Kitab Fathul Majid Dan Terjemah Lengkap [PDF]

Puji bagi Tuhan, Tuhan semesta alam, dan konsekuensinya bagi orang benar, dan tidak ada agresi kecuali terhadap penindas, seperti para inovator dan musyrik. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusannya, dan yang terbaik dari semua ciptaannya. Ya Allah, berkatilah Muhammad, keluarga Muhammad dan para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya dengan sedekah sampai hari kiamat. Dia memberi banyak pengakuan.

Namun: Kitab tauhid yang ditulis oleh Imam Syekh Islam “Muhammad Ibn Abd al-Wahhab” 1 Tuhan memberinya pahala dan pahala, dan memaafkannya dan untuk siapa dia menjawab panggilannya sampai hari perhitungan dilakukan. . Itu menjadi ilmu bagi kaum monoteis, dan argumen bagi ateis

Ciptaan mendapat banyak manfaat, dan tubuh besar. Untuk imam ini – semoga Tuhan mengasihani dia – dalam prinsip penciptanya Tuhan telah menjelaskan dadanya kepada kebenaran yang diwahyukan, yang telah Tuhan kirimkan utusan: dari ketulusan beribadah dalam segala bentuknya kepada Tuhan, Penguasa alam semesta, dan menyangkal apa yang dimiliki banyak orang musyrik padanya. Orang-orang Najd menyerukan tauhid, yang merupakan dasar Islam dan keyakinan, dan melarang mereka menyembah pohon, batu dan kuburan, tiran dan berhala, dan dari percaya pada penyihir, astrolog, dan peramal,

Jadi Tuhan membatalkan panggilannya setiap inovasi dan khayalan yang dipanggil setiap iblis, dan Tuhan menetapkan pengetahuan jihad dengannya, dan dengan itu dia menyangkal penentang palsu dari orang-orang politeisme dan keras kepala, dan mengutuk dengan Islam sebagian besar orang di negara itu, hadir di antara mereka dan negara, dan panggilan dan tulisannya menyebar di cakrawala, sampai dia mengenalinya jasa siapa pun. Orang-orang yang berselisih, kecuali mereka yang dirasuki setan dan yang dibenci iblis untuknya, dan bersikeras keras kepala dan tirani. Dan orang-orang di Jazirah Arab menjadi melalui panggilannya, seperti Qatadah – semoga Tuhan mengasihani dia – mengatakan tentang situasi pertama bangsa ini: “Ketika Muslim berkata:“ Tidak ada Tuhan selain Tuhan ”mereka menyangkal bahwa orang musyrik dan tumbuh melawan mereka, dan iblis dan tentaranya kesal karenanya.

Semoga Tuhan menolak untuk menyebarkannya dan mengungkapkannya, dan menyembuhkannya serta mendukungnya atas mereka yang menentangnya.
Ada kemenangan di dalamnya, tetapi orang-orang di pulau ini yang dilalui penumpang dalam beberapa malam mengetahuinya, dan selamanya terjadi dalam sekelompok orang, mereka tidak mengetahuinya atau mengakuinya.

Menurut syara’ (hukum agama), setiap orang mukallaf, yaitu setiap orang yang baligh (dewasa) dan berakal yang telah sampai kepadanya ajakan Rasulullah saw., itu wajib percaya secara mantap terhadap setiap (sifat) yang pasti dimiliki oleh Allah, sifat mustahil yang ada pada Allah dan sifat jaiz pada Allah, sifatsifat yang wajib, sifat-sifat yang mustahil serta sifat-sifat yang jaiz bagi rasul.

 

PENGERTIAN SIFAT WAJIB, MUSTAHIL DAN JAIZ

 

Mengingat wajib, mustahil dan jaiz itu perlu pada batasan (ta’rif/ definisi), karena menghukumi sesuatu atau menetapkan hukum atas sesatu itu merupakan bagian dari pemahaman sesuatu itu, maka kita tidak boleh menetapkan pada sesuatu hukum wajib, mustahil atau jaiz sebelum mengetahui makna dan pengertian sesuatu tersebut. Maka dari itu saya perlu menjelaskan terlebih dahulu tentang tiga hukum akal tersebut.

 

  1. Pengertian Wajib (Pasti)

Wajib yang dimaksud dalam pembahasan tauhid Tauhid yaitu wajib akli, ialah sesuatu yang ketiadaannya tidak mungkin (tidak bisa diterimah akal), seperti menempatnya benda, keberadaan Allah dan sifat-sifat-Nya. Sesunguhnya tiap-tiap benda itu menetap dan dzat Allah pasti ada begitu pula sifat-sifat-Nya.

  1. Pengertian Mustahil

Mustahil yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang keberadaannya tidak mungkin (keberadaannya tidak bisa di terima akal), seperti tidak menempatnya suatu benda pada suatu tempat, dan seperti adanya sekutu bagi Allah swt.

  1. Pengertian Jaiz

Pengertian Jaiz adalah sesuatu yang mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi, seperti pengutusan para rasul, memberi pahala pada orang yang taat dan menganugrahi anak kepada seorang

  1. Aqidah Yang Berhubungan Dengan Ketuhanan

Diantara perkara yang wajib atau pasti di miliki oleh Allah yang harus kita ketahui adalah sifat wajib Allah sebanyak dua puluh sifat. Sifat-sifat ini pasti ada pada Allah dan tidak masuk akal ketiadaannya. Dan diantara hal-hal yang mustahil bagi Allah, adalah sifat Muhal bagi Allah sebanyak dua puluh, yaitu sifat-sifat yang tidak mungkin di miliki Allah. Dua puluh sifat wajib bagi Allah dan dua puluh sifat mustahil-Nya tersebut, disebut empat puluh Aqidah, kemudian ditambah satu sifat jaiznya, sehingga menjadi empat puluh satu, jadi Aqidah yang berhubungan dengan ketuhanan itu ada empat puluh satu.

 

  1. Aqidah Yang Berhubungan Dengan Kenabian

Para rasul itu wajib memiliki empat sifat wajib, yaitu sifat yang pasti ada pada mereka dan tidak masuk akal ketiadaannya. Mereka juga memiliki empat sifat mustahil, yaitu lawan sifat wajib tersebut, kemudian ditambah satu sifat jaiz yang dimiliki oleh mereka, sehingga jumlah sifat-sifat para rasul sebanyak sembilan.

 

Sifat para rasul itu jika di gabungkan dengan empat puluh satu sifat yang berhubungan dengan Allah, maka jumlahnya menjadi lima puluh, yang kemudian di sebut lima puluh Aqidah yang harus di yakini oleh setiap mukallaf.

 

  1. Sifat wajib bagi Allah sebanyak 20
  2. Sifat muhal bagi Allah sebanyak 20
  3. Sifat wajib bagi rasul sebanyak 4
  4. Sifat muhal bagi rasul sebanyak 4
  5. Sifat Jaiz bagi Allah sebanyak 1
  6. Sifat Jaiz bagi rasul sebanyak 1

 

Jumlah keseluruhan 50

 

Penjelasan tentang sifat-sifat diatas akan diterangkan pada bab berikutnya, insyaallah ta’ala.

  1. Sifat Wajib Allah Al-Wujud
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang pertama adalah Al-Wujud, sifat ini diperdebatkan oleh para ulama’ tauhid, sebagian mereka termasuk Imam Ar-Rozi, berpendapat, bahwa sifat al-wujud itu adalah sifat yang ttidak tampak wujud secara nyata, jadi ia adalah hal diantara ada dan tidak ada. Sebagian mereka diantaranya Imam Abu Hasan Ali Al-Asy’ari, berpendapat bahwa sifat Al Wujud adalah dzat yang wujud itu sediri, dengan arti bahwasifat wujud itu tidak melebihi dzat yang wujud (ada) dan dapat dibuktikan secara nyata seperti dzat. Apabila hijab disingkap oleh Allah, maka kita akan dapat melihat sifat wujud itu, seperti halnya sifat-sifat Al-Ma’ani.

 

Sifat Al-Wujud itu bersifat nominal (hanya nama saja), yang hanya dapat diangan-angan dalam pikiran, melebihi angan-angan pada dzat itu sendiri, sama sekali bukan hahekat dzat yang wujud itu, yang sekiranya dapat di lihat, tetapi yang dimaksud dengan kata-kata tersebut adalah, bahwa wujud (keberadaan Allah) tidak dapat dilihat jelas oleh penglihatan mata, tetapi wujud tersebut hanya dapat dilihat dalam hati.

 

Sifat Al-Wujud adalah sifat hakiki Allah dengan bukti, bahwa para ulama’ tauhid telah menetapkan dalil-dalil untuk sifat AlWujud. Apabila sifat al-wujud itu adalah dzat yang wujud itu sendiri, maka mereka tidak perlu menetapkan dalil.

 

  1. Yang perlu Diyaqini Oleh Setiap Mukallaf Tentang Sifat Al-Wujud

Apakah setiap orang mukallaf itu wajib meyakini bahwa sifat Al-Wujud itu adalah dzat yang wujud jtu sendiri atau lain dzat tersebut atau tidak wajib?

 

Jawabannya adalah, bahwa setiap orang Mukallaf tidak wajib menyakini persoalan wujud seperti diatas, mereka hanya diwajibkan mengetahui bahwa wujud (keberadaan) Allah itu pasti, tidak dapat diterima akal ketiadaannya.

 

Wujud Allah itu tanpa ada asal-usulnya, tanpa sebab perantaraan, tak ada sesuatu apapun yang mempengaruhi keberadaan Allah, tetapi Dia ada dengan sendirinya, tidak membutuhkan orang yang mengadakan-Nya, dan Dia tidak juga menciptakan dirinya.

 

  1. Golongan Atheis Yang Percaya Pada Teori Evolusi

Sesungguhnya keberadaan Allah swt itu telah dipercayai oleh seluruh makhluk yang ada, tidak ada yang mengingkarinya, kecuali orang-orang yang di tutup mata hatinya oleh Allah, seperti golongan orang-orang Atheis. Mereka itu sekelompok golongan yang mengingkari keberadaan sang Pencipta (Allah swt), mereka berkata: semua yang ada ini tidak lain terlahir dari rahim-rahim dan bumi akan menelannya, tak ada yang membinasakan kita kecuali masa (zaman). golongan ini Menyadarkan kebinasaan pada zaman, karena itu mereka disebut solongan Pahriyyah (golongan Atheis) yang mempercayai teori evolusi dari menolak adanya AlJah Maha Pencipta. Celakalah orang-orang Dahriyyah yang akan menerima siksa yang amat pedih.

 

  1. Dalil Aqli (Rasional) Sifat Al-Wujud.

Dalil Aqli (Rasio), bahwa Allah swt pasti memiliki sifat Al-Wujud (Maha Ada) adalah kejadian alam dan keberadaannya yangasalnya tidak ada. cara menguraikan dalil ini sebagai berikut : Alam ini adalah baru dan setiap yangkbaru ada yang membuatnya, jika demikian berarti alam ing pasti ada yang menciptakan. Inilah dalil aqli sifat wujud bagi Allah swt.

 

Adapun pengertian bahwa yang menciptakan alam ini adalah hanya Allah, tiada sekutu bagi-Nya itu tidak dapat diambil dari dalil Aqli ini, tetapi dari para rasul a.s. Perhatikanlah masalah ini. Kejadian alam yang baru ini dijadikan dalil sifat wujud (keberadaan) Allah itu hanya karena alam ini sebelum wujud adalah sesuatu yag mungkin. Artinya keberadaan dan ketiadaannya sama, jadi keberadaan alam sama dengan ketiadaannya, kemudian ketika alam ini wujud (ada) dan ketiadaannya hilang, maka kita mengerti, bahwa keberadaan alam mengalahkan ketiadaaannya, padahal keberadaan alam ini sama dengan ketiadaannya dan tidak dapat dibenarkan jika wujud (keberadaan) alam ini mengalahkan ketiadaannya dengan sendirinya, jika demikian maka jelaslah, bahwa keberadaan alam ini mengalahkan ketiadaan itu ada yang mengatur, ada yang merencanakan, yaitu sang Pencipta yang tiada lain adalah Allah swt.

 

  1. Dalil bahwa Alam Ini Baru

Apabila ada yang bertanya tentang dalil atau bukti bahwa alam ini baru, maka jawabannya adalah, sesungguhnya alam ini berupa benda dan sifat. Sifat-sifat benda disini seperti gerak dan diam adalah baru, artinya ada sesudah tidak ada, dengan dalil bahwa anda menyaksikannya sebagai hal yang dapat berubahubah dari tidak ada menjadi ada. Benda itu kadang-kadang bergerak dan kadang-kadang diam, jadi gerak itu suatu perubahan sebab diam, dan diam itu suatu perubahan sebab gerak. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa sifat-sifat itu adalah baru dan benda itu pasti menetapi sifat, sebab benda alam kenyataannya tidak lepas dari gerak. Alam diam, sedangkan setiap yang menetapi hal yang baru berarti ia juga baru. Benda itu baru, artinya, ada setelah tidak ada, seperti halnya sifat. Kesimpulannya adalah bahwa benda-benda itu menetapisifat-sifat baru, dan setiap benda yang menetapi hal yang baru, berarti ia juga baru. Benda-benda dan sifat-sifat yang seluruhnya baru itu, menjadi dalil atau bukti keberadaan Allah swt. Sebab setiap yang baru itu pasti ada yang menciptakannya, yang tidak lain adalah Allah swt. Jika demikian, maka keberadaan Allah itu pasti dan mustahil Dia bersifat Al-Adam (tiada), lawan sifat Al-Wujud

 

  1. Dalil Naqli Sifat Al-Wujud.

Allah berfirman :

 

“Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah aku”.

 

“Dia-lah yang menciptakgn langit dan bumi dalam enam hari.”

 

“ Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi serta apa saja yang ada di antara keduanya.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Qidam
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang kedua adalah Al-Qidam (Maha Dahulu), artinya keberadan Allah itu tidak ada permulaanya, maksudnya keberadaan Allah itu tidak ada permulaan dan tidak di dahului oleh tidak ada. Berbeda dengan keberadaan makhlukmakhluk baru. Sesunguhnya keberadaan makhluk-makhluk itu ada permulaannya, yaitu penciptaan Nutfah (zigot) yang menjadi asal mereka, yang sebelumnya tidak ada.

 

  1. Dalil Aqli (Rasio) Sifat Al-Qidam

Dalil atau bukti bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Qidam (Maha Dahulu), ialah apabila Allah tidak Qidam, berarti Dia baru, karena setiap perkara yang tidak bersifat lama (dahulu), pasti baru. Apabila Allah itu baru, maka Dia memerlukan pencipta yang menciptakan-Nya dan pencipta ini memerlukan pula pada pencipta yang lainnya dan begitu seterusnya. Apabila terus berlaku demikian tanpa ada batas, maka tejadi Tasalsul, yaitu sambung menyambungnya sesuatu satu persatu tanpa ada batas kesudahannya, Apabila ada batasnya, sebagaimana jika yang menciptakan Allah itu di ciptakan oleh Allah, maka akan terjadi Daur, yaitu berakhirnya sesuatu pada sesuatu yang lain yang mana sesuatu yang lain ini berhenti pada sesuatu tersebut. Jadi apabila Allah itu ada yang menciptakan-Nya, berarti Allah mandek pada yang menciptakan itu. Padahal kita telah menetapkan, bahwa Allah menciptakan yang menciptakannya. Dengan demikian, maka yang menciptanya itu mandeg pada Allah. Hal yang demikian ini maka terjadi daur. Sedangkan daur dan Tasalsul itu sesuatu yang mustahil dan tidak mungkin terjadi, setiap sesuatu yang menyebabkan kemustahilan ya Allah adalah mustahil.

 

Kesimpulan: 

 

Kesimpulannya adalah, apabila Allah itu tidak Qidam, berarti baru, jika baru berarti perlu dzat yang mencipta-Nya. Jika demikian pasti menimbulkan daur atau tasalsul, padahal daur dan tasalsul itu mustahil bagi Allah. Dan se erkara yang menimbulkan kemustahilan, yaitu barunya Alah adalah mustahil. Dengan demikian pastilah, Allah itu memiliki sifat Al-Qidam, apabila sifat qidam Allah itu telah pasti, maka tahil Dia bersifat Al-Huduts (baru), yaitu lawan dari sifat Al idam (Maha Dahulu).

 

  1. Dalil Naqli Sifat Al-Qidam

Allah berfirman :

 

“Dia-lah yang awal dan yang akhir, yang lahir dan yang batin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Baqo’
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ketiga adalah Al-Baqo’ , artinya maha kekal, tidak ada batas akhir bagi keberadaan Allah. Arti Allah Maha Kekal adalah keberadaan Allah itu tidak ada batas akhirnya dan Allah itu tidak bakal tidak ada.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Al-Baqo’

Dalil atau bukti bahwa Allah swt, pasti mempunyai sifat Al-Baqo’ ialah apabila Allah itu dapat musnah (tidak ada), berarti Dia baru, sebab sesuatu perkara yang bisa lenyap atau tidak ada itu mesti kehilangan sifat qidam, karena setiap perkara yang dapat tidak ada keberadaannya itu adalah jaiz, dan setiap orang yang keberadaannya jaiz itu berarti baru, dan setiap yang baru berarti bersifat huduts, padahal telah ditetapkan bahwa Allah itu telah memiliki sifat Al-Qidam, dengan dalil rasional.

 

Kesimpulan:

 

Kesimpulannya adalah apabila Allah tidak pasti memiliki sifat Al-Baqo’ , dalam arti Dia dapat sirna, berarti Dia tidak qidam, padahalsifat al-qidam pasti dimiliki oleh Allah dengan dalil yang telah di uraikan diatas. Dengan demikian maka pastilah Allah memiliki sifat Al-Baqo’, dan mustahil Dia bersifat Al-Fana’ (sirna) lawan Al-Baqo’.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Al-Baqo’

Allah berfirman :

 

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan.”

 

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Mukholafah Lil Hawadits
  2. Pengertian

 

Sifat wajib Allah yang ke-empat adalah Al-Mukholafah lil Hawadits (berbeda dengan makhluk), artinya tidak ada satupun makhluk yang menyamai Allah, baik dalam hal dzat, sifat maupun perbuatan-Nya. Sesungguhnya dzat Allah itu tidak berupa benda sebagaimana dzat makhluk, sifat-sifat Allah tidak seperti sifat-sifat makhluk, yang baru dan terbatas, dan perbuatan Allah tidak seperti perbuatan makhluk yang terencanakan dengan cara tertentu, tidak ada sesuatu yang menyamai Allah.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Al-Mukholafah Lil Hawadits

 

Dalil sifat Allah Al-Mukholafah Lil Hawadits, ialah apabila Allah menyamai satu dari makhluk-makhluk dalam dzat, sifat atau af’al, tentu Dia baru seperti makhluk itu sendiri, sebab perkara yang dapat ada dari dua perkara yang sama, maka ada pula pada yang lain, dan dapat pula menimbulkan daur dan tasalsul. Padahal daur dan tasalsul pada-Nya mustahil terjadi, sebab Allah telah pasti memiliki sifat Al-Qidam. Apabila Allah pasti bersifat Al-Qidam, Dia pasti tidak baru. Apabila Dia pasti tidak baru, maka pasti Dia bersifat Al-mukholafah Lil Hawadits, yakni tidak sama dengan makhluk. Apabila Dia telah pasti memiliki sifat Al-Mukholafah Lil Hawadits, berarti mustahil dia besifat Al-Mumatslah Lil Hawadits (sama dengan makhluk), lawan dari sifat Al-Mukholafah Lil Hawawdits.

