Jadi, gerakan-gerakan Anda adalah seperti gerakan-gerakan bintang, kelahiran Anda seperti terbitnya bintang-bintang, dan kematian Anda seperti tenggelamnya bintang-bintang. Dan ini perumpamaan di alam atas.

 

Adapun perumpamaan di alam bawah adalah, tubuh Anda diumpamakan seperti bumi, tulang-tulang Anda diumpamakan gunung-gunung, otak Anda seumpama bahanbahan mineral, keringat Anda seumpama sungai-sungai, daging Anda seumpama tanah. rambut anda seumpama tumbuh-tumbuhan, wajah Anda seumpama timur, punggung Anda seumpama barat, tangan kanan Anda seumpama selatan, dan tangan kiri Anda seumpama utara, nafas Anda seumpama angin, pembicaraan Anda seumpama halilintar, tertawa Anda seumpama kilat, tangis Anda seumpama hujan, marah Anda seumpama awan, tidur Anda seumpama mati, jaga Anda seumpama hidup, masa muda Anda seumpama musim panas, dan masa tua Anda seumpama musim dingin (maka Mahasuci Allah, Pencipta yang sebaik-baiknya). Pada telapak tangan, Allah menciptakan tiga puluh lima tulang, begitu pula pada kaki. (Zahratur Riyadh)

 

Diriwayatkan dari.sahabat Abu Hurairah ra. dalam menafsirkan firman Allah Taala :

 

 Artinya : “Tuhan sekalian alam”.

 

Bahwa Allah Taala telah menciptakan makhluk, dan membagi mereka menjadi empat jenis : malaikat, setan, jin dan manusia. Kemudian keempat jenis itu Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa malaikat, dan satu bagian lagi berupa setan, manusia dan jin. Selanjutnya ketiga jenis terakhir, Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya adalah setan, dan satu bagian lain berupa manusia dan jin. Kedua jenis terakhir ini Dia bagi lagi menjadi sepuluh bagian, sembilan bagian di antaranya berupa jin, dan yang satu bagian lagi berupa manusia. Kemudian Dia bagi manusia itu menjadi 125 bagian, yang seratus bagian Dia tempatkan di negeri-negeri Hindia, mereka semua bakal masuk ke neraka. Dua belas bagian lagi Dia tempatkan di negeri-negeri Romawi, mereka semua juga bakal masuk neraka. Enam bagian lagi Dia tempatkan di Timur, mereka semua juga akan masuk ke dalam neraka. Dan enam bagian lagi Dia tempatkan di Barat, mereka pun akan masuk neraka semua. Dan tinggallah satu bagian, yang terbagi menjadi 73 golongan. 72 golongan di antara adalah para penganut bid’ah dan kesesatan, sedangkan yang satu golongan adalah yang selamat, yaitu golongan Ahlu Sunna wal Jama’ah. Hisab mereka terserah kepada Allah Taala. Dia akan mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa saja yang Dia kehendaki. (Tafsir Al Wasith) 

 

Abubakar Al Balkhi pernah ditanya tentang seorang yang fakir, bila dia menerima hadiah dani seorang taja, padahal dia tahu bahwa raja itu telah mengambil barang itu dengan cara merampas. Apakah itu halal?. Al Balkhi menjawab “Jika raja itu telah mencampurkan antara dirham-dirham yang satu dengan lainya, maka tidak apa-apa rrerar manya. Tetapi kalau raja itu memberikan kepada si fakir barang hasil rampasan ita serd sebelum bercampur dengan yang lainnya, maka itu tidak boleh”.

 

Menurut Alfakih Abul Laits, jawaban ini benar berdasarkan pendapat Abu Han far Karena menurutnya, orang yang merampas dirham-dirham dani suatu kaum, kemudar da campurkan dengan yang lain, maka dirham-dirham itu menjadi milik si perampas, tetap berarti ia berhutang kepada kaum itu.

 

Sedangkan di dalam Bustanul Arifin disebutkan bahwa, ulama berselisih pendapat mengenai soal menerima hadiah dari seorang raja. Sebagian dari mereka mengatakan itu boleh, selagi si penerima tidak mengetahui bahwa raja itu memberinya dari barang yang haram. Sedang sebagian lainnya mengatakan bahwa, itu tidak boleh. Adapun ulama yang membolehkan, sependapat dengan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa dia pernah berkata : “Sesungguhnya raja itu memperoleh harta yang halal! dan yang haram. Maka apa-apa yang diberikannya kepadamu, maka ambiliah. Sesungguhnya dia memberimu dari yang halal”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Umar ra., ia berkata : “Rasulullah saw. pernah bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa diberi sesuatu tanpa meminta, maka terimalah ia. Sesungguhnya itu adalah rezeki yang dikaruniakan Allah Taala kepadanya”.

 

Dan diriwayatkan dari Habib bin Abi Tsabit, bahwa ia berkata : “Saya pernah melihat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. diberi hadiah dari Al-mukhtar. Hadiah-hadiah itu mereka terima, padahal Almukhtar itu terkenal sebagai seorang yang zalim”.

 

Muhammad bin Alhasan juga pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah ra., dari Hammad, bahwa Ibrahim An Nakha’i telah pergi menemui Zuhair bin Abdillah Al Uzdi, yang menjadi Gubernur di Hulwan. Ketika itu, Ibrahim ditemani oleh Abu Dzarr Al Hamdani ra., meminta hadiah kepada Al Uzdi tersebut. Muhammad bin Alhasan berkata : “Inilah yang kami anut, selagi kami tidak mengetahui sesuatu yang nyata-nyata haram dari pemberiannya. Dan demikian juga pendapat yang dianut oleh Abu Hanifah”. (Mauizah)

 

Saya katakan, di zaman sekarang ini, tidak mungkin lagi menganut pendapat yang sangat berhati-hati dalam hal fatwa, karena mencari secara berlebihan barang yang halal menurut aturan wara yang tertinggi adalah termasuk hal yang akan membawa kepada kesulitan, apalagi bagi para pelajar. Padahal kesulitan itu ditolak dalam agama. Bahkan, syariatlah yang menjadi timbangan yang lurus. Jadi, apa pun yang tidak dikecam oleh syariat adalah halal dan merupakan rahmat dari Allah Taala atas hamba-hamba-Nya. Maka apabila seseorang telah berpegang pada syariat, orang lain tidak boleh mengingkarinya. Karena mengingkari berarti meremehkan syariat. Dan barangsiapa yang meremehkan syariat, maka dikuatirkan akan hilang imannya.

 

Kalau ini sudah diyakini benar-benar, maka wara dan takwa di zaman sekarang ialah menganggap apa saja yang ada pada tangan seseorang sebagai miliknya, selama tidak diketahui dengan yakin bahwa barang itu nyata-nyata hasil rampasan atau curian, sekalipun diketahui dengan yakin bahwa dalam hartanya terdapat barang haram. Karena dalam fatwanya, Qadhi Khan berkata : “Ada seseorang menemui raja. Lalu dihidangkanlah kepadanya sesuatu makanan. Kalau tamu itu tidak tahu bahwa hidangan itu nyata-nyata hasil rampasan, maka dia boleh makan, karena segala sesuatu pada asalnya boleh. Tetapi, kalau tidak demikian, maka tidak boleh. (Dari catatan-catatan kami, yang hina ini) 

 

Allah Taala berfirman di dalam surah Yaasiin :

 

(     ) Dan suatu tanda, yang besar dari Kami, yang menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna dan keesaan Kami.

 

(. ) bagi mereka, maksudnya : yang dapat mereka gunakan sebagai dalil yang menunjukkan atas kebenaran Kami, yaitu :

 

(.  ) bahwa Kami, maksudnya : dengan keadaan kebesaran Kami. .

 

(.    ) Kami mengangkut dzurriyah mereka dalam bahtera. Yang dimaksud dzurriyah ialah bapak-bapak dan nenek moyang mereka, sekalipun kata dzurriyah dapat juga diartikan sebagai anak-cucu.

 

(.     ) yang sesak, yakni yang penuh muatan.

 

Sedang yang dimaksud bahtera di sini adalah kapal Nabi Nuh as. Dan mereka itu ialah dari keturunan orang-orang yang diangkut bersama Nabi Nuh as. ketika mereka masih berada dalam tulang sulbi nenek moyang mereka.

 

Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan bahtera yang penuh muatan dalam ayat ini ialah kapal itu yang berlayar di laut, padahal ia tidak mempunyai tangan dan kaki, namun dapat menempuh jarak perjalanan dua puluh hari dalam tempo satu hari saja. Ini semua menunjukkan kekuasaan Kami yang sempurna.

 

(.     ) dan Kami ciptakan untuk mereka kendaraan yang mereka kendarai seperti bahtera itu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dalam ayat ini ialah kapal-kapal yang dibuat sesudah kapal Nabi Nuh as., yang sama bentuknya. Dan ada pula yang berpendapat, yang dimaksud adalah kapal-kapal kecil yang berlayar di sungai-sungai, seperti halnya kapal-kapal besar di laut. Dan ini adalah pendapat dari Gatadah, Adh Dhahak dan lain-lain.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa yang dimaksud ‘seperti bahtera itu’ ialah unta di darat, seperti halnya kapal di laut. Yakni, Kami telah menciptakan untuk mereka kapal-kapal di laut yang mereka kendarai, dan Kami ciptakan pula untuk mereka di darat : unta, kuda, dan keledai, yang mereka kendarai. Dan ini semua menunjukkan kekuasaan dan kekuatan Kami. (dari Ma’alimut Tanzil dan lainnya)

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (AS. Al Isra : 79)

 

Tafsir :

 

(.    ) Dan pada sebagian malam salat tahajjudlah kamu. Maksudnya, pada sebagian malam tinggaikanlah tidur untuk melakukan salat. Sedang dhamir (kata ganti nama, yaitu :      kembali kepada kata     (yang disebutkan pada ayat sebelumnya).

 

(.    ) sebagai suatu ibadat tambahan bagimu, selain salat fardu, atau sebagai suatu keutamaan bagimu, sebab salat Tahajjud ini hanya wajib atas dirimu (Nabi Muhammad) saja.

 

(.    ) Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. Tempat yang dipuji oleh orang yang tinggal di situ, dan oleh siapa saja yang melihatnya. Tempat ini diartikan tempat mana saja yang memuat kemuliaan. Tetapi yang masyhur bahwa yang dimaksud dengan magam (tempat) di sini adalah magam syafaat. Karena ada sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ia adalah magam (tempat) di mana aku memberi syafaat kepada umatku”.

 

Dan karena diberitahukannya kepada Beliau, bahwa orang-orang memuji Beliau sebab Beliau tinggal di sana. Dan itu tidak lain adalah Magam Syafaat.

 

Adapun sebab dinasabkannya kata Magaaman (.    ) adalah karena ia menjadi zharaf (kata keterangan) dengan me-idhmar-kan (menyembunyikan) fiil (kata kerja) nya, yakni : fayuqiimaka maqooman (.     ). Atau, karena kata yab’atsaka (       ) itu sudah memuat arti dari fiil (kata kerja) tersebut. Atau, bisa juga kata maqooman (.     ) itu menjadi hal (kata keadaan), dengan arti : an yab’atsaka dzaa maqooman (.    ). (Qadhi Baidhawi)

 

Dan sahabat Anas bin Malik ta., dari Nabi saw. bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah dua orang muslim berjumpa lalu berjabatan tangan dan mengucapkan salawat kepadaku, melainkan Allah mengampuni dosa-dosa keduanya, baik yang telah lalu maupun yang akan datang, berkat kemurahan-Nya, sebelum keduanya berpisah”.

 

Dan diriwayatkan pula dari Nabi saw.., bahwa ketika Beliau sedang duduk di dalam Masjid, masuklah seorang pemuda menemui Beliau. Beliau menyambut pemuda itu dengan penuh hormat, kemudian mendudukkannya di sisi Beliau, lebih tinggi daripada tempat duduk Abubakar. Lantas Beliau saw. menerangkan alasannya, kata Beliau : “Sesungguhnya aku mendudukkannya lebih tinggi darimu, karena di dunia ini tidak ada seorang pun yang lebih banyak membaca salawat untukku melebihi dirinya. Tiap-tiap pagi dan petang, ia mengucapkan :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad sebanyak jumlah orang yang bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebanyak jumlah orang yang tidak bersalawat kepadanya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau suka bila dibacakan salawat untuknya. Dan limpahkanlah rahmat kepada Junjungan kami Muhammad, sebagaimana Engkau perintahkan agar dibacakan salawat untuknya.

 

Oleh karena itulah, maka aku dudukkan dia lebih tinggi daripada tempat dudukmu”.

 

(Zubdatul Wa’zhin) Firman Allah : wa minal laili (      ) berkaitan dengan kata : tahajjada (     ). Maksudnya :

 

Artinya : “Bertahajjudlah kamu di kala terbit fajar pada sebagian malam. Maka tinggalkanlah tidur.

 

Tetapi yang lebih nyata adalah, bahwa kata itu berkaitan dengan fiil mugaddar, yang diathafkan kepadanya kata tahajjad, karena huruf fa (.   ) itu harus ada ma’thuf ‘alaihnya. Sedang penjabarannya adalah :

 

 Artinya : “Bangunlah pada sebagian malam, lalu bertahajjudiah sambil membaca Alquran”. (Syaikh Zadah)

 

Firman Allah .

 

Maksudnya : Bangunlah setelah kamu tidur, lalu bertahajjudlah. Karena tahajud itu hanya dilakukan sesudah bangun tidur. Maksud ayat ini adalah bangun di waktu ma am lalu salat.

 

Salat malam itu pada mulanya merupakan kewajiban atas Nabi saw. dan atas umatnya, yaitu pada masa permulaan Isiam, berdasarkan firman Allah Taala :

 

 

Artinya : “Wahai orang yang berselimut, bangunlah (untuk salat) di malam hari”. Kemudian turun keringanan, sehingga kewajiban itu menjadi terhapus (mansukh atas umat Beliau, dengan adanya salat lima waktu namun salat malam itu tetap mustahab (dianjurkan) atas mereka berdasarkan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Maka bacalah apa yang mudah dari Alquran”.

 

Tetapi, kewajiban itu masih berlaku atas diri Nabi saw., sesuai dengan firman Allah Taala : 

 

Artinya : “Sebagai ibadat tambahan bagimu”.

 

Yakni, kewajiban tambahan atas kewajiban-kewajiban lainnya yang telah diwajibkan Allah Taala.

 

Dan ada pula yang mengatakan bahwa, kewajiban salat tahajjud itu juga mansukh (terhapus) atas diri Nabi saw. seperti halnya terhapus atas umatnya. Dengan demikian, salat malam itu hanya sunnah saja bagi Beliau. Sebab Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sebagai ibadat nafilah bagimu”.

 

Dalam ayat ini disebutkan bagimu (.  ) dan bukan atasmu (.  ). (Dari Tafsir Al Khazin)

 

Yang dimaksud nafilah (     ) adalah tadhilah (      ) atau keutamaan. Karena ketuamaan Nabi atas umatnya dengan wajibnya salat malam itu atas diri Beliau dan bertambahnya pahala. Nafilah itu merupakan keutamaan bagi Beliau dan bukan berarti pelebur dosa. Sebab Beliau adalah orang yang telah dijamin bersih dari segala dosa. Baik yang lalu maupun yang akan datang. (Syihab)

 

Jika Anda bertanya, apa artinya pengkhususan (takhsis), kalau salat malam itu merupakan tambahan bagi kaum muslimin dan juga bagi Nabi saw?. maka saya jawab : Gunanya pengkhususan adalah bahwa, ibadat-ibadat nafilah itu merupakan pelebur dosa bagi manusia pada umumnya, sedangkan Nabi saw. adalah seorang yang dijamin bersih dari dosa, baik di masa lalu maupun di masa yang akan datang. Adapun salat matam itu merupakan keutamaan dan tambahan bagi Beliau dalam meningkatkan derajat-derajat yang luhur. Lain hanya dengan umat Beliau, karena mereka mempunyai dosa-dosa yang memerlukan penghapus. Jadi mereka perlu kepada ibadat-ibadat nafilah untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan mereka, bukan semata-mata untuk menambah pahala. Kesimpulan dari uraian mu adalah, bahwa ibadat-ibadat tathawwu yang dilakukan oleh Nabi saw. merupakan tambahan pahala bagi Beliau, berlainan dengan umat Beliau. (Syaikh Zaadah)

 

Dari Ibnu Abbas ra. katanya : “Nabi saw. telah menyuruh salat malam, dan salat malam itu diwajibkan atas Beliau, sedang atas umatnya tidak”.

 

Namun, Albaghawi mengorcksi bahwa, kewajiban salat tahajjud itu telah dicabut kembali dari Nabi saw. (Syihab)

 

Dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Allah Taala menyayangi laki-laki yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan isterinya, dan jika istrinya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya. Dan Allah Taala menyayangi wanita yang bangun di waktu malam lalu salat dan membangunkan suaminya, dan jika suaminya itu tidak mau (bangun) maka ia percikkan air ke wajahnya”. (Mau’izhah)

 

Dari Aisyah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga perkara yang wajib atas diriku dan sunnah bagi kamu : salat witir, bersiwak (menggosok gigi), dan salat malam”. (Syihab)

 

Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Barangsiapa melakukan salat malam, dan salat itu dilakukannya dengan baik, maka Allah Taala akan memuliakannya dengan sembilan perkara, yang lima di dunia, sedang yang empat di akhirat. Adapun yang lima di dunia ialah : (1) Allah memeliharanya dari bermacam-macam bencana, (2) tampak bekas ketaatannya pada wajahnya, (3) dicintai oleh hati hamba-hamba-Nya yang saleh dan semua manusia, (4) lidahnya berbicara dengan kata-kata hikmat, (5) dia dijadikan sebagai orang yang bijak, yakni dikaruniai kefahaman.

 

Sedangkan empat perkara yang ada di akhirat kelak ialah : (1) dia akan dibangkitkan dari dalam kuburnya dengan wajah yang putih bercahaya, (2) dimudahkan hisab (perhitungan baik buruk) nya, (3) dia akan melewati shirat (titian di atas neraka) laksana kilat yang menyambar, (4) dia akan menerima kitab amalnya dari arah kanannya pada hari kiamat kelak. (Raudhatul Ulama)

 

Dari Nabi saw., Beliau bersabda yang artinya :

 

“Pada malam aku diisra’kan ke langit, Tuhanku mewasiatkan kepadaku lima perkara, firman-Nya : Janganlah hatimu engkau gantungkan pada dunia, karena sesungguhnya Aku tidak menciptakan dunia itu untukmu. Jadikanlah kecintaanmu itu hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya tempat kembalimu adalah kepada-Ku. Bersungguh-sungguhlah memohon surga. Bersikaplah putus asa kepada makhluk, karena sesungguhnya tidak ada sesuatu apa pun pada tangan mereka. Dan selalulah melaksanakan salat tahajjud, karena pertolongan itu beserta salat malam”. (Syir’atul Islam)

 

Dari Nabi saw., sabdanya : “Barangsiapa bangun tidur lalu mengucapkan :

 

Artinya : “Tidak ada tuhan selain Allah, Yang Satu, tidak ada sekutu bagi-Nya Kepu. nyaan-Nya kerajaan dan untuk-Nya pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Mahabesar. Dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Oh Tuhan-ku, ampunilah daku, kedua orang tuaku, dan orang-orang mukmin, yang laki-laki maupun yang perempuan. Maka dia benar-benar telah diampuni oleh Tuhannya”. (Zubdatul Waa’zhin)

 

Ibrahim bin Adham berkata : “Ada beberapa orang tamu singgah di rumahku. Maka tahulah aku bahwa mereka itu adalah wali-wali abdal. Kemudian aku berkata : “Berilah aku nasehat supaya aku dapat merasa takut kepada Allah seperti rasa takut tuan-tuan”. Maka mereka menjawab : “Kami menasihatkan kepada anda tujuh perkara :

 

Pertama, barangsiapa banyak bicara, maka jangan Anda harapkan hatinya jaga.

 

Kedua, barangsiapa banyak makan, maka jangan Anda harap dirinya memiliki hikmat.

 

Ketiga, barangsiapa banyak bergaul dengan manusia, maka jangan Anda harap dia akan merasakan manisnya ibadat.

 

Keempat, barangsiapa mencintai dunia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh husnui khatimah.

 

Kelima, barangsiapa bodoh, maka jangan anda harap hatinya akan hidup.

 

Keenam, barangsiapa lebih suka berkawan dengan orang zalim, maka jangan Anda harap akan lurus agamanya.

 

Ketujuh, barangsiapa menginginkan keridaan manusia, maka jangan Anda harap dia akan memperoleh keridaan Allah”. (Hadits Arba’in).

 

Attirmidzi meriwayatkan dari Abu Umamah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hendaklah kamu melakukan salat malam. Karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu pada nabi dan para wali, dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu, meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela, serta mencegah dosa”.

 

Uraian :

 

“Hendaklah kamu melakukan salat malam, karena salat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang saleh sebelum kamu, yaitu para nabi dan para wali”. Diriwayatkan bahwa, keluarga Nabi Daud as. pun melakukan salat malam, dan di sini terkandung peringatan, bahwa kamu lebih patut melakukan itu, karena kamu adalah sebaik-baik umat, dan juga mengandung isyarat bahwa, orang yang tidak melakukan salat malam itu tidaklah tergolong orang-orang yang sempurna kesalehannya.

 

“Dan mendekatkan kamu sekalian kepada Tuhanmu”, maksudnya : salat malam itu merupakan suatu ibadat yang paling mampu untuk mendekatkan kepada kecintaan Tuhanmu daripada apa pun yang kamu gunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Taata. Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat kepada sebuah hadis gudsi, yaitu firman Allah Taala :

 

Artinya : “Seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadatibadat nafilah, sehingga Aku mencintainya”.

 

“Meleburkan keburukan-keburukan dan menghapuskan dosa-dosa dan segala cela”. Kata makfarah (      ) dan mamhah (.    ) kedua-duanya adalah masdar mim, seperti kata mahmadah (.    ), yang artinya sama dengan isim failnya, yaitu penebus. Yang menebus dosa-dosa dan menghapus segala cela. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu menghilangkan keburukan-keburukan”.

 

“Dan mencegah dosa”, Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya salat itu mencegah perbuatan-perbuatan keji dan mungkar” (Ali Al Qaari, semoga mendapat rahmat Ilahi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku memberi syafaat kepada umatku ketika aku dipanggil oleh Tuhan-ku, lalu Dia berfirman : “Apakah engkau rida, Ya Muhammad?”. Maka aku menjawab : “Ya Tuhanku, aku rida”. (Hadis Al Arba’in)

 

Mengenai Umar bin Abdul Aziz ra., dia adalah seorang khalifah, dan dia juga tergolong orang yang zuhud. Pada suatu hari, istrinya berkata kepadanya : “Ya Amirilmukminin, saya telah bermimpi melihat sesuatu yang aneh”.

 

Umar bertanya : “Apa yang engkau lihat?”.

 

Isterinya menjawab :

 

“Aku melihat seakan-akan kiamat telah bangkit, dan semua manusia telah dikumpulkan. Neraca telah ditegakkan dan titian telah direntangkan di atas neraka. Dan pertamatama para malaikat membawa Abdulmalik bin Marwan, lalu mereka berkata kepadanya : “Menyeberanglah dari sini’. Ketika ia meletakkan kedua telapak kakinya di atas titian dan hendak menyeberang, maka baru saja dia melangkah satu dua langkah, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Kemudian para malaikat datang membawa puteranya Alwalid bin Abdulmatik, lalu mereka berkata : ‘menyeberanglah’, maka baru saja dia menapakkan kakinya di atas titian, tiba-tiba terjerumuslah ia ke dalam neraka. Dan para khalifah, semua pun begitu. Kemudian para malaikat datang membawamu, ya Amirilmukminin”.

 

Ketika wanita itu berkata demikian, maka berteriaklah Umar bin Abdulaziz keras. keras dan badannya gemetar dengan hebat, seperti ikan dalam jaring Dan mulailah ia membenturkan kepalanya ke lantai dan ke tembok, sementara wanita itu pun menjerit seraya berkata : “Demi Allah, saya melihat bahwa tuan ada di dalam surga, dan tuan dapat melewati titian itu dengan selamat”.

 

Namun Umar sudah tidak mendengarkan lagi perkataan wanita itu, karena gerretar. nya. Dan ketika gemetarnya telah reda, mereka dapati ia telah meninggal dunia. (Mau”zhah)

 

Nabi saw. bersabda : 

 

Artinya : “Setan mengikatkan tiga buhulan pada ubun-ubun seseorang di antara kami ketika ia sedang tidur. Kemudian, apabila dia bangun terus menyebut nama Allah Taala, maka terlepasiah satu buhulan. Kemudian, apabila dia berwudu, terlepas pula buhulan kedua. Dan kemudian, apabila dia melakukan salat, maka terlepas pulalah buhulan yang ketiga, sehingga dia menjadi segar bersemangat. Tetapi kalau tidak, maka setan itu akan mengencingi kedua telinganya. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Misykaat)

 

Imam Alghazali ra., berkata : “Apabila tiba permulaan malam, berserulah malaikat dari bawah Arsy, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang ahli ibadat”. Maka mereka pun bangun dan mengerjakan salat sebanyak yang dikehendaki Allah. Kemudian di tengah malam, berseru pula malaikat, “Ingat, hendaklah bangun orang-orang yang takut kepada Allah, yang memperpanjang tegak mereka di dalam salat sampai dini hari”. Kemudian pada sepertiga malam terakhir, berseru pula malaikat penyeru dari bawah Arsy : “Ingatlah, hendaklah bangun orang-orang yang memohon ampunan”. Dan apabila waktu fajar telah menyingsing, maka berseru pula malaikat penyeru : “Ingat, hendaklah bangun orangorang yang lalai”. Maka mereka pun bangun dari tempat tidur mereka masing-masing ibarat mayat-mayat yang dibangkitkan dari kubur mereka”.

 

Oleh karena itu, Lukman mewasiatkan kepada puteranya, katanya : “Wahai anakku, janganlah engkau tidur, sedang ayam jago berkokok pada waktu dini hari, sementara engkau enak-enakan tidur”.

 

Sedang Syaikh Muhyiddin Ibnul “Arabi semoga Allah mensucikan jiwanya’ berkata : “Hendaklah engkau melakukan salat malam sebanyak yang dapat menghilangkan sebutan pelalai dari dirimu, paling sedikit dengan membaca sepuluh ayat”. Maksudnya, di dalam salat.

 

Begitu pula, dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa berdiri dalam salat dengan membaca sepuluh ayat maka dia tidak dicatat dari golongan orang-orang yang lalai. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) dengan membaca seratus ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang patuh. Dan barangsiapa berdiri (dalam salat) sambil membaca seribu ayat, maka dia dicatat termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memperbanyak pahala, dan seakan-akan dia seperti orang yang bersedekah dengan uang tujuh puluh ribu dinar. (Demikian disebutkan di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin)

 

Diceritakan, bahwa pada suatu hari, Nabi Musa as. berjalan melewati seorang lelaki yang sedang salat dengan penuh khudhu dan khusyu, maka Beliau berkata : “Ya Tuhanku, alangkah bagusnya salat orang itu”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, sekalipun dia salat tiap-tiap sehari semalam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, mensalati seribu jenazah, naik haji seribu kali, dan berperang seribu kali, semuanya itu tidak akan berguna baginya, sampai dia menunaikan zakat hartanya”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Cinta dunia merupakan pangkal segala dosa, dan enggan berzakat itu muncul karena cinta dunia tersebut”. (Mau’izhah)

 

Dan sabda Nabi saw. : |

 

Artinya : “Barangsiapa di antara kamu memelihara salat dalam keadaan bagaimanapun dan di mana saja, maka dia akan melewati shirat (titian yang ada di atas neraka) laksana kilat yang menyambar bersama-sama rombongan pertama dari golongan Assabigun (orang-orang yang pertama-tama masuk Islam). Dan dia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bak rembulan pada malam purnama. Dan tiap-tiap sehari-semalam, dia memperoleh pahala seperti pahala Seribu orang yang mati syahid”.

 

Dan Nabi saw. bersabda pula :

 

Artinya : “Salat fajar dua rakaat lebih baik daripada dunia beserta semua isinya”.

 

Jika Anda bertanya, mengapa sampai diberikan pahala yang sedemikian besar hanya untuk amal yang ringan dan sedikit itu?. Maka kami jawab :

 

“Tidakkah anda pernah mendengar cerita tentang Imam Syafii ra.?. Diceritakan, bahwa pada suatu ketika, cambuknya jatuh dari tangannya. Lalu, seseorang bergegas menghampirinya dan mengambilkan cambuk itu kemudian ia berikan kepadanya. Imam Syafii mengucapkan terima kasih, lalu menyerahkan kepada orang itu sekantong uang yang berisi uang sangat banyak. Ketika dia ditanya orang, kenapa tuan memberinya upah sedemikian banyak hanya untuk pekerjaan yang tidak seberapa itu?. Imam Syafii menjawab : “untuk menolong saya, dia telah mengerahkan segenap kemampuannya, sedang saya hanya menggunakan sebagian saja dari kemampuan saya”.

 

Itulah perlakuan Imam Syafii, maka betapa pula perlakuan Tuhan semesta alam?. Dan sesungguhnya Imam Syafii telah meriwayatkan sebuah hadis tentang hal tersebut dari Rasulullah saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Hanya dengan satu alasan saja, Tuhanku menerima dua ribu dosa besar Terutama takbir pertama di dalam salat. Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Takbir yang pertama lebih baik daripada dunia seisinya”.

 

Konon yang dimaksud adalah, andaikata Anda mempunyai dunia, lalu dunia itu Anda nafkahkan di jalan Allah Taala, maka Anda tetap tidak memperoleh apa yang dapat Anda peroleh dengan takbir yang pertama itu”. (Maw’izhah)

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang dengan mengharap keridaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka, sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya, dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (QS. Al Kahfi )

 

Tafsir :

(.   ) Dan bersabarlah kamu. Tahanlah dirimu dan tetapkanlah ia.

 

(.   ) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang. Pada sebagian besar waktu-waktu mereka, atau pada kedua ujung siang.

 

(.    ) dengan mengharapkan wajah-Nya, keridaan Allah dan ketaan kepadaNya. “

 

(.     ) Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka. Janganlah penglihatanmu melewati mereka kepada selain mereka. Sedang dijadikannya kata ta’du (      ) sebagai fiil muta’addi dengan menggunakan ‘an (    ) adalah karena ia mengandung arti naba (tidak mengenai sasaran).

 

(.     ) sedang kamu mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Menurut riwayat yang masyhur, kalimat ini menjadi Hal (Kata keadaan) dari dhamir kaf (.   ).

 

(.     ) dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan. Orang yang Kami jadikan hatinya lalai.

 

(.     ) dari mengingat Kami. Seperti Umayyah bin Khalaf, ketika meminta kamu mengusir orang-orang miskin dari majelismu demi tokoh-tokoh Quraisy.

 

(.     ) serta menuruti hawa nafsunya. Jawaban dari tuntutan ini adalah apa yang telah diterangkan beberapa kali sebelumnya.

 

(.  ) Dan adalah keadaannya itu melampaui batas, yakni melampaui kebe. naran dan membuangnya ke belakang punggungnya. Dalam bahasa Arab ada istilah : farasun furuth (     ) yang maksudnya : Kuda yang melampaui kuda-kuda lainnya, Dari kata ini (.  ) muncul pula kata   (kelalaian). (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersalawat kepadaku satu kali, dengan mengucapkan Allaahumma shalli alaa Muhammad (artinya : Oh Tuhanku, limpahkanlah kehormatan dan kemuliaan kepada Muhammad, seperti yang pernah Engkau limpahkan), maka Allah akan bersalawat kepadanya sepuluh kali (arti salawat Allah buat hamba-Nya adalah memberi rahmat kepadanya), dan digugurkan darinya sepuluh kesalahan, serta diangkat baginya Sepuluh derajat”.

 

Konon, ayat ini diturunkan ketika para pemuka orang-orang kafir meminta kepada Rasulullah saw. supaya Beliau mengusir orang-orang miskin dari majelisnya, seperti sahabat Suhaib, sahabat Ammar, sahabat Khabbab, sahabat Salman dan lain-lain. Mereka berkata : “Hai Muhammad, usirlah orang-orang itu dari majelismu, sehingga kami dapat duduk bersamamu. Karena mereka adalah orang-orang hina. Bau mereka seperti bau kambing, sedang kami adalah tokoh-tokoh bangsa. Kami tidak mau duduk bersama mereka. Jika Anda mau mengusir mereka, maka kami baru mau beriman kepadamu”.

 

Agaknya Rasulullah saw. hendak melakukan itu, karena sangat menginginkan mereka beriman. Maka turunlah Jibril as. membawa firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di waktu pagi dan petang, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya”. Lantas Rasulullah saw. menjawab : “Allah melarangku mengusir mereka itu”. Orang-orang kafir itu berkata pula : “Berilah kami waktu satu hari, dan untuk mereka hari yang lain”. Nabi saw. menjawab tegas : “Aku tidak akan melakukan itu”. Kemudian mereka berkata : “Kalau begitu, biarlah majelisnya sama, tetapi menghadaplah kepada kami dengan wajahmu, dan membelakangi mereka dengan punggungmu”. Maka turunlah firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya… (dan seterusnya, seperti di atas). (Ma’alimut Tanzil) Sedang Qatadah ra. berkata : “Ayat ini turun mengenai para sahabat yang menghuni serambi Masjid (ahlus suffah).

 

Jumlah mereka semuanya ada 700 orang, yang semuanya merupakan orang-orang fakir. Mereka tinggal menetap di Masjid Rasulullah saw.. Mereka sudah tidak lagi melakukan aktivitas perdagangan, pertanian atau peternakan. Kerja mereka hanya melakukan salat, dari waktu ke waktu. Ketika ayat ini turun, maka bersabdalah Nabi saw. : “Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku disuruh bersabar bersama mereka”. (Ma’alimut Tanzil)

 

Dari sahabat Anas ra., katanya : “Orang-orang fakir tersebut pernah mengutus seseorang menemui Rasulullah saw. Lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya adalah utusan orangorang fakir untuk menemui Baginda”.

 

“Selamat datang kepadamu dan kepada orang-orang yang telah mengutusmu,”, sambut Beliau dengan gembira. “Engkau datang dari orang-orang yang dicintai Allah”

 

Orang itu berkata : “Ya Rasulullah, orang-orang fakir itu berkata, bahwa orang-orang kaya benar-benar telah memborong kebaikan seluruhnya. Mereka naik haji, sedang kami tidak mampu melakukannya. Mereka memerdekakan hamba sahaya, sedang kami tidak mampu melakukannya. Dan apabila mereka sakit, mereka mengeluarkan kelebihan harta mereka sebagai simpanan”.

 

Maka berkatalah Nabi saw. : “Sampaikanlah salamku kepada orang-orang fakir itu, dan sampaikanlah pula kepada mereka pesanku ini : bahwa barangsiapa di antara .kamu bersabar dan rela menerima nasibnya, maka dia akan memperoleh tiga perkara yang tidak diberikan kepada orang-orang yang kaya :

 

Pertama, bahwa di dalam surga ada sebuah mahligai yang terbuat dari mira delima yang merah, yang dipandangi oleh para penghuni surga seperti penduduk dunia memandang kepada bintang-bintang. Tidak seorang pun akan mencapai tempat itu selain dari nabi, atau wali, atau orang yang mati syahid, atau mukmin yang fakir.

 

Kedua, orang-orang fakir akan memasuki surga setengah hari lebih cepat daripada orang-orang kaya, yaitu sama dengan 500 tahun. Mereka dapat menikmati isi surga itu di mana saja yang mereka kehendaki. Sedang Nabi Sulaiman bin Daud as. saja baru akan masuk surga 40 tahun setelah masuknya nabi-nabi yang lain, disebabkan oleh harta dan kerajaan yang telah diberikan Allah Taala kepadanya di dunia.

 

Selanjutnya, Nabi saw. Bersabda, yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang fakir dari kaum muhajirin mendahului masuk surga empat puluh musim gugur sebelum orangorang kaya, pada hari kiamat kelak”.

 

Jika Anda bertanya, “Bagaimana mencocokkan antara kedua hadis di atas?”. Maka kami jawab : Boleh jadi yang lebih dahulu masuk ke dalam surga lima ratus tahun itu adalah orang fakir yang sabar. Sedang yang masuk surga lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang fakir yang tidak sabar. Tetapi mungkin juga, yang lebih dahulu empat puluh tahun itu ialah orang-orang fakir dari kaum Muhajirin yang mendahului orang-orang kaya

 

mereka. Jadi bukan orang-orang fakir atau orang-orang kaya secara mutlak.

 

(Dikisahkan) Ada seorang lelaki bertanya kepada Abdullah bin Umar ra., katanya : “Bukankah kita termasuk orang-orang fakir Muhajirin?”.

 

Ibnu Umar balik bertanya : “Apakah Anda mempunyai isteri yang Anda kasihi?’. Orang itu menjawab : “Ya”.

 

Ibnu Umar bertanya kembali : “Apakah Anda mempunyai rumah yang Anda diami?”. “Ya”, jawab orang itu.

 

Ibnu Umar berkata : “Anda tergolong orang-orang kaya”.

 

“Saya pun mempunyai seorang pelayan”, kata orang itu pula.

 

Ibnu Umar berkata : “Kalau begitu, Anda tergolong raja-raja”.

 

Ketiga, apabila seorang fakir mengucapkan : “Subhanallah walhamdu lillah wa aa Ilaaha illallaah, wallaahu akbar, dengan ikhlas, dan ada pula orang kaya yang mengucap. kan kalimat-kalimat itu dengan ikhlas pula, maka pahala yang didapat oleh orang kaya t, tidak dapat mencapai seperti pahala orang fakir tersebut, sekalipun (di samping merg. ucapkan kalimat-kalimat tadi) orang kaya itu menafkahkan uangnya beribu-ribu dirham Dan demikian pula halnya dengan amal-amal kebajikan yang lain.

 

Maka pulanglah utusan orang-orang fakir itu kepada para pengutusnya. Kemudian 4 memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka merasa senang dan berkata : “Kami re a dengan kefakiran ini, Ya Rabb”. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam syarahnya atas kitab Aj Masyrig)

 

Abul Laits berkata : “Ada lima kemuliaan bagi orang-orang yang fakir:

 

Pertama, bahwa pahala amal mereka lebih banyak daripada pahala amal orangorang kaya, baik dalam ibadat salat, sedekah maupun lain-lainnya.

 

Kedua, bahwa apabila orang fakir menginginkan sesuatu yang tidak ia dapatkan, maka dicatatkanlah pahala baginya.

 

Ketiga, bahwa mereka lebih dahulu memasuki surga.

 

Keempat, bahwa hisab (perhitungan amal baik dan buruk) mereka di akhirat lebih ringan.

 

Kelima, bahwa penyesalan mereka lebih ringan. Karena orang-orang kaya di akhirat

 

kelak berangan-angan seandainya dahulu mereka menjadi orang fakir”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pada suatu hari, saya menemui Rasulullah saw., sedang Beliau tengah berbaring di atas sebuah tikar. Dan ternyata tikar itu telah membekas pada lambung Beliau. Lalu, saya periksa lemari Beliau, saya lihat ada gandum kira-kira satu sha. Maka saya pun menangis karena terharu.

