DENGAN NAMA ALLAH Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah yang dengan rahmat-Nya kita mendapatkan keridhaan-Nya, dan atas dasar nafahat-Nya tertolaklah segala keburukan qadha’Nya. Saya bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah Tuhan Yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Persaksian yang membawa kepada ampunan dosa baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Dan aku bersaksi bahwasanya Sayyidina Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah keharibaan Baginda Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya yang selalu setia mengikuti jalan dan sunah-sunahnya. Ya Allah, segala puji bagi-Mu dan kepada-Mu jugalah tempat kami mengadu. Dan Engkaulah Maha Penolong. Tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

 

Diriwayatkan dari Amirul Mukminin Sayyidina Umar ibn al-Khatthab radhiyallahu “anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Sesungguhnya amal seorang hamba itu tergantung dengan niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang itu apa yang ia niatkan. Maka barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrabnya karena ingin mencari dunia atau ingin mencari wanita yang akan ia nikahi, maka hijrahnya adalah untuk bal yang ia tuju tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Amma ba’du.

 

Ini adalah sebuah kitab yang mengupas tentang perkara dasar keimanan dan keislaman. Aku sengaja menukil dari beberapa kitab karya para ulama besar seperti kitab “Fathur Rahman”, “Mukhtashar Ba Fadhal”, “Sullamut Taufiq” dan beberapa kitab lainya. Dan saya beri judul kitabku ini dengan nama “Fathul Ilah” yang di dalamnya mengupas tentang kewajiban-kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya dari pembahasan ilmu-ilmu ketauhi dan, ilmu-ilmu figih seperti pembahasan tentang shalat-shalat wajib dan beberapa uraian tentang ilmu-ilmu tasawuf.

 

Sesungguhnya kami sebagai insan yang beriman, kami ridha Allahu ta’ala sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasul kami, al-Guran sebagai imam kami, dan Ka’bah sebagai kiblat kami serta kaum mukminin sebagai saudara kami. Kami berlepas diri dari semua ajaran yang menentang dan menyalahi ajaran Islam, kami mengimani semua kitab yang diturunkan oleh Allahu ta’ala kepada para Rasul-Nya, kami beriman kepada para malaikat dan para Rasul utusan-Nya, kami pun mengimani semua tagdir Allah baik dan buruknya, kami mengimani akan datangnya hari akhir (kiamat), kami mengimani segala sesuatu yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam dari wahyu Allahu subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepadanya. Dengan atas asas inilah kami hidup dan atas dasar inilah kami mati dan kami dibangkitkan kelak insya Allah bersama dengan golongan orang-orang yang mendapatkan keselamatan, dibawah lindungan Allahu subhanahu wa ta’ala di mana mereka tidak ada rasa takut, dan tidak pula merasa susah dan sedih, dengan limpahan karunia-Mu, ya Allah ya rabbal-‘alamin.

 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu: penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. at-Tahrim ([66]: 6)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam pun bersabda:

 

“Siapapun hamba yang telah datang kepadanya nasihat tentang agamanya. Hal itu merupakan suatu kenikmatan yang datang dari Allah yang digiring untuknya. Jika ia menerimanya serta bersyukur maka dia termasuk golongan orang mukmin. Dan apabila dia menolaknya serta mendustakan maka dia termasuk dari golongan orang kafir yang mengatakan sama saja bagi kami, apakah engkau memberi nasihat atau engkau tidak menjadi orang-orang yang memberi nasihat.” Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam juga bersabda:

 

“Barang siapa yang diberi nasihat, dia tidak menerima atau mengindahkan, dan bila diberi peringatan atau dilarang, namun dia tidak menghiraukan, maka dia di hadapan Allah termasuk orang-orang yang berkhianat.”

 

Ketahuilah wahai saudaraku! Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada kita semua ‘afiah dan keyakinan yang kuat serta menunjukkan kita jalan orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya setiap muslim laki-laki dan perempuan berkewajiban mengetahui atau mempelajari ilmu. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk meninggalkannya, yaitu ilmu wajib yang mana keimanan dan keislaman kita tidak akan dianggap sah jika tidak mengetahuinya. Yang dimaksud di sini adalah ilmu tentang Allahu subhanahu wa ta’ala, tentang RasulNya dan hari kiamat, serta ilmu tentang apa saja yang Allahu ta’ala wajibkan untuk mengerjakannya dari segala perkara yang fardhu, yaitu segala sesuatu yang diberi pahala jika mengerjakannya dan berdosa serta akan disiksa jika meninggalkannya. Begitu pula sebaliknya perkara-perkara yang diharamkan, yaitu segala sesuatu yang apabila diringgalkan karena mengikuti perintah agama, maka akan mendapatkan pahala dan apabila dikerjakan akan mendapat dosa dan siksa.

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

“Agama ini datang dalam keadaan asing, dan kelak akan menjadi asing seperti semula. Maka sangatlah beruntung bagi orang-orang asing, yaitu orang yang menghidupkan apa yang telah mati dari sunah-sunahku.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda: 

 

“Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.”

 

Cina merupakan sebuah tempat yang terletak sangat jauh, sehingga hanya sedikit orang yang bisa sampai ke tempat tersebut disebabkan jauhnya tempat itu. Apabila seseorang tetap diwajibkan untuk menuntut ilmu meskipun tempatnya jauh, maka bagaimana seseorang tidak diwajibkan menuntutnya sedangkan dia hidup di antara para ulama atau tempat tinggalnya dekat dengan mereka serta tidak dibutuhkan banyak biaya dan kepayahan untuk mendapatkannya. Barang siapa sibuk bekerja sehingga melalaikan ilmu wajib ini, maka sama saja ia telah menyodorkan diri untuk mendapatkan murka Allah yang mana Dia adalah Dzat yang kehendak-Nya tidak dapat ditentang oleh siapa pun. Telah dinukil dari beberapa tafsir bahwa sesungguhnya Allah mewahyukan kepada bumi agar supaya bumi jangan memberi makan kepada seseorang kecuali dengan usaha tangannya sendiri dan peluh keringat yang ada di dahinya kecuali para penuntut ilmu, karena sesungguhnya Aku (Allahu ta’ala) telah menjamin rezekinya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

 

“Simpankanlah untuk orang-orang mukmin sesuatu yang hilang dari mereka.”

 

Yaitu, ilmu. Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam juga bersabda

 

“Mencari ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.”

 

” Apabila Allah menginginkan kebaikan kepada seorang hamba, maka Dia akan memberikan kefahaman kepadanya tentang masalah agama serta Dia akan mengilhamkan sebuah petunjuk kepadanya.”

 

“Barang siapa yang memahami dan mendalami perkara agama Allah, maka Allah akan mencukupkan apa yang ia inginkan dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”

 

“Menghadiri majelis ilmu itu lebih utama daripada shalat sunah seribu rakaat, menjenguk seribu orang sakit dan menghadiri seribu jenazah.” Dan di dalam hadits lainnya juga disebutkan:

 

“Orang yang paling rugi nanti di hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mempunyai kesempatan mencari ilmu namun ia tidak mau mencarinya.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam juga bersabda:

 

“Paling utamanya ibadah yang dipersembahkan kepada Allah adalah pemahaman dan mendalami perkara agama. Satu orang fagih itu lebih berat bagi setan untuk digoda daripada seribu ahli ibadah. Setiap sesuatu ada tiang penyangganya. Adapun tiang penyangga agama ini adalah figih.”

 

Diriwayatkan bahwasanya barang siapa meninggal dunia ketika ia masih mencari ilmu yang bertujuan untuk menghidupkan agama Islam, maka derajatnya dengan derajat para Nabi hanya terpaut satu derajat saja di surga

 

Diriwayatkan dari Rasulullahn shallallahu “alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Ketika malam Mi’raj aku diperlihatkan neraka, aku melihat kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin.” Para sahabat lantas bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka miskin harta?” Beliau menjawab, “Tidak, tetapi mereka miskin daripada ilmu.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayapnya untuk melindungi para penuntut ilmu, karena mereka senang dan ridha terhadap apa yang dilakukan oleh para penuntut ilmu.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam juga bersabda:

 

“Barang siapa berjalan di suatu perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Sesungguhnya amal perbuatan yang sedikit akan jauh lebih bermanfaat jika dengan ilmu daripada amal perbuatan yang banyak tetapi dengan kebodohan.”

 

Diriwayatkan dari Sayyidina Mu’adz ibn Jabal tadhivallabu ‘anbu beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pernahbersabda, “Tuntutlah ilmu, karena menuntut ilmu karena mengharap ridha Allah dinilai sebagai khasyyah (menimbulkan rasa takut kepada Allah), mencarinya dinilai sebagai ibadah, bermudzakarah dan mempelajarinya dinilai sebagai tasbih, membahasnya dinilai sebagai jihad, mengajarkan kepada orang yang belum mengetahuinya dinilai sedekah, memberikan kepada yang layak menerimanya dinilai pendekatan diri kepada Allah. Karena ilmu merupakan petunjuk terhadap perkara yang halal dan yang haram, penerang jalan bagi para penduduk surga. Dan ilmu adalah penghibur disaat sedih dan risau, sahabat di dalam kesendirian, teman bicara disaat sepi, petunjuk saat bahagia dan susah, senjata untuk melawan musuh, hiasan disaat bersama sahabat. Dengan sebab ilmu, Allah mengangkat derajat suatu kaum, dan Allah menjadikan mereka (suatu kaum) itu sebagai panutan dan pemimpin dalam segala kebaikan di mana tapak tilas mereka akan diikuti orang lain, tingkah laku mereka diteladani, dan pendapat mereka menjadi rujukan, para malaikat senang berteman dengan mereka dan bahkan para malaikat itu mengusap mereka dengan sayapnya. Dan segala sesuatu yang basah maupun yang kering, yang lembut ataupun yang keras, bahkan ikan-ikan yang ada di laut serta binatangbinatang laut yang lain, begitu pula bewan darat baik yang buas maupun yang jinak beristighfar (memintakan ampun) untuk mereka. Karena ilmu dapat membuat hati ini sadar dari kebodohan, ilmu merupakan pelita mata hati dari kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba akan mencapai kedudukan orang-orang yang mulia dan derajat yang tinggi di dunia dan akhirat. Merenungkan akan satu masalah ilmu, maka pahalanya setara dengan puasa, mengkaji ilmu pahalanya setara dengan bangun malam untuk beribadah, dengan ilmu tali silaturahim tersambung, dengan ilmu, dapat dibedakan mana perkara yang halal dan mana perkara yang haram. Ilmu adalah pemimpin sedangkan amal adalah pengikutnya. Ilmu akan diilhamkan kepada orang-orang yang bahagia (ahli surga) disisi-Nya dan diharamkan atas orang-orang yang celaka (ahli neraka).” (HR. Ibnu Abdi al-Barr dan di-hasan-kan statusnya oleh beliau)

 

Imam asy-Syafi’i rahimabullah pernah berkata:

 

“Barang siapa yang tidak mencintai ilmu, maka tiada kebaikan pada dirinya. Janganlah pernah kamu berkawan dan bersahabat dengan orang yang tidak mencintai ilmu.”

 

Beliau radhiyallahu ‘anhu juga berkata:

 

“Barang siapa menginginkan kehidupan di dunia maka semestinya ia berilmu, dan barang siapa mengharapkan kehidupan di akhirat, maka ia harus berbekal ilmu.”

 

Barang siapa tidak mau mempelajari ilmu, maka ia tak akan mampu melakukan ibadah dengan sempurna dan bisa dipastikan ia tidak akan dapat menyempurnakan hak-hak ibadah yang ia lakukan.

 

Seandainya ada seorang hamba beribadah kepada Allahu subhanahu wa ta’ala seperti ibadahnya para malaikat di langit tetapi tanpa ilmu, maka ia tetap termasuk orang-orang yang merugi. Singsingkanlah lengan kamu untuk mencari ilmu dengan cara banyak membahas bab-bab ilmu lewat muthala’ah (banyak membaca), imla’ (pendektean) dan ta’lim (pengajaran ilmu). Jauhi sifat malas dan bosan, jika tidak maka kamu berada di dalam bahaya kesesatan. Semoga Allah melidungi kita semua dari hal tersebut. Sungguh jauh rahmat Allahu subhanahu wa ta’ala dari orang yang mengetahui semua keutamaan ini kemudian ia tidak berusaha dengan keras untuk mencapainya. Sungguh beruntung bagi orang yang mengetahui kadar nilainya dan berusaha untuk mendapatkannya. Kebinasaan bagi orang yang berpaling. Allahu subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (OS. Thaha ([20]: 124)

 

Sudah sewajarnya dan menjadi suatu keharusan bagi setiap orang yang berilmu agar bersungguh-sungguh dalam menyebarkan dan mengajarkan ilmu kepada seluruh kaum muslimin tentang ilmu yang bermanfaat bagi setiap kaum muslimin, baik laki-laki maupun wanita.

 

Sebagaimana sudah banyak diketahui, bahwa setiap anak manusia tidaklah terlahir dalam keadaan berilmu dalam artian ia mengerti tentang masalah-masalah syariat agama, akan tetapi orang yang berilmu wajib untuk menyampaikan.

 

Setiap orang yang belajar kemudian mengetahui satu permasalahan agama maka ia termasuk orang yang memiliki ilmu dalam bab itu. Setiap orang awam yang mengetahui syarat-syarat shalat, maka wajib baginya untuk mengajarkannya kepada orang lain, jika ia tidak mau mengajarkannya, maka ia ikut andil dalam dosanya. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk duduk di rumahnya dan tidak mau pergi ke masjid dengan alasan dia akan melihat orang-orang yang tidak baik shalatnya. Justru jika dia mengetahui hal itu, wajib baginya keluar rumah untuk mengajari orang tentang tata cara shalat yang benar dan mencegah bila terjadi suatu kekeliruan atau kemungkaran.

 

Oleh karena itu, wajib bagi kamu untuk mengajari orang yang tidak mengerti, mengingatkan orang yang lupa, memberi petunjuk terhadap orang yang sesat. Jangan sekalikali kamu meninggalkan tugas ini dengan berkata, “Orang yang ingin mengingatkan orang lain semestinya dia sendiri sudah beramal dengan ilmunya tetapi aku ini belum sampai ke tahap itu, oleh karenanya aku belum pantas mengajari orang lain, sungguh hal ini adalah usaha dan tugas para ulama.” Kalimat-kalimat seperti itu merupakan tipu daya setan. Sesungguhnya mengajar dan mengingatkan orang lain termasuk dalam jumlah (bagian) mengamalkan ilmu.

 

Kaum shalihin pada zaman dahulu tidaklah menjadi pembesar para ulama melainkan karena berkat karunia Allahu ta’ala dan sebab amal ketaatan mereka kepada perintah-perintah-Nya, juga disamping itu karena usaha mereka menuntun umat manusia ke jalan-Nya.

 

Jika kamu belum pantas, maka jalan untuk mendapatkan kedudukan layak itu adalah dengan cara mengerjakan amal kebajikan dan menyeru pada kebaikan.

 

Adapun orang yang celaka adalah orang yang keras pada pendirian yang salah dan menyeru pada kesesatan. Orang yang mencegah dirinya untuk berbuat kebajikan dan mencela orang lain yang menjalankan kewajiban dan hak Allah, orang yang seperti inilah yang tergolong mendapat predikat celaka, dan kelak ia akan malu, dikecewakan dan dihinakan oleh Allahu subhanahu wa ta’ala.

 

Orang yang berlapang dada untuk menasihati hamba Allah dan mengajak mereka ke pintu-Nya, itulah orangorang yang telah ditetapkan mendapatkan keberuntungan, kebaikan, kebahagiaan, kemenangan dan keridhaan. Merekalah pewaris para Nabi, imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa, dan mereka adalah orangorang pilihan Allahu subhanahu wa ta’ala dari golongan orang-orang yang beriman, mereka adalah orang-orang yang kokoh serta mendalam dalam hal ilmunya, orangorang yang mendalami hakikat iman, yakin dan ihsan. Mereka adalah orang-orang yang mendapat rahasia Allahu subhanahu wa ta’ala dengan dibuka mata batinnya sehingga mereka dapat menyaksikan rahasia-Nya dengan nyata.

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Semua makhluk adalah hamba Allah, dan orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat terhadap hamba-Nya yang lain.”

 

Tidak ada seorang pun yang mampu memberikan manfaat terhadap makhluk Allah selain mengajak mereka ke pintu Allahu subhanahu wa ta’ala dengan cara memberitahukan kepada mereka tentang kewajiban mereka menunaikan hak-hak Allah seperti mentauhidkanNya, dan taat kepada-Nya, mengingatkan mereka tentang ayat-ayat dan nikmat-Nya, serta memberikan kabar gembira kepada mereka atas rahmat-Nya, sekaligus juga memberi peringatan kepada mereka tentang murka-Nya yang akan menimpa orang-orang yang berpaling dari-Nya dari golongan orang-orang kafir dan fasik.

 

Imam Faqihul Haram Abu Muhammad “Atha’ ibn Abi Rabah rahimahullah ta’ala pernah mengatakan:

 

“Barang siapa yang duduk di majelis zikir, maka Allah akan menghapus dosa sepuluh majelis dari majelis-majelis yang batil yang pernah ia hadiri.” Beliau ditanya, “Apa yang dimaksud majelis zikir?” Beliau menjawab, “Majelis zikir adalah majelis yang menerangkan tentang halal dan haram, bagaimana cara kamu shalat, bagaimana kamu puasa, bagaimana saat kamu menikah, mentalak, menjual dan membeli.” Jika orang bodoh sibuk mencari dunia, sehingga Jalai mencari kebenaran dan ilmu agama, maka ia telah menghadapkan dirinya untuk mendapat murka Allahu ta’ala serta ridha dengan kerugian dan kerendahan, sehingga ia termasuk dalam golongan orang-orang yang Allahu subhanahu wa ta’ala sifatkan dalam firman-Nya:

 

“Dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orangorang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus (10): 7-8)

 

Maimun ibn Mihran rahimahullah berkata:

 

“Perumpamaan orang yang melihat seseorang yang buruk shalatnya lalu ia tidak menegurnya, adalah seperti halnya orang yang melihat saudaranya sedang tidur hendak di patuk oleh seekor ular, namun ia mendiamkannya (tidak menyelamatkannya).”

 

Telah sampai riwayat kepada kami bahwa kelak seseorang akan saling tarik-menarik satu dengan yang lainnya di hari kiamat sedangkan mereka tidak saling mengenal. Orang itu bertanya kepada temannya tadi, “Apa yang kau inginkan dariku, sungguh aku tak mengenalmu.” Temannya tadi menjawab, “Dahulu engkau melihatku dalam kesalahan, tetapi engkau tidak menegur aku!”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam melihat seseorang sedang mengerjakan shalat dengan tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Maka Baginda Nabi “alayhish-shalatu was-salam pun bersabda, “Kalau seandainya kamu mati, maka kematian yang kamu alami adalah kematian yang tidak dalam fitrah (suci) sebagaimana Allah jadikan kesucian itu ada pada diri Muhammad.”

 

Sebagaimana wajib bagimu wahai manusia untuk mempelajari ilmu yang wajib bagimu serta apa yang kau butuhkan, maka wajib pula bagimu untuk mengajari istri dan anak-anakmu serta semua orang yang ada di bawah tanggunganmu baik laki-laki maupun perempuan. Jika engkau tidak mampu, wajib bagimu memerintahkan mereka untuk keluar rumah menuju orang yang berilmu supaya mereka belajar dari mereka (para ulama) sekedar apa yang diwajibkan. Jika tidak, maka engkau berdosa dan berdosa pula dari mereka yang telah sampai usia baligh.

 

TATIMMAH (PENYEMPURNAAN!): SEGALA HAL YANG WAJIB DIPELAJARI PEREMPUAN SETIAP PEREMPUAN

 

wajib mempelajari tentang segala sesuatu yang dihadapinya seperti pengetahuan tentang masalah haid dan selainnya. Apabila sang suami merupakan orang yang “alim maka sang suami wajib mengajar istrinya. Jika tidak, maka sang istri berhak keluar rumah untuk mempelajari segala kewajiban yang bersifat fardhu “ain bagi dirinya. Sang suami dilarang mencegahnya, kecuali sang suami bertanya kepada seorang ahli ilmu kemudian memberitahukan jawabannya kepada istrinya, hal ini apabila sang suami termasuk orang-orang yang bisa dipercaya. Tidak ada jalan bagi sang istri untuk keluar menuju ke majelis zikir dan mempelajari ilmu yang bukan fardhu “ain kecuali dengan izin sang suami.

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Paling dahsyatnya dosa yang dibawa oleh seorang hamba ketika bertemu Allah adalah dosanya seorang hamba saat membiarkan istrinya dalam kebodohan.”

 

Imam al-Ghazali rabimahullah menyebutkan di dalam kitabnya “al-Ihya’”. Dikatakan, “Sesungguhnya pertama kali yang akan menjerat seorang laki-laki di hari kiamat nanti adalah istri dan anaknya, mereka memberhentikan dirinya di hadapan Allahu ta’ala. Mereka mengatakan, “Wahai Tuhan kami, ambillah hak kami darinya. Karena sesungguhnya dia tidak pernah mengajarkan suatu perkara yang perlu kami ketahui dan dahulu dia memberi makan kepada kami dengan makanan haram sedangkan kami tidak mengetahuinya! Maka Allah membalasnya untuk mereka.”

 

Imam al-Ghazali rahimahullah lanjut mengatakan, “Ketahuilah, bahwasanya ilmu dan ibadah merupakan dua buah permata, karena sebab keduanyalah segala apa yang kamu lihat dan kamu dengar dari karangan para pengarang kitab, pelajaran para pengajar, nasihat para pemberi nasihat dan ceramahnya para pemberi ceramah, bahkan 5sebab keduanyalah kitab-kitab suci diturunkan, para Rasul diutus, bahkan sebab keduanyalah langit, bumi dan seisinya diciptakan. Maka renungkanlah isi kandungan dua ayat dari kitab suci Allahu ta’ala yang salah satunya berbunyi:

 

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (OS. ath-Thalaq (6): 12)

 

Ayat ini cukup sebagai dalil tentang kemuliaan ilmu, terutama ilmu tauhid. Adapun ayat yang kedua Allahu subhanahu wa ta’ala berfirman sebagai berikut:

 

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat (51): 56)

 

Ayat ini cukup sebagai dalil tentang kemuliaan ibadah, dan keharusan untuk melakukan ibadah. Perhatikanlah dengan benar kedua perkara ini! Keduanya merupakan tujuan Allahu subhanahu wa ta’ala menciptakan seluruh makhluk-Nya. Maka wajib bagi seorang hamba untuk tidak sibuk dan tidak memperhatikan kecuali keduanya. Ketahuilah, sesungguhnya ilmu selain tentang keduanya tidaklah ada kebaikan di dalamnya dan tidak akan didapati (hasil) apa pun jika mendalaminya.

 

Jika kamu telah mengetahui hal ini, maka ketahuilah bahwa ilmu adalah paling bagus dan paling utama di antara kedua permata tadi. Dan dengan hal itu wajib beramal dengan ilmu, jika tidak maka amalnya sia-sia belaka. Karena kedudukan ilmu seperti sebuah pohon, sedangkan kedudukan ibadah seperti buah. Keutamaan ada pada pohon, karena ia adalah pokoknya, akan tetapi pohon itu akan bermanfaat jika ada buahnya. Maka dari itu, wajib bagimu mengambil bagian dari keduanya. Bahkan seorang hamba berkewajiban mengerjakan 4 hal, yaitu: ilmu, amal, ikhlas dan memiliki rasa takut. Pertama, seorang hamba harus mengetahui jalannya, jika tidak maka ia adalah orang buta. Kemudian yang kedua seorang hamba harus beramal dengan menggunakan ilmu, jika tidak maka ia adalah orang yang terhijab (terhalang). Kemudian yang ketiga seorang hamba harus ikhlas dalam beramal, jika tidak maka ia adalah orang yang lalai. Kemudian yang terakhir seorang hamba hendaknya selalu memiliki rasa takut dan selalu hati-hati dari segala macam penyakit yang dapat menghapus pahala amal, jika tidak maka ia adalah orang yang tertipu. Sesungguhnya segala amal ibadah dilihat akhirnya, dan seorang hamba tidaklah mengetahui dengan amal apa ia akan diakhiri kehidupannya. Semoga Allahu ta’ala mengakhiri hidup kita dengan kebaikan, Amin ya rabbal-‘alamin. Dan semoga Allahu subhanahu wa ta’ala selalu memperbaiki keyakinan dan keteguhan hati kita dan semua kaum muslimin dalam agama. Karena sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih.

 

Malaikat Jibril ‘alayhis-salam mendatangi Baginda Nabi “alayhish-shalatu was-salam, Jibril pun bertanya, “Wahai Muhammad! Ceritakanlah — kepadaku tentang Islam!” Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam menjawab, “Islam adalah engkau bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan  haji ke Baitullah jika engkau mampu melaksanakan perjalanannya.” Jibril berkata, “Kau benar. Kemudian ceritakanlah kepadaku tentang Iman!” Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam menjawab, “Iman adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan terhadap baik buruknya qadar.” Jibril berkata,

 

“Kau benar. Kemudian ceritakanlah kepadaku apa itu Ihsan!” Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam menjawab, “Ihsan adalah ketika engkau beribadah kepada Allah anggaplah seakan-akan kau melihatNya, maka jika kau belum bisa melihat-Nya, maka yakinlah bahwa sesungguhnya Dia melihatmu.”

 

Para ulama -yang merupakan pewaris para Nabimengatakan, “Orang-orang yang mengerjakan keimanan dan keislaman secara keseluruhan, merekalah adalah orang-orang mukmin yang sempurna. Barang siapa meninggalkan keduanya (keimanan dan keislaman), maka ia adalah orang kafir yang sempurna. Barang siapa meninggalkan keislaman saja, maka ia adalah mukmin yang kurang sempurna. Dan barang siapa meninggalkan keimanan saja, maka ia adalah orang yang munafik.” Makna iman kepada Allah, yaitu kamu mempercayai dalam hati bahwasanya Allahu subhinahu wa ta’ala itu Esa baik dzat, sifat dan tindakan-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal ketuhanan. Dia (Allah) adalah Dzat yang memiliki segala sifat kesempurnaan, suci dari segala kekurangan, tiada satu pun yang menyerupai-Nya, Dia tidak membutuhkan bantuan scorang makhluk pun, akan tetapi seluruh makhluk butuh terhadap diri-Nya.

 

Allahu ta’ala memiliki 20 sifat wajib, yaitu: wujud (ada), gidam (terdahulu), baga’ (kekal), giyamu binnafsi (berdiri sendiri), mukhalafatu lil-hawaditsi (berbeda dengan makhluk-Nya), wahdaniyyah (Esa), hayah (hidup), ilmu (mengetahui), iradah (berkehendak), gudrah (mampu), kalam (berfirman), sama’ (mendengar), bashar (melihat), Dia adalah hayyun (Maha Hidup), “alimun (Maha Mengetahui), muridun (Maha Berkehendak), gadirun (Maha Mampu), mutakallimun (Maha Berfirman), sama’un (Maha Mendengar), bashirun (Maha Melihat).

 

Makna La Ilaha Illallah, yaitu peniadaan ketuhanan terhadap selain Allahu subhanahu wa ta’ala, dan penetapan ketuhanan hanya kepada-Nya. Ketuhanan adalah kepatutan terhadap semua sifat-sifat yang sempurna, maka tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah di alam ini kecuali hanya Allah, tiada pencipta dan tiada pemberi rezeki kecuali Allah. Tiada pemberi dan pencegah kecuali Allah. Tiada pemberi bahaya dan manfaat kecuali Allah. Allahu ta’ala berkuasa di semua alam mulk dan malakut, kalau seandainya dikedua alam tadi ada Tuhan selain Allah pastinya keduanya binasa. Seseorang tidaklah memiliki kuasa sebutir atom pun baik di langit maupun di bumi. Tidak seorang pun yang memiliki andil pada keduanya, dan tiada seorang penolong bagi Allahu subhanahu wa ta’ala dari mereka. Dan mereka tidaklah memiliki kemampuan untuk mendatangkan bahaya, manfaat, kematian, kehidupan dan kebangkitan terhadap diri mereka sendiri.

 

Makna Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam adalah utusan Allah, yaitu kamu beri’tikad bahwasanya Allah telah mengutus seorang Nabi yang ummi (tidak membaca dan tidak menulis) berkebangsaan Arab Ouraisy dari Bani Hasyim namanya Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam untuk seluruh makhluk-Nya baik dari kalangan jin maupun manusia. Allahu ta’ala menguatkannya dengan wahyu serta mewajibkan seluruh makhluk untuk mempercayai segala yang beliau sampaikan, dan mentaati semua perintah dan menjauhi larangannya. Allahu subhanahu wa ta’ala menolak kesaksian ketauhidan La Ilaha Illallah selama tidak diikuti kesaksian tadi dengan kesaksian terhadap pengutusan Baginda Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam.

 

Kami meyakini bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam dilahirkan dan diangkat menjadi Rasul di kota Makkah dan hijrah ke kora Madinah, meninggal dan dimakamkan di sana. Warna kulit beliau adalah putih kemerah-merahan. Dan beliau shallallahu “alaihi wa sallam hidup di dalam kuburnya.

 

Makna iman kepada para malaikat, yaitu mempercayai bahwa mereka adalah hamba yang dimuliakan oleh Allahu ta’ala, mereka tidak pernah menentang dan selalu mengerjakan segala yang Allah perintahkan kepada mereka. Mereka adalah tali penyambung antara Allahu ta’ala dengan makhluk-Nya, yang selalu mondar-mandir di antara Allah dengan makhluk-Nya. Mereka selalu jujur terhadap segala yang mereka sampaikan dari dan kepada-Nya. Tiada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allahu ta’ala.

 

Makna iman kepada para utusan Allah, yaitu meyakini bahwasanya Allahu subbanahu wa ta’ala telah mengutus, memerintahkan kepada mereka (para Rasul) untuk memberikan petunjuk dan menyempurnakan masalah dunia dan akhirat seluruh makhluk-Nya. Allah menguatkan mereka dengan mukjizat sebagai dalil yang menunjukkan atas kebenaran mereka. Mereka semua menyampaikan risalahNya serta memberikan penjelasan terhadap segala yang diperintahkan untuk menjelaskannya. Kita berkewajiban memuliakan serta mensucikan mereka dari segala cacat dan kekurangan. Mereka disucikan oleh Allahu ta’ala dari dosa kecil maupun dosa besar sebelum dan sesudah kenabian.