 

Keterangan :

Mukholafah Lil Hawadits artinya berbeda dengan makhluk apapun. Ada tiga perbedaan pokok antara Allah dengan makhlukNya, Yaitu:

 

  1. Tentang Dzat
  2. Tentang Sifat-sifat
  3. Tentang Af’al (perbuatan)

 

Dzat, artinya rupa atau bentuk. Rupa atau bentuk Allah tidak ada yang menyamai, tidak bisa kita bayangkan dan tidak bisa kita pikirkan. Karena segala macam rupa atau bentuk yang pernah kita bayangkan, kita pikirkan, kita khayalkan semuanya tergolong makhluk.

 

Sifat Allah berbeda dengan sifat makhluk. Karena sifat-sifat Allah itu tanpa perantara. sedangkan sifat-sifat makhluk itu pasti dengan perantara. Contoh : Allah itu Maha Ada (bersifat Al-Wujud) dan keberadaan Allah itu tanpa perantara apapun. Sedangkan makhluk itu pasti dengan perantara. Perantara manusia atau binatang adalah bapak ibunya, perantara tumbuh-timbuhan adalah biji-bijian yang ditanam dengan sengaja atau tidak.

 

Af’al atau perbuatan Allah berbeda dengan perbuatan segala macam makhluk. Makhluk apabila mengerjakan sesuatu tentu dengan usaha, menggunakan peralatan, bahan dan sarana penunjang lainnya. Sedangkan Allah bilamana menghendaki sesuatu cukup dengan berfirman Kun artinya jadilah, dan apa saja yang dikehendaki-Nya itupun telah ada seketika itu juga.

 

Selain itu, perbuatan manusia terhadap sesuatu yang dikerjakan atau diperbuat itu di sebabkan si manusia itu membutuhkan pada yang diperbuatnya itu. Misalnya manusia membuat kursi, karena dia membutuhkan kursi untuk tempat duduknya. Hal ini berbeda dengan Allah. Kalau Allah, menciptakan manusia atau binatang, bukan Allah yang membutuhkan kepada mereka itu, tetapi merekalah (ciptaan Allah) yang membutuhkan kepada-Nya karena mereka selalu menantikan rizki dari Allah.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Al-Mukholafah Lil Hawadits

Allah berfirman :

 

“Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai atau sama dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

 

“Dan tidak ada seorang pun yang serupa dengan Dia.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-lima ialah Al-Qiyam Binafsih (Maha Berdiri Sendiri), artinya dzat Allah itu tidak memerlukan tempat, dan tidak butuh pada pencipta, karena Allah-lah pencipta segala sesuatu.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih

Dalil sifat wajib Allah Al-Qiyam Binafsih (berdiri sendiri) adalah apabila Allah memerlukan pada tempat, atau dzat yang ditempati, seperti warna putih butuh pada dzat (benda) yang ditempati, maka Allah berarti berupa sifat, seperti warna putih yang butuh pada tempat itu dianggap sifat. Padahal tidak benar Allah dianggap sifat, karena Allah bisa memiliki sifat-sifat, sedangkan sifat itu tidak bisa di sifati dengan sifat. Dengan demikian jelaslah bahwa Allah itu bukan sifat.

 

Apabila Allah itu membutuhkan dzat yang menciptakanNya, berarti Dia baru dan butuh pada pencipta. Jika demikian, maka terjadilah daur dan tasalsul, yang keduanya mustahil dan tidak bisa diterima oleh akal, sebab sudah bisa dipastikan bahwa Allah Maha Dahulu, dengan demikian pastilah Allah bersifat AlQiyam Binafsih, yaitu Maha Berdiri Sendiri.

 

Apabila Allah telah dipastikan memiliki sifat Al-Qiyam Binafsih (Maha Berdiri Sediri), maka mustahil Dia butuh pada tempat dan pencipta yang menjadi lawan sifat Al-Qiyam Binafsih.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Qiyam Binafsih

Allah berfirman :

 

“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Hidup Kekal lagi senantiasa mengurus (makhlukNya). ”

 

“Hai, manusia, kamulah yang berkehandak kepada Allah : dan Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.”

 

“Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu pun) dari semesta alam.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Wahdaniyyah
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-enam ialah Al-Wahdaniyyah (Maha Esa) artinya sesungguhnya Allah itu satu (esa) dalam dzat, sifat dan af’al.

 

Al-Wahdaniyyah Dalam Dzat

Makna Allah Esa dalam dzat ialah sesungguhnya tak ada dzat yang dapat menyamai dzat Allah swt dan dzat Allah tidak tersusun dari berbagai unsur/bagian, karena susunan unsurunsur itu bagian dari sifat-sifat makhluk, dan Allah itu bersih dari sifat seperti sifat-sifat makhluk.

 

Al-Wahdaniyyah Dalam Sifat

Makna Allah Esa dalam sifat adalah, sesungguhnya tidak ada satu pun makhluk yang memiliki sifat seperti sifat Allah. Jadi tidak ada seorang pun yang memiliki kemampuan seperti kemampuan Allah, tidak ada seorang pun yang memiliki kemauan seperti kemauan Allah swt dan seterusnya.

 

Allah itu tidak memiliki dua sifat yang sama, baik dalam nama maupun maknanya, seperti dua kemampuan, dua kemauan dan dua ilmu. Dia hanya memiliki satu kemampuan, satu kemauan dan satu ilmu.

 

Al-Wahdaniyyah Dalam Af’al

Makna Allah Esa dalam Af’al ialah, sesungguhnya semua af’al, yakni semua perbuatan adalah hanya milik Allah swt. Jadi tak seorang pun makhluk memiliki perbuatan (kemauan berbuat), baik perbuatan yang bersifat ikhtiari (pilihan) maupun perbuatan iditirori (harus diterima). Makhluk itu hanya bisa berusaha dalam melakukan perbuatan yang bersifat ikhtiari, dengan usaha itu kita bisa di beri pahala oleh Allah swt karena anugerah-Nya, dan menyiksa kita karena keadilan-Nya. Semua pebuatan adalah milik Allah swt, mukjizat-mukjizat yang terjadi melalui tangan-tangan rasul dan kesaktian-kesaktian (karomah) yang di miliki para wali itu semuanya diciptakan oleh Allah swt. Apabila telah pasti bahwa Allah itu esa, maka Allah bebas dari lima kam (الكم ), yaitu:

  • Kam Munfashil Fidz-Dzat
  • Kam Muttashil Fidz-Dzat
  • Kam Munfashil Fis-Sifat
  • Kam Muttashil Fis-Sifat
  • Kam Munfashil Fil-Af’al

 

  1. Pengertian Al-Kam
  • Kam Munfashil Fidz-Dzat

 

Makna Kam Munfashil Fidz-Dzat yang tidak mungkin terjadi pada Allah ialah adanya dzat di alam ini yang menyamai dzat Allah swt. Keberadaan dzat yang menyamai dzat Allah swt itu disebut Kam Munfashil Fidz-Dzat, dan hal itu tidak terjadi pada allah swt.

 

  • Kam Muttashil Fidz-Dzat

 

Makna Kam Muttashil Fidz-Dzat yang tidak mungkin ada pada Allah ialah adanya dzat Allah yang tersusun dari beberapa unsur-unsur, sebagaimana dzat kita yang tersusun dari daging, tulang, darah dan sebagainya. Kam Muttashil Fidz-Dzat ini tidak mungkin terjadi pada Allah swt. Sebab, hal yang demikian itu termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk.

 

  • Kam Muttashil Fis-Sifat

 

Makna Kam Muttashil Fis-Sifat yang di tiadakan dari Allah ialah adanya dua sifat yang sama nama dan pengertiannya pada Allah swt. Jadi sifat qudrat (kekuasaan) Allah itu tidak mengenal hitungan, kehendaknya tidak mengenal hitungan begitu pula ilmunya juga tidak mengenal hitungan, artinya qudrat (kekuasaan) Allah mengadakan sesuatu yang kecil adalah qudrat (kekuasaan)Nya yang mengadakan sesuatu yang besar, kehendaknya pada sesuatu yang sedikit adalah kehendaknya pada sesuatu yang banyak dan ilmu-Nya yang digunakan mengetahui sesuatu yang banyak adalah ilmu-Nya yang digunakan mengetahui sesuatu yang sedikit.

 

  • Kam Munfashil Fis-Sifat

 

Makna Kam Munfashil Fis-Sifat yang di tiadakan dari Allah ialah adanya seseorang yang memiliki sifat-sifat seperti sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah swt. Kam Munfashil Fis-Sifat ini tidak ada pada Allah swt.

 

  • Kam Munfashil Fil-Af’al

 

Makna Kam Munfashil Fil-Af’al yang di tiadakan dari Allah swt ialah adanya seseorang diantara makhluk yang memiliki perbuatan seperti perbuatan Allah swt. Hal ini adalah mustahil. Karena semua perbuatan adalah makhluk (ciptaan) Allah swt.

Allah swt berfirman:

 

“Allah adalah pencipta segala sesuatu.”

 

“Allah telah menciptakan kamu semua dan apa yang kamu semua kerjakan.”

 

Sebagian ulama’ tauhid berkata bahwa kam muttashil fil-af’al itu tidak ada (tidak bisa di gambarkan), sebenarnya tidak demikian, Kam Muttashil Fil-Af’al itu dapat digambarkan, yaitu adanya sekutu yang membantu kepada Allah dalam suatu pekerjaan. Hal seperti ini adalah mustahil. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita.

 

Makna Kam

Kam artinya hitungan, jumlah, kadar banyak (lebih dari satu). Yang di tiadakan atau di anggap mustahil adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kam, yaitu sekutu, bukan meniadakan jumlah keseluruhan, sebab meniadakan keseluruhan dapat menyangkut peniadaan Allah swt. Jadi meniadakan kam munfashil fidz-dzat berarti meniadakan (menganggap mustahil) adanya sekutu bagi Allah swt. Sekutu yang menyamai Allah itu adalah hasil dari kam. Oleh sebab itu Allah bebas dari kam-kam tersebut.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Wahdaniyyah

Dalil Aqli atau bukti bahwa Allah pasti memiliki sifat AlWahdaniyyah (Maha Esa) adalah adanya alam raya ini. Urutan dalilnya sebagai berikut : Apabila ada sekutu bagi Allah dalam ketuhanan, maka sekutu tersebut menyebabkan kebinasaan, sebagaimana firmannya :

 

“Apabila di langit dan bumi terdapat tuhan selain Allah, niscaya keduanya rusak (langit dan bumi)”.

 

Arti kebinasaan langit dan bumi dalam ayat di atas adalah keluarnya langit dan bumi dari keadaan dan bentuk yang sudah wujud seperti sekarang ini. Tetapi kenyataannya keduanya tidak rusak (wujud), ini menunjukkan ketiadaan sekutu bagi Allah dalam ketuhanan, berarti ke-Esa-an Allah swt adalah pasti.

 

Apabila Allah pasti memiliki sifat Al-Wahdaniyyah, maka mustahil Dia memiliki sifat At-Taaddud (lebih dari satu) lawan dari Al-Wahdaniyyah (Maha Esa).

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Wahdaniyyah

Allah S.W.T berfirman :

 

“Maha Suci Allah. Dia-lah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan”

 

“Katakanlah, Dia -lah Allah Yang Maha Esa.”

 

“Dan tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan, melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha penyayang”

 

“Sekiranya di langit dan bumi ada tuhan-tuhan selain N tentulah keduanya itu rusak binasa.”

 

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak dan sekali-kali tidak ada tuhan lain beserta-Nya, kalau sekiranya ada tuhan lain beserta-Nya, maka masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagaian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan.”

 

“Katakanlah: “jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagai mana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai arasy.”. Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebenar-benarnya.”.

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Qudrah
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-tujuh adalah Al-Qudrah (Maha Kuasa), yaitu suatu sifat Allah yang azali yang ada sebab dzatNya, yang dengan sifat ini Dia ciptakan hal-hal yang mungkin dan meniadakannya. Maksudnya, sebab sifat Al-Qudrah ini segala hal yang mungkin berwujud, asalnya tidak ada menjadi ada. Jadi apabila sifat Al-Qudrah ini berhubungan dengan hal yang tidak ada, bisa menyebabkan wujudnya hal yang tidak ada tersebut dan jika berhubungan dengan hal wujud, maka sifat AlQudrah ini menjadi sebab ketiadaan hal yang wujud tadi.

 

  1. Ta’alluq Sifat Al-Qudrah dan Arti Ta’alluq

Ta’alluq (hubungan) sifat Al-Qudrah dengan hal yang wujud dan hal yang tidak wujud itu disebut Ta’alluq Tanjizi Hadits (hubungan dengan pelaksanaan pekerjaan), sifat Al-Qudrah ini mempunyai Ta’alluq Shuluhi Qodim, yaitu kekuasaan pada jaman azali untuk mewujudkan dan meniadakan, jadi Al-Qudrah pada jaman azali itu wenang menjadikan Zaid tinggi badannya atau pendek, sedangkan Ta’alluq Tanjizi itu khusus berkaitan dengan kondisi yang dialami Zaid.

 

Perlu di ketahui, bahwa sifat Al-Qudrah itu hanya berhubungan (Ta’alluq) dengan hal-hal yang mungkin, tidak berhubungan dengan hal-hal yang wajib, seperti dzat Allah dan sifat-sifat-Nya, dan juga tidak berhubungan dengan hal-hal yang mustahil, seperti sekutu bagi Allah. Hal yang demikian itu karena sifat Al-Qudrah itu berhubungan dengan pekerjaan, mencipta dan meniadakan. Sedangkan dzat Allah telah ada, begitu pula sifatsifat-Nya dan mewujudkan sesuatu yang telah wujud itu mustahil, karena tahsilul hasil. Jadi sifat Al-Qudrah itu tidak berhubungan dengan wujud (keberadaan) Allah dan tidak berhubungan dengan tiada-Nya, sebab peniadaan Allah itu sesuatu yang mustahil, pasti menimbulkan kerusakan, sedangkan perkara yang mustahil seperti adanya sekutu bagi Allah jelas tidak ada, jadi tidak mungkin Allah tidak ada atau di tiadakan.

 

Apabila ada pertanyaan, apakah Allah kuasa menciptakan sekutu, istri atau anak untuk diri-Nya? maka janganlah sekalikali engkau menjawab mampu, karena hal itu mustahil dan sifat Al-Qudrah Allah tidak berhubungan dengan perkara yang mustahil. jangan pula engkau menjawab tidak mampu, sebab dengan jawaban ini engkau memastikan Allah itu lemah, sedang lemah atau Al-Ajzu itu mustahil bagi Allah. Tetapi jawablah : Pertanyaan seperti itu adalah mustahil, dan sifat Allah Al-Qudrah itu tidak berhubungan dengan perkara yang mustahil, sifat al gudrah itu hanya berhubungan dengan hal-hal yang mungkin, tidak berhubungan dengan Perkara-perkar yang wajib, dan tidak pula berhubungan dengan hal-hal yang mustahil.

 

  1. Pengaruh Al-Qudrah Pada Hal Yang Mungkin

Perlu di ketahui, bahwa sifat Al-Qudrah itu tidak memiliki pengaruh apa-apa pada sesuatu yang mungkin, pengaruh itu sebenarnya asli dari Allah swt sedangkan al-gudrah hanyalah menjadi sebab dalam memberi pengaruh. Syekh Ibnu Dzikro berkata : Semua perbuatan itu milik dzat (Allah) yang memiliki sifat-sifat sempurna. Barang siapa yang berkeyakinan bahwasifat al-gudrah itu memiliki pengaruh pada hal-hal yang mungkin dengan sendirinya atau dengan dzat Allah, maka dia kafir Wal ‘Iyadzubillah.Oleh sebab itu perlu di ketahui ucapan orang awam yang maknanya: Sifat Al-Qudrat itu bisa berbuat dengan sendirinya, bukan sebagai sebab mencipta. Ucapan seperti itu di hukumi haram (pengucapannya dianggap dosa), jika tidak sengaja menyandarkan perkara yang terjadi itu pada qudrat. Apabila ada kesengajaan menyandarkan perkara yang terjadi itu pada qudrat, maka orang yang megucapkan kalimat itu di hukumi kafir.

Catatan:

 

Seseorang tidak boleh mengatakan sifat Al-Qudrat itu merupakan lantaran atau alat untuk meciptakan sesuatu. Pendapat ini bertentangan dengan orang yang mengatakan, bahwa sifat Al-Qudrat itu kedudukanya seperti pena bagi orang yang menulis. Allah swt itu tidak sama dengan sifat makhluk.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Qudrat

Dalil Aqli bahwa Allah swt itu memiliki sifat Al-Qudrat, ialah wujud alam ini. Susunan penyampaian dalilnya sebagai berikut: Apabila Allah tidak memiliki sifat Al-Qudrat, berarti Dia lemah, dan apabila Dia lemah, maka alam raya dan isinya ini tidak ada, sedang ketiadaan alam dan isinya ini mustahil, sebab berlawanan dengan kenyataan. Jadi hal-hal yang menyebabkan kemustahilan, yaitu kelemahan Allah itu jelas batil. Jika demikian maka pastilah Allah tidak lemah, tapi kuasa. Apabila Allah telah pasti memiliki sifat Al-Qudrat (kuasa), maka mustahil Dia besifat Al-Ajzu (lemah) lawan sifat Al-Qudrat (Maha Kuasa).

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Qudrat .

Allah berfirman :

 

“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

“Dan tidak sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah, baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Irodah
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-delapan adalah Al-Irodah (Maha Berkehendak), yaitu sifat Allah yang azali yang wujud seperti sifat Al-Qudrat yang sekiranya kita dibukakan hijabnya, tentu kita dapat melihatnya. Sifat Al-Irodah iri ada sebab Dzat Allah dan berhubungan dengan segala hal yang mungkin, ia tidak berhubungan dengan hal-hal yang wajib maupun mustahil. Sifat Al-Irodah ialah sifat yang sebab sifat ini Allah menentukan hal yang mungkin dengan sebagian sesuatu yang mungkin pada hal yang mungkin tersebut.

 

Penjelasannya ialah, sesungguhnya semua makhluk sebelum wujud itu boleh juga di wujudkan menurut suatu sifat selain sifatnya sesudah wujud. Sifat putih itu boleh apabila di wujudkan hitam, merah atau hijau. Tinggi itu boleh di wujudkan pendek. Langit boleh juga di wujudkan di bawah, dan bumi di wujudkan di atas.