 

“Kenapa engkau menangis?”. Tanya Rasulullah.

 

Saya jawab :

 

“Kisra dan Kaisar saja tidur di atas kasur sutra, sedang Baginda adalah seorang utusan Allah. Saya lihat kefakiran pada Baginda sedemikian rupa”.

 

“Hai Umar”, kata Beliau. “Tidakkah engkau rela, kita akan memperoleh akhirat, sedang untuk mereka dunia?”.

 

Rasulullah saw. mengatakan : “Kita memperoleh” dan bukan mengatakan “Aku memperoleh”, padahal pertanyaan Umar tadi adalah mengenai diri Beliau. Itu menunjukkan bahwa akhirat adalah juga untuk para pengikutnya.

 

Sedang menurut riwayat lain, Rasulullah saw. menjawab :

 

“Hai Ibnul Khattab, mereka itu adalah kaum yang disegerakan kepada mereka kelezatan-kelezatan mereka dalam kehidupan dunia”.

 

Maksudnya : bahwa bagian orang-orang kafir adalah kenikmatan dunia yang mereka peroleh itu saja, sedang di akhirat, mereka tidak mendapat bagian apa-apa. Sekian (Dari Ibnu Malik dalam Syarah kitab Al Masyrig)

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya :

 

“Orang-orang fakir dari kalangan umatku akan bangkit pada hari kiamat kelak dengan wajah laksana rembulan, rambut mereka bertahtakan mutiara dan mira delima, tangan-tangan mereka memegang piala dari cahaya, Mereka duduk di mimbar-mimbar dari cahaya, sedang orang-orang lain masih berada dalam hisab. Para penghuni surga memandang kepada mereka seraya bertanya : “Apakah mereka para malaikat?”. Mereka menjawab : “Bukan”. Dan para malaikat pun memandang kepada mereka seraya bertanya . “Apakah mereka para nabi?”. Mereka menjawab : “Bukan. Tetapi kami adalah dari umat Muhammad saw.””.

 

Malaikat bertanya : “Dengan amal apakah, Allah Taala sampai menganugerahkan derajat-derajat ini kepada kalian?”.

 

Mereka menjawab : “Amal kami tidak banyak, dan kami pun tidak pernah berpuasa satu tahun penuh, serta tidak pula bangun beribadat di malam hari. Tetapi kami senantiasa memelihara salat lima waktu secara berjamaah. Dan apabila kami mendengar nama Muhammad saw., banjirlah mata kami dengan air mata. Dan kami dahulu suka berdoa dengan hati yang khusyuk, serta bersyukur atas kefakiran yang menimpa kami”.

 

Dan dari Amir bin Syu’aib ia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada dua pekerti yang barangsiapa memilikinya, niscaya Allah Taala akan mencatatkannya sebagai orang yang bersyukur dan bersabar. (Yaitu) orang yang dalam urusan agamanya, ia memandang kepada orang yang lebih unggul daripadanya, lalu ia menirunya. Dan orang yang dalam urusan dunianya, ia memandang kepada orang yang lebih rendah daripadanya, lalu ia memuji Allah Taala atas karunia-Nya kepadanya”.

 

Sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu, lebih banyak daripada sebagian yang lain. (Karena) bagi orang lelaki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (juga) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

 

Dari Syaqiq Az Zahid ra., ia berkata : “Orang-orang fakir telah memilih tiga perkara, dan orang-orang kaya pun telah memilih tiga perkara. Orang-orang fakir telah memilih ketenangan jiwa, ketentraman hati dan hisab yang ringan. Sedang orang-orang kaya telah memilih keletihan jiwa, kesibukan hati, dan hisab yang berat”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

Dan Junaid Albaghdadi berkata : “Kata fakru (      ) itu terdiri dari tiga huruf. Huruf fa (     .   ) adalah Fana (lenyap), huruf Qaf (.   ) adalah Ganaah (puas hati), dan huruf ra (,) adalah Riyadhah (olah batin). Kalau sifat-sifat ini tidak terdapat pada diri seorang fakir, maka dia bukanlah seorang fakir”.

 

Dan dikatakan, bahwa para maula, yakni orang-orang kaya, bakal masuk surga lima ratus tahun sesudah hamba-hamba sahaya mereka. Dan orang-orang fakir dari kaum yang kafir, bakal masuk neraka lima ratus tahun sesudah orang-orang kaya mereka. Namun, perlu diketahui bahwa, orang yang lebih dahulu masuk surga itu tidak harus berarti mereka lebih derajatnya daripada orang-orang yang masuk surga belakangan. Tetapi, boleh jadi ada sebagian orang yang masuk surga belakangan, seperti mereka yang menafkahkan hartanya untuk kepentingan-kepentingan sosial, lebih tinggi derajatnya daripada orang yang mendahuluinya masuk surga. (Dari Ibnu Malik).

 

Dikisahkan, bahwa setelah Junaid Albaghdadi wafat, kedudukannya digantikan oleh seseorang yang bernama Muhammad Alhariri. Dia telah menetap di Mekah selama satu tahun, tidak berbuka, tidak tidur, tidak menyandarkan punggungnya ke tembok, dan tidak mengulurkan kakinya. Tatkala usianya telah melawati enam puluh tahun, dia pun mendduki jabatan sebagai Wali Qutub, Suatu kali, pernah ditanyakan kepadanya : “Keajaiban apa yang pernah Anda alami?”

 

Dia menjawab :

 

“Pada suatu hari, ketika saya sedang duduk di pojok Masjid, tiba-tiba masuk seorang pemuda dengan tidak mengenakan tutup kepala, tanpa memakai alas kaki, rambutnya kusut masai dan wajahnya pucat pasi. Kemudian ia berwudu lalu salat dua rakaat. Sete a itu, ia duduk sambil merundukkan kepalanya hingga hampir menyentuh dadanya. Dem. kian keadaannya sampai tiba waktu Magrib. Maka ia salat berjamaah bersama kami. Us a salat, ia kembali merundukkan kepalanya seperti tadi.

 

Kebetulan pada malam itu, khalifah Baghdad mengundang kaum sufi untuk mem nta nasehat. Maka kami pun bersiap-siap untuk berangkat memenuhi undangan tersebut. Pemuda itu saya tegur : “Hai fakir, maukah Anda berangkat bersama kami untuk memenuhi undangan khalifah?”.

 

“Saya tidak berhajat pada khalifah”, jawabnya, “tapi saya ingin agar tuan memberi saya bubur tepung yang hangat”.

 

Dalam hati saya berkata, “Dia tidak menyetujui aku memenuhi undangan, tetapi menginginkan sesuatu dariku”.

 

Oleh karena itu, ia saya tinggalkan, dan saya pun pergi ke majelis khalifah.

 

Kemudian saya pulang kembali ke pojok Masjid tadi. Saya lihat pemuda itu seakanakan sudah tidur. Maka saya pun tidur pula. Sekonyong-konyong saya bermimpi melihat Rasulullah saw. Didampingi oleh dua orang tua yang bercahaya. Sedang di belakang mereka ada serombongan besar orang, yang wajah-wajah mereka berkilauan cahaya. Maka diperkenalkanlah kepadaku :

 

“Ini adalah Rasulullah, sedang di sebelah kanan Beliau adalah Nabi Ibrahim, Khalilullah, dan di sebelah kiri Beliau adalah Nabi Musa, Kalimullah. Adapun orang-orang di belakang mereka adalah 124.000 nabi, salawatullah “alaihim”.

 

Maka, saya pun menghadap Rasulullah saw. untuk mencium tangan Beliau. Namun Beliau memalingkan wajahnya dariku. Saya melakukan itu sampai dua tiga kali, namun Beliau tetap memalingkan wajahnya dariku. Akhirnya saya bertanya : “Ya Rasulullah, apakah gerangan yang telah saya lakukan, sehingga Baginda memalingkan wajah Baginda yang mulia dari saya?”.

 

Beliau menatap kepada saya dengan wajah yang memerah bagaikan mira delima karena keagungannya, lalu Beliau berkata : “Sesungguhnya salah seorang fakir kami menginginkan bubur tepung yang hangat darimu, tetapi engkau telah berlaku kikir terhadapnya, dan engkau biarkan dia kelaparan malam ini “.

 

Maka saya pun terjaga dengan perasaan takut dan gemetar. Saya mencari pemuda itu, namun dia sudah tidak tampak lagi batang hidungnya. Saya tidak mendapati dia di tempatnya tadi. Maka sayapun keluar. Tampak oleh saya, pemuda itu sedang berjalan meninggalkan tempat itu.

 

“Hai anak muda”, panggil saya. “Demi Allah yang telah menciptakanmu, bersabarlah sejenak, sampai saya bawakan bubur tepung yang kau pinta”.

 

Pemuda itu memandang kepada saya sambil tersenyum, lalu ia berkata : “Hai orang tua, siapa yang ingin sesuap makanan darimu?. Kalau begitu, di mana dia akan dapat menemui 124.000 nabi yang datang kepadamu sebagai pemberi syafaat untuk sesuap bubur tepung”. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun menghilang. (Misykatul Anwar)

 

Allah SWT. berfirman :

 

(.     ) Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan orang-orang yang menafkahkan hartanya dalam mentaati Allah.

 

(       ) adalah seperti sebutir benih, milik seorang petani yang menanamnya di tanah yang subur.

 

(.      ) yang menumbuhkan tujuh bulir, kira-kira dan lebih kurangnya. Sedang yang menumbuhkan adalah Allah. Adapun tanah itu menjadi sebab tumbuhnya benih tersebut. Maksudnya : mengeluarkan tujuh cabang dari pokok pohon, karena keunggulan benih itu, dan keterampilan penanamnya, serta suburnya tanah. Di sini jamak katsrah ditempatkan di posisi jamak gillah, yaitu sunbulat (.   ).

 

(.     ) pada tiap-tiap bulir ada seratus biji, sehingga jumlahnya menjadi tujuh ratus biji. Demikianlah pemberi sedekah yang baik, yang memberikan harta yang baik pula, jika diberikannya kepada orang yang berhak menerimanya dengan izin syara, maka dari tiap-tiap sedekah, Allah memberinya tujuh ratus kebaikan atau lebih.

 

(.    ) Dan Allah melipat gandakan, yakni menambah pahala.

 

(.   ) bagi siapa yang dikehendaki-Nya, di antara orang-orang yang menafkahkan hartanya, jadi bukan bagi setiap orang yang menafkahkan harta. Karena sikap yang berbeda-beda di antara mereka.

 

(     , ) Dan Allah Mahaluas, yakni Mahaluas karunia-Nya untuk melipat gandakan seperti itu.

 

(     ) lagi Maha Mengetahui, tentang infak dan niat mereka.

 

Selanjutnya, Allah menerangkan kepada mereka cara menafkahkan harta di jalan Allah, supaya memperoleh pahala-Nya.

 

Firman Allah :

 

(.    ) Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, yakni mengelurkannya pada tempat yang semestinya.

 

(      ) kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka nafkahkan, dari harta itu.

 

(     ) dengan menyebut-nyebut pemberiannya. Maksudnya, tidak menyebut-nyebut kepada si penerima mengenai apa yang telah disedekahkannya itu (atau, tidak mengungkit-ungkitnya, pent.) Umpamanya, pemberi sedekah yang suka mengungkit-ungkit itu mengatakan : “Aku telah berbuat kepadamu begini-begitu”. Atau, “Aku telah berbuat baik kepadamu begini-begitu”.

 

(.   ) dan tidak pula dengan menyakiti. Maksudnya, tidak menyakiti hati si penerima. Umpamanya, si pemberi sedekah yang suka menyakiti itu berkata : “Sesungguhnya aku telah memberimu, namun kamu tidak berterima kasih kepadaku”, atau : “Berapa kali Sudah engkau datang kepadaku dan menyakitkan hatiku”, atau “Sudah berapa kali engkau meminta, apakah kau tidak malu”.

 

(.   ) Mereka memperoleh pahala mereka, ganjaran mereka disediakan.

 

(      ) di sisi Tuhan mereka, dan tiada rasa takut atas mereka, di akhirat. “

 

(      ) dan tidak pula mereka bersedih hati, atas perkara dunia yang telah mereka tinggalkan.

 

Konon, ayat ini turun mengenai Utsman, ketika ia membeli sumur Raumah, lalu ia jadikan sarana untuk menyakiti hati kaum muslimin. Selanjutnya, Allah Taala berfirman, sebagai penguat bagi tidak diperbolehkannya mengungkit-ungkit pemberian dan menyakiti hati si penerima.

 

Artinya : “Perkataan yang baik… dst”. (Tafsir Uyun)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tamu adalah berkat dari Allah dan nikmat dari-Nya. Barangsiapa memuliakan tamu, maka dia bersama aku di dalam surga. Dan barangsiapa tidak memuliakan tamu, maka dia tidaklah termasuk ke dalam golongan umatku.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa ingin dicintai Allah dan Rasul-Nya, maka hendaklah ia makan bersama tamunya”. Dan sabda Beliau pula mengenai sedekah dan keutamaan-keutamaannya :

 

Artinya : “Sedekah adalah tabir terhadap neraka. Apabila tiba hari kiamat, manusia akan berteduh pada bayang-bayang dari sedekah mereka”. (Zahratur Riyadh)

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan berilah perumpamaan kepada mereka (tentang) kehidupan dunia (yang diumpamakan) seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebat (subur) karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Kemudian tumbuh-tumbuhan itu hancur dihempas angin. Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu, dan lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Alkahti 1 45-46)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan berilah mereka perumpamaan tentang kehidupan dunia, ingatkanlah mereka tentang sesuatu yang menyerupai kehidupan dunia dalam hal kemegahannya, atau dalam hal ketidak kekalannya, atau dalam hal sifatnya yang unik.

 

(.   ) yang diumpamakan seperti air. Kehidupan dunia itu laksana air. Kata ‘kamaain (     ) ini bisa juga menjadi maf’ul tsani dari kata ‘idhrib’ (.   ), dengan syarat bahwa kata idhrib itu searti dengan kata ‘shayyir (.   ).

 

(.    ) yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi lebatlah karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi. Maka menjadi rimbuntah tumbuh-tumbuhan itu karenanya, sebagian bercampur dengan yang lain karena banyak dan lebatnya. Atau, air itu menyusup ke dalam tumbuh-tumbuhan itu sehingga ia berair dan berdaun. Dengan demikian, maka arti yang sebenarnya adalah : … maka air itu bercampur dengan tumbuh-tumbuhan di muka bumi…, namun karena masing-masing dari kedua benda yang bercampur itu disifati dengan sifat yang lain, maka dibaliklah susunannya untuk menyatakan mubalaghah (bersangatan) mengenai banyaknya tumbuh-tumbuhan itu.

 

(.    ) lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi hancur. Hancur bercerai-berai.

 

(.   ) dihempas angin. Dicerai-beraikan oleh angin. Dan ada pula yang membacanya : tudzrihi (       ) dari kata adzraa (.    ). Adapun musyabbaha bihinya bukan. lah air atau keadaan air itu melainkan suasana yang bisa disimpulkan dari susunan kali. mat tersebut, yaitu keadaan tumbuh-tumbuhan yang ditumbuhkan dengan sebab air itu sehingga menjadi hijau dan berdaun, kemudian menjadi hancur diterbangkan angin, maka menyadilah ia seperti tidak pernah ada.

 

(.     ) Dan adalah Allah atas segala sesuatu, seperti mengadakan dan meniadakan.

 

(.     ) Mahakuasa, mampu.

 

(.     ) harta dan anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Dengan keduanya manusia berhias di dunianya, dan tak lama kemudian akan lenyap darinya.

 

(.   ) tetapi amalan-amalan yang kekal! lagi saleh, amal-amal kebajikan yang langgeng buahnya bagi manusia buat selama-lamanya, dan termasuk di dalamnya hal-hal yang digunakan untuk menafsirkan ayat ini, seperti salat lima waktu, amalan-amalan haji, puasa Ramadan, subhanallaah waihamdu lillah walaa ilaaha illallaah wallaahu akbar, dan perkataan yang baik.

 

(.    ) adalah lebih baik di sisi Tuhanmu, daripada harta dan anak-anak…

 

(.    ) pahalanya, yang kembali.

 

(.    ) dan lebih baik untuk menjadi harapan. Karena dengan amalan-amalan tadi, orang yang melakukannya akan memperoleh di akhirat kelak apa yang dia harapkan semasa di dunia. (Qadhi Baidhawi) |

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra. dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan satu malaikat dan mem-berinya kemampuan mendengarkan seluruh makhluk. Malaikat tersebut berdiri di atas kubur: 4: ku sampai hari kiamat. Maka tidaklah seseorang dari umatku mengucapkan salawat kepa1 daku, melainkan disebut-sebutlah ia oleh malaikat itu namanya dan nama ayahnya, katanya : “Ya Muhammad, sesungguhnya Fulan bin Fulan telah bersalawat kepadamu”. (Abu Su’ud)

 

Nabi Isa as. berkata : “Dunia ini ada tiga hari : hari kemarin, ia telah lewat, sedikit pun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu dari hari kemarin itu: hari esok, yang tidak anda ketahui apakah akan sampai kepadanya atau tidak: dan hari yang tengah anda alami, maka gunakanlah ia sebaik-baiknya.

 

Dan dunia ini ada tiga saat : saat yang telah lewat: sedikitpun sudah tidak ada lagi yang ada pada tanganmu saat yang telah lewat itu: Saat yang akan datang, saat yang tidak Anda ketahui apakah anda akan sampai kepadanya atau tidak, dan saat yang sedang Anda alami, maka gunakanlah ia dengan sebaik-baiknya, karena pada hakekatnya anda hanya memiliki satu saat saja, sebab maut bisa menjelang sewaktu-waktu.

 

Dunia itu ada tiga nafas : nafas yang telah lewat, yang telah anda gunakan untuk melakukan apa yang telah Anda lakukan: nafas yang tidak Anda ketahui apakah Anda akan sampai kepadanya atau tidak: dan nafas yang tengah Anda alami. Jadi, Anda hanya memiliki satu nafas saja, bukan satu hari atau satu jam. Maka bergegaslah dalam nafas yang satu ini kepada ketaatan sebelum ia lewat, dan kepada tobat sebelum Anda mati, karena mungkin Anda mati pada nafas yang kedua. Dan sebaik-baik amal ialah memelihara waktu pada setiap hembusan nafas. Karena orang yang menyia-nyiakan waktunya berarti ia menyia-nyiakan umurnya”. (Tanbihul Ghafilin).

 

Dalam salah satu khabar dari Nabi saw., bahwa Beliau telah menasehati seorang jelaki, sabdanya :

 

Artinya : “Gunakanlah kesempatan dalam lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain : (1) masa mudamu sebelum masa tuamu, (2) kayamu sebelum miskinmu, (3) waktu senggangmu sebelum sibukmu, (4) waktu sehatmu sebelum sakitmu, (5) hidupmu sebelum matimu.

 

Karena kemampuan manusia beramal di masa mudanya tidak akan sama dengan kemampuannya setelah ia tua. Oleh karena itu, sudah sepatutnya ia bersungguh-sungguh melakukan segala amal kebajikan pada lima keadaan tersebut, dan menggunakan kesempatan saat sehatnya dan waktu senggangnya selagi masih hidup. Barangsiapa rindu kepada Allah Taala tentu ia akan bersegera kepada kebaikan-kebaikan. Dan barangsiapa takut akan neraka, tentu ia akan mencegah dirinya dari berbagai-bagai hawa nafsu. (Tanbihul Ghafilin)

 

Diriwayatkan bahwa putera Umar ra. pernah pulang dari sekolah sambil menangis. Maka Umar pun bertanya kepadanya :

 

“Kenapa engkau menangis, hai anakku?”.

 

Anaknya menjawab :

 

“Anak-anak di sekolah menghitung tambalan-tambalan di bajuku, dan mereka mengatakan, “Lihatlah putera amirilmukminin, ada berapa tambalan di bajunya”.

 

Memang, baju Umar sendiri bertambalan di empat belas tempat, dan sebagian tambalan itu dari kulit. Maka berkirim suratlah Umar kepada penjaga Baitulmal, katanya : “Pinjamilah aku dari Baitulmal empat dirham dengan tempo hingga awal bulan depan tiba, potonglah hutangku itu dari gaji bulananku”.

 

Maksudnya, gaji bulanan yang aku ambil dari Baitulmal setiap bulan karena tugasku.

 

Penjaga Baitulmal itu membalas surat itu dengan berkata : “Wahai Umar, apakah anda merasa aman atas hidup Anda selama sebulan, sehingga saya harus memberi pinJaman kepada Anda. Apa yang dapat Anda lakukan dengan dirham-dirham dari Baitulmal Seandainya Anda mati, sedang uang itu masih ada pada Anda?”.

 

Ketika Umar membaca jawaban dari penjaga Baitulmal itu, maka menangilah ia, lalu berkata : “Hai anakku, kembalilah ke sekolah. Sesungguhnya ayah tidak merasa aman atas nyawaku barang sesaatpun”. (Misykatul Anwar).

 

Dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Rasulullah saw. tidak pernah kenyang dari roti liga hari berturut-turut sampai Beliau meninggal dunia”.

 

Dan menurut riwayat lain : … dari roti gandum selama dua hari berturut-turut, padahal seandainya Beliau mau, niscaya Allah akan memberi Beliau apa yang tidak pernah terlintas di dalam hati Beliau”.

 

Dan dalam riwayat lain : “… tidak pernah keluarga Rasulullah kenyang dari roti jelai, sampai Beliau menemui Allah Taala””.

 

Dan Aisyah ra. berkata pula : “Nabi saw. tidak meninggalkan (warisan) dinar. dirham, kambing maupun unta”.

 

Sedangkan menurut hadis dari Amru bin Harits ra. : “Nabi saw. tidak meninggalkan selain dari senjata Beliau, seekor keledai dan sebidang tanah yang Beliau jadikan sedekah”.

 

Aisyah ra. mengatakan pula : “Sesungguhnya Nabi saw. meninggal dunia, sedang d rumahku tidak ada sesuatu pun yang dapat dimakan oleh makhluk yang bernyawa selain dari separuh gandum di dalam sebuah rak milikku. Padahal Beliau pernah berkata kepadaku : “Sesungguhnya pernah ditawarkan kepadaku lembah Mekah itu akan dijadikan emas untukku, namun aku menjawab, tidak Ya Tuhanku, biarlah aku lapar sehari dan kenyang sehari. Adapun pada hari aku lapar, aku akan memohon dengan kerendahan hati kepada-Mu dan berdoa kepada-Mu, sedang pada hari aku kenyang, aku akan memuji dan memuja-Mu’”.

 

Dalam hadis lain, bahwa Jibril as. turun menemui Nabi saw. lalu berkata : “Ya Muhammad, sesungguhnya Aliah Taala menyampaikan salam kepadamu, dan berfirman kepadamu: “Sukakah engkau, jika gunung-gunung ini Aku jadikan emas untukmu dan menyertaimu di mana saja engkau berada’?’ Nabi menunduk sejenak, kemudian Beliau menjawab : “Hai Jibril, sesungguhnya dunia ini adalah negeri orang yang tidak mempunyai negeri, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, ia hanya dikumpulkan oleh orang yang tidak berakal. Maka berkataiah Jibril as. : “Semoga Allah memantapkan engkau Ya

 

Muhammad, dengan perkataan yang mantap'”. ‘ Dan dari Aisyah ra., bahwa dia berkata : “Sesungguhnya dahulu. Kami keluarga Mu| hammad, benar-benar pernah tinggal selama sebulan tanpa menyalakan api. Tidak ada apa-apa selain kurma dan air”. (Syifa’un Syarif) ‘ At Tabrani meriwayatkan dari Sa’id, dari Nabi saw., bahwa Beliau berkata kepada Bilal :

 

Artinya : “Hai Bilal, matilah engkau dalam keadaan miskin, dan jangan mati dalam keadaan kaya”.

 

Aisyah ra. berkata : “Perut Nabi sama sekali tidak pernah terisi penuh (kenyang), dan Beliau tidak pernah menyampaikan keluhannya kepada seorang pun. Kemiskinan iebih Beliau sukai daripada kekayaan. Dan sesungguhnya pernah dahulu Beliau benar-benar kelaparan, sehingga Beliau melingkarkan tubuhnya sepanjang malam karena lapar. Namun hal itu tidak mencegahnya berpuasa pada hari itu. Padahal seandainya Beliau mau, maka bisa saja Beliau meminta kepada Tuhannya seluruh perbendaharaan bumi, buahbuahannya dan kemakmuran kehidupannya. Saya pernah menangisi Beliau karena merasa iba melihat penderitaan yang dialami Beliau. Saya mengusapkan tangan saya ke perut Beliau karena lapar yang Beliau rasakan, seraya berkata : “Diriku menjadi tebusan Baginda. Andaikan Baginda ambil dari dunia ini sekedar yang dapat mencukupi Baginda”. Namun Beliau menjawab : Wahai Aisyah, apa perlunya dunia ini bagiku?. Saudara-saudaraku, para rasul ulul azmi, telah bersabar atas apa yang lebih dahsyat lagi daripada ini. Mereka terus dalam keadaan demikian sampai akhirnya mereka menghadap Tuhan mereka, lalu Tuhan pun memuliakan mereka dan memperbanyak pahala mereka. Maka aku merasa malu seandainya aku berlimpahan dalam penghidupanku, jangan-jangan Dia mengurangi kedudukanku dari mereka. Padahal tidak ada yang lebih aku sukai selain daripada menyusul saudara-saudara dan sahabat-sahabatku itu”.

 

Selanjutnya Aisyah berkata :

 

“Hanya sebulan setelah itu, maka Beliau pun berpulang ke rahmatullah”. (Syifa’un syarif)

 

Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., dia berkata : “Saya pernah berada bersama-sama Rasulullah saw. Lalu datanglah menemui Beliau seorang lelaki yang putih wajahnya, indah rambutnya dengan mengenakan pakaian berwarna putih. Lelaki itu menyapa Beliau . “Assalamu alaika, Ya Rasulullah. Apakah dunia itu?”

 

Rasulullah menjawab : “Seperti mimpi orang tidur”.

 

“Dan apa akhirat itu?”, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka”.

 

Orang itu bertanya pula : “Lalu apa surga itu?”.

 

Rasulullah menjawab : “Sebagai ganti dunia bagi orang yang meninggalkannya. Karena harga surga itu adalah meninggalkan dunia”.

 

Kemudian ia bertanya lagi : “Lalu, apa Jahannam itu?”.

 

Rasulullah menjawab : Sebagai ganti dunia bagi orang yang mengejarnya”.

 

“Siapakah yang terbaik dari umat ini”, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Orang yang berbuat taat kepada Allah Taala”.

 

Lelaki itu bertanya pula : “Bagaimanakah semestinya seseorang di dunia ini?”.

 

Rasulullah menjawab : “Bersiap-sedia, seperti orang yang mencari kafilah”.

 

Orang itu bertanya kembali : “Berapa lama tinggal di dunia ini?”.

 

Rasulullah menjawab : “Seperti lamanya orang yang tertinggal dari kafilah”.

 

“Jadi, berapa lama jarak antara dunia ini dengan akhirat?’, tanyanya pula.

 

Rasulullah menjawab : “Sekejap mata”.

 

Sahabat Jabir berkata : “Kemudian orang lelaki itu pergi, maka kami tidak melihatnya lagi. Lalu Rasulullah saw. bersabda : “Itu tadi adalah Jibril. Dia datang kepada kalian untuk mengajak kalian agar bersikap zuhud terhadap dunia, dan mencintai akhirat”. (Zubdatul Waa’izhin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan satu makhluk pun yang lebih dibenci-Nya daripada dunia. Dan sesungguhnya Dia tidak pernah memandangnya sejak Dia menciptakannya”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Apabila kamu mencari sesuatu dari dunia lalu ia menjadi sukar bagimu, dan apabila kamu mencari sesuatu dari akhirat lalu ia menjadi mudah bagimu, maka ketahuilah bahwa Allah mencintaimu”,

 

Dan sabdanya pula : 

 

Artinya : “Barangsiapa berada di waktu pagi, sedang dunia menjadi tujuan utama. nya, maka dia tidak dijamin Allah sama sekali, dan Allah menanamkan dalam hatinya empat perkara : (pertama) kecemasan yang tiada terputus darinya selama-lamanya, (kedua) kesibukan yang tiada selesai darinya selama-lamanya, (ketiga) kefakiran tanpa da. pat mencapai kekayaan selama-lamanya, (keempat) angan-angan tanpa dapat mencapai hasil selama-lamanya”. (Zubdatul Waa’izhin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Cinta dunia adalah pangkal segala dosa, maka hendaklah kamu berpaling darinya'”.

 

Dan Ibnu Sammak berkata : “Barangsiapa diminumi oleh dunia rasa manisnya karena kecenderungannya kepada dunia itu, maka dia akan diminumi oleh akhirat rasa pahitnya karena dia menjauhi akhirat itu”.

 

Konon, perumpamaan dunia itu adalah ibarat seekor ular, yang memiliki racun dan obat penawar. Manfaat-manfaat dunia itu merupakan obat penawarnya, sedangkan bahaya-bahaya dunia itu merupakan racunnya. Maka barangsiapa mengenal dunia, ia hanya akan mengambil manfaat dari obat penawarnya dan menghindari racunnya. (Dari kitab Al Mau’izhatul Hasanah)

 

Diriwayatkan, bahwa Abubakar Assiddig ra. telah menafkahkan uang di jalan Allah sebanyak empat puluh ribu dinar secara rahasia. Dan empat puluh ribu dinar secara terang-terangan, sehingga tidak ada lagi sesuatu apa pun yang tersisa padanya. Dan karena tidak ada sesuatu yang dapat menutupi auratnya, maka selama tiga hari dia tidak keluar dari rumahnya, dan tidak dapat menghadiri majelis Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. mendatangi rumah isteri-isteri Beliau sambil memeriksa kalau-kalau ada sesuatu yang dapat diberikan kepada sahabatnya Abubakar, namun sayang, Beliau tidak mendapatkan apa-apa yang melebihi kebutuhan mereka. Maka Beliau pun pergi ke rumah puterinya Fatimah. Beliau sedih memikirkan Abubakar. Ternyata keadaan Fatimah pun sama, tidak punya apa-apa. Beliau berkata : “Kita tidak mempunyai apa-apa yang dapat kita berikan kepada Abubakar”. Dan Fatimah pun ikut bersedih memikirkannya. Lalu Nabi keluar dari rumah puterinya itu dengan perasaan yang sedih, dan tinggailah Fatimah dengan perasaan yang sedih pula, karena tidak ada sesuatu yang dapat dia berikan.

 

Dahulu, ketika Fatimah dinikahkan Nabi dengan Ali, Beliau mengundang Abubakar, Umar, Utsman dan Usamah, radiyallaahu anhum, untuk membawa perabot Fatimah. Mereka bawalah barang-barang Fatimah berupa : penumbuk tepung, kulit samakan, sebuah bantal yang berisi kulit pohon kurma, kalung tasbih dari biji kurma, sebuah gayung dan sebuah pasu. Maka menangislah Abubakar seraya berkata : “Ya Rasulullah, inikah perabot Fatimah?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hai Abubakar, ini sudah cukup banyak bagi orang yang ada di dunia”.

 

Fatimah pun keluar sebagai pengantin, dengan mengenakan selimut dari kain bulu yang bertambalan di duabelas tempat.

 

Dan wanita ini menumbuk gandum dengan tangannya sambil membaca Alquran dengan lidahnya dan menafsirkannya dengan hatinya, seraya menggerakkan buaian dengan kakinya dan menangis dengan matanya. Bandingkanlah keadaannya dengan wanita-wanita di zaman sekarang, yang memukul rebana dengan tangannya sambil menggunjing dengan lidahnya, dan mencintai dunia dengan hatinya, seraya bermain cinta dengan matanya. Maka bagaimana mereka bisa masuk surga?.

 

Syahdan, setelah Nabi saw. keluar dengan perasaan sedih dari rumah Fatimah, maka Fatimah pun mengambil sebuah bantal yang dahulu termasuk perabot pengantinnya, dan sebuah selimut yang dia tenun sendiri. Kemudian disuruhnya salah seseorang sahanyanya dengan pesan : “Pergilah ke rumah Abubakar dan katakanlah kepadanya, : “Kami telah mengerti apa yang telah Tuan lakukan demi kewajiban terhadap ayah kami. Tetapi kami tidak memiliki apa-apa selain dari bantal ini yang disiapkan ayahku pada hari pernikahanku dulu, dan sebuah selimut”.

 

Setelah sahaya itu tiba di depan pintu rumah Abubakar, dia pun berseru : “Assalamu alaika, hai orang yang memiliki iman yang benar, sesungguhnya Tuanku Fatimah, puteri Nabi saw. berkirim salam kepada Tuan, dan mengatakan begini.. “.

 

“Wa alaihassalam”, jawab Abubakar.

 

Lalu diambilnya selimut itu, kemudian dibalutkannya ke tubuhnya tanpa dijahit, karena terburu-buru ingin melihat wajah Nabi saw. Selimut itu dia peniti dengan peniti dari duri pohon kurma, supaya tidak terbuka di waktu berjalan.

 

Maka dengan bergegas, Abubakar pun berangkat menuju ke rumah Nabi saw. sambil berjalan kaki dan tanpa alas kaki. Sementara itu, Jibril as. datang menemui Nabi saw.. Beliau melihatnya mengenakan selimut dengan peniti dari duri pohon kurma. Lalu Beliau bertanya :

 

“Hai saudaraku Jibril, sebelum ini saya tidak pernah melihatmu dalam rupa seperti ini!”

 

“Ya Rasulullah”, jawab Jibril. “Anda merasa heran melihat saya begini, padahal saat ini di seluruh kerajaan langit, tidak ada satu makhluk pun kecuali mengenakan pakaian seperti ini, karena cinta kepada Abubakar dan meniru perbuatannya”.

 

Kemudian Jibril berkata pula :”Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah berkirim salam kepadamu, dan berfirman :””Katakanlah kepada Abubakar, apakah dia rida kepada-Ku sebagaimana Aku rida kepadanya?”.

 

Maka Nabi saw. memberitahukan wahyu tersebut kepada Abubakar. Abubakar pun menangis seraya berkata : “Tuhanku, aku rida kepada-Mu dan Engkau pun rida kepadaku”. Diulanginya perkataan itu sampai tiga kali. (Tanbihul Ghafilin)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada empat perkara yang termasuk celaka : mata yang beku, hati yang kaSar, panjang angan-angan dan cinta kepada dunia”.

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Seandainya dunia itu berharga di sisi Allah sebanding dengan sayap seekor nyamuk atau sayap seekor burung, niscaya Dia tidak akan memberi minum seteguk air pun kepada orang kafir”. (Zubdatul Waizhin)

 

 

 

 

Allah SWT. berfiman :

 

Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi”. (AS. Maryam : 56-57) Tafsir :

 

(.  ) Dan ceritakanlah kisah Idris yang tersebut di dalam Alquran Beliau adalah cucu Syits dan kakek dari ayah Nabi Nuh as., sedang nama aslinya adalah Ukhnukh. Adapun Idris (.  ) adalah kata jadian (    ) dari kata ‘darsun’ (.    ). Beliau digelari dengan nama ini karena banyak belajar. Karena diriwayatkan bahwa, Allah Taala telah menurunkan kepada Beliau 30 sahufah, dan bahwa Beliau merupakan orang yang pertama-tama menulis dengan pena, serta memperhatikan ilmu perbintangan (astronomi) dan ilmu hitung (matematika)

 

(.    ) Sesungguhnya dia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Yakni, kemuliaan kenabian dan kedekatan di sisi Allah. Tetapi, ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surga. Dan ada pula yang mengatakan, langit keenam atau keempat”. (Qadhi Baidhawi).

 

Telah diriwayatkan oleh Abdurrazzag dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bersalawatlah kamu kepada para nabi dan rasul Allah, karena sesungguhnya Dia telah mengutus mereka sebagaimana Dia telah mengutusku”.

 

Dan diriwayatkan pula, bahwa Allah Taala pernah mewahyukan kepada Nabi Musa as., yang artinya : “Maukah engkau bila Aku lebih dekat kepadamu daripada perkataanmu dengan lidahmu, daripada ruhmu dengan badanmu, daripada cahaya penglihatanmu dengan kedua matamu, dan daripada pendengaranmu dengan telingamu?. Maka, perbanyaklah bersalawat kepada Muhammad”.

 

Masalah yang berkaitan dengan syariat ini memang banyak diperselisihkan di antara para ulama. Pengarang Asy Syifa mengatakan : “Para ulama sepakat tentang bolehnya bersalawat kepada selain nabi”.

 

Sedang riwayat dari Ibnu Abas ra., bahwa ia berkata : “Tidak boleh bersalawat kepada selain nabi’. Dan ia berkata juga : “Tidak patut bersalawat kepada seorang pun, selain kepada para nabi”.

 

Pendapat-pendapat yang berbeda memang banyak. Dan tidak apa-apa bersalawat kepada para nabi seluruhnya atau kepada selain mereka. Alasannya adalah hadis Ibnu Umar ra. dan juga pernyataan yang ada dalam salah satu hadis di mana Nabi saw. mengajarkan bagaimana cara bersalawat kepada Beliau. Di situ terdapat : … wa ‘ala azwaajihi, … wa ‘ala aalihi (dan atas isteri-isteri Beliau, dan atas keluarga Beliau dst.) sementara Nabi pernah pula mengucapkan : “Ya Allah, tambahiah salawat (rahmat) atas keluarga Abu Autfa”.

 

Dan juga, apabila Rasulullah saw. kedatangan suatu kaum yang membawa zakat mereka, maka Beliau mengucapkan : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) atas keluarga fulan”.

 

Sedang dalam hadis mengenai salawat, terdapat :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat (rahmat) kepada Muhammad, juga kepada isteri-isterinya dan anak cucunya”. (Dari Syifa Qadhi).

 

Sedang yang dimaksud Aali, konon ialah para pengikut Beliau, dan konon umat Beliau, dan konon ahlu bait Beliau, karena dikatakan : Aalu seseorang itu ialah anaknya, dan konon kaum Beliau, dan konon keluarga Beliau yang haram menerima zakat.

 

Sedang menurut riwayat Anas, pernah Nabi saw. ditanya : “Siapakah aalu Muhammad?”. Beliau menjawab : “Setiap orang yang bertakwa”.

 

Dan ada pula pendapat menurut mazhab Alhasan, bahwa yang dimaksud dengan aalu Muhammad adalah diri Beliau sendiri. Karena Beliau pernah mengucapkan di dalam salawatnya :

 

Artinya : “Ya Allah, limpahkanlah salawat-salawat-Mu dan berkat-berkat-Mu kepada aalu Muhammad”.

 

Yang beliau maksudkan adalah diri Beliau sendiri. (Syifa’un Syarif)

 

Dan menurut sebuah khabar :

 

Apabila Allah Taala hendak mencabut nyawa seorang mukmin, maka datanglah malaikat maut dari arah mulut untuk mencabut nyawanya. Namun zikir (yang biasa dibacanya) keluar seraya berkata : “Tidak ada jalan bagimu dari arah ini. Karena dia telah mengalirkan padanya zikir kepada Tuhanku”.