 

Makna iman terhadap kitab-kitab-Nya, yaitu meyakininya sebagai firman Allah yang kekal terdahulu yang berdiri dengan Dzat-Nya serta bukan tanpa huruf dan suara. Sesungguhnya Allah menurunkan kitab kepada sebagian Rasul-Nya dan melalui lisannya malaikat dengan mengunakan lafatdz-lafadz yang baru di dalam alwah (lembaran-lembaran). Sesungguhnya segala yang terkandung di dalamnya adalah kebenaran dan kejujuran. Allah menghapus sebagian hukum-hukumnya dan sebagian tidak dihapus. Kitab Allahu ta’dla jumlahnya ada 104 kitab.

 

Makna iman terhadap hari akhir, yaitu bahwasanya segala kejadian mulai dari kematian sampai terakhir di hari kiamat nanti, serta segala kejadian yang meliputi dari pertanyaan dua malaikat (Munkar dan Nakir), nikmat serta azab kubur, kebangkitan, pembalasan, perhitungan amal, timbangan amal, jembatan, surga dan neraka. Engkau yakin bahwasanya semua itu benar adanya.

 

Makna iman terhadap gadar, yaitu meyakini bahwa semua kehendak Allah pastilah terjadi sebaliknya segala yang tidak dikehendaki oleh-Nya mustahil terjadi. Sesungguhnya Allahu ta’ala telah menentukan kebaikan dan keburukan sebelum penciptaan makhluk, semua kejadian sesuai dengan qadha’, gadar dan kehendak-Nya. Amal perbuatan para hamba diciptakan oleh Allah, Dia akan memberi pahala bagi yang taat dengan karunia-Nya dan menghukum bagi yang bermaksiat dengan keadilanNya. Allahu ta’ala juga berhak melakukan sebaliknya seperti menghukum anak yang masih kecil walau belum pernah berbuat dosa dan kesalahan kelak di hari kiamat, memberikan rezeki dan mengharamkannya bagi yang Dia kehendaki, mengampuni segala dosa yang Dia kehendaki selain dosa syirik. Dialah Dzat Maha Adil dan Dzat yang tidak pernah zalim terhadap makhluk-Nya, Dialah Yang Mengatur kerajaan dan para hamba-Nya. Dia tidak dimintai pertanggung jawaban terhadap segala yang telah Dia lakukan, adapun mereka (para makhluk) dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah mereka perbuat.

 

Ketahuilah sesungguhnya seorang hamba hanyalah diciptakan untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sesuai ketetapan Allahu ta’ala dalam firman-Nya:

 

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (OS. ad-Dzariyat (51): 56-58)

 

Sesuai makna ibadah yang telah dijabarkan dalam ayat ini, maka seorang hamba dituntut mendermakan seluruh waktunya untuk beribadah serta melaksanakannya secara zahir dan batin serta memalingkan diri dari segala sesuatu yang bisa mengganggu ibadahnya. Jika seorang hamba diberi petunjuk untuk melaksakan semua itu, maka ia adalah murni hamba Allah yang berhak mendapatkan derajat kedekatan dengan Allahu ta’ala serta berhak mendapat pandangan yang khusus dari-Nya. Saat itulah seorang hamba menduduki magam (kedudukan) syukur, yaitu suatu kedudukan yang hanya bisa dicapai oleh sebagian kecil manusia, mereka adalah orang-orang yang mendermakan segala karunia Allahu subhanahu wa ta’ala untuk mengerjakan apa yang diperintahkan kepada dirinya. Serta berhak menduduki magam (kedudukan) khusus di dalam baiknya keislaman sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam:

 

“Termasuk dari bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan segala yang tidak ada manfaatnya.”

 

Apabila seorang hamba belum memperoleh petunjuk untuk melaksanakan semuanya, hal itu merupakan kehendak Allah, sehingga ia harus tetap menunggu petunjuk-Nya sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslimin yang lainnya. Apabila seorang hamba telah diberi petunjuk, maka ia telah meraih derajat yang tinggi, dan barang siapa diberi azab sebab kelalaian dirinya, maka tiada pelindung dan penolong baginya selain Allahu subhanahu wa ta’ala.

 

Tidak diragukan lagi bahwasanya kehidupan seorang hamba di dunia ini seperti seorang musafir yang sedang berniaga, barang dagangannya adalah seluruh amal kebaikan dan amal keburukan yang telah dikerjakannya, keuntungannya berupa kebahagiaan selama-lamanya di surga yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa dan kerugiannya berupa kesengsaraan selamalamanya yang mana hal itu merupakan kerugian yang nyata. Modal pokoknya adalah umur, dan setiap waktu dari seluruh waktunya merupakan harta simpanan dari simpanan perbendaharaan yang memungkinkannya untuk membeli kebahagiaan yang abadi dengan harta tadi. Apabila umur telah habis maka selesailah perniagaan, setiap pribadi akan memperoleh balasan atas segala yang telah ia kerjakan di hari yaum at-taghabun kelak, yaitu hari ditampakkannya seluruh amal kebaikan dan keburukan kepada setiap hamba, seorang hamba akan senang kalau antara dia dan amalnya terpisah sangar jauh. Akan tetapi, kelalaian dan panjang angan-angan, keduanya telah membutakan mata hati seorang hamba dari kebenaran. Allahu subhanahu wa ta’ala berfirman: ..

 

“Katakanlah: “Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling daripadanya.” (OS. Shad (38): 67-68)

 

 

SETIAP KAUM MUSLIMIN berkewajiban menjaga diri dari segala perusak, pemutus dan pembatal keislamannya, yaitu kemurtadan. Semoga Allahu subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari hal tersebut. Saat ini telah terjadi banyak peremehan dalam masalah berucap sehingga tanpa dirasa telah tercetus dari lisan suatu kalimat yang dapat melepas keislaman, bahkan mereka beranggapan bahwasanya hal itu bukanlah perbuatan dosa, apalagi beranggapan hal itu sebagai kekufuran. Kemurtadan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: keyakinan, perbuatan dan ucapan. Setiap bagian terbagi menjadi banyak bagian. Bagian pertama, yaitu adanya keraguan terhadap Allah atau para Rasul-Nya atau al-Quran, atau hari akhir, atau hari penghimpunan makhluk, neraka, pahala, siksa atau terhadap segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allahu subhanahu wa ta’ala. Atau meyakini tidak adanya salah satu sifat yang telah ditetapkan oleh ijma’ ulama bahwa sifat tersebut termasuk sifat-sifat wajib Allah seperti sifat ilmu (mengetahui) dan menetapkan sifat yang wajib mensucikan Allah dari sifat tersebut seperti jism (mempunyai tubuh), atau menghalalkan perkara haram yang sudah diketahui secara jelas daripada hukum agama secara ijma’ ulama seperti: zina, liwath (Homoseksual), membunuh, mencuri, merampas. Atau mengharamkan perkara halal seperti: jual-beli, pernikahan, atau meniadakan suatu kewajiban yang telah ditetapkan baginya seperti shalat lima waktu, sujud dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan wudhu. Atau mewajibkan suatu perbuatan yang tidak diwajibkan secara iima’, menafikan sesuatu yang telah disepakati sebagai bagian dari syariat seperti shalat rawatib. Atau berniat kufur dikemudian hari atau mengerjakan salah satu perbuatan yang sudah disebutkan di atas, atau meragukan itu semua, bukan karena was-was. Mengingkari tentang persahabatan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddig radhiyallahu “anhu, atau mengingkari salah satu kerasulan dari para Rasul yang telah diutus oleh Allahu ta’ala. Mendustakan satu huruf dari al-Ouran atau menambah satu huruf yang tidak ada dalam al-Ouran dan ia meyakini satu huruf itu termasuk dari al-Ouran, atau mendustakan seorang Rasul atau meremehkan atau merendahkan nama seorang Rasul dengan tujuan menghina, atau mempercayai adanya kenabian setelah Baginda Nabi Muhammad shallallahu “alaihi wa sallam.

 

Bagian kedua, yaitu perbuatan seperti perbuatan yang mengkafirkan atau sengaja melakukan hal iru bertujuan pelecehan atau sebagai pengingkaran terhadap agama seperti menaruh mushaf ke kotoran, atau sujud kepada berhala, matahari atau makhluk yang lain.

 

Bagian ketiga, yaitu ucapan, hal ini banyak sekali tidak terhitung jumlahnya. Di antaranya ketika kamu mengatakan kepada seorang muslim, “Hai Kafir, hai Yahudi, hai Nasrani, hai yang tidak beragama.” Tujuannva adalah menganggap bahwa agama si lawan bicara tadi adalah kekufuran, Yahudi, Nasrani, atau tidak beragama. Seperti celaan terhadap salah satu nama dari nama-nama Allahu subhdnahu wa ta’ala , janji-Nya, ancaman-Nya, dari apa saja yang sudah jelas hal itu disandarkan kepada Allah. Seperti ia berkata, “Seandainya Allah memerintahku untuk mengerjakan perkara ini, aku tidak akan melakukannya, atau seandainya arah kiblat mengarah ke arah ini, aku tidak akan shalat menghadap arahnya. Atau seandainya Allah memberikan aku surga, aku tidak akan masuk ke surga itu.” Bertujuan sebagai penghinaan atau penampakan sebagai penentangan terhadap itu semua. Seperti ia berkata, “Seandainya Allah menghukumku sebab aku meninggalkan shalat saat aku dalam keadaan sakit, maka Dia telah berbuat zalim kepadaku.” Atau ia mengatakan terhadap perbuatan itu sebagai hal yang baru, “Ini bukan takdir-Nya Allah, atau seandainya para Nabi, malaikat, dan semua kaum muslimin bersaksi atasku untuk masalah ini, aku tidak akan pernah menerima persaksian mereka.” Atau berkata, “Aku tidak akan melakukan ini walaupun sunah dengan tujuan menghina, atau kalau fulan adalah seorang Nabi, aku tidak akan mempercayainya.” Atau ada seorang “alim memberikan fatwa kepadanya, ia berkata, “Syariat apa ini?” tujuannya melecehkan. Atau ia berkata, “Laknat Allah kepada setiap orang “alim”, yang mencakup salah seorang dari para nabi. Atau ia berkata, “Aku melepaskan diri dari Allah atau dari Nabi, atau dari al-Ouran atau dari syariat Islam.” Atau ia mengatakan terhadap salah satu hukum yang ditetapkan kepadanya daripada hukum-hukum syariat, “Ini bukanlah hukum, atau aku tidak mengetahui hukum yang semacam ini,” dengan tujuan menghina hukum Allah. Atau ia mengatakan, “Bahwa Dia telah menuang dan memenuhi bejana,” terhadap ayat            atau berkata, “Dia telah menghabiskan semua minuman,” terhadap        atau pada ayat masalah timbangan dan neraca,           (Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi) atau ketika melihat suatu perkumpulan ia berkata,         (Dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka),” dengan tujuan penghinaan atau peremehan terhadap ayat-ayat al-Ouran tersebut. Begitu pula setiap tempat yang terkandung di dalamnya al-Ouran dengan tujuan yang sama dengan di atas tadi, apabila ia tidak memiliki tujuan meremehkan atau menghinakan, maka ia tidak dihukumi kafir. Akan tetapi, Syaikh Ahmad ibn Hajar rahimahullahu ta’ala berkata, “Tidak jauh keharamannya (dihukumi haram).”

 

Seseorang juga dihukumi kafir apabila ia mencela seorang Nabi, atau malaikat. Atau berkata, “Aku akan menjadi mucikari jika aku shalat, atau aku belum pernah mendapat kebaikan semenjak aku mengerjakan shalat, atau shalat tidak sesuai untukku.” Dengan tujuan melecehkan atau penghinaan atau penghalalan dalam meninggalkannya atau sangkaan tidak baik terhadapnya. Atau berkata kepada seorang muslim, “Aku adalah musuhmu dan musuh Nabimu.” Atau berkata kepada seorang syarif (keturunan Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam), “Aku adalah musuhmu dan musuh kakekmu.” Yang ia maksud adalah Baginda Nabi shallallahu “alaihi wa sallam. Atau ia mengatakan semisal dari kalimat-kalimat yang buruk lagi jelek.

 

Imam Syaikh Ahmad ibn Hajar dan Imam al-Qadhi Iyadh rahimahumallah telah menyebutkan banyak sekali tentang masalah ini di dalam kitab “al-Plam” dan “asySyifa’””. Sudah selayaknya kitab-kitab ini untuk dipelajari sebab barang siapa tidak mengenali kejelekan bisa dipastikan dirinya akan terjerumus di dalam kejelakan tadi.

 

Secara garis besar, kebanyakan gambaran tadi kembali kepada setiap keyakinan atau perbuatan, atau ucapan yang menunjukkan atas penghinaan, atau pelecehan kepada Allah atau kitab-kitab-Nya atau para utusan-Nya, para malaikat-Nya, syiar-syiar agama-Nya, petunjuk-petunjuk agama-Nya, hukum-hukum-Nya, atau janji-Nya atau ancaman-Nya.Itu semua merupakan suatu kekufuran atau kemaksiatan, maka setiap anak manusia berkewajiban menjaga diri dari perbuatan tersebut dengan sekuat tenaga.

SETIAP ORANG YANG terjerumus dalam kemurtadan berkewajiban segera kembali ke dalam agama Islam dengan cara mengucapkan dua kalimat syahadat serta menjauhkan diri dari segala hal yang bisa menyebabkan dia terjerumus dalam kemurtadan. Serta wajib baginya untuk menyesali atas segala sesuatu yang ditimbulkan dari perbuatan tadi dan berniat kuat untuk tidak kembali kepada perbuatan serupa serta mengganti segala sesuatu yang telah ia tinggalkan dari kewajiban syariat selama dalam keadaan murtad. Apabila ia belum bertaubat, maka wajib diminta taubatnya dan tidak boleh diterima alasan apapun darinya kecuali alasan Islam atau dibunuh.’ Puasa, tayamum, dan penikahannya sebelum ia menggauli Istri, semuanya menjadi batal dengan sebab murtad atau sesudahnya (menggauli istri) jika ia tidak segera kembali ke dalam agama Islam selama masih di masa iddah. Akad nikahnya tidak sah, hewan sembelihannya dihukumi haram, tidak mendapat warisan dan tidak mewariskan, tidak boleh dishalatkan, tidak boleh dimandikan, tidak holeh dikafani maupun dikuburkan, dan hartanya dihukumi harta fai’ (harta rampasan).

 

SETIAP ORANG MUKALLAF berkewajiban melaksanakan semua perintah Allahu subhanahu wa ta’ala yang telah diwajibkan terhadap dirinya serta wajib melaksanakannya sesuai dengan perintah Allah dari cara melaksanakannya sesuai rukun-rukun, syarat-syarat dan menjauhi segala yang bisa membatalkannya. Ia berkewajiban untuk menggur seseorang yang ia lihat telah meninggalkan sesuatu dari kewajiban tadi atau mengerjakan tidak sesuai dengan aturannya, serta wajib baginya untuk memaksa orang tadi supaya melakukan hal tersebut sesuai dengan aturannya jika ia mampu memaksa orang tadi. Jika tidak mampu, maka ia wajib mengingkari perbuatan orang tadi dalam hati dan hal itu merupakan selemah-lemahnya keimanan seseorang maksudnya adalah paling sedikit yang harus seseorang lakukan ketika ia tidak mampu memaksa atau memberikan teguran. Wajib meninggalkan semua yang diharamkan dan melarang orang yang menerjang keharaman tadi atau mencegahnya secara paksa dari perbuatan tersebut jika ia mampu, apabila tidak mampu maka ia wajib ingkar dalam hati serta menjauhkan diri dari tempat kemaksiatan. Haram adalah segala perkara yang Allah ancamkan terhadap penerjangnya dengan siksaan dan menjanjikan pahala bagi orang yang meninggalkannya karena Allahu ta’ala.

 

SETIAP MUSLIM YANG baligh berakal dan dalam keadaan suci berkewajiban melaksanakan shalat. Adapun orang kafir, wanita haid, nifas, anak kecil, orang gila, dan orang pingsan tidak berkewajiban mengqadha’ shalat kecuali orang murtad dan orang yang mabuk secara sengaja.

 

Baginda Nabi “alayhish-shalatu was-salam telah mengikat perjanjian umum dengan kita semua untuk memberikan penjelasan kepada orang-orang yang meninggalkan shalat dari kalangan para petani, awam, serta semua orang bodoh tentang keutamaan shalat lima waktu serta keutamaan bagi orang yang menekuninya. Kami mengkhususkan perintah ini dengan perhatian yang lebih, sebagaimana Allah dan Nabi-Nya sangat memperhatikan perkara tersebut. Permasalahan ini sekarang sudah banyak dilalaikan, kamu melihat orang bergaul dengan orang yang meninggalkan shalat dari anak, pembantu, teman dan selain mereka bahkan ia makan, minum, tertawa bersamanya serta memperkerjakannya dalam perdagangan, bangunan dan selainnya, yang mana ia sama sekali tidak pernah menjelaskan tentang apa akibatnya orang meninggalkan shalat lima waktu, melakukannya hingga keluar waktu, mendahulukan dari waktunya tanpa adanya udzur (halangan secara syar’i), besarnya dosa seseorang yang mengerjakan shalat tanpa disertai pengetahuan tentang masalah hukum-hukumnya, bahkan ta tidak pernah menjelaskan tentang keutamaan serta besarnya pahala yang diperoleh seseorang apabila mengerjakan shalat, apalagi mengerjakannya dalam keadaan berjama’ah. Perbuatan-perbuatan seperti inilah yang akan menghancurkan agama.

 

Maka jelaskanlah, wahai saudaraku! Kepada setiap orang yang tidak tahu atas kelalaian dirinya terhadap kewajiban-kewajiban agama seperti kewajiban mengetahui adabnya hati, pokok serta cabang-cabang agama seperti shalat, zakat, puasa, haji dan selainnya. Apabila tidak kamu jelaskan, maka kamulah orang pertama yang mengobarkan api nereka terhadap mereka sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits shahih. Sebab kamu termasuk orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkan ilmunya, meskipun kamu tidak dinamakan orang fagih di hadapan kalangan manusia. Setiap orang yang mengetahui sesuatu dari hukumhukum syariat dan tidak mengamalkannya maka ia adalah orang yang mengetahui dan suka memutarbalikkan fakta. Setiap orang awam yang mengetahui syarat-syarat shalat, wajib baginya untuk memberitahukan kepada orang lain. Jika tidak, maka ia ikut ambil bagian dalam dosa.

 

Shalat lima waktu merupakan kewajiban yang telah ditentukan secara pasti oleh syariat. Seseorang dihukumi kafir apabila mengingkarinya secara sengaja dan seseorang wajib dibunuh apabila meninggalkannya, tidak ada keringanan bagi seseorang untuk meninggalkan shalat meskipun dalam keadaan sakaratul maut. Ia tetap wajib mengerjakan shalat hingga apabila dia tidak mampu untuk menundukkan kepala maka dengan kedipan kedua mata, apabila tidak mampu maka dengan membayangkan rukunrukunnya dalam hati. Semua itu bertujuan supaya seorang hamba selalu mendapatkan keridhaan Allah. Lebih dahsyat dari hal itu bahwasanya kewajiban shalat tidaklah gugur meskipun seseorang dalam keadaan sangat menakutkan, saat berkecamuk perang dengan orang kafir, bahkan ia harus tetap mengerjakan shalat sesuai kemampuannya dalam keadaan berkendaraan atau berjalan kaki. Rukuk dan sujudnya dengan cara menundukkan kepala disertai menjaga adab dan wirid-wiridnya. Hal ini disebabkan agungnya kedudukan shalat sehingga seluruh makhluk dituntut untuk selalu menghadapkan diri kepada Dzat Yang Maha Pengasih, yaitu Allahu ta’ala. Karena shalat merupakan inti sari penyejuk hatinya makhluk. Maka seseorang yang mengerjakan shalat sampai keluar waktunya dihukumi fasiq yang dibenci dan orang yang mengerjakannya dalam kebodohan maka ia akan diusir sejauh-jauhnya dari pintu Allah. Adapun orang yang mengerjakan shalat di awal waktu dan berjamaah maka shalatnya akan diterima serta dimuliakan. Adapun orang yang mengerjakan di akhir waktu atau sendirian maka ia adalah orang bangkrut lagi dijauhkan dari kebaikan.

 

Syaikhul Islam Imam Ibnu Hajar rabimabullahu mengatakan dalam kitabnya “Mukhtashar al-idhah”:

 

“Hati-hatilah dari kelalaian dalam shalat, karena seandainya kamu melakukan haji seribu kali dan kamu melalaikan satu shalat atau mengerjakannya di luar waktunya maka engkau adalah orang yang merugi, dan pengabaianmu untuk berhaji itu jauh lebih baik bagimu. Banyak orang yang selalu berhaji serta melalaikan shalat, maka ia adalah orang vang rugi lagi dalam kesesatan yang nyata.”

 

Telah diriwayatkan di dalam sebagian hadits, bahwa orang yang meninggalkan shalat akan mati dalam keadaan hina, lapar serta haus, seandainya lautan dunia diminumkan kepadanya maka ia tidak akan pernah kenyang, dan kuburnya akan dihimpitkan sehingga tulang rusuknya menjadi berantakan. Api akan dinyalakan untuknya, ia akan berguling-guling di atas bara api siang-malam. Di dalam kubur, ia akan dikuasakan kepada seekor ular besar namanya asy-syujaul aqra”, kedua matanya terbuat dari api, kuku-kukunya dari besi, panjang kukunya seukuran perjalanan satu hari, ular itu akan berkata kepada si mayit, “Aku adalah asy-syujaul aqra”!”, suaranya seperti petir yang menyambar. Ia pun berkata, “Allah memerintahku untuk memukulmu atas kelalaianmu mengerjakan shalat subuh sampai terbit matahari dan memukulmu atas kelalaianmu mengerjakan shalat zubur sampai datang waktu ashar, memukulmu atas kelalaianmu mengerjakan shalat ashar sampai datang waktu maghrib, kelalaianmu mengerjakan shalat maghrib sampai datang waktu isya’, kelalaianmu mengerjakan shalat isya” sampai datang waktu fajar.” Setiap kali ular itu memukulnya dengan satu kali pukulan, ia akan tenggelam ke dalam bumi sejauh 70 hasta, kemudian salah satu malaikat mengeluarkannya dari dalam bumi dengan cara memasukkan kukunya ke dalam bumi selanjutnya ular itu memukulnya lagi sehingga orang tersebut tersiksa terusmenerus di dalam kuburnya hingga datang hari kiamat. Maka tegakkanlah shalat, wahai hamba Allah! Barang siapa menjaga shalat maka Allah menjaganya dan barang siapa melalaikan shalat maka Allah pun akan menyia-nyiakannya, dan ia kembali kepada-Nya dengan membawa kemurkaan dari Allahu ta’ala. Awal waktu adalah keridhaan Allah dan akhir waktu adalah ampunan Allahu subhanahu wa ta’ala.

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barang siapa mengerjakan shalat lima waktu tepat pada waktunya, serta menyempurnakan wudhunya, menyempurnakan berdiri, rukuk, sujud dan khusyu’nya. Maka shalat itu keluar berwarna putih cemerlang seraya berkata, “Semoga Allah selalu menjagamu sebagaimana engkau telah menjagaku.”

 

Jika tidak melakukan itu semua, maka shalat itu keluar berwarna hitam pekat seraya berkata, “Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyianyiakanku.” Hingga jika sekiranya Allah mau, shalat itu akan dilipat-lipat seperti lipatan baju yang telah usang kemudian dilemparkan ke wajahnya.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Awal kewajiban yang difardbukan oleh Allah kepada umat manusia adalah shalat, serta perkara yang tetap wajib dikerjakan selama nyawa masih dikandung badan adalah shalat, dan amal perbuatan hamba yang pertama kali diperhitungkan di hari kiamat adalah amal shalat. Apabila shalatnya baik maka semua amalnya akan baik pula, apabila amal shalatnya rusak, maka semua amalnya akan rusak pula.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barang siapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka jaminan telah lepas darinya, dan ia bertemu dengan Allah, dan Allah dalam keadaan murka kepadanya.” Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Garis pembatas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. Tiada agama, tiada amanat, tiada jaminan, serta tiada keimanan bagi orang yang tidak mengerjakan shalat.”

 

Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya bencana akan selalu terangkat dari suatu tempat apabila penduduknya selalu menegakkan shalat, begitu pula bencana akan selalu turun menimpa suatu tempat apabila penduduknya selalu meninggalkan shalat. Wahai saudaraku, janganlah kamu menganggap mustahil terjadinya gempa bumi, siksaan dan kesengsaraan yang menimpa suatu kampung disebabkan karena penduduknya selalu meninggalkan shalat. Serta janganlah kamu berkata, “Aku ini mengerjakan shalat, maka apa hubunganku dengan mereka?” Karena jika bencana itu turun maka akan menimpa semuanya baik orang-orang shaleh maupun orang-orang jahat, dikarenakan ia tidak mau memberikan peringatan, maupun mencegah mereka serta tidak meninggalkan mereka karena Allah. Allahu ta’ala adalah Dzat Yang Maha Menyaksikan aras segala sesuatu. Sebagaimana wajib bagimu untuk selalu menjaga shalat dan haram bagimu melalaikannya, kamu juga berkewajiban bersikap tegas terhadap istri, anak-anak dan semua orang yang berada di bawah tanggunganmu supaya mereka selalu menegakkan shalat, jangan perkenankan mereka memperoleh maaf dalam meninggalkan shalat. Barang siapa di antara mereka ada yang tidak mau mendengar dan mentaati, maka berilah ancaman, hukumlah dan marahlah kepadanya melebihi marahmu kepada mereka saat mereka merusak harta bendamu. Jika kamu tidak melakukannya, maka kamu termasuk dari golongan orang-orang yang meremehkan Allahu subhanahu wa ta’ala dan agama-Nya. Siapa yang telah kamu hukum dan kamu marah padanya, sedangkan ia tetap tidak mau mengikuti dan serta tidak mengindahkan, maka jauhkanlah serta usirlah ia darimu, karena ia adalah setan yang tidak ada kebaikan serta barokah di dalamnya, haram berteman dan bergaul dengannya serta wajib memusuhi dan putus hubungan dengannya, karena ia termasuk orang-orang yang memusuhi Allahu ta’ala dan Rasul-Nya. Allahu subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (OS. al-Mujadalah (58): 22)

 

Allahu subhanahu wa ta’ala meniadakan keimanan seseorang yang berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allahu ta’ala dan Rasul-Nya, meskipun mereka adalah orang paling dekat dengannya.

 

Para pengasuh berkewajiban memerintahkan kepada para anak asuhnya yang sudah mencapai usia tamziy, yaitu usia 7 tahun untuk mengerjakan shalat serta mengajarkan kepada mereka tentang hukum-hukum shalat, apabila anak asuhnya masih tetap meninggalkan shalat, maka para pengasuh wajib memukul mereka yang meninggalkan shalat atau meninggalkan kewajiban agama yang lain seperti halnya berpuasa saat mereka sudah mampu dengan syarat anak asuhnya tadi telah mencapai usia 10 tahun. Seorang pengasuh juga berkewajiban mengajarkan kepada para anak asuhnya tentang segala perkara yang wajib mereka lakukan dan segala perkara yang haram untuk mereka kerjakan.

 

Pemerintah berkewajiban menjatuhkan hukuman mati terhadap orang-orang yang meninggalkan shalat karena sebab malas dengan syarat apabila orang tersebut tidak mau bertaubat, dan orang tersebut masih tetap digolongkan orang Islam.

 

Setiap orang muslim berkewajiban memerintah serta menekankan kepada keluarga dan kepada semua orang yang berada di bawah kekuasaannya supaya mereka selalu mengerjakan shalat serta mengajarkan kepada mereka tentang rukun-rukun, syarat-syarat dan segala sesuatu yang dapat membatalkan shalat. Adapun musibah yang telah menimpa Secara menyeluruh, yaitu kebanyakan anak manusia tidak mau memberikan perintah kepada anak-anak perempuan dan kepada para pembantunya untuk mengerjakan shalat.

 

Seseorang tidak diperbolehkan terjun melaksanakan transaksi jual-beli di pasar, sebelum ia mempelajari tentang masalah hukum-hukum jual-beli dan perdagangan. Aku katakan, “Padahal ini tentang masalah jual-beli dan semisalnya dari bab mu’amalah (hubungan dengan manusia), maka bagaimana pendapatmu terhadap seseorang yang selalu berdiri berulang kali di hadapan Tuhannya selama sehari semalam untuk melaksanakan shalat, sedangkan ia tidak mengetahui tentang permasalahan yang wajib, haram, serta tidak mengetahui tentang segala permasalahan yang menyebabkan sahnya shalat dan yang membatalkan shalat. Dan mereka menyangka bahwa diri mereka telah berbuat kebaikan?!”

 

Maimun ibn Mahran rahimahullah berkata:

 

“Perumpamaan orang yang melihat seseorang yang buruk shalatnya lalu ia tidak menegurnya, adalah seperti halnya orang yang melihat saudaranya sedang tidur hendak di patuk oleh seekor ular, namun ia mendiamkannya (tidak menyelamatkannya).”

 

Sudah sepantasnya bagi orang yang meninggalkan shalat supaya ia menjauh dari masjid-masjid kaum muslimin dan acara-acara mereka yang mulia, serta supaya perwakilan dan pernikahannya dianggap kotor, dicela serta ditegur secara keras, diperkenalkan tentang buruknya keadaan dirinya, dan sesungguhnya darahnya boleh ditumpahkan, maka barangkali ia akan sadar dengan adanya peringatan itu semua. Dan hanyalah Allah Dzat yang memberikan taufik.

 

SEORANG LAKI-LAKI dimakruhkan shalat sendirian dan hal itu merupakan suatu kemakruhan yang sangat? yang menunjukkan atas kebodohan yang nyata atau kekufuran yang tersembunyi, kami memohon ‘afiah kepada Allah. Banyak sekali hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan shalat berjamaah serta peringatan dari melalaikannya. Nabi “alayhish-shalatu was-salam bersabda:

 

“Paling kerasnya watak, kekufuran dan kemunafikan adalah seseorang yang mendengar panggilan Allah, saat Dia memanggil dirinya untuk mengerjakan shalat, tetapi dia tidak mau memenuhi panggilan-Nya.” Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Cukup sebagai sebuah kesengsaraan dan kegagalan bagi seorang mukmin, yaitu saat ia mendengarkan muadzin mengucapkan tatswib (bacaan: ash-shalatu khairunminan-naum) untuk shalat, ia tidak menjawabnya.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Aku berkeinginan untuk memerintahkan kepada seseorang laki-laki supaya menggantikan aku menjadi imam shalat, lalu aku akan mendatangi para laki-laki yang enggan shalat berjamaah, maka aku akan perintahkan kepada mereka para sahabat untuk membakar rumah orang-orang yang enggan shalat berjamaah tadi.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barang siapa yang mendengar azan sedangkan ia dalam keadaan lapang dan sehat, tetapi ia tidak mau menjawab panggilannya, maka tiada shalat baginya.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Derajat shalat berjamaah lebih utama dibanding dua puluh tujuh kali shalat sendiri.”