 

Jadi ketentuan masing-masing hal tersebut dengan sifat yang ada padanya adalah pengaruh Al-Irodah.

 

  1. Hubungan Sifat Al-Irodah dengan Al-Qudrat Dalam Teori

Perlu diketahui, bahwa irodah (kehendak) Allah swt menurut teori pemikiran itu mendahului Qudrotnya, karena Qudrot Allah dalam pemikiran kita itu berhubungan dengan sesuatu, lalu irodah Allah menetapkan kepadanya sebagaimana sifa-sifat yang mungkin untuk sesuatu tersebut, contoh : Zaid sebelum berwujud boleh jadi dia putih, hitam, pendek, atau tinggi, boleh menetap di timur atau barat, boleh dia di atas atau di bawah. Jadi ketentuan zaid berwarna putih, tinggi, berada di timur dan di barat itu di pengaruhi oleh sifat irodah, sesudah itu sifat Al-Qudrat memberikan pengaruh berdasarkan keadaan di atas. Tetapi hal ini menurut teori pemikiran orang-orang kita. Adapun menurut sifat-sifat Allah tidak seperti itu dan kita tidak boleh mengatakan berdasarkan teori angan-angan kita tersebut, karena dalam pemberian pengaruh di luar angan-angan (ucapan), kita tidak boleh mengatakan, irodah Allah itu lebih dahulu berhubungan dengan sesuatu yang mungkin, kemudian di susul oleh Qudrot Allah, sebab yang demikian itu termasuk sifat-sifat makhluk, sedangkan sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat makhluk.

 

  1. Hal-hal Mungkin Yanng Berhubungan Dengan Sifat Al-Qudrat dan Al-Irodat

Perlu diketahui, sesungguhnya hal-hal yang mungkin ada hubungannya dengan sifat qudrat dan irodat itu ada enam , yaitu:

  • Wujud (keberadaan)
  • Adam (Ketiadaan
  • Sifat, seperti tinggi, pendek, dan sebagainya.
  • Zaman
  • Tempat
  • Arah dan Ukuran.

 

Enam hal di atas di sebut Al-Mumkinat Al-Mutagobilat. Sebagian ulama’ menyusun dalam nadlom :

 

“Perkara-perkara mungkin yang saling berlawanan ialah wujud (ada) dan Adam (tiada), Sifat (seperti tinggi, pendek, dll), Zaman (seperti siang dan malam), dan Tempat-tempat atau Arah (seperti atas, bawah, samping, dil) dan Ukuran. Hal ini diriwayatkan oleh orang yang terpercaya.”

 

  1. Dua Ta’alluq Sifat Al-Irodah

 

Perlu diketahui, bahwa sifat Al-Irodah itu mempunyai dua Ta’alluq yaitu :

  • Ta’alluq Shuluhi Qodim
  • Ta’alluq Tanjizi Qodim

 

Ta’alluq Shuluhi Qodim, yaitu sahnya sifat al-irodah menentukan sesuatu yang mungkin pada zaman azali dengan Semua yang mungkin di sandang sesuatu tersebut. Zaid yang tinggi itu dapat saja tidak seperti keadaan yang dialami, jika memandang kelayakan sifat Al-Irodah. Sifat Al-Irodah itu layak saja menentukan Zaid menjadi raja atau menjadi orang gembel, jika memandang Ta’alluq Shuluhi Qodim sifat al-irodah ini.

 

Ta’alluq Tanjizi Qodim, yaitu sifat yang ditetukan Allah, dengn sifat Al-Irodah-Nya pada sesuatu yang mungkin di jaman azali dan tetap berlangsung dalam kenyataan tanpa ada perubahan, seperti, Zaid ada atau tidak ada, putih atau hitam. Artinya ketentuan irodah Allah terhadap sesuatu yang mungkin pada jaman azali dengan salah satu dua perkara saja, ada atau tidak ada, baik atau buruk.

 

  1. Hukum menyandarkan Kekuasaan Menentukan Sesuatu pada Sifat Al-Irodah

Perlu diketahui, bahwa menyandarkan kekuasaan (hak) menentukan sesuatu pada sifat al-irodah itu adalah majas, sebab pada hakekatnya yang menentukan sepenuhnya adalah Allah swt. Sifat irodah itu hanya merupakan sebab saja. Barang siapa yang berkeyakinan bahwa penentuan sesuatu dengan Al-Irodah atau penentuan sesuatu dengan Al-Irodah dan Dzat Allah, maka dia dihukumi kafir.

 

  1. Antara Al-Irodah (kehendak) dan Perintah

Perlu diketahui, bahwa irodah itu tidak identik denga” perintah. Berbeda dengan pendapat golongan Mu’tazilah, Allah swt itu berkehendak baik dan jelek,tetapi tidak memerintah kecuali pada yang baik.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Irodah

Dalil aqli sifat wajib Allah al-irodah ialah wujud atau keberadaan alam raya ini. Cara mengemukakan dalil ini ialah apabila Allah tidak memiliki kehendak (al-irodah), berarti Dia di paksa, jika Dia dipaksa tentu Dia lemah, dan apabila Dia lemah berarti Dia tidak kuasa, dan apabila Dia tidak kuasa, maka semua makhluk di alam raya ini tidak ada. Sedangkan jika alam raya ini tidak ada tentu tidak benar, sebab berlawanan dengan kenyataan. Jadi apa saja yang menyebabkan ketidak benaran, yaitu kelemahan Allah, maka harus di tolak. Apabila Allah jelas tidak lemah, bararti Dia tidak di paksa, dan Dia berarti memiliki kehendak (Al-Irodah). Apabila sudah menjadi kenyataan, bahwa Allah itu memiliki Al-Irodah, maka pasti mustahil Dia bersifat Al-Karokah (terpaksa) lawan sifat Al-irodah.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Irodah

Allah berfirman :

 

“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya Kun (jadilah), maka jadilah ia.”

 

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilih-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”

 

“Katakanlah : “Wahai, Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehandaki. Engkau mulyakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engaku-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha kuasa atas segala sesuatu.”

 

“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak Perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis, laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Ilmu
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-sembilan adalah Al-Ilmu (Maha Mengetahui), yaitu suatu sifat Allah yang azali dan ada secara nyata sebab Dzat-Nya, Allah Maha Mengetahui semua perkara yang wajib, jaiz, dan mustahil secara sempurna dengan sejelasjelasnya. Kata sempurna disini menunjukkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu tanpa di liputi dzan, keraguan dan waham (keraguan) sedikitpun. Dzan syak dan waham ini adalah hal yang mustahil bagi Allah swt sebab ketiganya ini menyebabkan pengetahuan (Al-Ilmu) Allah tidak sempurna. Kalimat La Yahtamilu An-Nagidl (tidak mengandung kata yang menjadi lawannya) ini untuk menolak taklid (mengikuti pihak lain), artinya Allah mengetahui sesuatu itu bukan atau tidak mengikuti selain-Nya, sebab mengikuti pihak lain bagi Allah adalah hal yang mustahil, karena taklid (mengikuti pihak lain) itu bisa berarti memungkinkan menerima lawan Al-Ilmu dengan keraguan yang dibuat oleh orang yang membuat keraguan, sehingga sebab taklid ini segala sesuatu tidak mungkin dapat di ketahui dengan jelas dan sempurna.

 

  1. Ta’alluq Sifat Wajib Allah Al-Ilmu

Sifat Allah Al-Ilmu itu memiliki Ta’alluq Tanjizi Qodim (hubungan dengan hal-hal yang telah diketahui yang telah terlaksana sebelum makhluk wujud), yaitu di ketahuinya segala hal yang wajib, jaiz dan mustahil oleh Allah swt. Yang dimaksud hal yang wajib adalah sebagaimana Dzat Allah dan sifat-sifatNya.

 

Pengertian Ta’alluq (hubungan) Al-Ilmu dengan dzat Allah ialah, bahwa sesungguhnya dzat dan sifat Allah itu qodim, pasti adanya, tidak pernah tidak ada dan tidak akan pernah tidak ada. Sesungguhnya Dia mengetahui dzat-Nya, tidak di tempat manapun dan tidak dilalui masa. Dia mengetahui, sesungguhnya qudrat (kekuasaan)-Nya itu luas dan menyeluruh tanpa batas.

 

Pengertian Ta’alluq sifat Al-Ilmu dengan hal-hal yang mustahil ialah sesungguhnya Allah mengetahui hal-hal yang mustahil seperti sekutu bagi-Nya yang tidak bakal ada untuk selama-lamanya, sebab apabila sekutu itu ada, maka pastilah timbul kehancuran yang luar biasa.

 

“Apabila ada di langit dan bumi tuhan selain Allah, maka hancurlah langit dan bumi ini.”

 

Pengertian ta’aluq sifat Al-Ilmu dengan hal-hal yang jaiz, ialah bahwa sesungguhnya Allah itu mengetahui segala sesuatu yang ada dan segala sesuatu yang belum ada.

 

  1. Ilmu Allah Meliputi Semua Perkara Kulliyat Dan Juziyyat

Ketahuilah, Sesungguhnya sifat ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu. Dengan sifat Al-Ilmu segala sesuatu yang Kulliyat dan Juziyyat diketahui oleh-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di bumi berupa gunung, pohon dan tumbuh-tumbuhan. Dia mengetahui jumlah semut, butiran pasir, debu, pohon, daun dan sebagainya, Dia mengetahui pula segala sesuatu yang ada dilangit. Barang siapa yang menafikan ilmu Allah terhadap hal-hal yang juziyyat, maka dia dihukumi kafir. Allah swt mengetahui segala sesuatu sebelum sesuatu itu wujud, maupun sesudah wujud, gaib maupun nyata, tak ada sesuatu yang samar bagi Allah swt. Ilmu Allah itu tak boleh disebut Ilmu Kasbi (ilmu yang didapat melalui belajar), tidak boleh disebut sebagai Ilmu Badihi (didapat secara spontan), tidak boleh disebut Ilmu Nadlori maupun Ilmu Dloruri, sebab ilmu tersebut pasti didahului oleh kebodohan (ketidak tahuan), padahal Allah swt bersih dari kebodohan.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Ilmu

Dalil Aqli sifat wajib Allah al-ilmu adalah keberadaan alam raya dan susunannya. Cara mengemukakan dalil ini ialah, apabila Allah tidak mengetahui, berarti Dia bodoh. Apabila Allah bodoh (tidak mengetahui), maka Dia tidak memiliki sifat al-qudrat (kuasa) dan sifat al-irodah (berkehendak). Apabila Allah tidak memiliki sifat al-qudrat dan irodah, tentu alam raya ini tidak ada, dan ketiadaan alam raya ini tidak dapat dibenarkan akal, karena bertentangan dengan kenyataan. Dengan demikian segala sesuatu yang menyebabkan kebatilan, yaitu ketiadaan sifat al-qudrat dan Al-Irodah itu tidak benar (batil), sebab Allah swt itu telah dipastikan memiliki kedua sifat tersebut, dan dzat yang Maha Berkehendak dan yang Maha Berkuasa itu harus atau pasti Maha Mengetahui, Apabila Allah telah pasti memiliki sifat al-ilmu, maka mustahil Dia memiliki sifat Aj-Jahlu (bodoh), lawan sifat Al-Ilmu.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Ilmu

Allah berfirman :

 

“Sesungguhnya Allah mengetahui segala sesuatu.”

 

“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.”

 

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya.”

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Hayat
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-sepuluh adalah Al-Hayat (Maha Hidup), yaitu suatu sifat wajib Allah yang azali yang wujud dan membenarkan Dzat yang memiliki sifat Al-Hayat ini bisa mengerti, maksudnya bisa mengetahui hakekat segala sesuatu, bisa mendengarkan dan melihat. Sifat Al-Hayat (hidup) Allah itu tidak dengan ruh. Tetapi hidup Allah swt itu karena Dzat-Nya, bukan karena sesuatu yang lain yang menempat pada dzat tersebut, seperti ruh. Oleh karena itu Dzat Allah tidak mengalami maut, berbeda dengan makhluk yang mengalami sesuatu yang menempel padanya, yaitu ruh. Oleh sebab itu makhluk dapat mengalami maut, hidup Allah swt tidak berkaitan dengan sesuatu apapun. Sifat Al-Hayat Allah itu menjadi sebab sifat-sifat Ma’ani, artinya dengan adanya sifat Al-Hayat Allah, sifat-sifat Ma’ani selainnya (Al-Hayat) menjadi ada dan dengan tiadanya sifat AlHayat, sifat-sifat Ma’ani lainnya tidak ada.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Al-Hayat

Dalil Aqli sifat wajib Allah Al-Hayat adalah wujud atau keberadaan alam raya ini, cara mengemukakan dalil Aqli ini ialah : Apabila Allah tidak hidup berarti mati, apabila sifat-sifat Ma’ani itu tidak ada padanya, maka alam raya ini tidak ada, tetapi anggapan alam raya ini tidak ada adalah batil, karena bertentangan dengan kenyataan, jadi segala sesuatu yang menyebabkan kebatilan, yaitu ketiadaan sifat-sifat Ma’ani adalah batil, padahal telah dipastikan Allah memiliki sifat-sifat Al-Ma’ani, Apabila Allah pasti memiliki sifat-sifat Al-Ma’ani, maka pastilah dia bersifat Al-Hayat, karena Dzat yang Maha Kuasa, Maha ber-Kehendak dan seterusnya, itu pasti hidup. Apabila Allah pasti memiliki sifat Al-Hayat, maka mustahil Dia memiliki sifat Al-Maut (mati) lawan sifat Al-Hayat.

 

  1. Dalil Naqli sifat wajib Allah Al-Hayat

Allah berfirman:

 

“Dan bertawakallah kepada Allah yang hidup kekal lagi yang tidak mati.”

 

“Dia adalah Maha Hidup, tidak ada Tuhan selain Dia, berdoalah kepada-Nya.”

 

“Dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada Tuhan Yang Maha Hidup kekal lagi senantiasa mengurus.(Makhluk-Nya).”

 

  1. Sifat Wajib Allah As-Sam’u
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-sebelas adalah As-Sam’u (Maha Mendengar), yaitu sifat yang azali yang ada sebab Dzat Allah. Sifat ini berhubungan dengan semua makhluk, baik berupa dzat atau suara. Allah mendengar dzat-Nya sebab sifat As-Sam’u ini, Dia mendengar sifat-sifat-Nya sebab As-Sam’u ini, Dia mendengar pendengaran-Nya sebab sifat As-Sam’u dan lainlainnya. Jadi sebab sifat As-Sam’u ini semua makhluk yang ada jelas bagi Allah dan dengan sifat As-Sam’u ini Dia mendengar suara-suara dan dzat-Nya.

 

Apabila ada pertanyaan, hubungan sifat As-Sam’u dengan Suara sudah jelas dan dapat dimengerti,tetapi hubungan sifat ini dengan dzat-dzat, rasanya belum jelas. Pertanyaan ini harus dijawab, bahwa sesungguhnya kita wajib beriman, bahwa sifat Allah As-Sam’u iri berhubungan dengan semua makhluk yang ada, baik dzat maupun suara, meskipun kita tidak mengetahui cara proses Ta’alluq (hubungan itu).

 

Allah swt mendengar segala sesuatu tanpa perantara, seperti cara mendengar makhluk. Sifat As-Sam’u Allah adalah hal yang ada sebab Dzat-Nya yang tidak dapat terkena gangguan apapun yang menyebabkan tidak dapat mendengar, sebab daya dengar yang dapat terganggu itu adalah sifat makhluk.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Allah As-Sam’u

Dalil Naqli bahwa Allah swt pasti memiliki sifat as-sam’u adalah firman Allah dalam Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad saw. Allah berfirman :

 

“Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

 

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawaban antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

 

“Janganlah kamu berdua khawatir, sesunggguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.”

 

Rasulullah saw bersabda dalam haditsnya:

 

“Sesungguhnya kami semua tidak memohon kepada dzat yang tuli dan tidak pula kepada yang ghaib. Tetapi, kami semua memohon kepada Dzat Yang Maha Mendengar, Maha Dekat dan Maha Mengabulkan.”

 

  1. Dalil Aqli Siafat Wajib Allah As-Sam’u

Dalil Aqli bahwa Allah swt memiliki sifat wajib As-Ssam’u ialah, apabila Allah tidak mendengar, berarti Allah tuli, dan tuli itu adalah sifat negatif, padahal mustahil Allah memiliki sifat yang negatif. Dengan demikian pastilah Allah Maha Mendengar. Apabila Allah pasti memiliki sifat As-Sam’u, maka pastilah mustahil Dia bersifat As-Shoman (tuli) lawan sifat wajib As-Sam’u

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Bashor.
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-dua belas adalah Al-Bashor (Maha Melihat), yaitu sifat wajib Allah yang azali yang ada sebab Dzat Allah, dan sebab sifat Al-Bashor-Nya segala sesuatu yang ada, jelas bagi-Nya. Sifat Al-Bashor ini berhubungan dengan semua makhluk yang ada baik berupa dzat atau suara, kita wajib iman dan percaya pada hal itu, meskipun kita tidak mengetahui cara atau proses hubungan itu. Allah swt melihat Dzat-Nya dan melihat penglihatan-Nya dengan sifat Al-Bashor-Nya, karena penglihatan (bashor) termasuk hal yang ada, Dia melihat tanpa bola mata dan tanpa pelupuk mata dan penglihatannya tidak dapat terganggu seperti kebutaan, sebab kebutaan atau rabun itu sifat makhluk. Penglihatan Allah itu tidak terganggu pendengaran-Nya dan pendengaran-Nya tidak dapat terganggu kekuatan penglihatan-Nya. Dia melihat sesuatu dan mendengarNya pula secara bersamaan. Hal ini berbeda dengan makluk, sebab penglihatan makhluk dapat terganggu oleh pendengarannya dan pendengarannya dapat menyibukkan penglihatannya.

 

  1. Ta’alluq Sifat Allah Al-Bashor dan As-Sam’u

Perlu diketahui sebagaimana yang telah disebutkan diatas, bahwa sifat As-Sam’u dan Al-Bashor masing-masing berhubungan dengan segala sesuatu yang wujud (ada), tetapi terungkapnya (terbukanya) sesuatu sebab sifat As-Sam’u itu tidak sama dengan terungkapnya sebab sifat Al-Bashor, terungkapnya sesuatu sebab sifat Al-Ilmu itu tidak sama dengan terbukanya, sebab sifat As-Sam’u dan Al-Bashor, hanya Allah sajalah yang mengetahui hakekat permasalahan.