 

Maka kembalilah malaikat maut itu kepada Tuhannya, lalu ia melaporkan bahwa, orang itu telah berkata begini begitu. Lantas Allah Taala berfirman : “Cabutlan nyawanya dari arah yang lain”.

 

Malaikat maut itu mendatanginya lagi dari arah tangan. Maka keluarlah dari tangan itu sedekahnya, usapan atas kepala anak yatim, penulisan ilmu, dan sabetan pedang di perang sabil. Mereka juga mengatakan seperti tadi.

 

Kemudian malaikat maut itu mendatanginya dari arah kakinya, namun kakinya berkata : “Sesungguhnya orang ini telah berjalan dengan aku menuju salat berjamaah, salat pada hari-hari raya, dan majelis-majelis ilmu”.

 

Setelah itu, ia mendatangi orang itu dari kedua telinganya, namun telinga berkata : “Sesungguhnya orang ini telah mendengarkan denganku Alquran dan zikir”.

 

Latu malaikat maut itu mendatanginya dari arah matanya, namun mata itu berkata : “Orang ini telah melihat denganku kepada mushaf-mushaf dan kitab-kitab”.

 

Akhirnya malaikat maut itu pergi kembali menghadap Allah Taala lalu berkata : Ya Tuhanku, aku telah dikalahkan oleh anggota-anggota tubuh hamba itu dengan alasanalasannya. Bagaimana aku dapat mencabut nyawanya?”.

 

Maka Allah berfirman : “Tulislah nama-Ku pada telapak tanganmu lalu perlihatkanlah ia kepada nyawa orang mukmin itu”.

 

Ketika nyawa orang mukmin itu melihat nama Allah, ia pun mencintainya, maka keluariah ia melalui mulut.

 

Dan berkat nama Allah itu, lenyaplah rasa sakit akibat pencabutan nyawa tersebut. Maka kenapa tidak lenyap pula darinya siksaan, putus rahmat dan terbukanya aib?.

 

Dan begitu juga, pada dada kamu terdapat nama Allah.

 

Artinya : “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan iman di dalam hati mereka”.

 

Artinya : “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam, lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya?). Maka, tidakkah sirna darimu siksaan dan kengerian-kengerian di hari kiamat?”. (Mau’izhah Hasanah).

 

Diriwayatkan, bahwa sebagian orang arif memikirkan, adakah di dalam Alquran suatu dalil yang mendukung sabda Nabi saw., yang artinya : Nyawa orang mukmin itu keluar dari tubuhnya laksana rambut keluar dari adonan tepung?. Maka ia pun membaca Alquran sampai tamat sambil memikirkan dan merenungkan isinya, namun dia tidak berhasil mendapatkan jawaban dari pertanyaannya tadi. Kemudian pada suatu malam, dia bermimpi melihat Nabi saw., lalu ia bertanya : Ya Rasulullah, Allah Taala berfirman yang artinya (Tidak ada sesuatu yang basah maupun yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata), namun saya tidak menemukan arti dari hadis ini padanya?.

 

Rasulullah menjawab : “Carilah artinya pada surah Yusuf”.

 

Ketika orang arif tadi terbangun dari tidurnya, ia pun segera membuka Alquran, lalu membaca surah Yusuf. Maka ditemukannyalah arti hadis tersebut, yaitu dalam firman Allah :

 

Artinya : “Dan berkatalah Zulaikha (kepada Yusuf) : “Keluarlah engkau kepada wanifa-wanita itu”. Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepadanya, dan mereka lukai (jari) tangan mereka… dst.”

 

Ketika wanita-wanita itu menyaksikan ketampanan Yusuf, mereka sibuk memandanginya, sehingga mereka tidak merasakan pedihnya jari yang terpotong. Begitu juga seorang mukmin, apabila ia melihat malaikat dan melihat tempatnya di dalam surga dengan segala isinya berupa kenikmatan, bidadari dan mahligai-mahligai yang indah, maka hatinya akan sibuk mengaguminya, sehingga ia tidak akan merasakan pedihnya maut, Insya Allah, sebagaimana ditegaskan Allah di dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka para malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : “Ja: nganlah kamu merasa takut dan jangan pula merasa sedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu”. (Syir’atul Islam)

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan :

 

Apabila seseorang hamba Allah sedang mengalami naza’ (dicabut nyawanya), maka akan terdengarlah seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Begitu pula, ketika nyawa tu sudah sampai di kedua lutut dan pusar. Dan apabila nyawa itu telah sampai di dadanya, maka kembali terdengar seruan : “Biarkan dia agar bisa beristirahat”. Dan begitu pula jika nyawa itu telah sampai di tenggorokannya, maka terdengar pula seruan itu, katanya : “Biarkan dia agar anggota-anggota tubuhnya bisa berpamitan satu sama lain”. Maka berpamitanlah mata dengan mata, katanya : “Sejahtera atasmu sampai hari kiamat”. Dan begitu pula dengan kedua telinganya, kedua tangannya dan kedua kakinya. Sedang nyawa berpamitan dengan nafas.

 

Maka kita berlindung kepada Allah dari berpamitannya iman dengan lisan, dan berpamitannya hati dengan makrifat.

 

Selanjutnya, tinggallah kedua tangannya tanpa gerak, kedua kaki tanpa gerak, kedua mata tidak lagi dapat melihat, kedua telinga tidak dapat lagi mendengar, dan tubuh tanpa nyawa. Seandainya lidah tertinggal tanpa pengakuan (iman) dan hati tanpa makrifat (kepada Allah ) dan tasdig, maka betapakah nasib si hamba di dalam liang kuburnya nanti?. Dia sudah tidak bisa melihat lagi seorang pun, baik ayah, ibu, anak, saudara-saudara, kawan-kawan, kasur maupun tirai. Maka jika ia tidak melihat Tuhan Yang Maha Pemurah, sesungguhnya ia benar-benar telah merugi dengan kerugian yang sangat besar. (Daqoiqul Akhbar).

 

Konon, sebab diangkatnya Nabi Idris as. ke surga adalah karena setiap siang dan malam amalannya diangkat sebanyak amalan seluruh penduduk bumi, sehingga malaikat maut merasa rindu kepadanya. Kemudian malaikat maut meminta kepada Allah Taala agar memberinya izin untuk berkunjung kepada Beliau. Maka Allah pun mengizinkannya.

 

Syahdan, mataikat maut itupun mendatangi Nabi idris as. dengan menyamar sebagai manusia biasa. la mengucapkan salam kepada Beliau lalu duduk di sampingnya. Pada waktu itu, Nabi Idris sedang menjalani puasa dahr (sepanjang tahun). Apabila saat berbuka sudah dekat, maka malaikat datang kepadanya membawa makanan dari surga, yang lalu dimakan oleh Nabi Idris as.

 

Nabi Idris berkata kepada tamunya, malaikat maut : “Mari makan bersama-sama”. Namun malaikat maut itu tidak mau makan. Maka bangkitlah Nabi Idris lalu sibuk berIbadat. Sementara malaikat maut itu tetap duduk di sampingnya, hingga terbit fajar dan terbit matahari, namun ia masih tetap duduk juga di samping Beliau. Nabi Idris menjadi keheranan lalu berkata : “Hai teman, maukah engkau berjalan-jalan bersamaku supaya engkau bisa terhibur?’.

 

“Ya”, jawab malaikat maut. .

 

Maka keduanya pun bangkit lalu berjalan-jalan hingga sampai ke sebidang sawah. Lalu malaikat maut bertanya : “Apakah Tuan mengizinkan saya untuk mengambil dari saWah ini beberapa bulir tanaman untuk kita makan””.

 

“Subhanallah”, jawab Nabi Idris dengan nada terkejut. “Kemarin engkau tidak mau memakan makanan yang halal, malah hari ini ingin memakan yang haram?!”.

 

Keduanya meneruskan perjalanan hingga tanpa terasa telah lewat empat hari, sedang Nabi Idris menyaksikan pada diri kawannya ini hal-hal yang berlainan dengan tabiat Manusia, maka Beliau pun lalu bertanya kepadanya : “Sebenarnya engkau siapa?”.

 

“Aku malaikat maut”, jawabnya.

 

Nabi Idris terkejut lalu berkata :

 

“Rupanya engkaulah yang mencabut ruh-ruh itu?’.

 

“Benar’, jawab malaikat maut.

 

Nabi Idris bertanya kembali :

 

“Engkau ada di sampingku sudah empat hari. Apakah dalam waktu tersebut engkau mencabut nyawa seseorang juga?”.

 

Malaikat maut menjawab : “Ya. Aku telah mencabut banyak nyawa. Nyawa seluruh makhluk itu bagiku ibarat sebuah hidangan, aku dapat mengambilnya seperti engkau mengambil makanan”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Nabi Idris. “Apakah engkau datang untuk berkunjung, atau untuk mencabut nyawa?”.

 

Malaikat maut menjawab: “Saya datang untuk berkunjung dengan seizin Allah Taala”.

 

Kemudian Nabi Idris as. mengajukan permintaan:

 

“Hai malaikat maut, aku berhajat kepadamu”.

 

“Apa hajatmu?””, tanya malaikat maut.

 

Nabi Idris menjelaskan : “Aku ingin agar engkau mencabut nyawaku sekarang ini, dan kemudian Allah menghidupkan aku kembali, sehingga aku dapat benar-benar mengabdi kepada Allah Taala setelah aku merasakan pedihnya maut”.

 

Malaikat maut menjawab : “Sesungguhnya aku tidak akan mencabut nyawa seseorang kecuali bila Allah Taala mengizinkan aku”.

 

Maka Allah Taala pun mewahyukan kepadanya : “Cabutlah nyawa Idris”.

 

Seketika itu juga, Nabi Idris pun dicabut nyawanya, maka matilah Beliau as.

 

Maka menangislah malaikat maut, lalu dengan merendahkan diri ia memohon kepada Allah Taala agar Allah berkenan menghidupkan kembali sahabatnya, Idris, itu. Dan Alah memperkenankan permohonan malaikat maut itu. Kemudian dihidupkan-Nya kembali Nabi Idris as. setelah itu, malaikat maut bertanya kepada Nabi Idris :

 

“Hai saudaraku, bagaimana engkau merasakan pedihnya maut itu?”.

 

Nabi Idris menjawab : “Sesungguhnya jika seekor binatang dilucuti kulitnya hiduphidup, maka kepedihan maut itu masih lebih hebat lagi seribu kalinya”.

 

Malaikat maut berkata : “Kelemah lembutan yang telah aku lakukan terhadapmu pada saat aku mencabut nyawamu, belum pernah aku lakukan sama sekali terhadap seorang pun”.

 

Kemudian Nabi Idris as. berkata : “Hai malaikat maut, aku masih mempunyai satu hajat lagi kepadamu. Aku ingin melihat neraka Jahannam, supaya setelah menyaksikan siksaan-siksaan dan belenggu-belenggu serta lain-lain azab di dalam neraka itu, maka aku benar-benar dapat lebih meningkatkan pengabdianku kepada Allah”.

 

Malaikat maut menjawab : “Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke neraka Jahannam tanpa izin dari Allah”.

 

Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah Idris ke neraka”.

 

Malaikat maut membawa Nabi Idris ke neraka. Di sana beliau menyaksikan semua yang telah diciptakan Allah bagi musuh-musuh-Nya, berupa : rantai-rantai, belenggu-belenggu dan alat-alat penyiksa lainnya, seperti ular, kalajengking, api, pelangkin, zaggum dan hamiim. Setelah itu, mereka pulang.

 

Tetapi, Nabi Idris berkata : “Aku masih mempunyai satu hajat lain. Aku ingin engkau membawa aku ke surga, sehingga aku dapat melihat segala isinya yang telah diciptakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya, supaya aku bisa lebih bertambah taat”.

 

“Bagaimana aku dapat membawamu pergi ke surga tanpa izin dari Allah Taala?”, kaya malaikat maut. Maka Allah pun mewahyukan kepadanya : “Bawalah dia ke surga”

 

Maka pergilah keduanya menuju ke surga. Ketika mereka tiba di depan pintu surga. mereka pun berhenti. Dari sana, Nabi Idris menyaksikan isi surga berupa : kenikmatankenikmatan, kerajaan besar, pemberian Allah yang berlimpah, pepohonan, buah-buahan dan tanam-tanaman lainnya. Lantas Nabi Idris berkata : “Hai saudaraku, aku telah merasakan pedihnya maut, dan telah menyaksikan kengerian-kengirian serta hal-hal yang menakutkan di neraka. Maka, sudilah kiranya engkau memohonkan kepada Allah agar Dia mengizinkan aku memasuki surga dan meminum airnya, supaya lenyap dariku bekas-bekas dari kepedihan maut dan hal-hal yang menakutkan dari neraka tadi?”.

 

Lalu malaikat maut meminta izin kepada Allah Taala, dan Allah berkenan mengizinkannya, dengan syarat masuk kemudian keluar lagi”.

 

Maka masuklah Nabi Idris as. ke dalam surga. Kemudian dia letakkan kedua sandalnya di bawah sebatang pohon di antara pepohonan surga, lalu dia keluar.

 

Kemudian Nabi Idris berkata : “Hai malaikat maut, sandalku tertinggal di dalam surga. Kembalikanlah aku ke sana!”.

 

Lalu dia kembali ke dalam surga. Tetapi setelah berada di dalamnya, dia tidak mau keluar lagi dari sana. Maka berteriaklah malaikat maut : “Hai Idris, keluar!”.

 

“Aku tidak mau keluar”, jawab Nabi Idris. “Karena Allah Taala telah berfirman : (Tiaptap yang bernyawa akan merasakan maut), sedang aku telah merasakannya. Dan Allah Taala berfirman : (Dan tidak ada seorang pun dari kamu sekalian, melainkan akan mendatangi neraka), dan aku telah mendatanginya. Dan Allah Taala telah berfirman : (Dan mereka sekali-kali tidak akan dikeluarkan dari dalam surga), maka siapakah yang akan mengeluarkan aku dari dalamnya?”.

 

Akhirnya, Allah Taala mewahyukan kepada malaikat maut :

 

“Biarkan dia, karena sesungguhnya Aku telah memutuskan di dalam Azali, bahwa dia tergolong penghuni surga”.

 

Dan Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya (Muhammad saw.) tentang kisah Nabi Idris ini di dalam firman-Nya : 

 

Artinya : “Dan ceritakanlah (kisah) Idris (yang tersebut) dalam Alquran… dst.”

 

Maka sadarlah dari tidur yang melenakan, hai saudara, dan beramallah dengan Ikhlas demi keridaan Allah. Sebab setiap amal yang tidak ikhlas karena Allah adalah riya, dan riya itu merupakan syirik yang tersembunyi. Allah Taala tidak akan menerima amal orang yang riya.

 

Syaddad bin Aus berkata : “Aku pernah melihat Nabi saw. sedang menangis, lalu Saya bertanya : “Kenapa Baginda menangis, Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Aku kuatir umatku akan menyekutukan Allah. Mereka memang tidak akan menyembah berhala, namun mereka akan memamerkan amal-amal mereka”.

 

Nabi saw. bersabda : “Para malaikat penjaga amal naik membawa amai seorang hamba, berupa : puasa, salat, nafkah dan lain-lain. Para malaikat itu bersuara seperti suata lebah dan bercahaya seperti cahaya matahari. Ia diiringi oleh tiga ribu malaikat. Mereka membawa amal itu melewati langit ketujuh. Kemudian malaikat penjaga langit berkata kepada malaikat penjaga amal : “Kembalilah kalian dan pukulkantah amal ini ke wajah pelakunya dan anggota-anggota tubuhnya serta tutuplah hatinya. Sesungguhnya aku menghalangi, yakni menolak naiknya setiap amal kepada Tuhanku, yang amal itu dimaksudkan lidak untuk Tuhanku, namun dimaksudkan untuk selain-Nya. Karena dengan amainya itu, Orang tersebut menginginkan pamor dan pujian di kalangan fukaha, dan sebutan di kala, ngan ulama, serta ketenaran di seantero kota dan masyarakat. Aku telah diperintahkan Tuhanku supaya tidak membiarkan dan meloloskan amalnya melintasi aku menuju kepada selainku”.

 

Dan para malaikat penjaga amal naik membawa amal baik orang itu dengan diantarkan oleh para malaikat langit, sehingga melintasi hijab-hijab seluruhnya menuju kepada Allah. Kemudian para malaikat itu berhenti di hadirat Allah Taala, mereka semua memberi kesaksian untuk orang itu atas amalnya yang baik dan ikhlas karena Allah. Namun Allah Taaia berfirman : “Kamu adalah para penjaga atas amal hamba-Ku, sedang Aku adalah Pengawas atas hatinya. Sesungguhnya dengan amal ini, dia tidak menghendaki Aku, tetapi menghendaki kepada selain Aku. Maka, dia mendapat laknat-Ku, laknat para malaikat serta langit dengan segala isinya”.

 

Sahabat Mu’az ra. berkata : “Saya berkata : “Ya Rasululiah, Baginda adalah Rasulullah, sedang saya adalah Mu’az”.

 

Rasulullah menjawab : “Ikutilah jejakku, hai Mu’az, sekalipun dalam amalmu ada kekurangannya, hai Mu’az, jagalah lidahmu dari terperosok ke dalam pergunjingan mengenai saudara-saudaramu sesama muslim, yaitu dengan jalan membaca Alquran. Dan tanggunglah sendiri dosa-dosamu, jangan pikulkan pada mereka. Dan jangan engkau menganggap dirimu suci dengan mencaci mereka. Dan jangan pula engkau mengagulkan dirimu atas mereka. Dan janganlah engkau memasukkan amal duniamu ke dalam amal akhirat. Dan janganlah engkau sombong dalam majelismu sehingga orang takut terhadap keburukan budimu. Dan janganlah engkau berbisik dengan seseorang sedang di sampingmu ada orang lain. Dan janganlah engkau memecah belah masyarakat dengan lisanmu, sehingga engkau nanti akan dikoyak-koyakkan oleh anjing-anjing neraka pada hari kiamat di dalam neraka. Allah Taala berfirman : “… wan naasyithaati nasythan…”. Tahukah engkau apa ‘naasyitaahti’ itu, hai Mu’az?

 

Saya (Mw’az) bertanya : “Apa itu, saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasululiah?”.

 

Rasulullah menjawab : “Itu adalah anjing-anjing di dalam neraka yang akan mengoyak-ngoyak daging orang-orang yang mengoyak-ngoyak daging sesama manusia dengan lidahnya, dan mencabik-cabik daging dan tulang mereka”.

 

Mu’az bertanya pula : “Saya tebus Baginda dengan ayah dan ibuku, Ya Rasulullah. Siapa yang mampu terhadap semuanya itu dan siapakah yang dapat selamat darinya?”.

 

Rasulullah menjawab : “Hai Mu’az, sesungguhnya itu mudah bagi orang yang dimudahkan Allah untuk melakukannya”.

 

Seseorang yang bernama Khalid bin Migdad berkata : “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih banyak membaca Alquran selain Mu’az, dikarenakan oleh hadis ini”. (Bidayatul Hidayah)

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka akan menemui Al Ghoyyu. Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan memasuki surga dan tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Maryam : 59-60) Tafsir :

 

(.   ) Maka datanglah sesudah mereka pengganti, yang menggantikan mereka, dan datang sesudah mereka generasi yang buruk.

 

(.     ) yang menyia-nyiakan salat. Yakni meninggalkan atau mengakhirkannya dari waktunya.

 

(.     ) dan memperturutkan hawa nafsu, seperti meminum minuman keras, menganggap halal menikahi saudara perempuan seayah, dan tenggelam dalam kemaksiatan-kemaksiatan lain.

 

Dari sahabat Ali Karramallaahu wajhah : “Memperturutkan hawa nafsu itu adalah seperti membangun gedung yang megah, mengendarai kendaraan yang mewah, dan mengenakan pakaian yang glamour”.

 

(.     ) maka mereka kelak akan menemui Al Ghayyu, yakni keburukan, atau balasan Al Ghayyu. Seperti firman Allah : …. Yalqoo atsaaman (… mendapat pembalasan dosa), atau, sesat dari jalan ke surga. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa Al GhayYU itu adalah sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, yang lembah-lembah lainnya di Sana meminta dilindungi dari keburukannya.

 

(.    ) kecuali. Huruf istitsna (pengecualian).

 

(.   ) orang yang beriman dan beramal saleh. Kata-kata ini menunjukkan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang kafir.

 

(.      ) maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikitpun, dan tidak dikurangi sedikit pun ganjaran amal-amal mereka.

 

Dan boleh jadi kata syaian (.     ) dibaca nashab, karena menjabat sebagai masdar.

 

Kata-kata ini juga memuat peringatan, bahwa kekafiran mereka dahulu tidak akan membahayakan mereka dan tidak pula mengurangi ganjaran pahala mereka apabila mereka bertobat dan beramal saleh. (Qadhi Baidhawi).

 

Ayat ini turun berkaitan dengan orang yang meninggalkan salat dari umat ini, dan memperturutkan hawa nafsunya. Oleh karena itu Allah Azza wa Jalla mensifati mereka dengan firman-Nya :

 

Artinya : “Yang menyia-nyiakan salat”.

 

Dari Hasan bin Ali ra. bahwa dia berkata : “Apabila kamu masuk ke dalam Masjid, maka ucapkanlah salam kepada Nabi saw., karena Rasulullah pernah bersabda :

 

Artinya : Janganlah kamu jadikan rumahku sebagai tempat berhari raya, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Bersalawatlah kepadaku di mana saja kamu berada, karena salawatmu itu akan sampai kepadaku”.

 

Dan dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Aus ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah membaca salawat atasku pada hari Jumat, karena salawatmu itu disampaikan kepadaku”.

 

Dari Salman bin Suhaim ra., dia berkata : “Saya pernah bermimpi melihat Rasulullah saw., lalu saya bertanya : “Ya Rasulullah, mereka yang datang kepada Baginda lalu mengucapkan salam kepada Baginda, apakah Baginda mengerti salam mereka itu?” Beliau menjawab : “Ya, dan aku menjawab salam mereka itu”. (Syifaus Syarif)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “(Mereka yang) menyia-nyiakan salat”

 

Maksudnya : mereka tidak mempercayai wajibnya salat. Dan ada pula yang mengatakan bahwa maksudnya adalah, mereka meninggalkan salat dan tidak menjaganya. Dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka merobohkan tempat-tempat peribadatan dan Masjid-masjid mereka dengan cara tidak pergi ke sana dan tidak mengambil pelajaran. Dan ada pula yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat setelah menunaikannya dengan pergunjingan dan riya dan ada lagi yang mengatakan, bahwa mereka menyia-nyiakan salat dengan tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya di saat menunaikannya. Dan ada yang mengatakan juga, bahwa mereka meninggalkan salat dengan melalaikannya dan sesudah itu tidak menggadhanya.

 

Para ulama berselisih pendapat mengenai makna Al Ghayyu. Menurut Wahab bin Munabbih, Al Ghayyu itu ialah nama sebuah sungai di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya, sangat luar biasa panasnya, dan sangat tidak enak rasanya. Seandainya ada satu tetes saja dari sungai itu yang menetes di dunia, niscaya akan binasalah seluruh penghuni dunia ini.

 

Sedang Ibnu Abbas ra. mengatakan : Al Ghayyu ialah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam, sedang lembah-lembah lainnya di sana meminta perlindungan kepada Allah Taala darinya setiap hari seribu kali, karena sangat panasnya. Lembah tersebut disediakan bagi mereka yang meninggalkan salat dan jamaah.

 

Dan menurut Atha : Al Ghayyu talah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang mengalirkan darah dan nanah.

 

Dan menurut Ka’ab : Al Ghayyu adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahannam yang sangat dalam dasarnya dan sangat dahsyat panasnya. Di sana ada sebuah sumur yang dinamakan Al Habhab. Setiap kali neraka Jahannam mereda panasnya, maka Allah membuka sumur itu, sehingga ia menyala kembali dan berkobar.

 

Adapun menurut Adh Dhahhak : Al Ghayyu itu adalah kerugian dan kebinasaan. (Demikian tersebut di dalam kitab Lubabut Tafsir)

 

Deceritakan, bahwa ada seorang lelaki berjalan di suatu sahara. Suatu hari, ia ditemani setan. Dan ia pun tidak melakukan salat Subuh, zuhur, Asar, Magrib dan Isyak. Ketika tiba waktu tidur, orang itu hendak tidur. Lalu setan itu lari darinya. Maka lelaki itu bertanya : “Mengapa engkau lari dariku?”. Setan menjawab “Sesungguhnya aku telah mendurhakai Allah selama hidupku hanya satu kali saja, lalu aku dikutuk. Sedang engkau telah berbuat durhaka kepada Allah dalam sehari lima kali. Karena itu, aku takut kepada Allah sekiranya Dia murka kepadamu dan menghukummu, serta menghukum aku juga bersamamu dikarenakan oleh kemaksiatanmu itu”. (Tafsir Alfatihah).

 

Dan dari Nabi saw. bahwa pada suatu hari Beliau membicarakan tentang salat, sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa memelihara salat, maka salat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, maka dia tidak akan memperoleh cahaya, bukti dan keselamatan. Dan kelak pada hari kiamat, dia akan berada bersama-sama Garun, Firaun, Haman dan Ubai bin Khalaf. (Dari Syarah Al Maniyah oleh Alhalabi)

 

Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

“Barangsiapa meremehkan salat berjamaah, maka Allah Taala akan menghukumnya dengan dua belas bencana : tiga di dunia, tiga di waktu akan mati, tiga di dalam kubur dan tiga pada hari kiamat.

 

Adapun tiga bencana di dunia adalah :

 

Pertama, Allah menghilangkan berkah dari usaha dan rezekinya.

Kedua, Allah mencabut darinya cahaya orang-orang saleh.

Ketiga, dia dibenci di dalam hati orang-orang mukmin.

 

Adapun tiga bencana di waktu menjelang maut ialah :

Pertama, dia dicabut nyawanya dalam keadaan sangat dahaga, sekali pun ia minum dari beberapa sungai.

Kedua, diberatkan atasnya pencabutan nyawanya itu.

Ketiga, dikuatirkan dia mati dalam keadaan tanpa iman -nau’dzu billaahi min dzalik-.

 

Adapun tiga bencana di dalam kuburnya ialah :

Pertama, dipersulit atasnya pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir.

Kedua, diperhebat atasnya kegelapan kuburnya.

Ketiga, disempitkan kuburnya sehingga tulang-tulang rusuknya bertemu menjadi satu.

 

Adapun tiga bencana pada hari kiamat adalah :

Pertama, diperberat atasnya hisabnya.

Kedua, dimurkai Tuhannya.

Ketiga, Allah menghukumnya dengan neraka. Semoga Allah melindungi kita semua daripadanya.

 

(Kanzul Akhbar)

 

Oleh karena itu, ada yang mengatakan bahwa, tidak ada keringanan (rukhsah) bagi orang yang mendengar azan untuk tidak ikut berjamaah. Karena berjamaah itu sunnah muakkad, yang diperkuat dengan sangat. Sehingga apabila ia tidak dikerjakan oleh seluruh warga suatu tempat, maka mereka wajib diperangi dengan senjata. Karena salat berjamaah itu termasuk syiar-syiar Islam. Dan kalau ia ditinggalkan oleh salah seorang dari mereka tanpa halangan (uzur), maka orang itu wajib diberi hukuman peringatan (ta zir) dan tidak diterima kesaksiannya, sedang tetangga-tetangganya, imamnya dan muezzinnya ikut berdosa bila mendiamkannya. Adapun hukuman peringatan (ta’zir) itu sekurangkurangnya tiga kali pukulan cambuk.

 

Pengarang kitab Khulashatul Fatawa berkata : “Saya mendengar dari seorang yang dapat dipercaya bahwa, hukuman ta’zir dengan jalan mengambil harta si terhukum, apabila hal itu dilakukan dengan sepengetahuan hakim atau pemerintah, itu boleh. Dan di antara yang terkena hukuman ta’zir itu ialah seorang lelaki yang tidak menghadiri salat berjamaah, ia boleh diberi hukuman ta’zir dengan diambil hartanya. Karena cara ini lebih berpengaruh atasnya daripada pemukulan dengan cambuk”. (Demikian tersebut di dalam kitab Al Jawahir dan Syir’atul Islam)

 

Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa, menelaah kitab-kitab Fikih adalah termasuk uzur (halangan untuk tidak berjamaah), apabila bukan karena malas dan tidak biasa meninggalkan jamaah, tetapi meninggalkan jamaah itu hanya terjadi kadang-kadang, karena sibuknya dengan kitab Fikih itu, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk kaum muslimin. Sakit, hujan, dingin, gelap gulita, ketakutan dan penahanan, semuanya termasuk uzur jamaah. Sedang safar (bepergian) bukan uzur, sebagaimana yang dinyatakan di dalam kitab At Tabyin, dan itulah yang benar.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang meninggalkan salat berjamaah itu dikutuk di dalam Taurat, Injil, Zabur dan Alfurgan. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu berjalan di muka bumi sedang bumi melaknatnya. Dan orang yang meninggalkan jemaah itu dibenci oleh Allah, dan dibenci para malaikat dan apa saja yang Allah menaruh nyawa padanya, serta dikutuk pula oleh seluruh malaikat yang ada di antara langit dan bumi, juga ikan-ikan di laut”. Dan dalam hadis lain, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa mencegah dirinya dari lima perkara, maka Allah pun akan mencegahnya dari lima perkara : Pertama, barangsiapa tidak mau berdoa, maka Allah pun tidak akan memperkenankan dia. Kedua, barangsiapa tidak mau bersedekah, maka Allah pun akan mencegah dirinya dari kesentosaan. Ketiga, barangsiapa tidak mau berzakat, maka Allah pun tidak akan memelihara hartanya. Keempat, barangsiapa tidak mau mengeluarkan sepersepuluh (dari hasil bumi), maka Allah pun akan mencegah berkah dari hasil usahanya. Kelima, barangsiapa tidak mau menghadiri (salat) jemaah, maka Allah akan menolak syahadatnya, yaitu laa ilaaha illallaah, Muhammad rasulullah. Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Jibril dan Mikail as. datang menemuiku lalu berkata : “Ya Muhammad, seSungguhnya Allah mengucapkan salam kepadamu dan berfirman : “Orang yang meninggalkan jamaah dari umatmu tidak akan mencium bau surga, sekalipun amalnya lebih banyak daripada amal seluruh penduduk bumi. Dan orang yang meninggalkan jamaah itu terkutuk di dunia dan di akhirat”.

 

Apabila nasib orang yang meninggalkan jamaah itu sudah demikian rupa (padahal ia masih melakukan salat), maka betapa pula nasib orang yang meninggalkan salat (yang sama sekali tidak mau salat). Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu melihat seseorang senantiasa pergi ke Masjid, maka bersaksilah untuknya, bahwa ia beriman “ Seperti firman Allah Taala :

 

Artinya : “Yang memakmurkan Masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang berIman kepada Allah dan hari kemudian”.

 

Dan seperti firman-nya:

 

Artinya : “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halang, disebutnya nama Allah di dalam Masjid-masjid-Nya, dan berusaha merobohkannya?. Me. reka itu tidak patut masuk ke dalamnya kecuali dengan rasa takut (kepada Allah)”.

 

Begitu pula diriwayatkan dari Mujahid ra., bahwa ada seorang lelaki menemui Ibnu Abbas ra., lalu bertanya : “Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang rajin melakukan salat malam, dan siangnya berpuasa, tetapi dia tidak salat berjamaah, lalu mati dalam keadaan demikian. Kemanakah dia nanti”. Ibnu Abbas menjawab : “Dia ke neraka”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ucapkanlah salam kepada orang Yahudi dan Nasrani, dan jangan mengucapkan salam kepada Yahudi umatku”. Maka Beliau ditanya. “Siapakah mereka Ya RaSulullah?”. Beliau menjawab : “Orang-orang yang mendengarkan azan dan igamat. namun tidak menghadiri jamaah”.

 

Sahabat Abu Hurairah ra., berkata : “Seorang laki-laki buta datang menemui Nabi saw., yang konon dia adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Orang itu berkata : “Ya Rasulullah saya tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntun saya ke Masjid”. Dia lalu meminta kepada Rasulullah supaya memberi keringanan padanya untuk salat di rumahnya saja. Maka Beliau pun mengabulkan permintaannya itu. Namun, ketika orang itu hendak pulang, Beliau memanggilnya kembali lalu bertanya : “Apakah engkau dapat mendengar seruan untuk salat?”. Orang itu menjawab : “Ya”. Maka Beliau bersabda : “Kalau begitu, datangilah jamaah”.

 

Sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Tidaklah (sempurna) salat bagi tetangga Masjid, melainkan di dalam masjid”. Dan juga sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Berilah kabar gembira kepada orang yang gemar berjalan di kegelapan malam menuju ke Mesjid, bahwa dia akan mendapat cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Demikian tersebut di dalam kitab Zubdatul Wa’izhin).

 

Dan Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Salat itu tiang agama, maka barangsiapa mendirikannya berarti dia telah

 

menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya borarti dia telah merobohkan agama”.

 

Dari Nabi saw. , bahwa Beliau bersabda yang artinya :

 

‘Sesungguhnya keburukan orang yang meninggalkan salat itu menular kepada tujuh puluh orang dari keluarganya dan tetangga-tetangganya, bahkan dari sekarang ini sampai kepada zaman Nabi Adam as. dahulu. Itu karena, apabila orang yang salat duduk dalam tasyahhud, ia membaca : assalamu alaina wa ‘alaa ibaadillaahish shaalihin (Sejahtera atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh). Dengan adanya ucapan ini , maka pahalanya sampai kepada arwah orang-orang mukmin dari sekarang hingga zaman Nabi Adam as. Jadi, orang yang meninggalkan salat itu berarti dia telah mencegah kebaikan itu. Dengan demikian, dia seumpama orang yang keburukannya menimpa seluruh umat islam, sebagaimana difirmankan Allah :

 

Artinya : “Yang banyak menghalangi perbuatan baik yang melampaui batas lagi banyak dosa”. (Anisul Majalis).

 

Diriwayatkan dari Agil bin Abithalib ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bepergian bersama Nabi saw., maka saya melihat dari Beliau tiga hal yang menyebabkan mantapnya Islam dalam hatiku.

 

Yang pertama, bahwa Nabi saw. hendak membuang hajat, sedang di seberang Beliau ada beberapa pohon. Lantas Beliau berkata : “Pergilah ke pohon-pohon itu dan katakan kepada mereka, bahwa Rasulullah berkata : “Kemarilah, dan jadilah penutup bagiku, karena aku hendak berwudu”. Maka saya pun beranjak akan pergi. Namun, belum lagi pesan Beliau saya sampaikan, ternyata pohon-pohon itu telah terpotong dari akarnya masing-masing, dan pindah menutupi di sekeliling Rasulullah, sampai Beliau menyelesaikan hajatnya. Kemudian pohon-pohon itu kembali ke tempatnya semuta.

 

Yang kedua, saya terserang rasa dahaga, ialu saya pun mencari air. Tetapi saya tidak menemukannya. Maka Nabi saw. bersabda : “Naiklah ke gunung ini, dan sampaikan salam dariku, lalu katakan kepadanya : “Jika ada air padamu, maka berilah aku minum”. Agil berkata : “Maka saya pun mendaki gunung, dan saya mengatakan kepadanya seperti apa yang dikatakan oleh Nabi saw. tadi. Belum lagi saya selesai bicara, tiba-tiba gunung itu berkata dengan suara yang jelas : “Katakan kepada Rasulullah, bahwa sejak Allah menurunkan ayat : (Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu), maka aku terus-menerus menangis karena takut, jangan-jangan aku menjadi batu bahan bakar neraka tersebut, sehingga tidak tersisa lagi air padaku”.

 

Yang ketiga, ketika kami sedang berjalan, sekonyong-konyong ada seekor unta berlari mendatangi kami hingga akhirnya sampai kepada Rasulullah, lalu ia berkata : “Ya Rasulullah, tolonglah aku”. Tidak lama kemudian datang seorang Badui sambil membawa sebilah pedang yang terhunus. Maka Rasulullah bertanya kepadanya : “Apa yang hendak engkau jakukan terhadap binatang yang malang ini?”. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya telah membelinya dengan harga yang mahal, tetapi dia tidak menurut kepadaku. Maka saya hendak menyembelihnya, lalu saya manfaatkan dagingnya”.

 

“Mengapa engkau membangkang kepadanya?”, tanya Rasulullah kepada unta itu.

 

Unta itu menjawab : “Ya Rasulullah, aku tidak membangkang kepadanya untuk melakukan pekerjaan. Tetapi saya membangkang kepadanya karena perbuatan buruknya. Sebab kabilahnya tidur pada saat salat Isyak, tanpa melakukan salat Isyak, kalau dia mau berjanji kepada Baginda akan melakukan salat Isyak maka saya pun akan berjanji kepada Baginda untuk tidak membangkang lagi padanya. Karena saya kuatir mereka nanti ditimpa azab dari Allah, sedang saya berada di tengah-tengah mereka”.

 

Maka Nabi pun mongambil janji dari orang Badui itu untuk tidak meninggalkan salat Isyak Kemudian Bohau monyorahkan unta itu kembali kepadanya. Maka orang itu pulang kombali kepada koluarganya. (Raunaqul Majalis)

 

Diceritakan bahwa, pada suatu hari, Nabi Isa as. melakukan suatu perjalanan. Maka dilihatnya suatu kaum yang menyembah Allah dengan rajin dan sungguh-sungguh. Mereka berkumpul di suatu tempat yang tinggi. Nabi Isa memberi salam kepada mereka lalu duduk bersama mereka. Beliau melihat mereka mempunyai banyak makanan, minuman yang borsih, bermacam-macam buah-buahan, anak-anak dan isteri-isteri yang cantik, Nabi Isa memperhatikan, maka tampak olehnya kampung mereka itu dihiasi dengan perhiasan yang indah, yang tidak bisa dilukiskan.

 

Sesudah itu, Nabi Isa as. pergi meninggalkan mereka. Setelah lewat beberapa lama. Beliau kembali ke tempat itu. Ternyata mereka semua telah binasa berikut anak-anak dan Isteri-isteri mereka. Sedang kampung mereka juga telah hancur. Maka Nabi Isa merasa heran melihat nasib mereka itu, lalu Beliau bermunajat kepada Allah, katanya : “Oh Tuhanku, mengapa mereka binasa?. Apakah mereka meninggalkan salat dan tidak mau taat lagi?”.

 

Allah Taala menjawab : “Tidak. Tetapi, mereka telah disinggahi oleh seseorang yang meninggalkan salat. Orang itu membasuh wajahnya dengan air mereka. Kemudian bekas basuhannya itu mengenai sawah-sawah dan kampung halaman mereka. Akibatnya, mereka pun turut binasa”. (Anisul Majalis)

 

Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi saw. duduk bersama sahabat-sahabatnya. Kemudian datang seorang pemuda Arab ke pintu masjid sambil menangis. Maka bertanyalah Nabi saw. : “Mengapa engkau menangis, hai anak muda?”.

 

Pemuda itu menjawab : “Ya Rasulullah, ayahku meninggal dunia, sedang dia tidak mempunyai kain pembungkus maupun orang yang memandikannya”. Maka Nabi pun menyuruh sahabat Abubakar dan Umar ra. untuk membantunya.