 

BERHATI-HATILAH DARI meninggalkan shalat Jumat sebab meremehkannya. Karena dapat berakibat seseorang mati su’ul khatimah, semoga Allah melindungi kita dari hal tersebut. Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam bersabda:

 

“Janganlah sekelompok kaum mengulangi lagi perbuatan mereka dalam meninggalkan shalat Jumat atau Allah akan mengunci hati-hati mereka, lalu pastilah mereka menjadi termasuk golongan orang-orang yang lalai.”

 

Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barang siapa meninggal tiga kali shalat Jumat karena meremehkannya, Allah mengunci terhadap hatinya.”

 

Dalam riwayat yang lainnya disebutkan:

 

“Maka ia telah mengesampingkan Islam di belakang punggungnya”

 

Sayyidina Abdullah ibn Abbas radhiyallahu “anhuma pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang selalu berpuasa di siang hari serta bangun untuk giyamulail di malam hari, tetapi ia tidak pernah menghadiri shalat Jumat serta shalat berjamaah. Maka beliau menjawab, “Dia berada di neraka.” Nabi “alayhish-shalatu was-salam bersabda:

 

“Bahwasanya dijadikannya seorang imam supaya ia diikuti, maka ketika ia takbiratul ihram maka bertakbiratul ibramlah, dan janganlah kalian bertakbir sampai ia bertakbir. Jika ia rukuk, maka rukuklah, dan janganlah kalian rukuk sampai ia rukuk. Dan jika ia mengucapkan, “SAMI’ALLAHU LIMANHAMIDAH.” Maka ucapkanlah, “RABBANA LAKAL-HAMDU.” Dan jika ia sujud maka sujudlah dan janganlah kalian sujud sampai ia sujud.” (al-Hadits)

 

Dan Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Apakah orang-orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam itu tidak merasa takut apabila Allah merubah kepala mereka menjadi kepala keledai.”

 

Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam melarang seseorang melakukakan shalat seperti patukan burung gagak.

 

Disebutkan dalam kitab “Ihya””, bahwa orang-orang yang keluar dari shalat itu terbagi menjadi tiga golongan:

  1. Golongan yang mendapatkan 25 pahala shalat, yaitu mereka yang bertakbir dan rukuk setelah rukuknya imam.
  2. Golongan yang mendapatkan hanya satu pahala shalat, yaitu mereka yang menyamai (membarengi) gerakan imam.
  3. Golongan yang dihitung belum shalat, yaitu mereka yang mendahului gerakan imam.

 

Diriwayatkan bahwasanya para pencuri telah mencuri 400 ekor unta dan 40 budak milik sahabat Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu “anhu, kemudian dia pun menemui Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam dalam keadaan sedih, lantas beliau shallallahu “alaihi wa sallam menanyakan tentang sebab kesedihannya, kemudian Abu Umamah menceritakan tentang masalah yang telah menimpa dirinya, maka beliau shallallahu “alaihi wa sallam bersabda, “Aku takut hal itu bisa menyebabkanmu kehilangan takbiratul ibram dengan imam.” Maka Abu Umamah bertanya, “Ya Rasulullah! Perkara itu lebih dahsyat dari ini semua?!” Beliau shallallahu “alaihi wa sallam pun menjawab, “Bahkan – dari bumi yang dipenuhi dengan unta-unta.”

 

APABILA SESEORANG hendak mengerjakan shalat maka hendaknya ia mengucapkan (niat):

 

USHALLI — FARDHASH-SHUBHI — RAK’ATAINI LILLAHI TA’ALA -jika ia menjadi makmum maka ditambah lafadz muqtadiyan Allahu akbar.

 

Contoh: “Aku berniat shalat fardbu subuh dua rakaat sebagai makmumkarena Allahu ta’ala.”

 

ALLAHU AKBARUKABIRA, WAL-HAMDU LILLAHI KATSIRA, WA SUBHANALLAHI BUKRATAN-WA ASHILA, INNI WAJJAHTU WAJHIYA LIL-LADZI FATHARAS-SAMAWATI WAL-ARDHA, HANIFAN MUSLIMAN WA MA ANA MINAL MUSYRIKIN, INNA SHALATI WA NUSUKI, WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHI RABBIL“ALAMIIN, LA SYARIKA LAHU, WA BI DZALIKA UMIRTU WA ANA MINAL-MUSLIMIN.

 

“Allah Maha Besar lagi sempurna kebesaran-Nya, segala puji bagi Allah yang sebanyak-banyaknya dan Maha Suci Allah sepanjang pagi dan sore. Kuhadapkan muka hatiku kepada Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan keadaan lurus dan menyerahkan diri dan aku bukanlah dari golongan kaum musyrikin. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan dengan itu aku diperintahkan untuk tidak menyekutukan-Nya. Dan aku termasuk dari golongan orang muslim.”

 

“AUDZUBILLAHI-MINASY-SYAITHANIRRAJIM. BISMILLAHIR-RAHMANIR-RAHIM. ALHAMDU LILLAHI RABBIL-“ALAMIN. AR-RAHMANIRRAHIM. MALIKI YAUMIDDIN. IYYAKA NA’BUDU WA IYYAKA NASTA’IN. IHDINASH-SHIRATHALMUSTAQIM. SHIRATHAL-LADZINA AN-AMTA ‘ALAIHIM GHAIRIL-MAGHDHOBI ‘ALAIHIM WALADH-DHALLIN. (RABBIGHFIRLI AMIN RABBAL-ALAMIN).

 

“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maba Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai di hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Ya Allah ampunilah aku wahai Tuhan sekalian alam.”

 

“Katakanlah: “Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

 

SUBHANA RABBIYAL-AZHIMI WA-BIHAMDIH. 3x

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Agung dan segala puji bagi-Nya.”

 

SAMIALLAHU LIMAN-HAMIDAH. RABBANA LAKAL-HAMDU, HAMDAN-KASTIRAN, THAYYIBAN-MUBARAKAN FIHI, MILUSSAMAWATI WA-MILUL-ARDHI WA-MILU-MASYI’TAMIN SYAI-IN-BA’DU. ALLAHUMMAHDINI FIIMAN HADAIT. WA ‘AFINI Fi MAN ‘AFAIIT. WATAWALLANI FI-MAN TAWALLAIT. WA BARIK Li FIIMA A’THAIT. WA-QINI SYARRA MA QADHAIT. FA INNAKA TAQDHI WA LA YUQDHA ‘ALAIK. WA INNAHO LA YADZILLU MAN WALAIT. WA LA YA’IZZU MAN “ADAIT. TABARAKTARABBANA WATAS’ALAIT.FA LAKALHAMDU “ALA MA QADHAIT. ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK. WASHALLALLAHU ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN WA ALA ALIHI WA SHAHBIHI WA SALLAM.

 

“Allah Maha mendengar bamba yang memuji-Nya. Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian yang banyak dan baik serta diberkati, sepenuh langit dan bumi dan sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu. Ya Allah, berilah aku petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang-orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah terhadap segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang telah Engkau tentukan. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. | Sesungguhnya tidaklah hina orang-orang yang telah Engkau beri kekuasaan. Dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi. Maha berkahlah Engkau dan Maha luhurlah Engkau. Segala puji bagi-Mu atas apa yang telah Engkau tentukan. Aku mohon ampun dan aku bertaubat kepada Engkau. Semoga Allah memberi shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya.”

 

“Hendaklah imam menggunakan lafadz jama’, yaitu ALLAHUMMAHDINA … sampai akhir.”

 

SUBHANA RABBIYAL-A’LA WA-BIHAMDIH. 3x

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya.”

 

RABBIGHFIRLI WARHAMNI WAJBURNI WARFA’NI WARZUOQNI WA “AFINI WA’FU “ANNI.

 

“Ya Allah, ampunilah dosaku, belas kasihanilah aku dan cukupkanlah segala kekuranganku dan angkatlah derajatku dan berilah rezeki kepadaku, dan berilah kesehatan kepadaku dan berilah maaf kepadaku.”

 

SUBHANA RABBIYAL-A’LA WA-BIHAMDIH. 3x

 

“Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi dan segala puji bagi-Nya.”

 

AT-TAHIYYATUL-MUBARAKATUS. SHALAWATUTH-THAYYABATU LILLAH. AS SALAMU “ALAIKA AYYUHAN-NABIYYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUH, AS-SALAMU “ALAINA WA “ALA “IBADILLAAHISH-SHALIHIN. ASYHADU AN-LA ILAHA ILLALLAH, WA ASYHADUANNA MUHAMMADAR RASULULLAH

 

ALLAHUMMA SHALLI “ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN ‘ABDIKA WA NABIYYIKAIUMMIYYI WA ALI SAYYIDINA MUHAMMADIN WA AZWAJIHI WA DZURRIYYATIH. KAMA SHALLAITA ‘ALA IBRAHIM WA “ALA ALIIBRAHIM. WA BARIK “ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN NABIYYIL-UMMIYYI WA “ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD. KAMA BARAKTA “ALA IBRAHIM WA “ALA ALI IBRAHIM. FIL“ALAMINA INNAKA HAMIDUN MAJID.

 

ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN “ADZABI JAHANNAM, WAMIN “ADZABIL-QABRI, WAMIN SYARRI — FITNATIL-MAHYA WAL-MAMATI, WAMIN SYARRI FITNATIL-MASIHID-DAJJAL, WAMINAL-MAGHRAMI WAL-MA’TSAMI. ALLAHUMMAGHEIRLI MA QADDAMTU, WAMA AKHKHARTU, WAMA ASRARTU, WAMA A’LANTU, WAMA ASRAFTU, WAMA ANTA A’LAMU BIHI MINNI. ANTAL-MUQADDIMU WA ANTAL-MUAKHKHIRU LA ILAHA ILLA ANTA. ASSALAMU”ALIKUM WARAHMATULLAH, ASSALAMU’ALIKUM WARAHMATULLAH.

 

“Segala kehormatan, keberkahan, shalawat dan kebaikan bagi Allah. Salam, rahmat dan berkah-Nya kupanjatkan kepadamu wahai Nabi (Muhammad). Salam semoga tetap untuk kami seluruh hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melaikankan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Ya Allah! Limpahkanlah shalawat atas Sayyidina Muhammad yang ia adalah hamba dan utusan-Mu serta Nabi yang ummi dan keluarga Sayyidina Muhammad, istri-istri dan keturunan-keturunannya. Sebagaimana telah Engkau beri shalawat atas Sayyidina Ibrabim dan keluarganya. Dan limpahkanlah berkah atas Sayyidina Muhammad beserta para keluarganya sebagaimana Engkau memberi berkah atas Sayyidina Ibrahim dan keluarganya. Di seluruh alam semesta Engkaulah yang Maba Terpuji dan Maha Mulia.” “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa api neraka jabannam, dan siksa kubur, dan fitnah kehidupan dan kematian serta dari keburukan fitnah al-Masih Dajjal, dan dari hutang dan dosa. Ya ) Allah, ampunilah dosa-dosaku yang lalu dan akan datang, yang sembunyi dan terang-terangan dan dosa yang melampaui batas dan dosa yang Engkau lebih mengetahui dari diriku, Engkau Maha Dahulu dan Maha Akhir, tidak ada Tuhan selain Engkau.”

 

AKU ANJURKAN supaya kalian selalu mengerjakan shalat, bahwasanya shalat adalah pintu dan bagian terpenting dalam agama. Orang yang menjaga shalat adalah orang yang berhak memperoleh kemenangan, serta berhak memperoleh semua kebaikan dunia dan akhirat. Orang yang meninggalkan shalat karena malas atau melalaikannya karena merasa berat maka ia akan akan terusir sejauhjauhnya dari pintu rahmat Allahu ta’ala dan ia berhak dibunuh sebagai hukumannya. Bahkan, kebanyakan dari para pembesar sahabat menghukuminya kafir, dan sebagian besar ulama menfatwakan seperti itu juga.

 

Adapun orang yang meninggalkan shalat secara sengaja, maka sudah tidak diragukan lagi bahwasanya ia akan menjadi bahan bakar api neraka, bahkan ia dihukumi kafir menurut kesepakatan para ulama, dilaknat tanpa dapat disangkal, dikekalkan dalam lapisan api neraka bersama dengan Fir’aun dan Haman.

 

Sesungguhnya shalat itu memiliki banyak rukun dan syarat, diterima dan sahnya shalat tergantung kepada syarat dan rukun tadi. Orang yang beruntung adalah orang yang melaksanakan semua syarat dan rukunnya shalat, serta selalu berusaha dengan keras dalam menyempurnakan dan memperbaiki shalatnya. Orang yang dijauhkan dari kebaikan adalah orang yang terhalang dari memperbaiki shalat serta teledor terhadap sebagian syarat dan rukunnya.

 

SYARAT-SYARAT SHALAT ada 15, yaitu: (1) Islam, (2) tamyiz, (3) masuk waktu, (4) mengetahui hukum kefardhuannya, (S) tidak meyakini salah satu fardhu dari fardhu-fardhu shalat sebagai sunah, (6) suci dari hadats besar dan kecil, (7) suci dari najis baik pada pakaian, badan maupun tempat shalat, (8) menutup aurat, (9) menghadap kiblat, (10) meninggalkan berbicara, (11) meninggalkan banyak gerakan, (12) meninggalkan makan dan minum, apabila seseorang makan karena lupa atau tidak mengerti tentang keharamannya maka shalatnya tidak batal, (13) tidak adanya keraguan atas niat dalam takbiratul ihram hingga berlalunya satu rukun gauli atau fi’li, hingga masa yang lama, (14) tidak niat memutus shalat, atau tidak ada keraguan dalam memutuskannya, (15) tidak memutus shalat dengan cara menggantungkan pada sesuatu.

 

Adapun Islam, tamyiz, mengetahui bahwa shalat adalah fardhu (wajib), tidak meyakini salah satu fardhu dari fardhu-fardhunya sebagai sunah, tidak ada sesuatu yang meniadakan maka meruapakan syarat niat yang harus ada di dalam semua bab.

 

Adapun suci dari hadats kecil dan besar, disyaratkan menggunakan air thahur (suci mensucikan) secara pasti atau dengan berdasar prasangka kuat. Bersih dari haid dan nifas, bersih dari segala sesuatu yang menghalangi sampainya air ke kulit seperti lilin, minyak ter (semisal hasil lelehan aspal yang panas), dan kapur. Menghilangkan najis “ainryyah (najis yang tampak), mengalirkan air di atas anggota tubuh secara yakin atau pasti, di atas anggota tubuh tidak ada suatu benda yang bisa merubah warna air seperti wars (sejenis tumbuhan yang bisa merubah warna air), minyak za’faran, membasuh segala bagian yang tidak akan sempurna kecuali dengannya, membasuh sesuatu yang menyerupai dengan aslinya (semisal daging tumbuh), tidak ada yang meniadakan niat (membatalkan niat), memastikan sebab bahwa ia adalah orang yang batal wudhunya. Ini semua adalah syarat-syarat wudhu untuk orang yang sehat dan orang yang sakit.

 

Bagi orang yang punya penyakit salis (berhadats secara terus-menerus) disyaratkan segera bersuci setelah masuknya waktu shalat, mendahulukan istinja’, memakai pembalut supaya hadatsnya tidak keluar serta melakukannya harus muwalah (berkesinambungan) antara beristinja’ dengan memakai pembalut, antara memakai pembalut dengan wudhunya, antara fardhu wudhu yang satu dengan fardlu yang lainnya serta antara wudhu dengan shalat.

 

HADATS KECIL adalah segala perkara yang mewajibkan wudhu. Segala perkara yang mewajibkan wudhu disebut juga perkara-perkara yang dapat membatalkan wudhu.

 

Perkara-perkara yang membatalkan wudhu ada 4, yaitu:

 

  1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan kecuali air mani,
  2. Hilangnya akal sebab gila, mabuk, epilepsy layan), pingsan, atau tidur kecuali tidur dalam keadaan duduk yang menctapkan pantatnya dengan kokoh pada tempat duduknya.
  3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan, orang yang menyentuh dan yang disentuh sama-sama batal wudhunya, adapun bersentuhan kulit antara anak laki-laki dengan kulit anak perempuan yang samasama masih kecil yang belum mencapai usia timbulnya syahwat secara umum maka wudhunya tidak batal. Begitu pula menyentuh rambut, kuku, dan gigi hal itu tidak membatalkan wudhu. Tidak membatalkan wudhu pula jika menyentuh mahram (orang yang haram dinikahi) baik secara nasab (garis keturunan), radha’ (sebab persusuan) atau mushaharah (sebab pernikahan).
  4. Menyentuh gubul (jalan depan) anak adam atau sekitar dubur (jalan belakang) dengan telapak tangan bagian dalam. Orang yang disentuh tidak batal wudhunya. Begitu pula apabila menyentuh kemaluan mayit, anak kecil, tempat potongan zakar, zakar yang terputus maka wudhunya batal. Adapun menyentuh kemaluan hewan atau menyentuh kemaluan dengan menggunakan ujung jari dan sela-sela jari, maka hal tersebut tidaklah membatalkan wudhu.

 

Orang yang berhadats kecil dilarang (haram) mengerjakan shalat atau semisalnya seperti: dua khutbah jum’at, shalat jenazah, dua sujud tilawah dan sujud syukur, thawaf, membawa mushaf, menyentuhnya, menyentuh kertas mushaf dan sekitarnya, menyentuh antara garis dan kulitnya mushaf, menyentuh tali, pembungkus dan wadahnya mushaf selama mushaf berada di dalam keduanya. Begitu pula orang yang berhadats kecil dilarang menyentuh kitab tafsir yang jumlah hurufnya lebih sedikit atau sama dari pada al-Guran atau menyentuh suatu tulisan yang ditulis untuk pelajaran al-Guran meskipun menggunakan kain. Diperbolehkan membawa mushaf bersamaan dengan barang lainnya selama tidak dimaksudkan hanya membawa mushaf saja, diperbolehkan menyentuh kitab tafsir yang jumlah hurufnya lebih banyak dari pada al-Ouran, diperbolehkan membuka kertasnya mushaf dengan menggunakan kayu, boleh menulis huruf al-Ouran selama tdak menyentuh tulisannya. Anak kecil yang tamyiz meskipun dalam keadaan junub diperbolehkan membawa serta menyentuh mushaf apabila tujuannya untuk belajar. Barang siapa yang yakin ia masih suci (sudah bersuci) dan ia ragu apakah dirinya berhadats atau tidak? Atau ia yakin pernah berhadats dan ragu apakah sudah bersuci ataukah belum? Maka diambil adalah apa yang ia yakini.

HADATS KECIL itu bisa terangkat dengan cara berwudhu. Adapun fardhunya wudhu ada terdiri dari 6 macam, yaitu:

 

  1. Berniat mengangkat hadats atau berniat supaya diperbolehkan mengerjakan shalat atau niat bersuci untuk melaksanakan shalat atau semisalnya, waktunya berniat saat bersamaan membasuh wajah. Contoh lafadznya:

 

NAWAITU RAF’AL-HADAST ATAU NAWAITUS TIBAHATASH-SHALAH ‘ATAU NAWAITUTH: THAHARATA LISH-SHALAH.

 

Adapun orang yang sakit atau semisalnya cara niatnya adalah seperti niat orang yang tayamum, yaitu berniat supaya diperbolehkan melakukan shalat fardhu. Contoh lafadznya sebagai berikut:

 

NAWAITUS-TIBAHATA FARDHISH-SHALAH.

 

Apabila melakukan wudhu sunah maka berniat supaya diperbolehkan shalat. Contoh lafadznya:

 

NAWAITUS-TIBAHATASH-SHALAH.

 

  1. Membasuh wajah, batasan panjangnya antara tumbuhnya rambut kepala sampai bawah dagu. Lebarnya di antara dua telinga.

 

  1. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku-siku, dan sekitarnya.

 

  1. Mengusap sebagian kulit kepala atau sebagian rambut yang masih berada dibatas kepala.

 

  1. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki serta membasuh bagian kaki yang pecah-pecah.

 

  1. Berurutan seperti yang telah disebutkan.

 

Apabila seseorang menyelam lalu berniat untuk wudhu, maka wudhunya sah meskipun tidak diam sejenak. Sunah-sunah wudhu di antaranya membaca basmalah

 

bersamaan dengan niat dan bersamaan saat pertama kali membasuh kedua telapak tangan, melafadzkan niat, membarengkan niat dalam hati. Kemudian membasuh kedua telapak tangan, kemudian bersiwak, berkumur, menghirup air ke hidung, menyangatkan atas keduanya (berkumur dan menghirup air ke hidung) selama tidak dalam keadaan berpuasa, membasuh mengusap serta menyela-nyela anggota wudhu sebanyak tiga kali, mengambil yang diyakini dari yang diragukan, mengusap semua kepala. Apabila seseorang tidak ingin melepaskan sesuatu yang berada di kepala, maka cukup baginya untuk mengusap sebagian kepala kemudian menyempurnakan usapan di atas penutupnya, kemudian membasuh kedua telinga beserta kedua lubangnya dengan menggunakan air yang baru. Menyela-nyela jenggot dan kedua jambang yang tebal, menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki. Muwalah (berkesinambungan), mendahulukan bagian yang kanan, memanjangkan basuhan ghurrah (melebihkan basuhan yang wajib pada wajah) dan tahjil (melebihkan basuhan yang wajib pada tangan dan kaki), menggerak-gerakkan cincin, memulai membasuh wajah bagian atas, serta memulai dari jari-jari untuk bagian tangan dan kaki, menggosok anggota wudhu, mengusap sepatu khuf, menghadap kec arah kiblat, menaruh wadah di sebelah kanan jika wadahnya luas, jika tidak maka di sebelah kiri, memercikkan air ke sarung setelahnya, hendaknya air yang digunakan untuk berwudhu tidak kurang dari satu mud i (7 ons), tidak berbicara kecuali ada kebaikan/hajat, tidak menamparkan air ke wajah, meninggalkan minta bantuan saat berwudhu, tidak mengibas-ngibaskan sehingga airnya hilang, tidak mengeringkannya dengan kain. serta mengucapkan doa setelah wudhu, sebagai berikut:

 

ASYHADU AN-LAILAHA ILLALLAH WAHDAHU LA SYARIKALAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN “ABDUHU WA RASULUH. ALLAHUMMAJALNI MINAT-TAWWABINA, WAJALNI MINAL-MUTATHAHHIRIN, WAJ’ALNI MIN “IBADIKASH-SHALIHIN. SUBHANAKAALLAHUMMA WA BI-HAMDIKA, ASYHADU AN-LA ILAHA ILLA ANTA, ASTAGHFIRUKA WA ATUBU ILAIK. WA SHALLALLAHU “ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN WA ALA ALIHI WA SHAHBIHI WA SALLAM.

 

 “Aku bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang bertaubat, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci dan jadikanlah aku termasuk hamba-hamba-Mu yang shaleh. Maha Suci Engkau, ya Allah dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepadaMu. Semoga Allah memberi shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya.”

 

Dan disunahkan beristinja” sebelum berwudhu.

WAJIB BERISTINJA’ dari segala yang keluar dalam keadaan basah dari salah satu dua jalan dengan memakai air atau batu, atau sesuatu yang padat suci bisa menyerap serta tidak dimuliakan syariat. Disunahkan menggabungkan keduanya, Syarat-syarat diperbolehkannya beristinja’ dengan baru antara lain: najis yang keluar belum kering, najisnya tidak berpindah, najisnya tidak boleh terputus-putus (terpercik kemana-mana), tidak kejatuhan benda asing, tidak melewati batas lubang dubur dan kepala zakar, hendaknya dengan tiga kali usapan, bisa membersihkan tempatnya najis, jika belum bersih maka wajib membersihkannya. Disunahkan itar (ganjil), menjangkau setiap tempat dengan batu, menggunakan jari tengah apabila beristinja’ memakai air, mendahulukan air saat beristinja’ untuk gubul, menggosokkan tangan dengan ) tanah, kemudian baru dibasuh dengan air, memercikkan air ke kemaluan dan sarungnya.

SESEORANG YANG HENDAK buang hajat baik kencing atau berak, disunahkan untuk memakai sandal serta penutup kepala, mengambil batu atau air untuk beristinja’, mendahulukan kaki kiri ketika hendak masuk dan kaki kanan ketika hendak keluar dari kamar kecil. Hal ini dilakukan baik di dalam bangunan atau di tanah lapang, serta tidak membawa sesuatu yang mengandung kalimat zikrullah, bersandar dengan kaki kirinya, tempatnya jauh, tersembunyi, dan tidak kencing di air yang tergenang, di air sedikit yang mengalir, tidak pula di lubang, tidak menghadap ke arah angin bertiup, di jalan, di bawah pohon yang berbuah yang buahnya bisa dimakan atau dimanfaatkan, tidak berbicara kecuali darurat, beristinja” dengan air tidak ditempat ia buang hajat, menuntaskan air kencingnya.

 

Ketika hendak masuk kamar kecil mengucapkan:

 

BISMILLAH, ALLAHUMMA INNI A’UDZUBIKA MINAL-KHUBUTSI WAL-KHABAITS, WA A’UDZUBIKA MINAR-RIJSIN-NAJIS, AL, KHABITSIL-MUKHBITS ASY-SYAITHANIR-RAJIM.

 

“Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan dan aku berlindung kepada-Mu dari kotoran yang najis dan setan yang jahat dan menjadikan jahat, yaitu setan yang terkutuk.”

 

Dan setelah keluar dari kamar kecil mengucapkan:

 

GHUFRANAKA, GHUFRANAKA, GHUFRANAKA! ALHAMDULILLAHIL-LADZI ADZHABA “ANNILADZA WA “AFANI. ALHAMDULILLAHIL-LADZI ADZHABA “ANNI MA YU’DZINI WA ABQA ALAYYA MA YANFA’UNI. ALLAHUMMA THAHHIR QALBI MINAN-NIFAQI, WA HASHSHIN FARJA MINAL-FAWAHISY.

 

“Ya Allah, ampunilah aku, segala puji bagi Allah yang telah mengbilangkan dariku sesuatu yang menyakitkan dan Dia (Allah) telah menyembuhkanku. Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku segala kotoran yang menggangguku dan menyisakan kepadaku kekuatan yang bermanfaat bagiku. Ya Allah sucikanlah batiku dari sifat kemunafikan dan bentengilah kemaluanku dari perbuatan-perbuatan yang keji.”

 

Hendaknya tidak menghadap dan membelakangi arah kiblat saat buang hajat. Hal itu hukumnya haram, apabila antara dirinya dengan arah kiblat tidak ada penutup (penghalang), atau jarak dirinya dengan penutup tadi sejauh lebih dari tiga hasta atau tinggi penutupnya kurang dari dua pertiga hasta kecuali apabila ia membuang hajat di dalam tempat-tempat yang telah disediakan untuk buang hajat (kamar kecil/WC). Saat buang hajat hendaknya tidak menghadap ke arah matahari dan bulan. Tidak mengangkat bajunya sehingga ia telah dekat dengan tanah, tidak kencing di tempat yang keras, tidak melihat ke atas langit, tidak melihat kemaluannya, dan tidak melihat apa yang dikeluarkan serta tidak meludah di atasnya, tidak bermain-main dengan tangannya, dan menurunkan bajunya sebelum ia berdiri tegak.

 

Haram buang air kecil di dalam masjid meskipun dalam wadah, buang air di atas kuburan, di atas makanan, di atas segala hal yang dimuliakan oleh syariat. Makruh buang air kecil di samping kuburan, buang air kecil dalam keadaan berdiri kecuali ada udzur, di tempat biasa orang bicara, jika bersin saat buang hajat maka sunah membaca hamdalah dalam hati.

 

HADATS BESAR adalah segala perkara yang mewajibkan mandi. Perkara-perkara yang mewajibkan mandi besar ada 6 macam, hal ini dinamakan juga sebab-sebab hadasts besar yang mana 3 di antaranya terjadi pada laki-laki dan perempuan, yaitu mati, masuknya basyafah (ujung zakar) atau kadarnya dari zakar yang putus ke dalam kemaluan perempuan, dan keluar air mani. Air mani bisa dikenal dengan beberapa tanda misalnya keluarnya secara tersendatsendat atau adanya rasa nikmat ketika mengeluarkannya atau baunya saat masih basah seperti bau adonan tepung atau baunya saat sudah kering seperti bau putih telur.

 

Sedangkan tiga hal yang lain, khusus terjadi pada perempuan, yaitu haid, nifas, dan melahirkan meskipun berupa segumpal darah, segumpal daging dan dalam keadaan kering.

 

Haram bagi orang junub melakukan segala aktifitas yang diharamkan bagi orang yang berhadats kecil, serta diam di dalam masjid, mondar-mandir di dalam masjid tanpa ada  udzur, membaca al-Ouran dengan tujuan membaca. Fardhunya mandi besar ada 2, yaitu: niat mengangkat hadats junub, haid?, dan nifas atau niat fardhu mandi atau niat mengangkat hadats atau niat bersuci untuk shalat dan meratakan air keseluruh tubuh baik rambut maupun kulitnya.

 

Wajib menghadirkan niat saat basuhan pertama kali. Sunah-sunah dalam mandi antara lain: menghadap kiblat, membaca basmalah bersamaan dengan niat, membasuh kedua telapak tangan, menghilangkan kotoran dari badan, kemudian berwudhu, memperhatikan tempat lipatan-lipatan kulit, menyela-nyela akar rambut kemudian menuangkan air ke atas kepala, kemudian ke atas tubuh bagian kanan, kemudian bagian kiri dan mengulangi hal tersebut sebanyak tiga kali, menggosok setiap kali basuhan, membarengkan niat, hendaknya air yang digunakan tidak kurang dari satu sha’ (4 mud). Adapun bagi perempuan yang tidak dalam masa iddah karena ditinggal mati suami dan wanita yang tidak dalam keadaan ihram hendaknya mengoleskan bagian bekas darahnya dengan minyak misk, atau minyak wangi atau tanah, jika ia tidak melakukan itu semua maka cukup dengan air saja. Hendaknya buang air kecil sebelum mandi, setelah selesai mandi disunahkan membaca zikir sesudah wudhu, meninggalkan minta bantuan, makruh menggunakan air secara berlebihan, makruh mandi dan wudhu di air yang tenang yaitu air yang tidak seperti lautan’, makruh menggunakan air melebihi tiga kali basuhan, meninggalkan berkumur dan menghirup air ke hidung seperti dalam wudhu. Hal-hal yang dimakruhkan bagi orang junub di antaranya: makan, minum, tidur, menggauli istri untuk kedua kali sebelum membasuh kemaluan dan berwudhu, begitu juga saat terputusnya darah haid dan nifas. Ini apabila ada air untuk wudhu dan membasuh serta tidak ada penghalang. Kecuali apabila ia tidak mampu untuk menggunakan air, maka bertayamum di bagian wajah dan kedua tangannya hal ini bagi orang yang tidak mampu menggunakan air.