 

Perlu diketahui bahwa Ta’alluq (hubungan) sifat As-Sam’u dengan sifat Al-Bashor disebut Ta’alluq Shuluhi Qodim, adapun hubungan sifat As-Sam’u dan Al-Bashor dengan dzat dan sifatsifat Allah swt itu merupakan Ta’alluq Tanjizi Qodim, dengan arti bahwa dzat Allah pada jaman azali diketahui oleh-Nya dengan sifat As-Sam’u dan Al-Bashor.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Bashor

Dalil Naqli Allah itu pasti memiliki sifat Al-Bashor adalah firman-Nya”

 

“Allah Maha Melihat segala yang kamu kerjakan.”

 

“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Bashor

Dalil Aqli bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Al-Bashor, ialah apabila Allah swt tidak melihat, berarti Dia buta, sedang buta adalah suatu kekurangan, padahal Allah mustahil memiliki kekurangan Jjadi pastilah Allah memiliki sifat Al-Bashor (Maha Melihat). Apabila Allah pasti memiliki sifat Al-Bashor, maka mustahil Dia bersifat Al-A’ma (buta), lawan dari Al-Bashor.

 

  1. Sifat Wajib Allah Al-Kalam
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-tiga belas adalah Al-Kalam (Maha Berbicara), yaitu suatu sifat yang azali yang ada pada Dzat Allah dan berhubungan dengan hal-hal yang wajib, mustahil dan jaiz, seperti sifat Al-Ilmu Hanya saja hubungan sifat Al-Ilmu dengan ketiga sifat di atas, bersifat mengungkap/ membuka, dengan arti tiga hal-hal wajib, mustahil dan jaiz itu terbuka jelas dan dapat diketahui oleh Allah swt dengan sifat Al-Ilmu.

 

  1. Ta’alluq (hubungan) Sifat Al-Kalam

Ta’alluq sifat Al-Kalam dengan tiga hal (hal wajib, jaiz, dan mustahil) itu merupakan Ta’alluq Dilalah dengan makna, bahwa apabila kita di bukakan hijab dan dapat mendengar sifat AlKalam, yang dimiliki oleh dzat Allah, maka kita dapat memahami hal-hal wajib, mustahil, dan jaiz dari sifat Al-Kalam itu. Hal-hal wajib yang dimaksud disini seperti Dzat Allah dan sifat-sifatNya.Pengertian Ta’alluq (hubungan) sifat Allah AL-Kalam dengan Dzat-Nya ialah, bahwaAllah menetapkan kesempurnaan pada Dzat-Nya dan meniadakan kekurangan dari Dzat-Nya. Allah swt berfirman :

 

“Allah maha mengetahui segala sesuatu.”

 

“Tidak satu makhluk pun yang menyamai Allah, Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.”

 

Pengertian Ta’alluq (hubungan) sifat Allah Al-Kalam dengan hal-hal yang mustahil, ialah bahwa Allah memberitahukan tentang ketiadaannya tentang hal-hal yang mustahil, seperti adanya istri, anak, atau sekutu bagi-Nya:

 

“Maha Suci Allah dari memiliki anak.”

 

“dan tidak ada bagi Allah seorang istri.”

 

“Tidak ada bagi Allah sekutu dalam kekuasaan-Nya.”

 

Pengertian Ta’alluq (hubungan) sifat Allah Al-Kalam dengan hal-hal yang jaiz, ialah sesungguhnya Allah memberitahukan, bahwa Dia Maha Kuasa menciptakan hal-hal yang mungkin, dan Kuasa pula meniadakannya, Dia berfirman:

 

“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Apabila kita dibukakan hijab atau tabir yang menutup antara kita dan Dia, maka kita melihat dan mengetahui sifat Al-Kalam yang menunjukkan tiga hal tersebut diatas.

 

  1. Kalam Allah Tanpa Huruf Dan Tanpa Suara.

Sifat Kalam Allah swt yang ada pada Dzat-Nya itu tidak berupa huruf dan tidak berupa suara, tidak mengenal posisi akhir atau dahulu, tidak mengenal ‘irob, binak dan tidak mengandung surat atau pun ayat, karena hal tersebut termasuk sifat-sifat kalam yang baru. Kalam Allah swt itu qodim. Yang dimaksud ALKalam, sifat yang ada pada Dzat Allah ini bukanlah lafadz-lafadz mulia yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., yaitu Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an itu hadits. Sifat Al-Kalam yang ada pada Allah swt itu qodim, sedangkan Al-Qur’an ini mengandung susunan dalam posisi akhir dan dahulu, mengandung beberapa surat dan ayat, huruf dan suara, ‘irob dan beberapa binak, padahal sifat Allah Al-Kalam itu bersih dari hal-hal tersebut. Lafadz-lafadz mulia dalam Al-Qur’an itu tidak menunjukkan sifat qodim yang ada pada dzat Allah, artinya sifat Allah Al-Kalam yang qodim ada pada dzat Allah itu tidak dapat di fahami dari ayat Al-Qur’an yang mulia. hanya saja lafadz-lafadz mulia Al-Qur’an itu memiliki makna, dan sifat Allah Al-Kalam Al-Qodim yang ada pada DzatNya itu menunjukkan suatu makna juga. Makna (lafadz-lafadz) Al-Qur’an itu sama dengan makna sifat Allah Al-Kalam AlQodim. Hal ini harus diperhatikan dan harus hati-hati, karena banyak orang yang keliru dalam masalah ini.

 

  1. Hukum Orang yang Mengatakan Al-Qur’an Bukan Kalam Allah

Perlu dimengerti, bahwa ungkapan kalam Allah itu mempunyai dua arti, kadang ungkapannya ini di maksudkan pada sifat qodim yang ada pada dzat Allah, ungkapan kalam yang artinya demikian ini adalah qodim, bersih dari susunan kalimat, posisi di depan atau di akhir, bersih dari huruf, suara atau ciri-ciri lain umumnya kalam. Kadang ungkapan kalam ini dimaksudkan Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ungkapan kalam Allah yang dimaksudkan kepada Al-Qur’an itu adalah hakiki, bukan majazi. “Barang siapa yang mengatakan bahwa surat-surat dalam al-gur’an itu bukan kalam Allah, maka dia kafir,”

 

Kalam Allah dengan pengertian yang kedua (Al-Qur’an) itu, di ciptakan oleh Allah swt di Lauhil Makhfudz dan dijadikan olehNya, menunjukkan sesuatu yang dimaksud oleh kalam-Nya yang qodim yang ada pada Dzat-Nya. Allah swt mensifati Al-Qur’an ini dengan makhluk, sebagaimana dalam firman-Nya :

 

“Sesungguhnya kami jadikan al-qur’an dengan bahasa Arab.”

 

Imam Ahmad bin Hambal enggan mengatakan bahwa AlQur’an itu makhluk, karena beliau khawatir pemahaman orang yang bertanya akan melampaui batas sampai pada kalam Allah yang qodim yang ada pada dzat Allah swt yang menyebabkan mereka kafir. Oleh sebab itu beliau dengan pendapatnya semata-mata untuk membendung kesalah-fahaman mereka. Dari sikap yang ditampakkan oleh Imam Ahmad Ibnu Hambal ini dapat di ambil kesimpulan, bahwa siapapun tidak boleh mengatakan kepada orang yang dangkal fikirannya dan tidak mengetahui masalah ini secara rinci bahwa Al-Qur’an itu adalah makhluk. Agar pemahaman mereka tentang kalam Allah yang qodim yang ada sebab dzat Allah swt tidak melebar melampaui batas, juga dapat menjurus pada bahaya kekafiran.

 

Jika ada pertanyaan, jika kalam Allah itu tidak berupa huruf atau tidak berupa suara, maka bagaimana mungkin bisa dimengerti, padahal Nabi Musa a.s dapat memahami ketika beliau bermunajat di bukit Thour Shina, begitu pula nabi kita Muhammad ketika diajak berbicara pada malam isro’ ? Jawabannya adalah : Jika Allah swt hendak memahamkan kepada salah seorang hamba-Nya tentang kalam-Nya, maka Dia meletakkan makna kalam itu di dalam hati orang tersebut. Kalam Allah swt yang qodim itu dapat didengar dari semua penjuru.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Allah Al-Kalam

 

Dalil Naqli bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Kalam, ialah firman Allah swt :

 

“Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung (tanpa perantara).”

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Allah Al-Kalam

Dalil Aqli bahwa Allah pasti memiliki sifat Al-Kalam, ialah apabila Allah swt tidak berbicara berarti Dia tuna wicara, sedangkan tuna wicara itu sifat negatif, dan mustahil Allah memiliki sifat negatif atau kekurangan. Jadi pastilah Allah memiliki sifat kebalikan tuna wicara, yaitu Al-Kalam (Maha Berbicara). Apabila telah pasti Allah memiliki sifat Al-Kalam, maka mustahil Dia bersifat Al-Kharosh (tuna wicara), lawan sifat Al-Kalam,

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Qodiran
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-empat belas adalah Kaunuhu Qodiran (keberadaan Allah itu kuasa), yaitu sifat wajib Allah yang ada sejak jaman azali yag berbeda dengan sifat Al-Qudrat, tetapi sifat Kaunuhu Qodiran ini menetapi Al-Qudrat. Sifat Kaunuhu Qodiran ini suatu persoalan yang dapat di angan-angan, tidak dapat dinyatakan di luar angan-angan dan fikiran. Sifat Kaunuhu Qodiran bukan merupakan hal (keadaan), karena sebenarnya hal itu tidak ada, yaitu ada perkara yang tengah-tengah antara ada dan tidak ada.

 

Perbedaan antara perkara yang hanya dapat dimengerti dengan angan-angan dan hal adalah bahwa hal itu dapat dinyatakan diluar pikiran, sedangkan perkara yang dapat di angan-angan itu dapat dibuktikan dalam pikiran dan hati.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Qodiran

Dalil bahwa Allah swt itu memiliki sifat wajib Kaunuhu Qodiran adalah sama dengan dalil sifat wajib Al-Qudrat, apabila Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Qodiran, maka mustahil dia bersifat Kaunuhu “Ajizam, yaitu lawan Kaunuhu Qodiran.

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muridan
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-lima belas adalah Kaunuhu Muridan (keberadaan-Nya Maha Berkehendak), yaitu sifat Allah swt yang ada sejak jaman azali, yang berbeda dengan sifat Al-Irodah, tetapi sifat ini menetapi sifat Al-Irodah, sifat Kaunuhu Muridan ini merupakan persoalan yang dapat di mengerti dalam pikiran, tidak dapat di nyatakan dalam wujud kenyataan.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunhu Muridan

Dalil bahwa Allah swt itu pasti memiliki sifat Kaunuhu Muridan (keberadaan-Nya Maha Berkehendak), ialah sama dengan dalil sifat Al-Irodah. Apabila Allah telah pasti memiliki sifat Kaunuhu Muridan, maka mustahil Dia bersifat Kaunuhu Mukrohan (keberadaan-Nya di paksa), lawan sifat Kaunuhu Muridan.

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu ‘Aliman
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-enam belas adalah Kaunuhu ‘Aliman (keberadaan-Nya Maha Mengetahui), yaitu sifat Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat Al-Ilmu, tapi menetapi sifat Al-Ilmu. Sifat Kaunuhu ‘Aliman ini merupakan suatu sifat yang hanya dapat di buktikan pada pikiran.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu ‘Aliman

Dalil bahwa Allah swt itu memiliki sifat Kaunuhu “Aliman (keberadaan-Nya Maha Mengetahui), itu sama dengan dalil sifat Al-Ilmu. Apabila Allah sudah pasti memiliki sifat Kaunuhu ‘Aliman, maka mustahil Dia memiliki sifat Kaunuhu Jahilan (keberadaan-Nya bodoh), lawan sifat Kaunuhu “Aliman.

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Hayyan
  2. Pengertian

Sifat Allah yang ke-tujuh belas adalah Kaunuhu Hayyan (keberadaan-Nya Maha Hidup), yaitu suatu sifat Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat Al-Hayat, tetapi menetapi sifat sifat Al-Hayat. Sifat Kaunhu Hayyan ini dapat dibuktikan dalam hati saja.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Hayyan

Dalil bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Kaunuhu Hayyan (keberadaan-Nya Maha Hidup), ialah sama dengan dalil sifat AlHayat. Apabila telah dipastikan bahwa Allah memiliki sifat wajib Kaunuhu Hayyan, maka mustahil bagi-Nya memiliki sifat Kaunuhu Mayyitan (keberadaannya mati), lawan sifat Kaunuhu Hayyan.

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Sami’an
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-delapan belas adalah Kaunuhu Sami’an (keberadaan-Nya Maha Mendengar), yaitu suatu sifat Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat AsSam’u, tetapi menetapi sifat as-sam’u. Sifat Kaunuhu Sami’an ini hanya dapat dibuktikan dalam hati.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Sami’an

Dalil bahwa Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Sami’an itu sama dengan dalil sifat Allah As-Sam’u. Apabila Allah telah pasti memiliki sifat Kaunuhu Sami’an, maka mustahil Allah memiliki sifat Kaunuhu ‘Ashom (keberadaan-Nya tuli), lawan sifat Kaunuhu

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Bashiron
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-sembilan belas adalah Kaunhu Bashiron (kebeeradaan-Nya Maha Melihat), yaitu sifat wajib Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat wajib Allah Al-Bashor, tapi menetapi sifat Al-Bashor. Sifat ini hanya dapat di buktikan dalam hati.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Bashiron

Dalil bahwa Allah swt memiliki sifat wajib Kaunuhu Bashiron, sama dengan dalil sifat wajib Allah Al-Bashor. Apabila , Allah pasti memiliki sifat Kaunuhu Bashiron, maka mustahil Dia bersifat Kaunuhu A’ma (keberadaan-Nya buta), lawan sifat Kaunuhu Bashiron.

 

  1. Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muthakalliman
  2. Pengertian

Sifat wajib Allah yang ke-dua puluh adalah Kaunuhu Muthakalliman (keberadaan-Nya Maha Berbicara), yaitu sifat wajib Allah yang ada sejak jaman azali yang berbeda dengan sifat AlKalam, tapi menetapi sifat Al-Kalam. kepastian adanya sifat AlKalam pada dzat Allah itu menyebabkan adanya sifat Kaunuhu Muthakalliman, sifat Kaunuhu Muthakalliman ini tidak dinyatakan di alam nyata, tapi dengan angan-angan saja.

 

  1. Dalil Sifat Wajib Allah Kaunuhu Muthakalliman

Dalil bahwa Allah sudah pasti memiliki sifat Kaunuhu Muthakalliman sama dengan sifat Al-Kalam, kami tidak perlu menyampaikan secara rinci. Apabila Allah sudah pasti memiliki sifat Kaunuhu Muthakalliman, maka mustahil Dia memiliki sifat Kaunuhu Ahras (keberadaan-Nya bisu), lawan dari sifat Kaunuhu Muthakalliman.

 

Demikianlah penjelsan sifat-sifat yang wajib / pasti bagi Allah swt yang berjumlah dua puluh, dan sifat-sifat yang mustahil bagi-Nya yang juga berjumlah dua puluh, yang seluruhnya berjumlah empat puluh sifat dengan dalil-dalil yang qot’iy. Setiap dalil dari dalil sifat-sifat wajib itu menafikan lawan sifat yang di tetapkan.

 

 

SIFAT JAIZ BAGI ALLAH S.W.T

  1. Pengertian

 

Adapun sifat jaiz bagi Allah swt adalah:

 

“Membuat hal-hal yang mungkin atau tidak membuat (meninggalkan)nya.”

 

Perkara yang mungkin adalah perkara yang bisa ada dan dapat tidak ada, yakni Allah itu bisa saja membuat perkara yang mungkin atau tidak membuatnya ada.

 

Membuat atau tidak itu adalah jaiz atau wewenang Allah sebutkan kewajiban atau keharusan bagi-Nya, sebab apabila ada sesuatu yang wajib dikerjakan oleh Allah, berarti Dia membutuhkan kepada sesuatu itu agar Dia menjadi sempurna. Padahal kebutuhan Allah pada sesuatu merupakan suatu kekurangan, dan kekurangan (ketidak sempurnaan) bagi Allah adalah mustahil. Oleh karena itu, tidak ada suatu perkara yang wajib diciptakan atau di tiadakan oleh Allah. Berbeda dengan golongan Mu’tazilah yang mengatakan : Sesungguhnya Allah itu wajib (harus) berbuat baik dan paling baik kepada hamba. Pendapat golongan Mu’tazilah ini adalah suatu kebohongan pada Allah. Yang benar adalah, Allah tidak wajib melakukan atau meninggalkan suatu apapun.

 

Allah menjadikan iman pada diri zaid, dan memberinya ilmu padanya itu semata-mata karena anugerah-Nya. Pahala yang diberikan kepada orang yang taat adalah anugerah-Nya kepada orang itu, dan siksaan yang ditimpakan kepada orang yang durhaka adalah merupakan keadilan-Nya, karena sesungguhnya ketaatan hamba itu tidak berguna bagi Allah, dan kemaksiatan hamba itu membahayakan kepada-Nya, sebab Allah sendiri maha pemberi manfaat dan bahaya. Ketaatan dan kemaksiatan hanyalah tanda adanya pahala dan siksaan untuk orang yang melakukannya. Barangsiapa yang dikehendaki Allah bakal dekat kepada-Nya, maka Allah memberi kepada orang tersebut kekuatan mengamalkan ketaatan, dan barang siapa yang dikehendaki oleh-Nya bakal jauh dari-Nya, maka Allah menjadikan orang tersebut berlaku maksiat. Jadi semua perbuatan, baik ikhtiyari maupun idltiori, baik ataupun jelek, itu Ciptaan Allah swt.

 

“Allah itu telah menciptakan kamu dan apa yang kamu kerjakan.”

 

Oleh sebab itu, tak ada kewajiban bagi Allah menciptakan atau meniadakan sesuatu, berbeda dengan pendapat golongan Mu’tazilah.

 

Mengapa golongan Mu’tazilah ini tidak berfikir tentang penyakit-penyakit yang menimpa anak-anak kecil. Bukankah penyakit yang menimpa anak kecil itu tidak baik bagi mereka. Andaikata Allah wajib berbuat baik, maka berarti Dia menurunkan bahaya kepada anak-anak kecil. Karena golongn Mu’tazilah itu berpendapat, bahwa Allah tidak akan meninggalakan kewajiban, sebab meninggalkan kewajiban merupakan kekurangan bagi Allah, dan kekurangan bagi-Nya adalah mustahil.

 

  1. Melihat Allah di Akherat adalah Masalah Jaiz

Diantara perkara yang jaiz yang mungkin terjadi yang wajib dipercayai, adalah kemungkinan orang-orang mu’min di akherat nanti akan melihat Allah swt. Setiap orang mukallaf harus percaya bahwa melihat Allah swt di akherat itu suatu perkara yang jaiz, mungkin dan bisa terjadi, tak ada yang menghalangi, karena Allah telah mengaitkan melihat Dzat-Nya dengan tetapnya sebuah gunung, sebagaimana firmannya:

 

Selain itu Allah memastikan kemungkinan melihat-Nya, Seperti dalam firman-Nya:

 

Jadi melihat Allah di akherat nanti adalah jaiz, tetapi melihatNya itu tidak bisa di bayangkan caranya, seperti cara kita melihat di dunia ini, dan tidak dibatasi arah tertentu, Allah swt tidak dapat di bayangkan dan tidak dapat di batasi arah. Inilah pendapat Ahlussunnah Waljama’ah. Tetapi golongan Mu’tazilah berpendapat, bahwa ru’yat (melihat) kepada Allah itu tidak mungkin.