 

Kedua sahabat itu pun pergi menjenguk si mayit, namun ketika mereka melihatnya, tampak mayit itu seperti seekor babi hitam. Maka keduanya kembali menemui Rasulullah saw., seraya berkata : “Kami lihat dia tak lain seperti seekor babi hitam, Ya Rasulullah”.

 

Maka Rasulullah berangkat menuju ke tempat jenazah itu. Kemudian Beliau berdoa, lalu mayit itu berubah kembali seperti rupanya yang asli. Dan Beliau pun menyalatinya. Ketika para sahabat hendak menguburnya, mereka lihat mayit itu berubah kembali menjadi babi hitam. Maka Nabi pun bertanya : “Hai anak muda, perbuatan apakah yang pernah dilakukan ayahmu di dunia?”.

 

Pemuda itu menjawab : “Dia adalah seorang yang tidak mau salat”.

 

Maka Nabi saw. bersabda : “Hai sahabat-sahabatku, perhatikanlah nasib orang yang tidak mau salat, Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat kelak dalam rupa seekor babi hitam”. Semoga Allah melindungi kita semua darinya. (Bahjatul Anwar)

 

Pada masa pemerintahan Abubakar Assiddig, pernah ada seorang laki-laki meninggal dunia. Maka orang-orang berdiri untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafannya bergerak-gerak. Ketika mereka periksa, ternyata ada seekor ular yang melilit pada leher si mayit sambil memakan dagingnya dan menghisap darahnya. Maka ular itu hendak mereka bunuh, namun sekonyong-konyong ular itu berkata :

 

Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Kenapa kalian hendak membunuhku?. Padahal aku tidak berdosa dan tidak pula bersalah. Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepadaku untuk mengazab orang ini sampai hari kiamat”.

 

“Apa kesalahan-kesalahannya?”, tanya mereka.

 

Ular itu menjawab : “Ada tiga kesalahan : (pertama) apabila mendengar azan dia tidak mendatangi jamaah, (kedua) dia tidak mengeluarkan zakat dari hartanya, (ketiga) dia tidak mau mendengar perkataan ulama. Dan inilah balasannya”. (Dari Al Marsum)

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Dan barangsiapa berpaling dari zikir, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang ‘dhankan’, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia : “Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulu adalah orang yang yang melihat?”. Allah berfirman : “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu engkau melupakannya. Maka begitu pula pada hari ini engkau pun dilupakan”. Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (QS. Thahaa : 124-127)

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan barangsiapa berpaling dari ‘zikir’, dari petunjuk yang mengingatkan dan mengajak ibadat kepada-Ku.

 

(.  ) maka sesungguhnya baginya penghidupan yang dhankan, yakni yang sempit.

 

Kata dhankan (.   ) adalah masdar, yang digunakan untuk mensifati. Oleh karena itu, bentuknya sama antara muzakkar (jenis jantan) maupun muannats (jenis betina). Ia dibaca juga ,    ( dhankaa) seperti kata.   (sakraa).

 

Dan penghidupan yang sempit itu adalah karena seluruh keinginan dan ambisinya hanya tertuju pada harta dunia yang dengan mati-matian ia berusaha menambahnya dan merasa kuatir kalau berkurang. Berbeda dengan orang mukmin yang menginginkan akhirat. Padahal terkadang Allah Taala menyempitkan dengan sebab sialnya kefakiran itu dan melapangkan dengan sebab berkahnya keimanan, sebagaimana firman-firman Allah berikut ini:

 

Artinya : “Lalu ditimpakan atas mereka kenistaan dan kehinaan… dst”. Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan hukum Taurat dan … dst”

 

Dan fiman-Nya :

 

Artinya : “Dan sekiranya penduduk negori-negeri itu beriman …. dst”.

 

(.    ) dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta, buta mata atau buta hati. Yang pertama (buta mata) diperkuat oleh firman-Nya:

 

(.      ) Berkatalah ia : Oh Tuhanku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku adalah orang yang melihat?. Allah berfirman : Demikianlah, yakni seperti itulah yang telah engkau lakukan. Kemudian hal itu ditafsirkan Allah dalam firman-Nya :

 

(.    ) telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, yang jelas dan terang.

 

(.    ) lalu engkau melupakannya, dengan tenggelam dalam kemaksiatan, sampai engkau buta darinya dan membiarkannya tanpa mendapat perhatian.

 

(.    ) dan begitu pula, seperti halnya engkau telah membiarkan ayat-ayat Kami di dunia.

 

(.    ) pada hari ini pun, engkau dilupakan. Dibiarkan buta dan tersiksa.

 

(.    ) Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas, yang tenggelam dalam hawa nafsu dan berpaling dari ayat-ayat Allah.

 

(.     ) dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya, bahkan mendustaikannya dan tidak mematuhinya.

 

(.    ) Dan sesungguhnya azab di akhirat itu, yaitu dihimpunkan dalam keadaan buta. Dan ada pula yang mengatakan, azab neraka. Maksudnya : Dan azab neraka sesudah itu…

 

(.     ) lebih berat dan lebih kekal, daripada sempitnya penghidupan dan penghimpunan dalam keadaan buta. Dan boleh jadi, apabila orang itu telah masuk ke dalam neraka, maka ia tidak buta lagi, untuk diperlihatkan kepadanya tempatnya dan keadaannya. Atau, lebih berat dan lebih kekal daripada apa yang dia perbuat, yaitu membiarkan ayat-ayat Allah dan kafir terhadapnya. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari Ibnu Umar ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Perbanyaklah olehmu membaca salawat kepada Nabimu setiap hari Jumat, karena sesungguhnya aku menyaksikannya darimu pada setiap hari Jumat”.

 

Dan dalam riwayat lain disebutkan :

 

Artinya : “Karena tidak seorang pun yang bersalawat kepadaku, melainkan salawatnya itu disampaikan kepadaku ketika ia selesai mengucapkannya. (Syifaus Syarif)

 

Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu Wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran sampai hafal, lalu ia menghalalkan apa yang dihalalkannya dan mengharamkan apa yang diharamkannya. Maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga dan menerima syafaatnya terhadap sepuluh orang dari keluarganya, yang mereka itu semuanya pantas untuk masuk neraka”. Dan diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda : ? 0. ant PAN NP BEP 0… ie AN NS “A APE Pra ME SAN SAS EL 2 ISON Pra 3 835 (AIM Sya ae, -29 – 2, y » at. -d 4. Ag Pad . 7 » – 229 2 AE EN, GULA Ha gg Pn . 2» . “ AE EN AN SA Et IR ISA ENG PA Cena OUR ANA, DES Pine Ae yo Artinya : “Barangsiapa membaca Alquran di dalam salatnya, maka dari setiap hurufnya, dia mendapat seratus kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran di luar salat dalam keadaan berwudu, maka dari setiap hurufnya dia mendapatkan duapuluh lima kebaikan. Dan barangsiapa membaca Alquran tanpa wudu, maka dari setiap hurufnya dia memperoleh sepuluh kebaikan”. (Majalisul Anwar) Mengenai tafsir Adz Dzikru (     ) di dalam ayat di atas tadi, ada beberapa pendapat.

 

  1. Adz Dzikru adalah Alquran. Berdasarkan firman Allah Taala :

 

Artinya : “Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan pertemuan di akhirat, maka mereka tetap berada dalam siksaan”.

 

  1. Berpaling dari membaca Alquran dan melupakannya.

 

  1. Mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Hingga mereka lupa mengesakan (Engkau)”

 

  1. Berpaling dari taat dan mengesakan Allah. Berdasarkan firman Allah :

 

 Artinya : “Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya.

 

  1. Berpaling dari ilmu Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak tahu.

 

  1. Berpaling dari menyebut dengan lidah. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Sebutlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya”.

 

  1. Berpaling dari salat. Berdasarkan firman Allah :

 

Artinya : “Maka bergegaslah kamu kepada zikrullah (salat).

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual-beli dari zikrullah (salat). (Tafsir Hanafi)

 

Dari jbnu Abbas ra., bahwa dia berkata : “Adh Dhanku ( BEN ) adalah Asy Syaga (kemalangan)

 

Dan diriwayatkan pula darinya bahwa dia berkata : “Apabila seorang hamba diberi, baik sedikit maupun banyak namun dia tidak merasa puas, maka tidak ada kebaikan padanya. Itulah kesempitan dalam penghidupan. Dan sesungguhnya ada suatu kaum yang berpaling dari kebenaran padahal mereka berada dalam kelapangan dunia (kaya raya), dengan demikian maka keadaan mereka disebut juga dhankun (sempit). Hal itu karena mereka memandang bahwa, Allah Taala bukan Pencipta mereka, sehingga semakin berat penghidupan mereka sekalipun mereka berkecukupan. Karena mereka telah berprasangka buruk terhadap Allah”. (Bahrul Ulum)

 

Dan ada pula yang berpendapat bahwa, (yang dimaksud dengan) orang yang berpaling dari mengingat Allah itu ialah orang yang dikuasai setan yang menjadi musuhnya, yang menghendaki dia ditimpa segala kebinasaan dan kesesatan, sehingga tidak ada lagi orang yang lebih berat penghidupannya, lebih besar kesesatannya dan lebih celaka dannya. (Bahrul Ulum)

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah”.

 

Yakni, jangan sampai kamu disibukkan oleh pekerjaan mengatur dan memperhatikan harta benda dan anak-anak, sampai tidak mengingat Allah, seperti melaksanakan salat dan ibadat-ibadat lainnya yang diperuntukkan buat pengabdian. Adapun maksudnya telah melarang mereka dari sifat terlena dengan harta benda dan anak-anak. Dan diarahkannya larangan itu pada harta benda dan anak-anak adalah untuk mubalaghah. Karena itulah Allah Taala berfirman : 

 

Artinya : “Dan barangsiapa yang berbuat demikian …”.

 

Yakni, terlena dan sibuk oleh hal-hal tersebut (tadi)

 

Artinya : “Maka mereka itulah orang-orang yang merugi”.

 

Karena mereka telah menukar sesuatu yang besar lagi abadi dengan barang lain yang hina dan tidak abadi. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., katanya : “Saya pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah saw.. Kemudian saya berkata kepada Beliau : Ya Rasulullah, ucapkanlah suatu perkataan yang dapat kami ambil manfaatnya.

 

Beliau lalu bersabda :

 

Artinya : “Jika kamu ingin hidup bahagia, mati sebagai syahid, selamat pada hari kiamat, naungan di hari pembalasan, dan petunjuk dari kesesatan, maka hendaklah kamu selalu membaca Alquran. Karena Alquran itu merupakan firman Tuhan Yang Maha Pengasih benteng terhadap setan dan berat dalam timbangan”.

 

Dan demikian pula sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Ibadat umatku yang paling utama adalah membaca Alquran”.

 

Maka hendaklah orang yang mukallaf sibuk mempelajarinya dan membacanya. (Badrur Rasyid)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata : “Ada seorang laki-laki meninggal dunia di zaman Nabi saw.. Maka Beliau mendatangi jenazahnya untuk menyalatinya. Namun, tiba-tiba kain kafan si mayit bergerak-gerak. Ketika diperiksa Nabi, ternyata di dalamnya ada seekor ular sedang mengisap darah mayit itu dan memakan dagingnya. Lantas Abubakar hendak memukul ular itu, tetapi dengan kuasa Allah, ular itu talu berbicara dengan suara yang fasih : “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Dan katanya pula : “Hai Abubakar, kenapa tuan hendak memukul saya, padahal saya tidak berdosa, padahal saya diperintah untuk melakukan ini?. Allah telah memerintahkan kepada saya supaya mengazab orang ini sampai hari kiamat”.

 

Abubakar bertanya : “Apa kesalahan-kesalahannya?”.

 

Ular itu menjawab : “Dia mempunyai tiga kesalahan : (Pertama) meninggalkan salat, (Kedua) tidak mau berzakat, (Ketiga) tidak suka mendengarkan perkataan ulama”. (Hayatul Qulub)

 

Dan Nabi saw. bersabda : “Allah Taala berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan kea. gungan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan dua rasa takut dan dua rasa aman. Apabila Aku telah membuatnya takut di dunia maka Aku akan amankan dia di han kiamat: dan apabila Aku telah mengamankan dia di dunia, maka Aku akan membuatnya takut di hari kiamat”.

 

(Dikisahkan) dari Abubakar Assiddig ra., bahwa Dihyah Alkalabi dahulunya adalah seorang raja Arab yang kafir. Sedang Rasulullah sangat menginginkan keistamannya. karena di bawah kekuasannya ada tujuh ratus orang dari keluarganya. Beliau selalu mendoakannya : “Ya Allah, karuniakanlah Islam kepada Dihyah Alkalabi”.

 

Ketika dia hendak masuk Islam, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi saw. seusai salat Fajar : “Ya Muhammad, Aku telah menanamkan cahaya iman ke dalam hati Dihyah Alkalabi. Dia sekarang akan menemuimu”.

 

Begitu Dihya Alkalabi memasuki Masjid, maka Nabi pun melepas serempangnya dan punggungnya lalu menggelarnya di atas lantai. Lantas Beliau menyilakan Dihyah untuk duduk di atasnya. Ketika Dihyah menyaksikan penghormatan yang demikian besar dari Nabi saw. itu, maka dia pun menangis, lalu diangkatnya serempang itu dan diciuminya, kemudian diletakkannya di atas kepala dan kedua matanya seraya berkata : “Ya Nabi Allah, apakah syarat-syarat masuk Islam. Kemukakanlah kepada saya”.

 

Nabi saw. menjawab : “Hendaklah Anda mengucapkan : La Ilaaha lilallaah, Muhammad Rasulullah.

 

Kemudian Dihyah menangis. Maka bertanyalah Nabi kepadanya : “Mengapa Anda menangis seperti ini, hai Dihyah?. Apakah karena masuknya Anda ke dalam Islam, ataukah ada sebab-sebab yang lain?”.

 

Dihyah menjawab : “Ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah melakukan dosa-dosa yang sangat besar. Maka, tanyakaniah kepada Tuhanmu, apa penebusnya?. Seandainya Dia menyuruhku agar membunuh diri, maka aku pasti akan bunuh diri. Dan seandainya Dia memerintahkan supaya aku mengeluarkan sedekah dari hartaku, niscaya aku akan mengeluarkannya?.

 

“Apa dosa-dosamu itu, hai Dihyah?”, tanya Nabi.

 

Dihyah menjawab : “Saya adalah salah seorang raja Arab. Saya merasa malu jika Saya mempunyai anak-anak perempuan yang bersuami. Supaya tidak ada orang yang mengatakan : Fulan bin Fulan, menantu Dihyah Alkalabi. Maka, tujuh puluh dari anakanak perempuanku itu telah saya bunuh dengan tangan saya sendiri”.

 

Mendengar perkataan Dihyah tersebut, Nabi menjadi bingung, tidak tahu apa yang harus dijawabnya. Maka turunlah malaikat Jibril as. lalu berkata : “Ya Rasulullah, katakanlah kepada Dihyah Alkalabi, “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, sesungguhnya setelah engkau mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illailaah Muhammad Rasulullah. maka Aku telah mengampuni kekafiranmu selama enam puluh tahun, dan celaanmu terhadapKu selama enam puluh tahun pula. Maka, bagaimana mungkin Aku tidak mengampuni pembunuhan puteri-puterimu, sedang mereka adalah milikmu?”.

 

Periwayat hadis ini melanjutkan : “Maka menangislah Nabi saw. dan sahabat-sahabat Beliau. Kemudian Beliau berkata : “Tuhanku, Engkau telah mengampuni Dihyah atas dosanya membunuh anak-anak perempuannya hanya dengan satu kali ucapan syahadat. Maka, mana mungkin Engkau tidak mengampuni orang-orang mukmin atas dosa-dosa kecil mereka dengan syahadat yang banyak?”.

 

Dihyah atau Dahyah, dengan mem-fathah-kan dal atau mengkasrah-kannya, adalah dua macam dialek. Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat, mana yang lebih kuat dar! keduanya. Dia adalah Dihyah bin Khalifah bin Farwah Alkalabi, seorang yang paling elok parasnya. Apabila ia datang ke kota Madinah, maka tidak tertinggal seorang wanita pingitan pun, melainkan keluar untuk melihatnya. Dan karena parasnya yang elok itu pula, Jibril pernah datang mengunjungi Nabi dengan menyamar sebagai Dihyah. Telah lama dia masuk Islam, dan ikut berpartisipasi dalam berbagai peperangan yang terjadi sesudah perang Badr, bersama Rasulullah saw.. Dia masih sempat hidup sampai masa pemerintahan Muawiyah dan ikut pula bertempur. Dia menetap di kota Al Mizzih, dekat Damaskus. Dan dia pernah diutus membawa surat Nabi saw. kepada pembesar Bushra untuk diserahkan kepada Heraklius, yaitu pada akhir tahun ke-6 Hijriyah. (Karmani)

 

Diriwayatkan dari sahabat Abu Darda ra., bahwa dia berkata : “Barangsiapa mengucapkan La Ilaaha lilallaah Muhammad Rasulullah, maka keluarlah dari dalam mulutnya malaikat seperti burung berwarna hijau. Dia memiliki sepasang sayap, yang satu di timur dan yang lain di barat, keduanya berwarna putih, bertahtakan intan dan mira delima. Lalu naiktah malaikat itu, hingga apabila dia telah sampai di Arsy, dia mengeluarkan suara seperti dengungan lebah, maka berkatalah kepadanya para malaikat pemanggul Arsy : “Diamlah, demi keperkasaan Allah Taala”. Tetapi dia menjawab : “Aku tidak akan diam sampai Allah mengampuni pembaca kalimat tadi”.

 

Maka Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni pembaca kalimat itu”.

 

Kemudian Allah Taala menciptakan untuk malaikat yang terbang itu tujuh puluh tidah, masing-masing lidah memohonkan ampunan bagi orang yang membaca kalimat syahadat tadi sampai hari kiamat. Sedang pada hari kiamat, malaikat yang terbang itu akan datang menjumpai orang tersebut, lalu membimbingnya, dia bertindak sebagai penuntun dan penunjuk jalan baginya menuju ke surga. (Raunaqul Majalis)

 

Dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah mendengar penghutu seluruh makhluk, Muhammad saw. bersabda : “Aku pernah mendengar penghulu seluruh mataikat, Jibril as. Berkata : “Aku tidak pernah turun membawa kalimat yang lebih mulia daripada kalimat Laa Ilaaha Illallaah Muhammad Rasulullah, atas bumi. Dengan kalimat itulah tegaknya langit, bumi, gunung-gunung, pohon, daratan dan lautan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat ikhlas. Ketahuilah, ia adalah kalimat Islam. Ketahuilah, ia adalah kalimat kedekatan pada Allah. Ketahuilah, ia adalah kalimat takwa. Ketahuilah, ia adalah kalimat keselamatan. Dan ketahuilah, ia adalah kalimat yang luhur. Seandainya ia diletakkan di atas piringan timbangan, sedang tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan di piringan yang lain, niscaya kalimat itulah yang lebih berat daripada semuanya itu”. (Zubdatul Wa’izhin)

 

(Dikisahkan) bahwasanya ada seorang laki-laki sedang melakukan wukuf di Arafah. Di genggaman tangannya ada tujuh butir satu. Kemudian ia berkata : “Hai batu-batu, saksikanlah bahwa aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”. Kemudian dia letakkan batu-batu itu di bawah kepalanya, lalu tidur. Dalam tidurnya itu, dia bermimpi seolah-olah kiamat benar-benar telah bangkit. Dan bahwa dia telah dihisab, yang ternyata dia harus masuk neraka. Maka para malaikat pun membawanya ke pintu neraka. Namun, tiba-tiba sebutir batu dari batu-batu tersebut menjatuhkan dirinya pada pintu neraka itu. Lalu para malaikat azab berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Kemudian mereka pergi ke pintu neraka yang lainnya, dan ternyata di pintu itu pun sudah ada sebuah batu dari ketujuh batu itu. Maka mereka berkumpul untuk mengangkatnya, namun mereka tidak mampu. Hingga mereka membawa orang itu ke tujuh pintu neraka, sedang pada tiap-tiap pintu itu ada sebuah batu dari batubatu tersebut. Akhirnya para malaikat itu membawa orang tersebut ke Arsy. Di sana Allah Taala berfirman : “Hai hamba-Ku, engkau telah menjadikan batu-batu itu sebagai saksi, dan ternyata mereka tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka, bagaimana mungkin Aku menyia-nyiakan hakmu, padahal Aku pun menyaksikan syahadatmu?. Masukkanlah dia ke surga”.

 

Ketika dia telah dekat ke surga, sekonyong-konyong terbukalah pintu-pintunya dengan kunci berupa kalimat Laa ilaaha Illallaah Muhammad Rasululiah. (Demikian tersebut dalam kitab Zubdatul Waizhin)

 

Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Aku masuk surga, lalu kulihat pada pintu surga itu tertulis tiga kalimat : Pertama, Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kedua, kami telah memperoleh apa yang telah kami lakukan. Kami mendapat laba dari apa yang kami makan. Dan kami telah merugi dari apa yang telah kami tinggalkan. Sebagaimana firman Allah yang artinya : “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan kepadanya, begitu pula kejahatan yang telah dikerjakannya. Dia ingin andaikan antara dia dan hari itu ada masa yang jauh”. Ketiga, umat yang berdosa dan Tuhan Yang Maha

Pengampun. (Zubdatul Waizhin)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan, sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al Anbiya : 34-35) Tafsir

 

(.  ) Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang pun sebelum kamu (Muhammad). Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. Ayat ini turun ketika orang-orang kafir mengatakan : 

 

Artinya : “Kami menunggu-nunggu kecelakaan menimpamu”.

 

Huruf fa (.    ) adalah untuk mengkaitkan syarat dengan kalimat sebelumnya. Dan hamzah (. ) berarti bantahan Allah, setelah dikemukakan-Nya pernyataan sebelumnya itu.

 

(.     ) Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, akan merasakan kepedihan dari berpisahnya jiwa dengan tubuh. Hal mana merupakan bukti terhadap apa yang mereka ingkari.

 

(.     ) Kami akan menguji kamu. Akan memperlakukan kamu dengan sikap sebagai penguji.

 

(.    ) dengan keburukan dan kebaikan, dengan bencana-bencana dan kenikmatan-kenikmatan.

 

(.    ) sebagai cobaan, ujian. Ini masdar dari kata yang berbeda.

 

(.    ) Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. Lalu Kami memberi balasan sesuai dengan apa yang didapati darimu, berupa sabar atau syukur. Di sini terkandung suatu isyarat, bahwa tujuan dari hidup ini adalah untuk diuji dan dihadapkan kepada pahala dan hukuman, sebagai pemantapan dari pernyataan sebelumnya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abubakar Assiddig ra., katanya : “Salawat atas Nabi itu lebih mampu menghapuskan dosa-dosa daripada air dingin terhadap api. Dan ucapan salam kepada Beliau itu lebih utama daripada memerdekakan hamba sahaya”. (Syifaun Syarif)

 

Konon, malaikat maut itu ditemani oleh tujuh puluh malaikat rahmat dan tujuh puluh malaikat azab. Jika dia telah mencabut nyawa Seorang mukmin, maka dia menyerahkannya kepada malaikat rahmat. Kemudian para malaikat rahrnat itu memberi kabar gembira kepadanya tentang surga dan pahala, lalu mereka bawa ia naik ke langit, tempat yang tertinggi. Dan apabila dia telah mencabut nyawa seorang kafir, maka dia menyerahkannya kepada malaikat azab, kemudian mereka mengembalikannya ke Sijjin, tempat yang serendah-rendahnya. (Mathaali’ul Anwar)

 

Dari Nabi saw., bahwa Belia bersabda :

 

Artinya : “Seandainya pedihnya sehelai rambut dari kepedihan mayit itu diletakkan pada langit dan bumi, niscaya matilah semua penghuninya dengan izin Allah Taala. Karena pada setiap rambut terdapat maut. Dan tidaklah maut itu menimpa sesuatu, melainkan ja akan mati beserta seluruh anggota-anggotanya”.

 

Konon, bahwa malaikat maut itu mempunyai empat wajah. Yang pertama di kepalanya. Yang kedua, di hadapannya. Yang ketiga, di belakang punggungnya. Yang keempat di bawah telapak kakinya. Dia mencabut nyawa para nabi dan para malaikat dari wajah yang ada di kepalanya, mencabut nyawa orang-orang mukmin dari wajah yang ada di hadapannya, mencabut nyawa orang-orang kafir dari wajah yang ada di belakang punggungnya, dan mencabut nyawa jin dari wajah yang ada di bawah telapak kakinya. Salah satu dari kedua kaki malaikat maut itu berada di jembatan Jahannam, sedang yang satunya lagi ada di singgasana surga. Saking besarnya malaikat maut itu, maka seandainya seluruh air laut dan sungai-sungai dicurahkan ke atas kepalanya, niscaya tidak akan ada satu tetes pun yang jatuh ke bumi. (Mathaali’ul Anwar)

 

Diriwayatkan, bahwa Nabi Isa as. dahulu bisa menghidupkan orang-orang yang sudah mati dengan izin Allah Tala. Maka berkatalah sebagian orang kafir kepadanya : “Sesungguhnya kamu menghidupkan orang mati kalau kematiannya itu masih baru terjadi. dan boleh jadi ia belum mati. Karenanya, hidupkanlah di hadapan kami orang yang telah mati pada zaman dahulu”.

 

“Pilihlah sesuka kalian”, tantang Nabi Isa as.

 

Mereka berkata : “Hidupkanlah di hadapan kami Sam bin Nuh”.

 

Maka pergilah Nabi Isa ke kuburan Sam. Kemudian Beliau salat dua rakaat di sana, lalu berdoa kepada Allah. Seketika itu juga, Sam pun hidup kembali. Tetapi ternyata rambut kepala dan janggutnya telah memutih semua. Maka Nabi Isa bertanya : “Hai Sam, kenapa sampai ada uban seperti ini, padahal pada masamu dahulu tidak ada uban?”.

 

Sam menjawab : “Saya mendengar panggilanmu, maka saya kira kiamat telah bangkit, sehingga rambut dan janggutku seketika menjadi putih saking ngerinya”.

 

Nabi Isa bertanya pula : “Sudah sejak berapa tahun Anda menjadi mayit?”.

 

Sam menjawab : “Sudah empat ribu tahun, namun belum juga lenyap dariku rasa sakit dan pedihnya maut itu”. (Durratul Waaizhin).

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda, yang artinya :

 

“Tidak akan keluar nyawa seorang mukmin sebelum dia melihat tempatnya di dalam surga. Dan tidak akan keluar nyawa seorang kafir sebelum dia melihat tempatnya di dalam neraka”.

 

Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, bagaimana seorang mukmin melihat tempatnya di dalam surga, dan seorang kafir melihat tempatnya di dalam neraka”.

 

Rasulullah menjawab : “Sesungguhnya Allah Taala menciptakan Jibril dalam rupa yang paling elok. Dia mempunyai enam ratus sayap. Di antara sayap-sayapnya itu ada dua sayap yang berwarna hijau mirip sayap burung merak. Apabila dia mengembangkan sayapnya maka memenuhi ruang antara langit dan bumi. Pada sayapnya yang kanan terlukis gambar surga dengan segala isinya, seperti : bidadari bermata jeli, mahligai-mahligai, derajat-derajat, pelayan-pelayan, anak-anak dan pemuda-pemuda. Sedangkan pada sayap kirinya terlukis gambar neraka Jahannam dengan segala isinya, seperti : ular-ular, kalajengking-kalajengking, jurang-jurang dan para juru siksa”.

 

Apabila ajal seseorang hamba telah tiba, maka masuklah sekelompok malaikat ke dalam urat-uratnya lalu memeras nyawanya dari kedua telapak kakinya sampai kepada kedua lututnya. Kemudian kelompok pertama tadi keluar dan masuklah kelompok kedua. Mereka memeras nyawa si hamba tersebut mulai dari kedua lututnya sampai ke pusarnya Kelompok kedua kemudian keluar lalu digantikan kelompok ketiga, yang memeras nyawanya dari perut sampai dada. Kemudian kelompok ketiga keluar lalu masuk kelompok keempat. Mereka memeras nyawa si hamba mulai dari dada sampai ke lehernya, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat?”.

 

Pada saat itulah, jika ia adalah seorang mukmin, maka Jibril as. Mengembangkan sayap kanannya, sehingga orang itu bisa melihat tempatnya di surga, lalu merindukannya dan memandanginya tanpa memandang lagi kepada yang lain, baik ayahnya ibunya maupun anak-anaknya, saking rindunya kepada tempat itu. Dan jika ia seorang munafik, maka Jibril mengembangkan sayap kirinya, sehingga orang itu dapat melihat tempatnya di dalam neraka. Lalu dia memandang kepadanya tanpa memandang kepada yang lain, baik ayahnya, ibunya maupun anak-anaknya, saking ngerinya melihat tempat itu. Sungguh beruntung orang yang kuburnya merupakan salah satu taman di antara taman-taman surgawi, dan celakalah orang yang kuburnya merupakan salah satu jurang di antara jurangjurang neraka. (Kanzul Akhbar)

 

Ruh itu ada tiga macam :

Pertama, ruh sulthaniyah.

Kedua, ruh ruhaniyah.

Ketiga, ruh jasmaniyah.

 

Letak ruh sulthaniyah di hati, yakni jantung. Letak ruh ruhaniyah di limpa, yakni dada. Dan letak ruh jasmaniyah di antara daging dan darah, dan di antara tulang dan urat-urat.

 

Kalau ditanya, jika seseorang tidur, apakah ruhnya keluar atau tidak?. Kalau ada yang menjawab, ruhnya keluar, maka dia salah. Dan kalau dia jawab, ruhnya tidak keluar, maka dia juga salah. Jawabnya yang tepat adalah, jika seseorang tidur maka ruh jasmaniyahnya keluar bersama akal dan berjalan antara langit dan bumi. Kalau akal menyertai ruh jasmaniyah tersebut maka dia melihat bermacam-macam pengalaman dalam tidurnya, yang disebut mimpi. Tetapi kalau akal tidak menyertainya, maka dia bermimpi juga, namun tidak dipahaminya. (Tafsir)

 

Jika ditanyakan, apa perbedaan antara ruh (      ) dan rawan (.   ) ?. Maka kami jawab : ruh itu tidak pergi dan tidak datang, sedang rawan pergi dan datang. Apabila ra. wan hilang, maka tidurlah orang, tetapi apabila ruh hilang, maka dia mati.

 

Adapun perumpamaan iman di antara ruh dan jasad adalah laksana matahan di an. tara langit dan bumi. Jika seseorang meninggal dunia maka pergilah laa laaha Illalaah bersama ruhnya, sedang Muhammad Rasulullah tertinggal bersama jasadnya. Dan jika keduanya berkumpul, maka keduanya menjadi iman.

 

(Dikisahkan) bahwa, pada suatu hari Nabi Ilyas as. sedang duduk, tiba-tiba datanglah malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Maka Nabi Ilyas menjadi gelisah dan menangis dengan keras. Lantas malaikat maut bertanya kepadanya : “Mengapa gelisah dan menangis seperti ini, Ya Nabiyallah?. Apakah Tuan merisaukan duma ataukah merisaukan mati?.

 

“Tidak”, jawab Nabi Ilyas, “Tetapi aku merisaukan zikir kepada Allah. Karena akan ada suatu kaum sepeninggalku yang berkumpul seraya berzikir kepada Allah Taala, sedang aku tidak bisa berzikir lagi kepada-Nya”.

 

Maka Allah mewahyukan kepada malaikat maut agar tidak mencabut nyawanya “Karena dia minta hidup untuk mengingat Aku, bukan demi dirinya. Biarkan dia, hai malaikat maut, agar dia hidup dalam mengingat Aku dan bersenang-senang dalam taman: taman munajat-Ku hingga akhir dunia ini”.

 

Dari Utsman ra., bahwasanya apabila dia melewati sebuah kubur, maka dia berhenti lalu menangis sampai basah janggutnya. Lalu dia ditanya : “Wahai amirilmukminin, kenapa ketika Tuan mengingat surga, neraka dan hal-hal yang mengerikan di hari kiamat. Tuan tidak menangis, namun ketika Tuan mengingat kubur, Tuan malah menangis?”.

 

Utsman menjawab : “Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Kubur adalah persinggahan pertama di antara persinggahan-persinggahan akhirat, dan persinggahan terakhir di antara persinggahan-persinggahan dunia. Barangsiapa selamat darinya, maka berikutnya akan lebih mudah. Dan barangsiapa tidak selamat darinya, maka yang berikutnya akan lebih berat.

 

Kemudian Utsman melanjutkan : “Vika aku di neraka, maka aku bersama orang banyak, dan jika aku di hari kiamat, maka aku pun bersama orang banyak. Tetapi, jika aku berada di alam kubur, maka tidak ada seorang pun yang menemaniku. Oleh sebab itulah aku menangis”. (Mizykatul Anwar).

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, dari kakeknya Idris, dia berkata : “Saya dapati di dalam sebuah kitab, bahwa Nabi Isa as. pernah berkata kepada ibunya : “Sesungguhnya negeri ini adalah negeri yang tidak kekal, negeri yang tidak abadi, sedang akhirat adalah negeri yang abadi. Maka, marilah wahai ibunda”.

 

Kemudian kedua anak manusia itu pergi menuju ke gunung Lubnan. Di sana mereka beribadat, berpuasa di siang hari dan melakukan salat di malam hari. Mereka makan dari daun-daun pohon dan minum dari air hujan. Demikianlah mereka bertahan beberapa waktu lamanya.

 

Pada suatu hari, Nabi Isa as. turun dari gunung itu ke dasar lembah untuk memetik dedaunan untuk berbuka mereka berdua. Setelah Nabi Isa pergi, maka datanglah mataikat maut, lalu berkata : “Assalamualaiki, hai Maryam, yang sedang berpuasa dan beribadat”.

 

“Anda siapa?”, tanya Maryam. “Kulitku merinding mendengar suaramu dan akalku terasa terbang melihat kehebatanmu”.

 

Malaikat maut menjawab : “Akulah makhluk yang tidak mengasihi si kecil karena kecilnya, dan tidak memulakan orang besar karena kebesarannya. Akulah si pencabut nyawa”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Engkau datang untuk berkunjung ataukah untuk mencabut nyawa?”

 

“Bersiap-siaplah untuk mati”, tegas malaikat maut.

 

Maryam berkata : “Tidakkah engkau izinkan aku menunggu sejenak hingga pulangnya kekasihku, bola mataku, buah hatiku dan wewangian jantungku?”,

 

Malaikat maut menjawab : “Aku tidak diperintah seperti itu. Aku hanyalah seorang hamba yang dipenntah. Demi Allah, aku tidak bisa mencabut nyawa seekor nyamuk sekalipun. Tuhanku telah memerintahkan kepadaku untuk tidak melangkahkan kaki sampai aku mencabut nyawamu di tempatmu ini”.

 

“Hai malaikat maut”, kata Maryam. “Aku pasrah kepada perintah Allah Taala. Maka laksanakaniah penntah Allah itu”.

 

Maka, malaikat maut pun mendekat kepadanya lalu mencabut nyawanya. Sedangkan Nabi Isa agak terlambat pulang sampai masuk waktu Isyak yang terakhir. Ketika Beliau telah naik kembali ke gunung sambil membawa dedaunan dan sayur mayur. Beliau lihat ibunya sedang tidur di tempat ibadatnya. Beliau mengira bahwa ibunya telah menunaikan ibadat-ibadat fardu. Oleh karena itu, Beliau letakkan bawaannya, lalu menuju tempat salatnya, kemudian salat sampai larut malam.

 

Setelah itu. Beliau memperhatikan lagi ibunya, lalu memanggilnya dengan suara pilu yang muncul dari hati yang khusyuk: “Assalamu alaiki. wahai ibunda. Malam telah larut, Orang-orang yang berpuasa telah berbuka, dan orang-orang yang beribadat telah berhenti, kenapa ibunda tidak bangun-bangun juga untuk benbadat kepada Tuhan Yang Maha Pengasih?”.

 

Namun, Beliau balik berkata : “Tidur itu memang adakalanya nikmat”.

 

Kemudian Beliau pergi menuju ke tempat salatnya, padahal Beliau belum makan apa-apa, hingga lewat dua pertiga malam. Beliau melakukan itu adalah demi baktinya kepada ibundanya, supaya dapat berbuka bersamanya.

 

Nabi Isa masih berdiri ketika dengan suara pilu dan hati yang sedih, Beliau berseru : “Assalamu alaiki, wahai Ibunda”. Kemudian Beliau kembali ke tempat salatnya sampai terbit fajar. Setelah itu ia kembali menemui ibunya, lalu Beliau tempelkan pipinya di pipi ibunya, dan mulutnya pada mulut ibunya sambil memanggilnya dengan disertai tangisan tersedu-sedu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda. Malam telah lewat dan siang segera datang. Sekarang inilah saat menunaikan kewajiban kepada Yang Maha Pengasih”.

 

Maka, menangislah para malaikat langit, dan menangis pula jin-jin di sekelilingnya, Sementara gunung di bawahnya bergetar. Kemudian Allah Taala mewahyukan kepada para malaikat : “Mengapa kalian menangis?”.

 

“Ya Tuhan kami, Engkau lebih mengetahui”, jawab mereka.

 

Lalu Allah Taala mewahyukan : “Memang Aku lebih tahu, dan Akulah Yang Maha Pengasih di antara semua yang pengasih”.

 

Sekonyong-konyong terdengariah suatu seruan memanggil : “Hai Isa, angkatlah kepalamu. Sesungguhnya ibumu telah meninggal dunia. Semoga Allah memperbesar pahalamu”.

 

Nabi Isa as. mengangkat kepalanya sambil menangis, lalu berkata : “Siapakah yang akan menghiburku di dalam kesunyianku. Siapakah yang akan menemani di dalam kesendirianku. Siapakah yang akan menentramkan aku di dalam keterasinganku. Dan siapakah yang akan membantuku dalam ibadatku?”.

 

Maka Allah Taala mowahyukan kopada gunung : “Borilah nasihat kopada ruh (ciptaAn)-Ku atu”,

 

Gunung Itu pun lalu berkata : “Hai Ruh Allah. kenapa Tuan serisau ini. Atau, tuan menginginkan kekasih solaln Allah?”.

 

Kamudian Nabi Isa turun dart gunung monuju ke sebuah perkampungan Bani Israel, Baliau berseru : “Assalamu alaikum, hai Bani Israel”.

 

Mereka beartanya : “Siapakah Tuan, hal hamba Allah, keelokan wajahmu benar-benar telah menerangi rumah-rumah kamu?”.

 

Nabi Isa menjawab : “Aku Ruh Allah. Ibuku telah meninggal dunia di pengasingan Maka, bantulah aku memandikannya, membungkusnya dan menguburkannya”.

 

“Hal Ruh Allah”, kata mereka. “Sosungguhnya gunung ini banyak ularnya, baik yang kecil-kecil maupun yang besar-besar. Dan ia tidak pernah tagi diinjak oleh bapak-bapak maupun kakek-kakek kami sejak tiga ratus tahun yang lalu”.