 

 FARDHUNYA TAYAMUM ada 6 macam, yaitu:

 

  1. Memindah debu.
  2. Bermaksud melakukan tayamum.
  3. Niat supaya diperbolehkan melakukan hal yang disyaratkan suci, wajib menghadirkan niat saat melakukan pukulan ke tanah, serta tetap menghadirkan niat tadi sampai ia mengusap sedikit dari bagian wajah. Jika ia niat supaya diperbolehkan untuk fardhu shalat maka diperbolehkan baginya mengerjakan satu shalat fardhu, mengerjakan shalat sunah sebanyak ia suka, menyentuh mushaf dan semisalnya dengan tayamum tadi. Jika ia niat supaya diperbolehkan mengerjakan sunah atau shalat atau shalat jenazah maka tayamumnya tidak boleh digunakan untuk mengerjakan shalat fardhu. Atau jika ia niat supaya diperbolehkan menyentuh mushaf dan semisalnya, maka ia boleh menggunakan tayamum tadi selain shalat.
  4. Mengusap wajah.
  5. Mengusap kedua tangan sampai kedua siku-sikunya.
  6. Harus berurutan antara dua usapan.

 

Sunah-sunah tayamum antara lain: membaca basmalah, mendahulukan bagian sebelah kanan, mengusap wajah bagian atas, menipiskan debu, muwalah (berkesinambungan), merenggangkan jari-jari, melepas cincin pada pukulan pertama serta wajib melepasnya pada pukulan yang kedua.

 

Disunahkan menjalankan tangan di atas anggota tayamum, mengusap lengan atas’, tidak mengulang-ulang usapan, menghadap kiblat, membaca dua syahadat setelahnya. Barang siapa yang tidak mendapatkan air dan debu, maka harus shalat fardhu sendiri dan wajib untuk diulangi.

 

 

SYARAT-SYARAT TAYAMUM di antaranya menggunakan debu yang suci, bukan yang musta’mal (sudah dipakai untuk bersuci), tidak bercampur dengan tepung atau semisalnya. Bermaksud untuk melakukan tayamum. Apabila debu itu diterbangkan oleh angin sehingga bolak-balik kepadanya kemudian ia niat tayamum maka belum dianggap cukup. Mengusap wajah dan kedua tangan dengan dua kali pukulan, menghilangkan najis sebelum melakukan tayamum, mencari arah kiblat sebelum tayamum, bertayamum setelah masuk waktu, bertayamum setiap kali hendak mengerjakan shalat fardhu.

 

PENYEBAB SESEORANG tidak mampu menggunakan air karena salah satu dari 4 hal, yaitu: tidak adanya air, dingin, sakit dan kebutuhan terhadap air. Jika yakin tidak ada air, maka langsung bertayamum tanpa harus mencari. Apabila terhayal adanya air, atau berprasangka kuat atau ragu-ragu akan adanya air, maka ia harus mencari dalam rumahnya serta pada rombongannya, ia harus mondar-mandir untuk mencari air sejauh ukuran haddil ghauts sebagian ulama menentukan seukuran jauhnya lemparan anak panah yaitu 300 hasta (150 m). Jika ia tidak mendapatkan air maka bertayamum. Apabila ia yakin akan adanya air maka ia wajib mencarinya sejauh haddil gurb, yaitu sejauh 6000 langkah kaki (4,5 km ).

 

Jika adanya air di atas haddil qurb maka tayamum. Lebih utama mengakhirkan shalat apabila ia berkeyakinan akan memperoleh air sebelum keluarnya waktu shalat. Mencari air sampai batasan haddil ghauts hukumnya tidak wajib kecuali adanya keamanan terhadap Jiwa, anggota tubuh, kemanfaatan anggota tubuh atau kesucian wanita dan harta miliknya atau harta milik orang lain meskipun sedikit, tertinggal dari rombongan, keluarnya waktunya shalat. Tidak wajib pula mencari air sampai batasan haddil gurb kecuali adanya keamanan terhadap hal itu semua, hanya saja adanya keamanan itu tidak disyaratkan untuk harta miliknya, bahkan ia wajib membelikannya air yang bisa dipergunakan untuk bersuci. Apabila ada air tetapi air itu tidak cukup, maka ia wajib memakainya lalu bertayamum.

 

Wajib membeli air dengan harga yang standar, selama uangnya tidak ia butuhkan untuk dipergunakan membayar hutang yang telah jatuh tempo, atau untuk membiayai perjalanan atau untuk memenuhi kebutuhan makhluk-makhluk yang dimuliakan syariat. Wajib baginya untuk mencari penghibahan air, meminjam dan menyewa semisal timba denan tanpa memberikan bayaran untuk keduanya. Kalau ia memiliki air tetapi air itu dibutuhkan untuk memberikan minum terhadap makhluk yang dimuliakan syariat meskipun di waktu mendatang atau dibutuhkan untuk dijual yang mana hasil penjualan air tadi untuk membayar hutang atau semisalnya yang telah disebutkan, maka wajib baginya bertayamum.

 

Makhluk hidup yang dimuliakan oleh syariat adalah segala makhluk hidup yang haram dibunuh, adapun makhluk hidup yang tidak dimuliakan oleh syariat seperti orang murtad, kafir harbi (kafir yang memusuhi atau memerangi orang Islam), pezina muhsan (laki-laki atau perempuan yang pernah menikah tetapi berzina), orang yang meninggalkan shalat dengan syarat tertentu, babi, anjing gila, pembunuh secara sengaja dengan syarat tertentu.

 

Seseorang tidak diperbolehkan bertayamum karena sebab sakit, kecuali apabila dalam pemakaian air bisa menimbulkan terjadinya bahaya terhadap keselamatan jiwa, anggota tubuh atau berkurang kemanfaatannya, atau bertambah masa sakitnya, atau sakitnya menjadi bertambah, atau munculnya cacat separti perubahan warna kulit, timbulnya kekurusan, pembusukan, terdapat sisa-sisa lubang, tumbuh daging baru dibagian anggota tubuh yang zahir.

 

Seseorang tidak diperbolehkan bertayamum karena sebab dingin kecuali apabila alat penghangat tubuh tidak berfungsi, tidak menemukan alat penghangat air, khawatir tidak berfungsinya kemanfaatan tubuh, atau timbulnya cacat yang baru. Apabila seseorang takut menggunakan air terhadap sebagian badan, maka ia harus membasuh bagian yang sehat serta bertayamum sebagai ganti dari bagian yang luka, dan tayamumnya dilakukan pada waktu pembasuhan bagian yang sakit, demikian ini apabila ia adalah orang yang berhadats kecil. Jika ia bertayamum dalam keadaan junub, maka ia diperbolehkan mendahulukan bagian yang ia kehendaki (tayammum dulu ataukah wudhu dulu). Apabila bagian yang luka terdapat perban, maka ia berkewajiban untuk melepasnya, dan jika takut melepasnya maka ia harus membasuh bagian yang sehat dan mengusapkan air di atas perban dan bertayamum untuk menyempurnakan bagian di bawah perban yang tidak terkena air.

 

Wajib mengqadha’’ shalat bagi orang yang bertayamum apabila meletakkan perban dalam keadaan berhadats (tdak mempunyai wudhu) atau perbannya berada di wajah dan kedua tangan. Wajib juga mengqadha’’ shalat apabila bertayamum karena sebab dingin, atau karena tidak adanya air di tempat yang biasanya ada air dan bagi seorang musafir yang bermaksiat di perjalanannya.

 

DAN CARA MEMBERSIHKANNYA TENTANG MEMBERSIHKAN najis pada baju, badan dan tempat. Macam-macam benda najis di antaranya khamr (arak), nabidz (sejenis arak), anjing, babi, peranakan dari salah satu keduanya, bangkai (kecuali bangkai manusia, ikan dan belalang), darah, nanah, muntahan, kotoran hewan, air kencing, madzi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), wadhi (cairan yang keluar setelah kencing), air yang berubah warna keluar dari mulut orang yang tidur serta diyakini keluarnya berasal dari perut, air maninya anjing dan babi serta peranakan dari salah satu keduanya, empedu, air susu hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya kecuali bani Adam.

 

Adapun air mani hewan selain anjing dan babi serta peranakan dari salah satu keduanya, “alaqah (segumpal darah), mudhghah (segumpal daging), keputihan maka semua itu hukumnya suci. Bagian yang terputus dari hewan dihukumi seperti bangkainya, kecuali rambut, bulu hewan yang boleh dimakan dagingnya maka hukumnya suci. Semua benda najis tidaklah bisa menjadi suci kecuali 3 macam Saja, yaitu: khamr bersama wadahnya menjadi suci apabila berubah menjadi cuka dengan sendirinya, kulit yang ” najis sebab mati apabila kulit zahir batinnya dibersihkan dengan cara di samak, dan segala benda najis yang berubah menjadi hewan. Seandainya sebagian badan atau bajunya terkena najis dan ia tidak mengetahui letaknya, maka wajib dibasuh semuanya dan tidak boleh berijtihad. Jika setengah bagian yang terkena najis itu dibasuh kemudian baru membasuh sisanya, maka semuanya menjadi suci apabila yang ada disamping-sampingnya juga dibasuh (melebihkan basuhan pada bagian kedua), jika tidak dibasuh maka setengah bagian tadi masih dihukumi najis. Tidak sah shalatnya seseorang yang sebagian badan atau sesuatu yang dibawanya bersentuhan atau terkena dengan najis meskipun apa yang dibawa tidak ikut bergerak dengan gerakan badannya. Hukumnya tidak masalah apabila ia hanya berhadapan dengan najis tadi selama ia tidak menyentuhnya pada saat rukuk atau yang lainnya. Wajib menghilangkan tattoo apabila tidak ditakutkan adanya bahaya dari bahaya-bahaya tayamum. Hukumnya dimaafkan untuk tempat yang diistinja” dengan batu, lumpur jalan yang diyakini najisnya yang mana secara umum sulit untuk menghindarinya. Hal ini dibedakan menurut waktu dan tempatnya dari baju dan badan.

 

Adapun darah jerawat, bisul, bisul yang memburuk, nanah, nanah yang bercampur darah, darah kutu, darah kutu kepala, darah nyamuk, darah kutu busuk, tempat bekas bekam dan fashd (mengeluarkan darah dengan cara mengiris kulit), kotoran lalat, air kencing kelelewar, salisil baul (keluar kencing tanpa henti), darah istihadhah, air nanah dan air bisul yang berubah baunya itu semuanya dihukumi ma’fu (dimaafkan) baik sedikit maupun banyak, kecuali jika ia sengaja membentangkan bajunya di tempat yang ada najis tersebut atau sengaja membawanya tanpa adanya darurat, maka hukumnya dimaafkan jika sedikit, dan tidak dimaafkan jika banyak.

 

Dimaafkan juga dari darah asing yang sedikit selain dari anjing dan babi. Apabila jerawat, atau bisul sengaja diperas atau kutu dibunuh secara sengaja maka hukumnya dimaafkan jika sedikit saja. Adapun kulitnya kutu dan semisalnya tidaklah dimaafkan. Kalau seseorang shalat dengan membawa najis baik lupa atau tidak tahu maka shalatnya harus diulangi.

 

JIKA SUATU BENDA menjadi najis sebab bersentuhan dengan anjing atau babi atau keturunan dari keduanya pada saat dalam keadaan basah, maka benda itu wajib dibasuh sebanyak tujuh kali basuhan dengan cara mencampurkar salah satu basuhannya dengan debu yang suci, adapun yang paling utama adalah mencampurkan debu saat basuhan yang pertama, atau di selain yang terakhir. Apabila suatu benda menjadi najis sebab terkena air kencing bayi laki-laki yang belum makan kecuali asi serta belum mencapai usia dua tahun, maka cara mensucikannya cukup memercikkan/ menggenangkan air di atasnya. Adapun sesuatu yang menjadi najis karena sebab terkena najis selain yang telah disebut, maka wajib dihilangkan bentuk, rasa, bau dan warnanya. Tidak menjadi masalah jika masih tersisa salah satu dari warna atau bau, dengan catatan apabila sulit untuk menghilangkannya. Menjadi masalah apabila yang tersisa adalah keduanya atau rasanya saja. Apabila najis itu tidak ada bentuknya, maka cukup mengalirkan air di atasnya. Disyaratkan menyiramkan air di atas tempat yang terkena najis apabila airnya sedikit. Air bekas cucian najis hukumnya thahir (suci tetapi tidak mensucikan) selama airnya tidak mengalami perubahan, tidak bertambah berat, dan tempatnya sudah suci.

 

PALING SEDIKITNYA masa haid adalah sehari semalam diikuti bersambungnya darah (24 jam), paling lama masa haid adalah 15 hari dan malamnya meskipun disertai terputusnya darah, dengan syarat adanya darah yang keluar masih dalam masa 15 hari tersebut, demikian ini, walaupun dengan mengira-ngira seukuran sehari semalam kalau darah yang keluar tersebut dikumpulkan. Masa umumnya adalah enam atau tujuh hari meskipun bersamaan dengan terputusnya darah, waktu keluarnya darah haid adalah setelah perempuan berumur sembilan tahun.

 

Paling sedikitnya masa suci yang memisah antara dua masa haid adalah 15 hari, dan tidak terbatas untuk masa panjangnya. Orang haid diharamkan melakukan aktifitas seperti apa yang diharamkan bagi orang yang junub, serta haram lewat dalam masjid jika ditakutkan mengotori, berpuasa, mentalag, bersetubuh, bermain-main antara pusar sampai lutut, berwudhu dan mandi dengan niat bersuci untuk shalat. Wajib baginya mengganti puasa bukan mengganti shalat.

 

Paling sedikit masanya nifas adalah sesaat, paling lama masa nifas adalah 60 hari, masa nifas yang paling umum terjadi adalah selama 40 hari. Diharamkan bagi perempuan yang nifas melakukan aktifitas seperti apa yang diharamkan untuk orang yang haid.

 

 

SESUATU YANG DAPAT dipergunakan untuk mengangkat hadats dan menghilangkan najis adalah air mutlak, yaitu segala yang dinamakan air yang tidak ada pengikat atau pembatasnya. Apabila air tersebut telah berubah rasa atau warna atau baunya dengan perubahan yang sangat mencolok sehingga tidak bisa dinamakan air karena tercampur dengan sesuatu yang suci dan keberadaan air bisa terjaga darinya maka tidak sah bersuci dengan air tersebut. Perubahan secara perkiraan dihukumi seperti perubahan secara jelas. Scandainya air mawar yang tidak ada baunya jatuh ke dalam air, maka perubahannya diperkirakan dengan cara menyamakan mawar tersebut dengan benda yang memiliki awsathish-shifat (sifat-sifat pertengahan), yaitu: seperti rasa buah delima, warna perasan jeruk, dan bau dupa arab (menyan laki). Tidak menjadi masalah apabila perubahannya hanya sedikit, sehingga tidak mencegah namanya air, dan tidak masalah adanya perubahan air sebab lama tergenang, pasir, lumut, wadah dan tempat jalannya air, tidak menjadi masalah juga apabila perubahannya disebabkan benda yang bersifat rmujawir (bisa dipisahkan dari air) seperti kayu dan minyak. Tidak menjadi masalah apabila perubahan air disebabkan tercampur dengan garam yang terbuat dari air, daun yang rontok dari pohonnya. Tidak menjadi masalah apabila perubahan air masih diragukan, apakah perubahannya sedikit atau banyak? Apakah dari mukhalith (barang yang sulit dipisahkan dari air jika sudah tercampur dengannya) atau lainnya, atau perubahannya disebabkan benda mukhalith atau mujawir? Menjadi masalah jika keraguannya pada apakah perubahan yang banyak itu telah hilang atau belum?

 

Air yang sedikit dan benda cair lainnya akan menjadi najis apabila terkena najis. Dikecualikan beberapa masalah, yaitu segala najis yang tidak terlihat oleh kasat mata, bangkai hewan yang tidak mengalir darahnya -—kecuali apabila air tersebut berubah atau diletakkan dengan sengaja,mulut semua hewan yang suci terkena najis kemudian hilang dari pandangan serta dikemungkinkan dijilatkan di air yang banyak. Begitu pula temasuk najis yang dikecualikan adalah anak kecil yang terkena najis kemudian hilang dari pandangan mata serta dikemungkinkan kesuciannya. Sedikit dari asap yang najis, sedikit dari rambut atau bulu yang najis, sedikit dari debu bekas pembakaran benda najis. Debu bekas pembakaran benda najis tidak membuat najis anggota tubuh yang basah, dan sedikit dari sesuatu yang keluar dari rongga selain rongganya anak Adam apabila jatuh ke dalam air, dan sedikit dari segala najis yang dibawa oleh semisal lalat, sisa sedikit darah yang ada pada daging dan tulang, dan segala najis yang pada umumnya sulit untuk dihindari.

 

Apabila air mencapai dua gullah (isi air mencapai 60 cm?), maka tidak menjadi najis apabila kejatuhan benda najis di dalamnya kecuali apabila terdapat perubahan secara jelas terhadap rasa atau warna atau baunya meskipun perubahannya hanya sedikit, atau dengan cara perkiraan seperti kejatuhan air kencing yang hilang sifatnya” maka perubahannya diperkirakan dengan menggunakan perkiraan benda yang memilki sifat yang kuat seperti rasa cuka, warna tinta, bau minyak misk. Apabila perubahan itu telah hilang dengan sendirinya atau dengan ditambah air maka hukumnya kembali suci. Apabila perubahan itu hilang dengan memakai minyak misk atau keruhan pasir maka hukumnya tetap najis. Hukum air mengalir dalam masalah ini sama seperti air yang tergenang.

 

Air dua gullah diperkirakan seukuran 500 ritl menurut ukuran negeri Baghdad, menurut ukuran Hadramaut 562,5 ritl. Tidak menjadi masalah jika kurang 2 ritl, dan menjadi masalah jika kurangnya melebihi 2 ritl. Ukuran air dua gullah apabila menggunakan ukuran tempat berbentuk persegi maka panjang, lebar dan tingginya satu seperempat hasta (1 1/4 hasta). Pada tempat berbentuk tabung seperti sumur ukurannya 2 1/2 hasta untuk tingginya dan 1 hasta untuk lebarnya. Haram bersuci menggunakan air musabbal (yang disediakan khusus untuk minum) yang dipakai hanya untuk minum.

 

ADAPUN MENUTUP AURAT, wajib menutup aurat dengan sesuatu yang dapat menutupi warna kulit, walaupun berupa tanah dan air yang keruh. Auratnya laki-laki dan budak perempuan adalah antara pusar dan lutut. Adapun auratnya perempuan merdeka di dalam shalatnya dan di hadapan laki-laki asing adalah semua tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan, sedangkan di hadapan mahramnya dan wanita lain adalah antara pusar dan lutut.

 

TENTANG MENGHADAP KIBLAT, maka wajib untuk menghadap kiblat kecuali dalam shalat syiddatil khauf (dalam keadaan sangat takut) dan shalat sunah dalam perjalanan yang mubah. Apabila seseorang mengerjakan shalat sunah berada di atas tempat tidur atau di dalam kapal atau di tempat selain kedua tempat itu, maka orang tersebut wajib menghadap kiblat serta harus menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Apabila ia berada di atas kendaraan, maka ia wajib menghadap kiblat saat takbiratul ihram saja apabila hal itu mudah baginya, sedangkan arah perjalanannya menjadi arah kiblat disisa shalatnya serta ketika rukuk dan sujud cukup menundukkan kepala dengan melebihkan rundukan untuk sujudnya. Apabila seseorang mengerjakan shalat sunah dalam keadaan berjalan kaki, maka orang tersebut wajib menghadap ke arah kiblat saat takbiratul ihram, rukuk, sujud dan duduk di antara dua sujud dan menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Barang siapa mampu menyaksikannya (kiblat) maka ia tidak boleh mengikuti pendapat orang lain, apabila tidak mampu karena ketidaktahuan atau buta matanya maka ia harus mengikuti pendapat orang lain yang bisa dipercaya. Apabila ia bingung maka ia harus shalat menghadap ke arah yang dikendaki dan wajib diqadha’. Wajib berijtihad (berusaha mencari arah kiblat) setiap kali shalat fardhu, apabila ia yakin salah dalam menentukan arah kiblat ketika saat shalat atau setelahnya, maka ia wajib mengulangi shalat itu dari awal. Apabila ijtihadnya berubah, maka ia harus memakai hasil ijtihad yang kedua dalam menghadap kiblatnya dan tidak wajib qadha’ untuk shalat yang pertama.

 

TENTANG MENINGGALKAN BERBICARA, maka shalat akan batal dengan hanya mengucap dua huruf atau satu huruf yang memahamkan atau satu huruf yang dipanjangkan walaupun dengan berdehem, paksaan, tertawa, menangis, rintihan dan hembusan dari mulut atau dari hidung. Ucapan yang sedikit tidak akan membatalkan shalat apabila terjadi karena sebab keceplosan atau lupa kalau dia sedang shalat atau tidak mengetahui tentang masalah keharaman perkara tersebut disebabkan karena Ia baru saja memeluk agama Islam atau ia hidup di suatu perkampungan yang jauh dari ulama, atau hal itu terjadi karena tidak bisa menahan tertawa atau sebab yang lainnya. Apabila ucapan tersebut terbilang banyak dari beberapa alasan di atas maka batallah shalatnya, sedangkan berdehem karena sebab adanya kesulitan dalam membaca bacaan wajib maka shalatnya tidak batal. Meskipun berucap dengan susunan kalimat al-Ouran dengan tujuan memahamkan atau memutlakkan maka batallah shalatnya. Adapun termasuk hal-hal yang tidak membatalkan shalat antara lain: membaca kalimat zikir dan doa tanpa disertai kalimat khithab (yang diajak bicara), mengucap suatu ucapan yang bertujuan untuk pendekatan diri kepada Allahu subhinahu wa ta’ala Seperti memerdekakan budak dan nadzar, serta diam yang lama tanpa adanya udzur.

 

Apabila telah terjadi sesuatu dalam shalat, maka disunahkan untuk mengingatkan orang tersebut dengan cara mengucapkan kalimat tasbih apabila yang memberi peringatan adalah laki-laki dan dengan cara bertepuk dengan telapak tangannya di atas punggung tangannya yang lain apabila yang memberi peringatan adalah perempuan.

 

 

TENTANG MENINGGALKAN BANYAK GERAKAN, maka shalatakan batal dengan sebab tiga kali gerakan secara berturut-turut seperti melangkah tiga kali atau menggarukgaruk tanpa adanya rasa gatal, atau meloncat dengan loncatan yang sangat, atau memukul dengan pukulan yang melampaui batas (keras), atau melangkah satu langkah atau bertepuk tangan sekali tepukan dengan tujuan bermain-main terhadap keduanya, maka batallah shalatnya baik ia sengaja maupun lupa. Adapun gerakan ringan secara berturut-turut walaupun banyak seperti menggerak-gerakkan jari-jari maka -hal itu tidaklah membatalkan shalat.

TENTANG MASUKNYA WAKTU. Awal masuknya waktu zuhur, yaitu mulai tergelincirnya matahari, dan akhir waktu zuhur adalah ditandai samanya panjang bayangan benda dengan panjang benda aslinya, dan tidak termasuk bayangan waktu istiwa’ (matahari tepat di atas kepala). Waktu zuhur memiliki waktu utama di awalnya, yaitu seukuran dengan seseorang menyibukkan diri setelah masuknya waktu terhadap sebab-sebab shalat seperti bersuci, menutup aurat, azan, igamah dan semisalnya. Kemudian waktu ikhtiar sampai akhir waktunya, waktu udzur, yaitu waktu ashar bagi orang yang menjamaknya. Waktu darurat adalah saat hilangnya penghalang shalat. Waktu haram, yaitu waktu yang sebagiannya telah keluar dari waktunya.

 

Awal waktu ashar, yaitu setelah keluar waktu zuhur dilebihkan sedikit. Waktu ashar memiliki waktu utama, yaitu di awalnya, kemudian waktu ikhtiar, yaitu sampai panjang bayangan benda menjadi dua kali lipatnya, kemudian waktu jawaz, yaitu sampai matahari menguning, kemudian waktu makruh sampai akhir waktu ashar. Waktu ashar juga memilik waktu udzur, yaitu waktu zuhur bagi orang yang menjamaknya, lalu waktu darurat, lalu waktu haram.

 

Awal waktu maghrib, yaitu ditandai dengan terbenamnya matahari, dan waktunya tetap tersisa sampai hilangnya mega merah. Waktu maghrib memiliki waktu utama di awalnya, lalu waktu ikhtiar, udzur, darurat dan waktu haram.

 

Awal waktu isya’, yaitu ditandai dengan hilangnya mega merah dan lebih utama mengakhirkan waktu untuk mengerjakan shalat isya” sampai setelah hilangnya sinar kekuningan dan sinar keputihan. Waktu isya” memiliki waktu utama di awalnya, kemudian waktu ikhtiar sampai Sepetiga malam, kemudian waktu jawaz sampai terbit fajar kadzib, lalu waktu yang dimakruhkan sampai terbit fajar Shadiq. Waktu udzur, lalu waktu haram, lalu waktu darurat.

 

Barang siapa mengerjakan shalat satu rakaat tepat di dalam waktunya, maka shalat itu termasuk shalat ada’ (shalat di waktunya) atau mengerjakan kurang dari satu rakaat maka termasuk shalat qadha’’ (shalat di luar waktunya).

 

Barang siapa tidak mengetahui waktu shalat, maka ia harus mengambil pendapat orang yang bisa dipercaya, atau suara azan seorang mu’azin atau suara kokok ayam jantan yang bisa dipercaya (sudah terlatih), apabila ia tidak mendapatkan salah satunya maka wajib baginya berijtihad dengan menggunakan bacaan, amaliah, dan semisalnya. Orang buta boleh memilih antara mengikuti pendapat yang bisa dipercaya dan berijtihad. Jika ia yakin bahwa ia telah mengerjakan shalat sebelum masuk waktunya maka ia wajib mengqadha’nya.

 

Disunahkan bersegera mengqadha’ shalat yang telah ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) serta mendahulukannya terhadap shalat yang ada di waktunya selama tidak khawatir akan keluar waktu, meskipun ia khawatir bisa kehilangan shalat berjamaah di dalamnya. Wajib bersegera mengqadha” shalat yang ditinggalkan sebab tidak adanya udzur, serta wajib mencurahkan seluruh waktunya untuk mengqadha” shalat kecuali waktu yang ia butuhkan untuk mencari sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya sehingga ia bisa memberikan nafkah kepada dirinya serta kepada orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya. Orang tersebut tidak diizinkan mengerjakan segala perkara yang sunah selama orang tersebut belum mengqadha’’ shalatnya.

 

APABILA SEORANG ANAK telah mencapai usia baligh atau orang gila atau orang pingsan menjadi sadar kembali atau dan orang kafir masuk Islam atau dan wanita haid atau nifas telah bersih ketika sebelum keluar waktu shalat meskipun seukuran takbir saja, maka wajib baginya mengqadha’’ shalat dengan syarat terapnya keselamatan dari segala penghalang shalat seukuran waktu yang cukup untuk bersuci dan mengerjakan shalat. Wajib mengqadha’’ shalat yang sebelumnya apabila shalat tadi bisa dijamak dengannya, dengan syarat tetapnya keselamatan dari segala penghalang shalat seukuran waktu yang cukup untuk bersuci dan mengerjakan dua kali shalat fardhu. Apabila seseorang menjadi gila atau wanita telah keluar darah haid atau nifas atau seseorang menjadi pingsan di awal waktu shalat maka wajib baginya mengqadha’’ shalat apabila waktu yang telah lewat itu cukup untuk bersuci dan mengerjakan shalat jika tidak memungkinkannya untuk bersuci sebelum masuk waktu.

 

DI SELAIN TANAH HARAM Makkah, seseorang diharamkan mengerjakan shalat pada saat matahari terbit sampai setinggi ujung tombak, saat waktu istiwa” (matahari tepat di atas kepala) sampai tergelicirnya matahari kecuali di hari jum’at, saat menguningnya matahari sampai terbenamnya matahari, waktu setelah mengerjakan shalat subuh sampai terbitnya matahari, setelah mengerjakan shalat ashar sampai terbenamnya matahari.

 

Seseorang diperbolehkan melakukan shalat yang memiliki sebab selain sebab mutaakhir di waktu-waktu ini seperti shalat qadha”, shalat gerhana, shalat sunah wudhu, shalat tahiyyatul masjid, sujud tilawah atau sujud syukur selama tidak berniat mengerjakannya di waktu yang diharamkan tadi. Haram melakukan shalat yang memiliki sebab di akhir pada waktu yang diharamkan ini seperti shalat istikharah, shalat sunah ihram. Haram mengerjakan shalat sunah saat khatib berada di atas mimbar pada hari jum’at kecuali hanya dua rakaat shalat tahiyyatul masjid, shalat ini tetap disunahkan selama tidak adanya kekhawatiran akan ketinggalan takbiratul ihram dengan imam.

 

SEORANG LAKI-LAKI disunahkan mengumandangkan azan dan igamah ketika hendak melaksanakan shalat fardhu meskipun untuk shalat sendirian, sudah mendengar azan dan bagi orang yang hendak mengerjakan shalat jamaah yang kedua kalinya atau melakukan shalat qadha’’. Apabila terkumpul shalat ada”? (di waktunya) dan shalat qadha’ atau beberapa shalat qadha’ atau shalat jamak tagdim atau jamak ta’khir, maka cukup mengumandangkan azan di awalnya saja. Kaum perempuan hanya disunahkan mengumandangkan iqamah, dan apabila hendak melaksanakan shalat sunah secara berjamaah selain shalat jenazah disunahkan mengucapkan kalimat berikut:

 

“Shalatlah secara berjamaah.”

 

Adapun syarat sahnya azan dan igamah adalah telah masuk waktu, berurutan dan muwalah (berkesinambungan) di antara kalimat-kalimatnya, azan dan igamah hendaknya dilakukan oleh satu orang, dengan menggunakan bahasa arab, terdengar oleh sebagian jamaah, dan terdengar sendiri apabila hendak mengerjakan shalat sendirian.