 

  1. Mengutus Rasul Adalah Jaiz Bagi Allah swt.

Termasuk perkara yang jaiz bagi Allah adalah mengutus rasul (utusan), karena anugerah-Nya bukan kewajiban-Nya, sebab Allah tidak memiliki kewajiban apapun.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Jaiz Allah swt.

Dalil Aqli bahwa membuat segala sesuatu yang mungkin atau hdak itu jaiz bagi Allah swt ialah apabila Allah itu wajib/harus membuat sesuatu yang mungkin, berarti sesuatu yang jaiz itu berubah menjadi perkara yang wajib, dan apabila Allah itu haram/ dilarang berbuat sesuatu yang mungkin, berarti sesuatu yang jaiz (mungkin) ini berubah menjadi mustahil. Sedangkan perubahan perkara jaiz menjadi wajib atau mustahil itu adalah batil. Dengan demikian sesuatu yang menyebabkan batil, yaitu wajib membuat sesuatu yang jaiz atau haram membuatnya itu batil pula. Maka tetaplah jaiz bagi Allah segala sesuatu yang mungkin, inilah yang dimaksud.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Jaiz Allah swt

Dalil Naqli, bahwa Allah swt itu memiliki sifat jaiz, adalah firman-Nya:

 

“Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu, Dia akan memberi rahmat kepadamu, jika Dia menghendaki dan Dia akan menyiksamu, jika Dia menghendaki. “

 

“Katakanlah : “Wahai, Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau mulyakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu,”

 

“Maka, Allah mengampuni siapa saja yang di kehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

 

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan melihat-Nya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.”

 

Dengan demikian, maka jelaslah sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah swt dalam uraian di atas, dengan dalil yang qot’i yang bisa di terima akal, maka perhatikanlah dan jangan sampai di lupakan.

 

 

  1. SIFAT WAJIB DAN SIFAT MUSTAHIL PARA RASUL

 

Adapun sifat-sifat wajib, mustahil dan sifat jaiz bagi rasulrasul Allah itu ada sembilan :

  1. Sifat Wajib Rasul Al-Shidqu
  2. Pengertian

Sifat wajib atau sifat yang sudah pasti ada pada rasul yang pertama adalah As-Shidqu, artinya benar dalam semua ucapannya.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib As-Shidqu

Dalil sifat wajib para rasul yang pertama, yaitu As-Shidqu ialah apabila para rasul itu berbohong dalam persoalan yang harus di sampaikan kepada makhluk, berarti berita atau pemberitahuan dari Allah dusta, padahal Allah swt., telah membenarkan pengakuan mereka sebagai rasul/utusan dengan memberikan mukjizat kepada mereka.

 

Mukjizat itu menduduki firman Allah dalam hadits gudsi:

 

“Benar hambaku dalam menyampaikan apa yang mereka terima dariKu.”

 

Para rasul Allah apabila menghadapi kaumnya, dan menjelaskan kepada mereka, bahwa dirinya adalah seorang rasul/ utusan yang ditugaskan oleh Allah. Kemudian mereka bertanya apa bukti bahwa engkau adalah utusan Allah? Rasul itu lalu berkata kepada mereka, bergesernya gunung ini dari tempatnya. Apabila mereka berkata kepada rasul tersebut: buktikan kepada kami ucapanmu itu pada waktu demikian…… Ketika waktu yang mereka minta itu tiba, maka Allah memindah gunung itu dari tempat semula, untuk membenarkan pengakuan rasul tersebut. Kepindahan gunung itu dari Allah dan menduduki kedudukan firman-Nya dalam hadist gudsi yang artinya : “Benar hamba-Ku dalam menyampikan apa yang mereka tarimah dari-Ku.” Apabila rasul itu berbohong, berarti firman Allah itu bohong juga. Padahal Allah dusta adalah mustahil. Jadi sesuatu yang menyebabkan kebatilan, yaitu kebohongan rasul adalah batil.

 

Apabila telah dipastikan kebenaran (as-Sidqu) para rasul, maka mustahil mereka bersifat Al-Kadztibu (berbohong), lawan sifat As-Sidqu.

 

Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s yang di ceritakan Allah dalam firman-Nya :

 

Kalimat : Tetapi yang menghancurkan berhala yang paling besar ini. Pemberitahuan Nabi Ibrahim ini bukan suatu kebohongan, tetapi pemberitahuan semacam ini termasuk Ta’miyah (mengucapkan kalimat yang mengandung dua pengertian, kalimat Kabiruhum (5 mereka yang paling besar), mengandung dua maksud, Yaitu orang paling besar dan patung paling besar (namun yang dimaksud disini ialah orang paling besar), dan termasuk Mizah (joke). Kalau melihat dzahir ucapan, sepertinya Nabi Ibrahim bohong, tetapi hakekatnya tidak, sebab dalam kata (فعله) itu terdapat dlomir tersimpan yang kembali kepada Nabi Ibrahim, Ha’ (ه) pada kata فعله maf’ul bih (obyek) penderita, sedangkan kata وكبيرهم menjadi mubtada’ yang khabarnya berupa kata هذا dalam hal ini jika wagof mesti pada kata فعله.

 

Mizah (joke) juga pernah di lakukan oleh Nabi Muhammad saw yaitu ketika ada seorang perempuan tua renta bertanya kepada beliau : Ya Rasullullah apakah saya masuk surga? beliau bersabda: Orang yang tua renta tidak akan masuk surga. Wanita itu lalu menangis, dan beliau bersabda: Sesungguhnya engkau masuk surga sedangkan engkau menjadi perawan (karena di surga tidak ada wanita tua).

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Rasul As-Sidqu

Dalil bahwa rasul Allah itu memiliki sifat As-Sidqu, adalah firman Allah :

Dan tatkala orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : Inilah yang di janjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.

“Mereka berkata : ‘Aduhai, celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari kubur kami? ‘ Inilah yang di janjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah dan benarlah rasul-rasul-Nya.

 

Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam AlKitab ini. Sesunggunya dia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi.

 

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.

 

  1. Sifat Wajib Rasul Al-Amanah
  2. Pengertian

Sifat wajib yang dimiliki para rasul Allah yang nomor dua adalah Al-Amanah, artinya para rasul itu terpelihara dari perbuatan-perbuatan terlarang atau tidak baik lahir dan batin, pada masa kecil maupun dewasa.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Rasul Al-Amanah

Dalil bahwa para rasul Allah pasti bersifat Al Amanah ialah: Sesungguhnya para rasul itu apabila berhianat dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang haram dan perbuatan yang tidak baik, berarti kita di perintahkan melakukan perbuatan-perbuatan yang di lakukan para rasul itu, sebab Allah swt memerintahkan kita semua agar mengikuti mereka. Dia berfirman:

 

“ Hendaknya kamu semuanya mengikuti Nabi Muhammad, agar kamu semuanya mendapat petunjuk”

tidak benar sama sekali kita di perintahkan melakukan perbuatanperbuatan tidak baik dan perbuatan yang terlarang, sebab Allah swt tidak memerintahkan berbuat dosa. Dia berfirman:

 

“Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kekejian dan kemungkaran.”

 

Dengan demikian jelaslah, bahwa para rasul Allah swt itu tidak berbuat apapun kecuali menjalankan ketaatan, mungkin wajib atau sunnah. Jadi perbuatan para rasul itu berkisar antara perbuatan wajib dan sunnah, mubah pun tidak. Apabila para rasul melakukan perbuatan mubah itu hanya untuk menerangkan kebolehan dan untuk keperluan membuat peraturan (hukum) wajib atau sunnah. Apabila para rasul itu pasti bersifat AlAmanah maka mustahil mereka bersifat Al-Khianat dengan melakukan perbuatan terlarang dan tidak terpuji.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Para Rasul Al-Amanakh

Dalil bahwa para rasul Allah itu memiliki sifat Al-Amanah adalah firman Allah swt :

 

“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul yang terpercaya yangg di utus kepadamu.”

 

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”

 

  1. Sifat Wajib Rasul At-Tabligh
  2. Pengertian

Sifat wajib para rasul Allah yang nomer tiga adalah At-Tabligh, artinya menyampaikan hukum-hukum yang di perintahkan untuk di sampaikan pada makhluk. Perlu diketahui bahwa wahyu Allah kepada para rasul itu ada tiga bagian, yaitu:

  • Wahyu Allah yang tidak boleh disampaikan kepada makhluk, berarti wahyu itu khusus untuk para rasul itu dan mereka tidak boleh menyampaikan kepada para makhluk.
  • Wahyu Allah yang bebas, terserah kepada para rasul itu. Artinya mereka boleh menyampaikan kepada para makhluk dan boleh juga tidak menyampaikan kepada mereka.
  • Wahyu Allah yang harus disampaikan kepada makhluk, wahyu Allah seperti ini telah di sampaikan kepada makhluk oleh para rasul, dan mereka sama sekali tidak menyembunyikan sedikitpun dari wahyu tersebut.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Para Rasul At-Tabligh

Dalil bahwa para rasul itu mempunyai sifat At-Tabligh, ialah apabila para rasul Allah tidak menyampaikan, berarti mereka menyembunyikan sebagian wahyu dari Allah. Apabila mereka menyembunyikan sesuatu dari Allah, berarti kita di perintahkan menyembunyikan ilmu, sebab Allah memerintahkan kita mengikuti mereka, sebagaimana firman-Nya

 

“Dan mengikutilah kamu semua kepada Muhammad agar kamu semua mendapat petunjuk.”

 

Padahal tidak benar, Jika kita di perintahkan menyembunyikan ilmu, sebab orang yang menyembunyikan ilmu itu di laknat dan merupakan dosa, sebagaimana dalam hadits :

“Barang siapa yang menyembunyikan ilmu, maka akan di belenggu oleh Allah dengan belenggu yang terbuat dari api neraka besok di hari kiamat.”

 

Selain itu Allah swt tidak pernah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya melakukan perbuatan keji. Oleh sebab itu, semua perkara yang menyebabkan timbulnya kebatilan, yaitu keberadaan para rasul Allah menyimpan ilmu itu tidak betul. Jadi para rasul itu pasti memiliki sifat At-Tabligh. Apabila telah pasti bahwa mereka memiliki sifat At-Tabligh, maka mustahil mereka memiliki sifat Al-Kitman (menyembunyikan), lawan dari sifat At-Tabligh.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Para Rasul At-Tabligh

Dalil bahwa para rasul Allah memiliki sifat At-Tabligh adalah firman Allah swt :

 

“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak menyampaikan (apa yang di perintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya”

 

“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

 

  1. Sifat Wajib Rasul Al-Fathonah
  2. Perngertian

Sifat wajib para rasul Allah yang nomor empat adalah Al-Fathonah, artinya cerdas, cerdik dan fasih dalam berbicara.

 

  1. Dalil Aqli Sifat Wajib Para Rasul Al-Fathonah

Dalil Aqli bahwa para rasul Allah itu pasti memiliki sifat Al-Fathonah ialah, apabila para rasul Allah itu tidak cerdas, maka mereka tidak mampu mengemukakan bukti atau hujjah kepada lawan, padahal kemampuan para rasul mengemukakan hujjah untuk mengalahkan para lawan-lawannya, telah disebut dalam Al-Qur’an. Kemampuan mengemukakan hujjah untuk mengalahkan lawan itu pasti dari orang-orang yang cerdas, cerdik dan fasih. Apabila telah dipastikan bahwa para rasul Allah itu bersifat Al-Fathonah, maka mustahil Mereka bersifat Al-Baladah (dungu), lawan sifat Al-Fathonah.

 

  1. Dalil Naqli Sifat Wajib Para Rasul Al-Fathonah

Dalil bahwa para rasul Allah itu memiliki sifat Fathonah adalah firman Allah swt :

 

“Dan itulah hujjah Kami, yang kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”

 

“Mereka berkata : ‘Hai, Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkan kepada kami, jika kami termasuk orang-orang yang benar”.

 

“Serulah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan bijaksana, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

 

Itulah sifat-sifat yang wajib dan sifat-sifat yang mustahil bagi para rasul Allah swt.

 

  1. SIFAT JAIZ PARA RASUL
  2. Pengertian

 

Adapun sifat jaiz para rasul Allah, adalah jelas sama seperti sifat-sifat manusia pada umumnya, yang tidak mengurangi derajat mereka yang tinggi. Sifat-sifat yang biasa terjadi pada manusia umumnya itu, seperti menikah, makan, minum, dan sakit. Rasulullah saw., bersabda:

 

Orang-orang diantara kamu semua yang paling besar cobaannya adalah para nabi, kemudian para wali, kemudian orang-orang yang derajatnya di bawahnya.

 

  1. Dalil Aqli Bahwa Para Rasul Allah Memiliki Sifat Jaiz

 

Dalil Aqli bahwa para rasul Allah itu memiliki sifatjaiz, yaitu adanya sifat kemanusian pada diri mereka itu telah nyata, telah berjadi dan telah di saksikan oleh orang-orang yang hidup sejaman dengan para rasul tersebut dan berita kejadian-kejadian itu sampai pada generasi-generasi berikutnya secara mutawatir. Para rasul Allah itu selalu bertambah meningkat derajatnya, dan sakit yang menimpa mereka atau cobaan-cobaan yang mereka alami itu menambah derajat mereka dan supaya umatnya sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat untuk memberikan balasan kepada kekasih Allah. Sebab, apabila dunia ini tempat untuk memberikan balasan baik, maka para rasul itu tentu tidak terserang oleh halhal yang menyusahkan, seperti sakit dan musibah. Jadi jelaslah sakit atau musibah yang di derita oleh para rasul itu untuk menambah ketinggian derajat mereka.

 

  1. Dalil Naqli Bahwa Para Rasul Itu Memiliki Sifat Jaiz

Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Jaiz adalah firman Allah :

 

“Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sesungguhnya memakan makanan dan berjalan di pasarpasar.”

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.”

 

“Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia menyeruh Tuhannya : (Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah di timpah penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antar semua penyayang. “

 

“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad). Barang siapa berbalik kebelakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun.”

 

  1. MAKNA KALIMAT TAUHID
  2. Makna La Ilaha Illallah

 

Yang di maksud kalimat Tauhid di sini adalah dua kalimat Syahadad:

 

“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi, bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

 

Sifat-sifat wajib, mustahil maupun jaiz bagi Allah atau pun para rasul yang diterangkan dengan dalil-dalilnya diatas itu di sebut Lima Puluh Aqidah yang terhimpun dalam kalimat: لااله الاالله محمدرسول الله  Arti لااله الاالله adalah tiada dzat yang tidak butuh kepada dzat yang lain dan di butuhkan semua makhluk kecuali Allah. Jadi makna لااله الاالله ini mencakup dua hal:

 

  1. Allah tidak butuh kepada makhluk. Dzat yang tidak butuh kepada yang lainnya itu mesti Wujud (ada), Qidam (dahulu), Baqo’ (kekal), Qiyamuhu Binafsih (berdiri sendiri), Mukholafah Lil Khawadits (tidak menyamai makhluk), bersih dari sifat-sifat tidak sempurna, sehingga Dia mesti memiliki sifat As’Sam’u (maha mendengar), Al-Bashor (melihat), AlKalam (berbicara), Kaunuhu Sami’an (keberadaannya maha mendengar), Kaunuhu Bashiron (keberadaannya maha melihat), dan Kaunuhu Mutakalliman (keberadaannya maha berbicara). Jumlah sifat Dzat Yang tidak butuh pada selainnya ini sebelas, apabila tidak ada salah satu saja, berarti Allah tidak lagi tidak butuh pada selain-Nya, bahkan Dia butuh pada salah satu sifat yang tidak ada tersebut agar Dia menjadi sempurna, ringkasnya adalah Allah tidak butuh kepada apapun selain-Nya.
  2. Allah dibutuhkan semua makhluk, dan dzat yang di butuhkan oleh makhluk itu mesti memiliki sifat Wahdaniyyah (maha esa), Qudrat (maha kuasa), Irodat (maha berkehendak), Ilmu (maha mengetahui), Hayyat (maha hidup), Kaunuhu Qodiran (keberadaannya maha kuasa), Kaunuhu Muridan (keberadaannya maha berkehendak), Kaunuhu ‘Alimah (keberadaannya maha mengetahui), dan Kaunuhu Hayyan (keberadaannya maha hidup), sembilan sifat ini di gabungkan dengan sebelas sifat sebelumnya hingga menjadi dua puluh.

 

Apabila Allah Dzat yang tidak butuh kepada makhluk, tetapi dibutuhkan oleh makhluk, itu pasti memiliki sifat wajib tersebut, maka dia mustahil memiliki sifat-sifat yang berlawanan dengan dua puluh sifat diatas. Kalau sifat wajib Allah ada dua puluh, maka sifat mustahil bagi Allah juga ada dua puluh yaitu:

  • العدم Tidak Ada
  • الحدوث Baru
  • الفناء  Sirna
  • المماثلةللحوادث Dengan Makhluk
  • قيامه بغيره  Berdiri Dengan Lainnya
  • التعدد Lebih Dari
  • العجز Lemah
  • الكرهة Terpaksa
  • الجهل Bodoh
  • الموت mati
  • الاصم Tuna
  • العمى Tuna
  • البكم Tuna
  • كونه عاجزا Keberadaan-Nya Lemah
  • كونه مكره Keberadaan-Nya Terpaksa
  • كونه جهلا Keberadaan-Nya
  • كونه ميتا Keberadaan-Nya Mati
  • كونه اصم Keberadaan-Nya Tuli/ Tuna Rungu
  • كونه اعمى Keberadaan-Nya Buta
  • كونه ابكم Keberadaan-Nya Bisu

 

Dari makna لااله الاالله yang pertama, yaitu ketidak butuhan Allah kepada makhluk dapat di mengerti bahwa Allah swt bersih dari berbagai kepentingan. Sebab apabila Allah swt memiliki kepentingan, berarti dia butuh pada sesuatu yang dapat mewujudkan kepetingan.

 

Dari makna لااله الاالله yang pertama, yaitu ketidak butuhan Allah kepada makhluk dapat di mengerti bahwa tidak ada keharusan bagi Allah membuat sesuatu yang mungkin dan tidak ada keharusan pula bagi-Nya tidak membuat sesuatu yang mungkin. Sebab apabila ada keharusan bagi Allah membuat atau tidak membuat sesuatu, berarti Dia butuh pula sesuatu itu agar menjadi lebih sempurna.