 

Maka kembalilah Nabi Isa ke gunung. dan ternyata di sana dia mendapati dua orang pemuda yang gagah-gagah. Beliau memberi salam kepada mereka berdua, dan mereka membalas salamnya. Kemudian Nabi Isa berkata kepada keduanya : “Ibuku telah meninggal dunia dalam keadaan terasing di gunung ini. Tolonglah bantu saya menyiapkan jenazahnya”.

 

Salah seorang dari kedua pemuda itu berkata kepada Nabi Isa as. : “Ini Mikail dan aku Jibril. Dan ini minyak pengawet dan kain kafan dari Tuhan-mu. Sesungguhnya bidadari yang bermata jeli sekarang ini telah turun dari surga untuk memandikan ibumu dan mengkafaninya”.

 

Sementara itu Jibril telah membuat kuburnya di puncak gunung, lalu mereka kuburkan Mayam di sana, sesudah mereka menyalatinya dan mengantarkan jenazahnya.

 

Setelah itu, Nabi Isa memohon kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui tempatku dan mendengar perkataanku, dan tidak ada yang tersembunyi bagi-Mu sesuatu pun dari urusanku. Sesungguhnya ibuku meninggal dunia sedang aku tidak menyaksikannya ketika ia wafat. Maka izinkanlah ia berbicara kepadaku”.

 

Allah Taala mewahyukan kepadanya : “Sesungguhnya Aku telah mengizinkan ibumu”.

 

Lalu Nabi Isa mendatangi kuburan ibunya dan berdiri di sana seraya menyerunya dengan suara yang sendu : “Assalamu alaiki, wahai ibunda”.

 

Ibunya menjawab dari balik kubur : “Wahai kekasihku. Wahai bola mataku”.

 

“Wahai ibunda”, katanya pula. “Bagaimana ibu mendapati tempat kembalimu dan tempat pembaringanmu. Dan bagaimana ibu lihat kehadiranmu di hadapan Tuhanmu?”.

 

Ibunya menjawab : “Tempat pembaringanku adalah sebaik-baik tempat pembaringan, dan tempat kembaliku adalah sebaik-baik tempat kembali. Aku datang di hadapan Tuhanku, maka aku dapati Dia rida, tidak murka”.

 

“Wahai ibunda”, kata Nabi Isa pula. “Bagaimana ibu rasakan kepedihan maut?”.

 

Ibunya menjawab : “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar sebagai seorang nabi, kepedihan maut belum lagi lenyap dari kerong-konganku, dan kehebatan malaikat maut belum lagi sirna dari depan mataku. Maka sejahteralah atasmu, wahai kekasihku, sampai hari kiamat”.

 

(Dikisahkan) bahwa ketika Fatimah Azzahra, puteri Nabi saw. wafat, jenazahnya dibawa oleh empat orang : suaminya sendiri, Ali, kedua putranya Alhasan dan Alhusien, serta Abu Dzar Al Ghiffari, semoga Allah meridhai mereka semua. Setelah jenazah itu mereka letakkan di pinggir kuburan, maka bordiritah Abu Dzar seraya berkata : “Hai kubur, tahukah engkau, siapa yang kami bawa kepadamu ini?. Dia adalah Fatimah Azzahra, puten Rasulullah saw., dan isten Almurtadha, serta ibunda dari Alhasan dan Alhusein”.

 

Lantas terdengar oleh mereka suatu seruan dari dalam kubur mengatakan : “Aku bukanlah tempat keturanan dan nasab. Aku tak lain adalah tempat amal saleh. Maka takkan selamat danku selain orang yang banyak kebaikannya, selamat hatinya, dan tulus amalnya”. (Demikianlah tersebut di dalam kitab Misykatul Anwar)

 

Al Faqih Abul Laits Assamarqandi berkata : “Barangsiapa yang ingin selamat dani azab kubur, maka hendaklah ia membiasakan empat perkara dan menjauhi empat perkara. Adapun yang wajib dia lazimkan adalah : memelihara salat, sedekah. membaca Alquran dan banyak bertasbih. Karena semuanya itu dapat memerangi dan melapangkan kubur. Sedangkan yang wajib dia jauhi adalah : berdusta, berkhianat, mengadu domba dan kencing sambil berdiri. Nabi saw. telah bersabda :

 

Artinya : “Bersihkanlah dirimu dari kencing, karena kebanyakan siksa kubur itu disebabkan olehnya”. (Misykatul Anwar)

 

Sebagian ulama mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh, bukan jasad. Tetapi sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa azab kubur itu menimpa jasad, bukan ruh. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, azab kubur itu menimpa ruh dan jasad.

 

Kalau dikatakan, tidak mungkin dilakukan penyiksaan terhadap jasad karena ia sudah tidak bernyawa, sehingga tidak bisa disiksa. Maka saya jawab, bahwa Allah kuasa menciptakan pada jasad itu semacam kehidupan sekedar memungkinkan adanya rasa sakit dan nikmat, tanpa mengembalikan ruh kepadanya, supaya tidak perlu adanya pencabutan baru.

 

Sementara itu, sebagian ulama mengatakan, ruh dikembalikan ke dalam jasad sebagaimana ketika di dunia, lalu didudukkan dan ditanya. Dan ada pula yang mengatakan bahwa, pertanyaan itu ditujukan kepada ruh, bukan kepada jasad. Dan yang lain mengatakan, ruh masuk ke dalam jasad sampai di dada. Dan yang lain lagi mengatakan. ruh itu berada di antara jasad dan kain kafannya. Dan untuk masing-masing pendapat itu memang ada atsar-atsar yang diriwayatkan orang. Tetapi yang benar menurut ahli ilmu, hendaklah orang mengakui adanya azab kubur dan nikmatnya, dan tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana caranya. (Dari syarah Al Aqaid secara ringkas)

 

Abubakar ra. pernah ditanya tentang ruh-ruh ketika keluar dari tubuh. Kemanakah perginya?. Maka dia menjawab : “Berada di tujuh tempat. Adapun arwah para nabi dan rasul, tempatnya adalah di surga Aden. Arwah para ulama di surga Firdaus. Arwah orangorang yang berbahagia tempatnya di surga Illiyin. Arwah para syuhada tempatnya bebas, mereka terbang laksana burung di dalam surga, ke mana saja yang mereka kehendaki. Arwah orang-orang mukmin yang berdosa tergantung di angkasa, tidak di bumi dan tidak pula di langit sampai hari kiamat. Arwah anak-anak kaum mukminin berada di gunung yang terbuat dari misik. Sedangkan arwah orang-orang kafir berada di Sijjin, mereka disiksa dengan tubuh mereka sampai hari kiamat. Allah Taala berfirman di dalam kitab-Nya yang mulia :

 

Artinya : “Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya ketentuan orang-orang durhaka benar-benar ada di Sijjin”.

 

Namun Allah jualah yang lebih tahu keadaan yang sebenarnya, dan bagi-Nya pujian dalam setiap ucapan, selain kekafiran dan kesesatan.

 

Maka hendaklah anda mematuhi segala perintah, dan Allah Mahasuci dari tandingan dan saingan. “Janganlah Engkau menghukum kami lantaran dosa kami, oh Tuhan Yang Memiliki Kemuliaan dan Keagungan.

 

Dan konon, apabila seluruh makhluk telah dibangkitkan dari dalam kuburnya, maka mereka tegak berhenti di tempat mereka dibangkitkan itu selama empat puluh tahun, tanpa makan, tanpa minum, tanpa duduk, dan tanpa bicara. Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, dengan apakah Baginda mengetahui umatmu pada hari pembalasan nanti?”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya umatku nanti pada hari kiamat akan berwarna putih cemerlang dikarenakan oleh bekas-bekas wudu”.

 

Sedangkan menurut salah satu khabar :

 

“Apabila terjadi hari kiamat, maka Allah membangkitkan seluruh makhluk dari kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur mereka masing-masing. Lalu datanglah para malaikat ke kubur kaum mukminin, kemudian diusapnya kepala mereka dari debu, dan dikibaskannya debu dari mereka, selain bagian tempat wudu mereka. Tempat-tempat itu diusap juga oleh malaikat, namun debu itu tidak mau hilang darinya.

 

Lantas terdengarlah seruan : “Hai malaikat-Ku, itu bukanlah debu dari kubur mereka, tetapi debu dari tempat-tempat ibadat mereka. Biarkanlah apa yang ada pada mereka itu sampai mereka menyeberangi shirat dan masuk ke dalam surga. Dengan demikian setiap orang akan tahu, bahwa mereka adalah pelayan-pelayan-Ku dan hamba-hamba-Ku”.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda yang artinya : “Apabila hari kiamat telah terjadi, dan orang-orang yang ada di dalam kubur telah dibangkitkan kembali, maka Allah Taala mewahyukan kepada malaikat Ridhwan : “Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan orang-orang yang berpuasa dari kubur mereka dalam keadaan lapar dan dahaga. Maka sambutliah mereka dengan kesenangankesenangan mereka di dalam surga”. Lantas berserulah Ridhwan : “Wahai para Ghilman (anak-anak muda), Wahai para Wildan (bocah-bocah), kemarilah!”.

 

Maka berdatanganlah anak-anak muda dan bocah-bocah itu sambil membawa mangkuk-mangkuk dari cahaya lalu berkumpul di hadapan Ridhwan, yang jumlah mereka lebih banyak dari bilangan debu, tetes-tetes hujan, bintang-bintang di langit dan daundaun di pohon, dengan membawa buah-buahan yang banyak, makanan-makanan yang lezat dan minuman-minuman yang nikmat. Mereka menyambut dan mengelu-elukan orang-orang yang berpuasa itu dengan cara demikian. Dan kepada orang-orang itu dikatakan :

 

Artinya : “Makanlah dan minumlah dengan sedap, disebabkan oleh amal-amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang lalu”.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang dijabat tangan oleh para malaikat ketika mereka keluar dari kubur mereka : orang yang mati syahid, orang yang melakukan salat malam di bulan Ramadan, dan orang yang berpuasa di hari Arafah”.

 

Dari A’isyah ra., katanya : “Rasulullah saw. berkata kepada saya : “Hai Aisyah, seSungguhnya di dalam surga ada mahligai-mahligai yang terbuat dari mutiara, yaqut, zabarjad, emas dan perak”. Saya bertanya : “Ya Rasulullah, untuk siapakah itu?”. Beliau menjawab : “Untuk orang yang berpuasa pada hari Arafah. Hai Aisyah, sesungguhnya hari yang paling disukai Allah adalah hari Jumat dan hari Arafah, karena di dalam keduanya itu terkandung rahmat. Dan sesungguhnya hari yang paling dibenci Iblis adalah hari Jumat dan hari Arafah. Hai Aisyah, barangsiapa berpuasa pada hari Arafah, Allah akan membukakan baginya tiga puluh pintu kebaikan dan menutup terhadapnya tiga puluh pintu kejahatan. Apabila dia berbuka dan meminum air, maka seluruh urat di dalam tubuhnya memohonkan ampunan buatnya seraya berkata : “Ya Allah, kasihilah dia”. Sampai terbit fajar”.

 

Sedang menurut khabar lain :

 

“Orang-orang yang berpuasa akan keluar dari kubur mereka, sedang mereka bisa dikenali dari harum semerbaknya puasa mereka. Mereka disambut dengan hidanganhidangan dan kendi-kendi, seraya dikatakan kepada mereka : “Makanlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa lapar ketika orang-orang lain kenyang: dan minumlah, sesungguhnya kamu telah menanggung rasa haus ketika orang-orang lain minum, dan beristirahatlah”, Maka mereka pun makan, minum dan beristirahat, sementara orangorang lain masih dihisab”.

 

Dan telah diriwayatkan pula di dalam sebuah khabar : “Ada sepuluh golongan manusia yang tidak rusak tubuhnya : nabi, orang yang berperang di jalan Allah, orang alim, orang yang mati syahid, orang yang yang hafal Alquran, juru azan, wanita yang meninggal dunia dalam keadaan nifas, orang yang terbunuh secara aniaya, dan orang yang mati pada siang atau malam Jumat”.

 

Dan disebutkan juga di dalam khabar, dari Nabi saw. : “Manusia akan dihimpun pada hari kiamat seperti keadaan mereka ketika baru dilahirkan oleh ibunya, tidak beralas kaki dan tanpa busana”.

 

“Laki-laki dan perempuan?”, tanya Aisyah.

 

“Ya”, Jawab Beliau.

 

“Oh malunya”, kata Aisyah. “Sebagian mereka melihat kepada sebagian yang lain”.

 

Lalu Nabi menepukkan tangannya pada pundak istrinya itu seraya berkata : “Hai puteri dari putera Abu Qahafah, manusia pada waktu itu terlalu sibuk untuk saling melihat, sedang mata mereka menatap ke langit. Mereka berdiri selama empat puluh tahun tanpa makan dan tanpa minum. Di antara mereka ada yang keringatnya mencapai kedua teiapak kakinya, dan ada pula di antaranya yang mencapai betisnya, ada yang mencapai perutnya, dan ada pula yang mencapai dadanya. Dan keringat itu terjadi karena lamanya mereka berdiri”.

 

Aisyah melanjutkan : Saya bertanya : “Ya Rasulullah, adakah orang yang dikumpulkan pada hari kiamat dalam keadaan berpakaian?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Ada, yaitu para nabi dan keluarga mereka, dan juga orang-orang yang berpuasa pada bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadan dengan setia. Dan semua orang pada hari itu akan mengalami kelaparan kecuali para nabi dan keluarga mereka, serta orang yang berpuasa di bulan Rajab dan Sya’ban. Maka mereka akan kenyang, tidak mengalami lapar atau haus. Seluruh manusia digiring ke Mahsyar (tempat berkumpul) di Baitul Maqdis, di suatu tempat yang disebut Sahirah, sebagaimana firman Allah Taala yang berbunyi :

 

Artinya : “Sesungguhnya pengembalian itu hanya dengan satu kali tiupan saja, maka dengan serta-merta mereka berada di Sahirah”.

 

Dan konon, bahwa makhluk-makhluk yang berada di padang kiamat itu terbagi menjadi 120 barisan. Panjang tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 40.000 tahun, sedang lebar tiap-tiap barisan sejauh perjalanan 20.000 tahun.

 

pan Konon pula, di antara makhluk-makhluk itu, kaum mukminin ada tiga barisan, seang selebihnya adalah orang-orang kafir. Tetapi ada juga riwayat yang menvebut bahwa, Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya umatku terdiri dari 120 barisan”. Dan agaknya inilah yang lebih sahih. Adapun sifat orang-orang mukmin itu adalah bahwa mereka berwajah putih dan bersinar cemerlang, sedangkan sifat orang-orang kafir itu adalah bahwa, mereka berwajah hitam legam, digabungkan dengan setan-setan”. (Daqaiqul Akhbar)

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu. Sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu merupakan suatu kejadian yang besar. Pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya, dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya. Dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka tidaklah mabuk, tetapi karena azab Allah itu sangat keras”. (QS. Al Hajj : 1-2)

 

Tafsir :

 

(.          ) Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya keguncangan hari kiamat. Yakni getarannya terhadap segala sesuatu, ber iasarkan isnad majazi. Ada yang mengatakan bahwa, keguncangan itu ialah keguncangan yang terjadi sebelum matahari terbit dari arah barat. Adapun sebab di-mudhaf-kannya kata zalzalah (.   ) kepada kata Assa’ah (.  ) adalah karena keguncangan ( ) itu termasuk tanda-tanda kedatangan Assa’ah (kiamat).

 

(.          ) adalah suatu kejadian yang maha besar, atau dahsyat.

 

Allah Taala memerintahkan manusia supaya bertakwa kepada-Nya dengan menjadikan kedahsyatan hari kiamat sebagai pertakut, agar mereka dapat membayangkannya dengan akal mereka dan menyadari bahwa, tidak ada yang dapat menyelamatkan mereka dari kedahsyatan hari kiamat itu kecuali mereka harus mengenakan perisai dengan perisai takwa. Dengan kata lain, mereka harus memantapkan jiwa dan memperkuatnya dengan senantiasa bertakwa.

 

(.    ) pada hari kamu melihat keguncangan itu, semua wanita yang menyusui lalai terhadap bayi yang disusuinya. Ini merupakan gambaran tentang kedahsyatan kiamat itu. Sedang dhamir ha (.   ) pada kata tarounahaa (.     ) kembali kepada kata zalzalah (.   ). Dan kemudian kata yauma (.    ) di-mansub-kan oleh kata tadzhalu (.   ).

 

(.    ) dan setiap wanita yang sedang hamil menggugurkan kandungannya, yakni janinnya.

 

(.    ) dan kamu melihat manusia semuanya mabuk, yakni seolah-olah mereka mabuk.

 

(.     ) padahal mereka tidaklah mabuk, yang sebenarnya.

 

(.   ) tetapi karena azab Allah itu sangat keras, sehingga merasa terhempas oleh kedahsyatannya sampai terbanglah akal mereka dan Ihlarngiah pr.rar mereka. (Qadhi Baidhawi).

 

Dari sahabat Jabir ra., dari Nabi saw., Beliau bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah suatu kaum duduk di suatu majelis, kemudian mereka bubar tanpa membaca salawat untukku, melainkan mereka bubar dalam keadaan berbau busuk yang lebih busuk daripada bau bangkai”. Dan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa melupakan salawat kepadaku berarti dia telah melupakan jalan ke surga”. (Syifaun Syarif) Dari Ali bin Abi Thalib Karramallaahu wajhah, dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda:

 

Artinya : “Akan datang pada manusia suatu masa di mana Islam hanya tinggal namanya belaka, agama hanya tinggal bekasnya saja, Alquran hanya tinggal pelajarannya saja. Mereka meramaikan Masjid-masjid, sedang masjid-masjid itu kosong dani zikir kepada Allah. Orang yang paling buruk di masa itu adalah ularna. Dari para ulama itulah keluarnya fitnah dan kepada mereka pula kembalinya. Ini semua adalah tanda-tanda kamat (Zubdatul Waizhin)

 

Dari sahabat Hudzaifah bin Usaid Al Ghiffari ra., ia berkata : “Nabi saw. mendatangi kami, sedang kami tengah bercakap-cakap. Lalu Beliau bertanya : “Apa yang sedang kalian bicarakan?”.

 

“Kami sedang membicarakan tentang kiamat”, jawab kami.

 

Beliau mengomentari :

 

“Sesungguhnya kiamat itu tidak akan terjadi sebelum kamu melihat sepuluh tanda”. Kemudian Beliau menyebutkannya : “Asap, Dajjal. binatang bumi yang melata, terbitnya matahari dari arah barat, turunnya Nabi Isa as., Yakjuj dan Makjuj, tiga gerhana : gerhana di timur, gerhana di barat dan gerhana di jazirah Arab. Dan yang terakhir dari semuanya itu adalah api yang keluar dari negeri Yaman, yang akan menghalau manusia ke tempat penghimpunan mereka”. (Zubdah)

 

Dajjal merupakan bencana terbesar, tidak ada bencana yang serupa dengannya dari sejak zaman Nabi Adam as. dahulu hingga hari kiamat. Oleh karena dia mendapatkan istidraj, maka dia dapat melakukan hal-hal yang luar biasa yang tidak terhitung banyaknya. Dia mengaku sebagai tuhan. Salah satu matanya buta, dan tertulis di antara kedua matanya “ini kafir”. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Asap memenuhi ruang antara timur dan barat, dan tetap ada selama empat puluh hari. Keadaan orang mukmin seperti orang yang terkena penyakit selesma, sedangkan orang kafir seperti orang mabuk, sementara asap keluar dari hidung, telinga dan dubur mereka. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Binatang bumi yang melata akan muncul di kota Mekah, tepatnya di bukit Safa, bisa berbicara dengan lidah yang fasih, dan akan memenuhi permukaan bumi dengan keadilan. Dia membawa tongkat Nabi Musa as. dan cincin Nabi Sulaiman as. Apabila dia memukulkan tongkatnya pada dahi seorang mukmin, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang mukmin”. Dan apabila dia mencapkan cincinnya pada dahi seorang kafir, maka akan tertulis kalimat “Ini seorang kafir. (Syarah Barkawi oleh Al Qanwi)

 

Turunnya Nabi Isa as. adalah di negeri Damaskus (Syiria), tempatnya di Menara Putih. Beliau akan membunuh Dajjal, yang sekiranya Beliau tidak membunuhnya pun, niscaya Dajjal akan meleleh seperti garam. Kemudian Nabi Isa melaksanakan syariat Nabi Muhammad saw. (Syarah Barkawai)

 

Keluarnya Yakjuj dan Makjuj, terpecah menjadi dua golongan : yang satu golongan bertubuh kecil sekali, sedang golongan lainnya bertubuh besar sekali. Sekarang mereka berada di balik tembok yang dibangun oleh Iskandar Zulkarnain. Apabila tiba saatnya nanti, mereka akan keluar berduyun-duyun laksana air bah. Jumlahnya tiada terhitung dan tidak bisa diperkirakan, saking banyaknya sampai-sampai tidak tersisa setetes air pun di danau Thabariyah karena habis di minum mereka. (Syarah Barkawi)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hari kiamat itu mempunyai tanda-tanda, yaitu : akan tampak sepinya pasar, yakni kurang laku atau tidak laris: sedikitnya hujan dan tumbuh-tumbuhan : tersebarnya gosip, riba (bunga bank) dimakan, lahirnya anak-anak zina: banyaknya kaum kapitalis: kerasnya suara orang-orang fasik di Masjid-masjid: dan menangnya orang yang mungkar atas orang-orang yang benar”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., bahwa ia berkata : “Nabi saw. bersabda:

 

Artinya : “Apabila harta fa’i sudah dianggap sebagai kemenangan, amanat sebagai keuntungan, zakat sebagai kerugian, belajar bertujuan selain agama. Laki-laki mematuhi istrinya, durhaka kepada ibunya, dekat dengan kawannya namun jauh dari ayahnya, Suara-suara di Masjid terdengar nyaring, yang menjadi kepala suku ialah orang yang fasik di kalangan mereka, laki-laki dihormati karena kuatir akan kejahatannya, bukan dihormati karena sesuatu yang ada pada Allah (yakni karena takut akan azab Allah), itu semua adalah tanda-tanda kiamat. (Mau’izhah)

 

Dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

“Setelah Allah menciptakan langit dan bumi, maka Dia menciptakan pula sangkakala. Sangkakala itu mempunyai sebelas lubang, dan diberikan Allah kepada Israfil as., sedang dia meletakkannya di mulutnya, matanya menatap ke Arsy, menunggu kapan dia diperintah (untuk meniupnya)”.

 

Abu Hurairah bertanya : “Apakah sangkakala itu, Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Sangkakala itu seperti sebuah tanduk besar yang terbuat dari cahaya. Demi Tuhan yang telah mengutus aku dengan sebenarnya sebagai seorang nabi, besar tiap-tiap lubang pada sangkakala itu adalah seluas langit dan bumi. Dan sangkakala itu ditiup sebanyak tiga kali tiupan : tiupan yang mengejutkan, tiupan yang mematikan, dan tiupan yang membangkitkan.

 

Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk melakukan tiupan yang pertama, lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka terkejutlah karenanya semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya : l

 

Artinya : “Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah (karenanya) segala yang (ada) di langit dan segala yang (ada) di bumi”.

 

Maksudnya, setiap makhluk di langit dan di bumi meminta tolong karena takut, sampai-sampai (semua wanita yang menyusui menjadi lalai terhadap bayi yang disusuinya dan setiap wanita yang sedang hamil menjadi keguguran kandungannya… ), dan anakanak menjadi beruban. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama waktu yang dikehendaki Allah Taala.

 

Kemudian Allah Taala memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk meniup tiupan yang mematikan. Lalu Israfil pun meniup sangkakala tersebut. Maka matilah semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, sebagaimana dijelaskan Allah Taala dalam firman-Nya:

 

Artinya : “Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan siapa yang di bumi, kecuali siapa-siapa yang dikehendaki Allah”.

 

Yakni, Jibril, Mikail, Israfil, malaikat maut dan para malaikat pemanggul Arsy.

 

Kemudian Ailah Taala memerintahkan kepada malaikat maut agar mencabut nyawa mereka. Maka malaikat maut pun mencabut nyawa mereka semua, dan kini tinggallah dia sendiri yang belum mati. Lalu Allah Taala berfirman « “Hai malaikat maut, siapa yang masih hidup di antara makhluk-makhluk-Ku?”, Malaikat maut menjawab : “Ya Tuhanku, tinggal hamba-Mu yang lemah ini, malaikat maut”. .

 

Allah Taala berfirman : “Hai malaikat maut, tidakkah kau mendengar firman-Ku, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”. Cabutlah nyawamu sendiri!”.

 

Maka malaikat maut mendatangi sebuah tempat antara surga dan neraka, lalu dia mencabut sendiri nyawanya. Maka menjeritlah ia dengan suara yang keras, yang seandainya seluruh makhluk masih hidup, niscaya mereka semua akan mati akibat mendengar jeritannya tersebut. Dia berkata : Seandainya aku tahu kedahsyatan dan kepedihan maut itu begini, tentu aku tidak akan mencabut nyawa orang-orang mukmin kecuali dengan cara yang lemah lembut”.

 

Setelah itu, dia pun mati.

 

Maka tidak ada lagi satu makhluk pun yang masih hidup. Dan kini tinggallah bumi kosong tanpa penghuni selama empat puluh tahun. Lalu Allah Taala berfirman : “Hal dunia yang rendah, mana raja-raja?. Mana pangeran-pangeran?. Mana orang-orang yang sombong?. Mana orang-orang yang makan rezeki-Ku tetapi menyembah kepada selain aku?. Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?”.

 

Namun, tidak ada seorang pun yang menjawabnya, sehingga Allah menjawab sendiri dengan firman-Nya : “Kepunyaan Allah Yang Mahaesa lagi Maha Mengalahkan”.

 

Kemudian Allah Taala mengirimkan angin kering yang pernah dikirim-Nya dahulu kepada kaum Ad, sebesar benang yang keluar dari lubang jarum. Maka angin itu tidak membiarkan di Muka bumi, sebuah gunung maupun bukit, melainkan dihancurkannya dan dijadikannya ibarat kulit yang disamak. Hal ini digambarkan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Tidak ada sedikitpun engkau lihat padanya tempat-tempat yang rendah dan yang tinggi”.

 

Setelah itu, Allah Taala menyuruh langit supaya menurunkan hujan. Maka langit pun menurunkan hujan seperti mani laki-laki selama empat puluh hari, sehingga air itu menggenangi segala sesuatu setinggi 12 hasta. Lalu tumbuhlah semua makhluk seperti tumbuhnya sayur-sayuran, sampai sempurna bentuk tubuh mereka seperti sediakala

 

Kemudian Allah Taala menghidupkan kembali para malaikat pemanggul Arsy, setelah itu Allah menghidupkan pula malaikat Israfil, Mikail, Izrail dan Jibril as. Maka mereka hidup dengan izin Allah. Selanjutnya, Allah menyuruh malaikat Ridhwan agar menyerahkan kepada mereka Burag. Mahkota, pakaian kehormatan, mantel kebesaran, sarung keperkasaan dan bendera. Lalu mereka berhenti di antara langit dan bumi, dan Jibril berkata : “Hai bumi, di mana kubur Muhammad?”.

 

Bumi menjawab : “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran. Allah telah mengirim kepadaku angin yang sangat kencang, lalu Dia jadikan aku hancur luluh. Karenanya, aku tidak tahu di mana kubur Beliau”.

 

Kemudian diangkatlah dari kuburan Nabi Muhammad saw. sebuah tiang dari cahaya Nabi Muhammad. Lantas para malaikat itu pergi ke sana. Sesampainya di tempat itu, mereka berdiri, sedang Jibril manangis terisak-isak. Para malaikat lainnya bertanya : “Mengapa engkau menangis?”.

 

Jibril menjawab : “Bagaimana saya tidak menangis, sebab nanti Muhammad akan bangkit lalu menanyaiku tentang umatnya, sedang aku tidak tahu di mana umatnya”.

 

Tiba-tiba bergetarlah kuburan Nabi Muhammad saw. lalu terbelahlah bumi dan bangkitiah Beliau. Beliau menepiskan debu dari kepalanya, lalu melihat ke kanan dan ke kiri,

 

namun Beliau tidak melihat adanya keramaian sedikit pun. Beliau hanya melihat Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail, maka Beliau bertanya : “Hai Jibrit, hari apakah ini?”.

 

Jibrit menjawab : “Inilah hari duka cita dan penyesalan. Dan inilah hari kiamat dan hari engkau memberi syafaat”.

 

“Hai Jibril”, kata Nabi. “Di mana umatku, barangkali engkau telah meninggalkan mereka di bibir neraka Jahannam, lalu engkau datang untuk memberitahukan kepadaku tentang keadaan mereka”.

 

Jibril menjawab : “Semoga Allah melindungi aku dari berbuat demikian. Demi Allah yang telah mengutusmu benar-benar sebagai seorang nabi. Bumi tidak terbelah untuk Seorang pun sebelummu”.

 

Kemudian Jibril memasangkan mahkota ke atas kepala Nabi, lalu Beliau mengenakan pakaian-pakaian surga dan menunggangi Burag.

 

“Hai, saudaraku Jibril”, kata Nabi. “Di mana sahabat-sahabatku Abubakar, Umar, Utsman dan Ali?”.

 

Maka tiba-tiba orang-orang yang ditanyakan itu bangkit atas izin Allah Taala. Kemu. dian datanglah malaikat membawakan pakaian-pakaian dan Burag-Burag untuk mereka. Mereka pun mengenakan pakaian itu lalu menunggangi Burag masing-masing. Setelah itu, mereka berdiri di sisi Nabi saw.. Kemudian Nabi menyungkur sujud sambil menangis, seraya berkata : “Umatku… umatku!”.

 

Lalu datanglah dari hadirat Allah suatu seruan kepada Israfil : “Tiuplah sangkakala!” Maka, keluarlah ruh-ruh laksana lebah, memenuhi ruang antara langit dan bumi, kemu. dian masuk ke dalam jasadnya masing-masing. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah Taala dalam firman-Nya:

 

 Artinya : “Kemudian ditiuplah sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing)”.

 

Kemudian makhluk-makhluk itu, yakni jin dan manusia, selain malaikat, dibangkitkan menuju padang Mahsyar”. (Zubdatul Waaizin)

 

Dari sahabat Muaz bin Jabal ra., bahwa dia berkata : “Saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya mengenai firman Allah Taala :

 

Artinya : “Hari ditiupnya sangkakala, lalu kamu pun datang berkelompok-kelompok”.

 

Maka, menangislah Beliau sampai pakaiannya basah oleh air matanya. Kemudian Beliau berkata : “Hai Muaz, engkau telah bertanya kepadaku tentang sesuatu perkara yang sangat besar. Umatku dikumpulkan dalam 12 golongan :

 

Golongan pertama, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam bentuk tanpa memiliki tangan dan kaki. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka itu ialah orang-orang yang suka menyakiti hati tetangganya. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman (berkaitan dengan hak-hak tetangga itu) :

 

Artinya : “…tetangga-tetangga yang dekat dan tetangga-tetangga yang jauh … dst.”

 

Golongan kedua, mereka yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam rupa seperti babi. Lalu terdengarlah seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Mereka ini lalah orang-orang yang suka meremehkan salat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka meremehkan salat itu) :

 

Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya”.

 

Golongan ketiga, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kebur-kubur mereka, se dang perut mereka laksana gunung, yang penuh dengan ular-ular dan kalajengking-kalajengking sebesar bighal. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat. Maka inilah balasan mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman (berkaitan dengan orang-orang tidak mau berzakat itu) :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak…”

 

Golongan keempat, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan keluar darah dari mulut-mulut mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah orang-orang yang berdusta dalam jual-beli. Maka inilah balasan untuk mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah taala telah berfirman (berkaitan dengan orang yang suka berdusta) :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…”

 

Golongan kelima, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah membengkak, dan bau mereka lebih busuk daripada bangkai di tengah orang banyak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Yang Maha Pengasih : “Inilah mereka yang melakukan kemak-siatan secara sembunyi-sembunyi karena takut kepada manusia tetapi tidak takut kepada Allah, kemudian ia mati. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Ailah Taala telah berfirman :

 

Artinya : Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak bersembunyi dari Allah … dst.”

 

Golongan keenam, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan telah terpotong leher dan tengkuk mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Aliah Taala : “Inilah orang-orang yang suka memberi kesaksian palsu. Maka inilah balasan buat mereka sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberi kesaksian palsu… dst.”.

 

Golongan ketujuh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan tidak mempunyai lidah, sedang dari mulut mereka mengalir darah dan nanah. Lalu terdengariah seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang tidak sudi memberikan kesaksian. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, Dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya”.

 

Golongan kedelapan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan menundukkan kepala, sedang kedua kaki mereka diangkatkan ke atas kepada mereka. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu pernah melacur, kemudian mati sebelum sempat bertobat. Maka inilah balasan buat mereka, sedang tempat kembali mereka adalah neraka. Karena Allah Taala berfirman ! 

 

Artinya : “Dan janganlah kamu mendekati zina. (Karena) sesungguhnya zina itu merupakan suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.

 

Golongan kesembilan, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan berwajah hitam legam, bermata biru, sedang perut mereka penuh api. Lalu terdengar seruan dari hadirat Ailah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu memakan harta anak yatim secara zalim. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka menelan api sepenuh perutnya, dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”.

 

Golongan kesepuluh, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan penuh kusta dan sopak. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah berbuat durhaka kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.

 

Golongan kesebelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur-kubur mereka dalam keadaan buta hati dan mata, sedangkan gigi-gigi mereka laksana tanduk sapi, bibir mereka menjulur sampai ke dada, lidah mereka menjulur sampai ke perut dan paha, dan dari perut mereka keluar kotoran. Lalu terdengar seruan dari hadirat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang dahulu suka meminum minuman keras. Karena Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Sesungguhnya (meminum) arak, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan, maka jauhilah perbuatan keji itu”.

 

Golongan keduabelas, ialah orang-orang yang dikumpulkan dari kubur mereka dalam keadaan berwajah bak rembulan di malam purnama. Mereka meniti di atas shirat (jembatan yang membentang di atas neraka) laksana kilat yang menyambar. Lalu terdengar seruan dari hadrat Allah Taala : “Inilah orang-orang yang telah melakukan amal-amal saieh dan kebajikan-kebajikan, serta menghindari kemaksiatan-kemaksiatan dan memelihara salat lima waktu, sedang mereka mati dalam keadaan bertobat. Maka, pahala mereka adalah surga, ampunan, rahmat dan keridaan Allah. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Janganlah kamu takut dan jangan pula bersedih hati… dst”. (Tanbihul Ghafilin)

 

 

 

Allah SWT. berfirman : ,

 

Artinya : “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih, yang berjalan di atas bumi dengan merendahkan diri, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. (QS. Al-Furqan: 63).

 

Tafsir :

 

(.   ) Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih. Kalimat ini merupakan mubtada (subjek), yang khabar (predikat) nya adalah : ulaaika yujzaunal ghurfata (      ) di ayat berikutnya.

 

(.    ) yang berjalan di muka bumi. Di-mudhaf-kannya kata ibad (.    ) kepada kata arrahman (.    ) adalah untuk mengkhususkan (      ) dan mengutamakan  (.    ) mereka, dan juga karena mereka adalah orang-orang yang teguh dalam beribadat kepada-Nya. Dengan catatan bahwa kata ibad itu adalah kata jamak dari abid (.    ), seperti halnya tajir (.   ) dan tujjar (.    ).

 

(.    ) dengan merendahkan diri, sebagai orang yang bersahaja (tidak sombong), atau dengan cara berjalan yang bersahaja. Kata ini (.   ) adalah masdar yang digunakan untuk mensifati. Adapun maksudnya adalah, bahwa mereka berjalan dengan tenang dan rendah hati.

 

(.    ) dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. “Terserah kepada kamu, tidak ada kebaikan dan keburukan di antara kita”, atau perkataan lain yang benar, yang dengan itu, hamba-hamba Allah tadi selamat dari manyakiti atau dosa. Dan firman Allah ini tidaklah bertentangan dengan ayat mengenai perang, karena sudah mansukh. Sebab maksudnya adalah agar berpaling dari orang-orang bodoh dan tidak melayani omongan mereka. (Qaadhi Baidhawi)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa yang aku disebutkan di hadapannya, namun dia tidak mengucapkan salawat kepadaku, maka dia akan masuk neraka”.

 

Karena mengucapkan salawat atas Nabi saw. Kotika nama Beliau disebutkan itu 1, kumnya wajib menurut Inam At Ihahawi, pada setiap kal disebutkan. Sedangkan mer , rut sebagian ulama lamnya, cukup sekali saja pada suatu mayoritas, sekalipun nama   , disebutkan berulang-ulang kali, sama seperti sujud tilawah dan mendoakan orang-orang bersin, dan inilah agaknya yang patut difatwakan, walaupun yang lebih utama ada a mengucapkan salawat atas Beliau setiap kali nama Beliau disebutkan. Sekian.

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dari Rasulullah saw.

 

Artinya : “Tidak seorang pun kecuali pada kepalanya ada dua rantai, yang satu tersambung ke langit ketujuh, sedang yang lain tersambung ke bumi ketujuh. Apabila orang itu bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya dengan rantai yang tersambung ke langit ketujuh, dan apabila dia bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya dengan rantai yang tersambung ke bumi ketujuh”.

 

Artinya : “Allah Taala berfirman: “Kesombongan itu adalah serempang-Ku, keagungan itu adalah sarung-Ku. Barangsiapa menyaingi-Ku pada keduanya, maka akan Aku masukkan ia ke dalam neraka, dan Aku tidak peduli”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

 

Firman Allah : “Kesombongan itu adalah serempang-Ku dan keagungan itu adalah sarung-Ku”, maksudnya adalah bahwa, kedua sifat tersebut adalah dua sifat di antara sifat-sifat Allah Taala, maka tidak sepantasnya bagi seorang hamba yang lemah untuk bersikap sombong.

 

Dan diriwayatkan dari Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah saw. :

 

Artinya : “Orang-orang yang sombong akan dihimpun pada hari kiamat kelak seperti semut kecil dalam rupa manusia. Mereka diliputi oleh kehinaan dari segenap penjuru. Mereka digiring ke dalam sebuah penjara di dalam neraka Jahannam yang disebut Bulas. Yang diselimuti oleh api yang sangat panas, dan diberi minum dari tanah Khabal, yaitu cairan penghuni neraka”. (HR. Al Qudhai) ,

 

Mengenai sabda Beliau : “Adz-dzarru atau Adz-dzaaratu”, yang artinya : semut kecil. Maksudnya adalah bahwa, orang-orang yang sombong itu pada hari kiamat kelak akan menjadi sangat hina, sehingga mereka diinjak-injak oleh kaki-kaki para penghuni syar.