 

Syarat seorang muazin adalah beragama Islam, tamyiz dan berjenis kelamin laki-laki. Sunah-sunah azan di antaranya, yaitu: bacaannya dengan tartil, tarji” (melirihkan bacaan dua syahadat sebelum mengeraskan suara bacaannya), membaca tatswib (bacaan ash-shalatu khairun minan-namm) dalam azan subuh baik ada” atau qadha’, menolehkan kepala ke sebelah kanan saat hayya “alashshalah dan ke sebelah kiri saat hayya ‘alal falah, meletakkan jari-jari (jari telunjuk) di lubang telinga saat azan bukan saat igamah. Disunahkan juga mengucapkan kalimat berikut: 

 

“Shalatlah kalian di rumah.”

 

Kalimat di atas dibaca saat terjadi hujan lebat di malam hari atau adanya angin kencang atau dalam keadaan gelap. Kalimat di atas dibaca setelah azan atau setelah kalimat bay’alatain (bayya “alash-shalah dan hayya “alal falah).

 

Azan shalat subuh dikumandangkan sebanyak dua kali, azan yang pertama dikumandangkan setelah pertengahan malam, serta membaca kalimat tatswib di kedua azan tersebut, yaitu mengucapkan kalimat setelah kalimat hay’alatain:

 

“Shalat itu jauh lebih baik daripada tidur.”

 

Orang yang mendengarkan azan dan igamah hendaknya mengucapkan seperti yang diucapkan oleh muazin dan orang yang igamah kecuali setelah kalimat bay’alatain hendaknya ia mengucapkan kalimat la hawla wali quwwata illa billah. Kalimat ini dibaca sebanyak empat kali setelah kalimat hay’alatain, sedangkan setelah kalimat tatswib mengucapkan kalimat berikut:

 

Sedangkan setelah dua kalimat iqamah membaca kalimat:

 

“Semoga Allah tetap membiarkan shalat ini selalu terlaksana dan berkesinambungan, dan semoga Allah menjadikan aku termasuk orang-orang yang benarbenar melaksanakannya.”

 

Disunahkan untuk bershalawat setelah azan lalu berdoa:

 

“Ya Allah, wahai Tuhan dari panggilan yang sempurna ini dan shalat yang akan dilaksanakan, berikanlah kepada junjungan kami Sayyidina Muhammad magam wasilah dan fadbilah serta bangkitkanlah beliau dalam magam mahmud sebagaimana Engkau telah menjanjikan hal itu untuknya. Ya Allah, kami memohon ampun darimu dan kesehatan bagi kami baik di dunia maupun di akbirat.

 

Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua Orang tuaku serta kasibhanilah mereka sebagaimana mereka telah mengasibi kami dimasa kecil kami dahulu. Semoga Allah selalu melimpabankan shalawat dan salam sejabtera kepada junjungan kami Nabi Muhammad berserta keluarga dan para sahabatnya.

 

Adapun iqamah sesuai isyarat dari imam, dan disunahkan mengucap setiap kalimatnya satu kali serta dengan suara yang lebih rendah dari azan.

FARDHUNYA SHALAT ada 17 macam, yaitu:

 

  1. Niat dalam hati, yang disyaratkan dalam shalat sunah mutlak, tahiyyatul masjid dan shalat sunah wudhu adalah berniat mengerjakan shalat saja. Adapun dalam shalat sunah yang memiliki waktu disyaratkan berniat mengerjakan shalat dan menentukan shalatnya seperti shalat sunah zuhur atau shalat idul fitri atau idul adha. Sedangkan dalam shalat fardhu disyaratkan berniat fardhu, mengerjakan shalat dan menentukannya seperti shalat subuh atau selainnya. Disunahkan menyebutkan jumlah rakaat, tambahan lafadz karena Allahu ta’ala, ada’, qadha’’an, dan lafadz menghadap kiblat. Wajib menghadirkan niat ketika takbiratul ibram.

 

  1. Takbiratul ibram, yaitu dengan mengucap lafadz . Kalimat takbir ini wajib terdengar oleh diri sendiri, tidak ada penambahan maupun pengurangan dari kedua kalimatnya, dan menggunakan bahasa Arab. Seseorang berkewajiban mempelajari cara mengucapkan lafadz takbir dengan benar meskipun harus merantau dan bagi orang yang tidak mampu melafalkan lafadz takbir dengan menggunakan bahasa Arab maka orang tersebut diperbolehkan melafadzkan terjemahannya.

 

  1. Berdiri bagi yang mampu saat mengerjakan shalat fardhu, adapun syaratnya adalah menegakkan tulang punggungnya, apabila tidak mampu maka berdiri dalam keadaan bungkuk, jika tidak mampu maka shalat dalam keadaan duduk dengan cara mensejajarkan kening dengan depan lututnya ketika rukuk. Lebih utama mensejajarkan kening dengan tempat sujudnya, apabila tidak mampu maka shalat dalam keadaan tidur miring ke kanan lebih utama, apabila tidak mampu maka shalat dalam keadaan tidur terlentang sedangkan bagian lekuk telapak kaki menghadap kiblat serta wajib mengangkat kepalanya dengan sesuatu, menundukkan kepala ketika rukuk dan sujud serta lebih merundukkan kepala ketika sujud sesuai dengan kemampuan, apabila tidak mampu menundukkan kepala maka menunduknya dengan isyarat kedipan mata, apabila tidak mampu maka membayangkan rukun-rukunnya di dalam hati.

 

Orang yang mampu mengerjakan shalat dalam keadaan berdiri diperbolehkan shalat sunah dalam keadaan duduk dan tidur miring bukan terlentang.

 

Orang yang mengerjakan shalat sunah dalam keadaan tidur miring, maka harus duduk ketika hendak melakukan rukuk, dan sujudnya. Adapun orang yang mampu berdiri tetapi shalat dalam keadaan duduk maka pahalanya setengah dari pahala shalat dalam keadaan berdiri, pahala shalat tidur miring adalah setengahnya shalat dalam keadaan duduk.

 

  1. Membaca surat al-Fatihah beserta bacaan basmalah dan semua tasydidnya. Bacaan al-Fatihah disyaratkan untuk diperdengarkan pada dirinya sendiri, tidak boleh ada kekeliruan dalam bacaan yang bisa merusak makna, tidak mendengungkan bacaan di selain tempat yang harus dibaca idgham (didengungkan), tidak mengganti satu huruf dengan huruf yang lainnya seperti merubah huruf dhad (. ) dengan huruf zha’ (. ), tidak mengurangi satu huruf dari huruf-hurufnya, tidak mengurangi satu tasydid dari tasydid-tasydidnya, membaca dengan berbahasa Arab, membacanya saat berdiri, membacanya secara berurutan (tertib), muwalah (berkesinambungan), al-Fatihah akan terputus apabila dijeda dengan diam yang lama secara sengaja, atau diam sebentar tetapi berniat memutus al-Fatihah dengan diam tadi atau dengan zikir kecuali apabila ia melakukan perkara tersebut dalam keadaan lupa atau bacaan zikir tadi disunahkan dalam shalat seperti bacaan amin, ta’awwudz, doa permohonan rahmat-Nya, sujud tilawah dari bacaan imam dan zikir untuk mengingatkan imam. Orang yang tidak mampu membaca al-Fatihah tidak diperbolehkan membaca terjemahnya, akan tetapi ia harus membaca tujuh ayat meskipun ayatnya berbeda-beda yang jumlah hurufnya tidak kurang dari jumlah hurufnya al-Fatihah. Apabila tidak mampu membaca tujuh ayat, maka ia harus membaca tujuh kalimat zikir. Apabila tidak mampu membaca tujuh kalimat zikir maka ia harus membaca seukuran tujuh kalimat zikir.

 

  1. Rukuk, syaratnya rukuk adalah membungkukan badan seukuran sampainya kedua telapak tangan ke lutut, tidak inkhinas, yaitu merendahkan pantatnya serta mengangkat kepala dan membusungkan dada. Adapun inkhinas hukumnya haram.

 

  1. Tuma’ninah (diam sebentar) dalam rukuk dengan diamnya anggota tubuh.

 

  1. I’tidal, disyaratkan untuk kembali berdiri seperti semula, tidak bermaksud selain i’tidal, tidak memanjangkan i’tidal, dan rukun sebelumnya hukumnya sudah sah.

 

  1. Tuma’ninah (diam sebentar) dalam i’tidal dengan diamnya anggota tubuh.

 

  1. Dua kali sujud, syarat sujud adalah meletakkan sebagian kulit dahi di atas tempat shalat (tempat sujud), meletakkan kedua lutut dan sebagian kecil perut kedua telapak tangan serta kedua telapak kaki. Menggabungkan tujuh anggota sujud dalam sekali waktu, memberatkan kepala, tidak membungkuk untuk selain sujud, mengangkat pantat lebih tinggi dari kepala, tidak sujud di atas sesuatu yang bergerak dengan gerakan badannya, dan rukun sebelumnya hukumnya sudah sah.

 

  1. Tuma’ninah (diam sebentar) dalam sujud dengan diamnya anggota tubuh.

 

  1. Duduk antara dua sujud, syaratnya adalah duduk yang sekiranya dinamakan duduk, tidak bermaksud untuk selainnya, tidak memanjangkan duduk antara dua sujud seperti halnya dalam i’tidal.

 

  1. Tuma’ninah (diam sebentar) dalam duduk antara dua sujud dengan diamnya anggota tubuh.

 

  1. Tasyahud akhir, bacaan paling sedikitnya:

 

  1. Duduk dalam tasyahud akhir, disyaratkan duduk yang sekiranya dinamakan duduk.

 

  1. Bershalawat kepada Nabi “alayhish-shalatu was-salam setelah tasyahud akhir dalam keadaan duduk, syaratnya seperti tasyahud dan bacaan paling sedikitnya:

 

  1. Salam, syaratnya seperti tasyahud dan bacaan paling sedikitnya:

 

  1. Tertib. Apabila sengaja meninggalkannya seperti sujud sebelum rukuk, maka batallah shalatnya. Apabila lupa maka segala yang dikerjakan setelahnya dihitung lahwi (sia-sia), apabila teringat sebelum mengerjakan rukun semisalnya maka harus kembali ke rukun yang terlupakan tadi, jika tidak maka sempurnalah dengannya satu rakaat, kemudian mengerjakan sisanya. Kalau ada keyakinan atau keraguan ketika di akhir shalatnya bahwasanya ia telah meninggalkan sujud dirakaat terakhir maka ia harus sujud serta mengulang tasyahudnya atau ada keraguan di selain rakaat terakhir maka harus menambah satu rakaat. Apabila orang yang shalat tadi telah berdiri menuju rakaat kedua padahal ia yakin atau ragu telah meninggalkan satu sujud di rakaat pertama, apabila ia telah duduk meskipun duduk istirahat maka ia harus menukik untuk sujud kembali, jika tidak dalam keadaan duduk maka ia duduk tuma’ninah kemudian sujud. Apabila orang yang shalat tadi baru teringat bahwa telah meninggalkan salah satu rukun setelah salam selain niat dan takbiratul ihram maka ia harus melanjutkan shalatnya apabila antara salam dan teringatnya hanya jeda waktu sebentar serta belum melakukan sesuatu yang membatalkan shalat seperti menyentuh najis. Hal itu tidak menjadi masalah meskipun ia telah membelakangi arah kiblat atau berbicara sedikit. Apabila jeda waktunya terhitung lama maka shalatnya tadi harus diulang dari awal.

 

JUMLAH SUNAH-SUNAH AB’ADH dalam shalat ada 8, yaitu: tasyahud awal, shalawat Nabi dalam tasyahud awal, duduk tasyahud awal serta shalawatnya, doa qunut, shalawat kepada Nabi, keluarga serta para sahabatnya dalam gunut, berdiri untuk gunut, shalawat kepada keluarga Nabi di tasyahud akhir, duduk untuk membaca shalawat kepada keluarga Nabi di tasyahud akhir.

 

DISUNAHKAN MELAFADZKAN niat sebelum takbiratul ibram serta menghadirkan niat di hati, mengangkat tangan bersamaan dengan awal takbiratul ihram, hendaknya telapak tangan terbuka menghadap ke arah ka’bah serta merenggangkan jari-jari, mensejajarkan kedua ibu jari dengan cuping kedua telinga. Batas akhir mengangkat kedua tangan bersamaan berakhirnya takbiratul ihram, sunah mengangkat kedua tangan ketika hendak rukuk, i’tidal, dan ketika hendak berdiri dari tasyahud awal. Apabila telah selesai dari takbiratul ihram, kedua tangan diletakkan di bawah dada, memegang pergelangan tangan kiri dan pangkal lengan bawah menggunakan telapak tangan kanan serta melihat ke tempat sujud selama shalat berlangsung kecuali saat mengucapkan lafadz illallah (.    ) hendaknya melihat jari telunjuknya, membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram, dan akan hilang kesunahan membaca doa iftitah dengan sebab orang yang shalat itu telah membaca ta’awwudz dan duduknya makmum masbuq bersamaan dengan imam, kesunahan membaca doa iftitah tidak hilang dengan sebab bacaan lafadz aminnya. Sunah membaca ta’awwudz secara sir (pelan) sebelum membaca al-Fatihah di setiap rakaatnya serta membaca lafadz amin setelah selesai membaca al-Fatihah, mengeraskan lafadz amin di shalat jabriyyah, diam sejenak setelah takbiratul ihram, setelah doa iftitah, setelah ta’awwudz, antara akhir al-Fatihah dan amin, serta antara amin dan bacaan surat. Imam disunahkan memanjangkan diamnya di shalat jahriyyah seukuran bacaan al-Fatihah, dan diam sejenak setelah membaca surat, sunah membaca sesuatu (ayat atau surat) dari al-Guran dalam shalat subuh serta dua rakaat awal dari semua shalat kecuali seorang makmum yang bisa mendengar bacaan suratnya imam. Membaca satu surat secara sempurna lebih utama daripada membaca sebagian, sunah memanjangkan bacaan surat di rakaat pertama, mengeraskan bacaan selain seorang perempuan yang di sampingnya ada laki-laki asing dalam shalat subuh, dua rakaat awal “isyain (maghrib dan isya”), dalam shalat jum’ah hingga dirakaatnya makmum masbuq setelah salamnya imam, dalam dua shalat ied, shalat istisga”, shalat gerhana, shalat tarawih serta shalat witir setelahnya, shalat qadha” siang yang dikerjakan malam hari dan waktu subuh secara mutlak. Melirihkan bacaan di selain shalat yang telah disebutkan, tawasuth dalam shalat sunah mutlak di malam hari, yaitu antara mengeraskan dan melirihkan bacaan, membaca surat gisharul mufash shal (antara surat ad-Dhuha sampai an-Nas) dalam shalat maghrib, membaca surat thiwalul mufash-shal (surat-surat yang panjang) bagi orang yang shalat sendirian atau imam sedangkan yang makmumnya ridha apabila imam membaca surat-surat yang panjang di shalat subuh, dalam shalat zuhur bacaannya mendekati itu, dalam shalat ashar serta shalat isya” membaca surat-surat pertengahannya seperti surat asy-Syams dan semisalnya, dalam rakaat pertama shalat subuh hari jum’ah membaca surat alif lam mim tamzil (.    ) dan rakaat kedua membaca surat hal ata (.    ), membaca doa permohonan rahmat ketika membaca ayat rahmat serta membaca doa perlindungan ketika membaca ayat azab, membaca tasbih ketika membaca ayat tasbih, di akhir surat at-tin dan surat al-Qiyamah membaca      (BALA WA ANA “ALA DZALIKA MINASYSYAHIDIN), di akhir surat al-Mursalaat membaca   (AMANNA BILLAH) bacaan ini semua disunahkan bagi imam dan makmum dengan mengeraskan bacaannya dalam shalat jahriyyah, membaca takbir intigal (takbir yang dibaca saat mau berpindah dari satu rukun ke rukun yang lainnya) memanjangkan bacaan takbirnya sampai rukun setelahnya kecuali saat hendak i’tidal mengucapkan SAMPALLAHU LIMAN HAMIDAH (.    ), disunahkan memanjangkan punggung dan leher ketika rukuk serta menegakkan kedua betis dan pahanya serta memegang kedua lutut dengan kedua telapak tangannya serta merenggangkan jari-jari sambil menghadapkannya ke kiblat serta mengucapkan kalimat SUBHANA RABBIYAL AZHIMI WABI-HAMDIH (.    ) dibaca tiga kali lebih utama. Bagi seseorang yang shalat sendirian dan imam yang mendapat ridha makmum untuk memanjangkan shalat disunahkan menambah bacaan:

 

“Ya Allah, hanya untuk-Mu lah aku menundukkan kepalaku, dan hanya kepada-Mu lah aku beriman, dan hanya kepada-Mu lah aku menyerahkan diri. Telah tunduk kepada-Mu pendengaran, penglihatan, otak (pikiran), urat syaraf, rambut dan kulitku serta segala yang dilangkahkan kakiku ini karena Allah, Tuhan sekalian alam.” Disunahkan ketika mengangkat kepala untuk i’tidal membaca doa sebagai berikut:

 

 “Allah Maha mendengar hamba yang memuji-Nya. Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian yang banyak dan baik serta diberkati, sepenuh langit dan bumi dan sepenuh sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu.” Bagi seseorang yang shalat sendirian dan imam yang mendapat ridha makmum disunahkan menambah bacaan:

 

“Wahai Dzat Pemiliki Segala Pujian dan Keluhuran yang paling berbak atas apa yang telah dikatakan oleh seorang bamba: “Dan kami semua adalah hamba-Mu, tidak ada seorang pun yang dapat mencegah apa yang akan Engkau berikan, dan tidak ada seorang pun yang dapat memberi siapapun yang tidak ingin Engkau berikan sesuatu pemberian. Serta tidak akan berguna orang yang punya harta dengan hartanya dari segala keputusan-Mu.”

 

Disunahkan membaca doa qunut dalam i’tidal kedua shalat subuh, paling utama membaca ALLAHUMMAHDINI (.    ) atau (.    ) ALLAHUMMAH-DINA bagi imam sampai akhir gunut serta mengangkat kedua tangan ketika membaca doa gunut, mengeraskan bacaan doa gunut bagi imam dan makmum mengucapkan amin untuk lafadz doanya, ikut membaca bersama imam dalam pujian dan gunutnya apabila tidak mendengar bacaan imam. Disunahkan membaca doa gunut nazilah untuk semua shalat. Dalam sujud disunahkan untuk meletakkan kedua Jutut, kedua telapak tangan, dahi dan hidungnya secara bersamaan dalam keadaan terbuka, bagi laki-laki disunahkan merenggangkan kedua siku-sikunya dari kedua lambungnya, perut dari kedua pahanya serta merenggangkannya dalam rukuk, adapun bagi perempuan disunahkan merapatkan bagian satu dengan yang lainnya. Serta mengucapakan kalimat   

 

(SUBHANA RABBIYAL-A’LA WABI-HAMDIH) dibaca tiga kali lebih utama. Bagi seseorang yang shalat sendirian dan imam yang mendapat ridha makmum, ketika sujud disunahkan menambah bacaan:

 

“Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Suci dari segala kekurangan, Tuhannya para malaikat dan roh. Ya Allah, hanya kepada-Mu lah aku sujud dan hanya kepada-Mu lah aku beriman, dan banya kepada-Mu lah aku menyerahkan diri. Wajaku bersujud kepada Dzat yang telah menciptakannya serta membentuk dan menampakkan pendengaran dan penglihatannya karena berkat daya serta upaya Allah. Maha Suci Allah, Dzat sebaik-baiknya Pencipta.”

 

Bagi seseorang yang shalat sendirian dianjurkan untuk berdoa dengan sungguh-sungguh saat dalam keadaan sujud, merenggangkan antara kedua telapak kaki, kedua lutut, dan kedua paha serta meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua bahunya serta merapatkan jari-jari tangan, serta menghadapkan dan membentangkannya ke arah kiblat. Menegakkan kedua telapak kakinya serta membuka dan mengeluarkannya dari bajunya serta menghadapkan jarijari kaki ke arah kiblat serta disandarkan di atas perut kedua telapak kaki. Dalam duduk di antara dua sujud disunahkan duduk iftirasy, meletakkan kedua telapak tangan dekat kedua lutut, membentangkan serta merapatkannya sambil membaca RABBIGHFIRLI WARHAMNI (.  ) sampai selesai. Disunahkan duduk sejenak seukuran duduk di antara dua sujud ketika hendak berdiri dari setiap sujud kecuali sujud tilawah, bertumpu dengan kedua tangannya di atas bumi ketika hendak berdiri.

 

Saat tasyahud akhir disunahkan duduk tawarruk, yaitu mengeluarkan kaki dari arah kanan serta meletakkan bokongnya ke tanah kecuali orang yang hendak melakukan sujud sahwi atau sebagai makmum masbug maka disunahkan duduk i’ftirasy, meletakkan telapak tangan kiri di atas paha sebelah kiri saat duduk tasyahud dan selainnya dalam keadaan terbentang rapat mensejajarkan ujung-ujung jari dengan ujung lutut serta meletakkan telapak tangan kanan di atas ujung paha kanan, menggenggamkan jarijarinya dalam dua tasyahud kecuali jari telunjuknya dalam keadaan dibentangkan. Meletakkan ibu jari di bawah jari telunjuk sehingga membentuk seperti angka 53 (angka Arab), serta mengangkat jari telunjuk kanan ketika sampai lafadz ILLALLAH (.   ) tanpa menggerak-gerakkan jari telunjuknya. Paling sempurnanya bacaan tasyahud dan bacaan shalawat Nabi, yaitu dari ATTAHIYYAT sampai selesai seperti yang telah disebutkan. Dimakruhkan mengeraskan suara saat tasyahud, shalawat, doa, tasbih dan semua zikir-zikirnya. Paling sempurna lafadz salam, yaitu     (ASSALAMU-ALAIKUM WA RAHMATULLAH). Disunahkan mengucapkan salam yang kedua, memulai mengucapkan salam saat menghadap kiblat, menoleh dalam dua salam sekiranya pipi kanan terlihat waktu salam yang pertama dan pipi kiri pada waktu salam yang kedua sambil berniat keluar shalat saat salam pertama serta berniat mengucapkan salam terhadap orang sebelah kanan dari golongan malaikat, manusia dan jin muslim. Makmum berniat menjawab salamnya imam saat salam kedua apabila imam berada di sebelah kanannya, dan apabila imam berada di sebelah kiri maka berniat mengucapkan salam kepada imam di salam yang pertama. Apabila imam berada dihadapannya maka makmum boleh memilih, akan tetapi di salam pertama lebih disukai. Imam berniat menjawab salamnya makmum.

 

DISUNAHKAN BERZIKIR dan berdoa setelah mengerjakan shalat serta melirihkan bacaannya kecuali bagi seorang imam yang bertujuan memberikan pelajaran kepada makmumnya, maka ia disunahkan mengeraskan suara zikirnya sampai makmum mengerti. Menghadap ke arah makmum dengan menjadikan bagian kiri tubuhnya ke arah mihrab. Disunahkan mengangkat tangan dalam zikir dan doa kemudian mengusapkan kedua tangannya ke wajah. Berdoa dengan menggunakan doa-doa ma’tsur (doa dari al-Ouran dan dari Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam), membaca hamdalah serta shalawat Nabi di awal, tengah dan akhir doanya. Hendaknya bagi imam -setclah salamuntuk segera pergi meninggalkan tempat apabila di sana tidak ada jamaah perempuan, makmum tetap di tempat hingga imam berdiri serta pergi menuju tempat yang dituju, kalau tidak ada yang dituju maka pergi ke arah sebelah kanannya. Disunahkan memberikan jeda antara shalat sunah dan shalat fardhu dengan percakapan atau berpindah tempat hal ini (berpindah tempat) jauh lebih utama. Shalat sunah lebih utama dikerjakan di rumah. Termasuk dari sunah-sunahnya shalat antara lain khusyuk, membaca dengan tartil, memahami makna bacaan al-Ouran dan bacaan zikir, memasuki waktu shalat dengan penuh semangat serta mengosongkan hati dari segala perkara yang bersifat duniawi.

PERKARA-PERKARA YANG DIMAKRUHKAN di dalam shalat antara lain: memalingkan muka atau menahan akhbatsain (kencing dan berak) atau mengerjakan shalat di samping makanan atau minuman yang di sukai, tasyhikulashibi’ (melekatkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lainnya), memandang ke atas langit, melihat segala sesuatu yang bisa melalaikannya, melipat baju dan rambut, mengusap debu dikeningnya, tatsaub (menguap), terlalu merendahkan kepala saat rukuk, meletakkan tangan di atas pinggang, meludah ke depan wajahnya atau ke arah sebelah kanannya, shalat di tempat penyembelihan hewan, di tempat sampah, shalat di jalan dalam bangunan, shalat di lembah saat terjadinya banjir, di tanah pemakaman, shalat di tempat pemberhentian unta, talats-tsum (menutup muka dengan kain) dan ketika sangat mengantuk. Disunahkan untuk shalat menghadap sydkhish (pembatas) yang ukuran tingginya sekitar 2/3 hasta sedangkan jarak antara ia dengan pembatas kurang dari 3 hasta. Apabila tidak menemukan pembatas maka dengan permadani (sajadah) tempat shalat atau dengan garis-garis, saat itulah disunahkan bagi orang tersebut untuk mencegah seseorang yang hendak lewat di depannya. Saat itu pula seseorang haram lewat di hadapan orang yang shalat tadi kecuali apabila orang tersebut mengerjakan shalat di jalan atau orang lain melewat dirinya karena untuk mengisi shaf depan yang masih kosong.

KETAHUILAH bahwasanya setiap perkara yang telah ditinggalkan ketika dalam keadaan shalat baik perkara fardhu, sunah ab’id atau sunah haiah. Apabila seseorang meninggalkan perkara tersebut karena sebab lupa serta perkara yang ditinggalkan merupakan perkara fardhu maka orang tadi harus kembali kerukun yang telah ditinggalkannya, apabila ia teringat bahwasanya ia telah meninggalkan rukun sebelum mengerjakan rukun yang sama, maka ia harus segera kembali ke rukun yang ditinggalkan, dan apabila ingatnya setelah mengerjakan rukun yang sama, maka rukun yang sama ini menggantikan kedudukan rukun yang telah ditinggalkan, adapun rukun-rukun di antara keduanya dihitung sia-sia. Apabila seseorang sengaja meninggalkan atau memindah rukun di selain tempatnya maka batallah shalatnya kecuali apabila memindah bacaan al-Fatihah atau tasyahud atau shalawat Nabi “alayhish-shalatu was-salam di selain tempatnya baik lupa atau sengaja maka shalatnya tidak batal dan sunah sujud sahwi.

 

Apabila perkara yang ditinggalkan merupakan sunah haiah maka tidak ada apa-apa, baik meninggalkannya sengaja atau lupa.

 

Apabila yang ditinggalkan merupakan sunah ab’ad makah sunah sujud sahwi, baik meninggalkannya sengaja atau lupa.

 

Kesimpulannya adalah setiap orang yang telah meninggalkan sunah ab’dd serta sudah terlanjur mengerjakan yang lainnya, apabila ia adalah seorang imam atau seseorang yang shalat sendirian dan dirinya telah meninggalkan salah satu sunah ab’id seperti meninggalkan tasyahud awal sedangkan ia telah sampai ke batas tempat untuk bacaan al-Fatihah maka ia tidak boleh kembali untuk melakukan tasyahud awal dan disunahkan sujud sahwi. Apabila seseorang meninggalkan doa gunut sedangkan ia telah sampai pada keadaan sujud dengan meletakkan tujuh anggotanya, maka ia tidak boleh berdiri kembali untuk mengerjakan doa qunut dan sunah sujud sahwi. Apabila ia adalah seorang makmum sedangkan imam meninggalkan tasyahud awal maka ia wajib ikut berdiri bersama imam selama ia tidak berniat memisahkan diri dengan imam, jika tidak mengikuti imam atau tidak berniat memisahkan diri dengan imam maka batallah shalatnya.

 

Apabila imam mengerjakan tasyahud awal sedangkan makmum telah berdiri, apabila makmum tersebut berdiri secara sengaja maka sunah baginya untuk ikut duduk atau apabila makmum tersebut berdiri karena lupa maka wajib baginya untuk duduk mengikuti imam jika tidak duduk maka batallah shalatnya. Begitu pula apabila imam meninggalkan doa gunut, maka tidak ada alasan bagi makmum untuk tidak mengikutinya?. Apabila imam membaca doa gunut sedangkan makmum meninggalkannya, apabila makmum tersebut meninggalkan doa gunut secara sengaja maka disunahkan baginya untuk kembali berdiri mengikuti imam, atau apabila ia meninggalkan doa gunut karena lupa maka wajib baginya untuk kembali berdiri mengikuti imam.

SUJUD TILAWAH sunah dikerjakan dalam 14 tempat, yaitu dalam surat al-A’raf, ar-Ra’d, an-Nahl, al-Isra’, Maryam, dua tempat dalam surat al-Hajj, al-Furqan, an-Naml, as-Sajdah (alif lam mim tamzil), Fushshilat, an-Najm, al-Insyiqaq, al-“Alaq. Sujud tilawah hukumnya sunah bagi pembaca, pendengar tanpa sengaja dan orang yang sengaja mendengarkan.

 

Rukun-rukun sujud tilawah saat di luar shalat, yaitu niat, takbiratul ihram, sujud dan salam. Sujud syukur sunah dilakukan ketika seseorang mendapatkan nikmat atau terangkatnya bencana atau saat melihat orang fasik atau saat melihat orang yang tertimpa musibah dan dalam surat Shad.

 

SHALAT BERJAMAAH dalam pelaksanaan shalat maktubah (shalat fardhu), sehingga bisa menampakkan syiar Islam, hukumnya adalah fardhu kifayah bagi kaum laki-laki baligh berakal berada dalam kotanya serta merdeka bukan pelayan dan bukan saat ada udzur (berhalangan).

 

Syarat-syarat menjadi imam ada 7, yaitu: Islam, tamyiz, tidak ummi, bukan sebagai makmum, tidak diragukan bahwa ia bukan makmum, makmum tidak mengetahui batal shalatnya imam karena sebab hadats dan semisalnya, tidak meyakini batal shalatnya imam seperti dua orang berbeda ijtihad dalam menentukan arah kiblat, shalat yang ia kerjakan tidak mewajibkan dirinya untuk mengulangnya kembali seperti shalat faqiduth-thahurain (shalatnya orang yang tidak mendapatkan air dan debu), seorang laki-laki tidak boleh mengikuti imam perempuan.