 

Dari makna لااله الاالله yang ke-dua, yaitu semua makhluk membutuhkan Allah, dapat dimengerti bahwa alam raya dan seluruh isinya butuh kepada Allah. Sebab apabila alam dan seluruh isinya ini qodim (dahulu), tentu alam dan seluruh isinya ini tidak butuh kepada Allah swt.

 

Dari makna لااله الاالله yang ke-dua, yaitu samua makhluk butuh kepada Allah, dapat di mengerti, bahwa semua makhluk ini tidak dapat berpengaruh apa-apa. Sebab apabila makhluk ini dapat memberikan pengaruh, tentu pengaruh itu tidak butuh kepada Allah swt.

 

Uraian diatas adalah inti makna yang terkandung dalam kalimat لااله الاالله.

 

  1. Makna Muhammad Rasulullah

Makna محمدرسول الله adalah mengimani atau menetapkan kerasulan Nabi Muhammad saw. Beliau adalah rasul Allah swt. Penyandaran kata rasul yang berarti utusan kepada lafadz Allah itu memberi pengertian bahwa Nabi Muhammad saw., adalah orang yang benar (bersifat As-Sidqu) terpercaya (bersifat AlAmanah), selalu menyampaikan yang di perintahkan Allah kepada makhluk (bersifat At-Tabligh), dan cerdas, cerdik dalam membela kebenaran yang beliau sampaikan kepada lawan (bersifat Al-Fathonah). Apabila ada satu saja dari sifat-sifat tersebut tidak ada pada diri Muhammad, maka beliau bukanlah utusan Allah swt. Karena itu Nabi Muhammad saw mesti memiliki sifat tersebut, begitu pula para rasul yang lain. Mereka para rasul Allah itu memiliki sifat-sifat wajib, seperti yang ada pada Nabi Muhammad saw. Mereka juga tidak mungkin memiliki sifat-sifat mustahil, seperti yang tidak mungkin dimiliki oleh Nabi Muhammad saw dan mereka juga memiliki sifat jaiz seperti yang ada pada diri Nabi Muhammad saw.

 

Apabila para rasul Allah itu pasti memiliki sifat-sifat wajib tersebut, maka mereka tidak mungkin memiliki sifat-sifat mustahil yaitu: Bohong (Al-Kadzbu), Khiyanat (Al-Khianat), Menyembunyikan (Al-Kitman), Dungu (Al-Baladah).

 

Apabila kita telah mengetahui dan memahami semua uraian dan penjelasan diatas, maka kita mengerti bahwa kalimat (   ) adalah kalimat yang paling mulia. Nabi Muhammad saw, bersabda:

 

“Kalimat yang bali ing naa yang Aku ucapkan dan di ucapkan oleh nabi-nabi sebelumku adalah    (tiada tuhan selain Allah).”

 

Oleh sebab itu, istiqomakanlah membaca kalimat ini dengan menghayati kandungan maknanya, hingga mendarah daging dalam tubuh kita.

 

  1. PARA RASUL ALLAH YANG WAJIB DI IMANI
  2. Kewajiban Mengenal Para Rasul Allah

 

Perlu diketahui, bahwa setiap orang mukallaf (dewasa), wajib mengetahui para rasul Allah sebanyak dua puluh lima yang tersebut dalam al-gur’an. Kewajiban para mukallaf mengetahw para rasul itu dalam arti apabila ditanya tentang seorang dari para rasul tersebut maka dia menjawab, bahwa beliau adalah utusan Allah. Apabila ada orang mukallaf yang menafikan kerasulan salah seorang dari dua puluh lima rasul tersebut, maka dia adalah kafir, menurut konsensus para ulama’. Adapun apabila ada orang berkata : saya tidak mengerti dia (salah satu seorang dari dua puluh lima nabi), menjadi rasul Allah, maka menurut mayoritas ulama’, orang ini kafir: Sedangkan menurut sebagian kecil ulama’ tidak kafir.

 

  1. Para Rasul Allah Yang Wajib Diketahui Secara Terperinci

 

Sebagian ulama’ ada yang menjelaskan nama-nama rasul Allah sebanyak dua puluh lima yang wajib kita imani atau diketahui oleh setiap mukallaf secara terperinci dalam nadlom yang artinya:

 

” Wajib bagi setiap mukallaf mengetahui nabi-nabi secara terperinci yang mereka itu sudah di maklumi.

 

“ Dalam ayat tilka hujjatuna sebanyak delapan sesudah sepuluh, dan tinggal tujuh, yaitu :

 

“ Idris, Hud, Syuaib, Dzul Kifli, Adam, dan dengan Muhammad mereka di akhiri.

 

Mereka yang berjumlah dua puluh lima yang wajib di imani oleh setiap mukallaf secara terperinci.

 

Keterangan :

Nama-nama rasul Allah swt yang disebutkan dalam ayat tilka hujjatuna ( تلك حجتنا ) itu maksdunya ayat 83 sampai dengan 86 surat al-an’am, sebanyak delapan belas, lengkapnya ayat tersebut ialah :

 

“Dan itulah hujjah Kami, yang Kami berikan pada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian keturunannya, yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh. Dan Ismail, Yunus, dan Luth, masing-masing Kami lebihkan derajatnya diatas umat alam (di jamannya).”

 

Sedangkan tujuh nabi yang lain di sebutkan dalam beberapa surah. Agar lebih jelas, baiklah kita sebutkan ayat-ayat yang memuat nama-nama nabi tersebut:

 

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim, dan keluarga Imran melebihi segalanya (di masa mereka masing-masing).

 

“Dan Kami telah mengutus kaum ‘Ad, saudara mereka Hud…”

 

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Tsamud, saudara mereka saleh.”

 

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum Madyan, saudara mereka, Syu’aib.”

 

“Dan (ingatlah kisah) Ismal, Idris, dan Dzul Kifli. Mereka Semua termasuk orang-orang yang sabar.”

 

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang lakilaki diantara kamu, tetapi adalah Rasulullah dan penutup nabinabi.”

 

Disebutkan dalam kitab Injil Barnanas, di kala Isa memberikan pelajaran kepada murid-muridnya atau kaumnya, diantaranya dalam pasal 97 ayat 18 dan 19, sehingga pada waktu itu orang-orang banyak meneriakkan :

 

Ya, Allah! Utuslah Rasul-Mu itu kepada kami, ya, Muhammad, marilah selekasnya untuk keselamatan dunia.

 

  1. Jumlah Nabi Dan Rasul Selain Yang Disebutkan Al-Qur’an

 

Nabi dan rasul Allah selain yang dua puluh lima itu wajib di imani secara ijmal (global), dalam arti setiap mukallaf wajib berkeyakinan, bahwa Allah itu memiliki nabi-nabi dan rasul-rasul yang jumlah mereka hanya di ketahui oleh Allah swt. Kita tidak mengetahui jumlah mereka secara pasti. Sebagian ulama’ berpendapat bahwa mereka dapat di ketahui jumlahnya, diantaranya ada yang mengatakan mereka berjumlah 124.000 nabi, ada yang mengatakan mereka berjumlah 224.000 nabi, dan diantara jumlah tersebut yang menjadi rasul sebanyak 313 orang, ada yang mengatakan 314 orang, dan ada pula yang mengatkan 315 orang. Tetapi yang lebih baik adalah tidak menetapkan jumlah rasul diantara 124.000 atau 215.000 nabi tersebut, agar tidak terjadi tindakan tidak memasukkan nabi yang mestinya menjadi rasul dan memasukkan nabi yang tidak termasuk rasul. Allah berfirman:

 

“Dan (kami telah) mengutus utusan-utusan yang sungguh telah kami kisahkan kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak kami ceritakan kepadamu.” (An-Nisa’ : 164)

Dalam sebuah syair yang diakhiri dengan ba’ di sebutkan :

 

“Kita semua tidak mengetahui jumlah nabi-nabi Allah dengan pasti, karena kita takut terjerumus pada sesuatu yang jauh dari kebenaran.”

 

“Memang ada teks hadits yang menerangkan jumlah nabi dan rasul Allah, tetapi riwayat hadits itu lemah.

 

  • DERAJAT DAN TINGKATAN PARA RASUL
  1. Nabi Muhammad saw., Makhluk Paling Sempurna

 

Perlu diketahui, bahwa setiap orang mukallaf (dewasa) wajib mengimani, bahwa Nabi Muhammad saw., adalah makhluk paling sempurna dan paling mulia secara mutlak, Beliau paling mulia diantara para rasul Allah dan lebih mulia diantara para malaikat. Rasul-rasul Allah yang mulia sesudah Nabi Muhammad saw., adalah rasul-rasul Allah yang termasuk Ulul “Azmi.

 

  1. Rasul-rasul Allah Yang Termasuk Golongan Ulul ‘Azmi

 

Rasul-rasul Allah yang termasuk golongan ulul azmi ialah nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Nuh. Derajat keutamaan mereka sesuai urutan yang telah di uraikan dalam nadlom sebagai berikut :

 

Urutan mereka para ulul ‘azmi sebagi berikut :

  • Nabi Muhammad saw.
  • Nabi Ibrahim a.s.
  • Nabi Musa a.s.
  • Nabi Isa a.s.
  • Nabi Nuh a.s.

 

Makhluk-makhluk Allah yang mulia sesudah Ulul “Azmi adalah para rasul selain mereka, lalu para nabi, kemudian para malaikat. Selain itu orang mukallaf juga wajib mengimani, bahwa para rasul itu di kuatkan oleh Allah dengan mukjizat.

Keterangan:

 

Kejadian atau perkara yang terjadi secara luar biasa, diluar jangkauan akal manusia pada umumnya itu dapat dikelompokkan pada tiga kelompok, yaitu:

 

  • Mukjizat, ialah suatu perkara luar biasa yang hanya dimiliki para Nabi, untuk melemahkan orang-orang yang mengingkarinya dan untuk membuktikan kebenarannya.
  • Karomah, ialah perkara luar biasa yang tampak di tangan para wali sebagai tanda dia dimuliakan Allah dan sebagai isyarat dia sebagai hamba terdekat dan dicintai Allah.
  • Sihir, ialah sesuatu yang secara sepintas tampak luar biasa kejadiaannya. Sihir itu bersumber pada kekuatan syetan, dan berada di tangan seorang jahat yang tidak beriman kepada Allah, untuk digunakan merusak dan menyesatkan orang.

 

 

 

Setiap orang mukallaf itu wajib beriman kepada para malaikat Allah swt. Malaikat yang harus diimani oleh setiap orang mukallaf itu terbagi menjadi dua, yaitu :

  • Malaikat yang wajib diimani secara terperinci.
  • Malaikat yang wajib diimani secara global

 

  1. Malaikat Yang Wajib Di Imani Secara Terperinci

 

Malaikat yang wajib di imani secara terperinci itu ada empat yaitu : Jibril, Mikail, Isroftl, dan Izroil. Empat malaikat ini waib di imani secara mendetail, artinya setiap mukallaf harus mengetahui betul masing-masng empat tersebut, bahwa mereka adalah malaikat Allah. Apabila ada orang yang tidak mempercayai satu dari mereka sebagai malaikat, maka orang tersebut dihukumi kafir. Apabila ada orang mengatakan aku tidak tahu, bahwa dia (salah satu dari empat malaikat tersebut) malaikat atau tidak, maka menurut mayoritas Ulama’ orang tersebut kafir, tetapi ada yang mengatakan tidak kafir.

 

  1. Malaikat Yang Wajib Di Imani Secara Global

 

Malaikat yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf secara global adalah, malaikat-malaikat selain malaikat tersebut artinya semua orang mukallaf wajib beriman, bahwa Allah mempunyai makhluk yang namanya malaikat, yang jumlahnya tidak dapat diketahui oleh siapa pun kecuali Allah dan mereka itu selalu taat kepadanya dan tidak pernah durhaka kepadanya, menjalankan semua yang diperintahkan Allah kepadanya.

 

Keterangan:

Empat malaikat yang telah disebut diatas adalah pemimpinpemimpin malaikat.

 

Setiap orang mukallaf wajib meyakini dan mengetahui sepuluh malaikat secara rinci, dengan mengetahui namanamanya. Mereka itu adalah:

 

  1. Dia ialah malaikat yang menjabat pimpinan para malaikat. Dia mempunyai tugas menyampaikan wahyu kepada para nabi. Dia juga di sebut sebagai :
  2. Ar-Ruh Al-Amin. Allah berfirman:

 

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar di turunkan oleh Tuhan semesta alam, dibawah turun oleh Ar-Ruh Al-Amin ke dalam hatimu (Muhammad), agar kamu mejadi salah seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.”

 

  1. Ruhul Qudus. Allah berfirman:

 

“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus menurunkan Al-Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar.”

 

  1. An-Numus. Seperti diungkapkan oleh Waragah bin Naufal kepada Rasulullah s.a.w , pada hadits beliau yang menerangkan permulaan turunnya wahyu:

 

“Telah benar-benar datang kepadamu An-Numus (jibril) yang telah pernah diutus oleh Allah kepada Musa.”

 

  1. Mikail, ialah malaikat yang bertugas mengatur kesejahteraan makhluk, seperti mengatur hujan, angin, membagi rezeki.
  2. ‘Izrail, ialah malaikat yang bertugas mencabut nyawa semua jenis makhluk, baik manusia, jin, setan, iblis, dan malaikat
  3. Israfil, ialah malaikat yang bertugas meniup sangkakala maut pada hari Kiamat dan hari Kebangkitan dari kubur.
  4. Munkar, ialah malaikat yang bertugas menanyai manusia dalam kubur.
  5. Nakir, ialah malaikat yang bertugas menanyai manusia dalam kubur.
  6. Raqib, ialah malaikat yang bertugas mencatat amal baik manusia.
  7. ‘Atid, ialah malaikat yang bertugas mencatat amal buruk manusia.

Allah berfirman:

 

“Tidak suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas, yang selalu hadir (Raqib dan ‘Atid).”

  1. Malik, ialah malaikat yang bertugas menjaga neraka.
  2. Ridwan, ialah malaikat yang bertugas menjaga surga.

 

 

 

Diatas telah diuraikan bahwa makna    adalah menetapkan/mengakui kerasulan nabi Muhammad saw. Setiap orang mukallaf wajib mengakui kerasulan nabi Muhammad saw., sebagai konsekwensinya orang tersebut wajib mengimani hal-hal yang di ajarkan beliau, antara lain:

 

  1. Iman Kepada Kitab-kitab Samawi

 

Termasuk iman kepada nabi Muhammad saw., adalah mengimani kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah dari langit (Kutub Samawiyyah)

 

Keterangan:

Setiap orang mukallaf wajib menyakini, bahwa Allas swt telah menurunkan kitab suci kepada nabi dan rasul-Nya. Di antara kitab-kitab ini ada yang tersusun, yang kita ketahui sampai sekarang dan diantaranya ada yang tidak kita ketahui.

 

Allah berfirman: “Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.”

 

  1. Taurat

Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa a.s. Taurat asli, yang berisikan Aqidah dan Syariat, sudah tidak ada. Sedangkan yang beredar di kalangan Yahudi saat ini, bukanlah Taurat orisinil, lantaran mereka sendiri telah melakukan perubahan-perubahan isi atau ajarannya.

 

Para Ulama’ pun bersepakat, bahwa Taurat yang murni (asli) sudah tidak ada lagi. Sebab, Taurat yang beredar sekarang, lebih tepat-memang demikian nyatanya-dikatakan sebagai karangan atau tulisan orang-orang Yahudi pada waktu dan masa yang berbeda. Isi dari Taurat yang sekarang berbeda jauh sekali dari inti ajaran Taurat yang murni, bahkan banyak merendahkan perbuatan sejumlah nabi. Perhatikan firman Allah tentang Kitab Taurat :

 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka saksi terhadapnya….” (Q.S. Al-Maaidah : 44)

 

Adapun tentang pengubahan Taurat yang asli oleh orang-orang Yahudi, Allah swt berfirman :

 

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya……” (Q.S. An-Nisa’ : 46)

 

Firman-Nya pula:

 

“Apakah kamu (Muhammad) masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui.” (Q.S.Al-Baqarah : 75)

 

Begitulah, dulu ketika Nabi Musa a.s masih hidup, mereka (bangsa Yahudi) beriman kepada Allah. bahkan, mereka telah mengetahui dan percaya, bahwa Allah akan mengutus nabi terakhir, yakni Muhammad saw., Mereka mengetahui tandatandanya dari Kitab Taurat. Namun, sepeninggal Nabi Musa a.s mereka banyak mengubah isi Taurat, sehingga mereka pun banyak yang kembali kafir.

 

  1. Zabur

Kitab Zabur, diturunkan Allah kepada Nabi Dawud a.s. Berbeda dengan Taurat, isi Kitab Zabur bukanlah tentang syariat atau hukum agama. Sebab, pada waktu itu Nabi Dawud a.s hanya diperintahkan mengikuti syariat Nabi Musa a.s. Sehingga isi Kitab Zabur ini hanya berisi tentang nasihat dan peringatan.

Perhatikan firman Allah swt berikut ini:

 

“ dan kami berikan Zabur kepada Dawud.” (Q.S. Al-Isra’ : 55)

 

  1. Injil

Kitab Injil, oleh Allah swt diturunkan kepada Nabi Isa a.s. Kitab injil yang asli memuat keterangan-keterangan yang benar dan nyata, yaitu perintah-perintah Allah swt, agar manusia mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Juga menjelaskan, bahwa di akhir zaman bakal lahir nabi terakhir. Muhammad saw.

 

Adapun Kitab Injil yang beredar sekarang, hanyalah hasil pikiran alias karangan manusia, bukan wahyu Allah. Misalnya kita kenal Injil Mateus, Injil Lukas, dan Injil Johanes. Bahkan antara Injil tersebut banyak terdapat perbedaan, maksudnya antara Injil yang satu dengan Injil yang lain bertentangan. Menurut para ahli, isi dari kitab-kitab Injil adalah biografi Nabi Isa a.s dan keyakinan yang ada di dalam ajarannya merupakan pikiran Paulus, bukan pendapat dan buah pikiran orang-orang Harawi (pengikutpengikut Nabi Isa a.s). Ada juga yang di namakan Injil Barnanas, yang oleh para ulama’ dianggap sesuai dengan ajaran tauhid. Tetapi, justru Injil jenis ini tidak dipergunakan oleh orang-orang Kristen (Nasrani).

 

Dengan demikian, yang wajib dipercayai oleh umat islam hanyalah Injil yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Isa a.s.

 

Perhatikan firman-firman Allah yang berhubungan dengan Kitab Injil :

 

“…..dan Kami telah memberikan kepadanya k Kitab Ini Tang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)…” (Q.S. Al-Maidah : 46)

 

“Dan diantara orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya kami ini orang-orang Nasrani’, ada yang telah Kami ambil perjanjian mereka, tetap mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya, maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari Kiamat. Dan kelak Allah akan memberikan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah : 14)

 

“Hai, Ahli Kitb, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkanya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan.” : (Q.S. Al-Maidah : 15)

 

Adapun tentang shahifah (lembaran-lembaran suci), Allah swt berfirman :

 

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingin nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akherat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (Q.S. Al-A’aa : 14-19)

 

  1. Al-Qur’an

Semulia-mulia Kitab Suci yang pernah diturunkan Allah kepada Nabi-Nya adalah Al-Qur’an. Nabi yang mendapat kehormatan untuk menerimanya juga semulia-mulia makhluk dan sebaik-baik makhluk ialah Muhammad saw., Nabi terakhir.