 

Sabda Beliau : “… mereka diliputi kehinaan…” Maksudnya adalah bahwa, mereka ditimpa kehinaan dari setiap tempat. Sabda Beliau : “Naarul Anyar”, artinya : api yang paling panas di antara semua jenis api. Sabda Beliau : “Bulas”, dengan men-dhammah-kan Ba yang bertitik bawah, mensukun-kan Wawu, dan mem-fathah-kan Fa, yang sesudahnya diikuti oleh Sin tanpa titik. Dan sabda Beliau : “Al Khabal””, dengan mem-fathah-kan Kha yang bertitik atas dan Ba yang bertitik bawah, adalah nama sebuah tempat di dalam neraka Jahannam, di mana terkumpul nanah para penghuni neraka. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Ada tiga golongan manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat kelak, tidak disucikan dan tidak diperhatikan-Nya, sedang mereka mendapat siksaan yang dahsyat : (1) orang tua pezina, (2) raja pendusta, (3) orang fakir yang sombong”. (HR. Muslim)

 

Sabda Beliau :

 

artinya : orang fakir. Dan ada pula yang mengatakan bahwa artinya adalah : orang yang mempunyai tanggungan keluarga, namun ia tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, dan ia sendiri, karena sombong, tidak mau meminta, yakni meminta zakat atau sedekah, dan tidak pula sudi meminta dari Baitulmal. Orang seperti ini berdosa, karena menimbulkan bahaya kepada keluarganya. Sekian katanya.

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa bersikap rendah hati, maka Allah akan mengangkatnya, dan barangsiapa bersikap sombong, maka Allah akan merendahkannya”.

 

Dan sabda Nabi saw. pula :

 

Artinya : “Tidak akan masuk surga, orang yang di dalam hatinya ada sifat sombong, walaupun hanya sebesar atom. Dan sesungguhnya sifat sombongnya itu menjadi penghalang terhadap surga. Karena ia menghalangi antara seseorang dengan seluruh akhlak orang-orang beriman. Padahal akhlak itu merupakan pintu-pintu surga”. (Al Hadis)

 

Dan diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa dia berkata: “Rasulullah saw. bersabda:

 

Artinya : “Termasuk sikap rendah hati apabila seseorang sudi meminum sisa minumoan saudaranya. Dan tidaklah seseorang minum sisa minuman saudaranya, melainkan dicatatkan untuknya tujuh puluh kebaikan, dihapuskan darinya tujuh puluh kejahatan, dan diangkat derajatnya di surga Illiyin yang tertinggi”. (Hadis Ini diriwayatkan oleh Penga rang kitab Al Firdaus)

 

Dan dirwayatkan pula dari sahabat Jabir ra., katanya : “Nabi Nuh as berkata ker j puteranya : “Aku akan memboritahukan kepadamu beberapa kelakuan, yang siapa r « hkinya maka dia tidak termasuk orang yang sombong. mengikat kambing mengeng ,keledai, memakai kain bulu, bergaul dengan orang-orang mukmin yang miskin dan orang yang makan bersama keluarganya”. (Diriwayatkan oleh pengarang kitab Aj Firdaus)

 

Dan dirwayatkan dari sahabat Umar ra., katanya : “Pokok sikap rendah hati itu ada. lah, agar Anda memulai memberi salam kepada orang Islam yang Anda jumpai, Anda dengan tempat duduk yang rendah di dalam suatu majelis, dan Anda tidak suka nama Anda disebut-sebut sebagai orang yang baik dan takwa”.

 

Alhasan meriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menjahit sandalnya, menambal bajunya, dan membiarkan wajahnya terkena debu dalam sujud karena Allah, maka dia benar-benar telah terlepas dari sifat sombong”.

 

Dan diriwayatkan dari Gais bin Hazim, bahwa dia berkata : “Ketika Umar bin Khattab berangkat menuju ke negeri Syam, dia bergantian menaiki kendaraannya dengan budaknya. Umar mengendarai unta, sedang budaknya memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Setelah itu, Umar turun dan budaknya naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu sambil berjalan sejauh satu farsakh. Kemudian budak itu turun, dan Umar naik. Demikianlah mereka saling bergantian menunggangi unta tersebut

 

Ketika jarak ke negeri Syam sudah dekat, giliran naik unta itu jatuh pada budak tersebut. Maka dia pun naik, sedang Umar memegang tali kekang unta itu. Di tengah jalan. dia menemukan air, lalu Umar pun menceburkan diri ke dalam air itu, sedang dia mash tetap memegang tali kekang untanya, sementara sandalnya dikepitnya di bawah ketiak kirinya.

 

Umar disambut oleh Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, yang menjabat sebagai Gubernur Syam, dan salah seorang di antara sepuluh orang yang dijamin masuk surga. Abu Ubaidah berkata : “Wahai amiril mukminin, para pembesar Syam akan menyambut kedatangan Tuan, maka kurang pantas kalau mereka melihat Tuan dalam keadaan demikian ini” Umar menjawab : “Sesungguhya Allah telah memuliakan kita dengan agama Islam Maka aku tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan orang”. (Sekian)

 

Diriwayatkan, bahwa Mutharrif bin Abdullah pernah melihat Almuhallab berjalan angkuh dengan jubahnya. Lalu ditegurnya : “Hai hamba Allah, ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya”.

 

Almuhaliab balik bertanya : “Apakah Anda mengenal saya?”,

 

“Tentu saja aku mengenalmu”, jawab Mutharrif. “Pada mulanya, engkau adalah ai sperma yang menjijikkan, akhirnya menjadi bangkai yang kotor, dan di antara keduanya itu engkau membawa tinja”.

 

Maka pergilah Almuhallab, dan sejak itu dia tidak lagi berjalan dengan gaya som: bong, dan dia pun bertobat.

 

Dan diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : “Umar bin Khattab pernah mengirim seorang gubernur untuk Bahrain, sedang dia menunggangi seekor keledai, lalu mulai berkata : “Menunduklah kalian!”.

 

Memang, mereka para sahabat Rasulullah saw.. budi pekerti mereka adalah sikap rendah hati. Dan mereka adalah orang-orang yang paling mulia di sisi makhluk, di sisi malaikat dan di sisi Allah Taala.

 

Dan di dalam salah satu khabar disebutkan : Ketika Rasululiah saw. hyrah dari kota Mekah ke Madinah, setibanya di Madinah, orang-orang kaya di sana bergayutan pada tali kekang unta Beliau (mengharapkan Beliau singgah di rumah mereka). Namun Beliau berkata : “Biarkan dia, sesungguhnya dia diperintah”. Maka mereka pun melepaskan tali kekang unta itu. Sementara unta itu terus berjalan di depan barisan tentara. Tiap kali unta itu melewati rumah seseorang. maka dengan sedih pemilik rumah itu berkata : “Seandainya saya yang punya negara, niscaya Muhammad saw. tentu menjadi tamuku”.

 

Lalu, ketika dia sampai di pintu rumah Abu Ayyub Al Ansari, maka menderumlah unta tu. Orang-orang pun membangunkannya, tetapi unta itu tidak mau bangkit. Kemudian turunlah Jibni as., lalu berkata : “Turunlah di sini. Sesungguhnya Abu Ayyub telah merendahkan din karena Allah. Ketika Anda tiba di pintu kota tadi. orang-orang menaruh perhatan dan menghiasi rumah-rumah mereka, seraya berkata : “Rasulullah akan singgah di rumah kami”. Sedang Abu Ayyub berkata dalam hatinya : “Saya adalah seorang yang melarat. Dari mana saya akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah, sehingga Muhammad sudi singgah di rumahku?”.

 

Maka Aliah menyuruh Nabi-Nya singgah di rumahnya, karena kerendahan hatinya itu.

 

Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih, katanya : “Pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki di kalangan Bani Israil, yang bernbadat kepada Allah Taala selama tujuh puluh tahun, tanpa berbuka puasa recuali satu tahun sekali, pada tiap pergantian tahun. Kemudian dia meminta kepada Allah Taala suatu hajat, namun Allah tidak memenuhi hajatnya. Maka abid itu berkata kepada dirinya : “Seandainya engkau mempunyai kedudukan di sisi Allah, tentu Allah akan memenuhi hajatmu”. Lantas Allah menurunkan malaikat yang mengatakan kepadanya : “Hai anak Adam. sikap rendah hatimu sekarang ini lebih utama di sisi Allah Taala daripada ibadatmu selama tujuh puluh tahun, maka Allah memenuhi hajatmu disebabkan oleh kerendahan hatimu terhadap-Nya”.

 

Maka, ambillah pelajaran hai orang-orang yang berakal, dan jadilah sebagai orangorang yang rendah hati.

 

Dan diriwayatkan dari Ka’bul Ahbar, katanya : “Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Musa as., firman-Nya : “Hai Musa, tahukah engkau, kenapa Aku mengambilmu sebagai lawan bicara dengan tanpa perantara?”.

 

Nabi Musa menjawab : “Engkau lebih mengetahui tentang itu, Ya Tuhanku”.

 

Allah Taalah berfirman : “Sesungguhnya Aku memperhatikan hati hamba-hamba-Ku. maka tidak ada satu hati pun yang Aku lihat lebih merendahkan diri daripada hatimu. Oleh karena itu, Aku jadikan engkau sebagai lawan bicara-Ku”.

 

Dan konon, ada enam makhluk yang merendahkan diri kepada Allah Taala, maka Allah meninggikan mereka di antara makhluk-makhluk lain yang serupa dengan mereka.

 

Pertama, bahwa Allah mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak melabuhkan bahtera Nuh dan orang-orang yang beriman bersamanya pada salah satu gunung di antara kamu sekalhan”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong selain gunung Judi yang merendahkan diri, katanya : “Darimana aku mendapatkan kemuliaan, sehingga Allah sudi melabuhkan bahtera Nabi Nuh as. di atasku?””. Maka, Allah meninggikannya melebihi gunung-gunung lainnya, dan mendaratkan bahtera Nabi Nuh di atasnya, dikarenakan oleh sikapnya yang merendahkan diri tersebut, sebagaimana firman Allah di dalam surah Hud :

 

Artinya : “Dan berlabuhlah bahtera itu (yakni mendarat) di atas gunung Judi”.

 

Yaitu sebuah gunung di wilayah Jazirah (Mesopotamia) dekat Mausil. Lalu berkatalah gunung-gunung yang lain : “Ya Tuhan Kami mengapa Engkau lebih mengutamakan Judj daripada kami, padahal ia adalah gunung yang terkecil di antara kami?”. Maka jawab Allah : “Sesungguhnya ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, sedang kamu sekalian bersikap sombong. Sedang Aku telah memastikan bahwa, barangsiapa merendahkan diri karena Aku, maka akan Aku tinggikan dia, dan barangsiapa yang sombong, maka akan Aku rendahkan dia”.

 

Kedua, Allah Taala mewahyukan kepada gunung-gunung seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak berbicara dengan salah seorang hamba-Ku di atasmu”. Maka gunung-gunung itu pun menjadi sombong kecuali gunung Thursina. Hanya dia yang me. rendahkan diri kepada Allah Taala, katanya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah berkenan berbicara dengan salah seorang hamba-Nya di atasku?”. Karena itulah, akhirnya pembiCaraan antara Allah dengan Nabi Musa as. berlangsung di atas gunung Thursina tersebut.

 

Ketiga, Aliah Taala mewahyukan kepada ikan-ikan seluruhnya, firman-Nya : “Sesungguhnya Aku hendak memasukkan Yunus ke dalam perut salah seekor dari kamu”. Maka ikan-ikan itu pun menjadi sombong, selain satu ekor ikan saja. Ia berkata pada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Allah Taala berkenan menjadikan perutku sebagai wadah bagi nabi-Nya?”. Maka Allah pun mengangkat derajat ikan tersebut dan memuliakannya, disebabkan oleh kerendahan hatinya.

 

Keempat, Allah Taala mewahyukan kepada semua burung, firman-Nya : Sesungguhnya Aku hendak meletakkan minuman pada salah seekor dari kamu semua, yang mengandung obat bagi manusia”. Lalu menjadi sombonglah burung-burung itu semua kecuali lebah. Dia berkata kepada dirinya : “Siapalah aku ini, sehingga Aliah berkenan menaruh minuman itu padaku?”. Maka Allah pun mengangkat derajatnya, dan meletakkan minuman itu pada dirinya, dikarenakan oleh kerendahan hatinya tersebut.

 

Kelima, Allah Taala mewahyukan kepada Nabi Ibrahim as. firman-Nya : “Siapakah engkau?”. Nabi Ibrahim menjawab : “Aku Al Khalil”. Kepada Nabi Musa as, Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Musa menjawab : “Aku Al Kalim”. Kepada Nabi Isa as. Allah bertanya : “Siapakah engkau ?”. Nabi Isa menjawab : “Aku Ar Ruh”, Dan kepada Nabi Muhammad saw., Allah bertanya : “Siapakah engkau?”. Nabi Muhammad menjawab : “Aku seorang anak yatim”. Maka Allah pun mengangkat derajat Nabi Muhammad saw. di atas nabi-nabi lainnya, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu kamu merasa puas”.

 

Keenam, orang mukmin yang merendahkan dirinya kepada Allah dengan bersujud dan mengesakan-Nya, maka Allah pun memuliakannya dengan melapangkan dadanya untuk menerima Islam, sedang dia senantiasa berada di bawah naungan cahaya Tuhannya. Sekian (dari kitab Al Mau’izhatui Hasanatul Marghubatu)

 

Pertemuan nabi Ibrahim as. dengan raja Mesir

 

Ceritanya, bahwa setelah Allah Taala menjadikan api dingin dan sejahtera bagi Nabi Ibrahim as., maka Beliau berangkat ke negeri Mesir. Nabi Ibrahim berkata : “Sesung guhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku. Dia pasti memberi petunjuk kepadaku”.

 

Nabi Ibrahim berangkat bersama istrinya, Sarah as. lalu seseorang berkata kepada Beliau, bahwa di Mesir ada seorang raja yang zalim. Dia merampas isteri-isteri orang lain secara paksa, dan pada setiap jalan ada petugas pajak raja. Sedangkan Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang pencemburu, dan Sarah adalah seorang wanita yang paling cantik di masanya, sehingga tidak ada seorang wanita pun yang bisa menandingi kecantikannya. Oleh karena itu, Nabi Ibrahim mengambil sebuah peti, lalu memasukkan Sarah ke dalamnya, kemudian peti itu digemboknya, lalu diletakkannya di atas unta. Setelah itu, berangkatlah Beliau menuju ke Mesir.

 

Ketika Nabi Ibrahim sampai di tempat petugas pajak, Beliau dimintanya supaya berhenti. Kemudian petugas pajak itu hendak memeriksa isi peti itu, namun Nabi Ibrahim menolak. Petugas pajak itu tidak menyerah begitu saja, bersama teman-temannya, dia memaksa membuka peti itu. Maka tampaklah olehnya Sarah yang memiliki kecantikan yang sempurna itu. Lalu dia berkata kepada Nabi Ibrahim : “Ini isterimu?”.

 

Nabi Ibrahim menjawab : “Dia saudaraku”.

 

Petugas pajak itu berkata :

 

“Saya kira dia pantas untuk raja”.

 

Maka mereka bawa Sarah menghadap raja. Sementara itu Allah menyingkapkan tabir dari Nabi Ibrahim as., sehingga Beliau dapat melihat Sarah dengan jelas dari luar istana.

 

Lalu raja mendekati Sarah sambil mengulurkan tangan kepadanya. Namun tiba-tiba tangan dan kakinya menjadi lumpuh. Maka berkatalah ia :

 

“Rupanya engkau adalah seorang wanita tukang sihir, Engkau telah membikin tangan dan kakiku lumpuh”.

 

Sarah menjawab : “Saya bukan tukang sihir, tetapi saya adalah isteri kekasih Allah. Beliau telah berdoa untuk kecelakaan dirimu, maka Allah pun melumpuhkan tangan dan kakimu. Karenanya, bertobatlah kepada Allah, agar Dia menyembuhkan tangan dan kakimu”.

 

Raja itu pun bertobat. Maka seketika itu juga, Allah menyembuhkan tangan dan kakinya.

 

Kemudian raja memandang kepada Sarah, dia tidak tahan melihatnya. Lalu untuk kedua kalinya, dia mendekati wanita itu. Maka Allah pun membutakan kedua matanya. Kemudian dia bertobat, lalu Allah menjadikan dia bisa melihat kembali. Selanjutnya, untuk yang ketiga kalinya, dia mendekati wanita itu lagi, maka Allah melumpuhkan seluruh anggota tubuhnya. Lalu dia bertobat kembali dengan sebenar-benarnya. Sedang Sarah, diserahkannya kembali kepada Nabi Ibrahim as., seraya meminta maaf sebesar-besarnya kepada beliau. Kemudian dia berkata kepada Beliau : “Hukumlah aku sekehendakmu”.

 

“Ini termasuk urusan Tuhanku”, jawab Nabi Ibrahim. “Aku tidak bisa menjatuhkan hukuman kecuali dengan apa yang diperintahkan oleh Tuhan-ku kepadaku”.

 

Maka turunlah malaikat Jibril as. kepada Beliau, seraya berkata : “Allah berfirman kepadamu : “Katakanlah kepada raja itu, agar dia mengeluarkan dari seluruh kerajaannya dan gudang-gudang hartanya, dan menyerahkannya kepadamu. Sesudah itu, baru doakanlah dia”.

 

Nabi Ibrahim as. memberitahukan keputusan Allah itu kepada sang raja. Maka raja Itu rela menerima keputusan Tuhan tersebut, kemudian Nabi Ibrahim pun mendoakannya, maka Allah menyembuhkannya kembali anggota tubuhnya yang sakit itu.

 

(Catatan penting) :

 

Sarah adalah seorang wanita yang cantik. Dia dicintai oleh Nabi Ibrahim Khalilullah, maka Aliah memeliharanya dari orang lain, sehingga tidak seorang pun menemukan jalan buat mengganggunya. Dan kalimat tauhid yang ada di dalam hati seorang mukmin. j ir dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung. Jadi, apabila musuh tidak memperoleh jalan bi : mengganggu orang yang dicintai kekasih-Nya, maka bagaimanakah setan mempero jalan buat mengganggu orang yang dicintai oleh Tuhan Yang Mahaagung itu?.

 

Kembali ke alur cerita :

 

Setelah sang raja sehat kembali, maka dia membawa Hajar lalu menyerahkannya kepada Sarah. Tetapi Sarah berkata : “Aku serahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim, karena Beliau telah bersedih karena memikirkan aku”.

 

Sarah menyerahkan Hajar kepada Nabi Ibrahim sambil meminta maaf dan berkata : “Kanda jangan lagi bersedih hati, karena Allah telah menyingkapkan hijab antara saya dan kanda”.

 

(Dinukil dari As Sab’iyat)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memuliakan seorang alim, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh nabi. Dan barangsiapa memuliakan seorang pelajar, maka sesungguhnya dia telah memuliakan tujuh puluh orang yang mati syahid. Dan barangsiapa menCintai Seorang alim, maka tidak dicatat kesalahannya sepanjang hayatnya”. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., katanya : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Allah akan membangkitkan hamba-hamba-Nya pada hari kiamat kelak, kemudian mengistimewakan para ulama, lalu berfirman : “Hai sekalian ulama, sesung: guhnya Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu, melainkan karena Aku mengenal kamu. Aku tidaklah menaruh ilmu-Ku padamu untuk menyiksa kamu. Pergilah, sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu semua. (Tatarkhaniyah)

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, karena perbuatan tangantangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka” (QS. Ar Rum : 41)

 

Tafsir:

 

(.     ) Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, seperti : kekeringan, penyakit menular, seringnya terjadi kebakaran dan bahaya tenggelam, kecelakaan dalam penyelaman, lenyapnya keberkahan, seringnya terjadi bencana, kesesatan dan kelaliman dan lain-lain.

 

(.    ) karena perbuatan tangan-tangan manusia, karena kesialan perbuatan maksiat mereka, atau karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan maksiat tersebut.

 

(.    ) supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari apa yang telah mereka perbuat, sebagai balasannya, karena pembalasan yang sempurna nanti di akhirat. Huruf lam (. ) di sini berarti alasan, atau berarti juga akibat. (Qadhi Baidhawi)

 

Fudhalah bin Ubaid berkata : “Nabi saw. pernah mendengar seseorang berdoa di dalam salatnya, namun orang itu tidak membaca salawat untuk Beliau saw.. maka Nabi berkata : “Orang ini tergesa-gesa”. Kemudian Beliau memanggilnya, lalu bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya :

 

Artinya : “Apabila seseorang di antara kamu berdoa, maka hendaklah dia memulai dengan memuji dan memuja kepada Allah, lalu mengucapkan salawat atas Nabi saw., barulah sesudah itu dia berdoa menurut keinginannya”.

 

Dan dari sahabat Umar bin Khattab ra., katanya . “Doa dan salat itu tergantung d antara langit dan bumi, tidak ada satupun di antara keduanya yang naik kepada A a Taala, sampai diucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Syifaun Syarif)

 

Dan dirwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda kepada seke lompok sahabat Beliau, yang artinya : “Sesungguhnya di antara umatku ada beberapa kaum. yang di hari kiamat nanti, Allah berfirman kepada mereka : “Hai hamba-hamba-Ku, masuklah kamu sekalian ke dalam surga”. Namun mereka kebingungan di padang kiamat, sampai Allah menunjuki mereka ke surga. Seseorang bertanya : “Siapakah mereka itu Ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “Mereka adalah orang-orang yang ketika namaku disebut di hadapan mereka, mereka tidak mengucapkan salawat untukku, karena lupa dan lalai. (Raunaqul Majalis)

 

Pada awalnya, bumi ini hijau dan asri. Tidak sebatang pohon pun yang didatangi oleh manusia, melainkan dia dapati buah-buahan padanya. Dan dahulu air laut itu tawar, sedang singa tidak memangsa lembu, serigala tidak memangsa kambing. Namun setelah Qabil membunuh Habil, maka bumi pun menjadi berantakan, pohon-pohon menjadi berduri, tanah menjadi hitam, dan laut menjadi asin pahit, sehingga dikatakanlah : Telah tampak kerusakan di darat, dengan adanya Qabil yang telah membunuh saudaranya Habil, sedang di laut, dengan adanya Jalandi, yaitu seorang raja kafir yang merampas setiap kapal.

 

Kata mufassir : “…karena kesialan dari perbuatan-perbuatan maksiat mereka”. Maksudnya : Karena kesialan dari kedurhakaan orang yang meninggalkan salat, maka tampaklah kerusakan di darat dan di laut. Dalam Assunnah dinyatakan bahwa, setiap tempat yang di sana ada orang yang meninggalkan salat, maka tempat itu akan ditimpa kutukan sebanyak tujuh puluh kutukan setiap hari.

 

Jika Anda bertanya : “Apa hikmat dari dittmpakannya kutukan atas seluruh penghuni tempat itu, dan tidak ditimpakan khusus atas pelakunya saja?”. Maka saya jawab : “Bahwasanya orang-orang itu mengetahui siapa yang meninggalkan salat itu, namun mereka tidak mau mencegahnya. Oleh karena itu, Allah Taala menimpakan secara umum azab dari sisi-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu hadis :

 

Artinya : “Orang yang diam dari (membela) kebenaran, adalah setan yang bisu”. (Mau’izhah)

 

Firman Allah : “….supaya Allah merasakan kepada mereka… dst”. Huruf lam (. ) di sini adalah lamut ta’lil, apabila artinya : Allah merusakkan jalan-jalan penghidupan manusia. Atau lamul agibah, apabila artinya : Manusia melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak. Karena tujuan mereka dalam melakukan perbuatan dan akhlak yang rusak itu bukan supaya Allah merasakan hukuman kepada mereka terhadap apa yang telah mereka lakukan itu, namun karena tujuan itu mengakibatkan dilakukannya perbuatan, maka diumpamakanlah hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan itu sebagai alasan yang gaib, maka dimasukilah ia oleh Lamul Agibah, sebagaimana pada firman Allah yang berbunyi :

 

Artinya : “Maka dipungutlah Musa oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka”. (Syaikh Zaadah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Hai manusia, bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, dan jangan ada seorang pun dan kamu yang menganiaya seorang mukmin. Dan tidaklah seseorang menganiaya seorang mukmin, melainkan Allah akan membalasnya pada hari kiamat kelak. (Hayatul Qulub)

 

Ada yang menanyakan, dosa apakah yang paling ditakutkan dapat merampas iman?. Maka jawabnya : Tidak bersyukur atas iman, tidak merasa kuatir akan akhir hayat, dan suka menganiaya sesama hamba Allah.

 

Dan selanjutnya dia berkata -rahmatullah alaihi: Barangsiapa memiliki ketiga sikap tersebut, maka pada umumnya, dia keluar dari dunia ini dalam keadaan kafir, semoga kita dilindungi oleh Allah, kecuali kebahagiaan mengiringinya. (Daqoiqul Akhbar dan Al Mau’izhatul Hasanah)

 

Dalam salah satu hadis Gudsi disebutkan : “Wahai Anak Adam, maut itu akan menyingkap rahasia-rahasiamu, kiamat akan membeberkan berita-beritamu, dan buku catatan amal akan mengungkapkan rahasia-rahasiamu. Maka apabila kamu melakukan sesuatu dosa, janganlah kamu melihat kepada kecilnya dosa tersebut, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat. Dan apabila kamu dikaruniai rezeki yang sedikit, janganlah kamu melihat kepada sedikitnya, tetapi lihatlah kepada siapa yang telah mengaruniai kamu itu. Janganlah sekali-kali kamu meremehkan dosa yang kecil, karena kamu tidak tahu, dengan dosa yang mana Aku murka kepadamu. Dan janganlah kamu merasa aman dari tipu daya-Ku, karena tipu daya-Ku itu lebih tersembunyi daripada langkah semut di atas batu karang di malam gelap gulita.

 

Hai anak Adam, apakah setelah kamu melakukan perbuatan maksiat lalu kamu ingat akan kemurkaan-Ku, kemudian kamu berhenti dari perbuatan itu?.

 

Apakah kamu telah menunaikan amanat dari orang yang memberi amanat kepadamu?.

 

Apakah kamu telah berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepadamu?.

 

Apakah kamu telah memaafkan orang yang telah menganiaya dirimu?.

 

Apakah kamu telah mengajak bicara pada orang yang telah mendiamkan kamu?.

 

Apakah kamu telah menghubungi orang yang telah memutuskan hubungan denganmu?.

 

Apakah kamu telah bersikap adi! terhadap orang yang telah mengkhianati kamu?.

 

Dan apakah kamu telah bertanya kepada ulama tentang urusan agamamu dan duniamu?.

 

Sesungguhnya Aku tidak memandang kepada rupamu, tetapi memandang kepada hati dan niatmu, dan dengan pekerti-pekerti inilah Aku rida kepadamu”. (Al Maw’izhatul Hasanah)

 

Demikianlah keadaan orang yang zalim. Kemudian ketahuilah pula tentang keadaan Orang yang adil, semoga Allah memberi taufik kepada kami dan kamu semua :

 

Diriwayatkan bahwa, Umar bin Khattab ra., pernah berjalan di suatu malam. Ketika dia melewati pintu sebuah rumah, maka terdengar olehnya suara tangisan, lalu diapun berhenti. Kemudian dia mendengar suara seorang wanita sedang berkata kepada anakanaknya : “Allah yang akan mengadili antara aku dengan Umar bin Khattab!”

 

Maka Umar bermaksud akan menghibur hati wanita itu dari kesedihannya, lalu diketuknya pintu rumah itu.

 

Setelah pintu dibuka, Umar bertanya : “Apa yang telah diperbuat Umar kepada Penghuni rumah itu tidak mengetahui bahwa yang bertanya itu adalah Umar sendiri Maka wanita itu menjawab :

 

“Dia telah mengirim suamiku ke medan perang anu, dengan meninggalkan padak , anak-anak yang masih kecil, padahal aku tidak mempunyai apa-apa buat membat hidup mereka”.

 

Lantas anak-anak itu menangis seraya berkata : “Amirilmukminin benar-benar telah melalaikan kami”.

 

Kemudian Umar keluar, lalu diambilnya sekarung tepung dan daging yang banyak lantas dipikulnya di atas pundaknya. Maka berkatalah orang yang ada bersamanya : ‘Le. takkanlah karung itu, biar saya saja yang membawanya”.

 

Umar menjawab : “Andaikan engkau membawa karung ini di dunia ini, maka siapakah yang akan memikul dosa-dosaku di hari kiamat kelak?”. Umar mengatakan itu sambil menangis dan terus menangis sampai dia masuk kembali ke rumah wanita tadi. Setibanya di sana, Umar segera mengadoni tepung itu dengan tangannya sendiri, menyalakan api, memasak roti dan daging, membangunkan anak-anak, lalu disuapinya mereka dengan tangannya sampai kenyang. Kemudian dia berkata kepada mereka : “Maafkanlah aku, dan janganlah kalian memperkarakan aku di hari kiamat nanti”.

 

“Baiklah”, jawab mereka.

 

Maka legalah hati Umar, dan dia pun keluar sambil membawa karungnya.

 

Limabelas tahun setelah wafatnya Umar, seseorang memimpikannya. Dia ditanya : “Apakah yang telah diperlakukan Allah terhadapmu, hai Umar?”.

 

Dia menjawab : “Sekarang, saya baru selesai dari perhitungan firman Allah Taala : 

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan… dst.” (Dari kitab Raunaqul Majalis)

 

Konon, tertulis pada sayap belalang : “Kami adalah salah satu di antara bala tentara Allah. Kami diberi wewenang oleh Allah untuk merusak seluruh daerah dan negeri, di kala muncul kesewenang-wenangan dan kebejatan”. (Dinukil dari Al Misykat)

 

Dan diceritakan pula dari ulama terdahulu, bahwa kezaliman dan ilmu ada di kota, sedang kebodohan dan keberkatan ada di desa. Kemudian ilmu menarik keberkatan ke kota, karena ada persesuaian antara keduanya, sedang kebodohan menarik kezaliman ke desa, karena ada persesuaian antara keduanya. Tetapi sekarang begini : orang kota mengeluh tentang orang kota dan tidak mengeluh tentang orang desa. Orang desa mengeluh tentang orang desa dan tidak mengeluh tentang para pelancong. Dan para pelancong mengeluh tentang agama Islam dan tidak mengeluh tentang agama-agama lainnya.

 

Konon, pada suatu tahun, orang-orang di kota Mekah mengalami musim paceklik yang panjang. Kemudian mereka keluar ke tanah lapang untuk melakukan salat istisga selama tiga hari berturut-turut, namun hujan tidak kunjung turun juga kepada mereka.

 

Abdullah bin Mubarak berkata : “Maka aku berkata dalam hati : “Aku akan keluar dari tengah-tengah kaum itu, dan akan berdoa kepada Allah Taala. Mudah-mudahan Dia mengasihi aku, lalu mengabulkan doaku”. Kemudian aku pergi menyingkir dari mereka, dan masuk ke dalam sebuah gua. Tidak berapa lama kemudian, masuk pula ke dalam gua itu, seorang budak hitam, lalu dia mengerjakan salat dua rakaat. Usia salat, dia letakkan kepalanya di atas tanah seraya berdoa kepada Allah. Aku dengar dia mengatakan – “Tuhan-ku, sesungguhnya orang-orang itu adalah hamba-hamba-Mu. Selama tiga hari mereka telah memohon turunnya hujan kepada-Mu, namun belum juga Engkau turunkan hujan buat mereka. Maka, demi keperkasaan-Mu, aku tidak akan mengangkat kepalaku sampai Engkau memberi hujan kepada kami”.

 

Ibnu Mubarak melanjutkan : “Belum lagi dia mengangkat kepalanya, tiba-tiba hujan pun turun. Lalu dia bangkit dan berlalu.

 

Aku membuntuti budak itu, sampai dia masuk kampung, lalu masuk ke sebuah rumah. Maka aku berhenti di pintu rumah itu, lalu duduk di sana sampai ada seseorang kejuar, kemudian aku bertanya kepadanya : “Rumah siapa ini?”.

 

“Rumah fulan”, jawabnya.

 

Kemudian aku masuk dan berkata : “Saya hendak membeli seorang budak.

 

Tuan rumah menawarkan seorang budak kepadaku, namun aku menclak dan berkata: “Saya ingin yang lain. Apakah tuan masih memiliki yang lainnya?”.

 

Dia menjawab : “Saya masih mempunyai budak yang lain, tetapi tidak cocok untuk tuan”.

 

“Kenapa”, tanyaku.

 

Dia menjawab : “Karena dia seorang pemalas”.

 

Aku berkata : “Tunjukkan dia pada saya”.

 

Maka tuan rumah memanggil budak itu, dan aku pun mengenalinya, lalu aku berkata : “Saya suka dia. Berapa tuan jual”.

 

“Saya telah membelinya seharga 20 dinar”, jelasnya. “Tetapi sebenarnya dia tidak sampai seharga 10 dinar. Baiklah, saya jual dia kepada tuan seharga 10 dinar saja”.

 

Aku jawab : “Saya beli dia dari tuan dengan harga 20 dinar.

 

Kemudian aku bayar harganya, dan aku terima budak itu darinya. Lantas budak itu berkata kepadaku : “Hai Ibnul Mubarak, kenapa tuan membeliku, padahal saya tidak akan melayani tuan?”.

 

Aku tidak menjawab pertanyaannya itu, tetapi balik bertanya : “Siapa namamu?”.

 

Dia menjawab : “Para kekasih Allah tentu akan mengenal kekasih Allah yang lainnya”.

 

Ibnul Mubarak melanjutkan ceritanya : “Kemudian saya bawa budak itu pulang ke rumah. Ketika budak itu hendak berwudu, aku membantu membawakan bejana berisi air kepadanya, dan aku letakkan sandal di hadapannya. Maka dia pun berwudu, salat dan Sujud”.

 

Kata Ibnul Mubarak : “Maka aku mendekatinya untuk mendengarkan apa yang dia katakan dalam sujudnya. Saya dengar dia mengatakan : “Oh Tuhan Pemilik rahasia, seSungguhnya rahasia ini telah ketahuan. Dan aku tidak ingin hidup lagi, setelah rahasia ini diketahui orang”.

 

Kemudian dia diam sesaat. Lalu aku gerak-gerakkan badannya, namun ternyata dia telah tiada. Maka aku pun mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya, lalu menguburkannya. Malamnya, aku bermimpi melihat Nabi saw. bersama seorang tua yang bercahaya dan menyenangkan berada di sebelah kanan Beliau, sedang budak hitam itu berada di Sebelah kiri Beliau. Beliau berkata kepadaku : “Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepadamu atas jasamu kepada kami, dan semoga aku tidak melihatmu melarat karena kebaikanmu kepada kekasih kami”.

 

Saya bertanya : “Apakah dia kekasihmu, Ya Rasulullah?”.

 

“Benar”, jawab Beliau. : “Dia adalah kekasihku dan kekasih Khalil Allah Yang Maha Pengasih”. (Raunaqul Majalis).

 

Dari sahabat Jabir ra., katanya : “Jauhilah olehmu kezaliman, karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan-kegelapan pada hari kiamat kelak”. (Mashabih)

 

Dan dari Ibnu Abbas ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Ada enam golongan manusia yang akan masuk neraka disebabkan oleh enam perkara : Para pemimpin karena kesewenangan. Orang-orang Baduwi karena faratik kesukuan. Orang-orang desa karena kebodohan. Kepala-kepala daerah karena kesombongan. Para pedagang karena berkhianat. Dan para ulama karena dengki”.

 

Dan konon, bahwa Nabi Adam as. pernah berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telan memberi kepada umat Muhammad saw. empat kemuliaan yang tidak Dia berikan kepadaku:

 

Pertama, bahwa diterimanya tobatku adalah di kota Mekah, sedang umat Muhammad, bisa bertobat di sembarang tempat, dan Allah tetap akan menerima tobat mereka.

 

Kedua, bahwa aku dahulu berpakaian, ketika aku melanggar perintah Allah, maka Dia jadikan aku telanjang. Sedangkan umat Muhammad, melanggar perintah Allah dalam keadaan telanjang, lalu Allah memberi mereka pakaian.

 

Ketiga, setelah aku melanggar perintah Allah, maka Dia memisahkan aku dengan isteriku. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah, namun Dia tidak memisahkan mereka dari isteri-isteri mereka.

 

Keempat, bahwa aku melanggar perintah Allah dalam surga, kemudian Dia mengeluarkan aku dari dalamnya. Sedangkan umat Muhammad saw. melanggar perintah Allah di luar surga, lalu Dia memasukkan mereka ke dalamnya, apabila mau bertobat. (Tanbihul Ghafilin).

 

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Dia-lah yang bersalawat kepadamu dan juga para malaikat-Nya, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”. (QS. Al Ahzab : 41-43)

 

Tafsir :

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, yang menyita sebagian besar waktu dan dengan kalimat apa saja yang pantas bagi Allah, seperti mensucikan (subhanallah), memuji (alhamdulillah), mengesakan (laa ilaaha illallaah), dan pengagungan (Allaahu akbar).

 

(.     ) dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang. Permulaan dan akhir siang pada khususnya. Sedang disebutkannya waktu pagi dan petang secara khusus, adalah untuk menunjukkan keutamaan waktu-waktu tersebut dibandingkan dengan waktu-waktu yang lainnya. Karena kedua waktu tersebut merupakan waktu-waktu yang disaksikan oleh para malaikat. Jadi, sebagaimana halnya diutamakannya tasbih dari zikir-zikir lainnya, karena tasbih merupakan pangkal segala zikir. Dikatakan bahwa, kedua perbuatan itu (zikir dan tasbih) diarahkan kepada kedua waktu tersebut. Dan ada pula dikatakan bahwa, yang dimaksud tasbih di sini adalah salat.

 

(.    ) Dia-lah yang bersalawat kepadamu, dengan memberi rahmat.

 

(.     ) dan juga para malaikat-Nya, dengan memohonkan ampun bagimu dan memperhatikan apa-apa yang menjadi kemaslahatanmu. Sedangkan yang dimaksud salawat itu adalah gadrun musytarak, yaitu perhatian Allah terhadap kemaslahatan hidupmu dan tampaknya kemuliaanmu, sebagai kata pinjaman (isti’arah) dari kata salat.

 

(.     ) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan-kegelapan kepada cahaya (yang terang), dari kegelapan-kegelapan kekafiran dan kemaksiatan kepada cahaya iman dan ketaatan.

 

(.    ,) Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang, beriman, sehingga Dia perhatikan kemaslahatan hidup mereka dan keluhuran derajat mi reka, yang dalam hal itu Dia mempergunakan para malaikat yang dekat. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku tiap-tiap hari sebanyak lima ratus kali, maka dia tidak akan fakir selama-lamanya. (yakni tidak akan memerlukan bantuan orang lagi selama-lamanya).

 

Allah Taaia berfirman :

 

Artinya : “Maka, ingatlah kamu kepada-Ku”. Yakni, dengan ketaatan.

 

Artinya : “Niscaya Aku ingat pula kepadamu”.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertobat, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan menerima tobatmu dan mengampunimu.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berdoa, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mengabulkannya. sebagaimana firman-Nya yang artinya : Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku di kala hidupmu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam liang kuburmu, yakni dengan dimantapkannya ucapan yang benar ketika seorang mayit ditanya oleh dua malaikat di dalam kuburnya tentang Tuhannya, agamanya dan nabinya.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan bertawakkal, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan mencukupimu. Berdasarkan dalil firman Allah Taala yang artinya : Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupinya.