 

Syarat-syarat menjadi makmum ada 7, yaitu: tempat makmumtidak lebih maju daripada tempatimam, disunahkan sedikit membelakangi tempatnya imam, makmum laki-laki berdiri di samping kanan imam, apabila datang makmum yang lain maka berdiri di samping kiri imam kemudian imam maju atau kedua makmum mundur hal ini (kedua makmum mundur) lebih utama, apabila datang langsung dua makmum laki-laki maka buat shaf di belakangnya imam begitu pula perempuan. Makmum dimakruhkan berdiri sendiri dari shaf, apabila tidak mendapatkan tempat kosong maka bertakbiratul ihram kemudian menarik salah seorang makmum dan disunahkan bagi makmum yang ditarik untuk menolongnya. Berniat gudwah dan mutaba’ah wajibah (berniat sebagai makmum), apabila makmum menyertai imam dalam takbiratul ihram atau mendahului atau tertinggal dari imam sebanyak dua rukun fi’liyyah tanpa adanya udzur maka batallah shalatnya. Atau sebab adanya udzur seperti ia lupa membaca al-Fatihah maka ia boleh tidak mengikuti imam karena untuk membaca al-Fatihah maka dimaafkan baginya sampai tiga kali rukun yang panjang, adanya kecocokan susunan shalatnya imam dengan shalatnya makmum, apabila makmum berniat mengerjakan shalat fardhu sedangkan imam berniat mengerjakan shalat gerhana atau shalat jenazah maka shalatnya makmum tidak sah, adanya kecocokan dalam perbuatan sunah tafhusyulmukhalafatu fiha (sunah-sunah yang dilakukan oleh imam yang mana jika si makmum tidak melakukannya maka akan batal shalatnya makmum) seperti meninggalkan tasyahud awal atau sujud tilawah secara sengaja, mengetahui perpindahan gerakan imam baik dengan penglihatan atau pendengaran, imam dan makmum berada dalam satu masjid meskipun terpaut jarak yang jauh dengan syarat keadaan bangunan masjid memungkinkan bagi makmum untuk bisa lewat menuju ke tempat imam. Apabila imam dan makmum berada di selain masjid maka disyaratkan antara keduanya dan antara dua shaf tidak boleh terpaut jarak lebih dari 300 hasta (150 m). Disyaratkan antara imam dan makmum tidak ada penghalang tembok atau jendela atau pintu yang tertutup atau pintu yang terkunci, dimakruhkan meninggikan tempat salah satunya tanpa adanya hajat. Barang siapa mendapati imam yang suci (punya wudhu) dalam keadaan rukuk serta tuma’ninah bersamanya sebelum imam bangun dari rukuk dari paling sedikitnya rukuk, maka makmum telah mendapatkan satu rakaat. Seseorang yang hendak mengerjakan shalat disunahkan untuk tidak berdiri kecuali setelah selesainya igamah, kemudian meratakan shaf, memerintah terhadapnya (untuk meratakan shaf) hal ini bagi imam lebih ditekankan. Imam disunahkan mengeraskan bacaan takbir, bacaan SAMI’ALLAHU LIMAN-HAMIDAH dan bacaan salam, makmum masbug mengikuti imam dalam zikirnya.

 

 

SHALAT JUMAT hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap laki-laki muslim baligh berakal merdeka berada dalam kotanya serta tidak ada udzur. Dalam pelaksaan shalat Jumat beserta kedua khutbahnya disyaratkan pelaksanaan secara keseluruhannya berada di waktu zuhur, serta ditegakkan dalam bangunan, tidak ada shalat Jumat yang mendahului atau menyertainya di daerah tersebut dan dilaksanakan dalam keadaan berjamaah dengan 40 orang laki-laki mukallaf, merdeka, mutsauthin (penduduk asli). Adapun imamnya boleh seorang budak atau musafir atau anak-anak apabila yang hadir lebih dari 40 orang, serta didahului dengan dua khutbah.

 

Rukun-rukun khutbah Jumat, yaitu membaca hamdalah, shalawat kepada Nabi “alayhish-shalatu was-salam, wasiat takwa, membaca ayat al-Ouran di salah satu kedua khutbah, berdoa untuk orang-orang mukmin di dalam khutbah kedua.

 

Syarat-syarat khutbah Jumat, yaitu berdiri bagi yang mampu, menggunakan bahasa Arab, dilaksanakan setelah tergelincirnya matahari, duduk di antara dua khutbah secara tuma’ninah, terdengar oleh sejumlah orang yang terhitung dalam jumatnya, berkesinambungan dalam dan di antara kedua khutbahnya, dua khutbah dengan shalat, dan harus suci dari dua hadats, dan suci dari najis dan menutup aurat. Pelaksanaan kedua khutbah disunahkan berada di tempat yang tinggi, khatib sunah mengucapkan salam saat masuk masjid, saat naik mimbar serta saat menghadap makmum, hendaknya khatib duduk serta menghadap makmum saat azan dikumandangkan. Dirakaat pertama sunah membaca surat al-Jumu’ah dan rakaat kedua surat al-Munafigun atau rakaat pertama membaca al-A’la dan rakaat kedua surat al-Ghasyiyah.

 

Setiap orang yang hendak menghadiri shalat Jumat disunahkan untuk mandi serta mengakhirkan mandi hingga hendak berangkat, masuk waktu kesunahan untuk mandi dimulai saat terbitnya fajar, sunat pula tabkir (berangkat pagi), memakai pakaian berwarna putih, membersihkan badan, jalan dengan tenang, membaca surat al-Kahfi malam dan siangnya, memperbanyak shalawat kepada Nabi “alayhish-shalatu was-salam dan memperbanyak doa di keduanya (malam dan siangnya). Haram menyibukkan diri sehingga lalai dari shalat Jumat setelah azan yang kedua, dan dimakruhkan menyibukkan diri setelah tergelincirnya matahari.

SHALATNYA SEORANG MUSAFIR sama seperti shalatnya orang yang berada di dalam kotanya kecuali dalam 2 hal, yaitu salah satunya bahwa seorang musafir diperbolehkan menggashar shalat zuhur, ashar dan isya’ masing-masing menjadi 2 rakaat, dengan syarat: perjalanan yang ditempuh minimal sejauh 2 marhalah (82 km), yaitu seukuran perjalanan yang memayahkan, dalam perjalanan yang mubah, niat menggashar di awal shalat, telah melewati batas kota, tidak berniat menyempurnakan shalat atau tidak berniat menetap di sana (di daerah tujuan), tidak bermakmum kepada imam yang mengerjakan shalat secara sempurna, tempat tujuan sudah jelas dan mengetahui ilmu tentang diperbolehkannya menggashar shalat.

 

Yang kedua diperbolehkan untuk menjamak shalat secara tagdim dan takbir antara zuhur dan ashar, maghrib dan isya”. Adapun shalat jamak karena hujan diperbolehkan hanya menjamaknya secara tagdim.

 

Syarat-syarat jamak taqdim, yaitu tartib (berurutan), berkesinambungan, berniat menjamak shalat di shalat yang pertama, perjalanannya masih terus berlangsung hingga takbiratul ihram shalat yang kedua, adanya hujan disetiap awal shalat dari keduanya dan di saat salam di shalat yang pertama.

 

Syarat-syarat jamak takhir, yaitu berniat jamak takhir sebelum keluar waktu yang pertama, perjalanannya masih berlangsung hingga akhir waktu yang kedua, dalam syiddatil khauf (keadaan sangat menakutkan) diperbolehkan shalat sesuai kemampuan baik berkendara atau berjalan, lari atau dengan isyarat baik takut ketika perang berkecamuk atau karena menjaga diri dari binatang buas seperti ular, kebakaran, tenggelam, penagih hutang yang akan menagih dirinya untuk segera dilunasi dan ia berharap memperoleh maaf kalau ia bersembunyi serta tidak mendapatkan barang yang sebanding dengan hutangnya.

 

SHALAT IEDAIN (dua hari raya) sunah dilakukan sebanyak dua rakaat, waktunya dari terbit matahari sampai tergelincirnya matahari. Di rakaat pertama disunahkan bertakbir sebanyak 7 kali sebelum membaca al-Fatihah, dan di rakaat kedua disunahkan bertakbir sebanyak S kali selain takbiratul ihram dan takbir untuk berdiri, memisahkan antara dua takbir dengan bacaan: SUBHANALLAH WALHAMDULILLAH WALA ILAHA ILLALLAH WALLAHU AKBAR. Disunahkan melaksanakan dua khutbah setelahnya, dengan cara bertakbir sebanyak 9 kali di khutbah pertama dan bertakbir sebanyak 7 kali di khutbah kedua. Disunahkan imsak (tidak makan dan minum) sebelum melaksanakan shalat iduladha, sedangkan idulfitri disunahkan makan terlebih dulu. Sunah mengumandangkan takbir mursal di malam iedain, setiap habis shalat baik fardhu atau sunah, waktunya dari subuh hari Arafah sampai akhir waktu ashar hari tasyrig.

SHALAT ISTISOA’ (shalat untuk mengharap hujan) sunah dilaksanakan sebanyak dua rakaat, tata caranya seperti shalat jed dalam takbir dan selainnya. Disunahkan melaksanakan dua khutbah setelahnya, dengan membaca istighfar sebanyak 9 kali di khutbah pertama dan membaca istighfar sebanyak 7 kali di khutbah kedua. Disunahkan berpuasa selama 4 hari sebelumnya dengan hari keluarnya, meninggalkan menghias diri, memperbanyak sedekah, memperbanyak istighfar dan doa.

DISUNAHKAN melaksanakan shalat gerhana sebanyak dua rakaat, disetiap rakaatnya terdapat dua kali berdiri, dua kali membaca al-Fatihah dan surat, dua kali rukuk, dan dua kali khutbah setelah pelaksanaan shalat. Disunahkan mengeraskan suara dalam shalat gerhana bulan (khusuf), dan melirihkan suara dalam shalat gerhana matahari (kusuf).

DISUNAHKAN melaksanakan shalat dua rakaat sebelum subuh, empat rakaat sebelum dan sesudah zuhur atau jumat, empat rakaat sebelum ashar, dua rakaat sebelum dan sesudah maghrib serta dua rakaat sebelum dan sesudah isya”.

 

Shalat sunah rawatib muakkadah ada 10, yaitu dua rakaat sebelum subuh, dua rakaat sebelum dan sesudah zuhur atau jumat, dua rakaat setelah maghrib dan dua rakaat setelah isya”.

 

Shalat witir sunah dilaksanakan sebanyak satu atau tiga atau lima atau tujuh atau sembilan atau sebelas rakaat. Serta disunahkan membaca doa gunut di dalamnya (akhir rakaat) pada saat pertengahan kedua bulan Ramadhan.

 

Shalat tarawih di bulan Ramadhan sunah dilaksanakan sebanyak 20 rakaat, setiap dua rakaat satu kali salam. Adapun shalat dhuha sunah dikerjakan sebanyak dua sampai delapan rakaat.

 

Shalat tahiyyatul masjid, shalat sunah wudhu, shalat sunah antara dua azan (azan dan igamah), shalat tasbih, Shalat istikharah, shalat zifaf (malam pengantin) dari dua pengantin, shalat ihram, shalat sunah safar, shalat sunah qudumis-safar (datang dari perjalanan jauh), shalat taubat, shalat hajat dan shalat sunah giyamullail semuanya tidak ada batasan dalam jumlah rakaatnya.

MEMANDIKAN JENAZAH, mengkafani, menshalatkan, memakamkan serta membawanya ke pemakaman itu semua hukumnya fardhu kifayah. Disunahkan mengkafani jenazah laki-laki sebanyak tiga lapis dan untuk jenazah perempuan sebanyak lima lapis di antaranya sarung, kerudung, baju gamis dan dua lapis kain. Fardhu-fardhunya shalat jenazah ada 7, yaitu: empat kali takbir, niat, menyertakan niat saat takbir yang pertama, berdiri, membaca surat al-Fatihah setelah takbir pertama, bershalawat kepada Nabi “alayhish-shalatu wassalam setelah takbir kedua, berdoa untuk mayit setelah takbir ketiga, salam pertama setelah takbir keempat. Sunah membaca ta’awwudz sebelum membaca surat alFatihah, mengangkat tangan setiap kali takbir, membaca doa ma’tsur (dari al-Ouran atau doa yang diajarkan oleh Baginda Nabi ‘alayhish-shalatu was-salam) setelah takbir keempat, dan mengucapkan salam yang kedua. Disunahkan untuk membaca doa ini untuk mayit setelah takbir ketiga:

 

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami yang hidup di antara kami atau sudah mati, yang hadir di antara kami maupun yang tidak hadir, yang dewasa maupun yang masih kecil, yang laki-laki maupun yang perempuan. Ya All h, barang siapa di antara kami dalam pengetahuanmu termasuk orang-orang yang masih akan hidup maka hidupkanlah dalam keadaan Islam, dan jika diketahui dia akan meninggal dunia maka matikanlah dia dalam keadaan beriman. Ya Allah, ampunilah mayit ini dan kasihanilah dia, serta maafkan segala kesalahannya dan muliakanlah kedudukannya, luaskanlah kuburnya, cucilah dia dengan air es serta bersihkanlah dia dari dosa sebagaimana bersihnya sebuah baju berwarna putih setelah dicuci dari kotoran dan gantilah rumahnya dengan sebaik-baik rumah, keluarganya dengan sebaik-baik keluarga, istrinya dengan sebaik-baik istri serta masukkanlah dia kedalam surga, lindungilah dia dari siksa kubur dan fitnahnya, lindungilah dia dari siksa api neraka.”

 

Dengan mengucapkan :

 

“Ya Allah, mayat ini adalah hamba-Mu dan putra dari kedua hamba-Mu. Telah keluar dari kesenangan dan luasnya dunia. Sedangkan kekasihnya dan semua yang ia senangi berada di dunia ini. Dia telah keluar menuju ke tempat yang gelap kuburannya. Dan akan menemui hal-hal yang akan menakutkan di dalam kuburannya. Ya Allah, hambamu ini dahulu telah bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan selain Engkau tanpa ada sekutu satupun. Dia juga bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan RasulMu dan tentulah Engkau lebih mengetahui dari kami akan semua itu. Ya Allah, sekarang dia akan datang kepadamu sedangkan Engkau adalah paling baiknya Dzat yang didatangi dan sekarang dia sangat butuh terhadap Rahmat-Mu, sedangkan bagi-Mu tidak harus menyiksanya. Dan kami sekarang datang kepada-Mu sangat mengharap kepada-Mu untuk memberi syafaat kepadanya. Ya Allah, jika dia termasuk orang yang baik maka tambahkanlah kebaikannya dan jika ia termasuk orang-orang yang tidak baik maka ampunilah segala kesalahannya. Luaskanlah kuburnya dan lapangkan tanah kubur itu untuknya, serta berilah ia dengan rahmat-Mu rasa aman dari segala siksaan hingga Engkau bangkitkan ia dalam keadaan aman menuju surga-Mu, semua itu dengan rahmat-Mu wahai Dzat paling mengasihinya dari semua yang mengasihi.”

 

Apabila mayitnya masih anak-anak/bayi maka doanya: ,

 

“Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya dan rahmatilah dia. Ya Allah, jadikanlah ia terhadap orang tuanya merupakan simpanan yang baik nanti di akhirat. Suatu Simpanan kebaikan yang dipetik keduanya di akbirat nanti. Dan jadikanlah kematiannya sebagai peringatan dan pelajaran yang sangat berguna untuk kedua orang tuanya, dan beratkanlah timbangan amal kebaikan dari kedua orang tuanya serta berilah kesabaran di dalam hati kedua orang tuanya dengan kematian anaknya ini. Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami akan pahala yang dia dapatkan, dan janganlah Engkau beri kami ujian setelah kematiannya serta ampunilah dosadosa kami dan dosa-dosa kedua orang tuanya serta dosa-dosa dari semua kaum muslimin.”

 

Setelah takbir keempat sunah membaca doa:

 

“Ya Allah, janganlah Engkau haramkan kami akan pahala yang dia dapatkan, dan janganlah Engkau beri kami ujian setelah kematiannya serta ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosanya serta dosa-dosa dari semua kaum muslimin.”

 

Kemudian ditambah surat al-Hasyr ayat 10 berikut:

 

“Wahai Tuhan kami, ampunilah kami dan saudarasaudara kami yang telah beriman lebih dabulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terbadap orang-orang yang beriman, Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”

 

HEWAN TERNAK yang wajib dizakati, yaitu adalah unta, sapi, dan kambing dengan syarat-syarat tertentu. Zakat tanaman dari bahan makanan pokok manusia di waktu ikhtiar (waktu lapang), untuk kurma dan anggur setiap 5 ausag (825 kg) zakatnya sebesar 10% apabila tanpa biaya pengairan atau 5% apabila memakai biaya pengairan. Zakat nagdain (emas dan perak) zakatnya 2,5 % dari emas seberat 20 mitsgal (84 gram) dan perak seberat 200 dirham (588 gram) dengan syarat mencapai haul (1 tahun). Zakat perdagangan, zakatnya sebesar 2,5 % dengan syarat-syarat tertentu.

 

Apabila seseorang atau semua orang yang berada di bawah tanggung jawabnya telah menjumpai terbenamnya matahari di malam idulfitri maka wajib baginya mengeluarkan zakat fitrah sebesar 1 sha”, yaitu 4 mud (1 mud – 7 ons) dari makanan pokok yang biasa dikonsumsi oleh penduduk setempat. Seseorang diperbolehkan mendahulukan mengeluarkan zakat fitrah saat masih di bulan Ramadhan, dan diharamkan mengakhirkan mengeluarkan zakat hingga hari idulfitri. Zakat wajib diberikan kepada orang-orang yang termasuk dalam 8 golongan yang telah disebutkan dalam firman Allah berikut:

 

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, penguruspengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (OS. at-Taubah (9): 60)

 

Disunahkan untuk bersedekah kepada kerabat dekat, orang-orang yang baik dan orang-orang yang membutuhkan, terutama di waktu dan tempat yang utama seperti hari Jumat dan di Makkah serta ketika berada dalam permasalahan penting. Orang kaya haram meminta-minta harta atau pekerjaan. Mengungkit-ungkit pemberian sedekah hukumnya haram dan dapat menghapus pahala sedekah.

SETIAP MUSLIM, baligh, berakal kecuali orang mabuk secara disengaja?, bersih dari darah haid dan nifas serta mampu untuk melaksanakan puasa maka ia wajib berpuasa di bulan Ramadhan. Syarat-syarat puasa antara lain berniat untuk setiap hari, tabyit (niat di malam hari) untuk puasa fardhu, menentukan jenis puasanya, menahan diri dari bergaul dengan istri, dari bermain-main dengannya, muntah secara sengaja, memasukkan benda ke lubang rongga tubuh yang terbuka, hal itu semuanya bisa membatalkan puasa apabila dikerjakan oleh orang yang mengerti serta melakukannya secara sengaja tanpa adanya suatu paksaan dari orang lain.

 

Haram berpuasa di dua hari raya, hari tasyrig (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah), pertengahan akhir di bulan Sya’ban kecuali puasa wirid (misalnya puasa senin-kamis atau puasa dawud) atau puasa qadha” atau puasa kafarah atau puasanya bersambung dengan hari sebelumnya.

 

Sunah bersegera dalam berbuka puasa danmengakhirkan makan sahur selama tidak ada keraguan dalam keduanya. Berdoa ketika hendak berbuka dengan doa berikut:

 

“Ya Allah, hanya untuk-Mu lah aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu lah aku berbuka. Ya Allah, telah hilang rasa haus dahaga, urat-urat telah teruji, dan pahala telah tetap insya Allah.”

 

Dan disunahkan berpuasa sebanyak 6 hari di bulan Syawal, puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah), puasa asyura” (10 Muharram), puasa tasu’a’ (9 Muharram), puasa ayyamulbaidh (setiap tanggal 13, 14 dan 15) dan puasa ayyamus-sud (tanggal 28, 29 dan 30), puasa hari senin dan kamis.

I’TIKAF HUKUMNYA adalah sunah bagi setiap muslim, berakal serta suci dari haid, nifas dan junub. Syaratnya Ptikaf, yaitu berdiam diri selama lebih dari tuma’ninah shalat, dilakukan di masjid, berniat fardhu apabila dinazarkan, harus berturut-turut apabila dinazarkan, i’tikaf akan batal dengan bergaul dengan istri, keluar mani sebab bersentuhan secara langsung, gila, pingsan, junub, murtad, mabuk, dan keluar dari masjid tanpa adanya kepentingan apabila ia tidak mensyaratkan tatabu’ (niat berturut-turut).

 

MENUNAIKAN HAJI dan umroh hukumnya wajib hanya sekali seumur hidup bagi setiap muslim merdeka mukallaf mampu membayar biaya keberangkatan serta kepulangannya ke tanah air, punya harta lebih untuk melunasi hutang serta untuk memberi nafkah kepada keluarga yang ditinggal dari pakaian dan tempat tinggal yang layak selama jangka waktu dari berangkat sampai pulang ke tanah air.

 

Rukun-rukun haji ada 6, yaitu mengenakan baju ihram, wuquf di Arafah, thawaf ifadhah (thawaf fardhu), sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, mencukur atau memotong rambut, tertib terhadap sebagian besar rukunnya.

 

Rukun umroh adalah sama persis dengan rukun haji kecuali wuguf di Arafah dan wajib tertib disetiap rukun-rukunnya.

 

Kewajiban dalam haji di antaranya adalah berihram dari migat, mabit (bermalam) di Muzdalifah'”, mabit di Mina”, melontar jumrah “agabah pada hari nahr (tanggal 10 Dzulhijjah), melontar tiga jumrah selama tiga hari pada hari tasyrik. Meninggalkan segala perbuatan yang diharamkan saat ihram seperti memakai wewangian, meminyaki kepala dan jenggot, menghilangkan/memotong kuku dan rambut, bergaul dengan istri serta melakukan permulaannya (hal hal yang menyebabkan terjadinya jima’ seperti mencium, memeluk dan sebagainya), akad nikah, berburu hewan buruan darat yang liar serta yang boleh dimakan dagingnya, atau anak keturunan yang dilahirkan dari hasil perkawinan antara hewan yang boleh dimakan dagingnya dengan hewan yang tidak boleh dimakan dagingnya, menutup kepala dan memakai baju berjahit bagi laki-laki, menutup wajah dan memakai sarung tangan bagi perempuan. Barang siapa melakukan salah satu dari perkara yang diharamkan ini, maka ia berdosa dan harus membayar kafaratnya (denda).

 

Ibadah haji atau umroh bisa rusak dengan sebab bergaul dengan istri (bersetubuh)’?, wajib baginya untuk menyempurnakan ibadahnya yang rusak tadi serta wajib mengqadha’nya dengan segera. Wajib melaksanakan thawaf wada” bagi setiap orang yang hendak keluar dari Makkah menuju ke tanah airnya atau keluar sejauh dua marbalah (82 km) dari Makkah. Haram membunuh dan mengganggu hewan buruan di tanah haram, memotong tanamannya bagi orang yang ihram maupun tidak dalam keadaan ihram dan dalam hewan buruan Makkah dan tanamannya terdapat fidyah (denda).

 

KHATIMAH (PENUTUP)

 

DARI KITAB “SULLAMUT-TAUFIQ” SETIAP MUSLIM yang mukallaf berkewajiban untuk tidak terjun ke suatu perkara hingga ia mengetahui hukumnya Allahu subhanahu wa ta’ala yang ada di dalamnya. Mengetahui apa saja yang telah Allahu ta’ala halalkan dan haramkan, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan berbagai macam ibadah kepada kita, maka kita berkewajiban untuk selalu memeliharanya. Allahu ta’ala telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Syariat telah membatasi masalah jual-beli yang sudah tidak asing ini dengan segala macam pengertian tentang batasan, syarat dan rukun yang wajib untuk selalu dipelihara. Setiap orang yang hendak melakukan transaksi jual-beli berkewajiban mempelajari segala perkara yang berkaitan dengan hal tersebut, apabila tidak mau mempelajari perkara-perkara itu maka dipastikan mau tidak mau ia akan memakan harta riba. Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Seorang pedagang yang jujur kelak di hari kiamat akan dikumpulkan bersama orang-orang siddiqin dan orang-orang yang mati syahid.”

 

Tidaklah hal itu semua diraih kecuali karena sebab segala macam hal yang ia hadapi dari memerangi jiwa dan hawa nafsunya, serta menahan keduanya dari tergelincirnya berbagai akad jual-beli.

 

Kemudian sisa akad yang lain termasuk sewa-menyewa, qiradh (pemberian modal usaha), gadai, wakalah (perwakilan), penitipan, peminjaman, perkongsian, pengairan tanaman dan selainnya, maka wajib untuk selalu dipelihara syarat dan rukunnya. Akad nikah membutuhkan lebih ekstra hati-hati dan teliti, hal ini sebagai peringatan terhadap suatu akibat yang akan terjadi apabila tidak ada keduanya.

 

RIBA HUKUMNYA haram bagi pelaku, pemakan, pengambil, penulis, saksi dan penipu dayanya. Riba adalah jual-beli salah satu nagdain (emas dan perak) dengan barang yang lainnya secara penundaan pembayaran atau tidak ada serah terima barang atau jual-beli dengan barang sejenisnya dengan cara seperti itu atau secara melebihkan salah satunya atau jual-beli sebagian makanan dengan makanan yang lain dengan jalan seperti cara tadi. Haram melakukan jual-beli barang yang belum diserah terimakan kepadanya, jual-beli daging dengan hewan yang masih hidup, hutang dengan hutang, jual-beli barang milik orang lain, melakukan jual-beli barang yang belum pernah dilihat sebelumnya, jual-belinya orang yang belum mukallaf, melakukan transaksi jual-beli dengan orang yang belum mukallaf, jual-beli sesuatu yang tidak ada manfaatnya, atau sesuatu yang tidak bisa diserah terimakan, atau tanpa adanya shighat (ijab-qobul), menjual sesuatu yang bukan miliknya seperti kebebasan budak dan ardbul-mawat (tanah yang tidak diketahui pemiliknya), jual-beli sesuatu yang masih belum diketahui dan jualbeli sesuatu yang najis seperti anjing, jual-beli segala yang memabukkan dan yang diharamkan seperti gendang. Haram menjual sesuatu barang halal serta suci kepada orang yang diketahui bahwasanya orang tersebut menggunakan benda tadi untuk bermaksiat kepada Allahu subhanahu wa ta’ala. Tidak sah jual-belinya orang yang dipaksa serta haram menjual barang cacat yang tidak ditampakkan cacatnya. Pembagian dan penjualan sesuatu barang dari harta peninggalan si mayit tidaklah sah selama hutangnya belum lunas, wasiat belum ditunaikan serta selama biaya haji dan umrohnya belum dikeluarkan apabila ia telah berkewajiban untuk melaksanakan kedua ibadah tersebut kecuali apabila penjualan harta si mayit tersebut digunakan untuk menyelesaikan segala permasalahan tadi. Harta peninggalan si mayit hukumnya seperti barang jaminan terhadap semua permasalahan tadi seperti seorang budak yang telah melakukan tindak pidana meskipun hanya mengambil harta sebesar 1/6 dirham, maka tidak sah menjual budak tadi hingga ia menyelesaikan tanggungan yang ada di pundaknya atau sang penagih hutang memberikan izin untuk menjualnya. Haram memperlemah keinginan sang pembeli atau sang penjual setelah terjadi kesepakatan harga supaya ia menjual kepadanya atau membeli darinya. Lebih diharamkan lagi apabila setelah terjadinya akad di masa khiyar.

 

Membeli bahan makanan di waktu harga mahal dan di waktu bahan makanan tersebut sangat dibutuhkan, bertujuan supaya dapat menyimpan serta menjualnya dengan harga lebih mahal. Menambahkan sesuatu dalam barang dagangan bertujuan untuk menipu orang lain. Memisahkan antara budak perempuan dengan anaknya yang belum tamyiz. Menipu atau khianat atau berdusta dalam masalah timbangan, takaran, pengukuran dengan hasta dan dalam bilangan. Menjual kapas atau barang dagangan lainnya kemudian memberikan hutang kepada pembeli bersamaan menjual barang dagangan tadi dengan harga lebih tinggi beberapa dirham sebagai tambahan harga barang dagangan itu karena sebab adanya hutang. Memberikan hutang kepada penenun atau para buruh lainnya kemudian memperkerjakan mereka dengan gaji di bawah bayaran gaji secara umum karena sebab adanya hutang. Itu semua dinamakan ar-rabthah (pengikat). Memberikan hutang kepada para petani sampai waktu panen, lalu mereka (para petani) harus menjual hasil panen kepadanya dengan harga sedikit lebih rendah dari harga selayaknya. Itu semua dinamakan al-maqdhi. Begitu pula sejumlah mu’amalah atau bahkan kebanyakan mu’amalahhya orang-orang di zaman ini telah keluar dari aturan-aturan Syariat. Bagi seseorang yang mengharap keridhaan Tuhannya Serta keselamatan agama dan dunianya hendaklah ia belajar tentang perkara halal dan haram dari seorang ulama yang wara”, pemberi nasihat yang memiliki rasa simpati terhadap agamanya. Sesungguhnya mencari perkara yang halal hukumnya fardhu bagi setiap orang muslim.

SETIAP ORANG KAYA berkewajiban memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin meskipun mereka mampu untuk bekerja serta berkewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya apabila mereka miskin atau tidak mampu bekerja karena sebab masih kecil atau sebab sakit lumpuh. Seorang suami berkewajiban memberikan nafkah dan menyerahkan mahar kepada istrinya, serta ia berkewajiban memberikan mit’ah (sesuatu kepada istrinya | yang ditalag) apabila ia mentalagnya. Setiap pemilik budak dan pemilik hewan ternak berkewajiban memberikan “4 nafkah kepada mereka semua, serta sang pemilik tidak diperbolehkan memaksakan suatu pekerjaan yang mereka tidak mampu mengerjakannya, serta tidak diperbolehkan memukul mereka tanpa adanya hak. Seorang istri wajib mentaati suami dalam dirinya kecuali segala apa yang tidak halal, dan seorang istri tidak diperkenankan puasa dan keluar dari rumah kecuali dengan seizin suami.

DI ANTARA KEWAJIBAN HATI, yaitu beriman kepada Allah dan membenarkan segala sesuatu yang datang dari Allahu subhanahu wa ta’ala, beriman kepada Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam serta beriman, membenarkan dan mempercayai atas segala sesuatu yang datang dari Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam, ikhlas yaitu beramal hanya karena Allahu ta’ala semata, penvesalan atas perbuatan maksiat, tawakal kepada Allah, pendekatan diri kepada Allah, ridha terhadap Allah, berprasangka baik kepada Allah dan kepada para makhluk-Nya, mengagungkan syiar-syiar agamaNya, bersyukur atas segala nikmat-Nya, bersabar dalam melaksanakan segala kewajiban yang telah diwajibkan olehNya, bersabar menahan diri dari segala yang diharamkan olehNya serta bersabar atas segala musibah ditimpakan oleh Allah kepadamu, percaya terhadap jaminan rezeki, selalu mencurigai diri sendiri serta tidak pernah ridha kepadanya (dirinya), benci terhadap setan, dunia dan orang yang bermaksiat, cinta kepada Allah, firman-Nya, Rasul-Nya, para sahabat Nabi, keluarga Nabi, para orang anshar dan para kaum shalihin.