 

Al-Qur’an merupakan mukjizat yang agung, ilmiah dan rasional. Ajarannya jelas serta cahaya yang terang, bagi orangorang yan beriman, tentu Al-Qur’an bukanlah kumpulan kata mutiara atau kumpulan puisi dari seorang penyair yang piawai. Diibaratkan berkumpulnya seluruh pakar bahasa dengan jin sekalipun, belum mampu membuat satu ayat yang bisa menandingi susunan yan terkandung didalam Kitab Suci AlQur’an. Tidak seorang pun dapat mengubahnya, karena AlQur’an mendapat pemeliharaan dari Sang Pencipta, Allah Yang Maha Sempurna, Yang Maha Esa dalam Dzat, sifat dan perbuatanNya.

 

Begitulah Allah swt. memberikan wahyu kepada hamba dan Rasul-Nya yang suci, bernama Muhammad saw., dengan wujud paling sempurna, penuh perhatian dan pemeliharaan.

 

Perhatikan firman Allah berikut ini:

 

“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad), agar kamu menjadi seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa arab yang jelas. Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benarbenar (tersebut) dalam kitab-kitab yang dahulu.” (Q.S Asy-Syu’araa : 192-196).

 

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya, Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijir : 9)

 

  1. Shuhuf

Setiap orang mukallaf wajib meyakini, bahwa Allah swt. di samping menurunkan kita-kitab suci di atas, juga menurunkan Shuhuf atau lembaran-lembaran kepada nabi-nabi yan dikehendaki-Nya. Disebutkan, bahwa jumlah shahifah itu ada seratus, dan shahifah-shahifah ini diberikan kepada tiga orang nabi, rinciannya adalah sebagai berikut:

  • Enam puluh shahifah diberikan kepada Nabi Syits a.s.
  • Tiga puluh shahifah diberikan kepada Nabi Ibrahim a.s.
  • Sepuluh shahifah diberikan kepada Nabi Musa a.s. Jadi, Nabi Musa sebelum diberi kitab Taurat, telah diberi oleh Allah shahifah-shahifah.

 

Allah SWT. Berfirman:

 

“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lebaran-lembaran Musa dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (Yaitu) bahwasannya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”

 

“Sesungguhnya beruntung orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu mengerjakan shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir), memilih kehidupan dunia. Sedang kehidupan akherat adalah lebih biak dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam lembaran-lembaran terdahulu, (yaitu) lembaran-lembaran Nabi Ibrahim dan Musa.”

 

  1. Iman Kepada Semua Nabi Dan Rasul Allah

 

Termasuk hal yang di anjurkan Nabi Muhammad saw. adalah mengimani para nabi dan rasul Allah, kita semua wajib unan kepada mereka semua tanpa kecuali. Barang siapa yang beriman kepada sebagian mereka para rasul dan menkafiri sebagian yang lain, maka dia adalah kafir.

Keterangan :

 

  • Adam, Beliau ialah bapak manusia yang pertama kali. Beliau diciptakan oleh Allah pada hari Jum’at, diturunkan di bumi pada hari Jum’at dan wafat pada hari Jum’at.
  • Idris, Beliau adalah keturunan ke-7 dari Nabi Adam a.s. Nama Nabi Idris yang sebenarnya adalah Akhnuh. Dijuluki Idris, kerena beliau banyak mempelajari shahifahshahifah yang diturunkan kepada Nabi Adam. Nabi Syits dan kepadanya sendiri.
  • Nuh, Beliau adalah keturunan ke-10 dari Nabi Adam atau keturunan ketiga dari Nabi Idris. Beliau putra Lami’ bin Mutawasysyik bin Akhnuh (Idris). Beliau diutus Allah sesudah beliau berusia 350 tahun. Beliau berdakwah selama 950 tahun. Usia beliau hingga wafat adalah 1700 tahun.
  • Hud, Beliau adalah putra Adullah bin Roban bin Hulud bin Aus bin Irmi bin Syalih bin Alfasyadah bin Sam bin Nuh bin Adam. Beliau diutus oleh Allah kepada kai:m ‘Ad yang terkenal ahli dalam bidang bangunan. Mereka dibinasakan oleh Allah dengan angin yang sangat kencang dan dingin selama tujuh-hari tujuh malam, karena mereka menentang tidak mau mengikuti seruan Nabi Hud. Sedangkan Nabi Hud bersama orang-orang yang beriman kepada-Nya selamat, karena diperintah oleh Allah mengungsi sebelum siksa diturunkan. Usia Nabi Hud adalah 472 tahun. Beliau meninggal di Hadramaut, Yaman dan dimakamkan di situ.
  • Shaleh, Beliau adalah keturunan dari anak cucu Sam bin Nuh. Beliau diutus oleh Allah kepada kaum Tsamud, yaitu kaum yang menjadikan gunung-gunung batu menjadi rumah-rumah tempat tinggal mereka. Gunung-gunung itu mereka pahat, sehingga manjadi kamar dan membentuk rumah. Kisah panjang Nabi Shaleh ini dapat dilihat dalam Akur an Surah Al-A’raf ayat 71-79 dan surah Hud ayat 62-67
  • Ibrahim, Beliau adalah putra Azar bin Sam bin Nuh. Beliau bergelar Khalilullah (kekasih Allah) dan menjadi bapak nabi-nabi sesudahnya. Beliau dalam menjalankan dakwahnya, banyak mendapat tantang dari Namrud, sehingga beliau pernah dibakar olehnya. Tetapi Allah swt. menyelamatkannya.

Allah berfirman:

 

“Hai, api, jadilah dingin dan selamatkan Ibrahim. Mereka hendak berbuat makar kepada Ibrahim, maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.”

  • Beliau adalah anak saudara Nabi Ibrahim. Beliau diutus oleh Allah kepada penduduk negeri Sadom. Kaum Nabi Luth sebanyak 4.000.000 orang. Mereka terkenal berperilaku homo dan lesbi. Kemudian mereka diazad Allah dengan dihujani batu-batu, sehingga mereka binasa. Kisah Nabi Luth dan kaumnya disebutkan dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 77-83.
  • Ismail, Beliau adalah putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Beliau diutus oleh Allah kepada penduduk negeri Yaman dan bangsa Amalik, agar mengajak mereka mengesakan Allah, melakukan shalat dan mengeluarkan zakat. Beliau mempunyai 12 anak, dan mereka itu menjadi kepalakepala kaum. Beliau wafat di Makkah dan dimakamkan di Hijir, dekat Ka’bah, yang kemudian disebut dengan Hijir Ismail.
  • Ishaq, Beliau adalah putra Nabi Ibrahim dengan Dewi Sarah. Ishaq itu bahasa, yang artinya tertawa, Nama Ishaq ini telah ada sejak beliau masih berada dalam kandungan, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an:

 

“Maka tertawalah sarah, ketika Kami kabarkan dia akan mengandung Ishaq dan Ishaq anak beranak pula Ya’qub.”

Nabi Ishaq ini mempunyai dua anak kembar, yang satu bernama Ya’qub dan yang satu lagi bernama “Isy, yang keduanya menurunkan beberapa orang nabi.

  • Ya’qub, Beliau ialah putra Nabi Ishaq bin Ibrahim. Ibu beliau bernama Rifka. Beliau diutus oleh Allah kepada bangsa Kan’an untuk menyeru raja dan rakyat bangsa itu, agar mereka menyembah kepada Allah, Tuhan Yang Esa. Tetapi mereka menentangnya. Akhirnya, beliau pindah ke Mesir, yang waktu itu berada dalam kekuasaan putranya, Yusuf

Nabi Ya’qub mempunyai anak sebanyak dua belas dengan empat istri. Adapun rinciannya sebagai berikut:

  1. Dari istri yang bernama Laya, ialah Yahuda, Syam un, Lawy.
  2. Dari istri yang bernama Rahil, ialah Yusuf dan Benyam.
  3. Dari istri yang bernama Zilfah dan Bilhah, ialah Yas, Zablun, Nafatali, dan Kal Asyar.

Nabi Ya’qub wafat dalam usia 600 tahun.

  • Yusuf, Beliau adalah putra Nabi Ya qub. Beliau seorang nabi dan rasul Allah yang di beri kekuasaan penuh di negeri Mekkah. Cerita beliau secara lengkap disebutkan oleh Allah swt. dalam Al-Qur’an surah Yusuf, mulai ayat 4 dan seterusnya. Beliau wafat dalam usia 120 tahun.
  • Ayub, Beliau putra “Is bin Ishaq, saudara Ya’qub bin Ishaq. Beliau seorang Nabi dan Rasul Allah yang sangat terkenal kesabarannya dalam menghadapi cobaan. Cobaan yang amat berat adalah musibah penyakit yang dideritanya selama 7 tahun, 7 bulan, 7 hari, dan 7 malam. Kemudian memohon kepada Allah, sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an:

 

 “Dan ingatlah kisah Ayub, ketika dia menyeruh kepada Tuhannya: (Ya, Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.”

 

“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan jumlah mereka sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.”

  • Dzul Kifli, Beliau adalah putra Nabi Ayub. Nama aslinya adalah Basyar. Beliau seorang nabi dan rasul Allah, dan menjadi raja di negeri bani Israil. Seorang raja yang terkenal ahli ibadah dan alim serta sabar.

Allah berfirman:

 

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzul Kifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. Kami telah memasukkan mereka kedalam rahmat Kami. Sesungguhnya mereka termasuk orang yang shaleh.”

 

  • Sy’aib, Beliau keturunan Nabi Luth, putra salah seorang dari putri Nabi Luth yang keturunan Madyan. Beliau diutus oleh Allah kepada penduduk Madyan yang terkenal sebagai penipu dan pencuri timbangan, jika menjual timbangan dikurangi dan jika membeli timbangan dilebihkan. Mereka menentangnya, sehingga mereka disambar petir dan digoncang gempa bumi sampai mereka musnah.

Kemudian Nabi Syu’aib diutus oleh Allah kepada penduduk Ahgaf atau Ashhabul Aikah. Mereka tidak mau menerima seruan Nabi Syuaib, maka akhirnya mereka dibinasakan oleh Allah dengan dihujani api. Beliau wafat dan dimakamkan di Masjidil Haram, dihadapan Hajar Aswad.

  • Harun, Beliau adalah keturunan ke-empat Nabi Ya’qub, yaitu putra-putra Imaron bin Qohit, bin Lawy bin Ya’qub. Beliau bersama Nabi Musa menghadapi Raja Fir’aun.
  • Musa, Beliau adalah keturunan ke-empat dari Nabi Ya qub seperti halnya Nabi Harun. Mereka semuanya disebut bani Israil. Nabi Musa diutus oleh Allah menghadapi raja Mesir yang bergelar “Fir’aun” dengan kesombongannya menolak seruan Nabi Musa. Akhirnya keduanya terlibat perang dan Nabi Musa dari bani Israil itu berhasil melenyapkannya.

Nabi Musa wafat dalam usia 120 tahun, setelah beliau melaksanakan tugas dakwah sebagai rasul Allah kaum bani Israil yang terkenal banyak pertanyaan dan banyak permintaan sehingga paling banyak menentang kepada rasul yang diutus kepadanya.

  • Ilyasa, Beliau adalah putra Akhtub bin Al-‘Ajuz. Beliau diutus oleh Allah untuk meneruskan ajaran Nabi Ilyas, mengajarkan kitab Taurat dan Zabur kepada kaum bani Israil.
  • Dawud, Beliau adalah putra Zakariya bin Basywa, anak cucu Yahuda bin Ya’qub, keturunan ke-sebelas Nabi Ibrahim. Nabi Dawud adalah seorang nabi dan rasul yang juga seorang raja yang terkenal cerdik dan pandai menghukumi atau memutuskan suatu perkara dengan adil. Beliau diberi kitab Zabur oleh Allah yang berisikan pelajaran, peringatan dalam bentuk nyanyian dengan suara yang merdu, untuk diajarkan kepada bani Israil.
  • Sulaiman, Beliau adalah putra Nabi Dawud. Beliau seorang nabi dan rasul yang mempunyai kekuasaan luas dan ilmu pengetahuan yang tidak dimiliki oleh rasul-rasul sebelumnya. Beliau tidak saja memerintah manusia, tetapi juga jin, binatang dan angin. Beliau mengerti dan paham bahasa semua binatang yang ada di dunia. Beliau menjadi rasul dan raja bani Israil setelah ayahnya meninggal dunia.

Nabi Sulaiaman wafat ketika sedang menjalankan shalat. Meninggal dalam keadaan sujud dan tidak ada seorang pun mengetahuinya. Baru diketahui bahwa beliau meninggal, setelah tongkatnya jatuh habis dimakan rayap.

  • Ilyas, Beliau adalah putra Yasin, anak cucu Nabi Harun bin Imron, saudara Musa. Beliau diutus oleh Allah kepada bani Israil, suatu kaum yang menyembah berhala, yang tinggal di suatu negeri bernama Ba’lakka, agar menyembah kepada Allah. Tetapi mereka menolak ajakan Nabi Ilyas, bahkan mereka akan membunuhnya. Akhirnya, mereka mendapatkan azab dari Allah berupa paceklik selama tiga tahun. Kemudian mereka meminta kepada Nabi Ilyas supaya diturunkan hujan, jika ada, mereka akan beriman dan memenuhi seruannya. Kemudian Nabi Ilyas memohon kepada Allah, agar menurunkan hujan dan permohonannya itu dikabulkan oleh Allah. Maka tanamtanaman menjadi subur dan binatang-binatang tidak ada yang mati lagi. Kemudian Nabi Ilyas wafat, dan tugasnya membimbing bani Israil diteruskan oleh putra angkatnya, yang bernama Ilyasa’ yang juga seorang utusan Allah.
  • Yunus, Beliau adalah putra Matius. Beliau termasuk orang yang Shaleh dan ahli ibadah sebelum diutus oleh Allah menjadi rasul untuk kaumnya di Nenewei, sebuah desa di negeri Mousel. Beliau seperti nabi-nabi dan rasul-rasul Allah, bertugas mengajak kaumnya supaya beriman kepada Allah dan tidak menyembah kecuali kepada Allah. Tetapi seruannya hanya diikuti oleh dua orang, yaitu Rubil dan Tannuh. Kemudian Nabi Yunus mengancam mereka yang tidak mengikuti seruannya dan memberi tempo sebulan, lalu ditambah sepuluh hari lagi. Jika dalam tempo empat puluh hari mereka tidak beriman, maka azab Allah akan turun. Setelah genap sepuluh hari, tiba-tiba awan gelap menyelimuti mereka. bertambah siang awan tersebut berubah berwarna merah seperti api. Melihat peristiwa ini, mereka ketakutan dan akhirnya berbondong mencari Nabi Yunus. Tetap gagal menjumpainya. Kemudian mereka bertobat kepada Allah dan Allah tidak jadi menurunkan awan berapi tersebut.

Nabi Yunus setelah memberi ancaman kepada kaumnya yang tidak beriman tersebut, telah meninggalkan daerahnya dan menumpang kapal. Tetapi kemudian oleng terhempas badai, akhirnya demi keselamatan kapal itu, Nabi Yunus rela melompat dari kapal itu dan jatuh ke laut. Kemudian beliau ditelan ikan. Dalam perut ikan beliau terus membaca: Laa ilaaha illaa Anta subhanaka innii kunta minazdalimin. Selama tiga hari tiga malam dalam perut ikan. Akhirnya Allah mengeluarkannya dari perut ikan, lalu kembali kepada kaumnya yang telah bertobat

  • Zakariya, beliau adalah putra Azir bin Muslim, dari keturunan Nabi Sulaiman bin Dawud. Beliau adalah seorang yang alim, yang mengajarkan kitab Taurat dan Zabur, yang juga menjadi kunci Baitul Maqdis.

Nabi Zakariya ketika sudah tua, yaitu berusia 90 tahun, masih saja belum dikaruniai anak. Bersama istrinya yang juga sudah tua bernama Isya, memohon kepada Allah, agar dikaruniai anak. Permohonan itu dikabulkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur an, surah Maryam ayat 2 sampai 12 dan surah Ali Imron ayat 37 sampai 41. Kemudian putra beliau itu dinamai Yahya, sebagaimana diceritakan oleh Allah. Nabi Zakariya wafat dalam suatu pembunuhan yang dilakukan bani Israil. Beliau wafat sebagai Syahid. Semoga Allah menumpas orang-orang Israil.

  • Yahya, beliau adalah putra Nabi Zakariya.Menurut sebagian riwayat, beliau lahir tiga tahun sebelum kelahiran Isa. Yahya menggantikan ayahnya, Nabi Zakariya dalam mengajarkan kitab Taurat dan Zabur kepada kaumnya, bani Israil, atas perintah Allah. Dia berfirman:

 

“Hai, Yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguhsungguh. Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa), dan dia adalah seorang yang bertakwa dan seorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah dia orang yang sombong lagi durhaka. Kesejahteraan atas dirinya pada hari dia dilahirkan dan pada hari dia meninggal serta pada hari dia dibangkitkan hidup kembali.”

  • Isa, beliau adalah putra Maryam binti Imran. Beliau diangkat oleh Allah menjadi nabi ketika masih bayi, masih di pangkuan ibunya. Mulanya, yaitu ketika orang-orang Yahudi mendatangi Dewi Maryam dengan menghina dan meledeknya, maka Maryam hanya diam dan menunduk pada bayinya, agar mereka menanyainya sendiri. Mereka berkata: Bagaimana kita bisa bicara dengan anak yang masih di atas pangkuan (masih bayi itu). Tiba-tiba Isa menjawab: Sesungguhnya aku ini hamba Allah yang diberikan kepadaku Al-Kitab (Injil) dan aku dijadikan nabi. Baca surah Maryam, ayat 29 hingga 32.

Nabi Isa adalah seorang nabi dan rasul Allah, beliau manusia biasa yang lahir dari manusia biasa. Dalam Injil Barnanas pasal 93 ayat 10 Isa (Jesus) berkata:

“Aku ini adalah seorang manusia, dilahirkan oleh seorang perempuan yang juga bersifat manusia, fanak dan menjadi Sasaran hukum Allah. Merasakan kepayahan dalam hal makan dan tidur serta ditimpa dingin dan panas seperti manusia lain pada umumnya.”