 

Atau, maka ingatlah kamu kepada-Ku dengan berbuat kebajikan, niscaya Aku ingat pula kepadamu dengan memberimu rahmat, sebagaimana firman Allah yang artinya : Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Bahrul Hagaia)

 

Firman Allah :

 

Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadamu…”

 

Adalah jumlah musta’natah yang berfungsi memberi alasan kepada dua hal sebelumnya (zikir dan tasbih). Karena salawat Allah atas mereka, padahal mereka tidak sepantasnya memperolehnya, sedang Dia pun tidak memerlukan kepada sekalian alam, adalah hal yang mewajibkan mereka senantiasa melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah atas mereka, yaitu berzikir dan bertasbih kepada-Nya Yang Mahatinggi.

 

Sedang firman-Nya :

 

Artinya : “…. Dan malaikat-malaikat-Nya…”

 

Kata ini di-athaf-kan kepada dhamir yang tersembunyi pada kata yusholli (      ) karena adanya pemisah yang menyebabkan tidak diperlukannya ta’kid (penguat) dengan dhamir munfashil. Tetapi dengan syarat : salat yang pertama tidak diartikan rahmat, dan yang kedua tidak diartikan permintaan ampunan. Karena penggunaan satu kata untuk dua makna yang berbeda adalah hal yang tidak diperbolehkan. Tetapi, ia harus diartikan de-ngan arti majaz yang umum, yang mencakup kedua makna tersebut, di mana masingmasing dari keduanya merupakan arti tersendiri yang hakiki dari arti majaz itu. Yaitu, perhatian terhadap apa-apa yang menjadi kebajikan dan kemaslahatan hidup kaum mukminin. Karena, masing-masing dari rahmat dan permintaan ampun itu adalah arti tersendiri yang hakiki dari perhatian terhadap hal-hal tersebut. (Abus Su’ud)

 

Firman-Nya :

 

Artinya : “Dia-lah yang bersalawat kepadaku, dan juga para malaikat-Nya… hingga akhir ayat”.

 

Salawat dari Allah itu artinya adalah ampunan dan rahmat kepada makhluk-Nya, sedang salawat malaikat adalah doa dan permohonan ampun bagi kaum mukminin. Karena mereka, para malaikat itu, adalah makhluk-makhluk yang dikabulkan doa mereka, maka mereka dianggap seolah-olah sebagai pemberi rahmat. Oleh karena itu dibolehkan mengathaf-kan al malaikah kepada Allah. Kalau tidak, maka tidak ada lagi keumuman dari lafaz musytarak atas kedua artinya, yang hakiki maupun yang majaz. (Syaikh Zaadah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Janganlah kamu banyak berbicara dengan selain zikir kepada Allah. Karena banyak bicara dengan selain zikir kepada Allah itu akan membikin hati menjadi keras. Padahal, sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah itu ialah orang yang berhati keras” (Mashabih Syarif)

 

Dikisahkan, bahwa ada seorang lelaki ahli beribadat kepada Allah meninggal dunia, Maka ada seseorang bermimpi melihatnya. Orang itu menanyakan kepadanya tentang keadaannya, lalu dijawabnya : “Saya didatangi oleh dua malaikat yang berwajah sangat elok dan berbau sangat harum. Keduanya berkata : “Siapa Tuhan-mu?”. Lalu saya jawab : “Jika kalian bertanya untuk menguji, itu haram. Tetapi jika kalian bertanya untuk sekedar Ingin tahu, maka Tuhanku adalah Allah Taala”. Maka kedua malaikat itu bermaksud akan Pergi, namun saya berkata : “Jangan pergi sebelum kalian memberitahukan kepadaku tentang Tuhanku”. Lantas saat itu juga terdengar seruan : “Dia adalah hamba-Ku”. Kemudian kedua malaikat itu pun pergi dari hadapan saya”. Sekian.

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda, yang art nya

 

“Pada malam mikraj, aku melihat suatu lautan yang tidak ada seorang pun mengsta hur luasnya selain Allah Taala. Di tepi laut tadi ada malaikat berbentuk seekor burung memiliki 70.000 sayap. Apabila ada seorang hamba mengucapkan “Subhanallah” mak burung itu bergerak dari tempatnya. Dan apabila si hamba tadi mengucapkan “wa hamy, lillah”, maka burung itu lalu membentangkan sayap-sayapnya. Dan apabila dia menguc-p. kan “Wala ilaaha illallaah”, maka burung itu terbang. Dan apabila dia mengucapkan “Wa. laahu akbar”, maka burung itu menceburkan diri ke laut. Dan apabila dia mengucapkan “walaa haula alaa guwwata illaa billaahil aliyyil azhiim”, maka burung itu keluar, kemudan mengibaskan sayap-sayapnya. Lalu meneteslah dari tiap-tiap sayap itu 70.000 tetes, yang dari tiap-tiap tetesan itu Allah menciptakan malaikat, lalu mereka membaca tasbih, tari . dan memohonkan ampunan bagi orang yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi, hingga hari kiamat”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan sebuah tiang di hadapan Arsy. Maka apabila seseorang hamba mengucapkan “laa ilaaha illallaah Muhammad rasulullah”, tiang itu menjadi bergoyang. Lantas Allah Taala berfirman : “Tenanglah hai tiang!”

 

Namun tiang itu menjawab : “Bagaimana saya bisa tenang, sedang Engkau belum mengampuni orang yang mengucapkan kalimat tadi!” Maka Allah berfirman : “Sungguh , Aku telah mengampuninya”. Barulah ketika itu, dia mau tenang”. (Zubdatul Waizhin)

 

Konon, bahwa Nabi Musa as. pernah melewati suatu jalan. Maka dilihatnya seorang kakek yang telah bongkok punggungnya karena sudah tua. Dia mengenakan ikat pinggang, sedang di hadapannya ada api yang tengah disembahnya. Lalu Nabi Musa menyapanya : “Hai orang tua, sejak berapa tahun engkau telah menyembah api?”.

 

Si kakek menjawab : “Sejak 490 tahun yang lalu”.

 

Nabi Musa bertanya pula : “Belum tibakah saatnya engkau bertobat dari menyembah api ini, dan kembali kepada Allah, Raja Yang Mahakuasa?”.

 

“Hai Musa” : katanya. “Apakah engkau berpendapat bahwa Allah akan menerima aku, seandainya aku kembali kepada-Nya?”.

 

Musa as. menjawab : “Kenapa Dia tidak menerimamu, sedangkan Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih?”.

 

Orang tua itu berkata : “Hai Musa, jika engkau berpendapat bahwa Allah Taala akan menerima orang-orang yang lari dengan kemurahan dan kelembutan-Nya, maka terangkanlah Islam kepadaku”.

 

Maka Nabi Musa pun menerangkan tentang agama Islam kepadanya, lalu dia masuk Islam dan mengucapkan : Laa ilaaha illallah, Musa Rasulullah”. Setelah itu dia menjerit dan berteriak, sehingga dikuatirkan dia mati, saking gembiranya masuk Islam.

 

Kemudian Nabi Musa menggerak-gerakkan kakinya, namun ternyata dia telah meninggal dunia. Maka Nabi Musa mengurus jenazahnya lalu menguburkannya. Setelah itu, Nabi Musa berdiri di sisi kuburnya seraya berkata : “Tuhanku, aku ingin Engkau beritahukan kepadaku, bagaimana Engkau memperlakukan hamba-Mu ini yang baru satu kali mengucapkan kalimat tauhid?”.

 

Maka turunlah malaikat Jibril as, lalu berkata : “Hai Musa, Tuhanmu mengucapkan salam kepadamu, dan berfirman : “Tidakkah kau tahu, bahwa siapa pun yang berdamai dengan Kami, dengan mengucapkan kalimat Lailaha Ilallaah, Musa Rasulullah, maka kalimat itu mendekatkan dia ke hadirat Kami, dan memberinya pakaian dari pakaian-pakaian surga”.

 

Kemudian Nabi Musa pulang kepada kaumnya, lalu menceritakan kepada mereka tentang kisah tersebut. Lantas mereka menghitung huruf-huruf yang ada pada kalimat La ilaaha illallaah, Musa Rasulullah itu, ternyata jumlahnya ada 24 huruf. Berarti Allah memberi ampunan dengan setiap hurufnya dosa-dosa selama 27 tahun. (Raunaqul Majalis)

 

Dan dalam salah satu khabar disebutkan : seorang hamba dihadapkan pada hari kiamat ke hadirat Allah Taala untuk dihisab. Setelah dihisab, ternyata dia harus masuk ke dalam neraka, dikarenakan oleh dosa-dosanya yang menumpuk, sedang kebaikannya sangat sedikit. Dia hampir binasa, sedang tubuhnya gemetaran. Lalu Allah berfirman : “Hai malaikat-malaikat-Ku, periksalah daftar catatan amalnya, apakah kalian temukan satu kebaikan di dalamnya?”.

 

Lantas Allah berfirman :

 

“Dia mempunyai sesuatu pada-Ku. Sesungguhnya pada suatu malam, dia pernah tidur. Kemudian dia terbangun dari tidurnya dan hendak berzikir kepada-Ku, namun dia diserang kantuk yang sangat hingga tertidur kembali. Sesungguhnya, dengan itu, Aku benar-benar telah mengampuninya”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Dari Said, dari Nabi saw., sabdanya : “Setan pernah berkata kepada Tuhannya : “Demi keperkasaan-Mu dan keagungan-Mu, Ya Tuhanku, aku benar-benar senantiasa akan menyesatkan hamba-hamba-Mu dan menyuruh mereka kafir dan durhaka selama nyawa mereka masih berada di dalam jasad-jasad mereka”.

 

Maka Allah Taala menjawab : “Hai makhluk yang terkutuk, demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku pun benar-benar senantiasa akan mengampuni mereka, selama mereka mau mengingat Aku dan meminta ampun kepada-Ku”. (Majalisul Anwar)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Pada hari kiamat nanti, ada seorang lelaki dibawa ke Mizan, lalu dikeluarkanlah untuknya 99 catatan amalnya, setiap catatan amalnya panjangnya sejauh penglihatan. Di dalamnya tercatat kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya. Lalu catatan amalnya tadi diletakkan di salah satu piringan timbangan itu. Kemudian dikeluarkan secarik kertas sekecil semut, yang di dalamnya tercatat kalimat syahadat, bahwa tidak ada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kertas itu diletakkan pada piringan timbangan yang satunya lagi, ternyata ia lebih berat daripada kesalahan-kesalahan orang tersebut. Maka dengan tauhidnya itu, Allah Taala menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke dalam surga”. (Tanbihul Ghafilin)

 

Alfaqih Abul Laits berkata : “Barangsiapa memelihara tujuh kalimat, niscaya dia akan Menjadi orang yang mulia di sisi Allah dan para malaikat, dan diampuni Allah dosa-dosanya, sekalipun banyaknya laksana buih di laut, dan dia akan merasakan manisnya ketaatan, Sedang hidup dan matinya akan lebih baik.

 

Pertama, ketika akan memulai sesuatu pekerjaan, hendaklah mengucapkan “bismillah”.

Kedua, setelah selesai dari mengerjakan apa saja, hendaklah mengucapkan “alhamdulillah”.

Ketiga, apabila lidahnya terlanjur mengatakan sesuatu yang tidak berguna, hendak lah mengucapkan “astaghfirullah”.

Keempat, apabila hendak melakukan sesuatu pekerjaan di hari atau waktu yang akan datang, hendaklah mengucapkan “insya Allah”.

Kelima, apabila menghadapi sesuatu pekerjaan yang tidak disukai, hendaklah mengucapkan : laahauia walaa quwaata illaa billaahil aliyyil azhiim”.

Keenam, apabila tertimpa sesuatu musibah, hendaklah mengucapkan “inna litlaahi wa inna ilaihi raji’ un”.

Ketujuh, baik siang maupun malam dari lisannya senantiasa mengalir ucapan “laailaaha illailaah, muhammad rasulullah”.

 

(Dari Tafsir Hanafi) Maka laksanakanlah apa-apa yang telah kami sebutkan kepadamu itu, wahai orang sufi.

 

Dikatakan bahwa, ada tujuh perkara yang akan menerangi kubur, dan masingmasing perkara tersebut mempunyai dalil dari Kitabullah :

 

Pertama, ikhlas dalam beribadah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan tidaklah mereka disuruh, melainkan agar mereka menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.

 

Kedua, berbakti kepada ibu-bapak. Karena Allah Taala telah berfirman :

 

Artinya : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak”.

 

Ketiga, bersilturrahmi. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga yang dekat akan haknya”.

 

Keempat, tidak menyia-nyiakan umur dalam maksiat. Karena Allah Taala berfirman : 

 

Artinya : “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari kamu dikembalikan kepada Allah.

 

Kelima, tidak memperturutkan hawa nafsu. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dan adapun orang-orang yang takut akan magam Tuhannya dan dia menahan diri dari (mengikuti) hawa nafsu, maka sesungguhnya surgalah yang akan menjadi tempat tinggalnya”.

 

Keenam, bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.

 

Ketujuh, memperbanyak zikir kepada Allah. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah (dengan menyebut nama) Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di kala pagi dan petang”. (Tanbihul Ghatfilin) Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Zikir yang paling utama adalah “laa ilaaha illallaah”, dan doa yang paling Utama adalah “alhamdu lillah””. (Hadis ini dari Hisaanul Mashabih, diriwayatkan oleh Sahabat Jabir ra.)

 

Adapun sebab alhamdulillah, dalam hadis ini, dianggap sebagai doa yang paling utaMma adalah karena doa merupakan zikir seorang hamba kepada Tuhannya dan permohonan Si hamba akan karunia-Nya. Sedangkan dalam kalimat Alhamdulillah itu terkandung kedua makna tadi. Karena di dalamnya ada zikir kepada Tuhan dan permohonan tambahan karunia, sebab ia merupakan puncak segala syukur, sesuai dengan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Alhamdulillah adalah puncak pernyataan syukur. Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak memuji-Nya”.

 

Dan syukur itu memastikan diperolehnya tambahan. Karena Allah Taala berfirman :

 

Artinya : Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat kepadamu”.

 

Maka, barangsiapa mengucapkan kalimat “alhamdulillah” seolah-olah dia meminta kepada Allah tambahan akan karunia-Nya, setelah memuji-Nya.

 

Adapun sebab kalimat “laa ilaaha illailaah” itu disebut sebagai zikir yang paling utama adalah karena ia mengandung makna yang tidak terdapat pada kalimat-kalimat zikir yang lain. Dengan mengetahui makna tersebut, seorang mukaliaf akan memperoleh semua yang wajib diketahui tentang hak Allah Taala. Itulah arti ditetapkannya ketuhanan bagi Allah Taala dan peniadaannya dari selain Dia.

 

Termasuk ke dalam arti ketuhanan itu adalah semua yang wajib diketahui oleh seorang mukallaf, baik yang wajib bagi Allah Taala, yang mustahil bagi-Nya dan yang jaiz. Karena ketuhanan itu memuat dua pengertian :

 

Pertama, bahwa Allah Taala tidak memerlukan kepada semua yang selain Dia.

 

Kedua, bahwa semua yang selain Allah Taala memerlukan kepada-Nya.

 

Dengan demikian, makna dari kalimat tauhid itu adalah : Tidak ada sesuatu yang tidak membutuhkan kepada Allah kecuali Allah sendiri. Oleh karena itu, Allah itu pasti ada, gadim dan kekal. Sebab, seandainya Allah tidak wajib memiliki sifat-sifat ini, berarti Dia memerlukan kepada sesuatu yang mengadakan Dia. Sebab hilangnya salah satu dari sifat-sifat ini, mengakibatkan Allah bersifat baru. Padahal apa pun yang baru tentu memerlukan kepada sesuatu yang mengadakannya.

 

Dan demikian pula, Allah Taala pasti Mahasuci dari segala kekurangan. Dan termasuk dalam kesucian Allah dari segala kekurangan itu adalah wajibnya Dia bersifat mendengar, mengetahui dan berbicara. (Majalisu! Rumi, secara ringkas).

 

 

 

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam kepadanya”. (QS. Al Ahzab : 56)

 

Tafsir : ,

 

(.    ) Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi, bersungguh-sungguh menampakkan kemuliaan Nabi dan mengangungkan kedudukannya. ,

 

(.    ) Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu kepada Nabi, bersungguh-sungguhlah pula kamu melakukan hal itu, karena kamu lebih patut melakukannya, dan ucapkanlah : allaahuma shalli ‘alaa Muhammad.

 

(.    ) dan ucapkanlah salam kepadanya, dengan mengatakan : assalaamu alaika ayyuhan nabiyyu.

 

Tetapi ada juga yang mengartikan salam itu dengan patuh, tunduk dan pasrah, Sehingga artinya menjadi : Patuhlah kamu dengan perintah-perintahnya.

 

Ayat ini secara umum menunjukkan tentang kewajiban mengucapkan salawat dan salam kepada Nabi saw. Dan ada pula yang berpendapat bahwa, membaca salawat itu wajib setiap kali mendengar nama Nabi disebutkan. Karena Beliau bersabda :

 

Artinya : “Celakalah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak bersalawat kepadaku. Maka dia akan masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah”.

 

Dan boleh bersalawat kepada selain Nabi, apabila disebutkan bersamaan dengan Beliau, tetapi kalau disebutkan tersendiri, maka makruh hukumnya. Karena menurut kebiasaan, bersalawat itu sudah menjadi syiar (perlambang) di kala nama Nabi disebut, maka dimakruhkan mengatakan Muhammad Azza wa Jalla, sekalipun Beliau memang orang Yang perkasa dan agung. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari sahabat Abu Hurairah ra., dan Ammar bin Yasir ra., dari Nabi saw., bahwa beliau bersabda :

 

“Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan malaikat yang diberi Nya kemampuan mendengar suara seluruh makhluk Malaikat itu berdiri di atas kuburku hingga hari kariamat Maka, tidak seorang pun dari umatku mengucapkan satu salawat kepadaku. melainkan Orang itu akan disebutkan oleh malaikat tadi namanya dan nama ayahnya seraya meng takan : “Ya Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan telah bersalawat kepadamu”

 

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. : “Ya Rasulullah, bagaimana penda. pat Baginda tentang fwman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para mala kat Nya bersalawat kepada Nabi…”.

 

Beliau menjawab : “Ini termasuk Ilmu yang tersembunyi. Seandainya kalian tidak menanyakannya kepadaku, niscaya aku tidak akan memberitahukannya kepada kalian”

 

Selanjutnya Beliau berkata : “Sesungguhnya Allah Taala telah menugaskan dua malaikat untuk mengawalku. Maka tidaklah namaku disebut di hadapan seorang muslim. kemudian dia mengucapkan salawat kepadaku, melainkan kedua malaikat itu berkata “Semoga Allah mengampunimu”. Yang dijawab oleh para malaikat dengan mengucapkan “Amin”.

 

Dan tidaklah namaku disebutkan di hadapan seorang muslim, tetapi dia tidak mengucapkan salawat atasku, maka kedua malaikat tersebut akan mengatakan : “Semoga Allah tidak mengampunimu”. Lalu dijawab oleh para malaikat lainnya dengan mengucapkan “Amin”.

 

(Abu Suud rahimahullah).

 

Dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Tidak ada satu doa pun, melainkan ada tabir yang menghalanginya dari langit, sampai orang yang berdoa itu mengucapkan salawat atas Nabi saw.. apabila orang itu telah membaca salawat atas Beliau, rnaka tembuslah tabir itu, dan doa pun masuk. Dan kalau dia tidak mengucapkan salawat, maka doanya kembali lagi”.

 

Diceritakan, ada seorang saleh duduk untuk membaca tasyahhud, namun dia lupa membaca salawat untuk Nabi saw.. Malamnya, dia mimpi melihat Nabi saw.

 

“Kenapa engkau lupa membaca salawat atasku?, tanya Nabi. Orang itu menjawab : “Ya Rasulullah, saya sibuk memuji Allah Taala dan menyembah-Nya, sehingga saya lupa”. Lalu Nabi saw. bersabda : “Tidak pernahkan engkau mendengar sabdaku, semua amal ditahan, dan doa-doa ditahan sampai dibacakan lebih dahulu salawat untukku?”. Dan sabdanya :

 

Artinya : “Seandainya ada orang datang pada hari kiamat nanti dengan membawa kebaikan-kebaikan seluruh penduduk dunia, namun di dalamnya tidak ada satu pun salawat untukku, maka semua kebaikan tersebut ditolak dan tidak diterima. (Zubdatul Wat zhin) Attirmizi meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku kelak pada hari kiamat jalah orang yang paling banyak membaca salawat untukku”.

 

Dikisahkan bahwa, ada seorang yang zahid pernah mimpi melihat Nabi saw. di dalam tidurnya. Kemudian dia menemui Beliau, tetapi Beliau tidak menghiraukannya. Lalu si zahid bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Baginda marah kepadaku?”.

 

“Tidak”, jawab Nabi saw.

 

Dia bertanya pula : “Apakah Baginda tidak mengenalku?. Padahal saya ini adalah fulan Azzahid”.

 

Nabi menjawab : “Aku tidak mengenalmu!”.

 

“Ya Rasulullah”, katanya pula. “Saya pernah mendengar ulama mengatakan, bahwa Nabi mengenal akan umatnya sebagaimana ibu-bapak mengenal anak-anak mereka”.

 

Nabi menjawab : “Apa yang dikatakan oleh ulama itu memang benar, bahwa Nabi lebih mengena! akan umatnya daripada ibu-bapak kepada anak-anak mereka”.

 

Maksudnya : mengenai orang yang bersalawat kepada Nabinya, sesuai kadar salawatnya. (Zahratur Riyadh)

 

Diceritakan, bahwa seorang wanita datang menemui Hasan Albashri ra., lalu berkata : “Ya Ustaz, saya mempunyai seorang anak perempuan yang baru saja meninggal dunia. Saya ingin melihatnya dalam mimpi. Maka ajarilah saya suatu amalan khusus, agar saya dapat memimpikannya”.

 

Kemudian wanita itu diajari oleh Hasan Albashri bacaan salawat, sehingga dia berhasil memimpikan anaknya. Di dalam mimpi itu, dia melihat anaknya memakai pakaian dari ter, lehernya terbelenggu, dan kedua kakinya terikat oleh tali dari api. Maka terjagalah wanita itu dari tidurnya dengan perasaan ketakutan. Kemudian dengan bergegas dia pergi menemui Hasan Albashri, dan sambil menangis diceritakannya mimpinya itu kepadanya. Maka Hasan dan sahabat-sahabatnya yang hadir ikut pula menangis.

 

Tidak berapa lama sejak kejadian itu, Hasan Albashri mimpi melihat anak perempuan itu berada di dalam surga tengah duduk di atas singgasana, sedangkan di atas kepalanya ada sebuah mahkota yang cahayanya menyinari timur dan barat.

 

“Ya Ustaz, apakah tuan mengenal saya?”, tanya anak perempuan itu.

 

“Tidak”, jawab Hasan Aibashri.

 

Lalu anak perempuan itu mengenalkan diri : “Saya adalah anak perempuan dari wanita yang pernah tuan ajari membaca salawat itu”.

 

Hasan Albashri merasa heran melihat keadaannya sekarang, lalu dia bertanya : “Dengan sebab apakah engkau memperoleh kedudukan seperti ini?’.

 

Anak perempuan itu menjawab : “Ya Syaikh, ada seorang lelaki berjalan melewati pekuburan kami. Kemudian dia membaca salawat atas Nabi saw. satu kali, lalu pahalanya dihadiahkannya untuk kami. Pada saat itu, di pekuburan kami ada 500 orang yang sedang disiksa. Lalu terdengar seruan : “Hentikan azab atas mereka dengan berkat salawat yang dibaca lelaki ini untuk Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari sahabat Abdurrahman bin Auf ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Tadi Jibril datang kepadaku dan berkata : “Ya Muhammad, tidak seorang pun membaca salawat untukku, melainkan dia akan disalawati (dimintakan ampun) oleh 70 ribu malaikat. Dan barangsiapa disalawati oleh malaikat, maka dia tergolong penghun Surga”.

 

Dan diriwayatkan dari Hasan Albashri, katanya : “Saya pernah mimpi melihat Ab. Ishmah di dalam tidur, lalu saya bertanya kepadanya : “Hai Abu Ishmah, apa yang tea diperlakukan Allah terhadapmu?” Dia menjawab : “Allah telah mengampuni aku”.

 

Lalu aku bertanya pula : “Dengan sebab apa?”.

 

Dia menjawab : “Setiap kali saya menyebutkan satu hadis, saya selalu mengucapkan salawat atas Nabi saw.”. (Zubdatul Waizhin)

 

Dari Nabi saw., sabdanya : “Aku didatangi oleh Jibril, Mikail, Israfil dan Izrail alaihi mussalam. Lalu Jibril berkata : “Ya Rasulullah, barangsiapa bersalawat kepadamu setiap hari sepuluh kali, maka aku akan menuntun tangannya dan menyeberangkannya di atas Shirat laksana kilat menyambar”.

 

Mikai! menimpali : “Dan aku akan memberinya minum dari telagamu”.

 

Lalu Israfil berkata : “Aku akan terus bersujud kepada Allah dan tidak akan mengangkat kepalaku sampai Allah Taala mengampuninya”.

 

Dan Izrail berkata pula : “Aku akan mencabut nyawanya sebagaimana mencabut nyawa para nabi alaihimussalam”.

 

(Dikisahkan) dari Abdullah, katanya :

 

“Kami pernah mempunyai seorang pelayan yang melayani raja, sedang dia dikenal sebagai seorang yang fasik. Namun, pada suatu malam, saya mimpi melihat dia, tangannya digandeng oleh Nabi saw.. Maka saya bertanya kepada Beliau : “Ya Nabi Allah, orang ini terkenal sebagai orang yang fasik, tetapi mengapa dia sampai bergandengan tangan dengan Baginda?”.

 

Nabi saw. menjawab : “Dia telah diampuni, sedangkan aku tengah memohonkan syafaat untuknya kepada Allah Taala”.

 

“Ya Nabi Allah, dengan sebab apa dia memperoleh kedudukan seperti itu?”, tanya saya pula.

 

Beliau menjawab : “Dengan banyak membaca salawat untukku. Sesungguhnya pada setiap malam, ketika hendak tidur, dia selalu membaca salawat seribu kali untukku”. (Tuhfatul Muluk).

 

Dan dari Kaab ra., katanya : “Apabila tiba hari kiamat, Nabi Adam as. melihat seseorang dari umat Muhammad saw. sedang digiring menuju ke neraka. Lalu Beliau berseru : “Ya Muhammad!”.

 

Nabi menjawab : “Labbaik, wahai Bapak manusia”.

 

Nabi Adam berkata : “Salah seorang dari umatmu sedang digiring menuju ke nearka”.

 

Maka Nabi pun lari mengejarnya sampai akhirnya terkejar, lalu Beliau berkata : “Hai para malaikat Tuhanku, berhentilah sejenak!”. Mereka menjawab : “Hai Muhammad, tidakkah engkau membaca firman Allah Taalah mengenai kami :

 

Artinya : “Mereka (para malaikat) tidak mendurhakai Allah tentang apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka”, Tetapi kemudian mereka mendengar seruan : “Turuti Muhammad!”

 

Lantas Beliau berkata : “Kembalikanlah orang itu ke Mizan”.

 

Kemudian amalnya ditimbang kembali. Ternyata kesalahan-kesalahannya lebih berat daripada kebaikan-kebaikannya. Lalu Nabi saw. mongoluarkan selombar kertas dari balik lengan bajunya, yang di dalamnya tertulis salawat yang pernah diucapkan orang itu untuk Beliau semasa di dunia. Kertas tersebut diletakkan oleh Beliau di piringan yang berisi kepaikan-kebaikannya, sehingga timbangannya menjadi lebih berat. Orang itupun kegirangan lalu berkata : “Saya tebus dengan ayah dan ibuku, siapakah Anda?””.

 

Beliau menjawab : “Aku Muhammad”.

 

Maka orang itu menciumi kaki Nabi saw. sambil berkata : “Ya Rasulullah, kertas apakah itu?”

 

Nabi menjawab : “Itu adalah salawatmu yang pernah engkau ucapkan untukku semasa di dunia, lalu aku simpan untukmu”.

 

Maka berkatalah orang itu : “Alangkah besar penyesalanku karena telah melalaikan kewajiban-kewajibanku kepada Allah”. (Kanzul Akhbar)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala telah menciptakan beberapa malaikat yang memegang pena-pena dari emas dan kertas-kertas dari perak. Mereka tidak menulis sesuatu apa pun selain dari salawat untukku dan untuk keluargaku”.

 

(Dikisahkan) bahwa seorang Yahudi mengaku untanya dicuri oleh seorang lelaki muslim. Dakwaannya itu disaksikan oleh empat orang saksi dari golongan munafik dengan cara dusta. Maka, Nabi saw. memutuskan bahwa unta itu sebagai milik si Yahudi, sedangkan orang muslim itu harus dipotong tangannya.

 

Orang muslim itu menjadi kebingungan, lalu dia mendongakkan kepalanya ke langit seraya berdoa : “Oh Tuhanku dan Penguasa, Engkau tahu bahwa aku tidak pernah mencuri unta ini”.

 

Kemudian dia berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, sesungguhnya keputusan Baginda adalah benar, tetapi tanyailah unta ini mengenai diriku”.

 

Maka Nabi pun bertanya kepada unta itu : “Hai unta, milik siapakah engkau?”.

 

Unta itu menjawab dengan lidah yang fasih : “Ya Rasulullah, saya adalah kepunyaan Orang muslim ini. Dan sesungguhnya saksi-saksi itu telah berkata dusta”.

 

Lalu Nabi saw. berkata : “Hai muslim, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah engkau lakukan, sehingga Allah Taala berkenan membuat unta ini pandai berbicara mengenal dirimu?”.

 

Muslim itu menjawab : “Ya Rasulullah, di waktu malam, saya tidak tidur sebelum membaca salawat untukmu sepuluh kali”.

 

Maka bersabdalah Nabi saw. : “Engkau telah selamat dari hukuman potong tangan di dunia, dan akan selamat pula dari azab di akhirat, dengan berkat bacaan salawatmu unlukku itu”. (Durratul Waaizhin)

 

Diriwayatkan dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat atasku sepuluh kali di waktu pagi dan sepuluh kali di waktu sore, maka Allah Taala akan menyelamatkannya dari ketakutan yang mahabesar pada hari kiamat, sedang dia bersama orang-orang yang dikaruniai Allah kenikmatan, yaitu nabi-nabi dan orang-orang Siddiq”.

 

(Dikisahkan) dari Fudhail bin Iyadh, dari Sufyan Ats Tsauri ra., bahwa dia (Sufyan) berkata : “Saya pernah berangkat naik haji. Di tanah haram, saya melihat seseorang yang selalu membaca salawat untuk Nabi saw. di mana saja dia berada di tanah haram itu, ketika tawaf di sekeliling Kakbah, ketika berada di Arafah dan di Mina. Maka saya menegurnya : “Hai fulan, tiap-tiap tempat ada doanya sendiri-sendiri, tetapi kenapa Anda tidak sibuk berdoa maupun salat, hanya membaca salawat untuk Nabi saja?”.

 

Orang itu menjawab : “Mengenai hal ini, saya punya cerita”.

 

“Beritahukanlah kepadaku cerita itu”, pinta saya.

 

Maka orang itu pun lalu bercerita : “Saya berangkat dari Khurasan untuk naik haji ke Baitullah ini. Saya ditemani oleh ayahku. Setibanya saya di Kufah, ayah jatuh sakit, lalu meninggal dunia. Wajahnya saya tutupi dengan kam. Ketika saya buka kembali tutup wajahnya, saya lihat rupanya telah berubah menjadi rupa keledai. Maka saya menjadi sangat sedih, dalam hati saya berkata : “Bagaimana saya memberitahukan ini kepada orang banyak, sedangkan ayahku telah berubah wajahnya seperti ini?”.

 

Kemudian saya diserang kantuk lalu tertidur. Di dalam tidur itu, saya bermimpi seolah-olah didatangi oleh seorang lelaki yang cerah wajahnya. Dia memakai tutup kepala, lalu dibukanya wajahnya seraya berkata : “Mengapa engkau tampak sangat bersedih sekali?”.

 

Saya menjawab : “Bagaimana saya tidak sedih menghadapi cobaan seperti ini?”.

 

Laki-laki itu mendekati ayahku, lalu mengusap wajahnya. Tiba-tiba ayahku sembuh seketika dari musibah yang telah menimpanya. Maka saya pun mendekatinya dan membuka wajahnya, lalu saya perhatikan, tampak wajahnya terang benderang bak bulan purnama di malam hari. Saya lalu bertanya kepada lelaki itu : “Siapakah tuan?”.

 

Lelaki itu menjawab : “Aku adalah Nabi pilihan”.

 

Maka saya pegangi ujung jubahnya, lalu saya berkata : “Demi kebenaran Allah Taala, ceritakanlah kisahnya kepada saya!”.

 

Maka berceritalah Nabi saw. : Dahulu, ayahmu adalah seorang pemakan riba, dan menurut hukum Allah, siapapun yang makan riba, Dia akan menjadikan rupanya seperti rupa keledai, bisa di dunia dan bisa juga di akhirat. Dan ternyata Allah telah menjadikan wajah ayahmu mirip keledai di dunia. Tetapi, ayahmu semasa hidupnya dahulu juga sering membaca salawat untukku setiap malam sebelum tidur seratus kali. Ketika dia mengalami hal seperti ini, maka datanglah malaikat yang biasa menyampaikan amal-amal umatku kepadaku, lalu dia memberitahukan kepadaku tentang keadaan ayahmu itu. Maka aku pun memohon kepada Allah Taala, dan Dia mengizinkan aku memberi syafaat kepadanya”.

 

(Sampai di sini selesailah ceritanya)

 

Sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Orang yang kikir itu ialah orang yang namaku disebut di sisinya, namun dia tidak mengucapkan salawat untukku”. (Masyriq)

 

Dan sabda Beliau pula :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, niscaya tidak akan tersisa setimbang atom pun dari dosa-dosanya”.

 

Kisah-kisah dan hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini cukup banyak jumlahnya, tetapi sengaja kami ringkaskan saja supaya tidak terjerumus ke dalam pembicaraan yang bertele-tele.

 

Diriwayatkan dari Ahmad, Ibnu Abi Syaibah, Annasai dan Ibnu Hibban di dalam sahihnya, menurut yang dinukil oleh Majdul Lughawi dari sahabat Anas ra., dia berkata : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca salawat untukku satu kali, maka Allah Taala akan bersalawat (memberi rahmat) kepadanya sepuluh kali, digugurkan darinya sepuluh kesalahannya, dan diangkatlah dia sepuluh derajat”. (Demikian tersebut dalam Al Mashabih)

 

Syaikh Al Muzhir berkata : “Di antara kebiasaan para raja dan orang-orang yang dermawan adalah menghormati orang yang menghormati kekasih-kekasihnya dan memulaikan orang yang memuliakan sahabat-sahabat akrabnya. Maka sesungguhnya Allah Taala adalah Raja diraja dan Yang Maha Pemurah di antara segala yang pemurah, karenanya, Dia tentu lebih patut memberikan kemurahan seperti itu. Maka sesungguhnya, orang yang telah memuliakan kekasih-Nya dan Nabi-Nya saw. dengan membaca salawat untuk Beliau, dia akan memperoleh dari Allah Taala rahmat, penghapusan dosa-dosa dan diangkatkan derajat”. (Sekian perkataannya)

 

Seorang ulama besar berkata : “Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa, karunia dari hadrat Allah Yang Mahaesa hanya bisa diperoleh lewat perantaraan ruh Muhammad, karena Beliau adalah penghulu dari semua penghulu, sejak dahulu dan untuk selamalamanya. Maka wajiblah bagi seorang murid mencari kesempatan untuk berada di sisi Beliau yang paling mulia, dengan cara mengikuti sunnah Beliau. Maka barangsiapa bertaqarrub kepada Beliau dengan membaca satu salawat, dia akan memperoleh dari hadrat Allah dengan lantaran mengikuti jejaknya, sepuluh rahmat, di hilangkan sepuluh hijab (penghalang) yang menghalangi dia dari Allah Yang Maha Hag, dan diangkat untuknya Sepuluh derajat di antara derajat-derajat Alqurbi di sisi Allah. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya”.

 

Adapun makna perkataan kita “allaahumma shalli alaa muhammad” adalah : Semoga Allah mengagungkan Muhammad di dunia dengan meluhurkan namanya dan memenangkan syariatnya, sedang di akhirat dengan mengizinkannya memberi syafaat kepada umatnya.

 

Alhusaini berkata : “Yang dimaksud dengan salawat adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menunaikan hak nabi-Nya yang menjadi kewajiban kita”.

 

Sedangkan Abdussalam berkata : “Salawat kita kepada Nabi saw. bukan berarti memberi syafaat kepada Beliau. Karena orang seperti kita ini tidak akan bisa member syafaat kepada manusia seperti Beliau. Namun, Allah memerintahkan kepada kita supay: membalas budi kepada orang yang pernah berbuat kebaikan kepada kita dan member kenikmatan kepada kita. Kalaupun itu tidak mampu kita lakukan, maka kita membalasnya dengan doa. Oleh karena Allah Taala mengetahui ketidak mampuan kita membalas bud kepada Nabi kita saw., maka Dia memberi bimbingan kepada kita agar membaca salawat untuk Beliau saw., supaya salawat kita untuk Beliau itu dapat menjadi balas budi atas kebajikan Beliau kepada kita dan anugerahnya kepada kita”. Sekian.

 

Ibnusy Syaikh ra. berkata : “Sikap hati-hati dalam membaca salawat untuk Nabi saw adalah dengan melakukan apa yang menjadi pilihan kebanyakan ulama, yaitu bahwa yang wajib adalah membaca salawat setiap kali mendengar nama Beliau disebutkan. Sekalipun dalam satu majelis nama Beliau disebutkan seribu kali”. Sekian kata Ibnusy Syaikh.

 

Karena adanya beberapa hadis, di antaranya adalah sabda Beliau saw. :

 

Artinya : “Barangsiapa yang namaku disebut di sisinya, tetapi dia tidak membaca salawat untukku, lalu dia masuk neraka dan dijauhkan dari rahmat Allah. Maka janganlah dia menyalahkan selain pada dirinya sendiri”. (Hadis riwayat Ibnu Huzaimah dan Ibnu Hibban dari sahabat Abu Hurairah ra.. Demikian tersebut dalam At Targhib)

 

Dalam bab ini terdapat banyak hadis. Maka barangsiapa mempunyai akal sehat, cukuplah baginya apa yang telah disebutkan tadi. Karenanya, bagi orang yang berakal, hendaklah banyak-banyak membaca salawat untuk Nabi saw., malam dan siang, tertuama pada hari Jumat dan malam Jumat. Sekian.

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia, sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (QS. Al Ahzab : 72)

 

Tafsir :

 

(.    ) Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunungGunung, maka semuanya enggan memikul amanat itu dan mereka kuatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Ini merupakan pemantapan janyi Allah sebelumnya (pada ayat sebelumnya) tentang betapa berat perbuatan taat itu, yang oleh Ailah disebut amanat, karena perbuatan taat itu wajib ditunaikan. Adapun maksud ayat ini adalah, bahwa dikarenakan beratnya ketaatan itu, yang seandainya dikemukakan kepada makhluk-makhluk yang besar bentuknya itu, sedang mereka mempunyai perasaan dan pikiran, niscaya mereka enggan memikulnya, dan kuatir akan mengkhianatinya.