 

Imam Abdullah ibn Alwi al-Haddad radhiyallahu ‘anhu menyampaikan di dalam kitab beliau yang berjudul “anNashaih ad-Diniyyah” yang maknanya sebagai berikut:

 

“Ini adalah sifat-sifat yang wajib bagi setiap orang mukmin untuk selalu menghias diri serta memiliki sifatsifat ini, yaitu sifat yang telah disebutkan baru saja, hendaknya ia selalu khusyuk, tawadhu’, memiliki rasa takut, cinta kepada Allahu ta’ala, zuhud terhadap dunia, qana’ah terhadap yang sedikit, menginfakkan harta yang melebihi kebutuhannya, saling memberikan nasihat antara hamba-Nya, mencintai serta berbelas kasih terhadap mercka, memerintahkan terhadap kebaikan serta melarang terhadap kemungkaran, bersegera dalam berbuat kebaikan, tekun dalam beribadah, memberikan petunjuk menuju kebaikan dan hidayah, memiliki sifat tekun, kasih sayang, tenang dan santun, berakhlak mulia, lapang dada, lemah-lembut, rendah hati terhadap semua orang mukmin, tidak sombong, tidak congkak, tidak tamak terhadap harta manusia, tidak rakus terhadap dunia, tidak mendahulukan perkara dunia daripada perkara akhirat, tidak suka menimbun harta, tidak mencegah untuk mengeluarkan haknya harta, tidak bersikap bengis dan kasar, tidak suka membantah maupun berdebat, tidak suka bermusuhan, tidak bersifat keras, tidak berakhlak buruk, tidak berhati sempit, bukan penjilat (mudahin), bukan pemerdaya, bukan penipu, bukan orang yang selalu mendahulukan orang kaya daripada orang miskin, bukan orang yang selalu mondar-mandir ke pemerintah, bukan orang yang selalu diam terhadap kemungkaran padahal mampu mencegah kemungkaran tersebut, bukan orang yang cinta jabatan, harta maupun kekuasaan, tetapi justru ia benci terhadap semua itu. Tidaklah ia berkecimpung di dalamnya kecuali karena adanya suatu kebutuhan atau sebab darurat.”

TERMASUK DARI MAKSIAT HATI adalah riya” dengan amal-amal kebajikan, yaitu beramal karena manusia dan hal ini akan menghapus pahala amal perbuatan tersebut seperti bersifat sombong dengan amal ketaatannya kepada Allahu subbinahu wa ta’ala, yaitu memandang ibadah yang telah dilakukannya berdasarkan atas kemampuan dirinya serta menganggap bahwa itu bukan berkat karunia Allah, adanya keraguan terhadap Allahu ta’ala, merasa aman dari tipu daya-Nya, putus asa terhadap rahmat Allahu subhanahu wa ta’ala, sombong terhadap para hamba Allah dan sombong, yaitu menolak kebenaran dan meremehkan manusia serta ia memandang bahwa dirinya jauh lebih baik dari semua makluk-Nya. Dendam (al-Higdu), yaitu menyembunyikan sifat permusuhan apabila ia mengerjakan sesuai dengan keinginan dirinya maka ia tidak akan membencinya (tidak merasa menyesal ketika melampiaskannya).

 

Hasad, yaitu membenci atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allahu ta’ala kepada seorang muslim dan dirinya merasa berat apabila tidak membenci atau tidak terjadi sesuai dengan keinginannya, mengungkit-ungkit pemberian sedekah, perbuatan itu akan membatalkan pahala sedekahnya, selalu melakukan perbuatan dosa, berprasangka buruk kepada Allah dan kepada para hamba-Nya, mendustakan gadar-Nya, merasa senang dengan kemaksiatan dengan alasan ketentuan gadar Allah atau dengan alasan lainnya, mengingkari janji meskipun dengan orang kafir, berbuat tipu daya, membenci para sahabat Nabi dan para kaum shalihin, kikir terhadap apa yang diwajibkan oleh Allah, rakus, meremehkan sesuatu yang diagungkan oleh Allah, merendahkan apa yang diagungkan oleh Allah dari ketaatan atau kemaksiatan atau al-Guran atau ilmu atau surga atau neraka.

TERMASUK MAKSIATNYA PERUT adalah memakan harta riba, bea cukai, barang rampasan, barang curian dan segala harta yang telah diperoleh dengan cara transaksi yang diharamkan oleh syariat, minum khamr (arak/ciu). Adapun hukuman bagi peminum khamr adalah dicambuk sebanyak 40 kali cambukan untuk orang yang merdeka apabila ia seorang budak maka dicambuk separuhnya, yaitu 20 kali cambukan, apabila yang melakukan adalah seorang pemimpin pemerintah maka hukumannya ditambah. Termasuk dari maksiat perut adalah meminum segala hal yang memabukkan, minum segala najis yang kotor, makan harta anak yatim atau harta wakaf selama si pewakaf tidak mensyaratkannya, menerima pemberian dari orang yang malu atau enggan untuk memberi.

TERMASUK MAKSIAT MATA adalah melihat wanita asing, begitu juga perempuan melihat lelaki asing dan melihat aurat. Seorang laki-laki haram melihat sesuatu dari perempuan asing selain istrinya, serta haram bagi keduanya (ia dan perempuan asing) membuka sebagian diantara pusar dan lutut di hadapan orang yang memperhatikan auratnya meskipun sesama jenis dan mahramnya selain suami atau istrinya. Haram bagi keduanya membuka sauatain (qubul dan dubur) di tempat sepi tanpa adanya hajat kecuali kepada suami atau istrinya. Diperbolehkan memandang selain antara pusar sampai lutut terhadap mahramnya atau sejenis atau anak kecil yang tidak bersyahwat selama tidak menimbulkan syahwat kecuali anak kecil yang belum mencapai usia tamyiz, maka boleh memandang anak tadi selain memandang kemaluan anak perempuan kecuali ibunya.

 

Haram memandang seorang muslim dengan pandangan meremehkan, memandang isi dalam rumah milik orang lain atau sesuatu yang disembunyikan tanpa seizin pemiliknya, begitu pula menyaksikan kemungkaran jika ia tidak ingkar atau tidak adanya udzur atau tidak segera memisahkan dirinya dari tempat tersebut.

TERMASUK MAKSIAT LISAN adalah ghibah yaitu engkau ‘ menyebutkan kejelekan saudaramu dan ia akan benci apabila mendengarnya, namimah (adu domba) yaitu menyampaikan ucapan yang tujuannya untuk merusak, tahrisy’? yaitu mengadu domba tanpa menukil ucapan meskipun antar hewan, berdusta yaitu berbicara sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan, sumpah palsu, melafadzkan lafadz-lafadz yang mengandung celaan atau tuduhan zina, jumlahnya sangat banyak sekali. Kesimpulannya adalah bahwasanya setiap kalimat tuduhan suatu benda yang orang lain tidak mengetahuinya, bernisbah kepada selain ayahnya atau kepada selain majikannya, meminang perempuan yang telah dipinang oleh saudaranya, berfatwa tanpa dilandasi ilmu pengetahuan, memberikan pelajaran yang membahayakan, berhukum dengan selain hukum Allah, meratapi dan menangisi suatu kematian, mengucapkan ucapan yang menganjurkan untuk berbuat sesuatu yang diharamkan atau ucapan yang mematahkan semangat dalam melaksanakan kewajiban, segala ucapan yang mencela agama atau mencela salah satu para Nabi atau ulama atau ilmu atau syariat atau al-Ouran atau sesuatu dari syiar-syiar agama Allahu subhanahu wa ta’ala.

 

Termasuk dari maksiat lisan adalah at-tazmir (meniup seruling), diam dari beramar-ma’ruf dan nahi munkar tanpa adanya udzur, menyembunyikan ilmu wajib saat ada penuntut ilmu, tertawa karena keluarnya angin (kentut) atau tertawa kepada seorang muslim sebagai wujud penghinaan terhadapnya, menyembunyikan persaksian, melupakan alOuran, tidak menjawab ucapan salam yang wajib baginya, ciuman yang membangkitkan syahwat bagi orang ihram haji atau umroh atau bagi orang yang puasa fardhu, atau terhadap orang yang tidak halal ciumannya.

TERMASUK MAKSIAT TELINGA adalah mendengarkan pembicaraan rahasia suatu kaum, mendengar suara seruling, gendang dan semua suara-suara yang diharamkan seperti mendengarkan ghibah (menggunjing), namimah (adu domba) dan semua pembicaraan yang diharamkan, berbeda apabila ia mengunjungi acara nyanyian karena sebab paksaan dan ia membenci terhadap hal itu, maka ia wajib ingkar apabila mampu.

TERMASUK MAKSIAT TANGAN adalah mengurangi timbangan, takaran dan ukuran hasta, mencuri. Bagi pencuri apabila mencuri barang senilai sama dengan “ dinar dan barang tadi dicuri dari tempat penyimpanannya maka hukumannya adalah dipotong tangan kanannya, kemudian jika ia mengulanginya maka dipotong kaki kirinya kemudian tangan kirinya kemudian kaki kanannya.

 

Termasuk dari maksiat tangan adalah merampok, merampas, memungut cukai, membelenggu, membunuh, dan dalam membunuh ada kafarat (denda) secara mutlak yaitu memerdekakan budak perempuan muslimah yang tidak cacat, apabila tidak mampu maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Hukum pembunuhan secara sengaja adalah gishas kecuali jika ia dimaafkan maka harus membayar diyat (denda) atau cuma-cuma. Dan dalam pembunuhan karena suatu kesalahan dan pembunuhan karena menyerupai pembunuhan secara sengaja maka harus membayar diyat yaitu 100 ekor unta untuk laki-laki muslim yang merdeka dan 50 ekor unta untuk perempuan muslimah yang merdeka. Sifat-sifat diyat berbeda-beda sesuai jenis pembunuhannya.

 

Termasuk dari maksiat tangan adalah memukul tanpa hak, memberi atau menerima uang suap, membakar binatang kecuali sebab mengganggu dan mengharuskan menggunakan jalan/cara itu untuk mencegahnya, menyakiti hewan, bermain dengan dadu dan kelereng, bermain segala macam bentuk perjudian, hingga segala bentuk permainan anak-anak yang ada unsur judinya, bermain dengan alatalat hiburan yang diharamkan seperti gendang, rebab, seruling, dan alat musik petik, menyentuh wanita asing dengan sengaja serta tanpa adanya penghalang atau adanya penghalang tetapi menyentuhnya karena syahwat meskipun sesama jenis atau satu mahram, menggambar binatang, tidak membayar zakat atau membayar hanya sebagiannya setelah diwajibkan serta memungkinkan dirinya untuk menunaikan zakat, atau mengeluarkan zakat yang tidak sesuai untuk dijadikan zakat dan memberikan zakat kepada orang yang tidak berhak menerimanya, menahan bayaran buruh, mencegah memberikan sesuatu yang bisa untuk menutup kebutuhan orang yang sangat membutuhkan, tidak mau menyelamatkan orang yang mau tenggelam sedangkan ia tidak ada udzur dalam dua perkara ini, menulis sesuatu yang haram diucapkan, berkhianat yaitu kebalikan dari nasihat, khianat meliputi maksiat perbuatan, perkataan dan keadaan.

TERMASUK MAKSIAT FARJI adalah zina, liwath (homo seksual), hukuman bagi zina muhsan (pernah menikah) baik laki-laki maupun perempuan adalah rajam yaitu dilempari dengan batu sampai ia meninggal dunia, apabila selain muhsan hukumannya adalah dicambuk sebanyak 100 kali cambukan dan diasingkan selama setahun bagi orang merdeka adapun bagi budak setengahnya (hukuman orang merdeka). Termasuk maksiat farji adalah mendatangi (menggauli) binatang meskipun binatang miliknya sendiri, bermain-main dengan selain tangan istrinya, bergaul saat istri haid atau nifas atau setelah terputus darah keduanya dan sebelum mandi, atau setelah mandi tetapi tanpa niat mandi wajib atau syaratnya mandi wajib belum terpenuhi, membuka kemaluan di hadapan orang yang haram melihat farjinya atau ia membuka kemaluan tadi di tempat sunyi tanpa ada tujuannya, menghadap dan membelakangi arah kiblat saat buang air kecil atau air besar tanpa adanya penghalang, atau jarak penutupnya lebih dari tiga hasta atau tingginya kurang dari 2/3 hasta kecuali dalam bangunan yang disediakan untuk hal tersebut (WC atau kamar mandi), buang air besar di atas pemakaman, buang air kecil dalam masjid meskipun dalam wadah atau buang air kecil di atas sesuatu yang dimuliakan syariat dan tidak berkhitan setalah mencapai usia baligh.

 

TERMASUK MAKSIAT KAKI adalah berjalan dalam kemaksiatan seperti berjalan untuk memfitnah atau membunuh seorang muslim atau untuk sesuatu yang membahayakannya dengan tanpa hak, larinya budak dan seorang istri, orang yang melarikan diri dari hukuman qishas atau dari hutang atau lari dari tanggung jawab memberikan nafkah atau lari dari berbakti kepada kedua orang tua, atau lari dari tanggung jawab mendidik anak, congkak dalam berjalan, melangkah di atas leher orang lain kecuali untuk mengisi tempat yang masih kosong, lewat di depan orang shalat apabila telah sempurna syaratsyarat pembatasnya, memanjangkan kaki ke arah mushaf apabila mushaf tadi tidak berada di tempat yang lebih tinggi, segala perjalanan menuju arah yang diharamkan atau penyelewengan terhadap kewajiban.

TERMASUK MAKSIAT BADAN adalah durhaka kepada kedua orang tua yaitu segala sesuatu yang menyakitkan keduanya, lari dari pertempuran, memutus tali silaturrahim, menyakiti tetangga meskipun orang kafir yang mendapatkan perlindungan hukum dari segala gangguan secara zahir, menyemir rambut dengan warna hitam, laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya, menyeret pakaian bertujuan untuk sombong, seorang laki-laki mewarnai kedua tangan dan kedua kaki dengan pacar tanpa adanya hajat, memutus ibadah fardhu tanpa adanya udzur, memutus ibadah haji dan umroh yang sunah, meniru tingkah laku orang mukmin bertujuan sebagai penghinaan kepadanya, menyelidiki/ mencari-cari kejelekan orang lain, bertatto, memutus hubungan dengan seorang muslim selama lebih dari tiga hari tanpa adanya udzur syar’i, duduk dengan orang ahli bid’ah dan orang fasik karena untuk menghibur, seorang laki-laki baligh memakai perhiasan emas, perak dan kain sutra atau ukurannya lebih dari itu kecuali memakai cincin dari perak, menyendiri dengan wanita asing, perginya seorang perempuan dengan tanpa ditemani mahramnya, memperkerjakan orang yang merdeka melalui pemaksaan, pelecehan terhadap ulama, pemimpin yang adil dan orang muslim yang lanjut usia, memusuhi pemerintah, membantu kemaksiatan, mengedarkan uang palsu, menggunakan dan menyimpan wadah yang terbuat dari emas dan perak, meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan disertai meninggalkan salah satu rukun atau syaratnya atau mengerjakan dengan sesuatu yang membatalkannya, meninggalkan shalat Jumat yang diwajibkan atasnya meskipun ia shalat zuhur, meninggalkan shalat berjamaah dalam shalat lima waktu, mengakhirkan waktu shalat sampai keluar waktu tanpa adanya udzur, melempar hewan buruan dengan menggunakan beban yang cepat mematikan, menjadikan hewan sebagai sasaran, perempuan yang iddah tidak selalu berada di rumah tanpa adanya udzur serta seorang istri tidak melakukan ihdad (meninggalkan menghias diri) untuk kematian suaminya, mengotori masjid meskipun dengan sesuatu yang suci, menggampangkan berhaji setelah ia mampu hingga ia meninggal dunia, memberikan pinjaman kepada orang yang tidak bisa diharapkan pelunasannya dari segi zahir dan orang yang hutang tidak mengetahui apakah ia bisa melunasi hutangnya, tidak mau menunda/menangguhkan pelunasan hutang orang yang dalam kemiskinan, mencurahkan harta dalam kemaksiatan, pelecehan terhadap mushaf dan terhadap setiap ilmu syariat serta memberikan kuasa terhadap anak di bawah usia tamyiz untuk melakukan hal itu, merubah tanda batas tanah, bertingkah laku yang tidak baik di jalan umum, memakai barang pinjaman untuk sesuatu yang tidak diizinkan baginya atau menggunakan barang tersebut melebihi masa peminjaman atau meminjamkan barang pinjaman tersebut kepada orang lain, membuat pembatas di wilayah yang mubah (tempat umum) seperti membatasi tempat penggembalaan (padang rumput), membatasi tempat mencari kayu bakar dari tanah tidak bertuan, membatasi tempat garam dari sumbernya dan membatasi air minum dari tempatnya.

 

Termasuk maksiat badan adalah menggunakan barang temuan sebelum barang tadi menjadi miliknya dengan beberapa syarat, duduk disertai dengan memperhatikan kemungkaran jika tidak ada udzur, menghadiri acara walimah tanpa diundang, masuk tanpa mendapat izin atau orang-orang memasukkan dirinya karena sebab mereka malu, seseorang dimuliakan karena menjaga dari kejahatan dirinya, tidak adil terhadap para istrinya, keluarnya seorang perempuan dalam keadaan berminyak wangi atau berhias meskipun tertutup dan mendapatkan izin suaminya apabila ia melewati para laki-laki asing, sihir, keluar (membelot) dari taat kepada pemimpin, mengurus anak yatim atau masjid atau kehakiman disertai pengetahuan bahwasanya ia tidak akan mampu untuk melaksanakan tugas-tugas tersebur, melindungi orang zalim, mencegah orang mengambil hak dari dirinya, menimbulkan rasa takut terhadap hatinya kaum muslimim, gath’u tharig (pembegal) dan hukuman bagi pembegal sesuai dengan tindak pidananya baik itu dihukum atau dipotong tangan kakinya secara silang atau dibunuh dan disalib. Dan termasuk dari maksiat badan adalah tidak menunaikan nadzarnya, melakukan puasa wishol (jawa: puasa ngebleng), mengambil tempat duduk orang lain atau mendesaknya dengan desakan yang menyakitkan, atau mengambil/menyerobot gilirannya orang lain.

SETIAP ORANG MUKALLAF wajib segera bertaubat dari segala perbuatan dosa yang pernah ia kerjakan dengan cara menyesal, menjauhkan diri dari perbuatan tersebut serta berkeinginan kuat untuk tidak mengulangi perbuatannya dan beristighfar mohon ampun kepada Allahu subhanahu wa ta’ala, apabila perbuatan dosa tadi karena meninggalkan perkara fardhu maka ia wajib mengqadha’’nya atau perbuatan dosa tadi berhubungan dengan anak manusia maka ia wajib mengganti atau meminta keridhaannya. Kitab ini selesai dan tersusun berkat kehendak Allahu subhanahu wa ta’ala.

 

Aku memohon kepada Allahu ta’ala semoga manfaatnya tersebar luas dan banyak diterima dalam hati. Dan aku memohon kepada setiap orang yang memiliki kearifan yang tinggi apabila saat ia mempelajari kitab ini dan ia melihat ada suatu kesalahan atau kekeliruan dalam kitab ini, supaya ia merubah kesalahan tersebut dengan jawaban yang benar, supaya anak manusia selalu berwaspada dalam mengikutiku terhadap sesuatu yang benar, karena kebenaran paling berhak untuk diikuti sedangkan manusia tempatnya salah dan lupa.

 

Ya Allah, wahai Tuban kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dabulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Allah, wahai Tuban kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Ya Allah, ampunan-Mu lebih Iuas daripada dosa-dosa kami, rahmat-Mu lebih kami harapkan daripada amalamal kami, Maba Suci Tubanmu, Tuhan yang sunyi dari apa yang telah mereka sifatkan. Salam sejahtera semoga selalu tercurahkan kepada para Rasul dan Maha Suci Allah Tuhan sekalian alam semesta.” Dari kitab “Sullam at-Taufiq” karya junjungan kami, guru kami, imamil-aimmah wa qudwatil-ajillah al-arifbillah al-Habib Abdullah ibn Husein bin Thahir. Semoga Allahu subhinahu wa ta’ala membahagiakan kita dan kaum muslimin dimasa kehidupan beliau. Amin ya rabbal alamin.

 

TERMASUK BEBERAPA DOSA adalah membuka aurat, masalah ini telah menyebar ke berbagai penjuru negeri. Menutup aurat merupakan kewajiban yang telah pasti dalam syariat, seseorang yang membuka aurat serta seseorang yang melihatnya sama-sama berdosa. Allahu ta’ala telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya supaya selalu menahan (menundukkan) pandangan terhadap aurat, Allahu subhanahu wa ta’ala pun telah berfirman:

 

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:

 

“Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya: yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”.

 

Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau puteraputera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (OS. an-Nur (24): 30-31)

 

Seluruh tubuh seorang perempuan adalah aurat, maka haram melihat kepadanya meskipun wanita tadi tidaklah cantik. Pandangan merupakan panah beracun dari anak panah yang dilemparkan oleh iblis, karena pandangan akan mengundang seseorang untuk berfikir, berfikir akan mengundang seseorang untuk berzina dan orang yang berhati-hati adalah orang yang mencegah unsur-unsur ini dari sana (pokok pangkalnya). Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam telah bersabda:

 

“Setelah kepergianku, tidaklah aku meninggalkan suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi para laki-laki daripada perempuan.”

 

Maka setiap orang muslim berkewajiban untuk menjaga diri dari segala keburukan ini, dengan cara menjauhkan diri dari setiap tempat yang bisa mendatangkan segala perkara yang ditakutkan ini. Sesungguhnya menyendiri, melihat dan mendengar itu semua dapat mengundang menuju perzinaan (perbuatan keji ). Berhati-hatilah! Meskipun hanya berbicara dan berfikir, karena hal itu merupakan zina lisan dan zina hati, sebagaimana zinanya mata adalah melihat. Maka wajib untuk menjaga dan membentengi diri dari semua penyebab ini. Allahu subhanahu wa ta’Gla telah berfirman:

 

“.. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteriisteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir…” (OS. al-Ahzab (33): 53)

 

Seorang perempuan tidak diperbolehkan menghijamah (membekam) seorang laki-laki begitu pula sebaliknya, tetapi yang menghijamah adalah sesama jenisnya, ini sebagai sikap waspada dari perbuatan dosa yang akan timbul dari masalah ini. Maka, wajib secara fardhu kifayah sebagian perempuan belajar hijamah, karena hal itu merupakan jalan yang jelas untuk keselamatan.

 

Aurat perempuan dalam shalat adalah seluruh badannya selain wajah dan kedua telapak tangan. Aurat laki-laki secara mutlak dan auratnya budak perempuan dalam shalat adalah antara pusar dan lutut. Perempuan boleh melihat perempuan lain, laki-laki boleh melihat laki-laki lain selain antara pusar sampai lutut dan barangsiapa yang berani menerjang batasan hukum Allah maka dialah orang yang binasa. Maka janganlah kalian menerjang hukum serta berusahalah cinta Yang Maha Kasih dengan ketaatan serta bertaubatlah kalian kepada Allah wahai orang-orang mukmin, semoga kalian beruntung. Allahu subhanahu wa ta’ala pun berfirman:

 

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) yang berkata: “Kami mendengarkan (maksudnya: mereka mendengarkan tetapi hati mengingkarinya), padahal mereka tidak mendengarkan.” (OS. al-Anfal (8): 21)

 

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (OS. Yusuf (12): 87)

 

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat): dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (OS. al-Hasyr (59): 18-19)

 

Dan membuka aurat adalah sebuah dosa yang buruk | Dan kejadiannya telah menyebar di semua manusia

 

Menutup aurat adalah satu kefardhuan yang wajib lagi telah ditetapkan | Dan setiap orang yang membukanya maka ia telah berbuat dosa

 

Berdosa pulalah orang melihat selama ia tidak | Memberikan arahan kepada saudara yang membuka aurat supaya menutupnya dengan sempurna

 

Dan perintah sang pemilik Arsy untuk menundukkan pandangan | Dari aurat yang terbuka saat terbukanya aurat

 

Dalam surat an-Nur dari al-Guran yang diturunkan | Telah menjelaskan perkara tersebut tanpa adanya penafsiran

 

Semua badan perempuan adalah aurat | Mereka harus menutupnya hingga berwajah buruk (hingga tua)

 

Haram seorang lelaki melihat sedikit pun | Dari perempuan karena di sana ada besarnya bahaya

 

Karena sekali pandangan mata kepada mereka | Adalah sebuah racun yang mematikan dari setan yang merusak anggota

 

Mengajak kepada berfikir hingga bersembunyi | Dalam hati kemudian terseret kepada perbuatan zina

 

Maka berhati-hati yang memecahkan perkara ini | Dari asalnya yang lebih dekat adalah ketakutan ketika kembali ke Allah

 

Dan begitu pula suara-suara mereka (para wanita) hendaklah dijauhi | Pendengarannya, ialah yang mengundang kepada berbagai keraguan

 

Dan semisalnya adalah menyendiri tanpa adanya mahram | Karena sesungguhnya menyendiri (dengan perempuan) adalah tindakan seorang yang sesat lagi pendosa

 

Tidaklah seseorang menyendiri dengan seorang wanita | Kecuali yang ketiga adalah setan

 

Maka jauhilah pebuatan orang-orang yang sesat lagi fasik | Maka kalian akan dibalas keuntungan akad jual-beli dari ar-Rahman (Allah)

 

Telah datang dari Sayyidil Anam | Semoga keutaman salam selalu tercurah kepada beliau

 

Aku tidak menginggalkan setelahku sebuah fitnah | Yang lebih bahaya bagi para lelaki dari perempuan atau yang semakna dengan ucapan ini (hadits Nabi)

 

Maka wajib atas seorang mukmin | Yang bertakwa supaya menjaga diri dari keburukan fitnah-fitnah ini

 

Dengan cara menjauh dari segala sesuatu yang di dalamnya ada praduga (sangkaan) ditakutkan | Adanya kecurigaan akan menerjang keburukan di dalamnya

 

Wajib pula bagi wanita untuk berhijab (menutup diri) | Dari setiap sesuatu yang mendatangkan kecurigaan dan keraguan

 

Bahkan, mereka para wanita hukumnya seperti dua orang lelaki yang telah lalu | Yang datang dari Nabi al-Musthafa

 

Di dalam permasalah kedua istri beliau ketika dua orang lelaki menemui beliau | Supaya kedua istri beliau menjaga diri itu jauh lebih utama

 

Kemudian beliau (Rasulullah) kembali dalam keadaan Marah saat kedua istri beliau mengatakan kepada beliau,

 

“Ia adalah orang buta.” | Maka beliau bertanya kepada keduanya, “Apakah saat ini kalian berdua juga dalam keadaan buta?”

 

Termasuk dari bagian kemungkaran yang sangat buruk sekali | Adalah para perempuan yang mendatangkan murka-murka (bencana-bencana) yang mengerikan

 

Sesuatu yang biasa dilakukan para lelaki menghijamah para perempuan | Maka ini sebuah bencana bahkan perbuat ini sangatlah buruk

 

Dan itu hukumnya haram yang sudah jelas bahayanya | Dan itu sebuah kemungkaran yang berdosa bagi orang yang tidak mengingkarinya

 

Dan bukan termasuk udzur apabila tidak ditemukan | Ahli hijamah yang mahir dari perempuan di suatu negeri

 

Karena masih dikemungkinkan sebagian dari mereka para perempuan untuk belajar hijamah (bekam) | Maka usaha untuk mempelajari ini adalah suatu kewajiban

 

Maka hendaklah mereka dari perempuan mendudukkan satu orang untuk hijamah (bekam) | Supaya mereka selamat dari perbuatan dosa

 

Maka pergunakanlah sifat cemburu kalian tatkala istri-istri kalian kenal seorang lelaki | Yang tidak mengenal menjaga kehormatan diri

 

Meskipun kita punya dugaan bahwasanya | Ia adalah lelaki baik bertakwa, wara” lagi pandai

 

Tidakkah sebaik-baik para nabi (Baginda Nabi) telah menutupi (menabiri) | Istri beliau dari orang-orang memberi petunjuk lagi orang-orang yang bertakwa

 

Aurat perempuan merdeka dalam shalat | Adalah seluruh tubuhnya dari segala sisi

 

Kecuali wajah dan telapak tangan, keduanya bukan termasuk | Dalam aurat dari seorang perempuan maka hendaklah mereka mengetahui

 

Dan semisal dengan perempuan merdeka adalah khuntsa (orang yang mempunyai dua alat kelamin), yaitu seseorang yang statusnya belum jelas (laki-laki atau perempuan) | Menurut pendapat setiap orang alim yang dijadikan pegangan

 

Batasan aurat yang telah disebutkan itu secara mutlak | (Di dalam maupun di luar shalat) dari lelaki sejati adalah

 

Yaitu, sesuatu antara pusar ke bawah dan lutut | Semuanya dihitung sebagai auratnya laki-laki

 

Dalam setiap keadaan, menutup aurat itu telah menjadi wajib | Dan semisal batasan aurat lelaki adalah aurat perempuan budak saat shalatnya:

 

Setiap wanita boleh baginya melihat | Orang semisalnya (perempuan lain) tidak lebih dari batasan aurat laki-laki

 

Dan semisal dengannya adalah yang memiliki hubungan mahram dalam hal tersebut | Begitu pula laki-laki dari laki-laki lainnya

 

Orang yang binasa lagi merugi adalah orang yang mencrjang | Batasan-batasan yang telah digariskan oleh

 

Tuhannya Hati-hatilah kalian terhadap orang-orang yang melampaui batas | Dan lazimilah untuk selalu taat kepada-Nya supaya kalian memperoleh kemenangan

 

Dan taat kepada Allah, dengan ketaatan itu kalian akan saling mencintai karena-Nya (Allah) | Sehingga kalian akan dimuliakan dan dibahagiakan

 

Ketahuilah, sesungguhnya engkau hidup berada di akhir zaman yang telah dijanjikan dengan segala macam ujian dalam agama dan badan sebagaimana yang telah dikabarkan oleh al-Guran dan sang pemimpin anak manusia (Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam). Telah tersebar berbagai kemungkaran dikalangan anak manusia di antaranya keluarnya seorang perempuan di hadapan lakilaki dalam keadaan membuka aurat (apa yang wajib untuk menutupnya) tanpa disertai adanya rasa malu kepada Sang Pencipta maupun para makhluk-Nya serta tidak ada rasa takut kepada Tuhan sekalian alam dan tidak ada rasa takut kepada fitnahnya para penghasud dan orang-orang yang berperangai buruk, tidak ada rasa takut dituduh sebagai pelacur karena sebab terjerumusnya mereka ke dalam tempat-tempat yang mudah sekali seseorang mendapat tuduhan jelek. Yaitu, tempat-tempat yang telah dilarang dalam haditsnya Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam.