Senada dengan kalimat diatas, tersebut dalam Injil Barnanas pasal 94 ayat 2, pasal 95 ayat 19 dan 20, pasal 96 ayat 2 dan 9. Hikmah Allah menciptakan Nabi Isa lahir melalui seorang perempuan suci bernama Maryam tanpa ayah adalah:

  1. Menunjukkan kekuasaan Allah swt. Dia mampu menciptakan manusia hanya dari seorang ibu saja, yaitu Isa. Dia telah kuasa menciptakan manusia dari lelaki saja yaitu Hawa’ yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam. Bahkan Allah lebih hebat lagi kekuasaan-Nya dalam hal menciptakan manusia, yaitu ketika Dia menciptakan Adam yang tanpa ayah dan ibu.
  2. Untuk mengingatkan bangsa Yahudi yang selalu mengaitkan segala sesuatu dengan hukum, sebab akibat dengan paham rasionalismenya yang sangat populer di kalangan mereka, sehingga mereka lupa akan kekuasaan Allah. Dengan peristiwa kelahiran Nabi Isa inilah mereka seolah ditantang oleh Allah untuk membuktikan teori sebab akibat yang mereka imani itu. Allah berfirman:

 

“Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberi kabar akan kehadiran anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan seorang pezina.’ Jibril berkata: “Demikianlah Tuhanmu berfirman: Hal itu adalah mudah bagi-Ku, dan agar dapat Kami menjadikannya sebagai suatu tanda (kekuasaan-Ku) bagi manusia.”

Nabi Isa diutus oleh Allah kepada bani Israil untuk mengajarkan agama Tauhid, yaitu agama Islam, bukan Nasrani. Nasrani itu bukan nama agama yang diajarkan Nabi Isa. Tetapi Nasrani atau Nashara adalah sebutan penduduk yang berasal dari desa Naserat, tempat tinggal Nabi Isa.

Beliau adalah nabi yang paling akhir diutus oleh Allah khusus kepada bani Israil. Menurut sebagian riwayat, bahwa nabi yang diutus Allah dari bani Israil dalam kurun antara Nabi Musa dan Nabi Isa selama 1900 tahun itu sebanyak 1000 nabi.

Dalam Injil Barnanas Pasal 72 ayat 9 hingga 15, di antaranya disebutkan:

“Nabi Isa berkata: Adapun yang bersangkutan dengan diriku, maka sesungguhnya kedatanganku ini hanya untuk mempersiapkan jalan bagi Rasulullah (Muhammad), yang akan membawa keselamatan bagi seluruh umat.”

Nabi Ina diangkat oleh Allah ke langit untuk diselamatkan dari bencana pembunuhan yang dilakukan oleh orangorang Yahudi dalam usia 33 tahun.

  • Muhammad saw. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus oleh Allah kepada seluruh umat manusia di jagad ini. Allah berfirman:

 

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya, sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

 

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.”

 

  1. Iman Kepada Mu’jizat Para Rasul

 

Termasuk hal yang diimani kepada Nabi Muhammad saw. adalah percaya kepada mu’jizat para rasul Allah. Setiap mukallaf Wajib iman dan percaya terhadap semua peristiwa yang dialami Oleh para rasul dengan umatnya berupa tekanan-tekanan dan munculnya mur’jizat dari tangan kekuasaan mereka dengan izin Allah, sehingga mereka mampu menegakkan agama Tauhid.

  1. Iman Terhadap Peristiwa Isro’ Mi’roj

 

Diantara hal-hal yang dibawah oleh Nabi Muhammad saw. yang wajib di imani dan dipercayai oleh setiap mukallaf adalah peristiwa Isro’ Mi’roj (perjalanan pada malam hari) yang di lakukan oleh Nabi Muhammad saw,dari kota Mekkah sampai Masjidil Agso, dan Mi’roj (kenaikan nabi ke Sidratul Muntaha) secara fisik dan rohani.

 

Keterangan:

Setiap orang mukallaf wajib mengimani, bahwa Nabi Muhammad saw telah mendapat kehormatan dari Allah swt dengan menjalani Isra’ atau perjalanan malam hari dari Masjidilharam, Mekkah, ke Masjid Al-Aqsha di Baitul Magdis, Palestina. Kemudian dari Masjid Al-Aqsha, naik ke langit hingga sampai ke Sidratul Muntaha. Peristiwa besar dan penting ini terjadi pada malam 27 Rajab, setahun sebelum hijrah Ke Madinah.

Allah swt berfirman:

 

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam, dari Al-Masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar kami perlihatkan kepadanya sebagai tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

Di Sidratul Muntaha Nabi Muhammad saw telah melihat beberapa keajaiban yan belum pernah terlintas dan terjadi pada akal manusia yang hidup sehari-hari di dunia.

Allah swt berfirman:

 

“Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.”

 

Dalam perjalanan Mi raj, yaitu ketika Nabi Muhammad saw berada di Sidratul Muntaha, beliau mendapat perintah tugas menjalankan shalat lima kali dalam sehari-semalam untuk dirinya dan umatnya.

 

Pada pagi hari tanggal 27 Rajab, Rasulullah saw menyampaikan kisah Isra’ dan Mi’raj yang beliau jalani hanya dalam waktu semalam itu kepada umat-Nya. Orang-orang Quraisy setelah mendengar cerita yang diceritakan Nabi, banyak yang sinis, bahkan mereka yang sudah beriman pun ragu dan ada yang menjadi murtad, karena apa yang dikisahkan Nabi itu tidak bisa diterima akal sehat mereka.

 

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah bagian dari mukjizat dan mukjizat itu dimiliki oleh setiap rasul Allah, yang peristiwa di luar jangkauan nalar manusia, tetapi wajib diimani. Dan memang peristiwa Isra’ Mi’raj ini merupakan ujian keimanan.

Allah swt berfirman:

 

“Dan Kami tidak menjadikan penglihatan (yang dialami Rasulullah di waktu malam Isra’ Mi’raj) yang telah Kami perlihatkan kepada kamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.”

 

Peristiwa Isra’ Mi’raj ini dijadikan bahan oleh orang-orang musyrik Quraisy untuk memfitnah Nabi Muhammad saw. Menurut mercka, hal ini dapat dijadikan bukti jelas tentang kebohongannya, sebab menurut mereka apa yang dikisahkan Nabi Muhammad saw itu tidak masuk akal. Tetapi perkiraan mereka meleset.

 

Merika mengirim utusan kepada Abu Bakar dengan maksud mempengaruhi keimanannya kepada Nabi, tetapi utusan itu gagal. Berikut ini petikan dialog antara utusan Quraisy dan Abu Bakar.

– Dapatkah engkau membenarkan perkatan Muhammad, bahwa tadi malam pergi ke Baitul Magdis dan dari sana naik ke langit?

+ Kalau memang Muhammad berkata demikian, maka dia benar. Jawab Abu Bakar.

– Hai, Abu Bakar, apaengkau benarkan perkataan Muhammad yang demikian itu?

+ Ya,sayabenarkan. Bahkan saya benarkan lebih daripada itu.

 

Orang-orang Quraisy merasa gagal mempengaruhi keimanan Abu Bakar kepada Nabi Muhammad saw. Karena sikap Abu Bakar yang dengan tegas membenarkan apa yang dikisahkan Nabi Muhammad saw tentang peristiwa Isra’ Mi’raj inilah dia mendapat gelar Ash-Shiddiq.

 

Nama Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Ouhafah. Dia dipanggil dengan panggilan Abu Bakar, yang artinya “Pemagi”, karena sejak awal telah menyatakan masiik Islam dan mengikuti seruan Nabi. Diberi gelar “Ash-Shiddiq”, karena dia tanpa ragu membenarkan Isra’ Mi’raj yang dijalani Nabi Muhammad saw, hanya dalam waktu semalam.

 

  1. Iman Kepada Adanya Pertanyaan dan Siksa Kubur
  2. Pertanyaan

 

Diantara perkara yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad yang wajib di imani oleh setiap mukallaf ialah adanya pertanyaan di Kubur terhadap mayit. Pertanyaan di kubur berlangsung setelah para pengantar kembali pulang. saat itu dua malaikat yang bernama Munkar dan Nakir menghadap mayit lalu duduk di “hadapannya dan bertanya tentang Aqidah saja, kedua lalu kedua malaikat itu bertanya kepada mayat dengan bahasa si mayat, tetapi ada yang berpendapat dengan bahasa Suryani, kedua malaikat itu bertanya pada mayat :

 

Siapakah Tuhanmu ?

Apa Agamamu ?

Apa Keyakinanmu ?

Apa yang Kamu Lakukan Ketika Mati ?

Apa Komentarmu Tentang Nabi Ini/ Apa Komentarmu Tentang Nabi Ini ?

Apa komentar tentang Pria Yang Ada Di Sampingmu itu ? Mayat itu akan menjawab menurut keadaannya ketika meninggal, beriman atau tidak. Orang yang ketika meninggal dalam keadaan beriman akan menjawab :

 

Tuhanku adalah Allah

Nabiku adalah Muhammad, aku beriman kepadanya dan semua yang beliau bawa.

Agamaku adalah Islam

Sedangkan yang kafir dan Munafig akan menjawab, saya tidak tahu.

 

Orang Kafir dan Munafik ketika di tanya Malaikat Munkar dan Nakir akan menjawab tidak tahu. Malaikat itu lalu bertanya, engkau tidak membaca Al-Qur’an, kemudian kedua malaikat tersebut memukulnya dengan pukulan yang terbuat dari besi yang amat berat, mayat itu lalu menjerit keras dan semua makhluk selain manusia dan Jin mendengar teriakan tersebut, manusia dan Jin tidak mendengarnya, karena mereka berdua di rahmati Allah, dan andaikata mereka mendengar, maka dunia akan hancur.

 

Pertanyaan kubur itu berlangsung sekali. Tetapi ada yang mengatakan berlangsung empat puluh kali.

 

  1. Siksa Dalam Kubur

 

Diantara hal yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. adalah menghimpitnya kubur sebelum terjadi pertanyaan kepada mayat.Bagi mayat mukmin yang taat, hal ini merupakan suatu nikmat, sedangkan bagi mukmin yang durhaka dan orang Kafir, merupakan siksaan, karena himpitan kubur ini dapat menghancur leburkan jasad. Dan untuk orang Kafir, himpitan itu lebih keras.

 

  1. Kebangkitan Dari Kubur Dan Alam Mukhsyar

 

Termasuk perkara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw., yang wajib di imani oleh setiap mukallaf adalah peristiwa kebangkitan dari kubur dan kumpulnya manusia di padang maksyar. Al-Ba’ats ialah kebangkitan kembali orang-orang yang telah mati dan keluar dari kubur-kubur mereka. Al-Hasyar ialah pengumpulan semua makhluk di suatu tempat yang disebut maksyar untuk dihisab (di periksa) amal perbuatannya semasa hidup.

 

  1. Penyerahan Catatan Amal dan Hisab

 

Termasuk perkara yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf ialah penyerahan buku catatan amal kepada setiap hamba. Diantaranya lagi adalah Hisab (pemeriksaan) yang dilakukan oleh Allah kepada setiap makhluk tentang amal perbuatan yang di lakukan semasa hidup. Orang-orang yang taat akan berlangsung cepat, sedangkan orang kafir dan orang mukmin yang durhaka akan sulit dan berlangsung lama.

 

  1. Mizan (timbangan amal)

 

Termasuk hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf adalah adanya penimbangan amal atau buku catatan amal menurut pendapat yang shaheh dalam suatu timbangan yang hakiki seperti timbangan pada umumnya, ada tiangnya, lidah dan dua piringan yang amat besar. Apabila langit dan bumi di masukkan di salah satu piringnya, pasti muat. Piringan yang sebelah yang untuk menimbang amal-amal yang baik terbuat dari cahaya, dan piringan yang sebelah lain yang untuk menimbang amal-amal lelek/buruk itu gelap.

 

  1. Syafaat ‘Udzma

 

Termasuk hal yang di ajarkan oleh nabi kita Muhammad saw., yang wajib di imani oleh setiap orang mukallaf adalah adanya Syafaat ‘”Udzma yang dimiliki oleh Nabi Muhammad saw., sebelum semua makhluk menghadapi putusan Allah swt. Setelah Rasulullah Muhammad saw., memberi Syafaat ‘Udzma kepada semua makhuk, maka para nabi, wali, dan orang-orang shaleh memberikan Syafaat masing-masing kepada yang di izinkan oleh Allah untuk mendapat Syafaat, begitu pula ayah memberi Syafaat kepada anaknya, dan anak-anak memberikan Syafaat kepada ayahnya. Tersebut dalam riwayat hadits yang menerangkan bahwa anak-anak (yang mati waktu kecil sebelum baligh) berhenti di hadapan pintu surga dan berkata: ‘Saya tidak mau masuk surga, kecuali, jika bersama bapak saya.’

 

Nabi Muhammad saw., disamping memberi Syafaat ‘Udzman kepada semua makhluk, juga memberi syafaat-syafaat lain yang amat banyak.

 

  1. As-Syiroth (jembatan)

 

Termasuk hal yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. yang wajib kita imani ialah adanya As-Syiroth atau jembatan yang memanjang diatas neraka jahannam yang pasti di lewati oleh setiap orang yang pernah hidup. Ukuran As-Syiroth ini sebesar bulu mata malaikat Malik si penjaga Neraka, dan panjangnya sepanjang tiga ribu tahun perjalanan, menurut salah satu riwayat hadits. Dalam riwayat hadits yang lain di sebutkan bahwa panjang As-Syiroth sepanjang perjalanan lima ribu tahun. As-Syiroth ukuran ini lebih kecil dari pada sehelai rambut dan lebih tajam dari pada mata pedang. Salah satu ujungnya berada di arena kiamat dan satunya lagi di pelataran surga.

 

  1. Al-Haudl (telaga milik Nabi Muhammad saw.)

 

Diantara perkara yang di ajarkan oleh Nabi Muhammad saw., yang wajib kita imani adalah Haudl (telaga) milik Rasulullah saw., yang besar. Masing-masing empat sisinya sepanjang perjalanan selama sebulan. Telaga ini berlapis emas, baunya lebih harum dari pada misik dan batu-batunya terdiri dari berlian. Rasulullah saw., telah menjelaskan bahwa air telaga itu lebih putih dari pada susu, dan rasanya lebih marus dari pada madu, dan terdapat dua saluran dari telaga Al-Kautsar. Di telaga itu terdapat gelas-gelas indah, gemerlapan bagaikan bintang-bintang di langit, hanya orang-orang yang memenuhi janji Allah saja yang dapat meminum air telaga tersebut. Dan siapa yang meminum air telaga itu sekali saja, maka dia tidak akan haus selamanya. Setiap nabi itu memiliki Haudl, kecuali Nabi Shaleh a.s., beliau tidak memiliki Haudl, tetapi tetek susu untanya sama dengan Haudl para nabi. Menurut sebagian ulama’ mengatakan, bahwa di Maukif (tempat pemberhentian makhluk) tidak ada Haudl (telaga) kecuali telaga mulik Rasulullah saw.

 

  1. Melihat Allah Di Akherat

 

Diantara ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. adalah kemungkinan melihat Allah swt. bagi orang-orang mukmin di akherat nanti dengan cara yang tidak dapat diketahui dan tanpa batas ruang lingkup. Masalah melihat Allah di akherat bagi orang-orang beriman ini berdasarkan dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw.

Allah berfirman:

 

“Wajah-wajah bersinar dan berseri di hari kiamat adalah melihat tuhannya.”

Rasulullah saw., besabda:

 

“Sesungguhnya kamu semua akan melihat Tuhan kalian semua, sebagaimana kamu melihat bulan pada malam bulan purnama.”

 

Orang-orang yang beriman akan melihat Allah swt sebelum masuk surga maupun sesudah masuk surga. Allah swt lalu menyingkap tabir yang menutup orang-orang mukmin sehingga mereka dapat melihat dzat Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung tanpa mengenal arah, tempat, dan tanpa mengenal posisi berhadapan dan tidak dengan cara-cara yang dialami oleh makhluk.

 

Ketika orang-orang yang beriman telah melihat Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, maka mereka lupa dan mengesampingkan kenikmatan surga, sebab seandainya seluruh kenikmatan surga itu di kumpulkan menjadi satu, maka tidak akan dapat menyamai nikmat melihat Allah sekejap. Melihat Allah adalah nikmat akherat yang paling besar, sebagaimana iman merupakan nikmat yang paling besar di dunia.

 

Di riwayatkan dari Imam Hasan Al-Bashri r.a. dia berkata: Ketika penghuni surga sedang duduk-duduk, tiba-tiba ada cahaya terang memancar keseluruh surga, lalu Allah menampakkan Dzat-Nya Yang Maha Mulia kepada mereka. Tidak ada perkara yang di berikan kepada penghuni surga yang lebih menyenangkan dari pada melihat Allah swt. Ketika Allah menutup kembali Hijab dari pandangan mereka, maka tinggal cahaya dan barokahnya di tengah-tengah mereka.

 

Hukum Orang Yang Mengaku Pernah Melihat Allah Di Dunia

 

Kemungkinan melihat Allah swt. di dunia itu adalah suatu hal yang tidak mungkin terjadi oleh siapa pun, kecuali oleh Nabi Muhammad saw.

 

Barang siapa yang mengaku pernah melihat Allah swt dalam keadaan terjaga dengan mata kepala, maka orang tersebut di hukumi kafir.

 

Kesempatan Melihat Allah Di Akherat

 

Orang-orang yang beriman di akherat nanti ada beberapa tingkatan-tingkatan dalam mendapatkan kesempatan melihat Allah. Diantaranya mereka ada yang mendapat nikmat melihat Allah sekali setahun, ada yang sekali dalam satu bulan, ada yang sekali dalam seminggu, yaitu setiap hari jum’at. Ada yang mendapat nikmat kesempatan melihat-Nya setiap hari, setiap saat, dan ada pula orang-orang mukmin yang dapat melihat-Nya terus-menerus. Kesempatan dapat melihat Allah seperti ini merupakan nikmat yang paling sempurna bagi orang-orang mukmin.

 

 



Dalam kata penutup karya tulis ini, kami hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah:

Ya Allah, jadikanlah kami, kedua orang tua kami, guru-guru kami, orang-orang yang kami cintai, dan orang-orang yang baik kepada kami dan kepada mereka termasuk golongan orang-orang yang sempurna imannya sehingga dapat melihat-Mu sesering mungkin besok di akhirat, melalui perantara kemulyaan Nabi Muhammad saw. yang telah mengantarkan kami kepada jalan yang terang dan lurus.

Mudah-mudahan Allah selalu melimpahkan rahmat, nikmat dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad saw. kepada segenap keluarga, sahabat-sahabatnya, dan istri-istri beliau, dzurriyyah dan segenap Ahlul baitnya sepanjang masih ada orang-orang yang menyebut-Mu dan menyebut nabi-Mu, sepanjang masih ada orang yang lupa kepada-Mu dan kepada nabi-Mu Muhammad saw.

Penulisan risalah ini dapat kami selesaikan pada waktu sore hari, kamis tanggal 8 Dzulqoidah 1235 H.

Semoga Allah memberi ampunan kepada kami, kedua orang tua kami dam kepada semua kaum muslimin.

Amiin.