 

Namun ketaatan itu ternyata ditanggung oleh manusia, padahal tubuhnya lemah dan kekuatannya ringkih. Tentu saja, orang yang dapat memelihara ketaatan itu dan sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya, akan memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat.

 

(.   ) Sesungguhnya manusia itu amat zalim. Apabila dia tidak memenuhi ketaatan tersebut dan tidak memelihara kewajiban-kewajibannya.

 

(.   ) lagi amat bodoh, tentang akibatnya yang sebenarnya. Dan ini adalah sifat dari manusia dilihat dari yang terbanyak.

 

Dan ada pula yang berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat ialah perbuatan taat yang mencakup ketaatan alami dan ikhtiar. Dan yang dimaksud “Mengemukakan amanat” adalah tuntutan supaya ia ditunaikan, yang mencakup suruhan kepada makhluk yang bisa berikhtiar melaksanakannya. Sedangkan bagi makhluk yang tidak berikhtiar, maka Allah sendirilah yang hendak menjadikannya bisa melaksanakan. Dan yang dimaksud “dipikulnya amanat” adalah dikhianatinya amanat itu dan keengganan menunaikannya.

 

Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa, setelah Allah Taala menciptakan makhluk-makhluk bertubuh besar tersebut, maka Dia ciptakan pula pada mereka kepahamar Kemudian Dia berfirman kepada mereka : “Sesungguhnya Aku telah mewaj bkar sat, kewajiban. Dan Aku telah menciptakan surga bagi siapa yang taat kepada-Ku dan neraka bagi siapa yang durhaka terhadap-Ku”. Lalu mereka menjawab : “Kami adalah makhluk-makhluk yang ditundukkan menurut tabiat yang telah Engkau ciptakan pada kami K-rr tidak sanggup menanggung satu kewajiban pun, dan kami pun tidak menginginkan pahala atau hukuman”.

 

Ketika Allah telah menciptakan Adam as., maka Dia mengemukakan kepadanya ha seperti tadi, dan Adam mau menerimanya. Dia adalah amat zalim terhadap dirinya de. ngan memikul beban yang memberatkan dirinya itu, dan juga bodoh tentang akibatnya yang tidak baik.

 

Tetapi, boleh jadi pula yang dimaksud amanat dalam ayat ini adalah akal atau pembebanan agama (.  ). Sedang dikemukakannya amanat itu kepada mereka (langit. bumi dan gunung-gunung) adalah dipertimbangkannya berkenaan dengan kesiapan mereka Dan keengganan mereka adalah keengganan alami, yang berarti tidak adanya kecocokan dan kesiapan. Sedang menanggungnya manusia, maksudnya ada kecocokan dan kesiapan mereka untuk menunaikan amanat itu. Dan maksud manusia itu amat za im dan amat bodoh adalah karena adanya kekuatan amarah dan syahwat yang dapat menga ahkannya. (Qadhi Baidhawi)

 

Dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah Taala mempunyai malaikat-malaikat yang mengembara di muka bumi sambil menyampaikan salam kepadaku dari umatku. Apabila seseorang dari umatku mengucapkan salawat untukku dalam sehari seratus kali, maka A an Taala akan memenuhi seratus hajatnya, tujuh puluh di antaranya di akhirat, sedang yang tiga puluh di dunia”.

 

Sebagian ulama mengatakan, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas ialah tauhid, yaitu kalimat syahadat, kalimat iman, kalimat cahaya dan kalimat takwa Kalimat-kalimat tersebut disebut amanat adalah sebagai peringatan bahwa mereka merupakan kewajiban-kewajiban yang wajib dipelihara. Allah menitipkan kalimat-kalimat itu kepada orang-orang mukallaf dan mempercayakannya kepada mereka serta mewaj bkan mereka menerimanya dengan cara melakukan ketaatan dan kepatuhan sebaik-ba knya dan menyuruh mereka supaya memperhatikannya, menjaganya dan menunaikannya, tan pa mengurangi sedikit pun hak-haknya. (Abus Suud)

 

Dan dari Abdullah bin Umar ra., dia berkata : “Kalimat laa ilaaha illallaanh Muhammad rasulullah itu terdiri dari 24 huruf. Sedangkan malam dan siang terdiri dari 24 jam. Apabila seseorang mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas dalam waktu yang sebentar, maka

 

Allah Taala berfirman : “Sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa-dosamu, yang kec! dan yang besar, yang tersembunyi dan yang nyata, yang sengaja dan yang karena lupa demi kehormatan kalimat ini”. (Hayatul Qulub)

 

Konon, setelah amanat itu dikemukakan kepada Nabi Adam as., maka Beliau berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya langit, bumi dan gunung-gunung itu, dengan kebesaran dan keluasannya tidak sanggup menanggung amanat itu dan mereka enggan. Maka bagamanakah aku harus menanggungnya, padahal aku ini lemah?. Maka Allah Taala berfuman : “Kamu yang menanggung, sedang kemampuan dari-Ku”. Oleh karena itu, Adam as. pun bersedia menanggungnya. (Tafsir Hanafi)

 

Allah Taala berfirman kepada Nabi Musa as. : “Peganglah ular itu dan jangan takut!”. (Alquran). Allah Taala menampakkan tongkat Nabi Musa di mata Firaun sebagai ular yang besar, sehingga dia ketakutan. Tetapi di dalam pandangan Nabi Musa, Dia tampakkan sebagai kayu biasa, sehingga Beliau tidak takut. Dan demikian pula amanat itu. Allah menampakkannya kepada langit dan bumi sebagai sesuatu yang berat, sehingga mereka enggan memikulnya dan kuatir akan mengkhianatinya. Sedang di mata manusia, Allah menampakkannya sebagai sesuatu yang ringan, sehingga manusia bersedia memikulnya. (Zahratur Riyadh)

 

Kalau ada yang bertanya, apa hikmat yang terkandung dalam penolakan makhlukmakhluk terhadap amanat tersebut, padahal kondisi mereka kuat dan bentuk mereka pun besar, sedang manusia yang kondisinya lemah malah sanggup menerima dan memikulnya?. Maka kami jawab : “Hal itu disebabkan oleh belum pernahnya makhluk-makhluk itu merasakan kenikmatan surga, sedang manusia sudah pernah merasakannya, sehingga dia sanggup memikulnya agar bisa sampai ke sana”. (Tafsir Hanafi)

 

Sebagian ulama ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah salat lima waktu. Allah Taala berfirman:

 

Artinya : “Peliharalah semua salat(mu) dan (terutama) salat wustha. Berdirilah menghadap Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”.

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Salat itu adalah tiang agama. Barangsiapa menegakkannya maka dia telah menegakkan agama, dan barangsiapa meninggalkannya, maka berarti dia telah merobohkan agama”.

 

Diriwayatkan bahwa, setiap kali masuk waktu salat, Imam Ali Karramallaahu wajhah tampak berubah wajahnya menjadi pucat pasi. Lalu seseorang menanyakan kepadanya tentang sebab hal itu. Dia menjawab : “Sesungguhnya telah tiba ditunaikannya amanat yang pernah dikemukakan Allah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, namun mereka enggan memikulnya. Kemudian amanat itu telah aku tanggung, meskipun aku lemah. Maka aku tidak tahu, apakah aku dapat menunaikannya atau tidak”. (Bahjatul Anwar)

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, yang dimaksud amanat dalam ayat tersebut adalah anggota-anggota tubuh. Mata adalah amanat, ia wajib dicegah dari perkara haram, sebagaimana dijelaskan Allah dalam firman-Nya :

 

Artinya : “Katakanlah kepada orang-orang lelaki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka”. Dan perut juga amanat, ia wajib dicegah dari kemasukan makanan yang haram, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu momakan riba”. Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim socara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sopenuh perutnya, dan mereka akan masuk ko dalam api yang menyala-nyala”.

 

Dan lidah juga amanat, ia wajib dicegah dari menggunjing dan berbicara kaji. sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : Janganlah kamu menggunjing sebagian dengan sebagian yang lainnya”.

 

Dan telinga juga amanat, ia wajib dicegah dari mendengarkan hal-hal yang mungkar dan terlarang, sebagaimana firman Allah :

 

Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahuinya”.

 

Dan begitu pula tangan, kaki dan kemaluan, semua itu adalah amanat, yang wajib dicegah dari semua perkara yang haram. (Bahjatul Anwar).

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah Alquran, yang menjadi kewajiban Anda untuk senantiasa membacanya, mempelajarinya dan mengajarkannya. Sedang menurut sebuah khabar, bahwa pada hari kiamat nanti, Allah Taala bertanya kepada Lauh Mahfuz : “Hai Lauh, mana amanat yang pernah Aku titipkan kepadamu, yakni Alquran, apa yang telah engkau perbuat terhadapnya?””.

 

Lauh itu menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah mewakilkan amanat itu kepada Isratil, dan telah aku serahkan kepadanya”.

 

Lalu Allah Taala berfirman kepada Israfil : “Hai Israfil, apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.

 

Israfil menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada Mikail, sedang Mikail telah menyerahkannya kepada Jibril”.

 

Kemudian Allah bertanya kepada Jibril, firman-Nya : “Apa yang telah engkau lakukan terhadap amanat-Ku?”.

 

Jibril menjawab : “Ya Tuhanku, amanat itu telah aku serahkan kepada kekasih-Mu. Muhammad”.

 

“Bawalah kemari kekasih-Ku Muhammad dengan lemah lembut”, kata Allah.

 

Maka pergilah Jibril as. menjemput Muhammad saw., katanya : “Ya Muhammad, segeralah menghadap”.

 

Lalu Allah Taala bertanya : “Hai kekasih-Ku, benarkah Jibrit telah menyampaikan amanat-Ku kepadamu?”.

 

“Benar”, jawab Nabi.

 

“Apa yang telah Engkau lakukan terhadap amanat-Ku itu?”, tanya Allah Taala pula.

 

Nabi menjawab : “Ya Tuhanku, aku telah menyampaikannya kepada umatku”.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai para malaikat-Ku, bawalah kemari umat kekasih-Ku, Muhammad, biar Aku tanyai mereka tentang amanat-Ku”.

 

Namun, Nabi saw. berkata : “Ya Tuhanku, umatku lemah-lemah. Mereka tidak mampu datang ke hadirat-Mu”.

 

Kemudian Beliau berkata pula : “Ya Tuhanku, izinkanlah aku pergi menemui Nabi Adam as.”.

 

Setelah mendapatkan izin dari Allah, maka Nabi pun pergi menemui Nabi Adam as. Setelah bertemu, maka Beliau berkata : “Wahai Adam, engkau adalah bapak dari seluruh manusia, dan aku adalah Nabi mereka. Apabila mereka ditimpa bencana, kita tentu ikut bersedih. Maka ambillah separuh dosa-dosa umatku dan aku separuhnya lagi, sehingga mereka terlepas dari pertanyaan dan hisab”.

 

Nabi Adam menjawab : “Ya Muhammad, aku sibuk memikirkan diriku sendiri, jadi aku tidak bisa”.

 

Maka Nabi pun kembali ke bawah Arsy, kemudian Beliau meletakkan kepalanya dalam sujud, dan menangis hebat, serta merendahkan diri kepada Allah seraya memohon : “Ya Tuhanku, aku memohon kepada-Mu, bukan untuk diriku sendiri, bukan untuk Fatimah puteriku, dan bukan pula untuk Alhasan dan Alhusein, tetapi yang saya maksud adalah umatku”.

 

Lantas dengan kelembutan dan kemurahan-Nya, Allah berfirman : Ya Muhammad, angkatiah kepalamu dan mintalah, niscaya engkau diberi. Dan mintalah syafaat, niscaya engkau diberi syafaat. Aku beri umatmu apa yang memuaskan hatimu, bahkan yang lebih memuaskan hatimu”.

 

Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu engkau menjadi puas”. (Tafsir Hanafi)

 

Artinya : “Akulah yang dipinta, maka pintalah kepada-Ku. Engkau pasti dapati Aku. Jika engkau meminta kepada selain Aku. Engkau takkan dapati Aku”

 

Ada pula sebagian ulama yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah puasa. Karena puasa itu merupakan rukun Islam. Maka barangSiapa menegakkannya, berarti dia menegakkan agama, dan barangsiapa meninggaikannya, berarti dia merobohkan agama. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar karnu bertakwa”.

 

Dan sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Diwajibkan atas kamu semua berpuasa di bulan Ramadan”. Dari sahabat Abu Hurairah ra., dari Nabi saw., sabdanya :

 

Artinya : “Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadan dengan iman dan ikhlas, niscaya akan diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu. (Mathali’ul Anwar)

 

Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan amanat da. lam ayat di atas adalah zakat. Karena zakat itu merupakan pembersihan badan dan harta. Allah Taala bertirman :

 

Artinya : “Ambillah zakat dari harta mereka, yang dengan zakat itu engkau membersihkan dan mensucikan mereka”.

 

Dan firman-Nya :

 

Artinya : “Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat”.

 

Diriwayatkan bahwa, pada suatu hari Nabi Musa as. melewati seorang laki-laki yang sedang salat dengan khusyuk dan tunduk. Lalu Beliau berkata : “Ya Rabb, alangkah bagusnya salat orang ini”. Allah Taala menjawab : “Hai Musa, walaupun dia salat setiap hari dan setiap malam seribu rakaat, memerdekakan seribu budak belian, naik haji seribu kali, dan mengantarkan seribu jenazah, itu semua tidak akan berguna baginya sebelum dia menunaikan zakat hartanya”. (Tafsir Qurtubi)

 

Dan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah haji. Karena haji itu termasuk rukun Islam. Sedang Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Diwajibkan atas manusia berhaji ke Baitullah karena Allah, yaitu atas orang yang sanggup melakukan perjalanan ke sana”.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa memiliki perbekalan dan kendaraan, namun dia tidak mau naik haji, maka biarlah dia mati dalam keadaan mana saja yang dia sukai, Yahudi atau Nasrani”. (Majma’ul Lathaif)

 

Dan adapula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud denga” amanat dalam ayat di atas adalah semua amanat, apa saja. Allah Taala berfirman :

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu agar menyampaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya”.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Tidaklah beriman (dengan sempurna) bagi orang yang tidak bisa dipercaya”.

 

Diriwayatkan dari Malik bin Shafwan, katanya : “Saudara saya meninggal dunia, lalu saya bermimpi melihatnya. Kemudian saya bertanya kepadanya : “Hai saudaraku, apa yang telah dilakukan Allah terhadapmu?”.

 

“Tuhanku telah mengampuni saya”, jawabnya.

 

Tetapi saya lihat pada wajahnya ada setitik noda hitam. Maka saya tanyakan tentang hal itu kepadanya, lalu dijawabnya : “Ada seorang Yahudi menitipkan sekian dirham kepadaku, tetapi saya belum mengembalikannya kepadanya. Jadi, noda ini adalah karena titipan itu. Maka, saya minta tolong kepadamu, hai saudaraku, ambillah titipan itu dari tempat anu, lalu kembalikanlah kepada orang Yahudi itu”.

 

Maka keesokan paginya, saya pun melaksanakan pesannya itu. Kemudian saya bermimpi lagi melihatnya, sedang noda hitam itu telah lenyap dari wajahnya. Dia berkata : “Semoga Allah merahmatimu, hai saudaraku, sebagaimana engkau telah menyelamatkan aku dari azab Allah”. (Tafsir Uyun)

 

Dan ada pula sebagian ulama yang mengatakan bahwa, yang dimaksud dengan amanat dalam ayat di atas adalah isteri dan anak-anak. Maka anda wajib menyuruh mereka salat, sebagaimana firman Allah Taala :

 

Artinya : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu agar melakukan salat?.

 

Sedang Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Suruhlah anak-anakmu melakukan salat apabila usia mereka telah mencapai tujuh tahun, dan pukullah (karena meninggalkannya) mereka apabila usia mereka lelah mencapai sepuluh tahun”.

 

Begitu pula, Anda wajib memelihara mereka dari segala perkara yang diharamkan agama, karena Anda akan dimintai pertanggungan jawab tentang mereka, sebagaimana sabda Nabi saw. :

 

Artinya : “Setiap orang dari kamu adalah pemimpin, dan setiap orang dari kamu bertanggungjawab tentang apa yang dipimpinnya”. (Tafsir Uyun)

 

Konon, ada seorang abid yang telah sekian lama beribadat kepada Allah Taala. Pada Suatu hari, dia berwudu, lalu salat dua rakaat. Setelah salat, dia mengangkat kepala dan menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya bermunajat : “Oh Tuhanku, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan dari pihak Tuhan Yang Maha Pengasih : “Jangan bicara hai terkutuk, Sesungguhnya ketaatanmu ditolak!”

 

“Apa sebabnya, Ya Rabb?” tanya si abid.

 

Terdengar jawaban : “Sesungguhnya istrimu telah melakukan perbuatan yang ber. tentangan dengan perintah-Ku, sedang engkau meridainya”.

 

Maka pergilah si abid menemui istrinya, lalu ditanyanya tentang keadaannya. Istrinya menjawab : “Saya telah pergi ke tempat yang tidak senonoh, mendengarkan sendaguray dan tidak salat”.

 

“Engkau tertolak dariku”, kata si abid dengan keras. “Karena aku tidak sudi menen. mamu lagi selama-lamanya”.

 

Maka bercerailah dia dari istrinya itu. Kemudian dia berwudu dan salat dua rakaat. Setelah itu, dia mengangkat kepalanya dan kedua tangannya sambil bermunajat : “Ya Allah, terimalah dariku!”. Maka terdengar seruan : “Sekarang, benar-benar Aku terima ketaatanmu!”. (Uyun)

 

Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah ra., katanya : Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga”.

 

Yakni : tiga kelakuan.

 

Artinya : “Apabila berbicara, dia berbohong”.

 

Maka bagi seorang mukmin yang benar-benar beriman, wajib atasnya memelihara diri dari berkata bohong. Karena berbohong itu merupakan sebab hitamnya wajah di hari kiamat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Albaihagi, dari Abu Bardah ra., bahwa dia (seperti yang tercantum dalam kitab Al Jami’ush Shaghir) berkata : “Rasulullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Berbohong itu menghitamkan wajah”.

 

Yakni, pada hari kiamat.

 

Karena apabila seseorang mengucapkan sesuatu, maka tidak langsung didustakan oleh Allah Taala, tetapi didustakan oleh imannya dari dalam hatinya sendiri, sehingga tampaklah bekasnya pada wajahnya (pada hari di mana ada wajah-wajah yang memutih dan ada pula wajah-wajah yang menghitam).

 

Attirmidzi dan lainnya telah meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra., katanya : “Rasu: lullah saw. bersabda :

 

Artinya : “Apabila seseorang berbohong satu kali saja, maka menghindarlah malai: kat darinya satu mil jauhnya, dari sebab busuknya apa yang dia sampaikan itu”.

 

Demikian tersebut di dalam kitab Al Jami’ush Shaghir.

 

Artinya : “Dan apabila berjanji, dia mengingkart”.

 

Yakni, tidak memenuhi janjinya itu.

 

Artinya : “Dan apabila dipercaya…”

 

Yakni, apabila dia dijadikan orang kepercayaan dan diserahi amanat.

 

Artinya : “…. maka dia berkhianat”.

 

Ada yang mengatakan bahwa, hadis ini bertujuan untuk memperingatkan kaum muslimin dan mempertakuti mereka, agar tidak membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela ini, yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kemunafikan.

 

Dan kelakuan-kelakuan ini sebagaimana bisa terjadi antara sesama manusia, bisa juga terjadi antara seseorang dengan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena, setelah Allah Taala berbicara kepada ruh-ruh di alam arwah dengan firman-Nya : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka mengakui ketuhanan Allah. Lalu Allah mengambil janji dan sumpah mereka. Dan mereka pun berjanji akan memegang teguh janji tersebut. Dengan demikian, apabila seseorang di alam dunia ini melalaikan pengakuannya itu, berarti dia telah berdusta dan menyalahi janjinya.

 

Begitu juga amanat, sebagaimana dia bisa terjadi antara sesamanya, maka ia juga bisa terjadi antara dirinya dan Tuhan Yang Mahatinggi. Karena memang Allah Taala telah memberikan suatu amanat kepada manusia, yaitu perintah-Nya supaya mereka melakukan ketaatan-ketaatan dan ibadat-ibadat. Maka, barangsiapa menunaikannya berarti dia telah menunaikan amanat, dan barangsiapa tidak menunaikannya berarti dia telah mengkhianati amanat. Sekian.

 

Allah SWT. berfirman :

 

Artinya : “Sosungguhnya orang-orang yang selalu mombaca Kitab Allah dan men. dirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, dan me. nambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS. Fathir : 29-30)

 

Tafsir : |

 

(.    ) Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab Allah, senantiasa membacanya, atau meneliti isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi ciri atau tanda bagi mereka.

 

Sedang yang dimaksud Kitab Allah adalah Alquran, atau jenis Kitab-Kitab Allah yang lain. Maka ayat ini merupakan pujian terhadap orang-orang yang membenarkan di antara umat yang terdahulu setelah berbicara secara khusus tentang ihwal orang-orang yang mendustkannya.

 

(.    ) dan mendirikan salat serta menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dengan diam-diam maupun terang-terangan. Bagaimana ia bisa melakukan keduanya itu tanpa sengaja.

 

(.  ) mereka itu mengharapkan perniagaan. Ingin memperoleh pahala dengan melakukan ketaatan. Kalimat ini menjadi khabar inna.

 

(.  ) yang tidak akan merugi, yang tidak akan binasa karena rugi. Kalimat ini merupakan sifat dari kata tijaratan (.    ).

 

Sedangkan firman-Nya :

 

(.  ) agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka, adalah ilat (.    ) bagi madlul (       ) nya, yaitu lan tabuur (.    ). Maksudnya : Hilanglah kerugian dari perniagaan itu, dan dia menjadi laris di sisi Allah, supaya Allah menyempurnakan kepada mereka pahala amal-amal mereka dengan larisnya perniagaan itu.

 

Atau, merupakan ilat (     ) bagi madiul (     ) oleh apa yang disediakan sebagai pahala dari kepatuhan mereka, seperti kalimat :     Mereka melakukan itu supaya Allah menyempurnakan kepada mereka…. Atau, sebagai akibat dari kata Yarjuuna (.  ).

 

(.    ) dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya, melebihi pahala yang setimpal dengan amal-amal mereka.

 

(.   ) Sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadap kelalaian-kelalaian mereka. ,

 

(.  ) lagi Maha Mensyukuri, ketaatan mereka. Yakni memberi balasan kepada mereka atas ketaatan itu.

 

Kalimat terakhir ini (      ) merupakan ilat bagi penyempurnaan dan penambahan pahala. Atau, sebagai khabar inna, sedangkan yarjuuna (.     ) menjadi hal dari wawul jamaahnya wa anfaquu (     , ). (Qadhi Baidhawi).

 

Seorang laki-laki datang menemui Nabi saw., lalu berkata : “Ya Rasulullah, saya banyak membaca salawat untuk Baginda. Berapakah seharusnya yang saya berikan kepada Baginda dari salawat itu?”.

 

“Terserah dirimu”, jawab Nabi.

 

“Seperempat?””, tanya orang itu.

 

Beliau menjawab : “Terserah dirimu, tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.

 

“Setengah?”, tanyanya pula.

 

“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu lebih baik bagimu”.

 

“Dua pertiga?”, tanyanya pula.

 

“Terserah padamu”, jawab Nabi. “Tetapi kalau engkau tambah, maka itu akan lebih baik bagimu”.

 

Akhirnya orang itu berkata : “Ya Rasulullah, kalau begitu, saya berikan salawatku seluruhnya untuk Baginda”.

 

Maka Nabi saw. menjawab : “Kalau begitu, salawatmu akan mencukupi keinginanmu, dan dosa-dosamu pun akan diampuni”. (Syifaun Syarif).

 

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar ra. dahulu, ada seorang laki-laki kaya dari segi dunianya, tetapi kelakuannya buruk. Namun demikian, dia suka membaca salawat untuk Nabi saw., dia tidak pernah metalaikannya dan tidak pernah berhenti membacanya barang sesaat pun. Ketika dia akan meninggal dunia, dia mengalami kesulitan dan wajahnya menjadi hitam legam. Dan orang yang menyaksikannya menjadi ngeri karenanya. Pada saat dia mulai merasakan pedihnya pencabutan nyawa, maka berserulah dia : “Ya Abalgasim, sesungguhnya aku mencintaimu dan banyak membaca salawat untukmu!”.

 

Belum selesai dia bicara, tiba-tiba menukiklah seekor burung dari angkasa, lalu mengusapkan sayapnya pada wajah orang itu. Maka berubahlah wajahnya menjadi putih kembali, dan tersebarlah bau harum darinya seperti bau wangi minyak kesturi. Dan orang itu akhirnya meninggal dunia dalam keadaan membaca syahadat.

 

Ketika orang-orang membawa jenazahnya ke kubur, lalu meletakkannya ke dalam liang, mereka mendengar suara dari angkasa : “Sesungguhnya hamba Allah ini, yang diletakkan di dalam kuburnya hanyalah kain kafannya belaka. Dan sesungguhnya salawatnya yang selama ini dia baca untuk Nabi saw. itu telah mengambilnya dari kuburnya dan meletakkannya di dalam surga”.

 

Orang-orang yang menyaksikan peristiwa itu menjadi tercengang karena heran, kemudian mereka pulang. Ketika malam tiba, orang ini dilihat dalam mimpi sedang berjalan antara langit dan bumi sambil membaca firman Allah yang artinya : “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkaniah salam kepadanya”. (Mau’izhah)

 

Dan sahabat Abu Hurairah ra , katanya : “Saya pernah mendengar Rasulul ah sy bersabda

 

“Barangsiapa berharap bisa bertemu Allah, maka hendaklah dia menghormati keluarga Allah “.

 

Seseorang sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apakah Allah Azza wa Jalla mempunyai keluarga?”,

 

“Ya”, jawab Beliau.

 

“Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?”, tanyanya pula.

 

Beliau menjawab : “Keluarga Allah di dunia ini ialah mereka yang membaca Alquran Ketahuilah, barangsiapa menghormati mereka, maka dia akan dimuliakan Allah dan dber surga. Dan barangsiapa menghina mereka, maka dia akan dihinakan Allah dan d masuk. kan ke dalam neraka. Hai Abu Hurairah, tidak ada seorang pun yang di Sisi Allah yang lebih mulia daripada penghafal Alquran. Dan ketahuilah, sesungguhnya penghafal Alquran di sisi Allah adalah lebih mulia daripada siapapun, selain para nabi”.

 

Dan dari sahabat Anas bin Malik ra., dari Nabi saw., bahwa pada suatu hari, Be au bersabda :

 

“Maukah kamu aku beritahu tentang orang yang paling utama dari umatku pada har kiamat kelak?”.

 

Para sahabat menjawab : “Mau, Ya Rasulullah”.

 

Rasulullah bersabda : “Mereka adalah orang-orang yang membaca Alquran. Apab a tiba hari kiamat, maka Allah Azza wa Jalla berfirman : “Hai Jibril, serukanlah di Mahsyar “Ketahuilah, barangsiapa yang dulu pernah membaca Alquran, maka berdinlah!”.

 

Jibril berseru dua tiga kali, lalu mereka pun berdirilah berbaris-baris di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih, tanpa ada seorang pun dari mereka yang berbicara, hingga

 

berdirilah Nabi Allah, Daud as. Maka Allah berfirman : “Bacalah olehmu sekalian dan ke4 raskanlah suaramu!”.

 

Maka masing-masing dari mereka membaca apa yang diilhamkan Allah Taala kepadanya dari firman-Nya. Lalu tiap-tiap orang yang membaca diangkat derajatnya, masingmasing orang sesuai dengan keindahan suaranya, lagunya, kekhusuannya, perenungannya dan pengamatannya.

 

Kemudian Allah Taala berfirman : “Hai keluarga-Ku, apakah kamu mengenali orang-orang yang telah berbuat kebaikan kepadamu semasa di dunia dahulu?”.

 

Mereka menjawab : “Ya, Oh Tuhan kami”.

 

Allah berfirman : “Pergilah kamu ke Mahsyar, maka siapa saja yang kamu kenal, dia boleh masuk surga bersama kamu”.

 

Dan dari Ali Karramallaahu wajhah, katanya : “Saya pernah duduk bersama Nabi saw. di tengah sekelompok sahabat radiyallaahu anhum. Tiba-tiba datang seorang lak – laki desa, lalu dia berkata : “Salam sejahtera atas Baginda, Ya Rasulullah, dan juga atas kalian, hai sekalian yang duduk”.

 

Setelah itu, dia berkata pula : “Ketahuilah oleh kalian, bahwa Aliah Taala telah mewa: Jibkan atas kita lima kali salat, dan Dia telah menguji kita dengan dunia ini dengan segala ketakutan-ketakutannya. Maka demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, kami tidak salat satu rakaat pun, melainkan kesibukan-kesibukan dunia itu masuk ke dalamnya, Maka bagar mana salat kami akan diterima Allah, sedang dia bercampur dengan kesibukan-kesibuka dunia?”.

 

Maka, Ali Karramailaahu wajhah berkata : “Salat seperti ini adalah salat yang tidak diterma oleh Allah dan tidak dihhat-Nya”.

 

Lalu Rasulullah saw. bertanya : “Dapatkah engkau, hai Ali, melakukan salat dua rokaat tertuju hanya kepada Allah semata tanpa dirasuki oleh segala pikiran, kesibukan dan godaan? Kalau dapat, saya akan memberimu kain burdahku yang berasal dari negeri Syam’.

 

Ali menjawab : “Saya dapat melakukan itu”.

 

Kemudian dia bangkit dari tengah-tengah sahabat, lalu berwudu dengan sempurna, kemudian memulai salatnya. Dia berniat karena Allah dengan tulus ikhlas di dalam hatinya. Dia selesaikan rakaat pertama dengan murni, kemudian masuk kepada rakaat kedua. Setelah rukuk, maka dia pun bangkit kembali berdiri di atas kedua kakinya seraya mengucapkan “samiallaahu liman hamidah”, sedang dalam hatinya dia teringat, seandainya Nabi memberiku kain burdah yang berasal dari Qathwan, tentu akan lebih baik bagiku daripada yang berasal dari Syam itu.

 

Selanjutnya dia melakukan sujud, membaca tasyahhud dan memberi salam. Lantas Nabi saw. menanyainya : “Apa yang telah engkau katakan, hai Abu Hasan?”.

 

“Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah”, jawab Ali. “Pada rakaat pertama, saya melakukannya bersih dari segala pikiran dan godaan. Kemudian saya lanjutkan dengan rakaat kedua, maka teringatlah dalam hati saya, “seandainya Baginda memberikan kepada saya kain burdah yang berasal dari Gathwan, tentu akan lebih baik bagi saya daripada yang dari Syam itu”. Demi kemuliaanmu, Ya Rasulullah, memang benar, tidak akan ada seorang pun yang mampu melakukan salat dua rakaat yang bersih semata-mata hanya tertuju kepada Allah Taala”.

 

Maka, Nabi saw. bersabda : “Kerjakanlah olehmu salat fardumu, dan janganlah kamu berbicara di dalam salatmu. Karena Allah Taala tidak akan menerima salat yang bercampur dengan kesibukan-kesibukan dunia. Tetapi salatlah kamu, lalu memohon ampunilah kepada Tuhanmu setelah kamu salat. Dan aku beri kabar gembira kepadamu, bahwa Allah Taala telah menciptakan seratus rahmat yang akan Dia sebarkan kepada umatku pada hari kiamat kelak. Tidaklah seorang hamba, baik laki-laki maupun perempuan, yang melakukan salat, melainkan dia akan berada di bawah naungan salat itu pada hari kiamat”. (Mau’izhah)

 

Dan Nabi saw. bersabda, yang artinya : “Pada malam aku diisra’kan, aku mendengar Allah berfirman : “Ya Muhammad, suruhlah umatmu memuliakan tiga orang : orang tua, orang alim dan orang yang hafal Alquran. Ya Muhammad, peringatkanlah mereka agar jangan sampai membikin marah orang-orang tersebut, karena sesungguhnya Aku sangat murka terhadap orang yang membikin mereka marah. Ya Muhammad, ahli Algur-an adalah keluarga-Ku, Aku tempatkan mereka padamu di dunia sebagai penghormatan kepada penghuninya. Dan seandainya Alquran itu tidak terpelihara di dalam hati mereka, niscaya dunia dan seisinya ini telah binasa. Ya Muhammad, para penghafal Alquran tidak akan disiksa dan tidak akan dihisab pada hari kiamat kelak. Ya Muhammad, apabila seorang

 

penghafal Alquran meninggal dunia maka dia ditangisi oleh seluruh langit-Ku, bumi-Ku dan malaikat-Ku. Ya Muhammad, sesungguhnya surga itu rindu kepada tiga orang : engkau sendiri, dua sahabatmu Abubakar dan Umar (radiyallaahu anhuma), dan orang yang hafal Alquran”. (Dari Al Mau’izhatui Hasanah)

 

Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Sebaik-baik orang di antara kamu ialah orang yang belajar Alquran dan mengajarkannya”. Sungguh benar apa yang disabdakan Beliau itu. Hadis ini diriwayatkan oleh Utsman bin Affan radiyallahu anhu. Dan dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah Taala, maka dia akan memperoleh satu kebaikan, sedang setiap kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim (. ) itu satu huruf, tetapi aku katakan     satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”. Hadis ini riwayat Attirmidzi, dan dia mengatakan bahwa ini adalah hadis hasan sahih Dari sahabat Umar bin Khattab ra., dari Nabi saw., bahwa Beliau bersabda :

 

Artinya : “Sesungguhnya dengan Alquran ini Allah mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula Dia merendahkan kaum yang lain”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah) Dan dari Abu Said Alkhudri ra., katanya : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi berfirman : “Barangsiapa disibukkan oleh Alquran dari mengingat Aku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya yang lebih baik daripada apa yang Aku berikan kepada orang yang meminta. Dan ketuamaan Kalam Allah atas semua perkataan yang lain adalah seperti kelebihan Allah atas semua makhluk-Nya”. , Hadis riwayat Attirmidzi, dan dia katakan ini adalah hadis hasan gharib. Dan dari sahabat Abu Musa Al Asy’ari ra., bahwa dia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk, baunya harum dan rasanya manis. Dan perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya manis”. Perumpamaan orang munafik yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana, baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Alquran adalah bagaikan hanzalah (sejenis labu yang pahit), tidak berbau dan rasanya pahit sekali”. Dalam riwayat lain disebutkan : “Dan perumpamaan orang yang jahat…” Sebaga’ ganti dari “Dan perumpamaan orang yang munafik ….”. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Attirmidzi, Annasai dan Ibnu Majah.

 

Dan dan sahabat Anas ra., dia berkata : “Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah jeruk sitrun, baunya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan orang mukmin yang tdak membaca Alquran adalah ibarat buah kurma, tidak berbau namun rasanya enak. Perumpamaan orang jahat yang membaca Alquran adalah seperti kayu cendana. baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang jahat yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah hanzalah (buah labu yang pahit), rasanya pahit dan tidak berbau. Perumpamaan kawan yang saleh adalah seperti orang yang memakai minyak kesturi, sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun daripadanya, tetap: anda merasakan baunya. Dan perumpamaan kawan yang buruk adalah sepert pandai besi. sekalipun tidak ada yang mengenai dirimu sedikit pun dari bunga apinya, namun anda tetap merasakan asapnya. (HR. Abu Daud). Dan dari Abu Umamah ra., katanya : “Saya pernah mendengar Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Bacalah olehmu Alquran, karena ia akan datang pada han kiamat kelak sebagai pemberi syafaat kepada para pembacanya”. (HR. Muslim) Muslim meriwayatkan pula dari sahabat Abu Hurairah ra., seperti yang disebutkan dalam kitab Misykatul Mashabih, bahwa dia berkata : Nabi saw. bersabda :

 

Artinya : “Barangsiapa menghilangkan dari seorang mukmin suatu kesusahan…”

 

Maksudnya : menghilangkan kesedihannya, karena al kurbatu (.   ) dengan men-dhammah-kan kaf berarti al hazanu (.   ).

 

Artinya : “Dari kesusahan-kesusahan dunia…”

 

Dengan hartanya atau bantuannya, atau pikirannya atau petunjuknya. Di sini, kesuSahan itu dikaitkan dengan seorang mukmin, karena orang mukmin dianggap sering menjadi sasaran berbagai kesusahan dunia.

 

Artinya : “Maka Allah akan menghilangkan darinya kesusahan…”

 

Di-tanwin-kannya kata kurbatan ( ) di sini adalah menunjukkan besarnya kesusahan tersebut.

 

Artinya : “dari kesusahan-kesusahan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang susah……”

 

Maksudnya, orang fakir, baik orang mukmin maupun kafir. Yakni, barangsiapa menghutangi orang fakir, lalu memberi kemudahan kepadanya dengan memberikan tangguh atau membebaskan sebagian hutangnya.

 

Artinya : “Maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim…”, Yang terlanjur melakukan perbuatan buruk, dengan cara tidak membuka aibnya, atau menutupi seseorang yang telanjang dengan cara memberinya pakaian.

 

Artinya : “Maka Allah akan menutupinya pula di dunia dan di akhirat”.

 

Artinya : “Dan Allah senantiasa membantu hamba-Nya…”

 

Maksudnya, senantiasa menolongnya. hamba itu (sibuk) membantu saudaranya yang muslim (dan memenuhi keperluannya)

 

Artinya : “Dan barangsiapa menempuh…”

Maksudnya : pergi.

 

Artinya : “Suatu jalan sambil mencari…” |

 

Yakni : menuntut. Kata ini menjadi hal atau sifat.

 

Artinya : “Di sana, akan suatu ilmu…”

 

Kata ilmu (     ) di-nakirah-kan supaya mencakup segala jenis ilmu agama, baik sedikit maupun banyak. Dan di sini terkandung pula suatu anjuran supaya pergi merantau untuk menuntut ilmu. Dan ini pernah dicontohkan oleh Nabi Musa as., yang pergi menuntut ilmu pada Nabi Khidir as., kata Nabi Musa : “Bolehkah aku mengikutimu supaya engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”.

 

Sedangkan Jabir bin Abdullah telah merantau sejauh perjalanan sebulan, berguru kepada Abdullah bin Anis, semoga Allah meridai keduanya, hanya demi sebuah hadis. 

 

Artinya : “Maka Allah akan memudahkan karenanya…”

 

Masudnya, dengan sebab seperti itu. 

 

Artinya : “Jalan menuju surga”,

 

Maksudnya, Allah menjadikan kepergiannya untuk menuntut ilmu itu sebagai sebab sampainya dia ke surga tanpa susah payah, dan dia diberi balasan berupa dimudahkan menempuh rintangan-rintangan berat, seperti berdiri di Padang Mahsyar dan menyeberang Shirat dan lain-lain.

 

Artinya : “Dan tidaklah berkumpul sekelompok orang di salah satu Mesjid di antara Masjid-masjid Allah….”,

 

Dengan perkataan ini dimaksudkan tidak termasuk Masjid-masjid orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena memasuki masjid-masjid mereka hukumnya makruh.

 

Artinya : “Sambil membaca Kitab Allah…”. Yakni, membaca Alquran.

 

<