 

Seorang wanita mukminah tidak diperbolehkan memperlihatkan dirinya kepada laki-laki asing maksudnya selain suami, majikan dan mahram-nya yaitu mahram lewat garis keturunan, persusuan dan perkawinan sedangkan ia sudah melewati usia kanak-kanak yaitu telah mencapai batas untuk disenangi meskipun ia bukan wanita rupawan atau telah tua atau telah lanjut usia yang sudah tidak disyahwati. Seorang laki-laki tidak boleh melihat seorang perempuan asing dan begitu pula sebaliknya perempuan tersebut tidak boleh melihat seorang laki-laki, tidak boleh saling berjabatan tangan, tidak boleh saling serah terima atau semisalnya dan tidak boleh berduaan di tempat sunyi.

 

Apabila seorang perempuan memakai minyak wangi maka ia tidak diperbolehkan melewati para laki-laki asing sehingga mereka akan mencium bau minyak wanginya karena ditakutkan akan timbul suatu fitnah terhadap dirinya, karena Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam pernah bersabda:

 

“Siapa pun perempuan yang memakai minyak wangi, kemudian ia keluar menuju masjid, maka shalatnya tdak akan diterima sampai ia mencucinya.”

 

Dalam sebagian hadits lain yang maknanya:

 

“Sesunggungnya siapa pun perempuan yang melewati para laki-laki asing, kemudian mereka mencium bau minyak wanginya, maka ia telah berbuat zina.”

 

Seorang perempuan tidak diperbolehkan keluar dengan membuka sesuatu yang dilarang serta diharamkan oleh syariat (aurat). Seluruh tubuh wanita merdeka merupakan aurat di hadapan laki-laki asing selain wajah dan kedua telapak tangannya dalam shalat serta antara pusar dan lutut saat di hadapan mahram dan wanita lainnya. Maka setiap perempuan yang hendak keluar rumah berkewajiban untuk menutup seluruh tubuhnya dari segala orang yang akan memandangnya, maka setiap perempuan wajib memperhatikan peringatan atas hal tersebut serta berniat dan memberitahukan kepada penduduk kampung tentang hal itu karena sebab kelalaian atau kebodohan sebagian dari mereka.

 

Di dalam kitab “Ihya” disebutkan bahwasanya Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam pernah bersabda:

 

“Sesungguhnya aku adalah orang yang sangat cemburu.”

 

Dan tidaklah seseorang yang tidak memiliki cemburu kecuali orang yang hatinya sudah terbalik. Jalan yang cukup sebagai wujud rasa kecemburuan adalah tidak membiarkan seorang laki-laki bertemu langsung dengan istrinya dan tidak membiarkan istrinya keluar sendirian menuju ke pasar-pasar. Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam pernah bertanya kepada putrinya yang bernama Fatimah radhiyallahu “anha:

 

“Apa yang paling baik bagi seorang perempuan? Dia menjawab: “Hendaknya ia tidak melihat seorang lakilaki dan seorang laki-laki tidak melihatnya.” Kemudian beliau shallallahu “alaihi wa sallam memeluknya.”

 

Dahulu para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka selalu menutup lubang dinding dan setiap lubang yang terdapat pada tembok, mereka melakukan hal tersebut dengan tujuan supaya para wanita tidak melihat kaum laki-laki. Sayyidina Umar radhiyallahu anhu pernah berkata, “Sedikitkan pakaian para wanita agar mereka senantiasa berhijab.” Beliau berkata demikian karena para wanita tidak senang keluar dalam bentuk seperti orang-orang yang lemah.

 

Aku menganjurkan kalian untuk saling bersilaturrahim, karena sesungguhnya hal itu akan memperbanyak harta, penunda dalam ajal, penunjuk terhadap penghiasan diri dengan akhlak-akhlak mulia dan merupakan alamat yang pasti bahwasanya orang tersebut kelak akan meraih kebaikan di akhirat. Hati-hatilah terhadap pemutusan tali silaturrahim, karena sesungguhnya hal itu merupakan kekejian yang menakutkan, siksanya sangat pedih, medannya sangat membahayakan, orang yang memutuskan silaturrahim telah dilaknat dengan nash al-Ouran, orang yang memutuskan silaturrahim adalah orang yang lemah imannya, orang yang memutuskan silaturrahim tidak akan mencium baunya surga, orang yang memutuskan silaturrahim kesialannya melampaui batas terhadap tetangga, maka sambunglah tali silaturrahim wahai saudaraku! Sesungguhnya silaturrahim itu digantungkan di sebuah tiang penyangga dari tiang-tiang penyangga arsy-Nya, silaturrahim selalu mendoakan jelek kepada pemutus tali silaturrahim dengan nasib yang buruk, jauhilah dosa-dosa besar serta hati-hatilah dari perbuatan dosa, sesungguhnya kemaksiatan merupakan bukti sebuah kerugian dan merupakan utusan kekufuran. Barang siapa bermaksiat kepada Allahu subhanahu wa ta’ala, maka ia telah menyodorkan diri untuk berperang dengan-Nya dan ia telah menantang untuk berselisih dengan-Nya dan siapakah yang memiliki kemampuan untuk berperang dengan Dzat Yang Maha Kuasa?

 

Dan segala sesuatu yang bisa membinasakan terhadap harta dan jiwa raga serta mendatangkan azab di neraka dan dalam kubur adalah mengambil harta orang lain dengan cara merampas, mencuri, memungut bea cukai, dan penipuan yang mengakibatkan kesialan. Ini semua termasuk dari memakan harta anak manusia dengan cara keliru, dan pelakunya merupakan orang yang zalim pendosa serta orang yang keliru. Syariat mengkhususkan pemungut cukai dari keburukan-keburukan ini karena sesuai dengan riwayat apa yang datang dari Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam:

 

“Jauhilah (semoga Allah merahmati kalian) segala – larangan yang diharamkan oleh Allah dan janganlah kalian meremehkan satu perkara pun dari perkara tadi, karena kebanyakan perbuatan itu (peremehan) merupakan penyebab datangnya murka dan siksa. Dan janganlah kalian membunuh jiwa yang telah Allah haramkan kecuali dengan jalan kebenaran.”

 

Pembunuhan Termasuk dari perbuatan yang membinasakan serta menghapus terhadap kebaikan-kebaikan serta yang mendatangkan siksaan secara cepat. Allahu ta’ala berfirman:

 

“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (yakni: membunuh orang bukan karena qishash), atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (OS. al-Maidah (5): 32)

 

Maka siapakah orang yang lebih agung dosanya dibandingkan dosa ini! Siapakah yang lebih rugi secara hati danjasad daripadanya! Dan yang lebih diharamkan dari hal itu adalah sebagaimana apa yang telah Allahu subhinahu wa ta’ala menceritakannya sebagai penyempurnaan setelah menceritakan hukum. Allahu ta’ala berfirman:

 

“Dan barangs iapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (OS. an-Nisa” (4): 93)

 

Sehingga para ulama mengambil ayat ini sebagai dalil bahwasanya taubatnya orang tadi tidak akan diterima dan sesungguhnya pintu taubat kepada Allah telah tertutup. Maka hati-hatilah kalian dari mengerjakan hal tersebut sebagai bahan pengetahuan (pembuktian), sesungguhnya seseorang selalu berada dalam kelonggaran dari urusannya selama ia tidak menumpahkan darah yang diharamkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

“Hancurnya dunia ini di mata Allah lebih hina dari pada pembunuhan seorang mukmin dengan tanpa adanya hak. Dan seandainya penduduk langit dan penduduk bumi, mereka membantu dalam penumpahan darah seorang mukmin, pastilah Aku akan memasukkan mereka semua ke dalam api neraka.”

 

Hukum Allahu subhinahu wa ta’ala bagi pembunuhan secara sengaja adalah gishash yaitu jiwa dibalas dengan jiwa, tiada baginya tempat perlindungan dari hal tersebut, kecuali ahli waris orang yang bunuh memberikan maaf secara cumacuma atau dengan membayar diyat (denda) atau dengan membayar harta sedikit atau banyak. Apabila engkau telah mendengar tentang hal ini, apakah kulit-kulit terasa gemetar dan urat-urat terasa bergemuruh? Maka bagaimana keadaan orang-orang yang selalu menekuni perbuatan yang buruk dan perkara yang mengerikan ini serta tidakkah mereka memperhatikan bahwasanya hal ini termasuk dari paling besarnya dosa-dosa besar serta bagaimana keadaan kita yang berada ditengah-tengah mereka dari bergaul, duduk, ramah tamah dan berteman dengan mereka tanpa adanya sikap pengingkaran kita kepada mereka terhadap perbuatan tersebut, maka kami tidak meragukan lagi bahwasanya hal itu adalah usaha dalam penghancurkan agama, serta penyelewengan dan kesesatan yang nyata, maka tiada daya dan upaya kecuali hanyalah milik Allahu ta’ala yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, dan sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nyalah kami kembali.

 

Termasuk paling buruknya bahaya lisan dalam hal kejelekan dan dosa adalah mendorong terhadap kezaliman seperti isyarat disertai bisik-bisik yang dilakukan oleh sebagian orang-orang bodoh dalam membujuk dan menghasut sebagian orang-orang bersenjata supaya membunuh seseorang yang tidak pernah berbuat jahat dan tidak pernah berbuat kesalahan kepadanya. Inilah paling besarnya bahaya lisan, maka orang tersebut juga ikut andil dalam penumpahan darah anak manusia tersebut. Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Apabila dua orang muslim bertemu dengan membawa kedua pedang mereka, maka si pembunuh dan yang dibunuh berada di neraka. Ditanya: “Ya Rasulullah! Ini bagi pembunuh, maka bagaimana keadaan yang terbunuh? Beliau menjawab: “Sesungguhnya ia juga berkeinginan kuat untuk membunuh sahabatnya.”

 

“Seandainya penghuni langit dan penghuni bumi berserikat atas pembunuhan seorang muslim, pastilah Allah menelungkupkan wajah mereka semua ke dalam api neraka.”

 

“Seorang mukmin selalu berada dalam kelonggaran dari agamanya selama dia tidak menumpahkan darah . yang haram.”

 

“Barang siapa yang membantu dalam pembunuhan seorang mukmin meskipun hanya mengucap sebagian kata, maka kelak ia bertemu dengan Allah tertulis di antara kedua matanya kalimat orang yang putus asa dari rahmat Allah.” Yaitu, ia mengucapkan kata (bun) maksudnya belum sampai sempurna kalimat (bunuh).

 

Termasuk dari dosa serta kesalahan yang besar dan kekejian yang membahayakan adalah antara satu suku dengan suku yang lainnya saling berperang, saling menyerang, saling memutus hubungan dan saling berselisih. Ini merupakan kebinasaan yang mematikan, kesesatan yang keji, dan kebiasaan orang-orang jahiliyah, syariat telah melarang dan mencegah dengan larangan yang sangat keras dari melakukan perbuatan tersebut, karena akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya kebinasaan harta, keadaan hidup, agama, terjadi fitnah, kesumpekan dan kesedihan secara terus-menerus. Syariat telah menjelaskan tentang permasalahan hukum-hukum di dalamnya, dan menegaskan segala batasannya supaya setiap orang yang melampaui batas menjadi tercegah serta supaya semua jalan yang menuju kehancuran menjadi tertutup dan perjalanan menuju jalan-jalan kebaikan menjadi mudah ditempuh tanpa halangan. Maka apa keuntungan yang diperoleh mereka orang-orang yang hampir-hampir tidak bisa memahami hadits Nabi, dan mereka berusaha dengan cepat menuju jalan-jalan kehancuran. Adapun orang-orang yang mendapat nasihat tentang akibat yang timbul dari hal itu seperti fitnah yang berkesinambungan, penghabisan semua umur dan waktu, maka dari itu wajib bagi para ulama untuk mencegahnya karena di dalamnya bisa menimbulkan kerugian serta kebinasaan hidup di dunia serta bisa menimbulkan siksa dan masuk api neraka, laknat dan tempat tinggal yang buruk di akhirat. Termasuk orang yang bijak adalah orang berusaha mencegah unsur keburukan ini serta berusaha dalam menghilangkan kemungkaran ini, mencegah mereka dari kebiasaan yang hina ini dan mengembalikan semua hukumnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dengan itu ia telah memusnahkan kebiasaan bid’ah yang buruk dan menghidupkan sunah-sunah Nabi, maka bangkitlah dari titik kerendahan, raihlah kesempurnaan disetiap keadaan, hati-hatilah terhadap penentangan syariat, taatlah kepada Allahu subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya serta janganlah kalian berpaling dari-Nya sedangkan kalian mendengarkan, bertaubatlah kalian semua kepada Allahu ta’ala wahai orang-orang beriman, semoga kalian beruntung, dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya tidak akan berputus asa dari rahmat Allahu subhinahu wa ta’ala kecuali orang-orang kafir.

 

Termasuk dari dosa-dosa besar yang agung, dosa serta kesalahan yang sangat buruk dan ucapan-ucapan yang menyengsarakan serta membahayakan yaitu gadzaf (pemfitnahan tentangzina), tidaklah gadzafitu timbul kecuali dari orang yang buruk niatnya, buruk sangka kepada Allahu ta’ala, serta orang yang sangat jauh dari sifatnya orangorang beriman, sesungguhnya orang mukmin bukanlah orang yang selalu suka menikam (mencela) dan selalu suka melaknat. Tetapi, orang yang suka memfitnah adalah orang yang mengatakan sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang hal tersebut, ia menyangka perbuatannya itu adalah perkara remeh, padahal perkara itu di sisi Allah merupakan perkara yang agung. Allahu subhanahu wa ta’ala telah melaknat orang-orang tersebut dalam al-Guran serta mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Jagalah diri kalian semoga Allahu ta’ala merahmati kalian semua dari segala perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah serta jauhilah sifat melaknat, memfitnah dan mencela.

 

Hukuman seorang pelempar fitnah zina (qadzif) apabila ia tidak bisa mendatangkan 4 orang saksi, maka dihukum dengan hukuman yang telah ditentukan dalam syariat yaitu dicambuk sebanyak 80 kali cambukan bagi orang yang merdeka sebagaimana yang telah di jelaskan dalam al-Ouran dan dicambuk sebanyak 40 kali cambukan bagi seorang budak sebagaimana yang telah diriwayatkan dari sabda Baginda Nabi “alayhish-shalatu was-salam.

 

Barang siapa memfitnah istrinya dengan tuduhan zina, maka hukumnya seperti yang telah disebutkan, akan tetapi hukum ini bisa gugur dengan cara Ii’an (melaknat) istrinya apabila ia bersaksi dengan 4 kali persaksian sebagaimana yang telah disebutkan dalam al-Ouran.

 

Ya Allah, berilah kami petujuk dengan petunjukMu, dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bersegera menuju keridhaan-Mu, janganlah Engkau kuasakan kami kepada orang selain Engkau, janganlah Engkau jadikan kami termasuk orangorang yang melanggar perintah-Mu serta bermaksiat kepada-Mu. Ya Allah, janganlah Engkau matikan kami dengan murka-Mu serta janganlah Engkau binasakan dengan siksa-Mu dan ampunilah perbuatan kami yang sebelumnya. Semoga Allah memberikan janji kepada orang-orang yang bersabar berupa jalan keluar dari segala yang mereka benci dan rezeki dari arab yang tidak mereka sangka-sangka, semoga Allah menjadikan kami dan kalian semua termasuk orangorang yang tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Semoga Allah memberi shalawat dan salam atas Nabi Muhammad beserta keluarganya dan sahabatnya.”

 

SEBAGAIMANA sudah banyak diketahui, bahwasanya seorang anak manusia tidaklah terlahir dalam keadaan berilmu dalam artian ia mengerti tentang masalah-masalah syariat agama, akan tetapi orang yang berilmu wajib untuk menyampaikan.

 

Setiap orang yang belajar kemudian mengetahui satu permasalahan agama maka ia termasuk orang yang memiliki ilmu dalam bab itu. Setiap orang awam yang mengetahui syarat-syarat shalat, maka wajib baginya mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain, jika ia tidak mau mengajarkannya, maka ia ikut andil dalam dosanya. Tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk duduk di rumahnya dan tidak mau pergi masjid dengan alasan dia akan melihat orang-orang yang tidak baik shalatnya. Justru jika dia mengetahui hal itu, wajib baginya keluar rumah untuk mengajari orang tentang tata cara shalat yang benar dan mencegah bila terjadi suatu kekeliruan atau kemungkaran.

 

Termasuk kemungkaran yang terjadi di dalam masjid adalah seseorang meninggalkan tuma’ninah dalam rukuk dan sujud ketika shalat, maka ia berkewajiban melarang orang itu melakukan perbuatan tersebut kecuali orang tadi bermadzhab Hanafi, dan seperti kekeliruan dalam membaca al-Ouran, maka wajib memperingatkan serta menuntunnya dengan bacaan yang benar. Adapun seseorang yang banyak kekeliruan dalam bacaan apabila ia mampu untuk belajar maka ia harus belajar jika tidak maka ia tidak boleh membaca al-Ouran. Apabila ia membaca sebelum ia belajar dan lisannya salah dalam membaca maka ia telah berbuat maksiat. Apabila kebanyakan yangia baca itu keliru, maka ia harus meninggalkannya dan hendaknya ia menyibukkan diri untuk mempelajari surat al-Fatihah serta bacaannya secara benar. Apabila kebanyakan yang ia baca itu benar dan ia tidak mampu untuk memperbaikinya, maka tidak mengapa ia membaca al-Ouran, akan tetapi hendaknya ia melirihkan suaranya sehingga orang lain tidak mendengarnya. Telah sampai riwayat kepada kami sesungguhnya Allahu subhanahu wa ta’ala telah mengadzab suatu perkampungan yang mana di dalamnya terdapat 18.000 penduduk, amal perbuatan mereka seperti amalnya para Nabi, hanya saja mereka tidak pernah marah karena Allahu ta’ala.

 

Setiap orang muslim, baligh, berakal tidak dalam masa haid dan nifas berkewajiban mengqadha’’ shalat lima waktu yang telah ia ditinggalkan tanpa adanya udzur dengan segera. Pengarang kitab “Fath al-Mu’in” berkata berikut:

 

“Guru kami Imam Ahmad ibn Hajar rahimahullah mengatakan, “Menurut pendapat yang kuat bahwasanya orang tersebut berkewajiban mencurahkan seluruh waktunya untuk mengqadha’’ semua shalat yang telah ditinggalkannya selain waktu yang ia pergunakan untuk mencari sesuatu yang bersifat wajib baginya, bahwa

 

haram bagi dirinya mengerjakan perkara sunah.” Allahu subhanahu wa ta’ala telah mewahyukan kepada Nabi Dawud ‘“alayhis-salam, “Wahai Dawud! Kenapa Aku melihatmu menjauhi semua orang dan suka bersendiri? Beliau menjawab, “ Wahai Tuhanku, aku menjauhi manusia karena-Mu. Allahu ta’ala berfirman, “Wahai Dawud! Jadilah orang yang selalu waspada, carilah teman untuk dirimu, dan setiap sahabat yang tidak mendukungmu dalam kesenangan-Ku, maka janganlah kau berteman dengannya. Sesungguhnya ia adalah musubhmu yang akan mengeraskan hatimu dan menjauhkan dirimu dari-Ku.” Allahu subhanahu wa ta’ala telah mewahyukan kepada Nabi Musa “alayhis-salam, “Wahai Musa, jadilah engkau seperti burung yang hidup sendirian, ia makan dari pucukpucuk pepohonan dan minum dari air yang jernih, apabila malam menjadi gelap, ia beristirahat di dalam salah satu gua untuk bermesraan dengan-Ku dan ia menjauhkan diri dari orang-orang yang bermaksiat kepada-Ku.”

 

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu “anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Allah akan membangkitkan dua hamba dari hambahamba-Nya setelah kematian keduanya, dahulu Allah mengkaruniakan kepada keduanya banyak harta dan banyak anak, maka Allah bertanya kepada salah satunya, “Apa yang engkau perbuat terhadap sesuatu yang telah Aku berikan kepada-Mu? Ia menjawab,

 

 

 

 

 

“Telah terjadi ini, terhadap sesuatu yang tidak terjadi.” Atau meniadakan sesuatu yang terjadi, seperti perkataanmu, “Tidak terjadi ini, terhadap sesuatu yang telah terjadi.”

 

Dosa berbohong sangatlah besar dan ia adalah sesuatu yang berlawanan dengan keimanan, dan orang yang suka berbohong merupakan orang yang menyodorkan dirinya dengan kebohongan tadi terhadap laknatnya Allahu subbinahu wa ta’ala. Allahu ta’ala pun telah berfirman:

 

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (OS. an-Nahl (16): 105) —

 

“… Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (OS. Ali Imran (3): 61) Rasulullah spallallahu “alaihi wa sallam bersabda:

 

“Barang siapa yang menginginkan supaya melaknat dirinya sendiri maka hendaklah ia berbohong!”

 

“Sesungguhnya kebohongan akan menunjukkan ke arah kezaliman, dan sesungguhnya kezaliman akan menunjukkan ke arah api neraka, seorang bamba selalu akan berbobong dan mengada-adakan kebohongan hingga ia ditetapkan di sisi Allah sebagai orang yang selalu berbohong.”

 

“Pernah Rasulullah ‘alayhish-shalatu was-salam ditanya, “Apakah orang mukmin akan berbohong? Beliau menjawab, “Tidak, hanya saja yang mengadaadakan kebohongan adalah orang-orang yang tidak mempercayai terbadap ayat-ayat Allah.” (al-Hadits)

 

“Orang yang meratap yang belum sempat bertaubat sebelum kematiannya, ia akan dibangkitkan kelak di hari kiamat sedangkan di atasnya ada pakaian terbuat dari ter (leleban tembaga! kuningan) dan baju besi dari karat.”

 

“Seorang mayit akan diazab dalam kuburnya terbadap segala yang diratapi atasnya.”

 

“Dari Sayyidina Abdullah ibn Umar radhiyallihu ta’ala anhumaa, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku, dan seraya beliau berkata, “Jadikanlah kebidupanmu di dunia ini seakan-akan engkau seperti orang yang asing atau orang yang sedang dalam perjalanan.”

 

Dahulu Sayyidina Abdullah bin Umar radhiyallahu ta’ala anhuma pernah berkata, “Ketika engkau berada di waktu sore hari, maka janganlah engkau menunggu datangnya esok bari, ketika engkau berada di waktu pagi hari, maka janganlah engkau menunggu datangnya sore bari, ambillah bekal dari masa sebatmu untuk masa sakitmu, dari masa bidupmu untuk masa kematianmu.” (HR. Bukhari)

 

Dari Ummu Walid radhiyallahu ta’ala ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu “alaihi wa sallam bersabda, “Apa kalian tidak merasa malu kepada Allah? Kalian kumpulkan apa yang tidak kalian makan, kalian bangun rumah-rumah yang tidak kalian tinggali, dan kalian berkhayal sesuatu yang tidak dapat kalian capai.” (HR. ath-Thabrani)

 

Ini adalah suatu perkara yang dipermudah dalam penyebutannya, maka hendaklah bagi orang yang diberi taufik untuk menjadikannya sebagai dasar, atau hendaklah ia bertanya tentang segala sesuatu yang menimpa dirinya dari permasalahan-permasalahan agama, dan janganlah ia memulai suatu amal kecuali setelah belajar, jika tidak maka ia telah melakukan kebatilan, dan berdosalah orang yang melakukannya, dan kalian tidak akan pernah mampu menempuh jalan menuju kesitu serta kalian tidak akan mendapatkan penyambung kesana kecuali dengan mempelajari hukum-hukum dan memahami syariat Islam. Ilmu adalah cahaya yang nyata dan kebodohan adalah seburuk-buruknya teman, dan barang siapa Allahu subhanahu wa ta’ala menginginkan kebaikan pada dirinya, maka Allahu subhanahu wa ta’ala akan memberikan kefahaman padanya terhadap agama. Belajarlah dan mengajarlah, maka kalian akan selamat dan beruntung, semua itu akan sulit kecuali dengan adanya kerja sama.

 

Wa ba’du.

 

Sesungguhnya kerja sama, menolong dan membantu tentang nasihat-nasihat keagamaan dan saling berwasiat tentang keimanan, memerintah terhadap ketakwaan, saling menjauhi penyimpangan dan hawa nafsu, memberikan petunjuk kepada orang-orang yang tersesat, memberikan jawaban terhadap orang-orang yang bertanya, bertujuan untuk menghidupkan ilmu-ilmu agama, sebagai penerang terhadap metode kebenaran kepada para santri dan para ahli ibadah, itu (kerja sama, saling tolong-menolong dan saling membantu) adalah paling utamanya tiang-tiang penyangga agama, bahkan hal itu merupakan puncak segala sesuatu yang berporos padanya dan merupakan sebuah lautan yang darinya seluruh sungai terbentang. Dan hal itu merupakan bagian terpenting yang mana Allahu ta’ala mengutus semua para Nabi untuk-Nya, maka kalau sikap saling tolongmenolong itu lenyap maka ikut lenyaplah agama, kerusakan menyebar, dan binasalah para hamba-hamba Allahu ta’ala. Sesungguhnya hal itu pasti terjadi atau hampir terjadi, tidaklah ada orang yang bisa mencegah kecuali orang yang telah mendapatkan rahmat Allahu subhinahu wa ta’ala, dan barang siapa yang Allahu subhanahu wa ta’ala sesatkan maka tiada baginya seorang pemberi petunjuk.

 

Ketahuilah semoga Allahu ta’ala memberikan taufik kepada kita dan seluruh kaum muslimin. Sesungguhnya syariat dan pemikiran manusia, sepakat bahwasanya di setiap zaman dan di setiap keadaan dibutuhkan seseorang yang dapat menjadi seorang panutan, karena sesungguhnya dengan adanya seorang panutan maka urusan dunia dan agama menjadi teratur, dengan adanya seorang panutan maka akan suatu negeri akan terbentengi dengan kuat dari kekangan sumber-sumber kerusakan, terhindar dari sesuatu yang diharamkan, dengan adanya seorang panutan maka hak dan kewajiban akan terlaksana dengan baik, segal musibah akan bisa diatasi, sehingga suatu negeri akan menjadi makmur, keadilan tersebar luas, harta-harta melimpah, berlangsungnya keamanan terhadap penduduk negeri dan sekitarnya, jalan-jalan menjadi aman, mata pancaharian menjadi baik, rakyat hidup tenang, mereka kuat mengatasi pertanian, pembangunan, semua pekerjaan dan perisdustrian yang mana semua itu adalah penopang kehidupan manusia. Allahu subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

“Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumahrumah ibadat orang Yahudi dan masjidmasjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkars dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (OS. al-Hajj (22): 40-41)

 

 “Dikatakan bahwasanya agama merupakan pondasi sebuah bangunan, dan pemerintah merupakan penjaganya, segala sesuatu yang tidak memiliki pondasi maka akan binasa, dan segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga maka akan bilang.”

 

“Dikatakan bahwasanya Allah akan mencegah” dengan adanya pemerintah segala sesuatu yang tidak dapat dicegah dengan hanya melalui al-Ouran.”

 

Dengan sultan, Allah akan menghilangkan bencana yang sulit | Dari agama kita dan dengannya (sultan) perkara dunia akan tertata dengan baik

 

Kalau tidak adanya pemerintahan (sultan) pastilah jalan-jalan tidak akan aman bagi kita | Dan orang-orang lemah di antara kita akan menjadi mangsa orang-orang yang kuat di antara kita

 

Sampai kapankah kita tak akan lihat keadilan yang mana kita digembirakan dengannya | Dan kita tak akan melihat seorang penolong untuk para pemimpin agama

 

Mereka yang tunduk kepada kebenaran serta mereka yang menegakkannya | Apabila orang-orang zalim mulai menyusup dan tersamarkan

 

Ya Allah, karuniakanlah kepada kami beserta istri-istri kami dan semua orang-orang muslimin dan muslimat kefahaman dalam bab agama, tuntunlah kami dan mereka semua ke jalan hamba-Mu yang bertakwa, kumpulkanlah hati kami dan hati mereka terhadap ketakwaan, berilah taufik kepada kami dan mereka untuk selalu melakukan segala perbuatan yang Engkau sukai dan Engkau ridhai, akhirilah kehidupan kami semua dengan husnul khatimah dengan kelembutan, “afiah dan baiknya balasan, ya rabbal Glamin. Semoga shalawat dan salam Allahu subhanahu wa ta’ala selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga dan para sahabatnya, segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam.

 

Selesai tulisan ini pada waktu hari Ahad pagi yang penuh berkah tanggal 19 bulan Sya’ban tahun 1263 H.

 

Berkata al-Habib Muhammad ibn Husein al-Habsyi, “Suatu perkara yang menyebabkan aku mengarang kitab ini, (yaitu) banyak para sahabatku menganjurkan supaya aku mengarang kitab ini, sedangkan aku tidak ada niat untuk mengarang kitab ini sehingga aku melihat mereka sangat mengharapkan untuk aku mewujudkannya, maka aku mengarang kitab ini hanyalah mengharapkan pahala dan bersandar kepada sabda Nabi “alayhish-shalatu was-salam:

 

“Ketika Allah memberikan petunjuk karena sebab melalui dirimu kepada seseorang, hal itu jauh lebih baik bagimu daripada unta yang paling mahal.”

 

“Orang yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukan kebaikan itu.”

 

“Barang siapa mengajak menuju petunjuk, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala yang mereka dapatkan.” (al-Hadits)

 

Semoga Allahu subhanahu wa ta’ala menjadikan terkumpulnya kitab ini sebagai suatu keikhlasan karena Allah, dan sebagai sebab untuk meraih kemenangan menuju surga-surga yang penuh kenikmatan. Apabila seseorang melihat suatu kesalahan dalam kitab ini, maka aku telah memberikan izin kepadanya untuk memperbaikinya, dan setiap orang yang membaca, mempelajari, menulis atau mendengarkan pembacaan kitab ini, maka aku mengharap supaya orang tersebut selalu mendoakan aku sehingga aku diberi keteguhan dan husnul khatimah ketika kematian menjemput.”